Cersil : Kampung Setan 4

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 23 September 2011

Kim c iang Tayhiap t iba-tiba membuka mulut dan
berkata:
"Kabarnya kau hendak melakukan perjalanan
keselatan. ."
"Ya, aku akan berangkat segera!" jawab Ho Hay Hong
sambil menganggukkan kepala.
"Kau pernah menolong jiwaku, aku t idak punya barang
apa-apa untuk membalas budimu, hanya seekor kuda
kesayanganku ini aku akan hadiahkan kepadamu, harap
kau suka menerima dengan senang hat i, kuda
tungganganku ini set iap hari dapat melakukan perjalanan
ribuan pal tanpa merasa lelah, kau jangan pandang
ringan padanya, dia mungkir besar gunanya bagimu.
Karena dalam waktu satu hari satu malam kau sudah
akan t iba diselatan !"
Ho Hay Hong pikir: ’Aku justru khawat irkan sebelum
t iba didaerah selatan sudah putus nyawaku. Kalau begitu
kuda ini sungguh berarti bagiku.”
Oleh karenanya ia menerima baik pemberian itu
mengucapkan terima kasih. It Jie Hui kiam berkata: "Hay
Hong pergilah dan baik-baik diperjalananmu, aku t idak
bisa mengantarkan !"
Setelah mengucapkan perkataan itu, air matanya
mengalir turun, hingga buru-buru melengos kearah lain.
Ho Hay Hong keluar sambil menuntun kuda. Kuda itu
ternyata t inggi besar, bulunya yang menurun kebawah,
ia tahu bahwa kuda itu adalah seekor kuda yang jempolan, maka sekali lagi ia mengucapkan terima kasih
kepada Kim ciang Tayhiap.
Tiba-tiba ia teringat bahwa ia sendiri t idak pandai
menunggang kuda, selagi berada dalam keadaan ragu
ragu, satu suara yang t idak asing baginya terdengar dari
arah dalam "Ho koko kau hendak pergi, mengapa t idak
pamitan denganku !"
Ia buru-buru mengangkat tangan memberi hormat
dan berkata:
"Maaf karena hat iku t idak tenang, maka aku
melupakan peraturan ini, harap kau suka maafkan !"
Gadis berbaju ungu nampak berjalan ke luar dari
dalam rumahnya, ia sudah berpakaian rapih, hingga
kelihatannya semakin menarik hati. Ia berkata pula:
"Ho koko. apakah kau t idak keberatan? kalau aku
antarkan !"
Munculnya gadis itu, mengejutkan semua orang sebab
beberapa hari berselang It-Jie Hui kiam sudah suruh ia
ke selatan untuk mengungsi, tak disangka ia masih
berada di situ.
It Jie Hui kiam memang t idak senang, ia hendak
menegurnya, tetapi ket ika menyaksikan wajah sedih
gadis itu, ia menduga bahwa gadis itu mungkin sudah
mengetahui nasib Ho Hay Hong. maka ia t idak tega
menegur lagi.
Delapan orang pasukan Angin puyuh juga maju
menghampiri Ho Hay Hong berkata: "Ho Tayhiap jikalau Ho Tayhiap t idak keberatan kita
delapan saudara juga akan mengantar kau dalam
perjalanan!"
"Baik, Toako sekalian demikian besar perhatiannya
terhadap siaotee. sudah tentu siaotee tak bisa menolak !"
jawab Ho Hay Hong dengan perasaan terharu.
Gadis berbaju ungu dengan menuntun seekor kuda
berjalan keluar, orang banyak tidak perhatikan bahwa air
mata gadis itu membasahi kedua pipinya.
Setelah berada dijalan raya, ia melepaskan kudanya
sendiri dan menyambuti kuda Ho Hay Hong, kemudian
bersamanya menunggang seekor kuda.
Gadis itu yang memang pandai menunggang kuda.
dengan cepat sudah bergerak menuju keluar kota
bersama kuda delapan yang ditumpangi oleh delapan
dari pasukan Angin puyuh.
Berjalan sudah beberapa lama, gadis baju ungu itu
t iba-tiba menghentikan kudanya dan berkata kepada
delapan pasukan angin puyuh:
"Toako sekalian boleh mengantar sampai di sini saja
tolong sampaikan kepada loya, bahwa aku akan
mengikut i Ho Toako pergi ke selatan !"
"Kapan nona hendak pulang?" tanya Khong Lip.
"Belum tentu, toako"
"Jangan banyak tanya lagi, lekas pulang !"
-0ooodwooo0-
Bersambung Jilid 20
Jilid 20
DELAPAN ORANG ITU lalu memberi hormat kepada Ho
Hay Hong, setelah itu balik kembali ke markasnya.
Gadis baju ungu melanjutkan perjalanannya dengan
Ho Hay Hong. Ditengah perjalanan ia bertanya:
"Ho koko, apa kau tak keberatan aku ikut kau ?"
Ho Hay Hong sungguh berat untuk menjawab, sebab
kepergiannya ke selatan itu sebetulnya hendak
mengadakan pertemuan yang penghabisan dengan gadis
kaki telanjang, tetapi jikalau gadis baju ungu itu berada
disampingnya, bagaimana ia harus memberi keterangan?
Gadis baju ungu itu ketika melihat Ho Hay Hong t idak
bisa menjawab, mendadak kebut kudanya hingga kuda
itu kabur seperti terbang.
Ho Hay Hong hampir jatuh dari kuda, pada saat itu ia
masih belum dapat memikirkan bagaimana harus
menjawab pertanyaan gadis itu.
Ketika tiba di persimpangan jalan gadis itu mengambil
jalan yang salah, maka Ho Hay Hong buru-buru
bertanya:
"Adik jalan ini menuju kebarat, untuk apa kau
kebarat?"
Gadis itu sambil menggigit bibir menjawab dengan
suara sedih:
"Kita pergi mencari Hoa chiu-tho, mungkin ia dapat
menolong jiwamu ! Ho Hay Hong segera teringat kepada orang tua
bermuka kurus yang banyak akalnya itu, dalam hat inya
masih merasa benci maka lantas menjawab:
"Buanglah jauh-jauh pikiran sepert i itu, Hoa chiu Hwa
tho itu manusia macam apa, bagaimana ia mau
menolong jiwaku?"
Gadis itu menggelengkan kepala, ia larikan kudanya
semakin kencang sehingga pohon-pohon dikedua belah
pihak sepert i lari mundur dengan pesatnya.
Kuda itu benar-benar kuda jempolan, dalam waktu
sekejap sudah lari beberapa puluh pal jauhnya.
Berada diatas kuda yang lari demikian pesat Ho Hay
Hong memeluk erat pinggang gadis kekasihnya.
Gadis itu mendadak berpaling dan berkata kepada Ho
Hay Hong:
"Ho koko, apa kau sudah lupa bahwa kau kini sudah
menjadi ketua atau pemimpin besar golongan rimba
hijau ?"
"Ini ada hubungan apa dengan diriku?" tanya Ho Hay
Hong tidak mengert i.
”Hwa chiu Hwa tho adalah ialah satu anggota
golongan rimba hijau daerah utara, pemimpin berada
dalam kesulitan sudah seharusnya ia berusaha memberi
pertolongan, ini bukankah berarti ada baiknya bagimu?"
"Kau melupakan satu hal, Kay tee Kim kong adalah
saudara tua Hwa chiu Hwa tho. Oleh karena Kay tee Kim
kong binasa ditangan ku, sudah past i ia akan mengetahui
bahwa racun dalam tubuhku itu adalah perbuatan tangan saudara tuanya, bagaimana mau menolong jiwa musuh
yang membunuh saudaranya ?"
Mendengar perkataan itu, harapan dalam pikiran gadis
itu, telah lenyap seketika. Ho Hay Hong mengibuli
padanya: "Mati hidup tergantung ditangan Tuhan Yang
Maha Kuasa, adik, kau juga tidak perlu terlalu berduka."
Tak lama kemudian, dua orang itu t iba-tiba disamping
sebuah kolam besar. Didekat kolam itu terdapat sebaris
rumah yang terbuat dari bambu, Waktu itu hari sudah
gelap, dari jendela didalam rumah memancarkan sinar
lampu pelita.
Gadis baju ungu itu menambat kudanya disebuah
pohon, sedang Ho Hay Hong mengetok pintu salah satu
rumah ditepi empang.
Dengan pelahan ia mengetok t iga kali dari dalam
terdengar suara orang bertanya: "Siapa?"
Ho Hay Hong segera mengenali bahwa suara itu
adalah suaranya Hwa ciu hwa tho. Karena dahulu ia
sudah pernah mengalami kejadian t idak enak, maka t idak
berani berlaku ayal, ia berkata:
"Empek, bolehkah aku numpang tanya, dimana
tempat t inggal Hwa ciu hwatho?"
"Ada keperluan apa kau mencari dia?" tanya suara dari
dalam.
Ho Hay Hong memperlamban suaranya ia menjawab
dengan suara yang dibikin-bikin.
"Aku adalah pemimpin rimba hijau enam propinsi
daerah utara, aku ada sedikit keperluan hendak
berjumpa dengannya?" Mendengar jawaban itu, dari dalam rumah terdengar
suara seruan kaget, kemudian disusul oleh terbukanya
pintu. Hwa ciu hwa tho yang kurus kering tampak
diambang pintu, Sepasang mata yang tajam menatap
wajah Ho Hay Hong.
Sesaat orang tua itu tampak tercengang, kemudian
berubah marilah, katanya dengan suara gusar:
"Kau bocah ini yang kembali datang mengacau!"
Sehabis berkata, ia hendak menutup pintu lagi. Ho
Hay Hong mendorong dengan sekuat tenaga dan masuk
kedalam dengan langkah lebar, gadis baju ungu
mengikut i di belakangnya, siap untuk menghadapi segala
kemungkinan.
"Kau bocah ini berulang-ulang mencari aku, apakah
maksudmu sebetulnya?" tanya Hwa ciu hwa tho marah.
Ho Hay Hong dengan kedudukannya sebagai
pemimpin seolah-olah t idak menghiraukan kemarahan
tuan rumah, ia duduk diatas kursi dan berkata sambil
tertawa dingin.
"Aku ada urusan pent ing mencari kau untuk meminta
bantuan, apa kau tak suka?"
Ia mengeluarkan plat emasnya, diletakkan diatas
meja, matanya teras mengawasi orang tua itu.
Hoa ciu hwa-tho begitu melihat tanda itu, wajahnya
berubah seketika, ia bertanya dengan terheran-heran:
"Apa? kau kau benar-benar memiliki tanda
kepercayaan ini?" "Benda emas ini adalah Tok-hing lojin jit beberapa
tokoh rimba hijau daerah utara yang datang sendiri
dirumahku, dan diberikan padaku dengan kedua tangan!"
Ia mengeluarkan lagi lambang atau ke besaran Ngo
jiauw lim dan menambahkan keterangannya: "Kekuasaan
didaerah Ho siang See-san, Oh kun Khan bin dan daerah
utan yang dahulu dikuasai oleh saudaramu Kay tee
Kimkong sekarang semua sudah berada di bawah
kekuasaanku apakah kau Ho ciu hwa tho berani
menyatakan tidak percaya?"
Hoa ciu hwa tho sejenak berdiri tertegun
memperhatikan sepatunya. Sikapnya mendadak berubah
ia berkata sambil tertawa: "Ya, Ya Bengcu silahkan
duduk!"
Ia seolah-olah sudah perlakukan pemuda itu sebagai
tetamu agung, sikapnya sengaja menghormat:
Ho Hay Hong lantas berkata:
"Dengan terus terang, aku kini terluka bagian dalam
maka aku datang kepadamu untuk minta bantuan!"
"Tidak menjadi soal !" berkata Hoa chiu Hwa tho
sambil tertawa.
Ia mempersilahkan Ho Hay Hong membuka bajunya,
tangannya meraba tulang rusuk dan berbagai bagian
didadanya, lama baru berkata:
"Bengcu telah terkena serangan San hwa ciang lik,
serangan ini sudah masuk kebagian dalam daging, jikalau
kurang telit i, tidak dapat diketahui." "Cianpwee, apa kau dapat menyembuhkan lukanya?"
tanya gadis berbaju ungu cemas, Hoa chin Hwa tho
berpikir sejenak, baru berkata:
"Tentang ini . . . meskipun aku belum yakin
sepenuhnya, tetapi urusan Bengcu, sudah seharusnya
aku akan berusaha keras untuk melakukan !"
Dari dalam kamar ia mengeluarkan sebuah tempat
t idur dari kayu lalu menyuruh Ho Hay Hong rebah
diatasnya Ia mengambil juga peti obat-obatan. Lama ia
berpikir kemudian baru memilih beberapa macam obat
ramuan, lalu dimasaknya.
Selagi orang tua itu repot memasak obat , dengan
cepat Ho Hay Hong berbisik-bisik di telinga gadis baju
ungu:
"Adik, awas kau jaga akal bangsat itu ketika obat itu
mengeluarkan baunya kau harus menutup hidungmu
jangan bernapas, supaya t idak kemasukan hawa racun
dari obatku !"
"Aku mengert i, dan jangan khawat ir," menjawab gadis
itu sambil menganggukkan kepala.
Hoa chiu Hwatho mengambil kotak jarum itu
dicelupkan dalam cairan obat . lalu ditusukkan dibeberapa
bagian jalan darah tubuh Ho Hay Hong, kemudian
menepuknya beberapa kali.
Ho Hay Hong perlahan-lahan seperti pingsan ia
biarkan dirinya dipale oleh tabib itu. Dan tenaganya telah
lenyap. Apabila Hoa chiu hwa tho ada mengandung
maksud jahat , juga terpaksa membiarkan segala
perbuatannya. Gadis berbaju ungu dengan perasaan tegang
mengawasi segala perbuatannya, jika mengetahui
gelagat t idak beres, ia akan turun tangan dengan segera.
Ia teringat kejadian beberapa hari berselang ketika ia
sendiri di bawa oleh Ho Hay Hong berobat kepada orang
tua itu. bagaimana perhat ian kepada dirinya, ingat akan
itu ia merasa terharu, dan ia t idak menduga bahwa kali
ini adalah t iba giliran dia yang harus menjaga
keselamatan Ho Hay Hong.
Hoa chiu Hwa tho mencabut i jarum masnya dan
dimasuki kedalam kotaknya, kemudian menyuruh gadis
itu untuk mengambil air dingin ke kamar belakang.
Selagi hendak mengambil air, gadis itu mendadak
ingat, apabila ia pergi, Ho Hay long pasti berada dalam
bahaya. Maka ia tak jadi pergi.
Hoa-chiu Hwa tho agaknya menangkap sikap ragu-
ragu dari gadis itu, maka lantas berkata sambil
tersenyum.
"Jikalau kau merasa khawatir, biarlah aku yang
mengambil sendiri."
Pelahan-lahan ia masuk kedalam, setelah t idak tampak
bayangannya. Ho Hay Hong mendadak bangkit dan
duduk lalu berkata:
"Adik,kau jangan takut, aku tadi hanya berpura-pura
saja !"
Gadis itu terkejut , ketika ia memperhatikan keadaan
Ho Hay Hong, ia tertawa sendiri dan diam-diam hat inya
merasa lega.
Ho Hay Hong berkata dengan suara perlahan: "Orang tua itu benar mengandung maksud jahat ,
waktu ia memeriksa tubuhku menggunakan tangan
sangat berat , untung aku sudah siap siaga jikalau t idak
aku akan pingsan benar-benar."
"Apa sekarang kau merasa sedikit enak?" tanya gadis
dengan penuh perhat ian.
"Sekarang ini aku merasa t idak ada perobahan apa-
apa. Sepert i biasa. Serangan ilmu San hwa cian lik itu
benar-benar hebat, orang yang terkena serangannya
t idak tahu bahwa dirinya sudah terluka. Hai, aku dengar
kongkong berkata bahwa dalam t iga hari pasti mat i
tetapi aku sendiri masih belum tahu terluka di bagian
mana, coba kau pikir heran atau t idak?"
"Ucapan kongkong, sudah tentu t idak bisa salah lagi,
Ho koko kau harus berlaku sabar !"
"Adik, jikalau aku adu untung masih bisa hidup lagi,
aku t idak akan lupakan kau"
Gadis itu menundukkan kepala, pikirannya kalut ,
sementara itu tabib tua itu sudah balik kembali dengan
tangan menenteng sepanci air dingin.
Ho Hay Hong memejamkan matanya pura-pura
pingsan sedang gadis itu usap mukanya sambil menghela
napas pelahan.
Pada waktu itu asap dari obat telah mengepul pula,
gadis itu buru-buru menutup pernapasannya, tetapi hal
ini sudah diketahui oleh Hwa chiu Hwa tho, maka lantas
berkata sambil tersenyum: "Nona jangan takut jikalau aku akan bermaksud
mencelakakan dirimu sekalipun ada sepuluh nyawa, juga
t idak akan lolos dari tanganku?"
Sehabis berkata demikian, matanya mengawasi ujung
kakinya sendiri. Gadis baju ungu itu menampak sikap
aneh orang tua itu matanya juga dialihkan ke ujung kaki
orang tua itu.
Hoa chiu Hwa tho mengangkat sedikit ujung kakinya,
tampak benda berkelipan dan itu ternyata sebuah jarum
yang menancap diujung kakinya. Melihat itu, gadis itu
terkejut .
Ho chiu Hwa tho mencabut dengan jarinya, sebuah
jarum halus sepanjang setengah dim berada ditangan.
"Hanya dengan sebuah jarum ini, sudah cukup
membinasakan jiwamu."
"Apa art inya perkataanmu ini?" tanya gadis itu
bingung.
"Kau hanya memperhat ikan aku masak obat dan
gerakanku ketika memeriksa lukanya tapi kau t idak
perhat ikan ketika aku lewat disampingmu, jikalau kakiku
menginjak kakimu, jarum ini akan menembusi jalan
darahmu, sudah tentu kau t idak akan terhindar dari
kematian!"
Mendengar keterangan itu, gadis baju ungu itu
seket ika mengeluarkan keringat dingin.
Hoa chiu Hwa tho berkata pula: "Sekarang coba kau
berdiri, aku beritahukan lagi sebuah benda yang sangat
mengejutkan kau!" Gadis itu buru-buru bangkit dari tempat duduknya,
matanya mengawasi kursi, entah sejak kapan ditengah
kursi itu terdapat sebilah golok tajam.
Dengan ujung kaki Hoa chiu Hwa tho menyentuh
ujung kursi, golok tajam itu mendadak melesat keatas,
apabila golok itu mengenakan sasarannya, orang yang
terkena serangan t idak ampun lagi past i mati.
Hoa chiu Hwa tho berkata:
"Kau hanya tahu diriku berbahaya, sebaliknya kau
t idak tahu bahwa dalam rumah ini hampir set iap sudut
ada pesawat. Orang begitu masuk kedalam rumah,
berarti jiwa dan raganya sudah berada didalam
tanganku!
Sehabis berkata, ujung kakinya menendang sudut
kursi, golok tajam itu sudah menghilang dari tempatnya
dan bekas lubang tadi.
Sesaat itu gadis itu merasa sepert i terkepung oleh
ancaman bahaya, maka diam-diam pikirannya merasa
kalut , Didalam rumah tabib tua misteri itu, jiwa manusia
seolah-olah t idak berarti apa-apa. Asal tuan rumah mau
dengan satu gerakan tangan atau kaki, sudah cukup
membinasakan jiwa Ho Hay Hong dan jiwanya sendiri.
Ia tak berani lagi menjamin keselamatan jiwa
kekasihnya, sebab ia sendiri juga sudah berada didalam
guha macan, ini berarti bahwa hidup atau matinya,
hanya tergantung oleh pikiran dan kehendak tabib tua
itu.
Hoa chiu hwa tho tertawa bangga, ia agaknya merasa
bangga dengan perasaan takut gadis itu, tetapi diluarnya ia masih berlaku sangat hormat . Dengan sikap
menghormat ia mempersilahkan gadis itu duduk.
Gadis itu tahu bahwa kursi itu tersembunyi golok
tajam, maka ia tidak berani duduk lagi.
"Nona jangan khawatir. duduklah saja mana tanpa
setahuku akan mencelakakan dirinya?" demikian tabib
tua itu berkata sambil tertawa.
Gadis itu diam-diam berpikir: ”Kamar ini penuh dengan
pesawat rahasia, kalau ia hendak mengambil jiwaku,
memang sangat mudah. Rahasia kursi ini ia sudah dibuka
sendiri, sudah tentu t idak akan menggunakan cara yang
sangat bodoh untuk mencelakakan diriku.”
Berpikir demikian, hat inya merasa tenang maka lantas
ia duduk di tempatnya semula. Hoa ciu hwa tho
memandang Ho Hay Hong sejenak, lalu berkata:
"Tahukah nona bahwa orang ini adalah musuh
besarku, yang telah membunuh saudara tuaku?"
Gadis itu terkejut dan bertanya:
"Habis kau mau apa?"
"Aku berkata demikian bukan karena mengandung
maksud jahat , aku hanya mau tanya padanya, ada
permusuhan apakah ia dengan saudaraku itu?"
"Kay see Kimkong datang bersama anak buah dan
pembantunya datang menyerbu rumahku dengan
maksud hendak membasmi semua orang serumah
tanggaku. Tindakan yang melanggar hukum ini set iap
orang boleh saja menerjangnya atau membunuhnya. jadi
bukan salah dia. Cianpwee adalah seorang yang mengert i
aturan dan keadilan, apakah kau hendak limpahkan kesalahan kepada dirinya dan hendak menuntut balas
atas kemat ian saudaramu itu?"
"Bagaimana aku berani, dia adalah ketua atau
pemimpin besar golongan rimba hijau daerah utara, aku
Hoat ciu hwatho hanya seorang rakyat kecil yang t idak
berarti, bagaimana aku ada hak mencampuri urusannya?
Hanya keponakanku itu ketika mendengar Kemat ian
ayahnya telah menangis demikian sedih sehingga mau
t idak mau aku harus turun tangan juga, untuk
menunjukkan keadaan yang sebenarnya."
"Maksud Cianpwee?"
"Sudah lama aku menunggu, usahaku ini bagaimana
boleh di sia-siakan begitu saja? Kee Cing kau keluar!"
Seorang muda berusia t iga puluhan keluar dari dalam
kamar. Ket ika gadis baju ungu itu melihat orang itu,
hawa amarahnya meluap seketika. Jikalau bukan sebab
sedang menghadapi Ho Hay Hong yang dalam keadaan
bahaya, ia benar-benar akan menghajarnya.
Orang muda itu dengan sinar mata dingin memandang
padanya sejenak lalu bertanya kepada pamannya:
"Paman ada urusan apa?"
"Musuh besar yang membinasakan ayahmu, sekarang
berada disini." berkata Hwa chiu Hwa tho.
Orang muda itu membelalakkan matanya menatap Ho
Hay Hong, t iba-tiba ia dapat mengenali siapa adanya
orang muda itu, maka ia lantas berseru:
"Bagus bocah, kiranya adalah kau!" Dengan mata
beringas penuh hawa marah ia terus mengawasi Ho Hay Hong, seolah-olah seekor singa buas hendak menerkam
mangsanya. Akhirnya ia berkata dengan suara keras:
"Musuh yang membunuh ayah, itu adalah suatu
musuh yang paling besar. Bocah, kembalikanlah jiwa
ayahku."
Ia bertindak maju hendak menyerang, dan selagi
gadis baju ungu hendak merintangi, Hoat chiu Hwe tho
lebih dulu sudah menyela seraya berkata:
"Anak, kau harus pikir masak-masak dulu, orang ini
sekarang sudah menjadi pemimpin besar golongan rimba
hijau daerah utara!"
Orang muda itu terperanjat, ia merandek dan lama
baru menyahut .
"Tidak perduli siapa dia, bagaimanapun juga sakit hati
harus dibalas, aku baru bisa tenang!"
Gadis baju ungu menghunus pedangnya dan
membentak dengan suara nyaring:
"Manusia t idak tahu malu, kalau kau mempunyai
kepandaian, kau boleh melawan aku. Orang sakit kau
hendak serang, apakah itu perbuatan orang gagah?"
Hoa-chiu Hwa tho mendadak menggerakkan
tangannya ke arah Ho Hay Hong. Pemuda itu mendadak
mengeluarkan suara rint ihan, karena entah dari mana
datangnya, tubuh Ho Hay Hong sudah terikat oleh rantai
besi.
Meskipun ia meronta coba mematahkan rantai besi itu,
tetapi t idak berhasil.
"Bengcu Tayjin, aku tahu bahwa kau berlagak
pingsan, dengan pengalamanku yang luas, bagaimana kau dapat mengelabui diriku? Dalam mataku,
perbuatanmu ini hanya suatu perbuatan yang sangat
bodoh." berkata Hoa chiu Hwa tho dingin.
Ho Hay Hong meski sudah masuk perangkap, tetapi
masih berlaku tenang, katanya sambil tertawa nyaring:
"Hoa chiu Hwa tho, aku juga sudah tahu isi hat imu.
Satu sama lain tokh mengandung maksud t idak baik, kau
t idak dapat salahkan aku kurang sopan terhadapmu.
Hahaha."
Laki muda yang ayahnya mati ditangan Ho Hay Hong
tanpa banyak bicara tangannya menyambar sebilah golok
dan menyerbu dengan kalap.
Hoa chiu Hwa tho kini berdiri sebagai penonton sambil
terbahak-bahak.
Gadis baju ungu menyerang dari samping dengan
pedangnya, tetapi serangan pedang gadis itu tertahan
oleh hembusan angin yang keluar dari tangan Hoa chiu
Hwa tho.
"Nona kecil, kau beristirahat lah sebesar!" kata tabib
tua itu dingin.
Tangannya dengan cepat menotok kedinding, dari atas
segera turun jaring kawat yang mengurung gadis itu.
Pedang ditangannya yang terlibat oleh jaring, juga jatuh
ditanah.
Gadis itu bergulingan ditanah, tetapi jaring melibat
semakin kencang, hingga akhirnya ia t idak bisa bergerak
lagi. Anak lelaki Kay see Kim kong sudah tanggalkan
goloknya dileher Ho Hay Hong, bentaknya dengan suara
keras:
"Anjing kecil, tutup mulutnya."
Gadis baju ungu yang menyaksikan bahaya
mengancam diri kekasihnya, sedangkan ia sendiri t idak
berdaya hampir saja jatuh pingsan.
Tetapi Ho Hay Hong sendiri malah tertawa dan
berkata:
"Haha tak perlu kau turun tangan, aku juga tidak bisa
hidup lebih dari t iga hari, beginipun baik, ada orang yang
tolong mengurusi jenazahku, hingga aku t idak usah
repot-repot mencari tempat untuk kuburanku."
Lelaki itu marah, selagi hendak menggerakkan
goloknya, hembusan angin dingin menyambar
tangannya. Kemudian terdengar suara orang berkata
dengan diiringi oleh suara tertawa dingin: "Heh, heh,
bagus sekali! Hoa chiu Hwa tho kau sungguh hebat,
pemimpinmu sendiri hendak kau bereskan juga."
Mendengar suara itu, lelaki muda dan Hoa-chiu Hwa
tho terkejut , dua-duanya berpaling mengawasi ke pintu.
Di ambang pintu rumahnya berdiri seorang berambut
panjang dan berpakaian hitam, sepasang mata orang itu
memancarkan sinar tajam, pinggangnya menyoren
sebilah pedang panjang dengan sarungnya yang terbuat
dari kulit ikan, sikapnya keren.
Orang itu tak lain dari pada Tee soan hong Tok Bu
Gouw: Ilmu pedang Tee-soan Bin kiam Tee soan hong, sudah
lama terkenal di daerah utara. Diwaktu Kay tee kim kong
masih hidup juga memberi sedikit muka padanya, apalagi
adiknya.
Maka dengan munculnya orang itu, membuat tabib tua
dan keponakannya diam-diam mengeluh.
Lebih dulu Tee soan-hong mengamat-amati Ho Hay
Hong, kemudian mengawasi plat emas yang diletakkan di
atas meja, lalu menggumam sendiri:
"Berani melawan Bengcu, melanggar peraturan paling
besar, harus dihukum mat i, Hoa chiu Hwa-tho, kau juga
salah satu orang gagah dari rimba hijau, mengapa t idak
mentaat i peraturan sendiri? Apakah kau menghendaki
supaya golongan rimba hijau daerah utara terpecah
belah lagi?"
Hoa chiu Hwa tho bungkam dalam seribu bahasa,
sementara itu lelaki anaknya Kay see Kim kong lantas
maju menghampiri dan berkata dengan suara keras:
"Bolehkah kau jangan mencampuri urusan kita?"
"Aku sebetulnya t idak ingin campur tangan, tetapi
karena ucapan mu ini, sekarang mau t idak mau akan
campur tangan juga."
Dengan mendadak, kakinya menyapu, lalu terdengar
suara halus, setelah itu ia berkata sambil tertawa
nyaring:
"Hoa chin Hwa tho, kau sudah gila, mengapa aku Tok
Bu Gouw kau juga hendak serang secara membokong?
Benar-benar t idak tahu diri." Gadis baju ungu itu kini baru tahu bahwa benda yang
disapu oleh kakinya tadi, ternyata adalah sebilah belati
tajam. Ia merasa sangat heran karena ia menyaksikan
dengan mata kepala sendiri.
Waktu itu Hoa ciu Hwa tho sedikitpun t idak berkisar
dari tempatnya, darimana datangnya belati itu?
Tetapi dengan cepat ia sadar, bahwa di dalam
ruangan itu memang banyak terdapat banyak sekali alat
rahasia. Untung Tok Bu Gouw seorang yang sangat
cerdik dan juga banyak akalnya, hingga Hoa chiu Hwa-
tho t idak berdaya. Kalau orang lain pasti sudah binasa
oleh senjata tadi.
"Tee soan-hong, tahukah kau bahwa aku hendak
menuntut balas atas kematian saudaraku?" tanya Hoa-
chiu Hwa tho sambil tertawa dingin.
"Aku t idak perduli, bagaimanapun juga aku melarang
kau mengganggu dirinya?" kata Tee soan Hong dingin.
"Kentut, mengapa kita t idak boleh ganggu? Mengapa
kita t idak boleh menuntut balas" tanya anak Kay see
Kim-kong gusar.
"Bocah, Kau tahu apa? Dia adalah Bengcu rimba hijau
daerah utara, sekalipun aku sendiri juga harus
mendengar perintahnya, jangankan kau, Hm! Kalau kau
hendak menuntut balas, kau coba saja.".
Sehabis berkata, ia berdiri melintang didepan Ho Hay
Hong sambil menolak pinggang. Anak Kay see Kim kong
jeri menghadapi jago tua kenamaan itu, hingga mundur
beberapa langkah, lama t idak bisa bicara. Tee soan hong mengambil plat emas diatas meja lalu
diangkat t inggi-t inggi dan diperlihatkan kepada Ho chiu
Hwa tho, kemudian bertanya dengan suara bengis:
"Tua bangka, kau mau mengobat i atau t idak? Lekas
jawab !"
Hoa chiu Hwa tho diam-diam berpikir, ”kalau Tee soan
hong meskipun seorang jago ternama tetapi dengan hak
apa mencampuri urusan ini?"
Maka ia lalu menjawab dengan nada suara dingin:
"Dia adalah musuh besarku, yang membunuh saudara
tuaku sendiri. Aku t idak membinasakannya, sudah enak
baginya. Kini suruh mengobat i luka dalamnya, kau
jangan harap !"
Anak laki-laki Kay see Kim kong teringat kemat ian
ayahnya, mendadak gelap mata. Tanpa banyak pikir
lantas menyerbu dan menyerang Ho Hay Hong yang
menggeletak t idak berdaya.
Tee-soan hong mendadak mengangkat tangan
kanannya, membuat satu lingkaran.
Anak Kay-see Kim kong mendadak matanya kabur,
dalam perasaannya, Tee soan-hoan sepert i berubah
menjadi banyak orang yang mengancam dirinya dari
berbagai jurusan.
Ia terkejut dan menjerit , buru-buru membatalkan
serangan, tangannya digunakan untuk menangkis
serangan tangan Tee soan hong.
Saat itu, t iba-tiba tampak berkelebatnya sinar pedang,
kemudian disusul oleh suara jeritan anak laki-laki Kay see Kim kong-yang sudah rubuh ditanah dengan keadaan
mandi darah.
Ternyata sebelah tangannya sebatas lengan sudah
terpapas menjadi dua potong.
Sementara itu Tee soan hong masih tetap berdiri
ditempatnya tanpa bergerak.
Hoa chiu Hwa tho yang menyaksikan kejadian itu,
sekalipun ia sudah banyak pengalaman juga merasa jeri.
Ia benar-benar t idak menduga, keponakannya baru
saja bergerak tangannya sudah terkutung. Betapa sedih,
mengenaskan dan panas hati perasaannya waktu itu.
Tee soan hong yang sifatnya berangasan, sedikitpun
t idak mau mengasih hat i. Dengan suara bengis ia
membentak Hwa chiu Hwa tho.
"Tua bangka,kan mau mengobat i atau t idak ?"
Hoa chiu Hwa tho ketakutan, tanpa sadar sudah
mundur selangkah, pikirannya bingung, hingga saat itu
belum bisa menjawab.
Ho Hay Hong menyaksikan semua kejadian itu dalam
hat i merasa bersyukur, ia pikir orang ini bukan sanak
bukan saudara, tetapi berulang-ulang melepas budi
kepadaku. Maka di kemudian hari aku harus membalas
budinya ini.
Diam-diam telah berubah pandangannya terhadap
jago tua yang dahulu ia membencinya.
Tee soan hong berkata pula dengan suara bengis:
"Hoa chiu Hwa tho, kau juga salah seorang anggauta
rimba hijau daerah utara, sekarang bengcu dalam kesusahan, seharusnya kau menggunakan kesempatan
ini menunjukkan keset ianmu agar mendapat nama baik
dari saudara-saudara kita.
”Diluar dugaan karena urusan pribadimu, bukan saja
kau menolak mengobat i, sebaliknya malah hendak turun
tangan terhadap Beng cu yang sedang dalam keadaan
bahaya. Hati kejammu seperti ini, pasti akan
menimbulkan kemarahan semua saudara-saudara
”Jika soal ini aku siarkan, ha ha, Hoa chiu Hoa tho,
bukan maksudku hendak menggertak kau, kau sendiri
juga tahu, bagaimana selanjutnya kau bisa tancap kaki di
daerah utara? Bahkan ada kemungkinan besar, mulai
besok pagi, banyak jago rimba persilatan yang membenci
atas perbuatanmu, akan datang mengambil batok
kepalamu, kalau kau t idak percaya, kau boleh coba saja!"
Hoa chiu Hwa tho mendengar perkataan itu,
kebuasannya lenyap seketika, sikapnya diliput i oleh
perasaan kebingungan, agaknya merasa jeri menghadapi
urusan itu.
Ho Hay Hong semula mengira bahwa jabatan Beng cu
itu hanya merupakan nama kosong belaka, tak ia duga
bahwa urusannya akan membuat akibat demikian rupa.
Kedudukan itu ternyata mempunyai wibawa demikian
besar, hingga diam-diam semangatnya terbangun, ia
bertekad hendak mempertahankan kewibawaannya,
untuk membangun kembali kekuatan rimba hijau daerah
utara.
Sementara itu gadis berbaju ungu juga berkata:
"Ya, Hoa chiu Hwa tho. kau berani melawan Bengcu,
ini juga berarti berani melawan semua orang dari golongan rimba hijau daerah utara, perbuatanmu ini
pasti akan mendapat pembalasan yang set impal."
Dalam pihak chiu Hwa tho juga merasa sedih
mengingat nasib anak laki Kay see Kim kong yang
terkutung tangannya, ia sebetulnya hendak marah
terhadap Tee soan hong, tapi juga ini telah di desak oleh
Tee soan hong, hingga kedudukannya semakin sulit .
Lama ia berdiam, akhirrya ia berkata.
"Bocah ini bukanlah Bengcu, orang she Ho, kau jangan
coba membohongi aku!"
Tee soan hong seorang cerdik, dari suara jawaban itu
ia sudah dapat menerka perasaan tak senang tabib tua
itu, maka lalu membolang balingkan pedangnya dan
berkata dengan sikap yang lebih galak ia berkata:
"Tua bangka. kau anggap aku si orang she Ho ini
orang macam apa?"
Secepat kilat ia menggerakkan pedangnya, hingga
ujung baju Ho chiu Hwa tho robek oleh ujung
pedangnya, Hoa chiu Hwa ho terperanjat, buru-buru
menangkis dengan tangannya sambil lompat mundur
terbirit-birit .
Tee soan hong pura-pura marah, ia maju lagi sambil
mengancam hendak menyerang, Hoa chiu Hwa tho buru-
buru berseru:
"Tunggu dulu, tunggu dulu, aku hendak bicara."
Tee soan hong masih marah, dengan pedang ditangan
ia berkata: "Kau ingin berkata apa? Jikalau t idak memuaskan
hat imu, aku si orang she Tok benar-benar t idak akan
pandang muka kau lagi!"
Ho Hay Hong diam-diam mengagumi ilmu pedangnya
yang aneh itu, tetapi ia juga dikejutkan oleh
perkataannya yang dikeluarkan dengan t idak sengaja
tadi. Dalam hat inya berpikir: ”Tadi ia jelas menyebut
dirinya sendiri orang she Ho, tetapi mengapa kemudian
berbalik mengatakan orang she Tok? Apakah she yang
disebutkan belakangan tadi hanya she palsu?"
Sementara itu Hoa chiu Hwa tho telah berkata. "Tee
soan hong, siapakah sebetulnya bocah ini, mengapa kau
membantu dia mempersulit kedudukan? Apakah kau
benar-benar hendak bermusuhan denganku?"
Mendengar pertanyaan itu, Tee soan hong marah, ia
berkata:
"Hah, bagus sekali, katamu bolak-balik itu-itu saja, kau
tetap masih t idak mau."
Jago tua itu sudah marah benar-benar melihat sikap
Ho chiu Hoa tho yang plintat-plintut itu. pedangnya
diputar dengan cepat melakukan serangan terhadap Hoa
chiu Hoa tho.
Hoa-chiu Hoa tho terpaksa lompat mundur sambil
berkata:
"Sudah, sudah, kalau begitu, hari ini kalau bukan kau
yang mampus, biarlah aku yang mati!"
Ia menyambar sebatang ruyung digunakan untuk
menahan serangan Tee soan hong. Sebagai orang Kangouw kawakan, ilmu ruyungnya
juga bukan ilmu sembarangan, setiap serangan
dilancarkan dengan hebat oleh karena ruangan itu
kurang luas, sehingga ilmu pedang Tee soan hong t idak
dapat digunakan dengan leluasa.
Untuk sementara ia t idak berdaya menghadapi Hoa
chiu Hoa tho.
Selagi pertempuran berjalan sengit, pintu mendadak
terbuka, seorang tua yang wajahnya mesum dan
rambutnya awut-awutan, telah masuk tanpa diundang.
Ketika menyaksikan pertempuran hebat itu, ia terkejut
dan terheran-heran.
Hoa chiu Hoa tho ketika melihat orang tua itu,
mendadak lompat mundur sambil berseru: "Tahan dulu!"
Tee soan hong juga terkejut ketika melihat orang tua
itu, ia berkata sambil tertawa dingin:
"Angin apa yang meniup kau si dewa racun t ikus
sampai datang kemari?"
Kemudian ia berpaling dan berkata kepada Hoa chiu
Hoa tho:
"Tua bangka lekas kau memberi hormat padanya, tuan
penolongmu telah datang!"
Hoa chiu Hoa tho berkata dengan suara marah: "Kau
jangan mengoceh yang t idak karuan."
Namun demikian, dengan sikap yang menghormat
sekali ia memberi hormat kepada si dewa racun tikus dan
mempersilahkannya duduk. Dewa racun Tikus itu ket ika melihat pelat emas diatas
meja, matanya celingukan mencari-cari, agaknya sedang
mencari orang yang berhak memiliki pelat emas itu.
Tee soan hong mengetahui maksud orang tua itu,
maka ia lantas berkata:
"Tidak perlu mencari, Bengcu sudah di bikin susah
oleh tua bangka berhat i binatang ini."
Dewa racun t ikus itu semakin heran, ia menunjuk
gadis berbaju ungu yang berada didalam jala seraya
berkata:
"Apakah dia itu bengcu?"
"Itu dia Bengcu!" berkata Tee soan hong sambil
menunjuk Ho Hay Hong yang terlentang di bale-bale
dalam keadaan terikat.
Mata si Dewa racun t ikus memandang Ho Hay Hong
dalam kesannya. Bengcu ini meskipun usianya masih
muda belia tetapi nampaknya memang seorang gagah.
Hoa chin Hwa-tho berkata:
"Saudara Kong jangan percaya omongannya, bocah ini
dengan hak apa bisa menyatakan dirinya Bengcu?"
"Aku hanya dengar kata dari beberapa sahabatku.
Bengcu yang baru sudah ada orangnya, bahkan
mendapat dukungan luas, hem benar t idak dapat
dibandingkan dengan orang biasa. Tak kuduga sebelum
melihat wajah Bengcu, lebih dulu melihat lambang
kekuasaan, bagaimanakah sebetulnya urusan ini?”
Ho Hay Hong sebetulnya ingin menyatakan bahwa ia
adalah Bengcu rimba hijau yang baru diangkat . Tetapi
mengingat bahwa keadaannya pada saat itu, jikalau ia berkata demikian berarti merendahkan derajatnya
sendiri, maka akhirnya membatalkan maksudnya.
"Dewa racun t ikus, kau juga merupakan seorang jago
kenamaan dari golongan rimba hijau, kau melihat Bengcu
dalam kesulitan. mengapa t idak mencari tahu sebab-
sebabnya? Apakah beginilah sifatmu sebagai jago tua
itu?" berkata Tee soan hong dingin.
Dewa racun t ikus mendadak bangkit dari tempat
duduknya dan berkata:
"Tok Bu Gouw, apa maksud perkataanku ini?"
Ho Hay Hong yang sejak tadi memperhatikan keadaan
orang tua itu dari matanya bercahaya dan urat-uratnya
menonjol, ia mengetahui bahwa orang tua itu memiliki
kekuatan tenaga dalam sangat hebat , maka ia sangat
khawat ir pada Tee soan hong.
Tee soan hong sedikitpun tak marah, berkata sambil
tertawa dingin.
"Orang kata sekalipun binatang saja juga masih bisa
mengenali tuannya, sedangkan engkau Dewa Racun
Tikus yang namamu sudah terkenal, sebagai jago
angkatan tua dari golongan rimba hijau, tak kusangka
sikapmu demikian plintat-plintut."
Dewa Racun Tikus mendelikkan matanya, wajahnya
nampak sangat buas, ia berkata:
"Benarkah dia itu bengcu? Tee soan hong, kau jangan
mengoceh tak karuan!"
Sambil berkata demikian, t injunya telah diangkat
t inggi-t inggi agaknya hendak menyerang Tee soan hong. Ho Hay Hong tahu benar bahwa orang tua itu beradat
berangasan, sedikit salah saja bisa menimbulkan
perkelahian, maka ia terpaksa t idak bisa t inggal diam,
sambil menggertak gigi ia berkata dengan suara keras:
"Dewa Racun Tikus dengar, aku adalah Bengcu yang
baru di angkat, perbuatanmu sepert i ini apakah kau tahu
akibatnya?"
Suara itu bagaikan guntur, sehingga menimbulkan
suara gemuruh di dalam ruangan yang sempit itu.
Sebagai orang kangouw yang ulung, si Dewa Racun
Tikus ketika mendengar suara itu bukan kepalang
terkejutnya.
Dengan mata membelalak ia menatap wajah Ho Hay
Hong, lalu berkata pada diri sendiri:
"Kau. benar adalah Bengcu Bengcu katanya masih
muda belia. berwajah tampan. benar. benar kau adanya"
Ia agaknya sedang mengingat-ingat kembali
gambaran Bengcunya yang baru diangkat dari mulut
kawan-kawannya, t iba-tiba sekujur badannya lemas
seket ika, ia duduk lagi di atas kursinya, mulutnya
menggumam sendiri: "Ouw, benar benar kau. kau benar
adalah Bengcu, sedikitpun tak salah !"
Hoa chiu Hwa tho hendak mengalihkan perhatian si
Dewa Racun Tikus, maka dia bertanya dengan suara
keras:
"Dewa Racun Tikus, apa kedatanganmu ini hendak
berobat kepadaku?"
Si Dewa Racun Tikus angkat muka, matanya menatap
Hoa chiu Hwa tho, agaknya sudah mengetahui semuanya. Dengan mendadak ia berjalan menghampiri
Hoa chiu Hwa tho mulutnya menanya dengan suara
t inggi:
"Orang sering kata siapa yang tak mampu menuntut
balas dendam bukanlah seorang yang jantan. Hoa chiu
Hwa tho bicaralah dengan sejujurnya, kau menangkap
Bengcu kita yang baru, apakah maksudmu hendak
menuntut balas kematian saudara tua mu?"
Hoa chiu Hwa tho t idak menduga kalau Dewa Racun
Tikus itu bakal berbalik menanya dirinya, hingga sesaat
itu mulutnya bungkam t idak bisa menjawab.
Dewa Racun t ikus yang hampir seumur hidup dalam
dunia Kang ouw sudah tentu kenal baik bagaimana
sifatnya manusia dari golongan Kang ouw. Seket ika itu ia
yakin benar atas dugaannya, maka lantas marah dan
berkata kepada tabib tua itu:
"Bagus! Hoa chiu Hwa tho, kau benar-benar seorang
lihay, sekalipun aku memerlukan pengobatan darimu,
tetapi sekarang sudah t idak perlu lagi. Hari ini aku
hendak berbuat apa-apa untuk kepent ingan golongan
rimba hijau daerah utara, mari, mari, kita berdua
selamanya bersahabat baik, tetapi dalam hal ini karena
menyangkut kepent ingan umum, terpaksa aku
menyingkirkan kepent ingan pribadi, itu semua demi
untuk kepent ingan umum."
Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu hat inya
merasa terharu, ia sungguh t idak menduga bahwa
orang-orang dari golongan rimba hijau yang biasanya
dianggap sebagai berandal, ternyata mengenal apa
art inya keadilan dan menjunjung t inggi keset ia kawanan, kalau begitu selama itu pandangan atas diri mereka
ternyata salah.
Hoa chiu Hwa tho meskipun berkepandaian t inggi,
tetapi ia paling takut menghadapi orang tua itu, ia ada
melatih semacam ilmu yang mengandung racun t ikus,
maka ia mendapat julukan Dewa Racun Tikus, ilmu
serangannya itu justru merupakan ilmu yang dapat
menghancurkan ilmunya sendiri yang dinamakan Pik hoa-
koan.
Hoa chiu Hwa tho terkenal namanya dengan ilmu
serangannya Pek ho koan, tetapi ilmu itu paling takut
menghadapi ilmu serangan t ikus, maka betapapun panas
hat inya, ia juga t idak berani berlaku keras.
Hoa chiu Hwa tho yang juga memiliki pengetahuan
ilmu tabib sangat luas, biasanya tak pandang mata
kepada segala orang, jika ia t idak memandang balas jasa
yang berupa barang pusaka, ia t idak akan memberikan
obat kepada orang sakit , sekalipun terhadap familinya
sendirinya, juga t idak terkecuali. Hanya terhadap Dewa
racun t ikus agaknya lain, ia selalu mengalah dan takut
setengah mat i terhadapnya.
Pada saat itu, oleh karena Bengcunya dalam keadaan
bahaya, Dewa racun t ikus yang ingin membela keadilan
t idak perdulikan persahabatannya dengan tabib tua itu,
dengan lantas ia hendak membinasakannya.
Hoa chiu Hwa tho, ketakutan setengah mati, ia
mundur berulang-ulang seraya berkata:
"Saudara tunggulah, dengarlah keteranganku."
"Tidak perlu, kalau aku mendengar keteranganmu,
aku nant i akan teringat kembali hubungan persahabatan kita, sehingga t idak tega turun tangan, maka lebih baik
kau jangan berkata apa-apa, supaya kau t idak berada
dalam kesulitan." demikian si Dewa Racun Tikus
memotong.
Tee-soan hong mendadak menyelak: "Dewa racun
t ikus tahan dulu."
Dewa racun tikus pada saat itu sebetulnya sudah akan
membuka serangannya, ketika mendengar suara Tee
soan hong buru-buru tarik kembali serangannya dan
bertanya: "Kau ada usul apa?"
"Bengcu terluka bagian dalam, kalau bangsat tua Hoa
chiu Hwa tho ini yang mengobat i, sudah pulih kembali
kesehatannya, jikalau kau membinasakannya, bukankah
bengcu juga sudah mati? Maka pikirlah dulu untuk
mereka!"
Mendengar perkataan itu, bukan kepalang girangnya
Hoa chiu Hwa tho, ia bersedia menerima baik segala
permintaan supaya jangan mat i konyol.
Racun t ikus benar-benar mulai sangsi, ia berpikir
sejenak lalu berkata.
"Maksudmu.?"
"Sudah tentu kita harus mengingat kepent ingan
Bengcu kita, tentang permusuhan pribadi kita
kesampingkan dulu, dikemudian hari tokh bisa
dibereskan!" berkata Tee soan hong sambil tertawa.
"Baik, Hoa chin Hwa tho, kau boleh kesampingkan
dulu dendam sakit hat imu, obat i dulu Bengcu kita!"
Hoa chin Hwa tho pura-pura berlaku lemas dengan
terpaksa, ia menganggukkan kepala dan berkata: "Baiklah dengan memandang muka saudara ku nant i
melakukan segala perintahmu!"
Diam-diam ia merasa girang, karena dengan demikian
berarti terhindar dari kematian, maka tanpa ayal lagi, ia
lantas menyalakan api dan mulai masak lagi obat yang
diperlukan. Kemudian ia membuka rantai yang mengikat
Ho Hay Hong.
Si Dewa racun t ikus menyaksikan semua perbuatan
Hoa chiu Hwa tho setelah selesai baru berkata:
"Hoa chiu Hwa-tho tentang persahabatan kita untuk
sementara jangan dibicarakan dulu, harap kau jangan
main gila . ."
"Sudah tentu perintah saudara, siaote pasti akan
lakukan !" menjawab Hoa-ciu Hwa tho.
Setelah itu ia juga mengambil beberapa rupa obat
untuk mengobat i luka tangan keponakannya.
Apa yang terjadi disitu telah diketahui semua oleh
anaknya Kay see Kim kong, tahu bahwa harapan untuk
menuntut balas sudah t idak ada lagi, maka satu-satunya
hanya disimpan dalam hat i tanpa mengeluarkan sepatah
kata pun juga, ia masuk kedalam tidak keluar.
Hoa chiu Hwa tho mengambil sedikit bahan obat ,
dipoleskan ketubuh Ho Hay Hong sambil diurut perlahan-
lahan. Untuk pertama kalinya ia mengobat i tangan
musuhnya maka perasaannya sesungguhnya t idaklah
enak baginya.
Sementara itu Tee soan hong juga sudah membabat
jaring yang melibat tubuh gadis baju ungu. Setelah
bebas kembali gadis berbaju ungu itu buru-buru menghampiri Ho Hay Hong dan menghiburnya dengan
kata-kata lemah lembut.
Dewa racun t ikus menyaksikan semua itu dan sambil
berpikir: "Beng-cu yang baru diangkat ini romannya
tampan, bakatnya juga baik, dia memang seorang yang
mempunyai bakat paling baik untuk menjadi seorang
gagah, hanya usianya yang masih begitu muda muda,
apakah ia dapat mengendalikan semua anak buahnya?
Apakah ia dapat memegang kewajibannya dengan baik?"
Dengan mendadak Hoa chiu Hwa tho berkata.
"Luka Bengcu sangat berat , aku sebetulnya masih
yakin dapat menyembuhkan lukanya, tetapi sayang
sekarang ini masih kurang serupa obat . Dengan t idak
adanya obat itu, aku t idak berdaya sama sekali. Saudara
bukan aku t idak mau mengeluarkan tenaga mungkin ini
adalah takdir."
Dengan mata mendelik Dewa racun t ikus berkata.
"Hoa chiu Hwa tho, apa kau pikir hendak main gila?"
"Saudara, aku sudah berbuat sebisa-bisanya, tetapi
kenyataannya memang begitu, ini bukan tenaga manusia
yang dapat menyembuhkannya. Jikalau kau t idak
percaya kau boleh bunuh mati aku, aku juga t idak bisa
berbuat apa-apa!"
Mendengar itu gadis baju ungu terkejut dan lantas
menyelak.
"Kurang obat apa? Katakanlah !" Gadis itu nampaknya
sangat bingung, sehingga mengherankan si Dewa Racun
Tikus, dalam hat inya bertanya-tanya kepada diri sendiri: Gadis cant ik ini pernah apa dengannya? Mengapa
demikian besar pengertiannya? apakah istrinya ?"
Hoa chiu Hwa teh dengan sinar mata dingin
mengawasi padanya, lalu menjawab:
"Obat ini sangat berharga dan jarang ada, kuceritakan
juga tak bisa berbuat apa-apa. Obat itu berupa liurnya
naga yang sudah berusia ribuan tahun, dalam ilmu obat
batas liur itu dinamakan Liong yan hiang!"
"Benarkah kau t idak menyimpan obat itu?" tanya Tee
soan hong dingin.
Dengan t iba-tiba mata gadis berbaju ungu itu
mengembang air, berkata kepada Ho Hay Hong dengan
suara pelahan:
"Ho koko, benarkah kau hendak berpisah denganku
untuk selama lamanya?"
"Aku selamanya t idak suka membohongi, kalau t idak
percaya kau boleh geledah!" berkata Hoa chiu Hwa tho
marah.
Tee soan hong benar-benar membuka pet i Hoa chiu
Hwa tho dengan ujung pedangnya, ramuan-ramuan obat
didalam pet i dikorek-korek sehingga berantakan ditanah.
Sementara itu Hoa chiu Hwa Tho tak bisa berbuat
apa-apa mengawasi perbuatan itu dengan hat i
mendongkol.
Tak lama kemudian, Tee soan hong berkata dengan
marah:
"Tak ada ya sudah. Jalan, biarlah aku yang pergi
mencari obat itu." Gadis berbaju ungu itu sungguh t idak menduga Tee
soan hong demikian besar perhatiannya terhadap diri Ho
Hay Hong, dalam hat inya berpikir dan bertanya kepada
diri sendiri: "Apakah dia sudah mengert i segala-galanya
bahwa Ho koko itu adalah."
Si Dewa Racun Tikus dengan hat i murung berkata
kepada Ho Hay Hong sambil memberi hormat:
"Bengcu urusan ini kita t idak bisa berbuat apa-apa,
aku harus minta diri lebih dahulu, semoga Tuhan selalu
beserta kamu."
Ia menarik napas panjang, dengan langkah kaki
sempoyongan berjalan keluar meninggalkan Ho Hay
Hong.
Ho Hay Hong meskipun mulutnya diam saja, tetapi
dalam hatinya diam-diam merasa lega. Karena obat yang
dibutuhkan itu, banyak sekali dimiliki gadis kaki
telanjang, untuk mendapatkan obat itu baginya bukan
merupakan soal susah.
Karena ada harapan hidup, perasaannya yang mulai
gembira, ia berkata kepada Tee soan hong.
"Tee soan hong. terima kasih atas semua bantuanmu
adik, marilah kita melanjutkan perjalanan keselatan."
Selagi hendak meninggalkan rumah itu, ia terkejut
menyaksikan sikap Tee soan hong yang mengawasi
tanda rajah lukisan dilengannya.
Gadis berbaju ungu itu buru-buru menarik ujung
bajunya dan berkata dengan suara pelahan:
"Ho koko, mari kita lekas jalan, jangan sampai
terjebak oleh akal busuknya Hoa chi Hwa tho lagi." Ho Hay Hong diam-diam memperhatikan sikap dan
gerak-gerik Tee soan hong, sebetulnya ingin berhent i
sebentar, tetapi sudah dipisah oleh gadis berbaju ungu,
maka terpaksa meninggalkan rumah itu.
Sementara itu Tee soan hong berdiri di dalam kamar
dengan perasaan mendelu, pada saat itu mungkin
pikirannya sedang memikirkan masa lampau yang
menyedihkan, wajahnya tampak diliput i oleh perasaan
duka, air matanya mengalir keluar.
Ho Hay Hong yang baru berjalan beberapa langkah
ketika menoleh dan menyaksikan keadaan Tee soan
hong hat inya semakin heran. Selagi hendak menanya
tangannya sudah ditarik oleh gadis berbaju ungu.
Tanpa berkata apa apa sigadis memberi isyarat
kepada Ho Hay Hong naik kuda. kemudian ia sendiri juga
naik dan kaburkan kudanya dengan cepat kuda itu
dilarikan menuju ke kota.
"Kau hendak kemana?" tanya Ho Hay Hong.
"Selatan!" jawab gadis itu sigap. "Benarkah kau
hendak ikut pergi?"
"Mengapa t idak ?"
Ho Hay Hong bungkam, sementara otaknya berpikir:
Maksudmu ke selatan t idak lain hanya hendak
menjumpai dia, untuk minta obat Liong yan hiang?
Jikalau kau ikut , bukankah menyulitkan dirimu ?"
Mendadak ia dapat satu akal, katanya:
"Didaerah selatan keadaan rimba persilatan sangat
ruwet, t idak dapat dibandingkan dengan daerah utara.
Kau belum mempunyai pengalaman sedikitpun juga tanpa sadar kita mungkin bisa terjebak akal busuk
kawanan bangsat, aku pikir sebaiknya kau jangan ikut
saja!"
"Ada kau disampingku, apapun aku t idak takut !"
Ho Hay Hong tidak bisa berbuat apa-apa, hanya dalam
hat inya mengeluh.
"Apa kau sedikitpun t idak memikirkan kongkongmu
yang sudah tua? Ia hidup seorang diri, perlu ada orang
yang merawat i dikampungnya. Kau harus tahu bahwa
perjalananku ini belum diketahui masih bisa hidup atau
t idak, apabila mati di selatan, kau seorang diri tanpa
sanak saudara bagaimanapun juga aku merasa berat ,
sebaiknya."
Belum habis ucapannya sudah menimbulkan
kecurigaan gadis itu, ia menghent ikan kudanya dan
bertanya dengan heran:
"Ho koko kalau aku menyatakan hendak ikut keselatan
kau lantas mengajukan banyak soal supaya aku jangan
ikut i. Sebetulnya kau ada urusan apa yang perlu harus
mengelabui mataku? Mengapa kau rupanya t idak senang
kalau aku ikut kau."
Ho Hay Hong t idak bisa berkata apa-apa, lama baru
menjawab:
"Adikku, kau jangan salah paham, aku hanya takut
kau mendapat kesulitan dijalan."
"Aku rela menderita, mengapa t idak boleh?"
Namun demikian, dalam hat inya sangat resah, ia
mengalihkan pembicaraannya ke soal lain, lantas t idak
menyebut-nyebut lagi persoalan itu. Setelah perjalanan mereka mulai memasuki daerah
selatan, hawa udara t idak sedingin sepert i di utara, tetapi
karena dua orang itu masing-masing ada urusannya
sendiri, maka sepanjang jalan t idak banyak yang
dibicarakan.
Ho Hay Hong mendadak ingat sesuatu, Ia berkata:
"Aku pikir Tee soan hong Tok Bu Gou pasti bukan
seorang she Tok, nama Tok Bu Gouw itu aku duga past i
adalah nama samaran. Apa kau t idak dengar diwaktu ia
sedang bicara tanpa disengaja sudah menyebutkan
dirinya sendiri orang she Ho, aku kira nama sebetulnya
tentu orang she Ho!"
"Kau ini benar-benar sangat aneh, usiamu sendiri
masih belum terang. sudah mengurusi urusan orang lain.
Aku heran selagi menghadapi bahaya maut, kau masih
mempunyai pikiran semacam itu, memikirkan diri orang
lain
"Apa maksudnya perkataan ini? Aku t idak mengert i!"
"Kau masih hendak tanya orang lain, lantaran
urusanmu, hat inya bingung t idak karuan, sedang kau
sendiri."
Ho Hay Hong melihat sikap gadis itu nampak murung,
t idak berani bicara lagi.
Dua muda mudi itu set iap hari melakukan perjalanan
tanpa kenal siang atau malam, mereka hanya berhent i
jikalau hendak makan. Maka pada hari ketiga diwaktu
pagi mereka sudah t iba dikota Kay hong.
Kota itu merupakan kota dagang yang pent ing bagi
daerah utara dan selatan, kira-kira enam puluh pal dari kota itu, disitulah letaknya Kampung Setan yang terkenal
angker dan hampir diketahui oleh semua penduduk
daerah tengah.
Ho Hay Hong meskipun melakukan perjalanan jauh
dan belum makan, tetapi ia tak merasa let ih, apalagi
Kampung Setan sudah berada didepan matanya.
Terdorong oleh semangatnya yang menyala-nyala
sehingga lupa semua keletihan dan kelaparan.
Tetapi, t idak demikian dengan keadaan sigadis,
kesedihan dan keletihan selama beberapa hari itu,
membuatnya yang biasa hidup senang dan dimanja,
badannya nampak banyak kurus.
Ho Hay Hong khawat ir kesehatan gadis itu terganggu,
maka ia t idak melanjutkan perjalanannya, mencari rumah
penginapan untuk beristirahat dulu.
-ooo0dw0ooo-
Bersambung Jilid 21

Jilid 21
HO HAY HONG waktu itu masih t idak menunjukkan
perasaan sedih, ia minta pelayan yang menyediakan
barang hidangan spesifik daerah selatan, yang sengaja
untuk menyenangkan hat i gadis itu.
"Ho koko. Kebaikanmu selamanya t idak akan
kulupakan, tetapi jiwamu hanya ah, Ho koko ceritalah
sedikit hal-hal yang menyenangkan hat iku, aku hendak
mengenang segala cerita mu dimasa hidup.” Sehabis berkata demikian air matanya mengalir
bercucuran. hingga t idak dapat melanjutkan kata-
katanya.
Ho Hay Hong sangat bersyukur, selagi hendak
menghibur kekasihnya Itu dengan kata-kata yang manis,
disuatu sudut rumah penginapan tampak seorang padri
t inggi besar berjubah putih, sepasang mata bercahaya,
tangannya memegangi sebuah sangkar burung yang
besar sekali.
Padri yang t inggi besar itu sedang melambaikan
tangan hendak minta diri kepada kawan-kawannya. Apa
yang mengherankan baginya, dalam sangkar besi itu
ternyata terkurung seekor burung garuda yang besar
sekali. Dalam terkejutnya, ia menduga bahwa burung
garuda itu yang agaknya luar biasa, mungkin salah satu
burung garuda peliharaan si kakek penjinak garuda.
Selagi hendak mencari tahu, seorang Kang ouw telah
mendekat i padri t inggi besar itu dan bertanya sambil
tertawa terbahak-bahak:
"Taysu, boleh aku numpang tanya, orang yang
beribadat itu apakah boleh melanggar agamanya ?"
Oleh karena pertanyaan itu diucapkan dengan suara
nyaring maka dapat didengar oleh semua orang yang
ada disitu, dengan perasaan terheran-heran, semua
orang mengawasi dirinya.
Padri t inggi besar itu ketika mendengar pertanyaan
demikian, dalam hat i merasa heran. Ia t idak mengert i
apa maksudnya orang yang t idak dikenal itu bertanya
demikian? Tetapi bagaimana layaknya ia harus
menjawab. "Bagaimana orang beribadat terbagi dari golongan
yang jujur atau yang palsu, kalau yang jujur dan
memang harus mencari kebenaran sudah tentu t idak
boleh melanggar aturan, yang palsu maksudnya bukan
mencari kebenaran, maka melanggar atau t idak terserah
kepada kesenangan hat inya !"
Orang Kang ouw itu agaknya hendak menggoda padri,
ketika banyak yang perhat ikan dirinya, ia lalu berkata
sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kalau demikian halnya, Taysu jadi termasuk orang
yang beribadat yang palsu !"
Padri tampaknya t idak senang, tetapi ia t idak marah,
sambil merangkapkan kedua tangannya ia bertanya:
"Pertanyaan siecu ini apa maksudnya? Bolehkah siecu
beritahukan kepada lolap?"
"Aku tadi telah menyaksikan Taysu sangat gembira,
minum arak dan makan daging sepuas-puasnya, maka
aku menganggap Taysu adalah tergolong beribadat palsu
itu. Coba Taysu pikir ucapanku ini benar atau t idak?"
Semua orang yang mendengar pertanyaan itu, lantas
pada tertawa ramai.
Padri itu rupanya mengert i bahwa orang Kang ouw itu,
sengaja mencari setori dengannya hingga t idak dapat
mengendalikan hawa amarahnya lagi, ia berkata dengan
suara gusar.
"Siecu rupanya mencari setori, sengaja menghina
lolap, apakah kedatanganmu ini ada yang kau andalkan?"
Orang itu tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Salah, salah, aku dengan Taysu masih sangat asing,
kesatu t idak kenal, kedua t idak ada permusuhan apa-
apa, perlu apa buat menghinamu? Hanya kelakuan Taysu
yang t idak selayaknya sebagai orang yang beribadat,
menimbulkan keherananku, maka terpaksa aku menanya
padamu. Tak kuduga Taysu lantas marah, ini suatu bukt i
bahwa Taysu belum cukup kuat ibadahnya. Ha ha ha "
Sehabis berkata demikian, dengan langkah lebar ia
berjalan di hadapan padri itu, seolah-olah t idak pandang
mata padanya.
Ho Hay Hong juga merasa bahwa orang tu agak
kurang sopan, kedatangannya itu tentu bukan t idak ada
sebabnya, maka ia berkata pada gadis itu dengan suara
pelan:
"Adik, sepert i tadi dengar atau t idak? Tempat sepert i
ini sering terdapat manusia macam yang tak karuan
sifatnya sehingga mudah sekali t imbul perkara. Keadaan
sepert i ini, mungkin kau t idak pernah melihatnya di
daerah utara, maka dikemudian hari kau harus berlaku
hat i-hati kalau bisa sabar, sabarlah."
Ucapannya itu sepert i memberi nasehat kepada
kekasihnya, sehingga gadis berbaju ungu yang
mendengarkan itu merasa pula air matanya kembali
mengucur keluar dan menjawab sambil menganggukkan
kepala:
"Ho koko, ucapanmu aku akan ingat dan t idak akan
melupakan untuk selamanya, kau jangan khawat ir."
Pada waktu itu padri t inggi besar itu nampaknya
sudah marah benar, dengan keras ia berkata:
"Jangan pergi dulu." Suaranya bagaikan geledek hingga mengejutkan
semua orang yang berada di dalam rumah penginapan
itu. Kini semua baru tahu bahwa padri itu memiliki
kekuatan tenaga dalam yang hebat .
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "Padri itu jelas
menggunakan ilmunya dari golongan gereja Siao lim si,
apakah padri ini orang dari golongan Siao lim pay?"
Belum lenyap pikirannya, orang Kang-ouw tadi sudah
berdiri tegap, dan perlahan-lahan berpaling serta
bertanya: "Taysu ada keperluan apa?"
Sikapnya masih tetap tenang, sedikitpun t idak merasa
jeri oleh ilmunya padri t inggi besar itu, jelaslah sudah
bahwa orang itu set idak-tidaknya mempunyai pegangan
yang kuat .
Padri t inggi besar itu meletakkan sangkar yang
dibawanya, ia berkata dengan suara gusar:
"Aku adalah Hui Ceng dari Siauw lim-sie, sejak aku
mengembara, belum pernah menjumpai seorang t idak
sopan sepert i ini, hari ini jikalau siecu t idak menjelaskan
duduknya perkara, kau jangan harap bisa pergi dengan
seenaknya!"
"Oh, jadi Taysu ingin bertanding dengan aku? Ha he
he begitu bagus sekali, mari sebutkan caranya!"
Ho Hay Hong sementara itu berpikir "Orang ini
romannya biasa saja. sedikitpun t idak ada apa-apa yang
luar biasa, jelas bukan tandingan padri itu, mengapa ia
berani menantang demikian rupa?"
Tetapi kemudian ia pikir kembali: "justru orang yang
berkepandaian kepalang tanggung ini yang biasanya sering suka mengagulkan kepandaiannya, dan t idak
pandang mata pada orang lain. Oh, orang itu benar-
benar t idak tahu diri."
Pada saat itu matanya tiba-tiba dapat melihat seorang
muda t inggi kurus, dengan kelakuannya sepert i maling
berjalan mendekat i padri t inggi besar itu, dan selagi padri
itu t idak ambil perhatian, ia lalu mengambil sangkar besi
besar itu dan dibawa kabur.
Ketika padri itu mengetahui, anak muda itu sudah
turun dari tangga. Dengan demikian padri itu segera
mengetahui bahwa dirinya telah tertipu oleh akal
muslihat kawanan bangsat .
Ia meninggalkan orang yang menantang dirinya,
dengan cepat lari turun mengejar pemuda kurus itu.
Kejadian ini diluar dugaan orang banyak, hingga
semua pada tertegun.
Ilmu lari pesat padri itu sungguh hebat , dalam waktu
singkat ia sudah berhasil menyandak pemuda kurus
tersebut. Tetapi selagi hendak menangkapnya, dari atas
mendadak lari turun seorang tua bermuka hitam, yang
melancarkan serangan dari jarak jauh dengan mendadak.
Serangan itu dilakukan cepat dan hebat sekali,
sekalipun Ho Hay Hong yang berada agak jauh juga
merasakan sambaran hembusan anginnya.
Paderi t inggi besar itu terpaksa menarik kembali
tangannya dan lompat mundur selangkah.
Orang tua bermuka hitam itu perdengarkan suara
dingin, sama sekali t idak menghiraukan sikap paderi itu.
Dengan langkah lebar ia berjalan menuju kesalah satu meja yang kosong, setelah duduk, minta pelayan supaya
menyediakan arak dan hidangan, seolah-olah disitu
hanya ia sendiri yang duduk.
Paderi t inggi besar itu ketika menyaksikan sikap dan
kelakuan orang bermuka hitam itu, sesaat t idak bisa
mengambil keputusan hingga berdiri tertegun dipinggir
tangga loteng.
Pemuda kurus yang menyambar sangkar besi tadi,
menggunakan kesempatan itu lari. Ho Hay Hong yang
duduk dipinggir jendela. telah melihat sebuah kereta
mewah dilarikan dengan cepat, menyambut pemuda
kurus tadi dan kemudian dikaburkan kearah barat.
Paderi t inggi besar yang berdiri tertegun ketika sadar
kembali, pemuda yang membawa kabur sangkar dan
burung garudanya itu ternyata sudah t idak tampak
bayangannya lagi.
Dengan alis berdiri ia menghampiri dan berkata
kepada orang tua bermuka hitam:
"Siecu telah berkomplot merencanakan perbuatan ini,
rencanamu itu meskipun bagus tapi juga t idak akan
terhindar dari hukum, aku Hui Ceng, sudah lama
berkelana di dalam Kangouw, bagaimanapun juga tokh
tak boleh kehilangan muka ditempat umum sepert i ini,
siecu pikir ucapanku ini betul atau t idak?"
Orang tua bermuka hitam itu diam saja sambil
menundukkan kepala tetap makan hidangannya, seolah-
olah t idak dengar ucapan paderi itu.
Kejadian itu juga mengherankan Ho Hay Hong,
sementara dalam hat inya berpikir, kelakuan orang tua
muka hitam ini meskipun sangat aneh, tetapi mungkin juga suatu kebetulan saja. Sebab paderi itu hendak
menyerang pemuda itu, dan saat itu justru orang tua itu
hendak naik keloteng, dengan sendirinya menangkis
serangan paderi itu untuk menolong jiwa pemuda tadi.
Semua ini kejadiannya agak aneh, sulit diduga
bagaimana keadaan yang sebetulnya.
Sementara itu paderi t inggi besar itu sudah berada
dimeja orang tua bermuka hitam. Dengan muka merah
padam ia berkata.
"Siecu berkepandaian cukup t inggi, tentunya orang
kenamaan dalam rimba persilatan. Lolap seorang yang
t idak tahu diri, mendapatkan kehormatan ini!"
Sehabis berkata, ia mengambil poci arak dituang
kedalam cawan orang tua bermuka hitam itu.
Orang tua bermuka hitam itu mendadak angkat muka
tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Baik, baik, budi kebaikanmu, ku terima dalam hati!"
Ia sodorkan cawannya, menerima pemberian arak
paderi t inggi besar.
Sungguh aneh, dua orang tampak berkenalan, saling
mengadu kekuatan tenaga dalam, hingga tangan dua
orang tampak sedikit gemetar. Mata paderi itu tampak
bercahaya napasnya memburu, sedangkan orang tua
muka hitam itu meskipun bibirnya tersungging
senyuman, tetapi agaknya juga sudah mengeluarkan
banyak tenaga.
Pertandingan kekuatan tenaga dalam itu berlangsung
dengan cepat, setelah mengadu kekuatan itu, dua orang
sudah tahu kekuatan masing-masing. Dibawah sorotan mata orang banyak, orang tua muka
hitam itu minum kering arak yang dituang oleh paderi
tadi.
Hui Ceng meletakkan kembali pocinya diatas meja,
kemudian serunya pada orang bermuka hitam:
"Siapakah nama siecu yang mulia? Apakah siecu t idak
keberatan memberitahukan pada lolap?"
"Nama julukanku kurang sedap didengar, kusebutkan
barangkali mengotori telingamu, lebih baik t idak
kusebutkan!" jawab orang bermuka hitam sambil
tertawa.
"Siecu berkepandaian sangat t inggi, jelas tentulah satu
jago kenamaan dari satu daerah. Sayang lolap t idak
mempunyai peruntungan untuk mengetahui nama siecu
yang mulia."
"Demikian besar cinta Taysu terhadap diriku yang hina
ini, kalau aku t idak mau menyebutkan namaku, Taysu
tentunya akan menganggap aku terlalu sombong.
Dengan terus terang, nama julukanku ialah Liang hay
Hek keng."
Ketika mendengar disebutnya nama julukan itu, para
tamu dalam rumah penginapan itu ramai membicarakan
dengan suara pelahan.
Ho Hay Hong meskipun belum pernah dengar nama
itu, tetapi dari sikap orang banyak ia juga dapat
menduga bahwa orang muka hitam itu tentunya orang
ternama dalam rimba persilatan, jikalau t idak, orang-
orang itu tentu tidak menunjukan sikap terkejut .
Lama Hui Ceng berdiam kemudian berkata. "Kiranya siecu adalah Liang hay Hek-heng, lolap t idak
tahu. Sudah lama lolap dengar bahwa Bengcu rimba
hijau tujuh propinsi daerah selatan, Liong ceng Hauw sie,
mempunyai t iga pembantu yang namanya sangat
kesohor. Kini lolap telah berjumpa dengan salah satu
diantara, sesungguhnya merupakan suatu kehormatan
bagi lolap.”
"Tetapi lolap ingin tanya kepada siecu, kita Siau lim
pay dengan Liong ceng Houw sie t idak ada permusuhan
apa apa, mengapa sering mendapat gangguan dari orang
orangnya. Bahkan merampas barangku yang sangat
berharga."
"Benar ucapan Taysu memang sangat beralasan,
tetapi sangat menyesal, aku yang hina hanya berbuat
atas perintah atasanku tentang ini. barangkali Taysu juga
dapat memaklumi. hingga t idak perlu aku memberi
keterangan lagi!" kata orang tua bermuka hitam.
"Kalau begitu, Bengcu-mu memang sengaja
menantang Siao lim pay?"
"Tentang ini maaf, karena aku bukan Bengcu maka
t idak dapat menjawab!"
"Lolap kata, Bengcu-mu sudah beberapa tahun
berusaha memperkuat kedudukannya, dengan ambisi
besar hendak menelan semua partai dan golongan dalam
rimba persilatan, mengapa siecu t idak menjawab
demikian, yang barangkali agak tepat?"
"Menyesal sekali, perlu kujelaskan lebih dulu, bahwa
urusan Bengcu aku tidak akan turut campur tangan!"
Perdebatan semakin sengit, agaknya hendak berubah
menjadi perkelahian. Tetapi Hui Ceng agaknya bisa berpikir panjang setelah berpikir sejenak mendadak
meninggalkan meja orang tua bermuka hitam dan
berkata:
"Baik, lolap akan memberitahukan hal ini kepada ketua
lolap, entah bagaimana hendak dibereskannya! Sampai
berjumpa lagi!"
Tanpa menoleh lagi, ia sudah meninggalkan tempat
tersebut.
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: ”ucapan Hui Ceng
mungkin juga ada benarnya Liongceng Houw sie
bermaksud hendak menguasai rimba persilatan, maka
hendak menyelidiki rahasia kekuatan si kakek penjinak
garuda. Kalau benar demikian halnya aku harus berusaha
mencegahnya.”
Kemudian ia berpikir pula: ”sebetulnya burung garuda
itu kecuali digunakan sebagai pesuruh, t idak ada lain
guna. Liongceng Houw sie mendapatkannya, juga
percuma saja!"
Karena ia sendiri sudah pernah mengalami, maka
diam-diam merasa geli.
Dengan mendadak dijalan raya tampak sebuah kereta
sangat mewah berjalan mendatangi dan kemudian
berhent i dihadapan rumah penginapan.
Seorang muda tampan berpakaian mewah dengan
sikapnya yang jumawa, turun dari kereta, dibelakangnya
menyusul seorang tua hidung bengkok yang
membimbing seorang perempuan yang mukanya ditutupi
oleh kerudung kain hitam. Perempuan itu meskipun t idak tertampak wajahnya,
tetapi dari potongan tubuhnya yang indah mungkin juga
memiliki paras cant ik.
Ia mengenakan gaun panjang berwarna kuning muda,
dengan dibimbing oleh pemuda perlente dan lelaki tua
hidung bengkok naik ke atas loteng rumah penginapan.
Dengan munculnya perempuan itu, manusia bermuka
hitam itu mendadak menjadi tegang. Matanya yang
tajam berputaran mengawasi keadaan disekitarnya
sebentar, setelah merasa puas baru ia tenang kembali.
Pada saat itu orang Kangouw yang menyaru sebagai
tamu rumah penginapan merangkap rumah makan,
lantas pada bangkit dari tempat duduk masing-masing,
lantas menyambut dan mempersilahkan perempuan
berkerudung itu duduk disalah satu sudut.
Dari kekuasaan dan perbuatan orang-orang itu, segera
dapat diketahui bahwa mereka pasti komplotan orang
tua bermuka hitam. Orang-orang itu jumlahnya t idak
kurang dari belasan, hingga Ho Hay Hong diam-diam
berpikir, ”kalau begitu mereka sudah merencanakan
sangat rapih lebih dulu, untung Hui ceng tahu gelagat,
sehingga t idak sampai terjadi bentrokan. Kalau t idak
betapapun t inggi kepandaiannya, ia akan pasti
kewalahan menghadapi demikian banyak musuh.”
Gadis berbaju ungu sejak tadi memperhat ikan wanita
berkerudung, maka ia segera mengetahui bahwa
perempuan itu t idak bertenaga sama sekali, jalannya
juga memerlukan bimbingan orang. Ia lalu berkata
kepada Ho Hay Hong dengan suara pelahan: "Ho koko, apa kau t idak lihat bahwa orang itu
sebetulnya hanya merupakan satu boneka?"
Ho Hay Hong lalu memperhat ikan keadaan perempuan
itu, ia juga segera melihat tanda-tanda yang
mencurigakan, maka lalu berkata sambil menganggukkan
kepala:
"Benar, ia berjalan saja t idak bertenaga hingga perlu
bantuan orang lain. Mungkin ia dalam keadaan t idak
sadar."
Diam-diam ia merasa heran, apa maksudnya orang-
orang Kang ouw Ini menawan orang perempuan?
Pada waktu itu, para tamu yang bernyali kecil, ket ika
melihat gelagat t idak beres, satu persatu meninggalkan
tempat itu, hingga yang t inggal hanya orang-orang
komplotan situa bermuka hitam, bersama Ho Hay Hong
dan gadis berbaju ungu, serta beberapa gelint ir orang
yang bernyali besar.
Ho Hay Hong yang bermaksud hendak menyaksikan
apa yang akan terjadi. Maka sekalipun sudah makan dan
minum cukup kenyang, ia masih belum mau
meninggalkan tempat duduknya.
Pada saat itu, seorang lelaki tua berambut panjang
mendadak muncul di tangga loteng.
Orang tua bermuka hitam itu ketika nampak
kedatangan lelaki tua itu, nampaknya sangat girang.
Mereka saling menyapa sambil melambaikan tangan, lalu
bersama-sama orang tua hidung bengkok, duduk
mengurung perempuan berkerudung. Gadis berbaju ungu mendadak angkat kepala,
kemudian berkata:
"Ho koko, sang waktu berlalu cepat sekali."
Sewaktu ia mengucapkan perkataan itu wajahnya
sangat murung.
Ho Hay Hong yang mendengar perkataan yang t idak
karuan junt rungannya itu, ia merasa sangat bingung,
tetapi setelah di pikir, ia segera mengert i maksud ucapan
itu. Sementara itu matahari sudah naik t inggi, ini berarti
jiwanya tinggal setengah hari saja.
Ia mulai khawatir, karena kepergiannya ke kampung
setan nant i, apabila t idak bertemu dengan gadis kaki
telanjang, berarti jiwanya tidak tertolong lagi.
Dilain pihak, ia juga bingung bagaimana harus
melepaskan diri dari kekasihnya gadis berbaju ungu,
karena apabila dua gadis saling bertemu, pasti akan
menimbulkan akibat t idak baik.
Mendadak ia mendapatkan suatu akal, tetapi akal ini
besar sekali resikonya, maka ia t idak berani mengambil
keputusan.
Dari mulut Tok-heng lojin ia dapat tahu bahwa orang-
orang golongan rimba hijau daerah selatan selalu
memandang rendah kepada orang-orang rimba
persilatan daerah utara bahkan sering menghina dan
mengejeknya.
Dahulu ketika ia mendengar penuturan itu, diam-diam
pernah bersumpah pada diri sendiri, pada suatu hari ia
pasti akan unjuk gigi kepada orang-orang rimba persilatan daerah selatan untuk membikin melek mata
mereka.
Ia anggap pemimpin golongan rimba hijau daerah
selatan, Liong ceng Houw sie mungkin seorang yang
sombong dengan sepak terjangnya, mungkin masih
banyak perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan
oleh kawanan berandal itu.
Ia berpikir bolak-balik. Karena waktunya sudah terlalu
mendesak, maka lantas mengambil keputusan dengan
segera.
Dengan mendadak ia bangkit dari tempat duduknya
dan berkata dengan suara keras.
"Liang hay Hek-kheng, kau kemari!"
Gadis berbaju ungu terkejut , dengan wajah pucat ia
bertanya:
"Ho koko kau mau apa ?"
Ho Hay Hong sudah bertekad bulat , maka ia t idak
menghiraukan pertanyaan kekasihnya. Selagi banyak
orang masih berada dalam keadaan keheran2an ia sudah
membentak keras lagi:
"Liang hay Hek kheng, kau dengar tidak."
Pertanyaan itu seolah-olah suatu perintah dari seorang
berkedudukan t inggi kepada orang bawahannya, Liang
hay Hek kheng yang masih dalam kebingungan, juga
merasa mendongkol, karena ia sama sekali t idak kenal
dengan pemuda asing itu.
Betapapun t inggi kedudukannya, sesungguhnya ia
t idak berhak berlaku demikian kasar terhadapnya. Namun sebagai seorang Kang ouw ulung sekalipun
hat inya panas, tetapi kepalanya tetap dingin, dengan
mengendalikan marahnya, ia menghampiri dan bertanya:
"Siaohiap ada keperluan apa ?"
Ho Hay Hong yang sengaja mencari onar, dengan
mata melotot dan nada t idak senang ia menanya:
"Bagaimana kau menyebut aku ?"
Liang hay Hek kheng yang t idak mengerti maksud
pemuda itu, ketika mendengar pertanyaan itu, sekalipun
sudah banyak pengalaman juga tercengang. Tapi
akhirnya menjawab:
"Siaohiap !"
"Goblok, dengan kedudukan apa kau panggil aku
siaohiap ?"
Liang hay Hek kheng marah diperlakukan demikian
kasar. Ia pikir dengan sebut siaohiap itu sudah cukup
merendah, tak sangka pemuda itu masih kurang senang,
mungkinkah pemuda itu gila.
Gadis berbaju ungu juga ketakutan, berkata dengan
suara gemetar:
"Ho koko, aku minta."
Ho Hay Hong mengulapkan tangannya, memotong
perkataannya:
"Kau jangan turut campur, semua aku yang tanggung
jawab !"
Ia tahu benar bahwa bagi orang yang mengembara
diluar, yang terpent ing ialah wibawa. Untuk menghadapi
manusia-manusia bangsa berandal sepert i itu, bersikap keras dan keberanian yang luar biasa, melakukan
perbuatan hal-hal yang t idak diduga, hingga di kemudian
hari baru diindahkan.
Dengan sikap keren, ia berkata pula: "Lekas bebaskan
nona itu, jikalau t idak, ku nant i terpaksa akan melakukan
pembunuhan besar-besaran !"
Liang hay Hek khang yang masih dalam keadaan
marah, namun tetap berlaku tenang, setelah berpikir
sejenak ia sadar. Maka setelah mendengar ucapan itu,
lantas menjawab sambil tertawa dingin.
"Hmm, orang yang bernyali besar seperti kau ini,
dalam hidupku begini tua. baru pertama kali ini aku
bertemu kau. Biarlah hari ini aku berikan sedikit hajaran
padamu, supaya kau tahu berapa ketinggian langit dan
berapa tebalnya bumi!"
Ho Hay Hong tahu orang bermuka hitam itu setiap
saat bisa mengambil t indakan terhadap dirinya, maka ia
t idak berlaku ayal lagi, sebelum bert indak, ia sudah
menyerang lebih dahulu.
Liang hay Hek kheng masih sangsi, pemuda itu
berotak miring atau t idak? Sudah lama ia berkecimpung
dikalangan Kang ouw juga mendapatkan sedikit nama.
Belakang ini ia mengikut i Liong ceng Houw sie,
memperkokoh kedudukannya dan memperluas
pengaruhnya.
Selama itu t idak sedikit andilnya terhadap Liong ceng
Houw sie, namanya juga semakin terkenal. Bagi orang-
orang rimba persilatan biasa saja, baru mendengar
namanya sudah merasa jeri, sungguh t idak diduganya, pemuda yang t idak dikenalnya itu berani menyerang
padanya lebih dahulu.
Tak ada kesempatan lagi baginya untuk berpikir lebih
jauh, karena serangan Ho Hay Hong sudah mengancam
dirinya, hingga mau tak mau ia lompat, sedang tangan
kirinya menyerang batok kepala Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu saat itu waktu sangat pent ing
baginya, ia sudah mengambil keputusan hendak lekas-
lekas mengakhiri pertempuran. Tanpa menunggu
lawannya bergerak lebih jauh, mendadak ia bersiul
panjang.
Suara siulan itu nyaring sekali, dan bersamaan dengan
itu orangnya sudah lompat melesat sangat t inggi,
ditengah udara kakinya bergerak menyapu lawannya Ia
melakukan itu semuanya dengan menggunakan gerak
t ipu dalam ilmu silat Garuda Sakti.
Liang hay Hek kheng t idak dapat meraba asal-usul
ilmu silat lawannya, maka saat itu agak bingung, dalam
keadaan demikianlah kaki Ho Hay Hong sudah
menyambar bahunya hingga dirasakan sakit sekali dan
lantas mundur berulang-ulang.
Orang Kang ouw kawakan ini biasanya melakukan
pembunuhan dengan mata t idak berkedip, pertempuran
besar kecil. Juga sudah banyak dialaminya sungguh t idak
disangka hari itu terjungkal ditangan seorang jago muda
yang belum dikenalnya.
Rasa malu dan marah sesungguhnya t idak mudah
diredakan begitu saja, maka ia lantas menggeram,
tulang-tulangnya pada berbunyi, dengan kalap menyerbu
Ho Hay Hong. Ho Hay Hong mendadak lompat kelain tempat ,
tangannya bergerak dan salah satu anak buah orang
bermuka hitam itu lantas jatuh roboh.
Dengan demikian keadaan disitu lantas menjadi kalut ,
tamu-tamu berlari dengan serabutan.
Pemuda berpakaian perlente itu sedang menghunus
pedangnya, dengan cepat digerakan, sedang mulutnya
berkata dengan suara lantang:
"Anak liar dari mana berani berlaku sesukanya
ditempat ini? Rebahlah kau!”
Pedang ditangannya bergerak bagaikan kilat, sinarnya
berkelebat menyilaukan mata.
Ho Hay Hong menggerakkan dua tangannya, dengan
satu gerak t ipu yang luar biasa menerobos keluar dari
jaring pedang pemuda itu, kemudian satu tangannya
menyerang siorang tua hidung bengkok.
Pemuda berpakaian perlente itu terkejut dan terheran-
heran, sebab serangan dengan ilmu pedangnya yang luar
biasa itu, jarang sekali ada orang yang bisa lolos dari
tangannya kecuali j ika kepandaian orang itu tiga kali lipat
dari kepandaiannya sendiri.
Dari sini dapat diukur, sesungguhnyalah t idak mudah
menghadapi pemuda asing yang belum di kenalnya ini.
Orang tua hidung bengkok ketika melihat Ho Hay
Hong menyerang dirinya, buru-buru melindungi dadanya
dengan kedua tangannya, setelah itu ia coba balas
menyerang.
Ho Hay Hong terpaksa mundur selangkah karena
gerakannya yang gesit , selama mundur itu kakinya telah menggaet salah seorang lawan, hingga senggolan
tersebut membuat orang itu rubuh ditanah.
Orang tua hidung bengkok dalam terheran heran, ia
segera menanyai.
"Kau siapa lekas jawab!"
Ho Hay Hong t idak menggubris pertanyaannya, ketika
melihat datangnya serangan dari orang tua lainnya, ia
buru-buru angkat tangannya menyambuti serangan itu.
Orang tua ini juga terkejut dan terheran-heran, karena
kekuattan tenaga Ho Hay Hong sesungguhnya hebat
sekali.
Tetapi rupanya ia masih penasaran, dengan cepat
menyerang lagi hingga untuk kedua kalinya kekuatan
mereka saling beradu, ternyata masing-masing mundur
selangkah.
Kalau dilihat sepintas lalu, kekuatan tenaga kedua
pihak sangat berimbang, tetapi Ho Hay Hong hanya
menggunakan satu tangan, sedang orang tua itu
menggunakan dua tangan, sekalipun berimbang, tetapi
kalau dihitung sesungguhnya, Ho Hay Hong masih lebih
kuat .
Orang tua itu juga tahu kalau kekuatan tangan kosong
pemuda itu jauh lebih kuat dari padanya sendiri, maka ia
t idak berani melawan dengan kekerasan.
Ia merubah menggunakan jari tangan untuk menotok,
sedang kakinya digunakan untuk menendang.
Ho Hay Hong yang sedang mengamuk, dengan cepat
mengelakkan serangan orang tua itu, tangannya
bergerak berputaran sehingga beberapa anak buah orang tua itu yang kepandaiannya kurang cukup, telah
pada kesambar oleh hembusan angin yang keluar dari
serangan Ho Hay Hong.
Dimedan pertempuran itu meskipun jumlahnya orang
yang mengeroyok Ho Hay Ho cukup banyak, tetapi
kecuali Liang hay hek kheng, pemuda berpakaian
perlente, orang hidung bengkok dan seorang kawannya
yang masih sanggup memberi perlawanan yang lainnya
hampir semuanya lumpuh, bagaikan daun tert iup angin.
Ho Hay Hong mengharap salah seorang diantara
mereka supaya menawan gadis berbaju ungu, tetapi
orang-orang itu sedang menunjukan semua perhat ian
kepada dirinya seorang, hingga t iada seorangpun yang
perhat ikan gadis itu.
Dengan mendadak ia dapat satu akal, dalam keadaan
repot menghadapi empat orang kuat , tiba t iba ia berkata
dengan suara nyaring.
"Adik lekas lari, supaya jangan tertangkap oleh
mereka."
Sebelum gadis itu bergerak. Liang hay hek kheng
dengan cepat sudah menyerbu lebih dulu. Ia t idak tahu,
itu adalah akalnya Ho Hay Hong, maka dengan cepat
jerijinya menotok untuk mengendalikan gadis itu.
Ho Hay Hong pura-pura marah, ia berkata:
"Liang hay Hek kheng. Jikalau kau tak bebaskan dia,
jangan sesalkan kalau aku nant i menindak tanpa
memandang persahabatan kita!"
Liang hay Hek kheng tertawa terbahak-bahak dan
berkata: "Kau boleh coba, asalkan berani bergerak, aku lebih
dulu akan bunuh dia!"
Tetapi setelah ia mengeluarkan ucapan itu, orang tua
itu mendadak merasa malu sendiri, sebab ia selalu
pandang t inggi dirinya sendiri. Bagaimanapun juga ia
adalah seorang jago kenamaan, sungguh tidak disangka-
sangka karena terdesak oleh seorang anak muda telah
menggunakan seorang gadis untuk memperdayai
lawannya!
Ho Hay Hong pura-pura marah, ia lompat ke samping
dan berkata dengan suara keras:
"Kau mau melepaskan atau t idak?"
"Kalau kau mempunyai kepandaian cukup, boleh coba-
coba menolong dirinya." berkata Liang hay hek kheng.
"Manusia t idak tahu malu, perbuatanmu itu adalah
perbuatan seorang rendah. Apakah t idak malu masih
mengaku sebagai seorang gagah? Liang hay Hek kheng,
kau ingat baik-baik!"
Gadis berbaju ungu itu meronta dia berkata:
"Ho koko. kau pergilah. jangan khawatirkan tentang
diriku!"
Ho Hay Hong yang mendengar perkataan itu, merasa
sangat menyesal menggunaka akal demikian, hanya
semata-mata hendak menyingkir dari samping gadis itu.
"Adik, semua ini adalah salahku, harap kau maafkan."
demikian ia berkata.
Gadis itu masih belum tahu maksud perkataannya itu,
ia anggap perbuatan sewajarnya, maka buru-buru
berkata. "Ho koko, kau jangan berkata demikian, bagi kita tidak
ada urusan yang di beda-bedakan, kau lekas pergi,
semoga t idak mendapat halangan lagi."
Berkata sampai disitu, ia t idak tahan perasaan
sedihnya, sehingga air mata mengalir bercucuran.
Ho Hay Hong dalam hat i mengeluh, karena t indakan
itu ia lakukan dengan terpaksa, maka ia hanya berdoa
supaya gadis itu berlaku sabar dan menant ikan
pulangnya.
Ia lalu pura-pura marah terhadap Liang hay Hek
kheng:
"Kau juga salah seorang gagah dalam rimba hijau, kau
tokh tahu benar peraturan menawan orang yang t idak
berdaya? Hari ini aku masih ada urusan pent ing yang
perlu diselesaikan. Nona ini untuk sementara kut it ipkan
padamu, kau harus jamin keselamatannya Setelah
urusanku selesai aku akan mencarimu lagi, kita akan
bertempur sepuas puasnya. Apabila aku mengetahui kau
berbuat t idak pantas terhadap dirinya aku bersumpah
akan menggunakan darah kalian untuk menuntut
perbuatan ini, ingat baik-baik, sekarang aku pergi."
Selesai menitipkan diri gadis tersebut, ia
menggunakan ilmunya meringankan tubuh lompat keluar
melalui jendela dan lari ke arah barat , sebentar saja
sudah tidak kelihatan.
Setelah Ho Hay Hong berlalu. Liang hay Hek kheng
bertanya kepada gadis berbaju ungu:
"Dia itu bernama siapa? Lekas jawab."
Jilid 21 Halaman 41 s/d 48 Hilang Ia lalu mengambil keputusan dengan cepat , pikirnya:
"aku harus lekas menolong dia, selagi aku masih bisa
bernapas."
Dengan tangan kiri menggandeng tangan Tang siang
Sucu, ia bertanya padanya:
"Kau juga sedang mengalami nasib sial, kakek
penjinak burung garuda mengapa t idak menuduh orang
lain, sebaliknya menuduhmu yang membawa lari
gadisnya?"
"Hanya disebabkan aku pernah mengejar gadis itu,
kakek itu lantas t impahkan kemarahannya diatas
kepalaku. Ia mengutus orang-orangnya memancing aku
datang kemari, dan katanya harus mengalami siksaan
sepert i ini!
"Baik, aku sekarang juga mendadak ingin masuk ke
Kampung Setan. Kalian berjalanlah dulu, jangan sampai
dicegat lagi oleh orang-orang Kampung Setan !"
Ia menyerahkan Tang siang Sucu ke empat bintang,
dan ia sendiri lalu balik menuju ke Kampung Setan.
Karena ia sudah kenal baik keadaan tempat itu maka
sepanjang jalan t idak menemukan rintangan, dengan
mudah t iba kedekat patung Gak Hui.
Ia melihat t iga laki laki tua berambut put ih duduk
diatas bangku batu sambil memandang awan diudara.
Disebuah pohon besar dekat bangku itu tergantung
beberapa potong baju kulit , mungkin karena basah,
hingga jemur ditempat itu.
Mata Ho Hay Hong ditujukan kepada salah seorang
yang bermuka merah, pura-pura mengeluh dan berkata: "Ow. lama aku t idak datang kemari, kampung setan
nampaknya sudah banyak tenang. Dahulu tempat ini
selalu diliput i oleh angkara murka, tapi sekarang t idak
tampak lagi.”
Orang tua bermuka merah itu mendadak bangkit dan
berkata dengan nada suara dingin:
"Bocah, apa kau kembali datang hendak mencari tahu
keadaan tempat ini ?"
Ho Hay Hong pura-pura berlaku acuh tak acuh,
jawabnya dengan tenang:
"Aku datang dari daerah utara, dahulu memang ada
maksud demikian, tetapi kulihat kampung setan sekarang
sudah aman, maka kedatanganku ini, merasa sangat
kecewa!"
"Bocah, kau sekarang masih keburu, seandainya kalau
kau ingin mencari keramaian."
Ho Hay Hong pura-pura heran, ia bertanya:
"Apa kedatangan tuan juga hendak menyelidiki tempat
ini?"
Orang tua bermuka merah itu hanya tertawa t idak
menjawab, Ho Hay Hong berkata:
"Aku sebetulnya ingin menjumpai kakek penjinak
garuda, entah dia ada dirumah atau t idak ?"
Orang tua bermuka merah itu mendadak tertawa
terbahak-bahak dan kemudian berkata:
"Bocah, kau benar-benar pandai berlagak, apa kau
kira kita orang ini goblok semuanya? Hahaha! Lekas beri tahukan maksud kedatanganmu, sebab sebentar lagi
kau t idak akan bisa hidup lagi."
Ho Hay Hong juga tertawa tergelak-gelak dan berkata:
"Dengan sejujurnya kedatanganku ini ialah hendak
mencari kakek penjinak garuda."
Waktu itu ia sudah t idak memikirkan soal mati
hidupnya sendiri, maka meskipun tempat itu sangat
berbahaya dan banyak orang-orang kuat yang set iap
waktu bisa mengurung dirinya, tetapi ia sedikitpun t idak
merasa takut .
Orang tua bermuka merah itu berkata:
"Kau tunggu sebentar." Tangannya lalu menepok
patung kuning dan sebentar kemudian patung itu
bergerak dan menggeser ke samping. Kakek penjinak
garuda yang seluruh rambutnya sudah put ih bagaikan
salju lompat keluar dari dalam lobang di bawah patung
itu. begitu berada di atas lantas bertanya.
"Ada apa? Apakah kau melihat apa-apa lagi?"
Orang tua bermuka merah minggir ke samping seraya
berkata.
"Bocah ini dengan berani mati menyusup kemari,
katanya hendak mencari cianpwe."
Kakek penjinak garuda memandang Ho Hay Hong
sejenak, kemudian berkata dengan nada suara dingin:
"Aku kenal denganmu, kau ada urusan apa ? Lekas
katakan!" "Aku hendak menjumpai nona yang berdiam di sini
untuk mengembalikan pedang pusakanya?" jawab Ho
Hay Hong.
"Kau berikan padaku juga sama saja." kata Kakek
penjinak garuda.
Ho Hay Hong menggeleng-gelengkan kepala dan
berkata:
"Menyesal sekali karena dahulu aku sudah berjanji
dengannya, selain kepada ia sendiri t idak boleh diberikan
kepada orang lain."
Kakek penjinak garuda mendadak tertawa besar
menggema di angkasa, puas tertawa ia berkata:
"Dia sudah t idak berada disini, kau apakah ini memang
berlagak bodoh atau benar-benar t idak tahu?"
Ho Hay Hong yang mendengar suara tertawa orang
tua itu sepert i penuh kemarahan, ia mengerti lantaran
kehilangan gadis kaki telanjang, namun demikian ia
masih pura-pura berlagak t idak tahu, tanyanya heran:
"Apa? Dia sudah t idak berada di sini?" Kemudian ia
berlaku seperti kecewa dan katanya lagi:
"Aku dari tempat sangat jauh sengaja datang kemari,
tak kusangka dia tak ada. Ai! akankah akan hilang
kepercayaanku lagi terhadapnya."
"Dia juga pernah menyebut-nyebut dirimu. Kau jangan
coba berlagak!"
Ho Hay Hong dalam hati terkejut, ia bertanya:
"Apa kata ia?" "Kau adalah seorang jahat yang t idak tahu malu!
Tinggalkan lengan kirimu, lalu lekas enyah dari sini!
Sekarang aku masih belum menghendaki jiwamu!"
"Apa! Betulkah aku dianggap orang semacam itu?"
"Kau dengarkah perkataanku tadi?"
Ho Hay Hong t idak takut, sebaliknya malah tertawa
besar dan berkata.
"Kakek penjinak garuda, itu adalah kau sendiri yang
bikin-bikin, t idak mungkin menganggap aku demikian
rendah. Ha ha!"
"Bocah, dengan alasan apa kau mengatakan aku
demikian?"
Ho Hay Hong ingin menundukkan orang tua itu, ia
segera mengeluarkan plat emas lambang kebesaran
seorang pemimpin, ia perlihatkan kepada orang tua itu
seraya berkata.
"Dengan kedudukan sebagai pemimpin golongan
rimba hijau daerah utara aku berhadapan denganmu,
kau mau apa?"
Kakek penjinak garuda agak terkejut , berkata:
"Oh! Bocah, kau benar-benar hebat , tentang nama
kehormatan dan kedudukan ini kalau dibandingkan
dengan aku si Kakek penjinak garuda, bukan berarti apa-
apa, tetap harus potong sendiri lengan kirimu lekas
enyah dari sini."
Ho Hay Hong t idak menghiraukan kembali ucapan
kakek itu, ia berkata: "Sekarang aku perlu bertemu muka dengannya,
tahukah kau apa sebabnya ia menghilang? Mungkin aku
bisa menolong dia terlepas dari bahaya, sekarang ini kita
harus kerja sama, jikalau t idak, mungkin lebih berbahaya
baginya. Jikalau kau t idak percaya kau lihat nant i!"
"Urusannya t idak perlu kau campur tangan, jikalau aku
t idak bisa mencari dia kembali, semua nama baikku
diwaktu yang lalu, juga akan tersia-sia saja."
"Kau tetap t idak mau bekerja sama?"
"Aku harus bekerja sama denganmu! Bocah! Apakah
kau sudah tengok dirimu sendiri?"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong benar-benar
jadi marah, ia berkata:
"Baik, kau t idak sudi bekerja sama denganku, aku
hendak mengandalkan tenaga sendiri untuk mencari dia
kembali!"
Tanpa pamit ia lantas memutar tubuhnya dan berlalu.
Kakek penjinak garuda gerakkan kakinya berada
dihadapannya dan berkata dengan nada suara dingin:
"Kau hendak pergi? Hm, t idak gampang, t inggalkan
dulu lengan kirimu!"
Ho Hay Hong sedikitpun t idak takut, berkata sambil
tertawa nyaring:
"Benarkah kau hendak bermusuhan denganku?"
Kakek penjinak garuda t idak menduga bahwa Ho Hay
Hong berani mengeluarkan perkataan demikian jumawa
dihadapannya maka seket ika itu malah dibuat heran
t idak dapat berkata apa apa. Melihat kakek itu t idak menjawab, Ho hay Hong
berkata lagi dengan nada luar biasa.
"Ada satu hal aku hendak beritahukan kamu, dua
saudara Ing-ie yang pada enam puluh, tahun berselang
sangat terkenal namanya, kini sudah muncul di dunia
Kang ouw lagi, beberapa hari berselang aku pernah
bertemu dengannya di daerah utara.
"Dia berulang-ulang mengatakan dendam sakit hat inya
terhadapmu, ia hendak ke selatan untuk membalas
dendamnya. Dia dewasa ini sudah melatih ilmu luar
biasa, maka kau harus berhati-hati sedikit terhadapnya"
Kakek penjinak garuda kembali dikejutkan oleh
perkataan Ho Hay Hong ini, Ing-ie adalah seorang musuh
paling tangguh selama hidupnya. Ia benar-benar tak
menduga bahwa musuh besar itu kini muncul di dunia
Kang ouw lagi.
Permusuhan antara mereka berlangsung sudah
puluhan tahun, hal ini membawa ia kembali kepada
kenangan dimasa lalu.
Ho Hay Hong menggunakan kesempatan itu untuk
minta diri kepada Kakek penjinak garuda.
Orang tua bermuka merah dan kawan-kawannya,
karena t idak mendapat perintah dari Kakek penjinak
garuda t idak berani berlaku lancang, maka mereka
membiarkan Ho Hay Hong meninggalkan Kampung Setan
dengan langkah lebar.
Tiga orang itu berdiri tertegun dengan muka pucat ,
sebab sejak mereka mengabdi kepada Kakek penjinak
garuda di Kampung Setan ini, mereka tahu benar bahwa
siapa yang berani masuk di daerahnya, j ikalau t idak mati ialah bercacad, hanya Ho Hay Hong seorang yang dua
kali masuk keluar dengan keadaan selamat.
Waktu itu matahari sudah mendoyong ke barat , ini
berarti Ho Hay Hong sudah makin dekat kepada ajalnya.
Dengan cepat ia menyusul rombongan Tang siang Su-
cu, rombongan yang itu ketika melihat ia balik kembali
dalam keadaan selamat, semua dikejutkan.
Tang siang Su-cu lantas berkata: "Saudara, lukaku
sangat parah, apakah kau berusaha".
Empat orang berjalan juga sudah susah, sembari lagi
harus membantu Tang siang Su cu, maka keadaan
mereka bertambah mengenaskan.
Melihat Ho Hay Hong diam saja. Tang siang Su cu
mendadak menarik napas dan berkata:
"Aku sangat menyesal t idak bisa segera pulih kembali
kesehatannya untuk mencarinya pulang, kemudian aku
bersama orang-orang minta keadilan pada sikakek itu!"
"Tahukah kau dimana adanya dia sekarang ? Dia
sekarang t idak tahu bagaimana asalnya, juga t idak tahu
dimana berada, sekalipun kau berkepandaian t inggi juga
t idak dapat menemukannya, aku lihat sudahi saja."
berkata Ho Hay Hong.
"Belum tentu, aku tahu dengan past i, ia telah terjatuh
dalam tangan orang-orangnya Liong ceng Houw sie,
sebab kepala berandal itu bermaksud hendak
menundukkan semua partai dan golongan dalam rimba
persilatan, ia berambisi . . . ."
Ho Hay Hong heran, ia bertanya: "Ada hubungan apa
dengan hilangnya gadis itu ?" "Liong ceng Houw sie ingin menundukkan semua
partai, maka harus memiliki kepandaian dan akal yang
luar biasa, mungkin ia merasa tenaganya belum cukup
maka ia memerintahkan orang-orangnya untuk
menangkap nona itu. Ia tahu benar bahwa gadis itu
adalah orang yang paling disayang oleh Kakek penjinak
Garuda, maka ia hendak mempergunakan gadis itu untuk
memaksa Kakek penjinak Garuda supaya menurunkan
kepandaian . . ."
"Dengan berdasar apa kau berani memast ikan bahwa
gadis itu ditawan oleh Liong hong Houw sie?"
"Tidak berdasar apa-apa, hanya sebagai orang yang
ketiga sudah tentu mengetahui kepala berandal itu
berulang kali memerintahkan orangnya menyelidiki
keadaan kampung setan, lagi pula ia juga mendapat
bantuan Sun hong Khaw khik, yang memberi info banyak
sekali kepadanya.
”Meskipun ia juga kehilangan banyak jiwa dari anak
buahnya, tetapi bagi Liong ceng Houwsie yang berani ini,
sedikit pun t idak menghiraukan, asal maksudnya tercapai
segala apa ia dapat melakukan.
”Liong cing Houw sie adalah pemimpin golongan rimba
hijau daerah selatan, anak buahnya banyak sekali,
demikianpun mata-matanya, maka gadis itu sudah tentu
tak lolos dari tangan mereka. Liong cing Houw sie
sebetulnya hanya ingin menjadikan dirinya sebagai
seorang tawanan untuk menekan atau memaksa si kakek
Penjinak garuda supaya jangan merintangi t indakannya.
”Diluar dugaan t indakannya itu berjalan dengan
lancar, maka nyalinya semakin besar hingga kemudian hendak memaksa si kakek penjinak garuda menurunkan
kepandaian ilmunya!"
"Kau dapat keterangan dari siapa?"
"Kau t idak usah tanya, urusan Liong cing Houw sie
dan segala rahasianya aku mengetahui dengan jelas?"
"Mengapa kakek penjinak garuda t idak tahu?"
"Sigoblok itu set iap hari mengasingkan dirinya didalam
kampung setan, bagaimana dia tahu urusan diluar?"
-oo0dw0ooo-
Bersambung Jilid 22

Jilid 22
HO HAY HONG t iba-tiba teringat dirinya perempuan
muda yang dikerudungi mukanya sewaktu ia berada
dirumah penginapan, sekarang ia ingat kembali bahwa
potongan tubuh perempuan itu banyak mirip dengan
gadis kaki telanjang, mungkinkah perempuan itu adanya
dia?
Mengingat itu semangatnya segera terbangun, ia ingin
segera menjumpai Liong Ceng Houw sie untuk mencari
keterangan yang sebenarnya.
Sementara itu ia berjalan sudah mendekat i tembok
kota. Ho Hay Hong mendadak ia sesuatu, ia lalu berhent i
dan berkata:
"Lukamu sebetulnya t idak parah, hanya dibagian kulit
saja. Kau mencari tabib yang mengerti yang bisa
mengobat i luka bagian luar sudah cukup. Aku harap
setelah lukamu sembuh, supaya kau perlukan pergi keutara, disana ada familimu yang menant ikan
kedatanganmu.”
Tang siang Sucu heran, ia bertanya: "Apa katamu?
Aku mempunyai famili?"
"Ya, kau boleh pergi menanya It-jie Hui kiam, ia nant i
akan memberitahukan pada tentang asal-usul dirimu."
"It-jie Hui kiam itu siapa?"
"Didaerah utara namanya sangat kesohor, asal kau
menanya orang, siapa saja bisa menunjukan orangnya.
Sekarang waktu sudah t idak pagi lagi, aku perlu lekas
selesaikan urusanku, sampai ketemu dilain waktu!"
Ia berjalan beberapa tombak, mendadak berpaling
dan berkata:
"Ingat pesanku ini, saudara."
Matanya lama menatap wajah Tang siang Sucu.
Pemuda itu sebetulnya memang masih pernah saudara
sekandungnya sendiri, meskipun sipat dan kelakuannya
jauh berbeda, tetapi Ho Hay Hong penuh cita rasa.
Sampai sebelum meninggalkan saudaranya itu, ia juga
merata sedih. Tang siang Sucu masih menanya lagi,
tetapi ia sudah berlalu jauh.
Ho Hay Hong buru-buru balik kembali kerumah makan
yang dahulu pernah melihat perempuan yang
dikerudungi mukanya, tapi rombongan orang-orang itu
sudah t idak nampak lagi, yang ada ialah tamu-tamu
biasa yang sedang makan minum.
Ia sangat menyesal telah menitipkan gadis berbaju
ungu kepada musuhnya, akhirnya didalam keadaan terdesak sepert i itu, ia t idak tahu bagaimana harus
mencari gadis kaki telanjang.
Ia pergi keistal kudanya untuk mengambil kuda
tunggangannya, dipunggung kuda itu ia menemukan
sepotong kertas yang tertulis dengan kata-kata: ”Ho
Siaohiap, setelah melihat tulisan ini, kau lekas menemui
aku!"
Di bawah tertulis alamat yang menulis, tetapi t idak
menyebutkan namanya, juga t idak menyebutkan urusan
apa, hanya pesan ia segera menjumpainya.
Ho Hay Hong kehilangan akal, ia t idak tahu siapa
orangnya yang menulis itu, mengapa ia tahu dirinya
seorang she Ho. Ia minta keterangan dari para pelayan,
tetapi t iada seorang yang tahu, dia lantas berlalu.
Dijalan raya ia menanya orang-orang tentang jejak
alamat yang disebutkan dalam surat , tetapi orang-orang
yang ditanya pada heran, karena di kota itu t idak
terdapat nama tempat yang disebutkan itu.
Ho Hay Hong tidak putus asa, ia pikir bolak-balik nama
tempat itu, yang disebut Lam leng kota barat . Mungkin
kata-kata kota barat itu dimaksudkan sebelah barat kota
itu. Ia lalu berjalan menuju ke arah barat kota itu, tetapi
t iba ditempat tersebut, ternyata merupakan suatu tempat
sunyi, yang terdapat banyak rimba lebat , t iada terdapat
bangunan ramah satupun juga.
Karena ia t idak pandai menunggang kuda maka ket ika
ia menyusuri tempat itu, terpaksa berjalan sambil
menuntun kudanya.
Sepanjang jalan hat inya masih penasaran maka ia
keluarkan lagi surat itu, dibacanya sekali lagi, sedikitpun t idak salah, disitu dengan jelas tertulis alamatnya yang
menyebutkan disalah satu rumah penduduk disebelah
barat kota.
Mendadak ia memperhat ikan tulisannya, karena tulisan
itu mirip dengan tulisan tangan seorang wanita.
Penemuan ini semakin mengherankan hat inya, karena
sejak ia turun gunung, kawan wanitanya hanya beberapa
gelint ir saja, kecuali si gadis berbaju ungu dan gadis kaki
telanjang, ialah Toan bok Bun Hoa dan Suto Cian hui.
Seluruhnya t idak lebih dari empat orang, tetapi Gadis
berbaju ungu tertawan oleh orang, t idak mungkin
mendapat kesempatan meloloskan diri.
Gadis kaki telanjang telah menghilang, t idak ketahuan
jejaknya, bahkan mungkin sudah tertawan oleh Liong
ceng Houw sie. Suto Ciang hui masih berada dalam
golongan lempar batu, mungkin juga sudah pergi
menemui suhunya. Sedangkan Toan bok Bun Hoa t idak
mempunyai hubungan erat dengannya, t idak mungkin
meninggalkan surat itu. entah siapakah orangnya?
Otaknya terus bekerja keras, memikirkan soal itu.
Balik kedalam kota, t iba-tiba dapat pikiran: ”Apakah
t idak mungkin ada orang yang mempermainkan dirinya
supaya ia membuang waktu cuma-cuma?”
Tetapi kemudian ia berpikir lagi: ”mungkinkah alamat
yang disebutkan barat kota itu kota yang berdekatan
dengan kota ini ? Mungkin orang yang meninggalkan
surat ini menulis secara tergesa-gesa, sehingga lupa
menuliskan nama kotanya? Untuk memperkuat dugaannya, ia bertanya kepada
orang jalan, kota apakah yang letaknya terdekat dengan
kota ini?
Dari orang itu ia mendapat keterangan bahwa kota
yang terdekat adalah kota Siang, yang letaknya kira-kira
t iga-puluh pal.
Tanpa ayal lagi ia lantas tuntun kudanya berjalan
menuju kekota tersebut .
Tiba dikota tersebut, ia menanyakan pada salah
seorang penduduk dalam kota mana letaknya tempat lam
leng sebelah barat kota itu?
"Dari sini berjalan kebarat , kalau menampak t iga buah
pohon Pek toa, lalu membelok kekiri. Setelah melalui dua
jalan simpangan, adalah tempat yang dinamakan Ci lak
po!?” demikian orang yang ditanya memberikan
keterangannya.
Mendengar jawaban itu, Ho Hay Ho sangat girang,
setelah mengucapkan terima kasih, buru-buru menuju
ketempat tersebut .
Tak lama kemudian, benar saja ia menemukan t iga
buah pohon pek tua. menurut petunjuk orang yang
ditanya tadi, ia berjalan membelok kekiri.
Dari jauh, tampak beberapa buah rumah batu yang
letaknya berpencaran. Semangatnya lalu terbangun
dengan menuntun kuda tunggangannya ia berjalan
melalui jalan simpangan, kemudian t ibalah didepan
sebuah ramah batu.
Bangunan rumah itu bentuknya sangat aneh, mirip
dengan tapal kaki Kuda, tengah-tengah adalah lapangan seluas kira-kira enam tombak, jelas tempat itu adalah
tempat untuk melatih ilmu silat.
Sebagai seorang yang banyak pengetahuan, ia segera
ingat bahwa rumah itu adalah bentuk rumah jaman kuno
yang dinamakan rumah pedang, yang pada jaman itu
sangat terkenal.
Bentuk rumah semacam itu berasal dari ai tong. Pada
jaman itu, terkenal sebagai jamannya pendekar
berkelana, dimana-mana terdapat bangunan rumah
pedang semacam itu.
Perasaannya mulai tegang, karena dilihat dari keadaan
kediamannya, orang yang meninggalkan surat itu jelas
bukan sembarangan.
Menurut tradisi, penghuni rumah pedang semacam itu,
oleh seseorang ahli pedang di tugaskan untuk menguji
set iap orang yang minta menginap.
Apabila pendekar yang menginap dalam rumah itu
t idak memiliki dasar ilmu pedang yang sempurna, set iap
saat bisa diusir keluar.
Oleh karena itu, maka rumah-rumah peninggalan
jaman kuno itu hanya ditinggali oleh orang-orang yang
berkepandaian t inggi.
Ho Hay Hong mengert i betul keadaan itu maka ia
ragu-ragu masuk kedalam.
Mendadak ia ingat bahwa ia adalah pemimpin besar
golongan rimba hijau daerah utara hingga t idak perlu
merasa khawatir lagi.
Rumah itu sebetulnya ada t iga jendela dan pintunya,
tetapi saat itu pinta dan jendela tertutup rapat . Ia maju menghampiri dan mengetok pintu seraya
berkata:
"Tolong buka pintu, aku Ho Hay Hong datang untuk
memenuhi janji !"
Ia memanggil berulang-ulang, tetapi tak ada orang
membuka pintu, hingga hat inya merasa curiga, apakah
rumah itu sudah kosong ?
ia merasa dipermainkan, dengan cuma-cuma
membuang waktunya yang berharga. Dalam gusarnya, ia
lalu menghunus pedangnya dan mulai mendobrak pintu.
Ujung pedangnya yang membabat gelangan kunci dari
besi, telah menimbulkan suara nyaring, tetapi ia t idak
berhasil membuka pintunya.
Hatinya sangat mendongkol, tetapi ia t idak bisa
berbuat apa-apa.
Dengan mendadak t iga pintu dari pintu t imur, selatan
dan utara terbuka berbareng kemudian disusul banyak
orang Kang ouw yang keluar dari dalam rumah.
Ha Hay Hong yang masih berada dalam keadaan
keheranan, sudah dijambret oleh orang yang berjalan di
muka.
Ho Hay Hong bertanya dengan heran: "Apa art inya
ini? Mengapa kalian tanpa tanya lebih dulu sudah
menangkap aku?"
Orang-orang itu t idak menjawab, Hay Hong dibawa
oleh t iga orang.
Keadaan rumah itu teratur sangat rapi, dindingnya
penuh lukisan dan tulisan kuno. Ditengah-tengah ruangan terdapat sebuah meja persegi, di atas meja
terdapat alat-alat tulis lengkap.
Di samping meja. di atas sebuah kursi, duduk seorang
wanita muda dan cant ik jelita.
Ketika Ho Hay Hong menampak wanita cant ik itu,
mendadak tercengang dan berseru: "Aaaah kau!"
Ia sungguh t idak menduga bahwa wanita cant ik itu
adalah gadis kaki telanjang yang sedang dicarinya.
"Benar. aku. Silahkan duduk." jawab gadis itu tenang.
Seorang Kangouw membawakan sebuah kursi,
mempersilahkan Ho Hay Hong duduk, waktu itu
lengannya masih dipegangi oleh t iga orang Kang ouw,
tetapi setelah mengetahui siapa adanya orang yang
minta ia datang kesitu, ia lantas duduk tanpa merasa
khawat ir.
Kini ia baru sadar bahwa orang yang meninggalkan
surat di atas punggung kuda, adalah gadis kaki
telanjang. Diam-diam ia merasa heran, tapi juga girang,
sebab ia memang sedang mencarinya.
Ia memandang orang di seputarnya, semua
menunjukkan sikap dingin, berdiri tanpa bergerak dan
bersuara, semua sepert i patung hidup, hingga diam-diam
merasa heran entah apa sebabnya gadis itu perlakukan
dirinya demikian rupa?
"Kalau dibilang, sudah setengah bulan lebih kita tidak
bertemu, hari ini aku bisa bertemu muka lagi denganmu,
dalam hat iku merasa girang sekali." kata gadis kaki
telanjang. Perasaan Ho Hay Hong mendadak tegang, ia pikir:
"Sewaktu gadis ini meninggalkan surat untukku, gadis
berbaju ungu sedang di sampingku, entah diketahui
olehnya atau t idak?"
Karena berpikir demikian maka ia merasa bimbang
atas pertanyaan gadis itu, khawat ir kalau kalau gadis itu
sudah mengetahui segala-galanya, maka lantas
menjawab.
"Aku juga merasa girang sebab kenanganku keselatan
ini, sebab yang utama ialah hendak menengok kau."
Sehabis berkata demikian, ia memperhatikan keadaan
gadis tersebut, ia melihat gadis itu masih tetap tenang,
hat inya merasa lega, lalu sambungnya: "lama t idak
ketemu, kau masih tetap cant ik sepert i dulu. bahkan
tambah tampak gembira, aku juga merasa turut
gembira!"
Mendengar perkataan itu, senyum dibibir gadis itu
mendadak lenyap, sikapnya berubah.
"Terima kasih atas perhatianmu, sebetulnya aku t idak
begitu gembira, senyum ada kalanya juga bukan suatu
tanda gembira. Aku minta kau datang kemari tokh t idak
boleh menyambut kedatanganmu dengan muka masam!"
demikian katanya.
Ho Hay Hong terkejut , dalam hatinya berpikir: kiranya
senyummu tadi hanya sekedar sebagai suatu tanda
persahabatan saja, ini benar benar sangat
mengecewakan hat i.
Ia memperhatikan lagi sikap dan gerak-gerik orang-
orang yang lainnya, ia lalu mengambil kesimpulan bahwa maksud gadis kaki telanjang minta ia datang kemari,
sesungguhnya t idak mengandung maksud baik.
"Tahukah kau, mengapa aku minta kau datang
kemari?" tanya gadis itu.
"Aku sedikitpun t idak tahu, dan tolong kau jelaskan!"
jawab Ho Hay Hong sambil menggelengkan kepala.
Gadis itu tersenyum, ia t idak menjelaskan lebih dulu,
tangannya menunjuk orang-orang Kang ouw seraya
berkata:
"Mereka semua adalah sahabatku."
Ho Hay Hong menganggukkan kepala, diluarnya ia
menunjukkan senyum merendah, tetapi dalam hat i
t imbul berbagai pertanyaan dari mana kau dapatkan
demikian banyak sahabat? Apa pula sebabnya ?
Gadis itu memerintahkan salah seorang untuk
mengambil barangnya.
Seorang diantara mereka menerima baik tugas itu, tak
lama kemudian ia balik kembali dari dalam dengan
membawa sepotong kain sutra, yang terdapat tanda
darah.
Ho Hay Hong t idak mengert i, selagi hendak menanya,
gadis itu sudah berkata:
"Kain sutra ini adalah sobekan baju ayah dimasa
hidupnya, ia sudah meninggal dunia pada delapan belas
tahun yang lalu."
Sehabis berkata, ia menghela napas, sikapnya nampak
sangat berduka. Ho Hay Hong segera mengerti bahwa potongan kain
sutra itu pasti mengandung riwayat permusuhan atau
dendam sakit hati yang sangat dalam. Jikalau t idak, gadis
yang adanya t inggi itu t idak mungkin bisa berduka
demikian rupa.
Pada saat itu, dari dalam muncul seorang wanita
pertengahan umur, gadis kaki telanjang ketika
menampak wanita itu. lantas memperkenalkannya
kepada Ho Hay Hong:
"Ini adalah ibuku !"
Ho Hay Hong buru-buru bangkit dari tempat duduknya
dan berkata:
"Oh, kiranya adalah bibi, silahkan duduk!"
Maksudnya hendak memberikan tempat duduknya
sendiri kepada wanita pertengahan umur itu, tetapi
sungguh t idak diduganya, belum ia menyingkir bahunya
sudah ditekan oleh orang-orang yang berdiri di
belakangnya.
Karena diperlakukan demikian, ia terpaksa duduk lagi,
matanya memandang gadis kaki telanjang.
Ia mengira bahwa pasti kelakuan ketiga orang-orang
itu akan menimbulkan perasaan t idak senang gadis itu,
sebab biar bagaimana ia adalah tetamu yang datang dari
tempat jauh, t idak selayaknya mendapat perlakuan
demikian.
Tetapi dugaannya itu ternyata keliru. Gadis itu seolah-
olah t idak melihat, bahkan memerintahkan orang itu
untuk menyediakan kursi bagi ibunya. Ho Kay Hong diam-diam merasa t idak senang, ia tidak
mengert i mengapa mendapat perlakuan demikian rupa?
Mendadak gadis itu berkata: "Ho siaohiap, aku sangat
menyesal, sebetulnya aku t idak ingin perlakukan kau
demikian, tetapi kau adalah musuhku!"
Ho Hay Hong terkejut , tanyanya: "Dengan cara
bagaimana kau anggap aku sebagai musuhmu?"
"Dilenganmu ada tanda cacahan burung garuda!"
"Ini ada hubungan apa?"
"Kau adalah orangnya Kakek penjinak garuda !"
Ho Hay Hong terperanjat katanya.
"Apa? Kau dengan kakek penjinak garuda sudah
berbalik menjadi musuh ? Apa sebetulnya yang telah
terjadi ?"
"Aku sudah mendapat keterangan, bahwa kakek
penjinak garuda adalah musuh besarku yang membunuh
ayahku !"
"Kau mempunyai bukt i ?"
"Bukt inya banyak sekali, biarlah aku suruh orang
bacakan untuk kau dengarkan."
Gadis itu mengacungkan tangannya, seorang laki laki
berwajah kuning lalu membacakan tulisan yang
dipegangnya.
"Pada tahun 30 musim kemarau, di suatu waktu senja,
pemimpin perkumpulan Keng Hong pang Tiat Ciang
Seng, oleh karena salah satu sebab telah berlaku salah
terhadap kakek penjinak garuda. Kakek penjinak garuda
lalu memerintahkan orangnya membunuh satu anaknya, anak itu bersama Tiat Siang Hai, terkenal dengan
ilmunya meringankan tubuh, anak muda itu mat i
digunung lo lo san."
Ia berhent i sejenak dan dari dalam sakunya
mengeluarkan sepotong papan yang tertulis: "Lambang
garuda sakti "
Meskipun sudah terlalu lama disimpan tapi hurufnya
masih dapat dibaca.
Wanita pertengahan umur itu lalu berkata: "Dia adalah
anak lelakiku yang pertama, sikapnya lemah lembut,
mempunyai hari depan gilang gemilang, tak disangka
selagi namanya hendak menanjak telah dibunuh mat i
oleh suruhan orangnya kakek penjinak garuda,
kematiannya itu sangat menyedihkan hat iku dan
ayahnya"
Wanita setengah umur itu parasnya mirip sekali
dengan gadis kaki telanjang maka dapat dipast ikan
dimasa mudanya tentu juga cant ik.
Seorang Kangouw lain berkata dengan suara keras:
"Pada tahun 40, pangcu Ceng liong pang karena soal
perebutan tanah, telah bermusuhan dengan orang-orang
Kowlow pang dari daerah See coan. Tak lama kemudian
setelah itu, pangcu Kowlow peng dengan suatu akal licik
telah mengadu domba pangcu Ceng liong peng dengan
kakek penjinak garuda, hm kakek penjinak garuda
memerintahkan burung garudanya mengubrak abrik
Ceng liong pang, Jie kongcu mat i dalam cengkeraman
burung garuda, orang-orang Ceng liong pang yang
binasa dalam peristiwa itu seluruhnya berjumlah t iga
puluh enam orang." Selanjutnya orang itu mengeluarkan beberapa batang
bulu burung garuda berwarna hitam, Ho Hay Hong
segera dapat mengenali bahwa bulu itu memang benar
bulu burung garuda piaraan kakek penjinak garuda.
Dalam marahnya ia lantas berkata dengan suara
keras:
"Benarkah kakek penjinak garuda dimasa lalu berlaku
sewenang-wenang demikian apa? Aku ingin mencoba
kekuatannya nant i dimana?"
Gadis kaki telanjang berkata pelahan:
"Saudara sekandungku semua mat i di tangannya, aku
t idak menyangka kalau ia adalah musuh besarku, dan
selama itu aku telah anggap dia sebagai famili."
Matanya berkaca-kaca, kepalanya menunduk, agaknya
sedang mengenangkan segala perbuatannya dimasa
yang lampau.
Dengan suara keras, kembali seorang kangouw yang
tangannya hanya t inggal sebelah berkata dengan penuh
emosi:
"Partai Ceng liong-pang, Tiat Ciang Seng berulang-
ulang tert impa nasib malang. Mereka dalam marahnya
lantas ia bersumpah, hendak bertempur mati-mat ian
dengan kakek penjinak garuda. Tetapi, hal itu telah
diketahui lebih dulu oleh kakek penjinak garuda.
Beberapa hari kemudian ia telah datang sendiri dengan
membawa tujuh ekor burung garuda raksasanya untuk
menanyakan soal itu. Dalam pertempuran itu, akhirnya
Tiat pangcu telah binasa. Anak buahnya yang turut
korbankan jiwa semua ada delapan belas orang. Sejak
saat itulah, Ceng liong pang kehilangan pemimpin dan merekapun bubarlah. Sebagian anak buahnya ada yang
masuk ke perkumpulan lain, ada juga jatuh menjadi
berandal”
Dengan sinar mata tajam gadis kaki telanjang itu
menatap wajah Ho Hay Hong kemudian berkata:
"Pada potongan kain sutera ini terdapat bekas darah
almarhum, sebagai tanda dalamnya permusuhan antara
kakek penjinak garuda bersama turunannya dengan
keluargaku. Sekarang, kau masih hendak berkata apa?"
Ho Hay Hong tahu bahwa gadis kaki telanjang itu
menganggap ia sebagai orangnya kakek penjinak garuda
hingga diam-diam ia mengeluh. Pikirnya: ’ia perintahkan
orangnya menangkap aku, apakah lantaran hendak
menuntut balas dendam kepadaku?’
Ia sekarang sudah tahu bahwa pangcu Ceng-liong
pang, Tiat Ciang Seng adalah ayah gadis itu, dan orang-
orang Kang ouw ini adalah bekas anak buah Ceng liong
pang dahulu.
Tetapi masih ada sedikit pertanyaan dalam hat inya,
kalau kakek penjinak garuda tersebut adalah musuh
besarnya, mengapa gadis itu terus berada di
sampingnya, bahkan menghormatinya sebagai ayah
sendiri?
Maka ia lalu bertanya:
"Aku lihat kau telah bersama-sama kakek penjinak
garuda, dan hubunganmu dengannya juga nampaknya
t idak buruk, mengapa kau t idak tahu kalau dia adalah
musuh besarmu ?" "Aku lahir didunia belum lama, keluargaku lantas
tertimpa bencana itu, oleh karena itu, maka keluarga kita
terpencar kemana-mana. Sebab usiaku masih terlalu
muda, aku t idak tahu sama sekali. Dalam suatu keadaan
yang kebetulan, aku telah diketemukan oleh kakek
penjinak garuda dan aku dibawa kampung setan! Waktu
itu, ia sama sekali t idak tahu bahwa aku adalah anak
keluarga Tiat, maka ia perlakukan aku baik sekali,
sedang aku sendiri juga t idak tahu kalau adalah musuh
besarku, maka selama itu aku melakukan segala
perintahnya."
"Kemudian dengan cara bagaimana kau mengetahui
permusuhan ini?"
"Beberapa hari berselang, oleh karena hendak
melakukan sedikit urusan, aku keluar dari kampung
setan, ditengah jalan secara kebetulan aku bertemu
dengan ibu. Ibu melihat aku yang mirip dengan anaknya
yang hilang, lantas t imbul curiga, setelah ia menanyakan
padaku, hingga persoalannya menjadi terang.”
Wanita pertengahan umur itu lantas berkata sambil
menghela napas:
"Mungkin ini adalah kehendak takdir, sejak suamiku
meninggal dunia, seorang diri aku terpaksa jadi orang
terlunta-lunta, meskipun selama itu juga berhasil
mengumpulkan t idak sedikit bekas anak buah Ceng-liong
pang, tetapi karena menginsyafi kekuatan sendiri susah
melawan kakek penjinak garuda, mata hasrat untuk
menuntut balas, pelahan-lahan mulai pudar.
”Aku t idak berdaya terpaksa mengasingkan diri,
bekerja di rumah Bengcu rimba hijau daerah selatan sambil menant ikan kesempatan baik, barulah
melaksanakan cita-citaku untuk menuntut balas.
”Tak disangka, sewaktu aku sedang melakukan tugas
diluar untuk berbelanja, telah berjumpa dengan anak
perempuanku. Begitu bertemu muka aku segera
mengenali bahwa gadis itu adalah anak perempuanku
yang hilang.
”Setelah kutanyakan asal-usulnya ternyata benar.
Sungguh t idak kusangka, ia bukan saja sudah bekerja
dirumah musuh besarnya, bahkan sudah anggap
musuhnya sebagai ayah. Untung Tuhan masih adil, kita
ibu dan anak akhirnya diketemukan kembali."
Ho Hay Hong sadar, ia segera memberitahukan
maksud kakek penjinak garuda, setelah itu ia bertanya:
"Apakah kakek penjinak garuda tahu perubahan yang
terjadi atas dirimu?"
"Aku t idak memberi keterangan padanya, bagaimana
ia tahu? Patut disesalkan ialah perbuatannya dahulu yang
terlalu kejam!" jawab gadis kaki telanjang.
"Kakek penjinak garuda sangat memikirkan dirimu,
menghilangnya kau, membuatnya sering marah-marah,
bahkan kadang-kadang tumpahkan kemarahannya
kepada orang-orang yang t idak berdosa. Apakah kau
tahu?" tanya Hoa Hay Hong.
Pertanyaan itu sebetulnya bermaksud hendak
menjejak isi hat inya, tak disangka gadis itu setelah
mendengar pertanyaan demikian, alisnya lantas berdiri
dan balas menanya: "Apakah kedatanganmu ini ialah
hendak membujuk aku ?" Melihat gadis itu marah, Ho Hay Hong buru-buru
berkata:
"Kau jangan salah paham, aku sedikitpun t idak ada
maksud demikian! Dalam perjalananku ke selatan kali ini,
aku pernah datang ke kampung setan. kakek penjinak
garuda bingung melihat kedatanganku, lantas marah-
marah dan minta aku t inggalkan satu lengan tanganku.
Tetapi aku t idak takut, aku t idak menghiraukan padanya
begitu saja. Ia ternyata t idak bisa berbuat apa-apa.
Seandainya waktu itu aku tahu dia dahulu demikian
kejam, aku pasti hendak mencoba kepandaiannya.
Sayang waktu itu aku sama sekali t idak mengetahui
urusan ini !"
Apa yang diucapkan itu memang sejujurnya, tetapi
gadis itu t idak merasa gembira, sebaliknya malah
keluarkan suara dihidung, kemudian berkata:
"Kau coba merayu aku dengan kata-kata manis juga
t idak ada gunanya. Kau adalah keluarganya, juga
merupakan musuhku, aku harus perlakukan kau sebagai
musuh !"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong terkejut, ia
sungguh t idak menyangka bahwa maksud baiknya
dianggap sebagai kata-kata rayuan.
Dengan perasaan t idak senang ia berkata: "Tidak
perduli aku betul keluarganya atau bukan, kau t idak
perlu cari tahu. Sekarang aku hendak tanya padamu,
bagaimana kau hendak perlakukan aku?"
"Mendengar kata-katamu, seolah-olah kau
menyangkal bahwa dirimu t idak ada hubungan
dengannya, dengan sebetulnya, pada berapa tahun berselang dia pernah menceritakan padaku tentang kisah
yang menyangkut diri kalian. Meskipun kau bukan
anaknya sendiri, tetapi bagaimanapun juga adalah anak
dari seorang ibu yang pernah menjadi isterinya.
Hubungan ini sangat erat, kau jangan pikir untuk
melepaskan diri!"
Ho Hay Hong sejak mengetahui riwayat dirinya sendiri,
paling takut bila ada orang mengungkap rahasia yang
menyedihkan itu. Dia adalah orang yang t inggi hat i.
baginya asal-usul dirinya yang mengandung riwayat
menyedihkan itu merupakan suatu pandangan sulit untuk
dibicarakan.
Sungguh tak diduganya gadis itu telah mengatakan
dengan terus terang. Apa mau, orang tersebut justru
seorang perempuan yang menjadi kekasihnya sendiri.
Dalam kedudukannya, ia tak dapat mengandalkan
peranannya sendiri, maka lalu berkata dengan suara
keras:
"Kau benar-benar pandai bicara, aku t idak bisa bicara
apa-apa. Kau hendak berbuat apa terhadapku, terserah
sesukamu sendiri, aku t idak akan menolak!"
Wajahnya telah berubah demikian menakutkan, kulit
mukanya berkerenyut berkali-kali suatu tanda hat inya
telah disakit i oleh gadis itu, ia berkata pula:
"Dengan terus terang, aku telah mengetahui bahwa
dalam hal ini aku akan mati, aku dari perjalanan
Thiansan pai jauhnya di sebelah utara, sengaja datang
kemari, maksudku hanya untuk bertemu muka
denganmu sebagai penghabisan kalinya, tak kuduga
dengan cara demikian kau perlakukan diriku." Ia lalu memejamkan matanya, dengan tenang duduk
diatas kursinya, seolah-olah menyerahkan nasibnya
ditangan gadis itu.
Gadis itu hat inya mendadak bimbang, ia bertanya:
"Benarkah malam ini kau mau mati?"
Perasaan Ho Hay Hong yang sudah terjadi perubahan
besar, sebetulnya hendak memberi keterangan, tetapi
mengingat sikap dingin gadis pujaannya itu, ia urungkan
maksudnya, hanya mengeluarkan suara dari hidung
sebagai jawaban.
"Kau t idak mau menjawab juga t idak apa2, tetapi
kedatanganmu ke selatan yang sengaja hendak
menengok aku adalah bohong, aku sudah mengert i kau
t idak perlu membohongi aku!"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong mendadak
membuka matanya dan berkata:
"Aku selamanya t idak pernah membohong, kau jangan
demikian menghina aku!"
"Aku telah menyaksikan dengan mata sendiri, kau
berjalan bersama-sama dengan nona berbaju ungu,
kalian berdua nampaknya sangat int im sekali, tapi
sekarang setelah kau bertemu dengan aku kau
sebaliknya mengatakan sengaja datang untuk menengok
aku. Apakah ini bukannya bohong semua?"
Sehabis berkata demikian gadis itu mendadak merasa
bahwa perkataannya terlalu kasar dan blak-blakan, ia
hendak menarik kembali tetapi t idak keburu, mukanya
merah seketika, buru-buru menundukan kepalanya. Ho Hay Hong seorang yang pintar, dia segera dapat
merasakan dari sikap dan kata-kata gadis itu dapat
meraba sedikit isi hat i gadis pujaannya, ia berpikir:
”Perkataannya itu jelas menunjukan hat inya t idak senang
tampaknya, marah karena melihat aku jalan bersama-
sama dengan gadis berbaju ungu. Kalau begitu, apakah
ia ada maksud terhadapku?”
Oleh karena itu pula, ia telah mendapat kepast ian
bahwa segala gerak-geriknya dengan gadis berbaju
ungu, sudah diketahui semua olehnya.
Ia coba menenangkan pikiran kembali, ia merasa
bahwa selama berada diselatan ia t idak menunjukkan
hubungan yang terlalu mesra dengan gadis berbaju
ungu, maka lalu berkata:
"Nona berbaju ungu yang kau katakan tadi adalah adik
perempuan sepupuku ia ikut ke selatan juga ingin
melihat kau, sebab aku sering menceritakan dirimu
dihadapannya!"
Gadis itu tercengang, ia bertanya: "Apa katamu
terhadapnya?"
"Aku pernah menceritakan kepadanya bahwa
beberapa kali aku mengalami bakal kematian, tetapi
karena munculnya kau, akhirnya aku terhindar dari
bahaya. Ia sangat mengagumi Kepandaian ilmu silatmu,
maka menyatakan hendak berkenalan denganmu.!"
"Aku dengan dia sama-sama seorang wanita, apa yang
perlu dilihat ."
Mulut gadis itu meskipun berkata demikian, tetapi
nada suaranya sudah banyak berubah, jelas bahwa ia
merasa girang mendapat pujian Ho Hay Hong. "Dengan terus terang terhadap Kakek penjinak
Garuda, selama ini aku t idak senang, orang itu terlalu
mengagulkan kepandaian sendiri, sikapnya terlalu
sombong, seolah-olah didalam dunia yang luas ini, hanya
dia sendiri yang terkuat. Terutama ketika dari mulutmu
aku mengetahui segala dosanya dimasa yang lampau,
aku benar-benar hendak menguji kepandaiannya!"
Mata Ho Hay Hong menengok keluar, melihat matahari
yang sudah mulai silam, ia menghela napas panjang.
Gadis kaki telanjang itu t iba-tiba merasakan kedukaan
pemuda itu. yang agaknya benar-benar telah dirundung
nasib malang, ia sebetulnya ingin berkata:
Kepandaianmu selisih jauh dengan kepandaian Kakek
penjinak garuda, sama sekali bukan tandingannya." tapi
sebelum dikeluarkan, ucapan itu ditelannya kembali.
Ia seperti mendapat perasaan bahwa pemuda itu
bersifat t inggi hati, maka ket ika ia melihat keadaan yang
menyedihkan itu, hat inya lantas lemah.
Ia berpikir sejenak, akhirnya berkata:
"Kau tadi kata tengah malam tentu akan binasa, aku
merasa geli. jikalau benar bahwa mati hidupnya
seseorang bisa diketahui lebih dahulu maka manusia
didalam dunia ini set iap saat akan merasa risau."
"Kau salah, aku bukannya dapat mengetahui lebih
dahulu tentang kemat ianku, melainkan disebabkan diriku
terkena pukulan kekuatan tenaga dalam yang sangat
ampuh, jiwaku hanya terbatas t inggal t iga hari, maka aku
buru-buru dari utara melakukan perjalanan kemari dalam
perjalanan aku sudah menggunakan waktu dua hari,
maka aku tahu bahwa malam ini aku pasti mati!" Gadis itu mengerutkan alisnya dan bertanya:
"Apa namanya ilmu kekuatan tenaga dalam itu?"
"Namanya Sanhoa tok cing, ilmu kekuatan tenaga
dalam yang dipelajari oleh seorang tokoh terkuat rimba
hijau daerah utara, Kay see Kim kong. terhadap ilmu
pukulan itu aku sendiri masih belum jelas, aku hanya
merasa bahwa keadaan diriku tetap seperti biasa,
sedikitpun t idak ada perasaan terluka, tapi aku dengar
orang kata. bahwa orang yang terkena pukulan ilmu itu,
dalam waktu t iga hari pasti binasa. Coba kau pikir aneh
atau t idak?"
"Aku belum pernah dengar nama itu, mungkin juga
mempunyai pengaruh demikian dahsyat!" berkata gadis
itu sambil menggelengkan kepala, kemudian bertanya
kepada seorang wanita pertengahan umurnya yang
berada di sisinya:
"Ibu, kita harus bert indak bagaimana terhadap musuh
kita ini?"
"Aku percaya dia t idak puas terhadap sepak terjang
kakek penjinak garuda, dari sifat dan bahasanya aku
sudah melihat bahwa dia ada seorang pemuda yang
putih bersih dan besar harapannya dikemudian hari, apa
lagi ia kata jiwanya dalam keadaan bahaya, pasti ada
banyak tugas pent ing yang akan dilakukannya. Menurut
pikiranku, t idak perlu mempersulit dia lagi. Dalam
permusuhan kita itu dia bukanlah pelaku utama, maka
bebaskan saja dia!"
"Tetapi, dia adalah keluarga kakek penjinak garuda!"
berkata gadis itu. "Jikalau naga menurunkan sembilan anak, sifatnya
masing-masing berlainan, meskipun dia keluarga kakek
penjinak garuda, belum tentu sifatnya boleh disama
ratakan! Jika kita rasa masih perlu memberi ampun,
ampunilah dia!" kata ibunya.
Gadis itu lalu berkata pada orang-orangnya:
"Lim piu. Ong Kui lepaskan dia!" Lim piu segera
melepaskan tangannya yang memegangi tangan Ho Hay
Hong. tetapi t idak demikian dengan Ong Kui. Orang she
Ong ini jarinya menotok jalan darah Ho hai hiat ditubuh
Ho Hay Hong kemudian berkata dengan gemas:
"Aku protes, coba pikir bagaimana menyedihkan
kematian Tiat Pangcu, masa dengan enak kita
perlakukan musuh ?"
Ho Hay Hong hanya merasakan hatinya sepert i hendak
meloncat keluar, darahnya segera menggolak dan
matanya berkunang-kunang, jikalau bukan karena lat ihan
kekuatan tenaga dalamnya yang sudah sempurna,
barangkali ia sudah rubuh.
Ia menahan rasa sakit dalam badannya berkata sambil
tertawa nyaring:
"Kalau kau t idak sudi melepaskan diriku, berbuat lah
menurut sesuka hatimu, jikalau aku Ho Hay Hong sampai
mengerutkan alis, bukanlah seorang gagah!"
Dengan alis berdiri, Ong Kui menyerang dada Ho Hay
Hong dengan t injunya. Serangan itu cukup berat , bagi
orang biasa pasti akan rubuh binasa. Tetapi Ho Hay
Hong tetap t idak berubah, malah ia berkata dengan
suara nyaring: "Dalam perjalanan ke selatan kali ini, dapat bertemu
muka denganmu, aku sudah rasa puas, meskipun aku
mati juga tidak penasaran . . ."
Selama bicara itu matanya terus ditujukan keluar
memandang matahari yang sudah tenggelam ke barat ,
diwaktu bicara ujung bibirnya banyak mengalirkan darah.
Gadis itu terkejut , ia berkata kepada orangnya:
"Ong Kui ! Apa kau sudah gila? Lekas lepaskan
tangannya ."
Ong Kui seolah-olah t idak mendengar, t injunya
kembali memukul dada Ho Hay Hong sementara
mulutnya menjawab:
"Jika t idak pukul anaknya, orang tuanya t idak akan
keluar. Hajaran ini anggaplah sebagai tamparan bagi
muka Kakek Penjinak Garuda !"
Wanita pertengahan umur menghela napas pelahan-
lahan dan berkata:
"Anak, kau seharusnya juga memaafkan pada mereka,
sudah beberapa puluh tahun menahan sabar, dendam
sakit hat inya begitu meluap, pantas kalau dia t idak
mendengar perintahmu!"
Setelah mendengar perkataan ibunya, gadis itu t idak
bisa berkata apa-apa lagi.
Sementara itu Ong Kui terus menghajar Ho Hay Hong
dengan tangan dan kakinya hingga pemuda itu beberapa
kali dalam keadaan pingsan. Setelah diguyur air dingin
baru sadar lagi. Walaupun dihatinya sangat marah dan
beberapa kali hendak berontak, tapi akhirnya ia bersabar
sambil menggertak gigi. Tak lama kemudian Ong Kui telah merasa puas, baru
melepaskannya. Ia t idak tahu bahwa pemuda itu adalah
seorang laki-laki yang bersifat jantan. Betapapun dihajar
demikian rupa, sedikitpun t idak merint ih atau minta
ampun.
Ho Hay Hong perlahan-lahan menyusut darah yang
mengalir di bibirnya, kemudian bangkit dari tempat
duduknya dan berkata.
"Dengan memandang matamu, sebelum ajalku t iba,
aku sudah dihajar oleh orang-orangmu tanpa melawan."
Ia sebetulnya hendak minta obat Lio yan-hiang, tetapi
melihat suasana demikian buruk, ia tahu bahwa
permintaannya itu pasti akan dipandang rendah oleh
orang lain, maka dengan badannya yang terluka,
perlahan-lahan berjalanlah ia keluar.
Pada saat itu, semua harapannya telah padam,
hat inya sudah mati. Maka ia hanya ing in mencari suatu
tempat yang sunyi sebagai tempat untuk mengubur
dirinya sendiri.
Tetapi, baru saja ia melangkahi pintu, t iba-tiba ia ingat
bahwa gadis berbaju ungu masih berada di tangan
musuh, maka buru-buru ia balik kembali, menurunkan
pedangnya dan diletakkan di atas meja, kemudian
berkata:
"Aku ada sedikit permintaan, masih mengharap kau
suka menolong."
"Katakanlah," kata gadis itu. .
"Tadi aku dengar kata bibi, bahwa bibi bekerja pada
Bengcu rimba hijau, apakah itu betul?" "Apa perlunya kau menanyakan itu?" balas menanya
gadis itu dengan perasaan t idak mengert i.
"Adik perempuan sepupuku ini, ialah nona berbaju
ungu yang pernah kau lihat , belum lama berselang telah
ditawan oleh t iga anak buah Bengcu. aku pikir hendak
minta pertolongan bibi, untuk minta kepada Bengcu
supaya dibebaskan. Sudikah kau menerima permintaanku
ini? Oleh karena j iwaku dalam keadaan bahaya, mungkin
sekali aku t idak sanggup melakukan sendiri pekerjaan
itu, maka mohon pertolonganmu. Pedang ini anggaplah
sebagai barang terima kasihku, aku t idak tahu
bagaimana pikiranmu?"
"Bagaimana seandainya Bengcu t idak mau
membebaskan?"
Ho Hay Hong tercengang, pikirnya: Itu memang suatu
persoalan sulit , apabila Liong-ceng Houw-sie t idak
menerima permintaannya, bukankah ini berarti bahwa
gadis itu telah kucelakakan sendiri?
Ia berpikir sejenak, akhirnya berkata: "Kalau begitu
aku minta tolong kau bawa aku kepada Bengcu sendiri,
aku akan minta sendiri kepadanya."
"Bengcu besar kepala, mungkin dia t idak mau
menjumpaimu."
"Apakah ia mengandalkan kedudukannya, t idak sudi
menemui seorang yang tidak bernama?"
"Kalau kau hendak anggap demikian, aku terpaksa
menjawabnya."
Ho Hay Hong mendadak tertawa terbahak-bahak dan
berkata: "Nona, asal kau sudi bawa aku pergi kepadanya,
Bengcu pasti akan keluar menyambut aku sendiri, jikalau
kau percaya, aku perlihatkan padamu sebuah barang!"
Ia lalu mengeluarkan sepotong emas yang terukir
lukisan gambar naga. lalu diberikan kepada gadis itu dan
berkata:
"Emas ini merupakan lambang kepercayaan
kedudukan Bengcu rimba hijau daerah utara, aku
percaya Liong ceng Houw sie setelah melihat benda ini,
pasti akan terkejut !"
Gadis itu terperanjat, ia lalu bertanya: "Kau pemiliknya
benda emas ini?"
"Benar, aku adalah Bengcu rimba hijau daerah utara!"
Ketika ucapan itu keluar dari mulut Ho Hay Hong yang
ada disitu mengunjuk sikap terkejut dan terheran-heran,
Ong Kui yang tadi pernah menghajar dirinya, mendadak
menghampiri dan berkata dengan suara gusar.
"Bocah, kau mengaco belo."
Ho Hay Hong dapat menduga bahwa orang itu
diluarnya saja nampak galak, tetapi sebetulnya dalam
hat inya merasa jerih maka, lantas menjawab:
"Ong Kui, aku telah mandah kau hajar tanpa melawan,
semua ini karena semalam aku pandang muka nonamu
ini, jikalau kau anggap aku seorang yang mudah kau
perhina, maka anggapanmu itu salah besar!"
Ong Kui terkejut , ia mundur beberapa langkah, t idak
berani memandangnya lagi.
Ho Hay Hong menyimpan lagi pelat emasnya, lalu
berkata: "Nona aku harap kau sudi menerima permintaanku
yang terakhir ini!"
Gadis itu sejenak nampak ragu ragu sejenak, lalu
berkata:
"Golongan rimba hijau daerah selatan dan utara
selamanya t idak akur, kau berdua telah bersua kemuka,
pasti t imbul percekcokan Liong ceng Houwsie adalah
penolong ibuku, aku t idak mengharap kau sampai
berbuat demikian terhadapnya."
"Maksudku hanya minta orang saja, asal ia t idak
berlaku keterlaluan, sudah tentu aku t idak akan berbuat
apa-apa kepadanya. Hal ini harap kau jangan kuat ir."
Melihat sikapnya yang sungguh-sungguh gadis itu
merasa t idak enak menolak lagi, ia lalu bangkit berdiri
setelah meninggalkan pesan beberapa patah kata kepada
orang-orangnya, lantas berjalan keluar bersama Ho Hay
Hong.
Ho Hay Hong membuka tambatan kudanya, dengan
membuka kudanya itu jalan menuju kejalan raya.
Ia jarang sekali berada berduaan den gadis itu, maka
dalam hat inya sebetulnya banyak perkataan hendak
dikatakan, tetapi t idak tahu bagaimana harus mulai.
Sedangkan gadis itu juga t idak berani berpandangan
mata dengan Ho Hay Hong, selama hidupnya ia sering
dengan pandangan mata yang dingin membuat musuh-
musuhnya berdebaran hat inya.
Untuk pertama kali ini ia menyerah terhadap seorang
laki-laki. dalam hat inya lalu memikirkan persoalan ini,
tetapi ia t idak mengert i apa sebabnya. Mengapa ia selalu takut berpandangan mata dengan pemuda itu. Bahkan
set iap kali berhadapan dengan pemuda itu hat inya selalu
berdebar.
Diam-diam ia merasa sayang akan hari depan pemuda
itu, jago muda yang sudah mulai menanjak nasibnya itu,
sebetulnya mempunyai hari depan yang cerah, tetapi
sayang usia jiwanya begitu pendek, sehingga t idak dapat
memperkembangkan kepandaiannya.
Dalam perjalanan itu Ho Hay Hong akhirnya
menemukan bahan percakapan, ia lalu bertanya.
"Kau anggap Kakek penjinak Garuda itu bagaimana
orangnya?"
"Sombong t idak kenal aturan, menganggap dirinya
sendiri terlalu t inggi, kurang sopan dan t idak tahu malu,
ia suka berbuat menurut perasaan sendiri, t idak
memikirkan akibatnya !"
Ho Hay Hong merasa heran gadis itu menggunakan
istilah kurang sopan dan t idak tahu malu, untuk
menggambarkan pribadi kakek Penjinak Garuda.
Bagi orang tua yang sifatnya berangasan itu,
menggunakan kata-kata sombong tak tahu aturan,
terlalu pandang diri sendiri terlalu t inggi dan suka
berbuat menurut sesuka hat inya untuk menggambarkan
sifatnya memang paling tepat , tapi kalau di anggap ia
sebagai seorang yang kurang sopan dan tak tahu malu,
sesungguhnya agak aneh.
Sebagai seorang pintar, Ho Hay Hong tahu bahwa
gadis itu menggunakan istilah yang sebetulnya sesuai
untuk melukiskan sifat pemuda bangor, untuk menggambarkan sifat Kakek Penjinak Garuda, pastilah
ada sebabnya, ia lalu berkata:
"Bolehkan nona mengungkap sedikit perbuatan-
perbuatan tua bangka itu, yang nona anggap kurang
sopan dan tak tahu malu?"
Muka gadis itu mendadak merah membara, kemudian
ia balas menanya:
"Mengapa hanya soal ini yang kau tanyakan?"
"Sebab aku anggap tua bangku itu meskipun t inggi
hat i dan tak kenal aturan, tetapi bukanlah seorang yang
kurang sopan dan tak tahu malu, maka aku heran
mendengar pernyataanmu tadi, bolehkah kau ungkapkan
sedikit kelakuannya yang kau anggap t idak tahu malu
itu?"
"Kau belum kenal begitu dalam terhadap pribadinya,
maka kau bisa mengatakan demikian, sebetulnya di
dalam mataku, dia seorang yang martabatnya sangat
rendah, setelah pada suatu hari dia... dia."
Berulang kali dia mengucapkan "dia" tapi tak dapat
melanjutkan, sedang pipinya yang merah nampak
semakin merah.
Sikap itu banyak menimbulkan tanda tanya bagi Ho
Hay Hong, maka ia berkata lagi:
"Nona, sekali-kali jangan anggap aku sebagai orang
luar, ceritakanlah terus terang jikalau ada urusan yang
sifatnya rahasia, aku nant i akan merahasiakan?"
Untuk meyakinkan gadis itu, ia menambahkan:
"Atau kau boleh anggap aku sebagai patung sebab
t idak lama lagi tokh akan meninggalkan dunia ini!" Gadis itu berusaha menahan perasaannya, akhirnya
meluncurkan kata-kata yang mengejutkan:
"Pada suatu hari ia telah minta aku untuk dijadikan
istrinya."
Ho Hay Hong terkejut , ia bertanya dengan alis berdiri:
"Benarkah ia berbuat demikian?"
Gadis itu menundukkan kepala, ia tak menjawab.
Ho Hay Hong mendadak merasa bahwa pertanyaan itu
agak kelebihan, sebab gadis itu tak bisa berbohong
padanya, dan juga t iada perlunya untuk berbohong.
Entah apa sebabnya setelah mendengar penuturan itu,
Ho Hay Hong mendadak t imbul perasaan cemburu.
Meskipun ia tahu tapi ia masih pura-pura menanya.
"Akhirnya kau terima atau t idak?"
Mendengar pertanyaan itu gadis itu agaknya terkejut ,
ia balas menanya:
"Apa kau anggap aku bisa menerima?"
Ho Hay Hong lantas bungkam, ia sendiri juga t idak
mengert i mengapa mendadak t imbul perasaan
cemburunya. Meskipun ia tahu benar bahwa gadis itu
t idak mungkin cinta pada seorang laki-laki tua yang
usianya beberapa kali lipat dari usianya sendiri, tetapi
bagaimanapun juga perasaan cemburu itu tokh tetap
t imbul dalam hatinya.
Mengingat kelakuan sendiri, ia merasa geli hingga
tertawa sendiri.
Gadis itu angkat muka, t iba-tiba berkata dengan
perasaan t idak senang: "Mengapa kau ketawa?"
"Mana aku tertawa?" Ho Hay Hong balas menanya
dengan hat i terkejut.
"Apa kau merasa senang karena aku dihina oleh Kakek
penjinak garuda?"
"Aku sedikitpun t idak ada itu maksud, harap kau
jangan salah paham!"
Saat itu mendadak ia dapat lihat dimata gadis itu
mengembang air mata, "jangan jangan." ia terkejut dan
kemudian bertanya:
"Kau marah?"
Gadis itu berjalan cepat-cepat , meninggalkan dirinya
sebab saat itu hat inya merasa pepet, ia ingin mencari
suatu tempat yang sunyi, supaya bisa menangis sepuas-
puasnya.
Ho Hay Hong tahu bahwa gadis itu mempunyai sifat
rangkap, jikalau selagi baik, bisa berlaku demikian baik
sekali, tetapi kalau sedang keluar jahatnya, mukanya
begitu asin laksana salju, sehingga orang t idak berani
memandangnya.
Ia dapat menyelami perasaannya pada waktu itu,
maka buru-buru berkata:
"Sayang, dalam hidupku ini sudah t idak ada
kesempatan untuk mengadu kekuatannya dengannya!"
Sehabis berkata demikian ia menghela napas panjang,
kemudian alihkan pembicaraannya ke soal lain: "Hanya
seorang jahat yang dapat balasan jahat , musuh
besarnya, Ing siu ini sudah muncul di daerah utara, aku
percaya t idak lama lagi dia pasti bisa mencari padanya untuk membuat perhitungan. Kau tunggu saja tanggal
mainnya!"
Tanpa menunggu pertanyaan gadis itu, ia telah
menceritakan semua perihal permusuhan antara Ing su
dengan si kakek penjinak garuda.
Ia juga menceritakan bahwa kepandaian ilmu silat Ing
siu t idak dibawah Kakek penjinak garuda, kekuatan dua
orang tua sangat berimbang, kalau pertempuran itu
terjadi, dua-duanya pasti hancur.
Mendengar penuturan itu, gadis itu baru merasa lega
hat inya.
Tetapi, perasaan girangnya lenyap Ia lalu
menundukkan kepala untuk memikirkan urusannya
sendiri.
Ho Hay Hong merasa heran, beberapa kali ia hendak
menanya, tetapi akhirnya batalkan.
Tibalah mereka dijalan raya.
Jalan raya yang t idak seberapa luas itu justru
merupakan tempat yang paling ramai di kota itu, banyak
orang berlalu lalang dan suara hiruk pikuk. Dua tepi jalan
terdapat banyak pedagang yang menawarkan
dagangannya masing-masing.
Waktu itu, hari sudah menjelang senja, sudah
waktunya bagi pedagang untuk pulang, pedagang-
pedagang yang belum habis menjual barang
dagangannya ramai berkaok-kaok menawarkan
dagangannya dengan harga rendah, supaya lekas terjual
habis. Gadis kaki telanjang mengeluarkan sepotong kain
sutra, selagi hendak menatap mot ifnya. di belakangnya
t iba-tiba terdengar orang memanggil: "Chin Khim. Chin
Khim"
Mendengar panggilan itu, wajah gadis itu pucat
seket ika. Ho Hay Hong yang belum pernah menyaksikan
gadis itu demikian ketakutan, diam-diam ia merasa
heran. Ia menoleh, dibelakangnya tampak seorang lelaki
bermuka merah sedang menghampiri dengan langkah
lebar.
Orang lelaki tua bermuka merah itu, adalah orang dari
kampung setan.
Ho Hay Hong dapat mengambil t indakan dengan
cepat, dan tangannya mengeluarkan hembusan angin
hebat sekali, menyapu barang-barang dagangan yang
terdapat dipinggir jalan, sehingga pada berterbangan dan
keadaan lantas menjadi keruh.
Ada yang berebut barang dagangan, ada juga yang
lari terbirit-birit , ada yang baku tuduh, ada juga yang
terpelant ing atau terhuyung-huyung. Yang sial adalah
para pedagang yang belum habis dagangannya, terus
menjerit-jerit t idak terhent inya.
Tetapi Ho Hay Hong lantas melemparkan sepotong
uang perak, untuk menutup kerugian mereka.
Ia menggunakan kesempatan selagi keadaan keruh
menarik tangan gadis kaki telanjang dan lari jauh. Ia
sengaja lari, berputar-putaran, menyusup diantara orang
banyak hingga sebentar saja sudah t idak kelihatan mata
hidungnya. Gadis kaki telanjang masih belum hilang rasa kagetnya
dengan napas tersengal-sengal ia berkata.
"Orang tua bermuka merah itu adalah pembantu
kakek penjinak burung garuda yang paling diandalkan.
kesakt iannya masih jauh di atasku, maka aku t idak
berani melawan dia, satu-satunya jalan ialah kabur!"
Ho Hay Hong sedikitpun t idak nampak tegang, ia
berkata.
"Ia panggil kau Chiu Khim, apakah itu namamu yang
sebenarnya?"
"Ya nama itu kakek penjinak garuda yang
memberikan, sudah lama aku t idak ingin menggunakan
lagi!"
"Apakah aku ada itu kehormatan untuk memberikan
nama baru untukmu ?"
"Kau benar-benar aneh, sudah dekat ajalmu, masih
mempunyai waktu untuk berkelakar !"
Ho Hay Hong tertawa terbahak-bahak, ia berkata:
"Manusia sejak dahulu kala t idak terhindar dari
kematian, mengapa harus takut mati? Bedanya ialah
diwaktu mat i orang itu merasa gembira atau t idak."
"Dengan cara bagaimana pada setelah mati kau baru
merasa gembira?"
"Ini." Ho Hay Hong ragu-ragu, "untuk sementara aku
t idak bisa memberitahuku padamu, tunggu kalau aku
sudah akan mati, saat itu kau nant i akan mengert i
sendiri."
"Kau t idak mau mengatakan, aku juga mengert i!" Jantung Ho Hay Hong berdebar, ia bertanya dengan
heran:
"Kau mengert i apa?"
"Perlu aku menjelaskan? Agar nona baju ungu itu
datang, kau tentu gembira betul bukan?"
-ooo0dw0ooo-
Bersambung Jilid 23

Jilid 23
MUKA Ho Hay Hong mendadak merah, kemudian
berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Keliru, kau selalu anggap aku baik sekali dengannya,
padahal orang yang kucinta sebetulnya bukanlah dia!"
Ia sebetulnya hendak menggunakan kesempatan itu
untuk mengutarakan isi hat inya tetapi mendadak
terdengar suara yang t idak asing lagi baginya tengah
berseru: "Betul dia. betul dia, jangan membiarkan ia
kabur lagi."
Ho Hay Hong terkejut , karena suara itu dikenalnya
sebagai suara Tang siang Sucu.
Di samping Tang siang Sucu adalah seorang pemuda
tampan, di sisi pemuda itu adalah seorang laki-laki
berusia lanjut berjubah kuning.
Ketika Ho Hay Hong melihat laki-laki tua itu, dalam
hat i terkejut, karena lelaki tua itu t idak lain adalah guru
Tang siang Sucu sendiri, Lan kiang Tay bong! Disamping itu masih ada empat bintang yang masih
belum sembuh dari luka-lukanya hingga nampaknya
masih let ih, namun kalau dibanding keadaan mereka
sewaktu baru keluar, sudah jauh lebih baik.
Sedang di belakang empat "bintang" adalah delapan
pengawal yang terkenal sebagai tukang pukul Tang siang
Sucu.
Ho Hay Hong t idak menduga bahwa Tang siang Sucu
yang baru mengalami kekalahan sedikit saja sudah
mengerahkan seluruh kekuatannya bahkan gurunya juga
dibawa.
Maka seket ika itu lantas berkata pada gadis kaki
telanjang dengan suara perlahan:
"Kau jangan ribut-ribut dulu, urusan ini biarlah aku
yang menghadapi!"
"Apakah mereka hendak menangkap ku?" tanya si
gadis heran.
Ho Hay Hong tahu bahwa gadis ini sifatnya t inggi hati,
apabila diberitahukan terus terang, pasti akan
menimbulkan kemarahannya. maka lalu menjawab
sambil menggeleng:
"Aku pikir bukan demikian maksud mereka. Sebab
antara kau dengannya tokh t idak pernah terjadi
perselisihan."
Mata si gadis ditujukan kepada Tang-siang Sucu
kemudian bertanya kepada Ho Hay Hong dengan suara
pelahan:
"Apakah kau kenal dengan orang itu?"
"Kenal," jawabnya singkat. "Bagaimana orangnya? Bagaimana hubungan
persahabatannya dengan kau?"
"Perlu apa kau menanyakan soal itu?"
"Orang itu sering mengejar-ngejar aku, aku merasa
jemu!"
Mendengar ucapan itu, Ho Hay Hong mendadak
merasa t idak senang terhadap Tang siang Sucu,
jawabnya:
"Dia memang paling suka berbuat ceriwis demikian,
kau t idak perlu hiraukan."
"Aku memang t idak marah, sebaliknya dengan kau "
"Apa katamu?"
"Aku pernah menanyakan padanya tentang
kepergianmu, dia."
"Apa kata dia?"
"Dia kata bahwa kau suruh aku jangan menghiraukan
dirinya!"
"Aku suruh kau?" tanya Ho Hay Hong terheran-heran,
"aku tokh t idak pernah berkata demikian terhadapmu,
mengapa ia memfitnah demikian?"
"Siapa tahu apa maksudnya, dia kata hubungannya
denganmu baik sekali, lebih dari saudara sendiri."
Ho Hay Hong sangat mendongkol, ia bertanya-tanya
kepada hati sendiri: "Apakah Tang siang Sucu suka pada
gadis ini, sehingga perlu mengadu domba demikian,
supaya gadis ini menjauhi aku?" Semakin dipikir semakin mendongkol, dengan sikap
dingin ia mengawasi Tang siang Sucu.
Tang siang Sucu tersenyum dan menyapa padanya:
"Saudara, kita benar-benar berjodoh, sekarang kita
bertemu lagi!"
Dalam hat i Ho Hay Hong meskipun merasa jemu
terhadap sifat rendah saudaranya itu, tetapi diluarnya
tetap berlaku manis.
"Lukamu sudah sembuh ?" pemuda itu balas
menanya.
"Terima kasih atas perhatianmu, lukaku sudah
disembuhkan oleh suhu."
"Syukurlah. Kalau dugaanku t idak keliru,
kedatanganmu ini tentu hendak membuat balas dendam
ke kampung setan !"
"Dugaanmu hanya tepat sebagian, sebagian lagi aku
minta saudara rela"
Begitu ucapan itu keluar dari mulut Tang siang Su cu,
delapan pengawalnya lantas berpencaran keempat
penjuru, hingga orang-orang yang sedang berjalan
terpaksa menyingkir dan terbukalah suatu lapangan
kosong.
"Apa maksudmu?" tanya Ho Hay Hong.
"Aku minta saudara rela supaya dia ikut kita pergi!"
Dijalan raya itu meski masih ada banyak orang yang
ingin tahu, tetapi karena menyaksikan delapan pengawal
Tang siang Su cu semuanya membawa senjata tajam,
lagi pula sikap mereka menunjukkan sikap t idak baik, maka akhirnya pada lari menyingkir, hanya ada t iga
orang dari kalangan Kang ouw yang rupanya tidak takut,
yang tetap t inggal disitu untuk menyaksikan apa yang
akan terjadi.
Lam kiang Tay-bong yang harus pegang derajatnya,
t idak mau campur tangan urusan anak-anak muda, maka
ia hanya berdiri di samping sebagai penonton.
"Saudara dengannya ada permusuhan apa? Mengapa
harus bawa dia? jelaskan dulu duduk perkaranya!" kata
Ho Hay Hong tenang.
Oleh karena dua muka pemuda itu seolah-olah pinang
dibelah dua, maka hal itu menimbulkan keheranan
orang-orang yang menonton.
Tang siang Su cu menyaksikan sikap tenang Ho Hay
Hong, diam-diam ia juga merasa kagum.
"Permintaanku ini, bukan t idak ada sebabnya. Kau
tahu bahwa aku disiksa ekakek penjinak garuda, hingga
harus mengalami luka-luka berat . Semua ini ialah
lantarannya gadis ini, maka aku merasa t idak senang dan
penasaran. Aku pikir hendak bawa sendiri gadis ini ke
kampung setan, sekaligus hendak menuntut balas
dendam terhadap kakek penjinak garuda. Sudikah
kiranya saudara memberi bantuan?"
"Dia sekarang sudah meninggalkan kampung setan,
permintaan saudara, barangkali aku t idak bisa terima!"
Tang siang Su cu tertawa tergelak-gelak, dan berkata:
"Aku lihat saudara adalah seorang t inggi hat i, sudah
tentu tidak mau berdamai. Tetapi nona ini bagaimanapun juga kita akan bawa pergi, nampaknya terpaksa saudara
harus mengalah sedikit !"
"Apakah maksud saudara hendak menggunakan
kekerasan?" Tanya Ho Hay Hong juga sambil tertawa
terbahak-bahak.
"Benar," jawabnya sambil menganggukkan kepala.
Mendengar jawaban itu, delapan pengawal dengan
serentak bergerak. Empat menyerang Ho Hay Hong,
empat lagi menyerbu gadis kaki telanjang.
Ho Hay Hong selagi hendak membuka jurus untuk
menghajar empat pengawal sombong Itu, mendadak
dikejutkan oleh berkelebatnya sesosok bayangan orang
yang bergerak diantara delapan pengawal dengan
kegesitan luar biasa, kemudian disusul oleh suara
kelepak-kelepok beberapa kali, delapan orang itu set iap
orang mendapat hadiah tamparan di kedua pipi masing-
masing.
Delapan pengawal yang biasanya t idak pandang mata
orang lain, kali ini benar-benar sangat terkejut. Karena
melihat gelagat t idak beres, terpaksa mundur teratur.
Kalau mereka tadi menyerbu dengan cepat , sekarang
mundurnya lebih cepat lagi. Dalam waktu sekejap mata
saja, lapangan di tepi jalan sudah kosong, hanya tinggal
gadis kaki telanjang seorang, berdiri disitu dengan sikap
tenang.
Pipi delapan pengawal pada merah dan bengkak
semua, dibawah mata demikian banyak orang, begitu
sangat memalukan. Maka semua pada menundukan
kepala. Ho Hay Hong lantas berkata dengan tenang.
"Saudara, aku hendak bicara dimuka, mau t idak mau
kau harus dengar. Dia sekarang sudah t idak ada
hubungannya lagi dengan kampung setan, segala
permusuhan anggap saja sudah habis, siapapun t idak
boleh mengganggu seujung rambutnya. Jikalau t idak,
aku siorang she Ho lebih dulu yang akan mencegah!"
Dengan langkah lebar ia berjalan kehadapan si gadis
itu, sinar matanya yang tajam menyapu muka semua
orang sejenak, kemudian berdiri dengan sikap
menantang.
Pemuda tampan yang berdiri disamping Tang siang
Sucu lantas maju dan berkata:
"Jangan bangga dulu, aku Seesiang Sucu disini, ingin
belajar kenal dengan kepandaianmu!"
Dua tangannya lalu dipentang, tangan itu
mengeluarkan hembusan angin hebat , yang menyerbu
Ho Hay Hong
Ho Hay Hong geser kakinya, lompat kekiri sejauh t iga
kaki. Kemudian mengangkat tangannya, dengan
beruntun melancarkan serangan hingga t iga kali.
Serangannya itu meskipun t idak seberapa hebat tetapi
mengandung macam macam gerak t ipu yang sangat
aneh, dapat menutup lawannya dari segala sudut,
sehingga sulit untuk mengelak.
Seesiang Sucu yang t idak menduga akan menghadapi
serangan semacam itu, sesaat menjadi kelabakan dan
terpaksa mundur t iga langkah. Tang siang Sucu yang menyaksikan keadaan
demikian, dalam hat inya terkejut , sebab ia tahu benar
bahwa kepandaian Ho Hay Hong dahulu t idak seberapa
t inggi, tetapi sekarang mendadak sepert i bertambah
beberapa kali lipat, entah apa sebabnya?
Suatu pikiran terlintas dalam otaknya, ia maju
menghampiri dan berkata:
"Saudara, ada suatu persoalan aku harus menanyakan
kau!"
"Katakanlah."
Sambil melirik kearah si gadis, Tang siang Sucu
berkata:
"Apa kau mengakui bahwa hubungan antara aku
dengan kau bukan hubungan biasa?"
"Benar, aku mengakui bahwa kau adalah saudaraku!"
"Kalau begitu, aku sekarang hendak tanya padamu,
manakah sebetulnya yang lebih berat, saudara ataukah
wanita?"
"Kau jelaskan dulu duduk persoalannya!"
"Tidak perlu aku menjelaskan duduk perkaranya aku
tanya kau, mana sebetulnya yang lebih berat , saudara
ataukah perempuan?"
Ho Hay Hong t idak dapat meraba maksud yang
sebenarnya dari pertanyaan itu, maka sesaat t idak bisa
menjawab dan berdiri melongo.
Sementara itu, gadis kaki telanjang juga tujukan
matanya ke arahnya meskipun t idak menunjukan sikap apa-apa tetapi agaknya juga ingin mengetahui
bagaimana reaksi Ho Hay Hong.
Ketika menyaksikan Ho Hay Hong ragu-ragu, ia lantas
berkata,
"Jawablah padanya, sudah tentu saudara lebih berat!"
Ho Hay Hong mendadak angkat muka dan menjawab:
"Benar, saudara lebih berat daripada perempuan.
Tetapi Tan siang Sucu karena perbuatanmu selama ini
sangat tercela, kau, suka mengandalkan pengaruh
gurumu untuk melakukan perbuatan sewenang-wenang
sebetulnya t idak pantas menjadi saudaraku!"
"Kalau memang benar saudara lebih berat maka kau
harus serahkan dia kepadaku."
"Aku t idak berhak atas kemerdekaannya!"
"Kalau begitu harap saudara jangan campur tangan
biarlah aku yang bertindak sendiri."
"Tidak bisa, dia sudah putuskan hubungan dengan
kampung setan!"
"Bulak balik itu itu saja. Mulutmu mengatakan saudara
lebih berat , tetapi dalam hat imu anggap wanita sebagai
pusaka!"
"Tang siang Sucu. sifatmu kejam, tanganmu ganas,
kau suka menindas kaum yang lemah, segala kejahatan
kau selalu turut ambil bagian. Ini sudah sangat
mengecewakanku, janganlah coba menghina aku lagi!"
"Asal aku menyebut dia, kau lantas melupakan segala
galanya. Maka aku juga tak mau mengaku saudara lagi
padamu. Kita lihat saja!" Tang siang Sucu menutup kata-katanya yang bersifat
ancaman kemudian menggapai kepada orang-orangnya
seraya berkata:
"Turun tangan!"
Dengan serta merta empat bintang dan delapan
pengawalnya beserta See siang Sucu menghunus senjata
masing-masing dan mengurung Ho Hay Hong dari empat
penjuru.
Wajah Ho Hay Hong mendadak berubah, katanya
dengan suara keras:
"Tahan dulu!"
Matanya di tujukan ke arah barat yang saat itu
mendadak muncul t iga orang tua pakaian aneh dan
berjalan cepat menghampiri ke arahnya.
Tiga orang tua itu berkata nyaring:
"Ada urusan apa? Heh, kalian sungguh berani, diwaktu
siang hari bolong hendak melakukan pertempuran dekat
markas Bengcu rimba hijau, apa itu bukan suatu
perbuatan yang tidak sopan?"
Tiga orang tua itu adalah t iga tokoh rimba hijau
daerah selatan yang merupakan pembantunya Bengcu.
Mereka itu adalah Leng hay Hek kheng, orang tua hidung
bengkok dan orang tua mata burung yang mengenakan
pakaian warna merah.
Tiga orang tua itu semula sangat galak, tapi begitu
melihat Lam kiang Tay-bong berada disitu, semua
nampak terperanjat dan t idak berani berlaku galak lagi. Mereka juga melihat gadis kaki telanjang dan Ho Hay
Hong, terutama ketika melihat Ho Hay Hong wajah
mereka berubah seketika. Satu diantaranya berkata:
"Kiranya adalah kau bocah yang berani mati ini, kau
benar-benar berani mati sekali, Lam-kiang Tay-bong kau
juga berani ganggu barangkali kau sudah bosan hidup !"
Mulutnya meskipun berkata demikian, tapi dalam hat i
diam-diam terkejut , sebab Ho Hay Hong dalam usia yang
masih demikian muda ternyata sudah memiliki
kepandaian ilmu silat t inggi sekali.
Apa yang tak habis mengherankannya ialah orang-
orang yang diganggunya hampir semuanya merupakan
tokoh-tokoh terkuat yang namanya sudah terkenal.
Kesimpulan mereka bertiga hampir bersamaan, ialah
bocah itu mungkin baru-baru mendapat nama, jikalau
t idak mengapa selalu menggunakan jiwanya sendiri
sebagai barang permainan, sebab lawan-lawan yang
dipilihnya selalu merupakan orang-orang kuat yang
sudah terkenal namanya.
Tiga orang tua itu mendadak mendapat pikiran lain:
"Bocah yang tak ketahuan asal-usulnya ini bukan saja
berkepandaian sangat t inggi tetapi juga bernyali besar.
Bagai mana lihaynya orang yang dihadapinya, sedikitpun
t idak merasa takut. Jikalau kita dapat membujuknya
menjadi kaki tangan Bengcu, ini merupakan suatu pahala
yang paling besar.”
Tiga orang itu yang masing-masing mempunyai pikiran
demikian, maka t idak berlaku kasar lagi terhadapnya,
hanya berdiri di tempat masing2 sebagai penonton. Lam kiang Tay bong menganggap bahwa t iga orang
itu masih terhitung orang-orang yang mempunyai
kedudukan, maka lantas menanya pada mereka:
"Bagaimana keadaan Liong ceng Houw sie?"
Liong ceng Houw sie yang berkedudukan sebagai
Bengcu rimba hijau, juga merupakan seorang yang
namanya sangat terkenal, bagi orang biasa sudah tentu
tak berani menyebut namanya begitu saja. Tetapi
Lamkiang Tay bong lain keadaannya, maka tiga orang itu
sedikitpun t idak merasa berang, dengan berbareng
mereka menjawab:
"Bengcu baik-baik saja, terima kasih atas perhatian
Cianpwee!"
"Liong ceng Houw sie sedang mengumpulkan
kekuatan, lama sudah ingin menelan partai-partai lainnya
di daerah Tiong goan apakah itu benar?"
"Tidak ada kejadian semacam itu, harap Cianpwee
jangan percaya desas-desus orang!" jawab t iga orang
itu.
"Aku t idak perduli ia mempunyai rencana apa, aku
hanya mengharapkan dia jangan sampai tujukan
usahanya pada diriku!"
"Sudah tentu Bengcu kita selamanya menjunjung
t inggi kepada Cianpwee, bagaimana berani mengandung
maksud demikian?"
Mulutnya meskipun berkata demikian, tapi sikapnya
menunjukkan kebanggaan dan kesombongannya, jelas
mereka t idak begitu memandang mata kepada Lam
Kiang Tay bong. Ho Hay Hong membuka mulut bertanya pada t iga
orang itu:
"Liang hay Hokkheng, dia kau amankan ditempat
mana ?"
"Dia ? Haha, kau jangan khawatir, dia sekarang
berada di tempat yang paling aman!" jawab Liang hay
Hek kheng sambil tertawa terbahak-bahak.
"Dimana sekarang Liong ceng Houw-sie berada?
Bolehkah undang dia kemari?"
Tiga orang tua itu ketika mendengar Ho Hay Hong
menyebut nama Bengcu begitu saja, dalam hat i merasa
t idak senang, maka lalu bertanya:
"Kau ada keperluan apa?"
"Aku hendak menjumpai dengannya?"
"Bengcu t idak sembarangan menemui orang, kau
bicara dengan kita saja!"
"Aku minta bebaskan nona itu"
"Hanya untuk itu saja?"
"Karena Bengcu anggap t inggi kedudukannya, t idak
sudi menemuiku, maka aku terpaksa mencari kalian
untuk minta kembali nona itu!"
Tiga orang tua itu karena masing-masing mempunyai
pikiran serupa hendak menarik diri anak muda itu, maka
kata-kata Ho Hay Hong itu meski didengarnya pedas,
tetapi dia juga t idak ingin kebentrok dengannya, maka
lantas menjawab dengan sabar:
"Sangat menyesal sekali, kita bertiga t idak berhak
membebaskan diri nona itu" "Bengcu t idak suka menemui orang, dan kau bert iga
t idak bisa mengambil keputusan. apa nona itu harus
menjadi tawanan seumur hidup?"
"Kita sangat baik perlakukan dia, harap kau jangan
khawat ir!"
"Kau bert iga t idak perlu coba-coba memperdayai aku.
lekas panggil Bengcumu keluar!" kata Ho Hay Hong
dengan alis berdiri.
Karena jawaban licik t iga orang tua itu telah
menimbulkan kemarahan Ho Hay Hong. lalu
mengeluarkan plat emas lambang kebesarannya,
diperlihatkan dimata tiga orang tua itu, kemudian berkata
dengan suara nyaring:
"Aku adalah Bengcu rimba hijau daerah utara, lekas
undang Liong ceng Houw-sie luar. Jikalau aku akan
mencari sendiri, hal ini aku rasa sangat t idak enak
akibatnya bagi kita semua!"
Tiga orang tua itu ketika melihat lambang kebesaran
itu, wajah mereka berubah seket ika, dengan sikap
terheran-heran mengawasinya, lama baru berkata:
"Apa? Tuan adalah."
Tiga orang tua itu memang sudah dengar kabar
bahwa golongan rimba hijau daerah utara sudah
mengangkat Bengcu baru tetapi mereka sesungguhnya
t idak menduga bahwa Bengcu itu ternyata masih
demikian muda, sudah tentu sangat mengherankan
mereka. Ho Hay Hong setelah membuka kartu dengan
kedudukan sebagai Bengcu. Ia lantas berkata dengan
suara keras:
"Bagaimana? Benarkah Liong hong Houwsie demikian
congkak !"
Tiga orang tua itu saling berpandangan sejenak
kemudian berkata:
"Maaf, tuan kiranya adalah Bengcu rimba hijau daerah
utara!"
Mereka meskipun diliput i dengan perasaan heran,
tetapi karena sudah biasa suka mengejek golongan rimba
hijau daerah utara, maka ketika melihat Bengcunya,
sudah tentu t idak mau melepaskan kesempatan mana,
dengan berbareng berkata sambil tertawa:
"Kita orang kira Kay see Kim kong itu adalah Bengcu
yang sebenarnya tak diduga belum diangkat secara
resmi, sudah binasa ditanganmu, jelas ini merupakan
suatu tragedi yang t idak enak. Haha."
Tiga orang tua itu setelah merasa puas tertawa lalu
berkata lagi:
"Kalau kita t injau dengan sebenarnya, sebab-sebab
sahabat sahabat golongan rimba hijau daerah utara yang
selalu t idak bisa bangun, semua itu kita harus mencari
kesalahannya dipundak Bengcu yang lama. Locianpwee
itu meskipun seorang yang berambisi besar, hendak
membangun seluruh kekuatan golongan rimba hijau
tetapi oleh karena ia sendiri kurang kuat, maka akhirnya
mengalami kegagalan total. Kita dapat dengar cerita dari
salah seorang didaerah selatan ia pada waktu locianpwee
berkunjung keselatan untuk meninjau, pernah mengeluarkan suara besar, hal itu telah menimbulkan
t idak suka seorang anak muda yang belum dikenal,
dengan satu kali pukul locianpwee itu telah jatuh dari
atas kudanya, hingga akhirnya pulang keutara dengan
kehilangan muka. Hanya kita t idak tahu benar hal itu
benar-benar kejadian atau t idak!"
Ho Hay Hong yang menyaksikan t iga orang tua itu
menghina nama baik golongan rimba hijau daerah utara,
lantas bertanya dengan nada gusar:
"Apa maksudnya perkataan ini?"
Kembali t iga orang kakek itu saling berpandangan
sejenak, mendadak tertawa terbahak-bahak, lama baru
berkata:
"Dengan terus terang, sudah lama kita mendengar
kabar bagaimana keadaan sahabat-sahabat kita didaerah
utara, juga sudah lama turut prihat in, hari ini kita merasa
beruntung telah bertemu muka dengan Bengcu, sudah
tentu ingin mencari tahu keadaan sebenarnya. Harap
Bengcu jangan marah dulu!"
"Aku tahu bahwa golongan rimba hijau daerah utara,
karena selalu t imbul cakar-cakaran sendiri, sehingga
keadaan sendiri t idak terurus, hal ini sering terjadi buah
tertawaan sahabat-sahabat golongan rimba hijau daerah
selatan. Tetapi, aku kira kita sama-sama dari satu
sumber, dengan sendirinya t idak seharusnya ada pikiran
untuk memecah belah sehingga terbagi menjadi
golongan selatan dan utara!"
Dengan sikapnya yang agung ia memandang t iga
orang itu, ketika mereka melihat kasak-kusuk sendiri, sedikitpun t idak perhatikan ucapannya. Seketika itu
lantas naik pitam. Ia berkata lagi dengan suara marah:
"Hanya, sahabat-sahabat golongan selatan setelah
mendengar keteranganku ini, apabila ada yang merasa
t idak senang, boleh mencari aku, aku pasti dapat
memuaskan hat inya!"
Liang hay Hek kheng t idak tahu kalau Ho Hay Hong
sudah marah benar, ia masih bicara seenaknya sambil
tertawa.
"Sudah tentu sahabat-sahabat didaerah utara jikalau
mendapat bimbingan Bengcu past i akan dapat kemajuan
pesat, aku dan sahabat-sahabat di daerah selatan juga
sudah tentu merasa gembira, bagaimana berani t imbul
perasaan t idak puas. Aku kira itu adalah Bengcu sendiri
terlalu banyak pikiran!"
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "Di-hadapan banyak
jago dunia rimba persilatan, si tua bangka ini berani
berlaku demikian congkak, jikalau t idak kuberi hajaran
sedikit benar-benar akan anggap aku sebagai seorang
yang tak ada harganya sama sekali!"
Setelah berpikir demikian, ia kendalikan hawa
amarahnya, dengan sikap pura-pura t idak mengert i, ia
berkata sambil tertawa dan menganggukkan kepala:
"Ya, kita satu sama lain harus saling menghormat ,
saling bantu, baru nampak persahabatan yang
sebenarnya! Oleh karena itu, maka kalian bertiga aku
minta tunjukkanlah sikap persahabatannya, agar
membebaskan kemerdekaan nona itu!"
Liong hay Hek kheng pura-pura merendahkan diri,
berkata: "Kedudukan kami sangat rendah, dengan
sesungguhnya t idak berani berlaku lancang, harap
Bengcu maafkan saja!"
Ho Hay Hong lantas unjukkan sikap marah, katanya:
"Kau sudah terang t idak pandang mata padaku,
semua ucapanmu t idak berani mengambil putusan
sendiri, hanyalah merupakan suatu alasan saja!"
"Bengcu keliru! Aku hanya seorang berkedudukan
rendah, bagaimana berani bertindak lancang melepaskan
nona itu. Apalagi Liong cing Houw sie sudah masukkan
dia sebagai seorang tawanan kelas berat , kita lebih-lebih
tak berani berlaku sembarangan lagi!" kata Liang hay
Hek kheng.
"Saat ini belum waktunya Bengcu kita menemui tamu,
sebab Bengcu belum bangun dari t idurnya, harap tuan
suka menunggu sebentar!" berkata orang tua hidung
bengkok.
Mendengar kata kata dan sikap sombong itu, Ho Hay
Hong t idak dapat kendalikan amarahnya lagi, ia berkata
dengan suara keras.
"Apa? Liong ceng Houw sie berani bert ingkah di
hadapanku?"
"Maaf, ini adalah aturan yang ditetapkan oleh Bengcu
kita, maka kita tak berani membantahnya!" berkata
orang tua hidung bengkok itu.
"Jikalau di waktu t idur tengah hari kita berani
membangunkan Bengcu, kita pasti akan menimbulkan
t idak senangnya, apabila itu di anggap salah, siapapun t idak berani membela. Tentang ini harap tuan maklum!"
berkata Liang hay Hek kheng.
"Kamu bert iga jelas sudah mengejek aku dengan
alasan yang bukan-bukan, perbuatan yang t idak sopan
ini benar-benar merupakan suatu kejahatan. Lekas pergi,
jika t idak, jangan sesalkan kalau aku nant i bert indak
keras!"
Tiga orang itu masih ragu, t iada mau berlalu, sikapnya
menunjukkan keberatan.
Tetapi Ho Hay Hong mengert i, bahwa sikap
berkeberatan itu hanya sikap pura-pura t iga orang itu,
maka hawa amarahnya lantas meluap, dengan
mendadak ia lompat melesat set inggi t iga tombak,
dengan satu gerak t ipu garuda sakt i terjun ke laut ,
dengan cepat menyerbu ke bawah.
Lima rupa gerakan ilmu silat garuda sakt i itu sangat
aneh sekali, maka ket ika ia mengeluarkan ilmunya itu,
wajah t iga orang itu pucat seketika.
Di tengah udara Ho Hay Hong menjeritkan suara
pekikan yang mirip dengan suara burung garuda, dengan
mulutnya mengeluarkan suara itu menyerang t iga orang
itu.
Liang hay Hek kheng yang paling sial, ialah yang
pertama diserang dadanya, hingga seket ika itu jatuh
terlentang, mulutnya mengeluarkan darah.
Gadis kaki telanjang mendadak terkesima, otaknya
berpikir keras, ia berkata dalam hat i sendiri: ”Ini adalah
gerakan dari ilmu silat garuda sakt i!” Belum lagi lenyap pikirannya, tangan Ho Hay Hong
sudah menjatuhkan serangannya ke atas punggung
siorang tua hidung bengkok, hingga orang tua itu
terhuyung-huyung dan jatuh ke tempat yang jauh sekali.
Orang tua itu merasa malu dan marah, dengan satu
gerakan membalikkan tangan, ia balas menyerang.
Tetapi, pada saat itu Ho Hay Hong sudah pindah
tempat dan serangan orang tua itu lantas mengenai
kawannya sendiri, dan orang itu mengeluarkan suara
jeritan, dan bareng jatuh rubuh di tanah.
Liang hay Hek-kheng perlahan-lahan bangkit lagi,
tetapi dalam perasaannya, seluruh tenaganya telah
lenyap hingga ia terkejut dan khawat ir, tapi ia t idak bisa
berbuat lain, hanya mulutnya yang berteriak-teriak
sepert i orang gila.
Orang tua hidung bengkok juga sudah lompat bangun,
dengan mendadak ia nampak berkelebatnya sesosok
bayangan orang, tahu-tahu Ho Hay Hong sudah berdiri di
hadapan matanya, hingga wajahnya pucat pasi,
badannya gemetaran.
Sekarang t iga orang itu baru tahu bahwa anak muda
itu benar-benar memang berkepandaian sangat t inggi,
mereka sangat menyesal, tapi sudah terlambat.
Ho Hay Hong yang menyaksikan orang tua itu
ketakutan demikian rupa. t idak menyerang lagi, mulutnya
berkata kepadanya dengan nada suara dingin:
"Kuberikan waktu yang paling singkat, suruh Liong
ceng Houw-sie keluar menemuiku atau membebaskan
nona itu. Salah satu diantara dua ini terserah kau hendak
pilih yang mana. Jikalau kau berani melawan dan t idak dengar perintahku, aku akan kirim kau ke neraka dengan
segera!"
Ia lalu angkat tangan meskipun itu hanya gertak
sambal saja, tetapi orang tua hidung bengkok itu sudah
ketakutan setengah mat i, maka lantas buru-buru angkat
kaki, lari terbirit-birit dan t idak memperdulikan
sahabatnya lagi.
Tinggal orang tua bermata burung, ia tahu gelagat
t idak beres, maka buru-buru bimbing Liang hay Hek
kheng untuk lari meninggalkan tempat itu.
Kejadian itu hanya berlangsung dalam waktu yang
sangat singkat saja, tetapi orang-orang yang
menyaksikan itu sudah berubah anggapannya terhadap
Ho Hay Hong.
Lam kiang Tay bong t idak mengagulkan
kedudukannya yang t inggi lagi, ia berkata dengan suara
berat:
"Sahabat she Ho, harap kau suka menjawab
pertanyaanku dengan terus terang, ilmu silat yang kau
gunakan tadi bukankah ilmu silat garuda sakt i?"
"Benar." jawab Ho Hay Hong singkat.
"Apakah itu kakek penjinak garuda yang mengajarkan
padamu?"
"Kakek penjinak garuda sudah menjadi musuhku, t idak
mungkin ia sudi menurunkan kepandaiannya kepadaku!"
"Apakah di dalam dunia pada dewasa ini masih ada
orang lain yang mengert i ilmu silat ini?"
"Tepat !" "Siapakah orangnya?" tanya Lam-kiang Tay bong
heran.
"Tentang ini..maaf aku t idak dapat memberitahukan!"
"Aku tahu namamu Ho Hay Hong, dengan muridku Ho
Hay Thian adalah sepasang saudara kembar, tahukah
kau riwayat dirimu sendiri?"
"Aku tahu tidak banyak, tetapi juga cukup jelas!"
"Kalau begitu, kau past i juga tahu bagaimana
kematian ibumu?"
"Aku hanya dengar bahwa ibu bekerja terlalu keras,
sehingga meninggal dunia."
Ho Hay Hong ketika mengucapkan keterangan itu,
perlahan-lahan menundukkan kepala, hat inya merasa
sedih.
"Bukan, dia telah dibunuh secara menggelap dan
pengecut oleh Tio Kang yang bergelar naga api. Sebelum
menemukan ajalnya sendiri masih belum tahu yang
sebenarnya, dia harus dikasihani!"
Bukan kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, maka
lantas bertanya:
"Benarkah ada kejadian serupa, Siapakah orang yang
bernama Tio Kang itu?"
"Tentang orang ini, kau juga pernah melihatnya, dia
adalah orang tua bermuka merah di dalam kampung
setan itu”
Ho Hay Hong berdiri tertegun sambil berpikir: "Heran,
ibuku kalau benar dibunuh secara gelap oleh orang tua
bermuka merah, mengapa ia sendiri t idak tahu, kakekku juga tidak tahu, sebaliknya hanya Orang tua itu yang
tahu?"
"Apa kau ada bukt i?" demikian ia bertanya.
"Peristiwa yang sudah lama ini, kalau diusut , akan
menyangkut orang banyak, pendek kata si naga api Tio
Kang itu adalah musuh besar yang membunuh ibumu, ini
adalah hal yang sebenar-benarnya! Perbuatan itu
dilakukan olehnya juga atas kemauan kakek penjinak
garuda. Didalam dunia dewasa ini selain aku, sudah t idak
ada orang lain yang tahu!"
"Tolong kau ceritakan kejadian pada waktu itu! Jikalau
t idak aku tidak akan percaya!"
"Ibumu setelah diusir oleh kakek penjinak garuda,
telah hidup terlunta-lunta dikalangan Kang ouw, tetapi
karena memikirkan nasib anaknya, ia juga t idak boleh
pergi begitu saja. Pada suatu hari, ket ika ia menginap
dalam suatu rumah penginapan, pada waktu tengah
malam mendengar suara ketukan pintu, ia merasa heran
lalu dibukanya pintu kamar.
”Diluar dugaannya diluar kamar t iada terdapat
seorangpun juga. ia kira salah mendengar, selagi hendak
balik menutup pintu, dari luar t iba-tiba menghembus
angin dingin, mulai saat itulah dalam tubuhnya sudah
kemasukan hembusan angin dingin yang sangat berbisa,
hingga t idak lama kemudian mati di kampung orang.
”Aku sebetulnya t idak tahu, hanya waktu itu aku
kebetulan jalan ditempat yang sunyi, t iba-tiba
mendengar suara rint ihan orang, ketika aku menghampiri
dan melihat , ternyata disitu terdapat ibumu dan seorang
sahabat baiknya diwaktu masih hidup, ibumu dengan dibimbing oleh sahabat karibnya sedang meninggalkan
pesan yang terakhir.
”Aku berdiri disamping, dan dapat menangkap kata-
katanya, yang semua merupakan kata-kata perpisahan.
Aku sebetulnya hendak pergi, dengan t iba-tiba dua orang
yang berada dalam dukungan ibumu, telah menangis
semua.
”Aku perhatikan tangisan dari orok itu, suara tangisan
mereka sangat nyaring, jauh berbeda dengan tangisan
orok biasa, maka timbullah maksudku untuk menurunkan
kepandaianku. Aku minta kepada supaya dua orok itu
boleh kubawa pulang untuk dirawat, tetapi sahabat karib
ibumu itu kukuh t idak bersedia memberikan, ia hanya
memperbolehkan aku salah seorang oroknya.
”Aku t idak dapat berbuat apa-apa, terpaksa aku terima
permintaannya! Ibumu bagai seorang ibu bijaksana,
dengan sendirinya sangat menyinta kepada anaknya,
maka sebelum meninggal dunia, ia pesan want i-want i
kepadaku supaya merawat anaknya dengan baik.
”Aku lihat mukanya saat itu telah gelap, t idak mirip
dengan seorang yang mati secara wajar, maka aku
periksa dengan telit i, baru tahu bahwa ibumu itu terluka
ilmu pukulan yang dinamakan t inju sakti dari naga api.
"Ilmu pukulan itu adalah ilmu paling ampuh yang
dimiliki oleh si naga api Tio Kang. Tio Kang sebetulnya
belum lama mendapat nama, aku sesungguhnya t idak
dapat mengerti apa sebabnya ia begitu kejam
menggunakan ilmu pukulan yang tunggal untuk
menyerang seorang wanita yang lemah. ”Diam-diam aku merasa benci, maka aku mengambil
keputusan untuk merawat orok itu sampai dewasa,
kemudian aku perintahkan ia menuntut balas untuk
ibunya! Waktu itu bila ada serangan beracun itu yang
berada didalam tubuh ibumu sudah mulai naik kebagian
hat i sehingga t idak ada obat untuk menolong lagi.
”Demikianlah akhirnya ia telah menutup mata.
Peristiwa berdarah ini telah menjadi pikiranku sehingga
sekarang, tak diduga hari ini, sepuluh tahun lebih setelah
peristiwa itu, aku baru mendapat kesempatan untuk
menceritakan.”
Mata jago tua itu memandang Tang siang Sucu
sejenak, kemudian berkata lagi:
"Aku bawa satu orok pulang kegunung, mulai saat itu
aku rawat sendiri dengan segala obat-obatan untuk
menguatkan badannya, disitulah aku menemukan tanda
rajah lukisan "Burung garuda" diatas lengan tangannya,
maka aku lalu memast ikan bahwa orok itu adalah anak
laki-laki kakek penjinak garuda!
”Kakek penjinak garuda dahulu pernah bercekcok
denganku, lama aku memikirkan soal itu, tetapi akhirnya
aku anggap bahwa mengambil murid adalah soal
pent ing, maka aku kesampingkan soal permusuhan
dengannya, dan aku rawat sehingga dewasa.
”Selama beberapa tahun aku coba mencari keterangan
tentang Tio Kang, ternyata orang she Tio itu sudah lama
mengabdi kepada kakek penjinak garuda, waktu itu aku
merasa heran, karena ibunya orok itu adalah isteri kakek
penjinak garuda, mengapa kakek penjinak garuda
memerintahkan Tio Kang mengambil j iwanya? ”Teka-teki itu kusimpan sehingga sekarang. Dari salah
seorang sahabat karib, aku baru mengetahui segala
urusan mengenai diri kakak penjinak garuda dan
sahabat-sahabatnya, ia suruh orang membinasakan
istrinya sendiri.
”Aku anggap kakek penjinak garuda terlalu kejam, ia
sudah mengusir istrinya, itu sudah cukup untuk
melampiaskan kemarahannya, perlu apa harus
mengambil jiwanya? Oleh karena itu maka aku membuka
rahasia ini, supaya kau tahu sebab-sebab yang
sebenarnya atas kemat ian ibumu!"
Ho Hay Hong setelah mendengar cerita itu, wajahnya
menunjukkan sikap marah sekali. Ia berkata kepada diri
sendiri: "Jikalau aku tahu bahwa orang tua bermuka
merah itu adalah musuh besarku, tadi waktu aku lihat ia
unjuk diri, pasti aku t idak melepaskan kesempatan baik
ini untuk menuntut balas, sayang sekarang sudah
terlambat !"
Kemudian ia pikir: "Anak yang t idak dapat menuntut
balas kematian ibunya, bagaimana bisa disebut sebagai
anak manusia?"
Ia telah mengambil keputusan menebalkan mukanya
sendiri, minta obat kepada gadis kaki telanjang, maka ia
tarik tangan gadis itu kesamping kemudian berkata
padanya dengan suara pelahan:
"Penuturan Lam kiang Tay bong tadi, apa kau sudah
dengar dengan baik?"
"Tak kusangka kau juga seorang yang berdiri disatu
garis denganku !" "Sebelum dapat menuntut balas dendam ibuku, aku
mati masih sangat penasaran, sekarang aku harap kau
dapat menolong aku sedikit !"
"Apa kau suruh aku menalangi dirimu melakukan balas
dendam ibumu ?"
"Bukan, aku hanya mengharap kau memberikan
kesempatan bagiku supaya dapat pertahankan jiwaku !"
"Mendengar perkataanmu ini, seolah-olah jiwamu
berada ditanganku? Sudah tentu aku juga t idak
mengharap kau mati penasaran, tetapi aku t idak tahu
dengan cara bagaimana? harus membantu dirimu ?"
"Kau tahu diriku terkena serangan ilmu pukulan San
hoa Ciang lik yang sangat berbisa, aku pernah berobat
kepada seorang tabib kenamaan didaerah utara, tapi
karena kurang semacam obat, ia t idak berdaya
menyelamatkan jiwa ku."
"Obat apa yang kau perlukan ?"
"Liong yan hiang !"
Dengan perasaan tegang Ho Hay Hong mengeluarkan
perkataan itu, kemudian baru menanya lagi:
"Apa kau masih ada obat itu ?"
"Aku masih ada sedikit , tetapi kutaruh dirumah ibu
sana."
Ho Hay Hong sudah tentu t idak enak meminta gadis
itu lekas mengambil, maka lantas menundukkan kepala
dan berkata dengan perasaan kecewa.
"Aku terpaksa akan meninggalkan penyesalan seumur
hidup !" Gadis itu mendadak tertawa dan berkata: "Mengapa
kau cemas ? Aku tokh tidak berkata t idak punya, dan aku
tokh juga bisa pergi mengambil !"
Ho Hay Hong t idak menduga bahwa gadis yang t inggi
hat i ini mendadak berubah demikian jinak, dalam
kegirangannya ia lantas berkata:
"Kalau begitu, aku terpaksa merepotkan kau!"
"Kudamu kau berikan padaku, aku akan pulang
sebentar dan segera kembali."
Dengan cekatan ia lompat keatas kuda dalam waktu
sekejap mata kuda menghilang dari mata Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong berdiri tertegun sambil berpikir: ”ia
demikian baik terhadapku, bagaimana aku harus
membalas kebaikannya?”
Pada saat itu, dengan mendadak terdengar teriakan
orang yang sangat nyaring terdengar didalam telinganya:
"Siapa adalah Bengcu rimba hijau daerah utara."
Ho Hay Hong angkat muka, dari jauh tampak
serombongan orang naik kuda lari ke arahnya. Orang
yang pertama tubuhnya hanya setinggi kira-kira delapan
kaki, dibahunya terdapat kerudung kulit harimau, orang
itu nampaknya sangat berwibawa, dibelakangnya diiringi
oleh banyak pengawalnya.
Ho Hay Hong setelah berhadapan dengan orang yang
matanya bersinar tajam itu, diam-diam terkejut: ”Orang
ini nampaknya bukan orang sembarangan, sikapnya juga
sombong, apakah dia adalah Liong ceng-houw sie?”
Ia perhatikan mata orang itu, yang benar-benar
bersinar tajam bagaikan mata naga, dibawah janggutnya tumbuh kumis dan janggut yang sangat lebat, tetapi
dipelihara indah maka diam-diam ia memast ikan bahwa
orang itu pasti orang yang menduduki kursi Bengcu
rimba hijau daerah selatan.
Berhadapan dengan orang sepert i itu, Ho Hay Hong
yang juga menjadi pemimpin rimba hijau daerah utara,
sudah tentu t idak boleh bersikap lemah. Maka ia lalu
menghampiri dengan langkah lebar, kemudian berkata
sambil tertawa:
"Aku adalah Bengcu golongan rimba hijau daerah
utara, bolehkah kiranya aku minta tanya nama tuan yang
mulia?"
Orang itu menjawab dengan suara yang nyaring:
"Aku adalah Liong ceng Houw sie, sudah lama aku
dengar bahwa jago-jago rimba hijau daerah utara sudah
mengangkat Bengcu yang baru, maka dengan ini aku
datang memberi selamat !"
Ia memberi hormat dengan menyoja, Ho Hay Hong
buru-buru membalas hormat seraya berkata.
"Aku tidak berani menerima penghormatan sebesar ini
sebagai seorang yang t idak memiliki kepintaran apa-apa,
maka untuk selanjutnya aku mengharap petunjuk Bengcu
yang berharga!"
Liong ceng Houw sie yang berhadapan dengan
seorang pemuda yang usianya masih muda sekali, tetapi
sangat berwibawa, dan sopan santun budi bahasanya,
maka dalam hati diam-diam memuji Ho Hay Hong.
"Kita merupakan saudara serumpun, maka tuan t idak
perlu merendahkan diri?" demikian ia berkata. Pada saat itu, ulu hat i Ho Hay hong mendadak merasa
muak. hingga racun ilmu pukulan San hoa Ciang-lek
dalam tubuhnya sudah mulai bekerja.
Ia sangat jengkel karena racun itu dalam situasi yang
sangat penting baginya itu mendadak bekerja, bukankah
itu t idak akan menodai nama baik golongan rimba hijau
daerah utara?
Ia mengharap dengan sangat kedatangan gadis kaki
telanjang, karena hanya dengan obat gadis itu, baru
tertolong jiwanya.
Tetapi orang yang dinanti-nantikan kedatangannya itu,
tetapi t idak tampak bayangannya.
Dalam keadaan cemas, otaknya membayangkan
bagaimana nant i nasibnya apabila obat Liong yang hiang
itu hilang atau sudah digunakan untuk keperluan lain?
Berbagai kekuat iran t imbul dalam pikirannya namun
demikian diluarnya masih tetap menunjukan sikap sepert i
biasa. Sebab berhasil atau t idaknya ia menundukkan
kawanan golongan rimba hijau daerah selatan, erat
sekali hubungannya dengan nasib seluruh rimba hijau
daerah utara.
Perasaan kuat ir itu semakin lama semakin menjadi-
jadi, orang-orang disekitarnya seperti bergoyang-goyang,
meskipun itu t idak mungkin, tetapi ini ada suatu bukt i
bahwa racun dalam tubuhnya sudah mulai bekerja,
mendadak ia ingat bahwa ia masih membawa salinan
dari ilmu silat garuda sakt i, ia pikir, apabila ia nant i mati,
pelajaran ilmu silat yang sangat berharga itu pasti akan
terjatuh ditangan orang-orang jahat . Daripada terjatuh
ditangan mereka, lebih baik dihancurkan saja. Dengan mengeraskan hat inya, ia mengeluarkan
salinan ilmu silat garuda sakt i dari dalam sakunya,
kemudian dirobek-robek hingga menjadi berkeping-
keping.
Tang siang Sucu tertarik oleh kepingan kitab itu, ia
berusaha merebutnya, tapi t idak berhasil, hanya
mendapatkan beberapa lembar kepingan kecil.
Lembaran yang dapat dipungutnya itu kebetulan
lembaran lembaran bagian yang ada lukisan gambar
seorang yang sedang menengadah menyedot hawa
matahari dan rembulan. Ia segera berseru.
"Saudara gambar apakah ini ?"
Ho Hay Hong mendadak mendapat suatu akal, ia
hendak menggunakan kesempatan itu untuk mengulur
waktu, mungkin dapat diperpanjang sehingga
kedatangan gadis kaki telanjang. Maka ia lalu menjawab
sambil tertawa:
"Dengan terus terang, kitab-kitab yang ku robek-robek
ini adalah salinan pelajaran ilmu silat garuda sakt i !"
Tang-siang Su cu membuka lebar kedua matanya,
memandang gambar orang-orangan dalam lembaran
kertas yang berada ditangan nya, sementara dalam
hat inya diam-diam berpikir: ”orang-orang dalam gambar
ini menunjukkan gerak-gerik yang sangat aneh, set iap
gerakan merupakan suatu gerak t ipu yang istimewa,
apakah benar itu gerakan dari ilmu silat garuda sakt i ?”
Buru-buru ia menyimpannya kedalam, saku dan
memungut i robekan-robekan kertas yang berterbangan
ditanah. Ho Hay Hong yang menyaksikan perbuatan Tang siang
Sucu, diam dan berpikir: ”apabila ia berhasil
mengumpulkan kembali kepingan-kepingan kertas itu, ini
berarti bahwa salinan pelajaran ilmu silat garuda sakt i
akan terjatuh kedalam tangannya.”
Tetapi karena saat itu hawa dingin dalam tubuhnya
sedang bekerja, ia t idak berani bergerak sembarangan,
hingga diam-diam merasa jengkel sendiri.
Sementara itu mendadak terdengar suara. Liong ceng
Houw sie: "Dihadapan Bengcu golongan rimba hijau
daerah utara apabila aku t idak memperkenalkan orang-
orangku, dianggapnya tentu kurang sopan. Mari, mari
kita semua sudah menjadi saudara, semuanya saling
mengenal!"
Perkataan Liong ceng Hauw sie ini, justru yang
diharapkan oleh Ho Hay Hong, maka ia buru-buru
memberi hormat seraya berkata:
"Sudah lama aku dengar bahwa saudara-saudara
didaerah selatan banyak terdapat yang berkepandaian
t inggi, inilah merupakan suatu kesempatan yang paling
baik bagi kita untuk saling mengenal, aku sangat
berterima kasih apabila tuan sudi memperkenalkan!"
"Tiga pembantu utamaku ini, tuan sudah
mengenalnya, t idak perlu aku perkenalkan lagi." berkata
Liong ceng houw sie. "Ini adalah Hok kauw cia yang
namanya sangat terkenal disekitar daerah Tong-touw
ouw. Ini adalah pembantuku yang paling kuandalkan,
Tee Kang, gelarnya Yu sin Pat kwa ciang. Dahulu ilmu
silatnya Yu-sin Pat kwa ciang sangat kesohor didaerah
Su-swie, tahun dulu musim semi ia baru masuk sebagai
anggauta kita." Ho Hay Hong mengawasi orang she The itu sejenak,
ternyata merupakan seorang bermata sipit dan
berhidung sepert i burung kakak tua, sinar matanya
tajam. Orang t ipe demikian past ilah seorang yang banyak
akalnya.
The Kang yang melihat Ho Hay Hong mengawasi
dirinya, segera maju keluar dari rombongannya dan
berkata sambil memberi hormat:
"Aku yang rendah seorang yang t idak berguna, tadi
aku dengar t iga kawan kita pulang setelah menerima
pelajaran tuan, aku diam-diam merasa kagum. Kini aku
pikir dengan menggunakan kepandaianku yang tak
berarti, hendak belajar kenal dengan kepandaian tuan!"
Ho Hay Hong meskipun tahu bahwa saat itu ia sudah
sepert i macan kertas, tetapi untuk mempertahankan
nama baik dan wibawa pemimpin rimba hijau daerah
utara, bagaimanapun juga t idak boleh menunjukkan
kelemahan. Maka lalu pura-pura gembira, kemudian
menjawab sambil tersenyum:
"Boleh, boleh. Aku juga sudah lama mendengar nama
ilmu silat Yu sin Pat kwa ciang itu, maka juga ing in
belajar kenal, tetapi harap kau suka tunggu sehingga
Beng-cu selesai memperkenalkan semua anggautanya,
barulah kita mulai!"
"Sudah tentu!" berkata The Kang sambil tertawa
girang, kemudian kembali kerombongannya.
Menampak sikap orang itu. Ho Hay Hong mengert i
bahwa kedudukannya sendiri sudah terpandang dalam
mata mereka. Liong ceng Houw sie sementara itu melanjutkan lagi
memperkenalkan orang-orangnya satu persatu kepada
Ho Hay Hong, tetapi kecuali Hok kauw cia dan Pat kwa
Yu-sin The Kang sudah tidak tahu lagi satu persatu nama
tokoh rimba hijau daerah selatan itu, bahkan muka
mereka juga t idak bisa melihat jelas karena selama itu,
perhat iannya dipusatkan untuk memikirkan gadis kaki
telanjang yang masih belum kembali.
Sekarang, ia diam-diam merasa menyesal, sebab ada
kemungkinan ia akan menemukan kejadian yang t idak
menyenangkan.
Liong ceng houw sie sama sekali t idak mengert i apa
yang sedang dipikirkan oleh Ho Hay Hong, ia masih
berkata:
"Aku dapat dengar laporan t iga pembantuku bahwa
didalam rumah penginapan Khen an Cie Saw tuan sudah
memukau kepandaian tuan, bertempur dengan orang
yang sedang melakukan tugasku, bahkan melukai
beberapa diantaranya!
”Tetapi akhirnya, Ho Beng cu karena seorang diri,
dalam keadaan marah lantas berlalu, hanya
meninggalkan seorang nona berbaju ungu yang
kemudian dibawa pulang oleh t iga pembantuku.
Benarkah ada kejadian itu?" mendengar ucapan
Bengcunya, semua orang golongan rimba hijau daerah
selatan itu lalu tertawa besar, agaknya mengandung
maksud mengejek.
Ho Hay-Hong mengerti bahwa Bengcu rimba hijau
daerah selatan itu sengaja mengejek dirinya, tetapi
karena mengingat bahwa gadis baju ungu itu kini berada dalam tangannya, sudah tentu terpaksa mengendalikan
hawa amarahnya.
Liong ceng houw sie agaknya melihat sikap Ho Hay
Hong t idak senang, benar-benar berpaling memandang
orang-orangnya, seolah-olah memberi sesuatu teguran
terhadap sikap orang-orangnya yang kurang sopan.
namun ia tak marah.
Orang-orangnya setelah di pandang oleh
pemimpinnya, semua lantas berhent i tertawa. Tetapi
karena Ho Hay Hong lama tak memberi jawaban, mereka
kasak-kusuk sendiri, agaknya sedang menghina
pemimpin golongan rimba hijau daerah utara, yang
didalam mata mereka sudah t idak mampu melindungi
kawan wanitanya.
Ho Hay Hong juga tahu bahwa orang-orang itu
pandang rendah dirinya. Selagi hendak membuka mulut
untuk menegur, Liong ceng Houw sie sudah berkata lagi:
"Tadi t iga pembantuku karena berlaku kurang sopan
terhadap Ho Bengcu, telah pulang dalam keadaan
bonyok. Mereka pun menyampaikan maksud Bengcu
bahwa apabila t idak membebaskan gadis baju ungu itu,
semua tanggung jawab Ho Bengcu hendak t impahkan
diatas pundakku. Sekarang aku datang memenuhi
permintaanmu, benarkah Ho Bengcu pernah berkata
demikian?"
Ho Hay Hong ket ika mendengar ucapan itu, segera
mengert i bahwa t iga orang yang pernah dihajarnya itu
tentu merasa t idak senang hingga menambahi bumbu
dalam keterangan mereka, dengan maksud agar
pemimpin mereka marah. Tetapi karena kesalah pahaman sudah t idak dapat
dielakkan lagi, membantah juga tak ada gunanya,
bahkan mungkin akan ditertawakan oleh pemimpin rimba
hijau daerah selatan ini maka lalu jawabnya dengan
suara dalam:
"Memang benar, aku anggap perbuatan menghina
seorang wanita lemah, bukanlah perbuatan yang harus
dilakukan oleh seorang gagah. Entah bagaimana
anggapan Bengcu?"
Liong ceng Houw sie tertawa terbahak-bahak.
"Ucapan Ho Bengcu memang cukup beralasan. Tetapi
yang menimbulkan persoalan kini adalah Ho bengcu
sendiri. Ho Bengcu penyebabnya bukanlah t iga
pembantuku, mana boleh dianggap sebagai perbuatan
yang menghina seorang wanita lemah? Jelas Ho Bengcu
hendak menjatuhkan beberapa tokoh kuat rimba hijau
daerah selatan dengan sengaja menimbulkan onar
demikian?"
OoodwooO
Bersambung Jilid 24

Jilid 24
HO HAY HONG mengert i bahwa pemimpin rimba hijau
itu bermaksud menyulitkan kedudukannya. Tapi ia sudah
bertekad, setapakpun tak akan mundur.
"Jika Bengcu memang ada maksud memperbesar
sengketa, aku juga tak bisa berkata apa-apa, silahkan" Belum habis ucapannya, Pat kwa Yu in ciang
mendadak lompat keluar dan berkata dengan suara
keras:
"Aku The Kang seorang yang tak tahu diri, ingin
belajar kenal lebih dulu dengan kepandaian ilmu silat
daerah utara!"
Dua tangannya lain bergerak melancarkan serangan.
Ho Hay Hong berdiri masih sedikitnya hanya kira-kira
berjarak lima tombak namun sudah dapat merasakan
betapa hebatnya hembusan angin yang keluar dari
sambaran tangannya. Ia tahu bahwa ia t idak bisa
pandang ringan musuhnya ini.
Maka ia mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya
dengan jurus apa yang dinamakan "diluar langit masih
ada langit", tangan kanannya digunakan untuk
menangkis serangan Pat kwa Yu-sin ciang, sedang
tangan kirinya digunakan untuk menyerang.
Selagi Pat kwa Yu sinciang hendak menggunakan
gerak t ipunya yang terampuh, membelah bunga
menyampok daun" untuk menghadapi musuhnya baru
mencapai setengah jalan, t iba-tiba kebentur oleh
kekuatan hebat .
Ia t idak keburu menarik kembali serangannya, tak
ampun lagi dihajar oleh serangan Ho Hay Hong hingga
seket ika itu juga lantas juga jatuh pingsan.
Setelah berhasil menjatuhkan lawannya, semangat Ho
Hay Hong terbangun. Selagi hendak menantang
pemimpin rimba hijau daerah selatan, mendadak darah
dalam tubuhnya bergolak, kepalanya dirasakan pening. Untung ia masih dapat menguasai dirinya, untuk
pertahankan prestasinya, ia lantas berkata dengan suara
keras.
"Kau rupanya sangat penasaran, t idak halangan maju
sekalian!"
Tubuhnya yang hendak rubuh ke kiri, digunakan untuk
menubruk Hok kauw cia sambil mementang dua
lengannya.
Hok kauw cia yang t iada maksud melawan Ho Hay
Hong, tetapi karena keadaan memaksa, mau t idak mau
ia pentang tangannya, menyambut Ho Hay Hong. Malang
baginya, kekuatan sangat hebat telah mendorongnya
sehingga ia mundur terhuyung-huyung.
Ho Hay Hong sebetulnya sudah hampir t idak sanggup
pertahankan berdirinya kaki, tetapi dengan t indakannya
yang luar biasa ini, bukan saja t idak sampai roboh,
sehingga malah mengejutkan musuh-musuhnya.
Liong ceng Houw sie segera merubah sikapnya semula
yang memandang rendah, ia maju menghampiri dan
berkata sambil tertawa dipaksa:
"Ha ha ha! Sudah lama aku dengar kepandaian
Bengcu yang luar biasa, hari ini setelah menyaksikan
dengan mata kepala sendiri, aku percaya bahwa apa
yang pernah kudengar itu ternyata benar. Ini bukan saja
merupakan suatu keuntungan besar bagi golongan rimba
hijau daerah utara, tetapi juga merupakan suatu
kehormatan bagi seluruh kawan dari golongan rimba
hijau." Ho Hay Hong yang masih bisa pertahankan dirinya
hanya dengan kekerasan hat inya ket ika mendengar
perkataan itu, lantas berkata dengan suara keras:
"Liong ceng Houw sie, aku sebetulnya t iada maksud
melukai orangmu. Tapi karena terdesak olah keadaan,
terpaksa aku bertindak berlawanan dengan kemauanku
sendiri, harap kau suka maafkan!"
"Mana, mana, ini adalah Bengcu yang masih suka
pandang mata padaku, jikalau t idak, Bengcu past i t idak
akan berlaku demikian!"
Pemimpin itu meskipun wajahnya masih menunjukkan
sikap berseri-seri, tetapi sepasang matanya penuh api
kebencian.
Ho Hay Hong yang berpandangan mata tajam,
bagaimana t idak tahu? Maka diam-diam ia merasa
gelisah.
Dalam keadaan demikian, t iba-tiba terdengar suara
derap kaki kuda. Ketika ia menoleh, benar saja derap
kaki kuda-kuda itu adalah kuda tunggangan gadis kaki
telanjang yang sedang dibedal dengan pesatnya.
Kuda itu lari laksana terbang, dalam waktu sekejap
mata sudah berada dihadapan matanya.
Bukan kepalang girangnya Ho Hay Hong buru-buru
menghampirinya dan berkata dengan separoh berbisik di
telinganya.
"Akhirnya kau keburu sampai, aku sudah lama
menunggu dengan sangat gelisah."
Gadis kaki telanjang seolah-olah t idak dengar, semua
perkataannya, buru-buru mengeluarkan bungkusan obat bubuk dari dalam saku diberikan kepada Ho Hay Hong
seraya berkata:
"Lekas telan, kalau terlambat." Dengan sikap
ketakutan gadis itu menoleh ke belakang, hal mana
sangat mengherankan Ho Hay Hong. Buru-buru ia
berpaling nampak olehnya seorang pemuda berbaju
putih dan berwajah tampan sedang berjalan
menghampiri.
Pemuda itu tampan dan gagah, gerakannya
menunjukkan bukan orang sembarangan. Ia berjalan
lambat tetapi gesit sekali, sebentar saja sudah berada di
hadapan matanya.
Ho Hay Hong tercekat , ia bertanya-tanya kepada diri
sendiri: ”ilmu apa yang digunakan oleh pemuda ini ?”
Tiat Chiu Khim ketika melihat pemuda itu menghampiri
dirinya mendadak mundur dua langkah, wajahnya
menunjukkan sikap gelisah.
Ho Hay Hong yang tidak mengert i apa sebabnya diam-
diam merasa heran. Karena gadis yang berani dan
berkepandaian t inggi itu, biasanya berkelakuan tenang
dan t idak takut dengan siapa saja, tetapi mengapa
sekarang demikian gugup dan ketakutan ? Apakah
pemuda baju putih itu benar-benar seorang lihay yang
harus ditakut i ?
Oleh karena itu, maka ia juga t idak berani berlaku
gegabah, ia diam saja, menant ikan perkembangan lebih
lanjut.
Dilain pihak, diam-diam ia sudah menelan obat
bubuknya Liong yan hiang. Ketika obat bubuk itu masuk ketenggorokannya, bau
harum yang sangat tebal dirasakan sepert i menghembus
keluar dari mulutnya, sehingga dapat tercium oleh semua
orang yang berdiri di sekitar tempat itu.
Semua orang menoleh kearahnya, dan
memandangnya dengan penuh keheranan.
Bau harum itu terus mengalir keseluruh tubuhnya,
hingga racun sangat berbisa dari serangan San hoa
Ciang, lenyap seketika.
Diam-diam ia coba mengerahkan kekuatan tenaga
dalamnya, ia telah dapat kenyataan bahwa keadaan
dalam tubuhnya sudah pulih kembali sepert i biasa.
Dari girang t imbul perasaan terima kasih, dari
perasaan terima kasih t imbul perasaan cinta. Lalu diam-
diam ia bersumpah kepada diri sendiri asal masih bisa
bernapas, ia pasti t idak akan membiarkan sang kekasih
menderita.
Pada saat itu, Tiat Chiu Khim sudah mundur
kehadapan Tang Siang Sucu, pemuda bangor itu lantas
pentang kedua lengannya, memeluk tubuh sigadis.
Tiat Chiu Khim yang t idak tenang pikirannya, hampir
saja berada dalam pelukan Tang Siang Sucu. Ho Hay
Hong mendadak mengeluarkan suara bentakan keras
dan menyambitkan pedang panjangnya.
Ia sebetulnya hendak menghadapi pemuda baju putih
yang t idak dikenalnya itu tapi ketika menampak Tiat Chiu
Khim dalam ancaman perbuatan Tang siang Sucu yang
t idak sopan, pedangnya terpaksa di gunakan untuk
menyambit saudaranya sendiri. Sebelum tangan Tang siang Sucu berhasil menjamah
tubuh Tiat Chiu Khim pedang Ho Hay Hong sudah berada
hanya sejarak sekaki dihadapan mukanya.
Tang siang Sucu menjerit kaget, karena ia tahu benar
betapa hebatnya serangan pedang itu, maka ia buru
buru lompat mundur.
Suasana lantas menjadi gempar, semua orang terkejut
bahwa Ho Hay Hong menilik kepandaian ilmu pedang
terbang. Hanya Tiat Chiu Khim seorang yang tahu,
bahwa kepandaian ilmu itu adalah kepandaian ilmu si
Kakek penjinak garuda.
Selagi semua orang ramai memperbincangkan soal
pedang terbang itu, pemuda baju putih itu mendadak
pentang mulut:
"Aha, bagus sekali, dengan susah payah aku mencari,
tak kusangka berada disini."
Suaranya itu cempreng sekali, sehingga mengejutkan
semua orang.
Kedatangan pemuda tidak dikenal tanpa diundang itu,
memang sudah menimbulkan perasaan t idak senang
kepada semua orang yang ada disitu, kini setelah
mendengar suaranya yang menjemukan, dan t idak
karuan Juntrungannya, maka semua orang
memandangnya dengan perasaan muak.
Ho Hay Hong kini baru melihat keadaan yang
sebenarnya. Pemuda itu mempunyai bentuk muka yang
agak aneh, dahinya tajam, hidungnya mancung, bibirnya
t ipis, daun telinganya berdiri, matanya merah. Sedang rambut dikepalanya berwarna kuning dan
menurun dikedua pundaknya mirip dengan binatang
serigala, hingga ia merasa geli dan tertawa sendiri.
Gerakan pemuda itu memang diakui sangat gesit , dan
jauh memang sepert i pemuda yang tampan dan gagah,
tak disangkanya setelah dilihat dari dekat, merupakan
seorang pemuda aneh bahkan mirip dengan satu
makhluk aneh.
Ho Hay Hong melihat pemuda aneh itu memandang
Tiat Chiu khim dengan matanya yang liar tanpa berkedip,
diam-diam ia merasa sangat mendongkol. Maka
dihadapan orang banyak, tanpa malu-malu ia menarik
tangan si gadis dan ditanya dengan suara perlahan.
"Siapa orang itu?"
"Aku juga t idak tahu," jawabnya sambil
menggelengkan kepala.
Ho Hay Hong tercengang. "Mengapa takut padanya?"
"Ini aku sendiri juga tidak mengert i, aku hanya merasa
baru melihat mukanya saja sudah takut."
"Kau kenal dengannya?!"
"Tidak!"
"Mengapa ia terus mengikuti kau?", Tiat Chiu Khim
pentang lebar matanya dan menjawab:
"Aku sendiri juga tidak mengert i. Sejak ia melihat aku,
lantas mengikut i aku sampai disini. Aku t idak
menghiraukannya, tetapi juga t idak bisa melepaskan diri
darinya. Kadang-kadang ia tertawa padaku, membuat
aku merasa takut ." "Ow, aku tahu, dia mungkin tertarik oleh
kecant ikanmu, maka terus membuntut i."
Mendengar ucapan demikian, selembar muka Tiat Chin
Khim merah seket ika dengan perasaan t idak senang ia
mengawasi pemuda aneh itu sejenak, kemudian berkata:
"Hm persetan dengan pemuda ceriwis sepert i dia."
Ho Hay Hong t idak mau menggoda lagi maka
pembicaraannya dialihkan kesoal lain.
"Aku tadi dengar kau kata jangan sampai terlambat
kalau terlambat bagaimana? Aku sangat khawatir,
semula kiranya jiwaku t idak akan tertolong lagi, tak
kusangka hanya lamaran pemuda ceriwis ini. Tetapi ada
aku disini, ia t idak akan berani berlaku kurang ajar
terhadapmu. Jikalau ia berani, aku akan hajar dia."
Tiat Chiu Khim menundukkan kepala dan berkata:
"Aku selamanya bernyali besar, t idak takut kepada
siapapun. Tetapi entah apa sebabnya, ketika melihat dia
lantas takut ."
Berkata sampai disitu, dengan perasaan bingung
memandang Ho Hay Hong, kemudian melirik kepada
pemuda aneh itu.
Pemuda aneh itu ketika melihat si nona melirik
kepadanya, t ingkah lakunya semakin tengik. Sambil
tertawa dingin ia menghampiri Ho Hay Hong seraya
berkata dengan suaranya yang tajam:
"Kepandaianmu mengendalikan pedang sangat aneh,
mirip dengan kepandaian si tua bangka penjinak garuda.
Aku sebetulnya t idak suka mencampuri urusan orang lain, tetapi sekarang aku hendak mencoba-coba
kepandaianmu!"
Perkataan pemuda itu mengejutkan semua orang yang
ada disitu, sebab terhadap seorang dari angkatan tua
yang namanya sangat kesohor sepert i kakek penjinak
garuda, ia menggunakan sebutan si tua bangka. Pada
waktu itu orang-orang angkatan muda yang berlaku
demikian sombong, hanya ia seorang saja.
Ho Hay Hong berpikir: Kakek penjinak garuda
meskipun kejam tetapi bagaimanapun juga adalah
seorang luar biasa yang kenamaan. Kau orang macam
apa, berani demikian menyebutnya?
Meskipun dalam hat i Ho Hay Hong merasa t idak
senang, tetapi ia masih bertanya dengan nada suara
dingin.
"Siapa she dan nama tuan yang mulia! Bolehkah
kiranya kau beritahukan padaku?"
"Ow, ow. namaku Long gee mo, t iada halanganku
beritahukan padamu!" jawabnya sambil tertawa.
Suara tertawanya itu meskipun t idak nyaring, tetapi
tajam dan menusuk telinga. Jelas ia sedang
memamerkan kekuatan tenaga dalamnya.
Lam kiang Tay-bong yang menyaksikan sikap congkak
pemuda itu, alisnya dikerutkan lalu bertanya.
"Kau murid siapa?"
Long-gee mo mendengar pertanyaan itu, menoleh dan
menjawab:
"Locianpwee, apa kau tanya padaku?" Sikapnya
demikian jumawa, seolah-olah t idak pandang mata Lamkiang Tay bong. Lam kiang Tay bong meskipun
sangat mendongkol, tetapi karena harus menjaga
kedudukannya ia t idak mau sembarangan turun tangan
terhadap anak muda, maka hanya menganggukan kepala
sebagai jawaban.
Long gee-mo t idak ambil pusing, masih tetap dengan
sikapnya yang jumawa ia berkata:
"Suhu sudah lama t idak mau mencampuri urusan
duniawi, locianpwee tahu namanya juga t idak ada
faedahnya, sebaiknya aku tidak jawab!"
Belum pernah ada orang bersikap demikian jumawa
terhadap Lam kiang Tay bong, maka ia lantas berkata:
"Kalau begitu, aku akan minta anda sendiri yang
membuka mulut !"
Ucapan Itu mengundang maksud: ’Karena t idak
mendapat jawaban yang semest inya maka pemuda itu
hendak ditawan, supaya suhunya datang sendiri memberi
jawaban.’
Tetapi Long gee mo t idak mengert i, entah ia memang
t idak mengert i betul atau memang berlaku bodoh. Ketika
mendengar perkataan itu, kepalanya digeleng-gelengkan
seraya berkata:
"Tidak ada gunanya, t idak ada gunanya, masa mau
suhu menjawab pertanyaanmu ?"
Lam kiang Tay bong lantas marah, t idak dapat
kendalikan perasaannya menghadapi sikap congkak
pemuda itu. Lebih cepat ia menghampiri dan berkata: "Bocah! Matamu hanya melihat keatas. Kau begitu
kurang ajar. Aku terpaksa t idak t inggal diam, maka aku
hendak mewakili suhumu mengajar adat kau !"
Jubahnya dikebutkan, dari situ mengeluarkan
hembusan angin hebat .
Long gee mo berteriak tajam:
"Apa? Locianpwee benar-benar hendak menghajar
aku?"
Sementara itu angin hebat sudah menyambar dirinya,
ia agaknya mengetahui bahwa serangan itu amat
dahsyat, maka buru-buru lompat setinggi lima tombak
Ia t idak menduga bahwa kepandaian orang tua itu
demikian t ingginya, wajahnya berubah seketika. Dari
tengah udara ia melayang sejauh delapan tombak. tepat
di dibelakang Liong ceng Houw sie berdiri agak jauh,
kemudian berseru:
"Oooh celaka ! Locianpwee jangan begitu,
seranganmu ini benar-benar akan mematahkan
tulangku!"
Lam kiang Tay bong masih mendongkol dengan sikap
anak muda itu, maka hendak diberi hajaran seperlunya.
Tetapi Lam kiang Tay bong berpikir lagi, dari gerakan
pemuda itu dapat dipast ikan bahwa suhunya tentunya
juga merupakan satu tokoh terkemuka. Karena ia t idak
ingin membesarkan urusan, maka hanya diberi
peringatan saja lalu balik ketempatnya sendiri.
Ketika Long gee mo balik lagi ketengah lapangan,
sikapnya semula yang sangat sombong nampak
berkurang, ia t idak berani mencari onar dengan Lam kiang Tay bong, langsung menghadapi Ho Hay Hong.
kemudian berkata sambil memberi hormat.
"Ucapanku nasib berlaku, tadi aku kata hendak
mencoba kepandaianmu, jikalau t idak maka sia-sialah
perjalananku ini."
Pikiran Ho Hay Hong tertuju kepada ucapan terakhir
pemuda itu, selagi memikirkan apa maksudnya, dari
depan t iba-tiba merasa hembusan angin, kemudian
disusul oleh teriakan Tiat Chiu Khim: "Lekas menyingkir!"
Ia tersadar seket ika, buru-buru mengelak dan balas
menyerang.
Long gee mo tanpa sebab menarik dirinya jauh-jauh
kemudian melakukan latihan napas dan tangan sepert i
seorang yang sedang mengadakan latihan olah raga.
setelah itu barulah melancarkan serangannya yang
kedua.
Ho Hay Hong yang masih belum mengerti, tetap
menggunakan tangan untuk menangkis serangan itu.
Sebentar terdengar suara beradunya dua tangannya
yang halus sekali, tangan Ho Hay Hong dirasakan sepert i
mau patah oleh serangan lawannya, hingga diam-diam
terkejut .
Ia sebetulnya hendak menggunakan gerak t ipuan
untuk mengelakkan kekuatan lawannya, kemudian balas
menyerang diluar dugaan lawannya, tak disangkanya,
ketika serangannya baru setengah jalan lawannya juga
menggunakan siasat yang serupa, hingga ia diam-diam
memuji kepandaian pemuda itu.
Sekarang ia buru sadar bahwa perhitungannya
terhadap kepandaian lawannya ternyata, sudah keliru ia memikirkan pemuda itu entah dari golongan mana,
mengapa kepandaiannya semakin t inggi.
Tetapi, sejak ia berhasil mempelajari ilmu silat garuda
sakt i, meskipun Ia dikejutkan olah kepandaian lawannya
tetapi masih dapat mengendalikan perasaannya sendiri,
ia geser kakinya beberapa langkah, dengan
menggunakan siasat pertahanan, telah berhasil menahan
serangan lawannya.
Long gee mo segera berkata dengan suara nyaring:
"Boleh juga. boleh juga. Bolehkah aku minta tanya
apakah kau murid keturunan yang dididik langsung oleh
kakek penjinak garuda?"
"Kalau iya, mau apa?"
"Kalau iya, itulah paling baik. Hari ini aku hendak
membunuhmu!"
Sehabis berkata ia sudah akan bergerak lagi karena ia
sudah anggap Ho Hay Hong benar-benar muridnya kakek
penjinak garuda.
Dari ucapan yang menggunakan istilah tua bangka
kepada kakek penjinak garuda, ia sudah tahu bahwa
pemuda itu berdiri sebagai musuh dengan kakek
penjinak garuda, telah mendengar perkataan pemuda itu
makin kuat dugaannya, ia lalu berkata:
"Jika aku bukan muridnya, lalu bagaimana?"
"Kau berani mengatakan bukan? Akh t idak, t idak! Kau
pasti adalah muridnya atau set idak-tidaknya cucu
muridnya, atau mungkin juga ada sedikit hubungan
dengannya maka aku harus membunuhmu!" Ho Hay Hong dengan tenang bertanya: "Mengapa kau
hendak membunuh aku? Katakanlah sebabnya, supaya
seandainya aku mati juga t idak penasaran!"
"Kakek penjinak garuda adalah musuh bebuyutan
suhu semua kepandaianku kudapatkan dari suhu,
mengapa aku t idak melakukan sesuatu bagi suhuku?"
"Siapakah suhumu itu?"
"Ing Siu, kau dengar t idak!"
"Haha, kau salah kawan! Kakek penjinak garuda t idak
ada hubungan apa-apa denganku, ucapanku tadi hanya
untuk menyelidiki siapakah suhumu, benar sepert i apa
yang aku duga, dia adalah Ing Siu."
"Kau bohong, kepandaianmu mengendalikan pedang
semuanya dari golongan kakek penjinak garuda, dalam
hal ini, aku percaya semua orang yang ada disini sudah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana
kau hendak mengelabui mataku ?"
Tiat Chiu Khim mendadak maju dan berkata:
"Kau ini menuduh orang dengan sikap b iasa dan t idak
sopan, benar-benar t idak mengenal aturan. Aku ini
adalah muridnya sikakek penjinak garuda, kau mau
apa?"
Ho Hay Hong berkata kepada Chiu Khim dengan suara
pelahan:
"Kau dengan kakek penjinak garuda sudah
memutuskan hubungan, Jangan lupa bahwa dia adalah
musuhmu !" "Aku lihat dia sangat menjemukan maka kupikir
hendak memberikan ia sedikit pelajaran!" berkata Tiat
Chiu Khim.
"Kau sudah tak takut lagi?" tanya Ho Hay Hong heran.
"Aku mungkin masih takut, tetapi mungkin juga t idak!"
"Kenapa?" tanya Ho Hay Hong semakin heran.
Gadis itu tiba-tiba merasa sangsi lama baru berkata:
"Kau berada di sampingku, aku sepert i mendapat
perlindungan!"
"Bagaimana jika kau tak berada di sampingmu"
"Aku tak tahu!"
"Aku kira t idak ada harganya kau keluarkan tenaga
untuk kakek penjinak garuda!"
Gadis itu menggelengkan kepala dan berkata dengan
tegas:
"Tidak. Ini adalah untuk yang terakhir kalinya.
Kepandaianku kudapatkan dari dia, maka kali ini hitung-
hitung sebagai balasan, tapi selanjutnya aku t idak akan
keluarkan tenaga untuknya lagi, juga tidak akan mau lagi
menggunakan ilmu kepandaiannya!"
Oleh karena gadis itu dapat membedakan dengan
tegas antara budi dengan kebencian, maka Ho Hay Hong
tak bisa membantah. Ia tahu bahwa gadis itu sifatnya
t inggi hat i, diberi nasehatpun t idak berguna, maka ia
diam saja.
Suasana mendadak tegang, sebab dua orang itu
semua merupakan murid-murid dari dua orang terkuat pada dewasa ini, dan pertandingan itu ada hubungannya
dengan perguruannya.
Buat Lam kiang Tay bong kini lebih cenderung
membantu pihaknya Long gee mo, sebab ia sendiri juga
bermusuhan dengan si-kakek penjinak garuda.
Matanya tajam menatap Tiat Chiu Khim, meskipun Ho
Hay Hong berulang-ulang telah menyatakan bahwa gadis
itu sudah memutuskan hubungan dengan kakek penjinak
garuda, tapi kini karena mengeluarkan tenaga untuk
kakek penjinak garuda, maka ia lantas alihkan
kemarahannya pada Ho Hay Hong, yang tak seharusnya
melarang t indakan muridnya.
Sementara itu Liong ceng Houw sie yang merasa
dirinya di kesampingkan, sebagai seorang pemimpin
rimba hijau tujuh propinsi yang sudah biasa di hormat i
oleh anak buahnya, juga belum pernah mendapat
perlakuan yang demikian dingin, maka dalam hati merasa
t idak senang.
Belum lama berselang ia masih dianggap sebagai
pemimpin golongan rimba hijau, tak diduganya dengan
kedatangan Long gee mo dan Tiat Chiu Khim, ia lantas di
kesampingkan.
Dalam mata pemimpin rimba hijau itu, kecuali anak
buahnya sendiri, yang lainnya semua dianggap sebagai
musuh yang tak boleh diampuni.
Tetapi ia masih merasa ragu-ragu. Sebab di samping
Ing Siu dan kakek perjinak garuda dua orang kuat itu,
masih ada Lam kiang Tay bong yang juga merupakan
salah satu dari lima tokoh terkuat rimba persilatan
dewasa ini yang ada disitu. Pada saat itu, Long gee mo lantas menghampiri Tiat
Chiu Khim dan segera melakukan serangan, hingga
keduanya lantas mulai bertempur.
Ho Hay Hong menyaksikan kekasihnya bertempur
dengan musuh, kepandaian mereka berimbang. Ia
sangat marah, tetapi karena keadaan t idak mengijinkan,
terpaksa mengendalikan amarahnya.
Liong ceng Houw sie mendadak t imbul pikiran lain:
”Jika aku menggunakan kesempatan ini, memberi
pukulan telak padanya, sungguhnya paling baik. Jika
t idak, setelah gadis itu berhasil menjatuhkan musuhnya,
t idak mudah kuhadapinya.”
Sebagai seorang Kang-ouw kawakan, ia dapat
menghadapi segala sesuatu dengan menyesuaikan
keadaan. Dari sikap dan kata-kata Tiat Chiu Khim dengan
Ho Hay Hong, Ia segera dapat menduga bahwa dua
muda-mudi itu berdiri disatu pihak. Dengan demikian,
bilamana Ho Hay Hong diserang musuh, Tiat Chiu Khim
pasti akan membantu dengan tenaga sepenuhnya
Semula ia t idak takut kepada gadis yang cant ik itu,
sebab kecuali kecant ikannya, t idak ada apa-apanya yang
menonjol. Tetapi sekarang anggapan pemimpin itu telah
berubah, ia sungguh t idak menduga bahwa gadis itu
adalah mur id kakek penjinak garuda !
Ia tahu benar, siapa adanya Kakek penjinak garuda
itu, anak muridnya sudah tentu juga t idak boleh
dipandang ringan.
Sebagai seorang ambisius, setelah mengetahui
kekuatan Ho Hay Hong, lantas t imbul maksudnya hendak
menjatuhkan dengan akal untuk menghindarkan per tempuran hebat , karena ia belum yakin bisa
mengalahkannya, bahkan bisa jadi dia sendiri yang akan
jadi buah tertawaan kawan-kawan dari rimba hijau.
Harapan satu-satunya adalah: Long-gee-mo berhasil
membinasakan kawan-kawannya.
Pemuda aneh itu meskipun sering mengganggu dan
kadang-kadang bahkan mengejek dirinya, sehingga
dianggapnya sebagai pengacau yang memusingkan,
tetapi keadaan sekarang berlainan, karena menghadapi
lawan labih berat , sudah tentu memilih yang ringan.
Sementara itu, Tang siang Sucu masih berdiri disitu,
menant ikan kesempatan baik untuk turun tangan.
Tang-siang Sucu tergila-gila paras Tiat Chiu Khim yang
cant ik jelita, tetapi benci perbuatannya yang menyulitkan
dirinya dihadapan orang banyak. Ia lebih benci lagi
melihat sikapnya yang demikian erat terhadap Ho Hay
Hong.
Tang siang Sucu terhadap Ho Hay Hong sedikitpun
t idak mempunyai kesan baik, terutama perbuatannya tadi
yang sangat memalukan dirinya. Ia masih simpan dihati,
set iap saat mencari kesempatan hendak menuntut balas
dendam.
Apa mau, Lam kiang Tay bong telah mengeluarkan
perintah:
"Bunuh yang perempuan, bebaskan yang laki!"
Yang perempuan dimaksudkan Tiat Chiu Khim dan
yang laki dimaksudkan Ho Hay Hong.
Tang siang Sucu t idak berani melawan perintah
suhunya, meskipun ia diasuh dan dibesarkan oleh Lam-kiang Tay bong, tetapi orang tua itu bukanlah seorang
yang dapat dipermainkan.
Matanya terus berputaran, menjelajahi t iap bagian
tubuh Tiat Chiu Khim. Seumur hidupnya ia belum pernah
demikian tergila-gila terhadap wanita, apa lacur, selagi
benih cinta sedang bersemi, gadis yang dicintai sudah
menyerahkan diri dalam pelukan orang lain.
Dan yang lebih celaka, orang itu bukan lain dari
saudara sekandungnya sendiri! Tetapi ia t idak perdulikan
soal saudara atau bukan, ia sudah biasa membenci siapa
saja yang berani menentang perbuatannya atau orang
yang merebut kepent ingannya.
Pandangan matanya cukup tajam, meski pun Tiat Chiu
Khim sedang melakukan pertempuran hebat , tetapi ia
masih bisa melihat dengan tegas set iap bagian, sehingga
yang paling halus ditubuh gadis itu.
Ia anggap dirinya seorang anak muda romant ik yang
memiliki wajah tampan dan gaya menarik hat i. Tak
disangka si gadis cant ik jelita yang dirindui itu, t idak sudi
mendekat i, mau t idak mau ia terpaksa mengakui
kebodohannya sendiri.
Sementara itu, Su siang Sucu mendadak t imbul
pikirannya yang jahat: ”kalau saat ini aku bokong
padanya dengan senjata rahasia paku Thian mo teng,
sekalipun berkepandaian t inggi sekali, juga t idak
mungkin lolos dari tangan maut !”
Yang dimaksudkan dengan dia oleh pemuda ini ialah
Ho Hay Hong.
Sedangkan Ho Hay Hong sendiri pada saat itu masih
menyaksikan jalannya pertempuran antara Tiat Chiu Khim dengan Long gee mo dengan hat i cemas, jelas
bahwa seluruh perhat iannya sedang ditujukan kepada
pertempuran itu.
Sudah tentu See siang Sucu merasa girang, diam-diam
ia mengeluarkan dua buah Thian-mo-teng yang
mengeluarkan sinar gemerlapan, ia hilangkan dulu
sinarnya dengan tanah lumpur, hingga sinarnya lenyap.
Senjata rahasia itu meskipun nampaknya biasa saja,
sepert i senjata-senjata rahasia lainnya, tetapi
mengandung bisa yang sangat berbahaya. Sekalipun
binatang buas sepert i singa atau harimau dan ular
berbisa, juga akan mati seket ika jika terkena serangan
paku itu.
Tetapi sebelum melaksanakan maksudnya, ia masih
memikirkan perintahnya Lam kiang Tay bong, karena
justru bertentangan dengan maksudnya sendiri. Jika ia
membinasakan Ho Hay Hong dengan senjata itu,
suhunya past i t idak tahu karena bekerjanya bisa dalam
tubuh orang yang terkena serangannya baru ketahuan
setelah berlangsung t iga jam. Dalam waktu t iga jam itu,
mungkin pertempuran sudah selesai, siapa yang akan
menduga kalau sang korban mat i ditangannya?
Paku Thian mo-teng bentuknya halus sekali, t idak
mudah dilihat oleh mata biasa. Apalagi sinarnya sudah
dihapus oleh lumpur tanah liat. Jangankan orang lain,
sekalipun orang yang diserang, juga t idak tahu, karena
serangan itu hanya menimbulkan rasa sepert i orang
digigit nyamuk.
Diam-diam ia geser kakinya kebelakang Lam kiang Tay
bong menant ikan kesempatan baik untuk turun tangan. Kesempatan yang dinant i-nantikan itu akhirnya t iba,
meluncurlah sebuah paku halus tetapi sangat berbisa itu
dari dalam tangannya. Dengan t idak mengeluarkan
sedikit suarapun juga, paku meluncur kearah Ho Hay
Hong.
See siang Sucu sangat girang, diam-diam berkata
sendiri: "Haha, bocah, akhirnya kau binasa ditanganku."
Tetapi, tepat pada saat paku berbisa itu meluncur,
Liong ceng Houw sie mendadak lompat menyerbu Ho
Hay Hong. Tubuhnya yang t inggi besar, justru
menghalangi tubuh Ho Hay Hong yang sedang diserang
oleh senjata rahasia See siang Sucu.
See siang Sucu terkejut , matanya dibuka lebar-lebar,
karena ia tahu bahwa senjata itu past i akan bersarang
dalam tubuh Liong ceng Houw sie. Dasar nasib!
Liong ceng Houw sie yang memiliki kekuatan tenaga
dalam cukup sempurna, ketika terkena senjata berbisa
itu, hanya terkejut sejenak, karena sepert i ada apa-apa
yang t idak beres, tetapi t idak dapat menemukan bagian
mana yang tidak beres.
Hanya sejenak hat inya tercekat , tetapi t idak berhent i,
dengan tangannya yang besar, secepat kilat menyerang
batok kepala Ho Hay Hong, dan kakinya juga melakukan
tendangan geledek.
Serangan mendadak tanpa peringatan dan secara
pengecut itu, membangkitkan kemarahan Ho Hay Hong,
ia juga mengeluarkan suara bentakan keras, dengan satu
gerakan luar biasa mengelakkan serangan Liong ceng
Houw sie, kemudian balas menyerang bagian jalan darah
Khie hiat musuhnya. Sementara itu, See siang Sucu diam-diam berpikir.
"Sekarang aku sudah kesalahan membunuh pemimpin
rimba hijau daerah selatan. Kematiannya itu past i akan
menimbulkan kecurigaan anak buahnya, dan apabila
diadakan pemeriksaan, pasti menyulitkan diriku.”
Ia tahu benar pengaruh Liong ceng Houw sie, juga
tahu benar bahwa anak buahnya hampir menyusup di
mana-mana. Kalau diketahui oleh anak buahnya, ia past i
akan menjadi musuh besar golongan rimba hijau daerah
selatan.
Meskipun ia sendiri t idak takut , tetapi setidak-tidaknya
juga menyulitkan kedudukannya. Oleh karenanya, maka
ia lalu mengambil keputusan turun tangan lebih dulu,
untuk membasmi habis anggota-anggotanya yang
terkuat.
Semakin memikir, ia jadi semakin gelisah, napsunya
membunuh juga semakin berkobar. Ketika Lam kiang Tay
bong berpaling kearahnya dan melihat mata muridnya
yang berapi-api, tentu saja merasa heran, maka
ditegurnya:
"Kau kenapa?"
"Tidak apa-apa, murid hanya menyaksikan
pertempuran hebat dari dua orang kuat itu, dalam hat i
merasa kagum!" jawabnya dengan sikap menghormat .
"Sekali lagi jangan membunuh pemuda she Ho itu,
karena dia dengan kakek penjinak garuda terlibat
permusuhan. Di kemudian hari, besar faedahnya bagi
kita." See siang Sucu meski mulutnya menyahut akan ingat
pesan itu, tetapi keringat dingin sudah membasahi
tubuhnya.
Tidak berani lagi ia berpikir untuk membunuh Ho Hay
Hong, Kini perhatiannya dialihkan kepada anak buah
Liong ceng Hou sie.
Dengan cara yang serupa ia tujukan serangannya
kepada Hok kauw cia.
Hok kauw cia yang sedang pusatkan perhat iannya
kemedan pertempuran, meskipun lengannya merasa
gatal, ia juga t idak perhat ikan.
Dengan cara itu juga See siang Sucu menyerang Pat
kwa Yu sin, ciu pat kwa Yu sin chin yang masih terluka
bekas serangan Ho Hay Hong, sudah tentu t idak berasa
sama sekali.
Dua kali serangannya berhasil baik nyalinya semakin
besar. Ia mengambil sebuah lagi, kali ini serangannya
ditujukan kepada orang tua hidung bengkok, salah satu
dari t iga pembantu Liong ceng Houw sie.
Setelah itu dengan beruntun ia menyerang orang-
orangnya Liong ceng Houw sie. sehingga menghabiskan
dua belas senjata paku beracun.
See siang Sucu setelah melakukan perbuatannya yang
keji. diam-diam memperhat ikan gerak-gerik semua
korbannya tetapi mereka t idak menunjukkan maupun
reaksi apa-apa, bahkan masih tertawa-tawa.
Dua belas orang yang diserang itu, semua merupakan
tokoh tokoh terkemuka dalam kalangan rimba hijau
daerah selatan yang lainnya meskipun masih ada, tetapi senjata paku beracun See siang Sucu sudah keburu
habis, hingga mereka boleh merasa beruntung, t idak
turut kawan-kawannya keneraka.
See sang Sucu simpan kotak pakunya, otaknya
dikerjakan semakin keras. Dengan cara bagaimana harus
mengambil jalan keluar lagi senjata itu dari tubuh para
korbannya, supaya orang lain t idak sampai tahu
perbuatannya.
Sementara itu, pertempuran antara Ho Hay Hong
dengan Liong-ceng Houw sie masih terus berlangsung
dengan serunya. Ho Hay Hang masih belum tahu bahwa
ia hampir saja menjadi korbannya senjata beracun See
siang Sucu.
Ia juga t idak tahu bahwa Liong-ceng Houw-sie tanpa
ia turun tangan juga akan mat i. Ia hanya khawat ir
keselamatan kekasihnya. Karena melihat sekian lama
belum ada yang menang dan yang kalah maka ia lalu
berseru:
"Nona Chiu Khim, lekas gunakan ilmu garuda sakt i!"
Mendengar perkataan itu. Liong ceng Houw-sie
mendadak lompat mundur sebelum kalah, matanya
ditujukan ke arah Tiat Chiu Khim, agaknya ing in
menyaksikan ilmu luar biasa itu.
Tong siang Sucu juga mendadak merasa tegang urat
syarafnya, matanya ditujukan ke arah gadis pujaannya
tanpa berkedip.
Hanya See siang Sucu yang tujukan perhat iannya
kepada Liong-ceng Houw sie. Ia khawat ir pemimpin
rimba hijau itu sebelum mat i mengetahui rahasia
kematiannya. Liong ceng Houw sie t idak bergerak, Ho Hay Hong
juga demikian. Kini ia baru tahu bahwa pemuda yang
bentuknya aneh itu sesungguhnya gagah sekali,
bertempur sekian lama sikapnya semakin gagah.
Sedangkan dipihaknya Tiat Chiu Khim nampak jelas agak
kewalahan.
Tiba-tiba ia merasa benci dengan kedudukannya
sendiri. Seandainya ia bukan pemimpin rimba hijau
daerah utara, ia pasti t idak akan membiarkan pemuda
aneh itu demikian congkak.
Sementara itu Tiat Chiu Khim mendadak lompat
set inggi t iga tombak lebih, ditengah udara melakukan
gerakan salto yang manis sekali.
Selanjutnya, cepat bagaikan kilat ia meluncur turun,
telapakan tangannya dengan satu gerakan yang manis
menyerang pundak Long gee mo.
Tidak ampun lagi Long gee mo menjerit, tubuhnya
terpental dan rubuh kearah Lam kiang Tay bong.
Tang siang Sucu seperti menemukan apa-apa,
mulutnya mengeluarkan seruan girang.
"Aaaa! Ini gerak t ipu yang pertama."
Dalam tangannya menggenggam segumpal potongan
kertas dengan tangan bergemetaran ia berkata pula:
"Gerak t ipu yang pertama kiranya begitu. haha,
untung keterangan dalam kertas masih belum terobek."
Ho Hay Hong berpikir apabila ilmu kepandaiannya ini
terjatuh dalam tangannya, untuk selanjutnya entah
berapa banyak jiwa yang akan melayang ditangannya! Pikiran sehat mendadak t imbul dalam otaknya, dengan
cepat ia menghunus pedangnya dan dilontarkan
kearahnya.
Tang siang Sucu yang melihat pedang Ho Hay Hong
meluncur kearahnya, bukan kepalang terkejutnya.
Karena dahulu ia pernah merasakan hebatnya serangan
itu, maka lantas lari.
Diluar dugaannya, sesosok bayangan orang sudah
berada disampingnya dan merebut gumpalan kertas dari
dalam tangannya Orang itu bukan lain daripada Ho Hay
Hong.
Kejadian itu berlangsung sangat cepat , belum hilang
rasa kaget: Tang siang Sucu, Ho Hay Hong sudah
menarik kembali pedangnya dan berdiri sambil
tersenyum.
Tang siang Sucu sangat mendongkol, tetapi ia t idak
bisa berbuat apa-apa.
Lam kiang Tay bong tahu bahwa Long gee mo terlalu
sombong, kalau t idak diberi sedikit hajaran, ia pasti t idak
mau unjukkan tempat sembunyi gurunya.
Oleh karena ada maksud hendak berserikat dengan
Ing Siu untuk menghadapi Kakek penjinak garuda, maka
ia sengaja memberi pertolongan kepada Long gee mo
supaya jangan sampai rubuh.
Dengan agak susah payah Tiat Chiu Khim baru
berhasil menjatuhkan pemuda ceriwis itu, sudah tentu
t idak mau t inggal diam. Cepat ia maju menghampiri, jari
tangannya menotok jalan darah bagian perut anak muda
itu. Jalan darah yang diarah itu merupakan salah satu dari
dua belas jalan darah terpent ing anggauta badan
manusia, apabila kena ditotok. sekalipun t idak mati,
set idak-tidaknya juga akan terluka parah.
Lam kiang Tay bong yang selagi hendak memberi
sedikit hajaran kepada Long gee mo supaya mau
menyerah. Tetapi ketika melihat jiwa Long gee mo
terancam, pikirannya mendadak berubah. Ia t idak lagi
memberi hajaran Long gee mo, Sebaliknya menyerang
Tiat Chiu Khim.
Tiat Chiu Khim terkejut, buru-buru mengelakkan
serangan Lam kiang Tay bong.
Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, benar-
benar merasa bingung, ia tidak dapat membedakan siapa
kawan siapa lawan.
Masih dalam keadaan bingung, Lam kiang Tay bong
sudah menyerang lagi sehingga t iga kali. Set iap
serangannya seolah-olah diliput i oleh bayangan bunga
Bwee, yang mengurung sekujur badan Tiat Chiu khim.
Walaupun Tiat Chiu khim cukup gesit mengelakan
serangan jago tua dari Tay bong itu, namun lawannya
adalah salah satu dari lima orang kuat rimba persilatan
pada dewasa itu, apalagi diserang bertubi-tubi dengan
serangannya yang aneh sudah tentu agak kewalahan dan
terpaksa mundur.
Selagi gadis itu dalam keadaan bahaya, Ho Hay Hong
t idak mau berpikir terlalu banyak, t idak lagi perdulikan
kawan atau lawan, ia lalu bert indak menyergap Lam
kiang Tay bong. Dengan beruntun ia menggunakan t iga rupa gerak
t ipu dari ilmu silatnya Kun hap Sam kay yang paling
hebat .
Dengan campur tangannya Ho Hay Hong, serangan
Lam kiang Tay-bong lantas terhambat. Dan dengan
demikian, maka Tiat Chin Khim juga terlepas dari
bahaya.
Tak ia duga, sebelum ia berdiri tegak. Tang siang Sucu
dan See siang Sucu sudah menyerang lagi dari kanan
dan kiri dengan berbareng.
Tiat Chiu khim yang keras kepala, meskipun berada
dalam bahaya, wajah dan sikapnya tetap t idak berubah.
Dengan menggunakan serangan jari tangan, ia sudah
berhasil mendesak mundur See siang Sucu sehingga
empat langkah.
Selagi hendak melancarkan serangannya lagi,
mendadak ia berdiri tertegun, matanya memandang
kearah jauh.
Tang siang Sucu sangat girang, dengan cepat
bert indak, jari tangannya sudah menyentuh baju sinona.
Nampaknya ia masih penasaran. Selagi hendak
menyergap Tiat Chiu Khim, seorang tua muka merah,
mendadak datang menghampiri dan berkata sambil
tertawa:
"Lam kie Gwat cu! Sudah lama kita tidak bertemu!"
Lam kiang Tay bong paling t idak senang ada orang
menyebut nama julukan yang lama maka ket ika
mendengar perkataan itu, wajahnya berubah seketika. "Benar, naga api Tio Kang, kau ternyata masih hidup!"
katanya dingin.
Orang muka merah itu sedikitpun t idak marah,
katanya sambil tertawa:
"Lam kie Gwat cu, apakah kau mengharap aku lekas
mati? iya,kan kawan lama, ini benar-benar sudah t idak
ingat persahabatan lama!"
Pada saat itu, asal ia lanjutkan gerakannya, gadis itu
akan terluka parah. Tetapi dalam perasaannya mendadak
t imbul perubahan besar.
Dalam waktu sangat singkat , di otaknya t imbul
pertentangan sendiri. Ia harus melanjutkan t indakannya
atau t idak?
Dalam hidupnya ia sudah membinasakan banyak jiwa
manusia, belum pernah t imbul perasaan ragu-ragu
sepert i itu. Tetapi karena orang yang hendak dibinasakan
itu justru orang yang dicintai, maka pikirannya lantas
merasa bimbang.
Dalam pada itu, Tiat Chin Khim sudah sadar akan
keadaannya. Dengan cepat ia geser kakinya, mundur
setombak lebih.
Setelah Tiat Chiu Kim mundur, Tang-siang Sucu baru
merasa menyesal, ia sesalkan dirinya sendiri, mengapa
kesempatan demikian baik, dilepaskan begitu saja?
Matanya beralih ke arah Tiat Chiu Khim, nadanya
lantas berubah, ia berkata dengan nada suara dingin:
"Chiu Khim. tadi ketika kau melihat aku, mengapa
lantas kabur?" Dalam hat inya Tiat Chiu Khim meski-pun sangat
mendongkol, tetapi karena sudah lama diasuh oleh orang
tua itu, perasaan takut dan hormat sudah melekat,
hingga t idak bisa merubah dengan cepat . Maka ketika
mendengar teguran itu, ia diam saja sambil
menundukkan kepala.
Empat bintang yang sekian lama diam saja mendadak
lompat keluar. Dengan mengandalkan pengaruh Lam
kiang Tay bong, ia lalu menegur dengan suara keras:
"Tua bangka, kemarin kau menghajar kita sekalian
seenaknya saja, sekarang kita akan menuntut keadilan!"
"Setan tua, dendam pasti di balas. Kau dengan aku
sudah berdiri sebagai musuh, sekarang kini salah satu
harus ada yang mampus!" kata Tang siang Sucu.
Orang tua muka merah tertawa terbahak bahak dan
berkata:
"Lam kie Gwat cu, apa ini perintahmu?"
"Kalau ya, mau apa?" demikian Lam kiang-Tay bong
balas menanya.
"Tak kusangka setelah berpisah sepuluh tahun lebih,
meskipun wajahmu sudah berubah, tetapi adatmu masih
tetap berangasan sepert i dulu. hahaha!"
Orang tua muka merah itu t idak menghiraukan lagi
empat bintang dan Tang siang Sucu, perlahan-lahan
menghampiri Tiat Chiu Khim seraya berkata:
"Tidak perlu banyak bicara, majulah, biar aku dapat
melaksanakan keinginanku!" Tiat Chiu khim tetap menundukkan kepala, meskipun
dalam hatinya ingin mengatakan tidak mau pulang, tetapi
kata-kata itu t idak bisa keluar dari mulutnya.
Ho Hay Hong meninggalkan Lam kiang Tay-bong,
dengan langkah lebar menghampiri Tio Kang dan berdiri
menghalang didepan Tiat Chiu Khim. Katanya dengan
suara berat:
"Ia sudah bersumpah t idak akan pulang kekampung
setan, kau jangan mendesak terus!"
Orang tua muka merah itu ketika melihat Ho Hay
Hong, wajahnya berubah.
"Bocah, kau jangan turut campur tangan awas batok
kepalamu!"
Mendengar ucapanmu itu Ho Hay Hong teringat
dendam sakit hat inya. Mendadak ia tertawa bergelak-
gelak dan berkata:
"Batok kepalaku? Haha! Sepuluh tahun berselang
belum berhasil kau pindahkan, sekarang kau hendak
pindahkan lagi? Barang kali sudah tak keburu lagi!"
Ia berhent i tertawa, dengan buas menatap siorang tua
dan sambungnya:
"Tio kang mungkin kau sudah lupa peristiwa berdarah
yang kau lakukan pada sepuluh tahun lebih berselang,
tetapi, aku sebagai keturunan dari orang yang menjadi
korban keganasanmu, selama sepuluh tahun lebih aku
hidup piatu, t iada satu menit aku dapat melupakanmu!
Bagaimana kau hendak membantah? Katakanlah!" Orang tua bermuka merah itu terkejut, sinar matanya
yang tajam beralih kearah Lam kian Tay bong, katanya
dengan singkat:
"Lam kie Gwat cu! Apa semuanya sudah kau
beritahukan padanya?"
"Apakah kau si Naga api menjadi marah karena
merasa malu? Sehingga aku juga kau bawa-bawa?"
jawabnya mengejek.
"Dengan terus terang, sewaktu aku melakukan
perbuatanku itu, aku sudah menduga akan akibatnya.
Tetapi aku sedikitpun t idak menghiraukan. Dengan
ilmuku Tok liong-ciang aku menanam permusuhan ini,
biarlah sekarang juga aku menggunakan ilmuku itu untuk
membereskan persoalan ini. Kau bocah kau hendak
menuntut balas dendam kemat ian ibumu, silahkan maju.
Kecuali ilmu seranganku Tok liong ciang aku t idak akan
menggunakan ilmu lain untuk menghadapimu!" kata
orang tua bermuka merah.
Kata-katanya itu di ucapkan dengan suara datar, t idak
menunjukan rasa takut , juga tak menunjukan rasa
penyesalan. Agaknya t idak pandang Ho Hay Hong sama
sekali.
Lam kiang Tay bong segera menyela sambil tertawa
dingin:
"Ini bukan, terhitung kemurahan hat i mu, semua
orang rimba persilatan tahu, kau si Naga, hanya serupa
ilmu serangan naga apimu yang terkenal itu. Kecuali itu
kau masih memiliki kepandaian ilmu apalagi yang pantas
kau banggakan?" "Kawan ucapanmu itu memang betul! Sebentar,
setelah aku membereskan bocah ini aku hendak belajar
kenal lagi denganmu, aku ingin melihat , kau Lam kie
Gwat cu selama beberapa puluh tahun ini, mendapat
tambahan ilmu kepandaian apa lagi?." berkata si-Naga
api sambil tertawa.
Ho Hay Hong berkata dengan suara nyaring:
"Tak perlu banyak bicara. Majulah, biar aku dapat
melaksanakan keinginanku!"
Orang tua muka merah itu berdiri tegak, tanpa
bergerak, katanya dengan sikap jumawa:
"Meskipun aku adalah musuh besarmu tetapi kau
masih harus menghadapiku dengan peraturan dari orang
t ingkatan muda. Seumur hidupku aku belum pernah
melakukan penyerangan lebih dulu, kalau kau bermaksud
hendak menuntut balas, berbuat lah sesukamu!"
Tiat Chiu Khim yang mendengarkan pembicaraan
mereka, baru tahu permusuhan antara mereka. Ia buru-
buru berbisik bisik ditelinga Ho Hay Hong:
"Gunakanlah gerak t ipu keempat dari ilmu garuda
sakt i, untuk menghancurkan ilmu serangan tangan naga
apinya. Ingat baik baik:"
Peringatan itu menarik perhatian Ho Hay Hong.
tanyanya:
"Kecuali gerak t ipu keempat itu, apakah gerak t ipu
lainnya tidak bisa menghancurkan ilmunya?"
"Bisa sih bisa, tetapi kau masih belum hapal betul,
t idak boleh menggunakan secara sembarangan." kata si
gadis perlahan. Ia menambah keterangannya lagi: "Umpama gerak
t ipu pertama, harus digunakan dengan tambahan sedikit
variasi atau perubahan, baru berhasil menundukkan dia.
Tetapi, dalam keadaan mendesak, aku t idak dapat
memberi penjelasan sampai ke detail-detailnya, hanya
gerak t ipu ke empat , t idak perlu variasi atau perubahan,
sudah cukup untuk mengalahkan dia, asal nyalimu dan
tenagamu cukup besar"
Ho Hay Hong menganggukkan kepala tanda mengert i,
tetapi ia melakukan gerakan pembukaan dari ilmu silat
Kun Hap Sam kay.
Tiat Chiu Khim yang menyaksikan, alisnya dikerutkan,
wajahnya menunjukkan perasaan khawatir.
Ia masih belum sempat membuka mulut . Ho Hay Hong
sudah membuka serangannya.
Orang tua bermuka merah itu tertawa terbahak bahak,
satu tangannya dengan t iba-tiba menerobos dari
serangan Ho Hay Hong, lalu menyerang batok kepalanya.
Yang mengherankan, ialah sewaktu ia melakukan
serangannya, telapakan tangannya merah membara,
seolah-olah besi selagi dibakar.
Ho Hay Hong mengelakan serangan tersebut
kemudian menggunakan gerak t ipu ketiga untuk
menutuk serangan selanjutnya dari orang tua itu, sedang
kakinya lantas melakukan tendangan mengarah lutut
musuhnya.
Tiat Chiu Khim semakin kesal, selagi hendak
memperingatkan t idak boleh menggunakan ilmu silat itu
untuk menghadapi musuhnya, Tio Kang sudah
menyerang dengan lengan jubahnya. Lengan jubah yang gerombongan dan panjang,
ternyata mengandung hembusan angin yang sangat
kuat , lengan jubah itu merupakan sebuah bukit yang
mendidih, sehingga Ho Hay Hong merasa t idak dapat
bernapas.
Dalam keadaan sangat berbahaya, terpaksa ia menarik
kembali kakinya, kemudian menggunakan jari tangannya
menghembuskan hembusan angin, barulah berhasil
mematahkan serangan lawannya.
Ia sudah agak mengerti ilmu silat yang dinamakan
serangan naga api berbisa. Dengan t iba-tiba ia
mengeluarkan pekikan nyaring dan lompat set inggi lima
kaki, di tengah udara dua lengan tangannya bergerak
bagai burung terbang, kemudian menukik dan
menyambar lawannya.
Pada waktu itu wajah orang bermuka merah nampak
sedikit heran, ia berkata:
"Tak kusangka engkau juga mempelajari ilmu silat
garuda sakti."
Lengan jubahnya dikebut-kebutkan, hembusan angin
yang hebat telah memaksa Ho Hay Hong turun lagi.
Tiat Chiu Khim lantas berseru:
"Kau lompat terlalu t inggi oleh karenanya maka
sewaktu kau menukik dan melakukan serangan
tanganmu sudah banyak kehilangan!"
Ho Hay Hong dalam hat i terkejut , ia membenarkan
pendapat gadis itu.
O-ood-e-w-ioo-O
Bersambung Jilid 25

Jilid 25
SEBAGAI seorang yang berotak cerdas dengan cepat
ia dapat memperbaiki kesalahannya, kembali dia melesat
set inggi t iga kaki lalu menukik dan menyerbu lagi.
Orang bermuka merah juga menggunakan lengan
jubahnya lagi untuk menggoyangkan serangan Ho Hay
Hong. Dengan suara marah orang tua itu berkata kepada
Tiat Chiu Khim:
"Kiranya kau sibudak hina ini yang memberi pelajaran
padanya, Baiklah kubunuh dulu kau!"
Sehabis berkata demikian, serangannya segera
dialihkan kepada Tiat Chiu Khim.
Dengan satu gerakan yang lincah, dan bagaikan
terbang. Tiat Chiu Khim lompat t inggi, dengan kekuatan
dari dua kakinya, ia melakukan gerakan bagaikan burung
terbang di tengah udara, kemudian menggunakan gerak
t ipu keempat dari ilmu silat garuda sakt i menyerang
musuhnya.
Orang tua bermuka merah itu semakin kalap, ia
berteriak-teriak sepert i orang gila:
"Budak hina, kau benar-benar ingin mampus."
Meskipun mulutnya mengucapkan demikian, tetapi
tangan dan kakinya t idak t inggal diam, dengan tergesa-
gesa ia lompat sejauh lima tombak, mengelakkan
serangan yang hebat itu. Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu,
tergeraklah hat inya, karena gadis itu ternyata mengajar
ia melakukan serangan secara demikian . . .
Ia segera meniru gerakan itu dengan suatu gerakan
hebat ia mendepak musuhnya mundur beberapa
langkah.
Orang tua bermuka merah matanya nampak beringas,
napsu memburunya nampak berkobar, dengan t iba-tiba
ia mengangkat t inggi dua telapakan tangannya,
kemudian dirangkap seolah-olah melakukan gerakan
menjura, namun bagian telapak tangannya dihadapkan
keluar dan didorongnya, seket ika itu juga hembusan
angin meluncur dari telapak tangan itu, menuju kearah
Tiat Chiu Khim.
Pada waktu itu Lam kiang Tay bong mendadak
berseru:
"Huh, tua bangka kau ternyata juga pandai ilmu Pat -
ciok sin-ciang dari golongan Budha!"
Ucapan itu telah mengejutkan semua orang yang ada
disitu, semua mata ditujukan kepada Tio Kang si naga
api.
Saat itu orang tua bermuka merah itu mukanya
semakin merah, matanya yang buas beringas terbuka
lebar, rambut dikepalanya seolah-olah berdiri semua,
langkah kakinya bagaikan hantu hendak menyergap
orang, benar-benar sangat menakutkan.
Dengan t iba-tiba Tiat-Chiu Khim menjerit dan rubuh
ditanah. Ho Hay Hong terkejut, ia meninggalkan musuhnya dan
menghampirinya, wajah gadis itu nampak pucat bagaikan
kertas, matanya dipejamkan, napasnya sangat lemah,
agaknya sudah hendak putus nyawa.
Ho Hay Hong menjadi kalap, ia menggeram, dengan
tenaga sepenuhnya menyerang diri Tio Kang.
Orang tua bermuka merah itu masih tetap melakukan
gerakan sepert i tadi, set iap tanah yang diinjak,
meninggalkan bekas kakinya sedalam t iga dim, setelah
mengeluarkan suara dari hidung, kembali, melakukan
serangan dengan dua tangan sepert i tadi.
Lam-kiang Tay-bong dengan alisnya berdiri mendadak
keluar dari tempatnya dan membuat gerakan yang
serupa dengan orang bermuka merah, dua telapak
tangannya mengeluarkan hembusan angin hebat, lantas
menyambut serangan orang tua bermuka merah.
Ketika dua kekuatan saling beradu menimbulkan suara
gemuruh, dua-duanya t idak dapat pertahankan kakinya,
hingga masing-masing mundur beberapa langkah.
Ho Hay Hong yang menyaksikan itu, diam diam
merasa heran, karena dengan kepandaian yang dimiliki
oleh Lam-kiang Tay-bong tetapi masih belum dapat
menjatuhkan orang tua bermuka merah, dapat
dimengerti serangan ilmu silat dari golongan Budha itu,
apabila tadi ia yang menyambut, barangkali tubuh dan
tulang-tulangnya akan hancur lebur!
Meskipun dalam hatinya sangat marah, apalagi karena
terlukanya gadis itu, tetapi biar bagaimana ia masih
merupakan seorang yang mengert i keadaan, ia tahu benar apabila hendak menuntut balas dendam itu, ia
harus berlaku sabar menunggu kesempatan baik.
Jikalau, hanya menurut i hawa nafsu saja, akibatnya
pasti akan mencelakakan diri sendiri, hal ini baginya t idak
ada faedahnya sama sekali.
Perlahan-lahan ia tenang kembali. Ia berdiri
menghadapi Tio Kang sambil memulihkan kekuatan
tenaganya.
Terhadap bantuan tenaga Lam-kiang Tay-bong ia agak
bingung. Ia benar-benar t idak mengert i apa sebabnya
Lam-kiang Tay-bong turun tangan membantu dirinya?
Tio Kang sangat marah atas perbuatan Lam-Kiang
Tay-bong, katanya:
"Sahabat Lam-kiang, aku tadi sudah kata, setelah
membereskan bocah ini, baru mengadu kekuatan
denganmu, tetapi tanpa sebab kau berani turun tangan
merintangi t indakanku, apakah sebetulnya maksudmu
itu."
"Maksudku ada t iga, satu aku t idak puas menyaksikan
sepak terjangmu, terutama di hari tua kau telah berubah
tujuanmu dengan mengabdikan diri kepada Kakek
penjinak garuda, hal ini sangat menggemaskan. Dua, aku
benci terhadapmu karena kau menyebut nama julukanku
yang lama, sehingga membangkitkan kedukaanku. Dan
ketiga, jiwanya pemuda ini masih perlu ditinggalkan
untuk menghadapi Kakek penjinak garuda sendiri, kau
hanya seorang hamba saja, t idak ada harganya
mengorbankan jiwa untukmu. Tiga sebab ini kau pikir
bagaimana?" jawabnya tenang. "Kalau demikian halnya, kau saudara Lam lie memang
bermaksud mencari onar denganku."
"Bukan, bukan, aku hanya t idak suka menyaksikan ia
mati terlalu lekas!"
"Sungguh enak omonganmu, padahal dalam hat inya
sebetulnya menyumpahi supaya aku mati lebih dulu.
Betul tidak?"
"Jikalau kau anggap demikian, aku terpaksa
mengakui."
"Pikiranmu memang bagus, tetapi aku Tio Kang
bukanlah seorang yang t idak ada gunanya, seranganku
tadi, hanya suatu percobaan saja, tak kusangka telah
mengejutkan kau. Nampaknya kau juga hanya mendapat
nama kosong belaka."
"Aku memang seorang yang mendapat nama kosong
belaka, perlu apa kau selalu ingat saja. Ha ha ha!"
Sehabis berkata, matanya mementang ke arah Tang-
siang Sucu, agaknya mengandung maksud dalam.
Tang siang Sucu mengerti maksud gurunya tetapi
senjata rahasia paku Thian-mot ing teng diluar tahu
gurunya sudah digunakan sampai habis. Maka sesaat itu
menjadi bingung, t idak tahu bagaimana harus
menghadapi gurunya.
Ho Hay Hong sementara itu selesai dalam usaha
memulihkan kekuatan tenaganya, selagi hendak
melancarkan serangan lagi, Pat -kwa Yu sin mendadak
mengeluarkan suara jeritan mengerikan kemudian rubuh
telentang. Liong-eng Houw-cia buru-buru menghampiri, tetapi
pahlawannya itu ternyata sudah putus jiwanya, hingga
wajahnya berubah seketika.
Dengan mata beringas, ia menyapu orang-orang di
sekitarnya, tetapi t idak ada yang dicurigainya hingga
amarahnya lalu ditimpahkan kediri Ho Hay Hong. Ia
berkata sambil tertawa dingin:
"Saudara, kejam sekali perbuatanmu, sesungguhnya
t idak kuduga"
Belum habis ucapannya, Hok-kauw-cia juga mendadak
mengeluarkan jeritan ngeri dan rubuh mat i di tanah.
Dengan demikian, suasana menjadi kacau, anak buah
yang dibawa oleh Liong-eng Houw pada lompat keluar,
mencari-cari disekitarnya dengan perasaan t idak tenang.
Akan tetapi, kecuali orang-orang yang ada disitu, t idak
terdapat bayangan orang lain lagi.
Keadaan semakin kalut , mereka bersama-sama
memperbincangkan kejadian aneh itu.
Dalam waktu sekejap, semua anak buah Liong-ceng
Houw-sie pada berpencaran mengurung tempat itu,
seolah-olah berhadapan dengan musuh tangguh.
Liong-ceng Houw-sie berkata dengan suara gusar:
"Houw Bengcu, kau harus mengaku bahwa kemat ian
The Kang dan Hok-kauw-cia adalah perbuatanmu
seorang. Coba kau pikir, kecuali mereka berdua, anak
buahku tidak ada lagi yang bertempur denganmu."
"Aku dengan mereka berdua t idak mempunyai
permusuhan apa-apa, diwaktu pertempuran hanya
melukai mereka sedikit saja, yang t idak mungkin mengakibatkan kemat ian mereka. Kejadian ini hanya hal
yang sangat mencurigakan, kau harus menggunakan
pikiranmu dengan tenang untuk memikirkan soal ini
dengan tenang" kata Ho Hay Hong.
"Houw Bengcu, juga merupakan salah seorang
pemimpin golongan rimba Hijau, fakta demikian
meyakinkan, apakah masih perlu dibantah?" kata Liong-
ceng Houw-sie marah. Dengan napsu berkobar-kobar ia
menghunus senjatanya yang sudah terkenal, maju
menghampiri Ho Hay Hong.
Suasana semakin gawat , semua anak buahnya tahu
bahwa Liong-ceng Houw-sie mempunyai satu kebiasaan,
jikalau sudah mengeluarkan senjatanya, senjata itu harus
menghirup darah musuhnya baru dimasukkan lagi.
"Apa boleh buat, jikalau Bengcu telah menyalakan api,
aku terpaksa mengiringi kehendakmu!" berkata ia. Ho
Hay Hong sambil tertawa getir.
Dalam amarahnya Liong-ceng Houw-sie lantas
mengeluarkan sumpah: "Jikalau dalam t iga puluh jurus
aku t idak berhasil memindahkan batok kepala Houw
Bengcu, aku rela melepaskan kedudukanku sebagai
Bengcu rimba hijau daerah selatan dan kemudian aku
akan bunuh diri dihadapan Houw Bengcu!"
Sementara itu Tio Kang yang menyaksikan dua
pemimpin dari golongan rimba hijau saling bertengkar
sendiri, ia lalu berdiri beristirahat seraya berkata.
"Bagus, aku mengijinkan kau bereskan musuhmu lebih
dulu."
Liong Ceng Houw-sie segera hendak membuka suara
lagi, tak diduga salah satu dari pembantunya ialah orang tua hidung bengkok kembali menjerit dan mati disaat itu
juga.
Kematian t iga anak buahnya secara misterius, benar-
benar sangat mengejutkan, hingga saat itu juga keadaan
semakin kalut .
Liong-ceng Houw-sie selama menduduki kursi Bengcu
rimba hijau daerah selatan, belum pernah mengalami
pukulan demikian hebat , di samping marah ia juga
merasa sedih atas kemat ian beberapa pahlawannya.
"Houw Bengcu, jikalau bukan kau biarlah aku yang
mati!"
Ia berdiri tegak, senjata tombaknya yang ujungnya
merupakan bulan satu mendadak di angkatnya dan
menyerang Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong juga merasa heran, dalam hat i ia
berpikir: ”Apakah sebab musabab yang sebenarnya,
mengapa tanpa sebab orang orang itu mat i mendadak?
Dan orang-orang mati itu justeru orang-orang yang
pernah bertempur denganmu?"
Siapakah sebetulnya yang membokong secara keji,
yang hendak memindahkan dosanya diatas pundakku?
Selagi pikirannya bekerja, Liong-ceng Houw-sie sudah
berada dimukanya. Dalam waktu sesingkat itu, ia sudah
dapat lihat bahwa diujung senjata Liong-ceng Houw-sie
t imbul asap put ih, ia segera mengetahui senjata itu ada
mengandung barang beracun yang sangat jahat .
Ia t idak berani berlaku gegabah, dengan cepat
menggunakan pedangnya untuk menangkis, setelah itu
ia geser kakinya kesamping. Liong-ceng Houw-sie maju mendesak lagi, senjatanya
menyontek keatas kemudian membabat bahu kirinya
sedikitpun tidak memberikan kesempatan bagi lawannya.
Ho Hay Hong selagi hendak menangkis dengan
pedangnya lagi, matanya mendadak melihat seseorang
anak buah Liong-ceng Houw-sie lagi berkutetan dengan
maut. Menyaksikan penderitaan orang itu, bukan
kepalang terkejutnya Ho Hay Hong, ia lalu membatalkan
maksudnya hendak memberi perlawanan dan lompat
mundur sejauh setombak lebih.
Tak lama ia lompat mundur, orang itu sudah
mengeluarkan suara jeritan mengerikan, kemudian jatuh
rubuh ditanah, hanya mengeliat dua kali, kemudian putus
nyawanya.
Ia buru buru berseru:
"Liong-ceng Houw-sie, kau periksa dulu orangmu ini,
dia pernah bertempur denganku atau t idak?"
Liong-ceng Houw-sie baru tahu bahwa anak buahnya
itu adalah Cit-Sa ciang yang terkenal kebuasannya,
namun ia belum pernah bertempur dengan Ho Hay Hong.
maka seketika itu ia lantas berdiri tertegun.
Kini ia bukan lagi hanya terkejut atau marah lagi,
bahkan agak bingung.
Ia pikir: ”seandainya ada orang membokong, t idak
mungkin terlepas dari mataku, lagi pula, mereka semua
merupakan orang-orang punya pilihan, mengapa mereka
sendiri juga t idak merasa kalau diserang orang ? Apakah
didalam tubuh kita sendiri terdapat penghianat yang
lebih dulu menggunakan obat berbisa?” Ia mengingat-ingat kembali semua orang-orangnya
dan pelayan pelayannya, tapi orang-orangnya itu semua
adalah orang kepercayaan, juga sudah beberapa puluh
tahun mengikuti dirinya, t idak mungkin melakukan
perbuatan keji seperti itu.
Ia berdiri bingung, sementara itu terdengar pula suara
jeritan ngeri dari anak buahnya, beberapa anak buahnya
rubuh binasa saling susul.
Peristiwa misteri itu menyakit i hat inya, kalau
memikirkan anak buahnya yang set ia pada binasa
dengan penasaran hampir saja ia mengeluarkan air
mata.
Kini ia t idak lagi mencurigai Ho Hay-Hong, sebab
orang-orang yang binasa sebagian besar belum pernah
bertempur dengan Ho Hay Hong.
Kalau begitu, siapakah yang harus di curigai?
Anak buahnya yang masih hidup, semua berdiri
tertegun dengan badan gemetaran, ada juga ketakutan
dirinya sudah kemasukan racun.
Suasana diliput i oleh perasaan ngeri dan sedih, kecuali
Liong cing Houw sie, siapapun rasanya t idak sanggup
menyingkirkan perasaan ngeri itu.
Tio Kang juga merasa heran, karena urusan t idak
menyangkut dirinya, ia tidak mau ambil pusing.
Liong ceng Houw sie mendadak menggeram:
"Semua jangan bergerak !"
Hakekatnya, tanpa ia keluarkan perintah, semua anak
buahnya juga t idak ada satupun yang berani
melangkahkan kaki. Dalam otaknya diliput i oleh berbagai pertanyaan,
membuatnya hampir sepert i orang gila.
Dengan mendadak, rasa dingin bergerak dalam
tubuhnya, seolah-olah binatang semut yang
menggeremet, melalui sekujur badannya, sehingga
gemetar.
Wajahnya pucat seketika, ia bertanya-tanya kepada
diri sendiri: "Apakah aku juga"
Perasaan nyeri menyerang dingin t iba-tiba, sesaat itu
keadaannya sepert i para korban yang terdahulu,
meronta-ronta sambil memegangi lehernya:
Ia menggeram dengan suara seram, masih
mempertahankan kekuatan tenaganya dengan
mengempos tenaga dalamnya, tetapi hawa dingin dalam
tubuhnya t idak berhasil ditekannya, perlahan-lahan
mengalir kedekat jantung.
Ia agaknya tahu bahwa ajalnya sudah dekat , maka
lantas menggeram sambil mendongakkan kepala:
"Ya Tuhan, sebelum aku mat i, tolonglah tunjukkan
siapa orangnya yang berani melakukan perbuatannya
keji! Jikalau t idak, aku akan mati penasaran !"
Suaranya itu demikian menakutkan dan menyedihkan
bagi semua anak buahnya, yang sudah tahu bagaimana
garangnya pemimpin mereka, juga belum pernah melihat
sikap demikian mengherankan hingga semua anak
buahnya pada mengucurkan air mata.
Ho Hay Hong yang menyaksikan keadaan itu juga
merasa terharu. Ia lompat keluar dan membentak
dengan suara keras: "Siapakah yang melakukan perbuatan keji ini, kalau
memang satu laki, silahkan keluar untuk mengakui
perbuatannya."
Lam kian Tay bong dengan sinar matanya yang dingin
memandang Tang-siang Sucu sejenak, sinar mata itu
mengandung teguran.
Cee-siang Sucu agaknya juga sesalkan perbuatannya,
dengan perasaan t idak tenang ia menundukkan kepala.
Gerakan yang t idak berarti itu ternyata sudah menarik
perhat ian Ho Hay Hong, sesaat itu darahnya mendidih.
Dengan suara keras ia berkata Sambil menuding Cee
siang Sucu:
"See siang Sucu, lekas mengakui, supaya ia lekas
berangkat dengan mata meram!"
See siang Sucu mendadak angkat muka, wajahnya
menunjukkan perubahan yang menyeramkan.
"Kau gila." demikian ia berseru dengan suara nyaring.
Liong ceng Houw-sie sudah akan roboh, tetapi ketika
mendengar suara itu, mendadak terbangun
semangatnya, matanya yang beringas memandang
wajah See-siang Sucu, kemudian berkata sambil terbawa
terbahak-bahak:
"Tidak salah lagi, See siang Sucu, ini memang
perbuatanmu. Suaramu penuh rasa takut sehingga
gemetaran."
Wajah See-siang Sucu berubah, dengan t iba-tiba
lompat melesat set inggi lima tombak tanpa
menghiraukan suhunya, lantas kaburkan diri. Semua anak buah Liong ceng Houw-sie berteriak
marah, lalu mengejarnya.
Ho Hay Hong juga merasa marah, segera
menggunakan ilmunya pedang terbang, hingga pedang
melesat keluar dari tangannya, mengejar See-siang Sucu.
Melihat dirinya dikejar demikian rupa, See siang Sucu
diam-diam juga merasa ketakutan, dalam keadaan
bingung, pedang Ho Hay Hong berhasil menembusi
badannya.
Sebelum putus nyawa, ia masih mengeluarkan jeritan
menakutkan, dengan badan mandi darah, ia roboh
tersungkur.
Lam kiang Tay bong yang menyaksikan kematian
muridnya, membentak dengan marah. "Bocah she Ho,
kau berani . . ."
Cepat bagaikan kilat, ia sudah lompat ke hadapan Ho
Hay Hong, selagi hendak menyerang dengan
menggunakan seluruh kekuatan tenaganya, t iba-tiba
terdengar suara bentakan Liong ceng Houw sie:
"Lam kiang Tay bong, kalau kau berani membunuh
sahabatku setanku nant i akan merampas nyawamu!"
Lam kiang Tay bong dalam hidupnya sebetulnya
belum pernah kenal apa art inya takut, tetapi ketika
melihat wajah dan sikap pemimpin rimba Hijau yang
menyeramkan itu, teringat pula kematian yang t idak
wajar dari pemimpin rimba hijau itu, tanpa sadar lantas
ia membatalkan maksudnya.
Liong ceng Houw-sie meninggalkan pesan terakhir
kepada anak buahnya: "Hai, saudara-saudaraku dengar! Selanjutnya kita
harus menyatukan diri dengan saudara-saudara didaerah
utara t idak boleh ada perpecahan lagi. Siapa yang t idak
mau turut pesan ku ini, aku akan minta Ho Beng-cu
untuk menghukum dengan keras. Tentang nona baju
ungu itu, setelah kalian pulang kemarkas, segera
bebaskan, ingat baik-baik pesanku ini!"
Sehabis meninggalkan pesan kepada anak buahnya ia
berpaling dan berkata kepada Ho Hay Hong:
"Aku sangat menyesal bahwa persahabatan kita tidak
lama, untuk selanjutnya, semua urusan kuserahkan
padamu. Selamat t inggal, Sahabatku."
Sehabis berkata demikian, matanya dipejamkan,
tubuhnya yang besar, roboh bagaikan pohon raksasa
yang tumbang.
Semua anak buahnya lalu maju menggerung dan
menangis dengan sedihnya.
Lam-kiang Tay-bong yang menyaksikan keadaan
demikian juga merasa terharu.
"Murid durhaka, meskipun setengah dari umurmu kau
mengikut i aku, namun aku juga t idak dapat menuntut
balas untukmu." demikian ia berkata sendiri.
Dengan mata terpejam, ia perintahkan empat bintang
dan pengawalnya mengubur jenazah Cee-siang Su-cu.
Hanya dalam waktu sekejap mata saja ia telah
berubah banyak dilihat sepintas lalu, sepert i sudah jauh
lebih tua dari biasanya. Mungkin karena kesedihan atas
perbuatan dan kemat ian salah satu muridnya yang
tersayang. Dari fihak anak buah Liong-ceng Houw-sie, kini repot
mengurus jenazah-jenazah para saudaranya yang mati
secara mengenaskan. Sikap garang yang tadi diunjukkan
ketika baru t iba kini telah lenyap seluruhnya dan digant i
dengan kedukaan.
Dalam keadaan demikian mereka meninggalkan
lapangan dan pulang kembali kemarkas.
Ho Hay Hong lalu menghampiri dan membimbing Tiat
Chiu Khim, napas gadis itu nampak semakin lemah,
hingga Ho Hay Hong diam-diam merasa khawatir.
Dengan hat i penuh dendam, ia maju menghampiri Tio
Kan seraya berkata.
"Mari kita lanjutkan, kalau bukan kau yang mampus
biarlah aku yang mati!"
Tio Kang kini merasa sangat menyesal atas
perbuatannya, sebab apabila gadis itu binasa, bagaimana
ia harus pertanggung jawabkan perbuatannya kepada si
kakek penjinak garuda?
Lagi pula, si kakek yang t idak tahu duduk perkara
yang sebenarnya, sudah pasti akan marah bahkan akan
menghukum dirinya.
Menghadapi Ho Hay Hong penuh dendam dalam
hat inya, ia masih bingung terlongong-longong.
Ketika ia merasa hembusan angin, ia baru sadar,
tetapi Ho Hay Hong sudah berada di tengah udara.
Ia lalu mengarahkan seluruh kekuatan tenaganya
ketelapak tangannya, hendak menyambut serangan Ho
Hay Hong. Sementara itu Ho Hay Hong juga sudah mulai
menyerang dengan sepenuh tenaganya. Serangannya
kali ini ada mengandung sari dari gerak t ipu kedua ilmu
silat garuda sakt i. Ini adalah berkat kecerdasan otaknya
yang dengan secara t iba-tiba dapat menemukan satu
cara yang lebih ampuh.
Tio Kang yang pikirannya masih belum tenang,
meskipun sudah mengerahkan seluruh kekuatan
tenaganya, tetapi ketika menyaksikan Ho Hay Hong
mengadakan perobahan gerak t ipunya secara memadai,
dalam hat i agak terkejut dan terpaksa melepaskan
maksudnya hendak menyerang lebih dulu, tarik mundur
dirinya.
Ho Hay Hong sudah t idak dapat mengendalikan
perasaannya, selagi hendak menukik, mendadak
mendapat satu akal, dengan menggunakan pedang
terbang untuk memegat mundurnya musuh.
Dengan cepat ia menghunus pedangnya dan
disambilkan kearah musuhnya.
Tio Kang mendorong keluar dua tangannya, hembusan
angin kuat meluncur keluar, hembusan angin itu diikut i
oleh cahaya merah, membara.
Dengan mendadak suara halus mendesir, pedang
terbang Ho Hay Hong ternyata berhasil menembusi
hembusan anginnya secara aneh. Bagaikan sambaran
kilat cepatnya, pedang Itu menikam kearahnya. Ia
sungguh t idak menyangka adanya perubahan yang t idak
terduga-duga itu, hingga sesaat gerakannya menjadi
kalut . Lam kiang Tay bong yang menyaksikan semua
kejadian itu, berkata kepada diri sendiri: ”Bocah ini
sungguh besar rejekinya, pantas ia bisa menanjak
demikian pesat."
Ho Hay Hong sendiri juga t idak menyangka ilmu
pedangnya kali ini demikian ampuh, ia mengempos lagi
kekuatan tenaga dalamnya menambah kekuatan
pedangnya, untuk menyerang musuhnya.
Bersamaan dengan itu, ia juga hendak menggunakan
kesempatan itu sebaik-baiknya, ia lompat melesat lagi
set inggi t iga tombak, menggunakan gerak t ipu keempat
dari ilmu silat garuda Sakt i, serangan itu dilakukan
dengan kekuatan tenaga sepenuhnya.
Tio Kang sedang repot mengelakkan sambaran
pedang terbang dengan menggunakan lengan jubahnya
semakin repot ketika diserang berulang-ulang oleh Ho
Hay Hong.
Suatu kali, serangan Ho Hay Hong telah mengenakan
dengan telak bagian tulang diatas pundaknya, hingga
menimbulkan rasa nyeri yang menyusup sampai
kesekujur badan.
Berhasil dengan serangannya itu, Ho Hay Hong t idak
mau berlaku ayal lagi. Dua tangannya menyerang
dengan beruntun, sehingga orang tua bermuka merah itu
mulutnya menyemburkan darah.
Dalam keadaan demikian Lam kiang Tay bong
mendadak menghampiri dan berkata padanya:
"Tio Kang dalam hidupmu terlalu banyak kejahatan
kau lakukan, maafkan aku terpaksa t idak dapat memandang kau sebagai Sahabat aku terpaksa bantu Ho
Hay Hong melaksanakan tugasnya!"
Dimasa yang lampau, Lamkiang Tay bong, memang
sudah ada permusuhan dengan Tio Kang, hanya karena
kekuatan mereka berimbang. Satu sama lain t idak bisa
berbuat apa-apa.
Kini jiwa Tio Kang berada dalam keadaan berbahaya,
sudah tentu Lam kiang Tay bong t idak mau melewatkan
kesempatan baik itu. Satu tangannya bergerak,
hembusan angin hebat telah menghancurkan tulang siku
Tio Kang.
Dengan demikian, sekalipun Tio Kang terbuat dari
besi, juga t idak bisa tahan lagi. Ia jatuh roboh ditanah
sambil menggeram.
Lam-kiang Tay-bong masih khawatir musuhnya itu
belum mati, hingga dikemudian hari bisa menimbulkan
onar lagi. maka dengan secara kejam ia menyerang lagi
tanpa kenal kasihan.
Serangannya itu satu mengenakan bagian perut , satu
lagi mengenakan dada, Tidak ampun lagi, jiwa Tio Kang
seket ika itu juga melayang pergi menemui raja akherat .
Ho Hay Hong yang sudah berhasil menuntut balas
sakit hat i ibunya, sudah merasa puas. Tetapi ia merasa
kurang senang atas perbuatan Lam kiang Tay bong, yang
membinasakan lawannya selagi dalam keadaan t idak
berdaya, selagi hendak menegur, Lam kiang Tay bong
sudah berkata lebih dulu:
"Rejekimu memang besar, jikalau t idak lantaran kau
membunuh muridku, dalam hidupmu jangan harap kau
dapat mengganggu seujung rambutnya!" Teringat nasib cee-siang sucu, wajah Lam kiong Tay-
bong nampak murung, matanya menatap wajah Ho Hay
Hong.
Ho Hay Hong anggap ucapan Lam-kiong Tay-bong itu
mengandung maksud mengejeki dirinya, maka lantas
berkat sambil tertawa dingin:
"Apa maksud ucapanmu ini?"
"Benar-benar kau t idak tahu?" balas menanya Lam-
kiong Tay-bong.
"Sudah tentu tidak tahu, maka aku bertanya padamu,"
jawabnya sambil menggelengkan kepala.
"ilmu serangan naga berbisa yang dipelajari oleh Tio
Kang, memang ampuh sekali, tetapi juga ada
kelemahannya, ialah pantang terhadap darah manusia!"
sejenak ia berdiam, lalu sambungnya: "Pedangmu masih
ada bekas darah muridku, maka bisa menembusi
serangan Tok-liang-ciang nya, dan membingungkan
dirinya. Dengan demikian kau mendapat kesempatan
baik melukai dirinya. Jikalau t idak demikian."
Ia t idak suka banyak bicara, dengan singkat ia
melanjutkan kata-katanya:
"Pendek kata, kau dapat menuntut balas dendam sakit
hat i ibumu, ini sebetulnya berkat kematian muridku. Aku
percaya, hal ini pasti diluar dugaanmu."
Mendengar ucapan itu, Ho Hay Hong memikirkan
kembali apa yang telah terjadi tadi. Memang ada banyak
bagian yang mirip sepert i apa yang dikatakan oleh orang
tua itu. Oleh karena itu, ia merasa menyesal atas
perbuatannya yang sudah membinasakan murid nya,
maka ia lalu berkata:
"Cianpwee berulang-ulang membantu aku, sebaliknya
aku sudah membinasakan salah satu muridmu. Tetapi hal
itu sebetulnya karena terpaksa, cianpwee juga sudah
menyaksikan sendiri bagaimana kelakuan muridmu,
kiranya cianpwee dapat memaafkan perbuatanku."
"Muridku yang durhaka itu menggunakan senjata
rahasianya Thian-mo-teng secara sembarangan,
membunuh beberapa anggauta golongan rimba hijau
yang tak berdosa, mungkin karena perbuatannya itu
hingga membangkitkan amarah Tuhan dan mengambil
jiwanya dengan meminjam tanganmu. Apa mau dikata!"
Lam-kiang Tay-bong sebetulnya hendak marah, tetapi
karena melihat sikap Ho Hay Hong yang merendah dan
jujur, segera merubah maksudnya.
Pada saat itu, dari jauh nampak set it ik bayangan lari
ke arah mereka, dari sudah terdengar suaranya: "Ho
koko. Ho koko "
Mendengar sebutan itu, ia segera mengetahui siapa
orangnya. Dalam hat inya lalu berpikir: ”celaka dan
seorang wanita cemburu, apabila mengetahui aku masih
mempunyai kawan seorang gadis cant ik entah
bagaimana marahnya ?”
Ia menunggu dengan perasaan t idak tenang, benar
saja, ket ika gadis baju ungu itu melihat Thiat Chiu Kirim,
kegirangan lantas lenyap seketika, katanya dengan nada
suara dingin:
"Ho koko, kau memang benar!" "Adik jangan marah, dia adalah tuan penolongku,
sekarang dalam keadaan terluka, kita harus lekas tolong
jiwanya" demikian Ho Hay Hong memberi keterangan.
Gadis baju ungu itu mengawasi Tiat Chiu Khim sejenak
lalu berkata:
"Ho koko, dia cant ik bukan?"
"Apa maksudmu menanyakan soal itu?" balas
menanya Ho Hay Hong.
"Kau melakukan perjalanan keselatan secara ke buru2,
apakah lantaran ingin menemui dia ?" tanya gadis baju
ungu sambil mencibirkan bibirnya.
Ho Hay Hong t idak lekas menjawab dengan suara
gelagapan ia berkata:
"Kau menanya itu apa maksudnya?"
Tang-siang Sucu t iba-tiba berjalan menghampiri dan
berkata sambil memberi hormat:
"Sudah lama kita tidak bertemu, nona!"
Gadis baju ungu tercengang, ia balas menanya:
"Kau siapa ?"
Ia segara mengetahui bahwa wajah pemuda itu mirip
dengan Ho Hay Hong, seolah-olah saudara kembar.
Timbullah perasaan curiganya, maka lalu bertanya pula.
"Kau kenal aku ?"
"Namaku Ho Hay Thian, aku rasanya t idak asing
dengan nona, maka aku tadi berani menyapamu !"
Gadis itu kembali dikejutkan oleh keterangan itu,
katanya mendumel. "Ho Hay Thian. Eeeh nama kalian berdua hanya beda
satu huruf saja. Bagaimana sebetulnya ?"
"Ini bukan soal aneh, dia memang saudaraku !"
"Oh, apakah yang Ho koko sering sebut itu adalah kau
ini ?"
"Benar !"
"Kalau begitu kau juga saudara angkatku."
Semula Tang siang Sucu agak heran, tetapi kemudian
mengert i.
"Adik marilah kita pergi ! Sekarang waktu hampir
malam!"
"Hay Hong koko, aku tadi dengar orang yang
membebaskan diriku berkata, bahwa mereka kehilangan
banyak saudara, sehingga Bengcunya sendiri juga turut
berkorban ditempat ini, betulkah itu ?"
Ho Hay Hong mengangguk dan berkata: "Jalan
sebentar nant i beritahukan padamu."
Gadis itu memanggil Tang siang Sucu.
"Hay Thian koko, mari kita berjalan berjalan bersama-
sama !"
Tang siang Sucu yang mendapat perlakuan manis dari
sicant ik semangatnya sepert i terbang keatas awan.
Sebagai seorang pemuda yang gemar paras cant ik
segera t imbullah niat jahatnya. Ia sengaja menunjuk Tiat
Chiu Khim yang masih belum sadar dan berkata:
"Apakah jalan bersamanya ?" Ditunjuknya Tiat Chiu
Khim, hat i gadis itu merasa t idak senang. "Entah bagaimana kehendak Hay Hong koko, aku
sendiri juga tidak tahu !"
"Ia terluka parah, sudah tentu memerlukan
perawatan. Apa kau tega hat i meninggalkan begitu saja
?" kata Ho Hay Hong.
"Kau sudah punya hutang budi kepada nona ini, sudah
tentu aku t idak boleh berlaku demikian kejam." berkata
gadis baju ungu dengan suara sedih.
"Begini saja, ia terluka parah, memerlukan
pengobatan tabib dengan cepat . Biar bagaimana kita
t idak ada urusan pent ing, biarlah Hay Hong dengannya
jalan lebih dulu, kita boleh mengikut i pelahan-lahan!"
kata Tang siang Sucu.
Ho Hay Hong sudah tahu bahwa saudaranya itu gemar
pipi licin dan banyak akalnya, maka lalu berkata:
"Adik kalau mau jalan, kita harus jalan bersama-sama
!"
Tang siang Sucu mendadak berbisik di telinganya:
"Hay Hong, urusan sudah menjadi begini aku lihat
sebaiknya kau berikan dia padaku, biarlah aku yang
urus!"
"Kau hendak menggertak aku?" tanya Ho Hay Hong
t idak senang.
"Mana aku berani? Aku hanya meminta, kau menurut
atau t idak, terserah padamu!"
"Meminta? Hm! Enak kau omong, aku tahu apa yang
sedang kau pikirkan?. Kuberitahukan padamu,
dengannya aku t idak ada hubungan apa-apa, kau jangan
pikir yang bukan bukan!" kata Ho Hay Hong. "Sudah tentu, kedudukanmu sekarang sudah
berlainan, sudah tentu tidak pandang mata lagi padaku."
kata Tang siang Sucu.
Long-gee-mo yang sejak tadi diam saja, mendadak
berkata dengan suaranya yang tajam:
"Tunggu dulu kalian berdua jangan bertengkar lagi.
Nona ini, harus diserahkan padaku. Dia adalah muridnya
kakek penjinak garuda, denganku ada mempunyai
permusuhan dalam set idak-tidaknya harus meninggalkan
sebelah lengan tangannya, jika tidak, aku akan marah!"
Gadis baju ungu mengawasi padanya sejenak, alisnya
dikerutkan, tanyanya pelahan: "Hay Hong koko, siapakah
orang ini !"
"Dia adalah muridnya Ing Siu, tetapi aku t idak
pandang mata padanya!" jawab Ho Hay Hong sejujurnya.
Karena ia benci kesombongan pemuda berbentuk
aneh itu, maka ia ucapkan kata-katanya itu sengaja
demikian nyaring. Benar saja, Long-gee-mo yang
mendengar ucapan itu, wajahnya berubah seketika.
"Apakah Ing siu dari Suat giam-san yang muncul
secara mendadak itu?" tanya gadis baju ungu kaget.
"Benar!"
Gadis itu memandangnya lagi sejenak, katanya
dengan perasaan khawat ir:
"Hay Hong koko, sekali-kali jangan kau ganggu, dia,
bukankah saya sudah pesan padamu?"
"Dia sendiri yang datang mencari onar, bukan aku
yang mencari padanya! Aku selalu t idak suka
mengganggu orang, tetapi juga tak suka diganggu orang. Aku t idak takut dia berkepala t iga atau berlengan
enam." jawab Ho Hay Hong sambil tertawa dingin.
Tang siang Sucu lantas berkata:
"Hay Hong kau keliru, Kakek penjinak garuda adalah
musuh kita bersama, semua seharusnya kita bersatu
padu menghadapi padanya t idak boleh lantaran paras
cant ik muridnya, sehingga hendak meninggalkan maksud
kita yang semula!"
Gadis berbaju ungu yang mendengar kata-kata itu,
sinar matanya yang bening ditujukan kewajah Ho Hay
Hong.
Ho Hay Hong bukan seorang bodoh, ia segera
memahami maksud ucapan Tang siang Sucu.
Long-gee-mo mendorong Tang siang Sucu berjalan
menghampiri Ho Hay Hong, berkata sambil tertawa
cengar cengir:
"Saudara t idak perlu lantas ingin melindungi si jelita
hingga bermusuhan denganku. Kau harus tahu bahwa
suhu setelah bertapa dan mempelajari ilmu silat selama
banyak tahun, kali ini muncul lagi kedunia Kangouw,
kepandaian ilmu silatnya sudah jauh lebih t inggi daripada
kakek penjinak garuda. Suhu dalam hidupnya paling
benci kepada Kakek penjinak garuda, telah bersumpah
hendak menumpas seluruh rumah tangganya untuk
menuntut balas dendam. Nona ini adalah murid kakek
penjinak garuda yang dididik langsung olehnya, hingga
hubungan mereka sangat erat , sudah tentu suhu t idak
mau melepaskan begitu saja. Aku lihat saudara tokh
bukan saudara seperguruan dengannya juga bukan sanak famili, sehingga tak perlu menjual nyawa
untuknya!"
Tanpa menunggu Ho Hay Hong membuka mulut , ia
sudah bicara lagi:
"Saudara dalam tanganmu memegang emas lambang
kebesaran sebagai Bengcu golongan rimba hijau daerah
utara, memimpin ribuan bahkan laksaan orang-orang
gagah rimba hijau, kedudukanmu t idak dapat
dibandingkan dengan orang biasa, Suhu juga berdiam
digunung suat giam-san daerah utara.
”Satu sama lain masih merupakan tetangga dekat ,
sudah seharusnya saling membantu. Tetapi kalau
saudara t idak mengingat permusuhan suhu dan
bert indak menurut kemauan sendiri, mungkin akan
menimbulkan akibat t idak baik bagi kedua pihak.
”Kalau hal ini telah terjadi, walaupun saudara
berkepandaian t inggi, juga t idak dapat menghindarkan
bencana yang akan menimpa nasibmu dan semua anak
buahmu!"
Ho Hay Hong menundukan kepala memandang Tiat
Chiu Khim, gadis itu matanya dipejamkan napasnya
lemah meskipun masih terdapat warna merah dikedua
pipinya tetapi keadaannya sangat mengkhawat irkan.
Ia tahu apabila t idak diberi pertolongan dengan lekas,
mungkin akan membahayakan jiwanya.
Hatinya semakin sedih, tanpa sadar sikapnya menjadi
kalut . Long-gee-mo mengira bahwa gertakannya tadi
berhasil, tanpa ragu-ragu, lantas berkata lagi: "Saudara perlu apa lantaran seorang perempuan,
mengorbankan hari depanmu yang gilang gemilang?
Dengan kepandaian yang kau miliki, tak usah takut t idak
dapat menemukan gadis yang lebih cant ik daripadanya."
Sewaktu bicara matanya terus berputaran kearah
gadis berbaju ungu.
"Long-gee-mo apa maksudmu? Apakah kau kira aku
takut kepada suhumu Ing siu?" kata Ho Hay Hong.
Long-gee-mo, melihat wajah Ho Hay Hong berubah
dingin, alisnya berdiri telah mengetahui bahwa pemuda
itu sudah marah. Tetapi dengan mengandalkan pengaruh
gurunya, ia tak takut. Katanya sambil tertawa dingin:
"Saudara keliru, bagaimana siaotee berani
menganggap demikian, hanya mengharap supaya
saudara suka memberikan sedikit muka, jangan
merintangi t indakanku."
"Baik, aku berikan kau kelonggaran, hari ini aku
ampuni jiwamu satu kali!" kata Ho Hay Hong, Kemudian
berpaling dan berkata kepada gadis berbaju ungu:
"Jalan, jangan perdulikan dia lagi."
"Ho koko, benarkah kau hendak membela dia?" tanya
gadis berbaju ungu.
Melihat gadis itu mengajukan sikap t idak senang, Ho
Hay Hong mengert i bahwa gadis itu t idak puas dengan
t indakannya. Maka lalu berkata dengan sabar:
"Adik, dia adalah penolongku, budinya terhadap diriku
t idak boleh diabaikan begitu saja. Sekarang dia dalam
bahaya, bagaimana aku boleh t inggalkan begitu saja?" "Ho koko, kau terus mengelabui mataku sekarang aku
sudah mengerti segala-galanya. Jiwamu sendiri dalam
keadaan bahaya kau masih t idak melupakan pikiranmu
kedaerah selatan. Semuanya semata-mata lantaran ingin
menemui kekasihmu. Kau dengannya adalah sepasang
kekasih yang set impal, aku aku hanya hanya ."
Berkata sampai disitu, air matanya berlinang,
membasahi pipinya, kemudian dengan t iba-tiba ia
memutar tubuhnya dan lari.
"Adik. adik kau jangan salah paham dengarlah
keteranganku " kata Ho Hay Hong cemas.
Tetapi gadis itu t idak menghiraukan, dengan hat i
remuk redam, ia mempercepat gerak kakinya sebentar
saja sudah menghilang di jalan raya.
Ho Hay Hong mengerti bahwa hat i gadis itu sudah
kalut dan resah. Ia teringat bagaimana cinta kasih gadis
itu kepada dirinya, hat inya merasa pilu hampir saja
mengeluarkan air mata.
Tetapi dua duanya sama-sama berat , hingga ia t idak
bisa mengambil keputusan.
"Hay Hong sebenarnya kau seorang yang tak berbudi
dan berperasaan, berani perlakukan adik angkatmu
demikian kejam. Percuma saja kau duduki kursi
pemimpin rimba hijau daerah utara."
"Tutup mulut Hay Thian, dengan hak apa kau berani
menegur aku?" tanya Ho Hay Hong marah.
"Sabar. tenanglah sedikit , kau benar-benar sudah
mabok pipi lic in" kata Tang-siang Sucu. "Saudara aku selamanya berlaku adil. Sekarang kau
boleh pilih sendiri, Sebetulnya hendak bertempur atau
hendak berdamai?" kata Long gee mo.
Ho Hay Hong yang sedang gelisah mendengar
perkataan itu lantas naik darah.
"Kalau bertempur mau apa?" jawabnya dengan suara
keras.
Long gee mo mengeluarkan suara dari hidung, dengan
mendadak maju menyerbu dan menyerang.
Ho Hay Hong dengan cepat meletakkan Tiat Chiu Khim
ditanah, menggunakan gerak t ipu garuda sakt i terjun
kelaut dari ilmu silat garuda Sakt i, melompat set inggi
lima tombak lebih kemudian menukik dan menyergap
lawannya.
Disergap secara hebat demikian, Long-gee mo
terpaksa mundur.
Ho Hay Hong sudah menyaksikan kepandaian ilmu
silat Long gee mo. mengetahui jelas set iap jurusnya
terutama kebiasaannya menggunakan tangan kiri untuk
menyerang lawannya.
Ia t idak berani berlaku gegabah, sebelum turun
ketanah. lebih dulu menggunakan gerak t ipunya dari ilmu
silat Kun-hap Sam-kay menutup bagian muka dan bagian
bawah.
Long gee mo dengan gemas melancarkan dua kali
serangan sambil memaki-maki.
Ho Hay Hong t idak menghiraukan, dengan gaya yang
manis sekali geser kakinya ke-samping, mengelakkan serangan Long gee mo kemudian balas menyerang
dengan hebat .
Long gee mo terkenal dengan kelincahannya, ia
bertempur sambil bergerak kesana kemari, mulutnya
saban-saban mengeluar bentakan. Tiba-tiba lompat
mundur setombak lebih, lima jari tangannya dipentang,
tetapi t idak digunakan untuk menyerang Ho Hay Hong,
sebaliknya menyerang Tiat Chiu Khim yang masih dalam
keadaan pingsan.
Ho Hay Hong tidak menduga pemuda itu demikian keji
dan ganas, maka lalu membentak:
"Long gee mo ! Kau ini termasuk orang gagah ataukah
binatang buas? Lihat serangan!"
Serangan segera dilancarkan, merintangi maksud Long
gee mo.
Long gee mo juga seorang beradat berangasan,
karena maksudnya digagalkan, t imbullah nafsunya
hendak membunuh, ia berkata dengan suara gusar.
"Bocah! Hari ini kalau t idak mampu menghancurkan
tulang-tulangmu dan membeset kulitmu, selanjutnya aku
t idak akan muncul didunia Kang-ouw lagi !"
Dalam keadaan marah, ia keluarkan seluruh
kepandaiannya. Dengan beruntun ia melancarkan
serangannya t iga kali, yang dilakukan demikian cepat
dan dahsyat ditujukan kepelbagai bagian jalan darah
terpent ing ditubuh Ho Hay-Hong.
Wajah Ho Hay Hong berubah, sebab yang nampaknya
t idak ada apa-apanya yang istimewa, tetapi kalau
diperhatikan dengan seksama, serangan itu seolah-olah terdiri dari banyak tangan yang menyerang dari berbagai
sudut.
Dalam keadaan demikian, kemana saja ia menyingkir,
pasti akan kena serangannya, serangan itu merupakan
ilmu tunggal yang sangat ampuh warisan Ing siu guru
anak muda itu.
Ia t idak berani menempuh bahaya, satu-satunya jalan
hanya lompat melesat setinggi tiga tombak mengelakkan
serangan hebat itu.
Diluar dugaannya, bahwa maksud Long-gee mo bukan
ditujukan padanya, maka ket ika Ho Hay Hong melesat
t inggi, serangannya lantas dialihkan kepada Tiat Chiu
Khim.
Serangan hebat itu telah melontarkan tubuh Tiat Chiu
Khim sejauh setombak lebih. Bukan kepalang terkejut Ho
Hay Hong matanya beringas memandang musuhnya.
Gerakannya berhent i seket ika ia berdiri tegak bagaikan
patung.
Dengan tangan Tiat Chiu Khim yang put ih halus
tampak babak belur karena kebentur batu, sehingga
mengucurkan banyak darah. Hat i Ho Hay Hong merasa
pilu menyaksikan keadaan kekasihnya, set indak demi
set indak ia berjalan menghampiri musuhnya, dan gerak
kakinya yang berat dapat diduga diserang menggunakan
suatu ilmu luar biasa set idak-tidaknya juga sedang
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.
Lam kiang Tay bong yang menyaksikan, kejadian itu.
lalu berkata sambil menghela napas:
"Sungguh t idak ada harganya lantaran seorang
perempuan." Siulan itu panjang dan nyaring, hingga lama
menggema diudara.
"Apa katamu Cianpwee !"
Bibir Lam Kiang Tay-bong tersungging senyuman
mengejek jawabnya:
"Dunia bukan sedaun kelor Ho siaohiap, perempuan ini
serahkan saja padanya !"
"Cianpwee, ini adalah pikiranmu sendiri yang terlalu
egois. Seandai gadis ini bukan dia, kau tentu t idak
berpikir demikian, betul tidak ?" kata Ho Hay Hong t idak
senang.
"Kau masih terlalu muda, masih belum mengert i
kedudukanmu sendiri. Kau berbuat hanya menurut i hawa
napsumu, dikemudian hari kau pasti akan menyesal.
Kalau t idak percaya, sepuluh tahun kemudian kau boleh
pikirkan kembali perkataanku ini, betul atau tidak?"
Ho Hay Hong t idak menghiraukan orang tua itu,
karena orang tua itu ada permusuhan dengan si Kakek
penjinak garuda, dengan sendirinya kata-katanya juga
banyak mengandung sent imen.
Karena ia t idak suka perbuatan dan pikiran Lam Kiang
Tay-bong, maka lalu berkata:
"Cianpwee, perkataanmu mungkin benar, tetapi itu
ada urusan sepuluh tahun kemudian."
Long gee mo tahu bahwa pertempuran mati-mat ian ini
t idak bisa dicegah lagi, maka lalu mengerahkan seluruh
kekuatan tenaga dalamnya sambil memandang
lawannya. Dua musuh terpisah semakin dekat. Ho-Hay Hong
berkata:
"Kau coba seranganku ! Dengan terus terang, ini
adalah serangan dari kekuatan seluruh tenagaku. Kalau
masih belum mampu menjatuhkan kau, aku akan cuci
tangan, meninggalkan penghidupan dunia Kang-ouw !"
Ia memusatkan seluruh kekuatan tenaganya,
mendadak mendongakkan kepala dan bersiul nyaring.
Siulan itu panjang dan nyaring, lama menggema
diudara.
Sementara itu, kakinya bergerak perlahan, kemudian
merandak, mendorong tangannya ke-depan dan
melancarkan serangannya.
Hembusan angin hebat meluncur dari tangannya
menuju Long gee mo.
Bunyi menggelegar menggema diudara, Long gee-mo
mundur terhuyung-huyung, hingga empat lima langkah
baru berhent i. Rambutnya kusut awut-awutan.
Dilain pihak, Ho Hay Hong kegirangan, sebab
serangannya itu adalah serangan percobaan. Seharusnya
serangan itu dilakukan secara menukik dari atas udara
tetapi kali ini ia gunakan dengan kaki menginjak tanah.
Diluar dugaannya, telah berhasil sangat memuaskan.
Berhasil dengan serangannya, pikirannya tenang
kembali, dua tangannya terus bergerak, melanjutkan
serangannya
Long-gee-mo terpaksa menyambuti serangan hebat
Ho Hay Hong, tetapi sekali lagi ia terpukul mundur. Kini ia bukan cuma merasa heran saja tetapi juga
mulai ketakutan. Ia sudah salah hitung mengenai
kekuatan Ho Hay Hong!
Ia hendak melawan, tetapi begitu beradu dengan
kekuatan Ho Hay Hong, ia sendiri yang terdorong
mundur. Entah bagaimana pemuda itu dapat
mematahkan ilmu Ing Siu, gurunya sendiri?
Bahkan maju ia menjadi kalap!
Seluruh kekuatan tenaganya dipusatkan ketangan
kanan, lalu maju merangsak sambil melancarkan
serangannya.
Ho Hay Hong geser maju kakinya dua kali, hingga
posisi dua pihak bukan lagi berhadapan, melainkan
miring.
Tangan kanannya bergerak bagaikan kilat sedang jari
tangan kirinya menotok jalan darah Thay-heng dan Pek
hwe dibadan Long gee-mo.
Badan Long-gee-mo berputaran laksana t it iran,
mengelakan serangan dari dua jurus, sedang tangan
kanannya balas menyerang batok kepala Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong semakin tebal kepercayaannya terhadap
kekuatan sendiri, apalagi dalam keadaan marah, maka
serangannya semakin lama semakin hebat , sebaliknya
dengan Long-gee-mo karena menyaksikan lawannya
semakin gagah, apalagi setelah dua kali mengadu
kekuatan, telah membukt ikan keunggulannya Ho Hay
Hong, maka semangatnya menurun.
Long-gee-mo yang dibentak terus menerus, akhirnya
lompat mundur setombak lebih, sementara itu, tangannya menyambar tubuh Tiat Chiu Khim, sedang
mulutnya berseru.
"Kalau kau berani maju lagi, aku akan hancurkan nona
itu lebih dulu!"
Tang-siang Sucu yang menyaksikan pertempuran itu,
mendadak mengeluarkan suara dari hidung, bersamaan
dengan itu, tangannya mendadak bergerak menyerang
perut Long-gee-mo
Ho Hay Hong terkejut , ia menghent ikan serangannya
dan berkata:
"Tang siang sucu, kau"
Belum lagi melanjutkan kata-katanya, serangan Tang
siang sucu mendadak berubah, dengan kecepatan
bagaikan kilat, jari tangannya dipentang, menyambar
tubuh Tiat Chiu Khim.
Dilain saat, lengan kirinya ditekuk menghajar batok
kepala Long gee-mo.
Serangannya itu dilakukan secara aneh, ternyata
merupakan Salah satu gerak t ipu dari ilmu silat garuda
sakt i yang sudah dirubah.
Lam kiang Tay bong sendiri juga merasa bingung,
buru-buru mencegah:
"Thian-jie, lekas batalkan seranganmu, jangan
mencari onar dengan musuh tangguh!"
Long-gee-mo yang menghadapi musuh dari dua pihak
meskipun berkepandaian t inggi, juga kewalahan. Sambil
menggeram hebat , ia tinggalkan Ho Hay Hong dan balik
menyerang Tang siang Sucu. Ia sangat benci atas perbuatan Tang siang Sucu,
sehingga dirinya terjepit. Maka ia bertekad hendak
membinasakan Tang siang Sucu, sekalipun ia sendiri
berada dalam keadaan berbahaya.
Perbuatan Tang siang Sucu, segera menyadarkan Ho
Hay Hong kini ia tahu apa maksudnya Tang siang Sucu
turun tangan menyerang Long gee-mo.
Sementara itu, tangan Tang siang Sucu yang sudah
berhasil menjambret ujung baju Tiat Chiu Khim,
mendadak diserang hebat oleh Long-gee-mo, hingga
terjadilah pertempuran segi t iga yang masing-masing
memperebutkan dirinya seorang gadis.
Lam kiang Tay-bong yang menyaksikan perbuatan
muridnya, dengan marah perintahkan Tang siang Sucu
supaya melepaskan Tiat Chiu Khim.
Ho Hay Hong yang menyaksikan Tiat Chiu Khim dalam
bahaya tanpa ragu-ragu menyerang tangan Tang siang
Sucu yang menjambret ujung baju nona itu. Namun ia
takut melukai tubuh kekasihnya, maka serangan itu di
tujukan ke lengan Tang siang Sucu dengan hebat.
Tang siang Sucu terpaksa menarik kembali tangannya,
melepaskan tangannya yang sudah berhasil menjambret
ujung baju Tiat Chiu Khim.
Oooo-dw-oooO
Bersambung Jilid 26

Jilid 26
TETAPI ia agak masih penasaran, dalam keadaan kalut
sepert i itu, tangannya menyerang Long-gee-mo, kemudian lompat mundur setombak lebih sambil
memaki-maki Ho Hay Hong:
"Hay Hong, kau benar-benar sepert i patung, t idak
mengert i maksud orang baik."
Pada saat itu, Long-gee-mo mendadak rubuh
terlentang, Tiat Chiu Khim terlepas dari tangannya.
Ho Hay Hong dengan cepat menyambar tubuh sinona,
dan lompat mundur.
Pada saat itu, ia baru tahu bahwa Long-gee-mo
bergulingan ditanah sambil menggeram, dahinya penuh
air keringat, keadaan sangat menyedihkan.
Tak lama kemudian, Long-gee-mo mengeluarkan
suara jeritan mengerikan, mulutnya mengeluarkan darah,
sejenak tubuhnya mengeliat akhirnya berhent i.
Diluar rubuhnya Tang siang sucu sendiri, serangannya
tadi secara kebetulan mengenakan bagian yang paling
lemah ditubuh Long gee-mo.
Karena Long gee-mo mempelajari ilmu weduk, yang
t idak mempan senjata tajam, tetapi di bagian yang paling
lemah, sedikitpun t idak boleh diganggu. Apa mau,
serangan Tang siang Sucu tadi dengan tepat
mengenakan bagian yang paling lemah itu, hingga
kekuatan tenaga dalamnya buyar semua dan j iwanyapun
turut melayang.
Sebetulnya, maksud Tang siang Sucu hanya hendak
merebut Tiat Chiu Kim, bukannya membantu Ho Hay
Hong. Tetapi kini setelah berbuat kesalahan ia lantas
minta upah, kepada Ho Hay Hong. "Ho Hay Hong Saudaramu demikian baik hati terhadap
kau, bagaimana kau hendak membalas budi?" demikian
ia berkata.
Lam kiang Tay-bong sangat marah, dengan satu
tamparan ia memukul muridnya sehingga terlempar
jatuh.
"Binatang! Aku mau lihat bagaimana kau menghadapi
Ing-siu?" sang guru itu menegur.
Tang siang Sucu merayap bangun selagi masih
ketakutan, lantas mendengar teguran demikian dari
mulut suhunya. Ia tahu bahaya telah mengancam
dirinya, maka buru-buru berlutut di hadapan gurunya
seraya berkata:
"Tecu telah kesalahan bert indak, ampunilah dosa
muridmu!"
"Binatang! Bagaimana aku dapat mengampuni
dosamu? Kau sudah menimbulkan bencana seharusnya
kau tanggung sendiri akibatnya!"
Ho Hay Hong merasa t idak enak, maka lalu berkata.
"Cianpwee adalah suhunya, sudah tentu dapat
mengambil keputusan. Apakah...."
Ia sengaja berhent i sejenak, kemudian berkata pula.
"apakah cianpwee jeri terhadap Ing siu? Maka t idak
berani membela murid sendiri ?"
Mendengar perkataan itu Lam-kiang Tay-bong tenang
kembali, katanya dingin: "Kau jangan turut campur!"
"Sekarang Long-gee-mo telah binasa ditangan
muridmu. Kalau suhunya mengetahui ini, pasti t idak
mau, mengerti. Saat itu haha." Kemudian ia berkata kepada Tang-siang Sucu, "aku
tahu maksudmu, membinasakan Long gee mo, adalah
hendak merebut nona ini dari tangannya, bukan hendak
membantu aku dengan sejujurnya. Tetapi Long-gee-mo
kini sudah mati aku t idak akan sesalkan kau lagi.
Kesalahan ini harus kita pikul berdua. Untuk selanjutnya
kita akan merupakan kawan, dalam satu barisan, jangan
mempersulit satu sama lainnya lagi!"
Ia memondong tubuh Tiat Chiu Khim dan berkata
pula: "Cianpwee, tanggung jawab kita tanggung
bersama-sama, kau pikir bagaimana?".
Lam-kiang Tay-bong diam-diam berpikir: ”kesalahan
ini seharusnya menjadi tanggung jawabku, tetapi ia suka
menanggung sebagian apa salahnya aku terima?"
Sebagian orang yang banyak akal ia anggap hanya
menerima baik permintaannya saja rasanya belum cukup
menggerakkan hat i Ho Hay Hong, maka ia hendak
memberi sedikit budi, supaya ia lekas membereskan
permusuhan dengan kakek penjinak garuda.
"Siaohiap benar, kesalahan sudah terjadi, kita harus
tanggung bersama!" demikian ia berkata.
Ho Hay Hong mundur dua langkah, katanya dingin:
"Cianpwee, maafkan aku akan berkata secara blak-
blakan. Jelasnya, ucapanmu ini bukan keluar dari hatimu
yang sejujurnya !"
"Mengapa kau berkata demikian ?"
"Cianpwee mengatakan hendak damai, tetapi
t indakanmu t idak demikian. Bukankah itu merupakan suatu bukt i yang nyata bahwa ucapanmu t idak sesuai
dengan tindakanmu."
"Apa kau kira t indakanku ini t idak menguntungkan
kau? Kalau pikir demikian, itu salah besar. Aku bukannya
mengandung maksud jahat tetapi sebaliknya hendak
membantu kau !"
"Membantu aku? Cianpwee ingin membantu apa ?"
"Kau jangan tanya dulu, berikanlah nona itu dulu
padaku, aku hendak periksa keadaannya !"
"Tidak, aku tahu sifatmu suka berubah tidak menentu,
kalau aku menurut i perintahmu, berarti aku serahkan
jiwa nona ini kemulut harimau !"
Mendengar perkataan itu, Lam kiang Tay bong tertawa
terbahak-bahak.
"Siaohiap, kau terlalu menghina diriku. Kau pikir, aku
adalah satu dari lima orang terkuat dalam rimba
persilatan dewasa ini, bagaimana aku bisa melakukan
perbuatan demikian? Legakan hat imu, jangan sia-siakan
waktu lagi, ini tidak menguntungkan bagi dia"
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: “Apa ia hendak
berbuat? Bukankah ia sudah melihat sendiri, mengapa
perlu memeriksa lagi ?”
Ia masih ragu-ragu, sedangkan Lam kiang Tay bong
sudah berada dihadapannya. Mendadak ia mengambil
keputusan. Karena jiwa nona itu memang sangat
berbahaya, biarlah ia periksa, barangkali ia juga t idak
berani melakukan perbuatan yang akan merendahkan
martabatnya sendiri. Maka ia t idak merintangi lagi, membiarkan Lam kiang
Tay bong memeriksa sinona.
Maka Lam kiang Tay bong memandang wajah sinona
tanpa berkedip, lama baru berkata:
"Masih untung, kekuatan tenaga dalamnya sudah
sempurna, hingga keadaan dalam tubuhnya t idak
terdapat kerusakan. Masih ada sedikit harapan !"
Kedudukan Lam kiang Tay-bong t idak dapat
dibandingkan dengan orang biasa, t idak mungkin berani
mengucapkan perkataan sembarangan. Maka hat i Ho
Hay Hong mulai lega.
Ia masih belum mengerti, mengapa orang demikian
buas dan kejam sepert i Lam kiang Tay bong dengan
mendadak berlaku demikian baik terhadapnya?
Dan sikap yang ditunjukkan oleh orang tua itu sejak
semula, juga sikap persahabatan yang t iada
mengandung sifat permusuhan, hal ini ia benar-benar
sangat bingung.
"Dalam tubuhnya terluka parah, hingga hanya
murninya buyar dan membeku di dalam tubuhnya,
jikalau t idak lekas diobat i, barangkali t idak bisa hidup
sampai empat puluh delapan jam!"
"Cianpwee paham ilmu tabib?" tanya Ho Hay Hong.
"Terpaksa harus minta pertolongan tabib, aku barang
kali t idak sanggup." jawab Lam kiang Tay bong sambil
menggelengkan kepala.
Hati Ho Hay Hong merasa cemas.
"Kalau begitu, aku harus menggunakan waktuku
sebaik-baiknya, untuk mencari tabib pandai!" "Dengan terus terang, luka ini harus di bantu oleh
obat Liong yan-Hiang. Obat itu adalah buatan kakek
penjinak garuda sendiri yang ia selalu banggakan. Dalam
badan nona ini tidak mungkin tidak sedia!"
Ho Hay Hong diam-diam mengeluh: celaka, Liong yan
hiang yang terakhir pada dirinya semua sudah diberikan
padaku, mana sekarang masih ada lagi."
Lamkiang dapat lihat sikap gelisah sianak muda, ia
pura-pura menanya:
"Apakah ia t idak mempunyai persedian obat itu?"
"Kecuali Liong yan-heng, apakah sudah tidak ada obat
lain lagi?"
"Bukannya t idak bisa, tetapi kalau menggunakan lain
obat , khasiatnya agak kurang. Walaupun dapat
menyembuhkan luka dalam tubuhnya, juga t idak
menyembuhkan seluruhnya. Dengan sisa luka yang
masih ada, sudah cukup untuk memusnahkan kekuatan
tenaganya, hingga harus menderita penyakit selama-
lamanya. Penderitaan ini lebih berat dari kematian."
Mendengar keterangan itu, bukan kepalang
terkejutnya Ho Hay Hong.
"Cianpwee, benarkah kau sudah t idak berusaha?"
Lam-kiang Tay-bong dengan jelas dapat memahami
perasaan hat i Ho Hay Hong. Ia tahu bahwa anak muda
itu selamanya t idak pernah meminta pertolongan orang,
tetapi kini atas kemauan sendiri minta pertolongannya
jelas betapa dalam cintanya terhadap gadis itu. Maka lalu
berkata. "Mengapa kau t idak mencari Kakek penjinak garuda, ia
sudah pasti mempunyai persedian cukup obat Liong-yan-
hiang!"
Perkataan itu menyadarkan Ho Hay Hong, dengan alis
berdiri ia berkata:
"Ow, ya. Kakek penjinak garuda pasti mempunyai
banyak persedian!"
Tetapi, kemudian ia berpikir lagi: ”aku sendiri sudah
bertengkar dengannya, dengan cara bagaimana aku bisa
mendapatkan obat itu darinya?”
Apalagi sekarang ia sudah membunuh pembantunya
yang diandalkan Tio-kang, kejadian ini membawa akibat
lebih meruncingnya percekcokan mereka. Mungkin Kakek
penjinak garuda sudah mendapat kabar kematian
pembantunya itu mungkin juga ini sedang mengadakan
pengusutan.
Ia tahu bahwa Tiat Chiu Khim sendiri juga t idak bisa
berbuat apa-apa. Andaikata si Kakek, itu sendiri masih
belum mengetahui bahwa gadis itu sudah tahu riwayat
dirinya, hingga mau memberikan obatnya, tetapi bagi
gadis itu sendiri barangkali lebih suka mati, juga t idak,
mau menerima pemberiannya.
Ia kenal baik perangai gadis itu, ia juga tahu sifat
keras kepala dan t inggi hati gadis itu. Kini ia menghadapi
persoalan yang sangat rumit ini, benar-benar
memusingkan kepalanya.
"Sekarang ini, jiwanya benar-benar sedang, terancam
bahaya maut, akibat bubarnya hawa murni, ia t idak bisa
sadarkan dirinya. Kalau t idak lekas mendesak keluar hawa murni yang mengeram dalam tubuhnya, dalam
waktu tiga jam, past i binasa!" kata Lam-kiang Tay bong.
"Benarkah kata-katamu ini?" tanya Ho Hay Hong
terkejut .
Tetapi kemudian ia merasa bahwa pertanyaannya itu
sia sia saja karena seorang sepert i Lam-kiang Tay bong
baik tentang kepandaian ilmu silatnya, maupun
kedudukannya dalam rimba persilatan, sudah merupakan
salah satu dari tokoh tokoh yang terkenal namanya,
bagaimana ia bisa melakukan perbuatan rendah, yang
seolah-olah memukul anjing yang kecemplung dalam air.
"Orang yang menyembuhkan lukanya itu harus
seorang wanita, Sebab siaohiap kau juga tahu bahwa
bagian pent ing untuk mengalirkan hawa itu letaknya
ditempat tersembunyi. Maka itu aku lebih dulu sudah
peringatkan kau, harap kau lekas mencari seorang
sahabat wanita yang sudah sempurna kekuatan tenaga
dalamnya untuk membantu kau."
Muka Ho Hay Hong merah, sementara dalam hat inya
berpikir, aku muncul dikalangan Kang ouw masih belum
lama, kenalan t idak banyak, kemana harus mencari
sahabat wanita yang demikian t inggi kepandaiannya?
Dalam hat i mengeluh, kecuali gadis berbaju ungu,
Toan bok Bun Hwa dan Su-to Cian Hui, sudah t idak ada
lain kawan wanita lagi.
Namun dari t iga wanita itu, Su-to Cian Hui dan Toan
bok Bun Hwa sudah tidak tahu dimana jejak mereka juga
sudah lama t idak ada kabar beritanya, sudah tentu t idak
dapat diketemukan dalam waktu singkat . Sedangkan gadis berbaju ungu juga sudah pergi
dengan hat i panas, sekalipun dapat diketemukan
barangkali juga tidak mau menyembuhkan luka Tiat Chiu
Khim.
Sementara itu, Lam-kiang Tay-bong mendesak lagi:
"Ho Siaohiap, waktu sangat berharga, hingga t idak
dapat dibeli dengan emas. Kau jangan sia-siakan lagi,
pergilah lekas!"
Ho Hay Hong sepert i baru tersadar dari mimpinya,
tanpa pikir lagi, ia lalu mengucapkan terima kasihnya
kepada Lam kiang Tay bong.
Dalam keadaan bingung, tanpa banyak pikir lagi, Ho
Hay Hong lantas pondong tubuh Tiat Chiu Khim lari
menuju ke selatan dan sebentar saja sudah menghilang.
Waktu itu cuaca gelap, suasana sunyi jalan yang sepi
hanya terdengar suara langkah kakinya yang menginjak
jalan raya.
Ia berjalan sambil menundukkan kepala, mendadak
terdengar suara bunyi ringan, buru buru menghent ikan
kakinya.
Bagai orang yang kepandaiannya mencapai taraf
tertinggi, asal mendengar suara rumput tert iup angin
saja, segera dapat membedakan baik atau jahat.
Ia berkepandaian demikian t inggi, sudah tentu t idak
terkecualikan. Suara itu seolah-olah suara jatuhnya daun
kering tetapi juga mirip dengan suara orang rimba
persilatan yang melayang turun selagi kakinya menginjak
tanah. Oleh karena itu, maka ia t idak berani berlaku
gegabah. Ia juga tahu bahwa maksud kedatangannya kedaerah
selatan kali ini, tanpa disengaja telah menimbulkan
permusuhan, hingga meletakkan dirinya seolah-olah
terkepung oleh musuh-musuhnya.
Ia pasang mata mencari-cari, tetapi tidak menemukan
tanda apa-apa.
Tetapi, ia juga t idak percaya bahwa pendengarannya
sendiri tadi salah, maka ia percaya bahwa orang yang
melayang turun itu tadi sudah sembunyikan diri ditempat
gelap.
Ia menemukan satu akal, ia sengaja perdengarkan
suara tertawa dingin, kemudian melanjutkan
perjalanannya, seolah-olah t idak tahu apa-apa.
Dengan mendadak. Tiat Chiu Khim mengeluarkan
suara rint ihan pelahan, suara itu meski pun t idak nyata
tetapi dalam telinga Ho Hay Hong sudah cukup
membangkitkan rasa girangnya. Dengan cepat ia
menanyakan:
"Chiu Khim, kau sudah sadar?"
Bulu mata Tiat Chiu Khim yang panjang nampak
bergerak-gerak dua kali, kemudian membuka matanya
perlahan-lahan.
Ho Hay Hong berusaha keras menekan perasaannya
yang t idak tenang, diam-diam memperhat ikan
keadaannya. Ia sangat terkejut ketika menyaksikan
betapa lemah keadaan gadis itu.
Cahaya matanya t idak bersinar lagi, tetapi biji
matanya yang jeli itu masih tetap mengandung rahasia
yang mendebarkan hat inya. Gadis itu merint ih dua kali, mengawasi keadaan
sekitarnya sebentar, agaknya juga mengetahui dirinya
berada dalam pelukan seorang lelaki hingga ia coba
meronta.
Ho Hay Hong berkata dengan suara perlahan.
"Chiu Khim. inilah aku, kau beristirahatlah dengan
tenang."
Mendengar namanya disebut, ia segera berhent i
meronta dan bertanya: "Kau siapa?"
Suaranya itu t idak bertenaga, seolah-olah
mengambang.
"Aku Hay Hong!" jawab Ho Hay Hong dengan lemah-
lembut.
Ia mengert i perasaan si gadis pada waktu itu, lalu ia
segera memberi keterangan.
"Kau sudah terluka, orang yang melukai kau itu, kini
sudah kubinasakan. Kau beristirahat lah dengan hat i
tenang"!
"Hay Hong, ini tempat apa?"
"Ditengah perjalanan!" jawabnya sangat hat i-hati.
"Hay Hong, aku sudah hampir mati, aku minta tolong
padamu, supaya mengabarkan kepada ibu bahwa aku."
Berkata sampai disitu, air matanya mengalir keluar.
Jantung Ho Hay Hong berguncang keras, katanya
tegas:
"Tidak, Chiu Khim kau t idak bisa mati. Aku Ho Hay
Hong, asal aku masih bisa bernapas, t idak akan membiarkan kau mati di tangan iblis itu. Lekas dengar
kata-kataku, beristirahat lah dengan tenang."
Tiat Chiu Khim pelahan-lahan memejamkan matanya,
berkata sambil tersenyum get ir:
"Hay Hong, aku tahu kau sedang menghiburi aku,
terima kasih atas kebaikanmu, tetapi aku barangkali t idak
bisa hidup lebih lama lagi."
"Chiu Khim, kau t idak boleh mengeluarkan perkataan
sepert i orang tua putus asa. Kau t idak b isa mati, dengan
terus terang, hat iku bahkan lebih cemas daripada kau
sendiri"
Ia mengepal-ngepal t injunya dan- berkata pula:
"Chiu Khim, kau harus tabahkan hat imu, apakah kau
sudah lupa musuh ayahmu?"
"Takkan kulupakan, takkan kulupakan."
Gadis itu meskipun mulutnya mengatakan demikian
tetapi kepalanya pelahan-lahan menunduk, rambutnya
yang hitam panjang terurai kebahunya dan menutupi
wajahnya.
Jantung Ho Hay Hong dirasakan hampir loncat keluar,
ia pikir, apakah benar sudah dekat ajalnya?"
Pikiran yang menakutkan itu sekilas terlintas dalam
otaknya, sesaat kemudian ia bingung sendiri. Ia buru-
buru menggoyang-goyangkan tubuhnya seraya
memanggil-manggil.
"Chiu Khim, kau sadarlah, sadarlah!"
Tiat Chiu Khim yang sudah pingsan, ketika digoyang
tubuhnya, terganggulah luka dalam tubuhnya, hingga mulutnya mengeluarkan darah, sedangkan orangnya juga
sadar dengan segera. Dengan suara hampir t idak
bertenaga ia bertanya:
"Ada urusan apa? Hay Hong !"
"Pertahankanlah kekuatanmu, aku akan mencari orang
untuk menolong dirimu !"
"Aku sudah t idak ada harapan lagi, kau tak usah
mencapekkan hat i !"
"Tidak, bagaimanapun juga, aku harus menolong
dirimu."
"Hay Hong, demikian baik kau terhadap diriku, kalau
aku bisa melihat ibu sekali lagi. Sekalipun mati juga tidak
menyesal."
Hati Ho Hay Hong tercekat , selagi memikirkan ucapan
gadis ini, hembusan angin mendadak menyerang dirinya.
Meskipun pikirannya sedang risau, tetapi karena
kekuatan tenaga dalamnya sudah sempurna, dengan
sendirinya panca indranya sangat tajam. Maka begitu
merasa ada hembusan angin menyambar, ia segera
mengert i ada orang membokong dirinya.
Ia masih tetap melanjutkan perjalanannya, sedang
tangan kirinya secepat kilat balas menyerang.
Diluar dugaannya, serangan secepat kilat itu ternyata
mengenakan tempat kosong.
Menurut perhitungannya, betapapun tinggi kepandaian
orang itu, juga sulit mengelakkan serangannya yang
ganas itu, tapi apa yang terjadi, ternyata diluar
dugaannya. Dengan cepat ia menoleh, matanya segera melihat
pemimpin golongan Lempar batu, Chim Kiam sianseng
berdiri t idak jauh dibelakangnya.
Pemimpin itu masih tetap mengenakan kerudung
mantel yang terbuat dari kulit harimau, hingga nampak
semakin keren.
Pikiran mulai tenang, tetapi ia merasa curiga, maka
lalu bertanya:
"Sianseng ada keperluan apa?"
"Keperluan apa? Hm! Tanyalah kepada dirimu sendiri."
jawab Chim Kiam sianseng.
Ho Hay Hong berpikir: ”Pemimpin ini dahulu ramah
tamah terhadapku, belum pernah bersikap demikian
bengis, apakah terjadi perkara lagi?”
"Aku benar-benar t idak mengerti, harap Sianseng
memberikan penjelasan!" demikian ia berkata.
Chim Kiam sianseng dengan sinar mata dingin
memandang gadis dalam pondongannya, lalu berkata
dengan nada suara dingin:
"Apakah lantaran nona ini kau bermusuhan denganku?
Memang benar, nona ini memang cant ik jelita, tetapi
bagi orang gagah yang tulen t idak nant i sampai
terjerumus kedalam perosok pipi licin!"
Ho Hay Hong semakin tidak mengert i, ia berkata:
"Sianseng jangan coba main lidah, katakanlah
maksudmu yang sebenarnya!"
"Baik, aku sekarang jelaskan. Pribahasa ada kata
orang, yang membunuh jiwa orang harus menggant i jiwa pula. Ho Siaohiap, kau membunuh paman guruku, maka
sekarang aku minta kau gant i jiwanya !"
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Kampung Setan 4 dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Kampung Setan 4 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-kampung-setan-4.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Kampung Setan 4 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Kampung Setan 4 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Kampung Setan 4 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-kampung-setan-4.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar