Laron Penghisap Darah 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 09 September 2011

373
"Lalu apa tujuanmu?" kembali Tu Siau-thian bertanya.
"Coba menganalisa mungkinkah tanaman langka ini ada
hubungannya dengan kasus tersebut dan mungkinkah
tanaman ini akan menjadi titik terang"
"Berarti sejak tadi kau sudah menemukan sesuatu?"
tergerak hati Tu Siau-thian.
Ternyata Siang Huhoa tidak menyangkal.
Tu Siau-thian segera mendesak lebih jauh:
"sebenarnya apa yang telah kau temukan?"
"Sesungguhnya tidak menemukan apa-apa, hanya secara
tiba-tiba timbul satu perasaan...."
"Perasaan apa?"
"Bau harumnya bunga langka ini sangat mirip atau paling
tidak berasal dari jenis yang sama dengan bau harum yang
kita endus dalam kamar tadi"
Setelah disinggung, Tu Siau-thian seakan merasakan juga
hal itu, katanya kemudian:
"Yaa, nampaknya memang mirip sekali"
"Tapi sekarang aku lihat perasaan tersebut ternyata sama
sekali tidak bermanfaat untuk menangani masalah ini"
Sorot matanya perlahan-lahan dialihkan kembali ke atas
pepohonan itu, setelah termenung sejenak terusnya:
"Atau mungkin aku harus mengetahui terlebih dulu jenis
apakah bunga ini, kemudian baru mendatangkan manfaat?"
"Mungkin saja?" sahut Tu Siau-thian, mendadak dia
semakin merendahkan suaranya, "jadi kau tidak percaya
dengan perkataannya?"
Yang dimaksud "dia" jelas adalah Si Siang-ho.

374
"Memangnya kau percaya?" bukan menjawab Siang Huhoa
balik bertanya.
Tu Siau-thian tidak menjawab, bunga jenis itu bukan
termasuk sejenis bunga yang indah, anehnya setelah rumah
penginapan itu dibeli, mengapa bunga itu dibiarkan tumbuh di
halaman belakang, dan setelah tumbuh menjadi lebat
mengapa tidak dipangkas atau ditata secara rapi, mengapa
tumbuhan itu dibiarkan tumbuh liar? Bukankah kejadian ini
aneh sekali?
Setelah termenung sebentar, Tu Siau-thian bertanya lagi:
"Apakah kau bisa berupaya untuk mengetahui bunga itu
berasal dari jenis apa?"
"Asal kita petik sekuntum bunga dan sehelai daunnya lalu
ditanyakan orang, aku yakin kita pasti akan mendapatkan
jawaban yang memuaskan"
"Tapi mau ditanyakan kepada siapa?"
"Aku mempunyai beberapa orang teman yang punya
keahlian khusus tentang tumbuhan, aku percaya mereka pasti
dapat mengenali bunga ini"
"Tinggal dimana teman temanmu itu?"
"Ada yang tinggal di tepi perbatasan, ada yang jauh di
negeri asing, tapi ada satu orang yang justru berdiam di
keresidenan tetangga"
"Itu sih gampang dicari"
"Sayangnya temanku ini tidak senang berdiam di rumah,
moga moga saja kali ini terkecuali" kata Siang Hu-hoa.
"Apa perlu aku membantumu untuk mencarinya?"
"Kalau dia tidak berada dirumah, terpaksa aku harus pergi
mencari orangnya, tidak ada orang yang tahu dia berada di
mana dan senang berdiam di mana"

375
"Kalau begitu hanya ada satu hal yang bisa kubantu untuk
mu" kata Tu Siau-thian kemudian sambil tertawa.
"Oya?"
"Aku yakin masih bisa membantumu untuk memetik bunga
itu"
"Tidak usah dipetik" cegah Siang Huhoa, sambil berkata dia
membungkukkan tubuhnya untuk memungut selembar daun
yang rontok ke tanah.
Ketika bangkit berdiri, kebetulan segulung angin
berhembus lewat dan menggugurkan beberapa kuntum
bunga.
Dengan selembar saputangan dia terima guguran bunga itu
sambil katanya:
"Aku rasa ini sudah cukup"
"Wah, aku lihat namamu memang sesuai benar dengan
sifatmu, Hu-hoa, pelindung bunga-bungaan!" ejek Tu Siauthian
sambil tertawa tergelak.
Siang Huhoa ikut tertawa, tiba-tiba dia bertanya:
"Kau pernah menanam bunga?"
"Semasa masih muda dulu pernah"
"Dari sebuah biji yang sangat kecil ternyata bisa tumbuh
pohon yang begitu besar, apakah kau tidak merasa sangat
aneh?"
"Benar, aku memang merasa keheranan" Tu Siau-thian
mengangguk.
"Apakah kau pernah berpikir, mengapa bisa terjadi hal
seperti ini?"
"Aku pernah berpikir, namun tidak mengerti"

376
"Padahal prinsip mereka sama seperti penghidupan
manusia, asal ada nyawa maka mereka bisa tumbuh dan
tumbuh terus hingga dewasa dan besar"
"Oleh karena itu kau menganggap mereka pun sama
seperti manusia, berperasaan, bisa memiliki naluri?"
"Aku memang berpandangan demikian"
"Maka kau tidak tega untuk memetik dan mematahkan
rantingnya?"
"Yaa, sebab berbuat seperti itu tidak ada bedanya dengan
membunuh manusia"
"Sekarang aku baru paham" dia memperhatikan Siang Huhoa
sekejap, "tidak banyak manusia macam kau yang hidup di
dalam dunia persilatan"
Orang persilatan memang sebagian besar lebih suka masuk
dengan pisau mengkilap, waktu keluar golok sudah berubah
menjadi warna merah.
Siang Huhoa menghela napas, dia bungkus saputangannya
dan memasukkan daun dan bunga itu ke dalam sakunya,
kemudian dia berjalan menelusuri jalan setapak dan
mengelilingi kebun itu satu kali, namun tidak menemukan
sesuatu yang aneh.
Dari beranda sebelah kanan dia berjalan menuju ke
beranda kiri setelah itu baru balik ke hadapan Si Siang-ho
sambil berkata tiba tiba:
"Bagaimana kalau kau hadiahkan berapa batang pohon itu
untukku?"
"Kau maksudkan pohon bunga itu?" tanya Si Siang-ho
tertegun.
"Benar"

377
"Bila kau suka, angkut saja seluruh pepohonan itu" seru Si
Siang-ho sambil tertawa.
"Jadi kau tidak suka dengan bunga-bungaan itu?"
"Aku memang tidak pernah tertarik dengan aneka macam
tumbuhan, begitu juga dengan segala macam hewan
peliharaan" setelah berhenti sejenak dan tertawa, tambahnya,
"yang paling menarik perhatianku hanya semacam benda"
"Arak?"
"Benar, hanya arak!"
"Ternyata kau memang tidak pelit, untung perkampungan
selaksa bunga ku terletak tidak jauh dari sini"
"Kau bisa mengangkutnya beberapa kali"
"Tidak perlu semuanya, berapa batang pun sudah cukup"
"Kalau begitu aku hadiahkan berapa batang pohon itu
untukmu" dia membalikkan badan sambil beranjak, "tunggulah
sejenak, segera kuambilkan sekop"
"Tidak usah, aku tidak akan mengambilnya sekarang"
"Oya?"
"Sekarang aku masih ada urusan, tidak mungkin bisa
pulang ke perkampungan selaksa bunga"
"Kalau begitu kapan kau akan pulang kapan ambillah pohon
itu, aku rasa tidak nanti rumah penginapan ini akan
kedatangan perampok atau pencuri yang akan membabat
habis pepohonan itu, sekalipun ada pun tidak nanti mereka
bisa mengangkut pergi seluruh tumbuhan itu" kata Si Siangho.
Kemudian setelah tertawa ringan, lanjutnya:
"Kecuali seluruh persediaan arakku habis, kalau tidak, tidak
nanti aku akan pergi meninggalkan rumah penginapan ini, bila

378
nanti kau datang lagi dan kebetulan tidak berjumpa denganku,
tidak usah sungkan sungkan, ambil saja sendiri, aku jamin
tidak akan ada orang yang menganggap dirimu sebagai
pencuri"
Sebelum Siang Huhoa memberikan tanggapannya, Nyo Sin
yang berada disisinya telah menyela:
"Biarpun kasus Laron Penghisap darah sama sekali tidak
ada hubungannya denganmu, lebih baik kau jangan pergi dulu
selama berapa hari ini, siapa tahu setiap saat pengadilan
membutuhkan kesaksianmu"
"Waah, begitu merepotkan......." keluh Si Siang-ho.
"Tidak bisa dibilang merepotkan, karena setiap penduduk
punya kewajiban membantu pemerintah untuk mengungkap
setiap kasus kejahatan"
Si Siang-ho tertawa getir dan tidak berkata lagi.
Siang Huhoa juga tidak berkata apa apa, dia berjalan balik
menuju ke arah semula.
Mengawasi bayangan punggung laki-laki itu, Nyo Sin
gelengkan kepalanya berulang kali sambil bergumam:
"Orang ini betul-betul membingungkan........."
"Dia tidak membingungkan, hanya kebetulan suka sekali
dengan bunga" ujar Tu Siau-thian.
"Menurut pendapatku, masalahnya tidak begitu sederhana"
tiba tiba Si Siang-ho menimpali.
"Lantas bagaimana menurut pendapatmu?" tanya Nyo Sin
seraya berpaling.
"Tampaknya dia sudah menaruh curiga atas tumbuhan
bunga itu!"
"Apa yang perlu dicurigai dengan tumbuhan bunga itu?"

379
Bab 20.
Kosong tidak berisi.
"Aku kurang tahu, lebih baik tanyakan sendiri dengan yang
bersangkutan"
Tampaknya Siang Huhoa mendengar semua pembicaraan
itu, tiba-tiba dia berpaling seraya berkata:
"Tidak ada yang perlu dicurigai dengan tumbuhan bunga
itu"
"Aku sendiripun tidak melihat atau menemukan hal yang
kurang wajar dengan tumbuhan bunga itu" kata Si Siang-ho,
"tapi setelah melihat tingkah lakumu tadi, aku masih mengira
mataku kurang awas sehingga ada yang ketinggalan"
Siang Huhoa tidak menanggapi lagi, dia berpaling dan
melanjutkan perjalanannya.
Dalam keadaan begini terpaksa Si Siang-ho hanya bisa
membungkam.
Walaupun Kwee Bok masih menaruh pengharapan, namun
akhirnya dia terpaksa harus menghadapi semua kejadian
dengan kekecewaan.
Apa yang diungkap dan dikatakan Si Siang-ho ternyata
memang merupakan kenyataan.
Banyak orang dusun yang kenal dengan Kwee Bok, berapa
orang diantaranya ternyata memiliki rasa ingin tahu yang amat
besar sehingga selalu mengawasi dan memperhatikan semua
gerak gerik pemuda itu.
Mereka mengatakan secara yakin kalau selalu bertemu
dengan Kwee Bok setiap sepuluh hari satu kali, kereta
kudanya selalu berhenti didepan pintu rumah penginapan dan

380
dari kereta selalu menggotong turun keranjang keranjang besi
yang ditutupi dengan kain hitam.
Seorang nenek dari warung teh dimulut dusun malah
bercerita, sewaktu pertama kali Kwee Bok datang ke tempat
itu, dia datang diantar sebuah kereta kuda dan sempat
mencari tahu alamat rumah penginapan itu dengan dirinya.
Orang orang dusun itu tetap berlagak seperti orang dusun,
mereka tidak mirip menjadi komplotan Si Siang-ho, sebab
begitu melihat Si Siang-ho berjalan menghampiri mereka,
orang-orang itu segera mundur dan menyingkir dengan
ketakutan.
Rasa ketakutan mereka sangat nyata dan sama sekali tidak
mirip dibuat buat, bukan hanya orang dewasa bahkan anak
kecil pun pada lari ketakutan begitu melihat kemunculan Si
Siang-ho, seakan mereka semua telah menganggap orang itu
sebagai siluman tosu.
Sama seperti orang dusun pada umumnya, mereka hangat,
polos dan selalu bersikap sahabat terhadap orang asing.
Namun terhadap orang asing yang aneh dan mencurigakan
gerak geriknya merupakan pengecualian, kebetulan Kwee Bok
termasuk type orang asing seperti ini.
maka mereka menaruh perasaaan was-was dan kecurigaan
yang sangat besar terhadap pemuda ini, dengan sendirinya
mereka pun memperhatikan lebih seksama.
Ulasan dan keterangan yang mereka berikan jauh lebih
jelas dan terperinci ketimbang keterangan dari Si Siang-ho,
tapi sayangnya keterangan dari mereka tidak bermanfaat
banyak bagi pengungkapan kasus misterius ini.
Orang-orang dari rumah uang Kwang-hong jauh lebih
memuakkan lagi, khusus dalam pandangan Kwee Bok, begitu
berjumpa dengan sang pemilik rumah uang, dia segera dapat
mengenali dirinya.

381
Sewaktu mereka balik ke kota dan menuju ke rumah uang
Kwang-hong, waktu sudah mendekati senja, meski dalam
suasana remang-remang, tidak sulit bagi sang pemilik rumah
uang untuk melihat wajah Kwee Bok dengan jelas.
Baru saja Kwee Bok melangkah masuk ke dalam rumah
uang itu, sang Ciangkwe sudah bangkit berdiri seraya
menyapa:
"Kongcu ini adalah........"
Dia termenung sejenak tapi tidak sanggup melanjutkan
kata katanya, rupanya meski dia kenal dengan Kwee Bok
namun untuk sesaat lupa siapa nama pemuda itu.
"Dia dari marga Kwe" Nyo Sin segera menyela dari
samping.
"Aaah betul, Kwe kongcu!" seru sang ciangkwe seakan baru
teringat dengan namanya.
Kemudian dengan mata terbelalak dia berseru pula kepada
Nyo Sin:
"Rupanya komandan Nyo!"
"Kau pun kenal dengan aku?"
"Biarpun komandan belum pernah datang kemari, namun
paling tidak sudah ratusan kali melewati depan pintu
rumahku"
Diluar pintu rumah merupakan sebuah jalan raya yang
sangat ramai, bukan hanya ratusan kali saja Nyo Sin melalui
jalanan tersebut, sehingga kalau dibilang sang tauke tidak
mengenalinya, itu baru aneh!
Baru saja Nyo Sin hendak mengatakan sesuatu, sang tauke
sudah bicara lagi:
"Ada urusan apa komandan datang berkunjung hari ini?'
"Melacak sebuah kasus"

382
"Sebuah kasus? Di tempat kami belum pernah terjadi suatu
peristiwa apa pun"
"Kasus ini memang tidak menyangkut kalian semua"
"Lalu menyangkut siapa?"
"Kwe kongcu itu"
Dengan pandangan keheranan sang tauke melotot sekejap
ke arah Kwee Bok, nampaknya dia tidak menyangka akan hal
itu.
"Apakah kau kenal dengan Kwe kongcu itu?" tanya Nyo Sin
kemudian.
"Tentu saja kenal, dia adalah langganan kami"
"Apakah sering datang kemari?"
Tauke itu berpikir sebentar, kemudian sahutnya:
"Kalau aku tidak salah ingat, dia hanya pernah datang satu
kali"
"Kapan itu?"
"Lebih kurang dua tiga bulan berselang"
"Yang benar jawabanmu, dua bulan atau tiga bulan
berselang?"
"Kalau itu mah kurang jelas, Kwong-hong toh bukan
bertransaksi hanya dengan dia seorang"
"Apakah kau mempunyai kesan yang cukup mendalam
dengan dia?"
"Sudah menjadi kebiasaan kami untuk sedapat mungkin
mengingat-ingat wajah setiap langganan kami, agar didalam
kunjungan berikut kami bisa memberikan pelayanan yang
terbaik, meninggalkan kesan baik kepada pelanggang
merupakan salah satu kunci rahasia untuk suksesnya sebuah
perdagangan"

383
"Berani nilai transaksi yang dia lakukan waktu itu?"
"Kalau tidak salah tiga ribu tahil perak" jawab sang tauke
setelah berpikir sejenak.
"Bagus sekali" seru Nyo Sin sambil manggut-manggut dan
tertawa.
"Apanya yang bagus?" sang tauke keheranan.
"Hal ini membuktikan kalau kasus itu sudah berada pada
jalur yang sebenarnya"
"Bila ingin pembuktian yang lebih akurat, lebih baik
dicocokkan pula tanggal dibukanya cek tersebut" sela Tu Siauthian
dari samping.
"Gampang kalau ingin pembuktian itu, asal kita buka buku
transaksi dalam dua tiga bulan terakhir maka semuanya akan
ditemukan, tentu saja lebih baik lagi jika lembaran cek itu pun
dibawa serta"
Lembaran cek itu sudah diserahkan kembali kepada Si
Siang-ho, padahal orang itu tidak ikut mereka masuk ke kota,
untung mereka masih ingat benar lembaran cek itu dibuka
pada tanggal lima belas bulan dua belas dengan nomor urut
dua ratus tiga puluh sembilan.
Ketika sang tauke membuka buku catatan transaksi yang
terjadi pada tanggal lima belas bula dua belas dengan nomor
urut dua ratus tiga puluh sembilan maka tercatat disitu nilai
nominalnya adalah tiga ribu tahil perak.
Hal ini membuktikan kalau apa yang dikatakan Si Siang-ho
memang benar, cocok dan merupakan kenyataan.
Pada tanggal lima belas bulan dua belas Kwee Bok benarbenar
telah mendatangi rumah uang Kwong-hong dan
membuka selembar cek sebesar tiga ribu tahil perak.
Catatan itu tertera sangat jelas didalam kitab tebal milik
perusahaan, bukan saja Tu Siau-thian dan Nyo Sin dapat

384
melihatnya dengan jelas, Siang Huhoa pun dapat
membacanya dengan jelas.
Tidak terkecuali Kwee Bok, kini paras mukanya telah
berubah menjadi pucat pias, sorot matanya serasa membeku,
dia hanya mengawasi buku catatan itu dengan mata
mendelong.
Kini, sorot mata Tu Siau-thian dan Nyo Sin perlahan-lahan
mulai bergeser ke wajah Kwee Bok.
Siang Huhoa juga mengalihkan pandangan matanya ke
wajah pemuda itu, namun Kwee Bok seakan sama sekali tidak
merasakan hal ini.
"Sudah kau lihat dengan jelas?" tegur Nyo Sin kemudian
sambil tertawa dingin.
Kwee Bok mengangguk.
"Bagaimana penjelasanmu tentang bukti ini?" tanya Nyo Sin
lagi sambil tertawa dingin.
"Aku tidak bisa memberi penjelasan apa-apa"
"Jadi kau mengaku bersalah?"
"Tidak, aku tidak merasa bersalah, aku tidak merasa
pernah melakukan pelanggaran" kata Kwee Bok sambil
menggeleng, "kesemuanya ini merupakan sebuah intrik jahat,
sebuah perangkap yang dengan sengaja hendak mencelakai
aku!"
"Siapa yang membuat perangkap itu? Mereka?" kembali
Nyo Sin mengejek.
"Aku pun berharap bisa mengetahui hal ini secara jelas"
sahut Kwee Bok sambil tertawa mengenaskan.
"Padahal kau sudah tahu dengan jelas, yang kau maksud
mereka sesungguhnya hanya kau seorang diri!"
Kwee Bok hanya tertawa tanpa menjawab.

385
"Sekarang, apa lagi yang hendak kau utarakan?" tanya Nyo
Sin kemudian.
Kwee Bok masih tetap membungkam.
"Pengawal!" Nyo Sin membentak keras, tapi begitu
berteriak dia baru teringat kalau anak buahnya hanya Tu Siauthian
seorang.
"Ada apa?" tanya Tu Siau-thian sambil maju mendekat.
"Tangkap dia dan jebloskan dulu ke dalam sel tahanan"
Tu Siau-thian tertawa, selama ini dia memang selalu
memegangi bahu Kwee Bok.
Sekarang Nyo Sin baru teringat kalau mereka masih berada
di rumah uang Kwong-hong, maka setelah menghela napas
panjang katanya:
"Kelihatannya kasus ini membuat aku jadi kebingungan
sendiri"
"Benar, kejadian ini memang membuat orang kebingungan"
kata Siang Hu-hoa pula, pelahan lahan dia mengalihkan sorot
matanya ke wajah Kwee Bok.
Sementara itu Kwee Bok juga sedang memandang ke
arahnya, sinar matanya kelihatan kalut dan sangat aneh.
"Apakah ada sesuatu yang ingin kau sampaikan kepadaku?"
tanya Siang Huhoa tiba-tiba.
"Hanya sepatah kata"
"Katakan!"
"Aku sama sekali tidak membunuh Jui Pak-hay!"
Kembali Siang Huhoa menatapnya lekat-lekat, dia tidak
memberi komentar.

386
Kwee Bok sama sekali tidak berusaha untuk menghindari
sorot mata Siang Huhoa, kalau dilihat dari mimik mukanya, dia
tidak mirip orang yang sedang berbohong.
Setelah menghela napas panjang Siang Huhoa berkata:
"Kalau masalahnya sudah berkembang jadi begini, sulit
rasanya bagiku untuk mempercayai ucapanmu"
Kwee Bok terbungkam dan tidak mampu berkata-kata.
Siang Huhoa berkata lebih jauh:
"Bukan Cuma aku, setiap orang mungkin hampir sama
seperti diriku, kalau satu dua kejadian mungkin bisa dikatakan
kejadian yang kebetulan, tapi kalau setiap masalah ternyata
persis sama, itu sudah bukan kebetulan lagi"
Kwee Bok semakin terbungkam.
"Kendatipun kau anggap kejadian ini penasaran dan kau
hanya menjadi kambing hitam, mau tidak mau perasaan
tersebut harus kau terima dulu" kata Siang Huhoa lagi,
"menanti semua urusan sudah diselidiki dengan tuntas dan
terbukti kau memang tidak terlibat, pihak pengadilan pasti
akan membebaskan dirimu"
Kali ini Kwee Bok menghela napas panjang, dia tetap
membungkam.
"Benarkah semua kejadian adalah begini, cepat atau lambat
pasti akan tiba saatnya semua masalah jadi terang" Siang Huhoa
menambahkan.
"Aku tahu, kau memang seorang pendekar sejati yang jujur
dan adil!" akhirnya Kwee Bok buka suara.
Kali ini Siang Huhoa yang terbungkam.
"Aku tidak mempunyai tuntutan apa pun, aku hanya
berharap kau bisa menegakkan keadilan bagiku" Kwee Bok
berkata lagi.

387
Siang Huhoa mengangguk.
0-0-0
Ketika rombongan itu meninggalkan rumah uang Kwonghong
dan kembali ke pengadilan, senja sudah berlalu, malam
hari pun telah menyelimuti seluruh jagad.
Malam sudah larut, hanya bintang yang bertaburan di
angkasa.
Diwaktu biasa, saat seperti ini Ko Thian-liok sudah istirahat,
tapi malam ini terkecuali, biarpun sudah tengah malam buta,
dia masih berada di beranda samping.
Kecuali dia, disitu hadir pula Siang Huhoa, Tu Siau-thian
dan Nyo Sin, mereka sedang membicarakan kasus horor yang
menimpa Jui Pak-hay, teror yang dilakukan segerombol Laron
Penghisap darah.
Peristiwa ini memang kelewat aneh, kelewat mengerikan
hati.
Rasa mengantuk Ko Thian-liok sudah hilang lenyap
semenjak tadi, tentu saja rasa kantuk Siang Hu-hoa bertiga
pun sudah musnah tidak berbekas, mereka sedang membahas
apa benar di dunia ini terdapat setan iblis dan siluman?
Benarkah Gi Tiok-kun dan Kwee Bok adalah jelmaan dari
siluman laron?
Apa benar pembunuh yang telah menghabisi nyawa Jui
Pak-hay adalah mereka berdua?
Ketika angin malam berhembus lewat, tanpa terasa ke
empat orang itu sama sama bersin berulang kali.
Setelah mengelus jenggotnya tiba tiba Ko Thian-liok
berkata:

388
"Aku rasa kita harus mengambil sebuah kesimpulan atas
kejadian ini"
"Kami sudah mempunyai tertuduh" jawab Nyo Sin.
"Siapa mereka?"
"Tertuduh utama adalah Gi Tiok-kun dan Kwee Bok!"
"Apakah opas Nyo percaya akan adanya setan iblis dan
siluman?"
Nyo Sin berpikir sebentar lalu mengangguk.
Kembali Ko Thian-liok berpaling ke arah Tu Siau-thian
sambil bertanya:
"Bagaimana menurut pendapat opas Tu?"
"Pandanganku justru bertolak belakang"
“Tidak percaya maksudmu?"
"Yaa, sama sekali tidak percaya?"
"Alasannya?"
"Walaupun banyak tersiar kabar berita tentang setan iblis
atau siluman, tapi siapa sih manusia di dunia ini yang benar
benar pernah berjumpa dengan setan iblis atau siluman?'
"Jui Pak-hay!" tukas Nyo Sin.
"Justru karena kita sudah membaca semua catatan
peninggalan Jui Pak-hay maka kita mengira Jui Pak-hay benar
benar pernah bertemu dengan setan iblis dan siluman, tapi
aku berpendapat, kita tidak boleh percaya seratus persen atas
semua laporan yang tertinggal dalam kitab cacatan tersebut,
sebab hal ini membuat analisa kita gampang kabur lantaran
terpengaruh oleh catatan itu"
"Jadi kau menganggap kitab catatan itu palsu?"
Tu Siau-thian menggeleng.

389
"Kecuali Jui Pak-hay memang sengaja membesar-besarkan
masalah, kalau tidak, aku rasa kitab catatan itu tidak perlu
diragukan lagi keasliannya"
"Membesar besarkan masalah? Menggunakan nyawa
sendiri sebagai taruhan?"
"Oleh sebab itu aku percaya kitab catatan itu tidak ada
masalah"
"Lalu apa bedanya dengan percaya akan adanya setan iblis
atau siluman?" seru Nyo Sin.
"Jelas berbeda sekali"
"Dimana letak perbedaannya?"
"Biarpun apa yang tercatat merupakan kejadian nyata,
namun apa yang dilihat Jui Pak-hay belum tentu merupakan
kejadian nyata"
"Apa maksud perkataanmu itu? Tolong katakan lebih jelas
dan gamblang"
"Maksudku, ketika Jui Pak-hay sedang menulis buku
catatan itu, belum tentu setiap kali dia berada dalam keadaan
normal"
"Aku tetap tidak mengerti"
"Sewaktu menulis catatan itu, aku rasa ada berapa kali
benda atau makhluk yang dia anggap telah melihatnya itu
kemungkinan besar belum tentu ada wujudnya"
Tampaknya Nyo Sin masih tetap tidak mengerti namun dia
tidak bertanya lebih jauh, sambil mengalihkan pokok
pembicaraan ujarnya:
"Bila sesuai dengan keyakinanmu, setan iblis dan siluman
itu tidak ada, lalu kenapa bisa terjadi peristiwa seperti itu?"
"Aku rasa semuanya itu merupakan ulah atau perbuatan
manusia" Tu Siau-thian menegaskan.

390
"Ulah siapa?"
"Mungkin saja ulah Gi Tiok-kun, mungkin juga ulah Kwee
Bokl"
"Bukankah sejak tadi sudah kukatakan kalau pembunuh
yang sesungguhnya adalah mereka berdua?" protes Nyo Sin.
"Tapi aku tetap tidak yakin kalau kejadian ini merupakan
ulah mereka, juga tidak beranggapan kalau mereka berdua
adalah jelmaan dari siuman laron"
"Jadi menurut kau, seandainya merekalah pembunuhnya,
dengan cara apa kedua orang itu membantai Jui Pak-hay?"
"Benar, coba kau utarakan pandanganmu" sela Ko Thianliok
pula, "mungkin kita bisa membahasnya bersama"
"Baiklah" kata Tu Siau-thian kemudian, setelah mendeham
dia terusnya:
"Menurut pandanganku, sebenarnya kasus ini bukan suatu
kejadian yang aneh atau luar biasa, peristiwa ini berubah jadi
aneh dan penuh misteriu lantaran Jui Pak-hay telah
memasukkan masalah kejiwaannya ke dalam kejadian ini,
terpengaruh oleh jiwanya yang labil maka muncul khayalan
khayalan yang nampaknya sangat mengerikan"
"Kejiwaan bagaimana maksudmu?” tanya Ko Thian-liok
tertegun.
Siang Hu-hoa juga menunjukkan perasaan bingung dan tak
habis mengerti, apalagi Nyo Sin.
Tu Siau-thian segera menjelaskan:
"Setiap insan manusia tentu mempunyai kesukaan dan rasa
muak terhadap suatu jenis makhluk atau hewan, misalnya
ketika bertemu dengan seseorang, si A akan merasa muak
sekali tapi tidak begitu dengan pandangan si B"

391
"Maksudmu seperti tauke pegadaian di kota utara Thio
Hok?" tanya Ko Thian-liok sambil tertawa.
"Benar"
"Padahal Thio Hok punya wajah yang tampan, orang bilang
muka hokki, terhadap setiap orang pun ramah dan murah
senyum, wajah semacam ini sebetulnya tidak termasuk wajah
yang membosankan" kata Ko Thian-liok.
"Benar, tapi siapa pun yang bertemu dengannya, secara
otomatis muncul rasa ketidak senangannya, bahkan aku pun p
ingin sekali menghajarnya habis-habisan setiap kali berjumpa
dengannya" Tu Siau-thian menerangkan.
"Ini disebabkan dia sembunyi golok dibalik senyumannya,
dibalik senyumannya yang ramah terselip jiwa bangsatnya
yang tega menelan manusia berikut tulang belulangnya"
"Orang semacam ini memang sangat licik dan
menyebalkan"
"Karena itu semakin dipandang kau akan merasa semakin
muak"
"Benar, dan inilah masalah kejiwaan yang kita miliki"
Sekarang Ko Thian-liok baru mengerti apa yang dia
maksudkan, maka semua orang pun manggut manggut.
"Sebetulnya masalah kejiwaan semacam ini tidak jahat,
seperti misalnya saja aku, setiap kali melihat cicak, timbul rasa
muak dan ngeri diliati kecilku, bahkan melihat benda yang
mirip dengan warna cicak pun aku jadi muak dan ketakutan
setengah mati, kalau sudah mencapai puncaknya aku bisa
muntah muntah karena muaknya"
"Tapi apa hubungan persoalanmu dengan kematian Jui
Pak-hay?" tak tahan Nyo Sin menyela.

392
"Aku percaya Jui Pak-hay pun mempunyai masalah
kejiwaan dengan sejenis makhluk, makhluk yang membuatnya
sensitip, takut dan ngeri"
"Kau maksudkan makhluk apa?"
"Dengan laron misalnya!"
"Laron Penghisap darah?" Nyo Sin tertegun.
"Tidak harus dengan Laron Penghisap darah, mungkin
terhadap setiap jenis laron dia sudah merasa takut dan muak"
"Ooh......."
Tu Siau-thian melirik Siang Hu-hoa sekejap kemudian baru
berpaling ke arah Nyo Sin, tiba tiba katanya:
"Bukankah bentuk dan warna dari Laron Penghisap darah
sangat mencolok dan menarik perhatian, bukankah bentuknya
yang mencolok itu justru mendatangkan perasaan seram bagi
yang melihatnya?"
Tanpa terasa Siang Hu-hoa mengangguk, sedang Nyo Sin
segera berseru:
"Bukan Cuma aneh dan menyeramkan, aku bilang betul
betul horor........"
"Betul, memang mendatangkan perasaan horor........." Tu
Siau-thian membenarkan seraya mengangguk.
"Lantas kenapa?" tak sabar Nyo Sin mendesak.
Tu Siau-thian tidak menjawab, kembali tanyanya:
"Aku rasa diantara kita berempat tidak ada yang takut
dengan makhluk sebangsa laron bukan?"
Tidak seorang pun yang menjawab takut.
Tu Siau-thian segera berkata lebih jauh:
"Bagi kita yang tidak pernah punya perasaan takut
terhadap makhluk bangsa laron saja sudah dibuat ngeri dan

393
seram setelah menyaksikan sendiri kawanan Laron Penghisap
darah, coba bayangkan apa reaksinya bagi seseorang yang
pada dasarnya sudah takut dengan makhluk sebangsa laron
kemudian dia sangka telah bertemu dengan Laron Penghisap
darah?"
"Tentu saja lebih seram, lebih ngeri dan takut yang luar
biasa"
"Itulah dia, bila ledakan emosi seseorang sudah mencapai
suatu tingkat atau batas tertentu, kadangkala hal ini bisa
menyebabkan syarafnya terganggu hingga muncul khayalan
yang tidak waras"
"Tapi aku tidak melihat Jui Pak-hay berubah jadi orang gila
atau kurang waras otaknya"
"Tentu saja dia masih waras karena kepandaian silatnya
tinggi, dengan sendirinya diapun memiliki syaraf yang jauh
lebih kokoh ketimbang orang biasa, namun ketika ia jumpai
kawanan Laron Penghisap darah tersebut, rasa takut dan
ngeri yang muncul pasti amat kuat dan hebat yang belum
tentu bisa diterima dan dibendung oleh kekuatan syarafnya"
"Kalau tidak tahan lantas kenapa?"
"Semenjak peristiwa itu, besar kemungkinan otaknya jadi
kurang normal, untuk sementara waktu otaknya kehilangan
kontrol sehingga tingkah lakunya jadi aneh" kata Tu Siau-thian
dengan suara dalam.
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya lagi dengan
suara yang lebih dalam:
"Bila seseorang berada dalam kondisi kesadaran tidak
terkontrol, seringkali dia akan melihat banyak kejadian yang
aneh dan menyeramkan"
"Kejadian apa maksudmu?"

394
"Kejadian yang tidak nyata dan seringkali kejadian tersebut
hanya bisa disaksikan oleh dia sendiri"
"Aneh, bagaimana mungkin bisa terjadi peristiwa semacam
ini?"
"Semua kejadian, semua benda dan semua makhluk yang
dia lihat sebetulnya timbul dari khayalan dia sendiri, apa yang
dia sebut sebagai menyaksikan padahal hanya sebuah ilusi,
sesuatu yang tidak nyata" Tu Siau-thian menerangkan.
Kemudian setelah tertawa, lanjutnya:
"Kejadian tersebut tidak jauh berbeda seperti mimpi yang
kita peroleh sewaktu tidur dimalam hari, dalam alam mimpi
seringkali kita pun menyaksikan banyak makhluk, banyak
benda dan banyak kejadian yang tidak nyata, kejadian
kejadian tragis yang sebetulnya tak pernah ada dan tak
pernah terjadi beneran"
"Yaa benar" sela Ko Thian-liok sambil tertawa dan manggut
m anggut, "semalam pun aku mendapat mimpi, seolah aku
bersayap dan bisa terbang ke langit"
"Bisa jadi apa yang dialami Jui Pak-hay waktu itu
sesungguhnya adalah kejadian seperti ini, tapi ketika dia
mencatat kembali semua peristiwa itu di atas kertas,
kemungkinan dia sudah berada dalam kondisi stabil dan sadar,
hanya dia tidak tahu kalau apa yang sudah dia catat
sebetulnya hanya ilusi belaka, kejadian tidak nyata yang
dialarriinya ketika jiwanya sedang tergoncang dan tidak stabil"
Setelah berhenti sejenak, kembali terusnya:
"Sewaktu jiwanya sedang goncang dia akan menyaksikan
kejadian kejadian yang menakutkan, tapi ketika jiwanya stabil
kembali apa yang pernah dilihat lenyap dengan begitu saja,
bila keadaan seperti ini dialaminya berulang kali, tak aneh jika
dia anggap telah bertemu dengan setan iblis atau siluman dan
sebangsanya"

395
Penjelasan tersebut bukannya tanpa dasar, kalau ditelaah
kembali semuanya memang merupakan kenyataan.
Tu Siau-thian memang punya bakat bicara, kata kata yang
meluncur keluar dari mulutnya membuat orang makin yakin
dan percaya.
Tanpa terasa Siang Hu-hoa dan Ko Thian-liok manggut
manggut, hanya Nyo Sin yang terkecuali, dia sedang awasi Tu
Siau-thian dengan pandangan dingin.
Terdengar Tu Siau-thian berkata lebih jauh:
"Dengan dasar analisa itulah aku katakan bahwa buku
catatan tersebut memang merupakan kenyataan, tapi apa
yang dicatat Jui Pak-hay dalam catatan tersebut bukan
kenyataan tapi hanya ilusi saja, khayalan kosong"
"Dan karena itu pula dia merasa seakan di teror, seakan
merasa dikejar dengan segala keseraman dan kengerian?"
tanya Ko Thian-liok.
"Besar kemungkinan hal ini pun disebabkan karena dia
terlalu banyak mendengarkan kisah dongeng seputar
keseraman Laron Penghisap darah"
"Hmmm, kalau didengar sepintas lalu perkataanmu seolah
sangat masuk diakah..." ujar Nyo Sin tiba-tiba.
Tu Siau-thian segera menangkap arti lain dibalik perkataan
itu, maka dia tidak memberi komentar dan hanya
membungkam diri.
Terdengar Nyo Sin berkata lebih jauh:
"Apa itu otak tak waras, apa pula ilusi, darimana kau
dapatkan istilah istilah baru macam begitu?"
"Akupun baru pertama kali ini mendengar hal-hal seperti
itu" ujar Ko Thian-liok pula sambil memandang Tu Siau-thian
dengan sorot mata ragu.

396
Hanya Siang Huhoa seorang yang tetap berdiri tenang,
seakan kejadian macam begitu sudah bukan hal yang aneh
lagi baginya.
"Tayjin, masih ingat bukan lantaran satu kasus besar
hamba pernah berangkat ke Pakkhia untuk melakukan
penyelidikan?" tanya Tu Siau-thian tenang.
Ko Thian-liok segera mengangguk:
"Benar, aku masih ingat"
"Dalam perjalanan menuju ke kota Pakkhia, hamba telah
berkenalan dengan seorang penyebar agama bangsa asing,
orang itu sebenarnya berprofesi sebagai seorang dokter"
"Jadi orang asing itu yang memberitahukan segala
sesuatunya kepadamu?"
"Benar"
Nyo Sin kembali mendengus:
"Hmmm, biasanya ajaran orang asing hanya cocok untuk
orang asing" selanya.
"Itu mah belum tentu" timbrung Siang Huhoa.
Sekali lagi Nyo Sin mendengus.
Siang Huhoa tidak perdulikan dia, kembali ujarnya kepada
Tu Siau-thian:
"Kalau toh terjadi keadaan seperti apa yang kau utarakan,
paling tidak dia kehilangan kontrol atas kesadaran sendiri
setelah bertemu dengan kawanan Laron Penghisap darah,
atau dengan perkataan lain Laron Penghisap darah memang
ada wujudnya di dunia ini"
"Sepasang mata yang kita miliki belum berpenyakit bukan?
Aku percaya apa yang telah kita saksikan merupakan satu
kenyataan" sahut Tu Siau-thian sambil tertawa.

397
Mereka berdua memang telah menyaksikan kehadiran
Laron Penghisap darah, bukan hanya satu kali malah.
"Dalam keadaan sadar dan terkontrol syarafnya, aku
percaya sepasang mata Jui Pak-hay pun tidak bermasalah"
kata Siang Hu-hoa.
"Kalau memang demikian kenyataannya, berarti Jui Pak-hay
baru kehilangan kontrol setelah menyaksikan kehadiran
kawanan Laron Penghisap darah itu"
"Kalau toch dia takut dengan makhluk sebangsa laron,
tentu saja tidak akan memelihara Laron Penghisap darah
didalam rumahnya"
"Maksudmu orang yang memelihara kawanan Laron
Penghisap darah itu sudah pasti orang yang berniat
mencelakai atau ingin membunuhnya?"
"Benar! Dengan kata lain pemilik Laron Penghisap darah
itulah pembunuh yang sesungguhnya dari Jui Pak-hay"
"Rasanya memang begitu"
"Pembunuh yang sebenarnya pasti bukan orang yang
kurang waras otaknya atau punya kelainan jiwa bukan?" Siang
Hu-hoa menambahkan.
Tu Siau-thian tertawa tergelak.
"Aaah, masa begitu kebetulan?" serunya.
"Kalau memang bukan, berarti pembunuh Jui Pak-hay tentu
orang yang mempunyai rencana yang matang, dia pasti punya
maksud dan tujuan tertentu"
"Maksudmu dia memang punya niat untuk membunuh
korbannya?"
"Benar, paling tidak aku beranggapan bahwa kematian Jui
Pak-hay bukan karena salah membunuh, aku yakin segala

398
sesuatunya berjalan sesuai dengan rencana yang telah
dipersiapkan secara matang"
"Menurut pengalamanku, biasanya rencana pembunuhan
dilakukan karena berapa macam alasan"
"Maksudmu?"
"Membalas dendam adalah salah satu alasan
diantaranya........"
"Menurut apa yang kuketahui, semua musuh besarnya
telah tewas diujung pedangnya, jadi tak pernah ada musuh
besarnya yang tahu siapakah dia" kata Siang Hu-hoa, setelah
menghela napas terusnya, "selama melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan, dia tidak pernah membiarkan
korbannya tetap hidup"
"Berarti Si Siang-ho adalah pengecualian?"
"Mungkin saja dia memang tidak pernah menganggap
peristiwa ini sebagai sesuatu yang serius, sehingga dia anggap
tidak perlu diselesaikan dengan ilmu silat, otomatis dia pun
menganggap tidak ada perlunya untuk membunuh Si Siangho"
"Atau bisa jadi dia memang tidak pernah pandang sebelah
matapun terhadap Si Siang-ho"
Siang Huhoa manggut manggut, setelah termenung
sejenak dia menambahkan:
"Mungkin watak dan perangainya telah terjadi perubahan
besar saat itu sehingga berbeda dengan masa masa
sebelumnya"
"Benturan karena kepentingan merupakan alasan ke
dua.............."
"Kalau soal ini mah semestinya kalian jauh lebih jelas" ucap
Siang Huhoa.

399
"Aku tidak melihat terjadinya benturan karena kepentingan
di wilayah seputar sini....."
"Itu berarti kemungkinan alasan ke tiga, tapi apa itu?"
"Bencana yang timbul karena harta atau wanita"
"Jui Pak-hay memang seorang lelaki" Tu Siau-thian segera
tertawa tergelak. "Hahaha.... aku tahu kalau dia seorang
lelaki" serunya, "semisal dia menyamar jadi perempuan pun
sudah pasti dia bukan perempuan yang cantik, aku rasa
kemungkinan karena perempuan kecil sekali. Ini berarti karena
harta...... aku lihat bibit bencana yang paling memungkinkan
adalah karena harta"
"Sebelum kita memasuki ruang rahasia bawah tanahnya,
apakah kau pernah menduga kalau dia memiliki harta
kekayaan yang begitu banyak?" tanya Siang Huhoa.
Tu Siau-thian menggeleng.
"Padahal kau adalah sahabat karibnya" ujar Siang Hu-hoa
lebih jauh, "kalau kau saja tidak tahu, Jui Gi sebagai
pembantu kepercayaannya juga tidak tahu, lalu siapa yang
tahu akan rahasia ini?"
"Aku rasa hanya satu orang yang kemungkinan tahu akan
hal itu"
"Gi Tiok-kun maksudmu?"
"Biasanya seorang lelaki tidak akan merahasiakan masalah
apa pun dihadapan perempuan kesayangannya"
Siang Huhoa sama sekali tidak menyangkal akan perkataan
itu, sebab bukan hanya satu dua kali dia jumpai lelaki
semacam ini, untuk menarik perhatian kaum wanita yang
dituju, seringkah kaum lelaki akan mempamerkan segala
kemampuan, segala kekayaan yang dimilikinya.

400
Keadaan tersebut tidak jauh berbeda seperti burung merak
jantan yang mementangkan bulu-bulu indahnya untuk menarik
perhatian merak betina.
Bab 21.
Dongeng dari Siau-siang.
Apakah Jui Pak-hay termasuk lelaki semacam ini? Dia tidak
yakin.
Ketika mereka masih bersahabat karib, Jui Pak-hay belum
pernah menyinggung soal keinginannya untuk membangun
rumah tangga, dia adalah orang yang suka berganti pacar dan
mencicipi tubuh perempuan satu ke tubuh perempuan lain.
Tapi akhirnya dia telah menikahi Gi Tiok-kun, benarkah dia
amat mencintai perempuan itu sehingga meninggalkan
kebiasaan lamanya?
Untuk mendapatkan perhatian dari Gi Tiok-kun, apakah Jui
Pak-hay menggunakan pula taktik burung merak jantan yang
mempamerkan kelebihan sendiri? Tidak ada yang tahu,
mungkin dalam hal ini hanya Jui Pak-hay dan Gi Tiok-kun
berdua yang bisa menjawab.
"Tidak ada salahnya kita berandai andai" kembali Tu Siauthian
berkata, "kita anggap Gi Tiok-kun memang sudah tahu
kalau Jui Pak-hay memiliki harta karun yang luar biasa
besarnya, kitapun menganggap hubungan antara Jui Pak-hay
dengan bininya persis seperti apa yang digambarkan Jui Pakhay
di dalam catatannya.........."
Siang Huhoa yang mendengar sampai disitu segera
menghela napas panjang, kalau urusan memang seperti apa
yang Tu Siau-thian gambarkan, masalahnya jadi lebih
sederhana dan gampang.

401
Kembali Tu Siau-thian berkata:
"Jui Pak-hay mencintai Gi Tiok-kun sebaliknya Gi Tiok-kun
mencintai Kwee Bok, bila perempuan itu sedang mengincar
harta karum milik Jui Pak-hay sementara diapun enggan hidup
bersama suaminya sampai hari tua nanti, menurut kalian jalan
terbaik apa yang bakal dia lakukan?"
Siang Huhoa tidak menjawab, sebaliknya Nyo Sin segera
berseru:
"Jalan yang terbaik adalah berkomplot dengan kekasih
gelapnya, membunuh suaminya dan merampas harta
kekayaan miliknya!"
"Betul!" sambung Ko Thian-liok pula, "begitu Jui Pak-hay
mati, otomatis seluruh harta kekayaan itu akan jatuh ke
tangan Gi Tiok-kun"
"Peristiwa pembunuhan karena alasan klasik semacam ini
sudah terlalu sering terjadi, oleh sebab itu aku anggap
kemungkinan seperti ini bisa saja terjadi dalam kasus ini" ujar
Tu Siau-thian lagi.
Siang Huhoa masih tetap membungkam.
Tu Siau-thian berkata lebih lanjut:
"Bila kita membuat perumpamaan seperti ini, maka
beberapa bukti yang berhasil kita kumpulkan selama ini sudah
lebih dari cukup untuk menuduh Gi Tiok-kun dan Kwee Bok
berdua sebagai dalang pembunuhan ini, coba kita bayangkan
saja dengan kepala dingin, kecuali Jui Pak-hay, siapa lagi yang
bisa keluar masuk di dalam perkampungan Ki po cay dengan
leluasa bahkan memelihara Laron Penghisap darah disitu?"
"Tentu saja hanya Gi Tiok-kun seorang!" sela Nyo Sin
cepat.

402
"Dan siapa pula yang bisa menyimpan Laron Penghisap
darah didalam lemari pakaian serta di sela sela payudara Gi
Tiok-kun?"
"Tentu saja hanya Gi Tiok-kun seorang!"
Siang Hu-hoa yang membungkam selama ini tiba tiba
berkata:
"Kalau aku tidak salah tebak, semestinya Gi Tiok-kun sudah
tahu tentang rahasia harta kekayaan Jui Pak-hay semenjak
tiga tahun berselang bukan?"
"Mungkin, tapi biarpun sudah tahu sejak lama bukan berarti
ia bisa turun tangan secara langsung" sahut Tu Siau-thian.
"Jadi dia mesti menunggu selama tiga tahun?"
"Tiga tahun toh bkan terhitung waktu yang cukup panjang"
Siang Hu-hoa segera berpaling dan menatap tajam wajah
Tu Siau-thian, ujarna:
"Kalau kudengar dari nada pembicaraanmu, aku tahu kau
pasti mempunyai alasan yang bagus untuk menjelaskan hal
ini"
"Sekalipun sejak awal dia sudah punya ingatan untuk
mencelakai Jui Pak-hay, namun sebelum segala persiapan
menjadi matang dan segala rencana siap dilaksanakan,
perempuan itu pasti tidak akan turun tangan secara gegabah"
"Jadi menurut pendapatmu?"
"Mula mula dia pasti harus selidiki dahulu segala sesuatu
mengenai Jui Pak-hay, dia harus yakin kalau lelaki itu tidak
memiliki istri lain, tidak punya anak atau sanak keluarga
lainnya, sehingga dia harus yakin dulu bila lelaki itu
sampai mati maka seluruh harta kekayaannya akan jatuh
ke tangannya"
"Kemudian?"

403
"Dia harus memiliki sebuah rencana yang paling luwes dan
paling sempurna" "Selainku?"
"Cukup untuk persiapkan dua hal ini, dia sudah butuh
waktu yang lama sekali, apalagi membunuh Jui Pak-hay belum
tentu murni usulannya"
Tiba tiba Tu Siau-thian menghela napas panjang, terusnya:
"Terus terang, aku pun tidak percaya kalau perempuan itu
begitu keji dan telengas sehingga tega membunuh suami
sendiri"
"Jadi kau curiga kalau semua usul dan ide ini muncul dari
pemikiran Kwee Bok?" tanya Siang Huhoa.
"Aku memang curiga ke situ" sahut Tu Siau-thian, setelah
menghela napas panjang lanjutnya, "tapi sayang bocah muda
itu tidak mirip manusia semacam ini......"
Saat itulah mendadak Ko Thian-liok menyela:
"Jika mereka berdua benar benar merupakan pembunuh
utama dalam kasus ini, lalu bagaimana analisa mu tentang
perjalanan mereka untuk melaksanakan pembunuhan
berdarah ini?"
"Menurut perhitunganku, sejak menikah dengan Jui Pakhay,
besar kemungkinan Gi Tiok-kun masih memelihara
hubungan dengan Kwee Bok secara diam-diam, tatkala dia
mendapat tahu kalau Jui Pak-hay sangat takut dan mual
terhadap laron, mereka berdua pun menyusun rencana kerja
berikut sambil menunggu tibanya saat yang paling tepat untuk
membunuh Jui Pak-hay!"
"Bagaimana rencananya?"
"Langkah pertama, tentu saja Kwee Bok harus
mempersiapkan sejumlah Laron Penghisap darah"
"Kenapa harus mengumpulkan Laron Penghisap darah?"

404
Tu Siau-thian termenung sambil berpikir sejenak, lalu
katanya:
"Mungkin saja didalam pembicaraan sehari hari, Gi Tiok-kun
mendapat tahu kalau diantara kelompok laron ternyata Jui
Pak-hay paling takut dengan Laron Penghisap darah, atau
mungkin saja Kwee Bok pernah berkunjung ke wilayah Siausiang,
pernah menyaksikan Laron Penghisap darah dan
menganggap hanya Laron Penghisap darah yang bisa
membuat pikiran Jui Pak-hay kalut dan hilang kontrol"
"Lantas apa langkah ke dua mereka?'
"Tentu saja melatih pengendalian terhadap kelompok Laron
Penghisap darah itu"
"Memangnya kawanan Laron Penghisap darah itu benarbenar
bisa dikendalikan?"
"Percaya saja, melatih kawanan laron tidak jauh berbeda
seperti melatih sekelompok lebah, asal mau dilatih dengan
sungguh sungguh, asal mau mempelajari sifat dan kebiasaan
makhluk tersebut, suatu saat kawanan makhluk itu pasti dapat
dikendalikan"
"Langkah berikut.........." tanya Ko Thian-liok lagi.
"Ketika semua persiapan sudah matang, mereka pun mulai
melancarkan gerakan untuk mencelakai Jui Pak-hay, mula
mula mereka gunakan rasa takut Jui Pak-hay terhadap Laron
Penghisap darah untuk menteror dirinya, mereka sengaja
mengatur kawanan Laron Penghisap darah agar bisa muncul
dihadapan Jui Pak-hay berulang kali, semua gerakan, semua
penampilan laron laron itu disesuaikan persis sama dengan
berita dongeng yang banyak beredar di wilayah Siau-siang,
agar Jui Pak-hay yakin dan percaya kalau dirinya telah
dijadikan target dan sasaran dari si raja Laron Penghisap
darah"
Sesudah berhenti sejenak, kembali lanjutnya:

405
"Untuk kelancaran dalam melaksanakan rencana ini, sejak
tiga bulan berselang Kwee Bok menyewa ruangan di rumah
penginapan Hun-lay milik Si Siang-ho dengan alasan sedang
meramu sejenis obat mustajab, dia sengaja memelihara
kawanan Laron Penghisap darah itu didalam rumah
penginapan tersebut"
"Yaa, dalam hal ini kita nyaris dapat mengumpulkan saksi
dari orang orang seluruh dusun, dia memang tidak mungkin
bisa mungkir lagi" sela Nyo Sin.
"Tauke rumah uang Kwong-hong beserta beberapa orang
karyawannya juga merupakan saksi saksi yang menguatkan"
Ko Thian-liok menambahkan.
"Telah kuselidiki dengan jelas asai usul tauke rumah uang
itu" kata Nyo Sin cepat, "dia hanya seorang rakyat biasa, tidak
mungkin ada masalah dan dia tidak mungkin sengaja
menfitnah atau menuduh Kwee Bok tanpa bukti"
"Selain itu pedagang kelinci juga merupakan saksi yang
menguatkan, mereka bisa membuktikan kalau Kwee Bok
pernah membeli ribuan ekor kelinci dari mereka" ujar Ko
Thian-liok pula.
"Aku pun telah selidiki beberapa orang pedagang itu,
mereka memang tidak ada masalah"
0-0-0
Dalam perjalanan kembali ke pengadilan, Nyo Sin, Siang
Huhoa dan Tu Siau-thian dengan mengggelandang Kwee Bok
sempat mampir di tempat penjualan kelinci.
Beberapa orang pedagang kelinci itu serentak maju
mengerubung ketika melihat kemunculan Kwee Bok, mereka

406
semua berkata kalau telah menyiapkan berapa ratus ekor
kelinci untuknya.
Tentu saja Nyo Sin tidak menyia nyiakan kesempatan ini
untuk memeriksa berapa orang pedagang itu.
Begitu pertanyaan diajukan, dia segera mendapat tahu
kalau selama ini Kwee Bok memang pernah membeli berapa
ribu ekor kelinci dari tangan mereka.
Langganan besar seperti Kwee Bok pasti tidak akan disia
siakan setiap pedagang, mereka pasti mempunyai kesan yang
dalam terhadap pelanggan besar seperti ini.
Konon setiap kali membeli kawanan kelinci itu, Kwee Bok
selalu berpesan wanti wanti agar mereka menutup rahasia
pembelian ini.
Bahkan Kwee Bok pun tidak pernah menawar harga yang
diminta para pedagang, dia selalu membayar kontan dan
membeli dalam jumlah besar.
Baru pertama kali ini para pedagang kelinci itu bertemu
dengan pelanggan seperti ini.
Padahal disekitar tempat itu bukan mereka saja yang
menjual kelinci, disana masih banyak terdapat pedagang lain.
Sudah barang tentu mereka tidak ingin pelanggan sebagus
ini jatuh ke tangan pedagang lain, maka mereka hanya
melakukan transaksi dengan Kwee Bok secara diam diam dan
penuh rahasia.
Jual beli telah berlangsung belasan kali, tapi sejak belasan
hari terakhir mereka tidak menemukan jejak Kwee Bok lagi.
Padahal selama ini mereka telah persiapkan lagi berapa
ratus ekor kelinci, tidak heran kalau mereka segera maju
mengerubung begitu melihat kemunculan Kwee Bok.
Tentu saja Nyo Sin pun tidak akan melepaskan kesempatan
baik ini.

407
Setelah melalui sederet pemeriksaan yang ketat, diketahui
bahwa kawanan pedagang itu sama sekali tidak bermasalah
dan tidak ada yang patut dicurigai.
Para pedagang itupun tidak ada yang tahu buat apa Kwee
Bok membeli begitu banyak kelinci. Ada orang yang menduga
Kwee Bok mempunyai toko penjual kelinci, ada yang menduga
dia adalah pedagang besar kelinci yang mengirim binatang
binatang itu ke tempat lain. Bahkan ada pula yang curiga
Kwee Bok membuka rumah makan dan menggunakan daging
kelinci untuk memalsukan daging babi.
Tentu saja dugaan dugaan mereka itu keliru besar.
Dalam kenyataan kawanan kelinci itu dikirim ke rumah
penginapan Hun-lay dan saban hari Si Siang-ho menghantar
sepuluh ekor kelinci untuk mangsa kawanan Laron Penghisap
darah yang dipelihara dalam ruang rumah penginapannya.
0-0-0
Nyo Sin tertawa dingin, kembali ujarnya:
"Sekarang barang bukti sudah lengkap, saksi pun sudah
lengkap, tapi orang she-Kwe itu belum juga mau mengaku
salah, entah rencana busuk apa lagi yang sedang dia
persiapkan"
Tidak ada yang menjawab.
Rencana busuk apa yang sedang dipersiapkan Kwee Bok?
Kecuali dia sendiri, tentu saja orang lain tidak akan bisa
menebaknya.
Ko Thian-liok segera mengalihkan pandangannya ke wajah
Tu Siau-thian, kemudian perintahnya:
"Lanjutkan!"

408
Tu Siau-thian mengangguk.
"Dengan Gi Tiok-kun membantunya dari dalam, tentu saja
semua rencana dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Gi
Tiok-kun bukan saja mengatur jadwal pemunculan kawanan
Laron Penghisap darah itu dihadapan Jui Pak-hay, bahkan
setiap kali muncul dihadapan suaminya, dia selalu berlagak
seolah olah dia sama sekali tidak menyaksikan sesuatu"
"Apa gunanya dia berlagak tidak melihat?"
"Agar Jui Pak-hay percaya kalau kawanan Laron Penghisap
darah itu merupakan jelmaan dari setan iblis. Pada dasarnya
Jui Pak-hay memang sangat takut terhadap Laron Penghisap
darah, dengan ditambahnya teror seperti ini tidak heran kalau
dia semakin panik dan ketidakutan, tidak heran pula jika
pikirannya jadi tidak waras"
Setelah berhenti sebentar, kembali terusnya: "Makin hari
mereka menteror Jui Pak-hay semakin hebat, rasa takut Jui
Pak-hay terhadap kawanan Laron Penghisap darah pun makin
lama semakin menjadi. Kini bukan saja Gi Tiok-kun telah
menyembunyikan kawanan Laron Penghisap darah itu didalam
lemari pakaiannya, dia pun menyimpan dalam kamar tidurnya,
jelas tujuannya adalah untuk semakin menakut nakuti
suaminya. Lalu dengan alasan hendak mengobati penyakitnya
dia mengundang kedatangan Kwee Bok, dalam perjamuan dia
pun meminta Kwee Bok menjadi pihak ke tiga yang
menyangkal kalau telah melihat kemunculan Laron Penghisap
darah, kesemuanya ini membuat rasa percaya diri yang
dimiliki Jui Pak-hay semakin runtuh. Dalam keadaan demikian
tidak aneh jika pikiran Jui Pak-hay semakin kalut dan otaknya
semakin tidak waras, bila seseorang sudah berada dalam
keadaan yang amat ketakutan, perbuatan apa pun bisa dia
lakukan"
"Ehmmm, analisa mu memang sangat masuk diakal"

409
"Aku yakin tujuan utama mereka adalah begitu, jika Jui
Pak-hay benar benar tewas karena alasan semacam ini, sudah
pasti orang lain tidak akan mencurigai mereka berdua, kalau
toch ada, orang pun sulit untuk menemukan barang bukti
yang bisa memberatkan tuduhan terhadap mereka"
Ko Thian-liok kembali manggut manggut.
"Jika Jui Pak-hay dianggap mati bunuh diri, pembunuhnya
adalah dia sendiri, tentu saja tidak ada sangkut pautnya
dengan orang lain" dia berkata.
"Sayang perhitungan manusia tidak mampu mengalahkan
kehendak Thian"
"Oya?"
"Ketika Laron Penghisap darah itu muncul untuk ke dua
kalinya, mereka tidak menyangka kalau Jui Pak-hay sedag
mencari aku. Dengan kehadiranku ditempat kejadian, maka
aku pun dapat melihat ke dua ekor Laron Penghisap darah itu,
bahkan berhasil menangkap seekor diantar anya"
"Apakah kejadian ini ada pengaruhnya?"
"Tentu saja, kejadian tersebut membuktikan tentang
keberadaan Laron Penghisap darah dan menumbuhkan
kembali rasa percaya diri dari Jui Pak-hay, oleh sebab itu
ketika Gi Tiok-kun bilang kalau dia tidak melihat kehadiran
Laron Penghisap darah, Jui Pak-hay tidak percaya dengan
pengakuannya, dia curiga bininya sedang berbohong.
Sesungguhnya Jui Pak-hay termasuk orang yang besar rasa
curiganya, bila satu ingatan sudah muncul maka dia akan
mengaitkan pemikiran itu dengan masalah yang lain,
akibatnya dia pun menganggap Gi Tiok-kun dan Kwee Bok
sebagai jelmaan dari siluman laron dan muncullah niatnya
untuk menghabisi nyawa ke dua orang ini"
Semua penjelasan dia tuturkan selancar aliran air disungai
Tiangkang, terusnya:

410
"Ketika Gi Tiok-kun dan Kwee Bok menyadari akan rencana
jahat Jui Pak-hay terhadap mereka, kedua orang itupun
segera membatalkan rencana semula dan segera
mempercepat pembunuhan itu dengan dilakukan secara
langsung"
"Ehmmm, kemungkinan ini memang bisa diterima"
Tu Siau-thian berkata lagi:
"Mereka tentu tahu kalau kepandaian silat yang dimiliki Jui
Pak-hay sangat hebat, bila harus bentrok berhadapan muka
jelas mereka mencari kematian, maka bisa jadi terpaksa
mereka harus gunakan Laron Penghisap darah untuk menakut
nakuti Jui Pak-hay. Ketika tiba pada malam tanggal lima belas,
karena secara beruntun Jui Pak-hay sudah mengalami teror
selama empat belas hari, ketegangan yang kelewat puncak
membuat tubuh maupun mentalnya menjadi melemah,
sewaktu sadar, dia hidup layak seperti manusia biasa, tapi
begitu otaknya mulai tidak waras, dia seakan berubah jadi
orang yang lain, dalam benak dan bayangannya hanya ada
bayangan dari Laron Penghisap darah"
Sesudah menghembuskan napas panjang, terusnya:
"Oleh karena selama ini dia selalu beranggapan bahwa raja
laron bakal muncul pada malam tanggal lima belas dan
kawanan laron itu pasti akan menghisap darahnya hingga
kering, maka begitu dia bertemu dengan kawanan Laron
Penghisap darah pada malam tersebut, semangat dan
mentalnya langsung rontok"
"Bukankah kau pernah bilang bahwa pada malam itu tidak
nampak ada rombongan Laron Penghisap darah yang terbang
masuk ke ruang perpustidakaan?" sela Nyo Sin.
Tu Siau-thian gelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya:

411
"Hanya siluman dan setan iblis yang bisa masuk tembus
dinding, kita toch sudah menyangkal kalau kawanan Laron
Penghisap darah itu bukan siluman atau setan iblis"
"Itu berarti hanya ilusi, hanya khayalan kosong yang
mengganggu pikirannya waktu itu?"
"Juga bukan begitu" Tu Siau-thian menggeleng.
Kontan Nyo Sin mendelik, tapi Tu Siau-thian tidak
menggubris, dia menerangkan lagi:
"Gi Tiok-kun sudah mengetahui rahasia kekayaan yang
dimiliki Jui Pak-hay, tentu saja diapun tahu ditempat mana
suaminya menyembunyikan harta karun itu, bahkan bisa jadi
segala alat jebakan dan perangkap yang dipasang berlapis
dalam ruang rahasia itu sudah tidak bermanfaat lagi terhadap
dirinya"
"Jadi dia mengetahui cara mengendalikan alat perangkap
itu?"
"Aku tidak bermaksud begitu"
"Lalu apa maksudmu?"
"Dia adalah perempuan kesayangan Jui Pak-hay, menurut
penilaianmu, bila dia sudah berniat mempelajari cara
mengendalikan alat perangkap tersebut, setelah melewati
waktu selama tiga tahun, mungkinkah usahanya itu tanpa
hasil?"
"Tentu saja tidak"
"Bila dia mengetahui bagaimana caranya mengendalikan
alat perangkap dalam ruang rahasia itu, otomatis Kwee Bok
juga tahu akan rahasia ini. Bila dugaanku tidak keliru, bisa jadi
secara diam diam Kwee Bok telah menyusup masuk ke dalam
ruang perpustakaan pada malam tanggal lima belas, membuka
pintu rahasia itu dan menyusup ke dalam ruang bawah tanah,

412
ketika dia melihat kesempatan telah datang maka dia buka
pintu rahasia itu dan melepaskan Laron Penghisap darah"
"Kemudian?"
"Sewaktu melihat munculnya Laron Penghisap darah
didalam ruang
perpustakaannya, Jui Pak-hay menyangka saat ajalnya
telah tiba, waktu itu semangat maupun mentalnya sudah
runtuh, peristiwa mengerikan apa lagi yang tidak bisa dia
lakukan dalam keadaan begitu? Ketika seorang manusia
menghadapi ancaman kematian, biasanya ada dua reaksi yang
mungkin mereka lakukan"
"Reaksi yang bagaimana?"
"Kalau tidak beradu jiwa tentu berusaha melarikan diri"
"Ooh?"
"Kalau bisa beradu jiwa pasti akan beradu jiwa, kalau tidak
bisa beradu jiwa tentu berusaha untuk melarikan diri, tidak
terkecuali diri Jui Pak-hay. Mula-mula dia mencabut dulu
pedangnya dan siap beradu jiwa, ketika melihat usahanya
tanpa hasil, tentu saja dia akan berusaha untuk melarikan diri"
Sesudah berhenti sebentar, lanjutnya:
"Tempat paling aman yang ada dalam ruang perpustakaan
ini adalah ruang bawah tanah, sebab dia anggap disitulah dia
telah persiapkan pelbagai alat perangkap yang canggih,oleh
sebab itu kecuali dia tidak berusaha kabur, bila ingin melarikan
diri, dia pasti akan kabur ke ruang bawah tanah, padahal
disanalah Kwee Bok telah menunggunya!"
"Kehadiran pemuda itu tentu jauh diluar dugaan Jui Pakhay
bukan?” kata Nyo Sin.
"Betul, selain diluar dugaan dia pun sedang kabur dengan
tergesa-gesa, pikirannya kalut dan mentalnya runtuh, dalam
kondisi seperti ini mana mungkin Jui Pak-hay bisa lolos dari

413
sergapan Kwee Bok? Maka pada akhirnya dia pun tewas
ditangan pemuda itu"
"Dengan kemampuan Kwee Bok, mana mungkin dia
mampu membunuhnya?"
"Betul, kepandaian silatnya memang sangat tangguh,
namun dalam kondisinya waktu itu, mungkin dia tidak jauh
berbeda dengan keadaan manusia biasa"
"Dengan cara apa Kwee Bok membunuhnya?"
"Mungkin menggunakan racun, mungkin menghantam dulu
kepalanya dengan benda berat kemudian baru membantainya,
apa pun penyebab kematiannya, yang pasti kita tidak akan
bisa menemukan bekas bekas tersebut dari atas jenasahnya"
Diam diam Nyo Sin bergidik, dia belum lupa bagaimana
kondisi mayat Jui Pak-hay saat itu.
Batok kepalanya sudah berubah jadi tengkorak, tubuhnya
sebagian sudah tinggal tulang belulang sebagian masih ada
dagingnya namun mulai membusuk dan melelehkan cairan
yang memuakkan, bagaimana mungkin mereka bisa
melakukan autopsi pada sesosok jenasah yang sudah parah
keadaannya?
Tu Siau-thian sendiri ikut bergidik, tapi tidak selang berapa
saat kemudian dia telah berkata lagi:
"Ketika aku bersama Tan Piau dan Yau Kun berhasil
menjebol pintu dan masuk ke dalam ruangan, Kwee Bok telah
kabur lagi ke dalam ruang rahasia, maka kami tidak berhasil
menemkan jejaknya"
Dengan suara berat dan dalam dia menambahkan:
"Mungkin inilah penyebab hilangnya Jui Pak-hay secara
misterius dari dalam ruang perpustakaan pada malam tanggal
lima belas"

414
"Kalau memang begitu, kenapa dia tidak meninggalkan saja
jenasah dari Jui Pak-hay itu didalam ruang rahasia?" tanya
Nyo Sin.
"Mungkin dia kuatir kita akan menemukan ruang rahasia itu
dan menemukan juga jenasah Jui Pak-hay, karena dengan
begitu penyebab kematian Jui Pak-hay segera akan
terungkap"
"Maka dia cari kesempatan lagi, menunggu kalian sudah
pergi dari situ, jenasah Jui Pak-hay segera diangkut keluar dari
ruang bawah tanah?" tanya Nyo Sin.
Tu Siau-thian mengangguk.
"Jika dia hanya keluarkan jenasah itu dari dalam ruang
perpustidakaan, maka tidak sulit hal ini akan ketahuan orang,
maka dia pun memindahkan mayat itu ke dalam ruang loteng
dibelakang kamar tidur Gi Tiok-kun, dengan kerja sama
perempuan itu, tentu saja semua pekerjaan dapat dia lakukan
secara mudah"
"Perkampungan Ki po cay sangat luas, kenapa dia tidak
memilih tempat lain saja?"
"Tempat mana yang jauh lebih rahasia daripada ruang
bawah tanah itu? Kalau tempat yang begitu rahasia pun tidak
dipercayai, memangnya ada tempat lain lagi yang bisa mereka
pilih?"
"Buktinya kita tetap berhasil menemukan ruang loteng itu!"
"Kalau kita tidak membaca buku catatan itu lebih dulu,
mungkin kita pun tidak bakal mencurigai kamar tidurnya"
"Aaah, belum tentu"
Tu Siau-thian tidak ingin berdebat, kembali dia bertanya:
"Sebelum kejadian ini, pernahkah kita menaruh curiga
terhadap Gi Tiok-kun? Pernahkah kita mencurigai dia sebagai

415
seorang pembunuh? Seorang istri yang membunuh suami
sendiri?"
Mau tidak mau Nyo Sin harus menggeleng.
"Kalau Gi Tiok-kun saja tidak kita curigai, mana mungkin
kita bisa menduga kalau jenasah Jui Pak-hay kemungkinan
besar telah disembunyikan didalam kamar tidur mereka, mana
mungkin kita bisa menyatroni tempat itu dan menemukan
ruang rahasia diatas loteng?" sambung Tu Siau-thian cepat.
Terpaksa Nyo Sin mengangguk.
Setelah tertawa lebar Tu Siau-thian berkata lagi:
"Ketika kita menemukan ruangan tersebut, mungkin Kwee
Bok mengira jenasah Jui Pak-hay sudah habis dilalap kawanan
Laron Penghisap darah itu"
"Tapi jenasah Jui Pak-hay belum habis......"
"Disinilah dia salah perhitungan" tukas Tu Siau-thian,
"kesalahan ini jadi fatal karena merupakan titik terang akan
terungkapnya semua misteri pembunuhan ini"
Setelah menyandarkan diri pada sebuah bangku, dia
melanjutkan:
"Ketika dia sadar akan kekeliruan tersebut, waktu itu kita
sudah membekuk Gi Tiok-kun"
"Padahal kalau dia sudah berencana menggunakan Laron
Penghisap darah untuk melenyapkan jenasah Jui Pak-hay,
kenapa tidak dia tinggalkan saja mayat tersebut di ruang
bawah tanah? Dengan berbuat begitu, bukan saja dia bisa
menghindari Gi Tiok-kun dari segala kecurigaan, lagipula
meski dengan cepat kita berhasil menemukan ruang bawah
tanah dan menjumpai pula mayat Jui Pak-hay, namun
penemuan ini tidak akan berpengaruh apa apa terhadap
mereka"

416
"Menurut dugaanku, kemungkinan besar hal ini
dikarenakan tumpukan harta karun dalam ruang rahasia itu"
"Oya?"
"Mungkin Laron Penghisap darah itu atau kotoran dari
makhluk itu bisa mendatangkan kerusakan atas harta karun
yang ada di ruang rahasia itu"
"Ehmmm, kau bisa mengurai semua kejadian secara
berurutan dan jelas, atau mungkin memang demikian
rangkaian peristiwanya?" tanya Nyo Sin kemudian sambil
mengelus jenggotnya.
"Aku hanya menduga dan menganalisanya, belum tentu
kenyataan nya demikian"
"Opas Tu, analisamu memang sangat hebat!" puji Ko
Thian-liok pula.
Pelan pelan dia mengalihkan sorot matanya ke wajah Siang
Hu-hoa, lalu sapanya:
"Saudara Siang!"
"Ko tayjin......." sahut Siang Hu-hoa sembari menjura.
Tidak membiarkan lelaki itu berbicara, kembali Ko Thianliok
menukas:
"Sewaktu masih muda dulu aku pernah berkelana dalam
dunia persilatan, meski tidak terlampau lama, sesungguhnya
aku masih terhitung separuh orang kangouw, oleh sebab itu
kecuali berada di ruang sidang pengadilan, kau tidak usah
terlalu memakai aturan"
Siang Huhoa kontan tertawa tergelak.
"Jangan kuatir, biar di ruang sidang atau diluar sidang, aku
memang orang yang tidak suka berbasa basi" sahutnya.
"Kalau begitu kau pun tidak usah banyak adat denganku"

417
"Baiklah" ujar Siang Huhoa kemudian, "saudara Ko ada
urusan apa?'
"Aku ingin bertanya kepada saudara siang, bagaimana
pendapatmu atas analisa dari opas Tu itu?"
"Aku kurang setuju" jawab Siang Hu-hoa tanpa ragu.
"Oya?"
"Analisa dari saudara Tu memang hebat, alasannya cukup
kuat dan bisa dipertanggung jawabkan, tapi sayang sudah
melupakan beberapa hal"
"Silahkan diutarakan"
"Bagi seseorang yang memiliki kungfu hebat, sekalipun
berada dalam keadaan kurang terkontrol pikirannya, bukan
sembarangan obat racun bisa merobohkan dirinya, apalagi
meracuninya hingga mati dalam waktu singkat
"Mungkin saja Kwee Bok sudah mengantisipasi sampai ke
situ" seru Tu Siau-thian, "obat beracun yang dia gunakan pun
sudah pasti bukan obat racun sembarangan"
"Kalau bukan obat racun sembarangan berarti pasti obat
yang sangat lihay daya kerjanya?"
"Mungkin saja kadar racunnya sanggup menghabis nyawa
Jui Pak-hay dalam waktu setengah detik"
"Kalau memang terdapat racun sehebat itu, berarti setiap
waktu setiap saat dia bisa membunuh mati Jui Pak-hay, kalau
bisa begitu, buat apa dia mesti repot repot menyusun segala
rencana?"
"Dia toh belum pasti menggunakan obat racun" bela Tu
Siau-thian.
"Membunuh dengan cara memukulkan benda berat keatas
kepalanya jelas lebih sulit dia lakukan" Siang Hu-hoa
menerangkan, "dalam perjalanan menuju ke kantor

418
pengadilan tadi, secara diam diam aku telah menjajal
kemampuan Kwee Bok"
"Apa yang kau temukan?"
"Dia tidak ada bedanya dengan kebanyakan orang biasa,
sekalipun pernah belajar silat tidak nanti kehebatannya bisa
luar biasa, padahal seharusnya kalian sudah tahu sejak dia
dirobohkan oleh timpukan cincin besi milik Si Siang-ho"
"Apa lagi kesalahanku dalam analisa itu?" tanya Tu Siauthian
kemudian.
"Jika Gi Tiok-kun dan Kwee Bok adalah pembunuh Jui Pakhay,
tidak ada alasan bagi mereka untuk menyimpan
jenasahnya dalam ruangan diatas loteng, sebab begitu
ketahuan, orang pertama yang bakal dicurigai adalah Gi Tiokkun......."
"Bukankah aku telah membeberkan alasannya tadi?" tukas
Tu Siau-thian.
"Tapi kau tidak pernah menjelaskan tentang sesuatu"
"Soal apa?"
"Kenapa Kwee Bok mengajak kita pergi mengunjungi Si
Siang-ho? Memangnya dia ingin menggali liang kubur buat diri
sendiri?"
Tu Siau-thian termenung dan berpikir sejenak, kemudian
ujarnya:
"Aku memang pernah memikirkan persoalan ini, menurut
analisaku, sebetulnya kepergian kita ke rumah penginapan itu
merupakan bagian dari skenario nya, dia ingin mencelakai Si
Siang-ho, ingin menfitnah orang tersebut......bukankah antara
Si Siang-ho dengan Jui Pak-hay pernah terlibat satu masalah
pelik yang menimbulkan dendam pribadi? Tapi kalau dibilang
Si Siang-ho

419
yang mencelakai Jui Pak-hay....... pertama kita tidak punya
bukti dan saksi, biar kita percaya pun belum tentu orang lain
mau percaya"
Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Sayang hitungan manusia tidak bisa menangkan kemauan
takdir, siapa pun tidak menyangka kalau akan terjadi
perubahan yang diluar dugaan, bukan saja dia gagal
menfitnah Si Siang-ho, malah aib sendiri yang terbongkar"
"Kalau memang benar begitu, kenapa dia lakukan sendiri
semua pekerjaan itu, sedari menyewa ruangan, membeli
kelinci, menghantar kelinci ke rumah penginapan semuanya
dia kerjakan sendiri, apa dia tidak takut terbongkar rahasianya
dikemudian hari? Bukankah tindakannya itu kelewat goblok?"
"Mungkin baru pertama kali ini dia melakukan tindak pidana
dia belum mengerti bagaimana caranya menyembunyikan
semua perbuatan nya, orang yang bekerja dengan suasana
tegang seringkali memang tidak bisa berpikir panjang"
"Aku rasa dia termasuk orang pintar, bukankah sebelum
melakukan setiap langkah rencananya, dia selalu
mempertimbangkan secara masak masak? Ini sesuai dengan
apa yang kau tuduhan tadi"
"Mungkin dia pun kelewat banyak berpikir sehingga tidak
bisa mengontrol pikiran sendiri, akibatnya banyak melakukan
tindakan yang bertentangan dengan kebiasaan" Tu Siau-thian
tertawa getir, "apakah hanya ini saja keteledoranku?"
"Ooh masih ada satu hal lagi yang jauh lebih penting"
"Soal apa?"
"Bila Kwee Bok pernah bersembunyi di dalam ruang
rahasia, kenapa dia tidak musnahkan juga buku catatan serta
surat wasiat yang diletidakkan Jui Pak-hay diatas meja?"
"Mungkin dia tidak memperhatikan?"

420
"Tidak aneh kalau dia tidak memperhatikan buku catatan
itu, sebab semua catatan dituangkan dalam gulungan kertas,
tapi surat wasiat itu jelas wujudnya bahkan diletidakkan
ditempat yang amat mencolok"
"Mungkin waktu itu dia kelewat tegang sehingga tidak
terlalu memperhatikan?" Tu Siau-thian menghela napas
panjang, "atau dia hanya bersembunyi ditempat kegelapan
dan sama sekali tidak pernah melangkah masuk ke dalam
ruang rahasia"
"Jadi semuanya serba mungkin?"
Kembali Tu Siau-thian menghela napas panjang.
"Aku tahu analisaku ini memang kelewat dipaksakan"
"Aku pikir, tidak ada alasan bagi Kwee Bok untuk tidak
memusnahkan surat wasiat yang dia temukan dalam ruang
rahasia itu" kata Siang Huhoa lagi.
Sementara berbicara, sinar matanya dialihkan ke atas meja.
Ke dua pucuk surat wasiat peninggalan Jui Pak-hay
terletidak diatas meja.
Walaupun disitu terdapat dua pucuk, namun isinya persis
sama satu dengan lainnya, seperti apa yang pernah dikatakan
Jui Pak-hay sendiri.
Sudah barang tentu Siang Hu-hoa cukup hapal dengan
gaya tulisan Jui Pak-hay, Ko Thian-liok sendiri pun merasa
tidak asing, ini berarti keaslian surat wasiat itu memang tidak
perlu diragukan.
Setelah memperhatikan surat wasiat itu sekejap, Ko Thianliok
berkata:
"Menyinggung soal surat wasiat, hal inipun terasa sangat
aneh"
"Dimana letak keanehannya?"

421
"Didalam ke dua pucuk surat wasiat itu masing-masing
disertakan selembar kertas yang mencantumkan seluruh harta
kekayaan yang mmilikinya"
"Apakah kau merasa heran karena dia meiniliki begitu
banyak harta?"
"Bukan, ada dua hal yang membuatku heran" kata Ko
Thian-liok seraya menggeleng.
"Dua hal yang mana?"
"Pertama, dari begitu banyak harta kekayaan yang dia
miliki ternyata tidak sepotong pun yang diwariskan kepada
bininya Gi Tiok-kun"
"Selama ini dia menganggap Gi Tiok-kun dan Kwee Bok
sebagai jelmaan siluman yang bekerja sama ingin
membunuhnya, hal ini bisa dimaklumi" ujar Siang Huhoa.
"Apapun analisa mu, tapi aku rasa kebangetan bila dia tidak
mewariskan secuwil harta pun untuk bininya"
"Lalu apa yang kedua?"
"Tiga ahli waris yang dia pilih untuk mewarisi seluruh harta
kekayaannya"
Kali ini Siang Huhoa terbungkam dan tidak berkata-kata.
Terdengar Ko Thian-liok berkata lebih jauh:
"Ke tiga orang ahli waris yang dipilih adalah Liong Ong-po,
Wan Kiam-peng serta Cu Hiap.....sebelum membaca isi surat
wasiat itu, aku sama sekali tidak tahu akan wujud ke tiga
orang itu, pun tidak pernah ada orang yang menyinggung
tentang ke tiga orang itu dihadapanku, ini menunjukkan kalau
mereka bertiga tidak memiliki hubungan yang kelewat akrab
dengan dirinya, tapi di dalam kenyataannya sekarang, dia
telah mewariskan seluruh harta kekayaannya yang begitu
banyak untuk mereka bertiga"

422
"Bukankah kau bersahabat karib dengan Jui Pak-hay?"
tanya Siang Huhoa.
"Aku sudah empat tahun kenal dengan dirinya"
"Dalam empat tahun ini pernahkah saudara Ko mendengar
dia menyinggung tentang diriku?" tanya Siang Hu-hoa lagi.
"Rasanya tidak pernah" jawab Ko Thian-liok tanpa ragu,
setelah berhenti sesaat tanyanya lagi, "sudah berapa tahun
kalian berkenalan?"
"Kalau bukan dua puluh tahun, paling tidak sudah delapansembilan
belas tahunan"
Seolah terbayang kembali masa lampau, dia menghela
napas panjang, lalu tambahnya:
"Ketika pertama kali berkenalan, waktu itu kami masih
kanak kanak"
"Bersahabat selama banyak tahun, aku percaya kalian tentu
merupakan sahabat yang sangat karib?"
"Semestinya begitu"
"Sebelum Jui Pak-hay lenyap, dia pernah menyinggung
akan kehadiranmu dihadapan opas Tu, aku dengar dia pun
pernah berkata bahwa kau adalah sahabat karibnya"
"Nah, terhadap seorang sahabat macam aku pun dia tidak
pernah menyinggung dihadapanmu, bukankah kau pun
merasa keheranan?"
Ko Thian-liok mengangguk.
"Padahal sedikitpun tidak aneh" ujar Siang Huhoa lagi.
"Oya?"
"Sebab sejak tiga tahun berselang, kami sudah bukan
sahabat lagi"
"Tapi........"

423
"Sekalipun begitu" tukas Siang Hu-hoa, "ketika dia
menghadapi kesulitan dan hal itu kuketahui, aku tidak akan
berpeluk tangan belaka, kecuali aku memang tidak tahu, kalau
tidak aku pasti akan datang mencarinya"
"Kenapa?"
"Sebab dia tahu, aku bukan seorang manusia yang lupa
budi"
"Jadi kau berhutang budi kepadanya?"
"Benar, hutang budi karena dia pernah selamatkan jiwaku"
Bab 22.
Liong-sam kongcu.
Sesudah berhenti sejenak, kembali terusnya:
"Sekalipun aku tidak pernah berhutang budi kepadanya,
asal kami pernah berteman dan aku tahu kalau jiwanya
sedang terancam bahaya maut, aku tidak nanti akan
berpangku tangan belaka, kecuali kesalahan berada
dipihaknya, kesalahan yang tidak berharga untuk dimaafkan"
"Aku tahu kau memang seorang pendekar sejati yang
berjiwa ksatria!" puji Ko Thian-liok, setelah menatap Siang
Huhoa dalam dalam, dia bertanya lagi:
"Sebetulnya apa yang menyebabkan kalian bermusuhan?"
"Mengenai persoalan ini, aku rasa sudah tidak ada
kepentingan untuk dibicarakan lagi" tampik sianghu cepat.
"Apakah ada sangkut pautnya dengan kasus yang terjadi
saat ini?"
"Rasanya sama sekali tidak ada hubungan"

424
"Kalau memang begitu tidak perlu diungkap lagi....... Aku
bukan termasuk orang yang suka mendengarkan rahasia
orang lain"
"Aku pun tidak suka membongkar rahasia orang lain"
Ko Thian-liok manggut-manggut sambil tertawa, dia segera
mengalihkan pembicaraan ke soal lain, tanyanya:
"Apakah Liong Giok-po, Wan Kiam-peng dan Cu Hiap
termasuk juga sahabat sahabat Jui Pak-hay?"
"Sama sekali bukan, oleh sebab itu bukan satu kejadian
yang aneh bila dia tidak pernah menyinggung tentang ke tiga
orang itu sewaktu berada dihadapanmu"
"Apakah antara mereka dengan Jui Pak-hay punya
hubungan saudara atau famili?" kembali Ko Thian-liok
bertanya.
"Antara mereka dengan Jui Pak-hay sama sekali tidak ada
hubungan saudara maupun famili"
"Aneh" seru Ko Thian-liok keheranan, "kalau toch bukan
sanak bukan saudara, kenapa Jui Pak-hay mewariskan seluruh
harta kekayaannya yang luar biasa itu kepada mereka
bertiga?"
Siang Hu-hoa membungkam, seolah dia tidak tahu
bagaimana mesti menjawab.
"Jadi kaupun tidak tahu?" desak Ko Thian-liok.
Tiba-tiba Siang Huhoa menghela napas panjang, katanya:
"Aku tahu!"
"Karena apa?"
"Dia berbuat demikian untuk menebus dosa-dosanya!"
"Kalau begitu dulu dia pernah melakukan perbuatan yang
sangat merugikan ke tiga orang itu?"

425
Meski tidak menjawab, tampaknya Siang Huhoa mengakui
akan hal itu.
"Sebetulnya apa yang telah terjadi?" tanya Ko Thian-liok
lebih jauh.
"Aku rasa persoalan itu sama sekali tidak ada hubungan
dengan soal kematiannya"
"Jadi kau tidak berniat membeberkannya?”
Siang Huhoa membenarkan.
Setelah termenung sebentar kembali Ko Thian-liok berkata:
"Kalau dilihat dari kerelaannya menyerahkan harta
kekayaan sebesar itu kepada mereka bertiga, nampaknya
kejadian di masa lampau merupakan satu kejadian yang besar
dan amat serius"
Siang Huhoa tetap tidak menjawab.
"Mereka pasti amat membenci Jui Pak-hay hingga merasuk
ke tulang sumsum" lanjut Ko Thian-liok.
Siang Huhoa tetap bungkam seribu bahasa.
Mendadak Ko Thian-liok bertanya:
"Apakah selama ini mereka tidak pernah melakukan tindak
pembalasan dendam terhadap Jui Pak-hay ?"
"Menurut apa yang kuketahui, rasanya tidak pernah"
"Tentu mereka tidak berani balas dendam karena
kepandaian silat yang dimiliki Jui Pak-hay sangat hebat,
biarpun tidak melakukan sesuatu tindakan, dalam hati kecil
mereka pasti selalu berpikir bagaimana caranya membalas
dendam"
"Itu sih lumrah, setiap manusia pasti berbuat begitu"
"Mungkin kematian Jui Pak-hay ada hubungannya dengan
mereka?"

426
"Aku rasa tidak ada" Siang Hu-hoa segera menggeleng.
"Dengan dasar apa kau mengatidakan tidak ada?"
"Sebab kejadian itu sendiri merupakah satu misteri,
mungkin sampai sekarang pun mereka bertiga belum tahu
duduk persoalan yang sebenarnya"
"Mungkin? Berarti kau sendiripun tidak yakin?"
"Aku hanya manusia biasa, bukan dewa yang tahu
segalanya....."
"Dulu mungkin misteri yang penuh rahasia, tapi sekarang
toch sudah bukan rahasia lagi"
"Sekalipun begitu, aku yakin peristiwa yang menyangkut
Laron Penghisap darah sama sekali tidak ada hubungannya
dengan mereka"
"Kau yakin?"
"Jika ingin mencelakai Jui Pak-hay, sesungguhnya mereka
tidak perlu berbuat demikian"
"Maksudmu mereka pun memiliki kepandaian silat yang
sangat tangguh sehingga tanpa cara cara seperti itupun
mereka masih sanggup menghabisi nyawa Jui Pak-hay?"
"Benar" Siang Hu-hoa mengangguk, "menurut penilaianku,
gabungan dari Wan Kiam-peng dan Cu Hiap pun sudah lebih
dari cukup untuk membuat Jui Pak-hay mati kutu"
"Bagaimana dengan Liong Giok-po?"
"Dengan kemampuannya seorang sudah lebih dari cukup
untuk merobohkan Jui Pak-hay!"
"Benarkah Liong Giok-po begitu hebat?"
Siang Huhoa tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
"Jadi kau meragukan perkataanku?"

427
"Bukan, bukan meragukan, aku hanya heran dan tidak
habis mengerti" sahut Ko Thian-liok sambil menggeleng,
"setahu ku, Jui Pak-hay adalah seorang tokoh silat yang luar
biasa hebatnya"
"Liong Giok-po justru merupakan jago tangguh diantar a
jago tangguh pada umumnya"
"Apa? Aku belum pernah mendengar tentang orang ini"
seru Ko Thian-liok.
"Aku pun belum pernah" Tu Siau-thian ikut menimbrung.
"Tentunya kalian pernah mendengar tentang Liong-sam
kongcu bukan?" tiba-tiba Siang Huhoa bertanya.
Berubah hebat paras muka Ko Thian-liok.
Paras muka Tu Siau-thian turut berubah, serunya tertahan:
"Liong-sam kongcu dari Kanglam?"
"Benar"
"Apa hubungan Liong Giok-po dengan Liong-sam kongcu?"
"Liong Giok-po itu tidak lain adalah Liong-sam kongcu!"
jelas Siang Huhoa.
Seketika itu juga Tu Siau-thian berdiri tertegun, untuk
sesaat dia tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
"Konon kekayaan yang dimiliki Liong-sam kongcu
merupakan yang terbanyak di wilayah Kanglam, ilmu silatnya
juga menjagoi seluruh dunia persilatan?" tanya Ko Thian-liok.
"Apa yang tersiar selama ini memang merupakan sebuah
kenyataan"
"Aku dengar dia pernah mengalahkan secara beruntun
tujuh pendekar paling ampuh di wilayah Kanglam hanya
dengan mengandalkan tangan kosong belaka......"
"Bukan tujuh, tapi sembilan orang!" Siang Hu-hoa meralat.

428
"Malah aku dengar dua orang diantaranya baru saja
dikalahkan olehnya belum lama ini"
"Betul, si cambuk emas Luci Sim dikalahkan dia pada tiga
tahun berselang, sementara Tok Tongcu si bocah beracun
malah keok ditangannya setahun berselang"
"Aku tidak sempat mendengar berita apa apa tentang dunia
persilatan, termasuk dua kejadian besar ini" ujar Ko Thian-liok
sambil gelengkan kepala dan tertawa, "tampaknya sudah tiga
empat tahun lamanya aku tidak mencampuri urusan dunia
kangouw lagi"
"Sudah pasti begitu keadaannya, sekarang saudara Ko lebih
konsentrasi ke bidang pemerintahan, tentu urusan negara
yang kau perhatikan, sebaliknya bila kau masih
berkecimpungan dalam dunia persilatan, biar tidak bertanya
pun pasti ada orang yang memberitahukan hal ini kepadamu"
"Dari sepuluh orang jago tangguh dunia persilatan, ada
sembilan orang diantaranya pernah kalah di tangannya, ini
berarti tinggal satu orang yang belum pernah dikalahkan,
kalau ingatanku tidak keliru semestinya dia adalah Siang to bu
tek (sepasang golok tanpa tanding) Be Tok-heng bukan?"
"Daya ingat mu ternyata masih hebat juga!"
"Aku yakin cepat atau lambat dia pasti akan menyatroni Be
Tok-heng"
"Bukan pasti, malah sudah dia satroni!"
"Apakah dia sudah tewas ditangan Be Tok-heng?"
"Dia mencari Be Tok-heng jauh sebelum berhasil
mengalahkan Luci Sim!"
"Ooh, apakah Be Tok-heng menolak untuk bertarung
melawannya?"
"Bukan menolak, Be Tok-heng ingin melayani tantangan
itupun tidak nanti bisa terjadi"

429
"Kenapa? Apa yang sebenarnya telah terjadi?"
"Sewaktu dia menemukan Be Tok-heng, waktu itu kondisi
Be Tok-heng sudah payah, dia ibarat setengah orang
mampus"
"Oya?"
"Waktu itu Be Tok-heng sedang berbaring sakit diatas
pembaringannya"
"Parah sekali sakitnya?"
"Yaa, berat sekali, malah konon tidak lama sepeninggal
Liong Giok-po, dia menghembuskan napasnya yang terakhir,
mati lantaran sakit"
"Bukankah dengan begitu Liong Giok-po benar-benar telah
menjagoi wilayah Kanglam seorang diri?"
"Seandainya dalam wilayah Kanglam hanya terdapat
sepuluh orang jago tangguh, semestinya memang begitu
keadaannya"
"Bagaimana dengan kungfu yang dimiliki Jui Pak-hay?
Bagaimana kalau dibandingkan dengan kepandaian silat yang
dimiliki ke sepuluh orang jago dari wilayah Kanglam?" tanya
Ko Thian-liok lebih jauh.
"Aku rasa kepandaian mereka berimbang!"
"Kalau hal itu merupakan kenyataan, bukankah Liong Giokpo
dapat membunuh Jui Pak-hay dengan sangat mudah?"
"Itulah sebabnya aku berkata begitu tadi!"
"Tapi sampai hari ini toch sudah selisih tiga tahunan, siapa
tahu Jui Pak-hay telah melatih diri habis habisan hingga ilmu
silat yang dimilikinya sekarang sudah jauh lebih tangguh dan
hebat lagi?"
"Kemungkinan seperti ini memang ada"

430
"Bukan Cuma mungkin, bahkan besar sekali kemungkinan
ini, ilmu silat yang dimilikinya tentu sudah jauh diatas
kemampuan Liong Giok-po"
"Maksudmu kungfu yang dimiliki Jui Pak-hay benar benar
telah mencapai taraf dimana Liong Giok-po harus
menggunakan rencana yang licik untuk bisa menghabisi
nyawanya?"
Ko Thian-liok mengangguk tanda membenarkan.
"Aku tidak berani mengatidakan iya" sahut Siang Hu-hoa
kemudian, "karena aku tidak melihat ada kemungkinan seperti
itu"
"Bisa jadi Liong Giok-po berbuat demikian diluar
sepengetahuanmu, karena dia tahu kau adalah sahabat karib
Jui Pak-hay, dia kuatir bila rencana pembunuhan ini kau
ketahui maka dia bisa tewas diujung pedangmu, karenanya
semua rencana dilakukan secara diam diam dan sembunyi"
Siang Hu-hoa tidak menjawab.
Kembali Ko Thian-liok berkata:
"Mengenai harta kekayaan yang dimiliki Jui Pak-hay.......
mungkin saja dia tidak punya waktu untuk membawanya
pergi, atau dia sudah membaca isi surat wasiat peninggalan
Jui Pak-hay, tahu kalau cepat atau lambat sebagian dari harta
kekayaan itu akan jatuh ke tangannya, maka dia sama sekali
tidak menyentuhnya"
"Bukankah ke dua pucuk surat wasiat itu disegel dengan
lilin api?"
"Segel itu tampak baru, padahal ke dua pucuk surat wasiat
itu bukan ditulis pada saat yang bersamaan"
"Tentang hal ini aku pun sudah memperhatikan" Siang Huhoa
mengangguk, tanpa terasa sorot matanya dialihkan
kembali ke atas ke dua pucuk surat wasiat itu.

431
Biarpun isi surat kedua pucuk surat wasiat itu sama dan
persis, kertas serta sampul surat yang digunakan pun sama,
namun bila diperhatikan dari gaya tulisannya, dengan jelas
dapat dibedakan bahwa ke dua pucuk surat itu bukan ditulis
pada saat yang sama, paling tidak pasti selisih sekian hari.
"Kemungkinan besar surat wasiat pertama ditulis oleh Jui
Pak-hay pada awal bulan tiga, bisa jadi saat itulah Liong Giokpo
sudah mencuri lihat isi surat tersebut"
"Bila Liong Giok-po bisa mencuri lihat isi surat wasiat itu,
berarti Kwee Bok serta Gi Tiok¬ kun pun dapat mencuri lihat
isi surat itu" kata Siang Huhoa.
"Bila ke dua pucuk surat wasiat itu masih tetap ada, tidak
disangkal itulah alasan yang paling baik bagi Kwee Bok dan Gi
Tiok-kun untuk membunuh Jui Pak-hay"
'Tapi kenyataannya ke dua pucuk surat itu tidak
dimusnahkan"
"Maka dari itulah kemungkinan keterlibatan Liong Giok-po
dalam kasus pembunuhan ini tidak lebih enteng ketimbang
mereka berdua"
"Jangan lupa, masih ada Cu Hiap dan Wan Kiam-peng"
"Benar!"
"Kalau sesuai dengan perkataanmu itu, berarti termasuk
diriku pun patut dicurigai" ujar Siang Hu-hoa tiba tiba.
Ko Thian-liok tertegun, dia tidak mengerti apa maksud
perkataan itu.
Terdengar Siang Huhoa berkata lebih lanjut:
"Bukankah didalam surat wasiat itu tercantum dengan jelas
bahwa setelah kematian Jui Pak-hay, maka seluruh harta
kekayaan milikinya dibagi rata antara Cu Hiap, Wan Kiampeng
dan Liong Giok-po, bila ke tiga orang itu sudah mati
maka harta kekayaan itu diwariskan kepada anak cucu

432
mereka, bila mereka bertiga tidak memiliki anak cucu maka
seluruh harta kekayaan itu akan diberikan kepadaku?"
"Dalam surat wasiat itu memang Jui Pak-hay berkata
demikian, tapi sampai sekarang Liong Giok-po, Cu Hiap serta
Wan Kiam-peng toch tetap sehat walafiat dan tidak
kekurangan sesuatu apa pun?”
"Darimana kau bisa tahu kalau mereka masih sehat?"
Ko Thian-liok melengak, sesaat kemudian dia baru
menjawab:
"Itu hanya dugaanku, aku sendiri memang tidak tahu
secara pasti"
"Bukankah baru malam ini kau mengetahui nama nama
seperti Liong Giok-po, Cu Hiap serta Wan Kiam-peng?"
"Benar, aku hanya mendengar nama mereka bertiga" Ko
Thian-liok mengangguk.
"Oleh sebab itu kau sama sekali tidak yakin apakah sampai
sekarang mereka bertiga tetap sehat wal'afiat atau tidak?"
Mau tidak mau terpaksa Ko Thian-liok harus mengangguk.
Pelan-pelan Siang Huhoa berkata lebih jauh:
"Sekarang aku hanya berharap mereka bertiga tetap aman
sentausa, selamat dan tidak kekurangan sesuatu apa pun,
sebab kalau tidak maka kecurigaan terhadap diriku akan
semakin bertambah besar"
Ko Thian-liok termenung berpikir sebentar, kemudian
katanya:
"Ehmm, kalau tadi aku sangat setuju dengan jalan
pemikiran serta analisa dari opas Tu, tapi sekarang,
kelihatannya aku harus mempertimbangkan kembali
keputusanku"

433
"Apakah tayjin curiga kematian Jui Pak-hay ada sangkut
pautnya dengan Liong Giok-po, Cu Hiap serta Wan Kiampeng?"
tanya Tu Siau-thian.
"Kita tidak kuatir ada seribu kasus tapi justru kuatir bila
terjadi hal yang diluar dugaan......"
"Bukankah barang bukti dan saksi yang memperberat
tuduhan atas diri Gi Tiok-kun dan Kwee Bok sudah lebih dari
cukup?" tanya Tu Siau-thian.
"Justru karena lebih dari cukup, aku malah kuatir"
"Aaah, masa ada kejadian yang begitu kebetulan?" seru Tu
Siau-thian kurang sependapat.
"Maka dari itulah aku curiga kalau dibalik kesemuanya ini
terselip hal hal yang diluar dugaan siapa pun"
Nyo Siri yang selama ini hanya membungkam, kini tidak
tahan lagi, mendadak timbrungnya:
"Jadi menurut tayjin apa yang harus kita lakukan sekarang
untuk menyelesaikan kasus ini?"
"Pertama kita harus menemukan Liong Giok-po, Wan Kiampeng
dan Cu Hiap terlebih dulu sebagai pewaris harta
kekayaan itu, kita selidiki mereka apakah tersungkut dengan
pembunuhan atas diri Jui Pak-hay atau tidak, kemudian baru
mengambil keputusan"
"Bukankah dengan demikian kita harus membuang waktu
berhari hari lagi?" seru Nyo Sin tidak sependapat.
Yaaa, apa boleh buat, mau tidak mau terpaksa kita harus
berbuat begitu" ucap Ko Thian-liok sambil menghela napas.
Ia berpaling ke arah Siang Huhoa, lalu tanyanya:
"Saudara Siang tentu kenal dengan mereka bertiga bukan?”
"Kebetulan saja pernah bersua satu kali"

434
"Pernah bertemu dengan mereka bertiga?"
"Yaa, semuanya hanya pernah bersua satu kali"
"Kalau begitu kalian saling tidak kenal?"
Siang Huhoa mengangguk.
"Tidak masalah" kata Ko Thian-liok lagi, "asal saudara Siang
tahu alamat tempat tinggal mereka, itu sudah lebih dari
cukup"
"Walaupun alamat mereka yang sejelasnya tidak kuketahui,
namun sebagai orang kenamaan rasanya tidak susah untuk
mencari keterangan dari tetangga sekitarnya"
"Tentang kasus ini, apakah saudara Siang masih
mempunyai pandangan tambahan?"
"Rasanya sudah tidak ada lagi"
"Sekarang apa yang hendak kau lakukan?" kembali Ko
Thian-liok bertanya.
"Tetap tinggal disini hingga seluruh kasus ini terungkap"
"Bagus sekali" seru Ko Thian-liok, setelah manggutmanggut
kembali ujarnya, "aku rasa kasus ini tidak sederhana,
untuk bisa mengungkap seluruh teka teki dibalik kejadian ini,
kami masih membutuhkan bantuan saudara Siang, khususnya
dalam soal kepandaian silat serta kecerdasan"
"Saudara Ko terlalu menyanjung"
Kembali Ko Thian-liok tertawa.
"Kami mempunyai banyak kamar disini, bagaimana kalau
untuk sementara saudara siang tinggal disini saja?"
"Rumah pejabat terlalu ketat penjagaannya, tidak leluasa
untuk keluar masuk, aku rasa lebih baik tinggal di luar saja"
"Lalu saudara siang hendak tinggal dimana?"
"Perkampungan Ki po cay!"

435
"Ooh...?"
"Aku berniat sekali lagi melakukan penyelidikan dan
pemeriksaan dalam perkampungan itu"
"Kau takut masih ada tempat yang kelewatan dalam
pemeriksaan hari ini?"
"Biasanya pemeriksaan yang dilakukan secara tergesa-gesa
akan meninggalkan banyak tempat yang tidak sempat
ditinjau"
"Baiklah kalau begitu, bila menemukan sesuatu harap
segera menghubungi kami"
"Tentu saja"
"Bila aku membutuhkan bantuanmu, pasti akan kuutus
orang ke perkampungan Ki po cay untuk mencari dirimu"
"Bila tidak bertemu aku, tinggalkan saja pesan pada Jui Gi"
"Bagaimana kalau aku tinggalkan Yau Kun untuk melayani
kepentinganmu?" sela Tu Siau-thian tiba-tiba.
"Tidak usah"
"Aaah, betul, ide opas Tu memang sangat bagus" seru Ko
Thian-liok pula, "harus ada orang yang melayani keperluan
saudara Siang"
"Soal ini.......""
"Saudara Siang tidak usah menampik lagi" cepat Tu Siauthian
memotong.
Akhirnya Siang Hu-hoa mengiakan, dia memang bukan
lelaki yang suka banyak bicara.
Setelah hening sesaat, mendadak seperti teringat akan
sesuatu, ia bertanya lagi:
"Bagaimana dengan Kwee Bok dan Gi Tiok-kun? Sekarang
mereka ada dimana?"

436
"Sudah kukirim mereka berdua ke dalam penjara besar"
jawab Nyo Sin cepat.
"Penjara besar?"
"Penjara besar adalah tempat untuk mengurung tawanan
tawanan penting, bukan saja penjagaan sangat ketat bahkan
dijaga oleh jago jago tangguh, malah aku telah tempatkan
tambahan dua penjaga khusus didepan pintu mereka berdua"
"Dua penjaga khusus? Siapa mereka?" tiba-tiba Ko Thianliok
bertanya.
"Thio Toa-cui dan Oh Sam-pei!"
"Lagi lagi mereka berdua!" keluh Ko Thian-liok.
"Mereka terhitung lumayan juga" bela Nyo Sin.
"Hebat dalam soal minum arak?" sindir Ko Thian-liok.
"Tapi ilmu golok mereka pun terhitung hebat........" ucap
Nyo Sin tergagap.
"Sayangnya kalau sudah minum arak, tenaga untuk
menggenggam golok pun sudah tidak dimiliki"
"Sudah kuturunkan perintah untuk melarang mereka
minum arak"
"Menurut apa yang kuketahui, kedua orang ini termasuk
orang yang pelupa"
“Tapi kali ini aku percaya mereka pasti akan mengingatnya
terus"
"Moga-moga saja begitu" kata Ko Thian-liok, kemudian
setelah gelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya lebih jauh:
"Sekali minum arak, Thio toa-cui pasti akan minum sampai
mabuk, sementara Oh Sam-pei ujian mabuk dalam tiga cawan,
bukan satu dua kali mereka berdua menyusahkan orang dan
bikin urusan berantakan"

437
"Tapi mereka........." Nyo Sin semakin tergagap.
"Aku tahu mereka adalah sahabat karibmu, tapi urusan
dinas tetap dinas urusan pribadi kembali ke pribadi, masa kau
masih belum bisa membedakan mana urusan dinas dan mana
urusan pribadi?"
Tayjin tidak usah kuatir, Gi Tiok-kun dan Kwee Bok sudah
dijebloskan ke dalam penjara besar, biar mereka punya sayap
pun jangan harap bisa kabur dari situ"
"Bagaimana kalau mereka berubah menjadi laron dan
terbang pergi dari sana?" tanya Ko Thian-liok tiba-tiba.
Berubah hebat paras muka Nyo Sin.
Paras muka Siang Hu-hoa dan Tu Siau-thian turut berubah
hebat, ditengah malam buta begini, perkataan Ko Thian-liok
memang mendatangkan perasaan seram yang luar biasa.
Untuk sesaat suasana pun jadi hening, sepi dan tidak
kedengaran suara apapun.
Sampai lama kemudian Tu Siau-thian baru memecahkan
keheningan, katanya:
"Tayjin, apakah kau pun beranggapan bahwa mereka
berdua adalah jelmaan dari siluman laron?"
"Aaai, benar atau bukan, aku sendiripun tidak yakin" sahut
Ko Thian-liok sambil menghela napas panjang.
Siapa yang bisa menjawab secara pasti akan pertanyaan
itu?
Kembali Ko Thian-liok menghela napas panjang, katanya
lagi:
"Lebih baik kita percaya kemungkinan itu daripada sama
sekali tidak mempercayainya, sebelum semua masalah
terungkap, sementara waktu kita anggap saja mereka berdua
memang jelmaan dari siluman laron"

438
Tu Siau-thian dan Nyo Sin serentidak mengangguk.
Siang Hu-hoa sendiripun tidak memberi pernyataan
apapun.
"Maka dari itu sekarang aku mulai agak kuatir" ujar Ko
Thian-liok lagi.
"Apa yang tayjin kuatirkan?"
"Kuatir mereka benar benar berubah jadi laron dan terbang
keluar melalui jendela" sahut Ko Thian-liok sambil bergidik.
Paras muka Tu Siau-thian ikut berubah hebat.
"Maksud tayjin, kau akan menengok ke dalam penjara
sekarang juga?" tanyanya.
"Benar!"
"Aku pun punya maksud begitu" Ko Thian-liok segera
berpaling ke arah Siang Huhoa sambil bertanya:
"Bagaimana pendapat saudara Siang?"
"Tidak ada salahnya kita pergi ke sana.
Bab 23: Terancam bahaya.
Dengan cepat Ko Thian-liok beranjak pergi diikuti Siang Huhoa.
Tentu saja Tu Siau-thian tidak mau ketinggalan, tapi baru
saja dia mengayunkan langkah kakinya, Nyo Sin telah menarik
tangannya.
Dengan keheranan Tu Siau-thian berpaling ke arah
komandannya, tampak Nyo Sin memegangi lengan kanannya
tanpa bersuara, mimik mukanya kelihatan sangat aneh.

439
Baru saja dia ingin mengajukan pertanyaan, Nyo Sin telah
menggelengkan kepalanya pertanda dia tidak usah banyak
bertanya.
Siang Hu-hoa maupun Ko Thian-liok tidak memiliki
sepasang mata di belakang kepalanya, tentu saja mereka
tidak tahu apa gerangan yang telah terjadi di belakang mereka
berdua.
Saat itu seluruh perhatian mereka hanya ingin secepatnya
tiba di penjara besar untuk melihat keadaan, karena itu tidak
ada yang menggubris ulah Nyo Sin berdua.
Menunggu bayangan tubuh mereka berdua sudah lenyap
dari pandangan, Nyo Sin baru tertawa dingin tiada hentinya.
“Komandan........” tidak tahan Tu Siau-thian menegur.
“Hmmm, kuanjurkan kau segera merubah panggilanmu
kepadaku” tukas Nyo Sin sambil mendengus dingin.
“Komandan, apa maksudmu?”
“Kau masih belum mengerti?”
“Tidak, aku tidak mengerti”
“Bukankah selama ini Yau Kun selalu mendampingimu ke
manapun kau pergi?”
“Benar”
“Apakah dia anak buahmu?”
“Benar”
“Lalu siapa yang menjadi atasanmu?”
“Tentu saja dirimu”
“Jadi semestinya kau ikuti perintahku bukan?”
“Benar”

440
“Sebelum mengambil keputusan apapun seharusnya kau
minta persetujuanku lebih dulu bukan?”
“Benar”
“Bagaimana dengan Yau Kun?”
“Tentu saja harus seijinmu”
“Ketika kau mengutus dia untuk menemani Siang Hu-hoa
tadi, apakah sudah minta ijin kepadaku?”
Begitu mengetahui duduknya persoalan, Tu Siau-thian
segera menghela napas panjang, cepat ujarnya:
“Komandan, kau salah paham”
“Salah paham?”
“Maktu itu aku harus menggunakan peluang dengan sebaik
baiknya, karena itu tidak sempat berkonsultasi dulu dengan
komandan”
“Jadi kau punya tujuan lain?”
“Benar” kemudian sambil merendahkan suaranya dia
berbisik, “aku sengaja mengirim Yau Kun untuk melayaninya
bukan lantaran ingin membantu Siang Hu-hoa, tapi secara
diam diam mengawasi gerak geriknya”
“Jadi kau mencurigai dia?” seru Nyo Sin tertegun.
“Aku selalu berpendapat bahwa ada sesuatu yang sengaja
dia sembunyikan terhadap kita”
“Tampaknya rasa curigamu jauh lebih besar ketimbang
aku?”
“Banyak curiga bukan termasuk sifat yang buruk, apalagi
terlepas bagaimana hasil pengamatan kita nanti, hal ini tidak
akan mendatangkan kerugian apa apa baginya, kalau memang
terbukti tidak ada yang patut dicurigai, dia toch tidak rugi apa
apa”

441
“Ehmmm, tampaknya caramu memang bagus” Nyo Sin
manggut manggut, “kalau begitu apa lagi yang kau tunggu,
ayoh jalan!”
Sembari beranjak dari tempat semula, katanya lagi:
“Kalau kita tidak segera menyusul, tayjin akan mengira kita
telah menjumpai sesuatu kejadian”
“Sekarang aku justru menguatirkan satu hal” kata Tu Siauthian
sambil menyusul di belakang komandannya.
“Soal apa?”
“Keselamatan dari Thio Toa-cui dan Oh Sam-pei”
“Kenapa dengan mereka berdua?”
“Jika Gi Tiok-kun dan Kwee Bok benar benar adalah
jelmaan siluman laron, berarti keselamatan jiwa Thio Toa-cui
dan Oh Sam-pei sedang terancam bahaya maut”
Baru selesai perkataan itu diucapkan, Nyo Sin sedah
mempercepat langkahnya menuju ke arah penjara.
Waktu itu malam sudah larut, tampak rembulan
memancarkan cahayanya yang lembut menembusi kegelapan.
Sewaktu keluar dari ruangan, paras muka Nyo Sin nampak
putih memucat, pucat bagaikan mayat.
Cahaya rembulan menyinari pula penjara besar, sinar yang
putih memucat menembus ke dalam ruang penjara melalui
jendela.
Dalam ruang penjara terdapat lentera, dua buah lentera
tergantung masing masing didinding sebelah kiri dan dinding
sebelah kanan.
Penjara besar berdinding hitam itu mempunyai dua puluh
buah sel yang terbagi dua, sepuluh buah ruangan sel berada
disisi kiri dan sepuluh ruangan di sisi kanan.

442
Kini, didalam ruang penjara yang begitu luas hanya
terdapat dua orang hukuman, Kwee Bok dan Gi Tiok-kun.
Mereka berdua masing masing dikurung dalam ruang sel
pertama, satu diruang kiri dan satu lagi di ruang kanan.
Dalam ruang penjara terdapat pula sebuah pembaringan
kayu, sebuah meja dan sebuah bangku.
Sementara pembaringan kayu beralaskan seprei yang agak
kusam, sebuah teko air teh dan dua buah cawan diletakkan
diatas meja.
Penjara besar memang khusus digunakan untuk
mengurung narapidana kelas berat, tidak heran kalau
pelayanan terhadap mereka pun sedikit lebih istimewa.
Kalau narapidana di penjara biasa, mereka masih punya
kesempatan untuk menghirup udara bebas, berbeda dengan
mereka yang dijebloskan ke dalam penjara besar, biasanya
mereka hanya tersedia satu jalan.
Terhadap narapidana yang bakal dihukum mati, apa
salahnya kalau diberi pelayanan yang lebih istimewa, toch
keadaan seperti ini biasanya tidak akan berlangsung terlalu
lama.
Kwee Bok dan Gi Tiok-kun tidak duduk diatas pembaringan,
mereka berdua duduk ditepi meja, sikap maupun wajah
mereka nampak kaku, dungu dan layu.
Mereka pun tidak saling berpandangan muka.
Kwee Bok sedang mengawasi atap penjara, sementara Gi
Tiok-kun menundukkan kepalanya rendah-rendah, entah apa
yang sedang mereka pikirkan.
Sudah cukup lama mereka duduk dalam posisi seperti
ini......

443
Malam sudah semakin larut, tapi mereka belum juga
bergeming, apakah mereka akan lewatkan malam pertama di
penjara ini dengan duduk mematung?
Lampu lentera digantung di sudut kiri dan kanan pintu
masuk penjara, biarpun merupakan lampu lentera yang cukup
besar, namun sinar yang terpancar keluar tidaklah terlalu
terang.
Tentu saja suasana di dalam ruang penjara jauh lebih
gelap, suram dan menyeramkan.
Cahaya lampu tidak pernah bergeser, yang bergeser justru
cahaya yang terpancar dari rembulan di udara.
Cahaya putih kepucat pucatan itu pada akhirnya bergeser
dan menerobos masuk ke dalam ruang penjara, menyinari
tubuh Gi Tiok-kun yang putih mulus.
Seluruh tubuh Gi Tiok-kun seakan telah dilapisi oleh selapis
cahaya putih yang menggidikkan hati.
Cahaya itu membuat tubuh perempuan itu berubah
bagaikan pualam, seakan sama sekali tidak memancarkan
hawa kehidupan.
Diwaktu biasa pun Gi Tiok-kun sudah nampak dingin
membeku, apalagi dalam suasana begini, dia ibaratnya sukma
gentayangan yang baru kabur dari alam baka.
Masih untung wajahnya amat cantik, maka kendatipun hati
kecilnya bergidik dan bulu romanya pada bangun berdiri,
seringkali Thio Toa-cui masih curi curi melirik perempuan itu,
tidak terkecuali Oh Sam-pei.
Disisi pintu masuk penjara besar terdapat pula sebuah meja
dengan beberapa buah bangku.
Diatas meja pun terdapat sebuah poci air teh, tidak ada
guci arak.

444
Ke dua orang itu benar-benar duduk disitu dengan penuh
sopan dan tahu aturan, yang aneh mereka tidak ada rasa
kantuk, pun tidak pernah bicara biar sepatah kata pun.
Dari kejauhan sana terdengar suara kentongan berbunyi
lamat lamat.......
“Aah, sudah kentongan ke dua!” tiba tiba Thio toa-cui
berbisik.
“Ehmm!” sahut Oh Sam-pei.
“Siau-Oh, apakah kau sedang memperhatikan perempuan
dari marga Gi itu?” bisik Thio Toa-cui lirih.
“Aku..........”
Baru sepotong kata meluncur keluar dari mulutnya, Thio
Toa-cui sudah menghardik lagi, tentu saja dengan suara lirih:
“Jangan keras keras, bicaralah perlahan sedikit”
“Baiklah” sahut Oh Sam-pei setengah berbisik, “selama ini
aku memang selalu memperhatikan gerak geriknya”
“Apakah kau tidak menemukan sesuatu yang istimewa
pada dirinya?”
“Tidak, dan kau?”
“Juga tidak” Thio Toa-cui menggeleng.
“Menurut Lo-Nyo, dia adalah jelmaan dari siluman laron,
tapi sudah sekian lama kita perhatikan gerak geriknya, namun
dia tidak menunjukkan gejala yang aneh, jangan jangan Nyo
tua salah menilai?”
“Aku rasa tidak begitu, apakah dia jelmaan siluman atau
bukan, tidak mungkin bisa kita pecahkan hanya mengandalkan
pengetahuan yang kita miliki”
Setelah berhenti sejenak, kembali katanya:

445
“Biarpun dia tidak nampak istimewa, namun dibawah
pancaran sinar rembulan terasa hawa siluman menyelimuti
tubuhnya”
“Aku tidak pernah berharap hal itu menjadi sebuah
kenyataan” bisik Oh Sam-pei dengan badan menggigil.
“Oya?”
“Jika dia benar benar jelmaan dari siuman laron, kita bakal
celaka”
“Bagaimana mungkin bisa celaka?”
“Kecuali dia tidak muncul dari bentuk aslinya, kalau tidak,
darah kita berdua pasti akan dihisapnya hingga kering”
Thio Toa-cui bersin berulang kali, tidak kuasa hawa bergidik
muncul dari dasar hatinya, biarpun hatinya sudah mulai
menciut namun diluar ia tetap berlagak sok:
“Kenapa mesti takut?” serunya, “bukankah kita membawa
golok tajam”
Tanpa terasa tangannya mulai meraba diatas gagang
goloknya.
“Aku dengar bangsa setan atau iblis atau siluman sama
sekali tidak tidakut menghadapi golok atau senjata tajam apa
pun” kata Oh Sam-pei sembari menggeleng.
Kini paras muka Thio Toa-cui sudah berubah jadi hijau
membesi, dia melirik sekejap ke arah perempuan dalam ruang
sel itu, kemudian setelah tertawa paksa katanya:
“Untung kita masih cukup waktu untuk melarikan diri”
Sekali lagi Oh Sam-pei menghela napas panjang.
“Aaai..... tampaknya lagi lagi kau melupakan
satu hal”
“Soal apa?”

446
“Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan,
lo-Nyo telah menggembok pintu penjara dari luar”
Paras muka Thio Toa-cui berubah makin memuat, tapi
sejenak kemudian, seakan teringat akan sesuatu, ujarnya lagi:
“Untung diluar sana ada penjaganya”
“Tapi sewaktu penjaga diluar sana berhasil membuka pintu
dan masuk kemari untuk menolong kita, cairan darah dalam
tubuh kita mungkin sudah habis dihisap olehnya” Oh Sam-pei
menarik napas panjang.
Sekarang Thio Toa-cui baru mengerti apa yang dimaksud
rekannya, dengan suara gemetar tegurnya:
“sialan, kau lagi ngoceh apaan?”
“Aku pun berharap apa yang barusan kukatakan bukan
ocehan belaka.....”
Sekali lagi Thio Toa-cui bersin berulang kali, untuk kesekian
kalinya dia mencuri lihat Gi Tiok-kun.
Dibawah sinar rembulan hawa siluman yang menyelimuti
tubuh Gi Tiok-kun nampak makin lama semakin menebal,
sekarang perempuan itu kelihatan jauh lebih menyeramkan
lagi, seperti peri yang muncul dari dalam neraka......
Tangan Thio Toa-cui yang menggenggam gagang golok
mulai gemetar keras, bahkan nada suara nya pun ikut
gemetar keras.
“Tampaknya dia segera akan tampil pada wujud
aslinya........”
“Apa...... apa kau bilang?” teriak Oh Sam-pei dengan
perasaan tercekat.
Baru saja Thio Toa-cui hendak menjawab, Oh Sam-pei
sudah bertanya lagi:

447
“Dari sudut mana kau melihat kalau dia akan muncul dalam
wujud aslinya?”
“Aku hanya merasa udara disekitar tempat ini makin lama
semakin dingin dan menggigilkan tubuh”
“Tapi apa hubungannya dengan dia?”
“Menurut dongeng yang banyak beredar dalam masyarakat,
konon setiap kali setan iblis akan munculkan diri, angin akan
berhembus makin kencang dan udara akan terasa semakin
dingin”
Mau tidak mau Oh Sam-pei manggut manggut juga, maka
bersama Thio Toa-cui mereka awasi terus setiap gerak gerik
Gi Tiok-kun dengan mata terbelalak lebar.
Namun Gi Tiok-kun masih tetap seperti sedia kala, duduk
mematung ditempat tanpa bergerak sedikitpun juga.
Biarpun tidak nampak perubahan, Thio Toa-cui berdua
tidak berani gegabah, dengan perasaan tegang dan serius
mereka awasi terus perempuan itu.
Udara dalam ruang penjara terasa makin dingin membeku,
bulu kuduk ke dua orang itu semakin bergidik......
Bab 24: Banyak curiga
Akhirnya cahaya rembulan bergeser meninggalkan tubuh Gi
Tiok-kun, hawa dingin yang mencekam ruang penjara pun
seolah semakin memudar.
Gi Tiok-kun sama sekali tidak berubah, dia tidak muncul
dalam wujud siluman laron, bahkan dia seolah telah berubah
jadi sesosok boneka kayu yang tidak bernyawa.
Sekarang Thio Toa-cui baru bisa menarik kembali sorot
matanya, berpaling seraya menghembuskan napas lega.

448
Oh Sam-pei yang buka suara lebih dulu, ujarnya:
“Aaah, aku lihat kau hanya dipermainkan oleh perasaanmu
sendiri”
“Tapi hingga sekarang aku masih dapat merasakan hawa
dingin yang menusuk tulang” bantah Thio Toa-cui.
“Apa benar?”
Tiba tiba tenggorokan Thio Toa-cui berbunyi keras,
bisiknya:
“Alangkah baiknya kalau disini ada sepoci arak!”
“Ooh, rupanya kau hanya pingin minum arak?” serui Oh
Sam-pei sambil tertawa geli.
“Memangnya kau tidak kepingin?”
“Siapa bilang aku tidak pingin?”
“Arak bisa mengusir hawa dingin yang menusuk badan,
dapat pula memperbesar nyali kita”
“Sayang lo-Nyo sudah berjanji duluan, melarang kita
minum arak”
“Sekalipun kita minum secara diam diam, belum tentu dia
bakal tahu”
“Tapi kalau aku yang minum, dia pasti bakal tahu” sahut
Oh Sam-pei sambil menghela napas panjang.
“Tidak ada orang yang suruh kau harus minum sebanyak
tiga cawan, kenapa tidak meneguk dua setengah cawan saja,
dengan begitu tidak bakalan ada yang tahu kau sudah minum
arak atau tidak”
“Ah betul, sebuah cara yang bagus”
“Sayang tidak ada gunanya kalau hanya mempunyai cara
bagus, yang penting punya arak atau tidak”
Kemudian setelah menghela napas, tambahnya:

449
“Ketika Nyo tua datang aiencari kita, dia tidak pernah
menggeledah srku kita berdua, ebetulnya bisa saja kusei
unyikan berapi gui i ..v rak didalam sakuku”
“Dan sudah kau lakukan?” tanya Oh Sam-pei penuh harap.
“Tidak, pertama karena terdesak waktu, ke dua Nyo tua
sudah berbicara duluan, aku kuatir dia baru mau melepask
kita masuk setelah menggeledah saku saku kita”
“Padahal seharusnya kau selundupkan berapa guci didalam
sakumu, paling tidak kita beradu nasib”
“Kau hanya pandainya bicara.....”
“Bukan hanya pandai bicara......” sahut Oh
Sam-pei sambil tertawa secara tiba tiba, tertawa yang
sangat aneh.
Seakan teringat sesuatu Thio Toa-cui segera melompat
bangun, kemudian bisiknya:
“Jadi kau telah selundupkan berapa guci arak didalam
sakumu?”
Belum selesai dia berkata, diatas meja tepat dihadapannya
telah bertambah dengan dua buah botol arak.
Ternyata dari balik baju dinasnya yang lebar dia
mengeluarkan lagi botol arak yang ke tiga, bahkan isi arak
botol ke tiga adalah arak bagus.
Berbinar sepasang mata Thio Toa-cui, saking gembiranya
sampai mulut pun ikut terbuka lebar.
Dia sambar botol arak dimeja lalu serunya sambil tertawa
terkekeh:
“Bocah monyet, tidak nyana kau memang hebat”
“Ssst... jangan keras keras, kalau sampai Nyo tua kebetulan
lewat, dia bisa masuk kemari dan merampas arak kita...”

450
“Tidak usah kuatir, saat ini paling Nyo tua :•. udah tidur
pulas”
“Kecilkan suaramu, coba lihat, mereka berdua sampai
dibuat kaget oleh suara tertawamu”
Diam-diam Thio Toa-cui melirik, sinar matanya segera
berpapasan dengan sorot mata dingin Gi Tiok-kun.
Waktu itu Gi Tiok-kun sedang mengawasinya dengan sorot
mata yang dingin, ketika perempuan itu melihat Thio Toa-cui
berpaling, dia kembali tundukkan kepalanya.
Meski begitu tidak urung bergidik juga hati Thio Toa-cui
dibuatnya, cepat dia berbisik:
“Tidak usah kita gubris mereka, ayoh minum, minum......”
Sementara itu Oh Sam-pei telah membuka penutup botol,
bau harum arak segera menyebar ke seluruh ruangan.
“Arak bagus” puji Thio Toa-cui sambil menarik napas
panjang, dia merasa semangatnya berkobar kembali, “cukup
mengendus bau nya aku sudah tahu kalau arakmu arak
pilihan, tahu begini mestinya kau membawa lebih banyak lagi”
Oh Sam-pei tidak menjawab, dengan lahapnya dia
meneguk isi botol hingga ludes dalam berapa kali tegukan.
Dengan perasaan terkejut Thio Toa-cui mengawasi
rekannya itu. Tegurnya:
“Kalau kau teguk arakmu dengan cara begitu, tidak sampai
sesaat lagi, seluruh arak bakal kau lalap sampai habis”
“Siapa bilang aku tidak bisa minum lagi?” sahut Oh Sam-pei
cepat.
Thio Toa-cui tidak mampu melanjutkan perkataannya lagi,
sebab tahu tahu diatas meja telah bertambah lagi dengan dua
botol arak.

451
Tanpa membuang waktu lagi Thio Toa-cui menyambar
sebotol diantaranya dan membuka penutup botol dengan
gigitan.
“Ciiit....!” begitu penutup botol terbuka, bau arak segera
muncul dari balik botol itu menembusi lubang hidungnya.
Tentu saja Thio Toa-cui tidak menyia-nyiakan kesempatan
ini, dia segera mengendusnya dalam dalam, mendadak......
seluruh otot dan kulit wajahnya mengejang keras.
Ternyata bau arak yang terendus olehnya bukan berbau
harum, tapi bau busuk yang sangat memuakkan, bau busuk
yang tidak terlukiskan dengan kata.
Seolah baru saja tercebur ke dalam kubangan berisi
kotoran manusia, Thio Toa-cui tidak sanggup mengendalikan
diri lagi, akhirnya dia muntah, mengeluarkan seluruh isi
perutnya.
Dengan wajah keheranan Oh Sam-pei mengawasi
rekannya, mimik mukanya nampak sangat aneh.
“Arak macam apa yang kau simpan dalam botol itu?” seru
Thio Toa-cui sambil muntah terus.
“Tentu saja arak harum”
“Omong kosong!” umpat Thio Toa-cui gusar.
“Siapa bilang aku omong kosong?”
“Memangnya kau tidak mengendus bau busuk yang amat
menusuk hidung?”
“Bau busuk? Siapa bilang bau busuk? Aku hanya
mengendus bau harumnya arak......”
“Kau benar benar tidak merasa kalau botol arak itu agak
aneh?”
“Aneh? Menurut kau dimana letak keanehannya?”

452
“Isi botol itu bukan arak.......”
“Kalau bukan arak, apa isi botol itu?”
“Entahlah, tapi coba kau endus sendiri baunya, kelewat
busuk dan amat memuakkan”
Dengan perasaan keheranan Oh Sam-pei mengambil botol
arak itu dari tangan Thio Toa-cui, kemudian mengendusnya
sebentar.
Dia tidak mual apalagi muntah, malah tanyanya keheranan:
“Kau anggap isi botol ini bukan arak?”
“Kalau arak masa begitu busuk baunya?”
Oh Sam-pei semakin tercengang, sambil mengawasi wajah
rekannya dengan pandangan heran katanya:
“Jangan jangan hidungmu yang tidak beres?”
“Jadi kau tidak mengendus bau busuk?” Thio Toa-cui agak
tertegun.
“Bau busuk? Sudah jelas bau nya adalah bau harumnya
arak”
“Kau bukan sedang bergurau bukan?” paras muka Thio
Toa-cui berubah semakin aneh.
“Bergurau? Siapa yang sedang bergurau?”
“Kalau isi botol ini arak, kenapa begitu busuk baunya?” seru
Thio Toa-cui, sekali lagi dia mengambil botol arak itu dan
membuka penutupnya.
Lagi lagi bau busuk yang membuat perut jadi mual
menyebar keluar dari dalam botol arak itu.
Untung kali ini Thio Toa-cui sudah membuat persiapan
sehingga bau busuk itu tidak langsung menembusi lubang
hidungnya.

453
“Bagaimana sih kau ini? Jelas jelas baunya sangat
memuakkan.....”
“Jadi kau benar benar merasakan bau busuk?” bukan
menjawab Oh Sam-pei malah balik bertanya.
“Memangnya tidak kau lihat, cairan pahit pun sudah ikut
tertumpah keluar, jadi kau anggap aku sedang berpura pura?”
Oh Sam-pei manggut manggut, mendadak dia
mengucapkan perkataan yang sangat aneh:
“Ternyata perasaan setiap manusia memang berbeda
beda........”
“Apa maksud perkataanmu itu?” tegur Thio Toa-cui gusar.
Oh Sam-pei kembali tidak menjawab, gumamnya:
“Sekarang aku sudah tahu bagaimana perasaanmu saat ini”
Thio Toa-cui tidak habis mengerti.
Kembali Oh Sam-pei berkata:
“Aku sama sekali tidak bergurau, pun tidak membohongi
dirimu, dalam pandangan kami, isi botol itu benar benar
adalah arak”
“Kami? Kami adalah........” dengan tercengang
Thio Toa-cui menyela.
“Yang aku rasakan arak itu adalah arak harum, arak yang
sangat wangi dan lezat”
“Yang kau maksudkan adalah arak dalam botol pertama?”
“Ke tiga tiganya sama saja”
“Tapi aku hanya mengendus bau harumnya arak dari botol
yang berada ditanganmu”
“Tentu saja, karena botol tersebut selalu berada dalam
genggamanku dan tidak pernah melalui tanganmu”

454
“Tapi apa pengaruhnya?”
“Besar sekali pengaruhnya, begitu arak tersebut melalui
sentuhan tanganmu maka isi botol akan segera berubah
kwalitasnya”
“Sebetulnya arak yang kau bawa adalah arak aneh dari
mana?”
“Sebetul nya bukan arak aneh, arak itu hanya arak laron!”
“Apa kau bilang?” seru Thio Toa-cui kaget.
“Arak laron!”
“Aku belum pernah mendengar nama arak seaneh ini”
“Memang tidak banyak yang mendengar dan
mengetahuinya”
“Arak yang sudah melalui sentuhan tanganku akan
berubah? Memangnya tanganku memiliki kekuatan yang
hebat?
Oh Sam-pei menggeleng.
“Lalu apa sebabnya?”
“Karena sepasang tanganmu adalah tangan dari manusia”
“Memangnya tanganmu bukan tangan manusia?” Thio Toacui
semakin tercengang.
Kembali Oh Sam-pei mengangguk.
“Jadi maksudmu kau bukan termasuk manusia?” sekali lagi
Thio Toa-cui tertegun.
Kembali Oh Sam-pei mengangguk membenarkan.
“Hey, otakmu memangnya sudah tidak beres? Atau mulai
kurang waras?”
“Sama sekali tidak”

455
Hingga kini Thio Toa-cui masih menganggap Oh Sam-pei
sedang mengajak dirinya bergurau, tanpa terasa dia
perhatikan rekannya itu berulang kali.
Tidak ada yang aneh dengan Oh Sam-pei, tapi ketika dia
perhatikan beberapa kejap lagi, entah mengapa tiba-tiba
muncul segulung hawa dingin dari dalam lubuk hatinya.
Setelah bersin berulang kali dengan nada menyelidik ia
bertanya:
“Kalau bukan manusia, memangnya kau siluman?”
Kembali Oh Sam-pei tertawa, pada hakekatnya tertawanya
kali ini sama sekali tidak mirip dengan tertawa seorang
manusia.
Bab 25: Laron diujung golok
Thio Toa-cui sudah sepuluh tahun kenal dengan Oh Sampei,
tapi baru pertama kali ini dia menyaksikan senyuman
seaneh hari ini.
Senyuman tersebut sudah tidak mungkin dilukiskan dengan
kata menyeramkan lagi. Begitu ia mulai tertawa maka Oh
Sam-pei sudah tidak mirip lagi dengan Oh Sam-pei.
Pada hakekatnya dia seakan telah berubah jadi seorang
manusia yang lain! Sewaktu tertawa, nyaris seluruh
permukaan wajahnya ikut bergetar keras, wajah itu mirip
dengan ubur-ubur, bergoyang dan berubah tiada hentinya.
Paras muka Thio Toa-cui berubah semakin pucat, sambil
mengawasi Oh Sam-pei dengan mata terbelalak serunya
penuh kengerian:
“Se....sebenarnya siapakah kau?”

456
“Laron!” suara jawaban Oh Sam-pei kedengaran sangat
aneh, sama sekali tidak mirip suara manusia.
“Jadi kau juga jelmaan dari siluman laron?” suara Thio Toacui
semakin gemetar.
“Benar!”
Nada suaranya dari rendah dan berat mendadak berubah
jadi tinggi melengking dan tajam, begitu tajam seolah ada
gurdi baja yang sedang mengebor kendang telinga Thio Toacui.
Kulit wajahnya mulai mengelupas dan rontok, seperti
tepung yang mulai mengering, mengelupas selembar demi
selembar dan rontok ke tanah.
Ketika seluruh kulit wajahnya telah mengelupas habis,
akankah muncul selembar wajah dari siluman laron?
Bagaimana bentuk wajah siluman laron?
Sebetulnya rasa ingin tahu Thio Toa-cui amat besar, dia
pingin sekali mengetahui, tapi sayang dia tidak mampu
memperhatikan lagi.
Baginya, melarikan diri jauh lebih penting daripada
mengobati perasaan ingin tahunya, dia kuatir bila tidak segera
kabur, besar kemungkinan siluman laron itu akan menggigit
tengkuknya dan menghisap darahnya.
Dia mulai mundur terus ke belakang, sedang Oh Sam-pei
selangkah demi selangkah mendesak maju terus ke depan.
Tiba tiba Thio Toa-cui seperti teringat akan satu hal,
teriaknya keras:
“Benarkah kau adalah Oh Sam-pei?”
“Oh Sam-pei adalah sahabat karibmu, dia adalah seorang
manusia”
“Jadi kau bukan.........” seru Thio Toa-cui gelisah.

457
“Tentu saja bukan laron, kalau tidak sudah sejak tadi
kuhisap darahmu.....”
“Ke mana perginya Oh Sam-pei?”
“Pergi ke tempat dimana mau tidak mau kau harus pergi!”
“Kemana?”
“Neraka.......orang semacam dia memang paling pantas
menjadi penghuni neraka, begitu juga dengan kau!”
“Bagai.......bagaimana mungkin dia bisa mati?”
“Heheheh..... darahnya telah kuhisap sampai mengering!”
Thio Toa-cui nyaris jatuh pingsan saking takutnya, dengan
wajah pucat pias melebihi mayat selangkah demi selangkah
dia mundur terus hingga akhirnya punggungnya menempel
diatas dinding penjara.
Kembali Oh Sam-pei tertawa seram:
“Sekarang kau bisa kabur ke mana lagi?” jengeknya, dia
meletakkan botol araknya ke atas meja kemudian mendesak
maju satu langkah lagi.
Kini Thio Toa-cui sudah tidak sanggup mundur lagi, paras
mukanya pun sudah tidak mampu berubah, begitu melihat Oh
Sam-pei masih mendesak maju ke depan, seketika itu juga dia
mendongakkan kepalanya seperti ayam j.igo yang siap tempur
dan mulai pasang kuda kuda.
Sekarang dia baru mulai teringat, bukankah ililuar pintu
penjara terdapat penjaga yang
sedang meronda? Mengapa dia tidak berteriak untuk minta
tolong?
Dia mulai menbuka mulut dan berteriak minta tolong, tapi
begitu mulut dibuka, tiba tiba dia jumpai dirinya seolah
berubah menjadi orang bisu, entah sejak kapan dia sudah

458
tidak mampu bersuara, biar sudah berusaha untuk berteriak
keras keras pun tidak sepotong suara yang muncul.
Sekarang dia baru benar benar gugup bercampur panik..
Sementara itu Oh Sam-pei sudah mendesak maju lagi dua
langkah, kulit mukanya yang mengelupas semakin bertambah
banyak.
Kini raut mukanya sudah berubah jadi begitu
menyeramkan, begitu mengerikan dan memuakkan hati....
Thio Toa-cui benar benar pecah nyali, rasa takut yang luar
biasa menimbulkan keinginannya untuk bertindak nekad.
“Aku akan beradu jiwa denganmu!” dalam hati dia menjerit,
botol arak yang berada dalam genggamannya langsung
dilemparkan ke arah kepala lawan.
Timpukan itu sama sekali tidak mengenai Oh Sam-pei,
diapun tidak berusaha untuk berkelit, tangannya begitu
diangkat, tahu tahu botol arak itu sudah jatuh ke tangannya.
Biarpun botol itu penuh berisi arak, ternyata lemparan itu
tidak menyebabkan arak dalam botol tertumpah keluar,
jangan lagi tumpah, menetes satu tetesan pun tidak.
Memangnya dia sedang bermain sulap? Atau dia memang
benar benar siluman iblis?
Sambil membentak nyaring Thio Toa-cui mencabut keluar
goloknya, cahaya senjata memancar ke empat penjuru dan
amat menyilaukan mata, sebilah golok yang sangat tajam!
Namun Oh Sam-pei seakan tidak melihat akan ancaman
tersebut, selangkah demi selangkah dia masih maju terus.
Kalau pada mulanya Thio Toa-cui hanya menggertidak
maka melihat Oh Sam-pei tidak berhenti malah semakin
mendekat, akhirnya sambil membentak nyaring dia ayunkan
goloknya melepaskan sebuah bacokan.

459
Dari tenggorokannya sudah tidak mampu mengeluarkan
suara lagi, jelas tenaga dan kemampuannya sudah melemah
beberapa bagian.
Walau begitu, bacokan golok nya itu telah dilancarkan
dengan menggunakan segenap kekuatan yang dimilikinya.
Sekarang dia sudah mulai beradu jiwa, mau tidak mau
harus beradu jiwa!
Dengan menggunakan botol arak yang berada dalam
genggamannya Oh Sam-pei menangkis datangnya bacokan
golok itu, “Traaang!” botol itu seketika terbelah menjadi dua
bagian.
Kembali cahaya golok berkelebat lewat, arak yang
berwarna merah darah dengan membawa bau busuk yang
sangat kuat dan menyengat seketika berhamburan ke empat
penjuru, persis seperti hujan darah.....
Sebenarnya cairan merah itu darah laron atau arak laron?
Ketika menyembur diatas wajah Thio Toa-cui segera
mendatangkan bau busuk yang merasuk hingga ke tulang
sumsum, tapi kali ini dia malah tidak muntah.
Saat ini dia seolah sudah lupa untuk muntah karena dalam
detik yang amat singkat Oh Sam-pei kembali melambung ke
udara sambil merangsek ke depan.
Waktu itu pandangan mata Thio Toa-cui sudah dibikin
kabur karena tersembur cairan arak laron, bukan hanya
mukanya yang dibuat basah kuyup, bahkan sepasang matanya
pun sudah terasa amat pedas.
Rasa sakit yang luar biasa dimatanya membuat dia tidak
mampu untuk membuka matanya, tapi saat ini tidak mungkin
baginya untuk pejamkan mata, dengan memaksakan diri dia
coba mementangkan matanya lebar lebar.
Mati atau hidup segera akan ditentukan dalam detik ini,
tentu saja dia tidak bisa pejamkan mata, ketika matanya

460
terpentang lebar, yang tampak hanya selapis cahaya merah
darah.
Tiba tiba dia menjumpai tubuh Oh Sam-pei berada ditengah
lapisan merah darah itu, sambil memperdengarkan suara
dengungan yang keras sedang menerkam ke hadapannya.
Dia menjerit keras, goloknya segera dibacokkan berulang
kali.
Percikan darah segar berhamburan ke empat penjuru,
membuat lapisan merah itu nampak lebih merah lagi,
sekarang, seluruh angkasa seakan sudah terlapis semua oleh
merahnya darah, darah segar........!
Kentongan ke tiga, ketika Siang Hu-hoa, Ko Thian-liok, Tu
Siau-thian dan Nyo Sin berempat tiba didepan penjara besar,
waktu sudah menunjukkan kentongan ke tiga.
Cahaya obor masih membara dengan hebatnya di depan
pintu penjara, lidah api yang menari nari ditengah hembusan
angin malam memperdengarkan suara desahan yang keras,
terutama ditengah keheningan malam, suara itu kedengaran
jauh lebih nyaring.
Pintu gerbang berwarna hitam, sebuah pintu besi yang
ditempa dari baja murni dan ditaburi beratus buah paku
tembaga, ketika tertimpa cahaya api paku paku itu segera
memantulkan cahaya dingin yang menyeramkan.
Diatas pintu baja utama terdapat sebuah ukiran kepala
harimau, ukiran itupun memancarkan cahaya berkilauan.
Hawa pembunuhan yang tebal menyelimuti sekeliling
tempat itu.
Tidak nampak ada penjaga yang meronda disitu, tidak ada
didepan pintu gerbang, tidak ada pula diseputar penjara.

461
Ke sembilan orang penjara sedang berkumpul diatas undak
undakan batu didepan pintu samping, lima orang berdiri,
empat orang duduk.
Yang berdiri memegang tombak panjang, tubuhnya tetap
berdiri kaku bagaikan senjatanya, sementara yang duduk
sudah lama terlelap tidur, kepalanya tertunduk dan suara
dengkuran menghiasi bibir.
Ketika Siang Hu-hoa datang menghampiri, empat penjaga
yang terduduk sama sekali tidak menunjukkan reaksi,
sementara lima orang yang berdiri pun seolah tidak melihat
kedatangan rombongan itu.
Mungkinkah mereka semua sudah terlelap tidur?
Dengan perasaan mendongkol Nyo Sin segera bergumam:
“Apa apaan mereka ini? Sedang menjaga penjara besar
atau pindah tempat tidur?”
“Apakah biasanya mereka pun bersikap begini?” tiba tiba
Ko Thian-liok bertanya.
Nyo Sin segera menggeleng.
“Kalau mereka mempunyai watak seperti ini, sudah sejak
dulu aku suruh mereka pensiun”
“Kalau begitu aneh sekali”
“Aku lihat sudah terjadi sesuatu disini!” sela Siang Hu-hoa
mendadak.
Ko Thian-liok merasakan hal yang sama, maka mereka
berempat pun segera mempercepat langkah kakinya.
Begitu tiba didepan pintu gerbang, mereka baru menjumpai
bahwa ke lima orang penjaga yang berdiri itu sedang
memejamkan matanya, dari sikap mereka nampak jelas kalau
orang orang itu sudah terlelap tidur.

462
Cara mereka berdiri sama sekali tidak wajar, namun mimik
mukanya nampak wajar sekali dan kelihatan sangat aneh, dua
orang diantara mereka kelihatan seakan sedang bercakap
cakap sementara ke tiga orang lainnya seakan sedang
memperhatikan pembicaraan rekannya.
Begitu menyaksikan keadaan tersebut, paras muka Tu Siauthian
seketika berubah hebat, sambil menghentakkan kakinya
dia berseru:
“Aduh celaka!”
Dia memburu ke atas undak undakan dan baru saja
mendekati tubuh salah seorang penjaganya, tiba tiba
terdengar Nyo Sin sedang berteriak sambil bertepuk tangan:
“Ayoh bangun, semuanya bangun!”
Suara teriakannya memang keras dan berat, apalagi dia
menjerit sekuat tenaga, jangan lagi manusia hidup. Orang
mati yang sudah berbaring dalam peti mati pun akan
melompat bangun setelah mendengar teriakannya itu.
Ke sembilan orang pengawal itu bukan orang mati, mereka
hanya terlelap tidur saja, tidak heran kalau orang orang itu
seketika tersadar kembali begitu mendengar teriakan Nyo Sin.
Begitu membuka mata dan melihat semua pejabat tinggi
pengadilan telah hadir dihadapan mereka, beberapa orang
pengawal itu jadi lemas kakinya, tanpa disuruh pun serentak
mereka sudah jatuhkan diri berlutut.
Ko Thian-liok tidak bicara apa apa, sebaliknya Nyo Sin
dengan suara yang nyaring telah mengumpat:
“Bagus, rupanya kalian semua telah tertidur.....”
Sembilan orang pengawal itu saling bertukar pandangan
tanpa menjawab, agaknya mereka sendiripun tidak tahu kalau
mereka baru saja terlelap tidur.

463
Melihat sikap serta mimik muka kawanan pengawal itu, Ko
Thian-liok segera memberi landa mencegah Nyo Sin bicara
lebih jauh, dia maju mendekat lalu menegur:
“Apakah kalian tidak tahu kalau kalian semua sudah
tertidur?”
Sembilan orang pengawal itu saling I H-rpandangan
sekejap, lalu menggeleng.
“Siapa komandan kalian?”
“Hamba Khoe Sun”
“Apakah kau pun tidak mengetahui apa yang telah terjadi?”
“Hamba memang bersalah” sahut Khoe Sun dengan kepala
tertunduk.
“Kau belum menjawab pertanyaanku” tukas Ko Thian-liok
sambil tertawa.
“Hamba benar benar tidak tahu apa yang telah terjadi
disini, hamba bahkan tidak tahu apa yang terjadi hingga bisa
tertidur diatas undak undakan”
“Tadi kalian ada di mana?”
“Hamba sedang membawa empat orang anak buahku
berpatroli mengelilingi tembok pagar penjara......”
“Apakah kau menjumpai orang yang mencurigakan?”
“Seorang pun tidak ada”
“Oya”?”
“Apakah kalian sendiri juga tidak mengalami kejadian
kejadian yang aneh?” tiba tiba Siang Hu-hoa menimbrung.
Khoe Sun melirik Siang Hu-hoa sekejap, meskipun dia
merasa orang ini asing baginya, tapi lantaran jalan bersama
Ko Thian-liok, Tu Siau-thian serta Nyo Sin, maka setelah ragu
sesaat jawabnya:

464
“Sebenarnya aneh sekali, ada satu kejadian memang
sangat aneh”
“Cepat katakan!” desak Ko Thian-liok.
“Entah apa penyebabnya setelah lewat kentongan pertama
tadi, hamba bersembilan merasa luar biasa lelahnya hingga
menguap berulang kali, bukan saja merasa kantuk yang luar
biasa bahkan sepasang mata pun rasanya susah dibuka”
“Kemudian apa yang terjadi?”
“Entah sejak kapan empat orang yang bertugas menjaga
pintu gerbang sudah tertidur duluan, menyusul kemudian ke
empat orang yang ikut hamba berpatroli pun ikut
menyandarkan diri ke dinding penjara dan tertidur, hamba
adalah orang terakhir yang terlelap tidur, tapi sebelum aku
memejamkan mata, sempat hamba lihat bahwa semua orang
sudah tertidur nyenyak lebih dahulu”
“Waktu itu apakah kau menjumpai sesuatu yang aneh
disekeliling penjara?” kembali Siang Hu-hoa bertanya.
“Waktu itu aku sama sekali tidak sempat memperhatikan
sekeliling tempat itu, yang kupikirkan hanya ingin tidur
secepatnya”
“Bagaimana dengan ke empat orang yang ikut berpatroli
denganmu?”
Sebelum Khoe Sun menjawab, empat orang pengawal yang
berada di belakangnya telah maju ke depan.
“Ooh, jadi kalian berempat?” tanya Ko Thian-liok sambil
menyapu wajah mereka sekejap.
“Benar!” sahut ke empat orang pengawal itu sambil
serentak menjatuhkan diri berlutut
“Ayoh cepat bangun dan menjawab pertanyaan kami” seru
Ko Thian-liok lagi sambil mengulapkan tangannya.

465
Khoe Sun bersama delapan orang pengawal itu menyahut
dan serentak bangkit berdiri sambil menunggu pertanyaan.
Setelah memandang sekali lagi wajah ke empat orang
pengawal yang berdiri berjajar didepan, tanya Ko Thian-liok:
“Waktu itu apa yang kalian temukan?”
Serentak ke empat orang pengawal itu menggeleng.
“Waktu itu keadaan hamba persis sama seperti apa yang
dialami komandan Khoe”
“Kalau begitu menyingkirlah ke samping” seru Ko Thian-liok
sambil mengulapkan tangannya.
Ke empat orang pengawal itu menyahut dan segera
menyingkir ke samping.
Sekarang Ko Thian-liok mengalihkan sorot matanya ke
wajah ke empat orang penjaga pintu gerbang, tegurnya:
“Jadi kalian berempat yang menjaga di depan pintu
gerbang?”
“Benar!”
“Apa yang kalian saksikan?”
“Sama seperti mereka”
Sembilan orang penjaga mengalami kejadian yang persis
sama satu dengan lainnya, jelas kejadian ini kelewat kebetulan
dan kelewat aneh.
Perasaan bingung bercampur sangsi segera menghiasi
wajah Ko Thian-liok.
Siang Hu-hoa hanya terpekur tanpa bicara, sedang Tu Siauthian
berdiri dengan sepasang alis berkerut.
Tampaknya mereka bertiga sama-sama merasa pusing
kepala, untuk sesaat mereka tidak tahu bagaimana harus
menjelaskan tentang peristiwa ini.

466
Hanya Nyo Sin seorang yang terkecuali, dengan wajah
berubah hebat teriaknya keras keras:
“Hey, Apakah kalian semua sudah kesurupan setan
gentayangan?”
Siang Hu-hoa bertiga tidak menjawab tapi mereka pun
tidak menyangkal.
Apa pun yang dibicarakan Nyo Sin saat ini, mereka hanya
menampungnya sementara waktu tanpa memberi tanggapan.
Khoe sun dan ke delapan orang anak buahnya hanya
berdiri termangu mangut tanpa mengerti apa yang harus
dilakukan, entah hal ini lantaran perkataan dari Nyo Sin
ataukah secara tiba tiba mereka pun merasakan suasana yang
luar biasa anehnya disekeliling tempat itu.
Lidah api yang berkobar dari obor besar masih menari nari
terhembus angin, menggoyangkan pula bayangan tubuh
setiap orang yang membias ditanah.
Paling tidak ada setengah dari orang orang itu mulai
mencuri lihat disekitar dirinya..... memeriksa apakah ada setan
yang muncul d i samping mereka.
Ko Thian-liok berpikir sejenak, mendadak ujarnya:
“Bagaimana pun juga, sekarang kita harus segera masuk ke
dalam dan memeriksa keadaan disitu”
Serentak Siang Hu-hoa, Tu Siau-thian dan Nyo Sin
mengangguk tanda setuju.
“Pengawal, buka pintu!” perintah Ko Thian-liok kemudian.
Kunci gembokan pintu gerbang penjara i«iKantung
dipinggang Nyo Sin, cepat komandan opas ini maju ke depan
dan menggunakan tiga macam anak kunci yang berbeda
untuk membuka pintu besi itu.

467
Setiap anak kunci mempunyai bentuk dan ukuran yang
berbeda, semuanya mempunyai urutan yang pasti, bila salah
urutan maka buka saja pintu gerbang itu sulit dibuka bahkan
akan membunyikan sebuah lonceng besar yang dipasang
secara rahasia, semacam bunyi alarm yang akan memancing
hadirnya semua pengawal disekeliling tempat itu.
Penjara besar berada dibagian tengah kompleks
pengadilan, bila orang luar ingin masuk ke tempat itu maka
paling tidak dia harus melalui tiga lapis dinding tinggi yang
dijaga ketat oleh pengawal di empat penjuru.
Tidak mudah bagi siapa pun untuk menembusi penjagaan
dan pertahanan semacam ini, maka sewaktu menjumpai pintu
gerbang tidak ada yang aneh, Nyo Sin nyaris merasakan
hatinya sangat lega.
Tapi begitu pintu gerbang terbuka lebar, perasaan hatinya
yang baru saja merasa lega jadi berdebar kembali, bukan
cuma jantungnya yang dag dig dug, paras muka pun ikut
berubah sangat hebat.
Begitu pintu gerbang terpentang lebar, segulung bau busuk
yang amat memuakkan segera berhembus keluar dari balik
penjara, bau busuk semacam ini sudah tidak terlampau asing
lagi baginya.
Ketika pertama kali menemukan mayat Jui Pak-hay, ketika
memasuki ruangan khusus yang digunakan untuk memelihara
Laron Penghisap darah di rumah penginapan Hun-lay, dia
sudah pernah mengendus bau busuk semacam ini.
Karena sedemikian busuknya bau itu, hingga kini masih
berkesan mendalam dihatinya!
0-0-0

468
Paras muka Siang Hu-hoa maupun Tu Siau-thian ikut
berubah hebat, mereka pun belum melupakan bau busuk
semacam itu.
Dengan satu gerakan cepat Siang Hu-hoa melambung satu
kaki ke udara kemudian melayang turun didepan pintu
gerbang, tangan kanannya segera mencengkeram bahu Nyo
Sin dan menarik tubuhnya ke samping.
Dia kuatir setelah munculnya bau busuk itu, mungkin akan
disusul dengan munculnya sekelompok besar Laron Penghisap
darah
Dia menghadang didepan Nyo Sin, tangannya yang lain
telah meraba gagang pedang dan setiap saat siap
melancarkan serangan.
Pada saat yang bersamaan Tu Siau-thian menghardik pula:
“Kho Sun, cepat bawa anak buahmu melindungi
keselamatan tayjin!”
Selesai menghardik, dia ikut melayang ke sisi lain dari pintu
gerbang.
Khoe Sun tidak berani berayal, dia mengiakan sambil maju
menghadang didepan Ko Thian-liok sementara ke delapan
anak buahnya segera mengelilingi diseputarnya.
Melihat itu Ko Thian-liok merentangkan sepasang
tangannya minta mereka semua untuk menyingkir ke
samping, kemudian dia meraba ke pinggang sendiri.
Sebilah pedang yang antik dan indah tersoren
dipinggangnya itu.
Wajahnya sama sekali tidak menampilkan perubahan apa
pun, bila ditinjau dari cara dan sikapnya memegang pedang,
siapa pun dapat melihat bahwa orang ini pernah belajar silat
dan memiliki kepandaian yang cukup tangguh.

469
Walaupun wajahnya tidak nampak kusut namun hidungnya
sudah mulai berkerut. Siapa pun itu orangnya, pasti tidak akan
tahan bisa mengendus bau busuk seperti ini.
Angin malam berhembus kencang, lambat laun bau busuk
yang menyengat itu mulai menipis sebelum akhirnya
memudar.
Cahaya lentera yang menerangi ruang penjara sangat
redup, suasana pun sangat hening dan sepi.
Setelah munculnya bau busuk sama sekali tidak nampak
munculnya Laron Penghisap darah, jangan lagi satu kelompok,
seekor pun tidak nampak.
Siang Hu-hoa telah melepaskan cengkeramannya atas bahu
Nyo Sin, namun pembesar itu masih tetap berdiri tidak
bergerak, dia belum melakukan tindakan apapun, nampaknya
pengalaman yang berulang kali membuat dia bersikap lebih
cerdik.
Dia tahu, kemungkinan besar didalam ruang penjara telah
menunggu sekelompok besar Laron Penghisap darah,
sehingga bila ada yang menerjang masuk maka kawanan
makhluk itu akan menyerang bersama. Dia tidak ingin
kehilangan muka didepan orang banyak.
Berbeda dengan Tu Siau-thian, dia seakan tidak perduli
akan hal tersebut, kini dia sudah melakukan aksinya.
Sesungguhnya Siang Hu-hoa sudah bertindak duluan,
biarpun pedangnya belum diloloskan dari sarungnya, dia
sudah menerjang maju dengan tangan masih menempel pada
gagang senjatanya.
Asal ada sesuatu yang tidak beres, maka secepat kilat dia
akan mencabut keluar pedangnya sambil melancarkan
serangan.

470
Tu Siau-thian tidak memiliki kepandaian sehebat Siang Huhoa,
dia sadar akan hal itu, maka sebelum melangkah maju
goloknya telah diloloskan lebih dulu.
Kemudian mereka berdua melangkah masuk ke balik pintu
dan menerjang ke dalam ruang penjara.
0-0-0
Bau busuk di ruangan penjara masih amat lebal dan
menusuk hidung, tidak ada Laron Penghisap darah disitu tapi
didekat pintu, diatas permukaan lantai tampak segumpal
cairan darah l.aron.
Cairan darah itu membiarkan sinar merah ketika tertimpa
sinar lampu lentera, anehnya cairan darah tersebut tidak
membeku. Dari atas genangan cairan darah itulah bau busuk
tersebut berasal.
Seorang lelaki berbaju opas dengan sebilah golok masih
tergenggam ditangannya roboh terkapar diatas genangan
darah itu, wajahnya menghadap ke atas dan penuh
berlumuran darah. Dia mempunyai sebuah mulut yang sangat
besar.
Siang Hu-hoa segera menghentikan langkah kakinya
didepan genangan darah, tanyanya:
“Apakah dia adalah salah seorang diantara dua pengawal
yang kalian utus untuk menjaga ruang penjara?”
Tu Siau-thian memeriksa sebentar jenasah itu kemudian
baru mengangguk.
“Benar, dia adalah Thio Toa-cui!”
“Kalau begitu orang yang tergeletak di sebelah sana adalah
Oh Sam-pei?” ujar Siang Hu-hoa lagi.

471
Disamping terali besi didepan ruang penjara sebelah kiri,
tergeletak pula sesosok mayat.
Orang itupun berdandan seorang opas, tapi baju bagian
dadanya dibiarkan terbuka lebar, sebagian besar kancingnya
tidak dikancingkan.
Dengan langkah tergesa Tu Siau-thian menghampiri mayat
itu.
Orang tersebut tertelentang dengan wajah menghadap ke
atas, tidak ada noda darah diwajahnya itu, tentu saja dia lebih
mudah dikenali ketimbang Thio Toa-cui.
Setelah memandangnya sekejap, Tu Siau-thian segera
mengangguk.
“Benar, dia adalah Oh Sam-pei!”
Dia segera berjongkok sambil memeriksa denyut nadi Oh
Sam-pei, tapi sayang detak jantung opas itu sudah lama
berhenti. Kenyataan ini membuat hatinya tercekat sehingga
badannya bergetar keras.
“Bagaimana?” tanya Siang Hu-hoa.
“Sudah mati!”
“Thio Toa-cui masih bernapas” mendadak Siang Hu-hoa
berkata.
“Sungguh?” seru Tu Siau-thian sambil melompat ke
samping rekannya.
Waktu itu Siang Hu-hoa sedang menguruti jalan darah
penting ditubuh Thio Toa-cui sembari menyalurkan tenaga
murninya.
Benar juga, ternyata Thio Toa-cui masih bernapas walau
napasnya sudah amat lirih dan lemah sekali.
Dalam pada itu Ko Thian-liok dan Nyo Sin sekalian telah
menyusul masuk ke dalam ruang penjara.

472
Setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, Ko Thianliok
berseru keheranan:
“Apa yang sebenarnya telah terjadi?”
Baru saja Tu Siau-thian hendak menjawab, tiba tiba
terdengar suara helaan napas panjang, ternyata helaan napas
itu berasal dari Thio Toa-cui.
Dengan cepat dia mengalihkan sorot matanya ke wajah
Thio Toa-cui dan mengawasinya dengan mata melotot.
Tampak Thio Toa-cui membuka matanya perlahan,
sementara tubuhnya kembali gemetar keras.
“Thio Toa-cui!” jerit Tu Siau-thian.
Otot wajah Thio Toa-cui kelihatan mengejang keras, lama
kemudian ia baru menghembuskan napas pajang dan
membuka lebar matanya, garis garis darah terlihat memenuhi
bola matanya.
“Apa yang telah terjadi ditempat ini?” buru luiru Tu Siauthian
bertanya.
“Laron!” dari balik kelopak mata Thio Toa-cui memancar
keluar rasa takut dan ngeri yang luar biasa.
“Laron? Laron apa?” desak Tu Siau-thian lebih lanjut.
Rasa tidakut dan ngeri yang memancar keluar dari balik
mata Thio Toa-cui bertambah tebal dan kental, kembali dia
mengucapkan sepatah kata:
“Arak........”
“Arak apa?” Tu Siau-thian semakin tertegun. Dengan suara
terbata-bata bisik Thio Toa-cui:
“Arak laron...... arak laron berwarna merah darah......
kulit...kulit wajah yang mengelupas tiada hentinya.... siluman
laron dengan kulit muka yang mengelupas terus...... laron.....
Laron Penghisap darah........”

473
“Laron Penghisap darah?” ulang Tu Siau-thian dengan
wajah hijau membesi.
Sekujur tubuh Thio Toa-cui gemetar keras, tiba tiba ia
berteriak nyaring:
“Laron Penghisap darah!”
Nada suaranya penuh dicekam perasaan takut dan ngeri
yang luar biasa, mendadak dia bangkit dan duduk, tapi sesaat
kemudian tubuhnya sudah roboh kembali ke tanah.
Siang Hu-hoa dan Tu Siau-thian ingin memayang tubuhnya,
tapi tidak sempat. “Blaaaam!” begitu badan Thio Toa-cui jatuh
terjungkal ke tanah, dia tidak pernah bergerak lagi.
Sepasang matanya masih terbelalak besar, rona matanya
sudah memudar sementara garis-garis merah yang memenuhi
bola matanya kini nampak jauh lebih jelas.
Siang Hu-hoa coba memeriksa dengus napas Thio Toa-cui,
tapi tangannya yang sudah diulurkan sampai tengah jalan tiba
tiba berhenti.
“Bagaimana?” buru buru Tu Siau-thian bertanya.
“Dia sudah mati!” jawab Siang Hu-hoa singkat.
“Dimana letak lukanya.......” timbrung Nyo Sin, tapi baru
setengah jalan sudah ditukas oleh Ko Thian-liok.
“Kita periksa dulu bagaimana kondisi para lawanan!”
perintahnya dengan suara lantang.
Tidak menunggu ucapan itu selesai diutarakan, Siang Huhoa
sudah melompat bangun dari atas tanah lalu dengan
sekali lompatan dia tiba disamping jenasah Oh Sam-pei.
Tu Siau-thian tidak berani berayal, cepat cepat dia
menyusul ke samping Siang Hu-hoa.

474
Dalam pada itu Siang Hu-hoa sudah melongok ke dalam
terali besi. Ternyata ruang penjara tidak ada penghuninya,
maka dia pun bertanya:
“Apakah mereka disekap di dalam ruang penjara?”
“Benar, Gi Tiok-kun disekap didalam sana” Tu Siau-thian
membenarkan.
“Tidak salah ingat?”
“Tidak mungkin salah ingat”
“Tapi ke mana orangnya sekarang?”
Tu Siau-thian kontan terbungkam tanpa mampu
mengucapkan sepatah kata pun.
Siang Hu-hoa mencoba memeriksa kunci gembokan
didepan terali besi, gembokan masih berada di posisi semula
dalam keadaan utuh, tidak nampak sesuatu gejala yang aneh.
“Cepat kita geledah!” seru Tu Siau-thian kemudian.
“Tunggu sebentar!” mendadak Siang Hu-hoa mencegah.
“Kau berhasil menemukan sesuatu?”
Siang Hu-hoa menunjuk kearah meja yang berada ditengah
ruang penjara, sebilah pisau panjang yang amat tajam
menancap diatas meja itu, diujung pisau yang tajam
menancap seekor laron!
Seekor laron dengan sepasang mata berwarna merah darah
dan tubuh hijau bagaikan kemala, seekor Laron Penghisap
darah!
Paras muka Tu Siau-thian dari pucat berubah jadi hijau,
dari hijau kembali memucat, pucat pasi seperti wajah mayat.
Tiba tiba dia berpaling kemudian teriaknya keras:
“Cepat bawa kemari kunci ruang penjara!”

475
Orang yang berdiri di belakangnya tidak lain adalah Nyo
Sin, dia seakan lupa kalau Nyo Sin adalah komandannya.
Teriakan yang begitu keras dan nyaring nyaris membuat Nyo
Sin terkesiap.
Nyo Sin pun seolah sudah lupa kalau dia adalah atasan Tu
Siau-thian, sambil mengiakan dia mengeluarkan anak kunci
dan membuka gembokan itu.
Dengan tangan sebelah mendorong pintu sel, dalam dua
tiga langkah kemudian Tu Siau-thian sudah menerjang masuk
ke dalam ruang penjara, mendekati meja itu.
Dia berdiri begitu dekat, tentu saja segala sesuatunya
dapat terlihat dengan sangat jelas.
Padahal sejak tadi dia sudah tidak salah melihat, seekor
Laron Penghisap darah terpantek diatas permukaan meja oleh
sebilah pisau panjang yang tajam.
Tubuh laron itu nyaris terbelah jadi dua, disekitar mulut
luka bercecer cairan darah. Cairan darah itu berwarna merah
dan menyiarkan bau amis serta busuk yang sangat kuat.
Inikah yang dinamakan darah laron? Kenapa darah laron
berwarna merah? Merah seperti darah manusia?
Tu Siau-thian berpaling memperhatikan jenasah Oh Sampei.
Dipinggang mayat itu tergantung sebilah sarung golok,
tapi golok tersebut tidak berada dalam genggamannya, juga
tidak nampak disekeliling tempat itu.
Karenanya Tu Siau-thian berpaling dan sekali lagi
memperhatikan golok tajam yang menancap diatas
permukaan meja.
“Apakah golok itu adalah golok milik Oh Sam-pei?” Siang
Hu-hoa bertanya kemudian.
“Aku rasa benar miliknya”

476
“Kelihatannya golok itu dilemparkan ke udara dan
menancap diatas meja”
“Bila ditinjau dari posisi mayat serta sudut golok yang
menancap di meja, tampaknya persis seperti apa yang kau
katakan”
“Kelihatannya ketajaman matanya cukup mengagumkan”
“Sekalipun ketajaman matanya tidak seberapa bagus pun,
dia sama saja dapat menimpuknya secara tepat” tiba tiba ujar
Nyo Sin.
“Oya?”
“Sebab sasaran yang sebenarnya tidak sekecil itu” Nyo Sin
menjelaskan.
“Kalau begitu seberapa besarnya?”
“Manusia itu besar sekali, karena sasarannya memang
seorang manusia”
“Siapa?”
Bab 26: Jejak Sang Raja Laron
“Gi Tiok-kun!” jawab Nyo Sin dengan wajah berubah,
kemudian setelah mengawasi Laron Penghisap darah itu
dengan mata melotot, dia melanjutkan, “saat itu bisa jadi dia
bersama Thio Toa-cui sedang meronda dalam ruang penjara,
tiba tiba mereka saksikan Gi Tiok-kun sedang berubah, maka
mereka pun menerjang ke depan terali besi, saat itu Gi Tiokkun
pasti sedang bersiap melancarkan serangan, maka dia
pun melontarkan goloknya untuk membunuh perempuan
siluman itu!”
“Lantas jenasah Gi Tiok-kun berada di mana sekarang?”
tanya Siang Hu-hoa.

477
“Disini!” jawab Nyo Sin sambil menuding Laron Penghisap
darah yang terbelah dua itu dengan ujung goloknya, “dialah Gi
Tiok-kun!”
Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, paras mukanya
kembali berubah hebat, bahkan Siang Hu-hoa dan Tu Siauthian
pun ikut berubah wajahnya menjadi hijau membesi.
Dengan suara gemetar dia berkata lebih jauh:
“Sebetulnya Gi Tiok-kun sudah bersiap siap merubah diri
dalam wujud aslinya dan terbang keluar dari penjara, tapi dia
keburu dibunuh oleh sambitan golok Oh Sam-pei hingga tidak
sempat berubah lagi dalam wujud semula”
Gi Tiok-kun dikurung dalam ruang penjara seorang diri,
sekarang terbukti gembokan diluar pintu penjara dalam
keadaan utuh, tapi tawanan itu lenyap tidak berbekas, sebagai
gantinya didalam penjara telah bertambah dengan seekor
Laron Penghisap darah yang dipantek oleh golok milik Oh
Sam-pei.
Memangnya manusia bisa lenyap dengan begitu saja? Lalu
darimana munculnya laron itu? Mungkinkah telah terjadi
peristiwa seperti apa yang dikatakan Nyo Sin barusan?
Untuk beberapa saat Siang Hu-hoa tidak tahu apa yang
mesti diperbuat.
Tampaknya Tu Siau-thian juga mengalami hal yang sama,
dia pun bertanya:
“Kalau memang begitu ceritanya, kenapa Oh Sam-pei bisa
tewas diluar ruang sel?”
“Kalian jangan lupa, selain Gi Tiok-kun siluman laron ini,
disini masih ada seorang Kwee Bok!” seru Nyo Sin cepat.
Tapi begitu ucapan tersebut diutarakan, paras mukanya
kembali berubah hebat.
“Kwee Bok?” jerit Tu Siau-thian.

478
Sekarang mereka baru teringat akan Kwee Bok! Nyo Sin
yang pertama kali membalikkan badan sambil menerjang
keluar disusul Tu Siau-thian di belakangnya.
Tapi Siang Hu-hoa jauh lebih cepat daripada mereka
berdua, meskipun terakhir dia menerjang keluar dari ruang
penjara, namun justru orang pertama yang tiba dulu di ruang
penjara sebelah depan.
Sayang dia tidak memiliki anak kunci maka yang bisa
dilakukan hanya berdiri disitu, tentu saja dia pun sudah
melongokkan kepalanya ke dalam, ternyata ruang penjara
itupun kosong melompong, tidak nampak sesosok manusia
pun.
Ke mana perginya Kwee Bok? Jangan-jangan dia memang
benar jelmaan dari siluman laron dan sekarang sudah berubah
kembali dalam wujud aslinya dan terbang keluar dari ruang
penjara?
Diatas meja tidak ada golok, disitu hanya terdapat dua
bilah golok milik Thio Toa-cui dan Oh Sam-pei sementara
golok milik Thio Toa-cui masih berada dalam genggamannya.
Diatas meja tidak nampak Laron Penghisap darah, begitu
juga diatas lantai, tidak nampak sesosok laron pun.
Nyo Sin tiba dua langkah lebih lambat ketimbang Siang Huhoa,
dia langsung menuju ke depan terali besi dan membuka
pintu sel.
Dengan perasaan cemas bercampur tidak sabar mereka
bertiga serentak menerjang masuk ke dalam ruang sel.
Biarpun agak kasar dan ceroboh, jelek jelek Nyo Sin masih
terhitung seorang opas yang cukup berpengalaman.
Tu Siau-thian merupakan orang yang cekatan dan teliti,
ditambah Siang Hu-hoa maka dengan bekerja sama mereka
bertiga mulai menyelidiki dan memeriksa setiap jengkal
tempat yang ada disana.

479
Bukan saja semua benda diperiksa, bahkan ranjang pun
sudah mereka bongkar, alhasil tidak sesuatu pun yang berhasil
mereka temukan.
Jika Kwee Bok sudah mampus, semestinya disitu akan
ditemukan sesosok mayat.
Kelihatannya pemuda itu memiliki ilmu siluman yang jauh
lebih hebat ketimbang kemampuan Gi Tiok-kun, bukan saja
berhasil membunuh Oh Sam-pei dan Thio Toa-cui, bahkan
sanggup pergi meninggalkan tempat itu.
Tapi mereka tidak mau menyerah begitu saja, bersama
para penjaga lainnya penggeledahan secara besar besaran
segera dilakukan, namun hasilnya tetap nihil.
Ketika penggeledahan selesai dilakukan, Nyo Sin sudah
kelelahan hingga napasnya tersengkal sengkal.
Sambil berpegangan pada terali besi dan berusaha
mengatur napas, ujarnya:
“Padahal semua pintu besi sudah dikunci, kenapa bocah
kunyuk itu sanggup melarikan diri?”
Tu Siau-thian mendongakkan kepalanya memperhatikan
sekejap lubang hawa diatas dinding penjara, kemudian
sahutnya:
“Kalau dia benar benar telah berubah jadi seekor Laron
Penghisap darah, semestinya tidak susah untuk kabur dari
jendela dengan melalui lubang udara itu”
Seakan baru tersadar dari impian, Nyo Sin segera
mendongakkan kepalanya seraya berteriak:
“Aaah betul, pasti lewat lubang hawa itu!”
Dalam pada itu sorot mata Siang Hu-hoa telah dialihkan ke
atas genangan darah dibawah tubuh Thio Toa-cui, tiba tiba ia
berkata:

480
“Tampaknya kita telah melupakan satu tempat”
“Tempat mana?” tanya Nyo Sin sembari berpaling.
“Bawa jenasah ini!” sahut Siang Hu-hoa.
Baru selesai berkata, Tu Siau-thian yang berada diujung
sana telah membalik jenasah Oh Sam-pei.
Dibawah jenasah Oh Sam-pei tidak ditemukan benda
apapun.
Siang Hu-hoa segera membalik jenasah Thio Toa-cui,
ternyata dibawah tubuhnya tergencet seekor laron.......Laron
Penghisap darah!
Tubuh laron itu sudah tertindih hingga gepeng, malah
sebuah sayapnya patah.
Tampaknya Siang Hu-hoa tidak menyangka kalau
ucapannya akan berubah jadi kenyataan, untuk sesaat dia
berdiri termangu.
Paras muka Tu Siau-thian maupun Nyo Sin turut berubah
hebat, serentak mereka memburu datang.
“Aaah, rupanya berada disini!” seru Nyo Sin kemudian
sambil menghembuskan napas lega.
Tu Siau-thian termenung sejenak, kemudian ujarnya:
“Kelihatannya dia terluka diujung golok Thio Toa-cui
setelah berhasil membunuh Oh Sam-pei, meskipun kemudian
diapun berhasil membuat Thio Toa-cui terluka parah, namun
tubuhnya justru tertindih oleh tubuh Thio Toa-cui ketika dia
roboh terkapar ke tanah. Tapi kenapa dia bisa tertindih?
Karena sudah terluka hingga kurang lincah gerakan tubuhnya
atau karena terlalu gegabah sehingga tidak sempat
menghindarkan diri?”
“Benar, aku pun berpendapat begitu” Nyo Sin
membenarkan.

481
“Jadi kalian benar benar telah menganggap Gi Tiok-kun dan
Kwee Bok sebagai dua siluman laron?” Siang Hu-hoa segera
menegur.
Nyo Sin segera mengangguk, sedangkan Tu Siau-thian
tidak memberikan pendapatnya, walaupun dimulut dia berkata
demikian padahal dihati kecilnya masih tetap ragu.
Siang Hu-hoa memandang mereka sekejap kemudian
memandang pula ke dua sosok jenasah itu, akhirnya sambil
tertawa getir gumamnya:
“Apa benar di dunia ini memang terdapat setan iblis atau
siluman dan sebangsanya?”
“Kalau bukan begitu, bagaimana penjelasanmu tentang
peristiwa yang telah terjadi?” tanya Nyo Sin cepat.
Siang Hu-hoa segera terbungkam, dia memang tidak
sanggup memberi penjelasan.
Setelah menghela napas Tu Siau-thian berkata pula:
“Sekarang aku pun tidak berani mengatakan kalau tidak
ada setan iblis atau siluman di dunia ini”
Setelah berhenti sejenak, tambahnya: “Tapi ada satu hal
aku tetap merasa keheranan”
“Soal apa?”
“Dengan kepandaian silat yang dimiliki Jui Pak-hay saja dia
tidak sanggup menghadapi ke dua siluman laron itu, kenapa
Thio Toa-cui berdua justru sanggup membantai mati ke dua
siluman laron itu? Aku benar benar bingung dan tidak habis
mengerti”
“Tampaknya kau sudah melupakan tempat apakah ini?”
sela Nyo Sin.
“Tentu saja aku tidak lupa, tapi apa hubungannya dengan
persoalan ini?”

482
“Penjara besar adalah tempat untuk menyekap buronanburonan
penting, hawa sesat ditempat ini pasti amat tebal,
selain hawa sesat pasti terdapat juga hawa lurus”
“Oh.....”
“Itu berarti disamping hawa sesat yang disebarkan para
narapidana, terdapat juga hawa lurus dari para penegak
hukum, itu berarti hawa lurus disini sangat kuat, bagaimana
mungkin kaum siluman bisa mengeluarkan ilmu simpanannya
ditempat seperti ini?” kata Nyo Sin.
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya lagi sambil
mengelus jenggotnya:
“Memang benar, kebenaran tinggi satu depa, kesesatan
lebih tinggi satu kaki, tapi keampuhan ke dua ekor Laron
Penghisap darah itu masih belum sampai puncaknya, maka
dari itu meski dalam semalaman mereka bisa berubah wujud
jadi manusia namun kemampuannya pasti akan terganggu,
jadi tidak heran kalau Thio Toa-cui dan Oh Sam-pei berhasil
mati bersama-sama mereka”
Tu Siau-thian mengangguk berulang kali setelah
mendengar penjelasan itu, sebaliknya Siang Hu-hoa hanya
bisa tertawa getir.
Terdengar Nyo Sin berkata lebih jauh:
“Sedangkan mengenai wujud asli Kwee Bok dan Gi Tiokkun,
aku rasa hal ini tidak perlu disangsikan lagi”
Sinar matanya dialihkan ke tubuh Thio Toa-cui, setelah
memandangnya sekejap, kembali dia berkata:
“Dari tubuh Thio Toa-cui sama sekali tidak terendus bau
arak, rona matanya juga sama sekali tidak menunjukkan kalau
dia sudah dipengaruhi oleh air kata-kata, hal ini menunjukkan
bahwa hingga detik terakhir dia selalu tampil dalam keadaan
segar dan sadar, coba bayangkan saja, apakah kita tidak patut
mempercayai perkataannya?”

483
Terpaksa Tu Siau-thian hanya mengangguk.
----- Arak berwarna merah darah!
----- Kulit muka siluman laron yang mengelupas tiada
hentinya!
----- Laron Penghisap darah!
Semua perkataan itu diucapkan Thio Toa-cui menjelang
putus nyawa, kata orang, biasanya perkataan yang diucapkan
seseorang menjelang kematiannya adalah kata kata yang
paling jujur dan pantas dipercaya.
Bila apa yang dia ucapkan memang merupakan kenyataan,
berarti Kwee Bok dan Gi Tiok-kun adalah jelmaan dari siluman
laron.
Benarkah di dunia ini terdapat siluman, setan atau iblis?
Tiba tiba sepasang mata Siang Hu-hoa berbinar, setelah
memandang jenasah Thio Toa-cui sekejap ujarnya:
“Berbicara soal apa yang dia ucapkan tadi membuat aku
teringat akan satu hal”
“Soal apa?”
“Bukankah tadi dia pernah menyinggung soal arak laron?”
“Betul, arak laron berwarna merah darah” Nyo Sin
menambahkan.
“Rasanya arak yang disebut adalah sejenis arak langka”
“Rasanya memang begitu”
“Menjelang ajalnya dia masih teringat untuk menyinggung
soal arak tersebut, ini berarti arak itu telah meninggalkan
kesan yang amat mendalam baginya, bisa jadi ada hubungan
yang amat besar dengan kematiannya”
“Mungkin ke dua orang siluman laron itu tahu kalau Oh
Sam-pei gemar minum arak, maka mereka mengubah arak

484
tersebut menjadi sejenis arak langka yang aneh” ujar Nyo Sin
cepat, “arak itu pasti sangat harum dan menarik, arak yang
bisa membuat mereka tidak mampu menolak, ketika mereka
berdua sedang menikmati arak pemberian mereka itulah tibatiba
kedua orang siluman itu melancarkan serangan, lantaran
itu mereka jadi gelagapan hingga akhirnya tewas, kalau begitu
kejadiannya, tidak aneh kalau arak tersebut mendatangkan
kesan yang sangat mendalam baginya”
Atas keterangan itu Siang Hu-hoa sama sekali tidak
mengemukakan pendapatnya.
Selama ini Ko Thian-liok hanya mengikuti pembicaraan itu
tanpa komentar, saat itulah tiba tiba dia berkata:
“Berarti opas Nyo sangat yakin kalau Gi Tiok-kun dan Kwee
Bok adalah jelmaan dari siluman laron?”
“Benar!” jawab Nyo Sin tanpa ragu. Ko Thian-liok segera
berpaling dan tanyanya lagi:
“Bagaimana pendapatmu opas Tu?” Tu Siau-thian berpikir
sejenak, kemudian sahutnya:
“Walaupun aku tidak pernah percaya akan keberadaan
siluman atau setan iblis, namun setelah kenyataan terpapar
didepan mata, mau tidak mau aku harus mempercayainya,
Cuma....”
“Cuma kau tetap menaruh curiga atas kejadian ini?” tukas
Ko Thian-liok.
Tu Siau-thian segera mengangguk.
“Apa yang membuat kau ragu?” desak Ko Thian-liok lebih
jauh.
“Yang membuat aku ragu adalah keberadaan siluman dan
setan iblis itu”
“Maksudmu tidak mungkin ada setan atau siluman?”

485
“Aku rasa pingsan dan terlelap tidurnya para penjaga
penjara secara tiba tiba merupakan satu kejadian yang patut
dicurigai”
“Ahh benar, hampir saja kita melupakan persoalan ini” seru
Ko Thian-liok sambil manggut manggut, kembali dia
memandang wajah Nyo Sin.
Ternyata Nyo Sin mempunyai penjelasan tentang soal ini,
ujarnya:
“Padahal masalah ini gampang sekali pemecahannya,
tertangkapnya Kwee Bok dan Gi Tiok-kun pasti diketahui juga
oleh Raja Laron, kalau disiang hari bolong tentu saja raja laron
tidak berani bertindak gegabah meski kemampuannya hebat,
maka menanti malam hari menjelang tiba, raja laron pun
datang ke luar penjara, ketika melihat penjagaan diseputar
penjara sangat ketat hingga mustahil baginya untuk
menyusup masuk, terpaksa dia pun merobohkan para penjaga
terlebih dulu dengan dupa pemabuk, agar orang yang
kebetulan lewat disini mengira mereka terlelap tidur dan tidak
curiga”
“Tapi dia toch tidak mampu membuka pintu penjara?”
“Tanpa ilmu hitam, tentu saja sulit baginya untuk membuka
pintu penjara, apalagi kita segera tiba di tempat kejadian”
Ko Thian-liok manggut manggut, kali ini dia berpaling ke
arah Siang Hu-hoa sambil bertanya:
“Bagaimana pandangan saudara Siang tentang kejadian
ini?”
“Selama hidup aku tidak pernah bertemu dengan siluman
atau setan iblis, jadi aku tidak pernah akan percaya akan
adanya siluman atau setan iblis” jawab Siang Hu-hoa cepat.
“Belum pernah bertemu bukan berarti pasti tidak ada.......”
Siang Hu-hoa segera tertawa:

486
“Tidak pernah percaya artinya selama hidup tidak akan
percaya” sahutnya.
“Jadi kau harus menyaksikan dulu dengan mata kepala
sendiri sebelum percaya kalau didunia ini benar benar terdapat
siluman dan setan iblis?”
“Memangnya saudara Ko tidak berpendapat demikian?”
“Hahahaha..... ternyata hanya saudara Siang yang
memahami perasaanku” seru Ko Thian-liok sambil tertawa
tergelak.
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
“Jadi saudara Siang siap melanjutkan penyelidikan hingga
siluman iblis itu munculkan diri atau hingga berhasil
menemukan setan iblis itu?”
“Benar!”
“Bagus sekali!” seru Ko Thian-liok, ia segera berpaling dan
perintahnya kepada Nyo Sin, “segera utus orang ke kantor
pengadilan dan perintahkan petugas autopsi segera hadir
disini”
“Jadi tayjin akan melakukan autopsi disini?”
“Benar, harus dilakukan”
“Takutnya mereka tidak akan berhasil menemukan
penyebab kematian kedua orang ini”
“Takutnya bukan berarti pasti tidak akan berhasil”
“Benar”
“Jika petugas autopsi gagal menemukan penyebab
kematian mereka walau sudah dilakukan pemeriksaan yang
teliti, berarti kemungkinan tewas ditangan siluman iblis jadi
lebih besar”
“Benar”

487
Sekali lagi Ko Thian-liok berpaling ke arah Siang Hu-hoa,
tiba tiba ujarnya lagi sambil tersenyum”
“Kalau kematian mereka benar benar disebabkan ulah
setan iblis, urusannya malah jadi lebih gampang”
Siang Hu-hoa cukup memahami maksud perkataan Ko
Thian-liok, tanpa terasa dia tertawa, hukum negara yang
berlaku, siapa berani membunuh orang lain, hukumannya
adalah hukuman mati.
Tapi jika pembunuhnya adalah Gi Tiok-kun dan Kwee Bok,
sementara mereka berdua kalau benar jelmaan dari siluman
laron dan kini sudah mati, maka kasus pembunuhan inipun
dianggap sudah tuntas, otomatis urusan pun jadi lebih
gampang penyelesaiannya.
0-0-0
Malam yang panjang akhirnya berlalu, bintang fajar sudah
mulai menyingsing diufuk timur, angin pagi yang dingin
berhembus silir semilir.
Berjalan dijalan raya yang sepi Siang Hu-hoa merasakan
hatinya sedikit gundah, biarpun semalaman tidak tidur namun
semangatnya masih nampak berkobar.
Yau Kun nampak agak kuyu, bila seseorang harus
bergadang semalaman suntuk, aneh jika dia tidak nampak
lesu.
Kemarin, selesai menggelandang Gi Tiok-kun pulang ke
kantor pengadilan, dia sudah tidak ada pekerjaan lain,
sementara Siang Hu-hoa sekalian masih sibuk menyelidiki
kasus tersebut, dia sudah berkeliaran dialam mimpi.
Pagi ini ketika balik ke kantor, Tu Siau-thian menyerahkan
sebuah tugas baru kepadanya, yaitu membantu Siang Hu-hoa
melakukan penyelidikan.

488
Tentu saja diluar sepengetahuan Siang Hu-hoa, dia
mendapat tugas khusus lainnya, maka begitu meninggalkan
pintu kantor, dia pun mengintil terus disamping Siang Hu-hoa
secara ketat,
Ternyata tugas rahasia yang diperintahkan Tu Siau-thian
kepadanya adalah mengawasi gerak gerik Siang Hu-hoa, yang
dimaksud membantu sebetulnya lebih tepat jika dikatakan
mengawasi gerak geriknya.
Tu Siau-thian terhitung orang yang banyak curiga, sebelum
persoalan mendapat bukti yang jelas, dia memang selalu
mencurigai segala sesuatu apapun.
Siang Hu-hoa tidak terkecuali, dia tetap mencurigai maksud
dan tujuan sebenarnya dari orang ini.
Tidak banyak orang yang berlalu lalang di jalan raya,
dengan langkah cepat Siang Hu-hoa menelusuri jalanan
menuju ke depan.
Sepanjang perjalanan dia memikirkan terus semua
persoalan yang dialaminya sepanjang hari, kadangkala dia
berjalan sangat lamban, kadangkala diapun berjalan cepat.
Mau tidak mau Yau Kun harus mengikuti terus disamping
tubuhnya.
Setelah berbelok sebuah persimpangan jalan, Siang Hu-hoa
baru mulai memperlambat langkah k akinya, tiba tiba ujarnya
kepada Yau Kun sambil tertawa:
“Aku percaya tujuan Tu Siau-thian mengutusmu kemari
bukan lantaran untuk membantu penyelidikanku saja bukan?”
Yau Kun agak tertegun, dia ingin sekali mengangguk
membenarkan, tapi akhirnya hanya tersenyum tanpa
memberikan pernyataan apapun.
Kembali Siang Hu-hoa berkata sambil tertawa:

489
“Jika seseorang tidak memiliki rasa curiga yang besar, pada
hakekatnya dia tidak akan mampu menjadi seorang opas yang
cemerlang, maka diapun mencurigai aku, padahal ini semua
sudah berada dalam dugaanku, tentu saja aku tidak akan
marah kepadanya hanya gara-gara persoalan ini”
Yau Kun hanya tertawa tanpa komentar.
“Tapi kali ini, dia salah kalau mencurigai aku” ujar Siang
Hu-hoa lebih lanjut.
“Oo..ya? Lalu yang benar harus mencurigai siapa?”
“Kalau aku bisa tahu, tentu urusan jadi lebih gampang”
“Jangan jangan semuanya ini memang gara gara ulah
siluman iblis?” tiba-tiba Yau Kun merendahkan suaranya.
“Hingga detik ini, siapa pun tidak berani yakin akan hal
tersebut”
“Bahkan termasuk dirimu sendiri?”
Dengan perasaan apa daya Siang Hu-hoa mengangguk.
“Tentunya kau sudah mengetahui dengan jelas bukan akan
terjadinya semua peristiwa dalam penjara besar?” katanya.
“Rekan rekan yang kebetulan bertugas telah menceritakan
semua kejadian itu secara jelas”
“Kecuali ulah dari siluman iblis, dapatkah kau menemukan
penjelasan lain yang jauh lebih cocok dan masuk akal?”
“Sulit” Yau Kun menggeleng, setelah termenung sejenak
terusnya, “yang paling mengherankan adalah hasil autopsi
yang dilakukan para petugas, ternyata merekapun gagal
menemukan sebab kematian Thio Toa-cui dan Oh Sam-pei”
“Benar” Siang Hu-hoa mengangguk, “kejadian mi memang
sangat aneh”

490
Setelah mendapat perintah, para petugas autopsi segera
melakukan pembedahan dan pemeriksaan, namun walaupun
telah menghabiskan waktu hampir dua jam lamanya, mereka
tetap gagal untuk menemukan sebab kematian dari Thio Toacui
serta Oh Sam-pei.
Selama autopsi dilakukan, Siang Hu-hoa sekalian ikut
mendampingi para petugas itu ..sambil melakukan
pemeriksaan, tapi alhasil, dengan andalkan pengetahuan dan
pengalamannya yang amat luas pun dia tetap tidak
menemukan penyebab kematian kedua orang itu.
Maka untuk sementara waktu semua orangpun setuju
untuk menganggap kematian ke dua orang itu disebabkan
ulah siluman iblis.
Tentang ke dua ekor laron itu, sementara waktu mereka
hanya bisa menganggap sebagai ujud asli dari Gi Tiok-kun dan
Kwee Bok.
Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka
berdua telah tiba di depan perkampungan Ki-po-cay.
Sambil menghela napas ujar Yau Kun: “Mungkin penyebab
kematian mereka memang benar benar karena ulah siluman
atau setan iblis”
“Sayangnya selama ini aku belum pernah melihat ada
siluman atau setan iblis yang bisa membunuh orang” kata
Siang Hu-hoa sambil menghela napas, “kalau tidak, mungkin
aku sangat setuju dengan pendapatmu itu”
“Bila Siang toaya pernah melihat, tentu kau bisa bercerita
bagaimana caranya setan iblis itu melakukan
pembunuhan.......” sesudah berhenti sejenak, lanjutnya:
“Konon setan iblis pun banyak jenisnya, itu berarti cara
mereka membunuh pun pasti berbeda-beda”
“Konon memang begitu”

491
“Apakah Siang toaya siap melakukan penggeledahan sekali
lagi di dalam perkampungan Ki-po-cay?”
“Aku memang mempunyai rencana itu”
“Perkampungan Ki-po-cay sangat luas, untuk melakukan
penggeledahan paling tidak butuh waktu selama beberapa
hari”
“Tidak masalah, toch para petugas yang dikirim untuk
mencari Liong Giok-po, Wan Kiam-peng dan Cu Hiap juga
butuh berapa hari lamanya untuk sampai kembali kemari”
Setelah berhenti sejenak, tambahnya: “Bila mereka berhasil
ditemukan, mungkin kita harus menghadapi situasi yang sama
sekali berbeda”
“Apakah kasus ini akan terjadi perubahan lagi?”
“Menurut aku pasti akan terjadi” sahut Siang Hu-hoa,
setelah mengenang sejenak, terusnya, “hingga sekarang kasus
ini sudah berulang kali terjadi perubahan, jadi menurut
pendapatku, semisal berubah satu kali lagi pun tidak masalah”
“Justru semakin berubah, kasus ini semakin aneh rasanya”
“Seandainya peristiwa ini merupakan hasil karya seorang
manusia, orang tersebut kalau bukan berbakat luar biasa, dia
pastilah seorang gila yang tidak waras otaknya”
“Oya?”
“Sebenarnya antara seorang cerdas yang berbakat alam
dan seorang gila yang tidak waras otaknya tidak ada bedanya,
sebab perbuatan yang dilakukan ke dua jenis manusia ini
biasanya aneh, luar biasa dan gampang membuat hati orang
lain terperanjat”
“Atas dasar apa Siang toaya mencurigai kalau peristiwa ini
hasil perbuatan seorang manusia?” tanya Yau Kun.
“Karena aku tidak pernah percaya kalau di dunia ini
terdapat siluman atau setan iblis dan sebangsanya”

492
“Aku pun demikian”
“Sama seperti dua min satu sama dengan satu, kalau
bukan ulah setan iblis, sudah pasti Kejadian ini merupakan
ulah manusia”
“Jadi sekarang Siang toaya sedang berusaha untuk
membuktikan bahwa peristiwa ini adalah ulah manusia?”
“Jika aku punya cara untuk membuktikan bahwa kejadian
ini merupakan hasil karya setan iblis, aku pun pasti akan
berusaha untuk melakukannya”
“Sayang kau tidak pernah berkenalan dan berhubungan
dengan kaum siluman dan setan iblis”
“Bukankah hal ini merupakan satu keberuntungan bagiku?”
tanya Siang Hu-hoa sambil tersenyum.
“Ehm”
“Apa perintah Tu Siau-thian kepadamu?” kali ini Siang Huhoa
mengalihkan pembicaraan ke soal lain.
“Membantu penyelidikan siang toaya dengan sepenuh
tenaga”
“Aku tahu, kau pasti akan membantuku dengan sepenuh
tenaga”
“Bila atasan sudah menurunkan perintah, memangnya aku
bisa berpeluk tangan saja?”
“Bila aku melakukan penyelidikan hingga larut
malam..........”
“Terpaksa aku harus tetap tinggal sampai malam di sini”
“Kalau begitu aku harus menyuruh Jui Gi untuk menyiapkan
sebuah kamar lagi untukmu”
“Untungnya perkampungan Ki-po-cay sangat luas hingga
tidak kuatir kekurangan kamar”

493
Tiga hari berselang, dia bersama Tu Siau-thian sekalian
pernah melakukan penggeledahan satu kali di seluruh
perkampungan Ki-po-cay, tentu saja dia mengetahui amat
jelas keadaan di dalam perkampungan ini.
0-0-0
Perkampungan Ki-po-cay memang luas sekali. Setelah
melakukan penggeledahan selama empat hari, Siang Hu-hoa
dan Yau Kun baru berhasil memeriksa seluruh isi
perkampungan itu.
Mereka tidak berhasil menemukan sesuatu apa pun,
bahkan secuil kertas yang berisi tulisan tangan Jui Pak-hay
sekalipun.
Pada malam hari ke empat, disaat mereka siap
meninggalkan perkampungan Ki-po-cay, dari luar berjalan
masuk Tan Piau.
Baru saja Tan Piau melangkahkan kakinya ke atas undakan
batu, kebetulan mereka sedang melangkah keluar dari dalam.
Dengan sorot mata yang tajam Siang Hu-hoa segera
mengenalinya dalam sekali pandangan, sambil menghentikan
langkah kakinya dia menegur:
“Bukankah dia adalah rekan kerja mu?”
Yau Kun mengiakan lalu berseru: “Tan-heng, ada urusan
apa kau datang kemari?”
“Aku mendapat perintah untuk mengundang kedatangan
Siang toaya di kantor pengadilan” jawab Tan Piau.
“Apakah petugas yang dikirim untuk mencari Liong Giok-po,
Cu Hiap dan Wan Kiam-peng telah pulang?” tanya Siang Huhoa
cepat.
Tan Piau mengangguk.

494
“Semuanya sudah kembali, karena itu tayjin minta Siang
tayhiap segera datang ke kantor pengadilan”
“Apakah Liong Giok-po, Wan Kiam-peng dan Cu Hiap juga
turut datang?”
“Hanya Liong Giok-po seorang yang datang”
“Ada apa dengari Cu Hiap dan Wan Kiam-peng? Tidak
berhasil menemukan jejak mereka?”
“Jejaknya sih sudah ditemukan, hanya sayang mereka
sudah tidak mungkin lagi untuk datang kemari”
“Memangnya sedang sakit? Sakit parah?”
“Benar, memang parah sekali, sudah tidak ada obat yang
bisa menyembuhkan mereka”
Yau Kun yang ikut mendengarkan pembicaraan itu jadi
tidak sabaran, segera tukasnya:
“Bicaralah yang lebih jelas”
“Mereka berdua sudah mati” jawab Tan Piau kemudian
dengan wajah serius.
“Kapan mereka mati?”
“Sudah dua tiga tahun berselang, Cu Hiap jatuh sakit dan
tidak sampai tiga bulan kemudian dia sudah mati”
“Apakah Wan Kiam-peng juga mati lantaran sakit?”
“Tidak”
“Apa penyebab kematiannya?”
“Dibunuh musuh besarnya”
“Di masa hidupnya, orang ini memang kelewat jumawa dan
takabur, lebih banyak orang yang disakiti hatinya ketimbang
orang yang memujinya, tidak heran kalau dia mempunyai
banyak musuh di mana-mana” kata Siang Hu-hoa.

495
“Menurut hasil penyelidikan, Wan Kiam-peng memang
manusia semacam itu” Tan Piau membenarkan.
“Tapi siapakah musuh besarnya yang berhasil membantai
dia?”
“Kami sendiripun tidak tahu”
“Tidak berhasil dilacak?”
“Kami hanya berhasil tahu kalau dia tewas sewaktu dalam
perjalanannya pulang ke rumah”
“Bagaimana ceritanya?”
“Menurut cerita orang, senja itu kudanya menerobos masuk
lewat pintu selatan kota, baru tiba di jalan utama, dia sudah
roboh terjungkal dari atas pelananya, ketika orang berusaha
menolongnya, mereka jumpai pada tengkuk sebelah
belakangnya terdapat sebuah mulut luka sepanjang empat
lima inci yang mengucurkan darah segar dengan amat
derasnya”
“Dengan luka sedalam itu, bukankah batok kepalanya
nyaris terpapas kutung?”
“Betul, konon kepalanya sudah terkulai diatas dada, nyaris
terpapas kutung”
“Apakah pihak pemerintah tidak melakukan penyelidikan
atas kasus tersebut?”
“Ada, hasil autopsi menunjukkan bahwa mulut luka itu
berasal dari babatan sebilah pedang yang sangat tajam”
“Ini berarti orang yang membunuhnya adalah seorang jago
tangguh yang mahir menggunakan pedang”
“Akupun berpendapat demikian...... bila ditinjau dari
keadaan waktu itu, bisa jadi si penyerang melancarkan sebuah
sergapan kilat disaat Wan Kiam-peng sedang melarikan
kudanya memasuki kota, kemungkinan besar pembunuhnya

496
juga menunggang kuda atau menyaru sebagai pejalan kaki,
tapi apa pun bentuknya, serangan pedang yang digunakan
pasti cepat bagaikan sambaran kilat, sebab walaupun sudah
terkena babatan, nyatanya dia masih sempat lari masuk ke
dalam kota”
“Saat itu sudah senja, aku yakin tidak banyak orang yang
masuk ke dalam kota”
“Di selatan kota merupakan sebuah jalan perbukitan yang
amat sepi” Tan Piau menjelaskan.
“Apakah tidak ada saksi mata yang menyaksikan
pembunuhan itu?”
“Tidak ada”
“Apakah ada yang tahu apa yang sedang dia lakukan di
selatan kota?”
“Banyak yang tahu”
“Oya?”
“Di selatan kota terdapat sebuah kuil yang bernama Huilay-
sie, hwesio tua yang menghuni di kuil tersebut merupakan
sahabat karibnya, konon pendeta itu pandai memasak
hidangan berpantang, kecuali sedang melakukan perjalanan
jauh, kalau tidak, setiap tanggal satu dan tanggal lima belas
dia pasti akan berkunjung ke kuil itu untuk makan bersama,
sebab hal ini sudah menjadi kebiasaannya”
“Jadi dia pun cia-jay (makan berpantang)?”
“Mungkin karena tahu kalau dosa yang dilakukan sudah
kelewat banyak, dia berharap dengan cia-jay maka dosanya
bisa diperingan”
“Berarti pembunuhnya sudah tahu akan kebiasaannya itu”
“Kemungkinan besar memang begitu, maka dia menunggu
kemunculannya di luar kota selatan”

497
“Kapan terjadinya peristiwa ini?”
“Lebih kurang tujuh-delapan bulan berselang”
Kembali Siang Hu-hoa termenung, sesaat kemudian dia
baru bertanya:
“Apakah Cu Hiap dan Wan Kiam-peng tidak mempunyai
anak?”
“Menurut hasil penyelidikan, mereka berdua tidak punya
keturunan, bahkan sewaktu tewas Wan Kiam-peng masih
berstatus jejaka”
“Kalau begitu seluruh harta kekayaan yang dimiliki Jui Pakhay
akan terjatuh ke tangan Liong Giok-po seorang” gumam
Siang Hu-hoa.
Setelah berpikir sejenak, kembali tanyanya:
“Apakah saat ini Liong Giok-po berada di kantor
pengadilan?”
“Benar”
“Baru tiba?”
“Betul, baru tiba”
“Sudah bertemu dengan tayjin kalian?”
“Belum, maksud tayjin pertemuan ada baiknya dilakukan
setelah kedatangan Siang toaya, sewaktu aku meninggalkan
kantor pengadilan tadi, dia sedang berbincang dengan
komandan Nyo!”
“Tampaknya dia ingin mengorek keterangan dari
pembicaraannya dengan Liong Giok-po?”
“Rasanya memang begitu”
“Bagaimana pandangan dari opas Tu?”
“Opas Tu tidak berada di kantor”

498
“Jadi dia belum tahu akan kedatangan Liong Giok-po?”
tanya Siang Hu-hoa lebih jauh.
“Rasanya belum tahu, sejak sore kemarin sudah tidak
nampak batang hidungnya”
“Ke mana dia?”
“Kurang jelas, sewaktu bertemu pagi harinya, dia pun tidak
pernah mengatakan apa apa, juga tidak menyinggung mau ke
mana”
“Oya?”
“Mungkin saja dia hanya pergi sebentar karena ada urusan”
ujar Tan Piau lagi setelah berpikir sejenak, “siapa tahu
sewaktu kita sampai di kantor, dia pun sudah kembali”
“Yaa. Mungkin saja....” Siang Hu-hoa manggut manggut.
Dia mendongakkan kepalanya memandang sekejap
keadaan cuaca kemudian terbungkam kembali, waktu itu
hujan sedang turun membasahi bumi.
Bab 27. Melacak rumah penginapan Hun-lay.
Hujan gerimis menyelimuti udara di senja itu, meski hanya
hujan lembut, tidak urung membasahi juga seluruh tubuh
mereka ketika harus menempuh perjalanan.
Untung sebelum Siang Hu-hoa sekalian meninggalkan
perkampungan Ki-po-cay, hujan sudah turun duluan sehingga
si pengurus rumah tanggal Jui Gi tahu apa yang harus
dilakukan.
Dia menyediakan sebuah payung hujan, Yau Kun merasa
sebuahpun sudah lebih dari cukup karena dia yang akan
memayungi Siang Hu-hoa.

499
Setelah berkumpul selama empat hari, dia merasa amat
kagum dan sangat takluk akan kehebatan ilmu silat lelaki itu,
sementara selama ini Siang Hu-hoa pun selalu meluangkan
waktu untuk memberi banyak petunjuk akan rahasia ilmu silat.
Sementara menelusuri jalan raya, entah mengapa tiba-tiba
muncul firasat jelek dalam hati Siang Hu-hoa.
Dia tahu Tu Siau-thian adalah seorang opas yang amat
bertanggung jawab, bila tidak ada urusan penting, tidak
mungkin dalam suasana begini dia tinggalkan kantor.
Apakah telah terjadi suatu peristiwa penting sehingga dia
harus pergi?
Tiba-tiba ia berpaling sambil bertanya:
"Dikala tidak ada urusan, kebanyakan opas Tu pergi ke
mana?"
"Bila tidak ada urusan, dia lebih banyak tinggal di dalam
kantor" jawab Tan Piau tanpa berpikir panjang, "kalau hendak
pergi ke suatu tempat, dia pun selalu berpesan dapat
menemukan dirinya di mana"
"Dulu, pernahkah terjadi kejadian seperti hari ini?" kembali
Siang Hu-hoa bertanya.
"Belum pernah"
"Selama berapa hari terakhir, apakah telah terjadi kasus
lain?"
"Tidak satu pun yang terjadi"
"Atau mungkin ada kasus lama yang belum terselesaikan
dan sekarang harus segera «liselesaikan?"
"Tidak ada, kasus yang terjadi disini hanya k;isus mengenai
Laron Penghisap darah"
"Jangan jangan ia berhasil menemukan titik terang?" tanya
Siang Hu-hoa lagi setelah termenung dan berpikir sejenak.

500
"Soal ini mesti ditanyakan langsung kepadanya"
Siang Hu-hoa segera terbungkam kembali.
Benarkah Tu Siau-thian telah menemukan sesuatu yang
mencurigakan?
Kalau memang ada penemuan, berbahayakah itu? Kini,
dimana dia berada?
Beberapa pertanyaan itu mungkin hanya Tu Siau-thian
pribadi yang bisa menjawab dan memberi keterangan.
Saat itu Tu Siau-thian sedang berada diluar dinding
pekarangan rumah penginapan Hun-lay.
Air hujan telah membasahi seluruh pakaiannya. Sebelum
hujan turun, dia sudah tiba disekeliling tempat itu.
Sudah menjadi kebiasaannya untuk berkeliling diseputar
kota selesai bersantap siang, tidak terkecuali hari ini.
Sementara masih berjalan, tiba-tiba dia teringat akan satu
hal.
----- Kwee Bok pernah memelihara Laron Penghisap darah
didalam rumah penginapan Hun-lay, tapi sesaat menjelang
kedatangan mereka di rumah penginapan itu, mengapa
kawanan laron tersebut terbang pergi hingga tidak tersisa
seekor pun.
----- ke mana perginya rombongan Laron Penghisap darah
itu?
----- setelah kepergian mereka dari rumah penginapan itu,
apakah rombongan Laron Penghisap darah itu terbang balik
lagi ke dalam rumah penginapan?
Dia ingin mengetahui rahasia ini, maka diputuskan untuk
mendatangi rumah penginapan Hun-lay sekali lagi.
Bila Kwee Bok adalah pemilik kawanan Laron Penghisap
darah itu atau Kwee Bok benar-benar adalah jelmaan dari

501
siluman laron, berarti dialah pemegang kendali rombongan
Laron Penghisap darah itu, dengan kematiannya, rombongan
laron itu seharusnya ikut kalut dan tidak terkontrol lagi.
Kecuali si pemegang kendali yang sebenarnya adalah Raja
laron, hanya Raja laron yang memimpin dan menguasahi
kawanan laron tersebut, kalau tidak, niscaya kawanan laron
itu tidak akan terbang balik ke rumah penginapan Hun-lay.
Sudah cukup lama kawanan laron itu tinggal di rumah
penginapan Hun-lay, sudah berpuluh kali mereka masuk
keluar disekitar sana, seharusnya kawanan makhluk itu hapal
sekali dengan daerah seputar sana.
Aoalagi di dalam rumah penginalan Hun-lay tersedia
makanan yang berlebihan, semestinya binatang binatang itu
mempunyai kesan yang mendalam terhadap tempat ini.
Setelah meninjau dari berbagai kejadian yang berlangsung
berapa hari terakhir, dapat disimpulkan kalau kawanan Laron
Penghisap darah itu tidak berbeda dengan kawanan lebah,
bahkan setingkat lebih tangguh, jadi tidak ada alasan kalau
mereka tidak kenal jalan dan tidak bisa balik lagi ke rumah
penginapan Hun-lay.
Tu Siau-thian hanya berharap ketika dia tiba di penginapan
Hun-lay nanti, kawanan laron itu sudah berkumpul dalam
ruangannya. Dia sama sekali tidak berminat mengumpulkan
dan menggiring laron laron itu kembali ke sarangnya.
Sebab dia sadar tidak memiliki kepandaian seperti itu, pun
tidak memahami bagaimana caranya mengendalikan kawanan
laron itu, menjadi pawang Laron Penghisap darah dan
membuat kawanan laron itu tunduk pada perintahnya.
Yang dia harapkan hanya bisa menangkap salah satu di
antaranya.
Pada tanggal dua bulan tiga, dari atas sebatang poon ditepi
telaga dia pernah menangkap seekor laron, bahkan jari

502
tangannya sempat disengat oleh Laron Penghisap darah itu
sehingga dengan gugup dia harus lepas tangan.
Dia berjanji didalam hati, jika berhasil menangkapnya lagi
kali ini, apa pun yang terjadi dia tidak bakal lepaskan
tangkapannya.
Asal dia berhasil menangkap seekor diantaranya, berarti dia
bisa membuktikan apakah Laron Penghisap darah itu benarbenar
bisa melalap daging manusia, menghisap darah manusia
atau tidak.
Inilah tujuannya yang utama. Sebelum tiba di depan rumah
penginapan Hun-lay, dia telah bertemu dengan seekor Laron
Penghisap darah.
Hanya seekor Laron Penghisap darah, terbang lewat dari
sisi bunga liar ditepi jalan dan terbang menuju ke depan.
Sebenarnya Tu Siau-thian ingin menangkap laron tersebut,
tapi karena sambarannya mengenai sasaran kosong, terpaksa
dia kejar laron itu hingga akhirnya sampailah di tempat
tujuannya yang semula..... rumah penginapan Hun-lay.
Waktu itu hujan sudah mulai turun, Laron Penghisap darah
itu terbang lebih cepat, ternyata air hujan tidak sampai
membasahi tubuhnya.
Dia terbang melewati dinding pekarangan rumah
penginapan dan terbang masuk ke dalam sebuah jendela.
Tu Siau-thian masih mengenal jendela itu. Jendela tersebut
tidak lain adalah jendela ruangan yang digunakan untuk
memelihara laron. Hari itu, lewat jendela itulah kawanan laron
tersebut terbang keluar.
Sekarang hanya seekor Laron Penghisap darah yang
terbang kembali, ke mana perginya kawanan Laron Penghisap
darah lainnya?

503
Apakah mereka telah kembali ke dalam ruangan itu? Kalau
benar, dengan cara apa mereka mempertahankan hidupnya
sekarang? Apakah dengan menggunakan darah didalam tubuh
Si Siang-ho?
Tu Siau-thian berdiri termangu diluar dinding pagar,
mengawasi laron itu terbang masuk ke balik jendela, dia masih
memikirkan terus persoalan ini.
Mendadak tubuhnya bergidik, bulu kuduknya pada bangun
berdiri. Dalam keadaan Iapar, mungkinkah kawanan Laron
Penghisap darah itu melahap daging dan darah dari Si Siangho?
Jika darah dan daging Si Siang-ho sudah habis disantap,
mungkinkah kawanan makhluk itu akan mulai mengincar
orang orang dusun disekelilingnya?
Tu Siau-thian tidak berani berpikir lebih iiiuh, tanpa terasa
dia celingukan memandang ke kiri dan kanannya.
Belakang rumah penginapan Hun-lay merupakan sebidang
tanah berumput, disisi kiri dan kanannya merupakan dinding
belakang rumah penduduk.
Tidak ada orang yang berlalu lalang disekitar sana, tapi dari
cerobong asap rumah penduduk terlihat ada asap putih yang
mengepul.
Diam-diam Tu Siau-thian menghembuskan napas lega, ada
asap berarti ada orang, maka perhatiannya mulai dialihkan
kembali ke jendela ruangan itu.
Seperti keadaan tempo hari, jendela ruangan dalam
keadaan terbuka lebar, tapi suasana dibalik ruangan remang
remang tidak jelas. Mungkinkah kawanan Laron Penghisap
darah itu masih bersarang disitu?
Tiba-tiba dia tertawa, padahal gampang sekali untuk
mengetahui hal ini, asal masuk ke dalam dan memeriksannya,
bukankah sebuah jawaban yang pasti akan diperoleh?

504
0-0-0
Dinding pekarangan yang mengelilingi bagian belakang
rumah penginapan Hun-lay sangat tinggi.
Tu Siau-thian harus berdiri tiga kaki dari dinding itu
sebelum dapat melihat jendela ruangan itu dengan jelas.
Tapi suasana di dalam ruangan tidak nampak jelas, yang
terdengar hanya suara dengungan yang sangat aneh.
Tu Siau-thian belum melupakan suara tersebut, karena
suara itu pada hakekatnya mirip sekali dengan suara
sekawanan laron yang sedang mengunyah daging manusia.
Sebetulnya Tu Siau-thian ingin berputar ke pintu depan dan
masuk lewat sana, tapi sekarang, entah apa yang
mempengaruhi jalan pikirannya, dia putuskan untuk masuk
dengan melompati pagar pekarangan.
Suasana dalam rumah penginapan itu sudah menimbulkan
rasa curiganya, dia memang punya watak banyak curiga.
Hujan makin lama semakin lebat, Tu Siau-thian menarik
napas panjang panjang kemudian dengan jurus it-hok-ciongthian
(bangau sakti menerjang angkasa) dia melompat ke
tengah udara.
Suasana dibalik dinding pekarangan tidak ada yang aneh,
segala sesuatunya masih persis seperti keadaan semula, yang
tertinggal hanya suara aneh yang kedengaran makin nyaring.
Tu Siau-thian celingukan sekejap dari atas dinding,
kemudian dengan sekali lompatan dia melayang turun ke
bawah.
Kemudian sambil menyingkirkan bunga-bungaan dengan ke
dua belah tangannya, Tu Siau-thian berjalan menelusuri jalan
setapak menuju ke beranda bagian dalam.
Ternyata pintu hanya dirapatnya, dengan sekali dorong Tu
Siau-thian sudah menyelinap masuk ke dalam.

505
Suasana didalam rumah penginapan amat gelap, walaupun
dibagian halaman belakang terdapat dua buah jendela yang
setengah terbuka, sayang saat itu senja telah menjelang tiba.
Dalam keremangan senja dan gelapnya suasana dalam
ruangan, tidak nampak setitik cahaya lentera pun yang
menerangi tempat itu.
Tu Siau-thian memperlambat langkah kakinya, selangkah
demi selangkah dia maju terus ke depan.
Suasana dalam rumah penginapan itu bukan saja amat
gelap, bahkan sepi sekali, sedemikian heningnya hingga mirip
dengan suasana dalam pekuburan.
Tu Siau-thian masih ingat keadaan disitu, sebuah lorong
menghubungkan halaman belakang dengan ruang utama,
disisi kiri kanan lorong merupakan kamar kamar yang amat
gelap lagi sepi.
Akhirnya dengan terseok-seok tibalah Tu Siau-thian di
ruang depan rumah penginapan itu.
Di ruang utama pun tidak nampak cahaya lentera, dengan
meminjam secercah sinar yang menyusup masuk melalui
langit langit Tu Siau-thian mencoba untuk mengawasi
sekeliling tempat itu.
Tidak seorang manusia pun tampak disitu, meja kursi serta
perapot lain masih berada pada posisinya semula.
Ke mana perginya Si Siang-ho?
Sinar mata Tu Siau-thian pelan pelan dialihkan ke anak
tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan ruang
atas, jangan-jangan dia berada diatas loteng? Dengan langkah
lebar Tu Siau-thian menaiki anak tangga.
Suasana terasa makin hening, Tu Siau-thian berusaha
memperingan langkah kakinya, belum lagi mencapai ujung

506
loteng dia sudah mengendus bau busuk yang menusuk
hidung, hanya kali ini bau busuk itu jauh lebih tipis dan tawar.
Mengapa tidak terendus bau busuk yang luar biasa seperti
tempo hari? Jangan jangan kawanan laron itu belum terbang
balik ke situ?
Akhirnya tibalah dia ruangan paling ujung, beberapa buah
kerangkeng besi itu masih terletak disitu.
Dari balik ruangan dia dapat mendengar suara dengungan
yang tidak terasa asing lagi baginya, hanya kali ini suara
dengungan itu amat lirih dan lemah.
Ada berapa banyak Laron Penghisap darah yang berada
disitu?
Tu Siau-thian tidak lupa dengan tombol otomatis didepan
pintu, dia tekan tombol itu perlahan lalu melongok ke dalam
ruangan.
Malam semakin kelap, suasana semakin gelap sementara
hujan turun semakin deras.
Walaupun jendela berada dalam keadaan terbuka lebar,
namun cahaya yang memancar masuk dari luar jendela amat
tipis dan redup.
Tu Siau-thian hanya bisa memperhatikan benda didalam
ruangan dengan memaksakan diri. Dia picingkan matanya dan
sekali lagi mengawasi seputar tempat itu.
Semua benda yang ada dalam ruangan persis sama seperti
apa yang dilihatnya tempo hari, rak bambu masih berada di
posisi semula, tapi hanya dua tiga ekor Laron Penghisap darah
yang sedang beterbangan disana.
Kemana perginya Laron Penghisap darah lainnya? Apakah
bersembunyi semua dibalik rak bambu itu?
Tu Siau-thian memperhatikan berapa saat lagi sebelum
akhirnya membuka pintu kamar dan berjalan masuk ke dalam.

507
Dia bertindak sangat hati-hati, tidak terlalu besar suara
yang ditimbulkan sewaktu membuka daun pintu, sementara
Laron Penghisap darah yang sedang terbang menari diantara
rak bambu pun nampaknya tidak menyadari akan
kehadirannya.
Begitu masuk ke dalam ruangan, kembali dia mengendus
bau busuk yang menusuk hidung.
Bau busuk yang terendus hari ini berbeda jauh dengan bau
busuk waktu itu, saat itu tulang belulang sisa kelinci belum
sempat dibersihkan, tulang belulang itu masih berserakan
didepan rak bambu.
Agaknya bau busuk yang memuakkan itu berasal dari
bangkai kelinci serta sisa tulang belulangnya.
Dari tulang belulang kelinci kembali Tu Siau-thian
mengalihkan perhatiannya ke atas rak bambu, mengawasi
Laron Penghisap darah yang sedang beterbangan disitu.
Kembali dia melangkah maju menghampiri rak bambu itu,
tiga langkah......empat langkah........hingga tiba persis didepan
rak bambu itu, suasana tetap hening dan tidak terjadi sesuatu
apa pun.
Benar sekali penglihatannya tadi, hanya ada tiga ekor Laron
Penghisap darah yang sedang beterbangan disitu.
Tu Siau-thian takut salah, dia mencoba menghitung.....satu,
dua., tiga.....ternyata betul,
hanya ada tiga ekor laron.
Dalam ruang sebesar itu ternyata hanya dihuni tiga ekor
Laron Penghisap darah, kemana perginya laron laron yang
lain?
Mendadak Tu Siau-thian melangkah maju lagi ke depan,
kakinya mulai menginjak tulang belulang yang berserakan
dilantai ruangan.

508
Suara gemuruh yang amat menyeramkan segera
berkumandang dari balik rak bambu, suara tulang kelinci yang
berhamburan ke mana mana....
"Ngguung......!" seekor Laron Penghisap darah terbang
keluar dari balik rak bambu, hanya satu ekor!
Sekarang kalau dijumlahkan berarti ada empat ekor, Tu
Siau-thian merasa setengah lega. Dia yakin masih sanggup
menghadapi serangan dari empat ekor Laron Penghisap darah.
Tapi perasaan curiga yang menyelimuti hatinya kini
semakin menebal......kemana
perginya kawanan Laron Penghisap darah lainnya?
Apa maksud dan tujuan ke empat ekor Laron Penghisap
darah itu tetap tinggal dalam ruangan itu?
Pada saat itulah ke empat ekor Laron Penghisap darah itu
mulai terbang menghampiri wajahnya.
Selain suara sayap yang membelah udara, seakan
terdengar pula semacam suara yang tinggi melengking dan
sangat aneh, meski lirih tapi menyeramkan.
Suara aneh itu seakan muncul dari mulut ke empat ekor
Laron Penghisap darah itu, makin lama suara aneh tersebut
semakin melengking.......
Bulu kuduk Tu Siau-thian makin berdiri, suara tersebut
sangat mengerikan, terutama ditengah keheningan malam
seperti saat ini.
Bila dicerna lebih mendalam, suara itu mirip sekali dengan
suara orang yang sedang kelaparan, suara gemerutuknya
perut seorang kelaparan yang tiba-tiba bertemu dengan
hidangan lezat.
Tu Siau-thian pernah mendengar suara semacam ini, dia
pun mempunyai pengalaman soal suara tersebut.

509
Jika selama ini ke empat Laron Penghisap darah tersebut
selalu berdiam di dalam ruangan itu, bisa dipastikan saat itu
mereka sudah kelaparan setengah mati.
Apa yang mereka minum adalah darah, yang disantap
adalah daging, sementara dalam ruangan hanya tersisa
seonggok tulang belulang kelinci.
Paling tidak mereka sudah kelaparan selama enam hari,
bukankah kehadiran Tu Siau-thian saat ini tepat pada
waktunya?
Dalam waktu singkat ke empat ekor Laron Penghisap darah
itu sudah tiba di hadapan Tu Siau-thian.
Tanpa sadar Tu Siau-thian melompat mundur ke belakang,
dalam sekali lompatan dia sudah mundur setengah kaki
jauhnya, nyaris sudah keluar dari pintu ruangan.
Reaksinya boleh dibilang sangat cepat dan lincah, tapi
sayang gerakan tubuh ke empat ekor Laron Penghisap darah
itu jauh lebih cepat dan lincah, dalam sekali kepakan sayap
mereka sudah mengejar ke hadapan opas itu.
Dalam keadaan begini, tentu saja mereka tidak akan
melepaskan Tu Siau-thian dengan begitu saja, bagi
pandangan mereka, kehadiran opas tersebut tepat pada
saatnya, opas itu merupakan hidangan paling lezat yang akan
mereka nikmati.
Seseorang yang berbadan kekar pasti memiliki daging dan
otot yang lebih kasar, cairan darah yang mengalir dalam
tubuhnya pasti merupakan minuman yang terlezat......
Bagi kawanan Laron Penghisap darah itu, daging tidak
terlalu penting, asal dapat menghisap darah segar, hal ini
sudah lebih dari cukup, mereka adalah Laron Penghisap darah
bukan laron pemakan bangkai.
Apakah saat ini mereka sudah dapat mengendus bau
harumnya darah yang mengalir dalam tubuh Tu Siau-thian?

510
Sadar akan gawatnya situasi, Tu Siau-thian sudah membuat
persiapan, ketika melompat mundur tadi dia sudah
menggenggam gagang golok, maka begitu berhenti
melangkah mundur, goloknya segera diloloskan dari sarung.
Ketika sekilas cahaya golok berkelebat lewat, seekor Laron
Penghisap darah sudah terpapas hingga terbelah jadi dua
bagian.
Mata golok yang sangat tajam, serangan golok yang luar
biasa cepatnya!
Pada saat yang bersamaan dia mengayunkan tangan
kirinya, segulung angin pukulan yang kuat berhembus ke
depan menghajar ditubuh ke dua ekor Laron Penghisap darah
lainnya.
"Plaaak...!” kedua ekor makhluk itu segera mencelat ke
belakang kemudian rontok ke atas tanah.
Kini tinggal satu ekor lagi! Laron Penghisap darah itu
terbang dari atas kepala Tu Siau-thian langsung menyambar
diatas batang hidungnya.
Satu perasaan aneh yang sukar dilukiskan dengan mata
menyebar ke seluruh tubuh Tu Siau-thian, detik itu juga dia
merasakan seluruh bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Pada saat itulah dia merasakan batang hidungnya sakit
sekali, entah benda apa yang menusuk hidungnya, tahu-tahu
dia hanya merasakan ceceran darah yang mulai mengalir
keluar dari sana.
Perasaan sakit semacam ini sudah pernah dia alami satu
kali, yakni ketika jari tangannya tergigit tempo hari.
Waktu itu dia berhasil menggenggam seekor Laron
Penghisap darah, sambil meronta dari genggamannya laron
tersebut menusukkan jarumnya keatas jari tangannya dan
menghisap darahnya.

511
----- Sekarang, apakah Laron Penghisap darah itu sudah
menghujankan tabung jarumnya diatas batang hidung sendiri?
Apakah dia sedang menghisap darahnya?
Dalam terkejut dan ngerinya dengan cepat tangan kirinya
menyambar ke atas dan mencengkeram Laron Penghisap
darah itu.
Dengan sekuat tenaga dia cengkeram laron itu dan
membetotnya kuat-kuat, sekali lagi batang hidungnya terasa
sakit sekali.
Tampaknya Laron Penghisap darah itu benar-benar telah
menghujamkan tabung jarumnya diatas batang hidungnya.
Tanpa terasa dia mengalihkan sorot matanya ke atas Laron
Penghisap darah yang berhasil ditangkap dalam
genggamannya itu.
Laron Penghisap darah itu sudah tidak mampu meronta lagi
dari cengkeramannya, karena Tu Siau-thian telah
mencengkeram tubuhnya kuat kuat.
Kini yang tampak hanya kepala laron itu, tabung jarum
diujung mulut laron itu kelihatan bergerak terus tiada
hentinya, bergerak naik turun seolah sedang memompa
sesuatu.
Pada ujung tabung jarum itu terlihat ada cahaya darah,
tampaknya binatang itu memang sudah berhasil menghisap
darah dari tubuhnya.
Sekali lagi Tu Siau-thian merasa bergidik, bulu romanya
sekali lagi bangun berdiri.
Sebenarnya dia ingin sekali memeriksa apakah dibalik
mulut laron itu terdapat gigi taring, dia ingin tahu apakah
makhluk itu dapat mengunyah daging, sayang suasana disitu
kelewat gelap hingga keinginannya tidak terkabulkan.

512
Dengan mata melotot dia awasi terus kepala laron itu,
meski dapat melihat tabung jarum dimulut makhluk itu yang
masih bergerak naik turun, namun ia tidak berhasil melihat
jelas keadaan dibalik mulutnya.
Laron Penghisap darah itupun sedang mengawasinya
dengan mata mendelik, mata laron yang merah darah seakan
penuh diliputi perasaan takut dan ngeri.
Tu Siau-thian seakan dapat merasakan hal ini, dia sangat
gembira, serunya tanpa terasa:
"Jadi kau pingin menghisap darahku?''
"Ssssttt....sssst......" dari mulut Laron Penghisap darah itu
bergema suara desisan yang aneh, atau mungkin itulah
bahasa laron?
Tapi apa jawabannya? Tu Siau-thian tidak mengerti apa arti
suara itu, maka setelah tertawa dingin kembali ujarnya:
"Kau tentu pingin menghisap darahku bukan? Sayang kau
sudah terjatuh ke tanganku sekarang......."
"Sssttt.....sssttt......" kembali berkumandang suara desisan.
"Sebenarnya apa yang sedang kau katakan?"
"Sssttt.....sssttt......" hanya desisan aneh yang dia peroleh.
Akhirnya Tu Siau-thian menghela napas panjang, katanya
lagi:
"Tampaknya kau memahami perkataanku, tapi sayang aku
tidak memahami apa yang kau ucapkan"
Bila saat itu ada orang lain yang menyaksikan ulahnya,
orang akan mengira dia sebagai orang yang tidak waras
otidaknya, untung disitu hanya ada dia seorang.
Terdengar dia berkata lebih jauh:

513
"Seandainya aku bisa memahami bahasamu, serumit apa
pun kasus ini, sekarang pasti akan berubah jadi lebih
sederhana dan gampang"
Dia memang seorang opas kenamaan, seorang opas yang
banyak pengalaman, dia pandai menginterogasi, dia pun tahu
bagaimana interogasi orang.
Manusia yang begitu besar pun gampang diatasi, apalagi
menghadapi seekor laron yang begitu kecil?
0-0-0
Laron itu mendesis makin keras dan makin cepat, selain
mendesis kini Laron Penghisap darah itu mulai meronta,
sekuat tenaga meronta.
Tu Siau-thian merasakan hal ini, segera jengeknya sambil
tertawa dingin:
"Kau kira aku akan membebaskanmu kali ini?"
Dia semakin memperkuat genggamannya. Tampak Laron
Penghisap darah itu meronta semakin kuat, tabung jarumnya
mendadak menjulur lebih panjang dan kali ini menusuk jari
tangan Tu Siau-thian.
Kejadian ini sudah berada dalam dugaan opas itu, begitu
laron tersebut mulai menusuk jari tangannya, ibu jarinya
langsung didorong ke muka menahan kepala laron itu.
Karena ditekan ke atas otomatis kepala laron itu terdorong
hingga menengadah dan tidak mampu bergerak lagi, dengan
sendirinya tusukan jarum tabungnya juga mengenai sasaran
yang kosong.
"Apa lagi yang akan kau lakukan sekarang?" kembali Tu
Siau-thian menjengek sambil tertawa dingin.
Laron Penghisap darah itu benar-benar mati kutuknya.

514
Sesaat kemudian, setelah berpikir sejenak kembali Tu Siauthian
berkata:
"Aku ingin memeriksa mulutmu, apa benar kau bergigi?"
Suara desisan aneh kembali bergema, kali ini suara
tersebut akan mengandung nada ejekan, paling tidak Tu Siauthian
merasakan akan hal itu.
"Hrnmm, kau anggap dalam suasana seperti ini, dengan
ketajaman mataku aku tidak akan berhasil memeriksa
mulutmu?"
Suara desisan berhenti seketika, mungkinkah laron itu
sudah mengakui?
Sambil tertawa Tu Siau-thian berkata lebih jauh:
"Sebenarnya dugaanmu memang tidak salah, dalam situasi
semacam ini mataku memang tidak banyak berfungsi, tapi aku
bisa mengubah suasana yang gelap jadi terang benderang..."
Sambil berkata dia segera menyarungkan kembali
goloknya, mengambil keluar sebuah korek api dan
menyalakan.
Kilatan cahaya terang segera menyinari seluruh ruangan,
mengusir kegelapan yang semula mencekam tempat itu.
Dibawah cahaya api, warna Laron Penghisap darah itu
nampak lebih indah dan menawan, tubuhnya yang berwarna
hijau bagaikan sebuah pualam, matanya yang merah persis
seperti sebuah bercak darah.
Sambil memegang obor Tu Siau-thian bukannya memeriksa
laron dalam genggamannya, dia justru berjongkok dan
memeriksa lantai disekeliling ruangan.
Mendadak sepasang matanya berbinar, dia menjumpai
sesuatu diatas lantai.......darah!

515
Darah itu meleleh keluar dari tubuh Laron Penghisap darah
yang terbelah jadi dua itu, dua buah belahan tubuh laron
hampir semuanya terbenam ditengah cairan darah.
Ceceran darah itu berwarna merah, persis seperti darah
manusia, bau busuk yang sangat aneh tersebar keluar dari
genangan darah itu.
Mengapa darah laron persis sama seperti darah manusia?
Tu Siau-thian kembali memeriksa dua ekor Laron Penghisap
darah yang dijatuhkan dengan angin pukulan tadi.
Sepasang sayap ke dua ekor laron itu sudah patah jadi dua,
seekor diantaranya sudah mati sementara yang lain masih
hidup dan sedang meronta ditanah.
Laron yang tidak bersayap sudah kelihatan amat jelek,
apalagi meronta tiada hentinya, keadaan itu nampak lebih
memuakkan lagi.
Tu Siau-thian segera menancapkan obornya ke lantai, lalu
dengan cepat dia loloskan goloknya kembali.
"Sreeet....." dimana cahaya golok berkelebat, laron tanpa
sayap itu segera terpapas kutung dan terbelah jadi dua.
Darah segera berceceran dilantai, ternyata darah yang
meleleh keluar dari tubuh Laron Penghisap darah itu merah
persis seperti ceceran darah manusia!
Sekarang dia dapat menyaksikan dengan amat jelas, darah
Laron Penghisap darah ternyata sama seperti darah manusia.
Untuk sesaat dia berdiri tertegun.
Pada saat itulah mendadak dia mendengar suara yang
sangat aneh, suara aneh itu seakan berasal dari tempat yang
sangat jauh, tapi seperti juga berasal dari ruang sebelah.
Terlepas suara itu berasal dari tempat jauh atau dekat,
yang pasti sumber suara itu dari bawah loteng, persis dibawah
ruangan dimana dia berdiri sekarang.

516
Dia memang memiliki ketajaman pendengaran yang hebat,
daya ingatnya pun bagus. Dia masih teringat, dibawah
ruangan dimana dia berada sekarang merupakan sebuah
ruangan pula.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, sebab
suara aneh itupun bukan didengarnya.untuk pertama kali ini
Ketika pintu rahasia dalam ruang perpustakaan Ki-po-cay
bergerak membuka, suara aneh seperti inilah yang terdengar
olehnya.
0-0-0
Bab 28. Pinggir kota yang sepi.
Suara aneh itu sebetulnya tidak terlalu nyaring, namun
ditengah keheningan yang mencekam, tidak susah untuk
menangkap suara itu.
Namun bagi Tu Siau-thian, hal itu tidak penting, mau suara
dari pintu rahasia atau bukan, dia sudah mengambil
keputusan untuk turun ke bawah dan melakukan penyelidikan.
Begitu ingatan tersebut melintas dalam benaknya, dia
segera padamkan obor yang ada dalam genggamannya.
Seketika itu juga suasana tercekam kembali dalam kegelapan.
Hujan masih turun rintik-rintik diluar jendela, malam yang
semakin larut membuat keadaan bertambah gelap, baru saja
dia akan bangkit berdiri, lagi lagi berkumandang suara aneh
dari bawah loteng. Kali ini suara tersebut lebih lirih dan lemah.
Tanpa ragu ragu lagi dia segera bertiarap dilantai sambil
menempelkan telinganya ke atas lantai, ternyata suara
langkah manusia!

517
Langkah kaki itu bergema sesaat lalu "kreeek!" seperti
suara pintu dibuka orang.
Siapa yang tinggal dalam ruangan dibawah loteng? Apakah
Si Siang-ho? Apa yang sedang dilakukan Si Siang-ho di bawah
sana?
Sebagai orang yang memang berwatak banyak curiga,
suara suara aneh itu semakin membangkitkan rasa curiga Tu
Siau-thian, biarpun dia sadar situasi yang sangat berbahaya,
namun dia tidak ragu untuk menelusurinya, apalagi keadaan
ditempat tersebut meski nampak aneh, dia menganggap tidak
terlampau berbahaya.
Perlahan-lahan dia merangkak bangun, berdiri. Setiap
gerakan, setiap langkah dia lakukan amat berhati-hati,
sedapat mungkin tidak sampai menimbulkan suara.
Kemudian dia mulai berjalan menuju ke arah pintu sebelah
sana, sambil berjalan dia perhatikan terus suara langkah kaki
yang kedengaran dibawah loteng.
Ternyata langkah kaki itu berjalan menuju ke arah ruang
utama rumah penginapan. Ketika dia menyelinap keluar dari
pintu, terlihatlah secercah cahaya yang sangat lemah.
Sinar berwarna kekuning-kuningan itu kelihatan bertambah
terang ketika dia menuruni anak tangga, tidak lama kemudian
diapun melihat sebuah lentera minyak.
Saat itu dia sudah hampir selesai menuruni anak tangga.
Dengan menempelkan diri disisi dinding ruangan dia mulai
berjongkok.
Bila tidak berjongkok, asal orang yang berjalan sambil
membawa lentera itu mendongakkan kepalanya, maka
jejaknya segera akan ketahuan.
0-0-0

518
Lampu minyak itu berada dalam sebuah tangan yang amat
stabil. Biarpun orang itu sedang berjalan namun lidah api
sama sekali tidak bergoyang.
Orang itu berjubah panjang warna putih pucat, rambutnya
kusut dan digulung menjadi sebuah konde persis konde
seorang tosu.
Jika dilihat dari bayangan punggungnya, Tu Siau-thian
segera mengenali orang itu sebagai Si Siang-ho!
Tiba-tiba orang itu menghentikan langkahnya,
membungkukkan badan mengambil sebuah keranjang bambu
dari balik lemari kemudian membalikkan badan.
Cahaya lentera segera menyinari wajahnya, tidak salah,
ternyata dia memang Si Siang-ho!
Cahaya lentera mulai bergerak, dengan tangan sebelah
memegang lampu, tangan lain membawa keranjang bambu, Si
Siang-ho membalikkan badan dan berjalan balik.
Sekali lagi Tu Siau-thian bertiarap, dia mendengar langkah
kaki itu tidak balik ke ruangan dibawah loteng melainkan
langsung menuju ke halaman belakang.
Mau apa Si Siang-ho pergi ke halaman belakang dengan
membawa keranjang bambu? Tu Siau-thian semakin
keheranan.
Langkah kaki itu semakin lirih sebelum akhirnya lenyap dari
pendengaran, menurut perkiraan, seharusnya Si Siang-ho
sudah berada di halaman belakang.
Dengan cekatan Tu Siau-thian melompat turun dan
menerjang ke samping pagar tangga, dia harus berebut waktu
dengan orang itu, sedapat mungkin badannya tidak sampai
menyentuh sesuatu benda pun disana.
Kemudian bagaikan seekor ular dia menyelinap ke arah
ruangan dibawah loteng.

519
Pintu ruangan dalam keadaan setengah terbuka, Tu Siauthian
langsung menyelinap masuk ke dalam.
Begitu melangkah masuk ke dalam ruangan, dia segera
mendengar suara dengungan yang sangat ramai, seramai
suara yang pernah didengar ketika mengunjungi ruang loteng
tempo har.
Jangan-jangan kawanan laron itu berkumpul disitu? Tu
Siau-thian merasakan bulu kuduknya bangun berdiri, tanpa
terasa dia mundur selangkah. Ternyata tidak nampak seekor
pun Laron Penghisap darah yang terbang disitu.
Dari sudut dinding ruangan dia menangkap seberkas
cahaya yang amat lirih, meski cahaya itu amat redup namun
sudah lebih dari cukup bagi Tu Siau-thian yang sudah terbiasa
dalam kegelapan.
Sekarang dia dapat melihat keadaan dalam ruangan
dengan cukup jelas.
Disisi kiri terdapat sebuah pembaringan, diatas ranjang
terletak bantal dan selimut. Sementara disisi kanan terdapat
sebuah meja dengan tiga empat buah bangku.
Diatas meja tersedia teko air teh dan cawan, tidak jauh dari
meja tersebut menempel dengan sebuah dinding terdapat
sebuah pintu.
Pintu itu dalam keadaan terbuka, dari balik ruangan itulah
cahaya redup itu berasal. Tu Siau-thian langsung melompat
masuk dan menerobos ke tepi pintu.
Ternyata dibelakang dinding masih terdapat dinding,
setelah memasuki pintu rahasia itu terbentang sebuah lorong
penghubung selebar tiga depa.
Tu Siau-thian tidak terlalu merasa heran dengan keadaan
disitu, sebab dia pernah menyaksikan dinding rangkap
semacam ini ketika berada di perkampngan Ki-po-cay, dua
lapis dinding yang dipisahkan sebuah lorong.

520
Untuk sesaat dia merasa ragu, masuk atau tidak? Jika
ditinjau dari keadaan ruangan, tampaknya tempat itu
merupakan kamar tidur Si Siang-ho.
Tapi mengapa didalam kamar tidurnya terdapat dinding
rangkap?
Lorong itu menghubungkan ruang tidur dengan apa?
Apakah dia sendiri yang membangun atau sudah ada
semenjak dulu?
Apa gunanya lorong penghubung itu?
Apakah dia mempunyai rahasia lain yang tidak boleh
diketahui orang luar? Tapi apa rahasianya?
Pikiran itu berkecamuk terus dalam benak Tu Siau-thian.
-----dia yakin tidak secepat itu Si Siang-ho akan balik ke
situ. Tu Siau-thian putuskan untuk menerobos masuk ke
dalam pintu rahasia.
Hanya dengan memasuki ruang rahasia itu, segala
sesuatunya akan menjadi jelas.
Dia hanya berharap lorong rahasia ini tidak dilengkapi alat
jebakan yang mematikan seperti yang terpasang dalam lorong
rahasia di perkampungan Ki-po-cay, dia tidak ingin begitu
melangkah masuk, tubuhnya kontan berubah jadi seekor
landak.
0-0-0
Tu Siau-thian sadar, tidak banyak waktu yang tersedia
baginya, maka dia putuskan untuk menyusup masuk ke balik
pintu rahasia. Dia memang sudah nekad untuk pertaruhkan
nyawanya.
Dia sama sekali tidak tidakut mati, suara desingan dan
dengungan yang muncul dari balik lorong rahasia jauh lebih

521
menarik perhatiannya ketimbang memikirkan keselamatan
sendiri.
Apalagi sebagai seorang opas yang sudah bertugas sepuluh
tahun, bukan untuk pertama kali dia menyerempet bahaya.
"Weeesss!" tubuhnya meluncur turun ke bawah, detik itu
juga dia merasa seluruh perasaan hatinya seakan sedang
menyusut.
Tidak ada hujan anak panah atau pisau terbang yang
membidik ke arah tubuhnya, mungkin lorong rahasia ini
memang berbeda dengan lorong rahasia yang ada dalam
perkampungan Ki-po-cay, mungkin juga sewaktu
meninggalkan lorong rahasia tersebut Si Siang-ho belum
sempat menghidupkan kembali alat rahasianya.
Seandainya benar begitu, berarti Si Siang-ho segera akan
balik kemari, tanpa ragu lagi Tu Siau-thian segera menyusup
masuk lebih ke dalam.
Gerakan tubuhnya tidak mendapat rintangan atau halangan
apa pun, ternyata didalam lorong rahasia itu memang tidak
ada orang lain.
Lorong itu tidak terlalu panjang, diujung lorong merupakan
sebuah undak-undakan batu yang menjorok turun ke bawah.
Tu Siau-thian menuruni anak tangga itu dan memasuki
sebuah penjara bawah tanah. Anehnya, mengapa segala
bentuk dan perencanaan lorong rahasia ini mirip sekali dengan
lorong rahasia dalam perkampungan Ki-po-cay?
Tu Siau-thian sangat keheranan, namun ada kejadian lain
yang jauh lebih mengherankan lagi!
Penjara bawah tanah itu sangat lebar, tapi hal ini bukan
sesuatu yang mengherankan.

522
Tu Siau-thian pernah menyaksikan penjara bawah tanah
yang jauh lebih lebar daripada tempat ini, yang aneh justru
terletak pada interior yang tersedia disitu.
Selama hidup belum pernah Tu Siau-thian saksikan interior
sedemikian anehnya, ke empat dinding penjara bawah tanah
itu pada hakekatnya mirip sekali dengan langit malam yang
hitam pekat.
Demikian juga dengan atap dinding itu, atap penjara
merupakan langit biru yang dicekam kegelapan malam, selain
itu dibagian tengah terdapat sebuah lentera, lentera yang
tertanam didalam dinding dengan diluarnya dilapisi sebuah
kristal yang tembus pandang.
Ketika cahaya lentera memancar keluar menembusi kaca
kristal, terbentuklah sinar lembayung yang persis sama
dengan cahaya rembulan.
Berada ditempat itu, Tu Siau-thian merasa seakan sedang
berdiri dibawah sinar rembulan, berdiri ditengah alam bebas
yang maha luas, dibawah sinar rembulan yang menyeramkan.
Ditengah kegelapan malam yang jemih, tidak nampak ada
awan yang mengusiknya, sedikit pun tidak nampak.
Segerombolan Laron Penghisap darah sedang beterbangan
mengelilingi rembulan itu, menari-nari ditengah kegelapan
malam.
Sayap yang berwarna hijau kemala, mata yang merah
bagaikan darah, dibawah cahaya icmbulan nampak lebih
segar, lebih cantik dan lebih menyeramkan.
Tu Siau-thian merasa seakan dirinya sudah terjerumus ke
dalam dunia iblis!
Sebuah meja besar berwarna hijau lumut tergeletak
ditengah ruangan, meja itu mirip sekali dengan sebuah batu
besar yang penuh ditumbuhi lumut, sebuah batu berlumut.

523
Permukaan meja tidak rata, penuh tonjolan dan lekukan
sehingga mirip sekali dengan permukaan batu cadas, pada
bagian permukaan yang lekuk ke dalam terlihat selapis cairan
berwarna merah yang persis seperti cairan darah.
Cairan itu berwarna merah pekat persis seperti cairan
darah. Tapi darah apa? Dengan penuh rasa ingin tahu Tu
Siau-thian berjalan menghampiri.
Begitu mendekati batu berlumut itu, dia segera mendengar
suara mencicit yang amat lirih, suara apa itu?
Tu Siau-thian berjalan semakin mendekat, dia mulai
memegang cairan merah seperti darah segar itu.
Baru saja tangannya mendekat, suara dengungan nyaring
segera memecahkan keheningan, dari sekeliling meja itu
segera bermunculan dua-tiga puluhan ekor Laron Penghisap
darah!
Tadinya ke dua-tiga puluh ekor Laron Penghisap darah itu
sedang mendekam diatas permukaan meja, tapi sekarang
hampir sebagian besar telah beterbangan karena merasa
terusik oleh kehadiran Tu Siau-thian.
Dengan perasaan amat terkejut Tu Siau-thian
menghentikan tangannya ditengah udara, sekali lagi dia
perhatikan permukaan meja.
Kali ini dia dapat melihat dengan lebih jelas tadi, ternyata
diatas permukaan meja pun mendekam beberapa ekor Laron
Penghisap darah.
Kawanan Laron Penghisap darah itu mempunyai mata yang
merah bagaikan darah segar dan tubuh yang hijau pupus
bagaikan batu kemala.
Permukaan meja itupun tidak rata dan penuh ditumbuhi
lumut yang tebal, pada bagian yang melengkung dipenuhi
cairan merah mirip cairan darah, ternyata kawanan Laron
Penghisap darah yang berkerumun diatas permukaan meja itu

524
sedang menempelkan tabung-tabung jarum mereka ditengah
cairan merah darah itu, tampaknya mereka sedang menghisap
cairan tersebut.
Sebenarnya cairan apakah itu? Apakah cairan darah segar?
Tidak kuasa lagi Tu Siau-thian mencelupkan jari tangannya,
dia merasa cairan itu dingin sekali, jari tangannya seolah
sedang direndamkan ke dalam air dingin.
Cepat Tu Siau-thian menarik kembali tangannya, ternyata
cairan merah itu segera menodai ujung jarinya, seakan baru
saja dia celupkan tangannya ditengah cairan pewarna.
Ketika jari tangan itu didekatkan ke lubang hidung, segera
terendus bau busuk yang aneh sekali.
Tu Siau-thian tidak bisa menyimpulkan cairan apakah itu.
----jangan jangan cairan itu adalah bahan minuman untuk
kawanan Laron Penghisap darah? Kalau benar, cairan apakah
itu?
Baru saja satu ingatan melintas dalam benaknya, kembali
hidungnya mengendus sejenis bau lain yang amat khas,
padahal sejak tadi bau tersebut sudah mendominasi seluruh
ruang penjara bawah tanah itu.
Tapi sekarang Tu Siau-thian baru menyadari akan hal itu.
Dengan penuh rasa ingin tahu dia mulai memeriksa
sekeliling tempat itu, berasal dari mana bau khas yang aneh
itu?
Ketika dia mulai memeriksa dinding disekitar penjara,
terlihat disitu banyak tertumpuk daun-daunan dan bunga yang
sudah layu.
Sebagian besar sisa bunga sudah layu dan kusut, tapi
masih kelihatan dengan jelas kalau bunga itu berwarna
kuning. Mungkinkah bunga itu adalah bunga aneh yang
tumbuh di halaman belakang rumah penginapan?

525
Sekarang Tu Siau-thian baru menyadari kalau bau aneh itu
berasal dari bau harumnya bunga, jangan-jangan bungabungaan
itu adalah makanan utama kawanan Laron Penghisap
darah?
Dia mulai memeriksa seputar tempat itu, namun tidak
nampak sepotong tulang belulang pun disitu, juga tidak
terlihat adanya kerangka binatang yang tertinggal disana.
Jika bunga-bungaan itu bukan makanan utama kawanan
Laron Penghisap darah, kenapa tumbuhan itu harus diletakkan
dalam penjara bawah tanah.
------ atau mungkin ada sebagian Laron Penghisap darah
yang pemangsa daging, ada pula yang mamalia?
Tu Siau-thian ingin maju mendekat, asal dia bisa mendekati
tumpukan tumbuhan itu maka satu hal lagi yang bisa dia
buktikan.
Jika bunga berwarna kuning itu benar adalah bahan
makanan kawanan Laron Penghisap darah, diatas tumpukan
bunga-bungaan itu pasti akan dijumpai Laron Penghisap darah
yang sedang menyantap bunga-bungaan itu.
Bila hal ini bisa dibuktikan maka dia bisa memastikan kalau
pemilik kawanan Laron Penghisap darah itu bukan Kwee Bok
melainkan orang lain......Si Siang-ho!
Kini rasa curiganya terhadap Si Siang-ho meningkat
berpuluh kali lipat.
Dia tahu, bila ingin melakukan penyelidikan maka dia harus
melakukan secepat mungkin, sebab bila sampai Si Siang-ho
balik ke situ, dapat dipastikan orang itu tidak bakalan
melepaskan dirinya dengan begitu saja.
Dia tidak tahu apakah kepandaian silatnya mampu
menandingi Si Siang-ho, tiba-tiba saja dia mulai merasa
bergidik, tiba-tiba muncul perasaan ngerinya terhadap orang
yang bernama Si Siang-ho itu.

526
Rasa seram yang luar biasa membuat dia tidak sanggup
lagi berdiam lebih lama disitu, dia harus meninggalkan tempat
tersebut sesegera mungkin.
Tidak dapat disangkal, apa yang terlihat olehnya sekarang
merupakan sebuah penemuan yang luar biasa, tapi bila
sampai ketahuan Si Siang-ho, maka penemuan besar itu
segera akan berubah kembali menjadi sebuah rahasia.
Dengan terjadinya peristiwa ini, Si Siang-ho pasti akan
merubah semua strateginya, dia pasti akan bekerja lebih hati
hati lagi.
Jelas tidak gampang untuk menemukan rahasia sebesar ini,
tidak gampang untuk menemukan tempat rahasia ini.
Bahkan kemungkinan besar rahasia ini akan menjadi
rahasia yang abadi.
0-0-0
Baru saja Tu Siau-thian akan membalikkan tubuhnya, tibatiba
jari telunjuk tangan kirinya terasa sakit sekali.
Tanpa terasa dia mengalihkan sorot matanya ke jari tangan
sendiri, ternyata Laron Penghisap darah yang dicengkeram
dalam tangan kirinya sudah mulai menusukkan jarum tabung
penghisapnya ke dalam kulit badannya.
Dia hampir saja melupakan laron tersebut, karena
kesakitan genggaman tangannya jadi sedikit mengendor,
begitu mengendor laron itupun mulai meronta dengan sekuat
tenaga.
Tu Siau-thian segera tertawa dingin, jengeknya sambil
mengencangkan
genggamannya:
"Satu kali pengalaman sudah lebih dari cukup, kini, biar
raja laron yang jatuh ke tanganku pun jangan harap bisa bisa
meloloskan diri lagi"

527
Mendadak terdengar sebuah suara dari belakang tubuhnya,
suara itu bukan desisan aneh tapi suara manusia, suara yang
menyeramkan hati.
"Bila terlihat olehku, kau pun akan mengalami nasib yang
sama!" suara itu bergema dengan ketusnya.
Dengan perasaan terkesiap Tu Siau-thian berpaling.
Entah sedari kapan, tahu tahu Si Siang-ho sudah berdiri
dimulut masuk penjara!
Dibawah cahaya lentera berwarna putih, paras muka Si
Siang-ho yang sebenarnya sudah memucat kini nampak lebih
putih pucat, sedemikian pucatnya sehingga lebih mirip sesosok
mayat ketimbang manusia.
Mimik muka maupun nada ucapannya sangat dingin
menyeramkan, seluruh badannya seolah diliputi selapis hawa
putih yang tebal......hawa setan!
Tubuhnya tahu-tahu sudah melayang tiba dengan gerakan
yang begitu ringan dan cepat, melayang mendekat bagaikan
sesosok sukma gentayangan yang baru muncul dari dalam
neraka.
Kemunculannya memang sangat mendadak dan diluar
dugaan, tidak ubahnya bagaikan sukma gentayangan.
Sekalipun Tu Siau-thian sedang pecah perhatiannya
lantaran jari tangannya digigit Laron Penghisap darah,
bagaimana pun dia memiliki ketajaman mata dan
pendengaran yang luar biasa, tapi kenyataannya sekarang dia
baru sadar setelah Si Siang-ho muncul didepan pintu dan
mulai menegurnya.
Dalam pada itu Si Siang-ho sudah melangkah masuk ke
dalam ruang penjara, lentera minyak yang semula ditangan
kirinya kini entah sudah berada dimana, tapi tangan kanannya
masih menggenggam keranjang bambu.

528
Dalam keranjang bambu itu penuh dengan bunga dan
daun, bunga-bungaan yang tumbuh di halaman belakang
rumah penginapan, daun yang hijau pupus dan bunga yang
berwarna kuning segar.
Bau harum semerbak yang menusuk hidung dengan cepat
tersebar di seluruh ruangan penjara bawah tanah.
Ketika mengendus bau harum semerbak itu, gerak tarian
kawanan laron itupun nampak jauh lebih segar, lebih lincah
dan cepat.
Suara dengungan nyaring semakin menggema disekitar
tempat itu.
Tidak terlukiskan rasa bingung Tu Siau-thian saat itu,
pikirannya kalut bercampur panik, ditatapnya Si Siang-ho
sekejap lalu tegurnya tanpa sadar:
"Si Siang-ho........"
"Ada apa?" jawab Si Siang-ho dengan wajah yang kaku,
tanpa perubahan mimik muka.
Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang hendak dia
ajukan, namun untuk sesaat dia jadi bingung dan tidak tahu
harus dimulai dari mana.
Si Siang-ho tidak mendesaknya, setelah melirik keranjang
bambunya sekejap, dia berkata:
"Sebenarnya aku sudah bersiap siap untuk tidur nyenyak"
"Sepagi ini kau sudah ingin tidur?" Tu Siau-thian
menanggapi tanpa terasa.
"Tidur lebih awal, tubuh baru akan sehat"
"Semenjak kapan kau mulai perhatikan kesehatan
badanmu?'
"Yang pasti bukan sejak saat ini"

529
"Kalau pingin tidur, kenapa tidak tidur saja?"
"Aku tidak bisa tidur"
"Kenapa?"
"Karena ada urusan yang mengganjal pikiranku"
"Pikiran apa yang mengganjal hatimu?"
"Karena bocah-bocah kesayanganku kelewat ribut"
"Maksudmu kawanan Laron Penghisap darah itu?"
"Benar"
"Anak kesayangamu atau kesayangan dari Kwee Bok?"
"Memangnya kau tidak mendengar dengan jelas apa yang
kukatakan?" Si Siang-ho balik bertanya.
Tu Siau-thian seketika terbungkam, dia memang
mendengar perkataan itu secara jelas.
Terdengar Si Siang-ho berkata lebih jauh:
"Sekarang, tentunya kau sudah tahu bukan kalau akulah
pemilik Laron Penghisap darah yang sesungguhnya?"
Dengan perasaan sedikit bimbang Tu Siau-thian
mengangguk, mendadak ujarnya:
"Maukah kau menjawab beberapa pertanyaanku?"
"Boleh saja" jawab Si Siang-ho tanpa berpikir panjang.
Sekali lagi Tu Siau-thian termenung, dia tidak tahu harus
dimulai dari mana.
Melihat orang itu kebingungan, Si Siang-ho segera berkata
duluan:
"Apakah kau sudah tahu apa sebabnya kawanan bocah
kesayanganku itu ribut melulu, bahkan luar biasa ributnya?"
"Kenapa?"

530
Si Siang-ho tidak menjawab sebaliknya bertanya lagi:
"Menurut kau, pada saat yang bagaimana watak seseorang
berubah jadi sangat jelek, paling tidak sabaran dan ribut
paling hebat?"
"Ketika merasa sangat lapar"
"Tepat sekali, begitu juga dengan kawanan laron"
"Apakah kau lupa memberi makanan kepada mereka?"
"Berapa hari belakangan aku memang kelewat repot"
"Apa yang kau repotkan?"
"Bolehkah kau ajukan pertanyaan ini nanti saja?"
"Kenapa harus kutunda?"
"Sebab apa yang ingin kukatakan belum selesai
kusampaikan"
Tu Siau-thian menghela napas panjang, dia mengalihkan
kembali pembicaraan ke pokok semula, katanya:
"Padahal aku lihat bocah bocah kesayanganmu itu memiliki
kesabaran yang sangat bagus"
"Oya?"
"Coba berganti aku, tidak mungkin hingga kini baru aku
mulai ribut"
"Bukankah baru sekarang mereka mulai ribut, sebenarnya
selama beberapa hari belakangan ini aku selalu pulang larut
malam, ketika tiba disini badanku sudah kelelahan sehingga
begitu berbaring langsung saja tertidur"
"Jadi hari ini terkecuali?"
"Yaa, hari ini memang terkecuali"
"Maka kau baru teringat kalau sudah berapa hari tidak
memberi makanan kepada mereka?"

531
"Padahal aku sudah menimbun makanan yang cukup
banyak dalam penjara ini, hanya saja setelah lewat berapa
hari, bahan makanan itu berubah jadi layu dan tidak segar
lagi"
"Jadi mereka pun bisa memilih makanan?" tanya Tu Siauthian
keheranan.
"Mereka tidak berbeda dengan manusia"
"Makhluk itu memang aneh sekali" Tu Siau-thian gelengkan
kepalanya berulang kali, "jadi makanan mereka adalah bungabungaan
yang tumbuh di belakang halaman itu?"
"Benar" sahut Si Siang-ho, sorot matanya dialihkan keatas
keranjang bambunya, "Sebetulnya aku berencana untuk
memenuhi keranjang bambu ini dengan bahan makanan"
Sekarang Tu Siau-thian baru melihat kalau keranjang
bambu itu belum penuh isinya, tanpa terasa tanyanya:
"Kenapa kau tidak memenuhi keranjangmu itu?"
"Karena sewaktu aku sedang memetik bunga, tiba-tiba ada
seekor Laron Penghisap darah yang terbang keluar"
"Apa urusannya dengan memetik bunga?"
"Kau toch mengerti juga bahwa mereka adalah makhluk
yang berasal dari hutan seputar wilayah Siau-siang, punya
daya hidup yang kuat dan sangat berbeda dengan jenis laron
biasa, tidak takut matahari dan selalu berkeluyuran di alam
terbuka sekalipun matahari sedang teriknya, sekalipun sudah
terkurung pun mereka tetap akan terbang dan terbang terus
hingga kelelahan bila menjumpai kesempatan"
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya: "Walaupun mereka
adalah makhluk liar, namun setelah kulatih dalam jangka
waktu yang lama, serangga itu sudah taat dengan perintahku,
maka walaupun pintu penjara berada dalam keadaan terbuka

532
pun kalau bukan ada sesuatu yang mengejutkan mereka, tidak
nanti mereka akan terbang keluar dari situ"
"Benarkah begitu?"
"Maka aku segera tahu kalau ada orang yang menyusup
masuk ke dalam penjara secara diam-diam"
"Darimana kau bisa tahu kalau pasti manusia dan bukan
seekor tikus?"
"Karena disekeliling pintu masuk sudah diberi sejenis obat
anti ular, tikus dan binatang liar lainnya"
"Kadangkala obat semacam itu toch belum tentu
berkasiat?"
Si Siang-ho tidak menyangkal.
"Bisa saja yang menerjang masuk ke dalam penjara adalah
seekor kucing atau seekor anjing?" kata Tu Siau-thian lebih
jauh.
"Disini tidak ada kucing dan anjing"
"Tapi rumah tetangga pasti memelihara ke dua jenis
binatang peliharaan itu"
"Aku tahu, kalau tidak ada kucing dan anjing, mana bisa
tempat ini disebut sebuah dusun?"
Setelah tertawa ewa lanjutnya:
"Sekalipun memang ada kucing atau anjing yang diamdiam
menyusup masuk, aku tetap akan balik kemari untuk
melakukan pemeriksaan"
Sekali lagi Tu Siau-thian menghela napas panjang tanpa
bisa berkata apapun.
Si Siang-ho berkata lagi sambil tertawa:
"Kalau aku tidak balik kemari, darimana bisa tahu kalau
yang menyusup masuk itu anjing atau manusia?"

533
Kembali Tu Siau-thian menghela napas panjang.
"Sejak awal aku memang selalu bertindak sangat hati-hati"
katanya, "aku tidak bermaksud mengusik mereka, juga tidak
berniat mengejutkan mereka."
"Aku tahu kau pasti akan berbuat sangat hati-hati"
"Nyali mereka memang kelewat kecil, padahal aku hanya
bermaksud menyentuh cairan mirip darah yang ada dimeja
untuk diperiksa cairan apakah itu, siapa sangka mereka jadi
ketakutan sehingga ada yang kabur keluar dari penjara"
"Apakah pada mulanya kau tidak melihat jika mereka
sedang berada diatas permukaan meja?"
"Sama sekali tidak kulihat"
"Bukankah selama ini kau memiliki sepasang mata yang
sangat tajam?"
"Maklumlah, apa mau dikata jika warna mereka sangat
mirip dengan warna dari permukaan meja itu"
"Ketika masih hidup di hutan belukar wilayah Siau-siang,
mereka sangat gemar hinggap di benda-benda yang memiliki
warna hampir mirip dengan warna tubuh mereka, sebab
kawanan laron itu sadar bahwa mereka tidak memiliki
kekuatan yang cukup untuk melawan serangan musuh, karena
itulah mereka melindungi diri dengan cara demikian, selain
untuk mengelabuhi pandangan mata musuh, juga bisa untuk
menyelamatkan jiwa sendiri"
"Apakah jarum tabung penghisap yang mereka miliki
merupakan senjata andalan mereka yang paling lihay?" tidak
tahan Tu Siau-thian bertanya.
Si Siang-ho kembali tertawa, kali ini senyumannya kelihatan
sangat aneh dan penuh misteri, ujarnya seraya tertawa:
"Jadi kau mengira mereka benar-benar bisa mengunyah
daging dan menghisap darah?"

534
"Memangnya tidak mampu?"
Si Siang-ho hanya tertawa tanpa menjawab, dia segera
mengalihkan pembicaraan, tanyanya:
"Ada urusan apa secara tiba-tiba kau datang kemari?"
"Tentu saja untuk menyelidiki rahasiamu"
"Rahasiaku?"
"Termasuk rahasia Laron Penghisap darah milikmu!" sahut
Tu Siau-thian sambil mengangguk.
"Sejak kapan kau mulai curiga kalau aku punya hubungan
yang erat dengan kawanan Laron Penghisap darah itu?"
"Sudah semenjak awal"
"Sejak kapan?"
"Sejak pertama kali memasuki tempat tinggalmu ini, aku
sudah mulai menaruh curiga kepadamu"
"Memangnya sejak awal aku sudah melakukan kesalahan
yang mengundang kecurigaanmu?" tanya Si Siang-ho
keheranan.
Tu Siau-thian mengangguk.
"Kesalahan apa?" desak Si Siang-ho lebih jauh.
Tu Siau-thian tidak mampu memberikan jawabannya.
Si Siang-ho memandang wajahnya sekejap, tiba-tiba dia
gelengkan kepalanya seraya menghela napas panjang.
Tu Siau-thian yang menyaksikan hal itu jadi keheranan,
tanyanya tercengang:
"Persoalan apa yang membuat kau menghela napas?"
Sekali lagi Si Siang-ho menghela napas panjang, katanya:
"Sebetulnya kau adalah seorang lelaki yang jujur dan polos,
kenapa sekarang bisa berubah menjadi licik dan banyak akal?"

535
Tu Siau-thian melengak, dia seperti tidak menduga akan
mendengar perkataan itu.
Kembali Si Siang-ho menatap wajahnya tajam tajam,
ujarnya lebih jauh:
"Kalau dilihat dari lagakmu, seakan akan sama sekali tidak
ada kejadian apa-apa"
Tampaknya Tu Siau-thian semakin tidak memahami
maksud perkataan dari Si Siang-ho itu.
"Sayangnya" ujar Si Siang-ho lagi, "walaupun mimik
mukamu tampil sempurna, namun kemampuanmu untuk
berbohong masih ketinggalan jauh"
Kembali Tu Siau-thian berdiri tertegun.
Si Siang-ho berkata lebih jauh:
"Kalau kau ingin berhasil membohongi orang lain, kau
harus belajar membohongi dirimu sendiri, bila kau sendiripun
percaya dengan kata bohongmu, orang lain pasti akan percaya
juga dengan kebohonganmu"
Kuatir Tu Siau-thian tidak memahami perkataannya, dia
segera memberi penjelasan lebih jauh:
"Maksud perkataanku adalah kau mesti membuat diri
sendiri yakin terlebih dulu sebelum berbicara dengan orang
lain, bohong itu nampaknya mudah, padahal tidak gampang"
"Oya?"
"Sebab tidak bisa dibilang diri sendiri percaya lalu orangpun
langsung percaya, kau mesti bisa menaklukkan diri sendiri
terlebih dulu sebelum bisa menaklukkan orang lain"
"Mempercayai perkataan sendiri jelas merupakan satu
keharusan, apa urusannya orang lain mau percaya atau
tidak?"
"Jelas besar sekali hubungannya"

536
"Aku percaya atau tidak dengan perkataan sendiri hanya
aku sendiri yang tahu, kecuali diutarakan keluar siapa pula
yang bakal tahu?"
"Kau punya teman?" tiba-tiba Si Siang-ho bertanya.
"Tentu saja punya, banyak sekali"
"Sahabat karib?" kembali Si Siang-ho bertanya.
"Ada juga!"
"Ketika kau sedang berbohong atau tidak, mampukah
sahabat karibmu membedakannya?"
"Mungkin saja mereka mampu" sahut Tu Siau-thian cepat,
setelah tertawa lanjutnya, "tapi sayang kau bukan sahabat
karibku"
"Tapi kalau mendengarkan perkataanmu tadi, tidak usah
sahabat karibmu, teman biasa pun sudah mampu untuk
membedakan apakah kau sedang berbohong atau tidak"
"Kenapa?" tanya Tu Siau-thian tercengang.
"Dengan watakmu itu, jika semenjak awal sudah menaruh
curiga, kenapa baru sekarang kau lakukan penyelidikan?"
Tu Siau-thian tidak langsung menjawab, dia awasi wajah Si
Siang-ho berulang kali kemudian baru ujarnya:
"Dulu maupun sekarang kau bukanlah sahabatku, bahkan
teman biasa pun bukan......."
Si Siang-ho tidak berkomentar, kali ini dia hanya
membungkam.
"Darimana kau bisa mengetahui watakku dengan begitu
jelas?" ujar Tu Siau-thian lebih jauh, "aneh, sungguh aneh,
kejadian ini memang sangat mengherankan"
"Bukan hanya persoalan itu saja yang aneh, masih banyak"
"Oya?"

537
"Aku bahkan juga tahu kalau kau selalu senang
bergelandangan seorang diri, tidak terkecuali pula dengan
kehadiranmu kali ini"
Dalam hati kecilnya Tu Siau-thian merasa amat terkesiap,
tapi dia berusaha untuk bersikap tenang, katanya sambil
tertawa hambar:
"Betul, aku memang suka bekerja seorang diri, tidak
terkecuali kali ini"
"Benarkah begitu?"
"Aku tahu, sekali melangkah masuk kemari maka besar
kemungkinan jiwaku akan terancam bahaya maut, sebagai
orang yang bekerja sangat hati-hati, memangnya aku tidak
melakukan persiapan apa pun?"
Tiba-tiba Si Siang-ho tertawa, jengeknya: "Sekalipun apa
yang kau katakan merupakan kenyataan, aku pun tidak
bakalan membiarkan kau pergi dari sini dalam keadaan hidup"
Selesai berkata dia mulai menggeserkan tubuhnya dan
maju ke depan, satu langkah, dua langkah......
Dengan mata melotot Tu Siau-thian mengawasi terus gerak
gerik Si Siang-ho, tanpa terasa dia mundur satu langkah, dua
langkah.......mendadak Si Siang-ho menghentikan langkahnya.
Pintu rahasia di belakang tubuhnya tiba-tiba menutup
rapat, menutup rapat tanpa menimbulkan sedikit suara pun,
kini belakang tubuhnya pun telah berubah persis seperti
warna dinding lainnya.
Sekarang seluruh penjara bawah tanah itu berubah
bagaikan sebuah angkasa luas, langit nan biru, langit yang
dicekam dalam kegelapan malam.
Dibawah sinar lentera yang mirip dengan cahaya rembulan,
mereka berdua seakan akan sedang berada di sebuah tempat

538
yang sepi, alas yang jauh dari pemukiman, hening, sepi dan
menyeramkan.
0-0-0
Dibawah cahaya rembulan, tampak segerombolan Laron
Penghisap darah beterbangan dan menari-nari dibawah
cahaya yang redup, suara sayap mereka yang mendengung
keras mirip sekali dengan gelak tertawa setan iblis.
Tu Siau-thian merasa dirinya seakan akan sudah
terjerumus ke dalam dunia iblis.
------mungkinkah Si Siang-ho adalah setan iblis penghuni
dunia iblis?
Berpikir sampai kesitu tanpa terasa Tu Siau-thian
merasakan hatinya bergidik, bulu romanya pada bangun
berdiri.
Tangannya sudah mulai menggenggam kencang gagang
golok, sepasang matanya yang melotot besar mengawasi
gerak gerik Si Siang-ho tanpa berkedip.
Waktu itu sepasang mata Si Siang-ho sedang mengawasi
rembulan ditengah angkasa, sepasang matanya kelihatan
penuh dengan garis merah, mukanya yang pucat membuat
penampilannya bertambah menyeramkan.
Tiba-tiba terdengar dia menghela napas panjang sembari
bergumam:
"Mengapa kau tidak pergi ke tempat yang lain, mengapa
kau justru mendatangi tempat rahasia ku ini?"
Tu Siau-thian tertawa getir, dia sendiripun tidak tahu
bagaimana mesti menjawab pertanyaan itu.
Kembali Si Siang-ho berkata sambil menghela napas:
"Sebetulnya aku sama sekali tidak berminat untuk
membunuhmu, tapi sekarang kau telah menemukan tempat

539
rahasiaku ini, tahu banyak tentang rahasiaku, selain membuat
mulutmu terbungkam untuk selamanya, aku tidak menemukan
cara lain yang lebih bagus"
"Aaai, aku sendiripun tidak menemukan, kalau tidak pasti
akan kuberitahukan kepadamu" kata Tu Siau-thian pula sambil
menghela napas.
"Jadi kau setuju kalau aku menghabisi nyawamu?" tanya Si
Siang-ho sambil tersenyum.
"Memangnya kalau kukatakan tidak setuju lalu kau tidak
jadi membunuhku?"
"Tentu saja tidak mungkin"
Tu Siau-thian tertawa hambar, dia alihkan pembicaraan ke
soal lain, katanya:
"Kau mengetahui begitu jelas tentang watakku, apakah
kaupun mengetahui dengan jelas kemampuan ilmu silatku?"
"Benar, aku tahu dengan jelas"
"Berapa besar keyakinanmu untuk membunuh aku?"
"Dua belas bagian!"
"Jadi kau sangat yakin........" tanpa terasa Tu Siau-thian
berseru dengan wajah melengak, "darimana kau bisa
mengetahui ilmu silatku sejelas itu?"
"Sekarang kau boleh saja tidak percaya dengan
perkataanku"
"Dulu kita tidak pernah saling mengenal, antara kita
berduapun tidak pernah terlibat dalam pertarungan sengit,
selain itu kaupun tidak akan menduga kalau kasus tentang
kematian Jui Pak-hay akan terjatuh ke tanganku, tidak ada
alasan kau sudah menyelidiki kemampuan ilmu silatku sejak
awal, tidak mungkin kau bisa menduga sejak awal bakal
berhadapan denganku"

540
"Jika sebelumnya kita tidak pernah saling mengenal,
memang tidak ada alasan bagiku untuk berbuat begitu"
"Jadi sudah kau duga sejak awal?"
"Tidak"
Tu Siau-thian termenung, lama kemudian dia baru berkata:
"Kalau dibilang kita pernah saling mengenal, rasanya aku
tidak punya kesan apa pun tentang dirimu"
"Dalam waktu singkat kau akan mengetahui segalagalanya"
"Oya?"
"Kalau sudah menjadi sukma gentayangan, kau pasti akan
tahu dengan jelas semua kejadian masa lampau maupun
kejadian yang akan datang"
Sekarang Tu Siau-thian baru mengerti apa yang
dimaksudkan, diapun tertawa hambar.
"Jelek-jelek begini aku tidak terhitung orang jahat,
kebanyakan yang mati diujung golokku pun terhitung orang
jahat, jadi biarpun harus mati nanti, kemungkinan masuk ke
dalam neraka mah kecil sekali"
"Aku hanya sebatas menghantar keberangkatanmu saja,
soal lancar atau tidak tiba di alam baka, sama sekali tidak ada
urusannya dengan aku"
"Soal ini aku mengerti" Tu Siau-thian tertawa.
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya: "Sekarang
akupun sudah mengerti kenapa baru saja tampilkan diri, kau
sudah mengetahui begitu jelas tentang diriku"
"Aku tahu kau memang orang yang pintar"
"Sekarang tentunya kau bisa menjawab pertanyaanku yang
lain bukan?" "Tidak bisa"

541
Kembali Tu Siau-thian tertegun.
"Aku tahu pertanyaanmu akan dimulai dari soal yang
mana" kata Si Siang-ho lagi.
Tu Siau-thian mengangguk, baru saja dia akan bicara, Si
Siang-ho sudah mendahuluinya:
"Sayang mulai sekarang aku sudah tidak ingin menjawab
pertanyaan apa pun darimu"
"Kenapa?"
"Karena aku pun seorang yang pintar"
Tu Siau-thian tidak mengerti.
"Orang pintar tidak akan melakukan perbuatan bodoh"
kembali Si Siang-ho berkata.
Tu Siau-thian masih juga tidak mengerti.
"Sekarang aku mulai sadar, sebetulnya tidak ada alasan
bagiku untuk banyak bicara lagi denganmu" kata Si Siang-ho
lagi.
"Kenapa?"
"Karena sebentar lagi kau akan jadi sesosok mayat!"
"Oooh, rupanya karena alasan ini"
"Benar, sudah tidak ada artinya lagi untuk bicara
denganmu"
Tu Siau-thian turut menghela napas panjang.
"Kalau didengar dari nada pembicaraanku, seakan malam
ini sembilan puluh persen aku pasti bakal mati?" tanyanya.
"Kalau hanya sembilan puluh persen berarti kau masih
punya sepuluh persen harapan hidup, sayangnya satu persen
pun kau sudah tidak punyai"

542
"Kalau memang begitu, kau harus menjawab dulu
pertanyaanku"
"Kenapa?"
"Sebab kalau tidak mana mungkin aku bisa mati dengan
mata terpejam, sedang kau mana mungkin bisa merasa
bangga?"
"Perkataanmu memang benar, sayang urusan ini kelewat
rumit"
"Tidak jadi masalah, jelaskan pelan pelan, toch aku sudah
berada dalam cengkeraman mautmu, cukup waktu untuk
berbicara"
"Tapi sayang kesabaranku terbatas. Apalagi selama aku
berbicara panjang lebar, kau akan mempunyai kesempatan
untuk melancarkan bokongan"
"Jangan kuatir, aku berjanji tidak akan menggunakan
kesempatan untuk melancarkan bokongan, apalagi sebelum
kau selesai memberi penjelasan"
Si Siang-ho hanya tertawa tanpa menjawab.
"Jangan kuatir" kembali Tu Siau-thian berkata, "aku selalu
pegang janji"
"Aku tahu, Cuma....."
"Cuma kenapa?"
"Buat apa aku mesti nyerempet bahaya?"
Tu Siau-thian segera menghela napas panjang dan
membungkam.
Kembali Si Siang-ho berkata:
"Apalagi pada akhirnya kau toch bakal mati, kenapa aku
mesti buang waktu?"

543
"Kau tidak kuatir sukmaku gentayangan terus dan selalu
mengganggumu?"
"Hahahaha...... jadi kau anggap di dunia ini benar-benar
terdapat setan iblis atau siluman?" Si Siang-ho tertawa
tergelak.
"Memangnya tidak ada?"
"Hahahaha..... aku justru berharap di dunia ini benar-benar
terdapat setan iblis" mendadak nada suara Si Siang-ho
berubah jadi dingin dan menyeramkan.
Tu Siau-thian melengak.
Bab 29. Pertarungan pedang melawan golok.
Kembali Si Siang-ho berkata:
"Sejak dilahirkan hingga detik ini, aku belum pernah
menjumpai setan atau iblis, kalau memang bisa bertemu setan
iblis, kenapa aku harus lewatkan kesempatan baik ini?"
Tu Siau-thian hanya tertawa getir tanpa menjawab.
Si Siang-ho berkata lebih jauh: "Seandainya kau benarbenar
jadi setan gentayangan setelah mati nanti, jangan lupa,
datang dan carilah aku terlebih dulu"
Menghadapi perkataan semacam ini, Tu Siau-thian tidak
bisa berbuat lain kecuali tertawa getir.
"Silahkan!" kembali Si Siang-ho berkata. Tu Siau-thian
segera mencabut keluar goloknya sementara tubuhnya masih
berdiri tegap dihadapan meja.
Suara dengungan nyaring bergema lagi dalam ruangan,
beberapa ekor Laron Penghisap darah terlihat menempel
diatas tubuh golok.

544
Tidak lama kemudian seluruh golok itu sudah dipenuhi oleh
laron-laron yang hinggap disitu, kini golok tersebut telah
berubah jadi sebilah golok laron. Tidak kuasa Tu Siau-thian
merasa hatinya bergidik.
Mendadak dia membentak nyaring, dengan menyalurkan
tenaga dalamnya ke pergelangan tangan kanan, dia lepaskan
beberapa kali bacokan ke tengah udara.
Bentakan yang keras dalam ruang penjara yang tertutup
rapat kontan saja menimbulkan suara pantulan yang amat
nyaring.
Seketika itu juga laron-laron Penghisap darah yang
menempel diatas golok itu tersentak kaget dan beterbangan di
angkasa.
Ketika Tu Siau-thian menarik kembali senjatanya, bercak
darah telah menghiasi mata golok tersebut.
Rupanya diantara ayunan goloknya tadi, ada berapa ekor
Laron Penghisap darah yang terpapas oleh senjatanya, darah
laron kontan saja menodai mata goloknya, darah segar
berwarna merah!
Bau busuk yang memuakkan segera berhamburan di udara
dan menyelimuti seluruh ruangan.
Tu Siau-thian tidak berani berayal, sinar matanya tidak
pernah bergeser dari wajah Si Siang-ho, dia kuatir musuhnya
melancarkan serangan bokongan, sebab saat seperti itu
merupakan kesempatan yang sangat baik baginya untuk
menyerang.
Tapi Si Siang-ho seakan tidak pandai manfaatkan
kesempatan, atau mungkin dia punya rencana lain yang jauh
lebih hebat, pada hakekatnya dia tidak pandang sebelah mata
pun terhadap Tu Siau-thian.
Dia menunggu terus sampai Tu Siau-thian menarik kembali
goloknya, kemudian baru menegur sambil tertawa:

545
"Ternyata ilmu silatmu hanya begitu saja......."
Tu Siau-thian membungkam, tapi kewaspadaannya
semakin ditingkatkan.
Tiba-tiba Si Siang-ho menarik kembali senyumannya,
diiringi bentakan nyaring dia mengayunkan tangannya ke
depan, keranjang bambu yang semula digenggamnya itu tahu
tahu sudah disambitkan ke arah lawan.
Tu Siau-thian mendengus dingin, goloknya sekali lagi
membabat ke muka.
"Sreeet!" keranjang bambu itu seketika terbelah jadi dua.
Bunga berwarna kuning yang berada dalam keranjang
bambu itu segera berceceran di udara dan menimpa kepala Tu
Siau-thian, bau harum semerbak memenuhi seluruh ruangan.
Si Siang-ho ternyata tidak bohong, bunga itu memang
makanan utama kawanan Laron Penghisap darah itu, sebab
ketika bunga-bungaan itu berguguran ke bawah dan menimpa
tubuh Tu Siau-thian, kawanan makhluk itu langsung menyerbu
ke depan dan berebut bunga-bungaan tersebut.
Buru-buru Tu Siau-thian mundur ke belakang, dia tidak
ingin menjadi mangsa makhluk menyeramkan ini.
Si Siang-ho membuang sisa keranjang bambu yang ada di
tangannya, kemudian dia mulai bergeser lagi merangsek maju
ke depan.
Belakang tubuh Tu Siau-thian adalah sebuah meja, ketika
dia mundur setengah depa lagi ke belakang, punggung
badannya seketika menempel ditepi meja itu.
Baru saja dia akan bergeser, kawanan laron itu sudah
mengejar tiba dan menyambar ke arah tubuhnya dimana
bunga kuning sedang berhamburan.
Sebenarnya saat ini merupakan kesempatan yang sangat
baik bagi Si Siang-ho untuk melancarkan serangan, sebab

546
waktu itu musuhnya sedang kelimpungan menghadapi
serbuan kawanan laron.
Tapi kejadian aneh kembali berlangsung, bukan saja Si
Siang-ho tidak mengejar lebih jauh, bahkan dia pun tidak
melakukan gerakan apapun.
Apakah dia dibuat kaget oleh bentakan nyaring dari Tu
Siau-thian tadi? Atau dia sedang mempersiapkan rencana lain?
0-0-0
Dalam waktu singkat paling tidak ada dua-tiga puluh ekor
Laron Penghisap darah yang hinggap ditubuh dan pakaian Tu
Siau-thian, malah ada seekor yang hinggap diatas telinganya.
Tapi Tu Siau-thian tidak menggubrisnya bahkan tidak
melakukan langkah apapun, sorot matanya hanya tertuju ke
wajah Si Siang-ho seorang.
Kendatipun lawannya telah menghentikan langkah
majunya, tapi dia masih mengawasi terus lawannya dengan
hati hati, dia sudah menangkap hawa napsu membunuh yang
menakutkan memancar keluar dari balik matanya.
Tidak ada angin yang berhembus lewat, langit serasa sudah
membeku, bau busuk aneh yang menyesakkan dada nyaris
membuat pernapasan orang serasa tersumbat.
Tu Siau-thian masih berdiri tidak bergerak, golok
ditangannya masih digenggam erat erat.
Dia berusaha menenangkan gejolak perasaan hatinya
sementara sepasang matanya mengawasi terus wajah Si
Siang-ho tanpa berkedip.
Sementara itu Si Siang-ho juga sedang mengawasi wajah
Tu Siau-thian tanpa berkedip, hawa napsu membunuh yang
terpancar keluar makin lama semakin bertambah tebal.
Dia sudah mulai menggerakkan sepasang tangannya,
tangan kiri menyapu ke muka sedang tangan kanan

547
mengebaskan ujung bajunya, setiap gerakan dilakukan sangat
lamban dan aneh sekali.
Tu Siau-thian menggenggam goloknya semakin kencang.
Apa yang sedang dilakukan Si Siang-ho saat itu? Apakah
gerakan tangannya itu menandakan kalau dia sedang bersiap
sedia melancarkan serangan?
Tapi hingga sekarang dia belum juga turun tangan? Apa
yang sedang dia nantikan?
Sementara masih tercengang oleh tingkah laku musuhnya,
tiba-tiba Tu Siau-thian merasaan telinga kirinya sakit sekali,
sekarang dia baru teringat kalau ada seekor Laron Penghisap
darah sudah hinggap diujung telinganya.
Tampaknya laron itu sudah menusukkan jarum
penghisapnya menembusi kulit telinga dan mulai menghisap
darahnya.....
Buru-buru dia kebaskan tangannya keatas telinga, Plaaak!
Laron Penghisap darah itu terhajar telak dan rontok ke tanah.
Pada saat itulah......"Criiing!" Si Siang-ho telah meloloskan
sebilah pedang, suara dentingan itu berasal dari sarung
pedangnya.
Pedang itu panjangnya tiga depa, sebilah pedang lembek,
lebarnya tidak sampai dua jari dan memancarkan sinar tajam
ketika tertimpa cahaya rembulan.
Kini Tu Siau-thian tidak berani memperdulikan hal yang
lain, dia pusatkan seluruh perhatiannya ke arah lawan.
Si Siang-ho sudah menghunus senjatanya, setiap saat
serangan mematikan akan dilancarkan, tentu saja dia tidak
berani gegabah!
Kini senjata sudah berada dalam genggaman, tapi Si Siangho
belum juga turun tangan.

548
Melihat hal itu tidak tahan Tu Siau-thian segera menegur:
"Bukankah kau siap membunuhku?"
"Apa yang telah kuputuskan, tidak pernah akan ku rubah!"
"Kenapa belum juga turun tangan?"
"Karena aku sedang menunggu kau turun tangan terlebih
dulu"
"Akupun sedang menunggumu turun tangan lebih dulu"
balas Tu Siau-thian.
"Kita tidak perlu sungkan-sungkan dan saling mengalah,
sampai kapan pertarungan baru bisa dilangsungkan?"
"Itulah sebabnya lebih baik kau lancarkan serangan terlebih
dulu!"
"Baik!" begitu selesai bicara Si Siang-ho segera membentak
nyaring, bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dia
melesat ke udara dan langsung menusuk tubuh Tu Siau-thian
dengan sebuah serangan kilat.
Sungguh dahsyat tenaga serangan itu, belum lagi mata
pedang mendekati sasaran, hawa serangan sudah menekan
datang dengan dahsyatnya.
Tu Siau-thian tahu kehebatan orang, dari desingan angin
serangan dia sudah tahu kalau musuh yang dihadapinya amat
tangguh.
"Serangan hebat!" pujinya sambil merendahkan tubuhnya
ke bawah.
"Blukkk!" dia menjatuhkan diri berguling ke tanah, lalu
dengan secepat kilat tubuhnya bergulingan mendekati tubuh
Si Siang-ho.
Bersamaan dengan gerakan tubuh itu, goloknya langsung
menyambar ke samping menyapu sepasang kaki lawannya,
inilah salah satu gerak serangan dari ilmu sapuan goloknya.

549
Ilmu yang paling dia andalkan memang ilmu sapuan golok,
maka sekali menggelinding paling tidak dia telah melepaskan
enam belas buah sapuan.
Tapi sayang semua serangannya mengenai sasaran kosong,
tidak satu pun yang berhasil menyentuh sepasang kaki lawan.
Si Siang-ho melejit ke tengah udara, bagaikan seekor alapalap
dia menyambar ke bawah, pedangnya langsung menusuk
tulang rusuk sebelah kiri Tu Siau-thian.
Dalam waktu singkat dia telah melepaskan tiga buah
tusukan berantai, satu menusuk ke depan, satu ke belakang
kemudian satu dari atas, tapi semuanya tidak mengenai
sasaran.
Sekalipun begitu ternyata Tu Siau-thian tidak mampu
berdiri tegak, dia dipaksa untuk berguling terus dibawah
sambil tiada hentinya melancarkan serangan.
Dalam keadaan begini dia berguling terus, tidak lama
kemudian tubuhnya sudah berguling sampai di depan pintu
penjara bawah tanah itu.
Tadinya pintu itu berwarna biru tapi setelah tertutup rapat
ternyata warnanya berubah seolah menyatu dengan langit nan
gelap, sulit bagi orang untuk membedakan mana yang dinding
dan mana yang pintu.
Masih untung Tu Siau-thian memiliki daya ingat yang
bagus, apalagi sejak pintu itu masih terbuka dia sudah
mengingat baik baik letaknya.
Dengan daya ingatannya yang bagus dia berguling terus
hingga tiba dihadapan pintu rahasia itu, kemudian dengan
sekali lejitan dia sudah melompat bangun.
Kini seluruh tubuhnya sudah menempel diatas pintu rahasia
itu, tanpa menimbulkan sedikit suara pun dia sikut pintu itu
kuat kuat.

550
Sayang pintu itu sama sekali bergeming, bukan saja tidak
berhasil dibuka malahan sikutnya lamat-lamat terasa amat
sakit, ternyata pintu itu terbuat dari batu cadas.
Tu Siau-thian merasakan hatinya tercekat, tapi dia tidak
mau menyerah dengan begitu saja, dengan sekuat tenaga dia
dorong pintu itu dengan kedua belah tangannya.
Sama sekali tidak ada reaksi, pintu itu seakan sudah
mengakar disitu, kenyataan ini kontan saja membuat hatinya
semakin tercekat.
"Kau ingin melarikan diri?'' terdengar Si Siang-ho
menjengek dari arah belakang.
"Tentu saja aku harus mencoba" jawab Tu Siau-thian tanpa
berpaling, "sayang aku tidak mampu membuka pintu ini"
Si Siang-ho segera tertawa tergelak.
"Hahaha.... bila kau bisa membuka pintu itu sekehendak
hati mu, percuma aku melatih diri hampir sepuluh tahun
lamanya"
"Melatih diri selama sepuluh tahun? Apa yang kau latih?"
"Kau ingin tahu?"
"Kau sedang mempelajari ilmu merancang alat perangkap?"
"Tepat sekali"
Tidak kuasa lagi Tu Siau-thian menghela napas panjang,
bibirnya bergetar seperti ingin menanyakan sesuatu, tapi
belum sempat dia berbicara, Si Siang-ho sudah bicara lebih
dulu:
"Sebenarnya masih ada cara lain jika kau ingin pergi
meninggalkan tempat ini"
"Oya? Bagaimana caranya?"
"Paling tidak masih ada sebuah cara yang bisa kau coba"

551
"Aaah, aku tahu cara apa yang kau maksudkan"
"Kau tahu? Bagaimana caranya?" Si Siang-ho seakan tidak
percaya. "Membunuhmu!"
"Hahahaha....... memang sebuah cara yang sangat bagus"
tidak kuasa lagi Si Siang-ho tertawa tergelak, "ternyata kau
memang seseorang yang amat cerdas"
"Aku memang selalu cerdas, dan akupun tahu hanya
dengan cara ini maka semua persoalan akan terselesaikan"
Si Siang-ho segera manggut manggut, rupanya dia sangat
setuju dengan perkataan itu.
"Hanya sayangnya tidak setiap orang sanggup berbuat
demikian" ujar Tu Siau-thian lebih lanjut.
"Kau sendiri bagaimana? Apakah kau merasa sanggup
untuk melakukannya?"
"Biarpun tidak sanggup, aku tetap akan mencobanya"
"Silahkan saja untuk dicoba!"
"Dan untung sekali aku masih mempunyai sebuah cara
untuk menyelamatkan diri"
"Apa caramu itu?"
"Beradu jiwa dengan kau!"
Si Siang-ho segera tertawa tergelak.
"Kenapa tidak segera kau coba?" jengeknya.
Tu Siau-thian tidak banyak bicara lagi, dia segera bergerak
maju mendekati lawannya, kali ini dia yang mengambil posisi
untuk menyerang lebih dahulu.
Meskipun langkah kakinya sangat lambat, namun mimik
mukanya nampak hambar tanpa perasaan, tampaknya dia
sudah bersiap sedia untuk beradu jiwa, karena dia tahu saat
ini hanya cara tersebut yang dia miliki.

552
Dia pun sadar bahwa kemampuan yang dimilikinya belum
mampu menghabisi nyawa Si Siang-ho, sebaliknya untuk
kabur pun masih tanda tanya besar.
Itulah sebabnya Tu Siau-thian segera mengambil
keputusan, bagaimana pun juga, selembar nyawanya memang
harus dipertaruhkan dalam beradu jiwa ini.
0-0-0
"Kegelapan malam" tidak pernah berubah, "cahaya
rembulan" pun masih tetap seperti semula, tidak terjadi
perubahan apa pun ditempat itu.
Bau harumnya bunga berwarna kuning sudah semakin
memudar, kini diantara bau lamat lamarnya bunga mulai
terendus bau amisnya darah, darah dari kawanan Laron
Penghisap darah.
Amisnya darah memancar juga dari tubuh Tu Siau-thian,
ketika dia berguling ditanah sambil melancarkan sapuan tadi,
ada belasan ekor Laron Penghisap darah yang tertindih oleh
tubuhnya dan mati dengan tubuh hancur.
Darah laron membasahi seluruh pakaiannya, bau busuk pun
amat menusuk hidung, tapi anehnya dia bisa bertahan dari
rasa mual di perut, dia tidak sampai muntah karena bau busuk
itu.
Sekalipun dia benar-benar ingin tumpah pun sekarang
sudah tidak ada waktu lagi.
Serangan pedang yang dilancarkan Si Siang-ho sudah
melayang tiba dari tengah udara.
Tu Siau-thian segera membentak keras, tubuh berikut
goloknya maju menyongsong datangnya ancaman, dia benarbenar
sudah siap beradu jiwa.

553
Kali ini dia tidak menggunakan ilmu goloknya lagi, golok
yang berada dalam genggamannya memang sudah tidak
memerlukan ilmu golok yang hebat lagi.
Senjata itu diayunkan berulang kali ke kiri kanan,
membacok secara membabi buta, seakan sedang membelah
kayu bakar saja.
Dia berharap bisa membacok Si Siang-ho persis seperti
kayu bakar, membelah tubuhnya jadi dua bagian, membelah
tubuhnya dalam satu kali bacokan.
Serangkaian bacokan telah dia lakukan, walaupun dalam
serangan itu dia berhasil memaksa pedang lawan tersingkir
dari jangkauan tubuhnya, walau berhasil memaksa lawannya
mundur berulang kali, tapi sayang dia tidak berhasil membelah
tubuhnya bagaikan kayu bakar.
Bahkan serangan berantainya tidak berhasil memaksa
langkah musuhnya jadi kalut, tidak berhasil membuatnya
kelabakan.
Tu Siau-thian mulai terkesiap, baru saja ingatan itu
melintas lewat, baru saja gerak serangannya sedikit
melambat, Si Siang-ho telah manfaatkan peluang itu dengan
merangsek maju ke depan.
Kembali terlihat cahaya pedang berkelebat lewat, mata
senjata menerobos masuk melalui celah celah bayangan
goloknya, langsung mengancam dada Tu Siau-thian.
Dalam gugupnya buru-buru Tu Siau-thian memutar
goloknya untuk menangkis, "Criiing!" diiringi dentingan
nyaring, tusukan itu seketika terbendung, namun tusukan ke
dua kembali berkelebat lewat.
Begitu mata pedang tertangkis, senjata itu segera
menggulung balik sembari melejit, lagi-lagi dia tusuk dada Tu
Siau-thian. Begitu cepat, begitu gesit serangan itu ibarat
seekor ular berbisa yang siap mematuk mangsanya.

554
Merasa tidak sanggup membendung datangnya tusukan itu,
buru-buru Tu Siau-thian melejit ke samping untuk
menghindarkan diri.
"Sreeet!" ujung pedang menembusi baju diatas bahunya,
untung hanya meninggalkan luka memanjang yang ringan.
Serangan ke tiga kembali menyambar tiba!
Kali ini Tu Siau-thian tidak berkelit maupun menangkis, dia
hanya bergeser mundur ke belakang.
Serangan ke empat dari Si Siang-ho kembali menyusul tiba,
satu kali berhasil menguasahi keadaan, dia tidak sudi
melepasnya kembali.
Ketika serangan ke lima mulai dilontarkan, Tu Siau-thian
sudah tidak mempunyai kesempatan lagi untuk menangkis,
terpaksa dia mundur terus berulang kali.
Tapi Si Siang-ho sama sekali tidak mengendorkan
serangannya, selangkah demi selangkah dia merangsek maju
terus, serangan pedangnya makin cepat, makin ganas dan
semakin keji.
Begitu dua belas tusukan lewat, diatas tubuh Tu Siau-thian
telah bertambah dengan sebuah luka dan enam buah lubang
kecil diatas bajunya.
Mulut luka itu tidak terlampau dalam dan berada pada
lengan kirinya, luka semacam ini sama sekali tidak
menimbulkan pengaruh apa apa, satu satunya yang
terpengaruh saat itu hanyalah semangat tempurnya.
Sebenarnya dia bermaksud akan beradu jiwa, tapi sekarang
semangatnya untuk beradu jiwa mulai runtuh.
Kehebatan ilmu silat yang dimiliki lawan jauh diluar
dugaannya. Begitu pertarungan berlangsung, dia sudah
merasakan kalau ilmu silat mereka berbeda sangat banyak,
apalagi setelah menghadapi berapa tusukan pedangnya, dia

555
semakin sadar kalau selisih jarak mereka makin lama makin
bertambah besar.
Dua belas tusukan kemudian dia nyaris dapat memastikan
bahwa hanya tersedia satu jalan saja baginya yaitu kematian,
kendatipun dia berniat beradu nyawa.
Berada dalam keadaan seperti ini, kabur merupakan jalan
yang terbaik, sayang dia tidak berhasil menemukan pintu
keluar disekitar situ.
Masih untung ruang penjara bawah tanah itu cukup luas,
dengan gerakan tubuhnya yang lincah dan gesit dia masih
berhasil menghindarkan diri ke sana kemari.
Tampaknya Si Siang-ho dibikin kewalahan juga oleh ulah
lawannya, mendadak dia menarik kembali serangannya dan
berkata sambil tertawa dingin:
"Bukankah kau berniat untuk beradu jiwa denganku?"
"Kelihatannya aku tidak mampu beradu nyawa lagi, lebih
baik tidak usah beradu lagi" sahut Tu Siau-thian sambil
menghembuskan napas panjang.
Si Siang-ho tertawa dingin.
"Hmmm, kau enggan beradu pun akan mati, beradu juga
tetap mati!" jengeknya.
Sembari tertawa dingin kembali sebuah tusukan
dilancarkan, serangan ini jauh lebih ganas, tajam dan hebat.
Tidak menunggu serangan itu mendekati tubuhnya buruburu
Tu Siau-thian menjatuhkan diri berguling ke atas tanah.
Kali ini dia bukan berguling sambil mengeluarkan ilmu
goloknya, juga tidak berguling untuk mendekati Si Siang-ho,
dia justru berguling ke belakang sebuah meja kemudian baru
melejit bangun.

556
"Sreeet!" kembali sebuah tusukan meluncur tiba melewati
meja, langsung mengancam dadanya.
Buru-buru Tu Siau-thian menangkis dengan goloknya,
sreet, sreeet, sreeet, secara beruntun kembali meluncur
datang tiga buah tusukan pedang.
Dengan mengayunkan goloknya ke kiri dan kanan Tu Siauthian
menangkis dua serangan pertama, tiba-tiba badannya
berjongkok ke bawah dan dia lolos dari serangan yang ke tiga.
Melihat hal itu Si Siang-ho segera tertawa dingin, serunya:
"Jangan dikira dengan adanya meja sebagai penghalang
lalu aku tidak mampu membunuhmu!"
"Paling tidak tidak segampang itu bila ingin membunuhku"
jawab Tu Siau-thian sambil tertawa dingin.
"Benarkah begitu?" kembali sebuah tusukan pedang
dilontarkan.
"Serangan bagus" teriak Tu Siau-thian sambil menangkis
tusukan itu dengan goloknya.
Si Siang-ho tertawa dingin, mendadak dia melejit ke tengah
udara, bagaikan seekor burung bangau yang terbang
menembusi awan, dia meluncur turun secepat kilat sambil
melepaskan sebuah tusukan maut.
Buru-buru Tu Siau-thian memutar goloknya untuk
melindungi diri, kemudian dia berputar dari sisi meja yang
satu menuju ke sisi meja yang lain.
Tiga serangan kembali sudah lewat, namun kedua orang itu
tetap terpisah oleh meja yang besar itu.
Si Siang-ho tertawa dingin, sekali lagi dia melejit ke tengah
udara sambil melepaskan tusukan secepat sambaran petir, kali
ini tubuhnya ikut berputar bagaikan gangsingan lalu melayang
turun ke atas permukaan meja itu.

557
Jika dia berhasil berdiri diatas permukaan meja itu, maka
posisinya jadi sangat menguntungkan karena dia bisa
menyerang ke segala arah dengan lebih leluasa.
Tentu saja Tu Siau-thian tidak membiarkan lawannya
berbuat begitu, sambil membentak nyaring dia lancarkan
serangkaian bacokan kilat, dalam waktu singkat dua puluh
satu sapuan golok telah dilontarkan.
Dengan gerakan yang sangat ringan Si Siang-ho
memunahkan semua serangan yang datang ketika berhasil
memunahkan serangan yang ke dua puluh dua, kakinya yang
sebelan telah berhasil menginjak diatas permukaan meja.
Dengan kaki sebelah dia menopang seluruh berat
badannya, sekali lagi pedangnya selincah ular berbisa
menusuk ke tubuh lawan.
Begitu serangan Tu Siau-thian sedikit melambat, kakinya
yang lain cepat cepat menginjak diatas permukaan meja itu.
Kini dia telah berdiri mantap diatas meja, serangan yang
dilancarkan pun makin menghebat dan dahsyat, setelah
membendung lagi dua tusukan golok Tu Siau-thian, dia
membentak keras dan pedangnya langsung menerobos
pertahanan lawan dan rnerangsek lebih ke depan.
Tergopoh gopoh Tu Siau-thian memutar goloknya untuk
menangkis.
"Traaang...." golok dan pedang saling beradu keras
sebelum ke dua senjata itu saling mencelat ke belakang,
mendadak pedang lemas milik Si Siang-ho itu bagaikan seekor
ular telah melilit diatas senjata lawan.
Tu Siau-thian amat terkesiap, buru-buru dia menarik
senjatanya ke belakang.
Hampir bersamaan waktunya telapak tangan kiri Si Siangho
segera didorong ke muka, menghajar tubuh Tu Siau-thian.

558
Meskipun selisih jarak mereka berdua amat dekat, bukan
berarti pukulan itu bisa bersarang ditubuh Tu Siau-thian
secara mudah, sekalipun begitu dahsyatnya angin pukulan
sama saja dapat melukai lawannya.
Tu Siau-thian semakin terkesiap, sakit kagetnya paras
mukanya berubah hebat.
0-0-0
Bab 30. Laron Penghisap darah menari di udara.
Dari balik sela-sela jari tangan Si Siang-ho mendadak
terlihat beberapa titik cahaya tajam berkelewat lewat.
Senjata rahasia! Ternyata diantara pukulan telapak
tangannya, dia sertakan pula serangan dengan senjata
rahasia.
Tu Siau-thian sangat terkesiap, belum sempat menjerit
kaget, beberapa bagian dari tubuhnya sudah berlumuran
darah segar.
Serangan amgi memang susah dihindari, apalagi
dilancarkan dari jarak sedekat itu.
Keadaan Tu Siau-thian benar benar sangat berbahaya,
dalam keadaan normal saja sudah sulit baginya untuk
menghindari serangan senjata rahasia sebanyak ini apalagi
sekarang goloknya sudah berbelit pedang lawan.
Kekuatan serangan senjata rahasia itu benar benar
mengerikan, begitu menembusi pakaian dan terbenam dalam
daging tubuhnya, dalam waktu singkat Tu Siau-thian telah
berubah jadi manusia darah.
Tujuh delapan macam senjata rahasia yang menghujam
dalam tubuhnya mendatangkan rasa sakit yang luar biasa,

559
seluruh badannya nyaris mengejang keras, jangan lagi tubuh
yang terdiri dari darah daging, manusia baja pun tidak akan
mampu menahan siksaan seperti itu.
Dengan sekali sentakan tangan kanannya, golok milik Tu
Siau-thian sudah mencelat ke udara, meluncur ditengah
"kegelapan malam" dan menancap ditengah "langit nan gelap"
Tu Siau-thian tidak mampu berkutik lagi, dia hanya bisa
berdiri termangu bagaikan sebuah patung, masih untung
senjata rahasia itu tidak menghajar di bagian tubuhnya yang
mematikan sehingga dia tidak sampai roboh ke tanah.
Dengan mata terbelalak lebar, dia awasi wajah Si Siang-ho
tanpa berkedip.
Berada dalam keadaan seperti ini, seandainya Si Siang-ho
mau mencabut nyawanya maka hal ini bisa dia lakukan
segampang membalikkan telapak tangan.
Si Siang-ho tidak melancarkan serangan lagi, dia hanya
berdiri diatas meja batu itu dengan pedang melintang didepan
dada dan ibu jari memegang diujung senjata, dia mengawasi
lawannya dengan senyuman dikulum, senyum penuh ejekan
dan hinaan.
Sorot mata Tu Siau-thian sendiripun sangat kalut, dia tidak
tahu harus ketakutan, tercengang atau marah.
Paras mukanya telah semakin memucat, pakaian yang
dikenakan telah berubah jadi merah, basah oleh cucuran
darah segar yang menembusi pakaiannya.
Tampaknya kawanan Laron Penghisap darah yang
beterbangan di udara pun seakan sudah mengendus bau
darah, seekor demi seeekor mulai beterbangan mendekati Tu
Siau-thian dan hinggap ditubuhna.
Darah segar memang merupakan daya tarik yang amat
besar bagi kawanan makhluk tersebut.

560
Apa yang dikerjakan kawanan Laron Penghisap darah itu?
Apakah mereka hingga ditubuh Tu Siau-thian sambil
menghisap darahnya yang meleleh keluar?
Tu Siau-thian tidak menggubris, dia bahkan tidak
merasakan apa apa, dia seakan tidak tahu kalau kawanan
Laron Penghisap darah itu sudah hinggap diatas tubuhnya.
Mimik muka Si Siang-ho nampak sangat aneh, dia memang
sebelumnya sudah nampak aneh.
Kini Tu Siau-thian sendiripun tampil dengan wajah sangat
aneh, mulutnya ternganga seakan hendak mengucapkan
sesuatu namun tidak sepatah kata pun yang terucap keluar.
Akhirnya Si Siang-ho menbuka suara lebih dulu, tanyanya:
"Apa kau anggap aku takabur?"
"Tidak" jawab Tu Siau-thian, suaranya tidak lagi senyaring
tadi.
Bila seseorang sudah kehilangan banyak darah, masih bisa
bercakap pun sudah luar biasa.
Kembali Si Siang-ho berkata:
"Sekarang kau sudah tidak bersenjata lagi, tubuhmu pun
sudah terhajar senjata rahasiaku, apa lagi yang bisa kau
perbuat?"
"Menunggu mati!"
Saat ini dia memang hanya bisa menunggu mati.
Kontan Si Siang-ho tertawa tergelak. "Hahahaha.... tapi kau
tidak usah kuatir, kujamin kau tidak akan mati dengan
sengsara karena aku tidak pernah melumuri senjata rahasia ku
dengan racun" katanya.
"Aku tahu!" tiba tiba muncul penderitaan yang mendalam
diatas wajah Tu Siau-thian, "biarpun senjata rahasiamu tidak
beracun, namun hatimu benar benar kelewat beracun!"

561
"Hahahaha...... kalau tidak beracun bukan lelaki namanya!"
"Aku sama sekali tidak menyangka......."
"Banyak sekali kejadian yang tidak kau sangka"
Sambil menghela napas Tu Siau-thian manggut manggut,
kembali tanyanya:
"Sebenarnya kenapa kau berbuat begini?"
"Kau sudah hampir mampus, buat apa banyak bertanya?"
"Justru karena aku hampir mati maka harus kutanya sejelas
jelasnya, aku tidak ingin mati dalam keadaan tidak jelas"
"Aku cukup memahami maksud hatimu" Si Siang-ho
menghela napas panjang, "sayang jalan pemikiranku sama
sekali bertolak belakang dengan jalan pikiranmu"
"Bagaimanapun juga aku toch tetap akan mati, apa
salahnya kalau kau jawab berapa pertanyaanku?"
"Sebetulnya aku tidak keberatan, sayang saat ini sudah
tidak banyak waktu lagi"
Tu Siau-thian menghela napas panjang, kali ini helaan
napasnya pun kedengaran begitu lemah dan tidak bertenaga.
Paras mukanya telah berubah semakin pucat, pucat
bagaikan mayat, tubuhnya mulai gontai.
Benda yang berada disekelilingnya seakan sedang
melayang ditengah udara, setiap benda seolah sudah terbelah
jadi dua, termasuk juga Si Siang-ho.
Tu Siau-thian tahu dirinya sudah kehilangan banyak darah,
kesadaran otidaknya mulai kabur, pandangan matanya mulai
kalut. Cepat dia menggigit bibirnya hingga berdarah.
Cucuran darah segar meleleh keluar dari ujung bibirnya,
tapi dia sudah tidak merasakan apa apa, sedikitpun tidak
merasa sakit.

562
Dengan kesadaran yang sedikit pulih dia mencoba
mengangkat wajahnya, tapi apa yang terlihat kembali
membuat hatinya tercekat.
Rupanya Si Siang-ho sudah mengangkat pedangnya
kembali!
"Sreeet!" cahaya pedang secepat sambaran petir melesat
ke depan.
Tu Siau-thian hanya bisa menyaksikan datangnya sambaran
pedang itu tanpa berkedip, tubuhnya sama sekali tidak
bergerak.
Bukan saja dia sudah tidak mengerti bagaimana harus
berkelit, dia pun sudah tidak sanggup lagi untuk
menghindarkan diri.
Tapi dia berusaha keras untuk mengendalikan gejolak
emosinya,
mempertahankan tubuhnya agar tidak roboh, dia hanya
bisa mengawasi lawannya dengan pandangan putus asa.
Sebab dia tahu kendatipun bisa lolos dari serangan pedang
yang pertama belum tentu bisa lolos dari serangan yang ke
dua, pada akhirnya dia akan tewas juga diujung senjata Si
Siang-ho.
Itulah sebabnya dia sama sekali tidak meronta, dia sudah
pasrah seratus persen.
Si Siang-ho tidak menggubris, dia pun tidak menghentikan
gerak serangannya, jelas ia sudah mengambil keputusan, Tu
Siau-thian harus dibantai.
Pedang menyambar datang dengan kecepatan bagaikan
kilat, langsung menusuk ke dada Tu Siau-thian, percikan
darah berhamburan ke mana mana walau dalam jumlah yang
lebih sedikit.

563
Cairan darah yang tersisa di dalam tubuh Tu Siau-thian
memang sudah tinggal tidak seberapa, sudah banyak mengalir
keluar semenjak tadi.
Dalam waktu singkat dia merasa dadanya seolah tertusuk
oleh sebuah balok salju yang amat dingin, sedemikian
dinginnya membuat darah yang mengalir dalam tubuhnya
seakan mulai membeku.
Kemudian kesadarannya mulai menurun, pandangan
matanya mulai kabur, namun dia belum juga merasakan
kesakitan, rasa sakit akibat tusukan seolah sudah diwakili oleh
kobaran amarah yang masih membara dirongga dadanya.
Kemudian dengan suara parau dia menjerit keras:
"Biar matipun aku mati tidak meram!" Kemudian tubuhnya
roboh terjungkal ke tanah.
Si Siang-ho sudah mencabut keluar pedangnya, sejak tadi
Tu Siau-thian masih bisa berdiri karena dia tertahan oleh
pedang Si Siangho, maka begitu pedang tersebut dicabut
keluar, badannya langsung roboh terjungkal.
0-0-0
Tu Siau-thian tidak langsung mati, dia masih bernapas.
Tusukan pedang dari Si Siang-ho memang tidak ditusukkan
ke bagian tubuhnya yang mematikan.
Apakah pada detik terakhir dia telah berganti haluan? Tiba
tiba tidak ingin melihat Tu Siau-thian mati tidak meram maka
dia urung mencabut nyawanya? Apakah dia berniat
memberitahukan seluruh rahasianya?
Tu Siau-thian tersadar kembali setelah waktu berjalan
cukup lama, dia tersadar oleh rangsangan perasaan hatinya
yang penuh amarah dan penasaran.

564
Walaupun sudah peroleh kembali kesadarannya, namun dia
masih berbaring dengan mata terpejam rapat, serunya dengan
suara parau:
"Dimana sekarang aku berada? Apakah sudah berada
dalam neraka?"
Sebuah suara segera muncul dari sampingnya, suara yang
dingin dan ketus:
"Berada dalam neraka atau bukan, kenapa tidak kau
periksa sendiri dengan membuka matamu?"
Tu Siau-thian memaksakan diri untuk membuka mata.
Sekarang kondisi tubuhnya sudah amat lemah, bahkan tenaga
untuk membuka matapun nyaris sudah tidak punya.
Ketika dia membuka matanya maka yang terlihat adalah
kegelapan malam yang dihiasi sebuah rembulan yang pucat.
Daya ingatannya sama sekali belum luntur, dia masih
punya kesan yang sangat mendalam terhadap semua
peristiwa yang menimpanya sebelum pingsan tadi.
Dia segera tahu kalau dirinya masih berada dalam penjara
bawah tanah, masih ada di rumah penginapan Hun-lay.
Tentu saja dia pun tahu kalau langit yang gelap
sesungguhnya hanya langit buatan, rembulan yang bersinar
pucat pun tidak lebih hanya cahaya dari lampu kristal.
Ini berarti dirinya masih hidup di dunia, dengan paksakan
diri dia berpaling, menoleh ke arah mana berasalnya suara itu.
Dia pun menyaksikan Si Siang-ho.
Si Siang-ho masih berdiri disitu dengan tubuh kaku,
ditangan kirinya dia memegang sebuah kotak besi yang
berbentuk kecil memanjang, sementara tangan kanannya
sedang menggenggam sebatang jarum perak sepanjang lima
enam inci.

565
Jarum perak itu membiaskan cahaya yang berkilauan,
ujung jarum nampak sangat aneh karena bentuknya besar dan
mengerikan.
Apa kegunaan jarum perak itu? Buat apa Si Siang-ho
menggunakan jarum perak ?
Dengan mata melotot Tu Siau-thian awasi wajah Si Siangho,
sorot matanya dipenuhi rasa curiga, keheranan dan rasa
ingin tahu.
Tiba tiba Si Siang-ho mendongakkan kepalanya dan tertawa
seram, gelak tertawanya amat menyeramkan, membuat bulu
kuduk pada bangun berdiri.
Tu Siau-thian ingin sekali bangkit dan duduk, tapi sayang
dia tidak mampu berbuat begitu, jangan lagi duduk, ingin
mendongakkan kepalanya pun terasa amat susah.
Pada saat itulah dia merasakan sekujur badannya
mengejang dan kaku, ternyata cairan darah yang ada didalam
tubuhnya sedang dihisap keluar, mengalir keluar terus dengan
amat derasnya.
Kemana perginya puluhan ekor Laron Penghisap darah
yang semula beterbangan di tengah "angkasa" itu?
------- Apakah kawanan laron itu sedang hinggap
ditubuhnya? Sedang menghisap darah dalam tubuhnya?
Dengan menggunakan segenap sisa tenaga yang dimiliki Tu
Siau-thian mendongakkan kepalanya.
Ternyata benar! Seluruh Laron Penghisap darah itu sudah
hinggap memenuhi tubuhnya, tubuh yang hijau pupus bagai
pualam dengan mata yang merah bagaikan darah.
Selain itu, tubuhnya juga sudah dipenuhi oleh berpuluh
puluh batang jarum perak yang bentuknya persis sama seperti
jarum perak yang sedang digenggam Si Siang-ho saat itu.

566
Dari ujung jarum yang berbentuk bulat besar itulah darah
segar dari tubuhnya menyembur keluar.
Pucat pias selembar wajah Tu Siau-thian, sekuat tenaga dia
berusaha meronta, dia ingin mencabuti semua jarum perak
yang menancap ditubuhnya itu, dia tidak ingin mati
mengenaskan dalam keadaan seperti ini.
Tapi sayang keinginannya tidak mungkin bisa terkabulkan,
kecuali menggerakkan kepalanya, sepasang tangan maupun
sekujur tubuhnya seolah sudah tidak mau menuruti
perintahnya lagi, seluruh bagian tubuhnya sudah kaku dan
hilang kontrol.
Begitu juga dengan pinggul, dada serta kakinya, bahkan
untuk membalik badannya pun tidak bisa.
Dalam keadaan begini dia hanya bisa menghela napas,
berulang kali menghela napas panjang.
"Ooh, jadi kau tidak ingin mampus dengan cara begini?"
tegur Si Siang-ho setengah mengejek.
"Hanya cucu kura kura yang pingin mampus dengan cara
begini" jawab Tu Siau-thian dengan napas terengah.
"Padahal tidak ada jeleknya untuk mati dalam keadaan
begini, kujamin tidak ada siksaan dan penderitaan yang akan
kau alami"
"Mengapa kau tidak biarkan aku mati secara utuh?"
"Ooh, jadi kau pingin mati secepatnya?"
"Hanya itu saja harapanku, harapan yang terakhir"
Si Siang-ho termenung sejenak, kemudian katanya:
"Kalau mendengar perkataanmu tadi, seakan kalau tidak
kukabulkan permintaanmu itu, aku jadi rada kebangetan?"

567
"Lebih baik cepatlah turun tangan!" kini wajahnya mulai
mengejang, begitu hebatnya mengejang hingga nyaris tidak
berbentuk wajah manusia.
Darah yang dihisap keluar secara perlahan-lahan bukan
sesuatu yang enak untuk dirasakan, betul kematian secara
begini tidak akan tersisa dan menderita, namun tidak bisa
dikatakan sebagai kematian yang nyaman.
Si Siang-ho mengawasi wajahnya sekejap, tiba tiba ia
tertawa.
"Kalau kuturuti keinginanmu, maka jadi tidak mirip''
"Mirip apa?"
"Mirip korban yang tewas gara gara dihisap darahnya oleh
Laron Penghisap darah" jawab Si Siang-ho sambil mengawasi
kawanan makhluk itu.
Seakan baru sadar apa yang terjadi Tu Siau-thian segera
berseru:
"Jadi itulah sebabnya kau menghisap keluar darah dari
tubuhku?"
"Benar!" ternyata Si Siang-ho tidak menyangkal.
"See...sebenarnya apa rencana mu?"
"Tidak ada rencana apa apa, aku hanya ingin orang lain
percaya bahwa kematianmu disebabkan darah dalam tubuhmu
habis dihisap oleh kawanan Laron Penghisap darah"
Tu Siau-thian segera menghela napas panjang, sesaat
kemudian katanya lagi sambil tertawa pedih:
"Aku rasa darah dalam tubuhku saat ini sudah tinggal tidak
seberapa, kenapa kau tidak segera turun tangan?"
Kembali Si Siang-ho memandangnya sekejap, kemudian
sahutnya sambil tertawa:

568
"Baiklah, aku kabulkan permintaanmu!'' Tangan kanannya
segera diayunkan, jarum perak yang berada dalam
genggamannya itu segera meluncur ke depan dengan
kecepatan luar biasa.
Jarum itu melesat diudara, menembusi kegelapan malam,
langsung menghajar kening Tu Siau-thian.
Sebuah sambitan yang langsung merenggut nyawa!
Tu Siau-thian sama sekali tidak menghindar, sekulum
senyuman justru menghiasi bibirnya, dia menyongsong
datangnya kematian dengan
senyuman dikulum.
Berada dalam keadaan seperti ini, bisa mati lebih awal
justru merupakan satu kejadian yang patut disyukuri, paling
tidak bagi dirinya.
Dia tidak memejamkan matanya, dia biarkan matanya
melotot besar, hanya sayang biji matanya sudah tidak memiliki
hawa kehidupan, yang tersisa hanya sorot mata yang bikin
hati bergidik dan perasaan muak.
Si Siang-ho sama sekali tidak terpengaruhi oleh
pemandangan itu, dia malah mengawasi wajah Tu Siau-thian
dengan mata melotot, dia malah tertawa tergelak.
"Hahahaha.......bukankah aku sudah kabulkan
permintaanmu? Kenapa kau masih saja tidak pejamkan
matamu?"
Tu Siau-thian sama sekali tidak bereaksi. Orang mati mana
yang bisa memberikan reaksi? Yang nampak saat itu hanya
selapis hawa putih yang seakan keluar dari lubang hidungnya.
Apakah hawa putih itu adalah sukmanya ?
Entahlah!
0-0-0

569
Angin masih berhembus kencang, hujan masih turun deras.
Ketika Siang Hu-hoa, Tan Piau dan Yau Kun balik ke kantor
pengadilan, hujan sudah semakin mereda.
Mereka bertiga segera menelusuri jalan setapak langsung
masuk ke ruang utama.
Ko Thian-liok dan Nyo Sin sudah menunggu dalam ruangan
itu, bahkan selain mereka hadir pula tiga orang yang lain.
Dua orang berbaju perwira, mereka adalah pengawal
pribadi Ko Thian-liok yang berdiri disisi kiri kanannya,
sementara yang seorang lagi berdandan seorang kongcu
dengan pakaian yang halus terbuat dari sutera.
Dipandang dari sudut mana pun orang itu tidak mirip
petugas pengadilan, dia pun tidak mirip seorang tamu
terhormat.
Tidak ada tamu yang duduk dalam ruang utama dengan
mengenakan topi lebar yang terbuat dari anyaman bambu.
Orang itu mengenakan sebuah topi caping dari anyaman
bambu yang amat besar dan lebar, bahkan sekeliling topi
capingnya dikerudungi pula dengan selembar kain sutera.
Karena wajahnya tersembunyi dibalik kain cadar itu maka
sulit bagi orang ain untuk melihat dengan jelas bagaimana
bentuk wajah aslinya.
Siapakah dia? Apakah orang ini adalah Liong Giok-po?
Sementara Siang Hu-hoa masih mengawasi raut wajah
orang itu, tampaknya orang itupun sedang mengawasi Siang
Hu-hoa.
Terdengar Ko Thian-liok menyapa seraya menjura:
"Saudara Siang, cepat amat kehadiranmu"
"Tidak cepat cepat, maaf kalau kalian harus menunggu
lebih lama"

570
"Tidak usah sungkan, silahkan duduk" Siang Hu-hoa tidak
sungkan lagi, dia pun duduk disebuah kursi yang persis saling
berhadapan dengan orang berkerudung itu, sekali lagi dia
awasi wajah orang itu lekat lekat. Terdengar Ko Thian-liok
kembali berkata: "Saudara Siang, dialah Liong Giok-po Liong
kongcu!"
"Benarkah?" dari nada suaranya kelihatan kalau dia merasa
sangsi.
Ko Thian-liok segera berpaling ke arah Liong Giok-po,
ujarnya pula:
"Apakah Liong kongcu masih mempunyai kesan terhadap
saudara Siang?"
Liong Giok-po mengangguk.
"Aku selalu memiliki daya ingat yang baik, khususnya
terhadap orang kenamaan, kecuali tidak ada kesempatan
untuk bersua, kalau tidak aku pasti akan menaruh perhatian
secara khusus"
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Apalagi saudara Siang adalah orang ternama diantara
orang kenamaan lainnya!"
"Aku rasa begitu pula dengan saudara Liong" cepat Siang
Hu-hoa menimpali sambil tertawa. "Aaah.....masa betul?"
"Betul, hanya sayangnya saat ini......." mendadak Siang Huhoa
menghentikan kata katanya.
"Saat ini aku mengenakan topi lebar dan berkerudung kain
sehingga saudara Siang tidak merasa yakin?"
"Benar"
"Sekalipun kulepas topi lebar ini, belum tentu saudara
Siang dapat mengenali diriku"

571
"Aku percaya daya ingatanku tidak kalah dengan daya
ingatmu"
"Masalahnya sama sekali tidak menyangkut soal daya
ingat"
"Lalu karena alasan apa?"
"Raut wajahku sekarang sudah bukan raut wajah yang dulu
lagi"
"Oya?" Siang Hu-hoa berseru keheranan.
Liong Giok-po tahu kalau orang itu tidak percaya, pelan
pelan dia melepaskan topi dan kain kerudung dari wajahnya.
Siang Hu-hoa memperhatikan terus gerak gerik Liong Giokpo,
khususnya pada tangan yang sedang memegang topi lebar
itu.
Pelan pelan topi dan kain kerudung itupun terlepas, raut
muka Liong Giok-po segera muncul dibawah cahaya lentera.
Mendadak Siang Hu-hoa merasa jantungnya seakan
berhenti berdetidak, dia merasa tubuhnya seolah dicambuk
orang keras keras sehingga seluruh badannya mengejang
keras.
Yau Kun berseru tertahan, nyaris kata "setan!" melompat
keluar dari mulutnya.
Raut wajah Liong Giok-po yang muncul dibawah cahaya
lentera sudah tidak mirip lagi dengan wajah manusia, tapi
tidak mirip juga dengan wajah setan.
Kalau orang bilang wajah setan itu menyeramkan, maka
wajah setan yang menyeramkan itu paling tidak jauh lebih
menarik sepuluh kali lipat daripada wajah orang ini.
Selembar wajahnya mirip sekali dengan sebuah semangka
yang sudah membusuk, kalau semangka itu berwarna merah
maka wajah itu berwarna putih. Putih pucat yang mendirikan

572
bulu roma, putih pucat yang sangat memuakkan, bikin hati
siapa pun bergidik, tubuh siapa pun gemetar.
Wajah itu tidak memiliki alis mata, tidak punya kumis
maupun jenggot, matanya tidak sama besarnya, ujung
kelopak mata kirinya merekah seperti daging yang meletup,
tergantung ke bawah dan membentuk sebuah celah yang
dalam, dibalik celah yang dalam itu terlihat tulang
tengkoraknya yang berwarna putih pucat.
Biji mata kanannya mirip mata manusia, sebaliknya biji
mata yang sebelah kiri lebih mirip seperti sebutir batu.
Dia tidak memiliki batang hidung karena yang terlihat
hanya dua buah lubang besar, bibirnya sebagian besar
menggulung ke atas, sementara bibir kirinya terkoyak hingga
kehilangan daging segumpil, dari koyakan itu terlihat giginya
yang menyeramkan.
Gigi itu berwarna kuning keabu-abuan, sebagian besar
sudah rontok atau patah dan tidak merata.
Diatas batok kepalanya terdapat pula sebuah celah dalam
yang seakan akan bakal merekah ke kedua belah samping,
setengah bagian yang menjorok ke muka masih tersisa
beberapa helai rambut.
Kalau bentuk kepala orang ini masih disebut sebagai batok
kepala seorang manusia, mungkin orang yang menyebutkan
begitu rada tidak waras otaknya.
Semua orang berdiri terperana, siapa pun tidak menyangka
kalau di dunia ini ternyata masih ada manusia dengan bentuk
wajah yang begitu aneh. Tidak terkecuali Siang Hu-hoa.
Sambil membelah celah yang ada diatas batok kepalanya
Liong Giok-po berkata:
"Sebetulnya celah ini pingin kujahit agar merapat jadi satu,
tapi biniku bilang, kalau tidak dijahit malah nampak lebih
menarik, maka akupun urungkan niatku untuk menjahitnya"

573
"Oya?" Siang Hu-hoa menyahut hambar, sementara hatinya
semakin bergidik.
"Wajah yang saudara Siang lihat tempo hari tentunya
bukan wajah seperti ini bukan?" kembali Liong Giok-po
bertanya sambil tertawa.
Kalau tidak tertawa, wajahnya masih nampak mendingan,
begitu tertawa maka seluruh daging wajahnya seolah tersusun
menjadi satu yang setiap saat bakal mengelupas dari
tempatnya, sungguh mengerikan hati.
Siang Hu-hoa tidak tega untuk melihat hal ini, sahutnya
sambil menghela napas: "Yaa, memang bukan"
"Berarti saudara Siang sudah tidak mengenali wajahku
lagi?"
Siang Hu-hoa tidak menyangkal.
"Berarti saudara Siang tetap menaruh curiga, benarkah aku
adalah Liong Giok-po yang asli?" kembali ia bertanya.
"Rasanya hal ini memang sukar untuk dihindari"
"Untung aku masih punya cara lain untuk membuktikan
identitasku yang asli" kembali Liong Giok-po tertawa.
"Bagaimana caranya?"
"Diatas tubuhnya terdapat tatto tiga ekor nagal" mendadak
Nyo Sin menyela dari samping.
Belum sempat Siang Hu-hoa mengucapkan sesuatu, Liong
Giok-po sudah membuka baju bagian atasnya hingga terbuka
sampai bagian pinggang.
Benar juga dibagian dadanya terdapat tatto yang
melukiskan tiga ekor naga.
Sambil mengawasi tattonya Liong Giok-po berkata lagi:

574
"Karena aku berada pada urutan ke tiga, maka orang
persilatan menyebutku sebagai Liong sam-kongcu"
"Masalah ini sudah pernah kudengar" "Justru karena itu aku
khusus mencari
orang untuk membuatkan tatto berlukiskan tiga ekor naga
diatas dadaku, aku pribadi memang suka sekali dengan naga"
"Soal inipun pernah kudengar" Siang Hu-hoa manggut
manggut.
"Tatto ini merupakan hasil karya dari Yu hujin dari kotaraja,
sementara lukisan naga itu hasil rancanganku sendiri"
"Yu hujin memang amat termashur di kotaraja,
kepandaiannya membuat tatto memang sudah mencapai pada
puncak kesempurnaan"
"Itulah sebabnya aku pergi mencarinya" "Dengan
kemampuannya yang luar biasa, caranya membuat tatto
memang jauh lebih cermat dan teliti, hasil karyanya jauh
lebih hidup"
"Ooh..... kau takut dia pun membuatkan tatto tiga ekor
naga di tubuh orang lain?" Liong Giok-po bertanya
"Kemungkinan semacam ini bukannya tidak mungkin
terjadi"
Liong Giok-po manggut-manggut.
"Kekuatiran seperti ini memang sangat masuk diakal"
katanya, "tapi ada satu hal kau pun mesti mengerti dulu
secara jelas"
"Soal apa?"
"Tidak lama setelah Yu hujin membuatkan tatto tiga ekor
naga ditubuhku, sepasang tangannya lumpuh dan tidak
pernah bisa digunakan lagi untuk membuat tatto, ke tiga ekor

575
naga ini merupakan hasil karyanya yang terakhir, sedang aku
pun merupakan langganannya yang paling buncit"
"Oya?" "
"Oleh sebab itu kau tidak usah kuatir, di kolong langit tidak
nanti akan kau temukan tiga ekor naga seperti tatto ku ini
muncul ditubuh orang ke dua"
"Yang kau maksud tidak lama setelah selesai membuat
tatto dirimu itu sebetulnya berapa hari?"
"Tiga hari"
"Apakah kejadiannya di saat kau masih muda dulu?"
"Peristiwa itu mungkin terjadi pada tujuh delapan tahun
berselang"
"Kau tampaknya tidak terlalu yakin?"
"Siapa yang bisa yakin dengan kejadian yang telah
berlangsung tujuh delapan tahun berselang?"
"Lalu kenapa kau begitu yakin ketika menyebutkan selama
tiga hari?" tanya Siang Hu-hoa keheranan.
Liong Giok-po hanya tertawa tanpa menjawab.
0-0-0
Bab 31. Surat wasiat dari Laut Utara.
Kembali Siang Hu-hoa berkata:
"Aku dengar sepasang tangan Yu hujin selalu kuat dan
sehat, kenapa tiga hari setelah membuat tatto badanmu
tangannya jadi lumpuh? Aku rasa tidak mungkin ada kejadian
yang begitu kebetulan......"

576
"Tapi banyak kejadian di dunia memang berlangsung
secara kebetulan" tukas Liong Giok-po cepat.
"Apakah kau kuatir dia buatkan juga tiga ekor naga ditubuh
orang lain, maka kau minta kepadanya untuk pensiun dini?"
tanya Siang Hu-hoa dengan nada penuh selidik.
"Rasanya sih tidak"
"Rasanya?" Siang Hu-hoa tertawa hambar, "Sudah lama
cara kerja saudara Liong termashur di seantero dunia
persilatan"
"Benarkah begitu?" sahut Liong Giok-po, mendadak dia
merendahkan suaranya, "kedatanganku kali ini sama sekali
bukan dikarenakan urusan yang terjadi pada tujuh delapan
tahun berselang"
Siang Hu-hoa mengangguk. "Tatto tiga ekor naga yang ada
di dadaku sudah cukup untuk membuktikan keaslian
identitasku bukan?" kembali Liong Giok-po berkata.
Siang Hu-hoa tidak menyahut, diapun tidak memberi
komentar.
Sesudah mengenakan kembali bajunya Liong Giok-po
berkata lagi:
"Sebenarnya tidak susah untuk menyelidiki apakah yang
kuucapkan benar benar kejadian atau hanya rekayasa belaka,
sebab hingga sekarang Yu hujin masih hidup"
"Dimana para opas menemukan saudara Liong?" tanya
Siang Hu-hoa lagi setelah termenung dan berpikir sejenak.
"Di rumahku"
"Menurut apa yang kuketahui, selain hebat dalam ilmu
pukulan dan ilmu pedang, saudara Liong mahir juga
menggunakan senjata rahasia, konon dua belas batang peluru
pencabut nyawa cu-bo-le-hun-sou milikmu dapat digunakan
sekehendak hati?"

577
"Aaah, kesemuanya itu hanya pemberian sahabat
kangouw" kata Liong Giok-po merendah, sementara berbicara
tahu-tahu didalam genggamannya telah bertambah dengan
dua belas batang peluru emas.
"Aaah, ternyata memang peluru emas cu-bo-le-hun-sou"
seru Siang Hu-hoa setelah mengamati peluru peluru emas itu
sekejap.
"Darimana saudara Siang bisa yakin kalau peluru ini adalah
cu-bo-le-hun-sou?" mendadak Liong Giok-po balik bertanya.
"Ketika melihat untuk pertama kalinya, kau sedang
menggunakan senjata ini untuk bertarung melawan lima orang
gagah dari Ngo-gan"
Liong Giok-po seperti sedang membayangkan kembali
peristiwa waktu itu, sesaat kemudian dia baru berkata:
"Waktu itu seingatku mereka berdua merecoki aku melulu
bahkan pada saat terakhir sempat menggunakan senjata
rahasia untuk membokongku, dalam gusarnya aku pun
menghadiahkan kepada mereka masing masing sebuah peluru
cu-bo-li-hu-sou"
"Aku memang amat suka memperhatikan kepandaian
istimewa, khususnya benda benda istimewa, karena benda
istimewa akan meninggalkan kesan yang mendalam sekali"
kata Siang Hu-hoa sambil manggut manggut.
"Apakah kau perhatikan juga senjata apa yang aku
gunakan waktu itu?" tanya Liong Giok-po lagi.
"Pedang wujud naga!"
Baru selesai Siang Hu-hoa menjawab, tahu-tahu dalam
genggaman Liong Giok-po telah bertambah dengan sebilah
pedang.
Bentuk pedang itu jauh berbeda dari bentuk pedang pada
umumnya, tubuh pedang jauh lebih sempit dengan punggung

578
senjata dipenuhi sisik seperti sisik naga, ketika berkilauan
dibawah cahaya lentera, sisik sisik itu nampak seperti hidup.
Berkilat sepasang mata Siang Hu-hoa, pelan pelan dia
mengangguk.
"Apakah sekarang saudara Siang masih ragu atau curiga?"
tanya Liong Giok-po kemudian.
"Tidak, tidak ada keraguan lagi" jawab Siang Hu-hoa seraya
menggeleng.
Sambil menyimpan kembali pedangnya, Liong Giok-po
berseru:
"Saudara Siang, kau sangat berhati-hati ketika bekerja"
"Karena masalah ini sangat serius, terpaksa aku harus
bersikap ekstra hati-hati"
"Benar, sebagai seorang manusia memang jauh lebih baik
bila berhati-hati, sebab sedikit saja kurang waspada, dia bakal
menyesal dikemudian hari"
Tampaknya dibalik perkataan itu masih terselip perkataan
lain.
Tapi Siang Hu-hoa tidak memperhatikan, katanya:
"Senjata bagi umat persilatan sama seperti nyawa sendiri,
kecuali nyawa sudah hilang, kalau tidak, tidak nanti senjata
andalannya akan dibiarkan terjatuh ke tangan orang lain"
"Bagiku, pedang wujud naga sama seperti nyawa ku
sendiri" Liong Giok-po segera berseru sambil menepuk
pedangnya, "entah sudah berapa kali senjata ini
menyelamatkan nyawaku"
"Oleh sebab itu bila menginginkan pedang itu, orang harus
membunuhmu terlebih dulu?" sambung Siang Hu-hoa.
Liong Giok-po tertawa tergelak.

579
"Hahahaha......tepat sekali" sahutnya,
"memang orang harus berbuat begitu"
"Aku rasa tidak banyak jumlah jagoan yang sanggup
menghabisi nyawamu"
"Mungkin jumlahnya cukup banyak, hanya saja, hingga
sekarang aku belum sempat menjumpainya"
"Orang yang punya kemampuan untuk membunuhmu,
rasanya tidak mungkin akan menyaru sebagai dirimu bukan?"
"Itulah sebabnya kau memang tidak perlu mencurigai aku"
Perlahan-lahan Siang Hu-hoa mengalihkan sorot matanya
ke wajah Liong Giok-po, setelah mengamati sesaat dia
bertanya lagi:
"Mengapa wajahmu bisa berubah jadi begini rupa?"
"Menurut pendapatmu, apa yang menyebabkan terjadinya
hal ini?" Liong Giok-po balik bertanya sambil mengenakan
kembali topi bambunya.
"Akibat racun?"
"Tajam amat pandangan matamu!"
"Racun apa itu? Tampaknya sangat lihay"
"Bubuk lima racun ngo-tok-san!"
"Bubuk racun ngo-tok-san dari Tok tongcu si bocah racun?"
"Benar!" sahut Liong Giok-po sambil mengangguk, "selama
ini, orang yang terkena racun ngo-tok-san pasti akan tewas
secara mengenaskan, jadi aku terhitung sangat beruntung
karena berhasil mempertahankan nyawaku"
Siang Hu-hoa manggut manggut.
"Dia berhasil menghancurkan wajahku" kembali Liong Giokpo
berkata, "tapi aku minta selembar nyawanya sebagai

580
pengganti, aku pikir transaksi perdagangan ini tidak termasuk
kelewat rugi"
Tiba tiba dia menghela napas panjang, terusnya:
"Tapi aku sama sekali tidak mengira kalau raut wajahku
bakal berubah jadi begini rupa"
"Aku rasa hal semacam ini sudah tidak perlu terlalu
dipikirkan lagi"
"Banyak orang merasa keheranan, mereka tidak habis
mengerti kenapa aku masih punya keberanian untuk hidup
terus kendatipun wajahku telah berubah jadi begini buruk,
mereka tidak tahu........"
"Yaa, mereka tidak tahu kalau hidup sengsara jauh lebih
mendingan ketimbang harus mati" sambung Siang Hu-hoa
cepat.
Liong Giok-po segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa tergelak, raut muka anehnya kembali membuat
suasana serasa tercekam.
Siang Hu-hoa sendiripun tidak dapat menyembunyikan rasa
bergidiknya, tanpa sadar dia bersin berulang kali.
"Untung aku seorang lelaki" kembali Liong Giok-po berkata
sambil tertawa, "coba kalau aku seorang wanita, mungkin
sejak dulu sudah terjun ke sungai untuk menghabisi nyawa
sendiri"
"Aku rasa yang terpenting dari seorang manusia bukan
terletak pada wajahnya"
"Mungkin perkataanmu benar, tapi berapa banyak sih yang
benar benar bisa berpikir demikian?"
"Memang tidak banyak"

581
"Sekarang wajahku sangat buruk, sedemikian buruknya
hingga nyaris mirip setan bengis yang kabur dari dalam
neraka........."
Siang Hu-hoa tidak komentar, dia hanya membungkam diri.
"Aku rasa setan bengis yang kabur dari neraka jauh lebih
tampan ketimbang wajahmu itu!" nyaris perkataan ini
meluncur keluar dari mulut Nyo Sin.
"Sekarang, urusan identitas Liong kongcu sudah jelas"
timbrung Ko Thian-liok tiba tiba, "ini berarti sudah tidak ada
masalah lain yang mengganjal, bagaimana kalau sekarang kita
berbicara ke soal pokok, urusan yang ada hubungannya
dengan warisan Jui Pak-hay"
Siang Hu-hoa menyatakan setuju.
Nyo Sin pun berpaling ke arah Liong Giok-po sambil
bertanya:
"Seberapa banyak yang Liong kongcu ketahui tentang
peristiwa ini?"
"Sedikit sekali" jawab Liong Giok-po, "aku hanya tahu dari
mulut petugas opas yang mengatakan bahwa Jui Pak-hay
telah mencantumkan namaku sebagai salah satu ahli waris
kekayaannya"
"Karena alasan itu maka kau segera datang kemari?"
"Jui Pak-hay merupakan hartawan paling kaya di wilayah
Kanglam, sedang aku sedang kehabisan uang belakangan ini,
masa aku tidak segera datang kemari setelah mendengar
kabar itu?"
"Apakah kau punya hubungan persaudaraan atau famili
dengan Jui Pak-hay?" kembali Nyo Sin bertanya.
"Sama sekali tidak punya hubungan apa apa"
"Kalau begitu kau adalah sahabat karibnya?"

582
"Aku hanya tahu kalau di wilayah Kanglam terdapat
seorang hartawan kaya raya seperti dia itu"
"Berarti kalian belum pernah bersua muka?"
"Pernah, dua kali"
"Di mana?"
"Kalau tidak salah ingat, terjadi ditengah jalan"
"Darimana kau bisa tahu kalau dia adalah Jui Pak-hay?"
"Pertama kali bersua, kebetulan aku sedang jalan bersama
beberapa orang teman"
"Berarti dari antara teman temanmu itu ada yang kenal
dengannya?"
"Benar"
"Dari teman temanmu itulah kau baru tahu tentang Jui Pakhay?"
"Benar"
"Selain itu, berarti kalian sama sekali tidak punya hubungan
apa apa?"
"Tidak ada"
"Kalau begitu aneh sekali, kenapa dia menunjukmu sebagai
salah satu ahli waris harta kekayaannya?"
"Aku sendiripun keheranan, justru karena itu aku khusus
datang kemari untuk mencari tahu"
"Oooh....?"
"Persoalan itulah yang menjadi penyebab utama
kehadiranku hari ini" kata Liong Giok-po lebih jauh, setelah
berhenti sejenak, terusnya, "dalam surat wasiat yang
ditinggalkan Jui Pak-hay, sebenarnya apa yang dia katakan?"

583
"Dalam surat wasiatnya tertulis sangat jelas, bahwa setelah
kematiannya maka seluruh harta kekayaan yang dimilikinya
diwariskan kepada tiga orang, masing masing memperoleh
bagian yang sama"
"Siapa dua orang yang lain?"
Untuk sesaat Nyo Sin tidak mampu menjawab pertanyaan
itu, untung Siang Hu-hoa segera menimpali:
"Mereka adalah Cu Hiap dan Wan Kiam-peng!"
"Mereka berdua adalah sahabatku, sahabatku yang paling
akrab" Liong Giok-po menjelaskan.
"Dan mereka semua sudah mati?" sambung Nyo Sin.
"Benar" Liong Giok-po mengangguk. "Cu Hiap mati karena
sakit pada dua, tiga tahun berselang?"
"Betul"
"Sedang Wan Kiam-peng tewas dibokong musuhnya pada
tujuh, delapan bulan berselang?" lanjut Nyo Sin.
"Benar"
"Mengenai penyebab kematian mereka berdua, apakah kau
ada tambahan keterangan yang perlu disampaikan?"
"Cu Hiap memang betul betul mati lantaran sakit, dalam hal
ini aku berani memastikan, sebab saat itu kami beberapa
orang sahabatnya menunggui dia disamping pembaringan"
"Lalu bagaimana mengenai kematian Wan Kiam-peng?"
"Tentang terbunuhnya dia, aku kurang jelas jadi tidak bisa
berkomentar"
"Menurut hasil penyelidikan kami, setiap tanggal satu dan
tanggal lima belas, dia pasti akan mendatangi kuil Hui-lay-si di
selatan kota untuk makan hidangan tidak bernyawa......"

584
"Hidangan tidak bernyawa yang diolah Biau-jiu hwesio
memang luar biasa lezatnya"
"Jadi kaupun mengetahui kebiasaannya itu?" desak Nyo Sin
lebih jauh.
"Tentu saja tahu"
Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Aku bahkan masih tahu kalau dia mati dibunuh orang
sekembalinya makan hidangan berpantang, mati ditusuk
pedang dari belakang punggungnya"
"Apa lagi yang kau ketahui?"
"Hanya itu saja yang kuketahui"
"Kau juga kenal dengan musuh besarnya itu?"
"Sebagian besar kenal"
"Ada berapa banyak sih orang yang pingin menghabisi
nyawanya?"
"Semua musuh besarnya amat membenci dia, sedemikian
benci hingga merasuk ke tulang sumsum, semua orang
berniat menghabisi nyawanya"
"Menurut analisamu, siapa yang kira kira paling
mencurigakan?"
"Semua orang patut dicurigai"
"Diantara sekian banyak musuh besarnya, apakah ada yang
mempunyai hubungan erat dengan para pewaris harta
kekayaan Jui Pak-hay?"
"Rasanya tidak ada!"
"Sahabat karibnya?" desak Nyo Sin lebih jauh.
"Ada"
"Siapa?"

585
"Aku!"
"Maksudku selain kau?"
"Sudah tidak ada lagi" Liong Giok-po tertawa ringan,
lanjutnya, "bukankah pewaris harta kekayaan Jui Pak-hay
hanya aku, Cu Hiap dan Wan Kiam-peng? Karena Cu Hiap
sudah mati duluan, otomatis hanya aku seorang yang punya
hubungan dengan dirinya"
Nyo Sin mendengus dingin dan tidak berkata lagi.
Setelah hening sesaat, Liong Giok-po kembali berkata:
"Bagaimana sih cara pembagian warta warisan Jui Pakhay?"
"Di dalam surat wasiatnya Jui Pak-hay telah menulis
semuanya itu secara jelas" ujar Ko Thian-liok, "dia bilang,
sepeninggal dirinya maka semua harta kekayaannya dibagi
rata antara kau, Cu Hiap dan Wan Kiam-peng........"
"Seandainya ada satu diantara ke tiga orang itu mati
duluan?" tukas Liong Giok-po.
"Maka haknya akan jatuh ke tangan anak cucu orang itu"
"Berarti bila kami bertiga keburu mati duluan, maka harta
warisan itu akan dibagi rata diantara anak cucu kami bertiga?"
"Benar"
'Tapi Cu Hiap tidak pernah berkeluarga......."
'Berarti bagiannya akan dibagi rata antara anak cucumu
dan anak cucu Wan Kiam-peng" Ko Thian-liok menjelaskan.
"Wan Kiam-peng tidak pernah berkeluarga, dia selalu hidup
sebatang kara, tidak punya bini tidak punya keturunan"
"Itu berarti semua warisannya akan jatuh ke tanganmu
atau anak cucumu"

586
"Kebetulan sekali aku pun sama seperti mereka, tidak
punya keturunan" kata Liong Giok-po sambil tertawa.
"Tapi kau toch masih hidup"
"Memangnya seluruh harta warisan dari Jui Pak-hay akan
diserahkan kepadaku seorang?" Liong Giok-po mencoba
menegaskan.
"Tepat sekali!"
Mula mula Liong Giok-po agak tertegun, kemudian serunya
sembari tertawa tergelak:
"Hahahaha.....untungnya sekarang aku baru mengetahui
persoalan ini, kalau tidak, orang pasti akan curiga kalau
kematian ke dua orang itu ada sangkut pautnya dengan
diriku"
Ko Thian-liok tertawa.
Setelah hening sejenak, kembali Liong Giok-po bertanya:
"Seandainya aku pun sudah mati, lalu bagaimana cara
untuk menyelesaikan harta warisan dari Jui Pak-hay ini?"
"Maka semua harta kekayaannya akan diserahkan kepada
sahabat karibnya ......" sambung Ko Thian-liok.
Belum sempat dia menyebut nama, sorot mata Liong Giokpo
sudah dialihkan ke wajah Siang Hu-hoa sembari bertanya:
"Apakah Siang Hu-hoa, saudara Siang?"
"Tepat sekali. Jadi kaupun tahu kalau mereka adalah
sahabat karib?"
"Tentu saja tahu"
"Saudara Siang sendiripun baru sehari berselang membaca
surat wasiat dari Jui Pak-hay itu"
"Benarkah begitu?" kalau didengar dari nada suaranya, dia
seakan kurang begitu percaya dengan kejadian ini.

587
Siang Hu-hoa bukan orang bodoh, tentu saja dia dapat
menangkap maksud tersebut, segera ujarnya:
"Jadi kau curiga akulah yang telah membunuh Cu Hiap dan
Wan Kiam-peng?"
"Tidak, tidak pernah ada pikiran semacam itu" sangkal
Liong Giok-po, kemudian setelah tertawa terusnya, "tidak bisa
disangkal Cu Hiap mati lantaran sakit, sedangkan Wan Kiampeng,
semisal saudara Siang menghendaki nyawanya, dengan
kemampuan ilmu silat yang kau miliki rasanya tidak perlu
membokong dari belakang" Siang Hu-hoa hanya tertawa
hambar.
Setelah menghela napas panjang kembali Liong Giok-po
berkata:
"Aku merasa tidak semestinya Jui Pak-hay meninggalkan
surat wasiat seperti ini"
"Oya?"
"Surat wasiat tersebut tidak seharusnya ditulis dengan cara
begini"
"Lalu mesti ditulis dengan cara apa?" tanya Siang Hu-hoa.
"Seharusnya dibalik"
"Oooh... bagaimana terbaliknya?"
"Begini, dalam surat wasiat itu seharusnya ditulis bahwa
seluruh harta kekayaan miliknya akan diwariskan kepada
saudara Siang jika dia meninggal, bila ada sesuatu hal yang
terjadi dengan saudara Siang, warisan itu baru dibagi merata
antara aku, Wan Kiam-peng dan Cu Hiap"
"Benarkah?"
"Dengan ditulis begitu, paling tidak saat ini aku tidak akan
terancam bahaya maut"

588
"Oooh, jadi kau takut aku mencelakaimu gara gara warisan
dari Jui Pak-hay itu?"
"Benar, aku sangat kuatir"
"sayangnya harta kekayaan itu masih belum kupandang
sebelah mata pun" ujar Siang Hu-hoa sambil tertawa hambar.
"Sebenarnya seberapa banyak harta kekayaan yang akan
diwariskan itu?" mendadak Liong Giok-po bertanya.
Cepat-cepat Nyo Sin menjawab: "Semuanya terdiri dari
tujuh buah peti besi yang masing masing berisi mutu
manikam, intan permata, emas dan perak serta puluhan jenis
benda mestika yang tidak ternilai harganya"
Ketika mendengarkan penjelasan itu, Liong Giok-po sama
sekali tidak menunjukkan reaksi apa pun. Padahal jumlah
harta karun yang disebutkan itu merupakan sebuah nilai yang
luar biasa, cukup membuat orang saling membunuh untuk
mendapatkannya.
Agaknya Siang Hu-hoa memperhatikan terus semua
perubahan sikap Liong Giok-po, serunya tiba tiba:
"Aku lihat kekayaan yang luar biasa itu sama sekali tidak
kau pikirkan dihati?"
"sayang bagiku, harta karun seperti itu sudah tidak cukup
untuk merangsang hawa napsu ku" jawab Liong Giok-po
sambil tertawa.
"Tanpa sebab yang jelas, kau peroleh hibah sedemikian
besarnya, masa sedikitpun tidak gembira?" sela Nyo Sin.
"Untuk merasa kuatir saja masih belum sempat, mana ada
waktu untuk menikmati kegembiraan ini?"
"Jadi kau benar benar merasa kuatir?"
"Memangnya aku sedang berbohong?"

589
"Dengan cara apa rasa takut itu baru bisa hilang dari
perasaanmu?"
"Cukup membalikkan urutan penerima warisan itu dari
pewaris utama menjadi pewaris cadangan"
"Hanya sebuah cara saja?"
"Benar!"
"Untuk mewujudkan harapanmu itu terkecuali Jui Pak-hay
hidup kembali........" seru Nyo Sin.
"Jika Jui Pak-hay hidup lagi, aku malah tidak usah
menerima warisan harta kekayaannya lagi"
Dengan sorot mata yang tajam tidak tahan Nyo Sin
mengawasi orang itu lekat-lekat, lama kemudian ia baru
berkata lagi:
"Kau benar benar kuatir kalau...... kalau Siang tayhiap
bakal membunuhmu?"
"Yaa, sangat kuatir!" jawaban Liong Giok-po masih tetap
sama seperti jawaban semula.
"Memangnya saudara Siang adalah manusia type begitu?"
timbrung Ko Thian-liok tiba tiba.
"Tentu saja akupun berharap dia bukan manusia macam
begitu"
"Kau seolah mempunyai pandangan antipatik terhadap
dirinya?"
Liong Giok-po tidak menyangkal, tapi diapun tidak bicara.
"Apakah persoalan ini lantaran masalah kejiwaan?"
"Semoga saja memang karena masalah kejiwaan, selama
aku tetap hidup aman dan selamat sebelum kuterima harta
warisan itu, kalau tidak, jangan harap dia bisa lolos dari
kecurigaan ini"

590
Tanpa terasa sorot mata Ko Thian-liok dan Nyo Sin
bersama-sama dialihkan ke wajah Siang Hu-hoa.
Siang Hu-hoa sama sekali tidak memberikan pernyataan
apa pun.
"Orang yang mampu membunuhku hanya dia seorang"
kembali Liong Giok-po berkata, "sementara orang yang akan
peroleh keuntungan dengan kematianku juga hanya dia
seorang" Siang Hu-hoa tertawa hambar. "Dunia persilatan
ibarat gua macan sarang naga, mana mungkin hanya aku
seorang yang mampu membunuhmu, apalagi harta kekayaan
yang dimiliki Jui Pak-hay sama sekali tidak kupandang sebelah
mata pun"
"Kau pandang atau tidak, toch hanya kau seorang yang
tahu?" jengek Liong Giok-po.
Hampir semua perkataan yang dia ucapkan seolah tertuju
langsung kepada Siang Hu-hoa, dia seakan merasa sangat
tidak leluasa dengan kehadiran orang itu.
Tapi Siang Hu-hoa tidak menanggapi, sikapnya seakan
tidak pernah terjadi suatu peristiwa apapun disitu, dia pun
tidak membantah ataupun berusaha berdebat.
Terdengar Liong Giok-po berkata lebih jauh: "Sejujurnya,
akupun tidak merasa aneh seandainya saudara Siang tidak
memandang sebelah matapun atas harta kekayaan dari Jui
Pak-hay, sebab siapa tahu kemampuan saudara Siang dalam
mencari duit jauh lebih lihay ketimbang Jui Pak-hay, tentu
saja nilai segitu tidak dianggap sebelah mata olehnya" Siang
Hu-hoa tetap tidak berbicara. Dalam pada itu sorot mata Ko
Thian-liok dan Nyo Sin telah dialihkan ke wajah mereka
berdua, dari balik sinar matanya terpancar perasaan heran
dan ragu yang sangat tebal.
Sikap maupun cara berbicara Siang Hu-hoa dan Liong Giokpo
memang sangat aneh.

591
Baru saja Ko Thian-liok ingin bertanya, Liong Giok-po telah
berkata kepadanya:
"Kini, setelah identitasku terbukti tidak ada masalah,
semestinya pelaksanaan penyerahan harta warisan bisa segera
dilakukan bukan?"
"Benar"
"Sekarang apakah aku boleh segera memeriksa harta karun
yang diwariskan Jui Pak-hay kepadaku?"
"Sekarang?" tanya Ko Thian-liok tercengang.
"Yaa, sekarang!"
"Kau tahu sekarang sudah larut malam" teriak Nyo Sin
lantang, "lebih baik dilaksanakan besok saja"
Liong Giok-po seperti ingin membantah, tapi akhirnya
sambil tertawa dia berkata:
"Baiklah, cepat atau lambat toch barang barang itu sudah
menjadi milikku, baiklah, besok pagi baru kita periksa"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ia bertanya:
"Harta karun itu disimpan di mana sekarang?"
"Dalam perpustakaan Ki-po-cay"
"Setahuku, dia bukan seseorang yang ceroboh dalam
melakukan pekerjaan"
"Kau kira harta karun itu diletakkan di sembarangan
tempat?" seru Nyo Sin.
"Memangnya bukan?"
"Tentu saja bukan, semua harta karun itu disimpannya
didalam ruang bawah tanah, ruang rahasia itu terletak di
bawah perpustakaan"
"Dia menyimpan harta karun itu di ruang bawah tanah?"

592
"Benar"
"Pintu masuk menuju ke ruang bawah tanah itu pasti
sangat rahasia?"
"Tentu saja"
"Biar serahasia apa pun, asal punya waktu yang cukup
pada akhirnya akan terbongkar juga"
"Kau tidak usah kuatir, pintu rahasia itu dilengkapi dengan
alat perangkap yang sangat lihay, bila tidak menguasahi
rahasia itu, siapa pun pasti akan mampus bila berani
menerobos masuk ke situ"
"Kalau begitu kita matikan dulu semua alat perangkap itu"
"Kau anggap gampang untuk mematikan alat perangkap
itu?"
"Memangnya kenapa?"
"Kau tahu, Jui Pak-hay itu murid siapa?"
"Memangnya siapa?"
"Hian kicu, dia seorang ahli tehnik yang sangat mahir
membuat alat perangkap, sementara Jui Pak-hay adalah murid
andalannya, kau anggap dia tidak mewarisi seluruh
kepandaian perguruannya?"
"ehmmm, dia pasti sudah mewarisi semua kepandaian
gurunya" Liong Giok-po mengangguk, "kalau begitu alat
perangkap yang dipasang Jui Pak-hay di ruang bawah tanah
pasti luar biasa lihaynya"
Walaupun dalam hati kecilnya Nyo Sin tetap merasa sangsi,
namun dia mengangguk juga
berulang kali.
"Yaa, memang sangat hebat, sangat mengerikan"
"Selama ini alat jebakan tersebut dibiarkan berjalan terus?"

593
"Kalau tidak dibiarkan berjalan terus, buat apa mesti
dilengkapi alat perangkap seperti itu?"
"Berarti kalian sudah pernah memasuki ruang rahasia itu?"
seru Liong Giok-po lagi.
"Benar"
"Kenapa kalian bisa masuk ke situ?" tanya Liong Giok-po
keheranan.
"Kesemuanya ini berkat bantuan dari saudara Siang" Nyo
Sin menjelaskan sambil berpaling ke arah lelaki itu.
"Benarkah?"
"Saudara Siang dengan Jui Pak-hay adalah sahabat karib,
tentu saja diapun cukup luas pengetahuannya tentang alat
perangkap"
"Ketika meninggalkan ruang rahasia itu, apakah semua alat
perangkap dijalan kembali seperti sedia kala?"
Nyo Sin mengangguk, baru saja dia hendak mengucapkan
sesuatu, Liong Giok-po telah berkata lagi:
"Apakah kalian pun menempatkan penjaga diluar bangunan
perpustakaan itu?"
"Benar"
Liong Giok-po segera berpaling ke arah Siang Hu-hoa,
dengan nada penuh selidik dia bertanya:
"Selama berapa hari ini dimana saudara Siang berada?"
"Sebagian besar waktu berada dalam perpustakaan itu"
"Mau apa kau mengendon terus disitu?" teriak Liong Giokpo
tanpa sadar. "Melacak kasus ini"
"Hmmm, sejak kapan saudara Siang bergabung dengan
alat negara dan menjadi seorang opas? Kenapa tidak ada
kabar beritanya di dalam dunia persilatan?"

594
"Aku bukan opas, akupun tidak bergabung dengan alat
negara" bantah Siang Hu-hoa. Ko Thian-liok segera menimpali
pula: "kehadiran saudara Siang kali ini adalah atas undangan
dari Jui Pak-hay, tapi sewaktu dia tiba disini, Jui Pak-hay
sudah keburu mati, sebab kematiannya aneh dan penuh
misteri, bahkan sampai sekarang pun duduknya perkara belum
terungkap, maka dia tetap tinggal disini untuk membantu kami
menyingkap tabir rahasia ini"
"Memangnya tidak punya tujuan lain?" sindir Liong Giok-po.
Pertanyaan ini hanya bisa dijawab Siang Hu-hoa seorang,
namun lelaki itu sama sekali tidak menunjukkan reaksinya.
Dengan sorot mata yang tajam Liong Giok-po mengawasi
terus wajah Siang Hu-hoa, tiba tiba tanyanya lagi:
"Saudara Siang, sebenarnya karena apa kau bersedia
menjual tenaga bagi kasus ini?"
"Karena Jui Pak-hay pernah jadi sahabatku" jawab Siang
Hu-hoa hambar.
"Aku tahu, kalian memang pernah jadi sahabat karib"
Siang Hu-hoa manggut-manggut.
"Akupun tahu" sambung Liong Giok-po lebih jauh, "bahwa
kalian sudah bentrok sejak tiga tahun berselang dan sejak itu
kalian tidak pernah berhubungan lagi"
"Hmmm, kelihatannya tidak sedikit yang kau ketahui" seru
Siang Hu-hoa sambil tertawa dingin.
"Benar, memang tidak sedikit yang aku tahu"
"Apakah kau pun tahu kalau dia pernah menyelamatkan
jiwaku, dan sampai sekarang aku belum menemukan
kesempatan untuk membayar hutang budi itu?"
"Kalau soal ini mah aku baru mendengar pertama kali ini"
jawab Liong Giok-po, setelah tertawa sinis, lanjutnya,

595
"sesungguhnya alasan semacam ini memang merupakan
sebuah alasan yang amat jitu dan baik"
Jelas dibalik ucapan tersebut masih mengandung arti yang
lain.
Tapi Siang Hu-hoa tidak menanggapi, menggubris pun
tidak.
Dengan mata berkedip kedip kembali Liong Giok-po
berseru:
"Waaah, setelah mendengar semua keterangan ini, aku jadi
tidak lega hati sebelum pergi melakukan peninjauan sendiri"
Ko Thian-liok termenung sebentar, lalu sahutnya:
"Kalau memang kau sudah ditetapkan menjadi ahli waris
semua harta kekayaan milik Jui Pak-hay, tentu saja kau
berhak untuk meninjau harta kekayaan itu, meskipun saat ini
kurang leluasa rasanya, tapi jika kau bersikeras ingin
melihatnya sekarang juga, aku rasa permintaanmu tidak bisa
kutampik lagi"
"Hahahaha....."Liong Giok-po tertawa
tergelak, "orang bilang Ko thayjin sangat adil, ternyata
berita ini tidak keliru"
0-0-0
Bab 32.
Tujuh peti harta karun.
Ko Thian-liok tertawa hambar.
"Bagaimana pun juga sekarang toh tidak ada urusan lain,
biar akupun ikut serta dalam peninjauan ini" katanya.

596
Liong Giok-po tampak tertegun ketika mendengar ucapan
tersebut.
Nyo Sin yang berdiri disampingnya ikut terperanjat, buruburu
cegahnya sembari menggoyangkan tangannya berulang
kali:
"Tayjin, jangan turut ke sana, jangan turut ke sana"
"Kenapa tidak boleh ikut?"
"Ruang bawah tanah itu dipenuhi alat jebakan yang sangat
mengerikan, setiap saat jiwa kita terancam bahaya, tayjin
adalah seorang pejabat tinggi, buat apa mesti turut
mempertaruhkan nyawa untuk mengunjungi tempat semacam
itu?"
"Aku justru pingin menambah pengalaman khususnya
dalam menghadapi alat perangkap itu" sahut Ko Thian-liok
sambil tertawa.
"Tentang ini.........."
"Apalagi ada saudara Siang yang menampingi aku" tukas
Ko Thian-liok lagi, "biar ada bahaya pun aku rasa tidak akan
sedemikian gawatnya bahaya itu"
"Tentang ini......."
"Sudah, jangan ini itu terus, cepat sampaikan perintahku,
suruh orang siapkan tandu"
Jawaban itu diutarakan sangat tegas.
Terpaksa Nyo Sin menganggukkan kepalanya:
"Terima perintah!"
Kembali Ko Thian-liok berpesan:
"Lebih baik gunakan tandu biasa, jangan sampai
mengejutkan khalayak ramai"
"Berapa orang yang akan dibawa?"

597
"Apakah Tu Siau-thian sudah kembali?" Ko Thian-liok balik
bertanya.
"Sewaktu Liong kongcu muncul disini, hamba telah
mengutus orang untuk memanggilnya tapi dia belum kembali,
entah kalau sekarang"
"Kalau begitu kirim orang untuk memanggilnya, jika dia
belum juga kembali, kau dan Yau Kun berdua saja yang ikut
aku"
Nyo Sin kembali menyahut dan segera mengundurkan diri
dari ruangan.
Memandang bayangan punggung Nyo Sin yang menjauh,
Ko Thian-liok termenung sejenak lalu gumamnya:
"Aneh benar Tu Siau-thian ini, entah ke mana dia telah
pergi?"
"Mungkin dia benar-benar telah berhasil melacak suatu titik
terang" sahut Siang Hu-hoa.
"Seandainya benar begitu, dia sudah sepantasnya kalau
dihubungi”
"Atau bisa jadi dia menemukan titik jejak ditengah jalan
dan mesti dikuntit terus, maka dia pergi tanpa sempat
memberi kabar terlebih dulu"
"Kalau melacak sesuatu seorang diri, nyawanya gampang
terancam, biarpun dia berhasil menemukan sesuatu, kalau
sampai terjadi hal yang tidak diinginkan, apalah gunanya hasil
penemuan itu?"
"Selama ini opas Tu selalu bertindak sangat hati hati, aku
yakin dalam tindakannya kali ini dia bisa lebih berhati hati lagi"
"Justru yang aku kuatirkan adalah biar sudah berhati hati
pun tidak ada gunanya"
Sesudah berhenti sejenak, kembali ujarnya:

598
"Kita semua harus sadar, tersangka yang sedang kita
hadapi kali ini bukanlah tersangka biasa"
"Tapi masalahnya sudah berkembang jadi begini rupa, biar
kita mau kuatir pun rasanya percuma saja......"
Ko Thian-liok menghela napas panjang dan manggutmanggut.
Siang Huhoa juga tidak berbicara lagi, dia buang
pandangan matanya ke luar jendela.
Malam hari sudah semakin kelam, saat itu meski hujan
telah berhenti namun hembusan angin masih terasa kencang.
Perlahan-lahan awan gelap mulai tersingkirkan, rembulan
pun muncul kembali dari balik awan.
Siang Huhoa hanya berharap peristiwa pembunuhan ini
mulai menunjukkan titik terang, selangkah demi selangkah
masalahnya makin terkuak.
Benarkah Tu Siau-thian telah menemukan sesuatu yang
luar biasa?
Siang Huhoa tidak dapat menjawab pertanyaan itu, lalu
siapa yang bisa menjawabnya?
Hanya satu orang!
0-0-0
Tu Siau-thian memang berhasil menemukan sesuatu.
Sayangnya, penemuan sehebat apapun yang berhasil dia
kumpulkan, saat ini sudah tidak mungkin bisa dibawa pulang
lagi.

599
Peristiwa ini bukannya mulai menunjukkan titik terang
seperti apa yang diduga Siang Huhoa, sebaliknya justru
bertambah rumit dan bertambah kacau.
Terutama ketika Siang Huhoa balik lagi ke perkampungan
Ki-po-cay, kepalanya semakin dibikin pusing lagi oleh masalah
yang harus dihadapi.
Dalam perkampungan Ki po cay kembali terjadi peristiwa
besar.
Peristiwa besar itu justru terjadi di dalam ruang rahasia di
bawah perkampungan Ki po cay.
Alat perangkap yang ada dalam ruang bawah tanah itu
semuanya masih berjalan normal, tapi ketika mereka
memasuki ruang rahasia tersebut, seluruh harta karun yang
semula memenuhi ruangan, kini hilang lenyap tidak berbekas.
Lenyap dengan begitu saja bagaikan gumpalan asap.
Seluruh perlengkapan dan alat jebakan yang terpasang
dalam ruang rahasia itu tidak menunjukkan ada masalah.
Ketika dengan sepenuh tenaga Siang Hu-hoa
menggetarkan tombol rahasia di balik dinding ruangan, ke dua
pintu rahasia yang bergantungkan ukiran Mi lek Hud dan
Kwan-im bertangan seribu itu segera terbuka bersama-sama.
Ketika dia mendorong lengan Kwan-im bertangan seribu ke
atas maka dari balik mata patung itu segera meloncat keluar
dua buah biji matanya.
Sepasang biji mata yang sebenarnya terbuat dari bahan
baja.
Tidak lama kemudian berkumandanglah suara mencicit
seperti suara serombongan tikus yang sedang mengunyah
bangkai, suara itu timbul dari balik lorong rahasia.

600
Tidak ada rombongan tikus yang muncul disitu, suara
tersebut berasal dari suara gesekan alat rahasia yang
mengendalikan buka tutupnya pintu-pintu dalam ruangan.
Setelah mendapat pengalaman satu kali, kali ini Siang
Huhoa dapat menghadapi semuanya dengan lebih gampang.
Setelah suara aneh itu bergema lewat, diapun melangkah
masuk ke balik pintu rahasia.
Tidak ada hujan panah, tidak ada juga hujan pisau terbang.
Sama seperti tempo hari, semua alat rahasia berjalan
lancar dan tidak menunjukkan gejala yang aneh.
Nyo Sin merupakan orang ke dua yang melangkah masuk
ke dalam ruang rahasia.
Dia berjaga-jaga didepan Ko Thian-liok, dalam keadaan
begini, biar nyalinya agak kecil pun terpaksa harus tampil
dengan membesarkan keberaniannya.
Apalagi dia tahu Siang Huhoa mengikuti di belakangnya,
sedikit banyak keselamatan jiwanya agak terjamin.
Liong Giok-po merupakan orang ke tiga yang masuk, dia
melangkah sangat hati-hati, mengikuti ketat persis di belakang
Nyo Sin.
Tidak ada orang yang bisa menyaksikan mimik mukanya,
selama ini topi bambu dan kain kerudung wajahnya memang
tidak pernah dilepaskan lagi.
Padahal biarpun dia lepaskan kain kerudungnya, sulit juga
bagi orang lain untuk membedakan perubahan wajahnya.
Sambil melangkah masuk ke dalam ruangan, pujinya:
"Sungguh hebat alat perangkap yang dipasang disini"
Nyo Sin hanya mengiakan, sementara Siang Huhoa tidak
memberi pernyataan apa pun, dia masih melanjutkan
langkahnya.

601
Pertanyaan yang diajukan Liong Giok-po tadi sesungguhnya
memang ditujukan kepada Siang Huhoa, tapi melihat lelaki itu
tidak menunjukkan reaksi apa-apa, dia pun memperkeras
suaranya:
"Saudara Siang, sudah kau dengar pertanyaanku?"
"Ooh, rupanya kau sedang bicara padaku?"
"Benar"
"Bukankah komandan Nyo sudah mewakili aku untuk
menjawabnya?"
"Masih ada yang ingin kutanyakan"
"Kalau begitu katakan saja" jawab Siang Huhoa sambil
menghentikan langkahnya.
"Kita bisa berbicara sambil melanjutkan perjalanan"
"Sayang aku tidak memiliki nyali sebesar itu"
"Oya?"
"Aku belum menguasai penuh atas alat perangkap yang
terpasang disini, sewaktu berbicara, perhatianku pasti akan
bercabang, kalau sampai salah melangkah, kita beberapa
orang bakal celaka disini"
Belum sempat Liong Giok-po berbicara lagi, Nyo Sin yang
sudah berjalan mendahului ke dua orang itu segera berteriak
keras:
"Kalau ada yang mau dibicarakan lebih baik dibicarakan
nanti saja, jangan main-main dengan alat perangkap yang
dibuat Jui Pak-hay"
"Tampaknya kau seperti sudah mengetahui kehebatan dari
alat perangkap ini?" ejek Liong Giok-po sambil tertawa.
"Tentu saja aku tahu:

602
"Memangnya pernah merasakan kehebatan alat perangkap
itu?"
"Tempo hari aku nyaris dihajar hujan panah yang
ditembakkan alat perangkap itu, tubuhku nyaris berubah
menjadi landak"
"Lalu berapa batang anak panah yang bersarang
ditubuhmu?"
"Satu pun tidak ada"
"Waah, hebat sekali kepandaianmu!"
"Bukan aku yang hebat, coba kalau bukan saudara Siang
yang menarikku tepat pada saatnya, mungkin badanku sudah
menjadi separuh landak"
"Mangkanya kau hanya mengintil terus kali ini?"
"Aku........"
"Hahaha.... ternyata kau memang orang pintar" kembali
Liong Giok-po mengejek sambil tertawa tergelak.
Nyo Sin segera membungkam diri dalam seribu basa,
sementara Liong Giok-po juga tidak berkata apa-apa lagi, dia
hanya menengok ke arah Siang Hu-hoa.
"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan kepadaku?" Siang
Huhoa segera menegur.
"Sebenarnya bukan apa apa, aku hanya ingin tahu
darimana kau pelajari ilmu jebakan? Kenapa kau seperti begitu
hapal dengan alat perangkap yang terpasang disini?"
"Siapa bilang aku hapal?"
"Bukankah sekarang kau bisa membuka pintu rahasia itu
secara mudah, mematikan semua alat perangkap dan masuk
kemari secara bebas?"
"Kenyataan memang begitu"

603
"Kalau tidak hapal, kenapa bisa masuk secara mudah?"
"Tampaknya kau telah melupakan sesuatu"
"Soal apa?"
"Bukankah pernah kubilang, kami pernah berkunjung
kemari satu kali?"
Kemudian setelah tertawa dingin katanya lagi:
"Dengan pengalaman satu kali, bila datang untuk kedua
kalinya segala sesuatu pasti akan lebih gampang lagi"
"Benarkah begitu?"
"Apa lagi yang ingin kau ketahui?"
"Sejak awal hingga sekarang sudah berapa kali kau masuk
kemari?" kembali Liong Giok-po bertanya.
"Termasuk kali ini, aku sudah dua kali memasuki tempat
ini"
"Maksudmu setelah masuk pertama kali dulu, kau tidak
pernah memasuki tempat ini lagi?"
"Tidak pernah"
"Selama beberapa hari tinggal di perkampungan Ki po cay,
masa kau tidak melakukan penyelidikan lagi terhadap ruang
bawah tanah ini?"
"Tidak"
"Memangnya kau anggap ruang bawah tanah ini tidak ada
yang patut dicurigai?"
"Bukan begitu"
"Lalu apa alasannya?"
"Selama beberapa hari ini Ko tayjin tidak punya waktu,
opas Nyo dan opas Tu juga tidak punya waktu senggang"

604
Ko Thian-liok yang berdiri di belakang mereka segera
menimpali:
"Kenyataan memang demikian, selama beberapa hari
terakhir di dalam kota telah terjadi lagi beberapa kasus yang
harus kami tangani sendiri, jadi aku tidak punya waktu untuk
melakukan penyelidikan, begitu juga halnya dengan opas Nyo
dan opas Tu"
"Lalu apa hubungannya soal ini dengan kehadiran
mereka?"
"Jelas sangat besar, ruangan ini dipenuhi harta karun yang
tidak ternilai harganya, tanpa didampingi pejabat negara,
siapa yang berani memasukinya secara sembarangan?"
"Oooh, jadi kau berusaha menghindari tuduhan dan
kecurigaan?"
"Benar"
"Selama beberapa hari berdiam di perkampungan Ki po
cay, apakah ada petugas negara yang mendampingi mu?"
kembali Liong Giok-po bertanya.
"Ada!"
"Selama beberapa hari ini aku selalu mendampingi Siang
tayhiap" Yau Kun yang mengikuti dipaling belakang segera
menyahut.
"Menjalankan perintah?" desak Liong Giok-po.
Perasaan jengah dan kikuk segera menghiasi wajah Yau
Kun, dia tidak menjawab.
Membungkam sama artinya dengan mengakui.
"Melaksanakan perintah siapa?" desak Liong Giok-po lebih
jauh.
Yau Kun tetap tidak menjawab, maka Nyo Sin yang
menjawab:

605
"Semua ini atas usul Tu Siau-thian, dia menganggap cara
begini lebih baik dan sesuai"
"Jadi maksudmu dia tidak percaya dengan Siang Huhoa?"
"Dalam menghadapi kasus macam apa pun, sebelum
duduknya persoalan jadi jelas, kita memang tidak boleh
percaya kepada siapa pun"
"Tampaknya rasa curigamu amat besar"
"Paling tidak kau berapa kali lipat lebih hebat daripada
diriku"
Liong Giok-po tertawa hambar, kembali tanyanya:
"Apakah pihak kerajaan mengutus petugas untuk menjaga
sekeliling ruangan ini?"
"Ada empat orang"
"Bagaimana cara mereka menjaga?"
"Mereka bertugas secara bergilir, siang malam tidak pernah
meninggalkan ruangan ini barang selangkah pun"
"Bagaimana kemampuan orang orang itu?"
"Biarpun kepandaian silat mereka bukan termasuk yang
paling baik, namun ke empat orang itu merupakan anak
buahku yang terpandai"
"Bagaimana kalau mereka dibandingkan Yau Kun?" Liong
Giok-po bertanya lebih jauh.
"Tentu saja Yau Kun jauh lebih hebat" Mendadak Liong
Giok-po tertawa tergelak, serunya:
"Moga moga saja mereka berlima sanggup mengawasi
terus semua gerak gerik Siang Huhoa"
Nyo Sin tidak menjawab, dia memang tidak tahu
bagaimana harus menanggapi perkataan itu, sebab bila harus
menjawab secara terus terang, dia memang tidak seratus

606
persen yakin dengan kemampuan yang dimiliki Yau Kun
berlima.
Tentu saja dia berpendapat begitu, karena dia pernah
menyaksikan kehebatan ilmu silat yang dimiliki lelaki itu.
Siang Hu-hoa tidak berbicara pula, dia hanya tertawa dingin
tiada hentinya.
Sekali lagi Liong Giok-po tertawa, ujarnya kepada Siang Huhoa:
"Dengan kemampuan yang Siang-heng miliki, sanggupkah
kau untuk menyingkirkan pengawasan dari ke lima orang itu?"
Siang Huhoa hanya tertawa dingin tanpa menjawab.
Melihat tiada jawaban dari lawannya, Liong Giok-po segera
menjawab sendiri pertanyaan itu:
"Tentu saja kau mampu melakukan hal itu, asal Siang-heng
ingin melakukannya, jangan lagi baru lima orang, biar lima
puluh orang pun aku percaya masih belum mampu untuk
mengawasi semua gerak geriknya"
Siang Huhoa tetap tidak menjawab, dia cuma tertawa
dingin.
"Sekarang, lebih baik kau berharap agar semua harta karun
itu masih tetap tersimpan dengan aman didalam ruang bawah
tanah" kembali Liong Giok-po berseru.
"Tentu saja aku berharap begitu"
"Kalau sampai hilang, aku jadi menguatirkan dirimu....."
"Kau tidak perlu merasa kuatir"
"Sebelum menyaksikan sendiri tumpukan harta karun itu,
aku tetap merasa kuatir"
Sekali lagi Siang Hu-hoa tertawa dingin, tanpa membuang
waktu lagi dia segera melangkah pergi.

607
0-0-0
Lorong itu panjangnya cuma dua kaki.
Hanya didalam berapa langkah Siang Hu-hoa sudah tiba
diujung lorong itu, kini dihadapannya adalah sebuah undakundakan
batu.
Undak-undakan itupun tidak terlalu panjang, hanya terdiri
dari tiga puluh anak tangga.
Ujung anak tangga merupakan sebuah pintu baru, pintu itu
dalam keadaan terbuka, cahaya lentera yang redup
menembus keluar dari balik pintu.
Siang Huhoa segera menuruni anak tangga dan masuk ke
balik pintu ruangan, tapi dengan cepat dia berdiri terkesima,
matanya terbelalak dan mulutnya melongo.
Padahal dia masih ingat dengan jelas, waktu itu mereka
tinggalkan ruang rahasia ini karena dari balik pintu sudah
terdengar suara gemerutuk yang aneh.
Bahkan dia masih ingat, ketika mereka baru saja
meninggalkan pintu ruangan, ke dua belah pintu batu itu
merapat dengan perlahan.
Kenapa pintu itu dalam keadaan terbuka sekarang?
Mengapa bisa begitu? Apa yang terjadi?
Atau mungkin kedua belah pintu waktu itu sudah dilengkapi
dengan waktu sehingga ketika sampai pada waktu tertentu
maka pintu tersebut secara otomatis akan terbuka, kemudian
ketika waktu sudah lewat, pintu itu secara otomatis menutup
kembali?

608
Atau mungkin diruang bawah tanah dia telah melengkapi
lagi dengan alat khusus sehingga ketika mereka melalui suatu
tempat tertentu, pintu itu secara otomatis membuka sendiri?
Dia tidak yakin akan hal itu, diapun tidak percaya kalau di
dunia ini benar-benar terdapat orang yang mampu membuat
peralatan secanggih ini.
Agaknya Nyo Sin juga melihat gegagat yang kurang beres,
segera jeritnya:
"Sewaktu meninggalkan ruangan ini, bukankah pintu
rahasia dalam keadaan tertutup? Kenapa sekarang berada
dalam keadaan terbuka?"
"Aku sendiripun tidak habis mengerti" Siang Huhoa
menggeleng.
"Jangan-jangan memang sudah terjadi sesuatu di sini?"
"Asal kita masuk ke dalam, bukankah semuanya akan
menjadi jelas?"
"Kalau begitu cepat kita masuk ke dalam"
Biarpun dia berteriak nyaring, namun sepasang kakinya
seakan sudah berakar disitu, sama sekali tidak bergerak.
Dia tidak bergerak, Siang Huhoa justru bergerak sangat
cepat, dia langsung menerobos masuk ke ruang dalam.
Cahaya lentera masih bersinar menerangi seluruh ruangan.
Tapi begitu menyelinap masuk ke dalam, Siang Huhoa
segera berdiri tertegun bagaikan sebuah patung.
Semua perabot dalam ruangan itu masih utuh tidak
bergeser, namun harta karun yang tidak ternilai jumlahnya itu
justru sudah lenyap tidak berbekas, tidak tertinggal sepotong
pun.
Ke mana kaburnya harta karun itu?

609
Seluruh dinding ruangan terbungkus kain sutera yang
halus, permukaan lantai dihiasi permadani berwarna merah
darah, hampir semua perabot yang terletidak dalam ruangan
itu sangat indah, mewah dan antik.
Lentera berada persis di tengah ruangan. Lentera itu
semuanya berjumlah delapan, satu di atap ruangan dan tujuh
lentera lainnya mengelilingi diseputarnya berbentuk setengah
bintang.
Tujuh lentera itu tidak bersinar, hanya lentera dibagian
tengah ruangan yang memancarkan cahaya nya.
Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan keadaan yang
dilihat Siang Hu-hoa sewaktu untuk pertama kalinya memasuki
ruang rahasia itu.
Disekeliling meja besar, dua tiga puluh buah meja kecil
yang berjajar diseputar ruangan pun masih berada di posisi
semula.
Diatas meja itu semula terletak empat belas gulung catatan
pengalaman Jui Pak-hay serta sepucuk surat wasiat, barangbarang
itu sudah mereka bawa pergi ketika meninggalkan
ruang rahasia tempo hari, semua benda itu sudah diboyong ke
kantor pengadilan dan sudah diperiksa Ko Thian-liok.
Yang tidak mereka bawa waktu itu hanya benda benda
berharga yang diletakkan diatas belasan meja kecil itu.
Kini permukaan meja sudah berada dalam keadaan kosong,
seluruh harta karun yang tidak ternilai harganya itu sudah
hilang lenyap tidak berbekas.
Masih untung ke tujuh buah peti yang penuh berisikan
emas dan perak masih tergeletak di sudut ruangan.
Siang Huhoa telah mengalihkan sorot matanya ke atas ke
tujuh buah peti besi itu.

610
Baru saja dia hendak maju menghampiri, Nyo Sin dengan
kecepatan bagaikan kuda yang lepas dari jeratan langsung
menerjang ke depan melewati sisi tubuhnya.
Dengan wajah berseri dia lari ke sudut ruangan,
teriaknya:
"Masih untung ke tujuh buah peti berisi intan permata itu
masih ada disitu"
Sayang dia gembira kelewat awal, selain itu juga kurang
teliti, tampaknya dia belum memeriksa kalau sebuah kunci
gembok yang semula mengunci ke tujuh buah peti itu kini
sudah berserakan di tanah.
Kunci-kunci gembokan itu memang sejak awal hanya
tergantung diatas peti, itulah sebabnya secara mudah mereka
bisa menanggalkan kunci gembok dan memeriksa isi peti itu.
Tapi kini semua kunci gembok berserakan di lantai, siapa
yang melepaskan kunci kunci itu dan membuangnya di lantai?
Nyo Sin tidak memperhatikan hal itu, berbeda dengan
Siang Huhoa yang segera
menangkap gejala itu, sepasang alis matanya kontan
berkerut.
Sementara itu Nyo Sin sudah siap membuka peti peti besi
itu, disaat terakhir mendadak dia merasakan ada yang tidak
beres, kontan teriaknya lagi:
"Bukankah peti-peti ini hampir semuanya dalam keadaan
terkunci?"
Ketika melihat semua kunci berserakan diatas permadani,
dia merasa makin keheranan:
"Aku masih ingat dengan jelas, ketika akan meninggalkan
ruangan ini, semua kunci gembok sudah kukembalikan ke
tempat asalnya....."

611
"Jangan-jangan ada penjahat yang melepaskan kunci kunci
itu? Tapi... apa mungkin dia sanggup membawa lari semua
harta karun itu seorang diri.....?"
Dengan penuh tanda tanya dia membuka peti itu......
ternyata peti itu hanya sebuah peti kosong!
Buru-buru dia periksa peti ke dua, ternyata peti ke dua pun
merupakan peti kosong.
0-0-0
Bab 33.
Masa lalu Persekutuan Rajawali emas.
"Kenapa semuanya kosong?" teriak Nyo Sin sambil mencakmencak
macam monyet kebakaran jenggot.
Tidak selang berapa saat kemudian seluruh peti besi yang
ada dalam ruangan itu sudah dibongkar habis, tapi hampir
semuanya merupakan peti-peti kosong.
Nyo Sin mulai kejang, sekujur badannya menjadi kaku
kemudian gemetar keras.
Untuk sesaat suasana menjadi hening, sinar mata semua
orang nyaris tertuju ke atas ke tujuh buah peti itu.
Tidak ada yang bicara, tidak ada yang bergerak, yang
kedengaran hanya dengus napas yang memburu.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya seseorang
memecahkan keheningan.
Orang itu adalah Liong Giok-po!

612
Perkataan pertama yang muncul dari mulutnya adalah
jeritan kaget:
"Mana harta karunnya? Dimana harta karunnya disimpan?"
Teriakan itupun sangat tajam dan melengking, jauh lebih
tajam daripada hujan anak panah yang menyembur ke empat
penjuru.
Nyo Sin yang menjawab duluan, dia tuding tumpukan peti
itu sambil serunya:
"Ketika meninggalkan ruangan ini tempo hari, harta karun
itu masih terletak dalam tujuh buah peti besi ditambah dua
puluh tiga buah meja kecil, tapi sekarang....... semuanya telah
hilang lenyap!"
"Sungguh?" teriak Liong Giok-po keras.
"Tentu saja sungguh!" jawab Nyo Sin sambil berteriak pula,
"sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Tiba-tiba Liong Giok-po tertawa dingin.
"Kalau ingin tahu duduknya perkara, kau mesti bertanya
kepada seseorang!"
"Siapa?"
"Dia!" sahut Liong Giok-po sambil menuding ke arah Siang
Hu-hoa.
"Dia?"
"Betul dia, hanya dia seorang yang mengetahui duduknya
perkara" seru Liong Giok-po lagi.
Dia maju dua langkah, kemudian sambil menunjukkan jari
tangannya nyaring menempel diujung hidung Siang Huhoa,
terusnya:
"Sebetulnya sudah kau larikan kemana harta karun itu?"

613
"Aku tidak pernah menyentuh harta karun itu!" jawab Siang
Hu-hoa tanpa perubahan mimik muka.
"Kau tidak membawa lari barang barang itu?" jengek Liong
Giok-po, tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya dan tertawa
keras, dibalik gelak tertawanya itu penuh mengandung nada
ejekan dan sindiran.
Siang Huhoa tidak gusar, pun tidak ikut tertawa, dia masih
berdiri tenang di tempat.
Selesai tertawa Liong Giok-po menarik kembali tangannya
sambil bercekak pinggang, seakan-akan dia ingin
mengucapkan sesuatu.
Tapi sebelum dia sempat berbicara, Nyo Sin sudah
berteriak duluan:
"Atas dasar apa kau merasa begitu yakin kalau harta karun
itu dilarikan dia?"
"Atas dasar apa?"
"Betul, atas dasar apa?"
"Ada tiga alasan, pertama. Hanya dia yang bisa
mengelabuhi pengawasan dan pengamatan para petugas jaga
yang berpatroli dalam ruang perpustidakaan ini!"
"Ehmmm, dengan kehebatan ilmu silatnya memang tidak
sulit baginya untuk melakukan hal seperti ini" Nyo Sin
manggut-manggut.
Tapi kemudian dia menggeleng pula sambil katanya:
"Alasan ini tidak cukup kuat, sebab orang yang hebat ilmu
silatnya bukan Cuma dia seorang"
Liong Giok-po tidak mencoba berdebat, kembali ujarnya:
"Kedua, hanya dia seorang yang memahami cara untuk
membuka pintu rahasia itu, hanya dia yang bisa mematikan
alat jebakan serta memasuki ruang bawah tanah"

614
"Alasanmu ini memang tepat sekali" kembali Nyo Sin
manggut- manggut, "apakah kau masih memiliki alasan lain
yang lebih bagus?"
"Masih ada satu lagi"
"Ehmmm, apa alasanmu yang ke tiga itu?"
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu Liong
Giok-po menatap wajah Siang Hu-hoa sekejap, kemudian
teriaknya:
"Ke tiga, karena dia memang dasarnya seorang pencoleng!"
Kecuali Siang Huhoa, hampir semua orang dibuat tertegun
setelah mendengar teriakan tersebut.
"Kau bilang dia.... dia adalah seorang pencoleng?" tanya
Nyo Sin dengan wajah penuh keraguan.
"Betul, bukan Cuma pencoleng kecil, dia bahkan seorang
perampok ulung!" seru Liong Giok-po sambil manggutmanggut.
"Kau jangan sembarangan menuduh orang!"
"Kau anggap aku adalah type manusia yang suka
sembarangan menuduh?"
"Apa buktinya kalau dia itu perampok?"
"Jika seorang perampok selesai melakukan kejahatannya
masih meninggalkan bukti, maka dia tidak bisa disebut
seorang perampok ulung"
"Lalu darimana kau bisa tahu kalau dia adalah seorang
perampok ulung?"
"Aku harus melakukan penyelidikan hampir tiga tahun
lamanya, setelah bersusah payah mengumpulkan saksi dan
bukti barulah aku berani mengatakan secara begitu
meyakinkan"

615
Tiba-tiba Nyo Sin memperhatikan Liong Giok-po beberapa
kali, mengamatinya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki,
kemudian ujarnya:
"Rasanya kau tidak mirip seorang opas yang sedang
melakukan penyelidikan"
"Aku memang bukan seorang opas"
"Kalau memang bukan opas, kenapa kau lakukan
penyelidikan itu?"
"Sebab aku harus menyelidikinya hingga jelas!"
"Kenapa?"
"Sebab aku punya ganjalan dengannya"
"Ganjalan apa?"
"Dia pernah merampas barang milikku!"
"Barang apa?"
"Intan permata dan emas perak yang tidak ternilai
jumlahnya"
"Ach, masa ada kejadian seperti ini?"
"Aku memiliki sebuah kelebihan yakin tidak pernah suka
berbohong"
"Oooh......" Nyo Sin berseru tertahan, "oleh karena dia
pernah merampas intan permata, emas perak yang tidak
ternilai harganya dari tanganmu, maka kau melakukan
penyelidikan atas dirinya?"
"Benar!"
Nyo Sin manggut-manggut berulang kali.
"Kelihatannya apa yang kau katakan memang merupakan
kejadian nyata" katanya, "kalau tidak, buat apa kau
menyelidiki jejaknya hampir selama tiga tahun!"

616
"Tepat sekali" Liong Giok-po tertawa dingin, "cuma terus
terang, dalam tiga tahun ini aku bukan cuma menyelidiki dia
seorang saja"
"Oya?"
"Selain dia, pada saat yang bersamaan aku pun menyelidiki
seseorang yang lain"
"Siapakah orang itu?"
"Jui Pak-hay!"
Untuk kesekian kalinya Nyo Sin berdiri termangu.
Setelah tertawa dingin, Liong Giok-po berkata lebih jauh:
"Sebenarnya untuk melakukan penyelidikan aku tidak perlu
menghabiskan waktu hingga tiga tahun lamanya, yang
menjadi persoalan adalah sejak tiga tahun berselang mereka
berdua sudah berselisih dan memisahkan diri, satu tinggal di
utara yang lain tinggal di selatan, itulah sebabnya aku butuh
waktu selama tiga tahun untuk berlarian antara utara dan
selatan"
"Jadi kau mengatakan Jui Pak-hay pun seorang perampok
ulung?" tanya Nyo Sin dengan nada penuh selidik.
"Betul, dia memang seorang perampok ulung!"
"Kalau kudengar dari nada pembicaraanmu, seolah kau
mengatakan bahwa Jui Pak-hay adalah komplotan dari Siang
Huhoa?"
"Memang begitulah kenyataannya"
"Ada satu hal kau mesti menerangkan dulu sejelasjelasnya!"
seru Nyo Sin kemudian sambil menarik muka.
"Soal apa?"
"Kau harus bertanggung jawab terhadap setiap patah kata
yang kau ucapkan"

617
"Tentu saja aku akan bertanggung jawab"
"Baiklah" ujar Nyo Sin kemudian, "kau mengatakan Siang
Huhoa dan Jui Pak-hay bekerja sama merampas intan
permata, emas perak yang tidak ternilai harganya dari
tanganmu, bukan begitu?"
"Sebenarnya intan permata, emas perak yang dirampok
mereka itu bukan milikku seorang"
"Lalu milik berapa orang?"
"Tiga orang"
"Siapa dua orang yang lain?"
"Wan Kiam-peng dan Cu Hiap!"
"Oooh.... tidak heran kalau dalam surat wasiatnya Jui Pakhay
mewariskan seluruh harta kekayaannya untuk kalian
bertiga" seru Nyo Sin kemudian seakan baru menyadari akan
sesuatu.
"Bukan diwariskan, tapi hanya mengembalikan barangbarang
itu kepada pemilik lamanya"
"Kalau didengar dari nada pembicaraanmu, seakan semua
yang kau tuduhan merupakan kejadian nyata?"
"Jika kau masih sangsi atau ragu, kenapa tidak ditanyakan
kepada Siang Huhoa saja?"
Tanpa terasa Nyo Sin mengalihkan sinar matanya ke wajah
Siang Huhoa, belum sempat dia mengucapkan sesuatu, Liong
Giok-po sambil menatap tajam wajah lelaki itu sudah berkata
duluan:
"Seorang lelaki sejati berani berbuat berani bertanggung
jawab, kau seharusnya berani mengatakan hal yang
sesungguhnya"
"Hmmm, kau tidak usah kuatir!" sahut Siang Huhoa sambil
tertawa dingin.

618
Nyo Sin segera maju mendekat, tegurnya kemudian:
"Benarkah kau adalah seorang perampok ulung?"
"Boleh dibilang begitu" ternyata Siang Huhoa mengangguk
membenarkan.
"Berarti Jui Pak-hay juga seorang perampok?"
"Benar!"
"Wouw, kalau begitu selama ini aku salah menilai tentang
dirimu" seru Nyo Sin sambil menghela napas panjang.
Siang Huhoa hanya tertawa hambar tanpa menjawab.
Kembali Nyo Sin bertanya:
"Tiga tahun berselang benarkah kau pernah bekerja sama
dengan Jui Pak-hay untuk merampok harta kekayaan milik
Liong Giok-po bertiga?"
Siang Huhoa mengangguk.
"Berarti hasil rampokanmu itu tidak lain adalah harta karun
yang tersimpan dalam ruang bawah tanah ini?" teriak Nyo Sin
lagi dengan mata melotot.
"Kira-kira begitu"
"Kira-kira? Apakah masih tersimpan di tempat lain?
Bagianmu kau simpan di mana?"
"Aku tidak menyimpan sepotong pun!"
"Oya?"
"Sejak awal hingga sekarang, tidak sepotong benda pun
yang pernah berada dalam genggamanku"
"Berarti sudah diambil semua oleh Jui Pak-hay?"
"Betul"
"Siapa yang merencanakan perampokan waktu itu?"

619
"Dia!"
"Sebagai komplotannya, keuntungan apa yang telah kau
peroleh?"
"Tidak ada keuntungan yang kuperoleh, sebaliknya aku
justru kehilangan sesuatu"
"Kehilangan apa?"
"Teman, seorang teman!"
"Jui Pak-hay?"
Siang Huhoa membungkam tanpa menjawab.
Dengan mata melotot Nyo Sin mengawasinya, kemudian
setelah menggeleng ujarnya:
"Tampaknya kau belum cukup canggih untuk menjadi
seorang perampok ulung"
Siang Huhoa hanya tertawa hambar.
"Masa kau biarkan dia mengangkut semua hasil rampokan
itu?" sekali lagi Nyo Sin menggelengkan kepalanya berulang
kali.
"Setelah dia pergi lama sekali, aku baru menyadari akan hal
ini"
"Waah...waaah.....tidak nyana meski gerakan tubuhmu
lincah dan gesit, ternyata otakmu tidak cukup cekatan"
TjanID
"Bukannya kurang cekatan tapi selalu dirundung penyakit,
penyakit lama"
"Penyakit lama? Penyakit apa?" tanya Nyo Sin keheranan.
"Kelewat percaya dengan teman, khususnya terhadap
teman lama"
"Percaya dengan teman pun kau anggap sebuah penyakit?"

620
"Bukan cuma penyakit, bahkan penyakit yang mematikan!"
sahut Siang Huhoa sambil m anggut manggut.
Setelah tertawa hambar terusnya:
"Untung penyakit lamaku itu sekarang sudah mulai
sembuh, bahkan delapan puluh persen sudah sembuh"
"Kenapa tidak kau kejar balik barang-barang itu?" tanya
Nyo Sin lagi.
Kembali Siang Huhoa tertawa.
"Bagaimana pun juga toh barang itu bukan milikku, jika dia
suka, biar saja dibawa lari olehnya"
"Kelihatannya kau selalu royal terhadap barang milik orang
lain"
"Yaa. Tentu saja, apalagi gara-gara peristiwa ini aku pun
dapat mengenali wajah asli seorang sahabatku, bukankah
hasil yang kuraih cukup besar?"
Nyo Sin manggut-manggut, mendadak dia menarik muka
dan berseru:
"Tahukah kau bahwa setiap orang yang berani melakukan
kejahatan, dia akan diganjar hukuman sesuai dengan
peraturan negara?"
"Aku tahu"
Nyo Sin tertegun sesaat, kemudian teriaknya:
"Sudah tahu aturan negara masih melanggar hukum, dosa
kesalahanmu bertambah berat, tahukah kau akan hal ini?"
"Tentu saja tahu"
"Kau........."
Baru sepatah kata dia berseru, Siang Huhoa sudah
menukas pembicaraannya:

621
"Aku percaya kau pasti sangat menguasai soal hukum dan
peraturan bukan?"
"Tentu saja"
"Kalau begitu aku pingin bertanya satu hal dulu kepadamu"
"Katakan!"
"Merampas barang hasil rampokan apakah termasuk
perbuatan yang melanggar hukum juga?"
"Soal ini........" Nyo Sin agak tertegun, "aku rasa hitam
makan hitam pun termasuk sebuah perbuatan yang melanggar
hukum!"
"Jika aku pun seorang pencoleng, tentu saja kejadian
semacam ini pantas disebut hitam makan hitam" seru Siang
Huhoa sambil tertawa.
"Selama fakta dan bukti berbicara begitu, tetap kejadian ini
disebut hitam makan hitam" timbrung Ko Thian-liok tiba-tiba
sambil tertawa.
"Kalau tidak ada bukti dan fakta, berarti bukan?"
"Kecuali barang hasil rampasan diserahkan kepada pihak
hukum kemudian dikembalikan kepada pemilik sesungguhnya"
Ko Thian-liok menerangkan.
"Kalau mesti berbuat begitu, tampaknya aku tidak bisa
menghindar untuk tetap menyandang predikat sebagai
seorang perampok?"
Ko Thian-liok mengangguk.
"Aku tahu orang persilatan punya tradisi membantu kaum
lemah menindas kaum kuat, padahal perbuatan semacam ini
sesungguhnya merupakan perbuatan yang melanggar hukum,
membasmi kejahatan merupakan tugas kaum berwajib,
tanggung jawab negara"
"Semestinya harus begitu"

622
Tiba-tiba Ko Thian-liok menghela napas panjang, katanya
lagi:
"Sayangnya, petugas negara kebanyakan bernyali kecil dan
takut urusan, orang yang benar-benar mau bertanggung
jawab sedikit sekali jumlahnya"
"Soal ini aku mengerti"
"Itulah sebabnya banyak bermunculan kaum pendekar
yang membantu kaum lemah menindas kaum kuat, dalam hal
ini, selama persoalan tidak saling bergesekan dengan
kepentingan negara, biasanya pihak berwajib tidak akan turut
mencampurinya"
"Rasanya memang begitu"
"Biarpun secara hukum perbuatan orang orang itu bisa
dikatakan salah, tapi secara kemanusiaan bisa dianggap benar
sekali" Ko Thian-liok menambahkan.
"Kalau begitu aku boleh merasa lega hati sekarang" seru
Siang Huhoa tertawa.
Mendadak terdengar Nyo Sin menyela:
"Tadi kau bilang hanya merampas hasil jarahan orang,
bukankah perkataanmu itu sama artinya dengan menuduh
Liong Giok-po, Wan Kiam-peng dan Cu Hiap sebagai kaum
penyamun?"
"Kenapa tidak kau tanyakan langsung kepada yang
bersangkutan?" sahut Siang Huhoa cepat, kemudian sambil
menatap wajah Liong Giok-po tambahnya, "seorang lelaki
sejati berani berbuat berani bertanggung jawab, bukankah itu
yang kau katakan tadi?"
"Hahahaha..... soal inipun kau tidak perlu kuatir" jawab
Liong Giok-po sambil tertawa seram.
"Tentu saja aku tidak perlu kuatir"

623
"Padahal kejadian yang sesungguhnya adalah begini........."
"Bagaimana?"
"Kalian pernah mendengar tentang Persekutuan rajawali
mas?" tanya Liong Giok-po setelah termenung dan berpikir
sejenak.
Persekutuan rajawali mas dari gurun utara?" tanya Nyo Sin
dengan wajah berubah.
"Benar!"
"Menurut apa yang kuketahui, persekutuan itu merupakan
sebuah organisasi penjahat yang paling besar di kolong langit"
"Betul" Liong Giok-po mengangguk, "Persekutuan rajawali
mas terdiri dari dua belas orang jago berilmu tinggi yang
menyebut diri sebagai dua belas rajawali mas, mereka
merupakan satu kelompok besar penyamun yang banyak
melakukan kejahatan. Dibawah pimpinan mereka terdapat
satu dua ribu orang pencoleng yang datang dari pelbagai
daerah. Oleh karena organisasi ini dididirikan jauh di utara
gurun pasir, maka selama ini pihak kerajaan tidak mampu
berbuat banyak terhadap ulah mereka"
"Benar, rasanya memang begitu"
"Selama puluhan tahun berpetualang menjelajahi seluruh
negeri, dua belas rajawali mas berhasil mengumpulkan begitu
banyak intan permata, emas, perak serta barang berharga
lainnya hingga mencapai satu nilai yang luar biasa, mereka
simpan harta karun itu disebuah tempat yang sangat rahasia
bahkan ruang rahasia itu dilengkapi dengan pelbagai alat
perangkap dan jebakan yang mengerikan, mereka sebut
tempat itu sebagai Gudang harta rajawali mas"
Setelah berhenti sejenak untuk berganti napas, kembali dia
melanjutkan:

624
"Ketika berita ini tersiar luas dalam dunia persilatan,
muncul banyak jago yang mengincar harta karun itu, namun
tidak ada yang berani bertindak secara gegabah, sebab tenaga
gabungan ke dua belas rajawali mas itu luar biasa hebatnya,
jarang ada orang yang mampu menahan serangan gabungan
mereka"
"Masa begitu hebat?" seru Nyo Sin tidak percaya.
"Hmm, tidak ada larangan bagimu untuk tidak percaya"
jengek Liong Giok-po ketus.
Nyo Sin kontan saja terbungkam.
Kembali Liong Giok-po berkata:
"Dua belas rajawali mas sebenarnya merupakan saudara
angkat, hubungan mereka boleh dibilang sangat bagus, tapi
sayangnya...... dengan saudara kandungpun kadangkala kita
bisa bentrok apalagi dengan saudara angkat........
"Akhirnya pada tiga tahun berselang, ke dua belas rajawali
emas itu terpecah menjadi dua rombongan dan saling gontokgontokan
sendiri, akibatnya persekutuan Rajawali emas
mengalami pukulan yang fatal, dari dua belas orang rajawali
emas yang memimpin persekutuan itu tinggal enam orang
yang hidup, itupun dua diantaranya sudah menderita luka
yang sangat parah.
"Begitu kabar berita ini tersiar dalam dunia persilatan,
musuh musuh besar yang pernah disakiti atau menderita
karena ulah merekapun segera berbondondong-bondong
datang menuntut balas, maka mereka pun berusaha untuk
merahasiakan jejak dan menghindari pembalasan dendam itu,
tapi yang jadi masalah adalah ada satu kelompok kekuatan
yang belum terbasmi tuntas, diantaranya ada lima enam orang
berhasil melarikan diri, dari mulut mereka inilah berita
tersebut akhirnya tersiar luas"

625
Sementara pembicaraan masih berlangsung, dia sudah tiba
didepan dinding ruangan, maka terusnya:
"Waktu itu, kebetulan aku bersama berapa orang saudara
angkatku berada di sekitar tempat kejadian........."
"Oooh, jadi kaupun mempunyai saudara angkat?" timbrung
Nyo Sin.
"Benar, semuanya kami berenam, enam orang saudara
angkat!"
"Berarti tujuh orang berikut dirimu?"
"Benar!"
"Kalau begitu Wan Kiam-peng dan Cu Hiap juga termasuk
saudara angkatmu?"
"Benar"
"Apakah kalian pun termasuk musuh besar persekutuan
rajawali emas?" kembali Nyo Sin bertanya.
"Bukan!" Liong Giok-po menggeleng.
Baru saja Nyo Sin ingin menanyakan sesuatu lagi, Liong
Giok-po sudah keburu berkata lagi:
"Walaupun kami bertujuh mengetahui juga tentang harta
karun milik Persekutuan rajawali mas, waktu itu sebetulnya
tidak terlintas pikiran untuk mendapatkan harta karun itu,
hingga berita tentang perpecahan tersiar keluar, kami baru
terpancing untuk mendapatkan harta karun tersebut"
Pelan-pelan dia membalikkan tubuhnya, lalu berkata lebih
jauh:
"Akhirnya kami berhasil menemukan salah seorang yang
berhasil kabur dari markas besar persekutuan rajawali mas,
setelah menanyakan duduk persoalan yang sebenarnya,
kamipun paksa dia untuk menghantar ke markas besar Kim
tiau beng (persekutuan rajawali mas)"

626
Ketika bercerita sampai disini, emosinya kembali bergolak,
terusnya:
"Dibimbing oleh orang itu, dengan sangat mudah kami
berhasil menyusup masuk ke daerah terlarang markas kim tiau
beng, dengan melakukan serangan secara tiba-tiba dan tidak
terduga ketika kami serbu ke dalam markas mereka, kami
membantai ke enam orang sisa rajawali yang masih hidup dan
berhasil tiba di ruang rahasia tempat harta karun itu disimpan"
"Maka harta karun peninggalan Kim tiau beng itupun
terjatuh ke tangan kalian?" seru Nyo Sin cepat.
Perlahan Liong Giok-po mengangguk:
"Sekalipun begitu, dari tujuh bersaudara kini tinggal tiga
orang yang masih hidup" katanya.
"Cu Hiap, Wan Kiam-peng dan kau?"
"Benar. Disaat memusnahkan alat jebakan yang ada dalam
ruang rahasia itu, karena kurang hati hati Cu Hiap terhajar
oleh hujan anak panah sehingga dia kehilangan separuh
nyawanya"
0-0-0
Bab 34.
Kota setan Hati manusia.
"Ehmmm, berarti kerugian yang kalian derita terhitung
cukup parah, masih untung harta karun dari Kim tiau beng
akhirnya terjatuh ke tangan kalian" kata Nyo Sin lagi.
Liong Giok-po segera tertawa dingin.

627
"Walaupun telah kehilangan empat orang saudara,
sebenarnya kami tidak terlalu bersedih hati bahkan dengan
luapan rasa gembira kami menggotong keluar harta karun itu
satu demi satu. Siapa tahu disaat luapan gembira kami belum
habis, musibah kembali telah terjadi. Pada saat Wan Kiampeng
sedang menggotong keluar peti harta yang terakhir,
mendadak muncul dua sosok bayangan manusia berkerudung
hitam, tanpa mengucapkan sepatah katapun mereka
menyerang aku dan Wan Kiam-peng, serangan yang gencar
dan dahsyat memaksa aku dan Wan Kiam-peng harus
meletakkan kembali peti harta itu ke lantai dan mundur lagi ke
dalam ruang rahasia. Baru saja kami loloskan senjata dan siap
melakukan perlawanan, tiba-tiba pintu rahasia yang
sebenarnya sudah kami rusak itu bekerja kembali, pintu itu
menutup secara mendadak dan mengurung kami didalam
ruang rahasia itu"
"Dan kalian pun terkurung dalam ruangan?" tanya Nyo Sin.
"Peristiwa itu terjadi sangat mendadak, selain lantaran
dibuat kaget karena kehebatan ilmu silat yang dimiliki lawan,
kamipun pingin tahu siapa gerangan si penyerang itu sehingga
sama sekali tidak di sadari kalau kami sudah dipaksa masuk
lagi ke dalam ruang rahasia"
"Apalagi kalian sangka pintu rahasia itu sudah rusak dan
tidak mungkin bisa menutup kembali" Nyo Sin menambahkan.
"Benar"
"Akhirnya berapa lama kalian berkurung dalam ruang
rahasia itu?"
"Satu hari penuh"
"Dengan cara apa kalian bisa lolos dari situ?"
"Kami butuh waktu selama seharian penuh sebelum
berhasil membuka kembali pintu rahasia itu"
Setelah tertawa dingin, kembali lanjutnya:

628
"Menunggu kami berhasil keluar dari ruang rahasia, seluruh
harta karun itu sudah hilang lenyap tidak berbekas, sebuah
pun tidak ada yang ketinggalan"
"Ini yang dinamakan belalang menubruk serangga, burung
nuri menunggu di belakang. Lihay! Sungguh lihay!"
"Yaa, memang sangat lihay"
"Dalam penuturanmu tadi sama sekali tidak disinggung soal
Cu Hiap, apakah diapun terkurung didalam ruang harta?"
"Tidak, dia tidak terjebak disana"
"Lantas dia berada di mana?"
"Dia tergeletak didepan pintu masuk ruang harta karun"
"Berarti dia saksikan semua sepak terjang yang dilakukan
ke dua orang manusia berkerudung itu setelah mereka tutup
pintu rahasia dari ruangan tersebut?"
"Benar, dia hanya bisa menyaksikan ke dua orang manusia
berkerudung itu menaikkan seluruh harta karun itu diatas
punggung serombongan besar unta dan pergi meninggalkan
tempat itu"
"Dia tidak berusaha untuk menghalangi?"
"Dapat mempertahankan selembar nyawa sendiripun sudah
terhitung beruntung, mana dia sanggup menghalangi
perbuatan ke dua orang itu?" kata Liong Giok-po pelan.
Setelah menghela napas panjang, katanya lagi:
"Sekalipun dia dapat mempertahankan selembar nyawanya,
itupun tidak berlangsung terlalu lama, ketika aku dan Wan
Kiam-peng berhasil lolos dari ruang harta, dia sudah berada
dalam keadaan tidak sadar"
"Berarti lukanya sangat parah?"

629
"Hal itu hanya merupakan salah satu alasan, yang terutama
adalah dia tidak sanggup menelan rasa mendongkol dan gusar
yang membara dalam dadanya, sebagai orang yang
berangasan, kasar, berjiwa sempit dan gampang naik darah,
bagaimana mungkin dia bisa menahan rasa jengkelnya setelah
menyaksikan harta karun dari Kim-tiau-beng yang sudah
mereka peroleh, disikat orang dengan begitu saja. Maka tidak
lama sekembalinya ke rumah, dia mati lantaran sakitnya
semakin parah"
"Jadi harta warisan yang diserahkan Jui Pak-hay kepada
kalian bertiga tidak lain adalah harta karun dari Kim tiau
beng?"
"Tidak bakalan salah lagi" seru Liong Giok-po, setelah
menyapu sekejap sekeliling tempat itu, katanya lagi:
"Kalau bukan lantaran itu, mana mungkin dia akan
wariskan harta kekayaan sebanyak itu kepada kami bertiga,
memangnya aku masih punya hubungan saudara atau famili
dengan Jui Pak-hay?"
Sesudah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Ketika seseorang sadar bahwa ajalnya akan tiba, biasanya
akan muncul rasa penyesalan atas semua perbuatan yang
pernah dia lakukan di masa lampau, mungkin saja dia merasa
kelewat besar kesalahannya terhadap kami bertiga maka
diputuskan untuk berbuat begitu"
"Berdasarkan apa pula kau bisa begitu yakin kalau dua
orang manusia berkerudung yang telah merampas harta karun
itu adalah Siang Huhoa dan Jui Pak-hay?" lagi lagi Nyo Sin
bertanya.
"Jago tangguh yang mampu memukul mundur aku dan
Wan Kiam-peng dalam satu gebrakan saja setauku hanya ada
tiga belas orang didunia saat itu, dari ke tiga belas orang itu
paling hanya ada delapan orang terbagi dalam empat
kelompok yang mungkin terkait dalam peristiwa ini, aku telah

630
menghabiskan waktu selama tiga tahun untuk melakukan
pengamatan dan penyelidikikan, dari hasil pelacakan yang
berhasil dikumpulkan, akhirnya aku temukan bahwa cuma
Siang Huhoa dan Jui Pak-hay saja yang pantas dicurigai"
Setelah tertawa dingin berulang kali, lanjutnya:
"Apalagi aku sendiripun seorang jagoan yang
mengkhususkan diri dalam ilmu pedang, bagaimana aliran
pedang lawan sebetulnya sudah ada gambaran sejak awal,
selama tiga tahun penyelidikanku, aku pun sudah berulang kali
menyaksikan cara mereka berdua melakukan pertarungan"
"Apakah jurus serangan yang digunakan sama?"
"Benar" Liong Giok-po mengangguk, "sebenarnya aku
hanya sebatas curiga, tapi sekarang aku telah membuktikan
bahwa kecurigaanku dulu sesungguhnya tidak terbatas hanya
curiga saja tapi memang merupakan sebuah kenyataan"
"Tampaknya kau telah membuang banyak waktu dan
tenaga untuk melakukan pelacakan ini" seru Nyo Sin.
Liong Giok-po menghela napas panjang.
"Kalau kejadiannya memang begini, rasanya aku pun tidak
bisa membantumu untuk menyelesaikan hutang piutang ini"
lanjut Nyo Sin.
Setelah memberi kode tangan, dia menambahkan:
"Sekarang terbukti sudah kalau harta karun dari Kim tiau
beng merupakan hasil jarahan, walaupun kalian berhasil
menghancurkan persekutuan rajawali mas, namun harta karun
itu telah kalian rampas, perbuatan semacam ini sudah pantas
dimasukkan kategori hitam makan hitam!"
Liong Giok-po tidak menyangkal, dia pun tidak membantah.
Kembali Nyo Sin melanjutkan kata katanya:

631
"Sekarang semakin terbukti kalau Siang Huhoa dan Jui Pakhay
pun melakukan tindakan hitam makan hitam..... waaah,
cukup meninjau dari mereka yang terlibat, kepalaku sudah
pusing dibuatnya....."
"Cuma......" terusnya setelah berhenti sejenak, "kalau di
tinjau dari situasi saat itu, boleh dibilang harta karun itu sudah
menjadi barang tidak bertuan, sebab barang barang itu belum
sampai meninggalkan markas Kim tiau beng, maka tidak bisa
dibilang Siang Huhoa dan Jui Pak-hay telah merampok kalian"
Buru-buru Liong Giok-po mengulapkan tangannya sambil
menukas:
"Benar begitu atau bukan, sekarang sudah tidak penting
lagi, yang mesti kita selesaikan sekarang tinggal satu
persoalan"
"Soal apa?"
"Sebelum melangkah ke persoalan itu, terlebih dulu kita
mesti jelas akan memperlakukan harta karun itu sebagai hasil
jarahan atau bukan"
"Ohh?"
"Jelas diatas benda benda berharga itu tidak akan
ditemukan tanda khusus, siapa pun tidak akan bisa
membuktikan apakah benda benda berharga itu merupakan
hasil jarahan atau bukan, oleh karena pemimpin Persekutuan
rajawali mas sudah mampus, sementara dua saudaraku juga
telah mati, kini tinggal aku seorang diri"
"Kau pasti tidak bisa membuktikan kalau harta karun itu
merupakan hasil jarahan bukan?"
"Tentu saja tidak bisa, biarpun disini hadir Siang Huhoa,
namun diapun tidak mengetahui persoalan ini kelewat jelas....
jadi menurut pandanganku, sekarang kita harus memandang
harta karun itu sebagai harta kekayaan warisan dari Jui Pakhay"

632
"Betul, memang seharusnya begitu" Ko Thian-liok
menimpali.
"Atau dengan perkataan lain, kini seluruh harta kekayaan
itu adalah milikku seorang, harta kekayaanku!"
Dengan meninggikan nada suaranya kembali dia berseru:
"Ditinjau dari keadaan sekarang, hanya aku seorang yang
berhak mewarisi seluruh harta kekayaan dari Jui Pak-hay"
Tidak seorangpun menyangkal, karena apa yang dikatakan
memang sebuah kenyataan.
Kembali Liong Giok-po berkata:
"Sekarang seluruh harta kekayaan itu hilang lenyap tidak
berbekas, aku rasa baik dari pihak pemerintah maupun dari
pihakku, kita mesti lacak persoalan ini hingga jelas"
Berkilat sepasang mata Liong Giok-po, setelah memandang
sekejap wajah seluruh yang hadir, dia berseru:
"Persoalannya sekarang adalah siapa yang telah mencuri
seluruh harta karun itu?"
Nyo Sin seketika terbungkam, orang lain pun tidak ada
yang bersuara.
Perlahan-lahan Liong Giok-po berkata lebih jauh:
"Aku rasa persoalan inilah merupakan satu satunya
masalah yang harus kita selesaikan sekarang juga"
Sambil berbicara kembali dia menyapu sekejap seluruh
ruangan, tambahnya:
"Berdasarkan tiga alasan yang pernah kuungkapkan tadi,
bisa disimpulkan bahwa pencuri harta karun itu sebenarnya
bukan orang lain, tapi dia......Siang Huhoa!"
Sekali lagi dia menuding ke arah Siang Hu-hoa.

633
Menghadapi tuduhan tersebut Siang Huhoa sama sekali
tidak menanggapi, menggubris pun tidak, dia masih berdiri
ditempat semula sambil mendongakkan kepalanya mengawasi
rak tembaga tempat delapan buah lentera itu tergantung.
Tidak ada yang tahu apa yang sedang dia pandang, hanya
ada satu hal yang mereka ketahui yakni sudah cukup lama dia
mengawasi tempat itu.
Ditinjau dari keadaan tersebut, dapat diketahui kalau
seluruh pikiran dan perhatiannya sedang terpusat pada rak
tembaga berbentuk setengah lingkaran itu, tampaknya dia
sama sekali tidak menggubris persoalan lain, bahkan terhadap
apa yang dikatakan Liong Giok-po pun tidak memberikan
reaksi apa pun.
Apakah dia telah menemukan sesuatu?
Nyo Sin sama sekali tidak memperhatikan sikap aneh dari
Siang Huhoa, melihat tiada reaksi dari lelaki itu, dia pun
berkata:
"Ke tiga buah alasanmu tadi memang bagus dan masuk
diakal, tapi kau pun mesti memperhatikan satu hal"
"Katakan!" ucap Liong Giok-po.
"Berbicara dari kepandaian silat yang dia miliki, benar, bisa
saja dia mengelabuhi anak buahku dan berhasil menyelundup
masuk ke mari, tapi harta karun yang tersimpan di tempat ini
banyak sekali, dengan cara apa dia mengangkut seluruh
benda berharga itu seorang diri? Apalagi dari sekian banyak
benda mestika itu, banyak diantaranya merupakan benda
benda yang gampang rusak, bila ditumpuk jadi satu, tidak sulit
untuk rusak atau bahkan hancur berantakan, ini berarti dia
harus memindahkan benda benda semacam itu satu per satu,
mau masuk keluar pun paling tidak akan dilakukan puluhan
kali, dia mana punya waktu sebanyak itu? Selain itu, mau
memindahkan seluruh harta karun ini berarti dia harus
mengeluarkan dulu benda benda itu dari ruang rahasia ke

634
ruang perpustakaan, lalu dari ruang perpustakaan baru
dipindahkan lagi ke tempat penyimpanan, berapa banyak
waktu yang dia butuhkan untuk melakukan kesemuanya itu?
Cobalah dipikirkan lagi dengan lebih seksama"
Sinar mata aneh memancar keluar dari balik mata Liong
Giok-po, seolah dia merasa heran kenapa orang yang berada
dihadapannya itu kini bisa berpikir lebih teliti dan cermat.
Setelah mendengus dingin kembali Nyo Sin berseru:
"Memangnya kau anggap anak buahku pada buta semua
matanya, memangnya mereka hanya tahunya cuma tidur
melulu?"
Liong Giok-po tertawa dingin.
"Memang sulit bila pekerjaan itu dilakukan satu orang, tapi
kalau ada puluhan orang yang dilibatkan, pekerjaan semacam
ini gampang sekali dilakukan" katanya.
"Kau menuduhnya punya komplotan?"
"Memangnya tidak mungkin?"
"Di mana komplotannya?"
"Kenapa tidak kau tanyakan langsung kepadanya?"
Ternyata Nyo Sin benar benar bertanya kepada Siang
Huhoa:
"Apakah kau datang bersama komplotanmu? Sekarang ke
mana perginya konco konco mu itu?"
Siang Huhoa tidak menjawab, dia masih memusatkan
seluruh perhatiannya ke atas rak tembaga berbentuk setengah
lingkaran itu.
Ko Thian-liok mulai merasakan sesuatu yang aneh, tiba-tiba
dia menegur:
"Saudara Siang, apa yang sedang kau perhatikan?"

635
Dia sengaja memperkeras nada suaranya.
Kali ini Siang Huhoa menyahut, sembari menundukkan
kembali kepalanya dia berkata:
"Sekarang, kalian tentu sudah jelas bukan asal usul dari
harta karun itu?"
"Jelas atau tidak rasanya sudah tidak penting lagi" sahut Ko
Thian-liok sambil mengangguk, "yang mesti kita selesaikan
sekarang adalah dengan cara apa harta karun itu dicuri orang,
siapa yang telah melakukan hal ini?"
"Siapa yang melakukan pencurian ini, hingga sekarang
memang masih susah dipastikan, tapi masalah dengan cara
apa harta karun itu dicuri, sekarang sudah muncul titik
terangnya"
Baru saja Ko Thian-liok ingin bertanya lebih jauh, Liong
Giok-po sudah menimbrung dengan ketus:
"Bukan hanya titik terang, sebenarnya kau memang
mengetahui dengan sangat jelas"
Siang Huhoa bersikap seolah tidak mendengar sindiran itu,
katanya lagi sambil menatap wajah Ko Thian-liok:
"Ke empat petugas yang diperintahkan menjaga ruang
perpustakaan ini nampak sangat jujur dan bisa dipercaya,
mereka bilang selama beberapa hari terakhir tidak pernah
mangkir bertugas, situasi disini pun tenang tidak pernah
terjadi sesuatu apapun, aku rasa laporan mereka memang
benar dan bisa dipercaya"
"Ruang rahasia ini hanya memiliki sebuah jalan masuk, dan
sekarang terbukti semua harta karun telah lenyap dicuri
orang, memangnya setan iblis yang melakukan pencurian itu?"
tanya Ko Thian-liok tercengang.
"Mana ada setan iblis di dunia ini?"

636
"Lalu dengan cara bagaimana harta karun itu meninggalkan
ruang rahasia?"
"Ternyata ruang rahasia ini tidak hanya memiliki sebuah
pintu keluar"
"Maksudmu disini terdapat pintu masuk ke dua?" tanya Ko
Thian-liok tercengang.
"Moga-moga saja dugaanku tidak keliru" Siang Huhoa
mengangguk.
"Sebenarnya apa yang telah kau temukan?" desak Ko
Thian-liok lagi.
Siang Huhoa mendongakkan kepalanya mengawasi rak
tembaga berbentuk setengah lingkaran yang tergantung di
langit-langit ruangan, lalu jelasnya:
"Aku menemukan kejanggalan dengan rak tembaga ini"
Tanpa terasa Ko Thian-liok mengalihkan perhatiannya ke
atas rak tembaga itu, setelah diamati sejenak, kembali
tanyanya:
"Aku tidak menemukan kejanggalan dengan rak tembaga
ini"
"Coba kau amati lagi, bukankah diatas rak tembaga itu ada
selapis debu?"
"Benar"
"Sekarang kau cermati lapisan debu itu"
Sekali lagi Ko Thian-liok mencermati rak tembaga itu,
akhirnya dia menjumpai ada berapa bagian lapisan debu yang
semula melapisi tempat itu, kini sudah pada rontok.
Sebenarnya lapisan debu diatas rak tembaga itu memang
tidak banyak jumlahnya, bila tidak mengamati secara cermat,
siapa pun tidak akan menjumpai kalau ada bagian debu yang
hilang.

637
Di mana pun, selama ada udara yang mengalir dan tidak
sering dibersihkan, tempat tersebut pasti akan dilapisi debu,
maka adanya debu diatas rak tembaga sebetulnya bukan satu
kejadian yang aneh.
Yang aneh justru karena letak rak tembaga itu jauh diatas
langit langit ruangan, tempat yang tidak mungkin bisa diraih
dengan tangan, lalu mengapa lapisan debu ditempat yang
tinggi bisa hilang sebagian?
Sambil mengelus jenggotnya ujar Ko Thian-liok:
"Kelihatannya lapisan debu diatas rak tembaga itu sudah
terseka oleh sesuatu benda"
"Mungkin ada tikus yang kebetulan lewat disitu" sela Nyo
Sin dari samping.
Siang Huhoa segera tertawa hambar, ujarnya:
"Kalau perbuatan tikus, aku yakin tikus itu pasti segede
manusia bahkan pintar berjalan sambil jungkir balik"
Nyo Sin mendengus dingin, baru saja dia akan
mengucapkan sesuatu, Siang Huhoa telah melambung ke
tengah udara.
Dengan sekali lompatan Siang Huhoa melambung setinggi
satu dua kaki, sepasang tangannya segera menyambar ke
muka, mencengkeram rak tembaga setengah bulan itu,
kemudian badannya meluncur turun ke bawah.
Ternyata badannya tidak jatuh terjerembab bersama rak
tembaga yang ditariknya itu.
Bukan saja rak tembaga itu sanggup menahan bobot
badannya yang sedang bergelantungan, bahkan tidak
terperosok pula ke bawah lantaran tenaga betotannya ketika
bergelantungan tadi.
Rak tembaga tempat lentera yang begitu kokoh macam rak
tersebut memang jarang dijumpai di kolong langit.

638
Ketika tenaga betotannya ke bawah tidak mendatangkan
reaksi apa apa, tubuh Siang Huhoa kembali melambung ke
atas sambil menarik rak tembaga itu kuat kuat.
Tenaga tarikannya tidak kalah besar dengan tenaga
betotannya tadi, namun rak tembaga itu tetap bergeming,
sama sekali tidak bereaksi.
Nyo Sin keheranan setelah menyaksikan ulah lelaki itu,
teriaknya tidak tahan:
"Hey, apa yang sedang kau perbuat? Main topeng
monyet?"
Siang Huhoa tidak menanggapi, tangannya kali ini berputar
ke kiri lalu ke kanan, dia mencoba untuk memutar rak
tembaga itu searah jarum jam.
Jangan dilihat tubuhnya masih melambung di utara,
bersamaan dengan tangannya melakukan gerakan memutar,
sepasang kakinya segera menjejak pula pada tumpuan kaki
yang lain.
"Kraaak.....!" suara gemeturuk yang lirih segera
berkumandang dari balik sebuah tirai disisi ruangan.
Ternyata rak tembaga yang sama sekali tidak bergerak
tadi, kini ikut berputar ke samping.
Melihat putarannya mendatangkan reaksi, Siang Huhoa
segera mengerahkan lagi seluruh tenaganya dan mencoba
memutar rak tembaga itu sekali lagi.
Tapi kali ini rak tembaga itu tidak berputar lagi, namun
suara gemerutuk yang menggema dari balik tirai masih
bergema tiada hentinya.
Suara itu aneh sekali, bikin hati orang miris rasanya, suara
aneh mirip sekali dengan gerakan sekumpulan ular berbisa
yang pelan pelan merayap dibelakang tirai.

639
Seperti burung yang kaget dengan suara busur, Nyo Sin
sudah balik badan siap kabur dari situ, tapi baru berapa
langkah dia sudah menghentikan langkahnya.
Saat itu Ko Thian-liok sedang berdiri di belakangnya, tentu
saja dia tidak berani melarikan diri dari situ.
Sorot matanya segera dialihkan ke balik tirai sutera itu, dia
berharap bukan serombongan ular berbisa yang muncul dari
situ.
Ternyata dia memang tidak kecewa.
Sinar mata Ko Thian-liok telah dialihkan ke balik tirai sutera
itu, begitu juga dengan perhatian orang lain, tidak ada yang
terkecuali.
Suara yang aneh itu segera berhenti berbunyi, tapi tiada
sesuatu yang terjadi di balik tirai sutera itu, juga tidak terlihat
ada sesuatu benda yang muncul disana.
Setiap orang ingin mendekati tirai itu, menyingkapnya dan
memeriksa apa yang ada dibaliknya, namun tidak seorang pun
yang berjalan menghampiri, tidak terkecuali Liong Giok-po.
Mengapa jagoan tangguh yang tiada tandingan di kolong
langit ini bernyali begitu kecil?
Apakah dia pun tahu kalau dibalik tirai itu terdapat alat
perangkap yang sangat hebat, yang bisa membunuh orang
dalam sekejap?
0-0-0
Siang Huhoa masih bergelantungan dibawah rak tembaga,
sepasang biji matanya yang lebih besar dari telur itik turut
mengawasi belakang tirai itu, berada ditempat ketinggian,
tentu saja dia dapat melihat lebih jelas ketimbang orang lain.

640
Sayang tirai sutera itu menutupi hampir seluruh dinding
batu, biarpun berada di tempat ketinggian, dia pun tidak dapat
menyaksikan sesuatu apapun.
Menanti suasana dibalik tirai itu sudah hening kembali,
tanpa mengucapkan sepatah katapun Siang Huhoa segera
melepaskan satu tenaga pukulan ke depan.
Angin pukulan yang sangat kuat langsung menggulung tirai
sutera itu dan menyampoknya hingga terbuka lebar.
Tidak ada ular disitu, dibelakang tirai itu tidak ditemukan
sesuatu benda pun.
Tapi dinding batu yang semula melapisi tempat tersebut
kini sudah lenyap, disana muncul sebuah lubang yang cukup
besar.
Lubang itu tingginya tujuh depa dengan lebar dua depa,
cukup untuk keluar masuk seorang manusia.
Dibalik lubang diatas dinding batu itu hanya kegelapan
yang nampak, dari balik kegelapan seakan terdapat tumpukan
salju yang dingin, bongkahan salju yang membeku itu kini
seakan sedang melumer.
Siang Huhoa berdiri penuh siaga didepan gua itu, dia pun
secara lamat lamat merasakan hawa dingin yang berhembus
keluar.
Bagaimana bentuk dan keadaan gua itu? Benda apa yang
tersimpan di sana?
Walaupun dia memiliki ketajaman mata yang
mengagumkan namun tidak semuanya bisa terlihat jelas
dalam sekejap mata, dalam waktu singkat tirai itu menutup
kembali.
Siang Huhoa tidak membuang waktu lagi, dia menyelinap
ke samping tirai kemudian membetotnya kuat-kuat.

641
Sekarang mulut lorong itu dapat terlihat sangat jelas,
ternyata dibalik lorong terdapat sebuah jalan bawah tanah
yang menjorok jauh ke dalam.
Tidak tampak ujung dari lorong panjang itu karena dibalik
gua hanya kegelapan yang mencekam.
Apa kegunaan lorong rahasia itu? Lorong itu
menghubungkan tempat tersebut dengan mana?
Siang Huhoa ingin sekali menerobos masuk dan melakukan
pemeriksaan.
Sementara dia masih termenung, para jago lainnya telah
maju mengerubung.
Yau Kun dan Tan Piau dengan membawa sebuah lentera
segera mendekati mulut lorong dan menerangi keadaan di
dalam sana, sekarang suasana dalam lorong pun dapat terlihat
lebih jelas.
Biarpun jangkauan cahaya lentera bisa mencapai tempat
yang lebih jauh, namun kejauhan sana masih tetap tercekam
dalam kegelapan.
Ko Thian-liok coba melongok ke dalam lorong itu, kemudian
tidak tahan serunya:
"Kelihatannya lorong ini merupakan sebuah lorong bawah
tanah yang amat panjang"
"Rasanya memang begitu" Siang Huhoa membenarkan.
Setelah memperhatikan lagi berapa saat, dia baru berseru:
"Tolong bawakan lentera!"
Yau Kun segera maju sambil membawa lenteranya.
Siang Huhoa menerima lentera itu ditangan kiri, sementara
tangan kanannya mulai menggenggam gagang pedang.

642
Kemudian tanpa membuang waktu lagi dia melangkah
masuk ke balik pintu lorong dan menerobos masuk ke dalam
jalan bawah tanah itu.
Lorong rahasia itu lebarnya tidak lebih hanya dua depa,
tapi setelah berjalan masuk sedalam tiga depa, permukaan
lorong semakin melebar hingga luasnya empat depa dengan
ketinggian mencapai tiga depa lebih.
Sisi dinding ruangan dilapisi batu gunung yang tersusun
rapi.
Dibalik lorong tidak ada bongkahan salju, tapi semakin
berjalan masuk ke dalam, Siang Huhoa merasa angin dingin
makin keras berhembus lewat.
Api lentera mulai bergoyang karena hembusan angin
dingin, sekarang mereka sudah tidak dapat membedakan lagi
arah mata angin.
Hembusan angin seakan akan datang dari empat arah
delapan penjuru, membuat udara dalam lorong rahasia itu
makin lama serasa makin membeku.
Siang Hu-hoa amat keheranan, dengan penuh rasa ingin
tahu dia periksa sekeliling ruangan lorong, akhirnya dia
menjumpai lubang lubang angin kecil yang terdapat setiap
enam depa disepanjang lorong itu, jelas hembusan angin
berasal dari lubang kecil itu.
Maka setelah tertawa ewa, dia melanjutkan kembali
langkahnya.
Kecuali lubang-lubang angin itu, sepanjang dinding lorong
tidak dijumpai sesuatu yang aneh, yang terdengar sekarang
hanya suara gerakan tubuhnya yang menimbulkan suara
desingan nyaring.
Tanpa berhenti Siang Huhoa meneruskan terobosannya
masuk ke lorong rahasia itu, tidak lama kemudian dia sudah
berada dua kaki dari posisi semula.

643
Suasana didalam lorong itu tetap hening, sepi dan tidak
terjadi sesuatu apa pun, bahkan disana seakan tidak
dilengkapi alat jebakan atau perangkap yang mematikan.
Kecuali suara langkah kaki sendiri, Siang Huhoa tidak
mendengar suara apa pun.
Liong Giok-po yang pertama tidak tahan, dengan dua tiga
lompatan dia segera menyusul ke belakang Siang Huhoa.
Mendengar ada suara aneh bergema dari arah belakang,
Siang Hu-hoa segera berpaling, ketika melihat orang yang
menyusulnya adalah Liong Giok-po, mendadak sekilas
pandangan aneh memancar keluar dari balik matanya, setelah
berhenti sejenak akhirnya dia meneruskan kembali
perjalanannya.
Orang ke dua yang menyusul masuk ke dalam lorong
rahasia itu adalah Ko Thian-liok.
Melihat atasannya sudah melangkah masuk, tentu saja Nyo
Sin tidak berani berayal, dia segera berebut maju mendahului
Yau Kun dan Tan Piau dan mengikuti di belakang Ko Thianliok.
Pada barisan yang paling belakang menyusul Yau Kun dan
Tan Piau.
Setelah berjalan kurang lebih satu kaki, tiba-tiba Ko Thianliok
menghentikan langkahnya, menarik napas panjang dan
bergumam:
"Sungguh anehi"
"Apanya yang aneh?" tanya Siang Huhoa sambil ikut
berhenti.
"Lorong ini sangat rapat dan berada dibawah tanah,
kenapa udara disini amat bersih dan segar?"
"Apakah saudara Ko tidak memperhatikan lubang-lubang
kecil yang ada di kiri kanan dinding lorong?"

644
Ko Thian-liok memperhatikan sekejap lubang itu, kemudian
tanyanya lagi:
"Apa kegunaan lubang kecil itu?"
"Lubang angin!"
"Ooh, rupanya begitu, tapi lubang angin itu menghadap ke
tempat mana?"
"Yang pasti berada diatas permukaan tanah, tempat
manakah itu? Sementara kita tidak jelas, tapi bila ingin tahu
sebetulnya tidak susah"
"Aku rasa hal tersebut tidak terlalu penting, yang paling
utama saat ini adalah mengetahui lorong bawah tanah ini
tembus hingga ke mana" ucap Ko Thian-liok.
"Mau tembus ke mana pun selama ada di kolong langit
pada akhirnya akan ditemukan juga ujungnya" sahut Siang
Huhoa sambil tertawa, "ayoh kita lanjutkan perjalanan menuju
ke depan"
Seraya berkata dia pun beranjak pergi.
Liong Giok-po segera menyusul di belakangnya, mendadak
dia melepaskan kain kerudung yang menutupi wajahnya.
Dalam waktu singkat dalam lorong itupun muncul sesosok
bayangan setan yang menakutkan.
Siang Huhoa sama sekali tidak berpaling, dia seakan tidak
perduli dengan ulah orang itu, berbeda dengan Ko Thian-liok
yang mengikuti di belakangnya, tidak kuasa bergidik hatinya
setelah menyaksikan adegan itu.
Nyo Sin turut tercekat perasaan hatinya, dia merasakan
jantungnya berdebar keras.
0-0-0

645
Bab 35.
Menyerahkan diri.
Setelah menelusuri lorong yang tegak lurus sejauh tiga
kaki, jalanan mulai berliku liku dan penuh tikungan.
Setelah berbelok pada sebuah tikungan diikuti tikungan
yang lain, secara beruntun mereka telah melalui belasan buah
tikungan.
Setelah melalui tikungan yang ke empat belas Siang Huhoa
mulai menghela napas panjang sambil berkata:
"Aneh benar jalan lorong ini, kenapa dibikin berliku liku?"
"Kepalaku sudah mulai terasa pening" lanjut Ko Thian-liok
yang berada di belakang sambil menghela napas panjang.
"Untung jalan lorong ini tidak disertai persimpangan jalan"
"Ini sudah lebih dari cukup, kalau tadi aku masih sempat
memuji kehebatan konstruksi bangunan lorong bawah tanah
ini, maka sekarang, tampaknya aku mesti menarik kembali
perkataanku itu!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka
kembali berbelok disebuah tikungan tajam.
Dua kaki setelah tikungan tajam itu lamat-lamat kelihatan
munculnya sebuah anak tangga batu.
Tanpa terasa Siang Huhoa mempercepat langkah kakinya.
Benar saja, didepan sana terdapat sebuah anak tangga
batu.
Didepan situ sudah tidak ada jalan tembus lagi, agaknya
lorong bawah tanah itu sudah mencapai pada ujungnya.

646
"Ada anak tangga batu!" tanpa terasa Siang Huhoa
berpekik.
"Berarti sudah sampai diujung lorong?" tanya Liong Giok-po
sambil menyusul datang.
Nada suaranya agak parau, dengusan napasnya
kedengaran agak tersengkal, tampaknya perjalanan cepat ini
sudah menguras habis sebagian besar tenaganya.
Kalau tadi suara dengusan napasnya tidak kedengaran
karena dia memang masih berada ditempat kejauhan, tapi
begitu mendekat, jangan lagi Siang Hu-hoa yang memiliki
ketajaman pendengaran yang luar biasa, orang awam pun
dapat dipastikan dapat mendengar juga napasnya yang
tersengkal.
Malah dari atas wajahnya yang menyeramkan bagaikan
setan itu kelihatan peluh bercucuran dengan amat derasnya.
Dipandang dari sudut manapun, dia sama sekali tidak mirip
seorang jago persilatan yang berilmu tinggi.
Sekali lagi sinar aneh memancar keluar dari balik mata
Siang Huhoa.
Tapi dia tidak berpaling, sorot matanya pun tidak
mengawasi anak tangga batu itu tapi justru mengawasi lampu
lentera yang berada dalam genggamannya.
Sesungguhnya lampu lentera itu sama sekali tidak menarik
untuk dipandang, biarpun sorot matanya sedang mengawasi
lampu lentera, namun pandangan matanya sama sekali tidak
berada disana.
Tampaknya dia sedang memikirkan sesuatu, memikirkan
suatu persoalan yang amat besar dan penting.
Menanti Ko Thian-liok dan Nyo Sin sekalian sudah menyusul
tiba, sorot matanya baru dialihkan ke atas anak tangga batu
itu.

647
"Undakan batu itu tembus hingga ke mana?" tanya Ko
Thian-liok sambil menghentikan langkah kakinya.
"Asal naik ke atas, kita toh bisa tahu segalanya" sela Liong
Giok-po dari samping.
Siang Hu-hoa tidak banyak bicara, dia segera beranjak dari
tempat semula dan mulai menaiki undak undakan batu itu.
Anak tangga batu itu berjumlah tiga puluhan dan menjorok
naik ke atas, diujung anak tangga merupakan sebuah tanah
datar.
Tanah datar itu luasnya enam depa, tiga penjuru berupa
dinding batu sementara persis berhadapan dengan mulut
lorong itu terdapat lagi sebuah pintu batu selebar dua depa
dengan ketinggian tujuh depa.
Ditengah pintu batu terdapat sebuah gelang pintu yang
terbuat dari baja, Siang Huhoa segera tempelkan telinganya
diatas pintu itu dan mendengarkan berapa saat, kemudian dia
baru mencengkeram gelang besi tersebut.
Dia mencoba menarik gelang itu ke belakang.
Sama sekali tidak ada reaksi, pintu batu itu sama sekali
bergeming, ketika dicoba untuk mendorong ke depan, hasilnya
tetap sama.
Terpaksa dia pun memutar gelang besi itu ke samping, dia
ingin tahu apakah pintu itu bereaksi.
"Kraaak!" betul juga, begitu gelang besi diputar ke kanan,
dari balik pintu batu segera bergema suara nyaring menyusul
kemudian pintu itu perlahan lahan terbuka lebar.
Dibalik pintu batu itu merupakan sebuah lorong yang
gelap......tempat apakah itu?
Siang Huhoa melepaskan genggamannya atas gelang besi
itu, namun dia belum menggeserkan tubuhnya, lentera yang
ada ditangan kiri segera disodorkan masuk ke balik pintu.

648
Dalam waktu singkat suasana dibalik pintu pun terlihat
jelas.
Permukaan lantai ruangan itu merupakan ubin berbentuk
bunga, sebuah motif lantai yang tidak asing bagi Siang Huhoa,
namun untuk sesaat dia tidak bisa membayangkan pernah
melihat lantai semacam ini dimana.
Selangkah demi selangkah dia berjalan masuk ke dalam
ruangan, jangan dilihat dia seakan berjalan santai, padahal
semua gerak geriknya dilakukan dengan sangat berhati hati.
Ko Thian-liok, Liong Giok-po dan Nyo Sin segera mengikuti
di belakangnya degan amat berhati hati.
Baru saja mereka berlima masuk ke balik pintu, mendadak
terdengar Siang Huhoa yang berada dipaling depan berseru
tertahan, seruan itu amat keras, tampaknya dia telah
menyaksikan sesuatu hal yang membuatnya tercengang.
"Sebetulnya tempat apakah ini?" tanya Ko Thian-liok tanpa
terasa.
"Gudang kecil di belakang kamar tidur Jui Pak-hay suami
istri" jawab Siang Huhoa.
Sementara itu Nyo Sin, Tan Piau dan Yau Kun pun segera
dapat mengenali ruangan tersebut, tanpa sadar mereka ikut
berseru:
"Aaah betul, memang ruang kecil itu"
0-0-0
Bagian luar dari pintu batu sebenarnya merupakan dinding
sisi kiri dari ruangan kecil itu, bangunan loteng terletak persis
diatas kepala mereka.

649
Walaupun Ko Thian-liok belum pernah mendatangi tempat
tersebut, namun dia sudah hapal sekali dengan situasi
ruangan, dia mempelajari situasi itu dari laporan kasus
pembunuhan yang diberikan anak buahnya.
Laporan yang dibuat Tu Siau-thian memang sangat teliti
dan terperinci, untuk membuat laporan yang lengkap dan
terperinci, Tu Siau-thian memang sudah membuang banyak
pikiran dan tenaga.
Maka dia sangat menguasahi situasi ditempat kejadian,
bahkan pemahamannya atas tempat itu jauh diatas
pemahaman Nyo Sin.
Begitu mendengar ucapan dari Siang Huhoa tadi, dia
segera mendongakkan kepalanya mengawasi bangunan loteng
itu, kemudian ujarnya:
"Apakah jenasah Jui Pak-hay beserta sekelompok Laron
Penghisap darah itu kalian temukan dalam loteng tersebut?"
"Benar!" sahut Nyo Sin cepat.
"Blaaammm!" entah apa sebabnya mendadak pintu rahasia
itu menutup dengan sendirinya.
Semua yang hadir segera berpaling.
Dengan perasaan terkejut teriak Nyo Sin:
"Baru saja kita berenam keluar dari situ, siapa.....siapa
yang telah menutup kembali pintu rahasia tersebut?"
"Yang pasti bukan perbuatan manusia" sahut Siang Huhoa.
"Kalau bukan perbuatan manusia, memangnya ulah setan
iblis?" bisik Nyo Sin dengan wajah berubah.
Siang Huhoa kontan tertawa tergelak.
"Mana ada setan di dunia ini? Pintu batu itu sudah
dilengkapi alat rahasia"

650
"Sungguh?" Nyo Sin setengah percaya.
"Justru karena sudah dilengkapi alat rahasia, maka secara
otomatis pintu itu akan menutup kembali setelah dilewati
seseorang"
Nyo Sin menghembuskan napas lega setelah mendengar
penjelasan itu, tapi tanyanya lagi:
"Darimana kau bisa tahu? Sejak kapan kau mengetahui
akan hal ini?"
"Sejak membuka pintu batu itu aku sudah tahu"
"Mungkin jauh hari sebelum membuka pintu itu dia sudah
tahu" tiba-tiba Liong Giok-po menimbrung dari samping.
"Oya?"
"Kalau tidak, masa dia seakan hapal sekali dengan segala
situasi yang sedang dihadapinya?" lanjut Liong Giok-po.
Agak ragu Nyo Sin segera berpaling dan mengawasi wajah
Siang Huhoa.
Namun Siang Huhoa tidak meladeni perkataan itu, dia
hanya membungkam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Melihat itu Liong Giok-po tertawa bangga, tertawa dingin
tiada hentinya.
Mendadak Ko Thian-liok memotong suara tertawa dari
Liong Giok-po itu, ujarnya:
"Setelah pintu batu itu menutup kembali, seharusnya diatas
dinding ruangan akan muncul jejak atau celah yang kecil,
kenapa tidak nampak sesuatu yang aneh? Kenapa dinding itu
kelihatan rata kembali?"
"Kalau ada, pintu rahasia ini sudah kutemukan ketika
memeriksa dinding ruangan tersebut tempo hari" sahut Siang
Huhoa.

651
"Aaai.....kemampuan Jui Pak-hay merancang alat rahasia
memang sangat hebat dan mengagumkan" puji Ko Thian-liok
sambil menghela napas panjang.
Siang Huhoa tidak menyangkal, sahutnya:
"Menurut pandanganku, keberhasilannya menguasahi
kepandaian ini mungkin masih jauh diatas kemampuan
gurunya sendiri Hian kicu"
"Luar biasa, luar biasa.... dia bisa disebut orang berbakat
yang luar biasa diantara orang berbakat lainnya" puji Ko
Thian-liok lagi.
"Di tempat inipun masih ada seorang lagi yang berbakat
luar biasa, jauh melebihi orang berbakat lainnya" timbrung
Liong Giok-po tiba-tiba.
Siapa pun tahu siapa yang dimaksudkan orang ini.
"Kelihatannya besar amat rasa curigamu" sindir Siang
Huhoa sambil tertawa dingin.
"Memang besar"
"Kau tetap merasa yakin akulah yang telah mencuri seluruh
harta karun yang tersimpan dalam ruang rahasia itu?"
"Yakin seyakin-yakinnya!"
"Selain karena alasan yang sudah kau kemukakan, apakah
masih ada alasan lainnya?"
"Kenyataannya kau bisa mengajak kami semua tiba
ditempat ini, bukankah bukti ini merupakan sebuah alasan
yang sangat tepat?"
"Jadi inipun kau anggap sebagai sebuah alasan?"
"Jika kau tidak pernah melalui lorong rahasia ini, kenapa
bisa mengajak kami untuk melalui lorong rahasia tersebut
dengan begitu mudah dan lancar?"

652
"Jadi kau anggap dengan mudah kuajak kalian sampai
disini?" kembali Siang Huhoa tertawa dingin.
"Benar, mudah sekali" seru Liong Giok-po, setelah berhenti
sejenak, lanjutnya:
"Kalau pun di dunia ini benar benar terdapat setan iblis,
tidak nanti mereka akan mencuri harta karun milik manusia,
sekalipun Laron Penghisap darah benar benar bisa makan
manusia, menghirup darah manusia seperti apa yang
diceritidakan dalam dongeng, tidak nanti mereka akan melalap
harta karun itu sampai ludas. Jelas dan tidak bisa diragukan
lagi hilangnya harta karun itu merupakan ulah tangan
manusia"
Kemudian setelah menarik napas panjang, tambahnya:
"Hanya orang yang suka akan intan permata baru akan
berpikiran jahat untuk mengangkangi harta karun milik orang
lain"
Siang Huhoa menggetarkan bibirnya seakan hendak
berbicara, tapi sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu,
Liong Giok-po sudah bicara lagi:
"Tentu saja bukan pekerjaan yang gampang bila mengincar
harta karun milik Jui Pak-hay ini, selain dia mesti mengerti
tentang alat perangkap, menguasahi ilmu meringankan tubuh
yang hebat, orang itupun mesti punya akal dan agak pintar"
Nada ucapannya berubah makin berat dan dalam,
terusnya:
"Di tempat ini hanya ada satu orang yang memenuhi
kriteria dan prasyarat tersebut, orang itu tidak lain adalah kau,
saudara Siang!"
"Tempat ini yang kau maksudkan meliputi daerah mana
saja?" tanya Siang Huhoa sambil tertawa dingin.
"Tentu saja meliputi seluruh keresidenan"

653
"Rasanya magrib tadi kau baru tiba di sini bukan?"
"Betul"
"Begitu sampai disini, kau langsung menuju ke kantor
pengadilan dan belum pernah meninggalkan kantor barang
selangkah bukan?"
"Benar!"
"Aneh, kenapa kau bisa begitu hapal dan menguasahi
wilayah tempat ini?"
Liong Giok-po segera terbungkam.
"Mungkin saja sebagian besar orang yang berada diwilayah
ini merupakan orang orang yang cerdas" ujar Siang Huhoa
lagi.
Liong Giok-po kembali tertawa dingin.
"Tapi hingga detik ini hanya satu orang yang patut
dicurigai, orang itu adalah kau, Siang tayhiap!"
"Lalu mau apamu?"
"Aku sih cuma seorang rakyat kecil, seorang rakyat kecil
bisa berbuat apa?"
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Nyo Sin,
terusnya:
"Orang yang bertanggung jawab atas keamanan wilayah ini
adalah komandan Nyo, biar dia yang selesaikan urusan ini"
Tanpa sadar Nyo Sin segera membusungkan dadanya.
Kembali Liong Giok-po bertanya kepada Nyo Sin:
"Menurut komandan Nyo, apa yang pantas kita perbuat
terhadap seorang tersangka macam begini?"
"Tentu saja harus dibekuk dan ditahan.........." jawab Nyo
Sin tanpa sadar.

654
Tapi begitu ucapan tersebut meluncur keluar, dia baru
teringat kalau Siang Huhoa adalah seorang jagoan yang
sangat tangguh, kontan saja dia menutup kembali mulutnya.
Dalam pada itu Liong Giok-po sudah berkata lebih jauh:
"Dengan pengalaman yang dimiliki komandan Nyo, jika kau
anggap tindakan ini yang paling tepat, aku rasa memang
tindakan itulah yang harus kita lakukan sekarang"
"Soal ini......." Nyo Sin jadi tergagap.
"Kenapa?"
"Ilmu silatnya sangat tangguh, jika dia enggan
menyerahkan diri, kamipun tidak bisa berbuat apa-apa"
"ooh, rupanya persoalan ini yang dikuatirkan komandan
Nyo......."
Tampaknya dia masih akan bicara lebih lanjut, tapi sebelum
dia sempat berkata Nyo Sin kembali sudah menukas:
"Aaah benar, aku hampir lupa dengan Liong kongcu, aku
dengar kau adalah jago nomor wahid dari Kanglam, asal Liong
kongcu mau membantu, persoalan ini malah lebih gampang
penyelesaiannya"
Kalau dilihat dari mimik mukanya, dia seolah benar benar
ingin menangkap Siang Huhoa.
Semenjak kasus pembunuhan ini terjadi, khususnya sejak
kehadiran Siang Huhoa disana, Nyo Sin sebagai komandan
opas nyaris tidak ada kesempatan untuk angkat bicara, hal
mana sudah membuat hatinya sangat mengganjal dan tidak
suka hati, entah sudah berapa kali dia berusaha mencari
kesempatan untuk menjatuhkan pamor Siang Huhoa.
Sekarang kesempatan yang langka itu sudah muncul di
depan mata, tentu saja dia tidak ingin melepaskannya dengan
begitu saja.

655
Di dalam anggapannya, Liong Giok-po sebagai jago
tangguh yang tanpa tandingan di wilayah Kanglam pasti
memiliki kepandaian silat setara dengan kemampuan Siang
Huhoa, itu berarti bila terjadi pertempuran, jagoan dari
Kanglam ini bisa memaksakan satu pertarungan yang
seimbang.
Bila ditambah dengan golok panjang, tombak pendek dari
Yau Kun dan rantai besi dari tanpoh, dia merasa sudah lebih
dari cukup untuk membekuk Siang Huhoa.
Begitu keputusan diambil, dia pun segera memberi tanda
kepada Tan Piau dan Yau Kun.
Tanda itu dimaksudkan agar mereka bersiap siap untuk
turun tangan.
Tanpa terasa Yau Kun dan Tan Piau saling bertukar
pandangan sekejap dengan wajah tertegun, khususnya Yau
Kun, dia kelihatan teramat kikuk.
Sekali lagi Nyo Sin mengalihkan pandangan matanya ke
wajah Liong Giok-po, dia menunggu jagoan dari Kanglam itu
melancarkan serangan terlebih dulu, kemudian dia bersama
kedua anak buahnya akan maju mengembut.
Ternyata Liong Giok-po sama sekali tidak bereaksi,
bergerak pun tidak.
Nyo Sin menunggu lagi berapa saat, melihat tiada reaksi
juga dari jagoan tersebut, tidak tahan dia segera menegur:
"Liong kongcu!"
Mimik muka Liong Giok-po kelihatan mengejang keras,
namun dia tetap membungkam dan tidak melakukan gerakan
apapun.
Saat itulah Siang Huhoa mengejek, katanya:
"Jika dia mampu turun tangan, sedari tadi dia sudah
menyerang aku"

656
"Kenapa dia tidak mampu turun tangan?" tanya Nyo Sin
makin keheranan.
"Sebab dia sudah bukan Liong Giok-po yang dulu lagi"
Nyo Sin semakin tercengang, dengan nada tidak habis
mengeri tanyanya lagi:
"Apakah identitasnya bermasalah? Bukankah tadi sudah
kau buktikan kalau dia asli?"
"Aku tidak pernah mempermasalahkan identitasnya, dia
memang Liong Giok-po yang asli"
"Lalu dimana letak perbedaannya dengan Liong Giok-po
yang dulu?"
Siang Huhoa tidak langsung menjawab, sorot matanya
dialihkan ke wajah Liong Giok-po dan menatapnya sekejap,
kemudian tanyanya:
"Liong-heng, kau yang akan menjelaskan sendiri atau aku
yang memberikan penjelasan?"
Sekali lagi mimik muka Liong Giok-po nampak mengejang
keras, bukannya menjawab dia malah bertanya:
"Sejak kapan kau tahu akan hal ini?"
"Sejak masuk ke lorong bawah tanah, aku sudah curiga"
"Lantaran langkah kakiku berat?"
"Itu hanya salah satu alasan, ketika kujumpai kau
menyusulku naik ke undak undakan batu tadi, keyakinanku
semakin besar"
Liong Giok-po nampak tergagap dan tidak bisa bicara lagi.
"Apakah lantaran pengaruh bubuk lima racun dari Tok
tongcu?"
"Benar!"

657
"Sungguh dahsyat dan menakutkan bubuk lima racun itu!"
pekik Siang Hu-hoa terkesiap.
"Memang sangat hebat, segenggam bubuk lima racun
bukan saja telah menghancurkan wajahku, juga membuyarkan
seluruh tenaga dalam yang kumiliki"
Setelah berhenti sejenak, terusnya:
"Sekarang aku lemah tidak bertenaga, jangan lagi
bertempur, tenaga untuk menangkap ayam pun tidak punya.
Dibandingkan dengan kemampuanku sewaktu malang
melintang di wilayah Kanglam dulu, aku ibarat dua orang yang
berbeda"
"Oooh....." sekarang Nyo Sin baru sadar apa yang telah
terjadi, paras mukanya langsung berubah hebat.
Dengan hilangnya kekuatan dari Liong Giok-po, bagaimana
mungkin mereka bertiga sanggup menghadapi Siang Huhoa?
Pada saat itulah mendadak Siang Huhoa berpaling ke arah
pintu kamar tidur sambil menghardik:
"Siapa disitu?"
Seseorang menyahut sambil mendorong pintu dan berjalan
masuk.
Ternyata orang itu adalah Jui Gi!
Cahaya lentera menerangi wajah Jui Gi, entah karena
pantulan sinar atau lantaran alasan lain paras muka Jui Gi
kelihatan pucat pias seperti mayat, tapi sikapnya sangat
tenang.
Belum sempat Siang Huhoa mengucapkan sesuatu, Nyo Sin
sudah menegur lebih dulu:
"Jui Gi, mau apa yang sembunyi di luar pintu?"
"Aku bukan lagi bersembunyi" bantah Jui Gi sambil
goyangkan tangannya berulang kali.

658
"Lalu sedang apa kau disitu?"
"Barusan kebetulan aku sedang lewat diluar pintu, ketika
melihat ada sinar lentera bergeser didalam kamar ini, kukira
ada pencuri yang nyelonong masuk, maka akupun menyusul
kemari untuk melakukan pemeriksaan"
"Tajam amat matamu" jengek Nyo Sin.
"Gerakan tubuhnya juga hebat" Siang Huhoa
menambahkan, "seandainya dia tidak menyentuh pintu kamar
secara tidak sengaja, akupun tidak sadar kalau diluar kamar
ada orangnya"
"Semasa masih hidup dulu, majikan sering mengajarkan
ilmu silat kepadaku" Jui Gi menjelaskan sambil tertawa.
"Kenapa begitu kutegur kau langsung membuka pintu dan
berjalan masuk? tidak kuatir orang yang menegurmu adalah
pencoleng?"
"Mana ada pencoleng bernyali besar?" Jui Gi tertawa
tergelak.
Setelah berhenti tertawa, dia berpaling ke arah Ko Thianliok
sambil menyapa:
"Tayjin, rupanya kaupun ikut datang?"
"Benar" sahut Ko Thian-liok, "barusan kau telah pergi ke
mana?"
"Setelah bersantap aku berjalan mengelilingi
perkampungan"
"Kau tidak meninggalkan pesan kepada anggota
perkampungan lainnya?"
"Karena tidak pergi jauh, maka aku tidak meninggalkan
pesan"
"Sewaktu kembali tadi, apakah ada yang beritahu
kepadamu kalau kami telah datang kemari?"

659
"Aku masuk melalui pintu belakang, maka tidak berjumpa
dengan mereka"
Tiba-tiba Ko Thian-liok bertanya lagi:
"Apakah kau tidak merasa keheranan, kenapa kami bisa
muncul di tempat ini?"
Jui Gi menghela napas panjang.
"Buat apa aku mesti merasa heran? Sudah terlalu banyak
kejadian aneh yang terjadi disini berapa hari belakangan"
katanya.
Ko Thian-liok manggut berulang kali, kembali tanyanya:
"Apakah kau juga tahu kalau dari ruang rahasia dimana
majikanmu menyimpan harta karun terdapat sebuah lorong
rahasia yang menghubungkan tempat tersebut dengan
ruangan ini?"
"Lorong rahasia?' sekali lagi Jui Gi tertegun, cepat-cepat dia
menggeleng.
"Jadi majikanmu belum pernah menyinggung soal ini?"
"Belum pernah"
"Kenapa?"
"Di waktu biasa, majikan jarang sekali berbicara, yang
dibicarakan biasanya hanya urusan sehari-hari"
Ko Thian-liok tidak bertanya lebih jauh, dia segera
mengulapkan tangannya seraya berseru:
"Kalau begitu menyingkirlah untuk sementara waktu"
Jui Gi sangat penurut, dia segera mengundurkan diri ke
samping.
Kini Ko Thian-liok mengalihkan pandangan matanya ke
wajah Liong Giok-po.
Melihat itu Liong Giok-po segera berseru:

660
"Apa yang kukatakan tadi semestinya sudah tayjin dengar
semua bukan?"
Ko Thian-liok mengangguk.
Liong Giok-po berkata lagi:
"Sekarang keadaanku tidak berbeda dengan kebanyakan
orang, sudah bukan jago persilatan lagi, aku pun sudah tidak
memiliki kemampuan yang cukup untuk melindungi harta dan
nyawa sendiri"
"Lalu kenapa?"
"Tentu saja aku berusaha mendapat jaminan keamanan
dari hukum, seperti kebanyakan orang yang lain"
"Belum tentu harapanmu merupakan satu hal yang
menguntungkan bagimu"
"Tentunya tayjin memandang aku sama seperti rakyat
kebanyakan bukan?" kembali Liong Giok-po mendesak.
"Tentu saja"
"Itu berarti tayjin akan memutuskan masalah ini dengan
seadil adilnya bukan?"
"Pasti" Ko Thian-liok mengangguk, "aku sudah sepuluh
tahun menjabat sebagai pembesar negeri, aku selalu bersikap
adil terhadap siapa pun dan masalah apa pun"
"Kalau begitu aku bisa berlega hati sekarang"
"Kau memang tidak usah kuatir"
"Sekarang, apa yang hendak tayjin lakukan terhadap Siang
Hu-hoa?" desak Liong Giok-po kemudian.
Ko Thian-liok tidak menjawab, dia cuma termenung.
"Apakah tayjin menganggap Siang Huhoa tidak pantas
dicurigai?" kembali Liong Giok-po bertanya.
"Benar"

661
"Apa alasannya?"
"Aku yakin tidak salah menilai orang"
"Apakah tayjin akan putuskan kasus ini hanya berdasarkan
pertimbangan dan penilaian pribadi?"
"Tentu saja tidak"
Liong Giok-po segera tertawa dingin, jengeknya:
"Menurut pandanganku, lebih baik tayjin menahan Siang
Huhoa terlebih dulu, tersangka macam dia bisa berbahaya
kalau tidak dijebloskan dulu ke dalam tahanan, selain itu nama
besar tayjin juga.......hmmmm....hmmm!"
"Terhadap persoalan ini tayjin harus mempertimbangkan
dulu dengan seksana" kata Nyo Sin pula menimpali.
Ko Thian-liok tetap membungkam, dia hanya termenung
terus.
Tiba-tiba Siang Huhoa tertawa tergelak, selanya:
"Saudara Liong, kelihatannya kau belum puas kalau belum
melihat aku masuk penjara?"
"Aku rasa saudara Siang toh sudah terbiasa dengan
suasana dalam penjara" jengek Liong Giok-po tertawa dingin.
"Sebaliknya, aku justru sangat asing"
Liong Giok-po segera tertawa tergelak.
"Hahahaha..... aku hampir saja lupa kalau saudara Siang
memang memiliki kemampuan yang luar biasa, seorang
penyamun ulung macam saudara Siang pasti mempunyai
kemampuan yang luar biasa untuk meloloskan diri dari setiap
tuduhan yang dialamatkan kepadamu"
Siang Huhoa tidak menanggapi.

662
"Aku rasa kali inipun tidak terkecuali!" kembali Liong Giokpo
menambahkan.
Tiba-tiba Siang Huhoa tertawa, ujarnya:
"Salah atau benar, suatu ketika pasti akan terungkap juga,
aku yakin kalau diriku bersih, baiklah, kalau aku diminta
masuk penjara, sekarang juga aku akan masuk penjara"
Begitu perkataan itu diucapkan, semua orang malah
tertegun dibuatnya.
Kembali Siang Huhoa berkata:
"Bagaimana pun juga sudah lama aku memang ingin
mendapatkan kesempatan semacam ini, merasakan
bagaimana enaknya masuk penjara"
"Saudara Siang........" Ko Thian-liok berseru tertahan.
"Saudara Ko tidak usah menguatirkan diriku" tukas Siang
Hu-hoa cepat, setelah menghembuskan napas panjang,
terusnya:
"Apalagi berada dalam penjara pasti jauh lebih tenang
daripada berada ditempat lain, sekarang aku memang
membutuhkan satu tempat yang tenang untuk beristirahat,
dengan begitu aku baru bisa memikirkan kembali semua
kejadian yang berlangsung selama beberapa hari ini"
Liong Giok-po segera menyikut Nyo Sin sambil berseru:
"Komandan, apa lagi yang kau tunggu?"
Nyo Sin agak tertegun tapi segera teriaknya:
"Pengawal, borgol dia!"
Baik Yau Kun maupun Tan Piau, semuanya membawa
borgol dipinggangnya dan mendengar dengan jelas perintah
itu, namun ke dua orang opas itu hanya berdiri mematung
tanpa bergerak.

663
Nyo Sin baru sadar akan tindakannya setelah ucapan
tersebut meluncur keluar dari mulutnya, mau dibatalkan pun
sudah terlambat.
Terpaksa dia melotot ke arah Tan Piau dan Yau Kun sambil
hardiknya:
"Apa yang sedang kalian lakukan? Kenapa hanya berdiri
melongo? Cepat borgol dia"
Yau Kun nampak sangat rikuh, dia seakan hendak
melangkah maju tapi segera diurungkan kembali niatnya,
sementara Tan Piau telah melepaskan rantai borgol dari
pinggangnya.
Tidak seperti Yau Kun, Tan Piau memang tidak mempunyai
hubungan yang terlalu akrab dengn Siang Huhoa.
Mengawasi rantai borgol yang disodorkan ke hadapannya
Siang Huhoa bertanya:
"Bagaimana? Aku pun harus mengenakan benda ini?"
"Atas perintah komandan, terpaksa hamba harus
menjalankan perintah" sahut Tan Piau sambil tertawa paksa.
Liong Giok-po yang berada disamping kembali
menimbrung:
"Borgol melambangkan hukum, jika kau tidak mengenakan
borgol itu sama artinya kau tidak menganggap hukum"
Siang Huhoa hanya tertawa, dia segera meluruskan
tangannya ke depan.
Tampaknya dia sama sekali tidak ambil perduli terhadap
semua kejadian itu.
Baru saja Tan Piau maju ke depan, Ko Thian liok telah
menghardik keras:
"Tunggu sebentar!"

664
Tan Piau segera menghentikan langkahnya.
Kembali Ko Thian-liok berkata:
"Kau anggap Siang tayhiap itu siapa? Apa yang telah dia
setujui tidak bakal disesali kembali, tidak mungkin dia bakal
kabur ditengah jalan, kalau dia sudah bersedia bekerja sama,
kenapa mesti menyusahkan dirinya lagi?"
Tan Piau melirik Nyo Sin sekejap kemudian menundukkan
kepalanya.
Nyo Sin menundukkan pula kepalanya sambil menjawab
agak tergagap:
"Tapi peraturan......."
"Peraturan apa?' kembali Ko Thian-liok menghardik, "kalau
ada kejadian, biar aku yang bertanggung jawab"
Kemudian dengan memperberat nada suaranya ia berkata
lagi:
"Selama masih ada aku disini, belum tiba giliranmu untuk
mengambil keputusan, pergi, semuanya pergi dari
hadapanku!"
Tergopoh gopoh Nyo Sin mengundurkan diri dari situ,
apalagi Tan Piau.
Kembali Ko Thian-liok berpaling ke arah Siang Huhoa,
katanya:
"Saudara Siang, kau tidak perlu masuk penjara"
"Aku rasa lebih baik masuk saja"
"Aku rasa hal ini akan menyiksa dirimu"
"Saudara Ko, tampaknya kau merasa begitu yakin kalau
persoalan ini sama sekali tidak ada kaitannya denganku"
"Aku percaya dugaan dan analisaku tidak bakal salah"

665
"Tapi, seperti apa yang dikatakan saudara Liong, orang
yang paling mencurigakan saat ini hanyalah aku seorang,
tersangka macam aku mana boleh tidak dijeblokkan ke dalam
penjara?" kata Siang Hu-hoa tertawa.
Melihat suara tertawanya begitu riang, tidak kuasa lagi Ko
Thian-liok menghela napas panjang, katanya:
"Kalau kudengar dari nada pembicaraanmu, seakan kau
malah senang sekali dapat masuk penjara?"
"Sekarang aku memang merasa gembira"
"Selama menjadi pembesar hampir sepuluh tahun lamanya,
baru pertama kali ini kujumpai ada orang malah senang
karena akan dijebloskan ke dalam penjara"
"Orang bilang pengalaman itu penting bagi kehidupan
manusia, selama ini aku belum punya pengalaman masuk bui,
apa salahnya kalau menggunakan kesempatan ini aku
menambah pengalamanku?"
"Baiklah, kalau memang itu maumu, aku pasti akan
perintahkan mereka untuk melayanimu secara baik baik" kata
Ko Thian-liok kemudian.
Siang Huhoa tertawa tergelak, tanpa banyak bicara lagi dia
segera beranjak pergi dari situ.
0-0-0
Bab 36.
Kuncup bunga Tho mulai mekar.
Ko Thian-liok segera menyusul ke samping Siang Huhoa,
tanyanya kemudian:

666
"Saudara Siang berencana akan menggeledah tempat mana
lagi?"
"Sekarang aku hanya butuh sebuah tempat yang tenang
untuk beristirahat"
Tergerak hati Ko Thian-liok, buru-buru bisiknya:
"Apakah saudara Siang berhasil menemukan sesuatu titik
terang?"
Siang Huhoa hanya termenung tanpa menjawab.
"Sebenarnya apa penemuanmu itu?" desak Ko Thian-liok
lagi.
Siang Huhoa termenung sesaat, setelah menghela napas
katanya:
"Sekarang aku masih belum tahu bagaimana mesti
menjawab pertanyaanmu itu"
"Kenapa bisa begitu?"
"Benar saat ini aku telah menemukan beberapa titik terang
yang patut dilacak, tapi aku belum berhasil menyimpulkan
apa-apa"
Sekali lagi Ko Thian-liok menatap sekejap ke arahnya,
kemudian katanya sambil menghela napas:
"Kasus ini memang aneh, rumit dan penuh misteri, bisa
menemukan berapa titik terang sudah merupakan sebuah
prestasi yang luar biasa"
Setelah berhenti sejenak dan tertawa, kembali tambahnya:
"Kelihatannya kau memang benar benar membutuhkan
sebuah tempat yang tenang untuk memikirkan kasus ini, kau
perlu waktu untuk menyambung semua penemuan yang
berhasil kau kumpulkan"

667
"Bukankah sel penjara merupakan tempat yang paling
ideal?" bisik Siang Huhoa.
"Hahahaha..... kau memang pandai memilih tempat"
Siang Huhoa hanya tertawa tanpa menjawab, dia
melanjutkan langkahnya keluar dari ruangan itu.
Sesudah keluar dari ruangan, Ko Thian-liok memanggil
dengan suara keras:
"Tan Piau !"
"Tayjin ada perintah apa?"
"Kembalilah dulu ke kantor pengadilan, suruh berapa orang
bersihkan sebuah sel yang paling baik kemudian perintahkan
orang untuk siapkan sebuah kamar tamu untuk Liong kongcu"
Tan Piau menyahut dan siap berlalu, tiba-tiba Liong Giok-po
mencegah:
"Aku rasa tidak usah siapkan kamar buat aku"
"Liong kongcu, untuk mempermudah pelayanan, lebih baik
menginap saja dalam kantor pengadilan kami"
"Harta karun sudah dicuri orang, sekarang aku tidak punya
apa apa, memangnya masih ada orang yang mengincar diriku
sebagai sasaran?"
Setelah berkilat sepasang matanya dan tertawa dingin,
lanjutnya:
"Ooh.... atau mungkin tayjin anggap aku pun termasuk
kategori orang yang patut dicurigai, maka ada baiknya tetap
tinggal di kantor pengadilan agar gampang diawasi?"
"Baiklah" ujar Ko Thian-liok kemudian dengan suara yang
hambar, "kalau toch Liong kongcu beranggapan begitu, kami
pun tidak akan memaksa lagi"
"Benarkah begitu?" jengek Liong Giok-po lagi.

668
Ko Thian-liok segan menggubris lagi ucapan orang itu, dia
segera berpaling ke arah Tan Piau sambil ulapkan tangannya.
"Sana, cepat berangkat!"
Tan Piau menyahut dan segera beranjak pergi.
Pada saat itulah Jui Gi melangkah maju ke depan seraya
berseru:
"Tayjin......."
"Kau ada urusan?" tanya Ko Thian-liok seraya berpaling.
"Hamba tidak ada urusan lain, hanya ingin bertanya apakah
tayjin masih ada pesan atau perintah lain?"
"Saat ini hanya ada satu hal yang perlu kau lakukan"
"Katakan saja tayjin apa perintahmu"
"Tolong hantar kami sampai di pintu gerbang"
"Oooh.. kalau soal ini tanpa diperintah pun akan hamba
lakukan"
"Kecuali soal ini, untuk sementara waktu belum ada tugas
untukmu, tapi kuanjurkan kepadamu ada baiknya selalu
berada dalam perkampungan Ki po cay, sebab setiap saat aku
akan memanggilmu untuk diinterogasi"
"Hamba hanya kadangkala berjalan-jalan diseputar tempat
ini, sementara sisa waktu yang lain kebanyakan berada dalam
perkampungan. Bila tayjin memang perintahkan begitu,
baiklah, mulai sekarang hamba tidak akan meninggalkan
rumah barang selangkah pun"
"Memang paling baik jika mau bekerja sama, bila kasus ini
sudah terungkap, tentu saja kau boleh pergi lagi dengan
bebas"
"Terima kasih tayjin!" sahut Jui Gi sambil beranjak pula
meninggalkan ruangan.

669
Baru saja Siang Huhoa sekalian berjalan keluar dari
halaman bagian dalam, mendadak mereka saksikan Tan Piau
muncul lagi dari ujung kebun sebelah depan sana sambil
berjalan menuju ke arah mereka.
Nyo Sin yang tajam matanya berteriak paling duluan:
"Lho, bukankah orang itu adalah Tan Piau?"
"Yaa benar, memang Tan Piau" sahut Ko Thian-liok.
"Mau apa dia balik lagi?" sambung Yau Kun keheranan,
"masa dia tidak tahu jalan untuk keluar dari sini?"
"Dia bukan tersesat" tiba-tiba Siang Huhoa menyela.
"Lalu......."
"Dia muncul bersama orang lain" kembali tukas Siang
Huhoa.
Betul juga, di belakang Tan Piau mengikuti dua orang
gadis, belum lagi orangnya berjaan mendekat, suara
tertawanya sudah berderai.
Suara tertawa yang merdu merayu, enak dalam
pendengaran.
Jui Gi merasa tidak asing dengan kedua orang gadis itu,
apalagi Siang Huhoa, begitu menangkap suara tertawanya dia
segera tahu siapa yang telah datang.
Mereka memang tidak lain adalah kedua orang
pembantunya, Siau-sin dan Siau-tho.
......Ada urusan apa mereka menyusulnya sampai di
perkampungan Ki po cay?
Dengan pandangan penuh tanda tanya Siang Huhoa
mengawasi ke dua orang gadis itu, belum lagi dia menegur,
dari kejauhan sana Siau-sin sudah berteriak sambil tertawa
merdu:

670
"Cengcu, kami telah datang"
"Mereka sedang berbicara dengan siapa?" Ko Thian-liok
bertanya keheranan.
"Dengan diriku!" sahut Siang Huhoa.
"Siapa mereka berdua?"
"Dua orang sahabatku!"
"Yang dia maksudkan sebagai sahabat adalah
komplotannya!" sindir Liong Giok-po dari samping.
Siang Huhoa sama sekali tidak meladeni sindiran itu,
sepasang keningnya nampak berkerut kencang, tampaknya
dia sedang memikirkan sesuatu.
Terdengar Liong Giok-po berkata lagi:
"Bukankah sejak awal sudah kukatakan, dia itu punya
komplotan"
"Tapi mereka hanya dua orang gadis yang lemah lembut,
dihembus angin saja sudah gontai" sela Nyo Sin.
Liong Giok-po tertawa tergelak:
"Hahahaha..... perempua macam begitupun dibilang
lemah? Kalau mereka tidak tahan ditiup angin, memangnya
komandan tahan dengan tiupan angin?"
"Apa maksud perkataanmu itu?" seru Nyo Sin sambil
menarik muka.
"Mereka itu tidak lain adalah Heng kang It ok Li ong hong
(Seonggok lebah ratu dari sungai besar), dua lebah yang amat
beracun!" Liong Giok-po menjelaskan.
"Tapi kelihatannya tidak mirip"
"Jika kurang percaya, apa salahnya jika kau jajal ilmu silat
mereka"
"Soal ini......."

671
Sambil tertawa dingin Liong Giok-po melanjutkan:
"Mau menjajal sih gampang saja, cuma kau mesti berhatihati,
kalau sampai tersengat sekali saja, nyawamu bisa
melayang"
Mendengar perkataan itu diam-diam Nyo Sin bergidik,
namun dia tidak mau unjuk kelemahan sendiri, dadanya malah
dibusungkan.
Terdengar Liong Giok-po berkata lagi:
"Pagutan ular bambu hijau, sengatan lebah batu termasuk
racun yang jahat, tapi kalau dibilang mana yang paling
beracun, hati perempuan lah yang paling mematikan"
Sekali lagi Nyo Sin bergidik sehabis mendengar perkataan
itu.
Melihat opas itu mulai merinding, Liong Giok-po segera
menambahkan lagi:
"Mereka berdua selain perempuan, terkenal juga sebagai
lebah batu yang sangat beracun, kuanjurkan kepadamu, bila
tidak yakin bisa menangkan mereka berdua, lebih baik jangan
sembarangan berkutik"
Nyo Sin benar benar tidak berani berkutik, malah dadanya
yang sudah terlanjurkan dibusungkan pun pelan-pelan ditarik
kembali.
"Sekarang bayangkan lagi" ujar Liong Giok-po lebih jauh,
"dengan bantuan dua orang komplotan macam begini, kirakira
sanggupkah dia untuk memintahkan seluruh harta karun
itu dari dalam ruang rahasia?"
Nyo Sin tidak menjawab karena ke dua orang gadis itu
sudah tiba dihadapan mereka.
Siang Huhoa menunggu hingga mereka berdua tiba
dihadapannya baru menegur:

672
"Mau apa kalian berdua datang kemari?"
Siau-tho dan Siau-sin kelihatan tertegun, kemudian serunya
bersama:
"Bukankah cengcu telah mengutus orang untuk
mengabarkan kepada kami agar segera berangkat ke sini?"
"Tidak, tidak ada kejadian seperti ini" sahut Siang Huhoa
tertegun pula.
Liong Giok-po tertawa dingin, timbrungnya:
"Urusan sudah berkembang jadi begini, biar pun saudara
Siang mau menyangkal atau memungkiri juga tidak ada
gunanya"
Tidak menunggu Siang Huhoa membela diri, dia segera
berpaling ke arah Siau-tho dan Siau-sin sambil bertanya:
"Sewaktu kirim orang untuk menyampaikan berita kepada
kalian, apakah cengcu kalian juga beritahu disuruh membantu
soal apa?"
"Katanya suruh membantu memindahkan barang, tapi tidak
dijelaskan barang apa yang mau dipindahkan.......aaaah!"
Mula-mula dia tidak terlalu memperhatikan wajah si
penanya, tapi setelah menyaksikan wajah Liong Giok-po yang
menyeramkan dia jadi ketakutan hingga menjerit tertahan.
Saat itulah Siau-sin telah melihat jelas wajah Liong Giok-po,
meski dia lebih bernyali tidak urung pucat pias juga selembar
wajahnya.
“Makhluk macam apa kau ini?” tegurnya kemudian.
"Aku bukan makhluk apa apa, aku hanya seorang manusia"
jawab Liong Giok-po cepat.
"Jadi kau bukan setan?"
"Bukan"

673
Sekarang Siau-sin baru bisa menghembuskan napas lega.
"Kelihatannya sekarang kau sudah tidak takut lagi
kepadaku?" tegur Liong Giok-po kemudian setelah
menyaksikan ke dua orang gadis itu menatapnya tajam.
"Tentu saja kami tidak perlu tidakut lagi" jawab Siau-tho
cemberut, "sebab kami tahu kalau kau cuma seorang manusia,
kenapa kami mesti takut dengan manusia"
"Hahaha.....besar juga nyalimu!"
"Kalau tidak bernyali bagaimana cara kami mengembara
dalam dunia persilatan?"
"Menurut apa yang kuketahui, kalian berdua adalah dua
lebah beracun, betul bukan?" kata Liong Giok-po lagi.
"Jika sudah tahu lebih baik berhati-hatilah kalau bicara"
"Aku pun tahu, selain memiliki ilmu silat yang sangat hebat,
kalian pun memiliki tenaga dalam yang luar biasa, khususnya
nona Siau-tho, aku dengar kehebatanmu jauh melebihi
kekuatan Bu Siong sewaktu membunuh harimau, khususnya
peristiwa di bukit Tionglam san tempo dulu, dengan satu
tendangan membuat buta seekor harimau hingga mencelat
masuk ke dalam jurang"
"Oooh, rupanya kau pun mengetahui juga peristiwa ini"
"Aku mendengar dari cerita orang orang Tionglam san,
mereka sering menceritakan kisah mu sebagai cerita
kepahlawanan"
"Ooh, jadi kau pun berdiam diseputar gunung Tionglamsan?"
"Bukan" Liong Giok-po menyeringai seram, "jangankan
tinggal diseputar sana, mendekati gunung Tionglam-san pun
tidak pernah, hanya secara kebetulan saja sewaktu berjumpa
denganmu, aku sedang jalan bersama seorang sahabat dari
Tionglam-san"

674
"Siapa sih kau ini?" tanya Siau-tho tiba-tiba.
"Aku dari marga Liong bernama Giok-po, orang persilatan
memanggilku Liong Sam-kongcu"
"Jadi kau adalah Liong sam-kongcu?" wajah Siau-tho
tampak agak ragu.
"Aaah, rupanya wajah seseorang begitu penting bagi
pandangan sementara orang" keluh Liong Giok-po sambil
menghela napas.
"Mengapa wajahmu bisa berubah jadi begini rupa?" Siautho
mencoba bertanya.
"Kalau ingin tahu yang jelas, tanyakan saja kepada cengcu
kalian, aku telah menerangkan segala sesuatunya secara
jelas"
Setelah memperhatikan Siau-tho dan Siau-sin sekejap,
lanjutnya sambil tertawa:
"Tidak dapat disangkal, kalian berdua memang merupakan
pembantu handal bagi Siang Huhoa, sayang kedatangan
kalian tidak pada waktunya sebab barang-barang itu sudah
diangkut orang lain"
Dengan perasaan tidak habis mengerti Siau-tho dan Siausin
berpaling ke arah Siang Huhoa.
Siang Huhoa menghela napas panjang, katanya:
"Sebenarnya siapa yang menyampaikan pemberitahuan itu
kepada kalian?"
"Orang dari penginapan"
"Berupa surat atau pesan?"
"Pesan!" jawab Siau-sin.
"Dan kalian percaya?"
"Tidak alasan bagi kami untuk tidak percaya"

675
"Oya?"
"Sebab orang itu memang orang dari rumah penginapan
dan biasanya memang dia yang mengirim berita kepada kami"
Menurut dia, siapa yang menyuruhnya menyampaikan
pesan tersebut?"
"Katanya dari cengcu"
"Aku?" Siang Huhoa melengak.
"Benar" sambung Siau-tho pula, "konon cengcu yang
perintahkan dia secara langsung, bahkan memberi persen
sepuluh tahil perak"
"Dia benar-benar pernah bertemu aku?"
"Jadi tidak?" Siau-sin balik bertanya.
Siang Huhoa mengangguk.
"Aneh" gumam Siau-sin lagi, "dia sudah bertemu cengcu
beberapa kali, masa bisa salah melihat orang?"
Siang Huhoa tidak berbicara lagi. Dia tahu, sorot mata
semua orang sedang tertuju kepada dirinya, sorot mata penuh
curiga dan tanda tanya.
Dalam keadaan begini dia hanya bisa tertawa getir, selain
tertawa getir dia memang tidak sanggup berbuat apa apa lagi.
Dalam pada itu Ko Thian-liok sudah berpaling lagi ke arah
Tan Piau sambil serunya:
"Sekarang tamu sudah diantar kemari, berarti sudah tidak
ada urusanmu disini, cepat pulang!"
"Baik!" sahut Tan Piau sambil beranjak pergi.
Sesaat sebelum meninggalkan tempat itu, dia sempat
melemparkan sebuah pandangan penuh curiga ke arah Siang
Huhoa.

676
Menyaksikan hal ini Siang Huhoa hanya bisa tertawa getir
sambil mengeluh:
"Kelihatannya aku memang harus masuk penjara"
Liong Giok-po maupun Nyo Sin hanya tertawa dingin tiada
hentinya.
"Cengcu........" dengan perasaan heran bercampur kaget
Siau-sin dan Siau-tho serentak menoleh ke arah majikannya.
Belum sempat mereka menanyakan sesuatu, Siang Huhoa
sudah menukas duluan:
"Perkampungan Ki po cay telah kehilangan sejumlah harta
karun, kebetulan tersangka yang paling mencurigakan adalah
aku, sekarang kalian menyusul kemari, hal ini semakin
memperberat tuduhan dan kecurigaan itu, rasanya masuk
penjara memang tidak bisa dihindari lagi"
"Tapi cengcu sama sekali tidak mencuri harta karun itu"
seru Siau-sin.
"Darimana kalian bisa tahu?" sela Nyo Sin cepat.
"Kalau cengcu yang mencuri harta karun itu, dia pasti akan
mengakuinya"
"Hahahaha......" Nyo Sin tertawa tergelak, "sudah sekian
tahun aku jadi opas, sudah beribu orang penyamun yang
kutangkap, tidak satu pun diantara penyamun itu yang mau
mengakui perbuatannya, Hmmm, mana ada perampok
mengaku sebagai perampok?"
"Siapa sih namamu?" tegur Siau-sin sambil mengerling
sekejap ke arahnya.
"Nyo Sin, komandan opas tempat ini"
"Ooh, aku masih mengira kau adalah Tu Siau-thian"
"Jadi kau kenal dengan Tu Siau-thian?"

677
"Tidak, tapi pernah mendengar namanya. Aku pun tahu
opas paling hebat dan paling tersohor ditempat ini bernama
Tu Siau-thian"
Kontan Nyo Sin mendengus dingin, hatinya sangat
mendongkol.
Terdengar Siau-sin berkata lebih jauh:
"Seandainya kau adalah Tu Siau-thian, dia pasti akan
mempertimbangkan kembali keputusannya setelah mendengar
penjelasan ku, sayang kau bukan dia"
"Memang patut disayangkan...." kembali Nyo Sin
mendengus dingin.
"Apa yang kau sayangkan?"
"Sayang bukan cuma aku seorang yang mencurigai dirinya"
Siau-sin menyapu sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
tegurnya:
"Apakah kalian semua mencurigai cengcu kami?"
Belum sempat orang lain menjawab, Nyo Sin telah
menjawab duluan:
"Belum terlambat untuk mengetahui saat ini"
“Aku tahu, orang bodoh, orang blo'on memang banyak
sekali jumlahnya" sindir Siau-sin sambil tertawa.
"Kau berani menghina petugas negara?" teriak Nyo Sin
sewot.
"Berarti kau sudah mengaku kalau dirimu memang goblok
dan blo'on?" Siau-sin tertawa semakin keras.
Kontan Nyo Sin terbungkam dalam seribu bahasa.
Kembali Siau-sin berkata sambil tertawa:
"Kalau betul barang barang itu dicuri cengcu kami, apalagi
diapun sudah mengakui perbuatannya, kenapa dia masih

678
berdiri disini dan membiarkan kalian menggelandangnya
masuk bui?"
"Masa kau tidak tahu kalau secara tiba-tiba dia pingin
merasakan masuk bui?"
Dengan pandangan keheranan Siau-sin menoleh
mengawasi wajah Siang Huhoa, lalu tanyanya perlahan:
"Benarkah apa yang dia katakan?"
Siang Huhoa mengangguk.
Kontan Siau-sin tertawa getir:
"Aku dengar masuk bui itu tidak enak"
"Aku pun dengar begitu" sahut Siang Huhoa sambil
tertawa, "tapi Ko tayjin telah perintahkan bawahannya untuk
membersihkan ruang sel, bahkan berjanji akan melayani aku
secara baik"
"Aaah, benarkah begitu?" seru Siau-sin.
0-0-0
Bab 37.
Bayangan teror muncul kembali.
"Kalau keadaannya semacam itu, kenapa aku mesti takut
masuk bui" ujar Siang Huhoa lagi sambil tertawa.
Siau-sin tertawa getir dan menggelengkan kepalanya
berulang kali.
"Kami berdua adalah komplotanmu, apakah kami pun harus
ikut masuk penjara?" tiba-tiba Siau-tho bertanya.

679
"Tentu saja harus masuk semua......." seru Nyo Sin tanpa
sadar.
Belum selesai dia berkata, Ko Thian-liok sudah menukas
duluan:
"Hingga sekarang kita masih belum menemukan bukti apa
pun, aku rasa bila saudara Siang enggan masuk bui, kau
memang tidak perlu ke situ, apalagi ke dua orang nona ini"
"Ooh, rupanya kaulah Ko thayjin" sapa Siau-tho sambil
berpaling ke arah pejabat itu.
"Benar"
"Dalam sekilas pandang saja aku sudah tahu kalau kau
memang seorang pejabat yang baik" puji Siau-tho sambil
tertawa.
Ko Thian-liok jadi sangat kikuk dibuatnya.
Kembali Siau-tho berkata sambil tertawa:
"Kamipun ingin sekali mencicipi bagaimana rasanya masuk
penjara, apakah tayjin mengijinkan kami berbuat begitu?"
"Bagus sekali kalau memang rela masuk penjara sendiri!"
seru Nyo Sin cepat sebelum Ko Thian-liok sempat menjawab.
Siau-tho sama sekali tidak menggubris ocehan pembesar
itu, sorot matanya hanya tertuju ke wajah Ko Thian-liok
seorang.
"Kalian ingin melayani cengcu?" tanya Ko Thian-liok
kemudian.
Siau-tho dan Siau-sin serentak mengangguk.
"Kalau soal itu mah tidak menjadi masalah, yang aku
kuatirkan justru kalian tersiksa karena hal tersebut"
"Kami tidak tidakut"

680
"Aku rasa ada baiknya kalian bertanya dulu kepada cengcu
kalian"
"Tidak usah ditanya lagi, cengcu pasti setuju........" tukas
Siau-tho sambil tertawa.
Belum selesai dia berkata, Siang Huhoa sudah memotong
sambil tersenyum:
"Dugaanmu justru keliru"
"Cengcu......." seru Siau-tho dan Siau-sin serentak.
"Tidak usah banyak bicara lagi" tukas Siang Huhoa sambil
beranjak pergi.
Siau-tho dan Siau-sin segera mengikuti di belakangnya,
sementara Nyo Sin dan Liong Giok-po juga tidak mau kalah,
mereka turut membuntuti dari belakang, hanya Ko Thian-liok,
Yau Kun dan Jui Gi yang berjalan dipaling belakang.
Sepanjang perjalanan Siang Huhoa tidak berkata apa-apa,
tapi dia tertawa terus, senyumannya kelihatan aneh dan
membingungkan.
Siau-tho dan Siau-sin tidak mau menyerah dengan begitu
saja, mereka membuntuti terus sambil merengek, namun
kecuali tertawa, Siang Huhoa sama sekali tidak memberi
pernyataan apapun.
Setelah keluar dari pintu gerbang perkampungan Ki po cay,
Siang Huhoa masih juga tertawa tiada hentinya.
Akhirnya Siau-tho tidak dapat mengendalikan diri, segera
tegurnya:
"Sebetulnya apa yang sedang kau tertawakan?"
Siang Huhoa tetap membungkam, namun tertawanya
makin menjadi.

681
"Kalau ada masalah yang menggelikan, kau semestinya
mengutarakan keluar, agar kami pun ikut gembira" pinta Siautho.
"Betul" seru Siau-sin pula, "masalah apa sih yang tidak
boleh kami tahu?"
"Bukan, bukan begitu" akhirnya Siang Huhoa berkata
seraya menggeleng.
"Lalu persoalan apa yang membuatmu begitu gembira?"
"Siapa bilang aku gembira?"
"Tapi kau tertawa terus"
Siang Huhoa segera menarik kembali senyumannya dan
berkata:
"Aku terpaksa hanya tertawa karena aku pun tidak tahu
mimik muka macam apa yang mesti kutampilkan sekarang
selain tertawa"
Setelah menghela napas panjang, tambahnya:
"Sekarang, kepalaku betul betul pusing sekali"
"Lantaran masuk penjara maka kau pusing?" tanya Siausin.
"bukan, masuk penjara sebenarnya merupakan kemauanku
sendiri"
"Lantas karena apa?"
"Aku butuh sebuah tempat yang tenang untuk bisa
beristirahat dengan tenang"
"Kamipun butuh tempat semacam itu"
"Kenapa kau melarang kami berdua untuk melayanimu?"
seru Siau-tho pula dari samping.
"Kalau ada kalian berdua, mana mungkin aku bisa
tenangkan pikiran" jawab Siang Huhoa sambil tertawa.

682
"Cengcu, apakah kau sudah membenci kami?" tiba-tiba
sepasang mata Siau-sin memerah, tampaknya sebentar lagi
dia bakal menangis.
"Bukan begitu, aku ada tugas lain yang harus kalian
kerjakan" bisik Siang Huhoa lirih.
"Ooh... rupanya begitu" kontan sepasang mata Siau-sin
berbinar kembali.
"Cengcu, kenapa tidak kau katakan dari tadi" seru Siau-tho
pula sambil tersenyum, "untung kami tidak sampai menangis"
"Aku baru bisa bicara sekarang karena kini baru ada
kesempatan untuk berbicara"
Tanpa terasa Siau-tho dan Siau-sin melirik sekejap ke arah
belakang.
Waktu itu meski Nyo Sin dan Liong Giok-po mengikuti dari
belakang, tapi mereka sudah ketinggalan sejauh tujuh depa.
"Sekarang kau bisa bicara bukan?" bisik Siau-tho.
Siang Huhoa manggut-manggut.
"Jangan sekarang" cegah Siau-sin cepat, "konon ilmu silat
yang dimiliki Liong Giok-po sangat lihay, kau tidak kuatir
kedengaran dia?"
"Jangan kuatir, sejak terkena bubuk racun Ngo tok san dari
Tok tongcu, bukan saja wajahnya hancur berantidakan, ilmu
silatnya juga telah punah, ketajaman mata dan
pendengarannya sudah tidak seperti dulu"
"Cengcu, kau bisa bicara sekarang"
Sambil mempercepat langkah kakinya bisik Siang Hu-hoa:
"Kalian masih ingat dengan manusia yang bernama Thio
Kian-cay?"

683
"Apakah orang tua yang bekerja sebagai tabib itu?" tanya
Siau-tho.
"Kau masih punya bayangan tentang orang ini?"
"Kalau tidak salah dia masih punya nama lain yaitu Thio Ittiap"
"Bagus sekali daya ingatmu" puji Siang Huhoa sambil
manggut- manggut, "ilmu pertabibannya amat hebat dan
sempurna, selama ini memang cukup minum obat satu tiap,
segala macam penyakit segera akan lenyap"
"Apakah cengcu menderita suatu penyakit?"
"Kalau manusia macam aku sampai sakit dan penyakit itu
baru sembuh bila memanggil Thio Kian-cay, itu menandakan
kalau aku sudah hampir mampus, masa masih bisa berbicara
dengan kalian?"
"Kenapa secara tiba-tiba cengcu menyinggung soal tabib
ini?"
"Tunjukkan sebuah benda kepadanya!"
"Benda apakah itu?"
"Sekuntum bunga!"
"Sekuntum bunga" Siau-sin maupun Siau-tho
membelalakkan matanya bulat-bulat.
"Selain ampuh dalam ilmu pertabiban, Thio Kian-cay lihay
juga dalam hal pertanaman, khususnya tentang aneka bunga"
"Apakah dia lebih lihay ketimbang cengcu?"
"Bahkan satu tingkat diatas kemampuanku" Siang Huhoa
menjelaskan, "dia sudah banyak mengunjungi pelbagai
daerah, bahkan banyak tempat yang belum pernah kudengar
sebelumnya, pengetahuan nya tentang jenis bunga pun
sangat luas"

684
"Jadi cengcu tidak mengetahui asal usul bunga itu?"
"Benar"
"Dan cengcu suruh kami menyelidiki asal usul bunga itu?"
"Benar"
"Apakah bunga itu berhubungan erat dengan kasus yang
sedang kita hadapi sekarang?"
"Bukan cuma berhubungan erat, bahkan bisa jadi
merupakan salah satu kunci utama untuk mengungkap misteri
kasus ini"
"Masa sedemikian pentingnya bunga itu?"
"Itulah sebabnya kalian harus selidiki hingga jelas"
"Tapi aku masih menguatirkan satu hal" bisik Siau-sin.
"Kuatir dia pun tidak kenal dengan asal usul bunga itu?"
"Benar"
Siang Huhoa segera tertawa, ujarnya kemudian:
"Kalau sampai terjadi hal begini yaa sudahlah, apa boleh
buat, memangnya kita bisa paksa dia untuk mengenali benda
yang tidak dia kenal? Apalagi aku cukup paham dengan
wataknya, kalau dia tidak tahu, tidak nanti dia akan
memberikan keterangan yang menyesatkan"
"Waah, paling enak berhubungan dengan manusia macam
begini"
"Maka dari itu, jika dia tahu asal usulnya maka kalian harus
catat semua keterangan yang dia berikan"
"Masalahnya dia masih ingat tidak dengan kami" tanya
Siau-sin ragu.
"Tidak usah kuatir, daya ingat orang ini jauh lebih bagus
ketimbang aku" berbicara sampai disitu dia segera
mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari dalam sakunya.

685
Bungkusan itu tidak lain adalah saputangan yang
digunakan untuk membungkus bunga berwarna kuning itu,
bunga kuning yang tumbuh dibelakang rumah penginapan
Hun-lay.
Bunga yang semula berwarna kuning kini sudah luntur
warnanya, maklum sudah berhari hari bunga itu berada dalam
gembolannya.
Mungkinkah Thio Kian-cay bisa mengenali asal usul sejenis
bunga dari kuntum bunga yang sudah kusut macam begini?
Siang Huhoa tidak perlu kuatir, sebab pada malam itu juga
dia telah bubuhkan semacam obat diatas kuntum bunga itu.
Kuntum bunga yang telah diberi obat tersebut biasanya
warna aslinya bisa bertahan paling tidak sampai setengah
hingga satu tahun lamanya.
Baru saja Siau-sin menerima bungkusan kecil itu, dari arah
belakang sudah terdengar Nyo Sin membentak nyaring:
"Barang apa itu?"
Dengan kecepatan bagaikan kuda yang terlepas dari ikatan,
dia segera memburu maju ke depan.
Jangan dilihat kepala opas ini berkepala ubi, ketajaman
matannya benar-benar cukup mengagumkan.
Siau-sin menjengek dingin, dia segera melejit ke udara dan
langsung melambung ke atas atap rumah penduduk ditepi
jalan.
Siau-tho tidak tinggal diam, dia segera menyusul di
belakang rekannya dan melambung pula ke tengah udara.
Nyo Sin tidak melakukan pengejaran, sambil berdiri
disamping Siang Huhoa bentidaknya lagi:
"Cepat turun!"

686
"Huhhh, kenapa aku mesti turun?" jawab Siau-sin setengah
mengejek.
"Apa yang kau takuti dari aku?" tanya Nyo Sin lagi.
"Aku takut kau akan merampas barang milikku"
"Memangnya kalau kalian tidak turun lantas aku tidak bisa
mengejarmu?"
Siau-sin tertawa cekikikan.
"Kalau bisa mengejarku, ayoh cepat mengejar, asal bisa
menyusulku, tidak usah dirampaspun barang ini akan
kuserahkan kepadamu"
Sambil berkata dia tunjukkan bungkusan kecil itu kemudian
bersama Siau-tho sekali lagi tubuh mereka melambung ke
udara.
Sekalipun berteriak teriak ternyata Nyo Sin tidak melakukan
pengejaran, sebab dia tahu ilmu meringankan tubuh yang dia
miliki masih belum mencapai tingkatan sehebat itu.
Dia hanya bisa menyaksikan tubuh Siau-tho dan Siau-sin
bagaikan kupu kupu yang menari di angkasa, hanya dalam
sekejap mata kemudian sudah lenyap dari pandangan mata.
Dalam keadaan begini, saking jengkelnya dia cuma bisa
berdiri melongo dengan mata terbelalak dan wajah menghijau.
Tiba-tiba dia berpaling ke arah Siang Hu-hoa, melotot ke
arahnya sambil menegur:
"Benda apa yang kau serahkan kepada mereka? Intan
permata atau mutu manikam?"
"Jangan kuatir, bukan intan permata"
"Lalu benda apakah itu?"
"Maaf, tidak bisa kukatakan sekarang"

687
Dalam pada itu Liong Giok-po sudah tiba pula ditempat
kejadian, sambil tertawa dingin segera serunya:
"Kalau barang itu memang barang yang tidak melanggar
hukum, kenapa takut diucapkan keluar?"
Kini ilmu silatnya sudah buyar, rupanya apa yang
dibicarakan Siang Huhoa bertiga tadi sama sekali tidak
terdengar olehnya.
Siang Huhoa hanya membungkam dalam seribu basa, dia
seakan merasa segan untuk berdebat melawan Liong Giokpo,.
Melihat pihak lawan membungkam, tampaknya Liong Giokpo
tidak mau melepaskan dengan begitu saja, kembali
jengeknya sambil tertawa dingin:
"Kau merasa tidak mampu untuk berbicara bukan? Baiklah,
bagaimana kalau aku saja yang mewakilimu untuk berbicara?"
Siang Huhoa tidak memberikan pernyataan apa pun.
Terdengar Liong Giok-po berkata lebih jauh:
"Benda itu kalau bukan intan permata atau mutu manikam,
sudah pasti termasuk barang mahal lainnya hasil curianmu,
kau takut kena digeledah setelah masuk ke dalam penjara
nanti, maka kau suruh ke dua orang komplotanmu untuk
membawanya kabur terlebih dulu"
Siang Huhoa tetap membungkam dalam seribu basa.
"Kenapa tidak kau jawab pertanyaanku?" kembali Liong
Giok-po mendesak.
Siang Huhoa melirik sekejap ke arahnya dengan pandangan
dingin, akhirnya dia buka suara, sahutnya:
"Karena sekarang aku sudah tahu, ternyata kau adalah
seorang manusia bodoh yang tidak mau pakai otak, bicara

688
dengan manusia macam begini hanya bikin lidahku lelah,
percuma!"
Tidak terkirakan rasa geram Liong Giok-po mendengar kata
umpatan itu, saking jengkelnya, untuk sesaat dia tidak
sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Kembali Siang Huhoa mengalihkan pandangan matanya ke
wajah Nyo Sin, katanya lagi:
"Kalau aku yang melakukan pencurian itu, kalau benda
tersebut adalah barang hasil curian, sekarang aku sudah kabur
ke ujung langit"
Sesudah tertawa dingin, kembali ujarnya:
"Hanya menghadapi komplotanku pun kalian tidak mampu,
seandainya aku yang mau pergi dari sini, memangnya kau
sanggup menahanku?"
Merah padam selembar wajah Nyo Sin saking
mendongkolnya, tapi dia tidak mau kalah, teriaknya pula
dengan suara lantang:
"Aku tidak perduli apa yang hendak kau katakan, setelah
konco koncomu kabur, kau si pentolan harus tetap tinggal
disini"
"Buat apa kau sewot? Toh aku tidak pernah bilang mau
pergi dari sini?" jengek Siang Huhoa dingin, sekali lagi dia
beranjak pergi dari situ.
"Mau pergi ke mana kau!" hardik Nyo Sin, ternyata orang
ini jauh lebih tidak punya otak ketimbang Liong Giok-po.
Siang Huhoa betul betul dibuat kewalahan oleh ulah
manusia tidak berotak macam begini.
Untunglah pada saat itu terdengar seseorang berseru dari
arah belakang sana:

689
"Saat ini bukankah saudara Siang sedang berjalan menuju
ke arah kantor pengadilan? Memangnya kau sudah melupakan
hal itu?"
Mendengar teguran tersebut, api kemarahan Nyo Sin
kontan padam sebagian.
Perlahan Ko Thian-liok jalan menghampiri Siang Huhoa,
katanya kemudian:
"Silahkan saudara Siang!"
Siang Huhoa tersenyum dan kembali beranjak diikuti Ko
Thian-liok di belakangnya.
........ Benarkah Siang Hu-hoa sama sekali tidak tersangkut
dalam kasus hilangnya harta karun itu?
........ Jangan-jangan dugaanku selama ini keliru besar?
Tanpa terasa Nyo Sin mulai berpikir, dia mulai sangsi
dengan pendapatnya selama ini.
........ seandainya bukan Siang Huhoa yang melakukan
pencurian itu, lalu siapa yang telah melarikan harta karun itu?
........ Jangan-jangan perbuatan setan iblis atau siluman?
Nyo Sin merasa hatinya bergidik, tanpa terasa dia
celingukan sendiri ke sana kemari macam orang kebingungan.
Pada saat itulah tiba-tiba dia saksikan sesosok bayangan
manusia berkelebat lewat di ujung lorong sebelah depan.
"Siapa?" hardiknya keras.
Baru selesai dia membentak, bayangan manusia itu sudah
melambung di tengah udara dan langsung menerkam ke
arahnya.
Belum lagi bayangan itu menghampirinya, bau busuk darah
yang amis dan memuakkan sudah menerjang ke arah
tenggorokannya.

690
"Setan!" tanpa sadar Nyo Sin menjerit keras.
Waktu itu Siang Huhoa dan Ko Thian-liok sedang berjalan
sambil berbincang, begitu mendengar teriakan aneh dari Nyo
Sin, serentak mereka berdiri tertegun.
Bersamaan waktunya itulah Siang Huhoa pun menyaksikan
ada sesosok bayangan manusia menerjang datang dari arah
mulut lorong.
Dia memang memiliki ketajaman mata dan pendengaran
yang luar biasa, gerakan tubuhnya juga terhitung gesit dan
cepat, baru saja pedangnya akan dicabut keluar, dia sudah
mendengar Nyo Sin meneriakkan kata "setan"
Dia dapat menangkap jeritan dari Nyo Sin itu penuh
dicekam perasaan takut dan ngeri yang luar biasa, jeritannya
sudah tidak mirip suara manusia, apalagi ditengah malam buta
seperti ini, jeritan itu membuat suasana makin terasa
menyeramkan.
Kata "setan" memang mudah menimbulkan rasa ngeri bagi
siapa pun yang mendengar, tidak terkecuali Siang Huhoa.
Menanti ia berhasil mengendalikan diri, sang "setan" sudah
menerjang tiba. Bau amisnya darah terendus makin tebal,
membuat siapa pun merasa muak.
0-0-0
Bab 38.
Rahasia dibalik surat wasiat.
Untung reaksi dari Siang Huhoa amat cepat, tidak sempat
lagi mencabut pedangnya, buru-buru dia dorong tubuh Ko
Thian-liok ke samping.

691
Waktu itu Ko Thian-liok masih berdiri tertegun disamping
Siang Huhoa, dorongan tersebut kontan saja membuat
tubuhnya mencelat sejauh satu kaki.
Sedikit banyak Ko Thian-liok pernah belajar silat, walaupun
dorongan itu membuat badannya mundur terhuyung, paling
tidak dia tidak sampai jatuh terjerembab.
Begitu selesai mendorong tubuh Ko Thian-liok tadi, hampir
pada saat yang bersamaan Siang Huhoa turut mengigos ke
samping.
Pada saat itulah dengan kecepatan luar biasa sang "setan"
itu menerobos lewat melalui antara tubuh mereka berdua dan
langsung menerkam ke arah Nyo Sin yang berada persis di
belakang ke dua orang itu.
Orang pertama yang melihat kemunculan "setan" itu adalah
Nyo Sin, orang pertama yang meneriakkan kata "setan" juga
Nyo Sin, tapi sekarang setelah setan itu menerjang ke
arahnya, ternyata dia masih berdiri mematung, apakah dia
sudah ketakutan setengah mati hingga tidak sanggup
bergerak lagi?
Dalam waktu singkat "setan" itu sudah menerkam keatas
tubuhnya, dengan sekali sambaran tangan setan itu sudah
mencekik lehernya.
Sebuah tangan yang amat dingin dan membeku, sebuah
tangan yang seolah tidak punya kehangatan darah bahkan
membawa bau busuk yang luar biasa.
Nyo Sin betul betul sudah pecah nyali, saat ini kendatipun
dia tidak sampai jatuh pingsan namun seluruh tubuhnya sudah
lemas tidak bertenaga, dia cuma bisa duduk terpekur ditanah
dengan tubuh amat lemas.
"Setan" itu tidak berhenti begitu saja, dia tetap menindih
diatas badannya bahkan wajah setannya yang berbau busuk
itu nyaris menempel diatas wajah Nyo Sin.

692
Bau busuk semakin menusuk hidung bahkan membuat
perut semakin mual rasanya.
Selang berapa saat kemudian Nyo Sin baru dapat
menguasahi diri, sekarang dia sudah dapat melihat jelas wajah
setan itu.
"Tu Siau-thian!" jeritnya lengking.
Sekalipun wajah setan itu sangat menyeramkan, namun dia
masih dapat mengenalinya sebagai wajah dari Tu Siau-thian.
Ternyata "setan" itu tidak lain adalah Tu Siau-thian!
Belum selesai Nyo Sin menjerit kaget, setan Tu Siau-thian
sudah melambung lagi dari atas tubuhnya.
Tubuh itu benar benar melambung ke udara, bukan
merangkak bangun, apalagi bangkit berdiri.
Nyo Sin semakin ketakutan, sambil menjerit jerit seperti
babi yang mau disembelih dia berguling bercampur merangkak
berusaha kabur dari situ, tapi beberapa kali baru merangkak
setengah jalan, tubuhnya terjerembab lagi ke tanah.
Saat ini seluruh tulang belulangnya nyaris sudah menjadi
lemas semua, jangankan merangkak, bau bangkit pun sudah
tidak mampu.
Untung saja setelah melambung ke udara, setan itu tidak
menerjang lagi ke arahnya.
Sebenarnya setan dari Tu Siau-thian itu bukan melambung
sendiri ke udara, tapi tubuhnya dibetot orang dari belakang
dan mengangkatnya ke atas.
Kecuali Siang Huhoa, tentu saja tidak ada orang kedua
yang mempunyai keberanian sebesar ini.
Ko Thian-liok merasa kagum sekali dengan keberanian
orang itu, tanpa terasa pujinya:
"Nyali mu benar benar amat besar"

693
Siang Huhoa tidak menanggapi pujian itu sebaliknya malah
bertanya:
"Coba perhatikan, benarkah tubuh ini adalah mayat dari Tu
Siau-thian?"
Ko Thian-liok segera manggut-manggut.
Sekarang mereka sudah dapat melihat dengan lebih jelas
lagi, Tu Siau-thian tidak berubah jadi setan, tubuh yang
meluncur datang itu tidak lebih hanya mayat dari Tu Siauthian.
Raut muka mayat itu sudah mulai membusuk dan banyak
kulit wajahnya mulai mengelupas, tapi mereka semua masih
dapat mengenalinya dengan jelas, dia memang Tu Siau-thian.
Sambil gelengkan kepalanya berulang kali kata Ko Thianliok
kemudian:
"Tidak kutemukan sebab kematiannya"
"Aku pun tidak menemukan sebab musababnya" ujar Siang
Huhoa pula sambil mengerutkan hidungnya.
Kondisi mayat Tu Siau-thian memang amat mengenaskan,
dari seluruh badannya, hanya kondisi wajahnya yang sedikit
lebih mending.
Walaupun dikatakan mending kondisinya, sesungguhnya
raut muka itu sudah tidak mirip wajah seorang manusia,
bukan saja sudah mulai membusuk, banyak kulit dan
dagingnya mulai mengelupas, wajah itupun nampak putih
pucat, kelopak matanya cekung ke dalam sementara biji
matanya menonjol keluar, lamat lamat dari balik biji matanya
yang suram terpancar perasaan benci dan dendam yang luar
biasa.
Kecuali raut wajah itu, nyaris seluruh badan Tu Siau-thian
sudah tidak memiliki sekerat daging pun yang utuh.

694
Mengawasi kondisi mayat ini, tanpa terasa Siang Huhoa
turut bergidik.
Perlahan lahan dia mengalihkan sorot matanya ke tangan
kiri Tu Siau-thian, dia tidak menjumpai darah dibagian tubuh
lainnya, tapi tangan kiri itu justru berdarah.
Biarpun cairan darah itu sudah membeku namun masih
memancarkan sinar darah yang merah menyala, bahkan
terendus bau busuk yang sangat aneh.
Tangan itu berada dalam posisi mengepal, mengepal
dengan kencangnya, dia seolah sedang menggenggam sebuah
benda.
Terdorong rasa ingin tahu yang sangat kuat, Siang Huhoa
segera membuka genggaman tangannya itu.
Ternyata dibalik genggaman tangan kirinya itu terdapat
sebuah benda, seekor bangkai laron!
Sayap yang berwarna hijau pupus dengan mata yang
merah darah.
Laron Penghisap darah!
Tapi kini kondisi laron itupun dalam keadaan hancur,
hancur karena genggaman yang sangat kuat.
Untuk pertama kalinya paras muka Siang Huhoa berubah
hebat.
Dalam pada itu Yau Kun sudah menarik tangan Nyo Sin dan
membangunkan tubuhnya dari atas tanah.
Tapi begitu mereka saksikan bangkai Laron Penghisap
darah yang berada dalam genggaman mayat Tu Siau-thian,
paras muka mereka berdua pun berubah hebat, tidak kuasa
lagi mereka menjerit keras:
"Laron Penghisap darah!"

695
"Sekarang aku bisa menduga ke mana hilangnya cairan
darah yang berada dalam tubuhnya" kata Ko Thian-liok
sambil tertawa pedih.
"Apakah kau beranggapan darah itu dihisap semua oleh
Laron Penghisap darah?"
"Apakah kau mempunyai penjelasan yang lain?"
"Tidak ada" Siang Huhoa menggeleng.
"Kawanan Laron Penghisap darah itu pasti mempunyai
rahasia yang lain dan rahasia tersebut berhasil dia bongkar,
karena ketahuan maka dia pun berubah jadi begini"
"Ehmm benar, aku rasa begitulah kejadiannya"
"Tapi ada berapa hal yang tidak kupahami" ujar Ko Thianliok
lagi.
"Katakan saja"
"Jelas sudah Tu Siau-thian sudah mati!"
"Bahkan dia sudah mati lama sekali!"
"Kenapa dia bisa muncul dari ujung lorong dan menerjang
kemari dengan kecepatan luar biasa?"
"Kalau ada orang memegangi dari punggungnya, tentu saja
dia bisa bergerak dengan cepat" sahut Siang Huhoa tanpa
ragu.
"Jadi maksudmu di ujung lorong sana masih ada orang
lain?"
"Aku rasa inilah penjelasan yang paling bisa masuk diakal"
"Ehmm, benar, memang masuk diakal" Ko Thian-liok
manggut manggut, dia segera memberi tanda, "ayoh kita
geledah!"

696
"Aku rasa tidak perlu digeledah lagi" cegah Siang Huhoa
sambil menarik lengannya, "sekalipun analisaku benar seperti
kenyataan, aku yakin saat ini dia sudah kabur ke ujung dunia"
"Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Siang Huhoa berpikir sejenak, kemudian ujarnya:
"Lebih baik kita hantar dulu jenasah Tu Siau-thian agar bisa
dilakukan autopsi, aku berharap dengan dilakukan bedah
mayat maka bisa kita telusuri sebab kematiannya yang
sebenarnya"
"Kemudian kita baru melacak jejak Tu Siau-thian tempo
hari?" sambung Ko Thian-liok.
"Benar, dan aku harap semua laporan bisa dihantar ke
dalam penjara" Siang Huhoa menambahkan lagi.
Selesai berkata dia membaringkan kembali jenasah Tu
Siau-thian lalu beranjak dari situ dengan langkah lebar.
"Kau akan masuk penjara sekarang juga?" teriak Ko Thianliok.
Sekali lagi Siang Huhoa menghela napas.
"Kalau tidak, apa lagi yang harus kutunggu?" jawabnya.
Ko Thian-liok ikut menghela napas sambil menyusul dari
belakang.
0-0-0
Matahari sudah berada ditengah udara, kini tengah hari
sudah menjelang tiba.
Cahaya matahari menerobos masuk ke dalam langit langit
penjara, menyinari persis diwajah Siang Huhoa.

697
Akhirnya Siang Huhoa membuka matanya dan bangun
terduduk, sekarang semangat dan tenaganya telah segar
kembali.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang ribut
berkumandang datang dari luar penjara, mendengar itu Siang
Huhoa segera berjalan menuju ke pintu penjara.
Berbareng dengan berhentinya suara langkah kaki itu,
terdengar suara gembokan pintu dibuka orang.
Tidak selang berapa saat kemudian empat orang sudah
muncul di depan pintu.
Ko Thian-liok, Nyo Sin, Yau Kun dan Tan Piau! Mereka
berdiri dengan wajah serius.
Begitu bertemu Siang Huhoa, Ko Thian-liok segera
menegur:
"Saudara Siang sudah bangun?"
"Darimana kau tahu kalau aku sudah tertidur dalam
penjara?" sahut Siang Huhoa sambil tertawa.
"Aku hanya menduga" meskipun jawaban itu agak santai
namun tidak bisa menutupi ketegangan dan keseriusan yang
mencekam wajahnya.
"Sudah terjadi peristiwa besar?" tanya Siang Huhoa.
"Benar!"
"Peristiwa apa yang telah terjadi?"
"Pembunuhan berdarah!"
"Siapa korbannya?" desak Siang Hu-hoa.
"Liong Giok-po!"
"Tewas di mana? Dalam kamar tamu kantor pengadilan?"
"Benar!"

698
"Cepat bawa aku ke sana!" teriak Siang Huhoa lantang.
Begitu selesai berkata, dia sudah menerjang keluar dari
pintu penjara.
Betapa pun cepatnya Siang Huhoa memburu ke tempat
kejadian, hal itu tidak ada gunanya, meski dia pun mengerti
ilmu pertabiban, sayang kepandaiannya terbatas, dia tidak
punya kemampuan untuk menghidupkan kembali orang yang
telah mati.
Jangankan dia, seandainya tabib sakti Hoa Tuo hidup
kembali pun belum tentu dia bisa menghidupkan Liong Giokpo.
Sebab Liong Giok-po sudah seratus persen menjadi mayat,
mayat yang sudah membeku sejak berapa jam berselang.
Sebilah pisau belati menancap diatas ulu hatinya, sebilah
pisau belati yang amat sederhana dan umum, tidak ada
keistimewaan apa pun.
Dengan wajah tertegun Siang Huhoa mengamati pisau
belati itu tanpa berkedip, dalam waktu sekejap dia seakan
telah berubah menjadi sesosok boneka kayu yang tidak
bernyawa.
Suasana hening mencekam seluruh ruangan, entah berapa
saat sudah lewat, akhirnya Yau Kun yang pertama kali tidak
dapat menahan diri, tegurnya:
"Tuan Siang, apa yang berhasil kau temukan?"
Siang Huhoa tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
"Petugas autopsi sudah melakukan pemeriksaan atas mayat
ini?"
"Sudah!"
"Menurut analisa mereka, dia sudah mati berapa lama?"
"Menurut perkiraan, peristiwa itu terjadi kemarin malam"

699
"Semalam apakah ada orang yang mendengar suara yang
mencurigakan?"
"Tidak ada"
"Memang mudah sekali bila ingin membunuh orang ini" ujar
Siang Huhoa kemudian, setelah menghela napas panjang,
terusnya:
"Semestinya aku harus menduga sampai ke situ"
Ko Thian-liok, Yau Kun, Tan Piau serta Nyo Sin hanya bisa
saling berpandangan dengan sorot mata keheranan, mereka
tidak habis mengerti apa maksud perkataan itu.
Siang Huhoa tidak menggubris rasa heran orang orang itu,
kembali tanyanya:
"Bagaimana hasil autopsi atas mayat Tu Siau-thian? Apakah
berhasil menemukan sesuatu?"
"Mereka tidak berhasil menemukan penyebab kematiannya"
sahut Yau Kun cepat, "tapi dari balik sepatunya ditemukan
selembar daun dan dua kuntun bunga kecil"
"Bawa kemari!"
Dari dalam sakunya Yau Kun mengeluarkan sebuah
bungkusan kertas.
Setelah menerima bungkusan tersebut, Siang Huhoa segera
membukanya, ternyata benar juga, isi bungkusan itu adalah
daun berwarna hijau pupus dengan bunga kecil berwarna
kuning.
Dia merasa tidak asing dengan bunga dan daun tersebut,
karena daun dan bunga kuning itu pernah dijumpai di
halaman belakang rumah penginapan Hun-lay.
Dengan sepasang mata berbinar tanyanya lagi:
"Sudah diketahui jejak yang dilalui Tu Siau-thian tempo
hari?"

700
"Tidak terlalu jelas, hanya diketahui dia pernah lewat di
pintu gerbang kota sebelah timur"
"Kota timur!" Siang Huhoa nyaris melompat ke atas.
"Benar, kota timur!"
"Ada apa dengan kota timur?" tidak kuasa Ko Thian-liok
turut bertanya.
Siang Huhoa tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya
berkata:
"Ayoh ikut aku pergi ke suatu tempat dan menjumpai
seseorang"
"Ke mana?"
"Perkampungan Ki po cay!"
"Mencari siapa?" tanya Ko Thian-liok lagi.
"Jui Gi!"
Selesai bicara dia langsung menerjang keluar dengan
kecepatan tinggi, Ko Thian-liok berempat tidak mau
ketinggalan, cepat cepat mereka mengikuti di belakangnya.
Baru keluar dari pintu kantor pengadilan, dua ekor kuda
yang dilarikan kencang telah menerjang tiba.
Ke dua orang penunggang kuda itu tidak lain adalah Siautho
dan Siau-sin.
Begitu melihat kedatangan dua orang gadis itu, Siang
Huhoa segera berseru keras:
"Tepat waktu kedatangan kalian berdua"
Sepak terjang dan gerak geriknya saat ini tidak berbeda
dengan orang sinting.
Sebelum Siau-tho dan Siau-sin mengucapkan sesuatu,
kembali Siang Huhoa telah berteriak keras:

701
"Kalian telah bertemu dengan Thio Kian-cay?"
"Sudah, kami sudah bertemu" jawab Siau-sin.
"Dan dia kenal dengan jenis bunga itu?"
Sekali lagi Siau-sin mengangguk.
"Apa yang dia katakan?" desak Siang Huhoa lebih jauh.
"Semuanya sudah tertulis dalam surat ini" sahut Siau-sin
sambil mengambil keluar sepucuk surat dari sakunya.
"Bawa kemari!" sambil berseru Siang Huhoa segera
merebut surat itu.
"Cengcu, duduklah dulu kemudian baru pelan-pelan dibaca
isi surat itu" bujuk Siau-sin.
"Tidak, tidak usah, kita sambil berjalan sambil membaca"
dia langsung merobek sampul surat dan mengeluarkan isinya.
"Cengcu, kita akan ke mana sekarang?" buru-buru Siau-sin
bertanya.
"Perkampungan Ki po cay!" jawab Siang Huhoa tanpa
berpaling.
Sementara pembicaraan berlangsung, dia telah selesai
membaca isi surat tersebut, sekulum senyuman segera tampil
diujung bibirnya.
Apa isi surat itu?
0-0-0
Bab 39.
Semuanya jadi jelas.

702
Jui Gi berada di dalam perkampungan Ki po cay.
Waktu itu dia sedang berada di tengah pepohonan di
halaman belakang, mimik mukanya kelihatan sangat aneh,
seolah ada yang sedang direnungkan.
Ketika seorang pelayan menyusul tiba dan berhenti
dihadapannya, dia baru seolah tersentak kaget dan sadar dari
lamunan.
"Ada apa?" tegurnya.
"Ada orang datang kemari mencari tuan"
"Siapa yang mencari aku?"
"Aku!" jawaban nyaring berkumandang dari kejauhan sana.
Ketika Jui Gi menengok ke arah berasalnya suara itu, dia
pun segera melihat Siang Huhoa, Siau-sin, Siau-tho, Ko Thianliok,
Nyo Sin dan Tan Piau sudah muncul disana.
Berubah hebat paras mukanya setelah melihat kehadiran
orang orang itu, sahutnya kemudian:
"Rupanya Siang-ya yang datang mencari aku, ada urusan
apa?"
"Ingin mengajukan pertanyaan kepadamu"
"Tanyakan saja"
"Mengapa kau bunuh Liong Giok-po?"
Begitu pertanyaan tersebut diutarakan keluar, semua yang
hadir disisinya jadi tertegun karena keheranan.
Berubah hebat paras muka Jui Gi, dia tertawa paksa sambil
katanya:
"Siang-ya, aku tidak mengerti maksud pertanyaanmu itu"
"Jui Gi, aku berani bicara begini tentu saja karena sudah
kuperoleh bukti yang sangat kuat!"

703
Kini Jui Gi tidak sanggup tertawa lagi, dia terbungkam
dalam seribu bahasa.
Kembali Siang Huhoa berkata:
"Kemarin malam, bukankah sewaktu ada diluar pintu kau
sempat mendengar kabar kalau ilmu silat yang dimiliki Liong
Giok-po telah punah?"
Jui Gi tetap membungkam.
Melihat orang itu tidak komentar, Siang Huhoa berkata
lebih jauh:
"Ketika Ko thayjin mempersilahkan Liong Giok-po menginap
di kamar tamu kantor pengadilan, kaupun sempat hadir disitu,
hal ini tentu saja amat membantu pelaksanaan rencana
busukmu itu"
Akhirnya Jui Gi mengangguk.
"Benar!" sahutnya.
Dengan jawaban itu sama artinya dengan dia telah
mengaku sebagai pembunuh Liong Giok-po.
"Seandainya kau tidak tahu kalau ilmu silatnya telah punah,
beranikah kau turun tangan membunuhnya?" tanya Siang
Huhoa lagi.
"Aku tidak berani"
"Aaai....." Siang Huhoa menghela napas panjang, "tidak
disangka gara-gara sebuah perkataanku, selembar nyawa
manusia telah melayang dengan sia sia!"
"Masih banyak hal yang tidak akan kau duga" jengek Jui Gi.
"Kau bersedia memberitahukan kepadaku akan hal hal yang
tidak terduga itu?"
"Tidak bersedia"

704
"Hmm, tidak bersedia pun tetap harus bersedia" timbrung
Nyo Sin cepat.
"Oya?"
"Sekarang kau sudah tidak punya jalan lain........" jengek
Nyo Sin lagi.
"Perkataan komandan Nyo keliru besar" sela Jui Gi sambil
tertawa lebar, "berada dalam kondisi dan situasi sejelek apa
pun, paling tidak bagi kita masih mempunyai sebuah jalan
yang bisa ditempuh"
"Hmm, jalan apakah itu?" seru Nyo Sin sambil tertawa
dingin.
"Jalan kematian!" begitu selesai bicara, tubuh Jui Gi sudah
roboh terjengkang ke atas tanah.
Entah sejak kapan dalam genggaman tangan kanannya
telah bertambah dengan sebilah pisau belati, dan sekarang
pisau belati itu sudah dihujamkan ke atas ulu hati sendiri.
Sewaktu Jui Gi mengucapkan kata "mati" tadi, sebenarnya
Siang Huhoa sudah melambung ke udara dan melayang turun
persis disisi tubuh Jui Gi.
Semua gerakan tubuhnya dia lakukan secepat anak panah
yang terlepas dari busurnya!
Sayang ketika Jui Gi mengucapkan kata "mati" tadi, ujung
pisau belatinya sudah dihujamkan menembusi dadanya.
Menyaksikan tubuh Jui Gi yang roboh terkapar ditanah,
Siang Huhoa hanya bisa gelengkan kepala sambil menghela
napas panjang, katanya:
"Sebenarnya kau adalah seorang pembantu yang sangat
baik dan setia, sayang kau telah menggunakan kematian
untuk membungkam mulutmu sendiri........."

705
Sementara itu Ko Thian-liok sudah menatap wajah Siang
Huhoa sambil bertanya:
"Siang-heng, atas dasar apa kau begitu yakin kalau
pembunuh Liong Giok-po adalah dia?"
"Bila orang tidak tahu kalau ilmu silat yang dimiliki Liong
Giok-po sudah punah, siapa yang begitu bernyali berani
membunuhnya didalam kantor pengadilan?" Siang Huhoa balik
bertanya.
"Aku percaya tidak bakal ada"
"Hingga sekarang, punahnya ilmu silat yang dimiliki Liong
Giok-po merupakan satu rahasia yang amat besar" kata Siang
Huhoa lebih jauh, "kalau tidak, entah sudah berapa ribu kali
dia mati dibantai orang, kalau memang ada yang
menginginkan nyawanya, kenapa orang itu tidak turun tangan
sebelum kubongkar rahasia besar itu? Padahal ketika kita
singgung soal rahasia punahnya ilmu silat Liong Giok-po,
selain kalian yang hadir disini, hadir pula Jui Gi. Maka aku
segera simpulkan bahwa orang yang paling mencurigakan
adalah dia!"
"Betul" Ko Thian-liok membenarkan juga, "sewaktu aku
usulkan Liong Giok-po menginap di kantor pengadilan, saat itu
Jui Gi juga hadir disampingku"
"Nah itulah dia, berdasarkan dua hal ini saja sudah jelas
menunjukkan kalau dialah pembunuhnya, betul perbuatannya
memang kebangetan, tapi aku rasa pengalamannya kelewat
cetek sehingga belum apa apa sudah salah tingkah sendiri"
"Berarti dia bunuh diri lantaran ketakutan?"
"Bagaimana pun juga dia memang tidak pengalaman dalam
hal seperti ini, padahal selama dia pungkiri perbuatan itu, kita
pun tidak bisa berbuat apa-apa"
"Satu titik terang telah mati gara-gara ketakutan, kita jadi
kehilangan jejak lagi...." keluh Ko Thian-liok.

706
"Belum tentu begitu!" tukas Siang Huhoa, sambil berkata
dia membalikkan tubuhnya dan beranjak pergi dari situ.
"Apa rencanamu sekarang?" tanya Ko Thian-liok kemudian.
"Pergi ke tempat kedua, mencari orang kedua!"
"Tempat ke dua itu berada dimana?"
"Penginapan Hun-lay!"
"Siapa yang kau cari kali ini?"
"Si Siang-ho!" jawab Siang Huhoa sepatah demi sepatah.
0-0-0
Tidak selang berapa saat kemudian, rombongan itu sudah
tiba didepan rumah penginapan Hun-lay.
Siang Huhoa segera maju ke depan pintu dan mulai
mengetuk keras keras.
"Siapa?" seseorang menjawab, suaranya aneh dan serak
basah, jelas suara dari Si Siang-ho.
"Aku, Siang Huhoa!"
Pintu segera dibuka orang, Si Siang-ho menongolkan
kepalanya dari balik pintu. Bau arak yang sangat kuat segera
menerpa wajah Siang Huhoa.
Si Siang-ho muncul dengan tangan kanan memegang
sebuah guci arak, lagi-lagi dia meneguk arak.
Siang Huhoa tidak melakukan apa pun, dia hanya menatap
wajah orang itu lekat lekat.
Si Siang-ho dengan matanya yang penuh rona merah balas
menatap wajah Siang Huhoa, mendadak dia tertawa lebar dan
menegur:

707
"Hahahaha..... rupanya memang Siang tayhiap, apakah
datang untuk mengambil bunga itu dan mau dibawa pulang ke
perkampungan selaksa bunga?"
"Tidak, aku datang untuk mencari orang!" jawab Siang
Huhoa sambil menggeleng.
"Mencari siapa?"
"Seorang sahabat lamaku!"
"Tapi disini hanya ada aku seorang"
"Benar, karena orang yang sedang kucari adalah kau"
"Lalu mengapa kau mengatakan aku adalah sahabat
lamamu?" tanya Si Siang-ho dengan wajah keheranan.
"Sekarang memang sudah bukan sahabatku lagi"
"Berarti dulu aku adalah sahabatmu?"
"Saudara Jui!" tegur Siang Huhoa dengan wajah membesi,
"keadaan sudah berkembang jadi begini rupa, apakah kau
masih ingin berlagak terus?"
Panggilan "saudara Jui" yang meluncur keluar dari mulut
Siang Huhoa seketika membuat seluruh jago yang hadir di
arena jadi tertegun.
Mimik wajah Si Siang-ho kelihatan berubah jadi aneh sekali,
namun dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Sambil menatap tajam wajah orang itu kembali Siang
Huhoa berkata:
"Topeng kulit manusia yang kau kenakan itu akan kau lepas
sendiri atau aku yang melepaskan untukmu?”
Lama sekali Si Siang-ho menatap wajah lawannya, sesaat
kemudian dia baru berseru lantang:
"Siang Huhoa, ternyata kau memang lihay!"

708
Bersama dengan selesainya perkataan itu, kulit wajah Si
Siang-ho mendadak retak jadi berapa bagian kemudian
mengelupas selembar demi selembar.
Walaupun berada disiang hari bolong, namun kejadian ini
membuat perasaan hati semua orang jadi bergetar keras,
tidak terkecuali Siang Huhoa.
Setelah kulit wajah yang lama mengelupas semua, kini
muncullah selembar wajah yang lain!
Si Siang-ho segera membersihkan sisa sisa kulit wajah
lamanya yang belum mengelupas, ketika semua kotoran
sudah bersih maka muncullah raut muka aslinya.
Wajah orang itu sangat dikenal oleh semua yang hadir
kecuali Siau-sin dan Siau-tho, tidak heran kalau semua orang
berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo.
Tentu saja Siang Huhoa terkecuali, ketika dia tatap wajah
orang itu, mimik mukanya nampak berubah jadi amat kalut,
entah dia sedang merasa sedih atau pedih atau marah?
Tidak ada yang bicara, suasana terasa amat hening, amat
sepi, seakan akan dengus napas semua orang turut berhenti.
Sampai lama kemudian Ko Thian-liok baru berbisik lirih,
suaranya mirip orang merintih:
"Jui Pak-hay!"
Ternyata orang yang menyebut dirinya sebagai Si Siang-ho
itu tidak lain adalah penyaruan dari Jui Pak-hay!
Kenyataan ini betul betul membuat siapa pun merasa tidak
percaya.
Sambil menatap wajah Jui Pak-hay lekat lekat tanya Nyo
Sin lirih:
"Bukankah kau sudah mati?"

709
Jui Pak-hay sama sekali tidak menggubris Nyo Sin, dia
hanya menatap wajah Siang Huhoa tanpa berkedip, mendadak
ujarnya sambil tertawa:
"Baru hari ini kau berhasil membongkar penyamaranku?"
"Benar!" Siang Huhoa sama sekali tidak menyangkal.
"Apakah aku telah memperlihatkan titik kelemahan yang
mendatangkan kecurigaanmu?"
"Padahal sejak permulaan kau sudah menunjukkan banyak
kelemahan"
"Di mana?"
"Dalam keempat belas gulung lukisan yang menceritakan
kisahmu"
"Oya?"
"Apakah kau masih ingat apa warna dari ke empat belas
gulung lukisanmu itu?"
"Hijau pupus"
"Benar" Siang Huhoa segera menambahkan, "kertas
berwarna hijau pupus dengan kedua ujungnya diberi tali
kuncir berwarna merah"
"Apa salahnya dengan warna warna itu?"
"Apa warna mata dan sayap dari Laron Penghisap darah?"
"Matanya berwarna merah, sayapnya berwarna hijau"
"Itulah dia, biasanya orang yang takut dengan tikus akan
sangat muak menghadapi warna yang mirip dengan tikus.
Padahal kau amat membenci Laron Penghisap darah, kaupun
takut dengan kawanan Laron Penghisap darah, tapi mengapa
kau justru memilih warna yang mirip dengan Laron Penghisap
darah untuk gulungan kertas catatanmu itu? Maka dari itu

710
sejak awal aku sudah curiga akan kebenaran dari semua isi
catatanmu itu"
"Ehm, pengamatanmu amat teliti" gumam Jui Pak-hay.
"Kalau begitu di dunia ini memang benar-benar tidak ada
siluman laron bukan?" timbrung Nyo Sin tidak tahan.
"Dalam benak kita bisa muncul gambaran dan bayangan
tentang siluman laron karena semuanya ini terpengaruh oleh
isi catatan yang dia tulis dalam gulungan kertas itu, padahal
catatan tersebut merupakan rekayasa dia" Siang Huhoa
menerangkan.
"Oooh......"
"Tidak bisa disangkal dia memang sangat berbakat untuk
menulis cerita dongeng, dia pun sangat berbakat membunuh
orang" lanjut Siang Huhoa, "dengan sekali timpukan dia telah
membunuh lima ekor burung, coba bayangkan, siapa lagi yang
bisa menciptakan peluang sehebat dia?"
Setelah menghela napas panjang katanya lagi:
"Sampai seluruh harta karun yang ada dalam ruang rahasia
itu hilang tercuri, aku baru mulai curiga bahwa dia
sesungguhnya belum mati"
"Apa alasanmu berpikiran demikian?" tanya Nyo Sin lagi.
"Kecuali dia, siapa lagi yang bisa mempergunakan alat
perangkap dalam ruang rahasia itu sekehendak hati sendiri?
Siapa lagi yang bisa mengangkut keluar seluruh harta karun
itu selain dia?"
Nyo Sin segera manggut-manggut, tapi sebentar kemudian
katanya lagi sambil menggeleng:
"Tadi kau bilang sekali timpuk dapat lima ekor burung, apa
maksud perkataan itu? Aku tidak mengerti"

711
"Semalam, aku harus peras otak semalaman suntuk
sebelum berhasil memahami semua persoalan yang telah
terjadi, sekarang aku hanya bisa mengutarakan semuanya
berdasarkan analisaku, bila keliru tolong bisa diralat"
Jelas perkataan yang terakhir itu ditujukan kepada Jui Pakhay
karena sorot matanya telah dialihkan ke wajah orang itu.
Namun Jui Pak-hay tidak memberikan pernyataan apapun.
0-0-0
Setelah semua orang mengambil tempat duduk, Siang
Huhoa baru melanjutkan kembali perkataannya:
"Kisah ini harus dimulai dari kejadian pada tiga tahun
berselang, waktu itu kami empat belas orang sahabat karib
berhasil merampas harta karun Kim tiau beng dari tangan
Liong Giok-po dan komplotannya, sebenarnya kami sudah
berjanji sejak awal akan menukar harta karun itu dengan
ransum untuk menolong kaum miskin dan rakyat jelata yang
tertimpa musibah banjir di sepanjang sungai Huang-ho, siapa
tahu begitu aku pergi meninggalkan tempat itu, sahabat
karibku ini ternyata mengangkangi sendiri seluruh harta karun
itu, secara diam diam dia bawa kabur seluruh mestika itu"
Setelah menghela napas panjang, katanya lagi:
"Persoalan inilah yang menyebabkan hubungan
persahabatan kami berdua menjadi retak dan memburuk"
"Bagaimana kemudian?" tanya Ko Thian-liok.
"Aku sih tidak apa apa, paling tidak gara-gara kejadian ini
aku berhasil mengetahui watak asli dirinya, berbeda dengan
Liong Giok-po dan komplotannya, mereka tidak mau
menyudahi persoalan tersebut dengan begitu saja, tidak lama

712
kemudian Liong Giok-po berhasil melacak hingga ke tempat
tinggalnya"
"Benar" Jui Pak-hay membenarkan.
"Liong Giok-po saja dapat melacak hingga menemukan titik
terang, apalagi bagi manusia cerdas macam kau, mana
mungkin kau tidak menyadari akan kejadian ini?" ujar Siang
Huhoa lebih jauh, "akhirnya kau mengambil keputusan untuk
mendahului turun tangan, diam-diam kau bantai Wan Kiampeng"
0-0-0
Bab 40.
Misteri seputar Laron Penghisap darah.
"Benar, akulah yang telah membunuh Wan Kiam-peng!" Jui
Pak-hay tidak berusaha menyangkal.
Tapi selama ini kau tidak berani bertindak sesuatu terhadap
Liong Giok-po"
"Karena aku cukup mengetahui kondisi dan kemampuanku"
"Kau sadar masih bukan tandingannya bukan?" jengek
Siang Hu-hoa.
"Benar, kalau bukan karena itu dialah orang pertama yang
akan kubunuh!"
"Jadi waktu itu kau kuatir dia datang mencarimu?"
"Aneh kalau aku tidak merasa kuatir"
"Waktu itu, perasaan hatimu masih terganjal lagi oleh satu
masalah, masalah yang amat pelik bagimu"

713
"Kau kira masalah apakah itu?"
"Masalah yang menyangkut hubungan Kwee Bok dan Gi
Tiok-kun"
Ujung mata Jui Pak-hay kelihatan bergetar keras.
"Waktu itu kau pasti sudah berhasil menyelidiki kalau
kegadisan Gi Tiok-kun sebenarnya sudah direnggut Kwee Bok"
ujar Siang Huhoa lebih jauh, "dengan watakmu, sudah pasti
kau tidak akan menyudahi persoalan sampai disitu saja
"Padahal waktu itu Liong Giok-po mengejar mu semakin
dekat, untuk menghadapi musuh setangguh ini cara terbaik
yang bisa digunakan adalah berpura-pura mati, dari rencana
berpura-pura mati kaupun manfaatkan kesempatan ini untuk
menfitnah Kwee Bok dan Gi Tiok-kun, lalu terpikir olehmu
untuk membuat surat wasiat, dari surat wasiat kaupun
mengatur perangkap untuk mencelakai musuhmu satu per
satu termasuk diriku sendiri.....kau memang berkepe-ntingan
untuk menghabisi aku sebab terlalu banyak persoalanmu yang
kuketahui, tidak bisa disangkal aku adalah duri dalam daging
bagimu!"
"Tentu saja aku harus mencabut duri dalam daging ini" sela
Jui Pak-hay.
Siang Huhoa mendengus dingin, lanjutnya:
"Ketika semua rencana sudah siap maka kaupun
laksanakan semua rencana tersebut satu demi satu.... mula
mula kau ciptakan isu seolah ada sekelompok Laron Penghisap
darah yang membuat keonaran, kemudian pada malam bulan
purnama yaitu tanggal lima belas, kau ciptakan sesosok mayat
untuk menggantikan posisimu......."
"Lalu mayat yang kita temukan itu adalah mayat dari......."
tukas Nyo Sin.
"Mayat itu sebenarnya mayat dari Si Siang-ho!" Siang
Huhoa segera menambahkan.

714
"oooh...?"
"Si Siang-ho pasti masih mendendam atas peristiwa yang
menimpanya dimasa lampau, dia pasti berusaha mencari
kesempatan untuk membalas dendam"
"Kenyataan memang begitu" Jui Pak-hay membenarkan.
"Kau pasti sudah menduga kalau Si Siang-ho mempunyai
niat tersebut, maka kau habisi nyawanya lalu menggunakan
mayatnya untuk menggantikan posisimu!"
"Tepat sekali"
"Kau memang sengaja meletakkan mayat itu diatas loteng
belakang kamar tidurmu, dengan begitu jika mayat tersebut
ditemukan orang, Kwee Bok dan Gi Tiok-kun pasti akan
menjadi tersangka dan akhirnya masuk penjara.
"Padahal jauh sebelum kejadian itu, kau sudah menyamar
menjadi Kwee Bok untuk melakukan pelbagai persiapan yang
dengan sengaja meninggalkan bukti dan saksi dimata orang
banyak, agar bila suatu hari diperlukan, kesaksian orang
banyak bisa memperberat dosa dari Kwee Bok. Hmmm.... baru
berpisah selama tiga tahun, tidak kusangka ilmu menyaru
muka mu sudah maju sedemikian pesat"
"Kau terlalu memuji"
Setelah menarik napas panjang, kembali Siang Huhoa
berkata:
"Setelah kejadian, kau menyusup masuk ke dalam penjara,
membunuh Gi Tiok-kun dan Kwee Bok, meninggalkan bangkai
Laron Penghisap darah disana, agar orang lain mengira
mereka berdua benar-benar adalah jelmaan dari siluman
laron"
Jui Pak-hay hanya membungkam tanpa membantah.
Kembali Siang Huhoa berkata:

715
"Kau bisa masuk ke dalam penjara dengan leluasa, aku
percaya keberhasilanmu pasti karena mengandalkan ilmu
menyaru muka bukan"
"Selain ilmu menyaru muka, harus ditambah pula dengan
bubuk pemabok" Jui Pak-hay menambahkan.
"Sebenarnya waktu itu kau menyusup masuk ke dalam
penjara dengan identitas sebagai siapa?"
"Sebagai Oh Sam-pei!"
"Lalu apa yang telah kau lakukan dengan Kwee Bok dan Gi
Tiok-kun?"
"Tentu saja membantai mereka berdua"
"Mayat mereka berdua berada dimana sekarang?"
"Komplek pekuburan terbengkalai di barat kota!"
"Sampai disini, anggap saja permainan babak pertama
sudah berakhir" kata Siang Huhoa sambil menghela napas
panjang, "selanjutnya giliran permainan babak kedua yaitu
aku dan Liong Giok-po yang harus tampil di atas panggung.
Liong Giok-po berhasil melacak jejakmu, sudah pasti diapun
berhasil melacak diriku, bila secara tiba-tiba harta karun itu
lenyap dari ruang rahasia, antara aku dan dia pasti akan
terjadi bentrokan hebat, paling tidak pertarungan adu jiwa
akan berlangsung diantara kami berdua"
"Aku memang berharap kalian bisa gontok-gontokan
sendiri" sahut Jui Pak-hay sambil menyeringai seram.
"Sayang pengharapanmu itu tidak akan terwujud, kau mesti
menerima kenyataan ini dengan perasaan kecewa, dengan
tewasnya Liong Giok-po maka urusan pun berubah jadi makin
sederhana dan gampang"
"Apa? Liong Giok-po sudah mati?" teriak Jui Pak-hay
terperanjat, agaknya dia belum tahu akan kejadian ini.

716
"Benar, kejadiannya berlangsung pagi hari tadi" Siang
Huhoa menerangkan.
"Siapa yang punya kepandaian sedemikian hebatnya hingga
sanggup membunuhnya?"
“JuiGi!"
"Apa? Jui Gi?" kontan Jui Pak-hay tertawa terbahak-bahak,
"mana mungkin Jui Gi memiliki kepandaian sehebat itu?"
"Rupanya kau belum tahu kalau Liong Giok-po pernah
bertarung sengit melawan Tok tongcu?"
"Aku tahu akan kejadian ini, itulah sebabnya aku sangat
kuatir ketika tahu dia sedang mencariku"
"Apakah kau pernah dengar juga kalau dia sudah terkena
bubuk lima racun dari Tok tongcu sehingga bukan saja
wajahnya hancur berantakan, bahkan seluruh ilmu silatnya
telah punah?"
Mendengar perkataan itu Jui Pak-hay segera
menghentakkan kakinya berulang kali ke atas tanah sambil
menghela napas panjang.
"Kau tidak perlu berkeluh kesah, juga tidak usah menghela
napas, begitu Jui Gi mengetahui rahasia ini, semalam dia telah
mewakilimu untuk membunuhnya"
Sekali lagi Jui Pak-hay menghela napas panjang.
"Aaaai.... tidak dapat disangkal dia memang seorang
pembantuku yang paling setia, tapi dengan berbuat begitu,
keuntungan apa yang bisa kuperoleh?"
"Bagimu mungkin tidak bermanfaat, tapi bagiku sangat
bermanfaat"
"Aku mengerti, justru karena peristiwa ini, kau semakin
yakin kalau aku masih hidup di dunia ini!" sambung Jui Pakhay
cepat.

717
Siang Huhoa manggut manggut.
"Padahal sejak awal hingga sekarang" ujarnya lagi, "asal
kita mau berpikir secara cermat, sebetulnya tidak sulit untuk
menemukan beberapa kejanggalan yang patut dicurigai"
Setelah menelan air liurnya, dia melanjutkan:
"Dalam hal ini, berulang kali Tu Siau-thian dan Nyo Sin
telah menyinggungnya"
"Sebenarnya kesimpulan dan analisa yang kalian lakukan
selama ini sudah benar dan masuk diakal" kata Jui Pak-hay,
"tapi lantaran terpengaruh oleh isu seputar kehadiran Laron
Penghisap darah, maka kalian tidak yakin dengan analisa
tersebut"
"Kenyataan memang begitu" Siang Huhoa membenarkan,
"sejak awal aku sudah mencurigai gulungan lukisan itu, maka
aku selalu beranggapan bahwa analisa pihak pengadilan
tentang kasus ini kuranglah tepat, hanya aku merasa segan
untuk mengenalkannya.... misalnya saja mereka pernah
menganggap kejadian yang berlangsung selama ini
merupakan ulah dari siluman laron yang berwujud sebagai
Kwee Bok dan Gi Tiok-kun, jelas analisa semacam ini
merupakan analisa yang ngawur sekali, kemudian dibilang
pikiranmu kalut karena siang malam kau diteror oleh Laron
Penghisap darah, padahal menurut dugaanku, mungkin kau
malah tidak pernah menjumpai seekor Laron Penghisap darah
pun seperti apa yang kau catat dalam gulungan kertas itu"
"Kau bisa berpendapat begitu karena kau selalu
menganggap apa yang tercatat dalam gulungan kertas itu
hanya sebuah catatan, kenyataannya bagaimana sulit
dibuktikan sebab tidak ada barang bukti" ujar Jui Pak-hay.
Siang Huhoa manggut-manggut seraya menghela napas
panjang, kembali ujarnya:

718
"Akupun tidak bisa menyangkal untuk mengakui dirimu
sebagai seseorang yang amat cerdas.... menyamar menjadi
Kwee Bok, Si Siang-ho lalu Jui Pak-hay.... satu orang dengan
tiga identitas, satu orang seakan berubah jadi tiga orang yang
berbeda, sebuah kejadian yang sungguh diluar dugaan
siapapun, terutama ketika kau tampil sebagai Kwee Bok yang
memelihara ribuan ekor Laron Penghisap darah lalu tampil
sebagai seorang korban yang diteror ribuan ekor Laron
Penghisap darah, dua karakter yang sesungguhnya bertolak
belakang, tapi kenyataannya kau bisa memerankan semua
karakter itu secara sempurna"
"Tapi darah dari kawanan Laron Penghisap darah........"
kembali Nyo Sin menyela.
"Betul, darah itu memang darah dari Laron Penghisap
darah"
"Tapi kenapa warna darahnya persis sama seperti darah
manusia?"
"Darah tersebut berwarna merah karena terpengaruh oleh
sejenis benda" Siang Huhoa menerangkan, dia segera
mengeluarkan bungkusan kecil yang baru saja dikembalikan
Siau-sin kepadanya.
"Apa isi bungkusan itu?" tanya Nyo Sin sambil menatap
tajam bungkusan kecil itu.
Ketika Siang Huhoa membuka bungkusan kecil itu,
sekuntum bunga kecil berwarna kuning dan selembar daun
kecil berwarna hijau segera terjatuh dari balik bungkusan itu.
"Aaah, bukankah bunga itu adalah bunga kuning yang
tumbuh di belakang halaman rumah penginapan Hun-lay?"
teriak Nyo Sin.
"Tepat sekali!" setelah menghembuskan napas panjang
kembali Siang Huhoa berkata, "aku yang banyak mengetahui
jenis tumbuhan pun tidak kenal dengan jenis bunga tersebut,

719
kenapa bunga tadi justru banyak tumbuh di pekarangan
rumah penginapan? Bukankah kejadian ini sangat aneh? Maka
aku pun mengutus Siau-sin dan Siau-tho untuk berangkat ke
rumah seorang sahabatku dan minta tolong kepadanya untuk
mengenali jenis bunga ini"
"Apakah dia kenali bunga itu?"
"Betul" Siang Huhoa mengangguk, "dia telah menulis
seluruh yang diketahuinya dalam sepucuk surat dan suruh
mereka serahkan kepadaku"
Sambil menatap tajam wajah Jui Pak-hay kembali terusnya:
"Bunga ini disebut siok-hong, aslinya merupakan tumbuhan
alam, bunganya berwarna kuning dan berduri, daunnya mirip
bulu angsa, ketika putik bunga itu diambil getahnya maka
akan muncul cairan merah seperti darah, cairan getah itu
disebut air siok-bok, biasanya orang pribumi menggunakan
getah itu sebagai bahan pewarna. Lantaran kawanan Laron
Penghisap darah itu setiap hari menghisap cairan getah siokbok
sebagai minumannya, tidak heran kalau darah ditubuhnya
berwarna merah juga seperti darah manusia"
"Apakah temanmu itu bernama Thio Kian-cay?" tiba-tiba Jui
Pak-hay bertanya.
"Betul. Apakah semua yang dia katakan merupakan
kenyataan?"
"Yaa, semuanya memang kenyataan"
"Tidak dapat disangkal dalam hal Laron Penghisap darah
tampaknya kau telah membuang waktu keringat dan waktu"
"Jika ingin berhasil dengan suatu rencana besar, kau
memang mesti persiapkan dulu senjata andalan"
Siang Huhoa menghela napas panjang, gumamnya
kemudian:

720
"Kadangkala aku berpikir, kau sebenarnya termasuk orang
yang amat cerdas atau seorang yang betul-betul sudah gila?"
Jui Pak-hay mendongakkan kepalanya dan tertawa
tergelak:
"Hahahaha....... ke dua duanya benar, kalau aku tidak
cerdas, tidak nanti bisa kurancang sebuah skenario yang
begitu hebat, tapi kalau aku bukan seorang gila, mana
mungkin aku bisa menulis catatan harian terlebih dulu
sebelum melaksanakan rencana yang penuh kekejian dan
maut ini?"
Siang Huhoa gelengkan kepalanya berulang kali sambil
tertawa getir.
"Kini Jui Gi berada dimana?" tiba-tiba Jui Pak-hay bertanya
lagi.
"Dia sudah bunuh diri untuk membungkam diri"
Berapa saat lamanya Jui Pak-hay berdiri termangu,
akhirnya dia baru berkata:
"Kalau aku sendiripun tidak menyangka akan berakibat
sehebat ini, tentu saja diapun tidak pernah bisa menduganya,
terlepas dia masih hidup atau sudah mati, kehadirannya tidak
akan mempengaruhi seluruh jalannya skenario ku ini, sebuah
akhir tetap merupakan sebuah akhir"
Perlahan-lahan dia bangkit berdiri.
Tan Piau, Yau Kun serentak melompat bangun sambil
bersiap siaga, yang satu menghunus rantai baja, yang lain
mempersiapkan sepasang tombaknya.
Jui Pak-hay sama sekali tidak menggubris mereka, melirik
sekejap pun tidak, kepada Siang Huhoa ujarnya:
"Harta karun itu berada di penjara bawah tanah,
bagaimana kalau kau ikut bersamaku untuk melihatnya?"

721
"Hanya untuk melihat harta karunmu itu?" Siang Huhoa
balik bertanya.
"Tentu saja sekalian menyelesaikan budi dan dendam kita
selama ini, penjara bawah tanah merupakan sebuah tempat
yang paling tepat untuk menggunakan pedang" selesai
berkata dia segera beranjak pergi.
Siang Huhoa menghela napas panjang, akhirnya dia
bangkit berdiri, menguntn di belakang Jui Pak-hay.
Sebab dia tahu, kejadian semacam ini sudah tidak mungkin
bisa dihindari lagi.
Dari sela-sela batu cadas Jui Pak-hay mencabut keluar
sebilah pedang. Jit seng coat mia kiam?
"Mana pedangmu?" tanya Jui Pak-hay sambil menatap
tajam lawannya.
Siang Huhoa menyahut dan segera meloloskan pedangnya.
"Selama banyak tahun, aku selalu bukan tandinganmu"
kata Jui Pak-hay kemudian, "sekarang, kecuali muncul suatu
kemukjijatan rasanya hasil terakhir pun setali tiga uang"
Kemudian dengan suara yang berat dan dalam, sepatah
demi sepatah kata dia melanjutkan:
"Oleh sebab itu aku rela menerima akhir seperti ini!"
Siang Huhoa mengerti apa yang dia katakan.
Mendadak tubuh Jui Pak-hay melambung ke tengah udara,
Siang Huhoa tidak ketinggalan, pada saat yang bersamaan dia
melambung pula ke tengah udara.
Ditengah kegelapan malam terlihat dua kilatan cahaya
membelah bumi. Mendadak dibawah "sinar rembulan" muncul
tujuh buah titik bintang.
Bintang yang memancarkan cahaya tajam! Bagaikan
halilintar yang membelah angkasa, dua senjata saling

722
membentur satu dengan lainnya, suara gemerincingan nyaring
diikuti rontoknya bintang bagaikan hujan segera memenuhi
seluruh ruangan.
Hanya sekali kilatan cahaya berkelebat lewat, tahu tahu
bayangan manusia telah meluncur balik ke bawah, hinggap di
posisi semula. Yang berbeda hanya ke tujuh butir bintang
yang semula berada di pedang jit seng coat mia kiam milik Jui
Pak-hay, kini sudah menempel semua diatas pedang milik
Siang Huhoa.
Paras muka Jui Pak-hay pucat keabu-abuan, pucat
bagaikan mayat, dengan wajah mendelong dan kecewa dia
awasi ke tujuh bintang yang menempel ditubuh pedang Siang
Huhoa itu tanpa berkedip, sampai lama kemudian dia baru
berteriak keras:
"Bagus, bagus sekali!"
Siang Huhoa tetap membungkam.
Kembali sekilas cahaya pedang melintas di angkasa dan
menyambar lewat, pedang dari Jui Pak-hay!
Pedang itu diayunkan dari atas menuju ke bawah, hanya
satu kali tebasan, dia nyaris membelah tubuhnya sendiri
menjadi dua bagian.
Darah segar segera berhamburan ke mana-mana.
Darah yang berwarna merah segar, tampak jauh lebih
menawan, jauh lebih menyilaukan mata dibawah cahaya
rembulan.
Suara dengungan keras segera bergema memenuhi seluruh
angkasa, kawanan Laron Penghisap darah yang semula
beterbangan mengelilingi "sang rembulan", kini bagaikan
kesurupan serentak menerjang ke bawah, bagaikan sudah
kalap saja menerjang ke tubuh Jui Pak-hay dan menghisap
darahnya yang masih berhamburan ke mana mana.

723
Tidak selang berapa saat kemudian, didalam penjara
bawah tanah itu hanya berkumandang semacam suara yang
sangat aneh, suara aneh yang selama hidup belum pernah
didengar Siang Huhoa!
........ Laron Penghisap darah!
Apakah analisa dan dugaannya selama ini keliru besar? Apa
benar kawanan Laron Penghisap darah itu betul-betul
menghisap darah manusia dan melahap daging tubuh
manusia?
Siang Huhoa merasakan sekujur tubuhnya bergidik, dia
merasa badannya seakan sedang terendam didalam air dingin
yang dipenuhi balok es!
0-0-0
Malam hari didalam penjara bawah tanah ternyata siang
hari diluar rumah penginapan, matahari bersinar hangat
menerangi seluruh jagad.
Biarpun sudah berada dibawah sang surya yang hangat,
Siang Hu-hoa tetap merasakan hatinya sedingin salju. Dia
tidak mengucapkan sepatah kata putu
Siau-sin dan Siau-tho mendampinginya di sisi kiri dan
kanan, mereka pun tidak berbicara apa-apa, paras muka ke
dua orang gadis itu nampak pucat pasi.
Entah berapa jauh mereka telah berjalan, akhirnya Siang
Huhoa berpaling dan menengok sekejap ke belakang. Rumah
penginapan Hun-lay sudah tidak terlihat lagi. Dia merasa
dirinya seakan baru sadar dari sebuah impian yang buruk.
Akhirnya mimpi buruk sudah berlalu, hilang dari pikirannya.

724
Setelah hari ini, apakah dikemudian hari akan muncul lagi
mimpi buruk seperti ini?
Siang Huhoa tidak tahu, tidak seorang pun yang tahu.
Tidak ada orang yang mengharapkan mimpi buruk
semacam ini, satu impian saja sudah terasa berat apalagi
kalau lebih dari satu.
Yaa, siapa sih manusia di dunia ini yang berharap akan
mengalami mimpi buruk seperti ini?
TAMAT.
Bandung, 3 Desember 2006 Salam hormat
Anda sedang membaca artikel tentang Laron Penghisap Darah 2 dan anda bisa menemukan artikel Laron Penghisap Darah 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/laron-penghisap-darah-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Laron Penghisap Darah 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Laron Penghisap Darah 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Laron Penghisap Darah 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/laron-penghisap-darah-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar