Harimau Kumala Putih 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Seketika itu juga tulang punggung Tong Kau terhajar remuk, ketika tubuhnya terjatuh
ketanah, sekujur tubuhnya telah terkulai lemas seperti segumpal daging.
Pada detik itu juga, dua orang kakek yang sedang bermain catur telah turun tangan pula,
ternyata mereka pergunakan ilmu timpuk mengarah jalan darah untuk menghajar jalan darah
penting ditubuh Tong Ci tham dengan ketiga puluh dua biji caturnya.
Serangan itu bukan cuman cepat saja, mana berat, ganas, tepat lagi, tak malu disebut sebagai
seorang tokoh sakti didalam melepaskan senjata rahasia.
Dalam pada saat itu, sebuah sikutan Tong Ci tham berhasil merobohkan laki laki bermuka
burik itu, bunyi tulang yang terhajar remuk berkumandang memecahkan keheningan.
Tubuhnya seperti anak panah yang terlepas dari busurnya telah meluncur kedepan selapis pasi
beracun yang hitam pekat dengan membawa empat batang Tok ci li bersama waktunya
ditebarkan ke depan.
Apakah serangannya itu akan medapatkan hasil atau tidak, saat itu sudah tak terpikirkan lagi
olehnya, tujuannya sekarang bukan untuk melukai orang, melainkan untuk menolong diri
sendiri.
Otot otot badan orang tua ini meski sudah mulai kaku, tapi mungkin dikarenakan latihannya
yang tekun selama banyak tahun, membuat gerakan tubuhnya tetap gesit dan lincah.
Sesudah berkelejitan ditengah udara bagaikan ikan ynag terpancing, segesit seekor burung ia
telah melayang keluar melewati pagar pagar kebun disekitarnya.
Ia sudah memperhitungkan dengan tepat, hanya sungai kecil dibelakangnya merupakan satu
staunya jalan mundur yang bisa ia pergunakan.
Ia amat yakin dengan ilmunya bermain dalam air, keyakinan tersebut sama seperti
keyakinannya didalam ilmu meringakan tubuh, ia percaya tak akan kalah dari pemuda
manapun juga, asal ia dapat melompat masuk ke air, maka selembar jiwanya pasti selamat.
Siapa tahu, pada saat itulah tiba tiba terdengar bentakkan nyaring menggelegar diudara:
“Kembali!”
Laki laki berpakaian perlente yang selama ini berdiri ditepi sungai sambil bergendong tangan
itu memutar tubuhnya secara mendadak, lalu tangannya dikebaskan ke depan, segulung
tenaga pukulan yang maha dahsyat segera berhembus keluar dari balik ujung bajunya yang
lebar itu.
427
Waktu itu tenaga lompatannya telah habis termakan oleh pukulan yang maha dahsyat tersebut,
serta merta tubuhnya mencelat kembali ke belakang, bahkan ketika melayang turun kembali
keatas permukaan tanah, tubuhnya sudah mulai sempoyongan.
Simuka burik yang benar dihajar tulang iganya hingga parah itu masihb erbaring disana,
skaing sakitnya peluh dingin sebesar kacang telah membasahi seluruh wajahnya, pada saat
itulah tiba tiba ia menggigit bibir dan berguling diatas tanah, pisaunya bagaikan seekor ular
berbisa langsung ditusukkan ke ats pinggangnya.
Mata pisau yang dingin dan keras, bagaikan ujung lidah sang kekasih dengna mudah dan licin
langsung menembusi kulit tubuhnya, bahkan ia sama sekali tidak merasa kesakitan. Tapi
hatinya sudah mulai dingin.
Dengan pengalamannya selama banyak tahun, tentu saja ia tahu tempat manakah merupakan
tempat mematikan yang fatal, tusukan tersebut hakekatnya jauh lebih beracun daripada seekor
ular beracun.
Serangan dari simuka burik itu betul betul amat keji.
Setelah berhasil menyarangkan pisaunya dipinggang musuh, siburik telah melepaskan
pedangnya dan berguling kembali ketempat semula.
Ia tahu kakek itu tak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, tapi ia tak menyangka kalau
senjata rahasia tersebut bakal datang secepat ini, cahaya kilat baru saja berkelebat lewat, dua
biji Tok ci li telah bersarang telak dileher bagian kirinya.
Diapun merasa sakit, tapi hatinya ikut menjadi dingin.
Bagaimanakah akibat dari mereka yang terkena senjata rahasia beracun itu, sudah cukup
banyak ia dengar selama ini.
Mendadak tubuhnya menubruk kembali kedepan, dirampasnya golok yang berada di tangan si
telinga kutung dan sekali ayun ia menggorok leher sendiri.
Bukan saja ia keji kepada orang lain, ternyata diapun keji terhadap diri sendiri.
Seperti sebatang tombak, Tong Ci-tham masih berdiri tegak disitu, saat golok itu tidak segera
dicabut, maka diapun tak akan roboh.
Asal dia masih bisa berdiri, ia tak sudi membiarkan tubuhnya roboh ke tanah.
Tiada seorangpun yang melancarkan serangan lagi.
428
Biasanya terhadap orang yang berhati keras, baik dia menang atau kalah, hidup atau mati,
akan menerima rasa kagum dan hormat dari orang lain.
Tiba-tiba laki-laki perlente yang tinggi besar itu menghela napas, katanya:
“Kau betul-betul seorang lelaki jantan, baik kau mati atau hidup orangku tak akan mengusik
dirimu lagi.”
Tong Ci-tham menatapnya lekat-lekat lalu bertanya:
“Siapa kau?”
“Aku she Thio, bernama Thio Yu hiong!”
“Thio Yu hiong dari Lam-hay jit heng-te (Tujuh bersaudara dari laut selatan)?” Tong Ci-tham
menegaskan dengan suara parau.
“Benar.”
”Apakah diantara kita ada dendam?”
“Tidak ada!”
“Jadi kau berbuat demikian demi Tio Bu-ki”
“Benar!”
“Kenapa kau musti melakukan perbuatan semacam ini baginya?” Kau tidak takut pembalasan
dendam dari keluarga Tong?”
“Yaa, lantaran dia telah menganggapku sebagai sahabat, maka demi sahabat apapun akan
kulakukan”
Bagi umat persilatan, alasan tersebut sudah merupakan suatu alasan yang kuat dan lebih dari
cukup.
Tiba-tiba Tong Ci-tham menghela napas panjang.
“Aaai. . . sayang sekali aku tidak bisa berkawan dengan seorang sahabat seperti kau!”
Dia sudah hampir mati ditangan orang ini, anehnya ia sama sekali tidak merasa dendam atau
benci terhadap orang itu.
Yang benar-benar ia benci adalah seorang yang lain, seorang manusia yang mundur secara
pengecut dari medan pertarungan, seorang yang telah menghianati dirinya.
429
Agaknya sang cucu itu sudah ketakutan setengah mati sehingga menangispun tak berani lagi,
sang "nenek" pun tampaknya ketakutan setengah mati hingga seluruh tubuhnya menggumpal
menjadi satu.
Sebenarnya untuk memandangpun Tong Ci-tham sudah merasa segan sekali, coba kalau ia
turun tangan pula, tadi, sebenarnya mereka bukannya sama sekali tiada kesempatan lagi.
Sebenarnya Tong Ci-tham masih menaruh harapan kepadanya, sungguh tak disangka ternyata
dia adalah seorang pengecut.
Sekarang Tong Ci-tham benar-benar merasa putus asa, tapi dia masih tak ingin menghianati
dirinya.
Bagaimanapun juga mereka toh sama-sama berasal dari keluarga Tong, kalau memang begitu
takut mati, kenapa tidak ia penuhi saja keinginannya itu?
Tapi bagaimanakah perasaannya ketika menyaksikan mereka mati konyol lantaran dia?
Dikemudian hari, apakah dia tak akan menyesal hidup seorang diri didunia ini?
Akhirnya Tong Ci-tham tak tahan juga untuk tidak menengok sekejap kearahnya, pandangan
terakhir ini penuh pancaran rasa dendam, marah dan mendongkolkan, tapi tercakup pula rasa
kasihan dan sayang.
Pada saat itulah ia mulai merasa bahwa darah dalam jumlah banyak mulai mengalir keluar
dalam tubuhnya, darah tersebut tidak meleleh keluar lewat mulut lukanya, tapi mengalir
keluar melalui mulutnya.
Tiba tiba ia tertawa.
Karena pada saat itulah ia berhasil mendapatkan suatu jawaban atas suatu pertanyaan yang
selama ini tak sanggup dijawab oleh nya .....
Dia tak akan memperoleh sebuah peti mati yang terbuat dari kayu Ci-thaw sebagai tempat
beristirahat.
Maka diapun mencabut keluar pisau yang menghujam diatas pinggangnya itu!
Ketika pisau itu dicabut keluar, darah segar bagaikan sebuah pancuran segera menyembur
keluar, hampir saja menodai baju yang dikenakan Bu ki.
Samwan Kong melihat ketika ia masuk, walaupun tidak ia jelaskan mengapa sampai sekarang
baru datang, tapi Samwan Kong yakin bahwa ia pasti menjumpai alasan yang sangat baik.
430
Sekarang, Ketiga orang jago dari keluarga Tong telah roboh terkapar, peristiwa yang
mengerikan pun akhirnya telah barakhir.
Sang bini yang masih muda itu bersembunyi dalam pelukan suaminya, muka yang pucat pias
tiba-tiba berubah menjadi semu merah.
Ia mana takut, mana malu, gelisah lagi sehingga hakekatnya tidak tahu lagi apa yang harus
dilakukan.
Ia tak boleh membiarkan orang tahu kalau celananya telah basah kuyup.
Sang suami yang berusia setengah umur itu lebih payah lagi keadaannya, hampir setiap orang
yang berada disekitar sana dapat mengendus bau busuk yang keluar dari pantatnya.
Istri laki-laki itu ternyata malah jauh lebih tenang dan tabah, waktu itu ia sedang mencari akal
untuk mengajak suaminya bangun berdiri.
Si nenek telah membopong cucunya dan selangkah demi selangkah sedang berjalan
meningalkan tempat itu.
"Harap tunggu sebentar!" tiba-tiba Bu-ki berseru.
Nenek itu seakan-akan tidak mendengar teriakan itu, ia masih melanjutkan langkahnya
menuju kedepan.
Tapi dengan suatu lompatan, tahu-tahu Bu ki telah menghadang dihadapannya.
Dengan terkejut nenek itu mendongakkan kepalanya memandang ke wajah Bu ki.
"Nenek tua, siapa namamu?" Bu-ki telah menyapa sambil tertawa.
Nenek itu menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi tak sepotong
suarapun yang terdengar.
"Apakah bocah ini adalah cucumu .?"
Bu-ki kembali bertanya.
Nenek itu manggut manggut ia memeluk bocah itu semakin erat.
"Udara malam makin lama semakin dingin, kenapa kau tidak memberi sepatu kepadanya?"
tanya Bu-ki.
431
Nenek itu tampak sangat terkejut, seolah-olah sampai sekarang ia baru tahu kalau cucunya
tidak bersepatu. .
Bocah itu kembali menangis dalam pelukannya, meski senyuman menghiasi wajah Bu ki,
namun sepasang matanya lebih tajam dari sebuah mata pisau.
Nenek itu membungkukkan badannya, mendadak dia mengangkat bocah itu dan di timpukkan
ke wajah Bu-ki dengan sekuat tenaga.
Bu-ki hanya menyambut timpukan itu dengan sepasang tangannya, sementara si nenek yang
bungkuk itu sudah melesat kearah pagar bambu dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.
Bocah itu yaa, menangis, yaa berteriak, yaa memukul, yaa menendang dalam bopongan Bu ki.
"
Ketika melesat kedepan tadi, ternyata nenek itu telah mengeluarkan ilmu meringankan tubuh
Cing ting-sam sau sui (kecapung menutul air tiga kali), dalam tiga lompatan saja
menyeberangi pagar kebun bunga, ia telah barada enam tujuh kaki jauhnya dari tempat
semula."
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seseorang membentak nyaring.
"Ikan didalam jaring hendak kabur kemana kau?"
Ditengah bentakah, sesosok bayangan manusia melompat keluar dari balik kebun bunga dan
menyongsong kedatangan nenek itu, kepalanya langsung di jotoskan ke muka.
Berjumpa dengan orang itu, nenek itu seperti ketakutan setengah mati sehingga tenaga untuk
menangkis dan menghindarpun tak punya, belum lagi jeritan kagetnya berkumandangan,
tulang lemas dan tulang leher dibawah tenggorokarnya sudah terhajar remuk.
Sekarang, walau rahasia apapun yang diketahui olehnya, selamanya tak akan bisa diceritakan
lagi.
Ketika roboh ke tanah, air mata ternyata bercucuran keluar membasahi pipinya.
Karena mimpipun ia tak menyangka kalau orang itu bakal turun tangan sedemikian keji
terhadapnya.
Yaa, siapapun tidak menyangka kalau orang itu bakal turun tangan sedemikian keji dan
bengisnya!"
Kalau dilihat dari bentuk muka maupun bentuk badannya, diapun tidak akan percaya kalau
dia adalah seorang manusia yang berhati bengis dan kejam.
432
Dia mana masih muda, sopan santun, lembut, tampan lagi, bahkan sekulum senyuman yang
hangat dan lembut selalu tersungging diujung bibirnya yang mungil.
Si nona kecil yang secara diam-diam memetik sekuntum bunga mawar tadi, selalu
memperhatikan wajahnya dengan lirikan mata yang tajam, seakan-akan ia sudah terkesima,
dibuat terpesona oleh kelembutan dan kegantengannya.
Dia pun mamandang ke arahnya, menatap wajah si nona yang cantik dan mata kucing itu.
Seakan-akan pemuda tampan yang muda dan gagah itupun sudah tertarik kepadanya.
Lama kemudian, ia baru menggapai ke arah Bu-ki sekalian, lalu teriaknya dengan lembut:
"Siapakah diantara kalian yang akan kemari dan menggotong pergi nenek ini?"
*****
RAHASIA
SEKARANG, jenasah sinenek sudah digotong masuk, pemuda yang tampan dan halus budi
itu ikut pula masuk.
Begitu masuk ke dalam, ia lantas memperkenalkan diri:
"Aku she Li, bernama Li Giok tong!
Nama itu suatu nama yang masih terasa asing, diapun seorang yang amat asing, tapi setiap
orang bersikap bersahabat kepadanya.
Karena ia telah membantu mereka untuk menangkap seekor ikan besar yang hampir lolos dari
jaring.
"Nenek ini sesungguhnya tidak terlampau tua, tentu saja dia bukan seorang nenek
sungguhan!" kata Li Giok tong.
Kemudian sambil memandang wajah Bu-ki dan tersenyum, katanya lagi:
"Kalian tentunya sudah mengetahui bukan, bahwa seorang nenek yang sayang kepada
Cucunya tak mungkin akan lupa untuk memakaikan sepatu untuk cucunya, hanya berdasarkan
hal ini sebenarnya belum dari cukup untuk menunjukkan bahwa dia adalah seorang nenek
gadungan, maka kalianpun belum turun tangan juga"
"Apa yang berhasil kau lihat atas dirinya?" tanya Bu ki tidak tahan.
433
"Padahal aku sendiripun tidak berhasil melihat apa-apa, aku hanya secara kebetulan saja
mengetahui siapakah nenek yang sebenarnya dari bocah ini....."
"Kau kenal dengan dia?"
Li-Giok-tong manggut-manggut.
"Bukan cuma kenal, bahkan kenal-sekali!"
Ternyata tampak lebih riang dan gembira, lanjutnya:
"Kebetulan sekali nenek dari bocah ini adalah A-ih (bibi) ku!"
Bu ki segera menghembuskan napas lega, serunya:
°Ooh.....sungguh kebetulan sekali, lagipula bagus sekali!"
Walaupun bocah itu sudah lelah menangis dan untuk sementara waktu menjadi tenang
kembali, akan tetapi selama ia berada dalam bopongannya maka dirasakan seakan-akan
membopong ssbuah bungkusan besar yang berisi obat peledak yang setiap saat dapat meledak.
Selema hidup ada dua persoalan yang paling tak tahan dihadapinya, yakni laki-laki yang
cerewet dan perempuan yang cengeng.
Tapi sekarang ia baru mengetahui bahwa seorang bocah yang cengeng sesungguhnya sepuluh
kali lipat lebih susah dihadapi daripada perempuan yang cengeng.
Jika perempuan yang menangis, dia masih punya akal untuk membuat mereka tutup mulut,
tapi kalau anak anak yang menangis, kepalanya segera terasa menjadi besar secara tiba-tiba.
Oleh karena itulah ketika Li Giok-tong membopong bocah itu dari dukungannya, ia seperti
merasa berterima kasih sekali sehingga sepatah katapun tak mampu diutarakan lagi.
Sesaat kemudian dia baru berkata:
"Ada sepatah kata, bila sudah kuucapkan nanti, aku harap kau jangan marah!"
“Apakah aku mirip seseorang yang gampang menjadi marah?" tanya Li Giok tong sambil
tertawa.
Dia memang sedikitpun tidak mirip.
434
"Kami benar-benar tak tahu bagaimana musti mengucapkan terima kasih kepadamu" kata Bu
ki.
"Dapatkah kau memberi tahukan kepada kami, dengan cara apakah kami harus
menyampaikan keinginan ini?"
"Bila kalian bersikeras ingin menyampai-kan rasa terima kasihnya kepadaku, sebetulnya
hanya ada satu cara"
"Coba katakan!"
"Angggaplah aku sebagai teman!"
Senyuman yang tersungging diujung bibirnya tampak lembut, hangat dan bersungguhsungguh.
"Aku suka sekali berteman, akupun sangat membutuhkan teman!"
Bu-ki segera mengeluarkan tangannya.
“Siapa yang bisa menampik untuk bersahabat dengan seorang seperti Li Giok tong?
*****
AKHIRNYA Li Giok tong telah pergi membawa bocah itu, ia buru-buru hendak menghantar
bocah itu ke rumah A-ih-nya, karena sekarang A-ih tentu kuatirnya setengah mati"
Tidak menunggu sampai ia berjalan lewat dari jalan kecil beralas batu itu, dengan tak sabar
Samwan Kong telah bertanya kepada Bu ki:
"Kau benar-benar percaya kalau bocah itu adalah keponakannya? Kau benar-benar percaya
ka-lau didunia ini terdapat kejadian yang begitu kebetulan?"
"Aku percaya!"
"Kau benar-benar bersedia untuk bersahabat dengannya?"
"Aku bersedia!"
Walaupun jawaban itu sudah jelas dan meyakinkan, akan tetapi Samwan Kong seolah-olah
masih merasa agak curiga.
Akan tetapi bahkan dia sendiripun tidak habis mengerti dengan alasan apakah Samwan Kong
membohongi mereka.
435
Sekalipun ia benar-benar telah membohongi mereka, yang berhasil ditipupun tak lebih hanya
seorang bocah yang cengeng.
Nenek itu ternyata belum mati, dari tenggorokannya yang remuk masih terdengar bunyi
mendesis yang amat nyaring, seperti seekor ular yang sudah hampir sekarat.
Orang-orang yang menggotongnya kembali itu berhasil menemukan sebuah kantong kulit dari
balik pakaiannya, isi kantong kulit itu tak lain adalah senjata rahasia khas dari keluarga Tong,
meskipun jumlahnya tidak banyak tapi kwaliteitnya ternasuk lumayan.
Teringat kembali sorot mata Tong Ci-tham menjelang kematiannya, tak bisa diragukan lagi
orang ini pastilah Tong Giok.
Samwan Kong kembali bertanya:
“Apakah kau telah memperhitungkan kalau Tong Giok pasti telah datang. . . .”
“Benar”
“Kaupun telah memperhitungkan bahwa ia pasti berusaha untuk memancing kemunculanmu
lebih dulu sebelum turun tangan, karena sasarannya bukan aku, melainkan kau”
“Benar!”
“Dan kaupun hendak menunggu sampai ia munculkan diri lebih dahulu baru turun tangan,
karena sasarnmu juga dia?”
Bu-ki manggut-manggut.
“Oleh sebab itu, terpaksa aku harus pergi mencari Thio jiko!”
Thio Yu hiong adalah seorang lelaki yang pendiam dan jarang sekali berbicara.
Seseorang yang mulai belasan tahun sudah mulai memegang tampuk kekuasaan besar, tentu
saja ia tak akan seseorang yang banyak bicara.
Ia tak pernah menggunakan perkataan untuk memperlihatkan rasa persahabatannya dengan
orang lain, sedikit bicara banyak bekerja barulah prinsip hidup yang sebenarnya.
Hingga sekarang ia baru buka suara:
“Bila seseorang mencari teman dikala ia sedang mengalami kesulitan, sesungguhnya hal itu
bukan suatu perbuatan yang memalukan"
436
Ia maju kedepan menghampiri Bu ki dan menggenggam tangannya kencang-kencang,
kemudian katanya lagi:
"Kau bisa berpikir untuk datang mencariku, aku merasa gembira sekali"
Sehabis mengucapkan perkataan itu, ia pun pergi dari situ, pergi sambil membawa serta
segenap anak buahnya.
Tiga orang pedagang yang gemuk itu telah kembali pada kebebalan dan kelambanannya,
pelayan berkaki besar bertangan kasar serta penjajah makanan yang bertelinga sepotong
itupun berubah kembali menjadi biasa dan sederhana seperti sedia kala.
Dengan mulut membungkam mereka menggotong pergi jenasah rekannya.
Sorot mata tajam yang mereka perlihatkan dalam peristiwa menegangkan belum lama
berselang? kini sudah hilang dan lenyap tak berbekas.
Bagi mereka, peristiwa ini tidak ada harganya untuk dibanggakan atau disombongkan, tidak
pula untuk disedihkan dan dimurungkan.
Setiap waktu setiap saat mereka bersedia untuk melakukan perjalanan apapun bagi
majikannya, seperti pula majikan mereka yang setiap waktu setiap saat bersedia melakukan
pekerjaan apapun untuk sahabatnya.
*****
BU KI tidak berkata apa apa lagi.
Kalau toh mereka adalah sahabat, perduli bicara apapun juga adalah percuma saja.
Tak tahan lagi Samwan Kong menghela napas panjang, katanya:,
"Bisa bersahabat dengan seorang teman semacam ini, hakekatnya ini merupakan kemujuran
bagiku!"
"Bisa bersahabat dangan teman semacam kau, hal inipun merupakan keberuntunganku”
sambung Bu-ki sambil menatapnya tajam-tajam.
"Tapi Li Giok-tong itu ............”
"Apakah dia adalah seorang sahabat yang baik atau bukan, dengan cepat kau akan mengetahui
dengan sendirinya"
437
"Apakah dalam waktu yang amat singkat kau dapat berjumpa lagi dengannya.
"Seratus persen tak bakal salah!"
"Kau sangat yakin?”
"Sangat sekali!"
Samwan Kong menatapnya tajam-tajam, lama sekali ia baru menghela napas panjang.
"Tahukah kau, bahwa dirimu adalah seorang manusia aneh?"
"Tidak tahu!"
"Yang paling aneh dari dirimu agaknya adalah kau selalu memgetahui hal-hal yang orang lain
tidak ketahui, bahkan aku sendiripun juga tak tahu kenapa kau bisa memiliki kepandaian
semacam ini"
Bu ki tertawa.
"Kalau kaupun bisa mengetahuinya, maka hal itu pasti dikarenakan aku sama sekali tidak
me-miliki kepandaian seperti itu"
Samwan Kong segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh . . . . haaahh. . . . haaahh. . . perduli apapun yang kau katakan, paling tidak aku
berhasil mengetahui akan satu hal"
"Hal yang mana?"
"Jika dikemudian hari masih ada orang yang menginginkan kau masuk perangkap, jelas hal
ini bukan suatu pekerjaan yang terlalu gampang.”
Sambil tertawa ia lantas bangkit berdiri, tapi tiba-tiba ia duduk kembali sambil berkata:
“Masih ada satu hal lagi yang tidak kupahami”
“Persoalan apa lagi?”
“Kau selalu mempunyai perhatian yang besar terhadap diri Tong Giok, sekarang ia sudah
berada disini, kenapa kau tidak memperdulikannya lagi?”
“Sebab pada hakekatnya dia bukan Tong Giok”
438
Samwan Kong kembali merasa terperanjat.
“Dia bukan? Darimana kau bisa tahu kalau dia bukan?”
“Karena secara kebetulan kutahu siapakah dia”
“Siapa dia?”
“Dia adalah seorang pincang, orang lain menyebutnya sebagai Oh Po-cu. . . .”
*****
SETIAP peristiwa yang terjadi dirumah makan Hoa gwat sian dapat diikuti oleh Oh Po-cu
dengan jelas, karena ia berada disana.
Ketika Tong Ci-tham sekalian belum sampai disana, ia telah tiba ditempat itu, membawa
seorang bocah yang "dipinjam" nya dari rumah orang lain ....
Seorang nenek yang berwajah welas, membawa cucunya berjalan-jalan mencari angin karena
lelah masuk warung minum teh dan makan kueh, sesungguhnya hal ini tak akan menarik
perhatian orang lain.
Ia dapat mempergunakan cara ini untuk melindungi indentitas sendiri, bahkan ia sendiripun
merasa amat bangga.
Ia percaya orang lain tak akan mengetahui rahasia penyamarannya. sedang dia dapat melihat
orang lain.
Satu-satunya yang paling mengesalkan hati adalah bocah itu terlalu cengeng, suka menangis,
tangisannya bisa membuat pikiran dan perasaannya menjadi kalut.
Ketika Tong Ci-tham memandang kearahnya dengan sorot mata aneh tadi, iapun merasa amat
tak enak.
Untung saja Samwan Kong tidak memperhatikan sampai ke hal-hal yang demikian.
maka hingga saat itu, ia selalu menganggap dirinya berada dalam keadaan yang aman.
Sungguh tak disangka jalannya peristiwa ternyata jauh diluar dugaannya semula, ia lebihlebih
tak menyangka kalau Tio Bu-ki bakal mengetahui penyamarannya.
Untung saja ia tidak menjadi gugup dikala menghadapi bahaya, tindakan yang dilakukan pun
cukup cekatan. ia telah mempergunakan bocah yang cengeng dan suka menangis itu untuk
menghadang pengejaran dari Tio Bu-ki.
439
Tampaknya dia bisa segera meloloskan diri dengan selamat dan menyelamatkan selembar
jiwanya dari kematian, sungguh tak disangka muncul seorang Li Giok- tong ditengah jalan.
Mimpipun dia tak menyangka kalau Li Giok tong tersebut bakal turun tangan keji terhadap
dirinya.
Ketika menyaksikan Tio Bu-ki menjulurkan tangannya pertanda kalau bersedia menjadi
sahabat dengan Li Giok-tong, hampir saja ia tak tahan untuk tertawa terbahak-bahak, tapi
hampir pula ia tak tahan untuk menangis tersedu-sedu.
Karena hanya dia seorang yang tahu kalau berteman dengan manusia semacam itu
sesungguhnya adalah suatu kejadian yang menakutkan.
Karena mereka sebenarnya bukan teman saja, bahkan jauh lebih akrab daripada seorang
teman.
Hanya dia seorang yang tahu bahwa Li Giok tong tersebut tidak lain adalah Tong Giok.
Sayang sekalipun pada saat ini dia ingin memberitahukan rahasia ini kepada Tio Bu-ki, ia
sudah tak sanggup berkata apa-apa lagi.
Ia percaya cepat atau lambat Tio Bu-ki pasti akan mengetahui rahasia ini dan mungkin juga
disaat ia sudah hampir mati nanti.
Ketika Oh Pocu menhembuskan napasnya yang penghabisan, suara tersebut kedengarannya
seperti sebutir batu yang tercebur ke dalam kolam yang berisi lumpur.
Tiba-tiba Samwan Kong bangun berdiri, kemudian berjalan keluar dari situ.
Ia tak tahan menghadapi kejadian semacam ini, tapi ia justru tak tahan untuk berpaling
kembali.
"Kau telah memperhitungkan bahwa Tong Giok, pasti telah datang kemari ?" katanya.
Bu ki tidak menjawab, sekalipun demikian orang tahu bahwa ia telah mengakui akan
kebenaran dari ucapan tersebut.
"Sekarang, dimanakah Tong Giok berada... ?" Samwan Kong bertanya lagi. Bu ki
memggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tidak tahu!" ia menjawab.
"Agaknya kau sama sekali tidak bermaksud untuk pergi mencarinya ........”
440
Bu ki mengakui atas kebenaran dari perkataan itu.
"Yaa, karena pada hakekatnya aku tak tahu kemana harus pergi mencari dirinya"
"Lalu apa yang telah siap kau lakukan sekarang?" Samwan Kong coba untuk mendesaknya
lebih jauh.
Bu ki tertawa.
"Biasanya, jika aku berada dalam keadaan tak mampu menemukan jejak seseorang, maka aku
selalu menggunakan sebuah cara ...."
"Apakah caramu itu?" tanya Samwan Kong ingin tahu.
Bu-ki kembali tertawa.
"Apa lagi? Tentu saja menungu sampai dia yang datang mencari diriku!"
*****
BAYANGAN SETAN
BULAN empat tanggal enam, udara mendung. Diam-diam tanpa sepengetahuan orang lain,
Tio Bu ki telah kembali ke perkampungan Ho hong san ceng.
Sesungguhnya ia tidak bermaksud pulang ke rumah, tapi setelah mempertimbangkannya
lama, selama sekali ia telah berubah jalan pemikirannya ini.
la sangat rindu dengan Hong nio, sangat rindu dengan Cian-cian, rindu kepada semua anggota
keluarganya yang selalu setia kepadanya.
Rasa rindu yang terasa terukir dalam hatinya ini ibaratnya sebaskom air hangat, walau pun
dapat membuat seseorang melupakan penderitaan hidupnya yang sedang dihadapinya untuk
sementara waktu dapat pula membuat semangat seseorang menjadi kendor.
Maka ia selalu berusaha mengendalikan diri, berusaha keras untuk tidak memikirkan mereka.
Tapi setiap malam yang sepi telah tiba, disaat tubuh sudah penat, rasa rindu seringkali
menbelenggu hatinya bagaikan laba-laba yang membuat sarangnya. makin ia meronta makin
kencang ia terlibat.
Cuma saja hal itu bukan merupakan sebab utama darinya dalam mengambil keputusan untuk
pulang ke rumah.
441
Ia tak pernah mendengar berita tentang Hong-nio serta Cian-cian, tapi lamat-lamat ia telah
merasa bahwa mungkin mereka semua sudah tidak ada lagi disitu.
Waktu itu ketika Tee-cong membawa Hong-nio memasuki ruang rahasianya, ia tidak melihat
akan kehadirannya.
Ia tak berani berpaling.
Karena secara lamat-lamat diapun merasa bahwa orang yang diajak Tee-cong memasuki
ruang-an tersebut, mungkin adalah seorang sanak keluarganya.
Ia kuatir kehadiran orang itu bisa membuat dirinya tak sanggup mengendalikan diri, ia tak
boleh membiarkan Tee cong menaruh perasaan was-was kepadanya, walau hanya sedikitpun.
Akhirnya, sekarang ia pulang kerumah, pulang secara diam-diam tanpa mengejutkan
siapapun.
waktu itu senja telah menjelang tiba.
*****
PERKAMPUNGAN Ho-hong san-ceng sendiri sesungguhnya adalah suatu tempat yang
pantas dikenang, terutama dikala senja menjelang tiba, keindahannya bagaikan sebuah
lukisan.
Ho hong san-ceng jauh berbeda dengan benteng Sangkoan Po, berbeda pula dengan Tay hong
tong dari perkampungan Hui im ceng dimana lm Hui yang berdiam.
Tay hong tong dibangun dengan suatu bangunan yang kokoh, kuat dan keren, persis seperti
semangat Im Hui-yang yang berkobar-kobar.
Benteng Sangkoan Po dibangun dalam medan yang membahayakan, dibalik kesederhanaan
justru tersimpan semacam hawa pembunuhan yang dingin dan mengidikkan hati.
Sebaliknya perkampungan Ho-hong- san-ceng adalah sebuah tempat yang tenang dan
nyaman, tidak terlihat hawa menyeramkan apalagi diwaktu sore yang sejuk, dikala angin
berhembus sepoi-sepoi, matahari senja memancarkan sinar akhirnya, waktu itu suasana amat
tenang penuh kedamaian, membuat orang jadi terbuai ke alam impian.
Oleh katena itu, Sugong Siau-hong yang hidup membujang, kecuali tinggal di Tay-hong-tong
untuk sesuatu keperluan atau tugas, ia selalu menyisihkan waktunya untuk berdiam disitu,
menjadi tamu selama berapa hari dan menikmati kedatangan dan kehangatan selama berapa
waktu ......
442
Tapi semenjak Tio Jiya meninggal, Bu-ki kabur, Cian-cian serta Hong nio ikut pergi, tempat
itupun ikut berubah.
Seperti juga seorang manusia, bangunan gedung itupun dapat berubah menjadi tua, lemah,
kusut, kesepian dan keletihan.
Apalagi disuatu senja dalam hari yang mendung seperti ini.
Setiap kali musim hujan telah tiba, encok Lo ciang pada tulang-tulang persendiannya akan
berubah seperti seorang istri yang judas, jahat dan bengis. Ia mulai mempergunakan pelbagai
cara dan akan untuk menyiksanya secara kejam dan tak kenal ampun.
Walaupun ia sudah tak tahan menghadapi sakit semacam ini, apa lacur nyawanya belum mau
juga terbang meninggalkan raganya.
Hari ini dia merasa lebih menderita lagi, sepasang lutut kakinya seolah-olah ditusuk oelh
beribu-ribu batang jarum yang sangat tajam, membuat ia sedemikian kesakitan sehingga
hampir saja selangkahpun tak mampu berjalan.
Ia ingin tidur lebih awal, apa mau dikata justru tak dapat tidur.
Pada saat itulah pelan-pelan Bu ki membuka pintu kamarnya yang tertutup dan menyelinap
masuk kedalam ruangannya.
Lo Ciang segera melompat bangun dan menggenggam tangannya kuat kuat.
Tak kusangka kau benar-benar telah kembali!”
Menyaksikan air mata Lo-Ciang yang membasahi wajahnya, hampir saja air mata Bu-ki ikut
bercucuran.
Dulu ia selalu menganggap Lo-Ciang terlalu lamban, terlalu keras kepala, terlalu cerewet,
bahkan agak memuakkan.
Tapi sekarang, dikala ia berjumpa dengan orang yang dibencinya ini, tiba-tiba ia merasa
begitu terharu, begitu gembira.
“Setelah kau pergi, nona Hong dan Toa siocia ikut pergi, hingga kini belum ada kabar
beritanya tentang mereka, semenjak Sugong toaya mengundang datang seorang yang bernama
Ci Peng, mereka. . . .”
Mendengarkan keterangan yang digumankan Lo-Ciang, Bu-ki merasakan hatinya amat sakit
bagaikan ditusuk-tusuk dengan pisau.
443
Kemanakah mereka telah pergi? Kenapa hingga kini tiada kabar beritanya?
Apakah orang yang diajak Tee cong masuk ke ruangan rahasia hari itu adalah Hong-nio?
Agaknya Lo-Ciang merasakan juga kepedihan hatinya, ia segera tersenyum seraya berkata:
“erduli bagaimana juga, kau toh telah kembali lagi kemari, sebenarnya aku masih tak percaya,
sungguh tak disangka kau benar-benar telah kembali kemari”
Sudah dua kali ia mengulang perkataanya itu.
Bu-ki menjadi keheranan, tak tahan ia bertanya:
“Apakah seseorang telah memberitahukan kepadamu, bahwa aku bakal pulang kerumah?”
“Yaa, sumoaymu dan sahabatmu semuanya berkata demikian, katanya paling lambat malam
ini kau pasti sudah sampai dirumah”
Bu-ki tak punya sumoay, diapun tak bisa menebak siapa gerangan temannya itu.
Tapi dia tak ingin membiarkan Lo-Ciang merasa kuatir, maka dengan suara hambar tanyanya:
“Kapankah mereka tiba disini?”
“Yang seorang kemarin sore baru sampai, sedangkan sumoaymu datang agak lambat”
Apakah sampai sekarang mereka masih berada disana”
"Agaknya sumoaymu itu lagi tak enak badan, setibanya disini lantas mengurung diri didalam
kamarnya dan tidur sepanjang hari, ia melarang kami semua untuk mengganggunya"
Kemudian ia menambahkan lagi:
"Aku telah memberikan kamar yang biasanya dipakai Sugong toaya kepadanya "
"Bagaimana pula dengan sobatku itu?"
"Agaknya kongcu itu tak bisa tenang barang sekejap pun, tiada hentinya ia berjalan mondarmandir
kesana kemari, sekarang. . ."
Ucapan tersebut tidak ia selesaikan, tiba-tiba wajahnya menampilkan suatu perubahan yang
sangat aneh, seakan-akan ada orang yang menyumbat mulutnya dengan segumpal tanah liat.
444
Bu-ki menatapnya tajam-tajam, kemudian bertanya lagi:
"Sekarang, ia telah pergi ke mana?"
Lo Ciang masih tampak ragu, seakan-akan sangat tak ingin membicarakan persoalan itu, tapi
ia tak bisa tidak harus berkata juga:
"Sebenarnya aku tidak membiarkan dia pergi, tapi dia bersikeras hendak pergi juga maka
akupun tak bisa lain kecuali membiarkan ia pergi kesana"
"Pergi untuk apa?"
"Menghajar setan!"
Bu-ki berusaha keras untuk tidak menampilkan suatu sikap yang bisa membuat Lo-Ciang
merasa malu dan serba salah.
Ia dapat menangkap sikap Lo-Ciang tersebut bukan saja amat bersungguh-sungguh, lagipula
benar-benar merasa ketakutan sekali.
Tapi persoalan ini betul-betul tak masuk akal, mau tak mau ia musti bertanya juga sampai
jelas:
"Maksudmu dia pergi menghajar setan?"
Lo-Ciang menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir:
"Aku juga tahu, kau pasti tak akan percaya, tapi disini benar-benar ada setannya"
"Setan itu berada dimana?"
"Bukan satu setannya, tapi banyak sekali, mereka berada di halaman gedung di mana nona
Hong berdiam dulu"
"Sedari kapan setan-setan itu datang kemari dan menghuni disana ?" tanya Bu-ki.
"Tak lama setelah kepergian nona Hong, sering kali orang mendengar serentetan suara yang
sangat aneh di tempat itu, lebih-lebih kalau malam sudah menjelang tiba, bahkan kadangkala
ada yang pernah melihat cahaya lentera dan bayangan manusia disana"
"Pernahkah ada orang yang kesitu dan melakukan pemeriksaan?
"Sudah banyak orang yang masuk ke situ dan melakukan pemeriksaan, tapi perduli siapapun
dia, asal sudah memasuki halaman gedung itu, maka tanpa sebab dia akan roboh tak sadarkan
445
diri, ketika sadar kembali, kalau bukan badannya sudah digantung diatas pohon, tentu
berbaring diatas air pencomberan beberapa li jauhnya dari sini, malahan ada pula yang
pakaiannya dilepas sampai telanjang bulat, dan mulutnya disumpal dengan tanah liat"
Apa yang dikatakan adalah suatu kejadian yang benar-benar telah terjadi, diapun benar-benar
merasa amat takut, karena diapun pernah mengalami pengalaman yang menakutkan itu.
Bu-ki sudah dapat menduga, kenapa mimik wajahnya menunjukkan sikap yang aneh sewaktu
hendak berbicara tadi.
Terdengar Lo Ciang kembali berkata:
"Sikap mereka terhadap diriku ternyata cukup sungkan, aku tidak digantung diatas pohon,
pakaianku juga tidak dilepaskan sampai telanjang bulat"
Tapi mulutnya sudah pasti dijejali dengan segumpal lumpur yang kotor.
Setelah melampaui pengalamannya yang mengerikan itu, ia berkata lebih lanjut:
"Sewaktu aku sadar kembali, ketemukan secarik kertas ini"
Kertas itu merupakan secarik kertas surat yang langka sekali, diatasnya tercantumlah
beberapa baris tulisan yang meliuk-liuk tak karuan hingga tampak aneh sekali, tapi
maksudnya amat jelas:
"Kalau orang tidak mengganggu aku, Akupun tak akan mengganggu orang, Kalau masingmasing
tidak saling mengganggu, Keluarga tentu akau aman dan bahagia.”
Setiap orang mengharapkan keluarganya aman, senang dan bahagia, asal keluarganya aman
dan bahagia, walaupum bertetangga dengan setan juga tak menjadi soal.
Setan-setan itu rupanya amat pandai mendalami perasaan manusia.
"Setanpun terdiri dari pelbagai macam jenis" kata Bu ki, "agaknya setan-setan yang menghuni
disini bukan termasuk jenis setan bengis"
"Perduli setan dari jenis maupun, mereka semua memiliki semacam kebaikan" sambung Lo
Ciang
"Apa kebaikannya?"
"Setan tak dapat membohongi orang, hanya orang baru bisa membohongi setan"
Bu ki tertawa getir.
446
Benar juga perkataannya itu dan siapapun rasanya tak dapat meyangkal.
"Asal kita tidak berkunjung kehalaman gedung itu, merekapua tak akan keluar
meninggalkannya, belum pernah mereka mengganggu tempat lain barang seuntai rumputpun"
Lo Ciang menerangkan.
Oleh karena itu merekapun tak pernah berkunjung lagi kehalaman gedung itu untuk
melakukan pemeriksaan.
Bu-ki cukup memahami akan hal ini, ia tak akan menyalahkan mereka, sebab jika dia adalah
Lo Ciang, diapun tak akan pergi kesana lagi.
Dia bukan Lo Ciang, maka dia harus kesana untuk melakukan pemeriksaan, bukan cuma
mengunjungi setan-setan itu saja. diapun akan mengunjungi temannya dan sumoaynya.
*****
DI musim penghujan begini senja selalu berlangsung amat pendek, tiba-tiba saja hati menjadi
gelap ketika angin dingin berhembus lewat. orang akan merasa seolah-olah musim semi masih
berada ditempat yang jauh sekali.
Bu ki menghindari tempat-tempat yang ada sinar lampunya, mengitari beranda yang sempit
dan terpencil dari masuk ke kebun belakang lewat pintu samping.
Dia tak ingin mengganggu orang lain, lagipula bersikeras tidak membiarkan Lo Ciang
menemaninya.
Seringkali ada banyak persoalan yang tak bisa kau lakukan jika ada orang lain menemanimu,
sering juga ada hanya persoalan yang harus kau selesaikan seorang diri.
Ia tidak percaya kalau didunia ini benar-benar ada setan, tapi ia percaya didunia ini masih
terdapat manusia yang justru jauh lebih menakutkan dari pada setan.
Ada kalanya seorang teman jauh lebih menakutkan dan berbahaya daripada sekawanan setan.
Selamanya ia tak suka membiarkan orang lain menemaninya menyerempet bahaya.
Halaman gedung, kebun bunga terasa lenggang, gelap dan dingin, kehangatan, ketenuangan
dan kelembutan tempo hari kini telah berubah menjadi sepi dan menyeramkan.
Sejak ayahnya mati, bahkan tempat itupun seakan-akan diliputi oleh bayangan kematian.
447
Tapi bagaimanapun juga, tempat ini adalah tempatnya ia dibesarkan, terdapat banyak
kenangan lama yang membuatnya tak akan melupakan untuk selamanya.
Jangkerik di musim panas, comberat di musim gugur, salju dimusim dingin, semua kenangan
yang menggembirakan dan menyenangkan, sekarang hanya mendatang-kan perasaan sedih
dan pedih saja untuk dikenang kembali.
Ia berusaha keras untuk tidak mengenang semua persoalan itu sekalipun hendak mengenangnya
kembali, tak ada salahnya untuk dikenang kembali esok hari.
Ia tak ingin membiarkan siapapun manusia yang masih hidup di dunia ini menyaksikan
kelemahan dan kesedihannya, diapun tak ingin membiarkan setan manapun mengetahui akan
hal ini.
Gedung dimana Hong-nio berdiam dulu, letaknys di paling sudut perkampungan yang sepi
dan terpencil, hakekatnya gedung itu berdiri sendiri, sehingga jalan lewat kesanapum tetap
sama jauhnya.
Sejak ayah ibunya meninggal dunia, Tio jiya telah mengajaknya pindah kesana, sebelum
mereka menikah secara resmi tentu saja antara dia dengan Bu ki harus dijaga suatu jarak
tertentu.
Tapi itu bukan berarti Bu ki tak pernah berkunjung ke sana.
Dulu sewaktu ia datang kesana asal menyeberangi jembatan kecil ditepi hutan bunga Tho, dia
akan menjumpai sinar lampu yang memancar ke luar dari balik jendela dan memantulkan
bayangan manusia dibawah sinar lampu tersebut.
Jendela itu letaknya diatas loteng, loteng yang berada diantara beberapa ratus batang bambu
dan beberapa puluh batang pohon bunga bwee.
Bayangan manusia itu selalu menantikan kedatangannya.
Jilid 16________
Sekarang ia menyeberangi kembali jembatan kecil itu, bunga Tho telah mekar, tiba tiba dari
balik hutan bunga Tho berkumandang suara tertawa dingin.
Di suatu malam yang gelap, dingin dan mendung, disuatu halaman gedung yang luas dan
lebar, apalagi disuatu tempat yang dikatakan banyak orang sebagai tempat setan berdiam, tiba
tiba saja mendengar suara tertawa dingin semacam itu, siapapun pasti akan terkejut dibuatnya.
Tapi Bu ki seolah olah tidak mendengarnya.
448
Suara tertawa dingin kembali berkumandang keluar dari balik hutan bunga Tho, bila ingin
menuju ke gedung yang dikatakan ada setannya, orang harus menembusi hutan bunga Tho itu.
Bu ki pun berjalan menembusi hutan bunga Tho tersebut.
Suara tertawa dingin itu berkumandang terputus putus, sebentar berasal dari timur, lalu dari
barat sebentar berpindah ke kiri, sebentar ke kanan, sebentar dari atas pohon bunga Tho,
sebentar pula datang dari balik semak belukar.
Bu ki masih belum juga mendengar.
Mendadak sesosok bayangan hitam tergantung diatas sebatang dahan pohon dan meniupkan
sehembus angin dibelakang tengkuknya.
Bu ki seakan tidak merasakan apa apa, buka saja tidak pingsan karena ketakutan, diapun tidak
berpaling untuk mengengoknya barang sekejappun.
Bayangan hitam itu malahan habis kesabarannya, tubuh yang semula tergantung dipohon
mendadak melayang lewat dari atas kepala Bu ki.
Setelah berjumpalitan dengan indahnya ditengah udara, ia melayang turun tepat dihadapan Bu
ki dengan enteng, sepasang tangannya bertolak pinggang, dengan sepasang matanya yang
besar ia melotot ke arah Bu ki dengan gemas, meskipun sedang marah, masih bisa terlihat
sepasang lesung pipinya yang manis diatas pipinya.
Pada hakekatnya Bu ki tak perlu berpalingpun ia sudah dapat menebak, siapa gerangan
manusia itu.
Sebetulnya, dia mengira sahabatnya itu adalah Li Giok Tong, sungguh tak disangka Lian It
lian si sukma gentanyangpun tak mau melepaskan dirinya dengan begitu saja.
Sesungguhnya dia sudah tak ingin banyak ribut lagi dengan nona gede yang bukan saja tak
tahu aturan, bahkan mempunyai banyak tipu muslihat yang licin ini.
Sayangnya si nona gede ini justru sedang cerewet dihadapannya, tiba tiba ia bertanya:
“Kau benar benar sedikitpun tak takut?”
“Takut apa?” tanya Bu ki.
“Taku setan!”
“Kau toh bukan setan, kenapa aku mesti takut keapdamu, kau seharusnya yang takut
kepadaku!”
“Kenapa aku mesti takut kepadamu memangnya kau ini setan?”
“Apakah kau masih belum dapat melihat bahwa aku adalah setan?”
Lian it lian ingin tertawa, tapi tak tahan harus menarik muka juga, serunya kemudian,
“Kau ini setan apaan?Setan perempuan? Setan judi? Atau setan arak...?”
449
“Aku adalah setan yang lagi sial!”
Akhirnya Lian it lian tertawa juga.
“Sebenarnya aku masih mengira kau adalah manusia, kenapa tahu tahu bisa berubah menjadi
setan yang lagi sial?”
“Karena lagi lagi aku berjumpa denganmu”
Ia menengok sekejap kebelakang punggungnya, kemudian berkata lagi:
“Kalau toh kau datang kemari dengan membawa seorang teman, kenapa tidak kau
perkenalkan temanmu itu kepadaku?”
Lian it lian memeperhatikannya dari atas hingga kebawah sekejap, kemudian berkata:
“Hei, apakah kau sedang mabuk arak?”
“Setetes arakpun belum kuminum, darimana mungkin bisa mabuk oleh arak...?”
“Kau sudah tahu dengan jelas kalau akau datang seorang diri darimana pula datangnya
teman?”
“Itu tuh... orang yang berdiri dibelakangmu sekarang, memangnya dia bukan temanmu?”
Lian it lian mulai tak bisa tertawa, ia bertanya agak menggigil:
“Mana mungkin dibelakangku ada orang?”
“Ahhh...! Bagaimana sih kau ini? Sudah jelas disana berdiri seorang manusia, kenapa kau
mengatakan tidak ada?”
Tiba tiba ia menuding ke belakang tubuhnya sambil menambahkan:
“Coba lihat, bukankah dia adalah manusia?”
Paras muka Lian it lian berubah hebat, kemudian sambil tertawa dingin serunya:
“heeehhh.heeehhh...heeehhh...apakah kau hendak menaku nakuti aku? Kau kira aku bisa
benar benar ketakutan?”
Bu ki memandang ke arahnya, seperti seorang yang merasa amat terkejut.
“Apakah kau tidak percaya kalau dibelakangmu ada seseorang?” ia berseru kembali.
Lian it lian masih tertawa dingin,
tapi suara tertawanya sudah mulai menggigil keras,
“Kenapa kau tidak berpaling untuk memperhatikan sendiri?” kata Bu ki lebih lanjut.
Padahal semenjak tadi Lian it lian sudah ingin berpaling ke belakang, tapi entah apa
sebabnya, tengkuk serasa menjadi kaku, tiba tiba ia menerjang maju ke depan, lalu sambil
menuding ujung hidung Bu ki serunya,
“Kau...kau harus bicara terus terang, sebenarnya dibelakangku benar benar ada orang atau
tidak?”
Ujung jarinya terasa amat dingin, seperti es.
450
Bu ki menghela napas panjang, kembali ia berkata:
“Sejak tadi aku toh sudah memberitahukan kepadamu, kalau kau sendiri yang kurang percaya,
lantas apa pula dayaku?”
Lian it lian menggertak giginya kencang kencang, mendadak ia melompat ke tengah udara
berjumpalitan dan mengitari sekeliling hutan bunga Tho itu sekali, meski masih cepat namun
gerakkan tubuhnya jauh dari kelincahannya semula.
Hutan bunga Tho berada dalam kegelapan yang mencekam, jangankan sesosok bayangan
manusia, setengah pun tak ada.
Dengan gemas dan jengkel dia melotot kearah Bu ki, dia ingin tertawa, ingin pula mengumbar
hawa amarahnya.
“Sekarang, pada akhirnya kau sudah melihat sendiri bukan” kata Bu ki kemudian.
“Melihat apa?”
Jelas Bu ki merasa amat terkejut, serunya,
:Apakah kau masih belum melihatnya? Jangan jangan matamu berpenyakitan?”
Sepasang mata Lian it lian sedikitpun tidak berpenyakitan, sayangnnya ia mempunyai nyali
yang tidak bisa terhitung amat besar.
Jika sekarang ia masih bersikeras mengatakan “tidak takut” bahkan dia sendiripun tahu kalau
orang lain tak akan memepercayainya.
Bu ki gelengkan kepalanany berulang kali kemudian menghela napas panjang tampaknya ia
sudah mulai bersiap sedia untuk meninggalkan tempat itu.
Tiba tiba Lian it lian menerjang maju kemuka, menarik tanganya dan berseru gugup:
:Kau...kau tak boleh pergi!”
“Kenapa aku tak boleh pergi!”
“Karena...karena...”
“Apakah dikarenakan kau sudah tahu kalau tempat ini ada setannya, maka kau mulai agak
takut?”
“Ternyata Lian it lian mengakuinya.
“Tapi sekarang, dengan jelas kau toh sudah tahu kalau ada seorang telah menemanimu,
apalagi yang mesti kau takuti?” kembali Bu ki berkata.
Paras muka Lian it lian berubah menjadi memucat, agaknya dia bakal jatuh semaput,
Bu ki paling takut dengan perbuatannya ini.
451
Sekarang ia baru tahu, seorang perempuan yang setiap sat bisa jatuh semaput sebenarnya
seratus kali lebih sulit dihadapi dari pada perempuan cengeng.
“Kau harus beritahu kepadaku dengan berterus terang, apakah kau sedang menakut nakuti
aku?” tanya Lian it lian.
“Yaaa benar!”
“Dibelakangku ada orangnya atau tidak?”
“Tidak ada!”
Lian it lian menghembuskan napas lega, seakan akan sekujur badannya menjadi lemas semua,
tiba tiba ia menjatuhkan dirinya keatas badan Bu ki.
Untung saja Bu ki telah menduga apa yang akan dilakukannya pada langkah selanjutnya.
Ternyata apa yang diduganya tidak salah.
Tubuh Lian it lian sama sekali tidak roboh kedalam pelukannya, tapi sebuah tempelengan
yang keras telah diayunkan keatas wajahnya.
Tentu saja tempelengannya kali ini tidak mengena pada sasaran.
Sekali menyambar, Bu ki telah menangkap tangannya kencang kencang, kemudian sambil
tertawa katanya:
“Akalmu sudah tidak manjur lagi, kenapa kau tidak mencoba untuk berganti dengan siasat
yang lain?”
“Seorang kuncu hanya beradu mulut tidak beradu kekerasan, mau apa kau memengangi
tanganku terus menerus?”
“karena aku sesungguhnya bukan seorang kuncu, kaupun bukan!”
Ia tidak lupa kalau dia masih mempunyai sebuah tangan yang lain, dengan kecepatan yang
luar biasa ditangkapnya pula tangan tersebut.
Tapi ia lupa kalau dia masih mempunyai selembar mulut.
Tiba tiba ia membuka mulutnya dan dengan gemas menggigit kearah hidungnya.
Tindakan ini benar benar jauh diluar dugaan siapapun, ia tidka mengira kalau seorang nona
ternyata berani menggunakan mulutnya untuk menggigit hidung seorang pria.
Terpaksa ia harus cepat cepat melepaskan tangannya sambil melompat mundur ke belakang,
adaikata ia tidak mundur dengan cepat, siapa tahu hidungnya benar benar akan tergigit hingga
kutung separuh.
Lian it lian tertawa keras, tertawa cekikikan katanya:
452
“Kau bukan seornag kuncu biar aku yang menjadi kuncu, kau tak mau turun tangan dengan
kekerasan, maka biar aku saja yang menggunakan mulut”
Gelak tertawanya amat riang dan keras, ini menandakan betapa gembiranya dia saat itu.
Sepasang matanya yang sebetulnya amat besar, setelah tertawa sekarang berubah menjadi
tinggal segaris, sepasang lesung pipinya tampak makin bulat dan dalam.
Terhadap perempuan semacam ini, apalagi yang bisa kau lakukan terhadap dirinya?
*****
Bu Ki hanya mempunyai sebuah cara.
Agaknya Lian It Lian juga mengetahui caranya itu:
“Sekarang, bukankah kau ingin kabur dari sini?”
“Benar”
“Tapi sayang kau tak bakal berhasil untuk kabur dari sisiku!”
Diapun mempunyai sebuah cara untuk menghadapi Bu Ki:
“Kemanapun kau pergi, kesitu pula aku mengikuti!”
“Tahukah kau, aku hendak kemana sekarang?”
“Aku tak perlu untuk mengetahuinya!”
“Tapi aku merasa perlu untuk memberitahukan kepadamu, sebab aku hendak berkunjung
kerumah yang konon dikabarkan ada setannya itu...” ucap Bu Ki.
“Aku ikut kesitu, sebab kedatanganku yang sebenarnya kemari adalah untuk berkunjung
kesana, ke rumah yang dikatakan ada setan sebagai penghuninya”
Bu Ki gelengkan kepalanya berulang kali.
“Jika kau mau mendengarkan perkataanku maka kuanjurkan kepadamu, lebih baik kau tak
usah ikut kesana”
“Kenapa...?”teriak Lian It Lian amat penasaran.
“Aku tidak percaya kalau penghuni rumah gedung itu benar benar adalah setan sungguhan!”
“Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, sebab aku hanya bermaksud baik untuk
menasehati dirimu saja, tapi...kalau memang kau tak mau menurut...”
Mendadak ia menutup mulut secara tiba tiba, kemudian terkejut memandang kebelakang
punggungnya, seolah olah dibelakangnya tiba tiba saja muncul kembali sesosok bayangan
manusia, sesosok... manusia yang mengerikan.
Lian It Lian segera manggut manggut,
“Kali ini, kau tak akan berhasil menakut nakuti diriku lagi, caramu itu sudah pasti tidak
manjur lagi! Kuanjurkan kepadamu, lebih baik tukarlah dengan cara lainnya yang lebih jitu
sebelum ingin menakut nakuti diriku lagi”
453
Kemudian sambil tertawa cekikikan, pelan pelan ia berpaling ke arah belakang.
Walaupun ia mengetahui dengan jelas bahwa dibelakangnya pasti tak ada orang, tapi untuk
menunjukkan bahwa dia tak akan dibikin ketakutan lagi, maka sengaja dia berpaling untuk
melihat sendiri.
Baru saja kepalanya dipalingkan ke belakang, kontan saja ia tak mampu tertawa lagi.
Bukan saja Lian It Lian tak bisa tertawa lagi, bahkan kepalanya tak dapat berpaling pula,
sebab tengkuknya telah menjadi kaku, sepasang kakinya mulai terasa lemas.
Kali ini ia benar benar menyaksikan sesosok bayangan manusia berdiri dibelakangnya.
*****
Sesungguhnya orang itu tidak mirip dengan manusia.
Bahkan dia sendiri pun tak tahu apakah yang dilihatnya itu adalah manusia atau bukan? Sebab
dia tak lebih hanya menyaksikan sesosok bayangan berwarna putih berabu abuan.
Bayangan itu adalah sesosok bayangan yang panjang, panjang sekali, siapapun tak bisa
membedakan dengan jelas apakah dia itu manusia? Ataukah setan?
Tiba tiba bayangan itu lenyap tak berbekas,. Akhirnya tengkuk Lian It Lian pelan pelan
menjadi lemas kembali... pelan pelan mulai bisa digerakkan kembali.
Untuk menunjukkan bahwa barusan ia sama sekali tidak merasa takut, sinona yang bernyali
kecil tapi banyak tipu muslihatnya kini kembali bersiap siap untuk memberi pelajaran adat
kepada Tio Bu Ki.
Kecuali dia sendiri, siapapun tak tahu kenapa ia bisa menaruh perhatian yang demikian
khusus terhadap Tio Bu Ki.
Sayangnya ketika ia berpaling kembali kebelakang, ternyata Tio Bu Ki sudah tak nampak lagi
batang hidungnya.
*****
Ditengah malam yang sunyi, ditengah hutan yang gelap gulita, tiba tiba melintas lewat
bayangan setan...
Hampir saja ia tak sanggup mepertahankan diri hampir saja ia menjerit keras.
Tapi sekalipun ia benar benar berhasil memanggil kembali Tio Bu Ki, rasanya hal ini terlalu
menghilangkan gengsinya.
454
Ia menggigit bibirnya dengan sekuat tenaga.
“Kau anggap aku tak berani mendatangi tempat yang dibilang ada setannya itu? Aku justru
sengaja akan kesitu untuk memperlihatkan kepadamu bahwa aku ini tak takut.”
Bagaimanapun juga dimana mana ada setannya, apa bedanya kalau berkunjung kesana?
Dari kejauhan ia melihat jelas bahwa tempat yang dibilang ada setannya itu, entah sedari
kapan sudah terang benderang bermandikan cahaya lampu.
Ia mulai menghibur diri sendiri.
Setan tak dapat memasang lampu.
Tempat yang ada cahaya lampunya, tak mungkin ada setan.
Sayang sekali pendapat tersebut dengan cepat telah dibantahnya kembali.
Sebenarnya ia sedang berjalan menuju kedepan, ketika pendapat yang pertama didapatkan, ia
pun berhenti, ketika pendapat kedua melintas dalam benaknya, ia mulai mundur beberapa
langkah ke belakang, mendadak ia seperti menumbuk diatas sebuah benda yang amat lunak.
Tempat itu adalah hutan bunga Tho yang ada hanya berbatang batang pohon bunga tho, pohon
bunga tho tak mungkin selunak itu.
Untuk kali ini dia tidak menjerit, karena sewaktu tubuhnya menumbuk pada benda lunak itu,
ternyata benda yang lunak itu menjerit sekeras kerasnya lebih dulu.
Ternyata benda yang lunak itupun seorang manusia, bahkan seorang perempuan lagi.
Itulah seorang nona bercelana merah yang berwajah ayu dan mempunyai kucir yang besar.
Ketika dilihatnya orang itu adalah seorang nona juga, Lian It Lian menghembuskan napas
lega, apalagi setelah diektahuinya nona itu jauh lebih ketakutan daripadanya, ia merasa makin
mantap hatinya.
Saking takutnya, nona bercelana merah itu menyusutkan tubuhnya menjadi satu, lalu
memandang kearahnya dengan terperanjat.
“Kau...kau ini manusia atau setan?” serunya tergagap.
“Kau lihat aku mirip manusia? ataukah mirip setan?” Lian It Lian balik bertanya
“Kau tidak mirip setan!”
Lian It Lian segera tertawa merdu.
“Dari bagian yang manakah kau beranggapan demikian?” tanyanya cepat.
Nona bercelana merah itu menundukkan kepalanya makin rendah, jawabnya dengan lirih:
455
“Setan tak akan berwajah menarik seperti kau!”
Lian It Lian tertawa senang.
“Tapi aku dengar orang bilang, disini ada setannya!” kata nona bercelana merah lagi.
“Aku kan berada disini, apalagi yang mesti kau takuti? Sekalupun betul betul ada setan yang
datang, mungkin akupun masih sanggup untuk mengusirnya pergi!”
Sekarang sikapnya telah berubah menjadi lebih gagah dan lebih perkasa, karena pada
akhirnya ia berhasil mengetahui bahwa disini masih ada seorang lagi yang bernyali lebih kecil
daripadanya.
Agaknya nona bercelana merah itu merasakan juga kegagahan serta keperkasaan orang,
sambil menundukkan kepalanya dan tertawa, ia bertanya kembali:
"Apakah kau adalah teman suko ku?"
"Siapakah suko mu?"
"Dia bernama Tio Bu Ki!"
Lian It Lian menatapnya tajam tajam, setengah harian kemudia tiba tiba ia menghela napas
panjang, katanya:
"Sungguh tak kusangka Tio Bu Ki ternyata memiliki seorang siau sumoy yang begini cantik
seperti kau"
Merah padam selembar wajah nona bercelana merah itu karena jengah.
Tampaknya bukan saja ia bernyali kecil, lagipun ia sangat pemalu.
Diam diam Lian It Lian tertawa geli dalam hatinya, agaknya nona itu seperti menaruh sedikit
maksud kepadanya, hakekatnya seperti tertarik kepadanya.
Nona bercelana merah itu menundukkan kepalanya rendah rendah kemudian berbisik:
"Koncu, siapa...siapa namamu?"
"Aku she Lian!"
"Lian kongcu!" bisik nona bercelana merah itu lagi, "Kau..."
"Jangan memanggil aku Lian kongcu, kau musti menyebut Lian toako kepadaku"
paras muka nona itu berubah semakin merah, kepalanya tertunduk semakin rendah, dan hal itu
justru membuatnya merasa semakin bangga, sambil sengaja menarik tangannya ia berkata:
"Kau adalah sumoynya, tentu saja pernah belajar silat bukan?"
"Ehmmm...!" si nona bercelana merah cuma mendesis lirih.
Pelan pelan dengan penuh kasih sayang Lian It Lian membelai telapak tangannya, kemudian
berkata lagi:
456
"Kalau dilihat dari kulit telapak tanganmu, kau tidak mirip seorang yang pernah belajar silat,
tanganmu halus lagi lembut"
Nona bercelana merah itu seperti ingin sekali melepaskan diri dari cekalannya, tapi iapun
seperti merasa berat hati untuk melepaskan diri dari gengaman tangan orang.
Hampir tertawa tergelak Lian It Lian mneyaksikan tingkah laku nona itu. Pikirnya:
"...Seandainya dayang kecil ini mengetahui akupun seorang perempuan, entah bagaimana
keadaannya nanti?"
Andaikata ia tahu kalau Tio Bu Ki pada hakekatnya tidak mempunyai sumoy, entah ia masih
dapat menarik narik tangan sidayang kecil ini lagi atau tidak?
Akhnirnya nona bercelana merah itu membuka kembali mulutnya seraya berkata:
"Apakah kau telah berjumpa dengan suko ku? Aku dengar, begitu sampai dirumah ia
langsung datang kemari"
"Apakah kau datang untuk mencarinya?"
"Ehmmm...!" nona bercelana merah itu mengangguk.
"Baru saja ia berada disini, tapi begitu mengetahui kalau disini ada setannya, ia menjadi
ketakutan setengah mati dan segera kabur terbirit birit"
"Apa kau sedikitpun tidak merasa takut?" tanya nona bercelanan merah itu.
"Takut apa?"
"Takut setan!"
"Apa yang perlu ditakuti dengan setan? Barusan saja aku telah bertemu dengan satu
diantaranya"
"Bagaimana kemudian?" tanya si nona bercelana merah itu dengan gelisah bercampur dengan
cemas.
"Sebenarnya hendak kutangkap setan itu, akan kusuruh ia memperlihatkan beberapa muka
setan kepadaku, siapa sangka bukan aku yang takut kepadanya, malahan dia yang rada takut
kepadaku"
Pandai betul orang ini mengibul, tapi belum habis kibulannya itu, tiba tiba paras mukanya
telah berubah hebat, senyuman di ujung bibirpun mendadak berubah menjadi kaku.
Ia telah menangkap kembali bayangan setan tadi.
Sesosok bayangan setan yang panjang dan panjang sekali, sambil bergelantungan diantara
dahan pohon, ia tertawa seram tiada hentinya.
Si nona bercelana merah itupun melihat juga bayangan setan tersebut, entah karena ketakutan
setengah mati ataukah karena terlalu gembira, sekujur badannya ikut gemetaran keras,
teriaknya keras keras.
"Cepat kau maju kedepan dan tangkap setan itu, suruh dia memperlihatkan beberapa macam
muka setannya untuk kita!"
"Baik...baik..."
457
Meskipun mulutnya mengatakan "Baik" tapi sekalipun kau palangkan mata golok diatas
tengkuknya, diapun takan berani untuk maju lebih kedepan.
TIba tiba bayangan setan itu tertawa seram.
"Heeehhh...heeehhh...heeehhh...aku tak pandai membuat muka setan, aku tak punya muka!"
katanya.
ia benar benar tak punya muka! Hidungnya, mulutnya, telinganya dan alis matanya sama
sekali tak kelihatan.
Kecuali suatu permukaan yang data dengan batok kepala berwarna abu abu hanya sepasang
matanya saja yang memancarkan sinar tajam yang berkilauan.
Diatas kepalanya ia mengenakan sebuah topi lancip yang tingginya tiga depa dan terbuat dari
kain mori putih, ketika terhembus angin, tubuhnya begoyang kesana kemari tiada hentinya.
Tiba tiba nona bercelana merah itu berkata:
"Setanpun punya muka, kemana perginya mukamu itu?"
"Mukaku sudah kukembalikan kepada orang lain!"
"Hmmm, muka sendiripun tak punya, masih berani berlagak sok didepan kami, hanya
cepatlah dikit enyah dari sini, enyah makin jauh semakin baik...!"
Ternyata ucapan tersebut manjur sekali, agaknya bayangan setan itu masih agak punya rasa
malu, dengan ujung bajunya yang besar dan lebar, buru buru ia menutupi mukanya sendiri,
kemudian menyelinap ketempat kegelapan dan lenyap tak berbekas,
Akhirnya Lian It Lian dapat juga menghembuskan napas lega katanya:
"Mengapa nyalimu semakin lama tiba tiba saja semakin bertambah besar...?"
Nona bercelana merah itu tertawa manis.
"Bukankah kau berkata sendiri, asal ada kau disini, maka apapun tak perlu ditakuti lagi"
Ternyat sikapnya terhadap dirinya amat kagum begitu percaya seakan akan telah menganggap
dirinya sebagai seorang manusia yang luar biasa...
Akan tetapi Lian It Lian justru tak sanggup bersikap gagah dan perkasa seperti tadi lagi,
bahkan bayangan setan yang tak bermukapun tahu malu, apalagi dia?
Sepasang pipinya berubah agak merah karena jengah.
Nona bercelana merah itu tertawa, katanya lagi:
"Ternyata setan setan itu sedikitpun tidak menakutkan seperti apa yang telah kuduga semula"
"Tapi...tapi... ada sementara setan yang jauh lebih bengis"
458
"Asal berada disisimu, setan yang lebih bengispun tak akan kutakut!"
Kemudian sambil menarik tangan Lian It Lian ia berkata lagi:
"Hayo berangkat, kita harus segera berangkat!"
"Kau hendak kemana?"
"Menangkap setan!"
Lian It Lian menjadi amat terperanjat, serunya tergagap:
"Kau... kau bilang apa?"
"Kita pergi menangkap setan yang punya muka dan suruh ia pertunjukkan beberapa macam
muka setannya kepada kita berdua"
Lian It Lian benar benar ketakutan setengah mati, sepasang kakinya seakan akan sudah
terpantek diatas tanah, sedemikian kokohnya sampai dibelah delapan ekor kudapun belum
tentu bisa berkutik.
"Apakah sekarang kau malahan yang merasa takut?" tiba tiba nona bercelana merah itu
bertanya.
'Takut?" Kenapa aku musti takut?"
Dia ingin tertawa, namun tak mampu bersuara, maka setelah mendehem beberapa kali
katanya:
"Cuma saja, setan yang punya muka tak banyak jumlahnya, aku kuatir tidak gampang untuk
menemukannya"
Dari balik kegelapan tiba tiba berkumandang suara tertawa yang menyeramkan:
"Heeehhhh... heeehhh... heeehhhh.... kau tak usah pergi mencari lagi, aku telah mencarikan
satu untuk kalian!"
Setan tak bermuka itu ternyata muncul kembali bukan begitu saja malahan benar benar
membawa seorang rekannya.
Bayangan setan yang dibawanya datang itu berambut panjang dan hitam, sedemkian
panjangnya sehingga hampir saja mengenai tanah, sebagian besar wajahnya tertutup oleh
rambut yang panjang itu.
"Kau benar benar punya muka?" tanya nona bercelana merah itu kemudian dengan suara
lantang.
"Apakah kau ingin melihat wajahku?" tanya bayangan setan berambut panjang itu.
"Yaaa, aku ingin!"
Lian It Lian ingin menutup mulutnya, sayang terlambat! Bayangan setan berambut panjang itu
telah menggerakkan tangannya yang pucat untuk menyingkap rambut panjangnya yang
menutupi wajah.
459
Setan itu adalah setan perempuan, bukan saja betulb etul punya muka, lagi pula amat cantik,
cuma sayangnya muka yang dimilikinya hanya separuh bagian.
Wajah sebelah kirinya seakan akan sudah terbakar hangus, seperti juga segumpal tanah
lumpur yang kotor, dibandingkan dengan separuh bagian muka sebelah kanannya yang cantik,
hal mana justru menambah seram dan misteriusnya setan itu.
Lian It Lian merasakan isi perutnya teraduk aduk tak karuan. sedemikian melilitnya sehingga
hampir saja tumpah keluar.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa terkekeh kekeh, kemudian katanya:
"Walaupun aku cuma memiliki separuh bagian wajah, untun saja jauh lebih bagus daripada
tak punya muka sama sekali"
"Jika kalian bernaggapan bahwa wajahnya terlamapu sedikit, biar kucarikan rekan lain yang
berwajah lebih banyakkan" kata bayangan setan tak bermuka lagi.
Dari balik kegelapan segera berkumandang kembali suara tertawa seram yang aneh dan
mengerikan:
"Aku telah datang....!"
*****
Setan yang munculkan dirinya kali ini bukan saja punya muka, lagipula punya mata, punya
hidung, telinga dan mulut secara komplit.
Setan ini sesungguhnya memang jauh lebih menarik daripada dua setan lainnya.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa seram, kemudian katanya keras:
"Coba kau lihat, bagaimana dengan tampangnya?"
"Lumayan juga!" jawab nona bercelana merah itu.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa makin menyeramkan,
"Padahal selembar wajahnya itu masih belum terhitung seberapa, dia masih memiliki
selembar wajah lain yang jauh lebih menarik lagi!"
Setan itu tertawa terkekeh kekeh ke arah mereka, kemudian pelan pelan memutar badannya,
ternyata dibelakangpun persis seperti keadaan dimuka.
Ternyata dibagian belakangnya masih terdapat lagi selembar wajah yang lebih "menarik".
Tampaklah tubuhnya berputar terus tiada hentinya, sehingga mana yang sesungguhnya depan
dan mana yang sebenarnya belakang susah ditentukan secara pasti.
460
Setan yang punya muka ini pada hakekatnya jauh lebih menakutkan dariapada setan setan tak
bermuka atau bermuka separuh lainnya.
Tiba tiba nona bercelana merah itu memutar badannya, lalu sambil menarik tangan Lian It
Lian, teriaknya.
"Cepat kita kabur!"
Walaupun Lian It Lian sudah ketakutan setengah mati namun kata "lari" justru merupakan
kata kata yang paling diharapkan olehnya.
Sejak tadi ia sudah ingin lari meninggalkan tempat itu.
Si nona bercelana merah itu bukan cuma ilmu meringankan tubuhnya saja yang lihay
tangannya juga hebat sekali, sambil menarik tangan Lian It Lian dia lari seperti terbang,
seakan akan berhasil meninggalkan tiga setan yang berada dibelakangnya.
Suara tertawa yang menyeramkan itu untung saja sudah makin jauh dari mereka.
Tapi kedua orang itu masih belum berani berhenti, mereka lari terus meninggalkan tempat itu
jauh jauh.
Mereka memang tak kenal dengan jalan di situ, dalam kegelapan malam arah tujuanpun sukar
ditentukan, maka lari punya lari tiba tiba mereka mendapatkan dirinya telah tersesat.
Yang tampak disekelilingan tempat itu hanya pepohonan yang gelap gulita, sekilas pandangan
segala sesuatunya tampak seperti sama dan tiada bedanya.
Kalau berlarian dengan cara begitu terus menerus, bisa jadi mereka akan kembali ke tempat
semula, kalau sampai begitu, penasaran baru namanya.
Kedua orang itu sama sama telah berpikir sampai kesitu betul nyali kedua orang nona ini rada
kecil, tapi otak mereka tidak bodoh.
Tiba tiba Lian It Lian berhenti, sambil mengatur napasnya yang tersengkal ia berkata:
"Apa yang harus kita lakukan sekarang!?"
"Menurut kau?" nona bercelana merah itu balik bertanya
"Aku bukannya benar benar takut setannya ku cuma...aku cuma..."
Kini setannya sudah tidak kelihatan, maka dia berusaha mencari kembali mukalnya yang
hilang, apa mau dikata ia justru tak tahu apa yang mesti dikatakan!
"Aku tahu kalau kau tidak takut dengan setan, bahkan aku sendiripun tidak takut" ucapan
nona bercelana merah itu.
461
Lian It Lian kembali ingin tertawa, ternyata nona ini seperti juga dia, suka mengibul. Ia lantas
berkata:
"Jika kau tidak takut, kenapa kau menarik aku suruh lari?"
"Sebab aku sudah mengetahui bahwa mereka bukan setan, melainkan manusia!"
"ketiga tiganya adalah manusia semua?" ulang Lian It Lian rada tertegun.
"Yaaa, ketiga tiganya!"
"Kalau betul cuma manusia, apa pula yang kau takuti?"
"Siapa saja dari ketiga orang itu jauh lebih menakutkan daripada setan, kalau sampai mereka
menjadi satu...hiiih! Mengerikan deh! Untung kita kabur rada cepat, coba kalau tidak begitu,
wah... bisa jadi kita sudah menjadi setan sekarang!"
Sesudah menghela napas, kembali ia berkata:
"Kalau setan, paling banter dia cuma menakut nakutkan kita, tapi kalau dia manusia...hih!"
Ia tundukkan kepala yang digorok dengan telapak tangan:
"Botak kepala kita bisa dibeginikan olehnya...Ngeeek! Habis sudah nyawa kita!"
Lian It Lian membelalakkan matanya bulat bulat.
"Lantas kau tahu, siapakah mereka?"
"Tentu saja, pokoknya kalau sudah kusebutkan nama nama mereka, kau tentu ikut
mengetahuinya juga"
"Kalau begitu, coba sebutkan!"
"Kau pernah dengar tidak tentang keluarga persilatan Kongsun yang berada di wilayah
selatan?" kata sinona bercelana merah itu setelah termenung sebentar.
Yaa, yaaa, aku pernah mendengar tentang orang ini, katanya dia tersohor karena ilmu pat
kwat kiamnya yang hebat, ilmu silatnya terhitung amat tangguh!"
Setelah berpikir sebentar, ia menambahkan:
"Konon keluarganya sudah dibunuh orang sampai ludes!"
"Kau tahu, kenapa mereka terbunuh semua sampai mampus?"
"Soal itu mah aku kurang terang!"
"Mereka semua telah mampus ditangan perempuan yang punya muka cuma separuh itu,
konon mulanya dia meringkus semua anggota keluarga tersebut, lalu memotong separuh
wajahnya, kemudian baru mengirim mereka ketengah sebuah gunung yang sepi untuk
menunggu saat kematiannya disana!"
"Apakah sudah menjadi kebiasaan baginya untuk memapas separuh wajah orang lain sebelum
membunuhnya?"
"Biasanya selalu memang demikian!"
Lian It Lian segera menghela napas panjang.
"Waaah... kejam betul perempuan itu" gumamnya
"Kalau dia tak kejam, mana mungkin orang lain menyebutnya sebagai Poan bin losat
(perempuan iblis berwajah separuh)?"
462
"Ooooh...! Jadi perempuan itu yang bernama poan bin losat? Kalau begitu, orang yang punya
dua wajah itu adalah Siang bin jinmo (manusia iblis berwajah ganda)?"
"Yaa, aku pikir pasti iblis itu!" si nona bercelana merah itu manggut manggut lirih.
Yang seorang adalah Lo sat (iblis perempuan) sedang yang lain adalah jianmo (iblis manusia)
kedua duanya memang lebih menakutkan daripada setan!
Lian It Lian sendiripun cukup mengetahui akan keseraman mereka, tapi ia tak habis mengerti
kenapa iblis iblis tersebut bisa muncul bersamaan waktunya disini.
Tampak sinona bercelana merahpn tidak memahami akan persoalan itu.
"Rasa rasanya keluarga Tio tidak mempunyai perselisahan atau dendam kesumat dengan
mereka" demikian ujarnya.
"Betul mereka jahat dan berbahaya, tapi tak mungkin mereka datang mencari gara gara
dengan Tay Hong Tong tanpa sebab sebab tertentu"
Setelah menghela napas panjang, terusnya:
"Kecuali sukoku telah terbitkan keonaran di tempat luaran sehingga melakukan kesalahan
terhadap beberapa orang makhluk aneh yang membunuh orang tanpa berkedip ini"
Jelas ia merasa sangat kuatir.
Maka Lian It Lianpun sengaja berlagak tidak merasa kuatir barang sedikitpun juga, sambil
tertawa dingin ia berkata:
"Siapa tahu kalau separuh wajahnya sudah kena dipapas olehnya saat ini? Entah li Lo sat
tersebut bersiap siap hendak mengirimnya kemana untuk menantikan kematiannya?"
Maksud semula dia hanya ingin menakut nakuti nona itu, siapa tahu justru dia sendiri yang
ketakutan lebih dulu.
Karena secara tiba tiba ia beranggapan, bahwa peristiwa semacam ini mungkin sekali bisa
menimpa dirinya.
SIapa tahu kalau separuh wajah Tio Bu Ki telah disayat orang saat ini?
SIapa tahu ia sudah berbaring disuatu tempat yang terpencil untuk menantikan saat
kematiannya?
Nona bercelana merah itu menatapnya lekat lekat, kemudian berkata secara tiba tiba:
"Aku dapat melihat, bahwa kau pasti adalah sahabat yang paling... paling akrab dari sukoku"
Lian It Lian masih berdiri tertegun.
Nona bercelana merah itu tertawa, lalu berkata lebih lanjut.
463
"Karena aku dapat melihat, meskipun dimulut kau berbicara galak, padahal dalam hati
kecilmu amat menaruh perhatian kepadanya"
"Betul kau bisa melihat bahwa aku sangat menguatirkan keselamatannya"
"Tentu saja!"
Lian It Lian segera tersenym.
Seaktu tertawa, sepasang matanya berubah menjadi satu garis yang lurus, sepasang lesung
pipinya yang bulat dan dalam pun segera tertera dengan amat jelasnya.
Tapi siapapun tak tahu mengapa, ternyata senymannya kali ini tidak terlampau indah dilihat,
hakekatnya tertawanya kali ini lebih mirip dengan tangisan.
"Bila sukoku tahu bahwa kau sangat memperhatikan dirinya, dia pasti akan mengaggapmu
sebagai sahabatnya yang paling baik" nona bercelana merah itu berkata lagi.
"jika aku memberitahukan satu hal kepadamu, kaupun pasti akan merasa keheranan"
Lian It Lian cepat menyambung,
"Memberitahukan soal apa?"
"Sealama ini dia tak pernah menganggapku sebagai sahabatnya, dikemudian haripun dia tak
akan bersahasabat pula denganku"
"Kenapa?" jelas sinona bercelanan merah itu merasa tercengang dan tidak habis mengerti.
Lian It Lian tidak berbicara lagi.
Sepintas lalu tampaknya dia seperti seorang yang berjiwa terbuka, tapi apa mau dikala lain
agaknya ia justru memiliki banyak rahasia.
Banyak rahasia yang tak mungkin dia ucapkan kepada siapapun juga!
Suara tertawa yang sebenarnya sudah tidak terdengar lagi tadi, sekarang mulai tertangkap lagi
secara lamat lamat.
Agaknya tiga orang manusia yang jauh lebih menakutkan dari setan itu masih belum bersedia
melepaskan mereka dengan begitu saja.
"Menurut pendapatmu, sanggupkah kita menghadapi mereka bertiga...? tanya Lian It Lian
kemudian.
"Tidak!"
"Aku lihat ilmu silatmu cukup tangguh, kenapa musti jeri terhadap mereka?"
"Karena selamanya aku tak pernah berani berkelahi dengan orang, asal melihat darah
kepalaku langsung pusing dan bisa jadi jatuh semaput"
Kiranya diapun seorang gadis yang setiap waktu setiap saat jatuh semaput.
464
Satu satunya hal yang paling jelek dari pada seorang gadis yang setiap saat bisa jatuh pingsan
adalah terdapatnya dua orang gadis yang setiap saat bisa jatuh pingsan.
Untung saja mereka belum sampai jatuh pingsan pada saat ini maka mereka berdua dapat
mengendus segulung bau harum.
Bau harum dan masakan Hwe po yau hoa yang lezat.
Satu satunya hidangan yang bisa menyiarkan bau harum semerbak semacam in i hanya
maskan Hwe po yau hoa.
Untuk mendapatkan hidangan Hwe po yau hoa, bukan saja harus ada daging bagian pinggul
harus ada punya minyak garam tungku dan kuali besar.
Benda benda semacam ini biasanya hanya akan dijumpai dalam dapur.
Biasanya dapur adalah suatu tempat yang bisa mendatangkan perasaan nyaman, hangat dan
aman bagi setiap orang.
Seorang yang sedang memasak hidangan Hwe po yau hoa, baisanya tak akan mempunyai
ingatan untuk membunuh orang.
Seseorang yang ining membunuh orang, biasanya juga tak akan berkunjung ke dapur.
Maka mereka memutuskan untuk mendatangi dapur itu.
*****
Dapur itu letaknya dibelakang dinding rendah yang terbuat dari batu bata merah,letaknya
yang tepat berada dibalik sebuah halaman yang tidak begitu luas.
Luas dapur tidak terhitung kecil, tapi jendelanya justru amat sedikit.
Lampu lentera dalam dapur memancarkan cahayanya dengan terang benderang, tapi suasana
dihalaman luar gelap gulita, hanya seititik cahaya lampu yang mencorong keluar lewat celah
celah daun pintu dan jendela yang kecil dan persis menyoroti diatas tubuh seseorang yang
sedang duduk dikursi bambu diluar pintu.
Orang yang berada dalam dapur agaknya tak sedikit jumlahnya, tapi diluar halaman hanya
orang itu sendiri yang duduk di bangku bambu.
Ketika Lian It Lian dan sinona bercelana merah itu nyelonong masuk kedalam halaman lewat
dinding yang pendek, bau harum masakan Hwe po yau hoa tersebut sudah tidak terendus lagi.
465
Karena semangkuk Hwe po yau hoa yang baru saja matang itu telah dibuang orang kedalam
pecomberan.
Hidangan Hwe po yoau hoa yang baru saja matang, seharusnya dibuang keperut orang,
mengapa harus dibuang kedalam pecomberan?
Karena ketika ada orang menghidangkan Yau hoa tersebut ke hadapan orang yang sedang
duduk dibangku bambu itu, setelah mengendusnya sebentar dan menghela napas, ia telah
menuangnya kedalam pecomberan.
Sesungguhnya semangkuk Yau hoa tersebut terhitung lezat juga, bahkan Lian It Lian serta
nona bercelana merahpun menganggapnya harum sekali.
Tapi ketika orang itu mengendusnya barusan ternyata mimik wajahnya seakan akan baru saja
mengendus semangkuk kotoran anjing yang berbau busuk.
Orang itu bertubuh kurus lagi kecil, wajahnya selalu bermuram durja, seolah olah setiap orang
yang berada diseantero jagad telah berhutang beberapa ribu tahil perak kepadanya, seperti
juga ia sudah dibikin muak oleh bau asap dari dapur hingga setiap saat hendak tumpah.
Sambil mengerutkan dahi dan menghela napas panjang, dia berseru:
"Apa sih isi dalam mangkuk ini?"
"Semangkuk Hew po yau hoa!" jawab koki yang membuat hidangan tersebut.
Orang itu segera menghela napas panjang.
"Itu mah bukan Hwe po yau hoa namanya, yang benar adalah semangkuk Yau hoa yang diberi
letupan api!"
Oleh karena itu, semangkuk He po yau hoa yang baru matang telah dituangnya kedalam
pecomberan.
Orang itu kembali menghela napas, pelan pelan bangkit berdiri dan pelan pelan masuk
kedalam dapur, lweat sesaat kemudian dari dalam dapur kembali terendus bau harum
hidangan Hwe po yau hoa, hanya saja bau harum yang terendus kali ini memang jauh berbeda
bila dibandingkan dengan bau harum semula.
Lian It Lian sendiripun tak dapat membedakan dimanakah letak perbedaan tersebut, hanya
saja ketika ia mengendus bau harum Yau hoa tersebut tadi, walaupun ia merasa harum dan
lezat, namun sama sekali tidak berhasrat untuk mencicipinya.
Karena waktu itu perutnya sama sekali tidak lapar.
Tapi setelah mencium bau Yau hoa yang terendus kali ini, sekalipun ia tidak lapar, air liurnya
toh tetap meleleh keluar.
466
Ternyata manusia ceking yang selalu bermuram durja dan seakan akan ingin tumpah bila
mengendus bau asap dapur itu adalsh seorang koki jempolan.
Terdengar ia sedang bergumam didalam dapur sambil menghela napas panjang tiada hetinya.
"Sekarang kalian mulai menghitung dari angka satu sampai seratus dua puluh, waktu itulah
minyak mulai diturunkan, kemudian disaat angka sudah mencapai sertus delapan puluh lima,
daging sapi yang sudah dibumbu ini mulai dimasukkan kedalam kuali, gunakan sekop untuk
membolak balik daging itu sebanyak tujuh kali, tak boleh lebih tak boleh kurang hanya tujuh
kali, maka kuali ini musti diangkat dari api, dalam keadaan begini kau harus cepat cepat
tuangkan daging itu kedalam mangkuk yang sudah dihangatkan. Dan suruh orang cepat cepat
menghidangkannya. Waktu itu Hwe po yau hoa tersebut sudah tidak cukup segar; tidak cukup
empuk dan tidak cukup panas lagi, persis saatnya untuk menikmati hidangan dagin sapi
masak kecap ini!
Sewaktu ia sedang berbicara, semua orang hanya mendengarkan dengan seksama, bahkan
untuk menghembuskan napas besarpun tak berani.
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh:
"Dagin sapi masak kecap bukan sejenis hidangan yang terlalu mewah tapi hidangan ini justru
baru akan terasa lezatnya jika dibuat dalam keluarga keluarga biasa, oleh karena itu
kepandaianmu, ketepatan waktumu harus benar benar persis, sedikitpun tak boleh meleset,
karenanya akibatnya bisa besar"
Ia berbicara didalam dapur, tapi dua orang gadis yang bersembunyi diluar dapur justru dibikin
tertegun.
Mereka semua ingin mencicipi daging sapi itu, tapi mereka tak menyangka kalau untuk
membuat semangkuk dagingpun harus menguasai kepandaian sebesar ini.l
Sementara itu orang yang bermuram durja tersebut telah keluar dari dalam dapur, dua orang
segera mengikuti dibelakangnya.
baru saja ia melangka keluar dari pintu, seorang diantaranya segera tampil kedepan
menghaturkan ebuah sapu tangan putih yang hangat. Menanti ia sudah menggosok wajahnya
dengan handuk panas itu, seorang yang lain segera menghidangkan secawan air teh panas.
Tampaknya lagak si koki ini betul betul luar biasa.
Itu berarti orang yang bisa menggunakan koki semacam ini sebagai koki tetapnya, dia tentu
jauh lebih hebat lagi.
*****
467
Hampir saja Lian It Lian sudah melupakan ketiga orang manusia yang jauh lebih menakutkan
daripada setan itu.
Sekarang semua perhatiannya sudah tertarik oleh tingkah laku sang koki yang sok, dia lebih
ingin tahu lagi macam apakah majikan dari koki tersebut.
Ia tidak takut terhadap koki.
Sekalipun ditangan sang koki membawa pisau. Pisau itu tak lebih hanya sebilah pisau dapur,
sebilah pisau yang tak bisa dipakai untuk membunuh orang.
"Bagaimana?" bisik nona bercelana merah itu tiba tiba.
"Biar kukesana lebih dulu" jawsab Lian It Lian.
"Akan kutanyakan kepada koki itu, tempat apakah ini? Hayo ikut aku"
"Kali ini, kau seharusnya membiarkan aku kesana lebih dulu" protes sinona bercelana merah
itu.
"Kenapa?"
"Karena dia adalah seorang lelaki, biasanya lelaki akan bersikap lebih sungkan terhadap
perempuan"
Lian It Lian segera tertawa.
"Yaa, betul bila gadis cantik semacam kau yang bertanya kepadanya, sepatah kau bertanya,
tak mungkin dia hanya menjawab sepatah kata"
Tentu saja dia tak dapat mengatakan kalau dia sendiripun seorang gadis yang cantik menarik,
kalau bisa menipu nona itu habis habisan, apalagi bila berhasil membuat si nona jatuh hati
kepadanya, itu baru suatu surprise namanya.
Dengan langkah yang sangat berhati hati kedua orang itu merangkak keluar dari balik dinding
pekarangan.
Dari tempat kejauhan, nona bercelana emrah itu telah tersenyum manis kepada sang koki,
sapanya.
"Baik baikkah kau?"
Ketika menjumpai seorang nona yang begitu cantik menghampirinya dan mengajak bercanda,
ternyata koki itu masih bermuram durja.
"Tidak baik!" jawabnya sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
"Kenapa tidak baik?"
Koki itu menghela napas panjang.
"Aaaai... orang lain berpesta pora, makan minum, sebaliknya aku macam cucu kura kura saja
mendekam terus disini sambil membuatkan sayur untuk mereka, jangankan ikut berpesta,
468
mencicipi satuupun tak mungkin, coba bayangkan sendiri, penghidupan semcam ini mana
mungkin bisa dikatakan baik?"
Nona bercelana merah itu segera menampilkan sikap simpatik dan ikut terharu katanya.
"Padahal kau toh bisa menyisihkan sedikit sebelum hidangan itu dikeluarkan, dengan
demikian kau toh bisa ikut pula menikmatinya"
"Tidak mungkin!"
"Kenapa tidak mungkin?"
Sambil bermuram durja, koki itu menghela napas panjang.
"Aku tak dapat menikmatinya, setiap kali mencium bau minyak, aku sudah ingin tumpah
rasanya"
Seorang yang begitu mencium bau minyak lantas ingin tumpah ternyata menjadi seorang koki
yang termashur, itu baru aneh namanya.
Nona bercelana merah itu segera bertanya lagi.
"Siapa pula yang berpesta pora hari ini?"
"Kecuali dia, siapa pula yang bisa mengundangku kemari untuk membuatkan hidangan?"
"Siapakah dia yang kau maksudkan?" tak tahan Lian It Lian bertanya.
Kontan saja koki itu melotot besar besar kearahnya, dengan dingin ia berkata:
"Kalau dia saja tak tahu, mau apa kau datang kemari?"
Lian It Lian tak berani berbicara lagi.
Nona bercelana merah itu segera berkata:
"Orang yang diundangnya hari ini tentu seorang tamu terhormat, oleh karena itu kau disuruh
membuatkan hidangan khusus buatnya"
Tampaknya perkataan itu dengan tepat menyentuh bagian yang gatal dari koki tersebut, dia
segera manggut berualang kali.
"Tepat sekali, masakan ayam masakan itik siapapun dapat membuatnya, dimanapun bisa
didapatkan, tapi kalau disuruh membuat hidangan khusus maka diperlukan pengetahuan yang
cukup, dan lagi tidak mungkin bisa dirasakan setiap kali setiap saat"
"Hmm, benar juga perkataan itu!"
Kembali koki itu menghela napas panjang.
"Aaai...! Terhadap teori yang demikian sederhananya ini, ternyata masih ada juga yang tidak
mau mengerti!"
"Entah tamu agung yang diundangnya hari ini ikut mengerti atau tidak...?"
"Semestinya ia dapat memahami akan hal ini, sebab jelek jelek begitu dia juga keturunan
keluarga persilatan, tak mungkin yang dipikirkan hanya ingin makan ikan makan daging
melulu"
469
"Sauya dari keluarga manakah dia?" tanya nona bercelana merah itu lebih lanjut.
"Darimana lagi? Tentu saja dari keluarga sini!"
Kembali Lian It Lian tak sanggup mengendalikan diri, tanyanya dengan cepat:
"Apakah Tio Bu Ki?"
Koki itu melotot sekejap kearahnya, lalu menjawab dengan dingin:
"Kalau bukan dia, lantas siapa?"
Lega juga perasaan Lian It Lian sesudah mendengar perkataan itu.
Tio Bu Ki terbukti tidak berbaring disitu untuk menantikan kematiannya. Ia sedang duduk
disana sambil menunggu untuk menikmati daging sapi masak kecap.
"Masih ada persoalan lain yang hendak kalian tanyakan kepadaku?" ujar si koki kemudian.
"Sudah tak ada lagi!" nona bercelana merah itu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau begitu, gantian aku yang hendak mengajukan pertanyaan kepada kalian"
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Siapakah diantara kalian berdua yang malam ini tinggal disini untuk menemani aku tidur?"
Si koki yang selalu bermuram durja itu ternyata mengajukan pertanyaan yang luar biasa. Hal
mana sungguh membuat orang merasa terkejut.
Lian It Lian bukan cuma terkejut, bahkan saking marahnya wajahpun ikut menjadi merah
padam.
"Kau sedang berkentut apa?" teriaknya gusar.
"Masakkah istilah mengajak tidurpun tidak kalian pahami?"
Buru buru si nona bercelana merah itu mencegah Lian It Lian mengumbar hawa amarahnya,
dengan cepat dia berkata:
"Aku paham, tapi aku tidak mengerti kenapa kau tidak menahan kami berdua saja untuk
bersama sama menemani kau tidur semalam?"
"Karena usiaku sudah lanjut dalam satu malam paling banyak aku cuma dapat memakai
seorang"
"Siapa yang kau maui?"
"Yaa, pria muda yang cakeppun aku juga demen!"
"Lantas apa gunanya yang lain?"
"terpaksa yang lain akan kugunakan sebagai teman minum arak!" jawab koki itu.
"apa masak kau hendak menggunakan seorang manusia sebagai teman minum arak?"
"Tentu saja bukan seorang manusia secara keseluruhan, paling banter juga cuma beberapa
potong dagingnya saja yang paling empuk dan muda"
Dengan sepasang matanya ayng tajam tiada hentinya ia perhatikan tubuh kedua orang itu dari
atas sampai kebawah, dilihat dari mimik wajahnya itu seolah olah dia mengganggap kedua
470
orang tersebut sudah berubah menjadi dua ekor domba yang telah dibelejeti sampai bugil
semua.
Lian It Lian betul betul naik darah saking marahnya dia sudah hampir sinting, bukan cuma
keki, bahkan ingin tumpah.
Ternyata sinona bercelana merah itu masih sempat bertanya lagi:
"Dengan cara apa kau hendak mendaharnya?"
"Tentu saja dimasak Angsio, kalau ingin masak daging orang maka api musti kecil dan tak
boleh dimasak terlalu lama, kalau tidak maka dagingnya akan keras dan alot, wah, kalau
sampai begitu rasanya tentu kurang lezat!"
"Oouw...! Tak kusangka kau memiliki pengetahuan yang begitu luas tentang cara memasak
daging orang"
"Masakakan yang paling kubanggakan adalah daging orang masak Angsio, kebetulan kalian
berdua memiliki daging yang putih lagi empuk, daging macam begini paling cocok kalau
dimasak Angsiobak!"
Sesudah menghela naps panjang, tambahnya:
"Waaah, agaknya hari ini aku memang lagi mujur, sudah lama tidak kujumpai daging muda
yang begini putih lagi empuk"
Ternyata nona bercelana merah itu tidak menjadi ketakutan, malah sebaliknya tertawa
cekikikan.
"Yaa, hari ini kau memang mujur" katanya.
"Bukan mujur dalam selera makan, mujur pula dalam selera birahi!"
"Kalau kulihat tampangmu, agaknya bukan saja kau tidak merasa takut kepadaku, bahkan
hendak menggunakan diriku sebagai bahan gurauanmu..." kata koki itu marah.
"Yaa, tentu saja aku merasa gembira bisa berjumpa denganmu, setiap orang persilatan tahu
bahwa Biau jiu jiu sut (koki bertangan sakti) memiliki ketajaman mata yhang luar biasa, hari
ini aku bisa menarik perhatian Biau jiu jiu sut, sudah barang tentu aku merasa gmebira bisa
mengajakmu bergurau"
Tiba tiba koki itu tertawa dingin.
"Heeehhh.heeehhh.heeehhh... sungguh tidak kusangka kalau kaupun bermata tajam, ternyata
bisa mengenali diriku"
Senyuman dari nona bercelana merah itu tampak lebih cantik dan manis.
"Aku bukan cuma kenal dengan dirimu saja" katanya.
"Bahkan akupun tahu harus mempergunakan cara apakah untuk merenggut selembar
nyawamu itu!"
TIba tiba paras muka koki itu berubah hebat, kelopak matanya menyipit, kemudian jeritnya
keras keras.
"Kau...!"
471
Hanya sepatah kata yang sanggup dia ucapkan, mendadak kelopak matanya terbelalak lebar,
sorot matanya membuyar, dari balik tenggorokannya memancur keluar gumpalan darah
kental, napasnya langsung berhenti.
Lian it Lian merasa terkejut sekali oleh peristiwa itu.
Ia yakin dirinya tidak turun tangan, agaknya sinona bercelana merahpun tidak turun tangan.
Ia benar benar tidak habis mengerti, mengapa secara tiba tiba orang itu bisa mati.
Nona bercelana merah itu telah memalingkan kepalanya dan menutupi wajah sendiri dengan
tangan.
"Coba periksalah apakah dia sudah mati?" katanya lirih.
"Mengapa kau tidak memeriksanya sendiri?"
"Aku tak boleh melihat darah, sebab begitu melihat darah maka aku bisa jatuh tak sadarkan
diri!"
Lian It Lian menatapnya tajam tajam, lam, lama sekali, tiba tiba ia baru bertanya lagi:
"Sewaktu membunuh orang, menagap kau tidak jatuh semaput?"
"Sebab ketika darah mulai mengucur keluar, aku telahmemalingkan wjaahku!"
Jawabnya begitu leluasa, begitu bebas, sedikitpun tiada maksud untuk mengelabuhi kejadian
itu, seolah olah ia sama sekali tidak menganggap perbuatannya membunuh orang itu sebagai
suatu kejadian yang sangat penting.
Lian It Lian menjadi amat terkeut.
"Jadi betul betul kau yang telah membunuhnya?" ia berseru.
"Kalau bukan kau, sudah barang tentu aku!"
Lian It Lian berusaha mengamati dirinya. Namun ia tidak berhasil juga menemukan tanda
yang menunjukkan bahwa nona yang lemah lembut dan halus ini pandai membunuh orang,
bahkan yang dibunuh adalah seorang Ok-jin (orang jahat) yang sudah tersohor namanya
dalam dunia persilatan.
Biau Jiu Jiu sut bukan cuma keji, bengis, dan jahat, diapun licin dan berwatak bajingan,
beberapa kali para jago persilatan dari tujuh propinsi bekerja sama untuk menangkapnya tapi
selalu tak berhasil, sebaliknya nona bercelana merah ini tanpa melakukan sesuatu gerakkan,
dengan cara yang amat mudah berhasil merenggut jiwanya.
Tak tahan lagi Lian It Lian menghela napas panjang, sambil tertawa getir ia berkata,
"Kau betul betul hebat, aku merasa amat kagum kepadamu!"
Nona bercelana merah itu tertawa merdu.
472
"Seandainya,sepasang mata anjingnya tidak melotot terus bagian tubuhku yang tak pantas ia
perhatikan terus, untuk membunuhnya mungkin tidak akan semudah itu"
Setelah berhenti sejenak dia bertanya kembali,
"Coba periksalah apakah dia benar benar sudah mati?"
"tentu saja benar benar sudah mati, dari kepala sampai kaki sudah mampus semua"
"Kalau memang begitu, buat apa kita musti mengendon terus disini...?"
"Kau ingin kemana?" tanya Lian IT Lian.
"pergi keruang depan dan menjadi teman duduk dari sukoku!"
Sesudah berhenti sejenak terusnya sambil tertawa,
"Bila gerak gerik kita cukup cepat, siapa tahu kita masih bisa mengejar daging sapi masak
kecap itu serta mencicipinya"
"Kau masih tega untuk memakannya?"
"Sekalipun tak tega juga mesti makan sedikit hidangan dari Biau Jiu Jiu sut, dulupun tidak
seringkali bsa mencicipinya, apalagi dikemudian hari, mungkin tak akan kita cicipi untuk
selamanya"
*****
Daun jendela diruang tamu terbentang lebar, mereka menelusuri ujung dinding dan masuk
ketepi ruangan, kebetulan sekali dari balik daun jendela dbawah sebatang pohon Tong mereka
dapat melihat Tio Bu Ki dapat melihat pula daging sapi masak kecap yang telah dihidangkan
diatas meja itu.
Mereka ingin sekali mengetahui siapa gerangan tuan rumahnya, sebab orang yang bisa
mengundag Biau Jiu jiu sut untuk buatkan masakkan baginya, orang ini sedikit banyak
berharga untuk dilihat.
Ternyata tuan rumah tak ada dalam ruangan tamu.
Sebab dalam ruang tamu itu cuma ada tiga orang, kecuali Tio Bu Ki, dua orang lainnya semua
pada berdiri.
Tentu saja tuan rumah tak akan menemai tamunya makan sambil berdiri, orang yang berdiri
ditepi tamu tentu saja hanya pelayang pelayannya tuan rumah.
Yang seorang berdiri membelakangi mereka, ia bertubuh tinggi, kurus dan mengenakan jubah
panjang berwarna putih salju, rambutnya telah beruban semua.
Yang lain adalah seorang nyonya berambut hitam yang digulung menjadi sebuah sanggul,
waktu itu dia sedang memenuhi cawan Bu Ki dengan arak wangi.
Tubuhnya tinggi semampai, bodynya aduhai bisa diduga dia adalah seorang prempuan yang
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.
473
Apa lacur justru diatas wajahnya tergantung selapis kain caadar berwarna hitam, sehingga
sulit bagi orang untuk melihat tampang wajah sebenarnya.
TIba tiba nona bercelana merah itu bertanya dengan setengah berbisik:
"Coba kau lihat, siapakah perempuan itu"
"Aku tidak melihat raut wajahnya!" jawab Lian It Lian.
"Coba kau lihat rambutnya, lalu lihatlah tangannya!"
Rambut nyonya itu hitam lagi panjang dan banyak, sedangkan sepasang tangannya halus
lembut tapi putih menakutkan.
Mendadak Lian It Lian teringat akan seseorang, segera serunya dengan cepat,
"Apakah dia adalah Poan bin losat?"
"Yaa, itulah dia!"
Lian It Lian segera tertawa getir.
"Kita kabur kesana kemari berusaha menghindarinya, sungguh tak nyana kita menghantarkan
diri sendiri pada saat ini"
"Tuan rumah tempat ini betul betul luar biasa sekali, ternyata ia sanggup menyuruh Poan bin
losat menjadi pelayan yang memenuhi cawan arak tamunya"
"jangan jangan disnilah letak halaman yang dikabarkan ada setannya itu!" Lian It Lian
mengemukakan kekuatirannya.
Jilid 17________
“Yaa, sudah pasti benar!”
“Konon dulunya tempat ini adalah tempat tinggal calon ensomu Wi Hong Nio?”
“Akupun dengar orang berkata demikian!”
Lian It Lian segera tertawa dingin, serunya kembali: “Lagak nona Wi tersebut sudah pasti
amat luar biasa”
Keadaan dalam ruang tamu itu jauh lebih luar biasa lagi. Asal benda tersebut merupakan
benda yang seharusnya terdapat dalam ruangan tamu, maka akan mendapatkannya pula di
sana, bahkan setiap benda sudah merupakan barang pilihan yang bermutu tinggi. Nilai dari
setiap benda yang berada di situ kalau dibicarakan mungkin akan membuat terkejut hati
orang.
Barang barang yang seharusnya tidak terdapat dalam ruang tamupun bisa kau jumpai pula di
sini, barang barang antik yang berharga, luksan lukisan kenamaan... pokoknya nilai dari setiap
benda yang berada di sini tiada mungkin bisa dilukiskan dengan kata kata.
Nona bercelana merah itu menghela napas panjang, katanya: “Seandainya semua barang yang
berada di sini adalah pemberian dari sukoku, bisa diduga kalau sukoku pernah menjadi
seorang milyuner...”
474
“Sebaiknya jika semua barang barang yang berada di sini bukan pemberian dari sukomu,
maka sukomu sudah pasti akan kegusaran setengah mati”
Padahal tempat yang sekarang telah berubah sama sekali bila dibandingkan dengan tempat
disaat Hong nio masih tinggal di sana, bahkan perbedaannya boleh dibilang bagaikan langit
dan bumi.
Semua barang yang berada di situ, jangkan pernah menyentuhnya, melihatpun Hong nio tak
pernah.
Satu satunya tempat yang sama sekali tidak berubah adalah kamar tidur Hong nio, setiap
benda yang berada di situ seakan akan tak pernah disentuh oleh siapapun.
Sebelum pergi meninggalkan tempat itu, Hong nio telah menjatuhkan sebatang tusuk konde di
atas tanah, sampai sekarang tusuk konde tersebut masih berada di tempat semula.
Sebelum berangkat Hong nio sempat berbaring sebentar di atas pembaringannya, sampai
sekarang bekas lekukan tubuhnya di atas pembaringan itu masih tertera jelas, bahkan
rambutnya yang sempat rontok di atas bantalpun hingga kini masih berada di tempatnya
semula.
“Apakah kau benar benar masih ingin mencicipi daging sapi masak kecap itu?” tanya Lian It
lian tiba tiba.
Nona bercelana merah itu kembali menghela napas,
“Aaai,...! Tampaknya, walaupun sekarang aku tak inginpun terpaksa harus ikut mencicipinya
juga”
“Kenapa?”
“Berpalinglah sendiri!”
Lian It lian tak perlu berpaling lagi, sebab dari mimik wajahnya dia sudah tahu kalau
bayangan setan tanpa muka serta bayangan setan berwajah ganda itu telah berada di belakang
mereka. Tiba tiba ia berteriak: “Tio Bu Ki, harap hentikan dulu sumpitmu, tolong tinggalkan
sedikit daging sapi itu untuk kucicipi!”
Kaisar Ji-Gi
Pada hakekatnya Bu ki tak punya adik seperguruan, selama ini tak habis mengerti siapa
gerangan yang telah menyaru sebagai adik seperguruannya itu. Sekarang dia sudah tahu.
475
Ketika Lian it lian dan si adik seperguruannya yang mengenakan celana merah muncul dari
halaman, dia sudah tertawa, tertawanya sangat riang, seakan akan ia merasakan betapa
gembira hatinya karena berhasil mendapatkan seorang sumoay semacam dia.
Mereka melayang keluar dari bawah pohon waru tepat di tepi daun jendela tersebut, Lian it
lian berada di depan sedang si nona bercelana merah mengikuti dari belakang.
Belum lagi tubuh mereka berdua mencapai permukaan tanah, sudah ada segulung desingan
angin kuat yang menyongsong kedatangan mereka.
Seseorang dengan menggunakan suaranya yang parau dan kering membentak nyaring:
“Keluar...”
Kenyataannya mereka berdua sama sama tidak keluar.
Lian it lian segera berjumpalitan di tengah udara dan menempelkan sekujur tubuhnya di atas
dinding bagaikan seekor cecak.
Sedangkan si nona bercelana merah itu tampaknya sudah terlempar keluar lewat daun jendela,
tiba tiba ujung kakinya menggaet di atas ram jendela dan tubuhnya segera melayang kembali
ke tempat semula.
Angin pakaian menderu deru, si manusia baju putih yang berdiri membelakangi jendela itu
telah mengebaskan ujung bajunya yang lebar sehingga menerbitkan deruan angin yang
memekikkan telinga.
Nona bercelana merah itu segera tertawa merdu katanya. “Sungguh suatu ilmu Khikang yang
sangat lihay!” “Sayangnya ilmu khikang yang dilatihnya bukan ilmu khikang gede, melainkan
cuma khikang kecilan saja.” Lian It-lian segera menambahkan dengan nada setengah
mengejek. “Masa ilmu khikang-pun dibedakan antara yang gedean dan kecilan?” “Kalau ilmu
khikang yang dilatihnya bukan ilmu khikang kecilan, mana mungkin sifatnya begitu jahat dan
jiwanya begitu sempit, apa sih hebatnya menyediakan dua pasang sumpit yang lebih banyak
dan mengundang dua orang lagi untuk bersantap bersama? Kalau dia bukan berjiwa sempit,
kenapa pula kita musti diusir pergi dari sini?”
Nona bercelana merah itu tertawa, tapi menunggu orang itu sudah memalingkan kepalanya,
mereka tak dapat tertawa lagi. Ternyata di atas wajah orang ini telah tumbuh sebuah daging
tumor yang lebih besar dari kepalanya sendiri, saking besarnya daging yang tumbuh keluar
sehingga hampir saja menutupi seluruh wajahnya. Setiap kali tubuhnya bergerak, daging
itupun ikut bergerak-gerak, sepintas lalu bentuknya menyerupai sebuah gelembung udara
yang sangat besar sekali. Berdiri semua seluruh bulu kuduk dari Lian It-lian saking ngeri dan
seramnya. Sekalipun kau berusaha dengan sekuat tenaga untuk mendesaknya, tak nanti dia
berani bertarung melawan orang ini, apalagi jika kepalannya itu kebetulan menghantam di
atas daging hidup tersebut, belum lagi musuhnya mengaduh, mungkin ia sudah jatuh semaput
476
lebih duluan. “Bagaimanapun juga kau tak boleh berkelahi dengan kami, aku adalah sahabat
karibnya tamu agung itu!” “Yaa, aku adalah sumoay-nya,” sambung nona bercelana merah
itu, “kau lebih-lebih tak boleh mencari gara-gara denganku.” Bu-ki segera tersenyum,
katanya: “Dua orang bocah cilik ini memang suka bergurau. Ting-sianseng, ampunilah
mereka untuk kali ini!” Menggunakan sebuah matanya yang menongol keluar dari balik
daging hidupnya, Ting-sianseng melotot sekejap ke arah mereka berdua, tiba-tiba ia berkata:
“Silahkan duduk!”
MESKIPUN sudah duduk lama sekali, Lian It-lian merasakan jantungnya masih berdebar
keras. Ia betul-betul tak berani untuk menengok daging hidup milik Ting-sianseng yang
mengerikan itu, apa mau dikata justru hatinya tak tahan untuk diam-diam meliriknya kembali.
Daging hidup sebesar itu tergantung di atas wajah, kejadian semacam ini memang terhitung
suatu peristiwa langka, suatu peristiwa yang jarang bisa dijumpai didunia ini. Tiba-tiba nona
bercelana merah itu berkata: “Aku tahu dari perguruan Cing-shia-bun terdapat seorang
bernama Ting-siangseng, ilmu Kun-goan-it-khi-kang yang diyakininya tiada tandingan
didunia ini …”
“Akulah Ting Liu-cu (si daging hidup Ting),” tukas Ting-sianseng dengan suara dingin, “ilmu
Kun-goan-it-khi-kang yang kumiliki tidak terlalu bagus, maka dari itu muncul sebuah daging
hidup di atas wajahku ini … itulah gara-gara aku salah berlatih!”
Konon daging hidup itu muncul karena berlatih khikang yang disebut Kun-goan-it-khi-kang
itu. Sebetulnya daging hidup itu pada mulanya cuma kecil sekali, tapi semakin tinggi dia
melatih ilmu khikang-nya, semakin besar pula daging hidup itu tumbuh.
Sekarang, meskipun khikang yang dimiliki masih belum mencapai nomor satu di dunia ini,
tapi daging hidup yang dimilikinya sudah pasti merupakan daging hidup terbesar yang pernah
dijumpai di dunia ini.
Si daging hidup Ting kembali berkata: “Akupun bukan anak murid perguruan Cing-shia-pay,
aku anak muridnya Ji-gi, dengan partai Cing-shia-pay sama sekali sudah tiada hubungannya
lagi, walau cuma setitikpun!” “Ji-gi-kau? Kenapa aku belum pernah mendengar tentang nama
perkumpulan ini?” seru nona bercelana merah itu. “Karena pengetahuanmu memang dasarnya
amat cupat, maka dari itu tidak terlalu banyak masalah yang bisa kau pahami,” kata Bu-ki
menimbrung dari samping.
Padahal pengetahuan nona bercelana merah itu tidak cupat, pengalamannya juga tidak sedikit,
bahkan persoalan yang diketahui olehnya mungkin jauh lebih banyak dari siapapun juga.
Tapi, dikala sang suko memberi nasehat kepada sumoay-nya, sekalipun sumoay merasa tak
puas, terpaksa dia harus mendengarkannya juga. Lian It-lian bukan sumoay-nya, maka dia
masih juga tak tahan diri untuk bertanya kembali: “Siapa sih kaucu-nya?” “Dia bukan lain
adalah Kaisar Ji-gi Tay-tee yang menguasai seantero jagat dan langit serta bumi!”
477
Hampir tertegun Lian It-lian mendengar nama tersebut. “Apakah nama yang kau sebutkan
barusan adalah nama dari kaucu kalian …?”
“Benar!”
Lian It-lian hampir saja tertawa tergelak mendengar nama tersebut. Walaupun nama itu
kedengarannya keren dan berwibawa, sesungguhnya bernadakan lelucon yang hampir saja
membuatnya tertawa terbahak-bahak.
Namun nada suara si daging hidup Ting amat serius, bahkan sikapnya menunjukkan rasa
takut, ngeri dan hormatnya. Bisa membuat si daging hidup Ting, Poan-bin-lo-sat, Bian-jiu-jinsut,
sekalian gembong-gembong iblis menaruh rasa takut dan hormat kepadanya, bisa
diketahui bahwa Ji-gi Tay-tee tersebut sudah pasti bukan seorang manusia yang menggelikan.
Untung saja Lian It-lian tak sampai tertawa tergelak oleh nama tersebut, dia hanya berbisik:
“Panjang amat nama itu!”
“Aku pikir sudah pasti dia adalah seorang manusia yang sangat luar biasa!”
nona bercelana merah itu menambahkan. “Yaa, dia memang seorang manusia yang luar
biasa,” si daging hidup Ting membenarkan. “Dapatkah aku berjumpa dengannya?”
“Dapat.”
Nona bercelana merah itu segera menghela napas panjang. “Aaaai! Aku cuma berharap dia
tak akan membenci diriku dan mengusir aku pergi lagi dari sini.”
Poan-bin-lo-sat yang berkain cadar hitam dan selama ini tak pernah mengucapkan sepatah
katapun itu, mendadak berkata: “Dia tak akan membencimu, dia pasti akan menyukai
dirimu!”
“Sungguh?”
“Dia bilang kau amat mirip dengan seseorang, terutama sekali dikala sedang tidur wajahnya
mirip sekali.”
Nona bercelana merah itu segera tertawa. “Dari mana dia bisa tahu tampang wajahku dikala
aku sedang tidur?” tanyanya.
“Semalam, bukankah tanpa melepaskan pakaian kau telah naik ke atas pembaringan untuk
tidur?”
478
Nona bercelana merah itu manggut tanda membenarkan. “Semalam kau pasti merasa lelah
sekali,” kembali Poan-bin-lo-sat berkata,
“tapi kaupun tak ingin tidur terlalu nyenyak, maka kau sengaja mencari kayu bakar sebagai
pengganti bantal dan menggunakan poci air teh untuk mengganjal daun jendela serta bangku
untuk menindih pintu kamarmu.”
“Darimana … darimana dia bisa tahu?” nada suara si nona bercelana merah itu mulai agak
gemetar.
Poan-bin-lo-sat segera tertawa. “Darimana dia bisa tahu? Dengan mata kepala sendiri dia
menyaksikan kesemuanya itu, kenapa tidak tahu?” sahutnya.
Kali ini, si nona bercelana merah itu tak sanggup tertawa lagi. “Walaupun kalian tidak melihat
dirinya, tapi dia sudah melihat kalian semenjak permulaan,” ujar Poan-bin-lo-sat lebih jauh.
“Apakah ia juga melihat aku?” tanya Lian It-lian sambil tertawa. “Bukankah semalam suntuk
kemarin kau tak pernah tidur?” tanya Poan-bin-lo-sat.
Lian It-lian mengangguk tanda membenarkan. “Bukankah kau selalu menangis tersedu-sedu?
Bahkan isak tangismu amat memedihkan hati?”
Mendengar perkataan tersebut, berdiri semua bulu kuduk di sekujur badan Lian It-lian. Kalau
gerak-gerikmu ternyata bisa diketahui orang lain dengan begitu jelasnya, sedangkan kau
sendiri sama sekali tidak berhasil menjumpai bayangan tubuhnya, maka kaupun pasti akan
merasa ketakutan setengah mati.
Poan-bin-lo-sat berkata lebih jelas: “Diapun mendengar kalian berkata bahwa hari ini Tio Buki
kongcu pasti akan pulang, maka pagi ini dia telah mempersiapkan sebuah perjamuan untuk
mengundang Tio-kongcu bersantap di sini.”
“Apakah tamu yang diundang sekarang telah datang semua?” tanya nona bercelana merah itu.
“Mereka yang seharusnya datang telah datang, bahkan yang seharusnya tak datangpun telah
berdatangan,” jawab Poan-bin-lo-sat sambil tertawa melengking.
“Lantas, dimanakah tuan rumahnya?”
“Kebetulan sekali tuan rumahnya sedang tidak berada di rumah.”
“Mana mungkin tuan rumahnya tak ada di rumah?”
“Sebab secara kebetulan ada urusan lain dan dia harus pergi!”
479
Nona bercelana merah itu kembali tertawa. “Aaaah … kenapa begitu kebetulan?” katanya,
“dia toh sudah tahu dengan pasti bahwa hari ini ada tamu yang akan datang, mengapa secara
begitu kebetulan dia telah pergi?”
“Karena ada seseorang yang secara kebetulan telah sampai di sekitar tempat ini, dan
kebetulan juga dia hendak pergi berjumpa dengan orang tersebut.”
Sesudah menghela napas panjang, katanya kembali: “Di kolong langit memang seringkali
terjadi peristiwa yang begini kebetulan, apa daya kita kalau sampai begini?”
“Yaa, apa daya? Aku sama sekali tak berdaya apa-apa.”
“Oleh karena itu, terpaksa kalian harus duduk menunggu di sini!”
Lian It-lian kembali tak tahan, katanya: “Sungguh tak nyana dikala Ji-gi Tay-tee hendak
menjenguk seseorang, ternyata dia harus berangkat sendiri untuk pergi menjenguknya.”
“Ia tahu bahwa orang itu tak mungkin akan datang kemari, terpaksa dia harus berangkat untuk
menjenguknya sendiri,” Poan-bin-lo-sat menerangkan.
“Kenapa orang itu tidak diundang saja untuk berkunjung kemari?”
“Sebab orang itu sama sekali tak ingin berjumpa dengannya.”
“Kenapa ia tak mau menyuruh kalian saja yang membawa orang itu datang kemari?”
“Sebab ia tahu bahwa kami pasti tak akan berhasil untuk mengundangnya datang kemari.”
“Masa bahkan kalianpun tak sanggup mengundangnya?”
Poan-bin-lo-sat menghela napas panjang. “Aaaai …! Dari tujuh propinsi di selatan, enam
propinsi di utara, mungkin hanya beberapa orang saja yang mampu mengundangnya datang
…”
“Oooh … rupanya dia mempunyai lagak yang luar biasa sekali,” seru Lian It-lian sambil
menjulurkan lidahnya. “Yaa, lagak orang itu memang luar biasa sekali karena asal-usulnya
juga luar biasa.”
“Rasanya dari tujuh propinsi di selatan dan enam propinsi di utara, mungkin tiada beberapa
orang yang memiliki lagak sebesar dia.”
“Betul, perkataanmu memang tepat sekali.” “Lantas siapakah sebetulnya manusia yang
berlagak luar biasa itu? Boleh aku tahu?”
480
“Padahal orang itu sendiri sebetulnya tiada sesuatu yang luar biasa, diapun mempunyai
sepasang mata, sebuah hidung, selembar mulut, cuma dibandingkan orang lain, ia berlatih
ilmu pedangnya beberapa hari lebih awal saja.”
“Kalau kudengar dari pembicaraanmu itu, agaknya dia memiliki ilmu pedang yang sangat
hebat?”
“Kalau dibicarakan secara paksa, yaa lumayan juga ilmu pedang yang dimilikinya itu.”
“Apakah dia juga terhitung seorang jago pedang?”
Poan-bin-lo-sat segera tertawa. “Kalau dia masih belum pantas disebut sebagai seorang jago
pedang, tentunya orang yang bisa dianggap sebagai seorang jago pedang akan sangat sedikit
sekali,” katanya.
“Jago pedang macam apakah dia?” desak Lian It-lian.
“Dia adalah Siau-siang-kiam-khek!” “Siau-siang-kiam-khek dari bukit Heng-san?”
“Benar!”
Lian It-lian tidak berbicara lagi. Ia benar-benar tak tahu apa yang mesti dikatakan lagi, jika
seseorang harus menunggu lama sekali karena orang lain sedang berjumpa dengan Siau-siangkiam-
khek, maka bagaimanapun lamanya mereka harus menunggu juga tiada perkataan lagi
yang bisa diucapkan.
NAMA dari Siau-siang-kiam-khek itu sendiri tidak terlalu istimewa. Agaknya dari setiap
generasi yang muncul dalam dunia persilatan, selalu akan kedapatan seseorang yang
menggunakan Siau-siang-kiam-khek sebagai gelarnya.
Hakekatnya nama tersebut adalah sebuah nama yang sangat biasa, umum dan sederhana. Tapi
orang yang berhak mempergunakan Siau-siang-kiam-khek sebagai julukannya, sudah pasti
bukan seorang manusia yang biasa dan sederhana. Siau-siang-kiam-khek yang muncul setiap
generasi tentu memiliki ilmu pedang yang sangat tinggi bahkan seringkali bergaya lembut,
anggun, romantis, bahkan kadang kala sedikit mendekati agak angkuh, tinggi hati.
Karena memang mereka memiliki sesuatu yang pantas untuk disombongkan. Terutama Siausiang-
kiam-khek dari generasi kali ini, mana orangnya gagah dan tampan, pedangnya juga
ibarat naga sakti yang bermain di angkasa, bukan saja merupakan jago lihay dari partai Hengsan,
diapun terhitung laki2 tampan yang ternama dalam dunia persilatan.
Tiba-tiba nona bercelana merah itu menghela napas panjang, katanya: “Bahkan akupun sudah
lama ingin sekali bertemu dengannya.”
481
Mendadak dari luar jendela melayang masuk sesuatu benda, menyusul kemudian terdengar
seseorang berseru: “Nah, bertemulah sendiri sekarang!”
“Bluuuk!” ketika semacam benda terjatuh di lantai, dapat diketahui bahwa benda itu adalah
sebuah kantong yang terbuat dari kulit kerbau.
Si daging hidup Ting maupun Poan-bin-lo-sat segera mengundurkan diri ke samping, dengan
sikap yang sangat menghormat. “Kaucu telah pulang!”
Meskipun tidak dapat bertemu Siau-siang-kiam-khek, bisa berjumpa dengan Ji-gi Tay-tee pun
sama saja merupakan suatu kejadian yang cukup menggembirakan hati.
Setiap orang segera mementangkan matanya lebar-lebar untuk menantikan munculnya Kaisar
Ji-gi Tay-tee tersebut.
Sesungguhnya manusia macam apakah Kaisar yang menamakan dirinya Tin-sam-sam-siango-
gak, Sang-thian-ji-tee-kui-kiam-jiu, Ji-gi Tay-tee ini?
Tapi mereka hanya menyaksikan seorang bocah cilik yang agak kurus, berwajah pucat dan
mengenakan jubah berwarna putih salju berjalan masuk kedalam ruangan, wajah bocah itu
agak murung seperti lagi menderita sesuatu penyakit.
Tak tahan Lian It-lian segera bertanya: “Dimanakah kaucu kalian?”
Meskipun bocah itu masih kecil, tapi lagaknya ternyata luar biasa sekali, sambil bergendong
tangan dia melangkah masuk kedalam ruang, terhadap teguran tadi jangankan
memperdulikan, melirik sekejappun tidak.
Bu-ki telah melompat bangun dan memandang ke arahnya dengan penuh rasa terperanjat,
serunya tersebut: “Haah, kau?”
“Yaa, aku!” jawab bocah itu.
Bu-ki segera menghela napas panjang. “Tentu saja kau, seharusnya aku bisa menduga sampai
kesitu jauh sebelum ini!”
Lian It-lian kembali tak tahan untuk bertanya lagi: “Siapakah dia? Apakah dialah Kaisar Ji-gi
Tay-tee yang menguasai tiga bukit, mengurusi lima samudra, langit, bumi, setanpun, murung
menjumpainya?”
“Benar!”
Seorang bocah cilik yang berusia dua-tigabelas tahunan, ternyata mengangkat dirinya sebagai
kaucu dari perkumpulan Ji-gi-kau dengan julukan Kaisar Ji-gi Tay-tee.
482
Lian It-lian kaget, yaa tercengang yaa geli menghadapi kenyataan tersebut. Tapi ia tak sampai
tertawa, karena kecuali dia seorang, siapapun tidak menunjukkan tanda-tanda kalau ikut
merasa geli dan ingin tertawa tergelak.
Si daging hidup Ting maupun Poan-bin-lo-sat berdiri dengan kepala tertunduk rendah-rendah,
mendongakkan sedikit kepalanyapun tak berani, sedangkan mimik wajah Bu-ki pun tampak
sangat serius dan keren. Karena dia tahu bocah cilik ini bukan saja sedikitpun tidak
menggelikan, bahkan sungguh-sungguh rada menakutkan.
Poan-bin-lo-sat, si daging hidup Ting, semuanya terhitung manusia-manusia Ok-jin (orang
jahat) yang termasyur dalam dunia persilatan, tapi mereka menunjukkan sikap begitu hormat,
begitu takut, terhadap bocah cilik ini, sudah barang tentu kesemuanya itu bukan berarti tanpa
sesuatu alasan yang kuat.
Bu-ki sangat memahami akan hal ini, diapun sangat memahami akan bocah itu. Hanya bocah
semacam dia juga baru akan menggunakan nama semacam itu bagi dirinya, sebuah nama
yang panjang, amat aneh dan amat luar biasa.
Padahal nama asli yang dimilikinya hanya terdiri dari sepatah kata saja, yakni Lui. Orang ini
hakekatnya memang mirip guntur, siapapun tak sanggup menangkapnya, siapapun tak
sanggup untuk mengendalikannya.
Kantong yang terbuat dari kulit kerbau itu masih tergeletak di atas lantai. Tiba-tiba Siau-lui
bertanya kepada Lian It-lian: “Bukankah kau ingin sekali berjumpa dengan Siau-siang-kiamkhek?”
“Benar!” Lian It-lian mengangguk. “Sekarang kenapa kau tidak pergi menjenguknya?”
“Dia berada dimana?” “Itu disini!”
Mengikuti arah yang ditunjuk, ternyata dia menuding ke arah kantong kulit kerbau tersebut.
Hanya kantong kulit kerbau yang ada di situ, namun tak tampak bayangan tubuh dari Siausiang-
kiam-khek.
Mendadak Lian It-lian seperti teringat akan sesuatu peristiwa yang sangat menakutkan, ia
segera menjerit tertahan dengan kagetnya: “Apakah Siau-siang-kiam-khek, dia … dia berada
dalam kantong kulit itu?”
“Kenapa kau tidak membuka kantong tersebut dan memeriksa sendiri isinya?”
Lian It-lian telah menjulurkan tangannya, tapi dengan cepat ditariknya kembali. Ia tak berani
melihat. Ia sudah tahu apa isi kantong kulit tersebut, sekujur badannya sudah mulai
483
mendingin. “Bukankah kau mengira isi kantong tersebut adalah sebuah batok kepala
manusia?” Siau-lui bertanya. “Masakah bukan …”
Tiba-tiba Siau-lui tertawa, tertawa terbahak-bahak. “Haaahhh … haaahhh … haaahhhh …
tampaknya meskipun nyalimu tidak terlalu besar, penyakit curigamu tidak terlalu kecil!”
“Sebenarnya apa sih isi dari kantong itu?”
Tiba-tiba Siau-lui berpaling dan bertanya kepada nona bercelana merah itu: “Ia tak berani
melihatnya, beranikah kau?”
Nona bercelana merah itu tidak menjawab, tapi dia maju kedepan dan memungut kantong
kulit tersebut dari atas tanah. Tangannya tampak agak menggigil keras, jelas hatinya juga
diliputi oleh rasa takut dan ngeri. “Tampaknya, lebih baik kau jangan melihat saja!” kata
Siau-lui kembali.
“Tidak, aku ingin melihat isinya!” jawab nona bercelana merah itu cepat. “Siapa tahu kalau isi
kantong tersebut benar-benar adalah sebuah batok kepala, batok kepala dari Siau-siang-kiamkhek.”
“Aku tidak takut!”
Sekalipun dia mengatakan tidak takut, tapi tangannya menggigil semakin keras, setelah
menarik beberapa kali, dia baru berhasil melepaskan ikatan tali yang mengikat mulut kantong
tersebut.
Beberapa macam barang dengan cepat terjatuh keluar dari dalam kantong tersebut … separuh
potong pedang yang kutung, beberapa stel pakaian dan sepasang telinga. Yaa itulah telinga
manusia, telinga yang masih berlepotan darah kental.
AKHIRNYA Lian It-lian dapat juga menghela napas lega, untung saja isi kantong itu bukan
batok kepala manusia. Sekalipun sepasang telinga yang berlepotan darah itu tampaknya juga
menakutkan, paling tidak jauh lebih enak dipandang daripada sebuah batok kepala manusia
yang berlepotan darah.
“Adakah sepasang telinga ini milik Siau-siang-kiam-khek?” nona bercelana merah itu
bertanya. “Pakaian itupun miliknya,” Siau-lui segera menerangkan.
“Buat apa kau membawa pulang pakaiannya?” “Karena aku senang!”
“Apakah setiap tindakan yang kau senangi akan kau lakukan tanpa memandang resikonya?”
“Apakah kau tidak tahu yang diartikan sebagai Ji-gi?” Nona bercelana merah itu segera
menghela napas panjang, diambilnya separuh potong pedang kutung itu dan bertanya lagi:
484
“Apakah pedang inipun miliknya?” “Diatas gagang pedang itu tertera beberapa huruf, apa
salahnya kalau kau membacanya agar semua orang ikut mendengarkan?”
Dengan suara lantang, nona bercelana merah itu segera membaca sebaris tulisan yang tertera
diatas kutungan pedang itu: “Senjata mestika dari bukit Heng-san. Berpantang dalam
membunuh. Pedang utuh manusia hidup. Pedang kutung manusia binasa.”
“Apakah kalian semua telah mendengarkannya dengan jelas?” Siau-lui bertanya.
Yaa, setiap orang telah mendengar kata-kata tersebut dengan jelas dan terang.
“Apakah kalian semua tidak mengendus bau busuk?” kata Siau-lui kembali.
Tidak tak ada yang mengendus bau busuk. “Aku kan sedang berbicara bukan lagi kentut, dari
mana datangnya bau busuk?” nona bercelana merah itu segera berseru. “Kata-kata tersebut
semuanya adalah kentut busuk, masakah kalian tidak mengendus bau busuk?” seru Siau-lui.
“Aku lihat kata-kata tersebut amat jelas dan sangat masuk akal, kenapa bisa berubah menjadi
kentut busuk?” “Orang yang dibunuh olehnya, tak mungkin jauh lebih sedikit dari pada orang
lain, ketika kukutungi pedangnya, kutelanjangi pakaiannya, dan kupotong sepasang
telinganya, ia masih juga belum mau mampus …!”
Setelah tertawa dingin, lanjutnya: “Bukankah itu berarti kata-kata tersebut jauh lebih busuk
dari pada kentut?”
Nona bercelana merah itu menghela napas panjang. “Yaa sekarang aku memang mulai
mencium bau busuk itu, sudah pasti kata-katanya sebagai kentut busuk!” “Bukan cuma
sebagai kentut saja, bahkan jauh lebih busuk dari pada kentut yang paling busukpun didunia
ini, sayang dia sendiri tidak mengendusnya, maka dalam gusarku sepasang telinganya segera
kukutungi dan pakaiannya kutelanjangi.”
Nona bercelana merah itu segera tertawa cekikikan suaranya merdu dan nyaring. “Aku pikir
hidungnya mungkin berpenyakit, hanya hidung yang berpenyakit membuatnya tak bisa
mengendus apa-apa, karena itu bau busuknya kentutpun tak sampai terendus olehnya, kalau
aku menjadi kau, seharusnya bukan sepasang telinga yang tak bersalah itu yang dikutungi,
lebih tepat kalau hidungnya yang tak berfungsi itu yang dipapas sampai kutung …”
“Kembali kau keliru besar,” kata Siau-lui. “Jika hidungnya itu sudah tidak berfungsi lagi
apapula gunanya untuk dikutungi? Toh dikutungi atau tidak dikutungi juga sama saja, tak
mungkin ia bisa mengendus bau busuknya kentut yang dia lepaskan. Lantas apa gunanya aku
musti memapas kutung hidung yang tak berfungsi itu?”
Nona bercelana merah itu segera bertepuk tangan dan tertawa cekikikan. “Yaa, betul, betul
sekali, memang perkataanmu masuk akal, teorimu memang tepat sekali.”
485
“Tentu saja semua perkataanku masuk akal, tepat dan benar, karena setiap perkataan yang
kuucapkan selalu mengandung kebenaran dan kenyataan yang tak dapat dibantahkan.”
Ia mendongakkan kepalanya, lalu dengan angkuh melanjutkan: “Sebab aku inilah Ji-gi Taytee
yang tiada duanya di seantero jagad, akulah Kaisar agung yang menguasai bukit,
mengurusi benua dan ditakuti oleh langit, bumi maupun setan!”
ANTARA SANG DEWI DAN IBLIS PERERMPUAN
AKHIRNYA Lian It-lian menjadi paham juga, kenapa si daging hidup Ting dan sekalian
orang-orang yang berada disitu sedemikian takutnya menghadapi bocah cilik tersebut.
Dapat mengutungi pedang Siau-siang-kiam-khek, menelanjangi dirinya dan mengutungi
sepasang telinganya, sudah merupakan suatu peristiwa yang cukup mengerikan. Tapi yang
benar-benar paling mengerikan masih bukan terletak pada bagian tersebut.
Tiba-tiba Siau-lui bertanya kepadanya: “Apakah kau merasa takut kepadaku?”
Lian It-lian tidak menjawab, karena dia tak dapat menyangkal, namun diapun tak ingin
mengakui.
“Mengapa kau takut kepadaku?” kembali Siau-lui bertanya. Lian It-lian masih belum juga
menjawab, karena hakekatnya dia sendiripun tak tahu. Tiba-tiba ia merasa bahwa mungkin
disinilah letaknya bagian yang paling menakutkan dirinya, meskipun orang lain takut
kepadanya, namun tidak diketahui kenapa ia merasa begitu takut kepada dirinya.
Siau-lui telah bertanya pula kepada nona bercelana merah itu: “Bagaimana dengan kau?
Apakah kau juga merasa takut kepadaku?”
“Tidak, aku tidak takut!” nona bercelana merah itu berseru. “Orang lain pada takut semua
kepadaku, kenapa kau tidak takut kepadaku?”
“Karena aku sama sekali tak mengerti, kenapa mesti takut kepadamu?” jawab nona bercelana
merah itu.
Siau-lui segera tertawa. Setengah harian kemudian, tiba-tiba ia bertanya kembali: “Maukah
kau kawin denganku?”
“Baik!” jawab nona bercelana merah itu cepat. Ketika Siau-lui mengajukan pertanyaan itu
secara tiba-tiba, semua orang sudah merasa terkejut. Ternyata nona bercelana merah itu
memberi jawaban yang tak kalah cepatnya, hal mana semakin membuat orang tercengang dan
merasa diluar dugaan.
486
Bahkan Siau-lui sendiripun sedikit merasa diluar dugaan. “Kau betul-betul bersedia kawin
denganku?” tegasnya.
“Tentu saja!”
Mendadak nona itu menghela napas, terusnya: “Sayang sekali, aku tahu bahwa kau bukan
sungguh-sungguh menyukai diriku!”
“Lantas mengapa aku meminangmu untuk menjadi istriku?” “Karena aku amat mirip dengan
seseorang yang lain, yang kau sukai secara tulus ikhlas adalah orang itu, maka seandainya aku
benar-benar menikah denganmu, dikemudian hari kau pasti akan menyesal.”
“Kenapa?” “Sebab bagaimanapun juga aku bukanlah dia, dikemudian hari kau pasti akan
menemukan bahwa banyak terdapat ketidak samaan antara aku dengan dirinya, saat itulah kau
akan mulai menjesal, andaikata suatu ketika kau berhasil menjumpai dirinya lagi,
kemungkinan besar kau akan menyepakku dari sisimu.”
Siau-lui berpikir sebentar, lalu jawabnya: “Agaknya apa yang kau katakan rada masuk akal
juga.”
Nona bercelana merah itu segera tertawa manis. “Sekalipun aku bukan Kaisar Ji-gi Tay-tee,
tapi apa yang kuucapkan sedikit banyak masih bisa diterima juga oleh akal sehat.”
“Oleh karena itu kau merasa lebih baik jangan kawin dengan diriku saja …?” kata Siau-lui.
“Bukannya aku tak ingin menikah denganmu, cuma lebih baik kalau kau jangan mengawini
diriku karena aku tak ingin menyusahkan dirimu.”
Siau-lui berpikir sebentar, tiba-tiba ia berpaling ke arah Bu-ki sambil bertanya: “Coba
lihatlah, dia mirip siapa?”
“Aku tak dapat melihatnya,” sahut Bu-ki.
“Seharusnya kau dapat melihatnya dia mirip Hong-nio, Wi Hong-nio mu itu!”
“Kau suka dengan Hong-nio?’ “Apakah kau masih tidak mengerti kenapa aku harus datang
kemari? Kenapa harus tinggal di tempat ini?”
Tentu saja kesemuanya itu lantaran Hong-nio. Karena dulu Hong-nio berdiam di situ, setiap
benda yang berada di tempat itu seakan-akan telah memantulkan bayangan indah dari Hongnio.
Sekarang pada akhirnya Bu-ki mengerti juga. Dia hanya bisa tertawa getir. Wajah Siau-lui
yang sebetulnya masih menampilkan wajah seorang kanak-kanak itu mendadak menampilkan
487
kesedihan hati seorang dewasa, ujarnya dengan murung: “Sayang sekali sekarang dia sudah
bukan milikmu, juga bukan milikku lagi.”
Tiba-tiba kesedihan dan kemurungan tersebut berubah menjadi kemarahan dan luapan rasa
benci. “Karena orang mati hidup itu telah merampasnya dari tangan kita berdua …” ia
menambahkan.
Orang yang dimaksudkan sebagai “orang mati hidup” itu sudah barang tentu adalah Tee-cong.
Sekarang Bu-ki baru yakin, bahwa orang yang diajak Tee-cong menjenguknya tempo hari
bukan lain adalah Hong-nio. Tak bia disangkal lagi, Bu-ki merasakan hatinya bagaikan
ditusuk dengan pisau yang tajam, menusuk dalam ulu hatinya dan mendatangkan rasa sakit
yang merasuk hingga ketulang sumsum.
Mungkin disebabkan rasa sedih yang terlalu mendalam, maka di atas wajahnya sedikitpun
tidak menampilkan perubahan apa-apa.
Siau-lui melotot ke arahnya, tiba-tiba ia berteriak keras-keras: “Aku lihat kau sedikitpun tidak
merasa sedih, kenapa? Kenapa kau tidak sedih?”
Bu-ki tidak menjawab. Sebaliknya nona bercelana merah itu telah menghela napas panjang,
katanya: “Kalau kesedihan tersebut dapat dilihat dari wajahnya, mungkin kesedihan tersebut
bukan suatu kesedihan yang benar-benar sedih.”
“Yaa masuk akal juga perkataanmu itu,” kata Siau-lui, “agaknya setiap perkataan yang kau
ucapkan selalu masuk akal.”
Nona bercelana merah itu tersenyum manis, baru saja dia hendak mencari sumpit untuk
mengambil daging sapi masak kecap, mendadak terdengar Siau-lui berteriak keras: “Haah,
tidak mirip! Tidak mirip! Begitu kau tertawa, lantas saja tidak mirip, untung saja aku belum
mengawinimu, kaupun belum jadi kawin dengan aku.”
Sementara itu dari kejauhan sana berkumandang suara kentongan. “Toong! Toong!” dua kali
ketukan, berarti sudah kentongan kedua. Kalau dihitung-hitung, sekarang memang sudah
saatnya mendekati kentongan kedua.
Saat kentongan kedua tiba, terdengar bunyi kentongan berkumandang semestinya hal itu
merupakan suatu kejadian yang lumrah, umum dan tiada suatu yang aneh. Tapi paras muka
Siau-lui telah berubah. “Sungguh tak kusangka si buta sialan itu dapat mencari aku disini!”
gumamnya.
Hanya Tio Bu-ki seorang yang tahu, siapa gerangan si buta sialan yang dimaksudkan itu.
Suara kentongan itu berasal dari tempat yang amat jauh, tapi kedengarannya seakan-akan si
pemukul kentongan itu berada disisi telinga mereka. Kecuali Toh-mia-keng-hu (si kentongan
perenggut nyawa) Liu Sam-keng, siapa lagi yang bisa memiliki tenaga dalam sesempurna ini?
488
Kaisar Ji-gi Tay-tee yang tidak takut langit, tidak takut bumi ini meski tidak takut pula
terhadap Liu Sam-keng, namun terhadap si orang mati hidup masih tersisa juga sedikit rasa
takut.
Ditengah keheningan malam yang mencekam, terdengar bunyi tongkat yang mengetuk
permukaan tanah bergerak dari tempat kejauhan menuju kemari, bahkan suaranya makin lama
semakin nyaring.
Liu Sam-keng yang mengenakan celana hijau, membawa gembrengan kecil dan berjalan
sambil mengetukkan tongkatnya ke tanah itu, akhirnya muncul dari balik kegelapan.
Siau-lui tidak berkutik, semua orang juga tak berkutik, Siau-lui membungkam, semua orang
lebih-lebih terbungkam. Bu-ki dapat memahami maksud hati Siau-lui. Banyak orang
persilatan pada tidak percaya kalau Toh-mia-keng-hu benar-benar buta, kadangkala ia dapat
melihat jauh lebih tajam dan terang dari pada mereka yang tidak buta.
Namun Siau-lui tahu bahwa butanya mata orang itu bukan cuma pura-pura saja, tapi buta
sungguhan. Perasaan dan ketajaman pendengaran seorang buta jauh lebih tajam dan lihay dari
segala-galanya, asal semua orang tidak bersuara, maka diapun tak akan tahu kalau ada sekian
banyak orang berkumpul di situ.
Dengan tenang dan membungkam semua orang menyaksikan ia berjalan masuk setelah
mengitari halaman, wajahnya yang kuning pucat sama sekali tidak menampilkan emosi,
seakan-akan ia sedang memasuki rumah kosong yang sama sekali tak berpenghuni.
Begitu banyak pasang mata dari orang-orang yang berada dalam ruangan itu sedang
mengawasinya, namun ia sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa, tongkat bambu
berwarna putihnya masih mengetuk tanah dan pelan-pelan ia berjalan kedepan meja.
Sesudah menarik napas panjang-panjang, gumamnya: “Sungguh tak kusangka di sinipun ada
arak, ada sayur, kalau orang lain memang segan makan, biar akulah yang akan menikmatinya.
Sambil meraba-raba ia mencari sebuah bangku dan duduk, setelah menyandarkan tongkat
bambunya di tepi meja, dia mencari sepasang sumpit, menyumpit sepotong daging sapi masak
kecap dan dimasukkan kedalam mulutnya lalu dikunyah-kunyah. Kembali gumamnya:
“Daging sapi ini sedap sekali rasanya, cuma sayang sudah dingin!”
Dia makan minum seorang diri, bergumam seorang diri, seakan-akan seorang penyanyi solo
yang sedang beraksi di atas panggung, ia seperti juga tidak merasa bahwa setiap kali ia
menyuap hidangan ke mulutnya, mata-mata yang melotot disekelilingnya sedang melotot
besar ke wajahnya.
489
Lian It lian yang menyaksikan kejadian itu, hampir saja mengucurkan air mata bercucuran.
Kejadian semacam ini mungkin akan dianggap suatu lelucon, dimata orang lain, tapi dalam
pandangannya, peristiwa itu justru merupakan suatu peristiwa yang paling menyedihkan di
dunia ini.
Hampir saja dia tak tega memberitahukan kepada si buta yang patut dikasihani itu, bahwa
dalam ruangan itu bukan hanya dia seorang diri.
Mendadak Lui Sam keng meletakkan sumpit ke atas meja, lalu menghela napas panjang.
“Aaaai..! Sayang Siau lui tidak berada di sini. Hidangan Hwe po yau hoa dan daging sapi
masak kecap kebetulan adalah hidangan kegemarannya, andaikata dia berada di sini aku pasti
akan memberikan semuanya ini kepadanya”
Beberapa patah kata itu diucapkan seperti juga dengan kedua macam hidangan tersebut,
walaupun biasa dan tiada sesuatu yang aneh, namun justru menampilkan suatu perasaan
tertentu yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Hampir saja Lian it lian tak tahan mengendalikan diri. Hampir saja dia hendak
memberitahukan kepadanya, bahwa Siau lui duduk di sampingnya, bahkan asal mengulurkan
tangannya maka ia dapat meraba tubuhnya.
Siapa tahu ternyata Siau lui justru dibikin terharu oleh ucapannya itu, tiba-tiba ia berkata:
“Kau tak usah memberikannya kepadaku, makanlah sendiri, aku tahu kaupun gemar sekali
makan kedua sayur itu”
Paras muka Lui Sam keng yang kuning kepucatan itu segera memancarkan sinar tajam,
serunya cepat, “Oooh,,,,! Kiranya kaupun berada di sini”
“Sejak tadi aku sudah berada di sini, sebenarnya aku tak ingin kau tahu akan kehadiranku di
sini, tapi kau begitu baik kepadaku, bagaimana mungkin aku merasa tega untuk mengelabui
dirimu?”
“Semenjak kau pergi meninggalkan kami, bukan saja setiap hari aku memikirkan dirimu,
suhumu juga amat rindu kepadamu”
“Masakah dia juga memikirkan aku?”
“Meskipun di luar wajahnya sangat dingin dan kaku, tapi rasa rindunya kepadamu mungkin
jauh lebih besar daripada rasa rinduku kepadamu…!”
Siau lui segera menghela napas panjang. “Sebenarnya aku masih mengira kalau dia ingin
mempergunakan didirku saja untuk mengalahkan murid yang dididik oleh Ban Tang lo serta
mengangkat nama baiknya”
490
“Kau keliru besar” ucap Liu Sam keng, “asal kau bersedia pulang, ia sudah akan merasa
gembira sekali!”
“Tapi aku masih tak ingin pulang!”
“Kenapa?”
“Aku masih sorang kanak kanak, bagaimana pun juga aku tak bisa menirukan cara hidupnya
yang tiap hari hanya berbaring dalam peti matinya saja, aku masih ingin bermain main di
luaran, sebab pemandangan di luar jauh lebih menyenangkan daripada di situ”
“Tunggu saja sampai ilmu pedangmu telah selesai kau pelajari, saat itu kau pasti boleh
bermain sepuas-puasnya”
“Apakah kau tak dapat tinggal di sini dan menemani aku untuk bermain main selama
beberapa hari lagi? Setiap hari aku tentu akan suruh orang buatkan daging sapi masak kecap
untukmu”
“baik, aku akan menemanimu!” Siau Lui sama sekali tidak menyangka kalau jawabannya
diberikan secepat itu, saking gembiranya hampir saja dia melompat-lompat.
Liu Sam keng juga sangat gembira, katanya: “Kemarilah dahulu, biar kuraba dulu wajahmu,
selama beberapa bulan ini kau bertambah gemu? Ataukah bertambah kurus?”
Siau lui segera maju menghampirinya, sambil tertawa ia menjawab: “Aku lebih gemuk dari
dulu, aku telah berhasil mendapatkan seorang koki yang hebat!”
Dihadapan si buta, ia sudah bukan kaisar Ji-gi Tay tee yang luar biasa lagi. Bagaimanapun
juga dia masih seorang kanak-kanak. Pancaran kasih sayang yang diperlihatkan kedua orang
itu, hampir saja membuat air mata Lian It lian bercucuran saking terharunya.
Ketika airmatanya sudah mulai meleleh keluar dari kelopak matanya, mendadak tangan Lui
Sam Keng berputar cepat, lalu mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Siau Lui
erat erat.
Lain It lian merasa ama terkejt, Siau lui lebih terkejt lagi, jeritnya tertahan: “Hey, mau apa
kau?”
“Kau sudah bermain cukup lama ditempat luar” kata Liu Sam keng dengan dingin. “Lebih
baik sekarang juga ikut aku pulang kerumah!”
“Jadi apa yang kau ucapkan tadi hanya untuk membohongiku?”
491
“Sekalupun kau anggap sebagai bohong, itupun kulakukan demi kebaikanmu!”
“Kalau begitu, sejak semula kau sudah tahu kalau aku berada disini, maka sengaja kau
mengucapkan kata kata tersebut agar terdengar olehku dan membuat hatiku terharu, setelah
itu kau baru menangkapku untuk diajak pulang” seru Siau lui.
Liu Sam keng tak ingin menyangkal, pun tak perlu menyangkal, tiba tiba dia hanya berkata:
“Tio Bu ki, kaupun lebih baik ikut aku pulang, Hong nio masih selalu menantikan
kedatanganmu”
Sekali lagi Lian It lian merasa terkejut.
Ternyata si buta itu bukan saja tahu kalau Siau lui berada disitu, diapun tahu kalau Bu ki juga
berada disana.
Sebetulnya dia adalah seorang manusia yang memiliki banyak tipu muslihat.
Tapi sekarang, secara tiba tiba ia menemukan bahwa semua tipu muslihatnya itu kalau
dibandingkan dengan si buta tersebut hakekatnya seperti permainan dari seorang kanak kanak.
Bu ki masih dapat mengendalikan perasaannya, ia bertanya: “Kenapa akupun harus ikut kau
pulang?”
“Karena ilmu pedangmu belum berhasil kau pelajari, kalau bergerak diluaran maka kau akan
menderita kerugian”
“Jadi kalau begitu, kau suruh aku pulang kesitu hanya demi kebaikanku saja?”
“Tentu!”
Sebetulnya Siau lui sudah ketakutan setengah mati, tiba tiba ia tertawa tergelak.
“Haahh…haahhh……haaahhhh…. sayang sekali, sekalipun dia ingin mengikuti kau pulang
juga tak mungkin”
“Kenapa?” tanya Liu Sam keng. “Karena kalian berdua sudah tak mungkin bisa keluar lagi
dari perkampungan Ho hong san ceng ini dalam keadaan hidup”
Setelah tertawa, ia melanjutkan, “Kematianmu mungkin jauh lebih cepat darinya, karena arak
yang kau minum jauh lebih banyak daripada arak yang dia teguk”
“Apakah arak dalam poci itu sudah kau campuri dengan sesuatu?” tegurnya.
492
“Kau tahu poci arak tersebut sudah tersedia di meja semenjak tadi, tentu saja tidak kau sangka
kalau poci arak itu sudah kecampuri dengan sesuatu, apalagi aku memang menyiapkan arak
itu bukan untuk kuminum sendiri, melainkan sengaja kupersiapkan untuk diberikan kepada
Tio Bu-ki”
“Mengapa kau hendak mencelakainya” tanya Liu Sam keng.
“Bagaimanapun juga dia toh tetap suaminya Hongnio, jika aku atidak mencelakainya, lantas
harus mencelakai siapa?”
Paras muka Liu Sam keng sudah rada berubah, dengan tangannya yang lain ia cengkeram poci
arak tersebut kemudian diciumnya sebentar, setelah itu sambil tertawa dingin katanya: “Kalau
dalam poci arak ini benar-benar terdapat racunnya, maka bukan saja sepasang mataku Liu
Sam keng telah buta, hidungkupun pantas dipotong juga”
“Sudah puluhan tahun Toh mia keng hun malang melintang dalam dunia persilatan, untk
membohongi dirimu tentu saja tidak terlalu gampang” kata Siau Lui.
Liu Sam keng segera tertawa dingin. “Yaaa, tentu saja tidak terlalu gampang!” sahutnya.
“Persoalan yang kau ketahui tentu tidak sedikit bukan jumlahnya?” “Memang tidak terlampau
sedikit!” “Kalau begitu kau tentu tahu bukan bahwa dalam dunia persilatan terdapat tujuh
orang pendekar wanita yang disebut Jit Sian li (Tujuh dewi), mereka semua adalah
perempuan-perempuan cantik yang ternama dalam dunia persilatan!”
Mendadak ia mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain dan menyinggung tentang masalah
lain yang sama sekali tiada sangkut pautnya dengan persoalan tersebut.
Walaupun orang lain merasa keheranan, tapi Liu Sam keng sama sekali tidak ambil peduli.
Jika kau telah mencengkeram urat nadi dari seseorang dan tahu dia sudah tiada harapan lagi
untuk meloloskan diri dari cengkeramanmu, maka apapun yang dia katakan, tentu saja tak
akan kau anggap peduli. “Aku bukan saja tahu tentang mereka, bahkan kenal pula dengan
beberapa orang diantaranya”kata Liu Sam keng.
“Diantara ketujuh orang dewi itu, bukankah ada seorang diantaranya juga she Liu?”
“Benar!”
“Kau juga kenal dengannya?”
Tiba-tiba Liu Sam keng menghela napas panjang: “Liok soat sian cu seperti juga namanya,
dia adalah seorang perempuan yang lemah lembut, halus berbudi dan cantik jelita, perempuan
semacam itu sudah tak banyak ditemui lagi pada saat ini”
493
“Sekarang dimanakah orangnya?” tanya Siau lui.
“Walaupun sinar matahari senja amat indah, sayang sudah mendekati datangnya magrib!”
“Apakah dia telah mati?”
Kembali Liu Sam keng menghela napas panjang, “Yaaa ia memang mati terlalu awal!”
sahutnya.
“Sekarang walaupun kau tak dapat melihat wajahnya lagi, tentunya masih mengingat
suaranya bukan?”
“Bukan hanya sehari dua hari kudengar suaranya, seperti juga wajahnya, suaranya merdu dan
indah, siapapun yang pernah mendengar suaranya maka tak akan terlupakan lagi untuk
selamanya”
Siau lui pun ikut menghela napas panjang. “Aaaii…!Sayang ia mati terlalu awal!” katanya
“Yaaa,, memang sayang sekali!”
Mendadak Siau lui tertawa tergelak, kemudian serunya, “Liu Liok-soat, sesungguhnya kau
sudah mati atau belum?”
“Belum!” jawab Poan-bin-lo-sat.
Ketika secara tiba-tiba ia bertanya kepada seseorang yang jelas diketahui telah mati dengan
pertanyaan: “Sudah matikah kau?” semua orang sudah merasa terheran-heran. Sungguh tak
disangka ternyata ada juga yang menjawab: “Belum!” dan orang itu ternyata bukan lain
adalah Poan-bin-lo-sat (iblis perempuan berwajah separuh).
Kejadian ini segera mencengangkan semua orang, membuat wajah mereka termangu, mata
terbelalak dan mulut melongo. Lebih tak disangka lagi ternyata paras muka Liu Sam-keng
segera berubah hebat setelah mendengar suara jawaban itu.
Apakah Poan-bin-lo-sat yang bengis, kejam dan tak berperi kemanusiaan ini, bukan lain
adalah Liok-soat siancu yang lemah-lembut dan berbaik budi itu?
Kembali Siau-lui bertanya: “Benarkah kau adalah Liok-soat siancu?”
“Yaa, benar!” Poan-bin-lo-sat menegaskan.
“Kau belum mati?”
“Aku tahu setiap orang mengira aku telah mati, sayang aku masih hidup segar bugar!”
494
Suara penuh dengan kepedihan dan kesedihan, seakan-akan ia betul-betul merasa sayang
karena dirinya hingga kini masih hidup segar bugar.
“Sesungguhnya kau adalah seorang Dewi, mengapa saat ini bisa berubah menjadi iblis
wanita?”
Lo-sat adalah sejenis Iblis perempuan yang bengis, jahat dan bertampang jelek. Poan-bin-losat
segera menjawab:
“Semenjak wajahku rusak ditangan orang, aku telah berubah menjadi Iblis perempuan yang
berhati keji!”
Lian It-lian pernah menyaksikan wajahnya, raut wajah yang dimilikinya sekarang memang
sudah tidak mirip dengan wajah seorang bidadari lagi.
“Wajahmu rusak ditangan siapa?” tanya Siau-lui kemudian.
“Ditangan Kongsun Lan!”
“Siapakah Kongsun Lan itu?”
“Dia adalah putri tunggal dari Kongsun Kong-ceng, seorang tayhiap dari kota Yang-ciu!”
“Benarkah mereka adalah orang-orang dari keluarga persilatan Kongsun yang merupakan
salah satu dari empat keluarga besar persilatan …?” Siau-lui bertanya lebih lanjut.
“Benar!”
“Kenapa Kongsun Lan merusak wajahmu yang cantik itu?”
“Karena ia telah mencintai Lim Tiau-eng!”
“Siapa pula Lim Tiau-eng tersebut?”
“Dia tak lain adalah Siau-siang-kiam-khek Lim Tiau-eng yang perkataannya bagaikan kentut
busuk itu?” Poan-bin-lo-sat menerangkan.
“Lantas apa pula hubunganmu dengannya?”
“Dia adalah suamiku!”
“Secara bagaimana Kongsun Lan bisa berkenalan dengannya?”
495
“Waktu itu ia seringkali bermain kerumah!”
“Jadi diantara kalian sebenarnya tiada ikatan dendam ataupun sakit hati?”
“Sama sekali tak ada.”
“Lalu apa pula hubunganmu dengan Kongsun Lan?”
“Dahulu dia adalah saudara angkatku!”
Suara jawabannya selalu dingin dan hambar, tapi ketika berbicara sampai kesitu, nadanya
baru kedengaran agak berubah. Sayang wajahnya tertutup oleh selapis kain cadar hitam,
bukan saja berwarna gelap, lagipula sangat tebal, sehingga sukar buat orang lain untuk
mengetahui mimik wajahnya.
“Bagaimanakah hubunganmu dengan dirinya?” Siau-lui kembali bertanya dengan suara
nyaring.
“Sebenarnya aku selalu menganggap dia sebagai adik kandungku sendiri, dalam menghadapi
persoalan apapun aku selalu mengalah untuknya.”
“Tapi bagaimanapun juga kau tak dapat menyerahkan suamimu kepadanya …?”
“Yaa, sesungguhnya aku sama sekali tak tahu akan kejadian tersebut, pada hari Tiong-ciu
suatu tahun, ia mengundang kami untuk merayakan hari tersebut bersama dirumahnya,
akupun berkunjung kesana, waktu itu ia berusaha keras untuk meloloh aku dengan arak, dan
akupun minum terus tanpa rasa curiga.”
Tiba-tiba suaranya menjadi parau, lewat lama sekali baru sambungnya lebih jauh: “Sungguh
tak kusangka, ketika aku telah dibikin mabuk dan tak sadarkan diri, ia telah naik keatas
pembaringan bersama suamiku!”
“Kalau toh waktu itu kau sudah mabuk, darimana bisa kau ketahui jika ia sudah tidur dengan
suamimu?”
“Sebab nyali mereka berdua terlalu besar, didalam kamar sebelahnya mereka lakukan
perbuatan itu dan lebih-lebih tak mereka sangka kalau aku telah sadar kembali ditengah
malam buta.”
“Apakah kau telah mendengar suara mereka?”
“Tidak, tapi aku seperti sudah terpengaruh oleh ilmu sihir, tiba-tiba saja ingin memeriksa
keadaan dalam kamar tersebut.”
496
“Bila seorang wanita menjumpai peristiwa semacam ini, sedikit banyak sikapnya memang
akan berubah menjadi agak aneh,” kata Siau-lui sambil manggut-manggut.
“Ketika kutangkap basah perbuatan mereka itu, hampir gila aku saking marahnya, Kongsun
Lan segera melarikan diri terbirit-birit, sedang aku mengejarnya dari belakang, ketika itu aku
benar-benar ingin menangkapnya dan mencekik lehernya sampai mati.”
“Kemudian?”
“Kemudian akupun berubah menjadi begini.”
“Kenapa?”
“Sebab rumah itu rumahnya, ketika orang tuanya dan saudara-saudaranya melihat aku hendak
membunuhnya, serentak mereka turun tangan untuk membekuk diriku, setelah itu aku
dikurung dalam rumah pembakaran batu bata, maksudnya hendak membakarku hidup-hidup.”
“Apakah Lim Tiau-eng tidak munculkan diri untuk menolong jiwamu?”
Poan-bin-lo-sat menggelengkan kepalanya. “Waktu itu ia sudah melarikan diri, jangankan
orangnya, bayangan tubuhnya saja tak nampak.” ***
Berbicara untuk seorang perempuan, peristiwa semacam ini memang merupakan sebuah
tragedi yang memilukan hati, jalannya peristiwapun penuh dengan liku-likunya masalah,
kalau dibicarakan sesungguhnya, hal ini memang sangat tragis dan memilukan hati. Tapi
semua orang masih tidak habis mengerti, mengapa Siau-lui mengisahkan kejadian tragis yang
menimpa diri Poan-bin-lo-sat tersebut kepada mereka semua.
Sebab peristiwa tersebut agaknya sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan masalah yang
terjadi barusan, hanya saja kejadian itu telah merubah kesan mereka bahwa Siau-siang-kiamkhek
memang pantas dihukum mati.
“Semenjak terjadinya peristiwa itu, semua orang persilatan lantas menjangka bahwa kau telah
mati,” kata Siau-lui.
“Yaa, karena mereka tidak menyangka kalau aku ternyata masih hidup, bahkan keluarga
persilatan Kongsun telah memberi muka kepadaku dengan menyelenggarakan suatu upacara
penguburan yang sangat meriah.”
“Mengapa kau belum mati?”
“Itulah yang dinamakan kalau saat ajalku belum tiba, dan aku memang ditakdirkan untuk
hidup lebih jauh. Mimpipun mereka tak menyangka kalau malam itu, secara kebetulan ada
orang hendak mencuri batu bata mereka.”
497
“Apakah pencuri-pencuri batu bata itu yang telah menyelamatkan jiwamu …?” tanya Siau-lui.
“Tapi bukan saja separuh wajahku sudah terbakar hancur, sekujur badankupun sudah terbakar
sehingga tak keruan keadaannya.”
“Maka dari itu kau lebih suka dianggap orang lain telah mati, karena kau tak ingin orang lain
mengetahui bahwa wajahmu telah berubah menjadi begini rupa?”
Poan-bin-lo-sat kembali mengangguk. “Bukan saja wajahku telah berubah, bahkan jalan
pikiranku pun ikut berubah!” katanya.
“Oleh sebab itu setahun kemudian, secara tiba-tiba dalam dunia persilatan telah muncul
seorang iblis perempuan yang bernama Poan-bin-lo-sat?”
“Ya, karena pada saat itu aku baru tahu jika ingin menjadi seorang manusia maka hatinya
mesti kejam dan tak berperasaan, dengan demikian ia baru tak akan menderita kerugian.”
“Konon setelah kejadian itu, kau telah meringkus empat puluh lembar jiwa keluarga Kongsun
Lan untuk disayat dulu separuh wajah mereka, kemudian baru mengirim orang-orang itu
kesuatu tempat yang tak mungkin ditemukan orang untuk menantikan kematiannya?”
“Ketika disekap dalam ruangan pembakaran batu bata, aku telah merasakan bagaimana
tersiksanya seorang yang sedang menantikan tibanya saat kematian, maka aku harus membuat
mereka pun ikut merasakan keadaan tersebut, karena dari keluarganya tak terdapat
seorangpun yang terhitung orang baik.”
“Kongsun Kong-ceng meski tidak gagah dan jujur, jelek-jelek diapun seorang jago didalam
perguruan Pat-kwa-bun, ilmu silat yang dimiliki orang-orang sekeluarga mereka tak nanti
lemah, dengan cara apa kau berhasil meringkus semua anggota keluarganya?”
Lian It-lian sudah pernah mendengar hal ini dari mulut nona bercelana merah, tapi dia masih
keheranan juga, dengan kekuatan Poan-bin-lo-sat seorang, bagaimana caranya ia berhasil
meringkus puluhan lembar jiwa anggota Kongsun secara dengan bersamaan waktunya mereka
semua …?”
Terdengar Poan-bin-lo-sat berkata: “Dirumah mereka terdapat sebuah sumur yang khusus
dipakai untuk minum orang sekeluarga, kebetulan sekali sumur yang berada dihalaman
belakang dikenal oleh orang sekitar sana sebagai sumur air manis, air itu paling enak jika
digunakan untuk membuat air teh.”
Ia tertawa terkekeh-kekeh dengan seramnya dan kemudian melanjutkan: “Mereka adalah
keluarga persilatan yang ternama, sampai pelayannya semua orang gemar minum air teh.”
498
“Maka kau mencampuri air sumur itu dengan obat?” sambung Siau-lui dengan cepat.
“Yaa, cuma sekali-sekali!”
“Obat apakah itu?”
“Obat tersebut bernama Kun-cu-san!”
“Obat macam apakah Kun-cu-san itu?”
“Semacam obat racun yang bisa membuat orang pingsan dan kehilangan tenaganya jika
minum sedikit, dan merenggut nyawanya jika terlalu banyak …!”
“Mengapa obat beracun itu dinamakan Kun-cu-san?”
“Sebab obat itu seperti juga seseorang Kuncu lemah-lembut dan berhati mulia tapi setelah
mencelakai orang, bahkan sang korbanpun tidak mengetahuinja.”
Siau-lui kontan saja tertawa terbahak-bahak. “Haahh … haahh … haahh … sebuah nama yang
sangat baik, nama yang sangat tepat.”
Setelah tersenyum, ia menambahkan: “Tampaknya dikemudian hari kalian harus ingat untuk
baik-baik menghadapi seorang Kuncu, sebab makin lemah-lembut orangnya makin berbahaya
wataknya.”
Poan-bin-lo-sat pernah mengalami nasib yang buruk dan musibah yang tragis, tak bisa
disalahkan jika ia amat membenci orang persilatan.
Jilid 18________
Tapi dia masih begitu muda, namun jalan pemikirannya ternyata begitu sempit, tak heran
kalau setiap perbuatannya selalu mendatangkan rasa terkejut bagi siapapun. Kembali Siau lui
bertanya:
“Barusan apakah kau pun telah mencampuri sedikit obat tersebut ke dalam poci arak itu?”
“yaa, cuma sedikit sekali!” Poan bin lo sat membenarkan
“Obat apa yang telah kau campurkan ke dalam arak itu?”
“Kun cu san!”
Kata kata yang terakhir itulah baru benar benar merupakan “melukiskan naga memberi mata”
kunci rahasia dari kisah cerita tersebut letaknya dipaling belakang.
499
Sekarang semua orang baru mengerti kenapa secara tiba tiba Siau lui menyinggung tentang
peristiwa tersebut.
Ilmu silat yang dimiliki KOngsung Kong Ceng sekeluarga ter- hitung amat tangguh,
seandainya bukan dikarenakan terkena racun Kun cu san tak mungkin mereka bisa dibekuk
semua oleh Poan bin losat dan mandah disiksa tanpa memiliki kekuatan untuk melakukan
perlawanan.
Tentu saja bubuk Kun cu san adalah sejenis racun yang tidak berwarna dan berbau, semacam
obat beracun yang amat hebat sekali daya kerjanya.
Kalau tidak demikian, sebagai jago-jago kawakan yang ber- pengalaman dalam dunia
persilatan bagaimana mungkin Kongsun kon ceng sekeluarga yang terdiri dari empat puluh
lembar jiwa bisa dipecundangi tanpa merasa?
Tiba-tiba paras muka Bu-ki berubah hebat. Sambil memegangi perut sendiri menahan
kesakitan yang luar biasa dia berseru:
“Aduuuuh......tidak benar!”
Mimik wajahnya menunjukkan sikap seorang yang kesakitan hebat, Matanya melotot besar,
bibirnya memucat dan peluh sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya.
Paras muka Liu Sam Keng kontan saja ikut berubah, jeritnya dengan suara tertahan.
“Apanya yang tidak benar?”
“Arak....arak dalam poci itu.....”
“kenapa....kenapa dengan arak dalam poci itu.... apakah....apakah....”
Tapi sebelum perkataannya itu sempat diselesaikan, tahu tahu Siau-liui sudah melepaskan diri
dari ceng- keramannya, menyusul kemudian secepat kilat ia menotok lima, enam buah jalan
darah penting ditubuhnya.
Pada saat itulah. si nona bercelana merah itu menghela napas panjang.
“Aaaai...! Sungguh lihay....sungguh lihay....manusia lihay, bubuk Kun-cu-sannya juga lihay!”
Siau-lui tertawa terbahak bahak,
“haaahhh...haaahhh...haaahhh...apakah kau juga merasa kagum kepadaku?”
500
“Yaaaa, aku merasa benar benar amat kagum kepadamu!”
Buki masih duduk tak berkutik ditempat semula, sepasang matanya terbelalak kaku, seakan
akan sekujur badannya sudah tak mampu digerakkan lagi. Lian it lian sangat terkejut, ia
segera melompat bangun dan menyerbu ke sisinya.
“Benarkah arak itu beracun?” tegurnya.
“Tidak!”
“Kalau memang tidak beracun, kenapa kau menjerit tidak benar?”
“Justru karena tiada racun, maka aku baru mengatakan ridak benar!” sesudah menghela
nanapas panjang, katanya kembali:
“Mereka bersikeras mengatakan arak itu beracun, bahkan caranya berbicara begitu hidup dan
wajar, apa mau dikata dalam arak tersebut justru yiada racunnya, tentu saja ini menandakan
kalau keadaan tidak benar!”
Siau lui tertawa terbahak bahak
“haaahh....haaahh....haaahh....kalau aku tidak sengaja berbicara dengan hidup dan wajar, mana
mungkin LIU Sam-keng si rase tua inibisa terjebak oleh siasatku?”
Ternyata Liat It-lian masih belum mengerti. ia bertanya lagi kepada Bu-ki:
“jikalu dalam arak itu memang tidak beracun kenapa kau bisa berubah menjadi begini rupa?”
“Aku telah berubah menjadi seperti apa?”
“Seperti orang keracunan berat”
“Bu-ki segera tertawa.
“Orang yang seperti keracunan belum tentu benar benar keracunan, tidakkah kau rasakan
bahwa perbedaannya teramat besar?”
“Untunglah ia mau membantuku” seru Siau-lui kembali, coba kalau ia tak bersedia
membantuku untuk bermain sandiwara ini, untuk berhasil seperti apa yang sekarang ini
rasanya tak akan segampang ini”
“Darimana kau bisa tahu kalau dia pasti akan membantumu unruk bermain sandiwara ini?”
tanya Lian It-lian.
501
“Karena aku tahu, diapun tak ingin membiarkan LIU Sam-keng mengajaknya pulang”
Lian It-lian segera bertanya lagi kepada BU-ki: “Darimana kau bisa tahu kalau dia sedang
berbohong?”
“Seandainya Liu Sam-keng benar2 benar keracunan maka dia pun tak usah mengatakannya
dengan terang dan jelas”
“Yaa paling tidak memang seharusnya ia menunggu sampai Liu Sam-keng roboh dahulu baru
menerangkan keadaan yang sebenarnya” Lian It-lian manggut manggut tanda mengerti
Bu-ki segera tertawa,
“Akhirnya kau berubah juga menjadi seorang yang pintar”
Lian It-lian memejamkan mulutnya rapat rapat.
Tadi ia merasa bahwa permainannya kalu dibandingkan dengan tipu muslihat bocah ini maka
permainannya itu agaknya seperti permainan kanak kanak.
Tapi sekarang dia baru tahu kalu dugaannya itu ternyata keliru.
Yang benar bukan “agaknya” mirip lagi seperti permainan kanak] kanak, melainkan
hakekatnya memang permainan kanak kanak..! Tentu saja perbedaan antara kedua hal inipun
teramat besar sekali
POAN-BIN-LO-SAT kembali mengambil poci arak dan memenuhi cawan arak setiap orang.
Tak tahan Lian It-lian segera bertanya kembali
“Benarkah di halaman belakang rumah Kongsung Kong-ceng terdapat sebuah sumur yang
dinamakan sumur air manis?”
“Benar” Poan bin-lo-sat mengangguk.
“Kau benar benar telah meracuni air dari sumur tersebut?”
“Betul!”
“Tapi kau tidak mencampuri arak dalam poci dengan arak?”
Poan bin-lo-sat memandang kearahnya mencorong sinar tajam dari matanya dibalik
kaincadar, tiba tiba katanya sambil tertawa:
502
“Kau adalah seorang anak baik, akupun menyukai dirimu maka aku hendak memberitahukan
kepadamu, ada dua hal yang musti kau ingatkan terus menerus....”
“Akan kudengarkan dengan seksama!”
“Seandainya kau ingin membohongi orang lain, pertama tama yang musti kau ingat adalah
dikala membohongi orang, kau tak boleh sama sekali bicara bohong, sebelum itu paling tidak
harus ada sepuluh kata merupakan kata kata jujur dan benar, agar setiap orang percaya bahwa
kau sedang berbicara sejujurnya nah setelah semua orang percaya kau baru mulai berbohong,
dengan demikin orang baru akan mempercayai seratus persen!”
“Masuk diakal!” seru Lian It-lian
“Seandainya kau tak ingin di bohongi orang maka kaupun harus ingat, apakah dalam sumur
ada racun atau tidak serta dalam arak ada racunnya atau tidak adalah dua masalah yang
berbeda”.
“Yaa, memang dua kejadian yang berbeda” kembali Lian It-lian membenarkan setelah
menghela napas.
“Teori semacam ini sesungguhnya gampang dan sederhana, tapi justru amat sedikit orang
yang memahaminya”
“Seandainya setiap orang bisa memahami teori tersebut masih ada siapa lagi yang bakal
tertipu?”
Poan bin-lo-sat tersenyum.
“Justru karena amat jarang orang yang memahami teori itu, maka setiap hari tentu ada
manusia di dunia ini yang ditipu orang”
“Betul!”
“Ya, memang tepat sekali!” nona bercelana merah itu ikut pula menghela napas panjang.
SIAU LUI mengangkat cawannya Bu-ki pun mengangkat cawannya.
Siau lui mengawasi wajahnya lekat lekat, mendadak berkata:
“Agaknya kau tidak terlalu gampang untuk tertipu?”
Bu-ki ikut tertawa.
“Wah ....kalau seringkali tertipu oleh siasat orang, itu baru tidak menarik namanya”
503
“Agaknya kau telah berubah menjadi begitu tak suka bicara?”
“Perkataan yang tidak seharusnya dikatakan lebih baik jangan dikatakan, sebab....”
“Sebab terlalu banyak berbicarapun, tidak menarik namanya” sambung Siau lui.
“Ya memang betul perkataanmu itu” sahut Buki sambil tersenyum dan manggut manggut.
“Kau adalah seorang yang pintar, jika kau bersedia ikut aku pergi, aku pasti akan mengangkat
dirimu menjadi wakil kaucu”.
Bu-ki tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
“Kau hendak pergi?”
Siau lui juga tidak menjawab, tapi bertanya kembali:
“Seorang yang sama sekali buta dan tak bisa melihat apa apa dari mana bisa tahu kalau aku
berada disini? kenapa ia bisa menemukan diriku...?”
“Sebab ada orang yang telah memberitahukan hal ini kepadanya”
“Ya, pasti ada!”
“Tapi aku tak ingin kali sampai jejakku ditemukan kembali oleh orang lain”
“Kau tak ingin?”
“Ya, apakah aku harus cepat cepat angkat kaki meninggalkan tempat ini?”
“Aku rasa makin cepat semakin baik!”
“Apakah kau jadi ikut aku?”
“Kalu kau jadi aku, mungkinkah kau pergi mengikuti diriku?” Bu ki balik bertanya.
“Tak mungkin!”
“Kenapa?” “Karena kalau aku ingin jadi pemimpin, lebih baik aku mengangkat diriku sebagai
kaucu, sebab menjadi wakil kaucu tentu tidak menarik hati”
“Kalau sudah tahu pekerjaan itu tidak menarik hati lalu manusia macam apa yang bersedia
melakukannya?”
504
“Tentu saja hanya telur busuk goblok yang melakukannya”
“Sekarang, coba lihat apakah aku mirip seorang telur busk yang goblok?” tanya Bu ki.
“Kau tidak mirip”
Sesudah berhenti sebentar, pelan pelan ia melanjutkan:
“Jika aku mencari orang lain untuk bu-kaucu ku, dan ternya ia tak mau, tentu saja diapun tak
bisa dianggap sebai seorang telur busuk goblok, sebab paling banter dia hanya bisa dianggap
sebagai sesosok mayat belaka”
“Kenapa?”
“Sebab sekalipun pada waktu itu dia bukan sesosok mayat, tapi dalam waktu singkat dia pasti
akan menjadi sesosok mayat!”
“Untung saja aku bukan orang lain” kata Bu ki
“Siau lui kembali menatapnya lama sekali, akhirnya dia menghela napas panjang.
“Ya, untung saja kau bukan” bisiknya.
Ada semacam orang yang bilang datang lantas datang, bilang pergi lantas pergi.
Jika dia mau datang siapapun tak akan tahu kapan dia baru akan datang, setelah ia datang,
siapapun tak dapat menghalangi dirinya.
Sebaliknya jika dia mau pergi, siapapun tak dapat menahan kepergiannya itu.
Kebetulan Siau lui adalah orang semcam itu.
Maka dia telah pergi, pergi sambil membawa Liu Sam-keng yang meskipun jaln darahnya
tidak tertotokpun, saking gusarnya ia menjadi setengah mati.
Ia telah bertanya kepada BU ki:
“Perlukah kutinggalkan orang ini untukmu?”
Bu ki bukan orang bodoh, maka dia tak mau.
Orang ini ibaratnya besi baja yang menyengat tangan,bahkan merupakan benda yang paling
menyengat tangan didunia ini.
505
“Jika kau bersikeras untuk meninggalkan dirinya disini” kata Bu ki, “kemungkinan besar aku
akan membunuhnya”
“Kau tak ingin membunuhnya?” tanya Siau lui
“Aku tak dapat membunuhnya”
“Kenapa?”
“Karena aku tahu, diapun tak akan membinasakan aku”
Oleh karena itu kau tahu kalau dia tak akan membunuhmu, maka waktu itu kau baru pergi
mencarinya untuk membuat perhitungan
Yang dimaksud kan waktu itu adalah bulan tiga tanggal dua puluh delapan tahun berselang,
pada hari itu juga ia telah bersiap siap membayar hutangnya kepada Liu Sam-keng.
Siau lui mengetahui akan kejadia itu.
“Waktu itu sebenarnya adalah hari baik, hari penuh rejeki” katanya, “kebetulan juga hari
perkawinanmu: ternyata kau telah mencarinya membereskan hutang. Karana agaknya kau
tahu bahwa manusia macam ini tak mungkin membunuhmu dihari sebaik itu guna menagih
hutang.....”
“Agaknya aku memang sedikit rada mengerti”
“Tampaknya, kau seperti sedikitpun tidak bodoh!” kata Siau lui kembali.
Tiba tiba nona bercelana merah itu menghela napas panjang.
“Andai kata ia ada sedikit goblok, tak mungkin jiwanya bisa hidup sampai sekarang”
Akhirnya Siau lui pergi juga. Tiada orang yang menanyakan diri Biau jiu-jiu-sut, agaknya
beberapa orang itu sama sekali tidak menaruh perhatian terhadapnya.
Benarkah Siau lui punya cara yang bagus untuk mengendalikan mereka? Ataukah karena
mereka menaruh sesuatu rencana terhadap Siau lui?
Peduli bagaimanapun juga, Siau lui pasti dapat menjaga diri baik baik....
Oleh sebab itu Bu ki tidak menasehati apa apa kepadanya, dia hanya berharap agar dia jangan
terlalu “ji-gi”, sebab jikalau seseorang selalu menjumpai keadaan yang berhasil memenuhi
seleranya itu akan berubah menjadi sebaliknya.
506
Agaknya Lian It lian sangat kuatir kalau Bu ki mengajukan pelbagai pertanyaan kepadanya,
tidak menanti Bu ki membuka suara dia telah berkata lebih dulu:
“Aku tahu antara kalian suheng-sumoy pasti terdapat banyak persoalan yang hendak
dibicarakan, aku tak dapat menemani kalian lebih jauh. Sekarang sekalipun langit mau
ambruk, aku butuh tidur yang nyenyak lebih dahulu....”
Maka dalam ruanganpun tinggal mereka suheng-moay berdua.
Nona bercelana merah itu tertawa paksa lau katanya:
“Kau tentu tak pernah menyangka bukan kalau secara tiba tiba bisa muncul seorang sumoay
yang mencarimu, agaknya kau sama sekali tidak mempunyai seoarang sumoay?”
Ya, aku memang tidak menyangka”
Ditatapnya nona itu, lalu tersenyum:
“Kau benar benar lebih mirip seorang perempuan dari pada perempuan yang sesungguhnya!”
Apakah nona bercelana merah itu bukan seorang perempuan tulen?
Ia menundukkan kepalanya rendah rendah lalu berkata:
“Aku berbuat demikian sesungguhnya karena terpaksa!”
“Apakah kau telah menjumpai sesuatu kesulitan?”
Nona bercelana merah itu menghela napas
“Aaai...! kesulitan yang kujumpai hakekatnya besar bukan kepalang.”
“Kesulitan apa?”
“Ada beberapa orang musuh yang sangat lihay telah berhasil melacaki jejakku, sekarang aku
telah didesaknya sehingga tiada jalan lain untuk melarikan diri lagi, maka dengan perasaan
apa boleh buat terpaksa aku datang mencarimu.”
“Siapa siapa sajakah mereka itu?”
“Aku tidak bermaksud meminta bantuanmu untuk pergi menghadapi mereka” jawab nona
bercelana merah itu dengan cepat.
507
“Kenapa?”
“Sebab mereka semua adalah manusia-manusia yang tidak gampang dihadapi, aku tak bisa
membiarkan kau menempuh bahaya lantaran aku, aku pun tahu bahwa kau sendiri pasti masih
ada persoalan lain yang harus dilakukan”
Bu-ki tidak menyangkal.
Maka nona bercelana merah itu berkata lebih jauh.
“Oleh karena itu aku tidak lebih hanya berharap agar kau memperbolehkan aku berdiam untuk
sementara waktu disini”
Sesudah menghela napas, katanya lebih jauh.
“Sebetulnya aku tak ingin mendatangkan banyak kerepotan bagimu, andaikata kau merasa
menjumpai banyak kesulitan, maka setiap saat aku bersedia angkat kaki dari sini.”
“Bersahabatkah kita berdua?” tanya Bu ki
“Aku berharap demikian!”
“Dikala seseorang menjumpai kesulitan, kalau bukan datang mencari teman, siapa pula yang
dicari?”
Nona bercelana merah itu memandang kearahnya, sinar matanya penuh pancaran terima
kasih.
Tapi begitu Bu ki memutar badannya, sorot mata itu segera berubah, berubah menjadi begitu
dingin menyeramkan dan pancaran sinar bengis yang menggidikkan hati.
Kedatangannya kemari, tentu saja bukan benar benar untuk menghindari kejaran musuh
musuhnya, dia datang kemari untuk membunuh orang.
Orang yang hendak dibunuhnya sudah barang tentu adalah Tio Bu ki
Sampai sekarang dia belum juga turun tangan, hal ini tak lain karana ia masih belum
mempunyai keyakinan untuk mengatasi Bu ki.
Ia sedang menunggu datangnya kesempatan baik.
Karena “dia” bukan lain adalah “sahabat” Bu ki yang baru saja dikenalnya, LI Giok-tong
adanya.
508
Sedang Li Giok-tong, bukan lain adalah Tong Giok!
Tentu saja mimpipun Bu ki tak akan menyangka kalu sahabatnya ini adalah Tong Giok.
Ia memutar badannya memandang pohon waru diluar ruangan, setelha termenung sekian lama
tiba tiba katanya:
“Kau tak dapat tinggal disini”
Tong Giok amat terkejut, tanyanya tanpa sadar:
“Kenapa?”
“Sebab besok pagi pagi sekali aku akan pergi, aku merasa tak tega meninggalkan kau seorang
diri disini”
“Kalau begitu aku.....”
“Kau boleh pergi bersamaku, akan kuanggap kau sebagai keluargaku, segera akan
kuperintahkan orang untuk menyiapkan sebuah kereta besar untukmu, aku percaya siapapun
tak akan mencari orang didalam keretaku”
“Kau bermaksud hendak kemana?” tanya Tong Giok setelah termenung dan berpikr sebentar.
“Ke wilayah Cuan-tiong!”
Setelah tersenyum, ia menambhakan:
“Orang orang itu sibuk mencari jejakmu disepanjang dua sungai besar, sedangkan kau telah
pergi ke wilayah Cuan-tiong bukankah hal ini merupakan suatu tindakan yang sangat bagus?”
“Yaa memang bagus sekali” sorak Tong Giok sambil tertawa pula.
Ia benar benar merasa tindakan tersebut sebagai tindakan yang amat tepat.
Tentu saja disepanjang jalan dia akan lebih banyak memperoleh kesempatan untuk turun
tangan, begitu melangkah masuk ke wilayah Cuan tiong, maka pemuda itu ibaratnya sang
domba yang msuk ke mulut harimau, lebih tipis lagi harapannya untuk meloloskan diri.
Bahkan dia sendiripun tidak menyangka kalau nasibnya sedemikian mujur, ternyata segala
sesuatunya berjalan lancar, dan semuanya diraih tanpa membuang banyak tenaga.
Tak tahan lagi dia bertanya:
509
“Kita bersiap siap akan berangkat kapan?”
“Besok pagi pagi sekali kita akan berangkat”
“Bagaimana dengan Lian kongcu itu? apakah diapun akan turut serta dalam perjalan ini?”
“Dia tak akan ikut”
“Kenapa?”
“Sebab dia takut kalau aku sampai memukul kepalanya hingga pecah.”
Bu ki sendiripun merasa sangat gembira.
Sesungguhnya dia memang suka membantu teman, apalagi dalam perjalanannya menuju
wilayah Kuan-tiong yang jauh dan lama, bisa mempunya seorang sahabat sebagai teman
seperjalanan, kejadian ini memang merupakan suatu kejadian yang menggembirakan.
Ia menghantar sendiri sahabatnya ini sampai ke pintu kamar tamu sebelum dia memohon diri
dari situ.
Memandang bayangan punggung yang keluar dari kamar, hampir saja Tiong Giok tak kuasa
menahan rasa gelinya, dia ingin sekali tertawa terbahak bahak,... kali ini Tio Bu ki betul betul
akan mampus!
Malam yang kelam terasa amat sepi, suasana disekitar situpun amat hening.
Kalu dimasa lalu, asal Bu ki pulang ke rumah maka dia pasti akan membangunkan setiap
orang, mengajaknya bercakap cakap dan mengajak mereka minum arak.
Ia selalu suka akan keramaian, tapi sekarang ia telah berubah bahkan dia sendiripun merasa
bahwa dirinya telah berubah.
Sekalipun bukan berarti ia selalu bermuram durja, bersedih hati dan kesal, sehingga
membiarkan orang lain tahu kalau ia sedang susah dan sedih, tapi kelincahan dan
kesegarannya yang dimiliki dulu kini sudah lenyap tak berbekas, Tio Bu ki yang sekarang
bukan Tio Bu ki yang dulu, Tio Bu ki yang sekarang sudah tak suka berbicara secara blak
blakan lagi.
Sekarang ia sudah belajar bagaimana menyimpan kata katanya didalam hati, apa yang
dipikirkan dalam hati, hanya dia yang tahu.
Sebab dia tak ingin tertipu lagi, diapun tak ingin mati konyol.
510
Suasana dikebun amat sepi...
Dibalik kebun yang sepi, ternyata masih ada sinar lentera yang bergerak gerak dari sebuah
ruangan tak jauh dari sana.
Cahaya lentera yang redup itu, ada kalanya terang benderang ada kalanya lenyap dan padam.
Ruangan itu adalah kamar bacanya Tio Kian, Tio jiya.
Sejak Tio jiya meninggal dunia, tempat itu selalu dibiarkan kosong jarang sekali ada orang
yang kesitu, lebih lebih ditengah malam buta, semakin mustahil ada orang yang berkunjung
kesana.
Tapi kalau tak ada orang,kenapa ada cahaya lentera yang berkedip kedip?
Ternyata Bu ki tidak merasakan sesuatu yang aneh, agaknya memang sudah tak ada kejadian
yang bisa membuatnya merasa kaget bercampur keheranan.
Betul juga, ternyata dalam kamar baca ada orangnya, dan kebetulan sekali ternyata orang itu
adalah Lian it lian.
Ia seperti lagi mencari sesuatu barang, setiap rak buku, setiap laci yang berada dalam ruangan
itu telah dibongkar olehnya sehingga keadaannya menjadi porak poranda.
Pelan pelan Bu ki masuk ke dalam dan menyelinap ke belakang, lalu secara tiba-tiba
menegur:
“Apa yang sedang kau lakukan? Sudah kau temukan sesuatu?”
Dengan terperanjat Lian it lian berpaling, saking kagetnya ia sampai berdiri tertegun.
“Andaikata kau belum berhasil menemukannya aku bersedia membantumu, sebab
bagaimanapun aku jauh lebih hapal terhadap setiap barang disini daripada dirimu” kata Bu ki.
Pelan pelan Lian It lian bangkit berdiri, menepuk bajunya yang kotor dan tertawa.
“Coba kau tebak, apa yang sedang kucari?”
“Aku tak bisa menebaknya!”
“Tentu saja aku sedang mencari intan permata atau barang berharga lainnya, apakah kau tak
tahu kalau aku adalah seorang perampok yang bekerja seorang diri?”
511
“Kalau kau adalah seorang perampok ulung yang bekerja seorang diri maka kau kau pasti
akan amti kelaparan”
“Oya?”
“Andaikata kau tidak mati kelaparan maka kau pasti sudah ditangkap orang, ditelanjangi dan
digantung diatas pohon, atau paling tidak digebuki setengah mati”
Setelah tertawa dingin, katanya kembali:
“karena kau bukan saja tidak tajam dalam pengincaran, gerak gerikmu terlalu kasar dan
bodoh, disini kau mencuri barang, orang yang berada satu li dari sinipun dapat mendengar
suaramu”
“Sekarang, apakah kau hendak....hendak menggantung aku?”
Kata “menelanjangi” tersebut bukan saja tidak ia katakan, bahkan dibayangkan pun tak
berani.
“Aku tak lebih hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu, tapi setiap
pertanyaan yang kuajukan harus kau jawab dengan sejujurnya, kalu tidak maka aku akan.....”
“Kau akan apa?” tanya Lian It lian ketakutan.
“Kau paling takut aku berbuat apa? Nah, itulah yang yang akan kulakukan”
Merah padam selembar wajah Lian It lian karena jengah, sedangkan jantungnya berdebar
semakin cepat.
“Aku tahu kau tidak she LIan, kaupun bukan bernama Lian It lian!” kata Bu ki lebih jauh
Kemudian sambil menarik muka dan tertawa dingin, katanya kembali:
“Lebih baik kau mengaku saja secepatnya, apa sebetulnya she mu? Dan siap namamu? Mau
apa kau datang kemari? Kenapa seperti sukma gentayangan saja selalu membuntuti diriku?”
Lian It lian menundukkan kepalanya rendah rendah, diam diam biji matanya berputar kesana
kemari, mendadak ia menghela napas panjang dan berkata:
“Masakah kau tak dapat menduganya?”
“Aku tak dapat!”
“Kalau seorang gadis tidak mencintai dirimu, mungkinkah dia datang mencarimu?”
512
“Tak mungkin!”
Lian It lian menundukkan kepalanya semakin rendah, sikapnya kemalu maluan, dengan suara
lirih sahutnya:
“Sekarang tentunya kau sudah mengerti bukan, kenapa aku datang mencarimu?”
“Aku masih belum mengerti!”
Hampir saja Lian It lian melompat bangun saking jengkelnya, dengan suara keras teriaknya:
“Apakah kau adalah seekor babi?”
“Sekalipun aku adalah seekor babi, tentunya aku bukan seekor babi yang telah mampus.”
Tiba tiba Lian It lian tertawa
Pada saat ia mulai tertawa itulah, tubuhnya telah melompat ketengah udara, tangannya
diayunkan dan melepaskan senjata rahasia andalannya.
Orang yang sering kali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, hampir sebagian besar
membawa senjata rahasia, sayang senjata rahasianya tidak beracun, caranya menyambitpun
kurang jitu, bila dibandingkan dengan senjata rahasia andalan keluarga Tong, tentu saja
selisihnya jauh sekali.
Kalau senyumannya itu sangat manis, sangat memikat hati, membuat orang lain tidak
menyangka kalau secara tiba tiba dia akan turun tangan, maka sergapannya itu pasti lihay
sekali.
Apa lacur senyumannya itu tidak terlalu bebas, senyumannya terlalu dipaksakan.
Dia sendiripun tahu bila ingin mempergunakan cara ini untuk menghadapi Tio Bu ki, maka
harapannya untuk berhasil pasti tak akan terlalu besar. Sayang dia justru tidak berhasil
menemukan cara lain yang jauh lebih baik daripada cara itu.
Siapa tahu kenyataannya sekarang, ternyata cara itu manjur sekali, ternyata Tio Bu ki tidak
melakukan pengejaran.
Angin dingin menerpa wajah, kegelapan mencekam seluruh permukaan jagad, bangunan
rumah yang tinggi besar itu telah ditinggalkan jau di belakang sana.
Mendadak suatu perasaan aneh muncul dalam hatinya, ia merasa seakan akan sangat berharap
agar Tio Bu ki dapat mengejar dirinya.
513
Karena dia tahu, asal dirinya sudah pergi meninggalkan tempat itu maka selamanya jangan
harap kembali lagi kesana, diapun selamanya jangan harap bisa berjumpa lagi dengan pemuda
yang bercodet diatas wajahnya, terutama sewaktu tertawa....
Mungkin sebenarnya ia tak pantas datang ke situ, mereka sebenarnya tak pantas untuk
bertemu.
Tapi sekarang dia telah datang, dalam hatinya telah tertera bayangan Bu ki yang tak mungkin
bisa dilupakan untuk selamanya.
Tak tahan dia mulai bertanya kepada diri sendiri.
Seandainya ia mengejar datang dan menangkapku kembali, mungkinkah aku menceritakan
rahasiaku kepadanya?
Kalau dia sudah mengetahui akan rahasiaku, bagaimana sikapnya terhadap diriku?
Ia tidak berpikir lebih lanjut.
Bahkan untuk berpikir kembali pun dia tak berani
Sekarang, dia akan pergi ke suatu tempat yang sangat asing sekali baginya, setibanya disana
maka mereka pun tak akan mempunyai kesempatan untuk saling berjumpa kembali.
Aiiiii....! Tidak ketemu juga lebih baik daripada setelah ketemu hanya akan mendatangkan
kemurungan dan kekesalan belaka, mendingan kalau hatinya tidak ikut gundah.
Pelan-pelan ia menghela napas panjang sambil menghimpun tenaganya kembali, ia berlarian
menuju ke depan, melawan hembusan angin dingin dan keluar dari perkampungan Ho-hongsan-
ceng.
Ia bertekad untuk tidak memalingkan kepalanya lagi, ia bertekad membuang jauh jauh semua
kejadian yang mendatangkan perasaan kesal dan murung dalam hatinya itu.
Tapi apa mau dikata justru dalam hatinya mendadak muncul perasaan sedih dan kesepian
yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Karena untuk selamanya ia tak dapat mengutarakan perasaannya itu kepada orang lain.
Senjata rahasia itu sudah itu sudah terpukul rontok keatas lantai, itulah beberapa batang
senjata rahasia So cu piau yang dibuat amat indah,
514
Ditengah kegelapan yang mencekap seluruh ruangan, benda itu memantulkan sinar keperak
perakan yang menyilaukan mata.
Senjata rahasia semacam itu bukan cuma enteng lagi pula sangat indah dilihat, kadangkala
bahkan dipakai sebagai perhiasan rambut.
Ada banyak sekali anak gadis yang suka mencari orang untuk membuatkan sedikit perhiasan
yang bentuknya menyerupai senjata rahasia, meraka bukan sungguh sungguh ingin
menggunakan senjata rahasia itu untuk melukai orang, mereka hanya merasa bahwa benda itu
menarik dan indah.
Senjata rahasia yang begini menarik dan menyenangkan ini, tentu saja tak akan mampu
merobohkan manusia seperti Tio Bu ki
Ia tidak pergi mengejarnya, karena ia sama sekali tak ingin mengejarnya.
...Sekalipun berhasil disusul, apa pula yang bisa dilakukan? Apakah dia benar benar hendak
menelanjangi dirinya lantas menggantungnya di pohon dan menyiksanya?
Peduli dari manapun asal usulnya, peduli rahasia apapun yang dimilikinya, yang jelas ia tidak
menaruh maksud jahat kepada Bu ki.
Dalam soal ini, tentu saj Bu ki dapat melihatnya
Oleh karena itu bukan saja dia tak ingin menyusulnya, bahkan diapun tak ingin mengetahui
rahasianya.
....Terhadap seorang anak gadis seperti dia, bagaimanapun juga tak mungkin dia memiliki
rahasia yang luar biasa.
Dikemudian hari dia baru tahu kalau dia telah keliru, bahkan suatu kekeliruan yang
menakutkan.
Keadaan dalam kamar bca itu porak poranda, ibaratnya segerombol musang yang baru saja
mengobrak abrik kandang ayam.
Bu ki tidak memasang lampu.
Dia tak ingin mencari bahan api ditempat yang porak poranda semacam ini, dia hanya
berharap bisa duduk sebenta disana dengan tenang, membayangkan kembali semua peristiwa
yang telah dialaminya selama ini, karena dikemudian hari mungkin dia tak akan menjumpai
kesempatan semacam ini lagi.
515
Ia teringat akan ayahnya, teringat pula “hari baik hari rejeki” yang mengerikan dan
mengenaskan, teringat akan Hong nio, teringat akan Su-gong Siau-hong, teringat pula akan
Long-Giok serta Siangkoan Jin.
Dia selalu merasa bahwa dibalik sekian banyak persoalan, masih terdapat suatu simpul mati
yang belum berhasil dibuka olehnya.
Jika simpul mati itu sehari tak berhasil di bukanya, maka cepat atau lambat simpul mati
tersebut pasti akan menjirat tengkuk sendiri dan menggantungnya hidup-hidup sampai mati
Yang lebih tak beruntung lagi, ternyata meski dia tahu akan simpul semacam itu, namun ia
selalu gagal untuk mengetahui dimanakah letak simpul mati tersebut?
Tak tahan lagi ia menghela napas ringan, dari dalam halaman tedengar pula seseorang
menghela napas ringan.
Meskipun helaan napas tersebut amat lirih, namun kemunculannya secara tiba tiba ditengah
kegelapan malam begini masih cukup mengejutkan hati orang.
Tapi Buki berkutik pun tidak.
Ia seakan akan telah menyadari kalau malam ini masih ada orang lain yang akan mencarinya.
Betul juga, dari balik kegelapan telah muncul sesosok bayangan manusia, sewaktu didepan
pintu, tiba tiba ia bertanya:
“Apakah kau sedang menunggu orang?”
“Darimana kau bisa tahu kalau aku sedang menunggu orang?” Bu ki balik bertanya.
“Sebab dikala menunggu orang maka lentera tak usah dipasang, siapapun orang yang bakal
datang, tanpa dilihatpun kau juga tahu....”
Ia tertawa lebar, kemudian menambahkan.
“Tentunya kau tidak menyangka bukan kalau dalam saat seperti ini masih ada orang bakal
datang kemari, lebih lebih tak akan menyangka bukan kalau yang datang adalh aku?”
Bu ki mengakuinya
“Ya aku memang tidak menyangka!”
Orang yang barusan datang ini adalah Lian It lian, ternyata ia telah muncul kembali.
516
“Dalam hati kecilmu kau tentu sedang berpikir bukan bahwa aku ini betul betul bagaikan
sukma gentayangan saja, dengan susah payah melarikan diri, mengapa mau kembali kesini?”
“Aku memang ingin bertanya padamu, mau apa kau kembali lagi kemari...” ucap Bu ki
Lian It lian segera menghela napas panjang.
“Aaai.....kali ini sesungguhnya bukan atas kemauanku sendiri aku kembali kemari”
“Apakah ada orang memaksamu kembali kesini?”
“Kalau bukan orang, pastilah aku telah ketemu dengan setan setan hidup lagi”
“Tampaknya kau sering sekali berjumpa dengan kawanan setan hidup lagi”
Sekali lagi Lian It lian menghela napas panjang.
“Aaai...! itulah dikarenakan tempat ini terlalu banyak setannya, ya setan laki laki ya setan
perempuan, ada setan tua ada pula setan muda, agaknya beraneka macam setan berkumpul
semua disini”
“Setan macam apa pula yang telah kau jumpai kali ini?”
“Setan tua!”
Sesudah tertawa getir ia melanjutkan:
“Kepandaian yang dimiliki setan tua iyu tampaknya jauh lebih hebat dari pada si setan kecil,
kemanapun aku hendak pergi, ia selalu menghalangi perjalananku, membuat aku betul betul
kehabisan akal untuk menghadapinya”
Meskipun nyalinya rada kecilan, meskipun caranya bertindak rada lemah, tapi ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya terhitung lumayan juga kehebatannya.
Orang yang telah dijumpai kali ini, entah manusia atau setan, ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya tentu jauh lebih tinggi dari pada apa yang dimilikinya.
Tidak banyak orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh selihay itu.....
“Apakah ia memaksamu untuk balik kemari menjumpaiku?” tanya Bu ki kemudian.
“Dia mengira aku telah membohongimu, dia suruh aku balik kemari dan bicara terus terang
kepadamu.”
517
“Kau bersedia bicara terus terang?”
“Apa yang kuucapkan selam ini sesungguhnya adalah kata kata yang sejujurnya”
“Kau adalah seorang perampok ulung yang datang kemari hanya untuk menggaet sejumlah
uang?”
“Jadi kau tidak percaya?”
Bu ki menghela napas panjang.
“Aaai...kau betul betul menginginkan aku mempercayaimu?” ia balik bertanya.
Lian It lian tertawa dingin tiada hentinya
“Heehh...heehh...heehh...kenapa kau tak mau percaya? Apakah hanya seorang pria yang boleh
menjadi bandit ulang? Perempuan toh sama sama manusianya, kenapa kaum perempuan tak
bisa menjadi seorang bandit ulung?”
Ternyata Bu ki tidak menentang pendapatnya itu, malah katanya:
“Tentu saja perempuan boleh menjadi seorang bandit, sebab ini termasuk persamaan hak
antara kaum pria dan akum wanita, bahkan kecuali menjadi Jay hoa cat(penjahat pemetik
bunga) yang tukang menggagahi orang, mau jadi bandit macam apapun perempuan boleh
melakukannya!”
Ia menghela napas panjang, lalu katanya:
“Aku cuma merasa bahwa kelihatannya secara tiba2 kau tidak mirip seorang bandit”
“Bagaimana sih tampang seorang bandit ulung? Apakah dia musti memasang papan nama
diatas batok kepalanya? Apakah dikepalanya musti terpancang huruf yang berbunyai: Aku
adalah seorang bandit ulung! Agar semua bisa tahu kalau aku ini memang seorang bandit
profesional? Heran entah ditaruh kemana otak orang ini?”
“Oooh....jadi kau benar benar adalah seorang bandit? Seorang bandit ulung:”
“Tentu saja kalau kau masih belum juga percaya, aku juga tak bisa berbuat apa apa lagi”
“Aku percaya!”
Lian It lian segera mengembangkan naps lega.
“Kalau kau mau percaya memang itu lebih baik lagi” katanya.
518
“Tidak baik!”
“Apanya yang tidak baik?”
“Tahukah kau dikala kami berhasil menangkap seorang bandit, dengan cara apakah kami akan
menghadapinya?”
Lian It lian menggelengkan kepalanya.
“Ada kalnya kami akan menelanjangi tubuhnya lalu menggantungnya diatas pohon, ada
kalanya kami bahkan mengorek sepasang matanya, memotong telinganya dan mengutungi
sepasang kakinya”
“Paras muka Liab It lian segera berubah hebat sekulum senyuman paksa dengan cepat
ditampilkan diujung bibirnya.
“terhadap kaum wanita, tentu saja kau tak akan berbuat demikian bukan?”
“Kau ...... kau tak akan menelanjangi......”
Kembali ia terbungkam dengan wajah berubah menjadi merah padam lantaran jengah
bercampur takut.
“Aaaah, perempuan kan sama dengan orang, ini persamaan hak lho antara laki-laki dan
perempuan, kalau perempuan bisa jadi bandit, kenapa kami tak bisa menghadapinya dengan
cara begitu?’
liat It lian tak sanggup berbicara lagi, walau hanya sepatah katapun.
“tentu saja aku tak akan berbuat demikian terhadapmu”, Bu ki lebih lanjut, “sebab kita toh
terhitung seorang sahabat”.
Liat It lian cepat-cepat tertawa.
“Betul, betul, kita memang sahabat!, Sejak semula aku sudah tahu kalau kau bukan seorang
manusia yang buas dan bengis!” serunya kegirangan.
Bu ki juga tertawa, tiba-tiba ia bertanya lagi: “Pernahkah kau mendengar nama Sugong Siau
hong?”
“Orang yang belum pernah mendengar nama orang ini sudah pasti adalah seseorang tuli!”
jawab Liat It lian.
519
Betul, Sugong Siau hong memang seorang ternama dalam dunia persilatan, benar-benar
ternama.
“Tahukah kau, manusia macam apakah dia itu?” tanya Bu ki lafi.
“Konon sewaktu masih mudanya dulu dia adalah seorang lelaki tampan, tapi siapapun tak
tahu lantaram apa dia tak pernah mau kawin, bahkan belum pernah berhubungan pula dengan
perempuan macam apapun”.
“Yang paling dikuatirkan , paling diperhatikan kaum wanita selalu memang persoalan
semacam ini”.
“Sebaliknya buat apa seorang lelaki persoalan semacam ini tak mungkin dianggap penting
baginya”.
“Apalagi yang kau ketahui?”, tanya Bu ki selanjutnya.
“Konon tenaga dalamnya, ilmu pukulan lembeknya dan ilmu pedang Sip-ci-hui-kiamnya
boleh dikata termasuk kepandaian nomor satu dalam dunia persilatan, sehingga ketua dari Butong-
pay pun pernah berkata ilmu pedangnya sudah pasti dapat dideretkan di antara namanama
sepuluh jago pedang utama dalam dunia persilatan dewasa ini, bahkan kedudukannya
masih lebih tinggi sedikit daripada Bang-sut-liong siangseng dari Butongpay”
“Selain itu?”
Liat It lian berpikir sebentar, kemudian jawabnya: “Konon diapun termasuk salah seorang di
antara sepuluh manusaia paling berkuasa dalam dunia persilatan dewasa ini”
Setelah berhenti sejenak, ia menjelaskan lebih lanjut:
“Karena dia sesungguhnya adalah salah seorang dari empat pentolan dalam perkumpulan Tay
hong tong, semenjak Cong-tongcu dari Tay hong-tong yaitu Im Hui yang, Im locianpwe
menutup diri untuk berlatih pedang, semua persoalan dalam Tay hong-tong telah terjatuh di
tangannya, setiap komandonya paling tidak akan mengakibatkan dua tiga puluh laksa orang
akan munculkan diri untuk menjual nyawa baginya”
“Selain daripada itu?”
“Masih belum cukupkah semuanya itu?”
“Belum cukup, karena beberapa hal yang kau ucapkan barusan, sama sekali bukan bagian
yang paling menakutkan dari dirinya”
“Oh ya?”
520
“Meskipun ilmu pedang yang dimilikinya juga terhitung ampuh, tapi jika kau telah berjumpa
dengannya, entah kemanapun kau hendak melarikan diri, ia selalu dapat menghadang di
hadapanmu, membuat kau kehabisan akal dan tak mampu banyak berkutik lagi”
Akhirnya Liat It lian mengerti juga akan duduk persoalannya.
“Kalau begitu, orang yang memaksaku kembali barusan adalah Sugong Siau-hong?” dia
bertanya.
“Aku juga tak tahu benarkah dia atau bukan, aku cuma tahu kalau ia telah datang”
“Darimana kau bisa tahu?”
“Karena aku tahu Liu Sam-keng betul-betul seorang yang buta, dia searang buta tulen yang
tak bakal salah”
“Liu Sam keng apakah seorang buta atau tidak, apa pula hubungannya dengan Sugong Siauhong?”
tanya Lian It lian.
“Dari mana seorang buta bisa tahu kalau Ji-gi-Tay-tee adalah Siau lui yang sedang dicari?
Dari mana pula dia bisa tahu kalau Siau lui berada di sini? Sekalipun daya pendengarannya
jauh lebih tajam daripada orang lain, apakah persoalan itu juga dapat didengarnya dengan
telinga?
“Oleh sebab itu kau beranggapan bahwa tentu ada orang lain yang memberitahukan hal ini
kepadanya?”
“Pasti!”
“Apakah orang yang kau maksudkan pasti adalah Sugong Siau hong?”
“Pasti!”
“Kenapa?”
“Sebab aku tak dapat memikirkan orang kedua selain dirinya”
Sekalipun alasan tersebut tak dapat dianggap sebagai alasan yang baik, namun bagi Lian It
lian hal mana sudah terhitung lebih dari cukup.
Lian It lian bukan searang manusia yang biasa diajak membicarakan soal cengli.
521
“Walaupun aku tak akan menggantung dirimu, tak akan memotong telingamu atau
menelanjangimu, orang lain mungkin saja dapat melakukan hal tersebut atas dirimu” ujar Buki
lagi.
“Yang kau maksudkan “orang lain” apakah Sugong Siau-hong?”
Bu ki tidak mengakui pun tidak menyangkal, hanya ujarnya dengan hambar.
“Anak murid dalam perguruan Tay hong tong bukanlah orang orang yang terlalu penurut, bila
ada seseorang memberikan perintahnya, maka ia sanggup membuat mereka untuk beradu jiwa
deminya…..
Ia tertawa dan menambahkan: “Siapa orang ini, rasanya meskipun tak kuberitahukan
kepadamu, kau juga semestinya tahu”.
Suara tertawanya begitu lembut dan halus, tapi codet di atas wajahnya membuat senyuman itu
tampak lebih dingin, keji dan mengerikan.
Setelah berhenti sejenak, dia berkata kembali:
“Sejak aku berusia tiga belas tahun, setiap tahun ayahku tentu memerintahkan kepadaku untuk
berdiam selama setengah bulan di rumahnya, hal ini berlangsung terus hingga aku berusia dua
puluh tahun baru berhenti”
“kalau begitu kau pasti dapat memainkan pula ilmu pedang Sip ci hui kiam miliknya” kata
Lian It lian.
“Aku bukan disuruh ayahku mempelajari ilmu pedangnya, tapi belajar sikapnya menghadapi
orang, serta cara kerjanya memecahkan setiap persoalan”
“Oleh karena itu, kau lebih memahami tentang dirinya daripada orang lain”
“Yaaa, itulah sebabnya aku tahu bahwa dia yang menyuruh kau kembali ke sini, bukan betulbetul
menginginkan agar kau berbicara sejujurnya kepadaku…!’
“Kenapa?”
“Karena diapun tahu kalau kau tak akan mengatakannya kepadaku”
“Kalau memang demikian, kenapa ia memaksaku kembali ke sini, agar bertemu kembali
denganmu?”
“Ia tahu kalau dia adalah sahabatku, ia tak ingin turun tangan sendiri menghadapimu, maka
sengaja ditinggalkan untukku”
522
Lian It-lian ingin tertawa, namun suara tertawanya tak sanggup dikumandangkan: “Apakah
dia ingin melihat dengan cara apakah kau hendak menghadapi diriku?”
“Iapun cukup memahami tentang diriku, walaupun aku tak akan menelanjangi tubuhmu dan
menggantungmu di pohon, akupun tak akan memotong telingmu atau mematahkan kakimu, ia
tahu bahwa aku tak akan melakukan perbuatan semacam itu”
Lian It-lian segera menghembuskan napas lega, katanya cepat: “Aku juga tahu, kau tak akan
berbuat demikian!”
Bu-ki menatapnya tajam-tajam, kemudian sepatah demi sepatah ia berkata kembali: “Tapi aku
dapat membunuhmu!” Sikapnya masih tetap lemah lembut dan halus. Tapi sikap yang lembut
dan serius ini justru menambah perasaan yang lebih mengerikan, lebih manis dan seram bagi
penglihatan orang lain.
Paras muka Lian It-lian telah berubah menjadi pucat pasi seperti mayat.
Kembali Bu-ki berkata: “Ia suruh kau kembali ke sini, karena dia suruh aku membunuhmu,
sebab kau memang mempunyai banyak hal yang patut dicurigai, sekalipun aku bakal salah
membunuhmu, ini jauh lebih baik dari pada melepaskanmu pergi dari sini”
Dengan terkejut Lian It-lian memandang ke arahnya, seakan-akan baru pertama kalinya
melihat jelas wajah orang ini.
“Sekarang walaupun kita tidak melihat dirinya, ia pasti dapat melihat kita berdua” ucap Bu-ki
lebih jauh, bila aku tidak membunuhmu, dia pasti akan merasa terkejut dan keheranan, jauh di
luar dugaan, tapi ia pasti tak akan menghalangimu lagi”.
Tiba-tiba ia tertawa berderai, lalu pelan-pelan melanjutkan: “Oleh karena itu aku akan
membuatnya merasa terkejut dan keheranan sekali lagi”
Lian It-lian tertegun dibuatnya.
“Oleh karena itu lebih baik cepatlah kau tinggalkan tempat ini” kata Bu-ki, lebih baik jangan
biarkan aku bertemu lagi denganmu, untuk selamanya”
Lian It-lian makin terkejut lagi.
Tadinya dia mengira dirinya telah melihat jelas akan orang ini, sekarang ia baru tahu kalau dia
telah salah melihat.
Tiba-tiba Liat It-lian bertanya: “Aku hanya ada sepatah kata yang hendak kutanyakan
kepadamu”
523
“Tanyalah”
“Kenapa kau melepaskan aku pergi?”
“Karena aku senang” Alasan tersebut tentu saja tak bisa terhitung sebagai alasan yang terbaik,
tapi bagi Lian It-lian, hal tersebut sudah lebih dari cukup.
Malam semakin gelap, cuaca semakin pekat. Ketika Sugong Siu-hong memunculkan diri dari
kegelapan, Bu ki masih duduk di situ dengan tenangnya.
Ia sudah tahu kalo Sugong Siau hong pasti akan datang.
Sugong Siau hong juga duduk tepat di hadapannya, lama sekali ia menatap wajahnya,
kemudian menghela napas panjang.
“Ucapanmu memang benar”, demikian katanya, “memang aku yang mengajak Liu Sam keng
datang kemari, aku memang sangat berharap kau bisa membunuh perempuan itu”.
“Aku mengerti!”
“Siau lui adalah seorang bocah yang sangat berbahaya, jalan yang terbaik adalah membiarkan
Liu Sam-keng membawanya pulang”
“Aku mengerti!”
“Tapi aku tak habis mengerti mengapa kau tidak membunuh perempuan itu tadi?”
Bu ki tidak menjawab.
Hakekatnya ia memang menolak untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Ia percaya Sugong Siau hong pasti juga tahu, bila ia sudah menolak untuk menjawab siapapun
tak akan mampu untuk memaksanya buka suara.
Sugong Siau hong telah menunggu sekian lama, ketika belum juga ada jawaban tiba-tiba ia
tertawa.
“Ada banyak persoalan yang ingin kutanyakan kepadamu, jika kau merasa senang untuk
menjawab, maka jawablah, bila tidak senang untuk menjawab, anggap saja tidak mendengar
pertanyaanku itu”
“Cara ini memang paling baik!” sahut Bu ki sambil tertawa pula.
524
“Apakah engkau sudah tahu jejak dan kabar berita Siangkoan Jin.....?”
“Sudah!”.
“Apakah engkau sudah bertekad hendak mencarinya sampai ketemu?’
“Benar!”
“Kau bersiap-siap, kapan kau berangkat?”
“Besok pagi!”
“Apakah kau bermaksud berangkat seorang diri?”
“Tidak!”
“Masih ada siapa lagi?”
“Li Giok tong”
“Apakah kau sudah tahu tentang asal-usulnya?”
“Tidak!”
“Dapatkah kau menahannya saja disini?”
“Tidak dapat”
“Mengapa kau bersikeras hendak mengajaknya pergi?”
“Pertanyaanmu kali ini tidak kudengar!”
Sugong Siau hong tertawa.
“Sekarang aku tinggal satu pertanyaan terakhir yang ingin kutanyakan kepadamu, lebih baik
kau dapat mendengarnya”.
“Aku sedang mendengarkan!”.
“Adakah suatu cara yang dapat menahanmu tetap tinggal di sini serta merubah rencanamu
semula?”.
“Tidak ada”.
525
PELAN-PELAN Sugong Siau hong bangkit berdiri, pelan-pelan berlalu dari situ.
Benar juga, ternyata ia tidak bertanya apa-apa lagi, ia hanya menatap Bu ki tajam, seakanakan
masih ketinggalan satu persoalan yang hendak diberitahukan kepada Bu ki.
Tapi ia tidak mengutarakannya keluar.
Di dunia ini mungkin tak ada orang yang kedua yang bisa merahasiakan isi hatinya sendiri
serapat dan secermat dia, pun tak akan ada orang kedua yang bisa merahasiakan rahasia orang
lain lebih rapat darinya.
..........Rahasia apakah yang sebenarnya tersimpan dalam hatinya? Tampaknya dia ingin sekali
mengutarakan keluar, kenapa justru tak jadi mengucapkannya?
..........Apakah karena ia segan mengucapkannya? Atau ia memang tak dapat
mengucapkannya.
Ia berjalan lambat sekali, tubuhnya yang jangkung dan ceking itu tampak agak membungkuk,
seakan-akan terdapat beban-beban berat yang tak kelihatan sedang menindih di atas tubuhnya.
Menyaksikan bayangan punggungnya yang membungkuk, tiba-tiba Bu ki merasa ia sudah
cukup tua, julukan Bi-kiam-khek (jago pedang tampan) yang dimilikinya dahulu, kini telah
berubah menjadi seorang kakek yang banyak pikiran dan berperasaan berat. Perasaan
semacam ini masih terhitung perasaan pertama yang pernah dialami Bu ki.
Bila seseorang terlalu banyak memiliki rahasia hati dan rahasia orang lain, maka proses
penuaannya akan berlangsung lebih cepat.
Karena dia pasti akan merasa terlalu kesepian hidup sebatang kara. Terhadap kakek yang
penuh dengan pikiran ini meski Bu ki juga menaruh simpatik, namun tak tahan juga ia harus
bertanya pada diri sendiri.
..........Sebenarnya persoalan apa yang tertanam dalam hatinya sehingga ia pun harus
dikelabui?
..........Selama ini aku selalu gagal untuk menemukan simpul mati tersebut, apakah simpul
mati itu harus kutemukan dari atas tubuhnya?
SETELAH keluar dari pintu tiba-tiba Sugong Siau hong berpaling kembali sambil berkata:
“Tak perduli Sangkoan Jin pada saat ini telah berubah menjadi manusia apapun, dulu kita toh
pernah menjadi sahabat senasib sependeritaan yang mati hidup bersama”, suaranya penuh
dengan luapan rasa sedih, “sekarang kami telah tua semua, selanjutnya mungkin sudah tiada
526
kesempatan lagi bagi kita untuk bertemu kembali, ada semacam barang, aku harap kau dapat
mewakiliku untuk mengembalikan kepadanya”
“Kau berhutang kepadanya?”
“Di antara persahabatan yang telah berlangsung banyak tahun, sedikit banyak di antara kami
memang sering terjadi hubungan timbal-balik. Sayang sekarang kami bukan sahabat lagi,
sebelum kami mati semua aku harus membayar dulu semua hutang-hutang ini”
Ditatapnya Bu ki lekat-lekat, kemudian katanya kembali: “Oleh karena sebab itu kau harus
berjanji kepadaku, benda itu harus kau serahkan kepadanya sebelum ia meninggal dunia”
Bu ki termenung dan berpikir sejenak lalu berkata: “Kalau yang bakal mati bukan dia
melainkan aku, akupun pasti akan menyerahkan kepadanya sebelum napasku berhenti”
Pelan-pelan Sugong Siau hong menghela napas panjang.
“Aku percaya kepadamu....!” katanya, “setelah kau menyanggupinya maka kau pasti dapat
melakukan dengan sebaik-baiknya”.
Agaknya ia tidak terlalu mengkuatirkan mati-hidupnya Bu ki, diapun sengaja tidak
memperlihatkan sikap kuatirnya terhadap keselamatan si anak muda itu.
“Benda apa yang harus kubawa?” tanya Bu ki kemudian.
“Seekor harimau!”.
Ia benar-benar mengeluarkan seekor harimau dari sakunya, kemudian melanjutkan: “Kau
harus mengabulkan permintaanku, apapun yang bakal terjadi, kau tak boleh menyerahkan
harimau ini kepada orang lain, dalam keadaan apapun, kau juga tak boleh membiarkan benda
ini jatuh ke tangan orang lain”
Bu ki tertawa getir. Tiba-tiba ia merasa bahwa Sugong Siau hong telah menganggap harimau
itu jauh lebih penting daripada nyawa sendiri.
Maka diapun menjawab: " Baik kusanggupi permintaanmu itu!”
Harimau itu terbuat dari sebuah batu kumala putih.Itulah Harimau kumala putih.
Bulan empat tanggal tujuh, cuaca cerah.
Akhirnya Bu ki berangkat meninggalkan tempat itu, ia berangkat meninggalkan
perkampungan Ho hong san ceng dengan membawa seorang manusia serta seekor Harimau
527
kumala putih. Tujuannya adalah benteng keluarga Tong, sumber dari segala macam senjata
rahasia paling beracun yang paling tersohor di seluruh kolong langit.
Anak murid keluarga Tong tak terhitung jumlahnya, jago-jago lihaypun tak bisa dihitung
dengan jari, baginya tempat itu tak lebih dari sebuah sarang naga gua harimau. Dia hendak
menerjang masuk ke dalam sarang naga, mengobrak-abrik gua harimau dan mengambil anak
harimau.
Selain daripada itu diapun harus mengantar Harimau kumala putih tersebut ke dalam sarang
harimau.
Sedang orang yang mendampingi perjalanannya tak lain adalah seekor harimau yang setiap
saat mengawasinya dan bersiap-siap menerkamnya dengan ganas.
MENGANTAR DIRI KE MULUT HARIMAU
BULAN empat tanggal sebelas, udara cerah.
BUlan empat di daratan Tionggoan bagaikan bulan tiga di wilayah Kanglam, burung
beterbangan dengan riangnya, inilah musim semi yang indah, sayang dikala musim semi telah
mencapai puncaknya, iapun akan berlalu dengan begitu saja.
Setelah sinar senja yang indah memancar kelangit magribpun menjelang tiba. Banyak
persoalan di dunia ini adalah demikian, terutama segala hal yang tampak indah dan menawan.
Oleh karena itu, kau tak perlu besedih hati, kaupun tak usah merasa sayang, sekalipun
keindahan bisa dikejar, kau tak akan mampu untuk menahannya.
Sebab inilah kehidupan manusia, ada sementara persoalan yang ingin kau tahan pun belum
tentu bisa menahannya.
Kau harus dapat belajar untuk menahan ketidak berperasaannya, sebelum dapat memahami
bagaimana caranya menikmati kehangatannya. JENDELA kereta terbuka lebar, angin sejuk
menghembus muka melalui jendela dan menyiarkan bau harum semerbak ke seluruh ruang
kereta itu.
Tiong Giok bersandar di dalam ruang kereta, angin sejuk kebetulan menghembus di atas
wajahnya.
Ia merasa hatinya amat senang, mukanya bersinar terang, sehingga ia tampak lebih mirip
seorang perempuan daripada perempuan sesungguhnya.
Ketika tirai bergoyang terhembus angin, dari dalam ruang kereta dapat pula terlihat Tio Bu ki
yang menunggang kuda dan berjalan mengikuti di sisi kereta.
528
Mereka telah melakukan perjalanan bersama, andaikata ia tidak sedang gembira, sekarang Tio
Bu ki sudah menjadi sesosok mayat.
Selama empat lima hari ini, paling tidak ia sudah menjumpai sepuluh kali kesempatan baik
untuk turun tangan, bahkan sekarangpun terhitung suatu kesempatan yang baik sekali.
Melongok dari luar jendela, hakekatnya Tio Bu ki bagaikan sebuah sasaran bidikan hidup,
dari belakang kepala sampai ke pinggang, dari nadi besar di belakang leher sampai ke
persendian tulang punggung, setiap bagian sudah berada dalam lingkungan sasaran senjata
rahasianya, asal dia turun tangan, bagian mana yang akan menjadi sasaran di situlah dia akan
temui sasarannya.
Jilid 19________
Ia belum sampai turun tangan, karena ia belum mempunyai keyakinan untuk berhasil dengan
serangannya.
Bukan saja ilmu silat yang dimiliki Tio Bu ki sangat lihay, reaksinya juga sangat cepat, lagi
pula tidak terlalu bodoh, untuk menghadapi manusia semacam ini, ia tak boleh teledor barang
sedikitpun juga, ia tak boleh membuat kesalahan walau hanya sedikitpun juga.
Karena manusia semacam ini tak akan menyediakan kesempatan baik untuk kedua kalinya
kepadanya.
Oleh sebab itu kau harus menunggu sampai saat dimana kau merasa amat yakin bahwa
seranganmu itu pasti akan mendatangkan hasil baru melancarkan serangannya.
Tong Giok sedikitpun tidak merasa geli. ia percaya kesempatan semacam itu pasti akan
muncul setiap saat, diapun percaya dugaannya pasti tak bakal salah.
Ia tidak bermaksud memandang rendah kemampuan Tio Bu Ki.
Sejak terjadinya peristiwa di hutan Say-cu lim dalam rumah makan Hoa gwat-sian, tentu saja
diapun dapat mengetahui manusia macam apakah Tio Bu ki itu.
Tentu saja iapun tak akan memandang rendah diri sendiri.
Rencananya kali ini dapat berlangsung dengan begitu lancar, tampaknya hal tersebut
dikarenakan nasibnya yang sedang mujur, oleh sebab itu baru dijumpainya kesempatan yang
baik dan Tio bu ki masuk ke dalam perangkap sendiri.
Tapi ia tak pernah beranggapan keberhasilannya selama ini tergantung pada kemujuran
nasibnya.
529
Ia beranggapan bahwa istilah “nasib yang mujur” sama artinya dengan “dapat memanfaatkan
kesempatan yang ada”.
Bila seseorang dapat memanfaatkan kesempatan yang ada, maka dia pastilah seseorang yang
bernasib sangat baik!
Ia memang tak pernah melepaskan setiap kesempatan yang ada.
Operasi yang diadakan di Hoa gwat-sian tempo hari telah mengalami kegagalan total, bahkan
kekalahan yang dialaminya terlampau tragis.
Tapi dengan cepat ia dapat memanfaatkan kembali kesempatan yang ada, ia telah menghianati
Oh Po-cu, oleh sebab itu ia baru mempunyai kesempatan untuk bersahabat dengan Tio Bu-ki,
sebab itu ia baru bisa mendapat kepercayaan dari Tio Bu-ki dan bersedia mengikat tali
persahabatan dengannya.
Berbicara baginya, menghianati seseorang hakekatnya sama gampangnya dengan makan
sepotong tahu, apakah dapat memanfaatkan kesempatan yang ada, itu baru paling penting.
Asal bisa memanfaatkan setiap kesempatan yang ada, iapun merasa tak sayang untuk
menghianati bapaknya sendiri sekalipun.
Sebab di situlah terletak kunci dari dunia keberhasilan atau kegagalan dari suatu usaha.
Ia percaya pada hari itu pasti tak akan ada orang yang menaruh curiga bahwa dia sekomplotan
dengan Oh Po cu, lebih tak mungkin lagi kalau dialah Tong Giok.
Jika ada orang yang menganggap hal ini merupakan kemujurannya, maka kemujuran inipun
atas hasil ciptaannya sendiri.
Terhadap diri sendiri ia merasa puas sekali.
Kuda yang ditunggangi Bu ki tentu saja seekor kuda yang termasuk dalam predikat Cian tiong
sian it.
Arti dari Cian tiong sian it adalah di antara seribu ekor kuda jempolan yang tersedia, paling
banter hanya bisa terpilih seekor kuda semacam itu.
Dalam istal kuda di markas besar perkumpulan Tay hong tong, terbagi pula tingkatantingkatan
“atas menengah dan bawah” tiga buah tingkatan seperti dalam rumah pelacuran di
kebanyakan kota.
530
Perempuan-perempuan dari rumah pelacuran tingkat atas tak mungkin bisa “ditunggangi”
oleh orang-orang biasa.
Kuda dalam istal kuda tingkat ataspun demikian juga.
Anak murid perkumpulan Tay hong tong jangan harap bisa menunggangi kuda dari “istal
tingkat atas” bila tiada urusan yang maha penting atau tugas yang sangat berbahaya.
Bu ki bukan manusia sembarangan.
Bu ki adalah putra tunggal dari Tio Kian, Tio Jiya, sedangkan Tio jiya adalah pendiri dari
perkumpulan Tay hong tong, juga merupakan tonggak dari Tay hong tong.
Seandainya tiada Tio jiya kemungkinan besar perkumpulan Tay hong tong sudah akan
ambruk sedari dulu, kalau tiada Tio jiya mungkin di dunia ini tak akan ada perkumpulan yang
bernama Tay hong tong.
Mungkin Bu ki masih belum memahami bagaimana caranya memilih teman, tapi terhadap
kuda ia selalu mempunyai pengetahuan yang luas, diapun memiliki ketajaman mata yang
melebihi siapapun.
Caranya memilih seekor kuda bahkan jauh lebih jitu daripada seorang hidung belang yang
berpengalaman dalam memilih lonte.
Kuda ini adalah salah seekor kuda pilihan yang berhasil ditemukannya dari tiga puluh dua
ekor kuda Cian tiong sian it yang tersedia.
Tong Giok juga tahu kalau kuda ini adalah seekor kuda pilihan, tapi yang menarik seleranya
bukan kuda jempolan tersebut.
Agaknya ia lebih tertarik dengan kulit pelana yang berada di punggung kuda tersebut.
Itulah sebuah pelana yang terbuat dari kulit kerbau, potongannya amat indah dan rapi
jahitannya juga rumit dan rapat. Andaikata tidak diperhatikan secara cermat, rasanya memang
tidak gampang untuk menjumpai jahitan pada pelana tersebut.
Tapi pelana kuda macam apapun tentu akan dijahit pinggirannya dengan bahan yang kuat,
kemudian menggunakan lilin yang telah digosok mengkilap untuk menutupi bekas jahitan itu
agar orang tak dapat menjumpai bekas bekas jahitan dan pakunya.
Mendengar Tio Bu ki yang duduk di atas pelana kudanya itu, mendadak tong Giok teringat
akan suatu kejadian yang amat menarik hati.
531
Seandainya tukang kulit yang membuat pelana itu ketika sedang menjahit telah mematahkan
sebatang jarum karena kurang hati-hati.
Jika ia kurang cermat dan tidak mengeluarkan jarum yang putus di dalam pelana itu kemudian
telah menggosokkan lilin di atasnya sehingga tidak tampak dari luar.
Seandainya pada suatu hari, kutungan jarum itu tiba-tiba muncul dari balik pelana.
Seandainya waktu itu secara kebetulan ada orang yang duduk di atas pelana tersebut.
Seandainya kebetulan waktu itu musim panas sehingga pelana yang digunakan tidak terlalu
tebal.
Maka kutungan jarum yang sedang menongol keluar itu tentu akan melubangi celananya dan
melukai tubuhnya.
Ternyata jarum memang bukan suatu kejadian yang serius, mungkin ia tak akan merasa sakit,
sekalipun andaikata sakit, rasanya juga tak seberapa.
Tapi andaikata secara kebetulan ujung jarum itu mengandung racun bahkan kebetulan pula
jarum tersebut telah diolesi racun keji dari keluarga Tong, maka orang yang duduk di atas
pelana itu pasti akan merasa gatal-gatal di sekitar mulut luka bekas tusukan jarum tersebut.
Setelah melakukan perjalanan sekian waktu, dia pasti akan mulai menggaruk garuk mulut
luka tadi.
Jika ia sudah mulai menggaruk, maka dua tiga ratus langkah lagi orang sedang naas itu tentu
akan terjungkal dari atas kudanya tanpa diketahui sebab musababnya, bahkan orang itu akan
mati begitu saja.
Lebih kebetulan lagi seandainya orang yang sedang naas itu adalah Tio Bu ki.
Tong Giok mulai tertawa.
Semua andaikata yang terbayang dalam benaknya bukan tak mungkin bisa terjadi, sekalipun
jarum si tukang kulit tidak kebetulan putus. Tong giok juga bisa menyusupkan sebatang
kutungan jarum di atas pelana tersebut, karena hal itu bukan perbuatan yang terlalu sulit.
Tong Giok benar benar tak tahan untuk tertawa, sebab ia merasa jalan pemikirannya benar
benar terlalu menarik hati.
Tiba tiba Bu ki berpaling dan memandang kepadanya, kemudian menegur:
“Apa yang sedang kau tertawakan?”
532
“Aku teringat akan sesuatu lelucon!” jawab Tong Giok
“Lelucon apa?”
“Lelucon tentang seorang tolol!”
“Bersediakah kau menceritakan kepadaku?”
“Tidak bisa”
“Kenapa?”
“Karena lelucon itu benar benar terlalu menggelikan, ketika kuceritakan kepada orang tempo
hari, orang itu tertawa terbahak bahak samapai perutnya pecah dan muncul sebuah lubang
besar, lubang yang besar sekali”
Bu ki ikut tertawa.
“Benarkah ada orang yang bisa tertawa sampai bisa pecah perutnya?” ia bertanya.
“Hanya manusia macam dia yang bisa!”
“Manusia macam apakah dia?”
“Diapun seorang yang tolol”
Setelah berhenti sebentar ia menambahkan:
“Hanya orang tolol baru suka mendengarkan lelucon tentang orang tolol, dan hanya orang
tolol juga baru suka menceritakan lelucon tentang orang tolol”
Tong Giok masih tertawa, tapi Bu ki sudah tak mampu tertawa lagi.
Seorang tolol mendengarkan seorang tolol lain yang menceritakan tentang “lelucon seorang
tolol”
Persoalan semacam ini sebenarnya memang sebuah lelucon.
Tapi seandainya kau memikirkannya kembali dengan seksama, maka kau akan merasa bahwa
lelucon itu bukan saja mengandung sindiran, bahkan penuh mengandung kesedihan.
Semacam kesedihan yang dirasakan oleh setiap manusia.
Semacam kesedihan yang bernada apa boleh buat.
533
Jika kau mau memikirkannya secara cermat, bukan saja kau tak bisa tertawa, mungkin ingin
menangispun tak bisa.
“Itu mah bukan lelucon namanya!” kata Bu ki.
“Memang bukan!” Tong Giok membenarkan.
“Aku masih ingin mendengarkan leluconmu itu”
“Baik, aku akan bercerita kembali” kata Tong Giok
Setelah berpikir sejenak, ia baru bercerita.
“Dulu ada seorang tolol membawa seorang nona yang cantik jelita berjalan-jalan di sebuah
jalan raya, tiba tiba nona itu terpeleset dan jatuh terlentang di atas tanah”
“Selanjutnya?”
“Selanjutnya sudah tak ada lagi”
“Inikah leluconmu?”
“Ya, benar!”
“Leluconmu ini tidak menggelikan”
“Jika kau melihat seorang nona yang berdandan sangat cantik berjalan jalan dengan seorang
tolol, si tolol tidak terpeleset, si nona malah jatuh terjengkang masakah waktu itu kau tidak
merasa geli?”
“Seandainya aku menyaksikan sendiri kejadian tersebut mungkin saja aku akan ikut tertawa
geli”
“Semua cerita leluconku sama semua nadanya, meskipun kedengarannya tidak menggelikan,
tapi seandainya benar benar ada orang melakukan lelucon itu, maka orang pasti tertawa
terbahak bahak karena geli”
Ia sudah mulai tertawa, tertawa dengan riangnya:
“Waktu itu siapa tahu perutmu benar benar akan muncul lubangnya karena geli, mungkin juga
hanya sebuah lubang yang kecil sekali”
“Tak perduli lubangnya besar atau kecil, yang penting kedua duanya tetap berupa lubang”
534
“Tepat sekali” Tong Giok tertawa.
........... Malam semakin gelap.
Setelah membicarakan soal “lelucon orang tolol” dengan Tio Bu ki dalam perjalanan sore
tadi, hingga kini Tong Giok masih merasa sangat riang dan gembira.
Bila sang kucing berhasil menangkap tikus, dia tak akan segera menelannya.
Tong Giok mempunyai banyak hal yang sama seperti seekor kucing. Sekarang Tio Bu ki
ibaratnya seekor tikus yang sudah terjatuh ke dalam cengkeramannya, diapun hendak
mempermainkan tikus itu sepuasnya sebelum akhirnya ditelan.
Kejadian seperti ini baru terhitung kejadian yang paling menggembirakan hatinya.
...........
Rumah penginapan ini adalah sebuah rumah penginapan yang terhitung lumayan, setiap daun
jendela dari kamar kamar tamunya berada dalam keadaan rapat, di atas jendela tak akan
dijumpai sebuah lubang sekecil jarumpun.
Tio Bu ki yang berada dalam kamar sebelah sudah lama tak kedengaran suaranya lagi,
agaknya ia telah tertidur.
Tong Giok bangun terduduk, dari kepalanya ia meloloskan sebatang tusuk konde emas.
Kemudian dari saku kecil pakaian dalamnya ia mengeluarakan sebuah kantong uang yang
bersulamkan sekuntum bunga.
Sekarang dia masih mengenakan gaun berwarna merah dan berdandan sebagai seorang
perempuan, kedua macam benda itu merupakan benda yang seringkali dibawa dalam tubuh
seorang nona, sehingga siapapun tak akan menaruh curiga sampai ke situ.
Tapi setiap malam tiba, ketika suasana telah hening dan semua orang sudah tertidur lelap, dia
selalu akan mengeluarkan kedua macam benda itu dan diperiksanya dengan seksama, bahkan
jauh lebih berhati hati daripada seorang hartawan sedang menghitung rekeningnya.
Setiap kali sebelum melakukan perbuatan itu, dia selalu akan menutupi pintu dan jendela
rapat rapat, mencuci tangannya dengan air hangat dan menyeka tangannya dengan selembar
kain putih yang bersih.
Setelah itu dia baru duduk di bawah lentera mencabut keluar tusuk konde itu dan
menggunakan dua jari tangannya yang lembut dan panjang untuk memegang ujung tusuk
konde serta memutarnya dengan pelan.
535
Ternyata bagian tengah dari tusuk konde itu kosong, isinya adalah semacam bubuk halus
berwarna keemas-emasan, inilah Tong hun sah (pasir pemutus nyawa) yang amat tersohor
dari keluarga Tong, bubuknya lembut dan halus tapi beratnya luar biasa sekali.
Makin kecil bentuk senjata rahasia tersebut, makin susah orang untuk menghindarinya, makin
berat bobotnya semakin jauh pula daya timpuknya.....
Tak bisa disangkal lagi, senjata rahasia yang dipergunakan ini adalah senjata rahasia pilihan
dari keluarga Tong.
Kepala tusuk konde itupun kosong, di dalamnya berisikan semacam lilin yang bening dan
tanpa warna, bila bertemu angin lantas mengering.
Asal kepala tusuk konde itu diremasnya sampai hancur,maka lilin itu akan mengalir di
tangannya dan melindungi telapak tangannya.
Selamanya dia paling tidak suka menirukan cara cara saudara yang lain dengan menggembol
senjata rahasianya di dalam sebuah kantong kulit yang tergantung di pinggangnya, cara
semacam itu seakan akan takut kalau orang lain tidak tahu bila mereka adalah murid dari
keluarga Tong.......
Iapun paling tak suka menggunakan sarung tangan kulit menjangan yang tebal lagi berat itu.
Ia beranggapan bahwa melepaskan senjata rahasia dengan mengenakan sarung tangan, seperti
halnya seorang laki laki meraba tubuh gadis bugil dengan sarung tangan.
Bukan saja tangannya tak akan merasakan apa-apa, tidak menarik pula.
Persoalan semacam ini ia enggan untuk merayakannya. Isi Kantong uang itu adalah segulung
tali emas, sebungkus jarum, dua biji mata uang yang bertuliskan Kit-siong Ji-gi dan sebiji
batu kristal yang memantulkan sinar.
Gulungan benang itu terbuat dari rantai emas murni yang tipis dan kuat, bahkan setiap saat
bisa dipergunakan untuk mematahkan tengkuk orang, lagi pula kuat untuk menggantung
seseorang di pohon, seandainya ia terkurung dalam sebuah tebing yang curam diapun bisa
menggelantung pada rantai emas tanpa kuatir tali itu putus di tengah jalan.
Batu kristal tersebut adalah semacam batu mustika yang disebut Kim kong sik, konon
dibandingkan dengan batu kumala yang paling bersih pun nilainya lebih tinggi, benda itu bisa
digunakan untuk membeli manusia yang tidak serakahpun untuk berpihak kepadanya.
536
Ada uang bisa membuat setan menggiling tahu, bilamana keadaan memerlukan, batu kristal
tersebut mungkin bisa digunakan untuk menyelamatkan jiwanya.
Sayang orang yang tahu soal mutu barang tidak terlalu banyak, nilai dari benda tersebut
belum tentu bisa diketahui oleh setiap orang.
Oleh karena itu dia membawa pula dua biji mata uang emas sebagai persiapan.
Setiap benda, setiap persoalan dan setiap keadaan hampir seluruhnya telah dipersiapkan
dengan cermat.
*****
KOCEK atau kantong uang itu terbuat dari kain sutera halus, di permukaan depan maupun
belakang masing masing bersulamkan sekuntum bunga botan dan daunnya terbuat dari
benang emas dan mutiara.
Putik bunganya ternyata bisa bergerak, setiap saat benda itu dipetik.
Tiba tiba sekulum senyuman bangga yang misterius tersungging di ujung bibir Tong Giok,
inti bunga dari kedua kuntum bunga botan itulah terletak rahasia yang sesungguhnya, di
sanalah terdapat senjata rahasia yang paling dibanggakan olehnya.
Daya kekuatan dari senjata rahasia tersebut bukan saja belum pernah disaksikan oleh orang
orang persilatan, bahkan mimpipun tak pernah mengiranya.
Sekalipun Tio Bu ki berhasil mengungkap rahasia asal usulnya dengan mengandalkan kedua
biji senjata rahasia tersebut, diapun bisa membuat tubuh Tio Bu ki hancur lebur berkeping
keping sehingga mati tanpa tempat kubur.
Cuma saja apabila belum tiba saat yang diperlukan, dia takkan menggunakan kedua macam
senjata rahasia tersebut.
Sebab hingga sekarang, mereka belum berhasil menguasai sepenuhnya rahasia pembuatan
senjata rahasia macam itu.
Modal yang telah mereka tanamkan didalam pembuatan senjata rahasia tersebut, jumlahnya
sudah luar biasa mengejutkan. Bahkan telah mengorbankan pula nyawa dari tujuh delapan
orang ahli, malah seorang ahli mereka yang paling hebat dan secara khusus diserahi tanggung
jawab oleh keluarga Tong untuk pembuatan senjata rahasia tersebut nyaris tewas pula oleh
senjata tersebut.
537
Hingga ia meninggalkan benteng keluarga Tong, senjata rahasia semacam itu seluruhnya baru
berhasil diproduksi sebanyak tiga puluh delapan batang, setelah dilakukan percobaan, ternyata
yang terjamin bisa digunakan secara menakjubkan hanya dua puluh biji.
Menurut perhitungan mereka sendiri, nilai dari setiap benda tersebut bisa mencapai seribu
tahil emas lebih.
Untung saja kepercayaan mereka terhadap senjata rahasia macam itu lambat laun sudah mulai
dapat dikendalikan, tehnik pembutan mereka pun makin lama berubah semakin tinggi dan
hebat.
Menanti mereka bisa memproduksi senjata rahasia tersebut dalam jumlah yang banyak, pada
saat itulah Tay hong tong akan hancur musnah untuk selama lamanya dari muka bumi.
Terhadap hal itu ia mempunyai rasa percaya yang tinggi.
*****
Sekarang Tong Giok telah memeriksa setiap benda itu sekali, setiap macam benda tersebut
masih tetap utuh sempurna seperti sedia kala.
Ketika ia merasa amat puas, diambilnya selelehen lilin dari tempat lilin dan dipoleskan pada
ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah tangan kanannya, setelah itu dengan menggunakan tiga
buah jari tangannya ia mencabut keluar sebatang jarum dari dalam kantongnya.
Jarum itu bentuknya tidak jauh berbeda dengan jarum jarum biasa, tapi bahkan dia sendiripun
tak berani menyentuhnya secara sembarangan.
Ia harus memoleskan lilin untuk menutupi pori pori kulit badannya terlebih dahulu sebelum
memegang, kalau tidak walupun kulitnya tidak terluka, hawa beracun bisa meresap masuk
melalui pori pori di atas badannya, itu berarti ketiga jari tangannya harus dipotong untuk
menghindarkan dari keracunan berat.
Oleh karena si tukang kulit yang diharapkan bisa meninggalkan kutungan jarum pada pelana
tersebut, ternyata tidak melakukannya, Tong Giok bertekad hendak membantu pekerjaannya.
Meskipun rencana ini tidak terhitung sangat bagus, pun belum tentu mendatangkan hasil
seperti yang diinginkan, tapi rencana itu mempunyai sedikit kebaikannya....sekalipun tidak
berhasil, Tio Bu ki juga tak akan menaruh curiga kepadanya.
Karena setiap orang bisa ngeloyor masuk ke istal kuda di tengah malam buta, siapapun bisa
pula menancapkan sebatang jarum di atas pelana kudanya kemudian menutup bekas jarum itu
dengan lilin.
538
Pekerjaan semacam ini bisa dilakukan setiap musuh Tio Bu ki yang macam apapun. Padahal
musuhnya tidak terhitung sedikit, mana mungkin dia akan mencurigai sahabatnya sendiri.
Apalagi “sahabat”nya ini pernah membantunya untuk menangkap seorang musuh yang sudah
hampir berhasil melarikan diri.
Bahkan Tong Giok telah memikirkan pula keadaan yang paling buruk.
Sekalipun Tio Bu ki menaruh curiga kepadanya, diapun mempunyai alasan yang sangat baik
untuk membantah.
“Setiap hari aku berada bersamamu, andaikata aku ingin mencelakaimu, setiap saat setiap
waktu aku bisa mencari kesempatan untuk melakukannya kenapa aku harus mempergunakan
cara ini? Toh cara ini tak bisa dibilang merupakan cara yang terbaik?”
Alasan semacam itu walaupun diucapkan kepada siapapun sudah lebih dari cukup, apa yang
dipikirkan Tong Giok memang benar benar amat sempurna.
Setiap masalah, setiap keadaan dan setiap bagian selau dipikirkannya dengan cermat, hanya
ada satu hal yang tak pernah diduga olehnya.
Ia tidak menyangka kalau masih ada seekor domba lain yang bersikeras menghantarkan diri
ke mulut harimau.
Setelah mempunyai rencana yang cukup cermat sewaktu dikerjakan ternyata tak terlalu sulit.
Kemanapun kau berada, istal kuda dari setiap rumah penginapan tak mungkin merupakan
sebuah tempat yang ketat penjagaannya.
Istal kuda Tio Bu ki seperti halnya pula dengan istal istal lain, letaknya hanya berada di suatu
sudut ruangan bagian belakang.
Berbicara buat manusia seperti Tong Giok, melakukan pekerjaan ini hakekatnya jauh lebih
mudah daripada makan sawi hijau.
Malam sudah semakin kelam.
“Sebelum malam tiba mencari penginapan, setelah ayam berkokok berada di perjalanan”,
tentu saja para tamu dalam rumah penginapan itu sudah pada tidur.
Ketika Tong Giok berjalan kembali dari istal, ternyata ia masih mempunyai kegembiraan
untuk meikmati keindahan malam di bulan keempat yang sejuk ini.
Rembulan hampir purnama, bintang bertaburan di angkasa, udara malam sungguh indah
menawan, tiba tiba ia merasa seperti ada keinginan untuk membuat syair.
539
Semacam syair yang sesungguhnya bertolak belakang dengan rencananya untuk membunuh
orang.
Tapi menunggu ia balik kembali ke halaman di luar kamar tidurnya perasaannya telah
berubah menjadi hawa pembunuhan!
*****
DALAM kamar ada lampu.
Padahal sewaktu meninggalkan kamarnya tadi, lentera telah dipadamkan, pekerjaan semacam
ini tak pernah dilakukannya dengan teledor, tak mungkin ia lupa untuk memadamkan lentera.
Lalu siapakah yang telah memasang lampu di dalam kamarnya?
Di tengah malam buta begini, siapakah yang telah berkunjung ke dalam kamarnya?
Seandainya orang ini adalah musuh besarnya mengapa ia memasang lentera sehingga
meningkatkan kewaspadaannya?
Jangan jangan orang ini adalah sahabatnya?
Di sini dia hanya mempunyai seorang “teman” dan hanya temannya ini yang tahu dia berada
dimana.
Ditengah malam buta begini, kenapa Tio Bu ki berkunjung ke kamarnya?
Apakah dia telah menaruh curiga kepadanya?
Langkah kakinya tidak berhenti, bahkan sengaja memberatkan langkah kakinya agar orang
yang berada di dalam kamar bisa mendengarnya dengan jelas.....
Oleh sebab itu diapun segera mendengar ada seseorang menjawab dari dalam kamar:
“Ditengah malam buta begini, kau telah pergi ke kamarnya?”
Suara itu bukan suara Bu ki.
Tong Giok segera dapat mendengar suara siapakah itu, tapi ia benar benar tidak menyangka
kalu orang itu bisa datang kemari.
..................
540
Siapapun tidak menyangka kalau Lian It lian bisa datang ke situ, lebih tidak mengira kalau
bukan Tio Bu ki yang dicari, sebaliknya malah datang menjumpai Tong Giok.
Tapi apa mau dibilang ia telah datang, apa mau dibilang justru ia berada dalam kamar Tong
Giok.
Melihat si nona bercelana merah itu masuk kamar, ia mulai menggelengkan kepalanya sambil
menghela napas.
“Di tengah malam buta begini, mau apa seorang nona pergi keluyuran di tempat luaran?
Apakah tidak takut diperkosa orang?”
Sewaktu mengucapkan kata “diperkosa”, ternyata wajahnya tidak memerah, dia benar benar
merasa bangga sekali.
Kulit mukanya benar benar lebih tebalan, lebih tuaan pula.
Sayang di bagian yang lain masih terlalu halus, bukan saja ia masih mengira orang lain tak
tahu kalau dia adalah perempuan menyaru lelaki, diapun tak tahu orang lain seorang lelaki
atau perempuan?
Ia masih percaya kalau nona bercelana merah ini benar benar adalah seorang nona.
Tong Giok tertawa.
Wajahnya sewaktu tertawa, seperti seekor harimau menyaksikan seekor domba yang sedang
mengantarkan diri ke mulutnya.
*****
PENGALAMAN ANEH
Senyuman Tong Giok lembut tapi genit, membawa pula tiga bagian rasa kemalu maluan,
entah apapula yang sedang dipikirkan dalam hatinya, sewaktu tertawa wajahnya selalu
demikian.
Senyuman secamam ini entah telah mencelakai berapa banyak orang.
Lian It lian kembali menghela napas, katanya:
“Sungguh beruntung kau dapat kembali dengan aman dan selamat, kalau tidak sungguh
membuat orang hampir mati karena cemas”
“Siapa yang hampir mati karena cemas?” tanya Tong Giok.
541
“Tentu saja aku!” jawab Lian It lian sambil menuding hidung sendiri.
“Apa yang kau gelisahkan?” tanya TOng Giok dengan senyum manis dikulum.
“Kenapa aku tidak gelisah? Apakah kau tidak melihat betapa kuatirku atas keselamatanmu?”
Ternyata wajah Tong Giok berubah agak memerah, padahal dalam hatinya merasa geli sekali,
saking gelinya sehingga hampir pecah perutnya.
........Ternyata budak cilik ini hendak mempergunakan SI-lam-ki (siasat lelaki tampan) untuk
merayu aku, seorang gadis suci dari keluarga baik baik.
Tong Giok tak tahan untuk tertawa, sambil menundukkan kepalanya ia bertanya.
“Apakah kau melihat suko ku?”
Dengan cepat Lian It lian gelengkan kepalanya.
“Aku sama sekali tidak mencarinya, aku secara khusus datang kemari untuk menjenguk
dirimu”
Kepala Tong Giok tertunduk semakin rendah.
“Menjenguk aku? Apanya yang menarik dari aku?
“Aku sendiri tidak tahu apa yang menarik darimu, aku hanya merasa tak tahan untuk datang
menjengukmu, keinginanku ini boleh dibilang sudah mendekati gila”
Tong Giok semakin merasa malu, perkataannya semakin berani, nyalinya juga makin lama
makin besar.
Ternyata ia mulai menarik tangan Tong Giok.
........Kalau toh semua orang adalah perempuan apa salahnya untuk menarik narik tangannya?
Tentu saja ia tak ambil peduli.
Tong Giok lebih lebih tak ambil peduli .
Walaupun ia masih belum tahu apa yang sedang dipikirkan budak tersebut di dalam hatinya,
tapi entah apapun yang sedang dipikirkan olehnya, dia tak akan ambil peduli.
Bagaimanapun yang bakal rugi bukan dia.
542
Sekalipun dia hanya berniat untuk menggoda nona bercelana merah ini saja, yang bakal rugi
kali ini tetap dia.
Menyaksikan rasa “malu” dari Tong Giok hampir saja Lian It lian meledak perutnya saking
geli.
...........Agaknya nona ini sudah mulai tertarik kepadaku, kalau tidak kenapa ia bersedia
digenggam tangannya olehku?
Lian It lian tak tahan untuk tertawa, katanya:
“Bagaimana kalu kita keluar untuk berjalan jalan?”
“Ditengah malam buta begini kenapa kita musti keluar?”
“Suko mu tinggal di kamar sebelah, aku tak ingin membiarkan dia tahu kalau aku telah
datang”
“Kenapa?”
“Aku kuatir dia merasa cemburu”
Tong Giok sudah mulai agak mengerti.
...........Ternyata budak ini sudah tertarik kepada Tio Bu ki, lantaran kuatir kalau aku bermain
kasak kusuk dengan Tio Bu ki, maka ia bermaksud merayuku, kalau aku benar benar tertarik
kepadanya, tentu saja Tio Bu ki akan kutinggalkan dan ia segera akan memungutnya di tengah
jalan.
Walaupun dalam hatinya Tong Giok merasa geli, wajahnya menunjukkan sikap seperti lagi
marah, katanya:
“Aku tidak lebih hanya sumoaynya, ia sama sekali tak berhak untuk mengurusi diriku, atas
dasar apa dia harus merasa cemburu?”
Senyuman Lian It lian masih tetap ringan.
“Padahal aku juga tahu kalau kau tak akan tertarik kepadanya” dia berkata.
“Darimana kau tahu?”
Sambil tertawa jawab Lian It lian:
543
“Bagian mana dariku yang tidak lebih hebat darinya? Mana mungkin kau bisa tertarik
kepadanya?
Paras muka Tong Giok berubah menjadi semakin merah lagi.
“Bagaimana? Mau ikut aku keluar atau tidak?” tanya Lian It lian.
Dengan wajah memerah Tong Giok menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Aku takut!”
“Kau takut apa?”
“Takut diperkosa orang!”
“Aku toh selalu mendampingimu, apalagi yang musti kau takutkan?”
“Yang kutakuti justru kau!”
Lian It lian kembali tertawa.
Tiba tiba ia “menemukan” bahwa si nona yang kelihatan kemalu maluan ini sesungguhnya
adalah siluman rase.
Dia adalah seorang perempuan. Tapi sekarang, bahkan dia sendiripun agaknya mulai tertarik,
seorang perempuan bisa tertarik hatinya, apalagi seorang laki-laki?
Bila ada seorang lelaki yang setiap hari selalu berkumpul dengannya, dan tak sampai terpikat
baru aneh namanya. Tio Bu-ki adalah seorang laki-laki. Tio Bu-ki setiap hari selalu berada
bersamanya.
Lian It-lian mulai bertekad, dia tak akan membiarkan siluman rase manapun berhasil memikat
diri Tio Bu-ki. Bila ada orang mengatakan kalau ia tertarik kepada Tio Bu-ki, maka sampai
matipun dia tak akan mengakuinya.
Ia berbuat demikian tak lebih karena sikap Tio Bu-ki kepadanya terhitung masih lumayan
juga, bahkan telah melepaskannya. Ia tak ingin berhutang budi kepadanya, kebetulan
sekarangpun dia tak ada pekerjaan lain, maka sekalian dia akan membantu Tio Bu-ki untuk
melakukan pemeriksaan, apakah nona ini adalah seekor siluman rase atau bukan. Si nona
yang tanpa berubah wajah dapat membunuh orang ini bukan cuma menakutkan, bahkan
sedikit agak mencurigakan.
*****
544
Hal ini adalah perkataannya sendiri. Maka sekalipun ada orang merasa curiga terhadap katakata
”kebetulan”, “kebenaran”, “sekalian” dan lain-lainnya, diapun tidak ambil perduli.
Karena semuanya itu dia katakan untuk didengar oleh diri sendiri, asal dirinya merasa puas,
itu sudah lebih dari cukup.
Bulan empat yang lembut, hembusan angin yang sejuk…. Dengan lemasnya Tong Giok
berbaring di atas tubuhnya, seakan-akan sedikit tenagapun tidak dimilikinya. Dengan bernafsu
Lian It-lian memeluk nona itu kencang-kencang, memeluknya dengan hangat dan mesra,
bahkan dapat dirasakannya pula debaran jantung nona itu. Agaknya jantung dalam tubuhnya
juga berdebar agak keras.
Nona itu seperti akan mendorongnya, tapi tidak mendorong dengan tenaga sungguh-sungguh.
“Kau hendak membawaku kemana?”
“Ke suatu tempat yang baik”
“Aku tahu tempat itu bukan suatu tempat yang baik”
“Kenapa?”
“Karena kau bukan orang baik”
Lian It-lian sendiripun tak bisa tidak mengakui kalau dirinya tak bisa dihitung sebagai orang
baik .
Perbuatannya tak bisa disangkal lagi lebih mendekati seorang penjahat yang berhati kejam.
Tapi tempat ini benar-benar adalah sebuah tempat yang baik…. semacam tempat yang biasa
ditemukan hanya oleh penjahat semacam dia dengan membawa seorang gadis.
Permukaan tanah berlapiskan rumput nan hijau, keadaan itu tak ubahnya seperti pembaringan,
empat penjuru berupa pepohonan dan bunga yang segar, persis menutupi pemandangan sana
dari pandangan luar, udaranyapun harum semerbak karena bau bunga yang segar.
Jika seorang anak gadis bersedia diajak seorang lelaki untuk berkunjung ke tempat seperti ini,
biasanya hal ini menandakan kalau ia telah bersiap-siap untuk melepaskan kesempatannya
untuk melawan.
Lian It-lian sendiripun merasa sangat bangga, katanya: “Berbicara menurut suara hatimu,
bagaimanakah pendapatmu tentang tempat ini?”
Dengan wajah merah karena jengah Tong Giok menjawab: “Hanya orang jahat seperti kau,
baru bisa menemukan tempat semacam ini….”
545
Lian It-lian segera tertawa. “Aaah…..! Bahkan manusia semacam akupun harus menggunakan
waktu yang cukup lama sebelum berhasil mendapatkan tempat semacam ini”
“Apakah kau telah merencanakan kesemuanya ini sejak permulaan dan memang berniat untuk
mengajakku datang kemari?” Lian It-lian tidak menyangkal perkataan itu.
Memang kali ini dia telah merencanakan segala sesuatunya dengan sempurna, bahkan apa
yang harus dilakukan pada langkah selanjutnya juga telah direncanakan secara terperinci.
Tiba-tiba ia menarik tubuh Tong Giok dan mencium bibir merah dari si nona gadungan itu.
Kontan saja Tong Giok merasakan sekujur badannya menjadi lemas.
Sekujur badannya telah berbaring di dalam pelukan si penjahat gadungan, maka mereka
berduapun segera menjatuhkan diri ke atas tanah berumput yang empuk bagaikan kasur busa
di atas pembaringan itu.
Kalau dibilang Lian It-lian tidak sedikitpun merasa tegang, itu bohong namanya. Bukan saja
ia tak pernah memeluk seorang pria, diapun belum pernah memeluk seorang gadis. Napasnya
terasa agak memburu, mukanya terasa panas dan tangannya menjadi dingin.
Si nona gadungan itu tertawa cekikikan bersandar dalam pelukannya, ia meletakkan
kepalanya di atas dada orang, membuat ia merasa jantungnya berdebar keras. Kalau dibilang
siapa yang bajingan, maka si nona gadungan itulah bajingan besar, setelah menjumpai
kesempatan sebaik ini, tentu saja dia tak akan melewatkannya dengan begitu saja.
Sebaliknya si bajingan gadungan justru adalah seorang nona tulen, ia benar benar merasakan
sekujur badannya menjadi lemas. Bila seorang bajingan ingin membuat seorang nona
merasakan sekujur badannya menjadi lemas, maka perbuatan itu bukan suatu pekerjaan yang
terlalu menyulitkan.
Tentu saja dia tahu bagian mana dari tubuh seorang nona yang merupakan bagian yang
“mematikan”. Lian It-lian juga sudah tahu sekarang dia harus mengambil suatu tindakan yang
tegas. Tangan “nona” tersebut sudah mulai menggerayangi tubuhnya, malah makin lama
gerayangannya makin tak sopan.
Walaupun ia tidak takut “dia” menggerayangi bagian tubuhnya yang “mematikan”, tapi ia tak
ingin membiarkan “dia” tahu kalau dia adalah seorang lelaki gadungan, seorang lelaki yang
tak “bersenjata”.
Tiba-tiba ia turun tangan, dengan mengerahkan sisa tenaga yang dimilikinya, ia
mencengkeram jalan darah penting pada tulang persendian lengan Tong Giok.
546
Sekalipun serangannya itu bukan dilakukan dengan ilmu Hun cing cuat kut jiu ( ilmu
memisahkan otot merenggangkan tulang), tapi kelihayannya hampir sepadan dengan
kepandaian tersebut.
Kali ini Tong Giok benar-benar tak berkutik lagi, ditatapnya lelaki gadungan itu dengan
terkejut, kemudian tegurnya: “Mau apa kau?”
Jantung Lian It-lian masih berdebar keras, napasnya masih tersengal-sengal.
“Apakah kau benar-benar hendak memperkosa aku?” teriak Tong Giok Lagi.
Setelah mengatur napas sejenak, Lian It-lian berhasil menenangkan kembali hatinya, sambil
tertawa ia menggelengkan kepalanya berulang kali. “Kau tidak memperkosa aku, aku sudah
merasa sangat gembira, mana berani kuperkosa dirimu!”
“Lantas mengapa kau harus menggunakan cara semacam ini untuk menghadapiku, aku….aku
toh tidak mengajakmu”
Lian It-lian segera menghela napas panjang. “Aku juga tahu kalau kau tidak mengajakku,
kaupun tak dapat memperkosa diriku, tapi kuharap kau bisa berbuat sedikit agak jujur, karena
aku tak ingin seperti nasib Biau jiu jin kut. Tanpa diketahui apa sebabnya tahu-tahu sudah
mati di tanganmu”
“Mana mungkin aku akan bersikap demikian terhadapmu? Masa kau tidak tahu kalau
aku…aku menaruh perhatian kepadamu?”
Dia seakan-akan merasa sakit hati dan terhina oleh perkataan itu, sehingga setiap saat bisa jadi
akan meledak isak tangisnya. Lian It-lian merasa hatinya menjadi lunak kembali, dengan
lembut dia berkata: “Jangan kuatir, akupun tak akan berbuat apa-apa kepadamu”
“Sebenarnya kau mau apa?” “Ilmu silat Tio Bu-ki berasal dari ajaran orang tuanya, aku belum
pernah mendengar dia punya sumoay, heran, kenapa secara tiba-tiba bisa muncul seorang
sumoay seperti kau?”
Tiba-tiba Tong Giok menghela napas panjang, sahutnya: “Kau tampaknya seperti tidak
bodoh, kenapa urusan semacam inipun tidak kau pahami?”
“Urusan ini adalah urusan apa?”
“Sumoay itu banyak jenisnya, belum tentu harus belajar dari satu perguruan baru terhitung
sumoay”
“Lantas kau adalah sumoay dari jenis yang mana?”
547
“Kenapa kau tidak tanya sendiri kepadanya?”
Ia seperti agak marah, terusnya:
“Pokoknya dia sendiri mengakui aku adalah sumoaynya perduli aku adalah sumoay dari jenis
yang mana, orang lain lebih baik tak usah turut campur”
Perkataannya memang sangat masuk akal, Lian It lian dibuat tertegun dan tak tahu bagaimana
harus menjawab.
Tong Giok kembali menghela napas, katanya lagi:
“Padahal kau tak usah cemburu, antara aku dengan dia sesungguhnya tak ada hubungan apaapa
bahkan menyentuh tangannyapun tak pernah....”
“Oooh, jadi kau mengira aku sedang cemburu?”
“Memangnya kau tidak cemburu?”
Lian It lian merasa rada marah.
Bila rahasia hatinya secara tiba-tiba dibongkar orang, biasanya rasa marah memang segera
akan timbul.
Sambil menarik muka katanya kemudian,
“Bagaimanapun juga, pokoknya aku merasa asal usulmu sangat mencurigakan, maka dari itu
aku ingin ...
“Kau ingin apa?”
“Aku ingin menggeledahmu”
“Baik, geledahlah, kau boleh menggeledah sekujur badanku”
Wajahnya memerah, bibirnya digigit kencang-kencang, seakan-akan ia sudah siap untuk
menerima penganiayaan tersebut.
Bila Lian It lian betul-betul adalah seorang lelaki tulen, bila nyalinya agak besaran sedikit dan
ia benar-benar menggeledah “sekujur tubuhnya” dari atas sampai ke bawah, maka ia segera
akan membuktikan kalau nona itu sesungguhnya adalah seorang nona gadungan.
Sayang seribu kali sayang, Lian It lian terlalu jujur, nyalinya kurang besar, diapun tidak
berniat untuk bermain sabun.
548
Itulah sebabnya bagian “mematikan” dari Tong Giok sama sekali tidak digerayangi malah
disentuhpun tidak.
Karena itu dia cuma berhasil menggeledah sebuah kocek bersulamkan bunga teratai, sudah
barang tentu ia tak akan menduga kegunaan dari kocek itu.
Sesungguhnya kocek bersulamkan bunga teratai itu merupakan senjata yang paling
diandalkan dan dibanggakan Tong Giok, sayang jangankan seorang macam Lian It lian,
sekalipun jago kawakan yang pengalamannya sepuluh kali lebih hebatpun belum tentu bisa
mengetahui rahasia dibalik kocek tersebut.
Sambil menggigit bibir menahan diri, dengan gemas Tong Giok melotot sekejap ke arahnya,
kemudian menegur:
“Sudah selesai belum geledahmu?”
“Ehmmm!”
“Ehmmm itu apa artinya?”
Padahal ia sendiri juga tahu, “ehmm!” tersebut berarti ia sudah menunjukkan perasaan agak
menyesal.
Karena ia memang tidak berhasil menemukan sesuatu benda yang mencurigakan.
Sambil tertawa dingin Tong Giok berkata:
“Akupun tahu kalau kau bukan sungguh-sungguh hendak menggeledahku, kau .... kau cuma
.... cuma ingin menggunakan kesempatan ini untuk mempermainkan aku, mencari alasan
untuk menggerayangi tubuhku .... kau cuma ingin mencari keuntungan buat diri sendiri ...”
Makin berbicara mukanya semakin merah, seakan-akan air matanya setiap saat bakal meleleh
keluar.
Tiba-tiba Lian It lian tertawa.
“Hmm ....! Sudah mempermainkan orang, menggerayangi badan orang, sekarang tertawa, tak
kusangka kau masih punya muka untuk tertawa, itu namanya nyengir kuda” seru Tong Giok.
“Kau kira aku benar-benar mendapat untung dengan menggerayangi badanmu itu?”
“Memangnya tidak?”
549
“Baik akan kuberikan kepadamu”
Seakan-akan ia sudah mengambil suatu keputusan besar dia bertekad hendak menguarkan
rahasia pribadinya.
“Aku juga seorang perempuan, mana mungkin aku bisa mendapat keuntungan dari perbuatan
itu”
Dengan terkejut Tong Giok memandang ke arahnya, seakan-akan “rahasia” tersebut benarbenar
telah mengejutkan hatinya.
Sambil tertawa Lian It lian berkata lagi:
“Aku suka sekali menyaru sebagai laki-laki dan sering kali kulakukan, tak heran kalau kau
tidak menyangkanya”
Mendadak tong Giok menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
“Aku tidak percaya, aku tidak percaya!” serunya, “sampai matipun, aku tetap tidak percaya”
Sekulum senyuman menghiasi wajah Lian It-lian, mukanya berseri-seri, ia seperti merasa
sangat bangga dengan perbuatannya itu.
Sampai sekarang dia baru “menemukan” bahwa ilmu menyarunya benar-benar sangat
sempurnya.
“Lantas bagaimana baru bisa membuatmu percaya?” tanyanya kemudian sambil tersenyum.
“Aku ingin menggerayangi tubuhmu dulu”
Walaupun sedikit merasa rikuh dan mukanya menjadi merah, tapi pikirnya toh sama-sama
perempuan, sekalipun badannya akan digerayangi seorang perempuan, agaknya persoalan ini
juga bukan suatu persoalan yang terlalu hebat.
Oleh sebab itu, setelah mempertimbangkan sejenak, diapun setuju.
“Baiklah, tapi kau hanya boleh meraba pelan-pelan!”
Bahkan dia memegangi tangan Tong Giok dan merabakan ke atas payudaranya, karena ia
kuatir tangan orang itu akan menggerayangi pula bagian “mematikannya”.
Tong Giok segera tertawa lebar.
Dengan muka merah padam karena jengah Lian It lian segera melepaskan tangannya.
550
“Sekarang kau sudah tidak marah lagi bukan?”
“Tidak marah lagi!” sambil tertawa Tong Giok gelengkan kepala.
Tiba-tiba ia mengulurkan tangannya untuk meraba kembali payudara orang.
Lian it lian segera menjerit kaget:
“Hey, mau apa kau?”
“Aku ingin merabanya lagi!”
“Aaaah ....! Masa kau masih belum percaya kalau aku ini seorang perempuan?”
Tong Giok segera tertawa tergelak.
“Justru karena aku percaya kalau kau adalah seorang perempuan asli, maka aku ingin meraba
lagi”
Akhirnya Lian It lian baru merasa kalau gelagat sedikit kurang beres ....
Tiba-tiba ia merasa sorot mata si “nona” itu berubah menjadi aneh sekali, sayang terlalu
lambat ia mengetahui akan hal itu.
Secepat sambaran kilat Tong Giok telah mencengkeram jalan darah pada persendian tulang
sikunya, lalu sambil tertawa cekikikan katanya:
“Karena walaupun kau adalah seorang lelaki gadungan, kebetulan akupun seorang perempuan
gadungan!”
Lian It lian segera menjerit kaget.
“Apakah kau adalah seorang lelaki?” teriaknya.
Tong Giok tertawa terbahak-bahak.
“Kalau tidak percaya, kaupun boleh meraba sekujur badanku!” sahutnya nyaring.
Lian It lian hampir saja jatuh semaput.
Si nona gede itu ternyata seorang laki-laki.
551
Barusan ia masih memegangi tangan laki-laki itu untuk dirabakan pada payudaranya, malah ia
telah memeluknya dan mencium bibirnya.
Membayangkan kembali semua kejadian tersebut Lian It lian merasa menyesal sekali,
sehingga kalau bisa dia ingin menumbukkan kepalanya ke atas dinding untuk menghabisi
nyawa sendiri.
*****
TONG GIOK masih tertawa, tertawanya seperti seekor musang yang baru saja mencuri tiga
ratus ayam kecil.
Sebaliknya Lian It lian mau menangispun tak sanggup menangis.
“Kau tak dapat menyalahkan aku” demikian Tong Giok berkata. kau merayuku lebih dulu,
kau juga yang telah membawa aku datang kemari ....
Gelak tertawanya makin riang terusnya:
“Tempat ini memang suatu tempat yang sangat baik, tak mungkin ada orang yang akan
menemukan tempat ini”
“Kau...kau...apa yang ingin kau lakukan?” tanya Lian It lian dengan suara gemetar.
“Akupun tak ingin berbuat apa-apa, aku hanya ingin mengulangi sekali lagi apa yang telah
kau lakukan kepadaku barusan”
Apa yang telah diucapkan ternyata benar-benar telah dilakukan. Baru selesai dia berkata, bibir
Lian It lian telah diciumnya dengan amat mesra.
Lian It lian merasa yaa malu! yaa gelisah, yaa mendongkol, yaa takut ...
Yang lebih menjengkelkan lagi, ternyata dari hati kecilnya justru timbul suatu perasaan aneh
yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Kalau bisa dia ingin mati saja daripada hidup.
Sayangnya, is justru tak bisa memenuhi harapannya untuk mati.
Tang Tong Giok sudah mulai merogoh ke balik bajunya.
Ia pernah menggerayangi tubuhnya, tentu saja diapun akan menggerayangi tubuhnya, cuma
sewaktu dia balas menggerayangi tubuhnya sekarang, sudah barang tentu tangannya tidak
sesungkan Lian It lian tadi.
552
“Lebih baik bunuhlah aku” Lian It lian berteriak keras.
Padahal dia sendiripun tahu bahwa kata-katanya itu tak berguna, mustahil Tong Giok akan
memenuhi keinginannya itu.
Sekalipun pada akhirnya Tong Giok akan membunuhnya juga, dia pasti akan melakukan
banyak pekerjaan yang lain lebih dulu sebelum membunuhnya.
Justru pekerjaan yang lain itulah yang paling ditakuti, justru hal itulah yang mengkilik-kilik
hatinya.
Lian It lian mulai terisak amat sedih.
Sebenarnya dia tak ingin menangis, sayang air matanya sudah tak mau menuruti perkataannya
lagi.
Tangan Tong Giok mulai bergerak-gerak, gerakannya sangat lembut, sangat lambat.
Bahkan sewaktu meremas-remas bagian tertentu dari tubuhnya, ia melakukannya dengan
begitu lembut, halus dan penuh kehangantan.
“Aku tahu apa yang kau takuti” katanya sambil tersenyum,” karena akupun tahu kau pasti
masih seorang gadis perawan”.
Mendengar sebutan “Gadis perawan” isak tangis Lian It lian semakin sedih dan menjadi-jadi.
“Tapi kaupun seharusnya dapat melihat sendiri, bahwa lelaki semacam aku sebenarnya tidak
terlalu tertarik kepada kaum wanita” kata Tong giok lebih jauh,”itulah sebabnya, asal kau
bersedia mendengarkan perkataanku, siapa tahu kalau kau akan kulepaskan”
Kata-kata tersebut, seolah-olah bukan diucapkan secara sengaja untuk menghibur hatinya.
Lelaki ini memang terlalu mirip dengan seorang perempuan, siapa tahu kalau ia sungguhsungguh
tidak begitu tertarik dengan kaum wanita?
Akhirnya timbul juga setitik harapan dari hati kecil Lian It lian, tak tahan diapun bertanya:
“Kau suruh aku menuruti perkataan apa?”
“Ada beberapa persoalan ingin sekali kutanyakan kepadamu, apa yang kutanyakan harus kau
jawab dengan sejujurnya, asal aku mendengar kalau kau sedang bohong maka terpaksa aku
akan .....”
553
Ia berhenti sebentar untuk tertawa kemudian baru melanjutkan:
“Waktu itu, apa yang ingin kulakukan, rasanya tak usah kuterangkan pun kau sendiri juga
tahu”
Tentu saja Lian It lian tahu.
Justru karena dia tahu, maka dia baru merasa ketakutan.
Kembali Tong Giok berkata:
“Aku hendak bertanya kepadamu, sebenarnya siapa kau? Apa hubunganmu dengan Tio Bu
ki? Darimana kau bisa tahu kalau dia tak punya sumoay? Kenapa kau mengetahui begitu
banyak tentang persoalannya? Kenapa pula kau hendak menyelidiki asal usulku”
“Bila kujawab semua pertanyaanmu itu dengan sejujurnya, benarkah kau akan melepaskan
aku?”
“Aku pasti akan melepaskan kau!”
“Kalau begitu lepaskanlah aku lebih dulu, nanti pasti aku akan menjawab semua
pertanyaanmu itu”
Tong Giok tertawa.
Dikala ia mulai tertawa, tangannya telah bekerja untuk merobek sebagian dari pakaian yang
dikenakan gadis itu, katanya sambil tersenyum: “Selamanya aku paling tak suka untuk tawar
menawar dengan orang lain, kalau kau masih enggan berbicara, akan kutelanjangi dirimu
lebih dahulu….”
Bukannya bertambah menangis, Liat It-lian malah menghentikan isak tangisnya. “Mau bicara
tidak?” bentak Tong Giok.
“Tidak!” jawab Lian It-lian tiba-tiba dengan suara lantang.
Jawaban ini agaknya sedikit diluar dugaan Tong Giok, dia lantas bertanya: “Kau tidak takut?”
“Aku takut, takutnya setengah mati, tapi aku tak akan menjawab semua pertanyaanmu itu”
“Kenapa?” Tong Giok makin keheranan.
Sambil menggigit bibirnya kencang-kencang, jawab Lian It-lian: “Karena sekarang aku sudah
tahu kalau kau adalah seorang laki-laki, bila tujuanmu adalah hendak mencelakai Tio Bu-ki,
tak peduli aku akan menjawab atau tidak, kau tak akan melepaskan aku”
554
Ternyata dalam hal ini dia telah dapat memahaminya. Mendadak Tong Giok menemukan,
meskipun gadis itu bernyali agak kecil, tapi otaknya sangat cerdas.
“Tak perduli aku akan berbicara atau tidak, kau toh bakal….. bakal memperkosaku” kata Lian
It-lian lagi.
Diluar dugaan, ternyata gadis itu berani pula mengucapkan kata-kata seperti itu. Rupanya ia
telah mengambil keputusan dalam hatinya, ia telah bertekad untuk menghadapi persoalan itu
secara gagah. Teriaknya dengan suara lantang: “Kalau mau turun tangan, cepat lakukan! Aku
tak akan takut, akan kuanggap seperti tergigit anjing gila, tapi ingat! Sampai matipun aku tak
akan melepaskan dirimu!”
Mimpipun Tong Giok tidak menyangka kalau secara tiba-tiba ia dapat berubah menjadi begini
rupa, seandainya lelaki lain yang menyaksikan keadaannya itu, mungkin dia tak akan
melepaskannya dengan begitu saja.
Sayang sekali Tong Giok bukan lelaki lain. Hakekatnya ia masih belum bisa dianggap sebagai
seorang lelaki tulen.
Akhirnya Lian It-lian jatuh tak sadarkan diri. Ia jatuh tak sadarkan diri dikala tangan Tong
Giok mulai melepaskan tali pinggangnya. Dikala Lian It-lian sudah sadar kembali, peristiwa
tersebut telah terjadi dua hari berselang.
Ternyata ia masih belum mati, dapat membuka kembali sepasang matanyapun sudah dianggap
suatu kejadian yang aneh.
Ada sementara kejadian yang jauh lebih menakutkan daripada mati, mungkin lebih baik mati
daripada mengalami kejadian semacam itu. Tapi anehnya, ternyata kejadian yang amat
dikuatirkan itu sama sekali tidak terjadi.
Dia masih seorang gadis perawan, apakah kejadian seperti itu pernah terjadi atas dirinya atau
tidak, sudah barang tentu ia jauh lebih jelas dari siapapun.
Kenapa orang ini melepaskan dirinya? Ia benar-benar tak habis mengerti. Ketika tersadar
kembali dari pingsannya, ia berada dalam sebuah kereta berkuda, sekujur badannya masih
tetap lemas tak bertenaga, sama sekali tak punya kekuatan, malah untuk dudukpun ia tak
mampu.
Siapakah yang telah mengirimnya ke dalam kereta berkuda ini? Sekarang ia hendak dikirim
kemana?
555
Baru saja dia hendak mencari seseorang untuk ditanya, dari balik jendela tahu-tahu sudah
nongol keluar sebuah kepala manusia. “Toa siocia baik baikkah kau?” sapa orang itu sambil
tersenyum.
Orang itu bukan si nona gadungan itu, diapun bukan Tio Bu-ki, walaupun ia tak kenal dengan
orang itu, ternyata orang itu kenal dengan dirinya. “Siapakah kau?” tegur Lian It-lian
kemudian.
“Seorang sahabat!”
“Sahabat siapa?”
“Sahabat Toa siocia, juga sahabat Lotay-ya”
“Lotay-ya yang mana?”
“Tentu saja Lotay-ya dari Toa-siocia”
Paras muka Lian It-lian segera berubah hebat. Orang ini bukan saja kenal dengan dirinya,
seakan-akan diapun mengetahui semua seluk beluknya.
Seluk beluknya tidak diliputi kesedihan atau tragedi yang memedihkan hati, tapi justru hal
mana merupakan suatu rahasia besar, dia tak ingin orang lain mengetahui rahasia ini, lebihlebih
tak ingin Tio Bu-ki mengetahuinya. Dengan cepat dia bertanya lagi: “Apakah kau juga
sahabat Tio Bu-ki?”
Orang itu tersenyum dan menggeleng. “Mengapa aku bisa sampai di sini?” kembali Lian Itlian
bertanya dengan keheranan.
“Seorang sahabat yang mengantarmu kemari, dia suruh aku mengantar Toa-siocia pulang ke
rumah”
“Siapakah sahabat yang kau maksudkan itu?”
“Dia she Tong, bernama Giok!”
Mendengar nama “Tong Giok” sekali lagi LIan It-lian jatuh tak sadarkan diri.
*****
Bulan empat tanggal dua belas, udara cerah. Sewaktu Tong Giok terbangun dari tidurnya,
matahari telah jauh di awang-awang dan menyorot masuk lewat daun jendela.
556
Biasanya pada saat seperti ini, mereka telah berangkat melanjutkan perjalanan, tapi pada hari
ini belum ada orang yang membangunkannya, apakah Bu-ki seperti dia, agak terlambat
bangun dari tidurnya,?
Padahal ia tidur tak terlalu lama, ia pulang amat lambat, ketika naik ke tempat tidur, fajar
sudah hampir menyingsing. Paling banter dia cuma tidur barang satu jam lebih sedikit, tapi
wajahnya sekarang kelihatan begitu segar, begitu bersemangat dan berseri-seri.
Bila seseorang sedang gembira dan riang hatinya, selalu wajahnya bersinar terang dan
semangatnya kelihatan segar.
Tentu saja perasaannya sedang riang gembira, sebab semalam dia telah melakukan suatu
perbuatan yang patut dibanggakan.
Terbayang kembali mimik wajah Lian It-lian setelah mengetahui bahwa dia adalah seorang
laki-laki, hingga sekarangpun ia masih merasa geli sekali.
Dia percaya dikala Lian It-lian telah sadar nanti, dia pasti akan merasa sangat keheranan, dia
pasti tak habis mengerti kenapa ia telah melepaskan dirinya.
Sesungguhnya diapun tak ingin melepaskan dirinya. Tapi dikala dia menarik tali pinggangnya
tadi, tiba-tiba ada semacam benda yang terjatuh dari atas badan Lian It-lian.
Menyaksikan benda tersebut dengan cepat ia telah dapat menebak asal usul Lian It-lian yang
sebenarnya.
Dia bukan saja mengetahui asal usul dari gadis itu, lagi pula mengetahui akan hubungannya
dengan Tio Bu-ki.
Tapi dia tak dapat membunuhnya, diapun tak ingin membinasakan dirinya. Sebab
membiarkan gadis itu tetap hidup jauh lebih berguna dari pada membiarkannya mati, tapi
diapun tak melepaskannya pergi, sebab dia tak bisa membiarkannya sampai bersua kembali
dengan Tio Bu-ki.
Sesungguhnya persoalan ini adalah suatu masalah yang pelik, untung saja dia berada di situ,
maka persoalan yang pelik inipun dengan cepat dapat diselesaikan.
Walaupun tempat ini masih merupakan wilayah kekuasaan Tay hong tong, namun sudah
mendekati ke perbatasan ……. perbatasan antara wilayah yang dikuasai Tay hong tong
dengan wilayah yang diperintah oleh Pek lek tong….
Sejak Pek lek tong bersekutu dengan keluarga Tong, perbuatan pertama yang hendak
dilakukan adalah membasmi kekuasaan Tay hong tong dari muka bumi.
557
Sekarang, walaupun operasi mereka masih belum dimulai, tapi di berbagai tempat telah
dipersiapkan jebakan-jebakan dan perangkap. Terutama di tempat seperti ini.
Tempat ini adalah daerah kekuasaan yang paling ujung dari Tay hong tong, tapi justru
merupakan pos pertama yang akan mereka serang.
Walaupun untuk sementara waktu mereka masih belum dapat seperti Tay hong tong secara
resmi membuka kantor cabang di situ, namun persiapan yang diam-diam mereka atur amat
sempurna, bahkan dari pihak kantor cabang Tay hong tong di tempat itupun sudah disusupi
dengan orang-orang mereka.
Tay hong tong tak akan menyangka siapa di antara anggotanya yang merupakan pengkhianat.
Karena orang ini bukan saja selalu setia dan dapat dipercaya, lagi pula dia masih terhitung
salah seorang yang bertanggung jawab atas keutuhan Tay hong tong di tempat itu.
Orang yang telah mereka beli ini, ibaratnya merupakan sebatang rumput beracun di dalam
jantung Tay hong tong.
Tong Giok tersenyum, kembali ia kenakan celana gaunnya yang berwarna merah.
Sekarang tentu saja Lian It-lian sudah dikirim kembali oleh orang-orang keluarga Tong yang
telah bersiap siaga di sekitar wilayah itu.
Cara kerja mereka selamanya cepat; bersih dan bisa dipercaya. Semalam ketika ia
mengantarnya pergi, bukan berarti dalam hati kecilnya tidak terlintas rasa sayang atau
kecewa.
Dia masih seorang gadis perawan. Dia muda, cantik, sehat dan padat berisi. Payudaranya
begitu kencang, putih dan kenyal, kulit badannya putih mulus dan halus, terutama sepasang
pahanya yang putih dengan belahan merah ditaburi warna hitam di antara bagian tengahnya,
di tengah kegelapan malam tampak begitu indah dan mempesona. Kalau dibilang ia sama
sekali tidak tertarik, itu hanya kata-kata bohong belaka. Walaupun ia tak dapat
membunuhnya, tapi untuk memakainya terlebih dahulu, mungkin baginya malah akan
mendatangkan keuntungan. Seorang gadis perawan, bagi setiap laki-laki di dunia ini selalu
dianggap menarik, aneh dan mendatangkan suatu perasaan yang luar biasa.
Jilid 20________
Bila nasi telah menjadi bubur, biasanya para gadis itu akan menyerah dan menuruti semua
perkataannya.
Sayang sekali ia sudah tak bisa lagi dianggap sebagai seorang lelaki tulen lagi.
558
Semenjak mempelajari ilmu berhawa dingin setiap bagian tubuhnya yang bersifat kelakilakian
mulai pudar dan berubah.
Lambat laun nafsu birahinya tak dapat disalurkan lagi melalui cara yang normal, dia harus
menggunakan cara lain untuk melampiaskannya, serentetan cara yang sadis, keji dan
memuakkan.
Ketika Tong Giok berjalan menuju ke halaman luar, kereta telah disiapkan dan kudapun
sudah dipasang pelana.
Menyaksikan pelana di atas kuda, terbayang pula jarum di atas pelana, tentu saja hatinya
bertambah riang hampir saja ia tak dapat menguasai diri untuk tertawa tergelak.
Bila Tio Bu ki mengetahui kalau dia adalah Tong Giok, perubahan mimiknya wajahnya pasti
menarik sekali.
Tetapi anehnya, Tio Bu ki yang selalu bangun pagi, sampai saat sekarang masih juga belum
menampakkan diri.
Dia ingin sekali bertanya kepada sang kusir kepala, tapi sebelum niatnya diwujudkan Tio Bu
ki telah muncul, dia bukan keluar dari kamarnya melainkan masuk dari tempat keluar.
Ternyata hari ini dia bangun kelewat pagi, cuma begitu bangun lantas keluar rumah.
Kemana ia pergi sepagi ini? Apa yang telah ia lakukan? Tong Giok tidak bertanya.
Ia tak pernah menanyakan soal pribadi Tio Bu ki, Ia tak boleh membuat Tio Bu ki menaruh
curiga kepadanya, walau hanya sedikit saja.
Ia selalu menjaga baik-baik suatu prinsip hidupnya:
Melihat dan mendengarlah sebanyak-banyaknya, berbicara dan bertanyalah sedikit-dikitnya.
Bagaimana juga pelana toh sudah disiapkan di atas punggung kuda, Tio Bu ki juga sudah
hampir naik ke atas kudanya. Operasinya kali ini dengan cepat sudah hampir berhasil.
Tentu saja suatu akhir yang bahagia, bahagia baginya.
Sungguh tak disangka, setelah masuk ke dalam halaman, perbuatan pertama yang dilakukan
Tio Bu ki adalah berseru kepada kusir kereta itu:
“Turunkan pelana kuda itu!”
559
Tong Giok sedang bernapas, pelan-pelan lembut-lembut dan menarik napas dalam-dalam, bila
ia sedang tegang maka beginilah keadaannya.
Ia tak bisa tidak merasa amat tegang.
Karena Tio Bu ki sendiripun tampak seperti amat tegang, air mukanya, mimik wajahnya dan
sikapnya jauh berbeda dari keadaan biasa.
Jangan-jangan ia telah mengetahui rahasianya?
Sambil tersenyum pelan-pelan Tong Giok maju kemuka dan menghampirinya.
Deruan napasnya telah pulih kembali seperti sedia kala, senyumannya masih begitu ramah
dan menawan hati tapi dalam hati kecilnya telah membuat persiapan yang paling buruk.
Asal paras muka Tio Bu ki menunjukkan sedikit gejala yang tidak beres, dia segera akan
turun tangan lebih dulu untuk merobohkan musuh bebuyutan ini.
Setiap saat setiap waktu ia dapat melancarkan serangan yang terakhir itu.
Serangan tersebut pasti akan mematikan.
Paras muka Bu ki memang kelihatan murung dan sangat berat, jelas ia mempunyai persoalan
dalam hatinya.
Tapi sikapnya terhadap sahabatnya ini sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa-apa,
pun tidak memperlihatkan gejala yang mencurigakan, hanya sambil menghela napas panjang
dia berkata;
“Kuda ini adalah seekor kuda yang baik”
“Yaa, memang seekor kuda yang baik”, Tong Giok membenarkan.
“Bila kau sudah berada di saat seorang temanpun tak dapat menolongmu, siapa tahu seekor
kuda baik masih dapat menyelamatkan jiwamu”
“Aku percaya”
“Setiap ekor kuda yang baik tentu mempunyai perasaan yang tajam bila kau baik kepadanya.
Dia pun dapat baik pula kepadamu, asal kau bisa membuatnya merasa senang dan nyaman.
Jadi aku selalu akan membiarkannya merasa senang dan nyaman”
Tiba-tiba ia tertawa lebar dan serunya:
560
“Kalau aku adalah seekor kuda, dan dikala tak ada perkerjaan harus memanggul pelana pelana
yang berat, aku sendiripun pasti merasa tak nyaman dan tak senang hati”
Tong Giok ikut tertawa
Bu ki menerangkan lebih jauh.
“Hari ini kita toh tak akan meneruskan perjalanan, biarkan saja ia beristirahat sehari lagi
dengan nyaman”
Padahal sekalipun tak usah ia jelaskan Tong Giok juga dapat mengetahui maksudnya.
Ia sama sekali tidak mencurigai dirinya sendiri sebagai seorang sahabat, ia berbuat demikian
tak lain karena menyayangi kudanya itu.
Tapi mengapa ia tak jadi berangkat hari ini?
“Kita harus berdiam sehari lagi di sini” kata Bu ki menerangkan, “sebab pada malam nanti
ada seseorang yang akan datang pula kemari”
Mimik wajahnya mendadak berubah agak tegang lanjutnya,
“Aku harus berjumpa dengan orang itu! Walau apapun yang akan terjadi...”
Tentu saja orang itu adalah orang yang sangat penting, pertemuan kali ini tentu hendak
membahas suatu masalah yang sangat penting artinya.
Tapi siapakah orang itu?
Persoalan apa yang hendak mereka rundingkan?
Tong Giok tidak bertanya,
Mendadak Bu ki bertanya kepadanya:
“Apakah kau tak ingin tahu siapakah orang yang hendak kutemui malam nanti?”
“Aku ingin tahu”
“Kenapa kau tidak bertanya?”
“Karena persoalan itu adalah urusan pribadimu dengan aku sama sekali tak ada sangkut
pautnya”
561
Setelah tertawa kembali ia melanjutkan:
“Apalagi bila kau ingin memberitahukan kepadaku, sekalipun tidak kutanyakan kau toh sama
saja akan memberitahukan juga kepadaku”
Bu ki ikut tertawa. Atas kecerdasan sahabatnya yang tahu urusan dan pandai melihat gelagat
ini, bukan saja ia merasakan kagum, bahkan puas sekali.
Tiba-tiba ia tertawa lagi:
“Kalau pagi, kau minum arak tidak?”
“Biasanya aku mah tidak minum, tapi kalau ada teman hendak minum, dalam dua belas jam
sehari aku akan mengiringinya”
Bu ki menatapnya lekat-lekat, kemudian menghela napas panjang.
” Aaaai....!. Bisa berteman dengan seorang macam kamu sungguh merupakan suatu
kemujuran bagiku’
Tong Giok kembali tertawa, Karena ia benar-benar tak tahan untuk tertawa, hampir meledak
perutnya saking gelinya.
Untung saja dia sering tertawa, lagi pula suara tertawanya selalu begitu lebut dan halus. Oleh
sebab itu siapapun tak ada yang bisa mengetahui apa sesungguhnya yang sedang ia pikirkan.
Ada arak ,ada orang tapi tak ada yang minum arak bahkan mereka sama sekali tak punya
gairah barang sedikitpun juga untuk minum arak.
Kata Bu ki demikian:
“Sebenarnya aku bukan sungguh-sunguh mencarimu untuk minum arak..!”.
Tong Giok tersenyum,
“Aku dapat melihatnya!” dibalik senyuman tersebut penuh dengan pancaran sinar
persahabatan dan memahami perasaan orang.
“akupun tahu bahwa kau pasti mempunyai suatu persoalan yang hendak dibicarakan
denganku”
Tangan Bu ki masih memegangi cawan arak. Walaupun tak setetes arakpun yang diteguk,
namun dia selalu lupa untuk meletakkannya kembali ke atas meja. “Kemurungan dan
562
kekesalan apapun yang sedang memenuhi benakmu, tak ada salahnya kau beritahukan
kepadaku” kata Tong Giok lagi dengan lembut,
Bu ki termenung lagi lama sekali, setelah itu pelan-pekan dia baru berkata.
“Aku pikir, kau sudah tahu bukan apa hubunganku dengan Tay hong tong”
Tong Giok sama sekali tidak menyangkal, dia menjawab:
“Nama besar ayahmu memang sudah kudengar semenjak kecil dulu......!”
“Tentunya kau juga pernah mendengar orang berkata Tay hong tong sesungguhnya adalah
organisasi macam apa”
“Aku tahu Congtongcu dari perkumpulan Tay hong tong adalah Im Hui yan Im loya cu, selain
itu masih ada tiga orang tongcu lagi, ayahmu adalah salah satu di antara ketiga orang tongcu
tersebut”
Masalah semacam itu adalah persoalan yang umum diketahui setiap umat persilatan, dia
berusaha keras untuk menjauhkan Tio Bu ki dari rasa curiga terhadapnya, dia berusaha agar
orang itu tak tahu jika dia jauh lebih mengetahui masalah tentang Tay hong tong daripada
siapapun di dunia ini.
Siapa tahu ia berhasil mengetahui masalah-masalah yang sebenarnya tak diketahui olehnya
dari mulut Tio Bu ki.
“Padahal organisasi Tay hong tong jauh lebih besar dan rumit daripada apa yang dibayangkan
orang lain”, kata Bu-ki lagi, “Dengan mengandalkan mereka berempat, jelas tak mungkin bisa
mengurusi dan mengatasi persoalan yang begitu banyaknya”.
Ternyata memang tidak membuat Tong Giok merasa kecewa, lanjutnya lebih jauh:
“Misalnya saja, walaupun Tay hong tong selalu mempunyai pemasukan tapi pengeluarannya
justru lebih besar, Im loya er, Sugong Siau hong, Sangkoan Jin serta ayahku semuanya bukan
seorang yang ahli dalam masalah keuangan. Kalau bukan orang lain yang secara diam-diam
membantu kami untuk mengurusi soal keuangan serta menutup kerugian yang diderita, pada
hakekatnya Tay hong tong tak mungkin bisa bertahan sampai sekarang ini”.
Itulah masalah yang paling menarik hati Tong Giok.
Entah melakukan pekerjaan apapun, orang memang membutuhkan uang, kalau memang Tay
hong tong tak ingin menjadi seperti perkumpulan yang lain, menarik pajak dari perjudian,
pelacuran dan pajak perlindungan, tentu saja mereka harus menombok untuk menutup biaya
pengeluaran yang sangat besar.
563
Mencari uang bukan suatu pekerjaan yang gampang, mengatur keuangan jauh lebih tidah
mudah lagi.
Para jago-jago persilatan yang menganggap uang bagaikan kotoran, tentu saja bukan seorang
yang ahli dibidang keuangan.
Merekapun sudah lama menduga, dibalik kesemuanya itu pasti ada seorang lain yang secara
diam-diam mengurusi bidang keuangan dari perkumpulan Tay hong tong.
“Dalam dunia persilatan tak akan seorangpun yang tahu akan nama serta kedudukannya” kata
Bu ki lebih jauh, “malah dalam Tay hong tong sendiripun tidak banyak yang mengetahui akan
hal ini, karena dikala dia menyanggupi kami untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut, dia
telah membuat perjanjian dengan Im loya cu.....”
-Siapapun tak dapat mengurusi pekerjaan dan jumlah angka keuangan yang dikerjakannya.
-Siapapun tak boleh menggunakan uang dengan sesuka hati dan membuat perjanjian
keuangan dengan orang lain tanpa sepengetahuannya.
-Asal usulnya harus dirahasiakan.
“Setelah Im loya cu setuju untuk menerima ketiga syarat tersebut, iapun bersedia menerima
tugas yang berat dan berbahaya ini” Bu ki melanjutkan.
Tong Giok mendengarkan penuturan itu dengan tenang, di atas wajahnya sama sekali tidak
nampak pancaran sinar senang atau gembira karena berhasil mendengar rahasia tersebut.
Kembali Bu ki berkata:
“Karena dia sebetulnya bukan seorang anggota dunia persilatan, kalau ada orang mengetahui
kalau dia mempunyai hubungan dengan Tay hong tong, bisa jadi akan banyak kesulitan yang
akan datang mencarinya”.
Tong Giok menghela napas panjang kemudian:
“Aaaai...! Siapa tahu bukan orang persilatan saja, jika aku adalah musuh bebuyutan dari Tay
hong tong, maka aku pasti akan menggunakan pelbagai cara yang bisa kulakukan untuk
membunuh orang lebih dulu”.
Perkataan itu benar-benar diutarakan tepat pada saatnya.
Orang yang dapat mengucapkan kata-kata semacam itu, menandakan bahwa hatinya lurus dan
terbuka, tak nanti dia bisa melakukan perbuatan seperti apa yang telah ia ucapkan.
564
Bu ki menghela napas panjang.
“Aaai.... terus terang, seandainya ia sampai ketimpa sesuatu kejadian yang diluar dugaan, bagi
Tay hong tong sesungguhnya hal ini adalah suatu kerugian yang besar sekali, oleh sebab
itu........”
Tiba-tiba sikapnya menunjukkan jauh lebih tegang dan serius, suara pembicaraannya juga
makin merendah:
“Oleh sebab itu hari ini, mau tak mau aku harus bertindak lebih waspada dan berhati-hati
lagi”
“Ooooo...h! Jadi orang yang akan datang kemari hari ini adalah orang itu?”
“Yaa, sebelum tengah malam nanti, dia pasti akan sampai di sini”.
WALAUPUN Tong Giok selalu tenang dan pandai menguasai diri dalam masalah apapun,
tapi sekarang ia merasa bahkan jantungnya pun ikut berdebar dengan kerasnya.
Apabila ia dapat melenyapkan orang ini, pada hakekatnya seperti memenggal sebuah kaki dari
Tay hong tong.
Orang itu bakal datang kemari pada malam ini juga.
Terhadap Tong Giok, kejadian ini benar-benar merupakan rangsangan yang besar sekali.
Tapi dia terus-menerus memperingatkan diri sendiri, janganlah sekali-kali memperlihatkan
perubahan di atas wajahnya, janganlah membuat suatu gerak-gerik yang bisa menimbulkan
kecurigaan lawan.
“Walaupun ia bukan seorang anggota dunia persilatan, tapi ia ternama sekali”, kata Bu ki
lebih jauh, “rumah-rumah uang yang berada di sekitar wilayah Kwan tiong, paling tidak ada
separuh di antaranya yang mempunyai hubungan dengannya, oleh sebab itu orang lain selalu
menyebutnya sebagai Cay Sin (Dewa harta)!”.
“Dewa Harta”
Ketika dua patah kata itu masuk ke dalam pendengaran Tong Giok, seakan-akan digores
dengan pisau segera melekat dalam-dalam di lubuk hatinya.
Asal ia sudah menemukan titik terang tersebut, tidak sulit untuk melacak jejaknya dan
menemukan orang itu.
565
Tong Giok memperlihatkan paras muka yang amat serius, katanya dengan nada bersunggusungguh:
“Persoalan ini adalah rahasia paling besar dari Tay hong tong kalian, tidak seharusnya kau
memberitahukan kepadaku”
“Aku harus memberitahukan kepadamu!” seru Bu ki.
“Kenapa?”
“Sebab kau adalah sahabat karibku, aku amat percaya kepadamu dan lagi.....”
Ditatapnya Tong Giok lekat-lekat, kemudian pelan-pelan dia melanjutkan lebih jauh,
“Ada suatu persoalan, terpaksa aku harus minta bantuanmu”
“Asal aku dapat melakukannya, aku pasti akan melakukannya untukmu!”, Tong Giok segera
berjanji.
“Persoalan ini pasti dapat kau lakukan dan cuma kau seorang yang dapat melakukannya”.
Tong Giok tidak berkata apa-apa lagi, secara lamat-lamat ia mulai merasa bahwa ada seekor
domba yang lagi menghantarkan dirinya ke mulut harimau.
Cawan arak itu masih berada di tangan, masih belum dilepaskan kembali ke meja.
Akhirnya Bu ki menghirup setegukan, arak Toa mi yang wangi dan pedas menelusuri
lidahnya dan pelan-pelan mengalir masuk ke dalam tenggorokannya.
Bagaimanapun juga, sekarang ia merasa jauh lebih bersemangat, ia telah mengemukakan
semua kemurungan dan kemasgulamn yang telah bersarang dalam dadanya selama ini......
Di tempat ini Tay hong tong juga mempunyai kantor cabang.
Karena tempat ini adalah pos terakhir dari Tay hong tong, juga merupakan garis depan yang
berhadapan dengan lawan, inilah sebabnya bukan saja kantor cabang di sini agak besar,
jumlah anggotanya juga jauh lebih banyak.
Di atas bukit tak dapat memuat dua ekor harimau.
Tapi kedua orang tocu itu bisa hidup dengan rukun dan damai, sebab mereka hanya tahu
untuk bekerja bagi Tay hong tong, mereka tidak memiliki ambisi pribadi untuk merebut
kekuasaan dan kedudukan.
566
Dalam kitab catatan paling rahasia Tay hong tong tercantum beberapa keterangan tentang
mereka, di antaranya bisa terbaca sebagai berikut:
Nama : Huam Im san
Julukan : Giok bin kim to kek (Jago golok emas berwajah pualam) Poan san-To jin (Tosu di
tengah gunung)
Usia : lima puluh enam tahun.
Senjata : Golok Ci kim to, tiga puluh enam batang Ci kim piau.
Perguruan : Ngo hau toa bun to
Istri : Phong Siong tin (telah meninggal)
Putra : Tidak ada
Hobby : Waktu muda suka nama besar, usia pertengahan belajar agama to
Pujian dari Sugong Siau hong terhadapnya: Pintar, teliti memegang teguh peraturan
perguruan, bertanggung jawab, disiplin dan sangat berguna.
Sedangkan yang lain adalah:
Nama : Ting Bau
Julukan : To pit-sin eng (Elang sakti bertangan tunggal).
Usia : Dua puluh sembilan tahun.
Senjata : Pedang (pedang kutung)
Perguruan : Tidak ada
Istri : Tidak ada
Putra : Tidak ada
Hobby : Suka berjudi, suka minum arak.
SUGONG Siau hong tersohor karena pandai melihat orang, diapun seorang ternama karena
pandai memilih pembantu, di dalam setiap catatan yang berada dalam Tay hong tong, di
bagian belakangnya selalu dicantumkan pujian atau kritikan.
567
Hanya Ting Bau serang yang terkecuali. Siapapun tak tahu, apakah dikarenakan Sugong Siau
hong enggan memberikan penilaiannya terhadapa orang ini, ataukah ia tak dapat memberikan
penilaiannya terhadap orang ini.
“Aku tahu tentang orang ini”, Tong Giok berkata.
“Kau juga tahu?”
“Yaa, beberapa tahun belakangan ini, To pit sin eng termashur sekali namanya dalam dunia
persilatan, lagipula dia telah melakukan beberapa pekerjaan yang sangat besar '
Setelah tertawa, dia menambahkan.
“Tidak kusangka ia telah menjadi anggota Tay hong tong!”.
Sebab walaupun Ting Bau memiliki nama yang terkenal, sayang sekali nama besarnya itu
sama sekali tak ada harganya untuk menerima pujuan serta sanjungan.
Sebetulnya ia mempunyai nama keluarga yang baik
Ayahnya adalah seorang murid preman dari perguruan Bu tong pay, keluarga Ting merupakan
keluarga persilatan yang tersohor di wilayah Kanglam.
Punya nama, kedudukan, punya harta kekayaan.
Tapi ketika berusia lima belas tahun, ia telah diusir ayahnya dari rumah.
Di antara empat jago pedang Bu tong pay, yang paling termashur namanya adalah Kim ki
tojin, dia adalah kakek seperguruan dari ayahnya, memandang di atas wajah ayahnya ia telah
menerimanya sebagai murid.
Tak disangka, selama berada dalam kuil Hian tian koan di atas bukit Bu tong san yang dikenal
orang persilatan sebagai tempat suci itu, sikap maupun ulahnya masih ugal-ugalan ia masih
suka bertindak menuruti suara hati sendiri, minum arak dan mabuk-mabukan sudah bukan
suatu kejadian yang aneh di sana.
Suatu ketika, dikala ia sedang mabuk hebat, ternyata dia telah menantang seorang sahabat
karib gurunya untuk berduel di bawah gunung.
Lengan kanannya kutung dalam pertarungan sengit itu, dia sendiri juga diusir dari Bu tong
pay, bahkan pedangnya patah menjadi dua bagian.
568
Tak disangka, tujuh delapan tahun kemudian, ternyata ia muncul kembali, muncul sambil
membawa pedang kutungnya.
Walaupun lengannya telah kutung, pedangnya telah patah namun ia berhasil melatih
serangkaian ilmu pedang aneh, ganas dan luar biasa.
Seorang diri dia mendatangi bukit Butong san dan mengalahkan Kim ki tojin bekas gurunya.
Oleh sebab itu, ia menyebut dirinya sebagai Sin eng (si elang sakti).
Setelah ternama ulahnya masih ugal-ugalan, ia masih bergelandangan seorang diri tanpa
tujuan, perbuatannya masih menuruti suara hati, selama banyak tahun ia memang telah
melakukan pekerjaan yang luar biasa.
Sayang semua perbuatan yang pernah dilakukan olehnya, seperti pula wataknya, tak bisa
membuat orang merasa kagum dan menaruh hormat.
Untung saja ia sendiri acuh terhadap semuanya itu dia tak pernah ambil perduli.
Bu ki dapat memahami perasaan Tong Giok, diapun dapat menangkap ejekan serta cemoohan
di balik senyumannya itu.
Tapi pandangan Bu ki sendiri justru jauh berbeda,
“Tak peduli dahulunya dia adalah seorang manusia macam apa, yang pasti sejak menjadi
anggota Tay hong tong, ia betul-betul menyumbangkan semua pikiran dan tenaganya demi
kesejahteraan dan kejayaann Tay hong tong.....”
Tong Giok tersenyum,
“Mungkin saja ia telah berubah”, demikian ia berkata,”mungkin juga ia telah melepaskan
golok pembunuh dan kembali ke jalan yang benar”.
“Ia memang telah bertobat!”.
“Mengapa Giok bin kim to khek disebut juga Poan san tojin? kedua nama itu seharusnya
melambangkan dua orang yang sama sekali berbeda”.
“Sudah banyak tahun Huam Im san kehilangan istrinya, semenjak itulah dia mulai belajar
ilmu agama To, maka dari Giok bin kiam to julukannya berubah menjadi Poan san tojin”.
Tong Giok segera tertawa tergelak.
569
“Tidak kusangka di antara tocu dari Tay hong tong ternyata masih ada yang suka belajar
agama To”.
Bu ki tertawa pula.
Tapi tertawanya itu dengan cepat telah lenyap kembali, ujarnya lebih jauh:
“Walaupun peraturan Tay hong tong sangat ketat, namun selamanya tak pernah mencampuri
urusan pribadi orang lain, Ting Bau yang suka mabuk-mabukan, Huam Im san yang suka
belajar agama To sama sekali tidak mempengaruhi tugas dan kewajiban mereka selama
melaksanakan pekerjaan partai, selama ini mereka selalu merupakan dua orang yang paling
setia dan paling berguna di antara tuocu-tuocu lainnya dalam perkumpulan Tay hong tong.
Tiba-tiba suaranya direndahkan, kemudian pelan-pelan berbisik:
“Tapi sekarang aku telah menjumpai salah seorang di antara mereka berdua ternyata adalah
penghianat”
“Apa?” Tong Giok seperti terperanjat dibuatnya.
“Penghianat!” dengan wajah sedih dan marah Bu ki melanjutkan. “ternyata salah seorang di
antara mereka berdua telah menghianati Tay hong tong dan menjual rahasia kepada musuh
Tay hong tong!”.
Tong Giok seperti belum mau percaya dengan perkataan itu, tak tahan dia bertanya lagi:
“Darimana kau tahu?”.
Pelan-pelan Bu ki mengangguk, katanya:
“Sebab semua orang yang kami kirim ke pihak lawan sebagai mata-mata, telah dikhianati
olehnya!”.
Kemudia ia memberi penjelasan lagi:
“Sesungguhnya mereka semua memiliki perlindungan yang sangat baik, bahkan ada yang
sudah lama sekali menyusup ke tubuh lawan tanpa berhasil ditemukan, tapi belakangan
ini.......”.
Mendadak suaranya menjadi sesenggukan, lewat lama sekali dia baru melanjutkan.
“Belakangan ini, secara tiba-tiba mereka semua telah dibunuh mati , ternyata tak seorangpun
di antara mereka yang berhasil lolos dalam keadaan selamat!”.
570
Tong Giok ikut pula menghela napas.
Padahal terhadap persoalan-persoalan semacam itu bukan saja dia tahu semuanya, bahkan
jauh lebih jelas dari siapapun juga.
Dalam pembunuhan yang dilakukan waktu itu, bukan saja ia turut ambil bagian, bahkan ornag
yang dibunuh olehnya tidak lebih sedikit dari siapapun.
Bu ki berkata lebih jauh.
“Semua masalah yang menyangkut diri mereka selama ini hanya diketahui oleh Huan Im san
serta Ting Bau, kedua orang itu pula yang melakukan kontak dengan mereka, semua gerakgerik
serta rahasia mereka juga hanya diketahui oleh mereka berdua, maka....”
“Maka hanya mereka berdua pula yang ada kemungkinan telah menghianati mereka”,
sambung Tong Giok cepat.
“Benar !”.
“tapi di antara mereka berdua, siapakah yang menjadi penghianatnya? Huan Im san? atau
Ting Bau?”
Pertanyaan seperti itu ternyata diucapkan dari mulut Tong Giok, bahkan Tong Giok
sendiripun merasa sangat geli.
Orang yang menemukan penghianat itu adalah dia, orang yang bertanggung jawab
mengadakan kontak dan hubungan dengan penghianat itu juga dia, siapa lagi yang bisa lebih
jelas mengetahui persoalan ini dari padanya?”
Kalau Tio Bu ki mengetahui akan persoalan ini, entah bagaimana mimik wajahnya nanti?,
Entah bagaimana pula perasaannya.
Dalam keadaan seperti ini, ternyata Tong Giok masih sanggup menahan diri agar jangan
tertawa, kepandaiannya memang terbukti hebat luar biasa.
Bu ki menatap terus setiap perubahan wajahnya, tiba-tiba ia bertanya:
“Siapakah di antara kedua orang ini yang sesungguhnya adalah penghianat, hanya kau
seorang yang dapat memberitahukan kepadaku”.
Seandainya orang lain yang mendengar perkataan itu, dia pasti akan merasa amat terperanjat,
Namun Tong Giok sedikitpun tidak bereaksi, ia tahu ucapan tersebut nanti ada kelanjutannya.
571
Benar juga Bu ki segera melanjutkan kata-katanya,
“Karena hanya kau baru bisa membantuku untuk menemukan si penghianat di antara mereka
berdua”.
“Kenapa?”.
“Kau tidak kenal dengan kedua orang ini bukan?”
“Tentu saja tidak kenal”.
“Kalau aku mengatakan kau adalah orang dari keluarga Tong, dapatkah mereka
mempercayainya?”.
Paras muka Tong Giok masih tetap tenang tanpa perubahan.
“Agaknya mereka tak punya alasan untuk tidak mempercayainya”, ia menjawab.
“Kalau toh orang-orang keluarga Tong bisa membeli Toucu dari Tay hong tong, apakah Tay
hong tong juga sama saja dapat membeli orang-orang keluarga Tong?”
“Agaknya dapat?”
Jawaban yang diberikannya kali ini diucapkan dengan sangat berhati-hati, setiap kali
menjawab dia selalu menambahkan kata “agaknya” di depan jawaban tersebut, sebab ia masih
belum bisa memahami maksud dan tujuan Tio Bu ki yang sebenarnya.
“Oleh sebab itu, sekarang baik Huan Im san maupun Ting Bau kedua-duanya mengira aku
telah berhasil membeli seorang penghianat dari keluarga Tong”, kata Bu ki lebih jauh.
“Aku datang kemari disebabkan karena aku ingin berjumpa dengan orang itu, kami telah
berjanji akan bertemu hari ini”.
“Kalau kau berkata demikian, agaknya mereka tak punya alasan lagi untuk tidak
mempercayainya”.
“Bahkan berulang kali aku telah berpesan kepada mereka agar hati-hati, sebab orang ini
adalah seorang yang penting sekali, ada semacam benda yang sangat penting hendak
diserahkan kepadaku, maka kita harus sekuat tenaga untuk melindunginya, jangan biarkan dia
sampai jatuh ketangan orang lain!”
“Tahukah mereka, siapa orang itu?”.
“Tidak tahu”.
572
“Kalau mereka tak tahu, bagaimana caranya untuk melindungi orang itu?”.
“Karena aku sendiripun tak pernah berjumpa dengan orang itu, maka kami telah menjanjikan
cara untuk mengenal identitasnya”.
“Asal dia sudah datang maka orang itu akan pergi ke rumah obat Jin tong yang ada di jalan
besar sana untuk membeli empat Chee Tan pi dan empat chee Tang kwee, setelah itu dia akan
pergi ke toko penjual daging di seberang jalan untuk membeli empat tahil ayam goreng dan
empat tahil daging sapi, dia bersikeras untuk menimbangnya secara tepat, sedikitpun tak
boleh lebih, sedikitpun tak boleh kurang.....”.
“Manusia semacam ini memang tidak banyak jumlahnya, gampang sekali untuk mengenali”,
kata Tong Giok.
“Yaaa, kemudian orang itu akan menenteng Tan pi dan ayam goreng di tangan kiri, Tang
kwee dan daging sapi di tangan kanan, dari jalan besar dia akan menuju timur laut, lalu belok
ke kiri kemudian berjalan menuju hutan, menggantungkan Tan pi dan ayam goreng di atas
pohon, membuang Tang kwe dan daging sapi di atas tanah, pada saat itulah kami baru
munculkan diri untuk bertemu dengannya”.
Tong Giok tertawa,
“Menggunakan cara semacam ini untuk bertemu, betul-betul menarik sekali”, katanya.
Bukan cuma menarik, lagi pula aman sekali.
Kemudian menjelaskan lagi:
“Kecuali orang yang telah berjanji denganku, siapapun tak akan sanggup untuk melakukan
perbuatan semacam ini”.
“Kalau masih ada orang lain dapat melakukan pekerjaan semacam ini, orang itu pasti ada
penyakitnya, lagipula penyakitnya pasti parah sekali”, kata Tong Giok tertawa.
“Oleh karena itu, aku percaya Huan Im san dan Ting Bau pasti tak bakal salah!”.
“Kalau memang orang itu ada janji dengan kau, sepantasnya kalau kau yang menunggu di
sana, kenapa malah suruh mereka yang pergi?”.
“Karena aku cuma tahu dia akan datang sebelum matahari terbenam hari ini, tapi tidak
mengetahui waktu yang persis”.
573
“Jejakmu sangat rahasia, tentu saja mustahil bagimu untuk menunggunya sepanjang hari di
tepi jalan, maka kaupun suruh mereka yang pergi ke sana?”.
“Betul!”, Bu ki manggut-manggut membenarkan,
“Sebenarnya barang apakah yang akan dibawa kemari?”.
“Sebuah nama!”.
“Nama dari penghianat tersebut?”.
“Benar!”.
“Jadi sampai sekarang, kau masih belum tahu nama yang bakal dibawa datang itu
mencantumkan nama Hua Im san atau Ting Bau!”.
“Meskipun aku tidak tahu, dalam hati si penghianat tersebut pasti tahu dengan jelas!”.
“Tentu saja dia tak akan membiarkan orang itu menyerahkan nama tersebut kepadamu!”.
“Yaa, tentu saja tidak”.
“Oleh karena itu begitu ia menjumpai kemunculan orang itu, ia tentu akan mencari akal guna
membunuhnya dan melenyapkan saksi dari muka bumi”.
“Pasti, dia akan menggunakan cara apapun untuk mewujudkan cita-citanya, apapun yang
bakal terjadi, orang itu pasti akan bikin bungkam untuk selamanya”.
“Padahal dari keluarga TOng tak pernah ada masalah semacam ini yang akan datang”, kata
Tong Giok.
“Yaaa, benar!”.
“Oleh karena itu, orang tersebut adalah aku!”.
“Yaa terpaksa kau harus menerima untuk membantuku, sebab mereka tidak kenal denganmu,
apalagi mereka hanya tahu kalau rekanku adalah seorang nona bergaun merah”.
“Oleh karena itu asal aku mau berganti pakaian dan berdandan sebagai seorang pria,
kemudian diam-diam ngeloyor keluar, membeli sedikit Tan pi, Tang kwe, ayam goreng dan
daging sapi di jalanan, aku segera akan membantumu untuk memancing kedatangan
pengghianat tersebut”.
Setelah menghela napas dan tertawa getir terusnya:.
574
“Cara ini memang sebuah cara yang sangat baik, hakekatnya tak bisa dibilang ada jeleknya,
cuma ada satu hal yang perlu dikuatirkan andai kata ikan itupun melahap aku menjadi umpan
lantas aku bagaimana jadinya?”.
“Aku juga tahu kalau pekerjaan ini sedikit banyak tentu ada bahayanya tapi aku tak berhasil
menemukan cara yang lain, padahal aku harus berhasil menemukan penghianat tersebut
sebelum si dewa harta sampai di tempat ini dan mengadakan pertemuan denganku”.
“Maka kau terpaksa datang mencariku”.
“Yaa terpaksa aku harus mencarimu”.
Sekali lagi Tong Giok menghela napas panjang.
“Aaai.....sesungguhnya kau memang tepat sekali mencariku”.
Di luar dia menghela napas, padahal perutnya hampir pecah saking gelinya, dia tak pernah
mengira kalau Tio Bu ki bakal menyodorkan seekor domba yang begitu gemuk kepadanya,
bahkan menuntun pula domba yang lain untuk dihantar ke mulut macan.
Rencana dari Tio Bu ki sesungguhnya sangat sempurna, kecuali mempergunakan cara itu,
memang agak sulit untuk menemukan penghianat tersebut. Sayang ia telah salah memilih
orang.
Sudah barang tentu Tong Giok tak akan mencarikan penghianat tersebut, sedangkan
penghianat itupun pasti tak akan benar-benar ingin membunuh Tong Giok untuk
membungkam mulutnya.
Justru mereka dapat mempergunakan kesempatan yang sangat baik itu untuk membunuh dan
membungkam mulut orang yang bukan penghianat tersebut.
Kemudian, mereka dapat melimpahkan semua dosa dan tuduhan ke atas tubuh orang itu,
sementara penghianat yang sesungguhnya bergoyang-goyang kaki sambil melanjutkan
kariernya menghianati teman-teman yang lainnya, karena selanjutnya tak mungkin ada orang
yang bakal menaruh curiga kepada dirinya lagi.
Setelah itu, bahkan mereka bisa manfaatkan pula kesempatan yang sangat baik itu untuk
membasmi Tio Bu ki serta si Dewa harta tersebut dari muka bumi.
Tindakan tersebut ibaratnya sekali tepuk dua lalat, satu kali bekerja dua hasil besar yang
berhasil diraih. Sudah barang tentu prestasi semacam ini adalah suatu prestasi yang luar biasa
sekali.
575
Jangankan orang lain, bahkan Tong Giok sendiripun tidak menyangka kalau nasibnya sedang
begitu baik.
Demikian, bukankah si penghianat itupun seakan-akan telah berubah menjadi seekor domba
yang seakan-akan oleh Tio Bu ki telah disodorkan ke depan mulut macan Tong Giok?.
Jika seseorang berhasil menghadapi keadaan semacam ini, merasa yakin kalau setiap
persoalan sudah terjatuh ke tangannya, kemenangan pasti berasa di tangannya, siapa yang
tidak senang? Siapa yang tak gembira...?.
Itulah sebabnya Tong Giok tertawa geli di hati, tersenyum bangga secara diam-diam ia
merasa bangga akan hasil yang bakal diraihnya tak lama kemudian.
Bulan empat tanggal dua belas, pagi.
Biasanya di saat seperti ini Huam Im san telah menyelesaikan “pelajaran”nya dan keluar dari
kamar obat untuk sarapan pagi.
Hari ini dia agak lambat dari keadaan biasa, karena pagi-pagi sekali telah kedatangan seorang
tamu yang sama sekali tak pernah disangka olehnya dan mengajaknya berbicara sampai lama
sekali, membicarakan hal-hal yang mendatangkan kemasgulan hatinya.
Dalam kantor cabang ini ternyata ada penghianat, bahkan putra Tio Kian pun mengetahui
akan soal ini.
Sudah banyak tahun ia memerintah dalam kantor cabang lain, tapi sekarang ternyata ia harus
diberitahu oleh seorang pemuda ingusan tentang masalah tersebut, bahkan diajarkan pula apa
yang akan harus dilakukan selanjutnya, dalam hal ini dia merasa tidak puas.
Terhadap anak muda, ia selalu tak memiliki kesan baik ia selalu beranggapan bahwa kaum
muda tak pandai bekerja tak seorangpun yang bisa dipercaya.
Mungkin hal ini disebabkan karena ia sendiri sudah tidak terhitung muda lagi, walaupun
dalam hal ini ia tak pernah mau mengakui akan kebenarannya.
Sikapnya terhadap Tio Bu ki sudah barang tentu masih amat sungkan dan hormat, ia
menghantar sendiri tamunya sampai ke pintu gerbang sebelum kembali ke kamar obat.
Ruangan itu adalah tempat baginya untuk membuat obat. Berbicara yang sesungguhnya,
tempat itu merupakan pula sorga baginya, sebelum mendapat ijin darinya, siapapun dilarang
memasuki tempat itu.
Membuat obat bukan membuat emas.
576
Walaupun ada sementara orang beranggapan bahwa membuat obat sama brutalnya dengan
membuat emas, akan tetapi dia selalu acuh, tak ambil perduli.
Membuat obat disebut pula “membakar air raksa” atau disebut juga “makan batu”, itulah
suatu pekerjaan yang anggun dan aneh, sangat anggun sekali dan sangat aneh sekali orang
awam tentu saja tak akan mengerti.
Hanya orang-orang terhormat seperti Lau An atau seniman seperti Han Yat baru akan
memahami pengetahuan serta kehebatan dari ilmu tersebut.
Ia sering kali bersantap dalam pesanggrahan Poan san-sian, biasanya Hong wi dan Ci lan yang
menemaninya,
Hong wi dan Ci lan meski masih muda namun mereka sangat disiplin dan tahu peraturan,
Tapi hari ini, dari kejauhan ia sudah mendengar gelak tertawa mereka yang merdu, di
antaranya bahkan terdengar suara seorang laki-laki.
Siapa yang begitu bernyali, berani mendatangi ruang pribadi Huan toaya untuk bergurau
dengan dayangnya.
Tak usah dilihat lagi, dia sudah tahu kalau orang itu pastilah Ting Bau.
Karena siapapun tahu kalau Ting Bau adalah sahabat karibnya, hanya Ting Bau seorang yang
boleh masuk keluar ruangan pribadinya secara bebas dan merdeka, bahkan bersarapan
dengannya.
Sewaktu dia masuk ke situ Ting Bau sudah menghabiskan separuh mangkuk lebih Yan oh
yang disediakan untuknya bersarapan pagi, ketika itu ia sedang bergurau dengan kedua orang
dayangnya yang muda lagi cantik itu.
Kalau orang lain berbuat demikian, mungkin sekali Huam Im san akan menghajar kakinya
sampai kutung.
Tapi Ting Bau terkecuali.
Mereka bukan saja bersahabat karib diapun merupakan rekan-rekannya yang terbaik.
Menyaksikan ia berjalan masuk ke dalam ruangan, Ting Bau segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh....haaahhh....haaahhhhh....tidak kusangka ternyata kaupun makan barang berjiwa,
bahkan santapanmu begitu mewah dan lezat sekali”.
577
Huan Im san ikut tertawa: “orang yang belajar agama juga manusia, setiap manusia tentu
membutuhkan makanan”.
“Dahulu aku masih beranggapan asal kau makan sedikit batu saja sudah lebih dari cukup”,
seru Ting Bau lagi sambil tertawa.
Huan Im san tidak bergurau lebih jauh meskipun mereka bersahabat, bagaimanapun juga
mereka tak bisa bergurau mengenai “kepandaian membuat obat” yang sedang diyakininya.
Persoalan itu tak boleh disinggung oleh siapapun.
Untung Ting Bau telah mengalihkan pokok pembicaraan ke soal lain. Tiba-tiba ia bertanya,
“Apakah Tio kongcu juga telah berkunjung kemari?”.
“Yaa, ia telah kemari!’.
“Kau juga sudah tahu tentang peristiwa itu?’.
Huan Im san manggut-manggut.
Tentu saja dia harus tahu, sebab paling tidak dia juga merupakan salah seorang Toucu di
tempat itu.
Sambil tertawa Ting Bau berkata:
“Kedatanganku kemari bukan bermaksud untuk kuah ayammu saja”.
“Jadi sekarang juga kau akan pergi menunggu kedatangan orang itu...?”, tanya Huan Im san.
“Kau tidak ikut?”.
“Aku harus menunggu sebentar lagi, jangan lupa akupun harus bersantap dulu?”.
“Baik, bersantaplah dulu, aku akan berangkat duluan!”, seru Ting Bau kemudian sambil
tertawa.
Huan Im san juga merasa geli, kini warung obat Tong jin tong serta toko makanan itu belum
buka pintu, sekalipun orang itu telah datang, ia juga belum dapat membeli Tan pi, Tang kwee
serta daging sapi dan ayam goreng.
Selamanya anak muda memang tak sabaran dalam melakukan pekerjaan apapun selalu terburu
napsu dan hantam kromo, sepasang mata anak muda juga tidak terlalu jujur.
578
Tiba-tiba ia menemukan kalau ia harus membelikan beberapa stel pakaian baru lagi untuk
Hong wi dan Ci lan.
Pakaian yang dibuat setahun berselang, sekarang sudah terlalu kecil dan ketat, sedemikian
ketatnya sehingga bagian-bagian badan yang seharusnya tak boleh diperlihatkan, dapat
terlihat dengan amat jelasnya.
Tentu saja hal ini bukan dikarenakan pakaiannya menjadi kecil, sebaliknya karena belakangan
ini, pertumbuhan badan mereka semakin matang dan lebih dewasa, sehingga setiap pria yang
berjumpa dengan mereka, tanpa terasa harus menoleh sampai beberapa kali.
Ting Bau adalah seorang laki-laki.
Sepasang matanya tak bisa dibilang terlalu jujur.
Ketika dia sudah sampai di pintu depan, mendadak ia berpaling seraya berkata:
“Tiba-tiba aku menemukan bahwa orang yang belajar ilmu To, bukan saja bisa makan seperti
orang yang lain, bahkan masih mempunyai pula suatu keuntungan lain.
“Keuntungan apa?”
“Perbuatan apapun yang dilakukan orang yang belajar agama To, mungkin akan dibicarakan
orang lain, coba kalau aku seperti kau sekarang ada beberapa orang nona muda yang cantik
melayani diriku, orang lain pasti akan menuduh aku sebagai seorang serigala perempuan”.
Selesai berkata sambil tertawa terbahak-bahak berjalan pergi dari situ.
Walaupun mereka mempunyai kedudukan yang sama, tapi bagaimanapun juga usianya jauh
lebih tua darinya, paling tidak Ting Bau harus menaruh sikap hormat dan sopan kepadanya.
Yang lebih celaka lagi, ternyata manusia yang bernama Ting Bau ini seakan-akan tidak
mengerti apa yang sebetulnya dimaksudkan dengan “sopan santun”.
Sekarang ia sudah mulai bersarapan pagi.
Hong wi dan Ci lan berdiri terus di sampingnya sambil memandang ke arahnya dengan wajah
merah dan senyum kemalu-maluan, kedua orang gadis itu memperhatikan terus majikannya.
Tentu saja ia memahami apa arti dari lirikan itu.
Seorang gadis yang sempurna, dalam masa puber dan berbadan sehat, apalagi belum lama
merasakan bagaimana nikmatnya “perbuatan itu” biasanya mereka akan menunjukkan gairah
yang luar biasa sekali.
579
Apalagi sejak dia makan batu, bukan saja sangat membutuhkan segala sesuatu yang bersifat
panas, bahkan ia berubah menjadi luar biasa jantannya, bahkan jauh lebih jantan dari seorang
pengantin lelaki, dengan kondisi semacam itu, ia sanggup memberikan kepuasan kepada
perempuan manapun.
Setiap hari selesai sarapan pagi, biasanya akan mengajak kedua orang gadis muda itu masuk
ke kamar latihannya dan di situ mereka diajarkan sedikit ilmu untuk menambah kenikmatan
sorgawi.
Sekarang kedua orang gadis itu mulai gelisah, agaknya mereka sudah agak tak sabar untuk
menunggu lebih lama.
Pelan-pelan Huan Im san meletakkan sumpitnya, bangkit berdiri dan berjalan kembali ke
kamar latihannya......
Ketika muncul untuk kedua kalinya dari dalam kamar latihan, walaupun ia tampak sedikit
letih namun perasaannya jauh lebih baik, bahkan terhadap kekurang ajaran Ting Bau tadi,
iapun merasa tidak terlalu menjemukan lagi.
Barang siapa telah menikmati sorga dunia dan kehangatan tubuh perempuan, perasaannya
pasti akan berubah menjadi riang gembira dan lebih luwes.
Sekarang dia hanya membutuhkan sepoci teh wangi, lebih baik lagi kalau ada sepoci teh Thi
koan im dari bukit Bu gi-san di propinsi Hek-kian.
Dengan cepat ia teringat dengan “Bu gi cun”
Bu gi cun adalah nama sebuah warung penjual teh.
Warung teh ini dibuka oleh seorang Hok kian, seorang Hok Kian selalu suka teh ‘Thi koan
im”.
Thi koan im yang dijual di warung teh ini konon benar-benar dihasilkan di puncak bukit Bu gi
yang secara khusus dikirim kesana.
Letak warung teh itu bersebelahan dengan Cay ci cay.
Cay ci cay adalah nama dari sebuah toko penjual kueh dan makanan kecil teman minum teh,
tempat toko itu berada bersebelahan dengan toko obat Tong jing tong, sedang warung penjual
daging milik si gendut Ong letaknya tepat di seberang jalan.
Oleh karena itu jika hari ini Huan Im san tidak minum teh di warung Bu gi cun, kejadian ini
baru aneh namanya.
580
Kejadian aneh di dunia ini selamanya tak akan terlalu banyak, oleh karena itu diapun muncul
di sana,
Tentu saja tidak sedikit orang-orang dalam warung teh itu yang kenal dengan Huan toaya, tapi
hanya beberapa orang yang tahu kalau dia adalah seorang Toucu dari Tay hong tong.
Kalau ia seringkali pasang di luar dengan mencatut nama Tay hong tong, mungkin sekarang ia
sudah menjadi mayat.
Ting Bau juga sudah datang, dia pasti berada di sekeliling tempat itu, tapi ia tidak melihat
Ting Bau, ia melihat Siau kau cu (si anjing kecil).
Si anjing kecil atau Siau kau cu bukan anjing, dia manusia.
Walaupun orang lain memanggilnya seperti seekor anjing saja, namun bagaimanapun juga dia
tetap seorang manusia.
Dia adalah seorang di antara sebelas pelayan dari rumah penginapan Ko Seng yang paling
banyak melakukan pekerjaan tapi paling sedikit menerima uang.
Sekarang, entah tamu darimana yang sedang menyuruhnya beli sayur asin di warung
dagingnya Ong gendut.
Huan Im san tahu, Tio Kongsu berdiam di rumah penginapan Ko Seng, bahkan dia membawa
serta seorang nona bergaun merah.
Ternyata Tio Kongcu juga seorang pemuda yang romantis.
Si anjing kecil dengan menenteng beberapa bungkus sayuran asin telah pulang ke rumah
penginapan.
Seorang penjual jeruk dengan membawa pikulan dagangannya lewat di muka warung daging
si gemuk Ong.
Si gemuk Ong membeli sekati jeruk untuk putrinya.
Putrinya tidak gemuk seperti dia, karena ia hanya suka makan jeruk, tidak suka makan daging.
Si Gemuk Ong adalah langganan tetap dari penjual jeruk itu.
Penjual jeruk itu keletihan, ia merasa letih dan haus, maka diapun mendatangi warung teh dan
minta secawan air teh dari pelayan warung itu.
581
Teh itu tentu tak bisa diminum secara gratis.
Ia menggunakan dua biji jeruk untuk ditukar sepoci air teh.
Pelayan itu membawa jeruk tadi ke belakang, dia membagi sebiji untuk putra majikannya, lalu
dengan membawa poci besar pergi melayani tamunya.
Huan toaya adalah langganan lama, juga merupakan langganan yang baik, sudah barang tentu
dia harus melayani secara istimewa.
Pertama-tama pelayan itu mendatangi Huan toaya untuk mengisi pocinya dengan air panas,
malah membawa pula sebuah sapu tangan panas untuk membersihkan muka.
Huam Im san merasa puas sekali.
Ia suka orang lain menyanjung dan menghormatinya, maka ia selalu memberi tip yang cukup
besar untuk pelayan ini.
Dengan penuh rasa terima kasih pelayan itu telah pergi. Ketika membuka sapu tangan itu,
sebuah benda segera jatuh ke dalam tangannya, benda itu seperti segulung kertas.
Orang yang terlalu banyak minum teh, tak bisa dihindari tentu akan pergi kencing, maka
setelah meneguk beberapa cawan teh, diapun bangkit berdiri ke belakang untuk buang hajat
kecil.
Semua kejadian itu lumrah dan umum.
Walau siapapun yang menyaksikan kejadian tak mungkin ada yang merasa curiga.
Sekalipun diketahui oleh seorang nenek yang curigapun tak akan pernah menduga, kalau
dalam kejadian yang berlangsung barusan ada suatu berita penting yang telah disampaikan ke
tangan Huan Im san dari si nona bergaun merah yang berada dalam rumah penginapan Ko
seng.
Pakaian yang dipakai Tong Giok sekarang sudah bukan gaun merah lagi.
Pakaian yang dikenakan adalah satu stel pakaian dari Tio Bu ki, sepatu hijau, kaus putih dan
jubah biru, Walaupun bahan kain potongannya sangat baik, namun tak akan mendatangkan
perasaan menyolok bagi yang melihat.
Keluarga Tio bukan keluarga yang kaya mendadak, Bu ki selalu pandai menggunakan bahan
yang baik, dalam hal ini Tong Giok tak bisa tidak harus mengakuinya.
582
Tong Giok belum pernah menyukai seseorang yang bakal mati di tangannya, tapi ia suka
dengan Tio Bu ki.
Ia merasa Tio Bu ki itu orang yang sangat aneh, ada kalanya ia kelihatan seperti bodoh,
padahal pintar sekali, adakalanya meski ia kelihatan seperti pintar, justru bodohnya bukan
kepalang.
Tong Giok telah mengambil keputusan untuk membelikan sebuah peti mati yang paling baik
baginya dan menyuruh Huam Im san untuk mengantar jenasahnya pulang ke perkampungan
Ho hong san ceng.
Bagaimanapun juga mereka toh “teman”.
“Aku hendak membeli empat tahil ayang goreng dan empat tahil daging sapi”.
Tong Giok dengan mempergunakan bahasa yang paling baik mengutarakan isi hatinya kepada
si gemuk Ong, kemudian menambahkan:
“Sedikitpun tak boleh lebih banyak, sedikitpun tak boleh kurang.....”
Sewaktu pulang membeli Tan-pi serta Tang kwe dari rumah obat Tong jin tong, ia telah
melihat Huan Im san sedang duduk minum teh di warung teh Bu gi cun.
Seorang yang selalu pegang aturan, selalu bekerja giat rajin dan tak pernah melakukan
kesalahan barang sedikitpun ternyata adalah seorang “penghianat”. Sesungguhnya kejadian
ini betul-betul merupakan suatu peristiwa yang tak pernah disangka oleh siapapun.
Sebenarnya sasaran mereka adalah Ting Bau tapi Tong Koat beranggapan bahwa Huan Im san
lebih mudah digerakkan hatinya daripada Ting Bau.
Tong Koat mempunyai alasan sebagai berikut:
Manusia seperti Huan Im san pasti akan merasa tak puas terhadap pemuda yang tak tahu
aturan dan acuh tak acuh semacam Ting Bau.
Tempat itu sebenarnya adalah daerah kekuasaan Huan Im san seorang, kini pihak Tay hong
tong mengutus kembali seorang pemuda macam Ting Bau, bahkan dengan kedudukan yang
seimbang dan sejajar dengannya, tak perduli pekerjaan apapun hendak dilakukan, harus
dirundingkan dulu dengan seorang pemuda ingusan. Bagi seorang yang sudah terbiasa
menjadi lotoa, pastilah kejadian ini merupakan suatu kejadian yang susah ditahan.
Ternyata Tong Koat juga mempunyai pengetahuan yang cukup dalam tentang ilmu pertapaan.
583
Dia tahu banyak sekali resiko bagi orang yang menjalani latihan tersebut, diapun tahu barang
siapa yang melatih kepandaian itu, bukan saja waktunya akan mengalami banyak perubahan
akibat suhu panas badannya yang makin meninggi, bahkan nafsu birahinya pun akan berubah,
lebih bergairah dan lebih besar.
Itulah sebabnya banyak orang yang ingin mencapai keadaan seperti itu, kenapa rela
menyerempet bahaya untuk berlatih kepandaian itu,
Maka Tong Koat beranggapan demikian:
Kalau kita bisa memberikan sedikit obat mujarab serta rahasia ilmu pertapaan untuk Huam Im
san, lalu menghadiahkan pula beberapa orang gadis perawan yang setiap saat bisa dipakai
olehnya untuk “membuyarkan hawa panas”, bahkan berjanji pasti akan membantunya
menghajar adat kepada Ting Bau, pekerjaan apapun yang kau sodorkan kepadanya, pasti akan
dia terima dengan senang hati.
Kenyataannya kemudian, ternyata membuktikan bahwa pandangan tersebut memang tepat
sekali.
Ketajaman mata Tong KOat dalam menilai orang memang sangat luar biasa, dalam hal ini
mau tak mau Tong Giok harus ikut merasa kagum pula.
Tong Giok pun telah menjumpai Ting Bau.
Ting Bau sesungguhnya boleh dihitung sebagai orang pemuda yang menarik sayangnya ia
terlalu ugal-ugalan, sehingga sekilas pandangan, tindak tanduknya lebih mirip dengan
berandal kota atau seorang pemuda urakan.
Dalam bulan ke empat ini, ternyata ia mengenakan jubah musim panas, ujung baju sebelah
kanannya yang kosong diikat pada pinggangnya dengan sebuah kain hijau, rambutnya awutawutan
sehingga kacau balau tak karuan, seperti sudah beberapa hari tak pernah disisir.
Bahkan dia menyisipkan pula kutungan pedangnya pada ikat pinggang, sebuah sarung
pedangpun tak dikenakan.
Huan Im san yang selalu memandang tinggi soal kerajinan dan kebersihan dalam cara
berpakaian, tentu saja merasa tak leluasa menyaksikan potongannya itu.
Setiap kali bertemu dengannya, Huan Im san selalu merasakan sekujur badannya menjadi tak
segar, tak enak.
Empat tahil daging sapi dan empat tahil ayam goreng telah dipotong-potong dan dibungkus
dengan kertas minyak menjadi bungkusan kecil.
584
Dengan tangan kiri Tong Giok menenteng Tau pi serta ayam goreng, tangan kanan menenteng
Tang kwe dan daging sapi, ia berjalan menelusuri jalan raya dan berbelok ke kiri.
Ia percaya Huan Im san tentu sudah menerima kabar yang dikirimnya lewat si anjing kecil.
Untuk menghindari kecurigaan ia menemani Tio Bu ki terus di dalam kamarnya. Hanya satu
kali ia kembali ke kamarnya yaitu ketika mengawasi si anjing kecil membuang tempolong
ludah.
Mimpipun Tio Bu ki pasti tak akan menyangka kalau si anjing kecil telah dibeli oleh
pihaknya.
Bila seseorang merasa tak puas dengan kehidupan sendiri, kau pasti mempunyai kesempatan
untuk membelinya.
Ini teori dari Tong Koat.
Sekarang Tong Giok percaya Huan Im san tentu akan “membunuhnya untuk membungkam
mulut”, tapi merekapun tak akan turun tangan lebih dahulu untuk menghadapi Ting Bau.
Sudah dapat dipastikan, secara diam-diam Tio Bu ki tentu sedang mengawasi gerak-gerik
mereka.
Oleh sebab itu, yang menjadi persoalan bagi mereka sekarang adalah bagaimana caranya
untuk memancing Ting Bau agar ia turun tangan lebih dahulu.
Asal Ting Bau sudah turun tangan lebih dahulu, berarti dia adalah seorang penghianat,
bagaimanapun dia menyangkal atau membantah juga sama sekali tak ada gunanya.
Sekalipun mereka tidak membunuhnya, Tio Bu ki tak akan mengampuninya dengan begitu
saja.
Tong Giok mulai tersenyum.
Ia sudah mempunyai cara yang bagus untuk memaksa Ting Bau turun tangan lebih dahulu.
Untuk melindungi “orang yang sangat penting ini”, Ting Bau serta Huan Im san juga
mengikuti datang ke sana.
Ting Bau bukan seorang penghianat.
Ting Bau pasti sudah mulai menaruh curiga kepada Huan Im san.
585
Jika orang “yang sangat penting sekali” ini mempunyai hubungan dengan Huan Im san, nama
yang ia serahkan kepada Tio Bu ki tentu saja bukan nama si penghianat yang sebenarnya.
Kalau nama yang dia serahkan adalah Ting Bau, Ting Bau sendiripun tak akan sanggup
menyangkal.
Tentu saja Ting Bau juga akan berpikir sampai ke situ, maka asal dia menjumpai kalau antara
“orang yang sangat penting” ini mempunyai gerak-gerik yang kurang beres dengan Huan Im
san, dia pasti akan turun tangan lebih dahulu.
Walaupun hubungan antara persoalan-persoalan ini tampaknya sangat kalut, padahal sama
mudahnya seperti “satu tambah satu adalah dua”.
Oleh sebab itu tiba-tiba Tong Giok berlega hati.
Langit amat jernih, sinar matahari cahayanya menerangi seluruh jagat.
Mungkin Ting Bau mempunyai banyak sekali penyakit lain yang kurang baik, tapi sepasang
matanya sama sekali tak berpenyakit, apalagi dalam cuaca yang begini cerah. Jantan atau
betinanya burung gereja yang satu li jauhnya di depan sanapun masih sanggup ia bedakan
dengan nyata.
Mungkin ia terlalu mengibul dengan kehebatannya itu, tapi senyuman Tong Giok
bagaimanapun pasti dapat dia lihat dengan jelas.
Sewaktu berpaling, ia jumpai Huan Im san juga sedang tertawa, maka tak tahan dia lantas
menegur:
“Kau kenal dengan orang itu?”.
Huan Im san segera menggeleng.
“Tapi aku rasa ia seperti kenal kau?”, kata Ting Bau.
Huan Im san masih tertawa, walaupun tidak mengakui ternyata diapun tidak berusaha untuk
menyangkal.
Ia sedikitpun tidak merasa takut bila hubungan rahasia mereka sampai ketahuan Ting Bau,
karena dia sebenarnya memang sedang memancing Ting Bau untuk turun tangan lebih dahulu.
Sungguh diluar dugaan, ternyata serangan yang dilancarkan Ting Bau jauh lebih cepat dari
dugaannya.
586
Belum lagi senyuman itu lenyap dari ujung bibirnya, ujung telapak tangan Ting Bau telah
memenggal di atas nadi besar di belakang tengkuknya sebelah kiri.
Baru saja tangan kiri Tong Giok yang membawa Tan pi dan ayam goreng, hendak
menggantungkan kedua bungkusan itu di atas dahan pohon, Huan Im san telah roboh.
Dia tahu Ting Bau telah turun tangan, tapi dia tidak menyangka kalau Huan Im san bakal
dirobohkan oleh Ting Bau hanya dalam sekali gebrakan saja.
Bukan saja serangan itu dilancarkan dengan cepat dan sangat tepat, yang lebih menakutkan
lagi, sebelum melancarkan serangan, ia sama sekali tidak memperlihatkan sedikit gejala atau
tanda apapun.
Setelah mengambil keputusan untuk melancarkan serangan diapun tidak bertindak kepalang
tanggung, ia sama sekali tidak sangsi, bahkan sama sekali tidak memberi kesempatan kepada
lawannya untuk melakukan persiapan.
Tiba-tiba Tong Giok menemukan kalau dahulu ia terlalu menilai rendah orang ini, dalam
kenyataan, ternyata orang ini jauh lebih berbahaya daripada apa yang dibayangkan orang lain.
Ternyata Ting Bau sama sekali tidak menubruk datang, dia masih berdiri tegak di tempat
kejauhan dan mengawasinya dengan sepasang mata elangnya yang tajam.
Pelan-pelan Tong Giok menggantungkan Tan pi dan ayam goreng itu ke atas dahan pohon
kemudian dia baru berpaling sambil menegur.
“Kau adalah To pit sin eng (Elang sakti berlengan tunggal)!”.
“Yaa, akulah orangnya”.
“Kau tahu siapakah aku?’.
“Aku tahu !”.
“Kau juga tahu kalau aku mempunyai semacam barang hendak diserahkan kepada Tio Bu
ki?’.
“Aku tahu!”.
“Kau tak ingin membiarkan aku untuk menyerahkannya kepada dia?”.
“Aku tak ingin!”.
“Kau ingin membunuh aku untuk membungkam mulutku?”.
587
Kali ini Ting Bau tidak menjawab, namun diapun tidak bermaksud menyangkal.
Tong Giok menghela napas panjang, dia membanting bungkusan Tang kwe dan daging sapi
itu keras-keras ke tanah, kemudian berseru:
“Kalau mau turun tangan, hayo cepatlah lakukan”.
“Kenapa kau tidak turun tangan?” ejek Ting Bau sambil tertawa dingin,”kalau toh kau adalah
orang dari keluarga Tong, kenapa kau belum juga mengeluarkan senjata rahasia andalan
kalian?”.
Sekarang Tong Giok mengerti,
Kiranya Ting Bau tak berani mendekatinya karena dia takut dengan senjata rahasia
andalannya. .........kalau memang orang “yang penting sekali” ini datang dari keluarga Tong,
sudah barang tentu dia membawa pula senjata rahasia andalan dari keluarga Tong.
Sesungguhnya Tong Giok memang datang dari keluarga Tong, sebenarnya diapun membawa
senjata rahasia andalan keluarga Tong.
Andaikata dia mengeluarkan senjata rahasianya untuk menyerang, sekalipun ada sepuluh Ting
Bau akhirnya orang itu juga akan mampus dengan badan hancur lebur tak berwujud lagi.
Sayang ia tak dapat mengeluarkan senjata rahasia andalannya itu.
Sebab ia telah melihat Tio Bu ki muncul dari tempat persembunyiannya......
Tio Bu ki munculkan diri dari belakang sebatang pohon waru yang besar dan kekar, kini ia
sudah menghampiri Ting Bau.
Gerakan tubuhnya tak bisa dibilang sangat berhati-hati dan sama sekali tidak menimbulkan
suara yang bisa membuat Ting Bau waspada.
Waktu itu, segenap perhatian Ting Bau telah ditujukan ke atas tubuh Tong Giok.
Berhadapan dengan seorang yang mungkin sekali di sakunya menggembol senjata rahasia
andalan keluarga Tong, siapapun di dunia ini tak ada yang berani kelewat gegabah.
Tiba-tiba Tong Giok menghela napas panjang.
“Aaai...! sayang”
“Kenapa sayang?” tanya Ting Bau.
588
Jilid 21________
“Sekarang kau tampak seperti sebuah sasaran pembidik hidup, andai kata di sini benar-benar
ada jago dari keluarga Tong, sekalipun seorang bocah yang berusia tiga tahun juga sanggup
untuk menghajar tubuhmu sehingga muncul tujuh delapan buah lubang di atas badan”.
Setelah menghela napas panjang, kembali terusnya:
“Sayang sekali di dalam sakuku sama sekali tidak menggembol senjata rahasia, karena aku
sesungguhnya bukan orang dari keluarga Tong.”
Paras muka Ting Bau berubah hebat, seakan-akan seekor domba yang mendadak mengetahui
bila dirinya telah terjatuh ke mulut macan, bukan saja kaget dan gugup, dia pun menunjukkan
wajah ketakutan.
Dia ingin meloloskan pedangnya. Baru saja jari-jari tangan itu meraba di atas gagang pedang,
telapak tangan baja dari Bu-ki telah memenggal di atas nadi besar pada tengkuk sebelah
kirinya, cara yang dia gunakan sama cepatnya dan sama tepatnya seperti apa yang telah
dilakukan Ting Bau terhadap Huan Im-san tadi.
Satu-satunya yang berbeda adalah Bu-ki mempunyai dua tangan, di tangan yang lain
membawa sebuah pisau, sebilah pisau belati yang terhunus.
Mata pisau yang tiga inci enam hun panjangnya itu telah menembusi pinggang Ting Bau.
*****
MULUT HARIMAU
GAGANG pisau masih menempel pada pinggang Ting Bao, tempat itu persis merupakan
suatu tempat yang mematikan, mata pisau sama sekali terbenam di dalam perutnya.
Tong Giok mendongakkan kepalanya dan memandang ke arah Tio Bu-ki dengan terkejut, dia
sama sekali tidak menyangka kalau cara kerja Tio Bu-ki ternyata begitu keji dan kejam.
Sepintas lalu ia sama sekali tidak mirip dengan seseorang yang berhati sekejam itu.
Bacokan telapak tangan di belakang tengkuk sebelah kirinya sudah cukup mematikan, kenapa
ia masih menambah dengan tusukan belati lagi?
Tiba-tiba Tio Bu-ki berkata:
“Sebenarnya aku tak ingin membinasakan dia.”
589
Jelas ia telah dapat membaca suara hati Tong Giok, maka lanjutnya lebih jauh: “Aku juga
tahu seharusnya membiarkan dia tetap hidup.”
“Lantas kenapa kau telah membunuhnya?” tanya Tong Giok dengan wajah keheranan.
“Karena orang ini terlalu berbahaya!”
Dalam hal ini Tong Giok pun merasa setuju dengan pandangannya. “Untuk menghadapi
manusia semacam ini jangan sekali-kali beri kesempatan baginya untuk melancarkan
serangan balasan,” Bu-ki kembali menerangkan.
“Karena dia sendiripun tak akan memberi peluang bagimu untuk melancarkan serangan
balasan,” Tong Giok menambahkan.
“Yaa, andaikata dia mempunyai dua buah tangan, diapun pasti akan memberi sebuah tusukan
belati lagi keperut Huan Im-san!”
Untung saja Ting Bau hanya mempunyai sebuah tangan.
Dada Huan Im-san tampaknya masih bergerak naik turun, agaknya dia masih bernapas, tapi
tidak diketahui apakah jantungnya masih berdetak atau tidak?
Bu-ki membungkukkan badannya sambil mengangkat tubuh orang itu, menempelkan
telinganya pada dada orang, dia berharap bisa mendengar debaran jantungnya.
Tong Giok sedang mengawasi pula diri Bu-ki.
Sekarang Bu-ki berdiri membelakanginya, jaraknya dari tempat ia berdiri hanya tiga depa
saja.
Dalam keadaan begini Bu-ki sudah menjadi sebuah sasaran pembidik yang paling baik,
jangankan dia seorang ahli, sekalipun bocah yang berumur tiga tahun juga bisa menimpuk
sasaran itu dengan telak.
Tangan Tong Giok sudah mulai merogoh ke dalam sakunya.
Sekarang ia sedang berdandan sebagai seorang pria, tentu saja ia tak dapat mengenakan tusuk
konde emas itu di atas sanggulnya.
Maka tusuk konde emas itu disisipkan ke dalam ujung bajunya.
Ketika tangannya menyusup ke balik pakaian, dia bersiap-siap untuk mematahkan tusuk
konde emas itu, asal ujung jarinya menekan dengan keras, dari ujung tusuk konde emas itu
590
akan meleleh keluar selapis minyak lilin yang segera akan melindungi telapak tangannya,
kemudian diapun dapat mematahkan tusuk konde itu menjadi dua bagian.
Dengan cepat tangannya akan dipenuhi dengan segenggam pasir beracun, itulah pasir beracun
Ngo-tok-toan-hun-see (pasir lima racun pemutus nyawa) yang paling tenar dari keluarga
Tong.
Bila pasir beracun itu ia sebarkan kemuka, sekalipun menyebarkan dengan mata terpejam, tak
bisa diragukan lagi Bu-ki pasti akan mati konyol di tangannya.
Untung saja pasir beracun itu tidak jadi disebarkan keluar, sebab dia masih belum melupakan
si Dewa harta.
Dalam hatinya sekarang, domba yang paling besar dan paling diharapkan saat ini sudah bukan
To Bu-ki lagi, melainkan si Dewa harta.
Hanya Tio Bu-ki yang dapat menuntun domba tersebut menuju ke mulut macannya.
Sebelum si Dewa harta munculkan diri, dia mana boleh dibikin mampus duluan?
Tangan Tong Giok pelan-pelan dikeluarkan lagi dari balik pakaiannya, bagaimanapun juga si
Dewa harta segera akan tiba, bagaimanapun Tio Bu-ki sudah terjatuh dalam cengkeramannya.
Ia sama sekali tidak gelisah atau terburu napsu, dia hanya merasakan semacam rangsangan,
semacam dorongan napsu yang aneh sekali, seakan-akan seorang janda yang mengharapkan
pelukan hangat dan tindihan mesra dari seorang lelaki.
Ternyata jantung Huan Im-san masih berdetak, sebenarnya masih lambat dan lemah
debarannya, tapi lambat laun telah pulih kembali seperti sedia kala.
Bahkan dia sudah bisa bangkit berdiri. Menyaksikan keadaan Ting Bau yang mengenaskan,
dia masih memperlihatkan rasa sedih dan pedihnya yang tebal, katanya dengan lirih:
“Sebenarnya dia adalah seorang yang pintar, sayang dia terlalu pintar, coba kalau dia bodoh
sedikit saja, mungkin nasibnya tak akan menjadi begini rupa.”
Ucapan tersebut masih bisa diterima dengan otak, tapi Bu-ki enggan membicarakan persoalan
semacam itu dengannya.
“Dia adalah seorang penghianat!” kata Bu-ki.
“Aku tahu!” pelan-pelan Huan Im-san mengangguk.
“Dia ingin membunuh, kalau dia masih hidup maka kau pasti akan dibunuhnya sampai mati!”
591
“Aku tahu!”
“Tapi sekarang dia sudah mati.”
“Bagaimanapun juga dia toh sudah mati sekalipun semasa masih hidupnya sudah banyak
melakukan kesalahan, segala sesuatunya sekarang boleh dihapus dan menjadi impas, aku pasti
akan mengurusi layonnya dengan sebaik-baiknya.”
Bu-ki tersenyum, sambil menepuk-nepuk bahunya dia berkata: “Masih ingatkah kau kalau
malam nanti masih ada sebuah pertemuan lagi …”
“Aku tak akan melupakannya.”
“Dan masih ingat siapa yang berjanji dengan kita untuk bertemu?”
“Yaa masih ingat, dia adalah Dewa harta.”
“Gerak-geriknya tak pernah diketahui orang, diapun paling benci kalau jejaknya diketahui
terlalu banyak orang, kali ini besar kemungkinan diapun akan datang sendirian.”
“Aku mengerti!’
“Oleh karena itu, terhadap keselamatan jiwanya kita harus bertanggung-jawab serta
menjaminnya.”
“Aku pasrti akan berusaha keras untuk menggerakkan semua saudara-saudara dari perguruan
kita untuk melindungi keselamatan jiwanya, akan tetapi …”
“Tapi kau masih belum tahu dimanakah kita berjanji akan berjumpa malam nanti, bukan
begitu?”
“Benar!”
“Padahal, kau seharusnya dapat memikirkan sendiri tempatnya.”
Setelah tertawa, dia menambahkan: “Biasanya Dewa harta hanya bisa dijumpai di mana?”
Huan-Im-san segera mengerti, jawabnya: “Yaa, Dewa harta bisa dijumpai dalam kuil Dewa
harta!”
Tong Giok sedang mengawasi terus diri Bu-ki.
592
Ia menemukan, selama pembicaraan Bu-ki dengan Huan Im-san, dalam setiap patah katanya
selalu membawa nada memerintah, sebaliknya Huan Im-san menerimanya sebagai suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Ada sementara orang yang seakan-akan semenjak dilahirkan sudah berbakat menjadi
pemimpin, Tio Bu-ki agaknya adalah manusia dari jenis seperti ini.
Untung saja ia sudah hampir mati, bahkan pasti akan mati. Dikala Tong Giok memandang ke
arahnya, ia seakan-akan sudah memandang dirinya sebagai sesosok mayat. “Hayo berangkat!”
kedengaran Bu-ki mengajak, “sekarang juga kita berangkat ke kuil Dewa harta.”
“Kita?”
Tong Giok berusaha keras untuk mengendalikan perasaan gembira yang meluap dalam
hatinya:
“Aku juga boleh ikut?’
Bu-ki segera tersenyum. “Apakah kau tak ingin pergi menjumpai si Dewa harta?” balik
tanyanya.
Tong Giok ikut tertawa. “Adakah orang yang tak ingin bertemu dengan Dewa harta?”
“Tidak ada!”
Gelak tertawa Tong Giok semakin gembira, terusnya: “Aku berani menjamin tak seorangpun
yang tak mau, bukan saja dulu tak ada, dikemudian haripun tak ada.”
Setiap orang ingin bertemu dengan Dewa harta, oleh karena itu di setiap tempat tentu ada
sebuah kuil Dewa harta.
Konon semua harta kekayaan yang berada di langit maupun di bumi, dikuasai oleh Dewa
harta, barang siapa bisa bertemu dengan Dewa harta ini, maka mereka pasti akan menjadi
kaya-raya.
Yang aneh, Dewa harta itu sendiri justru seakan-akan seorang dewa yang amat miskin,
bahkan tampaknya jauh lebih miskin daripada Khong Lo-hucu yang sepanjang tahun lari
kesana kemari, dan hampir sesuap nasipun sukar dicari itu.
Kuil Khong bio selalu mentereng dan merupakan kuil yang besar, megah dan keren.
Sebaliknya kuil Dewa harta justru merupakan sebuah kuil yang miskin, mana miskin, bobrok,
kecil lagi. Hal mana benar-benar merupakan suatu sindiran, suatu sindiran yang baik sekali.
593
Karena kejadian itu paling tidak bisa membuat orang memahami akan sesuatu … walaupun
harta kekayaan itu menarik, tapi bukan merupakan suatu hal yang pantas dihormati.
Kuil Dewa harta yang ada ditempat inipun tak jauh berbeda daripada tempat-tempat yang lain,
kuilnya mana miskin, bobrok, sempit lagi. Si Dewa harta yang menunggang macan hitam
seperti pantat kuali itu duduk di tengah altar dengan cat yang sudah mulai rontok malah
bajunya banyak yang sudah robek dan lepas.
“Ada suatu persoalan aku selalu merasa tak paham,” kata Tong Giok setelah memandang
sekejap sekeliling tempat itu, “kenapa Dewa harta selalu kelihatan begitu miskin dan
sengsara?”
Pertanyaan tersebut diutarakan hanya sekenanya hati, dia sama sekali tidak berharap bisa
peroleh jawaban.
Bu-ki segera tertawa, sahutnya: “Kalau kau telah bertemu dengan orang yang benar-benar
berduit, kau akan memahami teori tersebut.”
“Kenapa?”
“Sebab walaupun orang-orang itu mempunyai uang yang tak terhitung jumlahnya, namun ia
sendiri memandang uang bagaikan nyawa sendiri, biar pakaiannya penuh tambalan dan dekil,
biar makannya cuma nasi kerak dan sayur asin, tapi dalam sakunya penuh berisikan kuncikunci
besar untuk membuka gudang uangnya.”
“Kenapa di sakunya penuh dengan anak kunci?”
“Karena mereka kuatir orang lain meminjam atau meminta kekayaannya, malah kadang kala
beras, minyak, garam dan kayupun dikunci dalam almari, malah ada juga di antara mereka
yang baju dalamnya sudah baupun masih dikenakan terus.”
“Kenapa?” kembali Tong Giok bertanya dengan perasaan ingin tahu.
Bu-ki segera tersenyum.
“Sebab pakaian sering dicuci, maka pakaian itu akan cepat menjadi robek!”
Tong Giok ikut tertawa. “Apakah Dewa harta juga seperti mereka itu, memandang setahil
perak lebih berat dari papan kayu pintu?”
“Kalau bukan orang memandang harta melebihi nyawa sendiri, bagaimana mungkin ia bisa
disebut sebagai Dewa harta?”
594
Sekarang waktu sudah mendekati senja. Barusan mereka menyelesaikan suatu santapan yang
sangat enak dan lezat, di bawah sinar matahari senja di musim semi yang hangat, pelan-pelan
mereka berjalan kesitu. Perasaan mereka semua amat riang dan gembira.
“Kalau aku adalah Dewa harta, aku tak akan membuang beberapa tahil perak untuk bersantap
satu kali,” ujar Bu-ki.
“Karena Dewa harta tak akan menghambur-hamburkan uang dengan begitu saja,” sambung
Tong Giok sambil tertwa.
“Yaa, bagaimanapun juga memang tak mungkin.”
Tong Giok segera menghela napas panjang. “Aaaai …! Untung saja kita semua bukan Dewa
harta.”
“Tapi dalam waktu singkat kau akan bertemu dengan seorang Dewa harta, seorang Dewa
harta hidup.”
“Hari ini, dia pasti akan datang kemari?” tanya Tong Giok.
“Yaa pasti!”
Sesungguhnya Tong Giok ingin sekali memberi tahu kepada Tio Bu-ki bahwa dewa-dewa
hartanya itu adalah dewa penyakit pembawa mautmu, asal dia sudah datang maka nyawamu
akan melayang.
Dia benar-benar ingin melihat bagamanakah mimik wajah Tio Bu-ki pada waktu itu.
Huan Im-san telah datang. Paras mukanya tidak terhitung begitu baik, pukulan Ting Bau di
atas tengkuknya sampai sekarang masih mendatangkan perasaan yang kurang nyaman, tapi
hal mana untung saja tidak mempengaruhi gerak-geriknya untuk melaksanakan pekerjaan
lain.
“Aku telah mengumpulkan semua jago lihay dari saudara-saudara perkumpulan kita di tempat
ini, sekarang ini setiap jalan yang menuju kemari telah dijaga oleh orang kita.”
Bu-ki segera menunjukkan perasaan puas atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan baik
itu. Tong Giok lebih merasa puas lagi.
Orang-orang yang diundang datang Hua Im-san, sudah barang tentu adalah orang-orang
mereka sendiri, di antaranya terdapat beberapa orang jago yang tangguh.
595
Sekarang Tio Bu-ki sudah berada di dalam kepungannya, ia tak usah menunggu kesempatan
lagi, cukup mengandalkan kekuatannya dan kekuatan Huan Im-san, mereka sudah lebih dari
cukup untuk merenggut nyawanya.
Apalagi dalam sakunya masih terdapat sebuah kocek … kuntum bunga Botan di atas kocek,
terutama sari bunganya.
Setiap kali teringat akan kekuatan dari senjata rahasianya itu, dia pasti menunjukkan
perasaaan senang dan gembira seperti seorang anak kecil, bahkan hampir saja tak tahan untuk
memasukkan tangannya ke dalam saku dan meraba kocek itu.
Tapi dia harus bersabar, dia harus pandai menahan diri. Kedengaran Bu-ki kembali bertanya:
“Apakah saudara-saudara kita yang berjaga di sekitar tempat ini sudah tahu siapa yang sedang
kita nantikan kedatangannya?”
“Aku hanya memberi tahu kepada mereka kecuali seseorang yang memakai mantel hitam
sambil membawa tentengan berwarna merah, siapapun dilarang melewati tempat ini, siapa
yang membangkang dibunuh tanpa ampun.”
Kemudian dia memberikan jaminannya lagi. “Kecuali dia seorang, jangan kuatir ada manusia
kedua yang dapat menyusup ke tempat ini.”
Jaminan tersebut bukan hanya tertuju untuk Bu-ki saja, diapun memberikan jaminannya untuk
Tong Giok.
Kalau memang tak seorang manusiapun yang bisa menyusup ke tempat itu, berarti tak bakal
ada manusia lain yang bisa datang ke situ untuk menolong jiwa Tio Bu-ki.
Sekarang ia sudah terpojok dan berada seorang diri. Diam-diam Tong Giok menghela napas
di hati, rencana ini benar-benar berjalan sempurna dan sesuai dengan kehendak hatinya,
bahkan dia sendiripun merasa puas sekali.
Lambat-laun cuaca makin gelap, baru saja Huan Im-san memasang lampu lentera, dari luar
kuil telah berkumandang suara lirih seakan-akan bunyi tonggeret yang mendesis.
“Dewa harta telah datang!”
Dewa harta ini kelihatan tidak miskin pun tidak pelit. Ia memiliki perawakan badan yang
tinggi besar, berambut putih, bermuka merah bercahaya dan tampak gagah perkasa sekali,
pakaian yang dikenakan juga perlente dan necis, itulah seorang Dewa harta yang bisa menarik
kepercayaan siapapun yang melihatnya.
Kalau kau punya uang, kau pasti akan percaya untuk menyimpan uangmu dalam rumah
uangnya.
596
Tapi, waktu Bu-ki memperkenalkannya dengan Huan Im-san serta Tong Giok, paras mukanya
segera menunjukkan sesuatu perubahan yang kurang sedap dipandang.
“Mereka semua adalah sahabat-sahabat karibku!” Bu-ki coba menerangkan.
Sambil menarik muka, ujar si Dewa harta itu dingin: “Bukankah aku telah berpesan, kecuali
kau aku tak ingin bertemu dengan siapapun?”
“Benar!”
“Mereka ini manusia atau bukan? Kalau mereka adalah manusia, silahkan mereka pergi dari
sini.”
Bu-ki menjadi tertegun, dia tidak menyangka kalau si Dewa harta ini sama sekali tidak
memberi muka kepadanya, untung saja Huan Im-san dan Tong Giok adalah orang yang tahu
diri, mereka sudah mengucapkan kata-kata “Sampai jumpa”.
Bu-ki merasa amat menyesal dan rikuh, dia ingin sekali mengucapkan beberapa patah kata
yang bisa membuat mereka agak enak perasaannya…
Sebelum kata-kata tersebut diucapkan, Tong Giok telah menghampirinya sambil
menggenggam tangannya erat-erat, ujarnya sambil tersenyum: “Kau tak usah berkata apa-apa
lagi, karena kita adalah sahabat karib …!”
Dia memang betul-betul seorang sahabat karib. Ia mencengkeram tangan Bu-ki erat sekali.
Agaknya Bu-ki juga merasakan gelagat yang kurang baik, baru saja dia hendak melepaskan
diri dari cekalannya, ada sebuah tangan yang lain telah menghantam di atas nadi besar yang
berada di belakang tengkuk sebelah kirinya.
Tentu saja bacokan itu dilakukan oleh tangan Huan Im-san. Ketika tubuhnya roboh
terjengkang ke atas tanah, dia menyaksikan si Dewa harta sedang membentak gusar sambil
melakukan terjangan ke tubuh Tong Giok.
Tapi ia tahu perbuatan itu sama sekali tak ada gunanya. Dewa harta bukan tandingan Tong
Giok, hanya satu jurus serangan dari Tong Giok pun tak sanggup dihadapinya.
Ketika Bu-ki membuka kembali matanya, benar juga si Dewa harta telah diikat orang dengan
tali.
Tentu saja dia juga diikat dengan tali, bahkan jalan darahnya telah ditotok pula … sewaktu
Tong Giok lepas tangan untuk menghadapi si Dewa harta tadi. Huan Im-san telah turun
menotok jalan darahnya.
597
Melihat sepasang matanya telah terpentang lebar, si Dewa harta segera tertawa dingin tiada
hentinya. “Heeehh … heeehh … heeehh … kedua orang sahabat karibmu itu benar-benar
seorang sahabat yang sangat baik,” ejeknya.
Bu-ki menghela napas panjang. “Aaaai …! Sekalipun demikian, jadi kaupun tidak perlu untuk
mempersilahkan mereka keluar!”
“Kenapa?’
“Karena mereka sama sekali bukan manusia!”
Tong Giok tertawa, tertawa terbahak-bahak. Gelak tertawanya benar-benar amat gembira,
katanya: “Aku adalah seorang manusia, sayang selama hidup kau tak akan menyangka
siapakah aku ini.”
“Oya?”
Sambil menunjuk kehidung sendiri, Tong Giok berkata lebih jauh: “Aku adalah Tong Giok,
akulah Tong Giok yang kau benci dan ingin kau cekik hidup-hidup sampai mati itu.”
Bu-ki tidak berkata apa-apa lagi. Setelah berada dalam keadaan begini, apalagi yang masih
bisa dia katakan?
Sekarang, Tong Giok dapat menyaksikan perubahan mimik wajahnya, tapi sedikit perubahan
emosipun tak ada. Setelah berada dalam keadaan demikian, dia masih mempunyai perubahan
apa lagi?
“Sesungguhnya aku tidak harus membinasakan dirimu, sebab aku juga tahu orang hidup pasti
jauh lebih berguna daripada orang mati.”
“Sekarang, mengapa kau telah berubah pikiran?”
“Karena ada seseorang yang memberitahu kepadaku, bahwa kau harus dibunuh mati.”
“Siapa yang memberitahukan kepadamu?”
“Kau sendiri!”
Gelak tertawa Tong Giok amat riang, terusnya: “Kau sendiri yang mengajarkan kepadaku,
bila sedang menghadapi seseorang yang sangat berbahaya, kau tak boleh memberi
kesempatan kepadanya untuk melancarkan serangan balasan, kebetulan sekali kau adalah
seorang manusia yang berbahaya sekali, dan kebetulan lagi aku adalah seorang yang amat
penurut.”
598
“Mengapa kau masih belum turun tangan?”
“Karena aku tak ingin kau mati sebagai setan yang bodoh, bagaimanapun kita kan teman.”
Setelah tikus itu tertangkap olehnya, kenapa dia harus sekaligus menelannya ke dalam perut?
Kucing menangkap tikus belum tentu untuk mengisi perutnya yang lapar, kadang kala hal
mana dilakukan hanya sebagai suatu hiburan, suatu permainan belaka.
Sekarang ia sedang menikmati permainan tersebut. “Sebenarnya masih ada kemungkinan
orang lain akan kemari untuk menolongmu, sayang justru kau sendiri telah berpesan berulang
kali, kecuali si Dewa harta, siapapun dilarang kemari!”
“Ia bukan berpesan kepadaku tapi memerintah diriku, sekalipun bapakku sendiri yang datang
juga tak boleh dibiarkan masuk kemari,” kata Huan Im-san pula.
Sengaja dia menghela napas panjang kembali, katanya: “Kebetulan sekali akupun seseorang
yang sangat penurut!’
Tong Giok ikut menghela napas panjang. “Aaaaai …! Tay-hong-tong bisa mempunyai
seorang anggota semacam kau, sesungguhnya hal ini merupakan kemujuran mereka.”
Ditatapnya Bu-ki sekejap, lalu katanya kembali: “Namun bagaimanapun juga kau toh
bersikap sangat baik kepadaku selama ini, urusan penguburanmu pasti akan kusuruh Huan
Im-san laksanakan dengan sebaik-baiknya, nah, sebelum mati apa yang ingin kau lakukan?
Asal katakan kepadaku, siapa tahu aku bisa mengabulkannya.”
Bu-ki termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia berkata: “Aku hanya ingin mengajukan
sebuah pertanyaan saja.”
“Pertanyaan apa?”
“Benarkah Sangkoan Jin berada dalam benteng keluarga Tong?” tanya Bu-ki pelan-pelan.
“Benar!”
Tanpa dipikir dan dipertimbangkan lebih jauh dia telah menjawab, sebab keadaan Bu-ki
sekarang tak jauh berbeda dengan sesosok mayat.
Berada di hadapan seseorang yang sudah hampir mati, ia beranggapan bahwa persoalan
apapun rasanya tak perlu dirahasiakan lagi. Terdengar Tong Giok berkata kembali:
“Sangkoan Jin bukan saja berada dalam keluarga Tong, bahkan dalam waktu singkat dia akan
menjadi anggota keluarga Tong kami.”
599
“Kenapa?”
“Karena dengan cepat dia akan masuk kedalam anggota keluarga keluarga Tong kami, dia
akan menjadi menantunya keluarga Tong.”
“Mengapa kalian hendak menariknya menjadi menantu?”
“Dia adalah seorang manusia yang sangat berguna, hanya dia baru bisa membantu kami untuk
membawa jalan.”
“Membawa jalan?”
“Tempat ini adalah kekuasaan Tay-hong-tong, jika kami sampai di tempat ini, perlukah
mencari seorang pembawa jalan?”
“Yaa, perlu!”
“Dapatkah kau mencari seorang pembawa jalan yang jauh lebih baik dan jauh lebih bisa
diandalkan dari pada Sangkoan Jin?”
“Tidak bisa!”
Sekarang peristiwa itu agaknya sudah hampir mendekati akhir, Dewa harta sudah masuk ke
dalam kuil, sang dombapun sudah berada dalam mulut sang harimau.
Anehnya ternyata Bu-ki masih dapat tertawa tergelak. Gelak tertawanya itu tidak mirip suatu
gelak tertawa karena ada seekor domba telah masuk ke dalam mulut harimau.
Tertawanya itu pada hakekatnya mirip sekali dengan senyuman seekor harimau. Gelak
tertawa itu pada hakekatnya membuat orang tak habis mengerti, sebenarnya siapa yang telah
berada di mulut harimau?
*****
SERANGAN TERAKHIR
TONG GIOK sedang tertawa. Ternyata Bu-ki juga sedang tertawa. Suara tertawa Tong Giok
sangat gembira, karena hatinya memang benar-benar sedang gembira.
Tapi gelak tertawa Bu-ki pun seperti sedang gembira, mungkinkah hatinya juga sedang
gembira?
600
Tong Giok segera berhenti tertawa. Tiba-tiba tanyanya kepada Huan Im-san: “Dapatkah kau
menyaksikan, apa yang sedang dilakukan oleh Tio-kongcu ini?”
“Dia agaknya sedang tertawa.”
“Dalam keadaan seperti sekarang ini, kenapa dia masih sanggup untuk tertawa?”
“Entahlah, aku sendiripun tak tahu.”
Tong Giok menghela napas panjang, kembali ujarnya: “Selama ini aku selalu menganggap
diriku seorang yang cerdik, orang lain juga menganggap diriku amat cerdik, tapi aku
sendiripun tidak habis mengerti kenapa dia masih sanggup untuk tertawa dalam keadaan
seperti ini?”
“Sebenarnya aku sendiripun tak ingin tertawa,” Bu-ki menerangkan, “tapi aku benar-benar
merasa tak tahan untuk tertawa juga.”
“Persoalan apakah yang membuat kau merasa begitu kegelian?”
“Oooh … banyak, banyak sekali!”
“Dapatkah kau menyebut satu atau dua di antaranya kepadaku?”
“Dapat!”
“Katakanlah, akan kudengarkan!”
“Aku merasa geli belum tentu kaupun ikut merasa geli!”
“Itu tidak menjadi soal.”
“Kau masih ingin untuk mendengarkan?”
“Ehmm!”
“Kalau aku mengatakan ada seseorang yang terang-terangan sudah kena ditotok jalan
darahnya, bahkan masih diikat pula dengan tali, tapi setiap saat dapat bangkit berdiri kembali,
kau merasa kejadian ini sangat menggelikan atau tidak?”
“Haaahhh … haaahhh … haaahhh …”
“Kalau aku mengatakan ada seorang yang jelas sudah mati terbunuh, tapi setiap saat bisa
berjalan masuk dari tempat luar, apakah kaupun merasa kegelian?”
601
“Haaahhh … haaahhh … haaahhh …” kembali Tong Giok tertawa terbahak-bahak.
Walaupun ia masih tertawa terbahak-bahak, namun senyumnya yang lembut dan menawan
hati tadi sudah lenyap tak berbekas.
“Aku masih ingat dengan sepatah katamu,” ujar Bu-ki lagi, “katanya ada sementara persoalan
walaupun tidak lucu kalau diceritakan, tapi setelah kau saksikan dengan mata kepala sendiri,
maka kau akan tertawa sampai pecah kulit perutmu.”
Tentu saja Tong Giok masih teringat dengan gurauan tersebut.
Kembali Bu-ki berkata: “Ada sementara persoalan justru merupakan kebalikannya, walaupun
kedengarannya menggelikan, tapi menunggu kau telah menyaksikan dengan mata kepala
sendiri, maka kau tak dapat tertawa lagi.”
Tiba-tiba ia bangkit berdiri.
Bukankah dengan amat jelas diketahui bahwa jalan darahnya telah tertotok? Malah badannya
sudah dibelenggu dengan tali, kenapa ia bisa berdiri tegak dengan leluasa?
Dengan mata kepala sendiri Tong Giok menyaksikan ia bangun berdiri. Sekarang Tong Giok
tak dapat tertawa lagi.
Kemudian iapun menyaksikan seseorang yang sudah jelas mati terbunuh sekarang lagi
berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ia menyaksikan Ting Bau sedang menghampirinya.
Ternyata orang yang berjalan masuk kedalam ruangan adalah Ting Bau, sungguh kejadian ini
merupakan suatu peristiwa yang sama sekali diluar dugaan.
Gagang pisau belati itu masih menempel di atas pinggangnya, gumpalan darah di bawah
gagang pisau dan pakaian masih jelas dan nyata seperti tadi.
Namun ia masih hidup dalam keadaan segar dan bugar, bahkan sedang melangkah masuk
dengan langkah tegap.
“Kau belum mampus?” Bu-ki segera menegurnya.
“Menurut penglihatanmu, aku ini mirip seorang yang sudah mampus atau tidak?” Ting Bau
bertanya.
Dia memang tidak mirip!
602
Air mukanya merah bercahaya, bukan saja tampaknya riang gembira, diapun sehat wal’afiat
tanpa kekurangan sesuatu apapun.
“Jadi tusukan belatiku tadi tak sampai merenggut selembar jiwamu?” tanya Bu-ki.
“Tusukan tersebut memang tak akan mampu untuk membunuh orang.”
Tiba-tiba ia mencabut keluar pisau belati yang masih menempel di atas pinggangnya itu, mata
pisau segera melejit keluar, tapi ketika ia menekan kembali dengan jari tangannya, mata pisau
itu segera menyusup kembali.
“Ooooh …! Rupanya pisau itu cuma pisau mainan yang biasa dipakai untuk membohongi
bocah cilik,” Bu-ki segera berpekik.
“Tapi permainan semacam ini bukan saja tak akan bisa membohongi anak kecil, seorang yang
dungu sekalipun juga tak nanti bisa tertipu.” “Lantas permainan semacam ini hanya bisa
membohongi manusia-manusia semacam apa saja?”
“Hanya bisa membohongi orang pintar, ada kalanya makin pintar seseorang justru bisa
semakin mudah tertipu.”
Bu-ki kembali tersenyum.
“Oooh …! Jadi seorang pintarpun kadang kala bisa kena tertipu juga?”
“Kalau hendak menipu manusia semacam ini, gunakan permainan yang paling bodoh, ada
kalanya permainan yang makin bodoh malah justru mendatangkan hasil yang semakin baik.”
Padahal kalau dibicarakan sesungguhnya, permainan semacam ini bukan suatu permainan
yang bodoh.
Itulah suatu yang membutuhkan perencanaan yang matang, rumit, teliti dan gesit.
Sekalipun Tong Giok adalah seorang manusia yang cerdik sekali, diapun membutuhkan
waktu yang cukup lama sebelum dapat memahami rahasia dibalik kesemuanya itu.
Tapi hebatnya ternyata ia masih dapat mempertahankan ketenangan serta kemantapan hatinya.
Hal ini bukan dikarenakan dia memang memiliki suatu kemampuan untuk bersabar dan
menahan diri, yang lebih penting lagi dia masih memiliki suatu jurus pembunuh yang belum
sempat digunakan.
Ia masih menaruh kepercayaan yang penuh atas kemampuan serta kehebatan dari dua biji
senjata rahasia yang berada di dalam koceknya.
603
Ia percaya walau berada dalam keadaan apapun bila senjata rahasia tersebut digunakan maka
situasinya akan segera berubah seratus delapan puluh derajat, dari pihak yang kalah dia akan
menjadi pihak yang menang, sebab manusia macam apapun jika sampai berjumpa dengan
senjata rahasia macam itu, badannya pasti akan hancur berantakan menjadi berkeping-keping
dan mati tiada tempat kubur.
Ia benar-benar mempunyai keyakinan atas kemampuannya itu.
Siapapun bila berada dalam keadaan seperti ini mereka pasti akan menunjukkan reaksi …
gugup, kaget, marah, takut, sinis, ribut, mohon belas kasihan atau tertawa rikuh.
Tapi reaksi semacam itu sama sekali tak berlaku baginya.
Justru karena ia tidak memiliki reaksi, maka selamanya orang lain tak akan bisa menebak apa
yang sedang dipikirkan dalam hatinya, apa yang hendak dilakukan selanjutnya?
Ia benar-benar merupakan seorang musuh yang menakutkan, tapi Bu-ki telah bertekad untuk
menghancurkannya.
Bu-ki menatap lekat-lekat, kemudian sambil tersenyum katanya:
“Mungkin kau telah menduga, di dalam permainan kita ini hanya ada satu hal yang paling
penting.”
“Coba katakan, akan kudengarkan baik-baik,” jawab Tong Giok masih juga tertawa.
“Padahal, sudah sedari dulu aku tahu kalau kau adalah Tong Giok!”
“Oya?”
“Ketika kau merobohkan si pincang Oh, aku sudah mulai curiga, cuma pada waktu itu aku
masih belum merasa yakin atas kebenaran dari dugaanku itu.”
“Ilmu silat Oh Po-cu tidak terhitung lemah, tapi sekali turun tangan kau berhasil
merobohkannya, ini disebabkan karena dia kenali kau sebagai Tong Giok, tapi mimpipun ia
tak mengira kalau Tong Giok pun bisa menghianatinya.”
“Kau menghianati Oh Po-cu dan membawa pergi bocah itu, karena kau menginginkan agar
aku percaya bahwa kau bukan orang keluarga Tong.”
“Kau ingin bersahabat denganku, lantaran kau hendak mencari kesempatan untuk
membunuhku.”
604
“Kau mengatakan kedatanganmu ke perkampungan Ho-hong-san-ceng untuk menghindari
pengejaran musuh, padahal yang benar alasan tersebut cuma kau pakai guna menutupi
tujuanmu yang sebenarnya.”
“Rencana ini sesungguhnya sangat indah dan jitu, sayang dibalik kesemuanya itu masih ada
sebuah titik kelemahan yang amat besar,” demikian Bu-ki berkata.
“Oya?” Tong Giok cuma mendesis.
“Kau dapat berpikir untuk membawa pergi bocah cilik itu, sesungguhnya tindakan ini
merupakan suatu tindakan yang amat tepat, menghindarkan diri dari pengejaran musuh juga
terhitung sebuah alasan yang sangat baik, cuma sayang kau lupa bahwa siapa yang
berbohong, kebohongannya itu pasti akan terbongkar akhirnya.”
Setelah menghela napas, dia melanjutkan:
“Bila seorang ingin melakukan suatu pekerjaan, tidak seharusnya kalau berbohong dalam
beberapa masalah kecil, padahal kau tidak perlu untuk membawa pergi bocah itu aku toh tetap
akan bersahabat denganmu, kau datang mencari aku juga tak usah harus beralasan sedang
menghindari pengejaran musuh, sayang kau justru berlagak sok pintar, tapi jadi malah
kebalikannya.”
Tong Giok termenung, lewat lama sekali ia baru menghela napas panjang pula.
“Aaaai …! Benar, bila seseorang ingin melakukan pekerjaan besar, dia memang tidak
seharusnya berbohong di dalam hal-hal yang sepele, ucapan tersebut pasti akan kuingat
terus.”
Tiba-tiba ia baru menyadari bahwa ia memang sudah terlalu memandang rendah kemampuan
Tio Bu-ki.
Pada waktu itu dia selalu beranggapan bahwa persoalan semacam itu bukan saja tidak
penting, lagipula sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan Tio Bu-ki.
Ia sama sekali tidak menyangka kalau persoalan-persoalan sepele pun Tio Bu-ki telah
melakukan penyelidikan yang seksama.
Tempat itu masih merupakan wilayah kekuasaan Tay-hong-tong, manusia macam apapun
terdapat dalam perkumpulan itu, sudah barang tentu tidak sulit untuk melakukan penyelidikan
terhadap persoalan-persoalan semacam itu.
“Bila kau ingin tahu apakah seseorang sedang membohongi dirimu atau tidak, maka kau harus
mulai dengan penyelidikanmu itu dari soal-soal sepele yang sama sekali tak ada sangkutHarimau
Kemala Putih > karya Gu Long > disadur oleh Tjan >> published by buyankaba.com 605
pautnya dengan masalah tersebut, dengan begitu kau baru akan berhasil untuk mengetahui
duduk persoalan yang sebenarnya,” kata Bu-ki lagi.
Sebab pada bagian-bagian persoalan yang penting dan gawat, orang lain pasti telah
merencanakannya secara cermat dan sungguh-sungguh setelah merasa yakin bahwa kau tak
akan berhasil mendapatkan keterangan apa-apa, ia baru akan mulai dengan operasinya.
Setitik api dari bintang dapat mengkibatkan kebakaran hebat di padang rumput, sering kali
karena suatu kebocoran yang kecil pada sebuah bendungan yang beratus-ratus kilo meter
panjangnya pun bisa mengakibatkan bobolnya bendungan itu.
Bagaimanapun kecilnya suatu keteledoran, semuanya mungkin bisa mengakibatkan terjadinya
suatu kesalahan yang fatal.
“Setelah kubongkar semua kebohonganmu itu, sebenarnya masih belum berani memastikan
bahwa kaulah Tong Giok,” ujar Bu-ki lagi, “sayang sekali …”
Sayang sekali Tong Giok telah menyamar sebagai seorang gadis, bahkan penyamarannya itu
jauh lebih mirip seorang gadis dari pada gadis yang sesungguhnya.
Hanya orang yang pernah melatih ilmu dingin “Im-cin” baru bisa menyaru macam begitu,
sebab ciri-ciri dari lelakinya lambat-laun akan lenyap tak berbekas.
Tidak tahan Tong Giok kembali bertanya:
“Darimana kau bisa tahu kalau kepandaian yang kulatih adalah ilmu dingin Im-cin.”
“Karena kau pernah menggunakan tenaga Im-cin untuk membunuh Kiau In …”
Kemudian dengan hambar dia melanjutkan:
“Jika begitu banyak titik kelemahan berhasil kutemukan, tapi belum juga kuketahui kalau kau
adalah Tong Giok, bukankah aku betul-betul manusia yang sungguh-sungguh …?”
Kuil Dewa harta yang bobrok mana gelap, lembab, apek lagi baunya, bahkan menyiarkan pula
suatu bau busuk yang bisa membuat perut orang menjadi mual.
Tapi siapapun di antara kelima orang itu tak seorangpun yang memperhatikan hal tersebut.
Tong Giok kelihatan jauh lebih tenang dan kalem, lagi-lagi dia bertanya:
“Kalau memang kau sudah tahu kalau aku adalah Tong Giok, mengapa tidak turun tangan
lebih dulu untuk menaklukkan aku atau mencari suatu kesempatan guna membinasakan diriku
lebih dahulu?”
606
“Sebab kau masih berguna.”
“Kau hendak memanfaatkan diriku untuk menyelidiki siapakah penghianat di tempat ini?”
“Akupun hendak memanfaatkan dirimu untuk menemukan seluruh orang-orang keluarga
Tong yang telah menyusup kemari.”
Sekarang ia telah memanfaatkan kehadiran Tong Giok untuk menemukan si anjing cilik alias
Siau-kau-cu, si gemuk Ong, si penjual jeruk dan pelayan dari warung teh Bu-gi-cun.
Dari mulut orang-orang ini, dia masih dapat menemukan orang-orang lain yang lebih banyak
jumlahnya.
“Sudah sedari dulu kami telah mencurigai Huan Im-san, tapi kami belum berani
memastikannya,” kata Bu-ki lagi.
Itulah sebabnya dia bersekongkol dengan Ting Bau untuk mengatur perangkap tersebut.
“Penghianat yang sesungguhnya justru malah tak ingin membunuhmu untuk melenyapkan
saksi hidup, karena hanya penghianat yang sebenarnya baru tahu akan kedudukanmu yang
sebenarnya serta rahasia penyamaranmu …” tutur Bu-ki.
Diapun telah memperhitungkan secara tepat, bahwa mereka pasti akan menggunakan
kesempatan yang sangat baik ini untuk membunuh rekan lainnya yang bukan penghianat,
dengan begitu semua dosa dan kesalahan tersebut baru bisa dilimpahkan ke atas tubuhnya,
agar penghianat yang sebenarnya bisa hidup dengan bebas tanpa harus merasa kuatir lagi.
Oleh sebab itu, diapun mengatur “kematian” dari Ting Bau, bahkan harus membuat Tong
Giok percaya kalau Ting Bau benar-benar sudah mampus.
“Itulah sebabnya kecuali sebuah pukulan keras di belakang tengkuk kirinya, secara sengaja
kutambah dengan sebuah tusukan belati lagi di atas pinggangnya,” Bu-ki melanjutkan.
“Padahal, seandainya kau mau memperhatikan dengan seksama, tidak sulit untuk menjumpai
titik-titik kelemahan dibalik semua persiapanku itu …”
“Maka pada waktu itu kau cepat-cepat menyeret aku pergi,” tanya Tong Giok.
“Yaa, benar! Aku juga tahu kalau kau pasti punya minat yang besar terhadap si ‘dewa’
tersebut, kau pasti mengikuti aku pergi dari situ …”
Ia menyerahkan Ting Bao kepada Huan Im-san karena dia tahu Ting Bao pasti sanggup untuk
membekuk Huan Im-san.
607
“Aku masih menyerahkan sebuah pekerjaan lagi kepada Ting Bau untuk dilaksanakan,
pekerjaan inipun merupakan kunci yang paling penting untuk suksesnya operasi ini.”
“Pekerjaan apakah itu?”
“Seorang yang terang-terangan diketahui telah tertotok jalan darahnya, bahkan dibelenggu
tubuhnya dengan tali, mengapa secara tiba-tiba bisa bangkit berdiri sendiri?”
“Yaa, karena ikatan tali tersebut tidak terlalu kencang, sedang jalan darah yang ditotokpun
bukan benar-benar ditotokkan pada sasaran yang sesungguhnya.”
“Lantas siapa yang mengikat aku dengan tali?” tanya Bu-ki.
“Huan Im-san!”
“Siapa yang menotok jalan darahku?”
“Juga Huan Im-san!”
“Mengapa ia tidak mengikat aku kencang-kencang? Kenapa ia tidak benar-benar menotok
jalan darahku?”
Sebab Huan Im-san sendiripun masih belum ingin mampus,
Dia masih harus belajar ilmu pertapaan, masih harus bikin obat, masih berharap bisa awet
muda, masih ingin ingin melanjutkan kehidupannya yang senang sambil menikmati
“kehangatan permainan sorgawi”.
“Padahal seharusnya kau juga bisa menduga sampai kesitu jauh sebelumnya kalau dia bisa
menghianati Tay-hong-tong, mengapa tidak dapat menghianati pula dirimu?”
Lalu kepada Ting Bau tanyanya:
“Dengan cara apakah kau menggerakkan hatinya?”
Ting Bau tertawa, sahutnya:
“Aku cuma bertanya kepadanya, masih inginkah dia melanjutkan latihannya belajar ilmu
pertapaan? Atau dia sudah ingin mampus saja?”
“Kalau begitu kau hanya menyediakan dua jalan saja baginya?”
Ting Bau manggut-manggut.
608
“Yaa, benar! Dia memang hanya ada dua pilihan saja.”
“Aku pikir dia pasti mempertimbangkannya lama sekali sebelum memutuskan pilihannya,
benar bukan?”
Ting Bau segera tertawa lebar.
“Sama sekali keliru besar!” serunya, “belum lagi perkataanku selesai diucapkan, ia telah
mengambil keputusan.”
Jalan manakah yang telah dipilih Huan Im-san? Sekalipun orang yang paling bodoh juga bisa
menebaknya.
“Ketika kulihat Huan Im-san berjalan mendatang, aku sudah tahu pilihan manakah yang telah
diambil,” kata Bu-ki.
Sebab dia masih hidup, masih bisa melanjutkan latihan pertapaan dan menikmati kehangatan
sorgawi.
“Oleh karena itu, akupun sengaja membiarkan kau menarik tanganku, sebab aku harus
membiarkan dia yang menotok jalan darahku.”
Pada waktu itu si Dewa harta telah menerjang ke arah Tong Giok dengan gerakan yang
garang melebihi harimau lapar yang sedang menerkam mangsanya, dalam keadaan begitu,
Tong Giok harus melepaskan cekalannya pada diri Bu-ki untuk menghadapi si Dewa harta.
Sebab waktu itu cuma Huan Im-san yang “kebetulan masih luang” hanya dia yang sempat
untuk melancarkan totokannya pada tubuh Bu-ki.
Rencana ini sesungguhnya merupakan suatu susunan rencana yang matang dan jitu.
Tampaknya terhadap setiap adegan, setiap bagian yang bakal terjadi dalam rangkaian
peristiwa tersebut, mereka telah memperhtungkan secara tepat dan matang.
Agaknya mereka sudah menduga, apa yang bakal terjadi di dalam setiap adegan tersebut dan
dimanakah posisinya waktu itu.
Terbukti semua hal bisa dilakukan secara lancar dan sempurna, sama sekali tidak nampak
kaku atau terpaksa.
“Setelah Huan Im-san pun menjadi orang dari pihakku, sudah barang tentu semua orang yang
diatur di sekeliling tempat ini adalah orang-orangku juga, jangan harap orang lain bisa
menembusi penjagaan di sini dan datang kemari untuk menolong dirimu.”
609
Kalau tiada orang lain yang bisa memasuki wilayah sekitar sana lagi, dus berarti tak mungkin
ada orang yang bisa datang kesana untuk menyelamatkan Tong Giok.
Sekarang Tong Giok baru sadar bahwa dialah yang sesungguhnya berada seorang diri.
Bu-ki tersenyum kembali, ujarnya:
“Semua rencana bisa berjalan dengan begitu lancar, sehingga aku sendiripun merasa puas
sekali. Nah, apa yang hendak kau katakan lagi sekarang …”
Tong Giok tak bisa berkata apa-apa lagi.
Untung saja dia masih memiliki alat pembunuh yang terakhir!
*****
GADIS LANGIT PENYEBAR BUNGA
Keluarga Tong dari wilayah Siok-tiong merajai dunia persilatan karena senjata rahasia
beracunnya yang tiada tandingan.
Setiap anggota keluarga Tong yang berkelana dalam dunia persilatan selalu menggembol
senjata-senjata rahasia beracun mereka yang telah menggemparkan seluruh kolong langit itu.
Setiap anggota keluarga Tong sebagian besar adalah jago-jago lihay penyimpan senjata
rahasia.
Boan-thian-hoa-yu (hujan bunga memenuhi angkasa) merupakan suatu kepandaian
melepaskan senjata rahasia yang sudah lama punah dari peredaran dunia persilatan!
Tong Giok seratus persen adalah tokoh sakti yang berilmu tinggi dari keluarga Tong.
Kesemuanya itu adalah suatu kenyataan, setiap orang persilatan mengetahui akan hal ini,
sudah barang tentu Bu-ki mengetahuinya.
Oleh karena itu dia seharusnya dapat menduga bahwa Tong Giok pasti memiliki senjata
pembunuh terakhir yang ampuh dan mematikan. Tapi dia seakan-akan tidak ambil perduli
terhadap persoalan itu, dia seolah-olah acuh.
Dia semestinya memperhatikan sepasang tangan Tong Giok.
Sebab setiap saat kemungkinan besar tangannya itu akan melepaskan senjata rahasia yang
bakal merenggut nyawanya.
610
Akan tetapi ia justru sedang memperhatikan si Dewa harta itu.
Tiba-tiba ia bertanya:
“Benarkah kau adalah si Dewa harta?”
“Aku bukan Dewa harta!” ternyata si Dewa harta itu menyangkal.
“Lantas siapakah kau?”
“Aku adalah seorang pencuri!”
Mencuri bukan suatu perbuatan yang terpuji, mengapa si Dewa harta ini mengakui sebagai
seorang pencuri?
“Biasanya pencuri tak akan mengakui dirinya sebagai seorang pencuri …” kata Bu-ki.
“Tapi bagaimanapun juga, aku harus mengakuinya.”
“Mengapa?”
“Sebab aku yang seorang pencuri ini jauh berbeda dengan pencuri-pencuri yang lain.”
“Apa bedanya?”
“Bukan sembarangan barang yang kucuri dan jauh berbeda dengan orang lain, hanya mencuri
barang-barang yang orang lain tak ingin mencurinya, tak berani mencurinya dan tak mampu
untuk mencurinya.”
Tiba-tiba ia balik bertanya kepada Bu-ki:
“Mungkinkah pencuri-pencuri lain pergi ke rumahmu hanya untuk mencuri tikus dalam
ruangan tidurmu?”
“Tidak mungkin!”
“Tapi aku pernah mencurinya.”
Kemudian ia bertanya lagi kepada Bu-ki:
“Beranikah pencuri-pencuri lain pergi mencuri seorang harimau yang dipelihara dalam kebun
bunga orang?”
611
“Tidak berani!”
“Tapi aku berani untuk mencurinya.”
Kembali dia bertanya kepada Bu-ki:
“Mungkinkah pencuri lain dapat mencuri kain pembalut kaki milik Huang-ho nio-nio (Sri
Ratu) dalam istana kaisar?”
Bu-ki menggelengkan kepalanya.
“Tapi aku berhasil mencurinya!” kata pencuri itu.
“Rupanya kau bukan saja seorang pencuri bahkan seorang pencuri ulung …!”
“Yaa, memang itulah aku!”
“Tapi, agaknya barang-barang seperti itu sama sekali tak ada harganya kalau dijual?”
“Yaa, karena pada dasarnya aku cuma mencuri barang-barang yang tak ada nilainya itu.”
“Kenapa?”
“Sebab kesemuanya itu adalah atas permintaan orang lain, ada orang yang mengundangku
untuk mencuri benda-benda tersebut.”
“Aaah …! Masa ada orang yang khusus mengundangmu untuk mencuri barang …?”
“Bukan cuma mengundangku saja, lagipula mereka harus membayar lima puluh laksa tahil
sebagai imbalannya.”
“Lima puluh laksa tahil apa?”
“Tentu saja lima puluh laksa tahil perak, harus bayar dulu lagi!”
“Mengapa harus bayar dulu?”
“Karena nama baikku boleh sebagai jaminan kepercayaan, asal uang sudah kuterima entah
barang apapun yang diminta orang lain untuk kucuri, kujamin pasti berhasil kudapatkan
secara sempurna.”
“Aku masih ingat, dahulu agaknya juga terdapat seseorang macam dirimu itu.”
“Siapa?”
612
“Sugong Ti-seng!”
Mendengar nama itu, pencuri tersebut segera tertawa.
“Kau juga tahu dengan orang ini?” tanya Bu-ki.
“Aku bukan cuma tahu saja, bahkan kenal dengannya.”
Ia tertawa lebar sampai mulutpun tak bisa dirapatkan kembali, tambahnya:
“Kebetulan sekali aku justru adalah muridnya.”
*****
Setiap generasi dunia ini pasti bermunculan manusia berbakat, demikian juga dengan dunia
persilatan, hampir setiap generasi pasti bermunculan pendekar-pendekar kenamaan yang
menjagoi dunia persilatan.
Seperti misalnya:
Seebun Cui-soat.
Seorang jago pedang yang tiada keduanya dikolong langit, ilmu pedangnya tiada tandingan
diseluruh dunia, ia angkuh, tinggi hati dan gemar mengenakan baju berwarna putih seperti
salju.
Yap Hu-shia.
Thian-gwa-hui-sian (dewa terbang dari luar langit) … Pek Im Siancu, menantang Seebun Cuisoat
untuk berduel di puncak Ci-ceng-nia, belum lagi bertarung namanya sudah
menggegerkan dunia.
Lo si hwesio, si paderi jujur.
Hwesio ini tak pernah berbohong, hanya makan bakpao dingin, mengenakan baju yang
compang-camping.
Hoa Boan-lo. Walaupun sepasang matanya buta, hatinya lebih bersih dari bulan yang sedang
purnama.
Bok tojin.
613
Ilmu bermain caturnya nomor wahid, ilmu pedangnya nomor tiga, mana latah sok suci, lagi
dia adalah seorang jagoan tersohor dari partai Bu-tong.
Sekalipun mereka semua adalah pendekar-pendekar kenamaan dari generasi yang lalu, tapi
nama pendekar mereka selalu dikenal orang dan turun-temurun sampai sekarang.
Kecuali mereka, tentu saja masih ada Liok Siau-hong.
Liok Siau-hong yang beralis mata empat, si pendekar empat alis!
Liok Siau-hong yang kekayaannya melebihi suatu negeri.
Satu-satunya orang dalam dunia persilatan yang sanggup menjepit pedang Yap Hu-shia dalam
jurus Thian-gwa-hui-sian (dewa terbang dari luar langit) dengan kedua jari tangannya, hanya
Liok Siau-hong.
Satu-satunya sahabat karib dari Sebun Cui-soat juga hanya Liok Siau-hong.
Orang yang paling dikagumi Bok tojin juga Liok Siau-hong.
Orang yang paling dihormati Hoa Boan-lo adalah Liok Siau-hong.
Lo si hwesio segera sipat kuping dan angkat kaki begitu bertemu dengan Liok Siau-hong.
Tapi bila Liok Siau-hong berjumpa dengan Sugong Ti-seng, kepalanya lantas pusing tujuh
keliling.
Nama yang diberikan Liok Siau-hong kepada Sugong Ti-seng adalah … Raja diraja dari
segala raja pencuri, pencuri yang tiada tandingannya di seluruh kolong langit.
Sugong Ti-seng mencuri segala apapun, dan mampu mencuri segala macam bendapun.
Sugong Ti-seng mempunyai perawakan yang tinggi besar, berdada lebar dan berperut buncit,
tapi justru memiliki serangkaian ilmu lincah yang tiada tandingannya di dunia ini.
Liok Siau-hong pernah beradu salto dengannya, siapa yang kalah siapa yang harus mencari
cacing.
Tapi akhirnya orang yang mencari cacing adalah Liok Siau-hong, bahkan mencari selama
sepuluh hari sepuluh malam, membuat sekujur badannya penuh dengan lumpur.
Sekarang, pencuri ini mengakui dirinya sebagai murid Sugong Ti-seng, bisa dibayangkan
berapa lihay orang itu.
614
“Oooh … salut! Salut …!” puji Bu-ki dengan cepat.
“Tak usah sungkan-sungkan, tak usah sungkan-sungkan!” pencuri itu menjawab.
“Siapa nama margamu?”
“Aku she Kwik!”
“Dan namamu?”
“Ciok-ji!”
“Kalau begitu kau adalah Kwik Ciok-ji, Raja diraja dari segala raja pencuri yang tiada
tandingannya di seluruh kolong langit untuk generasi ini?”
“Betul sekali!”
“Salut! Salut!”
“Tak usah sungkan-sungkan, tak usah sungkan-sungkan!”
“Ada urusan apakah kau datang kemari?”
“Sebetulnya juga tak ada urusan lain yang penting artinya, aku cuma ingin mencuri sesuatu
benda.”
“Kali ini apakah kaupun diundang orang lain untuk datang mencuri?”
“Yaa, tapi kali ini aku tidak pungut ongkos alias gratis!”
“Peraturan tak bisa dilanggar mengapa kali ini kau justru gratis!”
“Karena Sugong Siau-hong dari Tay-hong-tong kalian secara kebetulan adalah adik tong dari
guruku, sedang Ting Bau yang berdiri di sampingmu sekarang, kebetulan juga adalah
sahabatku!”
“Oooh, jadi Ting Bau yang mengundang kedatanganmu?”
Kwik Ciok-ji menghela napas panjang.
“Aaaai …! Sebenarnya diapun tak akan bisa menemukan aku, tapi belakangan ini nasibku
kurang mujur dan terus-terusan lagi apes, kebetulan semalam aku sedang minum arak di
sarang anjingnya.”
615
“Kau diundang kemari untuk mencuri apa?” tanya Bu-ki.
“Yang dicuri hanya barang-barang tetek-bengek yang sesungguhnya tak ada harganya sama
sekali.”
“Dan kau telah berhasil mendapatkannya?”
Kwik Ciok-ji seperti agak marah, serunya:
“Mana mungkin ada barang di dunia ini yang tak mampu dicuri oleh Kwik Ciok-ji?”
“Kalau kau memang benar-benar berhasil mendapatkannya, mana barangnya …”
“Itu dia, di sini!”
Tangan itu sebenarnya kosong melompong, tapi ketika dijulurkan ke depan sekarang tahutahu
dalam genggamannya telah bertambah dengan dua macam benda.
Sebatang tusuk konde dan sebuah kocek bersulamkan bunga teratai.
Kocek itu terbuat dari kain halus, di atasnya terdapat sulaman dua kuntum bunga dari benang
emas, di permukaan depan sekuntum dan dibaliknya sekuntum lagi.
Akhirnya Tong Giok berhasil dipukul roboh meskipun badannya belum roboh ke tanah, tapi
kepercayaannya pada diri sendiri serta keyakinannya pada kemampuan sendiri sama sekali
sudah hancur total.
Kehancuran yang berasal dari dalam tubuh ini jauh lebih menakutkan daripada kehancuran
yang dialami di luar badan.
Bu-ki mulai tertawa lebar.
Ia selalu sedang memperhatikan reaksi wajah Tong Giok setelah menyaksikan kedua macam
benda tersebut, sekarang walau siapapun juga dapat melihat bahwa orang ini betul-betul sudah
rontok dan hancur total. Yang masih tersisa tak lebih hanya sebuah wajah kasar yang kosong
melompong …
“Apakah cuma dua macam benda ini saja? Tiada yang lain?” Bu-ki bertanya.
“Sebenarnya akupun mengira masih ada yang lain, sungguh tak disangka dalam saku Tong
kongcu ini ternyata hanya terdapat dua macam mestika, ternyata tusuk konde emas ini kosong
bagian tengahnya.” Setelah menghela napas panjang, dia melanjutkan:
616
“Aaai … jika seorang pencuri bertemu dengan emas yang kosong bagian tengahnya, itu
menandakan kalau dia lagi apes!”
“Darimana kau bisa tahu kalau tusuk konde emas ini kosong bagian dalamnya?”
“Begitu berada di tangan, aku lantas tahu karena bobotnya sama sekali tidak benar!”
Mencorong sinar tajam dari balik mata Bu-ki, katanya sambil tersenyum:
“Walaupun tusuk konde kosong bagian tengahnya, tapi aku berani jamin kalau isi tusuk konde
itu jauh lebih berharga daripada emasnya.”
Kembali dia menambahkan:
“Konon pasir pemutus nyawa Toan-hun-seh dari keluarga Tong juga dapat dibeli!”
“Akupun pernah mendengar orang berkata demikian, asal kau menemukan sasaran yang benar
dan lagi mengajukan harga yang pantas sudah pasti ada orang yang akan menjualnya
kepadamu.”
“Begitupun masih belum bisa jalan,” sela Ting Bau tiba-tiba.
“Lantas harus bagaimana lagi?”
“Mereka masih akan menyelidiki dulu nenek moyangmu tiga generasi yang lalu secara teliti
dan seksama, kemudian baru akan menjualnya kepadamu.”
“Berapa harganya?”
“Konon lima ratus tahil uang emas murni untuk satu tahil pasir toan-hun-seh.”
“Berapa untuk jarum beracunnya?” tanya Bu-ki pula.
“Mungkin juga mencapai beberapa ratus tahil untuk setiap batangnya.”
Tiba-tiba Bu-ki mengeluarkan sebuah bungkusan kertas dari sakunya, ketika bungkusan itu
dibuka maka tampaklah isinya adalah separuh batang jarum jahit yang sudah putus.
Sambil tersenyum dia lantas berkata:
“Bila lima ratus tahil emas murni untuk setiap batangnya, separuh batang jarum ini paling
tidak juga semestinya laku tiga ratus tahil …”
Ting Bau tertawa lebar, serunya:
617
“Meskipun hanya tiga ratus tahil emas, itu sudah cukup buat kita untuk menjadi orang kaya
baru!” “Darimana kau dapatkan jarum itu?” tanya Kwik Ciok-ji.
“Dari atas pelana kudaku!”
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
“Aku tidak habis mengerti kenapa di tengah malam buta Tong kongcu menuju ke istal kuda,
maka diam-diam akupun mengikuti dari belakang, dia hanya masuk sebentar lalu memutar
satu lingkaran dan keluar lagi, sebaliknya aku membutuhkan waktu hampir satu jam
lamanya.”
Justru karena terlalu lama ia berada dalam istal kuda, maka dia tak tahu kalau Lian It-lian
telah datang.
Sekarang, kelihatannya masalah itupun cuma suatu kejadian yang sepele, hakekatnya sama
sekali tidak penting atau serius.
Tapi sering kali sesuatu urusan yang sepele, akhirnya justru merupakan suatu kepuasan yang
akan merubah nasib seseorang.
*****
SATU tahil pasir toan-hun-seh, lima ratus tahil emas murni, oh! Suatu harga yang mahal
sekali,” kata Kwik Ciok-ji.
Tiba-tiba Tong Giok tertawa dingin, katanya:
“Kalau harga cuma sekian, ada berapa banyakpun akan kubeli semua …”
“Masa dengan harga setinggi itupun masih belum bisa didapatkan?” tanya Kwik Ciok-ji.
“Masih selisih jauh sekali!”
“Lantas seharusnya berapa harganya?”
“Seribu tahil emas untuk seperseratus tahilpun masih bukan barang asli …!”
“Padahal, harga sekianpun masih belum terhitung terlampau tinggi!” kata Bu-ki.
“Yaa, dengan satu che pasir pemutus nyawa, siapa tahu masih bisa merenggut beberapa
lembar nyawa.”
618
“Kalau cara penggunaannya benar, paling tidak juga dapat merenggut tiga lembar nyawa,”
Tong Giok menerangkan.
“Lagipula bila kau telah membunuh orang dengan pasir pemutus nyawa dari keluarga Tong,
orang pasti akan membuat perhitungan tersebut dengan pihak keluarga Tong, itu berarti asal
kau bersedia mengeluarkan uang sebesar seribu tahil emas, setelah membunuhpun tak perlu
kuatir dengan ekornya,” Bu-ki menambahkan.
Setelah tertawa, dia melanjutkan: “Bila kau dapat memahami teori tersebut maka kau akan
merasa bahwa harga tersebut sesungguhnya tidak terlalu mahal.”
Akhirnya Ting Bau mengakui juga.
“Yaa, agaknya harga tersebut memang tak bisa dihitung terlalu mahal!” sahutnya.
Sebenarnya benda tersebut memang merupakan salah satu sumber kekayaan dari keluarga
Tong, untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari suatu keluarga yang demikian
besarnya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang.
Menciptakan senjata-senjata rahasia semacam inipun merupakan suatu pekerjaan besar yang
amat boros.
Kwik Ciok-ji lantas berkata:
“Kalau begitu, tusuk konde ini bukankah bisa laku beberapa ribu tahil emas murni?”
Jilid 22________
“BENDA itu sama sekali tak ada harganya, karena tak akan bisa kau dapatkan di manapun,”
jawab Tong Giok. “Mengapa?”
“Sebab pasir Toan-hun-seh yang berada di dalamnya merupakan barang asli tanpa campuran,
jarum-jarum di dalam kocek itupun semuanya barang asli.”
“Kalau begitu aku harus bersikap lebih berhati-hati, jangan sampai ditemukan orang lain,”
ujar Kwik Ciok-ji sambil tertawa.
“Tak usah kuatir, aku tidak akan melakukan perbuatan tolol seperi itu …” ucap Tong Giok.
Tiba-tiba ia menghela napas panjang, katanya lagi dengan sedih:
“Sekarang aku sudah mengaku kalah.”
619
“Orang yang berani mengaku kalah barulah seorang yang benar-benar pintar.” “Pasir toanhun-
seh di dalam tusuk konde emas dan jarum-jarum beracun dalam kocek itu boleh kalian
ambil semua.”
“Terima kasih!”
“Batok kepalaku juga setiap saat boleh kalian ambil!”
“Walaupun aku tak ingin batok kepalamu, tapi aku tahu masih ada orang yang
membutuhkannya.”
“Bagaimana dengan kocek itu? Apakah juga ada orang yang menginginkannya?”
Kwik Ciok-ji memandang ke arah Ting Bau, Ting Bau memandang ke arah Bu-ki, dan
akhirnya Bu-ki berkata:
“Apakah kau mengharapkan agar kami bersedia mengembalikan kocek tersebut kepadamu?”
“Aku tidak berharap!” jawab Tong Giok.
Setelah itu pelan-pelan dia melanjutkan:
“Karena aku tahu kau pasti tak akan mengembalikannya kepadaku, kau pasti akan
beranggapan bahwa aku sedang mempersiapkan permainan lagi untuk menghadapimu.”
Bu-ki sama sekali tidak menyangkal akan hal tersebut.
“Aku cuma berharap agar kalian dapat membantuku untuk memusnahkan kocek tersebut,”
kata Tong Giok lagi.
Walaupun permintaannya itu sangat aneh, namun belum terhitung sesuatu permintaan yang
kelewat batas.
“Aku cuma berharap sebelum kematianku tiba, dengan mata kepalaku sendiri aku dapat
menyaksikan kalian memusnahkan kocek tersebut di hadapanku.”
“Mengapa?”
“Sebab …”
Tiba-tiba paras mukanya berubah menjadi amat menyedihkan sekali, terusnya:
“Sebab aku tak rela menyaksikan benda itu terjatuh ke tangan orang lain.”
620
Walaupun ia tidak mengemukakan alasannya, tapi setiap orang dapat menduga bahwa kocek
tersebut sudah pasti mempunyai suatu riwayat yang amat memedihkan hati, menyangkut
seorang kekasih yang mungkin telah tiada lagi di dunia ini.
Bila seseorang sudah mendekati ajalnya, dia selalu akan berubah menjadi lebih pemurung dan
berbicara soal kebaikan, rupanya Tong Giok juga manusia seperti ini.
Tampaknya perasaan Kwik Ciok Ji sudah mulai digetarkan oleh kata-katanya itu.
Walaupun tabiat Ting Bau sangat keras, hatinya tidaklah keras, bahkan Bu Ki sendiripun tidak
menyangka kalau dibalik kesemuanya itu sebetulnya tersembunyi suatu siasat yang keji!
Siapapun tak akan menyangka kalau di balik putik bunga Botan di atas kocek tersebut masih
ada rahasia lain.
Tak perduli menggunakan cara apapun kau hendak memusnahkan kocek tersebut, asalkan
putik bunga Botan terbentur hancur, bukan saja orang itu akan hancur sama sekali, bahkan
setiap orang yang berada satu kaki di sekeliling tempat itu juga akan tewas secara
mengerikan.
Entah siapa itu orangnya yang akan turun tangan menghancurkan kocek tersebut. Orang yang
lain pasti akan berdiri di sekitar tempat itu.
Tentu saja terkecuali Tong Giok sendiri.
Dia pasti sudah jauh-jauh menghindarkan diri. Sebab hanya dia yang mengetahui rahasia
tersebut.
Mereka telah merencanakan selama banyak tahun, telah menghimpun kecerdasan dari banyak
orang, mengorbankan banyak tenaga dan uang untuk menciptakan rahasia ini.
Rahasia tersebut mereka namakan sebagai...
San Hoa Thian Li, si gadis langit penyebar bunga.
Rencana pembuatan senjata rahasia ini bermula dari Tong Koat, kemudian setelah melewati
persetujuan dari setiap manusia utama yang merupakan kekuatan keluarga Tong, baru
kemudian diputuskan.
Langkah pertama dalam melaksanakan rencana ini adalah bersekongkol dengan pihak Pek
Lek Tong, sebab mereka harus mendapatkan dulu rahasia resep pembuatan senjata api dari
Pek Lek Tong.
621
Persoalan ini kelihatannya gampang untuk dibicarakan, sesungguhnya sulit untuk
dilaksanakan.
Kui Ceng Thian, Tongcu dari perkumpulan Pek Lek Tong bukanlah seorang manusia yang
gampang dihadapi
Tiga tahun lamanya, bahkan seorang putri keluarga Tong yang tercantikpun harus
dipersembahkan kepada Kui Ceng Thian sebagai hadiah, sebelum berhasil untuk
menggetarkan hatinya.
Langkah kedua dalam melaksanakan rencana ini adalah mengkombinasikan senjata rahasia
bahan peledak dari Pek Lek Tong dengan senjata rahasia beracun dari keluarga Tong untuk
menciptakan sejenis senjata rahasia baru.
Senjata rahasia tersebut harus seperti senjata beracun Tok ci-li yang sanggup mencapai jarak
yang amat jauh, tapi harus pula sebagai pasir beracun yang bisa menyebar ke suatu wilayah
yang luas.
Tok ci-li dibuat dari tiga belas lembar daun, di atas setiap lembar daun tersebut semuanya
mengandung racun yang keji, dan lagi sifat racun dari setiap daun tersebut tidak sama antara
yang satu dengan yang lainnya…
Seandainya mereka dapat memasukkan pula mesiu dari Pek Lek Tong ke dalam senjata
rahasia tersebut, maka asal senjata rahasia itu dilepaskan, entah membentur benda apapun,
akibatnya musiu itu akan meledak, ketiga belas daun itupun akan meluncur ke depan dan
menyambar mangsanya secepat kilat.
Serangan semacam ini sungguh merupakan suatu serangan yang mengerikan, lagi pula orang
tak akan menyangka sampai di situ.
Bila mereka benar-benar dapat menciptakan senjata rahasia sejenis ini, sudah dapat dipastikan
keluarga Tong akan malang melintang di dalam dunia persilatan tanpa tandingan.
Ternyata mereka benar-benar berhasil membuatnya.
Maka senjata rahasia yang belum pernah ada dalam dunia ini mereka namakan …
San hoa thian li, gadis langit penyebar bunga.
Di bawah sorot cahaya lampu, kedua kuntum bunga Botan itu bukan saja sangat indah,
bahkan keindahannya sangat menyolok mata.
Kwik Ciok Ji menghela napas panjang, gumamnya:
622
“Kedua kuntum bunga ini indah sekali sulamannya!”
“Yaa, memang sangat indah!” kata Ting Bau pula sambil menghela napas panjang.
“Walaupun aku tak tahu siapa yang menyulam bunga-bunga ini, tapi aku dapat
membayangkannya.”
“Yaa, dia pasti seorang gadis yang romantis dan cantik jelita bak bidadari dari kahyangan …”
Seorang gadis yang lemah-lembut, cantik jelita dan romantis, tanpa sepengetahuan orang lain
diam-diam menyulam kocek tersebut di bawah sorot cahaya lampu untuk diberikan kepada
kekasihnya.
Tapi tak beruntung ketika kocek itu selesai disulam ia telah berpulang ke alam baka, karena
itu sampai matipun kekasihnya selalu membawa serta kocek tersebut, sampai matipun tak rela
untuk diberikan kepada orang lain.
Kejadian semacam ini sungguh memedihkan hati, sungguh merupakan suatu kisah cinta yang
menggetarkan sukma.
Bila seorang pemuda yang penuh dengan perasaan menyaksikan sebuah kocek semacam itu,
dengan mudah ia akan menghubungkan kejadian tersebut dengan suatu kejadian yang lain.
Kwik Ciok-ji dan Ting Bau secara kebetulan adalah manusia semacam ini.
Mereka bukan saja mudah terpengaruh oleh kejadian semacam ini, lagipula mudah
menciptakan suatu rangkaian cerita yang bersifat melankolis.
Apalagi sebuah kocek toh sama sekali tidak penting artinya, kenapa tidak dipenuhi saja
keingingan orang?
“Bagaimana menurut pendapatmu?” tanya Kwik Ciok-ji kemudian.
“Aku tak ada idee lain,” jawab Ting Bau.
Tak ada pendapat lain, biasanya berarti tidak keberatan.
“Kalau begitu tolonglah Tong kongcu untuk memusnahkan kocek tersebut …” pinta Kwik
Ciok-ji.
“Mengapa harus aku.”
“Karena aku tak tega untuk melakukannya!”
623
“Darimana kau bisa tahu kalau aku tega untuk melakukannya?”
Mereka tidak bertanya kepada Bu-ki.
Antara mereka dengan Tong Giok sama sekali tiada ikatan dendam kesumat, mereka sama
sekali tak tahu manusia macam apakah Tong Giok itu.
Bahkan mereka mulai beranggapan bahwa Bu-ki terlampau Bu ki (banyak curiga) sebab
tampaknya Tong Giok benar-benar terlalu mengenaskan, pantas dikasihani.
Tiba-tiba Kwik Ciok-ji mendapat suatu idee bagus, segera usulnya:
“Mengapa kita tidak mengembalikan saja kocek ini kepada Tong kongcu …?”
Bagaimanapun juga tugasnya telah selesai, terserah Tio Bu-ki hendak menghadapi Tong Giok
dengan cara apapun, terserah Tong Giok hendak mengapakan kocek tersebut, hal mana sudah
tiada sangkut-pautnya lagi dengan dia.
Ting Bau segera menyetujuinya:
“Suatu usul yang bagus!”
Memang itu merupakan suatu usul yang bagus.
Bila mereka tahu betapa bagusnya usul tersebut, tidak menunggu orang lain turun tangan,
mungkin mereka telah menumbukkan kepalanya lebih dulu ke atas dinding.
*****
RUMAH KECIL
KWIK CIOK-JI telah menuang keluar seluruh isi kocek tersebut, karena ia sudah mengambil
keputusan untuk mengembalikan kocek tersebut, kepada Tong Giok.
Dapatkah ia merubah keputusannya?
Dapatkah Bu-ki menghalangi niatnya?
Jantung Tong Giok berdebar-debar dengan kerasnya.
Bukan cuma jantungnya yang berdebar-debar keras, bahkan ujung jarinya ikut menjadi
dingin, bibirnya terasa mengering bahkan tenggorokanpun seolah-olah tersumbat.
624
Ketika untuk pertama kalinya ia merasakan keadaaan seperti ini, kejadian tersebut sudah
berlangsung banyak, banyak tahun berselang.
Ketika itu bulan empat, juga musim semi, saat tersebut dia masih seorang bocah tanggung
berusia empat lima belas tahunan.
Udara pada waktu itu lebih panas daripada hari ini, tiba-tiba ia merasakan hatinya sangat
gundah.
Waktu itu malam sudah semakin larut, dia ingin tidur namun mata serasa tak mau memejam,
maka seorang diri dia pun ngeloyor keluar dari kamarnya dan bermain kesana kemari.
Akhirnya ketika tiba di kebun belakang enci misannya, tiba-tiba ia mendengar suara nyanyian
berkumandang datang dari sana.
Nyanyian itu berasal dari dalam sebuah ruang kecil di dalam kamar tidur kakak misannya,
selain suara nyanyian juga kedengaran suara air.
Suara air tersebut berasal dari seseorang yang sedang mandi.
Dalam ruang kecil itu ada sinar lampu.
Bukan saja dari balik daun jendela ada cahaya lampu, dari celah pintupun juga ada.
Sebenarnya dia tak ingin menghampirinya, tapi hatinya waktu itu sedang gundah, semacam
perasaan gundah yang tak pernah dirasakan sebelumnya, suatu perasaan gundah yang sangat
aneh.
Maka diapun menghampirinya.
Di bawah pintu terdapat sebuah celah yang lebarnya hampir setengah inci, bila membaringkan
tubuhnya ke tanah, ia pasti dapat melihat orang yang berada di dalam ruangan kecil itu.
Maka diapun membaringkan badannya ke atas lantai, menempelkan telinganya ke tanah dan
matanya mengintip ke dalam melalui celah-celah tersebut.
Ia segera dapat melihat kakak misannya itu.
Waktu itu kakak misannya baru berusia enam belas tahun.
Pada saat itu, kakak misannya sedang mandi di dalam kamar kecil tersebut.
Seorang gadis yang berusia enam belas sudah terhitung cukup matang, ia sudah memiliki
payudara yang kencang dengan sepasang paha yang putih dan halus …
625
Inilah pertama kalinya ia menyaksikan tubuh telanjang seorang gadis yang baru dewasa, juga
untuk pertama kalinya berbuat dosa.
Tapi debaran jantungnya ketika itu masih belum sekeras debaran jantungnya sekarang.
Kwik Ciok-ji telah melemparkan kocek tersebut ke arahnya.
Sejak ia mendengar Tong Giok hendak memusnahkan kocek tersebut sampai ia melemparkan
kocek itu ke depan, waktu yang dibutuhkan hanya beberapa menit.
Tapi bagi Tong Giok, waktu yang amat singkat itu justru dirasakan jauh lebih panjang
daripada enam puluh tahun.
Sekarang kocek itu sudah dilemparkan ke arahnya, sulaman bunga Botan dari benang emas
itu berkelip-kelip di tengah udara.
Dalam pandangan Tong Giok ketika itu tiada cahaya yang lebih indah di dunia ini dari pada
kilatan cahaya tersebut.
Ia berusaha keras untuk mengendalikan diri, agar jangan tampak terlalu tergesa-gesa.
Menanti kocek itu sudah terjatuh ke tanah, pelan-pelan ia baru membungkukkan badannya
untuk mengambil.
Yang dipungut sekarang bukan cuma sebuah kocek saja, tapi sepasang senjata rahasia,
sepasang senjata rahasia yang akan memungut kembali jiwanya yang hampir melayang.
Bahkan bukan cuma selembar nyawanya saja, masih ada nyawa dari Tio Bu-ki, Huan Im-san,
Ting Bau dan Kwik Ciok-ji.
Pada saat itulah ia telah berubah menjadi orang yang paling berkuasa di tempat itu, sebab
nyawa dari beberapa orang ini sudah berada dalam cengkeramannya.
Detik itu dirasakan begitu cemerlang, begitu agung dan menggembirakan!
Tong Giok tak dapat mengendalikan rasa geli dan gembiranya lagi, ia mendongakkan
kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Dengan terkejut Kwik Ciok-ji memandang ke arahnya, kemudian menegur:
“Apa yang sedang kau tertawakan?”
“Aku sedang mentertawakan kau!” sahut Tong Giok.
626
Ia sudah memencet kedua batang senjata rahasia San-hoa-thian-li yang tiada tandingannya di
kolong langit itu di dalam genggamannya.
Sambil tertawa tergelak, katanya lagi:
“Kau tak akan menyangka bahwa perbuatan yang barusan kau lakukan sesungguhnya adalah
suatu perbuatan yang amat bodoh, bukan saja kau telah mencelakai jiwa Ting Bau dan Tio
Bu-ki, juga mencelakai jiwamu sendiri!”
Kwik Ciok-ji masih memandang ke arahnya dengan terkejut, semua orang memandang ke
arahnya dengan terkejut.
Bukan karena gelak tertawanya, bukan pula karena ucapannya, melainkan karena raut
wajahnya.
Tiba-tiba raut wajahnya telah mengalami suatu perubahan yang aneh sekali.
Tak ada orang yang bisa menerangkan bagian manakah yang telah berubah, namun setiap
orang dapat melihat perubahan tersebut.
Dalam waktu yang amat singkat, sinar matanya tiba-tiba berubah menjadi sayu dan buram,
kelopak matanya ikut menyusut kecil.
Kemudian bibirnya, ekor matanya seakan-akan mengejang keras dan kaku, selapis hawa
hitam kematian yang sangat aneh mendadak muncul dan menghias wajahnya.
Tapi ia sendiri seakan-akan tidak merasakannya, sedikitpun tidak merasakannya.
Ia masih tertawa.
Tapi sorot matanya tiba-tiba menampilkan suatu perubahan yang amat aneh, seperti seorang
yang merasa ngeri dan ketakutan, ia telah menyadari bahwa dirinya telah melakukan suatu
kesalahan yang fatal.
Ia lupa kalau tangannya tidak mengenakan sarung tangan, diapun lupa kalau tangannya belum
dilindungi oleh lapisan lilin yang melindungi kulit tangannya dari sengatan racun.
Ia terlampau gembira, dengan tangan telanjang meremas kedua biji senjata rahasianya, ia
bertindak terlalu kuat sehingga ujung jarum yang tajam telah menusuk ujung jarinya itu.
Tidak terasa sakit, sama sekali tidak terasa apa-apa, bahkan perasaan kaku atau kesemutanpun
tiada.
627
Racun yang dipoleskan di ujung senjata rahasianya itu adalah sejenis racun terbaru yang
berhasil mereka ciptakan, bahkan obat penawarnyapun belum sempat dibuat.
Pada hakekatnya senjata rahasia tersebut masih belum mencapai taraf yang memperbolehkan
setiap orang untuk mempergunakannya.
Menanti ia merasakan seluruh kulit badan serta persendian tulang dalam sekujur tubuhnya
mulai mengalami suatu perubahan yang aneh dan menakutkan, waktu sudah terlalu lambat!
Ia sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi, bahkan untuk tertawapun sudah tak dapat
dikendalikan, malah ia sudah tak dapat mempergunakan tangannya lagi.
Dia ingin sekali melepaskan kedua batang senjata rahasia itu kedepan, akan tetapi tangannya
sudah tak mau menuruti perintahnya lagi.
Dalam waktu yang amat singkat, racun tersebut telah merusak jaringan syaraf yang berada di
dalam tubuhnya.
Menyaksikan seseorang yang menunjukkan wajah ketakutan dan ngeri tapi masih tertawa
tergelak tiada hentinya, sesungguhnya kejadian semacam itu adalah suatu kejadian yang amat
menakutkan.
“Sesungguhnya apa yang telah terjadi?” tanya Kwik Ciok-ji.
“Racun!” jawab Bu-ki
“Darimana datangnya racun?”
Belum lagi Bu-ki sempat menjawab, tiba-tiba tangan Tong Giok mengejang keras lalu
mengangkat ke udara, gerak-geriknya sangat aneh dan lamban, persis seperti gerakan tubuh
boneka kayu.
Perintah yang dipancarkan dari otaknya tadi, baru sekarang sampai di tangannya.
Sekarang dia baru melemparkan senjata rahasia tersebut ke depan.
Tapi sayang otot-otot di dalam tubuhnya serta persendian tulangnya sudah terlanjur kaku,
syaraf yang mengatur ketepatan menimpukpun sudah sama sekali punah tak berbekas.
Kedua batang senjata rahasia itu meluncur ke depan dengan gerakan vertikal, seperti sejenis
benda yang dilepaskan dari suatu alat berpegas tinggi, meski kekuatannya sangat besar namun
arahnya sudah tak benar.
628
Dengan kecepatan luar biasa, benda-benda itu meluncur ke sudut dinding yang terjauh dari
kuil dewa harta itu dan menumbuk di atas dindingnya.
Setelah itu … “Blaam …!” terjadi ledakan keras.
Meski suaranya tidak sekeras ledakan bahan peledak yang lain, akan tetapi akibat yang
dibuatnya benar-benar mengerikan sekali. Untung saja Bu-ki sekalian berdiri di tempat
kejauhan dan lagi reaksi merekapun cukup cepat.
Untung saja mereka tak sampai terhajar oleh hancuran batu dan kayu yang bermuncratan
keempat penjuru itu.
Walaupun peristiwa itu berlangsung dalam sedetik, tapi pengalaman tersebut tak pernah
mereka lupakan untuk selamanya.
Sebab dalam detik itulah, mereka merasa diri mereka seakan-akan telah berpesiar sejenak ke
tepi neraka.
Hancuran batu bata dan debu yang berterbangan di angkasa serta hancuran lempengan besi
yang menyilaukan mata, saat ini sudah mulai reda kembali.
Tapi peluh dingin yang membasahi mereka belum mengering.
Tubuh mereka semua basah oleh keringat dingin, sebab mereka telah menyaksikan
kedahsyatan senjata rahasia tersebut dengan mata kepala sendiri.
Lewat lama sekali, Kwik Ciok-ji baru dapat menghembuskan keluar semua kekesalan dan
kemurungan yang mengganjal dalam dadanya selama ini.
“Sungguh berbahaya!” pekiknya.
Sekarang, sudah barang tentu dia sudah tahu kalau perbuatannya tadi adalah suatu perbuatan
yang sangat tolol.
Ia memandang ke arah Bu-ki, lalu tertawa getir, katanya:
“Barusan, hampir saja aku telah mencelakai jiwamu!”
“Yaa, betul-betul selisih sedikit sekali!” Bu-ki mengangguk.
Kembali Kwik Ciok-ji menatapnya setengah harian lamanya, setelah itu dia berkata lagi:
“Barusan, kau nyaris mampus di tanganku, sekarang, kau hanya mengucapkan sepatah kata
itu saja kepadaku?”
629
“Apakah kau berharap aku bisa mendampratmu habis-habisan?”
“Benar!”
“Akupun sangat ingin mendampratmu habis-habisan, karena kalau aku tidak mendampratmu
kau malah akan menganggap aku sebagai orang yang terlalu licik, terlalu menggunakan akal
dan tidak gampang bergaul dengan teman …”
“Siapa tahu aku memang benar-benar beranggapan demikian?” ternyata Kwik Ciok-ji
mengakui juga.
Bu-ki segera menghela napas panjang.
“Sayang aku tak dapat mendampratmu!” katanya.
“Kenapa?”
“Sebab aku masih belum kau celakai sampai mati.”
“Kalau aku benar-benar telah mencelakaimu sampai mati, mana mungkin kau bisa
mendamprat diriku lagi?”
“Kalau aku benar-benar sudah mati, tentu saja aku tak mungkin bisa memaki dirimu lagi.”
“Kalau memang begitu, mengapa kau tidak mencaci-maki diriku sekarang …?
Bu-ki kembali tertawa.
“Aku toh belum sampai mati karena perbuatanmu, mengapa aku harus mencaci-makimu,”
jawabnya.
Kwik Ciok-ji menjadi tertegun, tertegun hampir setengah harian lamanya, mau tak mau dia
harus mengakui juga atas kebenaran dari perkataan itu.
“Ternyata ucapanmu sedikit agak masuk akal juga,” katanya:
“Memang sangat masuk akal!”
Setelah tertawa terbahak-bahak, terusnya:
“Sekalipun kau menganggap teoriku ini macam kentut anjing yang busuk, aku rasa kau juga
tak akan sanggup untuk berbantahan dengan diriku …”
630
“Kenapa?”
“Karena perkataanku itu sangat masuk akal.”
Kwik Ciok-ji ikut tertawa.
“Sekarang aku dapat memahami suatu hal!” serunya.
“Memahami apa?”
“Jangan sekali-kali membicarakan soal cengli denganmu, lebih baik berkelahi dengan kau
daripada mengajakmu membicarakan soal cengli.”
Setelah tertawa tergelak, terusnya:
“Karena siapapun tak akan mampu untuk menangkan dirimu.”
Tadi, sebenarnya dia merasa amat menyesal dan penuh permohonan maaf tapi sekarang
pikirannya benar-benar sudah terbuka.
Sekarang, hati kecilnya seratus persen telah mengakui bahwa apa yang dikatakan Bu-ki
memang sangat beralasan.
Ucapan yang bisa membuat terbuka dan leganya perasaan orang, sekalipun tak masuk akal
juga menjadi masuk akal.
Tong Giok belum mati.
Ternyata ia belum roboh ke tanah, masih seperti sedia kala berdiri tak berkutik di sana.
Tapi wajahnya sudah sama sekali kaku, kelopak matanya yang menyusut kencang tadi
sekarang sudah membuyar, sepasang mata yang sebetulnya tajam dan jeli, sekarang telah
berubah menjadi buram dan tak bercahaya, bahkan biji matanyapun tak dapat bergerak lagi
sehingga sekilas pandangan mirip sekali dengan seekor ikan mati.
Ting Bau menghampirinya, menggerak-gerakkan tangan di depan matanya, tapi sepasang
matanya itu masih melotot kedepan dengan kaku dan tanpa berkedip, maka Ting Bau
mengeluarkan ujung jarinya dan pelan-pelan mendorong tubuhnya, kali ini ia roboh terkapar
ketanah.
Tapi ia belum mati.
Dia masih bernapas, jantungnya masih berdetak, nadinya masih berdenyut …
631
Setiap orang tentunya dapat melihat dihati kecilnya dia pasti lebih suka mati dari pada tersiksa
selama hidup.
Sebab keadaan semacam ini sesungguhnya jauh lebih tersiksa daripada mati, dia merasa jauh
lebih enak mati daripada berada dalam keadaan begini.
Tapi sayang, dia justru tak bisa mati.
Benarkah dibalik alam semesta yang luas ini terdapat suatu kekuatan yang adil tapi tak
berperasaan yang mengendalikan seluruh kejadian di dunia ini? Benarkah Thian sedang
mengutuknya dan melimpahkan hukuman kepadanya?
Rupanya dalam hati kecil Ting Bau telah muncul suatu perasaan ngeri dan takut yang sukar
dilukiskan dengan kata-kata, ia bertanya:
“Mengapa dia belum mati?”
“Sebab dia adalah Tong Giok!” tiba-tiba Huan Im-san menjawab.
*****
TAHUN ini Huan Im-san berusia lima puluh enam tahun, hampir separuh dari masa hidupnya
dia habiskan untuk bergumul dalam dunia persilatan, manusia semacam ini entah dia itu bajik
atau jahat, baik atau buruk, paling tidak dia masih memiliki suatu kebaikan. Manusia
semacam ini tentu tahu keadaan, tentu tahu diri.
Oleh karena itu dia sangat memahami kedudukan serta posisinya pada waktu itu, dia selalu
berdiri di samping dengan mulut membungkam, sepatah katapun tidak bersuara.
Tapi dia masih ingin hidup terus, hidup lebih baik dan hidup lebih nyaman, kalau muncul
suatu kesempatan di hadapannya, dia tak akan menyia-nyiakannya dengan begitu saja.
“Karena dia adalah Tong Giok, maka dia belum mati?” kata Ting Bau keheranan.
“Benar!” Huan Im-san manggut-manggut.
“Apakah karena Thian sengaja hendak menggunakan cara ini untuk menghukum manusia
seperti itu?”
“Bukan!”
“Lantas karena apa?”
632
“Karena dia adalah anggota keluarga Tong, yang terkenapun racun dari keluarga Tong, maka
dalam tubuhnya terdapat semacam serum yang memiliki kekuatan untuk menghadapi sifat
racun tersebut.”
“Memiliki daya tahan terhadap racun itu?”
“Yaa, bila setiap hari kau minum endrin dan kadarnya setiap hari kau tambah, maka lamakelamaan
kau tak akan mampus bila suatu ketika ada orang hendak meracunimu dengan
endrin, karena tubuhmu sudah memiliki daya tahan terhadap daya kerja racun tersebut.”
“Kalau memang Tong Giok sudah memiliki daya tahan terhadap racun yang dipoleskan di
ujung senjata rahasia tersebut, mengapa ia dapat berubah seperti ini?”
“Obat racun yang dipakai keluarga Tong untuk memolesi senjata rahasianya adalah suatu
rahasia besar, belum pernah ada orang di dalam dunia persilatan yang mengetahui rahasia
mereka.”
“Termasuk juga dirimu?”
“Tidak, aku mengetahui hal ini dengan pasti, bila obat racun yang dipoleskan pada ujung
senjata rahasia itu adalah sejenis resep baru, sekalipun Tong Giok sudah memiliki daya tahan
terhadap racun-racun yang lain, belum tentu daya tahannya itu bermanfaat untuk dipakai
dalam menghadapi racun baru.” Setelah berpikir sebentar kembali dia melanjutkan:
“Apa lagi campuran bahan racun yang mereka gunakan bukan saja sangat rahasia lagipula
amat hebat, ada sementara racun yang saling berlawanan, ada pula sementara racun yang
dikombinasikan bisa berubah menjadi sejenis racun yang hebatnya bukan kepalang, racun
semacam itu meski tak sampai merenggut jiwanya, tapi dapat menghancurkan seluruh
jaringan syaraf dan perasaan yang berada di dalam tubuhnya, bahkan bisa membuat segenap
otot, segenap nadi dan persendian tulangnya menjadi kaku dan hilang rasa.”
“Oleh karena itu dia baru berubah menjadi seorang manusia yang setengah hidup setengah
mati?” tanya Ting Bau.
“Yaa, oleh karena sebagian besar indera dan anggota badannya sudah hilang rasa dan terputus
dari kendali syaraf di dalam otaknya maka badannya sama dengan sesosok mayat, hanya
denyutan jantungnya yang masih bisa berdetak.”
Ting Bau menatapnya tajam-tajam kemudian katanya:
“Tidak kusangka kalau kau memiliki pengetahuan yang demikian luas terhadap obat beracun,
apakah kau juga pernah membuat racun?”
633
“Aku belum pernah membuat racun, tapi membuat racun atau membuat obat kuat teorinya
adalah sama saja.”
Setelah menghela napas panjang, kembali katanya:
“Bagi seseorang yang membuat obat kuat, asal dia teledor sedikit saja maka akibatnya juga
bisa berubah seperti begini ini.”
“Bukankah hal ini sama halnya dengan bermain api?”
“Orang yang bermain api tak akan menjumpai bahaya sebesar ini,” jawab Huan Im-san sambil
tertawa getir.
“Kalau sudah tahu begitu mengapa kau masih melatihnya terus?”
Huan Im-san termenung, lewat lama sekali dia baru menjawab dengan wajah sedih:
“Sebab aku telah terlanjur melatihnya!”
Yaa, karena ibaratnya menunggang di punggung harimau, mau turun takut, tidak turunpun
susah, benar-benar serba salah jadinya.
Dalam dunia ini masih terdapat kejadian lain yang serupa dengan kejadian seperti itu, asal kau
sudah memulainya maka selama hidup jangan harap bisa dihentikan lagi.
*****
BILA kau menghadapi seorang manusia yang setengah hidup setengah mati, entah dia itu
sahabatmu ataukah seorang musuh bebuyutanmu, yang jelas kejadian ini merupakan suatu
persoalan.
“Orang ini seperti sudah mati, seperti juga belum mati, aku benar-benar tak tahu bagaimana
harus berbuat!” Ting Bau mengeluh dengan nada mendatar.
“Aku tahu!” tiba-tiba Bu-ki menjawab.
“Apa yang hendak kau lakukan?”
“Aku hendak mengantarnya pulang!”
“Pulang? Pulang kemana?”
“Dia adalah anggota keluarga Tong, sudah barang tentu aku harus mengantarnya pulang ke
keluarga Tong.”
634
Ting Bau tertegun.
Telinganya maupun matanya masih cukup awas dan jeli, tapi sekarang hampir saja ia tak
percaya dengan telinganya sendiri, ia tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
“Apa kau bilang?” tak tahan tanyanya lagi.
Sepatah demi sepatah kata Bu-ki mengulangi kembali jawabannya.
“Aku bilang, aku hendak mengantarnya pulang ke keluarga Tong.”
“Kau hendak mengantar sendiri sampai ke benteng keluarga Tong?”
“Benar!”
Minyak dalam lentera telah mengering, sinar rembulan yang redup kembali memancar
kedalam ruangan, kuil dewa harta yang kuno dan bobrok itu seakan-akan tampak lebih cantik.
Mereka belum pergi meninggalkan tempat itu.
Entah siapa yang mengusulkan:
“Kenapa kita tidak duduk-duduk saja di sini? Bercakap-cakap sambil minum sedikit arak?”
Maka Huan Im san segera berebut untuk pergi menyediakan arak. Seorang kakek berusia lima
puluh enam tahun ternyata berebut untuk pergi menyediakan arak bagi tiga orang pemuda
ingusan, kalau dulu mungkin dia akan merasa bahwa kejadian ini terlalu brutal, ia pasti tak
akan tahan.
Tapi sekarang keadaannya berbeda.
Ia percaya Bu Ki dan Ting Bau pasti tak akan mengingkari janji, juga tak akan menyinggung
kembali kejadian lampau, membuat perhitungan dengannya atau merenggut selembar
jiwanya, tapi hal tersebut bukan berarti mereka sudah sama sekali memaafkan kekhilapannya.
Ditinjau dari nada pembicaraan mereka, ia masih dapat menangkap perasaan pandang hina
mereka terhadap dirinya. Tapi sekarang ia sudah tak sanggup untuk mempersoalkan hal itu
lagi.
Sekarang ia cuma berharap, mereka memperbolehkannya pulang ke desa, di sana siapa pun
tak akan tahu kalau ia pernah menjadi pengkhianat, orang-orang desa masih akan seperti dulu
menghormatinya dan menganggapnya sebagai teman. Sekarang dia baru tahu, seseorang tidak
635
seharusnya melakukan suatu perbuatan yang mengkhianati teman sendiri, kalau tidak maka
diri sendiri pun mungkin tak akan memandang sebelah mata terhadap dirinya sendiri.
Ia sudah mulai menyesal.
Tong Giok sudah digotong ke atas meja altar dalam kuil dewa harta yang bobrok itu, bahkan
Bu-ki telah merobek selembar kain tirai dalam kuil tersebut guna menyelimuti tubuhnya.
Entah dari mana datangnya beberapa buah bantal duduk, ternyata Kwik Ciok ji berhasil
mendapatkannya dan sedang duduk bersila di situ sambil memandang Bu-ki.
Tiba-tiba ia bertanya.
“Tahukah kau, belakangan ini aku sering kali mendengar orang lain membicarakan tentang
dirimu?”
“Sungguh tak kusangka, ternyata aku pun telah menjadi seorang yang ternama,” sahut Bu-ki
sambil tertawa.
Bila seseorang sudah mulai ternama, sering kali dia sendiri malah tidak mengetahuinya,
seperti pula di kala namanya sudah mulai runtuh dan mengalami kehancuran, dia sendiri juga
tidak akan mengetahuinya.
“Ada orang menuduhmu sebagai seorang lelaki hidung belang, karena pada hari
pernikahanmu kau masih pergi bermain lonte,” kembali Kwik Ciok-ji berkata.
Bu-k segera tertawa, dia tidak mengakui akan kebenarannya, pun tidak bermaksud untuk
menyangkal.
“Ada orang menuduhmu sebagai seorang penjudi, selama masih berada dalam masa
berkabung kau telah pergi ke rumah perjudian untuk bermain gundu.....”
Kembali Bu-ki cuma tertawa.
“Ada orang menuduh kau bukan saja tak berperasaan dan tak setia kawan, bahkan sangat
egois, terlalu mementingkan diri sendiri bahkan terhadap anak kandung sendiri serta istri pun
tidak menaruh perhatian, bahkan ada orang yang berani bertaruh, katanya sekali pun kau
menyaksikan mereka berdua tewas di hadapanmu pun, kau tidak akan mengucurkan air
mata.”
Bu-ki masih belum bermaksud untuk menyangkal.
“Oleh karena itu semua orang beranggapan bahwa kau adalah seorang manusia yang amat
berbahaya, sebab kau dingin, kaku dan tidak berperasaan, terlalu pandai menguasai diri dan
636
pintar mengatur siasat licin, bahkan manusia semacam Ciu Jit sauya yang tersohor sebagai
seorang rase tua pun pernah jatuh pecundang di tanganmu.”
Setelah berpikir sebentar, kembali dia berkata:
“Tapi semua orang juga mengakui akan suatu kebaikan yang terdapat pada dirimu, kau sangat
memegang janji, tak pernah berhutang kepada orang lain, pada saat perkawinanmu dulu, kau
malah mengundang datang semua pemilik hutang untuk membereskan semua perhitungan
baru maupun lama yang telah dibuat selama itu.”
Bu-ki segera tersenyum, sahutnya:
“Mungkin hal itu dikarenakan aku telah menduga bahwa mereka pasti tak akan mendesakku
terlalu terburu-buru dalam hari semacam itu, karena mereka semua bukan termasuk manusiamanusia
bengis yang berhati busuk.”
“Maksudmu, hal tersebut cuma menandakan kalau kau pandai sekali memanfaatkan
kesempatan dan pandai mempergunakan titik kelemahan orang, maka sengaja kau memilih
hari itu untuk mengundang mereka membuat perhitungan?”
“Ya, walaupun perbuatanku ini sedikit agak menyerempet bahaya, tapi paling tidak jauh lebih
baik daripada harus menunggu kedatangan mereka dengan hati yang kebat-kebit tidak
karuan.”
“Entah bagaimana pun juga, sikapmu terhadap Ting Bau terhitung cukup baik, orang lain
tidak memandang sebelah mata terhadap mereka, semua orang menganggapnya sebagai
seorang anak jadah yang tidak berbakti, seorang pengkhianat perguruan, tapi kau telah
menganggapnya sebagai seorang sahabat.”
“Mungkin aku bersikap demikian karena aku ingin menggunakan dirinya untuk
menyelesaikan persoalan yang sedang kuhadapi, oleh karena itu terpaksa aku harus
mempercayainya, terpaksa harus mencarinya untuk minta bantuan, sehingga Tong Giok dan
Huan Im san baru terperangkap oleh siasat yang kuatur.”
Setelah tertawa, kembali dia berkata:
“Apalagi aku sudah tahu sedari dulu bahwa dia bukan seorang anak jadah, juga bukan seorang
pengkhianat perguruan, dari sekian banyak kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan
tentang dirinya, semuanya itu sebetulnya masih ada rahasia lain.”
Tentu saja Kwik Ciok-ji juga mengetahui tentang persoalan ini: Ting Bau meninggalkan
rumahnya lantaran dia menemukan penyelewengan yang dilakukan ibu tirinya.
637
Ia telah membunuh kekasih ibu tirinya, memaksa ibu tirinya mengangkat sumpah untuk
selamanya tidak melakukan perbuatan terkutuk lagi, tapi untuk menghindari rasa sedih
ayahnya yang sudah tua, ia telah merahasiakan kejadian tersebut.
Atas peristiwa itu, ayahnya malah mengira dia berani berbuat kurang ajar dan kurang sopan
terhadap ibu tirinya.
Maka terpaksa dia harus angkat kaki dari rumah.
Ia mengkhianati perguruan, karena ada orang mencemooh Kim ki tojin, ia tak tahan maka
ditantangnya orang itu untuk berduel mewakili gurunya, tapi dalam pertempuran tersebut
sebuah lengannya terpenggal sampai kutung, maka gurunya mengusir dia dari partai Bu-tong,
karena ia sudah menjadi cacad dan tidak pantas untuk melatih ilmu pedang aliran Bu-tong-pay
lagi.
“Siapapun juga yang mengalami peristiwa semacam ini, tabiatnya pasti akan berubah menjadi
begitu,” kata Bu-ki, “tapi justru manusia semacam ini, bila orang lain memberi sedikit
kebaikan saja kepadanya, bahkan ia rela untuk memenggal batok kepala sendiri dan
dipersembahkan kepada orang lain.”
“Apakah lantaran siasat ini, maka kau baru berbuat baik kepadanya?” kembali Kwik Ciok-ji
bertanya.
“Paling tidak itulah salah satu siasatnya.”
“Kalau didengar dari perkataanmu itu, agaknya bahkan kau sendiripun menganggap dirimu
bukan orang baik?”
“Aku memang bukan orang baik-baik!”
Kwik Ciok-ji menatapnya lekat-lekat, mendadak ia menghela napas panjang, gumamnya:
“Sayang … sayang …!”
“Apanya yang sayang?”
“Sayang terlampau sedikit orang jahat macam kau ada di dunia ini.”
Ting Bau yang selama ini membungkam segera tertawa, timbrungnya dengan lantang.
“Walaupun Ciok-ji binal lagi latah, paling tidak ia masih memiliki suatu kebaikan, yakni baik
atau buruknya seseorang ia masih dapat membedakan secara jelas.”
638
“Ciok-ji ini malah masih bisa membedakan mana yang teman sejati mana yang bukan,”
sambung Kwik Ciok-ji cepat-cepat.
Bu-ki menatap kedua orang itu lekat-lekat, kemudian berkata:
“Kamu berdua betul-betul menganggap aku sebagai seorang sahabat sejati?”
“Jika kau bukan seorang sahabat kami, apa gunanya kuajak kau membicarakan soal tetekbengek
macam begitu?” jawab Kwik Ciok-ji.
Bu-ki menghela napas panjang.
“Sungguh tidak kusangka kalau di dunia ini masih terdapat seorang tolol semacam kau,
ternyata bersedia mengikat tali persahabatan dengan seorang macam aku ini.”
“Paling tidak orang tolol itu masih lebih mendingan daripada seorang sinting”
“Siapa yang sinting?”
“Kau?”
Bu ki segera tertawa tergelak,
“Sebenarnya aku mengira diriku ini tak lebih hanya seorang lelaki hidung bangor, seorang
setan judi, tak kusangka ternyata aku juga seorang sinting”
“Kini, sekalipun Sangkoan Jin telah menjadi menantunya keluarga Tong, sedang tiba dimasa
masa yang paling gembira baginya, tapi di hati kecilnya pasti masih terdapat persoalan yang
tidak menggembirakan hatinya”
“Mengapa?”
“Karena kau belum mati!”
Bila membabat rumput tidak seakar-akarnya, angin musim semi berhembus lewat rumput itu
akan tumbuh kembali.
Mereka tidak sekalian membinasakan Bu ki, Sangkaon Jin pasti akan merasa amat menyesal.
“Bila orang orang keluarga Tong tahu atas semua perbuatan yang telah kau lakukan,
merekapun pasti amat berharap dapat memenggal batok kepalamu, agar ayah ibu, paman,
kakak dan adik Tong Giok ikut menyaksikan tampangmu itu”
Setelah menghela napas terusnya:
639
“Sekarang kau malah hendak mengantar Tong Giok pulang, agaknya kau kuatir kalau mereka
tak berhasil menemukan dirimu, jika kau bukan seorang sinting, mengapa kau lakukan
perbuatan semacam ini?”
Walaupun Bu ki masih tertawa, namun tertawanya tampak amat lirih, pedih dan
mengenaskan.
Hanya seorang manusia yang banyak menyimpan rahasia hati namun tak dapat
mengutarakannya keluar baru akan memperlihatkan senyuman semacam ini.
Lama sekali dia tertawa, sampai mukanya terasa linu semua lantaran kebanyakan tertawa.
Tiba-tiba ia tidak tertawa lagi, karena ia telah bertekad untuk menganggap kedua orang ini
sebagai sahabatnya.
Walaupun terdapat banyak persoalan yang tak dapat diutarakan kepada orang lain, tapi tak
usah dirahasiakan lagi di hadapan seorang sahabat karibnya.
Maka diapun berkata.
“Aku bukan seorang anak yang berbakti. Setelah mendiang ayahku tertimpa musibah, aku
tidak bunuh diri di hadapannya, juga tidak mendirikan gubuk di sisi kuburan ayahku untuk
menemaninya berkabung, tak pernah melelehkan air mata dan ingus, akupun tak pernah
menangis sampai melelehkan darah atau meraung-raung untuk kesana kemari memohon
bantuan orang guna membalaskan dendam bagi kematiannya”
Ia memang seperti seorang anak yang tidak berbakti, seakan-akan sudah lupa dengan dendam
sakit hatinya.
Tapi dia menganggap menjadi seorang anak yang berbakti bukan dilakukan untuk
diperlihatkan kepada orang lain.
Kembali katanya:
“Persoalan ini adalah persoalan pribadiku sendiri, aku tidak ingin merepotkan siapa saja, juga
tak ingin membawa Tay hong Tong menuju ke suatu bentrokan secara langsung dengan
keluarga Tong lantaran peristiwa ini, karena bila kejadian tersebut sampai berlangsung, tentu
banyak darah yang akan mengalir. Siapa membunuh orang dia harus mati, Sangkoan Jin harus
menerima hukumannya itu secara pribadi. Itulah sebabnya walaupun karena alasan apapun,
aku tak akan melepaskannya begitu saja”
“Maka kau bertekad hendak berangkat ke sana dan mencarinya sendiri...?” tanya Kwik Ciok-
Ji.
640
“Kalau memang tiada kekuatan lain yang bisa mencegah dan menghalanginya, terpaksa aku
harus turun tangan sendiri”
Kemudian ia melanjutkan:
“Tapi organisasi keluarga Tong terlalu ketat dan rapat, lingkungan kekuasaannya juga terlalu
luas. Di dalam benteng keluarga Tong sendiripun terdapat beberapa ratus rumah penduduk,
sekalipun aku berhasil menyusupnya ke dalam, belum berarti bisa menemukan langsung diri
Sangkoan Jin”
“Konon, benteng keluarga Tong juga diatur seperti benteng kota terlarang, luar dalam
semuanya terbagi dalam tiga bagian,pada lapisan yang paling dalam itulah merupakan tempat
tinggal dari semua anggota keturunan langsung dari keluarga Tong beserta tokoh-tokoh paling
pentingnya....” tutur Kwik Ciok Ji.
“Akupun dengar orang berkata, katanya semua rahasia besar dan keputusan penting dari
keluarga Tong seluruhnya diputuskan di situ” Ting-bau menambahkan, “mereka sendiri
menyebutkan wilayah tersebut sebagai “kebun”, padahal letaknya jauh lebih berbahaya dari
pada sarang naga gua harimau.....”
“Sekalipun anak murid perguruan mereka sendiri, bila tidak mendapat perintah dari
atasannya, siapapun dilarang untuk memasuki wilayah terlarang itu”
“Sekarang Sangkoan Jin telah menjadi Koa loya dari keluarga Tong, lagi pula sudah turut
serta dalam perundingan-perundingan rahasia mereka, demi keselamatan jiwanya mereka
pasti telah mengatur tempat tinggalnya di dalam kebun tersebut”
“Jadi sekalipun kau berhasil menyusup ke dalam benteng keluarga Tong, belum berarti bisa
masuk sampai wilayah paling dalam, kecuali....”
“Kecualai aku bisa menemukan seseorang yang bisa mengajakku masuk ke dalam, bukan
demikian?” sambung Bu ki.
“Tapi siapakah yang akan membawamu masuk?” seru Kwik Ciok ji.
“Tentu saja harus mencari seorang keturunan langsung dari keluarga Tong....!”
“Mana mungkin ada keturunan langsung keluarga Tong yang bersedia mengajakmu masuk ke
dalam? Kecuali diapun turut sinting!”
“Sekalipun sinting juga tak mungkin akan mengajakmu masuk ke dalam...” sambung Ting
Bau.
641
“Tapi bagaimana kalau orang itu sudah mampus?” tiba-tiba Bu ki menyela.
Perkataannya ini kedengarannya rada brutal, untung saja Ting Bau serta Kwik Ciok Ji adalah
manusia-manusia yang cerdas.
Sebenarnya mereka sendiripun agak tertegun setelah mendengar perkataan itu, tapi dengan
cepat kedua orang itu dapat memahami arti kata dari Bu ki.
“Tong Giok adalah keturunan langsung dari keluarga Tong” demikian Bu ki menerangkan,
“bila kuantar mayatnya pulang ke rumahnya, orang - orang keluarga Tong pasti akan
mengundangku masuk ke dalam kebun belakang untuk ditanyai sebab sebab kematiannya,
siapa yang membunuhnya, dan mengapa aku mengirim pulang mayatnya?”
Setelah tertawa dia melanjutkan:
“Tentu saja orang yang akan mememeriksa diriku itu adalah manusia manusia penting yang
mengatur kehidupan keluarga Tong dewasa ini, maka pertanyaan semacam ini tak nanti akan
mereka lepaskan dengan begini saja”
“Lantas apa hubunganmu dengannya?” tanya Kwik Ciok Ji.
“Tentu saja aku adalah sahabat karibnya!”
Setelah tersenyum, dia melanjutkan:
“Sepanjang jalan, pasti banyak orang yang menyaksikan aku berada bersamanya, sore tadi
aku malah bersantap dan minum arak bersamanya. Siapapun juga yang berteman dengan kami
pasti akan menganggap kami sebagai sahabat karib. Andaikata pihak keluarga Tong mengutus
orang untuk melakukan penyelidikan, maka pasti akan terdapat banyak orang yang menjadi
saksi”
“Oooh..., rupanya semua itu sudah berada dalam rencanamu, sampai -sampai bersantap dan
minum arakpun berada dalam perhitungan”
“Sekarang, walaupun kita telah berhasil menemukan semua orang orang keluarga Tong yang
menyusup kemari, tapi untuk sementara waktu kita tak akan turun tangan untuk menghadapi
mereka sebab....”
“Sebab kau membutuhkan mereka untuk dijadikan saksi bagimu, membuktikan bahwa kau
adalah sahabatnya keluarga Tong” sambung Kwik Ciok ji cepat.
“Ya, oleh karena mereka semua tidak kenal dengan diriku, tentu saja tak akan mereka ketahui
kalau aku ini adalah Tio Bu ki”
642
Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan keterangannya:
“Dalam setahun belakangan ini, wajahku telah banyak mengalami perubahan, kalau
namakupun kuganti, lalu sedikit berdandan agak aneh, tanggung sekalipun dulu ada orang
pernah berjumpa denganku, mereka tak akan mengenali diriku lagi”
Kwik Ciok ji termenung sejenak, lalu manggut-manggut.
“Kedengarannya rencanamu itu memang bagus dan sempurna, agaknya kau telah melupakan
sesuatu hal”
“Coba kau katakan!”
“Sampai detik ini Tong Giok kan belum mampus!”
“Belum mampus justru lebih baik lagi!”
“Mengapa?”
“Sebab dalam keadaan begini, orang-orang dari keluarga Tong tentu akan semakin percaya
kepadaku, mereka lebih tak akan menaruh curiga kalau aku adalah Tio Bu-ki”
Setelah tersenyum terusnya,: “Sebab kalau aku adalah Tio Bu-ki, mengapa kuantar dia pulang
ke benteng keluarga Tong dalam keadaan hidup?”
“Masuk akal juga perkataanmu itu!”
“Inilah yang dinamakan orang sebagai ‘Sesuatu yang telah mati tahu-tahu bangkit kembali’,
walaupun dengan jelas diketahui bahwa tindakan semacam ini tak masuk akal, tapi aku justru
dapat melakukannya, itulah disebabkan karena aku ingin orang lain sama sekali tidak
menduganya…..”
Kwik Ciok-ji menghela napas panjang, bisiknya kemudian: “Aaaai,,,..! Sekarang agaknya
bahkan akupun merasa rada kagum kepadamu…..”
Bu-ki segera tertawa lebar, “Jangankan kau, malah aku sendiripun kadang kala merasa kagum
terhadap diriku sendiri”
“Oleh sebab itu, asal kau telah berangkat ke benteng keluarga Tong bersama Tong Giok, aku
akan menangis tersedu-sedu selama tiga hari lamanya”
“Mengapa harus menangis?”
643
“Dengan pasti kau tahu kalau kepergianmu ini cuma mengantar kematian belaka, tapi aku
justru tak bisa menghalanginya, mengapa aku tak boleh menangis?”
“Bukankah tadipun kau menganggap rencanaku ini sangat bagus? Mengapa sekarang
mengatakan pula kalau kepergianku ini cuma pergi mengantar kematian?”
“Sebab Tong Giok belum mampus, walaupun ia sudah tak mampu berbicara lagi sekarang,
juga tak bisa berkutik, tapi akhirnya penyakit yang dideritanya itu toh akan disembuhkan
juga”
“Yaa betul!” Ting Bau menambahkan, “Racun yang bersarang dalam tubuhnya adalah racun
dari keluarga Tong sendiri, sudah barang tentu pihak keluarga Tong memiliki obat penawar
untuk menolongnya”
“Tentang masalah ini, aku bukannya tak pernah memikirkan”
“Lantas mengapa kau masih melanjutkan rencana itu?”
“Sebab kemungkinan untuk apa yang kalian katakan terlalu kecil, ia sudah keracunan hebat,
sekalipun ada pil dewa juga belum tentu bisa menyembuhkan penyakitnya itu, sekalipun
dibilang akhirnya penyakit itu bisa disembuhkan, paling tidak juga harus memakan waktu
yang cukup lama, waktu itu kemungkinan besar aku telah berhasil membinasakan Sangkoan
jin…..”
“Kau hanya bisa mengatakan ‘kemungkinan besar’ kau berhasil membunuh Sangkoan Jin?”
“Yaa betul!”
“Apakah Tong Giok juga ‘kemungkinan besar’ bisa disembuhkan dengan cepat?”
“Mungkin saja!”
“Asal dia bisa membuka suara dan mengucapkan sepatah kata saja, bukankah kematianmu
sudah pasti akan tiba?”
Buki segera tertawa lebar, katanya: “Siapa yang mengatakan kalau pekerjaan ini bukan suatu
pekerjaan yang menyerempet bahaya? Sekalipun kau sedang makan telur ayam juga ‘ada
kemungkinan’ untuk mati, apalagi dalam menghadapi manusia semacam Sangkoan Jin?”
Kwik Cik-ji segera tertawa getir. “Tampaknya semua perkataan yang kau ucapkan selalu
masuk akal!” serunya.
“Itulah sebabnya lebih baik kau berkelahi denganku, dari pada mengajakku untu
membicarakan soal cengli”
644
Setelah tersenyum, kembali katanya: “Tentu saja kau tidak akan berkelahi denganku, karena
kita toh bersahabat”
“Kalau memang kita bersahabat, pantaskah kalau kamipun menemanimu untuk pergi
menyerempet bahaya?”
Tiba-tiba Bu-ki menarik wajahnya lalu berseru, “Kalau begitu, kalian bukan sahabatsahabatku!”
Ia dingin, ia ketus dan tidak berperasaan, bahkan terhadap Cian –cian dan Hong-nio pun
begitu tak berperasaan, hal ini tak lain karena dia tak ingin menyusahkan pula orang lain.
Tiba-tiba Kwik Ciok-ji mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…haaahhh…haaaahhh…. padahal sekalipun kau memohon kepadaku untuk
menemanimu, belum tentu aku bersedia. Aku masih ingin hidup secara baik-baik, mengapa
harus menemanimu untuk pergi mengantar kematian?”
“Padahal akupun belum tentu pergi untuk mengantar kematianku”
“Sekalipun kau sanggup membinasakan Sangkoan Jin dan membalaskan sakit hati ayahmu,
apakah kau anggap masih bisa lolos dari benteng keluarga Tong dalam keadaan selamat?”
“Mungkin saja aku mempunyai akal!”
“Satu satunya cara yang bisa kau lakukan hanya memasukkan dirimu ke dalam sebutir telur,
lalu memasukkan telur itu ke dalam perut ayam serta membiarkan ayam tersebut
membawamu keluar dari sana”
Ia tertawa tergelak tiada hentinya seakan-akan menjumpai suatu kejadian yang lucu sekali,
tertawa terus sampai orang mengira dia hampir mati tersumbat baru menghentikannya.
Kemudian setelah mendelik ke arah Bu-ki, tiba-tiba serunya dengan suara keras: “Sejak kini,
kita sudah bukan sahabat lagi!”
“Kenapa?”
“Mengapa aku harus bersahabat dengan seseorang yang sudah hampir mampus? Kenapa aku
harus bersahabat dengan seorang sinting yang sudah mendekati liang kuburnya?”
Kembali ia tertawa terbahak-bahak, tertawa sambil melompat bangun lalu tanpa berpaling lagi
beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
645
Ternyata Bu-ki sama sekali tidak berniat untuk menghalanginya. Ting Bau menghela napas
panjang, katanya pula sambil tertawa getir. “Ia menuduh orang lain sinting, padahal dia
sendiri baru sinting, seorang sinting yang seratus persen tidak waras otaknya”
Bu-ki masih saja tersenyum, katanya pula: “Untung saja di sini masih ada seseorang yang
belum sinting dan tak mungkin secara tiba-tiba akan menjadi sinting”
“Siapa?”
“Tong Giok?”
SARANG HARIMAU
Bulan empat tanggal sembilan belas, hujan. Tiada akhir jaman untuk penyair.Menunggang
keledai saat hujan rintik menuju Kiam bun.
Sekalipun Bu-ki bukan seorang penyair, juga tak memiliki kesantaian seperti Liok Siau Hong
yang suka membuat syair, tapi diapun di bawah hujan rintik, sambil membawa payung kertas
dan menunggang keledai memasuki Kiam-bun di wilayah Szechwan.
Kiam-bun-kwan merupakan suatu tempat yang paling curam dan berbahaya, puncak bukit
yang tajam dan lurus serasa menjulang ke angkasa. Barisan bukit yang berdiri mengelilingi
tempat itu sungguh membuat orang merasa bergidik untuk melaluinya.
Keluar dari Kiam bun kwan, pohon cemara tumbuh sepanjang jalan yang berpuluh puluh li
jauhnya itu.
Seorang kuli panggul peti mati lantas memberi tahu kepadanya: “Tempat inilah yang
dinamakan Thio-hui pak, suatu barisan pohon cemara yang ditanam sendiri oleh Thio sam-ya
di jaman Sam kok dulu…”
Orang Szechwan paling menghormati Cu-kat-Bu-ho atau yang lazim lebih dikenal sebagai
Khong Beng. sejak meninggalnya Cu-kat-Bu-ho tersebut, setiap orang Szechwan selalu
mengenakan ikat kepala putih sebagai tanda berkabung, hingga kini kebiasaan tersebut tak
pernah berubah.
Oleh karena semua orang menghormati Cu-kat Khong Beng, otomaatis Thio Hui juga turut
dihormati orang.
Tapi mengapa Bu-ki bisa membawa sebuah peti mati datang ke situ…? Peti mati yang baru
tersebut dari kayu jati berkwalitas paling bagus, secara khusus Bu-ki mengundang empat
orang kuli yang terbaik untuk menggotongnya dengan imbalan tinggi.
646
Sebab di dalam peti mati itu berbaringlah sahabatnya yang paling baik….. sahabatnya ini pasti
tak akan menjadi sinting. Dalam peti mati itu bukan saja aman dan nyaman, lagipula tak bakal
kehujanan, bila ada urusan ingin dipikirkan secara tenang orang lainpun tak akan
mengganggunya.
Kalau boleh, Bu ki sendiripun ingin sekali berbaring di dalam peti mati.
Walaupun dia tidak seperti Sugong Siau hong, tidak takut memikul petinja, tidak takut
kehujanan. Tapi dia mempunyai banyak persoalan yang membutuhkan tempat sepi untuk
dipikirkan.
Setibanya di Benteng keluarga Tong, cerita macam apakah yang harus dikarang olehnya?
Cerita tersebut selain harus bisa menarik perhatian orang-orang keluarga Tong, juga mesti
membuat mereka mempercayainya seratus persen.
Sudah jelas pekerjaan semacam itu bukan suatu perbuatan yang gampang, yang bisa
dipikirkan oleh setiap orang ....
Masih ada pula Harimau kemala putih tersebut. Harimau kemala putih yang dititipkan
kepadanya oleh Sugong Siau hong dan berpesan agar diserahkan sendiri ke pada Sangkoan Jin
tersebut.
Mengapa Sugong Siau hong memandang begitu penting atas sebuah patung Harimau kemala
putih?
Sugong Siau hong bukan seorang manusia yang tak tahu membedakan mana yang penting
mana yang tidak, tak mungkin dia akan melakukan suatu perbuatan yang mengherankan.
Sesungguhnya rahasia apakah yang terkandung dibalik Harimau kemala putih tersebut?
Hujan gerimis dan angin kencang berhembus lewat menerpa di atas wajahnya, tanpa terasa
Kiam bun kwan sudah jauh tertinggal di belakang sana.
Tiba-tiba Bu ki teringat dengan dua bait syair yang cukup memilukan hati:
“Setelah keluar dari Giok bun kwan. Air mata bercucuran tak pernah mengering”
Sekalipun tempat ini bukan Giok bun kwan, tempat ini adalah Kian bun kwan, tapi setelah
keluar dari tempat tersebut, untuk kembali dalam keadaan hidup rasanya lebih sulit daripada
naik kelangit.
Tiba-tiba Bu ki teringat kembali dengan Cian cian.
647
Ia tak berani memikirkan Hong nio, dia benar-benar tidak berani untuk memikirkannya.
“Rindu” saja sudah merupakan suatu siksaan yang merasuk tulang, apalagi “Tak berani
merinduinya” entah bagaimana tersiksanya keadaan tersebut.....?
Cinta seringkali memang mendatangkan kesedihan dan kesengsaraan.
Kalau kau sudah tak dapat bercinta, juga tak berani bercinta, sekalipun rasa cinta tersebut
merasuk sampai ke tulang, kau juga hanya dapat memendam perasaan tersebut di dalam hati,
agar cinta tersebut membusuk di dalam hati dan mati di dalam hati.
Lalu bagaimana pula perasaannya waktu itu?
Tiba-tiba Bu ki membuang payung kertasnya, membiarkan air hujan yang dingin membasahi
sekujur badannya.
Angin dan hujan tak berperasaan tapi ada berapa orangkah yang benar-bbenar merasakan
ketidak berperasaan tersebut?
Tiba-tiba ia teringat untuk minum arak.
Arak itu sejenis arak yang keras, mana keras pedas lagi.
Minum arak sambil makan cabe, makan sebiji cabe minum seteguk arak, itu baru sedap
rasanya.
Cabe itu berwarna merah mengkilap, butiran keringat yang membasahi jidatnya juga merah
bercahaya.
Untuk dipandang, Bu ki memang merasa amat sedap, tapi setelah ia sendiri merasakannya,
baru diketahui bahwa cara makan seperti ini tidaklah sesedap apa yang dibayangkan semula.
Ia sudah kepedasan sehingga seluruh rambutnya seakan-akan telah “berdiri” semua.
Di wilayah tersebut, hampir setiap orang minum arak dengan cara semacam itu.
Kecuali cabe merah, agaknya di wilayah tersebut seakan-akan tidak terdapat barang lain yang
bisa dipakai sebagai teman minum arak.
Oleh karena itu, meski ia sudah kepedasan sehingga hampir saja rambutnya menembusi
kopiah terpaksa ia musti menguatkan kepalanya untuk bertahan lebih jauh.
Dia tidak ingin memberi kesan kepada orang lain sebagai seorang manusia yang “tak becus”.
648
*****
PERJALANAN menuju ke Szechwan susah diliputi.
Hampir seluruh wilayah Szechwan terdapat tanah perbukitan yang tinggi dan curam, tempat
dimana Bu ki berhenti sambil minum arak juga berupa suatu tanah perbukitan, sebuah barak
yang dibangun dengan bambu sebesar lengan serta kain tenda berwarna putih.
Empat penjuru sekeliling tempat itu merupakan rumput nan hijau, ketika angin sejuk
berhembus lewat, segera mendatangkan suasana yang amat nyaman.
Dalam suasana musim panas seperti ini orang yang melakukan perjalanan gampang menjadi
lelah. Bisa mencari tempat semacam ini untuk beristirahat, memang merupakan suatu hal
yang lumayan.
Sekarang, walaupun udara tidak terhitung panas, tapi sebagian besar orang yang lewat disitu
mesti akan berhenti sejenak untuk minum secawan dua cawan arak cabe sebelum melanjutkan
kembali perjalanannya.
Perjalanan terlalu bahaya, kalau terlalu curam dan susah dilewati, siapa yang tak ingin
beristirahat sambil bersantai santai bila ada kesempatan untuk itu?
Kehidupan manusia ibaratnya melakukan suatu perjalanan yang jauh.
Dalam perjalanan hidup manusia yang penuh dengan kesulitan dan rintangan, ada berapa
orangkah yang bisa menemukan tempat beristirahat sebagus ini?
Kadangkala sekalipun kau berhasil menemukannya, belum tentu dapat beristirahat dengan
santai, sebab di belakangmu telah siap sebuah cambuk yang akan mengejarmu untuk bergerak
lebih maju.
Kehidupan itu sendiri sesungguhnya adalah sebuah cambuk, tanggung jawab terhadap
keluarga, tugas kehidupan, kejayaan pekerjaan, sandang pangan anak istri, simpanan untuk
masa depan... semuanya bagaikan sebuah cambuk yang mengejar dirimu dari belakang.
Dapatkah kau beristirahat barang sejenak saja dari kejaran kejaran tersebut?
Bu ki menghabiskan arak pedas dalam mangkuknya dalam sekali tegukan, baru saja akan
memesan semangkuk lagi, tiba tiba ia menyaksikan ada sebuah “usungan mendaki ke atas
bukit”
Yang dimaksudkan usungan bukanlah tandu.
649
Usungan adalah semacam alat tansport di wilayah Szechwan yang terhitung amat istimewa
bentuknya, usungan itu terdiri dari dua batang bambu besar yang di atasnya terdapat sebuah
bangku yang terbuat dari bambu.
Manusianya duduk di atas bangku tersebut. Entah berapapun berat badan orang itu, betapa
sulitnya perjalanan yang harus ditempuh, si pemikul usungan tersebut pasti sanggup untuk
menggotongmu ke atas.
Karena orang orang yang melakukan pekerjaan semacam ini, bukan saja harus memiliki suatu
kepandaian yang istimewa, lagipula mereka semua adalah orang orang yang sangat
berpengalaman.
Semenjak dahulu kala, Bu ki sudah pernah mendengar kisah kisah tentang usungan tersebut
tapi ia tak pernah mau mempercayainya.
Jilid 23________
Tapi sekarang dia telah percaya.
Karena ia menyaksikan ada orang yang duduk diatas usungan tersebut.
Seandainya ia tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, dia tidak akan percaya kalau
orang sebesar itu dapat duduk diatas usungan, lebih tak percaya lagi kalau dua orang tukang
pikulnya yang kurus kering ibaratnya tinggal kulit pembungkus tulang itu sanggup untuk
menggotong orang itu melalui jalan-jalan bukit yang curam.
Jarang sekali ia menjumpai orang segemuk oramg itu.
Orang itu bukan saja sangat gemuk, bahkan gemuknya luar biasa hingga kelihatan amat
bodoh, bukan cuma bodoh biasa, bahkan bodohnya sudah kelewat batas.
Pada hakekatnya orang itu tak lebih seperti daging babi yang sedang bergerak, tapi pakaian
seta dandanannya persis seperti seorang tuan tanah yang lalim, seakan-akan kalau bisa dia
ingin memamerkan seluruh kekayaan yang dimilikinya seakan-akan takut kalau orang lain tak
tahu jika dia kaya raya.
Rekan seperjalanannya adalah seorang lelaki tampan.
Tampan bukan dalam arti Tong Giok lemah gemulai serta membawa gerak gerik macam
seorang banci.
Dia berperawakan tinggi besar tampan kekar, berbahu lebar pinggang ramping alis mata tebal,
bermata besar dengan daya tarik seorang lelaki sejati.
650
Sekarang kedua buah usungan itu telah berhenti kedua orang penumpangnya juga sudah
masuk ke dalam barak tersebut.
Sambil menghembuskan nafas lega, sigemuk itu duduk di bangku kemudian pelan-pelan
meluruskan tangannya yang putih gemuk serta mengenakan aneka macam cincin bermata
berlian dan zamrud yang tak ternilai harganya itu.
Pemuda tampan yang tinggi kekar itu segera mengeluarkan selembar handuk berwarna putih
bersih dan diangsurkan kepadanya.
Si gemuk itu menyambut handuk tersebut, seperti seorang nona yang mengusap keringat di
wajahnya yang berpupur, dia menyekanya dengan sangat hat-hati, kemudian baru menghela
nafas panjang.
“Aku tahu belakangan ini aku pasti bertambah kurus lagi, malah kurus banyak sekali”
Rekannya segera menganggukkan kepalanya berulang kali, dengan wajah yang bersungguhsungguh
dan penuh perasaan simpatik katanya:
“Belakangan ini mana kau repot, lelah, makannya sedikit lagi, siapa bilang tidak menjadi
kurus?”
Dengan wajah murung dan sedih, kembali si gemuk itu menghela nafas panjang.
“Aaaaaai....! Jika aku harus terus menerus menjadi kurus, mana aku bisa tahan?”
“Ya, kau harus berusaha untuk makan agak banyak!”
Usul tersebut segera diterima oleh si gemuk, maka diapun segera meminta kepada pelayan
untuk mengusahakan empat lima ekor ayam gemuk serta dua tiga ekor tie te (kaki babi).
Ia cuma bisa makan “sedikit” karena belakangan ini nafsu makannya selalu kurang baik.
Tapi dia harus memaksakan diri untuk makan sedikit, karena belakangan ini ia benar-benar
terlampau kurus sehingga tak karuan lagi bentuk badannya.
Sedang mengenai daging gembur yang berada di atas tubuhnya itu, dia bersikap seakan akan
daging lebih itu bukan miliknya, bukan saja oa telah melupakannya, rekannya yang gagah dan
tampan itupun seolah-olah sama sekali tidak melihatnya.
Sayang orang lain telah melihatnya.
Sesungguhnya orang ini gemuk atau kurus ? Daging lebih itu sebenarnya milik siapa? Semua
orang menertawakannya secara diam-diam.
651
Bu Ki tidak tertawa.
Ia sama sekali tidak merasa kejadian itu sebagai sesuatu yang menggelisahkan, dia merasa
kejadian ini merupakan tragedi.
Tentu saja pemuda tampan itu juga tahu kalau perkataannya itu sangat menggelikan, akan
tetapi dia toh berkata demikian, sebab dia harus hidup, dia membutuhkan si gemuk itu untuk
menghidupkan dirinya.
Demi kehidupan, seringkali orang melakukan sesuatu yang mungkin akan menggelikan orang
lain, mungkin ia sendiripun merasa sedih atas keadaan tersebut, tapi ia terpaksa untuk
melakukannya juga, demi hidup, apapun terpaksa harus dilakukan.
Bukankah kejadian ini merupakan suatu tragedi ?
Si gemuk itu lebih menyedihkan lagi.
Orang yang ia tipu bukan orang lain, melainkan dirinya sendiri.
Bila seseorang sudah tiba pada saatnya untuk menipu diri sendiri, sudah barang tentu kejadian
itupun merupakan suatu tragedi.
Tiba-tiba Bu-ki merasa perutnya mual, ia merasa tak mampu untuk minum lagi.
Selain Bu-ki ternyata masih ada seorang yang tidak ikut tertawa.
Ia tidak turut tertawa bukan lantaran diapun mempunyai perasaan seperti apa yang di
bayangkan Bu-ki, tapi dia sedang mabuk hebat.
Ketika Bu-ki datang kesana, dia sudah berbaring di atas meja, beberapa buah teko arak
kosong berada di sekeliling mejanya.
Ia tidak mengenakan topi sehingga kelihatan rambutnya yang sudah berubah mengenakan
sebuah baju berwarna biru yang sudah luntur warnanya hingga tinggal putihnya.
Bila seseorang berkelana dalam dunia persilatan bila ia sudah lanjut usianya, apa manfaatnya
kalau mabuk oleh arak ? apapula manfaatnya jika tidak mabuk ?
Tiba-tiba Bu-ki merasa ingin minum arak lagi.
Pada saat itulah dia menyaksikan ada enam orang manusia berjalan naik keatas bukit.
652
Mereka adalah enam orang manusia berbaju hijau, bersepatu rumput warna kuning berkaok
abu-abu dan mengenakan enam buah topi yang sangat lebar sedemikian lebarnya sehingga
separuh bagian wajahnya hampir tertutup.
Langkah mereka berenam cepat sekali gerakan tubuhpun sangat enteng dengan kepala
tertunduk dan langkah lebar mereka masuk ke dalam barak tersebut.
Dalam genggaman keenam orang itu masing-masing membawa sebuah bungkusan berwarna
hijau, ada yang panjang buntalannya, ada pula yang sangat pendek.
Yang pendek hanya satu jengkal enam tujuh inci, yang panjang mencapai enam tujuh jengkal,
sewaktu di genggam tampaknya sangat enteng tapi setelah diletakkan di meja ternyata meja
tersebut tertindih sampai berbunyi gemericit.
Tak ada orang yang tertawa lagi.
Entah siapa itu orangnya, mereka pasti dapat melihat bahwa kepandaian silat yang dimiliki ke
enam orang ini amat luar biasa, mereka pasti adalah jago-jago kenamaan dari dunia persilatan.
Dalam ke enam buntalan yang mereka bawa itu sekalipun bukan senjata pembunuh, sudah
jelas juga bukan barang mainan yang sedap di pandang.
Enam orang itu datang bersama dan memakai dandanan serta pakaian yang sama tapi justru
mereka menempati meja yang berbeda.
Enam orang ternyata menempati enam buah meja yang berbeda dan secara kebetulan sekali
menyumbat semua jalan keluar dari dalam warung arak tersebut.
Hanya jago-jago kawakan yang sudah banyak berpengalaman serta pernah mengalami
beratus-ratus kali pertempuran baru bisa memilih posisi sedemikian baik dalam waktu
singkat.
Enam orang itu semuanya duduk dengan kepala tertunduk sepasang tangan mereka masih
memegang buntelan di atas meja itu kencang-kencang.
Orang pertama yang masuk lebih dahulu adalah seorang lelaki yang tinggi besar yang amat
kekar perawakan tubuhnya jauh lebih tinggi dari sebagian besar orang, buntalan yang di bawa
pun terpanjang.
Pada sepasang tangannya yang memegang buntalan itu terutama pada ruas-ruas ibu jari, jari
tangannya serta jari telunjuk tangan kanannya terdapat kulit tebal yang sangat keras.
Orang kedua yang masuk ke dalam warung itu adalah seseorang yang jangkung ceking dan
berbadan bongkok, agaknya dia adalah seorang kakek.
653
Buntalan yang dibawa paling pendek sepasang tangannya yang memegang buntalan itu kurus
kering persis seperti cakar bukung elang.
Buki merasa seolah-olah pernah berjumpa dengan dua orang ini, tapi dia lupa dimanakah
mereka pernah berjumpa.
Ia sama sekali tak berhasil melihat wajahnya.
Tapi diapun tak ingin melihatnya.
Kedatangan orang - orang ini tampaknya seperti bermaksud untuk mencari gara-gara
denganorang entah mereka hendak mencari gara-gara kepada siapa, Bu-ki tak ingin
mencampuri orang lain.
Tak nyana tiba-tiba kakek kurus kering yang berbadan bungkuk itu tiba-tiba menegur :
“Siapa yang membawa peti mati yang berada diluar itu?”
Orang yang semakin tak ingin mencari urusan biasanya urusan semakin gampang
mendatanginya.
Bu-ki menghela nafas panjang, terpaksa sahutnya.
“Aku!”
*****
SEKARANG Bu-ki sudah dapat mengingat kembali siapa gerangan orang itu.
WAlaupun ia belum menyaksikan raut wajahnya tapi dia sudah dapat mengenali suaranya.
Kueh manis, kueh bergula pasir, pia kacang ijo .......... pia kacang hitam.
Seorang kakek kurus kering, membawa sebuah pikulan penjajah kueh sambil menyanyikan
lagu So-pak masuk kedalam hutan dan menuju ke sebuah tanah lapang.
Kemudian si penjajah sayur asin, penjual arak, penjual wedang tahu, penjual cah kue, penjual
bakpao, penjual telur dadar, penjual daging kambing serta beraneka macam penjajah makanan
lainnya berdatangan dari empat arah delapan penjuru.
Kejadian yang berlangsung pada malam itu tak pernah di lupakan Bu-ki untuk selamanya,
terutama suara dari penjual kueh itu, dia masih dapat mengingatnya dengan jelas.
654
Diapun masih teringat dengan perkataan Ban Tang Lo.
Dulu mereka adalah bekas anak buahku tapi sekarang mereka hanya seorang pedagang biasa.
Usaha dagang apakah yang dikerjakan si penjual kueh itu sekarang ? Mengapa ia bisa tertarik
dengan sebuah peti mati ?
*****
SI ORANG bertubuh tinggi kekar dan tiga jari tangan kanannya yang tumbuh kulit tebal itu
mendadak mendongakkan kepalanya dan menatap Bu-ki lekat-lekat.
Bu-ki segera mengenali orang itu.
Sepasang matanya bersinar tajam, semangatnya berkobar-kobar dan tampak segar karena
semenjak berusia sembilan tahun ia sudah mulai melatih ketajaman matanya.
Kulit kerak yang tumbuh pada ke tiga buah jari tangannya bukan cuma tebal, kerasnya bukan
kepalang, karena sejak berumur delapan sembilan tahun ia sudah mulai menarik gendewa
dengan keriga buah jari tangannya itu.
Sudah barang tentu Bu-ki kenal dengannya, bukan hanya satu kali mereka berjumpa muka.
Kim kiong gin ciam ( Busur emas panah perak) Cu bu siang hui (tengah hari tidak bertemu
tengah malam) lelaki kekar yang tinggi badannya mencapai delapan depa ini tidak lain adalah
Hek Thi ban putra tunggal dari Hek Popo.
Siapakah Hek Po po itu?
Dia adalah seorang yang bisa membidik mata seekor lalat yang berada sepuluh kaki jauhnya
dengan sebatang panah.
Benda yang berada di dalam buntalannya itu sudah barang tentu adalah Kim pat thi tay kiong
(busur berpunggung emas berbadan baja) serta Cio yu ciam (panah berbulu perak)
andalannya.
*****
Ternyata dia tidak mengenali Bu-ki. Dia hanya merasa seperti pernah kenal dengan pemuda
bercodet ini, maka dengan nada menyelidiki ia bertanya:
“Dulu, bukankah kita pernah bersua ?”
“Tidak!”
655
“Kau tidak kenal dengan aku?”
“Tidak kenal!”
“Bagus sekali!” seru Hek Thi-ban kemudian.
“Bagaimana?” tanya si kakek penjual kueh.
“Ia tidak kenal aku, akupun tidak kenal dengannya!” jawab Hek Thi-ban pula.
“Bagus sekali!”
Mendengar mereka berdua mengucapkan dua kali kat “Bagus sekali”, Bu-ki tahu kalau
kesulitan telah datang.
Entah kesulitan macam apakah yang di bawa ke enam orang itu yang pasti kesulitan tersebut
pasti tidak kecil.
Bu-ki dapat melihat akan hal ini, orang lainpun dapat melihatnya, maka sebagian besar tamu
yang berada di dalam warung teh itu diam-diam beranjak, membereskan rekening dan
ngeloyor pergi dari sana.
Hanya si kongcu gemuk yang kurang baik nafsu makannya itu yang masih bersantap dengan
lahapnya disana.
tampaknya sekalipun langit bakal runtuh, dia baru akan angkat kaki bila ayam panggang
tersebut sudah habis di makan.
Tentu saja manusia semacam ini tak akan senang untuk menyampuri urusan orang ini.
Tiba-tiba si penjual kueh itu mengambil buntalan dan pelan-pelan berjalan ke hadapan Bu-ki,
lalu sapanya :
“Baik-baikkah kau?”
Bu-ki segera menghela nafas panjang.
“Aaai.....! sampai detik ini masih terhitung bagus, tapi sayang agaknya kesulitan sudah mulai
berdatangan sekarang!”
Si penjual kueh itu segera tertawa lebar.
656
Kau adalah seorang yang pintar, asal tidak melakukan pekerjaan tolol, tentu saja kesulitan tak
akan datang.” katanya.
“Aku jarang sekali melakukan pekerjaan tolol”
“Bagus sekali!”
Sambil meletakan buntalan itu keatas meja, da berkata lagi :
“Tentunya kau tidak kenal dengan diriku bukan ?”
“Yaa, tidak kenal”
“Kenalkah kau benda apakah ini ?”
Ia melepaskan simpul ikatan pada tali buntalannya, sinar tajam segera memancar keluar dari
balik bungkusannya itu, ternyata benda itu adalah sebuah senjata aneh yang terbuat dari baja
asli. sekilas pandangan bentuknya mirip cakar ayam, tapi setelah diamati ternyata tidak mirip
sebuah cakar ayam.
“Bukankah senjata itu adalah Thi eng-jiau (cakar elang baja) senjata andalan dari perguruan
Eng Jiau-bun di wilayah Huay-lam?”
“Sungguh tajam penglihatanmu!” puji kakek penjual kueh itu.
“Telingaku juga selalu amat tajam.”
“Oya.....!”
“Aku dapat menangkap dari nada pembicaraanmu bahwa kau bukan berasal dari wilayah
Huay-lam atau sekitarnya.”
“Selama belajar dalam perguruan di Huay-lam yang kupelajari memang bukan dialek untuk
bercakap-cakap.”
“Lantas apa yang kau pelajari?”
“Cara membunuh orang!”
Setelah berhenti sejenak, dengan suara hambar dia melanjutkan :
“Asal aku dapat mempergunakan kepandaian perguruanku untuk membunuh orang, entah
dialekku sewaktu berbicara berasal dari wilayah mana, hal itu sudah tidak penting lagi
artinya.”
657
“Ehmm.... masuk diakal juga perkataan itu”
Tiba-tiba si penjual kueh itu mengambil senjatanya yang mirip cakar elang itu dengan
sepasang tangan yang lebih mirip cakar elang tersebut.
Cahaya tajam berkelebat lewat, sepasang cakar elang tersebut telah meluncur ke depan dan ....
“Tringgg!”, cawan arak dihadapan Bu-ki sudah bertambah dengan empat buah lubang kecil,
sedangkan sebatang bambu yang didirikan sebagai tiangpun tahu-tahu sudah tersayat hancur
oleh sambaran cakar elang itu.
Cawan arak adalah benda yang terbuat dari tembikar, untuk menghancurkan bukan termasuk
termasuk suatu pekerjaan yang susah, tetapi untuk membuat empat lubang kecil tanpa
menghancurkannya jelas bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Bambu adalah benda yang keras, untuk mematahkannya mungkin gampang, tapi untuk
menyayat-nyayatnya menjadi lembaran yang kecil bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Apalagi kekuatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kedua pekerjaan itu berbeda, tapi
dalam kenyataannya sepasang tangannya turun tangan bersama, tapi kekuatan yang
dipergunakan ternyata bisa berlainan.
Bu-ki segera menghela nafas panjang-panjang, pujinya :
“Benar-benar suatu kepandaian yang sangat hebat!”
“Apakah kepandaian semacam ini termasuk juga kepandaian untuk membunuh orang ?”
“Yaa, benar!”
“Inginkah kau menyaksikan aku membunuh orang ?”
“Tidak ingin”
“Kalau begitu, cepat pergi dari sini!”
“Kau bersedia membiarkan aku pergi?”
“Yang kuinginkan bukanlah manusia semacam kau.”
“Lantas apa yang kau kehendaki ?”
“Aku menginginkan peti mati yang kau bawa itu.”
658
*****
TEKA TEKI
PETI MATI itu dibeli sendiri oleh Bu-ki, terbuat dari kayu jati yang berkwalitas nomor satu
bahkan di buat pula oleh seorang tukang kayu kenamaan.
“Ketajaman mata saudarapun sungguh mengagumkan” kata Bu-ki. “Peti mati ini memang
sebuat peti mati yang bagus.”
“Aku dapat melihatnya” kakek penjual kueh itu menyahut.
“Tapi bagaimanapun baiknya kwalitet peti mati ini tidak ada harganya bagimu untuk
menggerakkan begitu banyak orang untuk mendapatkannya.”
“Kau bilang tiada harganya, tapi aku justru mengatakan berharga sekali.....”
“Bilamana kaupun sangat mengharapkan sebuah peti mati berkwalitet sebaik ini bisa saja kau
suruh toko penjual peti mati itu untuk bikinkan sebuah lagi.”
“Tapi sayang peti mati itulah yang kuinginkan.”
“Apa peti mati ini mempunyai keistimewaan lain ?”
“Hal ini tergantung apakah isi peti mati itu?”
“Isinya hanya sesosok tubuh manusia.” cepat Bu-ki menerangkan.
“Seorang manusia semacam apakah dia itu?”
“Seorang sahabat yang masih hidup, ataukah seorang sahabat yang telah mati?”
Bu-ki segera tertawa lebar.
“Meski aku belum bisa di bilang sangat setia kawan, tapi aku tak nanti akan masukkan
seorang sahabatku yang masih hidup ke dalam peti mati.”
Meskipun jabawan itu bukan jawaban yang jujur, namun tak bisa terhitun gpula sebagai
sesuatu yang bohong.
Tong Giok memang belum mati.
Dengan tangannya sendiri ia memberikan tubuh Tong Giok ke dalam peti matu itu.
659
Tong Giok bukan sahabat karibnya.
Tapi dalam peti mati itu memang hanya Tong Giok seorang diri.
Ia menutup sendiri peti mati itu, menyewa tukang pikul dan dengan mata kepala sendiri
mengiringi tukang pikul itu membawa peti mati tersebut sampai disini.
Agaknya penjual kueh itu belum mau mempercayai seratus persen, kembali ia bertanya :
“Sahabatmu itu sudah mati ?”
“Manusia hidup seratus tahun, akhirnya toh akan mati juga.”
“Orang yang sudah mati apakah masih bisa bernafas ?”
Bu-ki segera menggelengkan kepalanya.
Ia sudah menjumpai titik kelemahan tersebut, tapi ia tak menyangka kalau orang lainpun telah
menemukannya.
Sudah dapat dipastikan si penjual kueh tersebut telah menemukannya .....
Terdengar ia berkata sambil tertawa dingin.
“Kalau memang orang mati tak bisa bernafas lagi, mengapa kau harus membuat dua lubang
hawa di atas peti mati itu ?”
Bu-ki segera menghela nafas panjang, sambil tertawa getir katanya :
“Karena aku benar-benar tak menyangka kalau ada orang yang menaruh perhatian terhadap
peti mati ini.”
Jawaban tersebut adalah suatu jawaban yang jujur.
Jika ada sebuah peti mati terpampang di hadapanmu, orang meski akan menengoknya
sekejap, jarang sekali ada orang yang akan meneliti peti mati itu dengan lebih seksama.
Lain kalau lubang itu terdapat di pakaian gadis cantik, semua orang bisa melihat dengan jelas,
semua orang bisa memperhatikannya lebih dari sekejap, tapi jarang rasanya ada yang
memperhatikan libang diatas peti mati.
Kembali Bu-ki berkata :
660
“Tapi dalam peti mati ini benar-benar cuma satu orang, itu benar-benar adalah sahabatku,
entah dia mati atau hidup, pokoknya dia adalah sahabatku.”
“Mengapa kau masukkan tubuhnya ke dalam peti mati itu ?”
“Sebab dia mengidap suatu penyakit, bahwa penyakit itu sudah amat parah sekali.”
“Apakah penyakit yang di terimanya itu adalah suatu penyakit yang tidak boleh diketahui
orang ?”
“Jadi kau ingin melihatnya ?” Bu-ki balik bertanya.
“Aku hanya ingin membuktikan apakah ucapanmu itu jujur atau tidak....”
“Andaikata isi peti mati itu benar-benar hanya satu orang ?”
“Maka dengan segala kehormatan aku akan menghantar kalian untuk menjalankan perjalanan,
semua rekening arak disinipun akan kubayarkan untuk kalian!”
“Terlepas siapakah orang yang berada di dalam peti mati itu?”
“Sekalipun orang yang bersembunyi dalam peti mati itu adlaah biniku sendiri, asal dalam peti
mati itu tiada orang yang laian, aku sama saja akan membiarkan kalian pergi.”
“Bisa dipercayakah perkataanmu itu ?”
“Anak murid perguruan dari Huay-lam tak ada seorangpun yang mengingkari janji.”
“Kalau begitu bagus sekali!”
Pemuda ini selalu merasa kuatir bahwa orang yang mereka cari adalah Tong Giok.
Dia tidak ingin bertarung dengan mereka lantaran Tong Giok, tapi diapun tidak bisa
membiarkan mereka pergi sambil membawa serta diri Tong Giok.
Sekarang walaupun dia sudah tahu kalau kedatangan mereka bukan lantaran Tong Giok, tapi
ia masih belum bisa menduga karena apakah mereka menginginkan peti mati itu?”
Peti mati itu berada diluar barak di bawah pagar pekarangan.
Empat orang kuli panggul itu setelah memesan air teh berjongkok disisi peti mati dan minum
air teh sambil makan kueh kering yang mereka bawa.
661
Walaupun air teh dingin dan getir, walaupun kueh itu kering dan keras, tapi mereka masih
menyantapnya dengan senang, minum dengan gembira.
Bagi manusia semacam mereka, kesenangan dalam kehidupan manusia sesungguhnya sudah
tidak terlalu banyak, maka asal mereka bisa menemukan sedikit kegembiraan, kesempatan
tersebut tak akan disia-siakan dengan begitu saja.
Itulah sebabnya mereka masih hidup.
Kegembiraan walaupun bukan merupakan sesuatu yang “mutlak”, hanya asal kau merasakan
gembira, maka bergembiralah sepuasnya.
Yang lebih aneh lagi, bukan saja si penjual kueh itu tertarik pada peti mati itu, agaknya
diapun tertarik kepada keempat orang kuli panggul itu.
Pakaian yang mereka kenakan amat dekil, tubuhnya kurus kering bagaikan kilit membungkus
tulang, rambut kusut maka mukanya hitam dan kotor lagi, sesungguhnya ke empat orang itu
tidak memiliki sesuatu keistimewaan yang berharga untuk diperhatikan.
Si penjual kueh itu memeperhatikan terus diri mereka, sepasang matanya seakan-akan terpaku
dan memantek di tubuh mereka, mengawasi terus lekat-lekat, seakan-akan ia merasa berat hati
untuk mengalihkan ke arah lain.
Walaupun dia berkata ingin memeriksa apakah isi peti mati itu hanya satu orang atau tidak,
namum sepasang kakinya seakan-akan terpantek diatas tanah, bergeser setengah langkahpun
tidak.
Bu-ki yang kemudian menegurnya lantaran tidak sabar :
“Hey, peti mati itu berada disini!”
“Aku sudah tahu!”
“Mengapa kau tidak maju ke depan untuk memeriksanya ?”
Diatas wajah si Penjual Kueh yang kuning kepucat-pucatan dan kurus kering tersebut, tibatiba
tersungging sekelum senyuman dingin yang aneh sekali. kemudian sepatah demi sepatah
dia mengucapkan serangkaian kalimat yang hakekatnya jauh diluar dugaan Bu-ki.
“Sebab aku masih tidak ingin mampus diujung peluru peledak Pek lek tong dari mepat
bersaudara keluarga Lui”
662
“Bersaudara dari keluarga Lui ?” Bu-ki segera bertanya, “kau maksudkan Lui bersaudara dari
Pek Leng tong?”
“Benar!”
“Apakah Lui bersaudara juga datang ?”
“Paling tidak ada empat orang yang telah datang.”
“Dimana ?”
“Disini,, tepat dihadapanmu!”
Sesudah tertawa dingin, Si penjual kueh itu melanjutkan kembali kata-katanya :
“Empat saudara kita yang berjongkok di tepi peti mati sambil minum teh dan makan kueh itu
bukan lain adalah Su toa kim kong (empat malaikat raksasa) dari Lui Ceng-thian!”
Paras muka Bu-ki segera berubah hebat.
Tentu saja ia tahu kalau dalam Pek lek tong terdapat Su toa kim kong, mereka adalah
komplotan Lui Cheng-thian, musuh bebuyutan dari Tay hong-tong.
Betulkah ke empat orang kuli kasar yang miskin, kotor, dan bau itu tak lain adalah Su toa kim
kong dari Pek Lek tong?
Mengapa mereka harus menurunkan derajat sendiri ? Mengapa mereka bersedia
menggotongkan peti mati itu baginya ?
Sekalipun mereka sudah mengetahui kalau dia adalah Tio Bu-ki, juga tidak perlu untuk
berbuat begitu.
Paling tidak mereka masih mempunyai suatu cara lain yang lebih bagus, setiap saat mereka
dapat merenggut selembar jiwanya.
Si Kuli panggul yang paling tua usianya itu tiba-tiba menghela nafas, kemudian pelan-pelan
bangkit berdiri.
Tangan kirinya masih memegang cawan air teh, sedangkan tangan kanannya masih
memegang separuh potong kueh kering, pakaian yang di kenakan masih tetap baju yang dekil
dan penuh robekan itu, bahkan bagian pantatpun penuh dengan tambalan.
Tapi dalam sekejap mata itulah, potongan maupun mimik wajahnya sama sekali berubah.
663
Sorot matanya yang setajam sembilu dari seluruh badannya memancar kekuatan yang luar
biasa, entah siapa itu orangnya, bila mereka bertemu dengan tampangnya sekarang, pasti tak
seorangpun yang akan percaya kalau dia adalah seorang kuli kasaran yang paling rendah
derajatnya serta kedudukannya dalam masyarakat.
Si Penjual kueh itu telah tertawa dingin, lalu ejeknya.
“Ternyata benar-benar memang kau, sedari kapan kau sudah berganti usaha menjadi seorang
kuli panggul?”
“Selama setengah tahun belakangan ini kami bersaudara selalu melakukan pekerjaan ini.”
“Apakah kalian selali memikulkan peti mati untuk orang lain ?”
“Bukan cuma peti mati, memikul tinjapun kami lakukan.”
“Mengapa kalian harus melakukan pekerjaan semacam ini?”
Sebab kami dengar, bila pekerjaan semacam ini sudah dikerjakan cukup lama, maka watak
sesorangpun akan mengalami perubahan.”
“Aku melihat wajah kalian yang justru banyak mengalami perubahan.”
“Itulah sebabnya aku merasa tak habis mengerti mengapa kau masih bisa mengenali kami.”
kata si tukang panggul itu sambil menghela nafas panjang.
“Mungkin saja hal ini dikarenakan kami memiliki ketajaman mata yang luar biasa, tapi
mungkin juga ada orang yang telah membocorkan rahasia kalian.” sahut si penjual kueh itu
hambar.
Paras muka si kuli panggul itu segera berubah hebat, bentaknya dengan suara keras :
“Yang mengetahui rahasia ini hanya beberapa orang, siapa yang telah mengkhianati kami?”
Si Penjual kueh itu tidak memandang lagi ke arahnya.
Hek Thi-ban segera melompat maju kemuka, katanya dengan suara dalam yang berat.
“Kami bersaudara tiada perselisihan dengan keluarga Lui, asal kalian bersedia meninggalkan
peti mati itu, entah kemanapun kalian akan pergi, entah apapun yang hendak kalian lakukan
kami pasti tak akan turut campur atau memperdulikannya.”
Setelah berpikir sejenak, kembali dia berkata,
664
“Bila orang lain menanyakan tentang kalian, kamipun tak akan membocorkannya akan kami
anggap seakan-akan hari ini tak pernah berjumpa saja.”
Ketika dihadapan Hek Popo, ia jarang sekali buka suara, tapi apa yang diucapkan kata-kata
yang amat terlatih, malah tak kalah dari seorang jago kawakan, setiap perkataannya amat
tajam tapi selalu memberi jalan mundur buat lawannya.
Sayang sekali kuli panggul itu tidak menerima kebaikannya itu, katanya dengan dingin :
“Kau membawa busur emas panah perak, seratus langkah membidik satupun takpernah
meleset, sudah pasti kaulah si jago busur emas yang ternama dalam dunia persilatan dewasa
ini, sedangkan orang yang berada di sisimu itu, meski logat bicaranya telah berubah, namum
aku masih dapat mengenalinya sebagai ketua perguruan Huay-lam yang di namakan Eng Jiauong
(raja cakar elang)!”
Ternyata si penjual kueh itu tidak bermaksud menyangkal.
Kuli panggul itu kembali berkata :
“Ternyata kalian berdua bersedia untuk memberu sebuah jalan kehidupan kepadaku,
seharusnya kamu merasa amat berterima kasih apalagi empat orang yang menemani kalian
adalah jago-jago kelas satu, agaknya diantara mereka terdapat jago-jago dari Siang bun kiam
yaiutu Ciong bersaudara dan Thi-ku (kepalan baja) Sun Hiong.
“Tajam amat pandangan matamu!”
“Dengan mengandalkan kemampuan dari kalian berenam, sesungguhnya tidak sulit bila ingin
menahan kami berempat disini, cuma sayang seribu sayamg .... "
“Sayang kenapa ?”
Kuli panggul itu tertawa dingin terusnya.
“Sayang bila orangnya sudah mampus, kepalanya akan menjadi lemas dan merekapun tidak
bisa memainkan pedang Siang bun Kiam lagi.”
Si Penjual kueh itu segera tersenyum.
“Untung saja mereka belum mampus!” katanya.
“Mereka belum mampus ? Kenapa kau tidak berpaling untuk memeriksanya sendiri ?”
Si penjual kueh itu segera berpaling, tapi senyuman yang semula tersungging diujung bibirnya
segera berubah menjadi kaku.
665
Ke empat orang rekannya yang sebetulnya duduk di belakang sana, kini telah roboh semua, di
atas jalan darah Giok sin hiat di belakang kepalanya telah menancap sebatang sumpit bambu,
sumpit itu panjangnya satu jengkal dan sudah menembusi batok kepala bagian belakangnya
sedalam lima inci.
Sebenarnya batok kepala merupakan suatu daerah badan yang paling keras, bisa ditembusi
oleh sebatang sumpit sekali tusukan, sesungguhnya kejadian ini sudah terhitung sebagai
sesuatu kabar yang mengerikan sekali.
Yang lebih menakutkan lagi adalah keempat orang itu merupakan jago-jago kelas satu dalam
dunia persilatan, ternyata mereka bisa direnggut nyawanya dalam sekejap mata tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, bahkan siapakah pembunuhnya juga tak tahu, bila bukan
menyaksikan dengan mata kepala sendiri siapapun tak akan mempercayainya.
Kecepatan orang itu turun tangan, kejituannya dan kekejian benar-benar menakutkan.
Semua orang dalam warung teh itu sudah pada kabur, bahkan si pemilik warung beserta
pelayannya entah sudah bersembunyi kemana.
Selain si penjual kueh, Bu-ki dan lelaki hitam pekat itu, dalam warung teh tersebut masih ada
tiga orang yang masih hidup.
Si Kongcu yang gemuk yang katanya belakangan ini isi perutnya kurang baik itu meski masih
hidup tapi ia sudah ketakutan setengah mati sehingga sekujur badannya hampir saja
terperosok ke kolong meja.
Keadaan tak berbeda jauh dari rekannya itu.
Apalagi kedua orang itu selalu duduk dihadapan mejanya. Tiong bersaudara serta Sun Hiong
tak bisa diasangkal lagi sumpit bambu itu tentu meluncur dari belakang mereka.
Di belakang mereka berdua cuma ada satu orang.
Orang itu belum pergi karena sejak tadi ia sudah mabuk, ketika Bu-ki datang kesitu, orang itu
sudah mendekam di atas meja, diatas meja penuh dengan guci-guci arak yang kosong.
Ia tidak mengenakan topi sehingga rambutnya yang beruban kelihatan jelas usianya sudah
lanjut.
Pakaian yang di kenakan itu bukan saja warna birunya sudah luntur menjadi putih, disana
sinipun telah kelihatan beberapa buah tambalan.
666
Apakah kakek rudin yang sedang mabuk itu seorang jago persilatan yang berilmu tinggi?
apakah dia yang telah merenggut nyawa dua manusia dari jarang sepuluh kaki lebih tanpa
menimbulkan sedikit suarapun ?
Sambil memegang erat-erat senjata cakar elang bajanya, selangkah demi selangkah sipenjual
kueh itu mendekati si kakek tersebut.
Ia tahu tangannya sedang mengucurkan keringat, keringat dingin tentunya.
Cakar elang baja yang berada di tangannya merupakan suatu alat pembunuh yang sangat
hebat, entah sudah berapa banyak jago gagah dan enghing-hohan yang tewas terbunuh di
ujung cakar elang bajanya ini.
Tapi sekarang tangannya sedang gemetar keras, mungkin orang lain tidak melihatnya, tapi ia
sendiri dapat merasakan hal tersebut.
Orang yang bisa menembusi batok kepala manusia yang keras hanya dengan sambitan
sebatang sumpit, jelas sudah bahwa dia bukan seorang manusia yang gampang dihadapi.
Seseorang yang sudah hampir tiga puluh tahun lamanya berkecimpung dalam dunia
persilatan, paling tidak dia sedikit harus tahu diri.
Tapi dia wak dapat mundur dari sana dengan begitu saja.
Sekalipun saat ini Huay-lam pay sudah bukan termasuk sebuah perguruan besar yang
kenamaan, toh di masa lalu mempunyai sejarah yang cemerlang dan terkenal.
Entah bagaimanapun juga, dia toh tetap merupakan seorang ciangbunjin dari partai Huay-lam,
demi kehidupan, demi mempertahankan nama serta martabatnya, ia bisa saja merubah wajah
dan suaranya untuk menjadi seorang pembegal, tapi ia tidak dapat membiarkan nama baik
Huay-lam pay hancur dan ternoda di tangannya.
Itulah tragedi dari seorang jago persilatan.
Sejarah kejayaannya dalam dunia persilatan seringkali terbentuk dari pelbagai tragedi yang
bertumpuk menjadi satu.
Busur telah ditangan, panah sudah diatas busur.
Sambil menarik tali busurnya siap membidik, sepasang mata lelaki hitam itu mengawasi si
kakek yang berambut putih itu tanpa berkedip.
Tiba-tiba kakek itu berbicara, kata-kata yang kacau tidak jelas, sepertinya lagi mengucapkan
kata-kata mabuk, seperti pula sedang mengigau dalam impian.
667
“Kenapa semua orang menghendaki peti mati itu? Apakah semuanya sudah bosan hidup dan
ingin berbaring ke dalam peti mati!”
Kelopak mata si penjual kueh itu menyusut kecil, tangannya yang menggenggam senjadi
makin dipererat.
Sekarang ia telah merasa yakin bahwa si kakek inilah yang barusan telah menembusi batok
kepala rekan-rekannya dengan sebatang sumpit bambu.
Tiba-tiba ia menegur dengan suara lantang.
“Cianpwe!”
Kakek itu masih tettelungkup di atas meja, nafasnya mendesis, agaknya tertidur lagi.
Melihat itu, si penjual keuh tersebut segera tertawa dingin.
“Heeehhh...heeehhh...heehhhh,.... dengan usiamu yang sudah lanjut sekali, sesungguhnya aku
harus menghormatimu sebagai seorang cianpwe, akupun belum melupakan peraturan dalam
dunia persilatan maka lebih baik kau sendiripun jangan terlalu melupakan dirimu sendiri.”
Tiba-tiba kakek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh...haaahhh...haaahhh... baik, baik, aku akan berbicara.”
Diatas wajahnya yang kering dan penuh berkeriput itu penuh tumbuhan belang belang putih
sebesar mata uang, bulu alis matanya sudah banyak yang rontok, matanya masih sipit karena
mabuk, sewaktu tertawa tampangnya persis seekor kambing alas.
Ia mendongakkan kepalanya memandang si penjual kueh, kemudian ujarnya :
“Sungguh tak kusangka di dalam partai Huay-lam pay yang kecil masih terdapat seorang
manusia macam kau, yang tahu akan peraturan dunia persilatan, bahkan masih membawa
gaya dan kegagahan sebagai seorang ciangbunjin.”
“Aku bukan ciangbunjin dari partai Huay-lam pay!” bantah sipenjual kueh itu dengan cepat.
“Kau bukan?”
“Ya, aku tidak lebih hanya seorang penjual kueh!”
“Oooh..., rupanya kau datang kemari untuk menjual kueh!” seru si kakek kemudian tertawa.
668
Penjual kuehpun kadang kala bisa membunuh orang.”
“Siapa yang hendak kau bunuh?”
“Kau!”
Sekali lagi kakek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh...haaahhh....haaahhh... kau sendiri juga harus mengerti.” katanya, “sudah jelas kau
bukan tandinganku, buat apa mesti datang untuk menghantar kematian?”
Tiba-tiba si penjual kueh itu juga tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh....haaahhh....haaahhh bila aku dapat membunuhmu, yang kubunuh adalah seorang
Bu lim cian pwe yang nama besarnya menggetarkan seluruh dunia persilatan, sebaliknya jika
kau bunuh diriku orang yang kau bunuh tidak lebih hanya seorang penjual kueh, kenapa aku
musti takut mati ?”
Ditengah gelak tertawanya yang amat keras cakar elangnya telah diayunkan ke depan
melancarkan serangan.
Dahulu Eng Jiau Ong (raja cakar elang) turun dalam dunia persilatan dari kota Huay-lam dan
berhasil mengangkat nama besarnya dalam waktu singkat, dia selamanya hanya
mengandalkan sepasang kepalan baja serta Toan eng jiau lip yang dilatihnya selama tiga
puluh tahun lebih, begitu pula kekita mendirikan Huay-lam Eng Jiau Bun belum pernah ia
memakai senjata.
Sayangnya anak murid perguruannya tidak terdapat seorangpun yang memiliki kepandaian
sedasyat itu, juga tidak ada yang memiliki tenaga sakti seperti miliknya, maka merekapun
menciptakan sepasang senjata khusus utnuk menutupi kelemahan mereka dalam tenaga
dalam.
Sebelum meninggalkan dunia, ketika ia menyaksikan senjata tersebut, iapun lantas sadar,
cepat atau lambat perguruan Huay-lam pay akan musnah di ujung sepasang cakar elang baja
ini.
Sebab dia tahu bagaimanapun bagus dan hebatnya senjata tajam tidak akan lebih lincah dan
gesit daripada sepasang tangan sendiri. Bila ketiga puluh enam jurus toa eng jiau kangnya
digunakan melalui senjata semacam itu maka kehebatan serta daya pengaruh yang terpancar
keluar tak akan sesempurna bila di mainkan dengan tangan.
Diapun tahu, setelah ahli warisnya memiliki senjata semacam itu, mereka akan semakin
enggan untuk melatik telapak tangan sendiri.
669
Tapi tak bisa disangkal lagi sepasang senjata itu memang semacam senjata tajam yang gesit
dan dasyat. cakar baja yang berbentuk cakar elang itu bukan saja memiliki ketajaman yang
mampu merobek tubuh harimau, lagipula bisa digunakan secara hidup persis seperti cakar
tangan manusia.
Apabila bisa digunakan secara sempurna bahkan cakar elang baja itu dapat pula dipergunakan
untuk menangkap seekor kutu dari atas rambut orang.
Si penjual kueh itu sudah cukup banyak tahun melatih diri secara tekun dalam permainan
senjatanya, serangan yang dilancarkan selain dilakukan dengan kecepatan luar biasa, cakar
baja di tangan kiri bisa bergerak dengan lincah sementara cakar baja di tangan kanannya bisa
dipakai secara kekerasan dengan memancarkan segenap kelihaian yang dimilikinya.
Dalam penggunaan tenaga, ada kalanya dipakai tenaga kasar untuk kekerasan, ada kalanya
pula bertenaga lembut untuk kelincahan, serangan-serangan yang digunakan pun ada serangan
tipuan, ada pula serangan sungguhan, tapi seluruhnya tertuju pada bagian-bagian yang
mematikan di tubuh lawan.
Dari bali sinar mata si kakek yang masih sipit karena mabuk, tiba-tiba mencorong keluar
cahaya tajam yang menggidikkan hati, dengan suara keras dia berteriak :
“Lepas!”
Di tengah bentakan nyaring, tubuhnya melejit ke tengah udara, sepasang ujung baja yang
menggulung ke muka, dengan cepat cakar elang itu terlepas dari cekalan dan mencelat ke
tengah udara, setelah melayang sejauh dua puluh kaki lebih akhirnya jatuh diatas bukit diluat
pagar bambu sana.
Si penjual kueh itu sendiri ternyata tak sampai tergetar roboh, dia masih tetap berdiri tegak
disana tanpa bergerak barang sedikitpun.
Tapi, sepasang biji matanya telah menonjol keluar, matanya merah berapi-api, sementara
darah kental keluar dari ujung bibirnya.
Kakek itu menatapnya tajam-tajam mendadak ia menghela nafas panjang, katanya.
“Aaai...! Kau hendak membunuhku, maka aku pun tak bisa tidak harus membunuhmu juga.”
Si Penjual kueh itu menggertak giginya kencang-kencang tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
“Sesungguhnya kau harus tahu siapakah diriku ini.” kembali kakek itu berkata, “aku pun tahu
siapakah dirimu yang sebenarnya.”
670
“Siapakah aku ?” tiba-tiba penjual kueh itu bertanya.
Karena buka mulut dan bersuara, kembali ada darah kental menyembur keluar.
Sambil menghela nafas, kakek itu menggeleng.
“Eng jiau ong, Ong Han bu, buat apa kau musti berkeras kepala terus... ?” tegurnya.
Dengan cepat si penjual kueh itu menyeka noda darah di ujung bibirnya dengan pakaian, lalu
berteriak keras.
“Aku bukan Eng Jiau Ong, aku bukan Ong Han bu!”
Darah yang baru saja di seka itu kembali menyambar keluar, dengan nafas tersengal - sengal
katanya kemudian :
“Eng Jiau ong, Ong Han bu sudah lama mati, tak seorang manusiapun yang dapat
membunuhnya, dia... dia mati karena sakit, aku,.... aku....”
Rasa kasihan dan iba segera memancar keluar dari balik mata kakek itu, ujarnya dengan
lembut :
“Aku tahu, kau tidak lebih hanya seorang penjual kueh belaka....”
Pelan-pelan penjual kueh itu mengangguk, matanya segera terpejam dan tubuhnya pelanpelan
roboh terkapar di atas tanah.
Apa yang diharapkan telah terwujud, diapun bisa mati tanpa harus membawa rasa sesal.
Sebab dia bukan Ong Han bu, nama besar partai Huay-lam pay yang tak terkalahkan sama
sekali tidak hancur di tangannya.
Maka tidak ada orang pula yang bisa mengalahkan Eng-jiau-ong, dahulu tidak, di kemudian
haripun lebih-lebih tidak......
Air mata yang selama ini mengembang dalam kelopak mata Hek-th han atau si lelaki hitam
pekat itu akhirnya tak tahan dan meleleh juga membasahi pipinya, mendadak ia membentak
dengan suara yang keras menggelegar bagaikan guntur:
“Lepas!”
Busur berbunyi dan sebatang anak panah berbulu perak yang tiga depa enam inci panjangnya
itu segera meluncur dari atas busur dan menyambar kemuka dengan membawa suara desingan
tajam yang memekikkan telinga.......
671
Hek thi ban tingginya mencapai delapan jengkal, kekuatan lengannya mencapai ribuan kati,
busur baja berpunggung emas miliknya saja memiliki daya tempak lima ratus butir batu,
meski panah berbulu peraknya masih belum sanggup untuk membelah rembulan, tapi cukup
untuk menghancurkan batu karang.
Konon menurut berita yang tersiar di dalam dunia persilatan, jika ada tiga orang yang berdiri
dengan punggung sampai punggung, dengan sekali bidikan dia sanggup menembusi badan
ketiga orang itu sekaligus.
Tapi sekarang cahaya perak baru berkelebat lewat, tahu-tahu panah berbulu perak itu sudah
berada di tangan si kakek, dia hanya menggunakan dua jari tangannya, panah yang mampu
menembusi batu tersebut tahu-tahu sudah kena terjepit olehnya.
Dalam waktu singkat inilah air muka Hek thi han telah berubah menjadi pucat ke abu-abuan,
sedangkan empat bersaudara dari keluarga Lui segera menunjukkan wajah berseri.
Sungguh tak disangka hanya dalam sekejap mata saja, secara tiba-tiba situasi telah mengalami
perubahan kembali.
Mendadak paras muka si kakek menunjukkan suatu perubahan mimik wajah yang aneh sekali,
seperti seorang nyonya muda yang terbangun di tengah malam dan tiba-tiba menemukan ada
seorang lelaki asing sedang “menunggangi” tubuhnya.
Rasa kaget, seram dan takut yang luar biasa telah menyelimuti seluruh wajahnya.
Tiba-tiba ia melejit ke tengah udara, berjumpalitan beberapa kali dan melayang keluar dari
tenda bambu itu, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Bila ingin belajar “membidik”, maka pertama-tama yang harus dilatih dulu adalah ketajaman
mata.
Sejak berusia tujuh delapan tahun Hek thi han sudah melatih ketajaman mata, Ia harus melatih
sampai dapat melihat seekor nyamuk di dalam sebuah kamar gelasp sejelas melihat burung
elang di angkasa, latihan itu baru bisa di anggap berhasil.
Ketajaman mata Bu-ki boleh di bilang tidak selisih jauh daripada ketajaman matanya.
Tapi mereka semua tak ada yang menduga apa sebabnya kakek itu secara tiba-tiba melarikan
diri, jago lihay seperti dia tidak mungkin merupakan seorang manusia yang gampang dibikin
takut, kecuali secara tiba-tiba ia bertemu dengan setan atau secara tiba-tiba dipagur oleh ular
berbisa.
Tapi disana tidak ada setan, disanapun tak ada ular berbisa.
672
Apa pula yang dia takuti ?
Su kuli pikul itu berdiri dengan tangan sebelah memegang sepotong kueh keras, wajah
mereka dari girang berubah menjadi kaget dan tercengang lalu dari kaget dan tercengang
berubah menjadi seram akhirnya dari rasa seram berubah menjadi rasa curiga.
Sekarang paras muka mereka telah berubah menjadi dingin kaku tanpa emosi lagi, tiba-tiba
serunya:
“Tauke....!”
Bu-ki bukan seorang tauke.
Tidak sedikit memang kejadian aneh dilihat, dirasakan, dan dialaminya sepanjang hidup tapi
ia belum pernah menjadi seorang tauke.
Tapi selama ini keempat orang tukang pikul itu selalu menyebutnya sebagai tauke.
“Kau sedang memanggil aku?” tanya Bu-ki kemudian.
“Entah kami she apa yang pasti kami telah dicarter olehmu maka kau masih tetap merupakan
tauke kami.”
Mau tidak mau Bu-ki harus mengakui akan hal itu.
Kembali si tukang pikul itu berkata.
“Kau membayar lima renca uang perak sehari untuk menjadi tukang pikul dan membawakan
peti mati ini sampai wilayah Szechwan....”
“Benar”
“Sepanjang perjalanan sampai disini, pernahkah kami melakukan kelalaian atau pelanggaran
?”
“Tidak pernah!”
“Pernahkah kami malas atau mencuri waktu sehingga menunda perjalanan?”
“Tidak pernah!”
“Kau membayar lima rence uang perak sehari kepada kami, apakah kau merasa berat hati
untuk membayarnya ?”
673
“Tidak, tidak berat!”
Ia tidak bisa tidak untuk mengakui hal ini, memang tidak gampang untuk menemukan tukang
pikul macam mereka itu.
Kembali si tukang pikul itu berkata:
“Kau mencarter kami untuk membawakan peti mati ini sampai diwilayah Szechwan. kamipun
dengan bersungguh hati membawakan peti mati ini sampai ke tempat tujuan, bahkan kami
berjanji pasti akan membawa peti mati ini sampai tempat tujuan dengan aman dan selamat.”
“Bagus sekali!”
“Karenanya, aku harap kau jangan mengurusi persoalan-persoalan yang lain, sebab semua
persoalan itu sama sekali tak ada hubungannya dengan dirimu.”
Ucapan tersebut sudah teramat jelas sekali maksudnya.
Mereka sama sekali tidak tahu akan asal usul dari taukenya ini, merekapun tidak ingin tahu,
mereka hanya berharap taukenya ini juga tidak mencampuri urusan mereka.
Bu-ki hanya merasa kurang jelas akan satu hal.
Tak tahan lagi dia lantas bertanya:
“Tahukah kalian siapa yang berada di dalam peti mati itu?”
“Sahabatmu!”
“Tahukah kalian siapakah sahabatku ini?”
“Entah siapa pun sahabatmu itu, hal ini mana sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan
kami.”
“Mengapa kalian bersedia memikulkan peti mati itu bagiku?”
“Karena kami bersedia!”
Sesudah berhenti sebentar, dengan suara hambar dia melanjutkan :
“Asal kami telah bersedia, entah apapun yang kami lakukan, hal mana sama sekali tidak ada
sangkut pautnya dengan dirimu.”
674
Bu-ki segera menghela nafas panjang.
“Yaa, ucapanmu memang sangat masuk di akal”
Mau tidak mau dia harus mengakui bahwa perkataan mereka memang cengli, masuk diakal
tapi dalam hati kecilnya justru merasa bahwa perkataan itu sama sekali tidak masuk akal.
Semua perbuatan mereka hampir tak bisa masuk diakal karena setiap perbuatan yang mereka
lakukan tak dapat dijelaskan dengan akal yang pada umumnya berlaku.
Tapi semua perbuatan tersebut benar benar telah terjadi... malahan sudah ada lima orang yang
mati lantaran persoalan ini.
Kehidupan adalah benar benar merupakan suatu kenyataan, demikian pula kematian.
Sekali lagi Bu ki menghela napas panjang, katanya: “Dapatkah kau memberitahukan
kepadaku sebenarnya kalian ingin berbuatapa?”
Si tukang pikul itu mempertimbangkannya sebentar, akhirnya dia menjawab: “Kami tak lebih
hanya ingin membunuh seseorang yang sama sekali tak ada hubungan atau sangkut pautnya
dengan kita”
“Kalian ingin membunuh diriku?” tiba tiba Hek thi han bertanya.
“Benar!”
Hek thin han tak bisa disebut sebagai sahabatnya Bu ki, tapi bagaimanapun juga Bu ki merasa
masih berhutang budi kepada mereka ibu dan anak...
Empat orang tukang pikul itu sudah bersiap siap untuk turun tangan, dengan cepat mereka
telah mendekati Hek thi han, lalu mengepungnya rapat rapat.
Busur besar anak panah panjang cuma bisa dipakai untuk menyerang jauh, makin dekat
jaraknya makin terbatas daya kemampuan yang bisa dicapai.
Tak bisa disangkal lagi ke empat orang tukang pikul itu merupakan jago jago kawakan yang
sudah berpengalaman dalam menghadapi beratus ratus kali pertempuran. Sudah barang tentu
mereka cukup mengerti akan teori tersebut, dengan pengalaman serta ilmu silat yang mereka
miliki, untuk membunuh manusia sperti hek thi han, pada hakekatnya hanya merupakan
sesuatu pekerjaan yang dapat diselesaikannya dalam waktu sekejap mata.
“Tunggu sebentar!” tiba tiba Bu ki berteriak ekras.
675
Sambil menarik muka si tukang pikul itu segera menegur: “Apakah kau bermaksud untuk
mencampuri urusan pribadi kami?”
Bu ki tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
“Apakah kalian bersikeras akan membunuhnya?”
“Yaa, benar!”
Jawabannya amat tandas dan tegas terusnya: “Jika ada orang ingin menghalangi niat kami, tak
ada halangannya buat kami untuk membunuh seorang lebih banyak lagi”
“Apakah disebabkan ia sudah mengetahui asal usul kalian? Maka kalian bersikeras akan
membunuhnya untuk menghilangkan saksi?”
Tukang pikul itu tidak menyangkal. “Sekarang, akupun sudah mengetahui asal usul kamu
sekalian” kata Bu ki kembali, “Apakah kalian juga akan membinasakan diriku?”
“Aku telah berkata, asal kau tidak mencampuri urusan ini, kami akan memikulkan peti mati
ini sampai ditempat tujuan dengan selamat”
Bu ki segera menghela napas panjang. “Aaai...sekarang aku lebih tidak mengerti lagi”
katanya, “Sudah jelas disini ada dua orang yang mengetahui rahasia kalian, mengapa kalian
hanya membunuh seorang?”
“Karena kami menyukai dirimu” sahut si tukang pikul itu sambil tertawa dingin.
Tiba tiba paras muka Bu ki berubah hebat, ditatapnya wajah mereka dengan terkejut lalu
serunya: “Kau...kau...”
“Kenapa dengan diriku?”
Bu ki memandang sekejap kearahnya, kemudian memandang pula ketiga orang rekannya,
sorot matanya penuh pancaran sinar kaget, tercengang dan seram.
Hek thi han yang memandang keempat orang itu juga menunjukkan mimik wajah yang sama,
seakan akan dalam waktu singkat ke empat orang tukang pikul itu telah berubah menjadi
setan yang menyeramkan.
Mimik wajah semacam ini, sudah pasti tak dapat diperlihatkan dengan pura pura.
Sebenarnya apa yang mereka saksikan? Mengapa wajah mereka secara tiba tiba berubah
menjadi begitu kaget? Begitu ketakutan?
676
ORANG MATI KE SEPULUH
SIKAP ke empat orang tukang pikul itu juga menunjukkan kegugupan, gelisah dan tak
tenang, barang siapa yang ditatap orang dengan mimik wajah seperti itu, sikap mereka pasti
akan berubah menjadi gugup dan gelagapan.
Sebenarnya sinar mata mereka berempat selalu tertuju ke wajah Hek Thi han dan Bu ki, tapi
sekarang tak tahan lagi mereka saling berpandangan sendiri.
Cukup dalam sekilas pandang saja, paras muka mereka berempat segera menunjukkan pula
mimik wajah seperti yang diperlihatkan Bu ki, malahan jauh lebih kaget, jauh lebih gugup dan
jah lebih ngeri dari pada apa yang diperlihatkan Bu ki.
Salah satu orang diantara mereka tiba tiba membalikkan badan dan menerjang kemuka,
tangannya dengan cepat mencengkeram poci air teh yang berada di sisi peti mati itu.
Pelk Lek thong tersohor dalam dunia persilatan karena senjata rahasia obat peledaknya yang
amat dahsyat, tangan dari orang orang yang sering bermain senjata rahasia obat peledak
sebagai senjata andalannya, paling tidak harus lebih mantap dari pada orang lain.
Tapi sekarang jangan toh senjata rahasia bahan peledak, sekalipun memegang poci air teh saja
sudah tak sanggup lagi, mendadak mulutnya terbuka lebar, dia seperti mau menjerit tapi tak
sepotong suarapun yang dapat diteriakkan.
Dari dalam tenggorokannya hanya terdengar suara desisan yang sangat lirih, menyusul
kemudian tubuhnya ikut roboh terkapa diatas tanah, roboh tak berkutik lagi.
Rekan rekannya juga telah membalikkan badan lari kedepan, dua orang diantaranya segera
terjungkal setelah keluar dari warung sedang seorang lagi roboh dalam warung itu juga.
Begitu roboh terkapar keatas tanah sekujur badan mereka mulai layu, bagaikan selembar daun
yang terkena api, dalam waktu singkat menjadi layu dan kusut.
Sore telah menjelang datang.
Sinar matahari sore dimusim semi seperti ini, biasanya cahaya keemas emasan itu tampak
indah dan menarik, akan tetapi tanah perbukitan tersebut seolah olah telah diselimuti oleh
selapis bayangan hitam yang menyeramkan.
Itulah bayangan hitam dari kematian, maut seperti datang dari empat arah delapan penjuru.
Anda sedang membaca artikel tentang Harimau Kumala Putih 3 dan anda bisa menemukan artikel Harimau Kumala Putih 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/harimau-kumala-putih-3.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Harimau Kumala Putih 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Harimau Kumala Putih 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Harimau Kumala Putih 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/harimau-kumala-putih-3.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar