GOLOK MAUT 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 05 September 2011

Golok Maut \

(Can Cie Leng)
Karya : Tan Ceng Hun
Saduran : Oh Peng An (OPA)
Permulaan Kata
Itulah senjata yang sangat aneh bentuknya. Panjangnya 1,5 kaki, ujungnya tajam, dikedua
bagian sampingnya satu tajam dan yang lainnya berbentuk gigi gergaji.
Seluruh awak senjata itu putih berkilat, sinarnya menyilaukan mata.
Ditengah-tengah awak senjata itu ada terukir tulisan yang indah berbunyi : “GOLOK MAUT”.
Dibagian Yang tajam, tajamnya luar biasa, sehingga rambut yang diletakan diatasnya kalau
ditiup saja lantas putus. Dibagian yang seperti gergaji, tajamnya melebihi tajam gergajo biasa.
Senjata yang aneh luar biasa bentuknya itu mendapat nama yang sangat seram yaitu : “GOLOK
MAUT.”
Golok Maut ini telah mewakili segala keseraman, kekejaman, dan keganasan.
Oleh karena munculnya Golok Maut ini, keadaan dunia Kang-Ouw yang tadinya memang sudah
keruh, ditambah diliputi suasana kekejaman dan keganasan.
Orang-orang dalam rimba persilatan semuanya merasa kebat-kebit hatinya dan pucat wajahnya
kalau ada orang yang membicarakan Golok Maut itu.
Orang-orang yang sudah menerima Golok Maut ini sebagai pembawa kabar jelek, selambatlambatnya
dalam waktu tiga hari pasti akan binasa dalam keadaan sangat mengenaskan, kalau
bukan terpapas kutung kedua lengannya, tentu terpapas kutung kedua pahanya dan sudah pasti
ialah dibagian dada terdapat satu lubang yang tembus sampai kepunggungnya.

Ini memang benar-benar merupakan suatu kekejaman yang sudah tidak ada taranya. Orangorang
yang menjadi korban Golok Maut itu, baik yang dikutungi kedua lengannya maupun yang
dikutungi kedua pahanya, semuanya pasti mendapat tanda gergaji disebelah kirinya.
Golok Maut ini menggegerkan dunia rimba persilatan, menggetarkan Orang-orang dari
golongan Putih dan golongan hitam.
Jago-jago dari kedua pihak, golongan Putih dan golongan hitam, telah mengambil tindakan
untuk menyelidiki siapa adanya Pemilik Golok Maut itu yang penuh rahasia dan bertangan kejam
itu, tetapi tidak ada seorangpun yang pernah mendapatkan tanda-tanda yang dimaksud.
Munculnya Golok Maut ini membingungkan, sebentar di selatan sebentar lagi di utara, sehingga
membuat Orang-orang yang mengadakan penyelidikan repot sendiri tanpa hasil.
Siapa adanya Pemilik Golok Maut itu? Tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Apa
sebabnya Golok Maut itu mengganas di dunia Kang-Ouw? Tidak ada seorangpun juga yang bisa
menjawab.
Orang-orang yang menerima ancaman Golok Maut itu kesemuanya merupakan Orang-orang
kuat terkenal, baik dari golongan hitam maupun dari golongan putih, semuanya mempunyai
kepandaian tinggi. Tetapi aneh bin ajaib, mereka semua tidak dapat menghindarkan dairi dari
cengkraman Golok Maut itu .
Rupa-rupanya Orang-orang yang diincar oleh Golok Maut itu adalah Orang-orang tertentu.
Apa yang menyebabkan Orang-orang itu binasa? Kecuali sang korban dan Pemilik Golok Maut
itu sendiri, tidak ada orang ketiganya lagi yang dapat memberi keterangan.
Golok Maut itu kecuali seram, kejam, juga harus pula ditambah dengan kata : PENUH RAHASIA.
Tidak ada seorang juga di dunia Kang-ouw yang mengetahui asal-usul munculnya Golok Maut itu .
Hanya dalam waktu yang amat singkat, yaitu dalam waktu tiga bulan saja, Golok Maut itu telah
muncul lima kali. Sudah dengan sendirinya ada lima orang yang telah menjadi korban korbannya.
Korban-korban itu merupakan jago-jago dari tempat-tempat tertentu, juga merupakan Orangorang
kuat yang cukup berpengaruh namanya.
Pertama kali Golok Maut ini muncul dikota Lam-ciang. Salah satu jago terkenal dari golongan
putih yang bernama Siangkoan In Kie telah dikuntungi kedua lengannya, kedapatan mati dengan
dada berlubang.
Keduakalinya Golok Maut itu minta korban Pancu dari organisasi Pek-hap-pang didaerah Kiukang
yang bernama Koo Goan, juga binasa dalam keadaan yang sama seperti keadaan korban
pertama. Organisasi itu sebetulnya banyak Orang-orang kuatnya yang berkepandaian tinggi dan
nama morganisasi itu juga cukup terkenal di kalangan Kang-ouw, tetapi yang benar-benar
merupakan peristiwa yang tidak habis dimengerti ialah karena Koo Goan itu justru binasa didalam
markas besarnya sendiri.
Korban ketiga membuat semua orang semakin tidak habis mengerti, karena korban itu adalah
orang dari golongan pengemis cabang Thian-lam yang bernama Gouw Cu Ceng. Pada malam itu
juga, setelah Gouw Cu Ceng menerima hadiah Golok Maut sebagai pertanda, segera ia binasa
dalam keadaan mengerikan.
Korban keempat ialah pengusaha lima perusahaan Piuaw Kiok (Pengantar barang) didaerah
kayhomh yang bernama Ban Goan Hong.
Korban kelima lebih-lebih mengherankan lagi, korban itu adalah orang yang bernama Hoat
Giam LO (Raja Akhirat Hidup) yang pernah malang melintang 30 tahun lamanya didalam dunia
Kang-ouw dan sejak sekian lamanya sudah berdiam dikota Bu-ciang. Dia binasa dalam keadaan
kutung kedua pahanya dan berlubang dadanya.
Kiang Hie sebenarnya adalah seorang yang mempunyai kepandaian silat sangat tinggi, tetapi ia
juga merupakan seorang yang sangat kejam dan suka membinasakan jiwa orang denga tidak
memandang bulu lagi, maka kematiannya itu telah menggirangkan hati banyak orang yang tidak
menyukai tindak tanduknya.
Yang merupakan keistimewaan lainnya dari para korban Golok Maut itu adalah bahwa
semuanya merupakan Orang-orang yang sudah berusia lima puluh tahun keatas.
Apa sebabnya? Juga tidak ada seorangpun yang mengetahuinya.

Dunia Kang-ouw ramai membicarakan peristiwa tersebut. Entah siapa lagi yang akan mendapat
giliran nanti dari ancaman Golok Maut itu ?
Perbuatan yang mirip dengan perbuatan gila ini entah kapan berakhirnya?
Menurut apa yang diunjukan oleh peristiwa yang ganas itu, telah menimbulkan kesan bahwa
Pemilik Golok Maut itu pasti adalah seorang bertabiat aneh dan mempunyai kepandaian yang luar
biasa tingginya. Jika tidak demikian, kelima korbannya itu yang semuanya merupakan Orangorang
yang berkepandaian tinggi dan sudah terkenal itu bagaimana bias jadi dibuat bulan-bulanan
oleh Golok Maut tanpa memberi perlawanan. Dari bukti yang didapat dari semua korban itu, nyata
bahwa para korban itu semuanya tentu tidak sempat memberi perlawanan.
Sekarang Golok Maut itu muncul lagi untuk keenam kalinya. Perbedaan waktu antara
munculnya peristiwa kelima dan keenam hanya satu bulan saja.
Kali ini yang mendapat kehormatan menerimam kunjungan Golok Maut itu adalah seorang
Chung Cu dari perkampungan Hui Liong Cung yang sudah sepuluh tahun lebih lamanya sudah cuci
tangan dan mengundurkan diri dari dunia Kang-ouw. Dia adalah Tio Ek Chiu.
Orang tua itu dengan kepandaian ilmu silatnya dan ilmu mengentengkan tubuh serta kekuatan
tenaga dalamnya yang sangat tinggi sudah empat puluh tahun lamanya namanaya terkenal di
dunia Kang-ouw. Dia adalah seorang tua yang usianya sudah lebih dari 60 yahun, sesungguhnya
merupakan suatu kejadian luar dugaan kalau Golok Maut itu telah mengun jungi dirinya.
Mengingat akan kepandaian, nama dan kedudukannya di dunia Kang-ouw, sudah barang tentu hal
itu telah menggemparkan dunia rimba persilatan.
Banyak jago-jago dari rimba persilatan pada berduyun-duyun menuju keperkampungan Hui
Liong Cung.
Sahabat-sahabat baiknya Tio Ek Chiu, seperti Lui Ceng, Pek Jie Hong dan lain-lainnya sudah
pada dating pada hari kedua pagi-pagi sekali sesuadah Orang tua itu menerima Golok Maut itu
sebagai pertanda.
Untung hari itu ternyata Pemilik Golok Maut itu tidak muncul.
Diperkampungan Hui Liong Cung hari itu banyak berkumpul Jago-jago dari kalangan Kang-ouw.
Hampir setiap orang menantikan saat yang akan datang dengan hati berdebaran dan gusar.
Mereka hampir menantikan setiap waktu tanpa mengenal lelah.
Kecuali ada satu dewa, kalau hanya orang biasa saja , betapun tingginya kepandaian orang itu,
rasanya juga tidak mampu melawan banyak Jago-jago rimba persilatan itu.
Rupanya semua Jago-jago itu sudah bertekad bulat hendak membuka tabir rahasia yang dimiliki
Golok Maut itu.
Tetapi sampai hari ketiga, orang yang dinanti–nantikan itu belum juga tiba, tidak ada tandatanda
apa-apa. Sedangkan menurut kebiasaan, Golok Maut itu setiap kali muncul sebagai
pertanda, selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari sudah pasti minta korban jiwa. Hari ketiga itu
ada merupakan hari terakhir. Jika malam ini tidak ada kejadian apa-apa, maka saat yang sangat
naas itu dianggap sudah berlalu.
Kampung Hui Liong Cung yang biasanya tenang tentram, kini karena munculnya Golok Maut itu
telah diliputi oleh suasana tegang dan seram.
Setiap lorong dan tikungan yang agak gelap dipasang lampu terang-terang. Hampir setiap
langkah ada orang yang menjaga, baik siang maupun malam hari. Penjagaan dilakukan sangat
kuat. Dibagian depan dan belakang perkampungan itu juga dipasangi berbagai perlengkapan
rahasia.
Tempat sekitar tiga lie dalam perkampungan itu banyak Orang-orang dari dunia Kang-Ouw
yang menjaga, baik secara terang-terangan maupun secara menggelap. Tujuan mereka sudah
tentu ingin melihat wajah asli dari Pemilik Golok Maut itu.
Diruanga besar didalam gedung itu pesta perjamuan dilakukan siang dan malamhari tidak
berhenti-hentinya. Hampir 20 orang lebih orang-orang dunia Kang-Ouw yang sudah terkenal
keganasannya telah melindungi Tio Ek Ciu demikian rapatnya.
Tio Ek Ciu kelihatan mundar mandir didalam ruangan, kadang-kadang juga menghela nafas.
Rambutnya sudah ubanan kelihatan kusut.
Diatas meja ditengah ruangan besar, diantara mangkok piring perjamuan ada terletak Golok
Maut yang luar biasa bentuknya itu yang diantarkan pada tiga hari berselang.

Golok Maut ini merupakan suatu utusan yang menagih jiwa, sehingga setiap orang yang
melihatnya pada berdiri bulu romanya.
Pada orang-orang kuat yang berada didalam ruangan itumeskipun diluarnya sedapat mungkin
hendak berlaku tenang, tetapi dalam hati sebetulnya merasa kebat-kebit.
Meskipun penjagaan dalam perkampungan itu sangat kuat dan mungkin tidak dapat dilalui oleh
seekor lalatpun, tetapi apakah mampu mencegah kedatangannya Pemilik Golok Maut itu? Ini
masih merupakan pertanyaan dalam hati masing-masing.
Sang waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, saat itu sudah jam tiga malam, tetapi masih
belum kelihatan perubahan apa-apa. Asal lewat dua jam lagi saja, sudah dapat diharap bahwa
Pemilik Golok Maut itu tidak akan muncul lagi.
Apakah kali ini akan merupakan suatu kecualian? Itu adalah suatu pertanyaan yang timbul
hampir disetiap hati orang, tetapi tidak ada seorangpun yang berani mengeluarkan itu dari
mulutnya.
Setelah lewat lagi beberapa saat lamanya, Lui Ceng baru berani berkata sambil sambil
mengurut-urut jenggotnya yang panjang.
“Iblis itu barang kali tidak mendapat kesempatan untuk turun tangan maka tidak berani
datang.”
Pek Jie Hong menyambung,
“Dengan penjagaan yang begini rapat dan kuat sampai seekor lalatpun rupanya tidak bisa
terbang diatas kita, maka sekalipun dia mempunyai kepandaian tinggi, rasanya juga belum tentu
berani muncul.”
Tio Ek Ciu yang mendengar pembicaraan itu hanya ketawa getir saja, ia tidak bisa berkata apaapa.
Hanya ia sendiri rupanya yang sudah mendapat firasat bahwa dirinya tidak akan terluput dari
tangannya Pemilik Golok Maut.
Berlalunya sang waktu telah menambah ketegangannya semua orang. Saat-saat yang terakhir
itu dirasakan paling tidak enak.
Masih tinggal satu jam lagi waktu untuk si Pemilik Golok Maut itu turun tangan.
Tio Ek Ciu pada saat itu lantas berkata sambil menghela nafas :
“Lohu tahun ini sudah berusia 65 tahun. Sekalipun harus binasa juga sudah merasa puas. Lohu
merasa sangat berterima kasih atas kecintaan saudara sekalian yang telah memerlukan datang
kemari. Tetapi persoalannya malam ini bukan persoalan biasa. Seandainya iblis itu nanti muncul
benar-benar, Lohu akan melayani padanya dengan kepandaian yang Lohu miliki sendiri. Saudarasaudara
boleh berdiri sebagai penonton saja. Sekali-kali jangan turut campur tangan, agar tidak
menanam permusuhan dengan iblis itu. Seumur hidup Lohu, rasanya belum pernah melakukan
hal-hal yang melanggar lingsim Lohu. Sesungguhnya tidak tahu apa sebabnya iblis itu mau turun
tangan terhadap Lohu?
Lui Ceng yang adatnya sangat berangasan, lantas berkaok-kaok:
“Hei, tua bangka she Tio, kau dan aku telah mempunyai perhubungan persahabatan bebrapa
puluh tahun lamanya, kalau aku takut mati, tidak nanti aku perlukan datang kemari!”
“Tio Cungcu harap jangan khawatir, dengan adanya kami orang-orang disini, sekalipun iblis itu
mempunyai 3 kepala dan enam tangan, hari ini juga harus dia rasakan goloknya sendiri,” demikian
suara seorang berkata.
“Iblis itu mungkin tahu gelagat tidak baik, maka lantas mundur teratur.”
“Masih tidak apa kalau dia tidak datang, kalau dia berani datang, hm! Dia harus rasakan sendiri
……..”
Sesaat itu, sana-sani ramai mengutarakan pikirannya.
Kentongan telah berbunyi 4 kali. Tepat pada saat itu………….
Terdengar orang tertawa dingin, yang kedengarannya sangat tegas dalam setiap telinga orang.
Dalam suasana demikian, kedengarannya semakin menyeramkan!
Suara yang datangnya secara tiba-tiba itu, merupakan suatu tanda akan munculnya saat-saat
yang menyeramkan.
Ruangan yang tadinya ramai itu sekarang berubah sunyi senyap. Orang-orang yang tadi pada
sesumbar, sekarang nampak pada pucat wajahnya. Semua mata ditujukan kearah pekarangan
yang keadaannya terang benderang seperti tengah hari.

Tapi heran, dari mana datangnya suara ketawa itu? Apakah dalam penjagaan begitu rapat dan
kuat, tidak ada seorangpun yang mengetahui ada orang masuk?
Hui Liong Cung Cungcu Tio Ek Ciu, ketika mendapat kenyataan bahwa musuhnya yang dinantinantikan
sudah tiba dan orang-orangnya yang menjaga tidak bisa berbuat apa-apa, segera
mengetahui bahwa sang musuh itu memang sangat lihay. Maka ia juga mengerti bahwa nasibnya
malam ini rasanya sukar dipertahankan. Melihat keadaan demikian, ia malah bisa berlaku tenang.
Dengan tidak mempunyai rasa takut, ia berkata dengan suara yang nyaring :
“Tio Ek Ciu sudah lama menantikan kedatanganmu, kau hendak kutungkan tangan atau kakiku,
terserah padamu. Tapi Lohu masih belum mengerti, ada permusuhan apa sebetulnya kau dengan
Lohu, sehingga kau sampai menjatuhkan hukuman ini?”
Sebagai jawaban, telah terdengar satu suara yang dingin kaku:
“Tio Ek Ciu, aku bukan seorang yang buas atau jahat, juga bukan seorang yang berlaku
sewenang-wenang atau seorang yang kejam. Peristiwa berdarah pada Perkumpulan Kam-lo-pang
dibukit Bu-leng-san pada 20 tahun berselang, kau toch tidak bisa bilang tidak tahu! Kedatanganku
malam ini ialah hendak membikin perhitungan hutang darah tersebut.”
Sesaat itu wajah Tio Ek Ciu pucat seperti mayat serta berdiri membisu seperti patung.
Semua orang gagah yang berada didalam ruangan besar itu pada terkejut.
Peristiwa berdarah yang dialami oleh Perkumpulan Kam-lo-pang pada dua puluh tahun
berselang memang pernah menggemparkan dunia rimba persilatan.
Perkumpulan Kam-lo-pang muncul di dunia Kang-Ouw baru saja satu tahun, mendadak telah
diserang oleh lebih dari 50 Jago-jago kuat dari golongan hitam dan putih. Hanya dalam waktu satu
malam saja Kam-lo-pang dibikin musnah.
Semua orang-orangnya Kam-lo-pang, mulai dari Pancunya sampai ke orang-orang bawahnya
hampir semuanya binasa dalam keadaan putus tangan atau kutung pahanya, ada juga yang
kepallanya terpisah dari badannya. Dari 200 jiwa lebih, yang hidup dan dapat meloloskan diri
hanya beberapa gelintir saja.
Ini adalah merupakan suatu pembunuhan besar-besaran dalam rimba persilatan. Sementara
itu, mengenai sebab-sebabnya sehingga adanya kejadian peristiwa berdarah juga tidak ada yang
mengetahui.
Nama selanjutnya dari Kam-lo-pang terhapus dalam dunia Kang-Ouw.
Nama itu sudah menjadi catatan dalam hikayat yang berlahan-lahan hilang dari peringatannya
manusia.
Tidak nyana, hari ini 20 tahun kemudian nama itu terdengar pula di kalangan Kang-ouw,
bahkan keluarnya dari mulut seorang ‘Penuh Rahasia’, Pemilik Golok Maut yang telah
menggemparkan dunia rimba persilatan.
Cungcu dari Hui Liong Cung itu dulu juga merupakan salah satu orang yang turut mengambil
bagian dalam pembasmian orang-orang Kam-lo-pang. Hal ini rasanya tidak perlu disangsikan lagi.
Tetapi apakah hubungannya antara Pemilik Golok Maut itu dengan Perkumpulan Kam-lo-pang?
Suara orang itu meskipun kedengarannya sangat dekat, tetapi orang tidak dapat dilihat,
sehingga semua orang yang ada disitu tidak mengetahui dari mana datangnya suara tersebut.
“Tio Ek Ciu, apakah kau masih ada pesan apa-apa yang perlu ditinggalkan?” terdengar pula
suaranya orang itu.
Sikap Tio Ek Ciu pada saat itu sudah seperti orang kalap, maka ia lantas menjawab dengan
suara kasar:
“Iblis! Tinggalkan namamu!”
“Pemilik Golok Maut.”
“Peristiwa Kam-lo-pang ada hubungan apa denganmu?”
“Hu, hu, hu. Aku adalah Pancu dari Kam-lo-pang.”
Jawaban itu telah membikin terperanjat semua orang, sehinga masing-masing pada saling
pandang.
Tio Ek Ciu yang mendengar pengakuan orang itu sebagai Pancu dari Kam-lo-pang, saat itu
seperti mengetahui bahwa malam ini mungkin tidak akan terhindar dari kematian, maka ia lantas
mengambil keputusan nekad, tetapi karena rasa jeri oleh kepandaian orang itu, membuat ia tidak
berani sembarangan keluar dari dalam ruanga besar itu. Selagi masih bersangsi, tiba-tiba

berkelebat bayangan seseorang, satu anak darah yang cantik molek sudah muncul didepan
matanya.
Gadis itu denga pedang ditangan serta paras gusar, telah berkata dengan suara gemetaran:
“Ayah.” Kemudian secepat kilat sudah bergerak melesat keluar pekarangan.
Bukan main kagetnya Tio Ek Ciu, karena gadis itu merupakan anak satu-satunya yang paling
disayanginya. Ia sudah memesan wanti-wanti supaya biar bagaimana tidak boleh unjukan diri,
tidak disangka dalam saat yang sangat berbahaya itu akhirnya gadis itu mengunjukan diri juga,
maka ia lantas berkata:
“Tin-jie, jangan!”
Tepat pada saat itu penerangan lampu disekitar pekarangan mendadak pada semua, sehinga
disana-sini terdengar suara gaduh. Semua orang-orang gagah yang berada dalam ruangan
masing-masing pada menghunus senjatanya dan lari keluar pekarangan.
Selanjutnya, peneranghan didalam ruanga juga padam, sehingga keadaan disitu menjadi gelap
gulita.
Para jago yang datang hendak memberikan bantuan tenaganya ketika itu lantas mengetahui
gelagat tidak baik, maka mereka semuanya cepat-cepat lari kembali kedalam ruangan besar itu,
tetapi sesaat sebelum mereka sampai kedalam ruangan, sudah terdengar suara jeritan yang
sangat mengerikan. Suara jeritan itu merupakan suatu tanda bahwa bencana ternyata sudah tidak
dapat dihindarkan.
Didalam ruangan besar itu lantas menjadi ramai sekali. Dalam keadaan gaduh itu, sesososk
bayangan manusia tiba-tiba melesat keluar dan akhir menghilang dalam kegelapan.
Tatkala api dinyalakan lagi, suatu pemandangan yang mengerikan telah terbentang didepan
mata orang banyak.
Tio Ek Ciu nampak rebah terlentang diantara darah segar yang membanjiri lantai. Cungcu yang
sial nasibnya itu kelihatan kutung kedua lengannya sebatas pundak, sedangkan didadanya
terdapat lubang masih menyemburkan datah. Sungguh suatu pemandangan yang sangat
mengerikan.
Gadis cantik molek yang dipanggil ‘Tin-jie’ tadi lantas menubruk jenazah ayahnya sambil
menangis menggerung-gerung.
Suatu peristiwa yang sangat mengerikan telah berakhir.
Sekali lagi Golok Maut mengambil korbannya. Bersama korban-korban yang dulu, semuanya
ada enam Jago-jago rimba persilatan telah menjadi mangsanya.
Waktu hari terang tanah, orang-orang kuat dari rimba persilatan yang datang hendak
memberikan bantuan tadi dengan hati pilu dan kecewa telah meninggalkan perkampungan Hui
Liong Cung. Mereka menyesal tidak dapat melihat wajah asli dari si Pemilik Golok Maut. Apa yang
didapat oleh mereka ialah pada saat itu mereka baru tahu bahwa manusia ‘Penuh Rahasia’ yang
menimbulkan kegemparan itu adalah Pancu dari Kam-lo-pang yang kabarnya sudah musnah pada
20 tahun berselang.
Oleh karena pengakuan Pemilik Golok Maut itu, maka orang-orang kuat dari golongan hitam
dan putih yang dulu turut campur tangan dalam pembasmian perkumpulan tersebut, mungkin
tidak seorangpun yang akan terlolos dari pembalasan Golok Maut.
Menurut apa yang tersiar di kalangan Kang-ouw, peristiwa berdarah Kam-lo-pang hampir
seluruh orang-orang Kam-lo-pang sudah terbasmi habis, bahkan Pancunya yang bernama Yo Cin
Hoan berikut seluruh rumah tangganya yang berjumlah delapan jiwa telah terbinasa semua.
Tetapi Pemilik Golok Maut itu telah mengaku dirinya sebagai Pancun dari Kam-lo-pang, benarbenar
merupakan suatu kejadian sangat gankil. Apakah berita kematian Pancu Kam-lo-pang dulu
itu tidak benar? Ataukah Pemilik Golok Maut itu tidak melakukan kejahatan dengan meminjam
nama Pancu dari Kam-lo-pang atau karena lain-lain sebab ……….?
Biar bagaimana ‘manusia penuh rahasia’ yang menyeramkan itu hanya meninggalkan suatu
teka-teki bagi rimba persilatan.

Bab 1
Angin meniup dengan kencannya, hawa dingin menyusup di tulang-tulang. Tanah membeku.
Hujan salju yang turun satu hari satu malam terus menerus telah mengubah jagat seperti
tumpukan kapas belaka.
Dalam keadaan demikian itu, manusia seperti hilang dari dari jalanan, begitu pula burungburung
dan binatang-binatang buas seolah-olah menghilang dari bumi. Selain angin dingin yang
meniap kencang dengan tidak henti-hentinya, seluruh jagat yang kelihatannya putih meletak,
diselimuti oleh salju itu agaknya sudah kehilangan rupanya yang lama. Ditengah udara masih
kelihatan gelap remang-remang. Sang waktu agaknya sudah berhenti beredar, sehingga membuat
orang sukar membedakan waktu siang danmalam.
Bukit Bu-leng-san yang seluruhnya tertutup salju berdiri tegak dengan megahnya. Keadaan
kelihatannya sunyi senyap.
Pada saat itu, setitik bayangan hitam yang kelihatannya seperti sebutir gundu yang meluncur
turun diatas salju terus menuju kelembah bukit Bu-leng-san. Dalam suasana putih seluruhnya itu,
bayangan hitam itu menuju lembah yang putih seluruhannya itu, bayangan hitam itu kelihatannya
lebih nyata dan tegas.
Ini sungguh aneh, dalam keadaan yang dingin dan tempat sesunyi itu, ternyata masih ada
mahluk berjiwa yang muncul diluaran, bahkan menuju kelembah yang keseluruhannya tertutup
salju.
Perlahan-lahan titik hitam itu bisa dilihat nyata, ia adalah manusia tengah mengendong satu
buntalan besar.
Sambil melawana tiupan angin utara yang dingin, orang itu lari cepat sekali. Siapakah orang
itu?
Oleh karena kepalanya memakai tudung, maka wajahnya tertutup semua dan tidak bisa dilihat
dengan nyata. Tetapi dari gerak jalannya yang pesat, terang orang ini merupakan orang kuat dari
rimba persilatan.
Orang itu agaknya mengenal baik keadaan bukit disitu. Meski keadaan jalanan penuh bersalju
dan tampak putih semuanya, ia masih bisa membedakan tempat yang hendak dituju. Orang itu
terus lari menuju kemulut lembah.
Jalanan berliku-liku, kedua sisinya lembah diapit oleh lamping bukit yang menjulang tinggi.
Diujung lembah terdapat banyak batu-batu cadas yang besar-besar. Bayangan itu ketika tiba
dibawah batu besar tadi lalu mendongak mengawasi sebuah batu cadas yang menonjol setingi
sepuluh tombak, kemudian kakinya menotol tanah, badannya lantas melesat tinggi keatas. Kirakira
7-8 tombak, sebelum mencapai tempat yang ditujunya, ujung kakinya lalu menotol lamping
jurang, sehingga badanya meluncur naik keatas lagi. Dengan gayanya yang sangat luar biasa,
orang itu dapat menancapkan kakinya diatas batu cadas termaksud.
Dibelakang batu cadas besar ternyata ada kedapatan sebuah goa yang lebar mulutnya kira-kira
satu tumbak.
Orang itu ketika berada dimulut goa, baru membuka tudungnya dan kelihatan wajahnya.
Ooo…., ternyata orang itu adalah satu pemuda cakap yang kelihatan baru beruaia 17 tahunan.
Pemuda yang cakap itu telah menurunkan buntelan yang digendongnya, kemudian diteneng
ditangan. Dengan wajah ramai dengan senyuman ia berseru kedalam goa,
“Suhu!”
“Suhu!” ……. Suara itu adalah suara kumandangnya dari dalam goa.
Ia memanggil semakin keras, tetapi hanya mendapatkan jawaban yang serupa.
Pemuda itu merasa heran, dengan cepat ia lari masuk kedalam goa.
Goa itu tidak dalam, kira-kira Cuma 20 tumbak lebih, disitu terdapat sebuah ruangan besar.
Disalah satu sudut dari ruangan itu ada sebuah balai batu yang dapat dilihat begitu orang
memasuki goa.

Dan sekarang, balai batu yang biasanya digunakan oleh suhunya untuk bersemedi itu ternyata
sudah kosong.
Pemuda itu dengan perasaan tegang lantas lompat masuk kedalam kamar lain.
Mendadak bau darah yang amis telah menusuk hidungnya dan pemandangan yan
dihadapannya, saat ittu membikin dirinya berdiri terpaku, matanya berkunang-kunang, hampir saja
ia tidak mampu mempertahankan dirinya berdiri.
Apa yang terbentang didepan matanya adalah suatu pemandangan yang sangat mengerikan!
Dilantai dalam kamar batu itu sudah berwarna merah karena darah yang sudah membeku itu ada
menggeletak tiga sosok tubuh sebagai bangkai yang tidak utuh sekujur badannya.
Buntelan yang dibawah ditangan pemuda itu telah terjatuh dari cekalannya dengan tidak
terasa. Isinya ternyata beras, garam, daging dan keperluan sehari-hari telah berantakan dilantai.
Paras si pemuda cakap saat itu telah berubah aneh sekali, matanya mendelong seperti seorang
linglung. Ia berdiri terpaku sambil mengucurkan air mata.
Keadaan dalam ruanga itu yang biasanya tenang tentram, kini telah berubah menjadi seram
keganasan.
Lama sekali pemuda itu seperti kehilangan semangat, kemudian ketika tersadar ia menjerit lalu
menubruk salah satu mayat yang rambutnya sudah putih seluruhnya. Dengan suara terputusputus
ia memanggil:
“Suhu! Suhu! ….. Kau dengan kedua paman telah binasa ditangan siapa? Muridmu akan
menuntut balas untukmu, Suhu, jawablah!”
Pemuda itu sembari memanggil, tangannya menggoyang-goyang badannya seorang tua.
Tanganya orang tua ternyata Cuma tinggal satu. Luka dibadannya ada sebelas tempat lebih dan
masih mengucurkan darah.
Ubuh orang tua itu mendadak bergerak-gerak, sehingga membikin anak muda cakap itu
terkejut. Apakah suhu masih belum binasa? Demikian anak muda itu berpikir.
Ia lalu meraba-raba dada suhunya, benar saja masih hangat. Pemuda itu kelihatannya sangat
girang, tetapi hanya sekejap saja, ia lantas tertegun lagi. Ia tidak mengetahui bagaimana ia harus
berbuat. Dengan kekuatan tenaga Iweekangnya yang masih belum sempurna ia tidak biasa
berbuat apa-apa.
Seandainya pada saat itu ada seorang yang sudah sempurna betul ilmu Iweekang, dengan
kekuatan tenaga dalamnya yang disaluran kedalam dirinya sang suhu mungkin masih bisa
menolong jiwa suhunya itu.
Tetapi di dalam goa itu kecuali ia sendiri dengan dua jenazah pamannya, tidak ada orang lain
lagi yang bisa dimintakan tenaganya untuk menolong suhunya.
Pemuda itu sangat gelisah. Ia berjalan menghampiri jenazah kedua pamannya. Kedua orang itu
juga merupakan orang-orang yang sudah lanjut usianya, satu binasa dalam keadaan terkutung
kedua tangannya dan yang lainnya binasa dalam keadaan terkutung kedua pahanya.
Ketika badanya diperiksa, ternyata sudah dingin kaku, terang mereka sudah lama binasa.
Kedua orang itu memang adalah orang-orang yang tadinya sudah bercacad, sekarang sekujur
badanya penuh dengan tanda senjata tajam. Dari sini dapatlah diduga bahwa orang turun tangan
terhadap mereka itu sangat ganas dan telengas.
Sungguh tidak diduga, ketika ia meninggalkan goa tersebut untuk mencari bahan makanan,
hanya dalam waktu setengah hari saja sudah ada kejadian yang demikian hebatnya. Dalam
keadaan gemas ia hanya bisa membanting-banting kaki dan meremas-remas kepalanya sendiri.
Kenangan dimasa lampau telah terbayang lagi didalam otaknya.
Sebetulnya ia adalah seorang anak piatu yang tidak ketahuan asal-susulnya, tidak berayah,
tidak beribu, juga tidak mempunyai nama.
Sejak kecil, ia hidup diantara kawanan pengemis. Sedari ia bisa mengingat, hanya diketahuinya
bahwa ia adalah satu pengemis kecil saja.
Selama masa kanak-kanaknya, ia pernha menjadi gembala, pernah menjadi kacung pesuruh;
rupa-rupa penderitaan hidup telah dialami, rupa-rupa penghinaan telah diterima.
Ia sering menanya kepada diri sendiri : “Aku ini sebetulnya anak siapa?”

Orang lain mempunyai ayah dan ibu, mempunyai rumah tangga yang hangat; setidak-tidaknya
mempunyai anam. Tetapi ia, semuanya tidak punya, didalam dunia ini seolah-olah merupakan satu
mahluk yang kelebihan.
Ia belum pernah memcicipi apa artinya cinta dan kasih sayang, ia juga tidak mengerti apa
artinya cinta itu. Oleh karena sejak masih kecil selau hidup dalam hinaan dan cacian orang, maka
apa yang mengeram dalam hatinya ialah : KEBENCIAN.
Lima tahun berselang, sama keadaannya seperti hari ini, juga diwaktu hujan salju sangat
lebatnya. Ia telah dipukuli oleh sekaanan manusia biadab, sehingga jatuh menggeletak diatas salju
dalam keadaan babak belur.
Seorang tua yang lengannya Cuma tinggal sebelah telah menolong dirinya, dan kemudian
membawahnya kedalam goa serta dipungut menjadi muridnya, Orang tua berlengan satu itu
adalah orang tua rambut putih yang kini rebah dalam gumpalan darah.
Oleh karena ia sendiri tidak tahu asal-usulnya, tidak tahu anak siapa dan tidak mempunyai SHE
dan nama, maka ia ikut SHE suhunya she YO. Suhunya memberikan nama padanya Cie Cong.
Maksud perkataan Cie Cong ialah : supaya ia selamanya ingat dan tidak lupa mencari tahu asalusul
dirinya sendiri.
Didalam goa itu bersama dengan suhunya juga tinggal juga dua orang tua , satu tidak
mempunyai tangan, sedangkan yang lainnya tidak mempunyai kaki. Ia biasa membahasakan
mereka paman.
Tiga laki-laki tua san satu anak muda, hidup dalam goa yang aman tentram itu sekeluarga.
Selama lima tahun, dibawah dibawah didikan dan bimbingan suhunya yang dibantu oleh kedua
pamannya serta bakat yang ada pada dirinya sendiri, telah membuat ia menejadi seorang gagah
yang sudah dapat dimasukan golongan kelas satu dalam dunia Kang-Ouw.
Apa yang masih kurang ialah kekuatan tenaga dalamnya, yang masih belum sempurna.
Ketiga orang tua itu membuat ia mengerti apa artinya cinta, ia mersakan bahwa didalam dunia
ini ternyata masih ada kasih sayang dan tidak sekejam seperti apa yang dibayangkan.
Dan sekarang, pemandangan ngeri yang terbentang dihadapan matanya, telah membuat
perasaan cinta yang baru tumbuh belum lama, sudah terbang lagi tanpa bekas.
Rasa benci kembali timbul dalam perasaan hatinya.
Ia benci terhadap manusia yang kejam dan ganas. Ia benci terhadap dunia Kang-Ouw yang licik
sifatnya. Karena manusia-manusia kejam itu telah merampas jiwanya ketiga orang tua yang sudah
merupakan keluarganya……… suhu dan kedua pamanya.
Tiba-tiba suara rintihan telah mengejutkan ia dari lamunannya.
Sang suhu yang hampir binasa ternyata hidup kembali. Ia membuka sepasang matanya yang
layu, mengawasi padanya tanpa berkesiap.
Dengan hati pilu ia memanggil, “Suhu!” dan kemudian menubruk padanya.
Sepasang matanya orang tua itu perlahan-lahan tampak bersinar terang.
“Suhu! Kau….. Kau………”
“Cong Jie….. dengarkan aku………” orang tua itu membuka mulutnya, suaranya perlahan,
agaknya susah sekali untuk mengeluarkannya.
“Suhu! Nanti Cong Jie bawa kau keatas balai-balai!”
Orang tua itu menggelengkan kepalanya, matanya dibuka semakain lebar. Dadanya bergoncang
semakin keras, napasnya memburu, wajahnya nampak makin pucat.
“Suhu, kau inghin apa?”
Orang tua gelengkan kepalanya lagi, sejenak kemudian, baru membuka mulutnya:
“Cong Jie, kau…… sudah pulang. Suhumu…….. sedang………. Menantikan ……. kau……!”
“Suhu, kau sekarang jangan bicara apa-apa dulu, kau tenangkan dirimu dulu …….”
“Diwajahnya orang tua itu mengunjukan ketawa getir, setelah hening sejenak, ia lalu berkata
pula :
“Cong Jie.…… kau…… jangan …… memotong…… suhumu…… dalam waktu…… sesingkat ……
ini…… hendak …… memberi…… tahukan…… padamu…… sesuatu…… hal…… .
“Suhu, kau jangan menggunakan banyak tenaga dulu, nanti kalau sudah sembuh baru
dibicarakan lagi!”
Matanya orang tua itu nampak gusar, sehingga pemuda itu tidak berani memandang.

Saat itu, orang tua itu keadaannya kelihatan agak baikan, pembicaraannya agak jelas.
“Cong Jie, suhumu…… sudah tidak berguna…… lagi sekalipub ada thabib sakti…… juga tidak
berdaya…… mengobati lukaku. Tuhan masih adil, pada saat ini aku masih bisa hidup kembali……
sehingga bisa meninggalkan …… pesanan…… kepada mu. Sekarang kau dengar, jangan potong
bicaraku!”
Cie Cong anggukan kepalanya dengan peraaan pilu.
“Cong Jie, bakatmu dan tulang-tulangmu, semua…… merupakan bahanluar biasa bagi seorang
rimba persilatan…… Suhumu sebetulnya…… menaruh harapan besar…… atas dirimu, suhumu ingin
menciptakan…… kau sebagai seorang gagah luar biasa…… didalam dunia……, apa mau Tuhan
tidak…… menghendaki suhumu…… mewujudkan cita-citanya…… sehingga harus binasa……
ditangannya…… orang jahat……”
“Suhu! kau……”
“Dengar, tentang dirimu……suhumu sudah……berusaha untuk mencari…… tahu…… tapi……
ternyata…… tidak berhasil…… menukan asal…… usulmu…… Hal ini…… terpaksa mengandalkan……
kau sendiri…… yang harus mencari tahu……!”
Mendengar sang suhu menyebut tentang asal-usul dirinya, Cie Cong wajahnya berubah guram.
“Batu giok yang ada pada dirimu dinamakan ‘LIONG KUAT’. Batu giok itu sebetulnya ada dua
muka, kalau dirangkap bernama ‘LIONG-HONG SIANG-KUAT’. Benda itu sebetulnya ada satu
benda pusaka dalam dunia Kang-Ouw. Kalau kedua benda itu dirangkap, dapat menyembuhkan
segala penyakit dan segala racun…… Kau mempunyai…… 'Liong Kuat'…… maka kau harus ……
hati-hati mencari …… dimana…… itu sepotong batu giok yang…… dinamakan 'Hong Kuat'.Batu
itu…… ada sangkut…… pautnya dengan asal…… usul dirimu!”
“Yah! Suhu!”
“Cong Jie, kau tahukah siapa suhumu ini?”
“Suhu seorang she YO…… “
“Benar, suhumu ini pada 20 tahun berselang adalah Pancu dari Perkumpulan Kam-lo-pang yang
bernama Yo Cin Hoan. Kedua pamanmu itu…… satu adalah Pelindung Hukum Perkumpulan Kamlo-
pang, Ciu Lip To, ia terkenal dengan kekuatan tenaga telapak tangannya. Satu lagi adalah
Tongcu Bagian Penjara Cek Kun, ia mempunyai ilmu mengentengkan yang luar biasa. Mereka
berdua…… ‘
Orang tua itu ketika menuturkan sapai disini, mendadak menangis.
Yo Cie Cong yang mendengar penuturan itu lantas menjadi terkesima, Selama 5 tahun, ia Cuma
tahu bahwa suhunya itu seorang she Yo, yang lainnya tidak tahu semua, ia juga tidak berani
bertanya banyak-banyak.
Yo Cin Hoan setelah menangis, semangatnya tiba-tiba meluap-luap, tidak seperti seorang yang
sedang terluka parah.
“Lima tahun lamanya,” begitu ia melanjutkan penuturannya, “Pelajaran ilmu silatmu sudah
cukup sempurna, hanya kekuatan tenaga dalamu, masih jauh dari sempurna. Hal ini tergantung
kepada kau sendiri, bagaimana sepaya berhasil mencapai ketingkatan yang sempurna.”
Yo Cie Cong anggukan kepalanya. Namun dalam hatinya diam-diam berpikir, bukankah suhu ini
kini nampaknya sudah segar, mengapa mengucapkan perkataan yang bersipat pesan terakhir?
Yo Cin Hoan berkata pula:
“Cong Jie, ambil benda yang berada didalam lubang keempat diatas dinding itu.”
Yo Cie Cong menurut, ia lalu berbangkit dan mengambil benda yang dikamsud yang ternyata
adalah sebuah kotak kulit.
“Buka!” demikian sang suhu memerintahkan.
Ketika kotak kulit itu dibuka, didalamnya hanya terdapat sepotong kayu hitam sebesar telapak
tanga. Yo Cie Cong merasa heran. “Sepotong Kayu Hitam saja mengapa disimpan begitu rapinya?”
Pada saat itu mata Yo Cin Hoan kelihatan membelalak, ia berkata pula dengan suara gemetaran
:
“Cong Jie, Sepotong Kayu Hitam itu telah menumpas semua kekayaannya Kam-lo-pang dan
jiwanya lebih dari 200 anak muridnya…….”
Yo Cie Cong dengan perasaan terharu mengawasi suhunya.

“Dua puluh tahun berselang,” demikian Yo Cin Hoan melanjutkan penuturannya, “tempat asal
berdirinya Kam-lo-pang itu ialah dibukit Bong-In-Hong mendadak telah gugur. Dengan secara
kebetulan suhumu telah mendapatkan dua potong kayu hitam yang ternyata adalah benda pusaka
yang dinamakan ‘Ouw-Bok-Po-Lok’. Diatas potongan kayu hitam itu termuat kepadandaian ilmu
silat tangan kosong luar biasa tingginya yang hanya terdiri dari lima jurus saja. Yang sepotong
memuat prakteknya, sedangkan yang sepotong lagi memuat keterangannya. Kalau berhasil
mempelajari ilmu serangan itu, sudah pasti kau bisa menjadi seorang kuat nomor satu dalam
dunia. Ilmu silat yang tertulis dalam potongan kayu ini adalah ciptaan seorang orang luar biasa
dari kalangan rimba persilatan yang bernama Co Kang yang hidup pada 500 tahun berselang. Ia
telah mengumpulkan semua ilmu serangan dari berbagai partai yang akhirnya kesemuanya itu
dijadikan satu sehingga terciptalah ilmu silat yang luar biasa yang ada dalam kayu hitam ini.”
Yo Cie Cong yang juga sudah belajar ilmu surat, ketika itu lantas memeriksa potongan kayu
hitam itu memang benar, doatas potongan kayu itu samar-samar ada kelihatan beberapa tulisan
yang kecil sekali, tetapi saat itu ia tidak mempunyai kesempatan membaca isinya, sedangkan Yo
Cin Hoan saat itu sudah berkata pula :
“Soal benda pusaka itu entah bagaimana bisa tersiar di kalangan Kang-ouw, sehingga
menimbulkan perasaan iri hati terhadap suhumu. Mereka telah mengumpulkan 50 lebih orangorang
kuat dari golongan hitam dan putih bersama-sama datang menyantroni suhumu. Malam
yang menyeramkan, ketika Kam-lo-pang diserbu secara tiba-tiba, semua nak murid Kam-lo-pang
telah melakukan perlawanan secara gagah, tetapi karena pihak musuh waktu itu benar-benar
merupakan jago-jago pilihan dari dunia Kang-Ouw, maka setelah bertempur sampai pagi hari
meskipun kedua belah pihak banyak jatuh korbannnya, tetapi anak murid Kam-lo-pang yang
berjumlah 200 orang lebih telah binasa semuanya, sedangkan suhumu sendiri sekeluarga juga
tidak terluput. Suhumu yang sudah terpapas sebelah lengannya dan luka-luka dibadannya ketika
itu sudah tidak ingat orang… Kedua pamanmu, Cek-Kun dan Ciu-Lip-To, malam itu juga masingmasing
kehilangan dua pahanya dan tangannya.”
Yo Cie Cong tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri tetapi ketika mendengar penuturan
itu, darah mudanya merasa panas. Suasana dalam kamar itu kelihatannya semakin menyedihkan.
Orang tua itu melanjutkan pula ceritanya dengan suara yang sedikit parau:
“Setelah pertempuran selesai, ada seorang tabib pandai yang bernama Gouw Cie Jin yang telah
datang kebukit Bu-leng-san untuk mencari daun obat-obatan maksudnya. Suhu dan kedua
pamanmu tang sudah tidak ingat orang dan terluka telah ditolong olehnya sehingga sampai saat
ini suhumu masih hidup.”
Yo Cie Cong merasa sangat kagum atas perbuatannya Gouw Cie Jin yang sudah menolong jiwa
suhunya, maka diam-diam ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dikemudian hari pasti ia
akan membalas budi ini.
Pada saat itu ia teringat akan potongan kayu hitam itu, maka lantas menanya:
“Tentang Ouw-Bok-Po-Lok itu……..”
“Ouw-Bok-Po-Lok masih ada sepotong lagi yang memuat tulisan keterangannya. Karena
kebetulan suhumu menyimpan ini dilain kamar, masih untung tidak dapat diketemukan oleh
mereka. Itu adalah yang kau pegang dalam tanganmu sekarang, dan yang sepotong lagi, yang
memuat tulisan prakteknya, suhumu tidak mengetahui barang itu terjatuh ditangan siapa, maka
kemudian hari, kau harus berusaha untuk mencarinya kembali, sebab kedua potong kayu hitam itu
sebetulnya tidak boleh berpisah, ada prakteknya kalau tidak ada keterangannya tidak akan ada
gunanya, begitu puyla sebaliknya.”
Setelah banyak mengucapkan banyak perkataan napas Yo Cin Hoan kelihatan sudah hampir
habis, maka setelah terbatuk-batuk sebentar, sorot matanya guram lagi.
Yo Cie Cong yang tampatnya mendapat pirasat tidak enak, lantas memanggil berulang-ulang:
“Suhu, suhu.”
Orang tua itu kelihatan sedang bergulat dengan tangan maut yang sedang merenggut jiwanya,
tetapi usahanya itu kelihatan sia-sia belaka.
Yo Cie Cong dengan air mata bercucuran menanya pula:
“Suhu, siapakah orang-orang yang hari itu melakukan kejahatan terhadap suhu dan kedua
paman sekalian?”

Orang tua itu menjawab dengan suara terputus-putus:
“Juga….. merupakan….. salah satu….. musuh lama. Suhumu sebetulnya….. hendak turun
tangan sendiri untuk….. menghabiskan semua….. manusia yang berhati binatang itu….., tetapi
sekarang tampaknya….. cita-cita itu….. tidak akan tercapai.”
“Suhu, Cong Jie bersumpah akan melaksanakan cita-citamu itu untuk membasmi semua
musuh-musuhmu.”
Diwajah orang tua itu sejenak terkilas senyumnya yang menandakan kepuasan hatinya.
“Suhumu….. kali ini turun gunung….. dalam perjalanan pulang….. telah dapat tahu….. ada
orang….. mengintai, kala itu….. suhumu tidak curiga….. apa-apa….. tidak nyana….. merupakan
malapetaka………”
Memang, selama beberapa bulan ini, suhunya itu pernah 6 kali turun gunung. Meski dalam hati
Yo Cie Cong merasa curiga, tapi ia tidak berani membuka mulut untuk menanyakan suhunya.
“Suhu, siapakah penjahat-penjahatnya? Suhu, siapa?” Yo Cie Cong menanya lagi berulangulang.
Tapi orang tua itu sudah tidak mampu menjawab. Ia agaknya hendak bertahan sebisa-bisa,
napasnya memburu semakin hebat, matanya beberapa kali terbuka lebar menunjukan sinar buas,
tapi akhirnya Cuma dapat menjawab:
“Penjahatnya….. nomor satu….. dalam lembar….. pertama……….”
“Apa? Suhu, apa yang kau maksudkan dengan nomor satu?”
Orang tua itu mengangkat tangannya, tapi kemudian diturunkankan lagi, hanya dengan jari
tangannya yang menunjuk ketempat lobang kedua diatas dinding.
“Suhu, apa maksudnya didalam lobang kedua diatas dinding ada…..? tanya Yo Cie Cong.
Orang tua itu kedip-kedipkan matany, suatu tanda membenarkan perkataannya.
Tiba-tiba kedengaran suara pekikbya orang tua itu, badannya lantas tidak bisa bergerak, tapi
matanya terbuka lebar.
Yo Cie Cong yang menyaksikan keadaan suhunya, sudah lantas mengerti apa sebabnya.
Suhunya sudah mati!
Didalam dunia yang sifatnya kejam ini, ketiga orang yang pernah memberikan padanya cinta
dan kasih sayang berlimpah-limpah, kini telah binasa semua, bahkan binasa ditangannya musuh
yang masih belum diketahui namanya.
Untuk sesaat lamanya, sekujur badanya dirasakan seperti sudah beku, pikirannya kalut, ia
berdiri laksana patung, seolah-olah sukmanya sudah meninggalkan raganya.
Angin dingin meniup kencang masuk kedalam goa, meski hawa dingin seolah-olah menusuk
ketulang-tulang, tapi semua itu tidak dihiraukan oleh Yo Cie Cong.
Didalam goa itu, tampak rebah menggeletak tiga mayat orang tua , yang kemarin masih
meberikan petunjuk padanya berlatih ilmu silat.
Entah berapa lama telah berlalu, ia baru bisa menjerit dan menangis. Ia menangis terus dengan
sedihnya, sampai suaranya menjadi serak dan air matany kering.
Setelah pikirannya tenang kembali, ia baru berhenti menangis. Kedukaan dalam hatinya, telah
berubah menjadi perasaan dendam yang berkobar-kobar.
Ia menengok lagi sejenak pada jenazah suhunya, orang tua itu ternyata telah mati dengan
mata melotot.
Yo Cie Cong lalu berlutu dihadapannya, mulutnya mendo’a:
“Suhu! Kini Cong Jie berjanji dan bersumpah dihadapanmu, dengan jiwa raga Cong Jie nanti
akan menuntut balas sakit hati terhadap msusuh-musuh yang membinasakan 200 lebih anak
murid Kam-lo-pang dan keluarga suhu. Semua musuh-musuh itu nanti akan Cong Jie bunuh mati
satu persatu, untuk membalas budi suhu yang besar ini. Suhu, meramkanlah matamu!”
Sehabis bersujud, ketika ia buka matanya, si orang tua itu ternyata masih belum meram
matanya.
Tiba-tiba ia ingat bahwa suhunya tadi pernah menunjuk kelobang kedua diatas dinding, apakah
disitu ada apa-apanya, yang membuat ia tidak bisa meram?
Ia lalu berbangkit, dan mencari-cari lobang yang ditunjuk oleh suhunya tadi. Setelah
menemukan lubang tersebut, didalamnya ia dapatkan sebuah buntelan besar yang sangat berat,
ketika ia buka seketika itu lantas berdiri kesima.

Isi buntelan itu ternyata sebuah senjata yang aneh bentuknya, senjata yang mirip golok tapi
disisi bagian atas bentuknya seperti gergaji, sedangkan diawak golok itu ada terdapat tulisan
‘GOLOK MAUT’.
Dengan perasaan sangat heran Yo Cie Cong membaca berulang-ulang ukiran yang terdapat
diatas awak golok tersebut.
Dibawahnya golok itu ada sehelai kertas dan sejilid buku kecil.
Ia ambil kertasnya, diatas ada tulisan perkataan:
“Golok Maut yang aneh bentuknya, digunakan untuk menuntut balas dendam!”
“Gerak tipu selalu bergerak mencapai tiga sasaran, dapat menggetarkan nyali iblis dan setan!”
Dibawah perkataan itu masih terdapat beberapa tulisan dengan hurup kecil-kecil, yang
menjelaskan caranya mainkan gerak tipu ilmu silat yang dimaksud tadi. Ia memang seorang
cerdas. Sebentar saja sudah dapat mempelajari.
Dengan sebetulnya, itu memang merupakan satu gerak tipu yang sangat luar biasa. Meski
Cuma satu jurus, tapi kalau dimainkan, tujuan sasarannya ada sangat berlainan dengan tipu
serangan biasannya. Gerak tipu ini diatas membabat kedua lengan, dibawah memotong kedua
paha dan tengah menikam ulu hati.
Ini sesungguhnya ada suatu gerak tipu yang sangat luar biasa, betapapun tingginya ilmu
silatnya sang lawan, rasanya juga sulit akan menghindarkan serangan tersebut.
“Sekali bergerak mencapai 3 sasaran, apakah ini yang dimaksudkan suhu?” demikian ia
menanya kepada diri sendiri.
Dengan tidak banyak pikir lagi, ia lantas membuka-buka lembaran buku kecil itu.
Kulit buku itu ada tertulis beberapa hurup yang ditulis dengan tinta merah darah:
‘DAFTAR NAMA MUSUH-MUSUHNYA KAM-LO-PANG!’
Lembar pertama ada terdapat nama-namanya 5 orang yang masing-masing diberi nomor satu
sampai kenomor lima. Nomor satu ada tercatat namanya Cho Ngo Teng dengan nama gelarnya
Iblis Rambut Merah.
Lembar kedua dan lembar selanjutnya ada terdapat nama-namanya orang yang kurang lebih 20
orang banyaknya. Diantara nama-nama itu, ada namanya 6 orang yang sudah dicoret dengan
guratan kasar berwarna merah. Untuk sesaat lamanya, Yo Cie Cong tidak dapat menduga apa
maksudnya. Barang-barang itu ia buntal lagi seperti semula.
Dengan kecerdikannya yang luar biasa, ia coba memecahkan soal itu.
Tidak antara lama, ia mendapat jawabannya. Dalam hati ia berpikir: ‘Suhu menciptakan tipu
pukulan yang aneh ini, tujuannya ialah hendak menuntut balas dendam. Selama beberapa bulan
ini, suhu sudah 6 kali turun gunung. Nama-namanya orang yang dicoret dalam daftar nama-nama
musuhnya suhu itu, pasti sudah binasa dibawah Golok Maut semuanya. Dan kali ini ketika suhu
pulang, rupa-rupanya telah diketahui jejaknya oleh musuh lamanya, sehingga diinta terus,
kemudian terjadilah peristiwa yang mengenaskan ini. Tatkala aku menanya siapa pembunuhnya
paman dan suhu, suhu Cuma mengatakan nomor satu dalam lembar pertama, kalau begitu tidak
salah lagi pasti ada si Iblis Rambut Merah Cho Ngo Teng!’
Setelah berpikir demikian, kembali ia berlutut dihadapan jenazah suhunya sembari berkata :
“Suhu, Cong Jie berjanji tidak akan mengecewakan harapan suhu, Cong Jie akan melatih ilmu
silat yang lebih sempurna, dengan senjata Golok Maut, Cong Jie hendak membasmi habis musuh
suhu satu persatu sampai semua terhapus bersih dari dunia. Suhu, kau sekarang boleh merasa
puas!”
Orang tua itu agaknya merasa lega hatinya, sepasang matanya yang tadi terbuka lebar, kini
telah meram.
Yo Cie Cong dengan hati pilu, telah menutup goa tersebut, selanjutnya dengan membawa
potongan kayu hitam ‘Ouw-Bok-Po-Lok’, Golok Maut dan daftar nama musuh-musuhnya Kam-lopang
turun gunung untuk pergi mengembara.
Bab 2

Hari itu, diwaktu tengah hari, dijalan raya telah muncul seorang pemuda gagah dan tampan,
tapi kecut. Oleh karena potongan paras muka dan badan yang lain dari rakyat biasa, membuat
orang-orang yang berjalan dijalan raya itu pada mengawasi dirinya. Tapi, melihat wajahnya yang
asam kecut, setelah melihat sekali, tidak berani memandang untuk yang kedua kalinya.
Siapa ia itu?
Ia adalah Yo Cie Cong yang asal usulnya sangat misterius dan selalu dirundung nasib malang.
Setelah mengubur jenazah suhu dan kedua pamanya serta menututp goa yang pernah menjadi
tempat tinggalnya selama 5 tahun, dengan penuh hati dendam, ia mulai merantau di dunia Kang-
Ouw.
Saat itu, ia sedang berjalan pelahan-lahan sambil menundukan kepalanya.
Mendadak terdengar suara keliningan kuda, lalu disusul oleh larinya seekor kuda bagus kearah
dirinya. Dengan tanpa menoleh Yo Cie Cong minggir kesamping.
Tapi aneh, kuda itu terus ditujukan kedepan dirinya, setelah berbenger sebentar, kuda itu
lantas berhenti dihadapannya kira-kira 3 kaki jauhnya, sehingga debu dijalanan pada mengotori
bajunya.
Perbuatan yang seperti disengaja itu telah membuat ia naik darah.
Ketika ia dongakan kepalanya, ia lihat penunggang kuda yang sembrono itu ternyata ada satu
nona cantik berbaju merah. Nona itu kelihatanya masih muda sekali, mungkin usianya masih
belum dua puluh tahun. Saat itu nona itu sedang mengawasi padanya setengah ketawa.
Yo Cie Cong sebenarnya sudah hendak mendamprat, tetapi ketika melihat bahwa penunggang
kuda itu ada satu nona cantik, niatnya segera diurungkan, karena pada anggapannya, satu lakilaki
tidak pantas ribut-ribut dengan kaum wanita. Maka lantas ditindasnya kegusaran yang sudah
memuncak tadi, dan hendak melanjutkan perjalanan pula.
Tetapi baru berjalan belum cukup 10 tindak, tiba-tiba kedengaran suara ‘Eh!’ yang lalu disusul
dengan berkelebatnya bayangan merah. Nona baju merah itu kembali sudah menghadang
didepannya dengan wajah cemberut.
Yo Cie Cong dalam hati merasa heran. Bagaimana sih maunya si nona? Masing-masing punya
jalanan sendiri, mengapa ia hendak merintangi? Entah apa maksud yang sebenarnya?
Dengan sorot mata yang penuh rasa jengkel ia terus menatap wajah si nona.
Sebagai seorang yang sejak kanak-kanak sudah mengalami pahit getirnya penghidupan terhina,
maka perbuatan si nona telah menjadi ia membenci segala apa, sekalipun dihadapannya ada dewi
yang turun dari kayangan, juga tidak dapat lagi menggerakan hatinya.
Nona baju merah yang luar biasa cantinya itu selamanya belum pernah diperlakukan begitu
kecut dingin oleh seorang pria. Kelakukan Yo Cie Cong itu adalah untuk pertama kalinya ia
mengalami apa artinya ‘TIDAK DIPANDANG MATA OLEH ORANG’.
Ia benar-benar membuat ia tidak puas. Dalam hati sinona berpikir : ‘Kalau dilihat dari potongan
dan parasnya, sesungguhnya sangat menarik hari. Tetapi kenapa ia kelihatannya tidak mempunyai
perasaan sebagai manusia biasa umumnya?’
Saat itu ia lantas mengunjukan sikapnya yang setengah gusar, tetapi juga setengah mengejek
dan lantas berkata:
“Hey, Kau ini kenal aturan atau tidak?”
Ini benar-benar suatu kejadian yang lucu, ia sendiri yang menghadang perjalanan orang tanpa
salah, sebaliknya menegur orang ‘Kenal aturan atau tidak’, tidak heran kalau saat itu Yo Cie Cong
lantas menjadi gusar.
“Nona tanya siapa kenal aturan atau tidak?” ia balas menanya.
Nona baju merah itu lantas ketawa terkekeh-kekeh.
“Ehee, apa disini ada prang yangketiga?”
Yo Cie Cong dengan tidak menjawab lagi lantas hendak berlalu, tetapi nona itu kembali sudah
menghadang didepannya.
“Nona, apa artinya ini?” tanyannya.
“Aku hendak bertanya kepadamu,” jawab si nona.
“Tanyalah.”
“Kau hendak kemana?”

Oleh karena Yo Cie Cong selamanya belum pernah bergaul dengan kaum wanita, apa mau
begitu turun gunung sudah dipermainkan oleh seorang wanita, maka perasaannya menjadi serba
salah. Tadinya ia mengira bahwa wanita muda itu ada sangat nakal. Masa satu dengan yang
lainnya belum kenal, sudah berani menanyakan jejak orang.
“Hal ini tidak perlu kuberitahukan padamu,” jawab Yo Cie Cong.
“Ehmmm, sekalipun kau tidak berkata, aku sudah tahu. Bukankah kau hendak pergi ke danau
Naga di Bukit Kheng-San untuk mengambil bagian dalam perebutan barang pusaka. Betul tidak?”
Yo Cie Cong yang mendengar perkataan itu seperti terbenam dalam kebingungan. ‘Perebutan
Pusaka di danau Naga’, sesungguhnya ia tidak mengetahui apa adanya soal yang dimaksud nona
itu. Meskipun adatnya aneh, tetapi otak pemuda itu cerdas melebihi manusia biasa, ia juga
mengetahui si nona menanyakan itu pasti ada sebab-sebabnya. Mengapa tidak mau menggunakan
kesempatan sebaik itu untuk mencari keterangan sesungguhnya.
“Entah barang pusaka apa yang nona maksudkan?” ia menanya.
Nona baju merah itu berkata pula,
“Aku hendak menanya kau. Kemana jalanan yang menuju ke gunung Kheng-San itu?”
“Aku tidak tahu,” jawab Yo Cie Cong.
Jawaban itu memang sebenarnya, sebab ia sendiri memang tidak mengerahui dimana letaknya
gunung Kheng-San itu.
Tetapi rupanya Nona baju merah itu rupa-rupanya tidak mau mengerti.
“Kau benar-benar tidak tahu?”
“Memang sesungguhnya aku tidak tahu.”
“Baik. Aku nanti bikin kau segera tahu sendiri.”
Perkataannya itu lalu dibarengi oleh menyabetnya pecut diatas kepala Yo Cie Cong.
Tetatpi Yo Cie Cong yang mempunyai kepandaian ilmu mengentengi tubuh yang luar, sudah
tentu ancaman pecut itu tidak merupakan hal apa-apa bagi dirinya. Ketika pecut itu tinggal lima
dim saja didepan matanya, dengan gesit sekali ia sudah mengegoskan badannya, sehingga pecut
itu mengenai tempat kosong.
Nona baju merah itu biasanya menyaksikan laki-laki kaum hidung belang, selalu memanjakan
dirinya, hanya untuk pertama kali ini ia menemukan satu pemuda yang tidak tergerak melihat
kecantikannya.
Kesannnya yang sangat aneh telah timbul terhadap pemuda dihadapannya yang bersipat aneh
itu. Pasangan yang dalam cita-citanya justru adalah laki-laki yang semacam ini.
Pikiran itu Cuma sebentaran saja terlintas dalam otaknya. Sebetulnya ia adalah satu wanita
yang tinggi hati, maka ketika pecutnya mengenai tempat kosong, ia lantas berkata dengan suara
gusar:
“Pantasan kau berani begitu jumawa, kiranya ada mempunyai kepandaian yang lumayan juga.
Cobalah sambuti lagi!”
Ia melancarkn enam jurus serangan pecut beruntun yang dilakukan dengan cepat, ganas dan
tidak mengenal kasian.
Yo Cie Cong ketawa dingin, ia berkelit berulang-ulang menghindarkan serangan yang gencar.
Karena mengingat sedang berhadapan dengan seorang wanita, maka ia coba menanhan sabar
sedapat mungkin. Sungguh tidak disangka bahwa nona itu dikasih hati jadi sangat melunjak.
Si Nona baju merah ketika melihat serangannya yang dianggap paling ampuh itu kembali tidak
berhasil mengenai sasarannya, semakin angot marahnya. Segera ia melancarkan serangannya
lagi.
Sebentar kemudian, bayangan pecut dan suara pecut telah mengurung dirinya Yo Cie Cong.
Semvbari berkelit terus menerus Yo Cie Cong lantas berkata dengan suara nyaring:
“Kalau nona tidak mau menghentikan gerakan tangan nona, jangan sesalkan kalau nanti aku
berlaku kurang ajar!”
Tetapi si Nona baju merah seolah-olah tidak mendengar perkataannya Yo Cie Cong,
serangannnya dilancarkan malah semakin gencar.
Yo Cie Cong melihat si nona sangat bandel, hatinya mendongkol, kedua tangannya lalu
bergerak berbareng mengirim serangan pembalasan.
Nona baju merah itu jadi repot, ia terdesak mundur sampai lima tindak.

Juga disebabkan Yo Cie Cong tidak bermaksud melukai dirinya si nona, jika tidak, tidak mudah
bagi si nona itu menghindarkan diri dari serangannya yang hebat tadi.
Serangan Yo Cie Cong yang dilancarkan secara berluntun, stelah berhasil mendesak si nona,
lantas serangannya itu dihentikan dan kemudian ia sendiri mundur tiga tindak.
Nona baju merah itu setelah terdesak mundur, hatinya merasa sangat dongkol, ia yang sudah
biasa berbuah sesuka hati, kini dipermainkan orang, seketika itu wajahnya menjadi pucat,
kemudian berkata dengan suara gusar:
“Nonamu ingin mengetahui sampai dimana tinggihnya kepandaianmu.”
“Tarr!” suara pecut itu berbunyi nyaring, pecut yang tadinya sangat lemas, sekarang sudah
berubah menjadi lurus kaku dalam tangannya Nona baju merah itu.
Kiranya ia sudah menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya pada pecutnya.
Kini ia menyerang lawannya dengan pecut kaku beruntun lima kali .
Saat itu Yo Cie Cong sebetulnya tidak mau meladeni lagi. Tapi karena melihat serangan si nona
ada begitu gesit dan gencar, maka terpaksa ia harus melayani.Ketika serangan si nona sudah
mulai kendor, tangan kiri Yo Cie Cong mengirim serangan yang dinamakan ‘Ngo Theng Gay San’
mengarah kebagian tengah, sedang kelima jari tangan kanannya dengan kecepatan kilat sudah
menyambar pecut.
Nona baju merah itu melihat Yo Cie Cong melancarkan serangannya dengan kedua tangannya
berbarengan, ujung pecutnya dengan secara gesit sekali mendadak diputar berbalik kebawah
mengarah jalan darah ‘ Wan Me Hiat’ pada pergelangan tagan Yo Cie Cong.
Si anak muda kalau tidak mau menarik pulang serangannya, tentu si nona akan jadi korban,
tetapi jalan darah si anak muda sendiri sudah pasti akan kena totok.
Siapa sangka, kesudahannya tidak demikian. Yo Cie Cong sesudah melancarkan serangan
dengan tangan kirinya, selagi pecut si nona itu diputar, tangan kanannya dengan kecepatan yang
luar biasa sudah sampai lebih dulu dan berhasil menyambar pecutnya si nona.
Si nona mencoba menarik pecutnya dengan sekuat tenaga, tetapi pecut yang tergenggam
dalam tangannya si anak muda itu sedikitpun tidak bergeming.
Si nona bukan main kaget. Seketika matanya menjadi merah, air matanya hampir saja
melompat keluar, menangis karena jengkel.
Pada saat itu, asal Yo Cie Cong mau menggetak tangannya saja, pecut itu pasti akan terlepas
dari tangan si nona. Tetapi ia melihat si nona gelisah hatinya lantas menjadi lemas.
Pada saat itu kedua pihak masing-masing memegang ujungnya pecut, badan kedua orang
terpisah tidak cukup tiga kaki jauhnya, maka suara napas si nona kedengaran nyata dalam
telingannya Yo Cie Cong. Suatu perasaan yang aneh telah timbul dalam hatinya Yo Cie Cong,
tetapi itu hanya sekejapan saja, sebentar kemudian sudah menjadi kecut wajahnya.
Ia mengendorkan cekalannya dan pecut si nona segera terlepas.
Mendadak suara ‘Plaaak!’ terdengar nyaring, pipinya Yo Cie Cong sudah terkena tamparan si
nona. Meskipun tamparan itu tidak sakit, tetapi dirasakan panas. Untuk sesaat lamanya ia berdiri
kesima.
Setelah menampar pipi orang, Nona baju merah mendadak merasakan bahwa perbuatannya itu
agak keterlaluan, ia maka pipinya sendiri lantas merah membara, sikapnya kelihtan sangat aneh.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara nyaring, dua bayangan orang mendadak muncul di
hadapan Yo Cie Cong dan nona.
Kedua bayangan itu ternyata adalah dua pemuda dengan baju warna ungu, dipinggang masingmasing
terselip sebuah pedang panjang.
Kedua pemuda baju ungu itu setelah mengawasi mata mendelik, lalu mengawasi si Nona Baju
Merah sambil unjukan ketawa cengar-cengir yang menjemukan.
Satu diantaranya lantas berkata dengan suara dan sikap yang merendahkan:
“Sumoy, kita mencari kau setengah mati. Mengapa begitu cepat kau sudah berada disini?”
Yo Cie Cong merasa sebal melihat sikap kedua pemuda itu, maka lantas alihkan pandangannya
kearah lain.
Pemuda baju ungu yang lainnya lantas turut bicara:
“Sumoy, apa tadi kau dihina oleh manusia liar ini? Nanti aku……………”

Mendadak Yo Cie Cong berpaling, sepasang matanya yang tajam menatap wajah pemuda yang
tengah bicara itu. Kelihatannya begitu kecut dan menyeramkan, sehingga pemuda itu yang
dipandang demikian rupa sampai tidak berani bicara lagi.
Si Nona Baju Merah dengan sikapnya yang dingin, lantas menjawab:
“Kalian tidak perlu tahu urusanku ini!”
Kedua pemuda itu, mendapatkan jawaban demikian, merasa kepala seperti diguyur air dingin.
Dua pasang mata kejam terus menatap wajahnya Yo Cie Cong.
Sementara si Nona Baju Merah lalu keprak kudanya meninggalkan tempat itu.
Kedua pemuda tadi setelah mengawasi Yo Cie Cong sejenak, lantas mengikuti jejak si nona.
Yo Cie Cong merasa geli melihat tingkah lakunya kedua pemuda tadi.
Tiba-tiba ia ingat perkataan si nona yang menyebut-nyebut tentang barang pusaka yang
menjadi barang rebutan itu. Ia lantas menduga bahwa si nona dan kedua pemuda tadi ini pasti
sedang lari menuju ke gunung Kheng-San. Ia berpikir hendak pergi kesana juga untuk melihat apa
sebetulnya yang dimaksud ‘ Barang pusaka yang rebutan’ itu, maka ia lantas bergerak dan lari
mengikuti jejak ketiga orang itu.
Sengaja ia membuntuti terus, terpisah Cuma kira-kira seratus tumbak dibelakang mereka.
Waktu senja ia sudah di kota Wan An. Sesudah melalui kota Wan An ini, adalah daerah gunung
Kheng-San.
Betul saja, pada semua rumah-rumah makan dan rumah-rumah penginapan sudah ditempati
oleh orang-orang dari kalangan Kang-Ouw yang ramai membicarakan soal perebuatan barang
pusaka di danau Naga yang akan dibuat rebutan pada besok malam.
Yo Cie Cong saat itu juga sudah merasa lapar, maka ia lantas mencari makanan di sebuah
rumah makan yang bernama ‘Ciu Sian Kia’. Ia memilih tempat yang agak tenang, sambil bersantap
telingannya dipasang untuk mendengar-dengar tentang barang pusaka yang hendak direbutkan
nanti malam. Kiranya dibawah puncak gunung Kheng-San ada sebuah danau yang beberapa bawu
luasnya. Kabarnya pada beberapa ratus tahun berselang di gunung Kheng-San itu telah
diketemukan seekor naga yang keluar dari tanah dan terbang ke angkasa, setelah angin santer
yang mendera hebat dan hujan angin yang lebat berhenti, tanah bekas keluar naga tadi, lantas
melesak dan berubah menjadi danau yang sangat dalam. Danau ini dinamakan ‘Gek Liong Tham’.
Dipinggir danau itu terdapat satu liang yang dalam, yang selamanya belum pernah ada seorang
juga yang berani coba mendekatinya.
Beberapa bulan berselang, setiap malaman terang bulan, dipinggir danau itu kedengaran suara
yang sangat aneh.
Ada beberapa orang yang bernyali agak besar dan ketarik oleh perasaan ingin pingin tahu,
telah pergi mencari tahu. Dan apa yang dilihat? Ternyata disitu ada seekor mahluk aneh berbadan
kerbau dan berkepala naga, keluar dari lubang tanah dan berdiri ditepi danau. Kepalanya
menghadap rembulan sambil mengeluarkan dan menyedot sebuah benda bundar, seperti balon
warna merah, itulah mustika.
Berita tentang ditemukannya mahluk aneh itu, begitu tersiar kalangan Kang-Ouw, segera
dikenal sebagai mahluk aneh yang Cuma didapat sesudah ribuan tahun lamanya. Mahluk demikian
dinamakan ‘Gu Liong Kao’, yang lahir dari bapak ular besar yang sudah berusia ribuan tahun
dengan ibu seekor kerbau betina. Sesudah ia dilahirkan lantas berdiam didalam satu liang dekat
danau. Seratus tahun kemudian mahluk itu baru dewasa, lima ratus tahun kemudian dari dalam
perutnya dapat menghasilkan sebuah mustika dan ribuan tahun kemudian mustika itu berubah
warnanya menjadi merah. Setiap malaman terang bulan, mahluk aneh itu pasti keluar dari goanya
untuk mengeluarkan dan menyedot mustika dari dalam perutnya, kabarnya untuk menyedot hawa
dari rembulan. Kalau mahluk aneh itu sedang berbuat demikian, dari tenggorokannya terdengar
suara mangaung yang amat aneh.
Menurut kabar, mustika dalam perut mahluk ‘Gu Liong Kao’, apabila ditelan oleh manusia,
lantas berhenti didalam pusar, harus mencari lagi benda ajaib berupa telur berwarna dari Burung
Rajawali Raksasa untuk dimakan. Kedua barang ajaib itu, setelah tercampur jadi satu dalam perut
lantas menyusup kesemua sum-sum, tulang-tulang, otot-otot dan darah orang yang makan
sehingga menghasilkan suatu kekuatan tenaga dalam yang luar biasa, kekuatan itu melebihi dari
hasil latihan puluhan tahun. Tetapi telur burung Rajawali Raksasa seperti itu sesungguhnya juga

benda yang sukar didapatkan. Cuma satu hal yang merupakan suatu kemujijatan, ialah mustika itu
selama dalam tubuh mannusia, kecuali tubuh itu dipotong-potong atau dicincang, kalau tidak,
biarpun terluka parah juga tidak bisa binasa.
Berita yang mempunyai daya penarik bagi setiap orang yang mempelajari ilmu silat, sudah
tentu dengan cepat menarik perhatiannya orang-orang gagah di dunia Kang-Ouw, sekalipun juga
jago-jago tua yang sudah mengundurkan diri dari dunia Kang-Ouw, juga pada muncul lagi untuk
dapat memiliki barang mujijat itu.
Esok malam justru ada malaman terang bulan, entah siapa orangnnya yang beruntung
mendapatkan barang aneh itu?
Tapi satu hal yang sudah dapat dipastikan , ialah selama masa perebutan mustika itu, sudah
tentu akan terjadi perkelahian hebat diantara mereka yang menghendakinya.
Yo Cie Cong stelah kenyang dahar, juga sudah mendapat keterangan cukup jelas tentang
perebutan benda mujijat itu, maka ia lantas hendak berlalu meninggalkan rumah makan.
Selagi kakinya hendak melangkah keluar pintu, tiba-tiba ada mendatangi seorang tua berambut
putih dengan wajahnya seperti burung. Orang tua itu menggunakan baju panjang, matanya
bersinar, dipinggangnya ada menggemblok sebuah buli-buli arah, rupanya ia ada seorang yang
doyan air kata-kata (Pemabukan).
Para tetamu rumah amakn ketika menampak kedatangannya si orang tua, seketika ia lantas
tidak ada yang berani membuka mulut. Masing-masing pada makan atau minum sambil tundukan
kepala.
“Si ‘Buli-buli Arak Wajah Burung’, Lauw Chiang!” demikian ada orang yang mengatakan dengan
suara pelahan sekali.
Yo Cie Cong yang mendengar nama itu, hatinya tergeuncang, Lauw Chiang, yang mempunyai
gelar Si ‘Buli-buli Arak Wajah Burung’ didalam daftar nama musuh-musuhnya Kam-lo-pang tercatat
dalam urutan nomor 10, itu ia masih ingat benar. Sungguh tidak dinyana bisa bertemu disini.
Rasa dendam seketika itu lantas bergolak didalam dadanya. Ia telah memikirkan apakah harus
turun tangan melaksanakan penuntutan balas dendam suhunya sekarang juga? Setelah
memikirkan bolak-balik, akhirnya ia mengambil keputusan tetap, ia hendak menggunakan
kesempatan turun tangan dalam perebutan benda mujijat itu.
Maka ia lantas balik kembali ketempat duduknya tadi dan minta pelayan rumah makan
menyediakan arak untuknya.
Ia duduk sambil minum perlahan-lahan, sampai kira-kira jam dua malam. Si ‘Buli-buli Arak
Wajah Burung’ itu baru keluar dari rumah makan dalamkeadaan sinting.
Yo Cie Cong diam-diam membuntuti dibelakangnya, dalam hatinya memikirkancara bagaimana
turun tangan.
Orang tua itu masuk ke rumah penginapan ‘Way-Lay-Can’ satu-satunya rumah penginapan
terbesar dikota Wan-An itu. Yo Cie Cong juga lalu menyewa sebuah kamar disitu, hingga mereka
jadi berdampingan didalam rumah penginapan tersebut.
Orang tua yang berwajah burung itu, memang betul Lauw Chiang, yang bergelar Si ‘Buli-buli
Arak Wajah Burung’. Ia datang dari tempat kediamannya yang jayh semata-mata untuk turut
merebut mustika dari mahluk aneh yang dinamakan Gu Liong Kao itu.
Ketika kentongan berbunyi empat kali, keadaan dalam rumah penginapan sudah sunyi senyap.
Pinu kamar Lauw Chiang diketuk orang dari luar.
“Siapa?” tanya dari dalam kamar.
“Sahabat lama.” Jawabnya dari luar, suara seperti orang tua.
Pintu kamar begitu terbuka, sesosok bayangan manusia lompat masuk dengan gesit.
Dibawah penerangan lampu, yang lebih dahulu kelihatan dimata orang tua berwajah burung itu
adalah sebuah golok yang berbentuk aneh bersinar berkialauan.
“Golok Maut.” Orang tua itu berseru tertahan, hatinya merasa bergidik. Ia melihat orang yang
memegang golok tersebut adalah seorang yang berjenggot dan berpakaian putih, dengan wajah
yang kereng dan mata mendelik sedang mengawasi kepadanya.

Sesaat itu ia merasa seperti berhadapan dengan malakait pencabut nyawa, rasa takut telah
membikin terbang semangatnya, karena orang tua itu adalah Pangcu dari Kam-lo-pang yang
sudah binasa pada dua puluh tahun berselang.
Benarkah di dalam dunia ini ada setan? Mengapa orang yang sudah mati bisa hidup kembali
untuk menuntut balas?
Sesaat lamanya orang tua wajah burung itu berdiri kesima seperti patung.
Kiranya Yo Cie Cong sebelum diambil murid oleh Yo Cin Hoan, sudah bercampuran dengan
kawanan pengemis dan dari salah seorang pengemis aneh ia telah mempelajari ilmu ‘Merubah
Wajah’. Ilmu itu sesungguhnya sangat luar biasa. Wajah manusia bisa dirubah-rubah begitu rupa,
sehingga sukar dibedakan mana aslinya dan mana tiruanya. Kepandaian ilmu yang dipelajarinya
itu kini telah digunakan dalam peranannya sebagai Pangcu dari Kam-Lo-Pang.
Pada saat orang tua ‘Wajah Burung’ itu masih dalam keadaan kaget dan jeri, Golok Maut yang
berkilauan itu sudah beraksi didepan tubuhnya.
Sebentar kemudian lalu terdengar suara jeritan ngeri, kedua lengan orang tua wajah burung itu
sudah terpapas kutung dan dadanya berlubang.
Waktu baru sebelah lengannya yang terpapas kutung, orang tua wajah burung itu barulah
tersadar bahwa orang mati tidak bisa hidup kembali, lebih-lebih ketika ia sudah melihat orang tua
itu lengkap semua anggota badannya,maka ia lantas berseru:
“Kau sebetulnya……”
Sebelum habis pertanyaannya, Golok Maut sudah memapas lagi sebelah lengan lainnya yang
kemudian menikam dadanya. Tatkala ia rubuh, samar-samar ia hanya mendengar: “Pemilik Golok
Maut, Penagih hutang dari Kam-lo-pang.”
Begitulah akhirnya si orang tua wajah burung telah rubuh binasa tanpa mengetahui siapa
pembunuh itu sebenarnya. Orang tua yang membawa Golok Maut itu juga segera menghilang dari
dalam kamar tempat kejadian.
Suara jeritan tadi telah mengejutkan para tamu lainnya dalam rumah penginapan itu, yang
kebanyakan terdiri dari orang-orang gagah dari kalangan Kang-ouw yang hendak turut ambil
bagian dalam perebutan mustika dari mahluk aneh itu pada besok malam.
Semua lampu telah dinyalakan dan kemudian terdengar suara ribut-ribut dari keluarnya orangorang
yang hendak menyaksikan apa yang telah terjadi. Setelah sampai dikamar tempat kejadian
itu, barulah mereka mengetahui iblis kenamaan Si 'Buli-buli Arak Wajah Burung' Liauw Chiang
telah binasa dalam keadaan yang mngerikan. Ia rebah menggeletak dengan kedua lengannya
terpapas kutung, darah segar masih menyembur dari lubang yang ada didadanya.
Begitu melihat, orang-orang sudah mengetahui bahwa itu adalah hasil perbuatannya si Pemilik
Golok Maut.
Orang-orang yang menyaksikan keadaan yang mengerikan itu pada bergidik semuanya.
Golok Maut telah muncul untuk ketujuh kalinya dan kali ini yang menjadi mangsanya asalah si
'Buli-buli Arak Wajah Burung', Liauw Chiang, satu iblis kenamaan.
Pintu kamar disebelah kamar orang tua wajah burung itu juga terbuka, darimana keluar
seorang pemuda cakap dengan sikapnya yang dingin kecut juga menimbrung diantara orang
banyak yang menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu.
Seorang wanita muda berbaju merah juga muncul dari kamarnya, mulutnya mendumel : “Golok
Maut………………….”
Pada saat itu, dalam hati setiap orang timbul hampir serupa pikiran: ‘Jika dalam benda mujijat
besok malam Pemilik Golok Maut juga turut ambil bagian, dengan kepandaiannya yang sangat luar
biasa tingginya itu, rasanya benda itu bisa terjatuh dalam tangannya. Kalau benda itu benar-benar
jatuh dalam tangannya akan berarti bertambah hebatlah kekuatannya, berarti pula rimba
persilatan sudah sampai pada hari kiamatnya.
Si Nona baju merah ketika melihat pemuda yang dingin kecut itu juga berada disitu, lantas
unjukan ketawanya yang manis. Pemuda itu wajahnya merah seketika, cepat-cepat ia masuk
kekamarnya kembali.
Peristiwa yang mengerikan itu sudah tentu dilakukan oleh Yo Cie Cong.
Perbuatan yang nekad ini yang pertama kalinya dilakukan, telah berhasil gilang gemilang, tetapi
tidak urung hatinya merasa kebat-kebit tidak karuan.

Jika ditinjau dari kekuatan tenaga, sudah tentu Yo Cie Cong bukanlah tandingannya Liauw
Chiang, tetapi dengan kecerdikan yang luar biasa, untuk pertama kalinya itu Yo Cie Cong berhasil
menyingkirkan satu musuh kuat dari Kam-lo-pang.
Akal yang digunakan itu ialah, mula-mula ia membikin sang mangsa kaget dan jeri dulu oleh
Golok Maut-nya, kemudian setelah sang korban kaget dan jeri ia menunjukan diri sebagai Pangcu
dari Kam-Lo-Pang , supaya sang mangsa tambah jeri.
Yo Cie Cong tahu benar bahwa kesempatan macam ini cepat akan lenyapnya, maka
kesempatan selagi sang mangsa masih merasa kaget, jeri dan kesima itu, telah dipergunakan
dengan sebaik-baiknya supaya sang korban tidak keburu melawan, sebab ia tahu benar bahwa ia
sendiri sebenarnya tidak mampu menghadapi iblis tua itu.
Bab 3
GUNUNG KHENG-SAN……………
Danau Naga yang terdapat di gunung Kheng-San itu telah mendapat kunjungan banyak orangorang
gagah rimba persilatan yang berjumlah dari 300 orang.
Tetapi diantara sekian banyak orang-orang gagah itu, juga ada orang yang masih rendah
kepandaiannya yang hanya karena merasa ketarik oleh adanya benda mujijat itu. Kedatangan
orang-orang yang tersebut belakangan ini rupa-rupanya tidak menghiraukan usahanya dalam
perebutan benda itu, tetapi tidak demikian halnya dengan orang-orang yang kepandaiannya agak
tinggi, mereka dengan sengaja datang untuk mendapatkan benda tersebut.
Sekian banyak orang-orang kuat dari rimba persilatan telah berkumpul disuatu tempat, ini juga
merupakan suatu pertemuan yang paling besar dalam rimba persilatan selama hampir sepuluh
tahun terakhir.
Malam itu justru malam terang bulan.
Mahluk aneh termaksud pasti akan muncul dan bakal main mustikannya dibawah terangnya
sinar rembulan.
Rombongan orang-orang dari rimba persilatan yang datang semuanya menyembunyikan diri,
dibawah pohon-pohon besar yang banyak terdapat disekitar danau tersebut.
Sebentar mereka menengok keatas, sebentar pula mereka menengok kearah liang ditepinya
danau itu yang merupakan tempat kediaman mahluk aneh itu.
Oleh karena Golok Maut sudah muncul di kota Wan An, maka orang banyak menduga-duga
apakah Pemilik Golok Maut juga akan muncul dalam perebutan nanti?
Disampingnya merasa ngeri, mereka juga mengharapkan supaya si Pemilik Golok Maut itu
muncul disitu agar mereka dapat menyaksikan bagaimana macamnya wajah asli si Pemilik Golok
Maut, apakah dia ada satu manusia yang menyeramkan?
Yo Cie Cong juga terdapat dalam rombongan orang banyak itu, sikapnya masih tetap dingin
kecut. Ia tidak mempunyai maksud hendak turut ambil bagian dalam perebutan benda mujijat itu,
ia hanya datang sebagai penonton saja.
Dari dalam rimba sebelah kiri danau tersebut, perlahan-lahan muncul keluar dua orang tua dan
seorang wanita muda berbaju putih.
Seorang gadis baju merah menyambut dan jalan berdampingan dengan wanita baju putih itu,
dua pemuda baju ungu mengikuti dibelakang si wanita baju merah. Dibelakang pemuda itu ada
lagi tujuh orang tua dan lima orang laki-laki usia pertengahan.
Kedua orang tua yang jalan lebih dulu, usianya kira-kira sudah 50 tahun keatas, tetapi
kelihatannya masih gagah keren, satu berpakaian baju panjang warna ungu, satunya lagi
berdandan sebagai ‘Wan-gwee’ (orang hartawan).
Wanita muda baju outih itu tidak kalah cantiknya dengan kecantikan wanita baju merah yang
berada disampingnya, bentuk dan potongan badannya malah lebih menarik, sehingga merupakan
suatu kecantikan yang jarang mendapat tandingan bagi seorang wanita. Hanya sayang yang harus
dibuat sayang adalah matanya sangat genit, suatu tanda bahwa wanita itu bukan dari golongan
orang baik.
Dalam rombongan itu telah terjadi sedikit kegemparan.

Bagi Yo Cie Cong, kecuali bagi si Nona baju merah dan kedua pemuda baju ungu yang sudah
dikenalnya, yang lainnya semua masih asing baginya. Ia hanya bisa menduga-duga dalam hatinya
bahwa rombongan orang yang datang itu tentunya bukan dari golongan orang sembarangan.
Rombongan orang tua terdiri dari 18 orang itu setelah muncul dari dalam rimba, berjalan kira-kira
e tumbak, lantas pada berhenti. Gadis baju merah ketika melihat Yo Cie Cong juga ada dalam
rombongan orang banyak, lantas ketawa mesem. Dari sikapnya yang dingin kecut, Yo Cie Cong
mendadak merasa jengah, dengan tidak terasa dibalasnya dengan ketawa hambar.
Kedua pemuda baju ungu tadi ketika menyaksikan si gadis baju merah itu ketawa mesem
kehadapan orang banyak, dalam hati lantas timbul rasa curiga. Ketika mereka memasan mata,
segera dapat melihat bahwa pemuda sombong dan bersikap dingin kecut yang kemarin mereka
ketemukan dijalan raya juga sedang unjukan ketawa hambarnya, maka seketika itu lantas timbul
rasa cemburunya.
Antara rombongan wanita baju putih itu dengan rombongan orang banyak, terpisah hanya
sejarak kira-kira sepuluh tumbak jauhnya.
Dua pemuda baju ungu tadi satu sama lain saling memberi isyarat, lalu berjalan menghampiri
kearah Yo Cie Cong dengan wajah bengis, mereka berhenti sejarak kira-kira tiga tumbak didepan
Yo Cie Cong.
Satu diantaranya yang bermuka tirus lantas berkata sambil menuding Yo Cie Cong:
“Bocah, kau keluar. Tuan mudamu hendak memberi hajaran padamu.”
Seorang lagi yang matanya seperti burung elang dan bibirnya tipis juga turut bicara :
“Anjing kecil, dengan orang semacam kau ini juga ingin makan daging angsa, sungguh tidak
tahu diri!”
Yo Cie Cong mendadak mendusin bahwa kedua pemuda itu cemburu gara-gara wanita baju
merah itu, maka ketika mendengar perkataan kedua pemuda itu, sikapnya kelihatan makin kaku
ketus, dengan tidak banyak bicara lagi ia berjalan menghampiri.
Para jago disekitar tempat tersebut semua pada tujukan matanya pada ketiga orang pemuda
itu.
Hampir bersamaan pada saat itu juga si gadis baju merah itu sudah lompat melesat dan turun
disamping ketiga pemuda tersebut. Dengan sorot mata menghina ia mengawasi kedua pemuda
baju ungu itu.
Yo Cie Cong setelah berhadapan dengan kedua pemuda itu lalu menegir dengan suara dingin :
“Kalian berdua hendak berbuat apa?”
Kedua pemuda itu lantas menjawab dengan sikapnya yang galak.
“Hendak memberi pelajaran padamu, satu bocah yang tidak punya mata.”
“Hanya mengandalkan kekuatan orang-orang yang semacam kalian berdua ini?” tanya Yo Cie
Cong mengejek.
Pertanyaan itu telah membikin geli si gadis baju merah.
Kedua pemuda baju ungu itu semakin mendongkol, keduanya lantas menggeram dan turun
tangan berbareng, keduanya mengeluarkan serangan yang serupa.
Yo Cie Cong dengan gesit sekali egoskan dirinya, sekejap saja, seolah-olah bayangan setan ia
sudah berada dibelakang dirinya kedua pemuda itu. Dengan tangan kanan dan kiri masing-masing
mengirim satu pukulan dari belakang dua pemuda itu.
Kedua pemuda itu ketika mengeluarkan serangannya dan mendadak lantas kehilangan
sasaranya, hati mereka merasa kaget. Mendadak dibelakangnya dirasakan ada sambaran angin,
maka lantas lompat melesat kekanan dan kekiri untuk menghindarkan serangan Yo Cie Cong,
kemudian dengan gesit sekali mereka memutar tubuh dan melancarkan serangan berbareng lagi.
Kali ini Yo Cie Cong tidak berkelit dan tidak juga menyingkirkan diri, dengan ketawa dingin ia
buka lebar-lebar sepuluh jari tangannya dan dengan kecepatan bagaikan kilat sudah
mengcengkeram pergelangan tangan kedua orang lawannya.
Gerakan itu bukan saja cepatnya luar biasa, bahkan tampaknya sangat aneh, maka begitu
bergerak lantas dapat mencengkeram pergelangan tangan lawan-lawannya dengan tepat.
Ia benci sejali pada kedua pemuda yang adatnya sombong dan tidak sopan itu, maka sengaja
ia hendak memberi hajaran pada mereka berdua. Dengan menggunakan kekuatan tenaga
dalamnya ia mencengkeram pergelangan tangan kedua pemuda itu, sehingga kedua pemuda itu

berteriak-teriak kesakitan. Oleh karena disampingnya ada gadis baju merah itu, maka mereka
hendak berontak sebisa-bisanya, tetapi tidak berhasil melepaskan diri.
“Tahan!” Suara itu datangnya secara tiba-tiba yang kemudian disusul oleh satu serangan yang
hebat kearah Yo Cie Cong.
Yo Cie Cong orangnya cerdik, ketika mengetahui dirinya diserang orang dari belakang, kedua
tangannya lantas bergerak berbareng mengentak dirinya kedua pemuda dalam cengkeramannya
tadi digunakan menyambuti serangan dari belakang.
“Bleduk!” suara itu kedengaran hebat, disisi tempat Yo Cie Cong berdiri telah terbuka satu
lubang yang dalam. Ternyata lubang itu hasil dari serangannya si orang tua baju ungu yang sudah
menyerang Yo Cie Cong tadi.
Oleh karena orang tua itu tadi ketika menyerang mendadak dapat melihat Yo Cie Cong hendak
menggunakan tubuhnya kedua pemuda baju ungu untuk memapaki serangannya, maka setelah
mengetahui bahwa ia tidak keburu menarik kembali serangannya, terpaksa serangannya
dimiringkan sedikit, maka sudah mengenai tanah kosong disamping tempat Yo Cie Cong tadi
berdiri.
Pada saat seorang tua lainnya yang berdandan seperti Wangwee dan wanita cantik berbaju
putih itu sudah pula pada datang ketempat mereka berkelahi.
Orang tua baju ungu itu dengan perasaan gusar bercampur curiga telah menegur pada Yo Cie
Cong :
“Bocah, Yo Cin Hoan itu masih pernah apa dengan kau?”
Yo Cie Cong terperanjat mendengar pertanyaan itu. Ia orangnya sangat cerdik, maka segera
mengetahui bahwa gerak tipu serangannya tadi ketika menyambar tangan kedua pemuda baju
ungu itu, pasti telah dikenali oleh orang tua itu.
Karena gerak tipu yang dinamakan ’Meraup Awan dan Mengambil Rembulan’ itu adalah satusatunya
tipu silat dari Yo Cin Hoan.
Dalam keadaan demikian, Yo Cie Cong lantas bisa mengambil keputusan cepat, untuk sekarang
ini ia masih belum boleh memperkenalkan asal-usul dirinya, maka ia segan menjawab dengan
sikapnya yang masih dingin.
“Maaf, aku tidak dapat memberikan keterangan!” Setalah itu ia lantas melepaskan cekalannya
dan kedua pemuda itu telah mundur kesamping dalam keadaan menggenaskan.
Gadis baju merah itu lantas anggukan kepala kepada Yo Cie Cong.
Sementara itu, si orang tua yang berdandan sebagai Wangwee jugga turut menanya:
“Bocah, kau dari golongan mana?”
“Hal ini tidak perlu kalian mengetahui.” Jawabnya ketus.
“Hai! Sungguh tajam lidahmu!”
Pada saat itu rembulan yang bulat sudah kelihatan muncul diujung langit. Sinarnya yang terang
benderang sudah menyinari air danau Naga.
Semua orang juga datang berkkerumun disitu pada mengawasi orang-orang yang berkelahi tadi
dengan perasaan heran.
Kedua orang tadi setelah saling pandang sejenak dengan si wanita baju putih, mata orang tua
yang memakai baju ungu lantas mendadak kelihatan bersorot buas. Dengan suara bengis ia
berkata kepada Yo Cie Cong:
“Bocah, kau mau menjawab terus terang atau tidak?”
“Bagaimana kalau tidak?”
Orang tua baju ungu itu lalu mengulurkan tangannya mengirim serangan yang hebat.
Yo Cie Cong yang diserang secara hebat dengan tiba-tiba itu, dengan cepat sudah lompat
kesamping sejauh lima kaki menghindarkan diri. Tetapi belum sampai berdiri, serangan kedua
sudah menyusul.
Dalam keadaan terdesak sedemikian rupa, tiba-tiba ia ingat pelajaran pamannya, Cek Kun,
yang terkenal dengan ilmu mengentengkan tubuhnya, maka dengan ilmu silat warisannya itu ia
melayang sambil mengikuti serangan lawan sampai sejauh setumbak lebih.
Gerakan menghindarkan serangan dengan mengikuti arahnya serangan lawan itu telah
mendapat sambutan riuh rendah dari delapan penjuru angin.

Kedua orang tua dan wanita baju putih itu, berbareng pada mengeluarkan seruan kaget.
Secepat kilat mereka berbareng maju menerjang dan mengurung dirinya Yo Cie Cong, kemudian
masing-masing pada melancarkan satu serangan.
Serangan segitiga ini sebetulnya sangat sulit dielakannya. Maksud semula dari ketiga orang itu
ialah sudah tentu hendak membinasakan Yo Cie Cong dengan pukulan sekaligus.
Apa sebabnya mereka bertindak dengan begitu ganas dan kejam?
Tidak lain adalah karena mereka mencurigai dirinya anak muda itu mempunyai hubungan rapat
dengan Kam-lo-pang.
Kalau berhasil menyingkirkan dirinya pemuda itu, bukan saja berarti menyingkirkan satu
ancaman bahaya, tetapi juga dari perbuatannya itu mungkin mereka akan dapat memancing
keluar si Pemilik Golok Maut.
Pengakuan dari Pangcu Kam-lo-pang ketika dengan Golok Mautnya mengambil korban di
Kampung Hui Liong Cung, bagi mereka dianggap sebagai ancaman yang paling besar, sehingga
membuat mereka tidak enak makan dan tidak enak tidur, seolah-olah ada duri yang malang
ditenggorokan mereka.
Ketika ketiga orang tadi melancarkan serangan berbarengan, lantas terdengar suara jeritannya
si gadis baju merah yang berdiri disamping.
Diantara suara jeritan gadis baju merah tadi, terdengar pula suara seruan tertahan yang lalu
didalam gumpalan debu yang mengepul keatas kelihatan semburan darah, sedangkan tubuhnya
Yo Cie Cong telah terpental tinggi terputar seperti gasing setinggi setumbak lebih yang kemudian
turun kembali ketanah.
Orang-orang dri rimba persilatan disekitar tempat itu yang menyaksikan perbuatan tersebut,
pada menjadi pucat dan terheran-heran. Mengapa ketiga orang itu turun tangan berbareng
terhadap satu bocah yang tidak diketahui asal-usunya?
Setelah melayang turun kembali ketanah, Yo Cie Cong memaksa mengerahkan tenaganya yang
masih ada, dengan badan semboyongan ia mencoba berdiri tegak. Dengan wajah bengis dan buas
serta suaranya yang serak ia bertanya:
“Aku Yo Cie Cong, kalau tidak sampai binasa, aku akan perhitungkan rekening ini sepuluh kali
lipat!” Sehabis berkata mulutnya kembali mengeluarkan darah da tubuhnya jatuh lagi ditanah.
Orang tua baju ungu tadi kelihatan ketawa nyengir, lalu berjalan maju dua tindak kedepanya Yo
Cie Cong dan mengangkat tanganya hendak memukul dirinya Yo Cie Cong.
Si gadis baju merah yang menyaksikan keadaan demikian lantas menjerit, tetapi selagi hendak
maju menubruk, tangannya sudah ditarik oleh si wanita baju putih.
Jiwa Yo Cie Cong kelihatan terancam bahaya……………………..
Pada saat segenting itu, sesosok bayangan orang dengan kecepatan kilat telah meluncur keaah
orang tua baju ungu tadi sembari mengirimkan satu serangan yang sangat hebat.
Orang tua baju ungu itu terkejut, ia terpaksa menarik kembali tangannya dan dengan cepat
mundur lima tindak.
“Hehhhh! Ketua dari Dua Golongan dan Satu Perkumpulan, sungguh tidak malu menghadapi
satubocah kemarin sore. Apa kalian tidak takut ditertawakan oleh orang-orang dunia Kang-Ouw?”
demikian terdengar satu suara yang nyaring dan lantas disusul oleh munculnya seorang wanita
cantik pertengah umur.
Yo Cie Cong yang masih dalam keadaan setengah pingsan ketika mendengar perkataan ‘Ketua
dari Dua Golongan dan Satu Perkumpulan’, suatu kekuatan tenaga yang tidak terlihat mendadak
memimpin ia bangun tersadar.
Dalam hatinya lalu berpikir: “Dua Golongan dan Satu Perkumpulan, apa itu bukannya golongan
Cie-In-Pang, Ban-Siu-Pang, dan Pek-Hap-Hwee? Tidak kusdangka disini aku mendapatkan banyak
musuh-musuh Kam-lo-pang!”
Dua orang tua itu dan si wanita baju putih bertiga ketika melihat munculnya si wanita cantik
pertengah umur tadi seketika itu wajah mereka lantas berubah.
Bab 4

Wanita baju putih itu sesungguhnya genit sekali. Meskipun dihadapannya orang wanita juga, ia
masih menunjukan kegenitannya. Setelah mengerling kearah wanita yang baru datang itu, lantas
ia berkata sambil tersenyum :
“Yo! Aku kira siapa, tidak tahunya Thian-San Liong-Lie yang datang. Kalau begitu, aku
menyambutnya sudah agak terlambat.”
Wanita cantik pertengah umur itu tidak ambil perduli atas sikap yang ditunjukan oleh si wanita
baju putih. Ia maju dua tindak untuk memeriksa keadaannya Yo Cie Cong yang terluka parah.
Tiba-tiba ia membuka lebar-lebar kedua matanya.
Hatinya berdebaran. Diam-diam berkata kepada dirinya sendiri: “Bocah ini mengapa mirip
dengan dia?
Dengan menahan air matanya yang mau keluar, ia menanya kepada Yo Cie Cong dengan
suaranya yang lemah lebut dan penuh rasa welas asih.
“Anak, siapa namamu?”
Yo Cie Cong yang saat itu sudah panas hatinya, atas perbuatan orang-orang yang tidak patut
terhadap dirinya, sebenarnya tidak ingin menjawab, tetapi ketika melihat kedua matanya yang
penuh kasih sayang dari wanita setengah umur itu, ia lalu menjawab :
“Aku bernama Yo Cie Cong.”
“Yo Cie Cong?” mengulang wanita setengah umur, agaknya merasa kecewa.
“Ya, Yo Cie Cong.” Jawab Yo Cie Cong lagi dengan suara lemah.
Wanita cantik pertengah umur itu menghela nafas, lalu mengambir tiga butir obat yang sehera
dimasukan kealam mulutnya Yo Cie Cong. Kembali ia mengawasi anak muda itu sekian lamanya,
kemudian berkata pula:
“anak, ini adalah obat untuk menyembuhkan luka dalam yang sangat mujarab. Asalkan tekanan
jantung dan nadi masih belum putus, kau tidak bisa binasa.”
Pada matanya Yo Cie Cong, saat itu dengan tegas terlihat perasaan terima kasihnya, ia lalu
menjawab dengan suara perlahan:
“”Aku akan membalas budimu ini!”
Wanita cantik pertengah umur itu kembali berpaling dan berkata kepaa orang tua baju ungu
bertiga:
“Harap Samwie suka memandang mukaku, jangan turunkan tangan jahat lagi terhadap bocah
ini”
Ketiga orang tua itu selagi hendak menjawab, tiba-tiba tanah bekas mereka berdiri telah
bergoncang yang kemudian disusul oleh suara seperti kerbau yang sangat aneh kedengarannya.
Suara itu kedengarannya seperti dari jarak jauh, tetapi kalau diperhatikan benar-benar, barulah
bisa diketahui bahwa suara itu datangnya dari bawah tanah.
Saat itu rembulan sudah naik tinggi, suatu tanda bahwa mahluk aneh Gu Liong Kao sudah
muncul.
Tempat bekas orang tua baju ungu dan lain-lainnya berdiri tadi, ternyata Cuma terpisah kirakira
lima tumbak jauhnya dari lubang tanah itu.
Semua orang lantas menyingkir sejauh dua puluh tumbak.
Pada saat itu, ada tiga ratus pasang mata lebih yang semuanya ditujukan kearah lubang tanah
ditepi danau itu. Suatu pemandangan anehn yang hanya dapat dilihat dalam beberapa ratus tahun
sekali akan segera muncul didepan mata.
Semua orang-orang gagah yang berada disekitar tempat itu pada merasakan tegtang
perasaannya. Diantara mereka, ada beberapa orang yang berkepandaian tinggu yang datang
dengan maksud hendak merebut benda pusaka mujijat itu, sudah siap sedia menghadapi segala
kemungkinan.
Sebagian lagi yang tidak ingin turun ambil bagian dalam perebuan itu dalam hati mereka hanya
menduga-duga, siapa nanti yang bernasib baik dapat memperoleh benda mujijat itu.
Suara mahluk aneh itu semakin lama kedengarannya semakin keras, sampai-sampai tanah
disekitarnya pada bergetar. Dari situ dapat diduga, sampai dimana hebatnya mahluk aneh itu.
Terpisah kira-kira lima tumbak diatas tanah dekat lubang itu menggeletak dirinya seseorang. Ia
mungkin sudah binasa, tetapi mungkin juga masih hidup. Namun tidak ada seorang pun yang
memperhatikannya.

Orang itu adalah Yo Cie Cong yang sedang terluka parah karena kena serangan dari tiga orang
tua gagah tadi. Saat itu, meskipun sudah diberiikan obat oleh wanita cantik pertengah umur tadi,
sehingga kekuatannya perlahan-lahan sudah pulih sebagian, tapi dalam hatinya mengerti, bahwa
keadaan pada saat itu sesungguhnya sangat berbahaya. Jika mahluk aneh itu nanti muncul,
mungkin dia merupakan orang pertama yang menjadi santapannya. Tetapi oleh karena bergerak
sajapun sudah susah, maka ia tidak berdaya meninggalkan tempat yang sangat berbahaya itu.
Betulkah tidak ada seorangpun yang mengambil perhatian terhadap pemuda yang berada
dalam keadaan yang sangat berbahaya itu?
Ada!!!
Gadis baju merah hatinya merasa gelisah, tetapi karena tangannya dipegang erat-erat oleh si
wanita baju putih, ia tidak berdaya menolong anak muda itu.
Ia sendiri juga tidak mengerti mengapa ia telah perhatikan dirinya anak muda itu demikian
rupa.
Wanita cantik pertengah umur, Thian-San Liong-Lie, mendadak ingat bahwa diatas tanah dekat
lubang itu masih ada seorang pemuda yang terluka parah yang wajahnya mirip benar dengan si
‘DIA’. Ia merasa bahwa ia harus menolong si pemuda dari tempat berbahaya itu.
Saat mana ditepi danau Naga, tiga ratus lebih orang-orang gagah dari rimba persilatan semua
pada terdiam sambil menahan nafas. Tidak ada seorangpun yang berani membuka mulut, karena
mereka takut kalau-kalau nanti mengejutkan mahluk aneh itu.
Suasananya meskipun sangat sunyi, tetapi perasaan tegang makin memuncak.
Dapatkah kiranya menundukan mahluk aneh itu untuk mengambil mustikanya? Siapapun tidak
ada yang berani memastikan.
Tetapi mustika yang mempunyai daya tarik yang demikian hebatnya sudah telah membuat
banyak orang pada berani pertaruhkan jiwa mereka untuk bisa mendapatkan benda mujijat
tersebut.
Sudah barang tentu, dalam usaha memperebutkan mustika itu pasti akan disusul oleh
pertempuran hebat antara orang-orang gagah disitu.
Thian-San Liong-Lie setelah berpikir sejurus lamanya akhirnya mengambil keputusan bahwa ia
harus menolong Yo Cie Cong dari tempat yang berbahaya itu.
Tetapi selagi ia hendak turun tangan, suara gemuruh hebat mendadak telah terdengar pula
yang kemudian disusul oleh bau amis yang menusuk hidung.
Mahluk aneh itu ternyata sudah muncul dari dalam tanah.
Hati jago rimba persilatan saat itu hampir lompat keluar dari tempat lubang persembunyiannya,
lantas melesat keatas setinggi sepuluh tumbak lebih yang kemudian turun lagi ketanah dengan
perlahan.
Kejadian itu telah disaksikan oleh jago-jago dari rimba persilatan itu dengan hati berdebaran.
Makluk itu mempunyai bentuk badan kuda berkepala naga. Seluruh badannya hitam berkilat.
Kaki dan tangannya berwarna putih. Ekornya seperti ekor ular. Panjangnya dari kepala sampai
ekor kira-kira dua tumbak.
Setelah berada ditanah kembali, kepalanya lantas menghadap kearah rembulan, dari mulutnya
mengeluarkan sebutir mustika yang merah warnanya. Mustika merah itu dikelaur masukan melalui
mulutnya seolah-olah seorang akrobat yang tengah memainkan gumpalan api dalam mulutnya.
Mustika ‘Gu Liong Kao’ itu telah membuat para jago persilatan pada berseru dalam hatinya,
sedangkan mata mereka terus ditujukan kearah benda mujijat itu.
Karena siapa saja yang bisa mendapatkan benda mujijat itu, berarti sekaligus mendapat
tambahan kekuatan tenaga yang sama dengan kekuatan dari latihan puluhan tahun. Bagi orangorang
dari rimba persilatan, ini merupakan satu-satunya kesempatan yang paling baik untuk
menjadi seorang orang kuat yang tidak ada tandingannya,maka tidak ada seorangpun yang tidak
ingin mendapatkan benda itu, sekalipun harus mempertaruhkan jiwanya.
Tetapi setelah menyaksikan keadaannya mahluk aneh itu, sekalipun bagi orang yang
mempunyai kepandaian sangat tinggi juga merasa jeri. Mereka rata-rata segan turun tangan lebih
dulu.
Mahluk aneh itu, paling lama setengah jam sudah akan masuk kembali kealam tempat
persembunyiannya.

Keadaan menjadi sunyi tapi serba tegang. Dari tempat bekas orang tua baju ungu dan kawankawannya
tadi berdiri, tiba-tiba melesat lima bayangan orang sambil mengeluarkan serangannya
dengan lima benda putih berkilauan kearah mahluk aneh itu.
Orang-orang disekitar danau saat itu tampak semakin tegang.
Bersamaan dengan serangannya kelima orang tadi, dari berbagai penjuru lantas meluncur
berbagai senjata rahasia serta meunculnya bayangan orang yang tidak kurang dari tiga puluh
orang banyaknya.
Mahluk aneh Gu Liong Kao itu yang hidup sejak ribuan tahun berselang, luar biasa cerdiknya.
Setelah dirinya dihujani oleh rupa=rupa senjata rahasia dari berbagai penjuru, mutikanya lalu
disedot kembali dan dia sendiri lantas berdiam diri menantikan kejadian selanjutnya, sedangkan
kedua biji matanya memancarkan sinar hijau yang berkilauan.
Ketika banyak bayangan orang itu mendekati dirinya, mahluk aneh itu kembali keluarkan
geramannya yang hebat. Badannya yang besar mendadak melesat tinggi, sehingga bayangan
orang banyak itu terpaksa harus mundur, tetapi kemudian disusul oleh suara jeritan dari bayangan
orang banyak tersebut.
Sebentar kemudian, tampak darah dan gading manusia pada berhamburan diudara, sedikitnya
ada sepuluh orang yang telah binasa, maka orang yang bergerak belakangan terpaksa harus
mundur secara teratur.
Mahluk aneh itu setelah membinasakan jiwanya orang-orang yang mendekati dirinya, kembali
duduk melingkar ditanah.
Sebentar kemudian, jumlah orang yang maju tampaknya semakin banyak saja, pedang, golok
dan berbagai senjata rahasia pada meluncur kearah badan mahluk aneh itu seperti hujan, tapi
semua senjata itu Cuma bisa perdengarkan suaranya yang ramai seperti membentur banda keras
yang kemudian terpental balik. Ada lagi yang melesat tinggi, sedangkan mahluk aneh itu
sedikitpun tidak terluka badannya.
Semua senjata tajam dan senjata rahasia itu telah dilancarkan oleh banyak tangan orang-orang
dari dunia Kang-Ouw dengan sekuat tenaganya. Dapatlah diduga betapa hebatnya seranganserangan
tersebut.
Meskipun kulit mahluk aneh itu sangat kebal, tetapi tidak urung merasa kesakitan juga. Dengan
demikian, mahluk aneh itu tapaknya semakin buas. Suara menggeramnya terdengar berkali-kali.
Tanpa menunggu orang banyak datang menyerang, badannya lantas sudah bergerak dan melesat
tinggi. Begitu melihat bayangan orang, lantas diserangnya secara hebat, sehingga suara jeritan
terdengar disana-sini dan bangkai manusia bergelimpangan ditanah.
Orang-orang yang hanya hanya ingin menonton keajaiaban alam saja, tampaknya saat itu tidak
berani berkutik. Mereka takut kalau tempat mereka sembunyian mereka diketahui oleh mahluk
aneh itu dan mendapat serangannya secara tiba-tiba.
Setelah menumbar amarahnya dengan puas,mahluk aneh itu kembali duduk melingkar
ditempatnya semula.
Pada saat itu, tiba-tiba tampak melayang satu bayangan putih. Bayanan putih itu ternyata
adalah bayangan Ketua Pek Leng Hwee yang dengan kedua tangan memegang sepasang pedang
terbang melayang kearah mahluk aneh itu. Sepasang pedangnya yang berkilauan dengan
kecepatan kilat telah menusuk kedua matanya mahluk aneh itu.
Dua bayangan manusia lagi telah muncul dan meluncur kearah mahluk aneh itu juga.
Mahluk aneh kembali mengeluarkan geramannya yang hebat dan lantas menerjang kearah tiga
orang yang baru datang.
Tetapi ketiga orang itu mempunyai kepandaian yang luar biasa tingginya,mereka bisa bergerak
leluasa ditengah udara, gerakannya begitu gesit dan lincahnya, dan senjata mereka hanya
ditujukan kearah mata si mahluk aneh.
Pertempuran yang terjadi antara manusia dengan mahluk aneh tersebut, selewat beberapa
jurus kedua pihak tampak ripuh.
Tepat pada saat itu, dari dalam rimba melesat tinggi satu bayangan orang, yang kemudian
dengan tiga kali bergerak ditengah udara, orang itu sudah berada diatas mahluk aneh itu.
Terpisah kira-kira tiga tumbak diatas si mahluk aneh, dari dari dalam tangannya tiba-tiba keluar
sebuah benda dan mulutnya lantas berseru:

“Lie Pangcu, Cin Hwetio, kalian lekas mundur!”
Tiga bayangan orang yang pertama, ketika mendengar seruan itu lantas pada mundurkan diri
semua.
Apa yang sangat mengherankan ialah benda yang dilontarkan dari tangan orang yang baru
muncul tadi ternyata bau yang harum sekali. Dengan sempokan angin malam saat itu, bau harum
itu tersebar jauh sekali.
Mahluk aneh Gu Liong Kao lantas membuka lebar-lebar mulutnya dan menelan benda tersebut.
Orang tadi setelah melemparkan benda aneh yang berbau harum itu, badannya dengan cepat
sudah lompat kembali.
Belum lagi balik kembali ketempat asalnya, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang hebat,
badan mahluk aneh telah hancur berkeping-keping.
Orang tadi setelah mendengar suara ledakan itu, lantas melesat balik. Diantara tumbukan
daging Gu Liong Kao yang sudah hancur berkeping-keping, ia coba mencari-cari mustika yang
berwarna merah itu, lalu diambil dari perutnya si mahluk aneh, kemudian ia ketawa bergelak-gelak
dengan sangat bangganya.
Mahluk aneh itu telah binasa!
Semua orang yang bersembunyi disekitar tempat itu kini berani pada unjukan diri.
Orang yang berhasil mendapatkab mustika merah dari badannya mahluk aneh tadi, ternyata
adalah satu laki-laki bercambang dan wajahnya yang menakutkan dengan gigi yang bercaling
seperti babi hutan.
Orang itu ternyata adalah satu iblis yang namanya sudah menggetarkan dunia rimba persilatan
dengan julukan ‘Iblis Muka Singa’.
Orang ini bukan saja sangat buas dan kejam sifatnya, bahkan mempunyai kebiasaan dan
kegemaran makan nyali manusia. Entah berapa banyak orang-orang gagah dari golongan hitam,
maupun dari golongan Putih yang sudah terbinasa dalam tangannya.
Mustika merah yang ajaib dari Gu Liong Kao telah didapatkanoleh iblis yang buas dan kejam ini.
Semua orang gagah yang berada disitu rata-rata pada merasa jeri, sebab dengan adanya mustika
itu berarti akan menambah kekuatannya, dengan sendirinya juga kalau sudah kuat lantas
kekejamannya menjadi-jadi. Karena jika iblis itu bertambah kekuatannya sedemikian tinggi, tidak
seorangpun diantara orang-orang gagah dari rimba persilatan yang mampu menundukan padanya.
Bukankah itu akan berarti pula bahwa ia akan dapat berbuat sesuka hatinya sehingga tentunya
menjadi ancaman bencana besar bagi orang-orang dunia Kang-Ouw pada umumnya.
Tepat pada saat si Iblis Muka Singa tadi mendapatkan mustika tersebut, dari antara rombongan
banyak orang itu tiba-tiba muncul melesat keluar tiga bayangan orang, yang sebentar saja sudah
berada didepannya si Iblis Muka Singa. Ketiga orang itu ternyata adalah orang-orang tua yang
berbadan pendek katai.
Si Iblis Muka Singa lantas berkata sambil memperdengarkan suara ketawanya yang aneh:
“Eeee, Tiga Cebol dari Kiong-Lay! Apakah kalian tiga bersaudara juga ingin mendapatan
bagian? Kalian sesungguhnya tidak mengukur diri sendiri. Menurut pikiranku, sebaiknya kalian
kembali saja ke gunung Kiong-Lay-San, agar bangkai kalian nanti tidak menggeletak ditempat
yang asing bagi kalian ini?”
Perkataan ini sesungguhnya sangat sombong, seolah-olah tidak memandang mata pada
kekuatanya tiga orang pendek tadi.
Satu diantara ketiga orang pendek itu lantas berkata:
“Harta benda dari langit dan pusaka dari tanah, siapa yang melihat ada mempunyai bagian.”
Iblis Muka Singa itu dengan mata beringas lalu masukan mustika merahnya kedalam sakunya.
“Aku sudah lama tidak makan nyali manusia!” katanya bengis. “Apakah kalian sengaja hendak
mengantarkan? He, he……! Tidak pantas rasanya kalau tawaran ini kutolak.”
Tiga Cebol dari Kiong-Lay itu dalam kalangan Kang-ouw namanya sudah cukup terkenal. Ketika
mendengar perkataan si Iblis Muka Singa, lantas pada ketawa bergelak-gelak. Satu diantara
mereka ialah yang tertua lantas berkata :
“Nyali kami bertiga saudara ada sangat keras dan pedas, barangkali kau tidak bisa makan!”
Iblis Muka Singa itu kembali memperdengarkan suara ketawa yang aneh, belum lagi berhenti
suara ketawanya, lima jari tangan kirinya sudah bergerak mencakar mukanya tiga orang pendek

tadi, sedangkan tangan kanannya melakukan berbareng, begitu pula kakinya. Dengan sekaligus ia
dapat melakukan berbareng, begitu pula kakinya. Tidak kecewa iblis itu mendapatkan nama
besarnya beberapa puluh tahun lamanya.
Tiga orang pendek dari Kiong-Lay itu ternyata juga buka orang sembarangan. Yang paling tua
ketika mukanya hendak dicakar, dengan cepat miringkan sedikit tubuhnya, tangannya berbalik
menyambar pergelangan tangan musuhnya.
Kedua saudaranya juga lantas bergerak dengan berbareng, kemudian maju merangsak, dengan
secepat kilat mereka bertiga menyambar pinggang si iblis.
Dua orang pendek yang ditendang oleh kaki si iblis tadi, badanya melesat keatas
menghindarkan serangan lawannya, kemudian dari tengah udara mereka balas menyerang dengan
tangan dan kakinya.
Iblis Wajah Singa itu benar-benar tidak akan menduga bahwa Tiga orang pendek dari Kiong-
Lay begitu lihaynya, maka ia lantas merubah cara bertempurnya, dengan caranya yang luar biasa.
Kedua tangannya melancarkan serangannya yang sangat hebat. Satu digunakan untuk menyerang
si pendek yang tertua, satu lagi untuk menyerang kedua saudaranya yang lebih muda.
Setelah terdengar dua kali suara ‘Buk, buk!’ yang amat nyaring, si pendek yang tertua
badannya terpental mundur setumbak lebih, dua saudara lainnya tampak jungkir balik, tetapi si
iblis itu sendiri badannya juga sempoyongan.
Sesaat selagi badan si Iblis Wajah Singa dalam keadaan sempoyongan, kakinya yang digunakan
untuk menendang tadi telah mengenai ketiak kirinya si pendek, sementara itu salah satu orang
pendek sepuluh jari tangannya juga sudah berhasil menyambar pinggannya si Iblis Wajah Singa.
Badan si pendek yang termuda telah terjatuh kesuatu tempat sejauh setumbak lebih, tubuhnya
menyemburkan darah segar.
Tetapi ikat pinggangnya si Iblis Wajah Singa juga terrputus dan mustika itu juga menggelinding
jatuh ditanah.
Orang-orang gagah disekitar ramai berseru kaget. Beberapa puluh bayangan orang secepat
kilat sudah menyerbu kearah jatuhnya mustika merah tadi.
Sementara itu, si Iblis Wajah Singa ketika pinggangnya merasa kendur, segera mengetahui
gelagat tidak baik. Dengan cepat ia menyambar mustika merah yang jatuh itu dengan tangannya,
tetapi sudah tidak berhasil dan mustika itu sudah menggeliding sejauh setumbak lebih.
Ia berteriak-teriak dengan sangat kalapnya, matanya Cuma dapat menyaksikan beberapa puluh
bayangan yang sedang menerjang kearah benda pusaka tersebut. Dalam keadaan cemas, si iblis
mengeluarkan serangannya dengan sepenuh tenaganya.
Serangan itu sangat hhebat sekali, mungkin dapat menggempur batu beasr sampai pecah
berkeping-keping. Setelah mengenai sasarnnya, lantas terdengar suara jeritan mengerikan.
Sepuluh orang yang mengerumun tadi sebagian rubuh ditanah dan sisanya terpental mundur.
Oleh karena terdampar oleh serangan yang dahsyat tadi, mustika merah tadi juga turut
beterbangan ditengah udara bersama-sama batu-batu kecil dan debu. Ketika si Iblis Wajah Singa
itu melayang menyambar benda pusaka tersebut, mendadak kelihatan muncul satu bayangan
putih. Secepat kilat sudah pindah tangan kedalam tangan bayangan putih tadi.
Semua orang-orang gagah disekitr tempat itu kembali perdengarkan suaranya yang gemuruh.
Bayanga putih tadi ternyata adalah Ketua dari Pek-Leng-Hwee Cin Bie Nio.
Dengan mata beringas dan rambut berdiri dengan gusarnya, si Iblis Wajah Singa itu
membentak Cin Bie Nio:
“Lekas bawa kemari!”
Cin Bie Nio dengan tingkah lakunya yang centil lantas menjawab sambil ketawa terkekehkekeh:
“Apa yang harus aku serahkan padamu?”
Sepasang matanya si Iblis Wajah Singa kelihatan mendelik.
“Mengingat persehabatan dengan suamimu almarhum, mustika itu kau serahkan saja kepada
secara baik-baik, tidak nanti akan menyusahkan dirimu. Kalau tidak, heh, heh…….”
Jilid 2

Orang tua baju ungu dan itu orang tua berpakaian seperti Wan-Gwee, kedua-duanya lantas
maju berbareng, berdiri dikedua sisinya Cin Bie Nio. Selain dari pada itu, Nona Baju Merah dan
beberapa pembantuanya Cin Bie Nio yang terhitung kuat-kuat juga pada maju dan berdiri
dibelakangnya Cin Bie Nio.
Iblis Wajah Singa itu saking gusarnya lantas tertawa sambil bergelak-gelak:
“Heh, Heh! Pangcu dari Cie-In-Pang Lie Bun Hao dan Pangcu dari Ban-Siu-Pang Thio Phan!
Kalian berdua sudah tidak ingat tali persahabatan kita pada dua puluh tahun berselang. Berani
membantu wanita genit ini bermusuhan dengan Lohu? Bagus, Bagus! Lohu kepingin tahu sampai
dimana kepandaiannya kedua Pangcu dan Hweetio ini!”
Lie Bun Hao dan Thio Phan ketika mendengar si iblis menyebutkan tali persahabatan dua puluh
tahun berselang, wajah lantas pada berubah seketika. Selagi hendak menjawab……..
Cin Bie Nio sudah menjawab dengan suaranya yang dingin….
“Kau si Iblis Wajah Singa ada mempunyai apa yang berarti?”
“Rase genit, kamu mau kembalikan atau tidak?”
“Kalau tidak bagaimana?!”
Si Iblis Wajah Singa, yang dalam Golongan Hitam terkenal sebagai orang paling kejam dan
ganas, bagaimana mau mengerti diperlakukan sedemikian rupa oleh Cin Bie Nio? Maka ia lantas
menggeram hebat, dengan kecepatan kilat ia sudah melancarkan serangan secara bertubi-tubi.
Cin Bie Nio juga bukan sebangsa orang lemah, meski diserang secara tiba-tiba namun masih
berhasil menyingkirkan diri, tapi biar bagaimana kepandaiannya masih kalah setingkat dengan si
Iblis Wajah Singa itu, maka tangannya sudah terkena serangannya si iblis, dan mustika yang
tergenggam dalam tangannya lantas melesat keluar.
Selagi si iblis hendak menyambar mustika itu, kedua Pangcu sudah mengeluarkan serangan
dengan berbareng.
Iblis Wajah Singa yang terdampar oleh anginnya serangan tersebut, lantas mundur tiga tindak.
Pada saat itu, dirinya Yo Cie Cong yang menggeletak ditanah dan sudah hampir dilupakan oleh
semua orang, oleh karena sudah minum obat mujarabnya Thian-San Liong-Lie, setelah mengasoh
sekian lamanya, perlahan-lahan sudah siuman kembali, seolah-olah orang yang baru bangun dari
tidurnya, ia coba merayap bangun dengan badan masih sempoyongan.
Baru saja ia merayap bangun, sebuah benda merah sudah menyambar didepan mukanya!
Dalam keadaan habis terluka parah dan seluruh kekuatan dan semangatnya masih belum pulih
kembali, sudah tentu ia tidak mampu berkelit untuk menghindarkan meluncurnya benda merah
itu, maka ia lantas membuka mulutnya hendak berseru……
Dan selagi ia pentang mulutnya, mustika itu dengan tepat telah masuk kedalam mulutnya dan
terus masuk kedalam perutnya melalui tenggorokan.
Ia lantas berdiri melongo!
Suara seruan kaget terdengar riuh dari empat penjuru! Banyak orang lari menuju kearah
dirinya.
Yo Cie Cong merasa agak kuatir, karena saat itu keadaannya masih sangat payah, angkat kaki
saja masih dirasakan sangat berat. Jika para jago itu hendak mengambil tindakan kepada dirinya,
ia cuma bisa mandah digebuk tanpa melawan.
Coba saja pikir, para jago itu memerlukan datang ketempat itu, maksudnya ialah hendak
merebut benda pusaka alam yang merupakan benda mujijat bagi orang-orang dari dunia
persilatan dan sekarang benda itu telah masuk kedalam perutnya seorang pemuda yang bersikap
dingin serta belum terkenal namanya itu, bagaimana mereka mau mengerti apa lagi ketika dalam
pertempuran merebut benda pusaka dari badannya mahluk aneh Gu Liong Kao tadi, sudah banyak
jiwa telah melayang.
Para jago dari dunia persilatan itu, lantas mengurung rapat dirinya Yo Cie Cong. Hampir setiap
orang memperlihatkan wajahnya yang gusar, ada juga yang merasa mengiri terhadap anak muda
yang tidak dikenal itu.
Tapi semua rupanya sudah menjadi takdir tuhan, Yo Cie Cong yang datang hanya tertarik oleh
perasaan kepingin tahu, sedikitpun tidak bermaksud untuk turut ambil bagian dalam perebutan
benda pusaka itu, namun benda pusaka dari alam itu sudah ditakdirkan siapa yang harus memiliki,
maka dengan tanpa diminta, benda itu telah meluncur sendiri kedalam mulutnya.

Bab 5
Dengan sikapnya yang kaku dingin, Yo Cie Cong mengawasi orang-orang itu dengan perasaan
kaget dan terheran-heran. Kalau kedua Pangcu dan Ketua dari Pek-Leng-Hwee tadi tangan
terhadap dirinya, itu karena disebabkan soal mengenai asal-usul dirinya. Tapi kelakuan orangorang
yang terdiri dari jago-jago dari rimba persilatan, sesungguhnya sangat mengherankan
mereka yang menyaksikan.
Ternyata Yo Cie Cong masih belum tahu bahwa mustika yang masuk kedalam mulutnya tadi
adalah benda pusaka alam yang dibuat perebutan oleh orang-orang gagah itu dengan pertaruhkan
jiwanya.
Tadi jiwanya hampir saja melayang, karena dirinya dicurigai sebagai muridnya Yo Cie Hoan,
Pangcu dari Kam-Lo-Pang yang terkenal pada dua puluh tahun berselang, untung perbuatannya
ketiga orang jahat tadi keburu dicegah oleh Thian-San Liong-Lie, sehingga dirinya terhindar dari
kematian.
Tetapi sekarang, benda pusaka yang dibuat rebutan itu telah masuk kedalam perutnya, ini
sangat runyam jadinya.
Kalau benar seperti apa yang diduga oleh Cin Bie Nio dan kedua Pangcu itu, bahwa anak muda
ini ada hubungannya dengan Golok Maut, jika dibiarkan dirinya mendapat kekuatan tenaga
demikian hebatnya, akibatnya tentu ada bencana bagi dunia rimba persilatan.
Maka pada saat itu, diantara orang-orang yang mengurung dirinya Yo Cie Cong, adalah Lie Bun
Hao Pangcu Cie-In-Pang, Thio Phan Pangcu dari Ban-Siu-Pang dan Cin Bie Nio Ketua dari Pek-
Leng-Hwee, yang nampak paling gelisah.
Pada saat itu seorang tua berewokan dengan gigi bercaling telah menerobos keluar dari antara
orang-orang banyak, mulutnya memperdengarkan suara ketawanya yang mirip dengan suara iblis.
Orang tua itu telah mengawasi orang banyak itu sejenak, lalu berkata :
“Bocah ini akan kubawa. Siapa yang mengenal gelagat, lekas minggir!”
Semua orang terkejut mendengar perkataan itu, ternyata orang yang mengeluarkan perkataan
tersebut adalah si Iblis Wajah Singa yang sangat buas itu.
Mustika dari Gu Liong Kao sudah masuk kedalam perutnya si pemuda yang bersikap dingin itu.
Entah apa maksudnya orang tua itu hendak membawa anak muda tersebut.
Sementara Yo Cie Cong yang mendengar perkataan si iblis, kedua matanya lantas merah
beringas, ia berkta sambil kertak gigi :
“Dengan hak apa kau hendak membawa aku pergi?”
“Bocah, aku si orang tua telah menaksir kau ada mempunyai bakat yang luar biasa untuk
menjadi seorang gagah yang terkuat didalam rimba persilatan, maka aku mempunyai maksud
hendak menjadikan kau muridku. Ini sebetulnya ada keberuntunganmu. Apakah kau tidak suka?”
kata si Iblis Wajah Singa sambil perdengarkan suara ketawanya yang aneh.
“Maksud baikmu aku ucapkan terima kasih, sayang aku tidak mempunyai peruntungan untuk
menjadi muridmu,” demikian Yo Cie Cong menjawa sambil ketawa dingin.
Orang-orang yang ada disitu, mendengar tanya jawab kedua orang itu, ramai kasak-kusuk.
Pada umumnya mereka berpendapat bahwa iblis tua itu karena sudah tidak mempunyai harapan
mendapatkan mustika dari Gu Liong Kao, maka latas timbul pikirannya hendak mengambil pemuda
itu sebagai muridnya.
“Bocah, kau boleh pikir biar mateng dulu. Aku si orang tua sebenarnya belum pernah menerima
murid, tetapi hari ini buat kau aku kecualikan. Maka ini adalah peruntunganmu yang bagus!”
“Tadi sudah kukatakan, bahwa maksud baikmu itu hanya aku bisa mengucapkan terima kasih,
maka kecuali itu sebetulnya tidak perlu lagi.”
“Bocah, perkataanku ada merupakan hukum. Kau tidak suka juga harus suka.”
“Memaksa orang jadi murid, sesungguhnya merupakan suatu hal yang langka dalam rimba
persilatan.”

“Bocah, kau berani menentang maksudku? Sesungguhnya kau tidak tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi, he, he!”
“Habis kau mau apa?” tanya Yo Cie Cong jengkel, ia merasa tidak puas dengan caranya si Iblis
Wajah Singa memaksa orang menjadi muridnya.
“Setan cilik, kau mau atau tidak?”
“Tidak!!!!”
Iblis itu lantas perdengarkan suaranya yang menyeramkan.
“Setan cilik! Kalau kau tidak mau ikut aku, sekalipun kau mempunyai jiwa yang hidup seratus
kali, juga akan binasa ditepi danau ini. Tahukah kau, sudah berapa banyak orang yang
menginginkan dirimu?”
Yo Cie Cong terkejut, lalu berpaling dan dengan mata gemas ia mengawasi si Wanita Baju Putih
dan dua orang tua yang tadi telah turun tangan keji terhadap dirinya. Ketika matanya
berbentrokan dengan matanya si Gadis Baju Merah yang berdirinya disampingnya Cin Bie Nio,
hatinya merasa berdebar, tetapi dengan cepat ia lantas mengalihkan pandangannya kearah si iblis
kemudian berkata padanya :
“Hidup atau mati adalah urusanku sendiri, tidak perlu kau turut capaikan hati.”
“Setan cilik, tetapi sekarang kau tidak dapat berbuat menurut kehendakmu sendiri.”
Saat itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dingin.
Si Iblis Wajah Singa itu lalu berpaling dan mencari orangnya yang ketawa tadi, orang itu
ternyata adalah Cin Bie Nio, Ketua dari Pek-Leng-Hwee.
Si iblis lantas menegur dengan suara bengis:
“Cin Bie Nio, kau jangan berbuat dengan tidak melihat gelagat.”
Wanita centil itu tertawa terkekeh-kekeh dan kemudian maju tiga tindak kearah si Iblis Wajah
Singa, matanya yang genit mengerling dan mulutnya masih memperdengarkan ketawanya yang
dingin.
“Yo, apa artinya tidak kenal gelagat?” jawabnya. “Aku juga ada mempunyai maksud hendak
membawa bocah ini ke perkumpulanku. Kau pikir bagaimana?” sehabis berkata kembali ia
memperdengarkan ketawanya yang nyaring.
“Rase genit, setan cilik ini sikapnya dingin. Hatinyapun dingin. Dia merupakan barang yang
enak dilihat, tetapi tidak enak dimakan.”
Perkataan si Iblis Wajah Singa sesungguhnya ada sangat tajam dan mengandung ejekan
terhadap dirinya wanita centil itu.
Tetapi Cin Bie Nio tidak menunjukan perubahan sikap apa-apa, malah ia menyahut dengan
suaranya yang merdu.
“Hal ini tidak perlu kau turut campur. Kami sebagai Ketua dari suatu perkumpulan, juga harus
melaksanakan setiap perkataan yang keluar dari mulut kami. Hari ini, biar bagaima bocah ini pasti
akan kami bawa. Siapa yang mau coba-coba merintangi kami ingin melihat sampai dimana
tingginya kepandaian orang itu!”
“Hmmm, aku si orang tua terhadap kesukaan dalam hal makan nyali manusia, tidak perduli
nyalinya laki-laki atau wanita, aku anggap serupa saja.”
Wajah Cin Bie Nio lantas berubah. Ia lantas berkata :
“Dengan memandang persahabatan dengan suamiku almarhum, aku sebetulnya masih hendak
mengindahkan dirimu. Tetapi nyatanya kau adalah seorang yang tidak kenal budi. AKU Cin Bie Nio
nyalinya ada panas laksana bara. Tetapi kerasnya seperti baja. Barangkali tidak biasa masuk
kerongkonganmu.”
Yo Cie Cong yang mendengarkan pembicaraan mereka berdua telah memperebutkan dirinya,
dalam hati merasa sangat gemas tetapi apa daya? Karena badannya yang bekas terluka parah,
sedikitpun ia tidak mempunyai kemampuan.
Terutama terhadap wanita yang centil genit itu, bencinya semakin menjadi-jadi.
Ia juga mengetahui bahwa keadaan dirinya sendiri saat itu sebetulnya sungguh berbahaya,
maka ia tidak dapat memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tetapi hatinya yang keras seperti baja dan sifatnya yang tinggi hati telah membuat ia dapat
menghadapi segala kejadian dengan ketabahan, sedikitpun tidak mempunyai rasa takut.

Si Iblis Wajah Singa itu yang biasanya memang bersifat buas bagaimana dapat membikin sudah
saja tantangan Cin Bie Nio? Maka saat itu juga ia lantas menggeram serta maju dua langkah,
dengan matanya yang buas ia membentak :
“Rase genit! Apa benar-benar kau hendak mencari kematian?”
Ucapan si Iblis Wajah Singa itu yang selalu mengatakan Cin Bie Nio sebagai ‘Rase genit’,
apalagi hadapannya begitu banyak orang, betapapun tebalnya muka Cin Bie Nio, juga tidak biasa
tinggal diam begitu saja, maka sikapnya lantas berubah, dengan suara ketus ia menjawab:
“”Iblis tua, kau jangan sombong, bole coba-coba saja!”
Suasana ditepi danau itu kembali menegang.
Si Iblis Wajah Singa kelihatan berjingkrat-jingkrat bahna gusarnya, tetapi selagi hendak
bergerak, tujuh orang tua dan tiga laki-laki kuat serta dua orang muda dengan satu Gadis Baju
Merah dengan cepat sudah bergerak maju berada disampingnya Cin Bie Nio.
Dua diantara ketujuh orang tua itu adalah Pangcu dari Cie-In-Pang dan Ban-Siu-Pang. Barisan
yang demikian kuatnya itu mau tidak mau membuat ...................................................................
Juga oleh karena pernyataan Cien Bie Nio itu, telah membuat beberapa kawanan iblis yang ada
didalam rombongan orang banyak itu, masih mengandung harapan terhadap mustika “Gu liong
kao” yang sangat mujijat itu.
Beberapa pasang mata yang kejam, kini mulai ditujukan kepada dirinya Yo Cie Cong.
Maksud biadab dan nafsu serakah yang melebihi binatang buas itu, sesungguhnya sangat
menakutkan.
Cin Bie Nio dan kedua pangcu yang semula bermaksud hendak membinasakan dirinya Yo Cie
Cong, karena mencurigai anak muda itu sebagai keturunannya Yo Cin Hoan, mengapa sekarang
tidak membiarkan si iblis berwajah singa turun tangan terhadap anak muda itu ?
Ini bukannya merupakan suatu teka – teki.
Keserakahan hati manusia memang tidak ada batasnya. Disuatu fihak hendak membinasakan
jiwanya, tadi dilain fihak menginginkan mustika diperutnya.
Cien Bie Nio dapat menebak maksudnya yang keji dari si iblis tua wajah singa, ada suatu bukti,
ia sendiri juga memang mempunyai maksud yang serupa.
Yo Cie Cong kini telah dijadikan sasaran.
Suatu usaha pembunuhan yang keji dan menakutkan akan terulang lagi.
Kawanan manusia yang berhati iblis itu akan memperlakukan Yo Cie Cong seperti halnya
mereka memperlakukan mahluk ajaib Gu – Liong – kao tadi. Mereka akan berusaha dengan segala
daya upayanya untuk mencapai maksuknya mendapatkan barang ajaib itu.
Diantara orang banyak itu ada juga yang masih mempunyai prikemanusiaan, orang – orang itu
kini perlahan lahan bubarab meninggalkan tempat yang seperti neraka itu, meskipun diantara
mereka ada juga yang mengandung maksud hendak mendapatkan benda mujijat itu, tapi masih
merasa segan untuk membelek perut manusia hanya sekedar untuk memenuhi keserakahannya
hati sendiri.
Orang – orang yang saat itu masih berada ditempat tersebut, sudah tentu ada serombongan
kawanan iblis yang masih menginginkan benda tersebut.
Satu kecualian hanya terhadap dirinya Thian-San liong-lie.saat itu ia masih nampak bingung, ia
tidak mau meninggalkan tempat tersebut, entah kekuatan apa yang membuat ia tidak tega
meninggalkan dirinya si pemuda bersikap dingin yang keadaannya sudah sangat payah itu.
Cin Bie Nio dan dua pangcu serta para pembantunya, yang sudah sekian lama berhadapan
dengan si iblis berwajah singa, akhirnya Cin Bie Nio-lah yang membuka kesunyian dari suasana
tegang itu.
Setelah perdengarkan suara ketawanya yang genit, matanya memandang kedua pangcu yang
berdiri dikedua sisinya sejenak,kemudian perintahkan kepada para pembantunya :
,,kalian boleh mundur dulu !’’
Gadis baju merah yang dipanggil kiauw-jie itu menggerendeng sendirian, nampaknya merasa
kurang senang, dengan sikapnya ogah – ogahan ia terpaksa undurkan diri, yang lantas di ikuti
oleh kedua pemuda baju ungu.

Saat itu Yo Cie Cong masih rebah menggeletak ditanah, darah yang mengalir dari mulut dan
hidungnya sudah membeku. Entah masih hidup atau sudah binasa, tapi yang terang ialah
sedikitpun tidak kelihatan ia bergerak. Setelah mengundurkan orang – orang, Cin Bie Nio lalu
berkata pula kepada si iblis berwajah singa :
,,apakah kau bersedia menerima suatu usulku ?’’
Iblis berwajah singa itu tahu bahwa diantara orang banyak yang kini berada ditempat itu,
hanya wanita ini yang paling sulit dilayani. Selain centil genit dan kejam buas, ia juga mempunyai
banyak akal. Dan sekarang entah akal muslihat apalagi yang hendak diajukan. Maka seketika itu ia
lantas menjawab dengan suara dingin :
,, Usul apa ? coba sebutkan !’’
,, Kau kau sudah bertekad bulat hendak mendapatkan benda mujijat ?’’
,, Benar !’’
,, Apa kau sudah berkeputusan dan tetap hendak membelek perutnya setan cilik ini, untuk
mengambil mustikanya ?’’
,, Ng !’’
,, Jikalau kami tidak turut campur tangan……..?’’
,, Itu ada kecerdikan kalian !’’ si iblis memotong.
Cin Bie Nio bersenyum simpul, ia berkata pula sambil menunjuk orang – orang sekitarnya :
,, Sudahlah kau memikirkan, bahwa kecuali aku dan kedua pangcu, masih ada banyak sahabat
dari dunia Kang – ouw yang datang untuk turut merebut benda gaib itu ? Dan apakah mereka
membiarkan anak muda itu begitu saja ?’’
Ucapan ini benar – benar sangat lihai ! sampai si iblis yang ditanya demikian lantas melongo
seketika lamanya tidak mampu menjawab.
Andai kata bertempur satu – persatu, kawanan iblis yang berada disitu, mungkin semua bukan
tandingan si iblis berwajah singa, tapi jika main keroyok, ini lain soalnya.
Pada saat itu, matanya semua kawanan iblis yang ada disitu dari dirinya Yo Cie Cong telah
dialihkan kearah si iblis berwajah singa dan Cie Bie Nio. Cuma dua orang yang sikapnya terhadap
To Cie Cong harus dikecualikan.
Satu adalah sigadis baju merah, sikapnya nampak sangat gelisah. Barangkali, pemuda dengan
wajah dingin kecut itu, sudah mendobrak pintu hatinya.
Yang lain adalah Thian – san Liong – lie, ia sangat bingung. Seolah-olah ada pengaruh gaib
yang mendorong padanya : kau harus menolong anak itu, kau tidak boleh membiarkan dia dibelek
perutnya oleh kawanan iblis !
Tapi saat itu kawanan iblis sudah pada bersiap untuk turun tangan, disamping itu masih ada
lagi Cin Bie Nio dan kedua pangcu, yang juga ada mengandung maksud hendak membinasakan
dirinya pemuda itu, taruh kata kepandaiannya Thian – san Liong – lie sangat luar biasa, tapi kalau
mau merebut jiwanya pemuda dibawah ancamannya begitu banyak musuh, sesungguhnya bukan
soal mudah.
Si iblis berwajah singa sesungguhnya ada manusia yang sangat kejam ganas dan buas, setelah
mendengar keterangan Cin Bie Nio, hanya nampak terkejut sebentar, kemudian matanya menyapu
para kawanan iblis lainnya, lantas pendengarkan suara ketawanya yang menyeramkan.
,, Tadi kata tidak akan campur tangan ?’’ demikian tanyanya kepada Cin Bir Nio.
,, Jah !’’ jawabnya Cin Bir Nio singkat.
,, Apa kau dapat menguasai kedua pangcu ?’’
,, Kau rupanya terlalu memandang rendah kepada Cin Bie Nio !’’
,, Ng ! kau dan kedua pangcu tanpa sebab akan melepaskan kesempatan yang sukar
diketemukan ini ?’’
,, Tidak kecewa kau menjadi jago untuk satu masa, dugaanmu sedikitpun tidak keliru !’’
,, Apa syaratnya ?’’
,, Kau harus melakukan pembedahan anak itu dan mengambil mustikanya dihadapan aku dan
kesua pangcu !’’
Si iblis itu setelah berpikir sejenak, lalu menjawab sambil ketawa :
,, Kau anggap aku situa bangka sebagai anak-anak umur 3 tahun saja !’’
,, Apa artinya ?’’

,, Kau hendak menggunakan tenagaku, mengundurkan semua orang kuat yang berada disini,
kemudian kau akan menggunakan ketika selagi aku kehabisan tenaga, lantas turun tangan
bersama kedua pangcu itu, betul tidak ?’’
,, Kau telah mengukur jiwa orang dengan jiwanya orang rendah. Kita sebagai ketua dan pangcu
dari perkumpulan besar, didalam kalangan Kang – ouw bukan orang – orang yang tidak ada nama.
Rasanya belum sampai berbuat begitu rendah seperti apa yang kau ucapkan !’’
,, Kalau begitu mengapa kau suruh aku melakukan perbuatan itu didepan kalian ?’’
,, Setan cilik itu dengan aku kadua pangcu seolah- olah air dengan api. Maksudnya supaya kau
melakukan pembedahan perutnya anak itu dihadapan kita, hanya mengharap bisa menyaksikan
dengan mata kepala sendiri kematiannya setan cilik itu !’’
,, Benar ?’’
,, Hm ! apa…’’
Para kawanan iblis yang lainnya saat itu agaknya sudah tidak sabar lagi.
Pertama- tama adalah si 3 cebol dari Kiong – lay yang bertindak lebih dulu, dengan kecepatan
bagai kilat ia menyerbu dirinya Yo Cie Cong.
Selanjutnya sepasang penjahat dari Lam-bong, 4 setan dari Pak-bin, si garuda kepala botak dari
bukit Kow-nia bertuju juga pada bergerak mengikuti jejak si 3 cebol.
Pertempuran sengit lantas dimulai.
3 cebol dari Kiong-lay itu belum sampai kakinya menginjak tanah, sudah disambut oleh Thiansan
Liong-lie dengan serangannya yang amat dasyat !
3 cebol itu tidak menduga kalau Thian-san Liong-lie bisa turun tangan secara demikian
mendadak, selagi badan mereka masih berada ditengah udara, angina kuat sudah kuat
menyambar dirinya, maka lantas buru-buru jumpalitan ditengah udara dan melayang turun
setombak lebih jauhnya.
Si iblis berwajah singa mengeluarkan geramnya yang sangat hebat, ia maju beberapa langkah,
kemudian melancarkan serangannya tangan yang tepat menghalangi majunya 7 iblis
dibelakangnya 3 cebol.
7 iblis itu terpaksa harus menarik diri masing-masing secara mendadak.
Kedua fihak sekarang saling berhadapan.
Hanya Cin Bie Nio dan kedua pangcu itu yang berdiri sebagai penonton sambil bersenyum puas.
Bab 6
PANGCU dari Cie-in-pang Lie bun hao, pancu dari Ban-siu-pang Thio Phan dan ketua Pek-lenghwee
Cin Bie Nio bertiga selain berdiri sebagai penonoton, bahkan kadang-kadang memberi
anjuran kepada kedua fihak yang bertempur.
Akal muslihatnya Cin Bie Nio ini sesungguhnya sangat jahat.
Ia menganjurkan si iblis berwajah singa supaya bertempur mati-matian dengan para iblis
lainnya, tidak peduli fihak mana saja yang menang, ia bersama kedua pangcu yang akan
memungut hasilnya.
Thian-san Liong-lie namanya sangat terkenal didunia Kang-ouw sebagai satu pendekar wanita
yang tinggi sekali kepandaiannya ilmu silatnya, terutama ilmu pedangnya. Dan ia sekarang telah
turun tangan membela Yo Cie Cong, Cin Bie Nio dan kedua pangcu tidak usah berhadapan sebagai
musuh dengan pendekar wanita itu.
Cin Bie Nio sudah berhasil dalam usahanya hendak menyingkirkan dirinya bocah yang dicurigai
itu dengan menggunakan tenaganya para iblis itu.
Karena golok maut sudah muncul didekat situ, yang mengambil jiwanya si buli-buli arak
berwajah burung, siapa berani pastikan kalau pemilik golok maut itu tidak berada dibukit Keng-san
ini maka Pek-leng-hwee, Cie-in-pang dan Ban-siu-pang harus menyimpan tenaga untuk
menghadapi segala kemungkinan.
Dengan berdasarkan perhitungan kepentingan sendiri, maka tercapailah suatu perjanjian antara
fihak Cin Bie Nio dan kawannya dengan fihak si iblis berwajah singa,. Sementara itu, apakah
perjanjian itu dapat dipertahankan terus atau tidak ? itu ada lain soal.

Mari sekarang kita balik lagi kepada 3 si cebol dari Kiong-lay yang ditahan serangannya, oleh
Thian-san Liong-lie.
Yang tertua dari 3 cebol itu ialah Wie Bu Liang, saat itu matanya yang sipit lantas didelikan,
dengan suaranya yang keras is berkata :
,, Thian-san Liong-lie yang menganggap dirinya sebagai pendekar budiman, apakah juga
kepingin mendapat bagian ?’’
,, Aku Tho Hui Hong Cuma tahu berbuat apa yang aku harus buat. Aku minta supaya kalian
bertiga suka kembali kepada kebenaran, perbuatan yang melanggar prikemanusiaan ini, tidak
dapat diizinkan oleh tuhan dan manusia !’’ jawab Thian-san Liong-lie.
Si cebol kedua Cong liat lantas menyahut sambil ketawa dingin :
,, Kita bertiga Cuma tahu ambil apa yang harus kita ambil tidak mengerti peraturan
kebuddahan. Kau Thian-san Liong-lie jauh-jauh datang kemari, apa perlunya masih berpura-pura
berlaku sebagai orang budiman ?’’
,, Dibawah sepasang mataku seorang she tho, tidak mengizinkan manusia kawanan buas
melakukan perbuatan buas !’’
,, Kau thian-san Liong-lie sesungguhnya terlalu tidak memandang mata kepada lain orang. Kita
bertiga sodara bukannya orang yang mudah diperhina, kalau kau tahu diri, lekas kau mundur
untuk menjaga nama baik dan mukamu dikemudian hari !’’ kata Wie Bu Liang sambil kedipkedipkan
matanya yang sipit.
,, Benda ajaib yang muncul dari bumi atau langit, sudah tahu sendiri siapa yang berhak
memilikinya, hanya orang yang berjodo yang bisa memiliki benda tersebut. Merebut dengan akal
atau atau dengan kekerasan, akan merupakan bencana sebaliknya membawa bahagia. Apalagi
membedah perut orang itu ada perbuatan yang melanggar undang-undang ketuhanan !’’
Si cebol yang ketiga Wan Hong Hong lantas menyahut sambil ketwa aneh :
,, Thian-san Liong-lie memang baik hati, Cuma sayang kau sudah salah liat orang !’’
,, Apa kalian bertiga pasti hendak turun tangan terhadap pemuda itu ?’’
,, Memang begitu !’’
,, Boleh coba !’’
,, Baik !’’ sahutnya berbareng.
Tiga orang cebol itu lantas turun tangan berbareng menyerang Thian-san Liong-lie
Kekuatan dari tiga orang cebol itu sesungguhnya tidak boleh dipandang ringan, serangannya
seolah-olah gelombang laut yang datang menggulung.
Tapi Thian-san Liong-lie Cuma ganda ketawa, lalu ulur tangannya satu tenaga lunak meluncur
keluar, hingga kekuatan tenaga keras yang dilontarkan oleh ketiga orang cebol itu lantas lenyap
tanpa bekas.
Tiga manusia cebol itu berubah wajahnya semua. Setelah saling memandang sejenak, Wie Bu
Liang mundur setindak, lalu melancarkan serangan dengan kedua tangan, angin kuat telah
menyambar kearah Thian-san Liong-lie.
Berbareng pada saat itu, si lojie atau si cebol kedua Ciong Liat mendadak merabu dari bawah ia
mengunakan kaki dan tangannya, menyerang kaki bagian Thian-san Liong-lie. Serangannya itu
dilakukan secara ganas sekali.
Losam atau cebol yang ketiga Wan Hong Hong badannya melesat tinggi, kemudian dengan
menggunakan kedua tangannya menyambar muka lawannya.
Thian-san Liong-lie badannya melesat miring untuk mentingkirkan serangan Ciong Liat Jang
ditujukan kepada kakinya tangan kirinya melanjutkan satu serangan untuk menyambuti
serangannya Wie Bu Liang, sedang tangan tangannya balik menyambar tangannya Wan Hong
Hong.
Setelah mendengar suara ‘bruk !‘, Wie Bu Liang terpental tubuhnya, dan Wan Hong Hong yang
menampak tangannya hendak disambar, lantas buru-buru narik kembali tangannya, sedang Ciong
Liat Jang serangannya mengenakan tempat kosong juga lantas melayang turun ketanah.
Sitiga cebol itu dengan kekuatannya tiga orang masih tidak berdaya menghadapi Thian-san
Liong-lie, dalam gusarnya lantas menyerbu berbareng.
Dilain fihak si iblis berwajah singa sudah mulai menggebrak dengan Empat Setan dari pak-bin (
Pak-bin Si-kui ).

Empat orang yang mendapat julukan 4 setan itu dengan gerak ilmunya seperti setan gesit dan
lincahnya, ternyata bisa bekerja sama dengan rapat dan baik sekali, hingga si iblis wajah singa
hampir tidak berdaya sama sekali.
Masih ada 10 orang-orang kuat dari golongan hitam yang berdiri sebagai penonton, ketika
menampak dalam medan pertempuran itu telah berlangsung pertempuran dasyat dari dua
rombongan, telah menganggap kedua itu ada kesempatan yang paling baik bagi mereka, maka
dengan berbareng lkantas menyerbu Yo Cie Ciong.
Tapi dua penjahat dari Lam-bong dan si Garuda kepala botak yang berdiri menonton si iblis
wajah singa bertarung, ketika menampak perbuatan pengecut itu lantas melesat berbareng, untuk
merintangi majunya orang-orang tersebut.
Suara jeritan ngeri lantas terdengar dari sana-sini, ditanah lalu terkapar bangkainya 6 orang
yang menjadi korban serangan lawannya.
Sisanya buru-buru mundur secara teratur.
Kedua penjahat dari Lam-bong dan garuda kepala botak yang begitu turun tangan lantas minta
korban 6 jiwa dan mengusir mundur sisa yang lainnya, dengan berbareng telah melayang turun
tidak jauh dari Yo Cie Cong menggeletak.
Pada saat itu, apabila kedua penjahat dari Lam-bong itu turun tangan, sudah tentu akan
dihalangi oleh garuda kepala botak dari bukit Kow-nia. Sebaliknya apabila si garuda kepala botak
turun tangan , juga akan dirintangi oleh dua penjahat dari Lam-bong.
Dalam keadaan demikian, tiga iblis itu jadi berdiri saling memandang dan memikirkan cara
bagaiman turn tangan.
Thian-san Liong-lie yang menyaksikan keadaan demikian, diam-diam merasa gelisah, dengan
cepat ia lantas menghunus pandangnya, dengan sgerakan yang sangat hebat ia berhasil
mendesak mundur 3 orang cebol yang melakukan serangan secara kalap.
Kemudian jago betina dari Thian-san itu melesat kesampingnya Yo Cie Cong.
Dua penjahat dari Lam-bong dan si garuda kepala botak bertiga menjadi terjengang.
Iblis wajah singa yang mengawatirkan mangsanya didahului oleh orang lain,lantas timbul
pikiran buasnya. Dengan kekuatan tenaga penuh yang demikiannya ,ia lantas mengirim
serangannya yang paling ganas kepada lawannya.
Salah satu dari ‘Empat Setan’ yaitu yang paling tua adalah orang yang pertama-tama menjadi
korbannya.
Setan sial itu setelah keluarkan jeritan ngeri,badanya terpertal sejauh tiga tumbak lebih dan
tidak bisa bangun lagi.
Tiga orang kawannya yang menyaksikan keadaan demikian lantas pada berdiri terpaku dengan
kertak gigi,
Iblis wajah singa masih belum merasa puas hatinya, dengan kecepatan bagaikan kilat kembali
ia menyerang setan ketiga yang berdiri diujung kanan. Setan itu sudah kena tersambar badannya,
kedua setan yang lainnya dengan mata beringas menterang berbareng dari kanan dan kiri.
Iblis wajah singa sambil menggeram hebat dengan menggunakan tubuhnya setan ketiga yang
sudah berhasil ditangkap olehnya untuk memapaki serangan setan kedua dan kemudian memutar
balik tubuhnya menyambuti serangan setan keempat.
Sebentar lalu terdengar suara jeritan ngeri, kepalanya setan ketiga telah hancur remuk karena
digunakan untuk memakai serangan kawannya sendiri.
Berbareng pada saat itu, serangan setan keempat telah beradu dengan kekuatan dari si iblis
wajah singa yang dipakai untuk menjabuti serangan tersebut.
Kesudahnya, setan keempat itu rubuh terduduk ditanah, sedangkan si ivlis berwajah singa juga
terpental mundur lima tumbak.
Setan kedua yang tidak menduga-duga bahwa lawannya ini akan menggunakan tubuhnya setan
ketiga menjabuti serangannya tadi, maka ia sudah tidak sempat menarik serangannya kembali,
sehingga sang kawan itu harus menjadi korban dari tangannya sendiri. Dalam gusar dan sakit
hatinya, ia lantas maju menyerang lagi secara nekad……..
Maka ketika si iblis wajah singa baru saja bisa tancap kaki, serangan setan kedua sudah
sampai.

Iblis wajah singa itu pendengarkan suara ketawanya yang aneh tangan kanannya melancarkan
satu serangan yang hebat sambil menggeser maju badannya.
Sementara itu, lima jari tangan kirinya yang runcing tajam menghantam badannya setan kedua.
Setan kedua itu badannya telah terpental mundur beberapa tindak karena serangannya si iblis
wajah singa tadi, siapa punya jari tangan terus membayangi menghantam serangan total,
serangan luar biasa dasyat.
Si iblis wajah singa tidak keburu mengegos maka setelah keluarkan seruan tertahan, mulutnya
lantas menyemburkan darah, tubuhnya mundur terhujung-hujung.
Tetapi berbareng tubuhnya si setan kedua dan ditarik sehingga badannya terbelah menjadi dua
bagian dan isiu perutnya berhamburan ditanah.
Semua orang pada bergidik menyaksikan perbuatan si iblis wajah singa itu.
Sehabis membereskan setan kedua, iblis itu menghampiri si setan keempat yang masih duduk
ditanah.
Si setan keempat mendadak lompat bangun, setelah mengawasi mayat ketiga saudaranya,
lantas berseru dengan suara memilukan hati :
,, Iblis tua, kembalikan ketiga nyawa saudaraku !’’
Kegusarannya meluap dari takeran, mukanya berubah buas.’
Ia lalu mengerahkan ilmu simpanannya yang paling ampuh untuk menyerang musuh. Tangan
kanannya mendadak melebar menjadi besar, kemudian berubah menjadi hitam. Ditengah-tengah
telapakan tangannya itu ada timbul satu bundaran seperti bola sebesar mangkok.
Si iblis wajah singa adalah seorang yang sudah mempunyai banyak pengalaman. Begitu
melihat, segera juga ia mengerti bahwa setan keempat ini bermaksud hendak mengadu jiwa
dengannya dan telah mengerahkan serangan simpanannya yang dinamakan Tok tijang Kui-cian’.
Tipu ‘Tok-ciang Kui-cian’iniadalah tipu yang menggunakan seluruh kekuatan dan darah yang
dipusatkan ketelapak tangan, kemudian membikin pecah kulitnya sendiri, sehingga dari kulitnya itu
menyemburkan darah laksana anak panah yang terlepas dari busurnya. Semburan itu dapat
mencapai jarak satu tumbak lebih sekalipun badannya berbadan seperti besi juga jika terkena
serangan darah itu bisa tembus.
Tetapi bagi sipenyerang sendiri, juga akan binasa karena kehabisan tenaga dan darahnya,
maka ilmu ini merupakan ilmu serangan yang paling kejam.
Setan keempat itu karena melihat ketiga orang saudaranya sudah binasa semua ditangannya si
iblis wajah singa dan hanya ketinggalan dia seorang diri yang masih hidup, maka ia telah memilih
jalan yang terhir ini.
Si iblid wajah singa yang mengetahui maksud lawannya itu hatinya diam-diam juga terkejut,
maka telah urungkan gerakannya menyerbu lagi.
Telapakan tangan si setan keempat yang melambung seperti bola tadi, tiba-tiba telah pecah
dan menyemburkan darah menyerang kearah si iblis wajah singa.
Betapapun ganas dan buasnya si iblis wajah singa, juga tidak akan berani pertaruhkan jiwanya
sendiri untuk menjabuti serangan yang nekad itu. Dalam kagetnya ia lantas melompat nyamping
kekanan apa mau sekalipun ia sudah bergerak sangat gesit, sehingga bagian anggota badan
terpenting dapat dihindarkan dari serangan tersebut, tetapi tidak urung daun telinga kirinya sudah
terkena semburan darah itu dapat copot jatuh, sedangkan pundak kirinya juga berlubang
mengeluarkan darah segar.
Berbareng dengan itu tubuhnya si setan keempat juga lantas rubuh untuk tidak bangun
kembali.
Iblis wajah singa itu lolos dari bahaya matanya kelihatan lebih buas ia lalu menghampiri mayat
setan ke empat, dengan tangan kirinya ia merobek baju setan ke empat tangan tangannya lalu di
tancapkan kedadanya sebentar kemudian nyalinya si setan ke empat sudah berada di
tangannya.Nyali yang masih bertetesan darah itu lantas di masukan kemulutnya.
Perbuatan iblis wajah singa talah mengejutkan semua orang yang memyaksikan dan berdiri
bulu roma.
Si iblis wajah singa telah menghilangkan nyali setan ke empat lantas melompat kearah Tian-san
Liong-lie.
Hampir bersamaan pada saat itu tiga orang pendekar dari Kiong-lay juga menyusul.

Pada saat itu keadaan kembali meneggang.
Tian-san Liong-lie tampaknya sedang berpikir keras.Karna pada saat itu Yo Cie Cong masih
dalam keadaan pingsan,jika ia tidak berhasil melindungi tentu saja sangat berbahaya.
Dengan kekuatanya sendiri untuk menghadapi kawanan iblis mungkin tidak menjadi soal tetapi
hendak menolong dirinya Yo Cie Cong yang sudah hampir mati itu keluar dari tempat yang
berbahaya itu benar-banar merupakan satu persoalan yang sangat sulit
Si iblis wajah singa yang saat itu mulut dan badannya penuh dengan darah manusia dengan
suara bengis lantas membentak :
,,siapa yang tahu gelagat,lekas mundur !”
Dua penjahat dari Lam-bong,tiga pendekar dari Kiong-lay dan si garuda keapala botak dari
bukit Kow-nia,meskipun mreka merasa jeri terhasap keganasan iblis tua itu,tetapi tidak ada
seorangpun yang mau mundur.
Sedangkan Thian-san Liong-lie sambil memegang erat-erat pedang.Mengawasi kawanan iblis itu
tanpa berkedip.
Disamping itu di luar sejarak kira-kira lima tombak jauhnya orang-orang dari pek-leng,Cie-inpang
dan Ban-siu-pang dengan sikap yang tenang menyaksikan semua kejadian yang terjadi di
tempat itu seolah-olah kejadian itu tidak ada hubungannya dengan mereka sendiri.
Selain daripada itu, ditempat sejauh kira-kira sepuluh tumbak masih ada banyak orang-orang
kuat dari golongan hitam dan putih yang hendak menghentikan berahirnya peristiwa yang
mengenaskan demikian.
Diantaraanya, adajuga yang bermaksud hendak mencari untung dalam kekeruhan itu.
Yo Cie Cong yang lama pingsan perlahan-lahan telah terlihat membuka matanya, ketika kedua
matanya berbentrokan dengan berapa pasang mata kawanan iblis yang buas-buas itu, diam-diam
merasa bergidik sendirinya, ia insyaf dirinya ada dalam bahaya.
Ketika melihat Thian-san Liong-lie ada disitu, siapa pernah memberikan obat padanya waktu ia
terkena serangan orang-orang ganas, sedang berdiri disampingnya dengan pedang terhunus,
dalam hatinya diam-diam merasa bersyukur. Ia berpikir, siapakah wanita pertengahan umur itu ?
mengapa ters-terusan memperhatikan diriku yang sangat asing dan sebagai anak piatu yang tidak
mempunyai sanak keluarga ? apakah ia mampu menghadapi kawana iblis itu semua ? jika aku Yo
Cie Cong tidak binasa, aku nanti akan membalas budinya yang besar ini.
Karena kesannya yang sangat baik itu, maka ia lantas mengawasi Thian-san Liong-lie sambil
tersenyum.
Justru senyuman itu telah membikin goncang hatinya thian-san Liong-lie. Tekadnya bertambah
bulat untuk menolong dirinya anak muda itu. Ia merasa bahwa dari dirinya anak muda ini ia akan
mendapat sedikit hiburan untuk hatinya yang terluka.
Si iblis wajah singa ketika melihat gertakannya tidak ada seorangpun yang menggubrisnya,
timbul pula hati ganasnya. Setelah berpikir sejenak, tiba-tiba ia memutar kedua tangannya dan
menyerang kearah dua orang penjahat dari lam-bong.
Iblis tua wajah singa ini meskipun adatnya kejam dan buas, tetapi ia bisa bertindak sangat hatihati.
Ia telah memperhitungkan masa-masa dari kekuatan lawan-lawannya, maka lantas
mengambil keputusan hendak merubuhkan satu demi satu.
Dengan adanya Thian-san Liong- lie disitu,beberapa orang itu tentunya tidak
berdayamendapatkan dirinya Yo Tie Cong.
Maka ia mau membereskan lawannya yang kuat satu-persatu dulu, setelah itu baru
menghadapi Thian-san Liong-lie.
Tetapi dua penjahat dari Lam-bong itu juga bukannya orang-orang sembarangan, bahkan
kekuatan mereka berdua masih berada diatasnya kekuatan ‘ Empat Setan dari Pak-bin’. Ketika
mereka dijadikan sasaran pertama oleh siiblis wajah singa, sambil keluarkan ketawa dingin, keduaduanya
lantas mengeluarkan tangan mereka untuk menjabuti serangan si iblis tua wajah singa itu.
Karena masing-masing pada mendendam maksud untuk mrmbinasakan lawannya. Maka setiap
serangan telah dilancarkan dengan sepenuh tenaga dan ganas.
Sementara itu, dipihaknya tiga orang pendek dari Kiong-lay, ketika menyaksikan kejadianitu
mereka bertiga lantas menganggap bahwa itu merupakan suatu kesempatan baik yang harus
digunakan. Maka setelah satu sama lain memberikan isyarat. Wang Hong-hong tiba-tiba melesat

tinggi, dengan gerakan burung elang menerkam tajam, lantas menyerbu dirinya garuda kepala
botak.
Bersamaan saat itu juga, Wie Bu Liang dengan sepenuh tenaga menerjang Thian-san Liong-lie,
sedangkan Ciong-Liat juga secepat kilat menyambar dirinya Yo Cie Cong dan melompat keliar
kalangan.
Gerakan mereka itu sebenarnya diluar dugaan semua orang. Thian-san Liong-lie wajahnya
berubah seketika, rupanya ia sudah gusar benar-benar. Sambil keluarkan bentakan hebat pedang
di tangannya bergerak seperti bianglala, dengan kecepatan luar biasa sebentar saja sudah
mengeluarkan serangannya secara bertubi-tubi dengan demikian. Maka serangannya Wie Bu Liang
lantas kandas ditengah jalan.
Thian-san Liong-lie merangsek, sehingga Wie Bu Liang seluruh badannya lantas terkurung oleh
sinar pedangnya.
Mendadak terdengar suaranya Thian-san Liong-lie yang berseri kena !’ yang selanjutnya
terdengar suara dijeritnya Wie Bu Liang, ternyata kanan orang she Wie itu sudah terpapas kutung
darah tampak berhamburan ditanah, dan orangnya bergulingan.
Dengan tidak mendongak lagi Thian-san liong-lie lantas mengejar si cebol kedua, Ciong-liat.
Sementara itu, si garuda kepala botak yang diserbu oleh Wan Hong-hong secara
mendadak,ternyata tidak berkelit atau tidak menyingkirkan diri dari serangan lawannya, bahkan
dengan kedua tangannya ia memapaki serbuannya lawannya itu.
Sementara itu, si garuda kepala botak yang diserbu oleh Wan Hong-hong lantas terpental, dan
setelah jumpalitan ditengah udara baru jatuh ketanah, sedangkan sigarusa kepala botak sendiri
badannya juga terhujung-hujung.
Si garuda kepala botak yang dalam golongan hitam paling terkenal dengan kepandaian
mengentengi tubuhnya, setelah kakinya berdiri lagi, lalu meledat tinggi keatas mengejar Wan
Hong-hong.
Si iblis wajah singa dan kedua orang penjahat dari dari Lam-bong, ternyata merupakan lawan
yang berimbang. Meskipun kedua pihak sudah berdaya sedapat-dapatnya untuk menjatuhkan
lawannya, tetapi untuk sementara tidak ada yang berhasil melepaskan diri dari lawannya,
keadaannya ternyata sudah berubah.
Cing-liat, si pendek yang kedua, ternyata sudah binasa dalam keadaan terkutung kepalanya,
sedangkan pemuda baju kuning, Yo Cie Cong, sudah dikuasai oleh orang-orangnya Pek-lenghwee,
dan Ban-siu-pang.
Thian-san liong-lie dan lain-lainnya pada berdiri sejarak dua tumbak lebih.
Si iblis wajah singa dengan mata beringas lantas hendak menerjang maju…..
Tetapi sesaat itu mendadak terlihat berkelebatnya satu bayangan putih, Cien Bie Nio dengan
sepasang pedang dikedua tangannya menghadang didepannya Yo Cie Cong, ia masih tetap
dengan gusar lantas ia berkata kepada Cien Bie Nio :
,, Cien Bie Nio, perkataanmua tadi masih berlaku atau tidak ?’’
,, Perkataan apa ?’’
,, Setan cilik ini sksn kubelek perutnya.’’
Meskipun dirinya Yo Cie Cong sudah dikuasai orang, tetapi pikirannya masih terang. Ketika
mendengar perkataan si iblis wajah singa itu, bukan kepalang rasa gusarnya, ia segera mengerti
bahwa maksudnya kawanan iblis itu ialah hendak mengambil mustika dari dalam perutnya.
Atas ucapan si iblis wajah singa tadi, Cien Bie Nio lalu menyahut sambil ketawa :
,, Setiap perkataan yang keluar dari mulut kami selalu berharga.’’
Si iblis tampaknya kegirangan, ia berkata pula dengan suara cemas :
,, Apa sekarang juga kau hendak memberikan setan cilik itu kepadaku,’’
,, Ini sangat mudah sekali, Cuma sahabat-sahabat dunia Kang-ouw yang berada disekitar
tempat ini apakah……..’’ jawab Cien Bie Nio mengerling kearah dua penjahat dari Lam-bong,
garuda kepala botak dan lain-lainnya.
Belum sampai si iblis wajah singa menjawab mendadak Wie Bu Liang si pendek yang tertua
menjelak dengan suara gusar.
,, Kembalikan jiwa saudaraku !’’ lalu ia bersama saudaranya yang ketiga lantas menyerang
berbareng pada Cien Bie Nio.

Ternyata si pendek yang kedua Cing-liat, tadi ketika berhasil merebut dirinya Yo Cie Cong dan
hendak dibawa kabur telah binasa ditangannya Cien Bie Nio, dengan demikian Yo Cie Cong juga
telah direbut oleh Cien Bie Nio.
Ketika melihat kedua orang cebol itu menerjang, Cien Bie Nio tertawa terpingkal-pingkal, lantas
memutar kedua pedangnya, sehingga pedang itu merupakan tembok yang melindungi dirinya.
Kedua orang pendek tadi terpaksa harus melancarkan serangan menggunakan tenaganya
dengan sepenuh tenaga.
Serangan dari kedua orang pendek itu ternyata sangat hebat sebab mereka sudah berhasil
membuyarkan tembok pedangnya Cie Cong juga direbut oleh Cien Bie Nio, tetapi keduanya juga
terpental jauh.
Dipihak si iblis wajah singa, setelah permintaannya diterima baik oleh Cien Bie Nio, pikirnya asal
tidak ada orang ketiga yang turut campur tangan, dirinya Yo Cie Cong segera akan terjatuh dalam
tangannya, maka seketika itu ia lantas turun tangan membantu Cien Bie Nio.
Tiga orang pendek dari Kiong-lay yang sekarang Cuma tinggal dua orang lagi, rupa-rupanya
mengerti bahwa jika pertempuran dilakukan terus, tidak akan menguntungkan fihaknya sendiri,
ketambahan lagi si pendek yang tertua saat itu tangannya Cuma tinggal sebelah, maka
pengharapan mereka jadi semakin tipis untuk merebut kemenangan.
Setelah menyaksikan si iblis wajah singa membantu Cin Bie Nio, kedua-duanya lalu lompat
melesat sejauh setumbak lebih menghindari serangan si iblis wajah singa itu dan lantas hilang
kedalam rimba.
Si iblis wajah singa tertawa bergelak-gelak, lalu berpaling dan berkata kepada dua penjahat dari
Lam-bong.
,, Apakah kalian masih belum mau lepas tangan ?’’
Dua penjahat dari Lam-bong itu mengawasi Cin Bie Nio dan Thian-san liong-lie sejenak, keduaduanya
lantas mundur sejauh sepuluh tumbah.
Sementara itu, si garuda kepala botak juga meninggalkan tempat tersebut.
Disitu hanya tertinggal Cin Bie Nio, kedua pangcu, si iblis wajah singa dan Thian-san liong-lie.
Yo Cie Cong dengan wajah pucat pasi, kedua tangannya dipegangi oleh orang-orangnya Pekleng-
hwee, saat itu berdiri ditempat sejauh lima tumbak, dengan matanya juga beringas ia
mengawasi kawanan iblis itu.
Si gadis baju merah yang dipanggil ‘Kiauw Jie’ terus menggerak-gerakan pecut lemas
ditangannya, sebentar mengawasi Yo Cie Cong yang berada disampingnya, sebentar lagi
mengawasi kedalam kalangan. Tampak tegas sekali betapa tegang perasaan hatinya, sedangkan
pemuda baju ungu itu kelihayan berdiri sebagai penonton dengan perasaan puas.
Thian-san liong-lie dengan sangat memperhatikan mengawasi Yo Cie Cong sejenak, kemudian
telah mengambil suatu keputusan tetap. Dengan keadaan tidak bersuara ia lantas melajang kea
rah Yo Cie Cong.
Orang-orangnya Pek-leng-hwee yang saat itu menguasai dirinya Yo Cie Cong, kecuali dua orang
kuat yang memegang tangannya Yo Cie Cong, masih ada lagi lima orang tua.
Kala itu, ketika melihat melesatnya bayangan manusia, lima orang tua itu lantas maju
berbareng, masing-masing mengeluarkan serangan tangannya.
Thian-san liong-lie, sebelum lawan sampai sudah melanjutkan serangan tangannya, maka
serangan kelima orang tadi lantas berbentrokan dengan serangan tangannya Thian-san liong-lie,
dan kelima orang tua itu lantas terpental mundur semuanya.
Sebentar kemudian, pedangnya Thian-san liong-lie dengan kecepatan kilat sudah menikam
kearah laki-laki yang sedang memegang dirinya Yo Cie Cong.
Mendadak suara ‘ terang terdengar nyaring, pedang Thian-san liong-lie telah terpental miring.
Ketika ia melihat siapa orangnya yang mengkis serangannya tadi, ternyata orang itu adalah Cin
Bie Nio yang dengan sepasang pedangnnya sudah berdiri didepannya kedua laki-laki tua tadi
denga wajah merah padam.
Terang bahwa ia tadi sudah menggunakan tenaga sepenuhnya untuk mengkis serangan Thiansan
liong-lie.

Yo Cie Cong yang masih terluka parah, saat itu dirinya dipegangi oleh dua orang laki-laki kuat,
tampaknya terus menggigil, sedangkan jidatnya sudah penuh keringat dingin. Ia hanya kuatkan
hatinya saja sehingga tidak merintih.
Saat itu, ketika menyaksikan Thian-san liong-lie telah menolong dirinya lagi, bahkan dengan
tidak menghiraukan jiwanya sendiri, hatinya merasa tergerak.
Kedua matanya yang sayu telah memancarkan sinar berterima kasih mengawasi Thian-san
liong-lie, sedangkan dalam hatinya berpikir : Wanita pertengahan umur ini kalau dilihat dari
wajahnya, seharusnya aku panggil kwok-kwok ( bibi ) padanya. Jika hari ini aku akan binasa
ditangannya kawanan iblis, busi ini rasanya hanya dapat kubahas dilain penitisan.
Cin Bie Nio kecuali cabul dan centilnya yang sudah sangat terkenal, juga merupakan seorang
cerdik juga banyak akalnya. Ketika melihat Thian-san liong-lie berkali-kali turun tangan melindungi
dirinya Yo Cie Cong, dengan tidak menghiraukan segala bahaya, ia sudah mengetahui bahwa
disitu pasti ada sebab-sebabnya maka ia lantas berkata sambil ketawa :
,, Tho Lihiap perlu apa campur tangan dalam urusan ini ?’’
,, Campur tangan ? apa dosanya anak ini ? mengapa kalian akan membelek perutnya dan
mengambil mustikanya ? perbuatan jahat yang melanggar hukum dan perikemanusiaan ini, aku
Tho Hui Hong tidak boleh tidak harus turut campur tangan’ jawab Thian-san liong-lie tegas.
Jawabnya itu telah membuat Cin Bie Nio wajahnya berubah seketika.
Pangcu dari Cie-in-pang, Lie Bun Hao, tiba celetuk :
,, Tho Lihiap, barangkali tidak bermaksud dengan kami berdua pang dan Pek-leng-hwee.’’
,, Dua pang Pek-leng-hwee tidak dapat menggertak orang.’’jawab Thian-san liong-lie sambil
ketawa dingin.
Pangcu dari Ban-siu-pang. Tio Phan, lantas berkata sambil ketawa bergelak-gelak :
,, Sombongnya perkataan Tho Lihiap.’’
,, Kalau benar, kau mau apa ?’’ jawab Thian-san liong-lie ketus.
Tiba-tiba Cin Bie Nio mengeser kakinya tiga tindak, tangannya menekan jalan darah Beng-hunhiat
dibelakang gegernya Yo Cie Cong. Dengan wajah masih ramai dengan senyuman ia berkata
kepada Thian-san liong-lie :
,, Tho Lihiap barangkali tidak suka melihat bocah cakap ini melayang jiwanya disini ?’’
Thian-san liong-lie melongo.
Yo Cie Cong lantas membentak dengan suara yang serak :
,, Iblis perempuan, aku Yo Cie Cong menyesal sekali tidak bisa membeset kulitmu dan makan
dagingmu !’’
Thian-san liong-lie hampir saja meledak dadanya, wajahnya nampak merah padam, dengan
suara gusar ia berkata :
,, Pek-leng-hwee dan Cie-in-pang serta Ban-siu-pang ternyata Cuma bisa mengeluarkan
perbuatan yang begitu rendah, turun tangan selagi orang tidak berdaya. Apa masih ada muka
untuk mengaku sebagai ketua dari partai-partai terbesab dalam dunia Kang-ouw ?’’
Cin Bie Nio lepaskan tangannya, ia maju 3 tindak dan kata dengan tenang :
,, Menurut pikiran Tho Lihiap, urusan ini bagaimana harus kita bereskan ?’’
,, Anak ini dengan perkumpulan kalian sebetulnya ada masalah apa ? mengapa kalian harus
membinasakan jiwanya ? jika memang benar anak ini memang cukup alasannya patut
dibinasakan, maka aku Tho Hui Hong akan terlalu tanpa ambil perduli lagi !’’ jawab Thian-san
liong-lie, mendengar perkataan itu, merah mukanya Cin Bie Nio.
Memang sebetulnya mereka tidak punya alasan untuk mengambil jiwa Yo Cie Cong, mereka
hanya mencurigakan dirinya pemuda itu ada hubungan dengan golok maut.
Tapi karena hal itu ada menyangkut urusan atau peristiwa yang terjadi pada 20 tahun
berselang, biar bagaiman tentu mereka tidak dapat menjelaskan.
Cin Bie Nio dengan kecantikannya, kegenitan dan akal muslihatnya yang banyak, telah
merupakan kepala dalam rombongan dari orang-orang Pek-leng-hwee, Cie-in-pang dan Ban-siupang-
siu-pang. Saat itu setelah berdiam sejenak, lalu menjawab dengan sangat misterius :
,, Urusan ini ada menyangkut urusan pribadi dalam perkumpulan kami, maaf tidak dapat kami
beritahukan kepadamu !’’

,, Segala permusuhan dan dendaman dalam dunia Kang-ouw, boleh saja diumumkan secara
terus terang, dalam urusanmu ini mungkin ada urusan yang tidak patut diketahui oleh orang lain
?’’ Tanya Thian-san liong-lie.
Sebetulnya Yo Cie Cong sendiri juga mengerti, tapi ia tidak mau buka mulut, karena jika ia
menerangkan dirinya bukan Cuma Pek-leng-hwee, Cie-in-pang dan Ban-siu-pang saja akan
membinasakan dirinya, tapi masih ada banyak lagi manusia iblis yang menakutkan tentunya juga
tidak akan melepaskan dirinya.
Cin Bie Nio rupanya merasa jengah, sikapnya yang genit lantas musnah seketika. ,, Tho Hui
Hong, kami ketua dari Pek-leng-hwee ada menjungjung tinggi kau seorang pendekar wanita
kenamaan, maka selalu bersikap mengalah. Jangan ka uterus mendesak demikian rupa. Aku
sekarang Tanya hendak kau, hari ini kau hendak berbuat apa ?’’ demikian Tanya gusar.
,, Harap kau suka lepaskan anak yang tidak berdosa ini dengan sekuat tenaga yang ada padaku
!’’
Suasana kembali menjadi tegang.
,, Dengan memandang mukamu Thian-san liong-lie, bukan tidak bisa kita lepaskan anak ini,
tapi……’’ jawabnya Cin Bie Nio dingin.
,, Tapi bagaimana ?’’
,, Orang lain mau mengerti atau tidak ? kami tidak tahu !’’ sahutnya Cin Bie Nio sambil melirik
pada si iblis wajah singa.
,, Kalau begitu kau lepaskan dulu orangnya, tentang orang lain mau mengerti atau tidak, ada
urusanku Tho Hui Hong !’’ Thian-san liong-lie mendesak.
Dengan tanpa ragu-ragu Cin Bie Nio lantas memberi tanda kepada kedua laki-laki yang
memegangi tangan Yo Cie Cong, kedua laki-laki itu lantas lepaskan cekalannya. Dan selagi kedua
pangcu itu hendak membuka mulut, tapi sudah dicegah oleh Cin Bie Nio dengan lirikan matanya
yang tajam.
Sepasang alisnya Kiauw-jie yang dikerutkan sejak tadi, kini baru kelihatan terang.
Yo Cie Cong dengan badan sepoyongan menghampiri Thian-san liong-lie, kemudian berkata
padanya dengan suara sangat terharu :
,, Bibi Tho, izinkan aku demikian memanggil dirimu. Terhadap budimu yang begitu besar yang
kau lepaskan kepada diriku, aku tidak berani mengucapkan bisa membalas. Tapi aku Yo Cie Cong
selama masih hidup, pasti akan ingat terus budimu ini dalam hatiku.
Sehabis mengucapkan perkataannya itu, sikap dan wajahnya kembali nampak sangat dingin
dan kecut, sedang matanya memancarkan sinar kebencian.
Sebutan Bibi Tho itu ternyata sangat menggirangkan hati Thian-san liong-lie, sehingga
sepasang matanya yang agak layu memancarkan sinar yang menandakan tergoncangnya sang
hati. Ia terus mengawasi wajahnya Yo Cie Cong, agaknya sedang mencari-cari barangnya prang
yang sudah menghilang dari depan matanya, tapi agaknya juga seperti mengenangkan kepada
masa yang sudah lampau. Akhirnya ia berkata sendiri dengan suara perlahan : “…Betapa miripnya
anak ini dengan dia..”
Wajahnya mendadak berubah sedih, air mata tampak mengembang ditelakupan matanya.
Kemudian mengetes turun kedadanya.
Yo Cie Cong memandang dengan perasaan heran, entah siapa yang dimaksudkan denga si
`Dia` ?
Saat itu mandadak terdengar suara ketawa aneh, si iblis wajah singa sudah lompat maju ke
depan Thian-san liong-lie, dengan matanya yang beringas ia berkata dengan sengit :
…Thian-san liong-lie, kau berani bermusuhan dengan aku si orang tua ?”
Thian-san liong-lie angkat perlahan-lahan mukanya, baru menjawab dengan suara dingin :
…Kau hendak berbuat apa ?”
…Kalau kau kenal gelagat, lekas serahkan dirinya bocah ini !”
Yo Cie Cong lekas nyeletuk dengan mata beringas :
…iblis tua, aku Yo Cie Cong kalau tidak mati, pasti akan bikin remuk tulang-tulangmu !”
….setan cilik, kau pasti tidak bisa hidup lagi, tunggu sampai lain penitisan kau baru bisa
membuat perhitungan hutang ini !” kata si iblis wajah singa.
Thian-san liong-lie nampaknya sudah gusar benar-benar ia bertanya dengan suara bengis :

…iblis tua, kau benar-benar hendak melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan
prikemanusiaan !”
…Kau berani ganggu selembar rambut saja anak ini, pembalasan segera berada didepan mata
!”
…He…he…he! Orang semacam kau masih belum pantas untuk mengucapkan demikian “
…Kalau begitu kau boleh coba saja !”
Rambut dan jenggot si iblis wajah singa nampak pada berdiri mulutnya mengangah hingga
kelihatan calingnya yang tajam. Sikapnya itu sungguh menakutkan, seolah-olah siluman wajah
singa berbadan manusia.
Setelah pendengaran geramnya yang seram, ia lantas menyerang dengan beruntun sampai 8
kali kepada Thian-san liong-lie.
Iblis ini sudah napsu benar-benar hendak mendapatkan mustika dari dalam perutnya Yo Cie
Cong. Dan Thian-san liong-lie, wanita setengah umur yang sangat cantik ini, merupakan musuh
kuatnya yang terakhir. Maka ia harus menghadapi dengan dengan sepenuh tenaganya.
Serangan 8 kali itu dilanjutkan sekaligus, setiap gerakan mengandung kekuatan tenaga dalam
yang hebat.
Thian-san liong-lie mundur 3 tindak, baru berhasil menghindarkan serangan yang sangat hebat
itu.
Ketika serangan lawanya agak kendor, ia lantas balas menyerang dengan pedang panjangnya.
Ia melanjutkan serangan berantai sampai 9 kali.
Iblis wajah singa itu nampak sangat ripuh. Setelah berkelit kesana-kemari, baru berhasil
meloloskan diri dari ancaman ujung pedangnya Thian-san liong-lie. Tapi dengan demikian justru
telah membangkitkan kebuasannya.
Dengan mendadak ia tarik mundur dirinya sampai 5 kali. Lalu mendorong kedua tangannya
dengan kekuatan tenaga sepenuhnya. Seketika itu lantas terbit angin hebat yang ditimbulkan oleh
serangan si iblis wajah singa tua itu. Serangan itu benar-benar sangat dahsyat. Thian-san liong-lie
meski ada satu ahli pedang kenamaan tetapi kekuatan tenaga dalamnya masih kalah setengah
tingkat dari pada si iblis wajah singa, maka pedangnya lantas tidak dapat digunakan.
Ketika menapak serangan lawannya ada begitu hebat, ia tidak berani menyambuti dengan
kekuatan tangan kanannya dan terpaksa berkelit kesamping sampai 8 kali jauhnya.
Si iblis wajah singa tidak mau memberi hati, dengan cepat susulkan serangan berikutnya.
Karena dirinya sedang terluka parah, bergerak saja masih menjadi pertanyaan, mana ada
kemampuan untuk melawan para iblis tua ?
Thian-san Liong Lie meski membela dirinya secara mati-matian meski untuk menghadapi si Iblis
Wajah singa rasanya masih tidak menjadi soal, tapi jika Tin Bie Nio Dn kedua pancu itu turut turun
tangan, sudah tentu ia tidak dapat melawan. Disamping itu masih banyak lagi kawanan iblis yang
mengincar diam-diam ? Masih belum diketahui.
Pikir bolak-balik, semuanya merupakan jalan buntu, satu-satunya jalan ialah kematian.
Dalam keadaan demikian, ia telah inggat dirinya yang tidak ketahuan asal-usulnya. Ia ingat
dendam sakit hati gurunya.
Denangan tidak terasa, air matanya lantas mengalir turun.
Ia tidak takut mati, tapi ia merasa bahwa pada saat itu ia tidak boleh mati.
Banyak urusan masih masih menantikan padanya, yang ia harus dapat melaksanakan sebaikbaiknya.
Namun dalam keadaan demikian, pengharapannya hidup rasanya sedikit sekali !
Dengan tanpa terasa ia lantas berpaling dan berkata kepada Thian-san Liong-Lie.
..Bibi Tho, pergilah ! Budi kebaikanmu, sampai matipun aku tidak bisa melupakan. Buat
sekarang ini aku susah menandingi mereka, jikalau aku terjadi apa-apa atas dirimu karena hendak
menolong diriku …….” Perkataannya kandas sampai disini. Thian-san Liong-Lie dengan sorot
matanya yang penuh welas asih, yagn memandang wajah Yo Cie Cong, kemudian menjawab
dengan suaranya yang lemah lembut :
….Anak, bibi Tho sejak berkelana di dunia Kang-ouw, belum pernah tunduk kepada pengaruh
kejahatan !”

Jawaban itu telah menggerakan hatinya Yo Cie Cong, wajahnya yang putih lantas berubah
merah.
Dari mulutnya seorang wanita, telah keluar perkataan yang demikian gagah. Benar-benar
sangat menggerakan hati Yo Cie Cong dan sesungguhnya juga memalukan kaum laki-laki yang
menganggap diri ada seorang gagah.
Si Iblis wajah singa karena daging gemuk yang sudah berada dalam mulutnya telah hilang lagi,
lantas menjadi kalap, dengan mata mendelik dan mulut berkaok-kaok ia berkata kepada Thian-san
Liong-Lie :
…Thian-san Liong-Lie, apa kau benar-benar tidak kenal dengan gelagat ? . Tidak peduli kau ada
mengandalkan dirinya siapa yang bagaimana lihainya, aku si Orang Tua akan turun tangan
terhadap dirimu juga !”
Oleh karena itu Iblis Tua menyebut orang yang diandalkan oleh Thian-san Liong-Lie, membuat
Cin Bie Nio dan kedua pancu saat itu pada terkejut. Kalau sejak tadi mereka mereka masih berlaku
hormat kepada Thian-san Liong-Lie, membuat Cin Bie Nio dan kedua pancu saat itu pada terkejut.
Kalau sejak tadi mereka masih berlaku horamt kepada Thian-san Liong-Lie sebabnya ialah
dibelakangnya Thian-san Liong-Lie masih ada seorang yang kepandaiannya luar biasa tingginya.
Suhunya Thian-san Liong-Lie “ To-thian Le-siu usianya sudah lebih seratus tahun, tinggi
kepandaiannya tidak bisa di jajaki, tabeatnya juga luar biasa. Di dalam rimba persilatan tidak ada
yang berani main-main padanya.
Di mulutnya si Iblis wajah Singa itu meski mengatakan demikian , tapi dalam hatinya
sebetulnya merasa kebat-kebit, biar bagaimana ia tidak berani turun tangan jahat terhadap
muridnya orang gagah itu.
Apa lagi kekuatanya sendiri ada seimbang dengan kekuatannya Thian-san Liong-Lie kalau
bertempur benar-benar. Belum tau siapa yang akan menang dan siapa yang kalah.
Thian-san Liong-Lie ketika mendengar si Iblis wajah siapa nyebut-nyebut orang yang
diandalkan. Sudah tentu yang dimaksudkan adalah suhunya, maka lantas berkata sambil ketawa
dingin :
…Aku Tho Hui Hong sejak berkelana didunia Kang-ouw belum pernah membawa-bawa
namanya suhu !”
Si Iblis wajah Singa itu sedang mengimpikan cita-citanya menjadi orang kuat nomor satu di
dunia , sudah tentu menjadi gelap pikirannya.
Dengan sorot mata buas, ia memandang dirinya. Yo Cie Cong.
Tapi satu-satunya rintangan terberat adalah Thian-san Liong-Lie maka ia harus merubuhkan
dirinya wanita itu, maka seketika ia lantas berkata :
…Bagus sekali !Biarlah aku yang menyingkirkan kau !”
Baru saja menutup mulutnya tangannya, tangannya melancarkan 5 serangan dengan beruntun.
Thian-san Liong-Lie pada saat itu masih berdiri dihadapan Yo Cie Cong kira-kira 5 kaki jauhnya,
kalau ia berkelit, pasti dirinya Yo Cie Cong yang menjadi sasaran serangannya Iblis tua itu.
Sang waktu tidak memberikan kesempatan untuk ia banyak berfikir, terpaksa sambil gertak gigi
ia menymbuti serangannya si Iblis wajah singa itu. Setelah kedua kekuatan beradu, Thian-san
Liong-Lie terpental mundur beberapa tindak, dadanya dirasakan sesak.
Sejenak ia memulihkan jalan pernapasannya. Kemudian ia putar pedangnya melanjutkan
serangan membalas dengan hebatnya.
Tipu-tipu serangan pedang yang membingungkan musuh yang diperlihatkan secara indah dan
bersahaja. Sehingga membuat kelabakan si Iblis. Ia terpaksa mundur sampai satu tombak
jauhnya, mulutnya berkaok-kaok tidak berhentinya.
Ia menantikan sampai serangan Thian-san Liong-Lie agak kendor, lalu buka serangannya pula.
Kedua pihak nampaknya tidak ada yang mau mengalah.
Setelah pertempuran berjalan seratus jurus lebih, kedua pihak sudah kelihatan lelah, gerak
serangannya mulai kendor, meski demikian, tapi setiap serangan cukup untuk mengambil jiwa
lawannya.
Mendadak Thian-san Liong-Lie melanjutkan tipu serangan simpanan yang paling lihay yang
dinamakan `Seng-Lo-kie-po`. Tipu serangn ini setiap dikeluarkan, pasti meminta korban. Selama
hidupnya Thian-san Liong-Lie baru menggunakan dua kali saja tipu serangan demikian.

Si Iblis Wajah Singa ketika nampak Thian-san Liong-Lie mengeluarkan tipu serangannya yang
aneh itu. Ia jadi kebingungan untuk menjaga dirinya, maka seketika itu timbul pikiranya untuk
mengadu jiwa.
Ia tidak mundur, sebaliknya merangsak maju. Ia putar kedua tangannya dengan cepat ia
hendak menggunakan kekuatan tenaga dalamnya untuk merintangi serangannya pedang.
Disamping itu ia lantas gigit lidahnya sendiri sehingga dalam mulutnya penuh darah. Dibarengi
dengan tenaga dalamnya, darah dari dalam mulutnya disemburkan kewajahnya Thian-san Liong-
Lie.
Perbuatan itu juga merupakan tindakan terakhir bagi si iblis tua itu.
Ia mengunakan tipu serangan itu harus menghamburkan kekuatan tenaga dalam yang tidak
sedikit, tapi si iblis wajah singa yang berada dalam keadaan kepepet, ia sudah tidak pikirkan lagi
bahwa tindakannya itu akan membuat hilang kekuatannya yang ia latih beberapa puluh tahun
lamanya.
Sebentar kemudian, kelihatan kedua-duanya pada mundur.
Si Iblis wajah singa tangannya terpapang kutung, darah darah menyembur keluar seperti air
mancur.
Thian-san Liong-Lie pipi kanannya terkena semburan darahnya si iblis, sehingga terdpat tiga
lubang sebesar kacang kedele, wajahnya yang cantik manis, kini telah menjadi cacat.
Selain dari pada itu, sebutir darah lagi mengenakan dengan tepat pada jalan darah `Sim-hionghiat`
sehingga ia lantas jatuh duduk ditanah.
Si Iblis wajah singa menggunakan jarinya menotok jalan darah lengan kanannya untuk
mencegah mengalirnya darah lebih banyak kemudian badannya bergerak menubruk dirinya Yo Cie
Cong yang masihj berdiri kesima.
…tunggu dulu !” demikian mendengar suara bentakan nyaring.
Badannya si iblis tiba-tiba terpental mundur oleh kekuatan angin yang menyerang padanya, ia
ketika pentang matanya. Ternyata adalah Cin Bie Nio yang berdiri dihadapannya.
Sebentar saja, pasir dan batu berhamburan. Suatu gemuruh terdengar saling menyusul.
Thian-san liong-lie dengan mengandal gerak badannya yang lincah dan gesit. Berhasil
menghindarkan dari serangannya si iblis wajah tua itu.
Tapi Yo Cie Cong masih terluka parah, lantas kehilangan pelindungnya.
Si iblis wajah tidak mau sia-siakan kesempatan yang baik itu selagi Thian-san liong-lie ripuh
menghindarkan diri serangannya. Dengan kecepatan bagikan kilat ia menyambar dirinya Yo Cie
Cong.
Thian-san liong-lie yang sudah tidak keburu menolong dirinya Yo Cie Cong dalam keadaan
kepepet tiba-tiba telah melontarkan pedangnya ke arah iblis.
Lontaran itu dilakukan dengan separuh tenaga, apalagi jarak antara ia dengan si iblis Cuma 2
tumbak saja jauhnya, dapat dibayangkan betapa hebatnya serangan tersebut.
Si iblis wajah singa yang baru saja merasa girang karena usahanya sudah berhasil tidak
menduga kalau Thian-san liong-lie melontarkan pedangnya.
Kalau ia teruskan tindakannya, meski dirinya Yo Cie Cong bisa didapatkan, tapi tapi pedangnya
Thian-san liong-lie pasti akan menembus badannya.
Dalam keadaan demikian sudah tentu melindungi jiwanya dulu yang paling penting.
Ia lalu ayun tangan kanannya untuk menyampok badan pedang. Sedang badannya sediri lantas
melesat mundur 5 kaki.
Sedang Thian-san liong-lie berbaring pada saat melontarkan pedangnya, dirinya sudah
melompat melesat kedepannta Yo Cie Cong. Maka ketika pedangnya kesampok oleh tangannya si
iblis wajah singa ia lantas sambar kembali dengan tangannya.
Tindakan yang sangat berani dan bagus sekali itu membuat kesima semua orang yang
menyaksikannya.
Hanya Thian-san liong-lie yang sikapnya nampak berlainan dengan orang banyak.
Semula ia nampak girang melihat tindakannya si iblis wajah singa akan berhasil tetapi ketika
melihat Thian-san liong-lie dapat mencegah maksud musuhnya dengan caranya yang sangat hebat
itu alisnya lantas dikerutkan.

Iblis wanita yang ganas dan genit itu apa yang sebetulnya yang di pikir dalam hatinya ?
siapapun tidak ada yang tahu ! benarkah ia dapat membiarkan si iblis wajah singa berhasil
mendapatkan dirinya Yo Cie Cong ?Rasanya masih belum tentu!
Sekalipun pancu dari Cie Cong-in-pang dan Ban-siu-pang yang merupakan `orang dekat` juga
masih tidak bisa menebak maksud maksudnya si wanita genit itu.
Keadaanya Yo Cie Cong itu waktu sesungguhnya sukar di lukiskan dengan pena. Dengan secara
kebetulan ia telah menelan mustika yang sangat mukjijat bagi orang rimba persilatan tapi kini
dirinya mendadak menjadi rebutan kawanan iblis. Dan semua iblis itu tujuannya ialah serupa :
hendak membelek perutnya !
Bab 7
PANGCU dari Cie-in-pang Lie Bun Hoo dan pangcu dari Bang-sio-pang Thio Pan, juga ikut
nyerbu dalam kalangan, mereka berdiri berdampingan dengan Cin Bie Nio.
…Cin Bie Nio saat itu wajahnya sudah tidak semanis seperti tadi, dengan suaranya yang dingin
ketus ia balas menanya :
…Pungkir apa ?”
..Lohu sudah menepati janji memukul mundur semua orang yang ingin turut ambil bagian
dalam urusan ini. Tadi kau kata sendiri, setelah lohu memukul mundur mereka bocah ini hendak
kau serahkan kepada lohu untuk di belek perutnya dan diambil mustikanya, apa kau tidak
mengakui janjimu sendiri.
…benar, memang aku tadi kata begitu “
…kalau brgitu mengapa kau merintangi tindakanku ?”
…Tapi sekarang keadaannya ada lain, aku tidak ingin bocah ini biasa !”
…Benarkah kau hendak mengingkari janjimu sediri ?”
…kau jangan lupa bocah ini tadi jatuh ditangan siapa?
Dia selain kita lepaskan sesudah terjatuh dalam tangan orang-orang Pek-leng-hwee, Cie-inpang
Lie Bun Hoo, maka perjanjian tadi harus kita batalkan “
Si iblis wajah singa yang mendengar itu, hatinya sangat mendelu. Bukan kepalang gusarnya.
Sampai-sampai urat jidatnya kelihatan menonjol. Matanya mendelik seperti seperti mau mau
meloncat keluar. Tetapi mulutnya tidak bisa mengatakan apa-apa.
Pada saat itu matahari sudah kelihatan mendoyong ke Barat. Angin malam meniup sepoysepoy.
Puncak gunung sekitar danau Liong-than sudah diliputi oleh suasana malam.
Yo Cie Cong dengan susah payah berjalan menghampiri Thian-san Liong-Lie.
Ia melihat wajahnya Thian-san Liong-Lie yang cantik bercacad oleh serangan yang ganas dari si
iblis wajah singa semata-mata karena hendak menolong dirinya.ia merasa tidak enak terhadap
wanita cantik yang berbudi luhur itu, maka lalu berkata padanya dengan dengan suara agak
bergetar :
…Bibi Tho, kau……….”
….Anak, tidak apa. Aku hanya menyesal tidak mempunyai cukup kekuatan untuk menolong kau
dari tangannya kawanan iblis ini….”
Thian-san Liong-Lie tidak sanggup melanjutkan perkataanya, dalam hati berdo`a supaya
pemuda yang cakap ganteng ini tidak mengalami nasibnya yg mengerikan.
Yo Cie Cong pada saat itu juga seperti mendapat firasat bahwa tangan maut sedang melambailambai
hendak menyembutnya ia seperti merasa bahwa ajalnya sudah hampir sampai, dengan
tidak terasa air matanya mengalir keluar.
Kematian ada merupakan berakhirnya penghidupan manusia. Setiap manusia tidak akan
terhindar daripada kematian.
Yo Cie Cong bukan karena takut mati, tetapi kematian yang mengenaskan, apa lagi mati
ditangan musuhnya, kematian itu baginya merupakan penderitaan bathin yang sangat hebat.
Dengan perasaan putus asa ia menghelap napas panjang kembali ia berkata kepada Thian-san
Liong-Lie.
….Bibi Tho, budi kebaikanmu terpaksa hanya bisa kubalas pada lain penitisannya .”

….Anak, siapa suruh kita saling jumpa ? ini yang dinamakan jodoh yang sudah diatur oleh yang
maha kuasa. Kau masih sangat muda, barangkali tidak akan memahami perkataanku ini”.
…Bibi Tho, kau …..”
Yo Cie Cong menatap wajah cantik pertengahan umur itu yang berusaha sedapat mungkin
untuk menolong jiwanya tanpa menghiraukan keselamatan jiwanya sendiri. Tiba-tiba ia merasa
sedih dalam hati.
Sehingga air-mata mengalir bercucuran tanpa terasa.
Dengan tindakan berat ia berlalu meningalkan bibinya yang baik hati itu. Dalam hatinya diamdiam
mendoakan :Bibi Tho,selamat tinggal.biarlah kau selalu dalam keadaan sehat dan bahagia.
Ia berlalu karena ia tidak ingin orang yang memperhatikan dirinya begitu sangat, akan binasa
ditangan musuhnya karena hendak membela dirinya.
Kira2 dua tumbak jauhnya disebelah sana, si Iblis wajah singa yang amarahnya sudah
memuncak,telah mendengarkan suara ketawanya yang benar2 seperti iblis.
Selagi ia masih ketawa itu tanggan kirinya mendadak mengeluarkan sebuah benda hitam
sebesar kepalan tangan.Benda hitam itu mengeluarkan bau harum yang sangat luar biasa.Cin Bie
Nio dan kedusa pangcuketika menyaksikan benda itu.
Karena mereka ingat bahwa benda aneh itu adalah senjata ampuhnya si iblis wajah singa yang
pernah digunakan untuk membunuh binatang Gu-liong-kao yang aneh itu.
Jika si iblis wajah singa nanti melempar benda yang aneh itu maka semua orang yan ada di
dekatnya kan mati seketika.
Perbuatan iblis tua itu sesungguhnya di luar dugaan semua orang banyak yang menyaksikan
bagaimana hebatnya benda itu,siapapun tidak mau menghantarkan nyawanya dengan percuma.
Sekalipun Cin Bie Nio sendiri yang terkenal cerdik dan banyak akalnya saat itu juga tidak
berdaya sama sekali kelihatannya.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri ialah membiarkan si iblis itu mencapai maksudnya
membelek perut Yo Cie Cong.
Tetapi Cin Bio Nio wanita yang genit cabul, saat itu dengan mendadak timbul hati sukanya
terhadap Yo Cie Cong yang masih muda dan tampan itu. Kalau bukan karena dibawah mata orang
banyak barangkali ia sudah berbuat apa yang ia suka terhadap dirinya Yo Cie Cong.
Sebetulnya ia ingin pemuda tampan itu binasa ditangannya si iblis wajah singa. Tetapi
kenyataan ada ada begitu rupa jadinya, ia harus dengan segera memilih satu jalan antara dua dan
tidak mungkin dibikin sempurna kedua-duanya.
Oleh karena itu iblis wajah singa mempunyai senjata yang sangat ampuh, maka itu berarti pula
bahwa ia itu sudah menguasai jiwanya semua orang. Dengan sangat jumawa dan bangga sekali si
iblis berkata kepada Cin Bio Nio dan kedua Pancu :
….Sekarang kalian bertiga lekas mundur ketempat sepuluh tumbak jauhnya dari tempat kalian
!”
Perkataan ini merupakan suatu perintah. Anehnya tiga orange aneh itu yang biasanya
mengangap diri jempolan sebagai pemimpin dari perkumpulan besar tidak ada seorangpun yang
berani melanggar perintah itu.
Ketiga orang itu mundur seperti apa yang diperintahkan oleh si iblis wajah singa.
Setelah mereka mundur, si iblis wajah singa lalu berpaling dan berkata kepada Thian-san Lionglie
:
…perempuan hina ! sakit hati lantaran kau bikin putus tanganku, sebentar lagi laho akan bikin
perhitungan dengan kau “
Setelah berkata demikian, benda hitam itu dikempinya di ketiak kanannya supaya jika perlu bias
digunakan lagi, kemudian baru ia menghampiri Yo Cie Cong.
Pemuda itu sudah mengetahui bahwa dirinya menghadapi bahaya maut, tetapi ia sudah tidak
mempunyai daya memberi perlawanan.
Thian-san Liong-lie yang tadi hamper saja jatuh pingsan karena terkena serangan darah dari si
iblis, kini memaksakan diri untuk melompat bangun lagi.
Karena ia sangat simpatik terhadap Yo Cie Cong, maka ia rela mengorbankan dirinya dibawah
ancaman senjata si iblis wajah singa demi keselamatan Yo Cie Cong, jangan sampai terbelek
perutnya…….

Pada saat itu tiba-tiba kedengaran suara melengking dan sosok bayangan merah lantas
meluncur turun ke dalam kalangan.
Bayangan merah itu ternyata adalah si gadis baju merah yang oleh Cin Bio Nio dipanggil Kiauwjie.
Oleh karena itu hatinya Kiauw-jie yang masih suci murni adalah jatuh cinta pada Yo Cie Cong,
maka karana pengaruhnya asmara itulah membuat Kiauw-jie tidak memperdulikan bahaya, ia
lantas bergerak melindungi dirinya orang yang dicintainya.
….. Kiauw-jie, apa kau sudah gila ? lekas kembali !” demikian terdengar suara Cin Bio Nio yang
cemas.
Tetapi Kiauw-jie saat itu sudah berlaku nekad, bagaimana ia mau mendengar perkataan orang
?”
Baru saja gadis itu sampai dikalangan pertama-tama ia tersenyum kerpada Yo Cie Cong
kemudian memutar tubuhnya dengan senjata pecut lemasnya ia hendak menghajar si iblis wajah
singa.
Dengan kepandaian ytang dimiliki oleh si gadis. Sebetulnya masih berselisih sangat jauh
dengan kepandaian si iblis, maka perbuatannya itu sebetulnya sangat gegabah dan tidak
mengukur dirinya sendiri. Tetapi pengaruhnya cinta ada lebih kuat daripada segala apapun juga.
Sekalipun seekor kambing juga berani melawan seekor singa.
Si iblis wajah singa yang lengan kanannya sudah dibikin kutung oleh Thian-san Liong-lie maka
kekuatnya pada saat itu agak berkurang. Apa yang diandalkan sebetulnya sekarang hanyalah
benda yang dapat meledak itu saja.
Yo Cie Cong terhadap gadis baju merah itu sebetulnya tidak mempunyai kesan yang mendalam,
ditambah lagi setelah ia mengetahui bahwa si gadis ternyata ada orang dari golongan Pek-lenghwee
dan kedua pang, maka ia sudah mengangap gadis itu sebagai musuhnya.
Tetapi saat itu melihat kelakuannya si gadis baju merah perasaan Yo Cie Cong yang tadinya
menganggap gadis itu sebagai musuhnya, telah banyak berkurang.
Pada saat itu, Thian-san Liong-lie juga sudah berdiri disampingnya Yo Cie Cong.
Si iblis wajah singa sesungguhnya tidak menyangka kalau masih ada orang yang tidak takut
mati seperti gadis itu, maka saat itu ia sendiri juga menjadi kesima.
Jika ia menggunakan senjatanya itu mungkinsemua akan musnah, sedangkan ia sendiri juga
tidak bisa mendapatkan apa-apa tetapi jika ia tidak mau menggunakan senjatanya yang paling
ampuh itu sudah tentu ia tidak akan mampu melawan kedua wanita itu. Karena tangannya Cuma
tinggal sebelah lagi.
Sebentar kemudian benda hitam juga berada dibawah ketiak lengan kanannya kembali
tenggelam dalam tangan kirinya. Dengan mata buas ia memandang kedua wanita itu. Agaknya ia
tengah menimbang-nimbang, apakah senjata itu harus dilemparkan atau tidak.
Jika benda hitam itu dilemparkan, maka empat orang yang berada disitu termasuk ia sendiri
sekejapan saja akan hancur lebur, jangn harap bisa lolos dari situ.
Suasana yang tampaknya sunyi itu sebetulnya sangat tegang.
Kiauw-jie sampai saat itu masih belum mengetahui nama dan asal-usulnya Yo Cie Cong tetapi ia
sudah berani korbankan diri untuk membela diri pemuda itu.
Pengaruhnya asmara besar sekali.
Yo Cie Cong meskipun wajahnya tampan cakap tetapi yang menarik hatinya si gadis baju merah
itu adalah sikapnya yang dingin dan angkuh dari si pemuda.
Perasaan cinta itu memang bisa timbul dari beberapa sudut ini kadang-kadang memang suatu
keanehan. Dan begitulah perbuatan si gadis baju merah, juga merupakan satu keanehan dari
begitu banyak keanehan.
Thian-san Liong-lie dengan perasaan heran mengawasi Kiauw-jie sesaat itu hatinya agak
tergoncang. Ia sudah mengetahui dari sebab apa gadis itu unjuk perbuatanya yang nekad hendak
melindungi Yo Cie Cong.
Suasana kembali menjadi sunyi, setiap saat menjadi suatu pembunuhan yang mengenaskan
kalau si iblis itu bergerak melemparkan benda ditangannya.
Si iblis wajah singa meskipun sifatnya sangat kejam dan ganas, tetapi saat ia juga ragu-ragu
atas dirinya sendiri. Karena jarak antara kedua pihak sudah dekat sekal, maka sudah tentu

senjatanya itu bisa membinasakan lawannya tetapi ia sendiri juga tidak akan terluput dari
kematian.
Namun ia juga tidak berdaya menghadapi kedua wanita itu terutama Thian-san Liong-lie
sebelum lengannya dibikin kutung saja, barang kali masih belum mampu menandingi, apalagi
sekarang tangannya Cuma tinggal satu.
Apakah ia harus tinggalkan begitu saja ? bagaiman ia mau mengerti ?
Pikirnya iblis wajah singa itu masih terus berkekuatan diantara dilemparkan atau tidak
senjatanya itu.
Pada saat itu, timbul pula keanehan. Didalam kalangan mendadak kelihatan menancap 3 buah
bendera kecil segi tiga.
Benderaitu dasarnya putih, pinggirnya warna emas, ditenga-tengahnya ada terlukis seekor
burung laut warna merah dadu.
Orang-oranga yang berada disitu baik dari golongan hitam maupun dari golongan putih, ketika
menyaksikan bendera kecil itu semua lantas pada berubah wajahnya, hanya merasa ngeri.
Bendera burung laut itu seolah-olah mewakili pendekar aneh yang sangat misterius.
Bendera burung laut ini muncul didalam rimba persilatan didaerah tionggoan, hanya baru
setahun sajatapi ternyata sudah menggetarkan orang-orang golongan hitam dan putih, pemilik
bendera aneh itu kabarnya ada seorang yang memakai kedok kain warna merah, kepandaiannya
ilmu silat tinggi sekali, hingga sukar di jajaki. Ia ada mempunyai kurang lebih 12orang pengikut,
yang biasanya disebut ‘ utusan burung laut’ orang-orangnya itu juga merupakan orang-orang kuat
dalam rimba persilatan.
Dimana bendera burung laut itu muncul, berarti pendekar aneh berkedok kain merah itu juga
segera akan tiba, dan dimana pendekar aneh itu unjukan diri, sudah tentu merupakan kejadian
yang bukan biasa lagi.
Mengapa pendekar kedok itu bisa muncul secara tiba-tiba tidak ada seorangpun yang mampu
menjawab.
Orang banyak yang tadinya hendak menonton keramaian itu, kini dengan sendirinya telah
bubardengan diam-diam, sehingga hanya ketinggalan mereka, orang-orang yang
mempertengkarkan dirinya Yo Cie Cong.
Pada saat itu, hanya satu orang saja yang seperti acuh tak acuh orang itu ialah Yo Cie Cong
yang sedang terluka parah dan tengah menantikan nasibnyayang hendak disembelih oleh iblis
berwajah singa.
Disatu fihak, karena ia baru saja muncul didunia Kang-ouw dan dilain fihak, ia sekarang bagai
seekor kambing yang tengah menantikan nasibnya hendak dijadikan korban, hingga sudah tidak
kenal lagi apa artinya takut.
Orang-orang yang ada disitu dengan perasaan heran dan takut mengawasi pada bendera kecil
segi tiga itu, coba menebak-nebak akan maksud kedatangan sipendekar aneh berkedok.
selagi semua orang masih belum hilang rasa takutnya, dua bayangan orang secara tiba-tiba
sudah muncul ditengah-tengah lapangan kedatangannya kedua orang itu bukan saja secara
mendadak juga tidak kedengaran suaranya. Dengan kepandaiannya mengentengi tubuh itu saja,
sudah cukup mengejutkan orang yang mengerti silat.
Semua orang itu semuanya memakai kedok kain hitam tersulam bergambar seekor burung laut
warna putih. Ditengah-tengah sulaman burung laut itu ada terdapat angka ‘1’ dan seorang lagi
berangka ‘7’.
Itu mungkin satu tanda untuk membedakan diri mereka, tapi tidak seorangpun yang tahu
maksud yang sebenarnya.
Orang yang berkedok angka ‘1’ itu tiba-tiba membuka mulutnya :
,, Atas perintah majikan burung laut, siapa saja dilarang membikin celaka dirinya bocah ini !’’
Semua orang ketika mendengar perkataan itu pada terkejut
,,Harap semua pada meninggalkan tempat ini’’ kata pula arang berkedok itu.
Perkataan itu seolah-olah satu perintah, orang-orang disitu semuanya merupakan orang-orang
Kang-ouw kenamaan, sudah tentu tidak mau menurut begitu saja.
,, Jiwie siapa ?’ si iblis wajah singa majukan pertanyaanya, ini mungkin merupakan ucapannya
si iblis yang paling sopan untuk menghadapi orang yang belum dikenalnya.

,, Utusan burung laut !’’ demikian dijawabnya.
Jawaban itu membuat kaget semua orang.
Thian-san Liong-lie meski sudah pernah dengar namanya pendekar berkedok kain merah yang
aneh dan sangat misterius sepakterjangnya itu, tapi karena saat itu sedang memikirkan
keselamatannya Yo Cie Cong maka tidak mau meninggalkan tempat tersebut secara gegabah.
Sebab jika orang berkedok yang mengaku dirinya utusan burung laut itu ada mengandung
maksud jahat seperti si iblis wajah singa, bukankah akan mengantarkan jiwanya anak muda itu
secara Cuma-Cuma.?
Kiauw-jie, gadis baju merah, memang ada satu gadis berandalan yang tidak takut segala apa,
sudah tentu tidak gubris perintahnya utusan tersebut. Dan bagaiman dengan si iblis wajah singa
sendiri ?
Ia merupakan orang satu-satunya yang hendak mengangkangi mustika sudah barang tentu
tidak mau meninggalkan begitu saja.
Utusan burung laut itu agaknya dapat memahami semua maksud yang terkadang dalam hati
orang-orang itu, maka dengan mendadak ia lantas mendekati Thian-san Liong-lie dan kiauw-jie
serta berkata kepada mereka.
‘’Tho liehiap’’ nona siang-koan, kalian berdua harap jangan khwatir, majikan kita tidak ada
mengandung maksud jahat terhadap sahabat kecil ini, mungkin malah ada faedahnya bagi dia !’’
Thian-san Liong-lie dan sigadis baju merah pada merasa heran, mengapa utusan ini
mengetahui nama mereka, bahkan tahu maksud mereka ini benar-benar sangat aneh.
Yo Cie Cong saat itu mendengar dari mulutnya utusan burung laut, lantas mengetahui bahwa
sigadis baju merah itu ada seorang she Siang-koan, namanya sudah tentu adalah siang- koan
kiauw. Sebab cin Bie Nio panggil padanya Kiauw-jie ( anak kiauw ).
Siang-koan kiauw yang biasanya membawa adatnya sendiri, lantas menanya kepada si utusan :
,, Bagaiman jika aku tidak mau berlalu ?’’
Utusan angka ‘1’ ketawa ringan.
,, Barangkali tidak mungkin kau bisa bawa caramu sendiri !’’ jawabnya.
Baru saj habis ucapannya, sang utusan itu nampak gerakan tangannya, suatu kekuatan tenaga
dalam yang tidak kelihatan, sudah meluncur kearah Siang-koan kiauw, seranganitu nampaknya
sedikitpun tidak ada yang luar biasa.
Siang-koan kiauw dengan seenaknya saja lantas angkat tangannya untuk menyabuti.
Siapa serangan yang kelihatan biasa saja itu, begitu menyentuh badan orang, segera
menimbulkan semacam kekuatan yang luar biasa hebatnya, sehingga dirinya Siang-koan Kiauw
terpental sampai 3 tumbak jauhnya.
Untuk sesaat lamanya, ia berdiri seperti patung.
Satu utusan saja sudah demikian hebat kekuatannya, apalagi majikannya, pikirnya.
Thian-san Liong-lie dengan berpendirian menantikan perkembangan lebih jauh, lalu melanjang
sejauh 5 tumbak, namun sepasang mata terus ditunjukan kedalam kalangan tanpa berkesip.
Utusan burung laut angka ‘1’ itu lantas maju dua tindak dan berkata kepada si iblis wajah singa
:
,, Bagaiman dengan saudara ?’’
Si iblis wajah singa yang dengan senjatanya yang istimewa telah berhasil membinasakan Guliong-
kauw, sebetulnya mustikanya sudah berada dalam tangannya, siapa Tanya kemudian
menjadi barang rebutan kawanan iblis, sehingga secara kebetulan masuk kedalam perutnya Yo Cie
Cong.
Dan setelah bertempur mati-matian sampai ia kehilangan sebelah lengannya, kini muncul dua
orang yang mengaku sebagai utusan burung laut, biar bagaiman ia tentu tidak mau mengerti,
apalagi dalam tanganya masih ada mempunyai senjatanya yang paling ampuh, sudah tentu tidak
mau mandah begitu saja.
Maka setelah mendengar pertanyaan sang utusan itu, lantas menjawab sambil perdengarkan
suara ketawanyayang aneh :
,, Lohu tidak akan berlalu dari sini, saudara mau apa ?’’
,, Didalam dunia Kang-ouw belum pernah ada orang yang berani menatang terang-terangan
perintahnya pemilik bendera burung laut !’’berkata utusan angka ‘1’ itu.

,, Lohu justru tidak mau percaya segala omong kosong demikian, bocah ini pasti lohu hendak
bawa !’’ jawab si iblis dengan mata beringas.
,, Dimana bendera burung laut sampai, siapa yang menentang berarti binasa !’’
Bicaranya sang utusan itu diucapkan sepatah demi sepatah, dan perkataan yang paling terahir
itu ia sengaja tandaskan demikian rupa.
Si iblis wajahnya berubah seketika, sambil kertak gigi ia berkata dengan suara bengis :
,, Lohu ingin sekali belajar kenal dengan kepandaiannya partai burung laut, ada apanya yang
patut dibanggakan, sampai begitu berani tidak memandang mata segala orang heh, heh……’’
,, Kau masih belum berhak untuk belajar kenal !’’ bentak si angka ‘1’.
Si iblis wajah singa yang sudah meluap kegusaranya, lantas
Angkat tangan kirinya. Benda kecil hitam dalam gengamanya sudah akan dilemparkan.
Jika hal demikian terjadi, maka 4 orang yang berada di situ akan binasa semuanya.
Dua orang utusan burung laut itu lantas mundur 2 tindak.
Pada saat itu Yo Cie Cong perlahan-lahan sudah pulih kekuatanya. Wajahnya yang pucat pasi,
perlahan-lahan berubah merah, mungkin itu ada pengaruhnya mustika Gu-Liong-Kauw yang
masuk dalam perutnya.
Tapi ia tau bahwa bahaya maut masih belum berlalu dari depan matanya.
Nama pemikik bendera burung laut itu ia belum pernah dengar tapi sekarang tiba-tiba datang
utusanya yang hendak membawa ia pergi, ini sesungguhnya sangat aneh.
Dengan sorot mata yang dingin ia mengawasi wajah orang-orang yang ada disitu, hatinya
merasa mendelu.
Malam sudah mulai tiba, keadaan seputar situ sudah agak gelap, keadaan itu nampaknya
bertsmbsh menyeramkan.
Utusan burung laut itu meski mempunyai kepandayan tinggi, tapi menghadapi keadaan
demikian, agaknya juga merasa sulit, tidak bisa mengambil keputusans.
Karena setiap kali bendera burung laut itu muncul, segala sesuatu bisa dibnereskan dengan
segera. Maka kalau hari ini tidak bisa menghadapi persoalan yang agak sulit ini, bendera kecil ini
selanjutnya akan tidak berharga lagi.
Dipihak Si Iblis Raja Singa, sudah berkeputusan hendak menghancurkan semua orang yang
ingin mendapatkan dirinya Yo Cie Cong, sekalipun ia sendiri harus binasa.
Ia tidak senang barang yang ia ingin dapatkan terjatuh kepada orang lain.
Orang yang ia paling benci adalah
Cin Bie Nio, itu wanita yang setengah tua yang genit dan jahat. Jikalau ia tidak ada Cin Bie Nio
yang selalu menghalang-halangi, mustika Gu-Liong-Kauw itu siang-siang sudah menjadi
kepunyaanya.
Maka ia merasa gemas sekali terhadap Cin Bie Nio, ia ingin bisa membesat kulitnya dan
kemudian memakan ginjalnya.
Pikiran jahat lalu timbul dalam hatinya : “Jika aku bisa berusaha membinasakan perempuan tua
yang genit dan jahat bisa binasa lebih dulu, sekalipun aku sendiri binasa aku puas”.
Maka ia lantas berkata kepada kedua utusan itu:….Lohu ingin melepas bocah ini, juga tidak
akan menggunakan senjata lohu yang ampuh itu, tapi ada syaratnya. Kalian harus melakukan
sesuatu untuk Lohu”.
Kedua utusan itu saling memandang sejenak, untuk sementara tidak bisa menjawab.
Merasa merasa heran, mengapa iblis itu bisa mengatakan demikian? Dan apa syarat yang
hendak diajukan? Kiranya syarat itu tidak mudah tentunya.
Karena kedua utusan itu wajahnya tertutup oleh kedok kain hitam, maka tidak bisa dilihat
bagaimana sikapnya pada saat itu.
Thian –san Liong Tie dan Siang Koan Kiaw yang berdiri ditempat sejauh 5 tumbak, ketika
menyaksikan orang yang mereka sangat perhatikan keselamatanya berada dalam keadaan
bahaya, hati mereka sangat gelisah.
Mereka ingin menggempur iblis wajah singa itu,tapi kuatir membuat gusar iblis itu dan betulbetul
melemparkan senjatanya yang bisa meledak itu, sehingga Yo Cie Cong juga turut binasa.
Sebentar kemudian.
Utusan burung laut angka “I” mendadak berkata:

..syarat apa yang saudara hendak ajukan ? coba sebutkan!” Si iblis wajah singa itu dengan
matanya yang buas mengawasi Chin Bie Nio juga berdiri jauh-jauh, kemudian berkata sambil
kertak gigi:
…..perlu Lohu jelaskan dulu, apa bila syarat ini tidak trpenuhi, maka lohu akan bawa bocah ini
pergi. Sipa yang berani menghalangi, kita akan bisa bersama-sama dibawah senjata peledak ini.
Perkataan yang kejam dan tidak tau malu ini, membuat kedua utusan itu tercengang.
..sahabat boleh sebutkan dulu !”
..Lohu dengan wanita baju putih itu, mempunyai permusuhan yang sangat dalam. Kalian
berdua coba pergi tangkap padanya setelah lohu pergi dengan tangan sendiri coba membereskan
musuh ini, lantas berlalu dengan tangan kosong. Bagaimana?
Maksud dan tujuan si iblis itu, kendak menggunakan tenaganya dua utusan itu untuk
menangkap diti Cien Bie Nio, kemudian mati bersama-sama.
..yang sahabat maksud apakah bukan ketua perkumpulan Pek-Leng-Hwee ?.”
Benar, dengan kepandaian kalian berdua, rasanya tidak sulit menangkap dia !.”
.. kita berdua hanya mendapat perintah dari majikan bocah ini, tidak mencampuri urusan
lainya. Tentang maksudmu ini maaf kami tidak terima !.”
..kalian tidak pikirkan akibatnya?”
..syarat ini kami tidak terima!.”
..jangan sesalkan kalo Lohu berlaku kejam, kita terpaksa harus binasa bersama-sama!” si iblis
itu kembali mengancam dengan senjatanya yang ampuh.
Ketegangan makin memuncak, peristiwa yang sangat mengenaskan rasanya tidak dapat
dielakan lagi.
Tian-san Liong-lie dan siang koan Kiaw wajahnya berubah pucat, mereka tidak bisa
membayangkan bagaimana kesudahanya. Apabila siiblis itu benar-benar buktikan ancamanya.
Dua utusan burung laut itu telah mendapat perintah dari atasanya, tapi tidak berhasil
melaksanakan tugasnya, sekalipun dirinya akan dirinya bakal hancur lebur, juga tidak akan
mundur setengah jalan sebab ini menyangkut nama baik partai burung laut.
Pertama saja kedua utusan itu sudah nenpunyai kepandayan yang sangat tinggi karena pada
saat itu mereka tidak berdaya sama sekali.
Sebentar saja suasana nampak semakin gawat .
Mendadak suara nyaring terdengar menggema diudara.
..utusan angka 1 dan 7 lekas mundur, biarlah punleng yang menyelesaikan persoalan ini
sendiri.
Kedua utusan itu tanpa banyak bicara lantas melesat sejauh lima tumbak lebih., sekali bergerak
lagi. Sudah lenyap dalam kegelapan kegesitanya itu sungguh mengagumkan.
Hati orang-orang pada berdebaran, karena manusia yang sangat misterius itu akan segera
muncul. Entah dengan cara bagaimana ia dapat membereskan masalah ini.
Didalam hatinya siiblis wajah singa, tiba-tiba timbul kekejamanya
Dengan kecepatan luar biasa ia pindahkan senjata ampuhnya, kebawah ketiak kanan, tangan
kirinya sudah siap sedia mencegah segala kemungkinan, ia lantas menengok ke dalam liang yang
dalam dan gelap gulita. Bekas tempat persembunyian Gu-Liong-Kauw. Bagaimana keadaanya
didalam liang itu, tidak seorang pun yang tau.
Si Iblis wajah singa dengan mendadak menubruk dirinya Yo Cie Cong, kemudian lemparkan
matanya, kedalam liang yang dalam itu. Supaya simustika yang direbut itu tidak jatuh pada
siapapun juga.
Kekejaman iblis tua itu, sesungguhnya sukar dicari keduanya.
Serangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga itu, sudah
Tentu ada yang sanggat hebat.
Yo Cie Cong yang kekuatan tenaganya baru pulih dua bagian terang tidak mampu
menyingkir.perbuatan si iblis tua ini benar –benar dugaan semua orang suara jeritan
terdengar.mulut Yo Cie Yong menyemburkan darah segar,badan nya terpental tinggi seolah –olah
jangan putus talinya tubuhnya meluncur hendak masuk kedalam liang.suara jeritan dua wanita
terdengar,disusul oleh melesatnya dua bayangan orang laksana anak panah cemburu pada Yo Cie
Cong.

Hampir bersamaan pada saat itu juga,kembali satu bayangan melesat kearah jatuhnya Yo Jjie
Cong.
Ketika dua bayanggan yang disebut duluan hampir tiba di dekat liang, tubuhnya Yo Cie Cong
sudah disambar oleh bayangan orang yang melesat belakangan tadi.
Dua bayangan orang yang bergerak duluan tadi adalah Thian-san Liong-lie dan Siang-koan
kiauw.setelah menjerit kaget mereka enjot badannya melesat untuk menolong Yo Cie Cong
Pada saat itu,orang yang bergerak berhasil menyambar dirinya Yo Cie - Cong,dengan sangat
hati-hati meletakan tubuhnya Yo Cie Cong ditanah.ia mencoba memeriksa jalan pernapasan,lantas
geleng-gelengkan kepalanya sambil menghela napas kemudian menghampiri si iblis wajah singa.
Orang itu badanya tinggi langsing,wajah nya di tutupi oleh kedok warna merah mengenakan
pakaian baju panjang.Gerakannya gesit luar biasa.
Thian-san Liong-lie dan Siang-koan Kiaw tidak mau memperhatikan orang yang baru datang
itu,ia merasa ngeri terhadap orang aneh itu yang jalan menghampiri padanya.
Sebentar kemudian orang itu sudah berdiri dihadapannya kira2 dua kaki jauhnya.
Orang itu pertama-tama mengambil bendera kecil yang menancap ditanah,kemudian
dimasukan kedalam sakunya.
Si iblis wajah singa sudah dapat menduga siapa adanya orang itu,hatinya agak bimbang.tetapi
ia masih mau mengandalkan senjata peledak didalam tangan nya yang dianggap dengan senjata
itu mampu melindungi dirinya.
Saat itu ia coba berlaku tenang sebisanya,dengan suara bengis ia menanya:
”..kau siapa ?”
”..pemilik bendera burung laut !”jawab orang berkedok itu dengan dingin.
Jawaban yang sangat ringkas itu telah membuat orang2 Pek-Leng-Hwee dan kedua berdiri
jauh2 pada terperanjat dan gemetaran.
Karena manusia aneh yang sangat misterius itu benar2 telah muncul.
Sipemilik golok maut yang telah di kuatirkan oleh ketua Pek-Leng-hwee dan kedua pangcu
ternyata sehingga saat itu masih belum menunjukan dirinya dan sebagai gantinya telah muncul si
pendekar aneh ini sesungguhnya ada diluar dugaan mereka.
Kalau begitu,pemuda yang bersikap dingin kecil itu mungkin benar tidak ada hubungannya
dengan pemilik golok maut.tetapi kepandaian ilmu silatnya yang pernah
diperlihatkatnya,merupakan kepandaian yang hanya dimiliki oleh Pangcu dari Kam-Lo- Pang.dan
orang yang mengganas dengan Golok maut itu pernah menyebut dirinya sebaggai Pangcu dari
Kam-lo-Pang.
Sudah tentu mereka tidak mengetahui bahwa pemilik golok maut yang asli yang selama waktu
empat bulan pernah menggerakan dunia rimba persilatan,sudah kepergok jejakanya oleh musuh
lama yang merupapakan musuh nomor satu.ia dikuntit dan kemudian di binasakan.
Sedangkan orang yang melakukan pembunuhan terhadap dirinya Si-buli2 wajah burung
sebetulnya adalah pengganti pemilik Golok maut,bukannya Golok Maut yang asli.
Dan penggantinya itu adalah Yo Cie Cong yang saat itu masih belum diketahui nasibnya.
Baiklah kita tinggalkan dulu tentang pikiranyakedua pancu dan ketua dari Pek-Leng-Hwee itu.
Sekarang kita balik lagi kepada si iblis wajah singa yang saat itu menjadi gelap pikirany,maka ia
lantas menanya pula kepada orang di depannya :
,,mengapa sahabat mencampuri urusan ini ?”
,,hal ini tidak perlu kau menanyakan.”
,,bagaimana maksudmu ?”
,,menurut kebiasaan,siapa yang berani menentang perintah burung laut berarti mati !”
,,Huhh,huhh! dengan satu jiwa aku tukar dengan jiwamu,hitung2masih tidak rugi!”kata si iblis
sambil mengacungkan senjata peledak di tangannya.
,,sebutir peluru kecil ini dapat digunakan untuk menggertak orang2 biasa,tetapi bagiku tidak ku
pandang sama sekali .”
,,kallau begitu kau boleh coba merasakan peluru kecil ini.”
,,bagus!”
Orang berkedok kain merah itu mengucapkan “bagus!badanya bergerak laksana kilat.

Si iblis wajah singa itu belum sempat memikirkan apa yang terjadi,didepan matanya mendadak
berkelebat bayangan kemudian tanggannya menjadi ringan benda kecil hitam yang dianggap
mempunyai pengaruh melindungi dirinya tahu2 sudah berada ditangan orang lain.
Semangatnya lantas terbang seketika. Wajahnya pucat seperti mayat.
Perbuatab yang dilakukan oleh orang berkedok itu tadi seolah-olah bukan perbuatan manusia.
Orang berkedok itu tiba-tiba pendengaran suaranya yang nyaring.
Sambil ketwa orang berkedok itu mengagkat takan kananya.. 5 jari tanganya kelihatan
menunjuk pada si Iblis wajah singa. Jari-jari itu mengeluarkan amgin tajam yang luar biasa
hebatnya.
Suara jeritan si Iblis lantas terdengar, Iblis raja singa yang terkenal kejam dan ganas itu telah
tamat riwayatnya.
Orang berkedok sehabis membereskan Iblis raja singa itu lalu memutar tubuhnya, dengan
perlahan menghampiri Yo Cie Cong.
Bab 8
DIRINYA Yo Cie Cong yang dibuat terpental oleh serangan si Iblis wajah singa, kalau tidak
keburu disambar oleh orang berkedok itu, sudah tentu tamat riwayatnya. Dan orang berkedok itu
karena anggap ditanganya sio Iblis wajah singa masih mempunyai senjata peledak yang sangat
ampuh, maka lantas mengambil keputusan. Untuk membereskan si Iblis wajash singa itu.dulu.
Yo Cie Cong yang menggeletak ditanah, dari mulut, hidung dan telinganya mengeluarkan darah
matanya tertutup rapat, keadaanya sangat mengenaskan.
Thian-san Liong-lie dan siang-koan Kiauw yang sudah berada didampinginya, lantas memreiksa
pernafasanya, yang ternyata sudah tidak ada, sedang jantungnya juga sudah berhenti, sekujur
badannya sudah mulai kaku dingin. Maka seketika itu mereka jadi tertegun.
Siang-koan Kiauw sudah melupakan keadaan dirinya sebagai seorang gadis, telah memeriksa
urat-urat penting pemuda itu. Ia kaget dan menangis, dengan suara yang terisak-isak ia bertanya
Thian-san Liong-lie.
…Bibi Tho……! Dia………dia……..
Karena tadi ia dengar Yo Cie Cong membahas Tian-san Liong-tie “bibi” dalam keadaan cemas
seperti itu, ia juga turut menggunakan panggilan ‘bibi” itu.
Tapi pertanyaanya tidak dilanjutkan, karena suara tangisan sudah tidak dapat dicegah lagi.
Ia agaknya sudah mendapat firasat yang tidak baik, tapi ia masih bertanya juga, dengan
perngharapan dari mulutnya orang lain. Tidak membenarkan dugaanya sendiri yang sngat
menakutkan.
Sepasang mata Thian-san Liong-lie sudah basah dengan air mata parasnya pucat pasi. Dengan
perlahan ia angkat kepalanay, sambil menghela nafas panjang ia menatap wajah siang-koan
Kiauw-jie, kemudian dengan suara sediah ia menjawab :
,, Nona siang-koan Kiauw ! dia……dia……..
,, Dia bagaimana ? apa masih ada harapan untuk ditolong ?’’
”Dia sudah mati,”jawab Tian Liong-lie. Sambil gelengkan kepala.…Mati….Dia sudah mati…?
Parasnya siang-koan Kiauw berubah menjadi pucat. Mulutnya mendumal sendiri, seperti sedang
mengigo. Air matanya mengalir deras dari sela-sela matanya.Hati seorang gadis putih bersih telah
hancur luluh.
”…Bibi Tho ! apakah ……….ini benar ? demikian ia bertanya.
Nona siang-koan Kiauw dai bukan apa-apaku, aku hanya merasa bahwa dengan bocah ini aku
seperti merasa cocok. Selain dari pada itu, sebagai manusia yang mempunyai perasaan, peri
kemanusiaan, aku tidak bisa tinggal peluk tangan!, “jawab Thian-san Liong-lie ”.yang kemudian
balas menanya;
”…nona Siang-koan Kiauw kau mencintai dia ?”

Pertanyaanya secara terus terang ituy telah membuat jengah Siang-koan Kiauw. Setelah
menyusut air matanya, yang mengalir di kedua pipinya, nona itu menjawab sambung menghela
nafas:
“yah dia sudah binasa !”
Angin malam meniup kencang, kesunyian meliputi jagat, kedukaan dan kesedihan dilubuk
hatinya kedua wanita itu.
…bibi Tho siapanamanya ?”
…eh !, “ pertanyaan itu sesungguhnya membuat heran Thian-san Liong-lie dan siang liang
koan. Yang sudah berada disampingnya.lantas memeriksa pernapasannya,yang ternyata sudah
tidak ada,sedang jantungnya juga sudah berhenti berdenyut,sekujur badannya juga sudah mulai
kaku dingin.maka seketika itu mereka tertegun.
Siang-koan kiauw saat itu telah sudah melupakan keadaannya sendiri sebagai seorang
gadis,telah memeriksa urat2 penting dari pemuda itu.Ia kaget dan menangis,dengan suara
tersiak2 ia bertanya pada Thian-san Liong-lie
,,Bibi Tho…! dia…dia…”
Karma ia tadi dengar Yo Jie Cong membahaskan Thian-san Liong-lie’Bibi,dalam keadan cemas
seperti itu,ia pun turut menggunakan panggilan itu.
Tapi pertanyaannya tidak dapat dilanjutkan,karena suara tangisan sudah tidak dapat di cegah
lagi.
Ia agaknya mendapat pirasat tidak baik,tetapi ia masih menya juga,dengan pengharapan dari
mulut orang lain.tidak membenarkan dugaannya sendiri yang menakutkan.
Sepasang matanya Ia agaknya mendapat pirasat tidak baik,tetapi ia masih menya juga Thiansan
Liong-lie sudah basah dengan air mata parasnya pucat pasi.dengan perlahan ia angkat
kepalanya, sambil menghela napas panjang ia mengawasi wajahnya.
...Nona Siang-koan ! dia…..dia….
…Dia bagaimana ? apa masih ada harapan untuk ditolong ?”
…Dia sudah mati.” Jawabnya Thian-san Liong-Lie sambil gelengkan kepala.
…Mati ? dia sudah mati ?”
Parasnya Siang-koan Kiauw berubah menjdi pucat, mulutnya mendumel sendiri. Seperti sedang
mengigo. Air matanya mengalir deras dari sela-sela matanya, hati seorang gadis yang masih putih
kini telah hancur luluh !”
…Bibi Tho !apakah ……..ini ada benar ?” demikian ia bertanya seperti orang linglung.
...Nona Siang-koan Kiauw. Itu adalah benar….sudah tidak tertolong lagi!”
…Bibi Tho ! ijinkanlah aku menyebut demikian kepada dirimu : dia ….dia pernah apa dengan
kau ?”
Thian-san Liong-Lie tergoncang hatinya ketika mendengar pernyataan seperti itu. Sudah tentu
ia tidak bisa menjawab. Yo Cie Cong ada sangat mirip dengan kekasihnya yang sepuluh tahun
lebih lamanya ia piker dan cari-cari. Dia merupakan sebuah jawaban kedua.
Kalau ia tadi sampai tidak menghiraukan jiwanya sendiri hendak menolong jiwanya Yo Cie Cong
sebab pemuda ini sikap dan wajahnya ada sangat mirip dengan kekasihnya pada sepuluh tahun
berselang hingga dianggapnya seperti penjelmaan sang kekasih yang sudah lama tidak
kedengaran kabar ceritanya itu.
Seandainya jarum lonceng mundur 10 tahun ia bisa anggap pemuda itu kekasihnya.
…Nona Siang-koan Kiauw. Dia bukan apa-apa ku, aku hanya merasa bahwa dengan bocah ini
kau merasa cocok. Selain dari pada itu sebagai manusia yang mempunyai perasaan
prikemanusiaan, aku tidak bisa tinggal peluk tangan !” jawab Thian-san Liong-Lie yang kemudian
balas menanya :
…Nona Siang-koan Kiauw kau mencintai dia ?”
Pertanyaaan secara terus terang itu telah membuat jengah Siang-koan Kiauw. Setelah memesut
air matanya yang memgalir di kedua pipinya, nona itu menjawab sambil menghela napas :
…yah dia sudah binasa !”
Angin malam meniup kencang, kesunyian menyelimuti jagat kedukaan dan kesedihan menindik
lubuk hatinya kedua wanita itu.
…Bibi Tho Hui Hong, dia siapa namanya ?”

…Eh !”
Pertanyaan itu sesungguhnya membuat heran Thian-san Liong-Lie. Cinta itu benar-benar buta.
Nona ini yang masih belum mengenal nama orang yang di cintainya. Dan toh sudah berani
mempertaruhkan jiwanya untuk membela !”
…Dia bersama Yo Cie Cong !”
…Yo Cie Cong !” Siang-koan Kiauw menyebut nama itu sampai berulang-ulang.
Hening……….
Kedua wanit itu masing-masing mengandung perasaan sendiri-sendiri……
Nona baju merah Siang-koan Kiauw sejak dilahirkan di dalam dunia untuk pertama kalianya
telah jatuh cinta kepada seorang laki-laki. Hatinya seorang gadis yang masih putih bersih telah di
doberak oleh Yo Cie Cong tapi sekarang orang yang dicintainya itu sudah tidak bernyawa ….
Mungkin cintanya itu hanya sepihak saja sebab pemuda itu cinta padanya atau tidak. Masih
merupakan sebuah pertanyaan tapi ia tidak berpikir demikian cinta adalah cinta biar walau
bagaimana cinta ia timbul dari hatinya yang suci murni.
Pada saat itu hatinya sedang diliputi oleh kedukaan putus asa dan kehilangn pegangan.
Lain pula sifatnya rasa cinta Thian-san Liong-Lie yang di curahkan kepada Yo Cie Cong cintanya
bukan cinta birahi, bukan karena pemuda itu mempunyai wajah yang cakap tampan. Tapi sematamata
ia ada mirip dengan wajahnya seorang yang pernah `menempati ` hatinya pada sepuluh
tahun lebih berselang.
Namun ia juga merasa seperti kehilangan hingga hanxur luluh hatinya.
…Aih !”
Suara elahan napas berat telah memecahkan kesunyian dn mengejutkan kedua wanita itu,
hingga kedua-duanya lantas menoleh dengan serentak.
Seorang dengan kedok kain merah entah sejak kapan sudah berdiri di belakan g mereka.
Kedua wanita itu seolah-olah sufah tidak tahu kalau orang berkedok kain merah itu tadi sudah
membinasakan si iblis wajah singa. Karena hati mereka sedang diliputi oleh perasaan duka yang
terlalu hebat.
..Aih ! Tuhan sudah menjelmakan dia di dunia mengapa tidak diberikan umur panjang ? Bakat
dan tulang-tulangnya anak inii dalam beberapa ratus tahun lamanya susah ditemukan keduanya.
Apalagi dengan secara kebetulan sudah menelan mustika Gu-lion Kauw tidak susah membuat dia
jadi seorang kuat nomor satu dalam rimba persilatan : Apamau sekarang telah direnggut jiwanya
oleh orang jahat ah ! Tuhan sesungguhnya tidak adil ! demikian orang berkedok itu berkata
seolah-olah kepada dirinya tapi juga seperti ditunjukan kepada kedua wanita itu.
Thian-san Liong-Lie seperti pernah dengar suaranya orang berkedok itu , begitu pula dedak dan
sikapnya tapi pada saat itu sudah tidak ingat lagi. Mak ia lantas bertanya :
,,Bolehkah tuan memberitahukan kepada kami nama tuan yang mulia ?”
Orang yang berkedok itu agaknya dibikin kaget oleh pertanyaan itu. Badannya agak gemetar, ia
mundur satu tindak lama baru menjawab dengan perasaan dingin :
…Pemilik bendera burung laut !”
….yang kutanyakan adalah nama tuan yang mulia ?” Thian-san Liong-Lie tegaskan.
Orang berkedok itu tiba-tiba perdengarkan suara ketawanya yang panjang. Badannya nampak
semakin gemetar.
….Aku tidak mempunyai she dan nama aku hanya seekor burung laut yang tidak ada artinya di
dunia ini!” jawabnya dengan suara parau.
Sehabis berkata, seakan-akan tidak suka ditanya lagi oleh wanita itu maka lantas menghampiri
dirinya Yo Cie Cong pula. Sekali lagi ia juga memeriksa urat nadinya, lalu berkatasambil gelengkan
kepala.”
…benar-benar ia sudah binasa !”
Siang-koan Kiauw mengalir lagi air matanya. Ia dongakan kepala mengawasi langit yang gelap.
Pikirannya menjadi linglung seolah-olah sudah tidak menyadari apa yang terjadi disekitarnya.
Apa yanga ada dalam alam pikiranyan pada saat itu ialah satu-satunya orang yang dicintai kini
benar-benar sudah binasa dia meninggalkan padanya untuk selama-lamanya.
Thian-san liong-lie melihat orang berkedok itu tidak mau memberi tahukan namanya ia juga
tidak baik,maka wajahnya lantas berubah.

,,memangnya kenapa ?”ia bertanya, dengan suara tidak senang.
,,harus di jaga supaya janggan sampai ada orang jahat yang tidak ada yang menggali
kuburannya dan membelek matanya.”
Thian-san Liong-lie terperanjat.
,,Hal itu memang terjadi.”
,,Menurut pikiranmu bagaimana ?”
,,Harus dikubur ditempat tersembunyi supaya tidak diketahui orang lain.”
Thian-san Liong-lie mengagukkan kepalanya,suatu tanda ia menyetujui pikiran si orang
berkedok.
Pada saat itu orang-orang Pek-leng-Hwee,Cie-in-pang dan ban-siu-pang diam-diam berlalu
semuanya,karena mereka takut berhadapan dengan orang berkedok itu.
Tetapi masih ada orang yang menyembunyikan diri sambil terus memperhatikan gerak-gerik
semua orang yang ada disitu.
Siapa orangnya itu ?
Orang itu tidak lain adalah Cien Bie Nio,ketua Pek-Leng-Hwee yang terkenal genit dan banyak
akal nya.
Mengapa ia masih belum maumeninggalkan tempat itu ? apakah karma di sebabkan Siang-koan
Kiauw masih berada di situ ? oleh karna ia ibu tirinya Siang-koan Kiauw-jie,ibu yang
memperhatikan anaknya.
Tetapi wanita genit dan jahat tidak mau mengaku sama sekali.sebetulnya ia tidak meninggalkan
tempat itu karena menggandung suatu maksud tertentu.
Saat itu satu pikiran jahat memalukan telah timbul di dalam otaknya.
Orang berkedok itu tiba-tiba menghela napas.
Entah karena bersedih atas kematiannya Yo Cie Cong atau karena di sebabkan soal lain lagi.
,,Thio Lihiap, aku permisi pergi dulu.”ia berkata pada Thian-san Liong-lie.
Atas bantuanmu yang berharga, aku si orang she Tho mengucapkan terima kasih !”
Kedua mata orang berkedok itu, tiba-tiba memancarkan sinar yang aneh, ia mengawasi Thiansan
Liong-lie sejenak, kemudian berlalu.
Seperginya orang berkedok itu, keadan di situ kembali menjadi sunyi senyap.
Thian-san Liong-lie mengawasi berlalunya orang berkedok itu, dalam hatinya timbul perasaan
aneh.
Orang berkedok itu seandainya mengetahui siapa adanya Yo Cie Cong yang saat itu sudah
binasa,tidak nanti ia gampang-gampang meninggalkannya begitu saja.
Tetapi ia sama sekali tak menduga kalau pemuda itu ada hubungannya dengan dirinya.
Thian-san Liong-lie pada depuluh tahun silam menjadi kenangan bagi dirinya yang
menyedihkan, setelah meninggalkan gunung Thian-san Liong-lie,terus berkelana dalam dunia
Kang-Ouw dengan maksud hendak mencari seseorang, yaitu kekasihnya yang seumur hidupnya
tidak dapat dilupakan.
Orang itu wajahnya mirip sekali dengan Yo Cie Cong hanya umurnya saja berbeda.
Siang-koan Kiauw saat itu agaknya sudah menduga dari semula. Ia tidak berani melihat,tetapi
dengan tidak sengaja matanya di tunjukan pula kearah jenajah Yo Cie Cong.
Rasa perih dan sedih kembali menusuk hatinya.
Tiba-tiba memeluk Thian-san Liong-lie dan menangis mengngerung-ngerung seperti anak kecil.
Suara tangisannya itu menyayat hati, apa lagi dalam keadaan malam yang sunyi malam itu.
Thian-san Liong-lie turut merasa sedih air matanya turun seperti hujan.
,,nona Siang-koan Kiauw-jie,kau harus pulang.”
,,bibi Tho,bagaimana denagan dia ?”
,,aku kan mencari ke suatu tempat yang sangat sembunyi untuk mengubur jenajahnya.”
…..kenapa ?”
…oleh karena dalam perutnya masih ada mustika Gu-liong-kao. Jika kuburanya diketahui oleh
orang lain, kuburannya bisa dibongkar dan perutnya bisa dibelek.”
…Aku mau ikut. Aku harus mengetahui kuburanya. Supaya aku bisa sering-sering tengoki dia.”
Thian-san Liong-lie tergerak hatinya terhadap kecintaan hati nona itu pada dirinya Yo Cie Cong
lantas ia berkata dengan suara lemah lembut :

….Nona Siang-koan ……….”
….Aku bernama Kiauw-jie. Bibi Tho panggil saja aku Kiauw-jie. “
…Baiklah Kiauw-jie mari kita jalan .”
Thian-san Liong-lie lalu menggotong jenajahnya Yo Cie Cong.
Dua bayangan orang dengan cepat berjalan menuju kesebuah bukit yang paling tinggi.
Pada saat itu satu bayangan orang lain telah muncul keluar dari tempat persembunyiannya.
Dengan jalan sembunyi-sembunyi ia mengikuti jejak kedua orang yang jalan lebih dulu tadi.
Setelah orang-orang berlalu semuanya. Keadaan ditepi danau itu kembali menjadi sepi
sunyi.seperti keadaan semula.
Malam telah makin larut tidak lama lagi akan menjelang pagi hari. Pada suatu tempat yang jauh
dari keramaian manusia. Di dalam lembah yang sangat tersembunyi yang berumput subur dan
berbunga-bunga beraneka warna. Dibawah sebuah pohon cemara yang besar kelihatan
segundukan tanah yang baru penuh dengan bunga-bunga beraneka warna.
Gundukan tanah itu adalah sebuah kuburan baru yang tidak ada batu nisannya juga tidak ada
namanya.
Di depan kuburan itu ada berdiri seorang wanita cantik setengah tua dan gadis berpakaian baju
merah.
Mereka itu adalah Thian-san Liong-lie dan Sian-koan kiauw.
Dua orang yang rebah dalam kuburan itu adalah Yo Cie Cong pemuda yang tampan cakap.yang
bersiakp adem kecut.
Thian-san Liong-lie dengan perlahan tangannya menarik tangannya Siang-koan Kiauw yang
kelihatannya sudah terbang semangatnya.
……Kiauw-jie mari kita pulang.”
…..Bibi Tho apakah kita akan membiarkan dia rebahan di dalam lembah yang sesunyi ini ?”
…Anak tolol, jangan mengucapkan perkataan yang setolol ini mari kita pulang.
Kembali Siang-koan Kiauw mengamati gundukan tanah didekatnya, mulutnya kemak-kemik
dengan air mata berlinang-linang.
…..Engko Cong kami akan meninggalkan kau tetapi aku akan kembali menengoki kau lagi si
nona berkata dalam kemak-kemiknya.
Thian-san Liong-lie menghela napas sambil menggendong tangannya Siang-koan Kiauw
berjalan keluar lembah, tetapi sebentar-sebentar masih menoleh kea rah kuburan Yo Cie Cong.
Tidak lama setelah kedua orang itu berlalu kelihatan satu bayangan putih muncul disitu.
Bayangan putih itu adalah Cin Bio Nio ketua Pek-leng-hwee yang sejak semalam terus
mengikuti jejak Thian-san Liong-lie dan Siang-koan Kiauw-jie.;
Saat itu wajahnya kelihatan perasaan bangga. Ia mengetahui bahwa Yo Cie Cong tidsk bisa
mati selama biji mukjijat itu masih berada di dalam badannya.
Setelah berfikir sejenak,Cin Bio Nio mulai bertindak dengan sangat mudah ia sudah menggali
kuburan itu, dan sebentar kemudian jenajah Yo Cie Cong sudah terbentang dihadapan matanya.
Ia membiarkan jenajah itu rebah terlentang dia sendiri mengawasi jenajah itu sambil
tersenyum. Tapi dimatanya terpancar sinar yang menakutkan.
….Dia tidak bisa mati. Setelah terkena sinar matahari Cuma setengah jam saja ia bisa hidup
kembali. Hanya setengah jam saja. “ demikian ia berkata kepada dirinya kemudian menghunus
pedang panjangnya. Wanita cantik genit dan jahat itu sudah akan membelek perut orang dan
mengambil mustikanya. Sambil memperlihatkan senyumnya yang kejam.ujung pedangnya sudah
akan di tancapkan di pusarnya Yo Cie Cong. Asal ia mengerakan tangannya sedikit saja ia sudah
dapat mustika yang tidak ada duanya di dunia ini. Tidak ada yang seorangpun yang mengetahui
dan menghalang-halangi. Perbuatnnya yang sangat keji itu.
Apa mau ketika matanya melihat wajahnya Yo Cie Cong yang cakap dan tampan mendadak ia
jadi ragu-ragu, matanya terus menatap pemuda yang tampan itu.
Meskipun sudah banyak laki-laki yang dikenalnya tapi tidak ada seorangpun yang dapat
mnandingi kecakapannya pemuda ini.
Maka pada saat itu hatinya mulai tergoncang.
Napsu jahatnya yang tadinya hendak mengambil jiwanya pemuda itu perlahan-lahan lenyap
dengan sendirinya dan napsu keji itu kini telah berganti dengan napsu birahi.

Dimatanya yang hitam jeli terlihat berkobar napsu birahinya,sehingga tangannya lantas
bergetar.
Pemuda itu kalau di binasakan sangat sayang.sebab seorang yang tampan seperti ini,mungkin
sukar di cari tandingannya.
Jenazahnya Yo Cie Cong lalu di pindahkan kesebuah tempat yang mendapat cahaya matahari !
dengan sabar ia menantikan perubahan yang akan sebantar lagi.
Kiranya mustika Gu-liong-kao itu harus bertemu dengan cahaya matahari baru kelihatan
kasiatnya.betapun berat luka orang yang mengandung mustika di perutnya, asal tubuhnya tidak di
cingcang.orang itu tidak bisa mati.
Khasiatnya yang mukjijatnya ini, sampai orang-orang yang sudah pengalaman seperti oramg
berkedok dan Thian-san liong-lie sekalipun tidak bisa mengetauinya.
Mereka menganggap bahwa Yo Cie Cong sudah matisehingga hampir saja jiwanya hampir
celaka.
Tetapi entah bagai mana Jhin Bie Nio bisa mengetahui rahasia itu tidak ada seorangpun
mengetahuinya.
Maksud Cin Bie Nio sebetulnya hendak membelek perutnya Yo Cie Cong lalu mengambil
mustikanya, tetapi sekarang pikiranya berubah.sebab ke tampanannya itu menimbulkan perasaan
birahinya.
Setengah jam berlalu dengan pesat ………
Keajaiban telah muncul.
Yo Cie Cong yang sudah mati hampir satu malam, tangan dan kakimya perlahan2 kelihatan
bergerak wajahnya sudah mulai memerah badannya mulai bergerak2 dan mulai bernapas.
Dalam hatin Cin Bie Nio saat itu timbul pertanyaan, bagaimana ia bisa membuat pemuda yang
tampan ini mau tunduk padanya untuk selama-lamanya.setengah jam telah berlalu.
Yo Cie Cong kelihatan membuka matanya. Ia seperti bangun dari tidurnya yang nyenyak,
matanya di tujukan keatas.memandang ke angkasa.otaknya perlahan-lahan mulai mengingatngingat
apayang telah terjadi atas dirinya.
Perlahan-lahan ingatannya kembali normal,ia mengingat apa yang telah terjadi semalam di tepi
danau.
Ia di buat terpental oleh pukulan yang dasyat dan menganggap dirinya pasti binasa.
Tetapi apa yang di anggap paling aneh ialah, pada saat itu rasa sakit di badannya tlah lenyap
semuanya, dan di ganti perasan segar.
Mendadak satu pikiran yang menakutkan timnul dalam otaknya.
“Apakah aku benar-bener sudah mati? “
Ia mencoba menggigit jarinya sendiri,ternyata masih dirasakan sakit, suatu bukti bahwa
sebetulnya ia belum mati.
Ia lantas bangun berdiri,matanya cellingukan memandang keadaan di sekitar tempat itu.
Di bawah pohon cemara kira-kira dua tombak jauhnya dari dia berdiri, kelihatan berdiri seorang
wanita muda berbaju putih. Ketika ia memandang siapa adanya wanita itu, wajah nya berubah
seketika.
Cin Bie Nio dengan sikapnya yang manis berjalan menghampirinya.
Yo Cie Cong mengawasi padanya dengan alis berdiri, kemudian berkata dengan suara dingin.
,,Cin Bie Nio, hari ini aku akan suruh kau mengucurkan di gunung ini.”
Cin Bie Nio terkejut,tetapi ia menjawab dengan wajah yang tidak menunjukan apa-apa.
,,Dengan kepandaianmu yang sekarang ini,kau masih belum mampu melakukan itu.”
Sehabis berkata demikian ia menghampiri semakin dekat kearahYo Cie Cong.
Dari sikap dan tingkah lakunya saat itu, terang si genit tidak bisa mengendalikan gelora
asmaranya, tapi sedapat mungkin dia secepatnya menundukan sikapnya yang bisa memikat hati
Yo Cie Cong .
Benar saja, Yo Cie Cong saat itu hatinya agk tergoyang tepai kemuida cepa-cepat ia
menguatkan hatinya dan berkata padanya dengan suara keras:
,,klau kau berani maju lagi satu langkah, aku terpaksa akan turun tangan!’’
Cin Bio Nio benar saja lantas menghentikan tindakan kakinya, matanya bergeling dan mulunya
memperlihatkan ketawanya yang manis menggiurkan.

Didalam lembah yang sunyi itu, dimana hanya ada mereka berdua, sudah tentu gampang
menimbulkan perasaan yang buka-bukan.
,,joj, kau hendak apakan diriku?” Cin Bio Nio menanya dengan suara merdu.
,,aku mau bunuh kau!”
,,hah?sebabnya kenapa sih?
Yo Cie Cong kemekmek. Didalam namanya musuh-musuh kam-lo-pang ada terdapat antaranya
nama Cin Bio Nio bersama kedua pengikut lainya. Tetapi pada saat itu ia tidak berani mengataka
terus terang, sebab ia mengetahui sendiri bahwa kepandaian ilmu silat maupun kekuatanya masih
belum cukup di gunakan untuk menuntut balas, maka ia lantas balas menanya.
,,akudengan kau ada permusuhan apa? Mengapa kau dengan kedua pengikut itu telah turun
tangankeji sehinggga jiwaku hamper melayang? Sakit hati ini tidak boleh tidak aku harus
perhitungkan dengan kau.”
,,Ooooo,itu hanya salah paham saja.” Jawab Cin Bio Nio ketawa.
,,hemmm! Salah paham?”
,,kau tidak percaya?”
,,tidak!”
,,tahukah kau, siapa yang menolong dirimu sehingga kau bisa bangun kembali dari lobang
kubur?”
,,Yo Cie Cong terkejut. Ia memang tadi juga merasa heran, karena ia masih ingat betul bahwa
dirinya sudagh di serang begitu hebat oleh si iblis wajah sings, mengapa tidak bisa binasa dan
skarang bagaimna bisa ada disini?
Yang lebih mengherankan ialah: lukanya tadi malam sudah seperti sembuh semua dan
kekuatanya juga sudah pulih kembali.
,,tetapi dengan wajah yang masih tetap ketus dingin ia menjawab:
,,apakah kau bisa menolong diriku?”
,,hehh,benar. Justru akulah yang menolongmu.
Jawaban itu seolah-olah bunyi geleg di tengah hari bolong.
Jika benar ditolong oleh perempuan genit dan jahat ini, maka selanjutnya ia takan bisa turun
tangan kepadanya. Tetapi wanita ini justru merupakan salah satu musuh-musuh lamanya.
Bukankan itu merupakan suatu soal yang sangat sulit bagi dirinya?”
Setelah berpikir sejenak,Yo Cie Cong lantas menanya:
,,mengapa kau menolong dirinya?”
,,ehhh! Kau ini bagai mana sih. Apa menolong kau itu ada salah?”
Sehabis berkata begitu, ia maju lagi dua langkah.
Bab 9
OLEH karena itu, maka jarak antara kedua orang itu, kira-kira. Tiga tindak lagi saja.
Bentuk tubuhnya Cin Bio Nio yang sangat menarik hati, ditambah lagi dengan pakainya yang
serba tipis, serta sepasang matanyayang genit menantang, benar-benar membuat runtuh hati lakilaki
yang memandangnya.
Yo Cie Cong yang usianya belum cukup delapan belas tahun belum pernah menghadapi
perempuan yang begini cantik menarik, maka hatinya tiba-tiba berontak.
Derngan tidak di sengaja ialantas bergerak mundur dua tindak.
Suatu perasaan yang belum pernah di rasakan waktu sebelumnya, kini telah membuat hatinya
tergoncang keras.
Cin Bio Nio Yang centil genit,saat itu menghadapi seorang anak muda yang jauh lebih muda
dari dirinya, matanya menatap wajah Yo Cie Cong yang tampan.
Kedua pipinya merah membara, hatinya berdebar keras badannya kelihatan menggigil,ia sudah
lantas memeluk Yo Cie Cong untuk melampiaskan perasaannya yang sedang berkobar.
,,Joj !aku lihat kau ketakutan memangnya aku menelan dirimu bulat-bulat ?jawablah !apa aku
menolong dirimu suatu perbuatan yang salah ?”
Sehabisberkata kembali ia menggeser lagi dua tindak.

Yo Cie Cong bimbang hatinya. Di jawabnya dengan ketus saat itu mukanya memerah justru
dengan demikian wajahnya yang tampan jadi menarik.
Cin Bie Nio makin lama memandang, makin merasa tidak dapat lagi mengendalikan hawa
napsunya.
Dengan mata menggering dan napas memburu ia berkata :
,,engko kecil siapa namamu ?”Yo Cie Cong sebetulnya tidak ingin menjawab, tetapi seolah-olah
ada kekuatan gaib yang membuat ia sukar menolak, maka akhirnya ia menjawab juga:
,,aku bernama Yo Cie Cong .”
,,Yo Cie Cong ?”
,,Ngng.”
,,YoCien Hoan, ketu dari kam-lo-pang itu masuh pernah apa dengan kau ?”
Wanita genit itu meski di bawah pengaruhnya napsu birahi begitu hebat, tapim masih berlaku
hati-hati. Ini salah satu keistimewaan Cien Bio Nio kalau tidak begitu bagaimana biasa
mengendalikan orang-orang Pek-leng-hwee ?
Yo Cie Cong ketika mendengar Cien Bio NIo menyebut nama suhunya hatinya terperanjat
perasaannya telah lenyap seketika, diganti oleh perasaan gemas dan gusar berkobar dalam
hatinya.
Untung pikiran warasnya mengikisi agar tak terpengaruh oleh rayuannya kalau tidak besar
sekali bahayanya jika pada saat itu ia tidak bisa menahan sabar, maka itu berarti menggagalkan
rencana besarnya. Karena dengan kepandaian dan kekuatannya pada saat itu, untuk menghadapi
musuh-musuhnya yang kuat seperti mengadu telur dengan batu.
Cin Bio Nio dan kedua pangju itu, diantara diantara musuh-musuhnya masih belum terhitung
seberapa kuatnya meski demikian ia masih belum mampu menghadapinya aplagi musuh yang
lainnya maka ia membalas dengan ketus :
,,apa perlunya kau menayakan hal seperti itu ?’
Kau tak usah tanya apa perlunya jawab saja pertanyaan ku itu saja sudah cukup !”
,,aku tak dapat menjawab !”
Cien Bie Nio otaknya lantas berkerja : pangju dari Kam-lo-pang itu pada 20 tahun berselang
sudah binas bersama keluarganya, tidak mungkin ia mempunyai keturunan seperti pemuda ini.
Memiliki golok maut yang baru-baru menggemparkan dunia Kang-ouw,meski menyebut dirinya
sebagai pangju dari Kam-lo-pang tapi benar atau tidaknya masih menjadi suatu pertanyaan,
pemuda di depan matanya ada sangkutpautnya dengan pemilik Golok Maut, mengapa selagi
pemuda ini menghadapi bahaya menghadapi kematiannya si pemilik Golok Maut itu tidak
menunjukan dirinya ?mungkin ini ada satu kesalahan, tapi ilmu silat yang di mainkan oleh si
pemuda, yang ilmunya diwarisi Yo Cin Hoan dari siapa ia belajar ?
,,engko kecil boleh kau beritau dari mana kau belajar ilmu silat ?”
,,aku tidak dapat memberitahukan padamu !”Cie Bie Nio tidak gusar sikap ketus sebaliknya
tertawa terkekeh-kekeh.
,,engko kecil berapa usiamu tahun ini ?”
,,tidak tahu !”
Ia memang jawab sebenarnya, sebab Yo Cie Cong yang sejak kecil hidup gelandangan dengan
kaum gembel, bagaimana bisa tau usianya sendiri ?
,,kau tak mau bilang ya sudah, tapi aku perlu memperingatkankau sekarang ini kau sudah
menjelma lagi di dunia. Oleh karena itu aku menolongmu hamper saja aku sendiri yang binasa !”
Yo Cie Cong bercekat hatinya.
Cin Bio Nio nampak bahwa pandangannya menggerak-gerakan hatinya Yo Cie Cong, maka
lantas berkata pula.
,,kau sebetulnya sudah binasa serangan si iblis wajah singa, oleh Thian-san Liong-lie jenajahmu
dibawa dan dikubur disini. Aku mendadak ingat aku masih mempunyai sebutir pil mustajab yang
sudah kusimpan 20 tahun lamanya pil itu namanya Kiu-Coan-Hoan-Hun-tan. Dengan maksud
mencoba khasiatnya pil tersebut aku telah gali dirimu dalam kubur dan masukan pil kedalam
mulutmu. Kemudian aku Bantu dengan kekuatan tenaga dalamku higa kau bisa hidup kembali.
Kalau kau tidak percaya kau boleh liat liang kubur itu !”

Pembohong besar itu karena kau begitu pandainya mengatur perkataannya, membuat Yo Cie
Cong mau tidak mau percaya juga pada obrolannya.
Cin Bio Nio mengira bahwa usaha kali ini akan berhasil tapi tidak taunya dibelakang ada
seoarang yang sedang mengintai yang saat itu sangat dongkol. Tapi orang itu tidak berani
bertindak kalau belum terpaksa.
Yo Cie Cong meski tampaknya dingin ketus tapi ia seorang pemuda yang tegas. Setelah
mendengarkan obrolan Cin Bio Nio dalam hatinya merasa tergerak, sikap hatinya yang dingindan
kaku juga lantas lenyap tapi ia benar-benar tak sanggup manghadapi pandangan mata si iblis
wanita itu terutama potongan badan dan buah dadanya yang menggairakan maka ia lantas tunduk
kepalanya tidak berani mengawasi.
Sebagai wanita yang sudah banyak pengalaman sudah tentu Cin Bio Nio segera mengetahui
sikapnya Yo Cie Cong itu.
Dengan menindas hawa napsunya yang sudah berkobar keras ia berkata pula dengan lemahlembut
:
,,ketika kau masih belum muncul 8 kawanan iblis yang dating mencari kau hendak membelah
dirimu untuk mengambil mustika itu. Setelah bertempur mati-matian mereka baru kabur tapi aku
hampir saja binasa ditangan mereka.
Yo Cie Cong pada saat itu perasaannya sangat menderita wanita genit ini adalah musuh
suhunya, tapi sebaliknya ia juga merupakan seorang yang sudah melepas budi menolong jiwanya
diantara budi dan sakit hati itu bagaimana ia harus bertindak selanjutnya ?
Sudah tau ia tidak tau keadaan yang sebenarnya, ia hanya percaya obrolan Cin Bio Nio setlah
mendengar keterangannya itu ia lantas berkata dengan suara sungguh-sungguh :
,,Aku Yo Cie Cong bersedia membalas budi kepada setip orang yang melepas budi kepada
diriku !pasti suatu hari aku kan membalas budimu yang sangat besar ini !
Sebetulnya ia masih ingin menambahi tetapi dendam sakit hati suhu masih perlu di
perhitungkan. Maka setelah membalas budi ini baru perhitungkan dendam suhu.
Namun perkatan itu tidak sempat dikeluarkan dari mulutnya.
,,Joh aku aku tidak ingin menerima pembalasan darimu aku Cuma mempunyai sedikit
permintaan !”
,,permintaan apa ?”
,,panggil aku enci !”
Yo Cie Cong tercengang ia tidak tau iblis wanita ini hendak berbuat apalagi ? maka dalam
hatinya lantas berpikir meski kau sudah melepas budi dari diriku, tapi kau tetap musuh suhuku.
Aku Yo Cie Cong laki-laki sejati bagaimana aku harus membahaskan kau, satu wanita genit dan
berhati kejam sebagi enci ?
Saat itu wajahnya lantas berubah merah, mulutnya bungkam.
Cin Bio Nio mengira pemuda itu sudah terima baik permitaannya maka badannya lantas maju
dua tindak sehingga hampir saja mereka berdiri satu sama lain.
,,adik tahukah kau bagaimana encimu mencintaimu.
Yo Cie Cong yang ssampai begitu besar belum pernah menghadapi racun cinta hatinya lantas
berdebar d3engan cepat ia mundur dua tindak.
Cin Bio Nio saat itu rupa-rupanya sudah tidak mampu mengendalikan hawa napsunya maka
lantas pantang kedua tangannya ia menubruk dirinya Yo Cie Cong seolah –olah macan kelaparan
menubruk mangsanya.
Karena jarak mereka terlalu dekat, Yo Cie Cong sudah tidak keburu mundur lagi maka sebentar
saja sudah beada di pelukannya.ia masih coba berontak tapi tidak berhasil hingga keduanya rubuh
bergulingan di tanah.
Cin Bio Nio sperti sudah kalap ia memeluk erat-erat dirinya Yo Cie Cong dan menciumi pipi dan
bibir pemuda itu.
Sekujur badan Yo Cie Cong saat itu seperti kena setrum listrik perasaan aneh timbul dalam
hatinya seketika.
Sebagai manusia biasa apalagi dalam usianya masih muda remaja Yo Cie Cong belum
mempunyai keteguhan hati untuk menahan godaan setan.akal budinya telah runtuh ia merasakan
adanya suatu kebutuhan.

Dengan wajah merah dan pandangan yang aneh ia mengawasi perempuan yang menciumi
diririnya.
Sambil pejamkan mata Cin Bio Nio terus memanggil-manggil.
,,adik, adik Encimu …encimu … aku …”
Yo Cie Cong yang juga agaknya sudah melupakan dirinya tanggannya lantas merobek baju Cin
Bio Nio ……”
Justru pada saat itu tiba-tiba dari dalam rimba tidak jauh dari tempat telah terdengar suara
elahan napas perlahan.
Suara itu meski perlahan tapi didalam telinga Yo Cie Cong terdengar solah-olah suara lonceng
gereja ketika mendengar itu,ia lantas tersadar dari mimpinya.
Keringat dingin lantas mengucur keluar.
Ia sesalkan dirinya sendiri : ,,Ah, Yo Cie Cong ! kauhampir saja melakuka perbuatan yang akan
menyesal seumur hidupmu, bagaimana kau ada muka untuk menemui suhumu diakhirat nanti ?
bagaimana kau ada muka untuk tancap kaki didunia Kang-ouw sebagai sutu enghiong…….?”
Pikiran warasnya telah timbul. Ia tahu bahwa ia masih belum mampu menandingi Cin Bio Nio
tapi ia sekarang ia bisa turun tangan.
Pikiran itu dengan cepat lantas dilaksanakan jarinya menotok jalan darah ‘Kie-bun-hiat-nya Cin
Bio Nio …….,
Cin Bio Nio yang dalam saat itu juga telah membuka matanya. Ketika melihat perubahan
mukanya Yo Cie Cong napsu birahinya hilang seketika dengan cepat ia hendak lompat bangun.
Tapi oleh karena ia bergerak,maka bagian darah Ma-hiat-nya telah kena totok, sehingga seketik
itu pula ia tidak bisa bergerak ia Cuma bisa mengawasi Yo Cie Cong dengan mata mendelik, tapi
tidak bisa berbuat apa-apa.
Ia sesungguhnya tidak mendugga bahwa dirinya akan berbuat demikiansebagai salkah satu
wanita yang ulung kiniternnyata dengan mudah tergelincir didalam tangan seorang anak muda
yang baru muncul dapat di bayangkan bagaimana perasaan si wanita genit pada saat itu !
Yo Cie Cong sehabis menotok Cin Bio Nio ia merassa hutang budi kepada orang yang brusan
menghela napas.
Karena kalau bukan helaan napas yang menggagetkan padanya ia sudah melakukan perbuatan
yang akan membuat noda namanya untuk seumur hidup.
Sekarang Yo Cie Cong kembali pada sikapnya yang dingin dan ketus.
,,Cin Bio Nio.” Katanya dengan suara dingin . ,,perbuatanmu yang menolong diriku tadi tidak
peduli benar atau bohong tapi di tepi danau kau dcengan kedua pangju pernah menyerangku
hingga terluka parah, sekarang aku ampuni dirimu maka diantara diantara kita sudah tidak adalagi
hutang budi. Lain kali bila aku bertemu dengan dirimu lagi maka akukan menghabisi nyawamu !”
Seandainya ia mengetahui keadaan yang sebenarnya, ia pasti tidak akan melepaskan begitu
saja wanita yang genit dan jahat itu.
Cin Bio Nio, “sekarang menyesal bukan main mengapa ia tidak bunuh mati saja Yo Cie Cong
hingga mustika Gu-Liong-Kauw itu dapat di kuasai olehnya ? tapi, sekarang menyesal juga sudah
terlambat.
Karena jalan darahnya sudah tertotok, ia sekarang sudah tidak berdaya ssama sekali.
Yo Cie Cong setelah mengawasi padanya sejenak, lalu berjalan menuju kedalam rimba.
Ia, hendak mencari siapa orangnya yang tadi menghela napas perlahan ?
Ilmunya membentengi tubuh Yo Cie Cong dapat warisan dari suhunya dijaman Cek-kun yang di
jamannya Kam-lo-pang sangat terkenal kenal dengan kepandaiannya. Maka sekejap saja ia sudah
menghilang kedalam rimba.
Ia mencari kesana-sini tapi di situ ternyata sunyi senyap, tidak terdapat bayangan seorangpun
juga.
Keluar dari rimba didepan matanya terbentang, sebuah bukit yang terdiri batu cadas disitu
hanya terdapat beberapa batang pohon cemara yang kelihatannya sebagi penghias saja.
Yo Cie Cong bersandar di sebuah batu besar yang bentuknya seperti kursi, matanya
memandangi awan yang beterbangan diatas langit, agaknya sedang memikirkan sesuatu yang
telah terjadi atas dirinya selama beberapa hari ini.

Ia teringat suhu dan kedua pamannya yang mengenaskan, kalau tidak ada mala petaka yang
menimpa dirinya ketiga oaring tau itu, pasti ia terus akan mendapat didikan mereka bertiga. Ia lalu
mengingat pesan suhunya, ketikla hendak menutup mata, ia harus mencari kayu pusaka Ouw-bok
po-lok yang sebelah lagi,baru melanjutkan pelajaran ilmu silatnya. Di samping itu,ia masih harus
menuntut balas terhadap musuh-musuhnya Kam-lo-pang yang terdapat dalam daftar buku yang di
tinggalkan oleh suhunya.
Selain dari pada itu, ia harus mencari tahu asal usul dirinya sendiri juga.
Dengan tidak terasa ia merambah-rambah batu giok Liong-Kwan yang berada di lehernya lalu
berkata kepada dirinya sendiri : “aku ini siapa ? apa sih dan namaku yang sebanarnya ? dan siapa
saja ayah dan bundaku ?....
Ia teringat pula akan keajaiban yang dialami selama duahari ini, meskipun suadah binasa
ditangannya si iblis wajah singa tetapi akhirnya ia bisa hidup kembali.
Ia juga teringat kepada mustika Gu-liong-kauw yang masuk kedalam perutnya secara
kebetulan. Asal bisa mendapatkan telur berwarna dari burung Rajawali raksasa maka kekutannya
akan bertambah dan berlimpah-limpah. Tapi kemana ia harus mencari telur yang aneh itu ?
Jika ia berhasil mensari yang seporong lagi kayu pusaka Ouw-bok pol-lok, ia tentu tidak berjasa
musuh Kam-lo-pang karena musuh-musuh Kam-lo-pang hampir semuanya merupakan otrangorang
kuat dalam rimba persilatan pada dewsa itu.
Dan apa yang tidak bisa dilupakan ialah budi Bibinya Tho atau Thian-san liong-lie yang
membela dirinya tiba-tiba dibelakang dirinya tanpa menghiraukan keselamatan dirinya sendiri.
Budi yang besar dari bibi itu, entah kapan dapat dibalasnya.
Selagi ia tenggelam dalam lamunannya tiba-tiba terdengar pula elahan napas.
Dengan cepat ia membalikamn dirinya ….
Ditempat sejauh kira-kira dua tumbak, tampak berdiri seorang nona berbaju merah yang
tengah mengawasi pandangnya yang tajam.
Ia terperanjat, dalam hatinya lalu berpikir, bolehnya dia ?
Tiba-tiba ia ingat bahwa nona baju merah itu pernah menolomg dirinya bersama-sama Thiansan
liong-lie meski terhadap dirimya nona itu Yo Cie Cong tidak mempunyai kesan baik, tapi tidak
urung maju mang hampiri seraya berkata :
…Nona Siang-koan Kiauw kau pernah menolong diriku aku pasti akan membalas budimu ini !”
Siang-koan Kiauw tidak menjawab, hanya kembali mengelah napas perlahan.
napas perlahan.
Yo Cie Cong terkejut mendengar elahan suara napas itu
,, Hei, barusan kau yang mengelah napas dilembah sempit tadi ?’’ ia menanya.
,, Ng !
Ingat akan perbuatannya yang tidak sopan telah dilihat oleh si nona, maka wajahnya lantas
berubah merah karena merasa jengah. Ia lalu alihkan pembicaraannya kelain soal.
,, Dimana bibi Tho sekarang ?’’ ia menanya.
,, Kita berdua setelah mengubur kau, lantas berpisahan.’’
,, Mengubur aku ?’’
,, Lah !’’
Mengapa kau belum berlalu?’’
,, Sebab ……….aku…….aku…….’’
Dijiwanya sinona, sekeyika itu juga lantas berubah merah Yo Cie Cong merasa ketarik oleh
jawaban si nona, maka ia lantas berkata :
,, Bolehkah nona menceritakan padaku, apa yang telah terjadi atas diri pemuda itu, sehingga ia
dikubur dilembah yang sunyi itu.
Yo Cie Cong tertegun. Ia berkata kepada dirinya sendiri kalau begitu, pemilik bendera burung
laut itu juga merupakan salah seorang yang melepas budi terhadap diriku !’’
Setelah hening sejenak, ia berkata pula :
,, Kalau begitu, apa yang diucapkan oleh perempuan hina Cin Bio Nio tadi semuanya bohong.’’
Si nona wajahnya berubah menjadi merah seketika itu juga.,, Aku tidak dapat memberitahukan
padamu.’’
,, Kenapa ?’’

,, Sebab ia adalah ibuku.’’
,, Apa ? Dia ibumu ?’’
,, Bukan ibu benar, tetapi ibu tiri’’
,, Aku tadi sudah berkata kepadanya, bahwa antara aku dan dia sudah tidak mempunyai
ganjalan sakit hati atau hutang budi untuk sekarang ini tidak akan bisa berbuat ap-apa terhadap
dirinya ceritakan saja. Kau tidak usah khwatir.Aku harus mengetahui persoalan ini.’’
,,meskipin ia ada maksud lain, tetapi ia sudah menggali keluar dirimu dari liang kubur sehingga
kau hidup kembali, itu memang sebenarnya. Tetapi sekarang urusan sudah lain biarlah jangan
mengungkitnya lagi urusan ini.’’
,, Dengan cara apa ia membuat kau hidup kembali ?’’
,, Tidak tahu. Ia hanya meletakan dirimu dibawah sinar matahari, setengah jam kemudian kau
mendadak mendusin. Hal itu juga membuat aku merasa heran.’’
,, Kiranya, orang yang menelan mustika Gu-Liong-Kauw sekalipun sudah terluka para, juga
tidak akan bisa mati.’’
,, Tetapi wakti itu kau memang benar sudah mati.’’
Sudah tentu mereka samasekali tidak mengetahui kasiat benda mujijat itu yang baru kelihatan
mujijatnya apabila ketemu sinar matahari, sehingga orang yang sudah mati bisa hidup kembali.
Siang-koan Kiauw pada saat itu nampaknya tidak begitu berarti dalam seperti waktu pertama
kali bertemu dengan Yo Cie Cong nona itu sikapnya kelihatan semakin menarik. Dengan matanya
yang jeli dan bening ia terus mengawasi wajahnya Yo Cie Cong.
,, Dikalau bibi Tho tahu kau bisa hidup kembali, entah bagaimana rasa girangnya.’’ Si nona
berkata.
,, Apa ? kau juga bahasakan dia bibi Tho ?’’
Siang-koan Kiauw sebetulnya hendak menjawab bahwa panggilan itu karena mengikuti si
pemuda, tetapi berat perkataan itu dikeluarkan dari mulutnya, maka ia hanya menjawab dengan
singkat Ng’ saja.
Mendadak Yo Cie Cong mengingat suatu hal.
,, Cin Bio Nio itu apakah ibu tiri nona ?’’ tiba-tiba ia menanya.
,, bukan tadi sudah kukatakan ?’’
,, Kalau begitu ayahmu tentunya………’’
,, Siang-koan Kiauw yang mempunyai gelar Tui-hong-kiam ( pedang pengejar angin ).’
Demikian jawabnya.
Yo Cie Cong terperanjat, dalam matanya tiba-tiba terlintas sinar kebencianny. Tetapi itu hanya
terjadi sekejapan saja, lantas lenyap kembali. Sehiangga Siang-koan Kiauw tidak dapat melihat
perubahan itu.
,, dimana ayahmu sekarang berada ? apa ia bukan menjabat ketua Pek-leng-hwee ……’’
,,Ayah sudah meninggal dunia pada lima tahun berselang jabatan ketua Pek-leng-hwee,itu
sekarang dipegang ibu tiri.
Sudah meninggal dunia ?
,,kenapa ?
Apakau kenal ayahku almarhum ?
Yo Cie Cong geleng-geleng kepalanya, tetapi dalam hatinya berpikir : Siang-koan Kiauw juga
merupakan salah satu musuhnya suhu yang dulu turut ambil bagian dalam pembasmian Kam-lopang.
Karena ia sudah lama binasa dan orang yang sudah mati tak dapat diajak berhitungan, maka
hutang darah itu ia akan tagih pada dirinya, tetapi ia adalah anak perempuan salah satu musuh
suhunya. Lebih baik ia meninggalkan padanya saja.
Oleh karena berpikiran demikian, maka sikapnya berubah kembali.
,,nona Siang-koan, budimu terhadap diriku akan ku ingat untuk selama-lamanya. Sekarang aku
hendak pergi dulu, katanya dengan suara tawar.
Sehabis berkata, ia lantas hendak berlalu.
,, Kau ……,kembali dulu !’’ Siang-koan Kiauw memohon.
Yang tinggi hati dan suka berbuat menuruti perasaannya sendiri sekarang menghadapi sikapnya
Yo Cie Cong yang begitu dingin terhadap dirinya perasaanya merasa tersinggung.

Yo Cie Cong yang baru saja bertindak, terpaksa berhenti menanya dengan heran
,, Nona masih ada perkataan apa ?’’
Siang-koan Kiauw membisu matanya lantas menjadi merah. Karena biar bagaimana ia adalah
satu gadis yang masih suci, tidak bisa membeber kelakuan Yo Cie Cong yang tidak berbudi.
ia pernah menempuh bahaya dan bersedia korbankan jiwanya untuk menolong diri pemuda ini.
Ia pernah bersedih hati karena kematian pemuda ini tetapi ia sekarang setelah hidup kembali
sikapnya malah begitu dingin terhadap dirinya. Kenapa ?
Yo Cie Cong sebetulnya juga bukan tidak tergerak hatinya oleh perlakuan dan sikap si nona ini
sebab sebagai manusia umumnya sudah tentu tidak akan terhindar dari lingkungan perasaan
manusia. Tetapi ia tidak akan menyatakan perasaanya sebab nona itu adalah anak perempuannya
musuh suhu itu.
Oleh karena itu pulalah, maka kecantikannya si nona baju merah itu tidak dapat meruntuhkan
hati si pemuda yang sikapnya dingin itu.
Setelah agak lama bediri sepasang matanya si Nona kelihatan guram tidak bersinar dengan
suara sedih pilu ia berkata.
,,pergilah.”
,,Bukankah nona tadi suruh aku kembali ?”
,,tidak salah, memang suruh kau kembali.”
,,Ada urusan apa ?”
,,Tidak ada. Sekarang aku minta kau tinggalkan aku.”
Yo Cie Cong merasa bingung, ia bertanya sambil kerutkan alisnya :
,,Nona apa artinya ini ?”
,,Tidak apa-apa aku hanya ingin untuk selamanya kita tidak akan bertemulagi dengan kau,”
Jika perkatan itu keluar dari mulut orang lain, Yo Cie Cong pasti sudah lantas berlalu begitu saja
tetapi terhadap si Nona yang melepas budi terhadapnya iaterpaksa harus menahan sabar.
Terutama tadi ketika ia berada dalam cengkramannya napsu setan dari Cin Bio Nio jika bukan
karna nona ini yang mengeluarkan napas, sehingga kembalilah pada pikiran yang waras barang
kali ia telah melakukan perbuatan terkutuk dengan Cin Bio Nio.
Hal ini lebih-lebih ia merasa berhutang budi terhadap nona ini.
,,Apakah dari diriku ada hal-hal yang dapat disalahkan terhadap dirimu ?”
Demikian halnya Yo Cie Cong menaya
Siang-koan Kiauw tidak dapat menekankan perasaan sedih hatinya
Air matanya lantas keluar.
Yo Cie Cong baru saja muncul dari dunia Kang-Ouw tetapi ia adalah seorang pemuda yang
sangat cerdik pada saat itu ia juga sudah agak menduga perasaan hati si nona maka untuk saat
lamanya perasaan tergoncang keras ia merasa tidak enak terhadap Siang-koan Kiauw dalam
hatinya lantas berpikir : nona manis yang patut dikasihi. Apa aku ada harganya utuk mendapat
cintamu ? sesungguhnya aku tak bisa mencintai kau jika satu hari nanti kau mengetahui siapa
adanya aku ini kau tentu akan menyesal !”
Siang-koan Kiauw adalah untuk pertamakali timbul perasaan cintanya terhadap seorang
pemuda. Tetapi pemuda ini bersikap dingin terhadapnya sudah tentu ini merupakan satu pukulan
yang hebat bagi seorang gadis suci murni.
,,pergilah selamanya aku tidak menemui kau lagi ia mengulangi perkataannya itu pula dan
perkataan demikian tidak beda dengan seorang wanita yang sedang terhadap kekasihnya.
,,Nona, aku…”kata Yo Cie Cong sambil ketawa geli
Kau satu-satunya laki-laki tidak berbudi
Siang-koan Kiauw menekap wajahnya seniri dan lantas berlalu dengan cepat.
Untuk saat lamanya Yo Cie Cong merasa serba salah ragu-ragu baiknya mengejar atau berpisah
begitu saja ?
Selagi masih dalam keragu-raguan, nona itu sudah menghiklang dari depan matanya.
Setelah si Nona pergi ia merasa hatinya merasa kosong melompong
dengan lakunya seperti orang linglung ia menongak mengawasi langit membiarkan dirinya
tertiup oleh angin pagi yang sangat dingin.
Siang-koan Kiauw sebetulnya tidak terjauh masih menantikan pangilanya Yo Cie Cong .

Tetapi ia terlau lama menantikan akhirnya ia merasa putus harapan hatinya seorang gadis telah
hancur luluh ia berkata kepada dirinya sendiri sambil kertak gigi :
“Yo Cie Cong, ada satu pasti aku akan bunuh dirimu
Sehabis berkata demikian ia segera berlalu dan kali ini benar-benar berlalu.
Yo Cie Cong sebetulnya tidak benar-benar tidak besikap dingin terhadap dirinya tetapi
terpengaruh oleh dirinya sendiri ia tidak berani menerima cintanya Siang-koan Kiauw ia tidak ingin
menyakiti hati hati siNona .
Setelah sekian lama berdiri akhirnya ia juga berlalu.
Belum lama ia berlalu dilambah yang sunyi itu kembali muncul orangorang pandai dari
golongan hitam.
Orang-orang itu juga merupakan sebagian dari orang-orang yang turut ambil bagian dalam
rebutan mustika Gu-Liong-Kauw.
Oleh karena itu munculnya pemilik bendera burung laut maka mereka pada ketekutan dan
kabur.
Tetapi terdorong oleh perasan serakah mereka tidak berlalu terlau jauhmereka hendak melihat
perkembangan selanjutnya kemana akhirnya mustika itu jatuhnyamereka telah menyaksikan
dengan mata kepala sendiri bagai mana si orang berkedok kain putih mengaku sebagai pemilik
bendera burung laut, dengan kepandaian yang sangat luar biasa tingginya, dalam sekejap saja
sudah merebut senjata peledak yang hebat dari tangannya si iblis wajah singa bahkan si iblis
dapat dibinasakan dengan mudah.
Kemudian melihat orang berkedok itu berlalu, tetapi masih mondar-mandir kira-kira lima puluh
tumbak jauhnya dari tempat persembunyian mereka, agaknya masih tidak mau meninggalkan
tempat itu begitu saja.
Dengan demikian, maka orang-orang itu masih belum berani menunjukan diri, sehingga
merekapun menyaksikan kejadian ketika jenajahnya Yo Cie Cong dibawa pergi oleh Thian-san
Liong-lie dan Siang-koan Kiauw.
Setelah oragn berkedok itu sudah benar-benar berlalu, orang-orang itu baru berani unjukan diri
lagi. Mereka mencari ubek-ubekan ditempat sekitar lima lie dari danau tersebut.
Tidak perlulah disangsikan bahwa tujuan mereka itu masih tetap pada mustika yang merupakan
benda mukjijat bagi orang-orang rimba persilatan itu.
Mereka masih tetap mencari jenajahnya Yo Cie Cong dan ingin membelek perut jenajah itu
serta mengambil mustikanya.
Satu malam telah berlalu, tetapi mereka tidak dapat menemukan apa yang mereka cari.
Ketika mereka tiba dilembah yang sempit sunyi, disitu mereka dapat menemukan dirinya si
wanita genit baju putih yang bukan lain dari pada ketua Pek-leng-hwee. Cin Bio Nio.
Maka mereka lantas pada menghampiri Cin Bio Nio.
Bab 10
BERADANYA permpuan itu disitu, pasti bukan tidak ada sebabnya. Kiranya Cin Bio Nio yang
dalam keadaan yang tidak menduga-duga telah tertotok jalan darahnya oleh Yo Cie Cong dengan
mengandal kekuatan tenaga dalam yang sudah tinggi perlahan-lahan ia sudah berhasil
membebaskan totokan itu.
Selagi masih merasa gemas dan gusar serta mendongkol serta beberapa bayangan orang
mendadak menghampiri dirinya.
Ketika ia melirik kearah mereka ia segera mengerti apa maksud kedatangan orang-orang itu.
Diantara orang-orang yang sedang mendatangi itu. Terenyata ada dua penjahat dari Lam-bong
serta si garuda kepala botak.
Sudah tidak perlu disangsikan lagi bahwa kedatangan orang itu maksudnya tentu hendak
mencari mustika Gu-Liong-Kauw dalam perutnya Yo Cie Cong.

Kawanan iblis itu ketika menyaksikan lubang kubur yang sudah kosong melompong dan
pakaiannya Cin Bio Nio yang sudah terkoyak-koyak agaknya sudah mengerti sebagian sehingga
mata mereka semua ditunjukan kearah wanita itu. Agaknya ingin menembusi apa yang tersimpan
didalam tubuh wanita genit cantik itu.
Orang-orang itu setelah berdiri dekat pada Cin Bio Nio, pertama-tama adalah si Garuda Kepala
Botak yang membuka suara sambil menggaruk-garuk kepanya yang kelimis.
….Cin Hweetio, mengapa kau berada disini seorang diri saja ?
…Ehee, apa dalam hal ini juga ingin mengetahuinya ?
…Untuk seorang yang suka berterus terang, tidak perlu sembunyi-sembunyi. Barangkali kau
tahu dimana adanya bangkainya pemuda itu ?
…Tidak tahu !
…Ahh, huh huh …..Rejeki Hweetio sangat besar.
…Apa artinya perkataan ini ?
…Mustika Go-liong-kauw tidak mudah dilihat dalam ribuan tahun sekali. Kini senjata kau
dapatkan secara mudah bukan berarti besar sekali rejekimu ?”
Orang yang mndengar perkataan si Garuda Kepala Botak wajahnya masing-masing menunjukan
perasaan mengiri dan heran. Sehingga semua mata kembali ditunjukan kearah dirinya. Cin Bio Nio.
…Telah kudapatkan ?” Cin Bio Nio balas menanya.
…Cin Hweetio, perluapa maisih berlaga pilon ?”demikian salah satu dari penjahat dari lam-bong
lantas celetuk.
,,apa artinya berlaga pilon ?
Bangkainya bocah itu mungkin sudah menjadi korban pedangnya Cin hweetio,” kata si garuda
kepala botak smbikl miringkan kepalanya.
,,kata yang menyemblih pemuda itu dan mengambil mustikanya.
,,kau Cin Hweetio,rasanya mungkin tidak tega turun tangan terhadap anak itu,”
,,Ha, ha, ha,…..”Cin Bio Nio perdengarkan ketawanya yang nyaring.
Begitu seram terdengar suara ketawanya itu, apalagi terdengar didalam kedalaman lembah
yang sunyi itu sehingga membuat wajah-wajah orang-orang jahat itu berubah.
Ketawanya Cin Bio Nio seakan–akan hendak melampiaskan benci dan jengkel karna ia dituduh
sebagai pencuri.
Ia yang biasa mempermainkan laki-laki sunguh tidak menyangka sekarang bisa terjungkal
ditangan satu bocah. Ia tidak mendapat keuntungan apa-apa.sebaliknya sudah di tuduh sebagai
orang yang mengambil Mustika dari perut Yo Cie Cong .
Bagai mana ia tidak jadi gusar dan dongkol ?
Tetapi tawa itu sungguh tak enak didengarkanya bagi kawanan penjaha itu.
Setelah puas ketawa, Cin Bio Nio lantas berkata dengan suara yang bengis :
,,kalau benar, bagaimana ? apakah kalian hendak membelek perutku dan mengambil mustika
itu. ?”
Orang-orang jahat itu pada terkejut, salah seorang dari dua penjahat dari Lam-Bong lalu
menjawab sambil tertawa :
,,Ooo , tidak berani. Kita Cuma ingin mengetahui saja dimana sebetulnya mustika itu kini
berada. Ternyata Cin Hweetio ternyata rejekinya yang paling besar. Rasanya perlu aku
mengucapkan selamat padamu”.
Cin Bio Nio sebagai orang yang banyak akalnya ia bisa menghitung untung rugi.utntuk
menghadapi kawan penjahat kini ia tidak takut dan mereka tidak berani berlaku terlalu kejam
terhadap dirinya.
Tetapi kalau hal itu disiarkan kedalam dunia Kang-Ouw, itu berarti bahwa ia juga yang akan
tertimpa bencana.
Oleh karen itu maka ia lantas berkata :
,,juga tuian-tuan juga tidak salah !Aku mempunyai pikiran serupa itu. Cuma sayang…..
kawanan penjahat itu yang menengarkan perkataan Cin Bio Nio ada isinya,semangat lantas
terbangun Si Garuda Kepala Botak kepala botak adalah seorang yang banyak akalnya, tetapi
dihadapan Cin Bio Nio ia masih belum nampak seujung kukunya.ia tidak mengetahui si wanita
genit itu sedang memainkan peranan, maka lantas mendesak dengan mendesak perkataanya :

,,sayang apanya ?”
,,sayang keadaan ku sama dengan tua-tuan yang tidak mempunya itureji untuk mendapatkan
mustika itu.
Kawanan pejahat itu agak bikin bingung oleh jawaban perempuan genit cerdik itu. Si Garuda
Kepala Botak kepala itu agaknya masih mau percaya maka ia terus mendesak :
,,aku ingin penjelasanmu.”Cin Bio Nio …. Mendadak berkata dengan berkata sunguh-sungguh.
,,tuan-tuan kiranya tahu sendiri bahwa orang yang menelan benda mukjijat itu,
Sekalipun terluka parah juga tidak akan bisa binasa.”kawana penjahat itu aggukan kepada.
,,dari mana Hweetio bisa mengetahui ini.”
,,dengan terus terang, akan juga mempunyai maksud untuk mendapatkan mustika itu. Aku
mengikuti sampai disini dan ketika aku menggali liang kubur itu, ternyata sudah kosong”
,,kalau begitu, bocah itu tentu sudah kabur.
,,siapa kata tidak ?” Si Garuda Kepala Botak lantas berkata sambil ketawa dingin :
,,Cin Bio Nio Hweetio tadi rupa-rupanya pernah berkelahi dengan seporang.”
Siapa tahu, pertanyaan yang tidak,pertanyan yang tidak di sengaja ini seolah-olah sebatang
anak panah yang tajam menacap keulu hatinya Cin Bio Nio. Bukan berarti berkelahi saja bahkan ia
sudah menjadi pecundang anak muda itu.
Tetapi si wanita genit yang banyak akalnya, meskipun dalam hati ada persamaan yang
mendongkol diluarnya tidak menunjukan perubahan apa-apa maka ia masih bisa menjawab
dengan sejenak saja :
,,memang benar !”
,,dengan siapa ?
,,Thian-san Liong-lie.”meskipun jawaban Cin Bio Nio itu sejenak saja, tetapi tidak ada
seorangpun yang tidak percaya.
,,Thian-san Liong-lie ?” Tanya mereka heran.
,,benar ? Thian-san Liong-lie memang satu jalan dengan bocah itu maksudnya dengan
membuat kuburan palsu ini tidak lain hanya hendak mengelabui mata orang-orang dunia Kang-
Ouw saja.
Ia sendiri masih belum berlalu dari sini. Ketika aku menggali liang kubur, karena dianggapnya
membuka rahasianya, maka dalam gusarnya ia lantas mengejar aku.’
Kawan pejahat itu, setelah mendengar keterangan tersebu, hati mereka merasa maksgul si
garuda kepala botak memberi pertanyaan sambil tertawa Ha,ha, hi, hi :
,,keterangan Cin Hweetio bertanya apa tidak berbohong ?”
Cin Bio Nio sangat mendongkol terhadap kepala botak ini, tetapi diluar masih tidak menunjukan
perubahan apa-apa dan atas pertanyaan itu ia menjawasb dengan sungguh-sungguh :
,,Tuan-tuan rupanya terlalu menganggap rendah diriku biar bagaimana kertas toch tidak dapat
dipakai untuk membungkus api didalam kalangan Kang ouw, tauan masih banyak kesempatan
bertemu dengan bocah itu. Bagai mana aku bisa bohong ?”
Si garuda kepala botak bungkam seribu bahasa. Tapi hanya sejenak sebab kemudian ia berakta
pula sambil ketawa cengar-cengir.
,,Cin Hweetio, maafkan aku yang salah omong sampai ketemu dilain waktu.”
Setelah berkata demikian, Si Garuda Kepala Botak kepala botak lalu lantas berlalu lebih dulu.
Kawanan penjahat itu setelah saling pandang sejenak, juga lantas sumuanya bubar.
* * *
Peristiwa yang menyangkut dirinya Yo Cie Cong yang secara kebutulan telah menelan mustika
Gu-Liong-Kauw, dan kemudian telah binasa bisa hidup kembali dalam waktu beberapa hari sudah
tersiar luas kalangan Kang Ouw oleh karena itu, Yo Cie Cong kini telah merupakan’barang yang di
buat incacaran oleh kawanan iblis, yang bermaksud hendak mendapatkan mendapatkan barang
mustika itu.
Ini sesungguhnya merupakan suatu hal yang menakutkan.
Kemungkinan penyemblihan atas dirinya untuk mengeluarkan mustika itu dari perutnya, setiap
saat bisa saja terjadi sebab mustika Gu-Liong-Kauw itu harus ada telurnya burung raksasa baru
bisa lumer dan berguna bagi dirinya pemilik, kalau tidak, selamanya akan tetap tinggal utuh dalam
perutnya maka kawanan manusia yang mengandung hati seraka dan kejam lantassudah pada

bergerak mencari adanya pemuda dengan mustika Gu-Liong-Kauw itu. Yo Cie Cong hari itu,
setelah lolos dari bahaya kematian dari bahaya kematian dan meninggalkan lembah yang sempit
sunyi yang pernah mnjadi tempat kuburannya sementara ia mlakukan perjalanan menuju keutara.
Tujuannya yang pernah ia tuju mencari pusaka kayu Ouw-boks Po-Lok, supaya ia dapat
mempelajari ilmu silatnya yang lebih dalam dan bisa digunakan untuk menuntut balas sakit hati
Suhunya.
Ouw-boks Po-loks Cuma merupakan dua kayu hitam apayang ada ditangannya Yo Cie Cong
saat itu hanya yang memuat keterangannya, sedangkan sepotong lagi yang belum di temukannya,
termuat dihapalannya.
Dalam sepotong kayu yang kecil itu dibuat pukulan tangan yang hanya terdiri dari lima jurus
saja, tapi kalau itu dapat di muat pukulan tangan jang hanya terdiri dari jurus saja, tetapi kalau
tidak mendapatkan keterangannya dari sepotong kayu yang berada di tangannya Yo Cie Cong saat
itu, tentu tidak akan dapat dipahamkan ilmu serangan termaksud.
Untuk mencari benda yang sudah hilang pada dua puluh tahun berselang itu, sebetulnya
merupakan suatu pekerjaan yang maha sulit.
tetapi Yo Cie Cong sudah bertekad bulat, sebab benda itu bukan saja merupakan benda pusaka
perguruannya, teapi juga merupakan benda penting yang harus didapatkan untuk dapat
melaksanakan pesanan suhunya.
Terhadap mustika yang berada dalam perutnya,malahan ia tidak taruh perhatian sama sekali,
sebab benda mustika itu harus dibantu dengan telur burung berwarna dari burung rajawali raksasa
baru ada gunanya.
Tetapi barang yang tersebut terakhir ini juga merupakan barang yang tidak mudah untuk
didapatkan, maka sama artinya dengan barang yang tidak berguna di dalam perutnya.
Disepanjang jalan ia terus mengingat-ingat nama musuh kam-lo-pang.
Nama-nama itu yang teratas adalah namanya lima iblis dengan huruf singkatan IM YANG SIU
ROAY PO.
Lima huruf ini masing-masing mewakili namanya seorang iblis yang sudah tentu berkepandaian
sangat tinggi.
Tetapi dengan tekadnya yang bulat dan keyakinannya yang ia henak melaksanakan tugas yang
berat itu.
Sementara itu, namanya duapuluh orang yang terdapat dalam lembar kedua dan ketiga, kecuali
enam nama yang sudah dicoret oleh suhunya,ditambah lagi dengan namanya si Buli-buli arak
wajah burung serta nama Sian-koan Kin sudah binasa pada lima penuh, ia hendak melaksanakan
tugas yang berat itu.
Meskipun orang-orang itu merupakan orang-orang yang namanya sangat terkenal dalam
golongan hitam maupun golongan putih tetapi kalau dibandingkan dengan golongan lima iblis
yang tersebut duluan masih belum berarti apa-apa.
Satu persatu ia menyebutkan nama musuh-musuh suhunya itu, mau mengukir nama-nama itu
di dalam hatinya supaya selamanya tidak dapat dilupakan.
Kemudian ada satu hari ia akan dapat mencoret nama-nama itu satu per-satu dari daftar nama
yang berada padanya.
Selagi dalam keadaan melamun, terbawa oleh siliran angin yang meniup sepoi-sepoi, telinganya
lapat-lapat menangkap suara beradunya senjata dan bentakan orang.ia berhenti melamun dan
pasang telinganya dengan seksama mendengarkan suara itu, ternyata datangnya dari rimba
sebelah kiri jalanan.
Terdorong oleh perasan heran, ia lantas menggerakan badannya dan melesat kedalam rimba
tersebut.
Suara pertempuran kedengarannya semakin nyata, diantara suara beradunya senjata, diseling
oleh bentakan orang perempuan.
Yo Cie Cong masuk lebih jauh kedalam rimba.
Di rimba dalam terdapat satu tanah pekuburan yang luasnya kira kira saru bau lebih, dikitari
oleh pohon-pohon Cemara.
Mula-mula ia menyembunyikan di belakang di rinya di sebuah pohon,tetapi ketika matanya
menyaksikan apa yang terjadi hampir saja ia menjerit kaget.

Di suatu tanah di lapang kuburan tersebut terlihat tiga orang laki-laki jahat yang sedang
mengepung dirinya satu nona yang memakai baju hitam yang usianya masih muda sekali mungkin
masih berumur belum cukup delapan belas tahun.
Kedua pihak menggunakan pedang,pertempuran berjalan dengan sengit sekali.
Di atas kuburan tersebut terdapat beberapa bangkai manusia yang tergeletak dalam keadaan
tidak utuh. Ada yang terkutung tangan atau kakinya bahkan ada pula yang terkutung kepalanya.
Darah merah membanjiri rumput yang hijau suatu pemandangan yang sangat mengenaskan.
Di sekitar lapang itu, masih ada beberapa orangtua dan anak muda yang jumlahnya tidak
kurang dari tigapuluh orang.
Mereka itu tampaknya seperti orang-orang yang berkepadaian ilmu tinggi.
Nona baju hitam itu kelihatan gusar. Bilah pedangnya bergerak lincah. Meskipun dengan
seorang diri ia harus melawan tiga orang musuhnya, tetapi ia tampaknya tak merasa keder.
Bahkan ia telah berhasil mendesak musuh-musuhnya sehingga kelabakan.
Yo Cie Cong terpesona menyaksikan pertempuran tersebut ia telah kagum oleh keahlian gadis
berbaju hitam dengan ilmunya sangat tinggi, ia bermaksud untuk menonton saja dulu kalau perlu
baru ia turun tangan membantunya. Maka itulah ia menyembunyikan dalam pohon yang lebat.
Tiba-tiba ia mendengar suara jeritan ngeri, salah satu katiga laki-laki yang mengepung sigadis
berbaju hitam rubuh dalam keadaan terkatung lengannya.
Kedua laki-laki yang lainnya menyaksikan satu kawannya yang tewas, nampaknya semakin
napsu dengan tanpa menghiraukan nyawanya sendiri dengan terus menyerang sigadis berbaju
hitam.
Dengan cepat dalam waktu singkat si nona sudah melancarkan 9 serangan, sehingga dua kaki
itu menjadi gugup. Mereka terus mundur dengan smpai kira-kira lima sampai enam langkah tidak,
baru terhindar dari bahaya.
Gadis berbaju hitam itu agaknya sudah gemas betul-betul, setelah melancarkan serangan
bertubi-tubi tadi, lalu rubah gerakaknnya dan kembali melancarkan serangan beruntun tiga kali
dengan ilmu padanya yang aneh luar biasa, hingga ke dua laki-laki itu kembali terancam jiwanya.
,,kamu berdua mundur”!
Suara bentakan seperti geledeg tiba-tiba terdengar rombongan orang banyak lantas muncul
seorang tua yang bertubuh pendek kecil. Baru saja orangnya bergerak,
Tangan sudah mengeluarkan sambaran angina demikian hebat, menggulung si gadis baju
hitam oaring tua pendek itu mempunyai kekuatan yang begitu hebat, sesungguhnya ada di luar
duggan semua orang.
Gadis baju hitam itu apa bila tidak menarik serangannya, dua laki-laki tadi akan binasa di
bawah pedangnya, tetapi ia sendiri juga akan terluka oleh sambaran angin si orang tua pendek
kecil. Itu menghindari serangan hebat ini, terpaksa ia harus melompat menyingkir delapan kaki
jauh nya.
Dua orang laki-laki yang terlebih dahulu telah menggunakan kesempatan itu untuk
mengundurkan diri. Orang tua pendek kecil tadi, sehabis melancarkan serangannya, lalu berkata
sambil mendengarkan suara ketawanya yang aneh :
,,Budak hina lebih baik kau keluar saja dengan baik.”
,,setan cebol, kau belum pantas mengeluarkan perkatan begitu,”jawab si gadis baju hitam.
Bukan kepalang gusarnya orang tua pendek kecil itu.
,,budak hina apa kau mencari mampus ?” bentak bengis, setelah berkata, badannya yang
pendek kecil telah melesat seperti gangsing mencari si gadis baju hitam. Dalam waktu yang
singkat saja ia melanjutkan serangan bertubi-tubi badannya sinona melesat tinggi, ditengah udara
ia membuat satu lingkaran, kemudian turun melesat seperti burung wallet, tanganya berbarang
melancarkan tiga kali serangan.
Yo Cie Cong yang menyaksikan serangan pertempuran itu dari tempat per sembunyiannya,
diam-diam merasa kaget juga. Pikirannya gadis baju hitam betul-betul hebat, Kepadanya
tampaknya gadis itu mengerti adanya benda mustika,yang membuat kawanan penjahat belum
lenyap pikiran itu, dalam medan pertempuran sudah terjadi perubahan. Orang tua cebol itu
dengan kedua tangannya yang kurus terusterusan melancarkan serangan secara hebat. Diantara

serangan gadis baju hitam, tangan orang tua masih dapat bergerak dengan berani, kadangkadang
juga menyelusup diantara sinar pedang hendak menyambar diri si nona.
Gadis baju hitam itu, sedikitnya merasa nyeri bahkan serangan dilakukan semakin gencar.
Bertepatan pada saat itu muncul tiga orang tua yang kira-kira usianya lima puluh tahunan yang
turut ambil bagian dan mengurung sigadis berbaju hitam.
Dengan muncul mereka, keadaan lantas berubah gadis baju hitam itu keliatan di bawa angin Yo
Cie Cong pernah mengalami dirinya dikepung oleh kawaan orang-orang jahat, timbul perasan
didalam hatinya kepada si nona berbaju hitam yang terkurung, selagi ia hendak bergerak,
mendadak terdengar suara seperti menggeramnya binatang buas. Orang-orang jahat yang saat itu
masih belum turun tangan dan masih berdiri dipinggir jalan sebagai penonton ketika mendengar
suara geraman itu wajah mereka berubah agaknya mereka sangat ketakutan.
Empat orang tua yang sedang mengepung sigadis baju hitam lantas lompat mundur.
Yo Cie Cong merasa sangat heran. Ia tidak mengetahui kawan iblis macam apa yang
mendatangi sehingga membuat orang-orang ketakutan sedemikian rupa ?
Si gais berbaju hitampun terkejut, matanya mengawsi kearah rimba.
Untuk sesaat lamanya keadaan menjadi sunyi senyap tetapi suasana menjadi tegang dan
menyeramkan.
Suara menggeram seperti binatang buas itu makin lama makin dekat kedengaranya makin
masuk telinga.
Baru saja suara geraman berhenti banyak orang lantas jadi kesima karana menghadapi
pemandangan yang luar biasa.
Pada saat itu didalam kalangan bertambah seseoarang yang aneh bentuknya seperti bangkai
hidup, badannya tinggi kurus, wajahnya pucatpasi, sedikit pun tidak terlihat tanda-tanda seperti
manusia hidup,matanya memancarkan sinar biru hidungnya pesek dan lebar tangan dan jarijarinya
yang terbungkus oleh kulit yang putih keriput diatas jari-jarinya yang kurus tumbuh kuku
yang panjang. Bentuk manusia aneh yang menakutkan cukup menciutkan nyali-nyali yang kecil.
Semua orang yang berada ditempat itu merasa seram melihatnya sangat ngeri datangnya
orang itu.
Yo Cie Cong sendiri merasakan bulukuduknya berdiri.
Orang aneh itu dengan matanya yang tajam menyapa sejenak kearah semua orang lantas
berkata ke semua orang dengan suaranya yang menyeramkan.
,,kalian semua enyah dari sini !”
Perintah itu dibarengi oleh gerak tangan yang kurus kering dan satu diantara orang-orang tua
yang berdiri di hadapan si gadislanta lantas rubuh binasa ,dar iluban gibung, mata dan mulutnya
mengalirkan darah hitam.
Entah ilmu apakah yang digunakan oleh manusia aneh itu? Tidak ada seorangpun juga yang
mengetahuinya.
Semua kawanan penjahat yang berada itempat pada terbang semangatnya lantas dari
tunggang-langgang, sebentar saja keadaan sudah menjadi sepi kembali.
Gadis baju hitam itu melintangkan pedang didepan dadanya, tetapi tangan yang memegang
pedang tampaknya agak gemetaran.
Manusia aneh seperti bangkai hidup itu dengan matanya yang biru mengawasi si gadis, setelah
itu lalu berkata sembari mengeluarkan suara ketawanya yang menyeramkan :
,,Bocah, siapa namamu ? dank kau anak siapa ? coba kau ceritakan pada Lohu barang kali saja
lohu kenal. Kalau tidak …. Huhh, huhh….
Si gadis sepasang alisnya berdiri, ia menjawab dengan suara gusar :
,,Hal ini tidak perlu kau tahu.”
,,Ha, ha, ha…. Satu bocah yang tidak tahu diri ! sekarang serahkan saja benda didirimu itu
dengan secara baik-baik, lohu akan memberikan kau kematian dalam keadaan utuh, kalau tidak,
ini adalah contohnya !” demikian kata si manusuia aneh itu sambil menunjuk mayat orang tua
yang menggeletak di tanah.
Ketika si gadis menengengok ke arah mayat yang di tunjuk oleh orang aneh itu, mayat itu
sudah berubah menjadi cair, hanya rambutnya yang ketinggalan,airnya menyiarkan amis.
Yo Cie Cong yang turut menyaksikan di belakang pohon,hatinya juga merasa berdebaran.

Entah benda mustika apa yang ada di badannya gadis baju hitam itu sehingga menimbulkan
banyak perahatian para kawanan penjahat dan pada datang merebutnya, sampaipun terkenal
orang paling ganasjuga merasa tertarik, dan turut ambil bagian merebut benda termaksud.
Si gadis wajahnya berubah seketika, dalam kagetnya ia telah keluarkan jeritan tertahan.
,,Kau adakah si Tengkorak Hidup Lui-bok-thong ?”
,,Huh , huh, huh…… kau masih terhitung seorang yang mempunyai banyak pengalaman
sehingga mengenal nama dan julukan Lohu. Oleh karena itu aku akan bertindak, aku akan
mengampuni jiwamu asal barang itu kau serahkan kepadaku berikan kepadaku.
,,Oh tidak begitu gampang.”
,,Apa perlu Lohu turun tangan sendiri ?”
Yo Cie Cong mendengar gadis baju hitam itu menyebutkan nama dan gelar orang aneh itu,
Bukan kepalang aneh dan kagetnya.
Ia tidak menyangka bahwa disitu telah mengenal wajah asli si muka iblis tua ini, karma dalam
daftar musuh-musuhnya Kam-lo-pang nama iblis ini tercantum dalam daftarnya. Siluman
tengkorak Lui-bok-thong termasuk orang yang keempat dari lima orang lihay musuh-musuh Kamlo-
pang, Yo Cie Cong yang dirasakan seketika bergolak darahnya bergolak dan beringas.
Tetapi ia tahu bahwa umpannya saat itu menunjukan diri, berarti akan menagantarkan jiwanya
secara Cuma-Cuma karena pada saat itu ia belum dapat menandingi si iblis tua itu, namun hatinya
sangat gusar tapi ia harus menahan sabar sedikit.
Siluman tengkorak hidup Lui bok thong dengan memandang matanya yang biru mendadak
mengawasi ketempat persembunyian Yo Cie Cong setelah mendengarkan ketawanya yang aneh,
kembali menatap kearah si gadis berbaju hitam.
Pada saat itu si gadis berbaju hitam menggertak dengan suaranya yang bengis.
,,iblis tua, kalau aku mati ditangan mu tetapi kalau kau inginkan aku menyerahkan benda ini
kepadamu jangan harap kecuali ada matahari terbit di sebelah barat.
Si gadis rupanya tidak merasa jerim, maka ia berani berlaku garang terhadap satu iblis yang
sudah terkenal keganasanya, terhadap keberanian si gadis itu. Yo Cie Cong merasa kagum.
Siluman tengkorak itu tidak menyangka bahwa gadis kecil itu telah menantangnya dengan
berani, maka wajahnya yang putih seperti kertas bergerak-gerak…..
,,Hi...hi..hi…….barang kali kau masih belum tahu”
Baru saja mengucapkan perkataan itu, badanya yang kurus dengan cepat melesat kearah
berdirinya kearah si gadis berbaju hitam kedua tangan yang seperti cakar burung dengan
gerakannya yang sangat aneh sudah menyambar pinggangnya si gadis.
Gadis berbaju hitam itu langsung menggertak dengan pedang di tangannya lantas terayun
membabat tagan si iblis tua.
Diantara suara tawa yang aneh, iblis tua itu lolos dari serangan pedang si gadis berbaju hitam
tanpa luka sedikitpun, ia mundur lima kaki tangannya ternyata sudah memegang sebuah benda
yang terbungkus kain putih.
Gerakan yang cepat dan gesit sungguh sangat mengejutkan.
Gadis baju hitam terkejut melihat benda di badannya pindah ke tangannya, lantas berubah
wajahnya dedngan gemas ia membentak :
,,aku akan mengahabisi nyawamu”
Ucapannya itu dibarengi dengan serangan pedang yang sangat hebat.
Siluman itu terpaksa mundur dengan beberapa langkah.
Yo Cie Cong yang menyaksikan semua kejadian denagn perasaan yang terheran-heran diamdiam
berpikir” gadis berbaju hitam ini kepandaianya jauh lebih tinggi dari pada aku. Entah dari
golongan mana ? kepandainya mungkin berimbang dari bibi Tho
Siluman tengkorak lalu memasukan benda rampasannya kedalam saku, kemudian tangannya
bergerak menyerang serangan si gadis.
Si nona telah melancarkan serangannya berkali-kali dengan napsu dan penasaran serangannya
agak mirip serangan dilakukan secara kalap ia tidak memperdulikan jiwanya lagi.
Serangan si siluman tengkorak ternyata hebat sekali sampai pedang di tangannya hampir
terlepas oleh karena sambaran angina.

Saat itu si gadis berbaju hitam merasa terdesak oleh kekuatan yang sangat hebat sehingga
rasanya sukar untuk bernapas, maka ia terpaksa harus mundur sampai delapan kaki jauhnya.
,,siluman tengkorak berhasil mundur si gadis baju hitam, lantas menoleh dan berkata ke arah
rimba yang sejauh delapan kaki :
,,siapa yang sembunyi dalam rimba itu, lekas tunjukan dirimu !”
Bukan kepalang kagetnya Yo Cie Cong ia sunguh tak percaya, terpaksa ia lompat keluar dari
tempat persembunyiannya.
Si gadis baju hitam heran, dalam keadaan demikian masih ada orang yang bersembunyi kalau
bukan orang yang berilmu tinggi pasti bernyali besar….
Dan ketika melihat siapa orangnya hatinya lantas terguncang hebat.
Bab 11
ORANG yang baru muncul itu adalah seorang pemuda yang tampan tetapi kelihatannya sangat
dingin.
Siluman tengkorak itu tersentak melihat munculnya seorang anak muda yang tampan lantas
tertawa bergelak-gelak.
,,bocah apa kau sudah bosan hidup ?”
Yo Cie Cong ternyata menghadapi musuh besar suhunya hatinya sudah terguncang hebat
sepasang matanya tampak beringas dengan tidak menunjukan rasa takut sedikitpun dia menjawab
dengan suara kaku.
,,kau mau berbuat apa ? silahkan !”
,,kalau kau sudah bosan hidup Lohu bersedia mengiringi kehendakmu.
Yo Cie Cong sudah mengetahui bahwa siluman tengkorak ini sangat ganas dan telenges
sifatnya ia berbuat apa yang ia ucapkan. Dengan kekuatan Yo Cie Cong hendak menggempur
padanya, sama saja mengantarkan kematiannya sendri.
Meskipun Yo Cie Cong mengetahui semua itu masih bisa menjawab dengan berani :
,,siluman tua ! hari ini jika kau tidak membunuh aku maka aku yang suatu hari yang akan
membunuh Mu !”
Si gadis berbaju hitam yang berdiri disampingnya ketika mendengar jawaban Yo Cie Cong
diam-diam berpikir : pemuda ini sungguh berani dan sombong sekali, ia berani mengucapkan
perkataan jumawa di hadapan si iblis ini, bukankah mencari jalan kematian sendiri ?
Tiba-tiba suatu pikiran timbul dalam otaknya, ia merasa simpatik tertarik terhadap keberanian
dan ketampanannya Yo Cie Cong , sebentar jika si iblis itu turun tangan terhadap dirinya anak
muda itu, ia akan memberi bantuannya dengan sekuat tenaga.
Si siluman tengkorak Lui Bok Thong selama sedang melintang didunia Kang-ouw, namanya saja
sudah Lisa membuat takut orang-orang golongan hitam ataupun golongan putih, sehingga tak ada
seorangpun yang berani omong besar, dihadapannya. Tetapi sekarang ternyata masih ada orang
yang berani menyatakan terang terangan dihadapannya hendak membunuh dirinya, bahkan
pekataan dari keluarganya dari mulut seorang pemuda yang usianya baru kira kira delapan belas
tahunan saja, mka terhadap keberaniannya pemuda itu tidak marah, malah sebaliknya merasa
terheran-heran ia mula-mula menyangka hanya pendengarannya saja yang salah, maka ia menaya
pula :
,,Bocah, apa kau katakana tadi ?”
,,Aku kata, kalau hari ini kau tidak berhasil membunuh mati aku, pada suatu hari aku yang akan
membunuh mu.
,,Hu ,hu ,hu….. perkataamu yang takabur ini, aku Lui bok Thong yang takakan melepaskan
dirimu.
Yo Cie Cong massih dengan wajah ketus dingin menjawab :
,,Tetapi kau jangan menyesal !”
,,Lohu selamanya belum pernah menyesal kau boleh mencari suhu yang lebih pandai melatih
dirimu baik-baik baru nanti mencari aku lagi.
Yo Cie Cong Cuma terdiam ia tak menjawab.

Si siluman tengkorak itu mendadak berpaling dan berkata kepada si gadis berbaju hitam. :
,,Lohu berkata hendak memberikan kau mati secara utuh.
Baru saja ia mengucapkan nya itu, tangannya dengan cepat melancarkan serangan yang di
barengi dengan sambaran angin yang sangat hebat.
Si gadis hitam tidak menyangka bahwa si iblis tua itu bisa turun tangan secara tiba-tiba, dalam
gugupnya ia mencoba menagkis serangan dengan sekuat-kuatnya pedangnya juga terlempar untk
menangkis serangan si iblis.
,,Duk, duk !’ demikian terdengar duakali suara benturan yang nyaring, beradunya kekuatan dari
kedua pihak telah menimbulkan angin hebat, sehingga membuat batu beterbangan.
Sebentar kemudian lalu terdengar suara jeritanm gadis baju hitam itu dengan mulut
menyemburkan darah segar, badanya terpental sejauh dua tumbak lebih yang kemudian jatuh
bergelimpangan ditanah.
Serangan Yo Cie Cong meski dapat mengurangi kekuatan si iblis tua sedikit, tetapi ia sendiri
juga sudah terpental mundur sepuluh tindak lebih oleh karena serangan itu.
Untuk sesaat ia berdiri melongo, tidak bisa berkata apapun.
Kekuatan tenaga si iblis tua benar-benar luar biasa hebatnya.
Suara mengaung yang sangat aneh kedengarannya kembali terdengar. Siluman tengkorak itu
badannya lantas melesat ke udara kira-kira lima tumbak tingginya, kemudian dengan secara
mendadak ia berbalik dan lantas menghilang ketempat gelap.
Yo Cie Cong sembari mengawasi kearah menghilangnya si iblis itu, dengan tidak terasa sedah
mengeluarakan elahan napas panjang. Selagi ia hendak meninggalkan tempat tersebut. Mendadak
ia ingat dirinya si gadis baju hitam yang saat itu entah bagaimana keaadaannya, maka ia lantas
urungkan maksudnya.
Ketika matanya memandang ke arah si gadis, dilihatnya si nona masih rebah dengan tidak
bergerak. Suatu pikiran lantas timbul dalam otaknya : apakah dia sudah biansa ?”
Sebetulnya ia hendak meninggalkan tempat tersebut dan tidak ingin mencampuri urusan si
gadis itu, tetapi sesuatu kekuatan yang tersembunyi telah memimpin dirinya untuk menghampiri
dirinya si nona.
Si gadis baju hitam itu parasnya cantik seperti bidadari. Meskipun dalam keadaan menggeletak
tidak sadarkan diri seperti orang yang sudah mati, tetapi tampaknya masih menarik hati. Mata dan
mulutnya tertutup rapat, seolah-olah sedang tidur nyenyak.
Agak lama Yo Cie Cong berada dalam kesangsian, tetapi akhirnya ia bejongkok juga, dengan
tangannya ia mencoba meraba mulut dan hidungnya si gadis, ia merasa bahwa napas si gadis itu
sudah lemah sekali.
Tampaknya jika mendapat pertolongan pada waktunya, mungkin jiwa si nona itu dapat
tertolong. Tetapi kalau terlampau lama barangkali tidak ada harapan lagi.
Jika diingat dari kekuatan tenaga dalamnya sendiri pada saat itu, kalau mau digunakan untuk
menolong orang lain yang sedang terluka parah, rasanya masih belum cukup. Maka satu-satunya
jalan ia harus tempuh ialah berdaya sebisa-bisanya supaya si nona bisa mendusin. Jalan itu adalah
mengunakan tangannya mengurut jalan darahnya pada seluruh badannya si gadis.
Tetapi persoalan lain kini telah timbul diotaknya. Jika ia mau menggunakan cara demikian,
sudah tentu ia harus meraba-raba sekujur badannya si korban. Justru orang yang terluka parah itu
adalah seorang gadis remaja. Sekalipun dalam keadaan terpaksa juga rasanya masih kurang
pantas kalau melakukan cara itu.
Maka ia lantas berdiri melongo sekian lamanya.
Sebentar kemudian pikiran warasnya mendorong : “kalau aku masih bersangsi terus, mungkin
jiwanya tidak akan tertolong lagi. Apa boleh buat menolong jiwa orang lain lebih penting”.
Setelah mengambil keputusan tetap, ia lantas mengeluarkan kedua jari tangannya menotok
seluruh jalan darah di badannya si gadis baju hitam itu.
Ketika jarinya menyentuh badan si nona, timbulah semacam perasaan yang belum pernah ada
sebelumnya. Ditambah lagi kini menghadapi badan yang lebih halus dan wajah yang lebih cantik.
Maka pikiran yang bukan-bukan lantas timbul dalam hatinya.
Dengan cepat ia menguatkan hatinya, sambil memejamkan kedua matanya tangannya terus
digerakan.

Tetapi bau harum yang keluar dari dirinya si gadis telah menusuk hidungnya. Bau harum itu
kembali mengguncangkan hati nuraninya. Setelah menotok semua jalan darah disekujur badan si
nona. Yo Cie Cong lalu mengunakan pula cara yang terdapat dalam perguruanya untuk mengurut
sekujur badan si nona.
Napas si gadis baju hitam perlahan-lahan kelihatan mulai teratur, agaknya sudah mulai
mendusin.
Ini adalah saat yang paling penting. Ia sekarang tambah berlaku sangat hati-hati.
Ketika ia mengurut-ngurut badan si nona itu, sekujur badanna juga sudah memandikan
keringat, hatinya berdebaran keras bukan disebabkan karena ia menggunakan tenga terlalu
banyak tetapi disebabkan karena menahan gejolaknya perasaan.
Gadis baju hitam itu sudah perdengarkan suara elahan napas, sebentar kemudian orang nya
juga akan mendusin. Ia merasa seperti badannya diraba-raba oleh tangan orang, ketika ia
membuka matanya wajahnya berubah merah seketika dan tangannya lantas diayun.
Suara `Plak` terdengar amat nyaring, tangan yang halus dari si gadis baju hitam lantas
bersarang di pipinya Yo Cie Cong. Tamparan itu dirasakan panas sekali oleh Yo Cie Cong. Untung
saja si gadis baru sembuh dari luka dalamnya, sehingga kekuatan tangannya pun jauh berkurang.
Kalau tidak, mungkin Yo Cie Cong sudah dibikin rontok semua giginya.
Tetapi, walaupun demikian, tamparan itu sudah cukup membuat Yo Cie Cong termangu-mangu.
Ketika ia baru turun gunung, diatas jalan raya ia sudah pernah ditampar oleh Siang-koan
Kiauw, si gadis baju merah, dan sekarang harus kembali menerima tamparan dari sigadis baju
hitam ini. Maka dalam hatinya lantas timbul pikiran : “Apakah semua perempuan didunia ini begini
tidak tahu diri ?”
Gadis baju hitam itu setelah memberikan tamparan kepada Yo Cie Cong, ketika melihat
keadaanya Yo Cie Cong yang agak kelabakan. Segera ia ingat bahwa pemuda itu sebetulnya
sedang mengobati dirinya.
Maka ia merasa jengah sendiri, dalam hatinya merasa sangat menyesal.
Dengan hati penuh penyesalan ia mengawasi Yo Cie Cong sejenak, kemudian lantas berkata :
…siaohiap, maafkan perbuatanku yang ceroboh. Tadi karena aku belum tahu persoalannya
sehingga kesalahan tangan menampar pipimu. Aku sungguh menyesal…Apa kau merasa sakit ?”
Sehabis berkata, tangannya lantas mengusap-usap pipinya Yo Cie Cong.
…Tidak apa, tidak apa.” Yo Cie Cong berkata sambil miringkan kepalanya.
Gadis baju hitam ituyg terdorong oleh rasa menyesal dengan tangannya ia telah mengusap pipi
si pemuda yang bekas ditampar. Setelah mendengar perkataan Yo Cie Cong ia baru merasa
jengah sendirinya, cepat-cepat tangannya ditarik kembali, dengan wajah merah ia tundukan
kepalanya.
Yo Cie Cong setelah mengetahui bahwa gadis itu telah sadar, lantas berdiri dan berkata dengan
suara dingin :
…Nona, aku hendak pergi. Sampai bertemu kembali.”
Si gadis ketika mendengar perkataan Yo Cie Cong, tampak sepasang matanya terbuka lebarlebar.
Ia coba hendak bangun bediri, tetapi baru saja bergerak tulang-tulangnya tiba-tiba
dirasakan sakit sehingga rubuh lagi sambil keluarkan jeritan `Ajoo`.
Suaranya itu telah membuat Yo Cie Cong tidak jadi pergi.
…Apakah nona membutuhkan pertolonganku ?”
…Aku Yo Cie Cong.”
…Oooo, apakah kau ini Yo Siaohiap yang dikabarkan telah menelan mustika Gu-liong-kauw dan
hidup lagi sesudah mati ?”
…Kalau begitu, aku mengucapkan terima kasih atas bantuan Yo Siaohiau yang sudah
mengobati lukaku. Aku bernama Tio Lee Tin. Orang dunia Kang-ouw memberi gelaran padaku
Burung Hong Hitam.”
Yo Cie Cong wajahnya berubah merah, tetapi sebentar kemudian sudah menjadi kecut dingin.
Ia lalu berkata :
…Aku yang rendah masih cetek kepandaiannya. Barusan cuma menggunakan cara yang tidak
berarti apa-apa suapya nona bisa mendusin saja. Sementara, mengenai luka nona, aku yang

rendah sesungguhnya tidak berdaya, maka aku tidak berani menerima ucapan terima kasih nona
ini.”
Tio Lee Tin setelah melihat wajahnya Yo Cie Cong untuk pertama kalinya, hatinya sudah
terguncang. Kemudian ketika menyaksikan keberaniannya anak muda ini dalam menghadapi si
Siluman tengkorak, maka kesannya terhadap si pemuda itu sangat dalam sekali. Ia sekarang telah
menolong dirinya dengan jalan mengurut sekujur badannya. Meskipun ia hendak menolong
jiwanya, tetapi sebagai satu gadis, bagaimana badanna dapat diraba oleh sembarang orang ? ia
bingung bagaimana harus bertindak ?
Sekarang ia merasakan bahwa luka badannya itu tidak ringan. Urat beberapa bagian jalan
darahnya sudah tertutup sehingga buat jalan saja masih merupakan pertanyaan. Apalagi harus
memerlukan pengobatan yang sesama.
Maka saat itu Tio Lee Tin dalam hatinya lantas mengambil suatu keputusan.
…Yo Siaohiap, aku ada suatu pertanyaan yang tidak patut.” Demikian ia lantas berkata.
Permintaan apa?”
…Tolong kau kawani aku untuk mencari suhu. Lukaku ini didalam tangannya tidak merupakan
soal.”
…Dimana suhumu kini berada ?”
…Kabarnya pernah muncul di gunung Heng-san. Barangkali masih belum berlalu terlalu jauh
dari gunung itu.”
…Siapakah suhumu itu ?”
…Orang berkedok kain merah.”
Yo Cie Cong terperanjat, sungguh tidak disangka bahwa suhunya nona itu adalah si pemilik
bendera burung laut, itu orang berkedok kain merah yang tindak-tanduknya sangat misterius.
Pantas nona ini ada mempunyai kekuatan begitu begitu hebat.
Sebetulnya ia ingin menanyakan lagi benda apa yang disebut si Siluman Tengkorak tadi, oleh
karena pertanyaan demikian agak mirip dengan orang yang ingin tahu segala urusan orang lain,
maka segera niatnya itu diurungkan.
Sebetunya benda Tio Lee Tin yang terjatuh ditangannya si Siluman Tengkorak hidup tadi ada
mempunyai hubungan erat dengan dirinya Tio Lee Tin sendiri juga masih ada sangkut pautnya
dengan dia.
Oleh karena itu ia urungkan niatnya untuk menanyakan tentang apa yang dipikirkannya tadi,
maka telah menimbulkan kejadian yang berbelit-belit dikemudian hari.
Setelah berfikir sejenak, ia lalu menanya dengan suara hambar :
…Apakah nona sekarang bisa berjalan ?”
…Barangkali tidak bisa.”
…Dan …?”
…Disini letaknya tidak berjauhan dengan kota. Tolong Siaohiap carikan sebuah kereta.”
…Baik harap nona suka tunggu disini sebentar.”
Sehabis berkata ia lantas berlalu meninggalkan rimba tersebut dan setelah melalui jalan raya ia
terus menuju ke kota.
Tidak sampai setengah jam ia berjalan, sebuah kereta yang cukup besar sudah berada di depan
matanya.
Mendadak pada saat itu satu bayangan orang melesat dan melayang turun dihadapannya.
Ketika Yo Cie Cong membuka matanya lebar-lebar, seketika itu darahnya lantas mendidih.
Orang itu ternyata adalah si Garuda Kepala Bota, slah satu kawanan penjahat yang turut ambil
bagian dalam perbutan mustika Gu-liong-kao ditepi danau Naga.
…He..He…..Bocah, selamat bertemu kembali.”
…Kau mau apa ?”
Mata si Garuda Botak itu nampak berputaran, kemudian berkata dengan kata menyeramkan :
…Aku ingin pinjam sesuatu barang dari kau.”
…mustka Gu-liong-kao yang berada dalam perutmu !”
Yo Cie Cong lantas naik darah. Sambil keluarkan geraman hebat ia maju dan melancarkan
serangan yang aneh. Setiap serangannya itu ditunjukan kearah bagian penting dibadannya sang
lawan.

Kekuatan tenaga dalamnya meskipun masih terbatas oleh karena usianya, tetapi ilmu silatnya
dibawah pimpinan tiga orang kuat dari Kam-lo-pang. Sesungguhnya bukan orang sembarangan,
maka serangan yang dilancarkan demikain gencarnya sesubngguhnya tidak boleh dipandang
ringan.
Si Garuda kepala Botak yang semuanya menganggap ringan dirinya pemuda itu, hampir saja
tergelincir dibawah tangannya.
…Setan cilik, kau mempunyai kepandaian yang berarti juga, heh !” berkata si Garuda kepala
Botak, sambil melancarkan serangan pembalasan.
Sebentar saja mereka telah bertarung seruh.
Si Garuda kepala botak dengan kekuatan tenaga dalamnya yang hebat telah melancarkan
serangannya dengan telapakan jari tangannya.
Sedangkan Yo Cie Cong dengan mengandalkan gerak tipu silatnya yang aneh, ternyata bisa
mengimbangi kekuatannya si garuda kepala botak.
Si kepala botak tidak mengira bahwa Yo Cie Cong yang dipandang bocah ternyata mempunyai
kepandaian begitu hebat, tetapi setelah 50 jurus kemudian ia lantas dapat lihat bahwa bocah ini
kekuatan tenaga dalamnya masih kalah jauh dengan dirinya.
Oleh karena itu, lantas rubah ilmu silatnya, setiap serangannya dibarengi dengan serangannya
yang menggunakan kekuatan tenaga dalam. Dengan demikian keadaanya lantas berubah Yo Cie
Cong mulai terdesak mundur.
…Setan cilik, aku kalau membiarkan kau bertahan sampai 10 jurus lagi, selanjutnya akan
meningalkan dunia Kang-ouw !”
…Setan kepala botak, kau tak usah takabur !”
…Tidak percaya kau boleh lihat !”
Si garuda kepala botak itu tiba-tiba badannya melesat tinggi keatas, setelah perputaran
ditengah udara, dengan kepala dibawah dan kaki diatas, seolah-olah burung garuda, ia pentang
10 jari kedua tangannya, dengan kecepatan bagaikan kilat menyambar dirinya Yo Cie Cong.
Tapi gerakan ini telah mmengingatkan Yo Cie Cong caranya untuk menandingi lawannya.
Karena ia ada mahir sekali dalam hal ilmu menggentengi tubuh, 5 tahun lamanya ia sudah
mendapat didikan dari Kam-lo-pang.
Dengan cepat ia juga melesat tinggi keatas, tepat sekali menghindarkan sambarannya si garuda
kepala botak. Kemudian di tengah udara ia memutar balik tubuhnya untuk balas menyerbu
lawannya.
Satu serangan hebat telah dilancarkan dari atas.
Si Garuda kepala Botak yang tidak berhasil menyambar dirinya Yo Cie Cong badannya sudah
mendekati tanah. Selagi hendak naik ke atas lagi, serangan tangan Yo Cie Cong telah tiba.
Ia tidak menduga bahwa bocah itu ada mempunyai kepandaian begitu hebat, seketika itu ia
jadi sangat gugup.
Si Garuda kepala botak yang juga merupakan salah satu jago yang mempunyai kemahiran
dalam hal ilmu menggentengi tubuh serta sudah mempunyai latihan beberapa puluh tahun
lamanya. Kalau sampai terjungkal ditangannya Yo Cie Cong bukan merupakan suatu hal yang
sangat ganjil ?
Seketika itu ia lantas mengelinding di tanah, kemudian ia melesat lagi keatas dan balas
menyerang dua kali.
Yo Cie Cong juga tidak berhasil dengan serangannya, lantas melayang sejauh satu tumbak
lebih, untuk menghindarkan serangan lawanya yang sangat hebat.
Si kepala botak mengejar, sebaliknya lantas melayang turun ke tanah. Diwajahnya menunjukan
sangat gusar, dengan mata mendelik ia mengawasi Yo Cie Cong.
Anak muda itu merasa heran, entah apa maksudnya si garuda itu…..
Mendadak ada satu tangan yang halus telah diletakan diatas pundaknya.
Bukan kepalang kagetnya Yo Cie Cong, selagi hendak balikan badannya….
…Jangan begerak !” demikian ia dengar satu suara halus tapi bengis sedang tangan yang
diletakan diatas pundak kini telah mencengkram dengan keras.
Suara yang halus bengis itu rasanya sudah tidak asing lagi bagi Yo Cie Cong. Suara itu adalah
suara satu wanita.

Dalam keadaan kejepit Yo Cie Cong mendadak timbul akalnya, dengan kedua sikutnya ia
menumbuk ke belakang.
Gerakannya itu sangat bagus sekali, tapi juga agak keterlaluan.
Sikut itu agaknya menyentuh benda yang lunak dan membal, kemudian disusul oleh suara
bentakan, tapi Yo Cie Cong sudah mengunakan kesempatan itu melesat sejauh 5 kali, dengan
cepat balikan tubuhnya. Orang yang mencekal pundaknya tadi adalah Cin Bie Nio.
Wanita centil genit itu tangannya sedang mendekap dadanya, wajahnya nampak pucat, tapi
matanya beringas.
Kiranya sikut Yo Cie Cong tadi dengan cepat telah mengenakan kedua buah dadanya.
Yo Cie Cong sangat benci sekali terhadap wanita kejam dan genit itu, maka lantas
menanyasambil gertak gigi :
…Cin Bie Nio, kau mau apa ?”
…Aku hendak bunuh maati kau !”
Si garuda kepala botak yang berdiri disamping lantas berkata dengan suara mendongkol.
…Cin hweetio, bocah ini adalah yang menemukan lohu lebih dulu !”
…Kalau kau yang menemukan mau apa ?”
…Aku hendak bawa ia pergi !”
…Bawa pergi ? Haha, kau boleh coba bawa !”
Si garuda kepala botak gusar sekali, dengan kecepatan kilat ia menyerang Yo Cie Cong dengan
tenaga penuh.
Mendengar pembicaraan meraka, Yo Cie Cong dadanya hampir meledak. Dengan gesit sekali ia
mengelakan serangan dan tahu-tahu sudah berada disamping dirinya si Garuda kepala botak.
Dengan gemas sekali ia melontarkan satu serangan.
Si Garuda kepala botak ada seorang yang sangat licin, ia menyingkir maka sambil perdengarkan
suara ketawanya yang seram. Serangannya dimiringkan ke samping.
Dengan demikian, dengan cepat ia menyambuti serangannya Yo Cie Cong.
Tidak ampun lagi, kekuatan dari kedua pihak lantas saling beradu, Yo Cie Cong terpental
mundur sampai tiga tindak.
Untung serangannya si Garuda kepala botak sendiri karena adanya perubahan gerakannya tadi,
kekuatnnya juga sudah kurang banyak. Kalau tidak, Yo Cie Cong pasti akan terluka parah.
Sesaat selagi kedua lawan itu memisahkan diri………..
Serangannya tangan Cin Bie Nio dengan diam-diam tapi cepat dan ganas sekali sudah
menghajar si garuda kepala botak dari belakang.
Si Garuda kepala botak ketika merasakan dibelakang dirinya ada sambaran angin, badannya
lantas melesat kedepan, kemudian tangannya membalik menyambuti serangan Cin Bie Nio. Tidak
tahu kalau Cin Bie Nio sudah menduga akan gerakan si Garuda kepala botak itu, maka
serangannya tadi dilontarkan seperti mengacip. Maka serangan tangan si Garuda kepala botak tadi
lantas mengenakan tempat kosong, sedang serangannya yang bergaya mengacip dari Cin Bie Nio
dengan tepat telah mengenakan dirinya.
Tidak ampun tubuhnya si Garuda kepala botak itu lantas terpental sejauh satu tumbak lebih.
Si Garuda kepala botak dengan menahan darahnya yang mengolak, ia lompat bangun dan
menegur Cin Bie Nio dengan suara bengis :
…Cin Bie Nio, perbuatanmu yang membokong tadi, apa patut dilalukan oleh seorang gagah
seperti kau ?”
…Hihihi ! dengan seorang semacam kau, perlu apa bicara tentang aturan ?”
Pada saat itu, 10 orangnya Cin Bie Nio sudah berada didepannya.
Mereka merupakan 5 orang laki-laki pertengahan umur dan 5 perempuan yang amat cantik.
Yo Cie Cong hatinya berkecat, nampaknya 5 laki-laki dan 5 perempuan muda itu tentunya ada
anak buahnya Cin Bie Nio, orang-orang dari Pek-leng-hwee.
10 laki-laki dan wanita itu setelah berada didepannya Cin Bie Nio, mereka lantas pada
membungkukan badan untuk memberi hormat.
Cin Bie Nio anggukan kepala, kemudian mengeluarkan perintahnya :
…Sepuluh anak buahku dengar !”

…Kami bersedia menerima perintah hweetio !” jawab mereka berbarengan.
…Tangkap Setan kepala botak ini dan bawa pulang kepusat kalau perlu bunuh mati saja !”
…Baik !”
Si Garuda kepala botak ketika mendengar perkataan Cin Bie Nio, bukan kepalang gusarnya. Ia
sendiri juga merupakan salah seorang jago terkenal dikalangan Kang-ouw-ouw, bagaimana
mandah dipermainkan oleh seorang wanita ?
…Cin Bie Nio, kau perempuan hina, aku siorang tua tidak mau sudah dengan kau !” demikan
bentaknya si garuda kepala botak.
Tapi sehabis membentak, dirinya sudah dikepung oleh 10 orang-orangnya Cin Bie Nio.
Cin Bie Nio ada seorang wanita yang sangat jahat dan kejam. Ia bermaksud hendak membunuh
mati si garuda kepala botak, sepaya rahasianya tidak di bocorkan.
Sebab terhadap dirinya Yo Cie Cong, wanita jahat kejam dan genit itu ada mengandung
maksud `istimewa`. Tapi Yo Cie Cong yang dengan secara kebetulan sudah menelan mustika Guliong-
kao, kini sudah menjadi perhatian orang banyak didunia Kang-ouw, Hari itu ia sudah
bertekad bulat hendak membereskan dirinya Yo Cie Cong, apalagi hal ini tersiar dikalangan Kangouw
maka ia mendatangkan bencana besar bagi Pek-leng-hwee di kemudian hari. Oleh karena itu,
ia harus bunuh mati si garuda kepala botak ini, agar rahasianya tertutup selama-lamanya.
Cin Bie Nio melirik kepada si Garuda kepala botak yang dikurung oleh 10 orang buahnya,
kemudian berpaling, dengan sepasang matanya yang genit ia menatap wajahnya Yo Cie Cong.
Anak muda itu mengerti bahwa pada saat itu sudah tidak mungkin untuk melepaskan diri dari
tangan musuh-musuhnya itu. Maka ia lantas berlaku nekad. Dengan maju beberapa tindak ia
lantas berkata sambil menuding Cin Bie Nio :
…Perempuan hina yang tidak tahu malu, kau hendak berbuat apa ?”
Cin Bie Nio ada satu ketua dari satu perkumpulan besar, meskipun sifatnya genit, tapi belum
perah dimaki dan dituding demikian rupa. Maka dalam gusarnya ia lantas tertawa bergelak-gelak
kemudian menjawab :
…Bocah, kau nanti akan tahu sendiri !”
Ucapan itu diberengi dengan serangan tangannya yang sangat hebat.
Dilain pihak, si Garuda kepala botak yang dikerubuti oleh 10 anak buahnya Cin Bie Nio dengan
cepat sudah mulai keteter. Tapi ia masih berdaya hendak melepaskan diri dari kepungan.
10 anak buahnya Cin Bie Nio itu ada orang-orang yang pernah didik sendiri oleh ketua Pekleng-
hwee yang lama. Kekuatan tenaganya dan kepandaiannya cukup kuat, apalagi dengan
bekerja sama 10 orang mereka satu sama lain nampaknya sudah saling mengerti, meski si Garuda
kepala botak ada seorang berkepandaian tinggi, tapi juga tidak berdaya melepaskan diri dari
kepungan 10 orang itu.
Yo Cie Cong dengan hati gemas, telah keluarkan semua kepandaiannya untuk menghadapi Cin
Bie Nio. Dengan secara nekad ia berikan perlawananya, hingga untuk sementara Cin Bie Nio juga
tidak berdaya.
Tidak lama kemudian, si Garuda kepala botak sudah ditangkap hidup-hidup oleh 10 orang anak
buahnya Cin Bie Nio.
Dipihaknya Cin Bie Nio, setelah melancarkan serangannya sampai 10 kali, ia baru berhasil
memukul mundur Yo Cie Cong, kemudian ia berkata kepada 10 anak buahnya :
…Kalian pulang dulu, hati-hati dengan tawananmu itu !”
10 anak buahnya, Cin Bie Nio setelah mendapatkan perintah dari ketuanya, lantas berlalu
sambil membawa dirinya si Garuda kepala botak.
Cin Bie Nio setelah perintah anak buahnya pulang lantas berpaling menghadapi Yo Cie Cong.
sambil ketawa terkekeh-kekeh dan kerlingkan mata ia berkata :
…Bocah, hari ini kalau kau bisa lolos dari tanganku, percuma saja aku menjadi ketua Pek-lenghwee
!
Sehabis berkata, lengan bajunya yang panjang lantas dikebutkan didepan wajahnya si anak
muda.
Yo Cie Cong matanya mendelik, selagi hendak turun tangan mendadak bau harum menusuk
hidungnya, ia lantas merasa gelagat tidak baik, tetapi sudah terlambat. Saat itu ia rasakan puyeng

kepalanya, matanya berkunang-kunang, kaki dan tangannya pada lemas dan lantas jatuh rubuh
ditanah.
Cin Bie Nio maju menghampiri, dengan tangannya yang putih balus ia mengelus-elus wajah Yo
Cie Cong, matanya memancarkan sinar aneh yang menakutkan.
Yo Cie Cong ingatannya masih sadar matanya masih bisa melihat, saying badannya tidak bisa
bergerak, mulutnya tidak bisa dibuka.
Hampir saja ia pingsan karena gusarnya.
Cin Bie Nio dari dalam sakunya mengeluarkan sebuah botol kecil, dari botol itu mengeluarkan
sebuah obat pil warna merah dadu. Dengan paksa ia dijejalkan masuk pil itu kedalam mulut orang,
hingga tanpa diingin pil itu kena ditelan Yo Cie Cong. Setelah mana, si genit tertawa cekikikan,
katanya :
,, Engko kecil yang manis, pil tadi dinamakan pil sorga dunia untuk satu malaman, setelah kau
makan, kutanggung kau akan mendapat kesenangan dan kepuasan. Tapi itu hanya sekali saja
setelah itu, kau akan menjadi orang yang bercacat selama-lamanya. Aku Cin Bie Nio tidak suka
kau orang yang begini cakap menjadi rebutan orang banyak, maka aku harus menyingkirkan kau
dari dunia. Mustika Gu-liong-kao dalam perutmu itu hitung-hitung sebagai gantinya untuk
kesenangan dan kepuasanmu.’’
Sehabis berkata, kembali ia tertawa terkekeh-kekeh.
Yo Cie Cong buka lebar-lebar sepasang matanya, tampak tegas sekali berapa gusar hatinya
saat itu, matanya membara seperti mengandung api.
Cin Bie Nio dengan wajah ramai senyuman membukukan badan kemudian kempit badannya Yo
Cie Cong dibawah ketiaknya, dengan cepat ia sudah berlari menuju ketempat belukar.
Tidak antara lama tibalah, disuatu tempat sepi sunyi, disitu ada terdapat sebuah kelenteng tua
yang sudah rusak keadaanya.
Ia letakan dirinya Yo Cie Cong mengerti bahwa sebentar lagi dirinya akan menjadi bulanbulanan
wanita setengah tua yang centil genit itu, entah apa yang ia akan perbuat terhadap
dirinya itu.
Cin Bie Nio setelah meletakan dirinya Yo Cie Cong ditanah, ia duduk didampinginya menantikan
perubahan selanjutnya.
Tidak antara lama kemudian ……..
Dalam perutnya Yo Cie Cong timbul hawa panas itu kenudian mengeluarkan hawa nafsu birahi
yang makin lama hebat hingga tidak dapat dikuasai lagi.
Sebentar saja, mulutnya dirasakan kering, srkujur tubuhnya seperti dibakar, perlahan-lahan
budi pekertinya telah lenyap sama sekali ia Cuma merasakan sesuatu kebutuhan untuk
melampiaskan hawa napsunya.
Didalam matanya Yo Cie Cong pada saat itu, Cin Bie Nio kelihatannya seperti bidadari yang
baru turun dari khayangan, ia sudah tidak merasa benci dan gemas lagi, ia merasa saat itu ia
sangat membutuhkan dirinya.
Keadaanya Cin Bie Nio saat itu juga serupa dengan Yo Cie Cong.
Dari sorot matanya Yo Cie Cong ia sudah tahu kalau pemuda itu sudah hampir tidak bisa kuasai
dirinya lagi, hingga ia mengerti bahwa saat bekerjanya obat itu telah tiba. Maka dengan cepat ia
sudah membuka totokan Yo Cie Cong, siapa telah mendapat kembali kebebasanny, seolah-olah
macan kelaparan ia lantas menubruk dirinya Cin Bie Nio. Mulutnya tidak hentinya mengucapkan
perkataan : ,, Bie Nio …..Bie Nio……!’’
Bab 12
DENGAN demikian, Yo Cie Cong dan Cin Bie Nio lantas bergulingan ditanah.
Yo Cie Cong yang sudah kehilangan akal budinya, dibawah pengaruhnya obat Cin Bie Nio,
pikirannya sudah menjadi gelap sekali.
Suatu perbuatan terkutuk hampir saja terjadi didalam bekas rumah sunyi itu.
Andai kata hal itu benar-benar terjadi, meski Yo Cie Cong dapat kepuasannya ia dapat menjadi
orang bercacat untuk seumur hidupnya bahkan lebih mengenaskan lagi bagi nasibnya Yo Cie

Cong, karena wanita genit centil itu, setelah merasa puas ia hendak membelek perutnya Yo Cie
Cong dan mengambil mustikanya.
Peristiwa yang menyedihkan itu agaknya sudah sukar untuk dilakukan ………..
Untung dalam saat yang sangat kritis itu, mendadak terdengar suara seperti keluar dari
mulunya seorang yan gsudah lanjut usianya :
,, diwaktu tengah hari bolong, kau rase genit ini ternyata berani terang-terangan melakukan
perbuatan terkutuk !’’
Suara itu meski tidak keras, tapi cukup jelas kedengarannya Cin Bie Nio yang sudah kelelap
dalam napsu birahinya, ketika mendadak dengar suara itu, bukan kepalang kagetnya hingga
napsunya lenyap buyar seketika.
Yo Cie Cong yang sudah seperti orang kerasokan setan karena pengaruhnya obat, sekalipun
dunia kiamat juga tidak peduli ia tetap memeluki dirinya Cin Bie Nio, mulutnya mengeluarkan
perkataan seperti orang mengigo.
Terdengar pula seorang tua itu :
,, Suhunya begitu, muridnya sudah tentu begitu juga. Rase tua itu hampir setengah tua
umurnya mencelakakan dunia Kang-ouw dan sekarang si rase cilik mjuga kelihatannya hendak
melanjutkan kelakuan suhumu ? rupanya peristiwa berdarah yang bersipat romantis akan terulang
pula.’’
Cin Bie Nio sudah tidak bisa tahan sabar lagi, kegusarannya lantas memuncak sebab orang tua
itu setiap perkataanya seolah-olah ditunjukan kepada dirinya.
Dengan cepat ia lantas mendorong dirinya Yo Cie Cong, kemudian lompat bangun. Selagi
hendak keluar dari dalam kelenteng, Yo Cie Cong menghadang dan mulutnya mengoceh:
,, Enci, kau ……sungguh kejam ………..’’
Tetapi Yo Cie Cong yang hendak memeluk, kembali didorong oleh Cin Bie Nio sehingga
trepental sejauh setombak lebih.
Cin Bie Nio lalu membereskan pakaiannya dan rambutnya yang riap-riapan, kemudian dengan
cepat lompat keluar dari dalam kelenteng. Kecuali angin yang meniup pakaianya, ia tidak dapat
menemukan apapun juga.
Didalam kelenteng tua yang sudah hampir rubuh itu, yang tampaknya sudah mengetahui
dengan jelas asal usul tentang dirinya, sudah tentu orang itu bukan orang sembarangan.
Belum lenyap pikirannya itu, Yo Cie Cong sudah menyerbu lagi seperti orang yang sudah kalap.
Tetapi Cin Bie Nio saat itu sudah lenyap segala napsu birahinya. Ia hendak dulu mengetahui
siapa orangnya yang usilan tadi, mak ketika Yo Cie Cong menubruk padanya, dengan cepat sekali
ia mengulur tangannya dan menotok jalan darah si anak muda.
,, Eh! Kau rase cilik ini apa bermaksud hendak mengambil jiwanya si bocah ?’’ kembali
terdengar suara seorang itu seperti dekat telinga Cin Bie Nio, tetapi ia tidak dapat menebak suara
itu datangnya dari mana.
Sekarang Cin Bie Nio insap bahwa ia sudah berjumpa dengan seorang yang mempunyai
kepandaian yan gsudah tidak ada taranya.
,, Kalau kau ada manusia, lekas unjukan dirimu!’ demikian ia akhirnya berkata cemas.
Tetapi ia heran perkataanya itu tidak mendapatkan jawaban.
Tidak lama kemudian, siara yang sangat aneh itu kembali terdengar :
,, Bocah ini mempunyai tulang-tulang dan bakat yang luar biasa nagusnya. Apalagi ia telah
menemukan kejadian gaib yang menguntungkan dirinya. Dia tidak boleh mati begitu saja.’’
,, Orang pandai dari mana ? mengapa harus main sembunyi-sembunyian ?’’ demikian Cin Bie
Nio berseru, yang pada sebelumnya mengeluarkan perkataanya itu sudah memasang telinganya
untuk mendapat tahu dari mana asal datangnya suara itu, Cin Bie Nio bingung tidak berhasil
menemukannya,karena suara itu kalau mau dikatakan dari jauh, tetapi kedengarannya dekat
sekali dan kalau mau dikatakan dari tempat yang dekat, tetapi tidak bisa dilihat orangnya.
Kini terdengar pula suaranya orang itu yang seperti ditujukan kepada dirinya sendiri :,, Hati
wanita sesungguhnya sangat kejam, saying bocah ini kepandaiannya telah musnah. Tapi masih
ada harapan, dimulai dari permulaan lagi. Oh ! takdir, takdir !’’
Cin Bie Nio yang mendengar perkataan itu, perasaan takut dan nyerinya tidak dapat
disingkirkan lagi. Kiranya, pil ‘sorga dunia’ itu adalah semacam obat racun yang sangat jahat. Tiga

puluh tahun berselang orang-orang yang berkepandaian tinggi, baik dari golongan hitam dan
maupun dari golongan putih banyak yang menjadi korbannya obat tersebit, jumblahnya tidak
kurang dari dua ratus orang banyaknya. Ini merupakan salah satu bencana hebat dalam rimba
persilatan.
Orang-orang yang setelah makan obat itu dan sesudahnya melampiaskan hawa nafsunya,
seluruh kekuatan badan dan semuanya, orang itu akan menjadi orang bercacat seumur hidupnya,.
Ada kemungkinan juga satu jam setelah melampiaskan hawa nafsunya, sesudah musnah
kekuatannya, pembuluh darah orang bermaksud pecah dan lantas binasa.
Dan orang tua yang bicara taei agaknya sudah kenal baik semua kasiatnya obat tersebut.
Cin Bie Nio yang baru pertama kali ini hendak melakukannya, lantaas sudah terbuka rahasianya
bagaimana ia tidak terkrjut’
Saat itu ia tidak masih tebalkan mukanya dan membentak :
,, jika kau masih tidak mau unjukan diri, jangan salahkan jika aku maki kau dengan perkataan
kotor.
Cin Bie Nio sesungguhnya seorang yang sangat licin. Ia telah dapat menduga pasti bahwa
orang yang berbicara tetapi tidak mau ujudkan dirinya itu, tentunya dari golongan tua yang
namanya sudah kesohor dan orang tua semacam itu adalah pantang sekali kalau dimaki-maki oleh
kaum wanita.
Dugaan itu sedikitpun tidak meleset.
,, Rase kecil, apa benar kau mau minta aku ujudkan diri ?’’demikian terdengar suara itu pula.
,, Apakah kau tidak mau diketahui orang luar ?’’
,, Ha,ha,ha,……..Memnag benar! Agak kurang baik kalau diketahui orang,.’’
,, Kalau begitu, kau jangan sesalkan aku ……….’’
,,Ooo Tidak ! Tidak ! dulu ketika suhumu, sirase tua melihat aku, lantas lari terbiri-biri .Perlu
kuberitahukan dulu padamu, aku sebetulnya tidak bagus kalau dilihat. Aku tanggung kau nanti
mersa jemu,’’
Dan setelah mengatakan perkataanya itu, berulang-ulang ia lantas mengucapkan ‘O mie to
hud;nya.
Mandadak Cin Bie Nio dapat mengingat dirinya satu orang dan semangatnya lantas terbang
seketika. Sesungguhnya ia tidak akan mengira bahwa orang aneh itu ternyata masih belum binasa
dan sekarang muncul lagi disitu.
Karena mengingat dirinya orang yang lihay itu, maka Cin Bie Nio lantas tidak perdulikan dirinya
Yo Cie Cong lagi dan sudah lantas kabur terbiri-biri.
,, Ha, ha,ha…………’’
Suara yang seperti genta itu lama mengema didalam kelenteng tua itu, sehingga kelenteng tua
yang sudah lapu itu pada rontok jatuh.
Tidak lama setelah Cin Bie Nio kabur, dari atas penglari telah melayang turun satu bayangan
orang, yang lantas menghampiri dirinya Yo Cie Cong.
Yo Cie Cong saat itu mendadak seperti tergugah semangatnya oleh suara seperti genta tadi,
keadaanya seperti orang yang baru terbangun dari tidurnya yang nyenyak dan matanya
terpentang lebar-lebar.
Ia melihat seorang tua yang rambut dan jenggotnya sudah tidak bertenaga lagi. Semua tulangtulangnya
seperti sudah rontok, sedangkan untuk mengangkat kepalanya saja dirasakan sukar
sekali, maka terpaksa ia mengurungkan maksudnya.
Pada saat itu, ia hanya dapat mengingat sebagian secara lapat-lapt saj apa yang terjadi atas
dirinya pada satu jam dimuka, dengansorot mata kaget dan terheran-heran ia mengawasi orang
aneh yang sedang menghampiri dirinya itu.
Apakah dia ini seorang hwesio? Kalau benar hweshio, bagaiman di kepalanya ada tumbuh
rambut yang sudah putih semuanya?
Dan bukan kalau hweshio mengapa badanya mengenakan juba dan kakinya mengenakan
sepatu hweshio ?
Terutama bentuk wajahnya orang tua itu, asal orang sudah melihat satu kali, tidak mungkin
dapat dilupakan untuk selama-lamanya. Ia padri bukan padri, imam bukan imam, sedangkan
usianya kelihatan sudah lanjut sekali.

Tetapi keadaan Yo Cie Cong saat itu sudah lemah sekali, ia tidak dapat memikir banyak lagi apa
maksud kedatangan orang aneh itu, entah baik atau jahat maksudnya.
Ia seperti barusan habis mengimpi, setelah juga seperti terumbang-ambing dalam lamunan.
Akhirnya orang aneh itu berdiri dihadapannya.
Yo Cie Cong dengan matanya yang sayu terus menatap wajah orang itu tanpa berkedip.
Orang aneh itu kedip-kedipkan matanya yang sipit, lama ia mengawasi Yo Cie Cong baru
berkata sambil menggeleng-geloengkan kepala :
,, Budha berkata, bahwa sesuatu hal itu memang ada jodonya kalau tidak ketemi aku,
bukankah bocah ini yang merupakan bibit luar biasa sirimba persilatan ini rusak ditangannya itu
perempuan hina?’’
Sehabis berkata ia lantas membuka lebar-lebar sepasang matanya itu memancarkan sinar aneh
dan tajam.
Yo Cie Cong yang dipandang demikian, dian-diam mengakui tingginya kekuatan tenaga dalam
orang aneh itu.
Orang aneh itu kembali berkata kepada dirinya sendiri :’’ bocahini dialis matanya ada diliputi
oleh hawa pembunuhan yang hebat. Kalau digunakan pada jalan yang benar, kawanan manusia
jahat dan segala iblis dari rimba persilatan tentu akan dibikin musnah olehnya, sehingga
merupakan suatu keuntungan bagi rimba persilatan tetapi jika digunakan pada jalan yang tidak
benar, maka rimba persilatan akan mengalami bencana besar yang hebat jahat senuaitu sudah
digariskan oleh tuhan. Takdir tidak boleh dilawan……
Orang aneh itu lalu gibaskan lengan jubahnya yang mesum kearah dirinya Yo Cie Cong.
Totokan pada jalan darahnya pemuda itu sekejap mata juga sudah terbuka oleh karenanya.
Ilmu membebaskan jalan darah dengan menggunakan lengan baju semacam ini, dulu Yo Cie
Cong hanya pernah mendengar dari mulut suhunya, itu hanya ilmu kepandaian yang sudah lama
hilang didunia, sebab sukar sekali dipelajari orang, sungguh tidak disangka, orang yang bentuknya
luar biasa itu bisa menggunakan kepandaian yang sudah menghilang itu.
Kalau begitu, orang ini tentunya bukan sembarangan orang mungkin orang ini merupakan
seorang berkepandaian tinggi sekali dari golongan tua.
Yo Cie Cong setelah merasa jalan darahnya terbuka, lantas berkata :
,, Boanpwee ucapkan banyak terima kasih atas pertolongan Locianpwee ini,’’
,, bocah, budha mengatakan ada sebab ada akibatnya pertemuan kita ini disebabkan oleh
Karena adanya jodoh. Maka tidak perlu kaui mengudapkan terima kasih.’’
,, Adakah Locianpwee ini merupakan orang dari kalangan budha yang beribadah tinggi?’’
,, Ha,ha ………Orang beribadah ? separuh saja, bahkan ada sedikit perbuatan nyeleweng..’
Yo Cie Cong terjengang’ mengapa ada orang yang beribadah separuh saja ? maka ia menanya
dengan perasaan terheran-heran.?’’
,, Benar, separuh padri,’’
,, Bolehkah Locianpwee menjelaskan apa artinya separuh padri itu,’’
,, Ha. Ha ……. Orang beribadah seharusnya tidak memikirkan apa-apa, sebab yang ditaati
hanya ajaran budha saja. Badanku meski masih berkelucuran didalam dunia. Bahkan masih doyan
arak dan makanan daging yang dipantang. Bukankah ini hanya bisa dihitung separuh saja ?’’
,, Boanpwee anggap bahwa orang yang beribadah itu pada pikiran dan kelakuannya. Tentang
makanan dan minuman, itu hanya diluarnya saja, perlu apa juga harus rojoki hal itu ? maksud
tujuannya budha yang utama tidak lain adalah supaya menolong orang berada dalam kesukaran,
hud-cow pernah mengatakan, kalau aku tidak masuk neraka, siapa yang akan masuk neraka ? dari
perkataan ini dapat ditimbang bahwa Locianpwee inilah penganut budha yang benar-benar yang
bukan nganut diluarnya saja, entah bagaiman pikiran Locianpwee tentang pendapat Boanpwee
yang cetek ini ?’’
Orang aneh itu lantas membuka mulutnya dan memperdengarkan ketawanya yang panjang dan
nyaring memekakan telinga Yo Cie Cong. Sehabis ketawa, ia lantas perdengarkan suaranya yang
seperti genta.
,, Bocah, kau benar-benar ada seorang cerdik, apa yang kau udapkan itu, cocok sekali dengan
pikitanku, si hweshio gila.’’
,, numpang Tanya, apa gelaran Locianpwee ?’’

,, Semua ini merupakan embel-embel saja yang sudah lam kulupakan maka tidak usah kau
tancapkan hal itu,’’
Diam-diam Yo Cie Cong merasa geli sendirinya, orang orang aneh ini benar-benar merupakan
seorang aneh dalam segala-galanya. Jika tidak karena tadi ia sudah unjukan kepandaiannya,orang
tentunya akan mengira bahwa orang ini adalah hweshio gila benar ?
,, Kalau begitu Boanpwee bagaiman harus menyebut Locianpwee ?’’ demikian Yo Cie Cong coba
mendesak pula.
,, Ha, hweshio ……….Bocah, terserah padamu sendiri.’’
Jawaban itu sungguh aneh. Bagaiman boleh menyebut orang secara sembarangan saja?
Yo Cie Cong merasa serba salah, karena orang aneh itu tidak mau menyebutkan mana dan
gelarnya, maka ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
,, Bocah, tidak usah kita bicarakan urusan yang bukan-bukan. Sekarang kita bicarakan saja
urusan yang benar-benar.
Ketika mendengar perkataan urusan benar-benar itu, Yo Cie Cong kini baru ingat bahwa murid
perempuannya orang berkedok kain merah itu masih menantikan ia yang disuruh mencari kereta.
Dengan badannya yang terluka parah, bagaimana kalau nanti terjadi apa-apa atas dirinya si
nona……….?
Karena memikirkan dirinya Tio Lee Tin itu, pikirannya lantas tegang sendirinya, maka ia lantas
berkata dengan suara cemas:
Locianpwee, Boanpwee masih mempunyai seorang kawan yang terluka sedang membutuhkan
perawatan, maka Boanpwee harus………..
,, Bocah, tahukah kau, masih berapa lama lagi kau bisa hidup?’’
Perkataan itu keluar dari mulutnya orang neh itu, mau tidak mau Yo Cie Cong harus percaya
juga, maka ia lantas menanya :
,, Aku ………’’
,, Kalau kau siapa lagi ?’’
,, Boanpwee sungguh tidak habis mengerti apa maksud perkataan Locianpwee ini.
,, Dengan cara bagaimana kau bisa berada disini ?’’
,, Boanpwee telah dibikin tidak ingat orang oleh obat bius Cin Bie Nio serta dipaksa makan obat
pil dan kemudian dibawa kemari. Apa yang terjadi selanjutnya Boanpwee sudah tidak tahu lagi,’’
mulutnya berkata, tapi hatinya berdebaran.
,, Boanpwee, kau sudah terkena ilmunya yang sangat keji dari perempuan genit itu, kemudian
kau makan lagi sebutir obat pil yang bisa mengorbankan hawa nafsu sangat hebat, sesudah itu
kau juga tertotok jalan darahmu, maka saat ini kepandaian ilmu silatmu sudah musnah sama
sekali.’’
Yo Cie Cong bukan kepalang kagetnya mendengar keterangan itu, ia doba mengatur jalan
pernapasannya, benar saja, kekuaan tenaga dalamnya sudah buyar semuanya, sehingga
keadaanya saat itu sudak tidak ada dengan orang biasa yang tidak pernah melatih ilmu silat.
Kejadian itu merupakan suatu pukulan hebat bagi batinnya Yo Cie Cong.
Hasil jerih payahnya selama lima tahun terahir itu, kini telah musnah tanpa meninggalkan bekas
sedikitpun juga.
Ia merasakan seperti seorang hukuman yang dapat vonis hukuman mati, untuk sesaat lamanya
ia berdiri termangu-mangu.
,, Bocah, masid belim habis begitu saja kau masih mempunyai setengah jam lagi, racun itu
akan menyerang jantungmu dank au juga kan lantas binasa!’’ kata orang aneh itu dengan sangat
tenang.
Pada saat itu Yo Cie Cong sudah putus asa benar-benar semua rupanya telah musnah.
Sekali lagi jiwannya berada dalam ancaman bahaya maut. Ia tahu, mungkin ia tidak dapat
mengelakan lagi bahaya itu. Meskipun sudah beberapa kali ia terhindar dari bahaya kematian,
tetapi akhirnya ia tidak dapat terluput dari bahaya maut itu.
Kematian baginya tidak begitu menakutkan, hanya ia masih merasa berat bahwa tugas dan
kewajibannya masih belum diselesaikan. Ini merupakan suatu hal penting baginya, maka sekalipun
ia mati, barangkali juga tidak bisa meram, mungkin juga rohnya akan tetap bergelandangan.

Setelah berdiri melongo seakan lamanya, mendadak ia perdengarkan suara suara ketawa
bergelak-gelak, tetapi suara ketawanya itu sangat menyedihkan, lebih-lebih dari suara tangisan.
,, Bocah, kau jangan terguncang dulu pikiranmu. Dengarkanlah perkataanku.’’ Demikian orang
aneh itu berkata padanya.
Yo Cie Cong menghentikan ketawanya, dengan matanya yang sayu ia menatap wajahnya orang
tua aneh itu, kemudian berkata dengan suara duka :
,, Locianpwee masih ingin memberi pelajaran apa ?’’
,, tahukah kau, asal usulnya permpuan genit yang meracuni dirimu tadi ?’’
,, Boanpwee tidak tahu.’’
,, Dia adalah muridnya ‘ Pho Cit Kow; seorang perempuan cabul dan genit luar biasa yang
bergelar ‘ Giok – bin Giam – po’ ( malaikat wajah kumala ) yangt pada tiga puluh tahun berselang
telah menimbulkan bencana hebat, sehingga dua ratus jiwa lebih banyaknya dari orang-orang
rimba persilatan telah binasa ditangannya,’’
,, Giok-bin Giam-po phoa cit kow?’’ demikian Yo Cie Cong berseru, wajahnya juga berbah
seketika.
Sebab nama itu ternyata merupakan salah satu musuh Kam-lo-pang yang didalam daptar
musuh-musuhnya Kam-lo-pang tercatat dibaris kelima dalam lembaran pertama.
,, Bocah, apa kau kenal dengan rase tua itu ?’’
Sudah tentu Yo Cie Cong tidak dapat menjawab, maka ia hanya menjawab dengan sekenanya
saja.’’
Tetapi pada saat itu dalam hatinya berpikir :’ jiwa hanya tinggal satu jam saja. Perlu apa aku
harus memikirkan nama musuhku itu ? biar bagaimana sekarang aku tuh tidak mampu lagi
menuntut balas sakit hatinya suhu .’’
,, Bocah, aku sekarang Cuma mempunyai satu cara untuk menolong kau supaya terhinadar dari
kematian. Tetapi berhasil atau tidak, itu tergantung dari musuhmu sendiri. Sementaraitu, untuk
memulihkan kepandaian ilmu silatmu, untuk sementara ini tidak ada harapan lagi.’’ Demikian
orang aneh itu berkata.
Yo Cie Cong ketika mendengar bahwa orang tua aneh itu masih mempunyai daya upaya
hendak menolong dirinya dari bahaya kematian, semangatnya lantas terbangun kembali, sebab
jika jiwanya masih ada dengan perlahan-lahan masih ada harapan untuknya melatih imlu silatnya
lagi, maka ia lantas berkata dengan suara terharu.
,, Dengan cara bagaiman Locianpwee dapat menolong supaya Boanpwee tidak binasa ?’’
,, Aku akan menggunakan ilmu Kan-thian Sin-kang untuk mendesak racun yang mengeram
dalam badanmu disuatu sudut, kenudian menutup beberapa bagian jalan darahmu, dengan jalan
ini kau masih dapat hidup lagi untuk tiga puluh hari lamanya.’’
Harapan hidup tadi yang telah timbul dalam hatinya, kini telah lenyap kembali.
Hidup Cuma dalam tiga puluh hari, dengan badan yang sudah hilang sama sekali kekuatan dan
kepandaian ilmu silatnya bisa digunakan untuk apa ? dan sesudah tuga puluh hari ia masih harus
mati. Dari pada masih merasakan penderitaan lagi tiga puluh hari lamanya, bukankah lebih baik
mati sekarang ? maka ia lantas menjawab sambil ketawa getir:
,, Budi kebaikan Locianpwee meskipun Boanpwee mati juga tidak bisa dilupakan, tetapi
Boanpwee pikir lebih baik mati sekarang saja dari pada nanti.’’
,, Eh bocah, kau ini bagaimana sih, mengapa kau inginkan mati sekarang ?’’
,, Locianpwee Cuma membuat Boanpwee hidup lagi hanya untuk tiga puluh hari lagi dengan
mati sekarang ?’’
,, Apa sudah tahu pasti kalau pada tiga puluh hari kemudian kau akan binasa?’’
Yo Cie Cong sekarang dibikin penasaran oleh karena pertanyaannya ini.
,, Bukankah tadi Locianpwee mengatakan sendiri ?’
,, Hi , hi ………Bocah, kau jangan kesusu dulu. Perkataanku masih belum habis.’’
,, Harap maafkan kalau Boanpwee berlaku kurang ajar.’’
,, Kau jangan bodoh. Aku si hweshio gilatuh bukannya anak kecil? Jika aku tidak mempunyai
resep untuk menghidupkan jiwamu lagi, perlu apa aku harus kau hidup tiga puluh hari lagi. Sudah
tentu aku masih mempunyai daya upaya yang lain,’’
,, Boanpwee ingin mendengar bagaimana hendak Locianpwee

,, Racun semacam ini, dikolong langit ini tidak ada orang yang dapat mengobati, kecuali orang
yang menciptakan racun itu sendiri, hanya seorang tua yang tabitnya aneh luar biasa yang kini
hidup mengasingkan diri dipulau batu hitam di Lam-hay yang dapat menolong kau. Dia ada
mempunyai piliharaan kura-kura yang umurnya sudah ribuan tahun, dengan beberapa tetes darah
kura-kura itu saja sudah cukup untuk memunahkan racun yang mengeram dalam tubuhmu, tetapi
orang tua itu tabitnya luar biasa anehnya. Ia tidak suka orang lai mengganggu ketenteramannya.
Bagi orang biasa, jangan harap biasa menemukan padanya. Maka untuk mendapatkan obat itu, itu
juga tergantung dari keberuntunganmu sendiri.’’
Yo Cie Cong kembali timbul harapan dalam hatinya, meskipun harapan itu kecil sekali, tetapi ini
juga sudah memberi dorongan untuk ia hidup terus.
,, Boanpwee akan mencoba dan berusaha.’’ Demikian ia akhirnya menjawab.
Orang tua aneh itu lantas mengeluarkan tangannya mengambil sebuah buli-buli kecil kira-kira
panjangnya dan berwarna merah, lalu diserahkan kepada Yo Cie Cong seraya berkata.
,, Bocah, ini adalah benda kepercayaan bagi diriku si Hweshio gila. Dengan membawa barang
ini, kau boleh pergi keorang tua yang tabitnya aneh itu, mungkin ia mau melindungu dirimu,’’
Yo Cie Cong dengan sangat hirmatnya menerima barang itu, lalu disimpan disakunya.
,, Bocah’ kalau orang tua itu menanyakan padamu tentang jejakku, kau jawab saj begini, tidak
ada sesuatu yang dapat mengekangku denganb baju rombeng dan sepatu bututku hendak
melunaskan tugasku.’’demikianlah orang aneh itu memberikan pesan pada Yo Cie Cong.
Apa artinya perkataan itu sudah tentu tak dapat dimengerti oleh Yo Cie Cong, ia hanya
mencatat saja perkataan itu dalam hatinya, sedangkan mulunya mengucapkan perkataan ‘ baik’
berulang-ulang.
,, Bocah, nafsumu sungguh luar biasa. Jika kau bisa menemukan lagi telurnya burung rajawali
raksasa berwarna, kau akanmenjadi seorang seorang luar biasa dalam rimba persilatan, harap saja
supaya kua bisa menjaga baik-baik dirimu.’’
Yo Cie Cong merasa sangat heran, bagaiman Hweshio yang seperti orang gila ini bisa
mengetahui kalau didalam dirinya ada mustika Gu-liong-kao ?
,, Boanpwee akan ingat baik-baik pesanan Locianpwee .’’
,, Pertemuan antara kau dan aku dinamakan jodoh, karena kita ada jodoh, tidak boleh tidak aku
bisa memberikan sedikit bingkisan untukmu, demikian kata orang aneh itu yang lantas berfikir
sejenak, kemudian berkata pula :
,, Baiklah, aku akan memberikan padamu dua macam pelajaran tipu silat yang dinamakan Liuin
Hud-hiat’ ( menotok jalan darah secara awan terbang ) dan Hui-sio Kay –Hiut’ ( membuka
totokan jalan darah dengan kebisan lengaqn baju ).
Yo Cie Cong sangat girang sekali mendengar ini, sebab pelajaran ilmu silat yang sudah lama
dikatakan hilang dari rimba persilatan yang sangat di idam-idamkan oleh stiap orang gagah, kini
telah didapatkan seacara tidak terduga-duga. Tetapi jika melihat bahwa kekuatan dan ilmu
silatnya sendiri kini sudah lenyap seluruhnya, sekalipun ia bisa mempelajari kedua ilmu tersebut,
juga tidak bisa digunakan.
,, Bocah, kedua ilmu itu sekarang hendak kuberitahukan semua hafalannya kepadamu, kau
harus ingat-ingat dan simpan baik-baik dalam hatimu, dikemudian hari, apabila kekuatan dan ilmu
silatmu sudah pulih kejmbali, tentu dapat kau pergunakan.’’
,, Tidak usah, ini adalah aku si hweshio gila yang ingin menghadiahkan sendiri padamu. Jika
tidak begitu, sekalipun kau mau juga tidak bisa didapatkan begitu saja, mari aku gunakan ilmu
Kan-thian sin-kang dulu untuk mendesak racun dalam tubuhmu hingga jiwamu dapat hidup lagi 30
hari.’’
Yo Cie Cong kasihkan dirinya dipale orang tua aneh itu yang selalu menyebutkan dirinya sendiri
sebagai Hweshioo gila setelah merasakan hidup menggunakan ilmunya, orang tua itu bersnyum
kepada Yo Cie Cong yang merasakn dirinya kini banyak lebih segar.
,, Baiklah. Sekarang dengarkanlah baik-baik pelajaran yang akan kuberikan padamu ini. Aku
akan mengucapkan sekali saja hafalan itu, kau bisa ingat atau tidak, semua adalah urusan sendiri,
kau tidak boleh banyak menanya,’’ Demikian kata orang aneh itu.
,,Boanpwee mengerti.’’ Jawab Yo Cie Cong.

Orang tua yang mengatakan dirinya sendiri sebagai Hweshio gila itu lantas mengatakan dua
hafalan yang disebutkannya tadi.
Yo Cie Cong yang mendapat karunia kecerdasan otak yang luar biasa, sekali diberikan
pelajaran, sidah dapat diingat semuanya dengan baiok untuk selamanya.
,, Sekarang, pergilah kau. Aku juga akan pergi.’’
,, Locianpwee, kapan Boanpwee bisa ketemulagi dengan Cian-pwee?’’
Yo Cie Cong sudah kagum benar-benar terhadap Hweshio yang menyebut dirinya gila ini, dari
nama gila Hweshio itu, tidak dirasakan aneh, sebaiknya ia merasa sangat menyenangkan.
Pertemuan dalam waktu yang sangat singkat itu membuat ia merasa berat untuk nerpisahan lagi
dengannya.
Orang tua itu lantas menjawab sambil ketawa bergelak-gelak,?’’
,, Bocah, asal ada jodoh dimana saja kita bisa bertemu tetapi ada satu hal yang perlu aku
beritahukan padamu, jika jika dikemudian hari kau nati melakukan perbuatan yang tidak patut,
sehingga membuat bencana bagi dunia rimba persilatan, aku si hweshio gila barangkali bisa
berubah menjadi orang yang menagih jiwamu,;;
Ketika mendengar perkataan itu, dalam hati Yo Cie Cong timbul perasaan bergidiknya, selagi ia
masih bercakat orang tua iotu sudah menghilang dari depan matanya, hanya terdengar suara
tinjakan sepatunyasaja yang perlahan-lahan menghilang, ia tidak tahu bagaimana cara sijalannya
si hweshio gila itu.
Setelah sendiri menjublek, sekian lamanya Yo Cie Cong sudah lenyap lama sekali. Maka gerak
jalannya juga tidak bedanyaseperti orang biasa saja. Berjalan hampir satu hari lamanya, barulah ia
sampai kota kecil, dengan cepat ia mencari sebuah kereta dan lantas menuju keluar kota dengab
kereta itu.
Ia tidak beani membayangkan nagaimana keadaannya Tio Lee Tin pada saat itu,. Entah
bagaimana kegelisahan perasaan hati si nona yang menantikan kedatangannya.
Setelah kereta itu dilarikan sekencang-kencangnya, tibalah ia ditempat Tio Lee Tin menunggu.
Ketika Yo Cie Cong melompat turun dari keretanya, apa yang terbentang dimatanya telah
membuat ia berdiri menjublek.
Di depan matanya ada rebah menggeletek tubuhnya lima bangkai manusia, darahnya masih
keliuatan berhamburan tampaknya matinya belum lama.
Tetapi Tio Lee Tin sendiri saat itu tidak dapat terliahat bayangannya.
Tampaknya ditempat tersebut tadi sudah terjadi peristiwa hebat lagi.
Tio Lee Tin yang sedang menderita luka, mungkin sudah menemukan bahaya, pikirnya.
Yo Cie Cong ketika mengingat hal itu badannya diraakan menggigil. Jika benar terjadi apa-apa
atas dirinya Tio Lee Tin, bukankah ia juga harus turut menanggung jawab?sebab jika tadi ia tidak
menyuruh sinona itu siang-siang sudah meninggalkan tempat tersebut.?
Tukang kereta yang dibawanya serta, setelah menyaksikan keadaan tempat itu yang begitu
mengerikan terlihatnya, sudah lantas memutar keretanya dan tanpa menunggu jawaban melarikan
kudanya,
Yo Cie Cong yang saat itu sedang terbenam dalam pikirannya sendiri, perbuatannya si tukang
kereta tidak diketahuinya sama sekali. Ia merasa sungguh tidak enak begininya terhadap dirinya
Tio Lee Tin, sebab Tio Lee Tin yang sedang menderita luka-lukanya, entah bagaimana nasib
sekarang ini.
Tetapi ia sendiri sudah tidak mempunyai kepandaian sama sekali, sudah dengan sendirinya pula
ia tidak dapat mencari dimana adanya nona itu sekarang.
Apa yang harus dilakukan saat itu ialah, pergi kepulau batu hitam secepat mungkin untuk
menemui orang tua yang aneh tabitnya itu.
Jika tidak berbuat begitu, tentu ia akan binasa pada tiga puluh hari kemudian.
Orang tua aneh itu mau memberikan darah kura-kuranya untuk mengobati racun yang
mengeram dalam dirinya atau tidak itu masih dalam pertanyaan, sungguh tidak disangka bahwa
Cin Bie Nio ternyata adala muridnya Phoa Cit Kiow, salah satu musuh Kam-lo-pang, maka ia lantas
menggerendeng seorang diri: mereka harus dibunuh semua …

Dengan tidak sadarkan diri, ia lantas merabah senjata golok maut yang disimpannya didalam
bajunya, agaknya ia sudah membayangkan bagaiman musuh-muduhnya yang jahat itu satupersatu
akan dibinasakan, dibawah tangannya.
Dalam hatinya saat itu teringat kembali pelajaran ilmu silat yang kusus digunakan dengan golok
maut membinasakan musuh-musuhnya.
Meskipun hanya satu jurus saja, gerak tipu itu anehnya luar biasa, sehingga tidak ada
seorangpunn yang mampu menghindar dari serangan satu jurus itu.
Sepasang matanya yang sayu dari sigadis baju merah Siang-koan kiaw serta gerak-gerik yang
agak berandalan saat itu terbayang kembali didalam otaknya. Ia tidak tahu, bagaimana ia harus
menghadapi nona baju merah itu, sebab ayahnya juga merupakan salah satu musuh dari suhunya,
tetapi ayahnya itu sudah binasa apakah ia harus membrnci turunannya?’’
Ia juga ingat wajahnya bibi Tho Hui Hongnya, itu pendekar wanita yang wajahnya penuh welas
asih, ia percaya bahwa selama hidupnya ia takan melupakan perbuatan sang bibi yang telah
membela dirinya tanpa menghiraukan jiwa sendiri.
Akhirnya bayangan Tio Lee Tin yang cantik dan gagah berkelebat didalam otaknya………….’’
Untuk sesaat lamanya rupa-rupa pikiran telah timbul saling susul dalam otaknya,,,,,,,,….’’
,, Aih ……..’’ demikian ia akhirnya mengelah napas dan menggerendeng sendiri.
,, Ah, peduli apa, sekarang kepandaianku sudah musnah, bahkan jiwaku sendiri juga tidak tahu
masih bisa hidup terus atau akan binasa, perlu apa aku harus memikirkan semua itu.’’
Setelah itu lantas menggerakan kakinya meninggalkan tempat tersebut.
Tujuannya masih tetap ke pulau Batu Hitam di Lam-hay.
Untul mengejar waktu ia membeli seekor kuda, kudanya dilarikan siang dan malam, ia
mengharap supaya dalam tiga puluh hari bisa sampai di tempat yang dituju.
Hari itu, pada waktu senja Yo Cie Cong yang melarikan kudanya berhari-hari lamanya, bukan ia
saja yang merasa lelah, kudanya juga merasa payah.
Ketika terpisah tidak cukup sepuluh lie dengan kota Liong hoa-in, kudanya dijalankan dengan
sangat perlahan karena maksudnya malam itu hendak menginap di tempat termaksud.
Diatas jalan raya saat itu sunyi sepi. Angina utara menghembus kencang.
Yo Cie Cong yang tadinya berjalan melarikan kudanya tampaknya tidak merasakan semua itu.
Tetapi ketika kudanya dijalankan perlahan-lahan dirasakan angin itu dingin sekali.
Tidaklah mengherankan karena saat itu sudah hampir habis tahun bagi rakyat biasa atau
pedagang. Kebanyakan semua sudah menyediakan apa untuk menyabut tahun baru. Tetapi Yo Cie
Cong yang hidup sebatang kara tidak mempunyai rumah dan sanak saudara, diwaktu menjelang
tahun baru ia terus melakukan perjalanan jauh.
Sebab ia masih hendak hidup terus, maka dalam waktu tiga puluh hari itu tidak boleh tidak ia
harus sampai ke Pulau Batu Hitam, untuk mendapatkan darahnya kura-kura yang usianya ribuan
tahun. Perbuatannya itu seolah-olah berjudi aja layaknya, jiaka menang ia akan dapat melanjutkan
tugas dan kewajibannya tetapi kalau sampai kalah ia akan binasa.
Untuk sesaat lamanya rupa-rupa pikiran kembali mengaduk-aduk dalam pikirannya.
Tiba-tiba suara kaki kuda telah memecahkan suasana kesunyian alam pada waktu senja itu.
Suara kuda itu sebentar saja sudah berada dibelakang dirinya.
Yo Cie Cong mengetahui bahwa saat itu ia menjadi seorang yang tidak mempunyai kekuatan
sama sekali. Maka ia tidak berani mencari setori. Sedapat mungkin ia hendak berlaku mengalah,
sekalipun harus menerima hinaan. Maka ketika itu mendengar suara derap kaki kuda dibelakang
dirinya. Dengan cepat ia meminggirkan kudanya untuk memberi jalan bagi penunggang kuda
dibelakangnya.
Tetapi sungguh aneh sekali penunggang kuda dibelakangnya tidak mau jalan melewati dirinya,
tampaknya seperti dikendurkan tali kekangnya, sehingga seperti terus menguntit dibelakannya
dirinya Yo Cie Cong.
Cara demikian itu berlangsung agak lama juga kemudian Yo Cie Cong merasa heran, maka
kudanya lantas dihentikan dan kepalanya berpaling kebelakang.
Penunggang kuda dibelakang dirinya itu agaknya tidak menduga sama sekali yang akan
menghentikan kudanya secara mendadak, maka dengan cepat ia menarik mundur kudanya,
dengan demikian maka kedua kuda sekarang jadi berdiri berendeng.

Yo Cie Cong terperanjat sekali ketika mengetahui siapa orang yang mengikuti jejak kudanya itu.
…Kiranya ada nona Siang-koan “ demikian ia berseru.
Siang-koan Kiauw pendengarkan suaranya dihidung.
….ia, kau mau apa ? dijawabnya dengan suara ketus.
Yo Cie Cong mendengar jawaban itu agaknya mendapat rasa tidak baik tetapi ia terus mencoba
hendak berlaku sesabar mungkin.
…Nona Siang-koan hendak kemana ?”
…Cari kau !”
…Cari aku !
…Benar ! aku hendak mencari kau, manusia yang tidak berbudi itu.”
Yo Cie Cong memangnya seorang yang mempunyai adat tinggi, maka ketika mendengar
jawaban yang singkat dan ketus itu. Darah mudanya lantas mendidih. Ia menarik mundur
kudanya.
…Apa perlunya nona mencari mencari aku ? katanya dengan nada dingin.
…Hendak membunuh kau !”
Jawabannya itu membuat Yo Cie Cong sangat terkejut setelah lam dalam keadaan terkesiama
mendadak ia seperti ingat apa-apa maka segara ia berkata :
…Apa Nona hendak membunuh kau atas perintah ibu tirimu ?”
…Urusannya dia tidak ada hubungannya dengan aku “
…kalau begitu apa sebabnya ?”
…Sebaba kau adalah orang yang tidak mengenal bakti “
..Tidak berbudi ?” Yo Cie Cong menegasi sambil ketawa getir
…Memang benar, ketika di tepi naga nona pernah melepas budi terhadap diriku. Tetapi
merupakan satu hutang seandannya aku Yo Cie Cong tidak binasa aku pasti akan membayar
hutang ini.
Ketika menyebut kejadian di tepi danau naga itu hatinya Siang-koan Kiauw merasa sangat
berduka, sebab oleh karena dirinya si pemuda sampai Siang-koan Kiauw berani menempuh bahaya
hendak menghadapi senjata yang bisa meledak dari si iblis wajah singa. Oleh karena pemuda itu
pula, Siang-koan kiauw tidak segan-segan memutuskan hubungannya dengan ibu tirinya. Oleh
karena Yo Cie Cong hidup kembali, nona itu lantas terbangun pula semangtnya. Tetapi sekarang
pemuda itu sangat dingin sikapnya terhadap dirinya, sehingga membuat hancur luluh hatinya si
nona. Sebab begitu besar rasa cintanya si nona terhadap dirinya Yo Cie Cong, tapi cinta yang
begitu dalam telah mendapatkan penyambutan yang tidak selayaknya, akhirnya telah
menimbulkan perasaan benci dalam sanubarinya.
Bab 13
DENGAN wajah merah padam, Siang-koan Kiauw berkata dengan suara bengis :
…Yo Cie Cong, oleh karena kau aku merasa sangat malu !”
…Aku merasa tidak pernah membuat malu terhadap orang ini “
…Hm! Aku cinta kau, mengapa kau tidak bisa pegang terhadap dirinya satu nona ?”
…Apa artinya perkataan ini ?”
…Si Burung Hong Hitam Tio Lee Tin, kau toh tidak bisa bilang kenal padanya ?”
Yo Cie Cong terperanjat. Diam-diam berfikir bagaimana ia bisa kenal perempuan itu ?”
…Benar kau kenal padanya !”
…Hm! Kesulitannya sebagai satu gadis hampir saja ternoda gara-garamu !”
…Aku tidak mengerti maksud perkataanmu ini !”
…Aku Tanya mengapa kau tinggalkan sendirian seorang wanita yang sedang terluka parah
didalam hutan belukar ? sehingga hampir saja dirinya ternoda didalam kawannya kawan-kawan
kurcaci ?”
…Sekarang dimana adanya dia ?”
…Hal ini tidak perlu kau tahu “

Yo Cie Cong teringatkan dirinya sendiri yang hampir saja celaka ditangan Cin Bie Nio, karena
gurunya ia lantas ketawa bergelak-gelak.
Mengapa kau ketawa? Hari ini aku akan membunuh kau !”
Adatnya Yo Cie Cong yang angkuh membuat ia tidak mau memberi penjelasan. Setelah
berhenti ketawa ia lantas menjawab dengan suara tenang :
…Silakan kau boleh turun tangan !”
…Apakah kau kira aku tidak berani ?” bentaknya Siang-koan Kiauw pecut ditangannya langsung
bergerak.
Yo Cie Cong tidak menyingkir atau berkelit, sebetulnya dalam keadaan seperti itu, ia yang
sudah hilang semua kepandaiannya sudah tidak mampu berkelit. Apalagi serangan pecut si nona
dilakukan dengan cepatnya….
…Tar “ suara pecut terdengar nyaring ujung pecut dengan tepat mengenakan dengan
badannya, sehingga dirasakan sakit sekali.
Dalam hatinya Siang-koan kiauw sebetulnya mencintai dirinya pemuda itu cuam karena pemuda
itu nampaknya bersikap dingin, maka ia berbalik membenci. Namun serangannya itu juga
menggunakan Tenaga 2-3 bagian saja, kalau tidak pasti Yo Cie Cong tidak sanggup menerima.
Siang-koan kiauw hanya berbut menuruti hawa napsunya, sebetulnya dalam hatinya tidal ingin
melukai dirinya pemuda itu.
Ia sungguh tidak menyangka kalau Yo Cie Cong tidak berkelit atau coba mrnghindarkan
serangannya. Maka seketika itu hatinya dirasakan perih, sudah tentu ia tidak mau tau kalau pada
saat itu Yo Cie Cong sudah hilang kepandaiannya. Bahkan semua itu ada perbuatan ibu tirinya
Siang-koan kiauw sendiri.
…Mengapa kau tidak melawan ?” menanya Siang-koan kiauw dengan gusar, tapi suarannya
agak gemetar.
…Bukankah kau kata tadi hendak membunuh aku ? aku Yo Cie Cong bersedia menerima nasib
untuk menerima nasib untuk memenuhi keinginanmu !”
…Kau kira aku benar-benar tidak heran ?”
Tar..Tar..Tar! kembali suara pecut nyaring sampai 3 kali.
Tidak ampun lagi, badannya Yo Cie Cong lantas terjungkal dari atas kudanya !
Tapi, Yo Cie Cong yang beradat keras dan tinggi hati, begitu jatuh lantas jatuh lagi, matanya
merah membara.
Siang-koan kiauw lantas melompat turun dari tunggannya, ia berdiri tidak cukup satu tumbak di
dapat Yo Cie Cong, entah bagaimana persaan hatinya pada saat itu berdiri terpaku.
Ia merasa bahwa keadaanya. Yo Cie Cong agak aneh, tapi pada saat itu juga tidak mengerti
apa sebabnya.
Yo Cie Cong dengan sikapnya yang masih dingin, berkata dengan suaranya yang ketus :
…Nona Siang-koan, kau hendak membunuh aka, lekas turun tangan !”
Kalau tadi Siang-koan Kiauw mengatakan hendak membunuh dirinya Yo Cie Cong, itu hanya
disebabkan karena terdorong oleh perasaan gemasnya. Ia tidak nyata Yo Cie Cong anggap itu
benar-benar hingga membuat ia tidak bisa tarik kembali perkatannya.
Kalau pada saat itu Yo Cie Cong berkata agak lunak saja sesudahnya mungkin ada berlainan.
Tapi adat dan tabeatnya Yo Cie Cong yang tinggi ia lebih suka binasa dari pada berkata dengan
suara manis.
Siang-koan Kiauw agaknya merasa bahwa Yo Cie Cong sangat tersinggung perasaannya.
Hatinya sangat merasa sangat berduka, maka dengan tanpa di sadari lantas menangis.
Dengan demikian Yo Cie Cong bertambah bingung. Ia tidak mengerti apa maunya nona yang
berandalan ini, sebentar hendak membunuh mati dirinya, sebentar lagi menangis dengan sangat
sedihnya !
…Apa nona Siang-koan Kiauw tidak tega turun tangan terhadap diriku ?” Tanya Yo Cie Cong.
Justru pertanyaan ini membuat Siang-koan Kiauw menangis semakin sedih !
Si nona berduka karena ia sesungguhnya tidak menduga bahwa si pemuda ada begitu tawar
perlakuan dirinya, sedikitpun tidak mempunyai perasaan kasian atau cinta terhadapnya sehingga
percuma saja cintanya yang dicurahkan kepadanya. Semakin memikirkan ini semakin sedih.

Yo Cie Cong memang ada seorang pemuda cerdas, ketika menampak keadaan nona Siang-koan
Kiauw itu, ia nampak sudah dapat menduga sebagian perasaan hatinya si nona ia tahu bahwa si
nona itu menaruh hati pada dirinya. Ia sendiripun demikian pula. Cuma suatu anggapan atau
pendiriannya mengenai diri si nona ini telah menindas perasaanya sendiri.
Maka saat itu ia lantas berkata dengan suara duka :
…Nona Siang-koan Kiauw dengan terus terang aku beritahukan padamu umurku Cuma tinggal
10 hari lagi. Maka kebaikanmu yang telah kau curahkan kepada diriku kupaksa dilain penitisan aku
akan membalas !”
Perkataan Yo Cie Cong itu telah membuat Siang-koan Kiauw terkejut seperti terkena patuk ular.
Otomatis ia hentikan tangisannya. Melihat Yo Cie Cong begitu berduka mau tidak mau ia percaya
juga perkataan si pemuda.
…Hei, kau barusan kata apa ?” tanyanya agak gemetar.
…Kataku, jiwaku Cuma tinggal 10 hari saja !”
…Sekarang bukankah kau ada baik saja ?”
…Itu memang benar, aku sekarang kelihatan baik-baik saja, tapi kekuatan dan kepandaian ilmu
silatku sudah hilang semua !”
Jawaban Yo Cie Cong ini membuat kaget gemetaran Siang-koan Kiauw, pantasan tadi ketika
diserang dengan pecut. Ia tidak mau menyingkir atau berkelit, bahkan serangan yang cuma
menggunakan 2 atau 3 bagian saja sudah cukup membikin ia terjungkal dari atas kudanya.
Ia pentang lebar kedua matanya mengawasi Yo Cie Cong. Sekarang ia sudah dapat kenyataan
bahwa matanya pemuda itu sudah tidak kelihatan cahayanya, keadaanya sama seperti orang biasa
maka hatinya lantas merasa pilu.
…Siapakah yang membuat kau menjadi begini ?” Tanya si nona.
…Siapa? Haha! Lebih baik kau jangan coba mencari tahu !”
…Tidak kau harus memberitahukan padaku, aku tidak akan membiarkan ia begitu saja !”
Sehabis berkata, si nona geser tubuhnya mendekati Yo Cie Cong wajahnya menunjukan
perasaan gusar.
Yo Cie Cong diam-diam merasa geli, barusan ia berkata hendak membunuh mati dirinya, tetapi
sekarang berbalik sangat memperhatikan bahkan mau turun tangan hendak membela keadilan.
…Nona, lebih baik kau jangan coba turut campur dalam urusanku ini “
…Tidak ! biar bagamanapun aku harus nau tahu !”
…kalau begitu aku terpaksa beritahukan padamu orang itu adalah ibu tirimu sendiri !”
Mendengar jawaban itu, wajah si nona berubah seketika.
…Dia ?”
…Ng ! kalau tidak ada seorang Locianpwee yang datang memberi pertolongan, niscaya jiwaku
siang-siang sudah melayang !”
…Ow ! Lantaran itu maka kau melalaikan kewajibanmu untuk mencarikan kereta bagi enci Tio
Lee Tin “
…Benar !”
…Kalau begitu aku yang keliru menduga terhadap dirimu “
Setelah itu badannya digeser semakin rapat kemudian berkat pula dengan lemah-lembut :
…Apa kau merasa sakit bekas pecutan tadi. Ah ! mengapa kau tidak mengatakan sedari siangsiang
kepadaku ? kau sungguh keterlaluan.
…Apa artinya sedikit `luka ini`. Kalau tidak ada urusan apa lagi aku hendak pergi ?”
…Kenapa ?”
…Sebab dalam waktu 10 hari aku harus mencapai suatu tempat untuk minta obat buat
menyembuhkan penyakitku. Kalau tidak 10 hari kemudian aku pasti mati !”
…Kau…kau …kau …! Aku harus berjalan sama-sama dengan kau !
…Apa perlunya ?”
…Kepandaiannmu sudah hilang semua, jiak ada terjadi apa-apa bukankah….”
…Obat itu bisa kudapatkan atau tidak masih merupakan suatu pertanyaan. Tentan gmati atau
hidupku aku pandang sangat tawar!”
Siang-koan Kiauw tundukan kepala untuk memikir sejenak kemudian mendongak, sorot
matanya keliatan aneh, dengan wajah memerah-merah dia menanya :

…Jawablah pertnyaanku !”
…Pertanyaan apa ?”
…Kau …Kau …apa kau membenci aku “
…Tidak !” jawabnya Yo Cie Cong tegas sambil gelengkan kepala.
…Kalau begitu apa kau suka padaku ?”
Pertanyaan ini menunjukan kecerdikannya Siang-koan kiauw.
Yo Cie Cong tercengang, ia mengerti maksud yang terkandung dalam pertanyaan si nona ini,
tapi merasa berat untuk memberi jawaban. Ia akui bahwa ia juga cinta pada Siang-koan kiauw
tapi ia tidak boleh mencinta.
Secara berani dan tanpa tedeng aling-aling, Siang-koan Kiauw mengajukan pertanyaan
demikian, ini juga merupakan suatu pertanyaan yang terus terang tentang isi hatinya terhadap Yo
Cie Cong. Ketika nampak pemuda itu agak bersangsi memberi jawabannya hanya seperti diguyur
air dingin, maka ia lantas berkata pula dengan suara duka :
…Aku tahu bahwa kau tidak bisa menyukai diriku. Hah, pergilah !”
Tapi Yo Cie Cong lantas berkata :
…Aku sebetulnya juga suka padamu !”
…Benar ?”
…Ng !”
…Boleh aku panggil kau Cong ?”
…Aku juga boleh panggil kau adik kiauw ?”
Semua itu membuat hatinya Siang-koan Kiauw merasa lega dan sangat girang.
…Engko Cong. Sekarang kau boleh beritahukan padaku kemana kau hendak pergi ?”
…Pulau batu Hitam di Lam-hay, aku hendak menemui seorang Lo-cianpwee, mau minta sedikit
darahnya binatang kura-kura yang usianya sudah ribuan tahun, untuk menyembuhkan penyakitku
!”
Selanjutnya Yo Cie Cong lantas menceritakan apa yang telah terjadi atas dirinya sehinga
kemudian dapat ditolong oleh hwa shio gila itu.
Siang-koan kiauw yang mendengarkan penuturan itu wajahnya sebentar merah sebentar pucat.
Ia dulu hanya curiga terhadap ibu tirinya, tapi sekarang sudah menjadi kenyataan bahwa ibu
tirinya itu ternyata seorang permpuan cabul yang sangat berbahaya.
Ia mendadak ingat kematian ayahnya yang tidak jelas apa sebabnya pada 5 tahun berselang.
Maka ia lantas berkata dengan tiba-tiba.
…Engko Cong, aku selalu merasa curiga atas kematian ayahku apakah itu ada hubungannya
dengan ibu tiriku yang jahat itu? Aku kira kemungkinan itu memang ada !”
…Jika itu benar ada hubungannya, sehingga membuat kematian ayah, aku Siang-koan pasti
akan mencincang ibu tiriku itu.
…Adik Kiauw, bagaimana dengan nona Tio Lee Tin ?”
…Sudah dibawa pergi oleh kawan seperguruannya `utusan burung laut`!”
Yo Cie Cong anggukan kepala dalam hatinya befikir nona Tio telah mengaku sebagai muridnya
pemilik bendera burung laut si orang berkedok merah. Kalau sudah dibawa pergi oleh mereka
tentunya tidak ada halangan apa-apa lagi.
Tiba-tiba ia berkata Siang-koan kiauw :
…Adik kiauw, seandainya aku beruntung bisa mendapatkan obat, apa kita masih mempunyai
kesempatan bertemu lagi ?”
…Tidak, aku hendak ikut kau pergi !”
…Kepergianku ini masih belum diketahui bagaimana kesudahannya, apabila nanti terjadi apaapa….?”
…Tidak, aku tidak izinkan kau mengucapkan perkataan demikian !”
Sebabnya berkata, dengan tanganya yang halus mungil itu membekap mulutnya Yo Cie Cong,
badannya juga lantas dijatuhkan dalam pelukan si pemuda.
Kedua-duanya saling berpelukan, tapi masing-masing tidak berkata apa-apa.
Malam mulai tiba, angin meniup sepoy-sepoy. Bintang di langit mulai nampak betebaran.
Agaknya turut merasa girang atas kebahagiaan kedua merpati itu.

Siang-koan kiauw ketika mengingat nasib yang dialami oleh kekasihnya, hatinya merasa seperti
diiris-iris. Apabila dalam 10 hari tidak mendapat tempat tujuannya atau tidak mendapatkan obat
yang di perlukan.
Ia tidak berani memikirkannya lagi……..
Sekarang, ia berada dalam pelukan si pemuda yang pertama kali mendobrak hatinya ia hedak
menikmati kemesraan cintanya dalam waktu yang sangat singkat.
Lama mereka terlelap dalam larut arus asmaranya mereka sudah tahu berapa lama dilewatakan
secara demikian.
Tiba-tiba Siang-koan Kiauw memecahkan kesunyian, seolah-oalh sedang mengimpi ia
menannya kepada Yo Cie Cong.
,,Engko Cong, katakana bahwa kau cinta padaku !”
,,adik Kiaw, aku cinta kau !”
,,Biar dunia kiamat, cintaku terhadap mu tak akan berubah !”
,,Adik Kiaw, aku akan ingat selamanya mudah-mudahan kembang tetap segar dan rembulan
tetap tetap bundar ?”
,,Engko Cong bisa mendapat penyataan perasaan hatimu aku sudah merasa puas.
,,Adik Kiaw hawa mulai dingin kita harus berpisah lain kali kita akan bertemu kembali !”
,,Apa kau tetap tidak mau ikut pergi bersama-sama !”
,,Bukan aku tidak sudi, tapi perjalan itu begitu jauh….
,,Aku tidak peduli sampai diujung langit jangan banyak rewel mari jalan !”
Sehabis berkata ia mendahului lompat keastas kudanya.
Yo Cie Cong terpaksa mengikuti jejaknya
Dua ekor kuda jalan berendengan, suara derap kaki kuda memecahkan kesunyian malam itu.
**
Suatu pagi pada hari ke 25 di suatu perkampungan nelayan di tepi Lam hay telah datang dua
pengunjung, sepasang muda-mudi yang masih belia mereka hendak menyewa sebuah perahu
katanya hendak pergi ka pulau batu hitam yang terpencil.
Si pemuda yang berwajah tampan, badannya tegap Cuma kelihatannya agak dingin sikapnya.
Sedang wanita yang parasnya cantik menarik dengan si pemuda itu merupakan pasangan yang
setimpal.
Kedatangan mereka telah datang banyak perhatian orang banyak mereka mengira bahwa
mereka itulah dewa-dewi yang baru turun dari kayangan.
Siapa mereka ?
Itu adalah Yo Cie Cong dan Siang-koan Kiauw-jie.
Mereka titpkan kudanya disuatu penginapan perjalana mereka dilanjutkan dengan perahu dan
si pemilik perahu yang usianya lebih dari setengah abad, sudah tentunya ia sudah matang dalam
perjalan air.
Setelah membawa persedian yang cukup semuanya telah di persiapkan Yo Cie Cong dan Siangkoan
Kiauw mereka lantas menuju pulau batu hitam.menurut keterangan Sipemilik perahu, jika
tidak ada halangan satu hari satu malam bisa sampai di tempat yang di tuju.
Tapi, pulau batu hitam ada sayu pulau yang jarang didatangi oleh manusia di sekitarnya
terdapat batu karang jika tidak hati-hti perahunya bisa terbalik, jika tidak karena memandang
uang.tidak ada satu perahu yang berani yang menuju kesana.
Bab 14
Beberapa saat kemudian, perkampungan nelayan itu sudah hilang dari pandangan.
Langit nan biru seperti mangkok bundar menutupi lautan sedang air laut dengan ombaknya
seperti ayunan yang tidak berhehti-henti bergoyang.
Lautan hari itu nampak tenang berlayar dalam keadaan tenang, sungguh sangat menarik hati.
Yo Cie Cong dan Siang-koan Kiauw duduk berendeng ditepi perahu mereka tampak mesra dari
satu sama lain. Hingga sementara melupakan rasa gelisa diantara keduanya dan melupakan yang
telah terjadi atas mereka.

Sepasang pemuda pemudi yang dibesarkan diatas tanah datar telah kesemsem oleh
pemandangan dilautan yang indah permai itu.
Kedua pemuda-mudi itu menikmati pemandangan alam, pemilik perahu itu mendadak
ketakutan ia memandang kearah timur sambil berkata :
,,Siang-koan Kiauw, nona tampaknya akan timbul badai!”
,,Hawa begini kelihatan sejuk masa akan timbul badai.?”jawab Siang-koan Kiauw sambil
ketawa.
,,Apakah kau tidak melihat segumpal awan hitam ?”
,,Aku tidak percaya, apakah awan segumpal itu bisa membawa badai.?
,,Lopek apakah dengan dirimu tidak salah ?” Yo Cie Cong pun turut menanya.
Apakah aku kira aku bcara main –main ? selambat-lambatnya akan datang angin puyuh
sedangkan disini tidak ada tempat untuk berlindung. Lantas kita harus berbuat apa, Ah, mudahmudahan
tuhan melindungi kita !” jawab si pemilik perahu sambil mengawasi gumpalan awan
yang makin lama makin namopak besar dan nyata.
,,Apabila angin meniup kencang bukankah perahunya juga akan semakin cepat ? mungkin kita
cepat sampi kepulau Batu Hitam itu, Engko Cong kau pikir betul tidak? Demikian berkata Siangkoan
Kiauw dengan enaknya.
Yo Cie Cong yang sejak kecil banyak bercampur dengan orang-orang dengan segala lapisan,
pengalamannya juga lebih banyak dari pada si nona. Ketika si nona nampaknya seperti anak-anak
ia berkata dengan suara sungguh-sungguh.
,,Adik Kiaw itu bukan angin biasa ,! Tetapi angin puyuh atau badai yang sangat menakutkan !”
,,Kau sudah pernah melihat ?”
Meski aku belum pernah mengalami, tatapi aku sudah pernah dengar !”
,,Hm ! kau membohongi aku saja !”
Si pemilik itu membakar hio dan kertas dan meminta lindungan kepada dewa laut.
Gumpalan awan itu nampak dekat nampaknya, sehingga menutupi separuh langit. Angin laut
makin meniup kencang, ombak laut makin besar, hingga perahu yang di tumpangi bertiga kini
sudah tergunang hebat.
Siang-koan Kiauw baru merasa bahwa keadaan ini sungguh diluar dugaan.
Si pemilik perahu dengan wajah pucat pasi dan sikap cemas ia berkata kepada kedua
penumpangnya.
Siang-koan Kiauw dan nona lekas masuk kedalam ,badai akan datang ini tidak boleh dibuat
main-main. !”
Belum habis ucapannya si pemilik perahu awan gelap itu sudah menjadi ombak yang lantas
menggulungnya perahu air hujan datang turun turun seperti dituang.
Yo Cie Cong menarik diri Siang-koan Kiauw di sebelah dalam perahu.
Badai mengamuk semakin hebat saja, ombak laut menggulung-gulung hingga perahu kecil itu
terguncang ke atas ke bawah.
Siang-koan Kiauw mulai merasakan mabuk, hatinya mulai ketakutan dan memeluk erat tubuh
Yo Cie Cong.
,,Enko Cong skarang bagaimana .?”
,,Adik Kiaw terserah pada nasib saja, aih. Biar bagaimana juga didalam diriku sudah tertanam
racun jahat jiwaku juga takkan pernah tahu hidup dan matinya. Sebetulnya aku tidak
membiarkanmu kau ikut, aku takut terjadi apa-apa. Ah !”
,,Engko Cong jangan mengucapkan begitu, hidup dan matinya seseorang ada ditangan tuhan.
Baik kita mati sama-sama hidup juga sama-sama.
,, Pada saat itu rasanya perahu sudah terbalik air laut masuk kedalam kemudian di susul
dengan suara benturan yang hebat awak perahu seperti patah.
,,Adik Kiaw mungkin perahu sudah patah .”
,,Engko Cong.”
,,Belum habis ucapannya air laut sudah masuk kedalam mulut perahu.”
,,Ketika mereka keluar, air laut sudah menimpa keras sehingga perahu terbalik.”
Siang-koan Kiauw menjerit, ia memegang tiang perahu erat-erat Yo Cie Cong pun berusaha
dengan sekuat tenaga ia memegang kayu perahu yang tinggal sepotong.

Pemilik perahu pun tak nampak terlihat entah sejak kapan ia di telan laut ombak laut yang
dasyat.
Badai mengamuk terus, ombak laut bergulung-gulung seperti gunung tingginya, air hujan turun
seperti di tumpahkan dari langit di barengi suara guntur dan sinar kilat yang menyambar-nyambar
membuat keadaan di tempat seolah-olah,sudah sampi hari kiamat.
Dalam keadaan yang menyeramkan demikian. Perahu kecil yang seolah-olah sebuah titik hitam
dilautan yang luas ternyata sudah pecah berantakan.
Entah sejak berapa lama waktu berlalu secara demikian….
Angin sudah sirap, ombak mulai reda laut kembali tenang seperti semula, seolah2 tak terjadi
apa2.
Yo Cie Cong sesaat perahunya terdampar hancur, masih berpegang erat pada potongan kayu
dengan mendadak badannya terdampar tinggi kemudian tidak ingat lagi apa yang terjadi atas
dirinya.
Ketika ia siuman kembali, badannya merasakan panas seperti terbakar. Ketika matanya terbuka
ternyata panas itu disebabkan karena panas matahari yang menyinari dirinya yang kini terdampar
di sisi pantai.
Dengan susah payah ia baru bisa duduk, dia baru sadar bahwa dirinya ternyata masih belum
binasa tertelan ombak.
Tiba-tiba teringat akan diri Siang-koan Kiauw-jie, sudah terang kalau nona Siang-koan Kiauw
mungkin sudah tertelan ombak karena terjadi badai hebat maka seketika itu hatinya dirasakan
pedih. Air matanya mengalir tak terasa dengan perasaan sedih ia mengawasi laut yang tak terlihat
ujung pangkalnya itu.
Ia teringat pada sumpah dan janji pada diri Siang-koan Kiauw sungguh tidak disangka nasib
nona yang baru bersamanya dan menikmati sebagian kecil kesenangan hidupnya, sudah terpisah
lagi dengannya.
Seandainya nona Siang-koan Kiauw tidak ikut bersamanya pasti ia tidak akan tertelan ombak,
setelah ia berpikir ia merasa berdosa terhadap diri nona itu maka ia segera berdoa kepada tuhan
:’Adik Kiauw-jie kulah yang menyelakakanmu jika arwahmu tahu tunggulah aku dialam baka.
Setelah urusanku selesai aku akan menyusulmu bersama-sama dengan dirimu dialam baka.
Yo Cie Cong padasaat itu sedang terbenam dengan kedukaannya di wajahnya selalu terbayang
gerak-gerik nona Siang-koan Kiauw-jie.
Ia tak menghiraukan rasa letih dan rasa lapar dahaga yang menyerangnya ia terus-menerus
memandangi lautan yang luas hingga tak berkedip.
Matahari mulai terbenam, bintang-bintang mulai bertebaran di langit ombak laut yang tadinya
surut kini pasang kembali.
Ketika Yo Cie Cong tersadar dari lamunanya ternyata hari sudah pagi.
Terlitas dalam otaknya . saat itu mungkin jiwanya tinggal dua hari lagi. Jika dalam dua hari ini
tidak berhasil mendapatkan darah kura-kura yang dimaksud maka racun yang tersarang dalam
tubuhnya sudah lantas akan menyerang jantungnya dengan sendirinya orang itu akan binasa .
Tetapi sekarang dirinya pun tak tahu ada di mana, dan di mana pula letak pulau Batu Hitam
yang dicarinya sama sekali tidak di ketahuinya.
Sejenak pikirannya melayang,apa yang ia alami permusuhan yang ada sangkut paut dengan
perguruannya membuat semangatnya terbangun pula……
Sekarang ini aku harus belum boleh mati, aku harus hidup masih banyak tugas yang belum aku
selesaikan.”demikian Yo Cie Cong berkata kepada dirinya dan lantas ia bangkit.
Pertama kali yang diperiksa adalah barang-barang bawaanya yang ada pada dirinya, Golok
maut buku daftar nama-nama musuhnya Kam-lo-pang potongan kayu pusaka Ouw-bok po-lok dan
buki-buli tanda kepercayannya si Hwee shio gila semua lengkap masih ada pada tubuhnya.
Perlahan-lahan ia menuju tepi pantai, tetapi ketika berjalan terus dalam hatinya lantas
mengeluh.”celaka….
Ternyata tempat itu adalah sebuah pulau kecil yang tidak di tumbuhi sedikitpun tanaman dan
tidak ada manusia yang tinggal disitu. Luasnya pulau itu kira-kira Cuma satu Lie persegi di
sekitarnya terkurung oleh lautan jangan kata manusia burung saja tak terlihat.

Sesaat itu hatinya kembali merasa putus asa diam-diam ia berpikir tampaknya semuanya
adalah nasib, aku tidak mau mati didalam pulau ini “taruh tidak mati kelaparan tapi karma dalam
diriku tertanam racun yang cuma tahan dalam dua hari saja, kecuali ada pengaruh gaib. Kalau
tidak pasti aku kan binasa maka maksud baiknya Hweesiogila itu barangkali akan tersia-sia saja.”
Keadaan Yo Cie Cong pada saat itu tidak ubahnya seperti sedang menghadapi suatu keadaan
yang lebih kejam dan menakutkan dari pada binasa seketika itu.
Tapi biar bagaimana, seorang yang masih ada jiwanya, sebelum tiba pada hari akhirnya, sedikit
banyak masih mempunyai harapan untuk terus hidup………
Saat itu perutnya dirasakan lapar sekali, matanya bekunang-kunang kepalanya dirasakan
pusing. Kaki dan tangnnya dirasakan lemas tidak bertenga. Yo Cie Cong barulah mengingat bahwa
dua hari lamanya tidak ada sebutir nasipun yang masuk kedalam perutnya. Maka ia lalu berkata
kepada dirinya : “andaikata akau mesti mati, jangan sampai aku menjadi setan kepalaran.”
Oleh karena befikir demikian, timbulah hasratnya hendak mencari barang makanan untuk
mengganjal perutnya.
Tetapi usahanya itu hanya sia-sia saja, sebab kecuali tanah dan pasir yang terdapat disekeliling
pulau itu, sudah tidak ada apa-apa lagi yag bisa dimakan.
Dengan perasaan kecewa ia kembali ditanah, rasa lapar semakin menghebat. Dalam keadaan
demikian, sebuah barang menarik perhatiannya.
Barang itu adalah sebuah barang aneh yang berbentuk bundar relur, besarnya kira-kira dua
kaki, warnanya bukan kepalang, dibawahnya sinar matahari kelihatan indah.
Tertarik oleh perasaan heran, Yo Cie Cong lantas berjalan menghampiri benda aneh itu. Ketika
ia meraba benda itu dengan tangannya, benda itu ternyata keras, maka dianggapnya benda itu
adalah sebuah batu aneh, ia coba mendorong batu aneh yang berwarna indah itu.
Didekat tempat batu aneh itu terdapat suatu tempat yang agak miring. Oleh Karena didorong
oleh Yo Cie Cong, batu aneh tadi menggelundung kebawah.
Apa lacur satu bagian dari batu aneh itu sudah membentuk sebuah batu lain yang juga ada di
pantai laut itu.
Barang cair seperti putih susu mengalir dari batu yang menggelundung tadi.
Ooo, kalau begitu itu bukannya batu !” demikian Yo Cie Cong berseru sendiri, yang lantas lari
menghampiri. Dan ketika ia mengadakan pemeriksaan lebih cermat, seketika itu lantas berdiri
melongo. Ternyata barang itu adalah sebutir telur raksasa yang saat itu sudah pecah sebagian,
dari lubang yang pecah itu mengalir barang cair. Didalam telur itu masih terlihat kuning telurnya
sebesar mangkuk.
Bukan kepalang rasa girangnya Yo Cie Cong dalam keadaan lapar seperti itu, ia sudah tidak
memperdulikan lagi telur Itu bisa dimakan atau tidak, dengan cepat ia sudah menghabiskan
seluruh isi telur itu.
Apa yang mengherankan, telur itu ternyata tidak bau amis, bahkan enak sekali dan segar
rasanya.
Sehabis kenyang makan, badannya dirasakan segar kembali, rasa letihnya hilang semua.
Dengan perasaan terheran-heran ia mengawasi kulit telur raksasa itu.
Sejak ia di jelmakan menjadi manusia didunia, ia belum pernah mendengar orang mengatakan
bahwa didalam dunia ini ada telur yang begitu besar. Ia seperti berada dalam impian tetapi
dibawah teriknya, apa yang terjadi ternyata bukanlah impina belaka.
Ia tidak mengetahui, telur aneh itu sebenarnya ada telurnya binatang apa ?
Setelah perutnya dirasakan kenyang, lain soal timbul pula dalam pikirannya.
Jiwanya hanya tinggal dua hari saja. Diatas pulau terpencil dan sepi ini, sesungguhnya tidak
mudah untuk mencari dimana letaknya pulau batu hitam yang sedang ditujunya.
Tampaknya tidak akan luput juga ia dari kematian.
Selagi masih terbenam dalam pikirannya sendiri, ia telah dikejutkan oleh suara aneh yang
begitu hebat kedengarannya.
Yo Cie Cong terperanjat, katika ia dongakan kepalanya, awan hitam kelihatan menutupi
matahari. Tetapi ketika ia memperhatikan dengan lebih seksama, seketika itu nyalinya seperti
hendak melompat keluar, karena ada yang dilihatnya diatas angkasa itu bukannya awan, tetapi
adalah burung raksasa yang sedang pentang lebar kedua sayapnya. Saat itu burung itu kelihatan

beterbangan di angkasa dan hendak menukik turun. Suara aneh yang sangat hebat, tadi tentunya
adalah suara dari burung raksasa ini.
Dengan tidak terasa, keringat dingin membasahi tubuhnya Yo Cie Cong, dalam hatinya lantas
berfikir, telur raksasa berwarna tadi apakah terlurnya burung raksasa ini ? jika benar telurnya,
burung raksasa ini setalah melihat telurnya sudah pecah dan kumakan habis bagaimana binatang
itu bisa mengarti? Ah sungguh tidak kusangka, didalam begini aku harus menghadapi lain bahaya
lagi…”
Belum lagi lenyap semua pikiran itu, burung raksasa tadi sudah menukik turun sangat cepat
Yo Cie Cong yang sudah tidak berdaya lantas menyembunyikan dirinya didalam pecahan telur.
Kembali terdengar suara burung aneh itu. Dirasakannya badannya terguncang hebat, kiranya
telur itu sudah dibawa terbang oleh burung raksasa tersebut.
Yo Cie Cong coba menengok, pulau tempat dia tadi terdampar, hanya kelihatan sebagai sebuah
titik hitam sedangkan disekitar dirinya dilihatnya segumpal awan yang seperti asap saja layaknya.
Yo Cie Cong tahu bahwa dirinya sekarang sudah diterbangkan keatas angkasa, perasaan
takutnya hampir membuat ia melompat keluar.
Jika cengkraman burung itu tidak kencang bukankah ia akan jatuh dengan badan hancur lebur
dari atas udara ? Ia juga tidak mengetahui kemana dirinya hendak dibawa oleh burung raksasa itu
?
Pada saat itu hawa panas tiba-tiba dirasakan dalam perutnya, hawa panas itu makin lama
makin hebat bekerjanya sehingga hampir saja ia tidak dapat menahan lagi.
Kemudian dari dalam perutnya kemudian timbul hawa dingin yang membuat dirinya dirasakan
sampai mengigil.
Sebentar kemudian, dua rupa hawa yang berlawanan itu telah tergabung menjadi Satu, hawa
itu dirasakan seperti telah menyusuri sekujur tubuhnya. Pada suatu saat hawa itu, seperti mandek
di suatu sudut dalam dirinya. Rasa sakit membuat Yo Cie Cong hampir keluar menggelinding dari
dalam kulit telur itu. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi atas dirinya.
Oleh karena rasa sakit yang tidak tertahankan itu, Yo Cie Cong telah melupakan dirinya kini
sedang berada didalam kulit telur yang sedang diterbangkan oleh burung raksasa itu, ia
menggerak-gerakan kaki dan tangannya sambil menjerit-jerit.
Mendadak kulit telur itu terlepas dari cengkramannya kaki burung raksasa itu.
Telur raksasa it uterus meluncur turun kebawah, Yo Cie Cong yang berada didalamnya sambil
memejamkan rapat-rapat kedua matanya ia berseru : “habislah jiwaku”.
Tetapi kira-kira sepuluh tumbak tingginya terpisah diatas sebuah pulau, badannya dirasakan
sperti mumbul lagi keatas dan kemudian lompat keluar, rasa sakit membuat ia pingsan seketika
itu.
Tidak lama kemudian setelah ia siuman kembali, apa yang mengherankan ialah : saat itu rasa
sakit disekujur badannya telah lenyap tiada berbekas, bahkan kekuatan tenaga dalamnya
dirasakan tambah berlipat ganda.
Ia lalu bangun berdiri, ia mendapat kenyataan bahwa dirinya sekarang sudah berada disuatu
tempat yang banyak batu-batunya yang semuanya berwarna hitam.
Saat itu ia berada ditengah-tengah antara dua batu besar.
Burung raksasa dan kulit telur yang besar itu sudah terlihat lagi.
Kiranya burung raksasa itu ketika telurnya terlepas dari cengkramannya karena getaran-getaran
Yo Cie Cong tadi. Dengan cepat sudah lantas menukik turun lagi menyambar telur yang meluncur
turun. Disuatu tempat kira-kira sepuluh tumbak dari tanah burung itu menyambar lagi telurnya,
tetapi badanya Yo Cie Cong terlempar keluar dari dalam kulit telur.
Kejadian secara kebetulan ini bukan saja Yo Cie Cong tidak binasa, bahkan karena getaran dari
badannya yang kebentur dibawah, hawa panas dan dingin yang mandeg di suatu sudut dalam
tubuhnya tadi ternyata telah membuka jalan darah pada kedua urat nadinya.
Kesemuanya itu tentunya tidak diketahui oleh Yo Cie Cong sendiri.
Yo Cie Cong memandang kesima keadaan tempat sekitarnya, karena ia mendapat kenyataan,
dirinya sekarang kembali ada diatas pulau lagi. Jika ia ingat apa yang terjadi atas dirinya tadi,
diam-diam keadaanya dirasakan menggigil.

Mendadak ia merasa seperti ada semacam kekuatan dari angin yang dilancarkan oleh orang
kuat menyambar kearah dirinya.
Dengan sendirinya Yo Cie Cong sudah mengayunkan tangannya menangkis sambaran tadi.
Diluar dugaannjan, semacam kekuatan hebat telah meluncur keluar dari dalam tangannya itu.
Saat itu lantas terdengar suara benturan keras, batu besar yang berada di depannya telah
pecah berhamburan, disusul oleh suara orang berseru :
…Eh !”
Kejadian yang tidak terduga-duga ini sebaliknya membuat Yo Cie Cong termangu-mangu.
Ia masih ingat betul bahwa kepandaian ilmu silat dan kekuatannya sudah lenyap semua.
Tindakannya barusan hanya merupakan suatu gerakan sewajarnya saja dari seorang yang
mengerti ilmu silat jika sedang menghadapi serangan gelap. Tetapi mengandung tenaga kekuatan
yang sangat hebat.
Ia adalah merupakan suatu yang tidak habis dimengerti.
Tiba-tiba ia ingat suara orang kaget tadi, ia juga merasa bahwa sambaran angin yang
menyerang dirinya tadi datangnya secara tidak terduga-duga.
“Diatas pulau ini pasti ada orang, bahkan orang dari rimba persilatan pula” demikian Yo Cie
Cong mengambil kesimpulan setelah berfikir sejenak.
Oleh karena pikirannya itu, maka ia lantas berjalan mencari suara datangnya suara orang tadi,
tetapi ia sudah berputaran kesana-kemari, disekitarnya cuma terlihat gundukan-gundukan batu
hitam yang hampir tersebar di seluruh pulau itu.
Entah sudah berapa lama waktu telah berlalu. Bukan saja ia tidak menemukan orang yang
sedang di cari-cari, malah dirinya sendiri saat itu seperti berada didalam rimba batu. Dan ia sudah
tidak berdaya keluar dari gundukan batu itu.
Batu-batu yang warnanya hitam itu agaknya tidak kelihatan ujung pangkalnya, sehingga dalam
hatinya mersa cemas. Ia segera melepaskan niatnya hendak keluar dari tumpukan batu itu. Ia
lantas duduk untuk memikirkan dari mana datangnya kekuatan yang keluar dari serangan tadi.
Ia mulai mengingat-ingat dari ditekukannya telur raksasa berwarna dan burung raksasa itu
serta dirinya sendiri ketika berada didalam telur raksasa. Mengapa didalam dirinya dirasakan
mengalir hawa panas dan dingin bergantian yang kemudian bergabung ke dua hawa itu.
Dimulutnya lalu mengoceh sendiri. “telur berwarna burung raksasa…”
Seperti teringat pada sesuatu, ia lantas berkata pula pada dirinya sendiri : “Telur burung
rajawali raksasa, ooo..ya! pasti telur itu adanya !
Mendadak ia lompat bangun, saat itu kembali Ia merasa kaget dan terheran-heran.
Karena gerakan melompat yang sedemikian sederhana saja ternyata sudah mencapai jarak lima
tumbak tingginya. Dirinya dirasakan ringan sekali.
…Ehh !”
Kembali suara demikian terulang terdengar dari belakang dirinya.
Kali ini Yo Cie Cong tidak bersangsi lagi. Dengan cepat ia lantas melompat keatas batu setinggi
sepuluh tumbak lebih.
Bab 15
BERADA setinggi itu, Yo Cie Cong baru dapat melihat bahwa batu-batu hitam itu ternyata ada
beberapa lie luasnya. Disebelah kejauhan kelihatan sebuah rimba, tetapi ditempat itu berdiri
ternyata adalah tepi laut.
Gerakan Yo Cie Cong tadi sudah cepat luar biasa, tetapi ia masih belum berhasil menemukan
orang yang mengeluarkan kaget tadi, sehingga diam-diam merasa kagum atas kepandaian orang
itu. Sekarang kembali ia teringat pada dirinya sendiri. Jika apa yang dikabarkan itu tidak salah,
oleh karena makan telur berwarna itu, kekuatn yang ada pada dirinya sekarang ini sama dengan
seorang kuat yang sefah mempunyai latihan beberapa puluh tahun.
Memang benar. Karena mustika Gu-liong-kao yang secara kebetulan masuk dalam perutnya Yo
Cie Cong dengan secara kebetulan Yo Cie Cong bisa memakan telur burung Rajawali raksasa,biji
mustika itu lantas lumer dan kekuatannya sudah tidak ada taranya didalam diri Yo Cie Cong .

Lantas ia teringat pada semua pelajaran ilmu silatnya yang di dapat dari suhunya dan ke dua
pamannya. Ada beberapa gerak yang harus yang saat itu harus dibatasi oleh kekuatan tenaga
dalam sehingga ia tidak bisa memaikannya secara leluasa.
Tetapi sekarang setelah mampunyai kekuatan tenaga dalam yang sangat hebat karena
pengaruh dua benda mukjijat, maka segala gerak tipu yang dia mainkan secara mudah.
Ia teringat pula bahwa kepandainya tentu dapat tugas yang di bebankan atas pundak suhunya.
Dengan ‘Golok Maut’, itu secara istimewa ia mencari satu persatu musuhnya Kam-lo-pang pada
dua puluhtahun bersilang.
Semangatnya lantas bergolak, dengan lantas pula ia mengeluarkan siulan panjang.
Tetapi mendadak ia ingat bahwa jiwanya hanya satu hari lagi maka ia lantas menghentikan
siulannya itu.
Besok adalah hari yang terakhir baginya jika tidak berhasil menemukan pulau Batu Hitam dan
oaring tua aneh itu untuk meminta darah kura-kura masih akan tetap binasa juga.
Maka apa gunanya mempunyai kekuatan hebat ?
Kesedihan meliputi hatinya, rasa murung menguasai dirinya pula.
Jikalau karena bukan karena gara-gara Cin Bie Nio, perempuan yang cabul dan genit yang
memberikan pil surga padanya tidak mungkin ia sampai menjadi seorang sedemikian !
Dan suhunya Cin Bie Nio,Giok-bin Giam-po Phoa Cit kow ia juga merupakan juga musuhnya
Kam-lo-pang maka ia juga lantas mengambil keputusan. ‘jika aku dapat hidup terus,Cin Bie Nio
dan suhunya maka ia orang pertama yang akan kubunuh terlebih dahulu.
Yo Cie Cong setelah berpikir lama ia masih belum juga memecahkan persoalan lalu melayang
turun meninggalkan tempat itu, ia kenbali kepantai laut.
Dan ketika ia melihat air laut, pikiranya lantas kembali teringat Siang-koan hatinya merasa pilu
sekali.
Ia mendoakan Siang-koan agar tidak binasa. Ia mengharapkan supaya Siang-koan seperti
dirinya terlepas dari bahaya. Tetapi rasanya semua itu hanya pengharapan saja.
Ia merasa berdosa terhadap dirinya Siang-koan Kiauw pukulan bathin yang sangat hebat ini
tidak nudah terhapus untuk selama-lamanya. Taruh kata Yo Cie Cong bisa hidup terus batinnya
juga akan menderita.
Dalam keadaan serupa itu suara Siang-koan Kiauw yang lemah lembut dan merayu hati seperti
terus berkumandang didalam telinganya.
Suara itu seperti masih terdengar nyata didalam telinganya, tetapi orangnya sudah tidak ada.
Penderitaan batin yang hebat it terus merupakan godaan hatinya…..
Seperti orang linglung saja layaknya. Yo Cie Cong berjalan kepantai laut tanpa tujuan.
Andai kata disitu ada orang, mungkin juga tidak bisa membantu dirinya.
Selagi ia masih berjalan, dari jauh ia sudah dapat melihat seorang tua barambut putih sedang
duduk bersila diatas sebuah batu besar dipantai laut. Orang tua itu rupanya sedang mengkail ikan.
Melihat adanya orang tua itu, semangat Yo Cie Cong terbangun seketika. Dalam hati ia lantas
berfikir “Aku hendak menanyakan dan mencari keterangan dulu dimana sekarang aku berada”.
Setelah berfikir demikian dengan secara gesit sekali ia sudah lompat melesat kesampingnya
orang tua itu.
Orang tua berambut putih itu agaknya tidak melihat kedatangan Yo Cie Cong, ia masih ia masih
tetap mengail dengan asiknya. Ketika Yo Cie Cong mengawasi dengan seksama, perasaan heran
timbul dalam hatinya.
Sebab orang tua yang rambut dan alisnya sudah putih semuanya itu tampaknya sedang
berduduk dengan tenang sambil memejamkan mata. Dan apa yang mengherankan bagi Yo Cie
Cong ialah kail ditangan orang tua itu ternyata hanya merupakan sebatang bambu kecil yang tidak
ada talinya. Juga tidak ada kailnya, ujung bamboo terpisah kira-kira tiga dim diatas permukaan
laut.
Menyaksikan kejadian ganjil itu, Yo Cie Cong lantas berdiri melongo.
Karena didalam dunia ini tidak pernah dilihatnya orang yang mengail ikan secara demikian
anehnya, baru untuk pertama kali inilah dilihatnya.
Mungkinkah orang ini bukannya sedang mengail ikan ? tetapi hanya suatu perbuatan untuk
menghilangkan waktu terluang saja ?

Sebaliknya, orang tua itu tampaknya sangat sungguh-sungguh sikapnya dengan kail
ditangannya itu.
Perasaan heran lalu timbul dalam hatinya Yo Cie Cong. ia berfikir ‘Aku ingin mengetahui
bagaimana cara mengailmu itu. Sesungguhnya aku tidak percaya bahwa dengan caramu itu kau
akan berhasil mendapatkan ikan’.
Tetapi belum lagi pikirannya lenyap dari otaknya, bambu ditangannya orang tua itu mendadak
kelihatan bergetar, seekor ikan besar tiba-tiba muncul diatas permukaan air, ikan itu masih
tergoyang-goyang.
Kepala ikan itu seolah-olah terpancang oleh ujungnya bamboo ditangannya orang tua itu
dengan suatu kekuatan yang tidak dapat dilihat.
Ia lantas mendengar orang tua itu berkata seorang diri :
…Bagus binatang kecil, kau jangan kira bahwa kau pandai berenang. Tidak mungkin kau
terlolos di kailnya aku, seorang tua.”
Yo Cie Cong terperanjat sekali, terang orang tua ini telah menggunakan kekuatan tenaga dalam
yang sudah tidak ada taranya, yang disalurkan keujung bamboo untuk menangkap ikan. Kekuatan
semacam ini sesungguhnya sangatlah mengagumkan.
Kalau dugaannya tidak salah, orang tua itu pasti adalah orang rimba persilatan luar biasa yang
mengasingkan diri disitu.
Pada saat itu ia kembali mendengar oraang tua itu berkat pula :
…Mengingat aku tidak tau apa-apa, sekarang aku kembalikan dari mana asalmu datang.”
‘Plung…….’ Ikan besar itu kembali diceburkan kedalam laut.
Setelah orang tua mengail seperti biasa lagi.
Yo Cie Cong setelah mendapat tahu bahwa orang tua dihadapannya itu bukannya orang
sembarangan, ia tidak berani berlaku gegabah. Ia coba batuk-batuk sebentar untuk menarik
perhatiannya orang tua itu, kemudian memberi hormat dan berkata dengan suara latang :
…Lo-cianpwee, maafkan kalau aku menggangu kesenangan Lo-cianpwee. Boanpwee, Yo Cie
Cong ingin minta sedikit keterangan “
Siapa tahu meski sudah berulang-ulang Yo Cie Cong berkata demikian, orang tua itu masih
terus memejamkan mata, tidak bergerak sama sekali.
Yo Cie Cong berfikir dalam hati : ‘Apakah orang tua ini seorang tuli yang tidak mendengar
perkataannya.
Suara itu seperti genta nyaringnya. Jangan kata baru orang tuli, meskipun orang sudah mati
barang kali juga akan dibikin bangun kembali oleh karenanya. Ada lagi orang tua itu terang ada
mempunyai kepandaiaan yang tinggi sekali.
Siapa nyana, kenyataan tidak seperti apa yang diharapkan oleh Yo Cie Cong. orang tua itu
masih tetap seperti tidak mau dengar apa-apa.
Kali ini Yo Cie Cong mulai tidak sabar, maka ia lantas maju menghampirinya. Dengan berada
dekat sekali dipinggirnya telinga orangtua itu ia bartanya pula :
…Apakah Lo-cianpwee tidak sudi menjawab pertanyaan Boanpwwee ?”
Pada saat itu, orang tua itu baru terlihat membuka kedua matanya, dengan matanya yang satu
ia mengawasi Yo Cie Cong sejenak, lalu berkata dengan tenang seperti tidak pernah ada kejadian
apa-apa.
…Engko cilik, kau sedang berbuat apa ?”
Dari sorot matanya orang tua yang tidak bersahaja itu serta dari sikapnya loyo ; terang kalau
orang tua itu adalah seorang tua tidak mengerti ilmu silat. Keadan itu kembali telah membuat Yo
Cie Cong merasa heran lagi.
…Lo-cianpwee, Boanpwwee ingin menayakan sedikit keterangan. “
…Ow ! Apa kau kata barusan ?”
…Boanpwwee ingin menanyakan sedikit keterangan. “
…Apa ? aku tidak dengar jelas.”
Yo Cie Cong merasa serba salah. Ia lalu berkata dengan suara nyaring.
…Numpang Tanya, disini tempat apa ?”
…Ow ! Apa engko cilik bukan penduduk pulau ini ?”

Yo Cie Cong benar-benar merasa jengkel. Bukankah itu merupakan pertayaan yang aneh,
sebab kalau ia adalah penduduk pulau itu, perlu apa minta keterangn padanya.
…Bukan.” Demikian ia menjawab secara singkat.
…Bukan begitu, bagaimana kau bisa datang kemari ?” menanya orang tua itu dengan sikap
seperti orang linglung.
…Boanpwee belajar dengan perahu, tetapi kemudian terdampar oleh badai sehingga sekarang
tiba ditempat itu.”
…Aih ! Engko cilik, angin laut ada sangat berbahaya mengapa kau tidak baik-baik berdiam
dirumah saja ?”
…Aku mua tanya kepada Lo-cianpwee, pulau ini apa namanya ?”
Pada saat itu bambu kail di tangannya orang tua kembali kelihatan bergetar, dan lagi-lagi
seekor ikan besar kena sedot ujungnya bamboo. Ikan itu kelihatan bergerak-gerak hendak
melepaskan diri.
Yo Cie Cong tiba-tiba mendapatkan satu akal, ia lalu berkata kepada dirinya sendiri :
…Aku kepingin lihat kau sebetulnya tuli benar-benar atau berlaga. Jika tidak, kau sesungguhnya
terlalu tidak memandang muka orang.”
Setelah berfikir demikian, ia lantas memasukan kekuatan tenaga dalamnya pada tangan
kanannya. Kemudian dengan sikap acuh tak acuh tangannya disodorkan. Dan suatu kekuatan
tenaga yang tidak dapat terlihat lantas meluncur keluar dari dalam tangan kanannya menuju ke
ikan itu.
Oleh karena kekuatan Yo Cie Cong pada saat itu sudah begitu hebat, maka meskipun
dilancarkan hanya dengan seenaknya saja, tetapi hebat sekali pengaruhnya.
Tiba-tiba orang tua itu ketawa dingin, ia lantas berkata seperti tidak sengaja :
…Bagus. Aku ada maksud untuk melepskan kau hidup, sebaliknya kau mendekati kail. Kali ini
kau jangan sesalkan aku si orang tua : Aku tidak akan memberu jalan hudup lagi bagimu. Ini toh
ada kemauanmu sendiri.”
Sehabis berkata, ia lantas menggertak bambunya, sehingga ikan besar itu melejit keatas dan
melayang kedalam tangannya siorang tua.
Dengan demikian, maka serangan Yo Cie Cong tadi ternyata sudah mengenai tempat kosong.
Orang tua itu masih tetap tidak menengok untuk melihat padanya.
Wajahnya Yo Cie Cong merah seketika, sifatnya yang tinggi hati lantas timbul seketika, maka ia
lantas membentuk dengan suara keras :
...Hai ! Aku Tanya kau. Pulau ini apa namanya ?”
Orang tua itu perlahan menengok. Alisnya yang putih kelihatan bergerak-gerak, kemudian baru
menanya :
…Bocah, kau bicara dengan siapa ?”
…Dengan kau !”
…Aku ? Aih orang yang sudah lanjut usianya matanya lamur, telinganya tuli. Cobalah katakan
sekali lagi !”
Yo Cie Cong dalam hatinya diam-diam lantas memaki :
…Bagus, sungguh pintar kau berlaga, tetapi aku Yo Cie Cong bukan seorang buta.”
Walaupun berfikir demikian, ia juga menanya lagi dengan suara lebih keras.
…Aku Tanya kau, pulau ini apa namanya ?”
Pertanyaan itu dikeluarkan oleh Yo Cie Cong dengan mengunakan kekuatan tenaga dalamnya.
Bagi orang biasa tentu tidak akan sanggup menerimanya dan kemungkinan telinganya aka pecah,
tetapi orang tua itu kelihatannya tenang-tenang saja.
…Bocah, aku si orang Tua aku ada tuli dari pembawaan. Kalau kau tadi bicara demikian
nyaringnya, bukannya sudah beres ? kau tanya ini apa perluya ? ini ada satu pulau.”
…Aku tahu ini ada satu pulau, tetapi apa namanya ?”
…Ooo, tentang ini si orang tua sendiri juga tidak tahu. Ini adalah satu pulau yang sunyi sepi.”
Yo Cie Cong hampir saja dadanya meledak. Ia menanya hampir setengah harian, ternyata
masih tidak mendapatkan keterangan apa-apa. Ia tahu bahwa orang tua ini sedang main
sandiwara mempermainkan padanya, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, sebab ia menduga pasti
orang yang menyerang dirinya dan mengeluarkan suara kaget tadi tentunya orang ini juga.

Pada saat itu mendadak ia dapatkan suatu akal, hatinya lalu memikir; ‘kalau kau tidak mau
menjawab ya sudah. Sekarang aku hendak mencoba menyantroni suaramu. Aku ingin kau tahu
nanti mau bicara atau tidak.
Dengan berkata apa-apa Yo Cie Cong lantas memutar tubuh dan hendak berlalu.
…Bocah, kau balik ! demikian ia mendengar orang tua itu memanggilnya.
Terpaksa Yo Cie Cong balik kembali.
…Bocah dengan cara bagaimana kau bisa tiba di pulai ini ?” Tanya si orang tua pula.
…Aku berlayar dengan sebuah perahu.”
…Bukankah dibawa oleh seekor burung besar ?”
Yo Cie Cong terperanjat. Kiranya dirinya yang dibawa oleh seekor burung raksasa tadi sudah
diketahui dengan jelas oleh orang tua ini. Dari sini jelaslah sudah bahwa orang tua ini
sesungguhnya dengan sengaja menguji dirinya, maka ia lantas menjawab :
…Benar. Dibawa oleh burung raksasa.”
…Aku lihat kau bukan seorang nelayan, juga bukan seorang pedagang yang sering melakukan
perjalanan jauh. Tetapi kau telah menempuh bahaya mengarungi lautan luas datang ke Lam-hay
ini, apa maksudmu yang sebenarnya ?”
…Mencari orang.”
…Siapa orangnya yang kau cari itu ?”
…Seorang Lo-cianpwee yang aneh tabeatnya di pulau batu hitam. Lo-cianpwee mempunyai
gelar ‘Pengail linglung’.”
Orang tua itu kelihatan bergetar badannya, alisnya juga bergerak.
Yo Cie Cong ada seorang yang cerdik. Ketika menyaksikan perubahan sikap orang tua itu,
hatinya lalu bergerak, seketika itu ia baru ingat bahwa semua batu yang dilihatnya diatas pulau itu
ternyata berwarna hitam.
Ketika tadi ia sampai di pulau ini, jangan kata orang sedangkan asap saja tidak kelihatan, maka
pulau itu tentunya tidak ada orang yang mendiami kecuali orang tua itu, maka seketika itu seolaholah
baru tersadar dari mimpinya ia lantas berkata kepada dirinya sendiri : “Mengapa aku begitu
bodoh, seharusnya siang-siang aku harus sudah dapat menduga bahwa orang itu yang mengail
dilaut ini dengan sikapnya seperti orang linglung, bukankah itu orang tua yang yang sedang kucari
?”
Oleh karena itu pula maka sekali lagi ia lantas memberi hormat seraya berkata :
…Boanpwee dengan brutal berani menemui Lo-cianpwee, sebetulnya ingin minta sesuatu
pertolongan dari Lo-cianpwee”
…Apa ? Bocah, kau mencari aku ?”
…Benar.”
…Ha..ha..ha…kau bocah kau mencari aku si orang tua hendak belajar mengail ikan atau mau
beli ikan ?”
…Lo-cianpwee,………”
…Apa ? kau panggil aku Lo-cianpwee ?”
…Lo-cianpwee tidak usah berlaga lagi. Lo-cianpwee adalah itu orang tua yang bergelar Pengail
linglung.”
…Apa yang kau ucapkan aku sedikitpun tidak mengerti lekas pergilah.”
…Lo-cianpwee, dari jauh Boanpwee perlukan datang ke Lam hay ini, perlunya hanya
menjumpai Lo-cianpwee yang ingin meminta suatu pertolongan. Mengapa Lo-cianpwee menolak
demikian getas.”
Orang Tua itu dengan perlahan berdiri dari tempat duduknya, dengan gerakannya yang seperti
tidak bertenaga sama sekali ia berjalan turun dari atas batu. Ia taruh bambunya diatas pundaknya,
lalu berjalan lagi tanpa melihat Yo Cie Cong lagi.
Anak muda itu mengingat jiwanya hanya tinggal sehari saja dan kini orang yang dapat
menolongnya berada didepan mata, sudah tentu tidak mau melepaskannya begitu saja, maka
dengan cepat ia sudah bergerak menghadang didepanya si orang tua.
... Lo-cianpwee, tahan dulu.”
…Ech. Bocah kau mau apa ?”
…Hendak minta pertolongan.”

…Aku adalah seorang tua yang tuli dan bodoh. Apa yang bisa ku Bantu untukmu ?”
Yo Cie Cong melihat orang tua itu masih tetap berlaga linglung sudah lantas merasa gusar,
dengan alis berdiri dan mata terbelalak ia berkata dengan sengit :
…Apa Lo-cianpwee benar ? nama dan gelarnya sudah tidak mau akui lagi ?”
Perkataan itu betul-betul memakan, sebab orang-orang dalam rimba persilatan dalam urusanurusan
lain dapat mengangap main-main tapi nama dan gelar harus di jungjung tinggi, maka tidak
seorang pun dalam rimba persilatan yang tidak menghargai nama dan gelarnya sendiri.
Orang tua itu nampak bergerak rambut dan jenggotnya, matanya yang sayu saat itu tiba-tiba
memancarakan cahaya yang tajam. Sikapnya yang lonyo mendadak hilang sama sekali, dengan
suaranya yang berat ia berkata :
…Bocah, aku seorang tua memang benar ada itu orang tua yang di juluki si Pengail linglung,
tapi di pulauku batu hitam ini selamanya tidak diijinkan orang luar menginjak. Kalau kau kenal
gelagat, sebaiknya lekas pergi dari sini !”
Yo Cie Cong menyaksikan caranya orang tua aneh itu memperlakukan dirinya ada demikian
kasar, meski ia sudah diperingati oleh sihwesio gila tentang adatnya yang aneh dari orang tua itu.
Namun tidak urung merasa mendongkol juga. Maka ia lantas berkata dengan suara dingin :
…Perkataan Lo-cianpwee ini agaknya ada sedikit keterlaluan !”
…Apa artinya keterlaluan ?”
…Adakah pulau Batu Hitam ini kepaunyaan Lo-cianpwee seorang ?”
…Hal ini Boanpwee tidak berani, cuma saja Boanpwee yang datang dari tempat jauh dengan
maksud minta bertemu secara sopan mengapa Lo-cianpwee menolak, begitu getas ? ini
bukannkah agak keterlaluan ……….?
…Bocah, kau mau pergi atau tidak ?”
…Kedatangan Boanpwee dengan sungguh hati maka hanya tahu maju tidak kenal mundur !”
Orang tua itu perdengarkan suara ketawanya yang dingin.
…Bocah, usiamu masih muda sekali, ternyata adatmu sombong sekali !”
Yo Cie Cong lalu berfikir biar bagamana jiwaku toh cuma tinggal satu hari. Dengan adatnya
yang aneh seperti orang tua ini, nampaknya tidak bisa diminta secara halus terpaksa aku harus
menggunakan kekerasaan. Aku harus sebisa mungkin untuk mendapatkan darahnya binatang
kura-kura itu untuk menolong jiwaku, sekalipun aku harus melanggar pesannya si hweehio gila itu,
juga apa boleh buat.
Sebetulnya pada saat itu apabila Yo Cie Cong mengunjukan barang bukti yang berupa buli-buli
kecil warna merah yang diberikan oleh hwesio gila itu, barangkali orang tua itu tidak bersikap batu
lagi. Tapi Yo Cie Cong adatnya juga tinggi, makin diperlakukan kasar, ia makin tidak mau
menunjukan barang bukti itu.
Seketika itu lantas berkata dengan lantang :
…Dalam badan Boanpwee ada kemasukan racun yang sangat jahat hanya darahnya binatang
kura-kura peliharaan Lo-cianpwee yang sudah ribuan tahun usianya yang bisa menyembuhkan.
Keesokan hari racun itu sudah akan menjalar keseluruh badan. Jika Lo-cianpwee sudi memberi
sedikit saja darahnya binatang kura-kura itu Boanpwee segera meninggalkan pulau ini !”
Perkataan Yo Cie Cong ini kurang dipikiar, pulau batu hitam ini seolah-olah berada ditengah
lautan jika tidak ada perahu bagaimana ia bisa berlalu ?
Pengail Linglung ketika mendengar perkataan Yo Cie Cong agaknya merasa heran, mengapa
bocah ini tahu kalau dirinya ada memelihara kura-kura aneh itu ?
…Bocah, kau siapa namamu ?” demikian ia menanya dengan suara bengis :
…Boanpwee adalah Yo Cie Cong !”
…Siapa suhumu ?”
…Harap Lo-cianpwee suka maafkan, dalam hal ini Boanpwee mempunyai kesukaan yang
Boanpwee tidak bisa dijelaskan maka Boanpwee tidak dapat memberi tahukan nama suhu !”
…Siapa yang memberi tahukan padamu, kalau aku seorang tua disini ada mempunyai
peliharaan binatang kura-kura yang sudah ribuan tahun usianya ?”
Yo Cie Cong sebetulnya hendak memberitahukan nama si hwetio gila itu, tapi kemudian berfikir
lain, ia lantas berkata dengan sikap agak keras :
…Boanpwee dengar dari salah satu orang aneh dari dalam dunia Kang-ouw !”

…Hm ! Orang aneh, enyahlah kau dari sini !”
…Boanpwee tadi sudah bilang, sebelum mencapai maksud Boanpwee, tidak mau meninggalkan
tempat ini !”
Orang tua itu tertawa tergelak-gelak.
…Bocah, kau tidak dapat membawa caramu sendiri !” katanya
…Belum tentu !”
…Kau boleh coba !”
Setelah mengucapkan demikian, orang itu lantas melancarkan satu serangan dari kekuatan
tenaga dalam yang amat hebat kearah si anak muda.
Yo Cie Cong meski sangat mendongkol terhadap sikapnya Pengail Linglung, tapi ia masih bisa
kira-kira. Terhadap serangan hebat itu, ia tidak mau balas menyerang untuk mencegah supaya
urusan tidak sampai menjadi runyam.
Disini menunjukan kecerdikannya Yo Cie Cong.
Dengan menggunakan ilmunya menggentengi tubuh yang luar biasa. Badannya melayang
mengikuti arahnya serangan angin, sehingga kelihatannya enteng sekali. Ia terus melayang
sampai kekuatan serangan berkurang, baru balik ke tempat asalnya.
Gerakannya itu mengejutkan hatinya Pengail Lingkung.
Selanjutnya ia lantas mengirim lagi dua kali serangannya yang lebih hebat dari pada serangan
yang pertama lalu barkata :
…Lo-cianpwee, Boanpwee sudah mengalah sampai tiga kali “
Orang tua itu tabeatnya sangat aneh sudah lama terkenal didalam rimba persilatan. Meskipun
saat itu ia merasa heran terhadap kepandaiannya si anak muda, tetapi ia tidak mau behenti begitu
saja. Atas ucapannya Yo Cie Cong tidak mau ambil pusing, sebaliknya malah mengirim lagi
serangannya yang lebih hebat.
Yo Cie Cong terpaksa coba-coba menyambuti serangan.
Suara beradunya tenaga kekuatan lantas terdengar nyaring, badannya Pengail Linglung
kelihatan terhujung-hujung sebentar tetapi badanya Yo Cie Cong telah terpental mundur tiga
tindak, darahnya dirasakan bergolak.
Yo Cie Cong meskipun sudah mempunyai latihan puluhan tahun yaitu karena bekerjanya
gabungan dua rupa benda ajaib, tetapi saat itu masih belum dapat digunakan secara leluasa.
Apalagi ia tidak mengunakan tenaga sepenuhnya, maka akhirnya Ia terpental juga sejauh tiga
tindak. Tetapi bagi pihaknya Pengail Linglung, sekarang benar-benar merasa sangat heran.
Sungguh tidak habis dipikirnya, pemuda yang usianya yang begitu muda ternyata sudah mampu
menyambuti serangannya yang dilancarkan dengan menggunakan delapan dari seluruh
kekuatannya.
Ini benar-benar merupakan suatu kejadian gaib, maka saat itu ia berdiri melongo seperti
terpaku.
Yo Cie Cong maju dua tindak lalu berkata dengan sikapnya yang sungguh-sungguh.
…Lo-cianpwee, sekali lagi Boanpwee minta dengan hormat atas kemurahan hati. Lo-Cianpwee
supaya sudi memberi beberapa tetes darahnya kura-kura Lo-cianpwee yang sudah ribuan tahun
usianya. Budi Lo-cianpwee ini tidak akan Boanpwee lupakan untuk selama-lamanya.” Sehabis
berkata Yo Cie Cong lantas membungkukan diri dalam-dalam memberi hormatnya.
Tetapi Pengail Linglung masih tetap kukuh dengan pendirinanya sendiri.
…Tidak bisa !” jawabnya ketus
…Lo-cianpwee adalah seorang golongan tua dari rimba persilatan, apakiranya tega melihat
Boanpwee mati terkena racun yang jahat itu ?”
…Hmmm, iatu adalah urusanmu sendiri.”
Kali ini Yo Cie Cong benar-benar menjadi gusar, ia lantas berakta sambil pelototkan matanya :
…Kalau begitu, karena hendak mempertahankan jiwa, Boanpwee terpaksa harus berlaku kurang
ajar.”
…Bocah, apa kau kira ada harganya hendak bertengkar dengan Lohu?” sehabisnya berkata
demikian ia menggunakan bambu kailnya dengan luar biasa cepat melancarkan serangan sampai
tiga kali.
Yo Cie Cong kedesak menghadapi serangan tersebut, terpaksa mundur berulang-ulang.

…Bocah, kau coba lagi sambuti beberapa jurus, si orang tau aneh itu berkata sambil terus
memutar bambunya dan menyerang bertubi-tubi.
Bambu sebagai alat pengail yang kecil itu sebenarnya merupakan senjata satu-satunya yang
paling ampuh dari Pengail Linglung yang telah mengangkat namanya dan yang menjadikan ia
seorang terkenal dalam rimba persilatan. Senjata yang kelihatanya dari luar sangat sederhana itu
sebetulnya bukanlah senjata sembarangan dan didalam rimba persilatan, orang yang mampu
menyambuti serangan Pengail Linglung mungkin tidak seberapa jumlahnya.
Maka betapapun tingginya ilmu sialt Yo Cie Cong, biar bagaimana juga ia hanya baru
mendapatkan didikan lima tahun saja. Meskipun saat itu kekeuatan tangannya sudah bertambah
berlipat ganda karena pengaruhnya dua benda ajaib yang bergabung, tetapi untuk menghadapi
serangan si jago tua yang aneh itu, ia hanya mampu berkelit saja tanpa membalas.
Setelah lima jurus berlalu, Yo Cie Cong tiba-tiba ingat gerak tipu aneh yang pernah diajarkan
oleh suhunya ketika hendak menutup mata, maka timbulah pikirannya hendak mencoba-coba tipu
pukulan yang aneh itu.
Dengan cepat ia lalu maju mendekati si orang tua, tangan kanannya digunakan sebagai golok,
untuk menyerang lawan.
Dengan telapak tangan dipakai sebagai pengganti golok, jurus serangannya yang mempunyai
tiga rupa gerakan itu dilancarkan cepat bagaikan kilat. Secara berbareng pula ia membabat kedua
lengan kanan lawannya, kemudian menotok kebagian dada. Gerak tipunya ini adalah gerak tipu
ciptaan Yo Cie Hoan Pribadi yang sudah diyakinkan selama dua puluh tahun, yang tadinya hendak
digunakan untuk menuntut balas kepada musuh-musuhnya.
Sebetulnya gerak tipu silat semacam ini kusus digunakan dengan menggunakan senjatanyam
Golok Maut.
Dengan kekuatan dan kepandaiannya seorang jago tua seperti Pengail Linglung ini. Ternyata
masih tidak berdaya menghindarkan serangan yang demikian aneh itu, sehingga orang tua itu
kelihatannya sudah akan menjadi sasaran dari serangannya Yo Cie Cong. Mendadak pada saat itu
terdengar suara bentakan nyaring, suatu sambaran angin hebat mengancam diri Yo Cie Cong.
Bab 16
OLEH KARENA Yo Cie Cong tidak mempunyai maksud hendak melukai lawannya maka ketika
serangannya hendak melukai seorang cepat-cepat ditariknya kembali badannya juga melompat
mundur. Maka dengan demikian, ia malah menghindar dari serangan si orang tua jika tidak
demikian sungguh hebat sekali akibatnya.
Pengail Linglung sudah terkenal namanya sebagai orang yang hebat dan kuat sejak bepuluhpuluh
tahun lamanya. Betapa hebat kekuatannya sudah tentu tidak ada tandinganya dengan
kekuatan yang ia punya jika serangan Yo Cie Cong sungguh-singguh dengan menggunakan
tenaga, maka pastilah ia akan dibikin terpental dan terluka oleh kekuatan dan tenaga yang tidak
terlihat dari orang tua itu. Kekuatan semacam itu dinamakan Kan-goan cin-cao.
Kekuatan tidak berwujud yang dinamakan Kan-goan cin-cao ini merupakan ilmu yang paling
ampuh dari Pengail Linglung yang sudah diyakini beberapa puluh tahun lamanya ilmu kekuatan ini
tidak berwujud hampir serupa dengan ilmu kekuatan untuk melindungi diri seperti yang terdapat
dalam rimba persilatan hanya bedanya ialah ilmu Kang-goan cin-cao bukan hanya dapat
melindungi diri tetapi juga dapat digunakan untuk membalas menyerang kearah musuhnya
dengan kekuatan tenaga yang luar biasa hebatnya.
Ketika Yo Cie Cong melompat mundur, ia berdiri melongok seperti terpaku.
Karena pada saat itu, dihadapannya sudah berdiri seorang gadis cantik jelita yang
kecantikannya melebihi Siang-koan kiauw dan Tio Lee Tin.
Gadis jelita itu matanya menatap Yo Cie Cong, kelihatannya juga terkejut, agak terpesona
ketampanan pemuda itu sehinga kedua pipinya lantas menjadi merah.
Tetapi ketika mengingat apa yang dilakukan oleh anak muda itu wajahnya lantas berubah
pedang ditangannya lantas dikibaskan sepasang matanya menatap wajah Yo Cie Cong kemudian
ia membentak dengan suara yang halus :

…Nyalimu sungguh besar, kau berani berlaku sembarangan di pulau Batu Hitam ini ?”
Suara itu meskipun bentakan tetapi kedengarannya begitu merdu, menyenangkan dan tidak
menyakiti hati yang mendengarkannya. Yo Cie Cong yang terpesona oleh kecantikan si gadis itu
hatinya tampak juga begerak taoi ia belim dapat memikirkan hal yang lainya ia hanya heran dan
terpesona atas kecantikan nona itu.
Berhubung Siang-koan Kiauw telah terkubur didasar laut hilangnya gadis itu telah membawa
pergi semua perasaan yang ada pada dirinya.
Apa yang dipikirkannya saat itu, darah kura-kura peliharaan yang sudah berusia ribuan tahun
yang akan menyelamatkan dirinya jiwanya tinggal satu hari lagi, jika ia tidak berhasil mendapatkan
darah kura-kura mukjizat itu besok jiwanya itu akan melayang.
Maka atas teguran gadis jelita tadi ia hanya menjawab dengan sikap yang dingin dan angkuh.
…Aku yang rendah tadi telah datang dengan cara sopan, bagaimana nona katakan aku kurang
ajar ?”
…Kau berani turun tangan terhadap yayaku, bukankah itu berarti berlaku kurang ajar ?”
…Aku yang rendah berani turun tangan karena terpaska !”
…Bohong ! Yayaku kalau benar-benar menghendaki jiwamu, apakau kira bisa hidup sampai saat
ini ?”
…Belum tentu !”
Belum tentu, kau boleh coba saja , kau bisa menjalani beberapa jurus dibawah pedang
nonamu?’’
Pedang ditanganya sinona yang bersinar biru ungu,dengan cepat dan gerakan yang sangat
aneh sudah menyerang sampai 5 kali dangan beruntun.
Karena Yo Cie Cong bukan hendak mencari setori, maka ia tidak mau membalas . Dengan
berkelit kesana-kemari ia menghindarkan serangan sinona yang luar biasa hebatnya .
Pengail Linglung saat itu sudah kembali dalam keadaanya seperti seorang tolol dan linglung. Ia
berdiri tanpa berkata apa-apa .
Sigadis cantik melihat seranganya mengenakan tempat kosong , hatinya merasa sangat
mendongkol. Ia lalu putar pedangnya semakin kencang, hinga dirinya Yo Cie Cong seolah-olah
berkurung oleh sinar pedang berwarna ungu.
Yo Cie Cong menampak pihaknya sinona melancarkan seranganya semakin gencar, ditambah
lagi dengan pedangnya yang merupakan pedang pusaka , jika ia tidak membalas mungkin akan
terluka dibawah pedangnya sinona.
Oleh karena itu , maka ia lantas melancarkan serangan membalas.
Meski ia cuma menggunakan tenaganya 6 bagian saja, tapi karena pengaruh hasiatnya benda
mustika , kekuatanya itu sangat mengejutkan hebatnya !
Setelah terdengar suara ‘Buk!’ yang amat nyaring , pedangnya si nona lantas terpental miring.
Nona itu terkejut, ia lantas tarik kembali pedangnya dan lompat mundur..Dengan sikap
terheran-heran ia mengawasi ia mengawasi Yo Cie Cong .
Kekuatan tenaga dalam si anak muda yang luar biasa , aganya sudah mengejutkan hatinya
sinona.
Yo Cie Cong sendiri juga sangat kagum menyaksikan kepandaian sinona
,,Kheng-jie mundur , kau masih bukan tandinganya dia!” berkata Pengail Linglung kepada
cucunya.
Justru perkataan sikakek itu rupa-rupanya telah membangkitkan napsu sinona untuk mendapat
kemenangan , maka ia lantas menjawab sambil monyongkan mulunya .
,,Yaya , kau Cuma membuat dia bertambah bertingkah saja!”
Sehabis berkata ,ia lantas masukan pedangnya kedalam serangkanya, kemudian berdiri tegak
sambil lonjorkan kedua tanganya. Setelah itu ia lantas menyedot napasnya dalam-dalam .
Yo Cie Cong yang menyaksikan keadaan sinona , dalam hatinya merasa bercekat, ia lantas
menjaga-jaga segala kemungkinannya .
Kedua tangan sinona mendadak bergerak dengan cepat ,suatu kekuatan yang tidak kelihatan ,
lantas menyembar keluar dari tanganya.
,,Kheng-jie jangan!” Pangail linglung coba merintangi , tapi sudah terlambat .
Yo Cie Cong dalam keadan kaget , buru-buru mengeluarkan tenaganya,untuk menyambutinya.

,Kedua kekuatanyang tidak dkelihatan lantas saling beradu , hanya terdengar suaranya yang
sangat nyaring .Yo Cie Cong mendadak merasakan dadanya nyesak, badanya mundur 3 tindak.
Badanya sijelita terhuyung-huyung, wajahnya berubah mundur satu tindak , baru bisa berdiri
tegak , dalam hatinya juga merasa terheran-heran sebab serangannya dengan ilmunya ‘Kan-goan
cin cao’ yang ia lancarkan dengan tenaga penuh, ternyata tidak mampu melukai dirinya si anak
muda .
Pengail Linglung meski adatnya sangat kukoay , tapi ia masih terhitung orang dari golongan
baik . maka ketika nampak cucunya menggunakan ilmunya ‘Kan-goan Cin-cao, ia kuatir anak muda
itu tidak sanggup melawan dan terluka, lantas coba marintangi, sungguh tidak nyana kalau
kekuatan tenaga anak muda itu ada begitu hebat, dengan tabah berani menyambuti serangan
yang sangat hebat itu . Dalam hatinya merasa tidak habis mengerti .
Meskipun ia sudah dapat melihat bahwa Yo Cie Cong bukan pemuda nakal atau dari golongan
jahat, tapi dalam hati masih merasa curiga . Sebab ia dengan cucu perempuannya yang
mengasingkan diri dalam pulau sunyi itu, sebetulnya karena terpaksa, kecuali beberapa
kenalannya yang dekat, tidak ada orang yang tau jejaknya . Dan Yo Cie Cong yang datang
katanya mau minta darah binatang kura-kura peliharaannya, tapi tidak mau menyebutkan nama
suhunya, sudah tentu tambah membikin ia merrasa curiga.
Cucu perempuannya yang dipanggil Kheng-jie ( anak Kheng ) tadi, mendadak mendapat kesan
baik terhadap pemuda yang wajahnya tampan tapi sikapnya dingin kecut itu . bagi satu gadis
dewasa seperti Kheng-jie yang hidup terasing dalam alam sunyi , kalau ia merasa terpikat oleh
ketampanannya wajah Yo Cie Cong , memang merupakan satu soal wajar.
Tapi pikiran mau menang sendiri, memang merupakan suatu penyakit bagi orang-orang yang
belajar ilmu silat, terutama bagi orang-orang dari golongan muda, pikiran demikian nampaknyaada
lebih kuat. Begitu juga bagi sijelita itu. Ketika serangannya tidak berhasil merubuhkan lawannya, ia
lantas mendongkol, maka lalu membentak pula :
,,Aku kepingin tahu sampai dimana kepandaianmu !”
Sehabis berkata sinona lantas menggeser maju kakinya, kedua tangannya melancarkan
serangan bertubi-tubi, setiap serangan seolah-olah mengandung kekuatan yang dapat
menghancurkan batu keras.
Kiranya, nona itu sudah menyalurkan kekuatan Kan-goan Cincao kedalamkedua telapak
tangannya.
Yo Cie Cong lantas berkelit sambil berseru :
,,Bolehkah nona dengar sedikit keterangnku dulu ?”
,,Kau harus sambuti seranganku dulu, nanti baru kita bicara lagi.”
,,Apa nona hendak memaksa aku turun tangan?”
,,Kalau ia bagaimana?”
,,Nanti kalau aku keterlepasan tangan mungkin mengakibatkan ……..”
Nona itu lantas ketawa cekikikan.
,,Perkataanmu sungguh membawa,” katanya.
Jawaban itu sesungguhnya tidak enak di dengar oleh Yo Cie Cong, maka ia lantas menjawab
dengan suara dingin :
,,Aku bukan bangsa orang penakut.”
,,Kalau begitu, bagus sekali. Sambutlah lagi beberapa jurus seranganku.”
Gadis itu lalu menggeser dirinya kesamping kira-kira lima kaki dijauhnya, ia mengirim
serangannya dari arah samping. Serangannya itu kelihatannya lebih hebat daripada serangannya
yang pertama.
Diperlukan secara demikian rupa, Yo Cie Cong hatinya mulai panas. Dalam hatinya berpikir :
“perempuan ini sangat keterlaluan. Hari ini kelihatanya ia tidak mau mengerti kalau aku belum
turun tangan.”
Setelah berpikir demikian, badannya juga agak dimiringkan, tanga kanannya lantas mengebut
keudara.
,,Tahan!” demikian terdengar suara seseorang yang membentak dengan dibarengi oleh
sambaran sesuatu kekuatan yang maha hebat.
Yo Cie Cong dan si jelita sama-sama terpental lima tumbak dijauhnya.

Pengail linglung dengan sorot matanya yang aneh, berdiri ditengah-tengah mereka berdua
,,Yaya, kau ……..?” demikian si nona berseru.
,,Kau mundur dulu,” jawab si orang tua.
Gadis itu monyongkan mulutnya yang kecil mungil. Setelah mengawasi Yayanya sejenak,
matanya lalu menatap wajahnya Yo Cie Cong, kemudian tunjukan ketawanya yang manis,
Panggil Linglung lalu menanya kepada Yo Cie Cong :
,,Bocah, barusan gerak tipu silatmu, ‘Liu-in Hut-hiat’ kaudapat belajar dari siapa?”
Kiranya, Yo Cie Cong ketika mengeluarkan serangannya tadi, kalau tidak dicegah oleh si orang
tua ini, si jelita pasti akan terluka dibawah tangannya.
Yo Cie Cong setelah mengetahui bahwa orang tua itu telah mengenali asal-usul tipu
serangannya yang digunakan tadi, maka dalam hatinya lantas berpikir : ’Oleh karena
kedatanganku ini adalah atas atas petunjuk si Hweshio gila, maka apa salahnya kalau aku
menerangkannya secara sejujurnya?’
,Tipu silat tadi, kudapat dari ajaran seorang Engkong Hweshio.’Demikian Yo Cie Cong
menjawab atas pertanyaan pengail Linglung.
,,Bagaimana ada hweshio disebut engkong ?” celetuk si jelita sambil ketawa geli.
,,Bagai mana macamnya hweshio itu ?” Tanya Pengail Linglung.
,,Separuh hweshio separuh imam, kelakuannya seperti orang gila !”
,,Yaya, hweshio yang dia disebutkan tentunya ada itu kakek hweshio gila yang pernah datang
kemari pada lima tahun berselang !” celetuk pula si gadis.
Yo Cie Cong diam-diam juga merasa geli, barusan ia menyebut hweshio gila itu sebagai
engkong, telah ditertawakan oleh gsdis itu, dan dia sendiri menyebutnya kakek padanya.
Si Pengail Limglung mengawasi tujuannya sejenak, lalu berkata pada Yo Cie Cong :
,,Bocah, apa kau ada muridnya ‘Pak-hong Phoa-ngo Hweshio’?”
Yo Cie Cong terperanjat. Kiranya hweshio yang kelakuannya seperti orang sinting itu ternyata
ada ‘Pak-hong Phoa-ngo Hweshio’, seorang luar biasa didalam dunia Kang-ouw yang namanya
menakutkan orang-orang golongan hitam atau putih dari rimba persilatan. Tentang hwesio anah
itu sudah lama ia dapat dari suhunya, sungguh tidak nyata kalau hweshio tua itu masih hidup,
bahkan sudah menurunkan kepandaiannya kepadanya.
Saat itu ia lalu balas menanya:
,,Benar. Namaku adalah Ut-tio Giok Ciang ! Bocah, kau masih belum menjawab pertanyanku
tadi.”
Yo Cie Cong sungguh tidak menyangka bahwa itu hweshio sinting yang pernah ditemuinya dan
orang yang ada dihadapannya kini, ternyata adalah dua orang tua luar biasa yang kabarnya sudah
menghilang itu yang biasanya disebut Pak-kong dan Lam-tie (Si Gila Dari Utara dan si linglung dari
Selatan ), maka ia lalu ia sesalkan perbuatannya yang telah gegabah tadi.”
Setelah itu, ia lalu memberi homat pula seraya berkata.
,,boanpwee bukan muridnya Phoa-ngo Locianpwee. Sedangkan nama gelarnya Locianpwee itu
saja juga baru sekarang Boanpwee tahu dari keterangan Locianpwee tadi.
,,Apa ? kalu begitu, tipu silatmu Liu-in Hut-hiat tadi kau dapatkan dari man ? kau harus bicara
terus terang.”
Yo Cie Cong segera menceritakan hal ikhwalnya, setelah dibikin celaka oleh Cin Bio Nio dan
kemudian ditolong oleh Hweshio itu didalam kelenteng tua, kemudian hal tentang diberikannya
pelajaran berupa dua macam ilmu silat Liu-in Hut-hiat dan Hui-siu Kay-hiat, selain daripada itu, ia
menunjukan jalan padanya supaya datang ke Batu Hitam untuk minta beberapa tetes darahnya
kura-kura peliharan yang sudah ribuan tahun usianya, sehabis itu ia memberikan benda
kepercayaan dari Phoa-ngo Hweshio yang berupa buli-buli kecil berwarna merah.
Pengail tua itu. Setelah menyambuti buli-buli tersebut dan diperiksanya lalu diberikan kembali
kepada Yo Cie Cong ia ketawa ber gelak-gelak kemudian berkata :
,,kalau begitu, karena gara-garanya si Hweshio gila itu. Sebab sejak aku berdiam disini selama
limabelas tahun sampai sekarang kecuali si Hweshio gila itu, kaulah orangnya yang merupakan
satu-satunya orang luar yang datang mengunjungi pulau ini bocah siapa gurumu ? dari mana
kepandaiana itu kau dapat ?”

Mengenai suhu boanpwee, buat dewasa ini masih ada kesulitan-kesulitan yang di dapat Boan
pwee jelaskan. Maaf saja, untuk sementara Boanpwee masih belum berani menyebutkan nama
suhu……’’
,,Ha, ha, ..….. Kalau begitu, sudahlah. Aku ada melihat kau telah jatuh dari cengkraman kaki
burung rajawali raksasa. Bagaimanakah sebetulnya ?”
Yo Cie Cong lantas menceritakan semua pengalaman yang dialaminya.
Pengail Linglung ketika mendengar penuturannya Yo Cie Cong yang menarik hatinya, merasa
heran sekali, maka ia lalu berkata sambil mengurut-urut Jenggotnya :
,,Bocah, bakat dan tulang-tulangmu sukar didapat selama seatus tahun ini dan sekarang
kembali kau mendapat pengalaman-pengalaman gaib itu. Hal ini akan merupakan suatu kegaiban
didalam rimba persilatan selama tahun-tahun mendatang. Mungkin itu semua ada takdir. Aih !’’
Yo Cie Cong yang mendengar itu. Diam-diam juga merasa bersyukur atas pengalamannya
sendiri.
,,Bocah, Hweshio gila itu sejak berkelana didunia Kang-ouw, selamanya belum menerima
murid. Tetapi dia menurunkan ilmu silatnya yang luar biasa dan dipandangnya sebagai jiwanya
sendiri itu kepadamu, suata bukti bahwa kau telah menarik perhatiannya, maka sekarang lohu
juga akan menghadiahkan apa-apa kepadamu, ‘’ demikian kata pengail tua itu pula !
,,Hadiah ?’’
,,Ja. Aku hendak menurunkan ilmuku Kan-goan Cin-cao kepadamu.’’
Yo Cie Cong terperanjat, hampir-hampir ia tidak percaya pada pendengarannya sendiri.
Sesungguhnya ia tidak menyangka kalau orang tua itu mau menurunkan kepandaiannya yang
tunggal dan luar biasa itu padanya.
Tetapi setelah memikirkan keadaan dirinya, ia lantas Menjawab :
,,Atas budi kecintaan Locianpwee,Boanpwee merasa sangat bersyukur dan disini Boanpwee
ucapkan banyak-banyak terima kasih.
Tetapi Boanpwee sudah merasa puas jika Loacianpwee sudi memberikan beberapa tetes
darahnya kura-kura yang sudah berusia ribuan tahun itu untuk mengobati racun didalam badan
Boanpwee. Ini saja Boanpwee sudah merasa cukup dan hal-hal lainnya Boanpwee tidak berani
mengharapkan.’’
,,Apa ? Kau tidak sudi belajar Ilmuku ?’’
,,Bukannya tidak suka, hanya ………...’’
,,Huh, huh …….. Bocah , kalau aku mau menurunkan pelajaranku ini, sebabnya ialah karena
suatu soal janji untuk mengadu kepandaian.’’
,,Janji mengadu kepandaian?’’
,,Benar, perjanjian telah ditetapkan pada lima belas tahun berselang.’’
,,Bagaimana sipatnya perjanjian Itu ? Dengan Boanpwee ……..’’
,,Soalnya ini untuk sementara jangan kita bicarakan dulu. Kheng-jie, mari sini.’’ Si jelita lalu
menghampiri engkongnya.
Pengail Linglung lantas berkata pula kepada Yo Cie Cong sambil menunjuk pada si gadis :
,,Ini adalah cucu perempuanku. Namanya Ut-tie Kheng.’’
Yo Cie Cong lalu menjura pada sigadis, seraya berkata :
,,Aku yang rendah adalah Yo Cie Cong.’’
Ut-tie Kheng saat itu mendadak berubah wajahnya kemalu-maluan, ia membalas hormatnya Yo
Cie Cong.
,, Semua nanti kita bicarakan lagi di tempat kediaman kita,’’ kata Pengail Linglung yang lantas
bergerak lebih dulu meninggalkan tempat itu, kemudian diikuti oleh Ut-tie Kheng dan Yo Cie Cong
.
Tidak antara lama, mereka bertiga sudah sampai didepan gubuk sederhana , yang lalu masuk
kedalamnya .
Rumah gubuk itu dibangun di pantai laut . Meskipun bentuknya sederhana , begitu pula perabot
rumah tangganya , tetapi semuanya sangat bersih.
Setibanya dirumah dengan tidak diperintah lagi Ut-tie Kheng lantas masuk kedalam
menyediakan barang santapan.

Pengail tua itu menyuruh Yo Cie Cong menantikan diruangan sejenak , ia lalu keluar dan tidak
lama kemudian sudah balik lagi sambil membawa cawan kecil yang diberikan kepada Yo Cie Cong
seraya berkata :
,,Bocah, ini adalah darahnya kura-kura yang berusia ribuan tahun yang kau maksudkan,
minumlah.’’
Yo Cie Cong menyambuti cawan itu dengan kedua tangannya . Lantas berkata dengan suara
terharu :
,,Locianpwee , budi kebaikan Locianpwee selamanya tidak akan Boanpwee lupakan .’’
,,Bocah, tidak usah kau begitu merendahkan diri, minumlah ! Yo Cie Cong menurut.
Kira-kira setengah jam sesudah minum darahnya kura-kura itu, Yo Cie Cong merasa seperti ada
hawa panas menusuri sekujur badannya. Ternyata itu adalah khasiatnya dari darah kura-kura yabg
sudah berusia ribuan tahun tersebut.
Oada saat itu Ut-tie Kheng sudah siap dengan hidangannya, sehingga ketiga orang itu lantas
mulai bersantap.
Yo Cie Cong yang sudah sembuh dari penyakitnya, sudah tentu dalam hati merasa sangat
girang.
Sehabis dahar, Penagail Linglung itu lantas berkata kepada Yo Cie Cong :
,,Bocah, kau ikutlah aku kebelakang rumah, sekarang aku hendak menurunkan ilmu Kan-goan
cin-cao kepadamu.”
,,sekarang ?”
,,Kau tidak usah Tanya apa sebabnya aku ter-buru buru menurunkan pelajaran kepadamu,
karena pelajaran itu kepadamu bukannya secara Cuma Cuma.
,,Apakah Locianpwee hendak menggunakan diri Boanpwee ?”
,,Aku tadi sudah katakan, kau tidak usah banyak bertanya belajarlah dulu.”
,,Jika Locianpwee mempunyai keperluan apa apa, perintahkan sajalah. Buat apa harus
menurunkan pelajaran sebagai hadiah. Hal ini sebaliknya …..
,,Bocah, tidak usah banyak rewel. Marilah !”
Ut-tie Kheng yang menyaksikan dari samping hanya ketawa saja sambil menekap mulutnya.
Yo Cie Cong terpaksa mengikuti orang tua itu kehalaman belakang.
Dibelakang rumah gubuk itu tanah lapang yang luasnya kira kira lima tumbak persegi yang
seputarnya dikitari oleh tanaman pohon bambu.
Pengail Linglung sesampainya di tempat tersebut lanats mulai memberi petunjuk-petunjuk serta
memberitahukan dengan tanda tanda gerakan tangan tentang bagaimana caranya melatih ilmu
Kan-goan cin-cao itu.
Yo Cie Cong memang seorang cerdik dan terang otaknya, maka sebentar saja ia sudah dapat
memahaminya.
Kemudian orang tua itu lantas menyuruh Yo Cie Cong melatih, latihan pertama itu waktu
duabelas jam sudah cukup untuk Yo Cie Cong mendapatkan hasil yang diharapkan .
Setelah itu tua itu lantas meninggalkan Yo Cie Cong seorang ditanah lapangan tersebut.
Yo Cie Cong mengawasi berlalunya orang tua aneh itu ia merasa heran atas kelakuan penagail
linglung uyang hendak menurunkan ilmu silatnya tetapi tak memberikan kesempatan padanya
menanya apa sebabnya.
Saat itu matahari mulai condong ke barat tidak akan lama lagi sang siang akan di ganti sang
malam.
Yo Cie Cong dengan ketekunanya yang kuat mulai melatih ilmu barunya, Kang-goan Cin cao.
Ketika malam sudah gelap, keadaan sudah menjadi sunyi sosok bayangan hitam dengan
perlahan menghampiri diri Yo Cie Cong yang sedasng melatih ilmu.
Yo Cie Cong tidak merasa adanya orang itu sebab seluruh perhatiannya sedang di pusatkan
pada ilmunya yang luar biasa.
Setelah Yo Cie Cong menjalnkan latihan ilmunya cukup matan, tiba-tiba kedua tangannya di
sodorkan kedepan dengan perlahan dan setelah menyedot tangan napas dalam-dalam lantas
mengeluarkan hawa dari kekuatan tenaga dalamnya.
Suara nyaring lalu terdengar, suatu kekuatan yang maha dasyat telah keluar dari tangan yang.
Saat itu tiba-tiba terdengar orang menjerit.

Yo Cie Cong terperanjat sebab ia tidak menyangka bahwa pada saat itu masih ada orang yang
berada dekatnya. Ketika ia menyodorkan kedua tangannya sambil memeramkan matanya kini
membuka matanya di tempat kira-kira dua langkah jauhnya kelihatan tergeletak tubuh nya
seseorang.
Cepat ia menghampiri ketika diperiksa dengan seksama prang itu ternyata adalah Ut-tie Kheng
sendiri.
Pada saat itu sepasang mata si jelita sudah di pejamkan dan kelihatan sudah bergerak sama
sekali.
Sesaat lamanya Yo Cie Cong merasa bingung sendiri.
Ketika ia mengatakan pemeriksaan lebih lanjut, di tanah terlihat satu bakul kecil Berisikan piring
dan mangkok nasi dengan laukpauk yang saat itu sudah jatuh berhamburan jatuh ketanah.
Saat itu ia baru sadar dan mengerti kalau nona itu telah datang untuk menghantarkan hidangan
kepadanya.
Dengan demikian, ia merasa semakin tidak enak hatinya.
,,Bocah, tidak apa. Kau boleh melatih terus.’’ Demikian ia mendengar suara orang tua berkata.
,,Locianpwee, Boanpwee sungguh tidak menyangka dan, ……. Dan sekarang ternyata sudah
kesalahan tangan ………’’
,,Bocah, ini bukan salahmu. Kau tidak usah pikirkan. Dari tangnmu tadi aku sudah dapatkan
kenyataan bahwa kemajuan yang kau dapatkan ternyata ada demilian pesatnya. Ini sesungguhnya
ada diluar dugaanku semula. Benar-benar merupakan suatu keajaiban dalam dunia rimba
persilatan.’’
Orang tua itu sebetulnya sudah lama mengintai perbuatannya Yo Cie Cong yang sedang melatih
ilmunya itu.
Ketika cucu perempuannya datang hendak menghantarkan barang makanan, orang tua itu juga
sudah melihatnya dengan jelas, ia hanya tidak menduga kalau Yo Cie Cong tiba-tiba mencoba
ilmunya yang baru saja dipelajari, sehingga terjadilah insiden tersebut.
Orang tua itu lalu memondong tubuhnya Ut-tie Kheng yang terus dibawa masuk kedalam
rumah untuk diobati. Disepanjang jalan ia masih menggerendeng seorang diri , Hweshio gila itu
matanya sungguh tajam. Pilihanya kali ini sedikitpun tidak keliru .
Suara itu yang terbawa oleh angin dan masuk ditelinganya Yo Cie Cong , telah membuah anak
muda itu terdiam termangu-mangu, ia tidak mengerti apa maksud ucapan orang tua itu , dalam
hati diam-diam lalu berpikir : ‘Apakah Pak-hong Phoa-ngo Hweshio itu menolong diriku dan
memberikan ilmunya kepadaku serta kemudian menunjukan aku datang kepulau Batu Hitam ini
semuanya sudah yang merupakan suatu hal yang sudah direncanakan terlebih dahulu ? Sebab jika
tidak begitu, bagaimana Pengail tua ini bisa mengucapkan perkataan demikian ? Tetapi biar
bagaimana juga, kedua orang tua itu adalah merupakan orang-orang luar biasa dalam rimba
persilatan . Tentunya tidak nanti mereka mempunyai maksud jahat terhadap diriku.
Bab 17
OLEH KARENA kejadian tersebut, telah membikin Yo Cie Cong tidak bisa tenteram lagi hatinya.
Dia merasa tidak enak terhadap dirinya Ut-tie Kheng , sebab nona itu dengan baik hati hendak
mengantarkan makanan untuknya, tidak tahunya dengan tidak di sengaja ia telah membikin
dirinya terluka, entah bagaimana keadaan lukanya sekarang ?
Setelah kira-kira satu jam berlalu, barulah ia mampu menindas semua perasaan tidak enak
hatinya dan melanjutkan ilmunya lagi.
Setelah melakukan latihannya dengan tekun, sehingga berhasil sangat memuaskan, Yo Cie
Cong merasa girang dan terheran-heran.
Ketika ia membuka matanya, dipermukaan air laut ternyata sudah diliputi oleh embun pagi. Ia
sekarang baru tahu bahwa hari sudah menjadi pagi, pada hari kedua.
Dihadapannya kelihatan berdiri seorang tua, yaitu Pengail Linglung yang sedang mengawasi
dirinya dengan mata tidak berkesip, sedangkan Ut-tie Kheng juga kelihatan berdiri disisinya sang
Yaya sambil bersenyum.

Yo Cie Cong dengan cepat menghampiri, lebih dulu ia memberi hormat kepada Pengail
Linglung, kemudian mengawasi Ut-tie Kheng dan sambil menjuta berkata :
...Tadi malam aku telah kesalahan tangan sehingga melukai nona. Aku merasa sangat menyesal
dan sesungguhnya tidak enak sekali. Entah ………’’
Ut-tie Kheng memotong sambil bersenyum :
...Tidak menjadi soal. Kau lihat sendiri. Bukankah aku sekarang berdiri dihadapanmu dalam
keadaan sugar bugar ?’’
Pengail Linglung tertawa melihat kelakuan dua anak muda itu.
Di hari-hari yang akan datang masih banyak tempo untuk kalian berdua nanti akan terbiasa
terjun diantara Kham-Lopang tidak usah kau bahaskan tentang dirimu begitu merendah. Kalian
boleh membahasakan sebagai Engko dan adik saja.
Otie-kang merasa cengah, wajahnya merah seketiaka sambil melirik Yo Cie Cong si nona
menundukan kepalanya. Entah apa yang dipirkirkan saat itu ?
Wajah Yo Cie Cong masih terlihat dingin sama sekali tidak menunjukan perubahan apa-apa
dengan sikap menghormat ia menjawab :
...Boanpwee menurut saja .”
...Bocah sekarang kau boleh coba letihanmu selama satu malam itu. Bagaimana hasilnya.”
Demikian si pengail linglung bekata.
Yo Cie Cong setelah menjawab ‘baik’ lalu berjalan menuju ketempat yang jauh yang kira-kira
tiga tumbak dari orang tua itu, setelah melakukan sebentar tiba-tiba tangan keduanya terayun
suatu kekuatan yang maha hebat dan di barengi oleh sambaran angin keras mendadak keluar dari
tangannya itu.
Gerakannya itu sungguh sangat mengejutkan si pengail linglung tetapi keajaiban tidak hanya di
situ saja setelah terdengar suara hebat,batu-batu hitam yang terdapat di sekitar tempat sejauh
tiga tumbak,begitu pula tanaman bambu berterbangan di udara.
Pengail linglung menyaksikan sendiri sampai menjadi terkesima di buatnya ia lalu berkata
dengan suara agak gemetaran :
…Bocah sudah cukup ! Aku sendiri yang menyaksikan selama lima puluh tahun ternyata telah
dapat kau yakini dengan waktu semalam saja, ini adalah satu keajaiban.Aku sungguh tak dapat
berkata apa-apa …..”
Yo Cie Cong seorang yang cerdik, ia mendengarkan perkataan orang tua itu, segera ia
menangkap maksudnya itu maka ia menjawab dengan sikap yang sangat menghormat .
...Boanpwee sudah mempunyai suhu maka tidak bisa meninggalkan suhu yang lama untuk
mencari suhu yang lain. Tetepi budi Locianpwee yang memberikan pelajaran ini tidak aklan
Boanpwee lupakan untuk selama-lamanya.jika Locianpwee memberikan perintah sekalipun harus
terjun kedalam lautan api tidak akan Boanpwee tolak.”
...Bocah Hweshio gila, pernah mengatakan apa kepadamu.?
Pho ngo Locianpwee hanya memberikan sedikit pesan yaitu beberapa kata kepada Boanpwee :
Tidak ada suatu perbuatan yang mengekang diriku. Dengan baju dan sepatu butut itu ia
mengakhiri persoalan yang lalu.
Pengail linglung kemudian menokan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Setelah merasa puas tertawa ia berkata seakan di tunjukan padanya sendiri : Baik-baik Hweshio
kalau sudah terjun kedalam dunia Kang-ouw lagi, aku si pengail linglung terpaksa juga akan turun
dan muncul lagi.
Perkataannya itu sudah tentu tak dapat di mengerti apa maksud nya oleh Yo Cie Cong .
Pengail linglung itu setelah agak tenang kembali melanjutkan ucapannya kali ini terhadap Yo
Cie Cong :
Bocah sekarang mari ikut Lohu pulang.Ada sedikit perkataan yang hendak aku bicarakan
dengan kau. Hari ini kau boleh tingglakan pulau ini. Lohu nanti suruh Kheng-jie mendayung
perahu untuk mengantarkan kau.”
…Baik.”
Mereka bertiga kembali masuk kedalam gubuknya, tetapi tidak lama Ut-tie Kheng keluar lagi
untuk menyediakan sebuah perahu, sedangkan si Pengail Linglung sendiri lantas duduk beromongomong
dengan Yo Cie Cong.

Mendadak Yo Cie Cong ingat sesuatu, maka ia lantas ajukan pertanyaan :
…Lo-cianpwee kemarin katakan bahwa Lo-cianpwee menurunkan kepandaian ilmu silat kepada
Boanpwee ialah karena soal janji pertaruhan…..”
…Ha, ha…..Sekalipun kau tidak tanya lohu juga akan beritahukan kapadamu.”
Yo Cie Cong mengawasi orang tua itu dengan penuh pertanyaan.
Pengail Linglung itu lantas berkata dengan sikapnya yang sungguh-sungguh :
…Bocah urusan ini terjadi pada lima belas tahun berselang. Apakah kau pernah dengar
namanya orang aneh didalam rimba persilatan ?”
…Boanpwee dulu pernah aku dengar suhu berkata, katanya didalam rimba persilatan memang
ada tiga orang yang sangat aneh kelakuannya. Ketiga orang aneh itu disebut sepasang manusia
aneh dan seorang gaib.”
…Hm….Sepasang manusia aneh dan seorang gaib itu siapa orangnya ? Tahukah kau ?”
…Sepasang manusia aneh yang dimaksudkan adalah Lo-cianpwee sendiri dengan Pho-ngo Locianpwee.
Sedang yang dimaksudkan dengan sebutan orang gaib itu adalah itu pemimpin dari
see-gak yang brenama Leng Jie Hong yang menyebut dirinya sebagai seorang kuat nomor satu
dalam dunia.”
…Tepat, pengetahuanmu ternyata cukup luas.”
…Kabarnya Leng Jie Hong Lo-cianpwee itu mempunyai kepandaian ilmu silat yang memang…..”
…Kau dengarkan cerita lohu,” memotong Pengail Linglung.
…Pada limabelas tahun berselang, dua manusia aneh dan satu manusia gaib telah mengadakan
pertemuan dipuncak gunung Busan yang dinamakan Sun-lie-hong untuk mengadu kepandaian.
Tiga hari tiga malam lamanya bertarung, lohu dan Pho-ngo, dua orang telah jatuh
ditangannya……"
…Aaaa !” Yo Cie Cong bersru kaget.
…Jago see gak Leng Jie Hong itu lantas menganggap dirinya sebagai seorang kuat nomor satu
didalam dunia.”
…Dan kemudian ?”
…Lohu berdua setelah kalah, jago see-gak pernah sesumbar katanya, wlaupun sampai dua
puluh tahun lagi lohu dan Pho-ngo masih belum mampu melindungi dirinya. Maka kita lantas
mengadakan perjanjian untuk bertemu lagi diatas puncak gunung Sin-lie-hong itu.”
…Sekarang batas waktu itu apa betul tinggal lima tahun lagi ?” Tanya Yo Cie Cong.
…Benar setelah Lohu dan Pho-ngo turun gunung, lantas kita berpisah masing-masing mencari
tempat sendiri-sendiri untuk melatih ilmunya lebih dalam. Lohu berdiam dipulau Batu Hitam ini dan
si hwetio gila itu tinggal dipuncak gunung Ceng-keng-hong.”
…Apakah ilmu Kan-goan Cin Bie Nio ciptaan Lo-cianpwee itu masih belum mampu menandingi
kepandaiannya si jago See-gak itu ?”
…Ilmu yang lohu latih pada sepuluh tahun berselang baru selesai kuyakinkan. Tetapi saat itu
hanya kira-kira lima persen saja daripada yang kuhasilkan sekarang ini, sedangkan ilmu Hut-hiat
kang yang diyakinkan ileh Hweshio gila itu, juga baru sepuluh tahun kemarin saja kelihatan
hasilnya.
…Lima tahun kemudian, apakah jiewie Lo-cianpwee hendak menepati janji dengan Leng Jie
Hong untuk mengadakan pertandingan lagi dipuncak gunung Sin-lie-hong ?”
…Aa ha ….Bocah, pertaruhan atau perjanjian itu sebetulnya hanya untuk melampiaskan
kemendongkolan hati kita saja saat itu. Siapa yang sudah bertanding untuk memperebutkan nama
kosong. Apalagi soal ini belum diketahui oleh orang-orang dunia Kang-ouw.”
…Tapi sekarang Lo-cianpwee sudah memberitahukan kepada Boanpwee.”
…Dalam hal ini sudah tentu ada sebabnya.”
…Boanpwee sungguh ingin sangat mengetahuinya.”
…Tiga tahun berselang. Hweshio gila itu tiba-tiba datang berkunjung kemari, katanya ia dapat
surat dari See-gak Leng Je hong yang mengabarkan karena kurang hati-hati mempelajari ilmu
tubuhnya telah rusak menyayat…….
...Kalau begitu bukankah pertandingannya dengan sendirinya telah batal.
...Kalau sudah batal perlu apa Hweshio gila itu mencari aku ?”
...See-gak setelah bernyayat itu apakah masih menepati janjinya ?”

...Ia akan menyuruh murid satu-satunya untuk melaksanakan perjanjianya tersebut.”
...Siapa muridnya itu ?”
...Pada dewasa ini masih belum di ketahui. Dia hanya mengatakan bahwa lima tahun kemudian
muridnya itu akan menantikan di gunung Hoa-san.”
...Apakah jiwie Locianpwee hendak pergi menepati janjinya itu?”
...Lohu dan Phoa-ngo Hweshio semuanya sudah merupakan orang-orang tua yang usianya
audah sembilan puluh tahun lebih. Bagagaimana kita bisa berebutan nama dan kedudukan dengan
seorang dari golongan muda ? bukankah hal itu akan menjadi buah tertawaan orang-orang muda
dunia persilatan ?’’
...Lohu dan Phoa-ngo Hweshio sama-sama tidak mempunyai murid. Tetapi kedua pihak telah
berjanji hendak orang yang berbakat tinggi dan masing-masing menurunkan ilmunya sendirisendirinya.
Dan dengan darah kura-kura yang usianya sudah ribuan tahun untuk menambah
kekuatannya. Orang itu akan memakili lohu berdua untuk melaksanakan janji itu.’’
Yo Cie Cong setelah mendengar perkataan itu , telah mengerti sebagian , lantas ia menanya:
...Apa disini maksud Locianpwee meberikan pelajaraan ilmu itu kepada Boanpwee ?’’
...Benar, bocah, dua kali kau telah menemukan kejadian gaib.Sudah tidak perlu lagi Lohu
mengorbankan darahnya kura-kura yang usianya sudah ribuan tahun untuk membantu kekuatan
dirimu.Meskipun hal ini adanya mengandalkan kekuatan gaib dan apa yang telah terjadi atas
dirimu, tetapi antara kita dengan jago sejak itu tidak mempunyai permusuhan apa-apa.
Maksudnya adalah hendak menguji kepandaian saja.’’
Yo Cie Cong mendadak terbangun semangatnya.Ia merasa bersyukur atas kesempatan yang
diberikan kekuatannya dengan muridnya satu jago yang merupakan jago terkuat nomor satu
dalam dunia.
Orang tua itu lantas berkata pula:
...Hweshio gila itu seumur hidupnya hanya hidup bergelandangan saja.Habiatnya juga lucu dan
suka main-main. Kalau dia mau berdiam dipuncaknya gunung Ceng-kong-hong yang sepi sunyi itu
selama lima belas tahun lamanya, ini sebetulnya merupakan suatu tekanan hebat bagi jiwanya
yang suka kebebasan itu.Tetapi Hweshio itu juga licik sipatnya. Dia sendiri tidak mau menjelaskan
persoalannya kepadamu, sebaliknya ia malah menyuruh kau mencari aku.’’
Yo Cie Cong ketawa hambar,tba-tiba ia berkata dengan sungguh-sungguh :
...Boanpwee merasa sangat bersyukur sudah mendapatkan hadiah berupa darahnya binatang
Locianpwee yang usianya sudah ribuan tahun itu, yang telah menolong Boanpwee dari racun yang
mengeram didiri Boanpwee. Budi ini tidak ada bedanya dengan memberi jiwa baru bagi
Boanpwee. Dan sekarang kembali Locianpwee itu, disini Boanpwee hendak bersumpah akan
menggunakan segala kepandaian yang Boanpwee dapatkan untuk membasmi semua kejahatan
didalam dunia.Hanya dengan jalan ini saja Boanpwee hendak membalas jiwa Locianpwee.
Sementara mengenai pelaksana perjanjian dengan muridnya jago See-gak itu, disegala tempat
dan sembarang waktu akan Boanpwee tunggu panggilan Locianpwee .’’
...Tetapi, bocah, kalau kau nanti menggunakan kepandaianmu untuk melakukan kejahatan
didunia Kang-ouw, biar bagaimana lohu tidak akan melepaskan kau begitu saja.’’
...Boanpwee mengerti.’’
...Kalau begitu, sekarang kita boleh mengadakan suatu ketetapan. Pada waktunya, lohu akan
muncul lagi didunia Kang-ouw ……….’’
Pada saat itu Ut-tie Kheng mendatangi dari luar gubuk, ia lantas berkata dengan suaranya yang
nyaring :
...Yaya, perahu sudah siap.’’
...Baik. Kheng-jie,antarkan dia meninggalkan pulau ini.’’
Yo Cie Cong lantas berbangkit, ia memberi hormat kepada orang tua itu mengambil selamat
berpisah.
...Locianpwee , Boanpwee meskipun akan berkelana didunia Kang-ouw, tetapi sembarang
waktu bersedia memenuhi panggilan Locianpwee.’’
Yo Cie Cong pada saat itu agaknya merasa berat meninggalkan Pengail Linglung, sebab orang
tua itu bukan saja sudah menghadiahkan darahnya binatang kura-kura mujijad sehingga dapat
menyembuhkan penyakitnya, tetapi juga telah menurunkan kepandaiannya yang tinggi.

Kedua muda-mudi itu setelah keluar dari dalam gubuk sebentar saja sudah sampai di pantai
laut. Disana sudah menantikan sebuah perahu kecil.
Setelah sudah ada diperahu, Yo Cie Cong lalu berkata kepada Ut-tie Kheng dengan suara
perlahan :
...Aku telah merepotkan adik Kheng yang sudah menghantarkan aku.’’
...Huhhh. Tidak perlu kau ucapkan kata-kata yang begitu merendah. Duduk dengan baik. Aku
sekarang hendak mendayung perahu ini.’’
Sehabisnya berkata, dengan gerakannya yang lincah dan cekatan sekali ia mendayung
perahunya yang kecil, sebentar saja perahu itu sudah nyelonong ketengah laut.
Karena bentuk perahu itu kecil dan ringan, maka mereka bisa berlayar dengan laju.
Caranya sinona mendayung perahunya yang agak luar biasa, membuat Yo Cie Cong yang
menyaksikan menjadi terheran-heran.
Setelah berada di tengah lautan yang luasitu, banyak perasaan mengganggu otaknya Yo Cie
Cong .
Ia teringat akan nasib Siang-koan Kiauw yang telah pergi kemudian di telan ombak sekarang
dia sudah berhasil mendapatkan apa yang dicari tetapi sudah sebaliknya Siang-koan Kiauw sudah
terbenam di lautan yang luas.
Ut-tie Kheng yang menyaksikan sikapnya Yo Cie Cong itu dalam hati merasa agak heran, maka
ia lantas menanya.
...Engko Cong kau sedang memikirkan apa ?”
Seseorang yang lagi terbenam dalam kedukaan, jika tidak terganggu mungkin masih tetap
tinggal dalam lamunannya tetapi apabila ia tertegur maka ia sadar pula.
Begitu pula keadaan Yo Cie Cong setelah mendapat teguran dari Ut-tie Kheng matanya
mendadak menjadi basah air mata hampir turun, setelah sekian lama membisu barulah ia
menjawab dengan suara sedih.
...Aku sedang memikirkan diri seseorang.”
...Siapa ?”
...Seseorang yang bersama-sama belajar dengan aku.”
...Lelaki atau perempuan.”
...Sama dengan kau.”
Jiwa Ut-tie Kheng mendadak terlintas suatu perasaan.
...Apa dia cantik.”
...Ya.”
...Dimana dia sekarang berada ?”
...Di telan oleh ombak laut.”
...Apa.”
...Mungkin dia sudah didasar lautan atau didalam perut ikan.”
...Benar.”
...Ketika datang bersama-sama tetapi pulangnya hanya sendiri .”
...Engko Cong maaf kan aku telah mengajukan pertanyan yang membuat kau berduka.”
Nona itu lalu tundukan kepalanya tangannya lalu di gerakan makin cepat sehingga perahu itu
berjalan semakin laju.
Yo Cie Cong geleng-gelengkan kepala tak bisa menjawab sebab dalam pikirannya terbenam
rasa sedih yang sangat memilukan.
Dua jam kemudian, perahu kecil itu mendarat dipantai yang dituju.
Yo Cie Cong lantas lompat kedarat, kemudian berpaling dan berkata kepada Ut-tie Kheng-tie
Keng :
...Adik Keng, sampai ketemu dilaun hari.”
Hati Ut-tie Kheng-tie Keng saat itu merasa sangat risau. Perpisahan itu membuat perasaannya
sangat berat. Dengan air mata mengembang ia berkata kepada Yo Cie Cong dengan suara tidak
lampias.
…Engko Cong, harap dijaga baik-baik dirimu.”
Banyak kata-kata yang hendak diucapkan, tetapi saat itu tidak bisa diucapkan dari mulutnya.
Mereka sejak bertemu hingga sekarang perpisahan, sebetulnya hanya dalam dua hari saja, tetapi

bayangan Yo Cie Cong sudah menggores dalam hatinya si nona. Ia sebetulnya ingin mengatakan
perasaan hatinya itu. Tetapi bagaimana ia bisa keluarkan dari mulutnya sendiri.
Meskipun dalam hatinya sendiri ada pikiran demikian, tetapi ia tidak mampu mengatakan
pikirannya itu dihadapan sinona. Sambil ulapkan tangannya ia lantas berkata …Adik Keng, silakan
kau pulang. Tolonglah sampaikan pernyataan terima kasihku kepada Ut-tie Lo-cianpwee.”
Diwajahnya Ut-tie Kheng-jie yang merah segar itu diliputi oleh kesedihan. Dengan suara
gemetaran ia menjawab :
…Engko Cong, ada satu hari aku nanti pasti akan datang mencari kau.”
Setelah mengucapkan perkataan itu dia lantas menekap wajahnya dengan tangannya, satu
tangan digunakan untuk mendayung perahu. Sebentar saja perahu itu sudah meluncur ke tengah
lautan.
Yo Cie Cong mengawasi perahu kecil itu yang dengan perlahan-lahan menghilang seolah-olah
ditelan laut, kemudian sambil menghela napas ia berlalu meninggalkan tempat tersebut.
Sejak dengan tidak disengaja ia telah dapatkan dan makan telurnya burung rajawali raksasa,
mustika Gu-liong-kao yang semula mengeram dalam perutnya dalam keadaan utuh itu kini telah
lumer dan menyelusup menyusuri semua jalan darah dan ototnya sehingga dengan demikian ia
telah menjadi seorang kuat yang sudah mempunyai latihan dari setengah abad.
Dengan kekuatan yang ada pada saat itu, Yo Cie Cong ketika mengerahkan ilmu membentengi
tubuhnya, benar-benar seperti sudah terbang saja. Jika dibandingkan keadaannya pada satu bulan
berselang, seperti dua orang saja layaknya.
Dua hari kemudian, ia sudah tiba dikota Kui lim.
Dikota tersebut ia menginap disebuah rumah penginapan.Waktu malam hari, ketika keadaan
diluar sudah sunyi senyap, ia mulai membuka buku yang termuatkan nama-nama musuh Kam-lopang.
Sepasang matanya memancarkan cahaya yang menakutkan. Ternyata anak muda itu sedang
merencanakan suatu rencana yang besar dan hebat ………
. . .
Kota Kui-lim yang ramai tetapi tenang tenteram itu dengan mendadak telah diliputi suasana
ketakutan yang hebat.
Ada apa ? Oh, Golok Maut ………
Senjata aneh bentuknya yang menakutkan hati setiap orang itu, kini telah muncul kembali
dikota Kui-lim.
Golok keramat yang belum lama berselang menggegerkan dunia Kang-ouw dan sudah sekian
waktu tidak terdengar lagi kabar ceritanya, kini muncul kembali untuk kedelapan kalinya.
Oleh karena pada setiap kali munculnya Golok Maut itu, pasti ada saja korbannya yang diminta,
maka kali ini tentunya juga tidak ada kecualinya.
Dua orang yang kali inimenerima ancaman Golok Maut itu, ternyata adalah pemimpin dari
delapan belas perusahaan Piauw dikedua propinsi Kang-tang dan Kang-see.
Jago itu bernama Coa Ceng It dan bergelar ‘Lutung sakti lengan besi.’ Kalau Golok Maut itu
berani mengancam jago yang kenaman itu, sesungguhnya ada diluar dugaan semua orang.
Coa Ceng It yang memimpin delapan belas perusahaan Piauw besar, kepandaian ilmu silatnya
sudah termasuk dalam golongan kelas wahid dalam rimba persilatan. Namanya sudah sangat
terkenal dikedua propinsi yang disebut duluan, bahkan orang-orang golongan hitam dan golongan
putih semuanya telah memandang padanya sebagai satu macan.
Piauwsu-piauwsu yang mempunyai kepandaian tinggi yang berada dibawah pimpinannya,
jumlah keseluruhannya lebih dari seratus orang.
Tapi Golok Maut itu toh masih tetap berani mengancam dirinya, ini benar-benar merupakan
suatu peristiwa yang sangat menggemparkan.
Siapakah pemilik Golok Maut itu ? Sampai sekarang masih tetap merupakan suatu teka-taki
besar.
Oleh karena munculnya Golok Maut itu dikota Kui-lim ini, maka orang yang berkepandaian
tinggi dari golongan hitam maupun dari golongan putih yang dulu sedang mengejar-ngejar Golok
Maut itu, setelah mendengar kabar itu, kini kembali pada berduyun-duyun menuju kekota Kui-lim.

Coa Ceng it dulu juga merupakan salah seorang dari orang-orang kuat yang turut ambil bagian
dalam peristiwa pembasmian Kamlo-pang. Ia tidak akan menyangka kalau pada duapuluh tahun
masih ada orang yang datang menagih jiwa padanya.
Mengingat setiap kali munculnya Golok Maut itu selalu ditujukan kepada orang-orang yang dulu
pernah ambil bagian dalam peristiwa pembasmian Kam-lo-pang, maka manusia yang menakutkan
itu, sekalipun bukannya Pangcu dari Kam-lo-pang sendiri, tetapi sedikit-dikitnya juga pasti adalah
seorang yang mempunyai perhubungan erat dengan Kam-lo-pang .
Coa Ceng It setelah menerima ancaman Golok Maut itu, dapatlah diduga kaget dan takutnya
pada waktu itu. Dengan cepatnya ia mengumpulkan lima puluh lebih orang-orangnya yang
terkenal kuat untuk melindungi tempat kediamannya.
Ia sudah bertekad bulat untuk melayani orang yang penuh rahasia dan menakutkan itu.
Tetapi munculnya Golok Maut kali ini agak berbeda sedikit keadaanya dengan beberapa
kejadian yang lalu.
Golok Maut itu disampaikan oleh seorang pemuda berwajah jelek yang mengaku dirinya
sebagai ‘Utusan Golok Maut .‘
Ketika itu Coa Ceng It juga sudah suruh empat orang muridnya yang kuat untuk menguntit
pemuda wajah jelek itu, tetapi pemuda jelek yang mengaku sebagai utusannya Golok Maut itu
kepandaiannya tinggi sekali, dengan mudah ia sudah berhasil meloloskan diri dari intaiannya
empat orang itu. Dipandang dari kepandaiannya utusan itu saja, dapat dibayangkan berapa
tingginya sipemilik Golok Maut itu.
Dari keterangan empat muridnya Coa Ceng It yang menguntit jejaknya Utusan Golok Maut itu
menghilangnya utusan tersebut secara misterius merupakan suatu kepandaian yang sangat gaib.
Tertarik oleh perasaan keingintahuan, orang-orang rimba persilatan sekitar kota Kui-lim
berduyun-duyun datang dikediamannya Coa Ceng It .
Mereka kepingin bisa menyaksikan bagaimana macamnya itu ( pemilik Golok Maut ) yang sepak
terjangnya seperti malaikat pencabut nyawa.
Kira-kira waktu tengah hari pada hari ketiga, seorang pemuda cakap tapi bersikap adam kecut
juga nampak berkunjung kegedungnya Coa Ceng It .
Siapakah pemuda itu ? Ia adalah Yo Cie Cong yang baru kembali dari pulau Batu Hitam di Lamhay.
Coa Ceng It yang kedudukannya sebagai pemimpin 18 perusahaan Piauw, mempunyai banyak
kawan dan perhubungannya sangat luas, setiap orang yang berkunjung padanya, ia harus sambut
dengan baik, itu ada kebiasaannya orang yang mengusahakan perusahaan tersebut.
Digedungnya Coa Ceng It pada hari itu, diadakan perjamuan makan, hingga gedung itu penuh
dengan orang-orang Kang-ouw dari segala macam. Yo Cie Cong juga terdapat diantara
mereka.Oleh karena ia masih merupakan pemuda yang tidak banyak orang kenal, sudah tentu
tidak mendapat banyak perhatian. Ia duduk di tempat biasa.
Piauwsu-piauwsu yang diundang oleh Coa Ceng It , pada hari kedua sudah datang di gedung
tersebut , jumlahnya kira-kira 50 orang.
Piauwsu-piauwsu itu semua merupakan orang-orang pilihan yang tergolong paling kuat dari
barisan piauwsu dari perusahaan piauw yang dipimpin oleh Coa Ceng It. Maka setelah piauwsu itu
tiba, gedung Coa Ceng It telah dilindungi begitu kuat, seolah-olah dikurung oleh tembok besi atau
baja.
Dalam perjamuan itu, orang-orang pada ramai membicarakan sepak terjangnya ‘Golok Maut ‘
dimasa yang lalu.
Perjamuan makan telah berlangsung dibawah suasana yang seram dan penuh kekuatiran.
Coa Ceng It usianya sudah 60 tahun lebih, orang masih gagah. Tapi semenjak menerima
ancaman Golok Maut , semangatnya seperti runtuh, ia harus duduk di pertengahan ruangan
dengan hati ketar-ketir.
Hari itu adalah hari ketiga, juga merupakan hari terakhir.
Selama tiga hari itu, ia selalu berada dalam ketakutan dan kekuatiran.
Ia telah berjanji kepada dirinya sendiri, apabila ia beruntung terlolos dari kematian, ia nanti
akan bubarkan perusahaan piauwnya,dan selanjutnya akan mengundurkan diri dari dunia Kangouw
.

Meski hari itu orang-orang dari dunia Kang-ouw yang datang berkumpul digedungnya Coa Ceng
It lebih dari 300 orang jumlahnya, tapi belum cukup untuk meredakan suasana, setiap orang
diliputi oleh perasaan tegang.
Yo Cie Cong yang sikapnya dingin kecut, tidak jarang matanya berkeliaran memandang
keadaan sekitarnya,juga tidak jarang mengawasi situan rumah Coa Ceng It yang keadaannya
sangat mengesankan.
Diatas penglari diruangan tersebut, ada menancap sebilah golok yang panjangnya kira-kira satu
setengah kaki, golok itu bentuknya sangat aneh, disisi bawah tajam sekali, disisi atas bentuknya
seperti gigi gergaji.
Itulah Golok Maut yang diantarkan oleh utusannya pada dua hari berselang.
Golok yang bentuknya aneh dan memancarkan sinarnya berkilauan itu, menimbulkan rasa takut
dan ngeri bagi siapa yang memandangnya.
Hampir setiap orang yang mengawasi golok tersebut pada merasa gemetar, akhirnya tidak
berani mengawasi lebih lama.
Pada saat yang tegang itu, mendadak dari luar mendatangi seorang gadis berpakaian serba
hitam.
Kecantikan gadis baju hitam itu membuat tergerak hatinya semua orang yang ada disitu.
Tapi diwajahnya gadis baju hitam itu nampaknya sangat kejam, sepasang matanya kelihatan
beringas, hal ini sesungguhnya membuat heran orang-orang banyak itu. Entah apa maksudnya
kedatangan gadis itu ?
Yo Cie Cong ketika menampak kedatangannya gadis baju hitam itu juga agak terkejut.
Bukankah ia itu adalah Tio Lee Tin ? Mengapa ia juga muncul disini ? Pertanyaan ini selalu
berputeran didalam otaknya.
Gadis baju hitam itu terus berjalan menuju keruangan dimana ada duduk tuan rumah.
Kedaatangan secara mendadak dan sikapnya yang aneh dari gadis itu, telah menimbulkan
perasaan curiga bagi orang banyak, apakah dia itu pemiliknya Golok Maut? ……….
Coa Ceng It yang pertama-tama berbangkit dengan wajah berubah, kemudian disusul oleh para
tetamu lainnya . Suasana mejadi semakin tegang.
Gadis berbaju hitam itu ketika menampak keadaan demikian, terlebih dulu ia menganggukanggukkan
kepalanya dan bersenyum kepada semua orang, kemudian berdiri dihadapan tuan
rumah sambil mengawasi Golok Maut yang menancap diatas penglari. Setelah itu ia baru berkata
kepada Coa Ceng it :
...Siaoli adalah Tio Lee Tin, hari ini dengan secara lancang mengunjungi Coa Loacianpwee ,
harap Locianpwee suka memberi maaf banyak-banyak !’’
Coa Ceng It dehem-dehem sejenak, perasaan tegangnya lantas lenyap.
Orang-orang Kang-ouw yang tadi pada berbangkit, lantas pada duduk lagi dengan perasaan
lega, tapi mata mereka masih ditujukan kepada dirinya gadis itu.
Hanya Yo Cie Cong yang menyaksikan sambil kerutkan alisnya. Hatinya diam-diam berpikir :
bagaimana ia bisa datang secara mendadak ? Kalau dilihat dari sikapnya, nampaknya juga ada
hubungannya dengan Golok Maut ini.
Bab 18
COA CENG IT saat itu lantas menjawab :
...Nona Tio, hari ini lohu ada urusan, jika nona tidak ada urusan yang penting sekali, bolehkah
datang dilain hari saja ? Harap maafkan ………’’
...Kedatanganku ini justru karena Golok Maut ini !’’ demikian berkata pula Tio Lee Tin dengan
sikap sedih.
Keterangan itu telah mengejutkan semua orang, tidak terkecuali Yo Cie Cong .
Kedatangan Tio Lee Tin yang katanya berhubung dengan Golok Maut ini, sesungguhnya diluar
dugaannya.
Peristiwa diatas tanah kuburan pada beberapa waktu berselang, kembali terbayang di otaknya
Yo Cie Cong .

Tio Lee Tin setelah barang pusakanya dirampas oleh siluman tengkorak Lui Bok Thong ,
orangnya terluka parah. Ia pernah menolong membuka totokannya nona itu, hingga jari
tangannya telah merabah-rabah sekujur badannya sinona.
Sepasang matanya Tio Lee Tin yang bulat jeli, perkataannya yang merdu,masih belum lenyap
dari ingatannya, dan sekarang bertemu pula dalam keadaan demikian ……
Coa Ceng It yang dibikin terheran-heran oleh perkataannya sinona, lantas berkata :
...Kedatangan nona adalah karena Golok Maut ini ?’’
...Benar !’’
...Lohu ingin mendapat keterangan nona lebih jauh !’’
...Ayahku Tio Ek Chiu telah binasa dibawah Golok Maut , maka siaoli telah bersumpah hendak
menuntut balas sakit hati ini, biar bagaimana harus berusaha untuk menumpas kejahatan itu.’’
...Ouw !’’
Orang banyak ketika mendengar Tio Lee Tin itu lantas ramai membicarakannya : kiranya gadis
ini karena mendengar munculnya Golok Maut , telah datang hendak menuntut sakit hati ayahnya,
tapi apakah kepandaiannya mampu menandingi kepandaiannya Golok Maut …………….?
Hanya Yo Cie Cong ketika mendengar itu seolah-loah disambar geledek, ia sungguh tidak nyana
bahwa Tio Lee Tin itu adalah anak perempuannya Tio Ek Chiu .
Namanya Tio Ek Chiu sudah di hapus dari dalam daftar musuh-musuhnya Kam-lo-pang , ini
menjadi suatu bukti bahwa ayahnya gadis ini sudah binasa dibawah Golok Maut .
...Kalau begitu silahkan nona duduk. Ketika lohu mendengar nona ayah, juga merasa sangat
gemas, siapa nyana iblis tua kini telah mengunjungi Lohu !’’
Demikian berkata pula Coa Ceng It .
...Coa Loacianpwee pikir bagaimana ?’’
...Melayani padanya sekuat tenaga !’’
...Siaoli hari ini menyediakan tenaga, dan bersumpah hendak mengadu jiwa dengan iblis itu.
Sekalipun harus korbankan jiwa juga tidak apa, demi arwah ayah dialam baqa merasa gembira.
Sehabis berkata ia lantas duduk dekat Coa Ceng It .
Tapi baru saja berduduk, matanya yang mengawasi orang banyak lantas dan melihat Yo Cie
Cong duduk di suatu sudut.
Nampaknya ia sangat terkejut, tapi ia mendadak , menjadi gusar.
Ia bangkit dari tempat duduknya.
...Nona ada urusan apa ? tanya Coa Ceng it heran.
Tidak apa-apa, hanya urusan sahabat lama, aku akan pergi sebentar jawabnya Tio Lie tin juga
dapat dilihat dan sekarang sedang berjalan menghampiri dengan hati berdebar ia mendatangi si
nona.
Ketika di hadapan Yo Cie Cong Tio Lio Tin lantas merandak setelah mengawasi sejenak ia baru
pendengarkan suaranya kemudian berkata agak kaku.
...Yo Cie Cong, aku ingin bicara sedikit dengan kau !”
...Nona ingin bicara apa ? silahkan jawab Yo Cie Cong dengan dingin.
Saat semua mata telah di tunjukan kepda muda mudi itu entah pembicaraan apa yamh hedak
dilakukan oleh mereka ?
...Mari kita bicara di luar !berkata pula Tio Lee Tin.
...Disini bukan sama saja ?.
...Tidak!”
...baiklah !”
...Yo Cie Cong lalu megikuti Tio Lee Tin, tidak lama mereka tiba disebuah rimba di luar kota.
...Nona ada keperluan apa ?” YO CIE CONG membuka suaranya.
...Yo Cie Cong aku ingin bertanya sebagai seorang rimba utama di persilatan apakah kau yang
paling pertama.?
...Kepercayaan dan ke bajikan !”
...Kalau begitu kenapa kau meninggalkan aku sendiri ketika terluka parah ?”
...Hari itu aku….”
...Kalau begitu nona baju merah Siang-koan Kiauw yang telah tunjukan tepat pada waktunya,
barang kali aku sudah di perhina oleh kawanan orang-orang rendah….”

...Yo Cie Cong sekarang mengerti apa sebabnya Tio Lee Tin begitu gusar padanya
...Tapi begitu ia menyebut namanya Siang-koan Kiauw hatinya lantas merasa perih bayangan si
nona berbaju merah terlintas dalam otaknya yang tidak mudah terhapus di otaknya dan sinona itu
meninggalkan untuk selama-lamanya.
Untuk sesaat lamanya ia terbenam dalam lamunan yang menyedihkan.
Tio Lee tin tiba-tiba alisnya berdiri ia berkata dengan suara bengis.
...Yo Cie Cong sekarang kau harus berikan aku satu keadilan !”
...Keadilan ?” Yo Cie Cong balas menanya… ucapan nona ini agaknya…..”
...Hari itu aku tidak bisa menepati janji nona sebetulnya dalam keadan terpaksa !”
...Coba kau terangkan !”
Hari itu setelah meninggalkan nona, sebetulnya hari itu ingin lekas kembali dengan mermbawa
kereta tiba-tiba ditengah jalan aku bertemu dengan musuhku, malah hampir saja jiwaku melayang
!”
...Benar’’
...Hari itu sebetulnya terlalu, gegabah aku tidak ingat bahwa diriku sedang di incar musuh
hingga hampir mencelakakan nona!’
Mendengar ini Tio Lee Tin nampak sudah reda kegusarannya.
Ia sebetulnya mulai suka terhadap pemuda dingin ini apalagi setelah menyaksikan keberanian
Yo Cie Cong yang membela dirinya yang tidak memikirkan resikonya bertambah dengan rasa
simpati ketika dirinya terluka parah Yo Cie Cong telah merambah hampir seluruh badannya utuk
membebaskan dari totokan Lui Bok Thong Bok Thong.
Tubuh gadis yang masih putih bersih telah dirambah oleh tangan seorang leki-laki
Yang baru saja di kenalnya meski hanya untuk menyembuhkan lukanya tapi biar bagai mana itu
merupakan satu kejadian yang tidak biasa maka ia lantas merasa bahwa si pemuda itu calon
pendamping hidupnya sudah tidak ada jalan lain lagi.
Oleh karena itu ia mengakmbil keputusan demikian, maka ketika akhirnya Yo Cie Cong tidak
balik lagi. Dalam anggapanya lantas mengira kalau pemuda itu menipu dirinya dan kegusarannya
telah bertambah ketika tadi dapat lihat dirinya Yo Cie Cong juga berada diantara orang banyak itu.
Sebetulnya hendak mengutarakan isi hatinya, tapi bagaimana ia dapat membuka mulut ?
Ia pernah memberitahukan hal itu kepada suhunya, itu orang misterius yang selalau
mengenakan kedok kain merah dan yang mengaku dirinya sebagai pemilik bendera burung laut.
Suhunya pernah berjanji padanya, apabila Yo Cie Cong ada seorang laki-laki yang tidak berbudi, ia
juga nanti akan membereskan orang muda itu.
…Kalau nona sudah tidak ada lagi keperluan, aku permisi berlalu !” akhirnya Yo Cie Cong
berkata setelah mereka lama membisu. Tio Lee Tin wajahnya berubah, ia merasa bahwa pemuda
ini ternyata telah menyia-nyiakan harapannya. Meski ia merasa cinta terhadap pemuda itu, tapi Yo
Cie Cong sikapnya begitu dingin maka ucapannya yang dingin tadi ia rasakan seolah-olah pisau
tajam menusuk ulu hatinya.
…Kau hendak pergi ?” ia bertanya.
Yo Cie Cong merasa heran atasa pertanyaan ini, hatinya berfikir : apakah kau akan terus
berada disini ?
Namun demikian, diwajahnya tidak menunjukan perubahan apa-apa, dengan tenang ia
menjawab :
…Yah, aku hendak pergi !”
Sehabis berkata, ia lantas balikan badannya. Tapi baru saja bergerak…….
…Kau balik !” demikian Tio Lee Tin minta ia kembali.
Yo Cie Cong dengan perasaan heran hentikan kakinya dan lantas balik kembali.
…Nona masih ada keperluan apa ?” ia menanya.
…Kau ….kau …”
Parasnya Tio Lee Tin saat itu menunjukan peraasaan yang tidak karuan, karena hatinya,
hatinya risau, mulutnya tidak mengatkan apa-apa.
Ia hendak menyatakan isi hatinya. Tapi tidak mempunyai keberanian. Sebaliknya ia juga tidak
ingin pemuda yang sudah mencuri hatinya itu terlalu begitu saja. Maka untuk sesaat lamanya ia
terus berdiri terpaku, tidak bisa berbuat apa-apa.

Kesannya Yo Cie Cong terhadap Tio Lee Tin yang bukan saja cantik manis tapi juga mempunyai
kepandaian sangat tinggi, sebetulnya juga tidak buruk. Tertapi hari ini, setelah mengetahui asalusulnya
diri sinona itu, kesnnya lantas berubah.
Apalagi hatinya saat itu sudah seperti terbang mengikuti sirinya Siang-koan Kiauw yang sudah
binasa didalam lautan. Kalau saat itu ia masih terusa mau hidup, itu disebabkan semata-mata
karena tugas dan kewajiban yang dibebenkan oleh suhunya masih belum selesai, sehingga
perasaan hatinya seolah-olah sudah padam terhadap semua wanita.
Setelah berdiam sekian lamanya, akhirnya Tio Lee Tin membicarakan soal lainnya.
…Adik Siang-koan kiauw pernah mengatakan ia kenal dengan kau.”
…Benar.”
…Apa kau sudah bertemu padanya ?”
Yo Cie Cong hanya mengangguk.
...Dan sekarang, kemana perginya dia ?”
Pertanyaan itu telah menimbulkan kedukaanya Yo Cie Cong, maka ia lantas menjawab sambil
ketawa getir :
…Dia sudah meninggal dunia.”
…Apa sudah binasa ?”
…Ya.”
…Bagaimana cara ia meninggal ?”
…Dapat kecelakaan ditengah lautan. Dia telah terlekan ombak laut.” Jawab Yo Cie Cong dengan
nada suara sedih.
Dari sikap dan pembicaraanya Yo Cie Cong yang tampaknya sangat berduka, Tio Lee Tin dapat
menduga bahwa pemuda yang sikapnya kecut dingin ini tentunnya mempunyai hubungan yang
tidak biasa lagi dengang Sian-koan Kiauw.
Tio Lee Tin merasa sangat berduka atas kematiannya Siang-koan kiauw, sebab nona baju
merah itu pernah menolong dirinya ketika ia dfalam keadaan berbahaya sehingga senagai gadis ia
tetap tak terganggu.
Tetapi dilain pihak, suatu pikiran yang boleh dikatakan pikiran seorang yang rendah, telah
menggirangkan hatinya sebab dengan kematian nona baju merah itu ia lantas mendapatkan
pemuda idamannya dan juga kehilangan satu saingan yang berat.
Dengan demikian, sebetulnya sangat bertentangan dengan Liang siang sendiri disini dapat
dilihat bahwa soal asmara sebetulnya terlalu egostis mementingkan satu keuntungan diri sendiri
saja.
Tio Lee Tin setelah berpikirlama, tiba-tiba mengambil suatu keputusan ia mengetahui bahwa
kesempatan sebaiknya tudak dilepaskan begitu saja maka dengan tidak menghiraukan
kedudukannya sebagai seorang gadis suci lantas berkata dengan tidak malu-malu lagi :
...Kau rupanya jemu pada ku “
Yo Cie Cong ia segera mengerti perkataan apa yang di maksud dengan pertanyaan si nona
maka ia lantas menjawab dengan suara yang dingin :
Dalam kehidupan manusia, betemu ataupun berpisah seperti juga awan yang menggumpal
sebentar akan buyar. Diantara kita tak ada apa-apa yang dapat dikatakan jemu.”
Jawaban Yo Cie Cong membuat hati Tio Lee Tin semakin murung karena dengan tegas sudah
menggambarkan bagaimana perasan hati Yo Cie Cong .
Tio Lee Tin merasa terluka hatinya wajahnya mengakat keatas memandang kelangit
perasannya dirasakan kosong melompong.
Tiba-tiba ia teringat maksud kedatangannya kekota Kuil-Lim hendak menjumpai pemilik Golok
Maut dan maksud tujuannya ialah hendak menuntut balas dendam atas kematian ayahnya. Jika
pemilik Golok Maut muncul pada saat itu, bukankah itu berarti telah kehilangan kesempatan
baiknya ? maka setelah memandang Yo Cie Cong dengan perasaan gemas ia berkata :
...Diantara kita, biar bagaimana kain hari kita bikin perhitungan.’’
Sehabis mengucapkan perkataannya itu dengan cepat Tio Lee Tin lantas berlalu.
Yo Cie Cong mengawasi berlalunya sinona sambil geleng-gelengkan kepalanya lalu ia berkata
pada dirinya sendiri : “ya antara, kau dan aku harus membuat perhitungan sekali lagi.

Tetapi perhitungan yang dimaksud Yo Cie Cong dan yang di maksud oleh Tio Lee Tin sangat
berlainan sifatnya.
Selanjutnya ia sendiri kembali kegedung Coa Ceng It.
Sekarang kita kembali lagi kepada, Tio Lee Tin oleh karena mengigat kematian ayahnya yang
sangat mengenaskan dengan ilmu larinya yang luar biasa sebentar saja oia sudah sampai di
gedung Coa Ceng It.
Pikiran untuk menuntut balas untuk ayahnya, untuk sementara itu telah membuat tawar
hatinya terhadap Yo Cie Cong .
Ketika ia sedang lari, di tengah jalan ia melihat sosok bayangan hitam yang ddengan pesat
lewat di sampingnya dan kemudian ia hilang di pandangannya.
Sebagai seorang yang mempunyai ilmu lari yang sangat tinggi ilmunya Tio Lee Tin masisangat
heran dengan kegesitannya orang itu dapoat di bayangkan betapa tinggi kepandainnya. Si nona
kagum sejak keluar dari perguruannya belum pernah ia menjumpai orang yang mempunyai ilmu
kepandaian lari yang sekarang dilihatnya.
...Apakah bayangan itu sipemilik Golok Maut pertanyaan itu timbul dalam hatinya pada saat itu,
oleh karena berpikir demikian larinya di percepat pula.
Tatkala ia sampai di gedung Coa Ceng It ketegangan meliputi setiap oaring di tempat. Gedung
itu meskipun terang benderang tetapi dirasakan begitu menyeramkan.
Golok maut yang tertancap diatas tiang karena tersorot oleh sinar lillin, kelihatan tambah
berkilau.
Coa Ceng it dengan tidak berhenti-hentinya terus mengawasi limapuluh lebih pioauwsunya yang
melindungi di sekitarnya dan semua orang-orang Kang ouw datang membantu melindungi tuan
rumahnya.
Meski di luarnya dia seolah-olah hendak mengadu jiwa dengan si pemilik Golok Maut tetapi di
dalam hatinya merasa ketakutan.
Suatu perasaan buruk telah menekan perasaannya.
Sebab menurut kabaryang di siarkan orang banyak kepandain yang di miliki Golok Maut susah
di ukur sampai di mana tingginya.
Meskipun didalamnya penuh dengan orang-orang yang gagah berilmu cukup tinggi dari
berbagai golongan tetapi ia sendiri merasa orang terkecil seorang diri, dalam hatinya selalu
berpikir : “mungkin aku takan lolos dari nasib yang mengenaskan yang akan menimpa diriku……..”
Malaikat maut seperti membayangi dirinya yang membuat tidak enak makan dan enak duduk
penderitaan batin yang sangat hebat yang dialami sekarang sebetulnya lebih celaka dari pada
mati.
Orang-orang dari persilatan itu turut datang berkumpul ia pun merasa cemas sekali,
ketegangan membuat orang susah bernapas.
Dari jauh telah terdengar kentongan lonceng berbunyi dua kali suatu tanda hari sudah pukul
dua tengah malam.
Sebantar lagi sudah sampai pukul tiga tetapi pemilik golok maut belum tampak jua dirinya.
Didalam ruangan dan di luar pekarangan semuanya kelihatan sunyi sepi. Ratusan mata yang
tidak henti-hetinya mengincar dan mencari bagai sinar bintang yang berkelik-kelik tidak terlihat
apa-apa saat di situ.
Pada saat-saat menegangkan terdengar suara tawa yang seram sekali…..
Suara tawa itu seolah –olah sebilah pedang yang tajam yang menikam ulu hati dan menusuk
telinga setiap pendengarnya.
Suara tawa itu telah memecahkan kesunyian malam itu.
Setiap wajah orang-orang yang mengaku dirinya sebagai orang-orang rimba persilatan tiba-tiba
berubah pucat, hati mereka berdebar-debar napas mereka seolah-olah berhenti.
Terutama Coa Ceng it sendiri, saat itu pucat keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya
sedangkan kelima puluh orang piauwsu telah menyiapkan senjata mereka masing-masing untuk
menantikan pemilik Golok maut.
Suara tawa yang dingin itu sebentar terputus . tetapi makin lama kedengarannya semakin
dekat saja.
Suasana tegang makin memuncak. Keseraman meliputi seluruh gedung.

...Coa Ceng it orang yang hendak menagih hutang kini telah dating ! demikian tiba-tiba
terdengar suara seperti orang bicara yang tidak kelihatan orangnya.
Suara itu tidak keras tapi nyaring menusuk telinga sehingga membuat semua orang yang
mendengar berdiri bulu kuduknya.
Selanjutnya disusul oleh munculnya seorang orang tua berambut putih dengan tangan yang
Cuma sebelah, seolah-oalh malikat yang turun dari langit orang tua aneh itu tiba-tiba sudah ada di
atas wuwungan rumah, sedangkan Golok Maut yang menancap kini sudah berada di tangannya.
...Kau….kau..kau..adalah …” berkata Coa Cong it dengan suara gemetar.
Semua orang-orang Kang ouw yang berada di tempat melongo seperti patung.
Lima puluh orang piauwsu yang diundang oleh Coa Ceng it saat itu tidak tahu harus berbuat
apa dengan mata melotot mengawasi orang aneh yang menyeramkan itu.
...Iblis,aku akan mengabisi nyawamu “saat itu sang nona tak tinggal diam begitu saja.”
Demikian terdengar teriakan nyaring kemudian di susul dengan melesatnya satu bayangan
yang kecil langsing.
Tapi sebelum Nona itu bertindak, di dalam ruangan terdengar suara jeritan ngeri kemudian satu
bayangan melesat berkelebat dari ruangan.
Bayangan kecil langsing lantas menyusul keluar.
Lima puluh piawsu tersadar dari kagetnya di hadapan mereka sudah tak terlihat bayangan si
pemilik Golok Maut diantara suara bentakan riuh merreka lantas keluar loncat untuk mengejar.
Ketika orang-orang berkerumun masuk kedalam ruangan.Coa Ceng it sudah tergeletak di tanah
dalam keadaan mengerikan.
Orang she Coa itu sudah binasa dalam keadaan kutung kedua lengan tangannya dan depan
dadanya terdapat satu lobang besar yang saast itu masih menyemburkan darah segar kematianya
itu sungguh sangat mengenaskan.
Pemimpin delapan belas piaw itu ternyata tidak bisa meloloskan diri dari tangan pemilik Golok
Maut. Ia merupakan orang ke delapan yang binasa oleh golok Maut.
Bagaimana sebetulnya Golok Maut itu mengambil jiwa korbannya ? meski terdapet begitu
banyak, orang-orang Kang ouw yang sudah banyak pengalaman tapi herannya tak seorang pun
dapat terlihat.
Ini sungguh sangat mengherankan tapi merupakan kenyataan suatu bukti yang kuat maka
keanehan tetap tinggal keanehan.
Orang yang mengeluarkan terikan dan kemudian kelihatan bayangannya yang kecil langsing
mengejar bayangan si pemilik Golok Maut adalah Tio Lee Tin karena ia agak terlambat sedetik,
pemilik Golok Maut sudah berhasil mengambil jiwa korbanya.
Tio Lee Tin dengan mata berlinang-linang dan hati panas telah mengejar pemilik Golok Maut
sampai jauh.
Ia adalah murid pemilik bendera burung laut, si orang berkedok berkain merah kepandaiannya
ilmu silat didalam kalangan Kang Ouw sudah merupakan orang yag terkuat. Tetapi meski demikian
nampaknya tidak berhasil menyandang pemilik Golok Maut.
Sebentar saja, kedua bayangan itu sudah menghilang ke luar kota.
Bayangan yang ada di depan terdengar suaranya yang dingin, larinya pun makin cepat hingga
kedua bayangan itu terpisah semakin jauh.
Tio Lee Tin terdengar seantero kepandaiannya, tapi masih tak berhasil membuat jarak pendek
dengan bayangan pemilik Golok Maut bahkan makin lama terpisah makin jauh, sekejap saja sudah
terpisah kira-kira lima puluh tumbak lebih.
Setan iblis kalau kau adalah laki-laki berhenti dulu saambutlah serangan aku ! “Nona itu berkata
dalam dongkolanya ia Cuma bisa berseru dengan suara keras.
Tapi bayangan itu seolah-olah tak dengar Tio Lee Tin sekejap saja sudah menghilang kedalam
rimba.
Tio Lee Tin terpaksa mengejar terus.
Rimba itu tak lama berselang pernah di gunakan sebagai tempat pertemuan dengan Yo Cie
Cong .
Tiba-tiba di suatu tempat dapat melihat berdirinya satu bayangan orang.

...Iblis ! Serahkan jiwamu,’’ demikian Tio Lee Tin berseru dan dengan pedang terhunus ia
menerjang kearah bayangan itu.
Bayangan orang itu kelihatan berkelit kesamping dan kemudian membalas dengan serangan
tangan kosong.
‘Bluk !’ demikianlah terdengar suatu suara yang nyaring dan Tio Lee Tin beserta pedangnya
telah dibikin terpental oleh serangan yang dilancarkan oleh bayangan orang tadi.
Tatkala ia lompat bangun lagi dan selagi hendak menyerang orang tersebut, ia lantas menjadi
melongo.
...Ei. Kau ?’’
...Benar, Itu adalah aku. Mengapa nona menyerang aku ?’’
...Kenapa kau belum berlalu dari sini ?”
...Ngng”
Orang itu adalah Yo Cie Cong .
Bertepatan pada saat itu, terlihat satu bayangan yang dengan cara mengendap-ngendap masuk
kedalam rimba tanpa mengeluarkan suara.
Tio Lee Tin masih ingant betul kekuatan Yo Cie Cong masih jauh dibawah kekuatannya sendiri.
Tetepi mengapa tadi ketika turun tangan ia menyerang dirinya, ada yang mempunyai kekuatan
hebat ?diam-diam ia merasa bingung sendiri.
Ia masih belum mengetahui Yo Cie Cong tadi menggunakan beberapa banyak kekuatan dalam
serangannya tetapi ia dapat memastikan muangkin ia tidak mampu menangkis serangan tersebut.
Untuk sesaat lamanya pikirannya menjadi kalut sendiri. Apakah ia dulu hanya pura-pura saja,
tidak mau menunjukan kekuatan aslinya ? tetapi perlu apa ia menyembunyikan kekuatannya
sendiri ? dengan kekuatan seperti yang sudah di keluarkan tadi, ketika lukaku parah dengan
mudah ia dapat menyembuhkan lukaku dengan kekuatan tenaga dalamnya. Tetapi menmgapa ia
hanya mengurut jalan darah ku saja dan mengaku tak mempuyai kekuatan untuk menyembuhkan
lukaku saja. Mengapa ? pertanyaan-pertanyaan itu terus berdatangan di otakku. “si Nona itu
berkata dalam hatinya.”
Sebentar kemudian ia lantas mendekati Yo Cie Cong.
Barusan aku sudah menduga kau sebagai iblis jahat itu, kau lantas turun angan menyerangmu.
Untung kekuatanmu sangat hebat. Jika tidak bukan kah membuat aku menyesal untuk selamalamanya
?” demikian Tio Lee Tin berkata.
...Nona tadi aku kira aku ini siapa ?”
...Pemilik Golok Maut.”
...YO CIE CONG terperanjat, ia coba menegasi : ...pemilik Golok Maut ?”
...Benar apakah kau barusan melihat ada orang lain masuk kedalam rimba ini ?”
...Tidak”
Ini sengguh heran. Aku tadi sendiri melihat sendiri iblis itu masuk kedalam rimba ini. Apakah ….
...Mengapa nona hendak mengejarnya ?” ……
...Iblis jahat itu mempunyai permusuhan yang sangat dalam dengan aku maka aku takan
melepaskan begitu saja.”
...Permusuhan apa sebetulnya ?”
...Ayahku Tio Ek Chiu telah binasa ditangannya.”
...Oooo, tapi mungkin nona masih bukan tandinganmu.”
...Bagaimana kau tahu kalau aku bukan tandingannya ?”
...Menurut berita yang tersiar dikalangan Kang Ouw kepandaian pemilik Golok Maut itu sangat
tinggi dan sukar di jajaki .”
...Hmm ! kalau benda pusaka ku tak dirampas oleh siluman tengkorak, sekalipun sepuluh
pemilik Golok Maut juga pasti akukan binasakan.”
Yo Cie Cong hatinya tergerak ia tidak benda pusaka apa yang di ucapkan oleh Tio Lee Tin yang
katanya ada begitu hebat. Benda itu telah menarik perhatianaya si luman tengkorak yang telah
merampas dari tangan si nona, maka dapat di bayangkan betapa pentingnya benda itu dan
merupakan suatu benda pusaka yang tak ternilai harganya.

Bab 19
Hari itu ketika Si luan tengkorak Lui bok Thong merampas benda pusaka dari tangan si Nona Yo
Cie Cong juga menyaksikan sendiri. Tetapi sesudah kejadian tersebut kala itu ia masih belum
berani menanyakan kepada Tio Lee Tin tentang benda menarik perhatiannya itu.
Dan sekarang setelah si Nona menyebutkannya lagi benda yang dirampasnya itu perasaan ingin
tahu telah timbul dalam dirinya maka ia lalu menanya :
...Benda apakah yang Nona maksudkan dan banggakan itu ?”
...Aku beritahukan padamu juga taka pa, “jawab Si Nona.
...Benda itu namanya Ouw-bok pok-lok.”
Bukan kepalang kagetnya Yo Cie Cong mendengar sebutan Ouw-bok pok-lok. Hampir saja
mulutnya berseru tanpa di sadari.
Sebab benda yang di sebut oleh Tio Lee Tin adalah barang peninggalan suhunya yang telah
hilang juga merupakan peristiwa berdarah Kam-lo pang pada dua puluh tahun berselang.
Dilanjutkan oleh lovecan
PADA pesan terakhir dari suhunya, ia pernah menyuruh Yo Cie Cong mencari kembali barang
yang merupakan benda pusaka tersebut yang kini hanya ada sepotong saja pada dirinya.
Maksudnya ialah supaya bisa di gunakan untuk menuntut balas kepada musuh- musuhnya.
Sungguh ia tidak pernah menyangka bahwa hari ini secara kebetulan sekali ia telah dapat
mengetahui dimana adanya barang yang terhilang itu. Ia kini sudah dapat alamatnya, kepada
siapa harus ia meminta, potongan ouw bok Po lok lainnya, ialah pada Lui Bok Thong, seorang iblis
yang merupakan musuh besar dari suhunya.
Tetapi kemudian ia berpikir pula, ouw- bok po lok itu meskipun betul merupakan satu benda
yang amat mujijad, tetapi jika tidak mendapatkan keterangannya, orang lain juga tidak akan
mampu menggunakan inti sarinya yang termuat dalam potongan kayu itu.
Yo Cie Cong terbenam dalam lamunannya. Ia hampir lupa bahwa disisinya masih ada Tio Lee
Tin.
"Eh. Kau kenapa tidak bersuara?" Tio Lee Tin menegur, bersenyum manis.
"Aku... oh Aku sedang berpikir..." jawab Yo Cie Cong dengan agak gelagapan-
"Berpikir mengenai soal apa ?"
"Ouw bok po lok itu merupakan suatu benda sangat berharga, mengapa nona bawa-bawa
dibadanmu?"
"Sebab disitu ada kuncinya pelajaran ilmu silat yang dalam dan tinggi sekali. Ayah almarhum
telah menggunakan waktu hampir dua puluh tahun lamanya untuk mempelajarinya, tetapi masih
juga belum berhasil memecahkan isinya, maka aku pikir, hendak minta suhuku untuk memberi
pelajaran dari situ. Barangkali...."
"Suhumu ada seorang berkepandaian tinggi luar biasa, mungkin beliau dapat memahami makna
isinya."
"Tapi sekarang benda itu sudah terjatuh dalam tangannya si siluman tengkorak."
"Apa suhumu sudah tahu soal itu ?"
"Sudah, Malah beliau sudah mengirim dua belas orang utusannya untuk mencari siluman
tengkorak itu "
Yo Cie Cong terperanjat. Dalam hatinya diam-diam berpikir: "Aku harus berdaya untuk mencari
siluman tengkorak itu lebih dulu. Dan harus bisa mengambil kembali benda pusaka itu sebelum
didahului oleh orang-orang pemilik bendera burung laut.
saat itu meskipun dalam hatinya merasa tergoncang hebat, tetapi diluarnya masih tetap dingin
kecut. sedikitpun tidak terlihat perubahan apa-apa.
Jikalau Tio Lee Tin mengetahui siapa orangnya yang sedang berbicara dengannya pada saat ini,
barangkali sudah akan diajak bertempur mati-matian.
"Nona Tio, aku hendak pergi."

"Kau mau pergi?"
"Ya."
"Hmmm .... Tidak begitu gampang."
"Apa maksud nona ?" tanya Yo Cie Cong dengan heran-
"Yo Cie Cong, apa benar-benar kau tidak mengerti ?"
"Aku tidak mengerti."
"Antara kita toch masih harus mengadakan perhitungan, bukan?"
Diwajahnya Yo Cie Cong yang dingin terlintas perasaan sangsi, ia menanya dengan heran :
"Diantara kita masih ada ganjalan apa lagi ?"
"Kalau kau masih berani berkukuh, aku akan membunuh kau terlebih dulu."
Tio Lee Tin kelihatannya sudah gusar benar-benar. Tangannya meraba gagang pedangnya,
kelihatannya jika Yo Cie Cong tidak mau menjelaskan sebab-sebabnya waktu itu Yo Cio Cong
meninggaikannya begitu saja, ia benar-benar akan segera turun tangan.
Jika hal itu terjadi pada sebulan berselang, sudah tentu Yo Cie Cong tidak mampu menandingi
sinona. Tetapi keadaan Yo Cie Cong sekarang sudah berlainan sekali. Dua kali keajaiban yang
menimpa dirinya telah membikin ia menjadi seorang yang sangat kuat sekali. Apalagi ia sudah
mendapat warisan pelajaran dan dua orang aneh luar biasa, yaitu si hweshio gila dan Pengail linglung.
Jika Tio Lee Tin turun tangan benar-benar, pasti ia yang akan menderita kerugian.
Yo Cie Cong ketika mendengar perkataan sinona, hatinya juga merasa mendongkol maka ia
lantai menjawab sambil ketawa dingin :
"Tio Lee Tin coba kau sebutkan.Jika terbukti aku bersalah, aku Yo Cie Cong tidak nantinya akan
pungkiri kesalahanku sendiri, juga tidak perlu kau yang turun tangan terhadapku. Aku bisa
habiskan jiwaku sendiri dihadapanmu. Tetapi ingat, jikalau kau cuma mentiari-cari alasan melulu
atau mencari setori, hmmm "
"Bagaimana ?"
"Kau hendak membunuh aku barangkali tidak mungkin."
"Baik. sekarang aku tanya kau. Dengan kekuatan yang kau unjukkan tadi ketika kau menyerang
aku, ternyata kekuatan tenaga dalammu sudah cukup matang. Rasanya hal ini toch kau tidak bisa
pungkiri bukan ?"
"Sedikit kepandaian yang tidak berarti masih belum boleh dikatakan matang."
"Jika dengan kekuatan tenaga dalammu itu dipakai untuk menyembuhkan luka orang,
bukankah sudah lebih dari cukup?"
"Rasanya memang cukup,"
"Kalau begitu, hari itu ketika aku terluka parah karena terkena serangannya si siluman
tengkorak. mengapa kau tidak mau menggunakan kekuatan tenaga dalammu untuk
menyembuhkan lukaku, sebaliknya mengurut jalan darahku sehingga tanganmu meraba-raba
sekujur badanku?"
Yo Cie Cong sekarang baru mengerti apa sebabnya nona itu gusar. Dikala itu, memang ia
sendiri tidak mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan lukanya sinona. Kalau dia akhirnya
mendapatkan kepandaian dari kekuatan yang maha hebat itu, juga hanya terjadi pada hari-hari
belakangan ini saja. Tetapi ia masa bisa membantah ?
"Benar Apakah aku berbuat begitu itu ada salahnya?"
"Kau mengandung maksud tidak baik terhadapku "
Yo Cie Cong hampir saja meledak dadanya, ia yang dengan sejujur hatinya menolong jiwa
orang, sekarang sebaliknya telah didakwa mengandung maksud jahat, maka saat itu ia lantas
berkata dengan suara mengatakan ketidaksenangan hatinya. "Tio Lee Tin, kau mengerti aturan
atau tidak?"
"Mengapa kau kata aku yang tidak mengerti aturan ? Kau sendiri yang tidak tahu diri "

"Apakah aku menolong kau itu ada salahnya ? Coba katakan "
"Kau tidak mengambil jalan yang dekat, malah sengaja menempuh jalan jauh. itu sudah
merupakan suatu bukti bahwa kau ada mengandung maksud tidak baik."
"Ha, ha, ha... Tio Lee Tin. Kalau aku Yo Cie Cong ada seorang yang semacam apa yang kau
maksudkan, ketika kau dalam keadaan pingsan tidak ingat diri, segala apa aku toch bisa lakukan
terhadapmu. Bukankah begitu? Coba saja kau pikir."
Tio Lee Tin lantas bungkam. Kalau tadi ia terus mendesak Yo Cie Cong, maksudnya ialah
supaya Yo Cie Cong mengerti kehendaknya, sebab seluruh badannya sudah di-raba2 oleh Yo Cie
Cong, maka ia sudah bermaksud hendak menyerahkan jiwa raganya pada anak muda tersebut.
Tetapi, dengan berbuat demikian, justru ia telah mendapatkan sebaliknya .Jangan kata Yo Cie
Cong saat itu hatinya sudah terbawa pergi oleh Siangkoan Kauw, sekalipun tidak begitu juga tidak
nantinya ia bisa menyintakan orang secara demikian.
Meskipun Tio Lee Tin mempunyai kecantikan seperti bidadari, tetapi masih juga tak mampu
menggerakkan hati Yo Cie Cong.
Sebab Yo Cie Cong sudah mengetahui siapa adanya nona itu, maka ia juga tidak dapat
mencintainya.
Kedua orang itu dengan pikiran sendiri-sendiri pada berdiri menjublek berhadapan dalam rimba
yang gelap itu.
Tio Lee Tin hatinya seperti diiris-iris rasanya. Ia tidak menduga kalau pemuda itu sedikit pun
tidak mempunyai perasaan terhadapnya.
Barang apa saja didunia ini. ..Cinta adalah yang paling makan hati. semakin susah orang
mendapatkannya, semakin bernapsu ia hendak mendapatkannya. seolah-olah barang yang tidak
mudah didapat itu adalah barang paling indah, paling berharga, yang sukar dimiliki.
Itulah sifat manusia, begitu pula keadaannya Tio Lee Tin pada saat itu.
Buat orang lemah, kalau ia bisa merusak dirinya sendiri. Tapi buat orang yang berhati keras,
berkemauan keras, jika tidak dapatkan barang yang diingini, ia juga tidak suka barang itu
didapatkan oleh orang lain, ia bisa merusak barang tersebut. Tio Lee Tin ada seorang yang
mempunyai sifat seperti orang yang tersebut belakangan.
"Nona Tio, aku hendak memberi sedikit nasehat padamu, aku harap kau dalam segala hal harus
pikir dulu masak-masak. Aku berani bersumpah bahwa aku ada berhati jujur terhadap diri nona,
sedikitpun tidak mempunyai pikiran jahat seperti apa yang nona kira." berkata Yo Cie Cong.
Sebetulnya hal ini Tio Lee Tin juga sudah tahu, cuma karena ia terlalu dalam cintanya kepada
Yo Cie Cong, maka ia terus menerus mendesak anak muda itu. Tapi siapa sangka pemuda itu
seolah-olah mengabaikan cintanya.
"Yo Cie Cong, aku tidak menanyakan padamu bagaimana maksud hatimu, aku cuma tanya kau
bagaimana hendak kau bereskan perhitungan antara kita berdua."
"Diantara kita tak ada apa-apa yang perlu harus diperhitungkan. Kau mau apa ?"
"Apa kau kira aku boleh kau permainkan sembarangan?".
Perkataan yang melantur itu, membuat Yo Cie Cong tidak bisa menahan kesabaran hatinya lagi,
maka ia lantas berkata dengan suara dingin: "Kau hendak berbuat apa?"
"Aku hendak bunuh mati kau "
"Dengan kepandaianmu sekarang ini masih belum bisa kau lakukan "
"Coba saja."
Sehabis berkata, dengan cepat Tio Lee Tin menghunus pedangnya, dalam waktu sekejapan
saja sudah melancarkan serangan sampai delapan kali.
Dengan gerak badannya yang sangat lincah, Yo Cie Cong terus berkelit untuk menghindarkan
serangan sinona. "Kau benar-benar hendak turun tangan?"

"Memangnya aku main?" Tio Lee Tin mulutnya menjawab, tangannya tidak berhenti bergerak.
Kembali sudah meluncurkan beberapa kali serangan.
Yo Cie Cong tidak senang. Ia lantas ayun tangannya, hingga meluncur keluar kekuatan tenaga
dalamnya, meski itu cuma menggunakan tenaga lima bagian saja, tapi sudah cukup hebat.
Tio Lee Tin kenal baik sampai dimana hebatnya tenaga dalam Yo Cie Cong, pedang
ditangannya lantas diputar, untuk memunahkan kekuatan tenaga yang dilancarkan oleh anak
muda itu.
Yo Cie Cong agak terkejut, tahu-tahu sinar pedang sinona sudah mengurung dirinya lagi.
Kali ini ia sudah gusar benar-benar, maka lantas mengirim serangannya lagi.
Serangannya kali ini dibarengi dengan kekuatan Kan-goan Cin-Cao, hingga pedang Tio Lee Tin
lantas tersampok oleh sambaran angin serangannya.
Dalam kagetnya, Tio Lee Tin buru-buru tarik kembali serangannya dan lantas mundur teratur.
sekarang ia merasa heran atas kekuatan dan kepandaian anak muda ini, yang kelihatannya tidak
dibawahnya Lui Bok Thong, itu Siluman tengkorak yang merupakan lawan paling kuat sejak ia
muncul didunia Kangouw.
Justru karena demikian, sikapnya Tio Lee Tin kepada Yo Cie Cong jadi semakin tebal, tapi
disamping itu, rasa gemasnya juga semakin bertambah.
Perasaan cinta dan gemas yang timbul secara berbareng ini, sesungguhnya susah dimengerti.
Yo Cie Cong setelah berhasil menyerang mundur lawannya, tidak mendesak lebih lanjut karena
ia juga merasa mendongkol atas sikapnya sinona yang dianggapnya mencari setori tanpa sebab,
maka ia tidak bermaksud hendak melukai dirinya.
oleh karena meraba gusar dan malu, Tio Lee Tin lantas mengubah wajahnya, dengan suara
gemetar ia membentak :
"Yo Cie Cong aku akan adu-jiwa dengan kau "
Perkataannya itu lantas disusul dengan serangannya yang semakin hebat.
Untuk sesaat, Yo Cie Cong terdesak oleh serangan yang dilakukan secara kalap itu sehingga
mundur sampai tiga tindak. Anak muda itu diam-diam lantas berpikir,"jika tidak diberi sedikit rasa,
Tio Lee Tin tentunya tidak mau mengerti."
Setelah berpikir demikian, tangan kanannya lantas melancarkan serangan berat, hingga Tio Lee
Tin mundur lagi.
Yo Cie Cong geser maju kakinya, tangan kirinya ditujukan ketengah udara, dari situ lantas
meluncur angin hebat.
Serangan ini adalah ilmu Liu-in Hud-hiat yang ia dapat dari Phoa ngo-hweshio.
Betapapun tirggi kepandaiannya Tio Lee Tin, juga tidak berdaya menghadapi serangan
tersebut.
Jika serangan itu mengenakan sasarannya, Tio Lee Tin pasti akan jatuh roboh tanpa ampun
lagi.
Dalam saat-saat yang sangat berbahaya itu, mendadak terdengar suara yang muncul
dibelakang dirinya Yo Cie Cong: "Bocah tahan "
Yo Cie Cong segera tarik kembali serangannya sambil lompat ke samping.
Tatkala ia menengok, disuatu tempat terpisah kira-kira satu tombak jauhnya, ada kelihatan
berdiri satu orang.
Bukan kepalang kagetnya Yo Cie Cong, karena orang itu berada dibelakangnya dalam jarak
cuma satu tombak saja, ia masih tidak berasa sama sekali, maka kepandaiannya orang itu
sesungguhnya sangat luar biasa.
Ketika ia mengawasi dengan seksama, orang tersebut ternyata adalah si orang berkedok kain
merah.
Selagi Yo Cie Cong hendak menghampiri, mendadak terdengar suara: "Suhu "

Dengan cepat Tio Lee Tin sudah lompat maju dan, berlutut dihadapannya orang berkedok itu.
"Tin-jie bangun " demikian orang berkedok itu berkata.
Yo Cie Cong cepat maju menghampiri, memberi hormat sambil berkata :
"Boanpwe Yo Cie Cong disini menghadap locianpwe, atas pertolongan locianpwe ditepi danau
Naga yang membuat boanpwe terhindar dari kematian, disini boanpwe mengucapkan banyakbanyak
terima kasih "
"Eh Bocah, kiranya adalah kau? Ha ha, Kau bisa terluput dari bencana kematian, di kemudian
hari pasti besar sekali rejekimu "
Tio Lee Tin lantas berbangkit, dengan mata masih merah, ia lantas berkata dengan lagaknya
yang sangat aleman: "suhu, dia dia menghina muridmu" orang berkedok itu lalu menjawab
dengan perlahan-lahan:
"Tinjie, suhumu ada mempunyai pendirian sendiri dalam soal asmara, kedua pihak harus
mendapat kecocokan dikedua belah pihak. sedikitpun tidak boleh ada sistem paksaan.
Kau ada seorang pintar, sudah tentu mengerti apa maksud perkataan suhumu ini."
Yo Cie Cong dalam hati diam-diam memuji orang berkedok itu, sebab uraiannya itu memang
tepat.
Sebaliknya hati Tio Lee Tin, nona ini merasa seolah-olah tidak digubris pengaduannya, maka
hatinya merasa sedih. sambil menekap mukanya ia menangis.
Ia juga mengerti bahwa asmara itu tidak boleh dipaksa, namun ia tidak tahan dengan godaan
hatinya.
orang berkedok itu menyaksikan keadaan muridnya, dengan perlahan menghela napas.
Suasana cukup mengharukansejenak
kemudian, orang berkedok itu tiba-tiba berkata : "Bocah. namamu Yo Cie Cong ?"
"Yah, boanpwe Yo Cie Cong."
"Siapa suhumu ?"
"Untuk sementara boanpwe merasa keberatan untuk memberitahukan, harap locianpwe suka
memberi maaf untuk itu."
"Ng"
Namun dalam hatinya orang berkedok itu diam-diam berpikir: "Heran, gerak tipu dan
kepandaian bocah ini sungguh aneh, dengan pengalamanku yang sudah demikian luas, ternyata
aku masih belum dapat mengenali ilmu silatnya itu berasal dari golongan mana. Lagi pula bocah
ini pada sebulan berselang kepandaiannya biasa saja, mengapa sekarang dengan mendadak
sudah berubah demikian hebat?"
Sepasang matanya yang tajam, menembusi dua lubang kecil dari kedoknya, terus menatap Yo
Cie Cong.
Yo Cie Cong yang diawasi secara demikian diam-diam merasa tidak enak.
"Bocah, sejak kau menelan mustikanya Gu-liong-kao ditepi danau Naga, apa kau mengalami
kejadian gaib lainnya lagi ? Kau boleh jawab asal kau suka, tapi kalau ada mempunyai kesulitan
tersendiri, kau boleh tak usah menjawab pertanyaanku ini " berkata orang berkedok itu.
Yo Cie Cong dengan tanpa ragu-ragu lantas menjawab:
"Yah, boanpwe pernah menemukan dan secara tidak terduga-duga sudah makan telurnya
burung rajawali raksasa "
"Bocah, kau benar-benar seorang yang mempunyai rezeki besar sekali, harap supaya kau bisa
baik-baik bawa diri"
"Terima kasih, locianpwe "
Tio Lee Tin ketika mendengar percakapan mereka, lantas pesut air matanya, kemudian
berpaling kepada suhunya. Dalam hatinya berpikir : "suhu dengan dia agaknya sudah kenal satu
sama lain"

Matanya orang berkedok itu dari wajahnya Yo Cie Cong lantas dialihkan kelangit yang gelap.
lama tidak berkata apa-apa, entah apa yang sedang dipikirkannya.
Diantara Tio Lee Tin dengan Yo Cie Cong karena sudah retak hubungannya, maka satu sama
lain tidak membuka suara.
Dimalam yang sunyi itu, suasananya nampak semakin mengharukansetelah
hening sekian lama, orang berkedok itu tiba-tiba berkata pada Tio Lee Tin : "Tin-jie,
kau sudah bertemu dengan Pemilik Golok Maut atau belum ?"
"Muridmu sudah berjumpa dengannya, ternyata dia ada seorang tua berambut dan berjenggot
putih semua, sedang lengannya cuma tinggal sebelah Tapi kepandaian muridmu sangat terbatas,
maka tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya"
"Ng "
Yo Cie Cong diam-diam hatinya bergoncang hebat.
"Suhu, suhu lihat Pemilik Golok Maut itu apakah benar pangcu partai Kam lo-pang waktu dulu
itu ?" tanya Tio Lee Tin.
"Dewasa ini masih belum bisa dipastikan kebenarannya. Menurut kabar yang tersiar dalam
kalangan Kangouw, Yo Cin Hoan sendiri memang betul sudah binasa bersama-sama dengan
runtuhnya partai Kam lopang pada dua puluh tahun berselang ."
"Tapi dimalaman ketika ayah muridmu dibinasakan olehnya, pernah dengar sendri kalau orang
yang turun tangan membinasakan ayah itu ada menyebutkan dirinya sebagai pangcu dari Kamlopang,
Apakah dalam hal ini ..."
"Orang dalam dunia Kangouw banyak sekali akalnya. sebelum keadaan yang sebenarnya
menjadi jelas, susah dipastikan " memotong sang suhu.
Dalam hatinya Yo Cie Cong saat itu berkobar pula rasa dendam sakit hatinya. Tapi diwajahnya
yang dingin kecut, masih tetap tidak menunjukkan perubahan apa-apa.
"suhu Tidak perduli Pemilik Golok Maut itu siapa orangnya, biarpun Tin-jie harus korbankan
jiwa, juga akan turun tangan untuk membinasakan padanya, untuk menuntut balas atas kematian
ayah "
"Tin-jie, menuntut balas sakit hati atas kematian orang tua memang sudah seharusnya, cuma
kepandaianmu maiih belum mampu menandingi Pemilik Golok Maut"
"Tapi muridmu tidak mau berhenti berusaha sebelum binasa "
Yo Cie Cong yang mendengarkan dari samping, diam-diam merasa bergidik,
"Tin-jie, buat sekarang soal yang penting adalah mencari kembali bendamu yang terhilang itu "
"Apakah suheng semuanya sudah berhasil menemukan jejak Siluman tengkorak itu ?"
"Belum ada yang pulang atau memberi laporan."
Yo Cie Cong setelah berpikir sejenak, lalu berkata kepada orang berkedok:
"Locianpwe, boanpwe masih ada sedikit urusan yang hendak dibereskan, sekarang boanpwe
minta permisi dulu "
Sebelum orang berkedok membuka mulut, tiba-tiba Tio Lee Tin berkata mendahului:
"Suhu, kau ada kata hendak membereskan persoalan muridmu "
"Tinjle, kenapa kau begini kukuh ?"
"Tapi diri muridmu yang masih suci sudah di..."
"Ha ha, Tinjie, dia toch bukan bermaksud hendak menghina kau, bukan ?"
"Suhu, badannya seorang gadis, bagaimana boleh diraba oleh sembarang orang?" Tio Lee Tin
lantas menangis sesenggukan-
"Anak tolol, masa satu perempuan Kang-ouw mempunyai pendirian begitu cupat? Dia toch
bermaksud baik, bukan?"
"Bermaksud baik ? Aku lihat dia ada mengandung maksud tidak baik "
Yo Cie Cong yang urungkan maksudnya hendak pergi ketika mendengar perkataan si nona
hatinya sangat mendongkol. Dengan mata beringas mengawasi gadis itu.
orang berkedok itu tiba-tiba berkata dengan suara bengis:

"Tinjie, mengapa kau tidak mau dengar kata? Diam, ada orang datang "
Yo Cie Cong lalu pasang telinga, benar saja dari tempat tidak jauh terdengar suara sangat
perlahan jikalau bukan orang berkedok tadi tidak mengatakan, ia sendiri benar-benar tidak
mengetahui.
Terhadap kepandaian orang berkedok itu, diam-diam ia merasa kagum.
Tidak antara lama setelah orang berkedok itu tadi berkata, disitu sudah muncul empat orang.
Nampaknya mereka semuanya merupakan orang yang berkepandaian sangat tinggi.
Empat orang tersebut setelah tiba ditempat itu, lalu mengawasi dirinya ketiga orang yang ada
disitu. Tiba-tiba mereka berseru: "Eh " lalu mundur setengah tindak, dengan sorot mata heran
mengawasi si orang berkedok. .
Empat orang yang baru tiba tadi semua merupakan orang-orang tua yang usianya sudah lima
puluh tahunan.
Satu diantara mereka, yang bentuk badannya tinggi, lantas berkata sambil memberi hormat :
"Kami tidak tahu kalau pemimpin burung laut ada disini, harap maafkan atas kelancangan kami
ini. Kani berempat adalah orang-orangnya perkumpulan im-mo kauw yang mendapat perintah dari
kauwcu kami untuk mencari jejaknya Pemilik Golok Maut "
Yo Cie Cong terperanjat. Ia belum pernah mendengar didalam dunia Kang onw ada
perkumpulan yang namanya Im-mo kauw.
Tapi dilihat dari empat orang tua yang mengaku sebagai orang orangnya Im-mo- kauw ini yang
kepandaiannya sudah sedemikian tingginya, entah bagaimana kepandaian pemimpinnya ?
Barangkali merupakan satu iblis yang luar biasa .
Tio Lee Tin yang selalu ingat musuh ayahnya, ketika mendengar empat orang tua itu katanya
hendak mencari jejaknya Pemilik Golok Maut. "Apakah tuan-tuan berempat sudah dapat
menemukan jejaknya iblis itu?"
"Apa nona juga hendak mencari manusia yang sangat misterius itu ?" orang tua berbadan
tinggi itu balas menanya sambil ketawa menyeringai..
"Benar "
Orang tua tinggi itu setelah mengawasi tiga kawannya sejenak. lalu menyahut:
"Ada suatu hal yang kami ingin memberitahukan kepada nona, Pemilik Golok Maut itu bukannya
pangcu Kam-lopang sendiri, melainkan orang lain yang memegang peranan sebagai pangcu Kam
lo-pang "
Yo Cie Cong terkejut sekali ketika mendengar perkataan orang tua itu, diwajahnya yang cakap
saat itu lantas timbul napsu hendak melakukan pembunuhan, tapi hanya sebentar saja sudah
lenyap lagi. orang-orang yang ada disitu semua tidak satupun yang dapat melihat perubahan
sikapnya.
BAB 20
Ia tidak merasa heran akan keterangan orang tua itu, yang membuat ia gegetun mengapa
orang tua itu dapat mengetahui begitu jelas.
Didalam daftar nama musuh-musuh Kam lopang tidak terdapat namanya Im mo kauw, tetapi
heran keempat orang tua ini telah mengaku diperintahkan mencari jejaknya Pemilik Golok Maut.
Dalam hal ini ada terselip maksud apa sebetulnya, ia sendiri juga tidak mengetahuinya .
"Aku harus mencari tahu sampai kedasar-dasarnya mengenai dirinya orang-orang ini."
demikianlah Akhirnya Yo Cie Cong mengambil keputusan.
Sementara itu, Tio Lee Tin yang sama memperhatikan tentang Pemilik Golok Maut, lantas
menanya dengan suara cemas:
"Mengapa tuan dapat memastikan bahwa Pemilik Golok Maut itu bukannya pangcu Kam lo pang
sendiri ?"
oang tua berbadan tinggi itu menjawab sambil bersenyum:

"Dalam hal ini nona tidak perlu tanya banyak-banyak, percaya sajalah bahwa aku tidak berkata
sembarangan-"
Tetapi Tio Lee Tin masih tetap bersangsi agaknya, menanya lagi:
"Pada malam itu, ketika ayahku Tio Ek Chiu dibinasakan olehnya, aku telah mendengar sendiri
bahwa orang yang melakukan pembunuhan itu mengaku sebagai pangcu dari Kam lo pang.
Apakah itu bohong?"
"Itu mungkin benar, tetapi tadi malam yang datang kekota Kui lim melakukan pembunuhan itu
bukanlah Pemilik Golok Maut yang muncul beberapa bulan berselang. Tentang ini sedikitpun tidak
bisa salah."
Tio Le Tin menjadi binguig sendiri Apakah iblis itu ada dua orang?
Mengenai soal itu, hanya Yo Cie Cong yang mengerti, sedangkan keempat orang tua dari Im
mo kauw itu sebetulnya juga hanya mengetahui sebagian saja.
orang berkedok kain merah yang sejak tadi berdiri mendengarkan pembicaraan mereka, sama
sekali tidak turut mengutarakan pendapat apa-apa.
orang tua berbadan tinggi besar itu lalu berkata kepada orang berkedok kain merah: "Maaf atas
kedatangan kami yang telah mengerecok ketenangan tuan-"
Setelah berkata begitu kemudian ia mengajak ketiga orang kawannya berlalu meninggalkan
tempat itu, sebentar saja mereka sudah menghilang dari depan mata. Tio Lee Tin tiba-tiba
menanya kepada suhunya :
"suhu, menurut pikiranmu, apa yang dikatakan oleh mereka tadi benar atau tidak?"
"Ini susah dibilang."
"Im-mo kauw muncul dikalangan Kang ouw adalah baru-baru ini saja. Mengenai keadaan
perkumpulan tersebut, aku sendiri juga tidak mengetahui dengan jelas. Belum lama berselang,
kematiannya duapuluh lima orang kuat dari golongan hitam maupun putih yang terdapat dijalan
raya antara su-cwan dengan sau see adalah perbuatan im mo-kauw. Tampaknya perkumpulan
iblis ini akan membawa malapetaka bagi dunia rimba persilatan..."
"Mengapa Im mo kau mencari jejaknya Pemilik Golok Maut ?"
Yo Cie Cong yang masih hendak membereskan persoalannya, tidak mau membuang tempo
cuma-cuma, maka setelah berpamitan sekali lagi pada orang berkedok kain merah itu ia lantas
berlalu.
Tio Lee Tin masih hendak merintangi perginya Yo Cie Cong, tetapi sudah dicegah oleh suhunya.
Sebentar kemudian Yo ci Cong sudah menghilang ditelan kegelapan-
Tio Lee Tin dengan perasaan mendongkol mengawasi berlalunya Yo Cie Cong. Dalam hatinya
saat itu timbul suatu perasaan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata. Entah benci, entah cinta.
Ia sendiri tidak tahu.
sebagai seorang gadis remaja yang baru pertama kalinya jatuh cinta kepada seorang laki-laki
dan laki-laki itu ternyata tidak membalas cintanya, dapatlah dibayangkan betapa hancurnya hati
Tio Lee Tin-
Akhirnya ia hanya dapat mengomel sendiri: "Yo Cie Cong, kau mempunyai kepandaian berapa
tinggi ? Awas, pada suatu hari aku pasti akan membunuh kau." Air mata kelihatan mengalir
berlinang-linang dikedua pipinya.
Orang berkedok kain merah itu telah mengawasi murid kesayangannya itu sambil
menggelengkan kepala, kemudian berkata dengan suara lemah lembut: "Tinjie, bukankah kau
biasanya dengar perkataan suhumu ?."
Tio Lee Tin berpaling dan menganggukkan kepalanya.
"Dan sekarang, kau dengar perkataanku sekali lagi."
"Murid ingin mendengarkan-"

"Dalam segala hal kita harus mengikuti aliran, dalam apa yang dinamakan jodoh atau takdir,
kita tidak boleh menuruti perasaan hati sendiri"
Kembali Tio Lee Tin anggukkan kepalanya, tetapi sebetulnya ia ingin menyatakan- Toh suhu
sendiri yang menjanjikan hendak membereskan soal ini ?
Tetapi perkataan ini tentu saja tidak berani dikeluarkannya dari mulutnya dan oleh karena
pikiran yang keliru inilah Akhirnya di kemudian hari akan membawa ekor yang mencelakakan
dirinya sendiri.
Orang berkedok kain merah itu dengan sepasang matanya yang tajam mengawasi wajah
muridnya seolah-olah hendak menembusi pikiran muridnya itu, kemudian terdengar ia menghela
napas perlahan dan berkata pula: "Tin-jie, mari kita pulang."
"Baiklah."
Dua bayangan orang kelihatan melesat bagaikan bintang jatuh dari langit, sebentar saja
menghilang ditelan kegelapan.
Sekarang mari kita balik kembali mengikuti perjalanan Yo Cie Cong.
setelah meninggalkan rimba tersebut, dengan cepat ia lari menuju kearah larinya empat orang
tua dari Im-mo kauw tadi.
Perkumpulan im-mo- kauw telah mengutus orang-orangnya untuk mencari jejaknya Pemilik
Golok Maut, bahkan mengatakan bahwa orang yang memegang peranan sebagai Pemilik Golok
Maut bukanlah pangcu dari Kam-lopang sendiri, hal ini perlu dicari tahu oleh Yo Cie Cong, sebab
besar sekali sangkut pautnya dengan dirinya sendiri
Apa yang membuat ia tidak habis mengerti ialah, perkumpulan yang muncul didunia Kang ouw
belum lama ini mengapa bisa mengetahui rahasianya Golok Maut ?
setelah berjalan kira-kira empat puluh lie jauhnya, diatasjalan raya Yo Cie Cong melihat empat
bayangan orang yang sedang berlarikan dengan perlahan, maka ia juga lantas kendorkan gerakan
kakinya.
Empat bayangan itu ternyata adalah empat orang tua yang sedang dikejarnya.
Yo Cie Tiong terus menguntit empat orang Im-mo- kauw itu, sedangkan keempat orang tua
tersebut sama sekali tidak merasa kalau di belakang mereka ada orang lain yang membuntuti,
bahkan mereka masih enak-enakan mengobrol kebarat ketimur. Terdengar salah seorang dari
mereka itu tiba-tiba menanya:
"Dari mana saudara Gouw tahu kalau Pemilik Golok Maut itu bukannya pangcu dari Kam-lopang
sendiri ?"
Yo Cie Cong bercekat hatinya, ia memasang kuping baik-baik, orang tua yang bertubuh tinggi
itu lantas menjawab:
"Ha, ha... Kauwcu setelah mendapat tahu Golok Maut itu muncul dikota Kui-lim terus
mengadakan rapat kilat antara para Thian cu dan Tongcu. Aku mendapat dengar itu secara tidak
sengaja."
"Mengapa saudara Gouw memberitahukan hal ini kepada nona baju hitam tadi ?Jikalau hal ini
diketahui oleh saudara-saudara kita lainnya yang diperintahkan oleh tongcu bagian penyelidik,
bukankah kau nanti akan dituduh membocorkan rahasia perkumpulan ? Hukumannya rasanya
sangat berat bagimu."
orang tua she Gouw itu hanya menyahut "Hmmm" dan lantas tidak mengatakan apa-apa lagi.
Barangkali ia juga telah dibikin takut oleh perkataan kawannya barusan, sebab dalam peraturan
Im-mo kauw, hal ini membocorkan rahasia perkumpulan itu hukumannya sangat keras sekali, dan
ia mengerti itu.
Setelah hening sekian lamanya, seorang tua lainnya berkata pula :

"Sayang kita telah datang terlambat setindak saja, sehingga kita tidak bisa melihat sendiri
wajahnya pemilik Golok Maut ini jika kita bisa melihatnya, maka mudahlah kita untuk mencari
jejaknya."
Orang tua she Gouw lantas berkata: "Menurut kata orang-orang Kang ouw yang menyaksikan
pembunuhan atas dirinya Coa Ceng It, pemilik Golok Maut itu adalah seorang tua yang berambut
dan berjenggot putih semua, sedangkan tangannya juga cuma tinggal sebelah saja. Tetapi biarpun
begitu, kepandaian ilmu silatnya sukar dijajaki. Untung juga kita hanya mendapat perintah untuk
menyerepi jejaknya saja. Perduli apa tentang dirinya lihay atau tidak."
Diseberang jalan sebelah sana kini kelihatan sebuah rimba yang lebat.
Yo Cie Cong diam-diam ketawa geli. Ia lalu menggerakkan badannya, mengambil jalan
menyimpang melewati keempat orang tua itu, dan menghilang kedalam rimba.
Keempat orang tua itu disepanjang jalan masih asyik mengobrol, kala itu juga sudah sampai
didepan rimba.
Mendadak mereka melihat satu bayangan orang muncul dari dalam rimba. Dengan tak berkata
apa-apa bayangan orang itu sudah menghadang, perjalanan keempat orang tua tersebut.
Mereka lalu menghentikan tindakan kakinya. Ketika mereka mengawasi siapa yang
menghadang, semangat mereka lantas dirasakan terbang
Sebab orang yang menghadang dijalanan ini ternyata rambut dan jenggotnya sudah putih
semuanya, sedangkan lengannya juga hanya tinggal sebelah, sepasang matanya pada malam
yang gelap gulita itu kelihatan mencorong seperti dua bintang. Bentuk orang tua ini mirip sekali
dengan apa yang dinamakan pemilik Golok Maut
Dalam perkumpulan Im-mo-kauw, empat orang tua itu juga terhitung orang kuat nomor satu.
setelah merasa terkejut, masing-masing lalu bersiap sedia untuk menghadapi segala
kemungkinan, orang tua she Gouw bisa mengatasi suasana, lantas berkata: "Apa maksud tuan
menghadang jalan maju kami ?"
"Eh, bukankah kalian sedang mencari aku? Agar supaya kalian tidak mencari terlalu jauh, aku
datang sendiri menemui kalian" demikian jawab si orang tua berambut putih dan berlengan satu
itu sambil ketawa dingin. suaranya begitu menyeramkan, sehingga menimbulkan perasaan tidak
enak bagi siapa saja yang mendengarnya.
Keempat orang tua itu kelihatan pada bergemetaran sekujur badannya, dalam hati mereka
masing-masing berpikir: "Heran, mengapa dia bisa mengeluarkan perkataan begitu? Apakah benar
dia adalah..."
Orang tua berambut putih berlengan satu lalu berkata pula: "Eh, tuan-tuan berempat bukankah
hendak mencari aku si orang tua ?" si orang she Gouw dengan hati berdebaran keras coba
menyahuti : "Dari mana tuan dapat tahu ini ?"
"Bukankah barusan kau pernah mengatakannya sendiri? Kau kira aku si orang tua ini siapa ?"
Bukan main kagetnya si orang she Gouw, ia mundur satu tindak dan berkata pula dengan suara
gemetaran-
"Coba sebutkan nama tuan yang mulia."
"Aku si orang tua adalah orangnya yang sedang kalian cari-cari itu "
"Adakah tuan pemilik Golok Maut ?"
"Sedikitpun tidak salah "
Keempat orang tua itu badannya lantai menggigil semakin hebat.
orang tua she Gouw itu merupakan kepala rombongan dari keempat orang tersebut. Kala itu
dalam hatinya lantas timbul pikiran :
"Kita berempat hanya merupakan salah satu rombongan yang mendapat tugas mencari
jejaknya pemilik Golok Maut ini, rombongan lainnya sekarang masih belum kelihatan, sedangkan

kita berempat sudah tentu tidak mampu menandingi iblis tua ini. Kalau kita paksa menempurnya,
salah-salah kita berempat bisa mati secara konyol. Lebih baik kita laguin dia saja, kemudian kita
berusaha lagi menghubungi rombongan lainnya."
Setelah berpikir demikian, ia lantas tertawa dan maju dua tindak serta berkata sembari membeli
hormat:
"Tidak nyana cianpwe adalah pemilik Golok Maut yang namanya sangat terkenal itu. Kami
berempat oleh karena tidak tahu, maka telah berlaku kurang hormat, harap cianpwe suka
memberi maaf sebesar-besarnya."
Tiga orang tua yang lainnya segera mengerti maksud pemimpinnya itu, maka semuanya lantas
memberi hormat dengan serentak.
orang tua berambut putih berlengan satu yang mengaku sebagai pemilik Golok Maut itu lalu
berkata:
"Kalian tak usah takut. Aku si orang tua belum perlu mengambil jiwa kalian- Tetapi kalian harus
dengan sejujurnya menjawab setiap pertanyaanku, baru aku nanti membiarkan kalian melanjutkan
perjalanan kalian jikalau tidak... hmm "
Matanya yang tajam mengawasi si orang she Gouw yang menjadi pemimpin dari tiga orang itu.
"Cianpwe ingin menanyakan apa ?" tanya orang itu, sambil tundukkan kepala. "Asal aku yang
rendah tahu, sudah tentu aku akan menjawab dengan sejujurnya."
"Hmmm- Kau sungguh jujur. soal ini mudah sekali, justru adalah kau sendiri yang mengatakan
tadi."
"Aku mengatakan apa ?"
"Siapa yang memberitahukan kalian berempat mencari jejak diriku ? Dan apa maksudmu ?
Berdasar atas apa kau dapat memastikan kalau aku si orang tua bukan pangcu dari Kam-lo-pang
sendiri ?"
Orang she Gouw itu kaget bukan main- Ia tidak pernah membayangkan, karena ingin
membanggakan diri, telah mengucapkan perkataan yang sombong dan Akhirnya malah membuat
ia sendiri terlibat dalam kesukaran hebat.
Rupanya orang tua yang menakutkan yang berdiri dihadapan ini, mungkin sudah sejak tadi
mengintai dibelakangnya, sebab jika tidak demikian, mana bisa ia mengetahui begitu jelas ? Empat
orang tua itu, yang mendapat perintah untuk mencari orang, sebaliknya sudah diketahui segala
tindak tanduknya oleh orang yang bersangkutan, ini benar-benar membuat mereka tidak enak
sendiri.
Untuk sesaat lamanya orang tua she Gouw diam membisu, tidak menjawab. sebab pemilik
Golok Maut itu sudah mengatakan dengan cukup jelas, maka jika ia ingin memungkirinya
sekarang, sudah tentu tidak bisa lagi.
Pemilik Golok Maut kelihatan badannya bergerak, lalu berkata dengan suaranya yang
menyeramkan :
"Malam ini, jikalau kau tidak menjelaskan persoalannya kepadaku, kalian berempat jangan pikir
bisa berlalu dari sini dalam keadaan masih bernyawa. HuH, huh sungguh tidak kusangka
perkumpulan im-mo- kauw yang namanya begitu terkenal ternyata mempunyai orang-orang yang
seperti gentong2 nasi begini." Ucapan itu mengandung ejekan yang sangat tajam.
Keempat orang tua itu seketika pada berubah wajahnya, tetapi karena merasa takut oleh
pengaruhnya Golok Maut, terpaksa mereka menahan perasaan gusarnya.
"Kau sebetulnya mau jawab pertanyaanku atau tidak?" tanya pula pemilik Golok Maut.
"Soal ini ada diluar batas kemampuan kami maka sangat menyesal kami tidak dapat
menjawabnya." demikian seorang tua she Gouw menjawab.
"Huhh.. huh... . Kau tidak mau jawab pertanyaanku ?jangan sesalkan kalau aku si orang tua
turun tangan terlalu kejam. Sekarang aku hendak menghitung angka2 bilangan dari satu sampai
sepuluh, kalau belum mendapat jawaban yang memuaskan, terpaksa aku nanti kirim kalian satu
persatu menghadap pada Giam lo-ong "

orang tua yang mengaku dirinya sebagai pemilik Golok Maut lantas mulai menghitung. "satu ..."
Empat orang tua dari Im mo-kauw itu biasanya pada menganggap diri sendiri sebagai orang2
kuat dan sekarang telah dipermainkan oleh orang tua yang mengaku dirinya sebagai pemilik Golok
Maut, sudah dengan sendirinya tidak enak sekali perasaan mereka. Untuk sekian saat lamanya
mereka hanya berdiri dengan saling pandang, tidak tahu apa yang harus mereka lakukan-
"Dua "
"Tiga " suara si pemilik Golok Maut masih terdengar terus menghitung angka-angkanya.
suasana semakin tegang.
" Empat "
Setiap kali menyebutkan angka bilangannya, terasa oleh keempat orang im mo-kauw itu
seolah2 ada palu besar mengetuk hati mereka.
Jikalau angka-angka itu telah dihitung sampai sepuluh dan pemilik Golok Maut masih tidak
mendapat jawaban yang memuaskan, dengan tidak dapat disangsikan pula tentu Golok Maut akan
keluar dari serangkanya, akan habislah jiwanya keempat orang utusan im-mo kauw ini.
"Lima"
Angka bilangan masih disebut terus. Bilangan ini baru keluar dari mulutnya pemilik Golok Maut,
si orang tua she Gouw yang agaknya telah timbul pikiran gelap. dengan tidak di-sangka2 lalu
turun tangan menyerang sipemilik Golok Maut.
Tiga orang tua yang lainnya juga lantas bergerak dengan serentak, masing2 melancarkan
serangan hebat.
Keempat orang tua itu mempunyai kepandaian cukup tinggi, hanya karena pengaruh dari Golok
Maut maka sejak tadi mereka mara perlihatkan sikap penakut. Tetapi kali ini karena sudah berlaku
nekad, maka serangan yang dilancarkan oleh mereka dengan hampir berbareng pula, tentu saja
kekuatannya sangat dahsyat.
"Kalian cari mampus" pemilik Golok Maut membentak. lalu memutar tangannya yang tinggal
sebelah itu, dari mana lantas meluncur satu kekuatan tenaga yang maha hebat menyambuti
keempat orang tersebut. setelah kekuatan tenaga dari kedua pihak saling beradu, tanah dan pasir
pada beterbangan, kekuatan tenaga itu menimbulkan angin yang hebat,.
Pemilik Golok Maut melanjutkan hitungannya, seolah-olah tidak pernah ada kejadian apa2
barusan.
Orang tua she Gouw lalu memberi isyarat dengan matanya kepada tiga kawannya.
Tiga orang tua itu lalu maju berbareng dan terus menerjang Pemilik Golok Maut dengan
caranya seperti orang kalap.
BAB 21
PEMILIK GOLOK MAUT kakinya tidak bergeming sedikitpun, hanya badannya yang tampak
bergerak2. Dengan caranya yang sedap dipandang mata ia telah mengelakkan setiap serangan
yang ditujukan kearah dirinya oleh keempat orang tua tadi, kemudian dari tangannya yang hanya
tinggal sebelah lagi itu saja, keluarlah angin serangan dengan menggunakan tujuh bagian dari
seluruh kekuatannya secara tiba2.
Suara jeritan terdengar saling sahut memecahkan suasana kesunyian malam ditempat yang
gelap gulita dan dari mulutnya ketiga orang tua tadi menyemburkan darah segar, badan mereka
juga terpental sejauh tiga tombak lebih dan lantas tidak bisa bangun lagi untuk selamanya.
Bertepatan pada saat rubuhnya tiga orang, diangkasa yang gelap terlihat meluncurnya sinar
merah yang agaknya menembusi langit.

Ternyata, selagi tiga orang kawannya bertempur melayani pemilik Golok Maut, orang tua she
Gouw itu telah menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya, meluncurkan api pertandaan
dari perkumpulan im- mo-kauw yang dilepaskannya karena merasa keadaan sangat
membahayakan bagi dirinya.
Pertandaan Im-mo kauw yang berupa panah api itu ada tiga macam, yang masing-masing
berwarna biru, putih dan merah.
Warna biru sebagai tanda minta bantuan biasa, warna putih sebagai tanda berkumpul secara
kilat dan yang merah warnanya sebagai tanda minta bantuan yang sangat mendesak.
Api pertandaan warna merah itu jikalau tidak menjumpai kejadian penting atau jikalau tidak
menemukan bencana besar sekali2 tidak boleh dilepaskan, sebab dengan dilepasnya api
pertandaan warna merah itu, seperti juga Kauwcu (kepala agama) sendiri yang sedang
mengeluarkan perintah .
orang2 im-mo kauw yang dapat melihat api pertandaan itu disekitar tempat dilepasnya api
pertandaan itu, tidak perduli sedang melakukan pekerjaan apa juga, harus segera menuju
ketempat tersebut untuk memberi bantuan kepada sipelepas tanda.
Pemilik Golok Maut dengan acuh tak acuh mengawasi tanda api permintaan bantuan itu,
sementara mulutnya sudah mengucapkan angka "sembilan"
si orang she Gouw setelah mengetahui bahwa dirinya sendiri tidak akan terhindar dari
kematian, dengan tidak menantikan sampai angka "sepuluh" keluar dari mulutnya pemilik Golok
Maut, badannya sudah lantas melesat tinggi keatas, dengan suara gusar ia lantas membentak :
"Meskipun aku binasa dalam tanganmu, tapi malam ini kau juga tidak akan bisa meninggalkan
tempat ini"
Setelah mengucapkan perkataan yang paling belakang isi, orangnya lantas menerjang pada
pemilik Golok Maut.
Pemilik Golok Maut yang mulutnya sudah mengucapkan angka "sepuluh", dari tangannya yang
cuma tinggal sebelah itu lantas keluar satu serangan yang maha hebat.
Dengan demikian, sebelum orang tua itu mengeluarkan serangannya, angin serangan yang
keluar dari tangan pemilik Golok Maut dirasakan sudah menindih dadanya sangat hebat.
Baru saja ia hendak berseru "celaka " sekujar badannya sudah dirasakan seperti tersambar,
geledek.
Suara jeritan cuma keluar separuh saja dari mulutnya, darah segar sudah menyembur keluar
dan isi perutnya hancur, jiwanya me layang seketika itu- juga.
"Tuan sungguh kejam " demikian satu suara terdengar keluar dari tempat sejauh kira2 tiga
tombak dari tempat berdirinya pemilik Golok Maut. .
Pemilik Golok Maut terkejut. Ia menoleh kearah datangnya suara tadi, disana terlihat, berdirinya
sesosok tubuh orang dengan sikapnya yang tenang luar biasa.
Kejadian serupa itu sesungguhnya baru kali inilah dihadapi oleh pemilik Golok Maut, juga
merupakan kejadian yang janggal.
Pemilik Golok Maut yang mempunyai kepandaian yang susah dijajaki tingginya ternyata masih
belum mengetahui kalau didekatnya, bahkan hanya tiga tombak saja dari tempat berdirinya, ada
orang menyaksikan segala sepak terjangnya dengan bebas.
Orang itu dengan tenang berjalan menghampiri pemilik Golok Maut sampai kira2 satu tombak.
sehingga kedua orang itu hanya terpisah kira-kira dua tombak lagi saja.
Pemilik Golok Maut itu setelah dapat melihat dengan tegas wajahnya orang yang datang
menghampiri adalah orang berkedok kain merah, yang ditakuti oleh setiap orang rimba persilatan,
bukan alang kepalang rasa terkejutnya, sampai badannya kelihatan agak bergetar.

Pada saat itu, dari sana sini mendadak terdengar suara gaduh yang amat ramai. Suara itu ada
yang bernada rendah dan ada pula yang bernada tinggi melengking.
Dari riuhnya suara-suara itu, dapatlah diperkirakan berapa banyaknya orang-orang yang bakal
datang ketempat itu, yang tentunya tidak sedikit, bahkan juga dapat diduga lebih dahulu
kedatangan orang- itu tentunya dari perbagai penjuru.
Setelah mengawasi wajahnya pemilik Golok Maut sejenak orang berkedok kain merah itu tibatiba
berkata :
"Tuan harus berhati2 dalam menghadapi mereka. Selamat berpisah dan sampai ketemu dilain
waktu."
Sehabis berkata begitu, sekali bergerak orangnya sudah menghilang.
Perkataan orang berkedok kain merah itu entah sebagai tanda perhatiannya terhadap pemilik
Golok Maut ataukah masih mengandung maksud lain yang tersembunyi sekarang masih belum
dapat dipastikan-
Pemilik Golok Maut itu kembali merasa terheran, lama ia membisu.
Bertepatan pada saat menghilangnya orang berkedok kain merah, tiga sosok bayangan seolaholah
meluncur bintang dari langit terus turun ketempat didekat berdirinya pemilik Golok Maut.
Tiga sosok bayangan yang baru muncul itu ternyata adalah dua orang tua dan seorang anak
muda yang mengenakan pakaian anak sekolahan-
Sesampainya mereka ditempat itu, ketiganya lantas mengeluarkan suara terheran-heran.
Kedua orang tua itu usianya sudah lima puluh tahun lebih, wajahnya tirus, hidungnya
bengkung. Kalau bukan karena badan mereka yang seorang tinggi dan yang lainnya pendek,
tentunya sukar bagi orang lain membedakan wajah yang mirip satu dengan lainnya seperti pinang
dibelah dua itu. Yang seorang lagi, seorang anak muda yang mengenakan pakaian seperti anak
sekolah usianya baru kira2 tiga puluh tahun- Bajunya panjang, kepalanya mengenakan kopiah
yang sering terlihat dipakai oleh anak2 sekolah pada umumnya, dipinggangnya sebilah agak ke
belakang terlihat sebutir mutiara warna merah sebesar mata naga, perhiasan macam itu tampak
sangat menyolok mata.
Ketiga orang itu setelah mengawasi empat bangkai manusia yang menggeletak ditanah
sekitarnya, matanya lalu dialihkan kewajah pemilik Golok Maut. setelah mengawasi dengan
seksama, wajah mereka tampak berubah seketika.
Pemilik Golok Maut masih tetap membisu dan tidak bergerak. Dengan sorot matanya yang
tajam dingin ia mengawasi tiga orang itu bergantian.
Pada saat2 lain, dengan beruntun ditempat itu kembali muncul sepuluh lebih sosok bayangan
orang.
Mereka semua merupakan orang-orang lelaki, badannya tegap, dandanan mereka semua
ringkas seragam.
Setelah mereka berdiri tegak. semuanya lantas membungkukkan badan membeli hormat pada
tiga orang yang muncul lebih dulu disitu, kemudian memencarkan diri pula dan berdiri dibelakang
ketiga orang tersebut.
Laki yang berdandan sebagai anak sekolahan tadi maju tiga tindak sambil kerutkan alisnya dan
sambil menunjuk ke arah bangkai manusia ditanah ia menandakan kepada pemilik Golok Maut:
"Apakah ini semua adalah akibat perbuatan tuan?"
"Ng"
"Apakah nama tuan yang mulia ?"
"Pemilik Golok Maut."
Jawaban yang singkat itu telah membuat kagetnya setiap orang yang berdiri di tempat itu.
Si pemuda pelajar setelah merasa kaget sejenak lantas ketawa terbahak-bahak, kemudian
berkata:

"Selamat berjumpa. selamat berjumpa. Aku yang rendah adalah Tiancu bagian hukum dari Immo
kauw. Namaku Kong jie yang mendapat gelar Pedang berdarah diluaran."
setelah memperkenalkan dirinya, ia menunjuk kearah dua orang tua dibelakangnya, mula2 ia
menunjuk orang tua yang badannya tinggi: "saudara ini adalah Tongcu bagian penyelidik.
Namanya Lo Cu Tan yang mempunyai gelar Garuda mas sayap besi, dan saudara itu..." ia
menunjuk orang tua pendek badannya, "adalah Tongcu bagian pelindung Namanya Kong-sun Pa
yang bergelar iblis terbang."
Pemilik Golok Maut hanya keluarkan suara dihidung, sama sekali ia tidak menunjukkan reaksi
apa-apa terhadap perkataan orang.
Pemuda pelajar yang menyebut dirinya Kong Jie kembali berkata sambil ketawa:
"Kami sekalian telah mendapat perintah dari Kauwcu untuk menyambut kedatangan tuan ke
perkumpulan kami."
"Lohu belum pernah bertemu muka dengan Kauwcu kalian. Apa maksudnya perlakuan
semacam ini ?" menanya pemilik Golok Maut dengan suaranya yang dingin.
"Hanya tertarik oleh kepandaian tuan yang sangat tinggi, lain tidak."
"Hmmm. Ucapanmu kedengarannya sangat menarik. sayang tindakanmu terlalu kasar."
"Aku yang rendah bicara dari hal sebenarnya, juga dengan sejujurnya. Tidak mengerti apa yang
tuan maksudkan dengan tindakan besar itu ?"
"Bolehkah tuan beritahukan dulu nama besar kauwcumu itu ?"
"Ng. Tentang itu tuan nanti pasti akan mengetahuinya sendiri."
"Lohu tidak mempunyai kegembiraan macam itu."
"Tapi kami ada membawa perintah kauwcu, yang harus mengundang tuan untuk datang
keperkumpulan kami "
"Dengan hanya mengandal kekuatan beberapa gelintir manusia seperti kalian ini, apa kalian
kira dapat memaksa aku si orang tua menurut kehendak kalian ?"
Kong-sun Pa yang sejak tadi berdiri disamping tidak turut bicara, lantas nyeletuk sambil
pendengaran suara ketawanya yang aneh:
"Kong Tiancu, kalau terhadap seorang tetamu yang menyaru nama orang lain saja kita masih
tidak mampu mengundang, bukankah itu ada merupakan satu lelucon besar, yang akan membuat
tertawaan para saudara didunia Kang-ouw ?"
Pemilik Golok Maut tergerak hatinya, selagi hendak membuka mulut sudah didahului oleh
tongcu bagian penyelidik, Lo Cu Tan-"Aku tak percaya ada keganjilan semacam ini " katanya.
"Tidak percaya boleh coba, empat orang yang menggeletak ditanah itu adalah contohnya " kata
pemilik Golok Maut tenang.
Begitu keluar jawaban si pemilik Golok Maut itu, sepuluh orang lebih yang berada di situ
dengan serentak perdengarkan suara gempar, agaknya sudah marah benar. Suasana dengan
cepat berubah menjadi tegang. Tiancu bagian hukum, Kong Jie, lantas berkata sambil ketawa
dingin "Sebaiknya tuan pikir masak-masak dulu kalau tidak..."
"Kalau tidak. bagaimana ?"
"Heh, heh Barangkali ada sedikit kurang enak akibatnya ".
Pemilik Golok Maut agaknya juga sudah mulai gusar, sepasang matanya memancarkan sinar
aneh, berkata dengan suara keras. "Lohu sebaliknya tidak takut segala akibatnya "
"Benarkah tuan tidak mau jalan bersama-sama dengan kami ?"
"Jangan kata mau atau tidak mau, lohu memang tidak suka pergi Kalian mau apa?"
"Barang kali tuan tidak dapat menuruti kehendak hati tuan sendiri "
"Omong kosong"
"Kalau begitu terpaksa kami sekalian berlaku tidak patut terhadap tuan "
Baru selesai ucapan mereka, dengan cepat sudah melancarkan serangan pedang secara
beruntun sampai tiga kali.
Gerakan itu dilakukan cepat luar biasa, serangannya juga aneh.

Pemilik Golok Maut agak terkejut, dengan gesit egoskan dirinya, menghindarkan tiga serangan
gedang itu. Lalu membalas menyerang dengan tangan kosong. serangan itu ia gunakan dengan
kekuatan tujuh bagian, tapi sudah cukup hebat dan sangat menakutkan.
Si Pedang berdarah Kong Jie miringkan badannya, kaki kirinya digeser kebalakang dan pedang
ditangannya diputar secara aneh sekali, hingga kekuatan serangan pemilik Golok Maut yang
sangat dahsyat itu telah dibikin punah. setelah itu, kembali secara cepat luar biasa ia melancarkan
enam kali serangan-
Pemilik Golok Maut yang mendapat kenyataan bahwa pemuda pelajar ini ternyata bisa
memunahkan kekuatan sampai tujuh bagian, diam juga merasa terkejut. sedang pedang panjang
lawannya saat itu sudah melakukan serangannya secara bertubi2 sinar pedangnya seolah-olah
meluncur dari pelbagai penjuru dan mengarah sekitar jalan darah bagian tubuhnya.
Dalam gusarnya, ia putar tangannya yang cuma tinggal satu kemudian mendorong dengan
menggunakan kekuatan tenaga dalam sepuluh bagian penuh, untuk menyambuti serangan pedang
lawan.
Kong Jie hanya merasakan kekuatan tenaga dalam lawan yang hebat. sambaran anginnya
begitu aneh, merupakan suatu kekuatan yang belum pernah ia saksikan. Pedang ditangannya
sampai tidak berdaya bergerak. Dalam kagetnya, ia buru-buru lompat mundur sampai delapan
kaki jauhnya.
Untung ia sangat cerdik dan keburu menyingkir, kalau tidak begitu pasti ia sudah terluka
badannya oleh karena serangan tersebut.
Berbareng pada saat Kong Jie lompat menyingkir, dan pemilik Golok Maut belum menarik lagi
serangannya, tiba2 dua kekuatan yang hebat telan menggempur kepala pemilik Golok Maut dari
kanan dan kiri.
Ternyata Lo Cu Tan dan Kong sun Pa telah berlaku licik dan hendak menarik keuntungan selagi
pihak lawannya lemah karena harus menghadapi lawannya, dengan cepat sudah lompat melesat
tinggi keatas, seolah dua ekor burung garuda, mereka menggempur dari kanan dan kiri.
Mereka berdua merupakan ahli-ahli dalam melakukan serangan dari atas, dengan
kepandaiannya serupa itu mereka mendapat nama dikalangan Kang-ouw, sehingga mendapatkan
gelarnya Garuda mas sayap besi dan iblis terbang. satu saja diantara mereka sudah cukup untuk
menghadapi orang kuat kelas satu dalam dunia Kang ouw, apa pula kini berdua mereka turun
tangan secara berbarengan. Dapatlah dibayangkan betapa hebatnya serangan gabungan tersebut.
Nampaknya pemilik Golok Maut sudah tidak berdaya untuk menyingkirkan serangan tersebut,
mendadak terjadi satu kegaiban . ...
Tepat pada taat kedua kekuatan yang hampir menggempur kepalanya pemilik Golok Maut bisa
bertindak dengan gesit, se-olah2 sebatang anak panah, ia melesat tinggi keangkasa di tengah
antara kedua kekuatan itu
sebentar lantas terdengar suara gemuruh akibat serangan kedua orang tadi yang menggempur
tanah.
Sedang pemilik Golok Maut yang melesat tinggi keangkasa, kemudian dengan cara berjungkir
balik di tengah udara, ia memutar balik tubuhnya, dengan demikian ia berbalik berada diatasnya
kedua orang tadi.
Ia lalu ayun tangannya yang cuma tinggal sebelah, kekuatan tenaga dalam yang amat dahsyat
lantas mengurung kepala kedua orang tersebut.
Lo Cu Tao dan Kong-sun pa yang biasanya menganggap ilmu mengentengi tubuhnya sudah
tidak ada tandinganku, sungguh tidak nyana kalau pemilik Golok Maut ini ada jauh lebih hebat
ilmu mengentengi tubuhnya dari pada mereka sendiri.
Maka ketika serangan mereka tadi mengenakan tempat kosong, mereka lantas tahu kalau
gelagat tidak baik, Ke-dua2nya lantas melayang turun dengan ter gesa2. oleh karenanya mereka
jadi terhindar dari serangan pembalasan yang dilancarkan oleh pemilik Golok Maut.

Namun demikian, tidak urung keringat dingin sudah membasahi tubuh mereka.
Tubuhnya pemilik Golok Maut juga sudah melayang turun ketanah.
orang-orangnya Im mo-kauw yang menyaksikan pertempuran itu, semua pada kesima.
Tepat pada saat tubuhnya pemilik Golok. Maut tiba ditanah, ujung pedangnya Kong Jie sudah
datang mengerang lagi.
serangannya itu bahkan ada demikian hebatnya, sekejap saja sudah melancarkan tiga belas kali
serangan.
Matanya sipemilik Golok Maut nampak bersinar menakutkan, ia ayun tangannya untuk menahan
serangan pedang lawannya, kemudian balas menyerang tiga kali. serangan itu ternyata ada
demikian hebat hingga badan Kong Jie sampai ter huyung2.
sebentar kemudian, sinar pedang dan sambaran angin saling menggempur, sehingga tanah dan
batu di sekitar dua tombak sampai pada beterbangan: sembari bertempur, pemilik Golok Maut
membentak dengan suara keras:
"Kong Jie, kalau kau masih tidak kenal gelagat, jangan sesalkan kalau aku si orang tua berlaku
kejam dan ganas "
"Haha Tuan tidak usah omong besar. Hari ini kami sekalian telah mendapat perintah untuk
mengundang tuan, biar bagaimana harus berhasil membawa tuan datang ke perkumpulan kami "
jawab Kong Jie, serangannya dilakukan semakin gencar.
Pemilik Golok Maut ketawa dingin, matanya makin beringas. setelah mendesak mundur
lawannya, badannya digeser mundur sedikit, tangannya ditarik dan disodorkan lagi.
Dari gerakkan yang aneh itu, telah menimbulkan suatu kekuatan tenaga dalam yang luar biasa
hebatnya. sambaran angin yang amat dahsyat mendadak meluncur keluar dari tangannya.
Kong Jie terkejut, dengan kekuatan tenaga sepenuhnya ia berdaya hendak menyingkirkan
serangan lawannya, siapa nyana pedang ditangannya sudah tidak mampu bergerak, diam-diam
lantas mengeluh "Celaka " tapi selagi hendak menarik mundur dirinya, ternyata sudah terlambat.
suara hebat telah terdengar, dibarengi suara jeritan ngeri.
Pedang Kong Jie sudah terlepas dan tangannya, badannya terpental satu tombak lebih jauhnya.
Darah segar menyembur keluar duri mulutnya,
Kedua tongcu dan anak buah Im-mo kauw lainnya, yang jumlahnya kurang lebih sepuluh
orang, semua meraba kaget. Mereka lantas pada menghunus senjata masing2, dengan berbareng
menyerbu pemilik Golok Maut.

Anda sedang membaca artikel tentang GOLOK MAUT 1 dan anda bisa menemukan artikel GOLOK MAUT 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/golok-maut-1.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel GOLOK MAUT 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link GOLOK MAUT 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post GOLOK MAUT 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/golok-maut-1.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar