Pendekar Setia 2 [Lanjutan Pendekar Kembar]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Mau-tak- mau Ji- bong Taysu menghela napas. ucapnya, "Karena engkau tetap tidak percaya, terpaksa aturan lama kita gunakan lagi. Nah, Lisicu, silakan mulai"
Habis berkata, sorot matanya setajam kilat menatap Tan siok-cin tanpa berkedip.
Agaknya Tan siok-cin juga tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. iapun balas menatap dengan tajam, dalam sekejap orang linglung ini seolah-olah telah berubah menjadi seorang lain, sorot matanya tidak buram lagi. sikapnya juga tidak kaku pula.
Sampai disini, Yu Wi jadi terkejut.Jelas keadaan ini menunjukkan sang ibu hendak bertanding kungfu dengan Ji-bong Taysu.Jika Ji-bong Taysu menang, mau-tak-mau ibu harus mengakui Jit-yap-ko itu adalah miliknya.
Ia tahu kungfu Ji-bong Taysu sudah mencapai taraf yang tidak ada taranya, boleh dikatakan tidak ada tandingannya di dunia ini, meski ilmu silat ibu juga tidak lemah, rasanya juga bukan tandingan Ji-bong..
Karena kuatir, hampir saja ia melompat turun untuk membantu sang ibu. Tapi baru terpikir demikian, segera pikiran lain mancegah tiadakannya ini. Pikirnya, "ibu pasti tidak akan mengalami bahaya, Ji-bong takkan berani melukai beliau, bisa jadi Ji-bong merasa bersalah, maka cuma menghendaki ibu dihalau pergi saja, masakah setelah merebut Jit-yap-ko ibu akan dilukai pula?"
Kini Yu wi merasa yakin Jit-yap-ko pasti milik ibu, keterangan Ji-hong Taysu tadi hanya karangan kosong belaka. Tiba-tiba terpikir olehnya mumpung sekarang cu-pi-am dalam keadaan kosong, semua nikoh dikerahkan keluar untuk menghadapi ibu. biarlah kucuri Jit-yap-ko dan nanti dikembalikan kepada ibu.
Sudah tentu sebelumnya tidak terpikir olehnya bahwa jit-yap-ko yang hendak dicurinya malam ini asalnya adalah milik sang ibu. Semula hatinya merasa tidak tenteram karena harus mencuri barang orang, sekarang setelah diketahui pohon itu adalah milik ibu, rasa tidak tenteram itu lantas lenyap dan bertekad akan mencuri pohon itu.
Di bawah cahaya obor yang terang benderang, Tan siok-cin dan Ji-bong Taysu tampak berdiri berhadapan, kedua nya saling tatap. tak terlihat siapa yang condong melancarkan serangan lebih dulu.
Muklumlah, pertandingan diantara tokoh kelas tinggi memang berbeda daripada pertarungan antara jago pasaran- Semakin lama saling pandang dengan diam, semakin dahsyat pula bilamana serangan dilakukan, sebab setiap jurus serangan pasti jurus mematikan, kalau bukan jurus maut tidak sembarangan dilancarkan-
Yu Wi cukup mengerti keadaan pertandingan di antara tokoh kelas tinggi, mestinya dia ingin tinggal disitu untuk menyaksikan pertarungan yang jarang terjadi itu, tapi ia pikir bilamana kedua orang sudah saling gebrak. waktunya tentu juga akan terlangsung dengan singkat. Ibu pasti sukar menahan sepuluh jurus serangan Ji- bong Taysu. Dan bila sepuluh jurus sudah berlalu dan ibu merasa kewalahan dan terpaksa mengundurkan diri, tentu Ji-bong dan para nikoh akan segera masuk lagi kedalam kuil. dan ini berarti sulitlah baginya untuk mencuri Jit-yap-ko. Sebab itulah untuk mencuri pohon itu harus dilakukan secepatnya sebelum para nikoh masuk kembali ke cu-pi-am.
Dengan perasaan berat ia memandang sekejap sang ibu sambil berdoa dalam hati, "o, ibu, apabila kau tidak sanggup melawannya, semoga engkau cepat melarikan diri saja, anak akan mencurikan kembali Jit-yap-ko itu bagimu dan jangan sekali-kali teriibat pertarungan dengan Ji-bong yang lihai, sebab engkau pasti bukan tandingannya. Wahai Ji- bong Taysu, hendaknya kau punya perasaan dan menyudahi pertarungan ini pada batas tertentu seperti kejadian tahun-tahun yang lalu, bilamana engkau ini mengganggu seujung rambut ibuku, Yu Wi bersumpah pasti akan
menuntut balas padamu." Habis berdoa ia lantas melayang masuk ke cu-pi-am dengan enteng dan gesit.
Yu Wi tahu jelas sang ibu bukan tandingan Ji-bong Taysu, tapi iapun tidak marasa kualir, ia jakin Ji-bong pasti takkan mencelakai ibunya. Sebab kalau ji- bong Taysu bermaksud melukai ibunya tentu hal ini sudah dilakukannya sejak dulu-dulu dan takkan menunggu sampai sekarang. Padahal janji pertemuan mereka setiap tahun jelas sudah berlangsung sedikitnya belasan tahun-
Padahal dia memang tidak perlu menguatirkan hal-hal itu, lebih-lebih tidak perlu menguatirkan ibunya akan dicelakai Ji-bong Taysu, sebab biarpun Ji-bong ingin melukai Tan siok-cin juga belum tentu mampu.
Yu Wi telah menilai rendah kepandaian ibunya, ia tidak tahu kungfu sang ibu hanya sedikit di bawah Ji-bong saja. Malahan kalau Ji-bong Taysu kurang hati-hati, bukan mustahil juga bisa dikalahkan oleh ibunya.
Apabila Yu Wi mau merenungkan keadaan sekarang tentu tidak sulit untuk menarik kesimpulan seperti itu, Cara ji- bong mengerahkan segenap anak buahnya seperti menghadapi musuh maha tangguh, hakikatnya tidak meremehkan Tan siok-cin dan pertarungan ini dianggap sebagai suatu pertarungan yang sangat penting.
Menurut jalan pikiran Ji-bong Taysu, asalkan Tan siok-cin dapat digempur mundur sudah puas baginya. hakikatnya tidak terpikir olehnya akan dapat melukai Tan siok-cin-
Sama sekali Yu Wi tidak menduga bahwa kepandaian sang ibu hampir tidak ada bandingan jaman ini kecuali Ji-bong Taysu saja.
Begitulah Yu Wi terus menyusup masuk ke dalam cu-pi-am, ia tidak mencari tempat lain, tapi langsung menuju kamar Ji- bong Taysu.
Ia pikir Jit-yap-ko adalah benda mestika yang dicari, tidak mungkin disimpan di tempat lain- jika disembunyikan tempatnya
tentu juga berada diatas kamarnya. Dugaannya memang tidak salah, Ji- bong memandang Jit-yap-ko itu serupa jiwanya, kalau bisa sungguh ingin selalu dibawanya kemana pun dia pergi.
Tapi Jit-yap-ko itu ditanam pada pot bunga, sendirinya tidak dapat dibawa kian kemari setiap waktu, maka oleh Ji-bong pohon itu disembunyikan disuatu ruangan didalam kamarnya. Pintu rahasia itu tidak mudah terlihat, setiba di kamar Ji- bong Taysu, Yu Wi tidak menemukan suatu petunjuk yang menarik. Di dalam kamarnya terdapat sebuah dipan, sebuah meja batu, di atas meja ada anglo dupa dan tidak ada perabot lain-
Tapi Yu Wi yakin Jit-yap-ko pasti disembunyikan di dalam kamar ini, sebab itulah dia tidak putus asa dan masih terus mencari dan menyelidiki keadaan kamar itu. Ia tidak paham teknik alat pesawat, tapi tiba-tiba ia menaruh perhatian terhadap anglo dupa itu.
Sebab dirasakannya anglo itu agak janggaL fungsi anglo itu adalah untuk membakar dupa dan tempat abu, tapi di dalam anglo ini ternyata tidak ada abu dupa.Jelas anglo ini tidak pernah digunakan melainkan cuma sebagai hiasan belaka.
JiKa anglo dupa dibuat barang hiasan dirumah orang biasa tidaklah perlu dicurigai, tapi anglo dijadikan hiasan di kamar seorang nikoh inilah yang aneh, Sebab umumnya setiap hari kaum nikoh tentu membakar dupa, masakah anglo diatas meja melulu digunakan sebagai barang hiasan saja?
Dengan sangsi ia mendekati meja itu dan termangu- mangu memandangi anglo itu, dilihatnya anglo itu sangat resik, sangat bersih, seperti selalu dipegang sehingga tidak terdapat debu sedikit pun, terlalu resiknya anglo ini menimbulkan ilhamnya, ia coba merabanya, setelah dipegang sini dan diraba sana, mendadak terdangar suara keriat-kuriut pelahan- Girang sekali Yu Wi, cepat ia berpaling kearah suara itu, ternyata pada dinding sebelah sana telah terbuka sebuah pintu rahasia.
Tidak perlu disangsikan lagi dibalik pintu rahasia ini tentu tersimpan Jit-yap-ko. Jelas setiap hari Ji-bong Taysu memeriksa
pohon mestika itu, pantaslah anglo itu sangat resik karena setiap hari dipegang, rupanya anglo ini merupakan kunci pintu rahasia.
Dengan girang Yu wi coba melongok kebalik pintu, ternyata tidak kecil tempat ini, ditengah-tengah ruangan tergantung sebuah keranjang bunga2, daun pohon bertebaran diluar keranjang, setiap daun terdiri dari tujuh kelopak. tercium bau harum memenuhi seluruh ruangan-
Yu Wi tidak sangsi lagi, ia yakin di dalam keranjang itu pastilah jit-yap-ko.
Karena senangnya, tanpa berpikir panjang ia terus menyelinap masuk keruangan itu terus melompat kearah keranjang bunga, Pada saat itulah konyong-konyong terdengar suara mendesir di sebelahnya, seorang telah mendahului meraih pegangan keranjang bunga.
Tentu saja Yu Wi kaget. ia tidak sempat melihat jelas penyerobot itu, tapi lebih dulu harus berebut Jit-yap-ko, maka selagi tubuh terapung diatas. tangan terus terjulur untuk merampas pohon dalam keranjang.
"cis, untuk apa berebut denganku? ...." omel orang itu dengan tertawa.
Belum habis ucapannya, mendadak orang itu menjerit, rupanya baru tangannya meraba pegangan keranjang, segera tangan terasa ditusuk beribu jarum, sakitnya tidak kepalang, cepat ia melepaskan keranjang itu sambil menjerit kesakitan-
Jeritannya membikin kaget Yu Wi, sebab segera dikenalnya orang ini ialah Pek-yan-Karena gugupnya,Jit-yap-ko tidak berhasil dibedolnya, hanya segenggam daun saja yang dapat dipetiknya, lalu tidak dapat tahan lagi diudara, ia terus anjlok ke bawah. Pek-yan juga anjlok ke bawah barsama Yu Wi.
Waktu mereka melompat keatas dimulai pada saat melangkah masuk pintu, sekarang tempat anjlok mereka berada ditengah-tengah ruangan. Begitu kaki menyentuh lantai, terdengariah suara
"Blang", kiranya di tengah ruangan dipasang papan putar, sekali injak papan itu lantas terbalik dengan orangnya lantas kejeblos ke bawah.
Sungguh mereka tidak menyangka orang beragama sebagai Ji-bong Taysu juga dapat memasang perangkap keji begini. Tanpa ampun tubuh mereka terus kejeblos kebawah, dalam amat lubang itu, entah meluncur berapa lama barulah terdengar suara "biyurr", suara air.
Untung dibawah adalah air, kalau tanah yang keras dan kejeblos setinggi ini, andaikan tidak terbanting mati juga akan terluka parah atau cacat selamanya.
Kedua orang sama-sama mahir berenang sehingga tidak takut kepada air, sembari mengambang di permukaan air, Yu Wi menggerundel, "Untuk apa kau ikut kesini?"
"Aku menguatirkan dirimu, maka diam-diam mengintil kemari," jawab Pek-yan.
Yu Wi kurang senang, "Tampaknya engkau tidak rela melepaskan diriku. kuatir kukabur. Sudah janji memberi kebebasan tiga hari padaku, tapi diam-diam aku diawasi."
"Huh. dasar orang yang tidak tahu kebaikan," omel Pek-yan, "jika kukuatir kau kabur, untuk apa kuberi kebebasan tiga hari padamu?Justeru aku benar-benar menguatirkan keselamatanmu, maka kuikut kesini, kenapa sembarangan kau tuduh orang?"
"Hm,jika benar kau perhatikan keselamatanku engkau berebut keranjang bunga itu denganku?" jengek Yu Wi. "Tentunya kau kuatir benda mestika ini akan kutelan sendiri."
Muka Pek-yan menjadi merah, debatnya, "Huh, masih berani bicara demikian- sudah kutelan pil pahit bagimu malah kau maki lagi."
Rupanya Pek-yan juga serupa wanita lain, kebanyakan tamak. ia sangka Yu Wi menemukan sesuatu rahasia Ji-bong Taysu dan mungkin akan mendapatkan benda mestika simpanan nikoh tua itu,
maka dia mendahului hendak menyerobotnya. Tapi sekali dia sentuh pegangan keranjang bunga, tangannya lantas kena racun yang dipoles pada keranjang bunga itu, sampai sekarang tangannya masih terasa kesakitan-
Padahal kalau Pek-yan tidak main serobot, tentu Yu Wi sendiri juga akan memegang keranjang bunga itu. Lantaran melihat pegangan keranjang telah diraih oleh tangan Pek-yan, secara taktis dia lantas berebut jit-yap-ko didalam keranjang, jadi ucapan Pek-yan juga ada benarnya, dia telah telan pil pahit bagi Yu Wi.
Dengan sendirinya Yu Wi tidak tahu keranjang bunga itu beracun, ia malah tanya, "Kau telan pil pahit apa, mengapa aku yang disalahkan?"
Tangan Pek-yan masih kesakitan- dengan tidak sabar katanya, "Sudahlah, kita tidak perlu cekcok. kita terendam air, memangnya menunggu agar ditangkap mereka? Ayolah lekas mencari akal untuk naik ke atas"
Tapi lantaran jarak permukaan air dengan atas terlalu jauh, dibawah keadaan gelap gulita, Yu Wi terpaksa harus berenang sekian lamanya baru mencapai tepian, waktu ia meraba, terasa dingin keras, ternyata dinding batu yang sangat kuat.
ia terus merambat mengikuti dinding batu, meski sudah diraba sekeliling, semuanya dinding batu, tiada satu tempat pun yang dapat dibuat pegangan tangan- Karena kedua kakinya harus terus menerus bekerja untuk berenang, sampai sekarang juga sudah pegal dan letih.
Pek-yan juga tidak terkecuali, ia merasa semakin berat kakinya untuk bergerak didalam air, serunya kuatir. "Bagaimana, bisa naik ke atas atau tidak?"
"Ai, tampaknya kita akan terkubur disini,"jawab Yu wi dengan menyesal.
"Apa katamu?" Pek-yan menegas.
Yu Wi tahu keadaan rada gawat, semuanya jalan buntu, sukar untuk mencari jalan hidup, Bilamana kaki sudah tidak kuat bergerak. mau-tak-mau mereka harus tenggelam.
Yu Wi menyadari kematian sukar dihindar lagi, hati Yu Wi menjadi lapang malah, ucapnya dengan tertawa, "Pek-siocia. biasanya orang dikubur di daratan, jarang yang dikubur didalam air, entah bagaimana rasanya, kukira tidak jelek."
"Ai, jangan bicara yang tidak-tidak. ayolah lekas berdaya," ujar Pek-yan,
Dalam keadaan bahaya, orang perempuan selalu menaruh harapan atas diri orang lelaki, meski sesungguhnya kungfu Pek-yan lebih tinggi daripada Yu Wi, tapi dalam keadaan kepepet sekarang iapun berharap Yu Wi akan menyelamatkannya.
"Jika ada akal, silakan kau renungkan, aku tidak berdaya," ujar Yu Wi.
Pek-yan lantas berenang juga sekeliling. setelah memahami keadaan setempat, dengan putus asa ia berkata, "Yu Wi, apakah kita harus menunggu kematian dengan begini saja?"
"Thian menghendaki kematian kita, apa dayaku." ucap Yu Wi dengan angkat pundak.
Pek-yan menjadi takut, omelnya, "Seorang lelaki gagah perkasa seperti dirimu, masa tidak dapat kau peras otak untuk mencari akal dan menolong seorang perempuan?"
"Baiklah, Tuan Puteriku, akan kuperas otak bagimu," ujar Yu Wi sambil menyengir.
Habis berkata ia terus menyelam. dirasakannya air itu sangat dalam, sampai lama sekali baru ia timbul lagi keatas.
Didalam air gelap gulita, tidak kelihatan apa pun- Betapapun Pek-yan tidak berani ikut menyelam. Setelah Yu Wi timbul lagi ke atas, segera ia tanya, "Bagaimana, ada jalan tidak?"
"Jalan apa?" jawab Yu wi dengan tertawa. "Memangnya kau kira di bawah ada jalan daratan? Bukan maksudku hendak menakuti dirimu, ketahuilah di bawah hanya air belaka, dasarnya saja sukar dicapai, Bilamana dapat mencapai dasarnya, kita sudah mati sesak napas lebih dulu."
Muka Pek-yan menjadi pucat, katanya sambil menggigit bibir. "Wah, lantas... lantas bagaimana..."
Mendengar suaranya yang memelas itu, Yu Wi jadi menyesal telah menakut-nakutinya. cepat ia menghiburnya. "Jangan kuatir, meski tidak dapat mencapai dasar kolam, tapi tadi sudah dapat kutemukan sumbernya."
Pek-yan masih juga menggigil ketakutan, "Memangnya apa ... apa gunanya."
"Tentu saja berguna," kata Yu Wi, "semula air disini adalah air diam, air mati. jika air mati jangan harap akan hidup, sekarang diketahui air disini air hidup, berdasarkan kata hidup ini, kitapun ada harapan untuk hidup,"
Pek-yan rada terhibur, dia tidak gemetar lagi, bicaranya juga mulai lancar, katanya cepat, "cara bagaimana bisa hidup, lekas katakan, makin lama kakiku terasa tambah berat dan hampir tidak kuat lagi...."
Selagi Yu Wi hendak bicara, tiba-tiba dari atas sayup-sayup berkumandang suara bicara orang yang lemah, karena tidak jelas terdengar, cepat Yu Wi menghimpun tenaga dalam dan berteriak. "Siapa yang di atas sana? Silakan bicara sekerasnya"
Agaknya orang yang di atas juga tahu jaraknya tarlalu jauh, segera iapun mengerahkan tenaga dan berteriak. "Apakah disitu Yu-toako? Aku Ko Bok-cing"
Sungguh girang Yu Wi tak terpirikan, cepat ia balas berteriak. "Ah, kiranya Ko-cici, cara bagaimana engkau datang kesini?"
Tadinya ia menyangka yang bicara itu adalah musuh, sama sekali tak terduga ialah Ko Bok-cing, pantas si nona tidak berani bicara keras-keras, agaknya kuatir akan didengar oleh nikoh cu-pi-am.
Lwekang Ko Bok-cing sudah mencapai tingkatan yang tidak ada taranya, dengan datangnya penolong ini, rasa putus asa Yu Wi seketika lenyap. dengan gembira ia lantas berkata kepada Pek-yan, "Pek-siocia, sekali ini kita pasti akan tertolong"
Dengan mendongkol Pek-yan menjawab, "Bukankah tadi kau bilang ada akal, biarlah kita menyelamatkan diri dengan akalnya sendiri dan tidak perlu pertolongannya."
"Tapi akalku itu entah dapat digunakan atau tidak belum lagi diketahui," ujar Yu Wi dengan tertawa. "Andaikan dapat digunakan, harapan hidup juga sangat tipis. Sekarang ada penolong, kita tidak kuatir lagi, kuyakin seratus persen pasti akan tertolong. Sabarlah sebentar, kita tunggu"
"Huh, dia kan bukan malaikat dewata," jengek Pek-yan-
Nada Yu Wi terlalu yakin seakan-akan perempuan di atas itu dianggap sebagai malaikat penolong yang maha sakti, hal ini menimbulkan rasa iri Pek-yan sehingga lupa bahwa keselamatannya juga memerlukan pertolongan orang.
Sampai sekian lama lagi belum terdengar suara Ko Bok-cing, segera Yu Wi berteriak pula sekerasnya, "Ko-cici ...Ko-cici .... "
Pek-yan mendongkol, omelnya, "Kenapa bergembar-gembor? Hendak kau kagetkan musuh?" Dengan gemas Yu Wi berkata, "Ai, kemana perginya?"
Pek-yan jadi lupa kepada seramnya kematian, ia masih tetap cemburu, katanya, "Kau kira dia mau menolongmu dengan menyerempet bahaya? Hm, jika dia mau turun kesini untuk menolongmu, tempat setinggi ini apakah dia mampu turun dan naik lagi kesana? Yu Wi, hendaknya jangan berpikir muluk-muluk. dia sudah pargi, biarlah kita mencari jalan sendiri saja."
"Aha, kutahu dia pasti sedang pergi mencari tambang," seru Yu Wi.
"Huh, tinggi tempat ini sedikitnya ratusan tombak, seketika dari mana bisa diperoleh tambang sepanjang ini?" jengek Pek-yan.
"Betapapun Ji-bong Taysu adalah seorang beribadah," ujar Yu Wi. "tentunya beliau mengutama welas-asih, meski diketahuinya Lit- yap-ko pasti selalu diincar orang, makanya dia memasang perangkap ini. tapi tentu juga sudah menyiapkan tali panjang untuk memberi pertolongan bilamana perlu. Maka asalkan Ko-cici dapat menemukan tali panjang itu, segera kita dapat diselamatkan-"
Pek-yan pikir uraian Yu Wi ini memang masuk diakal, betapa keselamatan jiwa lebih penting. maka diam-diam iapun berharap selekasnya Ko Bok-cing dapat menemukan tali panjang itu, bilamana terlambat dan diketahui Ji-bong Taysu, maka tamatlah segalanya.
Ditunggu lagi sekian lamanya, kedua orang menjadi kelabakan, syukuilah dari atas lantas terdengar kumandang suara Ko Bok-cing, "Yu-toako, ini kuturunkan tambang"
"Hah, bagus, lekas turunkan" seru Yu Wi dan Pek-yan hampir berbareng.
Dengan gelisah mereka menunggu turunnya tambang, sekarang bahkan Pek-yan yang berharap ujung tambang lekas jatuh kedepannya, sebab dia merasa sudah kehabisan tenaga, bertahan saja rasanya sangat payah.
Maklumlah sudah lebih satu jam mereka kejeblos kesitu, betapapun mahir orang berenang, jika terus menerus kaki digunakan mengenjot air tanpa berhenti sejenak pun juga pasti akan lelah. Apalagi mereka hanya paham berenang dan bukannya sangat mahir, hanya berkat lwekang mereka yang tinggi untuk bertahan sehingga tidak sampai tenggelam, kalau tidak tentu sejak tadi mereka sudah mati terbenam.
Tunggu punya tunggu, hati mereka jadi berdebar-debar, tapi tambang belum lagi kelihatan terjulur kebawah.
"Mungkin budak itu mampus diatas." maki Pek-yan saking mendongkol.
"Tempat ini sekian tingginya, tentu makan waktu turunnya tambang itu," ujar Yu Wi.
"Ai, tampaknya kau jadi keblingar," kata Pek-yan dengan tertawa, "biarpun sehelai bulu ayam juga sekarang seharusnya sudah jatuh ke bawah sini. Yu Wi, kukira dia sengaja berdusta padamu. pada hakikatnya dia tidak menemukan tambang apapun, dia sengaja membual supaya hatimu tanteram."
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala. ia tidak percaya Ko Bok-cing tidak menemukan tambang, ia pikir mungkin terjadi apa-apa diatas sehingga Ko Bok-cing tidak sempat menurunkan tambangnya.
Setelah ditunggu lagi sebentar, Pek-yan men-jadi tidak sabar lagi, dengan suara keras ia memaki.
"Budak busuk, apakah kau mampus di atas? Kenapa tidak lekas lepaskan talinya ke sini?"
Tiba-tiba ada jawaban dari atas. "Ini, ku-turunkan"
Pek-yan menjadi girang dan berseru, "Ya, lekas, lekas"
Tapi Yu Wi lantas berkata, "He, itu bukan suara Ko-cici, tapi lebih mirip suara Ji- bong Taysu."
Selagi Pek-yan hendak mendamperat karena menganggap ngawur ucapan Yu Wi itu, tiba-tiba terdengar suara "blang" yang keras disertai muncratnya air, cepat ia berenang kesana untuk menyongsongnya, sebab disangkanya yang jatuh itu adalah tambang penyelamat.
Tapi belum lagi mendekat. tiba-tiba terdengar suara tangis orang perempuan. Sekali ini Pek-yan jadi melenggong seperti disamber petir sehingga kaki pun lupa mengenjot air, kontan tubuhnya terus tenggelam.
Yu Wi juga berenang mendekat, serunya dengan suara sedih, "Apakah engkau Ko ... Ko-cici?..."
Yang jatuh ke bawah itu memang betul Ko Bok-cing adanya. Dia masih terus menangis. Yu Wi tidak tahu cara bagaimana menghibur si nona.
Mendadak terdengar lagi suara "blang" yang keras, menyusul lantas terdengar suara "klik" yang pelahan. waktu ia menengadah, tertampak papan putar tadi sudah kembali ketempat semula. Setitik cahaya yang remang-remang tadi kini pun hilang, keadaan sekarang benar-benar gelap gulita sama sekali, apa pun tidak terlihat lagi.
Dengan ketajaman mata Yu Wi yang sudah terlatih, mendingan dia masih dapat melihat dengan samar-samar. tiba-tiba ia merasakan permukaan air kehilangan sebuah kepala, cepat ia berseru, "Hei, Pek-siocia, dimana kau, Pek-siocia...."
Rupanya Pek-yan menjadi putus asa dan tenggelam, sejak tadi belum kelihatan timbul kembali. Yu Wi tahu gelagat tidak baik. cepat ia menyelam sampai sekian lama baru tubuh Pek-yan dapat ditemukan dan dibawa ke atas. Karena cemas dan juga lelah, seketika Pek-yan tidak dapat siuman-
Kini Yu Wi jadi bertambah beban, dia memang sudah terlalu letih, tentu saja semakin payah sekarang. cepat ia berseru, "Lekas kemari, Ko-cici"
Ko Bok-cing berhenti menangis dan berenang kesana, Yu Wi tidak sempat memberi penjelasan dan segera menyerahkan Pek-yan kepada Bok-cing, dengan demikian barulah dia sendiri tidak sampai tenggelam.
cukup mahir kepandaian berenang Ko Bok-cing, katanya sambil mengapung di permukaan air dengan memondong tubuh Pek-yan- "Sungguh aku merasa malu tidak dapat menolongmu."
"Janganlah engkau menyesali diri sendiri, semuanya adalah salahku sehingga membikin susah dirimu ikut terjeblos ke sini," kata Yu Wi dengan menyesal
Bok-cing menjawab dengan menghela napas, "Sejak kau berangkat ke Hoa-san sini, sudah lebih sebulan dan belum pulang,
ayah merasa kuatir dan aku disuruh menjenguk kesini, bilamana perlu supaya dapat membantu ..,."
---ooo0dw0ooo---
Bab19
Padahal mana mungkin Ko Siu menyuruh seorang gadis menempuh perjalanan sejauh ini sendirian, biarpun diketahui puterinya menguasai kungfu maha tinggi juga takkan menyuruhnya ke Hoa-san- apalagi dalam istananya tidak sedikit jago pilihan mustahil tidak bisa diberi tugas.
Ko Siu tidak gelisah karena Yu Wi belum kelihatan pulang, sebaliknya Ko Bok-cing sendiri yang gelisah, maka diam-diam ia berangkat kesini dan secara kebetulan ditemuinya kejadian malam ini.
Sejenak kemudian, Bok-cing berkata pula, "Sebenarnya siang tadi aku sudah tiba disini, cuma terhalang oleh penjagaan yang ketat, terpaksa kuselidiki pada waktu malam, kebetulan pihak cu-pi-am sedang menghadapi musuh tangguh sehingga penjagaan menjadi kendur. Kupikir selama lebih sebulan engksU menghilang, tentu karena tertawan dan terkurnng dipenjara, kebetulan ada kesempatan baik, bila dapat kutemukan dirimu dapatlah kutolong keluar. Tapi sudah kucari semua kamar tahanan didalam kuil ini dan tidak menemukan dirimu, setiba disini, kusangka dibawah sini adalah penjara, tak tersangka adalah sebuah kolam air yang sangat dalam. Dari suaramu tadi kuketahui kolam ini sangat dalam, maka ingin kucari tali yang panjang untuk menolongmu, siapa tahu belum . . . belum lagi sempat kulepaskan talinya . . . ."
Yu Wi menghela napas dan menukas, "Lantas keburu dipergoki Ji-bong Taysu, bukan?"
Bok-Cing mengiakan, "Mungkin bgi apes, kebetulan lawan tangguh Ji- bong Taysu telah digempur mundur dan dia lantas kembali kekamarnya. tentu saja aku dipergoki. ..."
"Sampai sekian lama pertandingan antara ibuku dan Ji-bong Taysu baru dapat ditentukan kalah dan menang?" tanya Yu Wi dengan terkejut.
Bok-cing juga melengak. "Hei, jadi perempuan berambut panjang dan berbau hitam itu ialah ibumu?"
"Ya, ibu kandungku," jawab Yu Wi. "Tak tersangka kungfu ibuku ternyata sanggup menandingi Ji-bong Taysu sampai sekian lamanya."
"Kulihat pertarunganannya Ji- bong Taysu dengan ibumu berlangsung dengan sangat dahsyat, diam-diam aku merasa kuatir bilamana. . . ."
Yu Wi sangat berterima kasih atas perhatian Ko Bok-cing terhadap ibunya, katanya dengan tertawa, "Biarpun kalah juga tidak berbahaya bagi ibu, jika beliau mampu menempur Ji- bong Taysu Sampai sekian lamanya andaikan kungfunya bukan tandingan Ji-bong Taysu, untuk mengundurkan diri tentu bukan soal sulit."
Baru sekarang ia tahu ilmu silat ibunda ternyata lain daripada yang lain, di dunia sekarang mungkin cuma Ji-bong Taysu seorang saja yang sanggup menandingi beliau.
Semula ia menyangka karena Ji-bong Taysu telah merebut Jit-yap-ko dari ibunya dan tentu tidak sampai hati lagi mencelakainya, kalau dipikir sekarang, jelas Ji- bong Taysu seorang nikoh keji dan berjiwa sempit, tentu tidak punya kebaikan hati sebagaimana dibayangkannya. Bahwa dia sungkan kepada ibu jelas lantaran dia memang tidak mampu melukai ibu, kalau belasan tahun yang lalu tidak dapat melukainya, tentu juga sekarang tidak dapat berbuat apa-apa.
Maka sekarang Yu Wi tidak perlu lagi menguatirkan keselamatan sang ibu, segera ia berkata pula, "Setelah Ji- bong Taysu mempergoki dirimu, tentu dia melarang kau turunkan tali, apakah engkau lantas bertempur dengan dia?"
Dengan gemas Bok-cing menjawab, "Nikoh siluman itu melarang Kutolong dirimu, bukankah berarti dia sengaja hendak membunuhmu supaya mati tenggelam disini. Seorang Jut-keh-lang berhati sekeji itu. sia-sia dia bertapa sampai tua. Saking gusarnya meski aku tidak paham jurus serangan, ingin juga kugampar dia beberapa kali . . . ."
"Dan berhasil kau pukul dia?" tukas Yu Wi cepat.
"Dalam hati aku bersumpah akan menggampar mukanya, maka tanpa menghiraukan betapa tinggi kungfu lawan segara kupukul dia, tentu saja berhasil kupukul dia, tapi akupun tergetar oleh pukulannya dan jatuh kesini . .. ."
"Bagus sekali telah kau hajar dia" puji Wu Wi.
"Tapi sayang tidak sempat kugunakan tenaga dalam, hanya kugampar dan tidak melukainya, kalau tidak- tentunya aku tidak sampai tergetar masuk ke kolam ini," tutur Bok-cing dengan gemas. "Ai, nikoh siluman tua itu memang sangat keji, kita tidak ada permusuhan apa pun dengan dia, tapi dia ... dia sengaja hendak membikin kita mati tenggelam."
"Dia sengaja menutup lagi papan putar di atas, jelas dia memang sengaja hendak membunuh kita. Mendingan jika kita mati tenggelam, sebab kedatanganku sengaja hendak mencuri Jit-yap-ko dan tentu dipandang sebagal musuh olehnya. Tapi engkau tidak ada permusuhan apapun dengan dia, memang tidak pantas dia memperlakukan dirimu sekejam ini."
"Aku tidak tahu Jit-yap-ko itu buah mestika macam apa," kata Bok-cing, "biarpun benda mestika yang tidak ada bandingannya juga tidak pantas dia menenggelamkan diriku disini hanya gara-gara pohon yang hendak kau curi itu. Percuma dia menjadi orang beribadah dan sudah bertapa berpuluh tahun, mengapa masih juga punya pikiran jahat untuk membunuh orang?"
"Apakah kau tahu sebab apa dia juga hendak membikin kau mati tenggelam disini?"tanya Yu Wi dengan menyesal.
Dengan menggreget Bok-cing menjawab, "Dari mana kutahu, pendek kata dia adalah nikoh tua siluman yang jahat, hanya lahirnya saja kelihatan alim dan suci. Sungguh aku merasa penasaran bagiJimoay, mengapa dia jut-keh (cukur rambut dan meninggalkan rumah) di biara yang diketuai orang semacam ini?"
"Tapi bila engkau tidak menampar mukanya, mungkin sekali dia takkan menutup papan putar di atas dan bertekad membinasakan dirimu," kata Yu Wi pula.
"Masakah cuma muka ditampar orang lantas timbul pikiran jahatnya untuk membunuh orang?" tanya Bok-cing dengan tercengang.
"Persoalannya tidak begitu sederhana," tutur Yu Wi sambil menggeleng, "Justeru lantaran tamparanmu itulah tetah membuat dia mengenali dirimu sebagai ahli waris Goat-heng-bun. Hendaknya kau maklum, apabila engkau tidak berhasil meyakinkan ilmu sakti Su-ciau-sin-kang yang merupakan kungfu tertinggi perguruan Goat-heng-bun, mana mungkin dapat kau tampar mukanya, padahal engkau sama sekali tidak paham jurus serangan- Dan setelah diketahuinya engkau sudah menguasai Su-ciau-sin-kang, bilamana mau setiap saat dapat merobohkan dia, maka tidak bisa lagi engkau dibiarkan hidup olehnya."
"Memangnya merugikan dia hanya lantaran aku menguasai Su-ciau-sin-kang?" kata Bok-cing dengan penasaran-
"Tentu saja sangat besar akan merugikan dia," ujar Yu Wi. "Masa engkau tidak tahu dia adalah anak murid Thay-yang-bun?"
"Hah, dia . . . benar dia anak murid Thay- yang- bun? "jerit Bok-cing kaget.
"Ya, bukan saja dia anak murid Thay yang-bun, bahkan terhitung tokoh yang berkedudukan sangat tinggi dalam perguruannya."
"Wah, jika begitu, akulah yang membikin susah padamu, akulah yang membikin celaka Toako," keluh Bok-cing berulang-ulang.
Yu Wi diam saja tanpa bersuara pula, ia tahu apa arti "akulah yang membikin susah padamu" ucapan Bok-cing itu.
Bok-cing lantas menyambung pula ceritanya, "Nikoh siluman itu sungguh sangat keji hanya lantaran aku ini ahli waris Goat-heng-bun yang merupakan musuh bebuyutan Thay-yang-bun mereka sampai.... sampai Toako juga mesti ikut terkubur bersamaku di sini."
"Jangan kau bicara demikian," ujar Yu Wi, "mati atau hidup sudah ditakdirkan-biarlah kucari akal untuk mencari jalan hidup . ..."
"Tidak- tidak- harus kukatakan, akulah yang membikin susah padamu, Toako," kata Bok-cing pula dengan menangis. "Apabila aku tidak datang, betapa kejam nikoh siluman itu juga takkan membunuh kalian dan tentu kalian akan ditolong naik ke atas. Tadi . . .tali panjang itu memang . . .memang sudah disiapkannya untuk menolong setiap pencuri Jit-yap-ko yang kejeblos kesini . . . ."
Yu Wi tidak tega mendengarkan kata-kata Ko Bok-cing yang mencela dan menyesali dirinya sendiri itu. Ia pikir mumpung belum kehabisan tenaga, harus selekasnya mencari jalan hidup, Meski sangat kecil harapan akan menemukan jalan hidup ini, tapi setiap kesempatan tidak boleh disia-siakan-
Karena itulah dia terus melejit dan menyelam lagi ke bawah.
Gelap gulita keadaan di dalam air, tapi mata Yu Wi cukup tajam untuk melihat dalam kegelapan, berulang-ulang ia terus merambati sekeliling dinding batu itu untuk mencari. Sampai ketujuh kalinya, waktu menyelam lagi, akhirnya ditemukan sebuah tempat tembus air.
Rupanya setelah tadi Yu Wi menemukan air kolam itu adalah air hidup, air yang bergerak dan mengalir, ia yakin di sekitar itu pasti ada lubang pembuangan air, kalau tidak. mana bisa terbentuk penjara air alam yang aneh dan berbahaya ini?
Jika ada lubang tembus air, bukankah orangnya juga dapat lolos melalui lubang tembus ini?
Berdasarkan kesimpulan ini, makanya.Yu Wi berusaha mati-matian dengan menyelam untuk mencari lubang pembuangan air itu. Dan syukurlah usahanya itu akhirnya tidak tersia-sia, dapatlah ditemukan sebuah gua karang yang tingginya setengah tubuh manusia, melalui gua karang itulah air mengalir ke luar.
Pada gua karang di bawah air inilah terletak harapan mereka untuk hidup
Meski belum diketahui betapa bahaya yang harus mereka hadapi, tapi inilah kesempatan baik satu-satunya yang berharga untuk dihadapi dengan menyerempet bahaya.
Mestinya Yu Wi kuatir lubang tembus air itu terlalu dalam letaknya sehingga sukar menyelam kebawah untuk menemukannya, bilamana betul demikian, maka tamatlah segala sebab betapa dalamnya kolam air ini tidak dapat dijajaki, dengan tenaganya yang terbatas pasti sukar menyelam sampai ke dasarnya.
Untung lubang tembus air itu dapat ditemukan oleh Yu Wi pada titik akhir ketika napasnya sudah tidak tahan untuk menyelam terlebih dalam. Tentu saja penemuan ini membuatnya girang setengah mati, maka begitu dia timbul lagi ke permukaan air, dengan gembira ia lantas bersorak. "Aha, sudah kutemukan, kita tertolong, kita bakal tertolong"
Pada saat itu juga mandadak terdengar suara "Kletak" di atas, papan putar kembali terbuka muncul cahaya remang-remang di atas, menongol pula kepala Ji-bong Taysu yang kelihatan sangat kecil, maklumlah, saking tingginya.
"Hai, sispa yang datang mencuri Jit-yap-ko?" demikian terdengar Ji-bong berteriak di atas.
"Aku, Yu Wi" jawab anak muda itu.
"o, kiranya kau" seru Ji-bong Taysu. "Baik, tunggu sebentar, akan kutolong kau naik ke atas."
Hanya sebentar saja, pelahan terjulur seutas tali panjang dari atas.
Dengan heran Bok-cing berkata, "Aneh, nikoh siluman ini mengapa mendadak berubah baik hati dan mau menolong kita."
"Hm, urusan tidak sedemikian sederhana," jengek Yu Wi, "Semula dia sudah menutup papan putar di atas. jelas dia bertekad akan membinasakan kita.Jadi sekarang dia berubah pikiran, tentu ada sebabnya atau maksud tujuan tertentu."
Pelahan tali panjang itu terjulur sampai kebawah dan dapat dipegang, terdengar Ji bong berseru di atas, "Yu Wi, naik lebih dulu dengan merambat tali ini"
Tergerak hati Yu Wi, segera ia berteriak "Apakah boleh kedua nona di sini dibiarkan naik lebih dulu?"
"Tidak- tidak boleh, harus kau naik lebih dulu." jawab Ji-bong Taysu tegas.
"Taysu," seru Yu Wi dengan tertawa, "jika engkau memang mau menyelamatkan jiwaku, hendaknya kedua nona ini ditolong lebih dulu."
Tapi Ji-bong tetap menjawab dengan ketus. "Tidak, yang kutolong cuma dirimu seorang, yang lain tidak"
"sebab apa?" tanya Yu Wi dengan suara mendongkol.
"Masakah perlu kau tanya lagi?" sela Ko Bok-cing. "Lekas kau naik dulu, jangan sampai dia berubah pikiran lagi, urusan bisa runyam. Pokoknya seorang bisa diselamatkan biarlah seorang lolos lebih dulu"
"Jangan kuatir." ujar Yu Wi, "dia pasti ingin mendapatkan sesuatu dariku, tidak nanti dia bermain gila. Kalau hidup biarlah kita hidup semuanya."
Dalam pada itu Ji-bong sedang berteriak. "Yu Wi, sesungguhnya kau mau naik ke sini tidak?"
"Aku akan naik sebentar lagi, biarlah nona yang menampar mukamu itu naik lebih dulu" sahut Yu Wi.
"Apa katamu? Dia berani?" tariak Ji-bong gusar. "Begitu dia pegang tali, segera kulepas tangan- Ingat, tali panjang cuma ada satu, untuk membuatnya lagi sedikitnya makan waktu sebulan."
"Nah, Toako. lekaslah. naik saja, jangan ditunda lagi." ujar Bok-cing, "bawalah nona ini keatas dan jangan pikirkan diriku, dia cuma melarang aku saja ikut naik ke atas."
"Hm, jika dia menghendaki Jit-yap-ko, tapi tidak mau menolong dirimu, tidak nanti kuterima," jengek Yu Wi.
"Ha, Jit-yap-ko dapat kau curi?" tanya Bok-cing.
"Ehm, kukira tidak dapat dikatakan kucuri barangnya, sebab Jit-yap-ko ini asalnya milik ibuku," tutur Yu Wi.
Kiranya tadi waktu tangan Yu Wi menyambar tumbuhan didalam keranjang bunga itu, meski pohonnya tidak kena dibadolnya, tapi satu biji buahnya berikut daunnya dapat dipetiknya. lalu buah itu sudah disimpannya didalam baju.
Selama hidup Jit-yap-ko hanya berbuah satu kali dan tidak mungkin berbuah lain lagi, bila buahnya sudah masak dan jatuh, pohon itu lantas layu dan mati juga.
Dengan susah payah Ji-bong Taysu menunggu sekian lama dan akhirnya Jit-yap-ko berbuah. buah itu sudah hampir masak. tidak lama lagi akan dipetiknya untuk dimakan sebagai obat kuat yang dapat membikin panjang umur dan awet muda. Setelah makan buah ajaib itu, meski usia Ji-bong sekarang sudah seratus tahun, tentu dia dapat hidup lagi beberapa puluh tahun.
Tak tersangka buah yang telah ditunggunya dengan susah payah itu sekarang telah dipetik oleh Yu Wi, tentu dirinya kelabakan setengah mati.
Semula disangkanya buah ajaib itu masih berada di tempatnya ketika dilihatnya keranjang bunga itu tidak rusak. Siapa tahu waktu diperiksa dan dicari, buah ajaib itu ternyata sudah terbang tanpa sayup, Sedangkan si pencuri buah itu diketahui kejeblos ke dalam
penjara air, maka ia yakin buah itu pasti juga masih berada padanya.
sebenarnya dengan hati keji Ji-bong Taysu sudah bertekad akan membuat Ko Bok-cing dan lain-lain mati tenggelam, maka papan putar lubang jebakan itu telah ditutup rapat. sekarang terpaksa ia membuka kembali papan putar itu dengan harapan si pencuri buah belum lagi mati terbenam. Tak terduga si pencuri ternyata Yu Wi yang sudah dikenalnya, malahan sekarang Yu Wi berkeras minta agar Ko Bok-cing dibiarkan naik lebih dulu ke atas, tentu saja hal ini membuatnya serba salah.
Karena sayang akan kehilangan buah ajaib. mestinya ada maksud Ji-bong akan membiarkan Ko Bok-cing naik ke atas sesuai permintaan Yu Wi, tapi dasar wataknya memang kepala batu, sekali dia sudah menyatakan tidak. terpaksa ia tidak dapat menjilat kembali ludahnya sendiri. Maka sekali lagi ia melarang Yu Wi menaikkan Ko Bok-cing.
Tak terduga pendirian Yu Wi terlebih keras daripada dia, dengan tekad "lebih baik hancur sebagai ratna daripada utuh sebagai genting", mendadak ia berkata keppda Bok-cing dengan tegas, "Mari kita menyelam ke bawah."
Melihat anak muda itu membelanya tanpa reserve, saking terharunya Ko Bok-cing mencucurkan air mata, ucapnya, "Masakah hendak kau tinggalkan jalan hidup yang tersedia ini?"
"Kan ada jalan hidup lain, jadi bukan soal ditinggalkan atau tidak jalan hidup yang ini," ujar Yu Wi.
"Apakah tidak berbahaya jalan hidup sana?" tanya Bok-cing dengan gegetun.
"Setiap usaha mencari hidup memang harus menyerempet bahaya," kata Yu Wi.
"Tapi . . . tapi jalan hidup yang tersedia di sini kan tidak ada bahaya apa pun bagimu?" kata Bok-cing dengan terharu.
"juga belum tentu," ujar Yu Wi. "Sudahlah, jangan banyak bicara lagi, marilah lekas kita menyelam"
Tanpa menunggu jawaban Ko Bok-cing, segera ia mendahului menyelam kebawah. Karena terpaksa, mau-tak- mau Bok-cing ikut menyelam dengan membawa Pek-yan-
Dalam pada itu Ji-bong Taysu menjadi tidak sabar menunggu, iapun kuatir Yu Wi akan mati tenggelam sehingga kehilangan buah ajaib. Terpaksa menahan wataknya. yang keras itu dan berseru. "Baiklah, Yu Wi, boleh suruh nona-nona itu naik lebih dulu"
Akan tetapi sayang sudah terlambat seruannya Yu Wi bertiga tidak mendengar lagi suaranya.
Ji- bong Taysu menjadi sangat menyesal.
Dalam pada itu Yu Wi terus menyelam menuju kelubang tembus, ia tarik Ko Bok-cing dan diajak menyusup ke dalam gua.
Gua air itu tidak terlalu longgar, Ko Bok-cing tidak dapat melihat dalam kegelapan, kalau tidak ditarik Yu Wi, bisa jadi akan kesasar.
Anak perempuan takut kegelapan, begitu menyelam masuk ke gua itu, karena daya tarik aliran air yang keras, Ko Bok-cing rada takut, ia pegang tangan Yu Wi dengan erat.
Yu Wi berdiri dulu di dalam gua, dirangkulnya Pek-yan yang pingsan itu, dengan tangannya ia memberi isyarat agar Ko Bok-cing merangkul pinggangnya, dengan saling berdekapan mereka bertiga menyusuri gua itu dengan pelahan-
Selain daya sedot, aliran air itu juga menimbulkan daya tekan yang berat. dengan hati-hati mereka melangkah maju, tapi belasan langkah saja mereka merasa sukar maju lagi. Lubang air makin jauh makin sempit, sampai disini sudah tidak muat tubuh mereka untuk maju lebih jauh.
Tanpa pikir Yu Wi mengeluarkan Hi-jong-kiam, pedang sempit serupa usus ikan itu, disayatnya disekitar lubang air yang sempit itu Pedang mestika itu dapat memotong emas eperti memotong sayur,
dengan sendirinya memotong batu karang tidak terlalu sukar, sekali tabas lantas rontok.
Arus air mestinya tidak terlalu keras, setelah bagian yang sempit itu dibobol, hilanglah rintangannya. seketika arus air mengalir dengan derasnya.
Rasanya seakan-akan semua arus berkumpul disini sehingga terbentuk menjadi sebuah saluran induk. saking kerasnya arus, Yu Wi bertiga tidak sanggup bertahan, mereka ikut terhanyut kebagian yang dalam.
Karena terhanyut oleh arus yang kencang, Yu Wi dan Bok-cing jatuh pingsan juga serupa Pak- yan-
Arus air yang gulung-gemulung itu menghanyutkan mereka semakin jauh dan entah menuju kemana. sepanjang terhanyut, badan mareka bertiga banyak terluka oleh batu karang yang tajam.
Mereka merasa sekali ini pastilah tamat riwayatnya, Pek-yan yang pingsan itu sempat siuman dan segera pingsan lagi,
Dalam lubuk hatinya yang dalam Bok-cing merasa Yu Wi dan Pek-yan mestinya tidak perlu ikut menempuh bahaya ini, mareka mestinya dapat diselamatkan keatas oleh Ji- bong Taysu, tapi mereka rela ikut berkorban baginya.
Karena rasa menyesalnya, Su-ciau-sin-kang yang maha sakti yang dikuasainya dengan sendirinya digunakan untuk mancari hidup, sekuatnya ia meronta, dalam kaadaan sadar-tak-sadar timbul juga semacam kewaspadaan, "Bila ada kesempatan, lebih baikku korbankan jiwaku daripada mereka ikut mati."
Tapi apakah takdir akan memberi kesempatan padanya untuk menyelamatkan Yu Wi dan Pek-yan?....
000ooodwooo000
Suara air terjun bergemuruh laksana bunyi guntur, gemuruh yang memekak telinga itu membangunkan orang yang tertidur lelap.
Waktu Yu Wi membuka matanya, hari sudah terang benderang, lebih dulu ia melihat dirinya sendiri tidur di atas tanah berlumpur yang lunak. disamping berbaring pula satu orang yang membelakanginya.
Waktu ia membalik tubuh orang itu, ternyata Pek-yan yang belum lagi siuman dari pingsannya. ia coba memandang jauh kesana yang penuh rumput gelagah belaka, namun tiada bayangan orang lain lagi yang tertampak.
"He, kemana dia?" gumam Yu Wi.
Dia yang dimaksudkan dengan sendirinya ialah Ko Bok-cing. Nona ini ternyata tidak kelihatan berada disitu, padahal semula mereka bertiga saling rangkul, mengapa cuma dia saja yang hilang?
Dengan menahan rasa sakit sekujur badan yang penuh luka Yu Wi berdiri dan melihat baju sendiri hampir hancur seluruhnya. cepat ia meraba saku, syukurlah Jit-yap-ko yang tersimpan dalam lapisan dalam baju tidak sampai hilang, juga tidak pecah terbentur batu karang. Padahal bajunya telah robek-robek. namun buah ajaib sebesar manggis itu tidak rusak sama sekali.
Buah ajaib ini sangat penting baginya, bukan maksudnya hendak makan buah ini, tapi buah ini akan disimpannya untuk dipersembahkan kepada sang ibu. Buah ajaib ini mempunyai seribu macam khasiat, penyakit otak Tan Siok-cin tentu dapat disembuhkan setelah makan buah ini.
Yu Wi yakin akan manfaat buah ini, andaikan penyakitnya tidak sembuh, sedikitnya juga bisa memperpanjang umur.
Akan tetapi cita-citanya yang luhur dan berbakti ini tampaknya sukar terlaksana, sebab setelah dia memeriksa keadaan sekitar setempat, mau-tak-mau ia menghela napas menyesal, "Ai, habis, tamatlah sekali ini Biarpun hidup juga tidak ada gunanya"
Semula dia bersyukur jiwanya dapat ditemukan kembali, tapi rasa syukur ini sekarang lenyap sama sekali, sebagai gantinya adalah sedih luar biasa.
Maklumlah, setelah keadaan setempat ditelitinya, ternyata mereka berada di suatu tempat yang sekelilingnya terkurung oleh tebing karang yang curam dan tingginya tak terkirakan- Sebuah lembah maut.
Tanah lembah itu sebagian berupa kolam yang penuh rumput gelagah yang panjang dan juga macam-macam tumbuhan lain- Padang rumput meluas sehingga merapat dengan dinding tebing, sedangkan dinding tebing sangat terjal, sebuah gua untuk berteduh saja tidak tampak. seluruhnya terdiri dari dinding tebing yang berwarna hitam gelap.
Kolam itu berbentuk panjang, ujung sana terletak di bawah sebuah air terjan yang besar dengan airnya yang tertuang dari atas seperti seutas rantai perak. Air terjun raksasa itu sangat megah, suaranya yang bergemuruh sangat mengejutkan orang, bila memandang keatas, ujung air terjun di atas cuma kelihatan satu titik kecil saja, maka dapat dibayangkan betapa tingginya air terjun itu.
Air yang tertuang dari ketinggian yang sukar diukur itu membentur batu karang ditepi kolam, betapa hebatt kekuatannya, pantas menimbulkan suara gemuruh yang memekak telinga.
Tercengang juga Yu Wi memandangi air terjun yang luar biasa ini, ia pikir dirinya tentu terhanyut dari atas air terjun sana, anehnya mengapa tidak. terbanting keatas batu karang di tepi kolam ini? bilamana terbanting di situ, mungkin sudah hancur lebur.
Jangan-jangan dibawah air terjun ini ada arus sembunyi lain yang telah menghanyutkan tubuhnya kepermukaan air sehingga dirinya tidak sampai mati tenggelam.
"Ai, air saja tidak menghendaki diriku, o, thian, apa artinya aku dibiarkan hidup?" demikian keluh anak muda itu.
Setelah mengetahui dirinya akan terkurung selama hidup dilembah maut ini, tentu saja hatinya murung. Apalagi bila teringat masih banyak urusan di dunia ramai sana belum diselesaikannya, ia tambah sedih sekali, sungguh ia menyesal mengapa tidak terbanting
mati saja waktu terhanyut dari atas air terjun itu, kan tamat segalanya dan tidak perlu dipusingkan lagi.
Dengan sendirinya jalan pikirannya ini adalah jalan pikiran kaum lemah. Tapi maklum juga, dalam keadaan begini, siapa pun akan berpikir seperti dia.
Dan kalau masih hidup, mau-tak-mau ia harus berusaha hidup terus. Kesukaran yang dihadapinya sekarang jelas tak terhindarkan, namun Yu Wi juga tidak bermaksud mencari mati, jika selama hidup harus tinggal disini, hidup tetap harus dipertahankan-
Teringat kepada masalah hidup, ia bertekad akan menemukan dulu Ko Bok-cing, tiga orang kumpul bersama, bertambah satu orang kan lebih baik dari pada hidup berduaan, apalagi mati atau hidup Ko Bok-cing belum diketahui, sebelum nona itu ditemukan hati Yu Wi tidak bisa tenteram. Sekalipun nona itu sudah mati juga harus ditemukan jenazahnya dan dikubur.
Akan tetapi dia sudah menjelajahi setiap pelosok lembah kurung ini, kaceknya cuma belum dicarinya kedasar kolam, namun tetap tidak ditemukan setitik jejak yang ditinggalkan Ko Bok-cing.
Andaikan Ko Bok-cing mati tenggelam di dalam kolam, sepantasnya mayatnya akan mengapung keatas, mustahil bisa mati menghilang tanpa bekas.
Tapi fakta memang demikian, Ko Bok-cing benar-benar hilang secara misterius. seperti ditelan mentah-mentah oleh air terjun yang tidak kenal ampun itu, tiada tersisa setitik pun.
Yu Wi marasa putus asa untuk menemukan Ko Bok-cing, sejak mula juga dia tidak menaruh harapan akan menemukan Bok-cing dalam keadaan hidup, asalkan dapat menemukan jenazahnya sudah puas baginya. Tapi sekarang untuk manemukan jenasahnya saja juga putus harapan-
Diam-diam terpikir oleh Yu Wi, "Mengapa Thian tidak membiarkan diriku mati dan membiarkan Bok-cing hidup di dunia ini."
Tapi lantas terpikir lagi, "Ah, hidup hanya tersiksa saja. siapa tahu kalau mati justeru lebih beruntung daripada yang hidup?"
Kemudian ia melihat Pek-yan yang masih belum siuman, itu terpikir pula, "Mengapa dia malah tetap hidup?Jika Thian memberi hidup kepada Ko Bok-cing kan lebih baik daripada membiarkan Pek-yan hidup?"
Menurut penilaian Yu Wi,jika disuruh memilih antara Ko Bok-cing dan Pek-yan, jelas dia harap Ko Bok-cing yang dapat hidup bersamanya di lembah maut itu.
Apabila Pek-yan tahu jalan pikiran Yu Wi ini mungkin saking kekinya dia tidak mau mendusin lagi.
Kalau tidak mati, orang pingsan achirnya pasti akan siuman- Tapi Yu Wi tidak menunggu si nona siuman sendiri, tanpa disuruh ia lantas mendekat untuk menolongnya.
Jika harapan hidup Ko Bok-cing sudah tidak ada, tentu juga dia tidak mengharapkan Pek-yan mati. Dua orang hidup bersamakan jauh lebih baik daripada hidup sendirian- Ia pikir bila dirinya harus hidup sendirian disini, akan lebih baik jika dia bunuh diri saja.
Pelahan akhirnya Pak-yan siuman juga, waktu melihat Yu Wi, entah sengaja berlagak manja atau memang takut, mandadak ia membenamkan kepalanya dalam pangkuan Yu Wi sambil merangkulnya erat-erat, serunya, "Apakah kita sudah mati?"
Bau harum lantas tercium oleh Yu Wi, kenikmatan ini tentu akan terjadi kebalikannya apabila Ko Bok-cing masih hidup dan berkumpul disini. Seharusnya Yu Wi berpendapat dalam hal ini jelas Pek-yan jauh lebih menyenangkan daripada Ko Bok-cing bila kedua nva sama-sama hidup dan dirinya diharuskan memilihnya.
Apalagi sebelum racun Liap-hun-ciam dalam tubuh Yu Wi itu dipunahkan, andaikan Ko Bok-cing berkumpul disini juga sukar baginya untuk tinggal bersama, sebab dari badan gadis lain segera akan tercium olehnya bau busuk yang tak tertahankan berbeda
dengan Pek-yan yang tubuhnya menyiarkan bau harum yang memikatnya.
Tidak mati tertimpa bencana, yang dihadapi sekarang juga jalan buntu, dengan sendirinya pikiran Yu Wi sangat kompleks, kini si cantik berada di dalam pelukannya, terasa terhibur juga, dengan senang ia berkata. "Mati sih belum, cuma selanjutnya kita berdua harus hidup berdua selamanya."
"Hah, bagus aekali kalau begitu." seru Pek-yan sambil melonjak bangun, "memang sudah sejak mula kuminta kau hidup bersamaku selamanya."
Yu Wi tertawa geli, "Ai, jangan keburu senang dulu, lihatlah sekeliling tempat ini"
Waktu Pek-yan memandang sekitarnya, ia menjerit kaget, segera ia berlari-lari kesana, makin lari makin kecut hatinya, sampai akhirnya ia berduduk lesu ditanah dan berteriak. "o, lantas bagaimana? Kita akan mati tua disini?"
"Nah, apa kataku tadi. kan kubilang jangan keburu gembira dulu," kata Yu Wi yang menyusulnya
Mendadak Pek-yan tertawa terkekeh-kekeh, serunya, "Wah, sungguh baik sekali Thian mengatur semua ini. ..."
Tentu saja Yu Wi kaget, disangkanya saraf Pek-yan terganggu, tapi waktu ia perhatikan, keadaan Pek-yan tiada sesuatu kelainan, jangat normal, si nona sedang menatapnya sambil berkata dengan manja, "o, kakak Wi, mestinya kutakut selama hidup ini tidak dapat memikat hatimu, sekarang aku tidak kuatir lagi, Thian telah mengatur hidup kita ini takkan terpisahkan, sungguh aku sangat gembira"
Nona itu lantas mementang kedua tangannya dan menari-nari dengan riang gembira,
Diam-diam Yu Wi menghela napas, "Hati orang perempuan memang aneh, semula dia kelihatan lesu dan sedih, dalam sekejap saja lantas kegirangan setengah mati, sungguh sukar dimengerti."
Hati orang perempuan meski sukar dimengerti dan sukar diraba, tapi kegirangan Pek-yan itu adalah kejadian yang lumrah dan sederhana alasannya. Hidupnya di dunia ramai ini tidak mempunyai beban pikiran apa pun, hidup boleh, tidak hidup juga tidak menjadi soal, asalkan dapat berdampingan dengan Yu wi, baginya sudah cukup segalanya.
Jika mati dan hidup saja tidak terpikir olehnya, sekarang dapat berdampingan selamanya dengan Yu Wi. mana dia mau pedulikan soal lembah maut yang akan mengurungnya selama hidup segala. Perasaan gembiranya ini selamanya takkan bisa dipahami oleh kaum lelaki. apalagi pemuda seperti Yu Wi.
Dengan tidak mengerti Yu Wi menyaksikan si nona menari, gaya menarinya sangat indah, seakan-akan tidak merasakan sakit pada luka sekujur badannya. makin menari makin bersemangat.
Semula Yu Wi hanya menonton secara iseng saja. tapi lama-lama ia terpikat juga oleh gaya tarian Pek-yan yang eksotik itu, pembuluh darahnya terasa menegang.
Tarian Pek-yan itu adalah tari adat pada waktu sembahyang kepada Dewi Harum yang dipuja mereka itu, Dewi Harum yang dipuja Bu- eng- bun dilukiskan dalam keadaan telanjang bulat, maka tariannya dapat dibayangkan betapa merangsangnya.
Sembari menari Pek-yan terus menarik kain bajunya yang robek, sampai akhirnya tubuhnya menjadi bugil serupa Dewi Harum yang mereka puja itu. setelah menari lagi sejenak. mendadak ia menubruk kepangkuan Yu wi.
Pikiran Yu Wi sudah linglung terpikat oleh tarian yang merangsang itu, ditambah lagi bau harum yang keluar dari tubuh Pek-yan yang membangkitkan nafsu berahi, maka mulailah Yu Wi menari mengikuti gaya tari Pek-yan tadi dalam keadaan bertiduran ....
Sampai disini, terkabul cita-cita Pek-yan berhasil dipinjamnya bibit yang selamanya belum pernah dilakukannya.
Kegembiraan yang luar biasa akan disusul dengan kebimbangan yang tak terhingga. Sesudah jernih kembali pikirannya, Yu Wi jadi menyesal terjadinya hubungan yang luar biasa itu. Dilihatnya Pek-yan tidur disampingnya dalam kaadaan telanjang bulat.
Sekarang masih dalam musim dingin, di tengah lembah ini tentu saja terlebih dingin, Yu Wi kuatir si nona kedinginan, segera ia bermaksud menutupi tubuh Pek-yan dengan bajunya yang sudah rombeng tak terbentuk itu.
Waktu baju si nona dipegangnya, tiba-tiba terjatuh sebuah kantung kecil yang bersulam sangat indah, sepasang merpati sulaman serupa hidup saja.
Dengan heran Yu Wi menjemput kantung yang jatuh itu mendadak tercium bau harum yang sudah sangat dikenalnya, ia tambah heran, kantung itu dibukanya, ternyata berisi dedaunan kecil berbentuk lancip berwarna hijau segar. Bau harum semerbak itu justeru tersiar dari dedaunan kecil ini,
Seketika tahulah Yu Wi sebab musabab bau harum badan Pek-yan, kiranya adalah khasiat daun kecil ini.
Waktu Yu Wi memakai baju sendiri, sekalian ia simpan kantung harum itu bersama Jit-yap-ko. Habis itu barulah ia bantu Pek-yan memakai bajunya. ia merasa pakaian mereka sungguh tidak pantas lagi. maka soal pakaian yang pertama-tama harus diselesaikan-
Sejak tadi sudah diketahuinya di tengah semak rumput ada sejenis tikus hitam yang dapat bergerak sangat cepat. kulit bulu tikus itu sangat panjang dan tebal, rasanya dapat digunakan untuk bahan baju.
Betapapun cepat gerak-gerik tikus hitam itu juga tidak sukar disambit batu oleh Yu Wi, maka tidak terlalu lama sudah berhasil dibunuhnya beberapa puluh ekor dan cukup rasanya untuk dibuat dua potong baju panjang.
Yu Wi membangunkan Pek-yan dan memberi tahukan rencananya membikin baju.
Dengan mata sepat, masih ngantuk, Pek-yan menjawab dengan kemalas-malasan, "Aku tidak mau, boleh kau bikin dan pakai sendiri."
Dia ternyata gampangan saja, akan dilewatkannya hidup ini hanya dengan baju rombeng yang sekedar dapat menutupi tubuhnya.
"Tidak mau berbaju kan juga perlu mencari sedikit makanan?" ujar Yu Wi dengan tertawa.
"Makanan apa?" tanya Pek-yan cepat, dia memang sudah lapar.
"Terpaksa makan daging tikus saja," jawab Yu Wi sambil menuding tikus mati.
Tikus hitam itu jenis tikus yang besar dan gemuk. bila dipanggang tentu akan merupakan makanan lezat.
"Aha, usul bagus, akan kuolah tikus panggang, tunggu dan rasakan nanti" seru Pek-yan sambil berkeplok.
Tidak lama, belasan tikus panggang telah tersedia. keduanya lantas makan sekenyangnya .
Nafsu makan Yu Wi belum lagi terpenuhi, dia masih menggerogoti sisa daging pada tulang paha tikus. Sedangkan Pek-yan lantas mengumpulkan kulit tikus yang berbulu lebat itu agar dapat dikeringkan untuk dibuat baju.
Dengan Hi-jong-kiam Yu Wi mengorek dua lubang gua pada dinding tebing yang tiba cukup untuk berteduh. Kedua gua itu digalinya terpisah, yang satu disebelah timur, yang lain di sebelah barat, dipisah oleh kolam, jadi kedua gua itu seberang menyeberang. "Untuk apa bersusah payah menggali dua gua?" tanya Pek-yan.
"Untuk tidur kan? Betapapun kita tidak dapat tidur di tanah rumput selamanya," kata Yu Wi.
"Jika begitu, satu kan sudah cukup, untuk apa menggali dua, terlalu iseng barangkali?" omel Pek-yan.
Yu Wi menjawab dengaan tak acuh, "Satu untukmu, satu untukku sendirii, hanya satu gua mana muat dua orang?"
Hati Pek-yan kurang senang. "Masa kita masih perlu tidur terpisah, malahan terpisah begitu jauh?"
Yu Wi hanya tertawa tanpa menjawab, ia pikir kalau tidak terpisah agak jauh, tentu akan kau ganggu diriku lagi.
Ia memutuskan hubungan yang tidak wajar itu cukup satu kali saja dan takkan terulang lagi.
Pek-yan adalah gadis cerdik, sudah tentu ia tahu maksud Yu Wi. Perempuan yang pintar tentu takkan memaksakan kehendaknya terhadap pihak lawan dalam keadaan demikian, sebab kalau dipaksa tentu dirinya akan dipandang hina. ia membatin, "Aku tidak percaya selama hidup disini dapat kau tinggal terpisah denganku selamanya, pada suatu hari tentu akan kau tinggal bersamaku secara suka rela."
Dia cukup yakin Yu Wi pasti tidak mampu menahan godaannya sendiri, asaikan bersabar dan dipancing lagi dengan gaya yang lebih memikat, akhirnya anak muda itu pasti akan menyerah pula.
Malam ini, tanpa beda pendapat Pek-yan tidur terpisah dengan Yu Wi. Tapi esok paginya, begitu Yu Wi mendusin- segera dilihatnya Pek-yan duduk didepan guanya, dengan heran Yu Wi menyapa, "Pagi benar kau bangun?"
Dengan muka bersungut-sungut Pek-yan berkata, "Aku kehilangan sesuatu barang, entah kau ambil atau tidak?"
Yu Wi tahu apa yang dimaksudkan si nona, tapi ia berlagak bodoh dan bertanya, "Barang apakah? Penting tidak?"
"Penting sih tidak- cuma barang itu tidak boleh kau ambil." kata Pek-yan-
Yu Wi pura-pura gelisah, "Sesungguhnya barang apa? Tampaknya kau anggap pasti aku yang mengambilnya."
"Di sini hanya kita berdua," omel Pek-yan, "Jika bukan dirimu, siapa lagi yang mengambilnya? Lekas kembalikan kantung wangi itu."
Melihat kecemasan Pak-yan, Yu Wi tahu kantung harum itu pasti barang penting, asalkan kantung ini dipegangnya, tentu tidak takut lagi kepada racun Liap-hun-ciam. Dengan sendirinya kantung ini tidak mau dikembalikannya, maka ia menggeleng dan menjawab, Jangan sembarangan kau tuduh orang, bisa jadi kantung yang kau maksudkan itu hilang terbawa air waktu kita terhanyut ke sini,"
Rupanya semalaman Pek-yan tidak bisa tidur karena kehilangan kantung yang penting itu, yang dikuatirkannya juga kalau hilang terhanyut air, sebab hal ini memang sangat mungkin terjadi. arus air yang keras itu lelah menghanyutkan mereka sehingga babak belur tergosok batu karang, baju mereka juga robek semua, mungkin sekali kantung yang tersimpan dalam baju itu juga hanyut terbawa air. Apabila benar tidak diambil Yu Wi, maka kantung itu takkan ditemukan lagi untuk selamanya.
Padahal kantung wangi itu adalah jimat andalannya untuk mengendalikan Yu Wi, Pek-yan tidak tahu anak muda itu berdusta, disangkanya benar hilang terbawa air, maka ia menjadi cemas dan kelabakan.. "Wah, bagaimana baiknya, bagaimana?"
Sekali berdusta harus-berdusta sampai akhirnya, Yu Wi lantas mendekati si nona dan bertanya "Kantung itu penting atau tidak? Penting dalam urusan apa? Kalau tidak penting anggap sudahlah..."
"Tentu saja penting," tukas Pek-yan- "Lekas bantu mencari."
Tidak enak baginya untuk menjelaskan di mana letak pentingnya kantung wangi itu, segera ia mendahului memeriksa sekitar tempat itu dengan setengah berjongkok.
Terpaksa Yu Wi mengeraskan hati dan tetap berdusta, katanya, "Baiklah, akan kubantumu mencari."
Segera iapun berlagak mencari kian kemari, melihat keprihatinannya, seperti dia sendiri yang kehilangan barang penting.
Padahal mana dia mencari, kantung yang dimaksud justeru berada dalam sakunya, setan yang dicari?
Akan tetapi mau-tak-mau dia harus berlagak ikut sedih agar tidak dicungai Pek-yan-Bilamana nanti sudah kehabisan tenaga dan tetap tidak bertemu, tentu Pek-yan akan menyerah.
Tentu saja Pek-yan sedih, ia menghela napas panjang dan pendek setelah segenap pelosok lembah dijelajahi dan tetap tidak menemukan sesuatu.
Yu Wi coba menghiburnya, "Sudahlah, jangan sedih, kesehatanmu bisa terganggu, akan kucoba cari kedalam kolam, bukan mustahil kantung itu tenggelam didalam kolam."
Segera ia terjun kedalam kolam dengan berbaju. Semula Pek-yan menyangsikan kantungnya diambil Yu Wi, kini ia tidak curiga lagi, diam-diam ia malah berterima kasih atas bantuan anak muda itu. ia pikir pikir bila didalam kolam juga tidak ditemukan-perkara ini akan disudahi.
Yu Wi benar-benar mencari dengan teliti didasar kolam, tapi yang dicari tentu saja bukan kantung wangi melainkan ingin mencari barang tinggalan Ko Bok-cing.
Jenazah Bok-cing tidak berada di dalam kolam, maka tidak terapung keatas. tapi mungkin barang yang dibawanya ada yang terhanyut dan tenggelam didasar kolam,
Melihat anak muda itu sebentar menyembul diatas. lain saat menyelam pula, Pek-yan bertambah terima kasih atas kegiatannya. Ia tidak tahu bahwa Yu Wi justeru sedang mencari barang tinggalan Ko Bok-cing.
Pelahan Yu Wi mencari sampai di tepi air terjun, harapan disini sangat besar, bila tidak ditemukan sesuatu. berarti Ko Bok cing telah ditelan bulat-bulat oleh air terjun yang misterius ini.
Dengan menaruh harapan besar Yu Wi terus menyelam kebawah air di sekitar kolam. Lantaran terjangan air kebawah itu sangat keras sehingga air dibawah sini berputar dengan sangat cepat, daya
tekan sangat berat bilamana hendak menyelam kesitu, berbeda dengan air kolam yang sangat tenang.
Namun Yu Wi pantang menyerah, tidak dihiraukannya bahaya apapun, saat ini dia mirip sedang bertanding dengan seorang tokoh kelas tinggi sedikit melempen semangatnya segera akan tergempur roboh oleh daya pusar air dibawah itu. Seluruh badan penuh tenaga, pelahan ia menyelam kedalam air terjun, meski sudah cukup dalam menyelam, tenaga tekanan air terjun juga tak berkurang. namun masih tertekan sehingga ia pun terasa sesak. Terpaksa ia bertahan sekuatnya. serupa pertandingan dengan tokoh kelas wahid yang sudah mencapai titik menentukan antara mati dan hidup, sedikit pun tidak boleh lengah.
Batu karang dibawah ternyata sangat aneh dan tajam, berserakan dimana-mana, bagian yang sempit tidak cukup dilalui tubuh seorang. Selagi Yu Wi mau mundur teratur, tiba-tiba dilihatnya sebuah sepatu bersulam terselip didalam seonggok batu. Segera Yu Wi dapat mengenali itulah sepatu Ko Bok-cing.
Seketika semangat Yu Wi terbangkit, diam-diam ia mengerahkan tenaga. ia menyelam kesana untuk mengambil sepatu kain bersulam itu. Sambil memandangi sepatu ini, pikirnya, "Sepatu ini terjepit di tengah batu karang, bisa jadi mayat Bok-cing juga terjepit di bawah batu sehingga tidak dapat terapung keatas?"
Begitu timbul pikiran demikian, tanpa menghiraukan keselamatan sendiri segera ia berusaha menerobos barisan batu karang sehingga tubuhnya bertambah beberapa luka lagi, tapi dia pantang mundur, makin jauh dia menyelam kedalam.
Daya tekan air semakin lemah. Yu Wi tahu sudah menyelam sampai di dalam air terjun sehingga tidak langsung kejatuhan daya tekan air terjun dari atas. Tapi kecuali sepatu tadi, tidak ada benda lain lagi yang ditemukan, jangankan menemukan mayat Ko Bok-cing.
Sudah lama Yu Wi menahan napas, betapa dia perlu menongol ke permukaan air untuk berganti hawa. Ia tidak tahu apakah di atas
ada tempat luang atau tidak, kalau tidak ada tempat luang untuk berganti napas, urusan tentu bisa celaka.
Pelahan ia menjumbul keatas, diam-diam ia berdoa semoga di atas jangan berwujud batu karang yang terendam dalam air.
Mendadak "blang", kepalanya menyundul barang keras. Wah, celaka Ternyata benar batu karang yang miring. Habis, tamatlah riwayatnya, dia pasti akan terkubur disini.
Makin sesak napas Yu Wi. pembuluh darah serasa mau meledak.Jika tidak mendapat zat asam, dia pasti akan mati tak bisa barnapas.
Ia coba merambati dinding karang yang miring terendam air itu, dengan harapan dalanm waktu sesingkatnya akan mencapai tempat geronggang untuk berganti napas. Maka sekuatnya kaki bekerja, dengan sisa tenaga yang ada ia mengapung miring kesana.
Pada detik dia hampir pingsan kehabisan napas, pada detik terakhir itulah tahu-tahu kepalanya menongol kepermukaan air, hawa segar yang sangat berharga dan menyenangkan telah didapatkan- Serupa setan yang kelaparan, cepat dia pentang hidung dan mulut untuk menghirup hawa sekuatnya,
Di situ ternyata sebuah gua yang sangat longgar, Yu Wi tidak sempat memeriksanya, segera ia berenang ke tepian, dengan lelah ia merangkak keatas, ia perlu istirahat sebaik-baiknya.
Disini Yu Wi sedang istirahat. diluar Pek Yan menjadi kelabakan setengah mati. Dia berkaok-kaok setengah harian memanggil Yu Wi dan tetap tidak kelihatan anak muda itu mengapung keatas. Maklumlah, yang terdengar oleh Yu Wi dibawah air tadi hanya suara gemuruh air terjunjang memekak telinga, suara Pek-yan mana bisa terdengar.
Setelah mengaso sebentar, tiba-tiba Yu Wi dengar suara seorang seakan-akan- berbunyi di telinganya, "Siapa kau?"
Yu Wi merasa heran, suara gemuruh air terjun ternyata tidak dapat menutupi suara ucapan orang ini.Jelas pembicara ini memiliki
tenaga dalam maha tinggi dan sudah mencapai taraf sanggup mengirimkan gelombang suara sehingga tidak terpengaruh oleh suara gemuruh air terjun.
Lwekang setinggi ini sangat terbatas orangnya didunia Kangouw sekarang, maka orang pertama yang teringat oleh Yu Wi adalah mungkin Ko Bok-cing adanya. Bisa jadi nona itu tidak mati tapi terhanyut kesini?
Tapi lantas terpikir olehnya bila betul pembicara itu adalah Ko Bok-cing, tentu nona itu akan segera mengenalnya, kenapa mesti bertanya pula, "Siapa kau?"
Keadaan Yu Wi sekarang sangat lelah, mengangkat kepala saja rasanya malas. Hanya urusan mati- hidup Ko Bok-cing yang masih menarik perhatiannya, biarpun pembicara itu ada orang kosen juga tidak dihiraukan olehnya. Maka sedapatnya ia pejamkan mata untuk mengumpulkan tenaga.
Sikap Yu Wi ini sudah cukap aneh, tapi orang itupun tidak kurang anehnya. Tempat ini hampir tidak pernah didatangi orang luar, sekarang ada orang muncul disini, seharusnya orang itu sangat senang. jika Yu Wi diam saja, mestinya dia mendekat untuk memeriksa keadaannya masih hidup atau sudah mati. Akan tetapi setelah Yu Wi diam orang itu juga tidak bertanya lagi.
Waktu Yu Wi merasa sudah pulih tenaganya dan merangkak bangun, segera ia bertanya. "Mohon tanya cianpwe . . . ."
Belum lanjut ucapannya, mendadak ia menjerit, "Hei, engkau Ko-cici. . . ."
Kiranya yang bersuara tadi memang Ko Bok-cing, nona itu kelihatan duduk di tempat gelap diujung gua sana, tapi dapat dilihat Yu Wi dengan jelas, siapa lagi dia kalau bukan Ko Bok-cing.
Semula Bok-cing menunduk. mendengar suara Yu Wi, ia mengadah dengan terkejut, serunya, "Yu . . Yu-toako . . .."
Setelah terkejut, segera pula Yu Wi berjingkrak kegirangan, serunya dengan menangis terharu, "o, engkau tidak . . .tidak mati Engkau tidak mati. . . ."
Selagi ia hendak mendekati si nona, mendadak Bok-cing berseru, "Nanti dulu, jangan kau mendekat kemari Betul, aku tidak mati, tapi . . ,tapi aku tidak dapat menemui kau lagi."
Yu Wi tidak tanya apa alasannya, tanpa berhenti ia terus melangkah maju, dengan suara tersendat ia berkata, "Ya, kutahu wajahmu terluka berat, tapi apa halangannya? Masa lantaran sedikit luka wajahmu ini lantas tidak mau menemui kawan lama lagi?"
Tapi Bok-cing lantas membentak dengan gusar-"Kularang kau maju kesini, harus kau turut, kau dengar tidak"
Dengan melenggong Yu Wi berhenti. ucapnya sambil menyengir, "Baiklah, aku tidak mendekat, bolehlah kita bicara dari sini saja?"
"Mau omong apa, silakan bicara" kata Bok-cing.
"Apakah kau tahu aku membawa sebuah Jit-yap-ko?" tanya Yu Wi.
"Ada apa dengan Jit-yap-ko? Apakah hendak kau gunakan buah ajaib itu untuk memulihkan wajahku?" kata Bok-cing dengan tersenyum getir.
Yu Wi mengangguk. "Jit- yap- ko ini digilas dan dibubuhkan pada bagian luka, khasiatnya menumbuhkan daging dan menghilangkan racun, mukamu tergores rusak oleh batu karang, asalkan dibubuhi Jit-yap-ko tentu akan pulih tanpa meninggalkan bekas apapun-"
Diam-diam ia berduka mengapa Ko Bok-cing sedemikian malang, padahal luka dirinya dan Pek-yan tidak terlalu banyak. sebaliknya Bok-cing tampak babak belur, bahkan mukanya penuh goresan luka. Malahan suaranya juga berubah, apakah tenggorokannya juga terluka?
---ooo0dw0ooo---
Bab 20
Terdengar Bok-cing berkata sambil menggeleng, "Tidak perlu, wajahku sudah rusak dan tidak menjadi soal, untuk apa mesti buang-buang Jit-yap-ko yang sangat berharga dan sukar diperoleh itu?"
Diam-diam Yu Wi heran, masa ada nona cantik tidak sayang akan wajah sendiri, sekarang dirinya hendak memberinya Jit-yap-ko untuk memulihkan wajahnya yang rusak. kesempatan baik ini ditolaknya?
Agaknya Bok-cing dapat membayangkan jalan pikiran Yu Wi, ia berkata pula, "Bukan maksudku sungkan menerima kebaikanmu, tapi kupikir Jit-yap-ko lebih baik kau simpan saja. Menurut pendapatku. tujuanmu mencuri Jit-yap-ko dengan menyerempet bahaya tentulah karena hendakkau gunakan buah itu untuk menyembuhkan penyakit ibumu, maka sekarang buah itu harus kau simpan baik-baik untuk beliau.".
"Ai, masa tidak kau periksa keadaan kita sekarang." ujar Yu Wi dengan gegatun, "Untuk lolos dari sini saja dengan hidup, kukira sangat tipis harapannya, jelas buah ini pun sukar diantarkan kepada ibuku. Daripada rusak tak terpakai, apa salahnya kau makan untuk penyembuhan wajahmu. Nah. jangan kau tolak lagi biarlah kumulai mengobati lukamu."
Tapi baru saja ia menggeser langkah, segera Ko Bok-cing berteriak, "Sesungguhnya kau mau turut perintahku atau tidak?"
Yu Wi terkejut dan tidak berani bergerak lagi, Ia heran mengapa perangai Bok-cing berubah menjadi seaneh ini? Masa dirinya dilarang keras mendekatinya?
Tiba-tiba Bok-cing mengeluarkan dua jilid buku bersampul kuning dan dilemparkan ke depan Yu Wi, "Ini, untukmu"
Yu Wi memungutnya. dilihatnya yang satu jilid adalah "Su-ciau-sin-kang" dan yang lain adalah "Hai-yan-kiam-boh", dua kitab
pusaka idaman setiap jago silat di dunia ini, sungguh sukar dilukiskan perasaan Yu Wi demi memegang kedua kitab ini.
Hai-yan-kiam-boh lantas disimpan Yu wi, sebab kitab ini memang dihadiahkan kepadanya oleh Ko Bok-ya. Tapi Su-ciau-sin-kang takkan diterimanya, katanya, "Su-ciau-sin-kang adalah milik cici, silakan engkau menyimpannva sendiri."
Bok-cing menjadi kurang senang. "Pemberian Jimoay dapat kau terima, pemberianku kau tolak"
"Bukannya kutolak," sahut Yu Wi. "kupikiri bila orang tidak sudi menerima barang pemberianku, masa tanpa malu kuterima barang pemberiannya?"
"Ai, jadi kau minta aku harus menerima Jit-yap-ko untuk menyembuhkan wajahku?" tanya Bok-cing dengan gegetun.
"Itulah sedikit sumbangsihku." kata Yu Wi.
"Kita tukar menukar, kedua pihak sama-sama menerimanya. Mau?"
Terpaksa Bok-cing menjawab, "Baik, lempar Jit-yap-ko kemari"
Diam-diam Yu Wi menyesal, ia tidak habis mengerti sebab apa Bok-cing tidak mau didekati, segera ia melemparkan Jit-yap-ko dan diterima oleh Bok-cing.
"Sementara ini kusimpankan buah ini bagimu, bilamana kelak dapat lolos dari tempat ini segera kukembalikan," kata si nona.
"Jika begitu, kitab Su-ciau-sin-kang ini juga sementara kusimpan bagimu," segera Yu Wi menjaWab.
"Siapa yang minta kau simpan?" seru Bok-cing dengan gusar. "Masa kau tidak tahu tujuanku memberikan Su-ciao-sin-kang padamu?"
"Dan cici tentunya juga tahu maksud tujuanku memberi Jit-yap-ko." sahut Yu Wi dengan tenang.
"Aku tidak ingin membuang Jit-yap-ko secara percuma, sebaliknya jika Su-ciau sin-kang berhasil kau yakinkan berarti tidak menyia-nyiakannya," kata Bok-cing.
"Kau mesti tahu, agar dapat membalaskan dendam Ban-locianpwe, tanpa meyakinkan Su-ciau-sin-kang apakah usahamu akan berhasil?"
Tapi dengan tagas Yu Wi manjawab, "Jit-yap-ko dapat memulihkan wajahmu yang rusak, mengapa kau bilang terbuang percuma?" sahut Yu Wi tegas
"Singkatnya, bila tidak kau gunakan dia untuk menyembuhkan mukamu, maaf,aku pasti tidak mau meyakinkan Su-ciau-sin-kang . "
Sungguh aneh bin ajaib watak Yu Wi ini.
Padahal Su-ciau-sin-kang adalah ilmu sakti idaman setiap jago silat didunia ini, sekarang Yu wi menggunakan berlatih dan tidak berlatih ilmu sakti itu sebagai syarat berunding dengan Ko Bok-cing. Bilamana hal ini didengar oleh orang ketiga, mustahil kalau orang itu tidak mentertawakan Yu wi sebagai "orang tolol nomor satu didunia".
"Apakah kau tahu, tanpa menguasai Su-ciau-sin-kang, selama hidupmu ini jangan harap akan dapat menandingi Ji-bong Taysu?" kata Bok-cing pula.
"Ya, kutahu cukup jelas," jawab Yu wi, "Apa lagi Thay- yang- bun sudah hampir lahir, untuk menghadapinya, Su-ciau-sin-kang merupakan berkah bagi anak murid Goat-heng-bun."
"Jika demikiin setelah kuyakinkan Su-ciau-sin-kang, seterusnya kau pun mengaku sebagai murid Goat-heng-bun dan mempunyai tugas kewajiban menumpas musuh bebuyutan Goat-heng-bun, yaitu Thay- yang- bun?" tanya Bok-cing.
"Sudah barang tentui" jawab Yu Wi.
"Baik, jika begitu akan kugunakan Jit-yap-ko untuk memulihkan kerusakan wajahku," kata Bok-cing dengan menyesal. "Padahal pulih atau tidak wajahku ..."
Bok-cing tidak meneruskan ucapannya, Yu Wi juga tidak curiga, dengan tertawa ia berkata pula: "Sekedarnya kupaham ilmu pengobatan, soal menyembuhkan mukamu, bolehkah kuberikan jasa-jasaku? "
Bok-cing tersenyum getir. "Kau ingin mendekati diriku, tetap kularang. Bukannya ada kelainan padaku, soalnya selama hidupku ini aku ingin sendiri dan tidak. mau menemui siapa-siapa lagi. Nah, pergilah kau. soal penyembuhan mukaku tentu dapat kulakukan sendiri, engkau tidak perlu ikut merisaukannya."
Jika si nona sudah mengusirnya, betapapun tebal muka Yu Wi juga tidak dapat tinggal lagi disitu.
Ucapan Bok-cing cukup tegas, dia ingin hidup sendiri disitu, andaikan diajak keluar gua ini untuk hidup bersama pasti juga takkan diterima. Mestinya Yu Wi bermaksud mengajukan ajakannya ini, sekarang terpaksa diurungkan-
Ia pikir dirinya sendiri sudah ada hubungan tidak senonoh dengan Pek-yan, bilamana diselipi Ko Bok cing yang masih suci bersih ini tentu menjadi repot malah.
Padahal mana Ko Bok-cing tahu antara Yu Wi dan Pek-yan sudah terjadi persetubuhan, bagi dia tidak mau meninggalkan gua ini tentu saja ada alasannya yang pahit....
Memandangi air terjun yang bergemuruh bergantung didepan gua, ternyata gua ini tersembunyi di balik air terjun, agaknya air terjun ini sangat dahsyat sehingga telah menghanyutkan Yu wi dan Pek-yan kekolam sana, sebaliknya Ko Bok-cing terhanyut kedalar gua ini
Tiba-tiba Yu Wi teringat sesuatu, ia berpaling dan bertanya, "Selama ini cici makan apa sehari-hari?"
"Jamur yang terdapat didalam gua ini adalah makanan yang paling baik,"jawab Bok-cing.
Yu Wi dapat membayangkan betapa sengsaranya orang makan barang yang tawar setiap hari itu, melihat sikap dingin Bok-cing, tampaknya seperti jemu terhadap dirinya bila tinggal lebih lama lagi di situ, maka ia menggeleng dan menghela napas, segera ia menyelam lagi, melalui seluran air tadi dan kembali ke permukaan kolam semula.
Dalam pada itu entah sudah berapa kali Pek-yan terjun kedalam kolam untuk mencarinya, matanya merah bendul karena terlalu banyak menangis. Sebab disangkanya Yu telah dimakan oleh makhluk apa yang mungkin hidup didasar kolam. Maka waktu melihat pemuda itu menongol kembali keatas, ia kucek- kucek mata dan mengira sedang mimpi.
Pek-yan tidak tahu dibelakang air terjun itu masih ada dunia lain, ia tidak berani menerobos air terjun yang dahsyat itu, ia pikir Yu Wi pasti juga takkan menyerempet bahaya dan mencari kematian menerjang kesana, tak tersangka lantaran menemukan sebelah sepatu Ko Bok-cing yang terjepit dibawah batu, maka tanpa memikirkan risiko apa pun Yu Wi telah menyelam ke gua itu.
Setelah merangkak kedaratan, segera Pek-yan menubruk kedalam pangkuannya, ucapnya dengam suara merayu, "Ai, kemana kau pergi? Hampir saja aku bunuh diri saking cemasnya."
Yu Wi ma rangkul si nona dengan kaku seperti memegang sepotong kayu, ia diam saja tanpa bicara, entah apa yang dipikirnya, yang jelas pikirannya sangat kusut, yang hendak dipikirnya sungguh terlalu banyak.
"He, kenapa diam saja" seru Pek-yan sambil menggoyang-goyangkan tubuh Yu wi.
Pelahan Yu wi mendorong Pek-yan, Pek-yan yang menyala-nyala itu disambutnya dengan dingin, ucapnya, "Tidak apa-apa. aku lelah ingin mengaso."
Pek-yan bersandar pada tubuh Yu wi yang basah kuyup sehingga badannya ikut basah, karena saling berdekapan, hasrat Pek-yan tambah menyala, sudah didorong Yu wi segera ia mendempetnya lebih rapat, keluhnya dengan pelahan, "Peluklah aku,jika sekarang tidak kau peluk diriku selanjutnya tidak ada kesempatan lagi."
Tapi Yu Wi tidak ada selera maka makan, kembali ia mendorong si nona dan menjawab dengan dingin "Hidup bersama setiap hari. masa kuatir tidak ada kesempatan lagi?"
Dia bicara terbalik untuk mengejek godaan Pak-yan itu, rupanya rasa dongkolnya atas sikap Ko Bok-cing yang dingin itu kini hendak dibalas semua terhadap Pek-yan-
Pek-yan yang ketiban pulung ternyata tidak mengherankan sikap dingin Yu wi itu, ia malah tertawa dan berkata, "Selanjutnya akan kau cium lagi bau busuk tubuhku, andaikan ada kesempatan juga takkan kau peluk diriku."
"Jika kau kuatir kucium bau busuk badanmu, mengapa tidak kau punahkan Liap-hun-ciam yang kau masukkan atas diriku?" kata Yu Wi.
Ia tahu setelah Pek-yan kehilangan kantung wangi, maka kuatir bau tubuhnya akan berubah menjadi seperti anak perempuan umumnya. Kini ia tambah yakin bahwa sebabnya badan Pek-yan tidak berbau adalah karena khasiat daun kecil yang terisi didalam kantung wangi itu.
"Dari mana kau tahu Liap hun-ciam segala?" tanya Pak-yan heran.
"Be-eng-jin ada tiga macam jarum dan ditentukan penggunaannya menurut sasarannya," Rengek Yu Wi. "Pertama disebut Tui- hun-ciam. yang kedua Sit- hun-ciam dan ketiga Liap-hun-ciam. Yang ku- derita ini adalah jarum jenis ketiga itu."
"Sia . . . siapa yang, memberitahukannya padamu? ..." Pek-yan tercengang.
"cin Pek- ling "jawab Yu wi dengan ketus.
Pek-yan menggeleng, "Aneh, mengapa dia tahu sejelas itu mengenai Bu eng-bun kami?"
Bila teringat kepada urusan jarum keji itu, seketika hati Yu Wi lantas gemas, ucapnya dengan gusar, "Siociaku yang baik, menghadapi jalan buntu begini, sepantasnya kau keluarkan Liap-hun-ciam yang berada dalam tubuhku"
Pek-yan tertawa, katanya, "Bagiku tempat ini belum lagi jalan buntu, malahan sudah kuberi nama padanya, yakni Yu-cing-kok, lembah cinta. disinilah kita menjalin cinta, kan sangat tepat nama yang kuberikan ini?"
Dalam hati Yu Wi pikir sama sekali tidak tepat. cinta harus timbul dari kedua pihak, sekali aku tidak berminat padamu, dari mana datangnya cinta?
Tapi Pek-yan tampak tersenyum mesra, ucapnya pula, "Kau ingat kemarin kita telah . . . dan- . . dan mungkin sekali aku sudah mengandung . . ."
"Mengandung apa? Tidak mungkin begitu kebetulan," sahut Yu Wi cepat. gugup juga dia mau-tidak mau.
Sama sekali dia tidak mengharapkan Pek-yan akan mengandung, hubungan badan mereka kemarin itu tidak wajar, dilakukannya dalam keadaan lantaran dirinya kurang jernih, anak yang akan lahir tentu juga tidak sehat dan tidak sah,
Pek-yan menengadah memandang langit yang terkurung oleh puncak tebing di atas, dengan gembira ia berkata pula, "Kau ingin kulahirkan anak lelaki atau perempuan?"
Terpikir juga oleh Yu Wi apabila Pek-yan benar-benar hamil betapapun dirinya harus bertanggung jawab kepadanya. Yang salah adalah dirinya dan tidak dapat menyalahkan orok yang akan lahir. Untuk ini mereka harus lekas . . .lekas menikah secara resmi.
Ia lupa kepada keadaannya sekarang, di tempat begini, bila benar Pek-yan hamil, cara bagaimana mareka akan menikah? Siapa
yang akan menjadi saksi? Biarpun keduanya menikah, anak yang lahir tetap tidak resmi, tidak sah.
Selagi ia termenung-menung urusan hamil dan menikah, ketika ditanya Pek-yan, sekenanya ia menjawab, "Lelaki atau perempuan tidak menjadi soal."
"Tidak- aku ingin anak perempuan dan pasti takkan melahirkan anak lelaki," seru Pek-yan sambil melonjak. "Kuyakin pasti akan melahirkan anak perempuan, hendaknya kaupun mengharapkan anak perempuan."
Yu Wi merasa geli oleh kepolosan Pek-yan itu, ia pikir masakah kau kuasa memilih anak perempuan atau anak lelaki yang akan dilahirkan?
Tapi dengan sikap sungguh-sungguh Pek-yan berkata pula, "Aku takkan melahirkan anak lelaki, kau tahu, aku hanya boleh melahirkan anak perempuan-"
Yu Wi tahu anak murid Bu-eng-bun semua perempuan, dengan sendirinya ia sendiri tidak menghendaki anak perempuannya mewarisi adat perguruan Bu-eng-bun yang kurang terhormat itu, maka anak lelaki yang diharapkannya.
Tapi bila dipikir lagi. iajadi tertawa geli sendiri, masajadi serius begini, tidak mungkin hanja satu kali begituan Pek-yan lantas hamil.
Segera ia berkata, "Sudahlah. jangan bicara urusan ini, engkau bukan dewa, mana bisa manentukan hamil atau tidak. coba katakan, sesungguhnya kau mau mengeluarkan Liap-hun-ciam bagiku atau tidak?"
"Liap-hun-ciam sudah lama punah" ujar Pek-yan dengan tertawa.
"Haha, kau kira aku ini anak kecil?" seru Yu Wi dengan terbahak. "Kalau tidak mau bilang saja tidak mau, untuk apa membohongi diriku? Kutahu bilamana Liap-hun-ciam dikeluarkan, tentu aku tidak dapat kau kendalikan lagi."
"Ai,jangan banyak curiga," kata Pek-yan sambil menggeleng, "Berada dalam keadaan demikian, selama hidup kita sukar berpisah lagi, masakah bicara tentang terkendali segala. Pula, hubungan kita sudah sejauh ini, umpama tidak kukendalikan apa kau tega meninggalkan diriku?"
Yu Wi tidak menjawab, tapi dalam hati ia pikir kenapa tidak bisa terjadi? Hubungan kita ini terjadi secara tidak wajar, tidak dapat kupandang dirimu sebagai isteri yang tidak boleh kutinggalkan- Bilamana pada suatu hari dapat meninggalkan tempat ini. kita masing-masing boleh pergi kearahnya sendiri-sendiri, tidak ada Soal tega atau tidak tega.
Jalan pikiran Yu wi ini sudah tentu terlalu keras, namun hubungan yang tanpa dilandasi cinta sejati, cepat atau lambat pasti juga akan retak, apa lagi hubungan badan mereka itu terjadi secara tidak sah, tidak ada persyaratan soal ikatan batin antara suami- isteri, pada suatu hari kelak jika benar-benar dapat lolos dari lembah maut ini, Yu Wi merasa bisa jadi nona ini ditinggalkannya.
Didengarnya Pek-yan berkata pula, "Ketiga jenis jarum yang kau sebut tadi, bila masuk badan manusia, tidak sampai satu jam akan terus buyar di dalam tubuh. Jarum tersebut dibuat dari tepung urat, maka cukup keras kalau kena panas lantas cair, bahkan tidak menimbulkan bahaya apa-apa."
"Huh, mana aku mau percaya."jengek Yu Wi "Jika tidak berbahaya, kenapa disebut Tui-hun (pemburu sukma), Sit-hun (penghilang sukma) dan-Liap-hun (pembetot sukma)?"
"Yang bekerja bukanlah jarum yang sebenarnya, bukan jarum itu, melainkan sejenis obat yo-pia. (kue kering) "
"Apakah kue kering yang berbentuk bundar dan berwarna hitam itu?" tanya Yu Wi dengan terkejut, "Bukankah kau bilang yo-pia itu obat penawar racun jarum?"
"Bukan,"jawab Pek-yan. "Yo-pia juga terbagi menjadi tiga macam seperti ketiga macam jarumnya dan digunakan menurut sasarannya. Tidak pernah kuberi Yo-pia kedua macam yang pertama itu,
melainkan kuberikan jenis ketiga. Setelah kau makan hanya akan menimbulkan satu macam khasiat yang tidak berbahaya."
"Hah, terima kasih tidak kau beri makan yo-pia dua macam yang lain," ejek Yu Wi dengan tertawa, "Syukurlah aku dapat hidup sehat sampai sekarang. Akan tetapi aku justeru berharap diberi makan sekalian dua macam yo-pia tarsebut, akan lebih menyenangkan jika sebulan lagi aku akan mati dan bebaslah segala urusan-"
"Sudah kukatakan, yo-pia yang kuberikan padamu takkan berbahaya, kenapa kau bicara demikian?" ujar Pek-yan dengan hampa.
"Dari pada hidup tidak bebas, kan lebih baik mati saja,"jengek Yu Wi.
"Masa mendampingi diriku kau anggap tidak bebas?" Pek-yan tambah menyesal.
Yu Wi tidak bersuara, ia cuma memandang jauh ke depan. orang yang tidak menjawab berarti diam-diam mengakui.
Maka Pek-yan menghela napas pelahan, "Sekarang kau pun tidak perlu kuatir akan kugoda dirimu. Kantung wangi sudah hilang. tiga hari kemudian cairan wangi yang terpoles di atas tubuhku akan lenyap. tatkala mana mungkin engkau akan menghindari diriku serupa orang bertemu dengan ular berbisa."
Yu Wi berlagak tidak mengerti dan bertanya, "Masakah kantung wangi itu sedemikian penting?"
Pek-yan mengangguk. "Kantung itu berisi Li-hiang-yap (daun harum gadis) yang selalu berwarna hijau, daun ini tumbuh di puncak yang terpencil dan sukar dicari. Bila air rendaman daun itu dipoles kan pada tubuh, begitu kau cium baunya, dapatlah yo-pia yang kau makan itu dipunahkan-"
"o, jika demikian, bila aku tidak mencium bau harum daun itu, tentu aku takkan tahan bekerjanya racun yo-pia itu tiga hari kemudian?"
"juga tidak mutlak demikian-" tutur Pek-yan-
"Kecuali bau harum daun itu dapat mengatasi bau kerjanya racun yo-pia, masih ada semacam obat penawar lain yang dapat memunahkan racun yo-pia itu secara tuntas."
Yu Wi berlagak cemas dan bertanya, "Wah, apa obat penawar itu? Kau punya sekarang?"
"Ada sih ada . . . cuma ..."
"Dalam keadaan begini, tentunya engkau takkan sayang memberikan obat penawar tersebut padaku. "
"Keadaan audah begini, tentu saja aku tidak perlu mempersulit, cuma . . .cuma sayang"
"Sayang apa?" desak Yu Wi.
"Semua obat penawar dan kantung yang berisi daun wangi Li-hiang-yap itu sudah hilang sama sekali."
"Wah, lantas . . . lantas bagaimana?" ucap Yu Wi dengan sedih. "Jangan-jangan ingin kau lihat keadaanku yang mengenaskan bilamana racun mulai bekerja tiga hari lagi?"
"Tiba waktunya nanti, terpaksa digunakan satu cara lain untuk mencegah bekerjanya racun untuk sementara."
"cara bagaimana?" tanya Yu Wi.
"cara . . . cara ini kalau . . ,kalau digunakan terhadapmu . . . ."
"Takkan menguntungkan terhadapku. begitu bukan?" jengek Yu Wi.
Pek-yan mengangguk. "Ya, bukan cuma tidak menguntungkan kesehatanmu, juga akan membikin serba susah padamu . . . ."
Yu Wi tahu cara yang dimaksudkan pasti cara yang kotor, maka tanpa pikir ia menjawab, "Sudahlah, tidak perlu kaujelaskan lagi, jika cara itu merendahkan harga diriku, lebih baik tidak perlu digunakan saja."
"Akan tetapi selain jalan ini tidak ada cara lain yang dapat mencegah penderitaanmu bilamana tiga hari kemudian racun bekerja dalam tubuhmu."
"Penderitaan itu dapat kubayangkan, tentu serupa orang kecanduan morfin- sehari tidak isap morfin tentu akan kecanduan hingga kelejetan. penderitaannya sukar ditahan, begitu bukan?"
"Ya, memang sangat sulit menahan, dalam hal tertentu bahkan jauh lebih tersiksa daripada orang kecanduan morfin"
"Baik, kutahu sudah," jengek Yu Wi. "Tiga hari kemudian, akan coba kutahan sekuatnya. bila tidak tahan baru kuminta pertolonganmu."
Dalam hati Pek-yan yakin anak muda itu pasti tidak tahan. Menurut perhitungannya, tiga hari lagi Yu Wi pasti akan minta bantuannya untuk menolongnya, tapi melihat anak muda itu sebegitu percaya akan kesanggupan sendiri, iapun tidak mau banyak omong lagi, biarlah tiga hari kemudian baru akan ditawarkan racun dalam badan Yu Wi, jika dikatakan sekarang tentu anak muda itupun tidak percaya.
Tiba-tiba Yu Wi berkata pula, "Dan harus bertahan sampai kapan barulah racun yo-pia itu akan punah?"
"Sehari tidak minum obat penawarnya, sehari pula racun itu sukar dipunahkan-"jawab Pek-yan- "Maka bila tahan harus kau tahan terus, sampai saat kau minum obat penawarnya."
"obat penawar macam apa? cara bagaimana meraciknya. dapatkah aku diberitahu?"
"Sangat sulit untuk meracik obat penawarnya, "jawab Pek-yan. "Dalam keadaan dan ditempat begini, tidak ada gunanya kuberitahukan padamu, biarlah kelak akan kukutakan-"
Yu Wi hendak mendesak lagi, tapi Pek-yan lantas berbangkit dan melangkah pergi. ia tahu percuma bertanya lagi jika nona itu tidak mau menerangkan- ia lantas melangkah pergi ke arah lain, kembali ke gua sendiri.
Keduanya tinggal seberang menyeberang, dari kejauhan dipisahkan oleh kolam. Terkadang Pek-yan suka memandang ke arah sini, sebaliknya Yu Wi sama sekali tidak pernah melirik kesana. Dia duduk sendiri serupa seorang pertapa. Duduknya sangat khidmat, tapi batinnya bergolak tidak keruan, dia sedang berpikir "Mengapa Ko Bok-cing melarang kudekati dia?" juga terpikir olehnya, "Harus kulatih Su-ciau-sin-kang atau tidak? Dan bagaimana melangsungkan kehidupan semacam ini?"
Begitulah banyak sekali yang dipikirnya, persoalan didepan mata belum lagi teratasi, segera terpikir kepada kemungkinan yang akan datang. Kemungkinan yang akan datang belum selesai terpikir, segera teringat lagi kepada kejadian masa lampau, kejadian masa lampau yang ruwet itu sungguh membikin pusing kepalanya ....
cahaya matahari tidak mudah menyinari dasar lembah yang terkurung oleh tebing tinggi itu, maka bila sang surya sudah condong ke barat, rasa nya hari sudah petang, Tiba-tiba Pek-yan datang dengan membawa dua tangkai kayu, yang sebelah tersunduk beberapa ekor ikan, tangkai kayu lain tersunduk beberapa ekor tikus, semuanya sudah dipanggang dan kelihatan berminyak dan merangsang selera.
Setelah mencium bau sedap ikan barulah Yu Wi ingat telah duduk semadi setengah harian, ia mengangkat kepalanya dan berkata, "Ai, aku hanya duduk dan mengelamun melulu sehingga lupa mencari makanan."
Pek-yan tertawa dan barucap. "Jangan kuatir, makanan sehari tiga kali akan kusiapkan, silakan kau nikmati saja."
"Wah, mana boleh begitu, kemungkinan tinggal disini bukan soal sehari dua hari, kalau terus menerus begitu, kan tidak enak?" ujar Yu Wi sambil menggeleng.
"Apa salahnya? Membuat makanan adalah pekerjaan kaum wanita, orang lelaki tidak perlu memikirkan urusan ini, Pula, mengenai bahan makanan, baik didalam kolam maupun di atas tanah, dimana-mana ada, tinggal ambil saja, Paling-paling
kutambah pekerjaan memasak dan memanggang saja, tidak banyak merepotkan, maka tidak perlu kau-pusingkan."
"Tidak.. tidak boleh jadi," ujar Yu Wi ngotot "Hari ini engkau mencari makan bagiku, besok aku yang menyiapkannya bagimu."
Pek-yan tertawa geli, "Baiklah jika engkau berkeras ingin begitu. Besok akan kunikmati makanan yang tersedia, dan sekarang silakan kau makan dengan tenteram." Lalu ia taruh kedua tusuk "satai raksasa" itu dan tinggal pergi.
Ia tidak lagi menggoda Yu Wi, semula Yu Wi merasa kuatir, sekarang melihat si nona pergi tanpa disuruh, hatinya merasa lega, Segera ia angkat satai ikan, selagi hendak dilalapnya, tiba-tiba teringat olehnya akan Ko Bok-cing.
Nona itu hidup terpencil sendirian di kolam gua karang yang lembab dan hanya menggunakan jamur sebagai rangsum, betapapun hidupnya teramat sengsara. Seharusnya nona itupun perlu menikmati satai ikan yang lezat ini.
Berpikir demikian- cepat ia melepaskan semua ikan yang tersunduk di tangkai kayu itu, dilihatnya di tepi kolam ada daun teratai yang lebar, segera ia mengambil beberapa helai, ikan panggang dibungkusnya dengan baik, lalu disimpan di dalam baju. Dengan melalui jalan semula, Yu Wi menyelam pula ketempat tinggal Ko Bok-cing.
Setelah ia memberitahukan maksud kedatangannya, Bok-cing ternyata tidak memperlihatkan rasa terima kasih, sebaliknya bertanya dengan ketus, "Bagaimana, Su-ciau-sin-kang sudah kau baca belum?"
"Belum kucoba, "jawab Yu Wi. "Jangan bicara urusan ini, mumpung masih hangat, makan dulu ikan ini."
"Lemparkan," seru Bok-cing sambil menjulurkan tangannya.
Mestinya Yu Wi bermaksud mengantar kedepan si nona, tapi kuatir didamperat, terpaksa ia melemparkannya dari jauh.
Setelah bungkusan ikan itu diterima, mendadak Bok-cing meremasnya, lalu dibuang jauh kedalam air. "Plung", dengan cepat bungkusan itu tenggelam terbawa arus.
"Ha, ap. . . apa artinya ini?" . . . ." seru Yu Wi terkejut.
Dengan dingin Bok-cing berkata, "Aku dapat makan jamur disini, tidak perlu kau pikirkan soal makan bagiku.Jika ada tempo, kenapa tidak kau latih Su-ciau-sin-kang?"
Nadanya jelas menyalahkan Yu Wi membuang WaktU Untuk membawaka makanan baginya dan menelantarkan pelajaran.
Diam-diam Yu Wi merasa gegetun, ia pikir makanan itu pemberian Pek-yan, belum lagi kumakan lantas kubawa kemari untukmu, kalau dibuang begitu saja sungguh sangat sayang. Ia pandang bungkusan ikan yang lenyap itu dengan menggigit bibir dan menahan rasa laparnya sendiri.
"Kenapa diam saja, merasa sayang karena makanan itu kubuang?" jengek Bok-cing.
Yu Wi menjawab dengan tertawa, "Ya, memang sayang. Kau tahu, ikan panggang ini adalah pemberian Pek-siocia itu, belum kumakan lantas kubawa kemari. Sekarang kau buang begini saja, akupun tak dapat makan."
Keterangan Yu Wi ini membikin hati Bok-cing rada terharu, tapi air mukanya tidak memperlihatkan sesuatu perasaan, katanya pula dengan dingin, "Jika makanan bukan hasil usahamu, lalu selama ini apa yang kau kerjakan?"
Sama sekali ia tidak tanya asal-usul Pek-siocia yang disebut, juga tidak tanya cara bagaimana Yu Wi berkenalan dengan nona itu. seakan-akan dalam hatinya tidak pernah tahu menahu Pek-yan-
Maka dengan menunduk Yu Wi menjawab "Setengah harian aku hanya berduduk mengelamun."
"Mengapa tidak kau baca Su-ciau-sin-kang? kau remehkan kitab itu?" tegur Bok-cing dengan marah.
"Mana berani kuremehkan pelajaran yang tidak ada bandingannya di dunia ini. "jawab Yu Wi.
"Jika benar kau hargai kitab itu, mengapa tidak segera kau baca dan mempelajarinya?"
"Kukira tidak perlu terburu-buru, dibaca sekarang atau dibaca nanti kan sama saja," ujar Yu Wi dengan tertawa.
Bok-cing mendengus, "Huh, kau anggap Su-ciau-sin-kang mudah dipelajari? Kalau tidak belajar dengan giat,jangan harap akan dapat kau kuasai ilmu sakti itu dengan baik. Tidakkah kau ketahui ilmu silat yang maha tinggi juga diperlukan kegiatan latihan yang tekun-"
"Kutahu, "jawab Yu Wi. "Tapi tolong tanya, biarpun kugiat melatihnya, sesudah mahir, lalu mau apa?"
"Jika sudah kau kuasai ilmu sakti itu barulah kau mampu tampil kemuka untuk menghadapi pihak Thay yang- bun," seru Bok-cing.
"Hah. betul juga," kata Yu Wi dengan tertawa. "Numpang tanya pula, bilakah kiranya dapat kukeluar dari lembah buntu ini?"
seketika Bok-cing melenggong, sampai lama sekali tidak sanggup bersuara.
Yu Wi tersenyum, katanya pula, "Nah, makanya kubilang belajar sekarang atau belajar nanti tidak menjadi soal, seumpama tidak mempelajarinya juga tidak beralangan apa pun."
Mendadak Bok-cing menegas, "Apakah tempat ini betul-betul buntu dan tidak dapat keluar?"
"Jika tidak percaya boleh kau keluar untuk memeriksanya sendiri, "jawab Yu Wi.
Bok-cing termenung sejenak. ucapnya kemudian dengan menyesal, "Ai, nasib manusia sukar diduga, mungkin tempat ini kau anggap tempat buntu dan sukar keluar lagi, maka bermaksud hidup selamanya disini, tapi kuyakin tidak sampai setahun dua tahun kau pasti dapat lolos dari tempat kurungan ini."
"Berdasarkan apa cici berani memastikannya?" tanya Yu Wi dengan tertawa.
"Terlalu dini untuk dikatakan sekarang," jawab Bok-cing dengan sungguh-sungguh. "Yu Wi, ingin kutanya padamu, sesungguhnya kau mau belajar Su-ciau-sin-kang atau tidak?"
"Sudah kusanggupi akan belajar, tentu juga akan kupelajarinya, "jawab Yu wi tegas, "Sekalipun kutahu setelah kukuasai ilmu itu toh tidak ada gunanya. . . ."
"Kenapa tidak ada gunanya?" potong Bok-cing dengan marah. "Kau tahu, ilmu silat juga semacam ilmu pengetahuan, menguasai semacam ilmu pengetahuan kan berarti bertambah semacam kepintaran. Berdasarkan logika ini, belajar Su-cian-sin-kang kan tidak ada ruginya bagimu, yang penting bagi orang hidup adalah belajar dan belajar terus, tidakkah kau lihat ikan yang berada di hilir senantiasa berjuang berenang ke hulu?"
Yu Wi tertawa, "Ya, sudahlah, tidak perlu lagi cici memberi petua, sepergiku ini segera akan kupelajari Su-ciau-sin-kang, akan kuanggap sebagai latihan untuk menyehatkan badan dan menenangkan pikiran-"
Bok-cing tetap bicara dengan kereng, "Baik, jika begitu lekaslah pergi, ingat, bila tidak perlu jangan datang lagi."
"Perlu dan tidak. cara bagaimana menentukannya?" tanya Yu Wi.
"Umpama jika rada kesulitan dalam hal latihan "cu-ciau-sin-kang, boleh kau datang kemari dan tanya padaku,, kalau tidak.jangan menyesal jika akan kuusir kedatanganmu nanti, "jawab Bok-cing.
"Ai, umpama selama setahun aku tidak datang, selama setahun pula engkau akan tinggal kesepian di sini," ujar Yu Wi dengan gegetun-
Dengan suara bengis Bok-cing menjawab, "Biarpun sepuluh tahun tidak ada keperluan dan sepuluh tahun engkau tidak kemari, tetap aku takkan merasa kesepian- Nah, lekas pergi"
Ucapannya jelas hendak memberitahukan pada Yu Wi betapapun hidupku akan kesepian juga tidak perlu akan dihibur olehmu.
Merasa selalu mendapat jawaban ketus, Yu Wijadi masgul, terpa kaaia melangkah pergi. Dengan cepat tiga hari telah lalu. Selama tiga hari diam-diam Pek-yan mengamati gerak-gerik Yu Wi, dilihatnya anak muda itu kalau tidak giat berlatih ilmu pedang, tentu duduk bersemadi didalam gua. Ia terheran-heran, sebab sesudah tiga hari, keadaan Yu Wi tidak kelihatan berubah aneh sebagaimana yang diharapkannya.
Karuan Pek-yan tambah heran, akhirnya ia hampir tidak percaya kepada apa yang dilihatnya namun fakta memang demikian, sama sekali tidak terlihat kumatnya racun yang diidap Yu Wi.
Pada pagi hari keempat. dengan marah-marah Pek-yan mendatangi Yu Wi, Saat itu Yu Wi sedang bersemadi, dengan tertawa ia menyapa, "Selamat pagi"
Langsung Pek-yan lantas menegur, "orang she Yu, ada sesuatu ingin kutanya padamu, hendaknya kau jawab dengan sejujurnya."
Dari nada ucapan orang, Yu Wi tahu gelagat kurang enak. dengan tertawa ia coba tanya, "Silakan siocia bicara."
"coba katakan, kantung wangi yang berisi daun Li-hiang-yap yang kukatakan hilang itu, berada padamu, bukan?" teriak Pek-yan-
Yu Wi tahu sukar berdusta lagi, maka dengan terus terang ia menjawab, "Betul, sebelum ini memang kubohongi dirimu, padahal kantung itu itu memang kutemukan-"
Sampai gemetar badan Pek-yan menahan gusar, teriaknya sambil menuding Yu Wi, "Ken ...kenapa kau dusta padaku? . . . Mengapa . . . mengapa tidak kau kembalikan padaku?"
Yu Wi berbangkit dan memberi hormat sebagai permintaan maaf. jawabnya, "Setelah kutahu khasiat daun wangi itu, jelas barang ini tidak boleh kekurangan bagiku, dengan sendirinya kukuatir akan diminta kembali olehmu. sebab inilah kubohongimu agar kantung itu
dapat kusimpan sendiri, supaya setiap hari kucium bau harumnya untuk membebaskan diri dari racun pemberianmu itu."
Pek-yan menahan rasa gemasnya karena telah tertipu, pelahan ia berkata, "Jika tersimpan olehku. kan dapat juga kau cium baunya. apa bedanya?"
"Kan kurang leluasa?," ujar Yu Wi. "Maka kupikir akan lebih baik jika kusimpan sendiri saja."
Melihat anak muda itu tidak bermaksud mengembalikan kantungnya, kembali Pek-yan naik pitam, serunya sambil menyodorkan sebelah tangan, "Barangku harus dikembalikan padaku."
Yu Wi sengaja mempersulit, jawabnya, "Boleh kau beritahukan lebih dulu resep menawarkan racun yo-pia yang ku makan itu, segera kantung wangi ini akan kukembalikan kepadamu."
"Jika tidak kukatakan?" tanya Pek-yan dengan mendelik.
"Ya. apa boleh buat, terpaksa . . . terpaksa kukangkangi kantung ini sebagai milikku sendiri. ..."
"Masa kualupa syarat pada waktu kau jual bayanganmu kepadaku?" teriak si nona.
Seketika Yu Wi berkeringat dingin, ia tahu sekali Pek-yan mengungkit tentang syarat jual beli bayangan, asalkan si nona memberi perintah dirinya terpaksa harus menyerahkan kantung itu. Dia bertekad takkan mengembaliku kantung itu, tapi juga tidak boleh ingkar janji sendiri. Seketika ia kelabakan, ia kuatir bila Pek-yan buka mulut lagi, tentu dia akan serba sulit,
Tapi dilihatnya Pek-yan lantas menghela napas, katanya sambil menggeleng, "Ai, urusan di dunia ini memang . . . Ya, segala sesuatu memang tidak dapat dipaksakan . . ."
Belum habis ucapannya, dengan penuh rasa sesal ia terus melangkah pergi.
Yu Wi menghela napas lega, syukurlah Pek-yan tidak memberi perintah agar kantung wangi itu dikembalikan, kalau tidak. entah apa yang harus dilakukannya.
Diam-diam ia membatin, "Nona Pek, hendaklah kau maklum, terpaksa kudustai kau, padahal sebelumnya kau pun sudah menipuku lebih dulu."
Pek-yan memang betul sudah menipunya, dikatakannya Liap-hun-ciam itu berbisa, Yu Wi tertipu sehingga makan yo-pia yang justru beracun itu.
cara ini memang juga sesuatu cara keji Bu-eng-bun, supaya sasarannya tidak langsung mengetahui telah keracunan, sebaliknya malah akan menyangka orang yang membeli bayangannya itu berhati bajik dan telah menolongnya menawarkan racun, padahal setelah kau makan yo-pia pemberiannya, selama hidupmu akan berada di bawah kendalinya.
Tiba-tiba Pek-yan berpaling dan memberi pesan, "ingat, Li-hiang-yap itu setiap hari harus direndam selama satu jam dengan air supaya tidak layu, Kantung wangi itu hendaknya disimpan dengan baik dan jangan lupa dirawat, kalau layu tentu takkan timbul bau harum itu untuk mengatasi kumatnya racun yo-pia yang kau makan itu."
Yu Wi sangat berterima kasih, ucapnya, "Terima kasih atas petunjukmu, Pek . . . Pek-yan, aku...."
"Tidak perlu kau bicara terima kasih padaku segala, kutahu hatimu menyukai orang lain dan tidak suka padaku," kata Pek-yan- "Mulai besok. biarlah kita hidup sendiri-sendiri, agar aku tidak memuakkan didepanmu. Bilamana kau perlu akan diriku, kuharap tidak lagi kau pandang diriku pembeli bayanganmu, tapi anggap ... anggap...."
Mestinya dia hendak bilang "anggap saja bagai kekasihmu". tapi urung diucapkannya, lalu melangkah pergi dengan perasaan hampa.
Beberapa kali Yu Wi bermaksud memanggilnya, akhirnya ia keraskan hati dan tidak bersuara.
--ooo0dw0ooo--
Begitulah untuk seterusnya kedua muda-mudi itu tidak lagi bertemu. Mereka hidup terpisah oleh kolam yang luas itu, yang satu di seberang sana yang lain di seberang sini. Meski berada di satu lembah yang sama, tapi serupa hidup didunianya sendiri.
Kedua orang seakan-akan sudah ada perjanjian secara diam-diam, yang satu tidak menyeberang kesana, yang lain juga tidak menyeberang kesini. Terkadang bila kebetulan memandang ke seberang, keduanya juga cuma saling pandang sekejap saja dari jauh, yang tertampak juga cuma bayangan masing-masing yang tidak begitu jelas.
Semula Yu Wi masih juga memperhatikan kehidupan Pek-yan diseberang sana, tapi lama-lama karena tenggelam dalam keasyikan belajar Hai-yan-kiam-hoat yang ajaib dan keranjingan ilmu Su-ciau-sin-kang yang hebat, ia menjadi lupa diseberang sana masih hidup seorang kenalan lama juga melupakan Ko Bok-cing yang tinggal didalam gua yang terkurung oleh air terjun itu.
Dengan giat dan penuh perhatian Yu Wi mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya untuk meyakinkan kedua macam ilmu silat tingkat tinggi itu.
Sang waktu berlalu dengan cepat, tanpa terasa sepuluh bulan sudah lampau, Selama sepuluh bulan kungfu Yu Wi maju sangat pesat, Hai-yan-kiam-hoat sudah dapat dikuasai selUruhnya. Su-ciau-sin-kang juga dapat diapalkannya dengan baik. cuma sayang, ilmu sakti ini tidak banyak bermanfaat baginya. ,
Hanya dalam hal ginkang saja tidak sedikit keuntungannya, mengenai tenaga dalam malah tidak ada pertambahan apa-apa, Su-ciau-sin-kang baginya seakan-akan cuma berguna menambah ginkangnya saja dan tidak ada manfaat lain-
Dia menjadi sangsi jangan-jangan cara latihannya keliru, mustahil Su-ciau-sin-kang yang dipelajarinya hanya dalam beberapa bulan saja lantas apal seluruhnya, padahal Ko Bok-cing harus melatihnya selama berpuluh tahun sejak kecil.
Sebenarnya dia telah berlatih menurut jalannya yang tepat, dengan dasar kungfunya sekarang, kepandaian apapun yang dipelajarinya pasti dapat di-kuasainya dalam waktu singkat. Betapapun mendalam Su-ciau-sin-kang pasti juga dapat diselaminya dengan tuntas.
Hanya saja Su-ciau-sin-kang memang harus dilatih dengan Tong- cu- kang, ilmu latihan tubuh anak, artinya harus dilatih sejak kecil dalam keadaan masih suci bersih, anak yang melatihnya cuma perlu bakat, bilamana berhasil diyakini. maka jadilah dia tokoh ilmu silat yang tidak tanggung-tanggung, segala macam kungfu yang paling tinggi di dunia ini juga sukar merobohkan dia.
Meski Su cian-sin-kang adalah ilmu perguruan Goat- heng- bun, perguruan bulan sabit. Tapi menurut keterangan ayah Ban Put-tong, selama ini belum pernah ada yang berhasil menguasai ilmu tersebut. Meski ayah Ban Put-tong juga berusaha mempelajarinya serupa Yu Wi sekarang, tapi tidak menghasilkan sesuatu sebagaimana menurut cerita yang turun temurun dalam perguruan mereka.
Padahal menurut cerita turun temurun, bilamana Su-ciau-sin-kang berhasil dikuasai, maka tercapailah tingkat kungfunya yang tidak ada tandingannya di dunia ini, cukup dengan sekali pukul atau tendang saja segala macam ilmu silat didunia ini dapat dipatahkan-
Sudah tentu tidak ada yang menduga akhirnya ilmu sakti ini dapat dikuasai oleh seorang anak perempuan, yakni Ko Bok-cing. Lantaran bakat pembawaan Ko Bok-cing yang tinggi, juga mulai berlatih sejak kecil, maka ilmu sakti itu berhasil diyakinkannya.
Jika Yu Wi masih berbadan jejaka, bukan mustahil iapun akan berhasil menguasai ilmu sakti ini, cuma sayang, dia bukan lagi
jejaka, isteri sudah punya, bahkan lebih dari satu, anak juga sudah lahir, mana bisa disebut jejaka lagi?
Walaupun begitu, setelah Yu Wi menyelami seluruh kitab Su-ciau-sin-kang, banyak juga manfaat baginya, hanya saja tidak disadarinya sekarang, ia cuma merasa ginkang sendiri sudah jauh lebih tinggi daripada waktu dulu.
Hari ini selagi Yu Wi asyik berlatih Hai-yan-kiam-hoat dengan pedang kayu buatannya sendiri. tiba-tiba didengarnya sayup,sayup di kejauhan sana ada suara tangis anak bayi.
Suara tangisan orok itu berkumandang dari seberang sana. Yu Wi jadi teringat kepada Pek-yan yang berdiam disana, ia coba mengingat-ingat waktunya, rasanya memang sudah ada sepuluh bulan, seketika ia melenggong.
Sejenak kemudian, terdengar lagi suara tangis anak bayi yang lain, menambah ramainya suara tangis bayi pertama yang tidak berhenti-henti tadi.
Yu Wi terkesiap dan bergirang, gumannya, "Hah, dua, ada dua, kembar dua . . . kembar dua..."
Setiap orang tentu bergirang bilamana mengetahui anak sendiri telah lahir, tapi rasa gembira orang yang menjadi ayah ketika mengetahui anaknya yang lahir itu adalah kembar, rasa girangnya sungguh sangat berbeda.
Teringat dirinya mempunyai dua anak kembar yang serupa seperti pinang dibelah dua, girang Yu Wi juga sukar dilukiskan- Langsung ia berlari secepat terbang ke gua tempat tinggal Pek-yan di seberang kolam sana.
Saking gambiranya suaranya jadi rada gemetar, serunya dari luar gua, "Pek . ... Pek-yan, lelaki atau perempuan?"
Bagian dalam gua rada melengkung sehingga dari luar tak dapat melihat bayangan Pek-yan dan wujud si orok, yang terdengar hanya suara tangis dua anak bayi dan tidak terdengar jawaban Pek-yan-
Yu Wi rada-rada cemas, cepat ia berteriak pula. "Pek-yan, lekas beritahukan kepadaku, apakah anak lelaki?"
Tapi tetap tidak ada suara jawaban Pek-yan, ia tidak tahan lagi, segera ia bermuksud menerobos ke dalam gua untuk menimang kedua bayi kembar yang berwajah serupa itu.
Namun segera didengarnya suara Pek-yan berucap dengan lemah, "Tidak . . . tidak boleh kau masuk kesini"
Yu Wi tertawa, katanya, "Aneh, aku kan bapaknya anak itu, kenapa aku tidak boleh masuk kesitu?"
"Ini bukan anakmu," seru Pak- yan-
Keruan Yu Wi melengak "Bukan anakku, memangnya anak siapa?"
"Anak ini hanya punya ibu dan tidak punya ayah," kata Pek-yan sambil menangis pelahan-
"Ah, jangan engkau bergurau, didunia ini mana ada anak yang lahir tanpa ayah?" ucap Yu Wi dengan melenggong.
"Kalau ayahnya tidak punya perasaan, ada sama dengan tidak ada," ujar Pek-yan, tangisnya bertambah keras.
Mendengar suara tangisan Pek-yan, Yu Wi merasa menyesal, katanya, "Janganlah engkau berduka, sungguh aku tidak tahu engkau hamil benar-benar, kalau tidak. selama kau hamil sepuluh bulan Ini masakah aku tidak menjaga dirimu?"
"Huh, bi. . . bicaramu saja yang enak. . . enak didengar. . . ." ucap Pek-yan dengan tersedu-sedan.
Yu Wi sangat ingin menimang anaknyn, katanya pula dengan gelisah, "Biarlah aku mati tak terkubur bilamana kudengar engkau hamil dan tidak mau menjaga dirimu."
Rupanya Pek-yan masih marah padanya. dengan gemas ia berkata, "Apakah kau mati terkubur atau tidak- peduli apa dengan diriku? Pergi, lekas pergi"
Dalam keadaan demikian, tampaknya Yu Wi harus bersikap lunak dan minta maaf, "Ai, Pek-yan- kenapa engkau jadi marah-marah padaku?"
Tangis Pek-yan telah berhenti, tapi segera terdengar lagi dia menangis lagi, ucapnya. "Memangnya berdasarkan apa kumarah padamu? Pada hakikatnya engkau tidak memandang sebelah mata kepada perempuan semacam diriku. . . ."
Dengan suara sedih Yu Wi menyesali dirinya sendiri, "Ya, kutahu akulah yang bersalah, betapa-pun seharusnya kudatang kemari untuk menjenguk dirimu, tidak pantas kupandang dirimu seperti orang asing dan menganggap seakan-akan tidak kenal padamu, . ."
Tangis Pek-yan bertambah keras, serunya dengan terputus-putus. "Seumpama orang yang . . .yang tidak kenal berada ditempat buntu begini tentu juga akan . . .akan sapa menyapa dan saling membantu, mana bisa .. . mana bisa seperti dirimu . . . ."
"Ya. ya, memang salahku. salahku" seru Yu Wi sambil memukuli kepalanya sendiri, "Betapapun seorang yang tidak berperasaan pasti juga takkan serupa diriku, masa selama sepuluh bulan tidak pernah menjengukmu. Ai, Pek-yan, sudilah engkau memaafkan diriku. Bicara Sejujurnya. sesungguhnya sering juga timbul keinginanku akan menjengukmu, cuma lantaran aku lagi giat berlatih dua macam kungfu, kukira engkau toh hidup dengan baik-baik, maka tak sempat kudatang kemari."
Uraian Yu Wi ini hanya untuk membikin senang Pek-yan saja agar dia diperbolehkan masuk kedalam gua untuk melihat anaknya, padahal mana pernah terpikir olehnya akan datang menjenguk Pek-yan, coba kalau tidak mendengar suara tangis-orok yang baru lahir, biarpun setahun lagi juga tak teringat olehnya akan diri Pek-yan, maklumlah kedua macam ilmu sakti itu benar-benar telah membuatnya keranjingan dan lupa daratan-
Dengan sendirinya Pek-yan bukan perempuan yang mudah diapusi atau dibohongi, ia menangis terkekeh mengejek. "Hehe. bicara jujur. indah benar bicaramu yang jujur? Memangnya kau kira
aku ini anak kecil? Jika benar sering kau ingat akan diriku, apakah mungkin begitu datang lantas tanya lelaki atau perempuan dan tidak bertanya bagaimana kesehatanku setelah melahirkan?"
Yu Wi tidak menyangka jalan pikiran orang perempuan ternyata secermat ini, seketika ia tidak sanggup menjawab.
Agaknya semakin dipikir Pek-yan jadi semakin berduka sehingga tangisnya tambah keras dan tidak berhenti.
Yu Wi jadi kelabakan sendiri, mendadak ia menempeleng dirinya sendiri dua kali sambil berseru. "Ya, aku ini memang tidak setia dan tidak berbudi. Pek-yan, mengingat hubungan baik suami-isteri kita, sudilah maafkan diriku"
Mendengar sebutan "suami-isteri", Pek-yan berhenti menangis dan bertanya, "Siapa yang menjadi suami-isteri denganmu?"
Melihat gelagat masih ada harapan, cepat Yu Wi mengarah pada titik beratnya, katanya, "Beras sudah termasak menjadi nasi, meski kita belum pernah menikah secara resmi, tapi hubungan suami-isteri kita kan tidak dapat disangkal lagi?"
"Hm. jika tidak kulahirkan anak bagimu, mungkinkah kau bicara begini?" jengek Pek-yan.
Pertanyaan ini membuat Yu Wi yang memang tidak berbudi kepadanya itu sukar menjawabnya.
"Tentu akan kau anggap diriku ini perempuan hina-dina. perempuan murahan, begitu bukan, Tuanku?" ejek Pek-yan.
Mestinya Yu Wi merasa serba salah, tapi sebutan "Tuanku" itu telah membangkitkan semangatnya, dengan tertawa ia berkata, "Pek-yan. hendaknya kau ampuni diriku, bolahlah kumasuk kesitu untuk melihat kalian ibu dan anak."
Tapi Pek-yan tetap tidak memberi ampun padanya, katanya, "Ah, mana ku berani ditilik olehmu. Mana ada rejekiku sebesar itu sehingga membikin susah padamu untuk menjenguk diriku? cuma anak ini yang beruntung ..."
Yu Wi mengira izin sudah diberi, sambil berdehem ia bersaru, "Inilah aku masuk kemari"
Mendadak Pek-yan menjengek, "Tidak boleh, silakan berhenti dan putar kembali"
"Ai. kenapa kau tetap melarang diriku masuk kesitu?" seru Yu Wi dengan gelisah dan mengentak kaki.
Pek-yan dapat membayangkan kecemasan Yu Wi yang harus dikasihani itu, hatinya menjadi lunak. ucapnya, "Bukan rmaksudku sengaja melarang kau masuk kesini, soalnya tempat ini sangat kotor, boleh kau datang besok saja."
Yu Wi merasa tidak sabar untuk menunggu, ucapnya, "Ai, kotor sedikit apa alangannya? Biar kubantu membersihkan seperlunya, engkau jangan banyak bergerak badan, habis melahirkan pantang bergerak. tentu kau perlu istirahat beberapa hari."
---ooo0dw0ooo---
Bab 21
Tapi dengan tegas Pek-yan menjawab, "Tidak!! tidak ada yang menghendiki bantuanmu. seorang lelaki masakah tidak takut pada kotoran demikian ini? Lekas pergi. lekas.. Sekali kubilang besok tetap baru besok boleh kau datang lagi.Jika tidak menurut, selamanya kularang kau datang kemari."
Kalimat terakhir itu mengandung ancaman, terpaksa Yu Wi angkat pundak. dengan perasaan berat ia kembali kegua sendiri.
Sehari ini Yu Wi sibuk mengumpulkan makanan, ia pikir sehabis melahirkan Pek-yan perlu diberi tambahan makanan supaya lekas sehat kembali. Dia menjelajahi seluruh lembah itu untuk mencari bahan makanan yang bergizi.
Esoknya pagi-pagi sekali Yu Wi membawa se-onggok bahan makanan ke gua Pek-yan.
Nona itupun tidak mempersulit lagi, Setelah mendorong makanan kedalam gua, dengan setengah berjongkok Yu Wi menyusup kedalam.
Dilihatnya Pek-yan berbaring diatas kasur yang terbuat dari kulit tikus hitam yang cukup tebal, setengah bersandar pada bantal berbulu yang empuk. berselimut kulit berbulu putih entah diperoleh dari mana.
Meski tampaknya sempit, cahaya juga tidak cukup, tapi teratur cukup rapi dan resik, sedikitpun tidak menimbulkan kesan kotor.
Mesti sekarang Pek-yan tidak memakai wewangian berasal dari daun harum itu, namun Yu Wi sendiri membawa kantung wangi, dia tidak lagi mengendus bau busuk akibat makan yo-pia seperti tempo hari itu.
Dilihatnya Pek-yan lebih kurus daripada dulu, namun cahaya mukanya cukup segar. tidak lemah sebagaimana layaknya wanita yang baru melahirkan-
Hal ini mungkin disebabkan lwekangnya yang tinggi. Walau banyak mengeluarkan darah waktu melahirkan, namun tidak besar pengaruhnya terhadap kesehatannya.
Pertemuan kembali mereka membuat Yu Wi rada rikuh, ia mengangguk dengan tersenyum sambil menggosok-gosok tangan dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Akhirnya malah Pek-yan yang memecahkan kesunyian, katanya, "Bukankah kau ingin melihat anakmu? Nah, lekas kau lihat dia, coba betapa menyenangkan mukanya."
Sembari bicara ia miringkan tubuh untuk mengangkat bayi yang tidur disebelahnya dan ditaruhnya di atas selimut kulit.
Tubuh orok yang kelihatan putih montok itu seluruhnya terbungkus oleh kain yang terbuat dari kulit binatang. Hanya kapalanya saja yang menongol diluar, matanya terpejam, tidurnya sangat nyenyak.
Dengan gembira Yu Wi memegang sini dan meraba sana, tak terkatakan rasa senangnya, tanyanya kemudian, "Apakah anak perempuan? Lihatlah, betapa miripnya denganmu."
"Suka tidak kepada anak perempaan?" tanya Pek-yan lirih.
Yu Wi memondong bayi itu dan tertawa lebar sahutnya, "Tentu saja suka, begitu melihatnya lantas suka sekali. Eh, mana yang satu lagi?"
Air muka Pek-yan tampak agak berubah, jawabnya, "Mana . . . mana ada lagi satu?"
"Ah. masa kau bohongi aku," ujar Yu Wi dengan tertawa. "Kudengar dengan jelas, suara tangisan dua anak. jelas kandungan kembar. Lekas bawa sini, biar kugendong dengan tangan yang lain, ingin kulihat betapa miripnya mereka berdua."
Tapi Pek-yan lantas menggeleng-geleng kepala katanya, "Ti . . . tidak ada, hanya satu ini. Kau salah dengar.. darimana ada suara tangis dua anak? Tentu kau salah dengar"
Yu Wi mengira Pek-yan menyembunyikan bayi satunya lagi, ia tetap tertawa dan berkata, "Ai, Pek-yan sayang, masakah telingaku bisa salah dengar? Biarpun sepuluh anak bayi menangis sekaligus juga dapat kubedakan suara tangisan bayi yang mana?"
"Kukatakan tidak ada ya tidak ada, kalau tidak percaya boleh kau lihat sendiri," seru Pek-yan dengan aseran-
Lalu ia menyingkap selimutnya, memang benar tidak ada lagi bayi lain, padahal didalam gua sudah tidak ada tempat lain yang dapat digunakan menyembunyikan anak.
Yu Wi jadi terkesiap dan menyurut mundur, ucapnya. "Tidak kau sembunyikan, habis kemana perginya bayi lain?"
Pek-yan tampak gugup sehingga hampir saja meraung, "Kenapa masih juga tidak percaya, kan sudah berulang-ulang kukatakan tidak ada bayi lain?"
"Bluk", Yu Wi jatuh terduduk, dipandangnya dinding gua dan bergumam dengan bingung, "Tidak- tidak mungkin. Semalam malah aku bermimpi mendapatkan anak kembar, seorang lelaki dan seorang perempuan, Yang lelaki lebih mirip diriku, yang perempuan serupa dirimu. Hanya sebentar saja mereka lantas lenyap . . . ."
Pek-yan hanya mendengarkan saja, air mata terus bercucuran.
Yu Wi tidak memperhatikan cucuran air mata Pek-yan itu, katanya pula, "kemarin kudengar suara tangisannya, suaranya dapat kubedakan seorang bayi lelaki dan seorang bayi perempuan- Karena siangnya kupikirkan mereka, malamnya lantas bermimpi. Sebab itulah kumimpikan yang lelaki serupa diriku dan yang perempuan mirip dirimu. Mimpi yang aneh itu terjadi dengan jelas, mengapa mendadak bisa hilang?"
Tiba-tiba Yu Wi memandang Pek-yan, serunya terkejut, "He, apa yang kau tangiskan? Jangan-jangan bayi lelaki itu telah meninggal? . . . ."
Pek-yan tahu telinga Yu Wi tidak mungkin dapat dikelabui, ia menutupi mukanya dan menangis sedih. ucapnya, "Betul. memang sepasang bayi kembar lelaki dan perempuan, dan . . .dan yang lelaki memang lebih mirip dirimu ..."
"Begitu melihat yang perempuan lantas kuketahui dia serupa dirimu, mimpiku memang jitu, hilangnya mereka secara mendadak jangan-jangan melambangkan sesuatu kemalangan? ..."
Tangis Pek-yan bertambah keras, ucapnya dengan tersendat. "Memang betul, setelah lahir, bayi lelaki lantas kelihatan tidak benar, sampai kemarin petang lantas meninggal, kukuatir eng ... engkau ber. . . berduka, maka tidak kukatakan terus terang padamu, padahal bolehlah . . .bolehlah kau anggap yang lahir cuma seorang saja, yang mati itu dianggap tidak ada dan tidak . . .tidak perlu kaupikirkan lagi. . . ."
Yu Wi mang geleng kepala dengan berduka, "Tidak- tidak mungkin dapat kulupakan, anak lelaki itu mirip diriku, dia mati sama
dengan aku yang mati. Lekas beritahukan padaku, dimana .... dimana mayatnya?"
Dengan gelagapan Pek-yan menjawab. "Sudah. . . , sudah kutanam . . . ,"
"Ditanam di mana? Harus kugali, aku ingin melihatnya," seru Yu Wi.
"He, kenapa kau jadi sinting, untuk apa menggali bayi yang Sudah mati?" seru Pek-yan terkejut.
Yu Wi menghela napas, katanya, "Tidak pantas anak yang mati itu sama sekali tidak kulihat dia barulah hatiku bisa tenteram, lalu akan kukubur dia dengan tanganku sendiri,"
"Tapi . . . tapi tidak kukubur dia di . . . dibawah tanah melainknn kukubur dibawah kolam.. ." tutur Pek-yan dengan gugup, ,
Air muka Yu Wi berubah seketika, teriaknya, "Apa katamu? Kau. . . kau buang anakku kekolam untuk umpan ikan? ...."
Melihat Yu Wi marah, Pek-yan tambah gugup, ucapnya. "Ini ... ini kan tidak menjadi soal, bayi baru lahir lantas meninggal, belum dapat dianggap menjadi orang . . . untuk apa bersusah payah menguburnya? . . .."
Mendadak Yu Wi melemparkan anak perempuan yang dipondongnya kepada Pek-yan, keruan anak itu menangis keras, dengan penuh kasih sayang Pek-yan menimangnya. "o, sayang, diam, jangan menangis, papa jahat, papa bikin sakit padamu ..."
Dengan tetap marah Yu Wi berteriak. "Anak lelakiku tidak kau anggap sebagai orang, akupun tidak menganggap orang anak perempuanmu" Habis bicara, dengan marah-marah ia terus berlari pergi.
"Hei, hendak kemana kau?" teriak Pek-yan-
"Akan kucari anakku didalam kolam?" seru Yu Wi.
"He, bagaimana mencarinya, lekas kembali, kembali" teriak Pek-yan gugup,
Yu Wi sama sekali tidak menghiraukannya. dalam sekejap saja ia sdah berada ditepi kolam,
Kolam ini sangat luas dan sangat dalam, bukan urusan gampang hendak mencari mayat seorang anak yang tenggelam disitu.
Sampai lama sekali Yu Wi mencari dan tidak menghasilkan apa pun, terendam dalam air sekian lama membikin Yu Wi kelelahan, kulit badan pun menjadi keriput, seolah-olah sudah lebih tua belasan tahun.
Dia mulai kehilangan kepercayaan akan menemukan bayinya, ia duduk ditepi kolam memandangi air kolam yang hijau. pikirnya, "ikan aneh sangat banyak di dalam kolam, mayat anakku pasti sudah dimakan kawanan ikan-"
Lalu terpikir lagi olehnya, "Kemarin jelas ku-dengar suara tangis anak lelaki itu sangat keras mengapa cuma semalam saja anak itu sudah meninggal?"
Ia rada menyangsikan kemungkinan matinya bayi lelaki itu. Pula teringat kepada sikap Pek-yan yang mencurigakan itu. makin dipikir makin berduka. Mendadak ia terjun ke dalam kolam, bila melihat ikan, segera ia memukulnya, sekali pukul ikan dalam kolam lantas binasa.
Setiap kali ia memukul tentu didertai teriakan- "Kalian telah makan anakku, kalian makan anakku."
Seluruh ikan di dalam kolam seakan-akan dianggapnya sebagai pembunuh anaknya, semua ikan hendak dibunuhnya untuk melampiaskan rasa kesalnya
Tidak lama kemudian, permukaan kolam penuh ikan mati yang tak terhitung jumlahnya. Tangan Yu wi terasa pegal sendiri, rasa gemasnya juga terlampias, mendadak ia menyelam kebalik air terjun sana.
Ia jadi teringat kepada Bok-cing, segera timbul maksudnya ingin membeberkan kejadian yang mengesalkannya itu.
Selama sepuluh bulan dia hidup aman tenteram, sekarang mendadak ia merasa kesepian, hampa. kesal dan sedih, semuanya membanjiri lubuk hatinya, ia merasa sukar ditahan jika tidak dibeberkan kepada seorang yang dapat menyelami hatinya.
Meski Ko Bok-cing bersikap dingin padanya, tapi sekarang ia pandang nona itu sebagai orang yang paling tahu perasaannya. Meski Pek-yan telah melahirkan anak baginya, tapi Yu Wi merasa masih asing dan tidak mengenalnya,
Setelah tiba didalam gua dibalik airterjua sana, dilihatnya wajah Ko Bok-cing masih tetap seperti dulu, masih sehat tanpa kurang apa pun.
Mukanya yang semula penuh luka itu kini sudah sembuh dan pulih seperti sediakala, mungkin si nona telah mematuhi perjanjian dan telah menggunakan khasiat Jit-yap-ko.
Bok-cing sedang berduduk, ketika merndengar sesuatu suara, segera ia menegur, "Siapa itu? Apakah Yu-heng?"
Dari panggilan Yu-toako kini berubah menjadi Yu-heng, rupanya waktu selama 10 bulan telah memisahkan mereka dengan sebuah parit yang dalam.
"Ya, aku, nona," sahut Yu Wi. Iapun tidak memanggilnya sebagai "cici" lagi.
"Untuk apa kau datang kemari? Apakah ada sesuatu persoalan Su-ciau-sin-kang yang kau latih itu?" tanya Bok-cing.
"Tidak-" jawab Yu Wi, "Su-ciau-sin-kang berjalan dengan lancar, semuanya kupahami dengan baik."
"Jika begitu, untuk apa kau datang kemari?" jengek Bok-cing. "Bukankah sudah kukatakan, kalau tidak ada urusan penting dilarang datang."
"Urusan penting kan tidak harus menyangkut Su-ciau-sin-kang, kudatang kemari karena ada urusan penting yang lain," ujar Yu Wi dengan gegetun.
"Urusan apa?" tanya Bok-cing.
"Kudatang kemari untuk mencari anakku," tutur Yu Wi sambil berduduk.
Tergerak hati Bok-cing, tanyanya dengan heran, "Anakmu? Dari mana munculnya anakmu ditempat begini?"
Yu Wi lantas bercerita segala seluk-beluknya sejak dia menjual bayangan sehingga sekarang. semuanya dituturkannya dengan jelas. Dia tidak anggap cerita itu menyangkut pengalamannya sendiri, tapi bercerita seperti mendongeng sehingga banyak bagian-bagian yang mestinya rikuh untuk diceritakan dapat dibeberkan secara jelas tanpa sangsi.
Ko Bok-cing juga mendengarkan dengan cermat seperti mendengarkan dongeng pak guru, selesai Yu Wi bercerita, dia masih juga diam tanpa bersuara,
Yu Wi merasa lega setelah membeberkan isi hatinya, Ko Bok-cing benar-benar merupakan pendengar yang baik baginya, makin banyak dia bercerita, makin asyik rasanya. Sampai akhirnya karena sudah kehabisan bahan barulah ia berhenti.
Tapi Bok-cing tetap diam saja, hal ini membuat Yu Wi merasa serba salah, setelah berduduk sekian lama, lalu Yu Wi berbangkit dan berkata, "Maaf, telah mengganggu, aku . .. aku pergi saja...."
Baru sekarang Bok-cing membuka suara, "Apakah engkau tidak mencari anakmu lagi?"
"Tentunya dia sudah dimakan ikan, sia-sia belaka meski kucari lagi," ujar Yu Wi dengan menyesal.
"Anakmu tidak dimakan ikan," kata Bok-cing sambil menggeleng kepala.
"Kalau tidak dimakan ikan, masa hilang tanpa bekas?" ujar Yu Wi.
"Kau cari kemari, tempat ini memang pasaranmu yang tepat," kata Bok-cing pula.
Yu Wi terkesiap. "Hah, ap . . . apa artinya ucapanmu ini . , . ."
Padahal kedatangannya ini hanya ingin membeberkan unek-uneknya kepada Ko Bok-cing, sama sekali tidak pernah terpikir olehnya akan ditemukan mayat anaknya disini.
Terdengar Bok-cing berkata lagi dengan sikap yang sukar diraba apa kehendaknya, "Semalam ada seorang bayi terhanyut kesini dapat kuangkat."
"o, kasihan," seru Yu Wi dengan air mata berlinang-linang. "ibunya sungguh terlalu kejam, tega membuangnya kedalam air. Harap kembalikan dia kepadaku, biarlah kupenuhi sekadar kewajibanku sebagai ayah dan menguburnya."
"Hm, memangnya hendak kau kubur anakmu hidup,hidup?" jengek Bok-cing.
Yu Wi terkejut, serunya, "Hei, apa katamu? jadi anakku masih hidup?"
"Hm, sudah tentu masih hidup, bila sudah mati untuk apa kuangkatnya keatas?" jengek Bok-cing,
Yu Wi tersenyum sambil mengembeng air mata, ucapnya. "Ai, Pek-yan sudah pikun barangkali, agaknya anakku belum meninggal, tapi disangkanya sudah mati dan dibuang ke dalam kolam, siapa tahu terhanyut kesini."
Segera ia memberi hormat kepada Ko Bok-cing dan berkata pula, "Banyak terima kasih atas pertolongan jiwa anakku oleh nona, memang sudah kuduga anak itu pasti tidak mati, kudengar suara tangisnya yang keras, siapa pun pasti tahu anak ini pasti sehat dan kuat, mana bisa mati mendadak."
"Dan sekarang hendak kau minta kembali, bukan-...?" tanya Bok-cing mendadak.
Yu Wi mengangguk. "Ya, akan kurawat sendiri, bila sudah besar kelak, tentu akan kusuruh dia selalu ingat budi pertolongan nona, boleh juga suruh dia mengangkat ibu padamu, mau?"
Bok-cing mendengus, "Huh, aku tidak pingin menjadi ibu angkat segala. Nah, pergilah"
Yu Wi tahu sejak mengalami malapetaka sifat Ko Bok-cing telah berubah menjadi sangat aneh, ia pikir tidak menjadi soal jika engkau tidak mau dijadikan ibu angKat. Segera ia menjawab, "Sekarang juga aku akan pergi. Lantas bagaimana dengan anakku?"
"Anakmu sudah mati," sahut Bok-cing dengan ketus.
Seketika Yu Wi naik darah. teriaknya gusar, "Jika . . jika begitu, mengapa . . , mengapa kau bohongi aku bahwa dia tidak mati?. ..."
"Untuk apa kau peduli dia mati atau tidak? Kalian kan sudah membuangnya, sekarang berlagak sebagai ayah yang welas-asih segala?" kata Bok-cing.
Yu Wi berusaha menenangkan diri.Jika sejak mula Ko Bok-cing bilang anaknya sudah mati, tentu dia akan percaya penuh. Tapi Bok-cing mengatakan anak itu tidak mati, jelas orang sengaja mempermainkannya.
Maklumlah, seorang bayi yang baru dilahirkan dan dibuang ke kolam yang dalamnya tidak terkatakan, jangankan bayi mati. biarpun bayi segar bugar juga pasti akan mati terbenam, apalagi sudah berselang semalam lamanya.
Sekarang Ko Bok-cing sebentar bilang anak itu tidak mati. sebentar lagi bilang anak itu sudah mati, Yu-Wi menjadi marah karena merasa soal mati hidup anaknya itu dijadikan bahan lelucon-
Tapi setelah mendengar lagi ucapan Bok-cing terakhir itu, rasa marah Yu Wi lantas lenyap. ia memberi hormat dan minta maaf, katanya, "memang betul. kami yang menjadi ayah dan ibu memang
tidak menjaganya dengan baik. Harap kembalikan anak itu, kami pasti akan menjaganya dengan cermat, tidak nanti terjadi lagi kelengahan seperti ini."
"Huh, merawatnya dengan cermat, huh" dengan berulang-ulang Bok-cing menjangek. "Kukira sebelum kau mulai merawatnya, mayat anakmu akan dibuang lagi kedalam kolam, bahkan sebelum dibuang ke kolam sudah mati tercekik,"
Air muka Yu Wi berubah hebat, hampir saja ia tidak percaya kepada telinganya sendiri, cepat ia menegas, "Apa . . . apa maksud ucapanmu? Dapatlah engkau bicara . . . bicara lebih jelas. . . ."
Bok-cing lantas berkata pula seperti lagi mendongeng. "Semalam ketika kuminum air ketepi kolam, kebetulan kutemukan mayat seorang bayi. Kuheran dari mana datangnya mayat bayi ini, jangan-jangan bayi buangan keluarga petani di luar lembah sana dan terhanyut kesini. Ai, sungguh anak yang kasihan Waktu kecil pernah kudengar ada keluarga petani yang tidak sanggup menghidupi keluarganya, maka bayi yang baru lahir dihanyutkan ke sungai dengan menumpang sebuah keranjang, tergantung kepada nasib bayi itu, bila bernasib baik, dia akan tertolong dan dibesarkan oleh keluarga yang mampu, kalau bernasib malang, bayi itu akan mati tenggelam. Kupikir nasib bayi ini sangat jelek, bukan saja tidak mati tenggelam, malahan terhanyut oleh air terjun, serupa kita tentunya, pasti juga akan babak-belur tertumbuk dinding karang. Siapa tahu, setelah kurabai tubuhnya, ternyata badan bayi ini halus licin tanpa luka apa pun, bahkan jantungnya masih berdenyut meski sangat lemah. Tanpa sangsi lagi segera kutolong dia. dengan hawa murni kurabai seluruh tubuhnya."
Diam-diam Yu Wi bersyukur, "Untung tertolong oleh dia, bilang orang lain yang menemukannya, tanpa ilmu sakti Su-ciau-sin-kang, betapapun anak itu sukar diselamatkan-"
"Tapi ketika kurabai lehernya, ternyata pada lehernya ada garis bekas jari, baru kuketahui bahwa nasib anak ini sangat mengenaskan, padahal anak tak berdosa, baru lahir telah di cekik mati oleh ibu yang berhati keji itu. Bisa jadi orang yang
mencekiknya itu tidak terlalu sampai hati, setelah dicekik sekali dengan keras, disangkanya bayi ini sudah mati, lalu dibuang kedalam air dengan tergesa-gesa. Lantaran cekikan yang menghentikan pernapasannya inilah, maka bayi ini tidak mati terbenam didalam air. Kalau tidak. setelah terhanyut kesini pasti sukar lagi ditolong. Sungguh anak yang harus dikasihani, denyut jantungnya terlalu lemah, hampir tidak ada ubahnya sudah mati. Semula kusangka dia anak perempuan petani diluar lembah sana, tapi sekarang kub antah sendiri pendapat ini, anak yang terhanyut dari luar lembah sana tidak mungkin tahan hidup sedemikian lama, lantas anak siapakah? Siapa pula yang berdiam dilembah buntu ini? ..." Mendadak Yu Yi berlutut dan menyembah kepada Ko Bok-cing.
"Biarpun kau sembah seratus kali padaku juga tak ada gunanya," kata Bok-cing dengan dingin. "Bayi yang kuselamatkan dengan tidak gampang ini tidak dapat kuserahkan kembali kepada algojo lagi. Anak yang kasihan ini sudah cukup mati satu kali, memangnya hendak kau cekik mati dia pula?"
"cici. bukan aku yang mencekiknya," seru Yu Wi, "betapa kejamnya hatiku tidak nanti membunuh anakku sendiri. Aku . . . aku hanya mohon melihat sekali wajah anakku, sebab . . . sebab belum pernah kulihat dia . . . ."
Dalam hati Ko Bok-cing juga percaya pasti bukan Yu Wi yang mencekik anak itu, mendengar ucapannya yang memelas itu, katanya kemudian dengan gegetun,
"Baiklah, boleh kau melihat dia berada di dalam sana"
cepat Yu Wi merangkak bangun dan menuju kedalam gua, dilihatnya bayi terbungkus didalam baju kulit rombeng yang sudah tak terpakai, mulutnya mengulum sepotong jamur putih dan sedang mengisapnya dengan bernafsu,
Dengan air mata berlinang Yu Wi merabai bekas jari pada leher anak itu, seketika api amarahnya membakar, diam-diam ia memaki, "Keji amat si Pek-yan, engkau bukan manusia, sebuas- buasnya
harimau juga takkan makan anaknya sendiri. Sungguh engkau lebih kejam daripada binatang"
Mendadak teringat olehnya masih ada seorang bayi perempuan disana. bisa jadi setelah dirinya kembali bayi perempuan itu dicekik mati oleh Pek-yan.
Makin terpikir makin seram, mendadak ia berlari keluar, ketika lewat disamping Ko Bok-cing ia hanya berseru. "Saraf Pek-yan tidak waras, harus kupergi kesana untuk menyelamatkan anak perempuanku"
ooooodowoooooo
Waktu Yu Wi mumbul lagi kepermukaan air hari sudah remang2 petang, dilihatnya Pek-yan duduk ditepi kolam dengan menggendong bayi perempuan itu, tampaknya sangat menunggu kembalinya Yu Wi.
Segera Yu Wi memburu maju kedepan Pek-yan, dilihatnya anak itu baik-baik saja dan sedang disusui, maka legalah hatinya.
Dengan rasa sangsi Pek-yan lantas bertanya, "Mayatnya kau temukan tidak?"
sedapatnya Yu Wi menenangkan diri.jawabnya dengan lembut, "Tidak. tidak terlihat sesuatu didalam kolam. Mari, biar kugendong anakku, biarlah kita pulang ke gua, jangan sampai anak ini masuk angin."
Pek-yan tidak curiga dan menyodorkan bayi itu kepada Yu Wi.
Tapi begitu memegang anak itu, seketika air muka Yu Wi berubah beringas, makinya, "Dasar perempuan jahat, didunia ini tidak ada ibu kejam serupa dirimu ini"
"He, ada . .. ada apa?" seru Pek-yan terkejut "Kau maki . . . kau maki siapa? . . ."
"Sudah tentu memaki kau" teriak Yu Wi, gusarnya tak terkatakan. "Hendaknya berdiri yang jauh, selamanya jangan kau sentuh kami lagi"
Keruan Pek-yan menjadi gugup, serunyn, "He. kenapa tidak boleh kusentuh dia, masa anakku. . . ."
Yu Wi tambah marah karena orang menyebut "anakku", kontan ia menghantam, tanpa kenal ampun ia memaki pula, "cis, dasar perempuan jahat, masih berani bilang dia ini anakmu? Jika anakmu, mengapa kau cekik mati satu, yang satu ini jangan kau harap akan kau cekik lagi"
Hati Pek-yan terasa dingin, tahulah dia duduknya perkara. Tentu Yu Wi telah menemukan mayat bayi itu dan melihat bekas jari dirinya pada leher bayi mati itu.
Rupanya ia tidak tahu bahwa bayi lelaki itu sebenarnya tidak mati, dia sangka setelah dicekik dengan kuat sekali tentu bayi itu akan mati, sayang tidak dimakan ikan, kalau tidak. siapapun takkan mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
Meski hantaman Yu Wi tadi tidak mengenainya, tapi telah melukai hati Pek-yan, sakitnya tidak kalah daripuda terkena pukulan itu. Dengan pukulan itu ia tahu hubungan kedua orang sukar lagi rujuk kembali. Ia pikir, "Dia sudah kadung benci padaku dan ingin membunuhku kalau bisa, apa yang dapat kuharapkan lagi kelak?"
Sebaliknya setelah hantamannya tidak kena, habis memaki Yu Wi terus melangkah pergi.
Memadangi bayangan punggung pemuda itu, hati Pek-yan semakin dingin, katanya, "Baiklah, jika sudah sedemikian bencimu kepadaku, biarlah kita putus hubungan- Tapi anak harus kuminta kembali."
Segera ia mengajar dan menghadang didepan Yu wi, ucapnya, "Kembalikan anak itu padaku"
"Tidak- tidak mungkin kuberikan padamu," jawab Yu wi dengan suara keras.
"Jangan kuatir, sampai aku mati pun takkan kubunuh anak ini," kata Pek-yan-
"Hah. Setan yang mau percaya padamu," seru Yu Wi sambil menyeringai. "Jika kau minta dia, ambil dulu nyawaku."
"Aku tidak menghendaki nyawamu, juga tidak menghendaki lagi bayanganmu," seru Pek-yan-
"Maksudmu, mengembalikan kebebasanku selanjutnya?" tanya Yu Wi.
"Ya, segala syarat perjanjian kita batal seluruhnya," jawab Pek-yan- "Malah hendak kuberitahukan sekalian tentang cara menawarkan racun yo-pia yang kau makan itu, asalkan kau makan daun hijau dalam kantung wangi itu, segera racun dalam tubuhmu akan musnah dengan tuntas."
"Haha, mendadak hatimu berubah bajik, apakah tujuanmu hanya ingin minta kembali anak perempuanmu?" tanya Yu Wi dengan tertawa.
"Betul, mohon kembalikan anakku. dia adalah darah-dagingku. satu detik saja tidak boleh berpisah denganku," jawab Pek-yan tandas.
Tambah keras tertawa Yu Wi. katanya sambil menggeleng, "Jika sedemikian kau sayang kepada anak perempuanmu, mengapa kau tega mencekik mati anak lelaki itu."
"Bukankah kau tahu empat kalimat ajaran perguruan Bu-eng-bun kami, masa kau tanya lagi?" ujar Pek-yan.
"Hah, Bu-eng-bun, Bu-kun-cu ..." seru Yu Wi terkesiap.
"Memang begitulah," kata Pek-yan dengan menyesal, "turun temurun diantara kami diajarkan satu kalimat, yakni, hanya melahirkan anak perempuan dan tidak melahirkan anak lelaki. Apabila secara beruntung melahirkan anak lelaki, anak itu tidak boleh dibiarkan hidup didunia. Kalau melahirkan anak perempuan anak itulah putri Bu-eng-bun, sedikit pun tidak boleh diganggu, kelak kalau besar akan menyambung keturunan Bu-eng-bun."
Kaget dan bingung Yu wi, serunya, "Apa . . . alasannya? Masa . . . masa ada peraturun begitu?. . . ."
"Menurut cerita, cikal- bakal Bu-eng-bun dahulu juga mengalami nasib yang tidak baik, suaminya tidak setia padanya. Putranya juga tidak berbakti, suami berfoya-foya dan main perempuan diluar. akhirnya menyukai seorang perempuan nakal. Perempuan itu tamak kepada harta bendanya dan menghasut supaya isterinya dibunuh, maklum, pada waktu kawin, isterinya membawa sejumlah harta benda dari orang tua sendiri. Demi dapat dapat hidup bersama perempuan bejat itu. suami kejam itu lantas berkomplot dengan putra kandung sendiri dan membunuh isterinya."
"Sungguh dunia terbalik, masakah ada suami dan anak durhaka semacam itu?" teriak Yu Wi dengan gusar.
Pek-yan lantas menyambung ceritanya, "Habis meracun mati isterinya. mereka lantas membuang mayatnya kepegunungan sunyi, maksudnya agar mayatnya dimakan binatang buas dan hilangkan bukti. Tak tersangka Thian Maha Kasih, dia tidak mati, bahkan menemukan keajaiban yang sukar dicari.
Setelah muncul kembali didunia ramai, ia membunuh suami dan putranya itu, lalu mendirikan Bu- eng- bun, khusus bekerja bagi orang yang berani memberi upah besar padanya. Maka lambat-laun beliau mulai kaya, di rumahnya banyak sekali memelihara lelaki tampan, tapi tiada satupun dianggap suami melainkan diperlakukan seakan-akan budaknya, Kalau lahir anak lelaki lantas dicekik mati, bila anak perempuan dijadikan ahli- waris penerus Bu- eng- bun- Dia melahirkan tujuh anak perempuan- diajarkannya kebiasaan dan ilmu silatnya kepada mereka, bahkan dari semua kebiasaannya itu dijadikan peraturan leluhur yang sangat keras, barang siapa berani mendurhakainya. para kakak dan adik yang lain akan menggerubutnya ber-sama2. Karena sejak kecil ketujuh anak perempuannya itu sudah mendapat gemblengan sang ibu, setelah dewasa tidak ada seorang pun yang berkhianat.-Maka Bu-eng- bun lantas turun menurun hingga delapan angkatan, sampai turunan
kedelapan ini ada sebagian saudaranya tidak dapat melahirkan, maka tersisa empat saluran saja yang mewarisi Bu- eng- bun. "
"Jadi maksudmu hendak menggunakan anak perempuan kita untuk menyambung salah satu saluran keturunan Bu-eng- bun?" tanya Yu Wi.
"Aku yang melahirkan dia. pula engkau adalah bayangan yang kubeli, sesuai perjanjian semula tidak berhak memiara dia, lekas kau kembali kepadaku" seru Pek-yan.
Yu Wi lantas menggeleng, katanya, "Tidak dapat kubiarkan anak perempuan kita menyambung keturunan Bu-eng-bun. "
Segera Pek-yan berkata pula, "Biasanya bayangan yang telah dibeli Bu- eng- bun takkan diberi kebebasan lagi sampai dia mati, sekarang kau langgar peraturan itu dan kukembalikan kebebasanmu, masakah engkau tidak terima kebaikanku dan hendak merampas anak perempuanku? "
Yu Wi pikir berada dilembah buntu begini, apa artinya bicara tentang kebebasan segala. Iapun kuatir bilamana kelak anak perempuannya menjadi ahli- waris Bu-eng-bun dan akan melakukan sesuatu kebusukan-Jika lembah buntu ini akan menjadi dunianya, maka segala apa pun tidak perlu dipikirkan lagi, untuk apa saling berebut anak.
Karena pikiran itu, ia lantas menyodorkan anak perempuannya sambil berpesan, "Kuharap benar-benar jangan kau bikin celaka dia"
"Kau sendiri lihat betapa ibuku terhadap diriku, tentu kau tahu cara bagaimana akan kuperlakukan anak ini kelak." ujar Pek-yan.
"ibumu? Yang mana ibumu? " tanya Yu Wi heran-
"Yaitu si nikoh tua Soh-sim yang pernah kau lihat," tutur Pek-yan-
"Hah, jadi . . .jadi dia ibumu, bukankah engkau ma . . . majikannya?" seru Yu Wi terkejut.
Pek-yan menggeleng, "Resminya ibuku menyebut diriku sebagai majikannya, sebab aku telah diangkat menjadi salah satu saluran ahli waris Bu-eng-bun, ibuku telah pensiun dan menjadi nikoh, dia bertindak selaku budak dan diam-diam membantuku untuk bekerja di dunia Kangouw."
"Dan mengapa ibumu menjadi nikoh?" tanya Yu Wi dengan sangat heran- "Sebab apa pula beliau rela melayani anak perempuannya sendiri?"
"Inipun peraturan leluhur Bu-eng-bun." tutur Pek-yan "Maksudnya, pelaku yang sudah berusia lanjut, segala kenikmatan toh sudah dirasakannya, kan pantas kalau cukur rambut menjadi nikoh untuk menebus dosanya pada masa lampau. Anak perempuannya sudah besar, menjadi giliran anak muda untuk menikmati kehidupannya, padahal kalau anak perempuannya hidup senang kan sama seperti dia yang mengalaminya. Menjadi budak anak kan tidak menjadi soal, anak perempuan hasil dari bibit bayangannya sendiri, meladeni anak kan sama seperti meladeni dirinya sendiri."
"Ah. logika aneh, teori janggal," ujar Yu Wi menggeleng.
"Kejanggalan didunia ini terlalu banyak. bergantung kau pandang dari sudut mana." ujar Pek-yan "Bagimu mungkin janggal, tapi bagi orang yang mengalaminya langsung akan terasa layak dan jamak. kau heran, dia malah menganggap dirimu aneh "
Yu Wi menggeleng kapaia tanda tidak sependapat. Mendadak teringat olehnya wajah Soh-sim yang jelek itu, ia coba tanya, "Mengapa engkau sama sekali tidak mirip dengan ibumu?"
"Bagi pandanganmu sekarang. tentu kau bilang aku sangat cantik, kelak bila aku sudah tua dan kau melihatku lagi, mungkin aku sudah berubah lebih buruk daripada ibuku sekarang."
Yu Wi tidak percaya, katanya, "Biarpun bagaimana perubahannya, tidak seharusnya ibumu berubah menjadi sama sekali berlainan denganmu."
"Supaya kau tahu, Bu-eng-bun masih ada suatu peraturan, yaitu bilamana sudah tua dan menjadi nikoh, yang bersangkutan diharuskan merusak wajahnya sendiri," tutur Pek-yan-
Sungguh tidak kepalang kejut Yu Wi, pikirnya dengan tidak habis mengerti, "Sungguh aneh peraturan Bu- eng- bun ini, peraturan ini bukankah terlalu menyiksa cikal-bakal Bu- eng- bun itu sendiri? Sudah menjadi nikoh, diharuskan pula merusak wajahnya sendiri, memangnya apa maksudnya? Jika dibilang sebagai tanda penyesalan untuk menebus dosa, kenapa anak perempuan sendiri diharuskan mengikuti jejaknya pula?"
Bagi Yu Wi memang sukar uatuk dimengerti tapi bagi anak murid Bu-eng-bun justeru dianggap sesuatu yang jamak dan tidak perlu diherankan- Mungkin peraturan ini timbul akibat cikal- bakal Bu- eng- bun pernah mengalami pengkhianatan sang suami dan perbuatan anak yang durhaka maka dia menentukan peraturan yang bersifat balas dendam ini sehingga membikin susah keturunannya sendiri.
Melihat Yu Wi diam saja, Pek-yan menyambung pula, "Ibuku juga tidak benar-benar merusak wajah sendiri. konon sejak dahulu hanya cikal-bakal Bu-eng-bun sendiri yang menjadi nikoh dan sekaligus merusak wajah sendiri, seterusnya enam angkatan hanya menjadi nikoh saja, sedangkan peraturan merusak wajah cuma dilakukan secara simbolik saja. Kelak bilamana aku sudah tua menjadi nikoh memang kewajiban, merusak wajah terang takkan kulakukan- tatkala mana akan kupakai sebuah topeng, kan beres segala urusan?"
Yu Wi terbahak geli, pikirnya, "Pembawaan wanita suka kepada kecantikan, ternyata memang terbukti. Setiap anak murid Bu-eng-bun dapat mematuhi segala peraturannya, hanya urusan yang menyangkut wajah sendiri setiap angkatan selalu dilakukan dengan cara menipu leluhurnya."
Dengan tertawa Yu Wi ini, hilangnya sengketa kedua orang. Pek-yan tidak ikut tertawa, tapi lantas berkata pula sambil berkerut
kening, "Tertawamu sedemikian riang, memangnya tidak kaupikirkan anakmu yang mati itu?"
"Kau lahirkan dia. toh tega pula kau bunuh dia tanpa pikir, aku yang menjadi ayahnya tidak pernah merasakan kesusahan apa pun tentu lebih-lebih tidak manjadi soal mengenai mati- hidupnya," kata Yu Wi dengan mengulum senyum.
Pek-yan menghela napas, "Anaknya sendiri, darah-daging sendiri, setelah terbunuh, kalau dipikirkan sekarang terasa memilukan juga." -
"Jika tahu begini, mengapa hal itu kau lakukan?" ucap Yu Wi dengan kereng. "Kulihat jiwamu bukanlah orang yang pantas mewarisi Bu-eng-bun anak perempuan kita kelak pasti juga bukan manusia yang berhati kejam, maka selanjutnya lebih baik persoalan Bu-eng-bun harus kau hapus dalam benakmu, jadilah isteriku secara baik, mau?"
Tergerak juga hati Pek-yan, ia menunduk memandang anak perempuan yang tertidur nyenyak dalam pangkuannya, ia diam saja tanpa menjawab.
Yu Wi mengira si nona menerima ejakannya, kedua tangannya memegang pundak Pek-yan dan berkata pula, "Sekarang kuberitahukan suatu berita baik padamu, yakni putra kita tidak mati."
"Hah, apa betul?" seru Pek-yan terkejut dan bergirang.
"Tentu saja betul," sahut Yu Wi dengan tertawa. "Sekarang hari sudah gelap. besok akan kubawa dirimu pergi menjenguknya."
Karena percakapan mereka yang sudah lama ini, hari memang sudah gelap gulita sehingga jari sendiri saja tidak kalihatan.
Kedua orang lantas bergandengan menuju ketempat tinggal Yu Wi.
Mendadak terlihat samar-samar didepan gua berdiri sesosok bayangan hitam, melihat kedatangan mereka berdua, orang itu lantas memberi salam.
Kedatangan orang ini dirasakan seperti hantu yang muncul mendadak, sungguh kaget Pek-yan tak terkatakan.
Tapi Yu Wi dapat mengenali pendatang ini, diam-diam iapun terkejut dan tidak mengerti cara bagaimana orang bisa datang dilembah buntu ini, dengan ragu2 ia menegur, "Ya-ji, cara. . . cara bagaimana engkau datang kesini?"
Pendatang ini ternyata benar Ko Bok-ya yang sekarang telah menjadi nikoh dan bergelar Soh-sim.
"Nama agamaku Soh-sim dan tidak bernama Ya-Ji lagi," jawab Soh-sim dengan suara pedih.
Rasa kejut Pek-yan rada tenang, ia tahu Soh-sim adalah bekas kekasih Yu Wi dahulu, akan tetapi muncul pada saat dan ditempat begini, jangan2 badan halusnya. Dengan menabahkan hati ia coba bertanya, "Untuk apa kau datang kemari? Yu Wi kan tidak berbuat sesuatu kesalahan padamu?"
cara bicaranya se-akan2 menganggap Soh-sim benar-benar adalah badan halus alias setan-
Soh-sim dapat menangkap arti ucapan Pek-yan itu, jawabnya sambil merangkap kedua tangannya. didepan dada, "Soh-sim belum mati, Yu-sicu tidak ada permusuhan apa-apa denganku, arwahku takkan mengacau kesini."
Hati Yu Wi merasa sangat tidak enak. tanyanya, "Mengapa kau datang kesini, jangan-jangan Ji-bong Taysu yang mengurungmu ditempat ini?"
Disangkanya akibat perbuatan dirinya tempo hari, maka ji- bong Taysu telah menghukum Soh-sim kelembah maut ini.
Tapi Soh-sim lantas menggeleng. katanya, "Ji-bong Suco (kakek guru) berhati Welas asih, mana bisa mengasingkan diriku ke tempat
seperti ini. Sepuluh bulan yang lalu Suco memberitahukan kepadaku bahwa Yu-sicu sudah mencuri Jit-yap-ko dan kejeblos kedalam sumur perangkap. mestinya Suco hendak menolongnya keluar, tapi mendadak menghilang tanpa bekas. Maka kupikir tanpa sebab masakah orang bisa menghilang tanpa bekas, tentu didalam sumur perangkap itu ada saluran lain dan mungkin menembus kelembah buntu ini."
"Dari mana kau tahu disini ada sebuah lembah buntu ini?" tanya Pek yan-
"Soalnya sifatku gemar pada pemandangan alam." tutur Soh-sim, "Suatu hari kulewat dipuncak sana dan menemukan jurang kurung ini, kuteliti pinggang gunung ini dengan air terjunnya, kuheran dari mana datangnya air, maka diam-diam kuselidiki keadaan buminya dan dapat kuketahui air disekitar puncak ini berkumpul di sini. kemudian kuselidiki pula seluk-beluk sumur perangkap yang diatur Suco itu. cuma sayang, tinggi sekali lembah ini, sedikitnya ada ribuan tombak sehingga sukar untuk memberi pertolongan- Tapi lantaran Yu-sicu pernah menolong jiwa ku, tidak boleh kutinggal diam, maka bulat tekadku akan kupilin seutas tambang panjang. Usahaku selama sepuluh bulan ini tidaklah sia-sia, dapatlah kubuat tambang sepanjang ribuan tombak dan kuturun kelembah sini, diam-diam aku berdoa semoga Yu Sicu tidak kurang sesuatu apa, semoga jerih payahku selama sepuluh bulan dapat sekedar membalas budinya. Akhirnya Thian ternyata maha pengasih, Yu-sicu memang tidak beralangan apapun."
Ber-ulang2 ia sebut Yu Wi sebagai "sicu" atau tuan dermawan, sebutan yang biasa digunakan kaum paderi terhadap orang preman, hati Yu Wi merasa pedih sekali, Ia pikir Ya-ji pasti masih ingat kepada kejadian malam yang telah melukai hatinya itu, meski sekarang dia berusaha menyelamatkan dirinya dengan menyerempat bahaya dan harapannya sangat tipis. namun perbuatannya yang mulia ini sungguh sangat mengharukan, tapi setelah berhadapan sekarang malah sengaja bersikap dingin lagi.
Padahal usaha Soh-sim menolong Yu Wi benar-benar telah banyak memeras pikiran dan tenaganya, dugaannya memang tidak dapat dipastikan seratus persen, sebab siapa pun tidak dapat memastikan Yu wi akan terhanyut kelembah kurung ini atau tidak. Seumpama benar terhanyut kesini oleh air bah, siapa pula yang berani menjamin dia masih hidup.
Namun Soh-sim tidak menghiraukan jerih-payah sendiri akan berhasil atau tidak- cukup sedikit harapan baginya, tanpa kenal lelah dia lantas mengumpulkan akar rotan di puncak lembah ini dan memilin tambang siang dan malam.
Membuat tambang sepanjang ribuan tombak tentu saja sangat makan waktu dan tenaga, melulu bobot tambang sepanjang itu saja dan ketahanan tambang itu sendiri juga tidak boleh disepelekan, akar rotan yang dipakai harus dipilih yang kuat, dia dapat memilinnya dalam waktu 10 bulan, cara bekerjanya terhitung cepat.
Selama sepuluh bulan dia berkemah di atas puncak dan bekerja siang dan malam, kehujanan dan kedinginan juga tak terpikir olehnya.
Dengan jerih-payahnya ini, tujuannya selain hendak menyelamatkan jiwa Yu wi, api asmaranya juga menyala. hakikatnya tidak serupa keadaan pertemuan malam itu sebagaimana disangka Yu wi sekarang.
Tapi setelah cita-citanya tarcapai dan dia dapat turun kedasar lembah. tiba-tiba dilihatnya Pek-yan telah melahirkan anak. dapat diduga anak siapa kalau bukan anak Yu Wi, keruan hatinya yang penuh gairah itu serupa disiram air dingin, dalam keadaan demikian dapatkah dia memperlihatkan sikap mesra dan memanggil Toako lagi kepada Yu Wi?
Dengan sendirinya Yu Wi tidak tahu sejak tadi Soh-sim sudah berada di situ, sudah menyaksikan mereka bercakap-cakap disana dengan memondong anak. dia hanya menunggu didepan gua secara diam-diam.
Begitulah setelah ketiga oang sama-sama diam sampai sekian lamanya, tiba-tiba Pek-yan berkata, "Numpang tanya, terletak dimana tambang panjang itu?"
Soh-sim menuding kesebelah kiri dan berkata, "Di depan sana. sekarang kumohon diri, malam hari kurang leluasa, boleh kalian naik keatas esok pagi saja."
"sekarang juga engkau akan naik kembali keatas?" cepat Yu Wi tanya,
Soh-sim berpaling kearah lain dan menjawab, "Setelah turun satu kali kesini, aku sudah apal tempat tali itu, kewajibanku sudah selesai, tidak perlu kutinggal lagi disini."
Habis berkata ia terus melayang ketepi tambang dan merambat keatas dengan cepat, hanya sebentar saja sudah tak kelihatan bayangannya.
Yu Wi berdiri dibawah tambang dengan perasaan kesal dan bimbang, sepantasnya dia bergembira apabila dapat lolos dari tempat ini, anehnya sedikitpun dia tidak merasa senang, ia cuma memandangi tambang panjang itu dengan termangu-mangu. diraSakannya setiap jengkal tambang itu penuh cinta kasih, dan cinta kasih ini sekarang justeru marupakan sindiran besar baginya.
Pelahan Pek-yan mendekatinya dan berbisik padanya, "Siangkong (tuanku, sebutan kepada suami atau junjungannya), tidurlah"
"Kau pergi tidur dulu, aku ingin berdiri sebentar disini," kata Yu Wi sambil menggeleng.
Diam-diam Pek-yan menghela napas , ia kembali ke gua dan tidur lebih dulu.
Setelah mendusin esok paginya, Pek-yan merasa semangat penuh dan tenaga segar, untuk merambati tambang panjang itu rasanya takkan gagal ditengah jalan- Segera ia mengikat anak perempuannya dipungggung, lalu memandangi tambang panjang itu.
Dilihatnya Yu Wi masih berduduk di tempat berdirinya semalam dan sedang memandangi tambang itu dengan termangu-mangu. Diam-diam Pek menggeleng kepala, ia tahu semalam suntuk Yu Wi tidak tidur, ia menjadi kuatir cara Yu Wi menyiksa itu akan menganggu kelancarannya merambat nanti. bisa jadi malah akan menimbulkan bahaya.
Pek-yan mendekati tambang dan coba membetotonya dengan kuat, dirasakan tidak berhalangan, segera ia berseru, "Siangkong, marilah kita manjat keatas"
Yu Wi berdiri, katanya, "Kita berangkat begini saja, apakah tidak urus anak lelaki kita lagi?"
"Boleh kau pergi mengambilnya, kutunggu disini," sahut Pek-yan dengan tak acuh.
Yu Wi berpikir sejenakk, katanya kemudian "Kau ikut pergi mengambilnya."
"Tidak- aku tidak ikut," jawab Pek-yan tanpa ragu.
"Mengapa tidak mau ikut pergi, bukankah semalam kita sudah sepakat akan pergi bersama?" kata Yu Wi.
"Anak itu berada dimana?" tanya Pek-yan dengan kurang senang
"Tersembunyi didalam sebuah gua karang dari belakang air terjun sana,. tutur Yu Wi sambil menuding kearah air terjun-
"Apakah cicimu itu tinggal di sana?" tanya Pek-yan dengan dingin-
"Betul, pada hari pertama kita berada disini sudah kutemukan dia, cuma belum pernah kubicarakan denganmu."
"Hm, pantas bila engkau menyelam lantas setengah harian, tadinya kukira tenaga dalammu luar biasa. kiranya dibawah sana masih ada dunia lain- Selama sepuluh bulan ini entah sudah berapa kali kau pergi kesana."
Dari nada ucapan orang, Yu Wi tahu Pek-yan merasa cemburu, dengan tertawa ia berkata, "Kalau kukatakan mungkin engkau tidak percaya. Total sampai saat ini baru tiga kali kupergi kesana."
"Peduli berapa kali kau pergi kesana, yang jelas aku tidak mau kesana," kata Pek-yan dengan aseran-
"Ai, jika engkau tidak mau pergi kesana, tentu dia takkan mengembalikan anak itu kepadaku." ujar Yu Wi dengan mengiring tawa.
"Aneh, bukan anaknya, kenapa tidak dikembalikannya kepadamu?" jengek Pek-yan-
"Dia anggap engkau sengaja membunuh anak itu, tentu akan kau bunuh dia lagi, jika kau pergi kesana dan menyatakan kepadanya bahwa anak itu pasti takkan dicelakai lagi, dengan sendirinya akan dikembalikannya kepada kita."
"Aku tidak berani menjaminnya." ucap Pek-yan dengan dingin.
"He, apa halangannya?" seru Yu Wi terkesiap. "Anak itu kan darah-dagingmu sendiri, aku tidak percaya kau tega membunuhnya lagi."
"Bu-eng-bun, Bu-kun-cu, ajaran ini sudah berakar didalam benakku." ujar Pek-yan-
"Mak. . . .maksudmu tidak mau lagi kau jadi isteriku?" seru Yu Wi.
Dengan ketus Pek-yan menjawab, "Anak murid Bu-eng-bun tidak akan mempunyai suami yang punya bayangan, tentunya kau pun tahu kedua kalimat lain yang berbunyi, "Yu-kun-cu, Sit-eng-jin setelah kukembalikan kebebasanmu, sulit lagi bagi kita untuk hidup bersama."
Diam-diam Yu Wi sangat mendongkol, teriaknya, "Semalam kan sudah kau sanggupi akan menjadi isteriku baik-baik?"
"Semalam dan sekarang kan tidak sama," jawab Pek-yan dengan muram, "Pula, semalam aku-pun tidak pernah menyanggupi kehendakmu."
Sungguh hati Yu Wi sangat berduka. ia malahan bergelak tertawa dan berseru, "Hahaha, jadi semalam aku sendirilah yang mimpi. Pek-siocia, silakan kau- berangkat saja lebih duu."
"Kutunggu dirimu dan naik bersama keatas," ujar Pek-yan dengan menyesal.
"Terima kasih, aku tidak perlu ditunggu," kata Yu Wi. "Memangnya hendak kau tunggu anak yang akan kuambil nanti untuk kau bunuh dia sekali lagi?"
Ucapan ini sangat menusuk perasaan Pek-yan, dengan air mata berlinang ia menjawab, "Aku tidak mau melanggar ajaran leluhur Bu-eng-bun, tapi bila aku disuruh membunuh untuk kedua kalinya, biar-pun bukan darah-dagingku sendiri juga aku tidak tega membunuhnya, Siang kong, jika engkau kuatir, biarlah kuberangkat lebih dulu." Habis berkata segera ia memanjat tali keatas dengan gerakan yang gesit.
Yu Wi menengadah mengikuti kepergian orang, setelah bayangannya menghilang baru menunduk kembali. Pikirnya, "Mengapa Pek-yan berubah pikiran secara mendadak, jangan-jangan dia tidak berani melepaskan diri dari Bu-eng-bun karena perguruannya itu pasti takkan mengampuninya."
Memang banyak juga sirikan Pek-yan, sebab cukup diketahuinya selama hidupnya tidak mungkin dapat melepaskan diri dari Bu-eng-bun, bahkan ia kuatir membikin susah Yu Wi. Bila anak muda itu sudah menjadi bibit bayangannya, maka para kakaknya pasti takkan memberi kebebasan kepada Yu Wi, ketiga cicinya pasti tidak menghiraukan keputusannya itu.
Ada satu hal tidak dikatakannya kepada Yu Wi, yaitu bilamana anak murid Bu-eng-bun sudah merasa bosan mempermainkan bibit bayangannya, orang itu bisa lantas dibunuhnya. Bahwa Pek-yan
sendiri jelas takkan membunuh Yu Wi, tapi siapa yang berani menjamin ketiga cicinya takkan membunuhnya?
Maka maksudnya menyuruh Yu wi manjauhi dirinya adalah satu-satunya jalan untuk mempertahankan jiwa anak muda itu, kalau masih berdekatan berarti akan mendatangkan petaka.Jika keduanya dapat hidup berdampingan selamanya didasar lembah buntu itu, tanpa pikir tentu akan dilakukannya, Sekarang mereka dapat lolos dari kurungan lembah maut ini, mau tak-mau mereka harus kembali lagi pada kehidupan dunia Kangouw, mana mungkin dia dapat hidup bebas dengan Yu Wi?
---ooo0dw0ooo---
Bab 22
Kesulitan Pek-yan itu tak dapat diselami Yu Wi, disangkanya Pek-yan tidak mempunyai keberanian untuk melepaskan diri dari Bu-eng-bun, melepaskan diri dari ikatan macam-macam peraturan perguruan yang aneh dan kejam itu.
Begitulah dengan hati bimbang Yu Wi berjalan lagi ketepi kolam, pikirnya, "Pada waktu kuberitahukan ada tambang panjang yang dapat digunakan untuk meloloskan diri dari lembah kurung ini, Ko-cici yang biasanya pendiam itu pasti akan berjingkrak kegirangan-"
Ia lupa bahwa sejak mula Ko-Bok-cing sudah menyatakan bahwa dirinya pasti dapat lolos dari lembah buntu ini dalam waktu setahun. Keadaan ternyata sudah berada dalam dugaannya.
Untuk keempat kalinya Yu Wi datang lagi ke gua gelap dibalik air terjun.
Ketiga kali sebelumnya Ko-Bok-cing selalu bersikap dingin padanya, tapi sekali ini Yu Wi yakin bila nona mendengar berita baik akan dapat lolos dari kurungan lembah ini, tentu tak dapat lagi menahan rasa girangnya dan bicaranya tentu juga takkan dingin dan ketus pula.
Siapa tahu, baru saja ia menyumbul kepermukaan air, belum lagi merangkak keatas, suara Ko-Bok-cing yang dingin itu sudah terdengar olehnya, "Untuk apalagi kau datang kemari? Apakah hendak kau minta kembali anakmu?"
Yu Wi melompat keatas dan berseru, "Anak itu tidak ber-ibu, tidak perlu kuminta kembali dengan tergesa-gesa."
Dalam hati Ko-Bok-cing merasa menyesal, tanyanya, "Jadi memang betul nona Pek yang mencekik anaknya sendiri?"
Teringat kepada pendirian Pek-yan yang tidak teguh, Yu Wi jadi menyesal juga, ucapnya, "Betul, dia memang bermaksud mencekik mati anaknya, dan karena kuatir diketahui olehku, maka anak itu dibuangnya kedalam kolam."
Kening Bok-cing bekernyit katanya, "Masa didunia ada ibu sekejam ini?"
Tanpa diminta segera Yu Wi menceritakan seluk-beluk Bu-eng-bun dengan segala macam peraturannya yang tidak sehat itu.
Habis mendengarkan cerita itu, Bok-cing menghela napas gegetun, "Kiranya masih ada persoalan yang berliku- liku ini, pantaslah rona Pek bertindak kejam."
Betapa pun perempuan tetap bersimpati Kepada perempuan- Dia anggap tindakan cikal-bakal Bu-eng-bun itu tidak dapat disalahkan- Memang banyak juga lelaki yang kejam dan busuk di dunia ini.
Tapi Yu Wi tidak sepakat dengan pikiran Ko-Bok-cing, ucapnva, "Benci dan dendam pribadi seorang tidak seharusaya merembet sampai turun-temurun. Peraturan buruk Bu-eng-bun yang membunuh anak lelaki dan membenci suami itu tidak dapat dibenarkan. Pek-yan dan kawan-kawannya turun temurun mematuhi peraturan jelek ini juga tidak patut. Padahal jelas-jelas diketahui peraturun itu tidak betul bukannya berusaha melepaskan diri dan meninnggalkannya, tapi masih terus melaksanakannya, sungguh orang-orang ini sudah sukar diobati lagi."
"Apakah nona Pek yang kau maksudkan?" tanya Bok-cing.
"Ai, pada dasarnya dia sebenarnya berhati bajik," ujar Yu Wi dengan gegerun, "entah . . . entah mengapa. . . ."
Dia jadi teringat kepada Pek-yan yang tidak mau menuruti kehendaknya sehingga membikin anak lelakinya tidak beribu dan anak perempuannya tidak berayah, saking gemas jadi tidak sanggup bicara lagi.
"Jangan-jangan pernah kau bujuk nona Pek agar melepaskan diri dari ikatan Bu-eng-bun?" tanya Bok- cing.
Dengan gorot mata nanar Yu Wi berkata, "Ku bujuk dia agar dia menjadi suami-isteri denganku secara resmi, tapi dia tidak mau menurut."
Bok-cing merasa heran, katanya. "Kupercaya nona Pek itu menyukaimu, berada di tempat buntu seperti ini, apalagi yang dikuatirkannya sehingga tidak mau menurut bujukanmu?"
Dengan tulus iklas dia berharap Yu Wi dan Pek-yan dapat terikat menjadi suami-isteri resmi tanpa sirik atau cemburu sedikit pun, sekalipun dahulu dia pernah mencintai Yu Wi, bahkan pernah menyatakan ingin menjadi isttrinya secara terus terang.
Yu Wi lantas menggeleng dengan perasaan pedih, ucapnya, "Ya,akupun tidak tahu apa sebabnya, dia lebih suka putra-putrinya tidak beribu dan yang lain tidak berayah, betapapun dia tidak dapat melepaskan diri dari Bu-eng-bun, maka dia sudah pergi."
"Pergi?" Bok-cing bertambah heran- "Dia pergi ke mana?"
Yu Wi mengetuk kepalanva sendiri dan berseru dengan menyesal, "Ai, betapa linglungnya diriku ini, hanya bicara urusan pribadi melulu, sampai lupa memberitahukan suatu kabar baik kepadamu"
"Kabar baik?" Bok-cing manegas, dia seperti sudah merasakannya, "Apakah maksudmu berita sudah dapat lolos dari lembah buntu ini?"
"Tepat sekali ucapanmu," seru Yu Wi dengan tertawa. "coba kau terka lagi, siapakah yang datang menolong kita?"
"Jimoay, betul tidak?" ucap Bok-cing dengan hambar.
"Kembali tepat sekali tebakanmu," seru Yu Wi dengan tertawa." Ayolah sekarang juga kita pergl dari sini"
Diam-diam ia sangat kagum kepada Ko-Bok-cing yang masih tetap bersikap tenang tanpa memperlihatkan emosi sedikit pun.
Bok-cing memang tetap tenang saja, seperti orang yang sudah mati rasa, tidak bergerak sama sekali, ucapnya dengan dingin, "Bawalah anak itu kesini."
Sungguh gemas Yu Wi terhadap sikap dingin Ko-Bok-cing,teriaknya, "Kau tidak senang dengan kabar baik ini?"
Pertanyaan ini dilontarkan secara mendadak, Bok-cing Jadi melenggong, tapi ia lantas mengulang, perkataannya, "Bawalah anak itu kesini"
Suaranya jelas merasa kurang senang sehingga nadanya sekarang seakan-akan memberi perintah.
Dengan menahan rasa dongkol Yu Wi masuk kebelakang gua dan membawa keluar anak lelakinya yang matanya belum dapat terbentang terlalu lebar itu.
Mendadak Bok-cing berkata pula, "Kutahu yang hendak mencelakai anak ini bukan dirimu. maka dapat kuserahkan padamu tanpa kuatir. cuma ada sesuatu hendak kukatakan padamu, nona Pek mempunyai kesulitannya sendiri, sedangkan anak tidak boleh tanpa ibu, hendaknya usahakan agar nona Pek berbaik kembali denganmu, katakan padanya selanjutnya kalian akan meninggalkan dunia Kangouw dan mengasingkan diri, tentu dia akan terima tawaranmu untuk menjadi isterimu secara resmi."
Yu Wi bukan orang bodoh, segera ia bertanya, "Apakah kau pikir sebabnya Pek-yan tidak berani melepaskan diri dari Bu-eng-bun adalah karena takut tidak diizinkan para kakaknya?"
"Hal ini kan sangat sederhana dan seharusnya dapat kau pikirkan," kata Ko-Bok-cing. "Peraturan leluhur Bu-eng-bun sangat keras, bila nona Pek meninggalkan Bu-eng-bun. begitu saja, apakah para kakak dan angkatan tua perguruannva yang lain dapat tinggal diam? Sekalipun ibu kandungnya juga akan membunuhnya tanpa kenal ampun bilamana dia mengkhianati perguruan."
"Akan . . . akan tetapi jika aku diharuskan . . . diharuskan mengasingkan diri, jelas .. .jelas hal ini tidak boleh jadi" seru Yu Wi sambil menggelang.
"Huh,-justaru lantaran nona Pek mengetahui engkau tidak dapat meninggalkan dunia Kangouw, makanya dia sengaja menyatakan tidak mau melepaskan diri dari Bu-eng-bun agar tidak dapat menjadi suami-isteri denganmu dan mesti menjaga anak lelaki lagi sehingga melanggar kedua peraturan besar perguruannya, akhirnya dia yang akan menjadi korban-"
Yu Wi dapat menerima ucapan Ko-Bok-cing ini. Tapi dia juga tidak ingin mengasingkan diri begitu saja dengan Pek-yan, terutama bila mengingat sakit hati dan macam-macam tugas lain yang masih harus ditunaikan- Maka dengan serba susah ia berkata, "cici, tentunya kau tahu betapa banyak tugas yang masih harus kukerjakan- mana boleh ku-asingkan diri begitu saja?"
"Ya, dalam hal ini aku bersimpati kepadamu," ujer Bok-cing. "sebenarnya Pek-yan harus berjuang. mestinya dia tidak perlu kuatir para kakaknya akan membikin celaka kalian, sebab dengan kemampuanmu sekarang, dia seharusnya percaya penuh kepadamu."
"Kemampuanku apa?" kata Yu Wi sambil menggeleng kepala. "Bukan maksudku merendah diri, kenyataannya, satu jurus serangan Jicinya saja tidak sanggup kutangkis."
"Huh, seorang lelaki harus punya keyakinan akan diri sendiri, jika sedikit-dikit lantas patah semangat, lalu apa yang dapat kau hasilkan?" ejek Ko-Bok-cing. "Padahal lain dulu lain sekarang,
seharusnya kau tahu, bahwa Yu Wi sekarang bukan lagi Yu Wi yang hijau pelonco seperti dulu itu."
Tapi Yu Wi sudah kadung ngeri terhadap ilmu pedang Pek-yan dan Tho-kin, sedikit pun dia tidak percaya lagi kepada kemampuannya sendiri, katanya, "Dengan kemahiran apa dapat kulawan ilmu pedang Jicinya? Tidak . . tidak mungkin"
Bok-cing sangat mendongkol, mendadak ia mengherdik, "Hai-yan-kiam-boh yang kuberikan itu sudah kau latih belum?"
"Sudah, sudah lama kulatih dengan baik,"jawab Yu Wi, untuk ini dia cukup yakin akan kesanggupannya sendiri.
Bok-cing jadi teringat kepada ambisi Yu wi yang pernah berkeras akan belajar lengkap Hai-yan- kiam-hoat itu, segera ia memberi dorongan- "Meski aku tidak pernah berlatih ilmu pedang, tapi bila kubaca Hai-yan-kiam-boh itu. dapat kupastikan bahwa ilmu pedang inilah nomor satu di dunia, memangnya perlu takut kepada siapa lagi?"
Tapi Yu Wi masih jeri, ucapnya, "orang pertama adalah Jici Pek-yan yang bernama Tho-kin itu, jelas tak dapat kutandingi dia."
Sebagaimana diketahui Yu Wi pernah menyerang Tho-kin dengan jurus Bu-tek-kiam dan tidak berhasil, lantaran itulah dia telah kehilangan kepercayaan terhadap kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat, ia anggap ilmu pedang Tho-kin jauh diatas Hai-yan-kiam-hoat.
Dengan sendirinya Bok-cing tidak tahu Yu Wi sudah pernah mencoba jurus Bu-tek kiam terhadap Tho-kin- ia pikir ilmu pedang sakti yang baru saja diyakinkan belum lagi dipertandingkan lantas mengaku kalah, orang ini sungguh terlalu tidak becus dan penakut, sia-sia belaka maksud baik Jimoay hadiahkan kitab pusaka ini kepadanya.
Maka dengan gemas ia mengomel, "Sungguh menyedihkan dan menyebalkan orang yang dicintai Jimoay sebelum menjadi nikoh ternyata sedemikian tidak berguna. sungguh sia-sia cintanya yang murni itu."
Di balik ucapannya itu seakan-akan juga menyesali dirinya sendiri yang telah salah memilih orang yang pernah dicintainya.
Dengan sendirinya Yu Wi tidak mau dipandang goblok oleh Ko-Bok-cing, segera ia menjelaskan pula cara bagaimana dia bertempur melawan Tho-kin tempo hari, tatkala mana jurus Put-boh kiam ternyata tidak sanggup bertahan, sedangkan Bu-tek kiam tidak mampu menyerang. Kalau bertahan tidak bisa dan menyerang juga gagal, lalu cara bagaimana akan dapat menang?
Setelah mendapat penjelasan, Bok-cing merasa ucapan sendiri tadi agak terlalu keras, dengan menyesal ia berkata, "Aku tidak tahu didunia ini masih ada orang yang mampu mengalahkan Hai-yan-kiam-hoat, maafkan jika pengetahuanku dalam hal ilmu pedang teramat dangkal sehingga keliru menyalahkan dirimu."
"Ah memang aku juga tidak becus sehingga pantas diomeli cici," ucap Yu Wi dengan tulus.
Dengan pembicaraan ini, Bok-cing tambah tidak enak hati, disangkanya didunia ini memang masih banyak orang yang mampu mengalahkan Hai-yan-kiam-hoat.
Dengan perasaan tidak enak karena merasa telah menyinggung harga diri Yu Wi. kemudian Ko-Bok-cing bertanya pula, "Bagaimana dengan Su-ciau-sin- kang. sudah selesai kau latih belum?"
Sebenarnya ilmu itu sudah dilatihnya, tapi Yu Wi tahu hasil yang dicapainya itu selisih terlalu jauh bilamana dibandingkan kesaktian Bok-cing, maka ia tidak berani mengaku. jawabnya, "Be . . . belum."
Bok-cing juga percaya takkan begitu cepat ilmu itu dikuasai anak muda itu, ia merasa pertanyaan sendiri yang terlalu bodoh. Tapi memang itulah harapannya, maka ia berkata pula,
"Jika begitu, tunggulah setelah Su-ciau-sin- kang sudah kau kuasai dengan baik barulah keluar dari lembah ini, tatkala mana jika nooa Pek juga menikah denganmu, tentu Bu-eng-bun tak dapat mengapa- apakan kalian-"
Ko-Bok-cing cukup yakin terhadap kesaktian Su-ciau-sin- kang, dengan ilmu pedang Yu Wi yang hebat ditambah keajaiban Su-ciau-sin- kang, betapa-pun tinggi jago pedang didunia ini juga pasti bukan tandingan Yu Wi lagi.
Mendengar Bok-cing menghendaki dirinya tinggal lagi disitu untuk meyakinkan Su- ciau-sin-kang, yang jelas tidak ada harapan untuk lebih maju lagi, cepat Yu Wi menggeleng-geleng kepala dan barkata, "Tidak, tidak boleh jadi.Jika tidak ada harapan untuk keluar dari lembah ini tidaklah menjadi soal. Sekarang jalan untuk keluar lembah sudah terbuka, bila teringat kepada macam-macam tugas yang masih harus kulaksanakan, sungguh berdiam lagi satu hari di sini rasanya sudah tidak betah."
"Masa begitu terburu-buru keinginanmu meninggalkan lembah ini?" tanya Bok-cing dengan hampa.
Dengan terus terang Yu Wi memperlihatkan sifat cinta kebebasan manusia umumnya, tanpa pikir ia berkata, "Bicara terus terang, sungguh aku tidak sabar lagi dan ingin lekas-lekas keluar dari lembah buntu ini agar tidak lagi terjadi suatu, jangan-jangan tambang itu putus, kan selamanya kita tak dapat pergi dari sini."
Membayangkan betapa panjangnya tambangi tu. Bok-cing berucap dengan gegetun, "Sejak mula memang sudah kuduga Jimoay pasti akan berusaha memberi pertolongan bilamana dia tahu ada orang yang terjeblos kedalam sumur perangkap itu terdapat juga dirimu. Dan ternyata benar dugaanku, tambang itu bukan saja dipilin dengan akar rotan yang kuat, juga disertai kasih sayang yang tak terhingga, tanpa cintanya yang mendalam, biarpun beberapa tahun lagi juga sukar menghasilkan tambang sepanjang itu."
Rasa gegetun Bok-cing itu menimbulkan juga rasa pedih hati Yu Wi, ia memandang jauh ke depan dengan termangu- mangu, serupa dia duduk semalam suntuk sambil memandangi tambang panjang itu
Suasana hening, Bok-cing tahu perasaan Yu Wisaat itu, akhirnya ia berdehem pelahan dan berkata, "Baiklah Yu Wi, tinggalkan
anakmu disini, akan kurawat dia bagimu, agar engkau dapat mencurahkan segenap perhatianmu untuk berlatih Su-ciau-sin- kang, kalau sudah ada hasilnya baru kau-keluar dari lembah ini. Setuju?"
Yu Wi tersadar dari lamunannya, katanya. "Engkau akan tinggal disini bersama anakku, memangnya engkau tidak ingin meninggalkan lembah ini?"
"Aku sudah hambar terhadap kehidupan manusia, tidak serupa dirimu yang cinta kepada kehidupan, maka terburu-buru mencari jalan keluar dari lembah ini. Bagiku tidak menjadi soal apakah dapat pergi dari sini atau tidak." ujar Bok-cing dengan tersenyum getir.
Yu Wi tidak mengerti mengapa Bok-cing bisa berubah menjadi pesimis begini, katanya dengan menyesal, "Usiamu masih muda, janganlah engkau berpikir demikian- Menurut pendapatku, marilah kita tinggalkan lembah ini sekarang juga mumpung tali sudah tersedia, sekeluarnya dari lembah ini, lalu kucari sebuah tempat untuk meyakinkan Su-ciau-s in- kang, kan sama saja."
"Untuk apa mencari tempat lagi, jika didunia ini ada tempat berlatih ilmu yang paling baik, maka tempat itu adalah lembah kurung ini," kata Bok-cing dengan ngotot. "Malahan dapat kuberi jaminan padamu, apabila Su-ciau-sin- kang berhasil kau kuasai, tanpa bantuan tambang juga dapat kau keluar dari lembah ini."
Semula Yu Wi tidak pernah memikirkan hal ini, setelah disebut Bok-cing barulah ia merasa hal ini memang sangat mungkin terjadi. Hal ini berarti bahwa Ko-Bok-cing sebenarnya sudah lama dapat keluar dari lembah ini dengan Su-ciau-s in- kang maha sakti yang dikuasainya itu. Akan tetapi sungguh aneh bin ajaib, dia seakan-akan rela terkurung di gua gelap ini, bukan saja tidak ingin meloloskan diri dari lembah maut ini, bahkan keluar dari gua inipun tidak pernah terjadi.
Bukankah memang demikian buktinya" Padahal dluar sana ada buah-buahan dan juga bisa mendapatkan daging, tapi dia lebih suka makan jamur di dalam gua ini?
Makin dipikir makin heran Yu Wi, ia coba tanya, "Jika kau tahu kesaktian Su-ciau-sin- kang, mengapa tidak sejak dulu meninggalkan lembah maut ini?"
Bok-cing tampak melenggong, ia salah tangkap maksud pertanyaan Yu Wi itu, dengan gusar ia menjawab, "Memangnya kau kira kubohongimu dan tidak percaya dapat lolos dari sini tanpa bantuan tambang, asalkan sudah menguasai Su-ciau-sin- kang, Hm, bisa jadi tidak kau ketahui betapa ajaibnya su-ciau-sin-kang, tapi masakah kau pun tidak tahu kungfu Leng-po-toh-hi yang maha tinggi bagi seorang yang telah menguasai lwekang yang sempurna?"
Dengan sendirinya Yu Wi tahu "Lang po-toh-hi" atau langkah mengapung seperti terbang yang hebat itu, ia pun tahu bilamana Su-ciau-ain-kang sudah diyakinkan, Leng-po-toh-hi itupun jadi tidak ada matinya lagi.
Tiba-tiba ia mendapat akal. dengan serius ia berucap, "Kutahu bilamana lwekang seorang sudah sempurna, mudah baginya menguasai kungfu Leng-po-toh-hi, tiada sesuatu pula didunia ini yang dapat merintanginya."
"Sama halnya dengan Su-ciau-s in- kang, bilamana sudah kau kuasai dengan baik, di dunia ini pun tidak ada sesuatu yang dapat merintang imu."
"Wah, ini . . . ini kurang jelas bagiku . . . ." Yu Wi sengaja berlagak bodoh.
"Hm, kau berani meremehkan Su-ciau-s in- kang. ..."
Melihat Bok-cing marah, cepat Yu Wi menyela, "Jangan gusar, cici, untuk membuktikan kedangkalan pengetahuanku, dapatkah cici mencobanya, bilamana engkau dapat naik ke atas tanpa alangan, tentu dapat kutinggal disini untuk meyakinkan Su-ciau-s in- kang tanpa kuatir lagi."
Tujuan Yu Wi hendak memancing supaya Ko-Bok-cing mau meninggalkan tempat ini, bilamana sudah naik ke atas, dapatlah dia membujuknya agar tidak turun lagi kebawah. Kalau tidak mungkin
selama hidup dia takkan pergi dari sini. Mendadak air muka Ko-Bok-cing berubah,
Yu Wi mengira orang akan tertipu olehnya, tak tahunya malah menyinggung bagian Bok-cing yang sakit segera nona itu mengayun tangan dan berteriak. "Pergi, pergi, Lekas pergi... Tidak kuperlukan kau tinggal disini untuk berlatih ilmu segala, mau kemana boleh terserah padamu dan takkan kupeduli"
Yu Wi jadi melongo dan merasa kecewa, tidak enak juga perasaannya melihat Ko Bok-cing marah, terpaksa ia minta ampun, "Maaf cici, kukira cici yang benar, bila Su-ciau-sin-kang sudah berhasil dikuasai, dengan mudah pasti dapat lolos dari sini dan tidak perlu dicoba lagi."
Bok-cing sangat sakit karena tersinggung dirinya, kembali ia berteriak. "Pergilah lekas, mumpung tali itu belum putus, lekas pergi membawa anakmu"
Yu Wi tidak menyangka ucapannya tadi bisa menimbulkan amarah Ko Bok-cing, maka lamat-lamat dapatlah diduga sebab musababnya Ko Bok-cing tidak mau meninggalkan lembah ini, cuma dia tidak sampai hati untuk bertanya. ia coba membujuknya, "Marilah kau ikut pergi bersamaku"
Kata "ikut" digunakannya dengan samar-samar, mestinya ia hendak bilang "kubantu kau meninggalkan lembah ini", tapi ia kuatir ucapannya terlalu menyolok dan akan menusuk perasaan Bok-cing lagi.
Ternyata Bok-cing lantas menggeleng dan menjawab, "Tidak. selama hidup ini tak ingin kutinggalkan lembah ini, silakan kau pergi sendiri, semoga setelah kau keluar dari lembah ini, segala urusan hendaknya kau sampingkan dulu dan berlatihlah Su-ciau-sin-kang yang lebih penting, itulah modal usahamu bila Su-ciau-sin-kang sudah kau kuasai, Tahu tidak?"
Ucapan "selama hidup tak ingin meninggalkan lembah ini" sungguh sangat mengharukan Yu Wi, ia pikir, yang benar bukan "tak ingin", tapi memang tak dapat kau tinggalkan lembah ini.
Ia menduga Ko Bok-cing pasti cacat kedua kakinya, ia tidak tahu apa yang menyebabkan cacatnya itu, tapi dapat dipastikannya hal ini, sebab kalau tidak terjadi begini, tidak nanti nona itu patah semangat dan lebih suka hidup menyendiri, masa selama bertemu empat kali tidak sekalipun terlihat dia menggeser tubuh?
Mendadak Yu Wi mncucurkan air mata duka, kuatir ditertawai Bok-cing cepat ia menunduk dan mengusap air matanya, berbareng ia bicara, "Jangan kau harapkan aku akan berhasil menguasai Su-ciau-sin- kang, salamanya tak dapat kukuasai ilmu sakti ini, juga tidak memenuhi syarat untuk mengaku sebagai murid Goet-heng-bun. Su-ciau-sin-kang tidak berjodoh denganku, Pek-yan juga sukar memisahkan diri dari Bu-eng-bun untuk hidup tenteram bersamaku. Kedua anak itu juga akan hidup terpisah, yang satu tak berayah, yang lain tak beribu, terpaksa semuanya pasrah nasib."
Mendadak Bok-cing mendamperatnya, "Jangan sembarangan mengoceh, kulihat engkau inilah manusia yang paling sembrono di dunia ini.Jika tekadmu teguh, umpama setahun su-ciau sin-kang tak dapat kau kuasai, berlatihnya dua tahun dan seterusnya, kalau sudah delapan atau sepuluh tahun, mustahil tak dapat kau kuasai dengan baik?"
"Jangankan delapan atau sepuluh tahun, tiga puluh atau lima puluh tahun juga tidak bisa kukuasai ilmu itu," kata Yu Wi dengan menyesal.
"omong kosong" bentak Bok- cing dengan gusar.
"Janganlah engkau menyesali diriku, kenyataannya memang demikian," kata Yu Wi pula.
Tergerak juga hati Bok-cing karena berulang-ulang Yu Wi menyatakan tidak mampu menguasa ilmu sakti itu, ia coba tanya, "Sebenarnya alangan apa yang kau temui dalam melatih Su-ciau-sin-kang?"
"Tidak ada alangan apa-apa," jawab Yu wi sambil tersenyum getir, "ilmu itu telah kulatih dengan lancar sampai tamat dan sama sekali tidak terjadi sesuatu alangan."
"Mana bisa jadi?" seru Bok-cing. "Sejak kecil kulatih ilmu ini dan banyak mengalami macam-macam rintangan- Bahwa dapat kau latih hingga tamat tanpa rintangan, itu kan berarti sudah berhasil kau kuasai dengan baik ilmu itu."
Yu Wi menyengir dan menjawab, "Betul, memang sudah tamat kupelajarinya, cuma saya manfaatnya sangat sedikit, tiada bedanya Seperti tidak melatihnya."
Bok-cing tercengang, ucapnya dengan tidak mengerti, "Su-ciau-sin-kang terbagi menjadi 12 bagian, apakah sudah kau latih seluruhnya ke 12 bagian itu setingkat demi setingkat?"
"Sudah."jawab Yu Wi. "Jika tidak percaya, biar kumainkan, silakan lihat " Segera ia menaruh anak bayi di samping. lalu duduk bersila dan mulai berlatih Su-ciau-sin-kang dari bagian permulaan-
Su-ciau-sin-kang atau ilmu sakti empat pancaran itu terbagi menjadi empat tingkatan yang masing-masing meliputi tiga bagian pula, seluruhnya menjadi 12 bagian- Gaya setiap tingkatan itu tidak sama, setiap bagian juga berlainan lagi cara melatihnya.
Dengan apal diluar kepala Yu Wi terus menyebutkan kunci latihannya disertai gerakan menurut gaya setiap tingkat latihan-
Setiap bagian yang dilatihnva selalu dibenarkan oleh Ko Bok-cing, sedikitpun tidak keliru.
Setelah melatih dari awal sampai akhir, lalu Yu Wi berolok-olok sendiri, "Boleh juga, sekali berlatih sudah lebih dari satu jam."
Tiba-tiba Bok-sing berkata, "Kalimat kunci latihan yang kau sebut tadi memang benar, mungkin gaya latihanmu yang tidak tepat. coba kau duduk di sampingku dan- berlatih lagi satu kali, akan kulihat betul atau tidak."
Yu Wi mengira keadaan didalam gua terlalu gelap. ia pikir apa alangannya kulatih lagi lebih dekat didepanmu.
Tak terpikir olehnya akan kejanggalan dalam ucapan Ko-Bok-cing tadi. Nona itu mengatakan "mungkin-, disangkanya nona itu cuma mendengarkan dan tidak memandangnya ketika dia berlatih tadi."
Padahal pada hakikatnya Ko-Bok-cing tidak sanggup lagi menyaksikan Yu Wi berlatih dengan matanya, sebab sudah lama matanya buta
Yu Wi hanya menduga nona itu lumpuh karena cacat kedua kakinya, tak tahunya kedua matanya telah buta sama sekali.
Sebabnya Bok-cing menghendaki Yu Wi berlatih lagi dengan duduk disampingnya memang mempunyai maksud tujuan lain, tapi Yu Wi tidak curiga, ia pikir apa susahnya berlatih lagi satu kali, bukan mustahil si nona akan dapat mengetahui dimana letak sebab musababnya Su-ciau-sin- kang yang tak dapat memancarkan kesaktiannya meski sudah dilatihnya dengan baik itu.
Segera ia menuju kesamping Bok-cing dan membatin, "Ketiga kali kedatanganku yang dulu selalu kau larang kudekati dirimu, sekarang engkau sendiri yang minta kududuk disampingnya, Sungguh kontradiksi jalan pikiranmu."
Padahal tidak ada kontradiksi sama sekali, bahwa Ko Bok-cing melarang dia mendekat adalah kerena kuatir anak muda itu akan mengetahui matanya buta dan kakinya lumpuh, sekarang demi menyelami persoalan Su-ciau-sin-kang, terpaksa ia kesampingkan rasa kuatirnya itu.
Begitulah Yu Wi lantas duduk didepannya.
Tapi mendadak Bok-cing memberi perintah, "Duduk menghadap kesana"
Dengan demikian Yu Wi jadi tidak dapat melihat kedua matanya yang buram itu.
Begitulah Yu Wi lantas berlatih Su-ciau-sin-kang lagi mulai dari awal. Baru saja ia mulai bergerak. mendadak Hiat-to bagian punggungnya tertekan oleh telapak tangan Ko Bok-cing.
Mau-tak-mau terpikir oleh Yu Wi, "Ah. sebabnya kau suruh kududuk membelakangimu adalah karena hendak kau coba caraku mengerahkan tenaga."
Ia tidak tahu bahwa salah atau benar cara orang mengerahkan tenaga dapat dipandang dari luar, seumpama tak dapat dilihat juga tidak perlu memegang Hiat-to di bagian punggung, cukup beradu telapak tangan saja sudah dapat diketahui, tapi Bok-cing justeru tidak mau anak muda itu duduk berhadapan sehingga akan mengatahui matanya yang buta.
Yu Wi sendiri yakin cara berlatihnya tidak salah, maka kembali ia mengulangi latihan tanpa sangsi.
Setiap bagian dan setiap tingkatan jelas dilakukannya dengan tepat, tentu saja Bok-cing sangat heran.Jika cara latihan anak muda ini ternyata betul lancar, seharusnya hasilnya akan sangat gemilang, mengapa dia mengaku tidak mendatangkan manfaat apapun?
Selesai berlatih, Yu Wi lantas berdiri, baru saja ia membalik tubuh, mendadak Bok-cing berseru, "coba sambut pukulanku ini"
secepat kilat telapak tangan Kanannya terus menghantam Yu Wi, tahu orang hendak mengujinya, segera ia mengerahkan segenap tenaga untuk menangkis.
Begitu beradu tangan Bok-cing lantas tahu tenaga anak muda itu sangat kuat dan keras, tidak serupa tenaga sendiri yang halus dan lunak. melukai orang tanpa kelihatan-
cepat ia menahan sebagian tenaganya, walaupun Yu Wi dapat menangkisnya, tapi tenaga pukulannya terasa lenyap begitu saja.
Malahan lantas dirasakannya semacam arus tenaga yang lunak mendampar dari depan dan membuatnya tergetar nmudur beberapa langkah.
Setelah ujian ini, diam-diam Bok-cing merasa heran, "Aneh, mengapa tenaganya kalah kuat dari pada sebagian tenagaku?"
Diam-diam Yu Wi juga kaget dan mengakui kehebatan Su-ciau-sin- kang, untuk pertama kalinya ia sendiri merasakan secara langsung betapa lihainya ilmu sakti itu. Dengan tidak mengerti Bok-cing menggeleng dan berucap. "Aneh, sungguh aneh"
Ia heran. sebab Su-ciau-sin- kang yang dilatih Yu Wi jelas benar dan baik, mengapa tenaganya justeru tidak sekuat dirinya.
Hal ini tak dapat dipecahkannya, dahulu ayah Ban Put-tong juga tidak habis mengerti setelah berhasil meyakinkan Su-ciau-sin-kang dan ternyata tidak mendatangkan manfaat apa-apa.
Ayah Ban Put-tong dahulu memang benar telah meyakinkan Su-ciau-sin-kang dengan betul seperti Yu Wi sekarang, tapi dia juga tidak mampu menghadapi Thay- yang- bun- sebaliknya malah terpedaya oleh musuh dengan tipu "perempuan cantik" sehingga terpecah-belah hubungan baik antara ayah dan anak. akibatnya rumah tangga hancur dan manusianya runtuh, Goat-heng-bun juga terus ambruk dan hampir musnah sama sekali.
Mereka tidak tahu Su-ciau-sin-kang harus dilatih sejak kecil dengan badan jang masih suci bersih, jika tidak suci lagi, ilmu itu paling-paling hannya sekedar untuk kesehatan badan saja
Jadi selama hidup Yu Wi tidak mungkin berhasil menguasai Su-ciau-sin-kang sebagai Ko Bok- cing, biarpun dia berlatih lagi seratus tahun juga sia-sia belaka.
Dengan sendirinya Ko Bok-cing tidak dapat memecahkan sebab musababnya Yu Wi tidak dapat menguasai ilmu sakti itu.
Maka dengan tertawa Yu Wi berkata. "sudahlah, tidak perlu engkau banyak pikir. Mungkin harus berjodoh untuk dapat menguasai Su-ciau-sin-kang, aku sendiri tidak berjodoh sehingga tidak mampu menguasainya."
"Masa berlatih kungfu juga bicara tentang jodoh?" jengek Bok-cing.
"Ya, apa boleh buat, urusan yang sukar dipecahkan, terpaksa harus diberi jawaban dengan kata jodoh. kalau tidak, cara bagaimana engkau memberi alasan?"
"Tentu saja ada," kata Bok-cing.
Ucapannya ini bukan menanggapi pertanyaan Yu Wi itu, tapi diam-diam dalam hati ia telah mengambil suatu keputusan. "Apa alasannya, coba engkau jelaskan," pinta Yu Wi.
"Tidak ada gunanya meski kujelaskan sekarang, yang penting harus berdaya untuk berlatih dengan baik," ujar Bok-cing.
Padahal, betapapun tidak dapat memberi penjelasan apa sebabnya Yu Wi tak dapat mengeluarkan kesaktian Su-ciau-s in- kang meski ilmu Itu sudah dilatihnya dengan betul.
"Kalau tidak menemukan sebab musababnya, biarpun kulatih sampai ubanan juga tetap tak bermanfaat. kan lebih baik kulatih lwekang keluargaku sendiri saja." .
"Apa namanya lweekang keluargamu itu." tanya Bok-cing.
"Yang satu bernama Thian-ih-sin-kang. yang lain disebut Ku-sit-tay-kang," tutur Yu Wi.
"Wah, tak tersangka masih ada kepandaian ganda simpananmu." ejek Bok-cing.
"cici yang baik, janganlah engkau mengejek." ucap Yu Wi dengan rendah hati. "Kutahu, biarpun kulatih sampai tua juga tidak dapat menandingi Su-ciau-sin- kang mu."
Menurut watak Yu Wi yang keras- mestinya dia tidak tahan ejekan Ko-Bok-cing. tapi ia merasa kasihan terhadap si nona yang sudah cacat, ia tidak sampai hati memperlihatkan sikap ketus.
"Eh jangan kau panggil semesra itu, usiaku juga sudah lebih tua dari padamu," kata Bok-cing tiba-tiba.
Yu Wi ingin membuat senang hati si nona ucapnya pula, "Jika begitu biar kupanggil adik padamu. Nah, adik yang baik."
Muka Bok-cing menjadi merah, omelnya. "Huh, usil"
Sedapatnya Yu Wi berusaha membangkitkan gairah hidup si nona, maka ia berlagak Jenaka dan menjulur lidah.
Dengan sendirinya Bok-cing tidak dapat melihat lagaknya yang lucu itu, dengan muka kaku ia berkata pula, "Ada satu caraku dapat membuatmu menguasai Su-ciau-sin-kang. Kau mau terima atau tidak?"
Yu Wi tertawa, "Apakah seperti kejadian di tempat kediamanmu dulu, akan kau bantuku lancarkan segenap urat nadi dan sebagainya."
"Tidak perlu kau tanya," jawab Bok-cing.
Karena tidak tega menolak maksud baik orang terpaksa Yu Wi menjawab, "Baiklah, terserah apa kehendakmu, akan kuturut semuanya."
Dengan kereng Bok-cing lantas berkata, "Duduk di sampingku sini."
Yu Wi menurut dan berduduk. "Pejamkan mata" Bok-cing memberi perintah pula seperti anak yang penurut, segera Yu Wi pejamkan mata.
"Julurkan tangan kirimu," kata Bok-cing lagi^
Dan begitu Yu Wi mengangsurkan telapak tangan kirinya, segera Bok-cing menjulurkan telapak tangan kirinya juga sehingga kedua tangan menempel erat.
"Ada pesan apalagi?" ujar Yu Wi dengan tertawa.
Tapi dengan bengis Bok-cing lantas membentak. "Dilarang bicara, pusatkan pikiran dan kerahkan tenaga, dan terima tenaga murni yang kusalurkan, cara bagaimana kulakukan harus kau turut dan tidak boleh melawan-Hati jangan merasakan, mata jangan melihat. Dilarang membuka mata, perut kosong, tidak boleh makan dan minum, tidak boleh memikirkan waktu."
Beberapa larangan dan tidak boleh itu membuat Yu Wi menggeleng kepala, pikirnya, "Mendingan jika diriku hendak kau jadikan patung, tapi soal waktu juga tidak boleh kupikirkan, memangnya kalau duduk sampai sebulan atau setahun juga harus diam saja?"
Tiba-tiba Bok-cing berkata pula, "Dan dilarang berpikir macam-macam."
"Dilarang" yang terakhir itu terpaksa juga diturut oleh Yu Wi, dengan begitu dia lantas berubah serupa orang hidup yang mati.
Sang waktu berlalu dengan cepat, Yu Wi merasakan suara sang waktu seolah-olah berlalu di tepi telinganya.
Ko Bok-cing sendiri juga memejamkan mata dan berduduk tidak bergerak. Keduanya serupa patung yang tidak bargerak. Padahal hawa murni dalam tubuh mereka terus bergerak tanpa berhenti, serupa dengan pabrik yang sedang berproduksi terus menerus.
Hawa murni dalam tubuh Yu Wi terus dikerahkan dan berlebur dengan hawa murni yang disalurkan oleh Ko Bok-cing, tapi begitu terlebur lantas tertumpas, sehingga lama-lama dalam tubuh Yu Wi seolah-olah dipenuhi oleh hawa murni Ko Bok-cing, tangan kiri Yu Wi dimulai dari telapak tangan ke atas makin lama makin putih dan masih terus menjalar ke atas.
Setelah seluruh lengan menjadi putih, lalu mulai menjalar ke sebagian tubuhnya. Yu Wi merasakan dimana hawa murni Ko Bok-cing tersalur, bagian yang bersangkutan lantas terasa segar sekali, ia tidak tahu bahwa hawa murni dalam tubuhnya telah mengalami pembaharuan.
Setelah merasakan hawa murni jang timbul makin penuh, diam-diam Yu Wi merasa heran-Lama-lama dirasakannya gelagat tidak enak. pikirnya. "Wah, jika hawa murni dalam tubuhku terus bertambah begini, akhirnya bukankah diriku bisa meledak?"
Lalu terpikir pula olehnya kalau hawa murni Ko-Bok-cing terus menerus disalurkan kepadanya, Bukankah akhirnya juga akan kehabisan tenaga dan mati kering?
Ia bermaksud membuka mata untuk minta penjelasan, tapi kuatir dlomeli si nona, juga kuatir ditertawai, sebab dengan kehebatan Su-ciau-sin- kang si nona masa perlu dikuatirkan olehnya?
Dengan demikian, terpaksa ia bertahan terus, tanpa bicara, tanpa melihat dan tidak bergerak dengan cepat sehari semalam telah lalu.
Selama sehari semalam badan Yu Wi hampir separo telah berubah menjadi putih.
Bahwa Bok-cing melarang Yu Wi memikirkan waktu, hal ini agak sulit. sebab perut Yu Wi cukup jelas berapa lama sudah lalu. bukan karena lapar, tapi ia menjadi kuatir Ko Bok-cing sendiri takkan tahan-
Tiba-tiba terpikir olehnya akan membuka mata untuk melihatnya. Tapi lantas teringat lagi pada pesan si nona yang menyuruhnya jangan berpikir, tidak boleh memandang. dilarang membuka mata Jika dia membuka mata berarti telah melanggar perintahnya.
Kini Bok-cing membantunya berlatih Su-ciau-sin- kang, hal ini serupa si nona telah menjadi gurunya, karena itulah ia merasa perintah sang guru perlu dipatuhi.
Selama sehari semalam Bok-cing dan Yu Wi terus berduduk tanpa bergerak dan tanpa bicara dengan mata terpejam, Yu Wi masih berpikir ini dan itu, sebaliknya Bok-cing tidak berpikir apapun, perhatiannya terpusat pada tujuannya untuk membantu Yu Wi mengganti hawa murni.
Sudah dalam perhitungannya, bilamana penyaluran hawa murni iu sudah terlaksana setengah badan, selanjutnya harus dilakukan dengan berganti tangan. Maka tidak lama kemudian ia berkata, "Awas, kerahkan tenaga pada tangan kanan, bila kukatakan ganti tangan harus cepat julurkan tangan kananmu dan tarik kembali tangan kiri. Harus cepat, tidak boleh tertambat."
Yu Wi dengar suara si nona agak berat, napasnya terdengar rada tersengal, inilah keadaan yang tidak biasa, bahkan waktu bicara si nona harus mengerahkan tenaga agar suaranya tidak tersirap oleh gemuruh air terjun, jelas tenaganya banyak berkurang daripada waktu sebelum membantunya berlatih Su-ciau-sin-kang. Kenyataan ini membuat Yu Wi terperanjat,
"Wah mengapa lwekangnya berkurang sebanyak ini" ia ingin membuka mata untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya, atau buka mulut untuk tanya sebab musababnva, tapi iapun kuatir melanggar beberapa larangan Ko Bok-cing dan membuatnya tidak senang.
Mendadak terdengar bok-cing berkata pula, "Mengapa tidak lekas himpun tenaga pada tangan kananmu?"
"Baik," cepat Yu Wi menyahut dan segera mengerahkan tenaga pada lengan kanan-
Pikirnya, "Diantara beberapa larangannya sudah kulanggar tentang tidak boleh memikirkan waktu dan sembarangan berpikir, jika kulanggar lagi larangan membuka mata, memangnya kenapa?"
Mendadak Bok-cing berseru pula, "Ganti tangan "
Pada waktu menariK tangan dan menjulurkan tangan yang lain, diam-diam Yu Wi membuka matanya sedikit.
Saat itu sudah selesai ganti tangan, kini tangan kanan Ko-Bok-cing dan tangan kanan Yu Wi jadi saling tempel. Pada saat berganti tangan, Bok-cing hanya mengangkat tangan kanan sedangkan tangan kiri lantas melambai kebawah dengan kaku. ia tidak mengira diam-diam Yu Wi telah mengintip.
Makin lebar Yu Wi membuka matanya, air mukanya penuh rasa kejut, saking terperanjatnya ia jadi melongo.
Bok-cing tidak tahu kelakuan anak muda itu, ia malah mengomel, "Kenapa tidak kau kerahkan tenaga dengan baik? Pikiranmu bercabang, sembarangan mengelamun, bukan?"
Mendadak Yu Wi menarik tangannya dan melompat mundur sambil berseru, "He, tangan . . .tangan kirimu . . . ."
Bok-cing tetap memejamkan mata dan tidak bergeraK, katanya, "Kenapa kau langgar perintahku? Lekas berduduk dan ulurkan tangan kananmu" Tapi Yu Wi lantas berteriak. "coba kau pandang tangan kirimu sendiri"
Bok-cing seperti tahu apa yang menyebabkan kaget Yu Wi itu, ia menghela napas dan berkata, "Jika tidak lekas kau duduk. Su-ciau-sin- kang bantuanku pasti akan kurang berhasil."
Dengan suara pedih Yu Wi berucap, "Aku . . . tidak . . . tidak mau berlatih lagi."
Bok-cing tetap tidak membuka matanya dan berkata, "Kenapa tidak mau berlatih lagi, memangnya hendak kau bikin usahaku jadi sia-sia belaka?"
Mendadak Yu Wi berjongkok dan mendekam diatas tanah sambil menangis, ucapnya dengan terharu, "Aku ...aku tidak dapat membikin engkau menjadi . . . menjadi begini .... coba . . . coba engkau membuka mata . . . dan melihatnya . . . ."
"Apa yang perlu kulihat?" ujar Bok-cing dengan tetap tidak bergerak, "Kutahu tangan kiriku berubah menjadi kurus, bukan?"
Tidak kepalang rasa duka Yu Wi, serunya dengan tersendat, "Jika . . .jika engkau tahu tanganmu akan berubah menjadi begini bilamana kau bantu kulatih Su-ciau-sin-kang, mengapa . . . mengapa tidak Kau katakan padaku? ...."
"Jika kukatakan, apakah kau mau terima?" ujar Bok-cing dengan tersenyum getir.
Mendadak Yu Wi menggunakan tangan kanannya untuk memukul tangan kirinya sendiri, "plak-plok", ia memukul dengan keras sambil berteriak dan menangis, "Tangan ini membikin susah padamu, harus kupukul patah dia"
Makin keras dia memukul, tapi tangan kiri itu tidak babak belur sedikit pun, sebaliknya tangan kanan yang memukul berbalik merah. Padahal pukulan tangan Yu Wi biasanya dapat menghancurkan batu, namun tangan kiri sendiri tidak cedera sedikit pun, sungguh aneh.
Bok-cing ternyata tidak mencegahnya, meski pukulan Yu Wi bertambah keras, dengan tenang ia berkata, "Tangan kirimu sudah berhasil kau latih dan terisi Su-ciau-sin- kang, tangan kananmu sudah jauh kalah kuat betapapun kaupukul juga takkan membuatnya patah."
Rupanya setengah badan kiri Yu Wi telah berhasil diisi dengan Su-ciau-sin- kang yang disalurkan oleh Ko-Bok-cing, bilamana ketemu serangan dari luar, dengan sendirinya lantas timbul daya perlawanannya. Sebaliknya setengah badan kanan Yu Wi belum berhasil diisi dengan Su-ciau-sin- kang, kekuatannya masih serupa dulu, tentu saja tidak mampu memukul patah tangan kiri yang sekarang sudah jauh lebih kuat itu.
Tentu saja Yu Wi tercengang sendiri melihat kejadian aneh ini, tangan kanan yang memukul terasa kemang, sebaliknya tangap kiri yang dipukul tidak merasakan kesakitan apa pun. Pikirnya, "Wah, hal ini sama dengan mengorbankan lengan kirinya untuk menambah tenaga pada tangan kiriku. Ah, apakah aku Yu Wi masih dapat dianggap sebagai manusia dengan cara mengorbankan orang lain untuk keuntungan diriku sendiri?"
Karena gemas dan sedihnya, mendadak ia berteriak gusar, "Lengan yang yang tidak tahu malu ini, meski tidak dapat kupukul patah, biar kupUntir patah saja." Habis berkata, segera ia gunakan tangan kanan untuk memutir tangan kiri.
Bok-cing terkejut, ia tahu meski lengan kiri anak muda itu sudah diberi tenaga Su-ciau-sin-kangnya, tapi kekuatannya tak dapat mencapai bagian ruas tulang yang mudah patah itu, maka cepat ia membentak, "Berhenti"
Berbareng itu tangan kanannya terus menghantam dan mengenai lengan kanan Yu Wi. Kekuatan lengan kanan Yu Wi bukan tandingan telapak tangan kanan Bok-cing, kontan dia jatuh terjungkal. Tapi ia bertekad akan mematahkan tangan kiri untuk menebus kesalahannva terhadap si nona, setelah merangkak bangun segera ia gunakan tangan kanan untuk memuntir tangan kiri.
Mendadak tangan kanan Ko Bok-cing mencengkeram pergelangan tangan kanan Yu Wi, anak muda itu menyadari bilamana terpegang, sukar lagi mematahkan tangan kiri demi tercapai tujuannya, tanpa pikir ia sambut tangan Bok-cing dengan telapak tangan kiri. "Plak". kedua tangan beradu dengan tepat.
Ternyata tenaga tangan kedua orang sama kuatnya, tubuh kedua orang sama-sama tidak tergetar.
Bok-cing sangat senang, katanya, "Bagus Tangan kirimu ternyata sudah berhasil menguasai Su-ciau-sin-kang dengan baik. Ayo lekas, biar kubantu lagi melatih tangan kananmu"
Tapi mendadak Yu Wi menarik tangan kirinya untuk menabas tangan kanan- Dengan tenaga tangan kiri yang sudah menguasai Su-ciau-sin-kang, tenaga tabasannya tentu saja luar biasa dan tangan kanan itu pasti akan patah.
Bok-cing tidak dapat melihat, namun daya pendengarannya sangat peka, begitu mendengar sambaran angin, segera ia tahu apa yang hendak diperbuat Yu Wi, karena tangan kanan tidak sempat digunakan, tanpa terasa tangan kiri lantas diangkat untuk menghalang ditengah kedua tangan Yu Wi.
Karena emosinya Yu Wi hendak menabas tangan kanan sendiri, tapi demi melihat tangan kiri Bok-cing yang sudah susut kurus itu, ia tidak tega, cepat ia menarik kembali pukulannya. Kini tangan kirinya sudah menguasai Su-ciau-sin- kang, setiap gerak-geriknya dapat dilakukan sesuka hatinya.
Walaupun tenaga pukulannya sempat ditarik tidak urung tangan kirinya tetap menyampuk tangan kiri Bok-cing, karuan nona itu tidak tahan dan roboh terguling.
Walaupun begitu nona itu tetap bersorak. "Haha, bagus Satu bayar satu. cuma kau gunakan tangan kirimu untuk memukul aku, rasanya agak tidak pantas"
Dengan gugup Yu Wi membangunkan si nona, ucapnya sambil menangis, "Kepapa engkau malah tertawa gembira,. masa tidak kau lihat tangan kirimu"
"Kulihat jelas, tidak perlu dibicarakan lagi," potong Bok-cing, "adalah kebanggaanku dapat kubantu engkau menguasai separo Su-ciau-sin- kang, engkau sendiri seharusnya juga bergembira bagiku." Dia Sudah membuka matanya, tapi apa yang dapat dilihatnya? Dia berdusta pada Yu Wi, sebab sama sekali dia tidak dapat melihat.
Dengan tangan kirinya yang kurus kering itu Bok-cing membelai rambut Yu wi, katanya serupa seorang ibu sedang membujuk anaknya, "Jangan menangis, jangan menangis Apa yang perlu disedihkan? Kan cukup berharga bila kucacat tapi dapat membantumu menguasai Su-ciau-s in- kang. Apalagi tanganku tidak menjadi cacat. coba lihat, bukankah masih dapat bergerak dengan bebas."
Makin berduka hati Yu Wi, ia menangis tersedu-sedan seperti seorang anak kecil yang menangis di dalam pangkuan sang ibu.
"Janganlah kau bikin cacat diri sendiri," dengan lembut Bok-cing berkata pula. "Hendaknya kau tahu bahwa tangan kirimu sekarang sama juga seperti milikku, jika kau patahkan dia, tentu akupun akan berduka. Bahwa tangan kiriku sudah kehilangan tenaga dan tidak mungkin pulih kembali, jika tangan kirimu kau patahkan, apa manfaatnya bagiku, hanya akan menambah dukaku saja, kan tidak perlu?"
Bok-cing membangunkan Yu Wi dengan tangan kanan, katanya dengan tertawa, "Mari, ulurkan tangan kananmu, biar kubantu
melatih lagi separo Su-ciau-sin-kang yang lain-Jangan menangis, lekas usap air matamu"
cara bicaranya benar-benar menganggap Yu Wi sebagai anak kecil.
Dengan lengan bajunya Yu Wi mengusap air mata, ketika Bok-cing tidak memperhatikannya, mendadak dengan tangan kiri ia pegang pergelangan tangan kanan sendiri dan berkata, "Kau suruh kulatih Su-ciau-sin-kang lagi dengan tangan kanan, tapi tangan kanan ini masih milikku, akan kupatahkan dia supaya tidak membikin msah padamu." Berbareng ia terus memuntir sehingga menimbulkan bunyi keriut.
Keruan Bok-cing terkejut, cepat ia membentak "Jangan Bila berani kau patahkan tanganmu sendiri, segera kutumbukkan kepalaku pada dinding batu, biar kumati saja di depanmu."
Yu Wi menghentikan gerakan memuntirnya dan berkata, "Boleh juga tidak kupatahkan tangan kanan, cuma aku harus tahu cara bagaimana memulihkan tangan kirimu?"
"Untuk apa kau pikirkan hal ini?" ujar Bok-cing sambil menggeleng kepala.
"Seorang lelaki, mana boleh kubikin susah padamu untuk keuntunganku?" seru Yu Wi tegas.
"Mana kau bikin susah padaku? Bukankah aku baik bagini?" ujar Bok-cing dengan suara lembut.
"Baik-baik?" ucap Yu Wi sambil tersenyum getir, "Keadaanmu begini kau bilang baik? Biarpun orang berhati juga akan terharu melihat keadaan setenga badanmu sebelah kiri ini?"
"Kenapa mesti terharu?" ujarBok cing dengan tertawa. "Kan cuma agak kurus saja. Aku memang gemuk. kan jadi lebih baik bila kurus sedikit."
"Lebih baik katamu? Masa . . . masa kau anggap lebih baik?" seru Yu Wi dengan perasaan pedih.
Bok-cing menggeleng, katanya, "Ai, kenapa ribut, separti anak kecil saja."
Yu Wi menatap mata Ko Bok-cing, ucapnya pula, "Masa aku tidak boleh ribut? Tidakkah kau lihat jelas keadaanmu ini?"
"Sudah kulihat dengan jelas," ujar Bok-cing dengan tertawa.
"coba kau lihat lagi," kata Yu Wi dengan ngotot. Bok-cing berlagak menunduk untuk melihat tangan kiri sendiri.
---ooo0dw0ooo---
Bab 23
Yu Wi kuatir si nona tak dapat melihat jelas, pelahan ia mengangkat tangan si nona agak lebih tinggi. Ketika sorot matanya menyentuh tangan Bok cing yang kurus kering dan berwarna hitam itu, seketika air matanya bercucuran. Tapi dilihatnya biji mata Ko Bok- cing tidak bergerak sama sekali, sewajarnya si nona menarik kambali tangannya dan berkata dengan tertawa, "Nah, kan sudah kulihat."
Air mata Yu Wi bercucuran seperti hujan, katanya, dengan tersedu-sedan, "Meski. . . .meski sudah kau lihat, tapi. . . tapi serupa tidak melihat."
Berubah air muka Bok-cing, "Apa artinya ucapanmu ini?"
Sedapatnya Yu Wi menahan tangisnya, ia mengusap air mata sendiri, namun betapapun air matanya masih terus mengalir.
Bok-cing menduga anak muda itu telah dapat melihat penyakit matanya, segera ia tertawa dan berkata, "Mungkin karena terlalu lama berdiam ditempat gelap. akhir-akhir ini mataku memang kurang jelas melihat sesuatu. Tapi untuk melihat lenganku sendiri masih dapat kulihat dengan terang." Yu Wi tidak menanggapinya.
Setelah berdiam sejenak, Bok-cing berkata pula dengan tertawa, "Tadinya aku tidak percaya Koh-bok-sian (ilmu kayu kering) dapat
membantu orang berlatih Su-ciau-sin-kang, sekarang setelah terbukti tenaga tangan kirimu banyak bertambah, ternyata pelajaran Koh-bok-sian itu bukan omong kosong belaka."
Ia tidak tahu bahwa secara diam- diam Yu Wi telah menggeser dan berduduk dibelakangnya, di sangkanya dirinya masih bicara berhadapan dengan anak muda itu.
Melihat Bok-cing tidak mengetahui dia sudah berpindah tempat, Yu Wi tidak tahan lagi akan rasa pedihnya, ia menangis tergerung- gerung, tangisnya ini sungguh jauh lebih berduka daripada rasa menyesalnya karena telah memukul tangan kiri Bok-cing tadi.
Setelah mendengar suara tangis Yu Wi dibelakangnya barulah Bok-cing tahu anak muda itu telah menguji matanya yang buta itu. Segera ia berpaling, katanya sambil menggeleng kepala, "Ai, se-orang lelaki gagah perkasa, mengapa menangis melulu, masa tidak takut ditertawai oleh orang perempuan- coba lihat, setetes air mata pun aku tidak menangis, agaknya sudah ikut terkuras habis oleh tangismu sehingga aku tidak dapat menangis."
"Meng . . . mengapa matamu buta?" tanya Yu Wi dalam tangisnya.
Waktu dilihatnya mata Bok-cing buram dan kaku tadi, timbul sudah rasa curiga Yu Wi. Kemudian ketika nona itu disuruh memeriksa tangan kiri sendiri yang hitam dan kering itu, Yu Wi sendiri merasa tidak sampai hati memandang keadaan tangan itu, tapi Bok-cing juga memandang tanpa berkedip dari sini lebih terbukti lagi bahwa matanya pasti tidak normal. Akhirnya Yu Wi mengujinya dengan memutar kebelakangnya dan terbuktilah Bok-cing sama sekali sudah buta. Pantas dia tidak mau meninggalkan tempat ini, kalau kedua kaki lumpuh dan mata buta, siapapun tidak berkeinginan lagi berkecimpung didunia Kangouw dan akan mengakhiri hidupnya di tempat yang tenang ini.
Waktu mengetahui kaki Bok-cing cacat saja rasa duka YU Wi sudah tak terkatakan, apalagi sekarang diketahui matanya juga buta
semua, sungguh sukar dilukiskan rasa pedihnya. Ia pikir Thian sungguh kejam memperlakukan si nona.
"Meski buta, biarkan saja, apa mau dikatakan lagi?" ujar Bok-cing kemudian, "Untuk apalagi kau tanya ini dan itu, memangnya kau ingin aku ikut menangis bersamamu?"
Maka Yu Wi tidak berani tanya lagi, ia menduga mungkin waktu terhanyut kedalam air terjun, Bok-cing mengalami nasib sial, bukan saja babak-belur terluka, bahkan juga rusak wajahnya, kaki lumpuh dan mata buta. Sebaliknya Yu Wi sendiri dan Pek-yan hanya mengalami luka ringan saja.
Ia merasa Thian terlalu tidak adil, mengapa memperlakukan Ko Bok-cing sekejam ini? Mengapa selain membuatnya terluka dan merusak wajahnya, sekaligus juga membutakan mata dan melumpuhkan kakinya?
Dengan pedih Yu Wi berpikir, "Meski Jip-yap-ko mungkin dapat memulihkan wajahnya, tapi penyakit buta dan lumpuh ini mana ada obat di dunia ini yang dapat manyembuhkannya?"
Sungguh kalau bisa ia berharap dirinya saja yang buta dan lumpuh waktu terhanyut masuk air terjun daripada membikin susah Ko Bok-cing yang perlu di kasihani ini.
"Mataku buta, dengan sendirinya tidak berguna lagi kumiliki lwekang Su-ciau sin- kang." demikian kata Bok-cing. "Maka dari itu, Toako, biarlah kau terima bantuanku untuk meyakinkan separo Su-ciau-sin-kang yang lain,"
Namun Yu Wi tidak menghiraukan maksud baik Bok cing itu, tiba-tiba ia malah bertanya, "Apakah Koh-bok-sian yang kau sebut tadi?"
Bok-cing tidak menjawabnya, ia mendengarkan dengan cermat, mendadak ia berseru, "He, anakmu menangis, lekas kau gendong kemari."
Rupanya mereka menjadi lupa anak Yu Wi yang ditaruh disamping sana, sudah sehari semalam bayi itu kelaparan dan telah lama menangis, tapi lantaran suara gemuruh air terjun sehingga
suara, tangisan anak itu tidak terdengar. Bilamana lwekang mereka tidak tinggi, biarpun bicara berhadapan juga tidak terdengar jelas.
Waktu Yu Wi berpaling kesana, benarlah terlihat putranya sedang menangis sambil mencak-mencak dengan tangan dan kakinya yang kecil itu, kasihan anak itu, selama dilahirkan cuma sekali saja disusui sang ibu, habis itu lantas tidak pernah lagi merasakan kasih sayang sang ibunda.
Yu Wi ingin mencoba apakah kedua kaki Bok-cing benar lumpuh, ia berlagak bicara sewajarnya, "silakan kau gendongkan bagiku, jelas anak itu kelaparan- aku tidak tahu cara bagaimana memberi makan padanya."
Air muka Bok-cing tampak memperlihatkan rasa cemas, tapi tidak bergerak, katanya, "Putramu sendiri, tidak kau gendong, masa suruh orang lain?"
"Biarkan saja dia menangis, mari kita bicara tentang Koh-bok-sian " ujar Yu Wi.
"Huh, kau ini ayah macam apa?" omel Bok-cing. "Anak itu sudah lapar sehari semalam, lekas kau petik setangkai jamur untuk diisapnya, tentu akan berhenti tangisnya."
Sesungguhnya hati Yu Wi memang tidak tega melihat tangis anaknya yang luar biasa itu, ia tidak berani banyak omoug lagi, buru-buru ia memetik setangkai jamur dan dijejalkan kemulut kecil si bayi, lalu digendongnya dan ditimang-timang.
Anak itu juga tidak rewel, begitu mulutnya mengisap seuatu yang serupa dot, ia tidak menangis lagi, pelahan iapun terpulas.
Pelahan Yu Wi lantas menaruh lagi anaknya di tanah, sekarang ia yakin Ko Bok cing memang benar tidak dapat berjalan, kalau dapat, seorang wanita yang mempunyai perasaan keibuan tentu akan mendahuluinya menggendong anak yang menangis itu.
"Anak itu tidak apa-apa?" tanya Bok-cing.
"Ya, anak itu sudah tidur lagi," jawab Yu wi.
"Di mana kau taruh dia?" tanya pula si nona.
"Tepat di pojok dibelakangmu."
Dengan kedua tangan menahan tanah Bok-cing seperti bermaksud merangkak kesana untuk mengatur tempat tidur bayi itu, tiba-tiba leringat dirinya tak dapat berjalan, jika main merangkak tentu tidak sedap dipandang Yu Wi, maka ia duduk tegak lagi dan berkata, " jangan Kau taruh di sana, di situ sangat lembab, lekas bawa masuk kedalam gua."
Yu Wi tahu Bok-cing sangat sayang kepada anaknya itu, terbayang olehnya waktu anak itu diselamatkan dari dalam air, lalu ditaruh didalam gua serta dirawat, semuanya itu dilakukan dengan merangkak kian-kemari Seketika dia seakan-akan melihat adegan Bok-cing merangkak ketepi kolam untuk minum air, saking terharunya ia mengucurkan air mata lagi.
"Sudah kau pindah belum?" tanya Bok-cing pula dengan kuatir.
Karena didesak. lekas Yu Wi memindahkan anaknya ke dalam gua, lalu kembali berduduk didepan Bok-cing, katanya, "Sudah kupindahkan anak itu kedalam. Sekarang harap kau jelaskan Koh-bok-sian."
"Aku sendiri tidak tahu jelas. sebenarnya apakah Koh-bok-sian?" jawab Ko Bok-cing,
"Jika engkau tidak tahu, mengapa dapat kau gunakan Koh bok-sian untuk membantuku menguasai Su-cian-sin- kang dengan baik," tanya Yu Wi pula
"Siapa bilang sudah kau kuasai dengan baik Su-ciau-sin-kang itu masih ada setengah bagian yang belum kau kuasai," jawab Bok-cing dengan tertawa
"Menurut saja padaku, jangan kau takuti aku dengan memuntir tangan kananmu, biarlah kubantu kau latih setengah bagian yang lain, setelah berhasil dapatlah kau angkat kembali kejayaan Goat-heng-bun. Hendaklah kau maklum, sekarang mataku sudah buta, tidak dapat lagi ikut berkecimpung di dunia Kangouw, maka
kejayaan Goat-heng-bun masa depan akan bergantung pada perjuanganmu."
Diam2 Yu Wi membatin, matipun tidak kuterima bantuan setengah Su-ciau-sin-kang yang lain- la menggeleng kepala saja sambil memandang tangan kiri Bok-cing yang hitam yang kering itu.
"Bagaimana, kenapa diam saja? Kau marah karena tidak kujelaskan tentang Koh-bok-sian?" tanya Bok-cing.
Yu Wi sengaja diam saja seakan-akan membenarkan pertanyaan orang.
"Aku benar-benar tidak tahu tentang Koh- bok- sian, aku cuma apal rumusnya dan cara menggunakannya, hal itu kutemukan didalam kitab Su-ciau-sin-kang, kubaca dan kuingat diluar kepala, kemudian kupikir kegunaan Koh-bok-sian hanya akan membantu orang lain untuk mengisap tenagaku sendiri, buat apa kusimpan ilmu yang tidak berguna yang hanya merugikan diri sendiri ini, maka kubuang catatan mengenai ilmu itu."
"Jika kau tahu ilmu itu hanya akan merugikan dirimu sendiri, mengapa kau gunakan bagiku?" tanya Yu Wi dengan menyesal.
"Waktu kutahu Su-ciau-sin-kang berhasil kau pelajari dengan baik, tapi tidak memancarkan kesaktiannya. kupikir jika begitu, lalu cara bagaimana engkau dapat menjabat ahli waris Goat-heng-bun? Padahal aku sudah cacat dan tidak berguna lagi, kalau ilmu yang kukuasai tidak kuberikan padamu, untuk apa segala kesaktian yang kukuasai ini?" setelah berhenti sejenak. lalu Bok-cing menyambung lagi, "Toako, kau pun tidak perlu merasa sedih, kubantu meyakinkan su-ciau-sin-kang adalah karena ilmu ini akan sangat berguna bagimu. Bilamana mataku tidak buta, tentu takkan kulakukan cara ini."
"Dapatkah kau ajarkan rumus Koh-bok-sian itu kepadaku?" pinta Yu Wi.
"Untuk apa engkau mempelajarinya?" tanya Bok-cing.
"Supaya . . .supaya bila perlu. ilmu sakti yang kukuasai dapat kusalurkan kepada anakku atau ahli- warisku," kata Yu Wi.
Tapi Bok-cing lantas menggeleng, katanya , "Kutahu maksud tujuanmu, tentunya hendak kau berikan kembali kepadaku ilmu itu agar tangan kiriku dapat pulih seperti sediakala, betul tidak?"
"Ah. tidak. bukan" cepat Yu Wi menyangkal.
Tiba-tiba timbul akal Ko Bok-cing ia pikir pemuda itu harus ditipu agar secara tak sadar mau melatih setengah Su-ciau-sin-kang yang lain, bagaimana ilmu itu sudah telanjur dikuasai, lalu dibujuk dan akhirnya tentu akan diterimanya dengan baik.
Karena itulah ia pura-pura apa boleh buat dan berkata, "Jika kau ingin belajar, boleh juga kuberi-tahu. cuma harus kau janji takkan kau gunakan atas diriku."
Yu Wi hanya mengangguk tanpa menyanggupi dengan mulut. Ia pikir bila perlu boleh main pokrol bambu.
Begitulah Ko Bok-cing lantas mulai menguraikan Koh-bok-sian dan semua diapalkan Yu Wi dengan baik, berulang tiga kali nona itu menguraikan ilmu itu supaya Yu Wi dapat mengingatnya dengan betul.
Setelah merasa apal benar Koh-bok-sian ajaran Bok-cing, dengan tangan kanan memegang tangan kiri Yu Wi berkata dengan tertawa, "Moiymoay, telah kutipu dirimu, aku cuma mengangguk dan tidak mengucapkan janji atas permintaanmu."
"Menipu apa segala, dari mana kutahu engkau mengangguk atau tidak?" jengek Bok-cing. "seorang lelaki sejati harus bisa pegang janji, kupandang engkau seorang Kuncu, asal kau terima ajaranku, kan sama seperti kau terima juga syaratku, tidak perlu harus berjanji dengan mulut."
"Pendek kata, apapun anggapanmu terhadapku, tetap akan kugunakan kembali atas dirimu dengan Koh-bok-sian, tidak boleh kulihat keadaanmu yang mengenaskan ini gara-gara diriku."
"Jika aku tidak mau terima, memangnya apa yang dapat kau lakukan?" jengek Bok-cing pula.
"Karena kubikin susah padamu, maka lengan kiriku yang menjadi gara-gara ini akan kubuang," kata Yu Wi dengan tegas.
Bok-cing berlagak tak berdaya, jawabnya, "caramu mengancamku ini bukanlah perbuatan seorang lelaki sejati."
Mendengar nada si nona sudah lunak dan seperti mau terima kehendaknya, Yu Wi berkata pula dengan tertawa, "ini bukan mengancam melainkan supaya pulang kandang saja."
Bok-cing menggeleng, "Tidak kau terima pemberianku seluruhnya, sebaliknya malah akan mengembalikan setengah bagian kungfu yang telah kusalurkan padamu. Padahal tanpa menguasai Su-ciau-sin-kang, cara bagaimana engkau akan memenuhi kewajibanmu atas pesan Ban Put-tong Lo-cianpwe untuk menghadapi Thay- yang- bun?"
"Di dunia ini tidak ada urusan sulit. yang penting adalah tekad yang bulat, jika Thay- yang- bun berani bertindak jahat didunia Kangouw, aku tidak percaya tanpa Su-ciau-sin-kang tak dapat menumpasnya?."
Bok-cing mendengus, "Dari nada ucapanmu ini, agaknya kau yakin dapat mengalahkan Thay- yang- bun tanpa menggunakan Su- ciau-sin-kang? "
"Sudahlah, kita jangan bicara urusan lain, sekarang silakan mengulurkan tangan kirimu, biar kukembalikan tenagamu," kata Yu Wi.
"Tenaga setengah badanku sudah punah, cara bagaimana dapat kuterima saluran kembali tenagamu?" ujar Bok-cing.
Yu Wi jadi melengak, "Wah lantas . . . lantas bagaimana?"
"Tolol, tangan kananku kananku kan masih kuat, asalkan kau salurkan tenaga melalui tangan kananku, kan sama saja."
"Ah, bagus," seru Yu Wi. "Moay moay yang baik, ulurkan tangan kananmu, sesudah beres segalanya baru kita rundingkan urusan lain-"
Tapi dengan kereng Bok-cing berkata, "Masih ingat segala larangan dan tidak boleh yang kukatakan tadi?"
"Ingat. sekarang engkau yang harus mematuhinya" jawab Yu wi dengan tertawa.
"Tapi perlu diketahui, pihak yang menyalurkan tenaga juga harus mentaati larangan tersebut."
"Ya, kutahu, pokoknya semua peraturan akan kuturuti," kata Yu Wi, lalu ia memejamkan mata dan berkata pula. "Nah, semuanya sudah siap. ulurkan tangan kananmu."
Tangan Bok-cing terus disodorkan, kedua tangan saling menempel, Yu Wi menjalankan Koh-bok-sian menurut uraian Bok-cing tadi.
Tapi begitu tenaga dalamnya mulai bekerja, segera ia merasakan gelagat tidak betul, serasa tenaga murni sendiri tidak tersalur keluar sebaliknya hawa murni Ko Bok-cing malah terisap olehnya.
Tentu saja Yu Wi terkejut, dia memang sudah sangsi kalau Koh-bok-sian dapat membantu orang lain mengisap tenaganya, tentu juga dapat digunakan mengisap tenaga orang lain-Buktinya sekarang benar—benar terjadi begitu. Ia tidak tahu bahwa yang diajarkan Ko Bok-cing j usteru kebalikannya.
Kiranya Koh-bok-sian terbagi menjadi pasif dan aktif. Yang dipahami Yu Wi sekarang adalah aktif, maka begitu mengerahkan ilmu itu, serentak tenaga Ko Bok-cing yang terisap olehnya. Apabila tenaga Bok-cing bagian kanan badan terisap habis, tanpa kelihatan dia telah memperoleh pula setengah bagian Su-ciau-sin-kang yang lain-
Karena Bok-cing berniat mengajarkan Yu Wi agar menguasai Su-ciau-sin-kang secara lengkap. maka dia sengaja menipunya. Tapi Yu
Wi bukan anak tolol, keadaan yang tidak benar ini segera diketahuinya.
cepat Yu Wi bermaksud menarik tangannya. tapi ternyata sukar dibetot kembali. Sebabnya Bok-cing malah mengerahkan segenap tenaga sehingga tangan Yu Wi bertambah lengket, serunya, "Mainkan dengan baik, jangan sembarangan bergerak."
Tapi setelah tahu ketidak beresan ini, mana Yu Wi mau melanjutkan permainannya, segera ia berhenti mengarahkan Koh-bok-sian,
Tapi tenaga murni Bok-cing masih terus mengalir kedalam tubuh Yu wi. Karuan anak muda itu menjadi gelisah, bentaknya mendadak. "Tarik tanganmu"
Mendadak tangan kanannya menghantam kedua tangan yang saling lengket itu, karena Wi sekarang juga sudah menguasai setengah Su-ciau-sin-kang, tenaganya sama kuatnya dengan Bok-cing, sekali hantam kedua tangan lantas tergetar terpisah. Tangan Bok-cing melambai kebawah, ia menangis sedih.
"Hendak kau jebloskan diriku menjadi manusia yang tak berbudi?" kata Yu Wi dengan menyesal.
"Tak berbudi apa? Sengaja hendak ku- ajarkan ilmu sakti padamu, tapi tidak kau terima dengan baik, ini artinya engkau tidak tahu diri," jawab Bok-cing.
"Menarik keuntungan bagi diri sendiri dengan mengorbankan dirimu, kau bilang aku tidak tahu diri?" kata Yu Wi.
"Hm, pikiranmu yang cupet melebihi orang perempuan ini sungguh tidak bijaksana, tidak kaupikirkan bilamana Su-ciau-sin-kang sudah kau kuasai dengan baik, entah berapa banyak keluhuran yang akan kau buat. coba jawab, jika kelak Thay- yang- bun menggaran didunia Kangouw, dengan cara bagaimana akan kau selamatkan dunia persilatan?"
"Meski kungfuku sekarang tidak cukup tangguh, pelahan masih dapat kugembleng diriku sendiri, akhirnya pasti akan mencapai
tingkatan yang sempurna dan kuyakin sanggup menghadapi Thay- yang- bun. "
"Huh, untuk itu akan kau tunggu sampai kapan?" jengek Bok-cing.
"Sampai kapan pun tidak menjadi soal daripada membikin susah padamu," jawab Yu Wi. "Kuyakin Thian juga tidak berkenan bilamana kuterima bantuan ilmu sakti secara tidak bijaksana."
"Huh, masih bicara tentang bijaksana segala. "jangek Bok-cing. "Sesungguhnya kau mau terima tidak sebagian Su-ciau-sin-kang lagi?"
"Tidak." jawab Yu Wi tegas.
"Jadi sengaja kau bikin aku mati dengan penasaran?" tanya Bok-cing dengan tersenyum getir.
Yu Wi menjadi gelisah, disangkanya si nona mengancamnya akan membunuh diri, ucapnya dengan kelagapan, "Masa engkau . . . engkau . . . ."
Bok-cing menghela napas, katanya "Terus terang kukatakan padamu, sekarang bukan saja ke-dua mataku buta, kedua kakiku juga tidak dapat bergerak. Kedua macam cacat ini membuatku putus asa dan bosan hidup, Tak lama lagi hidupku di dunia ini, mengapa tidak kau terima permintaanku sebelum ajal ini. Perlu kau ketahui, setelah ku- ajarkan ilmu sakti padamu, meski mati hayatku, tapi jiwaku seakan-akan masih hidup pada badanmu. Memangnya kau tega membikin cita-citaku atas dirimu tidak terlaksana?"
Karena uraian Bok-cing ini, Yu Wi tambah tidak mau terima kehendaknya, ia pikir kalau si nona sudah putus asa, bila ilmu sakti selesai diajarkan padanya, tentu segera dia akan bunuh diri. Sebaliknya kalau ilmu sakti belum diajarkan, selama masih menaruh sesuatu harapan, tentu dia takkan bunuh diri.
Maka ia coba membujuknya, "ilmu saktimu tidak ada tandingannya didunia, hendaknya kau hidup dengan baik-baik, biarlah kujelajahi dunia ini untuk mencari obat yang dapat
menyembuhkan cacat mata dan kakimu, jika engkau sudah dapat melihat dan berjalan lagi, ilmu saktimu adalah kekuatan pembasmi kejahatan dan penumpas Thay-yang-bun yang ampuh."
"Hm, obat untuk menyembuhkan mata dan kaKiku? Hal ini sama sekali tidak kuharapkan lagi," ujar Bok-cing dengan tersenyum getir "Semenjak ku selamatkan kedua orang itu tempo hari, aku sudah rela menerima kedua cacat ini selamanya."
Tergerak hati Yu Wi oleh ucapan si nona, cepat ia tanya, "Kedua orang yang kau maksudkan itu apakah Pek-yan dan diriku"
"Betul, yang kuselamatkan itu adalah kalian berdua," jawab Bok-cing. "Kau pikir apa sebabnya wajah dan tubuhku penuh luka? Semua ini adalah karena waktu itu kuangkat tubuh kalian berdua dan membiarkan badanku sendiri disayat oleh dinding karang yang tajam. Sebab apa kalian dapat terhanyut kedalam air terjun dan terdampar ke tepi kolam, sebaliknya aku terbawa arus masuk kesini? Sebabnya karena kutahu bilamana kita bertiga terdampar kedinding karang tentu kita akan sama-sama hancur lebur, aku tidak ingin kalian berdua mati bersamaku, maka dengan ilmu saktiku kulemparkan kalian keluar air terjun. Kusangka diriku sendiri akan hancur lebur, namun sedikitnya sudah kuselamatkan kalian berdua. Siapa tahu Thian kasihan kepada maksud baik-ku itu dan tidak membinasakan diriku. sesudah kulemparkan kalian sekuatnya, tubuhku berputar. kedua kakiku jatuh ke tanah lebih dulu sehingga tulang kakiku terbanting remuk. Bersama dengan gerakan putaran itu, akupun terhanyut kedalam gua ini dan syukur badan tidak terluka parah. Waktu aku mendusin, kurasakan kakiku sudah remuk. mata pun buta, yaitu karena terpukul oleh air terjun yang keras itu Waktu itu aku membentang mata untuk menaksir bagian tempat yang akan kulemparkan kalian kesana supaya tidak terbanting hancur, lantaran mata baru terpentang dan digerujuk air terjun yang keras, mataku jadi buta oleh getaran air terjun itu. Meski mataku buta, tapi dapat melemparkan kalian ke tempat yang aman, kan berharga juga pengorbanan ini?"
Mendengar sampai disini, hati Yu Wi pedih seperti disayat-sayat, ingin menangis pun tak keluar air mata. Diam-diam ia bertobat didalam hati "o, Thian, demi menyelamatkan aku dan Pek-yan dia menjadi buta dan lumpuh, jika aku Yu Wi tidak berusaha menyembuhkan dia, apa aku sampai hati hidup terus didunia ini? Selama aku masih hidup didunia ini, tujuanku yang utama adalah mencari penyembuhan bagi mata dan kakinya. Ya, harus kucarikan obat mujarab baginya "
setelah ambil keputusan didalam hati, segera timbul hasratnya untuk pergi dari gua itu.
"Kuceritakan sebab musababnya kecacatanku bukan karena ingin menonjolkan jasaku. juga bukan untuk menarik simpatimu," kata pula Bok-cing "Maksudku hanya agar kau tahu bahwa setelah kusalurkan seluruh tenagaku padamu, seluruh kehidupanku juga telah kutitipkan padamu. coba pikir, aku yang menyelamatkan jiwamu, dengan kedua tangan kusalurkan tenagaku, jika seterusnya engkau melakukan pekerjaan mulia di dunia Kang-ouw, kan serupa juga aku sendiri yang berbuat hal-hal itu. Apabila dapat kau terima penjelasanku ini, hendaknya kau duduk lagi disini, biar kuajarkan pula setengah Su-ciau-sin-kang yang lain padamu."
"Kuharap engkau hidup dengan baik di sini, kupasti dapat mencarikan obat mujarab untuk menyembuhdan penyakitmu." kata Yu Wi.
Bok-cing menjadi marah, katanya, "Kan sudah kukatakan tiada sesuatu lagi yang kuharapkan- ini, kukembalikan padamu."
Mendadak ia mengambil sesuatu terus dilemparkan kepada Yu Wi.
Setelah terima barang itu, Yu Wi berseru kaget, "Hei Jit-yap-ko?Jadi. . .jadi buah ini tidak kau makan? Lalu cara bagaimana mukamu bisa pulih?"
"Kau heran bukan?" ujar Bok-cing dengan tertawa. "Makanya kubilang nasib tidak dapat dipaksakan- Thian maha adil, aku tidak dijadikan setan bermuka buruk dan setan kelaparan, maka didalam
gua ini banyak tumbuh jamur yang dapat kumakan selalu untuk tangsal perut,jamur ini juga berkhasiat menyembuhkan luka dan memulihkan daging.
Apabila Thian menghendaki mataku tidak buta, tentu sudah lama juga mataku dapat melihat kembali. cuma sayang Thian tidak menumbuhkan jamur ini untuk menyembuhkan mata buta dan kaki lumpuh, ini berarti aku sudah ditakdirkan harus cacat selamanya, kenapa aku harus berusaha penyembuhannya lagi? "
Tapi Yu Wi tambah yakin usahanya nanti pasti akan berhasil, katanya, "Jika Thian dapat memulihkan wajahmu, tentu akan membantuku menemukan dua jenis obat penyembuhan yang mustajab. Kuharap engkau sabar menunggu disini, pasti akan kubawakan obat ajaib untuk mengobati matamu."
Bok-cing menggeleng, "Aku tidak mengharapkan Thian akan memperlakukan diriku dengan istimewa."
Dia tidak percaya didunia ini ada obat yang dapat menyembuhkan mata buta, apalagi menyembuhkan tulang kaki yang sudah remuk.
Tapi dengan suara keras Yu Wi berkata, "Pasti dapat kudapatkan obatnya, yang penting hendaknya engkau hidup baik-baik disini."
"Aku tidak ingin hidup baik segala, kecuali. . . ."
Yu Wi kuatir nona itu akan membunuh diri, hal ini akan membuatnya menjesal selama hidup, maka cepat ia tanya, "Kecuali apa?"
Dengan tulus ikhlas Bok-cing berkata, "Kecuali engkau menerima setengah bagian Su-ciau-sin-kang yang lain, dengan begitu barulah ada harapanku untuk hidup."
"Kalau aku tidak mau?" sahut Yu Wi dengan tegang.
"Kalau tidak mau, biar kumati di depanmu sekarang juga." kata Bok-cing.
"Wah, jika demikian, rasanya mau-tidak-mau harus kuterima setengah bagian Su-ciau-sin-kang itu," kata Yu Wi dengan tertawa.
"Jika kau minta aku jangan mati, terpaksa harus kau terima permintaanku," kata Bok-cing dengan ngotot.
Tapi Yu Wi menjawab dengan dingin, "Tapi apakah engkau tahu caramu mengalirkan tenagamu padaku itu meski tidak membuat kumati malu namun sudah kuputuskan selamanya takkan menggunakan ilmu sakti ajaranmu ini."
Bok-cing menggeleng dengan tertawa, "Ilmu sakti sudah masuk tubuhmu, tak mungkin tidak kau gunakan-"
Yu Wi masukkan tangan, kiri ke dalam bajunya dan berkata, "Selanjutnya takkan kugunakan tangan kiriku ini"
Mendengar ucapan Yu Wi sedemikian tegas, Bok-cing menjadi kuatir, katanya. "Mengapa engkau mesti ngotot? Sengaja kau bikin marah padaku?"
"Bukan sengaja kubikin marah padamu, aku cuma ingin memberitahukan padamu bahwa aku tidak suka menerima saluran tenaga saktimu dengan cara demikian," kata Yu Wi.
"Habis dengan cara bagaimana baru akan kau terima?" tanya Bok-cing.
Yu Wi kuatir nona itu akan membunuh diri, untuk membesarkan hasrat hidupnya, terpaksa ia menjawab, "Nanti bila sudah kudapatkan obat mujarab dan menyembuhkan matamu baru akan kuterima ajaran ilmu saktimu."
Karena sudah kehabisan akal, terpaksa Bok-cing berkata, "Baiklah, akan kutunggu, semoga nanti kau dapatkan obat mujarab dan tentu takkan kau tolak lagi bila kuajarkan setengah bagian ilmu sakti itu."
Yu Wi percaya bok-cing takkan bunuh diri lagi, sagera ia membalik tubuh dan terjun ke dalam air.
"Hei, bawa serta anakmu" seru Bok-cing."
"Tidak. tolong engkau sudi merawatnya bagiku" jawab Yu wi, lalu ia menyelam dan sekejap saja lantas menghilang.
Bok-cing tahu maksud tujuan Yu Wi meninggalkan anaknya, sebab kalau dia diwajibkan merawat anak bayi itu betapapun dia bosan hidup juga tak dapat membunuh diri tanpa memikirkan nasib orok itu.
Dia lantas merangkak ke dalam gua, dengan penuh kasih sayang ia gendong anak itu, katanya di dalam hati, "Toako, biarpun engkau tidak mau terima sebagian Su-ciau-kang-yang lain, kan sama saja bila kuajarkan kepada anakmu nanti."
---ooo0dw0ooo---
Tidak lama kemudian, Yu Wi telah muncul kembali dipermukaan kolam sana dan berlari ketempat tali panjang itu. Dilihatnya tambang itu masih terjulur ditempat semula, segera kedua tangannya memegang tambang dengan erat dan siap untuk memanjat keatas.
Mendadak ia masukkan tangan kiri kedalam baju, hanya dengan satu tangan dibantu kedua kaki ia terus memanjat ke atas. Sebabnya dia memasukkan tangan kiri kedalam baju adalah untuk menepati janji selanjutnya takkan menggunakan tangan kiri.
Lebih dari satu jam Yu Wi memanjat, akhirnya dapatlah ia mencapai puncak tebing dengan kelelahan-
Tempat ini terletak di atas salah satu puncak Siau hoa-san, pegunungan Siau-hoa banyak sekali puncaknya yang tinggi, sedikitnya ada dua ribu kaki tinggi puncak ini.
Sudah dua malam Yu Wi tidak tidur, ditambah lagi kelelahan, rasanya tidak tahan lagi, ia bertiarap diatas tanah untuk mengaso.
Pada saat itulah sekonyong-konyong terdengar sambaran angin keras, Dengan cekatan Yu Wi melompat bangun sehingga cengkeraman orang dapat dihindarkan-
Sekali mencengkeram tidak mengenai sasarannya, orang itu berganti sasaran, tangannya lantas menabas ujung tambang sehingga putus. Tambang panjang dan berat itu seketika terjatuh kedasar lembah seluruhnya.
Padahal didasar lembah sana masih tinggal Ko Bok-cing dan anaknya, keruan Yu wi menjadi cemas dan gusar, bentaknya sambil menuding orang itu, "Nikoh jahat, mengapa sengaja kau bikin celaka orang?"
Ujung tambang itu hanya tersisa sepotang saja masih terikat pada batu karang, untuk membuat tambang baru sepanjang itu belum tentu dapat jadi dalam setahun, jelas selama itu pula Yu Wi tak dapat turun ke bawah, tentu saja hal ini membuatnya gemas,
Ternyata orang yang memotong tambang itu tak lain-tak-bukan ialah Ji- bong Taysu, itu nikoh tua pemimpin cu-pi-am.
"omitohud" demikian Ji-bong bersabda, "Nikoh tua mengutamakan welas-asih dan tidak ingin mencelakai siapa pun."
"Memangnya tidak kau ketahui dibawah sana masih ada orang?" teriak Yu Wi murka.
Ji- bong menggeleng kepala, "Kan sudah naik semua, masih ada siapa pula?"
Dia sengaja berlagak pilon, padahal hatinya cukup jelas dibawah Sana masih ada seorang Ko Bok-cing, seorang nona yang kesaktiannya tidak dibawahnya, seorang nona yang menjuasai Su-ciau-sin-kang dengan sempurna.
Yu Wi juga tahu orang sengaja memotong tambang panjang itu agar Ko Bok cing tak dapat naik keatas. tapi kalau ji- bong tidak mau mengaku, apa yang dapat diperbuatnya, apalagi kungfu nikoh tua itu maha tinggi, apa yang dapat diperbuatnya?
Terpaksa Yu Wi menahan perasaannya, ia pikir terpaksa aku harus memilin tambang panjang lagi. Sekarang dirinya bukan tandingan nikoh tua ini,jalan paling baik adalah angkat kaki saja.
Karena pikiran itu, segera ia membalik tubuh dan tinggal pergi. Tapi baru dua-tiga langkah, mendadak Ji-bong membentak, "Berhenti"
Dengan mendongkol Yu Wi berpaling dan bertanya, "Kau sengaja memutus tambang itu dan aku tidak berurusan lebih lanjut denganmu, memangnya hendak kau cari perkara malah padaku?"
ji- bong mengulurkan tangannya dan berkata, "Harap Sicu mengembalikan Jit-yap-ko"
"sudah kumakan buah itu," sahut Yu Wi dengan gusar,
Mendadak Ji-bong bertepuk tangan pelahan, maka Ji-tiau lantas muncul dari balik batu karang sana dengan menggendong seorang bayi perempuan-
Bayi yang digendongnya itu jelas bukan orang lain dari pada anak perempuan Yu Wi. Keruan Yu Wi terkejut,
"Dimana Pek-yan?" teriaknya.
"Pek-yan siapa?" tanya Ji-bong dengan dingin-
Yu Wi menuding bayi dalam gendongan Ji-tiau, dengan gusar ia berteriak pula, "ibunya, perempuan yang membawanya ke atas tadi "
"Huh, masa yang kau perhatikan hanya Pek-yan dan tidak memperhatikan lagi perempuan lain? " jengek Ji- bong,
"Siapa yang kau maksudkan? Apakah Soh-sim?" tanya Yu Wi dengan terkejut. "Telah kau apakan dia?"
"Tidak kuapa- apakan dia, boleh kau lihat sendiri," kata ji-bong sambil bertepuk tangan lagi.
Dalam sekejap lantas muncul Boh-tin dan Boh-pi dari balik batu karang, masing-masing mengempit satu orang, mereka adalah Ko Bok-ya alias Soh-sim dan Pek-yan-Keduanya terkempit dibawah ketiak dan tak dapat berkutik.
Segera Ji-bong siap menghadang didepan Yu Wi sambil mendengus, "Di depanku, jangan coba-coba main gila"
Yu Wi tahu maksud tujuan orang, teriaknya gusar, "Memangnya apa kehendakmu?"
"Apalagi? Tetap mengenai Jit-yap-ko, harap kembalikan," kata ji-bong sambil menjulurkan tangannya.
"Huh, hanya untuk sebuah jit-yap-ko, sebagai seorang beragama engkau dapat berbuat apa pun?" jengek Yu Wi dengan menghina
"Betul, sudah sepuluh bulan kutunggu, tujuanku hanya ingin minta kembali Jip-yap-ko seperti sekarang ini." jawab ji-bong, "Dan sekarang jika tidak mau kau kembalikan buah itu. jiwa mereka bertiga juga tak dapat kujamin,"
"Kalau begitu, jadi selama sepuluh bulan Soh-sim memilin tambang dengan susah pajah juga sudah kau ketahui?" tanya Yu Wi
"jika tidak ku-beritahukan padanya bahwa diantara tiga orang yang terjeblos kedalam sumur perangkap itu terdapat dirimu, tentu Soh-sim takkan bersusah payah mencari tempat terkurungnya kalian itu."
"Jadi sengaja kau beritahukan tentang terjeblosnya diriku?" tanya Yu Wi.
Ji- bong tampak senang, katanya, "Kupercaya kepada kecerdasan soh-sim, ditambah lagi tekadnya yang besar, orang lain mungkin tidak marmpu menemukan jejak kalian, tapi bulan yang lalu sudah kuduga Soh-sim pasti dapat menemukan kalian-"
Yu Wi mengejek. "Hm, Taysu memang seorang yang maha cerdik dan dapat memandang jauh, sungguh aku sangat kagum."
"Betapapun kau kagum sungguhan atau pura-pura, yang jelas pihakku berada diatas angin- mau tak- mau harus kau serahkan kembali Jit-yap-ko," kata Ji- bong.
Dengan tangan kanan Yu Wi mengeluarkan Jit-yap-ko yang dimaksud, digenggamnya dengan baik dan berkata, "Setelah Taysu menerima kembali Jit-yap ko ini, lalu apa tindakanmu selanjutnya?"
"Dengan sendirinya akan kuperlakukan kalian dengan lebih baik," ucap Ji-bong.
"Lebih baik bagaimana?" tanya Yu Wi.
"Paling tidak, tentu takkan kubunuh kalian-"
Jawaban ini tidak memuaskan Yu Wi, ia menggeleng kepala.
Air muka Ji-bong berubah, "Bagaimana, tidak mau kau kembalikan?"
"Bukannya tak mau kukembalikan, aku cuma menghendaki jaminan dari Taysu," sahut Yu Wi.
"Jaminan apa yang kau minta?" tanya ji- bong.
"Jaminan keselamatan kami berempat."
"Termasuk Soh-sim? " jengek Ji- bong .
"Ya," jawab Yu wi. "Dengan susah payah Soh-sim telah menyelamatkan aku dan Pek-yan, dengan sendirinya tidak bolah dia mendapat susah karena perbuatannya ini."
Dengan kurang senang Ji-bong berseru, "Yu Wi, jangan kau kira dapat kau peras diriku dengan sebuah Jit-yap-ko. Hm, jaminan keselamatannya segala, kalau tidak kubunuh kalian sudah untung besar, apalagi yang kau harapkan? Soh-sim adalah anak murid cu-pi-am, tidak perlu kau kuatirkan dia."
"Kutahu memang tidak patut melakukan pencurian, cuma urusan sudah telanjur terjadi, mohon Taysu sudi memberi maaf," pinta Yu Wi dengan menyesal,
"Jika tahu salah dan mau minta maaf, biarlah urusan ini dibicarakan lagi kelak," kata Ji-bong.
"Tapi Jit-yap-ko belum juga kau Kembalikan, bukankah sengaja hendak kau peras diriku?"
Menurut pertimbangan Yu Wi. dalam keadaan demikian tidak boleh membuat marah Ji- bong Taysu, supaya urusan bisa beres, terpaksa Jit-yap-ko harus dikembalikan lebih dulu. segera ia menyodorkan buah itu kedepan Ji-bong.
Ji-bong mendengus. "Beginilah baru dapat disebut orang yang tahu gelagat."
Sambil bicara ia terus menjulurkan tangan kanan untuk menerima Jit-yap-ko, tapi tangan kiri mendadak juga bergerak untuk menangkap Ki-kut-hiat yang penting dibahu kiri Yu Wi.
Setengah badan kiri Yu Wi kini sudah menguasai Su-ciau-sin-kang, meski mendadak tercengkeram. serentak urat nadinya juga bergolak dan memantulkan tenaga perlawanan, seketika tangan Ji-bong meleset memegang sasarannya.
Setelah terlepas dari cengkeraman orang, pada saat Ji-bong tercengang, tangan kanan Yu Wi segera membalik dan merampas kembali Jit-yap-ko Gerakan menyodorkan Jit-yap-ko, melepaskan diri dari cengkeraman lawan dan merampas kembali. semua itu dilakukan secara berurutan dan cepat sekali.
Keruan Ji- bong terkejut, ia heran kungfu anak muda ini dapat maju sepesat ini. Lebih-lebih tenaga dalam yang timbul dari bahu kiri Yu Wi, rasanya, sedemikian kuat dan sukar diatasi, hal ini sungguh membuat Ji-bong tercengang.
Dari malu Ji-bong menjadi gusar, bentaknya, "Yu Wi, kau berani bermusuhan denganku?"
"Wanpwe tidak berani," jawab Yu wi.
"Kalau tidak berani, mengapa kau rampas kembali Jit-yap-ko Itu?"
"sebab Taysu bermaksud mencelakai diriku, terpaksa Wanpwe melakukan perlawanan-"
"Jika kau ingin minta maaf, segala sesuatu harus menuruti kehendakku."
Yu Wi menggeleng, sahutnya, "Rasanya orang she Yu tidak sebodoh itu."
Ji- bong menjengek. "Hm, kau kira setelah terbekuk olehku akan kucelakai dirimu? Kau tahu orang beragama mengutamakan welas-asih, asalkan benar kau mau mengaku salah, dengan sendirinya akan kumaafkan kesalahanmu. Tapi tampaknya sekarang urusan mengaku salah dan minta ampun segala tidak perlu dibicarakan lagi."
Yu Wi memang tidak puas terhadap kelicikan Ji-bong, sekarang orang malah bicara tentang welas-asih segala, segera ia menjengek
"Jika Taysu mengaku mengutamakan welas-asih, hal ini sungguh kuragukan- Kukira Taysu belum lupa ucapanmu sendiri waktu menolak mempertemukan Soh-sim denganku. maka sekarang tak dapat lagi kupercayai keterangan Taysu. Apalagi terbukti pula tindak-tanduk Taysu sendiri, melihat orang celaka tidak mau menolong, orang terjeblos kedalam sumur kau lempari batu sekalian-Wanpwe bertiga hampir saja mati di dasar lembah sana. Ho, biarpun Wan-pwe lebih bodoh lagi juga takkan mempercayakan jiwa sendiri kepada Taysu."
Di depan Ji-tiau, Boh-tin dan Boh-pi sekaligus Yu Wi membongkar kedok dan mengorek borok Ji-bong. keruan nikoh tua itu menjadi murka, bentaknya, "Maling cilik, untuk menangkap dirimu adalah terlalu mudah bagiku,"
Kini Yu Wi tambah kenal watak Ji-bong yang keji, hanya berkedok sebagai nikoh, tapi diam-diam melakukan berbagai kejahatan- Dasar usianya masih muda, tentu saja iapun naik darah, kontan ia balas mengejek. "Maling cilik? Maksudmu siapa? Kalau maling tua kukira lebih cocok bagi Taysu."
Tidak kepalang gusar Ji-bong, dengan jari gemetar ia tuding Yu Wi, sampai lama tidak sanggup bersuara.
Ji-tiau lantas tampil ke depan, katanya, "Yu-sicu, cara bicaramu ini agak keterlaluan."
Yu Wi sudah nekat, jawabnya, "Keterlaluan bagaimana?"
"Perbuatan Yu-sicu mencuri Jit-yap-ko kan jelas terbukti?" ucap Ji-tiau.
"Betul, akupun tidak menyangkal, tapi aku bukan maling, tindakanku itu hanya mengambil barang milik ibuku yang hilang," jawab Yu Wi tegas.
"ibumu? Siapa ibumu?" tanya Ji-tiau.
"ibuku she Tan bernama Siok-cin," tutur Yu Wi. "Jit-yap-ko adalah milik ibu, ketua kalian merampasnya dari tangan ibuku, coba katakan, perbuatan pemimpin kalian ini apakah pantas?"
Sungguh tak tersangka oleh Ji-tiau bahwa si perempuan berbaju hitam yang setiap tahun pasti datang buat minta kembali Jit-yap-ko itu ialah ibu Yu Wi. Soal apakah Jit-yap-ko benar diberikan oleh Kan Yok-koan kepada Ji-bong Taysu atau tidak Ji-tiau sendiri juga tidak jelas, maka ia menjadi gelagapan, "oo, jadi ini ... ini ... . "
"Mundur,ji-tiau" seruji- bong mendadak.
Ji-tiau tidak dapat lagi ikut campur, terpaksa ia mundur kesamping.
Ji- bong lantas berkata pula.. "Apakah benar Tan Siok-cin itu ibumu?"
"Masakah diriku perlu sembarangan mengaku orang lain sebagai ibuku?" sahut Yu Wi.
"Bagus jika begitu, marilah kita bertempur secara tuntas," kata Ji- bong dengan ketus.
"Dengan alasan apa pertarungan ini dilangsungkan?" tanya Yu Wi.
"Untuk menentukan maling," kata Ji-bong. "Apakah kau maling cilik atau aku maling tua, biar ditentukan dalam pertarungan ini."
"Maksud Taysu, Jika Taysu menang, terbukti Jit-yap-ko ini memang benar pemberian Kan Yok-koan kepadamu?"
"Betul," dengus Ji-bong, "Jika aku kalah anggaplah aku bicara secara ngawur dan anggaplah memang tidak patut kurampas Jit-yap-ko dari ibumu."
"Dan tentunya sebutan maling tua juga akan kau terima dengan baik?" tukas Yu Wi tanpa sugkan-sungkan.
Selaku ketua suatu biara dengan kedudukan yang dihormati selama berpuluh tahun, mana pernah Ji-bong mendapatkan perlakuan tidak sopan oleh seorang anak muda seperti sekarang ini.
Dengan murka ia tuding Yu Wi dan berteriak, "Maling cilik, betapapun takkan kubiarkan kau pergi dengan aman hari ini."
Yu Wi menjengek, "orang she Yu memang sudah bertekad takkan meninggalkan tempat ini dengan hidup. Namun sebutan maling cilik jangan terburu-buru kau gunakan, jika aku menang nanti secara resmi akan kubawa pulang barang ibuku yang hilang ini dan sebutan maling harus Taysu terima kembali."
"cis, jangan mimpi" damperat Ji-bong. "Memangnya kau kira aku harus minta maaf karena sebutan maling cilik bagimu tidak tepat?"
"Tepat atau tidak, siapa yang pantas disebut maling, biarlah kita tentukan saja dalam pertarungan ini" kata Yu Wi.
sebenarnya Yu Wi tidak yakin akan dapat mengalahkan ji- bong, tapi apapun juga pertarungan ini harus diperjuangkan sekuatnya, sebab partarungan ini sama halnya dia bertempur atas nama ibunya. Kalau menang, biarpun ada alasan apapun Jit-yap-ko pasti akan menjadi milik ibunya. Tatkala mana tuduhan mencuri Jit-yap-ko dengan sendirinya juga hapus. Andaikan kelak Jit-yap-ko itu jatuh lagi ke tangan Ji-bong juga wajib dikembalikan kepada ibunya.
ji- bong sendiri juga tidak memandang Yu Wi sebagai lawan setaraf, segera ia mengejek, "IHm, apakah kaupikir akan menang dengan untung-untungan?"
"Tentu saja kuharap begitu, "jawab Yu wi- "Jika aku menang, ada suatu permintaanku."
"IHm, tentunya kau minta kebebasan putrimu bersama ibunya?"jengek Ji-bong.
"Betul, memang itulah permintaanku, dapatkah Taysu berjanji?"
ji- bong merasa tidak sabar, katanya, "Terlalu cepat kau bayangkan kemenanganmu, jika mampu, coba mengalahkan dulu diriku sejurus dua"
"jangan- jangan Taysu tidak berani berjanji?" ujar Yu Wi.
"jangan mimpi muluk-muluk. anak muda," teriak Ji-bong dengan gusar. "Nah, lekas katakan, cara bagaimana kau ingin bertanding denganku, katakan saja dan pasti kuiringi." Dia terlalu tinggi hati dan meremehkan Yu Wi.
sebaliknya karena Yu Wi tidak yakin akan menang, maka dia sangat prihatin, jawabnya kemudian, "Bagaimana kalau bertanding pedang?" Segera Ji-bong berpaling dan berseru, "Ambilkan pedang,ji-tiau"
Secepat terbang Ji-tiau berlari pergi, srjenak kemudian dia sudah kembali dengan membawa dua batang pedang.
Ji- bong menerima satu dan pedang lain dilemparkan kepada Yu Wi, kedua pihak menghunus pedang berbareng.
Dengan pedang di tangan, Yu Wi tidak terburu-buru mencari kemenangan, lebih dulu ia mengeluarkan jurus pertahanan yang tak terbobolkan, yaitu Put-boh-kiam. Jit- bong melengak. pikirnya, "Gerak jurus ini seperti sudah kukenal?" Tapi dia tetap tidak menaruh perhatian, pedang terayun dan diangkat lurus ke depan.
Jika Thay- yang- bun memandang ilmu pedang sebagai kungfu kedua dan lebih mengutamakan ilmu pukulan, maka Goat-heng-bun justeru kebalikannya, yaitu mengutamakan ilmu pedang dan golok, sedang ilmu pukulan tidak terlalu penting.
Sebab itulah Ji-bong sekarang jadi menggunakan kelemahan sendiri untuk menyerang keunggulan lawan-
Padahal Hai-yan-to-hoat merupakan inti kung-fu Goat-heng-bun, setiap kali kedua perguruan itu bertempur, bilamana Goat-heng-bun memainkan ilmu goloknya itu, Thay- yang- bun tentu membuang senjata dan menghadapinya dengan bertangan kosong.
Dengan demikian kedua pihak sama-sama mengeluarkan kungfu andalan masing-masing, Thay- yang- bun menjadi lebih kuat daripada menggunakan senjata dan mampu menghadapi pihak Goat-heng-bun dengan sama kuatnya.
Sekarang lantaran Ji-bong meremehkan Yu Wi dan menyuruh anak muda itu memilih dan bertanding ilmu pedang, mau-tak mau dia harus mematuhi aturan permainan- jika dia membuang pedang, dengan sendirinya dianggap kalah.
ji-bong tidak menyadari akan kelihaian Yu Wi yang mampu memainkan Hai-yan-kiam-hoat berintikan Hai-yai-to-hoat dari Goat-heng-bun, disangkanya ilmu golok Goat-heng-bun sudah lama lenyap bersama dengan kitab pusakanya, yaitu Hian-ku-cip. Kalau tidak. tentu dia lebih suka menjaga gengsi dan menghadapi Yu Wi dengan bertangan kosong.
Setelah kedua pihak sudah mulai bergebrak, permainan ilmu pedang Ji-bong ternyata sia-sia, barulah diketahui ilmu pedang Yu Wi itu adalah salah satu jurus pertahanan berasal dari Hai-yan-to-hoat yang tak terbobolkan itu. Yaitu Put-boh-kiam ajaran Ji Pek- liong.
Apalagi sekarang Yu Wi sudah menguasai segenap intisari Hai-yan-pat-kiam, setiap jurusnya dapat dimainkan dengan lancar, bila dibandingkan ketika mulai belajar pada ji Pek-llong dulu, daya pertahanan Put-boh-kiam itu entah sudah berlipat berapa kali.
Maka setelah belasan jurus dapat bertahan dengan rapat, timbul kepercayaan Yu Wi pada kemampuan sendiri, ditengah Put boh-kiam mendadak ia melancarkan serangan dengan jurus Bu-tek-kiam, jurus tiada bandingannya,
Maha dahsyat jurus serangan ini ibaratnya mengguncang bumi dan menggetar langit.
Sebisanya ji- bong menangkis serangan itu, diam-diam ia terkejut, ia pikir ilmu pedang anak muda ini ternyata tidak dibawah Hai-yan to-hoat dari Goat-heng-bun atau perguruan bulan sabit keluarga Ban Put-tong itu.
Kini urusan sudah telanjur, seperti halnya sudah kadung berada di punggung harimau, ji- bong menjadi serba salah. Kalau membuang pedang dan ganti bertumpur dengan pukulan, hal ini selain berarti kalah, tentu Yu Wi juga tidak memberi kesempatan padanya untuk membuang pedang, sebab sekali dia melempar pedangnya, seketika juga pasti akan dilukai oleh serangan pedang Yu wi.
Tingkatan Ji- bong sangat tinggi, ia membatin, "Entah bocah she Yu ini anak murid Ban Put-tong angkatan keberapa? Tapi biarpun dia mahir Hai-yan-kiam-hoat, masakah tidak mampu kulawan dia?"
Maka digunakannya segenap pengetahuannya tentang ilmu pedang, sekuatnya dia hadapi Hai-yan-kiam- hoat.
Setelah melancarkan jurus serangan Bu-tek-kiam, menyusul Yu Wi lantas mengeluarkan Hong-lu-kiam, Tay-gu-kiam, Siang-sim-kiam dan Tay- liong- kiam. Keempat jurus serangan ini juga sama dahsyatnya, lebih-lebih karena sekarang Yu Wi bukan lagi Yu Wi yang dulu, setiap jurus itu sukar ditandingi tokoh manapun jaman ini.
Tapi Ji-bong Taysu memang juga mempunyai kelihaian sendiri, setelah terserang lima jurus pedang itu dia memang terdesak. tapi tidak terancam bahaya. Di dunia persilatan sekarang mungkin cuma dia saja yang mampu berbuat demikian-
Di samping sana ji-tiau, Bon-tin dan Boh-pi juga mengikuti pertarungan itu dengan mata berkunang-kunang, sungguh mereka tidak menyangka Yu Wi masih mempunyai kungfu simpanan sehebat itu.
24.
Setelah lima jurus serangan tak dapat merobohkan Ji- bong, kini tertinggal dua jurus lagi yang baru dikuasai Yu Wi dari latihan didasar lembah, yaitu dua jurus dari kakek gagu dan kakek tuli yang diberi nama Sat jin-kiam (jurus membunuh orang) dan Tay-lok-kiam (jurus gembira ria).
Hanya lantaran tidak mendapatkan ajaran kedua jurus itu, tadinya ilmu pedang Yu Wi itu tidak dapat mencapai puncaknya sempurna, setelah Pemberian kitab pusaka oleh Ko Bok-ya, lalu dilatihnya menurut isi kitab itu, maka lengkaplah Yu Wi menguasai Hai- yan-pat- kiam.
Meski kedua jurus terakhir itu baru saja dilatihnya, tapi lantaran kedua jurus itu berhubungan erat dengan jurus-jurus lainnya sehingga intisari dapat dipetiknya juga lebih banyak dari pada Jurus yang lain, kini seluruh intisari Hai-yan-pat-kiam seakan-akan terhimpun pada kedua jurus terakhir ini.
Kelihaian ilmu pedang umumnya memang terletak pada beberapa jurus akhiran, kedelapan jurus Hai-yan-kiam-hoat mestinya tidak pakai nomor urutan, daya serang setiap jurusnya sama hebatnya, hanya kalau ke delapan jurus itu dapat dikuasai secara lengkap dan terlebur menjadi satu, maka daya serangnya akan berlipat ganda, danpada jurus serangan terakhir dengan sendirinya juga membawa daya serang yang lebih kuat daripada jurus serangan yang terduhuluinya.
Yu Wi menggunakan Tay-lok-kiam sebagai jurus serangan terakhir, setelah jurus Sat-jin-kiam dilancarkan, keadaan Ji-bong sudah payah, cara menangkisnya sudah kewalahan, ketika melihat jurus Tay-lok-kiam dilancarkan Yu Wi, nikoh tua itu hanya mampu menangkis setengah-setengah saja, diam-diam ia mengeluh, "Melayanglah jiwaku sekali ini"
Namun Yu Wi adalah pemuda yang berperasaan, dia bukan orang yang tidak kenal belas kasihan dan suka membunuh habis-habisan, ditambah lagi jelek-jelek Ji-bong adalah guru soh-sim, betapapun dia harus mengingat pada Soh-sim alias Ko Bok-ya sekalipun dia sangat gemas terhadap tindakan Ji-bong.
Karena itulah serangan Yu Wi yang terakhir itu tidak membinasakan Ji-bong. dimana pedang menyambar hanya meninggalkan goresan luka pada leher nikoh tua itu.
Seketika Ji-bong berdiri melongo dengan lemas, dirasakan luka pada lehernya, darah seperti menetes. Padahal tidak mengeluarkan darah, hanya perasaannya saja yang sukar menghapus rasa kekalahannya yang memalukan ini.
Bahwa Yu Wi tidak membunuhnya, ternyata tiada rasa terima kasihnya sedikit pun. Ia merasa sudah cukup hidup lama, orang yang berusia ratusan tahun masih harus mengalami malu kalah bertempur, hal ini jauh lebih pahit dirasakan daripada membunuhnya.
Yu Wi lantas membuang pedangnya dan menjura kepada ji-bong, katanya, "Taysu, apakah sekarang dapat kau bebaskan orang?"
Ji-bong juga membuang pedangnya sebagai tanda mengaku kalah lalu bertepuk tangan dan berseru, "Boh-pi, buka Hiat-to dan lepaskan dia"
Segera Boh-pi melepaskaa Pek-yan dan membuka Hiat-to pingsannya. setelah siuman, segera Pak-yan berteriak. "Kembalikan puteriku"
Tadi begitu dia naik ke atas segera disergap oleh Ji-bong dengan cara yang licik sehingga jatuh pingsan, lalu tidak tahu lagi apa yang terjadi, dengan sendirinya pertarungan sengit tadi juga tidak diketahuinya.
Ji-bong lantas berkeplok pula dan berseru, " Ji-tiau, kembalikan anaknya."
Setelah menggendong kembali puterinya, dengan gemas Pek-yan melototi Ji-bong sekejap sambil mendesis, "Pada suatu hari pasti akan.."
"Sudahlah, Pek-yan" bujuk Yu Wi.
Pada dasarnya Pek-yan berwatak tinggi hati, mana anak murid Bu-eng-bun pernah dikerjai orang? Maka dengan gusar ia menjawab, "Kau sendiri boleh sudahi urusan ini, aku Pek-yan tidak nanti anggap sudah." Habis berkata ia terus berlari pergi.
"Nanti dulu, ingin kurundingkan sesuatu denganmu," seru Yu Wi. Namun Pek-yan masih terus berlari pergi secepat terbang.
Yu Wi bermaksud rukun kembali dengan si nona untuk menghadapi Bu-eng-bun bersama, meski dia tidak mencintai Pek-yan, Tapi demi putra-putrinya, betapapun dia harus bicara dengan nona itu.
Tapi katika dia angkat kaki hendak mengejar, mendadak terdengar Ji-bong barseru, "Pulang ke biara"
Segera Boh-tin mengempit lagi Soh-sim dan Boh-pi mengawalnya dari belakang, keduanya lantas berlari kesana.
Yu Wi urung mengejar Pek-yan, ia memutar balik dan bertanya, "Mengapa tidak kau surah membuka Hiat-to Soh-sim?"
ji- bong memburu maju untuk melindungi Boh-tin, ucapnya dengan beringas, "Yu Wi, sudah terlalu banyak kau ikut campur urusan orang"
"Mau tak- mau aku harus ikut campur," jawab Yu wi, "kuminta Soh-sim dilepaskan-"
"Tidak." jawab Ji- bong tegas.
"Mengapa tidak?" tanya Yu Wi dengan gusar.
Melihat pertengkaran akan timbul lagi, dengan makmud baik Ji-tiau melarai, "Yu-sicu lekas pergi saja, nona Pek sudah menghilang."
Sebelum menyakslkan Soh-sim dibebaskan dengan selamat, mana Yu Wi mau pergi, dia tetap berdiri tegak disitu.
"Yu-sicu tidak perlu kuatir, kami takkan membikin susah Soh-sim," kata Ji-tiau.
"Hm, juga balum tentu, Soh-sim bersalah dan masih harus diadili," jengek Ji- bong tiba-tiba.
"Dia bersalah apa?" teriak Yu Wi.
"Lantaran dia, biara kami yang aman tenteram menjadi guncang," kata Ji-bong.
"Huh, kalau memang mau menyalahkan orang, memangnya kurang alasan?" jengek Yu Wi. "Kenapa tidak kau katakan bahwa gara-gara dia sehingga muncul seorang macam diriku dan membikin malu padamu karena kalah bertanding,"
"Betal, itulah satu kesalahannya, terima kasih atas peringatanmu," ucap Ji-bong dengan tebalkan muka. "Sekarang minggir"
"Apakah Taysu benar-benar hendak menghukum Soh-sim?" tanya Yu Wi.
Ji- bong tidak manjawab, tapi membentak. "Kau mau minggir tidak?"
cepat Ji-tiau melerai pula, "Yu-sicu, hendaknya kau beri jalan lewat kepada kami, dengan jiwaku akan kujamin keselamatan soh-sim."
"Baik, kuperCaya padamu, Ji-tiau Taysu," kata Yu Wi. "Aku akan tinggal dlkaki bukit sana selama tiga hari. Bilamana lewat tiga hari tidak menerima berita dari Taysu, terpaksa aku akan bertindak."
Ia pikir Ji-bong lagi gusar, kalau saat ini Soh-sim diminta kembali tentu takkan diluluskan, agar kedua pihak tidak tambah bermusuhan, dirinya sendiri juga tidak yakin akan mampu merampas Soh-sim , sekarang Ji-tiau berani memberi jaminan, tentu keselamatan Soh-sim tidak perlu dikuatirkan lagi.
Setelah Ji- bong berangkat lebih duiu Ji-tiau sempat berbisik kepada Yu Wi, "Tiga hari lagi, setelah rasa gusar Amcu (kepala biara) reda, bila Soh-sim suka. tentu akan kubawa dia ke bawah bukit untuk bertemu denganmu, baik?"
"Segala sesuatu mohon bantuan Taysu," sahut Yu Wi sambil menjura. "Soh-sim tidak berdosa, sekali-kali dia tidak boleh menerima hukuman."
"Kutahu, Sicu Jangan kuatir," kata Ji-tiau dengan tertawa. "Selama aku berada disana, kukira Amcu takkan bertindak keras kepada Soh-sim."
--oo0dw0oo--
Tiga hari dengan cepat telah berlalu. Yu Wi mondar-mandir di bawah bukit dan menunggu dengan tidak sabar,
Sampai matahari sudah terbenam barulah dilihatnya sesosok bayangan melayang turun dari atas sana.
Dengan girang Yu wi menyongsong maju dan berseru, "Ji-tiau Taysu"
Sesudah dekat, dengan wajah lesu Ji-tiau lantas duduk lemas ditanah, gumamnya, "Habis ....habis segalanya . , . ."
Yu Wi menjadi kuatir, "He, apakah Soh-sim mengalami sesuatu?"
"Dia telah berubah, sama sekali berubah, seperti telah berubah seorang lain" gumam pula Ji-tiau.
"Siapa? Siapa yang kau maksudkan?" tanya Yu Wi.
"Ji-bong, Ji-bong, Siocia (tuan putri) kami masa lampau," kata Ji-tiau dengan tangan mendekap muka sendiri.
Sampai sekian lamanya barulah ia membuka tangannya, tampaknya dia mulai tenang, katanya dengan pelahan, "Apakah Yu-sicu tahu Ban Put-tong dari Goat-heng bun?"
"Ilmu pedang yang kugunakan untuk mengalahkan Ji-bong Taysu justeru adalah perubah dari Hai-yan-to-hoat keluarga Ban," tutur Yu Wi.
"Menurut Siocia, dia bilang Yu-sicu adalah murid Ban Put-tong," kata Ji-tiau pula.
Yu Wi menggeleng, "Bukan, Ban-locianpwe sudah lama meninggal dunia, mana ada rejekiku sebesar itu untuk menjadi muridnya."
"Tapi Siocia berkeras menganggap YU-sicu murid Ban Pot-tong." tutur Ji-tiau dengan gegetun- "Dia bilang Ban Put-tong sengaja mengirim muridnya untuk menghina dia."
"Yang dimaksudkannya karena kukalahkan dia dengan ilmu pedangku itu?" tanya Yu Wi. Ji-tiau mengangguk.
Dari mendongkol Yu Wi jadi tertawa geli, katanya, "Jika benar aku murid Ban-locianpwe, kenapa aku tidak belajar ilmu golok. tapi yang kupelajari adalah ilmu pedang yang kuubah dari ilmu golok.Jelas ilmu pedangku bukan ajaran langsung Ban-locianpwe. "
Ji-tiau menghela napas panjang, ucapnya, "Sudah kujelaskaa hal ini kepadanya, tapi dia tidak percaya, dia bilang Ban Put-tong menguasai baik ilmu pedang maupun ilmu golok. Katanya Ban Put-tong sengaja mengajarkan ilmu pedang padamu agar Siocia kami tidak mengenal lagi."
"Mana bisa begitu," ujar Yu Wi sambil menggeleng. "Sabab apa Ban-locianpwe tidak suka ilmu goloknya dikenali Ji-bong Taysu?"
"Menurut pendapat Siocia, tujuan Ban Put-tong menyembunyikan ilmu goloknya adalah supaya Sio-cia tidak mengenali engkau adalah murid Ban Put-tong dan menyangkanya sudah lama meninggal dunia, padahal sebenarnya dia masih hidup,"
Dengan mendongkol Yu Wi berseru, "Aneh, lucu Entah sudah berapa tahun Ban-locienpwe meninggal, malahan tulang belulangnya saja sukar ditemukan lagi."
"Tapi jalan pikiran Siocia justeru menuju kearah yang sulit dimengerti," ucap Ji-tiau dengan sedih. "Sekarang dia telah mengutus Boh-tin dan Boh-pi untuk memberitahukan kepada segenap anak murid Thay-yang-bun bahwa larangan seratus tahun telah dicabut."
"Larangan seratus tahun? Memang apa maksudnya?" tanya Yu Wi.
Ji-tiau menghela napas, tuturnya pelahan, "Kisah ini sudah terlangsung beberapa puluh tahun yang lampau, waktu itu Siocia baru berusia delapan belas, pada saat Thay- yang- bun dan Goat-heng-bun bertengkar sengit, baik secara terang maupun secara gelap. Permusuhan Thay-yang-bun dan Goat-heng- bun sudah berlangsung selama beberapa turunan berpuluh kali terjadi pertarungan kedua pihak dan sukar ditentukan unggul dan asor. Sampai pada ayah Ban Put-tong, yaitu Ban Yu-coan. memimpin Goat-heng-bun, keimbangan kedua pihak tidak mengalami perubahan besar, seterusnya bilamana terjadi pertarungan selalu dimenangkan pihak Goat-heng-bun. Soalnya Ban Yu-coan berhasil menciptakan ilmu golok baru yang diberi nama Hai-yan-to-hoat. seluruh anak muridnya kebanyakan mahir memainkan sejurus dua jurus, bilamana terjadi pertarungan dengan orang Thay-yang-bun, anak murid Goat-heng-bun langsung memainkan ilmu golok baru itu, dan sekali jurus ilmu golok yang dikuasainya itu dikeluarkan- anak murid Thay-yang-bun lantas kalah, kalau tidak mati tentu terluka parah. Bahkan pimpinan Thay-yang-bun sendiri juga berulang mengalami kekalahan bila bertanding dengan ilmu golok baru ciptaan Ban Yu-coan itu. Keadaan ini tentu saja sangat tidak menguntungkan Thay-yang-bun, jika pertarungan ini terus berlangsung. akhirnya Thay-yang-bun pasti akan dibasmi oleh Goat-heng-bun. Tatkala mana pimpinan Thay-yang-bun dipegang oleh Tuan Besar kami, putri kesayangan satu2nya ialah Siocia kami yang sekarang bergelar Ji-bong Taysu itu. Waktu mudanya Siocia kami secantik bunga, mestinya Siocia dapat mencari jodoh yang setimpal dan hidup bebas bahagia, peraturan Goat -heng-bun biasanya sangat keras, anak muridnya sangat berdisiplin, betapapun
permusuhan diantara kedua perguruan takkan disangkut-pautkan pada diri Siocia kami pribadi. Siapa tahu Siocia justeru jatuh cinta kepada putra kesayangan ketua Goat- hong- bun, yaitu putra Ban Yu-coan yang bernama Ban Put-tong. Sebaliknya Ban Put-tong juga tidak menghiraukan Siocia adalah putri musuh, hampir setiap hari terjadi pertemuan gelap diantara mereka. Percintaan mereka mestinya sangat dirahasiakan, hanya diriku yang bergaul seperti saudara sekandung dengan Siocia tahu jelas kisah cinta ini. Akan tetapi rahasia pada akhirnya toh bocor juga, suatu hari Loya (tuan besar) kebetulan memergoki pertemuan rahasia mereka. Dengan sendirinya Loya kenal Ban Put-tong adalah putra Ban Yu-coan yang menjadi musuh bebuyutannya, menurut watak Loya yang keras, bilamana mengetahui putri sendiri main cinta dengan putra musuh, mustahil beliau takkan berjingkrak gusar. Tapi aneh juga, Loya sama sekali tidak marah, sebaliknya malah bertanya kepada Siocia dengan ramah apakah benar Siocia menyintai Ban Put-tong? Tanpa menghirukan malu lagi Siocia juga terus terang cintanya hanya kepada Ban Put-tong seorang dan menyatakan takkan kawin jika tidak dengan pemuda idamannya itu. -Siapa tahu Loya lantas meluluskan kehendak itu, malahan beliau menyatakan dengann pernikahan mereka itu selanjutnya permusuhan Thay-yang-bun dengan Goat-heng-bunjang turun temurun juga dapat diakhiri. Tentu saja Siocia sangat gembira, disangkanya ayah menyadari Thay-yang-bun sukar menandingi Goat-heng-bun, dengan ikatan perbesan antara kedua keluarga, selanjutnya Thay-yang-bun tidak akan runtuh dan di tumpas oleh Goat- heng bun. -Tatkala mana anak murid Thay-yang-bun sudah banyak yang menjadi korban, baik mati mau pun yang terluka parah, keadaan Thay-yang-bun sudah sangat lemah dan tidak berwujud suatu perguruan lagi, dalam keadaan demikian mestinya Goat-heng-bun dapat sekalian menghancurkan Thay-yang-bun, tapi lantaran Ban Yu-coan berhati welas-asih dan bertindak bijaksana, konon dia pernah memberi ultimatum kepada Loya, asalkan selanjutnya anak murid Thay-yang-bun tidak berbuat kejahatan dan mengacau didunia Kangouw, maka permusuhan kedua pihak dapat diakhiri dan bersedia berdamai. -cuma sayang, mungkin Loya sudah kebelingar, beliau justeru ingin
menumpas Goat-heng-bun agar selanjutnya Thay-yang-bun yang merajai dunia Kangouw. Untuk ini. tujuan menghalalkan cara, Loya tidak sayang mengorbankan putri kesayangan satu-satunya, digunakannya satu tipu daya keji. Maka ketika tiba hari pesta nikah, Siocia mengira calon mempelai itu ialah Ban Put-tong, waktu masuk kamar pengantin, mak comblang memberikan minum padanya untuk melepas dahaga. Siapa tahu, setelah minum teh itu, Siocia lantas tidak sadar sehingga sama sekali tidak diketahuinya siapa mempelai lelaki yang membuka cakar pengantinnya. Disangkanya dia telah melewatkan malam pertama dengan sang kekasih. -Tak terduga, ketika mendusin esok paginya, yang tidur disebelahnya ternyata seorang lelaki setengah baya, mana ada sang kekasih yang dirindukannya siang dan malam itu?"
Mendengar sampai disini, diam-diam Yu Wi menghela napas gegetun. Dia sudah pernah mendengar cerita ini. maka dia tahu siapakah lelaki setengah baya yang dimaksudkan ini. Pikirnya, "Ayah Ji-bong Taysu telah menggunakan tipu keji mengorbankan puteri kesayangan sendiri, sungguh perbuatan yang tidak pantas dan tercela."
Dapat juga dibayangkan betapa berdukanya Bu-beng Lojin alias Ban Put-tong ketika mengetahui kekasih sendiri telah berubah menjadi isteri muda ayahnya sendiri, betapa sakit hatinya.
"Tapi apa mau dikatakan lagi, kayu sudah jadi perahu, mau menyesal juga sudah terlambat," tutur Ji-tiaupula. "Siocia pikir sebagai anak perempuan, akhirnya toh harus kawin- Meski bukan kekasih sendiri, apa boleh buat. Siocia cuma dendam tidak seharusnya ayah menipunya, katanya dikawinkan dengan Ban Put-tong, kenyataannya dengan seorang lelaki setengah baya yang sama sekali tidak dikenalnya. -Siocia tidak tahu orang macam apakah lelaki setengah baya itu, sebaliknya lelaki setengah umur tidak tahu Siocia adalah putri ketua Thay-yang-bun, disangkanya Siocia adalah putri keluarga orang biasa dan dijodohkan melalui mak comblang. Malahan putra kesayangan lelaki itu bersyukur selanjutnya sang ayah tidak perlu hidup menduda lagi, sebab lelaki
itu telah kematian isteri sejak muda dan meninggalkan seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan-Dengan kedudukan orang itu memang pantas mengambil isteri muda lagi untuk menghibur masa tuanya. -Tapi sama sekali tak terduga olehnya bahwa isteri muda yang diperolehnya sama sekali bukan putri keluarga biasa melainkan anak perempuan kesanyangan musuh, bahkan kekasih putranya sendiri yang sudah lama terjalin kisah cinta."
Bertutur sampai di sini, wajah Ji-tiau tampak sangat menderita, ia berhenti sejenak, lalu bertanya, "Sekarang tentunya Yu-sicu tahu siapakah gerangan lelaki setengah baya yang kuceritakan itu?" Yu Wi mengangguk.
Tampaknya Ji-iiau tidak menyetujui tindakan sang Loya, ia menggeleng, lalu bercerita pula, "Itulah tipu sekali timpuk dua burung. Loya telah mengelabui pihak Ban Yu-coan sana, juga mengelabui putri kesayangan sendiri, lebih keji lagi beliau bersekongkol dengan mak comblang dan memberi minum obat bius kapada Siocia. Kalau tidak, bila Siocia mengenali mempelai lelaki bukan Ban But-tong masih keburu membatalkan perkawinan betapa pun Ban Yu-coan takkan marampas kekasih putranya sendiri.
Tapi sampai malam hari kedua, semuanya sudah terlanjur, ketika diketahui anak muda yang memberi hormat kepada ibu tiri ternyata Ban Put-tong adanya, hampir saja Siocia jatuh kelengar. Muka Ban Put-tong juga pucat, namun dia tidak lantas membongkar asal-usul Siocia, seterusnya mereka berdua sama mengelabuhi Ban Yu-coan- Diam-diam mereka menyesali nasib yang telah mempermainkan mereka. Yang tidak pantas adalah asmara mereka kemudian berkobar kembali. -Kesemua itu ternyata sudah berada dalam perhitungan Loya, masa sebulan kemudian, diam-diam Loya mengirim orang untuk memberi perintah kepada Siocia agar mencuri ilmu rahasia Goat-heng-bun demi menolong keruntuhan Thay-yang-bun. -Itulah langkah pertama Loya, langkah selanjutnya Siocia diharuskan memecah belah hubungan baik ayah dan anak antara Bau Yu-coan dan Ban Put tong agar terjadi saling bunuh antar orang Goat- heng-bun sendiri sehingga runtuh dari dalam. -
Dengan sendirinya Siocia tidak mau melakukan kejahatan semacam itu, dengan tegas Siocia menolak perintah sang ayah. Siapa tahu setengah tahun kemudian, kembali Loya mengutus orang untuk memberi perintah kepada Siocia agar lekas melaksanakan tugasnya, kalau tidak, hubungan gelap antara Siocia dengan Ban Put-tong akan dibongkarnya agar diketahui Ban Yu-coan-
-Perbuatan Slocio yang tidak pantas selama hidupnya ini adalah hubungan gelapnya dengan Ban Put-tong setelah dia menjadi isteri muda Ban Yu-coan, tapi kasalahan ini juga harus dipikul oleh Ban Put-tong, tidak seharusnya ia bergendakan dengan isteri muda kesayangan ayah sendiri sehingga terjadi perbuatan tidak senonoh dan terkutuk itu. Waktu itu Siocia sudah kejeblos kedalam lautan nafsu dan sukar angkat kaki lagi, demi kenikmatan didepan mata dia menyanggupi permintaan Loya, cuma Siocia juga mengajukan suatu syarat, yaitu minta supaya ayah menyerahkan jabatan ciangbunjin (ketua) kepadanya. -Ini pun suatu cara pembalasan, membalas kerendahan budi Loya dan memaksa dia menyerahkan kedudukannya. Loya ternyata tidak memikirkan soal ini, apa salahnya menyerahkan jabatan ciangbunjin kepada putri tunggal kesayangannya. Asalkan musuh bebuyutan dapat dimusnahkan ditangan sendiri, maka puaslah Loya.
-Maka Loya lantas menyerahkan tanda kebesaran ciangbunjin Kepada Siocia, berbareng mempermaklumkan kepada sepenap anggota perguruan jabatan ketua telah ditimbang-terimakan kepada Siocia.
-Socia juga tidak mengecewakan harapan ayahnya dan berhasil mencuri Hian-ku-cip serta dikirim pulang ke Thay-yang-bun. Sejak itu dapatlah anak Thay-yang-bun mempelajari ilmu kepandaian yang hebat itu. Tapi kenyataannya tidak demikian halnya, pada setiap pertempuran orang Thay-yang-bun masih juga mengalami kekalahan- Ternyata Hai-yang-to-hoat yang tercantum didalam kitab Hian- ku- cip itu tidak mendatangkan hasil yang luar biasa, berbeda jauh dengan kungfu yang digunakan anak murid Goat-heng-bun
sendiri. -Loya lantas mengirim perintah lagi kepada Siocia agar mencuri pula kitab asli Hai-yan-to-hoat.
Padahal kitab asli Hai yan-to-hoat hanya terdapat didalam benak Ban Yu-coan sendiri, siapa pun tidak dapat mencurinya.
-Kiranya Hai- yan-to-hoat itu adalah hasil pemikiran Ban Yu-coan sendiri, dia kuatir ilmu goloknya mungkin akan dicuri belajar oleh musuh, maka dia tidak membuat sesuatu catatan, kepada anak muridnya paling-paling cuma diajarkan sejurus dua setiap orang, bahkan putra sendiri. yaitu Ban Put-tong juga cuma diajarkan tiga jurus saja, Beberapa kali Siocia berusaha memancing keterangan dari Ban Yu-coan tentang kitab pelajaran ilmu goloknya sehingga menimbulkan rasa curiga Ban Yu-coan, terutama setelah mengetahui anak murid musuh sama paham ilmu silat perguruannya, ditambah lagi berulang kali Siocia bertanya ilmu goloknya yang tidak gembarangan diajarkan kepada orang lain itu, tentu saja Ban Yu-coan menjadi curiga.
-Siocia juga orang cerdik, merasakan gelagat tidak enak, dilain pihak ayahnya juga terus mendesak. karena kepepet dan kuatir hubungan zinahnya dengan Ban Put-tong ketahuan, akhirnya ia lantas minggat bersama Ban Put-tong. -Tapi mereka bardua mana bisa lolos dari kejaran anak murid Goat-heng-bun yang tersebar disegenap pelosok itu, akhirnya mereka dapat dibekuk kembali oleh Ban Yu-coan-
-Menghadapi putra kesayangannya serta isteri muda yang dikasihinya, sungguh tidak kepalang rasa pedih Ban Yu-coan sehingga tidak sanggup bicara. Ban Put-tong sangat mencintai Siocia, dia telah mengalihkan segala tanggung jawab perbuatan mereka atas dirinya dan minta ayahnya membunuhnya saja, membunuh putra yang tidak berbakti itu dan jangan mengganggu Siocia. -Melihat putranya tersesat sejauh ini, belum diketahui bahwa Siocia adalah bekas kekasih putarnya sendiri, maka Ban Yu-coan mengeluh dan minta agar anaknya jangan terjebak oleh tipu muslihat keji musuh. Dia hanya bicara singkat saja sambil
mengeluarkan sejilid buku kecil dan sehelai sutera yang penuh tertulis rahasia ilmu Hai-yan-to-hoat.
-Ban Yu-coan melemparkan kedua benda itu kedepan Ban Put-tong, habis itu mendadak sekeli pukul ia robohkan Siocia, berbareng ia cabut belati dan dodet perut sendiri.
-Ban Yu-coan mengira Siocia telah terpukul mati. sebelum menghembuskan napas terakhir dia sempat omong agar Siocia berangkat ke- akhirat bersamanya. Konon dia lantas merangkak keatas tubuh Siocia, lalu meninggal dunia."
Mendadak Yu Wi berucap. "Ternyata Ban Yu-coan telah mencintai Siocia mu dengan sesungguh hati."
Ji-tiau mengangguk. katanya. "Ya. dalam hal ini Siocia sendiri juga mengakuinya kemudian. setelah menikah. Ban Yu-coan sangat sayang padanya dan memenuhi segala kehendak Siocia, dia benar-benar mencintai isterinya yang berusia jauh lebih muda daripadanya itu. Dia tidak dapat memaafkan perbuatan Siocia, maka membunuh Siocia, lalu ia pun membunuh diri untuK menemani kematiannya. Tidak perlu ditanya apa maksud tujuannya membunuh diri dengan harakiri, yang jelas waktu mati dia merangkak keatas tubuh Siocia, hal ini membuktikan dia memang berniat mati bersama isteri yang dicintai. Melihat tragedi berdarah sudah terjadi. dengan linglung Ban Put-tong menjemput buku kecil dan kain sutera itu. Pada kain sutra itu ditulis tangan Loya sendiri perintah kepada segenap anak murid Thay-yang-bun harus belajar ilmu golok musuh agar kelak dapat mengalahkan orang Goat-heng- bun. Buku kecil itu adalah Hian-ku cip yang dicuri Siocia itu, entah cara bagaimana Ban Yu-coan dapat merebutnya kembali dari tangan musuh. Melihat kungfu perguruan sendiri bisa jatuh di tangan musuh, dengan sendirinya Ban Put-tong paham apa yang terjadi, sekaligus ia pun tahu apa maksud Ban Yu-coan merebut kembali kitab itu dan sengaja diperlihatkan kepadanya. Tatkala mana sisa jago Thay- yang- bun yang lihai juga menyusul tiba dibawah pimpinan Loya. Melihat kitab dan kain sutera yang berisi tulisan tangannya itu, Loya memerintahkan segenap anak muridnya mengerubutBan Put-tong.
-Tapi Ban Put-tong tidak gentar, ia menghadapi kerubutan musuh dengan mati-matian sekaligus untuk melampiaskan dendamnya. Pertarungan itu sungguh berlangsung dengan sengit dan dahsyat, akhirnya Thay-yang-bun tidak berhasil menawan Ban Put-tong, selain dapat lolos, malahan ada 63 jago Thay-yang-bun yang terbunuh, bahkan Loya sendiri juga terluka parah. -Sejak pertempuran sengit itu. kekuatan Thay-yang-bun menjadi rusak dan sukar bangkit kembali. Mengenai Ban Put-tong setelah lolos dari kepungan, jejak selanjutnya juga tidak diketahui. Sisa murid Thay-yang-bun yang masih hidup lantas membawa pulang Loya dan Siocia. Agaknya pukulan Ban Yu-coan itu tidak tega membinasakan Siocia, ia cuma terluka saja, ketika luka Siocia sembuh, Loya sendiri justeru meninggal dunia. Secara resmi Siocia lantas menjabat ketua Thay-yang-bun .Dia menaruh harapan Ban Put-tong masih hidup didunia ini, maka Thay-yang-bun dibubarkan agar kelak dia dapat memberi penjelasan kepada Ban Put-tong bahwa beradanya dia menjadi isteri muda Ban Yu-coan bukan untuk memata-matai dan juga tidak berniat mencuri Hian-ku- cip.
-Waktu Siocia membubarkan Thay-yang-bun juga telah terjadi berbagai kesulitan-Maklumlah. anak murid Thay- yang bun tersebar luas, dimana murid Thay- yang bun berada kebanyakan menjagoi daerah itu. Maklum akan hal itu, Siocia memerintahkan segenap anak murid Thay-yang-bun, bilamana berani berbuat sesuatu kejahatan atas nama Thay-yang-bun tentu takkan diampuni.
-Ada sementara murid Thay-yang-bun yang seangkatan dengan Loya- juga ada angkatan yang lebih tua, mereka sama tidak rela dasar Thay-yang-bun yang kuat itu dihancurkan begitu saja oleh Siocia. Tapi Siocia mengancam, barang siapa berani membangkang kepada perintahnya berarti melanggar peraturan perguruan dan harus dihukum mati. Lalu Siocia menetapkan larangan seratus tahun. Maksudnya supaya murid Thay-yang-bun yang angkatan tua itu tidak sempat menonjolkan diri lagi, selama batas waktu tersebut. Karena Siocia sendiri mempunyai pendukung yang kuat, para tertua Thay-yang-bun tidak berani berlawanan secara terang-terangan dengan pimpinan sindiri, terpaksa mereka mengasingkan diri meski
hati penasaran- Selama berpuluh tahun ini lantaran penindasan Siocia itulah, nama Thay-yang-bun di dunia Kangouw lambat-laun juga lantas lenyap dan hampir tidak dikenal lagi. Mengenai Goat-heng-bun, setelah Ban Yu-coan mati dan Ban Put-tong juga menghilang sehingga terjadi kosong pimpinan, anak murid yang masih ada saling berebut kedudukan dan bunuh membunuh, akibatnya menjadi sesuai harapan Loya kami, Goat-heng-bun musnah dengan sendirinya.
-Seterusnya selama belasan tahun Siocia tidak berhasil menemukan jejak Ban Put-tong, serupa asap yang buyar, Ban Put-tong telah menghilang tanpa bekas. Semula masih ada sedikit berita yang dapat diusut, tapi kemudian orang pun tidak tahu lagi kemana perginya Ban Put-tong."
"Setelah pertempuran dahsyat itu, sekaligus Ban Put-tong membinasakan 63 tokoh Thay- yang bun, apakah ia sendiri juga terluka parah?" tanya Yu Wi.
"Konon meski Ban Put-tong tidak mati dalam pertempuran itu, menurut pendapat anak murid Thay-yang-bun yang ikut langsung dalam pertarungan itu, mereka yakin hidup Ban Put-tong pasti juga tak tahan lama. Sebab itulah, setelah belasan tahun Siocia tidak menemukan Ban Put-tong, disangkanya Ban Put-tong sudah mati. Maka Siocia lantas cukur rambut dan menjadi rahib dan muncul Ji-bong Taysu yang sekarang ini "
"Padahal Ban-locianpwe tidak lantas mati setelah pertampuran itu, dia masih hidup hingga lama sekali," tutur Yu Wi.
"Jika demikian jelas salah Ban Put-tong sendiri," ujar Ji-tiau, "Dia tidak mati, tentunya dia salah sangka sebabnya Siocia menikah dengan ayahnya adalah karena sengaja menjadi mata-mata Thay-yang-bun dan ingin mencuri rahasia ilmu silat Goat-heng-bun?"
Yu Wi menggeleng, ucapnya, "Kukira Ban-Locianpwe tidak salah sangka kepada siapa pun."
"Kalau tidak salah sangka, kenapa dia tidak tampil untuk menemui Siocia?" ujar Ji-tiau. "Masa dia tidak tahu apa sebabnya
Siocia mencukur rambut dan menjadi nikoh? Walaupun tidak pantas Siocia menikah dengan ayahnya, namun dia harus tahu bahwa semula Siocia menyangka yang kawin dengannya adalah Ban Put-tong. Bilamana dia tidak dapat memaafkan hal ini, kenapa diam-diam ia berhubungan gelap lagi dengan Siocia?"
"Soalnya dia tidak tahu lagi siapa Ji-bong Taysu segala, sebab pada hakikatnya siapa namanya sendiri saja tidak diketahuinya lagi," tutur Yu Wi.
Ji-tiau melengak, "Ken . . . kenapa bisa begitu? apakah . . .apakah dia menjadi sinting?"
"Sinting sih tidak. cuma segala kejadian masa lampau telah dilupakan seluruhnya," kata Yu Wi, "Kukira lantarau dia terlalu keras mengalami pukulan batin ditambah lagi terluka parah dalam pertempuran sengit itu, walaupun beruntung bisa lolos dengan hidup, tapi otaknya yang tidak tahan sehingga sampai matinya Ban-locianpwe tetap tidak ingat kejadian masa lalu."
Lalu Yu Wi menceritakan kejadian oh It-to mendapat ajaran Hai- yan-to-hoat dan apa yang dilihat Yu Wi sendiri di Hio-loto dahulu. Sekalian dia menjelaskan ilmu pedang yang dikuasainya itu berasal dari gubahan Thio Giok-tin berdasarkan inti ilmu golok yang ditipunya dari oh It-to, lantaran itulah oh It to tewas jadi ilmu pedang ini sama sekali bukan ciptaanBan Put-tong sebagai disangka ji- bong Taysu.
Selesai mendengar kisah Yu Wi Ji-tiau menghela napas gegetun, katanya, "Siocia justeru mengira Ban Put-tong masih hidup di dunia ini, waktu dia diberitahu oleh cin Pek-ling bahwa Goat-heng-bun telah muncul kembali, pikiran Siocia lantas bergerak. tanpa pikir ia terus menyerahkan tanda kebesaran ketua Thay-yang-bun kepada cin Pek-ling. Walaupun hal ini boleh juga dikatakan kemujuran cin Pek-ling, kebetulan dia menemukan dirimu yang mampu menerobos tiga rintangan cu-pi-am, dia membonceng pada serbuanmu itu dan ikut masuk ke biara kami. Terpakta Siocia harus menepati sumpahnya dan membangkitkan Thay-yang-bun lagi. Tapi mestinya tidak perlu Siocia memerintahkan kepada Boh-tin dan Boh-pi agar
mempermaklumkan kepada segenap anak murid Thay- yang- bun pada masa lampau agar muncul kembali di dunia ramai, larangan seratus tahun yang pernah ditetapkannya telah dicabut."
"Sebab apa Ji-bong Taysu berkeras menganggap Ban-locianpwe belum meninggal dunia?" tanya Yu Wi.
"Dia melihat permainan Hai-yan-kiam-hoatmu, ia percaya hanja Ban Put-tong saja yang dapat mengajarkan ilmu pedang itu kepadamu. Ia tahu didunia ini kecuali Ban Put-tong yang memegang kitab ajaran ilmu goloknya, tidak ada orang lain lagi yang mahir Hai-yan-to-hoat. Satu-satunya orang, yang menguasai Hai-yan-to-hoat secara lengkap. yaitu Ban Yu-coan, jelas sudah mati, padahal ilmu golok itu adalah ciptaan Ban Yu-coan sendiri, hanya ditinggalkan secarik kain yang penuh tulisan cara memainkan ilmu golok itu. Kain itu jelas diserahkan kepada Ban Put-tong sebelum Ban Yu-coan bunuh diri. sekarang muncul dirimu yang mahir ilmu pedang yang di-ubah dari Hai yan-to-hoat, sampai aku sendiri mula-mula juga sangsi kungfumu ini ajaran Ban Put-tong, siapa tahu didalam persoalan ini masih ada hal-hal yang berliku."
"Dihapuskannya larangan seratus tahun Ji-bong Taysu, apakah maksudnya supaya segenap anak murid Thay- yang-bun yang telah mengasingkan diri itu boleh keluar seluruhnya untuk memusuhi Ban Put-tong^" tanya Yu Wi.
"Dari cinta berubah menjadi benci, perangai Siocia sekararg memang sudah berubah sama sekali," tutur Ji-tiau. "Dia bilang padaku bahwa Ban Put-tong telah menghindar dia selama berpuluh tahun, tidak dapat memaklumi kesusahannya, sekarang mengajarkan lagi kepandaiannya kepadamu. betapa pun Siocia merasa dendam, maka dunia Kangouw akan diaduknya secara besar-besaran untuk menghadapi Ban Put-tong dan anak murid Goat-heng-bun sekarang. Siocia juga mengatakan masih ada seorang nona Ko yang mahir Su-ciau-sin-kang juga anak murid Goat-heng-bun, bahwa Su-ciau-sin-kang maha sakti saja sudah dikuasai murid Goat-heng-bun, ini sungguh luar biasa, kalau Thay-
yang-bun tidak segera muncul dan berdaya sekuat tenaga, tidak lama kemudian dunia Kangouw pasti akan dirajai Goat-heng-bun."
Yu Wi jadi teringat kepada Ko Bok-cing yang buntung tangan dan kaki itu, ucapnya dengan menyesal "Nona Ko yang dimaksudkan Ji-bong Taysu itu ialah kakak Soh-sim "
Ji-tiau rada terkesiap. katanya kemudian, "Biar-pun Ban Put-tong masih hidup didunia ini, sekali-pun sampai saat ini Ban Put-tong tidak dapat memaafkan Siocia, padahal keduanya sudah berumur ratusan tahun, apalagi yang perlu dipertengkarkan- Kini anak murid Thay- yang bun yang telah mengasingkan diri itu segera akan muncul kembali, tampaknya kekacauan besar pasti akan bergolak di dunia Kangouw."
"Masa tidak dapat kau bujuk dan mencegah tindakan Ji-bong Taysu itu?" kata Yu Wi.
"Sudah kulakukan, tapi dia tidak mau menurut," tutur Ji-tiau dengan sedih. "Tak tersangka orang setua itu dapat berubah lagi seperti seorang lain- Sudah hampir seratus tahun kuikut dia, ketika dia tidak mau terima nasihatku dan tetap memerintahkan Boh-tin dan Boh-pi mengumumkan dibatalkannya larangan seratus tahun, seketika aku merasa tidak kenal dia. -Sebenarnya soal cin Pek-ling diangkat menjadi pejabat ketua dan muncul kembalinya Thay-yang-bun bukan sesuatu yang luar biasa, di dunia persilatan ini kan sangat banyak macam-macam aliran dan perguruan, jlka bertambah lagi satu aliraan Thay-yang-bun juga bukan sesuatu yang perlu digegerkan- Apalagi ilmu silat cin Pek-ling hanya tergolong kelas dua didalam perguruan Thay-yang-bun sehingga tidak cukup kuat untuk mengaduk dunia Kangouw. Tapi kalau para gembong iblis tua Thay-yang-bun yang telah mengasingkan diri itu muncul kembali, keadaan menjadi banyak berlainan. Setahuku para gembong tua Thay-yang-bun itu sudah hampir meninggal seluruhnya namun anak muridnya telah menguasai kungfu yang tinggi, kekacauan dunia Kangouw masa itu semuanva dilakukan oleh anak murid para gembong tua Thay-yang-bun itu. Mestinya mereka tidak berani keluar, sebab diketahui ada peraturan leluhur yang merupakan
larangan seratus tahun itu. Malahan Siocia juga selalu berjaga segala kemungkinan, setiap murid cu-pi-am dibekali ilmu silat yang tinggi, dengan demikian bilamana ada anak murid tokoh tua berani mengacau dapatlah ditindas dengan kekerasan-
-Tapi sekarang Siocia sendiri menghapuskan larangan seratus tahun, artinya sama menganjurkan semua bekas anggota Thay- yang bun beramai-ramai keluar lagi untuk mengaduk dunia Kangouw. Sabab ia tahu, dengan nama dan bakat cin Pek-ling. sukar baginya untuk membangun kembali Thay-yang-bun memerintah anggota yang lain- Urusan akan menjadi lain setelah Siocia memberi anjuran, selanjutnya mereka akan mendukung cin Pek-ling, biarpun anak murid cu-pi-am sendiri juga akan membantu cin Pek-ling. Sekarang Siocia benar-benar telah berubah perangainya, kekuatan yang semula digunakan untuk membendung kejahatan ini sekarang sebaliknya berubah menjadi tenaga pembantu kejahatan-"
"Dengan munculnya kembali Thay-yang-bun, apakah Goat-heng-bun tidak dapat muncul juga?" ucap Yu Wi dengan mengepal tinju.
"Kekuatan Thay-yang-bun akan muncul berturut-turut, tapi dimana kekuatan Goat-heng-bun?" jawab Ji-tiau. "Kabarnya disekitar lembah Tiang- kang memang muncul kekuatan baru Goat-heng-bun. tapi bukan kekuatan yang membela keadilan melainkan kawanan penjahat belaka."
Dengan suara keras Yu Wi menyangkal, "Yang disekitar lembah Tiang- kang itu bukan anak murid Goat-heng-bun yang benar, mereka cuma kebetulan menemukan Hian-ku-cip. dengan sedikit kepandaian itulah mereka membentuk segerombolan kawanan bajak."
"Lantas dimana beradanya kekuatan Goat-heng-bun yang asli?" ujar Ji-tiau dengan menyesal.
Mendadak Yu-Wi melolos tangan kirinya yang selalu terselip padaikat pinggang itu, sekali ia mencengkeram dari jauh, seketika
dinding karang dikejauhan sana tergores oleh suatu arus tenaga dahsyat yang tidak kelihatan-
"Engkau sudah berhasil meyakinkan ilmu remuk batu dari jauh?" seru Ji-tiau terkejut.
Dengan kereng Yu Wi berseru, "Tangan kiriku inilah ajaran asli ilmu Goat-heng-bun tulen"
"Jlka begitu, sejak kau lolos dari lembah sana, kenapa selalu kau selipkan tangan kirimu pada ikat pinggang?" tanya Ji-tiau.
"Sebab aku sudah bersumpah kepada kakak Soh-sim seterusnya takkan menggunakan tangan kiri ini," tutur Yu Wi.
"Dan jika selanjutnya kau gunakan tangan kirimu bukankah berarti engkau melanggar Sumpah?" tanya Ji-tiau.
"Selanjutnya bila kugunakan tangan kiri ini bukan mewakili diriku, tapi bertindak selaku anak murid Goat-heng-bun"
"Hanya dengan tenagamu seorang mana dapat melawan Thay-yang-bun yang berjumlah banyak?"
"Kupercaya akan dapat menghimpun kekuatan yang besar untuk membela keadilan," seru Yu Wi dengan tekad penuh,
Ji-tiau berkeplok memuji, "Baik, kuyakin kepercayaanmu pasti akan terkabul, dahulu perbuatan jahat Thay-yang-bun dapat diatasi Goat-heng-bun, sekarang Thay-yang-bun muncul kembali juga akan kebenturpada murid kidal Goat-heng-bun seperti dirimu ini."
"Dan bagaimana keadaan soh-sim?" tanya Yu Wi.
"Jangan . . jangan kuatir, Soh-sim tidak berbahaya," jawab Ji-tiau dengan ragu.
Yu Wi menjadi sangsi, katanya, "Kedatangan Taysu ini apakah cuma untuk memberitahukan padaku tentang dihapusnya larangan seratus tahun Ji-bong Taysu tadi?"
Melihat anak muda itu ragu, Ji-tiau berkata pula dengan menyesal, "Ada urusan lain lagi, yaitu Siocia bertekad takkan mengampuni Soh-sim."
"Sesungguhnya bagaimana keadaan Soh-sim?" tanya pula Yu Wi dengan cemas.
"Sebelum Siocia mengaduk Kangouw dan menimbulkan huru-hara, dia menyatakan orang pertama yang akan dibunuhnya adalah Soh-sim," tutur Ji-tiau sambil menggeleng.
Yu Wi menjadi gusar, "Tidak nanti kubiarkan Soh-sim dibunuh olehnya." Habis berkata segera ia melompat kesana dan bermaksud memanjat ke atas, cepat Ji-tiau memburu maju dan mencegahnya, "Jangan kau naik kesana."
"Mengapa tidak?" seru Yu Wi dengan gusar. "Masa membiarkan Soh-sim dibunuh oleh Ji- bong?"
"Siocia bilang, asalkan kau berani menginjak cu-pi-am lagi, seketika akan membunuh soh-sim."
"Jika tidak kurebut dan selamatkan Soh-sim, akhirnya Soh-sim juga akan tewas di tangannya," seru Yu Wi dengan pedih.
"Masa kau lupa pernah kujamin keselamatan Soh-sim dengan jiwaku?"
"Ji- bong tidak menurut lagi pada bujukanmu, betapapun keselamatan Soh-sim sangat menguatirkan. "
"Sedikitnya sudah hampir seratus tahun kuikut dia, bila benar dia akan bunuh Soh-sim, segera kubunuh diri di depannya, coba dia tega membunuhnya atau tidak?"
Yu Wi menggeleng, "Jika urusan benar-benar berkembang sejauh itu, bukankah jiwa Taysu akan berkorban sia-sia?"
"Usiaku sudah lebih seabad, seharusnya sudah lama kumati," ujar Ji-tiau dengan gegetun. "Engkau sendiri masih muda dan banyak yang dapat kau lakukan, tugas sicu dikemudian hari masih berat, tidak boleh engkau menyerempet bahaya naik keatas. Bila
terjadi apa-apa atas dirimu, kan percuma dengan cita-citamu yang luhur itu."
Setelah dipertimbangkan lagi, akhirnya Yu Wi menghela napas dan berkata, "Kuterima pesanmu, Taysu."
Ji-tiau terhibur. katanya, "Bagus sekali bahwa engkau percaya padaku. sekarang lekas kau pergi saja, kekuatan adil sedang menunggu dibentuk olehmu, jangan mengecewakan harapanku. juga jangan sampai membiarkan dunia Kangouw mengalami bencana berdarah."
Pada saat itulah sekonyong-konyong dari atas melayang tiba seorang murid cu-pi-am dan menyampaikan perintah, "Maklumat Atas perintah Amcu, segenap murid diharuskan hadir menyaksikan pelaksanaan hukuman"
"Siapa . . . siapa yang akan dijatuhi hukuman?" tanya Ji-tiau dengan suara gemetar.
"soh-sim" jawab nikoh pendatang itu dengan dingin.
Ji-tiau terkejut, "Hah, Amcu sudah gila barangkali, dia ... dia berani bertindak secara tidak semena-mena ..."
sembari bicara ia terus melayang ke atas tebing.. .
Di depan biara sudah berkumpul para murid cu-pi-am, di tengah sebuah kursi besar berduduk Ji-bong Taysu, dengan sorot mata dingin ia memandang Soh-sim di depannya yang dipegang oleh dua nikoh.
"Soh sim," terdengar Ji-bong sedang bertanya dengan suara bengis, "Apakah kau tahu kesalahanmu? "
Dengan sikap penasaran Soh-sim menjawab, "Tecu-justeru ingin tahu kesalahan apa yang kulakukan?"
"Kau bersekongkol dengan musuh biara kita," kata Ji-bong dengan licik.
Saking mendongkol Soh-sim mencucurkan air mata. serunya, "Tecu tidak tahu apa yang disebut sebagai bersekongkol dengan musuh"
"Biara kita telah kemasukan tiga maling pencuri Jit-yap-ko, betul tidak?" tanya Ji- bong.
Karena hal ini memang benar, Soh-sim mengangguk.
"Nah. kau tahu Jit-yap-ko adalah benda pusaka biara kita, sekarang ada orang mengincarnya. maling yang bernyali besar itu jelas adalah musuh kita. Sedangkan satu diantara maling lelaki itu adalah kenalanmu, betul tidak?"
"Dia bukan kaum maling segala, Amcu tidak dapat .. .."
Belum lanjut ucapan Soh-sim segera Ji- bong membentak, "Tidak perlu banyak omong, aku cuma tanya padamu kau kenal dia atau tidak?" Dengan menahan perasaan Soh-sim mengangguk pula.
"Untung sudah kuatur penjagaan lebih dulu sehingga ketiga maling itu terkurung. Setelah tahu jelas kedatangan mereka adalah untuk mencuri Jit-yap-ko, tapi kau sengaja berusaha menolong mereka bertiga, betul tidak?"
Selagi Soh-sim hendak membantah, mendadak Ji-bong membentak pula, "Diam, cukup bagimu untuk mengangguk atau menggeleng bila tidak benar."
Melihat sikap Ji-bong berubah tidak seperti biasanya, berubah menjadi kasar dan tidak pakai aturan lagi, sama sekali tidak memberi kesempatan padanya untuk menjelaskan persoalannya, sungguh tidak kepalang gemas Soh-sim, dengan mendongkol ia mengangguk dengan keras, pikirnya, "Baiklah, jika memang hendak kau salahkan diriku, terserah cara bagaimana akan kau tuduhkan padaku."
Didengarnya ji- bong menjengek pula, "Setelah mengaku kenal musuh, kemudian bermaksud menolongnya, lantas siapa berani menjamin sebelumnya tidak ada persekongkolan diantara kalian- inilah yang kumaksudkan berkomplot dengan musuh untuk mencuri
benda pusaka biara kita, inilah dosamu yang pertama. Lalu musuh kau bebaskan- inilah dosamu yang kedua. Dosamu berganda, maka hukumannya adalah membutakan mata dan memotong tangan- Laksanakan hukuman"
Pada saat itulah kebetulan Ji-tiau memburu tiba, cepat ia berteriak "Nanti dulu"
Ji- bong menjadi kurang senang, "Ji-tiau, hendak kau rintangi pelaksanaan hukum kita?"
Melihat Ji- bong berubah menjadi begitu kejam, saking gusarnya Ji-tiau menggeleng-geleng, serunya^ "Baik, tidak kurintangi kehendakmu"
"Bagus, maka cepat hukuman dilaksanakan demi menegakkan peraturan suci biara kita" seru ji- bong.
Mendadak Ji-tiau berteriak pula, "Amcu, apakah engkau benar-benar hendak membutakan mata Soh-sim dan memotong kedua tangannya?"
"Peraturan suci biara kita harus ditegakkan" jengek Ji- bong
"Dapatkah pelaksanaan hukuman ini ditunda sementara?" seru Ji-tiau.
"Sesungguhnya kau mau apa?" tanya ji- bong dengan gusar.
Mendadak Ji-tiau melolos belati dan berkata, "Sebelum hukuman Soh-sim dilakukan, biarlah ku- mati dulu didepan Amcu"
"Apa . .. apa artinya ini?" mau-tak mau tergetar juga hati Ji-bong walaupun tetap gusar.
Ji-tiau tersenyum getir. katanya "Biarlah dengan jiwaku yang lapuk ini untuk menukar keselamatan Soh-sim, Amcu sendiri kan tahu sudah pernah Kuberi jaminan keselamatan Soh-sim kepada Yu-sicu dengan jiwaku"
Tapi Ji-bong lantas mendengus, "Hm, kau kira dengan bertindak demikian lantas akan kuampuni Soh-sim?"
Air muka Ji-tiau barubah pucat, sungguh tak terpikir olehnya ji- bong bisa berubah menjadi sekejam ini, sungguh pedih sekali hatinya hingga tidak sanggup bicara pula.
Sampai lama sekali barulah tercetus suara Ji-tiau, "o. . . Sio ... Siocia, percumalah Ji-tia u mengikut dirimu selama ini ... ."
Belum habis ucapannya, seketika belati menikam pada mata pinggang sendiri.
Dengan kepandaian Ji-bong mestinya tidak sulit baginya untuk memberi pertolongan, tapi dia justeru tidak terharu sama sekali, sebaliknya malah mencibir seakan-akan tidak percaya Ji-tiau benar-benar akan mengorbankan jiwa sendiri.
Namun Ji-tiau tidak ragu sedikit pun, dengan tepat ia menikamkan belati pada mata pinggang sendiri, dengan pedih ia melirik Ji-bong untuk terakhir kalinya, lalu "bluk", jatuh tersungkur dan mengembuskan napas penghabisan-
Sekarang air muka Ji-bong baru rada berubah, sedikit terkejut, tapi hanya sekilas saja lantas kembali kepada sikapnya yang kejam. teriaknya, "Bagus?. . Ji-tiau, berani kau lawan diriku dengan mencari kematian"
Di hadapan anak muridnya, perbuatan Ji-tiau itu memang serupa semacam perlawanan. makin dipikir makin marah Ji- bong, segera ia berteriak. "Laksanakan hukuman"
Dengan sendirinya anak murid pelaksana hukum tidak berani ayal, selagi mereka hendak mencabut goloki sekonyong-konyong sesogok bayangan hitam berkelebat tiba, "plak-plok", kontan kedua murid pelaksana hukuman itu mencelat seperti layangan putus dan terbanting di tempat jauh.
25
Pendatang ini ialah Yu Wi, diam-diam ia pun menyusul tiba karena menguatirkan keselamatan Soh-sim meski sudah ada jaminan dari Ji-tiau. Namun sayang kedatangannya agak terlambat, Ji-tiau keburu mati membunuh diri, hal ini menimbulkan duka dan
murkanya, maka begitu melompat maju segera ia membinasakan dulu kedua murid yang akan mengganas itu.
Kawanan murid cu-pi-am berbaris menjadi setengah lingkaran dan asyik menyaksikan pelaksana hukuman itu, kedatangan Yu Wi teramat cepat sehingga tiada seorang pun sempat mencegah tindakan anak muda itu.
Serentak Yu Wi juga membuka Hiat-to Soh-sim, dalam pada itu jalan mundurnya juga lantas ditutup rapat oleh anak murid cu-pi-am.
Dengan suara tertahan Yu Wi memberi pesan kepada Soh-sim, "ikut ketat dibelakang ku, mari kita terjang keluar bersama."
Mendadak terdengar ji-bong membentak. "Yu Wi, kau dapat datang dan tidak dapat pergi lagi"
"Hm, belum tentu," jengek Yu Wi. "Mati bagi yang merintangiku"
Baru habis ucapannya, dengan langkah ajaib Hui-Liong-poh ia terus melompat ke depan seorang nikoh yang memegang pedang, pandangan nikoh itu serasa kabur dan tahu-tahu pedangnya sudah dirampas Yu Wi.
Dengan pedang di tangan, semangat Yu Wi terbangkit, dengan langkah lebar ia mendesak ke depan, Soh-sim mengikut di belakangnya dengan bertangan kosong, kawanan nikoh yang mengepung mereka itu sudah terlatih baik. mereka berdiri tenang dengan senjata siap di tangan- ketika Yu Wi mendesak maju, barisan mereka lantas terpencar dan membentuk segi tiga, lalu menyerang.
Meski menghadapi kerubutan musuh dari tiga jurusan, Yu Wi tidak gentar, pedang berkelebat, kontan beberapa nikoh menjerit ngeri dan melompat mundur
Jurus serangan Bu-tek-kiam memang sangat lihai, apalagi sekarang Yu wi sudah lengkap menguasai kedelapan jurus ilmu pedang sakti itu dengan baik, biarpun setiap murid cu-pi-am
tergolong tangkas, mana mereka mampu menandingi anak muda itu.
Yu Wi juga tidak suka banyak membunuh orang yang tak berdosa, maka nikoh yang melompat mundur itu hanya dilukai saja, jika dia mau berlaku kejam tanpa kenal ampun, beberapa nikoh yang melompat mundur itu pasti sudah binasa.
Menyusul Yu Wi melancarkan jurus serangan Hong-sui-kiam, lalu pedang memutar balik dengan jurus serangan Tay-gu-kiam.
Setelah tiga jurus serangan, belasan nikoh yang menerjang maju itu sama mundur dengan menderita luka.
Sementara itu kawanan nikoh yang mengepung bertambah banyak. belasan niKoh yang sudah dilukai itu tidak mempengaruhi semangat tempur mereka.
Diam-diam Yu Wi membatin, "Jika tidak kubunuh beberapa orang di antara mereka secara kejam, mungkin mereka takkan jeri dan mundur."
Karena itulah ia keraskan hati, segera ia mainkan dua jurus serangan lainnya. Apa yang terjadi benar-benar mengerikan, Tay-hong-kiam membinasakan dua orang, Siang-sim-kiam sekaligus membunuh enam nikoh yang masih muda.
Nikoh muda yang mati itu semuanya dikenal Soh-sim, tentu saja dia tidak tega, serunya, "Yu Wi jangan kau main bunuh sekeji itu"
Jika dia berhati bajik, ternyata nikoh yang mengepung mereka itu tidak pedulikan dia, beberapa nikoh segara menyerangnya dari belakang dengan golok mengkilat.
sebenarnya ilmu silat Soh-sim tergolong kelas satu, namun berada di dalam cu-pi-am tidak lebih cuma anak murid biasa saja, sekarang dia tidak bersenjata dan dikerubut oleh para nikoh yang kepandaiannya tidak lebih rendah itu, tentu saja dia tidak mampu melawannya.
Yu Wi mendengar serangan di belakang itu, mendadak ia membalik tubuh dan melancarknn jurus Sat-jin-kiam, hampir berbareng beberapa nikoh penyerang Soh-sim sama menjerit ngeri, kontan jiwa mereka melayang.
Hanya dalam sekejap saja belasan nikoh kembali dibinasakan lagi oleh Yu Wi. Karena keganasan ilmu pedang anak muda itu, kawanan nikoh rada jeri. mereka hanya mengepung saja dan tidak berani sembarangan menerjang maju lagi.
Darah berceceran, hampir tiga puluh sosok mayat bergelimpangan disana sini, Yu wi terus mendesak maju ke sana dengan langkah lebar.
Beramai-ramai kawanan nikoh itu menyurut mundur, mereka tidak berani lagi merintangi Yu Wi. Apapun juga jiwa lebih penting, ilmu pedang anak muda itu terlalu lihai, siapa lagi yang berani main- main dengan jiwanya sendiri?
Setelah lapisan kepungan itu ditembus sederet, akhirnya satu orang mengadang di tengah jalan- menghadapi kedatangan Yu Wi.
Yu Wi berhenti dalam jarak satu tombak. ia menjura dan berucap. "Mohon Taysu memberi jalan."
Sorot mata ji-bong setajam pisau menyapu pandang Soh-sim sekejap. seketika Soh-sim merinding, hampir saja ia bertekuk lulut dan menyembah.
Dengan suaranya yang penuh rasa benci ji-bong berucap. "Kalian berdua sudah ditakdirkan harus mati."
Yu Wi melengek oleh suara nikoh tua yang penuh rasa dendam ini, tapi iapun tidak mau mengunjuk kelemahan- jawabnya, "Apakah Taysu ingin bertempur lagi?"
ji- bong tidak menjawab, ia keluarkan sebiji petasan isyarat, disulutnya petasan itu dan dilemparkan ke udara.
Terdengar suara letusan tiga kali disertai cahaya yang berwarna-warni. Hanya sekejap saja segenap nikoh yang berjaga di dalam cu-pi-am sama membanjir keluar.
Yu Wi menggeleng kepala, katanya, "Untuk apa Taysu mengorbankan jiwa para muridmu yang tidak berdosa ini, Taysu selalu bicara tentang welas-asih, kenapa engkau tidak menaruh belas kasihan kepada muridmu sendiri?"
"Hm, jika mampu boleh coba kau bunuh habis anak murid cu-pi-am barulah kalian ada harapan untuk hidup" jengekJ i- bong.
"Ada. berapa banyak anak muridmu?" tanya Yu Wi.
"Tidak banyak. seribu orang pasti tidak kurang," jawab ji-bong.
Diam-diam Yu Wi melengak. jangankan dirinya tidak sanggup membunuh orang sebanyak ini, biarpun semuanya tidak melawan dan dirinya disuruh membunuh mereka satu persatu, rasanya juga tidak tega.
Tiba-tiba ia mendapat akal, katanya, "Taysu bagaimana kalau kita berdua bertanding satu kali saja untuk menentukan mati dan hidup.Jika Taysu menang, cayhe dan Soh-sim akan menyerah untuk dibunuh sesukamu, jika beruntung aku menang, tentu jiwa anak muridmu yang tak berdosa ini tidak perlu dikorbankan dengan sia-sia. Nah, setuju?"
ji-bong seperti tidak suka bertempur satu lawan satu dengan Yu wi, ia menjengek, "Hm, boleh kau tunggu dan lihat dulu"
Sejenak kemudian, segenap nikoh cupi-am dari yang tua sampai yang muda, yang berwajah cantik dan bermuka jelek. seluruhnya tidak kurang dari seribu orang telah mengepung mereka dengan ketat.
Mau-tak-mau Yu Wi merasa kuatir, serunya, ji-bong Taysu, jangan-jangan kau takut kepada Hai-yan-pat-kiamku, maka tidak berani bertanding denganku, tapi sengaja kau kerahkan anak muridmu sebagai tumbal untuk menguji ketajaman pedangku" ji-
bong tampak menggreget, mendadak ia mendongak dan berteriak. "Dinding kematian"
Segera kawanan nikoh itu bergerak kian kemari, dari empat penjuru lantas tampil barisan yang rapi.
"Wah, kita . .. kita benar akan mati ..." ucap Soh-sim dengan gemetar.
Ia tahu barisan nikoh yang disebut "dinding kematian" ini tidak terlalu ajaib, hanya barisan manusia belaka, namun betappun lihainya seorang juga sukar menembus dinding manusia yang berjumlah ribuan orang ini. Bilamana kepungan barisan manusia itu merapat, andaikan tidak mati dalam pertempuran juga pasti akan binasa terinjak-injak.
Yu Wi juga dapat melihat kelihaian dinding kematian yang lihai itu, tapi ia sengaja tertawa latah, serunya, ji-bong Taysu, "jelas kau takut kepada Hay-yan-kiam-hoat, biarlah aku tidak menggunakan pedang, kuyakin dengan bertangan satu saja dapat mengalahkan kau. cuma, biarpun begitu, kukira kau pun tidak berani bertempur melawanku."
Betapapun ji-bong harus menjaga gengsi, ia tidak dapat tinggal diam lagi atas tantangan Yu Wi, dengan murka ia membentak, "Yu Wi, terlalu latah kau"
"Latahku cukup beralasan. apakah Taysu berani mencobanya?" ejek Yu Wi pula.
"Baik, jadi menurut ucapanmu sendiri, hanya dengan sebelah tangan akan kau lawan diriku?" tanya ji-bong.
"Ya, apakah kau kira aku perlu mengingkari janji?" jengek Yu Wi.
"Memangnya ka mampu lolos dari dinding maut?" jengek Ji-bong. "Jika kau kalah, bersama Soh-sim hendaknya kalian menyerah saja."
Diam-diam ia mengambil keputusan akan memberi hukuman badan kepada mereka sebelum membunuhnya, kalau tidak. bilamana "dinding maut" sudah bergerak. mereka tentu akan
terinjak-injak hingga hancur lebur, hal ini terasa kurang puas baginya.
"Dan bila aku menang, lalu bagaimana?" tanya Yu Wi pula.
Dengan suara lantang ji-bong lantas berseru: "Amcu akan menghadapi dia seorang diri, bilamana dia menang, segera pula bubarkan barisan kalian dan tidak boleh merintangi dia."
Rupanya ia yakin dengan sebelah tangan kosong tidak nanti Yu Wi dapat mengalahkan dirinya maka dengan tulus ikhlas ia memberi perintah kepada para nikoh. Yu Wi lantas membuang pedangnya dan berkata, "Jika demikian, silakan mulai, Taysu"
"Keluarkan tangan kirimu" bentak ji-bong dengan gusar.
Segera Yu Wi melolos tangan kiri yang selama ini selalu terselip pada ikat pinggang, karena tidak pernah digunakan, tangan kiri itu kelihatan putih pucat. Lalu tangan kanan ia selipkan ke ikat pinggang. "Gunakan kedua tanganmu" teriak ji- bong pula.
Yu Wi tertawa. "Kan sudah kukatakan, cukup dengan sebelah tangan saja dapat kukalahkan dirimu."
saking marahnya ji- bong tertawa terkekeh-kekeh.
Dengan suara tertahan Soh-sim berkata kepada Yu Wi, "Engkau tidak boleh gegabah, hendaknya kau tahu, ilmu pukulan ji- bong tidak ada tandingannya di dunia ini."
Dengan tak acuh Yu Wi berkata dengan suara keras, "Dia tidak ada tandingannya, aku juga tidak ada tandingannya Jangan kuatir, tak nanti aku bergurau dengan jiwaku sendiri."
"Huh. belum pernah kudengar bahwa ilmu pukulan Goat-heng-bun tidak ada tandingannya di dunia ini," jengek Ji- bong Taysu.
"Sebanarnya tidak ada ilmu silat yang disebut tidak ada tandingannya di dunia. Kalau ilmu pukulan Goat- heng- bun tidak mungkin tak ada tandingannya di dunia, ilmu pukulan Thay- yang- bun kalian juga tidak mungkin demikian-"
"Dari mana kau tahu aku ini orang Thay- yang- bun? Apakah Ban Put-tong yang mengirim dirimu kesini?" bentak ji-bong.
"Ban-locianpwe sudah wafat beberapa puluh tahun yang lalu," sahut Yu Wi dengan hambar.
"cis, memangnya dia hendak mengelabui aku?" damperat ji-bong. "Kutahu dia tidak mati, apakah barangkali ilmu silatnya yang punah, makanya tidak berani langsung mencari diriku melainkan menyuruhmu menghina diriku dengan Hai-yan-pat-kiam ini?"
"Terserah padamu mau percaya atau tidak- Ban-locianpwe memang betul-betul sudah wafat beberapa puluh tahun yang lampau," tutur Yu Wi pula.
"Apapun juga aku tidak percaya dia sudah mati," kata Ji- bong dengan gemas. "Jelas kau muridnya, jika bukan murid didiknya langsung, siapa lagi di dunia ini yang mampu mempelajari Hai-yan-pat-kiam? Wahai Ban Put-tong, tidak layak sampai sekarang belum lagi kau maafkan diriku. lebih tidak pantas lagi kau suruh anak muda ini menghina diriku."
"Taysu." kata Yu Wi dangan menyesal, "apa yang kukatakan padamu adalah hal sesungguhnya.Jika kau mau mendengarkan, akan kututurkan seluk-beluknya dengan lebih jelas, tatkala mana tentu kau percaya Ban-locianpwe memang benar telah wafat, dengan demikian dapatlah kau sadari bahwa tindakanmu menghapus larangan seratus tahun dalam perguruanmu adalah tindakan yang tidak bijaksana."
Dengan gusar ji-bong menjawab, "Jadi Ji-tau telah memberitahukan padamu tentang pencabutan larangan seratus tahun perguruanku? IHm, budak ini sampai tua baru mengkhianati aku, dia memang pantas mampus"
"Taysu, apakah engkau menyadari dirimu sendiri adalah seorang yang paling bodoh, paling tidak bijaksana, juga orang kebelingar," seru Yu Wi.
ji-bong menjadi murka, teriaknya, "Ban Put-tong saja masih lebih rendah satu tingkat dari padaku, kau sendiri adalah murid Ban Put-tong, kau berani kurang sopan padaku?"
"Taysu, masakah engkau bilang Ban-locianpwe lebih rendah tingkatannya dari padamu?" ejek Yu Wi-
Muka Ji- bong menjadi merah, teriaknya, "Bagus, sampai sekarang kau belum lagi mengaku sebagai murid Ban Put-tong, bukankah dia sudah membeberkan segenap seluk beluk riwayatnya padamu?"
Yu Wi melengak, tanpa pikir dia bicara, sekarang jadinya ji-bong tambah tidak percaya bahwa Ban Put-tong sudah lama meninggal, tapi malah menganggap Ban Put-tong sendiri yang memberitahukan seluk-beluk urusan pribadinya itu.
Selagi ia hendak memberi penjelasan pula, mendadak ji-bong membentak, "Jika tidak kau gunakan juga tangan kananmu, jangan menyesal bila kubunuh dirimu seperti menginjak seekor semut."
Diam-diam mendongkol juga Yu Wi, katanya, "Taysu cuma tahu kelihaian ilmu golok Goat-heng-bun, tapi tidak tahu bahwa ilmu pukulan Goat- hang- bun justeru terlebih lihai daripada ilmu goloknya."
ji-bong mengejek, "Bagus, jika begitu kumohon murid Goat-heng-bun supaya memainkan ilmu pukulannya yang lihai dengan kedua tanganmu"
Ia merasa tahu jelas seluk-beluk perguruan Goat-heng-bun, ia tidak percaya Goat-heng-bun masih mempunyni ilmu pukulan simpanan yang lihai.
Yu Wi lantas menjawab, "Dengan sebelah tangan saja kuyakin Taysu akan kewalaban, untuk apa kugunakan dua tangan- Nah, silakan Taysu keluarkan segenap tenagamu, hendaknva dapat melihat gelagat, agar tidak kalah dengan terlalu cepat, kan malu disaksikan anak muridmu sebanyak ini."
Dengan marah Ji- bong menjawab, "Sungguh anak yang tidak tahu diri, ingin kulihat cara bagaimana akan kau kalahkan diriku."
Tubuhnya tidak bergerak. tapi kedua telapak tangan menepuk sekali terus terangkat, terpancar tenaga dahsyat yang tidak kelihatan-
Tenaga dalam Yu Wi mestinya tidak dapat menandingi ji-bong, tapi tangan kirinya sekarang menguasai Su-ciau-sin-kang, kekuatannya jadi lebih tinggi setingkat daripada ji bong.
Dia angkat tangan kiri dan menolak ke depan lalu disampuk kesamping, seketika tenaga dahsyat lawan dipunahkan tanpa terlihat,
Kejut sekali ji-bong, tampaknya kekuatan bocah ini memang lebih hebat daripadanya, namun dia tetap tidak percaya. sebab Yu wi pernah beradu pukulan dengan dia. meski dapat mematahkan ilmu pukulannya, namun jelas lwekangnya kalah jauh daripada dirinya, mana mungkin belum ada setahun lwekangnya bisa tambah lebih kuat daripada dirinya?
Segera ia melompat maju, dengan ajaib ia memainkan ilmu pukulan andalan Thay-yang-bun yang telah dilatihnya selama berpuluh tahun, yaitu jurus serangan lihai Sian-thien- ciang .
Ilmu pukulan yang memaksa lawan menghadapi bahaya tapi sukar untuk berjaga.Ji- bong menaruh kepercayaan penuh atas ilmu pukulan sendiri yang hebat ini, ia yakin betapa hebat ilmu pukulan lawan juga sukar menangkisnya, asalkan Yu Wi kena tersentuh olehnya, betapa tinggi lwekangnya juga pasti tidak tahan dan tentu dapat dibekuk olehnya dengan mudah. Hanya ada sementara orang yang mungkin mampu menghadapi ilmu pukulannya ya hebat ini, yaitu orang yang menguasai lwekang tingkatan ajaib, tingkatan yang tidak ada taranya sehingga tak dapat diapa-apakan dengan ilmu pukulan apa pun-
Tapi orang aneh demikian boleh dikatakan teramat sedikit, hampir tidak pernah terjadi juga, orarg yang pernah dilihatnya itu (Ko Bok-cing) nasibnya sekarang entah bagaimana, besar
kemungkinan sudah mati, maka Ji-bong tidak percaya Yu Wi dapat menghadapi ilmu pukulannya yang maha sakti ini.
Ia tidak tahu bahwa selama hampir setahun ini Yu Wi justeru telah terlatih sehingga menjadi jenis orang yang sukar dipercaya itu, sukar untuk dibayangkan bahwa setelah Yu Wi terkurung di lembah buntu itu, anak muda ini justeru berhasil menguasai setengah Su-ciau-sin-kang .
Dan melulu setengah Su-ciau-sin-kang ini ternyata sudah cukup bagi Yu Wi, secara ajaib tangan kiri Yu Wi menerobos masuk lingkaran pertahanan ji-bong, belum lagi nikoh tua itu melancarkan serangan lebih dulu ia telah mengancam Hiat-to maut pada bahunya.
Dengan demikian serangan maut Ji- bong belum sempat dikerahkan dan tahu-tahu tenaga maha dahsyat Yu Wi sudah mengancam bahunya, karuan ia terkejut, dalam keadaan kepepet, terpaksa ia menyerempet bahaya dengan menjatuhkan tubuh terus menggelinding ke samping untuk menghindari tenaga pukulan tangan kiri Yu wi.
Mestinya ji-bong tidak dapat meloloskan diri, belum pernah ada orang mampu mengelak di bawah, serangan Su-ciau-sin-kang, tapi lantaran hati Yu Wi mendadak merasa tidak tega sehingga ji- bong sempat lolos.
Pada waktu merasa badan terancam pukulan musuh, wajah ji-bong sudah pucat, keadaan itu membuat Yu Wi tidak Sampai hati, jelek2 ji-bong adalah tokoh angkatan tua yang sangat tinggi tingkatannya, ia tidak tega membikin malu dia di depan anak muridnya.
Setelah menggelinding ke sana, segera Ji- bong melompat bangun, dengan muka pucat ia berseru,
"Su- ciau-sin-kang? "
Untuk kedua kalinya dia melihat Su-siau-sin-kang dimainkan orang, ilmu yang sebelum ini cuma pernah didengar dan belum pernah dialaminya itu.
"Hm, baru sekarang kau tahu Su ciau-sin-kang?" jengek Yu Wi. ji-bong kelihatan masih ngeri rasanya. "Apakah Taysu ingin bertempur lagi?" tanya Yu Wi.
Dengan lemas ji-bong lantas berteriak, "Bubarkan barisan"
Yu Wi menggandeng tangan Soh-sim dan perlahan melangkah kedepan. Barisan nikoh sama menyingkir memberi jalan karena perintah ji-bong tadi.
ji-bong termangu- mangu memandangi kepergian Yu Wi, mendadak ia berteriak. "Apakah ilmu saktimu itu ajaran Ban Put-tong?"
"Bukan- jawab Yu wi dari jauh.
Akhirnya mereka menghilang di balik lereng sana.
ji-bong masih berdiri termenung dan bergumam^ "Pasti ajarannya, pasti. ..."
Betapapun ia tidak percaya Su- ciau-sin-kang yang dikuasai Yu Wi itu bukan ajaran Ban Put-tong, sebab berita keajaiban Su ciau-sin-kang dahulu berasal dari Goat-heng-bun, kalau tidak- pada hakikatnya di dunia ini tidak pernah kenal nama Su- ciau-sin-kang segala.
Anak murid Thay- yang- bun umumnya juga tahu ada semacam ilmu sakti yang bernama Su-ciau dari Goat-heng-bun, meski mereka percaya dunia ini ada ilmu sakti itu, tapi mereka tidak percaya ilmu itu dapat dikuasai anak murid Goat-heng-bun, sebab kalau benar Goat-heng-bun memiliki ilmu sakti begitu, tentu sudah lama Thay- yang- bun ditumpas oleh mereka.
Namun berita yang dianggap bualan dari pihak Goat-heng-bun itu kini telah terbukti benar. Ji- bong percaya dan tidak meragukannya lagi sebagai bualan pihak Goat-heng-bun.
Malahan terbukti sekarang Yu Wi yang mengaku sebagai orang Goat-heng-bun telah menguasai Su- ciau-sin-kang, malahan ada lagi seorang nona Ko juga mahir, dia tentu juga murid Goat-heng-bun, maka tanpa menghiraukan bahaya dia datang hendak menolong Yu Wi, cuma sayang, keduanya tidak terbinasa di dalam sumur maut itu.
Jadi pihak Goat-heng-bun sekarang sudah ada dua orang mahir Su- ciau-sin-kang, hal ini sungguh sangat menakutkan, makin dipikir makin gelisah hati ji-bong, mendadak timbul pikirannya yang kejam, teriaknya denganpenuh rasa dendam, "Sekali-kali tidak boleh musuh bebuyutan perguruan kita merajai dunia ini."
Dendam perguruan bergolak didalam sanubarinya, seketika ia lupa bahwa kebahagiaan hidupnya justeru hancur dalam pertengkaran antar perguruan-...
Eng-bu-ciu, semenanjung di muara sungai Tiang- kang yang terletak di daerah Hanyang adalah tempat markas pusat Thi-bang-pang, gerombolan jaring besi, yang malang melintang di sepanjang Tiang kang, di situ juga merupakan pangkalan Goat-heng-bun setelah bangun kembali.
Sudah lama Goat-heng-bun tenggelam dari dunia Kaogow, maka pada waktu mula-mula ketua Thi-bang-pang mengumumkan berdirinya kembali Goat-heng-bun di Eng-bu-ciu, hal ini telah sangat menggemparkan dunia persilatan, banyak tokoh dunia persilatan sama bertanya-tanya, "Mengapa Goat-heng-bun yang sudah menghlang selama berpuluh tahun itu dibangunkan kembali?"
Sebab musabab ini belum diketahui orang dengan jelas, yang diketahui hanya pejabat ketua Thi- bang-pang yang baru, yaitu menantu ketua lama Lo Kun, adalah anak murid dari Goat-heng-bun. Adalah wajar bilamana anak murid Goat-heng-bun berkewajiban membangun kembali perguruannya sendiri.
Dalam membangun kembali perguruan sendiri itu adalah tugas suci yang tidak dapat disangkal siapa pun. Dan memang begitu pula
maksud tujuannya waktu menantu Le Kun itu mengumumkan tentang bangkit kembalinya Goat-heng bun.
Hanya Kan ciau-bu sendiri, yaitu menantu Le Kun yang memalsukan dirinya sebagai Yu Wi itu, tahu jelas bahwa dalih yang digunakakannya itu pada hakikatnya cuma omong kosong belaka.
Sama sekali dia tidak mempunyai sesuatu perasaan apapun terhadap Goat- hang- bun, pada hakikatnya iapun tidak mengakui dirinya sebagai murid Goat-heng-bun, kalau ada sangkut pautnya tidak lebih hanya karena dia telah belajar kungfu dari kitab yang bernama Hian-ku-cip.
Kalau cuma berdasarkan alasan ini, Kan ciau-bu tidak sudi mengaku sebagai murid Goat-heng-bun, lebih-lebih tidak berhasrat membangun kembali Goat- hang- bun yang sudah lama tenggelam Itu, Tujuan yang sebenarnya dibangunkan kembalinya Goat-heng-bun tidak lain adalah untuk menarik simpati khalayak ramai,
Khalayak ramai yang dimaksudkan di sini adalah bekas anak murid Goat-heng-bun. Meski sudah enam atau tujuh puluh tahun Goat-heng-bun tenggelam dalam dunia persilatan, tapi Kan ciau- bu percaya pasti masih banyak anak murid Goat-heng- bun yang masih hidup di dunia ini.
Bahwa anak murid Goat-heng-bun yang masih ada itu tidak muncul lagi di dunia Kangouw besar kemungkinan adalah karena mereka telah mengasingkan diri. Jika sekarang semangat tokoh-tokoh terpendam itu digugah kembali, perbawa Goat-heng-bun pasti akan berbangkit dan tidak dapat diremehkan-
Biasanya semangat orang yang sudah lama mengasingkan diri tentu sudah dingin dan sukar digugah, juga sukar untuk dicari.Jalan satu-satunya yang paling baik adalah memakai semboyan membangun kembali kejayaan Goat-heng-bun pada masa lampau, panggilan ini pasti dengan cepat akan diterima oleh tokoh-tokoh terpendam itu dan semuanya pasti akan terpancing keluar.
Apa yang terjadi ternyata cocok dengan dugaan Kan ciau-bu, para tokoh Goat-heng-bun yang mengasingkan diri itu, lantaran
mengingat hubungan baik masa lalu, beramai-ramai lantas muncul kembali, ada yang keluar sendiri, ada anak muridnya, semuanya menggabungkan diri dengan Goat-heng-bun yang dibentuk Kan ciau-bu itu.
Pada hari diresmikannya Goat-heng-bun baru, segera namanya mengguncangkan dunia Kangouw. Sebab pada hari peresmian itu, anak murid Goat-heng-bun sama mempertunjukkan kungfu sakti masing-masing sehingga membuat kagum para utusan dan wakil dari berbagai aliran dan pergururuan yang hadir sebagai peninjau. Tentu saja berita itu tersiar dengan cepat, satu memberitahukan sepuluh, sepuluh menyebarkan lagi menjadi seratus dan begitu seterusnya, keruan nama Goat-heng-bun lantas menggemparkan dunia Kangouw dalam waktu singkat.
Mengenai siapakah pejabat ketua Goat-heng-bun yang baru ini, setiap orang tahu dia adalah menantu Le Kun, ketua Thi-bang-pang baru setelah meninggalnya Le Kun.
Tapi mengenai namanya, siapa pun tidak berani memastikannya. Semua orang Kangouw sama tahu menantu Le Kun adalah putera almarhum Yu Bun-thian, namanya Yu Wi.
Tapi pada hari peresmian Goat-heng-bun, "Yu Wi" sekalian juga mengumumkan kepada dunia bahwa dirinya bukan putera Yu Bun-thian, namanya juga bukan Yu Wi, soalnya dulu dia ingin menuntut balas bagi paman Yu almarhum, maka mengaku sebagai putera Yu Bun-thian, sekarang sakit hati sudah terbalas, maka dia kembali memakai nama aslinya sendiri.
Hal ini sebenarnya tidak perlu diherankan, namun begitu Kan ciau-bu tetap tidak berani mempermaklumkan kepada dunia dengan nama "Kan ciau-bu", dia hanya menyatakan kembali pada nama aslinya, yaitu dengan nama samaran "Hoan-hoa-kun" atau si pendamping bunga, bunga disini dimaksudkan sebagai sicantik.
Dengan sendirinya nama padangan "Boan-hoa-kun" kedengarannya cukup romantis, setiap orang Kangouw jadi mengenal nama Boan-hoa-kun- juga sama jeri kepada kelihaian
Boan-hoa-kun, pengaruh Thi-bang-pang memang sudah cukup kuat, ditambah lagi Goat-beng-bun, tentu saja Boan-hoa-kun sangat disegani dan tidak ada yang berani memusuhinya .
Sejak Goat-heng-bun berdiri, wilayah Eng-bu-ciu berubah menjadi daerah yang misterius, tidak lagi seperti sebelumnya, boleh datang pergi sesukanya, kini harus seizin anak murid Goat-heng-bun, sekalipun tokoh Bu-lim kenamaan juga tidak berani sembarangan menginjak Eng-bu-ciu.
Akan tetapi pada hari ini keadaan tampak berbeda daripada biasanya, hari ini wilayah Eng-buciu terbuka bagi umum, barang siapa, asalkan memberitahukan nama dan asal-usulnya lantas diperbolehkan masuk daerah ini untuk menyampaikan ucapan selamat,
Sasaran ucapan selamat itu ialah Boan-hoa-kun sendiri. Karena pada hari ini Boan-hoa-kun merayakan usia sebulan putrinya. Demi perayaan ini, Boan-hoa-kun telah mengadakan pesta besar-besaran, hampir setiap perguruan, setiap aliran sama mendapat kartu undangan-
Sore hari itu, menjelang magrib, kapal tambangan membawa datang dua orang tamu yang mempunyai asal usul yang khas. Yang seorang kakek berusia tujuh atau delapan puluh tahun, buntung sebelah lengannya, kakek ini mengaku sebagai oh pi-soh. si kakek buntung tangan dari Jit-can-soh. ketujuh kakek cacat yang telah kita ceritakan pada bagian permulaan (Pendekar Kembar).
Seorang lagi nikoh berusia lima puluhan, berwajah kuning pucat dan berbadan kurus, nikoh ini mengaku sebagai murid cu-pi-am,
Nama Jit-can-soh dan cu-pi-am tidak kalah tenarnya daripada Goat-heng-bun. Bicara tentang kehormatan pribadi, can-pi-soh terang juga jauh lebih terkenal daripada Boan-hoa-kun yang terkenal belum lama ini, walaupun sudah lama Jit-can-soh tidak lagi berkecimpung di dunia Kangouw.
Bicara tentang sejarah perguruan, cu-pi-am juga sudah lama disegani dunia persilatan, umpamanya orang Kangouw tidak berani
sembarangan datang ke cu-pi-am, hal inipun jauh lebih keras daripada larangan datang ke Eng-bu-ciu..
Waktu protokol mengetahui kedatangan dia tamu yang luar biasa ini, segera mereka disambut ke markas besar Thi-bang-pang dengan segala kehormatan-
Dalam pada itu tamu yang datang adalah sangat banyak. ratusan meja perjamuan memenuhi halaman, anak murid Goat-heng-bun bertugas melayani para tamu pada setiap meja. Boan-hoa-kun alias Kan ciau-bu, karena merasa dirinya seorang tokoh lain daripada yang lain, dia belum mau muncul sebelum perjamuan dimulai.
Waktu magrib, semua meja perjamuan sudah penuh tetamu, pada saat itulah Kan cian-bu baru muncul dengan jubah merah satin yang mentereng. Para tamu serentak berdiri menyambut.
Dengan tertawa Kan ciau-bu lantas berkata, "Hari ini adalah genap sebulan umur puteriku, juga ulang tahun pembangunan kembali perguruan kami, mohon para sahabat yang telah sudi kerkunjung suka bersuka ria sepuasnya, bilamana ada pelayanan yang kurang sempurna, mohon sudi di maafkan-"
Kata sambutannya sangat membesarkan hati para tamu dan merasa bisa jadi Kan ciau-bu kelewat gembira sehingga mau mengucapkan kata pengantar yang rendah hati itu.
Kan ciau-bu lantas berduduk pada tempat tuan rumah, selagi perjamuan hendak dibuka secara resmi, mendadak protokol berteriak melapor, "Ban-li-tiang-hong cin Pek-ling bersama anak muridnya tiba untuk mengucapkan selamat"
Nama "Ban-li-tiang-hong" (sipelangi berlaksa li) cin Pek-ling waktu itu sangat gemilang. pernah dengan ginkangnya yang tinggi dan ilmu pukulannya yang aneh, dalam sehari dia mondar-mandir mengunjungi tujuh tempat dan mengalahkan tujuh jago silat terkemuka sehingga namanya sangat mengguncangkan dunia Kangouw,
Sebagai wakil kepala Thi-bang-pang, yaitu Siau-thian-ong (si kakek tertawa) Go Lam-thian, segera menyambut kedatangan cin Pek-ling, sapanya dengan tertawa, "Aha, sungguh bahagia dan suatu kehormatan besar bagi Pang kami atas kunjungan cin-loenghiong. Lekas pasang meja baru"
Satu meja baru segera dipasang. Tapi dengan lagak tuan besar cin Pek-ling lantas berkata, "Satu meja tidak cukup, hendaknya pasang sepuluh meja"
Dengan tertawa Go Lam-thian bertanya, "Berapa anak murid cin-loenghiong yang ikut datang?"
"Anak murid perguruan kami yang ikut datang mengucapkan selamat tidak banyak juga tidak d ikit, jumlahnya persis 120 orang," sahut cin Pek-ling.
Mendengar keterangan itu, serentak para hadirin terkesiap. mereka pikir belum pernah terjadi orang menyampaikan selamat dengan membawa anak murid sebanyak itu, ini kan bukan hendak menyampaikan ucapan selamat, tapi lebih berbau hendak mencari perkara atau berkelahi.
Sambil memberi perintah agar sepuluh meja lekas dipasang, dengan sabar Go Lam-thian coba bertanya, "Betapa besar hasrat cin-loenghiong hari ini sehingga membawa kemari anak murid sebanyak ini?"
"Memangnya kenapa? Apakah Thi-bang-pang takut bangkrut menjamu anak muridku?" sahut cin Peksling dengan terbahak.
"Numpang tanya, apa nama perguruan cin-loenghiong?" tanya Kan ciau-bu dengan kurang senang.
Melihat Kan ciau-bu tanya dengan berduduk di tempatnya, cin Peksling menjawab dengan ketus, "Perguruan kami yang kecil dan tidak ada artinya, kukira tiada harganya untuk disabut-sebut."
Sementara itu sepuluh meja perjamuan baru sudah selesai dipasang, bersama anak muridnya cin Peksling lantas mengelilingi meja-meja itu.
Meski tahu gelagat tidak enak, terpaksa Go Lam-thian tak dapat berbuat apa-apa, maklumlah, tamu yang datang menyampaikan selamat tentunya makin banyak makin baik, meski cara cin Pek-ling ini agak keterlaluan, tapi juga tidak melanggar aturan, sebaliknya suatu tanda kehormatan bagi tuan rumah.
Ke-120 pengikut cinPek-ling itu semuanya berpakaian ringkas dan membawa berbagai macam senjata, secara umum, tamu orang persilatan yang menyampaikan selamat dengan membawa senjata bukan sesuatu yang perlu diherankan, cuma 120 orang sama membawa senjata, inilah yang luar biasa.
Diam-diam Kan ciau-bu mamberi pesan kepada anak muridnya agar siap siaga, dangan kening berkerut ia tanya Go Lam-thian, "Sesungguhnya orang macam apakah pendatang ini?"
Dengan suara tertahan Go Lam-thian melapor, "Hamba cuma tahu nama cin Pek-ling sangat termashur di dunia Kangouw, kabarnya boleh juga kungfunya."
"Masa tidak kau ketahui dia ketua dari perguruan apa?" tanya ciau-bu pula.
Go Lam-thian menggeleng, ucapnya dengan malu, "Akhir-akhir ini diketahui cin Pek-ling mendirikan suatu aliran tersendiri di daerah Hunlam dan Kuiciu, tapi nama alirannya belum terdengar, agaknya si tua cin Pek-ling tidak mau mengumumkan perguruannya kepada dunia Kangouw secara terbuka "
Kan ciau-bu mendengus, "Beritahukan kepada segenap anggota, pengawasan diperketat, tamu yang datang lagi dilarang masuk Eng-bu-ciu."
"Tindakan ini apakah tidak mengacaukan suasana perayaan?" tanya Go Lam-thian-
"Keadaan darurat, terpaksa bertindak begitu. IHm, bila mereka berani berbuat sesuatu, akan kita bikin mereka dapat datang dan tak dapat pergi."
Belum lagi Go Lam-thian melaksanakan perintah Kan ciau-bu itu, mendadak terdengar penjaga di luar berteriak-teriak. "Dilarang masuk. dilarang masuk"
Go Lam-thian terkejut, tahu-tahu dari luar menerjang masuk lima orang perempuan, yang paling depan adalah seorang nikoh tua dan bermuka jelek, dibelakangnya mengikut empat perempuan muda berkedok kain hitam,
Penyambut tamu cepat mendekati Go Lam-thian dan memberi lapor, "Pendatang ini tidak mau memberitahukan namanya dan main terjang setelah melukai anak murid yang berjaga di luar."
Go Lam-thian berkerut kening, ia tanya si nikoh bermuka jelek, "Mengapa Taysu tidak sudi memberitahukan nama dan asal-usulmu?"
"Pang kalian berpesta pora dan menerima tamu secara terbuka, kenapa tamu diharuskan memberitahukan namanya?" jawab nikoh tua.
"Walaupun kami menerima kunjungan tamu tapi mungkin juga disusupi oleh anasir yang tak bertanggung jawab, hendaknya memberitahukan gelar Taysu yang terhormat agar kelak kami dapat balas berkunjung untuk menyampaikan terima kasih."
Mendadak si nikoh tua menarik muka, jawabnya, "Tidak perlu ada terima kasih balasan segala. coba katakan saja, sesungguhnya Pang kalian mau terima tamu atau tidak?"
Marah juga Go Lam-thian, "Karena Taysu tidak mau memberitahukan nama dan asal-usul, terpaksa tak dapat kami layani."
"Hm, kedatangan kami ini bukan untuk makan percuma, sehabis pesta, kami akan mengadakan upacara sembahyang bagi kalian dan semuanya gratis." kata nikoh tua bermuka jelek.
Ho Lam-thian melengak. jawabnya dengan gusar, "Pang kami tidak mengadakan sembahyangan apa pun, jika Taysu tidak segera pergi, terpaksa kami ambil tindakan-"
"Bagus, jelek-jelek kami kan tamu yang akan menyampaikan ucapan selamat, akan kulihat cara bagaimana hendak kau lakukan kepada kami." teriak si nikoh.
Tiba-tiba Kan ciau-bu berkata, "Lam-thian, silakan tetamu berduduk, jangan sampai mengacaukan perasaan gembira "
"Nah. begitulah baru pantas." ujar si nikoh jelek dengan tertawa. "Betapapun Pang cu memang lebih bijaksana, berbeda dengan kaum anteknya yang cuma sok berlagak saja, pakai tanya nama dan asal-usul segala."
Terpaksa Go Lam-thian menahan rasa gusarnya dan memberi perintah agar dipasang lagi satu meja baru.
Setelah para tamu berduduk dengan baik, dengan tertawa Kan ciau-bu lantas berseru, "Silakan hadirin minum sepuasnya, sudah tersedia ratusan guci arak. kukira jauh daripada cukup,"
Segera belasan orang mengangkut guci arak yang dimaksud. setiap meja disediakan satu guci, setelah sumbat guci dibuka, seketika teruar bau harum arak yang sedap memenuhi seluruh ruangan-
Nikoh bermuka jelek itu berlima mengelilingi sebuah meja, meski arak sudah dituangkan, tapi mereka tidak makan dan minum, semuanya duduk tenang dan mata setengah terpejam. Katanya tamu. ternyata tidak makan minum.
Ketika perjamuan berjalan setengah, tiba-tiba cin Pek-ling angkat cawan araknya dan mendekati tempat tuan rumah, katanya terhadap Kan ciau-bu, "Boan-hoa-kun, pesta yang meriah ini apakah tidak perlu diberi selingan sedikit atraksi?"
"Barangkali cin-ciangbun ada usul?" jawab Kan ciau-bu.
"Betul, memang ada usulku," seru cin Pek-ling dengan tertawa. "120 oraag yang kubawa kemari ini tidak boleh makan minum percuma. biarlah atraksi selingan ini dipertunjukkan oleh mereka saja. Boleh?"
"Bilamana ada selingan atraksi yang menarik. boleh saja dipertunjukkan dan tentu akan kusambut dengan baik," jawab ciau-bu.
"Bagus, mari kita minum satu cawan dulu," seru cin Pek-ling. Lalu ia menenggak habis isi cawannya dan berkata pula, "Sebagai pengirirg atraksi ini, mohon Pang cu mengajukan juga 120 orang anak muridmu."
"Atraksi apa itu?" tanya ciau-bu.
"Biarlah dia dakan pertandingan 120 babak antara murid Goat-heng-bun dengan anak murid kami untuk meramaikan partai ini," kata Pek-ling.
Air muka Kan ciau-bu berubah, "Jadi kedatangan cin-ciangbun ini berniat mengadakan pertandingan kungfu?"
cin Pek-ling bergelak tertawa, jawabnya, "Haha. bukan, bukan, ini kan cuma atraksi yang kuatur bagi pesta yang meriah ini."
Tetamu yang mengikuti percakapan mereka sama berhenti makan minum dan memperhatikan apa yang akan terjadi. Seorang yang sudah agak mabuk segera berseru, "Aha, bagus sekali, usul kakek cin ini sangat bagus Silakan bertanding, silakan, tentu menarik"
Dengan sendirinya para tamu juga ingin melihat keramaian, toh yang akan bertnndiog bukan dirinya sendiri, kalah atau menang tidak ada sangkut-pautnya dengan kepentingan sendiri, semakin sengit pertandingan kedua pihak tentu semakin menyenangkan, maka beramai-ramai mereka juga berseru, "Ya, usul bagus, selingan yang menarik. . . ."
Tentu saja Kan ciau-bu tidak mau dianggap lemah, segera ia memberi perintah, "Suruh ce Ti-peng mengumpulkan 120 orang."
Setelah 120 murid Goat-heng-bun pilihan berkumpul, cinPek-ling lantas berkata, "Karena pertandingan ini sebagai selingan dalam pesta ini, maka pertandingan akan diakhiri asal lawan tersentuh dan dianggap kalah."
Beramai-ramai para tamu lantas menyingkirkan meja kursi kepinggir sehingga terluang cukup luas ditengah dan cukup untuk belasan partai pertandingan sekaligus. Kedua pihak lantas mengajukan 12 murid sehingga terjadi pertandingan 12 partai.
Kungfu anak murid kedua pihak ternyata tidak banyak berbeda, ada yang lebih tinggi sedikit dan ada yang agak rendah sedikit,akhirnya setiap pihak menang enam dan kalah enam, jadi seri.
Kedua pihak lantas mengundurkan diri setelah menyentuh lawan yang dianggap kalah, tampaknya memang benar seperti selingan untuk meriahkan suasana saja.
Siapa tahu, pada waktu ke-24 orang hendak mengundurkan diri, keempat perampuan muda berkerudung muka itu mendadak melompat maju, dengan gerak cepat yang tak terduga mereka merobohkan enam murid Goat-heng-bun.
Keruan terjadi kegemparan, sebab pada waktu ke 12 partai itu bertanding, jelas terlihat kungfu setiap orang tidak rendah, diam-diam para tamu sama memuji kehebatan murid didik Goat-heng-bun dan cin Pek-ling.
Akan tetapi sekarang dalam sekejap saja enam murid yang menang itu telah dirobohkan oleh empat perempuan muda yang tidak dikenal, sungguh peristiwa yang sangat mengejutkan-
Setelah merobohkan enam orang, segera ke-empat perempuan muda itu melayang kembali ketempat duduknya dengan ginkang yang tinggi, mereka berduduk lagi dengan tenang seperti tidak pernah terjadi apa pun-"Ha h, mati, sudah mati"
"He, mengapa terjadi pembunuhan" Demikian orang sama berteriak kaget dan menjadi panik.
Yang menjerit kaget itu ke-enam murid Goat-heng-bun yang kalah, sedangkan keenam orang yang menang sekarang sudah terkapar sebagai mayat di tengah kalangan-
ce Ti-peng yang disebut Kan ciau-bu, yang membawa keluar ke-120 murid Goat-heng-bun itu seorang berusia 50-an- mukanya bulat, tubuhnya gendut. Ke 120 murid ini adalah anak didiknya.
Bagi orang persilatan, murid serupa anak sendiri, maka dengan duka dan marah ia lantas tampil kemUka, dilihatnya keenam murid sendiri itu tertutuk IHiat-to kematiannya, pantas tanpa bersuara lantas menggeletak binasa.
ce Ti-peng mendekati si nikoh tua bermuka jelek, damperatnya sambil menuding keempat perempuan muda berkerudung itu, "Perempuan siluman, keji amat cara kalian membunuh orang. Ayolah maju, biarlah kuhadapi kalian berempat, kalau mampu boleh coba orang she ce ini."
Tapi ke-empat perempuan muda itu tetap berduduk tenang dan mata setengah terpejam, mereka tidak menghiraukan damperatan ce Ti-peng. se-akan2 tidak tahu yang dimaki ialah mereka.
cepat Go Lam-thian memburu maju dan membujuk ce Ti-peng agar mundur, katanya kepada nikoh bermuka jelek. "Taysu, apakah keempat nona itu adalah muridmu?"
"Bukan- jawab si nikoh tua sambil menggeleng. "Lantas apa hubungan mereka dengan Taysu?"
"Saat ini tidak ada hubungan apa pun."
"Apa maksudnya saat ini tidak ada hubungan?" tanya Go Lam-thian dengan mendongkol.
"Saat ini mereka bertugas membunuh orang, sedangkan aku tidak-" tutur si nikoh tua, "Tapi setelah urusan selesai, akan kubacakan doa dan bersembahyang bagi yang mati sekedar tanda berterima kasih kunjungan kami dalam pesta ini."
"Kalian sama sekali tidak makan dan minum, untuk apa tanda terima kasih segala" teriak Go Lam-thian dengan gusar.
"Paling tidak kami sudah mengelilingi meja perjamuan ini, cara kerja mereka berempat memakai satu prinsip teguh, yaitu sebelum tugas terlaksana takkan makan dan minum."
Tergerak hati Go Lam-thian oleh keterangan itu, tanyanya, "Apakah tindakan Kalian ini karena atas permintaan orang lain?"
"Betul, bila sudah terima permintaan orang harus dilaksanakan dengan jujur," jengek si nikoh bermuka buruk. "Kukira tidak perlu kau tanya terlalu banyak. mungkin tak dapat kujawab dan akan membikin kikuk padamu."
Go Lam-thian tidak tanya lagi, ia mundur kesamping Kan ciau-bu dan berbisik-bisik padanya.
Kan ciau-bu kelihatan manggut- manggut, tampaknya ia setuju dan memuji usul yang disampaikan Go Lam-thian-
Maka Go Lam-thian lantas tampil ke muka lagi dan berseru. "Menurut pendapat Pang cu kami, atraksi selanjutnya tidak perlu dilakukan lagi,"
Dengan tertawa cin Pek-ling berkata, "Boleh juga. untuk itu silakan Pangcu kalian mengumumkan didepan hadirin ini bahwa ke-120 murid Goat-heng-bun bukan tandingan ke-120 murid Thay- yang- bun."
"Hah? Thay- yang- bun?" Go Lam-thian berteriak kaget.
Hadirin yang berusia agak lanjut sama tahu Thay-yang-bun adalah musuh bebuyutan Goat-heng-bun, jika pesta meriah ini menjalar dan menyangkut pertengkaran antara kedua perguruan itu, tampaknya kedua pihak pasti takkan menyudahi persoalan ini dengan begini saja.
Mendadak Kan ciau-bu berdiri dan berseru, "cin-ciangbun, apakah kau tahu hari ini adalah perayaan genap sebulan umur putriku?"
"Kutahu, dan inilah kesempatan yang paling baik." ujar cin Pek-ling dengan tertawa. ""Kebetulan para tokoh dari berbagai aliran
dan perguruan sama berkumpul disini. biarlah kedua golongan kita mengadakan pertandingan yang menentukan, kalau bukan kau yang mampus biarlah aku yang mati."
"Apakah urusan penyelesaian permusuhan antar perguruan kita ini tak dapat cin-ciang bun tunda sampai usainya pesta ini?" tanya ciau-bu.
"Tidak... tidak bisa," sahut cin Pek-ling tegas. "Kecuali Goat-heng-bun mau menyatakan bukan tandingan musuh bebuyutannya, yaitu Thay-yang-bun, kalau tidak. betapapun kami takkan mundur dari sini."
Dengan gusar Go Lam-thian menimbrung, "cin Pek-ling, hari ini adalah hari perayaan Pang kami, kuminta jangan kau terlalu garang"
"Huh, kemusnahan sudah didepan mata, masih bicara tentang perayaan segala" jengek cin Pek-ling.
Tiba-tiba Kan ciau-bu berkata, "cin- ciang bun, jika hari ini kunyatakan perguruan kami bukan tandingan Thay-yang-bun, apakah segera kalian akan mengundurkan diri?"
"Tentu saja," ucap cin Pek-ling dengan tertawa. "Asalkan kalian mengaku kalah, tentu kami juga takkan terlalu mendesak. Cuma mulai besok. Goat-heng-bun juga harus dibubarkan-" Setelah merandek sejenak, ia menyambung pula, "Ada lagi. Thi-bang-pang juga harus dibubarkan-"
"Kau terlalu menghina orang, cin Pek-ling" teriak Go Lam-thian dengan murka,
"Jika kalian penasaran, ke-120 murid kami sudah siap disini, boleh kau pilih dan bertanding dengan salah seorang diantara mereka, asalkan kau tidak mampus. akan kupuji dirimu dan memanggil kakek padamu."
"Hm, tidak perlu berlagak."jenjek Go Lam-thian- "Memangnya kau kira dengan berkomplot dengan ke-empat perempuan bejat itu lantas dapat menumpas Pang kami?" Habis berkata ia bertepuk tangan dua kali, segera empat anak buahnya maju ke depan-
"Bawa kemari cip-po-siang (peti pengumpul mestika) milik Pangcu itu." seru Go Lam-thian-
cepat ke-empat orang itu berlari pergi. hanya sejenak ke-empat orang itu sudah menggotong datang sebuah peti besi yang sangat besar.
Go Lam-thian menyuruh mereka menaruh peti itu diatas meja si nikoh tua bermuka buruk. lalu tutup peti dibukanya, seketika terpancar cahaya gemerlapan.
Para tamu disekeliling meja itu sama berdiri, dan melongok ingin tahu apa isi peti itu. Tenyata di dalam peti penuh emas intan dan batu permata yang membuat orang mengiler.
Go Lam-thian meraup sebenggam batu permata itu dan ditaruh didepan si nikoh tua, katanya, "Nilai isi peti ini sukar dihitung dan merupakan harta pusaka Thian-ti-hu selama tiga keturunan, sekarang seluruhnya dihadiahkan kepada Taysu."
Thian-ti-hu termashur di seluruh dunia, setiap orang tahu tiga keturunan Thian-ti-hu selalu menjadi perdana manteri, harta benda yang dikumpulkannya tentu saja sukar dihitung.
Si nikoh bermuka buruk ternyata tidak memperlihatkan rasa tertarik apa pun, ia cuma bertanya, "Apa permintaanmu?"
"Segala permintaan cin Pek-ling kepadamu semuanya harap Taysu melaksanakannya secara terbalik," kata Go Lam-thian-
Nikoh berwajah buruk itu diam saja tanpa menjawab.
Biasanya diam berarti setuju. Go Lam-thian mengira orang telah menerima permintaannya, hanya saja tidak enak untuk menyatakannya secara terang-terangan- segera ia barkata kepada Cin Pek-ling dengan tertawa, "Nah, babak pertama tadi enam kalah dan enam menang, jadi seri. Sekarang dilanjutkan babak kedua."
Dengan tertawa Cin Pek-ling menjawab, "Bagus, biarlah kita bertaruh berdasarkan pertandingan ke-120 orang ini, selesai pertarungan ini, anak murid pihak mana yang jatuh korban paling
banyak. selanjutnya harus membubarkan perguruannya. Bagaimana, setuju?"
"Jadi" seru Go Lam-thian-
"Hm, dirimu orang macam apa. berani mengambil keputusan?" jengek Cin Pek-ling.
Dengan muka merah Go Lam-thian berpaling kepada Kan ciau-bu, "Bagaimana pendapat Pangcu?"
Sudah barang tentu Kan ciau-bu tidak keberatan Goat-heng-bun akan bubar atau tidak, tanpa pikir ia menjawab, "Ya, jadi"
Segera kedua pihak menampilkan lagi 12 orang. Hasil pertandingan ini kembali tercatat enam menang dan enam kalah.
--oo0dw0oo--
Ke-12 orang yang menang itu menjadi waswas akan kemungkinan diserang secara mendadak oleh perempuan muda berkerudung itu, maka setelah menang, mereka lantas berjaga dengan ketat.
Benar juga, serentak ke-empat perempuan itu melancarkan serangan kilat pula, ginkang mereka sungguh terlalu tinggi, betapa penjagaan ke-12 orang yang menang itu tetap ada enam orang yang tertutuk roboh dan binasa seketika.
Go Lam-thian yakin keempat perempuan ajaib itu pasti akan membantu pihaknya, siapa tahu ke-enam orang yang menggeletak tetap orang Goat-heng-bun yang menang itu, seketika ia menjadi bingung, serunya, "Taysu, apa . . , apa artinya ini?"
"Bawa kembali peti ini"jengek si nikoh tua bermuka buruk,
"Engkau marasa kurang isi peti ini?" tanya Go Lam-thian-
Mendadak terdengar seorang tertawa ngakak dan berseru, "Haha, bukan tidak cukup melainkan permohonanmu ini salah alamat^"
Go Lam-thian menoleh, dilihatnya seorang kakek buntung tangan bardiri dari ujung meja pertama sana, pelahan can-pi-soh maju ketengah.
"Adakah petunjuk cianpwe kepadaku?" cepat Go Lam-thiau memberi hormat, ia tahu siapa kakek buntung ini.
"Sekali Bu eng-bun menerima tugas bagi langganannya, selamanya akan dilaksanakan secara tuntas dan takkan mengkhianati langganan," tutur can-pi-soh. "Biarpun kau tambahkan upahmu sepuluh kali lipat juga keempat perempuan itu takkan membantu pihakmu untuk membunuh murid Thay- yang- bun yang menang itu."
"Hm, kakek cacat, kau kenal juga peraturan kami " jengek si nikoh tua.
Tiba-tiba can-pi-soh berkata pula kepada Go Lam-thian, "Jika mereka tidak mau terima permohonanmu agar bertindak secara terbalik, mengapa tidak kau mohon bantuanku saja?"
"Apakah cianpwe dapat membantu?" seru Go Lam-thian dengan girang.
Kata can-pi-soh dengan suara lantang, "Pindahkan peti harta benda itu ke mejaku, kujamin Goat- heng- bun pasti tidak dikalahkan oleh Thay- yang- bun."
Dalam keadaan demikian, kalau tidak mempunyai kepandaian sejati, siapa yang berani ikut campur urusan pelik ini?
Maka tanpa pikir Go Lam-thian lantas memindahkan peti besi itu ke atas meja can-pi-soh.
"Nah, sekarang pertandingan babak ketiga boleh dimulai" seru can-pi-soh dengan tertawa.
Kedua pihak lantas tampil lagi 12 orang, sebelum bertanding, mendadak si nikoh tua bermuka buruk berseru, "Kakek buntung, kau berani merusak bisnis Bu-eng-bun, awas jika kepalamu berpindah tempat"
Tapi can-pi-soh hanya tertawa saja tanpa menanggapi.
Hasil dari pertandingan babak ketiga ini delapan menang empat kalah, yang lebih banyak kalahnya adalah pihak Goat-heng-bun.
Seperti tadi, seusai pertandingan, serentak ke-empat perempuan muda itu beraksi pula, tapi pada saat yang sama can-pi-soh iuga ikut menyerang.
Waktu keempat perempuan muda itu mundur kembali ke tempat duduknya, si kakek buntung juga sudah kembali ke tempatnya.
Maka tertampaklah mayat bergelimpangan ditengah ruangan, seluruhnya 12 sosok tubuh, yaitu terdiri dari ke-12 orang yang menang itu.
Kalau ke-empat perempuan muda itu membinasakan ke-empat murid Goat-heng-bun yang menang, kungfu can-pi-soh ternyata lebih tinggi daripada mereka, hanya dengan kaki kiri saja sekaligus ia menendang mampus kedelapan murid Thay- yang- bun yang menang.
Semua orang sama lupa memberi aplaus menyaksikan peristiwa luar biasa itu, tidak seorang pun melihat jelas cara bagaimana si kakek buntung menendang mati delapan orang sekaligus, padahal kedelapan orang itu adalah murid pilihan Thay- yang- bun.
Tentu saja muka cin Pek-ling merah padam saking gemasnya karena kehilangan delapan anggota, tapi iapun tidak berani menuntut balas kepada si kakek buntung dalam keadaan demikian-
can-pi-soh duduk kembali di tempatnya, ia menenggak secawan arak lalu berseru lantang, "Nikoh jelek, kakek cacat kan tidak merusak bisnis Bu-eng-bun kalian, Kalian boleh membunuh caramu dan akupun boleh membunuh caraku, kedua pihak tidak ada sangkut paut."
"Kakek bejat, jangan terlalu senang dulu, tunggu nanti," jengek si nikoh muka jelek.
Setelah kejadian babak ketiga, semangat Go Lam-thian terbangkit, segera ia berteriak. "Nah, cin Pak- ling, sekarang bertanding babak keempat"
Sebelum anak murid Goat-heng-bun tampil kemuka, lebih dulu Kan ciau-bu telah memberi kuliah kepada mereka cara bagaimana harus bertindak.
Maka seusai pertandingan babak keempat, tidak ada seorang pun murid Goat-beng-bun yang menang.
Selagi ke-12 murid Thay-yang-bun merasa bangga, sekonyong-konyong punggung mereka terasa kesemutan, kontan roboh dan binasa.
can-pi-soh telah mengitari kalangan satu putaran, dengan sebelah kaki saja ia mendepak mati ke-12 murid Thay-yang-bun seoara ajaib.
"can-pi-soh." bentak cin Pek-ling dengan murka, "Ada permusuhan apa antara Thay yang- bun denganmu, mengapa kau turun tangan sekeji ini?"
"Ini bukan urusan permusuhan, tapi urusan bisnis, urusan duit, "jawab can-pi-soh dengan tertawa. "Apabila Anda sanggup membayar lebih besar jumlahnya daripada harta pusaka Thian-ti-hu ini kepadaku, tentu kakek buntung akan bakerja terbalik dengan membantumu. Aku bukan orang Bu-eng-bun, tidak khusus bekerja dalam bidang ini, maka tidak perlu mengutamakan soal kepercayaan segala. Yang penting bagiku, siapa membayar lebih tinggi, kepadanya akan kubela."
cin Pek-ling tetap belum berani bentrok dengan kakek buntung ini, ia menyadari apa yang mungkin terjadi bilamana dirinya bermusuban dengan can-pi-soh.
Segera ia berpaling dan berkata kepada Kan ciau-bu, "Dalam pertandingan empat babak ini pihakmu menang 16 orang dan pihak kami 32 orang. Kedudukan 32 berbandirg 16, apakah Goat-heng-bun masih berani meneruskan pertarungan ini? Kukira lebih baik
sekarang juga kau bubarksn Goat-heng-bun agar tidak mengalami kekalahan lebih besar lagi, bagi kehormatan dirimu sebagai ketua Thi-bang-pang juga akan kehilangan muka habis-habisan."
Ucapannya ini bernada kompromi, semula cin Pek-ling menuntut agar Goat-heng-bun dan Thi bang-pang harus dibubarkan seluruhnya, sekarang meski pihak Thay-yang-bun belum jelas akan menang, bila pihak lawan mau membubarkan Goat-heng-bun juga cukup baginya.
Namun sikap Kan ciau-bu mendadak berubah keras, katanya dengan tertawa, "cin-ciangbun, apa yang kau katakan semula janganlah terlalu cepat kau lupakan- Kan sudah kau katakan, anak murid pihak mana yang paling banyak mati akan dianggap kalah, jadi tidak ditentukan oleh jumlah kemenangan anak murid masing-masing."
"Huh, setiap orang melihat dengan jelas bahwa tadi sengaja kau kisiki anak buahmu agar pura-pura kalah," ejek cin Pek-ling. "Kalau sengaja berbuat kalah, apakah caramu ini tidak memalukan?"
"Mencari kemenangan lebih utama, pula menyelamatkan jiwa lebih penting," jawab Kan ciau-bu dengan tertawa, "Untuk itu boleh juga kau tiru caraku, suruhlah anak muridmu pura-pura kalah, sekaligus juga menyelamatkan jiwa. Dengan demikian, sisa enam babak selanjutnya seri. maka kedudukan sampai akhir tetap pihakmu yang kalah."
"Kedudukan 32 berbanding 16, mengapa pihak kami dianggap kalah?" terlak cin Pek-ling dengan gusar.
"Tapi pihakmu mati 20 orang. anak buahku hanya mati 16. pihakmu lebih banyak empat orang, jelaslah cin-ciangbun sudah kalah. Maka sesuai dengan perjanjian, mulai besok hendaknya cin-ciangbun membubarkan Thay-yang-bun."
"Sebelum keenam babak yang lain berlangsung. kan belum diketahui anak murid pihak mana yang akan mati lebh banyak?" ujar cin Pek-ling.
Merasa sudah punya beking, Kan ciau-bu menjawab dengan tak acuh. "Jika kau ingin bertanding lagi juga boleh, bila kau anggap hidup anak muridmu terlalu lama, boleh suruh mereka lebih giat mengalahkan anak buahku."
cin Pek-ling yakin anak muridnya lebih tangguh daripada pihak lawan, bila bertanding benar- benar, jumlah kematian anak muridnya pasti lebih sedikit. Namun pihak lawan sekarang diperkuat oleh can-pi-soh yang khusus hanya membunuh anak murid Thay-yang-bun, jika hal ini terus berlangsung,
kematian pihak sendiri tentu akan lebih banyak, dan kalau kalah menang ditentukan dengan jumlah orang yang mati jelas pihak sendiri pasti akan kalah.
Ia jadi menyesal telah berkomplot dengan Bu-eng-bun. Sebenarnya perhitungannya cukup bagus, meski membuang biaya tidak sedikit, asalkan Bu-eng-bun dapat membunuh orang yang menang pada pihak lawan, baik kedudukan kemenangan pihak sendiri lebih banyak atau lebih sedikit, bila akhirnya yang mati dijadikan patokan, pihak sendiri tetap akan menang.
Siapa tahu di tengah jalan muncul seorang kakek buntung sahingga terjadi "senjata makan tuan sendiri", akibatnya pihak sendiri terdesak. hanya bisa kalah tanpa bisa menang.
Pada waktu dia minta Bu-eng-bun melaksanakan permintaannya, yang diharapkan cuma membunuh anak murid pihak lawan yang menang dan tidak ada syarat ikutan yang lain-sekarang Bu-eng-bun telah melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai permintaannya tapi hal inijusteru tidak berguna, sebaliknya malah merugikan-
Dasar licin dan licik, cin Pek-ling tidak mau bertempur bila tidak jelas akan menang. Karena timbulnya perubaban yang merugikan ini, dia harus mencari akal lain-
Akal ini dengan sendirinya menjadikan can-pi-soh sebagai sasaran- Bila kakek buntung itu sudah dilenyapkan, sisa enam babak berikutnya baru bisa dimenangkannya.
Segara ia mendekati si nikoh bermuka buruk, lalu bicara bisik- bisik padanya. Nikoh tua itu kelihatan melengak. air mukanya berubah, ia melirik beberapa kejap kemuka cin Pek-ling, seperti sedang mengamat-amati wajahnya.
Dengan suara pelahan cin Pek-ling memohon pula, "Jiu-peng, hendaknya kau bantu diriku"
Akhirnya nikoh tua bermuka buruk itu menghela napas dan berbangkit, ucapnya, "Baik, hanya dapat kubantu dirimu dengan tenagaku sendiri. Maklumlah, aku tidak dapat memerintah mereka ber-empat."
"Jiu-peng," kata Pek-ling. "asalkan kau mau turun tangan, kakek cacat itu pasti bukan tandinganmu."
"Kungfuku sudah telantar sangat lama, mungkin bukan tandingannya?" ujar si nikoh tua. Lalu ia keluar dari tempat duduknya dan berbicara terhadap can-pi-soh, "Kakek cacat. Aku ingin berunding denganmu, entah kau mau dengarkan atau tidak?"
"Silakan bicara. kupasang kuping mendengarkan," sahut can-pi-soh.
"Apakah kau mau menjual suatu kebaikan " kata si nikoh bermuka buruk.
"coba katakan, ingin kutahu dulu apakah berharga kubeli tawaranmu atau tidak." jawab can-pi-soh.
"Kuminta agar kedua pihak kita sama-sama tidak ikut campur urusan ini." kata si nikoh tua.
"Jika aku tidak mau, umpamanya?"
"Bila demikian, sebelum keenam babak pertandingan dilanjutkan, biarlah kita berdua menentukan kalah menang lebih dulu."
"ck ck-ck. untuk ini, kukira tidak perlu mengikat permusuhan denganmu. "jawab Can-pi-soh sambil berkeCek.
"Jika engkau tidak mau mengikat permusuhan dengan Bu-eng-bun. maka kuharap kau beli persahabatan yang kutawarkan ini."
"Bagiku, duit diatas segalanya," ujar Can-pi-soh dengan tertawa. "Maka perlu kuketahui lebih dulu apa imbalan persahabatan yang kau tawarkan ini."
"Bu-eng-bun pasti akan ingat untuk membalas kebaikanmu, "jawab si nikoh tua dengan kurang senang,
"Jawaban ini kurang realistis," ujar Can-pi-soh sambil menggeleng.
Melibat pendirian si kakek buntung ada tanda-tanda akan goyah, cepat Go Lam-thian berseru. "Cianpwe, jangan kau ingkar janjimu setengah jalan, kan sudah kau terima pembayaran kami?"
"Ingkar janji setengah jalan? Wah, ucapanmu ini terlalu menusuk telinga," ucap si kakek sambil berkecekskecek.
"Jangan lupa, Cianpwe telah menjamin pihak kami pasti takkan kalah," seru Go Lam-Thian pula,
"Betul, memang pernah kukatakan begitu." ujar si kakek. "Tapi hal itu adalah karena tersedia satu peti batu permata di atas mejaku, sekarang kukembalikan peti ini utuh bersama isinya, silakan kau ambil kembali."
"Apa artinya ini, cianpwe?" seru Go Lam-thian dengan gugup, . .
"Apalagi" Kukembalikan pembayaranmu, janjiku juga kutarik kembali," seru si kakek sambil tertawa.
Ia tidak menghiraukan Go Lam-thian lagi, katanya kepada si nikoh tua, "Nah. nikoh buruk, sudah kau dengar sendiri apa yang terjadi sekarang .Jadinya orang tua telah kehilangan satu peti batu permata . "
"Lantas imbalan apa yang kau minta?" tanya si nikoh tua.
"Seketika tak dapat kupikirkan apa imbalan yang kuminta, cukup asalkan kau janji kelak akan kaupenuhi bilamana sewaktu-waktu kutagih utang padamu." seru Can-pi-soh dengan tertawa.
Nikoh tua bermuka buruk memandang Cin Pek-ling sekejap. lalu berkata, ^"Baiklah"
"Janji di depan para kesatria yang badir ini masakah takkan kau penuhi kelak." ujar si kakek dengan gembira.
Melihat akalnya sudah mencapai sasarannya, Cin Pek-ling memberi hormat kepada si nikoh tua dan berkata, "Terima kasih,Jiu-peng"
Ia berpaling dan berseru dengan gembira terhadap Kan Ciau-bu, "Nah. Boan-hoa-kun, sekarang pertandingan boleh dilanjutkan- Kita sama-sama tidak perlu mengandalkan bantuan orang lain dan boleh mengukur tenaga sejati masing-masing."
"IHm, memang seharusnya demikian, kan pihakmu yang memakai tipu muslihat lebih duu," ejek Kan Ciau-bu.
Kedua pihak lantas menampilkan lagi 12 orang ketengah kalangan- Mereka tidak perlu takut lagi akan terbuuuh, maka semuanva mengeluarkan kemahiran masing-masing untuk bertempur.
Pertarungan ini jadi sangat seru, belasan jurus kemudian, kedua pihak lantas saling labrak dengan senjata. Kini bukan lagi pertandingan menentukan kalah menang asal menyentuh lawan saja, tapi saling labrak mati-matian tanpa kenal ampun.
Keadaan tambah tegang, suasana semakin ngeri, yang menang terluka, yang kalah binasa, ruang pesta seketika banjir darah.
Melihat pembunuhan yang mengerikan ini, para hadirin ada yang geleng-geleng kepala, ada yang merasa pua dapat menyaksikan pertarungan sengit ini. bilamana ketegangan memuncak. banyak tetamu yang meneggak arak. Dan begitu arak dalam guci habis, guci baru segera diantarkan lagi.
Pada guci arak yang disuguhkan belakangan ini, isinya tidak berbeda dengan arak yang duluan, tapi gucinya ada kelainan, hal ini tidak diperhatikan oleh mereka.
Minum arak sambil menyaksikan pertarungan seru, sungguh tontonan yang menyenangkan. Maka secawan demi secawan semua orang asyik menenggak arak. tanpa terasa isi guci besar juga sudah mereka habiskan dalam waktu sekejap.
Hanya pada meja. si nikoh bermuka buruk itu, guci arak yang disuguhkan itu sama sekali tidak dijamah. Mereka berlima benar-benar tidak makan dan minnm apa pun.
Dalam pada itu pertarungan antara ke-120 murid masing-masing pihak itu sudah tinggal babak terakhir saja, korban yang jatuh dalam sembilan babak yang telah berlangsung itu kira-kira seimbang.
Cin Pek-ling menaruh harapan besar terhadap anak murid yang majupada babak terakhir itu, apabila ke-12 murid ini menang seluruhnya, maka berarti pula pihak Thay-yang-bun keluar sebagai pemenang.
Dia juga minum arak dengan tangan berkeringat dingin, diperhatikannya setiap perubahan ditengah kalangan, ke-12 murid pada babak terakhir ini merupakan inti kekuatannya, ia percaya kemenangan pasti tidak menjadi soal.
Di sebelah lain Kan ciau-bu ternyata juga adem ayem saja, sama sekali dia tidak menghiraukan kalah menang pada babak terakhir ini.
Selagi ke-12 partai yang bertanding itu memuncak ketegangannya, sekonyong-konyong ada orang berteriak. "Di dalam arak ada racun"
Seketika terdengarlah suara gedubrakan, para penonton berturut-turut roboh terbanting kebawah meja.
Sungguh lihai racun ini, begitu mulai bekerja korbannya seketika jatuh pingsan.
Ke 12 partai yang sedeng bertanding itu sebelumnya juga sudah minum arak dari guci yang disuguhkan kemudian, maka sampai disini, mendadak pertempuran juga berhenti, sebab ke-24 orang serentak juga roboh terjungkal.
Dalam waktu singkat beberapa ratus orang sudah roboh sebagian besar, yang belum roboh juga sudah sempoyongan dan akhirnya pasti juga ambruk-
Akhirnya yang masih berduduk tinggal Kan ciau-bu bersama dua pembantunya dan orang yang duduk di meja si nikoh tua bermuka buruk itu. Kedua pembantu Kan ciau-bu itu ialah Go Lam-thian dan ce Ti-peng.
Dengan pongahnya Kan ciau-bu memandang sekelilingnya, katanya dengan tertawa, "Akhirnya semuanya masuk perangkapku juga"
Dia bertepuk tangan tiga kali, dari sekitar ruangan lantas membanjir masuk anggota Goat-heng-bun dan anak buah Thi-bang-pang.
Kan ciau-bu memberi perintah, asalkan bukan kawan sendiri, semuanya ditutuk Hiat-to kelumpuhannya, diringkus atau kalau perlu dibunuh.
Cin Pek-ling tidak sedikit menenggak arak beracun, dalam keadaan tak sadar iapun menjadi tawanan-
Agaknya si nikoh tua bermuka buruk itu mempunyai hubungan istimewa dengan Cin Pek-ling pada masa lampau, maka sekuatnya dia menerjang maju dan Cin Pek-ling dapat dirampasnya.
Selagi beberara anggota Thi-bang-pang hendak meringkus Can-pi-soh yang terkapar di samping meja, mendadak kakek itu melompat bangun, sekali kaki menyapu, kontan beberapa orang itu di-serampang roboh.
Nikoh yang datang bersama Canpi-soh dan mengaku orang Cu-pi-am itu sejak awal tadi sampai akhir tidak pernah buka suara, sekarang iapun roboh pingsan. Segera Can-pi-soh mengempitnya
dan menerjang keluar. "Satu pun tidak boleh dibiarkan lolos" teriak Kan ciau-bu.
Padahal yang masih hidup benar tertinggal Can-pi-soh, si nikoh tua bermuka buruk dan ke-empat perempuan muda berkerudung itu.
Nikoh tua mengempit Cin Pak- ling dan terkepung rapat oleh berpuluh orang Goat-heng-bun Ke-empat perempuan muda itu sebenarnya tidak mau turun tangan, tapi demi mendengar perintah Kan ciau-bu yang tidak boleh lolos seorang pun, serentak mereka lantas menyerang musuh yang mengepungnya.
Kungfu mereka berempat memang sangat tinggi dan sukar diukur, berbeda si nikoh tua yang agak kerepotan karena membawa Cin Pek-ling, mereka menyerang dengan lincah dan ganas, setiap jurus serangan selalu mematikan lawan-
orang yang mengerubut Can-pi-soh terlebih banyak lagi, malahan semuanya terdiri dari jago pilihan Goat-heng-bun. Si kakek buntung itu mengempit si nikoh dengan tangan kanan, hanya kedua kakinya saja yang bekerja cepat untuk menerobos kepungan, dengan sendirinya keadaannya cukup repot.
Dilihatnya musuh yang mengepung bertambah banyak^ bilamana tidak turun tangan keji mungkin sukar lagi meloloskan diri.
Mendadak dia membentak. aneh juga, jelas tangan kirinya buntung dan kelihatan lengan bajunya barkibaran- mendadak dari dalam lengan baju terjulur keluar sebuah tangan yang memakai sarung tangan berwarna emas, sekali tangan kiri itu bekerja, sekaligus belasan orang dibinasakan-
orang yang terbunuh itu ada yang pecah kepalanya, otaknya berceceran, ada yang dadanya remuk terpukul sehingga isiperut berhamburan- Kematian yaing mengerikan ini membuat jeri para pengerubutnya sehingga tidak berani mendekat lagi.
Ketika dilihatnya si nikoh bermuka buruk dalam keadaan bahaya, segera ia gunakan langkah ajaib untuk menerobos keluar dari
kepungan yang agak mengendur itu sehingga berada di sampiag si nikoh muka buruk.
Begitu tangan kiri berwarna emas itu menyambar, dalam sekejap dilancarkan lebih 20 jurus serangan- Setiap serangan tidak pernah kosong, satu kali serang seorang roboh, lebih 20 kali serang juga likuran orang terjungkal dan mati dalam keadaan yang mengerikan-
Serangannya yang keji dan ganas ini sungguh sangat lihai, entah siapa yang menyerit karena ketakutan, para pengepung itu serentak menyurut mundur.
Sisa anggota Goat-heng-bun yang lain tentu saja takut mati, maka beramai-ramai mereka pun melompat mundur.
Sesudah bergabung dengan nikoh bermuka buruk itu, dengan suara tertahan kakek buntung itu mendesis, "Mari kita terjang keluar bersama."
"sesungguhnya siapa kau?" tanya si nikoh tua dengan sangsi.
"Haha, aku inilah can-pi-soh" jawab kakek sambil tergelak.
Tapi siapa yang mau percaya, jelas kedua tangannya tidak ada yang cacat, lebih-lebih kungfu sakti yang dilancarkan tangan kirinya itu sungguh tidak kepalang lihainya, betapapun orang tidak percaya dia seorang cacat.
Dalam pada itu, biarpun ilmu silat keempat perempuan muda itu cukup tinggi, namun mereka adalah orang perempuan yang berbadan lebih lemah dan tak dapat bertempur terlalu lama, keadaan mereka sekarang sudah payah, napas terengah-engah dan mandi keringat, meski belum kelihatan berbahaya, jelas sulit untuk meloloskan diri dari kepungan musuh.
Salah seorang perempuan muda itu bertubuh lebih lemah daripada ketiga kawannya, kelihatan dia masih menyerang dengan jurus yang hebat, namun sesungguhnya sudah kehabisan tenaga. Mendadak ia berteriak nyaring. "Yu Wi, tidak lekas kau bantu diriku?"
Kiranya can-pi-soh atau si kakek buntung adalah samaran Yu wi, orang lain tidak mengenalnya, tapi sejak tadi Pek-yan sudah tahu kakek cacat ini samaran anak muda itu.
"Jangan kuatir, Pek-yan, akan kubantu" teriak Yu Wi.
Mendengar nama Yu Wi, seketika pucat wajah Kan ciau-bu. ia heran apakah anak muda itu bisa hidup kembali?Jangan-jangan dahulu cuma pura-pura mati saja terkena pukulannya?
Yang lebih aneh lagi adalah jelas minum arak beracun, mengapa dia tidak keracunan seperti yang lain? Kan ciau-bu menjadi sangsi jangan-jangan Yu Wi telah berlatih sehingga mencapai tingkatan yang sempurna dan tidak mempan diracun-
Padahal sebabnya Yu Wi tidak keracunan bukan karena ilmunya sudah mencapai tingkatan sempurna, apa yang disebut tidak mempan racun adalah hal yang tidak mungkin terjadi. Soalnya tadi keburu Yu Wi merasakan didalam arak beracun, pada saat belum pingsan benar cepat ia mengeluarkan Jit-yap-ko dan diciumnya dengan keras. Bau harum jit-yap-ko dapat menawarkan obat Bius, maka waktu anggota Thi-bang-pang hendak meringkusnya segera ia melompat bangun.
Begitulah Yu Wi terus menerjang kedepan, kemana dia tiba tiada seorang pun mampu merintanginya .
Pek-yan masih lemah karena habis melahirkan, tenaganya belum pulih seluruhnya. sekali ini Bu- eng-bun telah menerima pembayaran besar dari Cin Pek-ling, tapi cin Pek-ling menuntut agar keempat duta Bu-eng-bun harus keluar seluruhnya. Mengingat uang, maklumlah, memang itulah pekerjaan mereka, maka empat nooa Bu-eng-bun telah keluar sekaligus.
Adapun nikoh tua bermuka buruk itu adalah Soh-sim, ibu kandung Pek-yan.
orang Bu- eng- bun yang menerima order pekerjaan biasanya dilakukan oleh perempuan muda yang menjadi ahli waris selanjutnya, orang tua harus mengundurkan diri dan menjadi nikoh
untuk melayani putrinya sendiri dan tidak ikut campur bisnis lagi. Sebabnya nikoh bermuka buruk ini ikut datang adalah karena kesehatan Pek-yan belum pulih kembali, maka dia ingin menjaganya.
Pek-yan tidak tahan bartempur lama, ia tahu bila bertahan lebih lama lagi bukan mustahil jiwanya bisa melayang apabila sedikit meleng saja, maka ketika Yu Wi muncul dalam samarannya sebagai can-pi-soh, biarpun samaran anak muda itu sangat persis, namun tutur kata dan gerak-geriknya tidak dapat ditutupi seluruhnya, orang yang pernah hidup berdekatan dengan dia pasti dapat melihatnya.
Pek-yan sudah melahirkan anak Yu Wi meski isteri tidak resmi, dengan sendirinya sudah cukup dikenalnya Yu Wi dari dekat. Semula sebenarnya dia juga tidak berani memastikannya, tapi setelah Yu Wi menggunakan tangan buntung samarannya segera Pek-yan tidak sangsi lagi.
Dalam keadaan bahaya, dengan sendirinya ia berteriak minta tolong kepada Yu Wi, meski dia tahu akan kurang menguntungkan bilamana samaran Yu Wi dibongkarnya, tapi keadaan terpaksa, tidak dapat berpikir banyak lagi.
Berpuluh orang yang mengepung Pek-yan itu juga sudah tahu keperkasaan Yu Wi. bahkan caranya membunuh orang sangat ganas, maka semuanya menjadi jeri bila didekati anak muda itu.
Yu Wi kenal watak Pek-yan yang kepala batu. kalau tidak terpaksa tidak nanti minta tolong padanya, jelas keadaan nona itu sekarang sudah payah, maka cepat ia menubruk kesana, tangan saktinya bekerja cepat, sekali hantam satu korban, ber-turut2 ia merobohkan lagi belasan orang, semuanya kepala pecah dan otak berhamburan-
Yu Wi sudah memutuskan untuk melakukan tindakan ganas, sekali mau main bunuh harus bikin pecah nyali musuh.
Benar juga, setelah sebagian pengerubut Pek-yan itu dibinasakan, yang lain menjadi ketakutan dan menyurut mundur dengan cepat.
Mereka benar-benar sangat takut terhadap Yu Wi, terhadap tangan sakti yng lihai itu.
Setelah Yu Wi membebaskan Pek-yan dari kepungan musuh, nona itu sudah kehabisan tenaga, ia jatuh terduduk dengan lemas.
si nikoh tua menguatirkan keselamatan anak perempuannya, cepat ia mamburu maju untuk mengurut tubuh Pek-yan- Yu Wi juga melepaskan nikoh yang dikempitnya itu. Nikoh ini bukan lain ialah Ko Bok-ya alias Soh-sim.
Di sekitar mereka masih mengepung musuh yang tidak terhitung jumlahnya, tapi lantaran jeri terhadap Yu Wi, siapa yang berani menerjang maju? Mereka hanya menyaksikan Yu Wi mengeluarkan Jit-yap-ko untuk diendus oleh Bok-ya,
Sungguh terlalu, sekian banyak orang yang mengepung, tapi musuh dibiarkan berbuat sebebasnya. Entah siapa yang berteriak lebih dulu, "Serbu" Karena anjuran ini, serentak belasan orang menerjang maju lagi.
Tapi Yu Wi tetap tenang saja, jangankan dia, sekalipun si nikoh tua bermuka buruk juga tidak menghiraukannya, ia percaya kepada kemampuan Yu wi, segalanya tentu akan aman, maka tanpa melirik ia tetap menguruti Pek-yan.
Yu Wi sibuk mengendusken Jit-yap-kopada hidung Ko Bok-ya yang dipangkunya, ia berjongkok tanpa bergerak. Tapi ketika seorang musuh berpedang menyerang, mendadak tangan kirinya meraih kebelakang, dengan tepat tangkai pedang lawan terpegang, malahan orang itu ingin melepaskan pedang saja tidak sempat, tangan dan tangkai pedang terpegang sekaligus.
Yu Wi tidak banyak pikir, juga tidak membuang waktu sedetik pun, Begitu terpegang. pedang segera menyabat kebelakang, orang itu juga ikut melayang dengan masih memegangi tangkai pedang .
Yang diserang Yu Wi adalah penyerbu pada barisan terdepan, kemana sinar pedang menyambar, tiada seorang pun yang lolos, semuanya terkutung menjadi dua sebatas pinggang, dengan
sendirinya kejadian ini menghalangi penyerbu yang berada dibelakang.
Pada saat yang hampir sama, orang yang masih memegang tangkai pedang jugaterpotong-potong oleh senjata para penyerbu sehingga bagian tubuh berhamburan, hanya tertinggal telapak tangannya yang masih menggenggam tangkai pedang yang terpegang Yu Wi itu.
Serangan Yu Wi ini sungguh luar biasa dan mengerikan, betapa tidak takut mati juga ciut nyalinya, jika maju pasti mati, biarpun seribu kali tidak takut mati juga tiada gunanya.
Seketika kegaduhan meniadi mereda, kepungan masih rapat, tapi tidak ada yang bergerak lagi, dengan air muka pucat takut semuanya memandang kelima musuh yang berada di tengah.
Bok-ya siuman, Pek-yan juga sudah mulai pulih tenaganya, empat orang serentak berdiri, Yu Wi membuang pedangnya, tangan pemilik pedang itu masih tetap menggenggam kencang pada tangkai pedangnya.
Dengan kuatir Pek-yan berkata kepada Yu Wi, "Mohon engkau suka membantu ketiga cici agar mereka tergabung dengan kita."
Yu Wi mengangguk, begitu langkahnya bergerak. para pengepungnya lantas menyingkir dengan ketakutan-
Ketiga kakak Pek-yan itu masing-masing bernama Gin Joat, Tho-kin dan Klok-gim. Kungfu mereka juga tergolong tup, musuh yang hadir di sini tiada satu pun bisa menandingi mereka. Tapi karena pertempuran berlangsung cukup lama, kini lengan mereka pun terasa pegal linu, keadaan cukup gawat.
Yu Wi terus melangkah maju, kemana dia tiba, para pengerubut disitu lantas bubar. Tiada seorang pun berani menyerang.
Hampir meledak perut Kan ciau-bu saking gemasnya, percuma ribuan anak buahnya itu, ternyata semuanya tukang gegares belaka. Padahal mereka tidak dapat disalahkan, sesungguhnya Yu Wi terlalu
lihai bagi mereka, sedangkan Kan ciau-bu sendiri juga tidak berani maju menghadapinya.
Dengan dipimpin Yu Wi, segera mereka melangkah keluar. Yu Wi paling depan, dibelakangnya mengikut Bok-ya, si nikoh tua dan Pek-yan berempat, cin Pek-ling masih belum sadar dan tetap berada dalam pondongan si nikoh tua.
Setiba pintu luar, disitu berdiri tiga orarg kakek kekar dengan rambut dan jenggot sudah memutih perak.
Dari cara berdiri ketiga kakek itu, Yu Wi tahu mereka paati bukan sembarang orang dan jauh untuk bisa dibandingi dengan musuh yang berada didalam tadi.
Ketiga kakek yang lain daripada yang lain itu berdiri satu didepan dan dua dibelakang, yang di depan segera menegur Yu Wi, "Apakah hendak pergi begini saja?"
"Kalau tidak begini lantas bagaimana?" jawab Yu Wi.
"Sudah cukup kau pamer kegagahanmu, orang yang kau bunuh tidak sedikit jumlahnya, kami juga menyadari tidak mampu menahan dirimu, jika sekarang kau mau pergi, boleh, silakan" kata kakek itu.
"Dan bagaimana dengan kawanku?" tanya Yu Wi "Asaikan mereka suka boleh ikut pergi bersamamu,"
"Lantas apalagi yang kalian rintang i?"
"Yang bukan kawanmu tidak boleh ikut pergi" ucap si kakek dengan tegas.
"Siapa yang kau maksudkan?" tanya Yu Wi.
"Dia," sahut si kakek sambil menuding cin Pek-ling yang berada dalam rangkulan si nikoh tua bermuka jelek. "Pejabat ketua Thay-yang-bun sekarang."
"Betul, dia memang tidak boleh ikut pergi bersamaku, dia bukan kawanku," kata Yu Wi.
"Kami tahu, makanya kami harus menahannya disini," ucap si kakek.
Yu Wi berpaling, tapi belum lagi dia bicara. mendadak si nikoh bermuka buruk berteriak. "Tidak. orang ini harus kubawa pergi,"
Nikoh tua bermuka buruk yang juga bergelar Soh-sim itu adalah ibu kandung Pak-yanjudi sama dengan ibu mertua Yu Wi, betapapun anak muda itu harus membelanya, maka dia berpaling kembali sambil angkat pundak. katanya kepada si kakek. "Apa boleh buat, meski dia bukan kawanku, tapi dia adalah kawannya kawanku."
"Jika demikian, bila kami main rampas orang dengan kekerasan, kau pun akan ikut campur?" tanya si kakek,
Yu Wi menggeleng. "Aku tidak perlu ikut campur, cin Peks ling juga terhitung musuh ku jika kalian bunuh dia kan kebetulan bagiku dan tiada sangkut paut dengan urusanku."
"Baik, boleh kita berkawan, aku she Koh bernama Peng," kata si kakek. lalu ia tuding kedua kawan dibelakangnya, "Kedua orang ini adalah saudara angkatku, namanya Tan Ho dan Kan Hou."
"cayhe Yu Wi," segera anak muda itupun memperkenalkan diri sambil menjura.
Pada saat itu Kan-ciau-bu juga telah keluar. melihat ketiga Tiang lo atau orang tua perguruannya sedang bercengkeraman dengan musuh, dengan kurang senang ia lantas berkata, "Koh tionglo, orang she Yu itu adalah musuh kita." Yu Wi meliriknya sekejap sambil mendengus.
Sedangkan Koh Peng lantas menjawab, "Musuh perguruan kita hanya orang Thay-yang-bun orang lain bukan musuh-"
Di balik ucapannya seakan akan menyalahkan Kan ciau-bu yang sembarangan bermusuhan dengan orang sehingga mendatangkan lawan tangguh seperti Yu Wi.
Kan ciau-bu menyadari keadaan tidak menguntungkan dirinya, jelas karena kapok benar-benar terhadap kelihaian Yu wi, maka anak buah sendiri tidak berani lagi memusuhi anak muda itu, apabila dirinya tidak didukung oleh ketiga Tiang lo ini, betapapun juga tidak berani perang tanding dengan Yu wi yang sudah bukan lagi Yu Wi yang dulu itu.
Koh Peng lantas maju kedepan si nikoh muka buruk. katanya, "Taysu, harap kau tinggalkan cin Pek-ling."
"Tidak bisa, memangnya kau mau apa?" jengek si nikoh tua.
"Thaysu, sesungguhnya ada hubungan apa antara dirimu dengan dia?" tanya Koh Peng,
"Tidak perlu kau tanya hubungan kami, "jawab si nikoh tua dengan ketus.
Sebenarnya yang ditakuti Koh Peng ialah Yu Wi yang maha lihai itu dan bukan jeri kepada nikoh tua itu, maka dengan sabar ia berkata pula. "Seharusnya kau tahu keadaan sekarang sangat tidak menguntungkan kalian, namun kami tidak ingin mempersulit dan cuma minta Cin Pek-ling ditinggalkan, apabila diantara kalian tiada hubungan yang istimewa, mohon Taysu suka memenuhi permintaanku."
Diam-diam Yu Wi juga menyesali ibu Pek-yan yang tidak bisa melihat gelagat. Apa yang dikatakan Koh Peng memang benar, anak buah Kan ciau-bu hanya gentar menyaksikan serangan mautnya tadi, apabila mereka menjadi nekat dan bertempur mati-matian, jelas keadaan sangat tidak menguntungkan dirinya yang cuma beberapa orang ini, apalagi kalau mereka juga pasang barisan dinding manusia seperti anak murid Cu-pi-am, mungkin tiada seorang pun di antara mereka yang dapat lolos dengan hidup,
Siapa tahu si nikoh tua tetap ngotot. teriaknya "Sekali kubilang tidak tetap tidak, jika mampu boleh kau bunuh dulu diriku"
Dari luar tadi Koh Peng sudah mengikuti pertarungan mereka, ia yakin selain Yu Wi, selebihnya tiada seorang pun dapat menandingi
dirinya- Diam-diam ia pikir apa susahnya jika hendak kubunuh dirimu?
Tapi dengan tenang ia berkata pula sambil memberi hormat, "Betapapun takkan kubunuh dirimu, namun Taysu barkeras tidak mau meninggaikan orang she cin itu, terpaksa aku harus main rampas."
Dia sengaja memberi pernyataan demikian, tujuannya supaya didengar Yu Wi bahwa tiada maksudnya hendak mencelakai kawannya.
Nikoh bermuka buruk itu siap siaga, mendadak tangan kiri Koh Peng pura-pura menghantam, tapi tangan kanan terjulur kedepan dari bawah.
Gerak serangan ini tidak aneh, namun suatu serangan praktis, ditambah lagi cepat luar biasa, sungguh sukar dihindari.
Nikoh tua itu membawa cin Pek-ling, sukar baginya untuk menghadapi serangan lawan, terpaksa ia menggeser kesamping.
Koh Peng bertekad harus berhasil merampas tawanan itu, maka sudah diperhitungkan ke arah mana si nikoh tua akan berkelit, maka begitu nikoh tua itu bergeser, segera ia mendahului mendesak maju, jadi geseran nikoh tua itu tetap belum terlepas dari ancaman Koh Pang.
Karena kuatir melukai si nikoh tua sehingga Yu Wi ikut campur, mendadak Koh Peng mengganti pukulannya menjadi cengkeraman sehingga tubuh Cin Pek-ling tepat dipegangnya.
Sekali sasarannya terpegang, segera ia kerahkan tenaga sepenuhnya, sekali tarik Cin Pek-ling harus dirampasnya.
Tenaga dalam si nikoh tua memang kalah kuat daripada Koh Peng, sesaat itu iapun merasa tidak sanggup menahan tubuh cin Pek-ling, terpaksa ia berteriak , "Cepat"
Tanpa dijelaskan siapa yang diminta cepat turun tangan, segera Pek-yan tahu dirinya yang diminta menolong sang ibu.
Meski orang Bu-eng-bun biasanya tidak mementingkan kekuasaan ibu, Tapi dalam keadaan begini, cukup bicara tentang sesama seperguruan saja pantas untuk memberi bantuan- Maka kedua tangan Pek-yan terus menghantam kedepan.
Ilmu pukulan Pek-yan sangat hebat, setiap ilmu pukulan di dunia ini, asalkan pernah dilihatnya segera dapat diketahui cara mematahkannya. Maka betapa tinggi ilmu pukulannya sendiri tidak perlu lagi dijelaskan, tentu saja sangat lihai serangannya dan sangat rapat pertahanannya, dan sekali dia menyerang, mau-tak-mau musuh harus berusaha menyelamatkan diri lebih dulu.
Benar juga, melihat pukulan Pek-yan selihai itu, terpaksa Koh Peng membatalkan serangannya dan menyelamatkan diri lebih dulu.
Yu Wi kuatir Pek-yan tidak mampu melawan tenaga pukulan Koh Peng yang dahsyat, segera ia melangkah maju, tangan kiri terjulur dan mengadang di tengah kedua orang.
Tangan kiri Yu Wi menguasai kesaktian Su-ciau-sin-kang, cukup satu gerakan biasa saja sudah dapat mematahkan pukulan dahsyat apa pun. Maka Koh Peng terdesak mundur, sekaligus juga mengelakkan tenaga pukulan Pek-yan.
Pek-yan memang lagi heran kemajuan pes at tenaga dalam Yu Wi dan belum pernah dirasakannya sendiri, sekarang langsung ia merasakan kelihaian tenaga Yu Wi, hal ini, membuatnya heran dan bingung, pikirnya, "Kungfu macam apakah ini, mengapa tanpa sesuatu jurus lantas dapat mematahkan serangan orang, dimana titik lemahnya juga tidak terlihat."
Ia tidak tahu justeru satu gerakan pukulan yang paling umum, setiba di tangan Yu Wi akan berubah menjadi jurus serangan tak terpatahkan, sekalipun bagi Pek-yan yang biasanya serba bisa mematahkan jurus serangan apa pun.
Kejut Koh Peng ternyata melebihi Pek-yan, sesudah menyurut mundur, ia tidak berani menyerang lagi, serunya, "Apakah tidak ada persahabatan lagi?"
"Kawanku berkeras tidak mau mengalah, terpaksa mohon Anda suka melepaskannya pergi," sahut Yu Wi.
"cin Pek-ling musuhmu atau bukan?" seru Koh Peng dengan gusar.
"Dia memang musuhku," jawab Yu Wi.
"Dan engkau sengaja membiarkan kawan sendiri membela musuh?"
"Jika kawanku hendak membelanya, apa boleh buat."
"Kawan lebih penting atau musuh lebih penting?"
"Tentu saja kawan lebih penting."
"Jika begitu, demi keamanan kawanmu, kenapa tidak membiarkan kurampas cin Pek-ling, akan kuberesknn musuhmu, kalian dapat pergi dengan aman kan semuanya jadi baik dan sama-sama senang."
"Maksudmu supaya aku tidak ikut campur?"
Koh Peng mulai tak sabar, teriaknya, "Betul, dengan begini kita dapat bersahabat."
"Justeru lantaran sahabat lebih penting, mau tak mau aku harus ikut campur."
Koh Peng sangat benci kepada Thay-yang-bun ia sangat penasaran jika cin Pek-ling tidak dibekuknya, dengan gusar ia membentak. "orang she Yu, sikapmu ini kan terlalu meremehkan kami?"
"Bukan kuremehkan dirimu, jika Anda menganggap Yu Wi seorang sahabat, sudilah engkau bersabar sementara waktu?"
"Apa artinya ucapanmu?" tanya Koh Peng.
"Maksudku, biarlah sementara ini cin Pek-ling dibawa pergi oleh kawanku. kelak boleh kalian mencari perkara lagi kepada CinPek ling."
Koh Peng menggeleng kepala dan menjawab^ "Tidak bisa, mana boleh melepaskan harimau kembali kegunung. Setiap anak murid Goat-heng-bun kami pasti tidak dapat melakukannya,"
"Toako," sela Pek-yan, "untuk apa banyak cincong dengan dia, bila engkau condong kepeda ibuku hendaknya kau bela sampai akhirnya. Apa gunanya banyak bicara jika orang tetap tidak mau menerima maksud baikmu."
"Hm, jadi menurut pikiran nona, kalau periu boleh bertempur lagi?"jengek Koh Peng.
"Kalau tidak begitu, memangnya kalian mau melepaskan kami pergi?" Pek-yan balas menjengek.
"Jika kalian mau pergi, tidak nanti ada yang mempersulit, asal saja jangan membawa serta cin Pek-ling."
"Tapi sayang, ibu tetap ingin membawa pergi cin Pek-ling," kata Pek-yan.
"Itu berarti tidak ada damai," seru Koh Peng dengan gusar.
"Makanya kubilang kepada Toako tidak perlu banyak omong lagi," jengek Pek-yan-
"Hendaklah disadari, bila bertempur lagi tentu urusan tidak sederhana lagi seperti tadi," teriak Koh Peng.
"Huh, apa gunanya cuma bicara saja, ayolah mulai" dengus Pek-yan, "Apa kau takut anak muridmu akan mati lebih banyak lagi?"
Sejak tadi Koh Peng berusaha kompromi, yang dikehendaki hanya cin Pek-ling saja?. Sebab kalau bertempur lagi, meski lawan tak nanti bisa lolos. tapi anak murid sendiri pasti akan banyak jadi korban, terutama menghadapi Yu Wi yang jelas sangat lihai itu.
Namun Koh Peng juga bukan seorang penakut, karena ucapan Pek-yan tadi, seketika panas hatinya, katanya sambil memandang Yu Wi, "Bagaimana dengan pendapat Anda?"
Ia pikir asalkan anak muda itu bersikap tegas sedikit, mau-tak-mau kedua ibu dan anak itu harus berpikir lagi, segala kemungkinannya dan takkan ngotot membawa pergi cin Pek-ling.
Tak terduga Yu Wi malah membujuknya dengan tertawa, "Kukira bolehlah engkau memberi kelonggaran sekali ini kepada mereka."
Dengan gusar Koh Peng berkata, "Sedemikian kau tunduk kepada kehendak mereka, sesungguhnya mereka itu apa mu?"
"Dia isteriku," jawab Yu Wi sambil menuding Pek-yan.
Bahwa di depan umum Yu Wi mengakui Pek-yan sebagai isterinya. Karuan nona itu terkejut dan juga bergirang, sungguh ia merasa sangat bahagia. Tapi hati seorang lain justeru kebalikannya, merasa kecut dan sedih.
Dia bukan lain daripada Ko Bok-ya yang jugabergelar Soh-Sim setelah menjadi nikoh.
Setelah dibawa lari dari Cu-pi-am oleh Yu Wi, mereka lantas menuju ke Bu-jiang, disini mereka mendengar Kan ciau-bu hendak merayakan sebulan umur putrinya, maka mereka lantas menyamar ke markas Thi-bang-pang dan bermaksud mencari kesempatan untuk membunuh Kan ciau-bu.
Selain untuk membalas dendam pribadi, sekaligus Yu Wi juga ingin menumpas kejahatan agar Goat-heng-bun dan Thi-bang-pang tidak telanjur terperosot dibawah pimpinan Kan Ciau-bu yang keji itu, kalau sampai pengaruhnya meluas, tentu dunia Kangouw akan tambah kacau.
Dalam perjamuan itu Yu Wi menyamar sebagai Can-pi-toh atau si kakek buntung tangan dari Jit-can-soh yang disegani itu, maka dia mendapat kehormatan berduduk pada meja utama. Mestinya terbuka banyak kesempatan baginya untuk membunuh Kan ciau-bu, namun sebegitujauh Yu Wi belum turun tangan-
Ya. maklumlah, betapapun dia dan Kan ciau-bu adalah saudara sekandung dari satu ibu dan lain ayah, hubungan batin saudara
inilah membuat hati Yu Wi tidak tega membinasakan manusia iblis itu.
Ketika si nikoh bermuka buruk muncul bersama keempat nona berkerudung. bukan cuma Yu Wi saja, soh-sim atau Ya-ji juga segera mengenali satu diantaranya adalah nona yang pernah tinggal bersama Yu Wi di dasar lembah kurung itu.
Nona itu telah melahirkan anak Yu Wi, kemunculannya tentu saja membikin hati Ya-ji tidak enak, meski sekarang dia sudah menjadi nikoh. Apa lagi hubungan nona itu dengan Yu Wi juga sudah pernah diberitahukan oleh Yu Wi kepadanya.
Kiranya pada pertemuan yang mengharukan di luar cu-pi-am dahulu, lantaran dalam badan Yu Wi terdapat kadar racun Liap-hun-pia sehingga mempengaruhi indera panciumannya, maka bau badan Ya-ji terasa berbau busuk bagi Yu Wi, jadi bukan disebabkan anak muda itu benci dan jemu padanya.
Sekarang Yu Wi sudah makan Li-hiang-yap yang dapat menawarkan racun bau busuk itu, maka dapatlah anak muda itu berkumpul dengan Ya-ji tanpa marasakan lesuatu kelinan lagi.
Setelah hal ini dimengerti Ya-ji, ia tidak lagi salah paham kepada Yu Wi, ia merasa dalam keadaan demikian dapat berkumpul dengan anak muda itu sudah cukup menggembirakan-
Namun tidaklah menjadi soal bliamana tidak melihat Pek-yan, kini dengan munculnya nona itu mau-tak-mau timbul lagi rasa sirik Ya-ji, diam-diam ia gemas mengapa bisa terjadi secara kebetulan begini.
Diam-diam Ya-ji juga mengamati sikap Yu Wi. diketahuinya meski diantara keduanya tidak ada cinta yang murni, tapi mungkin lantaran anak. dengan sendirinya timbul jaga rasa kasih sayang pada wajah Yu Wi.
Pada waktu pesta tengah berlangsung. berulang-ulang Yu Wi memandang Pek-yan, hal ini membuat hati Ya-ji berduka, maka dia minum arak sebanyak-banyaknya, kalau bukan lantaran ini,
biasanya Ya-jitidak minum arak. tentu dia takkan pingsan kena racun dalam arak yang diminumnya.
Sekarang didengarnya lagi secara terbuka Yu Wi mengakui Pek-yan sebagai isterinya, keruan hati Ya-ji alias Soh-sim terasa kecut, kata "isteri" yang diucapkan Yu Wi sungguh serupa ular berbisa yang mendadak memanggut hatinya,
Begitulah setelah Koh Peng mengetahui nikoh bermuka buruk yang ngotot hendak menolong cin Pek-ling itu ternyata ibu mertua Yu Wi, ia tahu urusan sukar diselesaikan begitu saja, pertempuran sukar dihindarkan lagi, segera ia berkata, " orang she Yu, biarlah kami bertiga saudara menghadapimu."
Yu Wi lantas tampil kemuka supaya waktu bertempur tidak membikin susah Ya-ji dan lain-lain-
Usia Koh Peng, Tan Ho dan Kan Hou bertiga kalau ditotal jendral hampir 300 tahun, mereka adalah murid Goat-heng-bun asli, seangkatan dengan ji-bong Taysu dari Thay-yang-bun, jadi tergolong tokoh Goat-heng-bun angkatan tua, juga anak murid Goat-heng-bun yang masih tersisa ketika perguruannya dibubarkan dahulu.
Mestinya mereka hidup mengasingkan diri sebagai pertapa. meski juga banyak menerima murid, tetapi mereka tidak pernah lagi menonjolkan merek Goat-heng-bun. Hal ini disebabkan kuatir akan direcoki pihak Thay-yang-bun, adalah lebih baik hati-hati meski jsdah lama anak murid Thay-yang-bun juga tidak pernah muncul lagi di dunia Kangouw.
Anak murid Thay-yang-bun juga mempunyai jalan pikiran serupa mereka, juga tidak lagi menonjolkan merek Thay-yang-bun dan sama mengasingkan diri, seperti Cin Pek-ling, dia juga murid Thay- yang- bun asli, tapi di dunia Kangouw hanya terkenal nama julukannya, yaitu Ban-li-hui-hong. dan tidak ada yang tahu sesungguhnya dia adalah anak murid Thay- yang- bun.
Kemudian cin Pek-ling telah berusaha memupuk tenaga dan merebut pengaruh disekitar Hun-lam dan Kui- Ciu sehingga menjadi
satu aliran tersendiri, namun orang Kangouw juga cuma tahu Ban-li-hui-hong telah menjadi pimpinan satu aliran tersendiri dan tidak tahu apa nama aliran yang dibangunnya itu.
Sebabnya cin Pek-ling tidak berani mengumumkan nama Thay-yang-bun adalah karena kekuatannya belum cukup menandingi kemungkinan diserbu pihak Goat-heng-bun, setelah dia yakin kekuatannya sudah memadai barulah ia memimpin anak buahnya mendatangi wilayah kekuasaan Goat-heng-bun, yakni semenanjung Eng-bu-ciu untuk mencari perkara.
Maklumlah, antara Thay- yang- bun dan Goat-heng bun adalah dua perguruan yang bermusuhan turun temurun, asalkan murid dari kedua perguruan tersebut, biarpun antara pribadi mereka tidak ada sakit hati apapun, tapi bila mengetahui pihak lain adalah murid musuh, sekatika timbul rasa benci dan saling labrak. belum berhenti jika lawan belum dibunuhnya.
Berbeda dengan Kan ciau-bu, meski dia sudah meyakinkan ilmu silat dalam Hian-ku-cip dari Goat-heng-bun, bahkan mengaku sebagai ahli- waris Goat-heng-bun dan mengumpulkan anak murid yang telah mengasingkan diri itu, lalu mengangkat dirinya sendiri sebagai pejabat ketua, namun dia tidak merasa benci dan bermusuhan terhadap Thay-yang-bun, sama sekali tidak ada pikiran memusuhi Thay-yang-bun, sebabnya dia membangun Goat-heng-bun melulu untuk memperkuat pengaruh dan kekuasaan sendiri saja.
Padahal setiap anak murid tulen Thay-yang dan Goat-heng-bun, sejak kecil sudah dicekoki pikiran memusuhi pihak lawan, asalkan anak murid kedua pihak masih turun temurun di dunia ini, permusuhan antara kedua perguruan juga tak pernah berhenti.
Setelah kedua perguruan itu sama-sama dibekukan atau dibubarkan, kekuatan kelompok pecah menjadi kekuatan perseorangan, mareka menyadari tenaga sendiri sangat terbatas, sedangkan kekuatan lawan sukar diketahui, maka sejauh itu tidak ada yang berani menonjolkan asal-usul dirinya.
Lantaran itulah selama sekian tahun didunia Kangouw tidak pernah terdengar nama Thay-yang-bun (perguruan matahari) dan Goat-heng-bun (perguruan rembulan). orang Kangouw sama mengira nama kedua perguruan itu sudah menjadi tinggalan sejarah saja. Tak tahunya anak murid kedua pihak sebenarnya masih banyak yang hidup di dunia ini, bahkan turun temurun tidak pernah melupakan nama perguruan musuh.
Anak murid kedua perguruan yang mengasingkan diri itu masih sangat banyak. asalkan ada salah seorang yang benar-benar berpengaruh berani menonjolkan diri dan berseru, serentuk mereka pasti akan membanjir keluar untuk menggabungkan diri sehingga terbentuk tenaga kesatuan yang kuat.
Seperti Koh Peng, Tan Ho dan Kan Hau bertiga. meski mereka sudah tirakat selama berpuluh tahun, usia mereka masing-masing sudah dekat satu abad, seharusnya mereka sudah hambar terhadap kehidupan dunia Kangouw dan diluar garis permusuhan- tapi ketika mendengar ada anak murid Goat-heng-bun telah berdiri lagi dilembah Tiang- kang dengan Thi-bang-pang yang berpengaruh itu sebagai deking maka segera mereka meninggalkan rumah, dengan segenap anggota keluarga ikut menggabungkan diri kepada Kan ciau-bu.
Sekarang mereka menyaksikan cin Pek-ling pimpinan Thay-yang-bun, telah menjadi tawanan, tapi hendak ditolong pergi oleh seorang nikoh tua, dengan sendirinya mereka tidnk tinggil diam dan berusaha merampasnya kembali dengan mati-matian- Sebab kalau cin Pek-ling berhasil mereka bekuk hal ini adalah kejayaan Goat-heng-bun, dalam sejarah permusuhan antara kedua perguruan belum pernah terjadi salah seorang ketua dari pihak lawan tertawan-
Sekarang yang menjadi persoalan bagi mereka hanya Yu Wi saja, bila anak muda ini dapat ditundukkan, dengan mudah cin Pek ling akan dapat dibekuknya. Akan tetapi mereka tahu kelihaian Yu wi, meski akan menjadi ejekan orang juga tak terpikir lagi, mereka bertiga orang tua terpaksa harus menghadapi seorang anak muda.
Begitulah maka Koh Peng bertiga lantas mengelilingi Yu wi di tengah, biarpun mereka jauh lebih tua, tiga lawan satu lagi, tapi mereka mas ih juga kebat-kebit, Sedikit pun tidak berani gegabah.
Maklumkan, pukulan telapak tangan emas Yu Wi terlalu lihai, terlalu sakti, sesungguhnya mereka tidak berani mengharapkan akan menang.
Sebaliknya Yu Wi juga tidak berani gegabah, betapa tinggi kungfu ketiga kakek yang dihadapinya sungguh sukar dijajaki, kalau menang sih mending jika kalah, dirinya dan Ya-ji serta yang lain-lain seorang pun tidak bisa lolos dengan hidup,
Mau-tak-mau timbul rasa menyesalnya telah membela cin Pek-ling yang merupakan musuhnya sendiri itu dengan mempertaruhkan jiwa tujuh orang Sungguh pertaruhan yang besar dan juga terlalu tidak berharga,
Namun apa mau dikatakan lagi. si nikoh tua berkeras hendak menyelamatkan cin Pek-ling betapa dia harus ingat pada Pek-yan, meski nona ini bukan isteri resmi. terpaksa ia harus menyerempet bahaya.
Cuma iapun rada heran mengapa nikoh tua itu berkeras ingin menolong cin Pek-ling. jangan-jangan ada hubungan istimewa di antara mereka, begitu juga sebabnya cin Pek-ling sangat kenal seluk-beluk Bu-eng-bun, mungkin juga karena hubungannya yang erat dengan si nikoh tua ini?
Dalam pada itu Koh Peng lantas membentak. ia mendahului bertindak secepat kilat, serentak Tan Ho dan Kan Hou juga bergerak. serangan mereka bertiga hampir terjadipada saat yang sama sehingga serupa seorang menyerang dari tiga jurusan-
Ilmu siat ialah seorang saja sudah cukup menggetarkan dunia persilatan, apalagi sekarang tiga orang menyerang sekaligus, betapa ajaib ilmu pukulan Yu Wi juga sukar menahan kekuatan gabungan tiga tokoh kelas tinggi ini.
Namun kekuatan tangan kiri Yu wi sudah mencapai tingkatan yang tidak ada taranya, biarpun ke-tiga orang itu menyerang sekaligus, namun selisih sedikit diantara serangan mereka terasa sang at jelas dalam pandangan Yu wi, ini berarti biarpun kerja sama ketiga kakek itu sangat cepat. tetap tenaga pukulan mereka tidak tergabung menjadi satu secara keseluruhan, tetap ada perbedaan antara yang menyerang lebih dulu dan menyerang kemudian-
Karena titik kelemahan itulah, Yu Wi dapat melayaninya dengan baik, tangan kiri segera bergerak sehingga memancarkan cahaya keemasan, orang lain mengira dia cuma mengeluarkan satu jurus, tak tahunya sekaligus ia memainkan tiga jurus menangkis serangan dari tiga jurusan-
Kalau Yu Wi hanya menggunakan satu jurus tentu sukar menandingi serangan gabungan ketiga orang itu. Karena cepatnya sehingga tidak ada yang dapat membedakan tiga jurus serangannya yang serupa satu jurus itu.
Setelah saling gebrak. Koh Peng bertiga lantas merasakan harapan untuk menang sangat tipis, sebenarnya kalau satu lawan satu, tidak mungkin mereka mampu menghadapi tangan emas Yu Wi. Namun dengan gabungan tiga orang, kekuatan mereka juga tidak boleh diremehkan- dengan keuletan mereka, untuk sementara masih dapat menahan serangan tangan emas dengan Su-ciau-sin-kang itu.
Hanya sekejap saja belasan jurus sudah berlalu, Yu Wi merasakan daya tekan lawan bertambah berat, ia pikir bila berlangsung terlalu lama, tentu tidak menguntungkan, maka ketika tiba pada jurus ke 73, Yu Wi mengambil keputusan tegas, ia harus melakukan serangan menentukan jika dirinya tidak mau kecundang.
Maka pada jurus berikutnya. mendadak tangan emas Yu Wi telah bertambah sebilah pedang pendek. yaitu Hi-jong-kiam, pedang usus ikan, pedang yang sempit dan tipis pemberian putri ketua Thi- bang- pang dahulu.
Meski harus menghadapi lawan yang bertangan kosong dengan bersenjata, namun Yu wi tidak perlu merasa malu, sebab pihak lawan mengerubutnya dengan bertiga orang, jika terpaksa dia menggunakan senjata juga adil.
Maka begitu Hi-jong-kiam bergerak. pada jurus ke-74 segera berubah menjadi serangan pedang. Padahal kungfu andalan Yu Wi justeru terletak pada ilmu pedang, dan di antara ilmu pedangnya adalah Hai-yan-pat-kiam yang top itu, apalagi jurus ilmu pedang yang dikeluarkan ini adalah jurus Tay-lok-kiam, jurus gembira yang merupakan jurus paling ampuh itu,
Perubahan ini entah berapa kali lipat manambah daya tempur Yu Wi, maka b eg itu jurus serangan dilancarkan, segera ia berdiri tegak ditengah kalangan dan tidak menyerang lagi, sebab tahu dirinya sudah menang.
Betul juga, dia sudah menang, sebab Koh Peng bartiga juga melompat mundur, mereka juga tahu sudah kalah.
Kalau Yu Wi tidak memberi kelonggaran, saat ini mereka pasti tidak dapat berdiri disitu melainkan sudah menggeletak menjadi mayat.
Tertampak robekan kain berhamburan di udara seperti kupu-kupu. Baju bagian dada Koh Peng bertiga sama terbuka.
Sekonyong-konyong Yu wi berteriak tertahan, "Goat-heng-bun"
Untuk pertama kalinya dia melihat tiga orang murid Goat-heng-bun tulen, sebab pada dada Koh Peng bertiga yang telah telanjang itu terdapat gambar bulan sabit yang ditato.
Sebegitu jauh Yu Wi tidak mengangangap organisasi Goat-heng-bun yang dibentuk Yu wi sebagai Goat-heng-bun tulen- maka pada waktu menerjang kepungan tadi, baik murid Goat-heng-bun atau anak buah Thi-bang-pang, semuanya dibinasakan tanpa ampun.
Jika diketahuinya anak murid tulen Goat-heng-bun, tentu tak berani dibunuhnya, sebab Su-ciau-sin-kang yang dikuasai tangan kirinya itu adalah kungfu Goat-heng-bun, jika dia membunuh murid
Goat-heng-bun dengan kungfu Goat-heng-bun, betapa terasa berdosa terhadap Ban Yu-coan dan pasti membuat arwahnya merasa sedih.
Sebabnya Yu Wi turun tangan membantu tadi justeru lantaran ke-120 anak buah yang diajukan Kan ciau-bu itu menggunnkan atas nama Goat-heng-bun, walaupun dalam hati Yu Wi tidak menganggap mereka sebagai murid Goat-heng-bun, tapi tetap turun tangan membantunya. betapapun ia tidak dapat menyaksikan nama Goat-heng-bun dikalahkan oleh orang Thay-yang-bun.
Sekarang dilihatnya tanda bulan sabit pada dada Koh Peng bertiga, ia tidak sangsi lagi, jelas mereka memang betul murid Goat-heng-bun, seharusnya dirinya membantu mereka, tapi sekarang malah memusuhinya.
Karena itulah ia lantas berpaling dan berkata kepada si nikoh tua, "Harap kau serahkan cin Pek-ling kepadaku, cianpwe."
"Untuk apa?" tanya si nikoh tua.
"Akan kuserahkan kepada mereka," jawab Yu Wi dengan suara berat.
"Apa katamu?" teriak si nikoh tua. "Kau . . . kau bantu mereka dan tidak lagi membantuku? "
"cianpwe," ucap Yu Wi dengan menyesal "Kuhormati engkau sebagai ibu Pek-yan, maka hendak kubela. Tapi sekarang lain keadaannya, di depan murid Goat-heng-bun, adalah kewajibanku untuk menyerahkan ketua musuh bebuyutannya kepada mereka."
"Sebab apa?" teriak pula si nikoh tua.
"Ya, sebab apa?" Pek-yan ikut bertanya, betapapun ia tidak tenang karena Yu Wi tidak membela ibunya lagi.
"Sebab aku juga murid Goat-heng-bun," jawab Yu wi.
Keterangan ini membikin kaget para hadirin. Kan Hou juga merasa sangsi, katanya, "Janganlah Anda sembarangan mengaku sebagai orang Goat-heng-bun."
Tapi Koh Peng lantas menukas, "Samte, dia memang betul murid Goat-heng-bun"
Kan Hou memperlihatkan rasa tidak percaya, sedangkan Tan Ho lantas menambahkan, "Samte, masakah tidak kau lihat jurus serangan yang digunakan mengalahkan kita tadi adalah Hai-yan-pat-to andalan Goat-beng-bun kita?"
"Ah, betul, memang betul," seru Kan Hou. "Ilmu golok kita telah diubahnya menjaki ilmu pedang, aku jadi salah lihat."
Pada saat itulah mendadak Kan ciau-bu berseru, "Para murid Goat-heng-bun dengarkan perintah"
Serentak Koh Peng bertiga membungkuk tubuh dan mengiakan.
Namun Yu wi tetap berdiri tegak tanpa menggubrisnya meski tadi dia mengaku sebagai murid Goat-heng-bun.
Dengan gusar Kan ciau-bu lantas mambentak "Yu Wi, kau berani membangkang?"
Yu Wi mencibir dan tetap diam saja. Dalam hati Yu Wi hakikatnya tidak mengakui Kan ciau-bu sebagai ketua Goat-heng-bun segala.
Segera Kan ciau-bu berteriak lagi, "Koh-tianglo, Tan-tianglo dan Kan-tianglo, apa akibatnya jika ada anak murid yang tidak tunduk kepada perintah ciangbunjin?"
"Barang siapa tidak tunduk kepada perintah ciangbunjin, segenap anggota akan menistanya dan menjatuhkan hukuman berat padanya, "jawab ketiga Tiang lo berbareng,
"Nah, apa katamu sekarang"jengek Kan ciau-bu terhadap Yu Wi.
"Saudaraku," ucap Koh Peng terhadap Yu Wi, "Karena engkau mengaku sebagai murid Goat-heng-bun. apakah keberatan kusebut dirimu sebagai saudara?"
Yu Wi memberi hormat, katanya, "Tiang lo adalah Loelanpwe Goat-heng-bun yang masih ada, orang muda sebagai diriku mana berani disebut sebagai saudara?"
"Meski perguruan kita sangat keras membedakan tingkatan, namun segenap anggota perguruan boleh juga dianggap sebagai saudara." kata Koh Peng,
"Apalagi belum jelas perbedaan tingkatan antara kita, maka biarlah kupangil saudara padamu " Yu Wi mengiakan dengan hormat.
"Sungguh aku sangat gembira karena ilmu silat perguruan kita telah memancarkan cahaya gemilang pada dirimu," ucap Koh Peng pula, "Ditinjau dari sejarah perguruan kita dari dulu hingga sekarang, hanya kungfu yang kau kuasai ini terhitung yang paling top."
Yu Wi tahu ucapan orang masih ada lanjutannnya, maka ia bersikap menghormat untuk mendengarkan lagi.
"Ilmu silatmu mencapai tingkatan tertinggi memang hal yang menggembirakan bagi perguruan Kita, namun, betapapun tinggi kepandaian seorang juga tidak boleh meremehkan tata tertib perguruan sendiri, saudaraku" setelah merendek sejenak, lalu Koh Peng menyambung. "Maka ada engkau tetap mengaku sebagai murid Goat-heng-bun, hendaknya secara khidmat sukalah engkau mengumumkannya sekali lagi didepan orang banyak." Yu Wi mengiakan-
Tapi sebelum dia menyatakan secara resmi, mendadak Ya-ji berseru, "Toako?"
"Ada apa, Ya-ji?" tanya Yu Wi sambil menoleh.
Mendengar Yu Wi memanggilnya dengan nama kecilnya, seketika rasa cinta kasih masa lampau membanjir pula dalam hati Soh-sim.
Dengan menggembeng air mata Soh-sim alias Bok-ya lantas berkata, "Harus kau pikirkan, orang ... orang jahat itu sekarang adalah ketua Goat-heng-bun . . . ."
Diam-diam Yu Wi berterima kasih atas perhatian Ya-ji. ia tahu Ya-ji kuatir bila dirinya mengaku sebagai murid Goat-heng-bun, mungkin Kan ciau-bu akan mengambil tindakan yang tidak
menguntungkan dirinya. Dengan tertawa ia menjawab, "jangan kuatir, Ya-ji."
Lalu dengan suara lantang ia berseru, "Aku Yu Wi adalah murid Goat-heng-bun, dan akan tunduk kepada setiap peraturan perguruan dengan segala akibatnya."
"Bagus. bagus" ucap Koh Peng sambil manggut- manggut. "Secara pirbadi, dalam kedudukanku sebagai angkatan tua perguruan- akupun mengakui kau sebagai murid Goat-heng-bun."
Lalu dengan suara kereng ia berseru pula, "Sekarang hendaknya saudara Yu menemui pejabat ketua perguruan kita."
Segera Kan ciau-bu menegak dengan sikap pongah, ia ingin tahu cara bagaimana Yu Wi akan menyampaikan sembah hormat padanya. Tak terduga Yu Wi tetap berdiri saja tanpa bergerak.
Koh Peng coba mengulangi lagi ucapannya dengan suara lebih keras dan menuding Kan ciau-bu, "Beliau inilah ketua kita"
Dengan tenang Yu Wi bertanya, "Maafkan bila Wanpwe kurang mengerti, numpang tanya ketiga Tiang lo, cara bagaimaoa membuktikan dia ialah ciangbunjin?" serentak Tan Ho dan Kau Hou mendamperat, "Jangan kurang sopan, Yu Wi" Yu Wi tetap tenang saja.
Koh Peng lantas berkata, "Terhadap kedudukan ciangbunjin tidak pantas menaruh curiga."
"Namun Wanpwe memang tidak tahu," kata Yu Wi.
Rupanya Kau Hou masih mendongkol karena anak muda itu mengalahkan mereka bertiga, bahkan membikin malu mereka dengan merobek baju mereka hingga dada telanjang didepan orang banyak^ maka ia lantas membentak. "Dengan pengakuan kami berfiga, masakah perlu disangsikan lagi?"
Jiwa Koh Peng lebih besar daripada Kan Hou, meski dikalahkan Yu Wi, dia tidak menyesal, sebaliknya malah gembira, sebab merasa perguruan sendiri telah muncul seorang tokoh kelas wah id-
sungguh bahagia bagi perguruan sendiri, maka dengan adil ia berucap, "Kan-hiante, jangan terlalu kerdil pada pendirian sendiri, hanya pengakuan kita bertiga saja belum cukup berbobot, masih harus dibuktikan lagi dengan sesuatu tanda pengenal."
Lalu dia berpaling kearah Kan ciau-bu dan berkata, "Silakan memperlihatkan tanda kepercayaan ciangbunjin."
Kan ciau-bu melirik Yu Wi sekejap. lalu mengeluarkan sejilid buku tipis dan diacungkan ke atas.
Waktu Yu Wi memperhatikannya, jelas itulah kitab pusaka ilmu silat Goat-heng-bun, yaitu Hian-ku-cip.
Pada tepi sampul buku itu ada sebaris tulisan tinta merah yang berbunyi "Setiap anak murid perguruan kita harus mempelajarinya agar paham cara mematahkan ilmu silat musuh".
Tulisan ini adalah tulisan tangan ayah ji-bong Taysu yang dulu menjabat sebagai ketua Thay-yang-bun itu.
Melihat benda pusaka Goat-heng-bun itu memang tulen, sebagai tanda hormat Yu Wi membungkuk tubuh ke arah sana.
Koh Peng mengangguk sebagai tanda membenarkan sikap Yu Wi itu, katanya, "Buku ini berisi iktisar segenap ilmu silat perguruan kita, di sini kita sebut sebagai tanda kepercayaan bagi ciangbujin kita."
"sekarang apakah kau masih sangsi, Yu Wi?" tanya Tan Ho.
Sedangkan Kan Hou lantas setengah membentak "Lekas memberi hormat kepada ciangbunjin."
Baru sekarang Yu Wi menggeser langkah ke depan Kan ciau-bu.
Rupanya kuatir kitab pusakanya direbut orang, cepat-cepat Kan ciau-bu menyimpan Hian- ku- Cip.
Padahal kalau Yu Wi benar-benar mau merampasnya, sebelum kitab itu disimpan kembali mungkin sudah berpindah ketangannya.
Segera Yu Wi membungkuk tubuh hendak melakukan penghormatan-
Diam-diam Ya-ji menyesal, ia tahu bilamana penghormatan Yu Wi itu dilakukan, itu berarti secara resmi telah mengaku Kan ciau-bu sebagai pimpinan dan selanjutnya mau-tak-mau Yu Wi harus tunduk kepada perintahnya.
Dari cerita Yu Wi telah diketahuinya wajah Kan ciau-bu serupa benar dengan Yu Wi. tapi hatinya sangat kejam, tidak seperti hati Yu Wi yang jujur dan luhur budi. Malahan juga diketahui Kan ciau-bu memandang Yu Wi sebagai musuh besar, dan berniat membunuhnya, maka sekarang ia juga berkuatir.
Kan ciau bu sendiri tidak percaya Yu Wi akan menghormatnya dengan tulus ikhlas, diam-diam ia sudah menganbil keputusan akan menghina dan membuatnya malu didepan orang banyak. sedikitnya harus menyuruhnya menyembah.
Siapa tahu Yu Wi benar benar berlutut di depannya dan memberi penghormatan terbesar menurut peraturan.
Hal ini sungguh diluar dugaan Kan ciau-bu, bahkan Ya-ji juga melenggong, semula ia sangka paling-paling Yu Wi hanya menjura sekadarnya saja dan tidak mungkin memberi penghormatan sebesar itu terhadap musuh pembunuh isterinya itu.
Diam-diam Koh Peng memuji, "orang ini sungguh kesatria sejati yang jarang ada dalam dunia persilatan-"
sebaliknya Kan ciau-bu juga melenggong karena diluar dugaan Yu Wi memberi peng hormat sebesar itu kepadanya, ia menjadi lupa pada rencananya yang hendak membikin malu Yu Wi, ucapnya dengan gugup, "Bangun, lekas bangun" setelah berdiri, Yu Wi lantas memanggil, "Koko (kakak) "
Lazimnya setelah berdiri dia harus memanggil "ciangbun" kepada Kan ciau bu, dengan sendirinya panggilan "Koko" ini diluar dugaan siapa pun, keruan semua orang sama terperanjat.
Hanya Soh-sim alias Ya-ji saja diam-diam mangangguk. "o, kiranya demikian."
Kan ciau-bu merasa bingung oleh panggilan itu, sahutnya dengan gugup, "Apa . . .apa maksudmu ini? .... "
"Seluk beluk urusan ini tidak leluasa dijelaskan begitu saja," ujar Yu Wi. ia berpaling dan memandang hadirin, lalu berseru, "Kukira hadirin sejak tadi merasa heran mengapa wajahku mirip dengan wajahnya seperti saudara kembar, sesungguhnya dia memang kakak kandungku, dia sendiri tidak tahu, tapi aku tahu dengan pasti."
Mendengar keterangan ini barulah Pek-yan tahu duduknya perkara dan hilanglah rasa sangsinya.
Kiranya tadi waktu dia melihat Kan ciau-bu, hampir saja disangkanya sebagai Yu Wi, tapi kemudian ia pikir hal ini tidak mungkin, mana bisa Yu Wi yang baru saja keluar dari lembah kurung bersama dia itu secepat ini datang ke Thi-bang-pang dan diangkat menjadi ketua Goat-heng-bun segala, ia menduga mungkin ketua Goat-heng-bun yang menurut berita juga she Yu bisa jadi ada hubungan darah dengan Yu Wi, makanya muka keduanya sedemikian mirip.
Kemudian iapun sangsi waktu mula-mula kenal Yu Wi mengapa anak muda itu tidak mengaku sebagai anak murid Goat-heng-bun juga tidak mengaku she Yu, hal ini sungguh membuatnya bingung.
Sekarang setelah mendengar sendiri Yu Wi memanggil "Koko" kepada Kan ciau-bu, ia sangka sebabnya Yu Wi tidak mau mengaku orang she Yu adalah akibat kelakuan Kan ciau-bu yang jahat itu, maka tidak sudi mengakuinya, padahal keduanya adalah saudara kandung.
Ia mengira rekaan sendiri Itu sangat pintar, tak tahunya di balik urusan ini masih banyak lika-liku. Kan ciau-bu sebenarnya tidak she Yu, Yu Wi tidak mau mengaku Kan ciau-bu sebagai saudara karena gemas kepada kelakuannya yang bejat.
Setelah mengetahui Yu Wi adik sang ketua, Loh Peng tambah senang, segera ia berkata, "Selamat ciangbun mempunyai saudara yang berkepandaian maha sakti ini."
Nyata sama sekali ia tidak menyangsikan kemungkinan Yu wi hanya membual saja, namun wajah keduanya sangat mirip. bukti nyata ini tak dapat disangkal oleh siapa pun.
Meski di dalam hati Kan ciau-bu memandang Yu wi sebagai musuh, tapi orang mau memanggil Koko padanya, dengan senang hati diterimanya juga, pikirnya, "Bagus, aku memang lagi kehabisan akal cara mengatasi dirimu, sekararg aku adalah Koko dan juga ciangbun, masakah kau berani lagi membangkang pada perintahku."
Maka ia hanya menjawab dengan suara pelahan, lalu berseru kepada Koh Peng, "Koh-tianglo. Sekarang tangkap dulu musuh bebuyutan kita, cin-Pek-ling." Ia pikir dengan perintah ini akan menguji bagaimana reaksi Yu Wi. Koh Peng mengiakan, tanpa kuatir lagi ia dekati si nikoh bermuka buruk.
"Yan-ji" nikoh tua itu memanggil dengan sedih, ia berharap Pek-yan akan membantunya. ia menyadari sangat sukar mencegah tindakan Koh Peng yang akan merampas cin Pek-ling.
Menghormati orang sebagai ibu mertua Yu Wi, Koh Peng memberi hormat lebih dulu. dengan suara pelahan, "Taysu, mohon serahkan Pek-ling padaku."
Diam-diam ia memberi isyarat, serentak Tan Ho dan Kan Hou lantas mengepung ke depan-
Tindakan Koh Peng ini hanya ingin membikin si nikoh tua tahu gelagat dan mau mundur teratur agar tidak perlu terjadi pertarungan sehingga membikin Yu Wi merasa serba salah. Padahal cukup dia sendiri saja sudah dapat merampas cin Pek-ling dari tangan nikoh tua itu.
Karena dipanggil ibunya, terpaksa Pek-yan menjawab, "Bu, boleh kau serahkan saja Kakek cin kepada mereka."
"Tidak kau bantuku lagi?" tanya si nikoh tua dengan gusar.
Pek-yan menggeleng, pikirnya, "Kalau Yu Wi tidak membantu, biar kubantu- juga sia-sia."
Dia dapat memperhitungkan kekuatan sendiri biarpun ditambah lagi ketiga kakaknya juga tetap bukan tandingan Koh Peng bertiga.
"Yan-ji." ucap nikoh tua dengan menyesal. "apakah kau tega menyaksikan dia ditangkap musuh bebuyutannya dan mati terhina?"
"Kenapa tidak tega. memangnya ada hubungan apa antara kakek cin dengan diriku?" demikian pikir Pek-yan-
"Anak Yan, tidak pantas kau sebut dia sebagai kakek cin, kau tahu sebenarnya dia ...." sampai lama si nikoh tua tergegap. akhirnya baru tercetus ucapannya, "sebenarnya dia adalah ayahmu"
"Ha h, murid Bu-eng-bun masakah mempunyai ayah?" seru Pek-yan kaget. "Jangan . . jangan kau bohongiku . . . ."
"Aku tidak berbohong padamu. cin Pek-ling denganku serupa hubungan Yu wi denganmu" ucap si nikoh tua dengan sedih "Tentunya kau tahu siapa ayah Ih-hok?"
"Ih-hok" yang disebut adalah salah seorang anak kembar yang dilahirkan Pek-yan bersama Yu Wi. yaitu anak perempuan yang dibawa Pek-yan itu.
Pek-yan terkesiap. ia menegas dengan suara gemetar, "Apa . . ,apakah betul?"
Padahal tidak perlu tanya lagi juga dia tahu si nikoh tua pasti tidak berdusta padanya. sebab dari nasibnya sendiri ia dapat membayangkan nasib dan pengalaman sang ibu.
Meski Bu- eng- bun turun temurun hanya terdiri dari ibu dan anak perempuan, tanpa kenal ayah, juga tidak ada anak lelaki, namun bila salah seorang murid perempuan Bu-eng-bun benar-benar mencintai seorang lelaki, meski pihak perguruan dapat memaksa mereka meninggalkan kekasih yang dicintainya, namun tak dapat memaksa mereka melupakan lelaki itu.
Serupa Pek-yan, setelah dia meninggalkan Yu Wi dengan membawa Ih-hok, ia sudah ambil keputusan akan putus hubungan dengan Yu Wi, tapi biarpun sampai tua renta pasti juga sukar melupakan bayangan Yu Wi.
Dahulu, waktu cin Pek-ling kenal si nikoh bermuka buruk, tatkala mana nikoh bermuka jelek itu masih muda remaja dan tidak memakai kedok yang jelek ini, wajahnya secantik bunga, nama kecilnya Jiu-peng.
Cinta keduanya sangat mendalam, namun cin Pek-ling bukanlah bayangan bibit Jiu-peng cin Pek-ling juga baru berhubungan badan dengan Jiu-peng, namun ada hubungan badan atau tidak- bagi saudara sesama perguruan Jiu-peng, cin Pek-ling tetap dipandang sebagai bayangan bibit Jiu-peng.
Menurut peraturan, murid Bu-eng-bun tidak boleh mempunyai kekasih yang nyata, Jiu-peng justeru mencintai cin Pek-ling yang tidak pernah menjual bayangan kepada Bu-eng-bun, dengan sendirinya ia tidak mau menganggapnya sebagai pembibit yang kehilangan bayangan dan dipaksa bersama saudara seperguruannya
Maka ia memberitahukan kepada cin Pek-ling segala peraturan perguruannya, ia minta cin Pek-ling suka memutuskan hubungan saja.
Rupanya cin Pek-ling memang orang takut mati, setelah mengetahui bahaya yang mungkin akan mengancam jika dia menyukai Jiu-peng. cepat saja dia kabur dan tidak mau kenal Jiu-peng lagi
Jiu-peng sendiri sudah kadung mencintai cin Pek-ling, setelah ditinggal pergi, sembilan bulan kemudian lahiriah Pek-yan, Sampai sekarang juga dia masih terkenang kepada cin Pek-ling. sejauh itu dia tidak pernah lagi berhubungan dengan lelaki lain seperti perbuatan saudaranya yang lain, diam-diam ia menjaga kesucian demi cin Pek-ling.
Kemudian cin Pek-ling dapat juga mengetahui jejak Jiu-peng dan mengetahui bekas kekasih itu mempunyai anak perempuan, hanya tidak diketahuinya perempuan itu adalah keturunannya sendiri.
Karena seluk-beluk yang diketahuinya itu, maka dia menganjurkan Yu wi menjual bayangan kapada Pek-yan untuk bisa masuk ke cu-pi-am dan menolong Bok-ya.
Cin Pek-ling sendiri dengan mati-matian berusaha menguasai Goat-heng-bun maka dengan harta benda yang dimilikinya ia membeli jasa kepada Bu-eng-bun, tatkala mana Jiu-peng sendiri tidak tahu cin Pek-ling adalah bekas kekasihnya.
Maklumlah, dahulu Cin Pek-ling tidak menggunakan nama ini, dia kuatir dicari oleh Bu-eng-bun yang lain, maka ganti she dan tukar nama, sebab ia menyadari kepandaian sendiri bukan tandingan orang Bu-eng-bun.
Setelah lebih 20 tahun, cin Pek ling sudah tua, banyak perubahan pada wajahnya, Jiu-peng jadi pangling dan mengira dia cuma langganan Bu-eng-bun yang ingin memberi order pekerjaan saja,
Baru pada waktu berlangsungnya pesta tadi, demi mohon bantuan Jiu-peng, diam-diam cin Pek-ling memberitahukan padanya siapa dirinya sendiri, tentu saja Jiu-peng tercengang, setelah diamat-amati, lamat-lamat dapat dikenalnya memang betul cin Pek-ling adalah bekas kekasihnya.
Demi cin Pek-ling, selama hidup ini Jiu-peng menjaga tubuhnya dengan suci bersih tanpa hubungan lagi dengan lelaki lain, dari sini dapat diketahui betapa cinta nva kapada cin Pek-ling, sekarang dapat bertamu lagi dengan kekasih yang sukar dilupakan itu, biarpun mengorbankan jiwa juga akan dibelanya mati-matian-
Sekarang dia malah bicara terus terang kepada Pek-yan bahwa cin Pek-ling adalah ayahnya dengan harapan Pek-yan mau membantu menyelamatkan ayah sendiri.
Begitulah, si nikoh tua bermuka buruk alias Jiu-peng lantas berkata pula, "Anak Yan, jika kau tidak percaya. biarlah kumati
bersama ayahmu saja" Rupanya ia menjadi nekat dan akan menempur Koh Peng bertiga.
"Taysu, engkau sudah mencukur rambut menjadi nikoh, mana boleh terkenang lagi kepada cinta kasih masa lalu?" kata Koh Peng.
"Boleh kau bunuh saja diriku" jawab Jiu-peng dengan gusar.
Mendadak kedua tangan Koh Peng mencengkeram tubuh cin Pek-ling, dengan bertangan kosong saja Jiu-peng bukan tandingan Koh Peng, apalagi sekarang membawa cin Pek-ling, cepat ia menyurut mundur.
Tapi dari samping Tan Ho lantas melonpat maju, dengan gerakan yang aneh dan diluar dugaan, sebelah tangan Cin Pek-ling dapat dicengkeramnya. Jui-peng menarik sekuatnya, "krek", terdengar bunyi ruas tulang, "Apakah kau ingin lengannya patah?" bentak Tan Ho.
Karena harus memikirkan keselamatan cin Pek-ling, Jiu-peng tidak berani lagi menarik. Sebaliknya Tan Ho tidak sungkan padanya, orang tidak menarik, dia lantas membetot. Segera terdengar pula suara "krek" sekali.
Diam-diam Tan Ho pikir kalau si nikoh tua merasa kasihan, tentu cin Pek-ling akan dilepaskannya .
Tak tahunya telapak tangan Jiu-peng mendadak menabas lengan kiri cin Pek-ling yang dipegang Tan Ho itu. Tindakan ini sungguh diluar dugaan siapa pun.
Kerena sedang membetot dengan keras, Tan Ho jadi terhuyung-huyung ke belakang, dan hampir jatuh terjengkang dengan membawa lengan Cin Pek-ling yang putus itu. Begitu ada peluang, segera Jiu-peng melayang keluar kepungan ketiga kakek.
Koh Peng dan Kan Hou juga melenggong oleh tindakan Jiu-peng yang luar biasa itu, Tan Ho sendiri melongo sambil memegang lengan kutung yang berlumuran darah itu.
Setelah lari keluar kepungan,Jiu-peng mengira akan dapat lolos dengan selamat. Ia pikir meski sebelah lengan Cin Pek-ling terpaksa harus dikorbankan, namun orangnya dapat diselamatkan, kan lebih baik daripada tertawan musuh dan sukar dibayangkan nasibnya.
Setelah bertari sekian jauhnya, selagi Jiu-peng bergembira karena tidak ada orang mengejar, tiba- tiba dilihatnya di depan sana berdiri beberapa ratus lelaki muda tangkas, berbaris mengurung rapat jalan keluar semenanjung itu.
Ketika Jiu-peng sudah mendekat, serentak barisan orang-orang itu mengurung rapat dari kedua sisi.
Jiu-peng tidak memandang sebelah mata terhadap ratusan orang ini, langsung ia menerjang ke depan, kakinya bekerja cepat, melayang maju sambil menendang.
Beberapa orang yang diterjang itu tidak melawan, mereka hanya berputar saja. seketika barisan orang banyak juga ikut berputar sehingga seperti lingkaran setan, makin berputar semakin cepat.
Berulang-ulang Jiu-peng main menendang pula. tapi selalu mengenai tempat kosong, sukar mengenai lawan yang berputar dengan cepat itu.
Karena serangannya tidak dapat mengenai sasarannya, tanpa terasa Jiu-peng juga ikut bergeser dengan barisan yang berputar-putar itu. Tidak lama kemudian, mendadak beberapa ratus orang itu membubarkan diri, dalam sekejap saja lantas menghilang.
Jiu-peng bergirang, segera ia lari lagi kedepan, tapi mendadak angin pukulan dahsyat memapaknya .
Berbareng itu seorang menegur, "Taysu, serahkan saja cin Pek-ling"
Waktu Jiu-peng memandang ke depan, busyet, kiranya telah berada lagi di tempat semula. Kembali Koh Peng bertiga telah mengapungnya ditengah, yang menghantamnya barusan ialah Kan Hou, tapi tujuannya hanya untuk mendesaknya mundur saja.
Rupanya karena putaran barisan orang-orang tadi terlalu cepat sehingga membingungkan pandangan Jiu-peng, tanpa terasa ia ikut berputar dan tahu-tahu kembali lagi ketempat semula tanpa disadarinya
Kemudian beberapa ratus orang itu lantas kembali lagi ketempat penjagaannya tadi untuk mengawasi pelarian lain-
Diam-diam Pek-yan dan lain-lain sama terkejut dan kuatir melihat si nikoh tua ternyata gagal melarikan diri.
Jiu-peng sangat berduka, meski sebelah lengan Cin Pek-ling telah dikorbankan masih juga tak bisa lolos, ia duduk lemas di tanah dengan air mata bercucuran-
"Setiap jalan keluar dari tempat ini sudah dijaga rapat oleh anak murid kami, kukira lebih baik Taysu menyerahkan Cin Pak-ling saja," bujuk Koh Peng.
Jiu-peng menaruh Cin Pek-ling di depannya. katanya dengan lesu, "Boleh kalian mengambilnya . "
Tapi Koh Peng bertiga kuatir ada tipu si nikoh. mereka mengepung maju dengan waspada, lalu Kan Hou mengangkat cin Pek-ling yang buntung sebelah tangan dan belum lagi sadar itu.
Jiu-peng hanya duduk tertunduk lesu tanpa merintangi.
"Jangan kuatir Taysu," ucap Koh Peng, kini Cin Pek-ling berada dalam tawanan kami tidak pasti akan kami perlakukan dia dengan kejam, kami hanya ingin mempermaklumkan kepada dunia bahwa ketua Thay-yang-bun sekarang meringkuk sebagai tawanan di tangan orang Goat-heng-bun."
Lalu ia berpaling dan berkata pula, "Kan-hiante, bawa cin Pek-ling keruangan belakang, beri obat luka dan dirawat seperlunya."
Sesudah Kan Hou membawa pergi cin Pek-ling, mendadak Jiu-peng mengangkat lengan kiri sendiri, secepat kilat ditabasnya dengan telapak tangan kanan-
Meski tangan kanan Jiu-peng itu tidak selihai telapak tangan emas Yu Wi, tapi untuk memotong lengan sendiri ternyata dapat dilakukannya seperti menggunakan golok tajam, "krek", kontan lengan terkutung dan darah bercucuran.
Pek-yan manjerit kaget dan memburu ke sampingJiu-peng, tanyanya dengan suara gemetar, "Ken . . . kenapa. . . ."
Jawab Jiu-peng dengan menangis, "Sudah kubuntungi sebelah tangan ayahmu, biarlah aku pun mem. . . memotong sebelah tangan sendiri."
cepat Pek-yan menutuk beberapa Hiat-to Jiu-peng untuk menghentikan aliran darahnya, lalu dia merobek baju sendiri untuk membalut tangan yang sudah buntung itu.
Kejadian sudah berubah sejauh ini, namun Yu Wi hanya berdiri diam saja tanpa menghiraukannya .
Diam-diam Kan ciau-bu bergirang, disangkanya Yu Wi telah tunduk kepada wibawa sang ketua sehingga tidak berani lagi membela pihak musuh. Segera ia memberi perintah lagi, "Koh-tianglo dan Tan-tianglo, lekas tangkap keempat perempuan pembunuh anak murid kita itu untuk diadili."
Perintahnya cukup jelas dan tegas, karena Pek-yan berempat telah membantu cin Pek-ling membunuhi anak murid Goat-heng-bun, menurut peraturan adalah pantas diberi hukuman berat.
Segera Koh Peng dan Tan Ho mengiakan. karena perintah sang ketua, mereka tidak menghiraukan lagi Yu Wi adalah suami Pek-yan- serentak mereka mendekati Pek-yan berempat. ^
Pada saat itu juga Kan Hou juga telah kembali, serentak iapun ikut mengepung kesana.
Gin- goat, Tho-kin dan Klok-gim lantas bergabung dengan Pek-yan dan mengelilingi Jiu-peng untuk menghadapi musuh.
"Nona Cin, sebaiknya jangan kalian menggunakan kekerasan," kata Koh Peng. ia anggap Pek-yan adalah putri Cin Pek-ling, tentu juga she Cin-
sedih juga perasaan Pek-yan, diam-diam ia menyesal kenapa tadi tidak turun tangan membantu sang ibu ketika musuh hendak menawan cin Pek-ling yang ternyata ayahnya sendiri. Terdengar Gin goat sedang menjawab, "Lantas bagaimana kalau tidak memakai kekerasan?"
"Kalian ikut ke sidang peradilan untuk diperiksa, karena kalian cuma menjual jasa dan atas permintaan orang, mungkin keadahan kalian dapat diberi keringanan hukuman," ujar Koh Peng.
"Apa hukumannya?" tanya Gini^oat pula dengan tertawa.
"Menurut kesalahan kalian, sedikitnya harus dipotong kedua tangan," teriak Kan Hou.
"Hihi. terima kasih atas keringanan hukuman itu," sahut Gin goat dengan tertawa ngikik.
"Tapi kaiau tidak menyerah untuk diadili, tentu takkan mendapat keringanan," tukas Koh Peng.
"Maksudmu supaya kami menyerahkan diri untuk diringkus?" tanja Gin-goat.
Kan Hou tidak suka kepada anak murid Bu-eng-bun yang kerjanya membunuh orang atas pembayaran, ia anggap orang perempuan yang malang melintang ini hanya membikin malu orang perailatan saja. Maka dengan asara lantang ia berkata, "Ya, kalian harus menyerah untuk diringkus"
Gin- goat melirik Yu Wi sekejap. lalu tertawa ngikik dan berseru, "Tanpa bantuan Yu-kongcu. jelas kami tidak mampu melawan kerumunan orang banyak. terpaksa kami harua menyerah dan tiada jalan lain."
Karena namanya disebut Gin goat, Yu Wi hanya mengangkat alis saja dan tetap tidak bersuara.
Gin- goat barkata pula, "Akan tetapi, Yu-kongcu sendiri apakah tidak membunuh anak murid kalian, bukankah dia juga diharusKan menyerah untuk diringkus?"
Orang Goat-heng-bun yang dibunuh Yu Wi sangat banyak. kalau mau bicara hukuman, sedikitnya dia bisa dihukum mati.
Koh Peng tahu orang sengaja hendak menghasut agar Yu Wi membantunya, segera ia membentak "Tidak perlu banyak omong, lekas menyerah"
"Memangnya kalian mengira dapat kabur" -jengek Tan Ho. "Jika tahu diri, lekas menyerah untuk diringkus untuk meringankan hukuman kalian."
"Pantasnya, bila kami tahu gelagat, mestinya kami harus menyerah." ucap Gin goat. "Tapi sebelum menyerah, ada sedikit permohonan kami."
"Permohonan apa?" tanya Koh Peng.
Ia pikir bukanlah pekerjaan gampang jika hendak menangkap keempat perempuan ini, jika syarat yang dikemukakannya tidak terlalu pelik, boleh juga diterima.
Gin- goat lantas berkata, "Bu-eng-bun kami ada suatu peraturan, yaitu barang siapa membikin susah orang yang menjadi langganan kami harus dihukum mati. Si nikoh tua tidak perlu dibicarakan, yang jelas si tua she Cin itu adalah orang memberi pekerjaan kepada kami, sekarang mereka terkutung sebelah tangan, bila diusut, hal itu adalah karena gara-gara kalian bertiga, berdasarkan peraturan tadi, kalian juga harus dihukum mati, tapi kalian telah mau memberi kelonggaran kepada kami, biarlah kami juga memberi keringanan kepada kalian, sekarang Ciangbun dan kalian boleh segera memotong sebelah tangan sendiri untuk menebus dosa."
"Hm, inikah permintaan yang kau maksudkan?-jengek Koh Peng.
"Betul," jawab Gin goat dengan tertawa. "Setelah kalian sama membuntungi tangan sendiri. segera kami juga akan menyerah untuk diringkus."
Kan Hou tidak tahan lagi rasa murkanya, bentaknya, "Budak busuk. kau cari mampus" Mendadak ia menubruk maju dan menghantam,
"Su-siang-tin" teriak Gin goat kepada ketiga kawannya untuk memasang barisan pertahanan-
Sekali bergerak. segera keempat nona berputar klan kemari dengan cepat. Dengan sendirinya pukulan Kan Hou mengenai tempat kosong. Serentak Koh Peng dan Tan Ho juga menerjang maju.
Segera terjadi serangan kilat, dalam sekejap saja sudah berlangsucng ratusan jurus, meski keempat nona itu bukan tandingan Koh Peng bertiga, tapi pertahanan mereka sekarang sangat ketat, Yu Wi yang menonton disamping segera tahu keempst nona itu pasti sukar dikalahkan,
Keempat nona itu memasang Su-siang-tin atau barisan empat musim, pertahanan barisan ini sulit ditembus. Sebenarnya jurus serangan ilmu silat mereka tidak kalah lihainya daripada Koh Peng ber- tiga, yang kalah hanya soal keuletan saja, tapi kelemahan ini sekarang ditambal dengan Su-siang tin, Koh Peng bertiga menjadi kerepotan sendiri.
Meski Koh Peng bertiga juga ahli tempur barisan seperti halnya barisan anak muridnya yang tak bisa ditembus oleh si nikoh tua tadi, namun sayang, antara mereka bertiga belum pernah berlatih satu barisan tersendiri, kalau tidak. dengan barisan melawan barisan, tentu keempat nona itu dapat diatasi.
Sekarang mereka merasakan kehebatan Su-siang-tin lawan yang sukar dibobol, Koh Peng tahu bila berlangsung lebih lama lagi, jangankan hendak menang, jika meleng sedikit saja mungkin mereka sendiri bisa kecundang.
Selagi dia hendak menyuruh kedua kawannya agar berbenti menyerang, mendadak terdengar Kan ciau-bu berseru, "Ketiga Tianglo harap berhenti dahulu"
Koh Peng bergirang, perintah ini lebih terhormat bagi mereka daripada berhenti menyerang sendiri. Maka serentak mereka melompat mundur.
"Lawan memasang barisan empat orang, biarlah kita juga menghadapi mereka dengan barisan empat orang," kata ciau-bu pula.
Diam-diam Koh Peng memuji kecerdikan Kan ciau-bu, untuk membobol barisan lawan memang diperlukan juga empat orang. cuma seorang lagi harus sama kuatnya dibandingkan musuh, kalau tidak tetap sukar membobol barisan mereka.
Rupanya Kan ciau-bu melihat Yu Wi cuma berdiri diam saja tanpa membantu Pek-yan yang diakui isterinya itu, hal ini menandakan anak muda itu telah mutlak tunduk kepada perintah ciangbujin sendiri. Sekarang ciau-bu hendak mengujinya lagi bagaimana reaksinya, maka segera ia memberi perintah,
"Saudara Yu, hendaknya kau bantu ketiga Tiang lo."
ciau-bu pikir bila perintah ini diturut Yu Wi, selanjutnya dia akan punya akal untuk membinasakan seterunya itu.
Yu Wi tampak melenggong sejenak. lalu melangkah kesamping ketiga Tiang lo itu dengan tetap tidak bersuara.
Koh Peng bergirang karena mengira Yu Wi hendak membantu mereka. Ia tahu dengan ikut sertanya Yu Wi, barisan keempat nona itu pasti dapat dibobol dengan mudah.
Sesudah Yu Wi mendekat, Koh Peng lantas berkata kepadanya dengan tertawa. "Saudara Yu hendaknya menempati sudut kiri."
Tak terduga Yu Wi lantas menggeleng dan menjawab, "Tidak. Koh-tianglo, kedatanganku bukan untuk membantu kalian."
Karena ingin cepat menang, Kan Hou tidak sabar, teriaknya gusar, "Apa katamu? Masa tidak kau dengar perintah Ciangbun?"
Koh Peng juga menambahkan dengan nada orang tua, "Tidak boleh kau bangkang perintah Ciangbunjin, saudara Yu."
"Aku tidak mengakui dia sebagai Ciangbun perguruan kita, "jawab Yu wi.
Ucapan ini membuat ketiga kakek itu terkejut. Air muka Kan ciau bu juga berubah. Tapi di sebelah lain ke-empat nona merasa kegirangan-
Ya-ji juga merasa lega, pikirnya, "Jika demikian, tidak lagi kukuatirkan Kan ciau-bu akan membikin susah padanya nanti."
Tan Ho juga lantas membentak, "seorang lelaki mana boleh plin-plan begitu, sebentar ya sebentar tidak?"
"Aku hanya mengakui dia sebagai Koko dan tidak pernah menganggap dia sebagai Ciangbun," jawab Yu wi. "Perintah Ciangbun memang tidak boleh dilanggar, namun dia bukan ketua perguruan kita, dengan sendirinya perintahnya tidak perlu ku-turut."
Semua orang merasa ucapan Yu Wi juga betul, setelah dia memberi hormat kepada Kan Ciau-bu tadi, ia hanya memanggil "Koko" saja dan tidak pernah menyebutnya "Ciangbun", jika sekarang dia tidak mau tunduk kepada perintahnya dan tidak mengakui Kan Ciau-bu sebagai Ciangbunjin, tindakan ini tidak dapat dikatakan sebagai plin-plan-
"Mengapa engkau tidak mengakui dia sebagai Ciangbunjin, apa alasanmu?" tanya Koh Peng.
"Silakan Koh-tianglo memeriksa barang apakah ini?" kata Yu Wi.
Koh Peng lantas memeriksa barang yang diperlihatkan Yu Wi. lalu bergiliran Tan Ho dan Kan Hou juga disuruh melihat oleh Yu Wi,
Yu Wi berdiri menghadap Kan ciau-bu, waktu Koh Peng memeriksa barang yang dipegang Yu Wi,
Mereka berdiri membelakangi Kan ciau-bu, dengan sendirinya ciau-bu teraling dan tidak tahu barang apa yang dilihat oleh ketiga kakek itu.
Dasar orang busuk. sudah terlalu banyak kejahatan yang diperbuatnya, tentu segala sesuatu membuat hatinya tidak tenang.
Apalagi setelah memeriksa barang yang diperlihatkan Yu Wi itu air muka ketiga Tiang lo lantas berubah khidmat, keruan hatinya tambah kebat-kebit sebab tidak tahu permainan apa yang sedang dilakukan Yu Wi.
Didengarnya Yu Wi berkata pula, "apabila berdasarkan barang tinggalan Ban Yu-coan, Ban-loelanpwe, sebagai tanda kepercayaan untuk menjadi ciangbunjin, maka sekarang aku dapat mengaku sebagai ciangbunjin juga."
Koh Peng termenung sejenak, katanya tiba-tiba, "Tan-hiante dan Kan-hiante, dalam urusan ini kita tidak enak untuk ikut campur lagi, bagaimana kalau kita lepas tangan dalam persoalan ini?"
Tan Ho dan Kan Hou mengangguk sebagai tanda setuju.
Ketiga orang lantas mengeluarkan suara suitan aneh, serentak beberapa ratus anak muridnya yang berjaga rapat disekitar Eng-bu-ciu lantas berlari datang menghadap mereka, Dengan membawa anak buah mereka, pelahan Koh Peng bertiga lantas melangkah pergi. Keruan Kan ciau-bu menjadi kelabakan, cepat serunya, "Kembali ketiga Tianglo"
Koh Peng bertiga menjawab berbareng, "Maaf tidak dapat kami turuti"
Dalam sekejap saja ketiga kakek itu bersama anak buahnya sudah menghilang.
Sungguh Ciau-bu tidak mengerti permainan sulap apa yang dilakukan Yu Wi sehingga dalam sekejap saja ketiga pembantu utamanya itu membawa pergi anak buahnya tanpa pamit lagi.
orang lain juga sukar mempercayai kepergian Koh Peng dan rombongannya itu sebagai hal nyata, namun orang sebanyak itu benar-benar telah pergi meninggalkan Eng-bu-ciu, masa perlu disangsikan lagi?
Tentu saja Pek-yan dan saudara seperguruannya sangat girang melihat lawan tangguh telah pergi semua, lebih-lebih Gin goat, Tho
kin dan Klok-gim, sungguh mereka ingin bersorak memuji kehebatan Yu Wi.
Terpaksa Kan Ciau- bu mencari pembantu lain, ia membisiki Ce Ti-pang yang berdiri disebelahnya, orang tua itu mengangguk, lalu tampil kemuka dan berseru, "Yu Wi, lekas turut kepada perintah Ciangbunjin dan bekuk keempat perempuan berkerudung itu."
"Apakah kau sendiri anak murid Goat-heng-bun?" tanya Yu Wi.
"Memangnya bisa palsu?" jengek Ce Ti-peng dengan lagak orang tua.
"Setiap murid Goat-heng-bun pasti ada tanda bulan sabit didepan dadanya, adakah padamu tanda pengenal itu?" tanya Yu Wipula.
"Tentu . . . tentu saja ada," jawab ca Ti-peng dengan gelagapan-
"Coba perlihatkan," kata Yu Wi dengan tertawa.
Padahal didada Ce Ti-peng sama sekali tidak ada tanda bulan sabit apa segala. mana dia berani memperlihatkan dadanya. Iapun kuatir orang akan paksa membuka dadanya, maka kedua tangannya lantas mendekap dada sendiri.
Mendadak dilihatnya Yu Wi mengangkat tangan kirinya yang berwarna keemasan itu, Ce Ti-peng menjerit kaget dan cepat menyurut mundur sambil mendekap dada, kelakuannya itu mengingatkan orang pada anak perempuan yang takut dadanya dijamah tangan jahil.
Tapi Yu Wi lantas menyimpan kembali Hi-jong-kiam yang baru dilolosnya itu, lalu berkata pula dengan tertawa, "Jangan malu-malu, bukalah dadamu supaya semua orang dapat melihat jelas."
Dalam pada itu tertampak kain kecil berhamburan, dada Ce Ti-peng yang didekap kedua tangan itu sudah terbuka, malahan masih ada dua-tiga potong robekan kain yang tertahan oleh tangannya.
Segera Yu Wi pura-pura mengangkat pula tangannya sambil membentak, "Terima lagi pukulanku ini"
Ce Ti-peng benar-benar sudah ngeri terhadap tangan emas Yu Wi itu, cepat kedua tangannya menolak kedepan sekuatnya.
Tapi Yu wi lantas mengelak malah ke samping sehingga tenaga tolakan Ce Ti-peng itu menyambar lewat.
Dengan demikian kedua tangan Ce Ti-peng lantas meninggalkan dadanya sehingga kain yang masih menempel di dada juga jatuh, maka tertampaklah dadanya yang telanjang itu putih mulus tanpa sesuatu cacat apa pun.
Dengan tertawa Yu Wi lantas bertanya, "Nah, dimana bulan sabit tanda pengenal Goat-hang-bun itu? Eh, barang kali dapat menghilang?"
Seketika semua orang menjadi lupa Yu Wi kawan atau lawan, meledaklah gelak tertawa mereka.
Dari malu Ce Ti-peng menjadi gusar, teriaknya, "Aku memang tidak punya tanda pengenal bulan sabit segala, memangnya kau sendiri punya?"
Dengan terawa Yu Wi menyingkap bajunya sehingga kelihatan dadanya, katanya, "Silakan lihat"
Terlihat jelas tanda bulan sabit hijau tercetak pada dadanya. Jelas warnanya dan mendekuk cukup dalam sehingga setiap orang dapat melihatnya, Seketika semua orang berbisik membicarakannya sehingga suara gemersik berjangkit disana sini.
Dengan sendirinya yang menjadi pokok pembicaraan mereka tidak lain adalah, "Jelas orang she Yu ini adalah murid Goat-heng-bun tulen, entah Pangcu kita mempunyai tanda pengenal ini atau tidak," Tentu saja kasak-kusuk orang banyak itu juga didengar oleh Kan Ciau-bu, ia tahu anak buahnya telah menaruh curiga padanya, tapi ia tetap tidak berani memperlihatkan dadanya. sebab dadanya juga halus licin serupa dada Ce Ti-peng. Jika sebelumnya mereka tahu setiap anak murid Goat-heng-bun ada tato bulan sabit sebagai tanda pengenal, tentu dengan menahan sakit akan mereka tusuk kulit badan sendiri.
Semua orang sekarang percaya penuh Yu wi adalah murid asli Goat-heng-bun, tidak ada yang memperhatikan tanda bulan sabit didada Yu wi letaknya tidak sama dengan tanda pada dada Koh Peng bertiga. Jika bulan sabit diatas dada Koh Peng bertiga itu terletak tepat ditengah,adapun bulan sabit di dada Yu wi terletak di bagian kiri dada. Menurut pikiran Yu wi, karena ilmu sakti pada setengah badan kiri itu berasal dari Ko Bok-cing, sedangkan Ko Bok-cing adalah ahli waris Ban Yu-coan, murid Goat-heng-bun tulen. maka setengah badannya itu juga harus menjadi murid Goat-heng-bun.
Sebab itulah tato bulan sabit hijau itu dibuatnya diatas dada sebelah kiri dan tidak serupa Koh Peng dan lain-lain yang mempunyai tanda pengenal tepat ditengah dada.
Begitulah Yu Wi lantas berseru, "Ce-cianpwe, apabila pimpinan kalian benar murid Goat heng-bun tulen, dapatkah dia memperlihatkan dadanya?"
Ce Ti-peng tahu pada Kan Ciau-bu tidak terdapat sesuatu tanda apa pun, maka jawabnya dengan gelagapan, "Kukira tidak .. .tidak perlu ...."
"Jika begitu, masakah aku harus sembarangan tunduk kepada seorang ketua yang belum jelas asal-usulnya?" kata Yu Wi pula.
Selagi Ce Ti-peng merasa serba runyam, tiba-tiba Kan Ciau-bu berseru kepadanya,
"Ce-losu kembali sini"
Seketika Ce Ti-peng merasa seperti mendapat pengampunan besar, cepat ia lari kembali terus masuk kebelakang untuk ganti baju. Ce Ti-peng adalah pembantu baru Kan Ciau-bu, anak murid juga bawaannya, cuma sudah dilatih dulu oleh Kan Ciau-bu sehingga tidak lemah lagi kepandaian mereka. lantaran itulah mereka mampu menghadapi anak murid Cin Pek-ling.
Kan Ciau-bu merasa kehilangan muka karena kekalahan Ce Ti-peng, katanya dengan gusar, "Yu Wi, kau mengaku sebagai murid
Goat-heng-bun, tapi perintahku sebagai pejabat ketua tidak kau turut. padahal akupun tidak pingin menjadi ketua macam begini, selanjutnya kunyatakan bukan anggota Goat-heng-bun lagi"
"Seharusnya memang demikian," ujar Yu Wi, "Engkau mengaku sebagai murid Goat-heng-bun, bahkan sengaja menyuruh Ce Ti-peng menyamar sebagai anak buahmu untuk memancing keluarnya anak murid Goat-heng-bun yang selama ini mengasingkan diri, tujuanmu tidak lain hanya ingin memupuk kekuatanmu sendiri, padahal kenapa perlu engkau bertindak sejauh ini, mestinya kan sudah cukup jabatan ketua Thi-bang-pang yang telah kau rampas dengan intrik kejimu itu?"
Tapi Kan Ciau-bu lantas berteriak, "Thi-bang-pang tersebar ditempat ini,Jika kalian bermaksud meninggalkan tempat ini harus kalian bunuh diri segenap anggota Thi-bang-pang kami."
Habis berkata mendadak ia mengangkat tinggi-tinggi sesuatu benda sambil berseru, "Inilah tanda pengenal kebesaran Thi-bang-pang apa amanat Lopangcu tatkala beliau masih hidup?"
Melihat yang dipegang Kan Ciau-bu itu adalah sebuah jaring kawat baja berwarna hitam gelap, serentak para anggota. Thi-bang-pang berteriak dengan khidmat. "Melabrak musuh tak gentar, kalau rela dihina berarti kelemahan"
"Dan sekarang kita menghadapi musuh tangguh, banyak anggota kita yang menjadi korban, apakah penghinaan ini dapat kita terima?"
"Tidak, tidak terima" teriak para anggota Thi-bang-pang dengan penuh semangat.
"Baik, kita harus patuh kepada amanat mendiang Lopangcu kita!" teriak Kan Ciau-bu pula, "Kita harus menuntut balas bagi yang telah gugur, betapa harus kita bekuk musuh yang telah membunuh anggota Pang kita." Seruan Kan Ciau-bu ini serupa api disiram minyakk dan makin mengobarkan semangat tempur anggota Thi-bang-pang, serentak Yu Wi dan rombongannya dikepung dengan rapat.
Melihat kemurkaan musuh yang menggelora itu, Yu Wi menyadari keadaan cukup gawat, kalau tidak menggunakan tindakan kejam rasanya sukar lolos dari kepungan musuh. Dilihatnya jaring baja hitam yang dipegang Kan Ciau-bu itu memiliki daya pengaruh terhadap semangat tempur anak buah Thi-bang-pang. tiba-tiba pikirannya tergerak mendadak ia melompat maju dan mencengkeram Kan Ciau-bu
Meski di depan Kan Ciau-bu dyaga oleh beberapa lapis anak buahnya, namun dengan langka ajaib Hui-liong-pat-poh, tidak sulit bagi Yu Wi untuk menyelinap lewat kesana dan langsung menerjang seteru itu. Ketika mendadak melihat tangan emas mengkilap menyambar mukanya, Kan Ciau-bu terkejut tahu-tahu jaring baja hitam yang dipegangnya telah lenyap secara ajaib, ternyata sudah berpindah tangan emas Yu Wi, begitu dapat terampas jaring hitam segera Yu wi melompat mundur ke tempat semula untuk melindungi Pek-yan dan Soh-sim alias Bok-ya.
Anah buah Thi-bang-pang sama berteriak kaget, tapi rasa kaget yang menunjukkan rasa sangsi mereka.
Dengan jaring hitam di tangan Yu wi, anak buah Thi-bang-pang yang mulai mendesak maju itu seketika lantas berhenti.
Cepat Kan Ciau-bu membentak, "Penjahat itu merampas pusaka Pang kita, ayo lekas serbu dan serang dia" Keras sekali suaranya, namun anggota Thi-bang-pang tidak ada yang bergerak. karuan Kan Ciau-bu sangat gelisah, ia tahu jaring baja itu sangat penting artinya, segera ia berseru pula dengan tertawa, "Yu Wi, kau panggil Koko padaku, dengan sendirinya takkan kubikin susah saudaraku sendiri."
Yu Wi hanya menjengek saja tanpa menjawab, ia ingin tahu apa yang hendak dikatakannya lagi.
"Mengingat sesama saudara sendiri, kuperintahkan segenap anggota jangan membikin susah padamu, boleh kau tinggalkan mereka, biarlah keenam perempuan itu mati didepan segenap anggota Pang kita untuk melampiaskan rasa murka orang banyak."
"Engkau mengakui diriku sebagai adik?" tanya Yu Wi tiba-tiba.
Kan Ciau-bu tertawa,jawabnya, "Wajah kita serupa, dengan sendirinya tidak perlu disangsikan lagi persaudaraan kita.Jadi tidak ada soal mengaku atau tidak, sebab setiap orang tentu juga percaya. Cukup hal ini saja tiada seorang pun berani membikin susah padamu."
"Numpang tanya, Koko ini she apa?" tanya Yu wi.
"Dengan sendirinya juga she Yu" jawab Kan Ciau-bu dengan tidak tahu malu.
Betapapun ia tidak berani mengaku she Kan sebab setiap anggota Thi-bang-pang tahu menantu Lo pangcu adalah she Yu, yaitu putra Ciang-kiam-hui Yu But Thian.
Maka Yu Wi bertanva pula, "Lantas siapakah ayahmu?"
"Mendiang ... mendiang ayahku ...." Kan Ciau-bu menjadi gelagapan, sebab apapun juga tidak enak untuk mengakui orang lain sebagal ayah sendiri.
Pada saat itulah mendadak suara seorang perempuan berseru, "Biarlah kujawab bagimu jika engkau tidak dapat menjawabnya."
Waktu semua orang berpaling, beramai-ramai mereka lantas memberi jalan lewat, tertampaklah seorang perempuan berwajah pucat kurus tampil kedepan dengan pelahan, dimana dia lewat para anggota Thi-bang-pang sama memberi hormat dan menyapa, "Selamat Hujin"
Yu Wi dapat melihat jelas pendatang ini ialah Lim Khing-kiok,
Sudah beberapa tahun sejak Lim Khing-kiok dibawa minggat oleh Kan Ciau-bu dari Mo-kui-to. mendadak dapat bertemu sahabat lama disini, tentu saja YU Wi sangat gembira,
Didengarnya Lim Khing-kiok lagi berkata, "Ayahmu Thian-ti hu ...."
"Tutup mulut" bentak Kan Ciau-bu mendadak, Ia pikir perempuan hina ini sudah melahirkan anak tapi hatinya masih condong kepada orang lain, sungguh tidak kepalang gemasnya sehingga air mukanya berubah kelam. Namun Lim Khing-kiok tidak takut gertakan Ciau-bu. ia menyambung pula, "Kau memalsukan Yu wi untuk mencuri hati Le-siocia, sesudah menikah kau bunuh dia pula, padahal engkau sebenarnya bukan Yu Wi melainkan Kan-toakongcu dari Thiau-ti-hu, Kan Ciau-bu adanya."
Keterangan ini dikemukakan Lim Khing-kiok dengan cepat, seketika gemparlah para anggota Thi-bang-pang. Cepat Ciau-bu berusaha membela diri, serunya, "Jangan kalian percaya kepada ocehannya, dia orang gila, keterangannya menyesatkan. Siok-coan meninggal karena sakit, hal ini diketahui setiap orang."
Siok-coan adalah nama puteri kesayangan Pangcu Thi-bang-pang, Le Kun. Kematian Siok-coan memang disaksikan orang banyak waktu layonnya dikubur, mereka pikir kematian Le Siok-coan memang akibat sakit dan bukan dibunuh oleh suami sendiri.
Walaupun ragu, namun semua orang juga percaya kepada keterangan Lim Khing-kiok, sebab setelah Le Siok-coan mati, secara resmi Kan Ciau-bu lantas menikah dengan Lim Khing-kiok, Suami-isteri seharusnya bersatu hati,jika sekarang isteri sendiri saja menuduhnya, mau-tak-mau mereka menjadi percaya kepada keterangan Lim Khing-kiok itu.
"Semua orang menyaksikan bahwa Siok-coan memang mati sakit, masakah perlu disangsikan lagi?" demikian Ciau-bu berteriak pula dengan gugup.
"Dia sakit apa?" tanya Lim Khing-kiok,
"Setelah Lopangcu wafat karena terlalu berduka dia lantas jatuh sakit dan akhirnya meninggal."
Alasan Ciau-bu ini cukup kuat, dahulu anggota Thi-bang-pang juga menyangka demikianlah menigggalnya Le Siok coan. Lim Khing-kiok hendak bertanya lagi, Ciau-bu merasa tidak menguntungkan bila terdesak oleh pertanyaannya, cepat ia
membentak, "Perempuan hina, lekas kau katakan kepada segenap saudara kita bahwa kau memang sembarangan mengoceh."
Khing-kiok menggeleng, katanya, "Tidak, Le-siocia telah kau bunuh, sekarang aku yang menjadi sasaranmu pula, namun sayang, tiada seorang pun berhasil kau bunuh."
Sesudah berhenti sejenak, mendadak ia berseru, "Cici. mari keluar"
Segera orang banyak menyingkir dan memberi jalan lewat bagi kemunculan orang baru ini membikin para anggota Thi-bang-pang sama melongo dan mengira sedang mimpi.
Yu Wi juga terkejut demi mengenali pendatang ini, pikirnya, "Serapat-rapatnya Kan Ciau-bu mengatur muslihatnya toh terjadi juga kebocoran, sekali ini dia mati kulu benar-benar dan tidak mampu bicara lagi."
Ketika mengetahui siapa yang muncul ini, hampir saja Kan Ciau-bu jatuh pingsan. Serentak para anggota Thi-bang-pang juga lantas bersorak, "Hah, Pangcu Pangcu"
Ada yang terharu dan menitikkan air mata. Sambil berseru, "Pangcu tidak meninggal, Pangcu hidup kembali . . .,"
Pendatang ini kelihatan kurus kering tinggal kulit membungkus tulang. namun dapat dikenal dengan jelas ialah putri kesayangan Le Kun, Le Siok-coan adanya. ketua Thi-bang-pang sesudah Le Kun wafat. setelah Le Siok-coan dinyatakan meninggal barulah jabatan ketua diteruskan oleh Kan Ciau-bu. Thi-bang-pang yang berpengaruh di lembah Tiang-kang ini didirikan oleh Le Kun sendiri, maka setiap anggota merasa kegirangan demi melihat satu-satunya keturunan Lopangcu telah hidup kembali setelah dinyatakan mati.
Kan Ciau-bu tidak menyangka Le Siok-coan ternyata belum meninggal, keruan tidak kepalang kagetnya dan timbul juga rasa takutnya, segera ia merenungkan daya upaya untuk melarikan diri.
Yu Wi lantas menyongsong ke depan dan menyapa "Selamat Nona Le, syukur engkau ternyata tidak mengalami cedera apa-apa
oleh tindakkan keji bangsat itu.Jaring hitam ini harus kuserahkan kembali kepada Pangcu yang asli." Ia lantas menyerahkan jaring hitam yang dirampasnya dari Kan Ciau-bu tadi kepada Le Siok-coan.
Setelah menerima jaring hitam itu, dengan suara gemetar Le Siok-coan lantas berseru, "Dengarkan segenap anggota Pang kita, akan kujelaskan segenap dosa penjahat yang telah merusak persaudaraan kita ...."
Kan Ciau-bu tidak berani merampas kembali jaring hitam ketika masih dipegang Yu Wi, sekarang jaring itu berada ditangan Le Siok-coan yang kurus kering, ia yakin pasti dapat merampasnya, mendadak ia menerjang maju sambil menggertak.
Tapi apa yang terjadi sungguh diluar dugaannya, mendadak terlihat Le Siok-coan menebarkan jaring hitam itu sehingga serupa selapis tabir mengurung keatas kepala Kan Ciau-bu.
Sama sekali Kan Ciau-bu tidak menduga Le Siok-coan masih mempunyai jurus simpanan yang lihai ini, tabir jaring hitam itu mengurung tiba dengan cepat dan luas jangkauannya sehingga sukar baginya untuk menghindar.
Serentak para anggota Thi-bang-pang juga bersorak, "Thiau-lo-te-bang (jaring langit dan jala bumi)"
Waktu Le Siok-coan menarik pelahan, segera jaring hitam itu menyurut dengan kencang sehingga Kan Ciau-bu terjerat didalam jaring dan tidak dapat berkutik,
Dilihatnya Go Lam-thian berdiri tidak jauh disebelahnya dan ikut bersorak sorai, diam-diam Kan Ciau-bu sangat mendongkol, pikirnya, "Bangsat ini sungguh tidak tahu budi, tadinya kau berkomplot denganku, sekarang keadaanku terdesak segera kau ganti haluan, jika aku mati,jangan kau harap akan hidup."
Begitu timbul pikiran demikian, segera ia menggelinding kesana sekuatnya.
Kemahiran menebarkan jaring hitam itu masih dikuasai Le Siok-coan dengan baik, tapi tangannya sebenarnya tidak bertenaga, karena gelindingan Kau Ciau-bu yang keras itu,
Siok-coan kuatir dirinya ikut terguling, cepat ia melepaskan ikatan tali jaring pada tangannya.
Menggulingnya tubuh Kan Ciau-bu sungguh sangat keras. karena tidak berjaga-jaga, kedua kaki Go Lam-thian tergilas patah, menyusul lantas tertindih oleh tubuh Kan Ciau-bu. Sekuatnya Go Lam-thian berusaha melawan, tapi diam-diam Kan Ciau-bu mengerahkan tenaga sehingga Go Lam-thian menjerit ngeri, mati tertindih.
Semua anggota Thi-bang-pang sama pucat ketakutan melihat keganasan Kan Ciau-bu meski terbungkus oleh jaring itu. Namun jaring yang meringkus Kan Ciau-bu itupun bertambah kencang karena bergulingnya itu sehingga dia tidak dapat berkutik lagi, kawat baja jaring hitam tampak mendekuk kedalam kulit badan Kan Ciau-bu sehingga membuatnya sesak napas. Semula Kan Ciau-bu mengira jaring hitam itu adalah kebesaran Pangcu saja, tak tersangka juga mempunyai daya guna mengatasi musuh selihai itu, malahan harus menguasai cara menebarkan jaring barulah dapat memanfaatkan jaring itu. Baru sekarang ia paham sebab apa para anggota Thi-bang-pang sama bersuara heran ketika Yu Wi merampas jaring dari tangannya tadi.
Rupanya para anggota Thi-bang-pang tahu jaring hitam tinggalan Lopangcu itu seharusnya tidak dapat direbut musuh kecuali musuh memang teramat lihai sehingga sukar menebarkan jaring itu, namun begitu jaring akan tetap terikat ditangan.jadi untuk merampas jaring itu hanya kalau tangan ikut terpenggal.
Begitulah Le Siok-coan lantas mendamperat dengan suara gemetar sambil menuding Kan Ciau-bu yang teringkus didalam jaring itu, "Kau bangsat keparat, ada permusuhan apa antara keluarga Le kami dengan kau, mengapa kau bunuh ayahku dan diam-diam mencelakai diriku pula?____"
Mendengar kematian Pangcu tua mereka juga akibat perbuatan keji Kan Ciau-bu, serentak anggota Thi-bang-pang sama mencaci-maki kekejamannya. Kalau Le Siok-coan tidak berada disitu bisa jadi mereka akan menerjang maju dan menginjak-injaknya hingga mampus.
"Kematian ayahku semula kusangka karena sakit tua, tak terduga dengan cara yang sama hendak kau bunuh pula diriku," demikian Le Siok-Coan berserupula, "Untung Thian memberkati panjang umur kepadaku sehingga aku lolos dari kekejamanmu, karena itulah dapat kuketahui kematian ayahku ternyata tidak wajar melainkan perbuatanmu."
Dengan suara parau Kan Ciau-bu berlagak berduka, katanya, "Siok-coan, setelah kau meninggal, setiap hari kucaci muka dengan air mata. Kuharap jangan kau percaya kepada ocehan perempuan hina itu, sungguh aku tidak tahu segala seluk-beluknya, kusangka yang meninggal ditempat tidur itu ialah dirimu sehingga kukubur dirimu dengan berduka cita. Siapa tahu secara diam-diam ada komplotan jahat telah menukar dirimu, dan berdusta padamu bahwa aku hendak membunuh dirimu, padahal mana mungkin kubikin celaka dirimu. Yang jelas komplotan jahat itu ingin merampas kedudukanmu, maka telah digunakannya tipu muslihat keji ini."
"Bangsat, sudah begini masih juga berani menyangkal dan memfitnah orang lain" bentak Khing-kiok. Kan Ciau-bu lantas berteriak penasaran, "O. Thian, dosa apa orang she Kan sehingga mendapatkan perempuan berhati lebih berbisa daripada ular ini. Dia menipu isteriku dan menyembunyikannya agar kusangka isteriku benar-benar mati, dengan begitu dia dapat menikah denganku. sesudah menjadi isteri yang resmi, tambah menonjol kekejiannya dan sekarang bermaksud mencelakai suami sendiri."
Saking gusar suara Lim Khing-kiok sampai bergemetar, teriaknya, "Kan Ciau-bu, sebulan yang lalu mulai kau taruh racun didalam makananku. memangnya kau kira Aku tidak tahu? tentunya tidak kau sangka siapa yang melihat kekejamanmu ini."
"Memangnya siapa?" tanya Ciau-bu.
"Aku" tukas Le Siok-coan dengan tertawa dingin.
Tapi Kan Ciau-bu lantas berlagak lagi, ucapnya dengan suara lembut, "O, Siok-coan, sayang, selama ini kau tinggal dimana? Sungguh aku sangat merindukan dikau."
"Kau rindu padaku "jengek Siok-coan "Huh, apa betul? Aku justeru tinggal dibalik tembok rahasia dikamar tidur, setiap hari dapat kuawasi gerak-gerikmu, tapi tidak pernah kulihat kau memikirkan diriku."
"Aku berpikir di dalam hati, dengan sendirinya tak dapat kau lihat," sahut Ciau-bu dengan tidak tahu malu.
"Huh, tindakanmu hendak mencelakai nona Lim telah kulihat seluruhnya, coba cara bagaimana akan kau jelaskan?"jengek Siok-coan.
"Ini... ini karena ...." Kan Ciau-bu menjadi gelagapan.
Belum sempat ia mengemukakan alasannya.segera Siok-coan memotong, "Tentunya karena ada kejelekan nona Lim yang kau lihat,"
"Betul, betul," seru Cau-bu, "memang banyak kejelekannya, misalnya tentang kematianmu, aku menjadi sangsi mungkin dia biang-keladinya, sayangnya aku tidak punya bukti dan saksi, maka kurancang jalan ini untuk membalas dendam."
"Akan kuperlihatkan lagi dua orang, coba kau kenal mereka tidak?" kata Siok-coan pula.
Sejenak kemudian muncul pula dua anak perempuan.
"Hai, Hoay-soan Hana" teriak Yu wi dengan girang.
Kan Hoay-soan melirik Yu wi sekejap, melihat senyumnya itu lantas diketahuinya bukan kakaknya sendiri, waktu melihat orang yang teringkus didalam jaring. segera ia memburu maju dan memanggil,
"Koko. Koko" Hati Hoay-soan memang lemah, melihat keadaan kakak satu ayah lain ibu itu, seketika dia lupa dendamnya kepada sang kakak yang telah membunuh ibu dan kakak kandungnya. Dalam keadaan demikian, mau-tak-mau tergugah juga hati nurani Kan Ciau-bu, dengan suara pelahan iapun memanggil, "Moay moay"
Sedangkan si gadis asing, Hana, dia tidak dapat membedakan yang manakah Yu Wi tulen, begitu disapa segera ia mendekati Yu Wi dengan gembira sambil berseru, "Toako, bilakah baru akan kau nikahi diriku?"
Keruan Yu Wi melengak, sahutnya dengan kikuk, "O, aku ... aku ...." Diam-diam ia menggerutu, bilakah pernah ku-katakan akan menikah denganmu?
Agaknya Hana juga pernah mendapatkan janji Kan Ciau-bu, maka sekarang Yu Wi yang ditagih janji,
Segera Le Siok-coan berkata pula, "Kan Ciau-bu. berhubung kau ingin mengawini gadis asing ini, maka tujuanmu ini dijadikan alasan untuk membunuh nona Lim, sama halnya karena kau ingin kawin dengan nona Lim, maka aku harus kau bunuh lebih dulu. Syukur Thian kasihan kepada nona Lim berhati baik sehingga dia mengetahui muslihatmu yang keji, ketika melihat aku akan mati, diam-diam nona Lim menukar diriku dengan sesosok mayat yang serupa diriku, lalu aku disembunyikannya, diam-diam nona Lim merawat diriku. bilamana selama ini aku masih bisa bernapas. semuanya adalah berkat pertolongan nona Lim yang telah mencarikan obat penawar racun bagiku. Siapa tahu kau memang berhati keji, racun yang kau gunakan adalah racun yang bekerja lambat dan maha jahat, sampai sekarang juga racun belum terpunah seluruhnya dari tubuhku sehingga kesehatanku juga belum pulih "
"Aku ... pada hakikatnya aku tidak kenal gadis asing itu" demikian Ciau-bu masih berusaha membela diri.
Kan Hoay-soan menggeleng kepala, katanya, "Toako, kukira lebih baik akui saja semua dosamu. Sejak aku dan Hana datang
mencarimu, Hana mengira engkau ialah Yu Wi, tapi segera dapat kulihat engkau adalah Kokoku sendiri, meski sedapatnya engkau berlagak sebagai Yu Wi, namun senyummu tetap tidak dapat menirukan senyum Yu Wi."
Setelah menghela napas pelahan, lalu Hoay-soan menyambung lagi, "Rupanya kau penujui Hana, kami berdua lantas kau simpan di suatu tempat tersendiri. Kutahu maksud tujuanmu, kuberitahukan kepada Hana agar waspada, akulah yang menghasut dia agar jangan mau dinikahimu jika tidak dilakukan secara resmi. Siapa tahu hal ini berakibat membikin susah nona Lim, sungguh tidak kuduga sebelumnya."
"O, sungguh adik yang terlalu baik sehingga berkomplot dengan orang luar untuk menjebak kakkaknya sendiri," teriak Ciau-bu dengan gusar.
"Sebenarnya tidak perlu lagi kupanggil dirimu sebagai Koko," kata Hoay-soan, "Ibu dan Jiko telah kau bunuh, mana dapat kupandang dirimu sebagai kakak lagi. Sunggguh perbuatanmu mele .... melebihi...." Ia tidak melanjutkan ucapannya, betapapun ia tidak dapat mendamperat kejahatan kakak satu ayah lain ibu ini di depan umum.
"Apa yang kulakukan itu tidak lebih hanya untuk membela diri," seru Ciau-bu, "Kau tahu,jika tidak kubunuh ibumu dan saudaramu, akulah yang akan dibunuh mereka,"
Hoay-soan menghela napas dan menyingkir kesana, sungguh ia tidak ingin bicara lagi dengan kakak yang jahat itu.
"Kan Ciau-bu," seru Le Siok-coan. "Kau kira tidak ada yang tahu dua gadis yang kau sembunyikan itu. Huh, ketahuilah segala sesuatu di dunia ini hanya takkan diketahui orang apabila engkau memang tidak berbuat sasuatu. Padahal jauh sebelumnya adik Hoay-soan sudah pernah bertemu satu kali denganku dilautan bebas sana, maka kucari dia baru diketahui sebenarnya kau adalah Kan Ciau-bu dari Thian Ti hu dan bukan putra Yu Bun-thian. Syukurlah adik Hoay-soan mengutamakan keadilan dan kebanaran, kami
lantas barsama-sama barusaha untuk membongkar berbagai dosamu. Tapi lantaran kekuasaanmu cukup kuat, kami tidak berani sembarangan bertindak. Sekarang Koh-tianglo, Tai tianglo dan Kan-tianglo sudah pergi semua, kau telah kehilangan pembantu yang dapat diandalkan, maka biarlah sekarang juga kita mengadakan-perhitungan terakhir."
Kan Ciau-bu menyadari bukti dan saksi cukup lengkap, maka ia tidak berani berdebat lagi, malahan ia sengaja menantang, "Bikin perhitungan juga boleh, memangnya mau apa? Paling-paling cuma mati saja, kenapa takut? Tapi bila aku mati, terpaksa kau pun harus hidup menjadi janda. Ada lagi isteriku yang sekarang ini, mendingan kau, masih ditemani seorang putri kita."
Dengan ucapan ini tiada ubahnya dia mengaku mengaku dosanya sendiri.
Keruan para anggota Thi-bang-pang menjadi gusar dan sama berteriak, "Lekas bunuh bangsat ini untuk membalas dendam Lo Pangcu."
"Ya. cincang dia atau gantung saja" teriak yang lain.
Kan Ciau-bu bergelak tertawa. "Wahai Pangcuku, jandaku sayang, lekas kau beri perintah agar semua orang tidak menunggu terlalu lama lagi," seru Ciau-bu.
Dia benar-benar seorang penjahat yang tabah, dalam keadaan demikian ia malah menantang.
Selagi Siok-coan hendak memberikan perintah, mendadak Lim Khing-kiok berseru. "Cici...."
Lim Khing-kiok dan Le Siok-coan boleh dikatakan senasib, dengan sendirinya Siok-coan dapat mengerti maksud seruan Khing-kiok itu, yaitu tidak sampai hati menyaksikan kematian Kan Ciau-bu didepan mata sendiri. Lebih-lebih Lim Khing-kiok, ia berduka karena putri sendiri yang baru berumur sebulan akan segera kehilangan ayah.
Setelah memandang sekajap wajah Lim Khing-kiok yang berduka itu, Siok-coan menghela napas, katanya kemudian, "Giring pergi dan tahan dulu"
Meski para anggota Thi-bang-pang tidak rela karena Kan Ciau-bu tidak dihukum mati sekarang juga , tapi juga tidak ada yang berani menyatakan sikapnya. Betapapun mereka tetap segan kepada Le Siok-coan, meski sudah berselang satu tahun dan sekarang menjabat Pangcu lagi, namun wibawanya masih tetap besar.
Segera beberapa anggota Thi-bang-pang menggusur pergi Kan Ciau-bu, berbareng juga menggotong pergi mayat Go Lam-thian untuk dikubur.
"Cara bagaimana Cici akan membereskan dia?" tanya Khing kiok kemudian.
"Akupun tidak tahu cara bagaimana memutuskan soal ini," ujar Siok-coan. "Orang yang paling berjasa dalam hal ini ialah Yu-kongcu, biarlah kita tanya bagaimana pendapatnya?"
Ia pandang Yu Wi yang berwajah serupa benar dengan Kan Ciau-bu, tapi jelas lebih polos dan jujur itu, tanpa terasa sangat terharu hatinya. Pikirnya, "Semua ini permainan nasib, kalau saja tidak kukenal dia lebih dulu, mana bisa aku terikat oleh bangsat itu sehingga terjadi keadaan seperti sekarnng ini."
Namun dia tidak menyalahkan Yu Wi melainkan cuma menganggap sudah suratan "nasib".
Yu Wi juga lantas menggeleng dan menyatakan pendapatnya, "Terserah, akupun tidak dapat memutuskannya."
Meski Kan Ciau-bu adalah musuhnya. tapi bila teringat kepada sang ibu, ia merasa tidak tega membunuh putra beliau yang lain alias saudaranya sendiri lain ayah. Ia pikir, "Mungkin Kan Ciau-bu belum mengetahui siapa sesungguhnya ibu kandungnya, disangkanya dia dilahirkan oleh Lau Heng-cui. isteri Kau Jung-ki yang pertama dan sudah meninggal itu. Maklumlah, menurut buku silsilah keluarga Kan, disitu tercatat "Giok-ciang-kim-tiap" Lau Heng-
cui meninggal karena melahirkan dan meninggalkan anak Kan Ciau-bu.
Padahal Lau Heng-cui mati karena melahirkan memang betul, namun anak yang dilahirkan juga mati bersama. Sedangkan putra yang ditinggalkan itu adalah anak Kan Jung-ki yang dilahirkan Tan Siok-cin dan diantarkan pada waktu Kan Jung-ki menikah lagi. Diam-diam Kan Jung-ki dan isterinya memelihara anak yang ditinggalkan Tan Siok-cin dan menganggapnya sebagai Kan Ciau-bu yang dilahirkan Lau Heng-cui. Hal ini sangat sedikit diketahui orang, andaikan tahu juga tak ada yang berani membongkarnya. sebab itulah sejak kecil Kan Ciau-bu mengira ibu kandungnya ialah Lau Heng-cui.
Khing-kiok mendekati Yu wi dan bertanya dengan suara tertahan, "Apakah tetap hendak kau cari ayahku untuk menuntut balas?"
Pertanyaan yang mendadak ini membikin Yu wi sukar memberi jawaban.
"Mungkin tidak kau ketahui bahwa ayahku sudah meninggal hampir setahun lamanya." kata Khing-kiok pula.
---ooo0dw0ooo---
KARENA terkurung di lembah buntu itu, maka perubahan dunia Kangouw selama setahun ini tidak banyak yang diketahui Yu Wi.
Sebelum terkurung dilembah itu, berdasarkan daftar nama pembunuh yang diterimanya dari ayah Ko Bok-cing dahulu, satu persatu musuh itu telah diselidikinya, maka dapat diketahuinya ayah Lim Khing-kiok, yaitu Lim Sam-han juga termasuk salah satu pembunuh ayahnya, sebabnva Lim San-han ikut dalam komplotan pembunuh itu adalah karena antara ayah Yu Wi dan Lim San-han sama-sama orang Soa say,
Dahulu setelah Yu Bun-thian meninggaikan panglima angkatan perang KoSiu, dia lantas pulang ke kampung halaman sendiri di Soasay. Disana dia tidak senang melihat tingkah laku Lim San-han
yang sewenang-wenang itu. maka pernah satu kali ia ikut campur urusannya.
Alhasil Lim Sam-han merasa dirinya bukan tandingan Yu Bun Thian. maka tidak berani berbuat kejahatan secara terang-terangan,
Namun Lim Sai-han juga tidak rela ditindas orang lain, iapikir kalau Yu Bun-thian dilenyapkan barulah dirinya dapat merajalela lagi di daerah Soasay.
Kebetulan ada komplotan musuh Yu Bun-thian mencarinya ke Soasay dan bersiap menyergapnya. Hal ini diketahui Lim Sam-han, ia lantas mengajukan diri untuk ikut dalam komplotan jahat itu.
Ia lantas mengatur siasat dan pasang perangkap, ia pura-pura mengundang Yu Bun-thian kerumahnya untuk berdamai, katanya ingin mengadakan perjanjian dengan Yu Bun-thian dan takkan lagi melakukan keganasan di daerah Soasay.
Sudah tentu Yu Bu-thian merasa senang bilamana kekuatan jahat di daerah Soasay bisa dibersihkan, maka dengan gembira ia terima undangan Lim Sam-han. Dalam perjamuan itu sikap Lim Sam-han sangat akrab dan berulang-ulang mengadi gelas dengan Yu Bun-thian. Namun menghadapi kawakan Kangouw seperti Yu Bun-thian, Lim Sam-han tidak berani menaruh racun di dalam arak, namun arak yang disediakan itu berkadar tinggi, karena terlalu banyak minum, akhirnya terasa pening juga kepala Yu Bun-thian.
Pada saat itulah kawanan musuh Yu Bun-thian lantas muncul. Waktu itu Yu Bun-thian tidak tahu Lim San-han berkomplotan dengan mereka, disangkanya jejak sendiri dapat diketahui musuh sehingga disusul kesitu. Meski jumlah musuh sangat banyak namun Yu Bun-thian tidak gentar, ia tempur mereka dengan tenang.
Meski dalam keadaan agak mabuk, Yu Bun-thian tidak terkalahkan dalam pertempuran itu. Lim Sam-han pura-pura kuatir dan berlagak ingin bantu Yu Bun thian, Tapi satu ketika selagi Yu Bun-thian lengah, mendadak ia hantam punggungnya.
Pukulan Lim Sam-han itu tidak membinasakan Yu Bun-thian seketika itu, tapi membuatnya kehilangan daya tempur, dengan mati-matian Yu Bun-thian menerjang keluar kepungan dengan penuh luka.
Setiba dirumah, keadaannya sudah kembang-kempis, sebelum mengembuskan napas terakhir ia sempat meninggalkan pesan kepada Yu Wi yang masih kecil bahwa yang mencelakainya ialah Hek po-pocu Lim Sam-han.
Meski waktu itu Yu Wi masih kecil. tapi nyalinya sangat besar, ia menyamar diri mengaku she Tan seperti ibunya serta menyusup ke Hek-po atau benteng hitam dan mencari kesempatan untuk membalas dendam. Separti apa yang telah diuraikan pada permulaan cerita ini (bacalah Pendekar Kembar). selanjutnya Yu. wi lantas berkecimpung di dunia Kangouw lantaran Lim Khing-kiok telah menolongnya lari dari Hek-po sehingga untuk sementara rasa permusuhannya terhadap Lim Sam-han banyak berkurang. Kemudian setelah tahu lebih jelas perbuatan Lim Sam-han terhadap ayahnya, rasa dendamnya tambah berkobar, ia pikir kalau Lim Sam-han tidak menyergap ayahnya dari belakang, tentu takkan meninggal, apa lagi sergapan Lim itu dilakukan secara rendah dan pengecut?
Sebab itulah ia bertekad akan membunuh Lim Sam-han untuk membalas sakit hati kematian ayah tanpa menghiraukan lagi budi pertolongan Lim Khing-kiok, Sekarang dari keterangan Lim Khing-kiok sendiri diketahuinya Lim Sam-han telah meninggal dunia, diam-diam ia menyesal tidak dapat menuntut balas dengan tangan sendiri.
Ia coba tanya, "Cara bagaimana ayahmu meninggal?"
"Dibunuh musuh" sahut Khing-kiok,
"Musuh siapa?" tanya Yu wi dengnn gegetun.
"Apakah engkau menyesal karena musuh yang kumaksudkan bukan dirimu?"
"Ya, akhir-akhir ini aku memang bertekad akan membunuh Lim-pocu untuk menuntut balas" jawab Yu Wi terus terang.
"Dan sekarang tentunya hatimu dapat tenteram, pada waktu meninggal mungkin ayahku mengira engkau yang membunuhnya."
"He, maksudmu Kan Ciau bu yang membunuhnya?" tanya Yu Wi dengan terkejut.
Khing-kiok mencucurkan air mata, sahutnya, "Ya, memang perbuatan orang jahat itu."
"Mengapa dia membunuh Lim-pocu?" heran juga Yu Wi.
"Jiwa Kan Ciau-bu sangat sempit. sedikit sakit hati pasti dibalasnya. Soalnya dahulu orang Hek-po pernah menyatroni Thian-ti-hu, maka sudah tentu timbul hasratnya akan menuntut balas. Tahun yang lalu setelah Koh Peng bertiga Tianglo menggabung diri padanya, ia mengira dunia sudah miliknya, musuh pada masa lampau satu persatu hendak dicarinya untuk membalas dendam. Satu hari, bersama Ce Ti-peng ia menuju ke Soasay, dia bilang padaku pada kesempatan itu akan berkunjung ketempat ayah.
"Sesudah pulang, kutanya bagaimana keadaan ayah, apakah sehat dan baik saja? Aku jadi curiga ketika ia menjwab secara samar-samar. Diam-diam kutanyai Ce Ti-peng, karena tidak tahan kudesak akhirnya Ce Ti-peng memberitahukan padaku bahwa ayah telah dibunuh olehnya."
Yu Wi menggeleng kepala oleh cerita itu. pikirnya, "Ayah Ciau-bu adalah seorang pahlawan gagah perkasa dan serba pintar, mengapa bisa mengeluarkan anak yang berjiwa rendah dan kotor seperti dia?" Selagi menghela napas, tiba-tiba dari jauh berkumandang suara teriakan dan bentakan orang.
Sementara itu anggota Thi-bang-pang sudah bubar, yang tertinggal hanya Yu Wi, Soh-sim, Pek-yan dan Hana. Le Siok-cian sudah masuk ke dalam untuk mengatur pekerjaan rumah dan Thi-bang pang yang sudah lama ditinggalkannya.
Waktu Yu Wi berpaling, dengan jelas terlihat dua orang melayang tiba secepat terbang. Yang di depan adalah seorang kakek berjubah merah, wajahnya tampak kereng dan terhormat. Di belakangnya adalah seorang pemuda yang berwajah angkuh.
Tempat yang dilalui kedua orang itu, apabila dirintangi anggota Thi-bang-pang, mareka hanya bergerak lincah, dengan sedikit menggerakkan kaki dan tangan, seketika anak buah Thi-bang-pang dapat dirobohkan dengan sangat mudah.
"Haha, inikah anak murid Goat-heng-bun?" terdengar pemuda dibelakang si kakek bergelak tertawa, nadanya menghina. Sesudah dekat, si kakek lantas berseru, "Dimana orang Goat-heng-bun?"
Yu Wi tampil ke muka dan memberi hormat,jawabnya, "Auyang-cianpwe, baik-baikkah selama berpisah?"
Kakek itu memandang Yu Wi sekejap, sahutnya dengan tertawa, "Aha, bertemu lagi"
Kiranya kakek ini ialah Hai-liong-ong Auyang Liong-lian, pemuda di belakangnya adalah putranya, Auyang Po.
Berhadapan dengan Yu wi, sikap angkuh Auyang Po seketika lenyap. rupanya ia belum lupa kepada kekalahannya dahulu
"Apakah anak murid Goat-heng-bun sudah mampus seluruhnya?" demikian Auyang Liong-lian berseru pula.
"Mengapa mulut Cianpwe sedemikian kotor." kata Yu Wi.
Auyang Liong-lian melengak, tanyanya, "Memangnya ada sangkutpaut apa antara anak murid Goat-heng-bun denganmu?"
"Cayhe ialah murid Goat-heng-bun," kata Yu Wi.
"Cuh" Auyang Liong-lian meludah, lalu menjengek, "Hm, setimpal kau?"
Yu Wi tidak menghiraukan sikap orang yang congkak itu, ucapnya dengan tetap sopan, "Ada Keperluan apakah Cianpwe mencari murid Goat-heng-bun?"
"Suruh orang Goat-heng-bun bicara sendiri denganku," ujar si kakek,
"Akulah satu-satunya murid Goat-heng-bun disini," sahut Yu Wi.
"Hm, boleh juga kucoba betapa kekuatanmu sehingga berani mengaku sebagai murid Goat-heng-bun, " jengek Auyang Liong-lian sambil menjulurkan tangan.
"Apakah Cianpwe sudah dapat makan ikan aneh dibawah pulau Holo sana?" tanya Yu Wi dengan tertawa.
"Kau dapat memakannya, dengan sendirinya akupun dapat makan," kata Auyang Liong-lian.
"Pantas engkau ingin mencoba tenaga genggamanku," Yu Wi bergelak tertawa. Segera iapun menjulurkan sebelah tangan, tapi tangan kiri emas.
"Masakah ada orang berjabatan tangan dengan tangan kiri?" ujar si kakek,
Dilihatnya tangan kiri Yu Wi itu berwarna keemasan, ia takut ada sesuatu yang tidak beres. Meski dia sudah makan ikan ajaib yang berkhasiat menumbuhkan tenaga dalam itu, namun ia tetap tidak berani gegabah.
"Dengan tangan kanan juga boleh," kata Yu Wi dengan tertawa. Segera ia ganti menjulurkan tangan kanan, tapi diam-diam mengerahkan ilmu sakti Koh-bok-siau-kang yang mempunyai daya isap itu. Auyang Liong-lian mengerahkan segenap tenaga dalamnya, diam-diam ia bergirang dan yakin setelah ia berjabatan tangan baru Yu Wi akan merasakan kelihaiannya. Siapa tahu begitu berjabatan tangan, sama sekali ia tidak dapat merasakan tenaga perlawanan Yu Wi, sebaliknya tenaga sendiri yang dikerahkannya itu terus bocor keluar. Keruan ia terkejut dan cepat menarik kembali tangannya
"Eh, bagaimana kalau coba dengan tangan kiri saja," ujar Yu Wi dengan tertawa, "Cuma bila berjabatan dengan tangan kiri, mau tak-mau engkau pasti akan lebih runyam, jika takut, kukira lebih baik jangan mencobanya."
Auyang Liong-lian merasa penasaran segera ia menjulurkan tangan kiri, ia pikir biarpun tenagamu terasa aneh, masakah bisa lebih kuat daripada tenagaku setelah kumakan ikan ajaib itu. kalau tidak, mana bisaku tarik kembali tanganku dengan begini gampang? Tapi begitu mereka berjabatan tangan kiri, seketika Auyang Liong-lian merasakan tenaganya terkuras terlebih hebat, mungkin kalau berjabatan tangan setengah jam saja seluruh tenaga dalamnya bisa terkuras habis. Cepat ia membentak dan menarik tangan sekuatnya, tapi tangan kiri lawan ternyata tidak bergerak sedikitpun dan tetap memegang tangannya dengan erat. Sampai dua tiga kali Auyang Liong-lian membentak dan menarik tangan barulah Yu Wi melepaskannya dengan tertawa.
Karena sejenak ini saja tenaga dalam Auyang Liong-lian sudah terisap tidak sedikit, lengan kiri juga tarasa pegal sehingga hampir tidak kuat terangkat. Diam-diam ia terkejut dan heran dari manakah bocah ini mendapatkan ilmu ajaib ini, mengapa bisa mengisap tenaga lawan?
Meski didalam hati terkejut, tapi dimulut dia tidak berani sembarangan omong lagi, sebab biar bagaimana pun kekuatan Yu Wi ternyata jauh diatasnya, kalau anak muda itu tidak melepaskan dia, jangankan menggertak tiga kali, biarpun berteriak seratus kali juga tetap tidak terlepas. Tadi dengan sekali tarik saja tangan kanan dapat terlepis dari pegangan lawan, sekarang ia pikir pasti Yu Wi sengaja mengalah padanya, Maka dia tidak berani memandang rendah lagi kepada anak muda itu, cepat ia memberi hormat dan berkata, "Ada sepucuk surat harus kusampaikan langsung kepada Ciangbunjin Goat-heng-bun."
"Serahkan padaku kan sama saja," ucap Yu wi dengan tertawa. Auyang Liong-lian lantas mengeluarkan sepucuk surat dan diangsurkan dengan kedua tangan.
Yu Wi menerimanya dan coba membacanya, pada sampul surat tertulis; "Kepada yang terhormat ketua Goat-heng-bun".
Lalu ia buka sampul dan membaca suratnya, isi surat itu berbunyi; "Dengan pengirim surat Auyang Liong-lian, dengan ini
kami tantang Ciangbun bersama segenap anak murid untuk bertanding dipuncak Kun-san pada pertengah bulan terakhir (bulan dua belas), urusan menyangkut mati-hidup kedua perguruan, hendaknya hadir pada waktunya". Di bawah surat itu ditanda tangani ketua Thay-yang-bun.
Diam-diam Yu Wu terkejut, "Siapakah di dunia ini yang mampu menjadikan Auyang Liong-lian sebagai pengantar surat?"
Dari derajat si pengantar surat tentu dapat dinilai betapa tinggi dan terhormatnya kedudukan penulis surat itu.
Dengan suara hormat Auyang Liong-lian lantas bertanya, "Bagaimana surat balasannya?"
"Jadi, pasti datang" Jawab Yu Wi, singkat dan tegas.
Auyang Liong-lian sekarang benar-benar sangat takut kepada Yu Wi, ia tidak berani tinggal lebih lama lagi, dengan membawa jawaban tegas itu segera ia mohon diri. Pada waktu datangnya tadi Auyang Po juga main bentak dan berlagak tuan besar, sekarang dia ikut pergi dibelakang ayahnya, kentut saja tidak berani.
Le Siok-coan mendengar suara ramai-ramai itu dan keluar untuk bertanya apa yang terjadi.
Yu Wi menceritakan maksud kedatangan Auyang Liong-lian dengan surat tantangan tadi, lalu berkata, "Ada suatu permohonanku, entah dapat diterima atau tidak?"
Dengan tertawa Le Siok-coan menjawab, "Ada urusan apa, silakan bicara saja dan jangan sungkan-sungkan."
"Ada dua persoalan ingin kutanyakan kepada Cin Pek-ling soal pertama adalah ...." Yu Wi lantas menyodorkan surat antaran Auyang Liong-lian tadi kepada Siok-coan.
Sesudah membaca isi surat itu, Siok-coan berkata, "Apakah kau sangsikan siapa si pengirim surat ini?"
Yu Wi mengiakan,
"Ya, memang, kalau orang yang mengaku ketua Thay-yang-bun berada disini, siapa pula yang berani bertindak sesombong ini dengan menulis surat tantangan ini?" ucap Le Siok-coan.
"Makanya perlu kutanyai Cin Pek-ling," kata Yu Wi. "Soal lain adalah mengenai seorang anakku yang berada padanya dan hendak kuminta kembali."
"Siapa nama anakmu?" tanya Siok-coan.
"Ki-ya," tutur Yu Wi.
Mendengar nama putra Yu Wi itu, diam diam Soh-sim alias Bok-ya tahu apa artinya.
Le Siok-coan lantas berkata pula "Aku bukan murid Goat-heng-bun, sebenarnya Cin Pek-ling tidak perlu ditahan disini. Biarlah kuserahkan dia kepadamu dan terserah apa yang hendak kau-lakukan terhadapnya."
"Terima kasih," Yu Wi memberi hormat.
Pada saat itulah mendadak seorang anak buah Thi-bang-pang berlari datang dan memberi lapor dengan gugup
"Tah... tahanan kabur ...."
"Siapa yang kabur?" tanya Siok-coan dengan terkejut.
"Ketua Thay-yang-bun, Cin Pek-ling," sahut pelapor itu.
Seketika hati Yu Wi serasa tenggelam, diam diam ia mengeluh, kalau Cin Pek-ling tidak ada, kepada siapa akap meminta kembali anaknya?
Segera pelapor tadi menambahkan lagi, "Ada lagi. . . ."
"Siapa?" potong Le Siok-coan tak sabar. Pelapor itu gelagapan sekian lamanya dan tidak berani bicara,
"Pasti Kan Ciau-bu," kata Yu Wi.
Dengan gugup pelapor itu mengangguk.
Segera Siok-coan membentak, "Siapa yang begitu berani melepaskan mereka?"
Pelapor itu berlutut ketakutan, sahutnya dengan gemetar, "En . . .entah, hamba tidak tahu."
"Adakah Ce Ti-peng disana?" tanya Yu Wi.
Pelapor itu menggeleng kepala, "Sudah setengah hari tidak . . .tidak tampak bayangannya."
Yu Wi menghela napas, katanya "Dia bukan anggota Thi-bang-pang, besar kemungkinan dia yang melepaskan Kan Ciau-bu."
Tapi lantas timbul lagi rasa sangsinya, katanya pula, "Tapi tidak mungkin dia juga membebaskan Cin Pek-ling yang merupakan musuhnya."
IA tidak tahu bahwa setelah Ce Ti-peng melepaskan Kan Ciu-bu. kemudian Kan Ciau-bu yang membebaskan Cin Pek-ling, tujuannya jelas ingin bersekutu dengan Cin Pek-ling sebab musuh bersama mereka sekarang ialah Yu Wi.
---ooo0dw0ooo---
Tibalah Lah-gwe atau bulan kedua-belas, angin meniup dingin menyayat kulit serupa dicocok oleh jarum, kebanyakan pejalan kaki sama berkeret leher dan membungkuk punggung, meski memakai baju tebal tetap tidak tahan rasa dingin yang merasuk tulang. Kun-san juga terkenal dengan nama Siang-san, yaitu umumnya dikenal sebagai Tong-ting-san, terletak dibarat laut Gak-yang-koan, sebuah kabupaten dipropinsi Oh-lam, gunung itu menjulang tinggi di tengah danau Tong-ting yang termashur itu dan tepat didepan menara Gak-yang-lau dipintu barat kota. Gak-yang-lau adalah tempat tamasya yang sangat terkenal, tapi sekarang lantaran hawa sangat dingin, kecuali kaum pelancong yang fanatik, umumnya jarang ada orang pesiar ke situ sehingga keadaan sunyi sepi.
Bersama dengan sunyi sepinya Gak-yang-lao, pelancong yang mengunjungi Kuu-san juga sangat sedikit, lebih-lebih pada hari tanggal 15 bulan akhar tahun ini, hawa jauh lebih dingin dari pada biasanya sehingga tiada tampak seorang pelancong pun yang pesiar di danau.
Para tukang perahu yang biasanya berlabuh disamping Gak-yang-lau juga sama tahu pada cuaca buruk begini jarang sekali ada kaum pelancong, maka kebanyakan tinggal dirumah. Yang tidak punya rumah juga tidur berselimut didalam perahunya.
Tapi hari itu dipuncak Ku-san pagi-pagi sudah datang seorang kesatria muda gagah perkasa dan duduk semadi di undak-undakan didepan sebuah kelenteng. Pemuda itu hanya memakai jubah panjang, melihat dandanannya meski serupa seorang pelajar, tapi pada cuaca sedingin ini hanya mengenakan baju tipis dan dapat duduk tenang tanpa kedinginan, maka sekali pandang orang segera dapat menduga dia pasti orarg Kangouw yang perkasa.
Dia bukan lain daripada Yu Wi yang datang memenuhi janji. Kemarin juga dia sudah naikperahu sendirian datang ke Kun-San sini, semalam dia tidur di kelenteng Sian-hui-bio ini dan pagi-pagi sudah duduk disitu untuk menanti kedatangan lawan.
Menjelang lohor, Yu Wi makan rangsum yang dibawanya, baru selesai makan, dilihatnya belasan orang muncul dari depan sana. Seketika terbangkit semangat Yu Wi, duduknya bertambah tegak,
Dapat dilihatnya di antara pendatang itu terdapat Ji-bong Taysu dan belasan orang lain yang semuanya terhitung tokoh anak murid ketua Thay-yang-bun, Maka ia tidak perlu memandang lebih jauh melainkan terus menunduk dan memejamkan mata. diam-diam menghimpun tenaga dan menanti pertarungan sengit yang segera akan terjadi.
Segera Ji-bong Taysu juga dapat melihat Yu wi yang duduk di depan kelenteng itu, ia tertawa dingin dan berkata kepada rombongannya,
"Silakan kalian menunggu sejenak," Seorang kakek berambut putih dan berkepala besar, tapi bertubuh pendek, berucap,
"Mengapa tidak tampak orang Goat-heng-bun?"
"Coba kutanya dia," kata Ji-bong.
Belasan orang itu tidak menaruh perhatian terhadap Yu Wi, mereka berdiri disana sambil bersenda-gurau, hanya Ji-bong saja yang mendekati Yu Wi.
Sebelum dekat. mendadak Yu wi mengangkat kepala dan menyapa. "Selamat bertemu. Taysu."
"Kehadiranmu ini apakah mewakili Goat-heng-bun?" tanya Ji-bong.
"Betul,"jawab Yu wi.
"Dimana saudara seperguruanmu yang lain bersembunyi?"
Yu Wi menggeleng tanpa menjawab.
"Hm, memangnya kenapa tidak berani keluar?"jengek Ji-bong.
"Bukannya tidak berani keluar, disini dan saat ini hanya aku sendiri murid Goat-heng-bun yang berada disini,""
Ji-bong jadi tercengang, mendadak ia tertawa, "Hahaha, apakah anak murid Goat-heng-bun telah mampus semua? Masa cuma tersisa kau seorang?"
Karena gelak tertawa Ji-bong itu, belasan orang itu jadi tertarik, beramai mereka lantas mendekati mereka.
Baru sekarang Yu Wi sempat mengamat-amati mereka, dilihatnya ada tujuh orang kakek yang berusia sebaya Koh Peng, sembilan orang lagi berusia tidak sama, ada yang sebaya Yu Wi, ada yang setengah umur, ada lagi kakek berkepala botak, tapi usianya jauh lebih sedikit daripada ketujuh kakek itu.
Diantara belasan Orang itu hanya seorang saja yang dikenal Yu Wi, yaitu pemuda yang dahulu pernah menjadi komandan pengawal
istana Ko Siu, Siau Hong. Dia ikut dibelakang kakek berkepala besar dan bertubuh pendek itu.
Lalu Yu Wi menjawab ucapan Ji-bong tadi, "Yang menerima surat undangan Thay-yang-bun hanya diriku seorang saja"
"Apakah kau yakin hanya dirimu sendiri sudah cukup perkasa untuk menghadapi lawan, maka tidak perlu memberitahukan saudara seperguruanmu yang lain?"
Yu Wi tertawa dan diam saja. Ji- bong meajadi gusar, teriaknya, "Bocah she Yu, hari ini biar kau mati tanpa terkubur."
Belum lagi Ji-bong bertindak, mendadak Siau Hong melompat maju, ia memberi hormat kepada Ji-bong, katanya, "Supek, tidak perlu engkau marah. biarkan Siautit saja yang membereskan dia."
Lalu dia berpaling dan berkata pula dengan tertawa, "Suhu, kedatangan kita ini dengan mengerahkan segenap kekuatan secara besar-besaran, tampaknya agak keterlaluan dan mestinya tidak perlu." Kakek kepala besar dan pendek itu memang guru Siau Hong, terkenal dengan julukan "Kun-kiam-bu-siang" atau ilmu pukulan dan ilmu pedang tidak ada bandingan. Ia pun tidak senang dan berucap,
"Ya, jika jauh-jauh kudatang dari Tibet hanya untuk menghadapi anak muda semacam ini, rasanya memang agak penasaran." Di balik ucapannya itu seakan-akan menyesalkan Ji- bong seharusnya tidak perlu mengundangnya jauh-jauh dari Tibet.
Ji-bong diam saja mendengar ucapan Kun-kiam-bu-siang dan Siau Hong yang sombong itu. Ia pikir "jika kalian merasa penasaran karena lawan yang dihadapi cuma seorang anak muda, silakan saja cara bagaimnna akan kalian lakukan terhadap bocah she Yu itu." Maka tanpa bicara ia lantas menyurut mundur beberapa tombak jauhnya.jelas maksudnya membiarkan Siau Hong tampil kemuka. Dengan pongahnya siau Hong lantas berkata, "Jika murid Goat-heng-bun betul cuma orang she Yu ini saja. sesungguhnya para Supek dan Susiok memang tidak perlu ikut hadir, cukup Siau Hong sendiri saja mampu menghajar adat kepada bocah she Yu itu supaya dia tahu kelihaian Thay-yang-bun."
Lalu ia memberi pesan juga kepada beberapa orang yang seangkatan dengan dirinya yang berada di belakang para kakek itu, katanya, "Para Toako juga tidak perlu lagi ikut maju." Nadanya seperti dia sendiri saja sudah cukup membereskan segalanya.
Semua orang mengira Siau Hong pasti paham sekali akan kungfu Yu Wi, makanya begitu yakin akan kemampuan sendiri. Mereka pikir jika betul demikian halnya, maka kedatangan mereka dari jauh ini memang sia-sia belaka, diam-diam mereka merasa mendongkol, kalau saja Ji-bong tidak berada disitu, tentu mereka sudah tinggal pergi.
Begitulah setelah omong begar, Siau Hong lantas mendekati Yu wi.
Namun Yu wi tidak menghiraukan kedatangan orang, ia tetap berduduk dltempatnya tanpa bergerak, Semua orang melihat pandangan Yu wi tertuju lurus kedepan, banyak yang menyangka anak muda itu merasa ketakutan menghadapi Siau Hong ang lebih lihai, makanya terkesima.
Kira-kira lima kaki di depan Yu wi barulah Siau Hong berhenti, lalu menegur dengan tertawa, "Laute (adik), setelah berpisah dikediaman keluarga Ko, apakah sudah banyak kungfu sakti yang kau pelajari"
Usianya memang lebih tua dua-tahunan dari pada Yu Wi, maka tanpa sungkan dan juga mengandung ejekan ia sebut "Laute" saja kapada Yu Wi.
Namun Yu Wi tetap tidak menghiraukannya, pandangannya tetap tertuju ke depan sana, mendadak air mukanya berubah dan bersuara, "Haah"
"Eh, jangan takut, jangan takut" seru Siau Hong dengan gelak tertawa. "Meski kutahu betapa bobotmu, tentu juga takkan kuserang begitu saja. Nah, silakan bardiri dulu, ingat-ingat dulu kungfu yang pernah kau pelajari, habis itu baru kita mulai coba-coba."
Siapa tahu Yu Wi sama sekali tidak menggubris ocehannya, ia malah berseru kedepan sana, "He, jangan kau ikut kemari"
Siau Hong jadi melenggong dan heran siapakah yang diajak bicara Yu Wi?
Dalam pada itu semua orang lantas berpaling dan dapat melihat dari kejauhan seorang berlari datang secepat terbang, Ketika sudah agak dekat dan mendengar seruan Yu wi tadi, segera orang itu berhenti.
Akhirnya, Siau Hong juga berpaling kesana dan dapat melihat jelas siapa pendatang itu, serunya terkejut dan bergirang, "He, kiranya adik Bok-ya"
Pendatang itu memang betul Soh-sim alias Ko Bok-ya, sesudah berdiri sejenak, akhirnya ia melangkah maju pula dengan pelahan.
Selain Ji-bong Taysu, orang lain tidak tahu siapakah pendatang ini, maka tidak ada yang merintanginya.
Soh-sim melalui samping orang banyak dan menuju ke depan Siau Hong. "Untuk apa kau datang kemari?" dengan tersenyum Siau Hong menegur pula
Namun Soh-sim tidak menghiraukannya, ia lalu pula di samping Siau Hong, kemudian menyapa Yu Wi, "Toako, mengapa kau datang sendirian, kepadakupun tidak memberitahu sama sekali?"
Siau Hong merasa kikuk karena pertanyaannya tidak mendapat jawaban, apa lagi lantas teringat Yu Wi adalah kekasih Bok-ya dahulu, seketika berkobar rasa gusarnya, segera ia berteriak, "Adik Bok-ya, masa sudah kau lupakan orang ini pernah mengakibatkan kau bunuh diri?"
Baru sekarang Soh-sim memperhatikan Siau Hong, ia berpaling dan berkata, "Eh, Siau-toako, engkau juga hadir?"
Panggilan "Siau-toako" membikin senang hati Siau Hong.
Mendadak Yu Wi bertanya, "Ya ji, kau kenal dia?"
Soh-sim mengangguk, katanya, "Tahun itu, karena tidak kutemukan jejakmu di dunia Kangouw, kusangka racun dalam tubuhmu telah bekerja dan menewaskanmu, maka aku pun tidak mau hidup lagi sendirian di dunia ini. kubunuh diri terjun ke sungai, tapi Siau-toako ini telah menyelamatkan diriku. Karena bosan pada dunia fana ini, berulang aku ingin membunuh diri lagi, akhirnya Siau-toako yang baik hati ini mengantarku ke Cu-pi-am"
"Oo," segera Yu Wi memberi hormat kepada Siau Hong. "Terima kasih kepada Siau-toako."
Ia pikir "Ya-ji gagal membunuh diri lantaran diriku dan akhirnva menjadi nikoh di Cu-pi-am, tapi tetap merasa kuatir juga bagi keselamatan paman Ko, maka Siau Hong diminta bantuannya untuk menjadi pengawal KoSiu. Jadi boleh dikatakan Bok-ya utang budi kepada orang ini. betapapun tidak boleh kubersikap kasar padanya."
"Hm. dengan kedatangan adik Bok-ya, aku menjadi tidak enak untuk bertindak padamu," jengek Siau Hong pula.
Maksudnya mestinya dia hendak menghajar Yu Wi, tapi sekarang mengingat Soh-sim, ia menjadi tidak enak hati untuk turun tangan. Padahal tak diketahuinya bahwa kemunculan Soh-sim ini justeru telah menyelamatkan jiwanya.
Yu Wi juga tidak banyak omong dengan dia, dengan menyesal ia menjawab ucapan Bok-ya tadi "Ai, semua ini adalah urusan Goat-heng-bun, engkau bukan murid Goat-heng-bun, dengan sendirinya tidak ingin kulibatkan dirimu. Siapa pun tidak perlu ikut terlibat, bukankah kau lihat aku datang sendiri ke sini."
"Tapi orang banyak segera akan tiba," seru Soh-sim.
"Orang banyak? Siapa?" Yu wi terkejut, ia pikir orang Goat-heng-bun hanya aku sendiri saja yang tahu adanya janji pertarungan di Kun-san ini, mestinya harus kuberitahukan kepada Koh Peng dan lain-lain, tapi jejak mereka tidak diketahui, siapa pula yang akan membantu diriku? "
Mendadak terlihatlah serombongan orang muncul dari sana dipimpin oleh baberapa orang perempuan. di antara mereka ada grup Pek-yan, Kan Hoay-soan, Hana, bahkan Le Siok-Coan dan Lim Khing-kiok membawa pula beberapa puluh jago pilihan dari Thi-bang-pang.
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, pikirnya, "Aku justeru kuatir kalian ikut terlibat sehingga sebelumnya tidak kuberitahukan sesuatu lantas datang kesini sendirian. Siapa tahu kalian tetap menyusul kemari."
Kiranya hari itu setelah Yu Wi menerima surat tantangannya yang diantar Auyang Liong-lian, dapatlah diduganya penulis surat itu pasti Ji-bong Thaysu dan tokoh Thay-yang-bun yang telah lama mengasingkan diri. Meski resminya Cin Pek-ling adalah ketua Thay-yang-bun, namun tidak berbahaya, justeru pencabutan larangan seratus tahun dan para gembong Thay-yang-bun yang mungkin diundang keluar lagi oleh Ji-bong, itulah yang mungkin membikin gawat.
Yu Wi tahu kecuali Koh Peng bertiga yang mampu membantunya, grup Pek-yan tidak banyak gunanya untuk dimintai bantuan, apalagi mereka bukan murid Goat-heng-bun, maka dia lebih suka memenuhi janji pertarungan Kun-san itu dengan seorang diri.
Tapi begitu dia berangkat, Le Siok-coan lantas tahu kemana perginya, segera ia memberitahukan kepada Soh-sim dan Pek-yan, setiap orang yang bersangkutan dengan Yu Wi tentu saja merasa kuatir, tanpa disuruh serentak mereka berangkat ke Kun-san untuk memberi bantuan. Sampai Tho-kin, Gin-goat dan Kiok-gim yang merasa utang budi karena diselamatkan dari kepungan musuh tempo hari juga ikut datang membantu.
Yu Wi tidak enak untuk bicara melihat kedatangan mereka, betapapun maksud baik mereka tidak dapat ditolak, apalagi diusir.
Pada saat itu juga tiba-tiba terlihat ada tiga sosok bayangan orang berturut-turut melayang lewat rombongan Le Siok-coan, hanya sekejap saja sudah menerjang sampai di depan kelenteng.
Melihat ginkang para pendatang ini tidak lemah, cepat Ji-bong membentak, "Siapa itu?"
Yang di depan adalah seorang perempuan tua tiba-tiba ia berseru, "Hei, teman tua, lekas tolong isterimu" Dia terus berlari ketengah ketujuh kakek tokoh Thay-yang-bun itu dan bersembunyi dibelakang seorang kakek bermata satu. Tanpa terasa Ji-bong dan keenam kakek lain sama memandang kakek bermata satu itu dan membatin, "Biasanya Li-sute benci kepada kaum perempuan, selama hidupnya tidak pernah bergaul dengan orang perempuan, mengapa bisa punya istri segala?"
Terlihat wajah kakek bermata satu itu menjadi merah juga , segara ia mendamperat, "Thio Giok-tin jangan mengoceh sesukamu, lekas enyah, enyah"
Perempuan tua itu memang betul Thio Giok-tin adanya, sekarang dia sudah piara rambut dan hidup seperti orang biasa. Dia lantas memegang punggung baju si kakek bermata satu dan berseru, "Lian-tiong. satu malam menjadi suami isteri tak terlupakan selamanya. Kita malahan pernah menjadi suami isteri selama beberapa bulan, masakah sekarang tidak kau tolong diriku yang terancam bahaya?" Si kakek mata satu memang tidak dapat melupakan hubungan mesra selama beberapa bulan dengan Thio Giok-tin dahulu, malahan boleh dikatakan Thio Giok-tin adalah satu-satunva perempuan yang pernah digaulinya selama hidup ini. Mendingan jika tidak bertemu lagi, sekarang mendadak bertemu pula disini, mau-tak-mau timbul juga rasa girangnya. Maka kedua tangannya lantas terpentang untuk menghadang kedua orang pengejar Thio Giok-tin, sambil membentak, "Berhenti" Serentak kedua pengejar itu berhenti, seorang diantaranya lantas berseru, "O, agiok, betapapun hari ini harus kau ganti istriku"
Seorang lagi juga berkata. "Perempuan hina. biarpun kau panggil semua gendakmu juga takkan kuampuni dirimu"
Habis berkata, serantak kedua orang itu menyerang, yang satu menabas dengan senjata berbentuk patung. yang lain menusuk dengan pedang. Sasaran kedua orang itu ialah Thio Giok-tin.
Sungguh tangkas si kakek mata satu, sedikitpun tidak gugup meski menghadapi dua jurus serangan lihai itu, malahan kedua tangannya lantas terpentang terus mencengkeram kedua macam senjata lawan, cepat sekali gerak tangannya sehingga pergelangan tangan kedua lawan tertahan olehnya. Seketika kedua orang itu merasa tangan yang memegang senjata itu seperti keselomot oleh besi panas, mereka berseru kaget dan lepas tangan sambil melompat mundur.
Sekali bergebrak saja si kakek mata satu lantas berhasil merampas senjata kedua lawan, bahkan dia tidak berhenti, segera kedua macam senjata rampasan digunakan untuk menyerang kedua orang, senjata patung juga menabas dan pedang juga menusuk serupa cara menyerang kedua orang tadi, malahan kekuatannya berlipat lebih dahsyat. Menghadapi lawan maha lihai, karena kagetnya kedua orang itu menjadi agak kerepotan, tampaknya mereka bisa celaka oleh serangan balasan si kakek mata satu. Syukurlah mendadak Yu Wi memburu maju sambil membentak, tangan kiri emas terus mamotong.
Berapa cepat serangan Yu Wi itu sudah tidak ada bandingannya di dunia ini, biarpun kakek mata satu juga salah seorang tokoh sesepuh Thay-yang-bun juga sukar mengelakkan serangan Yu Wi itu, pergelangan tangannya tertabas.
Bukan cuma cepat serangan Yu Wi itu, bahkan juga sangat kuat, mana kakek mata satu tahan serangan itu, ia menjerit kaget, senjata rampasannya juga mencelat. Senjata berbentuk patung dan pedang itu meluncur kesana secepat Anak panah, patung kemala itu adalah senjata aneh dan khas, pemilik senjata merasa sayang kehilangan senjata andalannya, cepat ia melompat ke udara untuk merampasnya kembali, Sedangkan pemilik pedang tidak menghiraukan lagi senjatanya dan tetap berdiri ditempatnya.
Tulang pergelangan tangan si kakek mata satu ditabas patah oleh Yu Wi, mukanya tampak pucat saking kesakitan, sambil memegang tangannya yang cacat ia melompat mundur dengan bingung dan takut.
"Eh, adik cilik" tiba-tiba pemilik pedang tadi menyapa.
Dengan satu jurus saja Yu Wi telah membikin gentar semua orang, meski pihak lawan berjumlah belasan orang, tapi tiada seorang pun yang berani lagi sembarangan menyerangnya. Maka dapatlah Yu wi berpaling dan memberi hormat kepada pemilik pedang itu. "Kwe-locianpwe, baik-baikkah selama ini?"
Kiranya orang yang bersenjata pedang itu adalah Kwe Siau-hong yang gemar makan kepala ular berbisa dilembah maut dipulau hantu dahulu itu.
Sejak penyakitnya disembuhkan oleh Yu wi, dia lantas meninggalkan lembah itu dan mencari Thio Giok-tin untuk membalas dendam.
Sakit hatinya mengenai kebutaan, karena permintaan Yu wi tidak lagi dia mencari Lau Tiong-cu untuk menuntut balas, yang dicarinya hanya Thio Giok-tin saja. Kebetulan Lau Tiong-cu juga sedang menguber-uber Thio Giok-tin, jadinya mereka berdua lantas bersatu padu mencari dan mengejar musuh yang sama. Sekarang pemilik senjata patung yang bukan lain daripada Lau Tong-cu juga telah berdiri lagi di tempatnya, segera Yu wi memberi hormat dan memanggil, "Toa tupek" Sambil meraba patung istrinya yang dijadikan senjata itu, Lau Tiong-cu berkata dengan tertawa, "Kiranya kau, tampakpya kungfumu telah banyak lebih maju."
Thio Giok-tin justeru tidak percaya kungfu Yu Wi bisa mendadak meningkat sedemikian tingginya. Sudah lama dia diuber-uber oleh Lau Tiong-cu dan Kwe Siau-hong serupa anjing buduk yang tidak punya tempat berteduh, kebetulan hari ini dia lari sampai di Gak-yang-lau, dalam keadaan kelabakan kebetulan dilihatnya si kakek mata satu satu yang bernama Li Lian-tiong itu sedang menuju ke Kuu-san bersama belasan orang kedalam sebuah perahu.
Li Lian-tiong biasanya tidak mau berdekatan dengan perempuan, tapi pada waktu Thio Giok-tin masih muda, dia juga pernah terpikat dan sebagai imbalannya dia mengajarkan tiga jurus serangan maut
kepadanya.. Sekarang tanpa sengaja Thio Giok-tin menemukan bekas kekasihnya ini, ia tahu kungfu
Li Liau-tiong sangat tinggi, perasaannya kepada dirinya juga belum putus sama sekali, maka cepat ia pun menumpang perahu dan menyusul kesini untuk minta perlindungannya.
Siapa tahu kungfu Li Liau-tiong yang lihai itupun tidak tahan sekali serangan Yu Wi, sehingga kedua pergelangan tangan patah dan tidak sanggup membelanya lagi.
Watak Thio Giok-tin memang rendah budi dan tak setia, banyak lelaki terpikat olehnya, sekarang Li Liau-tiong terluka baginya, sama sekali ia tidak peduli, malah diam-diam ia anggap salah Li Liau-tiong sendiri yang tidak becus.
Karena Li Liau-tiong dianggap tidak becus, maka iapun tidak percaya Yu Wi mempunyai kepandaian istimewa, ia tidak takut kepada anak muda itu, ia mendekatinya dan menegur,
"Anak busuk, banyak juga kemajuan kungfumu?"
Dia memuji Yu Wi dengan menirukan nada ucapan Lau Tiong-cu sambil mendekat dengan tersenyum. Yu Wi menduga orang mungkin akan main gila, tapi ia pun tidak takut. Sesudah dekat, baru saja tangan Thio Giok-tin bergerak, secepat kilat tangan emas Yu Wi mendahului bekerja dan tepat mencengkeram pergelangan tangan orang.
Tujuan Thio Giok-tin hendak menyerang Yu Wi secara mendadak, tak tersangka berbalik tertangkap malah oleh anak muda itu.
"Thio Giok-tin," kata Yu Wi, "ku tetap menghormati engkau sebagai orang tua, ingin kutanya cara bagaimana akan kau bayar jiwa Ang-bau-kong dan Lam-si khek yang kau bunuh itu?"
Meski cuma pergelangan tangan kiri terpegang, namun sekujur badan Thio Giok-tin tidak mampu berkutik lagi, baru sekarang diketahuinya kungfu Yu Wi benar-benar sudah mencapai taraf yang sukar diukur dan tiada seorang pun yang sanggup menolongnya. Ia
pikir selama hidup sendiri sudah terlalu banyak berbuat kejahatan, jika terbunuh sekarang juga tidak penasaran.
Maka dengan perasaan pedih ia menjawab. "Anak busuk, berani membunuh orang berani ganti nyawa, tidak perlu banyak bertanya,"
"Seharusnya kubalaskan dendam bagi kedua Locianpwe itu, tapi sekarang Toa supek juga ingin membunuhmu, begitupula Kwe-locianpwe, apabila kubunuh dirimu lebih dulu, cara bagaimana kedua orang tua itu dapat melampiaskan dendamnya?" Habis berkata mendadak ia ayun tangan emasnya sambil bsrteriak, "Awas Toasupek, tangkap"
Dengan sekujur badan linu pegal dan tidak sanggup melangkah. Thio Giok-tin didorong Yu Wi kearah Lau Tiong-cu, segera Lau Tiong-cu juga mencengkeram urat nadi pergelangan tangan kiri Thio- Giok-tin.
Melihat Yu Wi tidak jadi membunuhnya, segera timbul harapan hidup Thio Giok-tin, ia tahu hati Lau Tiong-cu sangat lunak, segera ia berlagak minta belas kasihan dan meratap,
"O, Suheng, dosaku sudah kelewat takaran, adalah pantas bilamana jiwaku melayang hari ini. Hanya kumohon sudilah engkau mengingat kepada budi ayah yang telah mendidik dirimu dan hubungan persaudaraan kita selama beberapa puluh tahun, harap engkau memberi keutuhan badan kepada kematianku."
Dengan sebelah tangan mencengkeram tangan Thio Giok-tin, tangan Lau Tiong-cu yang lain mengangkat patung istrinya, tapi tidak tega dihantamkan, ucapnya dengan mengucurkan air mata, "O,a giok, rasanya akupun tidak perlu minta kau ganti nyawa istriku lagi, pergilah kau"
Hanya dengan beberapa patah kata halus saja Thio Giok-tin lantas dapat melunakkan perasaan Lau Tiong-cu dan tidak terpikir lagi akan membunuh Thio Giok-tin untuk mengganti rugi dirusaknya jenazah istrinya itu. Padahal untuk itu sudah sekian tahun dia menguber-uber Thio Giok-tin tanpa kenal lelah.
Setelah terlepas dari cengkeraman Lau Tiong-cu, Thio Giok-tin mengira jiwanya dapat diselamatkan tak terduga Lau Tiong-cu tidak membebaskan dia begitu saja melainkan mendorongnva kearah Kwe Siau-hong.
Thio Giok-tin belum sempat mengerahkan tenaga untuk melarikan diri, tahu-tahu pergelangan lengan kiri terpegang lagi oleh Kwe Siau-hong.
Segera ia menggunakan lagu lama, dengan lagak minta belas kasihan ia meratap pula, "Siau-hong, setelah kubikin susah dirimu, kemudian akupun sangat menyesal, setiap malam sering kusesali dirimu sendiri. kutahu dosaku teramat banyak, telah kubutakan sebelah matamu, bolehlah kaupun membutakan sebelah mataku, kemudian silakan sekali tusuk lagi dengan pedangmu untuk membalaskan. dendam semua orang yang telah kubunuh itu."
Biasanya hati Kwe Siau-hong sangat keras dan tidak kenal kasihan maka ia tidak mudah terpengaruh oleh ratapan Thio Giok-tin, ia mendengus dan berkata kepada Yu Wi, "Adik cilik, tolong berikan sebatang pedang"
Yu Wi menjemput kembali pedang Kwe Siau-hong tadi dan dilemparkan kepadanya.
Setelah memegang pedang. dengan mata mendelik Kwe Siau-hong membentak, "Baik, biar kubutakan dulu sebelah matamu untuk melampiaskan dendamku"
Walaupun orang yang membutakan mata Kwe Siau-hong sebenarnya ialah Lau-Tiong-cu, tapi secara tidak langsung biang keladinya ialah Thio Giok-tin, sekarang dia tidak dapat menuntut balas kepada Lau Tiong-cu, maka segala benci dan dendamnya lantas dilampiaskan atas diri Thio Giok-tin seorang. Habis bicara, mendadak pedangnya lantas menusuk, melihat betapa dahsyat tusukannya itu, bukan mustahil kepala Thio Giok-tin bisa tertembus dan jiwa pasti melayang saketika. Lau Tiong-cu tidak tega menyaksikannya, cepat ia melengok ke arah lain. Segera terdengar jeritan ngeri Thio Giok-tin, waktu Lau Tiong-cu berpaling kembali
dilihatnya satu biji mata berlumuran darah tergeletak ditanah, tusukan pedang Kwe Siau-hong itu ternyata tidak menembus kepala Thio Giok-tin. melainkan cuma mencungkil satu biji matanya saja.
Ketika menyaksikan tusukan Kwe Siau-hong itu sangat lihai biarpun ilmu pedang Kwe Siau-hong diketahui sangat tinggi, namun ia tidak percaya ucapannya yang menyatakan hendak membutakan sebelah mata Thio Giok-tin saja, ia yakin tusukan itu pasti akan menembus kepala sasarannya, siapa tahu yang terjadi benar-benar cuma sebelah mata saja yang dibutakan, agaknya serangan Kwe Siau-hong yang kelihatan ganas tadi hanya disebabkan rasa bencinya yang teramat besar, maka cara menyerangnya kelihatan sangat dahsyat.
Maka legalah hati Lau Tiong-cu sekarang sebelah mata Thio Giok-tin saja yang buta dan jiwanya tidak sampai melayang. Maklumlah, apapun juga Thio Giok-tin adalah adik seperguruan, bahkan merupakan putri kesayangan gurunya almarhum, sungguh ia tidak tega menyaksikan Sumoay itu mati secara mengenaskan.
Walaupun begitu, demi melihat keadaan mengenaskan Thio Giok-tin setelah matanya buta Sebelah dan muka berlumuran darah, mau-tak-mau timbul juga rasa haru dan dukanya, diam-diam ia membatin, "O,agiok, kejahatanmu sudah kelewat takaran, apa yang terjadi ini hanya sekedar sebagai ganjaran perbuatanmu, bilamana ada yang ingin membunuhmu juga tidak dapat kurintangi dia." Setelah menusuk buta sebelah mata Thio Giok-tin. rasa dendam Kwe Siau-hong belum lagi terlampias seluruhnya, meski badan Thio Giok-tin kelihatan menggigil tetap tidak tergerak rasa kasihannya, ucapnya, "Thio Giok-tin, rasa dendamku sudah terlampias, sekarang apakah kau minta kuberikan sekali tusukan untuk mempercepat berakhirnya riwayatmu?"
Mana berani lagi Thio Giok-tin berlagak pura-pura menyesal agar Kwe Siau-hong memberi ampun padanya, ia tahu bilamana dirinya minta diberi sekali tusukan, segera pasti akan dipenuhi Kwe Siau-hong tanpa pikir.
Manusia dilahirkan untuk hidup siapa yang tidak takut mati? Lebih-lebih manusia yang biasa berbuat kejahatan. semakin besar dosanya semakin takut mati. Dalam keadaan demikian Thio Giok-tin juga masih berharap akan hidup. maka dia tidak berani bersuara lagi.
Namun Kwe Siau-hong malah bergelak tertawa, dia benar-benar berhati baja dan tidak kenal kasihan, ucapnya "Bukankah tadi kau minta kuberikan sekali tusukan untuk membalaskan sakit hati semua orang yang pernah kau celakai? Hehe, sekarang biarpun kau mau juga tidak bisa lagi. Tuan Kwe ini seorang kasar yang tidak kenal kasihan kepada orang perempuan. meski selama hidup ini tidak pernah membunuh seorang perempuan pun, hari ini tidak menjadi halangan jika kugunakan dirimu sebagai tumbal pedangku. Orang lain mungkin kuatir pedangnya akan ternoda bilamana digunakan membunuhmu, tapi pedangku ini memang pedang jahat, makin jahat orang yang akan terbunuh oleh pedang ini akan makin baik."
Pedang jahat Kwe Siau-hong itu memang sudah sangat banyak membunuh orang baik, selanjutnya akan berubah menjadi pedang baik dan sekarang Thio Giok-tin yang maha jahat ini akan digunakan sabagai tumbal.
Habis berkata, segera pedangnya berkelebat, Thio Giok-tin hendak ditabasnya. Thio Giok-tin menyadari kematiannya pasti sukar terhindar dibawah pedang Kwe Siau-hong yang sudah membunuh orang tak terhitung jumlahnya itu, iapun tahu tidak ada orang yang mau menolongnya, maka dengan sedih dan putus asa ia memejamkan mata dan menanti ajal.
Pada detik terakhir itulah mendadak seorang berteriak, "Tahan dulu"
Pedang Kwe Siau-hong sudah menyambar, sebelum mengenai sasarannya, mendadak terasa serangkum angin kuat menyentik batang pedangnya, tabasan berubah arah, kalau tidak dipegangnya sepenuh tenaga, mungkin pedang sudah terlepas dari pegangannya. Tidak kepalang kaget Kwe Siau-hong oleh tenaga pukulan jarak jauh
orang, waktu ia berpaling terlihatlah seorang kakek berusia seratusan tahun sedang melangkah tiba.
Kakek ini adalah satu diantara ketujuh tokoh Thay-yang-bun yang barusia paling tua. Kalau diurutkan, tingkatannya terlebih tinggi satu angkatan dari pada Ji-bong Taysu, jelas ilmu silatnya dalam perguruan Thay-yang-bunsaat ini tergolong paling top.
Perawakan kakek ini sedang-sedang saja, wajahnya juga tiada sesuatu yang istimewa, tapi pada hampir seratus tahun yang lalu dia terkenal sebagai seorang maha jahat, membunuh orang seperti membabat sayur, jumlahnya sukar dihitung. Dia berjuluk "Sip-sim-koai-mo" atau si iblis aneh pemakan hati. Selama hidup gemar makan hati segala macam makhluk hidup, lebih-lebih hati manusia dipandangnya sebagai santapan yang tidak boleh kurang.
Sip-sim-koai-mo berdiri beberapa kaki di depan Kwe Siau-hong, lalu mendengus, "Lepaskan dia"
Meski gentar terhadap kung-fu orang yang lihai tapi Kwe Siau-hong juga tidak mau unjuk kelemahan sendiri, dengan ketus ia menjawab, "Kalau tidak kulepaskan lantas mau apa?"
Mata Sip-sim-koai-mo mendelik. "Isteri Sutitku berarti juga orang Thay-yang-bun, mana boleh kau ganggu dia sesukamu?"
Rupanya dia benar-benar pandang Thio Giok-tin sebagai isteri si kakek bermata satu alias Li Lian-tiong. Mendadak ia membentak pula, "Lepaskan"
Kwe Siau-hong masih bandel dan tidak mau melepaskan tawanannya, sekonyong-konyong Sip-sim-koai-mo menutuk lagi dari jauh. Keruan Kwe Siau-hong terkesiap, angin tutukan orang tampak menyambar dari depan kearah dadanya, bilamana kena jelas pasti akan binasa.
Cepat ia mengegos kesamping, peluang ini segera digunakan Sip-sim-koai-mo untuk menubruk maju dan Thio Giok-tin dapat dirampasnya. Karena ilmu silat lawan jauh lebih tinggi daripada dirinya, setelah tawanan terampas, Kwe Siau- hong tak berani
berusaha marampasnya kembali. ia hanya berdiri tercengang di tempatnya.
Sambil mengempit Thio Giok-tin, Sip-sim- koai-mo terbahak-bahak senang. ucapnya, "Li-sutit, kukira boleh juga , istrimu sekarang juga bermata satu. tentu dia takkan mencela dirimu lagi dan meninggalkan dirimu pula."
Rupanya selama ini tidak pernah Li Liau-tiong menyatakan punya isteri, disangkanya isterinya yang cantik itu tidak suka kepada suami yang buta sebelah itu, maka ditinggalkan minggat, Sebab itulah tadi ia tinggal diam meski menyakslkan Kwe Siau-hong membutakan sebelah mata Thio Giok-tin, setelah mata Thio Giok-tin tertusuk buta barulah ia turun tangan merampasnya.
Selagi Sip-sim-koai-mo hendak kembali ke tempatnya semula, sekonyong-konyong Yu wi melompat maju dan mengadang didepannya, anak muda itu juga menjengek, "Lepaskan dia"
Biarpun kungfunya sangat tinggi, Sip-sim-koai-mo tidak berani meremehkan Yu wi, ia berdiri dan siap tempur,jawabnya, "Tulang pergelangan tangan Li sutit telah kau patahkan, untuk urusan ini belum lagi kubikin perhitungan denganmu,"
Tapi Yu Wi tidak menghiraukannya, kembali ia barucap. "Lapaskan dia"
Padahal biasanya Sip-sim-koai-mo hanya suka memerintah dan tidak pernah diperintah, kalau dia tidak menuntut balas bagi Li Lian-tiong sudah boleh dikatakan cukup sabar dan untung bagi Yu Wi, sekarang anak muda ini malah main bentak dan perintah padanya, keruan ia menjadi murka, teriaknya, "Mau apa Jika tidak kulepaskan dia?"
"Hm, memangnya dapat kau pilih?" jawab Yu Wi.
Sip-sim-koai-mo tahu setelah ucapan ini, tentu anak muda itu akan menirukan tindakannya dan merampas balik Thio Giok-tin, maka lebih dulu ia angkat tangan kanan dan siap siaga.
Dilihatnya Yu Wi juga menekuk jarinya seperti mau menyelentik, semula Sip-sim-koai-mo mengira orang akan menyerang dengan telapak tangan. Siapa tahu Yu Wi juga cuma menyentik dengan jari saja. Maka ketika ia melancarkan pukulan tandingan, sampai di tengah jalan tiba-tiba dirasakan angin selentikan lawan ternyata tajam luar biasa, bahkan lebih kuat daripada tenaga selentikannya kepada Kwe Siau-hong tadi. Apabila dia menangkis dengan telapak tangan, bukan mustahil telapak tangan sendiri bisa berlubang.
Ilmu silat Sip-sim-koai-mo sangat tinggi, pengalaman juga sangat luas, ia yakin tenaga selentikan lawan sukar ditahan, maka cepat ia menarik tangan dan mengengos ke samping.
Karena mengegos berarti memberi peluang bagi lawan, segera Yu Wi menubruk maju dan sekali raih, kontan Thio Giok-tin dirampasnya.
Perubahan yang terjadi dalam sekejap ini boleh dikatakan menirukan cara Sip-sim-koai-mo merampas tawanan orang tadi. Padahal jelas-jelas Sip-sim-koat-mo tahu Yu Wi bakal merampas Thio Giok-tin, tapi dia justeru tidak mampu mengelak,
Dengan demikian mau tak mau Sip-sim koai-mo harus mengakui kehebatan Yu Wi yang ternyata lebih tinggi setingkat daripada dirinya, sebab caranya merampas tawanan dari Kwe Siau-hong tadi dilakukan dalam keadaan lawan tidak terduga dan tidak tahu cara bagaimana dia akan bertindak, maka dengan gampang saja ia berhasil. Tapi sekarang jelas-jelas diketahui cara yang digunakan Yu Wi adalah menirukan caranya. tapi dirinya ternyata tidak dapat bertahan dan tawanan tetap terampas, bukankah hal ini berarti Yu Wi terlebih unggul daripadanya?
Kekalahan Sip-sim-koai-mo ini benar-benar membuatnya takluk lahir batin, meski kekalahan ini berarti suatu penghinaan, tapi apa yang dapat diperbuatnya lagi, terpaksa ia mengundurkan diri dengan menahan malu.
Begitulah, setelah Yu Wi berhasil merampas Thio Giok-tin dengan kesaktian tangan emas kiri, lalu ia berkata kepadanya, "Sudah
kuserahkan dirimu kepada Toa supek, tapi Toa supek tidak membunuhmu, dendam Kwe-cianpwe juga sudah terlampias, sekarang bolehlah kau ganti nyawa bagi Ang dan Lam berdua Cianpwe"
Setelah dirinya terjatuh lagi dalam cengkeraman Yu wi, Thio Giok-tin menjadi putus asa, karena itulah ia menjadi nekat, ia pasrah nasib, tak mau pikirkan lagi siapa yang akan membunuh dirinya, segera ia pejamkan mata dan menanti ajal.
"Aku sudah bersumpah akan menuntut balas bagi Ang-bau-kong dan Lam-si kek, meski engkau adalah kaum Cianpwe, terpaksa aku harus bertindak padamu," sembari bicara Yu Wi lantas melolos Hi-jong-kiam, pedang usus lkan yang sempit dan tajam itu, lalu menengadah dan berseru, "O, Lam-locianpwe dan Ang-locianpwe, hari ini arwah kalian dialam baka dapatlah menyakslkan Tecu membalas dendam bagi kalian"
Selagi pedangnya hendak bekerja, sekonyong- konyong Soh-sim alias Ko Bok-ya membentak, "Tahan dulu, Toako"
Terpaksa Yu Wi menahan pedangnya dan bertanya, "Ya-ji, Thio Giok-tin juga musuhmu, dia yang membunuh ibumu, masa engkau malah mintakan ampun baginya?"
"Tapi dia. juga guruku yang mendidik diriku" jawab Soh-sim, pelahan ia melangkah maju, dengan menangis sedih ia berkata pula, "Betapa pun tak dapat kusaksikan kau bunuh guruku."
"Jika tidak kubunuh dia, mana arwah Ang-cianpwe dan Lam-cianpwe dapat tenteram di alam baka?" ujar Yu Wi.
"Aku sendiri tidak membalas sakit hati ibu, masakah engkau tidak dapat menahan penasaran sedikit bagiku?" pinta Soh-sim dengan memelas.
Yu Wi menjadi serba susah, ia menghela napas, maklumlah, ia sudah pernah bersumpah, bagaimana jadinya Jika sumpah sendiri tidak dilaksanakan.
Mendadak Lau Tiong-cu melangkah maju dan berkata, "Serahkan Thio Gok-tin kepadaku."
Dengan hormat Yu Wi mengiakan.
Setelah berada di tangan Lau Tiong-cu, bergiranglah hati Thio Giok-tin, ia merasa ada harapan hidup baginya. "O, a giok, muridmu telah mintakan ampun bagimu, biarlah Suheng juga mintakan ampun bagimu," kata Tiong-cu pula.
Yu Wi menjadi kuatir, apabila sang paman guru juga memohon padanya, betapapun dia tadak dapat turun tangan untuk membalas dendam, sebab ia merasa tidak dapat menolak permintaan sang Toasupek,
Maka sebelum sang paman guru membuka mulut, cepat ia mendahului berkata, "Toasupek, ini...."
Maksudnya ingin membeberkan kesulitannya sendiri sebagai alasan untuk menolak kehendak Lau Tiong cu.
Tak terduga Lau Tiong-cu lantas memotong ucapannya "Kumintakan ampun bagi agiok hanya mengenai hukuman matinya, tapi hukuman hidup tidak boleh terhindarkan"
Habis bicara, serentak kedua tangannya bekerja, ia menutuk beberapa kali, dalam sekejap saja tubuh Thio Giok-tin ditutuknya belasan kali.
Tidak kepalang penderitaan Thio Giok-tin karena tutukan Lau Tiong-cu itu, ia bergelindingan di tanah sambil mengeluarkan suara rintihan seperti binatang buas terluka. Sampai sekian lamanya barulah mereda rasa sakitnya, Thio Giok-tin merangkak bangun, tapi lantas terbanting jatuh lagi, merangkak bangun dan terguling pula dan begitu seterusnya terjadi hingga beberapa kali, akhirnya baru dia mampu berdiri tegak. Dengan sebelah mata mencucurkan darah dan sebelah mata lain mencucurkan air mata,
Thio Giok-tin berkeluh, "O, kejam amat Suheng, engkau telah . . . telah memunahkan seluruh kungfuku ..."
Teringat kepada budi kebaikan Sang guru, Lau Tiong-cu menunduk sedih.
"Meski aku tidak mampu berbuat apa-apa lagi, tapi akan kubenci dirimu selamanya," seru Thio Giok-tin dengan lemah. "Sakit hati ini jelas tidak dapat kubalas selama hidup ini, biarlah kubalas pada titisan yang akan datang." Habis berkata, dengan terseyat-seyot ia melangkah pergi.
Sampai disini Yu Wi tidak merintangi lagi, kalau tidak terjadi demikian, tidak nanti Yu Wi membebaskannya dan pasti akan menuntut balas bagi kematian Ang-bau-kong dan Lam-si-kek,
Sesungguhnya Thio Giok-tin telah salah benci kepada Lau Tiong-cu, tidak disadarinya bahwa tindakan Lau Tiong-cu itu sebenarnya telah menyelamatkan jiwanya.
Sesungguhnya Lau Tiong-cu memang seorang bijaksana, ia tahu Ang-bau-kong dan Lam-si-kek pernah mengajar kung-fu kepada Yu Wi, jelas sakit hati mereka pasti akan dibalas Yu Wi. betapa-pun dirinya tidak dapat merintangi anak muda itu. Soal itulah ia mendahului turun tangan, dipunahkan saja segenap kungfu Thio Giok-tin, dengan demikian sama halnya Thio Giok-tin telah mati satu kali, biarpun hidup juga tidak ada gunanya lagi.
Selanjutnva Thio Giok-tin tiada ubahnya seperti orang awam. Bagi orang persilatan. punahnya kungfu serupa sudah mati, hanya raganya masih dapat dipertahankan daripada mati konyol.
Dan seperginya Thio Giok-tin, jejak selanjutnya tidak diketahui pula.
Tiba-tiba Ji-bong yang diam saja tadi berseru "Yu wi, urusan ini sudah selesai, sekarang giliran kita mengadakan perhitungan permusuhan kedua perguan kita."
"Baik,"jawab Yu Wi tak gentar. "Thay-yang-bun kalian sekarang hadir 12 orang, sedangkan Goau-heng-bun kami hanya aku sendiri."
Mendadak Ji-bong mendelik dan berteriak, "Kalau bukan murid Goat-heng-bun disilahkan menyingkir."
Dilihatnya orang yang datang hendak membantu Yu Wi tidak sedikit jumlahnya, meski bukan orang Goat -heng-bun, tapi kungfu mereka jelas tidak lemah. Melulu Yu Wi seorang saja sudah memusingkan kepala, maka kalau bisaia tidak ingin ada orang luar ikut membantu anak muda itu.
Yu Wi juga tidak suka kawan sendiri berkorban bagi Goat-heng-bun. apa lagi kebanyakan diantaranya mempunyai hubungan erat dengan dirinya, segera iapun berkata, "Toasupek, silakan engkau membawa pergi mereka."
Lau Tiong-cu menjadi kurang senang, ucapnya, "Aku kan Supekmu, masakah aku tidak boleh ikut campur urusanmu?"
Yu Wi tidak berani membantah lagi, ia berkata kepada Kwe Siau-hong, "Kwe-locianpwe. mohon engkau suka membawa pergi para kawan ini."
"Ai, adik cilik, apakah kau ingin kumati saja?" kata Kwe Siau-hong dengan tertawa.
"Ini ... ini . ..." Yu Wi gelagapan.
"Telah kau selamatkan diriku dari lautan penderitaan, budi kebaikanmu seperti menghidupkan diriku untuk kedua kalinya, betapapun tidak dapat kutinggalkan pergi selagi engkau ada kesukaran" jawab Kwe Siau-hong tegas.
Yu Wi tidak berani omong lagi, ucapan Kwe Siau-hong yang pertama sudah cukup tegas, kalau Yu Wi menolak bantuannya berarti memaksa dia membunuh diri.
Sebelum Yu Wi buka suara pula, segera Soh-sim mendahului mendelik dan berseru, "Berani kau suruh aku pergi?"
Yu Wi menyengir, ia tahu betapapun Soh-sim pasti tidak mau pergi.
Mendadak Pek-yan juga melangkah maju. "Silakan kau pergi bersama ibumu. Gin-goat lain-lain," kata Yu Wi.
Tapi Pek-yan lantas menjawab, "Masa kau lupa pernah mengakui diriku sebagai istrimu?"
Si nikoh tua bermuka buruk, ibu Pek-yan, juga melangkah maju dan berseru, "Kenapa bilang ibumu segala. apakah tidak dapat kau panggil ibu mertua?"
Gin-goat, Thio-kin dan Kiok-gim juga ikut maju, seru mereka, "Suami-isteri harus bersatu hati, dengan sendirinya tak dapat kau usir Simoay. Sedangkan kami bertiga meski bukan kakak kandung simoay, tapi selama disini ada anggota Bu-eng-bun tentu kami juga akan tinggal di sini. Urusan salah seorang Bu-eng-bun adalah urusan segenap anggota Bu-eng-bun."
Di sebelah sana Le Siok-coan, Lim Khing-kiok, Kan Hoay-soan, Hana dan berpuluh jago Thi-bang-pang serentak juga melangkah maju.
"Yu-toako," seru Le Siok-coan, "sudikah engkau mengakui diriku sebagai murid Goat-heng-bun?"
"Ini bukan soal mengakui atau tidak, tapi menyangkut...."
"Menyangkut apa? Kau sangsikan kebenaran diriku sebagai anggota Goat-heng-bun bukan?" potong Le Siok-coan. "Padahal engkau tahu kungfuku adalah kungfu Goat-heng-bun, bahkan di dadaku juga terdapat tanda bulan sabit, jika engkau tidak percaya, biarlah kuperlihatkan padamu."
"Ah, tidak, tidak perlu" seru Yi wi cepat cepat. Jangankan di depan umum, biarpun berhadapan. Sendirian juga tidak berani dia memeriksa tanda anggota pada dada Le Siok-coan.
"Jika engkau tidak mau melihat kan berarti mengakui aku ini murid Goat-heng-bun?" kata Le Siok-coan dengan tertawa. Lalu ia berpaling kepada anak buahnya dan berseru pula, "pangcu menyatakan dirinya sebagai murid Goat-heng-bun, kini juga berjuang bagi Goat-heng-bun, mati pun tidak menyesal. Bagaimana dengan kalian?"
Beberapa puluh jago Thi-bang-pang itu serempak menjawab. "Urusan Pangcu sama dengan urusan segenap anggota Thi-bang-pang?"
"juga sampai mati pun takkan menyesal?" tanya Siok-coan.
"Ya, mati pun tidak menyesal," teriak berpuluh orang itu berbareng,
"Bagus,bagus sekali" seru Siok-coan dengan tertawa.
Lalu Yu Wi berkata pula, "Adik Kiok dan adik Soan, nona Hana tidak mahir ilmu silat, boleh kalian membawanya pergi dari sini."
Tapi Hana lantas berseru, "Meski aku tidak bisa apa-apa, tapi ingin kusaksikan pertarungan kalian ini hingga selesai."
Yu Wi menggeleng kepala. ia tahu tiada seorang pun mau disuruh pergi, maka iapun tidak mendesak lagi. Ia lantas berpaling dan berkata, " Ji-bong Taysu, pertempuran dapat dimulai, cuma entah bagaimana caranya?"
"Ini pertarungan antara dua perguruan dan bukan pertandingan antara jago kelas tinggi," kata Ji-bong. "Maka pertempuran dengan sendirinya dilangsungkan secara beramai-ramai."
Diam-diam Yu Wi heran, jelas pihak Ji-bong berjumlah lebih sedikit, mengapa menantang bertempur secara massal?
Didengarnya Ji-bong berkata pula, "Pertarungan ini menentukan mati hidup antara Thay-yang-bun dan Goat-heng-bun, mestinya orang luar tidak perlu ikut tersangkut, tapi kalau ada orang ingin mencari mampus, hm, biarkan saja dia mampus, jangan kau kira jumlah pihakmu terlebih banyak dan pasti menang" Mendadak ia bersuit, sejenak kemudian lantas membanjir tiba beberapa ratus nikoh, didalamnya juga tercampur beberapa puluh lelaki dan perempuan orang swasta. Kaum nikoh jelas adalah anak murid Ji-bong, sedangkan orang swasta itu adalah anak atau cucu murid ke-15 tokoh tua Thay-yang- bun yang ikut hadir ini.
"Hahaha, tidak sedikit juga jumlah anak murid kita" seru Sip-sim-koai mo dengan tertawa.
Terkejut juga Yu Wi melihat keadaan ini, bilamana pertarungan massal berlangsung mungkin pihak sendiri akan kalah habis-habisan, bisa jadi seorang pun takkan tersisa.
Selaku murid Goat- heng- bun, Le Siok-coan berdiri disamping Yu Wi tanpa gentar, tiba-tiba ia bergumam, "Mestinya sudah waktunya tiba"
"Siapa yang tiba?" tanya Yu Wi.
Belum lagi Siok-coan menjawab, sekonyong-konyong tiga sosok bayangan melayang tiba.
Girang sekali Yu Wi, serunya, "Hei, Koh-tianglo, Tan-tianglo dan Kan-tianglo"
Setiba di depan Yu Wi, Koh Peng bertiga memberi hormat, "Maaf ciangbun jika kami datang terlambat."
"Tidak... tidak terlambat," sahut Yu Wi dengan tertawa. Diam-diam ia heran dari mana ketiga sesepuh Goat-heng-bun ini mendapat kabar dan mengapa lantas menyebut dirinya sebagai ciangbun?
Le Siok-coan lantas bersorak gembira. "Akhirnya datang juga mereka"
"Apakah engkau yang mendatangkan ketiga Tianglo?" tanya Yu Wi.
Siok-coan tertawa, "Ya, begitu kulihat surat tantangan Thay-yang-bun, segera kuperintahkan anak buah mencari kabar dimana beradanya ketiga Tianglo. Untung jejak ketiga Tianglo bersama anak muridnya yang berjumlah cukup banyak mudah dicari, pada waktu engkau berangkat kesini mereka pun dapat ditemukan anak buahku."
Segera Koh Peng berkata juga , "Janji pertarungan di Kun-san ini adalah kewajiban segenap anak murid Goat- heng- bun, tidaklah pantas jika ciangbun berangkat sendirian."
"Ah, dengan kepandaian dan kebijaksaan apa Wanpwe berani menerima sebutan sebagai ciangbun?" jawab Yu wi dengan rendah hati.
Tan Ho menukas, "Setelah kami meninggalkan Eng-bu-ciu, kejadian selanjutnya telah kami ketahui juga dengan jelas dari Cerita anak buah Thi-bang- pang yang menemui kami."
Kan Hou juga berkata, "Jika pada dadamu terdapat tanda bulan sabit, engkaupun mahir kedua macam ilmu sakti perguruan kita, bahkan kitab pusaka Su-ciau-sin-kang tinggalan Ban-lociangbun juga berada padamu, dengan sendirinya engkau berhak menjabat sebagai ketua perguruan kita."
Kiranya kitab yang diperlihatkan Yu Wi kepada mereka tempo hari adalah Su-ciau-sin-kang, kitab kecil ini dapat dikenali Koh Peng, mereka percaya kitab itulah barang peninggalan mendiang Ban-lociangbun.
Sesudah Ban Yu-coan meninggal, kitab pusaka itupun tidak diketahui hilang kemana, anak murid Goat- heng- bun tidak ada yang tahu bahwa kitab pusaka masih tersimpan pada putri sang ketua, kalau tahu, sejak dulu tentu sudah terjadi rebut berebut.
Rupanya Ban Yu-coan juga tahu setelah dirinya mati, kitab yang berisi berbagai pelajaran ilmu sakti itu akan mengakibatkan pertarungan diantara anak murid sendiri uutuk memperebutkannya, maka diam-diam ia menyerahkan kitab kepada putri kesayangan yang tidak pernah belajar silat sebagai emas kawin bila putrinya kemudian menikah.
Siapa pun tidak menduga Ban Yu-coan akan menyerahkan kitab kepada putrinya yang tidak mahir ilmu silat, setelah menikah kitab itu pun dibawa putrinya, sesuai pesan sang ayah, kitab pusaka itu diturunkan kepada anak cucunya, tapi setelah digunakan sebagai emas kawin anak perempuan dan tidak diberikan kepada anak
lelaki, kecuali bilamana kemudian ditemukan keturunan langsung keluarga Ban barulah kitab pusaka akan dikembalikan.
Akhirnya kitab pusaka itu diturunkan sampai tangan ibu Ko Bok-cing, secara kebetulan dan karena ada jodoh, Ilmu sakti Su-ciau-sin-kang yang tercantum dalam kitab pusaka itu telah berhasil diyakinkan oleh Ko Bok-cing yang pendiam dan tekun itu.
Sebabnya Koh Peng bertiga mengakui Kan cau-bu sebagai ketua Goat heng-bun adalah karena dia memegang barang peninggalan perguruannya, yaitu Hian- ku-cip. Kemudian pada Yu Wi juga terlihat ada warisan ketua yang dulu, seharusnya mereka juga mesti menyebutnya sebagai ciangbun. Tapi waktu itu mereka merasa bingung karena tidak tahu siapa yang harus mereka bela.
Dalam keadaan serba sulit, mereka lantas mengundurkan diri dari pertengkaran yang sukar dibedakan benar dan salah itu, supaya mereka pun tidak bertindak keliru membela salah satu pihak.
Kemudian setelah mengetahui apa yang terjadi setelah mereka pergi, barulah mereka yakin Yu wi adalah murid Goat- heng- bun yang tulen, sedangkan Kan ciau-bu hanya penipu yang berhasil mencuri Hian-ku-cip dari Le Siok-coan, tindak-tanduknya juga rendah dan kotor, maka mereka jadi gemas terhadap pribadi Kan ciau-bu dan tidak lagi mengakui dia sebagai murid Goat- heng- bun.
Ketika dari anggota Thi-bang-pang yang mencari mereka diketahui Yu Wi seorang diri telah menuju ke Kun-san untuk memenuhi tantangan pihak musuh, diam-diam mereka mengagumi jiwa kesatria Yu Wi yang penuh rasa tanggung jawab, tanpa menghiraukan keselamatan sendiri membela Goat-heng-bun, hal ini makin membuktikan dia bukan saja murid Goat-heng-bun tulen, bahkan juga setia mengabdi bagi Goat-heng-bun
Sebab itulah diam-diam mereka sudah mengakui Yu Wi sebagai ketua mereka. dan begitu berhadapan Koh Peng lantas menyebut Yu Wi sebagai ciangbunjin, Tan Ho dan Kan Hou juga tidak keberatan terhadap sebutan itu.
Begitulah Yu Wi tidak lagi menolak sebutan ciangbun setelah tekad ketiga Tianglo sedemikian, segera ia berkata, "Bukan sengaja tidak memberitahukan janji pertemuan di Kun-san ini kepada ketiga Tianglo soalnya aku memang tidak tahu kemana harus mencari ketiga Tianglo, terpaksa kuberangkat sendiri ke sini."
"Untung kita masih keburu menyusul kemari, kalau tidak. ..."
Belum selesai ucapan Koh Peng, mendadak sip-sim-koai-mo membentak. "Hm, memang kenapa kalau keburu menyusul kemari? Paling-paling Cuma bertambah tiga setan tua."
Koh Peng kenal iblis tua itu, jengeknya, "Eh, Lau Tai-peng, kiranya kau belum mati"
Nama asli Sip-sim-koai-mo memang Lau Tai-peng. jawabnya. "caraku makan hati banyak manfaatnya dan menambah panjang umur, sebelum sahabat tua mati semua, jelas aku tidak bisa mati lebih dulu."
Koh Peng tahu iblis tua itu gemar makan hati sudah tidak sedikit jumlah korbannya, segera ia memaki, "Bangsat tua, sehari kau tidak mampus, sehari pula dunia ini takkan aman"
"Huh, makan hati menambah panjang umur apa segala," segera Tan Ho ikut memaki, "Bangsat, hati manusia yang kau makan sedikitnya sudah satu kereta penuh."
Lau Tai-peng tertawa lebar, "Hahaha, hari ini justeru aku ingin makan lagi tiga buah hati yang berusia ratusan tahun, sedikitnya aku dapat hidup tiga ratus tahun lagi."
Melihat keadaan kedua pihak. Ji-bong merasa pihak sendiri tetap lebih unggul, akan lebih baik jika serangan dilancarkan sekarang. kalau tidak, bila sebentar pihak lawan kedatangan bala bantuan lagi tentu akan merepotkan. Ia pikir jumlah pihak sendiri jauh labih banyak, mustahil tak dapat menumpas jumlah lawan yang cuma beberapa puluh orang ini. Segera ia bersuit dan memberi perintah,
"Serbu"
Segera Koh Peng juga bersuit, begitu terdengar suara suitannya, dari sekitar puncak serentak muncul beratus orang, jumlahnya bahkan beberapa puluh orang lebih banyak daripada yang berada ditengah kalangan ini.
"Tay-hian-wan tin" Koh Peng berteriak pula memberi komando agar anak buahnya mengatur barisan melingkar.
Anak murid ketiga Tianglo sudah terlatih dengan baik, dengan jumlah orang yang lebih banyak serentak mereka berlari mengitar sehingga semua orang terkepung di tengah tanpa terlolos seorang pun,
Diam-diam Ji-bong terkesiap melihat barisan yang hebat ini, cepat ia membentak "Terjang keluar"
Serentak beratus anak muridnya menerjang keempat penjuru. Ji-bong dan rombongannya bertujuh belas orang juga melancarkan serangan berbareng, ia bekerja sama dengan serbuan arak murid tujuannya hendak membebol dulu barisan pengepung lawan-
Namun Yu Wi dan kawan-kawannya juga tidak tinggal diam, mereka sambut serbuan musuh satu persatu.
Segera terjadi pertarungan di beberapa tempat, keadaannya berubah menjadi ada barisan yang menyerang kedalam juga ada barisan yang menyerbu luar, ditengah lingkaran yang terkepung terjadi pertempuran dari beberapa kelompok dan masing-masing tidak dapat bekerja sama.
Yu Wi sendiri menghadapi Ji-bong Taysu, Lau Tai-peng. Kun-kiam-bu-siang dan seorang kakek lagi yang berusia ratusan tahun. Dengan satu lawan empat dia bertempur dengan tangkas, pedang sempit Hi-jong-kiam berputar dengan gencar. terkadang menyerang dan lain saat bertahan, Ji-bong berempat ternyata tidak ada peluang membagi tenaganya untuk membantu anak muridnya membobol barisan musuh.
Si kakek bermata satu alias Li Lian-tiong karena patah tulang pergelangan tangannya, dia tidak mampu ikut bertempur dan cuma
berbaring di tanah. Sisa tiga kakek yang berusia ratusan tahun kebetulan dapat menghadapi Koh Peng bertiga.
Masih ada sembilan kakek Thay-yang-bun yang juga berusia lanjut, tapi kungfunya jauh di bawah para kakek berusia ratusan tahun, lima orang diantara mereka dicegat oleh si nikoh bermuka buruk. Pek-yan, Gin-goat, Tho-kin dan kiok-gim berlima.
Kelihaian kungfu Bu-eng-bun bahkan di atas Thay-yang-bun dan Goat-heng-bun, bilamana pertempuran berlangsung, kelima orang mereka pasti dapat mengalahkan kesembilan kakek itu tidak sampai lebih dari seratus jurus.
Lau tiong-cu dan Kwe Siau-hong masing-masing juga menempur seorang murid Thay-yang-bun yang berusia setangah baya, mereka berdua teramat kuat bagi kedua orang Thay-yang-bun itu, maka tidak beberapa lama kedua lawan sudah terdesak sehingga cuma mampu bertahan dan tidak sanggup balas menyerang.
Le Siok-coan dan Soh-sim berdua lebih lemah mereka bersama menghadapi seorang murid Thay-yang bun berusia muda. Pihak Thay-yang-bun tersisa Siau Hong, di tengah kalangan tidak ada tokoh tangguh lagi, terpaksa pihak Yu Wi harus menghadapi Siau Hong dengan Kun Hoay-soan dan Lim Khing-kiok berdua.
Akan tetapi mereka berdua tidak banyak gunanya, mendingan Kan Hoay-soan, kungfu Lim Khing-kiok terlebih lemah, kalau tidak dibantu belasan jago Thi-bang-pang, mungkin dalam beberapa jurus saja Khing-kiok sudah dibinasakan oleh Siau Hong.
Cara bertempur Siau Hong kelihatan sangat santai, dia menyelinap kian kemari di tengah anak buah Thi-bang-pang, setiap kali menyerang tentu seorang terbinasa.
Di tengah kalangan hanya Hana saja yang tidak bertempur, dua jago Thi-bang-pang melindunginya. Dia memandang sini dan melongok sana, hatinya tidak takut sedikit pun, ia malah merasa tertarik oleh pertempuran sengit ini.
Kedua anggota Thi-bang-pang itu merasa cemas menyaksikan kawannya satu persatu dibunuh oleh Siau-ong, Celakanya tidak ada orang yang dapat membantu mereka.
Pertarungan sengit terus betlangsung, banyak yang binasa, banyak pula yang terluka, yang Cedera di tengah kalangan lebih sedikit, sebaliknya korban yang jatuh pada sekitar barisan sangat banyak.
Maklum, barisan melingkar yang dipasang anak murid Koh Peng itu berjaga dengan sangat ketat, sebaliknya anak murid Thay-yang-bun yang bertempur ini kebanyakan dikumpulkan secara darurat, tidak terlatih, setelah diserbu dari kanan dan kiri, akhirnya mereka terpencar.
Meski kungfu mereka tidak selisih banyak dibandingkan anak murid Koh Peng bertiga, tapi barisan yang tidak terkordinir tentu saja tidak kuat. Satu persatu mereka terbunuh, hanya beberapa kali barisan itu berputar, lingkaran kepungan makin kecil, korban anak murid Thay-yang-bun dan kaum Nikoh cu-pi-am yang jatuh juga bertambah banyak
Setelah sekian lama lagi, beberapa puluh jago Thi-bang-pang sama terbunuh oleh Siau Hong sehingga tersisa tidak lebih daripada sepuluh orang. Kan Hoay-soan, dan Lim Khing-kiok merasa tidak enak menyaksikan orang-orang itu menjadi keganasan musuh dalam membela mereka berdua.
Melihat gelagatnya apabila anak buah Thi-bang-pang itu mati lagi beberapa orang, maka jiwa mereka pun akan terancam bahaya.
Dalam pada itu Siau Hong tambah mengganas, ia merasa pihaknya sudah lebih unggul, kemenangan pasti di tangan. Tak diketahuinya yang gagah perkasa hanya dia sendiri, yang menang cuma dia saja. saudara seperguruannya tidak ada satu pun menduduki posisi menguntungkan.
Dengan ilmu pedangnya yang aneh, dengan Cepat Kwe Siau- hong dapat membunuh lawannya, melihat keadaan kelompok Kan
Hoay-soan sini terancam bahaya, cepat ia memburu maju sambil membentak.
Dengan ikutnya Kwe Siau- hong dalam pertempuran- Siau Hong tidak dapat berlagak garang lagi, jelas Siau Hong bukan tandingan Kwe Siau-hong hanya dengan beberapa jurus aneh Siau Hong ia sudah terdesak hingga kalang kabut.
Dengan demikian Hoay-soan dan Khing-kiok lantas menganggur malah, beberapa anggota yang tidak terbunuh cepat mamberi pertolongan kepada kawannya yang terluka parah.
Hoay-soan dan Khing-kiok menyadari kepandaian sendiri selisih terlalu jauh sehingga siapa pun tidak memerlukan bantuan mereka, jadinya mereka hanya berdiri menonton disamping bersama Hana.
Dalam pada itu Yu Wi juga sedang memperlihatkan ketangkasannya melabrak musuh. Semula dia menggunakan ilmu pedang biasa dan bertempur sama kuat lawan Ji-bong berempat, tapi begitu dia mulai memainkan Hai-yan-kiam-hoat, kedukukannya seketika berubah lebih kuat.
Setelah menyerang tiga kali, waktu jurus ke-empat Hong-sui-kiam dilancarkan, dahsyatnya seperti air bah melanda dan tak tertahankan, "cret", kontan dada seorang lawan ditembus pedangnya.
Ji- bong Taysu, Lau Tai-peng dan Kun-kiam-bu-siang terkejut dan sama melompat mundur, mereka sama takut akan menati giliran serangan Yu wi berikutnya. Pada saat itulah mendadak seorang membentak "Berhenti, semuanya berhenti"
Sekali memukul Koh Peng mendesak mundur lawan, tiba-tiba terdengar Ji-bong juga berseru, "orang Thay-yang-bun berhenti semua"
Koh Peng tidak mau menyerang pada waktu pihak lawan sudah berhenti bertempur katanya pada Yu Wi, "Silakan ciangbun memberi perintah."
Bukan maksudnya memperingatkan Yu wi melainkan memberitahukan kepada segenap anak buahnya agar tunduk kepada perintah sang ciangbun. sebab ia tahu Yu Wi pasti ragu akan memberi perintah gencatan senjata .
Benarlah. segera Yu wi berseru, "orang Goat-heng-bun berhenti semua"
Diam-diam ia heran siapakah yang menyerukan gencatan senjata tadi? Rasanya suara orang itu sudah sangat dikenalnya.
Ji- bong taysu juga tidak tahu siapa yang mula-mula menyerukan gencetan senjata itu, soalnya keadaan pihaknya lagi terdesak, adalah menguntungkan jika untuk sementara dapat berhenti bertempur, kalau tidak. bila tanpa sebab dirinya memberiperintah berhenti kan berarti mengaku kalah.
Begitulah, setelah kedua pihak berhenti bertempur, segera barisan pengepung bagian luar meluangkan sebuah jalan masuk dan muncul dua orang beriring. Yang seorang ialah Cin Pek-ling, seorang lagi ialah Kan ciau-bu.
Melihat kedua orang itu berada bersama, Yu Wi lantas tambah yakin yang menyelamatkan Cin Pek-ling ialah Kan ciau-bu, sekaligus juga diketahui terakan bentakan tadi dilakukan oleh Cin Pek-ling, pantas rasanya suara orang sudah sangat dikenalnya.
Anak murid Koh Peng juga lantas memberi jalan lewat karena melihat pendatang ini ialah Kan cau-bu, betapapun Kan ciau-bu pernah menjadi pemimpin mereka, wibawanya masih besar biarpan sekarang tidak lagi menjadi ketua mereka.
Sesungguhnya mereka pun tidak takut ada orang masuk kedalam kalangan betapapun banyak orang yang terkepung, apabila tidak menguasai ilmu sakti sebangsa Su-ciau-sin-kang seperti Yu Wi jelas tidak gampang hendak membobol dan keluar dari kepungan. Seumpama Ji-bong dan lain-lain tidak bertempur dengan Yu Wi, untuk menerjang keluar kepungan juga tidak mudah bagi mereka.
Ketika kemudian melihat Cin Pek-ling datang dengan menggendong seorang anak kecil, seketika air muka Yu Wi berubah pucat, diam-diam timbul firasat tidak enak.
Cin Pek-ling lantas berhenti agak jauh di depan Yu Wi, ia kuatir lawan akan merampas anak yang digendongnya itu secara mendadak. bila jaraknya terlalu dekat tentu risikonya juga tambah besar dan bisa jadi sekali gempur Yu Wi akan berhasil merampas anak itu,
Segara Cin Pek-ling mengangkat anak kecil itu dan berseru, "Wahai murid Goat-heng-bun, lihatlah ini"
Serentak semua orang mamandang anak kecil itu. Saat ini kecuali Kan ciau-bu yang berdiri di samping Cin Pek-ling, belum ada orang lain mengetahui anak itu adalah putra Yu Wi yang hilang sekian tahun, yaitu Yu Ki-ya.
Ji-bong juga tidak tahu permainan apa yang akan dilakukan Cin Pek-ling, cuma ia tahu orang itu banyak tipu akalnya, kedatangannya tentu sudah dirancang dengan baik, bahkan dia muncul pada saat dan tempat itu, sungguh beruntung baginya.
Terdengar Cin Pek-ling lagi berseru, "Koh-tianglo, numpang tanya, siapakah ketua Goat-heng-bun sekarang?"
Melihat kemunculan Kan ciau-bu, Koh Peng jadi gemas terhadap manusia yang licin dan licik ini disangkanya Cin Pek-ling hendak memperalat Kan ciau-bu untuk menekan pihaknya, segera ia menjawab dengan suara keras, "Kedudukan Kan ciau-bu sebagai ketua sudah dihapus, saat ini yang menjadi ciangbun ialah Yu Wi."
"Seorang ciangbunjin mana boleh dipecat begitu saja semudah itu?" ujar Cin Pek-ling.
Dengan gregatan Koh Peng barteriak. "Dahulu kami bertiga salah mengenali manusia she Kan padahal pribadi Kan ciau-bu yang lebih rendah daripada hewan ini mana sesuai menjadi pemimpin suatu perguruan besar?"
"Tua bangka she Koh," segara Kan ciau-bu mendamperat, "Padahal sekarang biarpun kau minta kujadi ketua kalian, akulah yang tidak sudi. Cin-cianpwe, tidak perlu banyak omong dengan dia, bicara saja langsung pada pokok persoalannya."
Cin Pek-ling lantas berkata pula, "Koh-Tianglo apakah kau kenal anak kecil ini?"
"Anak ini adalah putra ciangbunjin yang kalian akui sekarang," sambung Kan ciau-bu.
Keruan segenap murid Goat heng-bun sama terperanjat. Dengan suara rada gemetar Koh Peng lantas tanya Yu Wi, "ciangbun, apakah benar anak itu puteramu?"
Diam-diam ia membantin "apabila benar, jelas keadaan akan berubah sama sekali dan mungkin sukar lagi menumpas musuh bebuyutan ini. Sungguh tidak kepalang rasa penasarannya bilamana teringat kedudukan yang menguntungkan ini segera akan tersia-sia begitu saja,"
Maka Yu Wi berubah pucat ketika mula-mula melihat anak dalam gendongan Cin Pek-ling itu, setelah mengetahui maksud tujuannya, sedapatnya ia menenangkan diri, lalu menjawab dengan tersenyum, "Koh tianglo, boleh kau tanya istriku Pek-yan, apakah betul anak itu putraku?"
Belum ditanya Pek-yan lantas menanggapi, "Putra ciangbunjin kalian saat ini baru berumur setengah tahunan."
Hati Koh Peng merasa lega oleh keterangan istri Yu Wi ini, sebab dilihatnya anak dalam gendongan Cin Pek-ling sedikitnya berumur empat tahun.
Watak Kan Hou beranggasan dan kasar, kontan ia memaki, "Dirodok, dari mana kau dapatkan anak jadah ini untuk diakukan sebagai putra ciangbunjin kami?"
Adalah pantas jika dia memaki Cin Pek-ling. tapi ucapan "anak jadah" jelas salah alamat, sebab anak itu sebenarnya memang anak Yu Wi, putra pemimpin sendiri yang bernama Yu Ki-ya.
Soh-Sim tahu anak Yu Wi yang berada dalam Cengkeraman Cin Pek-ling. ia lantas memberi keterangan, "Kan-tianglo, Ki-ya adalah anak yang baik, dia bukan anak jadah."
Padahal ia juga tak tahu apakah Yu Ki-ya anak badung atau bukan, soalnya nama Ki-ya (mengenang Ya atau Bok-ya) itu diambil untuk mengenangkan dirinya, tanpa terasa dia menyukai anak yang belum pernah dikenalnya itu.
Dengan sendirinya Kan Hou tidak tahu siapa Ki-ya yang dimaksudkan Soh-sim, tanpa pikir ia tanya, "Siapa itu Ki-ya?"
Soh-sim memandang Ki-ya dengan rasa kuatir, katanya, "Itulah anak dalam gendongan Cin Pek-ling itu, putra ketua kalian, Yu Wi."
Baru sekarang Kan Hou melengak. ia garuk-garuk kepala dan menyadari kesalahan makian sendiri tadi.
Segera Yu Wi berseru, "Jangan sembarangan omong, Ya-ji, dia bukan anakku, dia juga bukan Ki-ya, putra ku sekarang berada di lembah Siau-hoa-san sana, berada bersama cicimu, Bok-cing."
"Hahahaha" tiba-tiba Cin Pek-ling tertawa "Yu-ciangbun, boleh juga jika engkau tidak mau mengakuinya. Biarlah anak ini dianggap sebagai anak jadah, anak ini biar kubanting mati dia saja"
Makian "anak jadah" membikin air muka Yu Wi berubah, ketika mendengar anak itu hendak dibanting mati, air muka Yu Wi tambah pucat.
Soh-sim dapat melihat wajah Yu Wi dengan jelas, cepat ia berseru, "Kau berani, Cin Pek-ling"
Padahal Cin Pek-ling hanya berlagak hendak membanting anak itu dan tidak dilakukannya dengan sungguh-sungguh, betapapun ia hendak menggunakan Ki-ya sebagai sandera untuk memeras pihak Goat- heng- bun, mana dia berani memb anting mati sandera yang berguna itu.
Sebaliknya Yu Wi sengaja barlagak tak acuh, serunya, "Cin Pek-ling, ayolah banting saja, kenapa tidak kau banting? Jika putraku tentu aku tidak sampai hati membiarkan kau banting mati dia."
Nyata dia rela anaknya terbanting mati daripada kehilangan posisi yang menguntungkan untuk menumpas Thay-yang-bun ini.
Dengan gemas cin Pak-ling berteriak, "Baik, akan kubanting mampus dia"
la pegang kedua kaki Yu Ki-ya terus diputar. Kasihan Ki-ya, anak itu mengira "sang paman" lagi bercanda dengan dirinya, sedikitpun ia tidak takut, ia malahan mengikik tawa sambil berkeplok. "Ayolah paman cin, putar lebih kencang sedikit"
Yang kebat-kebit ialah Soh-sim, cepat serunya, "Berhenti, lekas berhenti Ada urusan boleh dirundingnya dengan baik-baik"
"Berhenti" Siok-coan juga berteriak.
Cin Pek-ling tidak mengayunkan tubuh Ki-ya lagi, tapi anak itu dijinjingnya dengan terbalik seperti ayam, lalu menunggu perkembangan selanjutnya.
Siok-coan lantas mendekati Yu Wi dan berkata, "ciangbun, kutahu anak itu adalah putra mu."
Tapi Yu Wi menggeleng dan menyangkal, "Tidak, bukan" Namun suaranya jelas rada gemetar.
Siok-coan menghela napas, ucapnya, "Pernah kau katakan padaku bahwa ada seorang anakmu jatuh dalam cengkeraman Cin Pek-ling."
Memang, Yu Wi memang pernah bicara demikian. Kecuali Koh Peng bertiga, ucapan ini juga didengar orang banyak.
Tidak bisa lagi Yu Wi menyangkal, tapi ia berkata, "Putra ku sudah dicelakai Cin Pek-ling, anak yang dipegangnya sekarang ini bukan puteraku."
"Tapi tempo hari tidak kau katakan Ki-ya sudah mati," kata Siok-coan pula. "Ai, ciangbun, persoalan ini boleh ditunda sementara, coba lihat dulu apa kehendak Cin Pek-ling."
Yu Wi tahu keadaan yang menguntung sekarang sebenarnya adalah kesempatan paling baik untuk menumpas musuh bebuyutan perguruan, betapapun tidak boleh lantaran jiwa anaknya sendiri lantas menyia-nyiakan kesempatan baik yang selama ini sangat diharapkan setiap anak murid Goat-heng-bun.
Maka dengan keraskan hati ia berkata pula, "Dengarkan kawan seperguruan, musuh yang berada dalam kepungan sekarang ini, betapapun tidak boleh terlepas seorang pun. Ayolah sikat terus"
Habis berkata, dengan menahan rasa duka kemungkinan putra kesayangan akan menjadi korban keganasan musuh, segera ia melancarkan serangan dengan jurus "Bu-tek-kiam" yang dahsyat, sungguh luar biasa hebatnya jurus serangan ini, kontan terdengar guru Siau Hong, yaitu Kun-kiam-bu-siang, menjerit ngeri dan roboh binasa.
Tenaga serangan Yu Wi benar- benar menggetarkan nyali anak murid Thay-yang-bun, semuanya kuncup,
"Lihatlah. Yu Wi" teriak Cin Pek-ling mendadak,
Tertampak Yu Ki-ya lantas diangkatnya ke-atas, sebelah lengan anak itu dipuntirnya, "krek", kontan tulang langan anak itu terpuntir patah.
Kasihan Ki-ya, tak disangkanya paman Cin yang biasanya sangat baik padanya itu sekarang bisa mengganas padanya. Saking kesakitan ia menjerit dan menangis.
Dalam kaadaan demikian, betapa keras hati Yu Wi juga luluh, ia meraung gusar dan menerjang maju.
Cepat Ji-bong dan Lau Tai-peng mengadangnya. Kungfu mereka berdua terlebih tinggi daripada Kun-kiam-bu-siang, dua kali serangan Yu Wi sempat dihindarkan mereka.
"Yu Wi," bentak Cin Pek-ling mendadak, "Jika tidak lekas berhenti, segera kuhancurkan batok kepala anakmu. Lihat ini"
Meski dia cuma main gertak saja, tapi Yu Wi menjadi jeri dan cepat berhenti menyerang, Sekarang setiap orang yang hadir sudah yakin anak itu memang betul putra Yu Wi.
Segera Koh Peng berseru, "ciangbun, biarlah kita lihat dulu apa kehendak mereka."
Yu Wi menghela napas lemas dan tidak bicara.
"Dengarkan anak murid Goat-heng-bun," teriak Cin Pek-ling, Jika ingin jiwa anak ini tetap hidup, lekas kalian meninggalkan tempat ini. Kan heng, silakan kau hitung sampai sepuluh, bilamana hitungan sepuluh habis dan disini tertinggal seorang musuh saja segera kubunuh anak ini."
Kan ciau-bu tertawa senang. lalu ia berdehem keras satu kali, segera ia menghitung "satu". Hanya sebentarsaja dia sudah menghitung sampai angka "delapan". Tapi keadaan tetap tenang, tidak ada seorang pun berani bergerak. rupanya disebab kan Yu Wi belum memberi perintah, tapi bila Yu Wi memberi perintah. seketika anak murid Goat-heng-bun akan mundur seluruhnya.
Kan ciau-bu sengaja memperlambat hitungannya, kata "delapan" itu di suara kan dengan panjang dan bercampur dengan suara jerit tangis Yu Ki-ya sebingga menambah tegangnya suasana.
Yu Wi juga tegang dan rada ragu, betapapun ia pun bingung apa yang harus dilakukannya .
Maklumlah, soal memberi perintah adalah sangat sederhana, tapi urusannya menyangkut kepentingan orang banyak, apabila urusannya cuma menyangkut kepentingan pribadi Yu Wi sendiri, tentu sejak tadi ia memberi perintah mundur secara serentak dan tentu lengan Ki-ya takkan dipuntir patah oleh Cin Pek-ling.
Koh Peng sangat terharu melihat Yu Wi rela mengorbankan jiwa anak sendiri daripada menggagalkan usaha penghancuran musuh. Ia pikir bila dirinya yang menjadi Yu Wi tentu sejak tadi memberi
perintah mundur tanpa menghiraukan kesempatan baik untuk menumpas musuh.
Ia menduga sebabnya Yu Wi tidak mau memberi perintah pengunduran adalah karena tidak tahu pasti bagaimana pendapat dirinya dan Tan Ho serta Kan Hou, ia pikir kedua saudara yang lain pasti juga sependapat dengan aku dan tidak ingin mengorbankan jiwa putra ciangbunjin.
Karena itulah Koh Peng lantas berkata, "ciangbun, mohon memberi perintah pengunduran saja. waktu masih banyak. biarlah kita cari jalan lain lagi kelak."
Yu Wi mengangguk. selagi hendak buka mulut, mendadak urung pula. Tiba-tiba dilihatnya muncul seorang perempuan berbaju hitam dengan sanggul tinggi dan berdandan serupa wanita bangsawan.
Setiba dibelakang Cin Pek-ling, perempuan itu lantas menyapa, "Cin-siansing"
Sebenarnya Cin Pek-ling juga tahu ada orang mendekatinya, diam-diam ia sudah menaroh perhatian, maka dia lantas berpaling dan melihat wanita yang sudah dikenalnya, dengan tertawa ia menjawab, "Hujin, tempat ini bukan tempat pesiar yang baik sekarang."
"Begitukah?" ucap si perempuan berbaju hitam, pelahan ia melangkah lebih dekat lagi, jaraknya dengan Cin Pek-ling sekarang tidak lebih dari lima kaki saja.
Kiranya datangnya Cin Pek-ling bersama satu perahu dengan wanita ini, di tengah perjalanan diketahuinya orang adalah nyonya bangsawan yang gemar pesiar ketempat-tempat wisata yang terkenal, nyonya ini membawa serta seorang budak tua. Tak diketahuinya bahwa budak tua itu sebenarnya adaalah samaran "Su-put-kiu" atau mati pun tidak mau menolong, yaitu si tabib sakti yang sudah diceritakan di bagian depan (Bacalah Pendekar Kembar). Dan nyonya bangsawan ini tak-lain-tak-bukan ialah Tan Siok-cin, ibu kandung Yu Wi dan Kan ciau-bu.
"Su-put-kiu" alias Su Put-ku telah berhasil menyembuhkan penyakit saraf Tan Siok-cin, lalu mereka berdua bersama-sama mencari jejak Yu Wi.
Sampai di Eng-bu-ciu, mereka mendapat kabar tentang keberangkatan Yu Wi ke Kun-san untuk memenuhi tantangannya pihak Thay-yang-bun, ia segera menyusul kesana, sampai di tepi danau Tong- liang, untung masih tersisa sebuah perahu pesiar, kebetulan pada waktu itu Cin Pek-ling dan Kan Ciau-bu juga muncul, maka mereka berempat lantas beranpkat bersama ke Kun-san di tengah danau ini.
Melihat Tan Siok-cin yang anggun dan cantik itu meski sudah setengah baya, di dalam perahu berulang-ulang Cin Pek-ling berusaha mengajaknya bicara.
Melihat Kan Ciau-bu diam saja meski barhadapan dengan dirinya, segera Tan Siok-cin tahu anak muda ini bukanlah Yu Wi, sebab kalau Yu Wi tentu sudah lantas memanggil ibu dengan kegirangan.
Dia tidak tahu ada keperluan apa Cin Pek-ling bersekutu dengan Kan Ciau-bu menuju ke Kun-san, apalagi ia pun tidak kenal Kan Ciau-bu, maka ia hanya berbasa-basi sekadarnya menjawab pertanyaan Cin Pek-ling.
Tentu saja Cin Pek-ling bergirang karena orang mau bicara dengan dirinya, ia pikir nanti kalau urusan di Kun-san selesai akan berdaya untuk memikatnya.
Karena timbul pikirannya yang tidak senonoh terhadap Tan Siok-cin, dengan sendirinya Cin Pek-ling kehilangan kewaspadaan terhadap wanita ini, malahan Tan Siok-cin sengaja tersenyum manis padanya, keruan Ciu Pek-ling tambah lupa daratan. Tapi hanya sejenak saja ia bersenang hati, mendadak kedua lengan baju Tan Siok-cin mengebas, "plak-ploks" dengan tepat dada dan perutnya tersabet.
Ketika melihat wajah Tan Siok-cin mirip Yu Wi, diam-diam Ji-bong sudah curiga, tak terduga olehnya wanita yang berdandan anggun ini tak-lain-tak-bukan ialah siperempuan gila berbaju hitam
yang setiap tahun pasti datang ke Cu-pi-am untuk meminta kembali Jit-yap-ko padanya itu.
Kini mendadak melihat kedua lengan baju si wanita anggun mengebas, kungfu ini sudah sangat dikenal Ji-bong, karena sudah belasan tahun mereka saling gebrak. maka cepat ia berseru, "Dia ibu Yu Wi"
Tapi sayang, peringatannya sudah kasip. betapa lihai lwekang Cin Pek-ling jelas tidak tahan oleh tenaga kebutan yang lihai itu, kontan ia tumpah darah. belum lagi sempat menjerit ia pun roboh terjungkal sehingga Yu Ki-ya yang digendongnya juga mencelat.
Demi mendengar wanita barbaju hitam itu adalah ibu Yu Wi, tanpa peduli lagi keadaan luka Cin Pek-ling, segera Kan ciau-bu melompat maju untuk meraih Yu Ki-ya yang terpental itu,
Dengan sendirinya Tan Siok-cin juga tidak tinggal diam. sebagai nenek tentu saja ia pun sayang terhadap cucu. Ia justeru kuatir dirinya dikenali Ji-bong Taysu. maka sejak tadi belum unjuk diri, ketika sebelah lengan cucunya dipatahkan Cin Pek-ling, sougguh sakit sekali hatinya, sekarang anak itu mana boleh dibiarkannya terbanting ketanah, maka begitu Ki-ya terbebas dari cengkeraman Cin Pek-ling, serentak iapun menyambar tubuh anak itu.
Jadi Tan Siok-cin dan Kan ciau-bu telah memegang tubuh Ki-ya pada saat yang sama, yang seorang memegang tubuh bagian atas, yang seorang mencengkeram kedua kakinya.
Melihat Ciau-bu berebut dengan dirinya. cepat Tan Siok-cin membentak. "Lepaskan, Ciau-bu"
Kan ciau-bu tidak kenal ibunya, ia balas membentak dengan bengis, "Kau sendiri lepas dulu"
Dalam pada itu Su Put- ku telah memburu maju dan berseru, "Kan ciau-bu. masakah kau tidak tahu bahwa dia adalah . . .."
Mestinya hendak dijelaskannya Tan Siok-cin adalah ibu Kan ciau-bu, tapi Ciau-bu mengira kedatangannya hendak membantu si
wanita berbaju hitam, dalam gugupnya ia lepaskan kaki Ki-ya, tapi sekalian terus menghantam punggung anak itu.
Kasihan anak itu memang sudah pingsan karena kesakitan, pukulan yang mematikan ini pun tidak dirasakannya sama sekali.
Setelah memukul mati Yu Ki-ya, segera Kan ciau-bu bermaksud kabur. Tapi jangan harap lagi, demi melihat putra Ciangbunjin terbunuh, serentak anak murid Gout- heng- bun merapatkan lingkaran kepungan mereka dengan lebih ketat.
Melihat cucu mati secara mengenaskan dipukul oleh puteranya sendiri, air mata Tan Siok-cin bercucuran dan tidak dapat bicara.
Setiap orang yang hadir mana tahu Yu Ki-ya telah terbunuh, semua orang sama tercengang dan tidak tahu apa yang akan terjadi. Mendadak Yu Wi membentak murka, "Serbu"
Karena perintah ini, pertempuran lantas berjangkit pula. Sekarang pihak Yu Wi semuanya sama berduka dan murka, serangan mereka tambah dahsyat dan tidak kenal ampun.
Pertempuran terus bertangsung hingga dekat magrib dan terjadilah banjir darah, pelahan barulah pertempuran berakhir.
Akibat pertempuran sengit ini segenap anggota Thay-yang-bun dimulai dari Ji-bong Taysu sehingga seluruh nikoh cu-pi-am, tidak ada seorang pun yang hidup, semuanya terbunuh.
Yu Wi dapat menawan Kan ciau-bu hidup, hidup, ia sudah bertekad takkan mengampuni lagi jiwa Kan ciau-bu. ciau-bu telah membinasakan anaknya, betapapun tidak dapat diampuni.
Dengan sebelah tangan mengempit Kan ciau-bu, lalu Yu Wi mendekati Tan Siok-cin dan memanggil dengan penuh duka, "Bu"
"Lepaskan saudaramu," kata Tan Siok-cin
Yu Wi menggeleng, jawabnya, "Anak mengucapkan selamat kepada ibu karena penyakitmu sudah sembuh benar."
Lalu ia berpaling kearah Su Put-ku dan berkata pula, "Kuku, sampai mati pun keponakan takkan melupakan budi kebaikanmu yang telah menyembuhkan ibu."
Dengan terharu Su Put-ku menjawab, "Semua ini berkat jasamu sendiri, engkau telah meminjamkan Pian-sik-sin-bian kepadaku kalau tidak. biar-pun kepandaianku setinggi langit juga tidak dapat menyembuhkan poeyakit saraf ibumu."
Yu Wi lantas mengangkat mayat Ki-ya dengan sebelah tangan.
"Kematian cucu adalah salahku, hendaknya kau pun jangan terlalu berduka," demikian ucap Tan Siok-cin
Ia sengaja mengalihkan semua kesalahan atas diri sendiri, sebab ia kuatir Yu Wi akan bertindak tanpa kenal ampun terhadap Ciau-bu.
Tidak terkatakan sedih Yu Wi, sedapatnya ia menahan air matanya, tahulah dia sekarang antara dirinya dan Kan Ciau-bu dalam pandangan mata ibu, biarpun baru pertama kali saling bertemu, jelas bobot Kan Ciau-bu terlebih berat dalam pandangan ibunya.
Segera Yu Wi berkata, "Maaf, ibu, ada sesuatu urusan terpaksa harus kulaksanakan dengan menantang kehendak ibu."
"Memangnya apa yang akan kau lakukan?" tanya Tan Siok-cin
"Harus kubunuh Koko yang tidak setia dan tidak berbudi ini" seru Yu Wi dengan emosi, menyesal dan juga murka.
Dengan tangan kiri ia kempit Kan ciau-bu, asalkan dia perkeras tenaganya, seketika Ciau-bu bisa mati tergencet.
Tan Siok-cin tampak kurang senang, katanya. "Kau panggil Koko padanya, tidak boleh kau perlakukan dia secara demikian, lekas kau lepaskan dia."
"Tahukah ibu betapa besar dosa yang dilakukan Koko dan betapa banyak orang yang telah menjadi korban kejahatannya?" kata Yu Wi.
"Apapun juga , hendaknya kau pandang muka ibu, ampuni kasalahannya dan janganlah saling membunuh di antara saudara sendiri," ujar Tan Siok-cin
"Dia telah membunuh kedua isteriku, dia membinasakan putra kesayanganku, apakah semua ini dianggap selesai begitu saja?" seru Yu Wi dengan penuh rasa penasaran
"Isteri mati dapat kawin lagi, anak mati juga dapat dilahirkan pula anak lain, Tapi kakakmu hanya dia seorang saja," demikian Tan Siok-cin berusaba membujuk pula.
"Menurut kelakuan dan tidakannya, sudah lama tidak perlu kuakui dia sebagai Koko," jawab Yu Wi.
Tan Siok-cin menjadi kurang senang, "Apakah kau pikir karena dia saudara lain ayah?"
"Jika Kan Jun-ki masih hidup dan mengetahui perbuatan anaknya yang jahat ini, tentu beliau juga akan membinasakan anak durhaka begini," seru Yu Wi.
Tan Siok-cin menjadi gusar, "Kurang ajar Memangnya nama Kan Jun-ki boleh sembarangan kau-sebut?"
"Kan Jun-ki adalah musuh cinta ayah, betapa benci ayah kepadanya, masa harus kusebut dia dengan hormat?" jawab Yu wi tegas, "Kan Jun-ki terkenal sebagai seorang pendekar besar, dia pasti juga takkan membela anaknya yang jahat."
"Jika demikian, jadi aku pun salah karena membela anak?" tambah marah Tan Siok-cin
"Pokoknya hari ini akan kutumpas kejahatan bagi dunia persilatan, juga mewakili Kan Jun ki menghukum anaknya yang maha jahat ini," seru Yu Wi. Lalu ia menunduk dan berkata kepada Kan ciau-bu dalam kempitannya, "Jika kubunuh dirimu sekarang memangnya kau penasaran?"
Ciau-bu memenjamkan mata tanpa menghiraukannya, dalam keadaan demikian ia benar- benar pasrah nasib saja.
"Baik, jika kau mau mengaku salah, biar kau mati dengan cepat," bentak Yu Wi.
Mendadak ia perkeras kempitannya, seketika terdengar suara "krak-krek", suara tulang retak.
"Berhenti" teriak Siok-cin dengan cemas.
Yu Wi menghentikan kempitannya, tapi lantas berteriak dengan kalap. "Harus kubunuh dia"
Mendadak Tan Siok-cin mengebaskan lengan bajunya dengan keras.
Yu Wi melompat mundur, ucapnya dengan pedih, "Hendak kau bunuh diriku, Bu?"
"Sama-sama anakku, aku tidak ingin ada yang mati." seru Siok-cin
Karena mayat Ki-ya yang dipegangnya mulai kaku, rasa dendam Yu Wi berkobar lagi, urat hijau tampak menonjol di dahinya, kembali ia perkeras kempitannya Sekali ini tulang dada Kan ciau-bu tergencet patah seluruhnya.
Beberapa kali Tan Siok-cin mengebutkan lengan bajunya, sembari mengelak Yu Wi berteriak, "Bu ... ibu .... "
"Jangan panggil ibu padaku," teriak Siok-cin gusar, "Aku bukan ibumu, aku cuma punya seorang anak. Kau berani membunuh anakku tentu kubunuh kaU pula."
"Ahhh" seketika berubah air muka Yu Wi. pelahan ia melepaskan Kan ciau-bu, lalu berteriak dengan terbabak-bahak. "Ha ha, ternyata bobot ayah memang lebih ringan dalam pandangan ibu daripada Kan Jun-ki"
Dilemparkannya tubuh Kan ciau-bu yang lemah lunglai itu, lalu berlari pergi secepat terbang.
Meski jiwanya tidak melayang, namun selama hidup Kan ciau-bu harus berbaring di tempat tidur, cacat dan tak berguna lagi.
"Toako Toako Hendak kemana?" seru Soh-sim dan Pak-yan berbareng. Tanpa menoleh lagi Yu Wi terus lari pergi dan lenyap dalam sekejap.
---ooo0dw0ooo---
Setahun kemudian setelah peristiwa dipuncak Kun-san ini, Soh-sim dan Pek-yan bergotong- royong memilin tambang panjang dipuncak Siau-hoa-san dan turun ke dalam lembah kurung itu,
Namun Pek-yan naik kembali dengan bertangan kolong. katanya dengan menggeleng kepala, "Tidak terdapat orang di sana."
"Lantas kemana perginya Ciciku?" tanya Soh-sim dengan kuatir.
"Jelas dia ditolong pergi Toako, dengan kesaktian Toako sekarang tentu tidak diperlukan tambang panjang untuk naik-turun ke lembah sana."
Yang dikuatirkan Soh-sim sebenarnya keselamatan Yu wi, cuma di depan Pek-yan tidak enak baginya untuk memperlihatkan perasaannya itu, Ia yakin Toako pasti kembali ke lembah kurung ini. Seorang putranya telah mati, tidak nanti putra yang lain dibiarkan terpendam di dasar lembah kurung ini.
Fakta yang ditemukan juga membuktikan Yu wi memang pernah datang ke sini dan membawa pergi Ko Bok-cing.
Karena tidak menemukan Yu wi, mereka berdua lantas tinggal pergi dengan berduka.
Selanjutnya di dunia Kangouw juga tidak pernah lagi terlihat jejak Yu Wi dan Ko Bok-cing. Tapi 20 tahun kemudian di dunia Kangouw muncul seorang pendekar muda yang tiada taranya. Namanya Yu Pek.
Jika Yu Wi pernah menggetarkan dunia Kangouw dengan tangan kiri emas, maka kedua tangan Yu Pek memakai sarung tangan emas dan setiap tangannya tidak kalah lihainya daripada tangan kiri Yu Wi itu.
Menurut berita yang tersiar, konon Yu Pek adalah putra Yu Wi ....
Pada waktu yang sama dunia Kang-ouw juga muncul seorang pendekar anak dara yang cantik. baik ilmu silat mau pun kecerdasannya sangat menggemparkan Kang-ouw, orang ramai pun bilang dia putri Yu Wi, namun ia sendiri tidak pernah mengakui Yu Wi sebagai ayahnya . . . Entah apa sebabnya?
= TAMAT =
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Setia 2 [Lanjutan Pendekar Kembar] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Setia 2 [Lanjutan Pendekar Kembar] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-setia-2-lanjutan-pendekar.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Setia 2 [Lanjutan Pendekar Kembar] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Setia 2 [Lanjutan Pendekar Kembar] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Setia 2 [Lanjutan Pendekar Kembar] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/pendekar-setia-2-lanjutan-pendekar.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

Tempat Kursus Bisnis Online mengatakan...

ceritanya unik-unik gan

Posting Komentar