CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Kamis, 08 September 2011

Tampaklah jenggot berwarna putih bergojang tiada
hentinya tertiup angin, hawa khi-kang “Sie Boe Cin Khai” dari
aliran Buddha dengan hebatnya sudah menggulung kedapan.
Pada saat yang bersamaan pula terdengarlah suara tertawa
keras bergema datang disusul berkelebatnya seorang kakek
berambut putih muncul dari balik hutan dengan garakan cepat
laksana kilat, tubuhnya langsung manubruk ke arah kareta
berdarah sedang toya ditangan kanannya bagaikan titiran air
hujan melancarkan serangan berantai.
Dia bukan lain adalah Ciu Tong!!
Cambuk panjang yang meluncur keluar dari balik kareta
bardarah dengan amat cepatnya menghajar tubuh Ciu Tong,
Dari tengah hutan kembali berkelebat keluar seseorsng
yang bukan lain adalah si dewa telapak dari gurun pasir Cha
Can Hong, wajahnya dingin dan membeku,
“Siapa yang berada didalem karata? cepat hentikan
garakanmu dan hentikan kereta ini!” bentaknya dengan suara
berat,
Begitu ucapannya meluncur keluar tanganya dengan cepat
sudah menyambar kadepan menahan karinya kereta berdarah
itu.
Cambuk serta telapak bentrok jadi satu....
“Braaak....!” walaupun orang yang berada di dalam kereta
itu harus dengan satu melawan dua orang ternyata sama
sekali tidak menunjukkan reaksi apa-apapun.
Hal ini seketika itu juga mambuat Thian Siang thaytu serta
Ciu Tong merasa amat tarparanjat sekali, merek berdua boleh
dikata terhitung sebagai jagoan kelas satu dari Bu-lim, eangan
tenaga gabungan mereka berdua ternyata tidak
mendatangkan hasil apa-apa, hal ini sudah tentu merupakan
suatu peristiwa yang amat aneh.

Dari dalam hutan kembali muncul dua orang yang berjalan
dengan langkah amat perlahan, mareka bukan lain adalah
sijari Sakti Sang Su-im dan Sin Hong Soat-nie dua orang.
Di dalam sekejap saja kerata bardarah kembali terkapung
rapat-rapat di dalam kurungan para orang gagah, suasana
begitu tegang jelas sebentar lagi bakal terjadi suatu
pertampuran yang benar-benar amat sengit....
Koan Ing yang melihat kejadian ini dalam hati merasa amat
girang, dengan keadaan yang tertera di depan mata pada saat
ini walaupun kapandaian silat yang dimiliki orang dibalik
kerata berdarah itu jauh lebih lihaypun tidak mungkin bisa
maloloskan dirinya lagi.
Sinar mata Ciu Tong dengan perlahan manyapu sekejap ke
sekeliling tempat itu agaknya dia merasa amat puas dengan
hasil yang dicapai pada saat ini, dan jika dilihat dari kaadaan
ini terang-terangan pihak mareka itu sudah berada di atas
angin, oraag yang berada di dalam kereta berdarah itu jangan
harap bisa meloloskan dirinya kembali.
“Saudara!! sungguh dahsyat kepandaian silat yang kau
miliki, kenapa kau orang tidak memperliaatkan wajah aslimu?”
serunya kemudian terhadap orang yang berada di dalam
kereta berdarah itu.
Ooo)*(ooO
Bab 44
SELESAI berkata tubuhnya tampak barkelebat maju ke
depan, tongkat ditangan kanannya menyontek ke atas dan
menghajar horden dari kereta itu.
Dari balik kereta bardarah terdengarlah suara dengusan
dingin yang amat berat, dua gulung hawa pukulan jari yang
berwarna hijau muda dengan cepatnya menyambar keluar
mengancam alis dari Ciu Tong.

Begitu melihat datangnya kedua gulung sambaran angin
yang bagitu dahsyat Ciu Tong merasakan hatinya berdesir,
tubuhnya buru-buru mangundurkan diri ke arah belakang.
Bukan saja Ciu Tong yang merasa terkejut sekalipun para
orang gagah yang hadir disanapun merasakan hatinya
tergetar keras, bukanlah kedua gulung hawa pukulan tersebut
dihasilkan dari ilmu jari ‘Cha Liong Cie’ yang dimiiiki manusia
tunggal dari Bu-lim tempo hari?
Pada dua puluh tahun yang lalu ilmu jari ‘Cha Liong Cie’
pernah membinasakan berpuluh-puluh orang jagoan Bu-lim,
kedahsyatannya boleh dikata jauh melebihi kedahsyatan dari
ilmu jari ‘Han Yang Cie’ milik Sang Su-im.
Ilmu jari ‘Han Yang Cie’ dapat memunahkan seluruh tenaga
dalam yang dimiliki seseorang sedangkan ilmu jari ‘Cha Liong
Cie’ ini bukan saja dapat melenyapkan tenaga dalam yang
dimiliki seseorang bahkan dapat menembusi pula ilmu Khikang
yang melindungi tubuh seseorang.
Orang yang berada di dalam kereta bardarah itu sesudah
berhasil mengundurkan Ciu Tong ternyata sama sekali tidak
memperlihatkan gerakan apapun, agaknya dia tidak
bermaksud untuk bentrok secara terang-terangan dengan
mereka sebaliknya sedang menanti perubahan selanjutnya
dari kalangan tersebut.
Ciu Tong yang kena dikejutkan sehingga mundur ke
belakang, kembali bersiap-siap untuk menerjang ke depan
untuk kedua kalinya, mendadak sinar matanya dapat
menangkap kalau sijaringan emas Phoa Thian Coa lagi
memerintahkan anak buahnya dari lembah “Chiat Han Kok”
untuk menyabarkan diri dan mengepung mereka semua.
Dangan dinginnya dia lantas mendengus, walaupun
kepandaian silat yang dimiiiki orang yang ada di dalam kereta
berdarah itu amat aneh dan lihay tapi bagaimanapun juga dia

cuma seorang diri, hal itu mudah diselesaikan ditambah pula
siapakah dia tidak seorangpun yang tahu.
Bilamana membicarakan soal dendam boleh dikata diantara
mereka tak ada persoalan apa-apa, sebaliknya terhadap Phoa
Thian-cu dia adalah sakit hati terbunuhnya sang putra
kesayangannya.
“Phoa Thian Coa!!” serunya kemudian dengan dingin. “Kau
tidak usah mengatur siasat lagi, ini hari tidak bakal ada jalan
mundur buat dirimu!”
“Bagaimana perubaban selanjutnya dari keadaan ditengah
kalangan siapapun tidak tahu, buat apa kau orang bicara
tekebur?” ejek Phoa Thian Coa sambil tertawa dengan dingin.
Kiranya cara berpikir dari tiga manusia aneh serta dua
manusia genah yang ada di dalam kalangan adalah sama,
siapapun di antara mereka lebih penuju untuk menghadapi diri
Phoa Thian Coa lebih dulu serta anak buahnya, karena pihak
lembah “Chiet Han Kok” sudah membuat mereka kehilangan
muka.
Terdengar Sang Su-im tartawa terbahak-bahak dengan
amat kerasnya. “Hey Phoa Thian-cu, tidak ada gunanya kau
mengatur siasat dan mengepung kami, sejak tadi di sekeliling
tempat ini sudah menanti anak buah perkumpulan Tianggong-
pang kami, Bilamana kau bermaksud hendak
meninggalkan tempat ini aku rasa tidak bakal semudah apa
yang kau pikirkan semula!”
Dengan cepat Phoa Thian Coa menyapu sekejap ke
sekelilingnya, diam-diam dia merasa amat terperanjat
bersamaan itu pula hatinya merasa heran mengapa sampai
waktu itu belum juga kelihatan munculnya Yuan Si Tootiang
disana. bilamana apa yang diucapkan Sang Su-im adalah
sungguh-sungguh maka keadaan tentu akan runyam,
Pada waktu itulah dengan langkah yang amat perlahan Sing
Siauw-tan serta Koan Ing barjalan ke arah Sang Su-im.

Sejak diketahui olehnya kalau orang yang barada di dalam
kereta bardarah itu telah menggunakan ilmu silat aliran Hiatho-
pay bahkan berhasil mempelajarinya dalam waktu yang
amat singkat Koan Ing sudah kepingin sekali mengetahui
siapakah orang itu. tetapi orang-orang yang ada di dalam
kalangan pada taat ini kebanyakan merupakan angkatan yang
jauh lebih libay dari dirinya, dia merasa tidak leluasa untuk
turun tangan sendiri sesaat mereka lagi bercakap2 dengan
Phoa Thian Coa.
Walaupun langkahnya menuju ke samping Sang Su-im
tetapi sepasang mata dari pemuda itu masih juga
memperhatikan hordan kereta tersebut. dia merasa heran di
kolong langit pada taat ini masih ada jagoan dari mana yang
memiliki kepandaian yang demikian dahsyatnya itu?
“Phoa Thian Coa!” terdengar Thian Siang Thaysu itu
Jiangbunjien dari Siauw-lim-pay berkata dengan suaranya
yang berat. “Cepat perintahkan mereka untuk letakkan
senjata, kau sendiripun seharusnya tahu mengorbankan
nyawa anak buahmu sebetulnya tidak berguna, karena orangorang
Bu-lim akan memberi suatu keadilan buat kalian”
Phoa Thian Coa menarik napas panjang sinar matanya
berkelebat tiada hentinya. “Thaysu, bukankah perkataanmu
rada sedikit sombong!” tiba-tiba dari balik hutan
berkumandang datang suara seseorang yang amat dingin
sekali.
Mendangar suara tersebut Koan Ing merasa hatinya
berdesir, ketika dia manoleh ke belakang, sedikitpun tidak
salah tampaklah Yuan Sie Tootiang itu ciangbunjin dari partai
Bu-tong sudah bertindak datang dan di belakang tubuhnya
tampaklah sutenya si “Sin Kiam Tui Hong” Kong Yan Bei.
Dalam hati ia merasa keheranan, bukankah Cha Can Hong
sekalian sedang pada pergi mengejar Yuan Si Tootiang?
Bagaimana mungkin mareka bisa kehilangan jejaknya bahkan
toosu itu bisa munculkan dirinya disini?

“Hmm! tidak kusangka kaupun berani datang juga kemari,”
terdengar Cha Can Hong memaki dengan gusarnya sewaktu
melihat munculnya Yuan Si Tootiang disana. “Kendati kau
tidak berani bergebrak melawan aku pada waktu itu buat apa
kau datang kemari lagi? tidak kusangka sebagai ketua partai
Bu-tong-pay ternyata engkau adalah seorang manusia yang
tidak tahu malu!!!”
“Sin Kiam Tui Hong” Kong Yen Bei yang mendengar
perkataan tersebut dengan gusarnya segera membentak. “Cha
Can Hong! kau jangan berbuat kurang ajar terhadap
suhengku. Hm! aku tahu karena kalian beberapa orang
merasa iri hati atas kedahsyatan kepandaian silat suhengku
maka dengan menggunakan cara yang amat memalukan
kalian memfitnah kalau suhengku hendak mancelakai kalian!”
Cha Can Hong yang mendengar perkataan ini semula rada
melengak dibuatnya, tapi sebentar kemudian dia sudah bisa
mengerti, tentunya Yuan Si Tootiang sudah mengarang satu
cerita bohong guna menipu sutenya ini.
Tak terasa lagi dia dongakkan kepalanya tertawa terbahakbahak!.
“Haa.... , haa.... , alasan yang bagus, cuma aku ingin
tahu kami mangira kepandaian silatnya yang mana yang
dikatakan amat mengejutkan itu?”
Untuk babarapa saat lamanya Kong Yen Bei tak dapat
mengucapkan sepatah katapun, dia sendiripun baru saja
bertemu muka dengan Yuan Si Tootiang sehingga apa yang
diketahui olehnya masih belum banyak.
“Hmm! Buat apa soal ini dibicarakan lagi?” sahutnya
kemudian sambil mendengus dingin.
“Oooo.... „ jadi kau berkata pinceng pun lagi mengiri
kepandaian silat yang dimiliki Yuan Si Tootiang itu?” sambung
Thian Siang thaytu dengan gusar.
Kong Yen Bei tahu kalau hubungan persahabatan antara
Thian Siang thaytu dengan suhengnya Yuan Si Tootiang amat

erat sekali, selama ini antara Bu-tong-pay serta Siauw-lim-pay
selalu terjalin satu kerja sama yang amat erat. bagaimana
mungkin Thian Siang Thaysu pun bisa mengatakan sedang
mengiri kepandaian silat suhengnya?
Dia rada merandek, Akhirnya dengan terpakta jawabnya
juga, “Soal ini sulit juga untuk dikatakan?”
Mendengar perkataan tersebut Thian Siang Thaysu benarbenar
merasa amat gusar baru saja dia mengumbar hawa
amarahnya Sin Hong Soat-nie yang ada disampingnya sudah
mendahului.
“Lalu bagaimana dengan diriku?” serunya tawar.
Sewaktu Kong Yen Bei mendengar perkataan dari Yuan Si
Tootiang untuk baberapa saat lamanya dia merasa perkataan
dari suhengnya ini benar, tetapi Sia Hong Soat-nie jarang
sekali ikut berebut nama besar dan jarang menuruni puncak
Su Li Hongnya, sudah tentu dia tidak berani memandang
rendah dirinya.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang anak murid dari
partai Bu-tong bersamaan itu pula dia tidak berani
mempercayai kalau suhengnya Yuan Si Tootiang sebagai salah
satu dari tiga manusia genah dan kedudukannya sebagai
ciangbunjien suatu partai kenamaan bisa memiliki niat untuk
membinasakan pada orang gagah dari daerah Tionggoan
seperti yang tersiar di dalam Bu-lim.
“Pada saat dan keadaan seperti ini bicara banyakpuo tak
berguna.” akhirnya dia berseru sambil menarik napas panjangpanjang.
“Anak murid Bu-tong-pay saat ini sudah tiba disini,
diantara kalian tentu ada yang belum pernah merasakan
bagaimana lihaynya barisan ‘Thay Khek Jie In Tin’ dari partai
Bu-tong-pay kami bukan?”
Sembari berkata dia ulapkau tangannya. dari balik hutan
segera muncullah tujuh puluh dua orang tojin berbaju hijau

yang masing-masing menduduki posisi Pat Kwa dan
memalangkan pedangnya sejajar dengan dada.
Sang Su-im jadi melengak. dia sudah berikan perintahnya
kepada seluruh anggota perkumpulan Tiang-gong-pang untuk
lepaskas orang masuk tapi mencegah setiap orang yang
bermaksud meninggalkan tempat ini, tidak disangka anak
murid dari Bu tong p ay pun sudah berdatangan.
Melihat kejadian itu Thian Siang Thaysu segera membaca
doa memuji keagungan sang Buddha. “Omihtohud! Kong sicu,
cepatlah perintahkan untuk bubarkan barisan ini. kalau tidak
pinceng rasa tidak bakal mendatangkan kebaikan buat partai
Bu-tong-pay kalian!”
Kong Yen Bei yang sudah tarunkan perintah untuk
membentuk barisan sudah tentu tidak suka menarik kembali
kata-katanya, bagaimanapun juga diapun marupakan seorang
jagoan yang punya nama di dalam kalangan persilatan,
bagaimana mungkin dia orang suka bicara bolak-balik
sehingga mencemarkan nama baik Bu-tong-pay!
Di dalam hati dia masih mendendam terhadap diri Ciu
Tong, terdengar dia tertawa dan ejeknya ke arah si iblis tua
dari lautan Timur.
“Hey tua bangka, apakah kau orang ada maksud untuk
menjajal terlebih dulu bagaimana lihaynya barisan ‘Thay Khek
Jie Ih Tin’ dari Bu-tong-pay ini?”
“Haaaaa.... haaa.... suatu barisan yang demikian kecilnya
masih juga ingin menyusahkan diriku, bukankah hal ini terlalu
tidak memandang atas kekuatannya sendiri?”
Selesai berkata sambil dongakkan kepalanya dan
busungkan dada dia berjalan ke depan. Pada waktu itulah
Hauw Thian Kiem Wang Phoa Thian-cu sudah tertawa
terbahak-bahak kepada Sang Su-im ujarnya:

“Apa gunanya anggota Tiang-gong-pang mengepung di
tempat luaran? haa.... ha.... kini situasi ditengah kalangan
sudah berubah, menurut penglihatanku keadaan kalian sudah
berada di bawah angin, buat apa membicarakan lagi soal
menyerah.... haa haa.”
Selesai berkata dia mendengus dingin, tangan kanannya
diulapkan.
Dari empat penjura hutan itu dengan cepat tertebarlah
berpuluh-puluh jaringan merah mengepung mereka semua
ditengah kalangan.
Dengan pandangan yang dingin Sang Su-im menyapu ke
sekeliling tempat itu, mendadak sinar matanya berkelabat.
bukankah samar-samar keadaan mereka pada saat ini rada
mirip dengan keadaan sewaktu terkurung di dalam lembah
Chiet Han Kok?
Dalam hati dia mulai mengadakan perhitungan, walaupun
untuk memperoleh kemenangan total tidak mungkin tetapi
tidak bakal sampai menderita kekalahan. saat ini hatinya lagi
berpikir bagaimanakah caranya untuk memperoleh
kemenangan total?.
Kekuatan dari Bu-tong-pay benar-benar luar biasa sekali,
barisan ‘Thay Kek Jie In Tin’ ini sebetulnya adalah barisan
besar pelindung gunung yang selamanya hanya diatur di atas
gunung Bu-tong san saja kini ternyata mereka sudah
pindahkan barisan itu kemari jelas sekali barisan ini tidak
mudah dipatahkan.
Ciu Tong yang hendak menerjang hancur barisan ini
dengan seorang diri sudah tentu tidak mungkin terlaksana.
Nama besar Ciu Tong sudah lama menggetarkan seluruh
Bu-lim, walaupun pada saat ini tubuhnya baru saja satu bulan
sambuh dari lukanya tetapi bagaimanapun juga dia adalah
saorang ketua partai, sudah tentu hatinya tidak akan bisa
dibuat jeri oleh sikap dari musuhnya.

Sambil mencekal tongkatnya erat-erat pada tangan kanan
dengan langkah lebar dia berjalan masuk ke dalam barisan.
Begitu tubuhnya menginjak masuk ke dalam barisan,
barisan ‘Thay Khek Jie In Tin’ itupun mulai bergerak, tujuh
bilah pedang bar-sama-sama melancarkan serangan dari
empat penjuru, menyerang ke arah diri Ciu Tong.
Ciu Tong mendengus dingin, tubuhnya merendah tongkat
yang ditangannya balas melancarkan serangan, ilmu sakti dari
lautan Timur dapat membuat pergelangannya berputar tanpa
menemui kesulitan apapun pada saat tubuhnya merendah
kebawah itulah dia orang sudah berhasil menghindarkan diri
dari serangan tujuh bilah pedang panjang itu.
Bagi Sang Su-im sekalian yang sudah mengerti seberapa
lihaynya ilmu silat yang dimiiiki Ciu Tong pada saat ini merasa
tidak seberapa terkejut, sebaliknya Kong Yen Bei benar-benar
merasa amat terperanjat, dengan kepandaian silat yang
dimilikinya jelas nama besar yang dimilikinya selama ini bukan
kosong belaka, dia orang bisa menduduki sebagai “Iblis” dari
nama empat manusia aneh jelas ilmunya benar-benar berisi.
Diam-diam dalam hati sute dari Yuan Si Tootiang ini
merasakan, bilamana dirinya hendak berhasil menandingi Ciu
Tong setidak2nya harus berlatih lagi selama setahun dengan
rajin.
Dangan gerakan dari Ciu Tong untuk menyambut
datangnya serangan ini maka segera memaksa barisan Thay
Khak Jie Ih Tin mulai berputar dengan sesungguhnya, semakin
berputar semakin cepat dan terus semakin santer.
Ciu Tong sendiripun melancarkan toyanya bagaikan
samberan angin cepatnya, jurus-jurus yang digunakan olehnya
jauh lebih aneh dan berbeda dari jurus-jurus serangan yang
sering terlihat dalam Bu-lim, apalagi perputaran pergelangan
tangannya semakin membuat anak murid dari Bu-tong-pay ini
kabingungan.

Sekalipun bagitu barisan ‘Thay Khek Jie Ie Tin’ ini adalah
barisan pelindung gunung, walaupun pedang yang
mengepung diri iblis dari lautan Timur ini berhasil dipukul
pental oleh tongkat besinya tetapi dikarenakan mereka sangat
hapal dengan perubaban dari barisan itu ditambah pula cara
kerja sama saling mengisi yang begitu rapat membuat
kedudukkannya tetap sangat kuat.
Hanya di dalam sekejap saja sepuluh jurus sudah berlalu
dengan amat cepatnya, penjagaan dari bariaan ‘They Khek Jie
Ih Tin’ masih tetap rapat dan kuat. untuk beberapa saat
lamanya Ciu Tong tak berhasil menerobos keluar dari
kepungan barisan tersebut bahkan untuk menggerakkan
badanpun susah.
Pada saat yang amat kritis itulah mendadak dari luar hutan
berkumandang datang suara pujian pada Buddha yang saling
susul menyusul suara tersebut semakin lama semakin nyaring
dan terakhir berpadu merupakan pujian pada Buddha yang
membetot hati.
“Aaaach.... Thian Liong telah membawa barisan besar Pek
Pah Loo Han Toa datang kemari!” tariak Thian Siang Thaysu
rada tertegun.
Yuan Si Tooting maupun Phoa Thian-cu yang mendengar
perkataan itu segera merasakan hatinya terperanjat, bilamana
bantuan besar yang terdiri dari delapan ratus orang ini benarbenar
diatur sekalipun kepandaian silat mereka jauh lebih
lihaypun jangan harap bisa meloloskan dirinya, mereka sama
sekali tidak menyangka kalaa Thian Siang Thaysu bisa
memindahkan pula barisan tersebut datang kemari.
Tetapi yang jelas hweesio itu bisa berbuat demikian justru
karena terlalu mendendam terhadap mereka hingga tanpa
sayang lagi sudah kerahkan seluruh kekuatan dari Siauw-limpay.

Anak murid dari lembah “Chiet Han Kok” mana bisa
menahan serangan laksana air bah itu, hanya di dalam
sekejap saja jaring merah mereka pada hancur berantakan,
ada berpuluh-puluh orang hweasio yang berhasil menerjang
masuk ke dalam kalangan, bahkan terlihatlah delapan orang
hweesio bar-sama-sama datang menghampiri diri Thian Siang
Thaysu.
Yuan Si Tootiang yang melihat situasi sangat tidak
menguntungkan bagi dirinya dalam hati merasa amat berdesir,
dia tahu bilamana dirinya tidak melarikan diri dengan
menggunakan kesempatan ini, bilamana barisan besar Pek
Peh Loo Han Toa Tin itu sampai terbentuk maka jangan harap
dirinya bisa meloloskan diri kembali.
“Cepat atur Chiet Ci Liam Sim!” bentaknya kemudian
dengan keras.
Barisan ‘Thay Khek Jie Ih Tin’ dengan cepat berubah, Ciu
Tong terdorong keluar dari dalam barisan sedang Toosu
itupun dengan membentuk jadi tujuh orang tujuh barisan yang
saling bersambung sambungan membentuk seekor naga.
Melihat kejadian itu dengan gusarnya Thian Siang Thaysu
membentak keras, “Yuan Si! kau ingin pergi kemana lagi?”
Tubuhnya dengan cepat meloncat ke depan, bersama-sama
dengan Sin Hong Soat-nie mereka pada menubruk ke arah
Yuan Si Tootiang serta Phoa Thian-cu.
Melihat situais kembali berubah Sang Su-im dengan cepat
kebaskan lengan kanannya ke atas. sebuah panah berapi
meluncur ke atas udara dan meletus sebanyak tiga kali. inilah
tanda dari penyerbuan besar2an oleh orang-orang
perkumpulan Tiang-gong-pang
Yuan Si Tootiang maupun Phoa Thian-cu buru-buru putar
badannya mengundurkan diri ke belakang, sedang barisan
“Chhet Ci Liam Sim” bagaikan kilat berputar menghadang

perjalanan pergi dari Thian Siang Thaysu serta Sin Hong Soatnie!
Dengan gusarnya Ciu Tong meraung keras, tongkatnya
berturut-turut melancarkan puluhan serangan gencar, angin
serangan menajam laksana mengamuknya ombak ditengah
samudra,
Pada saat yang bersamaan pula Thian Siang thsysu yang
melihat Yuan Si Tootiang hendak melarikan diri dengan
gusarnya membentak keras, sapasang telapak tangannya
bersama-sama didoroog sejajar dengan dada.
Serentetan suara ledakan yang amat keras bergema
memenuhi angkasa, dengan menggunakan tenaga sepuluh
bagian dari ilmu khie-kang “Sian Thian Cin Khai” nya dia
menghantam ke arah depan.
Pada saat itulah Sin Hong Soat-nie membentak keras,
diapun melancarkan satu serangan dahsyat ke depan.
Meraka bertiga merupakan jago-jago kelas wahid. dari
kalangan dunia persilatan, saat ini mereka harus bersamasama
melancarkan serangan menghantam barisan “Chiet Ct
Liam Sim itu.” sekalipun mereka berjumlah tujuh, kali tujuh
empat puluh sembilan orang tetapi bagaimanapun tak tahan
juga tarhadap tenaga serangan yang begitu dahsyatnya.
Seketika itu juga barisan “Chiet Ci Liam Sim” kena dipukul
bujar dan kacau berantakan.
Si “Sin Kiam Tui Hong” Kong Yen Bei mana pernah melihat
situasi pertempuran yang demikian mengejutkan, saking
tarperanjatnya dia berdiri mematung disana, untuk baberapa
saat lamanya tak sepatah katapun bisa dtucapkan keluar.
Baru saja mereka bertiga berhatil memukul pecah barisan
Chiet Ci Liam Sin Tin itu mendadak terdengar Phoa Thian-cu
bersuit nyaring, dari empat penjuru hutan lebat itu

bermunculanlah orang-orang berkeruduog yang bersamasama
manghalangi perjalaaan mereka,
Pada saat yang bersamaan pula orang yang ada di dalam
kereta berdarah itu melancarkan serangannya dengan
menggunakan cambuk panjang tersebut, laksana seekor naga
berbisa dengan gesitnya menghantam tubuh Cha Can Hong,
itu si dewa telapak dari gurun pasir.
Cha Can Hong jadi amat terkejut, dengan murkanya dia
membentek. di dalam keadaan apa boleh buat terpaksa dia
melepaskan tali les pada kereta itu dan melayang ke atas,
telapak tangannya bagaikan kilat cepatnya melpncarkan
delapan buah serangan menghadang datangnya serangan
cambuk iiu.
Sang Su-im sehabis melepaskan anak panah berapinya ada
maksud untuk membantu Thian Siang Thaysu menghadang
jalan pergi dari Yuan Si Tootiang, tetapi melihat kereta
berdarah itu bermaksud untuk melarikan diri ia jadi amat
terperanjat, dalam hati ia mengerti kalau Cha Can Hong tidak
mungkin bisa menahan kereta berdarah itu seorang diri.
“Kau hendak lari kemana bentaknya dengan keras.
Bersamaan dengan suara bentakannya itu sang tubuh
melayang kaatas dan melancarkan tujuh buah totokan
mematikan. Inilah jurus yang terlihay dari ilmu Han Yang Ci
yang disebut sabagai “Huan Sia Chiet Cie.”
Tenaga serangan berkelebat ditengah angkasa sehingga
menimbulkan suara desiran tajam, dengan hebatnya angin
serangan itu menghantam ruangan kereta berdarah.
Orang yang ada di dalam kereta berdarah itu dengan cepat
mengebaskan cambuknya ditengah udara sehingga
membentuk bunga-bunga cambuk yang banyak.
Keempat ekor kuda itu segera meringkik panjang, ditengah
menyambarnya sang cambuk ditengah udara untuk

membujarkan serangan jari dari Sang Su-im, kereta berdarah
tersebut dengan cepatnya menerjang ke depan.
Melihat serangannya berhasil digagalkan oleh pihak musuh
dengan demikian mudahnya Sang Su-im merasa sangat
terkejut bercampur murka, dia mendengus dingin, lima jari
tangan kanannya berturut-turut menyentil kembali ke depan.
Empat puluh sembilan serangan jari bersama-sama
menyambar ke depan, seketika itu juga seluruh ruangan
sudah dipenuhi suara desiran yang memekikkan telinga.
Orang yang berada dalam kereta bardarah itu begitu
melihat datangnya serangan yang demikian gencar buru-buru
mengebaskan cambuknya ditengah udara, tetapi
menggunakan kesempatan itulah Cha Can Hong kembali
melanijarkan delapan belas buah serangan menghantam ke
arah depan.
Angin pukulan lastana senjata tajam dengan tanpa ampun
lagi menggencet tubuh keempat ekor kuda itu.
Cambuk panjang rada merandek sejenak ditengah udara.
“Plaak!” pada mulanya ia menghantam bujar pukulan dari
Cha Can Hong, akhirnya baru menyapu ke arah Sang Su-im
menggagalkan sentilan jari dari Han Yang Ci ini.
Dengan amat cepatnya cambuk dan serangan jari bentrok
menjadi satu ditengah udara, diantara suara desiran yang
amat tajam sebagian besar dari cambuk itu mulai rontok dan
tersebar memenuhi angkasa.
Sisa kekuatan dari tenaga sentilan itu pun dengac
dahsyatnya melanjutkan daya luncurnya menghantam kereta
bardarah itu.
Sang Su-im kontan merasa hatinya amat kaget, dimana
kekuatan jarinya bertemu dengan orang itu segeralah terasa
tubuh orang itu keras laksana batu emas, walau pun jari2nya

berhasil mengenai dirinya tetap tak berhasil mengapa-apakan
orang itu.
Ditengah suara ringkikan keempat ekor kuda berwarna
merah darah itu dengan menarik kereta berdarah menerjaog
ke arah depan.
Pada waktu ini paras muka Sang Su-im sudah berubah
pucat pasi bagaikan mayat, tubuhnya dengan cepat berkelebat
ke samping untuk memberi jalan buat kereta itu lewat,
Cha Can Hong yang melihat seluruh kekuatannya berhasil
dipunahkan oleh orang itu saat inipun tidak berani turun
tangan menghadang, tubuhnya dengan cepat pula meloncat
pula kesamping.
Koan Ing yang melihat kejadian ini dengan cepat menyapu
sekejap ke sekeliling tempat itu, dia tahu dirinya harus segera
turun tangan untuk menghalangi jalan pergi dari kereta itu.
menanti hweesio-hweesio dari Siauw-lim-pay berhasil
membentuk kedelapan ratus Loo Han Toa Tinnya maka pada
saat itu tidak usah kuatir lagi bilamana kereta bardarah itu
berhasil meloloskan diri.
Siapakah orang yang ada dalam kereta berdarah itu ia
harus mengetahuinya walau pun dengan cara apapun.
Tubuhnya secara tiba-tiba berkelebat menubruk ke arah
kereta berdarah itu.
Sang Siauw-tan yang melihat kejadian ini jadi amat
terperanjat tapi gerakan dari Koan Ing dilakukan secara
mendadak dan begitu cepat, menanti dia merasa untuk
menghalangpun tidak sempat lagi.
Dengan cepatnya Koan Ing menubruk ke arah kereta
berdarah itu, dari dalam kereta segera berkumandang suara
dengusan yang amat berat, tiga gulung hawa pukulan yang
amat dahsyat dengan cepat meluncur keluar mengancam tiga
buah jalan darah penting ditubuh pemuda itu.

Buru-buru Koan Ing menutulkann badannya ke belakang,
pedang kiem-hong-kiamnya dengan cepat dilintangkan di
depan dada menangkis datangnya kedua gulung angin
serangan itu.
Dengan cepat angin serangan bentrok jadi satu dengan
pedang kiem-hong-kiam sehingga menimbulkan suara
dengungan yang amat keras, seketika itu juga pedang kiemhong-
kiamnya kena dipentalkan sehingga memancarkan
cahaya hijau keamas-emasan yang menyilaukan mata.
Bersamaan itu pula Koan Ing merasakan seluruh tubuhnya
kaku, hatinya jadi rada berdesir, dia sama sekali tidak
menyangka kalau kedahsyatan dari ilmu jari ‘Cha Liong Cie’
bisa demikian luar biasanya.
Baru saja tubuhnya terasa amat kaku, potongan cambuk
kembali menyambar datang, membuat tubuhnya semakin sakit
lagi hingga menusuk ke dalam tulang sumsum. Otaknya jadi
pusing dan tanpa ampun tubuhnya terseret ke dalam kereta
dalam keadaan setengah sadar.
Setelah itu pemuda itu merasakan tubuhnya kena digulung
masuk ke dalam kereta berdarah, ia merasa dari samping
telinganya terdeagar suara bentakan yang amat santar dari
luar kereta diikuti suara jeritan keras dari Sang Siauw-tan.
Suara itu semakin lama semakin lemah dan akhairnya
lenyap dari pendengaran, Koan Ing hanya mendengar suara
ringkikan kuda serta berputarnya roda kereta yang amat
membisingkan telinga.
Hal ini semua membuat hatinya terasa amat berdesir.
Sekali lagi kereta berdarah berhasil meloloskan diri dari
kepungan, inilah ingatan pertama yang berkelebat dalam
benaknya.

Suara jeritan dari Sang Siauw-tan kambali bergama
ditelinganya. dia merasa suatu kengerian yang mencekam
seluruh tubuh.
Di dalam keadaan setangah sadar setengah tidak Koan Ing
hanya merasakan kereta berdarah itu berlari dengan amat
cepatnya menuju ke arah depan.
Mendadak suatu ingatan yang amat aneh berkelebat di
dalam benaknya, bagaimana mungkin dia bisa jatuh tidak
sadarkan diri tanpa sebab? Bilamana orang berada dalam
kereta berdarah ini tiba-tiba turun tangan membunuh dirinya.
bukankah dia akan mati tanpa mengetahui siapa yang sudah
melakukan pembunuhan tersebut?
Ooo)*(ooO
Bab 45
BERPIKIR sampai disini kesadarannyapun rada pulih
kembali. Pada saat itulah terdengar suara deburan air yang
amat ramai sekali disertai percikan air yang memancar
keempat penjuru, agaknya kereta berdarah itu sudah
menyebrangi sungai Tiang Kang.
Pemuda ini pernah mempelajari ilmu ‘Ih Cing Hoat’ aliran
Siauw-lim-sie serta ‘Boa Lan Sinkang’ dari partai Hiat-ho-pay.
bilamana bukannya ia sudah kena digetarkan terlebih dulu
oleh ilmu jari ‘Cha Liong Ci’ tidak mungkin tubuhnya bisa kena
dicambuk oleh orang yang ada di dalam kereta berdarah itu
dengan demikian mudah.
Dengan perlahan Koan Ing membuka matanya, tiba-tiba
keempat anggota badannya menarik ke belakang lalu
mancelat ke arah luar kereta tersebut dengan gerakan yang
amat gesit.
Begitu kaki kirinya berhasil menginjak dipinggiran kereta
matanyapun dengan tajam menyapu ke dalam ruangan
kereta.

Seketika itu juga dia merasakan hawa berdesir memancar
naik dari dasar lubuk hatinya, ia merasa tubuhnya seperti
tertanam dalam salju yang tebal.
“Oooouw.... kiranya kau orang!” serunya tak terasa lagi.
Ternyata orang itu bukan lain adalah Tong Phoa Pek yang
pernah menurunkan pelajaran ilmu silat kepadanya sewaktu
masih berada di daerah Tibet, sama sekali tidak disangka
orang yang tempo hari pernah mendapat julukan sebagai
manusia yang terbaik kini sudah manjadi majikan dari kereta
berdarah.
Suatu bayangan yang samar-samar telah berkelebat di
dalam benak pemuda tersebut, sewaktu tadi Tong Phoa Pek
melancarkan serangan dengan menggunakan jurus “Hwa
Kong Ci Si” atau mementang busur membidik sasaran dari
aliran Hiat-ho-pay dia merasa kepandaian orang itu demikian
tingginya bahkan jauh melebihi kepandaian silat dari siapapun.
Dangan sifat serta tindak-tanduk dari Tong Phoa Pek
ternyata bisa berbuat begitu, hal ini merupakan suatu
peristiwa yang tidak mungkin! tapi bukti ada di depan mata
hal ini memaksa dirinya mau tak mau harus mempercayainya
juga.
Percikan air sungai memancar ke atas membasahi empat
penjaru, keampat ekor kuda berwarna merah darah itu sambil
menarik keretanya melanjutkan perjalanannya dengan amat
cepat.
Dengan perlahan Tong Phoa Pek menoleh sekejap ke arah
Koan Ing lalu sambil tertawa dingin ujarnya, “Sungguh tidak
kusangka sama sekali kaupun mamahami ilmu Ie Cing Hoat
dari aliran Siauw-lim-pay, perpisahan kita selama beberapa
bulan ini boleh dikata membuat kepandaian silatmu
memperoleh kemajuan yang amat pesat, hal ini benar-benar
jauh berada diluar dugaanku!”

“Ehmm.... akupun tidak pernah menyangka kalau orang
yang barada di dalam kereta berdarah ini ternyata adalah
Tong Phoa loocimpwee!” seru Koan Ing pula sambil kerutkan
keningnya.
Mendengar perkataan itu Tong Phoa Pek tertawa tawar.
“Setelah aku mendapatkan pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie
saat itulah hatimu baru mengakui jikalau ilmu silat aliran Hiat
Hoo Bun benar-benar merupakan suatu rangkaian ilmu silat
yang luar biasa, setelah aku memperoleh pedang pusaka ‘Hiatho
Sin-pie’ sudah seharusnya kereta berdarah ini aku miliki!”
“Heeeei.... walaupun kepandaian silat yang termuat di
dalam kereta berdarah ini amat aneh tetapi bisa
mendatangkan bencana bagi setiap orang, boanpwee sudah
menerima perintah dari si manusia tunggal dari Bu-lim Jien
Wong, Jin loocianpwee untuk memusnahkannya!”
“Haaaaa.... haaa.... kepandaian silat yang ada di dalam
kereta berdarah?” teriak Tong Phoa Pek sambil tertawa
terbahak-bahak. “Di dalam kereta berdarah mana mungkin
ada ilmu silat? Aku lihat matamu sudah kabur dan
kebingungan. bilamana di dalam kereta berdarah sungguhsungguh
termuat ilmu silat, akupun tidak bakal ada di tempat
ini”
Mendengar perkataan itu Koan Ing jadi melengak
dibuatnya.
“Apakah di dalam kereta berdarah ini benar-benar tidak
termuat ilmu silat?” tanyanya.
“Haaa.... haaa.... kuberitahu kepadamu pun tidak mengapa.
di dalam kereta berdarah ini cuma termuat dua baris kata saja
jaitu, “Ingin memperoleh kepandaian yang mengejutkan. di
dalam air ditengah batu selat Sam Shia”! tetapi tulisan bukan
Jien Wong yang tulis mungkin dia mengharapkan kau suka
memusnahknn kedua baris kata-kata itu!”

Koan Ing segera mengerutkan keningnya dalam hati diamdiam
berpikir, “Kenapa Jien Wong menyuruh aku
memusnahkan kadua baris kata-kata itu? Dia berkata di dalam
kereta ada tertera ilmu silat, kenapa sekarang tidak
kelihatan?”
Tidak aneh kalau Tong Phoa Pek berjalan monda-mandir di
daerah sekitar selat Sam Shia ini, kiranya diapun sedang
mencari ilmu silat peninggalan dari partai Hiat-ho-pay.
“Hmm! Saat ini yang mengetahui siapakah yang menjadi
majikan kereta berdarah cuma kau seorang diri, sebelum aku
barhasil memperoleh kepandaian silat aliran Hiat-ho-pay aku
tidak ingin ada orang yang ikut mengetahui rabasia ini,” kata
Tong Phoa Pek dengan wajah membesi dan nada yang amat
dingin.
Koan Ing yang mendengar nada ucapan dari Tong Phoa
Pek mengandung maksnd untuk membinasakan dirinya dalam
hati terasa rada berdesir, hampir-hampir dia tidak berani
mempercayai atas kejadian yang berlangsung di depan
matanya ini.
Sinar matanya dengan cepat berkelebat, dia menarik napas
panjang-panjang dan mencekal pedang kiem-hong-kiamnya
erat-erat.
Kelihayan dari ilmu silat yang dimiiiki Tong Phoa Pek
bukanlah tandingannya, dia harus berusaha keras untuk
mempertahankan nyawanya. dia harus melarikan diri dari situ
dan memberitahukan peristwa ini kepada Sang Su-im sekalian.
agar seluruh orang gagah dari Bu-lim pada mengetahui
siapakah orang yang berada di dalam kereta berdarah itu.
Berpikir sampai disitu tanpa banyak membuang waktu lagi
dia menjejak kakinya dan melayang keluar dari kereta,
Agaknya Tong Phoa Pek sudah menduga akan gerakan dari
Koan Ing ini, dia tertawa terbahak-bahak cambuk yang ada
ditangan kanannya dengan cepat disambar ke depan.

Walaupun cambuk panjang itu sudah terputus hampir
separuh bagian tetapi panjangnya masih ada dua, tiga kaki,
potongan cambuk itu dengan cepat membentuk gerakan
setengah lingkaran ditengah udara dan menyapu tubuh bagian
depan dari Koan Ing.
Pemuda itu jadi amat terperanjat walaupun tenaga tekanan
dari serangan ini tidak sebegitu besar tetapi arahnya dengan
tepat menutup jalan mundurnya, hal ini berbahaya bagi
keselamatan pemuda itu.
Pedang kiem-hong-kiamnya dengan cepat disentil ke
depan, serentetan cahaya keemas-emasan dengan cepat
meluncur ke depan membabat gagang cambuk itu.
Melihat datangnya setangan itu Tong Phoa Pek segera
mendengus dingin. “Hmm! kau masih ingin melarikan diri
kemana?”
Ditengah suara bentakannya yang amat keras cambuk
panjang ditangan kanannya melayang setengah lingkaran
ditengah udara lalu melibat pergelangan tangan sang pemuda
bersamaan itu pula tangan kirinya melancarkan tiga buah
sentilan jari yang mengancam punggung Koan Ing dengan
ilmu ‘Cha Liong Cie’ nya yang lihay itu.
Di dalam keadaan cemas bercampur gusar Koan Ing bersuit
panjang, tubuhnya bersalto bebarapa kali ditengah udara,
pedang kiem-hong-kiamnya mendadak meluncur lepas dari
taagannya menyambar keningnya Tong Phoa pek.
Serangannya yang terakhir ini telah menggunakan seluruh
tenaga dalam yang dimilikinya, walaupun dia tahu pedang
kiem-hong-kiam itu adalah barang peninggalan dari supeknya,
‘Thian-yu Khei Kiam’ sesaat menjelang kematiannya. bahkan
merupakan tanda kepercayaan sebagai ciangbunjin Thian-yupay,
tapi dalam keadaan seperti ini mau tidak mau dia harus
menggunakan pedang itu juga untuk menyerang lawannya.

Walaupun Tong Phoa Pek sendiri memiliki kepandaian silat
yang benar-benar mengejutkan tetapi bagaimanapun juga
tenaga dalam dari Koan Ing sudah hampir manandingi tenaga
dalam dari tiga manusia genah empat manusia aneh, dia tidak
berani memandangnya terlalu anteng.
Ketika melihat pedang Kiem-hong-kiam dari pemuda itu
dengan disertai tenaga yang luar biasa besarnya meluncur ke
arahnya dengan cepat Tang Phoa Pek menarik tangan kirinya
ke belakang.
ditengah suara dengusannya yang amat dingin satu
pukulan dahsyat dengan cepat menghantam ke arah pedang
itu sehingga menceng ke samping dan menancap di atas
dinding kereta berdarah itu.
Pada saat yang bersamaan pula cambuk panjang ditangan
kanannya menggetar dan melibat pergelangan tangan pemuda
itu dengan amat kencang.
Koan Ing yang pergelangan tangannya kena dilibat oleh
cambuk lawan segera merasakan hatinya bergidik, tadi ia
membuang pedangnya justru bermaksud untuk melarikan diri,
siapa sangka kepandaian silat dari Tong Phoa Pek luar biasa
lihaynya sehingga maksud yang dikandung bisa digagalkan.
Kembali dia bersuit nyaring, ditengah berkelebatnya
bayangan hitam tahu-tahu pergelangan tangan kanannya
yang tercengkeram sudah berhasil terlepas.
Kiranya dia sudah menggunakan ilmu ‘Ie Cing Hoat’ serta
‘Boe Lao Sinkang’ yang amat dahsyat itu.
“Kau ingin melarikan diri kemana?” bentak Tong Phoa Pek
dengan gusarnya.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau kepandaian silat
yang dimiliki Koan Ing dapat begitu dahsyat, bahkan hanya
dalam sekejap saja berhasil meloloskan diri dari libatan
cambuk panjangnya.

Ditengah suara bentakan yang amat keras tubuhnya
meluncur ke depan, cambuknya menggetar dan bagaikan kilat
cepatnya menghajar jalan darah “Pek Sim Hiat” pada
punggung Koan Ing.
Belum sempat pemuda itu menoleh ke belakang tahu-tahu
jalan darahnya sudah kena ditotok, ia segera merasakan
badannya jadi kaku dan tanpa ampun jatuh ke dalam sungai.
Suatu perasaan yang amat dingin dengan cepat meliputi
tubuhnya.
Saat itulah terdengar Tong Phoa Pek sudah bereteru sambil
tertawa dingin, “Hee.... hee jangan salahkan aku terpaksa
turun tangan kejam, itulah penyakit yang kau cari sendiri!”
Koan Ing yang jatuh ke dalam sungai segera merasakan
harapannya putus, saat ini arus sungai amat deras ditambah
lagi jalan darahnya masih tertotok. bilamana bermaksud untuk
berenang ketepian hal ini tidak mungkin bisa terlaksana
Apalagi jalan darah yang tertotok adalah jalan darah “Hong
Hu Hian” pada punggungnya, harapannya semakin menipis
lagi.
Suara menggulungnya arus yang memekikkan telinga
bergema tiada hentinya, pemuda itu hanya merasakan
tubuhnya tergetar amat keras dan rasa sakit yang luar biasa
mencekam seluruh tubuhnya. tak kuasa lagi ia jatuh tidak
sadarkan diri.
Entah lewat beberapa saat lamanya dengan perlahan dia
baru sadar kembali dari pingsannya. yang terdengar saat itu
hanyalah suara deburan air sungai yang menghantam batu
cadas.
Walaupun begitu pemuda itu bisa menebak di tempat
manakah ia berada, tadi tubuhnya berasa amat sakit
disebabkan kar na tubuhnya yang terjatuh ke dalam air
dengan tepat menghantam sela2 batu karang yang ada
dikedua belah sampingnya.

Masih untung sejak tadi ia sudah menutup pernapasannya,
kalau tidak mungkin dirinya tidak bakal bisa hidup sampai saat
ini.
Hatinya mulai berpikir....
“Bilamana tidak ada orang yang monolong apakah aku
harus menantikan kematian disini?.... ”
Jangan dikata di tempat itu jarang dilalui orang, sekalipun
ada orang yang liwat belum tentu bisa menemukan dirinya
yang terhimpit diantara dua buah karang.
Pikirannya diperas habis-habisan untuk mencari akal....
beberapa aaat kemudian mendadak suatu ingatan berkelebat
dalam benaknya.
Bukankah diantara ilmu silat aliran Hiat-ho-pay ada
semacam ilmu aneh yang disebut ‘Leng Coa Tong Cha’ ilmu
kepandaian semacam ini dapat digunakan untuk mengubah
tempat kedudukan jalan darah yang ada di dalam tubuh
sehingga tidak sampai tertotok.
Apakah ilmu itu bisa juga digunakan untuk membebaskan
diri dari totokan jalan darah? walaupun pemuda itu tidak tahu
bagaimana hasilnya tetapi mau tak mau terpaksa dia harus
mencobanya juga.
Berpikir akan hal itu dengan perlahan Koan Ing
memejamkan matanya, ia mulai pusatkan seluruh pikirannya
untuk berlatih ilmu sakti ‘Leng Coa Tong Cha’ ini.
Dengan mengikuti rahasia dari ilmu itu pemuda itu mulai
berlatih, mendadak dia merasakan seluruh tubuhnya seperti
terjatuh ke dalam gudang es yang amat dingin sekali seluruh
tubuhnya menyusut kecil sedang jalan darah “Hu Sim Hiat”
yang tertotok pun terasa amat sakit sekali, saking tak
tahannya kembali dia jatuh tidak sadarkan diri.
Segulung air sungai menghantam wajahnya membuat ia
sadar kembali dari pingsannya dengan sekuat tenaga

tangannya digerakkan untuk munculkan dirinya kembali ke
atas permukaan air.
Jalan darah “Hu Sim Hiat” yang tertotok pada saat ini
sudah terbebas, tetapi keadaannya jauh lebih pajah lagi,
hanya dikarenakan gerakan tangan yang amat perlahan itu
segera membuat seluruh tubuhnya tarasa sakit dan linu tak
bertenaga. Dia tidak menyarngka kalau kepandaian sakti ‘Leng
Coa Tong Cha’ walaupun berhasil membebaskan dirinya dari
totokan tetapi seluruh tenaganya jadi musnah.
Sekali lagi Koan Ing mengangkat tangan kanannya ke atas,
tetapi pada saat yang bersamaan kembali segulung ombak
menghantam tubuhnya memmbuat dirinya jatuh terjungkir ke
dalam air, pandangannya jadi gelap dan kepalanya terasa
amat pening.
Menanti ia dongakkan kepalanya kembali saat itulah
tubuhnya sudah dihantamam oleh sang ombak menuju
kesebuah batu karang yang amat besar sekali.
Melihat kejadian itu Koan Ing jadi terperanjat, bilamana
tadi dia tak bergerak keadaan masih tidak mengapa, tidak
disangka setelah jalan darahnya terbebas, kematianpun
menjelang semakin cepat.
“Heei.... matipun tidak mengapalah” pikirnya kemudian
dihati. “Daripada bergerakpun tak dapat jauh lebih baik mati
dengan cepat!!”
Dengan cepatnya sang tubuh menghantam batu karang itu
sehingga terseret kesamping.... mendadak pemuda itu
menjerit kaget!! kiranya pada saat itu ia sudah terlibat ke
dalam sebuah pusaran air yang amat gelap dan besar sekali....
,
Dengan mengikuti pusaran air tersebut tubuhnya dengan
cepat berputar keras, diantara putaran itulah tampak cahaya
berwarna keperak2an tiada henli2nya memancar keluar....

Koan Ing benar-benar merasa amat terperanjat, dia tahu
harapannya untuk hidup semakin menipis lagi.
Tubuh Koan Ing dengan cepat terhisap masuk ke dalam air,
semakin dalam pusaran itu semakin mengecil dan tubuh
pemuda itupun berputar semakin perlahan....
Mendadak....
“Sreet....!” tahu-tahu tubuhnya sudah terlempar keluar dari
pengaruh pusaran itu dan terjatuh ke atas sebuah batu besar
yang amat halus.
Beberapa saat lamanya Koan Ing dibuat melongo dengan
kejadian di tempat itu. akhirnya dengan perlahan dia bangun
berdiri.
Kiranya pusat pusaran air tersebut terletak di bawah batu
cadas yang amat besar luarnya kurang lebih ada lima kaki.
separuh bagian dari batu itu terendam air.... jika ditinjau
tingginya batu tersebut benar-benar luar biasa sekali.
Lama sekali Koan Ing memperhattkan ke adaan di sekeliling
tempat itu, Akhirnya dia menemukan sebuah gua yang amat
gelap di bawah batu karang yang amat besar itu, tinggi mulut
gua itu ada kurang lebih dua kaki.
Diam-diam pemuda itu salurkan hawa murninya ke seluruh
tubuh kemudian dengan perlahan berjalan memasuki sang
gua.
Dengan cepatnya dia berhasil menerobos masuk ke dalam
gua itu, keadaan disana amat gelap sedang permukaan
tanahpun semakin lama semakin meninggi dan akhirnya
keluarlah pemuda itu dari permukaan air.
Semakin ke atas gua itu semakir luas, tiba-tiba Koan Ing
menemukan dua belas sosok kerangka manusia duduk bersila
di dalam gua itu. di atas dinding terteralah bebarapa huruf
yang besar sekali.

“Dua belas orang ciangbunjien Hiat-ho-pay dari dua belas
angkatan ada disini, siapa saja yang masuk ke dalam gua ini
harap menghunjuk hormat lebih dulu.”
Melihat beberapa patah kata itu Koan Ing jadi melengak
dibuatnya. beberapa patah kata itu ditulis dengan begitu
angker dan gagahnya, hal ini membuat dia orang merasa
hatinya berdesir.
Tak kuasa lagi tubuhnya sudah menjatuh diri ke atas tanah
dan menjalankan penghormatan terhadap kedua belas sosok
kerangka manusia itu.
Setelah itu dengan langkah yang amat perlahan dia
berjalan maju ke depan untuk memeriksa keadaan di sekeliling
tempat itu.
Tampaklah pada dinding gua itu tergantung sebuah busur
yang terbuat dari perak dengan sebuah tempat anak panah
yang terbuat dari perak juga.
Disebelah kirinya tergantung sebuah cambuk panjang
berwarna ke perak2an cambuk itu membentuk sebuah
lingkaran dengan panjang kurang lebih delapan kaki.
Sedang disebelah kanan tergantuag sebuah sabuk pedang
yang dibuat dari perak setiiap bilah pedang pendek itu
panjangnya ada dua coen, keadaannya henar2 menyilaukan
mata.
Melihat benda-benda tersebut Koan Ing merasakan hatinya
amat terperanjat dia berjalan semakin mendekat lagi....
Terbaca kembali olehnya di atas dinding tertera beberapa
patah tulisan yang amat kecil.
“Barang siapa yang memperoleh ketiga buah barang putaka
dari Hiat-ho-pay ini dipersilahkan meguburkan terlebih dulu ke
dua belas kerangka dari dua belas orang ciangbunjien!”
Sehabis membaca tulisan itu tiba-tiba Koan Ing teringat
akan sesuatu....

“Bukankab tempat ini adalah tempat yang dikatakan oleh
Tong Phoa Phek sebagai di atas batu cadas di dalam air
diselat Sam Shia?” pikirca diam-diam.
Di atas batu di bawah air!” sedikitpun tidak salah, tempat
ini memang ada di atas batu di bawah air. tetapi ada siapa
yang bisa menemukan tempat ini?
Tong Phoa Phek sudah membuang waktu yang amat lama
sekali untuk mencari tempat ini tetapi hasilnya nihil, tidak
disangka karena bencana dirinya malah kejatuhan rejeki....
Dengan tanpa membuang waktu lagi Koan Ing segera
menjatuhkan dirinya berlutut dan memberi hormat lagi kepada
kedua belas kerangka manusia itu kemudian baru dia
menggali liang dan memasukkan kerangka2 manusia itu untuk
dikubur.
Menanti tiba gilirannya pada kerangka yang terakhir
pemuda itu jadi rada tertegun dibuatnya, kiranya kerangka
manusia itu berlapislah suatu sinar merah yang amat tawar,
jika ditinjau sepintas lalu lapisan merah itu mirip sekali dengan
sebuah tenaga tersembunyi.
Koan Ing benarZ tertegun dibuatnya, tetapi teringat kalau
kerangka itu bagaimanapun juga harus dikuburkan tanpa
buang waktu lagi dia pun membopong kerangka tersebut.
Tetapi.... baru saja sepasang tangannya menempel pada
kerangka manusia itu mendadak terasalah suatu tenaga
hisapan yang amat kuat meluncur keluar dari kerangka
manusia itu dan menghisap kencang-kencang sepasang
tangannya.
Pemuda itu benar-benar merasa amat terperanjat,
tubuhnya terasa jadi kaku sedang untuk lepas tanganpun tak
berhasil....
“Apakah aku terkena racun? Sungguh tidak berharganya
aku harus menemui ajalnya di tempat ini!” pikirnya dihati.

Pada saat hatinya terasa amat gugup itulah segulung bawa
aliran yang amat panas meluncur masuk ke dalam tubuhnya,
keadaannya pada saat itu mirip sekali dengan adanya bantuan
tenaga dari seseorang.
Hanya di dalam sekejap saja seluruh urat nadi dan jalan
darahnya terasa panas seperti dibakar, otot dan badannya
hampir-hampir dibuat lumer.
Tetapi perasaan tersebut hanya sebentar, kemudian sudah
lenyap tak berbekas, seluruh tubuhnya telah basah kujup oleh
keringat mengucur keluar dengan derasnya.
Tetapi hanya di dalam sekejap itu pula tenaga dalamnya
telah memperoleh kemajuan yang dia sendiripun hampir tidak
mempercayainya.
Dengan perlahan dia meletakkan kembali kerangka
manusia itu ke atas tanah dan mengusap kering keringat yang
mengucur keluar dengan amat derasnya, diam-diam dia
menarik napas panjang-panjang.
Ketika matanya memandang lagi ke arah kerangka
tersebut, kerangka yang semula diliputi oleh cahaya merah
kini sudah berubah jadi memutih, kontan pemuda itu menjadi
melengak dibuatnya karena peristiwa ini baru dialaminya
untuk pertama kali.
Koan Ing menarik napas panjang-panjang dengan cepat
diapun mengubur kerangka tersebut.
Tiba-tiba matanya tertumbuk dengan beberapa buah
tulisan yang ada di bawah kerangka tadi:
“Cayhe adalah ciangbunjien angkatan kedua belas dari
Hiat-ho-pay, si “Boe Im Khek” Soog Yen. sewaktu partai ini
berada di bawah perintahku dikarenakan desakan dari pihak
Siauw-lim anak muridku pada binasa dan terluka, cayhe
sendiri kena didesak untuk melarikan diri dengan
meninggalkan kereta, karena luka yang parah maka aku

tinggalkan seluruh tenagaku buat orang menguburkan
jenazahku dikemudian hari, ketiga buah barang pusaka ini
adalah milik ciangbunjien pertama, barang siapa yang
memperoleh benda tersebut tak terkalahkan di seluruh kolong
langit.”
Sehabis membaca tulisan itu diam-diam Koan Ing merasa
hatinya bergidik, dia tidak menyangka walaupun Song Yen
mati ia berhasil kumpulkan seluruh tenaga dalamnya untuk
diturunkan kepada orang dikemudian hari....
Setelah termenung sebentar akhirnya dia jatuhkan diri
bersila dan mulai menyalurkan tenaganya untuk melumerkan
tenaga dalam yang baru saja diperolehnya itu....
Kurang lebih setengah jam lamanya dia baru berhasil
menggabungkan tenaga itu dengan tenaganya sendiri,
berbagai ilmu silat dari ajaran Jien Wong yang belum berhasil
terpecahkanpun dengan bertambahnya tenaga dalam
memperoleh kemajuan yang pesat.
Menanti Koan Ing membuka matanya kembali hari sudah
terang tanah, saat itulah ia baru teringat akan diri Sang
Siauw-tan yang lagi merasa cemas karena dirinya terbawa
oleh kereta berdarah,
Dengan cepat ia menyimpan ketiga buah benda pusaka dari
partai Hiot Hoo Pay Itu. setelah memberi hormat kembali pada
kedua belas kuburan baru itu dengan mengikuti pusaran air
kembali pemuda itu munculkan dirinya ke atas permukaan air.
Begitu mencapai tepian sungai tanpa perduli bajunya masih
basah lalu ia kerahkan ilmu meringankan tubuhnya berkelebat
ke arah depan.
Tidak selang beberapa saat kemudian sampailah pemuda
itu di tempat yang sudah dikenal olehnya, jantungnya terasa
berdebar amat keras, kareaa sebentar lagi dia bakal bertemu
dengan Sang Siauw-tan.

Mendadak ia merasakan dari sebelah kirinya berkumandang
datang suara langkah manusia yang amat perlahan. dengan
cepat dia berhenti dan menoleh ke arah mana.
Tampaklah dari tengah hutan berjalan keluar seorang
toojien yang kurus dan kecil. wajahnya kelihatan masih
mengantuk sedang jubahnya yang berwarna hijau sangat dekil
dan kotor.
Koan Ing yang tidak kenal dengan orang itu segera
kerutkan alisnya rapat-rapat. di dalam anggapannya Toojien
itu kebanyakan adalah anak mund dari Bu-tong-pay karenanya
tanpa ambil perduli lagi dia putar badan dan melanjutkan
perjalanannya kedapan.
“Eeei saudara cilik!! kau hendak pergi kemana?” sapa
Toojien itu sambil menguap beberapa kali.
Koan Ing yang disapa oleh toosu itu di dalam hati segera
merasa amat cemas, sebenarnya ia tak bermaksud untuk
menggubris dirinya tapi melihat Toojien itu sudah berusia lima
puluh tahunan memaksa dia orang mau tak mau harus
menoleh.
“Aku ada urusan penting, maaf harus jalan setindak lebih
dahulu!” serunya kemudian.
Sehabis berkata dengan cepat dia putar badan dan berlalu.
“Eeei.... eei sekalipun kau ada urusan penting tapi aku ada
urusan yang lebih penting lagi untuk dirimu, bilamana kau
mau membereskan urusan penting ini lebih baik jangan pergi
dulu!” teriak Toojien itu lagi dengan suara yang amat keras.
Dalam hati Koan Ing merasa rada tidak senang pikirnya,
“Hmm! siapakah sebetulnya sihidung kerbau ini? Aku sama
sekali tidak kenal dengan dirinya buat apa dia cari urusan?
Apa mungkin toosu ini adalah anak murid dari Bu-tong-pay?”

Berpikir sampai disini dengan wajah yang keren dia lantas
berkata, “Bilamana tootiang ada urusan lebih baik kita
bicarakan dikemudian hari saja!”
Selagi berkata dia lantas putar badannya dan berlalu dari
sana dengan amat cepat. Gerakan dari Koan Ing amat cepat
sekali, hanya di dalam sekejap saja ia sudah tiba di depan
loteng yang pernah didiami itu dan langsung menerjang naik
ke atas.
Tetapi suasana di dalam loteng tersebut amat sunyi sekali,
sesosok bayangan manusiapun tak nampak.
Koan Ing benar-benar meresakan hatinya amat cemas,
dengan suara yang keras dia berteriak memanggil nama
Siauw-tan tetapi tak kedengaran juga suara sahutan.
Kemana perginya Sang Siauw-tan? Apa mungkin gadis itu
pergi mencari dirinya?
Mendadak dia mendengar suara helaan napas dari
seseorang bergema datang dari belakang tubuhnya, terburuburu
tubuhnya membalik dan melayang mundur ke belakang.
Ketika sinar matanya menyapu ke arah orang itu hatinya
kembali merasa amat terparanjat sekali, Kiranya orang yang
berada di depan pintu pada saat ini bukan lain adalah Toojien
kurus kecil yang pernah ditemuinya ditengah jalan baru saja.
Siapakah orang itu? Ada keperluan apa menguntit dirinya
sampai disini? Apakah dia orang tidak tahu kalau tempat ini
adalah kediaman dari Sang Su-im?
Terdengar sitoojien itu kembali menguap beberapa kali.
“Pinto bernama Thian Tay Lan Toojien.” ujarnya
memperkenalkan diri. “Tentunya kau orang pernah
mendengar namaku bukan?”
Mendengar disebutnya nama itu Koan Ing jadi sangat
terperanjat, dia sama sekali tidak menyangka kalau sitoojien

kate yang ada di hadapannya ini sebenarnya adalah Lan
Toojien dari gunung Thian Thay yang terkenal akan ilmu
meringankan tubuhnya itu.
Walaupun kepandaian silat dari Lan Toojien ini tidak begitu
tinggi, tapi ilmu meringankan tubuhnya boleh dikata nomor
satu dia terkenal karena kemalasannya karena itu jarang
sekali ada orang yang menemuinya. walaupun begitu
namanya sudah sangat tarkenal sekali di seluruh dunia
kangouw.
Tidak disangka ini hari dia bisa munculkan dirinya disini,
jelas sekali tujuannya tentu pada kereta berdarah itu.
Dengan menggunakan tangannya Lan Toojien Mengujek2
matanya kamudian ujarnya dengan perlahan.
“Eeei bocah, bilamana kau menduga kedatanganku
dikarenakan kereta berdarah maka kesalahan ini adalah suatu
kesalahan yang amat besar, dengan kepandaian silatku pada
saat ini sebetulnya aku tidak memerlukan kereta berdarah
lagi, justru aku datang kemari hanya ingin menonton
keramaian saja!!”
Sehabis berkata kembali ia menguap beberapa kali,
beberapa saat kemudian dia barkata lagi; “Aku melihat
keadaanmu sungguh aneh sekali, jika ditinjau dari wajahnya
mirip sekali dengan Koan Ing yang tersiar dalam Bu-lim tapi
jika diteliti lagi tidak mirip. agaknya Koan Ing tidak membawa
busur! Oouw jaa.... sungguh bagus sekali busurmu itu, mari
bawa kemari aku mau lihat sebentar!”
“Cayhu memang Koan Ing adanya, maaf busur ini aku
orang tidak dapat hadiahkan kepada orang lain.”
“Aku sendiripun tahu kalau kau tidak bakal berikan busur
itu kepadaku,” kata Lan Toojien sambil bersandar pada
dinding loteng dan menyipitkan matanya, “Tapi aku sudah
berlari amat jauh sekali, bilamana kau tidak hadiahkan busur
itu kepadaku buat apa aku melakukan perjalanan jauh!!”

Kembali Koaa Ing kerutkan alisnya rapat-rapat dia tidak
ingin berbicara banyak, tanpa memperdulikan Lan Toojien lagi
dengan langkah lebar ia putar badan dan berjalan ke tempat
luaran.
Lan Toojien dari gunung Thian Thay pun tidak
menghalangi, dengan malas2an diapun ikut berjalan keluar
dari kamar itu, sedang mulutnya dengan tiada hentinya
bergumam, “Sayang.... sayang tadi aku melihat ada seorang
gadis kena ditangkap orang!!”
Sebenarnya Koan Ing tidak bermaksud untuk menggubris
Lan Toojien lagi, tapi setelah mendengar perkataan itu hatinya
merasa tergetar amat keras, dengan cepat dia menghentikan
langkahnya dan menoleh.
“Siapa?”
“Kau serahkan dulu busur itu?” seru Lan Toojien tanpa
membuka matanya,
Sinar mata Koan Ing berkelebat tiada hentinya, saat ini
hatinya benar-benar merasa cemas bercampur kheki. dia
kepingin sekali mengetahui siapakah yang sudah turun tangan
menangkap gadis itu....
Tetapi bilamana dikatakan Cha Ing Ing yang ditangkap hal
ini tidak mungkin....
“Aku masih belum tahu siapakah gadis itu buat apa harus
serahkan busur ini kepadamu?” katanya kemudian.
Dangan perlahan Lan Toojien mengangguk. “Perkataanmu
sedikitpun tidak salah!” sahutnya. “Tetapi aku rasa gadis itu
ada sangkut-pautnya dengan dirimu. bilamana kau tidak
serahkan dulu busur itu kepadaku nanti setelah aku beritahu
padamu kau tidak suka berikan busur tersebut bukankah sulit?
orang muda paling susah untuk dipercaya!”

Dengan gusarnya Koan Ing segera mendengus, tetapi saat
ini dia tak berbuat apa-apa lagi. Terpaksa dia lepaskan busur
itu dan diserahkan kepada Lan Toojien.
“Nih, ambillah busur ini! Tetapi kau harus hati-hati, berani
bicara sembarangan aku hajar batok kepalamu!” teriaknya.
Lan Toojien tersenyum, sambil menerima busur perak itu
ujarnya lagi, “Busur itu sudah kau hadiahkan kepadaku, buat
apa anak panahnya kau simpan?”
Koan Ing benar-benar dibuat gusar sekali, tapi ia tak dapat
berbuat apa-apa terpaksa anak panah itu dilepaskan juga dan
diberikan saja kepada si toosu malas.
Lau Toojien tidak langsung menjawab, matanya yang masih
mengantuk dipentangkan lebar2 untuk memperhatikan buiur
perak serta anak panah dari perak itu.
“Heemm.... busur dan anak panah yang bagus!” pujinya.
Sehabis berkata dia baru menoleh ke arah sang pemuda dan
katanya, “Tadi aku melihat dua orang lelaki berwajah bengis
menawan seorang nona kecil, katanya nona itu ditawan untuk
menghadapi dirimu, mereka sekarang pergi ke sebelah Barat,
aku lihat kedua orang itu adalah anak murid dari Si Ih Tuo
Su!”
Mendengar perkataan itu Koan Ing benar-benar merasa
amat terperanjat, tidak disangka olehnya satu gelombang baru
saja mereda gelombang lain sudah melanda. urusan yang
menyangkut soal lembah Chiat Han Kok belum beres si orang
tua bongkok dari Si Ih sudah munculkan dirinya kembali di
daerah Tionggoan.
Bagaimana mungkin iblis tua yang selama ini tidak pernah
meninggalkan daerah Si Ih bisa munculkan dirinya di daerah
Tionggoan?
“Siapakah nona itu?” tanyanya kemudian dengan cemas.

“Bagaimana aku bisa tahu siapakah nona itu?” sahut Lan
Toojien dengan malasnya. “Apakah kau sendiripun tidak
tahu?”
Koan Ing benar-benar dibuat gemas olab sikap yang
ogah2an dari Lan Toojien ini, dengan gusarnya dia
mendepakkan kakinya ke atas tanah.
Pikirannya dengan cepat berputar, teringat olehnya kalau
gadis yang paling erat hubungannya dengan dia cuma Sang
Siauw-tan serta Cha Ing Ing, kini Sang Siauw-tan ada di
samping ayahnya tidak mungkin dia orang bisa tertawan, apa
mungkin Cha Ing Ing?
Sikap serta tindak-tanduk dari Lao ToOjien yang ogah2an
itu membuat sang pemuda malas bertanya lagi, tanpa buang
waktu tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju ke arah
sebelah barat.
Seratus lie sudah dilewati dengan cepatnya, tetapi apa pun
tidak kelihatan, menanti cuaca sudah mulai menggelap
dengan hati sedih dan tak bersemangat dia memperlambat
langkahnya.
Mandadak....
“Aaach.... bukankah itu busurku?” teriaknya tertahan.
Sedikitpun tidak salah busur perak serta sekantongan anak
panah peraknya pada saat itu sudah targantung pada dahan
pohon ketika dia mengambil kembali benda tersebut
terlihatlah secarik kertas tertempel di baliknya.
“Hadiah busur aku terima dihati, benda itu kukembalikan
pada empunya. bilamana ingin mencari sang gadis, masuklah
kehutan yang lebih dalam.”
Lama sekali Koan Ing memandang kertas itu dengan
termangu-mangu, pada mulanya dia masih mencemooh diri
Lan Toojien dari gunung Thian Thay karena terlalu licik siapa

sangka dugaannya ternyata meleset. dia marasa kecewa atas
perasaannya tadi....
Lan Toojien ternyata bisa tiba di tempat itu lebih cepat dari
dirinya, hal ini membuktikan kalau tenaga dalamnya luar biasa
sekali, julukannya sebagai jagoan nomor Wahid di dalam ilmu
meringankan tubuhpun bukanlah nama kosong belaka.
Setelah menggantungkan kembali busur serta anak panah
tersebut matanya mulai menyapu ke arah hutan yang luar
biasa lebatnya di depan mata.
Dia karutkan alisnya rapat-rapat, sedang dalam hati diamdiam
berpikir, “Apakah hutan ini yang dimaksudkan oleh Lan
Toojien?”
Sinar matanya dengan cepat berkelebat, sedang tubuhnya
pun dengan kecepatan yang luar biasa menerjang masuk ke
dalam hutan tersebut.
Tidak jauh dia memasuki hutan yang amat lebat itu
tertampaklah sebuah kuil yang amat besar dan megah muncul
di hadapannya, dengan langkah yang perlahan pemuda itu
segera menuju ke depan.
Burung berkicau dengan ramainya memecahkan kesunyian
yang mencekam, dalam hati Koan Ing merasa heran,
bagaimana mungkin tempat yang demikian tenang dan
sunyinya sudah dialami oleh orang-orang dari Si Ih Mo Tuo?
walaupun dalam hati ia rada ragu-ragu tetapi perkataan dari
Lan Toojien tak bisa tidak dipercaya.
Dengan hati ragu-ragu selangkah demi selangkah pemuda
itu masuk ke dalam kuil. Setelah masuk ke dalam pintu
terasalah olehnya suara yang benar-benar sunyi, sesosok
manusiapun tak nampak disana.
Dari keheranan Koan Ing jadi manaruh curiga, di dalam kuil
yang demikian besar dan megahnya bagaimana mungkin tidak

nampak sesosok manusiapun? Apalagi kuil ini masih utuh dan
megah.
Sinar matanya mulai menyapu sekejap sekeliling tempat
itu, terlihatlah ditengah ruangan yang besar penuh diliputi
oleh asap dupa yang wangi dan tipis.
Apakah mungkin inilah perangkap yang sengaja dipasang
oleh Si Ih Mo Tuo? tetapi dirinya sudah tiba disini ada
seharusnya masuk juga ke dalam untuk melihat2.
Tanpa buang waktu lagi Koan Ing bertindak masuk ke
ruangan tengah. Di tengah-tengah ruangan berdirilah sebuah
hioloo yang amat besar, setelah melingkari hioloo tersebut
sampailah dibagian tengah ruangan kuil.
Asap dupa memenuhi ruangan tetapi suasana tatap sunyi
senyap, sesosok bayangan manusiapun tak nampak.
Koan Ing semakin curiga lagi, dengan langkah yang
berhati-hati ia melanjutkan perjalanannya ke depan,
mendadak....
Ooo)*(ooO
Bab 46
“Aaah....!!” seru Koan Ing tertahan.
Kiranya di atas lantai terlentanglah sesosok mayat manusia.
Mayat itu memakai baju biru yang sudah compang-camping,
wajahnya kuning sedang usianya tidak ada lima enam puluh
tahunan, agaknya mayat dari seorang pengemis.
Melihat hal itu Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat.
pikirnya, “Di tempat ini bagaimana bisa muncul sesosok
mayat? Kelihatannya orang itu mati belum lama, tetapi
siapakah orang itu? Karena apa ia mati?”
Dengan langkah yang amat perlahan ia berjalan mendekati
mayat tersebut, maksudnya untuk memeriksa orang itu mati di
bawah serangan ilmu kepandaian apa.

Koan Ing menarik napas panjang-panjang, kepalanya
didongakkan untuk berpikir keras.
Pada saat itulah sekonyong2 mayatnya itu meloncat
ketengah udara, ujung kaki kanannya menutul permukaan
tanah sedang tangan kanannya bagaikan kilat cepatnya
menyambar ke arah leher Koan Ing.
Melihat dirinya dibokong secara mendadak pemuda itu jadi
amat terperanjat, tubuhnya dengan cepat menyingkir
kesamping,
Di dalam keadaan yang amat kritis ia berhasil
menghindarkan diri dari bokongan tersebut. walaupun begitu
tak urung pipinya terasa pedas juga tersambar sisi telapak
pihak lawan
Ia merasa terkejut bercampur gusar, jika ditinjau dari
serangan tersebut tenaga dalamnya berada diantara Sang Suim
sekalian.
Untung saja saat ini dia baru mengalami kejadian ini,
bilamana pada dua hari yang lalu mungkin nyawanya sudah
melayang.
Baru saja Koan Ing berbasil menghindarkan diri dari
serangan yang pertama, orang itu kembali membentak keras,
sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke
depan melancarkan sepuluh serangan sekaligus.
Dengan gesitnya Koan Ing enjotkan badannya ketengah
udara kemudian melayang keluar dari kurungan.
Ketika orang itu melihat serangannya tidak mencapai pada
sasarannya dalam hati merasa rada berada diluar dugaan. Ia
tak berani berdiam lebih lama lagi, tubuhnya dengan cepat
mencelat ketengah udara kemudian bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya meluncur keluar dari ruangan
tersebut.

Tiba-tiba satu ingatan berkelebat di dalam benak sang
pemuda.
“Apa mungkin dia adalah anak buah yang dibawa oleh si
iblis bongkok dari daerah Si Ih?” pikirnya.
“Cepat hentikan langkahmu!” bentaknya kemudian dengan
gusar. “Kau ingin melarikan diri kemana!”
Tubuhnya pun dengan cepat meluncur keluar dari ruangan
kuil itu.
Diluar kuil tampaklah dua orang sedang berdiri saling
berhadap2an, yang satu adalah lelaki berpakaian compangcamping
itu sedang lain bukan lain adalah si dewa telapak dari
gurun pasir Cha Can Hong adanya.
Ketika Cha Can Hong melihat munculnya Koan Ing disitu
hatinya rada melengak.
“Oooo.... kiranya kau!” serunya tertahan. “Bagus sekali, kau
berdirilah disamping!”
Koan Ing jadi tertegun, jika ditinjau dari sikapnya jelas Cha
Can Hong kenal dengan orang ini, siapakah sebetulnya orang
itu? Kepandaian silatnya benar-benar amat lihay sekali.
Sebenarnya dalam hati Koan Ing kepingin sekali
menanyakan keselamatan dari Sang Siauw-tan, tetapi melihat
sikap Cha Can Hong yang amat serius ia tak berani membuka
mulutnya.
Pada hari2 biasanya Cha Can Hong jarang sekali marah.
tetapi saat ini wajahnya berubah hijau membesi jelas ia lagi
amat murka.
“Bagus sekali!!” terdengar si dewa telapak berseru dengan
suara yang amat dingin. “Tidak kusangka dua puluh tahun
kemudian kau kembali lagi kemari, kenapa kau tidak mencari
aku, sebaliknya menculik putriku? Apakah ini suatu cara yang
bagus?”

“Aaach.... kiranya benar-benar Cha Ing Ing yang tertawan!”
teriak Koan Ing dalam hati.
Tetapi bagaimana mungkin Cha Can Hong bisa memperoleh
berita ini? Apa mungkin Lan Toojien yang memberi tahu?
Agaknya orang itu tidak mengerti maksud dari perkataan
Cha Can Hong ini, dia rada melengak tapi sebentar kemudian
sudah tertawa dingin tiada hentinya.
“Cha Can Hong! aku Ih Su Seng adalah musuh
bebuyutanmu sekalipun aku punya niat belum tentu suka
menculik putrimu, kedatanganku kemari justru karena
undangan dari orang-orang Sin Tie Pang untuk menghadapi
Koan Ing, buat apa kau mengalihkan dosa2 itu ketubuhku?”
Koan Ing yang mendengar disebutnya nama itu dalam hati
meresa terkejut, dia sama sekali tidak mengira kalau orang ini
bukan lain adalah pangcu dari kay-pang tempo hari “Kioe Cho
To Seng Kay” atau sipengemis tunggal dari sembilan selat Ie
Su Seng adanya, dia ternama karena mengandalkan sepasang
telapak tangannya tetapi pada dua puluh tarun yang lalu telah
dikalahkan oleh Cha Can Hong sehingga memaksa dirinya
untuk mengundurkan dari keramaian dunia kangouw.
perkataan terakhir sabelum dia mengasingkan diri adalah
sebelum membalas dendam tidak akan muncul.
Tidak disangka dua puluh tahun kemudian dia sudah
munculkan dirinya kembali disana.
Dengan dinginnya Cha Can Hong mendengus dingin,
diapun tahu kalau Ih Su Seng tidak akan berbUat demikian,
nama besarnya sudah runtuh pada dua puluh tahun yang lalu,
bilamana kini ia menculik kembali putrinya untuk membalas
dendam hal ini sudah tentu akan ditertawakan oleh orangorang
Bu-lim.
“Hmmm! Demikianpun bagus juga!” seru Ih Su Seng sambil
mendengus dingin.” Sebelum aku pergi mencari dirimu kita
sudah berjumpa disini, ini hari kita tentukan kembali siapa

menang siapa kalah, kekalahanku pada dua puluh tahun yang
lalu aku akan kutebus pada ini hari juga?”
“Heeee.... heee.... boleh2 saja, aku ingin melihat apakah
ilmu telapak “Ci Sin Ciang”mu mendapat kemajuan selama dua
puluh tahun ini!” sambut Cha Can Hong dengan dingin.
Dengan cepat Ie Su Seng mengundurkan kaki kanannya
setengah langkah ke belakang, sepasang matanya dengan
tajam memperhatikan diri Cha Can Hong.
Pada dua puluh tahun yang lalu dia pernah merasakan
bagaimana lihaynya ilmu ‘Thay Mo Kiem Sah Cang’ dari Cha
Can Hong, kini ia sudah diundang ‘Sin Tie Langcoen’ Ti Siuwsu
untuk membantu dirinya, terpaksa iapun harus menerima
tantangan ini dengan hati berdesir.
Dengan cepat Cha Can Kong menggeserkan badannya ke
kiri, mendadak tubuhnya berkelebat ke depan sepasang
telapak tangannya berturut-turut melancarkan sepuluh
serangan gencar dengan menggunakan jurus ‘Oei Sah Cian
Lie’ atau pasir gunung seribu lie dari ilmu telapak ‘Thay Mo
Kiem Sah Ciang’.
Begitu serangan tersebut dilancarkan ke depan, seketika itu
juga seluruh angkasa dipenuhi dengan suara desiran yang
menyesakkan pernapasan.
Ie Su Seng membentak keras, telapak tangannya
didorongkan ke depan melancarkan satu pukulan santar.
“Braak.... ” dengan disertai suara ledakan yang keras
seluruh angin pukulan yang dilancarkan oleh Cha Can Hong
berhasil dipukul bujar,
Tubuh Cha Can Hong dengan cepat melayang ke atas
permukaan tanah ilmu telapak “Thay Mo Kiem Sah Ciang
Hoat” pun cepat dilancarkan.

Tubuhnya laksana pusaran angin dengan tiada hentinya
mengelilingi tubuh Ie Su Seng, sedang sepasang telapaknya
bagaikan kilat melancarkan pukulan yang mematikan.
Dengan gesitnya Ie Su Seng pun mendorong sepasang
tangannya ketengah udara, diantara bentrokan2 yang amat
ramai tubuhnya ikut berputar diantara berputarnya tubuh Cha
Can Hong.
Gerakan tubuh kedua orang itu makin lama makin cepat,
semakin berputar Cha Can Hong semakin menyempit sedang
Ie Su Seng semnkin berputar semakin melebar, keadaan posisi
mereka jadi saling berkejaran.
Angin pukulan saling bertumbukan ditengah udara
sehingga membentuk selapis demi selapis hawa raksasa, suara
bentakan pun semakin membisingkan telinga.
Koan Ing yang melihat cara bertempur dari kedua orang itu
dalam hati merasa terperanjat, selama ini belum pernah dia
orang menonton suatu pertempuran yang demikian sengitnya
antara dua orang jagoan Bu-lim yang memiliki kepandaian
dahsyat.
Beberapa saat kemudian mendadak bayangan mereka
berdua berpisah, Ie Su Seng membentak keras dan
mengundurkan dirinya ke belakang,
“Cha Can Hong!” serunya dengan wajah pucat pasi. “Ini
hari kembali kau yang menang. tetapi kedataaganku kali ini
bukan bermaksud untuk mencari dirimu. kecuali kau mati atau
kepandaianmu musnah aku tidak bakal kembali lagi.”
Jilid 19
“HMM! SESUKAMU apa yang hendak engkau lakukan,”
sahut Cha Can Hong dengan wajah yang dingin dan suara
yang tawar.

Ih Su Seng segera putar tubuhnya siap-siap meninggalkan
tempat tersebut.
“Hee.... hee jangan pergi dulu!” Tiba-tiba Koan Ing
membentak keras. “Kau sudah melupakan diriku!”
“Kau!” teriak Ih Su Seng sambil tertawa dingin. “Ini hari
aku tidak berhasil menghajar dirimu urusan akan aku bikin
selesai sampai disini saja, apakah kaupun ingin menahan
diriku?”
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat, “Kau pura-pura
mati dan hendak membokong diriku, urusan ini aku tidak akan
menarik lebih panjang lagi. Tetapi terculiknya bocah
perempuan tersebut bagaimana pun juga kau ikut tersangkut,
bilamana ini hari kau tidak jelaskan kepadaku dimanakah gadis
itu disembunyikan heee ,.... heee , . jangan harap bisa pergi
dari sini dalam keadaan selamat!” katanya.
Cha Can Hong yang mendengar perkataan dari pemuda
tersebut dalam hati lantas mendengus dingin.
“Hmmm! Koan Ing sungguh amat sombong!” pikirnya
dihati. “Apakah dengan kepandaian yang dimiliki ih Su Seng
bisa ia tahan semuanya? Hmmm! Sungguh tak tahu
kekuatannya sendiri, walaupun aku sebagai cianpweenya,
tetapi di dalam urusan ini aku tidak akan ikut campur. Biar dia
merasakan bagaimanakah rasanya dihajar habis-habisan oleh
Ih Su Seng, dengan demikian biar dia tahu di kolong langit
bukan cuma dia seorang yang lihay.”
Walaupun tadi Ih Su Seng tidak berhasil membokong
dirinya tetapi ia tidak percaya kalau Koan Ing betul-betul
memiliki kepandaian silat yang sangat lihay. Setelah
mendengar perkataan tersebut hatinya benar-benar merasa
amat mendongkol bercampur marah. Tak kuasa lagi sambil
menengadah ke atas ia tertawa terbahak-bahak dengan
seramnya.

“Haaaaa.... haaaa.... bagus! Bagus” teriaknya. Inilah yang
dinamakan harimau masuk kampung kena digoda oleh sang
anjing. Ini hari aku akan menggunakan kepandaianku untuk
memberi ajaran adat kepadamu, Hmm! anak muda! Semakin
hari kau orang semakin tak tahu diri, kau kira aku betul-betul
bisa kau hina seenaknya?”
Koan Ing sama sekali tak tergetar hatinya, dia tahu Lan
Toojien suruh dia datang kemari perkataannya tentu tidak
akan salah, bagaimanapun juga Ih Su Seng pasti tersangkut di
dalam peristiwa terculiknya Cha Ing Ing.
“Heeeee.... heeeee.... bagaimana juga bilamana kau ingin
berlalu dari sini maka jelaskan dulu duduknya persoalan,”
katanya kemudian dengan tawar,
Kembali Ih Su Suseng dongakkan kepalanya tertawa seram
tubuhnya mendadak berkelebat kehadapan Koan Ing sedang
tangan kanannya dengan cepat dibabat ke arah depan
mengancam pundak kanan dari pemuda tersebut.
Inilah jurus “Huan Ci Seng Gwat” atau desak hancur
bintang dan bulan dari ilmu telapak “Ci Sin Ciang. Walaupun
serangannya dilancarkan amat biasa tetapi segulung hawa
pukulan yang amat dahsyat tiada putusnya menerjang ke
depan.
Koan Ing tanpa menggerakkan pundaknya tahu-tahu sudah
menghindar kebalik hioloo besar yang ada ditengah ruangan
itu.
Gerakannya itu bukan saja membuat Ih Su Seng merasa
amat kaget sekalipun Cha Can Hong pun merasa amat
terperanjat. Bukankah gerakan tersebut adalah ilmu ‘Toa Nah
Heng Ih Wie Kang’ dari ilmu tenaga dalam tingkat teratas?
Bagaimana mungkin pemuda itu berhasil mempelajarinya?
Walaupun dalam hati Ih Su Seng merasa amat kaget tetapi
keadaannya pada saat ini Sudah mirip dengan anak panah

yang telah dipentangkan di atas busur, sekalipun tak sanggup
harus dilepaskan juga.
Dengan cepat ia membentak keras, tubuhnya segera
mengejar ke arah depan dan berturut melancarkan tiga
serangan berantai.
Kembali Koan Ing berkelebat untuk menghindarkan diri dan
serangan tersebut.
“Hmmm! Apakah kau orang masih belum tahu kalau aku
lagi mengalah?” serunya dingin.
Walaupun mereka belum bergebrak secara resmi tetapi
jelas kelihatan gerakan dari Koan Ing jauh lebih cepat dari diri
Ih Su Seng tak usah dipertandingkan lagi sudah kelihatan
kalau dia pasti kalah.
Lama sekali Orang bekas ketua Kay Pang ini termangumangu,
akhirnya ia menghela napas panjang.
“Heeeei.... tidak kusangka kepandaian silatku tidak bisa
memahami kepandaian dari seorang bocah cilikpun!”
gumamnya.
“Di dalam kuil ini tidak mungkin tidak ada orang” kata Koan
Ing lagi dengan perlahan, “Lenyapnya bocah perempuan
itupun tidak mungkin tak ada sangkut pautnya dengan dirimu,
bilamana kau tidak mau juga berbicara.... heee.... heeeee
jangan kau salahkan aku akan bertindak kasar terhadap kau
orang!”
Dengan perlahan Ih Su Seng menundukkan kepalanya
berpikir sebentar. sedang Koan Ing sambil kerutkan alisnya
memperhatikan dirinya tak berkedip.
Cha Can Hong sebenarnya merasa tidak percaya kalau Ih
Su Seng bisa turun tangan menculik puterinya tetapi melihat
sikapnya yang lagi termenung ini, hatinyapun segera merasa
ragu-ragu kembali.

Pada saat ini dia tidak ingin ikut campur, makanya sambil
tutup mulutnya rapat-rapat ia menanti jawaban dari Ih Su
Seng.
Koan Ing menarik napas panjang-panjang, baru saja dia
bermaksud untuk berbicara mendadak Ih Su Seng membentak
keras sedang tubuhnya dengan amat cepat menubruk ke arah
Koan Ing.
Di dalam sekejab mata ia sudah melancarkan delapan buah
serangan dahsyat menghajar ke atas tubuh pemuda tersebut,
inilah jurus “Seng Gwat Hwie Hun” atau bintang dan rembulan
terbang berpisah yang merupakan jurus andalannya selama
ini.
Seketika itu juga seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan
berpuluh-puluh suara ledakan yang memekakkan telinga.
Angin pukulan laksana mengamuknya ombak ditengah
samudra dengan hebatnya menggulung tubuh Koan Ing.
Koan Ing sama sekali tidak menyangka di dalam saat
seperti ini Ih Su Seng bisa melancarkan serangan bokongan.
Tubuhnya bagaikan kilat berkelebat ke samping.
Ditengah menyambarnya angin pukulan, dengan cepatnya
pakaian yang dikenakan oleh pemuda itu berhasil dihancurkan
sehingga terbang berkeping-keping. Dengan demikian
tampaklah sebaris pedang pendek serta cambuk perak yang
dikenakan di pakaian sebelah dalam.
Di dalam keadaan amat terkejut bercampur gusar, Koan
Ing membentak keras, tangan kanannya menyambar ke arah
pinggang mencabut keluar cambuk perak sepanjang delapan
kaki itu dan menghajar ke arah pinggang Ih Su Seng.
Serangan yang dilakukan di dalam keadaan gusar ini telah
menggunakan hampir seluruh bagian dari tenaga dalamnya,
tampaklah cahaya keperak2an memancar keluar memenuhi
angkasa, seluruh ruangan seketika itu juga sudah dipenuhi

dengan hawa serangan cambuk yang berdesir menyesakkan
napas.
Melihat kedahsyatan tersebut Ih Su Seng merasakan
nyalinya terpecah, Ketika serangan cambuk laksana kilat
menyambar ke arahnya ia membentak keras, telapak
kanannya berturut-turut melancarkan dua puluh delapan buah
serangan ke arah cambuk tersebut sedangkan tubuhnya
sendiri dengan amat gesit menyingkir ke arah samping.
Dengan cepat angin pukulan itu terbentur dengan serangan
cambuk sehingga menimbulkan gulungan angin taupan yang
amat menyeramkan.
Baru saja Ih Su Seng menyingkir ke samping Koan Ing
sudah enjotkan badannya mengejar dari belakang, cambuk
panjangnya berputar satu lingkaran ditengah udara sehingga
membentuk bunga-bunga cambuk yang amat banyak
kemudian dengan cepatnya mengurung sekeliling tubuh
musuhnya.
Buru-buru Ih Su Seng mencelat ke samping sepasang
telapaknya kembali melancarkan satu pukulan dahsyat ke arah
depan.
Berpuluh-puluh suara ledakan segera memenuhi angkasa,
tetapi begitu serangan cambuk itu tiba maka lenyaplah suara
ledakan itu kena dipunahkan.
Suara desiran serangan cambuk semakin lama semakin
mengencang sedang suara ledakan dari hasil angin pukulan Ih
Su Seng pun semakin lama semakin lemah dan terkurung.
yang satu maju yang lain mundur seketika itu juga membuat
seluruh wajah bekas ketua Kay Pang ini telah dipenuhi dengan
air keringat.
Di bawah serangan cambuk yang gencar dari Koan Ing ini
napas dari bekas ketua Kay Pang benar-benar terasa amat
sesak dan pusing kepala dibuatnya.

Mendadak ditengah angkasa berkumandang jeritan kaget
yang amat keras. dimana serangan cambuk berkelebat
pakaian yang dikenakan oleh Ih Su Seng pun sudah kena
berkeping-keping.
Dengan wajah pucat pasi bagaikan mayat Ih Su Seng buruburu
mengundurkan diri ke belakang dengan sempoyongan.
sedang tubuh Koan Ing dengan gagahnya menghadang jalan
perginya.
Sebentar kemudian dari sepasang mata Ih Su Seng telah
memancar keluar cahaya terkejut yang bukan alang-kepalang,
di bawah serangan gencar dari cambuk Koan Ing itu benarbenar
tidak memberi sedikit kesempatan pun baginya untuk
balas menyerang, hal ini jelas memperlihatkan kalau tak ada
harapan lagi buatnya untuk mengundurkan diri dari sana.
Koan Ing dengan cambuk panjang dilintangkan di depan
dada tanpa mengucapkan sepatah katapun memperhatikan
diri Ih Su Seng tajam-tajam.
Cha Can Hong yang menonton jalannya pertempuran dari
sampingpun merasa agak terperanjat, jangan dikata
kepandaian silat dari Ih Su Seng masih lebih rendah satu
tingkat dari dirinya sekalipun dia sendiri yang maju belum
tentu bisa menangkan diri Koan Ing.
“Ih Su Seng!” ujar Koan Ing dengan perlahan. “Aku tidak
akan mengungkap lagi soal perbuatanmu yang pura-pura mati
dan membokong diriku, ini hari juga aku minta kau
menjelaskan jejak dari bocah perempuan yang kau culik itu.
Kalau tidak.... hmmm! Jangan harap bisa pergi dari sini!”
Sipengemis tunggal dari sembilan keresidenan inipun
merupakan jagoan dari Bu-lim, dia orang mana pernah
menerima penghinaan yang seperti dialaminya ini hari? Sambil
menggigit kencang bibirnya ia lantas membentak keras.
“Koan Ing! kau terlalu menghina diriku?”

Koan Ing segera mengerutkan keningnya, belum sempat ia
mengucapkan sesuatu mendadak dari belakang tubuhnya
kembali berkumandang datang suara dari seseorang yang
terasa amat dikenalnya,
“Koan Ing! kau terlalu menghina orang lain!”
Dengan perlahan pemuda itu putar badannya, tetapi
setelah melihat siapakah dia orang dia jadi tertegun.
Kiranya orang itu bukan lain adalah Sin Tie Pangcu, Ti
Siuw-su adanya.
Bukankah dia ada janji dengan Sang Su-im di atas gunung
Jien Giok Hong? Bagaimana kini bisa muncul disini?.
Dengan langkah yang amat perlahan “Sin Tie Langcun” Ti
Siuw-su berjalan masuk, ke dalam ruangan.
“Siapakah kau orang?” tanya Cha Can Hong dengan nada
yang amat dingin.
Cha Can Hong tidak kenal dengan diri Ti Siuw-su sebaliknya
Ti Siuw-su kesal dengan Cha Can Hong, terdengar ia
mendengus dingin.
“Hmm! walaupun nama besar dari si dewa telapak dari
gurun pasir amat terkenal di dunia kang-ouw! tetapi aku
percaya kau masih belum apa-apanya dengan nama Sin Tie
Pang tempo hari!”
Perkataan ini secara tidak iangsung telah memperkenalkan
dirinya, tetapi bagi Cha Can Hong sudah cukup mengerti kalau
yang datang adalah Ti Siuw-su sendiri, hatinya jadi amat
terperanjat.
Dengan kepandaian silat yang aku miliki apakah masih bisa
menangkan diri Ti Siuw-su?” pikirnya diam-diam.
Walaupun dihatinya dia berpikir demikian, tetapi wajahnya
masih penuh dihiasi dengan senyuman.

“Heee.... heee.... apa gunanya kau mengungkap2 kembali
peristiwa yang telah lalu?” katanya dingin. “Kejajaan serta
kecemerlangan nama Sin Tie Pang pun sudah merupakan
peristiwa tempo hari, apa kau kira saat ini perkumpulanmu
masih bisa main paksa?”
“Haaa.... haaa.... kurang ajar! sungguh kurang ajar sekali!”
teriak Sin Tie Langcoen sambil tertawa seram. “Bilamana hari
ini aku tidak kasih sedikit hajaran terhadap dirimu, tentu kau
tidak mau tahu bagaimanakah pengaruh perkumpulan Sin Tie
Pang kami!”
Selesai berkata dengan gusarnya dia membentak, “Atur
barisan Seng Loo Toa Tin!”
Begitu suara perintah diucapkan, maka dari balik tembok
segera bermunculan seratus orang bersenjatakan seruling besi
yang masing-masing dengan cepat menempatkan diri pada
posisi tertentu untuk mengurung seluruh ruangan tersebut.
Sinar mata Koan Ing berkilat dia pernah merasakan
bagaimana dahsyatnya barisan “Seng Loo Tin”, bilamana
waktu itu Cha Ing Ing tidak datang tepat waktunya pasti
bereslah sudah nyawanya.
Kini Ti Siuw-su telah mengatur barisan “Seng Loo Toa Tin”
ini terhadapnya, barisan yang semula hendak digunakan untuk
menghadapi Sang Su-im tentu maha dahsyat.
Dengan dinginnya ‘Sin Tie Langcoen’ Ti Siuw-su
mendengus dingin, kendati dalam hatinya dia telah bermaksud
untuk menjagoi seluruh daerah Tionggoan sudah tentu ia
telah mengerahkan semua tenaga serta kekuatannya pada
barisan ini,
Tetapi dengan diri si Dewa Telapak dari gurun pasir dia tak
ada dendam sakit hati apa pun, untuk mencari gara2 terhadap
dirinya sudah tentu tidak mungKin terjadi.

Setelah termenung beberapa saat lamanya, akhirnya ia
menarik napas panjang.
“Cha Can Hong!” ujarnya. “Antara kita berdua tak ada
ikatan sakit hati sedalam lautan, bilamana kau tidak ingin
bermusuhan dengan diriku lebih baik cepat2lah
mengundurkan diri dari kalangan!”
“Haaa.... haaa.... Ti Siuw-su!” teriak Cha Can Hong sambil
tertawa terbahak-bahak. “Sejak kapan kau pernah melihat aku
orang she Cha mengundurkan diri dan lari terbirit2 setelah
kematian berada diambang pintu?”
Sin Tie Langcoen tidak berbicara lagi sedang sipengemis
tunggal dari kesembilan keresidenan Ih Su Seng pun dengan
perlahan mengundurkan diri ke samping dia yang melihat Ti
Siauw Su telah membentuk barisan “Seng Loo Toa Tin”
hatinya merasa rada lega.
“Paman Cha!” Tiba-tiba Koan Ing berseru setelah
memperhatikan sekejap keadaan sekelilingnya. Hanya untuk
menghadapi barisan yang sedemikian kecilnya buat apa kau
orang harus turun tangan sendiri? Lebih baik kau orang
menyingkir saja ke samping kalangan dan menonton cayhe
seorang diri mengobrak-abrik barisan jelek ini.”
Mendengar perkataan tersebut Cha Can Hong jadi rada
melengak, sebentar saja ia sudah menaruh rasa kheki
terhadap pemuda itu,
“Hmm? Bocah ini sungguh sombong amat aku dengar
barisan Seng Loo Toa Tin dari perkumpulan Sin Tie Pang amat
dahsyat sekali sekalipun maju dua orangpun belum tentu bisa
dipecahkan apalagi dia turun tangan seorang diri.... ” pikirnya
dihati.
Bukan begitu saja, walaupun nada ucapan sang pemuda
yang menolak ia ikut campur kedengarannya amat enak
didengar, tapi jelas mengandung maksud kata-kata,

“Kepandaian silatmu belum cukup, kau tidak usah mengacau
perhatianku. Lebih baik silahkan menyingkir saja!”
Berpikir akan hal itu hawa amarah segera membakar
seluruh hati Cha Can Hong!
“Hmm! Hmm! Bagus, bagus, tidak malu kau orang jadi
anak murid dari Thian-yu Khei Kiam” dengusnya dengan amat
dingin “Baiklah, bilamana kau tidak membutuhkan aku Cha
Can Hong akupun tidak akan memaksa, apalagi jelas sekali
Ing Ing putriku bukan mereka yang culik, lebih baik aku pergi
mencari putriku Hmm, manusia jahanam. manusia sombong,
jangan kau kira aku orang she Cha suka bantu dirimu untuk
memukul jebol barisan tersebut!”
Sehabis berkata dengan murkanya ia mendengus, lalu
tanpa menoleh lagi segera putar tubuh dan berlalu dari sana.
Sebetulnya Sin Tie Langcoen memang tak ada maksud
untuk mencari gara2 dengan diri Cha Can Hong, diapun tidak
berhasrat untuk menahan dirinya karenanya melihat si dewa
telapak berlalu dalam keadaan gusar ia tidak turun tangan
mencegah.
Lama sekali ia memandang bayangan punggung Cha Can
Hong dengan termangu-mangu akhirnya suatu senyuman
dingin menghiasi bibirnya,
“Koan Ing!” serunya kemudian dengan keras sambil
tertawa terbahak-bahak. “Kau jadi orang sungguh terlalu
sombong, bilamana kau berhasil memukul hancur barisan
“Seng Loo Toa Tin” ku ini. bukan saja sejak ini hari aku tidak
bakal munculkan dirinya kembali di dalam dunia persilatan
bahkan segera akan mengumumkan di seluruh dunia kangouw
kalau kau adalah manusia nomor wahid dari Bu-hm!”
Sinar mata Koan Ing berkilat. dia tidak mengucapkan
sepatah katapun sebaliknya diam-diam mulai memikirkan
cara-cara yang tepat untuk memukul hancur barisan itu.

Ti Siuw-su dengan cepat berkelebat ke atas tembok dan
mengundurkan diri keluar dari barisan, suara tiga kali tepukan
dengan cepat bergema memenuhi angkasa.
Koan Ing tahu Ti Siuw-su bermaksud untuk menggerakkan
barisannya, pada saat itulah suatu ingatan berkelebat di dalam
benaknya.
“Siapa yang turun tangan terlebih dulu, ia bakal menang di
atas angin.”
Belum habis Sin Tie Langcoen bertepuk tangan, ditengah
suara suitan yang amat nyaring tubuhnya sudah bergerak
maju ke depan, cambuk peraknya dengan disertai suara
sambaran yang amat keras menghajar kaki sebelah dari hioloo
besar ditengah ruangan itu.
Dimana cambuk perak itu menyambar. hioloo raksasa
tersebut dengan disertai suara desiran yang amat tajam
menyapu seluruh orang yang ada ditengah kalangan.
Seruling besi dengan cepat mulai bergerak, berturut-turut
sembilan buah seruling besi bersama-sama bergerak menahan
serangan hioloo raksasa itu, sedang orang yang ada di
belakang tubuh pemuda itu mulai melancarkan serangan
menghajar punggungnya.
Ditengah suara desiran cambuk ditengah udara tampaklah
bunga-bunga cambuk memenuhi angkasa, hioloo raksasa yang
ada di dalam libatan sang cambuk mendadak terlepas dari
cekalan dan menindih ke atas tubuh tujuh orang, bersamaan
waktunya pula cambuk perak tersebut menyapu ke arah
belakang tubuh mereka,
Melihat kejadian tersebut sinar mata Sin Tie Langcoen
berkilat, dia sama sekali tidak percaya kalau orang yang ada di
hadapannya saat ini adalah Koan Ing. bagaimana mungkin
perpisahannya yang amat singkat dengan pemuda itu bisa
membuat kepandaian silatnya memperoleh kemajuan yang
demikian pesatnya?

Bilamana kepandain silat dari Koan Ing benar-benar
sedemikian lihaynya maka seberapa dahsyatnya kepandaian
silat yang dimiliki empat manusia aneh? cukup dengan jurus
serangan terakhir dari Koan Ing ini saja telah lebih dari cukup
untuk membuat hatinya terasa amat jeri.
Barisan ‘Seng Lo Toa Tin’ mulai bergerak, ditengah
sambaran seruling besi yang amat gencar terasalah segulung
tenaga tekanan yang maha dahsyat balik menekan cambuk
perak dari Koan Ing,
orang-orang yang ada disekiling barisan itupun mulai
mendesak diri pemuda tersebut. Koan Ing yang melihat
cambuknya kena di desak hatinya rada berdesir, dia merasa
barisan ini cuma bisa dipukul hancur di dalam sekali serangan
saja, kalau tidak maka tenaga kekuatan yang mendesak ke
arahnya akan semakin menghebat! hal ini sangat berbahaya
sekali bagi keselamatannya,
Sinar matanya kembali berkilat, ditengah menyambarnya
sang cambuk perak berturut-turut ia melancarkan delapan
buah serangan sekaligus! tetapi sayang, setiap serangannya
berhasil kena dipunahkan oleh ‘Seng Lo Toa Tin’ dengan amat
mudahnya.
Perlahan-lahan luas kepungan dari ‘Seng Lo Toa Tin’ inipun
mulai mengecil dan mengencang.
Ditengah rasa terperanjat yang bukan kepalang Koan Ing
membentak keras, cambuk peraknya dengan cepat menyapu
hebat ke depan sedang tangannya yang lain melepaskan
busur peraknya.
Sin Tie Lang coen dapat melihat seluruh kejadian ini
dengan amat jelas, buru-buru lantas ia berteriak, “Cepat
perketat serangan, jangan membiarkan dia orang lepaskan
anak panah.”

Barisan ‘Seng Lo Toa Tin’ dengan cepat berputar, beratusratus
buah tali serat dengan cepatnya berdesir memenuhi
angkasa meluncur ke arah diri Koan Ing,
Melihat kejadian itu Koan Ing jadi sangat terperanjat,
cambuknya dengan dahsyat menyapu keluar.
Ditengah berkilatnya cahaya perak yang amat menyilaukan
mata tali serat itu berhasil disapu hancur oleh serangannya,
sekalipun begitu ia merasa ngotot sekali....
Pada saat itulah ada beberapa orang berhasil menerjang
maju dari barisan Seng Lo Toa Tin dan berdiri kurang lebih
tiga kaki dari dirinya, segulung hawa serangan yang amat
dingin dengan cepatnya berdesir dari sisi tubuhnya, ia tahu
bilamana lebih banyak lagi orang yang berhasil menerjang
lebih dekat maka serangan cambuknya akan berhasil ditangkis
dan dipunankan kejalan yang buntu,
Dengan gusarnya ia meraung keras, cambuk peraknya
ditarik kembali kemudian dilibatkan kepinggangnya.
Anak panah perak dengan menggunakan kecepatan yang
paling top disambitkan ke arah depan, ditengah suara
berkelebatnya cahaya keperak-perakan, terdengarlah suara
jeritan ngeri memenuhi angkasa.
Tiga orang yang berada di hadapannya berhasil kena
dihajar sehingga mati seketika itu juga.
Suara jeritan kaget segera bergema memenuhi angkasa,
barisan ‘Seng Lo Toa Tin’ dengan menggunakan kecepatan
yang paling dahsyat menarik diri ke arah belakang.
Sinar mata pemuda itu kembali berkilat, ketiga anak panah
yang berada ditangannya kembali disambitkan ke arah depan.
Sreeet! Sreeet! Sreeet! Ditengah suara desiran yang amat
tajam tampaklah serentetan cahaya keperak-perakan
meluncur ke arah depan. Kembali sepuluh orang berhasil kena
dihajar hingga terpental oleh serangan panah itu.

Dengan dinginnya Sin Ti Langcoen mendengus dingin, dia
tidak menyangka sesaat pemuda itu sudah berhasil didesak
berada di bawah angin ia telah menggunakan busur serta
anak panahnya.
Untuk menghadapi serangan cambuk panjangnya saja tadi
barisan Seng Lo Toa Tin hampir-hampir kewalahan apalagi
keadaannya pada saat ini, boleh dikata kekuatan dari barisan
tersebut benar-benar kena tertutup dan berada pada jalan
buntu.
Dalam hati iapun merasa kuatir bilamana secara tiba-tiba
Koan Ing menerjang keluar dari dalam kepungan, tubuhnya
dengan cepat berkelebat dan menghalang di depan pintu.
Dalam hati Koan Ing pun bermaksud untuk menerjang
keluar dari tengah kepungan walaupun pada saat ini ia
berhasil mengobrak-abrik barisan tersebut sehingga dirinya
terbebas dari jepitan tetapi bilamana ‘Seng Loo Toa Tin’
kembali bersatu padu untuk menahan belum tentu ia akan
kuat.
Diapun bisa melihat maksud dari Sin Ti Langcoen Ti Siuwsu
yang hendak menghalangi jalan pergi nya,
Sekalipun begitu ia tidak jadi gentar karena di dalam
hatinya telah ada perhitungan, ditengah suara suitan yang
amat nyaring berturut-turut ia melancarkan dua buah
serangan anak panah ke arah depan.
Anak murid dari perkumpulan “Sin Tie Pang” yang melihat
Koan Ing berhasil membinasakan tiga orang di dalam sekali
serangannya dalam hati sudah menaruh rasa was2, kini
melihat datangnya serangan yang begitu dahsyat bagaimana
mungkin mereka berani menerimanya, buru-buru semua orang
pada mengundurkan diri ke belakang sedang orang yang ada
di belakang barisanpun berganti mengerumun ke depan.
Tidak jauh kedua batang anak panah itu menyambar keluar
mendadak telah berputar setengah lingkaran ditengah udara

sehingga membentuk gerakan membusur dan meluncur
kembali ke arah belakang tubuhnya.
Bersamaan itu pula Koan Ing balikkan badannya, ditengah
suara suitan yang amat nyaring ia telah menubruk ke arah
belakang.
Dimana anak panah itu datang menyambar semua orang
menjerit ngeri dan rubuh bermandikan darah sedang lima
orang lainnya kena terbawa oleh tenaga pentalan sehingga
jatuh terjengkang.
Cambuk Koan Ing kembali menyapu ke arah depan,
sepuluh orang seketika itu juga rubuh mencium tanah.
Mengambil kesempatan itu pemuda itu mencelat ke atas
ruangan karena menurut anggapannya begitu menjebol atap,
maka selamatlah jiwanya.
Bilamana tubuhnya telah mencapai atas atap maka
sekalipun barisan ‘Seng Lo Toa Tin’ adalah sebagaimana
lihaynya pun tidak mungkin bisa mengapa-apakan dirinya.
Siapa tahu baru saja tubuhnya meluncur sampai ditengah
udara, terdengarlah suara bentakan yang amat dingin
bergema datang.
“Hmmm! Kau masih ingin meninggalkan ruangan ini,
jangan bermimpi disiang hari bolong!”
Koan ing yang mendengar suara bentakan itu segera
merasakan hatinya amat terperanjat, tampaklah tubuh
sipengemis tunggal dari sembilan keresidenan melayangkan
diri dari samping kemudian berturut-turut melancarkan
sepuluh buah serangan dahsyat menghalangi perjalanannya.
Koan Ing yang diserang secara demikian segera merasa
amat kheki bercampur gusar, dia meraung keras, telapak
kirinya menarik kembali busurnya dan melancarkan tiga buah
serangan gencar dengan menggunakan tiga bilah pedang
perak.

Ditengah suara desiran yang amat keras serta
berkelebatnya cahaya keperak2an ketiga biiah pisau terbang
tersebut dengan membentuk posisi yang amat aneh dan
mengerikan mengancam seluruh tubuh ih Su Seng.
Bekas ketua Kay Pang ini lantas merasakan hatinya
bergidik, tubuhnya buru-buru melajang ke samping dan
mengundurkan dirinya ke belakang.
Siapa tahu dimana saat tubuhnya melayang tahu-tahu
sudah terhalang oleh pintu ruangan....
“Braaak!” tak kuasa lagi kedua bilah pedang pendek
tersebut menghajar disisi tubuhnya sedang pedang yang
terakhir dengan tepat menghajar pundak kanannya sehingga
menancap kegagang-gagangnya.
Kontan saja Ih Su Seng dibuat ketakutan sehingga
terkencing2, keringat dingin mengucur keluar dengan
derasnya. Lama sekali ia berdiri termangu-mangu disana
dengan paras muka berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat.
Sewaktu berputar badannya tadi Koan Ing telah berhasil
menggantungkan busurnya kepinggang, tanpa buang banyak
tempo lagi sepasang telapak tangannya kembali diajun ke
depan.
Sisanya Sembilan bilah pedang perak dengan memancarkan
cahaya yang berkilauan sudah dicekal pada ujung2 jarinya,
lalu dengan sinar mata yang amat tajam ia menyapu sekejap
ke seluruh kalangan.
Ooo)*(ooO
Bab 47
DENGAN perasaan amat terperanjat dan tertegun “Sin Tie
Lang coen” Ti Siauw Su berdiri disana, ia benar-benar tergetar
hatinya melihat kelihayan dari Koan Ing dimana dalam satu
jurus saja telah berhasil memantek tubuh sipengemis tunggal
dari sembilan keresidenan Ih Su Seng di atas dinding, jelas

bilamana bekas ketua Kay Pang ini sedikit bergerak saja
pemuda itu pasfi membinasakan dirinya.
Sampai dimana tingginya tenaga dalam yang dimiliki oleh lh
Su Seng, dalam hati dia mengetahui dengan jelas sekali, tapi
kini ternyata ia sudah dikalahkan oleh Koan Ing hal ini
menunjukkan kalau untuk menghadapi diri Koan Ing bukanlah
suatu pekerjaan yang mudah.
KOan Ing!” ujarnya kemudian dengan amat dingin. “Hitunghitung
saja ini hari kau berhasil ungguli diriku, tetapi mulai ini
hari juga kita sudah berhadapan sebagai musuh, perduli
bagaimanapun juga akan membinasakan dirimu!”
Mendengar perkataan itu Koan Ing kontan kerutkan
keningnya, memang sejak semula, ia sudah menduga kalau Ti
Siuw-su bisa berbuat demikian tetapi ia sama sekali tidak
menduga kalau Ti Siuw-su bisa bersumpah di hadapannya.
Dengan perlahan sipengemis tunggal dari sembilan
keresidenan itu mencabut keluar pedang pendek yang
menancap pada pundaknya dan selama ini belum pernah ia
menderita kekalahan seperti hari ini.
Maka sambil menggigit kencang bibirnya dan mencekal
erat-erat pedang pendek itu pada tangan kiri, teriaknya
dengan amat sinis, “Pada suatu hari aku pasti akan
menghancur leburkan tubuhmu!”
“Hmm? Itu urusanmu sendiri, tapi tinggalkan dulu pedang
pendek itu!” sahut Koan Ing tawar.
Dengan gusarnya sipengemis tunggal dari sembilan
keresidenan mendengus, tangan kirinya segera diajunkan
mengembalikan pedang pendek tersebut ke arah Koan Ing.
Koan Ing pun mengajunkan tangan kirinya ke atas dan
membalikkan pedang pendek tersebut ke dalam telapak
tangannya, kemudian disusul jari tengah serta telunjuknya
disentilkan ke depan menahan datangnya tenaga sambaran.

Maka dengan mudahnya ia sudah berhasil menjepit pedang
tersebut diantara kedua belah jari tangannya
Sin Tie Langcoen tak dapat mengucapkan sepatah katapun,
saat ini tidak ada waktu baginya untuk merasa menyesal.
“Beritahukan kepada Sang Su-im” katanya kemudian
dengan suara yang amat dingin “Perjanjian di atas puncak Jien
Giok Hong kubatalkan!” Selesai berkata dia ulapkan tangan
untuk mengundurkan seluruh anak murid dari perkumpulan
Sin Tie Pangnya.
Hanya di dalam sekejab saja mereka sudah pada berlalu
dari tempat itu, hingga tinggallah sebuah kuil yang amat sunyi
saja.
Koan Ing menarik napas panjang-panjang, pakaiannya
sudah pada kojak, serta iapun lalu masukkan pedang perak itu
ke dalam sarungnya. Dan kembali suasana begitu sunyisenyap,
tak tampak sesosok manusiapun.
Lan Tojien meminta dirinya masuk ke dalam hutan tidak
disangka bukannya tidak berhasil mendapatkan diri Cha Ing
Ing sebaliknya malah sudah bertemu dengan Sin Tie Langcoen
bahkan telah membuat si dewa telapak pergi dalam keadaan
kheki.
Pemuda itu kerutkan alisnya rapat-rapat akhirnya dengan
langkah yang perlahan berjalan keluar dari kuil.
Baru saja tiba di depan pintu kuil tiba-tiba satu ingatan
kembali berkelebat di dalam benak pemuda tersebut.
Ia merasa Lan Toojien tidak ada alasan untuk menipu dia,
lalu kenapa dirinya tak menemui seseorangpun? Apakan
mungkin si kakek bongkok dari daerah Sie Ih itu telah pergi?
Atau dia yang telah salah mencari?
Sinar mata pemuda itu dengan perlahan menyapu sekejap
ke arah kuil tersebut, akhirnya setelah berpikir beberapa saat

lamanya ia enjotkan badannya untuk mengitari pintu kuil itu
menuju ke arah bagian belakang dari rumah ibadah tersebut.
Setelah kurang lebih dua lie sampailah dia itu ditengah
jalan kecil seperti usus kambing diantara hutan itu yang
menghubungkan tempat tersebut dengan sebuah mulut selat.
Sekali pandang saja pemuda itu lantas merasa kalau jalan
itu mungkin masih ada satu lie. Melihat akan hal tersebut Koan
Ing merasa hatinya rada berdebar.
“Apa mungkin tempat ini yang dimaksudkan?” pikirnya
dihati.
Sekali lagi tubuhnya bergerak menuju ke arah mulut selat.
dia yang berkepandaian tinggi serta bernyali tebal itu tanpa
memperdulikan lagi apakah di tempat tersebut ada jebakan
atau tidak dengan cepatnya menerjang ke depan.
Setelah berada di dalam selat itu sinar matanya kembali
berputar, tampaklah batu-batu aneh bermunculan diempat
penjuru, bunga tumbuh dengan suburnya di seluruh pelosok
menambah semerbaknya suasana, kelihatannya tempat yang
pemandangannya sangat indah....
Koan Ing berdiri termangu-mangu, lama sekali dia
memandang ke arah mulut selat itu dengan pandangan
melongo. Mendadak dari balik sebuah batu muncullah seorang
kakek tua yang berbadan bongkok, kakek itu menundukkan
kepalanya rendah-rendah sehingga tidak tampak
bagaimanakah wajahnya tetapi yang terang ditangannya
mencekal sebuah tongkat yang terbuat dari pualam yang
berwarna hijau.
Dengan pandangan yang tajam Koan Ing memperhatikan si
kakek bongkok itu, mendadak tanyanya, “Jang datang apakah
Si Ih Tuo Su atau si kakek bongkok dari daerah Si Ih. Jien
Kong Pang adanya!”

Kakek bongkok tua itu menghentikan langkahnya baru
kemudian dongakkan kepalanya.
Terlihatlah sinar mata yang amat tajam memancar keluar
dari matania, di atas kepalanya terikat secarik kain putih
dengan selembar wajah yang penuh kerutan, hal ini membuat
semua orang yang melihat pasti merasa rada bergidik.
“Ehmmm! memang akulah Si Ih Tuo So, ada urusan apa
kau datang kemari mencari diriku?” kata orang itu dengan
suara yang amat rendah serak dan berat.
Suaranya itu amat tidak enak didengar sehingga membuat
hati seperti dipukul dengan martil besar, Koan Ing pun yang
mendengar nada suaranya amat tawar kontan kerutkan
alisnya rapat-rapat....
“Hmmm! kalau kau adalah Jien Kong Fang maka cepatlah
lepaskan gadis cilik yang kalian culik pergi itu!” katanya.
“Heeee.... heeee.... mungkin kaulah Koan Ing sipemuda
konyol itu!” seru Jien Kong Fang sambil ketawa dingin tak
hentinya. “Kau akan mengandalkan dirimu seorang buat minta
orang? heee.... heee.... masih terpaut amat jauh, kendati aku
berani menangkap orang sudah tentu berani pula menghadapi
orang yang datang menolong dirinya!”
Koan Ing yang mendengar dia mengaku dengan begitu
enaknya bahkan tak memandang sebelah matapun ke arahnya
dalam hati merasa rada mendongkol juga, pikirnya; “Hmm?
Agaknya bilamana ini hari aku tidak menggunakan cara
kekerasan urusan tidak akan bisa beres.”
Maka sinar matanya segera berkilat2, “Kalau begitu baiklah
akan kuhadapi terlebin dulu dirimu!” katanya.
Koan Ing sebetulnya tidak mengetahui seberapa lihaynya
ilmu silat yang dimiliki Jie Kiong Fang karenanya untuk
sementara waktu ia tidak berani berlaku gegabah. Dan dengan

perlahan cambuk peraknya dilepaskan sedang sepasang
matanya dengan tajam memperhaatikan terus si kakek
bongkok tersebut.
“Heee.... heee.... sebelum bergebrak baiklah aku
peringatkan dulu dirimu, selamanya aku tidak pernah
melepaskan setiap mangsa yang berani cari gara2 dengan
diriku!” ujarnya si kakek bongkok dari daerah Si Ih ini sambil
tertawa dingin.
Dengan perlahan Koan Ing mengangkat cambuk peraknya
kemudian disilangkan di depan dada,
Pada saat itulah Jien Kong Fang merasakan ketegangan
yang luar biasa, secara tiba-tiba ia merasa dengan keadaan
dari Koan Ing pada saat ini tentu telah memiliki kepandaian
silat yang jauh lebih tinggi dari pada apa yang didengarnya.
Maka tongkat pualam ditangannya segera didorongkan ke
depan, sedang mulutnya tiada hentinya memperdengarkan
suara tertawa dingin yang berat dan rendah.
Koan Ing membentak keras, tubuhnya segera melayang ke
depan sedang cambuknya dia dipancangkan dan segera
dibabat ke depan, membentuk bunga-bunga cambuk yang
amat banyak bagaikan naga sakti dengan cepatnya menghajar
tubuh Jien Kong Fang.
Buru-buru Jien Kong Fang segera menyingkir ke samping
sambil melancarkan tiga buah serangan sekaligus. hanya di
dalam sekejap itu saja ditengah udara terdengarlah tiga kali
suara ledakan nyaring, cambuk perak ditangan pemuda itu
bagaikan seekor ular ketika dengan kencangnya melibat
tongkat pualam itu
Jien Kong Fang merasa hatinya rada berdesir karena ia
sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing dapat berhasil
melibat tongkat pualamnya sewaktu ia sedang melancarkan
tiga buah serangan gencar.

Maka lima jari tangan kanannya dengan kencarg2
memegang tongkat pualamnya sedang satu dengusan berat
dengan bergema memenuhi angkasa dan secara diam-diam ia
menyalurkan tenaga dalamnya ke dalam tongkatnya untuk
memukul pental tubuh Koan Ing dan tangan kanannya dengan
keras diangkat ke arah atas.
Tubuh Koan Ing yang ada ditengah udara buru-buru
luruskan lengan kanannya ke depan, cambuk perak itu kontan
jadi menegang laksana tongkat perak yang amar kuat,
diantara menggetarnya tangan. cambuk peraknya membusur
ke belakang sia2 menghajar tubuh Jien Kong Fang.
Pada saat yang bersamaan kedua belah pihak masingmasing
telah menggunakan tenaga yang amat besar, Koan
Ing yang melihat serangannya tidak berhasil mencapai pada
sasaran segera bersuit panjang, tubuhnya pun mencelat ke
atas melepaskan cambuk peraknya lalu disusul satu sentilan
dahsyat menjerat leher dari si kakek bongkok tersebut.
Sinar mata Jien Kong Fang kembali berkilat, ia sama sekali
tidak menduga kalau tenaga dalam yang dimiliki Koan Ing
jauh berada dari dugaannya semula.
Maka tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas tongkat
pualamnya dibabat mendatar menangkis datangnya serangan
yang mengancam lehernya.
Mereka berdua sama-sama melancarkan serangan dengan
seluruh tenaga. hanya di dalam sekejap mata suara bentakan
keras menggetarkan seluruh angkasa, masing-masing pihak
telah saling bertukar serangan sebanyak puluhan jurus.
Dalam hati Koan Ing pun merasa hatinya rada berdesir, ia
mengerti kalau tenaga dalam yang dimiliki dirinya pada saat
ini telah berada jauh di atas empat manusia aneh, sedang
tenaga dalam dari Jien Kong Fang pun tidak berada di bawah
empat manusia aneh, terutama sekali ilmu silatnya yang

begitu sakti dan aneh, hal ini benar-benar membuat hatinya
rada tercengang.
Mendadak Jien Kong Fang mengundurkan dirinya ke
belakang, dan melayang ke atas sebuah puncak batu yang
tinggi.
Cambuk panjang sang pemuda itu dengan cepat mengejar
dari arah belakang, siapa tahu gerakan dari si kakek bongkok
itu amat cepat karena tahu-tahu tubuhnya sudah berkelebat
ke dalam lembah.
Setelah berada di dalam keadaan seperti ini mana mungkin
Koan Ing suka lepas tangan begitu saja! Maka tubuhnya
segera berkelebat mengejar dari arah belakang.
Tapi mendadak terdengarlah suara tertawa dingin yang
melengking bergema memenuhi angkasa, Koan Ing pun
segera merasa hatinya bergidig dan cepat2 menoleh ke
belakang.
Tampaklah sesosok bayangan merah dengan kecepatan
yang luar biasa muncul dari atas puncak batu dan menubruk
ke arahnya dengan amat dahsyat.
Dia bukan lain adalah Si Budak Berdarah dari balik
kegelapan, penyaruan dari Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien
Bu-tong-pay.
Ditangan kanan toosu tua dari Bu-tong-pay ini mencekal
sebuah pedang berwarna merah darah, tubuhnya laksana
seekor burung elang dengan amat cepat menubruk kebawah
sedang pedangnya laksana serentetan cahaya merah dengan
kencang menyapu diri pemuda tersebut.
Koan Ing meraung keras, tubuhnya membalik cambuk
peraknya balas menyapu diri Yuan Si Tootiang.
Ditengah berkumandangnya suara tertawa dingin dari Yuan
Si Tootiang ia menarik kembali sepasang lengannya untuk
menghindarkan diri dari serangan cambuk, sedang pedang

merahnya kembali melancarkan satu tusukan menghajar alis
Koan Ing.
Dimana pedang merah itu berkelebat segera terlintaslah
suara desiran tajam yang membelah bumi, sinar mata Koan
Ing kembali berkilat, cambuknya pun segera dikebatkan
kebawah, kemudian dengan mempergunakan gagang cambuk
menangkis datangnya serangan pedang dari Yuan Si Tootiang
itu.
Pedang dan cambuk dengan cepat bentrok menjadi satu.
Pemuda itu hanya merasakan segulung tenaga dorongan yang
maha dahsyat menggempur dirinya sehingga tak kuasa lagi
tubuhnya mundur dua langkah ke belakang dengan
sempoyongan.
Rasa berdesir kembali meliputi hatinya, ia sama sekali tidak
menyangka kalau tenaga dalam dari toosu itu dapat demikian
dahsyat.
Tetapi tubuh Yuan Si Tootiang sendiripun ikut tergetar
keras sehingga ia tidak melancarkan serangan dengan
mengambil kesempatan ini tubuhnya mencelat dan melayang
kehadapan tubuh sang pemuda.
Melihat akan hal ini Koan Ing mengerutkan keningnya
rapat-rapat, baru saja ia bermaksud untuk berbicara
mendadak terdengarlah satu suara yang amat dingin
berkumandang keluar.
“Koan Ing ini hari habis sudah riwajatmu!” katanya.
Pemuda itu segera menoleh ke belakang tampaklah
dibelakangnya berdiri seseorang yang memakai baju berwarna
hitam dengan sebuah jaringan raksasa berwarna emas
ditangannya, saat ini ia sedang memandang diri Koan Ing
dengan pandangan yang amat dingin.
Dia bukan lain adalah jaring emas penguasa langit Poa
Thian Coe adanya.

Dengan pandangan dingin dia memandang ke arah Poa
Thian Coe lalu menoleh kesamping, dan terlihatlah si kakek
bongkok dari daerah Si Ih, Jien Kong Fang pun telah kembali
munculkan dirinya dan saat ini lagi melototi dirinya dengan
pandangan dingin.
Koan Ing sama sekali tidak menyangka kalau dirinya bisa
terjatuh di dalam kepungan tiga umat manusia kuat, Kembali
sinar matanya berkilat, saat inilah dia baru tahu kalau si kakek
bongkok dari Si Ih itu sebetulnya telah mengadakan
sekongkolan dengan diri Yuan Si Toootiang sekalian.
“Heeee.... heeee.... , terdengar Yuan Si Tootiang tertawa
tiada hentinya. “Tidak kusangka kepandaian silatmu berhasil
mendapatkan kemajuan yang demikian pesatnya, entah
jagoan lihay dari manakah yang telah sudi menyalurkan
tenaga dalamnya untuk memberi tambahan pada tenaga
dalammu!”
Koan Ing hanya memandang ke arah mereka dengan sikap
amat tawar, hanya sinar matanya menyapu sekejap ke arah
mereka bertiga.
Mendadak dia membentak keras, tubuhnya menubruk ke
arah depan sedang cambuknya dengan menimbulkan suara
yang amat nyaring melancarkan satu serangan dahsyat
menghajar diri Jien Kong Fang.
Si kakek bongkok dari daerah Si Ih mendengus dingin,
tongkat pualamnya dilintangkan di depan menghalangi
datangnya serangan tersebut.
Dan Yuan Si Tootiang sama sekali tidak mengira kalau di
dalam keadaan seperti ini Koan Ing masih berani melancarkan
serangan maka dengan gusarnya ia membentak keras:
“Koan Ing! Apa kau cari mati?”
Ditengah suara bentakan yang amat keras itu tubuhnya
pun menubruk ke depan, pedang merahnya laksana sambaran

kilat menghajar ke arah punggung si pemuda mengancam
pada jalan darah “Leng Thay Toa Hiat”-nya.
Si jaring emas penguasa langit Phoa Thian-cu pun dengan
mengambil kesempatan itu maju mendesak diri sang pemuda,
jaringan emasnya segera disebarkan ke atas kepalanya.
Koan Ing segera menangkis datangnya serangan tongkat
pualam dengan menggunakan cambuknya, sedang tangan
kanannya dihentakkan ke depan dan berbalik tubuhnya
melancarkan serangan kilat dengan menggunakan tiga bilah
pisau terbang,
Dua batang menghajar ke arah Yuan Si Tootiang, sedang
sebilah lagi mengancam diri Phoa Thian-cu,
Yuan Si Tootiang yang melihat datangnya serangan pisau
terbang itu buru-buru menggetarkan sepasang lengannya
untuk menghindarkan diri dari ancaman bahaya maut itu,
tangannya kemudian membalikkan pedang merahnya dengan
membentuk gerakan setengah busur ditengah udara langsung
menusuk ke arah dada Koan Ing.
Koan Ing yang pada saat ini telah kehilangan pedang Kiemhong-
kiamnya, merasa tidak leluasa di dalam gerakan
serangannya. Mendadak satu ingatan berkelebat di dalam
benaknya, “Kenapa aku tidak coba-coba untuk merebut
sebilah pedang?” pikirnya dihati.
Dengan gusarnya ia membentak keras, dan tangan
kanannya diajunkan ke depan maka sembilan bilah cahaya
keperak2an yang menyilaukan mata dengan cepat meluncur
ke depan dan membentuk gerakan setengah busur ditengah
udara lalu bersama-sama menerjang ke seluruh tubuh toosu
dari Bu-tong-pay itu.
Melihat datangnya serangan tersebut Yuan Si Tootiang
merasa amat terperanjat, ia tidak mengira kalau Koan Ing bisa
mengeluarkan kepandaiannya untuk melawan dia orang dan
karena selama ini belum pernah ia menemui jurus serangan

yang sedemikian aneh dan saktinya apalagi datangnya
serangan kesembilan bilah pedang pendek itu amat cepat dan
sama sekali tidak memberi sedikit kesempatan buat dirinya
untuk menghindar.
Dan dengan gusarnya ia membentak keras, pedangnya
dilintangkan di depan dada menangkis datangnya serangan
dari kesembilan pedang pendek tersebut.
“Triiing.... triiing.... ” suara benturan yang amat nyaring
berkumandang memenuhi angkasa. kesembilan pedang
pendek itu ternyata berhasil dipunahkan ditengah angkasa,
kendati begitu separuh badannya telah dibuat kaku juga oleh
getaran dari kesembilan bilah pedang tersebut.
Kembali tubuh Koan Ing bagaikan bayangan setan saja
mendadak berkelebat ke depan, kelima jari tangannya laksana
kilat cepatnya mencengkeram ke arah tubuh pedang di
tangannya.
Jien Kong Fang serta Phoa Thian-cu yang melihat kejadian
ini diam-diam merasa amat terperanjat, lepas tangan maju
mendadak dan mencengkeram pedang lawan semuanya
dilakukan KOan Ing hanya di dalam sekali gebrak saja, hal ini
membuat mereka berdua sama sekali tak mendapatkan
kesempatan untuk menghalangi gerakan dari pemuda
tersebut.
Ditengah suara bentakan yang amat keras mereka berdua.
satu dari sebelah kiri yang lain dari sebelah kanan dengan
cepatnya menghajar tubuh Koan Ing.
Tujuan dari Koan Ing melepaskan kesembilan pedang
pendeknya tadi justru bermaksud untuk merebut pedang
pihak lawan, siapa sangka perubahan gerakan dari si kakek
bongkok dari daerah Si Ih serta sijaring emas penguasa iangit
dilakukan begitu cepatnya dan berada diluar sangkaan. Dan
dia tahu bilamana dirinya masih memaksa untuk merebut

pedang dari toosu tersebut, maka tak ampun lagi tubuhnya
pasti bakal menderita luka ditangan mereka berdua,
Tetapi kesembilan bilah pedang pendeknya tadi justru
disambit keluar guna merebut pedang, bilamana kesempatan
ini dibuang dengan sia2 pada saat ini, mungkin kesempatan
baik tidak bakal kunjung datang lagi.
Berbagai ingatan dengan cepatnya berkelebat dihatinya.
mendadak kelima jari tangan kanannya laksana kilat cepatnya
menyambar ke depan mencengkeram pedang Yuan Si
Tootiang, ditengah suara bentakan yang amat keras
pedangnya berhasil kena direbut sedang kaki kirinya
bersamaan waktunya melancarkan satu tendangan kilat
mengancam jaringan emas dari Phoa Thian-cu, sedang
tubuhnya laksana kitiran berputar ke sebelah kiri.
Sewaktu Koan Ing berhasil merebut pedang Yuan Si
Tootiang itulah jaringan emas dengan cepatnya sudah
menyambar kurang lebih beberapa inci dari batok kepalanya,
sedangkan tongkat pualam dari si kakek bongkok dengan
amat tepat berhasil menghadiahkan satu gebukan ke atas
punggung Koan Ing.
Tubuh pemuda itu laksana kitiran dengan cepat berputar
sejauh tiga kaki, lalu dengan sempoyongan mundur dua
langkah ke belakang kemudian baru dapat berdiri tegak dan
dari tenggorokannya ia merasa darah segar selalu mendesak
ke atas.
Buru-buru matanya dipejamkan rapat-rapat dan dengan
paksa menelan kembali darah yang mengucur keluar itu,
Dengan sempoyongan Yuan Si Tootiang pun mundur tiga
langkah ke belakang, dalam hati mereka bertiga merasa amat
kaget.
Mereka tidak mengira kalau Koan Ing berhasil merebut
pedang Yuan Si Tootiang dengan kekerasan di bawah
kerubutan tiga orang jagoan lihay yang berkepahdaian amat

tinggi, hal ini selamanya belum pernah terjadi apa lagi Koan
Ing tidak lebih merupakan seorang pemuda yang baru berusia
dua puluhan....
Paras muka Koan Ing berubah jadi pucat pasi bagaikan
mayat, walaupun begitu dari sepasang matanya masih
memancarkan cahaya yang tajam bagaikan kilat menyapu
wajah ketiga orang itu,
Si kakek bongkok dari daerah Sie Ih yang melihat gebukan
tongkatnya tadi sama sekali tidak menimbulkan reaksi apapUn
pada diri pemuda tersebut ia rada tidak percaya, sinar
matanya berkilat kemudian tanpa mengucucapkan sepatah
katapun secara tiba-tiba melancarkan serangan kembali
menghajar diri Koan Ing.
Koan Ing menarik napas panjang-panjang, maka tubuhnya
dengan cepat menyingkir ke samping menghindarkan diri dari
serangan tongkat, siapa tahu saat itulah jaringan emas
kembali ditebarkan, maka diantara berkilatnya cahaya
keemas-emasan terasalah suasana yang amat berat dan
tekanan yang menyesakkan napas mengurung di sekeliling
tempat itu.
Koan Ing yang berhasil mencekal sebilah pedang hatinya
semakin mantap, ia mendengus dingin. Tubuhnya tiba-tiba
mencelat ketengah udara, pedangnya dengan sejajar dada
menekan keujung pinggiran jaring emas itu
Inilah jurus “Ban Sin Beng To” atau selaksa malaikat
menenangkan ombak dari ilmu pedang ‘Thian-yu Khei Kiam’.
Dengan kedahsyatan dari tenaga dalam yang dimiliki Koan
Ing pada saat ini ditambah dengan jurus-jurus pedang yang
diandalkan olehnya di dalam menjagoi Bu-lim, dimana bagian
yang ditekan tadi memaksa Phoan Thian Coe tidak berhasil
berganti jurus sebelum pedang dari pemuda itu terangkat.
Sewaktu Koan Ing gerakan badannya tadi si kakek bongkok
dari daerah Si Ih pun ikut menbabatkan tongkatnya ke depan,

toya pualamnya dengan membawa serentetan cahaya putih
yang menyilaukan mata mengancam punggung pemuda itu.
Koan Ing membentak keras, pedangnya ditarik lalu dengan
disertai dengan tenaga dalam penuh berkelebat membentuk
gerakan busur ditengah udara untuk menangkis datangnya
serangan musuh itu,
inilah Jurus “Noe Ci Sin Kiam” atau dengan gusar kebaskan
pedang.
Pedang dan tongkat dengan cepat bentrok jadi satu
sehingga menimbulkan bungaZ api dengan seluruh tenaga
Jien Kong Fang menekankan tongkatnya ke arah tubuh
pemuda tersebut,
Dengan sejajar dada Koan Ing luruskan lengan kanannya
pedang merahnya disentilkan ke depan dengan keras lawan
keras mendorong diri Jien Kong Fang ke belakang.
Dalam hati sibongkok tua dari Si Ih merasa amat terperjat
walaupun ia pernah mendengar nama besar dari “Thian-yu
Khei Kiam” Kong Boen Yu dan pernah mendengar pula nama
dari ilmu pedang “Thian-yu Khei Kiam” tetapi ia sama sekali
tidak menyangka kalau ilmu pedang tersebut demikian
dahsyatnya.
Koan Ing yang berhasil mendorong mundur Jien Kong Fang
baru saja hendak ganti jurus untuk melancarkan serangan
susulan tiba-tiba terdengarlah Yuan Si Tootiang mendengus
dingin, dan dengan menggunakan sebuah cambuk panjang dia
hendak menghajar batok kepalanya,
Melihat datangnya serangan cambuk itu kontan pemuda itu
mengerutkan alisnya rapat-rapat, cambuk itu bukan lain
adalah cambuk peraknya yang dibuang tadi. tidak dinyana
saat ini Yuan Si Tootiang sudah memungutnya untuk
digunakan menghadapi dirinya.

Dengan keras lawan keras Koan Ing putar tangannya dan
menangkis datangnya serangan cambuk itu dengan
menggunakan pedangnya.
Jaringan emas serta tongkat pualam bersamaan pada
waktunya kembali melancarkan serangan dahsyat menjepit
dirinya.
Koan Ing merasa hatinya bergidik, dia merasa bilamana
keadaannya demikian terus menerus sekalipun dirinya tidak
terkalahkan paling sedikit juga akan mati kepajahan, sekalipun
kepandaian silatnya lebih lihaypun tidak mungkin bisa
mengalahkan tiga orang jagoan lihay sekaligus di dalam
keadaan terluka parah.
Pikirannya dengan cepat berputar, di dalam keadaan
seperti ini ia harus mempertingkat serangannya atau paling
tidak harus membinasakan Yuan Si Tootiang sibiang keladi
dari semua peristiwa.
Baru saja Koan Ing melayang turun ke atas tanah tongkat
pualam disertai jaringan emas kembali menghantam datang,
ia segera bersuit panjang sedang pedang merahnya dengan
sejajar dada ditusukkan ke arah depan inilah jurus “Hay Thian
It Sian” atau langit dan laut satu garis yang merupakan jurus
bertahan paling jempolan.
Melihat pemuda itu menggunakan jurus tersebut. pikiran
mereka adalah sama, Koan Ing sama sekali tidak pinter
dengan tindakannya itu, ditengah suara bentakan yang amat
keras jaring emas dari sijaring emas penguasa langit serta
tongkat pualam dari sibongkok tua dari Si Ih bersama-sama
dibabatkan ke depan menangkis datangnya serangan pedang
dari Koan Ing.
Walaupun jurus “Hay Thian It Sian” ini merupakan satu
jurus bertahan yang paling dahsyat dan kini jaring serta
tongkat mereka setelah menempel pada pedangnya sama
sekali tak bisa kerahkan tenaga, tetapi keadaan dari kedua

orang itu sudah mirip dengan anak panah yang ada di atas
busur yang setiap saat dapat dilancarkan keluar.
Kecuali bila Koan Ing tidak berganti jurus mereka berdua
tak bisa berbuat apa-apa, seandainya tidak begitu pemuda itu
sedikit bergojang saja maka tenaga mereka berdua akan
laksana menggulungnya ombak disungai Tiang Kang
menggempur tubuhnya dengan amat dahsyat.
Yuan Si Tootiang yang cambuknya kena dihantam balik
oleh pedang Koan Ing membuat darahnya menjadi panas.
nafsu membunuh mulai berkilatan memenuhi sinar matanya.
Tiba-tiba ia menggetarkan kembali cambuknya ketengah
udara lalu dengan membentuk gerakan satu lingkaran
menghajar ubun2 dari Koan Ing.
Kali ini ia melancarkan serangan dengan seluruh tenaga,
bilamana Koan Ing sampai tidak lepas pedang mungkin ia
bakal terluka ditangannya.
Dan di dalam hati pemuda itu sudah ada perhitungan maka
pedangnya tetap menangkis datangnya serangan dari jaring
emas penguasa langit serta si kakek bongkok, tetapi begitu
serangan cambuk Yuan Si Tootiang tiba di hadapannya tahutahu
jari kirinya diangkat ke atas melancarkan tiga buah
sentilan gencar dan mencengkeram ke arah ujung cambuk
tersebut.
Yuan Si Tootiang jadi amat terperanjat dan buru-buru
tangan kanannya ditarik ke belakang, tapi siapa tahu
tarikannya ini tak berhasil sebaliknya membuat cambuk
tersebut tertarik menegang.
Pedang ditangan kanan Koan Ing dengan menggunakan
jurus bertahan yang paling rapat untuk menghalangi dua
serangan dari dua orang jagoan tinggi. Sedang tangan kirinya
dengan mengerahkan tenaga dalam yang paling mengejutkan
menahan cambuk perak itu dengan paksa.

Dengah demikian seorang diri ia telah melawan serangan
dari tiga orang jagoan lihay sekaligus.
Ketiga orang itu merasa hatinya pada bergidik, dengan
nama besar mereka bertiga ternyata tak berhasil menghadapi
seorang pemuda seperti Koan Ing, bagaimana mungkin
mereka masih ada muKa untuk tancapkan kakinya kembali di
dalam dunia persilatan?
Apalagi bilamana urusan ini sampai dibicarakan orang lain
mungkin akan menuak nama besar mereka bertiga.
Nafsu membunuh kembali berkelebat dari sepasang mata
Yuan Si Tootiang, dia membentak dengan dinginnya.
Cambuk ditangan kanannya dengan melingkar dua
lingkaran besar tiba-tiba menyambar ke arah Koan Ing sedang
tubuhnya bersamaan itu pula mendesak ke arah pemuda
tersebut.
Sepasang telapaknya dengan sejajar dada didorongkan ke
depan, segulung hawa pukulan berwarna merah darah
bagaikan menggulungnya ombak ditengah samudera
menghajar tubuh lawannya.
Inilah ilmu khie-kang ‘Hwee Hiat Chiet Sah Kang Khie’ dari
Si Budak Berdarah dari balik kegelapan tempo hari.
Dengan gusarnya Koan Ing bersuit nyaring tangan kirinya
digetarkan dengan sepenuh tenaga sehingga cambuk tersebut
jadi menegang laksana sebuah pit baru kemudian dengan
dahsyatnya menghajar ke atas tongkat pualam serta jaringan
emas, dan bersamaan waktunya pula tiba-tiba ia menarik
kembali pedangnya lalu dengan menggunakan jurus “Giok Sak
Ci Hun” atau hancur lebur bagai abu menusuk ke depan
dengan sejajar dada.
Begitu serangan pedang dilancarkan ke depan, ditengah
udara segera bergemalah suara ledakan yang membelah

bumi, pedang berwarna merah itu dengan cepatnya meluncur
ke depan menyambut datangnya tubuh Yuan Si Tootiang.
Melihat kejadian itu Yuan Si Tootiang menjerit kaget, ia
sama sekali tak menyangka kalau Koan Ing hendak mengadu
jiwa dengan dirinya, ia tahu bilamana dirinya menerima
serangan tersebut walaupan Koan Ing akan terluka tetapi ia
sendiripun bakal binasa di ujung pedangnya.
Ooo)*(ooO
Bab 48
MAKA pukulannya dengan cepat ditarik, sedang lengannya
ditekankan kebawah, diantara berkelebatnya bayangan merah
ia sudah paksakan diri mencelat ke arah sebelah atas.
Saat ini Koan Ing memang bermaksud untuk melukai
dirinya, sudah tentu kesempatan yang demikian baiknya tidak
sampai dilepaskan dengan begitu saja, tanpa memperduli lagi
dibelakeng tubuhnya masih ada musuh tangguh dengan
gusarnya ia meraung keras dan mengejar diri Yuan Si
Tootiang.
Gerakan Koan Ing ini amat cepat bagaikan kilat, walaupun
Yuan Si Tootiang sudah menguniurkan diri tetap Koan Ing
masih mengejar terus tanpa ampun hal ini memaksa ia tak
sempat lagi untuk melancarkan pukulannya dan hanya berdiri
termangu-mangu dengan terperanjat.
Koan Ing yang dikarenakan hendak mengejar diri Yuan Si
Tootiang telah menarik kembali jurus ‘Hay Thian It Sian’ nya
saat ini mungkin sanggup untuk menahan serangan dahsyat
dari Phoa Thian-cu itu Kokcu dari lembah Chiet Hin Kok serta
si kakek bongkok dari daerah Si Ih?
Tenaga pukulan dari keJua orang itu laksana
menggulungnya ombak raksasa ditengah lautan dengan
cepatnya menggulung ke arah depan.

Koan Ing yang hendak mengejar diri Yuan Si Tootiang
tahu-tahu diri belakang tubuhnya terasa satu tenaga besar
menghisap dirinya ia jadi amat terkejut. Walaupun hal ini
sudah diduga sejak semula tetapi sebelum maksudnya
tercapai bagaimana mungkin ia suka menyerahkan nyawanya
dengan begitu saja?
Suara suitannya berhenti, lalu disusul dengan dengusan
berat, pedangnya dengan disertai tenaga penuh meluncur dari
tangannya menghajar tubuh Yuan Si Tootiang.
Bersamaan waktunya ia berkelebat ke samping dan
balikkan tubuh menyambut datangnya serangan gencar dari
kedua orang itu.
Baru saja Koan Ing memutar tubuhnya setengah lingkaran,
tenaga pukulan itu telah menghantam datang.
“Braaak....!” dengan dahsyatnya bentrokan terjadi ditengah
udara, tubuh pemuda itu laksana layang-layang yang putus
benang, segera terpental jatuh dan menumbuk sebuah batu
cadas yang amat besar.
Ia merasakan seluruh persendian otot maupun tulangnya
jadi berantakan, pandangannya jadi gelap dan hampir-hampir
ia jatuh tidak sadarkan diri.
Dan tiba-tiba terdengarlah suaraa bentakan yang keras
bergema memenuhi angkasa, segulung hawa pukulan dengan
dahsyatnya menghantam ke arah tubuhnya.
Tetapi pada saat yang bersamaan pula terdengar suara
seseorang berteriak keras:
“Tahan!”
Tapi dengan menggunakan seluruh tenaga Koan Ing sudah
berkelebat dan mencelat sejauh lima, enam depa, walaupun
begitu tak tertahan lagi darah segarpun muncrat keluar
memenuhi permukaan tanah.

Dengan paksakan diri ia mencekal batu cadas dan
merangkak bangun, terlihatlah waktu itu ada berpuluh-puluh
titik hitam serta titik putih berputaran ditengah udara
kemudian berbentuk jadi tiga sosok bayangan manusia yang
kabur.
Ketika pandangannya jadi jelas kembali maka tampaklah
olehnya Phoa Thian-cu serta si kakek bongkok dari daerah Si
Ih lagi memandang ke arahnya dengan pandangan terkejut
bercampur gusar, sedang Yuan Si Tootiang dengan wajah
berubah pucat pasi lagi bersandar di samping sebuah pohon
dan memandang ke arahnya dengan pandangan dingin, di
atas dada sebelah kanannya tertancaplah sebilah pedang yang
menembus hingga pada gagangnya.
Melihat hasilnya itu Koan Ing merasa rada kecewa, karena
timpukannya tadi ternyata tidak berhasil membinasakan
dirinya Yuan Si Tootiang.
“Koan Ing!” terdengar Yuan Si Tootiang berkata dengan
dinginnya sambil menutupi mulutnya yang luka dan masih
mengucurkan darah dengan amat derasnya. “Pertempuran kali
ini sudah cukup untuk mengangkat namamu sebagai jagoan
nomor wahid di kolong langit, cuma sayang tusukanmu ini
tidak tepat, sehingga tidak sampai membinasakan diriku. Kau
pun harus tahu kalau aku tidak ingin kau mati di dalam
sekejab!”
Selesai berkata ia pun tertawa dingin dengan seramnya,
kemudian tambahnya lagi, “Kau harus tahu, aku akan
memaksa kau mati dengan perlahan-lahan dan menahan
berbagai macam siksaan!”
Koan Ing sama sekali lidak menggubris akan kata-kata dari
Yuan Si Tootiang ini, dari dalam hatinya saat ini hanya
menyesali perbuatannya yang tak berhasil membinasakan diri
Yuan Si Tootiang.

Mengenai apa yang hendak dilakukan oleh tosu itu
terhadap dirinya ia tidak gubris sama sekali.
Sehabis berkata, Yuan Si Tootiang kemba i tertawa dingin
tiada hentinya, sedang keringat sebesar kacang kedelai
dengan derasnya membasahi seluruh keningnya. Selama
hidup baru pertama kali ini ia menderita luka parah ditangan
orang lain dan untuk pertama kalinya pula melihat orang lain
memiliki kepandaian silat yang demikian tingginya.
Chiet Han Kokcu, Phoa Thian-cu serta Si Ih Tuo So diamdiam
pun merasa amat terperanjat.
Tiba-tiba....
Suatu suara yang amat halus berkumandang datang dari
mulut lembah. Mereka bertiga dengan cepat menoleh ke
depan sedang Koan Ing pun dengan hati heran menoleh ke
arah mulut lembah itu.
Tampaklah seorang kakek tua berambut putih dengan
mencekal sebuah tongkat berdiri kaku di depan mulut lembah,
dan dia bukan lain adalah si iblis sakti dari lautan Timur, Ciu
Tong adanya!!
Sepasang mata Ciu Tong yang amat tajam dengan cepat
menyapu sekejap ke seluruh tempat, dari sinar matanya pun
memperlihatkan rasa terperanjat yang bukan kepalang.
“Yuan Si!!” ujarnya kemudian dengan dingin. “Hee.... hee
tidak kusangka kaupun akan menemui sial seperti ini hari.”
Walaupun saat ini Yuan Si Tootiang berada dalam keadaan
terluka parah tetapi disana masih ada Phoa Thian-cu serta Si
Ih Tuo So yang belum terluka, sudah tentu ia sama sekali
tidak jeri terhadap Ciu Tong.
“Hmm! Tidak kusangka kedatanganmu begitu cepat,”
katanya dingin. “Aku rasa kau pun belum tentu bisa
mempertahankan dirimu, buat apa kau mengejek dan
mentertawakan orang lain?”

Si Ih Tuo So sambil kerutkan keningnya selangkah demi
selangkah berjalan mendekati diri Ciu Tong.
Terlihatlah Ciu Tong hanya tertawa menghina, sinar
matanya dengan cepat melirik sekejap ke arah diri Koan Ing.
Si Ih Tuo So pun mendengus dingin, tubuhnya mendadak
mencelat ke depan, sedangkan tongkat pualamnya dengan
cepat bagaikan kilat menotok jalan darah ‘Giok Hu Hiat’ pada
tubuh sang iblis tua.
Ciu Tong hanya mendengus dingin, tongkatnya dengan
kuat-kuat dibabat ke atas menangkis datangnya serangan
tersebut.
Gerakan jurus serangan dari si kakek bongkok buru-buru
diubah, berturut-turut ia melancarkan delapan serangan
sekalian menggencet musuhnya,
Ciu Tong tidak mau kalah diapun dengan menggunakan
tongkatnya berturut-turut balas melancarkan serangan
dahsyat.
Walaupun begitu tak urung tubuhnya kena didesak juga
sehingga mundur dua langkah ke belakang.
Melihat kejadian itu hatinya baru merasa terperanjat.
“Siapa kau?” tanyanya kaget.
“Heeeeee.... heeeee.... kau menggunakan tongkat, akupun
menggunakan tongkat, apakah kau tidak tahu siapakah
diriku?” balas tanya si kakek bongkok itu dengan dingin.
Waktu itulah Ciu Tong baru teringat akan diri si kakek
bongkok dari daerah gurun pasir Jien Kong Fang yang amat
lihay itu maka tak terasa lagi hatinya jadi bergidik.
Ia sama sekali tidak menduga, kalau si kakek bongkok Jien
Kong Fang pun bisa munculkan dirinya di dalam daerah
Tionggoan, hal ini membuat hatinya rada tidak tenang.

Jien Kong Fang kembali membentak keras, tongkat
pualamnya dengan gencar kembali menyerang diri Ciu Tong.
Ciu Tong yang diserang secara demikian lantas kerutkan
keningnya rapat-rapat, ia yang namanya tersusun dalam
empat manusia aneh bagaimana mungkin suka perlihatkan
kehadapan orang lain?
Ditengah suara tertawa panjangnya yang amat keras
tubuhnya meloncat ketengah udara kemudian berturut-turut
melancarkan dua puluh empat buah serangan sekaligus.
Mereka berdua sama-sama menggunakan tongkat sebagai
senjata, dan hanya di dalam sekejap saja puluhan jurus sudah
dilewatkan
Lama kelamaan Jien Kong Fang berhasil juga dipaksa
berada di bawah angin oleh serangan Ciu Tong yang gencar
dengan menggunakan ilmu sakti dari lautan Timur itu.
Melihat kaWannya terdesak Phoa Thian-cu segera
membentak keras, jaring emasnya digetarkan lalu mengurung
seluruh tubuh sang iblis tua.
Sinar mata Ciu Tong berkilat, tubuhnya tiba-tiba bergerak
dan menerjang ke arah diri Koan Ing.
Phoa Thian-cu serta Jien Kong Fang yang melihat gerakan
dari Ciu Tong ini segera bisa mengetahui apa maksud
tujuannya maka si kakek bongkok segera membentak keras,
tongkat pualamnya di bawah putaran pergelangan tangannya
bagaikan bayangan saja mengikuti diri Ciu Tong dan
mengurung seluruh tubuhnya.
Buru-buru Phoa Thian-cu. itu kokcu dari lembah Chiet Han
Kok menaburkan jalanya ke depan jaringan emas dengan
memancarkan cahaya yang amat tajam menekan tubuh Ciu
Tong.
Walaupun kepandaian silat yang dimiliki Ciu Tong amat
tinggi tetapi diapun tidak mungkin tidak menjaga diri di bawah

kerubutan dua orang jagoan lihay, maka dia membentak keras
tubuhnya balas menubruk ke arah depan.
Tongkatnya balik menghantam ke atas jaringan emas diiri
Phoa Thian-cu. Jien Kong Fang dengan gesitnya menghindar
lalu menghantam tongkat pualamnya ke atas punggung Ciu
Tong.
Ciu Tong menarik napas panjang-panjang, dengan
mengerahkan ilmu ‘Hu Si Mo Kang’ atau ilmu mayat
membusuknya ia mengalihkan peredaran darah pada tubuh
bagian kanan.
Tongkat pualam tersebut dengan kerasnya berhasil
menghantam tubuh bagian kirinya, dan Ciu Tong hanya
merasakan tubuhnya tergetar keras tapi tongkatnya tetap
meneruskan desakannya menyingkirkan jaringan emas lalu
bersuit panjang dan mencelat ketengah udara menotok kening
Jien Kong Fang dengan kedua jari tangannya.
Jien Kong Fang yang melihat serangan tongkatnya
bagaikan menghantam sebuah kayu lapuk saja tanpa
mengakibatkan musuhnya menderita luka, ia jadi berdiri
termangu-mangu dibuatnya, selama hidup belum pernah
terdengar olehnya ilmu sakti yang demikian aneh dan
lihaynya.
Saat itulah kedua jari tangan Ciu Tong sudah menyambar
dihadapan wajahnya, hal ini membuat hatinya jadi bergidik.
Maka tubuhnya dengan cepat menghindarkan diri kesamping.
Kendati ia sudah berkelit tak urung pipinya kena disambar
juga oleh desiran serangan jari dari Ciu Tong sehingga terasa
linu dan panas sekali.
Sijaring emas penguasa langit Phoa Thian-cu sendiripun
merasa amat terperanjat. iapun tidak mengira kalau
kepandaian silat dari Ciu Tong sedemikian hebatnya. walau
pun tenaga dalam dari tiga manusia genah empat manusia

aneh boleh dikata seimbang tetapi di dalam keganasan jurus
serangan boleh dikata ia paling lihay.
Dengan gusarnya ia membentak keras, jaringan emasnya
kembali digetarkan dan mengurung tongkat ditangan kanan
Ciu Tong.
Di dalam hati Ciu Tong sudah ada perhitungan, sehingga
dengan dinginnya ia membentak keras sepasang jarinya rada
merandek, lalu pergelangan tangannya ditekan kebawah
melancarkan totokan ke arah jalan darah “Cian Cing Hiat”
pada tubuh si kakek bongkok dari daerah Si Ih itu.
Jien Kong Fang yang baru saja berhasil menghindarkan diri
dari serangan jarinya kembali kini Ciu Tong melancarkan satu
serangan dahsyat, dan karena saat itu untuk menangkis tidak
sempat lagi terpaksa tubuhnya sekali lagi mundur ke arah
belakang.
Ciu Tong yang melihat dirinya berhasil menduduki di atas
angin sama sekali tidak memberi kesempatan bagi musuhnya
untuk berganti napas, kembali kedua jarinya menekan
kebawah dan berganti menotok jalan darah “Yau Hu Thoa
Hiat” pada pinggang si kakek bongkok.
Phoa Thian-cu yang melihat serangan dari Ciu Tong segera
mendengus dingin.
“Hmm! Agaknya Ciu Tong sudah tidak mengingini
nyawanya lagi,” pikirnya dihati.
Walaupun begitu hatinya rada girang karena perhatian dari
si iblis sakti itu cuma ditujukan pada Jien Kong Fang seorang
terhadap dirinya, sama sekali tidak ambil perduli.
Dan tangan kanannya segera digetarkan jaringan emasnya
kembali mengurung kebawah dan menggencet tongkat
ditangan kanan Ciu Tong.
Si kakek bongkok dari daerah Si Ih ini ketika melihat Ciu
Tong sudah kena didesak dan berada dalam keadaan

berbahaya alisnya dikerutkan rapat-rapat tongkat pualamnya
dengan disertai tenaga dalam penuh dengan dahsyatnya
menghantam ke atas batok kepala musuhnya.
Terhadap tongkat serta lengan kanannya yang berhasil
kena dijirat oleh jaringan emas dari Phoa Thian-cu ini si iblis
tua dari lautan Timur sama sekali tidak ambil perduli dan
hanya kedua jari tangan kirinya masih tetap tiada hentinya
mengancam jalan darah “Yau Hu Hiat” pada tubuh Jien Kong
Fang
Jien Kong Fang jadi amat terperanjat ia tidak menyangka
kalau Ciu Tong sama sekali tidak memperdulikan nyawanya,
Kendati begitu ia masih inginkan juga nyawanya sendiri.
maka tubuhnya dengan cepat berkelebat kesamping. Darah
segar segera memancar keluar memenuhi seluruh angkasa,
pada saat itulah lengan kanan dari Ciu Tong berhasil
dihancurkan oleh jaringan Phoa Thian-cu di samping itu Jien
Kong Fang pun kena ditotok rubuh oleh serangan dari Ciu
Tong.
Dengan cepat Ciu Tong mencekal tongkatnya pada tangan
kiri kemudian sambil mengempit tubuh Koan Ing ia melarikan
diri keluar dari lembah tersebut.
Sijaring emas sipenguasa langit Phoa Thian-cu sama sekali
tidak mengira kalau Ciu Tong suka mengorbankan tangannya
untuk menolong jiwa Koan Ing. hal ini kontan saja membuat ia
jadi berdiri termangu-mangu disana dan lupa untuk mengejar
diri Ciu Tong yang sedang melarikan diri.
Yuan Si Tootiang sendiripun tertegun dibuatnya, dia sama
sekali tidak menyangka Peristiwa bisa berubah jadi demikian,
dari merekapun tidak pernah menyangka kalau Ciu Tong
masih memiliki ilmu ‘Menumbuhkan kembali lengan yang telah
terputus’ hatinya terasa amat murung dan kecewa, ia tidak
mengira kalau dirinya sudah kena tertipu oleh siasat Ciu Tong,

Ciu Tong yang membimbing Koan Ing melarikan diri dari
mulut lembah tersebut dengan gerakkan yang amat cepat
berlari melingkari dua buah bukit lalu berkelebat ke dalam
sebuah gua dan meletakkan diri pemuda tersebut ke atas
tanah.
Setelah itu ia baru mengambil keluar sebutir pil untuk
dijejalkan ke dalam mulutnya dan duduk bersemedi,
Koan Ing yang melihat Ciu Tong suka menolong dirinya
dalam hati merasa amat keheranan, dengan termangu-mangu
dia memandang diri Ciu Tong yang pada saat ini lengan
kanannya sudah mulai tumbuh kembali dengan perlahanlahan.
Dan diapun menarik napas panjang-panjang kemudian ikut
pula duduk bersila untuk mengatur pernapasan, ia bermaksud
untuk menyembuhkan luka dalamnya, sesaat Ciu Tong pun
lagi mengobati lukanya.
Entah lewat beberapa saat lamanya terdengar Ciu Tong
mendengus dengan amat dinginnya. Koan Ing pun dengan
perlahan membuka matanya, saat itulah ia telah menemukan
lengan kanan dari Ciu Tong sudah tumbuh kembali seperti
sediakala.
Dengan perasaan amat terperanjat, pemuda itu
memandang ke arah si orang tua tersebut, hatinya benarbenar
merasa amat kagum atas kelihayan ilmu
kepandaiannya.
“Toocu, terima kasih atas budi pertolonganmu!” katanya
kemudian sambil bangun berdiri dan menjura.
“Koan Ing!” kata Ciu Tong dengan suara yang amat dingin.
“Kau tidak usah mengucapkan terima kasih kepadaku,
selamanya aku tidak pernah bekerja untuk orang lain tanpa
ada tujuan tertentu. Demikian pula de ngan perbuatanku kali
ini yang telah turun tangan menolong dirimu. Kau harus tahu

kesemuanya aku lakukan dikarenakan kereta berdarah
tersebut!”
Koan Ing yang mendengar Ciu Tong berkata dengan begitu
terus terang, ia tersenyum. “Walaupun apa yang kau inginkan,
aku tidak ingin tahu! Dan aku harus mengucapkan terima
kasihku atas pertolonganmu itu!” katanya perlahan.
“Haaaa.... haaa.... buat apa kau melakukan hal yang sama
sekali tak berguna ini?” Seru Ciu Tong sambil tertawa
terbahak-bahak. “Seharusnya kau dengarkan dulu
perkataanku kemudian baru ucapkan terima kasihmu. Aku
rasa sampai waktu itu kau sama sekali tidak akan
mengucapkan terima kasih kepadaku!”
Dia berhenti sebentar kemudian tambahnya lagi, “Aku tahu
kau tentunya sudah mendapatkan kepandaian silat aliran Hiatho-
pay, kini aku maui ilmu kepandaian tersebut!”
Koan Ing tersenyum tawar, dia merasa Ciu Tong si iblis tua
dari Lautan Timur ini seharusnya patut dikasihani, betapa
gagah dan kerennya sewaktu ia memasuki daerah Tionggoan
untuk pertama kalinya, sedang kini.... dia sudah kehilangan
putera kesayangannya bahkan apapun tak diperolehnya,
Berpikir akan hal itu perlahan ia memejamkan matanya
rapat-rapat, beberapa saat kemudian baru katanya;
“Sesaat Si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong menemui
ajalnya, ia pernah menurunkan enam ribu katanya kepadaku,
ia bilang kata-kata itulah inti sari dari seluruh kepandaian silat
aliran Hiat-ho-pay, baiklah sekarang juga akan aku hapalkan
buat dirri Toocu!”
Ciu Tong yang mendengar ia mengabulkan permintaannya
dengan begitu mudah hatinya rada melengak, semula ia
menduga kalau pemuda itu tentu tidak bakal mau, siapa
tahu.... dan siapa sangka keadaan jauh berada diluar
duaannya.

“Hmm! Kiranya kaupun bukan Orang yang tak mengenal
budi,” dengusnya kemudian.
Koan Ing cuma tertawa tawar saja, ia tidak suka banyak
keributan dengan dirinya. Tanpa memperdulikan lagi si orang
tua itu, ia sudah mulai pusatkan pikirannya untuk
menghafalkan keenam ribu kata tersebut.
Usaha Ciu Tong yang dilakukan selama ini tidak lebih hanya
dikarenakan ingin memperoleh kepandaian silat aliran Hiat-hopay
kini setelah mendapatkannya sudah tentu dia tak berani
berajal.
Maka seluruh perhatiannya dipusatkan pada satu arah dan
mendengarkan semua kata-kata yang diucapkan oleh Koan
Ing itu, semakin didengar ia merasa semakin girang, karena
bukan saja ilmu silat, bahkan ilmu pengobatanpun sudah
didapatkan olehnya pada saat ini.
Dia merasa keenam ribu kata-kata itu benar-benar amat
dahsyat dan bisa membuat kepandaian silat seseorang yang
mendapatkan kemajuan yang berlipat ganda, semakin
didengar hatinya semakin girang sehingga hampir-hampir saja
ia meloncat dan menari-nari.
Begitu Koan ing selesai membaca kata yang terakhir dari
keenam ribu kata tersebut kembali ia mulai menghafal.
Mendadak Ciu Tong merasa hatinya berdesir. hatinya mulai
menjadi tenang kembali Walaupun keenam ribu kata itu tidak
banyak jumlahnya tetapi tidak mungkin bisa ia hapalkan di
dalam sekejap mata.
Dan kini Koan Ing menghapalkan untuk yang ketiga
kalinya, ia merasa tiga kali sudah cukup bagi Ciu Tong untuk
mengingatnya
Siapa tahu baru saja dia menyelesaikan pembacaannya,
terasalah segulung angin serangan menerjang datang, tahuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tahu jalan darah “Cian Cing Hiat”nya sudah kena dicekal,
perlahan-lahan ia membuka matanya kembali
Aaaakh....! kiranya perbuatan dari Ciu Tong, lalu apakah
maksudnya?
“Koan Ing” terdengar Ciu Tong berseru sambil tertawa
dingin tiada hentinya. “Sejak tadi aku sudah memberi tahu
kepadamu jangan sekali-kali menolong diriku, karena kau itu
adalah anak murid dari Thian-yu-pay dan dengan diriku sama
sekali tak ada sangkut paut apapun, sebagai perkataanku
yang terakhir aku ingin memberi nasehat kepadamu, lebih
baik lain kali jikalau jadi orang lagi janganlah berbuat demikian
gegabah.”
Koan Ing hanya bisa tertawa tawar saja dengan perlahan
dia memejamkan matanya kembali.
“Hmmm! Kau jangan mengira aku tak tega untuk
membinasakan dirimu,” ujar Ciu Tong lagi dengan mata
berkilat. “Saat ini di kolong langit cuma kita berdua saja yang
mengetahui ilmu silat aliran Hiat-ho-pay, karena itu diantara
kita harus ada seorarg yang mati, dan orang itu bukan lain
adalah kau!”
Selesai berkata telapak kirinya dengan dahsyatnya
dihantamkan ke atas batok kepala pemuda itu,
Dengan gusarnya Koan Ing membentak keras, tubuhnya
tiba-tiba berputar ke samping dengan menggUnakan ilmu ‘Ih
Cing Hoat’ serta ‘Boe Lan Sinkang’ tahu-tahu tubuhnya sudah
meleset ke samping sedang cekalan Ciu Tong pada jalan
darah ‘Cian Cing Hiat’ itupun telah terlepas.
Hal ini benar-benar membuat hatinya terasa berdesir,
karena dia dapat melihat saat ini Koan Ing telah berdiri disisi
tubuhnya

Jilid 20
“KOAN ING!” kata Ciu Tong dengan dingin sambil kerutkan
dahi. “Mungkin inilah ilmu Boe Lan Sinkang yang kau andalkan
karena kelihayannya bukan? hmm! cuma sayang kau sudah
menderita luka yang amat parah kendati kau telah berhasil
menghindarkan diri dari serangan yang pertama, tapi belum
tentu bisa menyingkir dari seranganku yang kedua!”
Sehabis berkata ia tertawa dingin tiada hentinya.
Semakin bersabar Koan Ing merasa hatinya semakin kheki
bercampur marah, akhirnya tak tertahan lagi ia berteriak,
“Walaupun kau berhasil membinasakan diriku lalu apa
gunanya? Kini putramu sudah mati sedang kaupun sudah
terdesak sehingga menelan racun. sekalipun kau berhasil
mempelajari ilmu silat aliran Hiat Hoo Bun pun tidak ada
gunanya!”
“Oouw.... kiranya kau tidak bermaksud sungguh-sungguh
untuk mewariskan ilmu silat aliran Hiat Hoo Bun itu
kepadaku?” kata Ciu Tong sambil tertawa sinis dan diapun
mendesak satu langkah kembali ke depan. “Jika ditinjau dan
nada ucapanmu agaknya kau lagi menaruh rasa kasihan
kepadaku ya?”
Kembali ia maju satu langkah ke depan, suara tertawa
dingin tiada hentinya bergema memenuhi angkasa.
“Sebenarnya aku mengira kau bukanlah manusia yang tidak
kenal budi,” ujarnya lagi. “Tetapi sekarang pandanganku telah
berubah, kalau memangnya kau menaruh kasihan kepadaku
maka sekarang juga aku akan membinasakan dirimu!”
Koan Ing tetap berdiri tegak. hanya dengan perlahan-lahan
dia mulai melepaskan busur peraknya.
Ciu Tong pun menghentikan langkahnya, mendadak ia
merasa saat inilah merupakan suatu kesempatan yang amat
bagus untuk membereskan nyawa Koan Ing, karena bilamana

kekuatan tubuh pemuda tersebut telah pulih kembali, maka
bermimpi pun jangan harap bisa membunuh dia orang.
Kiranya saat itu bukannya ia yang bakal berhasil
membunuh pemuda tersebut, justru kemungkinan ada
sebaliknya mungkin Koan Ing yang akan turun tangan
terhadap dirinya.
Begitu ingatan tersebut berkelebat di dalam benak si iblis
sakti dari Lautan Timur ini. tubuhnya segera mencelat
ketengah udara dan menubruk ke arah musuhnya.
Sepasang telapak tangan dengan disertai sepenuh tenaga
didorongkan ke depan sejajar dada menghantam tubuh sang
pemuda.
Koan Ing pada saat ini masih menderita luka yang amat
parah, baaimana mangkin ia dapat menerima datangnya
serangan tersebut? Ia tidak sempat lagi mencabut keluar anak
panahnya, maka dengan menggunakan busur petak ia
membabat ke arah depan sedang tubuhnya menyingkir ke
sebelah kiri.
Namun pada saat yang bertepatan juga terasalah segulung
angin pukulan yang maha dahsyat serta menyesakkan
pernapasan telah menekan datang, sekalipun ia bermaksud
untuk mengindarkan dirinya, tapi apa daya tenaganya tidak
memadahi.
“Braaak....!” ditengah suara bentrokan yang amat keras
tubuh Koan Ing kena dilempar ke arah samping.
Pemuda itu segera merasakan darah bergolak dengan amat
kerasnya di dalam dada, tak kuasa lagi ia muntahkan darah
segar dan kembali rubuh di atas tanah.
Dengan menggunakan sepasang tangannya ia berusaha
dengan sekuat tenaga untuk menegakkan badannya kembali,
di hadapannya terasalah sesosok bayangan manusia yang

amat buram dan kabur berjalan semakin mendekati ke
arahnya.
“Heee.... heee.... Koan Ing.” terdengar suara tertawa dingin
dari Ciu Tong bergema ke dalam telinganya. “Kau jangan
salahkan kepadaku akan turun tangan kejam, siapa yang
suruh kau orang secara sukarela menurunkan ilmu silat aliran
Hiat-ho-pay itu kepadaku? Selama ini aku selalu mengandung
maksud untuk membinasakan dirimu, tetapi kali ini kau sendiri
yang menghantarkan nyawamu!”
Ooo)*(ooO
Bab 49
PERLAHAN-LAHAN Koan Ing memejamkan matanya, di
dalam benaknya kembali terlintas berbagai ingatan yang
sangat aneh, Ciu Tong menolong dirinya dan ia menurunkan
kepandaian silat aliran Hiat-ho-pay kepadanya tetapi kenapa
sekarang si iblis sakti dari lautan Timur ini hendak
membinasakan dirinya? Sungguh aneh sekali!
Kembali selangkah demi selangkah Ciu Tong mendesak ke
depan, senyuman dingin yang memperlihatkan
kebanggaannya tiada hentinya terlintas pada ujung bibir,
Pada Saat yang kritis itulah tiba-tiba....
“Ciu Tong, tahan!” bentak seseorang dengan amat
dinginnya dari balik gua.
Ciu Tong rada melengak, dengan perlahan ia menoleh ke
belakang. tampaklah seorang perempuan berusia pertengahan
yang sama sekali tidak dikenal telah munculkan dirinya di
dalam gua, bahkan pada saat ini sedang memandang ke
arahnya dengan suatu senyuman yang amat tawar.
Koan Ing pun dengan cepat menoleh ke arah perempuan
tersebut, tetapi sebentar kemudian ia telah mengenalkan
kembali.

Ia bukan lain adalah Sian-thian-kauwcu Song Ing adanya!
Melihat munculnya perempuan tersebut, pemuda itu baru
bisa menghembuskan napas lega, perlahan-lahan ia mulai
pejamkaa matanya.
Song Ing pun dengan amat keren dan berwibawa
selangkah demi selangkah berjalan mendekati diri Ciu Tong.
“Haaa.... haaa.... kau perempuan sungguh bernyali, kendati
sudah tahu akulah Ciu Tong kenapa masih memaksa juga
untuk berjalan masuk!” teriak si iblis dari lautan Timur itu
sambil tetawa terbahak-bahak,
“Hm! Beranikah kau orang menerima tiga buah serangan
pedangku....?” Tantang Song Ing sambil tertawa sombong.
“Haa.... haa.... tiga jurus serangan pedang? Kau kira
dengan mengandalkan dirimu sudah begitu berani menyuruh
aku berhenti dan menerima tiga buah seranganmu! haa....
haa.... aku mau lihat, apa kau memang patut dinamakan
perempuan tak tahu diri!” seru Ciu Tong menghina.
Siapa sangka baru saja dia menyelesaikan kata-katanya
Song Ing telah mencabut keluar sebilah pedang dari
sarungnya.
Cahaya perak berkelebat menyilaukan mata diantara suara
dengungan yang amat keras pedangnya dengan kecepatan
tinggi telah mengancam kening dari si iblis tua tersebut.
Begitu melihat datangnya serangan tersebut Ciu Tong
merasa hatinya berdesir. ia bukan merasa terkejut karena
kedabsjatan tenaga dalam yang dimiliki Song Ing. justru
karena dia merasa amat kenal dengan jurus pedang yang
digunakannya itu bahkan terlalu mengenalnya.
Bukankah jurus serangan tadi telah menggunakan jurus “Ci
Cie Thian Yang” atau mengukur ujung langit dari ilmu pedang
“Thian-yu Khei Kiam”?

Ia sama sekali tidak menyangka kalau perempuan di
hadapannya ini ternyata masih ada hubungan dengan partai
Thian-yu-pay, tetapi bukankah dari aliran Thian-yu Bun cuma
tinggal Koan Ing seorang?
Bilamana dikatakan dia bukan aaggota Thian-yu-pay, lalu
secara bagaimana perempuan itu bisa memahami pula jurus
ilmu pedang 'Thian-yu Kiam Hoat” Apa mungkin perempuan
ini adalah cianpwee dari Koan Ing yang ia sendiripun tidak
mengenalnya?
Maka dengan perlahan Ciu Tong menarik napas panjang?,
tubuhnya menyingkir ke sebelah kanan, bersamaan itu pula
iapun hendak menggunakan jurus serangan dari “Thian-yu
Kiam Hoat” pula untuk menghadapi perempuan tersebut.
Namun baru saja ia berkelebat ke samping pedang panjang
dari Song Ing telah menghadang di depan matanya pula.
Hal ini membuat hatinya terasa bergetar amat keras, ia
merasa terkejut bercampur murka karena dirinya telah
menemukan kalau separuh jurus selanjutnya bukanlah jurus
serangan dari Thian-yu Kiam Hoat lagi, bahkan terhadap
serangan itupun ia sangat mengenalnya.
Bukankah jurus serangan ini berasal dari 'ilmu sakti aliran
pulau Ciat Ih To? Tidak disangka jurus serangan tersebut bisa
demikian hapalnya ditangan perempuan tersebut.
Maka tubuhnya buru-buru meloncat mundur beberapa
langkah ke belakang sambil bentaknya dengan keras: “Dari
mana kau peroleh ilmu silat....?“
Belum habis Ciu Tong berteriak, jurus serangan dari Song
Ing telah berubah lagi. pedangnya mencukil ke atas dan
membentuk berpuluh-puluh bayangan yang menyilaukan mata
bersama-sama menerjang ke depan.
Inilah jurus “Tan Kiam Cing Thian” atau pedang tunggal
menculik langit dari ilmu pedang Thian San Kiam Hoat.

Ciu Tong benar-benar merasa amat terperanjat, semula ia
mengira untuk menghadapi serangan yang menggunakan
jurus perguruannya hanya sekali menyingkir saja telah bisa
menghindari, siapa sangka Song Ing sama sekali tidak
menggunakan jurus yang dipikirkannya untuk menghantam
dirinya.
Semula ia bermaksud untuk menanyakan dari siapakah
Song Ing berhasil mempelajari jurus serangan itu, siapa
sangka karena pikirannya bercabang maka jurus pedang dari
perempuan tersebutpun telah berubah laksana sambaran kilat
membabat ke arah lehernya.
Ciu Tong mendengus dingin, telapak kanannya
menghantam ke depan sedang tubuhnya menyingkir ke kiri....
“Sreeet....!” tahu-tahu pakaiannya sudah kena dibabat
robek oleh pedang Song Ing, hanya kurang beberapa coen
saja lehernya kena dibabat putus, walaupun begitu hawa
berdesir telah memenuhi seluruh tubuhnya.
Tenaga dalam yang dimiliki Song Ing tidak berada di bawah
Ciu Tong sekalian ditambah pula ia mempelajari ilmu silat dari
empat penjuru, hal ini membuat ia semakin lihay.
Walaupun Koan Ing telah mendapatkan kitab pusaka ‘Boe
Shia Koei Mie’ namun kesempunaan serta kemujijatannya tak
berhasil ia keluarkan, hal itu cuma menambah pengetehuan
serta daya tariknya terhadap ilmu saja.
Sebaliknya terhadap diri Song Ing yang telah memiliki hasil
latihan selama puluhan tahun, sudah tentu kelihayannya luar
biasa sekali.
Tadi Song Ing berjanji hanya bergebrak sebanyak tiga jurus
saja dengan diri Ciu Tong, kini pedangnya berhasil merobek
pakaian dari si iblis tua tersebut, sudah tentu dia tidak suka
melepaskan tangan begitu saja,

kembali tubuhnya laksana sambaran kilat dengan cepat
mendesak ke depan lebih lanjut. Ciu Tong yang namanya
berada di dalam urutan empat manusia aneh kini harus
menderita kekalahan yang sedemikian parahnya, sudah tentu
dia tidak akan terima dengan begitu saja.
Maka dengan gusarnya ia membentak keras tubuhnyapun
meloncat kesamping. lalu dengan separuh badannya yang
sebelah kiri menerima datangnya serangan pedang Song Ing.
Dan tangan kanannya dengan cepat melancarkan
cengkeraman juga ke depan, ia bermaksud bilamana
perempuan itu menusukkan pedangnya kebadannya sebelah
kiri maka tangan kanannya segera akan membinasakan
musuhnya.
Siapa sangka tempo hari Song Ing pernah mencuri pergi
kepulau Ciat Ih To untuk menonton dia berlatih ilmu silat,
maka terhadap kepandaian silat yang dimiliki Ciu Tong ia
sudah mengenalnya bagaikan mengenal jari tangannya
sendiri, apa maksud dari perbuatan si iblis sakti pada saat ini
pun sudah tentu tidak bakal dapat mengelabui dirinya.
Maka pedang Song Ing dengan cepat disentakkan ke atas
dan langsung menyerang batok kepala dari Ciu Tong,
Melihat batok kepalanya yang diserang kembali Ciu Tong
merasa amat terperanjat selama beberapa tahun ini ia selalu
memikirkan cara untuk memecahkan kekurangan dari ilmu
mayat membusuknya, dimana ia berhasil memindahkan aliran
darah pada tubuh sebelah tetapi selama ini tak berhasil
mengerahkan aliran darah itu pada bagian kepalanya.
Kini serangan Song Ing justru mengancam kepalanya, hal
ini bagaimana mungkin tidak membuat hatinya jadi amat
kaget!
Ciu Tong menarik napas panjang-panjang. ia tidak
menyangka kalau Song Ing berhasil mendahului dirinya dan

menyerang titik kelemahan yang selama ini selalu ia
rahasiakan itu.
Kembali tubuhnya terdesak dan dengan hati kebat-kebit ia
mengundurkan dirinya ke belakang.
Song Ing yang melihat serangannya berhasil mendesak
pihak musuhnya, sudah tentu ia tidak suka membuang
kesempatan lagi dan jurus serangannya laksana air bah
dengan dahsyatnya menggulung dari atas kebawah tiada
hentinya, cahaya pedang pun berkilauan memenuhi angkasa.
“Braaak....!” Pedang dan telapak tangan kembali bentrok
menjadi satu, terdengarlah Ciu Tong mendengus berat dan
mencelat mundur ke arah belakang.
Kali ini Song Ing tidak mengejar lagi dan dengan
pandangan dingin ia memperhatikan diri si iblis sakti jari
Lautan Timur ini.
Dengan gunakan tangan sebelah Ciu Tong mencekal lengan
kanannya yang mengucurkan darah dengan deras dan dengan
pandangan gusar ia melototi diri Song Ing.
Selama ini belum terpikirkan olehnya kalau ia bakal terluka
ditangan seorang perempuan yang sama sekali tidak dikenal
namanya! Maka dengan gusarnya ia mendengus.
“Hmmm! siapakah nama besarmu? tanyanya dengan sinar
mata berkilat2,
“Akulah Sian-thian-kauwcu!”
Kembali terdengar Ciu Tong menarik napas panjangpanjang
ia tidak mengira kalau nama Sian-thian-kauwcu yang
pernah didengarnya ditengah sungai Tiang Kang sewaktu
untuk pertama kalinya terjun ke dalam dunia kangouw bukan
lain adalah perempuan yang kini berada dihadapan matanya
ini.

Dan dalam hati ia merasa amat terperanjat karena
perempuan ini sangat memahami benar ilmu silat aliran Ciat Ih
Too-nya bukan begitu saja bahkan ilmu sakti dari Thian-yupay
serta seluruh partay di kolong langit manapun dapat ia
pahami dan menggunakannya dengan begitu hapal, hal ini
benar-benar sukar baginya untuk percaya.
“Heee.... heee.... ini hari aku berhasil kau lukai dalam tiga
jurus, hal ini sudah tentu tidak menyalahkan dirimu, tetapi
kaupun memahami ilmu silat dari aliran Ciat Ih Too kami, hal
ini pasti akan aku selidiki sampai jelas!” katanya dingin.
Selesai berkata ia putar badan dan berlalu dari sana,
Menanti bayangan dari Ciu Tong telah lenyap dari
pandangan mata Song Ing baru putar badannya Ke arah
pemuda tersebut.
“Subo!” terdengar Koan Ing berseru sambil membuka
matanya kembali.
Agaknya Song Ing sama sekali tak menyangka kalau Koan
Ing bisa memanggil dirinya dengan sebutan itu, maka
tubuhnya kelihatan tergetar amat keras diikuti tubuhnya
sedikit bergerak tahu-tahu telapak kanannya sudah
ditempelkan di atas punggung pemuda itu.
“Kau jangan banyak bicara. pusatkanlah seluruh
perhatianmu karena aku mau bantu kau untuk sembuhkan
lukamu itu.” katanya dengan halus.
Koan Ing sama sekali tidak menyangka kalau Song Ing
suka menolong dirinya, ia jadi tertegun dan lama sekali tidak
mengucapkan sepatah katapun.
“Kini musuh ada diempat penjuru, salah sedikit saja bakal
mendatangkan bencana buat diri sendiri, bilamana kau tidak
berusaha untuk sembuhkan lukamu lagi lalu siapakah yang
bakal melindungi dirimu? Ajoh cepat pusatkan seluruh
perhatian!” seru Song Ing dengan amat cemas.

Koan Ing merasa hatinya tergetar amat keras, buru-buru ia
pejamkara matanya dan pusatkan seluruh pikiran
Terasalah segulung hawa panas dengan cepat mengalir
masuk melalui punggungnya untuk kemudian mengalir ke
seluruh tubuh, begitu hatinya tenang maka pikiranpun telah
terpusatkan untuk menyembuhkan luka.
Entah lewat beberapa saat lamanya menanti ia merasa
lukanya sudah sembuh baru dengan perlahan pemuda itu
membuka matanya kembali.
Saat ini cuaca telah menunjukkan malam hari. Song Ing
yang ada dibelakangnya dengan amat kelelahan telah menarik
kembali tangannya dan tersenyum.
“Koan Ing ucapkan terjma kasih atas bantuan dari Subo!”
serunya kemudian dengan menjatuhkan diri berlutut
dihadapan perempuan tersebut.
Song Ing pun tersenyum, “Aku tidak menyangka kalau
tenaga dalammu sudah berhasilkan latihan sedemikian
tingginya, sekali pusatkan pikiran harus memakan waktu
selama tiga hari tiga malam?”
Koan Ing yang mendengar perkataan itu jadi tertegun juga
dibuatnya ia sendiripun tidak tahu bagaimana mungkin dirinya
telah bersemedi selama tiga hari tiga malam. hal ini bagi
dirinya masih tidak mengapa'tetapi telah melelahkan diri Song
Ing juga.
Selagi dalam hati ia merasa amat terharu itulah tampaklah
sambil tersenyum Song Ing telah mengulapkan tangannya.
“Kau tidak usah banyak berbicara lagi,” katanya. “Kini di
tempat luaran sudah kedatangan musuh tangguh, sedang
anak buah dari perkumpulan akupun telah setengah harian
lamanya berjaga2, kita harus cepat2 keluar untuk memeriksa!”

Dalam hati kembali Koan Ing merasa amat terkejut, siapa
yang telah datang? Maka tanpa banyak bicara lagi ia
mengikuti juga diri Song Ing berjalan keluar.
Baru saja Song Ing berjalan keluar dari mulut gua, dari luar
gua telah terdengar suara bentakan yang amat keras;
“Kauwcu tiba!”
Seketika itu juga suasana diluar gua amat sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun, bintang2 beterbangan
memenuhi angkasa, sedang angin malam bertiup sepoi-sepoi.
Dengan tenangnya Song Ing menyapu sekejap ke sekeliling
tempat itu, waktu itulah tampak dua orang budak berbaju
putih dengan amat ringannya telah melayang turun dari balik
batu dan berdiri disisi Song Ing.
Sinar mata Koan Ing berkilat, diapun menyapu sekejab ke
sekeliling tempat itu tetapi sesuatu apapun tak terlihat
olehnya.
Mendadak....
“Bo-liang-so-hud!”
Suara pujian bergema memenuhi angkasa dan dari balik
pohon muncullah seorang toosu berjubah hijau yang bukan
lain adalah Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien dari Bu-tongpay.
Dibelakangnya mengikuti seorang kakek berkerudung serta
seorang kakek bongkok, mereka bukan lain adalah sijaring
emas penguasa yangit Phoa Thian-cu serta Si Ih Mo Tuo dua
orang.
Dan dengan munculnya ketiga orang itu maka anak buah
dari perkumpulan Sian-thian-kauw-pun pada bermunculan dari
balik batu-batu cadas di empat penjuru, dan terlihatlah busur
pada terpentang siap-siap melepaskan anak panah ke arah
mereka bertiga.

Yuan Si Tootiang yang melihat Koan Ing pun beruda disana
agaknya merasa berada di luar dugaan.
“Hmm! Aku kira yang hadir cuma orang-orang dari
perkumpulan Sian-thian-kauw saja, kiranya disinipun muncul
diri Koan Ing” serunya sambil mendengus,
“Hmm.... apakah kalian bertiga ada maksud untuk
mengadu kekuatan dengan perkumpulan Sian-thian-kauw
kami?” tanya Song Ing dingin.
“Haaa.... haaa.... apa itu perkumpulan Sian-thian-kauw?”
teriak Phoa Thian-cu itu Kokcu dari lembah Chiet Han Kok
sambil tertawa terbahak-bahak. “Kau berani menantang kami
bertiga untuk bergebrak? Tetapi bilamana ini hari kau suka
menyerahkan Koan Ing kepada kami maka urusan ini akan
aku anggap selesai, tetapi kalau tidak.... heee.... cukup aku
kirim perintah maka perkumpulan Sian-thian-kauw akan ludas
dan binasa!”
Song Ing yang mendengar perkataan dari Phoa Thian-cu itu
sama sekali tidak menjadi gusar.
“Walaupun perkumpulan Sian-thian-kauw kami tak ada
kekuatan apa-apa, tetapi dengan mengandalkan kekuatan
kalian beberapa orang saja belum tentu bisa berbuat
semaunya!”
“Haaa.... haaa.... aku kepingin sekali melihat kau orang
hendak menggunakan cara apa untuk menghadapi diriku!”
teriak Phoa Thian-cu kembali sambil tertawa panjang.
Song Ing kerutkan dahi, perlahan-lahan ia menoleh dan
menyapu sekejap disekeliiing tempat itu kemudian dengan
perlahan mengangkat tangan kanannya ke atas.
Dan dari empat penjuru dengan cepatnya bermunculan
berpuluh-puluh orang lelaki kekar yang pada mencekal busur
ditangannya.

Di atas busur terpasanglah sebatarg anak panah. berwarna
hitam yang aneh sekali bentuknya, anak2 panah tersebut siapsiap
dibidikkan ke depan.
Terdengar Song Ing kembali tertawa tawar. “Kalian ingin
pergipun sudah terlambat!” katanya dingin,
“Tentunya kalian sudah pernah mendengar nama anak
panah “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam” bukan?”
Phoa Thian-cu sekalian yang mendengar disebutnya anak
panah berapi tersebut air mukanya segera pada berubah
sangat hebat.
Koan Ing sendiripun merasa amat terperanjat, tak kuasa
lagi dia memandang lebih tajam lagi terhadap anak panah
berwarna hitam itu. Ia sama sekali tidak menyangka kalau
anak panah berapi “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam” yang dimiliki
oleh “Hwee Khie Thaysu Lam Hoa Lieh bisa muncul di tempat
ini.
Ia pernah dengar orang berkata kekuatan dari anak panah
ini bisa memusnahkan tempat seluas sepuluh kaki persegi
tanpa meninggalkan kehidupan apapun bilamana benar-benar
anak panah tersebut dibidikkan maka jangan harap lagi Yuan
Si Tootiang bertiga bisa loloskan diri.
“Sebenarnya aku hendak menggunakan anak panah itu
untuk mencegah kalian memasuki gua ini, tapi kalian tidak
tahu diri, terpaksa aku harus perlihatkan dulu kepada kalian!”
kata Song Ing lagi dengan tanpa perubahan.
Yuan Si Totiang mendengus dingin, ia mengerling sekejap
ke arah sibongkok dari daerah Si Ih.
Si Ih Mo Tuo menyahut, tiba-tiba ia bertepuk tangan tiga
kali ke arah hutan, sebentar kemudian tampaklah seorang
berbaju hitam be jalan mendatang sambil menyeret seorang
gadis.

Koan Ing yang melihat munculnya gadis tesebut jadi amat
terperanjat, karena perempuan itu bukan lain adalah Cha Ing
Ing adanya, Cha Ing Ing yang melihat Koan Ing pun ada
disana tak kuasa lagi sambil mengucurkan air mata berteriak
keras!
“Engkoh Ing!”
Walaupun beberapa hari ini dirinya tidak mendapat
perlakuan yang buruk dari Yuan Si Tootiang yang karena ia
tahu kalau gadis itu adalah puteri kesayangan dari Cha Can
Hong tetapi gadis yang selalu dimanja ini bagaimana mungkin
kuat menahan kesabarannya?
“Heee.... heee.... walapun anak panah berapi “Hek Siauw
Lieh Hwee Ciam” tersebut amat lihay dan menakutkan tetapi
aku ada puteri dari Cha Can Hong ditanganku. Bilamana kalian
ingin lepaskan anak panah ayo cepat lakukan, aku tidak bakal
takut” seru Yuan Si Tootiang sambil kerutkan keningnya rapatrapat.
Koan Ing yang melihat Yuan Si Tootiang hendak
menggunakan Cha Ing Ing sebagai tameng, tidak kuasa lagi
memandang sekejap ke arah diri Song Ing.
Sinar mata Song Ing berkilat, ia tertawa tawar.
“Buat apa kau begitu cemas”, katanya dingin, “Aku cuma
memberi tahu kalian kalau aku punya cara untuk menguasai
diri kalian, tetapi saat ini aku tidak bermaksud untuk
membinasakan kalian, hmmm! Buat apa kalian merasa begitu
tegang!”
“Hmm! akupun ingin memberi tahu kepadamu akupun
punya cara buat paksa kau tidak bisa berbuat seperti apa yang
telah kau rencanakan” seru Yuan Si Tootiang pula sambil
mendengus dingin.
Song Ing kerutkan alisnya rapat-rapat lantas berdiam diri
tidak mengucapkan sepatah katapun.

Walaupun dia tidak berbicara tetapi Koan Ing yang berada
disampingnya dapat mengetahui kalau saat ini perempuan itu
benar-benar telah mencapai pada puncak kegusarannya.
“Yuan Si!” terdengar perempuan itu berseru setelah
memandang dingin wajah toosu tua tersebut. “Ada satu hari
aku akan membinasakan dirimu ditanganku!”
Koan Ing yang mendengar perkataan tersebut segera
merasakan hatinya rada berdesir, dia mengetahui kalau Song
Ing mempunyai kebiasaan apa yang diucapkan pasti
dilakukan.
Yuan Si Tootiang sendiripun merasa rada berdesir setelah
mendengar perkataan itu dia sendiri juga merasa heran
bagaimana mungkin dirinya bisa menaruh rasa bergidik
terhadap perempuan yang sama sekali tidak diketahui
namanya ini!
“Untuk sementara kita mundur dulu dari sini!” serunya
dengan suara berat terhadap diri Phoa Thian-cu serta Si Ih Mo
Tuo.
Sebetulnya mereka bertiga merasa takut bilamana secara
tiba-tiba anak panah berapi “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam”
dibidikkan ke arah mereka,
Maka dengan pandangan yang amat dingin Song Ing
memandang mereka mengundurkan diri dari sana, Cha Ing
Ing sendiripun memandang ke arah Koan Ing dengan
pandangan yang sayu, dia tahu pada saat dan keadaan seperti
ini pemuda itu benar-benar tak mungkin bisa menolong
dirinya, dan saat inilah ia mulai merasa menyesal atas
kepergiannya yang tanpa pamit itu.
Song Ing sendiripun dengan termangu-mangu
memperhatikan diri Cha Ing Ing dalam hati ia bermaksud
untuk menolong dirinya tetapi sayang maksud ada tenaga
kurang, dan dengan kepandaian silat yang dimiliki Yuan Si

Tootiang sekalian hanya di dalam sekali kelebatan saja mereka
dapat membinasakan dirinya,
Pada ujung bibir Yuan Si Tootiang mulai tersungginglah
satu senyuman bangga.
Mendadak dari tengah hutan berkumandang datang suara
ringkikan kuda yang amat keras sekali disusul dengan
berkumandangnya suara tertawa keras yang amat
menyeramkan.
Koan Ing hanya merasakan hatinya berdesir kata-kata
‘Kereta berdarah!’ yang siap-siap meluncur keluar dari bibirnya
segera ditarik kembali, karena tiba-tiba....
“Braam....!” dengan disertai mengepulnya debu dan pasir
yang beterbangan memenuhi argkasa tergema keluar dua
buah suara jeritan ngeri disusul dengan mencelatnya dua
sosok mayat yang melayang keangkasa.
Sinar mata Koan Ing berkilat, belum sempat dirinya
mengambil sesuatu keputusan kereta berdarah tersebut
ditengah suara tertawa yang amat menyeramkan telah
menerjang masuk ketengah kalangan yang disusul suara
desiran angin dari serangan cambuk yang menghajar tubuh
Yuan Si Tootiang sekalian.
Melihat datangnya serangan tersebut Yuan Si Tootiang
merasa nyalinya pecah, karena ia baru saja sembuh dari luka
yang amat parah sudah tentu tidak berani menerima
datangnya serangan yang begitu dahsyat dari orang dibalik
kereta berdarah tersebut.
Tubuhnya terburu-buru mengundurkan diri dua langkah ke
belakang, tapi Phoa Thian-cu yang ada disisinya segera
membentak keras. Jaringan emasnya digetarkan ke depan
sehingga tampaklah cahaya keemas-emasan berkilauan
melindungi seluruh tubuh si tosu tua dari Bu-tong-pay ini,
sedang Si Ih Mo Tuo pun dengan dengusannya yang berat
melancarkan satu serangan toya ke arah ujung cambuk.

Cambuk panjang itu dengan cepat meleset ke samping lalu
membentuk gerakan busur ditengah udara.
“Plaaak!” Dengan disertai suara bentrokan yang amat
nyaring, seorang berbaju hitam yang menjaga diri Cha Ing Ing
sudah kena dipukul mental dan bersamaan itu pula tubuh Cha
Ing Ing sudah kena telibat dan ditarik masuk ke dalam kereta.
Tindakannya ini benar-benar berada diluar dugaan semua
orang yang hadir di dalam kalangan dan tampaklah kereta
berdarah itu dengan cepatnya sudah menerjang kembali ke
arah diri Koan Ing.
Melihat tindakan dari orang yang berada di dalam kereta
berdarah itu, Koan Ing jadi teramat gusar.
“Tong Phoa Pek! Cepat lepaskan kembali gadis itu!”
bentaknya keras.
Ditengah suara suitannya yang amat nyaring, tubuhnya
laksana seekor burung rajawali dengan cepatnya sudah
menubruk ke arah kereta berdarah sedang sepasang
telapaknya ber~sama-sama didorong ke depan melancarkan
satu pukulan dahsyat.
Suara tertawa seram bergema memenuhi angkasa, dari
balik kereta berdarah itupun segera bergulung satu pukulan
yang maha dahsyat menyambut datangnya serangan dari
pemuda tersebut.
“Braaak!” kedua gulung hawa pukulan tersebut bentrok
menjadi satu ditengah udara, dan tubuh Koan Ing segera
terpukul getar sehingga mundur setengah tindak ke belakang,
sedangkan kereta berdarah itu sendiri pun goncang amat
keras.
Sekali lagi Koan Ing menutulkan ujung kakinya ke atas
tanah dan menubruk kembali ke arah kereta berdarah
tersebut.

Ditengah larinia kuda berwarna merah yang amat cepat,
kereta berdarah tersebut telah berlari meninggalkan tempat
itu. Sehingga ditengah kalangan cuma tinggal debu serta pasir
yang mengepul memenuhi seluruh angkasa.
Semua orang yang hadir ditengah kalangan itu dibuat
terperanjat oleh perubahan yang secara mendadak ini, apalagi
tenaga dalam Koan Ing yang demikian dahsyatnya itu seketika
itu juga membuat semua orang jadi tertegun.
Yuan Si Tootiang sendiri sama sekali tidak menyangka
kalau tenaga dalam dari pemuda itu bisa pulih dengan
demikian cepatnya, ditambah pula setelah mendengar
sipemuda membentak tadi, dua orang yang ada di dalam
kereta berdarah itu bukan lain adalah ‘Thian Yang Siauw Yu’
Tong Phoa Pek. hatinya semakin terperanjat lagi.
Menanti Koan Ing serta kereta berdarah itu sudah pada
berlalu. Yuan Si Tootiang baru sadar kembali dari lamunannya,
aku melihat Song Ing masih ada disana terutama anak panah
berapi “Hek Siauw Liew Hwee Ciam”nya buru-buru mereka
bertiga melayang pergi dari sana.
Pada saat ini Song Ing pun tak ada kekuatan untuk
menghadapi mereka bertiga, karena itu melihat mereka
meninggalkan tempat tersebut dia sama sekali tidak turun
tangan mencegah.
Kita balik pada Koan Ing yang mengejar kereta berdarah
itu, hanya di dalam sekejap saja sepuluh li sudah dilalui
dengan cepatnya, sedang yang dilalui kereta berdarah itupun
semakin lama semakin curam dan semakin berbahaya.
“Tong Phoa Pek!” bentaknya kemudian sembari mengejar
dari belakang kereta berdarah tersebut. “Bilamana kau
menyebut dirimu sebagai orang nomor wahid dari seluruh
kolong langit, kenapa tak berani menghentikan kereta untuk
bergebrak melawan aku?”

Tong Phoa Pek yang berada di dalam kereta berdarah itu
sama sekali tidak menggubris akan perkataannya, sebaliknya
kereta tersebut masih tetap berlari dengan amat cepatnya
menuju ke arah depan.
Hanya di dalam sekejap saja sampailah mereka di atas
sebuah tebing yang amat curam dan terjal dan secara tibatiba
kereta berdarah itu berhenti berlari.
Buru-buru Koan Ing enjotkan badannjta menghalangi di
depan kereta berdarah tersebut. Saat itulah tampak Tong
Phoa Pek sambil mengempit tubuh Cha Ing Ing dan tangannya
yang satu mencekal tali les kuda sedang memandang ke
arahnya dengan pandangan sinis.
Koan Ing pun dengan pandangan yang amat sinis
memperhatikan diri Tong Phoa Pek. Empat mata bertemu jadi
satu, tetapi tidak seorangpun yang mengucapkan sepatah
kata,
“Nih aku kembalikan kepadamu!” seru Tong Phoa Pek,
kemudian seielah berdiam beberapa saat lamanya.
Selesai berkata tangan kirinya diajunkan ke depan
melemparkan tubuh Cha Ing Ing ke arah Koan Ing.
Melihat tindakan tersebut Koan Ing merasa hatinya
terperanjat, dia tidak mengerti apa maksud dari perbuatan
Tong Phoa Pek ini tetapi tak ada salahnya ia menerima gadis
tersebut.
Maka tangannya dengan cepat menyambut datangnya
tubuh Cha Ing Ing, kemudian menepuk bebas jalan darahnya
yang tertotok.
Cha Ing Ing dengan erat mencekal ujung baju Koan Ing
lalu bersembunyi dibalik tubuh pemuda itu untuk memandang
ke arah Tong Phoa Pek dengan pandangan amat terperanjat.
Sebetulnya banyak perkataan yang hendak diucapkan
olehnya terhadap sang pemuda tetapi melihat keadaan dan

situasi yang demikian tegangnya untuk sesaat tak sepatah
katapun yang berhasil diucapkan keluar.
Saat inilah dia baru dapat melihat majikan dari kereta
berdarah yang selama ini bertindak sangat misterius itu,
Mendadak Tong Phoa Pek mengajunkan kembali tangan
kanannya, dan terlihatlah serentetan cahaya keemasan
berkelebat ke arah depan,
Dengan gesitnya Koan Ing menyambut datangnya cahaya
keemasan yang bukan lain adalah pedang Kiem-hong-kiamnya
itu, dan tak kuasa lagi hatinya rada melengak.
Bagaimana mungkin ini hari Tong Phoa Pek bisa bersikap
lapang dada terhadap dirinya?
“Koan Ing!” terdengar Tong Phoa Pek menegur dengan
suaranya yang amat dingin. “Sudahlah, ini hari di tempat ini
tak bakal ada orang lain yang mengganggu kita lagi aku
dengar nasibmu sangat mujur, bukan saja tidak mati bahkan
sebaliknya telah mendapatkan ilmu silat peninggalan Hiat-hopay
oleh karena itu ini hari juga aku akan mengadakan
pertempuran untuk menentukan siapa yang unggul lebih
diantara kita!”
Selesai berkata dengan perlahan dia bertindak turun dari
kereta berdarahnya. Koan Ing yang melihat sikap dari
perkataannya itu segera mengetahui kalau Tong Phoa Pek
telah mengambil keputusan untuk mengadakan pertempuran
sengit dengan dirinya.
Tak kuasa lagi alisnya dikerutkan rapat-rapat, dan dengan
menggunakan tiga buah jari tangan kirinya dia mulai menekuk
pedang kiem-hong-kiamnya sehingga berbentuk setengah
busur.
“Hee.... hee.... bisa memperoleh pengajaran dari Thian
Yang Siuw-su hal ini merupakan keberuntungan dari aku
orang she-Koan” katanya sambil tersenyum.

Sehabis berkata tangan kirinya dilepaskan.... dengan
menimbulkan suara dengungan yang memekikkan telinga
pedang kiem-hong-kiamnya memantul kembali menjadi lurus.
“Koan Ing!!!” seru Tong Phoa Pek sambil dengan perlahan
bertindak turun dari kereta berdarah itu dan tertawa dingin.
“Kepandaian silatmu terlalu tinggi, dengan usiamu yang masih
begitu muda ternyata bisa memiliki kepandaian yang begitu
dahsyat, hal ini sangat berbahaya bagi kita orang-orang dari
angkatan tua karena itu tak ada jalan lain lagi kecuali
menghukum mati dirimu!”
“Engkoh Ing hati-hati1ah!” ujar Cha Ing Ing perlahan
sambil melepaskan cekalannya pada ujung baju pemuda
tersebut,
Setelah itu dengan hati yang kebat-kebit setindak demi
setindak ia mengundurkan dirinya ke belakang.
Koan Ing tersenyum sambil menoleh ke arah Tong Phoa
Pek katanya, “Siapa yang bakal menderita kalah belum bisa
ditentukan, buat apa kau orang bicara terlalu besar!”
Selesai berkata tubuhnya mencelat ke atas, pedang kiemhong-
kiamnya dengan menimbulkan suara desiran yang amat
memekakkan telinga segera membentuk gerakan satu
lingkaran busur yang amat besar mengurung seluruh tubuh
Tong Phoa Pek.
Inilah jurus ‘Noe Ci Sin Kiam’ dari ilmu pedang ‘Thian-yu
Khie Kiam’.
Tong Phoa Pek-pun menggetarkan cambuknya ketengah
udara, dan seketika itu juga seluruh angkasa telah dipenuhi
dengan desiran angin tajam yang menyesakkan napas.
Mendadak Koan Ing berteriak keras, tubuhnya melayang ke
atas, sedang pedang kiem-hong-kiamnya dengan gerakan
jurus “Ban Sin Peng To” menekan ke arah bawah, menggencet
ujung cambuk dari Tong Phoa Pek.

Air muka Tong Phoa Pek segera berubah hebat, cambuknya
kembali ditegangkan laksana kawat baja yang amat kuat.
Cahaya keemas-emasan berkilat memenuhi angkasa. yang
membuat cambuk panjang itu seketika itu juga terbabat putus
menjadi dua bagian.
Kembali Koan Ing membentak keras. pedang kiem-hongkiamnya
segera mengejar ke arah tubuh Thian Yang Siauw Su
ini.
Tong Phoa Pek meraung keras, cambuknya segera
disambitkan ke arah pemuda tersebut sedang tubuhnya
sendiri mencelat ke dalam kereta berdarah.
“Criiiing....!” tahu-tahu sewaktu memutar tubuhnya kembali
ditangannya telah bertambah sebilah pedang berwarna hijau
yang memancarkan cahaya tajam.
Dan dengan kerennya dia berdiri di atas kereta berdarah itu
sambil melintangkan pedangnya di depan dada, dia tahu
untuk memperoleh kemenangan dengan mengandalkan
cambuk tidaklah mungkin akan berhasil, apa lagi tenaga
dalam dari Koan Ing telah memperoleh kemajuan begetu
pesat. karena itu akhirnya ia mengambil keputusan untuk
menggunakan pedang saja untuk menghadapi pemuda
tersebut.
Koan Ing yang tadi berhasil menangkis jatuh datangnya
sambitan cambuk dari Tong Phoa Pek sewaktu melihat diapun
mencabut keluar pedangnya hatinya jadi rada berdesir, diapun
buru-buru melintangkan pedangnya di depan dada.
Dengan gusarnya Tong Phoa Pek membentak keras,
tubuhnyapun segera melayang ke atas dan menubruk ke
depan, pedangnya segera memainkan ilmu pedang “Suo Sim
Kiam Hoat” yang merupakan ilmu pedang dari si iblis nomor
satu dari Bu-lim, sijagoan penghancur sukma Pek Lie Si Beng.

Begitu pedang tersebut menyambar keluar segera
terlihatlah cahaya pedang yang menyilaukan mata
bermunculan dari ujung pedang mengurung beberapa depa di
sekeliling tempat itu.
Koan Ing merasa amat terperanjat, ilmu pedang “Suo Sim
Cap Pwee Kiam” inipun ia pernah mempelajarinya, kini Pong
Phoa Pek hendak mengeluarkannya untuk menghadapi dia
orang hal ini sudah tentu tidak membuat dirinya jadi jeri.
Maka ditengah suara bentakannya yang amat keras diapun
mengeluarkan jurus-jurus serangan mengikuti iimu ‘Suo Sim
Cap Pwee Kiam’ tersebut.
Seketika itu juga seluruh kalangan dipenuhi dengan suara
desiran angin serangan yang mengerikan.
Cha Ing Ing yang melihat mereka berdua saling serang
menyerang dengan dahsyatnya, saking terperanjat tak
sepatah katapun bisa diucapkan keluar. Dan dengan
kedahsyatan dari tenaga dalam yang mereka berdua memiliki
mungkin pada saat ini sukar uniuk mennyarikan tandingannya.
Jurus-jurus serangan Tong Phoa Pek semakin lama semakin
gencar dan semakin gesit, tetapi tiba-tiba ia menarik kembali
pedangnya lalu menempelkan pada pedang ditangan Koan
Ing.
Pedang Kiem-hong-kiam yang berada ditangan Koan Ing
begitu kena ditempel oleh pedang pihak lawan, hatinya jadi
rada terperanjat dibuatnya, secara samar-samar dia merasa
dari balik pedangnya tergulunglah satu tenaga tekanan yang
menggetarkan seluruh isi hatinya, dia orang yang berusaha
untuk melepaskan diripun tak sanggup.
Dalam hati ia lantas menebak kalau jurus serangan ini
tentulah sudah menggunakan ilmu pepang yang diunggulkan
oleh “Bu-lim Kiam Sin” Yong Ci Teng, maka sinar matanya
kembali berkilat2 dan dia tahu bilamana dirinya tidak berusaha

untuk melepaskan diri, maka pedangnya tentu akan terlempar
lepas.
Berbagai ingatan dengan cepat berkelebat memenuhi
seluruh benak pemuda tersebut dan ditengah suara suitan
gusar yang amat nyaring pedang kiem-hong-kiamnya
digetarkan sekeras2nya sekali lagi dia melancarkan serangan
dengan menggunakan jurus “Noe Tai Sin Kiam” dari ilmu
pedang “Thian-yu Kiam Hoat”
Tong Phoa Pek hanya tertawa dingin tiada hentinya, ia
sama sekali tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya.
sebaliknya Koan Ing yang pedangnya kena dihisap itu boleh
dikata sama sekali tak berhasil bergerak maka sudah tentu
serangannya tadipun sama sekali tak berguna.
Sampai pada waktu itulah Koan Ing baru merasa amat
terkejut bercampur cemas, dan dengan gusarnya kembali ia
bersuit gagang pedangnya mendadak meluncur kebawah
menghajar iga dari Tong Phoa Pek inilah serangan yang kedua
dari ilmu Lian Huan Sam Ci.
Melihat datangnya serangan tersebut Tong Phoa Pek jadi
sangat terkejut. dia sama sekali tidak menyangka kalau Koan
Ing masih memiliki jurus serangan yang demikian dahsyatnya,
maka buru-buru tangan kirinya diangkat menghantam
pergelangan tangan dari pemuda tersebut.
Belum habis Koan Ing bersuit nyaring tangan kirinya
laksana kilat cepatnya sudah membentuk gerakkan setengah
busur ditengah udara lalu dengan hebatnya menghajar jalan
darah “Ci Bun Toa Hiat” pada dada sebelah kiri dari musuhnya
Tong Phoa Pek jadi amat kaget, dia tak sempat untuk
menghindarkan dirinya lagi karena jurus serangan ini adalah
serangan yang dilatih Kong Boen Yu Selama dua puluh tahun
ini, sudah tentu kedahsyatannya luar biasa sekali.
Maka pedang ditangan kanannya buru-buru di tarik ke
belakang, tetapi siapa sangka Koan Ing pun pada saat itu

telah menggunakan gerakan melengket untuk menghisap
pedang pihak lawan, jadi walaupun ia sudah mencabutnya
tetapi tetap tak berhasil melepaskan diri.
Baru saja Tong Phoa Pek merasa amat terperanjat tahutahu....
“Braaak....!” dengan kerasnya dada sebelah kirinya kena
dihantam oleh serangan Koan Ing tersebut, dia meraung keras
dan mengundurkan diri dengan sempoyongan sambil
melepaskan pedangnya, karena tak kuasa lagi darah segar
segera muncrat keluar dari mulutnya.
Dengan amat tenangnya Koan Ing segera kebaskan tangan
kanannya untuk melepaskan diri dari hisapan pedang Tong
Pho Pek.
“Bagaimana? Mau diteruskan tidak pertempuran kita ini?”
ejeknya.
Tiba-tiba Tong Phoa Pek enjotkan badannya melayang ke
atas kereta berdarah, ditengah suara bentakkannya yang amat
keras bercampur gusar itu ia sudah melarikan kereta tersebut.
meninggalkan tempat tersebut.
Melihat tindakan itu Koan Ing jadi amat kaget dia tidak
menyangka kalau sewaktu dirinya berada di dalam keadaan
girang Tong Phoa Pek bisa melarikan diri dengan
menggunakan kereta berdarah tersebut.
Kembali dengan termangu-mangu Koan Ing memandang
kereta berdarah itu menjauh dari atas tebing, dan hampirhampir
dia merasa tidak percaya atas pandangannya sendiri.
Manusia seperti ‘Thian Yang Siuw-su’ Tong Phoa Pek yang
begitu sombong ternyata sudah pergi setelah kalah satu jurus
dari dirinya.
Ooo)*(ooO
Bab 50

BELUM HABIS BERPIKIR, Cha Ing Ing dengan cepatnya
sudah berlari mendekati lalu menubruk ke dalam pelukan
Koan Ing dan menangis tersedu-sedu,
“Ing Ing! Aku sudah membuat kau tersiksa,” ujar Koan Ing
tersenyum dan merangkul tubuh gadis tersebut. “Tetapi
sekarang sudah tak ada urusan lagi, marilah kita pergi mencari
ayahmu!”
Cha Ing Ing segera dongakkan kepalanya dan memandang
ke arah Koan Ing, tetapi beberapa saat kemudian dengan
perlahan ia menundukkan kepalanya kembali dan mengusap
kering air mata yang menetes keluar membasahi pipinya
Sebetulnya dia mengharapkan Koan Ing bisa sedikit mesra
padanya, dan kini ternyata Koan Ing benar-benar suka
padanya, dan perkataan ini ditimbulkan secara spontan dari
dasar hatinya tanpa mencampurkan rasa cinta muda-mudi
didalamnya.
Demi dirinya Koan Ing sudah rela bertempur dengan Tong
Phoa Pek, dan dari sudut ini sudah cukup menunjukkan kalau
dia sangat baik terhadap dirinya,
Karena itu terhadap pemuda tersebut tak sepatah katapun
bisa diucapkan keluar, hanya saja dalam hati merasa kecewa.
Sambil tersenyum pemuda itu memandang wajah Cha ing
Ing, dia telah mengetahui, apa yang dipikirkan gadis itu pada
saat ini.
“Ing Ing! Mari kita berangkat” ajaknya kemudian sambil
menggandeng tangan dara itu.
Mereka berdua melakukan perjalanan ke depan saat itu hari
sudah terang tanah, cuma saja sekeliling tempat tersebut
dipenuhi dengan kabut yang amat tebal sekali, sehingga
permukaan tanah terasa sangat lembab dan basah.
“Sungguh aneh sekali!” ujar Koan Ing sambil memandang
sekeliling tempat itu, dahinya dikerutkan rapat-rapat “Hari

sudah terang tanah, kenapa tempat ini masih diliputi kabut
yang demikian tebalnya?”
Siapa sangka baru saja dia menyelesaikan kata-katanya
dari balik kabut terdengarlah suara seseorang yang amat
berat, “Aneh? Kalau cuma soal ini belum begitu
mengherankan, peristiwa yang aneh masih banyak
dibelakang!”
Mendengar munculnya suara tersebut baik Koan Ing
maupun Cha Ing Ing merasa hatinya bergidik dan serentak
menghentikan langkahnya.
Cha Ing Ing dengan rasa ketakutan segera bersandar pada
tubuh Koan Ing sedang matanya dengan tajam menyapu ke
sekeliling tempat tersebut.
Dia tidak menyangka sama sekali kalau perkataan dari
Koan Ing tadi bisa mendatangkan jawaban dari seseorang
yang sama sekali tidak dikenal.
Sinar mata pemuda tersebut dengan tajamnya menyapu
sekejap ke sekeliling tempat itu walaupun begitu suasana di
tempat itu masih tetap tenang-tenang saja tak tampak
sesosok bayangan manusiapun.
Apalagi Cha Ing Ing benar-benar terperanjat Oleh kejadian
itu. bisiknya kepada pemuda itu;
“Siapa?”
“Haaaa.... haaaa.... sekalipun kau bertanya kepada diri
Koan Ing diapun tidak bakal tahu!” seru orang dibalik kabut itu
sambil tertawa terbahak-bahak. “Coba kau lihat aku
perlihatkan semacam benda kepada kalian!”
Baru saja perkataannya selesai diucapkan, dari hadapannya
mendadak Koan Ing dapat melihat munculnya seorang kakek
tua berambut putih yang sedang berjalan mendekat dengan
sempoyongan.

Tetapi begitu melihat munculnya orang itu Koan Ing jadi
amat terperanjat karena dia bukan lain adalah Ciat Ih Toocu
dari lautan Timur, Ciu Tong adanya!
Ditangan kanan si iblis sakti itu mencekal sebatang pohon
yang amat besar sekali, sepasang matanya yang amat tajam
telah berubah menjadi memerah. Langkahnyapun
sempoyongan dan tidak tetap. Agaknya kesadaran dari orang
tua itu sudah punah.
Koan Ing benar-benar merasa hatinya terperanjat, dengan
kedahsyatan dari tenaga dalam yang dimiliki Ciu Tong untuk
tidak tidur selama tiga hari tiga malampun bukan satu
persoalan yang sulit tidak disangka baru saja mereka berpisah
selama empat hari dia orang sudah berubah jadi demikian,
jelas setelah perpisahannya dengan dia si kakek tua dari
Lautan Timur ini pasti telah menemui peristiwa yang
mengherankan, kalau tidak mana mungkin bisa jadi begini.
Walaupun dalam hati pemuda itu merasa amat gemas
terhadap tindak-tanduk serta sikap dari Ciu Tong, tetapi
melihat dia sudah berubah jadi demikian mengenaskan
hatinya jadi iba juga.
“Siapakah orang yang berada dibalik kabut itu?” pikirnya di
dalam hati. “Kepandaian silatnya tentu sangat luar biasa,
kalau tidak bagaimana mungkin Ciu Tong bisa berubah jadi
begini?”
Dengan jalan sempoyongan Ciu Tong berjalan ke depan
tubuh Koan Ing. lama sekali dia memandang pemuda itu
termangu-mangu.
“Kaukah Koan Ing?” tanyanya perlahan “Cepat tolong aku
Kalau tidak kaupun bakal ikut mati!!”
Selesai berkata tangannya mengendor dan rubuh tidak
sadarkan diri.

Koan Ing merasa hatinya berdesir, perlahan-lahan ia
berjongkok memeriksa keadaan dari Ciu Tong.
“Heee.... heeee.... apakah pada saat ini kau masih punya
niat untuk menolong dirinya? Kaulah manusia yang dicari oleh
kami pihak rimba ‘Wang Yu Liem’!” seru orang yang berada
dibalik kabut itu sambil tertawa.
Koan Ing jadi tertegun karena dari benaknya terlintaslah
satu bayangan.... Rimba ‘Wang Yu Liem’? Bukankah tempat itu
adalah salah satu dari tiga tempat terlarang di dalam Bu-lim?
Bagaimana mungkin pihak rimba Wang Yu Liem pun ikut di
dalam perebutan kereta berdarah ini?.
Maka dengan perlahan-lahan ia bangun berdiri, selama ini
belum pernah ada manusia yang bisa loloskan diri dari dalam
rimba Wang Yu Liem dan kini dirinya telah terjerumus ke
dalam lingkungan rimba yang amat mengerikan itu.
Kabut mengalir semakin tebal, segulung angin dingin
bertiup lewat membuat suasana terasa nyaman.
Selagi dia berdiri termangu-mangu itulah mendadak dari
balik kabut berjalanlah keluar seseorang.
Melihat akan tampang orang itu seketika itu juga Koan Ing
merasa darah panas di dalam tubuhnya bergolak amat hebat.
Dia bukan lain adalah musuh besar pembunuh ayahnya, si
sastrawan berbaju sutera Bun Ting-seng adanya.
Dalam gusarnya Koan Ing membentak Keras, tubuhnya
mencelat ke atas, sedang pedang kiem-hong-kiamnya dengan
membentuk serangkaian pelangi merah, dengan dahsyatnya
menghajar diri Bun Ting-seng,
Melihat musuh besarnya hendak melarikan diri, Koan Ing
segera kibaskan pedangnya ke depan pula, dengan disertai
suara desiran yang amat tajam ia mendesak lebih ke depan.

Tiba-tiba dari balik kabut terdengarlah suara tertawa
terbahak-bahak yang amat nyaring bergema memenuhi
angkasa.
“Haaa.... haaa.... di dalam rimba Wang Yu Liem tidak
diperkenankan untuk membunuh orang!” seru orang itu keras.
Baru saja perkataan itu diucapkan keluar Bun Ting-seng
kembali berkelebat ke arah belakang, kecepatan geraknya
memaksa dia orang tak sempat lagi untuk mengejar.
Melihat kejadian itu Koan Ing terasa hatinya berdesir,
karena hal ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang lain.
Dengan kesempurnaan dari tenaga dalamnya, orang tak akan
bisa lolos.
Dia bersama-sama dengan Sang Siauw-tan pernah
mengalami apa yang disebut 'Menipu mata memindah barang',
bukankah apa yang dilihatnya sekarang ini sama dengan apa
yang dialaminya dulu?
Berpikir akan hal itu Koan Ing segera putar balik dan
berkelebat mengikuti jalan semula. Siapa sangka sewaktu tiba
ditempatnya semula itulah bayangan dari Cha Ing Ing serta
Ciu Tong telah lenyap tak berbekas, kini hatinya jadi amat
cemas bercampur gusar tetapi sekalipun begitu, apa daya
tenaganya sendiri tak sampai.
Dengan hati amat menyesal ia menutupi wajahnya sendiri
dengan tangan, karena tadi tidak seharusnya dia orang
meninggalkan Cha Ing Ing sekalian.
Baru perlahan-lahan hatinya menjadi tenang kembali dan
Koan Ing pun segera jatuhkan diri bersila, dia merasa saat ini
dirinya telah bertemu dengan musuh yang paling tangguh,
bilamana orang yang ada dibalik kabut itu tidak dihadapi
dengan kesabaran, maka dirinya bakal menderita kekalahan
total.

“Heeei.... bilamana Sang Siauw-tan ada pula disini,
alangkah baiknya!” pikirnya di dalam hati. Sewaktu hatinya
telah jadi tenang, dengan perlahan ia baru bangun berdiri....
Pada saat itulah, tiba-tiba....
Suara bentakan nyaring bergema datang disusul dengan
munculnya sebuah kereta yang amat besar menerjang masuk
ke dalam rimba.
Koan Ing segera kerutkan dahinya, bukankah kereta itu
adalah kereta berdarah? Apa maunya datang kemari?
Apa mungkin Tong Phoa Pek telah melihat sesuatu? Lalu
siapakah majikan diri rimba Wang Yu Liem ini? Bagaimana
diapun memiliki ilmu iblis “Menipu mata memindah barang”
yang amat lihay itu!
Saat inilah dari sudut yang diinjak Koan Ing serta kereta
berdarah itu sama sekali berbeda, karenanya tak ada niat
baginya untuk mengejar kereta tersebut.
Ditengah suara bentakan yang amat keras Tong Phoa Pek
sambil menunggang kereta berdarah menerjang ke arah
depan dengan cepatnya.
Dengan langkah yang amat perlahan Koan Ing pun
melanjutkan perjalanannya ke depan dia tahu kabut inipun
tentu sengaja disebar oleh orang-orang pihak rimba ‘Wang Yu
Liem’ sembari berjalan matanya dengan tajam mengingat2
terus keadaan di sekeliling tempat itu, karena dia takut kalau
dirinya akan tersesat jalan.
Tiba-tiba bayangan dari Bun Ting-seng itu sisatrawan
berbaju sutera muncul kembali di hadapannya.
Sinar mata Koan Ing berkilat, setelah secara diam-diam
menghitung sudutnya mendadak dia melepaskan busur dan
membidik ke arah bayangan tersebut.

Bayangan dari Bun Ting-seng seketika itu juga lenyap tak
berbekas. Bersamaan waktunya pula Koan Ing melesat ke
arah bayangan itu, ternyata dugaannya sedikit pun tidak salah
di tempat itu tampaklah sebuah batu berkaca yang
memancarkan cahaya tajam terpapas jadi dua bagian.
Suara tertawa yang amat keras kembali bergema
memenuhi angkasa. dan begitu mendengar suara tersebut
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat. Karena suara itu
bergema dan memantul kesana kemari, agaknya orang itu
mempunyai maksud untuk mengacaukan perhatiannya.
“Dimanakah majikan dari rimba Wang Yu Liem ini? Kenapa
kau tidak suka munculkan diri?” teriak Koan Ing sambil
kerutkan alisnya rapat-rapat.
“Koan Ing!” teriak orang yang ada dibalik hutan itu sambil
menarik kembali suara tertawanya. “Orang-orang berkata kau
adalah jagoan muda nomor wahid di dalam Bu-lim pada saat
ini, ternyata sedikitpun tidak salah! Cuma saat ini aku tidak
ingin berjumpa dengan dirimu, tidak sampai keadaan yang
kepepet aku tidak bakal munculkan diri. Hey, ,anak muda!
Tunggu saja sampai tiba saatnya!”
Selesai berkata suara tertawa yang amat keras kembali
bergema memenuhi angkasa.
Koan Ing menarik napas panjang-panjang, dia tahu dengan
mengandalkan kekuatan seorang diri tidak bakal dirinya bisa
memperoleh kemenangan. dan kenapa tidak mengundurkan
diri terlebih dahulu dari hutan ini? Bilamana kekuatan dari
Sian-thian-kauw bisa digabungkan dengan kekuatan dari
Tiang-gong-pang bukankah untuk memusnahkan rimba Wang
Yu Liem ini jadi amat mudah sekali?
Baru saja ia berpikir sampai disini mendadak dan balik
kabut muncullah seorang nikouw berbaju putih.
Hati pemuda tersebut jadi amat terperanjat, bukankah dia
adalah Cing It Nikouw? Bagaimana mungkin dia bisa tiba disini

juga? Apakah itupun merupakan pengaruh dari menipu mata
memindah barang? Dan setelah menanti Cing It Nikouw sudah
berjalan mendekati pemuda tersebut, Koan Ing baru tahu
kalau dia bukanlah bayangan tipuan.
“Suci, bagaimana kau pun bisa tiba disini?” Tanya Koan Ing
buru-buru sambil maju menyongsong.
Dengan perlahan Cing It Nikouw menundukkan kepalanya
rendah-rendah lalu katanya dengan suara yang amat lirih,
“Majikan dari rimba Wang Yu Liem minta aku datang
memberitahukan kepadamu, dia minta kaupun suka
menggabungkan diri dengan pihak rimba Wang Yu Liem,
karena pihak Wang Yu Liem bertujuan untuk membentuk
keadilan di dalam Bu-lim, mereka tidak akan sembarangan
turun tangan membunuh orang!”
Koan Ing tersenyum.
“Bagaimanapun aku bisa bertemu kembali dengan suci
sudah cakup membuat hatiku jadi girang. tempo hari sewaktu
ada di lembah Chiet Han Kok. aku sangat menguatirkan jejak
dari suci, kini melihat suci tidak cedera sedikitpun hatiku jadi
ikut lega pula”
Cing It nikouw yang mendengar perkataan tersebut segera
merasakan hatinya tergetar sangat keras, dan dengan
perlahan-lahan dia mulai dongakkan kepalanya. memandang
diri Koan Ing, ketika melihat sepasang biji matanya yang
hitam dan bening seperti hendak mengucapkan banyak kata
terhadap dirinya membuat dia merasa amat terharu sekali.
Koan Ing yang melihat sikap nikouw muda ini amat aneh
sekali tak kuasa lagi dia lantas bertanya,
“Suci'! kau kenapa? Mari kita keluar dari hutan ini dulu baru
berbicara lagi!”

Sehabis berkata sambil membimbing lengan Cing It
Tootiang yang tinggal sebelah kiri itu mereka berjalan keluar
dari hutan.
Sedangkan Cing It nikouw pun sambil tundukkan kepala
dan tak mengucapkan sepatah katapun mengikuti diri pemuda
tersebut.
Dari balik hutan kembali berkumandang datang suara
tertawa terbahak-bahak yang amat nyaring sekali....
“Haa.... haa.... Koan Ing? Kerapa kau harus mencelakai
dirinya, dia kan sudah memasuki rimba Wang Yu Liem dan
telah bersumpah tak akan keluar lagi dari rimba ini. Dia
apabila keluar hutan ini dia pasti bakal mati.”
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi amat
terperanjat, maka dengan cepat dia menghentikan langkahnya
dan menoleh memandang wajah sang nikouw.
Cing It nikouw menundukkan kepalanya rendah-rendah,
dan ketika melihat nikouw tersebut tidak berbicara diapun
lantas tahu kalau urusan ini tidak mungkin bohong. Tak kuasa
lagi keningnya dikerutkan rapat-rapat.
“Suci!” ujarnya sambil tertawa ringan. “Sebenarnya
siapakah manusia jahanam yang ada di dalam rimba Wang Yu
Liem itu? Apa yang dia suruh kau lakukan? cepat
beritahukanlah kepadaku, kita sebagai kakak beradik
seharusnya bicara blak2an!”
“Adik Ing!” seru Cing It nikouw dengan sedihnya sambil
memandang wajah Koan Ing “Kau tak usah ngurusi apa yang
dia suruh aku lakukan, orang ini terlalu kejam dan licik. Cepat
kau bawalah aku keluar dari hutan ini. Sekalipun mati aku
ingin mati disisi tubuhmu!”
Dengan pandangan sayu Koan Ing menyaksikan wajah Cing
It Nikouw yang pucat pasi itu berbagai ingatan segera
berkelebat memenuhi benaknya.

“Suci, buat apa kau begitu murung dan sedih hati?” ujarnya
kemudian sambil tartawa. “Aku tidak percaya kalau bangsat
itu ada kepandaian yang melebihi orang lain!!”
Kembali dengan perlahan Cing It Nikouw menundukkan
kepalanya. tak sepatah katapun yang diucapkan keluar.
“Suci! mari kita cepat keluar dari sini,” ajak Koan Ing lagi
sambil membimbing tubuh nikouw tersebut.
“Koan Ing!” Kembali orang yang ada di dalam rimba itu
berseru sambil tertawa keras. “Buat apa kau mencelakai
nyawanya? Apalagi kaupun tidak bakal memperoleh kebaikan
dari dirinya, cepat atau lambat kau bakal menggabungkan diri
dengan kami dari pihak rimba Wang Yu Liem, karena kami
menghendaki damai! tidak sampai mengucurkan darah.”
Koan Ing sama sekali tidak suka mendengarkan perkataan
selanjutnya dari majikan Wang Yu Liem tersebut, maka tanpa
mengucapkan kata-kata lagi dengan mengajak Cing It Nikouw
berlalu dari dalam hutan.
Kurang lebih satu jam lamanya mereka berdua melakukan
perjalanan di tengah kabut itu akhirnya sampailah mereka
diluar rimba yang berudara segar.
Koan Ing segera menarik napas panjang-panjang, sedang
Cing It Nikouw yang bersandar pada tubuhnya sama sekali
tidak mengucapkan sepatah katapun.
Koan Ing yang melihat nikouw tersebut sepertinya sama
sekali tak bertenaga buru-buru merebahkan tubuhnya ke atas
tanah.
“Suci! sekarang kau merasa bagaimana?” tanyanya dengan
halus.
Cing It nikouw menundukkan kepalanya tidak berbicara,
melihat sikapnya itu pemuda itupun lantas memeriksakan urat
nadinya

Terasalah denyutan jantungnya normal, sedikitpun tak
perlihatkan tanda2 menderita sakit hal itu sudah tentu
membuat sang pemuda mengerutkan dahi.
Selagi Koan Ing merasa amat cemas itulah mendadak dari
hadapannya tampaklah Song Ing dengan membawa dua
orang muncul di dalam pandangan.
Hatinya amat girang sekali. “Subo! aku disini!” teriaknya
keras,
Song Ing jaga melihat Koan Ing pun ada disana dengan
cepat enjotkan badannya melayang ke arah pemuda tersebut,
Dengan mengajak Cing It Nikouw mereka berdua lalu
serentak menjatuhkan diri memberi hormat.
Song Ing yang melihat Cha Ing Ing tak ada disana alisnya
segera dikerutkan rapat-rapat.
“Dimanakah gadis cilik yang satunya lagi?” tanyanya tanpa
terasa.
“Rimba Wang Yu Liem tertera dihadapan mata, sedang Cha
Ing Ing lenyap dibalik rimba tersebut.... ” sahut pemuda itu
dengan mata berkilat2.” Baru saja boanpwee bertemu dengan
Cing It suci, dan karena dia dipaksa menelan racun maka aku
tolong ia keluar dari dalam rimba terlebih dulu kemudian baru
berusaha mencari akal menghancurkan rimba Wang Yu Liem
ini.”
Song Ing yang mendengar rimba Wang Yu Liem sudah
terpindah kesana dia lantas berseru tertahan setelah
memperhatikan hutan serta kabut yang aneh itu perintahnya
kemudian, “Perintah seluruh anak murid perkumpulan untuk
bersiap-siap melancarkan serbuan!”
Dua orang budak yang ada di belakangnya segera
menyahut dan mengundurkan diri dari sana.

“Baru saja aku bertemu dengan Sang Su-im,” kata Song
Ing kemudian sambil menarik napas panjang. “Sebentar lagi
dia bakal tiba kemari, Sang Siauw-tan pun akan ikut datang.”
Baru saja dia bicara sampai disitu tampaklah Sang Siauwtan
telah munculkan dirinya,
Koan Ing yang melihat munculnya Sang Siauw-tan gadis
idamannya itu hatinya jadi amat girang tak kuasa lagi dia
berjalan menghampiri mereka.
Cing It nikouw yang melihat sikap dari pemuda itu dengan
termangu-mangu memandang bayangan punggungnya, jelas
ia merasa amat sedih sekali
Song Ing yang melihat sikap dari nikouw tersebut dalam
hati lantas memahami, dia tahu walaupun kedua orang
tersebut masing-masing pihak sebagai kakak beradik tetapi
secara diam tentu cing It nikouw telah menaruh rasa cinta
terhadap pemuda tersebut.
Sang Su-im yang melihat Koan Ing hendak memberi
hormat, buru-buru ulapkan tangannya.
“Buat apa kita masih menggunakan cara ini!” cegahnya
sambil tertawa.
Sang Siauw-tan pun dengan cepat menerjang kehadapan
Koan Ing dan mencekal tangannya erat-erat, mereka berdua
masing-masing merasa hatinya amat girang dan ketika empat
mata bertemu tak seorang pun yang megucapkan kata.
Lama sekali baru terdengar Sang Siauw-tan berkata;
“Engkoh Ing aku merasa amat gembira sekali bisa berjumpa
kembali dengan dirimu!”
Sehabis berkata tak tertanan lagi air matanya bercucuran
membasahi pipinya.

Koan Ing sendiripun merasa hatinya ikut terharu karena
melihat Sang Siauw-tan menangis dan tak kuasa lagi diapun
menundukkan kepalanya rendah-rendah.
“Siauw-tan! Bukankah aku masih sehat-sehat saja”,
katanya sambii tertawa dipaksakan.
Bilamana di samping situ tak ada orang lain mungkin
mereka berdua sudah berpekik2an dengan kencangnya.
Song Ing hanya tersenyum, tiba-tiba ia berkata
memecahkan kesunyian yang mencekam, “Putri kesayangan
dari Thja Can Hong terjerat di dalam rimba Wang Yu Liem.
murid kesayangan dari Sin Hong Soat-nie pun membutuhkan
obat pemunah, aku sudah perintahkan orang-orangku untuk
siap-siap menyerbu. Kau Sang Pangcu! Bagaimana
maksudmu!”
Sang Su-im merasakan hatinya tergetar amat keras, sinar
matanya berkilat. “Apakah kereta berdarah itupun juga ada
didaiam rimba?”
Dengan perlahan Koan Ing mengangguk.
“Saat itu kereta berdarah pun ada di dalam rimba, tetapi
siapakah majikan dari rimba Wang Yu Liem ini, aku sendiripun
tidak tahu karena dia tak suka munculkan diri!”
Selagi Sang Su-im termenung berpikir keras itulah
mendadak terdengar suara helaan napas perlahan, karena
Cing It nikouw telah rubuh tak sadarkan diri.
Koan Ing jadi terperanjat, buru-buru dia menghampirinya.
Tampaklah wajah Cing It nikouw pucat pasi bagaikan
mayat, denyutan jantungnya amat lemah jelas sekali dia
sudah terkena racun amat jahat.
Akhirnya setelah memeriksa tak berhasil mendapatkan hasil
ia dongakkan kepalanya menandang ke arah Song Ing bertiga.

Pada waktu itulah sitombak sakti Hoo Lieh telah tiba di
tempat itu, dengan beratnya Sang Su-im segera mendengus.
“Cepat kirim perintah untuk kepung rapat-rapat rimba ini
dan mengadakan pemeriksaan dengan teliti!” perintahnya.
Dengan amat hormat Hoo Lieh menyahut. baru saja ia
bersiap untuk mengundurkan dirinya tiba-tiba Sang Su-im
berkata lagi, “Bilamana keadaan terdesak bakar saja rimba
ini!”
Baik Koan Ing maupun Song Ing yang mendengar perintah
itu merasa amat terkejut tapi merekapun merasa kagum atas
perbuatan dari Sang Su-im ini.
Kereta berdarah adalah benda yang diincar oleh semua
orang. Sedangkan Cha Ing Ing adalah putri kesayangan dari
kawan karibnya, dan tanpa memperdulikan resikonya, pada
saat yang perlu ia sudah turunkan peiintah untuk membakar
hutan itu.
Bagi Koan Ing perbuatan ini adalah suatu tindakan yang
paling tepat, karena di dalam rimba Wang Yu Liem ini amat
sulit untuk mengadakan hubungan satu sama lainnya,
bilamana tak ada hubungan maka terpaksa mereka akan
terjerumus di dalam kancah pertempuran satu lawan satu, dari
pada harus berbuat begitu, adalah jauh lebih baik bakar saja
hutan itu.
Dengan termangu-mangu Song Ing memperhatikan rimba
Wang Yu Liem yang penuh diliputi oleh kabut itu, setelah
menarik napas panjang-panjang akhirnya dia berkata,
“Pangcu! Bilamana kau sudah ambil keputusan untuk
mengadakan penyerbuan, maka anak buah dari perkumpulan
kami dengan senang hati akan menjalankan perintah dari
Pangcu!”
Keadaan seperti ini Sang Su-im tak sungkan-sungkan lagi,
setelah memberi pesan terhadap beberapa rmacam tanda
rahasia, iapun menyuruh Hoo Lieh mengirim perintah.

Tidak selang lama Hoo Lieh sudah ayunkan tanganya ke
atas, sebuah anak panah berapi dengan cepat meledak
sebanyak tiga kali ditengah udara inilah tanda dari perintah
penyerbuan.
Segerombolan demi segerombolan manusia dengan
cepatnya menerjang masuk ke dalam rimba tersebut.
Sinar mata Sang Su-im berkilat dia merasa pekerjaannya
kali ini tentu akan memperoleh sukses seperti yang diinginkan.
Merpati seekor demi seekor dilepaskan tetapi selama ini
belum pernah melihat apapun, entah orang-orang dari pihak
lembah Wang Yu Liem itu sudah pada bersembunyi dimana.
Kembali Sang Su-im termenung berpikir keras, pada saat ini
empat penjuru hutan telah terkepung rapat kecuali orang dari
rimba Wang Yu Liem melarikan diri, dari tebing yang setinggi
laksa kaki itu kalau tidak mereka tentu sedang bersembunyi.
Beberapa saat kemudian ia mengulapkan tangannya, Hoo
Lieh segera perintah untuk melepaskan sepuluh ekor burung
merpati keangkasa dan mengitari satu kali ke seluruh rimba.
Inilah tanda dari menarik mundur seluruh pasukan.
Tidak selang lama kemudian semua orang pada berjalan
keluar dari balik hutan. Waktu itulah Sang Su-im baru menoleh
ke arah SOng Ing, perempuan itu mengangguk dan ulapkan
tangannya.
Sepuluh orang lelaki dengan cepat berkelebat keluar,
diantara desiran yang amat tajam, sepuluh batang anak panah
berapi “Hek Siauw Lieh HWee Ciam” telah dibidik ke dalam
hutan tersebut.
“Blaam.... ” seketika itu juga seluruh hutan sudah terjilat
api dan terkurung di dalam lautan api setinggi puluhan kaki.
Koan Ing yang melihat kejadian itu dalam hatinya merasa
agak tergetar, karena tidak menyangka akan kedahsyatan dari

jilatan api yang dihasilkan oleh panah berapi “Hek Siauw Lieh
Hwee Ciam” adalah sedemikian dahsyatnya, maka dengan
perlahan dia lantas menoleh ke arah Cing It nikouw.
Waktu itu kening dari nikouw muda itu sudah dibasahi oleh
keringat yang mengucur keluar dengan derasnya.
Lama sekali dia berdiri termangu-mangu, akhirnya tak
tertahan lagi kepada Song Ing serta Sang Su-im serunya,
“Bagaimana kalau aku pergi periksa sebentar keadaan dari
hutan ini?”
Song Ing kerutkan alisnya rapat-rapat, belum sempat ia
mengucapkan sesuatu pemuda itu sudah berkata lagi,
“Bilamana aku pergi mengadakan pemeriksaan maka segera
akan tahu apa yang telah terjadi bilamana ada kemungkinan
aku akan segera menolong Cha Ing Ing keluar dari rimba
tersebut dan sekalian mintakan obat pemunah bagi Cing It
suci.”
“Kau pergilah ujar Sang Su-im kemudian sambil tertawa,
Aku sih selamanya lega hati cuma Sang Siauw-tan
mengijinkan atau tidak?”
“Siauw-tan!” seru pemuda itu kemudian sambil menoleh ke
arah gadis pujaannya. “Aku mau pergi sebentar, kau wakillilah
diriku untuk menjaga diri Cing It Suci?”
Sambil tertawa paksa Sang Siauw-tan mengangguk.
Demikianlah Koan Ing dengan cepat mencabut keluar
pedangnya, setelah memberi hormat terhadap Song Ing
berdua dengan cepat dia putar badan dan mencelat masuk ke
dalam hutan laksana seekor burung walet saja.
Dan ketika tubuhnya melayang ke atas permukaan tanah
itulah terasalah asap mengepul memenuhi angkasa dan
menyesakkan napas karena jilatan api membara dengan
hebatnya.

Buru-buru sinar matanya menyapu sekejap di sekeliling
tempat itu, lalu dengan cepatnya dia menyusup kehutan yang
lebih dalam,
Asap kabut tebal setelah terkena hawa api kini sudah
separuh bagian bujar. Dan ketika memperhatikan keadaan
disana apapun tak kelihatan hal ini membuat hatinya jadi
cemas.
Sewaktu pemuda itu lagi kebingungan itulah tiba-tiba
terdengar suara sapaan dari seseorang yang sangat
dikenalnya.
“Koan Ing!”
Koan Ing menarik napas panjang-panjang, bukankah suara
itu berasal dari majikan rimba Wang Yu Liem? jelas sekali
suaranya berasal dari sebelah kiri.
Kembali alisnya dikerutkan rapat-rapat, jelas ia bermaksud
untuk memancing kedatangannya. Tetapi kejadian sudah jadi
begini tidak pergipun tidak mungkin terjadi.
Akhirnya setelah ragu-ragu sejenak dia melayang ke arah
sebelah kiri dimana asalnya suara tersebut.
Kembali ia melakukan perjalanan beberapa saat lamanya,
waktu itulah suara panggilan tersebut sekali lagi
berkumandang datang dan kali ini dia dapat memastikan kalau
suara tersebut muncul dari sebuah gua yang gelap disebelah
kirinya.
Jelas sekali suara itu muncul dari dalam gua itu. Dia yang
berkepandaian tinggi dan bernyali tebal segera putar badan
dan dengan langkah lebar berjalan menuju kegua tersebut.
Suara tertawa yang amat keras kembali bergema keluar
dari gua itu. Selangkah demi selangkah Koan Ing memasuki ke
dalam gua itu, lewat beberapa saat belum juga tiba pada
tempat tujuannya, tak terasa pikirnya dihati: “Tidak aneh

kalau mereka tak takut dengan api, kiranya mereka berdiam di
dalam gua yang demikian dalamnya.”
Kurang lebih puluhan kaki lagi ia berjalan akhirnya
sampailah disuatu tempat yang diterangi dengan sinar yang
amat kuat.
Tempat itu bukan lain adalah sebuah ruangan batu yang di
sekelilingnya tertera permata yang memancarkan cahaya
tajam, seluruh ruangan terang benderang sehingga terlihat
apa saja yang ada disana.
Di-tengah-tengah gua duduklah seorang sastrawan berusia
pertengahan yang tersungging satu senyuman yang amat
tawar.
“Kaukah majikan dari rimba Wang Yu Liem ini?” tanya
pemuda itu dengan memandang tajam si sastrawan,
“Haaaa.... haaaa.... , sedikitpun tidak salah, akulah majikan
dari rimba Wang Yu Liem” kata sastrawan berusia
pertengahan itu sambil tertawa terbahak-bahak. “Siapakah
namaku yang sebetulnya aku sendiripun tidak tahu, heee....
hee.... akhirnya kita dapat berjumpa pula!”
“Hmmm! apakah Cha Ing Ing ada ditanganmu? Masih ada
pula obat pemunah dari Cing It nikouw!” kata Koan Ing
dengan sinar mata berkilat.
“Haaa.... haaa.... kau tak usah cemas persoalan itu tidak
lebih cuma soal yang amat kecil” kata sisasterawan berusia
pertengahan itu sambil tertawa keras. “Aku rasa diantara kita
sudah terjalin suatu kesalah-pahaman!”
Tapi dengan perlahan Koan Ing mencabut keluar pedang
kiem-hong-kiamnya, dan berkata dengan berat.
“Aku datang kemari bukannya bertujuan untuk
membicarakan apakah ada kesalahan paham antara kita atau
tidak, tapi aku datang kemari adalah bermaksud untuk minta
orang dan obat pemunah, bilamana kau banyak cincong

lagi.... hee.... jangan salahkan aku orang akan menggunakan
kekerasan.”
“Aku mengabulkan untuk melepaskan Cha Ing Ing serta
serahkan obat pemunah itu, tetapi setelah perkataanku selesai
kuucapkan kau masih punya permintaan apa lagi?” kata
majikan rimba Wang Yu Liem itu lagi sambil tertawa.
Walaupun pada saat itu Koan Ing merasa amat cemas,
tetapi orang itu ada maksud untuk mengundang dirinya masuk
ke dalam gua, untuk menggunakan kekerasan rasanya
tidaklah patut dan kurang sopan, karenanya dia suka untuk
bersabar juga. Dan berpikir sampai disitu dengan perlahan
pedang kiem-hong-kiamnya diturunkan kebawah.
“Cayhe masih mempunyai satu permintaan yang
sebenarnya tidak patut” kata si sastrawan berusia
pertengahan itu lagi sambil mengerutkan keningnya. “Kami
dari pihak rimba Wang Yu Liem selamanya paling pantang
menggunakan kekerasan, dan aku melihat pedang yang ada
ditanganmu saja aku sudah merasa tak betah. Sukakah Koan
siauw-hiap memasukkan kembali pedangmu ke dalam sarung
dan duduk berbicara?”
Koan Ing yang berpikir kendati dirinya telah mempercayai
omongannya, kenapa tidak sekalian memasukkan pedangnya
ke dalam sarung?
Teringat akan kata-kata tersebut, diapun segera
memasukkan kembali pedangnya ke dalam sarung dan duduk
bersila di atas tanah
“Silahkan kau Orang cepat utarakan isi hatimu”, katanya
kemudian dengan dingin. “Karena aku masih ada dua orang
cianpwee yang lagi menunggu diriku diluar hutan, bilamana
sampai sedikit kelamaan saja ada kemungkinan mereka jadi
cemas. Apalagi kaupun harus tahu bagaimanakah kekuatan
dari perkumpulan Tiang-gong-pang, semakin lama
keadaannya semakin tidak menguntungkan bagi dirimu!”

“Inipun merupakan satu persoalan, aku sebetulnya tak ada
urusan dengan dirimu. sedangkan ikatan sakit hatipun tak ada
dan kini kau telah membakar rimba kami, bukankah tindakan
ini kurang memperlihatkan rasa persahabatan?”
“Heee.... heee.... apakah diantara kita ada hal-hal yang
bertentangan dan aku rasa dalam hati tentunya kau sudah
merasakan sendiri, bukan?”
“Haa.... haaa.... Cing It Nikouw suka masuk ke dalam rimba
secara sukarela bahkan sumpah berat yang diucapkan pun dia
yang melakukan sendiri dan hal ini sama sekali tak ada
sangkut-pautnya dengan dirimu. Sebaliknya tentang Cha Ing
Ing dia sendirilah yang sudah salah jalan sehingga tersesat,
bukankah aku orang sama sekali tidak memperlakukannya
kurang sopan terhadap dirinya!”
“Heee.... heee.... aku rasa tidak cuma begitu saja bukan.”
kata Koan Ing sambil kerutkan alisnya rapat-rapat. “Aku lihat
lebih baik kau janganlah menganggap aku sebagai seorang
bocah cilik dan menipu diriku mentah2, bilamana Cing It
Nikouw masuk ke dalam rimba secara sukarela kenapa
sewaktu dia hendak meninggalkan rimba ini kau berusaha
menggertak dan menghalanginya? Sedang Cha Ing Ing pun
bukan bocah cilik lagi. kenapa kau menahan dirinya bahkan
dengan menggunakan ilmu ‘Menipu mata memindah benda’
kau pancing ia agar tersesat.”
“Kami dari pihak Wang Yu Liem paling pantang
menggunakan kekerasan,” kata si sastrawan berusia
pertengahan itu lagi sambil tertawa tawar. “Ilmu silat cuma
digunakan untuk melindungi nyawanya serta keselamatan
sendiri, bilamana semua orang bisa menghadapi satu
persoalan dengan hati tenang bukankah urusan dengan cepat
bisa dibereskan? Kenapa kau harus turun tangan membunuh
orang?”
Ooo)*(ooO

Bab 51
Koan Ing yang mendengar dia berusaha untuk
menghindarkan diri dari pertanyaannya dengan dingin segera
mendengus.
“Perkataanku belum kau jawab!” serunya.
“Jadi urusan ini harus diselesaikan dengan kenyataan, Ya?”
kata majikan dari rimba Wang Yu Liem itu sambil kerutkan
dahinya. “Aku sudah berjanji setelah aku menyelesaikan katakataku,
segera akan melepaskan Cha Ing Ing serta
menyerahkan obat pemunah, bukankah hal ini sudah
menunjukkan maksudku?”
Untuk beberapa saat lamanya Koan Ing tak dapat berbicara
lagi, diapun hanya tertawa tawar.
“Baiklah! untuk kali ini aku suka mempercayai dirimu,”
katanya dingin. “Tetapi sekarang aku ingin bertanya, bilamana
ada orang turun tangan membinasakan ayahmu apakah kau
pun harus berbicara dengan mengutamakan cengli?”
Selesai berkata ia kerutkan keningnya rapat-rapat sudah
tentu yang dimaksudkan dari perkataannya itu adalah si
sastrawan berbaju sutera Bun Ting-seng adanya.
“Orang lain membunuh ayahmu, lalu apa gunanya kau pun
turun tangan membinasakan dirinya?” kata si sastrawan
sambil tertawa tawar. Semuanya ini hanya dikarenakan nafsu
sedetik saja, bilamana kau berhasil membujuk dirinya dengan
kata-kata yang cengli sehingga dia orang suka menyesali
perbuatannya dan bertobat, bukankah hal ini jauh lebih baik
lagi?”
Koan Ing yang mendengar perkataan dari orang itu
semakin lama semakin mendesak dirinya, tidak kuasa lagi dia
segera tertawa dingin.

Jilid 21
“SOAL itu lak bisa aku kerjakan. haruslah kau ketahui
hubungan yang paling erat di bawah kolong langit ini adalah
hubungan kasih sayang antara ayah-ibu putra dan putri.
bilamana diantara ini sama sekali tidak memperlihatkan rasa
kasih sedikitpun maka manusia itu tidak lebih hanyalah
binatang2 yang tak tahu diri!”
Selesai mendengar perkataan itu si sastrawan berusia
pertengahan tersebut tertawa tergelak-gelak karena dia tahu
bahwa perkataan tetsebut sengaja diucapkan Koan Ing untuk
dia dengar tetapi ia sama sekali tidak ambil perduli.
“Haaa.... haaa.... kau tak kehilangan sifat dari seorang
lelaki sejati cuma sayang ada cacatnya.” katanya sambil
tertawa.
Dengan pandangan yang sangat tajam. Koan Ing
memperhatikan si sastrawan berusia pertengahan itu, dia yang
melihat di atas wajahnya sama sekali tidak kelihatan
perubahan apapun dalam hati segera mengerti bilamana dia
bukanlah seorang nabi sudah tentu adalah manusia licik yang
sangat berbahaya.
“Aku rasa diantara kita tak usah membicarakan persoalan
ini lagi,” ujarnya kemudian dengan perlahan. “Kita sudah
cukup banyak membicarakan tentang nasehat serta petuah
yang tak berguna itu, tiap2 orang bertindak sesuai dengan
kehendaknya sendiri2 aku rasa kitapun tak usah saling
berusaha untuk menaklukan pihak lawannya dengan
menggunakan kata-kata.”
“Hmm! tapi aku tak bermaksud untuk menaklukan dirimu
dengan menggunakan kata-kata. aku hanya mengharapkan
kau suka memahami keadaan diriku.”
“Kalau begitu katakanlah, akan aku dengarkan.”

“Perbuatanmu kali ini benar-benar tidak memberi muka
kepadaku seru si sastrawan berusia pertengahan itu sambil
tertawa, “tetapi biarlah! Aku akan bekerja sesuai dengan
kemampuanku. Aku hanya mengharapkan di kolong langit ada
kedamaian, dan satu2nya cara untuk mencapai tujuan
tersebut adalah melepaskan senjata.”
Selesai berkata dia menoleh ke arah sipemuda dan
memandangnya dengan tajam.
Koan Ing selama ini hanya mendengar saja tanpa ikut ambil
komentar agaknya dia sama sekali tak tergerak hatinya oleh
perkataan tersebut.
“Aku rasa inilah satu2nya cara yang bisa dilaksanakan”
ujarnya kembali sambil tertawa. “Balas-membalas, bunuhmembunuh,
bilamana tidak diakhiri mulai saat ini, sampai
kapan baru bisa berakhir? Bilamana semua orang tidak
menggunakan kekerasan dan senjata lagi, maka di dalam
duapuluh tahun terakhir dunia bakal aman dan damai!”
Koan Ing tertawa tawar, dia tetap tak mengucapkan
sepatah katapun.
“Di dalam kolong langit pada saat ini kaulah yang paling
terkenal dan paling gagah” ujar si sastrawan itu lagi sambil
kerutkan dahi. “Bilamana secara sukarela kau suka
melepaskan pedang maka aku berani bertaruh pasti banyak
orang yang ikut terharu dan mengikuti jejakmu, haaa....
haaa.... nah, sampai waktu itu dunia tentu akan aman dan
tenteram!”
Selesai berkata kembali dia orang memandang tajam wajah
Koan Ing.
Koan Ing pun mengerutkan alisnya rapat-rapat. Sebelum
dendam sakit hati ayahnya terbalas bagaimana mungkin dia
orang suka lepaskan pedang?

“Hmm! Jikalau kau merasa perkataanmu sudah habis maka
kau serahkan Cha Ing Ing serta obat pemunahnya!” katanya
tawar.
Si sastrawan berusia pertengahan itu sewaktu melihat sang
pemuda sama sekali tidak tergerak hatinya oleh perkataannya,
kembali tertawa terbahak-bahak.
“Aku tahu kau orang tidak bakal suka mendengarkan
perkataanku, tapi kau harus tahu perkataanku itu adalah
perkataan yang keluar dari lubuk hatiku dan dengan maksuk
baik untuk menasehati dirimu. Aku mengerti kalau banyak
orang yang berotak tumpul dan tak bisa mengetahui apa yang
aku maksudkan tetapi aku sama sekali tak punya cara lain.”
Sinar mata Koan Ing berkilat, tetapi mulutnya tetap
membungkam seribu bahasa.
Dari dalam sakunya si sastrawan berusia pertengahan itu
segera mengambil keluar pil berwarna merah darah, katanya
sambil tertawa, “Orang berkata rimba Wang Yu Liem
merupakan salah satu dari tiga tempat terlarang, tapi aku rasa
tidaklah demikian! Selama hidup, aku selamanya
mengutamakan kedamaian dan paling menentang orang yang
suka mengutamakan kekerasan. Karenanya aku telah
menyediakan sebutir pil yang bernama ‘Wang Yu Kuo’ atau
buah pelupa kemurungan, siapa saja yang telah menelan pil
ini, maka dia pasti akan melupakan kemurungan dan
kesedihan, bahkan kepandaian silatnyapun akan punah dan
dia akan jadi seorang biasa yang mencintai kedamaian!”
“Bilamana orang lain tidak suka menelan pil tersebut? Aku
kepingin tahu kau masih ada cara apa lagi untuk
menggunakan cara damai tanpa meminta mereka menelen pil
itu?”
“Haaa.... haaa.... sudah tentu aku mempunyai cara untuk
memaksa mereka menelan pil ini secara sukarela, dan aku
tidak bakal menggunakan kekerasan!”

Koan Ing yang mendengar perkataannya, semakin lama
semakin tidak keruan dan hatinya jadi rada jengkel lalu
pikirnya, “Hmm! Apa-apaan nih. Karena bilamana apa yang ia
katakan sungguh-sungguh bisa dilakukan, bukankah dia bakal
jadi seorang Nabi besar?”
Berpikir Sampai disitU, tak kuasa lagi ia telah mendengus
dingin.
“Apa yang kau pikirkan, aku orang telah memahami
sejelas2nya, akupun tahu kalau pekerjaan ini hanya bisa
dilakukan oleh seorang yang berbakat dan berakal setan. Maaf
aku orang tak sanggup untuk melakukannya, sekarang
silahkan engkau serahkan obat pemunah serta Cha Ing Ing.”
“Haaa.... haaa.... permintaanku yang terakhir adalah
mohon kau suka menelan pil “Wang Yu Kuo” ini, dan setelah
pil ini kau telan, maka aku segera akan melepaskan Cha Ing
Ing dan menyerahkan obat pemunah tersebut kepadamu!”
Dengan dinginnya Koan Ing tertawa panjang, ia tidak
menyangka kalau perkataan yang amat banyak dan berbelit2
itu akhirnya hanya memancing dia sudah terjatuh ke dalam
perangkapnya, waktu itulah ia baru merasa menyesal, kenapa
sejak tadi ia suka mempercayai orang semacam ini.
“Heee.... heee.... bilamana aku tidak suka menelan pil itu?”
tanyanya dengan suara berat.
“Aku bisa bertahan pada pantanganku, jaitu tidak
menggunakan kekerasan, tetapi kau adalah seorang manusia,
yang penting aku harus berusaha hingga mencapai hasil dan
melihat kau lepaskan pedang secara sukarela!”
“Hee.... hee, kebetulan, kebetulan, aku memangnya
kepingin sekali melihat kau orang hendak menggunakan cara
apa untuk paksa aku menelan pil tersebut!!” kata Koan Ing
sambil bangun berdiri.

“Aku akan melanjutkan tujuanku membuat hatimu jadi
takluk setelah kau takluk maka aku baru serahkan obat
pemunah serta Cha Ing Ing kepadamu, kalau tidak aku tak
akan serahkan semuanya itu kepadamu!”
Mendengar perkataan itu Koan Ing menjadi sangat gusar,
sehingga dengan pandangan sinis dia memperhatikan diri si
sastrawan berusia pertengahan itu.
“Kau sungguh merupakan seorang manusia yang tidak tahu
malu!!” bentaknya dengan gusar.
“Hee.... hee semisalnya saja kau dengan Ciu Tong adalah
musuh buyutan yang mempunyai sakit hati sedalam lautan,”
kata majikan Rimba Wang Yu Liem lagi sambil tertawa tawar.
“Tetapi bilamana kalian suka menggabungkan diri dengan
pihak Rimba Wang Yu Liem kami, maka kalian akan saiing
mencintai dan saling mengasihi seperti saudara sendiri,
bukankah hal itu sangat bagus sekali?”
“Ehmmm.... ternyata tidak jelek juga.” kata Koan Ing
sambil tertawa *Caramu untuk mencari kedamaian benarbenar
sangat manjur sekali, tetapi akupun mempunyai cara
untuk menghadapi manusia semacam kau, dan terhadap kau
orang aku harus menggunakan hati yang terbuka dan menang
buKannya menggunakan pedang!”
Selesai berkata dengan perlahan ia memasukkan kembali
pedang kiem-hong-kiamnya ke dalam sarung, kemudian
setelah memandang tajam sisasterawan berusia pertengahan
itu baru selangkab demi selangkah dia mendesak maju ke
depan,
“Kendati aku orang tak akan menggunakan kekerasan
untuk menghadapi dirimu tetapi bilamana menghadapi
keadaan yang kepepet aku masih punya kekuatan untuk
membela diri!” seru orang itu tertawa.
“Hmm? Kau punya kekuatan untuk membela diri!?” teriak
Koan Ing ssmbil tertawa dingin.

Tubuhnyapun menubruk ke depan pedang Kiem-hongkiamnya
dengan disertai suara dengungan yang keras
bagaikan kilat cepatnya meluncur ke arah sisasterawan
berusia pertengahan itu,
Buru-buru majikan dari rimba Wang Yu Liem ini
mengundurkan diri ke belakang, sedang, pedang kiem-hongkiam
dan Koan Ing laksana serentetan pelangi merah dengan
meluncur ke depan, kecepatannya bagaikan sambaran kilat
Agaknya sisasterawan berusia pertengahan ini sejak semula
telah menduga kalau Koan Ing tak mungkin bisa ditaklukkan,
tetapi dia pun tak menyangka kalau datangnya serangan
pedang dari pemuda tersebut dapat demikian cepatnya.
Tubuhnya mepet ke arah dinding sedang tangan kanannya
dengan cekatan menekan sebuah tombol....
“Grrr.... ” dengan menimbulkan suara yang amat keras
terbukalah sebuah dinding batu yang amat besar disusul
berkelebatnya sebuah cambuk menghajar pergelangan tangan
Koan Ing.
Melihat datangnya serangan tersebut Koan Ing merasa
hatinya rada berdesir, karena di dalam sekali pandangan saja
ia telah dapat melihat kalau orang yang membokong dari
tempat kegelapan itu bukan lain adalah Tong Phoa Pek.
Ditengah bentakan yang amat keras pedang kiem-hongkiamnya
ditarik kembali, pada ujung pedangnya laksana kilat
menyajat keujung cambuk tersebut.
Dan terlihatlah tubuh Tong Phoa Pek dengan ringannya
mencelat kesamping, pada tangan kirinya masih mengempit
tubuh Cha Ing Ing sedang tangan kanannya melemparkan
cambuk tersebut ke arah sang pemuda disusul pedangnya
dicabut keluar dari dalam sarung.
Melihat kejadian itu Koan Ing merasa amat kaget,
bagaimana tingginya kepandaian ilmu silat yang dimiliki oleh
Tong Phoa Pek pemuda itu mengetahui dengan amat jelas,

kini iapun lagi mengempit tubuh Cha Ing Ing sebagai sandera.
hal ini menunjukkan keadaannya amat kejepit.
Berbagai ingatan dengan cepaf berkelebat di dalam
benaknya, beberapa saat kemudian tiba-tiba ia membentak
keras tubuhnya laksana burung elang saja dengan cepatnya
menubruk ke depan, pedangnya menutul ke arah cambuk
yang sedang melayang ke arahnya lalu diteruskan mengancam
iga dari musuhnya.
“Tong Phoa Pek.... ” teriaknya marah....
Baru saja membentak sampai ditengah jalan mendadak ia
menemukan kalau sinar mata Tong Phoa Pek amat sayu tak
bersinar, jelas ia telah dikuasahi kesadarannya oleh si
sastrawan berusia pertengahan itu, hatirja segera merasa rada
berdesir laksana terjerumus ke dalam jurang es.
Tidak menanti majikan Rimba Wang Yu Liem buka bicara
lagi ia telah berteriak keras, “Bilamana kau berani
memerintahkan Tong Phoa Pek untuk mengganggu seujung
rambutnya saja aku akan menyuruh kau segera bermandikan
darah di atas lantai.
Bersamaan waktunya pula ia menubruk maju ke depan
pedangnya membabat ketubuh Tong Phoa Pek....
“Traang....?” sepasang pedang terbentur menjadi satu
menimbulkan bunga-bunga api tampaklah cahaya hijau dan
keemas-emasan berkelebat menyilaukan mata, seketika itu
juga seluruh angkasa telah dipenuhi dengan tenaga tekanan
yang menyesakkan mata,
Pada saat ini Koan Ing melancarkan serangan dengan
menggunakan sepenuh tenaga sebaliknya Tong Phoa Pek
yang kena dipengaruhi kesadarannya oleh si sastrawan
berusia pertengahan itu, tanpa terasa pula tenaga dalamnya
telah mendapatkan sedikit gangguan.

Maka begitu masing-masing pedang terbentur satu sama
lainnya Tong Phoa Pek segera kena terdesak di bawah angin
dan mundur beberapa langkah ke arah belakang dengan
sempoyongan.
Koan Ing yang serangannya berhasil mengubah posisinya
di atas angin tidak mau membuang kesempatan yang baik ini
lagi, ditengah suara suitan yang amat keras serangan
pedangnya laksana curahan air hujan dengan gencarnya
mencecar pihak musuh.
Melihat kejadian yang lagi berlangsung di depan mata si
sastrawan berusia pertengahan itu hanya berdiri termangumangu
saking kaget dan cemasnya, ia sama sekali tidak
menduga bila mana Koan Ing berhasil meneter musuhnya
hingga jatuh di bawah angin pada permulaan serangan.
Bahkan dugaannya terhadap Tong Phoa Pek yang memiliki
kepandaian dahsyat ternyata sama sekali meleset.
Oleh karena kejadian ini jelas sekali telah membuktikan
kalau Koan Ing sipemuda yang baru berusia dua puluhan itu
memiliki tenaga dalam yang jauh berada di atas Tong Phoa
Pek,
Maka tubahnya dengan perlahan mengundurkan dirinya ke
sebelah dalam guha itu.
Tujuan dari Koan Ing melancarkan serangan dengan
sepenuh tenaga justeru bermaksud untuk menawan si
sastrawan berusia pertengahan itu. Kini melihat ia pergi mau
molor, tangan kirinya segera dengan cepat mengajun ke arah
depan....
“Sreet!” sebuah anak panah dengan disertai suara desiran
yang tajam menukik ke depan dan tepat menancap disisi
wajahnya.
“Jangan bergerak!” bentak Koan Ing dingin.

Hati si sastrawan itu jadi tergetar, dia m rasa menyesal
dirinya terlalu memandang rendah tenaga dalam serta
kepandaian silat dari Koan Ing sehingga memaksa dirinya kini
berada pada posisi yang amat membahayakan.
Kembali terlihat cahaya pedang yang berkilauan
menyilaukan mata, dan masing-masing pihak saling
menggencet dan meneter pihak lawannya dengan sepenuh
tenaga, tetapi kelihatan sekali Tong Phoa Pek sudah terdesak
karena saat ini ia terus mundur ke belakang tiada hentinya,
“Koan Ing cepat hentikan seranganmu.” bentak
sisasterawan itu secara tiba-tiba. “Apakah kau sudah tidak
maui obat pemunah ini lagi?!”
Koan Ing dengan tajam melirik sekejap ke arah orang itu,
saat ini ia sudah mengerti benar kalau sisaserawan tersebut
adalah seorang manusia yang sangat berbahaya dengan
akalnya yang banyak serta sifatnya yang licik laksana ular
berbisa.
“Heeee.... hee . aku rasa kaupun bakal serahkan barang itu
secara suka rela.” sahutnya tawar.
Walaupun perkataan dari Koan Ing ini diucapkan seenaknya
saja tetapi bagi Majikan dari Rimba Wang Yu Liem hal ini
membuat hatinya bergidik, karena jelas sekali maksud dari
perkataan Koan Ing barusan ini adalah hendak memberi
siksaan kepada dirinya kemudian baru paksa minta obat
pemunah tersebut.
Buru-buru ia bersiul dua kali disusul dengan tangan
kanannya diajunkan ke depan melemparkan sebungkus obat
ke arah pemuda itu.
“Koan Ing terimalah obat pemunah itu!”
Koan Ing kerutkan keningnya rapat-rapat belum sempat dia
orang mengambil keputusan untuk menerima bungkusan obat

itu tahu-tahu Tong Phoa Pek telah ajunkan pula tangan kirinya
melemparkan tubuh Cha Ing Ing ke arahnya.
Tujuan Koan Ing datang kesana justru dikarenakan benda
serta manusia ini, maka tubuhnya buru-buru meloncat ke
samping sedang, tangan kirinya berkelebat ke depan
menyambut tubuh Cha Ing Ing serta bungkusan obat itu
Setelah tubuhnya berdiri tegak kembali dalam hati pemuda
itu baru merasa heran kenapa Tong Phoa Pek tidak melakukan
pengejaran? Matanyapun dengan cepat menyapu sekejap ke
sekelilingnya.
Tampaklah dinding batu yang semula membuka kini telah
merapat kembali, kiranya si sasterawan berusia pertengahan
itu telah bersembunyi didalam, sebaliknya dari empat penjuru
bermunculan puluhan orang berbaju hitam yang masingmasing
pada mencekal sebilah pedang yang menyilaukan
mata.
Melihat akan hal itu, Koan Ing merasa hatinya bergidik....
“Ooow.... kiranya begitu!” pikirnya dihati “Karena ia tak
sempat melarikan diri maka orang-orang yang telah diatur
sejak tadi tak bisa diperintahkan untuk keluar.... ”
Telapak tangannya dengan segera cepat ditabokkan ke atas
tubuh Cha Ing Ing untuk membebaskan jalan darahnya yang
tertotok.
Dan dengan perlahan-lahan Cha Ing Ing membuka
matanya, setelah melihat Koan Ing ada di samping tak kuasa
lagi sambil memeluk tubuh pemuda itu kencang-kencang ia
menangis tersedu-sedu.
Engkoh Ing! kau jangan tinggalkan aku lagi.... ”
Koan Ing tersenyum, tangannya dengan perlahan membelai
rambut sang gadis yang hitam pekat tersebut, sedang
matanya menyapu sekejap ke sekelilingnya....

Walaupun saat ini ia tidak mengetahui bagaimanakah
keadaan dan situasi yang sebenarnya tetapi hatinya jauh lebih
tenang daripada tadi.
Atau paling sedikit saat ini ia tinggal menerjang keluar dari
kepungan dan bereslah sudah!
“Koan Ing! kau menyerahlah, saat ini kau tak bisa lolos
lagi.... walaupun kau punya sajappun jangan harap bisa
meninggalkan tempat ini!” seru sisasterawan berusia
pertengahan itu dari balik dinding gua.
“Ooouw.... jadi inikah yang kau maksudkan sebagai cara
yang sama sekali tidak menggunakan kekerasan?”
“Haa.... haa.... haa.... kau jangan berkata begitu tajam,
karena untuk menghadapi manusia tumpul otak semacam
engkau terpaksa aku harus menggunakan cara ini, apalagi
akupun berbuat demikian untuk membela diri”
“Oouw bukankah tujuanmu adalah menginginkan semua
orang jangan menggunakan kekerasan? Mana mungkin
tindakanmu ternyata harus menggunakan kekerasan juga
untuk mencapai tujuan?” ejek pemuda itu dingin.
Selesai berkata, dia tertawa menghina, dan sambil
menggandeng tangan Cha Ing Ing dengan langkah lebar
berlalu dari sana.
“Engkoh Ing!” tiba-tiba Cha Ing Ing berseru sinar matanya
berkilat. “Mengapa kita tidak gunakan saja ilmu pedang ‘Cuo
Ci Ju Ju’ atau kiri menangkis kanan menahan?”
Seketika itu juga Koan Ing jadi sadar kembali, pikirnya,
“Ach.... perkataan dari Ing Ing ini sedikitpun tidak salah,
kenapa aku orang begitu goblok?”
Maka dengan cepat ia serahkan pedang Kiem-hongkiamnya
itu kepada Cha Ing Ing sedang ia sendiri
menggunakan sarung pedang sebagai senjata kemudian
bersama-sama bartindak keluar,

Sisasterawan berusia pertengahan hanya dengus dingin,
atau berturut-turut ia bertepuk tangan sebanyak tiga kali.
Dan orang-orang berbaju hitam diempat penjuru itu
bersama-sama dengan Tong Phoa Pek yang berhasil dikuasai
kesadarannya oleh si orang berusia pertengahan itu setelah
menerima perintah bersama-sama menyerbu ke depan.
Koan Ing segera membentak keras, sarung pedangnya
menyerang ke depan dengan tenaga gabungan dari mereka
berdua yang mengirim satu babatan ke arah musuh2nya.
Tetapi orang-orang berbaju hitam yang ada diempat
penjuru itu merupakan jago pilihan yang berhasil ditawan oleh
orang-orang pihak Rimba Wang Yu Liem dan sudah tentu
kepandaian silat mereka benar-benar luar biasa sekali.
Di bawah serangan gabungan dari berpuluh-puluh orang itu
sekalipun jurus serangan yang dipergunakan Koan Ing berdua
merupakan jurus serangan yang sangat anpuh di kolong langit
tetapi tenaga tekanan dari empat penjuru benar-benar luar
biasa sekali yang membuat mereka berdua hampir-hampir tak
dapat menggeserkan badannya setengah tindakpun.
Baik Koan Ing maupun Cha Ing Ing segera amat
terperanjat, karena bilamana jurus serangan mereka tak
sempat dimainkan keluar maka di bawah serangan gabungan
orang yang sedemikian banyaknya ini terpaksa hanya duduk
sambil menanti ajalnya.
Mereka berdua merasa amat terperanjat. apalagi
sisasterawan berusia penengahan itu semakin terkejut lagi
dibuatnya, karena dengan kekuatan gabungan dari beberapa
orang ini sebetulnya tak bakal sampai memandang sebelah
matapun terhadap tiga, lima orang semacam Koan Ing, tetapi
dia tidak menyangka kalau Koan Ing serta seorang gadis cilik
itu berhasil menangkis dan memunahkan serangan gabungan
mereka.

Dengan dinginnya ia segera mendengus, orang-orang
itupun bersama-sama membentak keras dan serangan
pedangnya ditarik ke belakang kemudian dari serangan ke
atas ini mulai menekan ke arah bawah, jelas sekali kalau
mereka bermaksud agar Koan Ing berdua dapat menerima
serangan pedang mereka dengan keras lawan keras.
Sinar mata Koan Ing jadi berkilat, dengan gusarnya ia
membentak keras. Tangan kirinya buru-buru memasukkan
bungkusan obat itu ke dalam saku Cha Ing Ing sedangkan
tangannya yang lain dengan menggunakan sarung pedang
menahan serangannya yang mengarah lubang kelemahan
mereka.
Cha Ing Ing benar-benar amat kaget, ia sama sekali tak
menduga kalau Koan Ing bisa melakukan serangan dengan
menggunakan tindakan tersebut, di dalam keadaan kurang
waspada itulah tubuhnya yang terlempar ditengah udara
hampir-hampir terjungkir jatuh.
“Cepat bawa obat itu untuk melarikan diri!” teriak Koan Ing
dengan suara yang amat keras.
Cha Ing Ing dengan amat ringannya berhasil melayang
turun ke atas permukaan tanah sewaktu menoleh ke belakang
tampaklah pada waktu itu Koan Ing sedang bersuit nyaring
dan menubruk ke arah depan sedang pedang kiem-hongkiamnya
dengan sejajar kening diangkat tinggi2 ke atas, inilah
jurus “Hay Thian It Sian” yang merupakan jurus pertahanan
yang paling sempurna.
Dia rada tertegun, air mata bercucuran dengan amat
derasnya, karena dalam hatinya dia benar-benar merasa amat
bingung apa yang harus dilakukan pada saat itu.
Bilamana dia pingin balik kesisi Koan Ing saat ini ada
maksud tetapi tenaga kurang, bilamana harus pergi.... dia
merasa tak tega untuk melepaskan Koan Ing seorang diri di
tempat yang sangat berbahaya itu!! Bilamana tidak pergi dan

berdiri terus disana.... bukankah hal ini sama saja telah
menyia2kan maksud dari Koan Ing?
Air matanya kembali bercucuran semakin deras lagi....
Waktu itu Koan Ing telah menutup mulutnya kencangkencang,
sepuluh bilah pedang dengan perlahan menekan
semakin kebawah, agaknya jurus bertahan yang paling
sempurna inipun tak berhasil menekan serangan gabungan
yang amat dahsyat itu.
Hanya untung saja kesadaran mereka sudah dikuasai
sehingga kebebasan berpikirpun sudah tak ada lagi, kalau
tidak barang siapa pun yang merubah sedikit gerakan
serangannya, maka Koan Ing akan segera rubuh bermandikan
darah.
Tubuh Koan Ing dengan perlahan-lahan semakin tertekan
kebawah, sinar matanya berkedip-kedip, ia memandang ke
arah Cha Ing Ing yang sedang menagis itu, hatinyapun ikut
kebingungan.
Semakin lama daya tekan itu semakin memberat, maka
sambil menggigit kencang bibirnya Koan Ing terus bertahan
diri sedang tanah yang diinjakpun satu coen demi satu coen
mendesak kedalam....
Dengan perlahan si sastrawan berusia pertengahan itu
munculkan dirinya kembali dari balik tempat
persembunyiannya, kemudian sambil memandang ke arah
mereka berdua ujarnya sambil tertawa, “Cha Ing Ing, cepat
nasehatilah Koan Ing untuk menyerah!! Aku tidak bermaksud
untuk membunuh dirinya!”
Sinar mata Cha Ing Ing tiba-tiba menajam bilamana Koan
Ing mati karena dia buat apa dirinya pun ikut hidup lebih lama
lagi? Dalam gusarnya ia segera membentak keras sedang
pedangnya dengan disertai rentetan sinar yang amat tajam
menubruk ke arah salah seorang musuhnya.

Orang itupun segera membentak keras, pedangnya
membalik untuk menangkis datangnya serangan tersebut....
“Criing.... ” dengan disertai suara bentrokan yang amat
keras tubuh Cha Ing Ing kena dipukul pental sehingga
menumbuk dinding tembok sedangkan pedang kiem-hongkiamnya
terlepas dari tangan dan meluncur ke arah dinding
batu,
Melihat kejadian itu si sastrawan berusia pertengahan itu
tertawa terbahak-bahak dengain kerasnya , .
Siapa tahu pada saat itulah mendadak tampaklah sesosok
bayangan manusia berkelebat masuk ke dalam gua dan
menyambar tubuh Cha Ing Ing yang sedang melayang ke arah
dinding tembok tersebut. setelah itu dengan sinar mata yang
amat dingin memperhatikan si sastrawan tersebut, pandangan
tajam itu seolah2 hendak membinasakan orang seketika itu
juga.
Koan Ing yang melihat Orang itu adalah orang tua dari Cha
Ing Ing, si dewa telapak dari gurun pasir Cha Can Hong,
hatinya jadi amat girang.
Ditengah suara bentakannya yang amat keras sarung
pedang kiem-hong-kiamnya digetarkan keras2 sehingga
kontan terangkat satu setengah coen kealas.
Setelah munculnya Cha Can Hong disana maka disusul
munculnya Thian Siang Thaysu itu ciangbunjien dari Siauwlim-
pay bersama Sin Hong Soat-nie.
Kemudian ditengah suara tertawa yang sangat nyaring
sijari sakti Sang Su-im muncul pula bersama-sama dengan
Sang Siauw-tan.
Ooo)*(ooO
Bab 52

Melihat kejadian itu air muka si sastrawan berusia
pertengahan itu segera berubah hebat, tubuhnya tergesa2
mengundurkan diri ke arah belakang sedang kesepuluh bilah
pedang itupun dengan cepat bubaran dan membentuk posisi
setengah busur mengurung sekeliling tempat itu.
Koan Ing yang terlalu banyak mengeluarkan tenaga setelah
barisan pedang itu bubaran iapun merasakan pandangannya
jadi gelap buru-buru dia menarik napas pajang2, kemudian
meloncat kesisi tubuh Sang Siauw-tan.
Sang Siauw-tan dengan mesranya membimbing tubuh Koan
Ing dan membelainya dengan kasih sayang.
“Haaa.... haaa.... apakah pihak rimba Wang Yu Liem ada
nyali untuk mencari gara-gara dengan kami sekalian!” tegur
Sang Su-im sambil tertawa terbahak-bahak.
Airmuka si sastrawan berusia pertengahan itu pada saat ini
telah berubah jadi tenang kembali, sinar matanya berkedip2
lalu tersenyum.
“Tidak kusangka seluruh orang gagah di kolong langit bisa
pada berkumpul disini!” katanya sambil tertawa tawar. “Aku
lihat hal inipun semakin baik lagi, akupun bisa mengambil satu
penyelesaian yang lebih cepat!”
Saat itulah tubuh Koan Ing mencelat ke atas untuk
mencabut lepas pedang kiem-hong-kiamnya lalu melayang
balik kesisi Sang Siauw-tan.
Cha Ing Ing yang melihat kejadian ini lantas melirik sekejap
ke arah pemuda tersebut Lama sekali baru ia menundukkan
kepalanya kembali dengan amat sedih.
Diantara para jago yang hadir disana pada saat ini adalah
Cha Can Hong serta Sin Hong Soat-nie yang paling gusar,
walaupun murid serta puteri kesayangan mereka berhasil
ditolong tetapi pahit getir ini bagaimana pun juga harus
ditebus.

Terdengar Cha Can Hong mendengus dingin. “Hmm!
Semua orang Bu-lim menganggap rimba Wang Yu Liem
merupakan suatu tempat terlarang, tetapi aku tidak akan
menggubrisnya. Kau adalah majikan dari rimba Wang Yu Liem
ini, bilamana ini hari aku tak berhasil membinasakan dirimu
hatiku tidak lega,” katanya.
“Apakah muridku kau juga yang meracuni?” tanya Sin Hong
Soat-nie sambil dengan perlahan maju ke depan.
“Haaa.... haaa.... selama hidup aku orang paling benci
untuk menggunakan kekerasan, ilmu silat hanyalah digunakan
untuk melawan sesuatu yang mengancam keselamatan
seseorang. Seperti aku, walaupun merupakan majikan dari
rimba Wang Yu Liem tetapi sedikitpun ilmu silat aku tidak
mengerti.” seru si sastrawan berusia pertengahan itu sambil
tertawa terbahak-bahak.
“Demikianpun lebih bagus lagi,” sahut Sang Su-im sambil
tertawa keras. “Aku rasa di dalam persoalan ini kita dapat
selesaikan sebaik-baiknya. Dan aku tahu kau adalah orang
yang sangat memahami ilmu bangunan serta mengenal akan
ilmu perbintangan, maka itu sengaja aku meminjam dua
batang anak panah “Hek Siauw Lieh Hwee Ciam” dari nona
Song, maka itu aku harus berhati-hati bila mana kau
bermaksud hendak menggunakan ilmu kepandaianmu itu
untuk menjebak kami maka jangan salahkan aku akan
bertindak menggunakan kekerasan!”
“Aku rasa saudara tentu adalah pangcu dari perkumoulan
Tiang-gong-pang bukan?” seru majikan dari rimba Wang Yu
Liem itu sambil tersenyum.” Selamanya aku paling
mengutamakan kejujuran untuk menghadapi seseorang dan
belum pernah menggunakan cara-cara yang licik serta keji,
karena aku sangat mengharapkan diantara kita bisa terjalin
satu pengertian.... aku tahu kedatangan kalian semua ini
adalah dikarenakan persoalan kereta berdarah itu, kini kereta

berdarah ada di dalam gua sebelah dalam aku rela membawa
kalian kesana....
Tapi kalian harus tahu aku memperoleh kereta tersebut
bukannya bermaksud untuk mendapatkannya tetapi hendak
aku orang musnahkan.”
Koan Ing yang mendengar perkataan tersebut segera
kerutkan dahinya, ini hari ia baru tahu kalau di bawah kolong
langit masih ada manusia yang bermuka begitu tebal, apa
yang dikatakan sama sekali bertentangan dengan cara-cara
tindakannya!
Thian Siang Thaysu yang mendengar perkataan tersebut
iapun kerutkan alisnya rapat-rapat, kereta berdarah ada di
dalam gua?
“Coba kau bawalah aku masuk!” serunya tanpa terasa.
Sinar mata Sang Su-im berkelebat lalu menyapu sekejap ke
arah Thian Siang Thaysu saat inilah ia barulah merasa
bilamana kereta berdarah itu sangat berbahaya sekali bagi
keselamatan para jago karena mengandung nafsu membunuh
yang sangat mengerikan sekali.
Tetapi kini adalah saat-saat untuk bekerja sama
menghadapi pihak rimba Wang Yu Liem karenanya iapun
merasa tak enak untuk mengutarakan pendapatnya.
Si sastrawan berusia pertengahan itu tersenyum,
tangannya dengan cepat menekan sebuah tombol sehingga
dinding batu itu membuka ke arah samping.
Dan dari balik dinding batu itu tampaklah dibelah dalam
terlihatlah sebuah gua yang sangat gelap sekali.
Thian Siang Thaysulah pertama2 yang bertindak masuk
terlebih dahulu mengikuti diri si sastrawan tersebut, dan Koan
Ing tahu siflat serakah dari hweeshio Siauw-lim-pay ini belum
lenyap karenanya ia tak suka menggubris dirinya.

Setelah Thian Siang Thaysu maka disusul Sin Hong Soat-nie
mengikuti dari belakangnya, tetapi saat itulah....
“Braaak....!” dinding batu kembali menutup rapat
bersamaan itu pula terdengarlah suara bentakan gusar dari
Thian Siang Thaysu.
Sang Su-im jadi amat terkejut ia pun membentak keras dan
sepasang telapak tangannya buru-buru melancarkan satu
pukulan dahsyat menghajar dinding batu itu,
Cha Can Hong serta Koan Ing pun punya pikiran yang
sama. mereka pun bersama-sama melancarkan satu pukulan
dahsyat ke arah depan.
Dinding batu yang kena digempur oleh tiga orang jagoan
lihay seketika itu juga hancur berantakan ditengah suasana
yang kacau serta debu pasir yang berterbangan memehuhi
angkasa tampaklah Thian Siang Thaysu serta Sin Hong Soatnie
mengundurkan diri ke belakang dalam keadaan
sempoyongan.
Pada saat yang bersamaan itu pula ditengah suara tertawa
panjang yang amat nyaring kesepuluh orang yang berbaju
hitam itu bersama-sama menubruk ke arah depan.
Koan Ing segera bersuit nyaring sedang pedang Kiemhong-
kiamnya dicabut keluar dari dalam sarung. dengan jurus
serangan “Thian Hong Cu Lok” atau pelangi langit menutup
jalan ia menahan datangnya serangan orang-orang itu dengan
keras lawan keras.
Cha Tian Kong serta Sang Su-im pun dengan gusarnya
membentak keras, jari serta telapak laksana menggulungnya
ombak dahsyat menghajar ke arah orang-orang itu pula
dengan santar.
Thian Siang Thaysu serta Sin Hong Soat-nie yang kena
dihantam oleh tenaga gabungan kesepuluh orang itu pada
saat ini telah pada menderita luka dalam.

Walaupun dalam hati kedua orang itu merasa amat gusar
tetapi bagaimanapun juga mereka adalah jagoan Bu-lim yang
berkepandaian tinggi, mereka tahu bilamana luka tersebut
tidak buru-buru disembuhkan maka sangat mengganggu
kelancaran gerak mereka karena itu buru-buru mereka
jatuhkan diri bersila dan pusatkan pikiran.
Sebenarnya dengan kekuatan dari Koan Ing seorang tidak
akan sanggup menerima serangan gabungan dari kesepuluh
orang itu. tetapi pada saat yang bersamaan Sang Su-im serta
Cha Can Hong masing-masing telah mengirim pula satu
serangan gencar hal ini membuat pedangnya berhasil
mendesak mereka mundur ke belakang.
Pada waktu ini posisi dari pihak rimba Wang Yu Liem
benar-benar amat bagus sekali, dan mereka bersama-sama
melancarkan satu pukulan dahsyat ke arah depan, maka
terasalah segulung angin pukulan laksana ambruknya gunung
Thay san dengan berat menekan Koan Ing sekalian.
Melihat kejadian itu Sang Su-im jadi amat terperanjat,
karena saat ini pihak musuh telah menggunakan posisi yang
baik serta dengan tenaga penuh menyerang mereka, bilamana
mereka bermaksud untuk menerima serangan tersebut
dengan keras lawan keras maka pasti kontan mereka
bertigapun bakal terpukul luka.
Thian Siang Thaysu serta Sin Hong Soat-nie setelah
bersemedhi sebentar tenaganya hampir pulih kembali separuh
bagian. sekalipun lukanya belum sembuh tetapi sudah ada
kekuatan.
Pada saatZ yang kritis itulah mereka berdua serentak
bangun berdiri dan melancarkan pula pukulan ke depan,
Koan Ing, Cha Can Hong serta Sang Su-im serentak
mengirimkan satu pakulan pula ke depan.
“Braaaak.... ” suara bentrokan yang amat keras serasa
membela bumi bergema memenuhi angkasa, karena tenaga

masing-masing pihak begitu bertemu laksana lengket saja.
siapapun tak ada yang bergerak.
Dan masing-masing pihak dengan sekuat tenaga
mempertahankan dirinya, sedang percikan bunga api karena
pergesekan adu tenaga inipun beterbangan memenuhi
angkasa.
Batu dan pasir pada berguguran ke atas tanah, semakin
lama pasir serta batuan yang gugur semakin santer sehingga
akhirnya laksana cucuran air hujan saja. Dan seluruh guha kini
jadi tergetar dan goncang bagaikan gempa, agaknya sebentar
lagi bakal meledak dengan hebatnya.
Sinar mata Sang Su-im bertambah berkilat, dia tahu
pihaknya lama kelamaan bakal tidak kuat untuk menahan
serangan gabungan tersebut. Apalagi Thian Siang Thaysu
serta Sin Hong Soat-nie baru saja menderita luka dalam.
Pikirannya dengan cepat berputar....
“Lepaskan anak panah!” tiba-tiba bentaknya dengan keras.
Mendengar suara teriakan tersebut si sastrawan berusia
pertengahan itu jadi terperanjat, tadi dia sudah dengar Sang
Su-im berkata kalau mereka membawa anak panah berapi
“Hek Siauw Lie Hwee Ciam” ke tempat itu, diapun tahu
bagaimana dahsyatnya anak panah berapi tersebut.
Bilamana pada saat itu Sang Su-im benar-benar
melepaskan anak panah berapi ditengah goncangnya adu
tenaga dalam yang amat dahsyat itu, dirinya yang tidak
mengerti ilmu silat bukankah akan terkubur hidup2 disana?
Maka ia buru-buru mengundurkan diri semakin ke
belakang, sedangkan kesepuluh orang berbaju hitam itupun
bersama-sama ikut berkelebat mundur ke arah belakang.
Sang Su-im yang melihat pihak musuh mengundurkan diri
hatinya terasa amat girang, sewaktu ia hendak perintahkan
untuk menyerbu itulah tiba-tiba telah menemukan wajah

Thian Sian Thaysu Sin Hong Soat-nie berubah jadi pucat pasi
bagaikan mayat, dan dengan perlahan mereka duduk bersila
di atas tanah.
Melihat hal itu hatinya jadi tergetar sangat keras, jika
ditinjau dari keadaan ini terang untuk melakukan pengejaran
sudah tidak mungkin lagi.
Maka Sang Su-im segera mengajunkan sebatang anak
panah “Hek Siauw Lie Hwee Ciam” ke arah dalam....
“Blaaam....?” dengan disertai suara ledakan yang amat
keras dinding batu yang menghalangi perjalanan mereka
sudah kena dihantam sehingga meledak dan hancur
berantakan„
Sambil mencekal pedangnya erat-erat Koan Ing segera
menerjang masuk ke dalam.tetapi sebentar kemudian dia
sudah berdiri termangu-mangu Kiranya di dalam gua itu bukan
saja mempunyai cabang yang luar biasa banyaknya bahkan
setiap tempat terdapatlah selapis dinding tebal yang
menahannya.
karena itu untuk beberapa saat lamanya ia jadi
kebingungan.
Pada saat itulah dari balik gua yang amat dalam
berkumandang datang suara ringkikan kuda yang amat
panjang disusul berputarnya roda kereta berdarah yang amat
berat bergema keluar kemudian hanya dalam sekejap saja
telah lenyap tak berbekas.
“Heei.... tidak bakal kecandak? Mereka tentu sudah pergi,”
kata Sang Su-im sambil tarik napas panjang-panjang. “Tidak
disangka kecuali berdinding lapis, lorongpun ada demikian
banyaknya, bahkan di belakang sana masih ada jalan
keluarnya!!”
Selesai berkata kembali ia menghela napas panjang dan
berjalan keluar,

Koan Ing pun bungkam diri tak mengucapkan sepatah
katapun, karena kini hatinya masih terus saja mengingat2 si
sastrawan berbaju sutera Bun Ting-seng dan memikirkan
kemana perginya orang itu?
Ketika tiba diluar gua, tampaklah Thian Siang Thaysu
dengan muka kecewa dan penuh penyesalan bangun berdiri.
“Heei karena pinceng masih saja serakah tak disangka
urusan jadi sedemikian rupa!” katanya penuh penyesalan.
Sang Su-im hanya tersenyum saja, dia tahu Thian Siang
thajsu jadi orang amat sombong sekali apalagi kedudukannya
sebagai seorang ciangbunjien, selama ini belum pernah dia
mengemukakan perjesalannya terhadap orang lain, tidak
nyana ini hari dia bisa memperlihatkan kesesalannya
dihadapan banyak orang.
“Thaysu buat apa kau menyesali dirimu sendiri?” hiburnya
sambil tertawa. “Urusan telah lewat, lebih baik tak usah kau
pikirkan lagi Kitapun masih bisa bertemu dengan Majikan
Rimba Wang Yu Liem dikemudian hari!”
Baru saja berbicara sampai disitu, mendadak dari luar guha
berkumandang datang lima kali suara ledakan keras.
Air muka Sang Su-im seketika itu juga berubah hebat.
“Aaaah! Nona Song telah mengirim tanda bahaya, mungkin
keadaan nona Song kepepet!” teriaknya cemas. “Pasti ada
musuh tangguh telah menyerbu datang. Mari kita cepat
keluar!”
Selesai berkata, buru-buru ia meloncat keluar dari dalam
guha,
Koan Ing pun merasa amat terperanjat dia mengerti Song
Ing adalah seorang perempuan yang berhati tinggi, bilamana
tidak menemui urusan yang benar-benar amat berbahaya, tak
mungkin dia orang suka melepaskan tanda bahaya,

Tubuhnya pun dengan cepat ikut menerjang keluar
membuntuti diri Sang Su-im.
Waktu itu pepohonan diluar guha hampir seluruh bagian
telah musnah, saat ini tinggallah abu serta arang.
Baru saja tubuhnya keluar dari gua, mendadak
terdengarlah suara tertawa seram berkumandang keluar,
kiranya sebuah jaring emas telah menyambut kedatangannya.
“Kalian hendak pergi kemana lagi!” bentak seseorang
dengan suara yang berat.
Koan Ing yang mendengar suara bentakan tersebut, segera
bisa mengenal lagi kalau dia bukan lain adalah sijaring emas
penguasa langit Phoa Thian-cu adanya.
Song Ing terhadap dirinya amat baik apa lagi dirinyapun
berhutang budi terhadap subonya ini, kini melihat ada orang
yang bermaksud menghalangi perjalanannya untuk menolong
Song Ing hatinya jadi amat gusar sekali.
Dia membentak keras, tubuhnya laksana sebatang anak
panah yang terlepas dari busurnya meluncur melewati Sang
Su-im sedang pedang kiem-hong-kiamnya bagaikan sambaran
kilat cepatnya menyerang ke depan menekan ujung jaringan
emas itu.
Jurus ini adalah jurus “Ban Sin Peng To”* dari ilmu pedang
“Thian-yu Khei Kiam” yang paling dahsyat pengaruhnya,
Ujung pedangnya dengan cepat menekan jaring emas Phoa
Thian-cu kebawah tubuhnya pun meminjam kesempatan itu
meloncat ke atas udara disusul ujung kaki kanannya bagaikan
sambaran angin melancarkan satu tendangan kilat
menghantam iga musuhnya.
Seketika itu juga Phoa Thian-cu kelabakan dibuatnya,
dalam hati benar-benar amat terperanjat sekali.

Dia tidak menduga kalau semakin lama tenaga dalam dari
Koan Ing semakin dahsyat, hal ini merupakan satu peristiwa
yang sukar untuk dipercaya.
Maka tubuhnya dengan gesit ke samping untuk
menghindar, dan dengan mengambil kesempatan itulah tubuh
Koan Ing bagaikan sambaran kilat cepatnya sudah meluncur
ke arah depan.
Melihat pemuda itu berhasil meloloskan diri dengan begitu
mudahnya, Tong Phoa Pek jadi tertegun, saat itulah serangan
jari tangan Sang Su-im telah menyambar datang mengancam
keninqnya, hal ini memaksa dia orang mau tidak mau harus
putar badan untuk menyambut.
Tubuh Koan Ing setelah berhasil menerjang halangan dari
Phoa Thian-cu dengan kecepatan yang paling tinggi ia
berkelebat ke arah depan.
Kurang lebih setengah li jauhnya tampaklah si iblis bongkok
dari Si Ih telah menantikan pula kedatangannya.
Begitu melihat munculnya Koan Ing disana maka terdengar
si iblis bongkok menegur dengar suara yang dingin,
“Bukankah kau orang hendak menolong Sian-thian-kauwcu?
Aku rasa tindakanmu sudah terlambat!” Sambil berkata
tongkat pualamnya laksana kilat menyambar ke arah depan
mengancam jalan darah “Yauw Hu Hiat” dan tubuh Koan Ing.
Berbagai rasa curiga segera berkecambuk dihati pemuda
itu, sebenarnya apa yang telah terjadi? Bagaimana hal ini bisa
terjadi? Dirinya sepanjana jalan selalu ada saja jagoan yang
mencegat dirinya, apa mungkin masih banyak jagoan
berkepandaian tinggi yang telah pada datang? Lalu mengapa
Song Ing mengirim tanda bahaya?
Pedang kiem-hong-kiamnya berturut-turut lancarkan
delapan buah serangan ke depan, semakin lama serangannya
semakin gencar yang membuat si iblis bongkok dari daerah Si
In ini kena didesak mundur tujuh langkah ke belakang.

Si Ih Mo Tuo benar-benar amat terperanjat melihat
kedahsyatan diri Koan Ing yang berhasil mendesak mundur
dirinya sejauh tujuh langkah itu karena hal ini belum pernah
ditemuinya selama ini.
Koan Ing mendengus dingin, pedangnya kembali
menyambar ke depan menahan serangan tongkat dari
musuhnya setelah itu dengan sangat gesit tubuhnya mencelat
ketengah udara dan berkelebat menuju ke arah depan.
Si Ih Mo Toa pun tidak turun tangan menghalangi Koan
Ing, diam-diam hatinya merasa bergidik karena ia tahu
bilamana Koan Ing tidak keburu pergi dari sana maka di dalam
seratus jurus dirinya tentu akan terluka di bawah serangan
pedangnya.
Dengan gerakan yang paling cepat Koan-Ing meluncur ke
arah tempat dimana Song Ing berada, tetapi waktu itu
suasana benar-benar amat sunyi tak tampak sesosok
bayangan manusia pun di tempat itu.
Hatinya jadi amat terperanjat, matanya dengan cepat
menyapu ke sekeliling tempat itu tetapi suasana tetap sunyi
senyap tak tampak sesosok manusiapun.
Saat itulah pemuda itu baru merasa hawa berdesir
berkecambuk dihatinya, ia merasa dirinya serasa berada di
dalam gudang salju yang amat menggigilkan,
Buru-buru kepalanya didongakkan ke atas. tiba-tiba.... di
atas sebuah puncak gunung disebelah kirinya terlihatlah
seorang berdiri dengan angkernya dengan penjagaan yang
ketat di sekeliling tempat itu. bukankah dia adalah Song Ing
yang hendak ditolongnya?
Melihat subonya berada dalam keadaan sehat-sehat saja
hatinya jadi lega.

Tubuhnya segera meloncat ke depan berlari ke arah puncak
tersebut, tetapi baru saja tubuhnya bergerak mendadak
terdengarlah suara bentakan nyaring berkumandang datang.
“Koau Ing kau ingin pergi kemana lagi?”
Tubuhnya pun segera berputar ke belakang, tampaklah
Yuan Si Tootiang dengan pandangan yang dingin sedang
munculkan dirinya dari balik batu.
Saat ini toosu dari Bu-tong-pay itu mencekal sebilah
pedang berwarna merah darah dari sinar matanya terlintaslah
nafsu membunuh yang sangat mengerikan, lagaknya ia
bermaksud untuk membinasakan dirinya dengan satu kali
tusukan.
Maka dengan dinginnya Koan Ing pun memandang ke arah
Yuan Si Tootiang. dia tahu toosu itu pasti sangat membenci
dirinya karena tusukan pedangnya tempo hari sehingga dalam
hati kecilnya tentu sudah tertera maksud untuk membinasakan
dia Orang.
Kepandaian silat dari Yuan Si Tootiang memang berada di
atas kepandaian Phoa Thian-cu, terhadap dirinya boleh dikata
merupakan musuh tangguh. karena itu iapun tak berani
berlaku ajal. dan dengan perlahan hawa murninya disalurkan
ke seluruh tubuh untuk bersiap-siap.
“Hmm! Kepandaian silatmu benar-benar sangat lihay sekali
dan merupakan hal yang belum pernah terjadi selama ratusan
tahun ini. Tempo hari kau sudah menusuk badanku sehingga
aku terluka parah, kini aku hendak membalas sakit hati itu,
tapi aku ingin kau suka tinggalkan seluruh kepandaian silat
yang kau miliki!” seru Yuan Si Tootiang sambil tertawa dingin.
“Haaa.... haaa.... kaupun harus tahu di kolong langit pada
saat ini kau merupakan salah seorang yang ingin aku beset
kulit tubuhnya dan mendahar daging tubuhmu!” balas Koan
Ing sambil tertawa panjang.

Wajah Yuan Si Tootiang kontan berubah jadi merah padam
bagaikan udang rebus, matanya dengan gusar memandang
diri pemuda tersebut. sedangkan pedang berwarna merah
darahnya pun dengan perlahan diangkat sejajar dengan dada.
Koan Ing segera menarik napas panjang-panjang dia
sengaja memperlihatkan sikap yang tidak waspada dan
memandang hina toosu tersebut dan ujung pedang kiemhong-
kiamnya ditudingkan ke arah permukaan tanah.
Yuan Si Tootiang bersuit nyaring, pedang merah darahnya
digetarkan lalu melancarkan satu tusukan mengancam Koan
Ing.
Koan Ing segera mendengus, tangan kanannya dengan
ringan mencukil ke atas, diantara dengungan suara pedang
yang amat keras pedang kiem-hong-kiamnya dibabatkan
setengah lingkaran busur ke depan, dan dengan amat
tepatnya ia berhasil menghalau serangan pedang dari Yuan Si
Tootiang ini.
Baru saja kedua bilah pedang itu saiing menempel satu
sama lainnya tiba-tiba Koan Ing menggetarkan tangan
kanannya, dan diantara suara desiran yang keras itu pedang
kiem-hong-kiamnya mencelat tegak dan mencukil pergi
pedang merah darah dari Yuan Si Tootiang disusul kaki
kanannya menutul permukaan tanah dan pedangnya langsung
menusuk keperut toosu tersebut.
Maka dengan gusarnya Yuan Si Tootiang membentak keras
pedangnya balas melancarkan serangan gencar ke depan
sehingga hanya di dalam sekejap saja angin sarangan
berkelebat memenuhi angkasa, diantara berkelebatnya tiga
rentetan cahaya tajam pedang Yuan Si Tootiang kembali kena
ditekan kebawah.
Saat itulah Yuan Si Tootiang baru merasa terperanjat
karena tenaga dalam dari Koan Ing sebenarnya seimbang
dengan tenaga dalamnya sendiri tetapi jika ditinjau dari

keadaannya pada saat ini terlihatlah tenaga dalamnya jauh
lebih setingkat dari dirinya bahkan di dalam hal jurus
seranganpun dia jauh melebihi dirinya.
Sewaktu kedua orang itu lagi bertempur dengan serunya
itulah menandakan dari tempat kejauhan
berkumandang datang suara tiupan seruling yang amat
keras sekali.
Mendengar suara itu Koan Ing jadi amat kaget. karena
bukankah suara seruling itu merupakan tanda dari
perkumpulan Sin Tie Pang tidak aneh kalau Song Ing kirim
tanda bahaya kiranya di sekeliling tempat itu sudah terkurung
oleh kekuatan musuh.
Pedang kiem-hong-kiamnya berturut-turut melancarkan
serangan gencar ke depan, tetapi Yuan Si Tootiang pun
segera mengetahui kalau pemuda itu bermaksud untuk
melepaskan diri pedangnya laksana sekerat tali dengan
kencangnya mengikat tubuhnya sehingga tak bisa bergerak.
Melihat tindakan dari Toosu tersebut Koan Ing benar-benar
murka, sehingga dengan gusarnya ia segera membentak
keras, “Siapa yang menghindar akan selamat, tapi siapa yang
menentang pasti binasa!”
Dan pedang kiem-hong-kiamnya dengan dahsyat
disentilkan ke depan dan menyerang ke depan sejajar alis.
Inilah jurus “Giok Sak Ci Hun” yang amat dahsyat.
Pedang kiem-hong-kiamnya berdesir tajam ke depan
dengan disertai suara ledakan yang memekikkan telinga.
Yuan Si Tootiang jadi bergidik melihat serangan itu, dia
orang mana berani menerima serangan tersebut? Maka
tubuhnya buru-buru meloncat ke samping untuk menghindar,
Mengambil kesempatan itulah Koan Ing mencelat ketengah
udara kemudian laksana meluncurnya bintang dilangit
meluncur ke atas puncak gunung di hadapannya.

Manusia yang ada diempat penjurupun buru-buru
menyingkir ke samping memberi jalan.
“Koan Ing menghunjuk hormat buat Subo” serunya
kemudian sambil jatuhkan diri berlutut.
Song Ing yang melihat Koan Ing lah yang nomor satu
berhasil menerjang naik ke atas puncak hatinya jadi ikut
terharu lama sekali ia termenung akhirnya sambil membimbing
tubuh pemuda itu bangun katanya, “Bocah, kau tak usah
banyak adat!”
Sewaktu berbicara tak kuasa lagi air matanya ikut
bercucuran dengan amat derasnya,
Suara dari tiupan seruling semakin lama semakin santar
dan semakin memekikkan telinga, sinar mata Koan Ing segera
berkelebat menyapu ke sekelilingnya sedang sang badan
dengan perlahan bangun berdiri,
Tetapi ketika melihat situasi yang ada di depan mata
hatinya jadi amat terperanjat, karena kiranya ditengah suara
tiupan seruling yang amat santar itu tampaklah be-ratus2
macam binatang buas bersama-sama menerjang datang
dengan dahsyatnya.
Sungguh tak disangka kalau perkumpulan Sin Tin Pang pun
memiliki kepandaian untuk menaklukan binatang, karena
ternyata mereka telah memancing datangnya seluruh binatang
buas digunung itu untuk menghadapi dirinya.
Walaupun kepandaian silat mereka rata2 tinggi, tetapi
untuk menghadapi binatang yang demikian banyaknya
akhirnya pasti akan kewalahan sendiri.
Tampak Song Ing tersenyum. “Entah siapa yang sudah
memperlihatkan permainan macam ini,” katanya perlahan
“Ditambah pula racun ditubuh Cing It belum sembuh. Akupun
tak dapat pecahkan perhatianku, karena melihat musuh sudah

mengurung empat penjuru, terpaksa aku panggi! kalian
pulang.”
“Obat pemunahnya sudah ada, cuma saja masih ada disaku
Cha Ing ing!” sahut pemuda itu sambil menarik napas,
Sewaktu ia habis berbicara tampaklah Sang Su-im serta
Cha Can Hong sekalian telah tiba pula di bawah puncak
tersebut, karena mereka berjumlah banyak, terpaksa
melakukan perjalanan perlahan-lahan.
Koan Ing yang mendengar suara seruling itu semakin
mendekat, hatinya jadi benar-benar bingung, ia menduga
binatang2 itu tentu sudah berada kurang lebih lima li dari sana
dan sebentar lagi tentu sudah tiba disini! Lalu apa yang
hendak diperbuatnya saat ini?
Sang Su-im sekalian yang telah tiba di atas puncak sewaktu
melihat situasi tersebut, mereka pun jadi melengak dibuatnya.
Mereka tak mengira kalau pihak perkumpulan Sin Tie Pang
telah mengurung sekeliling tempat tersebut.
Selagi semua orang sedang berdiri tepekur itulah dari tiga
jurusan telah tampak munculnya beratus-ratus ekor binatang
buas.
Para jago yang berada di atas puncak, setelah melihat
situasi di sekelilingnya kontan merasa hatinya bergidik. Bulu
kuduk pada berdiri semua.
Ooo)*(ooO
Bab 53
DENGAN termangu-mangu Cha Can Hong memandang
kebawah puncak, tak sepatah kata pun yang diucapkan keluar
sedangkan Cha Ing Ing dengan tawarnya memandang sekejap
ke sekeliling tempat itu lalu ia berjongkok dan mencekoki obat
tersebut kemulut Cing It Nikouw.

Sin Hong Soat-nie yang melihat sikap dari Cha Ing Ing
cuma bisa menghela napas panjang saja di dalam hatinya.
Waktu itulah dari empat penjuru sudah bermunculan
binatang buas yang hanpir memenuhi seluruh tempat berapa
jumlah yang sebenarnya sulit sekali untuk dihitung.'
“Heeei.... tidak disangka dari pihak perkumpulan Sin Tie
Pang mempunyai orang yang berbakat” seru nikouw tua itu
sambil tundukkan kepalanya rendah-rendah. “Kiranya kita
sebentar lagi bakal akan menemui bencana di tempat ini!”
“Haa.... haa . ,Suthay kenapa kau harus memuji kegagahan
orang lain sebaliknya melenyapkan kegagahan sendiri,” tegur
sijari sakti Sang Su-im sambil tertawa terbahak-bahak.
Pada pinggangnya gunung saat ini telah dipenuhi dengan
anak buah dari Tiang-gong-pang serta Sian-thian-kauw.
walaupun Sang Su-im diluarnya bicara begitu tapi dalam
hatinya iapun tahu bilamana bermaksud untuk melarikan diri
bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, walaupun saat ini
orang-orang yang ada dipuncak merupakan jago-jago
berkepandaian tinggi tetapi binatang yang tak diketahui
jumlahnya ini benar-benar sangat menakutkan sekali pada
akhirnya mereka bakal juga kewalahan sendiri.
Selagi mereka sedang kebingungan itulah tiba-tiba suara
seruling telah berhenti berbunyi. dan dari puncak di
hadapannya pun muncullah sesosok bayangan manusia.
Orang itu sambil tertawa terbahak-bahak telah berseru
keras, “Hey kalian jago-jago Bu-lim sampai keadaan seperti ini
masihkah tidak mau menyerah kepada dirrku?”
Orang itu bukan lain adalah Sin Tie Pangcu Ti Siuw-su
adanya!
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat belum
sempat dia mengucapkan kata-katanya Thian Siang taysu

sudah membentak keras, “Dengan meminjam kekuatan dari
binatang apa gunanya?”'
Ti Siuw-su segera tertawa terbahak-bahak, tangannya
diulapkan ke samping kemudian tampaklah seorang berbaju
putih yang mencekal sebuah seruling muncul di atas puncak,
Sebentar kemudian suara seruling telah berkumandang
kembali memenuhi angkasa. kali ini suara seruling itu
mengandung nafsu membunuh yang tajam dan membuat
kawanan binatang buas itu meraung dan mulai menyerbu ke
atas puncak bagaikan aliran air bah.
Dan sinar mata Sang Su-im pun terlintas nafsu membunuh,
kepada Song Ing segera ujarnya, “Nona Song, kau ingin
menggunakan cara apa untuk hadapi mereka?”
Song Ing gelengkan kepalanya tidak berbicara, sewaktu
Sang Su-im menoleh kembali maka terlihatlah anak murid
perkumpulan Tiang-gong-pang sedang melancarkan serangan
anak panah kebawah.
Seketika itu juga berpuluh-puluh ekor binatang buas
meraung kesakitan dan tubuh binasa, walaupun begitu
binatang yang ada dibelakangnya tetap melanjutkan
serangannya ke depan.
Setiap langkah binalang buas itu menerjang ke atas, maka
anak murid Tiang Cong Pang ikut terdesak mundur selangkah
ke arah belakang, dan anggauta dari Sian Thian Pauw yang
melihat kejadian itu buru-buru pada menerjang kebawah
memberi bantuan.
Walaupun begitu mereka tetap tak kuat membeodung
datangnya serangan kawanan binatang itu.
Sang Su-im benar-benar amat gusar sekali di buatnya,
terlihatlah cahaya membunuh tiada hentinya terlintas diantara
sinar matanya.

“Kita adalah jago-jago Bu-lim yang dihormati orang,
apaKah saat ini harus duduk sambil menunggu saat
kematian?” teriaknya sambil menyapu sekejap ke seluruh jago
lainnya.
Koan Ing nenarik napas panjang-panjang, tiba-tiba
tanyanya.
“Suara dari Ti Siuw-su tiba disini secara samar-samar saja,
paling tidak juga jaraknya ada limapuluh kaki,” sahut Cha Can
Hong sambil tertawa tawar. “Ditambah pula waktu turun
puncak dan naik puncak, menanti kau tiba dipuncak sebelah
sana, pihak kita sudah ada separuh bagian yang telah binasa!”
Koan Ing menoleh memandang sekejap ke arah sebuah
pohon besar yang ada disebelah kiri lalu kepada Song Ing
katanya, “Subo! Bagaimana kalau kau orang tua bantu aku
untuk meluncur kepuncak seberang?”
Semua orang yang mendengar perkataan itu segera
merasakan hatinya tergetar keras, jarak yang sedemikian
jauhnya dengan sebuah jurang sedalam ratusan kaki sebagai
penghalang kini Koan Ing minta dilemparkan ke depan,
bukankah hal ini sangat berbahaya sekali?”
Sinar mata Song Ing berkilat, saat itu semua orang yang
ada di bawah puncak telah mengundurkan dirinya mendekati
punggung gunung, walaupun anak panah berapi telah mulai
beraksi, tetapi sampai kapan mereka bisa mempertahankan
diri?
“Mau pergi kesana tidak semudah apa yang kau pikirkan
pada saat ini!” serunya perlahan.
Baru saja Koan Ing hendak menyahut suara seruling
kembali telah berhenti disusul dengan suara tertawa keras dari
Tie Siuw-su berkumandang datang.
“Manusia binatang paling banter cuma bisa bertahan
selama tiga jam saja,” katanya dengan nada yang tawar.

“Asalkan kalian suka serahkan nyawa Koan Ing dan mengakui
kekuasaan dari pekumpulan Sin Tie Pang kami di daerah
Tionggoan maka kami akan segera lepaskan kalian semua.
“Heee.... heeee.... daripada harus menanti kematian di
tempat ini lebih baik pergi menempuh bahaya lebih baik.” kata
Koan Ing sambil tertawa. Apalagi akupun memiliki delapan
bagian pegangan. kalau tidak mana berani aku orang buka
suara. Subo! Bagaimana ia kalau kita coba dulu!”
Song Ing termenung berpikir sebentar akhirnya dengan
perlahan ia mengangguk.
Cha Can Hong sekalian sama sekali tidak percaya akan
pendengarannya sendiri, tidak disangka Koan Ing memiliki
nyali yang begitu besar, mungkin mereka serdiri pun tak ada
yang berani mencoba untuk menempuh bahaya ini.
Dengan rasa terharu Sang Su-im maju ke depan menepuk
pundak pemuda tersebut. “Thian-yu-pay bisa memiliki seorang
anggota seperti dirimu sungguh beruntung sekali, Kong Boen
Yu yang sudah matipun tidak akan menyesal pujinya.
“Terima kasih atas pujian dari empek Sang.” sahut Koan
Ing merendah,” Koan Ing ada budi dan jasa apa yang patut
menerima pujian tersebut.
“Koan Ing!” terdengar Sin Hong Soat-nie pun berseru,
“Sejak ini hari sakit hati antara kau dengan pihak Sun Lie
Hong kami akan aku sudahi sampai disini saja!”
Sedangkan Cha Can Hong serta Thian Siang Thaysu pada
bungkam diri, karena dalam hati kecil merekapun mempunyai
jalan pemikiran yang sama.
Setelah termenung beberapa saat lamanya akhirnya Sang
Su-im berjalan ke arah pohon besar itu disusul oleh Cha Can
Hong serta Thian Siang Thaysu mereka bersama-sama
menarik pohon itu sehingga jadi bengkok laksana sebuah
busur.

Koan Ing memandang sekejap ke arah Sang Siauw-tan
dengan pandangan sayu dan gadis tersebut dengan amat
sedihnya menundukkan kepalanya dalam2.
Sesaat kemudian pemuda itu telah mencabut keluar
pedang kiem-hong-kiamnya dan berkelebat ke arah batang
pohon.
“Koan Ing, kau baik-baiklah jaga diri!” seru Song Ing
setengah berbisik.
Ditengah suara bentakan yang amat keras Sang Su-im
bertiga bersama-sama melepaskan pohon tersebut.
“Sreeet....!” bagaikan sebatang anak panah yang terlepas
dan busur dengan cepat ia berjungkir balik ditengah udara
kemudian melayang ke arah puncak seberang.
Menanti daya melempar dari pohon itu telah habis buruburu
Koan Ing bersuit nyaring, empat anggota badannya
dipentang kemudian laksana seekor burung elang melayang
jauh ke arah depan.
Tetapi menanti tiba pada jarak dua puluh kaki dari punljak
itu tubuhnya telah menuju kebawah dengan cepatnya.
Sepasang tangannya dengan cepat dipentangkan, ia
bersalto beberapa kali kemudian baru melayang ke arah
bawah.
Dimana tubuhnya melayang turun tepat adalah punggung
gunung diseberang, begitu kakinya menutul permukaan tanah
bagaikan sambaran kilat cepatnya ia sudah meluncur ke atas.
Tiga orang lelaki berbaju putih segera membentak keras
dan menghalangi perjalanannya.
Maka dengan amat gusar Koan Ing membentak keras,
tangannya dikebaskan ke depan menahan serangan dari
kedua orang yang ada di hadapannya itu.

“Biarkan dia naik ke atas puncak!” tiba-tiba dari atas
puncak berkumandang datang suara bentakan yang amat
dingin.
Orang-orang itu segera menarik kembali pedangnya dan
mengundurkan diri ke belakang.
Koan Ing ragu-ragu sejenak, akhirnya ia menggerakkan
badannya melayang ke atas gunung.
Menanti setelah tiba di atas puncak tampaklah suasana
disana telah berubah. kecuali Ti Siuw-su serta si lelaki berbaju
putih yang meniup seruling tadi kini telah bertambah lagi
dengan seorang kakek tua beralis putih yang sedang duduk
bersila di bawah sebuah pohon.
“Hmm! sungguh besar nyalimu!” bentak Ti Siuw-su dengan
dingin, “kepandaian silatmu sungguh tinggi. tetapi aku rasa
datangnya gampang tetapi pergi tidak akan semudah itu.”
Koan Ing menarik napas panjang-panjang tak sepatah
katapun yang diucapkan keluar.... tiba-tiba tubuhnya
menubruk ke arah si orang lelaki berbaju putih itu.
Baru saja tubuh sang pemuda bergerak, siorarg tua beralis
putih yang lagi duduk bersemedi itu mendengus dingin,
tangan kanannya membalik mengambil keluar seruling
pualamnya dari balik saku kemudian mengirim satu pukulan
berkabut putih ke arah Koan Ing.
Merasakan kedahsyatan dari serangan itu, Koan Ing jadi
berdesir. Karena dia tidak mengira kalau di tempat tersebut
bisa muncul seorang musuh tangguh yang kepandaian silatnya
tidak berada di bawah si manusia tunggal dari Bu-lim Jien
Wong tempo hari.
Tubuhnya yang menubruk ke depan pada saat ini terpaksa
ditarik kembali dengan paksa
“Iiiih....!” si orang tua beralis putih itu berseru tertahan,
dan sepasang matanya dipentangkan lebar2 memandang

sekejap ke arah pemuda itu dengan pandangan tajam.
Agaknya ia merasa kaget karena tenaga dalam dari Koan Ing
sangat luar biasa sekali.
Dalam mempertahankan tubuhnya ditengah udara
bukanlah merupakan satu peristiwa yang aneh, tetapi bisa
menarik kembali tubuhnya yang telah meluncur ke depan
benar-benar luar biasa!
Koan Ing sendiripun merasa amat terperanjat karena
pertemuannya dengan seorang jagoan lihay di tempat itu,
tidak aneh kalau Ti Siuw-su berani melepaskan dirinya naik ke
atas puncak.
“Siapakah orang itu?” pikirnya diam-diam.
Dengan perlahan pedang kiem-hong-kiamnya dicabut
keluar dan memandang ke arah si orang tua itu dengan
pandangan dingin.
Dengan dinginnya Ti Siuw-su segera mundur kesamping,
dia percaya dengan kepandaian silat dari si orang tua itu pasti
telah lebih dari cukup untuk menghadapi diri Koan Ing maka
selama ini dia tak perlu lagi ikut campur di dalam urusan ini.
“Kau hendak mengapakan muridku?” terdengar si orang tua
beralis putih itu bertanya.
Kembali Koan Ing merasa berdesir, kiranya si orang tua
berbaju putih yang meniup seruling itu bukan lain adalah anak
murid dari si orang tua ini.
“Aaaach.... agaknya sebelum berhasil menembusi halangan
ini, aku akan menemui kesukaran untuk mencegah perbuatan
mereka selanjutnya,” pikirnya dihati.
Sinar matanya segera berkilat.
“Heee.... heee.... perintahkan muridmu untuk meletakkan
seruling tersebut, bilamana tidak jangan salahkan aku hendak
bertindak menggunakan kekerasan!” katanya.

“Hmm! Sungguh besar omonganmu!” desis si orang tua
beralis putih itu dengan dingin. “Aku tidak akan takut
menghadapi dirimu?”
Mendengar jawaban yang ketus itu Koan Ing segera
mengangkat pedang kiem-hong-kiamnya ke atas, dan
sepasang matanya memandang tajam si orang tua tersebut
sedang hawa murninya dengan cepat disalurkan ke arah
pedang.
Ditengah suara bentakan yang amat keras tubuhnya
mencelat ke depan. sedang pedangnya dengan sejajar kening
didorong ke depan menusuk tubuh musuhnya. Inilah jurus
yang paling lihay di kolong langit pada saat ini “Giok Sak Ci
Hun.”
Sinar keemas-emasan berkelebat memenuhi angkasa,
sebenarnya si orang tua itu hendak menanti datangnya
serangan tetapi bagitu melihat kedahsyatan dari serangan
tersebut hatinya jadi berdesir. maka tubuhnya segera
melayang ke atas lalu menangkis datangnya serangan dengan
menggunakan seruling pualamnya.
Pedang serta seruling dengan cepat terbentur satu sama
lainnya sehingga menimbulkan percikan bunga api. setelah
serulingnya berhasil memunahkan datangnya serangan dari
Koan Ing buru-buru ia melancarkan gencetannya ke depan.
Tampaklah bayangan putih berkelebat memenuhi angkasa,
hawa serangan berkelebat tak ada putusnya menghantam
tubuh pihak musuh. Hanya di dalam sekejap saja ia telah
melancarkan delapan buah serangan sekaligus.
Koan Ing jadi amat terkejut, pedang kiem-hong-kiamnya
diputar satu lingkaran memunahkan ketujuh buah serangan
musuh, kemudian ditengah suara bentakan yang amat keras
pedang kiem-hong-kiamnya digetarkan keras.

Suara dengungan yang amat keras menulikan telinga,
pedang tersebut seketika ita juga membentuk gerakan
setengah lingkaran.
Inilah jurus serangan “Noe Ci Sin Kiam” dari ilmu pedang
“Thian-yu Khei Kiam”, dengan dahsyatnya pedang tersebut
mengancam iga kanan dari si orang tua beralis putih,
Maka buru-buru si orang tua beralis dutih itu menggunakan
serulingnya untuk menangkis tubuh masing-masing pihakpun
segera berpisah dan melayang kembali ke tempatnya semula.
Walaupun bentrokan yang terjadi diantara mereka hanya
berlangsung di dalam sekejap mata saja tetapi masing-masing
pihak sudah saling menyerang sebanyak sebelas jurus dalam
keadaan seimbang,
Dengan hati terperanjat masing-masing pihak
mengundurkan dirinya ke belakang dan saling berpandangan
tajam.
“Anak murid siapakah kau?” tanya si orang tua beralis putih
itu dengan suara berat.
Koan Ing tidak menjawab sebaliknya berteriak keras,
“Cepat perintahkan anak muridmu untuk lepaskan seruling,
kalau tidak masing-masing pihak tentu akan menemui
kesulitan.”
“Haaa.... haaaa.... bocah! kau orang sungguh sombong
sekali, aku Giok Yang Coen selamanya belum pernah bertemu
muka dengan manusia sesombong kau, dan kau sudah berani
dua tiga kali memerintahkan diriku. hmmm! kurang ajar!” seru
si orang tua itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Mendengar disebutnya nama Giok Yang Coen, Koan Ing
segera merasa sangat terperanjat. ia tidak menyangka kalau
Giok Yang Coen. Suma Han masih sehat-sehat saja bahkan
saat ini saling berhadap2an dengan dirinya.

Tempo hari Giok Yang Coen ini adalah seorang manusia
yang paling pandai menjinakkan binatang tetapi ia mendengar
pula kalau si orang tua ini telah lama meninggal, tetapi tidak
disangka orang itu bukannya mati bahkan masih segar bugar.
“Ooow.... kiranya Suma Cianpwee!” seru Koan Ing tawar,
air mukanya sedikitpun tidak memperlihatkan perubahan
apapun. “Cuma sayang cianpwee sebagai seorang manusia
berbakat yang amat terkenal kini harus menggunakan
kekuatan binatang untuk mencelakai orang, hal ini benarbenar
sangat memalukan sekali!”
Dengan pandangan tawar “Giok Yan Coen” Suma Han
memandang ke arah pemuda tersebut.
“Hmmm! Bilamana tadi kau Orang memohon dengan baikbaik
mungkin aku bisa mengabulkan permintaan itu, tapi
datang2 kau sudah mengubar kesombonganmu bahkan berani
mencari gara2 dengan diriku, sehingga sekarang aku jadi
kepingin coba-coba ada seberapa tingginya kepandaian yang
kau miliki.”
Dengan pandangan yang tajam Koan Ing memandang
sekejap ke arah puncak seberang saat itu suara ledakan telah
berhenti jelas kalau anak panah berapi telah habis digunakan
sedang anak murid kedua perkumpulan selangkah demi
selangkah kena didesak mundur ke arah punggung gunung.
Dalam keadaan cemas bercampur gusar, itulah ia
membentak keras, sedang pedangnya digetar keras sehingga
menimbulkan suara desiran yang amat tajam. dengan
membentuk gerakan satu lingkaran menghantam ke atas
tubuh Suma Han.
Inilah jurus ‘Han Lie Sin Wei’ atau dingin membeku tunjuk
kekuatan.
Suma Han pun membentak keras, seruling pualamnya
diobat-abitkan berulang kali, ditengah berkelebatnya berpuluhpuluh
bayangan pualam dari ujung seruling munculnya si

sastrawan hawa tenaga dalam berwarna putih mengurung
seluruh tubuh sang pemuda.
Kiranya ia telah mengeluarkan ilmu seruling andalannya
‘Kioe Thian Giok Sah Kang Khie’ atau ilmu tenaga khie-kang
sembilan langit malaikat pualam.
Koan Ing merasa hawa bergidik mulai mencekal hatinya,
buru-buru pedangnya ditarik kembali dan diangkat sejajar alis.
Inilah jurus bertahan yang paling sempurna, ‘Hay Thian It
Sian’.
“Heee.... heeee.... apa yang kau pelajari ternyata tidak
sedikit!” seru Suma Han dengan amat dinginnya.
Koan Ing tetap membungkam, iapun tidak berani
menggerakkan pedangnya karena dalam hati dia mengerti
kalau tenaga dalam dari si orang tua itu tidak berada
dibawahnya, sedikit salah saja maka masing-masing pihak
akan menderita luka yang parah.
Seruling serta pedang saling bertahan pada posisinya
masing-masing, mereka berdua sama-sama takut untuk
menyerang terlebih dahulu mengambil kesempatan itu, tetapi
merekapun tak mau menarik serangannya terlebih dulu,
Diam-diam Koan Ing merasa hatinya amat cemas, dia tidak
tahu bagaimanakah situasi diseberang puncak sana, karena
hatinya sedikit bercabang inilah tekanan dari pihak musuh
semakin memberat.
Suma Han tertawa dingin tiada hentinya, saat ini ia telah
berada di atas angin dan sebentar kemudian serangannya
tentu bakal memperoleh hasil.
Sedang suasana mencapai saat-saat tegangnya itulah dari
bawah puncak kembali berkelebat sesosok bayangan hijau
yang berteriak sambil tertawa keras;
“Mari aku bantu dirimu!”

Baru saja suara tersebut bergema datang tampaklah
serentetan cahaya tajam berkelebat datang, sebilah pedang
yang dengan cepatnya menusuk ke arah punggung Koan Ing.
Sinar mata Koan Ing berkelebat, di dalam sekali pandang
saja dia bisa melihat kalau orang itu bukan lain adalah Yuan Si
Tootiang itu ciangbunjin dari Bu-tong-pay, hatinya jadi
semakin berdesir.
Di bawah gencetan serangan seruling dari Suma Han ini ia
sudah tak bisa bergerak lagi apalagi kini mengambil
kesempatan tersebut Yuan Si Tootiang telah menyerang
datang, sehingga untuk mengubah jurus sudah tak sempat
lagi, maka satu2nya jalan hanyalah tutup mata menanti saat
kematian saja.
Tapi pada saat itulah mendadak terdengar Giok Yang Coen
membentak keras dengan amat gusarnya: “Kau berani!”
Ditengah suara bentakan yang keras seruling pualamnya
telah ditarik kembali dan balik menyerang ke arah iga kanan
dari Yuan Si Tootiang.
Yuan Si Tootiang sendiri sama sekali tidak menyangka
kalau Suma Han bisa melancarkan serangan ke arahnya, buruburu
pedangnya ditarik kembali untuk menghalangi serangan
seruling pihak musuh.
Dengan kejadian itu maka Koan Ing pun berhasil
meloloskan diri dari kematian, tubuhnya merasa amat ringan
dan satu ingatan segera berkelebat di dalam benaknya.
Tangan kirinya dengan cepat membalik, ditengah suara
bentakan yang amat keras sebatang anaK panah telah
disambitkan ke arah si lelaki berbaju putih yang meniup
seruling itu.
Sewaktu pedang dan seruling dari Suma Han dan Yuan Si
Tootiang berpisah itulah suara dengusan dengan berat
berkumandang datang, si lelaki berbaju putih itu telah kena

tertancap anak panah didadanya, dan kini rubuh ke atas
tanah,
Melihat serangannya dengan sangat mudah mendapatkan
hasil Koan Ing jadi melengak, ia sama sekali tidak menyangka
kalau si orang berbaju putih itu sama sekali tidak mengertii
akan ilmu silat.
Sebenarnya dia bermaksud untuk melukai orang itu saja
sehingga tiupan serulingnya terganggu, tidak disangka orang
itu dengan mudahnya kena dihajar sehingga mati seketika itu
juga,
Melihat muridnya mati air muka Suma Han kontan berobah
jadi merah padam bagaikan darah, belum sempat ia
mengucapkan kata-kata selanjutnya dari bawah puncak sekali
berkelebat datang dua sosok bayangan manusia.
Mereka adalah Kokcu dari lembah Chiet Han Kok, Phoa
Thian-cu serta si iblis bongkok dari daerah Si Ih, Jien Kong
Fang dua orang.
Dan Suma Han sama sekali tidak memperdulikan
kedatangan dari kedua orang itu, hanya dengan napas ngosngosan
menahan kemarahannya yang memuncak ia berteriak
keras: “Bagus! aku, aku menolong kau kini kau malah
membinasakan muridku.”
Koan Ing sendiripun saat ini rada menyesal sama sekali tadi
ia berdiri termangu-mangu tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
Yuan Si Tootiang yang berdiri di samping segera tertawa
terbahak-bahak dengan kerasnya. “Haaaa.... haaaa....
terhadap manusia semacam itu buat apa kau masih dapat
bicara secara baik-baik, bunuh mati saja kan beres sudah!”
teriaknya,
Selama ini Suma Han hanya menerima dua orng murid
saja, murid tertua mati ditangan musuh

besarnya karena itu sejak peristiwa tersebut ia tidak
menurunkan ilmn silat kepada muridnya yang terakhir ini,
siapa sangka karena hal itu muridnya malah mati ditangan
Koan Ing,
Hatinya pada saat ini benar-benar merasa amat sedih
ditambah kini mendengar perkataan dari Yuan Si Tootiang
hatinya jadi semaKin amat gusar, karena ia tabu bilamana
sitoosu tersebut tidak muncul maka muridnya tidak bakal mati
ditangan orang lain.
“Hey hidung kerbau, di tempat ini lebih baik kau jangan
banyak bicara, nanti aku hajar bacotmu!” teriaknya dengan
keras.
Yuan Si Tootiang sebagai ciangbunjien dari partai Bu-tongpay
selamanya belum pernah dibentak orang secara begini.
apalagi di tempat itu bukan hanya mereka berdua.
kehormatannya kali ini benar-benar tersinggung.
“Aku gembira bicara apa siapa yang berani menghalangi
diriku?” ejeknya sambil mendengus dingin,
Suma Han sebenarnya memang telah merasa kheki
terhadap dirinya, kini melihat Yuan Si Tootiang tidak suka
mengalah ia segera tertawa keras dengan seramnya.
“Bilamana kau tahu diri cepatlah menggelinding pergi dari
puncak ini, kalau tidak jangan salahkan aku orang lemparkan
kau dari sini!” teriaknya keras.
Air muka Yuan Si Tooiang berubah hebat. Sebenarnya ia
bermaksud untuk buka bicara tetapi saat itulah “Sin Tie
Langcoen” Ti Siuw-su telah berjalan mendekat dan berbisik
perlahan: “Dia adalah Giok Yang Coen. lebih baik Tootiang
bersabarlah sedikit. yang penting pada saat ini adalah
binasakan dulu Koan Ing kemudian urusan baru dibereskan
secara damai. Buat apa kau orang harus mencari gara-gara
dengan dirinya?”

Yuan Si Tootiang yang mendengar si orang tua di
hadapannya ini adalah Giok Yang Coen Suma Han hatinya
rada melengak, meskipun hatinya agak kaget tetapi ia yang
sudah berada di atas angin mana suka mengalah begitu saja.
Sinar matanya berkilat lalu mendengus dingin.
“Hmm! Lebih baik kau bereskan dulu urusanmu dengan
Koan Ing, kemudian kita baru bereskan urusan diantara kita!”
serunya.
Suma Han yang mendengar perkataan dari Yuan Si
Tootiang begitu pandang rendah dirinya, dalam hati ia merasa
sangat panas.
“Heee.... heee.... kau tidak usah banyak bacot lagi, aku
ingin menjajal seberapa lihaynya ilmu pedangmu,” katanya
kemudian sambil tertawa dingin tiada hentinya.
“Hm! apa kau kira aku betul-betul takut kepadamu?”
Melihat kedua orang itu sudah siap-siap hendak bergebrak
Koan Ing baru menoleh ke arah puncak seberang waktu itu
suara seruling sudah berhenti, dengan sendirinya kawanan
binatangpun telah bubar keempat penjuru hal ini membuat
hatinya jadi lega.
Suma Han dengan dingin memandang sekejap ke arah
Koan Ing, dalam hati ia merasa kelabakan sendiri, ia tidak
pingin melepaskan Yuan Si Tootiang dengan begitu saja tetapi
diapun tidak mau melepaskan Koan Ing.
Jilid 22
TETAPI BILAMANA ditinjau dari situasi saat ini ia harus
melepaskan salah satu pihak, dan ia mengharapkan Koan Ing
tidak berhasil melarikan diri.

Selagi Suma Han dibuat kebingungan itulah “Sin Tie
Langcoen” Ti Siuw-su telah berteriak keras:
“Buat apa kalian berdua harus beribut sendiri dan malah
lepaskan Koan Ing disamping? Menurut pendapatku
bagaimana kalau kita lihat saja siapa yang berhasil
membinasakan Koan Ing terlebih dulu dialah yang menang?”
Mendengar perkataan itu Suma Han merasa hatinya rada
tergerak, pikirnya, “Ehmm.... suatu pendapat yang bagus!”
Sinar matanya segera dialihkan ke atas wajah Yuan Si
Tootiang. sudah tentu tosu inipun sangat setuju.
“Heee.... heee.... inilah suatu pendapat yang bagus!”
katanya dingin.
Diantara suara percakapan itu tiba-tiba tubuhnya
merendah, pedangnya dengan menggunakan jurus ‘It Tiap Jie
Ciu’ atau selembar dedaun menentukan musim bagaikan kilat
cepatnya ditusuk ke arah iga kanan Koan Ing.
Suma Han mana mau ketinggalan, ia mendengus dingin
seruling pualamnya dengan cepat menusuk ke arah mata
sebelah kiri dari pemuda itu.
Sewaktu Sin Tie Langcoen berbicara tadi Koan Ing telah
waspada, melihat Yuan Si Tootiang baru saja selesai
menjawab telah melancarkan serangan ke arahnya disusul
serangan dari Suma Han hatinya jadi bergidik!
Tubuhnya mundur setengah langkah ke belakang,
pedangnya membentuk satu lingkaran ditengah udara
menangkis terlebih dulu pedang panjang dari Yuan Si Tootiang
kemudian baru memunahkan serangan seruling pualam.
Mereka berdua walaupun merupakan jagoan berkepandaian
tinggi tetapi di dalam pertempuran kali ini siapapun tidak suka
memberi kesempatan buat pihak lawannya, mereka berdua
sama-sama menggunakan jurus serangan yang paling cepat
dan paling ganas untuk merubuhkan pemuda tersebut.

Sebaliknya Koan Ing yang menggunakan ilmu pedang
“Thian-yu Khei Kiam” yang merupakan ilmu pedang paling
sempurna bertahan terus, hanya di dalam sekejap saja seratus
jurus telah lewat.
Pertempuran semakin lama berlangsung semakin ganas
dan semakin seru, siapapun tak suka mengalah pada pihak
yang lain.
Setelah lewat seratus jurus tiba-tiba Suma Han membentak
keras, seruling pualamnya laksana
curahan hujan dengan gencarnya menotok ke depan.
Kelihatannya Koan Ing segera akan terluka di bawah
serangan seruling tersebut, siapa tahu mendadak....
“Ting, ting.... ting.... ”
Serangan seruling tersebut berhasil dipunahkan oleh Yuan
Si Tootiang.
“Kau manusia sungguh tak tahu malu!” bentak Suma Han
dengan gusarnya.
Sambil berkata dengan dahsyat ia melancarkan satu
serangan menghantam tubuh Yuan Si Tootiang,
Sitoosu dari Bu-tong-pay itu dengan cepat rintangkan
pedangnya di depan dada untuk memunahkan datangnya
serangan seruling itu.
“Heran! kita belum pernah berjanji untuk tidak saling
menghalangi pihak yang lain, kenapa kau orang sembarangan
memaki orang lain!” teriaknya pula.
Suma Han yang merasa perkataan tersebut sedikitpun tidak
salah ia jadi bungkam dibuatnya.
Dengan dingin si orang tua itu mendengus, seruling
pualamnya berturut-turut melancarkan lima buah serangan

sekaligus, tetapi diantaranya ada tiga serangan yang
mengancam tubuh Yuan Si Tootiang.
“Sin Tie Langcoen” Ti Siuw-su yang melihat kejadian itu
hatinya merasa sangat cemas, karena ia merasa bilamana hal
ini berlangsung terus maka siapapun diantara mereka bakal
berhasil melukai diri Koan Ing karena bilamana salah satu
hampir berhasil melukai pemuda itu maka pihak lain pasti
turun tangan menghalang.
Sesaat hatinya amat cemas itulah mendadak satu ingatan
berkelebat di dalam benaknya.
“Mari kita musnahkan diri Koan Ing!” teriaknya keras.
Selesai berkata seruling pualamnya dikebaskan ke depan,
Kokcu dari lembah Chiet Han Kok, Phoa Thian-cu serta si iblis
bongkok dari daerah Si Ih. Jien Kong Fang memang dia punya
maksud untuk berbuat demikian, mereka mengangguk dan
bersama-sama menerjang ke dalam kalangan pertempuran.
“Kalian hendak pergi kemana?” tiba-tiba bentak seseorang
dengan amat keras disusul segulung serangan jari yang amat
dahsyat menghalangi jalan pergi mereka bertiga.
Sesosok bayangan hijau dengan cepatnya berkelebat
datang, orang itu bukan lain adalah si jari sakti Sang Su-im
adanya.
Dengan munculnya Sang Su-im ini maka si dewa telapak
Cha Can Hong sekalipun pada bermunculan.
Kiranya menanti kawanan binatang buas itu berhasil lari
kocar-kacir maka mereka buru-buru berlari menuju kemari.
Hanya di dalam sekejap saja di atas puncak tersebut telah
muncul banyak sekali jagoan berkepandaian tinggi, hal ini
memaksa Yuan Si Tootiang serta Suma Han pada berkelebat
mundur ke belakang.

Pada kening Koan Ing sudah mulai kelihatan keringat yang
mengucur keluar, ia mundur dua langkah ke belakang untuk
hembuskan napas lega.
Saat itulah Sang Siauw-tan buru-buru maju menghampiri
dan membimbing lengan kanannya.
Koan Ing yang melihat pada kelopak mata gadis itu telah
digenangi air mata segera tersenyum manis dan melepaskan
pedang Kiem hong-kiamnya untuk kemudian mencekal tangan
gadis itu erat-erat.
“Siauw-tan! Sekarang kita tak ada urusan lagi,” ujarnya
sambil tertawa.
Sinar mata semua orang yang hadir di dalam kalangan itu
dialihkan kepada kedua orang itu, tetapi Sang Siauw-tan tidak
menggubrisnya, ia dongakkan kepalanya memandang ke arah
Koan Ing sedangkan butiran air mata mengucur keluar dengan
derasnya.
“Siauw-tan! Kau jangan menangis, selanjutnya kita tak
akan berpisah kembali,” hibur Koan Ing sambil mengusap
kering air matanya.
Sang Siauw-tan tak kuat menahan diri lagi, sambil kucurkan
air mata ia menjatuhkan diri ke dalam pelukan pemuda
tersebut.
Koan Ing yang melihat begitu mesra dan perhatian gadis
tersebut terhadap dirinya dalam hati terasa amat terharu,
hampir-hampir saja air matanya ikut berlinang.
Sejak ia mencintai diri Sang Siauw-tan maka saat itu pula
mara bahaya selalu mengancam diri mereka, walaupun
mereka berdua jarang berkumpul tetapi hati mereka telah
saling memahami, masing-masing pihak telah terjerumus di
dalam keadaan ‘jauh dimata dekat dihati’.
Saat ini mereka berdua baru saja lolos dari kematian, hal ini
benar-benar membuat hati mereka terasa terharu. Tanpa

perduli lagi keadaan di sekitarnya mereka saling berpelukan
dengan amat mesranya.
Cha Ing Ing serta Cing It nikouw yang melihat kejadian itu
pada menundukkan kepalanya rendah-rendah, tak sepatah
katapun yang mereka ucapkan.
Suasana jadi amat sunyi tak kedengaran sedikit
suarapun....
“Koan Ing! kau jangan lupakan masih ada kami disini!” tibatiba
Yuan Si Tootiang membentak keras memecahkan
kesunyian.
Sambil menarik tangan Sang Siauw-tan pemuda itu mundur
satu langkah ke belakang kemudian memandang ke arah si
toosu tersebut dengan pandangan tawar, setelah memungut
kembali pedangnya ia berdiri tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
“Yuan Si! Ini hari aku akan bereskan perhitungan diantara
kita.... ” teriak Thian Siang Thaysu dengan dingin.
Suma Han menyapu sekejap kesemua orang kemudian
mendengus dengan amat beratnya.
“Hmm! Ini hari aku akan melihat diantara kalian siapa yang
bakal menang siapa yang bakal kalah. orang-orang yang hadir
di atas puncak pada saat ini boleh dikata semuanya
merupakan jago nomor wahid, aku ingin melihat diantara
kalian ada beberapa orang yang masih bisa hidup untuk turun
gunung ini.”
“Haaa.... haaa aku rasa dugaanmu itu belum tentu benar”
potong Sang Su-im sambil tertawa terbahak-bahak.
“Hmm! Diantara kalian ada siapa yang memiliki kepandaian
silat jauh lebih lihay dari diriku? Diantara kalian ada berapa
orang yang merasa yakin bisa lolos dari kematian? Diantara
kalian ada siapa yang kuat untuk melawan ilmu suara iblis
pembetot sukma ‘Si Hun Mo Ing?’

Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar maka seluruh
kalangan jadi gempar, suara jeritan kaget memenuhi angkasa.
“Si Hun Mo Ing” atau ilmu suara iblis pembetot sukma ini
adalah semacam ilmu iblis yang sangat dahsyat sekali
pengaruhnya, menurut berita yang tersiar tempo dulu Pek
Ling Loojien pernah menggunakan ilmu suara iblis pembetot
sukma ini untuk mengurung tiga puluh enam orang jagoan
lihay.
Sejak Pek Ling Loojien meninggal dunia maka ilmu itupun
lantas musnah, tak disangka saat ini Suma Han berhasil
mempelajarinya, tidak aneh kalau semua orang yang
mendengar pada merasa terkejut.
Begitu suara itu diucapkan keluar, maka suasana di seluruh
kalangan jadi tegang, nafsu membunuh mulai meliputi seluruh
angkasa raya.
Walaupun Cha Can Hong sekalian belum pernah merasakan
bagaimana hebatnya ilmu suara iblis “Si Hun Mo Ing” tersebut
tetapi mereka mengerti bilamana ilmu tersebut tiada kekuatan
yang bisa melawannya sejak dahulu kala.
Sinar mata Sang Su-im berkilat, tubuhnya tiba-tiba
menubruk ke depan sedang tangan kanannya menyentil
melancarkan segulung angin serangan menghajar tubuh Suma
Han.
Begitu tubuhnya bergerak Cha Can Hong pun bersamaan
waktunya melancarkan tiga buah serangan menghajar si
orang tua tersebut.
Thian Siang Thaysu sekalianpun tidak ingin bilamana Suma
Han sampai keburu pula mengeluarkan ilmu suara iblis “Si Hun
Mo Ing” nya sehingga nyawa mereka semua terancam.
Satu demi satu mereka pada meloncat ke depan
melancarkan serangan dengan sangat gencarnya.
Ooo)*(ooO

Bab 54
TIBA-TIBA YUAN SI TOOTIANG membentak keras,
tubuhnya bagaikan kilat berkelebat ke depan menghadang di
depan tubuh Suma Han sedang Phoa Thian-cu sekalian pun
bersama-sama menerjang ke depan menahan datangnya
serangan dari Sang Su-im serta Cha Can Hong sekalian.
Cha Can Hong sekalian yang melihat serangannya tidak
mencapai sasaran buru-buru mendesak ke depan lebih lanjut
dan menyerang untuk kedua kalinya.
Siapa tahu saat itulah tubuh Suma Han buru-buru
mengundurkan dirinya ke belakang, seruling pualamnya
dilintangkan dekat bibir lalu memperdengarkan irama seruling
yang amat dahsyat itu.
Begitu suara seruling bergema memenuhi angkasa hati
setiap orang jadi tergetar keras, masing-masing orang
merasakan jantungnya berdebar-debar serasa hendak
meloncat saja dari dalam rongga tubuh.
Bukan Koan Ing sekalian saja sekalipun Yuan Si Tootiang
sekalianpun sama saja keadaannya.
Koan Ing sekalian buru-buru duduk bersila di atas tanah,
pemuda itupun tak lupa mencekal urat nadi sang Siauw-tan
erat-erat mencegah dirinya menuju ke api iblis.
Ditengah bergemanya suara irama seruling tersebut
selangkah demi selangkah Suma Han maju ke depan dalam
posisi Pat Kwa, sikapnya sangat serius sekali.
Agaknya dia sendiripun tak berani berlaku gegabah, karena
sedikit saja ia kurang hati-hati dan pecah perhatian bukannya
tidak berhasil melukai pihak lawan sebaliknya malah balik
mengenai dirinya sendiri sehingga memancing dirinya menuju
ke dalam keadaan jalan api menuju neraka.
Para jago yang hadir disana mulai mengerahkan tenaga
dalamnya untuk melawan, secara samar-samar mereka

merasa suara seruling itu mengandung nafsu membunuh yang
kuat sedikit saja mereka tidak berhati-hati maka dirinya akan
terluka oleb serangan suara seruling itu.
Suara seruling dengan merdunya berkumandang tiada
hentinya mengelilingi seluruh kalangan, saat ini para jago
benar-benar terkurung di dalam cengkeraman musuh, bukan
saja tak dapat bergerak bahkan keadaannya sangat berbahaya
sekali.
Koan Ing sendiri merasa amat cemas sekali, berbagai
pikiran berkelebat di dalam benaknya.
Sinar mata Suma Han berkelit, langkah kakinya dengan
perlahan bergeser ke arah Koan Ing sekalian.
Ia tahu bilamana suara seruling itu tak berhasil untuk
mengapa-apakan mereka dalam waktu singkat maka sebentar
kemudian Ti Siuw-su sekalian akan tidak tahan dan terluka di
bawah serangan suara seruling itu.
Makanya dengan perlahan ia bergeser ke sisi Koan Ing
sekalian untuk menggunakan kesempatan tersebut
membereskan mereka satu demi satu.
Walaupun Koan Ing sendiri tidak berani bergerak tetapi
dalam hatinya ada perhitungan, ia tahu tujuan Suma Han
mendekati ke arahnya adalah bermaksud jelek bahkan
bilamana ia turun tangan pada saat itu akan berhasil dengan
sangat mudahnya.
Tiba-tiba.... satu ingatan berkelebat di dalam benaknya.
Ketika melihat Suma Han semakin mendekati dirinya,
mendadak dengan suara yang amat berat bentaknya, “Sin
Liong Ci Khie atau naga sakti kumpulkan tenaga, jalan darah
Leng Thay Toa Hiat?”
Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar hatinya terasa
tergetar amat keras. seketika itu juga pandangannya jadi
berkunang-kunang sedang darah segar muncrat keluar dari

mulut. ujar Sang Su-im sekalian adalah jago-jago Bu-lim yang
memiliki kepandaian silat yang amat lihay, begitu Koan Ing
berseru merekapun lantas mengerti apakah maksudnya.
‘Sin Liong Ci Khie’ atau naga sakti mengumpulkan tenaga
ini merupakan pelajaran ilmu tenaga dalam tingkat teratas.
Sang Su-im yang mendengar perkataan tersebut tangan
kanannya dengan cepat diangkat dan ditekankan ke atas jalan
darah “Leng Thay Toa Hiat” pada punggung Koan Ing.
Bersamaan itu pula Cha Can Hong pun meletakkan telapak
tangannya di atas jalan darah “Leng Thay Hiat” pada
pungguug Sang Su-im.
Di dalam sekejap saja Thian Siang Thaysu. Song Ing, serta
Sin Hong Soat-nie sekalian melakukan tindakan yang sama
sehingga terbentuklah serangkaian manusia naga,
Koan Ing yang jalan darahnya kena ditekan segera merasa
badannya nyaman kembali. Sebenarnya ilmu tersebut adalah
sebuah ilmu sakti dari 'Hiat Hoo Sinkang”, walau pun lihay
tetapi banyak orang yang tidak mengetahui cara
penggunaannya,
Koan Ing sendiripun tidak mengerti apakah Kali ini bakal
mendatangkan manfaat atau tidak, tetapi dalam keadaan
kepepet terpaksa ia harus mengeluarkannya untuk dicoba,
Suma Han yang melihat tindakan para jago itu sinar
matanya berkilat, sekalipun Koan Ing sekalian telah
membentuk jadi manusia naga dia pun tidak takut.
Tubuhnya segera maju ke depan untuk sekali tepuk
menghajar mati semua orang itu, karena dia tidak ingin
mereka bertahan lebih lama lagi.
Tubuhnya selangkah demi selangkah semakin mendekati
diri Koan Ing.
Sepasang mata Koan Ing masih tetap dipejamkan rapatrapat.
mendadak ia membentak keras.

Ditengah suara bentakan Koan Ing yang amat keras tubuh
Sang Su-im sekalian bergetar keras, tak terasa lagi telapak
tangan kanan mereka masing-masing ditempelkan pada
punggung orang yang berada di depannya.
Di dalam keadaan terkejut mereka tidak mungkin untuk
menarik kembali tangannya, karena itu daripada terluka
mereka masing-masing pada menambahi lagi tenaga
dalamnya sendiri.
Kejadian aneh segera berlangsung, walau pun orang yang
berada di belakang telah menambahi tenaga dalamnya tetapi
orang yang ada di depan sama sekali tidak terluka sebaliknya
tubuh Koan Ing yang ada dipaling depan laksana anak panah
yang terlepas dari busurnya tiba-tiba meluncur ke depan.
Diantara berkelebatnya cahaya keemas-emasan tampaklah
ia sudah melancarkan serangan ke depan dengan
menggunakan jurus ‘Giok Sak Ci Hun’.
Serangan tersebut dikerahkan sangat dahsyat sekali,
dimana cahaya tajam berkelebat pedangnya dengan cepat
menghajar tubuh Suma Han.
Melihat datangnya serangan itu Suma Han jadi sangat
kaget, tangan kanannya diangkat ke atas dengan
menggunakan serulingnya ia menangkis datangnya serangan
tersebut.
Pedang dan seruling dengan cepat bentrok menjadi satu.
terdengarlah suara bentrokan yang amat nyaring dan tubuh
kedua belah pihaK masing terpental mundur ke belakang.
“Triiiing....!” seruling pualam yang ada ditangan Suma Han
berhasil dibabat putus jadi dua bagian oleh tabasan pedang
dari Koan Ing itu.
Semua orang yang hadir ditengah kalangan itu jadi amat
terperanjat, sebaliknya air muka Suma Han berubah sangat
hebat. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ilmu iblisnya

yang sangat dahsyat itu berhasil dipunahkan oleh pemuda
tersebut.
Dengan termangu-mangu dan mulut melongo memandang
potongan serulingnya yang tercecer di atas tanah, wajahnya
semakin lama semakin pucat.
Koan Ing yang menggunakan jurus ‘Sin Liong Si Swie’ atau
naga sakti menghisap air dari ilmu sakti “Hiat Hoo Sinkang”
ditambah pula dengan sebagian tenaga gabungan Sang Su-im
sekalian berhasil mengalahkan diri Suma Han, hal ini membuat
dia pun rada tertegun dan berdiri termangu-mangu.
Dengan wajah penuh kegusaran akhirnya Suma Han
memperhatikan potongan serulingnya, beberapa saat
kemudian ia mendongakkan kepalanya menyapu sekejap ke
arah semua orang.
Tiba-tiba ia membentak keras, tangan kanannya diajunkan
ke depan menyambitkan potongan serulingnya itu ke arah
Koan Ing sedang tubuhnya sendiri bagaikan kilat melarikan
diri kebawah puncak.
Koan Ing segera kebaskan pedangnya memukul jatuh
seruling itu.
“Cepat halangi dirinya!!” tiba-tiba terdengar Thian Siang
Thaysu membentak keras.
Koan Ing merasa hatinya tergetar, dia tahu bilamana Suma
Han hendak menggunakan kembali kumpulan binatang buas
untuk mengurung diri mereka maka hal itu merupakan satu
persoalan yang merepotkan sekali.
Satu ingatan berkelebat di dalam benaknya. “Kau ingin
melarikan diri kemana?” bentaknya keras.
Ditengah suara bentakan yang amat keras tubuhnya
mencelat ke atas kemudian laksana seekor burung elang
cepatnya menubruk ke depan.

Gerakan tubuh Suma Han laksana tiupan angin tanpa
menoleh lagi melarikan dirinya kebawah puncak.
Koan Ing tidak berani melepaskan dirinya sang tubuh
dengan kencangnya mengikuti terus dari belakang.
Hanya di dalam sekejap saja mereka berdua telah tiba di
atas sebuah puncak gunung yang penuh dengan tumbuhan
bambu.
Mendadak tubuh Suma Han merandek dan meloncat turun
di atas sebuah pohon bambu. Koan Ing pun menghentikan
gerakannya lalu memandang tajam ke arah si orang tua.
“Heee.... heee.... nyalimu sungguh besar. berani benar kau
orang mengejar kemari seorang diri!” seru Suma Han dengan
nada yang amat dingin.
Koan Ing segera melintangkan pedangnya di depan dada.
“Asalkan kau orang suka mengatakan tidak bakal ikut
campur di dalam persoalan kereta berdarah ini, maka aku
segera akan melepaskan dirimu.”
“Omong kosong, sekalipun aku menyanggupi, belum tentu
kau suka melepaskan diriku!” bentak si orang tua itu sambil
tertawa seram.
Sambil berkata dengan cepat tangannya menyambar
sebuah bambu lalu dengan menggunakan telapak tangan
kanannya menyajat dan mengupas untuk dibuat seruling
bambu.
Melihat kejadian tersebut Koan Ing jadi sangat terperanjat,
buru-buru bentaknya keras, “Bilamana kau tidak hentikan
gerakanmu jangan kau salahkan aku orang akan turun tangan
kejam.
Suma Han tertawa dingin tiada hentinya, jari tengah tangan
kanannya mendadak disentilkan ke depan. Segulung angin

serangan yang lembut telah melubangi seruling bambu
tersebut.
Koan Ing tak bisa berdiam diri lagi, pedang kiem-hongkiamnya
membentuk gerakan setengah lingkaran ditengah
udara, kemudian dengan disertai suara desiran tajam serta
rentetan cahaya yang menyilaukan mata mengancam tubuh
Suma Han.
Melihat dahsyatnya serangan itu Suma Han jadi bergidik,
agaknya serangan dari Koan Ing ini telah menggunakan
seluruh tenaga dalam yang dimilikinya, ia tidak mengira kalau
pemuda tersebut bisa memiliki tenaga dalam yang demikian
dahsyatnya,
Hatinya tidak berani memandang rendah datangnya
serangan pedang itu, tubuhnya dengan cepat mencelat ke
atas, lalu melancarkan satu serangan dahsyat kebawah.
Segulung angin serangan yang amat kuat dengan
dahsyatnya menggulung ke depan. Pedang serta bambu
dengan cepat bentrok menjadi satu, tubuh suma Han buruburu
mundur ke belakang,
bersamaan itu pula jari tengah serta telunjuk tangan
kanannya berkelebat melubangi kembali seruling itu.
Koan Ing mengerti bilamana seruling bambu dari Suma Han
itu telah selesai dibuat maka suatu pertempuran yang amat
sengit bakal berlangsung semakin dahsyat.
Pedangnya dengan cepat ditarik ke belakang, ditengah
suara suitan yang amat nyaring sekali lagi ia melancarkan
tusukan dahsyat ke depan.
Tampaklah cahaya keemas-emasan beterbangan
pedangnya dengan membentuk gerakan busur langsung
menutul ke arah kening Suma Han.
Suma Han mendengus dingin, seruling bambunya dibalik
menotok ke arah pergelangan tangan dari pemuda tersebut

sedangkan jari tangan kirinya kembali menyentil membuat
lubang-lubang pada serulingnya.
Sinar mata Koan Ing berkilat, pedang kiem-hong-kiamnya
didorong ke kiri menghindarkan diri dari serangan seruling itu,
kemudian diantara perputaran pergelangan tangannya gagang
pedang itu telah menghajar ke atas jalan darah “Thay Yang
Hiat” sebelah kiri dari si orang tua tersebut.
Suma Han jadi amat terperanjat, semula ia menduga
totokan serulingnya tadi akan memaksa Koan Ing untuk
berganti jurus. tetapi ia sama sekali tidak menduga kalau Koan
Ing bukannya mengubah serangan justeru menggunakan
gagang pedangnya mengancam kening.
Saat ini keadaannya sudah kepepet terpaksa tangan kirinya
menekan kebawah, seruling ditangan kanannya dilintangkan
untuk menahan datangnya serangan gagang pedang dari
Koan Ing.
Koan Ing kembali membentak keras, gagang pedangnya
diketukkan ke atas seruling bambu itu sedang sikut kanannya
bagaikan putaran roda kereta dengan kerasnya menyikut jalan
darah ‘Thay Yang Hiat’ sebelah kirinya.
Inilah jurus serangan ‘Lian Huan Sam Ci Thian-yu Khei
Riam!’
Suma Han jadi sangat terperanjat, seruling bambu ditangan
kanannya dengan cepat disambar ke depan menangkis
datangnya serangan sikut itu.
Seruling bambu itu dengan kerasnya kena tersikut hingga
terbang ketengah udara, mengambil kesempatan serulingnya
terlepas itulah Suma Han buru-buru melayang mundur ke
belakang dengan wajah penuh perasaan terkejut bercampur
gusar, ia sama sekali tidak menduga kalau dirinya bisa
menderita kalah ditangan Koan Ing....

Koan Ing meloncat ke depan, pedang kiem-hong-kiamnya
dengan membentuk serentetan cahaya pelangi dengan
kencangnya meluncur ketubuh musuhnya.
Suma Han kembaii melayang ke belakang sebenarnya ia
bermaksud untuk mematahkan sebuah ranting pohon tetapi
kecepatan serangan pedang dari pemuda itu sama sekali tidak
memberi sedikitpun kesempatan baginya, hal ini membuat si
orang tua itu jadi berkaok2 kegusaran.
Tubuh mereka berdua bersama-sama melayang turun
kebawah, baru saja Koan Ing bersiap-siap hendak
melancarkan kembali mendadak terdengarlah suara ringkikan
kuda yang amat panjang berkumandang datang.
Ia jadi melengak, ingatan kedua belum sempat berkelebat
di dalam benaknya kareta berdarah tersebut telah menerjang
datang
“Grrr.... grrr .!” ditengah ledakan yang amat keras
tampaklah di belakang kereta berdarah tersebut mengikuti
datangnya lima orang berbaju hitam.
Hati Koan Ing tergetar keras, ia sama sekali tidak
menyangka di tempat ini bisa bertemu dengan kereta
berdarah, bagaimana mungkin si sastrawan berusia
pertengahan yang merupakan majikan dari rimba Wang Yu
Liem bisa melepaskan kereta berdarah tersebut sehingga
berhasil melarikan diri?
Tanpa berpikir panjang lagi tubuhnya berkelebat ke depan,
ditengah suara suitan yang amat nyaring ia mengejar ke arah
kereta berdarah tersebut.
Ditengah suara ringkikan kuda berdarah yang amat keras
mendadak kereta berdarah berlari semakin cepat lagi, Koan
Ing yang ketinggalan setengah langkah di belakang semula
rada tertegun dibuatnya tetapi sebentar kemudian ia sudah
melanjutkan tubrukannya ke arah kereta itu.

Suma Han sendiripun rada tertegun, tetapi sebentar
kemudian dengan cepat iapun melakukan pengejaran.
Tujuh orang mengejar sebuah kereta bagaikan kilat
cepatnya berlari ke arah depan....
“Grrrrr.... grrrrr.... ”
Putaran roda kereta berbunyi memekikkan telinga
meninggalkan debu yang mengepul memenuhi angkasa, tujuh
orang jagoan berkepandaian tinggi dengan kencangnya
mengejar terus kereta tersebut dari arah belakang tanpa
tertinggal selangkahpun.
Akhirnya sampailah kereta berdarah itu di sebuah selat
gunung yang sempit, dengan kecepatan yang tinggi kereta itu
melanjutkan terjangannya lebih ke depan.
Mendadak....
Suara tertawa yang amat keras bergema memenuhi seluruh
selat tersebut, tampaklah sesosok manusia dengan gesitnya
melayang turun kebawah,
Koan Ing yang melihat munculnya Orang itu dalam hati
rada berdesir, bukankah dia adalah Thian Yang Siuw-su? Saat
ini dia orang telah digunakan oleh Wang Yu Liem hal ini
berarti pula kalau si sastrawan berusia pertengahan itupun
berada di sekitar tempat ini.
Tubuh Thian Yang Siuw-su laksana sambaran kilat
meluncur ke depan, siapa tahu kereta berdarah itu mendadak
berputar dan menerjang ke arah bukit sebelah kiri.”
Pikiran Koan Ing segera tergerak, jelas di dalam kereta
berdarah masih ada penunggangnya.
Tubuhnya tanpa berhenti melakukan pengejaran terus
sedang tubuh Thian Yang Siuw-su pun bersamaan waktunya
tiba juga disana sehingga tanpa bisa dicegah lagi antara
mereka berdua telah bertemu muka.

Ditengah suara bentakan yang amat keras Thian Yang
Siuw-su melancarkan satu pukulan dahsyat menghajar dada
Koan Ing.
Pemuda itu buru-buru angkat pedangnya menepuk,
ditengah suara dengungan yang amat keras pedang kiemhong-
kiam itu berhasil dipukul getar oleh serangan telapak itu.
Suma Han yang ada dibelakangnya sewaktu melihat
kejadian ini hatinya jadi kembali berdesir.
“Siapakah orang itu?” pikirnya diam-diam “Bagaimana
mungkin di tempat ini kedatangan lagi seorang yang memiliki
kepandaian silat demikian tinggi!”
Koan Ing setelah menerima datangnya telapak tadi kontan
balas kirim satu tendangan ke depan, tetapi serangannya
itupun berhasil dipunahkan oleh Thian Yang Siuw-su.
Dikarenakan saling serang menyerang diantara mereka
berdua itulah maka tubuh Suma Han berhasil melampaui
setengah pundak dari mereka berdua.
Thian Yang Siuw-su jadi terperanjat, ia tidak mengira kalau
di tempat ini telah kedatangan seorang musuh tangguh.
Mereka bertiga tak berani saling berbicara, masing-masing
pihak saling berusaha untuk mengejar kereta berdarah itu
terlebih dulu.
Tetapi dikarenakan persaingan diantara mereka bertiga itu
pula kereta berdarah telah berada kurang lebih tiga kaki lebih
jauh dari mereka.
Mendadak kuda2 yang menarik kereta itu meringkik dan
pada meloncat berdiri, mengambil kesempatan itu bagaikan
anak panah yang terlepas dad busurnya Suma Han meluncur
ke depan.
Thian Yang Siuw-su membentak keras, telapak kanannya
mengirim satu satu pukulan menghajar kereta berdarah itu.

“Grrrrr.... ” Kereta berdarah tersebut segera terjun ke arah
bawah tebing dengan cepatnya,
Kiranya dikanenakan sebelah depan dari tempat itu adalah
jalan buntu yang tak bisa dilalui lagi, sedangkan Thian Yang
Siuw-su takut Suma Han berhasil mendapatkan kereta itu
terlebih dulu maka ia telah mengirim satu pukulan menghajar
kereta itu jatuh kebawah lembah.
Sebenarnya Suma Han dapat menduduki kereta berdarah
tersebut, dengan kejadian ini maka dia jadi kehilangan kereta
itu.
Di dalam keadaan gusar tercampur gemas, tubuhnya
membalik ditengah udara sambil membentak keras ia
melancarkan satu pukulan menghajar tubuh Thian Yang Siuwsu.
Thian Yang Siuw-su pernah melihat kedahsyatan dari
tenaga dalam Suma Han, melihat datangnya serangan
tersebut ia tidak berani berayal tangannya pun melancarkan
satu serangan menghantam ke arah depan.
Dua gulung angin pukulan segera menumbuk menjadi satu,
ditegah suara ledakan yang keras timbullah suatu pusaran
angin yang amat keras.
Ketika tubuh mereka berdua bersama-sama melayang
turun kebawah masing-masing pada pusatkan perhatiannya ke
arah musuh, siapapun tak ada yang berani berlaku gegabah.
Tubuh Koan Ing berputar ke udara, sinar matanya dapat
melihat kalau kereta berdarah itu telah jatuh ke dalam jurang
yang dalamnya kurang lebih selaksa kaki, ia tahu kereta
tersebut pastilah akan hancur berantakan.
Tubuhnya berputar dua kali lingkaran ditengah udara lalu
meluncur ke atas dinding bukit.
Suma Han serta Thian Yang Siuw-su sehabis saling
bertukar satu pukulan di dalam hati masing-masing telah

mempunyai perbitungan sendiri2, walaupun kini melihat Koan
Ing meninggalkan tempat itu tetapi tak seorangpun yang
berani bergerak.
Tubuh Koan Ing dengan gesitnya meloncat diantara dinding
gunung kedua belah sisi tubuhnya laksana sebuah kelereng
meloncat dan memantul menuju kebawah jurang.
Menanti tubuhnya mencapai dasar jurang maka terlihatlah
kereta berdarah itu sudah hancur dan berserakan di atas
tanah, kuda2 berwarna darah pun kini sudah menggeletak
ditengah ceceran darah, disisinya menggeletak pula sesosok
tubuh orang tua.
Ketika Koan Ing dapat melihat orang itu hatinya jadi kaget
sehingga hampir-hampir saja meloncat ke atas, bukankah
orang tua itu adalah Ciu Tong, Toocu dari pulau Ciat Ih To
dilautan Timur?
Setelah tertegun beberapa saat lamanya ia baru maju ke
depan dan berjongkok membimbing bangun tubuh orang tua
itu.
Dengan amat pajah Ciu Tong membuka matanya dan
memandang ke arah Koan Ing beberapa saat lamanya.
“Bukankah kau adalah Koan Ing?” tanyanya.
Dengan perlahan pemuda itu mengangguk “Aku memang
Koan Ing adanya!”
“Kedatanganmu sungguh bagus sekali, saat ini kereta
berdarah akan menjadi milikku untuk selamanya,” kata Ciu
Tong dengan ngotot sekali, Walaupun begitu satu senyuman
masih tetap menghiasi bibirnya.
Koan Ing merasa hatinya bergidik, setelah dilihatnya tubuh
si orang tua itu berada dalam keadaan pajah dan bermandikan
darah maka dalam hati pemuda itu merasa bilamana Ciu Tong
tak tertOlong lagi.

“Hei.... , tentunya dia berhasil mencuri kereta berdarah itu
dari tangan si sastrawan berusia pertengahan itu, tidak
disangka akhirnya ia malah memperoleh akibat yang demikian
ngerinya!” diam-diam pikirnya dihati.
Ia mulai merasa kalau orang tua yang ada di hadapannya
adalah seorang tua yang patut dikasihani.
“Empek Ciu, perkataanmu sedikitpun tak salah!” sahutnya
tanpa terasa.
Ciu Tong tertawa kering, dengan paksakan diri ia
melanjutkan kembali kata-katanya.
“Aaa.... aku.... aku sudah.... ada.... du.... duuuuu.... dua
puluh tahun lamanya.... selalu.... mee.... meee.... memikirkan
keeee. kereta berda.... darah.... mulai ini haa . hari.... mulai
ini haa.... hari.... kereta be.... berdarah ada.... dalah mii....
milikku....!”
Berbicara sampai disitu, kepalanya tiba-tiba rubuh ke
samping dan putuslah napasnya.
Melihat si orang tua itu telah mati Koan Ing merasa hatinya
amat sedih sekali, perduli Ciu Tong jahat atau baik ia masih
mempunyai nama besar diantara empat manusia aneh, tidak
disangka dikarenakan kereta berdarah mereka ayah beranak
harus menemui akhir yang begitu mengenaskan, hal ini benarbenar
amat mengharukan.
Kini Ciu Tong sudah mati dengan amat mengerikan, sedang
sesaat menjelang kematianya ia masih belum juga melupakan
kereta berdarah.... tidak aneh kalau Jien Wong
memerintahkan dirinya untuk memusnahkan kereta tersebut,
tidak nyana kalau kereta berdarah ini benar-benar
mendatangkan mala petaka saja!
Selagi pikirannya sedang berputar keras di tengah suara
sambaran angin yang keras, tampaklah dua sosok bayangan
manusia melayang turun ke atas permukaan tanah.

Buru-buru Koan Ing meletakkan mayat dari Ciu Tong ke
atas tanah dan ia sendiri menyingkir kesamping, sekali
pandang saja pemuda itu dapat melihat kalau yang datang
bukan lain adalah Thian Yang Siuw-su serta Suma Han.
Baru saja tubuh Koan Ing mundur ke belakang, mendadak
Thian Yang Siuw-su berkelebat menubruk ke arah kereta
berdarah yang telah hancur berantakan itu.
Sinar mata Koan Ing berkelebat, hatinya merasa
terperanjat karena di tempat itupun sinar matanya telah
menemukan segulung kertas yang terguling keluar dari
hancuran kereta berdarah tersebut.
Rahasia dari kereta berdarah ini jarang sekali ada orang
yang mengetahui, kiranya rahasia tersebut berada di dalam
gulungan kertas itu. hanya tidak tahu kertas itu semula
disembunyikan dimana?
Mungkin bilamana kereta ini tidak hancur. kertas itupun
tidak mungkin bisa muncul.
Sewaktu pemuda itu lagi berdiri termangu-mangu itulah
tangan kanan dari Thian Yang Siuw-su telah berhasil mencekal
ujung sebelah atas dari gulungan kertas itu.
Ia segera membentak keras pedang kiem-hong-kiamnya
langsung menghajar pergelangan tangan dari Thian Yang
Siuw-su.
Thian Yang Siuw-su mendengus dingin, tangan kirinya
diangkat langsung menyerang ke arah tangan kanannya, dua
jari tangannya dengan kecepatan yang tertinggi menotok ke
atas tubuh pedang kiem-hong-kiam tersebut.
Suma Han yang selama ini berdiri di samping sesudah
melihat kejadian ini sudah tentu tidak mau ambil diam,
ditengah suara bentakan yang amat keras kelima jari
tangannya dengan dahsyat mencengkeram ke arah punggung
Thian Yang Siuw-su.

Thian Yang Siauw Su merasa terperanjat, di bawah
serangan gabungan dari dua orang jagoan berkepandaian
tinggi ini memaksa ia mau tak mau harus meloncat ketengah
udara.
“sreeeet....!” ditengah sambaran setentetan cahaya
keemas-emasan setengah gulungan kertas tersebut berhasil
dibabat putus oleh pedang kiem-hong-kiam dan tersebar ke
atas lembah.
Dengan cepat Koan Ing menyambar separuh bagian
gulungan kertas itu sedang sebagian gulungan itupun berhasil
didapatkan oleh Suma Han.
Waktu itu Koan Ing tidak sempat memperhatikan lagi
lukisan di dalam gulungan kertas itu, ia segera
memasukkannya ke dalam saku.
Dengan perlahan Thian Yang Siuw-su mencabut keluar
pedangnya. sambil dilintangkan di depan dada sinar matanya
yang tajam memperhatikan terus ke arah musuh-musuhnya.
“Bilamana kalian berdua tidak suka menyerahkan ilmu silat
aliran Hiat Hoa Pay itu janganlah harap bisa loloskan diri dari
sini!” tiba-tiba terdengar suara seseorang bergema datang
dengan dinginnya.
Koan Ing hanya terasa hatinya tergetar keras dan segera
menoleh ke belakang.
Tampaklah dari sisi sebelah kiri muncul seseorang yang
bukan lain adalah Majikan dari rimba Wang Yu Liem, si
sastrawan berusia pertengahan itu dengan membawa delapan
orang lelaki berbaju hitam.
Ia merasa sangat terkejut sinar matanya menyapu sekejap
ke sekeliling tempat itu.
Suma Han yang melihat kejadian itupun merasa amat
terperanjat sekali, dia tahu kepandaian silat yang dimiliki
Thian Yang Siuw-su tidak berada di bawah dirinya apalagi

dengan munculnya orang tersebut berserta kedelapan orang
berbaju hitamnya, kepandaian silatnya tentu tidak rendah.
Hal ini berarti pula kalau kedudukannya pada saat ini
benar-benar sangat berbahaya sekali.
Si sastrawan berusia pertengahan itu memandang sekejap
ke arah Suma Han lalu sambil tertawa tanyanya; “Entah
siapakah nama besar dari Loo sian seng ini?”
“Loohu adalah Giok Yan Coen'' sahutnya kemudian sambil
mendengus sedang tangannya mematahkan sebatang pohon
bambu.
Sehabis berkata tangannya mulai menyambar mematahkan
ranting pada bambu tersebut.
Si sastrawan berusia pertengahan itu agak terkejut sewaktu
disebutkan nama itu tetapi sebentar kemudian ia sudah
tertawa kembali.
“Selamat bertemu, selamat bertemu? cayhe adalah majikan
Rmba Wang Yu Liem tentunya Suma Han thayhiap pernah
mendengarnya bukan!”
Dalam hati Suma Han pun merasa rada berdesir, ia sama
sekali tidak menyangka Kalau orang yang ada di hadapannya
pada saat ini adalah majikan dari Rimba Wang Yu Liem, salah
satu dari tiga tempat terlarang di dalam Bu-lim, sekali
pandang saja ia sudah tahu bilamana orang ini sangat
berbahaya dan banyak akal.
Bambu yang ada ditangannya dengan cepatnya dibabat,
disajat. membentuk sebuah seruling bambu.
“Ooow.... selamat bertemu, selamat bertemu!” sahutnya
sambil bekerja tanpa berhenti. Koan Ing yang melihat Suma
Han kembali membuat sebuah seruling hatinya merasa sangat
terperanjat, tetapi keadaannya pada saat ini juga amat
berbahaya maka itu ia merasa tidak ada perlunya untuk
memberi peringatan kepada si sastrawan berusia pertengahan

itu, maka itu mulutnya tetap bungkam sedang hatinya secara
diam-diam mulai mencari akal untuk meloloskan diri dari sana.
Sinar mata si sastrawan berusia pertengahan itu berkilat, ia
yang melihat Suma Han menyajat bambu dalam hati lantas
mengira si orang tua itu lagi memamerkan ilmu silatnya,
karenanya tak terasa lagi ia sudah tertawa, “Perbuatan dari
Suma thayhiap selama hidupnya selalu jujur dan halus, tetapi
tak sejujur dan sehalus tindakan dari kami orang-orang Rimba
Wang Yu Liem, coba kau lihat Thian Yang Siuw-su itupun kini
telah menggabungkan diri dengan Rimba Wang Yu Liem
kami!”
Sekali lagi Suma Han merasa hatinya tergetar keras, nama
besar dari Thian Yang Siuw-su pernah dia orang
mendengarnya, tidak disangka ini hari ia telah digunakan oleh
orang lain, hal ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang
sangat aneh.
Walaupun ia mengerti saat ini keadaannya sangat
berbahaya tetapi karena merasa ilmu suara iblis “Si Hun Mo
Ing”nya tanpa tandingannya maka hatinya sediKitpun tidak
gentar.
Jang terpenting baginya pada saat ini adalah. berusaha
untuk merebut waktu, jarinya dengan dahsyat disentilkan ke
atas bambu dan jadilah sebuah seruling yang amat indah.
Tiba-tiba si sastrawan berusia pertengahan itu menjerit
kaget, hatinya terasa berdesir karena saat itulah ia baru
teringat bilamana si orang tua itu pandai menjinakkan
binatang dengan mengandalkan serulingnya.
“Cepat rebut seruling bambu itu!” bentaknya keras.
Pedang panjang Thian Yang Siuw-su berkelebat dengan
cepat, ganas dan telengas ia langsung menusuk tenggorokan
Suma Han.

Saat ini Suma Han tinggal melubangi sebuah lubang lagi
maka jadilah seruling itu, kini melihat maksud hatinya
terhalang, hatinya jadi mendongkol bercampur gusar,
ditengah suara bentakan yang amat keras seruling bambu itu
dengan disertai suara desiran yang amat tajam menotok ke
atas alis Thian Yang Siuw-su.
Sinar mata Koan tag berkil»i, fiba2 tubuh nya meloncat ke
atas, ia berkelebat menuja ke arah lembah gunung sebelah
belakang,
“Cepat halangi Koan Ing!” bentak si sastrawan berusia
pertengahan itu cepat2,
Tiga orang berbaju hitam segera meloncat ketengah udara
dan langsung mengejar diri pemuda itu.
Gerakan Koan Ing cepat laksana sambaran kilat berlari
menuju keluar selat, Suma Han yang melihat kejadian tersebut
hatinya terasa amat berdesir, pikirnya:
“Aku tidak boleh berada disini seorang diri untuk
menghantarkan kematian!”
Dengan gesitnya ia menghindarkan diri dari serangan
Thian-yuan Siuw-su lalu tubuhnya mencelat dan bersalto
ditengah udara untuk kemudian mengejar ke arah Koan Ing.
Thian Yang Siuw-su sewaktu melihat musuhnya melarikan
diri, tubuhnya pun ikut berkelebat ke depan melakukan
pengejaran.
Dengan demikian mereka berdua satu di depan yang lain di
belakang bersama-sama mengejar Koan Ing dengan
kencangnya,
Pikiran Koan Ing dengan cepat berputar. bilamana demikian
terus keadaannya ia tidak bakal bisa meloloskan dirinya
apalagi Suma Han tidak suka melepaskan dirinya terus
menerus, ia harus mencari satu akal untuk menghindari
mereka.

Tubuhnya laksana sambaran kilat berkelebat ke depan,
hanya di dalam sekejap mata dia telah keluar dari selat
tersebut.
Tiba-tiba tampaklah sesosok bayangan tubuh manusia
berkelebat datang. segulung angin serangan jari dengan
dahsyatnya meluncur menghantam tubuh Suma Han,
Suma Han dengan gesitnya berkelit, melihat serangannya
tidak mencapai pada sasaran bayangan itupun segera
berkelebat kesamping.
Kiranya orang itu bukan lain adalah sijari sakti Sang Su-im
adanya.
Tubuh Koan Ing baru saja berdiri tegak dari balik hutan
kembali muncul seseorang yang bukan lain adalah Sang
Siauw-tan.
Kiranya Sang Su-im serta Sang Siauw-tan merasa tidak lega
hatinya karena kepergian Koan Ing, karena itu mereka segera
menyusul tidak disangka di tempat itu mereka telah berjumpa.
“Kau baik-baik bukan?” tanya sijari sakti itu kepada sang
pemuda.
“Terima kasih atas perhatian empek Sang, aku tidak ada
urusan sama majikan dari Rimba Wang Yu Liem kembali telah
munculkan dirinya sedang empek Ciu sudah mati karena
kereta berdarah yang ditumpanginya terjatuh ke dalam
jurang!”
Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im jadi sangat
terperanjat.
“Ooow.... begitu?”
Ia sama sekali tidak menyangka kalau Ciu Tong telah mati,
walaupun dirinya dengan Ciu Tong rada tidak cocok tetapi
bagaimanapun juga mereka adalah jago-jago yang
mengangkat nama bersama-sama.

Dengan kematian dari Ciu Tong ini benar-benar satu
pukulan yang amat berat bagi hatinya.
Saat itu Suma Han telah berhasil membuat satu lubang
lagi, tetapi kini Sang Su-im telah munculkan dirinya. Ia takut
ilmu suara iblis “Si Hun Mo Ing” tersebut tak manjur untuk
digunakan terhadap Koan Ing karena tempo hari ilmunya
inipun telah berhasil dipunahkan oleh pemuda tersebut
dengan menggunakan ilmu saktinya.
Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah
dua orang itu, hatinya benar-benar merasa ragu-ragu.
Sang Siauw-tan dengan perlahan berjalan kesisi Koan Ing,
mereka berdua tak ada yang mengucapkan sepatah katapun.
Ketiga orang berbaju hitam itupun saat ini sudah berdiri di
belakang tubuh Thian Yang Siuw-su, mereka bersama-sama
memperhatikan Koan Ing tajam-tajam.
Beberapa saat kemudian tampaklah lima orang berbaju
hitam dengan menggendong si sastrawan berusia
pertengahan itupun tiba disana.
Begitu si sastrawan tersebut munculkan dirinya ditengah
kalangan sambil tertawa dingin ia segera berseru:
“Beginipun sangat bagus sekali, urusan boleh kita
selesaikan disini!”
Sinar mata Suma Han berkilat. seruling bambunya tiba-tiba
ditempelkan pada ujung bibirnya. Begitu suara seruling
tersebut bergema memenuhi angkasa Koan Ing segera
merasakan hatinya tergetar amat keras, tangannya dengan
cepat menggenggam tangan Sang Siauw-tan sedang sepasang
matanya memperhatikan Suma Han tajam-tajam.
Kini si orang tua itu kembali memperdengarkan suara iblis
“Si Hun Mo Ing”nya, maka itu ia harus berusaha mencari
kesempatan untuk turun tangan dahsyat terhadap dirinya.

Sang Su-im sendiri pun merasa sangat terperanjat, tidak
menanti Koan Ing buka suara telapak tangan kanannya telah
ditempelkan ke atas jalan darah “Leng Thay Hiat” pada
punggungnya.
Thian Yang Siuwsu yang ada diSudut lain Pun buru-buru
mencekal tangan si sastrawan berusia pertengahan itu,
sisanya delapan orang lelaki berbaju hitam telah kena
dikuasai. saat ini mereka menggeletak tak bisa berkutik.
Hal itu terjadi diluar dugaan mereka, sudah tentu membuat
Thian Yang Siuwsu merasa amat gusar sekali, dengan mata
melotot ia memperhatikan diri Suma Han.
Dengan langkah PatKwanya, Suma Han mulai
memperhatikan diri Koan Ing, dalam hatinya ia bermaksud
untuk sekali hantam membinasakan pemuda tersebut tetapi
ketika melihat Sang Su-im telah menempelkan telapak
tangannya pada punggung pemuda itu, hatinya jadi berdesir.
Buru-buru ia mengundurkan dirinya kembali ke tempat
semula, Sinar matanya berkilat, ia bermaksud pula untuk
membinasakan Thian Yang Siuwsu l bih dahulu, tetapi hatinya
merasa tidak tenteram.
Setelah berpikir beberapa saat lamanya terakhir ia
mengundurkan dirinya dan naik ke atas sebuah puncak
gunung.
Koan Ing yang melihat Suma Han naik ke atas puncak
hatinya jadi amat terperanjat di dalam benaknya segera
teringat akan sesuatu peristiwa!
Dengan langkah yang amat perlahan Suma Han naik ke
atas puncak tebing itu, tiba-tiba irama seruling berubah.
Ditengah suara irama seruling laksana retaknya batu serta
mengamuknya ombak ditengah samudra terlihatlah dua ekor
macan dengan ganas dan dahsyatnya menubruk ke arah
Thian Yang Siuw-su.

Ooo)*(ooO
Bab 55
THIAN YANG SIUW-SU mengerutkan dahi, sepasang
telapak tangannya segera dipentangkan kesamping, ditengah
suara desiran yang tajam macan buas tersebut berhasil
dibinasakan olehnya.
Tubuhnya dengan cepat menubruk ke arah tebing tersebut,
mendadak seekor ular aneh berbintik2 menyusup keluar
antara rerumputan dan langsung menyambar tubuh Thian
Yang Siuw-su, bersamaan itu pula dari empat penjuru
terdengarlah suara auman harimau serta jeritan kera yang
membelah bumi.
Pikiran Koan Ing dengan cepat bergerak, ia tahu bilamana
kumpulan binatang2 buas itu berhasil dikumpulkan disana
maka sulit sekali baginya untuk meloloskan diri.
Tubuhnyapun ikut meloncat ke atas dan menubruk ke arah
tebing gunung tersebut. Kawanan ular menyambar silih
berganti di atas tebing gunung itu, pedang panjang Koan Ing
berkelebat tiada hentinya kesana kemari menghalau
datangnya sambaran tersebut.
Sang Su-im sambil menarik tangan Sang Siuw Tan pun ikut
mengejar dari belakang.
“Jangan lepaskan orang itu!” teriak si sastrawan berusia
pertengahan dengan suara yang amat keras.
Ketika Koan Ing tiba di atas puncak tebing tersebut Suma
Han sejak semula telah meninggalkan tempat itu.
Karena tubrukan harimau serta sambaran ular inilah
gerakan mereka jadi sangat terlambat! Sambil melancarkan
sentilan2 jari, Sang Su-im berhasil menyusul ke atas puncak
tebing itu, kepada Koan Ing segera berkata:

“Kita tidak bakal berhasil menyandak dirinya, mari kita
mencari dulu tempat untuK menghindar!”
Koan Ing pun merasa perkataan tersebut sedikitpun tidak
salah, ia tak memaksa lagi walaupun hatinya terasa sangat
cemas,
Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap di
sekeliling tempat itu, tiba-tiba diantara bergeraknya kawanan
binatang ia menemukan segerombolan manusia bergerak
mendekat....
Beberapa saat kemudian ia baru bisa melihat jelas kalau
orang-orang itu bukan lain adalah Song Ing serta Thian Siang
Thaysu sekalian
Melihat kejadian tersebut Koan Ing jadi sangat girang,
sedangkan Sang Su-im merasa hatinya sedikit ada diluar
dugaan.
Sebetulnya Thian Siang Thaysu sekalian tertinggal di atas
puncak untuk mengawasi Yuan Si Tootiang sekalian,
bagaimana mungkin mereka bisa tiba disini?
Tentunya Yuan Si Tootiang sekalian berhasil melarikan diri
dengan pinjam kesempatan waktu suasana amat kacau.
Mereka bertiga bersama-sama berlari untuk
menggabungkan diri dengan Thian Siang thay su sekalian,
kemudian bersama-sama berangkat menuju kesebuah puncak
gunung disebelah kanan.
Puncak guouog itu sangat tinggi sekali sehingga menembus
awan, menanti semua orang telah tiba di atas puncak hatinya
baru terasa lega, karena di atas puncak gunung yang
demikian tingginya ini binatang buas tak mungkin bisa
mencapainya.
“Heeei.... tidak disangka ini hari kembali kita orang
terkurung di dalam kurungan binatang buas! Entah harus
menggunakan cara apa kita baru bisa terbebas?”

Sang Su-im yang membimbing tubuh Sang Siauw-tan tetap
membungkam, sinar matanya memandang ke tempat
kejauhan.
Cha Can Hong pun menghela napas panjang. “Tempo hari
kita semua orang adalah jago-jago Bu-lim yang dihormati oleh
setiap orang tidak disangka ini hari bisa terjatuh jadi
sedemikian rupa.... tiga manusia genah empat manusia aneh
telah mendapatkan malu yang benar-benar memilukan!”
“Ciu heng telah mati!” kata Sang Su-im tiba-tiba dengan
suara yang amat tawar.
Tubuh Cha Can Hong kelihatan tergetar keras, ia
membungkam dalam seribu bahasa.
Kematian dari Ciu Tong boleh dikata merupakan satu
pukulan yang keras terhadap dirinya, karena kematian salah
satu anggotanya berarti pula nama besar empat manusia aneh
jadi tersapu.
Kepalanya dengan perlahan ditundukan rendah-rendah,
lama sekali dia termenung.
Semua jago yang hadir di dalam kalangan pada saat ini
pada tahu bagaimana tingginya kepandaian silat yang dimiliki,
ditambah pula ilmu obat-obatan yang amat lihay sungguh
merupakan suatu keajaiban alam.... Tidak disangka sioiang
tua itu kini telah mati!
Thian Yang Thaysu merangkap tangannya memuji
keagungan Buddha, mendadak ia merasa dirinya telah
mempermainkan nyawanya sendiri, bukan begitu saja bahkan
iapun telah menggunakan nyawa dari anak murid Siauw-limpay
guna merebutkan sebuah kereta berdarah yang tidak
diketahui apakah kegunaannya
hal ini benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang
sangat bodoh.

Hatinya mulai merasa menyesal, kecewa karena
perbuatannya yang sangat tolol itu!
SesOsok bayangan hijau dengan amat ringannya melayang
datang, Koan Ing putar badan sambil melancarkan tiga
serangan berantai.
Ditengah suara tertawa panjang yang amat keras orang itu
segera balas melancarkan lima pukulan dahsyat.
Ditengah suara dengungan pedang kiem-hong-kiam orang
itu dengan ringannya melayang kepinggiran puncak.
Orang itu ternyata adalah Thian Yang Siuwsu.
Tidak selang beberapa saat kemudian muncul delapan
orang lelaki berbaju hitam yang segera meletakkan si
sastrawan berusia pertengahan tersebut ke atas tanah.
Melihat munculnya Orang itu Thian Siang Thaysu sekalian
segera bersiap-siap untuk melancarkan serangan, mereka
bermaksud untuk mengadu kekuatan dengan orang-orang
Rimba Wang Yu Liem.
Kawanan ular telah mencapai ke atas puncak tebing, Sang
Su-im sambil putar badan melancarkan satu serangan jari
untuk menghajar hancur seekor ular raksasa sebesar kepala!
Suara auman binatang buas bergema memenuhi empat
penjuru, suasana semakin menegang.
“Haaa.... haaa.... saat ini bukanlah saat buat kita untuk
saling bermusuhan,” kata si sastrawan berusia pertengahan itu
sambil tertawa. “Buat apa kalian mau saling bunuh
membunuh?”
“Kalau begitu bagus sekali,” sahut Koan Ing dengan tawar.
“Kau serahkan dulu separuh dari gulungan kertas yang
diperoleh dari kereta berdarah, setelah itu kami akan memberi
separuh tempat di atas puncak ini buat kalian berlindung,
Kalau tidak! Lebih baik kalian cepat menyingkir dari sini!”

“Haaa.... haaa.... Koan Ing, jangan kau kira kita benarbenar
takut kepadamu!” teriak si sastrawan itu dengan
tertawa terbahak-bahak, “Sebetulnya kau harus tahu kalau
kekuatan diantara kita berdua adalah seimbang, sikapmu
janganlah terlalu sombong!”
“Hmmm! mau atau tidak itu terserah dirimu, bilamana kau
tidak rela, heee.... hee.... boleh coba-coba saja.”
Waktu itu kedelapan orang berbaju hitam itu sudah putar
badannya untuk menghadapi serangan dari kawanan ular
sedang dipihak Koan Ing, Song Ing, serta Sin Hong Soat-nie
masing-masing dengan menggunakan sebilah pedang
menyapu serangan dari kawanan ular tersebut hal ini jelas
kelihatan kalau kekuatan dari pemuda tersebut jauh melebihi
kekuatan lawannya.
“Baik!” sahut si sastrawan berusia pertengahan itu
kemudian setelah berpikir sebentar. “Mati hidup kita masingmasing
belum bisa diketahui biarlah aku mengalah satu kali
buat kalian.”
Sehabis berkata tangannya diangkat. Thian Yang Siuw-su
yang ada disampingnya dengan cepat mengambil keluar
gulungan kertas itu kemudian diserahkan kepada Koan Ing.
Pemuda itu dengan cepat menerimanya, ketika sinar
matanya berputar terasalah pandangan semua orang ditengah
kalangan itu sedang memperhatikan gulungan kertas
ditangannya.
Tetapi ia tidak mengambil gubris, dari sakunya iapun
mengambil keluar seperampat bagiannya.
Rasa ingin tahu mulai menyelimuti hati setiap orang
walaupun mereka tidak bermaksud untuk merebut tetapi
terhadap rahasia ilmu silat aliran Hiat-ho-pay ini mereka sangit
mengharapkan bisa mengetahuinya.

Dengan menggunakan tangan kanannya Koan Ing
melemparkan gulungan kertas itu ketengah udara, bersamaan
itu pula pedang kiem-hong-kiamnya dicabut keluar dari dalam
sarungnya.
Diantara berkelebatnya serentetan cahaya keemas-emasan
gulungan kertas tersebut telah tersajat hancur berantakan dan
tersebar keempat penjuru oleh tiupan angin gunung yang
amat kencang.
Melihat kejadian itu hati semua orang merasa kecewa,
mereka menyesal sebelum melihat apakah rahasia yang
termuat di dalam gulungan kertas itu, benda tersebut keburu
sudah dihancurkan oleh Koan Ing.
Si sastrawan berusia pertengahan itupun tak menyangka
kalau Koan Ing bisa menghancurkan gulungan kertas itu tanpa
melihat sekejappun isinya, hal ini benar-benar merupakan
suatu peristiwa yang berada diluar dugaannya.
Rasa menyesal mulai menyelimuti hati kecilnya, dia
menyesal kenapa tadi tidak menggunakan gulungan kertas
palsu untuk menipu pemuda tersebut.
Suara seruling dengan perlahan mulai merendah, kawanan
ular yang menyerangpun mulai mengundurkan diri, walaupun
begitu suara aumun macan serta pekikan binatang buas masih
berlangsung tiada hentinya di sekeliling tempat itu.
Dalam hati mereka mengerti kalau dalam pada saat ini
dirinya telah terkepung di atas puncak tersebut.
Sihar mata si sastrawan berusia pertengahan itu dengan
perlahan menyapu sekejap ke seluruh kalangan, kemudian
ujarnya, “Dengan hadirnya jagoan Bu-lim yang sedemikian
banyaknya, ada seharusnya mencari sesuatu cara untuk
meloloskan diri!”
“Hmm! Diantara kita bagaikan air sungai yang tidak
mengganggu air sumur, kalian tak diperkenankan melewati

garis ini! Kalau tidak kami akan turun tangan tanpa sungkansungkan”
seru Song In tiba-tiba sambil membuat satu garis di
atas permukaan tanah.
Si sastrawan berusia pertengahan itu agak melengak, ia
sama sekali tidak menduga kalau Song Ing bisa bertindak
tanpa sungkan-sungkan terhadap dirinya, untuk beberapa saat
saking mendongkolnya ia tertawa dingin tak henti-hentinya
kemudian melengos memandang ke arah kejauhan.
Lama sekali suasana berubah jadi hening.
“Sang-heng!” tiba-tiba Cha Can Hong memecahkan
kesunyian, “Siauwte ada urusan yang hendak dirundingkan,
entah sudikah kiranya Sang-heng untuk mengabulkan?”
Sang Su-im rada melengak ia sama sekali tidak menduga
Cha Can Hong bisa berkata demikian.
Selama ini hubungannya dengan si dewa telapak dari gurun
pasir ini sangat intim sekali apalagi diantara empat manusia
aneh tinggal mereka berdua saja hal ini sudah tentu membuat
hubungan mereka semakin rapat....
Selama ini Cha Can Hong bersifat tinggi hati, bagaimana
mungkin ini hari bisa berkata begitu? urusan apa yang hendak
diajak berunding?
“Kalau ada urusan silahkan Cha Loo-te bicarakan, asalkan
aku orang she Sang bisa melaksanakannya tentu akan
kerjakan dengan sepenuh tenaga, buat apa kau orang bicara
lambat-lambat?” tegurnya sambil tertawa.
“Heee.... soal ini mengenai puteriku yang paling kecil ini.”
Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im jadi tersadar
kembali, sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas
wajah Cha Ing Ing.

Saat ini gadis cilik itu telah menundukkan kepalanya
rendah-rendah, wajahnya amat mengenaskan sekali seperti ia
mau menangis tapi tak dapat melelehkan air mata.
Koan Ing sendiripun jadi melengak, dia sama sekali tidak
menduga Cha Can Hong bisa mengungkit persoalan tersebut
dihadapan orang banyak. untuk beberapa saat lamanya
pemuda itu jadi kebingungan dan memandang ke arah Song
Ing dengan pandangan melongo.
Perlahan-lahan Sang Siauw-tan maju mendekati diri Cha
Ing Ing lalu mencekal tangannya erat-erat.
“Haaaaa.... haaaaa.... Cha Loo-te! sudah tentu di dalam
urusan ini aku tak ada perkataan lain lagi,” kata Sang Su-im
sambil tertawa terbahak-bahak, “Kong Boen Yu adalah kawan
karibku tempo hari, bilamana kau ada urusan kenapa tidak
dibicarakan langsung dengan nona Song saja?”
Song Ing memandang sekejap ke arah Koan Ing, kemudian
tersenyum “Urusan ini bilamana dibicarakan pulang pergi
akhirnya ya sama saja karena merupakan satu lingkaran
setan, kenapa tidak ditanyakan saja kepada orangnya sendiri,
asalkan dia setuju maka urusan kan bisa selesai dengan
sendirinya. buat apa ditanyakan lagi kepada kami?”
“Heeeei.... putriku yang terkecil ini sudah aku manja sejak
kecil.” seru si dewa telapak sambil menghela napas panjang.
Kini ia telah menginjak dewasa, bilamana dalam keadaan
aman aku tidak bakal akan membicarakannya tetapi keadaan
kita sangat berbahaya sekali karena itu aku terpaksa harus
menyelesaikan urusan tersebut ini hari juga!”
Cha Ing Ing yang mendenear perkataan tersebut segera
tundukkan kepalanya menangis tersedu-sedu, agaknya ia
merasa amat bersedih hati.
Sementara jago yang melihat kejadian itupun merasa
hatinya ikut sedih, dengan nama besar dari Cha Can Hong di
dalam Bu-lim tidak disangka karena urusan puterinya tidak

memperduli lagi kedudukkannya, hal ini benar-benar sangat
mengharukan.
Koan Ing sendiri juga dibuat kebingungan setelah
mendengar perkataan dari Cha Can Hong tersebut tak
mungkin baginya untuk menampik lagi, tetapi iapun tak berani
menyanggupi.
Saking bingungnya tanpa terasa sinar matanya sudah
dialihkan ke atas wajah Song Ing.
Song Ing memandang sekejap ke arah Koan Ing kemudian
tersenyum.
“Jika dihitung aku adalah subonya, dengan beranikan diri
biarlah aku mewakili dirinya untuk menyanggupi urusan ini!”
Koan Ing jadi melengak, ia sama sekali tak menyangka
kalau Song Ing bisa mewakili dirinya untuk menyanggupi
urusan tersebut mulutnya jadi melongo-longo dan selama
beberapa saat lamanya tak dapat mengucapkan sepatah
katapun,
“Tetapi ia sudah ada ikatan terlebih dulu dengan nona
Sang, aku takut hal ini rada sedikit menyiksa nona Cha,”
sambung Sang Ing lagi sambil tertawa.
Kini ganti Sang Siauw-tan yang tertegun, diapun tidak
menduga kalau Song Ing bisa berkata begitu.
Kontan saja wajahnya berubah menjadi merah padam,
saking malunya ia menundukkan kepalanya rendah-rendah
sedang dalam hati merasa kheki bercampur girang.
Cha Can Hong yang melihat Song Ing telah menyanggupi,
hatinya jadi sangat girang.
“Haaa.... haa.... nona Song, terima kasih, terima kasih”
teriaknya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Ing-jie!” tegur Song Ing kemudian terhadap Koan Ing.
“Haruslah kau ketahui perbuatan seorang lelaki sejati harus

ditanggung sendiri resikonya, urusan terhadap nona Cha pun
terjadi karena dirimu apalagi kaupun sudah menyajangi dirinya
terlampau batas, kini kau tidak bisa menampik lagi. Ajoh cepat
memberi hormat buat kedua orang Gak-hu Thayjien!”
Koan Ing rada tertegun, urusan inipun terjadi karena tempo
hari ia berusaha untuk menghindari Sang Siauw-tan.
sebenarnya dalam hati pemuda itu tidak mencintai Cha Ing
Ing, hanya saja dikarenakan keadaan memaksa mau tak mau
ia harus menerimanya juga,
Apalagi urusan ini sudah jadi begitu, mati hiduppun masih
belum diketahui, karenanya tanpa terasa tubuhnya sudah
menjatuhkan diri berlutut.
“Haaaaa.... haaaa.... Hian-say tidak usah banyak adat....
Hian say tidak usah banyak adat” seru Sang Su-im serta Cha
Chan Hong berbareng.
Sang Siauw-tan dan Cha Ing Ing buru-buru putar badan
untuk melengos, walaupun kedua orang gadis itu bersikap
terbuka dan lapang dada tetapi di dalam keadaan seperti ini
mau tak mau mereka dibuat jengah juga.
Dengan kejadian ini maka suasana tegang-segera tersapu
bersih diganti dengan suasana yang penuh dengan
kegembiraan.
Hati semua jago terasa lebih kendor dan nyaman.
Jilid 23
“SONG SICU!” tiba-tiba Sin Hong Soat-nie angkat bicara
pula dengan suaranya yang kalem. “Loo-niepun dengan
memberanikan diri hendak bertindak sebagai mak comblang
buat muridku, muridku Cing It justru turun gunung
dikarenakan Kuan Ing. maka itu saat ini juga aku perintahkan

dia orang untuk lepaskan jubah nikouw dan kembali jadi rakjat
biasa untuk kawin dengan Koan Ing!”
Begitu perkataan dari Sin Hong Soat-nie diucapkan keluar,
suasana di seluruh puncak jadi gempar. mereka semua pada
termangu-mangu dibuatnya....
Para jago tidak menyangka kalau Sin Hong Soat-nie bisa
bertindak begitu, hal ini benar-benar berada diluar dugaan
mereka.
Song Ing sendiripun jadi melengak dibuatnya. ia
memandang sekejap ke arah Koan Ing.
Belum sempat perempuan ini mengucapkan sesuatu
tampaklah Cing It nikouw sudah menjatuhkan diri berlutut di
depan Sin Hong Soat-nie.
“Suhu! kau orang tua janganlah berbuat begitu!” serunya
sambil melelehkan air mata....
“Haaeee.... suthay!” sela Song Ing pula sambil menghela
napas panjang. “Urusan ini kami tak bisa berbuat apa-apa,
asalkan mereka setuju maka tak ada persoalan lagi yang
dapat dibicarakan!”
Semula Cha Can Hong yang mendengar perkataan itu jadi
tertegun dibuatnya, tetapi sebentar kemudian ia sudah
tertawa terbahak-bahak dan berseru kepada Sang Su-im.
“Sang Toako! tidak disangka hian-say kita bukan saja
memiliki kepandaian yang bagus diapun merupakan seorang
pemuda yang begitu romantis.... ”
Sang Su-im pun tertawa.
“Suthay!” ujarnya kemudian kepada Sin Hong Soat-nie.
“Kali ini nona Song tidak berani mengabulkan permintaanmu,
tetapi aku Sang Su-im boleh mewakili Koan Ing untuk
menerimanya. Hey, Koan Ing. ajoh cepat menghunjuk hormat
buat Suthay!”

Perkataan dari Sang Su-im inipun kontan membuat suasana
jadi gempar. Sin Hong Soat-nie meminta muridnya untuk
melepaskan jubah nikouw kawin dengan pemuda tersebut hal
ini sudah merupakan satu kejadian yang mengejutkan, siapa
sangka Sang Su-im tanpa berpikir lebih panjang lagi ternyata
sudah mengabulkan.
“Empek Sang! Ini.... ” teriak pemuda itu kaget.
Sinar mata sijari sakti berkilat. ujarnya dengan serius,
“Perempuan ini sangat baik memperlakukan dirimu, sewaktu
kau naik kepuncak Sun Lie Hong secara diam-diam ia sudah
mengalah buat dirimu, setelah turun dari gunung iapun baikbaik
merawat kau orang, kini suhunya sudah setuju apa yang
hendak kau bicarakan lagi?”
Koan Ing tak bisa berbuat apa-apa lagi, ia menoleh ke arah
Song Ing tetapi perempuan itu cuma tersenyum saja tanpa
berbicara.
Ketika menoleh pula ke arah kedua orang gadis itu, saat ini
Cha Ing Ing serta Sang Siauw-tan sedang bergandengan
tangan dan memandang ke arahnya sambil tertawa.
Hatinya jadi mantab. diam-diam pikirnya, “Mati hidup kita
belum bisa ditentukan biarlah aku menurut saja!”
Diapun teringat kalau tangan dari Cing It terpotong
dikarenakan dirinya, nikouw itu benar-benar bersikap baik
terhadap dirinya. Ditambah pula tempo dulu ia pernah berpikir
bahwa siapa saja yang bisa mendapatkan Cing It sebagai istri
maka orang itu bakal hidup berbahagia.
Teringat akan perkataan tersebut tanpa terasa lagi ia sudah
jatuhkan diri berlutut.
“Koan Ing mengucapkan banyak terima kasih atas maksud
baik dari suthay” katanya,
“Heeei.... kalian baik-baiklah berjaga diri,” sahut Sin Hong
Soat-nie kemudian sambil menarik tangan Cing It.

“Cing It suci!” tiba-tiba terdengar Sang Siauw-tan menegur.
“Siauw-tan sumoay! ada urusan apa?”
Sang Siauw-tan jadi melengak, sebenarnya ia bermaksud
untuk menggoda Cing It tetapi melihat sikapnya yang amat
tenang untuk beberapa saat lamanya ia jadi gelagapan
dibuatnya.
“Aku merasa.... merasa amat girang!” sahutnya kemudian
dengan gugup.
Cing It tersenyum, tak sepatah katapun yang diucapkan
keluar. Melihat hal itu Sang Su-im segera tertawa terbahakbahak.
Pada saat itulah suara seruling berkumandang memenuhi
angkasa, beratus-ratus ular yang amat besar mulai bergerak
naik ke atas puncak.
Sinar mata Koan Ing berkilat, pedang kiem-hong-kiamnya
segera dibabat ke depan membinasakan lima ekor ular.
Kesepuluh jari tangan Sang Su-im pun berturut-turut
menyentil keluar. terasalah serbuan dari kawanan ular itu
semakin lama semakin banyak, dibunuh satu datang sepuluh,
bunuh sepuluh datang seratus, seketika itu juga membuat
semua orang terdesak.
Thian Yang Siuwsu sekalianpun kena didesak sehingga
musti mendekati mereka.
Ooo)*(ooO
Bab 56
KOAN ING yang melihat kejadian itu matanya berkilat
tubuhnya tiba-tiba bergerak dan membentuk sebuah lingkaran
seluas sepuluh kaki lebih dan teriaknya:
“Barang siapa yang berani masuk ke dalam lingkaran ini
jangan salahkan aku akan turun tangan jahat!”

Setelah daerah gerak ditentukan maka semua orang terasa
jadi lebih ringan ditambah pula kedelapan Orang lelaki berbaja
hitam serta Thian Yang Siauwsu merupakan jago-jago dari Bulim,
untuk menjaga diripun sudah lebih dari cukup.
Tetapi kawanan ular itu agaknya menerjang terus tiada
hentinya, tenaga manusia ada batasnya bilamana hal ini
diteruskan maka lama kelamaan akan pajah juga.
Satu jam dengan cepatnya berlalu, tetapi serbuan dari
kawanan ular itu bukannya berkurang, sebaliknya semakin
bertambah.
Matanya Thian Siang Thaysu mendelik bulat2, serangannya
dilancarkan semakin dahsyat.
Segulung angin pukulan laksana mengamuknya ombak
ditengah samudera dengan cepatnya menyapu datang, kurang
lebih seribu ekor ular kecil berhasil dihantam hancur dan
terpental jatuh ke dalam jurang disisinya.
Melihat kejadian itu Cha Can Hong jadi cemas. Buru2
teriaknya, “Thaysu jangan semberono dan terlalu mengumbar
nafsu, bilamana Thaysu menghantam dengan menggunakan
tenaga murni terus menerus maka hal ini hanya
mendatangkan bahaya saja buat Thaysu sendiri.”
Sekali lagi Thian Siang Thaysu mengirim satu pukulan
dahsyat menghalau hampir separuh bagian dari kawanan ular
itu,
“Daripada harus berpeluk tangan menanti saat kematian
jauh lebih baik mengumbar hawa amarah dihati!” teriaknya
murka.
“Haaa.... haaa.... kalau aku sih masih ingin tinggalkan
sedikit tenaga untuk menghadapi Yuan Si!” seru Cha Can
Hong sambil tertawa, tangannya kembali menyentil mati tiga
ekor ular.

Mendengar perkataan itu Thian Siang Thaysu merasa
hatinya bergidik, ia jadi sadar kembali dan teringat kalau
dirinya pun harus meninggalkan sedikit tenaga untuk
menghadapi Yuan Si Tootiang.
Setelah hatinya jadi sadar nafsu murkapun jadi sirap.
“Tetapi siapa yang bisa lolos dari kurungan kawanan ular
ini?.... ” tiba-tiba sisastrawau berusia pertengahan itu
menimbrung. “Sekalipun ada orang yang berhasil meloloskan
diri dari kurungan ular ini ada siapa pula yang bisa meloloskan
diri dari kurungan binatang buas? untuk menghadapi Yuan Si
Tootiang aku rasa hanyalah suatu impian disiang hari bolong
saja.”
“Heeee.... heeee.... Bangsat! Lebih baik kau orang jangan
bicara sembarangan, hati-hati aku bunuh kau sampai mati.”
Potong Koan Ing dengan kerasnya.
Si sastrawan berusia pertengaban itu tertawa dingin tiada
hentinya.
Cuaca semakin lama semakin gelap, walau pun orangorang
yang ada ditengah kalangan pada saat ini adalah jagojago
Bu-lim yang berkepandaian sangat tinggi tetapi mereka
mulai merasa lemah.
Hanya si sastrawan berusia pertengahan seorang diri duduk
bersila, agaknya terhadap suasana di sekelilingnya. dia Orang
sama sekali tidak ambil gubris.
Sebaliknya Koan Ing merasa hatinya sangat cemas, ia telah
memikirkan berpuluh-puluh cara tetapi tak ada sebuahpun
cara yang bisa dilaksanakan.
Ditengah suara tiupan seruling kawanan ular itu menerjang
semakin santar lagi, sedang cuacapun mulai gelap.... keadaan
benar-benar amat menyeramkan.

“Heeeeeei.... tak kusangka aku orang harus menemui
kematian di tempat ini!” tiba-tiba si sastrawan berusia
petengahan itu bergumam sambil menengadah ke atas langit.
Koan Ing sama sekali tidak ambil gubris terhadap perkataan
orang itu, pedang kiem-hong-kiamnya tetap melanjutkan
serangannya melawan ular tersebut, menoleh pun tidak!
“Koan Ing!” tiba-tiba si sastrawan berusia pertengahan itu
berseru dengan menghela napas.
Setelah menghancurkan tiga ekor ular. barulah pemuda
tersebut menoleh ke belakang, “Ada urusan apa....?”
“Aku sudah hidup di kolong langit selama delapan puluh
tahun tetapi yang kuketahui selama ini hanyalah manusia2
yang mengutamakan nama besar dan kekajaan, tidak
kusangka hari ini aku bisa temui pemuda semacam kau, hal ini
benar-benar membuat hatiku girang.
“Pujian darimu, aku orang she Koan tidak berani untuk
menerima hal tersebut!”
Kembali si sastrawan berusia pertengahan itu menghela
napas panjang. “Heeeee.... kau kemarilah, aku ada perkataan
yang hendak disampaikan benar-benar kepadamu!”
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat. tubuhnya
segera meloncat akan menghampirinya. Saat itulah Sang Suim
yang ada disisinya sudah memberi peringatan dengan
suara yang lirih:
“Orang ini amat licik dan banyak akal kau harus bertindak
hati-hati dan selalu waspada?”
Koun Ing mengangguk kemudian berjalan kehadapan si
sastrawan berusia pertengahan.
“Kau orang ada urusan apa?” tanyanya sambil menyimpan
kembali pedang kiem-hong-kiam tersebut.

Si sastrawan berusia pertengahan itu tertawa sedih lalu
menengadah menandang bintang dilangit.
“Selama hidup aku pernah berbuat jahat dan pernah
berbuat baik, tetapi ada beberapa perkataan yang hendak aku
sampaikan kepadamu, kau harus percaya kalau perkataan
yang diucapkan oleh seseorang yang mendekati ajalnya
adalah benar-benar dan sungguh. burung sesaat menemui
ajalnya berpekiK tiada hentinya.... walaupun apa yang
diucapkan Sang Su-im terhadap dirimu aku tidak tahu tetapi
jika ditinjau dari perubahan air mukamu aku bisa
menduganya?”
“Eeeei majikan rimba. perkataanmu sungguh aneh sekali.”
tegur Koan Ing sambil tertawa. “Bukankah sekarang kita orang
masih hidup semua? Buat apa kau bicarakan soal kematian?”
Si sastrawan berusia pertengahan itu tertawa pahit.
“Orang-orang yang aku tangkap untuk dijadikan anggota
Rimba Wang Yu Liem kebanyakan adalah lelaki sejati, kau
harus tahu harapanku untuk hidup telah putus. bilamana
harapan hidup telah putus maka orang itu pasti mati. Setelah
aku orang berpikir sangat lama akhirnya dalam hatiku
mengambil keputusan sebelum menemui ajal aku ingin
berbuat suatu pekerjaan baik!” katanya.
“Orang-orang itu telah menelan pil “Thian Ci Pek Siauwtan”
ku dan selamanya tidak bisa baik kembali,” ujar si
sastrawan berusia pertengahan itu lagi sambil memandang
sekejap bayangan punggung dari Thian Yang Siuwsu serta
kedelapan orang berbaju hitam itu. “Tetapi sesudah aku mati
tak ada orang yang bisa memberi petunjuk kepada mereka
kecuali ada seseorang yang suka menelan semacam obat
maka orang itu bisa menguasai mereka untuk selamanya,
karena itu aku berharap kau suka menelan obat itu mewakili
untuk memberi petunjuk buat mereka! kau sanggup bukan?”

Koan Ing jadi melengak, Ia sama sekali tidak menyangka
kalau si sastrawan berusia pertengahan itu bisa mengajukan
permintaan seperti itu, untuk sesaat lamanya ia jadi bungkam
dan termenung.
Kembali si sastrawan berusia pertengahan itu tertawa
pahit.
“Akupun tidak perlu berbuat licik terhadap dirimu. aku
hanya berharap sebelum kematianku menjelang kau suka
mengabulkan permintaanku ini. bilamana kau tidak setuju
maka hal ini sama artinya kau tak punya Liang-sim?”
Selesai berkata dari dalam sakunya ia mengambil keluar
sebutir pil berwarna merah dan diserarakan kepada Koan Ing.
Tidak menanti Koan Ing menerimanya lagi tangan kirinya
tiba-tiba mencabut sebilah belati dan ditusukan ke arah
pinggangnya sendiri!
Suara dengusan berat bergema memenuhi angkasa.
ditengah mengucurnya darah segar dari si sastrawan berusia
pertengahan itu rubuh menggeletak di atas tanah.
Koan Ing jadi melengak, ia sama sekali tidak menyangka
kalau si sastrawan berusia pertengahan itu bisa melakukan
bunuh diri, tanpa terasa lagi tangannya sudah menerima pil
berwarna merah itu dan memandang ke tempat kejauhan.
Saat itu si sastrawan berusia pertengahan itu telah
menggeletak ditengah ceceran darah segar, pedangnya
menyobek pinggang hal ini membuktikan kalau ia benar-benar
sudah mati.
Sesaat sebelum menemui ajalnya ia minta dirinya menelan
pil itu untuk menguasai beberapa orang tersebut, apakah
maksudnya agar ia tetap hidup terus?
Alisnya dikerutkan rapat-rapat, pertanyaan ini benar-benar
membuat pikirannya kacau. Pada saat itulah mendadak

tampak seso sok bayangan maunsia melayang turun kesis
tubuhnya.
“Bocah! jangan telan pil tersebut” perintahnya.
Koan Ing jadi sangat terperanjat, ia mendongak.... kiranya
orang itu bukan lain adalah Song Ing.
“Bilamana dia sungguh-sungguh mati biarlah aku tusuk lagi
tubuhnya dengan dua kali tusukan” seru Song Ing lagi sambil
menusukkan pedangnya ke atas tubuh si sastrawan berusia
pertengahan itu.
Baru saja pedangnya ditusukkan kebawah mendadak tubuh
Si sastrawan berusia pertengahan itu menggelinding
kesamping.
Melihat hal tersebut Song Ing jadi semakin gusar,
sebenarnya dalam hati ia telah menaruh curiga, tidak sangka
orang itu benar-benar sedang pura-pura mati.
“Keledai, kau sungguh licik dan kejam!” bentaknya gusar.
Sembari berkata pedangnya dengan cepat menutul ke arah
kening dari si sastrawan berusia pertengahan itu.
“Tahan!” teriakan majikan dari Rimba Wang Yu Liem itu
dengan suara keras. “Kau ada urusan apa lagi, ajoh cepat
katakan.”
Koan Ing yang melihat kejadian itupun hatinya ikut merasa
gusar, bilamana pil itu sungguh-sungguh ia telan mungkin
situasi ditengah kalangan saat ini telah berubah.
“Hmmm! perkataan baik menjelang kematian.... heee....
kau benar-benar seorang yang berhati baik!” dengusnya
dingin.
Si sastrawan berusia pertengahan itu segera tertawa
terbahak-bahak, “Kali ini aku benar-benar telah kalah. pil
“Thian Ci Pek Siauw-tan” ini setelah ditelan akan membuat
orang itu seratus persen mendengarkan perkataanku bahkan

sampai mati takkan sadar kembali. kini maksudku telah
gagal.... heeei.... bilamana tadi kau suka menelan pil tersebut.
dengan kekuatan dari jago-jago yang ada tidaklah sukar untuk
menolong aku lolos dari mara bahaya, cuma saja saat ini
kalian pun belum menang karena bagaimanapun juga kalian
belum tentu bisa hidup lebih lanjut. Heee.... heee.... walaupun
begitu aku sebagai majikan Rimba Wang Yu Liem tidak sudi
mati ditangan Suma Han!”
Selesai berkata belati ditangan kanannya segera ditusukkan
ke arah dadanya sendiri tubuhnya dengan perlahan ikut rubuh
ke atas tanah.
Koan Ing segera maju satu langkah ke depan untuk cekal
denyutan jantungnya. terasalah denyutan itu semakin lama
semakin perlahan dan akhirnya berhenti sama sekali.
Kali ini si sastrawan berusia pertengahan itu betul-betul
telah membunuh diri!
Selagi ia berdiri termangu-mangu, mendadak
mendengarlah Thian Yang Siuw-su serta kedelapan orang
berbaju hitam itu membentak keras kemudian dengan
dahsyatnya menerjang ke arah bawah tebing.
Koan Ing yang memandang bayangan punggung mereka
cuma bisa menghela napas panjang. orang-orang itu sudah
jadi gila semua.... Kepandaian silat dari Thian Yang SiUw-su
pun sangat lihay sekali, tetapi dikarenakan kereta berdarah
tak disangka ia tidak memperoleh akhir cerita yang sangat
mengenaskan.
Hanya di dalam sekejap saja tengah malam telah
menjelang datang....
Semua Orang yang lagi putus asa tiba-tiba dapat
menangkap suara tertawa tergelak yang amat nyaring
bergema memenuhi seluruh angkasa, suara tertawa itu
seketika itu juga mengacaukan irama dari seruling tersebut,

seketika itu juga serangan kawanan ular itu jadi kacau balau
dan pada melarikan diri keempat penjuru.
Melihat kejadian tersebut hati semua orang jadi amat
girang bercampur terkejut.... dari manakah datangnya bala
bantuannya?
Ditengah suara gelak tertawa, irama seruling itu berusaha
untuk meronta tetapi akhirnya berhasil juga ditirukan oleh
suara tertawa itu hingga suasana jadi amat kacau.
Binatang buas yang semua berhasil ditaklukkan melalui
irama seruling kini pada bubar dan lari serabutan kesanakemari.
Lama sekali Sang Su-im memperhatikan, akhirnia dengan
rasa terkejut bercampur girang teriaknya:
“Aaaah.... kiranya dia!”
Baru Saja perkataan itu diucapkan keluar tampaklah
seorang kakek tua berjubah putih yang berperawakan tinggi
besar telah melayang datang.
“Haa.... haaa.... kiranya Orang Sang-heng masih teringat
akan diriku!”
“Lam Kong-heng Bagaimana mungkin kau orang bisa tiba
disini dari tempat yang begitu jauh? Hal ini benar-benar
berada diluar dugaanku!” teriak Sang Su-im kegirangan.
Mendengar perkataan tersebut semua orang jadi tersadar
kembali, kiranya orang itu adalah sitabib sakti dari daerah Tian
Pian, Lam Kong Ceng adanya, tidak disangka dari daerah yang
begitu jauh ia bisa muncul disini bahkan membantu mereka
untuk mengundurkan kawanan binatang tersebut dengan
suara tertawanya.
Sang Siauw-tan buru-buru majU memberi hormat dan
disusul oleh Koan Ing mengucapkan terima kasih atas budi
dan pertolongannya tempo hari.

“Haaa.... haaa.... saudara cilik kau tak usah banyak adat.”
seru Lam Kong Ceng sambil tertawa. “Ilmu pertabibmu telah
aku ketahui sejak dahulu, kali ini akupun ada maksud untuk
membantu kau orang!”
Setelah itu Sang Su-im pun mewakili dirinya untuk
memperkenalkan para jago lainnya.
Beberapa saat kemudian tiba-tiba Thian Siang Thaysu
merangkap tangannya memberi hormat.
“Pinceng mohon diri dulu dari saudara sekalian, sebelum
berhasil menawan Yuan Si hatiku merasa belum lega,”
katanya.
“Haaa.... haaa.... Taysu, kau tidak usah begitu tergesa!”
seru Lam Kong Ceng sambil tertawa. “Orang yang meniup
seruling itu masih ada di sekeliling tempat ini, dia pun tidak
berani meninggaikan tempat tersebut. Bagaimana kalau kita
jalan bersama-sama?”
“Haaa.... haaa.... kalau begitu kebetulan sekali.” teriaknya.
Demikianlah dengan dipimpin oleh Lam Kong Ceng para
jago mulai menuruni puncak tebing itu dan menuju kesebuah
puncak yang ada disebelah kiri.
Puncak tebing itu amat curam dan berbahaya sekali.
Setelah mencapai di atas puncak maka terlihatlah di
hadapannya muncul sebuah lekukan lembah yang ditengahnya
dihubungkan dengan sebuah jembatan batu, di bawah
jembatan merupakan suatu jurang sedalam ribuan kaki.
Di atas jembatan batu duduklah beberapa orang, yang
paling depan bukan lain adalab “Sin Tie Langcoen” Ti Siuw-su
adanya.
Tiga orang yang ada dibelakangnya bukan lain adalah silblis
bongkok dari daerah Si Ih Chiet Han Kokcu serta Yuan Si
Tootiang.

Dan terakhir di atas puncak dihadapan mereka duduklah
seseorang yang bukan lain adalah Giok Yang Coen” Suma
Han!
Untuk menghubungi tebing sebelah sini dengan puncak
diseberang sebelah sana hanya ada satu jalan saja.
Thian Siang Thaysu kerutkan alisnya rapat-rapat, tiba-tiba
serunya, “Biarlah aku yang coba!”
Sehabis berkata tubuhnya menubruk ke depan naik ke atas
jembatan batu tersebut.
Song Ing yang melihat kejadian itu segera mengerutkan
dahi.
“Kau ikutilah dari belakang!” serunya kepada Koan Ing.
Pemuda itu dengan hormatnya menjura kemudian meloncat
ke atas jembatan batu.
Saat ini Thian Siang Thaysu benar-benar sudah mencapai
pada puncak kegusarannya, ditengah suara bentakan yang
amat keras sepasang telapak tangannya didorong sejajar
dada, dengan menggunakan ilmu kepandaian andalannya
‘Siang Thian Ciang Mo Ceng Kie’ ia menghajar tubuh Ti Siuwsu.
Melihat datangnya serangan yang demikian dahsyatnya Ti
Siuw-su sangat terperanjat. ia pun bersuit nyaring sedang
tubuhnya meloncat menyingkir.
Mengambil kesempatan itulah Thian Siang Thaysu segera
menerjang ke depan.
Pada waktu itu Koan Ing telah mencabut keluar pedang
kiem-hong-kiamnya tetapi sewaktu melihat tempat yang
dipijak Ti Siuw-su hatinya jadi curiga.
Jembatan batu itu sudah lama sekali mendapatkan
serangan angin dan hujan dan kini boleh dikata amat lapuk

setelah dilewati Ti Siuw-su tadi maka sebagian dari jembatan
tersebut telah mengendor.
Bilamana ingin naik ke atas jembatan itu masih tidak
mengapa, tetapi bilamana bermaksud hendak melukai orang
dan kerahkan tenaga, hal itu tidak mungkin terjadi.
Selagi hatinya tergerak itulah Ti Siuw-su telah balikkan
badannya menubruk datang. seruling besinya dengan disertai
desiran tajam menotok ke arah batok kepala pemuda
tersebut.
Sebaliknya Si Ih Mo Tuo yang ada dibelakangnya telah
menubruk ke arah Thian Siang Thaysu.
Koan Ing merasa hatinya bergidik, tubuhnya menghindar
ke samping lalu melayang ketangah udara!
Thian Siang sendiripun tahu kalau dia orang tidak dapat
menerima serangan musuh di atas jembatan batu tersebut.
tubuh mereka berdua bersamaan waktunya meloncat ke atas.
Ti Siuw-su serta si Iblis bongkok yang melihat kejadian itu
buru-buru membabatkan tongkat serta serulingnya ke atas
jembatan batu tersebut.
“Brraaaaaaaammm....!” jembatan batu kena dipukul hancur
berantakan. sedang tubuh kedua orang itupun meloncat balik
ke atas batu semula,
Dengan adanya kejadian ini bukan saja Koan Ing serta
Thian Siang Thaysu merasa amat terperanjat, sekalipun Sang
Siauw-tan serta Cha Ing Ing yang ada diataspun pada
menjerit kaget.
Koan Ing membentak keras. tubuhnya yang ada ditengah
udara bersalto beberapa kali lantas balik menubruk ke arah Ti
Siuw-su, sedangkan Thian Siang Thaysu menghantam diri si
Iblis bongkok.

Seruling besi ditangan Ti Siuw-su dengan membentuk
gerakan lingkaran menghalau datangnya serangan pedang
dari Koan Ing, saat ini tubuh pemuda tersebut ada ditengah
udara dan dibawahnya adalah jurang, maka itu asalkan dirinya
berhasil memaksa ia untuk meluncur kebawah maka tamatlah
riwajatnya.
Hati Thian Siang Thaysu benar-benar sangat murka,
tubuhnya yang ada ditengah udara segera melancarkan
serangan dengan menggunakan “Sian Thian Ceng Kie”nya,
terasalah segulung asap putih yang amat dahsyat menekan
diri Si Ih Mo Tuo.
Si lh Mo Tuo tertawa terbahak-bahak tongkat pualamnya
berturut-turut melancarkan tiga serangan dahsyat
menghantam hawa pukulan dari Thian Siang Thaysu.
Thian Siang Thaysu yang melihat serangannya tidak
mengenai sasarannya, ia jadi semakin gemas, tubuhnya
dengan amat hebatnya menubruk tubuh Si In Mo Tuo.
Koan Ing yang melancarkan serangan pedang ke depan
dengan cepat kena ditangkis oleh seruling besi dari Ti Siuw-su,
pedang serta seruling bentrok menjadi satu menimbulkan
bunga-bunga api. seketika itu juga seruling besi tersebut kena
dihisap oleh tenaga dalam Koan Ing.
Hal ini benar-benar membuat Si Tie Langcoen merasa
berdesir.
Serangan dari Thian Siang Thaysu pada saat ini sudah lebih
mirip dengan serangan binatang terluka, melihat kejadian itu
Si Ih Mo Tuo jadi sangat terperanjat.
Tongkat pualamnya dibabatkan sejajar dada kemudian
menekuk ditengah jalan menghantam batok kepala hweesio
tersebut, agaknya ia hendak membinasakan musuhnya di
dalam sekali kemplangan.

Thian Siang Thaysu dengan kalapnya berteriak keras,
tangannya dengan keras lawan keras menerima datangnya
tongkat pualam itu Tak kuasa lagi tubuhnya tergetar sangat
keras.
Si Ih Mo Tuo merasa amat terperanjat Tangan kanannya
dengan gugup ditarik ke arah belakang dengan gerakan cepat.
Tetapi pada saat yang bersamaan pula tubuh Thian Siang
Thaysu telah menubruk datang
Braaak!! Tubuh mereka berdua terpisah dan bersama-sama
jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam yang tak terlihat
dasarnya itu!
Koan Ing merasa terkejut bercampur gusar, ia sama sekali
tidak menyangka kalau Thian Siang Thaysu ternyata mengajak
Si Ih Mo Tuo untuk mati bersama-sama.
Ti Siuw-su yang melihat kejadian itu hatinya pun merasa
amat terperanjat, ditengah suara bentakan yang amat keras
tangan kanannya mengendor.
Ditengah ajunan tangannya ia bermaksud untuk memukul
jatuh Koan Ing berserta pedangnya ke dalam jurang.
Koan Ing bukanlah manusia biasa, ia menarik napas
panjang dan tetap menghisap kencang-kencang seruling
besinya itu.
Ti Siuw-su yang melihat senjatanya ikut terhisap kencang
hatinya jadi bergidik.
Pertempuran antara jagoan berkepandaian tinggi justru
ditentukan pada detik2 ini sedikit saja Ti Siuw-su berajal
pedang kiem-hong-kiam ditangan Koan Ing telah membabat
ke arah tubuhnya dan dengan paksa mendorong tubuh Ti
Siuw-su terjatuh ke dalam jurang.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa,
tanpa ampun lagi, tubuh Ti Siuw-su melayang ke dalam jurang

dan semakin lama tubuhnya semakin kecil kemudian lenyap
tak berbekas.
Kematian dari Thian Siang Thaysu membuat hawa amarah
pemuda ini memuncak, dengan dinginnya ia memandang ke
arah Chiet Han Kokcu, Phoa Thian-cu.
Tubuhnya tiba-tiba melayang ke depan dan berdiri ditengah
batu yang digunakan oleh Si Ih Mo Tuo tadi.
Kokcu dari lembah Chiet Han Kok ini benar-benar sudah
dibuat bergidik oleh sikap Koan Ing yang amat menyeramkan
itu. mendadak ia menutup kembali jaringan emasnya dan
menjura ke arah pemuda tersebut.
“Phoa Thian-cu rela mengaku kalah!” katanya perlahan.
“Hmmmm! kalau begitu cepatlah menyingkir!”
Phoa Thian-cu menghela napas panjang tubuhnya meloncat
ketengah udara kemudian bersalto beberapa kali dan
melayang turun ke atas batu yang digunakan oleh Ti Siuw-su
tadi.
Yuan Si Tootiang yang melihat Koan Ing berhasil pukul
rubuh Ti Siuw-su ke dalam jurang Thian Siang Thaysu adu
jiwa dengan Si Ih Mo Tuo ditambah kini Phoa Thian-cu
mengaku kalah membuat hatinya terasa berdesir.
Mendadak dengan mata membara ia mengajunkan telapak
tangannya ke depan, segulung hawa pukulan yang maha
dahsyat dengan disertai suara desiran yang amat keras
menggulung ke arah depan.
Sikokcu dari lembah Chiet Han Kok, Phoa Thian-cu sama
sekali tidak menyangka bilamana Yuan Si Tootiang bisa
melancarkan satu pukulan yang begitu dahsyat untuk
membokong dirinya.
Di dalam keadaan gugup tubuhnya mencelat ketengah
udara untuk menghindarnya.

“Yuan Si-heng, apa maksudmu?” Teriaknya dengan amat
terperanjat.
Yuan Si Tootiang hanya mendengus dingin telapak
tangannya kembali mengirim satu pukulan yang sangat
dahsyat ke depan.
Kali ini Phoa Thian-cu sudah mengadakan persiapan
tubuhnya kembali mencelat ketegah udara dan bersalto
beberapa kali untuk menghindar.
“Yuan Si-heng, kau jangan terlalu memaksa aku pun bisa
memberi perlawanan kepadamu!” teriaknya gusar.
Yuan Si Tootiang kembali mendengus dingin, teriaknya
tiba-tiba, “Heee.... kau berani mengkhianati diriku dan
meninggalkan diriku selagi aku terjepit nyawamu tak bisa
diampuni lagi!”
Sehabis berkata telapak tangannya kembali menyambar ke
depan disusul tiga rentetan cahaya tajam berkelebat
mengiringi angin pukulan tersebut.
Phoa Thian-cu sama sekali tidak menyangka Yuan Si
Tootiang bisa turun tangan jahat terhadap dirinya, tubuhnya
meloncat ke samping untuk menghindarkan diri dari kedua
buah angin pukulan tersebut, sedangkan jalanya disambar
kebawah memunahkan datangnya ketiga rentetan cahaya
tajam yang mengancam dirinya.
Siapa sangka agaknya Yuan Si Tootiang sudah menduga
akan hal itu, begitu ia selesai menyambitkan ketiga buah batu
itu, kembali satu pukulan dahsyat menyusul datang.
Pukulan yang terakhir ini telah menggunakan seluruh
tenaga yang dimilikinya.
Phoa Thian-cu tak sempat untuk menghindar tanpa ampun
dadanya kena terhantam. ditengah suara jeritan ngeri yang
menyajatkan hati darah segar muncrat keluar dari mulutnya.

Tubuhnya pun dengan keras terpental lima kali ke belakang
dan jatuh ke dalam jurang yang tak kelihatan dasarnya itu,
Setelah berhasil membereskan nyawa Phoa Thian-cu
dengan angkernya Yuan Si Tootiang baru menoleh ke arah diri
Koan Ing.
Wajah pemuda itu pada saat ini sangat dingin, pada masa
hidupnya Thian Siang Thaysu justru bermaksud untuk
menghadapi Yuan Si Tootiang, kini hweshio dari Siauw Sim
pay itu sudah mati, maka itu bagaimana pun juga ia tidak
akan melepaskan tosu itu.
Pedang Kiem-hong-kiamnya setelah berkelebat membentuk
suatu gerakan setengah lingkaran lantas disilangkan di depan
dada.
Lama sekali mereka berdua saling berpandangan mendadak
Koan Ing bersuit nyaring tubuhnya dengan disertai sambaran
pedang menubruk ke depan.
Pedangnya laksana naga emas yang melayang ditengah
angkasa berkelebat menembusi udara kemudian menusuk
lambung Toosu itu.
“Inilah jurus “Giok Sak Ci Hun!”
Yuan Si Tootiang tertawa dingin, pedangnya pun segera
dicabut keluar. Diantara menyambarnya cahaya tajam, hawa
pedang memenuhi angkasa. Dia telah menggunakan jurus
‘Koei Coa Peng Koei’ atau pura? ular mati berbaring dari ilmu
pedang ‘Toa Cing Kiam Hoat’.
Sepasang pedang terbentur menjadi satu menimbulkan
percikan bunga-bunga api. hawa pedang dengan cepat
mengurung tubuh mereka berdua.
Para jago yang melihat kejadian itu dari samping merasa
hatinya sangat terperanjat pertempuran pedang semacam ini
benar-benar luar biasa sekali. Walaupun mereka semua

merupakan jago-jago lihay tetapi selama hidup mereka belum
pernah menemuinya.
Masing-masing pihak berusaha dengan menggunakan hawa
pedang untuk rebut kemenangan, mendadak bayangan
manusia berpisah, tubuh Koan Ing mencelat ke atas sedang
Yuan Si Tootiang ditengah suara suitan yang amat panjang
sepasang telapaknya dipentangkan.
Selapis kabut merah mulai meliputi tubuhnya, laksana
seekor burung rajawali dengan seramnya ia mengejar tubuh
Koan Ing,
Cha Ing Ing yang melihat kejadian itu menjent kaget, hati
semua jagopun merasai tergetar.
Tenaga dalam Yuan Si Tootiang sudah berhasil mencapai
pada taraf kesempurnaan ditambah lagi dengan kabut
berdarahnya hal ini membuat dia orarg semakin lihay lagi.
Walaupun para jago ada maksud untuk turun tangan
membantu tetapi di dalam keadaan situasi seperti ini tak
seorangpun yang sanggup untuk membantu,
Koan Ing bersuit nyaring, tubuhtnya yang ada ditengah
udara kembali mencelat ke atas.
Dengan cepatnya Yuan Si Tootiang berhasil menyusulnya,
sepasang pedang kembali bentrok menjadi satu,
Tubuh Koan Ing dengan cepat melayang turun kebawah,
“Hmm! Kau hendak lari kemana?!” teriak Yuan Si Tootiang
sambai mendengus dingin.
Ketika dilihatnya hawa murni pemuda itu seperti telah
habis, ia segera membentak keras pedangnya dengan disertai
desiran yang tajam disambitkan ke arah depan mengancam
punggung Koan Ing.

Koan Ing berteriak keras, ujung kaki kirinya kembali
menutul batu, lalu bagaikan kilat balik badan menangkis
datangnya sambitan pedang dari Yuan Si Tootiang itu.
Yuan Si tootiang jadi terperanjat, ia sama sekali tidak
menyangka kalau Koan Ing berhasil menerima datangnya
serangan pedang tersebut.
Buru-buru tubuhnya merandek ditengah udara kembali
bersalto kebelaksng untuk melarikan diri.
Siapa tahu dalam hati pemuda itu telah ada perhitungan,
pedang kiem-hong-kiamnya di dalam sekejap saja telah
melancarkan serangan mengancam delapan belas posisi yang
berbeda. kemudian tangannya diajunkan ke depan
mengembalikan pedang dari Yuan Si Tootiang tadi.
Toosu Bu-tong-pay ini pada saat ini lagi kelabakan sekali, ia
tak berhasil menghindarkan diri....
Diantara berkelebatnya cahaya tajam pedangnya telah
menembusi punggungnya hingga ke depan dada.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa.
Para jago yang menonton jalannya pertermpuran itupun
pada mengucurkan keringat.
Tubuh Koan Ing dengan gesit melanjutkan gerakannya
kepuncak seberang.
Waktu ini Suma Han sudah dibuat keder oleh pertempuran
yang baru saja berlalu keringat dingin mengucur keluar
membasahi keningnya, ia merasa tenaga dalamnya tak dapat
melampaui pemuda itu dan iapun tahu bilamana terjadinya
pertempuran dirinya tentu kalah.
Karena itu sewaktu Koan Ing tiba di hadapannya tak kuasa
lagi Suma Han sudah menjatuhkan diri berlutut di
hadapannya.

Koan Ing tetap membungkam seribu bahasa, pedangnya
tiba-tiba berkelebat ke depan mencukil keluar gulungan kertas
yang ada di dalam sakunya kemudian diantara kilatan pedang
kertas itu sudah hancur berkeping-keping.
“Heeei.... Kereta berdarah telah berlalu kau pergilah,” kata
pemuda itu kemudian kepada Suma Han.
Si orang tua itu tertegun, sama sekali ia tak mengucapkan
kata-kata.
Saat itulah Sang Siauw-tan serta Sang Su-im sekalian telah
tiba disana, mereka hanya bisa menghela napas panjang
saja....
Dan dengan demikian peristiwa KERETA BERDARAH itupun
telah berlalu....
T A M A T
Harap Anda puas dengan cerita ini!!!!!
Anda sedang membaca artikel tentang CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 3 dan anda bisa menemukan artikel CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-khulung-kereta-berdarah-3.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-khulung-kereta-berdarah-3.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar