CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Kamis, 08 September 2011

Sebelum habis Koan Ing berbicara mendadak Bu Sian
meloncat ke atas, sedangkan tangan kanannya dengan
dahsyat menghajar pundak kanan dari Koan Ing,
Koan Ing merasa terkejut bercampur gusar, kiranya Bu Sian
sudah melihat kalau tangan kanannya lagi terluka sehingga
memancing dia untuk berbicara kemudian menggunakan
kesempatan itu melancarkan serangan membokong dirinya,
Koan Ing bukanlah manusia yang sembarangan, jurus
serangan yang dilancarkan oleh Bu Sian ini mana bisa berhasil

melukai dirinya tampak tubuhnya dengan amat gesit dan
lincah
sudah meloncat ke samping menghindarkan diri dari
serangan bokongan lari Bu Sian ini,
Bu Sian yang melihat serangannya tidak mencapai hasil, dia
tidak ragu-ragu lagi, pedang panjangnya segera diiyabut
keluar dari sarungnya kemudian dengan amat gencar
melancarkan serangan mengancam tangan kiri dari Koan Ing,
Melihat arah yang diserang Koan Ing mengerutkan alisnya
rapat-rapat, dengan gusarnya dia membentak keras, tubuhnya
berputar tangan kanannya balik mencabut keluar pedang
Kiem-hong-kiam, sebaliknya tangan kirinya didorong ke depan
melancarkan serangan dengan menggunakan jurus ‘Hay Ciau
Thian Yang’ dari ilmu ‘Thian-yu Jie Cap Su Cau’ yang dahsyat
itu,
Tampak serentetan sinar keemas-emasan yang
menyilaukan mata berkelebat memenuhi angkasa, pedang
Kiem-hong-kiam tersebut bagaikan sambaran kilat cepatnya
menyerang bagian Ieher dari Boo Sian.
Melihat datangnya serangan yang sangat dahsyat ini, Bu
Sianjadi terperanjat dia sama sekali tidak menyangka kalau
Koan Ing di dalam keadaan luka masih bisa melancarkan
serangan yang begitu dahsyatnya.
Jurus Hay Ciau Thian Yang ini adalah satu jurus serangan
ciptaan Kong Bun-yu sendiri, juga bel um pernah ditemuinya
sejak dahulu. Karenanya tanpa bisa dicegah lagi mantel hitam
yang dipakainya sudah kena terbabat kurang lebih empat lima
Cun panjangnya.
Di dalam keadaan yang sangat terkejut, dengan terburuburu
dia mengundurkan dirinya ke belakang....
Dengan dinginnya Koan Ing segera membentak kembali,
tubuhnya bagaikan kilat cepatnya menubruk ke depan,

pedang Kiem-hong-kiam yang ada ditangan kirinya
menyambar ke depan, dengan menggunakan jurus Ci Co Thai
Yang dia mengancam alis dari Bu Sian. Dalam hati Bu Sian
merasakan hatinya bergear membuat kepalanya pening.
Ditambah pula dengan jurus serangan yang dilancarkan
Koan Ing dengan menggunakan tangan kirinya membuat dia
benar-benar terdesak.
Di dalam keadaan yang pecah nyali, dia mana berani
menerima jurus serangannya ini, tubuhnya segera
menjatuhkan diri ke atas tanah lalu menggelinding pergi.
Tubuh Bu Sian dengan cepatnya menggelinding sampai dua
kaki jauhnya, terasa olehnya angin pedang masih tiada
hentinya menyambar lewat dari samping badan membuat dia
tidak berani bangkit berdiri, sedang keringat dingin mulai
mengucur keluar membasahi bajunya.
Sewaktu dia meloncat bangun lagi, terlihatlah olehnya Koan
Ing dengan pandangan yang amat dingin sedang
memperhatikan dirinya sedang pada ujung bibir
tersungginglah satu senyuman yang sangat menghina.
Diam-diam dalam hati dia merasa bergidik, umpama tadi
Koan Ing mengejar terus, maka pada saat ini tubuhnya tentu
sudah berbaring diantara ceceran darah, dia sama sekali tidak
menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki Koan Ing jauh
lebih dahsyat dari apa yang diingatnya dari orang lain.
Dia tidak mengira setelah dalam keadaan luka, tangan
kirinya masih bisa memainkan pedang dengan begitu dahsyat
sehingga memaksa dirinya terdesak mundur terus menerus.
“Hmm.... ” terdengar Koan Ing mendengus dengan amat
dinginnya, “Orang-orang dari pulau Ciat Ie To tidak disangka
cuma pandainya membokong orang lain saja.”
Bu Sian menghembuskan napas lega, dia pun mendengus
dengan amat dingin,

“Hmm.... kepandaian silat dari Koan siauw-hiap jauh berada
di atas aku orang she-Boe,” katanya, “Tetapi kami orangorang
dan pulau Ciat Ie To tidak akan membiarkan kau
mengumbar kata-kata yang begitu menghina kami, hati-hati
saja dengan kata-katamu, hmm lain kali kami bisa datang
untuk mencari balas dengan dirimu.”
“Haa.... haa aku Koan Ing akan selalu menantikan
kunjungan dari orang-orang Ciat Ie To.”
Dengan perlahan Bu Sian Ialu berjalan ke samping kuda
hitamnya dan meloncat naik ke atas tunggangannya.
“Kalau begitu kita berjumpa lagi dilain waktu!” serunya
kemudian. Sehabis berkata dengan cepat dia melarikan
kudanya meninggalkan tempat itu,
Koan Ing cuma tertawa tawar saja, Bu Sian tidak tahu
kalau Ciu Tong sejak semula sudah bentrok dengan dirinya,
sekalipun tidak terjadi urusan ini setelah bertemu muka
dengan Ciu Tong diapun tidak bakal banyak memberi
kesempatan buatnya untuk tetap hidup di dalam dunia ini.
Sedangkan dia pun bilamana ada kesempatan tidak akan
melepaskan Ciu Tong dengan begitu saja.
Baru saja berpikir sampai disitu mendadak dia mendengar
suara tertawa yang amat ramai berkumandang datang,
tampak lah seorang gadis berbaju kuning berjaIan mendatang
sambil menggandeng seorang gadis berbaju hijau, sembari
tertawa mereka melanjutkan perjalanannya datang kemari,
Koan Ing jadi melengak, semula dia pernah menemui
kedua orang ini bahkan Sang Siauw-tan pun sudah pernah
mengejar mereka berdua, tetapi bagaimana sekarang mereka
bisa munculkan dirinya di tempat ini?
Sesampainya dihadapan Koan Ing kedua orang gadis itu
segera tersenyum.

“Engkoh Ing!” serunya berbareng. “Kemaren dulu kami
tidak kenal denganmu maka tidak menyapa, sungguh maaf
yaa.”
Koan Ing jadi melengak.
“Apakah nona berdua adalah murid dari Cha Thayhiap?”
tanyanya kemudian sambil tertawa.
“Bukan, dia adalah ayahku, aku bernama Cing Cing dan dia
bernama Ing Ing,” sahut ke dua orang gadis itu lagi sambil
tertawa.
Koan Ing yang melihat kedua orang gadis itu amat polos
bahkan tidak tampak rasa malu2, dia lantas tertawa.
“Eei, apakah kalian pernah melihat Siauw-tan?” tanyanya,
“dia sekarang ada dimana?”
Cing Cing serta Ing Ing saling bertukar pandang dan
tertawa.
“Siauw-tan cici pergi mencari dirimu,” kata Cing Cing sambil
tersenyum, “Namamu pun dapat kami ketahui dari Siauw-tan
cici yang memberitahu.”
“Oooh.... ” seru Koan Ing.
Diam-diam dia mengerutkan alisnya. Sang Siauw-tan
seorang diri pergi mencari dirinya tetapi entah dia sudah
mencari ke mana? Apakah dia tidak mengetahui peristiwa
yang terjadi antara dirinya dengan Ciu Tong?
Bilamana sampai bertemu kembali dengan Ciu Tong,
kemungkinan sekali manusia laknat itu tidak akan melepaskan
dirinya kembali.
Kedua orang gadis itu sewaktu melihat Koan Ing
mengerutkan alisnya, segera sama-sama tertawa.
Mendadak Koan Ing merasakan hatinya sedikit tergerak,
kedua orang gadis ini adalah putri dari Cha Can Hong

sedangkan Cha Can Hong pun paling suka terhadap Sang
Siauw-tan, maka diantara mereka tentu tidak akan ada terjadi
kesalah pahaman apapun. Berpikir sampai disini dia lantas
bertanya kembali. “Kenapa kalian tidtk ikut dengan Cha
Thayhiap?”
“Ayah masih ada urusan, dia minta kami berangkat
bersama sama Siauw-tan otot terlebih
dulu,” seru Ing Ing tidak terasa.
Tetapi Siauw-tan cicipun hendak mencari kalian, maka
terpaksa dia meninggalkan kami untuk berangkat sendiri.”
sambung Cing Cing dengan cepat.
Koan Ing segera merasakan hatinya kembali bergerak, dia
menarik napas panjang, karena dia tahu Sang Siauw-tan pasti
ada di sekitar tempat ini, tentu sengaja dia menyuruh kedua
orang gadis ini untuk memancing dirinya sehingga dia
mengetahui apakah bisa kuatir terhadap dirinya atau tidak.
Setelah berpikir sebentar mendadak dia tertawa kembali.
“Waaah.... paman Cha bisa mempunyai dua orang gadis
yang demikian cantiknya seperti kalian sungguh mujur sekali”
“Tidak, Siauw-tan cici jauh lebih cantik dari kami!” bantah
Cing Cing sambil gelengkan kepalanya
“Tidak, yang sesungguhnya kalian jauh lebih cantik dari
dirinya!” bantah Koan Ing dengan cepat.
Sepasang biji mata dari Ing Ing segera berputar.
“Hmm perkataan yang kau katakan tentunya bukan lagi
menggoda kami bukan? Engkoh Ing?” serunya perlahan.
Tiba-tiba Cing Cing mendorong tubuh Ing Ing dan memberi
tanda kepadanya untuk jangan bertanya kembali.
“Engkoh Ing,” ujarnya kemudian dengan nada kurang
senang. Bukanlah kau sangat baik sekali dengan Siauw-tan
cici?”

Koan Ing segera merasakan hatinya tergetar amat keras,
dia ragu-ragu sebentar lalu gelengkan kepalanya.
“Siapa yang memberitahu hal ini kepada kalian? Terus
terang saja tidak ada urusan ini.... ”
Cing Cing maupun Ing Ing jadi melengak, kemudian
bersama-sama menengok ke arah belakang dibalik sebuah
gundukan tanah.
Lama sekali mereka berdiri termangu mangu disana setelah
itu dengan perlahan mengundurkan dirinya ke belakang.
Sebaliknya Koan Ing pun berdiri tertegun disana. Sepatah
katapun tidak bisa di ucapkan keluar.
Dia tahu Sang Siauw-tan tentu ada di sana, dia ragu
sebentar teringat akan seluruh lagaknya yang mirip
sesunggihan, tidak terasa membuat hatinya radi merasa sedih.
“Eeeh kalian kenapa?” tanyanya kemudian kepada Cing
Cing serta Ing Ing sambil tertawa paksa.
Selesai berkata dengan perlahan dia putar badannya.
Tampaklah Sang Siauw-tan dengan wajah yang pucat pasi
berdiri di samping gundukan tanah itu kemudian selangkah
demi selangkah berjalan mendekat.
Dalam hati Koan Ing pun merasakan hatinya seperti diirisiris,
tetapi dengan paksa dia menahannya di hati,
“Siauw-tan Moay, baik-baik kah kau selama ini?” sapanya.
Sang Siauw-tan tidak menjawab, dia berjalan mendekati
diri Koan Ing dengan wajah penuh tetesan air mata.
Lama sekali dia memandang terpesona ke arah sang
pemuda, setelah itu dengan nada yang gemetar tanyanya,
“Per.... perkataanmu.... aaaa.... apa sungguh?”
“Apa semua perkataanku sudah kau dengar?” tanya Koan
Ing lagi.

Sang Siauw-tan termenung, dia tidak menjawab, sebaliknya
malah balik bertanya, “Lalu.... lalu sewaktu kita ada dilereng
gunung itu....?”
“Waktu itu cuma ada kira berdua saja maka aku
mengatakannya dengan sesuka hati.” sambung Koan Ing
dengan tawar sebelum Sang Siauw-tan habis berbicara.
Dengan perlahan Sang Siauw-tan memejamkan matanya
rapat-rapat lalu menundukkan kepalanya rendah, titik air mata
mengucur keluar semakin deras lagi.
“Dengan sesukanya?.... ” gumamnya. Dengan kaku dan
tawarnya Koan Ing berdiri tak bergerak, bibirnya kelihatan
gemetar, hampir dia sendiripun tidak tahu apa yang diucapkan
olehnya itu, dalam hati dia merasa sangat sedih dan perih
sekali sehingga tidak kuasa lagi sudah tundukkan kepalanya
rendah-rendah.
Ooo)*(ooO
Bab 21
ENTAH lewat berapa lama kemudian sewaktu dia
mendongakkan kepalanya kembali, tampak suasana di
sekeliling tempat itu sunyi senyap tak kelihatan seorangpun.
Saat ini dia berdiri seorang diri ditanah yang kosong dan
Iuas, sedang Sang Siauw-tan serta Ing Ing dan Cing Cing
entah sudah pergi kemana.
Bagaikan baru saja sadar diri satu impian buruk dia
dongakkan kepalanya memandang keangkasa, tidak kuasa lagi
titik air mata mulai mengucur keluar membasahi pipinya.
Dengan termenung Koan Ing berdiri seorang diri di atas
permukaan salju, dia memandang ke arah dimana bayangan
tubuh Sang Siauw-tan melenyapkan diri, akhirnya dengan
perlahan menundukkan kepalanya kembali.

Dia tidak tahu bagaimana harus diperbuat olehnya sejak
sekarang walaupun Sang Siauw-tan saat ini harus bersedih
hati tetapi sebentar kemudian rasa sedih itu tentu akan lenyap
dengan sendirinya, dia cuma merasa dirinyalah yang
merasakan kesedihan dan kepedihan ini.
Jejak serta kabar berita dari Bun Tiang Seng sama sekali
tak diketahui olehnya, harus kemanakah dia pergi mencari?
Sewaktu dia lagi termenung itulah mendadak dari tempat
kejauhan kembali berkelebat
datang beberapa sosok bayangan.
Dia bisa melihat orang yang baru saja datang ada empat
orang banyaknya, sepasang lelaki perempuan serta Ing Ing
dan Cing Cing.
Belum sempat dia berpikir lebih lanjut tampaklah keempat
orang itu sudah berada dihadapan tubuhnya.
Lelaki berusia pertengahan itu mempunyai bentuk wajah
empat persegi dengan alis yang
tebal, keadaannya sangat berwibawa sekali.
“Kaukah Koan Ing?” tanyanya orang itu setibanya di
hadapannya.
Koan Ing mengangguk.
“Apa locianpiwee adalah Cia thay-hiap?” tanyanya pula.
Lelaki berusia pertengahan itu mendengus kemudian
mengangguk. “Akulah Cha Cau Hong, dimanakah Siauw-tan
berada?”
Koan Ing termenung tidak berbicara, dia memandang
sekejap ke arah Cing Cing serta Ing Ing sama sekali tidak tahu
olehnya apakah yang sudah dikatakan oleh Sang Siauw-tan
sebelum meninggalkan tempat itu sehingga kedua orang
gadis itu pergi mengundang ayahnya.

Perempuan yang satunya tentulah istri Cha Can Hong,
walaupun usianya sudah ada tiga puluh tahunan tetapi
wajahnya masih cantik bahkan mirip sekali dengan wajah Cing
Cing maupun Ing Ing.
Cha Can Hong yang mendengar Koan Ing tidak menjawab,
dia memandang sekejap ke arah Cing Cing serta Ing Ing, lalu
ujarnya kembali.
“Koan Ing, walaupun kau adalah jagoan dari angkatan
muda, bahkan rnerupakan ahli waris dari Thian-yu-pay tetapi
Sang Siauw-tan adalah keponakanku, kenapa kau
mengganggu dirinya?”
Mendengar perkataan itu Koan Ing segera mengerutkan
alisnya rapat-rapat, dia tahu setelah Can Ca Hong mendengar
perkataan dari kedua orang putrinya tentu akan timbul
kesalah pahaman dengan dirinya, tetapi dia tidak ingin
menjelaskan urusan ini.
Dia merasa urusan ini adalah urusan di antara dirinya
dengan Sang Siauw-tan, asalkan
dia merasakan perbuatannya benar, maka terhadap urusan
yang lain tidak perlu pikirkan lagi dihatinya.
Cha Can Hong yang melihat Koan Ing tidak maujawab
dalam hati merasa sangat tidak senang.
“Hmm, sekalipun kepandaian dari pemuda itu sangat tinggi
tidak seharusnya bersikap demikian sombongnya, bilamana
perlu aku harus kasih sedikit pelajaran kepadanya, demikian
pikirnya dihati. Sepasang alisnya segera dikerutkan rapatrapat.
“Hey Siauw-tan sudah pergi kemana?” Bentaknya kembali.
Koan Ing ragu sebentar, akhirnya dia menjawabjuga
dengan suara yang amat lirih, “Dia sudah meninggalkan
tempat ini, tetapi entah sudah pergi kemana?”

“Hari ini aku akan melepaskan dirimu untuk sementara,
setelah mengetahuijelas urusan ini dari Siauw-tan aku akan
segera datang kembali untuk mencari dirimu.” seru Ca Can
Hong sambil mendengus.
Sehabis berkata dia putar badan dan meninggalkan tempat
itu.
Cing Cing dengan pandangan gusar melototi sekejap ke
arah Koan Ing, sebaliknya Ing Ing yang tidak tahu urusan
dengan melongo memandang ke arah Koan Ing sebentar lalu
memandang ke arah encinya setelah itu baru berlalu
mengikuti ayah ibunya.
Dengan termangu-mangu Koan Ing memandang mereka
meninggalkan tempat itu sedang di hati diam-diam berpikir
apakah perbuatannya ini benar atau tidak, tetapi dia mengerti
kecuali menggunakan cara ini tiada cara lain lagi yang bisa
digunakan.
Dia memandang ke arah kiri kanan, kemudian dengan
mengikutijejak roda dari kereta berdarah berlari ke depan.
Lewat beberapa saat bemudian mendadak terdengarlah
suara derapan kaki kuda yang amat ramai berkumandang
keluar dari belakang badannya, sewaktu dia menoleh ke
belakang tampaklah olehnya dua ekor kuda dengan amat
cepatnya berlalu melewati sisi tubuhnya.
Pada saat itulah Koan Ing bisa melihat kalau penunggang
kuda itu bukan lain adalah dua orang hwesio, bukan lain
hweesio dari Siauw-lim-si. Dia mengerutkan alisnya rapatrapat
pikirnya.
“Apakah Ciangbunjin Siauw-lim-pay, Thian Siang Thaysu
sekalian sudah mengejar datang kemari”
Ketika menoleh, mereka kembali ke belakang terlihatlah
dari tempat kejauhan dari atas permukaan salju berkelebat
datang beberapa sosok bayangan manusia, ditinjau dari jubah

yang lebar dari beberapa sosok bayangan itu dia bisa
menduga kalau mereka bukan lain adalah hweesio dari kuil
Siauw-lim-si.
Koan Ing segera menoleh ke samping kiri kanan untuk
mencari tempat persembunyian tetapi yang tampak
permukaan salju yang kosong tidak ada sedikit tempat pun
yang bisa digunakan untuk bersembunyi.
Dia merasa dirinya tidak bakal berhasil meloloskan diri
kembali.
“Daripada gugup tidak keruan lebih baik aku bersikap
tenang saja,” pikirnya.
Tidak lama kemudian tindakan kaki yang halus sudah
semakin mendekat sebaliknya kedua
orang Hweesio penunggang kuda itu sudah lenyap tak
berbekas.
Koan Ing pura-pura pilon, dengan kalemnya dia
melanjutkan perjalanannya ke depan.
Terasa beberapa sosok bayangan manusia berkelebat di
tengah suara dengusan yang amat dingin tampaklah sesosok
bayangan manusia yang tinggi besar sudah menghalangi di
depan tubuhnya,
Dengan perlahan Koan Ing dongakkan kepalanya, orang itu
bukan lain adalah Thian Liong Thaysu adanya.
Sejak semula dia sudah menduga tentu hweesio-hweesio
dari kuil Siauw-lim-sie tidak akan melepaskan dirinya dengan
begitu saja, karenanya diam-diam dia sudah mengerahkan
tenaga dalam siap-siap menghadapi sesuatu.
Dengan pandangan amat tawar dia melirik sekejap ke arah
Thian Liong Thaysu lalu dengan perlahan tertawa.
“Thaysu, baik-baikkah selama perpisahan ini?” serunya.

Thian Liong Thaysu yang melihat Koan Ing ada maksud
hendak mengejek dirinya dengan dingin segera mendengus,
sepatah katapun tidak diucapkan keluar, sedangkan sinar
matanyapun segera beralih ke arah Thian Siang Thaysu yang
ada di belakang tubuh Koan Ing.
Dengan pandangan yang mendongkol Thian Siang Thaysu
memandang ke belakang punggung dari Koan Ing, dia tahu
pemuda ini terang-terangan sudah mengerti akan
kedatangannya tetapi dia sudah pura-pura berlaku pilon
bahkan sampai badannyapun tidak mau berputar, sungguh
jumawa sekali.
Walaupun kepandaian silat dari pemuda ini sangat tinggi
tetapi dia sebagai seorang ciangbunjin sebuah partai besar
ditambah pula merupakan pemimpin dari tiga manusia genah
sudah tentu tidak pantas baginya kalau bertempur sendiri
melayani Koan Ing, tetapi dengan tindak tanduk yang amat
sombong dari Koan Ing ini dia ingin sedikit memberi pelajaran
kepadanya.
Setelah lama berpikir akhirnya dia menegur juga.
“Hey. Koan Ing!”
Koan Ing sama sekali tidak menggubris dia tidak tahu
mengapa terhadap si hweesio dari Siauw-lim-pay yang
merupakan pimpinan dari tiga manusia genah ini menaruh
rasa tidak puas, dia merasa kesal terhadap tindak tanduknya
yang sama sekali tidak sesuai
sebagai seorang jagoan dari kalangan lurus.
Karenanya tanpa menoleh lagi dia sudah tertawa gusar.
“Siapa yang sudah berbicara di belakang orang lain?
Kenapa kalau mau bicara datang ke depan?” serunya.
Thian Siang Thaysu jadi melengak, tetapi sebentar
kemudian hawa amarahnya sudah berkobar dihatinya.

Tidak disangka sama sekali sikap dari Koan Ing ternyata
demikian sombong dan jumawanya, sepasang alisnya
dikerutkan rapat-rapat sedang untuk beberapa saat lamanya
dia tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun. Lewat
beberapa saat kemudian dia baru berkata, “Koan Ing Kau kira
tindakanmu bersama-sama Sang Siauw-tan membakar kuil
Han-poh-si bisa diselesaikan dengan begitu saja karena
mengandalkan nama besar dari empat manusia aneh?” Koan
Ing tetap tidak menoleh.
“Hey Hweesio gede kalau mau bicara katakanlah
sejelas2nya, buat apa selalu saja menuduh orang lain yang
berdosa?” ejeknya sambil tertawa tawar,
Thian Siang Thaysu yang mendengar Koan Ing
menyebutnya dengan si hweesio gede, hatinya seperti dibakar
oleh api, dengan gusarnya dia segera mendengus, alisnya
dikerutkan rapat-rapat kemudian kepada Thian Liong Thaysu
teriaknya, “Sute Kau membawa dua belas orang arak murid
Siauw-Iim tangkap pemuda ini, aku mau
berangkat mengejar kereta berdarah terlebih dahulu”,
“Tecu terima perintah” sahut Thian Liong Thaysu dengan
hormat.
Dengan pandangan tawar Koan Ing memperhatikan Thian
Siang Thaysu membawa sisa anak muridnya meninggalkan
tempat itu, dia tahu Thian Siang Thaysu benar-benar sudah
membenci dirinya sehingga dia sudah meninggalkan kedua
belas anak murid Tat Mo Tong untuk menawan dirinya.
Dengan pandangan yang tajam Thian Liong Thaysu
memperhatikan diri Koan Ing, setelah dirasanya Thian Siang
Thaysu sudah jauh meninggalkan tempat itu, dia baru tertawa
dingin setelah itu memerintahkan kedua belas orang hweesiohweesio
dari ruangan Tat Mo Tong untuk mengurung diri Koan
Ing.

Dia kembali tertawa dingin, kepada Koan Ing ujarnya,
“Sejak pertama kali aku terjunkan diri ke dalam Bu-lim belum
pernah pinceng bertemu dengan manusia yang sombong
benar seperti kau.”
Koan Ing tertawa, dia melirik sekejap ke arah kedua belas
orang hweesio itu.
“Heee.... heeee.... aku Koan Ing seorang diri harus
menggerakkan otot untuk melawan
dua belas orang hwessio berkepandaian tinggi dari ruangan
Tat Mo Tong serta si hweesio sakti Thian Liong Thaysu,
kenapa aku Koan Ing tidak boleh merasa bangga dan
sombong” ejeknya.
Thian Liong Thaysu segera tertawa dingin.
“Koan Ing kau mau mengikuti aku dengan sendirinya atau
mengharuskan aku turun tangan?” serunya sembari
memerintahkan kedua belas orang itu mulai menyebar.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, tangan
kirinya dengan perlahan segera mencabut keluarpedang Kiemhong-
kiamnya, dan siap-siap melancarkan serangan.
“Thaysu, pernahkah melihat orang yang mencekal pedang
Kiem-hong-kiam mengalami kekalahan?” ejeknya lagi sambit
tertawa. Thian Liong Thaysu tertawa dingin.
“Sungguh bersemangat, tetapi haruslah kau ketahui lukamu
belum sembuh, sedikit tidak berhati-hali maka seluruh
kehidupan mu akan habis sampai disini,” balasnya.
Koan Ing tahu arti dari perkataan Thian Liong Thaysu ini,
dia bermaksud hendak memusnahkan kepandaian silatnya. Hal
ini membuat hawa amarahnya jadi memuncak. Tetapi air
mukanya masih tetap kelihatan amat tawar sekali
“Masings pihak bertempur tidak akan terhindar dari luka,
hee.... hee.... kalian pun

lebih baik sedikit berjaga-jaga.' serunya. “Bagus sekali”
Sinar mata Koan Ing segera berkelebat dia mengerti kedua
belas orang jagoan Siauw-iim ini memiliki kepandaian yang
amat dahsyat, walaupun dimulutnya dia berbicara
congkak padahal dihati mulai memikirkan cara-cara untuk
meloloskan diri dari kepungan
tersebut.
Pedang Kiem-hong-kiamnya segera di angkat sejajar
dengan dada, sinar matanya dengan amat dingin menyapu ke
arah kedua belas orang hweesio itu.
Kedua belas orang itu merupakan hweesiojagoan dari
Siauw-lim-pay, kehebatan dari
ilmu silatnya boleh dikata termasu di dalam jagoan kelas
satu, kini mereka dua belas orang harus bersama-sama turun
tangan untuk menawan Koan Ing, sebagai seorang dari
angkatan muda, sudah tentu mereka tidak akan mau turun
tangan terlebih dulu.
Sinar mata Koan Ing kembali menyapu ke arah mereka,
mendadak pedang Kiem-hong-kiamnya dengan menggunakan
jurus ‘Han Lin Sin Wie’ menyerang hweesio yang ada di
hadapannya.
Saat ini Koan Ing berdiri ditengah-tengah kepungan dua
belas orang, dia tidak bergerak yang namun berdiam diri
tetapi begitu pedangnya bergerak maka dari empat penjuru
segera terasalah adanya angin serangan yang amat dahsyat.
Sejak semula Koan Ing sudah menduga akan hal ini,
diantara berkelebatnya angin pukulan tangan kanannya sudah
dibabat ke samping, jurus pedangnya dari ‘Han Lin Sin Wie’
kini sudah diubah jadi jurus ‘Thian Hong Sie Lang’ atau angin
berlalu menggoyangkan ombak,.

Serentetan suara pekikan yang amat nyaring segera
menembus angkasa, diantara berkelebatnya sinar yang
keemas-emasan, pedang Kiem-hong-kiam ditangannya sudah
berubah jadi segulung lingkaran bulat laksana pelangi emas
dengan dahsyatnya menghalangi datangnya serangan dari
kedua belas orang tersebut.
Kedua belas orang hweesio dari ruangan Tat Mo Tong itu
mana mau melepaskan dirinya
dangan begitu saja? Mereka yang sudah berlatih sangat
lama, kerja samanya pun amat
dahsyat sekali. Mendadak mereka bersama- melancarkan
satu pukulan menghajar pedang Kiem
Hong Kiam ditangan Koan Ing, agaknya hweesio-hweesio
itu bermaksud hendak memukul terbang
pedang tersebut.
Koan Ing yang baru saja melancarkan satu serangan
hendak mendesak mundur pihak musuhnya mendadak melihat
mereka telah bersama-sama maju ke depan, dalam hati
merasa agak bergidik, dengan keadaannya pada saat ini
dimana lukanya masih belum sembuh apa lagi harus melayani
pula dua belas pasang tangan sudah tentu keadaannya benarsangat
terdesak.
Selamanya dia belum pernah menemui kejadian seperti ini,
begitu hatinya gugup, angin serangan dengan amat tepatnya
sudah berhasil menghajar di atas tubuh pedang Kiem-hongkiamnya.
Di tengah suara dengungan yang amat keras pedang
ditangannya sudah terpukul lepas ke tengah udara.
Koan Ing jadi sangat terkejut, dia bersuit nyaring, sedang
tubuhnya segera berkelebat ke depan mengejar pedangnya
yang terlepas itu.

Dari belakang badannya lantas terdengar suara bentakan
yang amat nyaring, empat orang hweesio sambil melancarkan
serangan sudah menubruk ke arahnya.
Dangan tangan kiri Koan Ing menyambar gagang
pedangnya sedang tubuhnya yang masih ada di tengah udara
mendadak berputar lalu melancarkan tendangan berantai
menghajar keempat hweesio yang mengikuti dari belakangnya
itu.
Dengan terburu-buru keempat orang hweesio itu menarik
kembali serangannya, sedang yang dua segera membalikkan
tangannya mencengkeram kaki Koan Ing.
Dengan gugup Koan Ing menarik kembali kaki kanannya,
pedangnya bagaikan kilat cepatnya menyerang kedua orang
hweesio tersebut dengan menggunakan jurus Ci Cie Thian
Yang
Dimana pedang tersebut menyambar, ke dua orang
hweesio itu segera terdesak mundur ke belakang sembari
menarik kembali serangannya,
Baru saja Koan Ing menghembuskan lega, kembali sudah
ada delapan orang hweesio lagi yang menubruk dengan
dahsyatnya ke arah dirinya.
Di dalam keadaan yang amat kritis itulah mendadak Koan
Ing teringat kembali akan jurus serangan yang termuat di
dalam kitab pusaka Boe Shia Koei Mie, dia segera menarik
napas panjang-panjang sedang tubuhnya berjumpalitan di
tengah udara.
Dua orang hweesio kembali membentak keras, tubuhnya
bagaikan anak panah yang terlepas dan busurnya bersamasama
menubruk ke arah depan.
Pedang panjang Kiem-hong-kiam ditangan Koan Ing segera
dibabat ke belakang mengancam tubuh kedua orang hweesio
tersebut.

Kedua orang itu lantas mendengus dingin, yang seorang
dengan menggunakan tangan kosong mencengkeram pedang
di tangannya sedang yang lain mencengkeram dadanya,
agaknya mereka bermaksud hendak membinasakan dirinya
seketika itu juga.
Koan Ing segera melirik sekejap, dia tahu kedua orang
hweesio itu melatih ilmu Pauw
Heng Cau yang dahsyat diri ilmu tunggal Siauw-lim-pay.
Di tengah suara suitan yang amat nyaring tangan kirinya
segera digetarkan sehingga mengeluarkan suara dengungan
yang memekikkan telinga, diantara berkelebatnya sinar
keemas-emasan pedangnya sudah berubah membentuk
bulatan kemudian laksana roda kereta menggulung ke arah
kedua orang hweesio tersebut.
Inilah yang dinamakan jurus Noe Ci Sin Kiam atau dengan
gusar mata pedang dari ilmu
pedang Thian-yu Ji Cap Su Cau.
Melihat datangnya serangan tersebut kedua orang hweesio
itu jadi sangat terperanjat dengan terburu-buru mereka
menarik kembali cengkeramannya untuk melindungi dirinya
sendiri,
Dengan cepatnya Koan Ing mengejar ke depan disertai
suara sentilan yang memekikkan telinga, tubuhnya dengan
mengambil kesempatan itu meloncat keluar dari tengah
kalangan,
Baru saja tubuhnya mencapai permukaan tanah mendadak
dari belakang punggungnya kembali terasa adanya segulung
angin serangan yang amat dahsyat menghajar punggungnya,
dia jadi terkejut karena terasa olehnya datangnya angin
serangan itu meresap hingga dalam tulang,
Diantara kedua belas orang hweesio itu walaupun
kepandaian silat mereka sangat tinggi tetapi tidak mungkin di

dalam keadaan tanpa mengeluarkan sedikit suarapun berhasil
mendesak hingga di belakang tubuhnya, kecuali mereka
berdua belas hanya ada seorang saja yang dapat melakukan
perbuatan tersebut, orang itu bukan lain adalah Thian Liong
Thaysu.
Koan Ing yang merasa terkejut tidak berani berlaku ayal
lagi terburu-buru tubuhnya
merendah ke bawah sedang tangan kirinya membabat ke
belakang, pedang Kiem-hong-kiamnya laksana kilat yang
menyambar sudah membentuk gerakan busur kecil yang amat
santar, jurus ini bukan lain adalah jurus Hiat Cong Ban Lie
yang chusus digunakan untuk menangkis datangnya serangan
bokongan,
Thian Liong Thaysu yang melihat Koan Ing meloncat keluar
dari dalam kalangan, dalam hati merasa cemas dia merasa
walau pun tenaga dalam dari kedua belas orang hweesio ini
tidak di bawah kepandaian Koan Ing tetapi jurus serangan dari
Koan Ing lebih sempurna, bilamana sampai membiarkan Koan
Ing berhasil meloloskan diri dari kurungan ada kemungkinan
sulit sekali untuk mengejarnya kembali, karenanya terpaksa
dia harus turun tangan melancarkan serangan bokongan.
Dia yang mendapat malu banyak karena Koan Ing dan
sekarang tidak berhasil pula menawan diri Koan Ing, bukankah
hal ini sangat memalukan sekali? Bagaimana nanti dia hendak
bertanggung jawab di hadapan ciangbunjin?
Kedua belas orang hweesio dari ruangan Tat Mo Tong
itupun demi kedudukan serta kehormatannya sendiri harus
berusaha keras untuk menawan diri Koan Ing, bilamana kali
ini Koan Ing sampai berhasil lolos, bukankah nama baik
merekapun akan ikut hancur?
Thian Liong Thay-su yang melancarkan serangan
bokongan, dia menduga Koan Ing tidak bakal bisa lolos lagi,
siapa tahu di dalam keadaan yang amat kritis itu, Koan Ing

bisa membabatkan pedangnya ke belakang, sehingga
membuat dirinya terdesak, hal ini benar-benar membuat
hatinya jadi terperanjat,
“Aaaaa.... bukankah jurus ini adalah ilmu tunggal dari
perguruan Ciat Ie To?”
bagaimana Koan Ing pun bisa menggunakannya, demikian
pikirnya di hati.
Hal ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang terjadi
diluar dugaan, bahkan dia merasa ragu-ragu untuk
mempercayainya, bagaimana mungkin Koan Ing bisa
memahami kepandaian silat dari tiga manusia aneh?
Sebetulnya pukulan ini bisa membinasakan diri Koan Ing,
tetapi dikarenakan dia merasa heran akan kepandaian silat
yang dimiliki Koan Ing, membuat dia orang jadi melengak
sehingga sulit baginya untuk meloloskan diri dari serangan
tersebut. Tubuhnya sedikit miring ke samping lalu mendengus
berat.
Dada sebelah kiri dari Thian Liong Thaysu terkena tusukan
pedang itu dengan amat tepat sekali sehingga menembus
beberapa Cun dalamnya sedangkan tubuhnya segera tergetar
mundur dua langkah ke belakang.
Sebaliknya Koan Ing pun terkena pukuIan dari Thian Liong
Thaysu sehingga terhuyung2 maju dua langkah ke depan,
darah segar muncrat keluar dari mulutnya diikuti tubuhnya
segera lari ke depan.
Melihat kejadian itu, kedua belas orang hweesio dari Tat
Mo Tong itu jadi melengak semua dibuatnya, walaupun
mereka merupakan anak murid dari Siauw-lim-pay tetapi
dalam hati diam-diampun merasa rada menyesal.
Kejadian mereka dua belas orang harus menyerang seorag
dari angkatan muda sudah merupakan satu perbuatan yang
tercela, apalagi Thian Liong Thaysu yang sudah bilang tidak

turun tangan ternyata sampai terakhir malahan turun tangan
membokong dirinya, bukankah hal ini amat memalukan sekali?
Sembari menggunakan tangannya memegang mulut
lukanya, dengan ter huyung- kembali Thian Liong Thaysu
mundur dua langkah ke belakang, wajahnya berubah pucat
pasi.
Dia yang melihat Koan Ing dengan paksa menahan rasa
sakit melarikan diri dari situ, sinar matanya segera menyapu
sekejap ke arah kedua belas orang hweesio itu.
“Hmmm cepat kalian tangkap dia kembali, tidak usah urusi
aku lagi.” perintahnya dengan dingin.
Kedua belas orang hweesio itu jadi melengak, tetapi
sebentar kemudian bersama- sudah merangkap tangannya
memberi hormat lalu putar tubuh mengejar diri Koan Ing,
Koan Ing yang melarikan diri dari kepungan para hweesio
dari Siauw-lim-pay, walaupun luka yang dideritanya amat
parah tetapi kesadarannya belum pudar, dia tahu pada saat ini
dia harus berusaha untuk meloloskan diri diri kejaran para
hweesio-hweesio Siauw-lim-pay ini, mati ditangan mereka
sama sekali tidak ada harganya,
Karena itu mau tidak mau dia harus berusaha untuk tetap
hidup hingga dendam ayahnya berhasil dibalas.
Dengan sekuat tenaga dia melarikan diri ke depan, bahkan
hampir melupakan luka dibadannya.
Walaupun Koan Ing sudah berusaha untuk lari lebih cepat
tetapi bagaimanapun juga badannya yang menderita luka
membuat kecepatan larinyapun semakin berkurang, baru saja
mencapai dua li jauhnya, para hweesio dari Siauw-lim-pay
sudah pada mendekat.
Koan Ing juga mendengar suara langkah di belakang
tubuhnya semakin lama semakin mendekat, dia segera

mengetahui kalau para hweesio- Siauw-lim-pay itu sudah
mengejar datang lebih dekat lagi.
Terpaksa dengan sekuat tenaga dia berlari lebih kencang
lagi ke depan.
Mendadak terdengarlah suara bentakan yang amat keras
bergema datang dari belakang tubuhnya disusul berkelebat
sesosok bayangan manusia yang melancarkan serangan
dahsyat menekan kepalanya.
Koan Ing yang melihat kejadian itu dalam hati jadi amat
gusar sekali, tanpa memperdulikan lukanya yang diderita dia
bersuit nyaring, tubuhnya membalik tangan kirinya yang
mencekal pedang Kiem-hong-kiam segera menyerang ke arah
hweesio itu sedangkan tangan kanannya menotok jalan darah
dipelipisnya.
Datangnya serangan tersebut amat cepat sekali, hweesio
itu sama sekali tidak menduga kalau Koan Ing berani putar
badannya memberikan perlawanan, hatinya jadi berdesir.
“Braaak....!” disertai suara ledakan yang keras pedang dari
Koan Ing sudah menembus dada hweesio itu sedangkan
kedua buah jarinyapun dengan amat tepat berhasil menembus
pada pelipisnya.
Tetapi sesaat sebelum menemui ajalnya hweesio itupun
melancarkan satu cengkeraman
menghajar dada Koan Ing, saking beratnya cengkeraman
itu membuat tubuhnya jadi menempel
di sisi tubuh Koan In
Pada saat itulah kesebelas orang hweesio lainnya sudah
tiba dikalangan dan mengurung Koan Ing rapat-rapat.
Waktu itu Koan Ing cuma merasakan kepalanya amat
pening sekali, tetapi dia berusaha untuk jangan sampai jatuh

pingsan dia tetap bertahan sembari mencekal kencangkencang
mayat dari hweesio tersebut.
Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah
sebelas orang hweesio lainnya, mendadak sikut kanannya
menyambar ke depan, dengan disertai suara benturan yang
amat keras mayat hweesio itu sudah terlemparjatuh ketanah.
Darah segar segera mengucur keluar dengan derasnya
sedang dada Koan Ing pun terasa amat sakit masih untung dia
tetap sadar sehingga bisa bertahan beberapa saat kembali.
Dengan pandangan yang dingin dia memperhatikan
kesebelas orang itu alisnya dikerutkan rapat-rapat lalu dengan
dingin tantangnya lagi. “Siapa lagi yang berani maju?”
Kesebelas orang hweesio itu seketika itu juga dibuat
termangu-mangu disana, mereka adalah orang yang beribadat
sewaktu melihat keadaan yang amat mengerikan itu, tidak
terasa hatinya merasa bergidik juga.
Mereka juga melihat seluruh tubuh Koan Ing sudah
berlepotan darah segar bahkan boleh dikata merupakan
seorang manusia berdarah, hal ini benar-benar amat
menyeramkan sekali, untuk beberapa waktu lamanya tak
seorangpun diantara mereka yang mengucapkan kata-kata.
Dengan dinginnya Koan Ingpun memperhatikan orangorang
itu, kemudian dengan langkah lebar berjalan
meninggalkan tempat tersebut.
Dari antara kesebelas orang hweesio itu tak ada
seorangpun yang turun tangan menghalangi dirinya, mereka
cuma memandang ke arah mayat kawannya dengan tertegun.
Setelah berhasil meloloskan diri dari kurungan kesebelas
orang hweesio itu, sembari memegang kencang-kencang
dadanya, Koan Ing melarikan diri kembali ke depan.
Dia terus lari ke depan tanpa memperoleh gangguan lagi,
dalam hati diam-diam merasa heran. Pikirnya, “Kenapa

hweesio-hweesio itu tidak mengejar aku? Mereka takut aku
beradujiwa dengan mereka ataukah karena menurut
anggapan mereka aku pasti mati?”
Selamanya dia belum pernah membunuh orang, dan ini hari
adalah yang pertana kalinya. Walaupun hal ini dikarenakan
untuk melindungi dirinya sendiri tetapi wajah yang amat
menyeramkan dari hweesio itu sesaat menemui ajalnya selalu
saja terbayang kembali di dalam benaknya.
Saat ini dia tidak memikirkan apa-apa lagi, sekalipun ingin
berpikir, juga tak terpikir olehnya.... hatinya terasa kalut,
kacau dan bingung sekali.
Kini di hadapannya muncullah sebuah gua yang amat besar
dan gelap sekali, tanpa pikir lagi dia berlari masuk ke dalam
gua tersebut.
Di dalam benaknya dia berniat untuk istirahat sebentar
disana.
Tetapi agaknya gua itu sangat dalam sekali, walaupun dia
sudah berlari selama seperminum teh lamanya belum sampai
juga pada ujungnya.
Semakin lama Koan Ing tidak kuat untuk bertahan lagi,
akhirnya dia berniat untuk istirahat saja di tempat tersebut.
Mendadak.... suara seseorang bergema datang dengan
dinginnya. “Siapa?”
Dalam hati Koan Ing raeiasakan hatinya tergetar amat
keras, dia sama sekali tidak menyangka kalau di dalam gua
tersebut ternyata masih ada penghuninya.
Pikirannya yang semula mulai pudar kini menjadi sadar
kembali oleh suara bentakkan itu, kepalanyapun segera
ditoleh kesamping.
Tetapi suasana tetap sunyi senyap tak tampak sesosok
manusiapun, dia cuma menemukan adanya serentetan sinar

terang yang menyilaukan mata dan di tengah cahaya tersebut
mendadak terlihat ada sesosok bayangan manusia yang
menubruk datang.
Koan Ing jadi sangat terperanjat, pedang Kiem-hong-kiam
ditaagannya dengan menggunakan jurus “Ci Cie Thian Yang”
dengan sekuat tenaga segera berkelebat ke depan
mengancam leher kiri dari orang itu. “Ilmu pedang yang bagus
“Puji orang itu dengan keras.
Mendadak tangannya berkelebat merebat datangnya
serangan pedang itu dengan menggunakan tangan kosong.
Koan Ing jadi sangat terkejut kesadarannya kembali
menjadi pudar, saat ini dia cuma mengandalkan kepercayaan
pada dirinya sendiri untuk menyerang ke depan. “Hmm kau
masih hendak membandel?” Bentak orang itu dengan gusar.
Di tengah sambaran tangan kirinya, dia segera merasakan
seluruh tubuhnya jadi kaku beberapa buah jalan darah
ditubuhnya sudah kena tertotok oleh serangan tersebut
sehingga tidak kuasa lagi dia sudah rubuh ke atas tanh.
Orang itu segera menggotong badan Koan Ing menuju ke
tempat semula.
Sesudah membebaskan jalan darahnya yang tertotok dan
menutup mengalirnya darah didada dia baru meletakkan
kembals tubuh Koan Ing ke atas tanah,
“Kau ingin mencari mati? Darah didadamu terus menerus
mengalir keluar.... ”
omelnya.
Sambil berkata mendadak dia memungut kembali sesuatu
benda yang terjatuh dari dada Koan Ing, lalu menjerit kaget.
“Aaah.... pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie!” teriaknya.
Koan Ing jadi sangat terkejut, ketika dia angkat kepalanya
terlihatlah olehnya orang yang ada di hadapannya merupakan

seorang kakek tua yang usianya diantara lima puluh tahunan
dengan rambut putih yang terurai hampir menutupi separuh
bagian wajahnya.
Ditangan kanannya pada saat ini mencekal sebilah pedang
Hiat-ho Sin-pie yang sedang ditelitinya dengan amat cermat.
Koan Ing jadi terkejut, menurut pengetahuannya orang
yang berhasil melatih ilmu khie-kangnya sehingga bisa
dikerahkan dan ditarik sesuai dengan kemauannya cuma
seorang saja yaitu si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong
yang sudah gila
Dia sama sekali tidak menyangka sewaktu dia menderita
luka di tempat seperti ini kembali menemui seorang manusia
aneh yang memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi sekali.
Tetapi siapakah orang ini?
Lama sekali orang itu memperhatikan pedang pusaka Hiatho
Sin-pie tersebut kemudian gumamnya seorang diri,
“Pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie.... akhirnya aku berhasiljuga
melihatnya.”
Diam-diam Koan Ing menarik napas panjang-panjang,
tetapi dengan tarikan napasnya inilah dia merasakan seluruh
tubuhnya amat sakit saking sakitnya sehingga keringat dingin
mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, bahkan saking
tak tertahannya hampir-hampir dia jatuh tak
sadarkan diri.
Orang itu angkat kepalanya memandang terpesona ke arah
diri Koan Ing, lalu tanyanya secara tiba-tiba, “Kau baru saja
berkelahi dengan siapa sehingga terluka demikian parahnya?”
Koan Ing memandang sekejap ke arah orang itu tetapi
mulutnya tetap bungkam dalam seribu bahasa.
“Walaupun kau tidak suka berbicara akupun bisa tahu kalau
kau adalah anak murid dari Kong Bun-yu, lukamu terlalu parah
sekali, walaupun kau tidak bisa menyembuhkannya tetapi aku

bisa membantu dirimu untuk menyembuhkan luka tersebut
asalkan pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie ini kau serahkan
kepadaku.”
Koan Ing tertawa tawar, dia sama sekali tidak menduga
ada orang yang mengingini pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie ini,
tetapi entah siapakah orang ini sehingga mau membantu dia
untuk menyembuhkan Iukaanya?”
Ketika orang itu melihat Koan Ing tertawa tawar, dia sudah
salah menganggap kalau
dia tidak mau mengabulkan usulnya itu, cepat-cepat
ujarnya lagi, “Bilamama lukamu tidak kau sembuhkan memiliki
pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie ini apa gunanya?”
Sekali lagi Koan Ing tertawa tawar lalu mengangguk, tetapi
sepatah katapun tidak diucapkan keluar.
Jilid 10
SEBETULNYA dia membawa Pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie
inipun tidak ada gunanya, sekalipun harus diberikan
kepadanya secara cuma2 tidak ada salahnya.
Ketika orang itu melihat Koan Ing menyetujuinya dengan
begitu cepatnya malah sebaliknya dibuat tertegun.
“Menurut keadaan yang sesungguhnya aku tidak
seharusnya menggunakan keadaan yang kepepet dari orang
lain untuk memaksa kau menyerahkan barang itu kepadaku,
tetapi sepasang kakiku sudah cacat, bilamana tidak ada
pedang Hiat-ho Sin-pie mi aku tidak akan berhasil memulihkan
kembali sepasang kakiku yang sudah cacat ini,” katanya.
Sehabis berkata tampak dia termenung sebentar, kemudian
baru tambahnya lagi, “Kau suka menyerahkan ilmu silat dari
partai Hiat-ho-pay kepadaku, untuk mengucapkan terima kasih

ini selain aku akan menyembuhkan luka yang kau derita
bahkan aku turunkan juga ilmu silat yang di ketahui olehku
selama beberapa tahun ini.”
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi melengak.
Kiranya ilmu silat dari partai Hiat-ho-pay disimpan di dalam
pedang Hiat-ho Sin-pie ini
Sebetulnya dia tidak mengetahui akan hal ini, bahkan
sekalipun tahu juga tidak ada gunanya, karena itu sekalipun
saat ini dia mengetahui kalau di dalam pedang Hiat-ho Sin-pie
itu termuat ilmu silat dari aliran Hiat-ho-pay tetapi hatinya
sama sekali tidak jadi menyesal barang sedikit pun juga.
Terdengar orang itu tertawa kembali.
“Kau orang sungguh Iucu sekali, siapa dirikupun kau tidak
tahu kenapa kau suka menyerahkan pedang ini kepadaku?
Kau tidak takut aku adalah jagoan dari kalangan hitam
Koan Ing tersenyum.
“Soal dari kalangan lurus atau dari kalangan hitam tidaklah
penting, yang ingin aku ketahui adalah siapakah engkau?”
“Aku bernama Tong Phoa Pek, kemungkinan kaupun
pernah mendengar namaku ini dari orang lain,” jawab orang
itu tertawa.
Mendengar disebutnya nama tersebut Koan Ing jadi
terperanjat. Tong Phoa Pek?
mungkin dia adalah jagoan nomor wahid dari partai Thiansan-
pay pada dua puluh tahun yang lalu, “Thian Yang Siuw-su
atau si sastrawan seujung langit Tong Phoa Pek? Bagaimana
dia bisa muncul di tempat ini?
Dua puluh tahun yang lalu sewaktu kereta berdarah
munculkan dirinya untuk pertama kalinya, berpuluh-puluh
orang jago dari daerah Tionggoan bersatu padu untuk
mengerubuti kereta berdarah itu

Ketika kereta berdarah memasuki daerah Tibet dan
berpuluh-puluh orang jagoan itupun mengejar terus dengan
kencangnya, di tengah perjalanannya kembali berpuluh-puluh
orang jago luka maupun binasa.
Sehingga sewaktu tiba di daerah Sin kiang para jago yang
mengejar tinggal sebelas
orang saja, tapi merekapun sejak itu lenyap tak berbekas.
Kereta berdarah kembali munculkan dirinya orang-orang
Bu-lim lantas mengambil kesimpulan kalau kesebelas orang itu
telah mati semua dan Tong Phoa Pek ini adalah salah satu
diantaranya.
Selama dua puluh tahun lamanya dia tidak ada ujung
beritanya, tidak disangka hari ini bisa muncul disini.
Tampak Tong Phoa Pek mengerutkan alisnya rapata
kemudian tertawa.
“Tempo hari sewaktu kami sebelas orang memasuki daerah
Tibet disana sepuluh orang pada mati ditangan pemilik kereta
berdarah tersebut sedang sepasang kakipun terhajar putus
oleh ilmu ‘Khet Sim Cen Khie’ dari Jien Wong, untung saja aku
berhasil melarikan diri dan bersembunyi di dalam gua ini,
hee.... hanya dalam sekejap saja dua puluh tahun sudah
lewat.”
Dengan pandangan terpesona Koan Ing memperhatikan
Tong Phoa Pek, sungguh tak pernah disangka olehnya kalau si
sasterawan seujung langit yang tempo hari disebut sebagai
seorang jagoan kelas wahid dari Bu-lim kini sudah menemui
akibat yang amat mengerikan.
Dia tahu bukan saja kepandaian silat dari Tong Phoa Pek ini
amat tinggi bahkanjadi orangpun sangat baik dan disebut
sebagai seorang penolong yang budiman. Hanya saja
kepandaian silatnya tidak bisa memadai kepandaian silat dari
Kong Bun-yu sekalian, bagaimana mungkin hanya di dalam

dua puluh tahun ini kepandaian silatnya sudah memperoleh
kemajuan yang demikian mengerikan?
Tong Phoa Pek yang melihat Koan Ing terjerumus di dalam
lamunan, dia kembali tertawa. “Eeei.... kau tidak usah banyak
berpikir lagi, mari aku bantu untuk menyembuhkan lukamu.”
Sambil berkata dia tempelkan telapak tangannya ke atas
telapak tangan Koan Ing lalu mulai salurkan hawa murninya
untuk menyembuhkan luka yang diderita olehnya.
Dengan perlahan Koan Ing pejamkan matanya rapat-rapat,
dia cuma merasakan adanya aliran hawa murni yang amat
lunak dengan tiada putus2nya mengalir masuk ke dalam
badannya membuat dia segera merasa amat segar dan
bersemangat sekali.
Dimana hawa murni itu mengalir Koan Ing lantas
meratakan lukanya seperti telah disembuhkan sama sekali, dia
benar-benar kagum terhadap ilmu silat dari Tong Phoa Pek.
Tetapi diapun merasa amat terkejut ter hadap kedahsyatan
dari tenaga dalam yang dimiliki orang ini, sekalipun Sang Suim
sendiri belum tentu bisa memiliki tenaga dalam yang begitu
tingginya
Dia merasa luka dalam yang dideritanya sudah sembuh
kembali, baru saja hatinya merasa kegirangan mendadak....
Dia merasakan tenaga dalam dari Tong Phoa Tek tiba-tiba
menggetar keras lalu disusul segulung hawa murni yang amat
panas sekali mengalir masuk dan mendesak terus ke dalam
tubuhnya.
Koan Ing benar-benar amat terperanjat dia tidak mengerti
apa tujuan dari Tong Phoa Pek berbuat demikian
Ooo)*(ooO
Bab 22

TERDENGAR Tong Phoa Pek mendengus dingin, hawa
murninya agak sedikit tergetar lalu dengan dahsyatnya
menyusup masuk kembali Koan Ing dengan derasnya.
“Cepat kerahkan tenaga dalammu untuk mengikuti!” teriak
Tong Phoa Pek dari samping telinganya dengan suara yang
cemas.
Koan Ing menurut dan salurkan hawa murni yang
menerjang masuk ke dalam tubuhnya itu.
Dia merasakan hawa murni yang amat panas itu segera
bersatu padu dengan hawa murninya sendiri, begitu bertemu
lalu dengan cepatnya berputar mengelilingi tubuhnya satu
lingkaran saja, dia sudah merasa tenaga dalamnya telah
mendapatkan kemajuan satu kali lipat.
Koan Ing tidak mengerti apa maksud Tong Phoa Pek
berbuat demikian terhadap dirinya, dengan perlahan dia
membuka matanya dan memandang ke arah Tong Phoa Pek
yang melihat wajahnya kini sudah berubah jadi pucat pasi
bagaikan mayat tetapi masih tersungging satu senyuman.
Tong Phoa Pek yang melihat dia sudah membuka matanya
lantas tertawa.
“Tadi sewaktu aku salurkan tenaga dalamku untuk
menyembuhkan luka dalammu waktu itu aku menemukan
kalau di dalam badanmu sudah terkena semacam racun yang
tidak dapat disembuhkan lagi, bila mana aku minta pedang
Hiat-ho Sin-pie mu itu dengan begitu saja, dalam hati aku
merasa rada tidak enak. Karenanya aku lantas bagikan
separuh tenaga dalam yang berhasil aku latih selama dua
puluh tahun ini kepadamu”
Koan Ing jadi termangu-mangu, orang bilang Tong Phoa
Pek adalah seorang manusia baik-baik, ini hari dia baru
merasa percaya kalau perkataan tersebut sedikitpun tidak
salah bahkan boleh dikata hampir-hampir dia merasa tidak

percaya kalau di dalam dunia saat ini benar-benar ada orang
yang demikian baiknya.
Tong Phoa Pek kembali tertawa.
Jika ditinjau dari luka dalam yang kau derita pada saat
inijelas musuh besarmu itu adalah seorang iblis pembunuh
manusia yang tak berkedip, kau boleh pergi membalas
dendam kepadanya sesaat sebelum racun yang bersarang di
dalam badanmu kambuh, dengan begitu sewaktu racun mulai
bekerja hatimupun sudah rada sedikit lega.
“Imiah hasil yang aku dapatkan dari anak murid partai
Siauw-lim-pay yang diperintah oleh Ciangbunjien,” ujar Koan
Ing dengan suara yang perlahan.
Tong Phoa Pek jadi melengak, dia sama sekali tidak
mengira kalau semua orang yang melukai diri Koan Ing adalah
anak murid dari Siauw-lim-pay, tapi Thian Siang Thaysu
menduduki sebagai pimpinan dari tiga manusia genah, tidak
mungkin dia suka sembarangan melukai orang lain.
Walaupun pada masa yang lampau ada beberapa kali dia
berjodoh bisa bertemu muka dengan Kong Bun-yu dan
merasakan sifatnya amat congkak danjumawa tapi dia percaya
terhadap muridnya dia orang masih mengawasinya dengan
ketat keras, dia bukan seorang dari kalangan Hek To sudah
tentu muridnya tidak jelek bahkan diwaktu lampau diapun
menaruh rasa hormat terhadap diri Kong Bun-yu. Lama sekali
dia termenung kemudian sambil tertawa baru ujarnya,
“Akupun tidak ingin bertanya kepadamu apa sebabnya
sehingga terjadi peristiwa ini, tetapi aku percaya akan hatimu,
kau bukanlafa seorang manusia yang jahat cuma saja....
sifatmu rada sombong, cacat ini persis seperti apa yang
dialami oleh Kong Bun-yu tempo
hari, mudah melukai hati orang.”
Koan Ing tersenyum, saat ini hatinya benar-benar merasa
kagum bercampur terharu terhadap diri Tong Phoa Pek

sehingga tak terasa lagi dia sudah jatuhkan diri berlutut di
hadapannya,
“Terima kasih atas budi dari loocianpwee yang sudi
menolong jiwaku,” ujarnya,
“Tidak usah.... tidak usah.” Cegah Tong Phoa Pek sambil
tersenyum. “Tempo hari sewaktu aku berhasil melarikan diri
masuk ke dalam gua ini kebetulan di tempat ini aku sudah
temukan sejilid kitab ilmu pedang “Suo Siam Kiam Boh” yang
ditinggalkan oleh seorang iblis sakti yang pernah menjagoi
seluruh Bu-lim pada masa yang lalu, di samping itu terdapat
pula kepandaian silat hasil peninggalan dari “Bu-lim Kiam Sin”
atau si rasul pedang Yong Ci Teng, coba kau pergilah ke
belakang untuk pelajari seluruh ilmu pedang ‘Suo Sim Cap
Pwee Kiam’ tersebut.”
Koan Ing merasa agak ragu-ragu, dia tahu ilmu pedang
“Suo Sim Cap Pwee Kiam” adalah merupakan serangkaian ilmu
pedang yang terganas di dalam Bu-lim pada masa yang
lampau, pemiliknya si “Suo Sim Kiam” atau jagoan pedang
penghancur sukma Pek Li Si Beng bersama-sama dengan Bulim
Kiam Sin atau si rasul pedang Yong Ci Ceng telah lenyap
dan Bu-lim beberapa puluh tahun yang lalu, soal ini hingga
kini masih merupakan satu teka teki buat orang lain.... tidak
disangka merekapun ada disini.
“Kepandaian silat dari Yong Ci Teng terlalu mendalam dan
bukannya bisa dipelajari hanya di dalam sehari dua hari saja,”
ujar Tong Phoa Pek sambil tertawa. “Aku tidak bisa banyak
berbicara lagi dan harus cepat-cepat bersemedhi, kau pergi
lah berlatih dengan baik-baik setelah itu boleh keluar dari sini
tanpa perdulikan aku lagi”
“Terima kasih atas perhatian cianpwe!” seru Koai Ing
kemudian sambil bungkukkan badannya memberi hormat.
Tong Phoa Tek tersenyum dan pejamkan matanya kembali
sedang Koan Ing segera berjalan masuk ke dalam gua, terlihat

lah olehnya di atas dinding gua sudah terukir delapan belas
macam gaya ilmu pedang yang setiap lukisan terukir amat
dalam sekali di atas batu, jelas
orang yang melukiskan gambar2 itu memiliki tenaga dalam
yang amat sempurna.
Sinar matanya dengan cepatnya menyapu sekejap ke arah
gambar2 tersebut, hatinya terasa berdebar-debar dengan
amat kerasnya.
Dengan kehebatan dari tenaga dalam yang dimiliki Koan
Ing pada saat ini terhadap segala macam ilmu silat asalkan
bisa melihatnya sekejap tentu dapat memahami, ditambah lagi
dia sudah pernah menghapalkan seluruh isi dari kitab pusaka
‘Boe Shia Koei Mie’ pemberian Song Ing, membuat daya ingat
terhadap kepandaian silat menemui kemajuan yang
pesat,
Cukup hanya di dalam sekali pandang saja dia sudah bisa
mengetahui gaya mana yang lihay dan gerakan mana
sempurna.
Keistimewaan dari ilmu pedang “Thian-yu Khei Kiam”
terletak pada keanehannya, setiap serangan yang dilancarkan
dengan ilmu tersebut bisa membingungkan pihak lawan arah
mana yang hendak dituju, tetapi kelemahannya bilamana
keistimewaan itu sudah diketahui orang maka perubahan jurus
akan menemui kemacetan2.
Sebaliknya ilmu pedang “Suo Sin Kiam Hoat” ini jauh
berbeda sekali dengan ilmu padang ‘Thian-yu Khei Kiam’,
bukan saja ganas, telengas bahkan amat cepat, disamping
itu terdapat pula jurus-jurus serangan yang dilancarkan
dengan menggunakan hawa pedang untuk menghajar musuhmusuhnya,
hal ini membuktikan kalau ilmu pedang inipun
rnerupakan ilmu pedang golongan atas.

Lama sekali dia memperhatikan gambar2 itu kemudian baru
dengan perlahan dilatihnya sekali.... dua kali.... tiga kali....
Dimana jurus pedang tersebut berkelebat disanalah hawa
pedang tersebar memenuhi angkasa, Koan Ing yang melihat
tenaga dalamnya memperoleh kemajuan yang amat pesat
dalam hati merasa semakin girang lagi.
Hanya di dalam sekejap saja tiga hari sudah berlalu dengan
amat cepatnya.... terhadap ilmu pedang “Suo Sim Kiam Hoat”
itupun Koan Ing sudah berhasil menghapalkannya.
Sewaktu dia keluar dari dalam gua. Tong Phoa Pek masih
duduk bersemedi sehingga dia tidak suka mengganggunya
lagi.
Untuk melampiaskan rasa terima kasih yang meliputi
hatinya, Koan Ing lantas jatuhkan diri berlutut dihadapan
orang itu untuk menjalankan penghormatan setelah itu baru
berjalan keluar dari dalam gua,
Sesampainya diluar goa, hatinya merasa kebingungan,
kemana dia harus pergi? Lama sekali dia berdiri termangumangu
disana.
Tiba-tiba teringat olehnya kalau semua orang pada
berangkat menuju ke sebelah Barat Mengapa dirinya tidak
sekalian pergi kesana? Ada kemungkinan di sana dirinya bisa
mendapatkan sedikit berita tentang diri Bun Ting-seng Berpikir
sampai di situ Koan Ing lalu berjalan menuju ke arah setelah
Barat,
Lama sekali dia berjalan ke depan tapi yang tampak kecuali
permukaan salju nan putih, sedikit bayangan manusia pun
tidak tampak.
Alisnya segera dikerutkan, sembari berjalan dia
menundukkan kepalanya berpikir,

“Haai.... mungkin di daerah Tibet saat ini sudah terjadi
kekacauan.... para jago Bu-lim sudah pada berdatangan
kemari.... ”
Dia berpikir.... berpikir terus, mendadak kepalanya
didongakkan ke atas. Seekor kereta yang tinggi besar dengan
kecepatan yang luar biasa berlarik Koan Ing jadi melengak,
kereta berdarah kembali munculkan dirinya!
Teringat akan lenyapnya Bun Ting-sengg dengan menaiki
kereta berdarah, dia lalu merasa dari kereta berdarah ini pula
ada kemungkinan dia bisa memperoleh sedikit jejaknya.
Bagaikan terbang larinya kereta berdarah berlari
mendatang hatinya rada bergerak, tanpa pikir panjang lagi
badannya segera melayang keangkasa dan menubruk ke arah
kereta berdarah.
Di tengah mara ringkikan keempat ekor kuda berwarna
merah darah itu tubuhnya sudah melayang turun di atas
kereta, sedang telapak tangannya cepat-cepat disilang di
depan dada siap menghadapi serangan mendadak dari Jien
Wong si manusia tunggal dari Bu-lim itu.
Tetapi sebentar saja dia sudah dibuat tertegun.... Kiranya
kereta tersebut kosong melompong tak tampak sesosok
manusiapun.
Kemana perginya Jien Wong si manusia tunggal dari Bu-lim
itu? walaupun dia rada gila tetapi dengan kedahsyatan dari
ilmu silatnya tidak bakal ada orang yang bisa mengapa-apakan
dirinya.
Pikiran Koan Ing dengan cepat berputar, dia lantas menarik
tali les kuda itu untuk menghentikan Iarinya kereta berdarah
tersebut”, agaknya pemuda ini bermaksud untuk melihat
keadaan yang sebenarnya.

Tetapi sebentar kemudian dari arah belakang telinganya
dapat menangkap suara larinya kuda yang mengejar
mendatang.
Koan Ing menoleh ke arah belakang, hanya d dalam sekali
pandang saja dia dapat melihat ada dua orang hweesio
dengan menunggang dua ekor kuda dengan cepatnya
mengejar datang dari arah belakang dan pada saat ini sudah
berada tidak jauh dari kereta berdarah tersebut,
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat,
walaupun dia dia tidak takut terhadap mereka berdua tetapi
hatinya rada benci.
Tali les kudanya dengan cepat digetarkan kembali, keempat
ekor kuda itu sambil meringkik panjang segera berlari kembali
ke arah depan.
Kedua orang pengejar itu mana suka melepaskan kereta
berdarah itu dengan begitu saja, dengan kencangnya mereka
melakukan pengejaran terus sejauh tujuh delapan li,
Diam-diam Koan Ing mulai merasa gusar, mendadak dia
menahan tali les untuk menghentikan larinya kereta, sedang
dalam hati diam-diam berpikir, “Hmmm.... nyali kalian berdua
sungguh amai besar, bilamana penghuni di dalam kereta pada
saat ini adalah Jien Wong sendiri sejak semula kalian sudah
pada modar.”
Hanya di dalam sekejap saja kedua orang pengejar itupun
sudah tiba, jelas kedua orang
hweesio itu sudah dibasahi oleh keringat yang mengucur
keluar dengan amat derasnya, cepat-cepat mereka silangkan
kudanya menghalangi perjalanan pergi diri kereta berdarah.
Koan Ing yang berada di atas kereta dengan dinginnya
lantas memandang ke arah kedua orana hweesio itu.
Sedang kedua orang hweesio yang melihat orang yang ada
di dalam kereta berdarah itu bukan lain adalah Koan Ing pada

melengak semua dibuatnya, untuk beberapa saat lamanya tak
sepatah katapun yang bisa diucapkan keluar.
Dari tempat jauh segera terdengarlah suara tertawa keras
yang amat memekik kau telinga, tampak sesosok bayangan
manusia dengan amat cepatnya menubruk datang.
“Hee.... heee.... apakah Thian Siang si hweesio tua itu
cuma mengirim kalian berdua saja?” taayanya dengan suara
yang serak dan mirip gembrengan bobrok itu.
Air muka kedua orang hweesio itu segera berubah sangat
hebat, jika didengar dari suaranyajelas orang itu bukan lain
adalah Toocu dari pulau Ciat Ie Too di lautan Timur, Ciu Tong
adanya
Tubuh Ciu Tong dengan amat cepatnya berkelebat
mendatang, pada tangan kanannya mencekal sebuah tongkat
yang berwarna hitam pekat.
Hanya di dalam sekejap saja tubuhnya sudah berada
sangat dekat dengan tempat itu, ketika dilihatnya di dalam
kereta berdarah cuma ada Koan Ing seorang diri, dia jadi rada
melengak.
“Dimanakah Jien Wong si manusia tung gal dari Bu-lim?”
tanyanya tak tertahan. Jien Wong si manusia tunggal dari Bulim
tidak ada disini, kereta berdarah ini
adalah milikku”jawab Koan Ing tawar,
Ciu Tong segera tertawa terbahak-bahak tubuhnya sedikit
bergerak tangannya dengan cepat sudah menyambar tali les
tersebut, kepada kedua orang hweeiio itu lantai ujarnya
“Kalian berdua pulanglah dan beritahu keoada si hweesio
gede, katakan saja kereta
berdarah ini mulai sekarang sudah menjadi milik aku orang
Ciu Tong.”

“Ciangbunjien sebentar lagi akan tiba,” sahut kedua orang
hweesio itu setelah saling bertukar pandangan sejenak.
Air muka Ciu Tong segera berubah sangat hebat,
“Kalian berdua apakah benar-benar tidak ingin pergi
dengan sendirinya? Kalian minta aku yang paksa kalian pergi?”
ancamnya.
Kedua orang hweesio itu dengan amat tenangnya berdiri
tidak bergerak.
Pada saat itulah kembaii ada dua orang bergerak
mendatang dan orang itu bukan lain adalah Ciu Pak serta Bu
Sian dua orang
Dengan pandangan yang tercengang bercampur kaget
mereka berdua memandang sekejap ke arah Koan Ing,
agaknya kedua orang itu sama sekali tidak menyangka kalau
orang yang berada di atas kereta bukan lain, adalah diri Koan
Ing. Sewaktu melihat kedatangan kedua orang itu Ciu Tong
lantas berseru. “Usir pergi kedua orang hweesio itu!”
perintahnya.
Koan Ing diam-diam mengerutkan alisnya, tangan
kanannya dengan cepat digetarkan untuk melemparkan Ciu
Tong ke samping.
“Minggir!” bentaknya.
“Heee.... he.... Koan Ing, sungguh besar nyalimu!” teriak
Ciu Tong sambil tersenyum,
Diantara teriakannya yang amat keras badannya dengan
cepat menubruk ke arah Koan Ing sedang tangan kirinya
kembali menyambar ke arah tali les kuda itu.
Tangan kanan Koan Ing kembali digerakkan, dengan
menggunakan ujung cambuk kuda itu menghajar pundak Ciu
Tong.

Serangannya kali mi disertai dengan tenaga dalam yang
amat dahsyat membuat Ciu Tong merasa hatinya berdesir,
dengan dahsyat dari tenaga dalam Koan Ing pada saat ini
bukankah sudah berhasil mencapai apa yang dimiliki Kong
Bun-yu tempo hari?”
Pada permulaan Ciu Tong sama sekali tidak pandang
sebelah matapun terhadap diri Koan Ing, tidak disangka
karena ia berlaku sedikit gegabah hampir-hampir sajajatuh
kejurang, dengan cepat kakirya melancarkan tendangan
cambuk itu.
“Sungguh dahsyat tenaga dalammu!” serunya dengan
dingin.
Koan Ing pun tahu kalau serangannya tadi tidak bisa
mengapa-apakan diri Ciu Tong, tidak menanti dia orang
melancarkan tendangan, tangan kanannya cepat-cepat di tarik
ke belakang lalu melemparkan cambuk tersebut ke dalam
kereta.
Ciu Tong yang tendangannya kembali mencapai pada
sasaran yang kosong hatinya rada sedikit melengak.
Perubahan jurus yang dilakukan oleh Koan Ing ini benarbenar
sangat luar biasa sekali membuat dalam hati dia mulai
menggerutu.
Tubuhnya yang ada di tengah udara segera berjumpalitan
kemudian menubruk ke arah kereta.
Sejak semula Koan Ing sudah mengadakan persiapan,
tangan kanannya dengan cepat mencabut keluar pedangnya,
diantara berkelebatnya sinar keemas-emasan pedang Kiemhong-
kiam dengan mengubah jadi gerakan setengah busur
menghajar tubuh Ciu Tong.
Ciu Tong segera mendengus dingin, walaupun dalam hati
dia lagi menggerutu tetapi melihat datangnya serangan yang

amat dahsyat dari Koan Ing ini dia tidak berani berlaku
gegabah.
Tangan kanannya dengan cepat diulapkan tongkat
ditangannya dengan disertai sambaran yang tajam
menghajarpergelangan tangan dari sang pemuda.
Saat ini tenaga dalam Koan Ing sudah memperoleh
kemajuan yang amat pesat dan bukanlah seperti tempo hari
lagi, pedang panjangnya segera disentil ke depan ujung
pedangnya menekan ujung toya dari Ciu Tong guna menahan
datangnya serangan tersebut, inilah yang dinamakan jurus
“Ban Sin Pek To” atau selaksa malaikat menenangkan ombak.
“Hmmmm.... Bangsat cilik ini berani adu kekerasan dengan
aku.... kurang ajar Ini hari aku harus menjajal sebetulnya
tenaga dalammu ada seberapa tingginya sehingga sikapmu
jadi begitu sombong” pikir Ciu Tong dalam hati.
Serangan yang sebenarnya bisa dihindar kini sebaliknya
malah dihadapi dengan keras lawan keras.
Begitu ujung pedang Koan Ing berhasil menempel ujung
toyanya dia terus bersuit nyaring, ujung pedangnya menekan
ke bawah sedang tubuhnya melayang keang kasa menginjak
toya tersebut pedang kiem-hong-kiam ditangan kanannya
dengan menggunakan jurus ‘Hiat cong Ban Lie’ atau jejak
berdarah selaksa li mendesak Ciu Tong lebih lanjut.
Ciu Tong jadi amat terperanjat, kecepatan merubah jurus
dari Koan Ing benara berada diluar dugaannya, dengan di
injaknya uyung toya oleh Koan Ing segera membuat
keadaannya jadi kepepet.
Terpaksa dia harus menarik kembali toyanya dan meloncat
turun, dalam hati Ciu Tong benara merasa terkejut bercampur
gusar, dengan kedudukannya sebagai salah satu anggota
empat manusia aneh ternyata tidak berhasil merebut kereta
berdarah itu, sebaliknya malah dipaksa turun oleh Koan Ing,

bukankah hal ini merupakan suatu hal yang amat memalukan
sekali?
Dalam hati dia bermaksud untuk sekali lagi meloncat naik
ke atas kereta, tetapi pada saat itiYah ujung matanya dapat
menangkap berkelebatnya beberapa sosok bayangan yang
dengan cepat lari mendekat.
Orang itu bukan lain adalah Thian Siang Thaysu itu
ciangbunjien dari Siauw-lim-pay beserta anak muridnya,
Thian Siang Thaysu yang melihat kereta berdarah sudah
ada dihadapan matanya dengan cepat dia melayang datang,
tubuhnya laksana seekor burung bangau dengan cepatnya
melayang turun ke tengah kalangan.
Begitu tubuhnya mencapai permukaan tanah sepasang
matanya segera bisa menangkap kalau orang yang ada di atas
kereta berdarah itu bukan lain adalah Koan Ing adanya, dia
jadi melengak.
Dari tempat kejauhan dia bisa melihat Ciu Tong lagi
bergebrak dengan seseorang di atas kereta, di dalam
anggapannya orang itu pastilah si Jien Wong manusia tunggal
dari
Bu-lim itu, tidak disangka dugaannya ternyata meleset
orang itu adalah Koan Ing adanya.
Tetapi hal ini hampir boleh dikata tidak mungkin biia
terjadi, menurut apa yang dia ketahui Koan Ing lagi menderita
luka parah, bagaimana hanya di dalam waktu yang amat
singkat pemuda itu sudah berhasil memulihkan kembali
tenaganya?
Apalagi dia harus bergebrak melawan Ciu Tong, hal ini
semakin membuat hatinya kebingungan.
Sinar matanya dengan cepat berkelebat sekejap sewaktu
dilihatnya di atas kereta berdarah hanya Koan Ing seorang
matanya lalu berkedip memberi tanda.

Ketiga puluh orang jagoan kelas wahid penjaga ruangan
Tat Mo Tong dikull Siauw-lim-si dengan cepatnya
menyebarkan diri dan mengurung diri Koan Ing.
“Hey hweesio gede, sungguh seru permainanmu ini,” ejek
Ciu Tong dari samping sambil
tersenyum
Thian Siang Thaysu melirik sekejap ke arah Ciu Tong lalu
mendengus dengan kasar.
“Koan Ing sudah membinasakan anak muridku, urusan ini
sudah pasti haruslah aku yang
mengambil keputusan. Ciu sicu harap jangan ikut campur.”
Sinar mata Ciu Tong berkelebat, dengan perkataan dari
Thian Siang Thaysu inijelas dia tidak pandang sebelah mata
pun kepada dirinya, di dalam anggapan Thian Siang Thaysu
terlalu sombong membuat hatinya jadijengkel.
“Heey hweesio gede!” serunya sambil tertawa seram,
“Urusanmu dengan diri Koan Ing aku Ciu Tong tidak akan ikut
campur, tetapi yang aku maui adalah Kereta berdarah ini.
Bagaimana kalau kau si hweesio gede berikan saja kereta
berdarah ini untuk aku bawa pergi?”
Mendengar perkataan tersebut Thian Siang Thaysu segera
mengerutkan alisnya rapat-rapat, saat ini kereta berdarah
tidak berpemilik, bahkan siapapun boleh mendapatkannya. Dia
lantas tertawa tawar.
“Ciu sicu Tahukah kau orang kalau kereta berdarah ini kini
sudah terjatuh ke tangan kami pihak Siauw-lim-pay?”
Mendengar omongan itu Ciu Tong jadi gusar, dia segera
menganggap Thian Siang Thayiu
dengan mengandalkan jago-jago penjaga ruangan Tat Mo
Tongnya untuk merebut kereta berdarah

itu dengan paksa hal ini membuat dia saking gusarnya lalu
tertawa terbahak-bahak, “Haa,.... haa perkataan dari kau si
hwesio gede sungguh menggelikan sekali, seharusnya akulah
yang mengatakan kalau kereta berdarah ini adalah milikku.”
Dengan perlahan Thian Siang Thaysu menarik napas
panjang-panjang lalu merangkap tangannya di depan dada
dan tidak bergerak lagi.
Ciu Tong yang melihat sikapnya itu segera mengetahui
kalau dia orang hendak menggunakan ilmu khie-kang “Sian Bu
Sian Thian Ceng Khio” untuk melancarkan serangannya, dia
tertawa dingin toya ditangan kanannya dengan cepat
diayunkan ke depan siap-siap menghadapi sesuatu. -
“lni hari aku orang ingia menjajal kepandaian Sian Thian
Ceng Khie dari kau si hweesio gede!” serunya dengan dingin.
Dengaa pandangan tajam Thian Siang Thaysu
memperhatikan diri Ciu Tong, mendadak hatinya merasa rada
tidak aman sinar matanya kembali menyapu sekejap ke arah
Koan Ing.
Saat itulah dia dapat melihat sang pemuda dengan tangan
kiri mencekal tali les kuda dan tangan kanan mencekal pedang
sedang memandang ke arah mereka berdua
deaganpaadangan yang sangat dingin. Hatinya rada bergidik,
pikirnya, “Bilamana aku serta Ciu Tong sama-sama terluka
parah, apakah para jago penjaga ruangan Tat Mo Tong bisa
menahan serangan dari sipemuda aneh itu?”
Thian Liong Thaysu serta Hud Ing Thaysu adalah jago kelas
satu pula tetapi beberapa Ikali mereka tidak berhasil menawan
diri Koan Ing, dia tidak berani terlalu mengandalkan mereka
lagi apalagi di ujung pedang pemuda itupun sudah berlumuran
darah seorang hweesio dari Siauw-lim-pay.
Dia diharuskan menghadapi Ciu Tong pada saat ini atau
nanti adalah sama saja tetapi terhadap Koan Ing adalah
sangat berlainan.

Setelah pikirannya berputar keras, dengan perlahan Thian
Siang Thaysu melirik sekejap ke arah diri Ciu Tong, pikirnya
kembali, “Ciu Tong manusia inipun tidak terlalu lihay, dengan
Thian Liong, Hud Ing di tambah ketiga puluh tiga orang anak
murid penjaga Tat Mo Tong agaknya masih bisa kuasai
dirinya.”
Tangan kanannya dengan perlahan diturunkan kembali,
sedang telapak kirinya di silangkan di depan dada, ujarnya
kepada diri Ciu Tong.
“Bilamana Ciu sicu tidak suka mundur akupun tidak akan
memaksa tetapi aku akan peringatkan dirimu terlebih dahulu,
Ciu sicu bilamana kau suka mengundurkan diri pada
saat ini keadaan masih mengijinkan bahkan tidak akan
mengganggu persahabatan kita, tetapi bilamana tidak.... ”
Ciu Tong tahu apa maksud dari perkataan Thian Siang
Thaysu ini, sinar matanya berkedip-kedip lalu tertawa
terbahak-bahak.
“Haaa.... haaa.... bagaimana kalau kita tentukan saja siapa
menang siapa kalah dengan melibat siapa orang yang lebih
cepat mengalahkan diri Koan Ing?” katanya.
Dia sendiripun tahu bagaimana dahsyatnya tenaga dalam
yang dimiliki pihak Siauw-lim-pay, bilamana mengharuskan dia
seorang untuk menghadapi orang- itu dengan keras lawan
keras maka hal ini tidaklah terlalu menguntungkan dirinya
sendiri.
Thian Siang Thaysu sendiri juga bukanlah seorang bocah
cilik, sudah tentu terhadap apa yang dimaksud Ciu Tong ini
diapun tahu, bilamana pihak lawan berani kenapa dirinya
tidak berani?
Tetapi bilamana harus bertanding satu lawan satu dia
percaya walaupun tidak sampai dikalahkan tetapi bakal
menemui kerugian.

Setelah berpikir sejenak akhirnya dia tertawa tawar.
“Demikianpun juga boleh,” sahutnya kemudian.
Sehabis berkata dia menyapu sekejap ke arah Thian Liong
serta Hud Ing berdua.
Ciu Tong tertawa terbahak-, tubuhnya dengan cepat
begerak menubruk ke arah diri Koan Ing sedang Thian Liong
serta Hud Ing pun bersama- bergerak dari kiri dan kanan
menghajar ke arah diri Ciu Tong.
Thian Siang Thaysu tertawa tawar, dengan menggunakan
saat itulah dia mengancam diri
Koan Ing,
Ciu Tong yang melihat Hud Ing serta Thian Liong Thaysu
menubruk ke arahnya dalam hati merasa rada bergidik,
matanya dengan cepat menyapu sekejap ke arah samping.
Waktu itulah dia dapat menemukan kalau Boe Siao serta
Ciu Pak pun pada saat ini sudah terkurung rapat-rapat di
dalam kerubutan para hweesio Siauw-lim-pay,
Dalam hati dia benar-benar merasa amat gusar, di tengah
suara aumannya yang amat keras, toya ditangan kanannya
menyapu ke arah kedua orang itu sedang tubuhnya
melanjutkan tubrukannya ke arah kereta berdarah.
Thian Liong Thaysu serta Hud Ing thay su yang merupakan
jago-jago berkepandaian tinggi satu tingkat di bawah Thian
Siang Thaysu apalagi kini bekerja sama-sama bisa dihindari
dengan begitu mudah?
Melihat Ciu Tong berusaha untuk meloloskan diri dari
kepungan tersebut, mereka berdua lantas mengubah jurus
serangannya, Thian Liong Thaysu meloncat ke tengah udara
dan melancarkan babatan menghajar ke arah pundak Ciu
Tong sedangkan Hud Ing Thaysu dengan mengerahkan ilmu

telapak Thay So Ingnya menghajar pundak kanan dari Ciu
Tong.
Ciu Tong si iblis tua bukanlah manusia sembarangan,
sewaktu dilihatnya kedua orang itu sudah berubah jurus
serangannya, dia lantas tahu kalau keadaan tidak
menguntungkan, bila dia tidak cepat-cepat memutar
badannya, ada kemungkinan dirinya bisa dipaksa berada di
bawah angin oleh serangan kedua orang itu
Tubuh Thian Siang Thaysu laksana seekor burung bangau
dengan cepatnya menerjang ke depan diri Koan Ing
Sedangkan Koan Ing dengan amat ringannya sedang
memperhatikan keadaan situasi di sekeliling kalangan.
Thian Siang Thaysu mendesak semakin mendekat melihat
hal ini segera Koan Ing bergerak, tangan kiri yang mencekal
cambuk dengan cepat digetarkan ke depan sedang pedang
ditangan kanannya bergetar ke samping dan membentuk
gerakan setengah lingkaran menyambut datangnya diri Thian
Siang Thaysu.
Thian Siang Thaysu segera mengerutkan alisnya, dia sama
sekali tidak menduga pemuda ini berani menyambut
kedatangannya dengan keras melawan keras.
Telapak tangannya segera membentuk satu lingkaran dan
menghajar ke atas pedang yang ada ditangan Koan Ing
tersebut.
Demikianlah hanya di dalam sekejap saja mereka berdua
sudah saling serang menyerang sebanyak beberapa jurus
ditambah lagi goncangan yang ditimbulkan dari kereta
berdarah itu....
“Brak.... ” pedang Kiem-hong-kiam ditangannya dengan
cepat berubah jadi gulungan sinar keemas-emasan yang amat
menyilaukan mata.

Koan Ing mundur satu langkah ke belakang tetapi si
hweesio dari Siauw-lim-pay itu telah tergetar mundur.
Thian Siang Thaysu merasa gusar bercampur terkejut,
tenaga pukulannya tadi, dia orang sudah menggunakan
delapan bagian tetapi kena digetar mundurjuga oleh tusukan
pedang Koan Ing jelas tenaga dalam pemuda itu sudah
memperoleh kemajuan yang amat pesat.
Bahkan diantara berkelebatnya sinar keemas-emasan dari
tubuh pedangnya secara samar-samar
membawa hawa pedang yang amat tajam.
Dia tidak dapat percaya, perpisahan hanya di dalam tempo
tiga hari Koan Ing sudah memperoleh penemuan aneh lagi,
bagaimana kedahsyatan dari tenaga dalam yang dimiliki Koan
Ing diketahui amat jelas.
Dia tahu walaupun kepandaiannya amat menonjol di dalam
angkatan muda tetapi bilamana menghadapi jago-jago kelas
satu kepandaian dari pemuda itu sebenarnya masih belum
apaanya.
Tetapi tenaga dalam dari Koan Ing sudah memperoleh
kemajuan amat pesat sekali, hanya di dalam sekejap saja dia
sudah jadi sangat lihay sekali.
Di dalam keadaaa terkejut bercampur gusar, Thian siang
Thaysu segera menjejakkan kakinya ke atas permukaan tanah
lalu di tengah bentakannya yang amat keras kembali
menubruk ke depan.
Di tengah berkelebatnya bayangan itujubahnya yang
berwarna keabu-abuan sudah menggelembung kemudian
menghajar ke arah badannya.
Melihat gaya dari Thian Siang Thaysu ini Koan Ing merasa
hatinya rada bergidik. IImu Khie-kang ‘Siau Bu Sian Thian
Ceng Khie’ merupakan tenaga pukulan penghancur gunung,

jelas Thian Siang Thaysu ingin membinasakan dirinya di dalam
pukuIan ini.
Begitu sepasang telapak tangan dari Thian Siang Thaysu
didorong ke depan seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan
sambaran angin topan yang memekikkan telinga, diantara
mengamuknya salju yang pada beterbangan dengan
dahsyatnya menggulung ke arah diri Koan Ing.
Saat ini terpaksa Koan Ing harus menghadapi serangan
tersebut dengan seluruh tenaga.
Di tengah suara suitannya yang nyaring badannya
melayang ke depan meninggalkan kereta berdarah tersebut,
pedang Kiem-hong-kiamnya dengan sejajar dada lantas
ditusuk ke arah depan.
Dimana tudingan ujung pedang tersebut, segera terlihatlah
segulung sinar keemasan
berkelebat ke depan, inilah jurus ‘Ban Sin Sin Peng To’ dari
ilmu ‘Thian-yu Jie Cap Su cau’ yang dicampurkan dengan ilmu
pedang ‘Suo Si yi Cap pwe kiam” kehebatannya benar-benar
luar biasa sekali.
Melihat kejadian tersebut Thian Siang Thaysu segera
merasakan hatinya amat terkejut, dengan perlahan dia
pejamkan matanya.
“Tenaga pukulan berhawa khie-kangnya yang melanda
datang begitu bertemu dengan sinar keemasan yang muncul
dari ujung pedang Kiem-hong-kiam ditangan Koan Ing segera
menyebar ke kiri dan ke kanan membuat salju di atas
permukaan tanah pada beterbangan memenuhi angkasa.
Saat ini rubuh mereka berdua masih ada di tengah udara,
sepasang telapak tangan Thian Siang Thaysu satu Cun demi
satu Cun didorong ke arah depan
Sedang sinar keemas-emasan yang di pantul kan keluar
dari pedang Kien: Kong Kiam ditangan Koan Ing pun sedikit

demi sedikit menyusut ke belakang, dimana sambaran angin
berlalu segera menimbulkan desiran tajam yang memekikkan
telinga.
Orang- yang lagi bertempur di atas permukaan tanahpun
saat ini pada dibikin terperanjat oleh kedahsyatan
pertempuran ini sehingga tanpa terasa sudah pada berhenti
bergebrak.
Pertempuran dengan menggunakan hawa khie-kang serta
hawa pedang adalah satu cara bertempur yang sangat unik
danjarang sekali terjadi, sudah tentu hal ini menarik perhatian
semua orang.
Ciu Tong sendiri sama sekali tidak percaya kalau tenaga
dalam dari Koan Ing bisa memperoleh kemajuan yang
demikian pesatnya, dia tak menyangka kalau dia bisa
bertempur melawan Thian Siang Thaysu itu ciangbunjin dari
Siauw-lim-pay, hal ini mungkin tidak bisa terjadi., tetapi dia
pun mau tak mau harus mempercayainya juga karena bukti
ada di depan mata.
Kening Koan Ing sudah mulai dibasahi oleh keringat dingin,
sinarpedang yang dipancarkan keluar dari ujung pedang kiemhong-
kiam pun semakin lama semakin pendek tetapi semakin
bercahaya, dia tahu bilamana serangannya ini tak bisa
diterima olehnya dengan baik maka sebentar lagi dirinya akan
mati ditangan orang itu.
Semua orang bisa melihat keringat dingin mulai mengucur
keluar membasahi seluruh tubuh Koan Ing sedang tubuhnya
pun mulai bergoyang tiada hentinya.
Sebaliknya kepala Thian Siang Thaysu ditundukkan semakin
rendah, sepasang telapak tangannya satu demi satu didorong
ke arah depan.
Pikiran Ciu Tong dengan cepat berputar dia tahu memang
kalah sebentar lagi bakal terjadi dan Koan Ing pasti akan
menemui ajalnya ditangan Thian Siang Thaysu.

Walaupun dia merasa benci terhadap Koan Ing tetapi
kematian dari Koan Ing pada saat ini atau sepuluh hari
kemudian adalah tidak sama karena bilamana pemuda itu saat
ini juga mati maka kereta berdarah tersebut akan terjatuh ke
tangan pihak Siauw-lim-pay.
Pikiran tersebut dengan amat cepatnya berkelebat di dalam
benaknya, tanpa berpikir panjang lagi di tengah suara
bentakannya yang amat nyaring tubuhnya menubruk ke arah
depan, toya di tangannya dengan melancarkan satu serangan
dahsyat menghajar diri Thian Siang Thaysu,
Thian Siang Thaysu yang secara tiba-tiba mendapatkan
serangan bokongan sepasang matanya segera melotot lebarlebar,
tangannya didorong ke depan balas menghajar tubuh
Ciu Tong.
Koan Ing yang kena terpancing oleh pukulan Thian Siang
Thaysu sehingga serangan
pedangnya malah sebaliknya menyerang ke arah diri Ciu
Tong, hatinya merasa rada berdesir, berturut-turut dia
melancarkan tiga serangan sekaligus memunahkan serangan
tersebut.
Ooo)*(ooO
Bab 23
SEWAKTU dia menarik kembali serangannya dengan
menggunakan kesempatan itulah
tubuhnya meloncat ke atas permukaan tanah lalu lari
mengejar ke arah kereta berdarah tersebut.
Tubuh Thian Siang Thaysu maupun Ciu Tong begitu
mencapai permukaan tanah tanpa memandang sekejappun ke
arah pihak lawannya mereka segera pergi mengejar ke arah
kereta berdarah tersebut.

Tubuh Koan Ing dengan cepatnya berlari ke depan, dengan
tangan kanan mencekal cambuk kuda bagaikan kilat cepatnya
dia berlari ke arah depan membuntuti kereta berdarah itu,
hanya di dalam sekejap saja dia sudah berhasil menaiki kereta
itu kemudian melarikan keretanya semakin cepat lagi.
Beberapa puluh kaki di belakangnya tampaklah dua sosok
bayangan manusia dengan amat
cepatnya mengejar kencang. kemudian dipaling belakang
kembali tampak segerombolan manusia.
Kereta berdarah dengan cepatnya berlari di atas
permukaan salju, Koan Ing yang saling beradu tenaga dengan
Thian Siang Thaysu saat ini merasakan dadanya amat
mangkel sedang seluruh tubuhnya tak bertenaga.
Dia tahu bilamana dirinya tidak cepat-cepat meninggalkan
orang-orang itu maka bilamana sampai terkurung kembali
dirinya tidak bakal bisa meloloskan diri.
Kereta berdarah dengan gerakan yang amat cepat berlari
terus ke arah depan, mendadak kuda berwarna merah itu
meringkik panjang Koan Ing jadi sangat terperanjat dia tahu
tentunya kuda tersebut telah melihat akan sesuatu.
Baru saja dia berpikir sampai di situ mendadak terlihatlah
dari hadapannya berkelebat mendatang sesosok bayangan
manusia.
Begitu tubuh orang itu berkelebat datang tangannya
dengan cepat menyambar ke atas tali les kuda.
Kuda berdarah itu kembali meringkik panjang, orang itu
dengan gusarnya lantas mendengus kemudian menahan
larinya kereta kuda itu.
Sekali lagi Koan Ing merasa sangat terperanjat, tak
tersangka olehnya disaat dan tempat seperti ini hari dari
hadapannya kembali muncul seorang berkepandaian tinggi,
kecuali oranga dari tiga manusia genah empat manusia aneh

entah ada siapa lagi yang memiliki kepandaian begitu
tingginya?
Ketika matanya memandang lebih jelas lagi, dia bisa
melihat orang itu bukan lain adalah si dewa telapak dari gurun
pasir Cha Can Hong adanya
Pada saat itulah Ciu Tong serta Thian Siang Thaysu pun
sudah pada mengejar sampai di tempat tersebut.
“Hee.... hee Cha Loo-te tidak kusangka kaupun bisa tiba di
tempat ini!” seru Ciu Tong sambil tertawa terbahak-bahak.
Begitu Cha Can Hong tiba maka Cing Cing, Ing Ing serta
istrinya pun pada tiba di sana.
Dengan tawarnya dia menyapu sekejap ke sekeliling tempat
itu lalu memandang Koan Ing dengan terpesona.
“Siauw-tan sudah jadi pendeta,” ujarnya dengan perlahan.
“Apa?” teriak Koan Ing tertegun, dadanya seperti digodam
dengan martil besar. “Sang Siauw-tan jadi nikouw?” dia sama
sekali tidak menyangka kalau Sang Siauw-tan bisa mengambil
tindakan demikian, dia masih mengira nona itu sudah
melupakan dirinya, tidak disangka....
Dengan pandangan yang amat dingin Cha Can Hong
memperhatikan diri Koan lag, hanya di dalam sekejap ini dia
tidak dapat mengerti sebenarnya apa hubungannya antara
pemuda ini dengan Sang Siauw-tan? Agaknya pemuda ini ada
rasa cinta kepadanya tetapi seperti juga tak mempunyai
perasaan tersebut....
“Dia ada dimana? Aku mau pergi mencarinya!” seru Koan
Ing termangu-mangu.
Cha Can Hong segera tertawa dingin.
“Siauw-tan sudah menaiki puncak Su Lie Hong dan
mengangkat Sin-san Soat-nie sebagai gurunya.”

Koan Ing kembali melengak, Sin-san Soat-nie yang tinggal
di puncak Su Lie Hong adalah salah satu anggota dari tiga
manusia genah yang tempo hari terkenal akan kebajikan serta
keramah-tamahannya selamanya tak seorangpun yang tahu
dari mana berasalnya perguruan orang itu tetapi yang jelas
puncak Su Lie Hong melarang setiap orang lelaki untuk
memasukinya dan tak ada orang yang berani pergi kesana.
Tetapi.... Sang Siauw-tan sudah menaiki puncak Su Lie Hong.
Bagaimana dahsyatnya tenaga dalam yang dimiliki Sin-san
Soat-nie tak seorangpun yang tahu tetapi kebanyakan orang
percaya kalau kedahsyatan tenaga dalamnya tidak berada di
bawah dua manusia genah serta empat manusia aneh lainnya
bahkan jurus serangannya amat dahsyat sekali,
Ciu Tong memandang sekejap ke arah Cha Can Hong lalu
ujarnya sambil tertawa,
“Cha Lote, perpisahan kita selama sembilan belas tahun ini
keadaanmu sungguh sudah berubah, tidak kusangka kalau
istrimu kiranya adalah Han Hay Cing Hong atau siburung hong
hijau dari Han Hay, Suto Beng Cu adanya, bahkan kedua
orang putrimu sudah demikian besarnya.
Cha Can Hong tertawa tawar, dia memandang sejenak ke
kiri dan ke kanan sedang dalam
hati merasa keheranan, bagaimana mungkin kereta
berdarah itu bisa jatuh ke tangan Koan Ing? Bahkan
memancing datangnya pengejaran dari Ciu Tong serta Thian
Siang Thaysu.
Sewatu dilihatnya Koan Ing lagi berdiri termangu-mangu
seorang diri, alisnya segera dikerutkan rapat-rapat, dia tahu
manusia yang ada di dalam dunia kangouw adalah sangat
kejam dan berbahaya sekali, Koan Ing ini sudah berbuat salah
terhadap diri Sang Siauw-tan, jelas diapun adalah seorang
manusia jahat....

Cha Can Hong termenung berpikir sebentar, akhirnya
dengan dinginnya dia berkata, “Aku sudah menggunakan
burung merpati untuk laporkan urusan ini kepada Sang Su-im,
sebentar lagi dia bisa tiba disini untuk menyelesaikan urusan
ini sendiri dengan dirimu.” Mendengar perkataan tersebut
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, pikirnya.
“Tidak.... aku harus pergi menemui sekejap Sang Siauw-tan.
Tali les kudanya segera digetarkan untuk menekan mundur
tenaga tekanan dari Cha Can Hong, setelah itu mengebutkan
talinya ke depan.
Siapa tahu walaupun dia sudah berusaha keras, kereta itu
tak dapat bergerak juga karena sudah kena ditahan olah
tenaga sakti dari Cha Can Hong si dewa telapak.
Dengan tindakannya ini Cha Can Hong semakin jengkel, di
dalam anggapannya Koan Ing hendak melarikan diri.
“Koan Ing, kau hendak pergi dari sini?” serunya dingin,
“Cha sicu kenapa tidak sekalian binasakan saja keempat
ekor kuda tersebut?” sela Thian Siang Thaysu dari samping,
Cha Can Hong segera menoleh, terlihatlah olehnya anak
murid partai Siauw-lim-pay sudah pada mengurung tempat itu
rapat-rapat, alisnya segera dikerutkan rapat-rapat.
“Thaysu, kau ingin berbuat apa?” tanyanya dengan suara
berat.
“Tahukah Cta Sicu, kalau Koan Ing su dah membinasakan
anak murid dari Siauw-lim-pay?” seru hweesio itu dingin.
Kembali Cha Can hong melengak di buatnya, sewaktu
melihat Koan Ing tidak jadi melarikan kereta kudanya,
melainkan duduk termenung, kembali dengan dinginnya dia
segera mendengus, pikirnya.

“Hmm.... orang ini adalah keponakan murid dari Kong Bunyu
sudah tentu pikirannya amat licik dan sangat berbahaya.
Dia termenung berpikir sebentar lalu ujarnya.
“Kalau memangnya demikian aku serahkan dirinya kepada
diri Thaysu, tetapi Sang Su-im sebentar lagi bakal datang anak
putrinya sudah jadi nikouw, dia pasti akan pergi mencari Koan
Ing untuk mencari balas.”
Dengan dinginnya Thian Siang Thaysu mendengus sejak
semula dia sudah bentrok dengan diri Sang Su-im, bagaimana
saat ini dia suka untuk bersama-sama dengan dirinya untuk
memberi hukuman kepada diri Koan Ing?
“Lalu Cha sicu hendak berdiri di pihak pinceng sini atau
berdiri di pihak Sang Su-im sana?” tanyanya kemudian dengan
perlahan.
Cha Can Hong jadi melengak, dia masih tidak mengerti apa
yang dimaksudkan oleh Thian Siang Thaysu itu.
Pada saat itulah terdengar Ciu Tong yang ada di samping
sudah tertawa tergelak, “Haaa.... haaa.... sejak dahulu mereka
berdua sudah tidak akur, apakah Cha Loo-te tidak mengetahui
akan urusan ini?”
Mendengar perkataan itu Cha Can Hong jadi paham
kembali.
Terdengar Ciu Tong sudah melanjutkan kembali katakatanya,
“Kita empat manusia aneh sama-sama mengangkat
nama sudah tentu tentang kereta berdarah ini harus
diputuskan dari kita empat oranng, sedang mengenai diri Koan
Ing mau dihukum mati atau tidak buat aku tidak ada usul apa
apa lagi,
“Hmmm.... ” dengus Thian Siang Thaysu dengan bertanya,
“Koan Ing baru saja memperoleh kereta berdarah, apalagi
tenaga dalamnya sudah berhasil dilatih hingga mencapai pada
taraf kesempurnaan, dia orang tidak boleh dibiarkan hidup

lebih lama lagi, soal ini biarlah dari pihak siauw-lim-pay kami
saja yang mengambil keputusan. Sang Su-im tidak usah ikut
campur lagi.”
Mendengar perkataan ini alis yang dikerutkan Cha Can
Hong semakin diperkencang lagi,
“Perkataan dari Thaysu ini apakah tidak terlalu sombong?
Kau terlalu tidak pandang sebelah matapun terhadap kami
orang-orang dari kalangan Bu-lim” serunya.
Sinar mata Thian Siang Thaysu dengan perlahan menyapu
sekejap ke arah diri Ciu Tong sekalian, dia tahu Suto Beng Coe
istri dari si dewa telapak dari gurun pasir itupun merupakan
satu musuh yang amat tangguh, dia merasa dengan kekuatan
tenaga dalamnya sendiri tidak mungkin bisa memperoleh hasil,
apalagi saat ini masih ada Koan Ing disana.
Sewaktu dia hendak menyingkir ke samping dan dilihatnya
Ciu Tong lagi memandang dirinya sambil tertawa dingin,
hatinya jadi amat gusar sekali, alisnya dikerutkan rapat-rapat.
“Pinceng pasti akan basmi dirinya.” katanya dengan gesar.
“Kurang ajar, Thian Siang Thaysu jadi orang sungguh amat
sombong, semua adalah orang yang pada angkat nama
berbareng, kenapa dia harus berbuat demikian?”
Berpikir akan hal itu dia lantas tertawa tawar.
“Kalau memangnya Thaysu demikian ngotot, aku Cia Can
Hong hendak menangkap orang
itu.”
Thian Siang Thaysu tahu dirinya sudah menggusarkan Cha
Cian Hong tetapi dia tidak dapat berbuat apa apa.
“Kalau memangnya Cha sicu hendak berbuat demikian,
silahkan turun tangan.”

Cha Cian Hong segera tertawa terbahak babak, tubuhnya
bergerak maju ke depan menubruk ke arah diri Koan Ing.
“Cha sicu, terimalah seranganku!” bentak Thian Siang
Thaysu dengan cepat.
Pandangannya terhadap Cha Can Hong masih lumayan
juga, karenanya sewaktu hendak turun tangan, dia sudah
memberi peringatan dulu.
Cha Can Hong menoleh tidak, pada saat itulah terdengar si
burung hong hijau dari daerah Han Hay, Suto Beng Coe sudah
membentak keras, sedang tubuhnya berkelebat ke depan,
berturut2 melancarkan tiga pukulan dahsyat menghajar diri
Thian Siang Thaysu.
Thian Siang Thaysu jadi sangat terperanjat, dia sama sekali
tidak menyangka kalau Suto Beng Coe bisa melancarkan
serangan pada saat itu, bahkan keanehan dan kedahsyatan
dari angin pukulannya membuat dia orang mau tidak mau
terpaksa harus putar badannya menerima datangnya serangan
itu.
Bilamana saat ini dia harus putar badan maka Cha Can
Hong akan menghajar diri Koan Ing dengan seluruh tenaga,
hatinya jadi merasa amat cemas, di tengah suara aumannya
yang amat keras tenaga khie-kang Sian Thian Ceng Khienya
dengan mengikuti gerakan telapak tersebut balas menghajar
diri Suto Beng Cu.
Cha Can Hong yang mendengar datangnya sambaran angin
tajam hatinya merasa bergidik, sambil putar badan dia
membentak keras, berturut-turut telapak tangannya
melancarkan delapan belas buah serangan sekaligus, inilah
jurus Hwee Sah Cu Sak atau pasir terbang batu berjalan dari
ilmu Thay Mo Ciangnya yang sudah terkenal di seluruh Bu-lim,
Cha Can Hong yang melihat Thian Siang Thaysu ternyata
sudah menggunakan tenaga khie-kangnya untuk menghantam

sang istri, dengan gusarnya dia lantas balikan badannya kirim
satu pukulan.
Seketika itu juga seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan
angin yang menderu-deru membuat napas terasa menjadi
sesak.
Serangan dari Thian Siang Thaysu tadi sebetulnya hanya
ingin memancing agar Cha Can Hong suka menoleh.
Kini melihat dia sudah putar badan balas melancarkan
serangan dengan cepat telapak tangannya ditarik kembali ke
belakang”
Pada saat itulah Hud Ing Thaysu sudah berkelebat ke
depan menghalangi din Suto Beng Cu.
Sinar mata Koan Ing dengan cepat berputar, tali les
kudanya mendadak disentakkan ke depan sehingga kereta
berdarah tersebut dengan cepafaya sudah menerjang ke arah
depan.
Dengan gerakan yang amat ganas dari kereta tersebut
ternyata tak seorangpun yang berani menghalanginya,
Di tengah suara bentakan yang mengandung rasa terkejut
Ciu Tong, Cha Can Hong serta Thian Siang Thaysu tiga orang
bersama-sama berkelebat ke depan mengejar ke arah kereta
berdarah.
Di tengah suara tertawa tergelaknya yang amat keras Ciu
Tong dengan menggunakan toyanya yang ada ditangan kanan
menghajar Cha Can Hong, tangan kirinya menghantam pula
ke arah Thian Siang Thaysu.
Mereka bertiga boleh dikata bersama-sama menginjakkan
kakinya ke atas kereta berdarah, tetapi dengan perbuatan dari
Ciu Tong yang ada diluar dugaan ini mereka berdua jadi
sedikit terhalang sehingga terlambat satu langkah dari diri Ciu
Tong.

Begitu mereka berdua terjatuh ke permukaan tanah dengan
gusarnya segera melanjutkan
kejarannya ke depan.
Sebaliknya Ciu Tong sendiri yang sudah ada di atas kereta
berdarah segera tertawa terbahak-bahak, walaupun jarak
mereka berdua dengan kereta berdarah cuma beberapa
langkah tetapi tidak bisa bakal menyandak.
Sewaktu Ciu Tong lagi tertawa tergelak dengan bangganya
itulah Koan Ing yang ada di depan sudah mendengar suaranya
itu.
Pemuda itu agak ragu-ragu sebentar, dalam hati dia tahu
untuk meloloskan diri dari Ciu Tong bukanlah satu pekerjaan
yang gampang sehingga tanpa terasa lagi berpuluh-puluh
pikiran kembali berkelebat di dalam benaknya.
Koan Ing dengan tangan kanan mencekal pedang tangan
kiri memegang kemudi dia melarikan kereta berdarah tersebut
jauh lebih cepatnya menuju ke depan.
Mendadak tubuhnya meloncat ke atas kereta, sedang
pedangnya melancarkan tiga serangan sekaligus.
Ciu Tong yang melihat datangnya serangan dari Koan Ing
itu tidak jadi gugup dibuatnya, sejak tadi dia sudah menduga
akan datangnya serangan tersebut karena itu toya yang ada
ditangan kanannya dengan cepat dibabat ke depan
menghalangi datangnya serangan tersebut.
Koan Ing tergetar mundur dua langkah ke belakang, dia
tahu bilamana serangannya ini mencapai pada sasaran yang
kosong maka keadaannya sangat berbahaya sekali. Ciu Tong
segera tertawa terbahak-bahak kepada Koan Ing ujarnya,
“Bilamana kau suka melarikan kuda ini terus, aku masih tak
mengapa, kalau tidak.... Hmm kau harus tahu akupun bisa
memaksa kau untuk meloncat turun dari kereta ini.”

Sinar mata Koan Ing berputar-putar, tubuhnya mendadak
meloncat kembali ke depan, sedang Kiem-hong-kiamnya
dengan menimbulkan sinar cemerlang menghajar tubuh Ciu
Tong.
Ciu Tong si iblis tua dari lautan Timur itu lantas tertawa
dingin, dia tidak mengira kalau Koan Ing sambil melarikan
kudanya berani melancarkan serangan yang begitu gencar
kepadanya, dia yang pernah melihat pertempurannya dengan
Thian Siang Thaysu sudah tentu tidak berani memandang
terlalu gegabah kepadanya.
Tangan kanannya dengan cepat diayun ke depan, toyanya
dengan menimbulkan suara yang menderu-deru menghajar
pedang Kiem-hong-kiam dari Koan Ing.
Pemuda itu dengan terburu-buru lantas menarik kembali
pedangnya ke belakang, di tengah dengusan yang amat
nyaring pedangnya dengan menggunakan jurus “Ci Cie Thian
Yang” menghantam diri Ciu Tong serangannya ini sudah
menggunakan seluruh kemampuannya.
Ciu Tong dengan cepat miringkan toyanya kesamping,
agaknya dia sudah menduga kalau Koan Ing bisa
menggunakan jurus itu, karenanya sewaktu Koan Ing berganti
jurus toyanya sudah diangkat untuk menyambut datangnya
serangan itu.
Koan Ing jadi amat terperanjat, dia sama sekali tidak
mengetahui kalau tempo dulu Ciu Tong pernah bertempur
sengit melawan diri Kong Bun-yu sehingga membuat dia orang
agak mengetahui tentang ilmu Thian-yu Kiam Hoat tersebut,
pengalamannya ini bilamana dibandingkan dengan Thian
Siang Thaysu memang rada berbeda dan dia memang jauh
lebih berpengalaman.
Koan Ing yang melihat serangannya berhasil ditahan oleh
pihak musuh tangan kanannya dengan cepat dibabat
kesamping, pedang Kiem-hong-kiamnya dengan menimbulkan

suara yang nyaring lantas balik menusuk ke arah alis dari Ciu
Tong.
Sinar mata Ciu Tong dengan cepat berputar, jurus
serangan Koan Ing ini ternyata jauh lebih lihay daripada ilmu
‘Thian-yu Khie Kiam’ dari Kong Bun-yu tempo hari.
Toya di tangannya dengan cepat membalik, dengan datar
menangkis datangnya serangan tersebut.
Saat ini kepandaian siiat dari Koan Ing sudah berhasil
dilatihnya hingga mencapai pada taraf yang sempurna, jurus
serangannya digunakan belum selesai tangan kanannya sudah
menarik ke belakang
“He.... hee bocah, kau boleh terhitung sebagai jagoan
nomor wahid!” seru Ciu Tong tertawa.
Saat ini dia tidak berani pandang rendah diri Koan Ing lagi,
tangan kanannya dengan cepat dipentangkan lebar-lebar
toyanya bagaikan bayangan iblis dengan cepatnya mengurung
seluruh pedang dari Koan Ing membuat gerakannya jadi
kurang leluasa.
Koan Ing jadi terperanjat, sebenarnya dia ingin menyerang
dan menarik kembali serangannya dengan gerakan cepat,
siapa sangka perubahan jurus dari Ciu Tong jauh lebih
dahsyat lagi, sehingga sewaktu dia sadar keadaan sudah
terlambat.
Dia sadar tenaga dalamnya masih bukan tandingan dari Ciu
Tong, bilamana pedangnya sampai kena terhajar toya itu
maka pedang tersebut akan terpukul mental ke tengah udara.
Pikirannya dengan cepat berputar, tubuhnya mendadak
merendah, pedangnya disentil ke depan menjauhi datangnya
serangan dari Ciu Tong itu.
Ciu Tong segera mendengus dingin, toyanya bagaikan
ambruknya gunung Thay-san segera

menindih dirinya,
Ujung pedang dari Koan Ing yang kena tertempel dengan
toya pihak lawan tidak mau berdiam sampai disitu saja,
tangan kirinya berturut-turut menyentil ke depan, segulung
angin serangan dengan menggunakan kesempatan tersebut
meluncur ke depan menghajar Iambung dari Ciu Tong.
Sinar mata Ciu Tong yang terhalang oleh putaran toyanya
sendiri sama sekali tidak dapat melihat Koan Ing melancarkan
sentilanjari,
Ketika dia mendengar datangnya angin serangan itu
hatinya jadi berdesir tak
tersangka olehnya kalau Koan Ing bisa menggunakan “Han
Yang Sin Ci” dari Sang Su-im. Dalam hati dia merasa kheki
bercampur gusar.
“Hmmm Serangan yang bagus!” serunya dingin.
Sehabis berkata toyanya dimiringkan ke samping untuk
menghindarkan diri dari sambaran lima jari Koan Ing lalu
dengan meminjam kesempatan itu membentuk gerakan
lingkaran di tengah udara dan menghajar tubuh pemuda
tersebut.
Kecepatan gerak dari Ciu Tong ini membuat Koan Ing
merasa hatinya rada berdesir, tubuhnya baru saja sedikit
bergerak toya dari Ciu Tong telah menyambar datang.
Dengan menggunakan kesempatan itulah kembali Koan Ing
melayang ke tengah udara lalu meluncur pergi.
Ciu Tong tertawa dingin, toyanya rada merandek lalu
kembali menyapu ke atas, di mana toya tersebut menyernbar
datang segera terasalah ada segulung angin menyambar dari
tiga jurusan mengancam tubuh Koan Ing.
Melihat hal tersebut pemuda itu jadi kerutkan alisnya rapatrapat,
pikirnya, “Aku tidak boleh menghindar terus seperti

begini, kalau begitu terus hal ini bukanlah satu cara yang
baik.”
Dia lantas bersuit panjang, pedangnya menekan ke bawah
menghajar ujung toya tersebut inilah yang dinamakan jurus
‘Ban Sin Peng To’ dari ilmu pedang ‘Thian-yu Khei Kiam’.
Begitu pedang serta toya saling bertemu suara suitan pun
lantas berhenti, dengan sekuat tenaga dia menekan toya itu
ke bawah.
Ciu Tong sendiripun cepat-cepat pusatkan pikirannya tidak
bergerak, toyanya dengan berat
menghisap pedang Kiem-hong-kiam dari Koan Ing, dengan
perlahan tenaga dalamnya makin diperberat, agaknya dia
bermaksud hendak menggetarjatuh dirinya dari atas kereta
berdarah tersebut.
Kereta berdarah itu masih lari terus ke depan dengan
cepatnya, sedang orang yang ada di atas keretapun berdiri tak
bergerak, laksana dua buah patung arca.
Pada waktu itu Thian Siang Thaysu serta Ca Can Hong dua
orang sudah berhasil menyandak kereta itu beberapa depa di
belakangnya, sewaktu dilihatnya Koan Ing lagi melawan diri
Ciu Tong mati2an, dalam hatipun ikut merasa rada tegang,
mereka berharap kereta berdarah itu bisa bergerak lebih
lambat lagi sehingga ada kesempatan buat mereka untuk
meloncat naik ke atas kereta.
Dari wajah Ciu Tong perlahan demi perlahan muncullah
suatu senyuman, dia tidak perlu membinasakan diri Koan Ing,
asalkan bisa merubuhkan dirinya dari atas kereta berdarah itu
maka Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong yang lagi
mengejar dari belakang bisa membereskan nyawanya.
Mendadak Ciu Tong membentak keras, tubuhnya merendah
sedang toyanya disodok ke depan berusaha mendorong tubuh
Koan Ing dari atas kereta tersebut.

Koan Ing yang mendadak merasakan pedangnya menekan
pada tempat yang kosong hatinya jadi amat terperanjat,
tubuhnya dengan cepat bersalto beberapa kali di tengah udara
lalu ujung kakinya menutul pada pinggiran kereta.
Ciu Tong sama sekali tidak mengira kalau Koan Ing tak
berhasil dijatuhkan dari atas kereta, tangan kanannya dengan
cepat membabat ke arah depan menghajar tubuh Koan Ing.
Koan Ing yang baru saja berhasil mantapkan dirinya
mendadak melihat iblis tua itu kembali melancarkan serangan
dalam hati jadi merasa terkejut pedang panjangnya digetarkan
ke depan sehingga memancarkan sinar keemas-emasan,
ujung pedangnya bergetar berkelebat tiada hentinya ke
depan, inilah jurus untuk mempertahankan diri “Hay Thian It
Sian” atau langit dan lautan satu garis.
Melihat datangnya serangan bertahan dari sang pemuda,
Ciu Tong lantas mendengus dingin, dia tidak menyangka kalau
jurus ‘Hay Thian It Sian’ yang merupakan jurus rahasia dari
Thay Mo Pay dia bisa memahami.
Berturut-turut dia melancarkan tiga serangan sekaligus
berusaha untuk mendesak sang pemuda sehinggajatuh dari
kereta.
Tetapi tubuh Koan Ing pun seperti di pantek pada pinggiran
kereta itu sedikit pun tidak bergeming.
Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong yang melihat
kejadian tersebut hatinya merasa berdebar dengan amat
kerasnya, mereka tahu bilamana Koan Ing mundur satu
langkah ke belakang maka dia segera akan terjatuh dari atas
kereta dan bilamana kereta berdarah itu berhasil di kuasai
oleh Ciu Tong maka mereka harus membuang banyak tenaga
lagi untuk memilikinya.
Tetapi bilamana ditinjau dari keadaannyajelas di dalam
waktu yang singkat semata tidak bakal terjatuh dari atas
kereta

Waktu ini Thian siang Thaysu cuma mengharapkan Koan
Ing dapat bertahan sejenak lagi, sedangkan Cha Can Hong
yang melihat kekukuhan hati sang pemuda jauh melebihi
dirinya dalam hati mulai menaruh rasa kagum terhadap
dirinya.
Saat ini pedang serta toya pada melengket jadi satu
membuat Koan Ing mau tak mau terpaksa harus mengadu
kekerasan. Sepasang kakinya masih menempel pinggiran
kereta dengan payahnya dia saling serang menyerang
sebanyak puluhan jurus.
Dalam hati Ciu Tong merasa hatinya amat terkejut
bercampur gusar, di dalam keadaan begini bilamana sampai
dilihat oleh Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong, apa yang
bakal dikatai oleh mereka? Dirinya tak berhasil pukul rubuh
Koan Ing, Dengan gusarnya dia lantas meraung keras,
toyanya dengan kecepatan yang luar biasa menerjang ke
depan, jurus-jurus serangannyapun semakin ganas lagi,
agaknya dia bermaksud hendak menjatuhkan diri Koan Ing
jauh lebih cepat lagi.
Melihat serangan yang begitu ganas pemuda itu jadi
berdesir, dia tahu datangnya serangan ini amat dahsyat dan
tidak mungkin dirinya berhasil bertahan lebih lanjut.
Pada saat itulah kuda berdarah tersebut kembali meringkik
panjang, sesosok bayangan hijau dengan kecepatan yang luar
biasa sudah berkelebat mendatang.
Begitu tiba di atas kereta orang itu lantas melancarkan
seranganjari menghajar punggung diri Ciu Tong.
Ciu Tong jadi amat terkejut, jika didengar dari
seranganjarinyajelas orang yang baru datang itu bukan lain
adalah Sang Su-im adanya.
Toyanya dengan cepat diputar sedemikian rupa menyapu
pergi datangnya angin serangan tersebut.

Tubuh Sang Su-im cepat-cepat bergerak mempertahankan
larinya kereta berdarah sehingga rada merandek, dan dengan
menggunakan kesempatan itulah tubuh Cha Can Hong
bergerak maju ke depan lalu mencekal erat-erat ujung kereta
dan menariknya kuat-kuat.
Sang Su-im yang muncul secara tiba-tiba lantas menyapu
sekejap ke arah keempat orang itu, tadi dari tempat kejauhan
dia bisa melihat pertempuran antara Koan Ing dengan diri Ciu
Tong, dia masih menyangka matanya yang kabur, tetapi
sekarang dia baru percaya pemuda itu benar-benar adalah
Koan Ing.
Ooo)*(ooO
Bab 24
DIA sama sekali tidak menyangka kalau Koan Ing, berani
bergebrak melawan diri Ciu Tong bahkan berada di atas
kereta berdarah pula.
Sang Su-im sama sekali tidak menduga kalau urusan di
dalam dunia ini bisa terjadi begitu kebetulan, jika dilihat dari
tindakan si Dewa telapak dari gurun pasir Cha Can Hong serta
Thian Siang Thaysu yang lagi mengejar kereta berdarah, jelas
merekapun seperti lagi menghadapi Koan Ing.
Cha Can Hong sendiri merasa rada heran, dia merasa
bingung bagaimana mungkin Sang Su-im yang munculkan
dirinya lalu menolong diri Koan Ing, kenapa dia tidak
menghajar sekalian diri sang pemuda?
Waktu itulah berturut-turut Thian Liong Thaysu, Hud Ing
Thaysu, Suto Beng Coo, Ing Ing, Cing Cing serta para hwesio
dari Siauw-lim-pay pada berdatangan. “Sang-heng, apakah
kau orang sudah menerima suratku?” tanya Cha Can Hong
kemudian.
Dengan perlahan Sang Su-im mengangguk, di dalam
sekejap itulah pada air mukanya sudah terjadi beberapa kali

perubahan yang mengandung rasa yang amat aneh entah dia
lagi
merasa sedih, murung atau marah.
“Heeei soal ini bukan kesalahan dari Koan Ing, akulah yang
seharusnya merasa berdosa,” sahutnya dengan perlahan.
Cha Can Hong jadi melengak, bukan kesalahan dari Koan
Ing? Dia tidak paham apa yang diucapkan oleh Sang Su-im itu
apa dia orang belum melihat jelas isi suratnya? hal ini tidak
mungkin terjadi!
Dengan perlahan dia menarik napas panjang-panjang, lalu
menoleh memandang sekejap ke arah Koan Ing.
Tampaklah waktu itu pemuda tersebut lagi menundukkan
kepalanya, sepatah kata pun tidak diucapkan olehnya.
Si dewa telapak dan gurun pasir ini segera mengerutkan
alisnya rapat-rapat, dia tidak mengerti sebetulnya tudah
terjadi urusan apa.
Terdengar Sang Su-im dengan perlahan menghela napas
panjang, ujarnya kepada Koan Ing, “Aku tahu paman Cha
pasti akan menaruh kesalah pahaman terhadap dirimu maka
itu aku mengejar datang kemari agar urusanjadi semakin tidak
karuan.”
Koan Ing yang melihat Sang Su-im sengaja datang untuk
menolong dirinya, di dalam hati merasa sangat berterima
kasih sekali, saat ini dia merasa dirinya dengan Sang Su-im
rasanya sudah ada satu ikatan batin, karenanya tak sepatah
kata pun di ucapkan kembali. Dengan perlahan senyuman
mulai menghiasi bibirnya,
“Aku sudah memperoleh kereta berdarah ini, mereka
datang merebutnya dari tanganku,” katanya perlahan.
Sinar mata Sang Su-im rada bergerak, dia tersenyum lalu
menyapu sekejap ke arah Ciu Tong serta Thian Siang Thaysu

kemudian kepada Cha Can Hong ujarnya, “Cha Hian-te Koan
Ing adalah orang dari golonganku, kita harus membantu dia
untuk mempertahankan kereta berdarah ini”
Pada mulanya Cha Can Hong memang menaruh rasa
kesalah pahaman terhadap sang pemuda
bahkan hampir-hampir melukai dirinya, kini melihat dia
orang mempunyai hubungan yang sangat
erat sekali dengan Sang Su-im bahkan merupakan murid
dari Kong Boon Yu pula membuat dia
lalu tersenyum dan mengangguk.
“Hal ini sudah tentu.”
“Hmm tetapi sayang urusan ini bukanlah bisa diputuskan
oleh kalian berdua saja,” sela Thian Siang Thaysu secara tibatiba
sambil mendengus dingin.
“Betul” timbrung Ciu Tong pula sambil tertawa. “Masih ada
aku si orang tua juga belum setuju.”
Sang Su-im tertawa tawar, sinar matanya dengan perlahan
menyapu sekejap ke arah kedua orang itu.
“Perduli kalian setuju atau tidak, kali ini tidak ada bagian
buat kalian berdua!” serunya.
Thian Siang Thaysu yang merasa Ciu Tong pun ada
dendam dengan diri Sang Su-im sehingga dirinya punya
kawan seiring nyalinyapun semakin bertambah besar dia
lantas tertawa dingin.
“Hmmm.... jangan omong begitu gampang, pokoknya ini
hari Koan Ing tidak bakal bisa kau
bawa”
Cha Can Hong segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia
tahu agaknya ini hari harus terjadi suatu pertempuran yang

amat sengit dengan beberapa orang itu, matanya lantai
dikerlingkan memberi tanda kepada Suto Beng Cu.
Suto Beng Cu menyahut dengan membawa Cing Cing serta
Ing Ing mereka bertiga pada meloncat naik ke atas kereta.
Sang Su-im yang melihat tindakan dari Cha Can Hong ini
dia lantas mengetahui kalau dirinya hendak menyerang secara
tiba-tiba.
“Tahan!” serunya cepat.
Sudah tentu Thian Siang Thaysu pun bisa melihat maksud
hati dari Cha Can Hong hendak mengadakan penyerangan
secara tiba-tiba itu, dengan terburu-buru diapun lantas
memberi perintah kepada anak muridnya.
Tetapi setelah mendengar suara teriakan dari Sang Su-im
ini diapun lantas berhenti.
“Heeey Hweesio gede!” seru Sang Su-im sambil tertawa
dingin. “Kekuatan dari Siauw-lim-si sungguh tidak jelek.”
“Kenapa Sang pangcu tidak suka mencobanya sendiri?”
balas Thian Siang Thaysu dengan dingin.
Sang Su-im segera angkat kepalanya tertawa terbahakbahak
belum habis suara tertawanya bergema diangkasa dari
tempat kejauhan tampaklah segerombolan penunggang kuda
laksana bertiupnya angin dengan amat cepatnya sudah
bergerak datang.
Sekali pandang saja Thian Siang Thaysu dapat melihat
kalau setiap penunggang kuda
dari kedua belas orang itu pada memakai mantel lebar,
mereka bukan lain adalah kedua belas orang pelindung hukum
dari perkumpulan Tiang-gong-pang hal ini seketika itu juga
membuat hatinya rada berdesir.
Telah lama tersiar berita kalau perkumpulan Tiang-gongpang
merupakan satu perkumpulan yang paling besar di

daerah Tionggoan tetapi sejak memasuki daerah Tibet belum
pernah dia menemui seorang pun, tidak disangka pada saat
keadaan seperti ini kedua belas orang pelindung hukum dari
perkumpulan tersebut bisa munculkan diri disini.
Air mukanya segera berubah sangat hebat, hanya di dalam
sekejap mata kedua belas orang pelinduag hukum itu sudah
menerjang masuk dari kepungan para hweesio Siauw-lim-si
lalu mengadakan penjagaan di sekeliling kereta berdarah
untuk mengawasi gerak-gerik para hweesio.
Koan Ing yang melihat munculnya kedus belas orang
pelindung hukum tersebut tidak
kuasa lagi sudah berseru,
“Anak buah dari empek Sang baru untuk pertama kali ini
aku bisa menemuinya sendiri.”
Sang Su-im tersenyum, walaupun dia berkedudukan
sebagai seorang pingcu dari suatu perkumpulan besar tetapi
sifatnya lebih suka menyendiri dan bebas laksana burung
bangau, walau kemanapun dia paling tidak suka membawa
pengikut tetapi dikarenakan pada saat ini Thian Siang Thaysu
dari Siauw-lim-pay sudah membawa pula hweesiojagoannya
untuk memasuki daerah Tibet memaksa dia mau tidak mau
harus menggerakkan juga kedua belas orang pelindung
hukum perkumpulan Tiang-gong-pang itu.
Dia mengirim satu senyuman kepada Koan Ing lalu
menoleh ke arah Ciu Tong serta Thian Siang Thaysu.
“Kalian berdua silahkan untuk turun dari kereta!”
perintahnya.
Dengan dinginnya Thian Siang Thaysu mendengus, jika
ditinjau dan keadaannya pada
saat ini kecuali menerjang dengan kekerasan satuanya
jalan adalah mengaku kalah dan menarik kembali pasukannya.

Bilamana dia ingin menerjang kekar dengan menggunakan
kekerasan dengan kekuatannya pada saat ini kiranya tidak
mungkin bisa berhasil, bahkan malah ada kemungkinan besar
bisajatuh di bawah angin.
Apalagi saat ini kedua belas orang pelindung hukum dari
perkumpulan Tiang-gong-pang sudah munculkan dirinya,
bilamana secara gegabah dia menerjang dengan kekerasan
bukan saja bakal banyak anak muridnya yang akan terluka
bahkan rasa malu itu sukar untuk dipikul.
Tetapi sebaliknya jikalau menyuruh dia mengundurkan diri
dengan demikian saja hatinya masih rada tidak rela
Sewaktu dia masih ragua itulah Ciu Tong sudah tertawa
terbahak-bahak.
“Sang Su-im!” teriaknya. “Kiranya ini hari kau sudah
mengalihkan seluruh kekuatan perkumpulan Tiang-gong-pang
datang kemari”
“Heee.... heee.... oranga dari pulau Ciat Ih To dari lautan
Timurpun bukannya tidak mengirim orang masuk ke daerah
Tibet, cuma sayang sebagian besar sudah terhalang” seru
Sang Su-im balas mengejek.
Ciu Tong jadi melengak, di dalam hati dia merasa sangat
menguatirkan kemanakah
perginya anak buah dari pulau Ciat Ie To, apalagi diapun
tahu bilamana terus menerus berada disini bukanlah satu cara
yang baik untuk menghadapi musuhanya. Dia lantas tertawa
terbahak-bahak,
“Haa,.... haa kalau begitu mohon diri lebih dahulu, untuk
sementara biarlah kereta berdarah itu terjatuh ke tangan
seorang boanpwee di bawah empat manusia aneh, lain kali
kita bertemu kembali.”
Sehabis beikata toya ditangan kanannya sedikit menutul
permukaan tanah tubuhnya laksana seekor burung elang

dengan cepatnya melayang ke tengah udara lalu berlalu dari
situ bersama-sama Ciu Pak serta Bu Sian, Thian Siang Thaysu
yang melihat Ciu Tong berlalu terlebih dulu hatinya jadi
berdesir, dengan demikian kekuatan kedua belah pihak jauh
tidak seimbang, bilamana dia bermaksud untuk merebut
kereta berdarah itu maka hal ini tidak bakal biia terjadi lagi,....
Dalam hati dia menghela napas panjang, pikirnya, “Heei....
kenapa sampai sekarang Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien
dari Bu-tong-pay
masih belum muncula juga, bilamana saat ini dia bisa
datang hal itu sungguh bagus sekali, kereta berdarahpun bisa
dihalangi.”
Berpikir sampai disitu dia lantas melayang turun dari kereta
berdarah dan berlalu menuju ke arah barat.
Para hweesio dari Siauw-lim-si lainnya sewaktu melihat
ciangbunjiennya sudah berlalu, sudah tentu merekapun tidak
berani mengurung kereta berdarah itu lebih lama lagi, mereka
bersamaa pada bubaran dan mengikuti diri Thian Siang
Thaysu berlalu dari sana.
Sang Su-im memandang hingga bayangan dari hweesiohweesio
Siauw-lim-pay itu lenyap dari pandangan lalu dengan
perlahan menoleh ke arah Koan Ing.
Di dalam hati dia merasa rada heran, tak disangka hanya
perpisahannya selama beberapa hari ini tenaga dalam dari
Koan Ing kembali memperoleh kemajuan yang demikian
pesatnya. Dia menoleh dan menghela napas panjang.
“Cha Hian-te!” serunya kemudian kepada diri si dewa
telapak dari gurun pasir. “Koan Ing sama sekali tidak salah,
nyawanya cuma tinggal sepuluhan saja, akulah yang memaksa
dia untuk berbuat demikian.”
Dalam hati Cha Can Hong merasa hatinya berdesir tetapi
tak sepatah katapun diucapkan keluar.

“Apa?”
Tiba-tiba terdengar suara jeritan kaget berkumandang
keluar dari sisi tubuhnya.
Ketika menoleh ke samping terlihatlah putrinya yang
terkecil Ing Ing lagi berdiri melongo-longo.
Melihat kejadian itu dia jadi melengak, lalu saling tukar
pandangan dengan Suto Beng Cu, di dalam hati mereka
berdua mulai merasa rada tidak tenang. Kiranya Cha Ing Ing
si dara cilik ini pun secara diam-diam sudah mencintai sang
pemuda
Sang Su-im serta Koan Ing yang lagi memikirkan keadaan
dari Sang Siauw-tan sama sekali tidak pernah berpikir lebih
teliti lagi terhadap sikap yang aneh dari Ing Ing ini, air muka
mereka amat murung sekali.
Cha Ing Ing yang merasa dirinya sudah terlanjur berteriak
dengan cepat tutup mulutnya, tetapi sewaktu dilihatnya orang
tuanya lagi memperhatikan dirinya dia lantas tundukkan
kepalanya rendah-rendah.
“Heeei.... kesemuanya adalah kesalahanku!” seru Koan Ing
tiba-tiba sambil angkat kepalanya. “Akulah yang sudah
mengambil keputusan untuk berbuat begitu.”
Selesai berkata dia tundukkan kepalanya kembali dan
tambahnya, “Tetapi aku tidak tahu kalau Siauw-tan bisa pergi
menjadi Ni-kouw.”
“Lalu kenapa tidak sejak semula kau beritahukan soal itu
kepadaku!” tegur Cha Can Hong.
Koan Ing lantas tertawa.
“Itu adalah soalku, bagaimana mungkin aku boleh
ceritakannya kepada orang lain?”

Selesai berkata dia tersenyum kembali, “Padahal tidak lebih
aku bakal kehilangan ilmu silat sedang badan merasa lelah
saja.”
Tidak usah dipikir panjang lagi, Cha Can Hong pun tahu
tentu hal itu disebabkan oleh permainan setan dari Ciu Tong,
bilamana benar-benar sampai kehilangan ilmu silat jika
ditinjau dari oranga kalangan Bu-lim hal ini jauh lebih tersiksa
daripada menemui kematian, dengan perlahan dia lantas
menundukkan kepalanya rendaha. Dia termenung berpikir
beberapa saat lamanya, lalu ujarnya, “Sekarang Siauw-tan
belum dicukur gundul, tetapi kalau sudah naik kepuncak Su Li
Hong maka berarti pula urusan ini tidak bisa ditarik kembali.”
Mendengar perkataan itu Koan Ing semakin merasakan
hatinya tergetar amat keras. “Biarlah sekarang juga aku
berangkat menuju kepuncak Su Lie Hong” serunya.
“Bagaimana kau boleh pergi?” teriak Sang Su-im melengak.
“Sebenarnya aku sudah ambil keputusan untik mencari
dirinya, kini Siauw-tan belum dicukur gundul maka aku mau
pergi mencari dirinya!”
Sang Su-im, Cha Can Hong serta Suto Beng Cu pada
melengak.
Puncak Su Lie Hong selamanya selalu di anggap sebagai
tempat yang keramat oleh para jago Bu-lim, apalagi disanalah
bertempat tinggal Sin-san Soat-nie membuat setiap orang baik
dari kalangan Hek To maupun dari kalangan Pek To pada
merasa hormat terhadap tempatnya.
Tidak disangka kini Koan Ing mau menerjang dengan
menggunakan kekerasan.
Dengan sedihnya Sang Su-im menghela napas panjang....
“Heei.... bilamana kau sungguh berbuat demikian maka hal
ini sama saja dengan pelanggaran satu pantangan yang

terbesar di dalam dunia kangouw.... tetapi.... tetapi
sesukamulah”
Dia tahu sekalipun masa hidup Koan Ing tidak akan lama
lagi, bilamana dia bisa berbuat demikian hal ini lebih bagus
lagi, biarlah dengan menggunakan waktu yang singkat ini dia
berbuat satu pekerjaan baik, menasehati Sang Siauw-tan
agarjangan menjadi nikouw.
Jilid 11
SEHABIS berkata Sang Su-im termenung sebentar lalu
sambungnya lagi, “Aku tahu kau masih ada urusan yang
belum diselesaikan. musuh besar pembunuh ayahmu Bun
Ting-seng bisa aku usahakan untuk pencariannya menanti
setelah kau kembali dari puncak Su Li Hong aku bisa
beritahukan kepadamu!”
Dia tahu Koan Ing adalah seorang yang berhati keras,
karena itu dia tidak mau bilang hendak mewakili dirinya untuk
mencari balas.
“Terima kasih empek Sang!” ujar Koan Ing sambil
bungkukkan badannya memberi hormat.
Tubuh Cha Can Hong segera berkelebat bersama-sama
dengan Sang Su-im meloncat turun dari atas kereta.
Koan Ing lantas berpamitan kepada semua orang lalu ambil
sentakkan tali les kudanya dia berlalu dari sana.
Cuaca semakin lama semakin menggelap angin utara
berhembus dengan santarnya, bunga salju bertaburan dari
tengah udara membuat permukaan tanah menjadi putih.
Tampaklah sebuah kereta berwarna merah darah dengan
kecepatan yang luar biasa berlari menuju ke arah sebelah
timur.

Puncak Su Li Hong terletak disuatu tempat lima li diluar
perbatasan Tibet.
Koan Ing merasakan hatinya amat cemas dia merasa
kepingin cepat2 bertemu muka dengan Sang Siauw-tan
semakin cepat semakin baik, sekalipun puncak Su Li Hong
adalah sarang macan atau gua naga diapun tetap akan
menerjang kesana.
Saat ini jaraknya dengan puncak Su Li Hong tinggal seratus
li saja, keempat ekor kuda berwarna merah darah itu dengan
tiada lelahnya berlari terus ke depan, dalam hati diam-diam
pemuda itu berpikir, “Aku harus melakukan perjalanan siang
malam, aku harus cepat2 tiba dipuncak Su Li Hong!”
Dengan cepatnya kuda itu berlari ke depan.
Saat ini cuaca semakin menggelap, kereta berdarah dengan
cepatnya menerjang masuk ke dalam sebuah selat yang
sempit, angin utara berhembus semakin kencang lagi.
Setelah memasuki selat itu baru saja berjalan sejauh
setengah li mendadak sinar matanya menemukan sinar api
yang berkedip2 diantara selat tersebut, tak terasa hatinya jadi
rada tertegun.
Apa mungkin ‘Yu Ming Hiat Noe’ atau Si Budak Berdarah
dari kegelapan hendak mencegat dirinya disana?
Koan Ing segera menggigit kencang bibirnya, urusan
sekarang sudah menjadi begini dia tidak mungkin lagi untuk
membalik.
Apalagi jarak dengan puncak Su Li Hong tinggal seratus li,
disanalah Sang Siauw-tan sedang menerima siksaan batin, dia
harus cepat2 tiba di tempat itu.
Dari dalam ruangan kereta dia mengambil keluar sebuah
cambuk lalu tangan kanannya diajunkan ke depan.

Dengan menimbulkan bunga-bunga cambuk laksana
ledakan mercon dengan cepatnya bergema memenuhi
angkasa.
Keempat ekor kuda itu meringkik semakin panjang lagi,
dengan cepatnya kuda2 itu bergerak ke depan.
Dari dalam selat itu mendadak berkumandang datang suara
tertawa dingin yang amat mengerikan sekali, suara tersebut
bergema tiada hentinya dan mendengung2 memantul ke
seluruh penjuru.
Koan Ing hanya merasakan segulung hawa dingin yang
menusuk tulang menerobos masuk ke dalam punggungnya.
Cambuk panjang berputar dan berkelebat ditengah udara
sehingga menimbulkan berpuluh-puluh ledaKan bunga
cambuk, keempat ekor kuda itu berlari semakin cepat,
Di dalam sekejap seluruh selat sudah dipenuhi dengan sinar
api yang berkedip2 menyilaukan mata, diantara sinar kehijauhijauan
yang mengerikan keempat ekor kuda yang berwarna
merah darah itu segera berubah semakin menyeramkan
membuat suasana ojadi amat mengerikan.
“Heee.... heee.... Koan Ing!” tiba-tiba terdengar suara
leriakan disertai tertawa dingin berkumandang datang. “Cepat
tinggalkan kereta itu dan melarikan diri, kalau tidak jangan
salahkan aku akan turun tangan kejam terhadap dirimu.”
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tetap
melarikan kereta berdarah itu ke depan bahkan terhadap
suara ancaman itu sama sekali tak terpikirkan dihatinya.
Hanya di dalam sekejap saja kereta berdarah itu sudah
berlari kembali sejauh setengah li, tapi agaknya selat itu amat
panjang dan tak ada ujung pangkalnya walaupun sudah
berlari amat lama tak keluar juga dari selat tersebut.
Hatinya mulai merasa amat cemas, keringat dingin
mengucur keluar dengan amat derasnya.

“Koan Ing, cepat tinggalkan kereta itu!” kembali suara
tersebut bergema datang....
Agaknya suara itu berkumandang keluar dari samping
telinganya membuat dia merasakan pendengarannya
berdengung.
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat, hatinya mulai
terasa terbakar.
“Hey budak berdarah dari kegelapan bilamana kau punya
nyali cepat unjukkan diri, buat apa berbuat sembunyi2 seperti
cucu kura2! apa kau orang tidak takut ditertawakan oleh
orang-orang Bu-lim?” teriaknya dengan gusar.
Dari tengah selat kembali berkumandang datang suara
tertawa dingin yang amat menusuk telinga.
Koan Ing tidak suka banyak bicara lagi dia tidak mau ambil
gubris terhadap orang itu, kereta berdarahnya dilarikan
semakin cepat lagi.
Di hadapannya kini muncul sebuah tikungan yang tajam,
baru saja kereta berdarah itu berbelok mendadak keempat
ekor kuda itu meringkik panjang dan pada berdiri.
Koan Ing jadi sangat terperanjat, dengan cepat dia
memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu. Terlihatlah
jalan di depannya sudah terputus, sebatang pohon yang amat
besar sudah tumbang dan menghalangi perjalanannya.
Dalam hati dia merasa terkejut bercampur gusar, bilamana
bukannya keempat ekor kuda itu mundur dengan cepat
bakankah keretanya akan menumbuk pohon itu hingga
hancur?
Dengan guiarnya dia lantas membentak keras, telapak
tangan kanannya dengan disertai tenaga lweekang yang lihay
segera melancarkan satu pukulan dahsyat ke depan.

“Braaak!” dengan disertai suara yang nyaring angin pukulan
tersebut dengan amat tepatnya menghantam pohon itu
sehingga ranting dan pohon pada berguguran.
Serentetan suara yang dingin dan tajam kembali
berkumandang datang memenuhi angkasa....
Koan Ing jadi melengak, terlihatlah olehnya di atas sebuah
tebing kurang lebih dua puluh kaki dari dirinya berdirilah
sebuah bayangan berwarna merah darah.
Walaupun di dalam hati Koan Ing sudah menduga akan
munculnya Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan, tapi tak
urung hatinya merasa tegang juga.
“Koan Ing!!” Terdengar Si Budak Berdarah dari tempat
kegelapan berteriak sambil bertolak pinggang. “Aku tidak ada
s kit hati dengan dirimu, akupun tidak ingin menyusahkan
dirimu, asalkan kau suka melepaskan kereta itu untukku,
maka aku akan lepaskan jalan hidup buat dirimu.”
Dia berbicara sambil dongakkan kepalanya ke atas karena
itu suaranya segera memantul keempat penjuru.
Ooo)*(ooO
Bab 25
KOAN ING yang melihat sikap Si Budak Berdarah dari
tempat kegelapan sangat jumawa hatinya rada mendongkol,
dia tahu kepandaian silatnya jauh lebih tinggi satu tingkat dari
kepandaian silat tiga manusia genah empat manusia aneh
tetapi saat ini dia hendak menuju kepuncak Su Li Hong dia
harus melakukan perjalanan cepat karena itu kereta berdarah
ini tidak mungkin dapat diserahkan kepadanya.
“Kau masih pikirkan apa lagi?” terdengar suara dari Si
Budak Berdarah dari tempat kegelapan berkumandang lagi
dengan dinginnya.

Sinar mata Koan Ing segera berputar memperhatikan
keadaan di sekitar tempat itu, dia mulai memikirkan cara-cara
untuk meloloskan diri dari sana.
Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan segera
mendengus dingin.
“Aku akan menghitung sampai tiga, bila mana setelah
angka ketiga kau orang tidak juga turun dari kereta itu
janganlah salahkan aku akan menghancurkan tubuhmu di
tempat itu juga!”
Koan Ing menarik napas panjang-panjang dia mendengar
Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan sudah mulai
menghitung angka pertama, dengan cepat keretanya ditarik
untuk mundur beberapa langkah ke belakang.
“Hee.... heee.... kau jangan harap bisa melarikan diri dari
sini, dua!” seru Si Budak Berdarah itu sambil tertawa dingin,
Dengan cepat Koan Ing berkelebat dan melayang turun ke
belakang kereta itu.
“Hmm! agaknya kau ingin merasakan kelihayanku!” bentak
Si Budak Berdarah dengan gusar.
Tidak menanti dia banyak berbicara lagi cambuk ditangan
kanan Koan Ing segera ia hajarkan ke atas tubuh keempat
ekor kuda berdarah tersebut.
Diantara suara ringkikan panjang keempat ekor kuda
segera menerjang ke depan.
ditengah suara bentakan yang keras Koan Ing segera
mengangkat kereta itu melewati halangan tersebut setelah itu
meloncat kembali ke atas kereta.
“Kau ingin melarikan diri?” teriak b dak berdarah dengan
keras.
Diantara suara bentakannya yang amat mengerikan
tubuhnya meloncat turun dari atas tebing.

Koan Ing yang berhasil mengangkat kereta tersebut
melewati pohon menghalang itu keringat sudah mengucur
keluar membasahi seluruh keningnya pikirnya dihati,
“Aaaach.... sungguh mujur!”
Tubuhnya dengan cepat melayang ke atas, tali les kudanya
disentakan keras2. untuk kedua kalinya kereta berdarh itu
berlari dengan cepatnya menuju ke arah depan.
Ketika menoleh ke belakang Koan Ing segera merasakan
hatinya amat terperanjat, kiranya Si Budak Berdarah dari
tempat Kegelapan sudah meloncat turun dari atas tebing
setinggi dua puluh kaki, sepasang telapak tangannya yang
berwarna merah darah sudah dipentangkan siap-siap
melancarkan serangan sedang tubuhnya bagaikan seekor
burung elang dengan dahsyatnya menerjang ke arahnya.
Cambuk ditangan kanan pemuda itu dengan cepat diajun
ke belakang menghajar tubuh musuhnya.
Saat ini tubuh Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan
sudah melayang turun s tinggi satu kaki, melihat datangnya
serangan cambuk dari Koan Ing itu sepasang lengannya
sedikit bergetar, tubuhnya melayang lebih ke depan lagi,
diantara ajunan tangan kanannya dia telah mencengkeram
gagang cambuk itu.
Saat ini Koan Ing cuma menginginkan cepat meloloskan diri
dari tempat itu, melihat cambuknya kena dicekal dengan cepat
dia lepas tangan, kereta berdarahnya segeia meluncur
semakin cepat lagi ke depan.
Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan sama sekali tidak
menyangka kalau Koan Ing bisa melepaskan cambuk tersebut,
dia agak melengak tapi sebentar kemudian tubuhnya kembali
berkelebat mengejar diri Koan Ing.
Koan Ing untuk kedua kalinya menoleh ke belakang,
sewaktu dilihatnya Si Budak Berdarah tetap mengejar terus

tiada hentinya bahkan kecepatan larinya semakin cepat
hatinya jadi sangat terperanjat.
Diam-diam pikirnya dalam hati.
“Aduuuh.... celaka, celaka! Bilamana sampai kecandak
maka aku tidak punya kekuatan lagi untuk meloloskan diri.”
Mendadak satu pikiran berkelebat di dalam benaknya,
dengan cepat tubuhnya meloncat ke atas sambil mencekal
pedang dia berdiri di atas atap kereta.
Sibdak berdarah dari tempat kegelapan yang melihat Koan
Ing meloncat ke atas atap kereta dia lantas tertawa dingin,
tubuhnya dienjotkan ke atas kemudian melayang ke arah atap
kereta tersebut.
Saat itulah Koan Ing baru dapat melihat kalau di atas wajah
Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan ini sebenarnya
memakai sebuah topeng berwarna merah darah, agaknya dia
tidak ingin orang lain melihat wajahnya yang sebenarnya.
Pedang Kiem-hong-kiam ditangan kanannya dengan
menggunakan jurus “Kioe Ku Ceng Jiet” atau sembilan busur
menggetarkan sang surja menyerang ke arah depan.
Diantara berkelebatnya sinar pedang yang menyilaukan
mata pedang Kiem-hong-kiam itu tiada hentinya
memperdengarkan suara dengungan yang memekikkan
telinga.
Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan segera tertawa
dingin, tangan kanannya dipentangkan mencengkeram tubuh
pedang tersebat, inilah yang dinamakan ilmu Ing Jiauw Kang
dari aliran Siong Yang Pay yang amat lihay itu.
Melihat akan hal itu Koan Ing segera merasakan hatinya
tergetar ami! kara?, jurus ini dia pernah melihatnya dari kitab
pusaka ‘Boe Shia Koei Mie’ pemberian Song Ing.

Pedang Kiem-hong-kiam ditangan kanannya dengan cepat
digerakan, lalu membabat ke kanan. inilah yang dinamakan
jurus “Cing To To Ci” atau pulau hijau memupuk kepandaian,
Kiranya jurus ilmu silat dari ilmu pedang “Cing Shia Kiam
Hoat” ini justru merupakan jurus yang khusus digunakan
untuk memecahkan ilmu Ing Jiauw Kang dari aliran Siong
Hang pay.
Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan segera tertawa
dingin, tangan kanannya menekan kebawah, lima jarinya
mencengkeram tubuh pedang Kiem-hong-kiam itu. gerakan
tubuhnya amat cepat membuat Koan Ing susah untuk
menghindar.
Koan Ing segera merasakan hatinya rada berdesir, jelas Si
Budak Berdarah itu sudah menduga kalau dia bakal
melancarkan jurus tersebut.... dia tidak menyangka kalau
jurus serangan dari musuhnya ini secara samar-samar
mengandung ilmu sah cap lak Jien Na So dari aliran Bu-tongpay.
Dia merasa terperanjat kalau di kolong langit pada saat ini
ternyata masih ada orang yang bisa menggunakan ilmu Jien
Na So dari aliran Bu-tong-pay sehingga demikian
sempurnanya. kiranya kesempurnaan dan kecepatan geraknya
ini jauh melebihi dari Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien dari
partai Bu-tong-pay sendiri.
Pedang Kiem-hong-kiamnya segera menekan kebawah,
ujung pedangnya menunjuk kelangit, inilah jurus untuk
bertahan yang amat lihay Hay Thian It Sian atau satu garis
langit dan lautan.
Baru saja Koan Ing melancarkan serangan itu sampai
dttengah jalan mendadak lima jari tangan kanan Si Budak
Berdarah menekan kebawah memunahkan separuh bagian
kekuatan dari ujuag pedangnya itu.

Dengan perbedaan dua coen inilah maka jurus bertahan
Hay Thian It Sian jadi terpecahkan.
Koan Ing benar-benar merasa hatinya sangat terperanjat,
agaknya Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan ini sangat
memahami ilmu silat aliran Bu-tong-pay, bukankah ilmu khiekang
tingkat tinggi dari aliran Bu-tong-pay?
Apa mungkin jurus serangan ini dia belajar dari diri Yuan Si
tootiang sewaktu tiga manusia genah mengerubuti dirinya
tempo hari?
Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan yang melihat
jurus serangannya berhasil memecahkan jurus bertahan dari
Koan Ing tubuhnya bagaikan seekor ular dengan cepatnya
mendesak tubuh Koan Ing lebih hebat, telapak tangannya
dengan cepat menghajar dadanya.
Koan Ing benar-benar meresa amat kaget, dia sama sekali
tidak menyangka kalau musuhnya bisa menduduki posisi yang
membuat dia orang sama sekali tidak jelas, hatinya benarbenar
tertegun amat keras bahkan jauh lebih hebat rasanya
dibandingkan seWaktu untuk pertama kali dia menghadapi Ciu
Tong itu iblis tua dari pulau Ciet Ie To tempo hari.
Koan Ing kembali terdesak mundur dua langkah ke
belakang. Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan tidak
menyia-nyiakan waktu lagi dia lantas meloncat naik ke atas
atap kereta berdarah tersebut sedang tangan kanannya
dergan cepat menghajar dada Koan Ing
Dalam bati Koan Ing merasa amat terkejut, dia membentak
keras sedang pedang kiem-hong-kiam ditangan kanannya
digetarkan sehingga membentuk satu gerokan busur yang
amat besar mengurung tubuh Si Budak Berdarah dari tempat
kegelapan.
Jurus serangan yang baru saja digunakan ini bukan lain
adalah d|urus Noe Ci Sin Kiam kaki kanannya bersamaan
Waktu maju ke depan merebut posisi kedudukan yang paling

menguntungkan bagi Si Budak Berdarah untuk menghindarkan
diri.
Jarak antara Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan
dengan Koan Ing kini tinggal tiga depa saja, dan justru
serangannya ini mengancam titiK kelemahannya, tak kuasa
lagi dia kembali terdesak mundur satu langkah ke belakang.
Baru saja dia mundur tubuhnya sudah berada ditepi kereta.
dengan dinginnya dia lantas membentak keras dengan rambut
awut2an sepasang telapaknya kembali mendorong sejajar
dada.
Segulung hawa pukulan disertai bayangan merah yang
menyilaukan mata segera bergulung dan menghajar tubuh
Koan Ing.
Koen Ing merasa benar-benar sangat terperanjat.
bukankah serangan ini telah menggunakan ilmu khie-kang
aliran jahat Si Hiat Mo Kang yang amat dabsjat itu? Tempo
hari justru dikarenakan Si Budak Berdarah dari tempat
kegelapan mempelajari limu khei-kang aliran jahat ini maka
tiga manusia genah baru turun tangan bersama-sama, tidak
disangka ini hari dia menggunakan ilmunya itu juga untuk
menghadapi dirinya.
Pedasg Kiem-hong-kiamnya digetarkan ke depan, diantara
berkelebatnya sinar pedang dia hanya merasakan daya hisap
dari sepasang tangan Si Budak Berdarah itu amat dahsyat
sehingga menusuk ke dalam tulang sum-sum.
Dia tidak berani bergebrak saling berhadap-hadapan lagi.
berturut-turut tubuhnya mundur dua langkah ke belakang
tangan kiri melancarkan lima kali serargan totokan jari.
Limaa gulung angin pukulan dengan dahsyatnya menghajar
ke arah sibudakberdarah.
Si Budak Berdarah segera mendengus dingin diantara
berkelebatnya hawa khie-kang berwarna merah tawar

beberapa gulung serangan jari yang amat dshsjat itu segera
terhisap punah tanpa menimbulkan akibat apa pun juga.
Sekali lagi Koan Ing merasa hatinya sangat terperanjat,
pedangnya diangkat ke atas diantara berkelebatnya sinar
keemas-emasan yang menyilaukan mata hawa pedang
memenuhi angkasa.
Hawa hisapan dari Si Hiat Mo Kang itu laksana benda
lengkat yang amat kental segera bertaburan dari ujung
pedang tersebut,
Di dalam sekejap saja seluruh angkasa dipenuhi dengan
suara desiran angin tajam yang memekakkan telinga,
Koan Ing dapat merasa kalau tenaga lwee-kang yang
dimiliki oleh budak berdarah dari kegelapan ini jauh berada di
atas kepandaian Thian siang Thaysu, dengan ngotot dan
Susah pajajnya dia berusaha untuk menghindarkan diri dari
tenaga hisapan hawa khie-kang pihak musuh.
Si Budak Berdarah segera tertawa dingin, rambutnya yang
awut-awutan berkibar tiada hentinya ditengah angkasa sinar
mata yang amat ganas, kejam dan dingin berkelebat tiada
hentinya dari balik topeng berwarna merah darah itu agaknya
dia merasa tidak puas bilamana tidak berhasil membinasakan
diri Koan Ing di bawah serangan telapak tangannya.
Dengan pandangan terpesona Koan Ing berdiri tegak
disana, dia tahu bilamana masing-masing pihak beradu tenaga
dalam maka jangan sekali-kali menggunakan kegesitan badan,
karena bilamana dia coba menghindar maka pihak lawan
segera akan menekan lebih hebat lagi yang ada kemungkinan
bisa mengakibatkan kematian buat dirinya sendiri.
Apalagi ilmu iblis Si Hiat Mo Kang ini justru dapat
menghancurkannya yang amat dahsyat itu, bilamana dia coba
menarik kembali tenaga pukulannya maka tidak tertahan lagi
hawa murninya sendiri akan tersedot oleh pihak lawan.

Sinar mata pemuda itu mulai berkedip-kedip, dia sudah
mulai merasa tidak tahan lagi tetapi sekarang dirinya harus
berangkat kepuncak Su Li Hong, dirinya harus berusaha untuk
berusaha sehingga tidak sampai menemui kematian ditangan
musuh.
Berbagai pikiran dengan tepatnya berkelebat menemui
benaknya, walaupun di dalam benaknya, walaupun di dalam
kitab pusaka Boe thia koeimie itu terbuat berbagai ilmu silat
dari partai besar yang ada di kolong langit tetapi sama sekali
tidak pernah menyinggung soal tenaga khie-kang serta hawa
pedang dua hal.
Sambil menggigit kencang bibirnya dia bersuit panjang,
tubuhnya mendadak merendah dengan menempuh bahaya.
dia lantas melancarkan tenaga membentot menurut ajaran Butong-
pay, pedangnya dicukil ke atas dengan menggunakan
gerakan Thian Ie Teh Tong,
Si Budak Berdarah dari kegelapan sama sekali tidak
menyangka kalau Koan Ing bisa menggunakan ilmu silat dari
aliran Bu-tong-pay sepasag telapak tangannya yang didoroog
ke depan ada separoh bagian sudah berhasil dihindar oleh
Koan Ing.
Sekalipun demikian tidak urung separuh bagian pukulannya
lagi berhasil menghajar pundak kirinya.
Koan Ing segera mendengus 'sret', tubuhnya terpukul
mental oleh pukulan tersebut,
Untuk beberapa saat lamanya Si Budak Berdarah dari
kegelapan dibuat termangu-mangu, sebetulnya dia punya
maksud untuk membinasakan diri Koan Ing dengan
menggunakan tenaga hisapannya, tetapi keadaan tidak
mengijinkan terpaksa dia harus turun tangan melancarkan
pukulan.
Sebetulnya diapun kepingin menambahi lagi dengan satu
pukulan, tetapi karena takut kereta berdarah itu lolos dari

tangannya maka tanpa pedulikan diri pemuda itu dia lantas
lari mengejar.
Tubuh Koan Ing dengan menimbulkan suara yang amat
keras segera terjatuh ke atas tanah, pundak kirinya terasa
amat sakit sekali bahkan secara samar-samar terasa ada
segulung hawa dingin yang menusuk hingga ketulang
sumsumnya. tak kuasa lagi hatinya bergidik.
Dengan menahan rasa sakit perlahan-lahan dia merangkak
bangun, pundak kirinya saat ini sudah hancur dan
berpelepotan darah.
Dia menarik napas panjang-panjang, lalu duduk bersila
untuk berusaha menggunakan hawa murninya menahan darah
yang mengalir semakin deras itu.
Kurang lebih seperminum teh kemudian dia baru bangkit
berdiri kembali.
Luka dipundak kirinya semakin lama semakin erat, tetapi
dia masih berusaha juga untuk berangkat kepuncak Su Li
Hong dia harus bertemu muka dengan Sang Siauw-tan.
Koan Ing angkat kepalanya memandang ke kiri ke kanan.
dia tidak tahu dimanakah dirinya pada saat ini. tetapi sewaktu
bertempur seru melawan Si Budak Berdarah dari kegelapan di
atas kereta berdarah tadi dia masih mengingat dirinya menuju
ke arah Timur, tidak salah lagi kinipun dia lagi menuju ke
sebelah timur,
Diam-diam dia menarik hawa murninya panjang-panjang
lalu pejamkan matanya rapat-rapat dalam hati dia mulai
merasa rada kecewa karena walaupun tenaga dalamnya
sendiri semakin hari semakin tinggi tetapi musuh yang
ditemuipun semakin lama semakin lihay,
Tetapi dia tidak mau berpikir lebih jauh yang penting. pada
saat ini adalah cepat2 menemui Sang Siauw-tan.

Koan Ing dengan cepat kerahkan ilmu meringankan
tubuhnya berlari menuju ke sebelah Timur.
Setelah sudah beberapa lamanya tampaklah sang surja
sudah mulai munculkan dirinya diufuk sebelah timur.
Hatinya semakin lama semakin cemas larinyapun semakin
lama semakin cepat,
lewat beberapa saat kemudian cuaca benar-benar sudah
terang tanah sedang puncak Su Li Hong pun sudah terbentang
dihadapan matanya.
Saat ini kepalanya mulai terasa pening, tetapi dia masih
bertahan dia harus cepat2 tiba di atas puncak Su Li hong itu
untuk menemui Sang Siauw-tan.
Beberapa saat kemudian tibalah pemuda itu di bawah
puncak, terlihatlah di atas sebuah batu cadas yang tingginya
ada beberapa kaki terukirlah “Su Li Hong”
Tanpa memandang lebih jauh lagi Koan Ing segera berlari
mendaki ke atas puncak tersebut.
Secara samar-samar dari atas puncak bergema datang
suara bertalunya genta yang amat nyaring dan memantul
keempat penjuru baru saja dia berjalan sejauh setengah li
mendadak dari balik pepohonan berkelebatlah keluar dua
orang nikouw berbaju putih.
“Sicu, harap berhenti!” serunya sambil merangkap
tangannya memberi hormat.
“Apakah Sang Siauw-tan ada di atas puncak?” tanya Koan
Ing sambil menyapu sekejap ke arah kedua orang nikouw itu.
Ni-kouw yang ada disebelah kiri memandang sekejap ke
arah Koan Ing lalu tegurnya; “Sicu, tahukah kau tempat ini
adalah puncak Su Li Hong? Semua orang lelaki perduli dia tua.
muda maupun kecil dilarang naik ke atas puncak, orang

perempuan yang naik ke atas puncakpun harus cukur rambut
jadi ni-kouw.”
“Cayhe sendiri juga tahu akan hal ini sahut Koan Ing sambil
tertawa pahit. “Tetapi aku harus pergi menemui Sang Siauwtan!”
“Kau ingin mencari Siauw-tan sumoay? Seru nikouw itu, dia
termenung sebentar lalu ujarnya lagi. “Saat ini Siauw-tan
sumoay sudah bersiap-siap hendak mencukur rambut
menerima pantangan, bilamana kau baru melanggar sampai di
tempat ini ada kemungkinan masih bisa balik lagi, tetapi
bilamana berani naik lagi maka jalan mundur bagimu tidak
akan ada lagi.”
“Kalau begitu silahkan suci berdua melepaskan aku naik”
ujar Koan Ing sambil tertawa.
Dengan pandangan terperanjat kedua orang nikouw itu
saling berpandangan sekejap, mereka sama sekali tidak
menyangka kalau pemuda yang menderita luka parah ini
berani menerjang naik ke atas puncak Su Li Hong.
Ni-kouw itu memandang sekejap ke arah diri Koan Ing lalu
menundukkan kepalanya.
“Sicu!” ujarnya. “Lautan kesengsaraan tak ada ujung
pangkalnya menolehlah disana akan ditemui tepian, kami
berdua tidak bisa mengabulkan permintaan sicu, harap sicu
jangan terburu nafsu karena hal itu bakal menambahkan rasa
menyesal untuk selamanya.”
Koan Ing yang mendengar perkataan itu segera
mengerutkan alisnya rapat-rapat, bakal menyesal untuk
selamanya? Bilamana tidak dapat bertemu muka dengan Sang
Siauw-tan itulah baru merasa menyesal unluk selamanya.
Baru saja dia berpikir sampai disitu mendadak dari atas
puncak Su Li Hong kembali berkumandang datang suara genta
yang berbunyi bertalu2.

Koan Ing yang takut Sang Siauw-tan keburu sudah cukur
rambut segera berteriak keras, “Kalau begitu maaf aku harus
menerjang!!”
Baru saja dia selesai berteriak tubuhnya sudah melayang
melewati kedua orang ni-kouw tersebut.
Saking cepatnya gerakan itu sampai kedua orang ni-kouw
itu tidak punya kekuatan untuk menghalanginya, terpaksa
dengan pandangan melongo mereka memandang bayangan
punggung dari pemuda itu....
Koan Ing yang berhasil meloloskan diri dari cegatan kedua
orang Ni-kouw itu dengan gerakan yang amat cepat segera
berlari menuju ke atas puncak.
Beberapa saat kemudian.... mendadak terdengar suara
dengusan yang amat dingin bergema datang, seorang ni-kouw
berusia pertengahan dengan gerakan yang amat cepat sudah
menghalangi perjalanannya.
“Lemparkan pedang menyerah! pinnie ampuni nyawamu.”
serunya dengan dingin.
Dengan cepat Koan Ing merandek, tapi sebentar kemudian
tubuhnya sudah melanjutkan terjangannya ke atas, tangan
kanannya disilangkan di depan, siap-siap menghadapi sesuatu.
“Hmrm! nyalimu sungguh amat besar!” bentak nikouw
berusia pertengahan itu dengan dingin.
Ditengah suara bentakannya yang amat keras lima jari
tangannya segera dipentangkan mencengkeram pundak kiri
dari Koan Ing.
Pundak kiri Koan Ing sudah terluka dan titik kelemahan
pastilah terletak dibadan sebelah kiri karena itu begitu turun
tangan dia lantas menyerang tubuh sebelah kirinya.
Sinar mata Koan Ing dengan cepat berkelebat, saat ini dia
harus membereskan musuhnya secepat mungkin.

Tangan kanarnya dengan cepat diangkat tanpa peduli
cengkeraman dari nikouw berusia pertengahan itu lagi dia
balas mengancam lehernya.
Nikouw berusia pertengahan yang melihat pemuda itu
sama sekali tidak mengambil gubris terhadap serangannya
benar-benar merasa amat gusar.
“Bangsat! sungguh sombong kau orang!” makinya.
Sekalipun begitu dia tidak ingin mengadu jiwa dengan diri
Koan Ing.
Dia mendengus dingin, telapak kirinya dibabat menghadang
pukulan dari pemuda itu sedang telapak kanannya yang siap
hendak mencengkerami pundak kirinya berganti arah
menghajar wajahnya.
Koan Ing dengan dingin memandang datangnya serangan
tersebut tangan kanannya tetap mengubah jurus. lima jarinya
dipentangkan dengan menggunakan telapak sebagai
pengganti pedang dia membabat ke arah tangan kiri Nikouw
berusia pertengahan itu.
Bukannya berganti jurus, dia melanjutkan gerakannya hal
ini jelas memperlihatkan kalau kepandaian jauh lebih tinggi
dari Nikouw itu.
Dalam hati nikouw berusia pertengahan itu merasakan
hatinya berdesir, dia sama sekali tidak menyangka kalau
kepandaian silat dari pemuda ini dahsyat, dia tidak berani
berlaku gegabah lagi telapak kanannya dengan cepat ditarik
sedang tubuhnya mundur satu langkah ke belakang.
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat, lima jari tangan
kanannya mendadak disentil ke depan, lima gulung desiran
angin serangan yang amat tajam dengan cepat meluncur ke
arah nikouw berusia pertengahan itu.
Saking kagetnya air muka nikouw itu segera berubah jadi
pucat pasi bagaikan mayat. dia sama sekali tidak menyangka

kalau tenaga dalam dari Koan Ing jauh lebih tinggi dari pada
apa yang dipikirkan bahkan saat ini pemuda itu berada di
dalam luka berat.
Sambil menjerit kaget tubuhnya dengan cepat menyingkir
kesamping. Dimana angin pukulan jari itu menyambar datang
jubah putihnya sudah tertembus lima buah lubang kecil, masih
untung Koan Ing tidak bermaksud melukai dirinya.
Walaupun begitu saking kagetnya keringat dingin sudah
mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, dia berdiri
termangu-mangu disana beberapa saat lamanya.
Langkah kaki Koan Ing tidak mau berhenti sampai disitu
saja, tubuhnya dengan cepat berkelebat menerjang naik ke
atas puncak.
Kembali lewat Beberapa saat lamanya, jalanan gunung
semakin lama semakin berbahaya.
Sewaktu dia melewati sebuah tikungan tebing tampaklah
seorang nikouw muda dengan argkernya sudah menanti
kedatangannya ditengah jalanan.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, baru
saja dia siap-siap menerjang ke atas mendadak nikouw itu
membuka matanya.
“Apakah yang datang adalah Koan Ing Koan Siauw-hiap?”
tegurnya.
Koan Ing jadi melengak, dia sama sekali tidak menyangka
kalau ada orang yang mengenali dirinya, dia lalu mengangguk
dan memperhatikan nikouw itu dengan pandangan tajam.
Nikouw itu memakai jubah warna putih dengan wajah yang
cantik hanya saat ini rada kepucat2an. jika dipandang dari
sikap serta wajahnya jauh berbeda dengan kedua orang
nikouw yang terdahulu, dia mempunyai satu pengaruh yang
memaksa orang untuk menaruh hormat kepadanya.

“Pinnie Ceng It. murid tertua dari Sin-san Soat-nie!” ujar
Nikouw muda itu dengan perlahan.
Sawaktu Koan Ing mendengar nikoW yang ada di
hadapannya saat ini adalah murid tertua dari Sin-san Soat-nie
hatinya rada kaget, walaupun saat ini dia bermaksud untuk
menerjang naik ke atas puncak, tidak urung sebagai
penghormatan terhadap nikouw muda itu dia mengurungkan
niatnya juga,
“Ooouw.... kiranya Cing It suci!” serunya sambil
bungkukkan badan memberi hormat. “Koan Ing mempunyai
satu permintaan yang tidak sesuai harap suci suka
mengabulkannya.”
Dengan pandangan yang tawar Cing It memandang
sekejap ke arah pemuda itu lalu Katanya; “Setiap orang yang
menaiki puncak Su Li Hong rintangan pertama masih boleh
berjalan balik, tetapi bilamana telah menerjang masuk
rintangan kedua, yang lelaki harus dipapas putus sebuah
lengannya sedang yang perempuan harus cukur rambut jadi
nikouw. Tetapi bilamana bertemu dengan orang yang memiliki
kepandaian silat maka satu2nya keputusan adalah mati!”
“Tetapi aku harus menemui Sang Siauw-tan!” seru Koan
Ing dengan ngotot.
Air muka Cing It masih tetap amat tawar, dia tidak
menggubris perkataan dari pemuda itu sebaliknya dengan
dingin sambungnya lagi, “Mengingat kau adalah keponakan
murid Kong Boen Yu dan paman gurumu itu mempunyai
ikatan persahabatan dengan suhuku tempo hari maka asalkan
kau orang melepaskan pedang dan minta maaf, suhuku akan
menyudahi urusan ini.”
Koan Ing yang mendengar Cing It Nikouw berbicara
demikian, dalam hati lantas mengetahui kalau urusan ini tidak
bakal bisa diselesakan dengan cara damai, dia tertawa.

“Kalau begitu terpaksa aku harus menerjang dengan
menggunakan kekerasan!” serunya.
Dari pinggangnya Cing It Nikouw lantas mencabut keluar
sebilah pedang panjang siap-siap menghadapi sesuatu.
Koan Ing pun mencabut keluar pedang Kiem-hongkiamnya,
dia memandang sekejap ke arah Cing It Nikouw lalu
katanya, “Suci harap kau orang suka turun tangan lebih ringan
terhadap diriku”
Dia bungkukkan badannya memberi hormat terlebih dulu
kemudian tubuhnya baru berkelebat menerjang ke depan.
Dengan cepat Cing It Nikouw menyingkir ke samping
pedang panjang ditangannya dengan cepat membabat ke
depan, serentetan sinar kehijau2-an berkelebat ditengah
angkasa menabas jalan pergi dari Koan Ing.
Gerakannya amat dahsyat sekali sehingga mengejutkan
pemuda itu!
Melihat datangnya serangan tersebut Koan Ing
mengerutkan alisnya rapat-rapat, pedang panjangnya
digetarkan sehingga mendengung amat keras, dengan
menimbulkan gerakan separuh busur dia membabat
datangnya serangan pedang dari Cing It ni-kouw itu, inilah
yang dinamai jurus “Ci Cie Thian ang.”
Cing It nikouw yang untuk pertama kalinya harus bergebrak
melawan ilmu pedang Thian-yu Kiam Hoat hatinya merasa
rada berdesir juga, dia sama sekali tidak menyangka kalau
Koan Ing yang ada di hadapannya pada saat ini walaupun lagi
menderita luka parah tetapi tenaga dalamnya masih amat
dahsyat sekali!
Diantara berkehbatnya bayangan putih berturut-turut dia
melancarkan tiga buah serangan tusukan yang setiap
gerakannya membawa hawa pedang yang amat dahsyat....

Dengan kedahsyatan dari tenaga dalam yang dimiliki Koan
Ing pada saat ini ditambah dengan banyaknya pengalaman
yang didapatkan sewaktu melawan musuh pada masa yang
lalu sudah tentu pemuda ini tidak bakal merasa jeri terhadap
ketiga buah serangan tusukan pedang dari Cing It nikouw ini.
Pedarg panjangnya segera disentil ke depan.... ”Criiing....!”
dengan menimbulkan suara yang amat tajam dia menusuk alis
muka Cing It nikouw.
Cing It nikouw menarik napas panjang. tubuhnya mundur
ke belakang sedang gerakkan pedangnya dari kedudukan
menyerang kini berubah jadi kedudukan bertahan. berturutturut
dia mengubah tiga buah gerakkan pedang untuk
menghalangi jurus serangan dari Koan Ing ini.
Ditengah suara sUitan yang panjang tubuh Koan Ing
berkelebat ke depan, pedang kiem-hong-kiamnya balas
melancarkan serangan ke arah Cing It nikouw dengan
menggunakan jurus-jurus ‘Thian Hong Si Lang’ atau angin
langit meniup ombak! ‘Hay Ciauw Thian Yang’ atau pojok laut
ujung langit, serta ‘Noe Ci Sin Kiam’ atau gemas gusar
kebutkan pedang.
Cing It nikouw yang melihat kedahsyatan tenaga dalam
Koan Ing walaupun berada dalam keadaan luka berat masih
berada jauh diatasnya, dengan cepat pedangnya dikebaskan
ke depan, sedang tubuhnya tergetar mundur selangkah demi
selangkah ke arah belakang.
Begiiu Koan Ing berhenti bersuit pedangnya sudah berhasil
menekan ujung pedang dari Cing It nikouw, inilah jurus
serangan “Ban Sin Ping To” atau selaksa malaikat
menenangkan ombak.
Pedang panjang ditangan kanan Citig It nikouw yang
terkena tekanan kini tak dapat maju maupun mundur tetapi
air mukanya sama sekali tidak memperlihatkan rasa gugup
maupun terkejutnya.

Sebenarnya Koan Ing mempunyai maksud untuk paksa dia
untuk melepaskan pedang tetapi sewaktu angkat kepalanya
dan memandang sinar matanya yang berkedip2 entah
mengapa hatinya merasa berdebar amat keras, dia merasa
ada suatu perasaan yang sangat aneh.
Pedangnya segera miring kesamping, dengan meminjam
kesempatan tenaga pantulan ke samping itulah Cing It nikouw
cepat2 berjumpalitan beberapa kali ditengah udara untuk
melenyapkan tenaga tekanan ditubuhnya kemudian melayang
turun ke atas tanah.
“Terima kasih atas kemurahan hati suci!” ujar Koan Ing
kemudian sambil bupgkukkan badannya memberi hormat.
Cing It nikouw sendiripun tahu kalau Koan Ing tidak
bermaksud untuk paksa dia melepaskan pedang, melihat
pemuda itu menjura kepadanya diapun lantas balas memberi
hormat.
“Sute harap suka baik-baik berjaga diri, semoga kau
berbasil mencapai keinginanmu”,
Koan Ing lantas putar tubuh dan berlari menuju ke atas
puncak.
Dikarenakan adu tenaga dengan Cing It nikouw baru2 ini
pemuda tersebut merasakan kepalanya mulai pening.
Dia tidak ingin sampai Cing It nikouw melihat keadaannya
yang amat mengenaskan itu. setelah berputar satu pojokan
gunung dia baru mencekal dinding batu untuk menahan
badannya, saat ini keringat dingin mengucur keluar terus
dengan amat derasnya, pandangannya jadi gelap hampirhampir
tidak kuasa untuk mempertahankan diri.
Dia mulai pejamkan matanya untuk beristirahat, setelah itu
sambil menggigit kencang bibirnya dia meneruskan
perjalanannya naik ke atas puncak, dia takut bilamana sampai
sedikit terlambat maka selamanya akan menyesal.

Setelah berjalan sampai di atas puncak matanya mulai
memandang ke kanan memandang ke kiri memperhatikan
keadaan di sekeliling tempat itu.
Di atas puncak gunung Su Li Hong berdirilah sebuah kuil
yang amat megah, di depan pintu kuil duduklah seorang
nikouw berbaju putih dengan amat tenangnya, keadaan di
sekeliling tempat itu sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun.
Selangkah demi selangkah Koan Ing maju ke depan,
terlihatlah olehnya seluruh tubuh nikouw berbaju putih itu
berwarna putih bersih laksana salju dan saat ini sedang
memejamkan matanya duduk disana, agaknya dia sama sekali
tidak melihat munculnya Koan Ing disana.
Tetapi sekali pandang saja Koan Ing sudah tahu kalau
orang itu bukan lain adalah Sin Hong Soat-nie.
Dengan cepat pemuda itu jatuhkan diri berlutut di
hadapannya.
“Boanpwee Koan Ing menghunjuk hormat buat Soat-nie!”
serunya.
“Ada maksud tujuan apa kau datang kemari?” tanya Sin
Hong Soat-nie sambil membuka matanya.
Dengan perlahan Koan Ing mendongakkan kepalanya,
terlihatlah olehnya sepasang mata nikouw yang berwarna
hitam laksana intan permata memancarkan cahaya yang
gemerlapan. Hatinya jadi merasa rada tergetar. Dia tidak
menyangka kalau pada masa yang silam Sin Hong Soat-nie
adalah seorang gadis cantik.
Dia tidak berani melihat lagi, cepat2 kepalanya ditundukkan
rendah-rendah.
“Boanpwee datang kemari hendak menemui Sang Siauwtan.”

“Kau orang bukannya tidak mengetahui peraturan dari
puncak Su Li Hong ini, kenapa nyalimu begitu besar?” Teriak
Sin Hong Soat-nie dengan dingin.
“Aku harus menemui dirinya, tidak perduli bagaimanapun
aku harus bertemu muka dengan dirinya!”
Sinar mata Sin Hong Soat-nie dengan perlahan menyapu
sekejap ke atas pundaknya lalu ujarnya dengan perlahan,
“Baru2 ini aku mendengar munculnya kembali kereta berdarah
di dalam Bu-lim bahkan Si Budak Berdarah dari kegelapan pun
sudah munculkan dirinya kembali, pundakmu sudah terluka
apakah terluka ditangan Si Budak Berdarah itu?”
Dengan perlahan Koan Ing mengangguk.
Dari sepasang mata Sin Hong Soat-nie segera memancar
keluar sinar mata yang sangat aneh.
“Kau berani naik ke atas gunung dengan membawa luka,
nyalimu sungguh tidak kecil” ujarnya dengan perlahan. “Kau
sudah datang kemari maka jangan harap bisa turun gunung
dalam keadaan hidup2, kau hendak bunuh diri atau aku yang
turun tangan!”
Selamanya Koan Ing tidak pernah. tunduk kepada otang
lain atau minta ampun kepada orang lain mendengar
perkataan dari Sin Hong Soat-nie ini hatinya rada tersinggung.
Dengan perlahan dia bangkit berdiri dan mencabut keluar
pedang kiem-hong-kiamnya lalu tertawa tawar.
“Walaupun kepandaian silat aku Koan Ing tidak tinggi tetapi
aku pun ingin sekali minta berapa jurus petunjuk dari jagoan
pandai dari Bu-lim!”
Sin Hong Soat-nie yang melihat Koan Ing berani dia
menantang untuk bertempur dengan pandangan tajam segera
memperhatikan diri Koan Ing.

Sejak pertemuaannya untuk pertama kali tadi dia sudah
merasa kalau pemuda ini bukanlah manusia yang lemah
seperti apa yang sedang dipikirkan semula bahkan taruhan
nyawa dia hendak menemui Sang Siauw-tan entah
dikarenakan soal apa?
Tetapi sikap yang sangat jumawa dari Koan Ing membuat
dia merasa sangat tidak puas!
“Selama dua puluh tahun ini cuma kau seorang yang berani
berbuat begitu jumawa terhadap diriku bahkan kau berani
juga naik kepuncak dalam keadaan luka dalam, bilamana kau
bisa menangkan diriku bukan saja dapat bertemu dengan
Sang Siauw-tan bahkan puncak Su Li Hong ini pun cuma kau
seorang yang boleh pulang pergi!” katanya parlahan.
Ooo)*(ooO
Bab 26
KOAN ING tidak mengucapkan sepatah katapun, Kiemhong-
kiam ditangannya dengan perlahan-lahan diangkat
sejajar dengan dada.
Dengan pandangan terpesona Sin Hong Soat-nie
memperhatikan diri Koan Ing lalu ujarnya, “Aku sudah sangat
lama tidak bergebrak dengan orang, bilamana kau suka
melawan aku dengan menggunakan pedang dan berhasil
untuk menerima seranganku sebanyak seratus jurus aku bisa
kabulkan permintaanmu untuk bertemu dengan Sang Siauwtan!
saat ini dia masih belum cukur rambutnya.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat dia tidak
memikirkan apakah dirinya bisa bertahan terhadap seratus
jurus serangan dari Sin Hong Soat-nie. saat ini benaknya lagi
dlpenuhi dengan berbagai ilmu silat yang pernah dipelajarinya
untuk mencari apakah ada cara untuk mengalahkan Sin Hong
Soat-nie.
“Terima kasih suthay.” sahutnya.

Dari pinggangnya Sin Hong Soat-nie segera mencabut
keluar sebilah pedang lalu dengan menggunakan tangan
kirinya mengelus-elus.
Koan Ing tetap berdiri tak bergerak di atas tanah, berbagai
jurus-jurus ilmu silat yang pernah dipelajarinya dari kitab
pusaka Boe Shia Koei Mie mulai berkelebat memenuhi
benaknya, tetapi dia masih belum dapat mendapatkan apakah
dengan kekuatan tenaga dalamnya saat ini bisa mengalahkan
diri Sin Hong Soat-nie.
Dengan dinginnya Sin Hong Soat-nie membentak keras.
“Awas....!!”
Tubuhnya dengan cepat menubruk ke depan, pedang
panjang tangannya dengan kecepatan yang luar biasa
bergerak keluar, diantara berkelebatnya sinar keperakperakan.
dia menghajar tubuh Koan Ing.
Pedang kiem-hong-kiam ditangan kanan Koan Ing segera
disentilkan ke depan, lalu dengan menggunakan jurus untuk
bertahan Hay Thian It Sian yang paling lihay dia
mempertahankan diri.
Dengan rasa terperanjat Sin Hong Soat-nie menjerit kaget,
tubuhnya segera melayang ketengah udara sedang pedangnya
sewaktu berputar dengan cepat menekan pedang kiem-hongkiam
ditangan Koan Ing.
Inilah jurus Ban Sin Peng To dari ilmu pedang Thian-yu
Kiam Hoat.
Sinar mata Koan Ing dengan cepat berputar, pedang kiemhong-
kiamnya dengan menimbulkan suara desingan yang
amat keras Segera membentuk satu lingkaran busur inilah
jurus Noe Ci Sin Kiam dari ilmu pedang Thian-yu Kiam Hoat.
Sin Hong Soat-nie yang melihat Koan Ing dalam keadaan
luka parah masih berani menerima datangnya serangan
dengan keras lawan keras hatinya rada bergidik juga.

Pedangnya dengan cepat berkelebat, ujung pedangnya
segera menekan ke atas tubuh pedang yang ada ditangan
Koan Ing itu.
Koan Ing bersuit nyaring. pedang kiem-hong-kiamnya
menyentil ke depan, diantara berkelebatnya sinar pedang
yang berwarna keemas-emasan dia sUdah menyalurkan hawa
khei-kang tingkat tertinggi dari aliran Bu-tong-pay ke dalam
jurus pedang tersebut.
Pedang kiem-hong-kiamnya segera menyentil ke depan
berturut-turut berkelebat sebanyak tujuh kali mengancam
tujuh tempat yang berbeda, inilah gerakan “Ku Koang Chiet
Ci” .
Pedang Sin Hong Soat-nie dengan beratnya menekan
kebawah. tetapi hanya di dalam beberapa sentilan saja tenaga
tekanannya berhasil dipunahkan semua yang melihat kejadian
itu dengan rasa amat terkejut segera pujinya; “Jurus pedang
yang bagus! “
Koan Ing benar-benar terdesak. terpaksa dia harus
mengerahkan jurus baru ciptaannya sendiri untuk
melancarkan serangan itu.
Melihat serangannya mencapai pada sasaran, tubuhnya
dengan cepat meloncat ke depan sedang pedang kiem-hongkiamnya
berkelebat dan menotok ke depan menusuk alis dari
Sin Hong Soat-nie.
Sin Hong Soat-nie dengan cepat melintangkan pedangnya
ke depan, serentetan sinar tajam yang menyilaukan mata
menghalangi datangnya serangan dari Koan Ing kemudian
meneruskan gerakannya menekan dada sang pemuda.
Saat ini pemuda tersebut sudah benar-benar terjerumus ke
dalam lamunan, berbagai jurus serangan dari kolong langit
tiada hentinya berkelebat di dalam benaknya, dia cuma tahu
dirinya harus cepat2 menangkan diri Sin Hong Soat-nie.

Pedang Kiem-hong-kiam ditangannya berturut-turut
berganti jurus, dengan meleburkan seluruh kepandaian silat
yang ada di dunia ini ke dalam ilmu silat ‘Thian-yu Si cap pwee
cau’ pedang kiem-hong-kiamnya dengan gerakan menutup,
menekan bersama-sama menggencet diri Soat-nie.
Dalam hati Sin Hong Soat-nie merasa sangat terperanjat,
mendadak dia mulai merasakan kalau Koan Ing bukanlah
seorang musuh yang enteng ilmu pedang dari pemuda itu
benar-benar membuat hatinya bergidik.... bahkan selamanya
dia belum pernah menemui orang yang memiliki kepandaian
silat yang demikian sempurnanya.
Pedangnya dengan cepat berkelebat menutup datangnya
serangan dan Koan Ing.
Saat ini Koan Ing benar-benar sudah terjerumus ke dalam
alam lamunan, jurus-jurus serangan yang dilancarkan melalui
pedangnya dengan tiada hentinya mengalir keluar, agaknya
seluruh kepandaian silat yang ada di dalam dunia ini sudah
diketahui olehnya.
Pedang Kiem-hong-kiamnya dengan mengikuti gerakan
tubuhnya laksana serentetan sinar keemas-emasan segera
berkelebat menghajar tubuh Sin Hong Soat-nie,
Sin Hong Soat-nie merasakan hatinya rada bergidik,
pedang panjangnya dengan cepat berkelebat menghalangi
gerakan dari Koan Ing.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau tenaga dalam
pemuda itu amat lihay bahkan setiap jurus serangan belum
habis dilancarkan jurus serangan yang lain sudah menyusul
datang.
Demikianlah seluruh angkasa segera dipenuhi dengan
bayangan sinar emas serta perak yang saling berkelebat tiada
hentinya,

Saat ini Koan Ing sudah benar-benar dibuat mabok oleh
jurus pedang yang dilancarkan keluar seluruh pengetahuan
yang pernah diperolehnya selama ini diperas keluar habishabisan
membuat pedang kiem-hong-kiamnya setiap kali
berkelebat tentu melancarkan serangan-serangan yang ada
diluar dugaan,
Sin Hong Soat-nie sendiripun sama sekali tidak menyangka
akan kedahsyatan serta kehebatan dari jurus serangan yang
dilancarkan oleh sang pemuda.
Hanya di dalam sekejap saja masing-masing pihak sudah
saling bergebrak sebanyak lima puluh jurus, Sin Hong Soat-nie
mulai mengerutkan alisnya rapat-rapat dia tahu bilamana
pertempuran melawan Koan Ing ini dilanjutkan lebih lama
maka keadaan akan semakin tidak genah.
Dengan nyaringnya dia membentak keras, tubuhnya
meloncat ke atas sedang pedangnya digetarkan mementalkan
pedang kiem bong kiam yang mengancam badannya itu
tubuhnya dengan cepat berkelebat ke depan sedang
pedangnya digetarkan membentuk bintang2 berwarna
keperak-perakan menghajar tubuh Koan Ing,
Koan Ing cuma merasakan angin pukulan yang amat tajam
menusuk badannya dia lantas membentak keras, pedang kiem
horg kiamnya ditarik kembali membentuk satu lingkaran
mekar memunahkan serangan dari nikouw tersebut.
Dengan dinginnya Sin Hong Soat-nie mendengus. keanehan
dari ilmu pedang Koan Ing ini benar-benar membuat hatinya
keheranan. bilamana dia tidak dapat memegang kesempatan
ini maka sebelum seratus jurus ada kemungkinan dia bisa
memperoleh kekalahan.
Pedang panjangnya segera disambar ke arah depan dengan
menggunakan jurus Cian So Suo Ci yang paling
dibanggakan....

Ditengah berkelebatnya sinar keperak-perakan tampaklah
pedang kiem-hong-kiam ditangan kanannya tergetar amat
keras sehingga menimbulkan suara dengungan yang
memekikkan telinga.
Pedang Kiem-hong-kiamnya segera membentuk gerakan
busur memecahkan berbagai serangan-serangan gencar lalu
menyentuh tusukan pedang dari nikouw tersebut.
Kecepatan perubahan ini dilakukan hanya di dalam sekejap
saja membuat Sin Hong Soat-nie jadi kelabakan.
Hanya di dalam sekejap saja kembali puluhan jurus berlalu,
Sin Hong Soat-nie mulai merasa hatinya amat terkejut
bercampur gusar bilamana di dalam seratus jurus dia tidak
berhasil mengalahkan diri Koan Ing maka bagaimaaa malunya
dia orang dengan kawan2 Bu-lim lainnya.
Sinar matanya dengan cepat berkelebat, ketika dilihatnya
sinar mata Koan Ing amat terperanjat dia tidak tahu Koan Ing
lagi memikirkan urusan apa, di dalam anggapan Koan Ing
sudah tersesat sehingga memainkan serangan sesat yang
membingungkan.
Pelangnya kembali digetarkan ke depan. serentetan sinar
keperak2an yang panjangnya ada setengah depa segera
memancar ke depan.
Mendadak Koan Ing jadi sadar kembali dari lamunannya,
pedang ditangan kanannya menekan kebawah lalu dengan
lurus menusuk ke depan inilah jurus ‘Hay Thian It Sian’.
Diantara berkelebatnya sinar keemasan hawa pedang
memenuhi angkasa menggetarkan serangan-serangan
tersebut,
Sin Hong Soat-nie yang telah melancarkan serangan
dengan menggunakan ilmu h wa pedang yang paling tinggi
untuk menyerang musuhnya jelas sudah mempunyai niat
untuk mengalahkan Koan Ing di bawah serangan pedangnya,

tetapi sama sekali tak terduga olehnya kalau tenaga dalam
Koan Ing pun amat dahsyat sekali.
Serangan pedangnya dilancarkan keluar terus menerus,
pedangnya laksana serentetan sinar keperak-perakan yang
disertai hawa tekanan yang amat hebat menghajar tubuh
Koan Ing.
Sebaliknya Koan Ing berada dalam keadaan tenang-tenang
saja, air mukanya berubah jadi amat kukuh sedang pedangnya
perlahan-lahan digetarkan menuding ketengah angkasa.
Diantara berkelebatnya sinar keemas-emasan yang
menyilaukan mata pemuda itu baru merasa kaget kalau
kedahsyatan hawa pedang Sin Hong Soat Hie sama sekali
berada diluar dugaannya, dia tahu ilmu tenaga dalam yang
demikian dahsyatnya tidak dapat diperoleh kemenangan
dengan mengandalkan kegesitan serta kebagusan saja.
Harapan untuk menang mulai lenyap dari dasar lubuk
hatinya, saat ini dia cuma mengharapknn bisa bertahan
sampai seratus jurus lebih.
Sin Hong Soat-nie yang melihat kekukuhan hati Koan Ing
dalam hati merasa terperanjat, walaupun dia lahu kalau
tenaga lweekang dari pemuda itu jauh lebih lemah dan tenaga
lweekangnya sendiri tetapi hati seseorang yang telah bulat
tekad untuk mati dan bertempur mati2an akan jauh lebih
dahsyat tenaganya.
Pedang ditangannya berturut-turut berkelebat kesana
kemari Demikian pedang kiem-hong-kiam itu terpaksa harus
mundur ke belakang.
Akhirrja tibalah pada jurus yang terakhir. dia mendengus
dingin pedangnya dengan menimbulkan pelangi perak
disentilkan ke depan, inilah jurus yang terlihay dari ilmu
pedang “Sin Hong Kiam Hoat”nya jaitu jurus “Sin Sian Hwee
Jong” atau sumber air muncrat menyebar.

Koan Ing yang melihat kedahsyatan dari tenaga tekanan
jurus serangan itu hatinya merasa terperanjat, dia tahu
bilamana dia tidak membuang pedang untuk mengaku kalah
maka sebentar saja tubuhnya akan menggeletak di atas tanah
dengan bermandikan darah segar.
Berpuluh-puluh ingatan dengan cepat berkelebat dalam
hatinya, kini adalah jurus keseratus! Bilamana dia tidak
berhasil menerima serangan ini dan menderita kalah maka tak
ada kemungkinan lagi baginya untuk menemui diri Sang
Siauw-tan, untuk memenuhi harapan tersebut dengan
paksakan diri dia harus menerima juga serangan terakhir ini.
Ditengah berputarnya berbagai ingatan Koan Ing bersuit
panjang lalu menggerakkan pedang kiem-hong-kiamnya
menyambut datangnya serangan dari Sin Hong Soat-nie itu.
Dengan cepatnya sepasang pedang bentrok menjadi satu
sehingga menyebabkan beterbangannya bunga-bunga api,
diantara mengamuknya hawa pedaag yang amat santar itulah
sesosok bayangan manusia terlempar keangkasa sejauh tiga
kaki lebih.
Koan Ing masih memegang kencang-kencang pedang kiemhong-
kiamnya, dengan perlahan dia bangkit berdiri dan
tertawa.
“Suthay, seratus jurus sudah lewat!” serunya,
Pandangannya mulai menggelap, tetapi dengan mengikuti
ingatannya dia mulai putar badan menghadap ke arah dimana
Sin Hong Soat-nie berdiri.
Sin Hong Soat-nie yang melihat seluruh tubuh Koan Ing
sudah bermandikan darah hatinya merasa rada menyesal,
sebenarnya dia tidak bermaksud untuk melukai diri sang
pemuda, dia ingin paksa Koan Ing untuk melepaskan
pedangnya.

Tetapi dia sama sekali tidak menyangka kalau pemuda itu
berani bertaruhan nyawa untuk menerima juga serangannya
yang terakhir itu dengan keras lawan keras.
Walaupun pada hari biasa dia sering melihat orang terluka
tetapi keadaan seperti Koan Ing ini hari dia belum pernah
menemuinya. Koan Ing bisa lolos dari serangan dahsyatnya
hal ini merupakan suatu kemujuran buat dirinya!
Dengan pandangan terpesona Sin Hong Soat-nie
memperhatikan diri Koaa Ing, selamanya dia belum pernah
menemui orang yang demikian kukuh dan bersemangatnya.
Lewat beberapa saat kemudian dia baru berkata dengan
suara perlahan, “Sang Siauw-tan ada di dalam ruangan
tengah, kau pergilah menemui dirinya!”
Koan Ing cuma merasakan kepalanya amat pening sedang
dadanya terasa sangat mual, dengan menggunakan
pedangnya untuk mempertahankan badan dia coba berdiri
tegak kemudian setelah mengetahui jelas arah tujuannya
dengan perlahan baru berjalan maju ke depan.
Dengan termangu-mangu Sin Hong Soat-nie memandang
puuggung pemuda itu, dalam hati dia merasakan suatu
perasaan sedih yang sangat tidak enak.
Dia tidak menyangka kalau dirinya yang disebut orang
sebagai manusia berwajah welas berhati kejam ini hari harus
menaruh rasa sedih buat orang lain.
Dengan langkah yang rada sempoyongan Koan Ing berjalan
masuk melalui pintu besar. dia memasukkan dulu pedangnya
ke dalam sarung lalu membereskan pakaiannya yang sudah
robek dan kumal setelah itu baru berjalan masuk kedalam.
Dalam hati diam-diam pikirnya, “Ini kali adalah pertemuan
kami yang terakhir, aku harus bersikap baik-baik agar
pandangannya tidak jelek kepada diriku dan akupun tidak
akan merasa menyesal sampai akhir jaman!”

Baru saja Koan Ing berjalan maju satu langkah
pandangannya kembali jadi gelap hampir-hampir dia terjatuh
ke atas tanah.
Dengan terburu? tangannya mencekal pintu depan lalu
pikirnya sambil mentertawakan dirinya sendiri, “Bisa bertemu
dengan Sang Siauw-tan atau tidakpun masih merupakan Satu
persoalan buat apa aku bereskan pakaian segala macam.”
Lama sekali dia berhenti di depan pintu kemudian dengan
perlahan baru berjalan masuk ke dalam ruangan.
Nikouw berbaju putih berlalu-lalang menlaluinya dikedua
belah sampingnya tetapi dia sama sekali tidak melihat jelas,
selangkah demi selangkah pemuda itu berjalan melewati
ruangan pertama menuju keruangan tengah.
Dengan langkah perlahan dia menaiki anak tangga lalu
berdiri tersandar di pintu beberapa saat lamanya.
Terlihatlah olehnya seorang bayangan putih menghampiri
dirinya, sekali pandang saja dia tahu kalau orang itu bukan
lain adalah Sang Siauw-tan, walaupun saat ini dia
membelakangi dirinya tetapi tidak mungkin salah lagi.
Saking girangnya tidak kuasa lagi air mata mulai
bercucuran membasahi wajahnya.
Lama sekali Koan Ing berdiri termangu-mangu beberapa
saat kemudian dengan rada gemetar sapanya:
“Siauw-tan!”
Sang Siauw-tan tetap membelakangi pemuda itu, dia duduk
dengan tenangnya di tempat tersebut.
“Kau datang kemari ada urusan apa?” tanyanya kemudian
setelah termenung beberapa saat lamanya.
“Aku ingin melihat wajahmu untuk teeakhir kalinya, aku
ada banyak perkataan yang hendak dibicarakan dengan
dirimu,” kata Koan Ing sambil berjalan maju dengan perlahan,

matanya memandang ke arah punggung gadis itu dengan
mendelong....
“Kau beiani menyerbu puncak terlarang Su Li Hong
sekalipun mati juga seharusnya, kau jangan mengira aku bisa
menaruh rasa kasihan kepadamu Sang Siauw-tan sudah lama
mati, kau boleh pergi!”
Koan Ing jadi melengak.
“Siauw-tan!! Kau jangan begitu membenci aku. Bilamana
kau bisa memahami hatiku akupun tidak usah memberi
penjelasan kepadamu, tetapi bilamana kau menyuruh aku
pergi.... baiklah! aku segera akan pergi!”
Sang Siauw-tan yang duduk membelakangi pemuda itu kini
berada dalam keadaan kebingungan, dia tidak mau menoleh
karena takut hatinya bertambah sedih.... walaupun begitu air
mata tak kuasa lagi mulai mengucur keluar dengan amat
derasnya.
Koan Ing yang melihat Sang Siauw-tan tidak berbicara
dalam hati lantas mengerti kalau dara tersebut sudah mau
mendengarkan perkataannya.
“Siauw-tan! Aku tidak ingin mencelakai dirimu!” ujarnya
dengan perlahan. “Sekalipun aku tidak naik kepuncak Su Li
Hong nyawakupun tidak akan lebih dari sepuluh hari, tentunya
kau tahu bukan kenapa aku suruh kau merasa kecewa? Aku
tidak bisa mencelakai kebahagiaan seumur hidupmu!”
Dengan termangu-mangu Sang Siauw-tan duduk
termenung, hampir-hampir dia tidak mau percaya terhadap
telinganya sendiri.
Koan Ing mau mati? Nyawanya tinggal sepuluh hari saja?
Apa yang sudah terjadi? Urusan yang lalu mulai berkelebat
kembali di dalam benaknya, Koan Ing bagaimana bisa.... Ach!
pasti perbuatan dari Ciu Tong!

Dia mulai merasa menyesal kenapa dirinya naik kepuncak
Su Li Hong, dia menyesal karena perbuatannya yang
mengikuti nafsu waktu itu menbuat mereka berdua jadi bjgini.
“Siauw-tan!” Ujar Koan Ing lagi.” Aku tahu tidak
seharusnya aku bersikap begitu kepadamu. tetapi kaupun
harus berpikir pula dengan lebih mendalam. kau masih ada
ayahmu yang sudah tua.... apa kau merasa tega untuk
tinggalkan orang tuamu untuk jadi Ni-kouw?”
Mendadak Sang Siauw-tan menoleh ke belakang dan
memandang terpesona diri Koan Ing yang penuh berpelepotan
darah.
Akhirnya tidak tertahan lagi dia menubruk tubuh pemuda
tersebut dan menangis tersedu-sedu.
“Oooow.... engkoh Ing! kenapa tidak kau katakan sejak
dulu!” teriaknya.
“Siauw-tan!” kata Koan Ing sambil memegang erat tangan
gadis tersebut, Kau barus turun dari puncak.... ,kau harus
meninggalkan tempat ini.
Sang Siauw-tan yang berada di dalam pelukan pemuda itu
menangis semakin keras lagi.
“Engkoh Ing. aku akan turun gunung bersama-sama kau .
kau.... kau.... , kau tidak boleh mati!”
Koan Ing menarik napas panjang? Lalu tertawa sedih, dia
tahu urusan itu tidak mungkin terjadi, Urusan sulah jadi begini
apakah mereka masih bisa turun gunung dengan selamat!? hal
ini tidak bakal bisa terjadi.
Baru saja dia berpikir sampai disitu mendadak dari luar
ruangan kuil itu berkumandang masuk suara helaan napas
panjang.
Kalian berdua boleh turun gunung, tetapi Siauw-tan boleh
kembali lagi setelah Koan Ing mati.

Setelah berbicara sampai disitu suasana kembali menjadi
sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun.
Di dalam hati Koan Ing benar-benar merasa terkejut
bercampur girang, dia sama sekai tidak mengerti Sin Hong
Soat-nie yang selamanya dikatakan orang sebagai si manusia
berwajah welas berhati kejam kenapa ini hari bisa berbuat
begitu ramah dan baik?
Dia bilang Sang Siauw-tan boleh kembali, tetapi terangterangan
dia tahu kalau ayah Sang Siauw-tan adalah sijari
sakti Sang Su-im apalagi Sang Siauw-tan belum menyanggupi,
sampai waktunya bilamana dia kembali nikouw inipun tidak
bisa berbuat apa-apa.
Sang Siauw-tan sendiri juga termangu-mangu, beberapa
perkataannya tadi sebenarnya diucapkan karena golakan
hatinya, dia sendiri sama sekali tidak memikirkan apakah
urusan ini bisa dikabulkan atau tidak, siapa sangka Sin Hong
Soat-nie ternyata sudah mengabulkan perkataannya itu
dengan cepat.
Mereka berdua saling berpandangan beberapa saat
lamanya, kemndian dengan dibimbing oleh Sang Siauw-tan
mereka berdua mulai berjalan keluar dan kuil itu.
Cuaca baru saja terang tanah, udara sangat dingin sekali....
ditengah tiupan angin kencang yang amat dahsyat bungabunga
salju beterbangan memenuhi permukaan tanah.
Dari antara permukaan salju yang tebal itulah tampak dua
sosok bayangan manusia dengan amat cepatnya berkelebat
menuju ke sebelah barat.
Mereka berdua adalah Koan Ing serta Sang Siauw-tan
berdua, setelah beristirahat dua hari sekembalinya dari puncak
Su Li Hong dan luka yang diderita Koan Ing sudah sembuh
mereka berdua malanjutkan kembali perjalanannya menuju ke
arah Barat.

Koan Ing yang merasa yakin Bun Ting-seng itu pembunuh
ayahnya pasti berada di daerah Tibet, lantas mengajak Sang
Siauw-tan untuk bersama-sama berangkat ke Tibet.
Saat ini hubungan batin diantara mereka berdua sudah
maju lagi satu tingkat sedang rasa cinta yang meliputi mereka
berduapun sudah lebih mendalam satu lapis,
Mendadak....
Dari antara permukaan salju di tempat kejauhan tampaklah
dua sosok bayangan manusia berkelebat dengan amat
cepatnya menuju ke arah mereka berada.
Koan Ing yang melihat munculnya dua sosok bayangan
manusia menuju ke arah mereka alisnya segera dikerutkan
rapat-rapat.... jika dilihat dari kecepatan geraknya jelas
mereka berdua adalah jago-jago kelas wahid dari kalangan
Bu-lim.
Cepat2 dia menarik tangan Sang Siauw-tan untuk
memperlambat gerakannya.
Kedua sosok bayangan manusia itu dengan cepatnya
berkelebat mendatang dan akhirnya berhenti dihadapan
mereka.
Melihat akan hal itu Koan Ing pun terpaksa menghentikan
langkahnya lalu memperhatikan sekejap dua orang itu.
Tampaklah orang yang ada di hadapannya saat ini adalah
dua orang TooSu yang satu tua yang lain muda
jang tua rambut serta jenggotnya sudah pada memutih
semua sedang yang muda berusia kurang lebih tiga puluh
tahuran, pada pundaknya masing-masing tersoreng sebilah
pedang panjang.
“Apa kau orang adalah Koan Ing?” tanya sitoosu tua itu
setelah memperhatikan diri Koan Ing beberapa saat lamanya,

“Cayhe memang Koan Ing adanya. tolong tanya siapakeh
Tootiang berdua....?” tanya Koan Ing kembali sambil menyapu
sekejap ke arah mereka berdua.
Mendadak dia menemukan keadaan dari sitoosu muda itu
rada tidak beres. sinar matanya dengan cepat berputar dan
memperhatikan dirinya lebih tajam lagi.
Tampaklah sinar mata sitoosu itu Sedang melototi diri Sang
Siauw-tan dengan tajam agaknya dia bermaksud untuk
menelan seluruh tubuh gadis itu.
Melihat akan hal itu dia lantas mengerutkan alisnya, terlihat
olehnya pada Saat itu Sang Siauw-tan pun lagi memandang
Teosu tersebut dengan pandangan gusar pikirnya.
Kurang ajar siapakah toosu itu? Kenapa sedikitpun tidak
tahu atuan? terang Toosu mana boleh melototi seorang gadis
tanpa berkedip....
Pinto Yuan Si ujar Toosu tua itu lagi memperkenalkan diri.
Bersama dengan muridku Sak Huan baru saja tiba di daerah
Tibet, apakan kau tahu dimanakah Thian Siang Thaysu
berada?” .
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia memandang
sekejap ke arah Toosu muda itu dengan amat gemas.
Walaupun dalam hati dia merasa rada berada diluar dugaan
terhadap munculnya Yuan Si Tootiang secara tiba-tiba tetapi
terhadap diri Sak Huan dia merasa sangat tidak puas.
Yuan Si Tootiang yang melihat air mukanya pemuda itu
rada berubah dia lantas melirik sekejap ke arah Sak Huan.
Agaknya waktu itu Sak Huan sitoosa muda tersebut sama
sekali tidak merasa, sapasang matanya masih memandang ke
atas tubuh Sang Siauw-tan tak berkedip.
Yuan Si Tootiang segera mendengus dingin, mendengar
suara dengusan tersebut Sak Huan baru merasa terkejut sinar

matanya dengan cepat menyapu sekejap ke arah diri Koan Ing
lalu memandang ke tempat kejauhan.
Koan Ing yang disapu sekejap oleh Sak Huan itu segera
merasakan hatinya melonjak, saat itulah dia dapat melihat
kalau sinar mata Toosu muda itu penuh diliputi oleh rasa
dengki dan bermusuhan.
Alisnya dikerutkan semakin rapat, tak sepatah katapun
diucapkan keluar.
Yuan Si Tootiang kembali mendengus, sinar matanya
dengan rada mendongkol melirik sekejap ke arah Sak Huan.
“Jejak kereta berdarah apakah kau tahu?” tanyanya lagi
sambil menoleh ke arah Koan Ing.
“Menurut apa yang cayhe ketahui kereta berdarah itu
sudah terjatuh ketangan Si Budak Berdarah dari kegelapan!”
Yuan Si Tootiang termenung sebeataran terhadap sikap
yang tawar dari Koan Ing serta tidak mau menyebut dirinya
sebagai boanpwee dalam hati dia merasa sangat tidak puas.
“Kalau begitu sudahlah!” serunya kemudian sambil
memperhatikan sekejap ke arah Koan Ing.
Sehabis berkata dengan mengajak Sak Huan dia berlalu
menuju ke arah Barat.
Lama sekali Koan Ing memperhatikan mereka berdua,
setelah bayangan tubuhnya lenyap dari pandangan baru
ujarnya kepada sang gadis:
“Mari kitapun pergi!”
Sang Siauw-tan mengangguk, mereka berdua segera
berangkat menuju ke arah Barat daya. dia tidak ingin berjalan
dengan arah yang sama seperti Yuan Si Tootiang berdua
karena itu sengaja sedikit mengubah arahnya.

Cuaca semakin lama semakin menggelap, akhirnya
sampailah kedua orang itu disebuah kuil bobrok.
Ruangan kuil itu sudah hancur dan amat kotor tetapi cukup
untuk berteduh. mereka berdua saling berpandangan sekejap
lalu duduk bersandar di dinding untuk beristirahat.
“Eagkoh Ing! mata sitoosu muda tadi sungguh kurang ajar
sekali,” ujar Sang Siauw-tan tiba-tiba.
Koan Ing tertawa tawar.
“Tiga manusia genah merupakan orang-orang dari
kalangan lurus, aku lihat terhadap Sak Huan muridnya Yuan Si
Tootiang sangat sayang, Hmmm! Dari antara ketiga manusia
genah itu tak ada seorangpun yang bisa menandingi paman
Cha.
Sang Siauw Ian tertawa sedih.
“Entah dimanakah ayahku pada saat ini.
Koan Ing cuma tersenyum dengan perlahan dia meraba
rambut gadis itu dengan penuh kemesraan.
“Empek Sang mewakili aku pergi mencari tahu jejak dari
Bun Ting-seng, kekuatan dari perkumpulan Tiang-gong-pang
amat besar. dengan cepat kita bakal menemui anak buahnya
dari perkumpulan Tiang-gong-pang.”
Dengan perlahan Sang Siauw-tan menyandarkan kepalanya
di atas pundak Koan Ing lalu pejamkan matanya untuk
beristirahat,
Mendadak dari tempat kegelapan berkumandang datang
suara dengusan yang amat dingin,
Kedua orang yang lagi saling berpelukan dengan cepat
memisahkan diri, sinar mata Koan Ing dengan cepatnya
menyapu sekejap memperhatikan keadaan di sekeliling tempat
itu.

Dengan ketajaman matanya yang bisa melihat tempat
kegelapan seperti memandang di tempat terang pemuda itu
segera dapat menangkap sesosok bayangan manusia dengan
cepatnya berkelebat menuju kepojokkan ruang kuil.
Dalam hati diam-diam Koan Ing merasa amat terperanjat,
sewaktu memasuki kuil tadi dia sudah memeriksa keadaan di
sekeliling tempat itu, waktu itu dia tidak menemukan
siapapun, tetapi bagaimana orang ini bisa tiba di tempat itu
sepengetahuan dirinya?
Dari hal ini saja sudah menunjukkan kalau kepandaian silat
orang itu amat tinggi, tenaga lweekang yang dimilikipun tidak
berada di bawah dirinya.
Koan Ing segera mencekal tangan Sang Siauw-tan erat-erat
tenaga dalam orang itu sangat tinggi bahkan ada maksud
untuk mengejar dirinya terus hal ini menunjukkan kalau dia
orang mempunyai maksud jelek....
Sinar matanya dengan cepat berputar, dia tertawa kepada
gadis itu ujarnya, “Entah siapakah orang itu, kelihatannya dia
sengaja memancing agar aku pergi mengejar dirinya....
Hmmm! Kita tidak usah gubris dirinya lagi.”
Sang Siauw-tan tersenyum, tadi diapun mendengar suara
dengusan yang amat dingin itu cuma sayang matanya tak
dapat menangkap bayangan yang berkelebat.
Suara dengusan kembali berkumandang dari luar kuil. Koan
Ing serta Sang Siauw-tan lalu saling bertukar pandangan
sekejap, mereka berdua merasa heran entah siapakah dia
orang.... agaknya dia paksa dirinya berdua untuk
meninggalkan tempat itu.
Lama kelamaan Sang Siauw-tan mulai merasa tidak senang
terhadap orang itu. dia mengerutkan alisnya rapat-rapat lalu
menarik tangan Koan Ing,

“Engkoh Ing, mari kita keluar untuk melihat siapakah orang
itu lalu sedikit beri hajaran!”
Koan Ing tersenyum dan mengangguk, kemudian bersamasama
dengan Sang Siauw-tan berjalan keluar kuil itu.
Sekeluarnya dari ruangan dia dapat melihat diluar halaman
sudah berdiri seseorang yang sedang memandang dirinya
dengan pandaiagan dingin.
Dia jadi melengak.... kiranya orang itu bukan lain adalah
Sak Huan itu anak murid dari Yuan Si Tootiang Ciangbunjien
dari Bu-tong-pay.
Dengan pandangan dingin Sak Huan memandang ke arah
Koan Ing lalu ejeknya, “Hmm! usiamu paling tidak tinggal
sepuluh hari saja, kau punya hak apa untuk tetap bersamasama
dengan Sang Siauw-tan!”
Mendengar perkataan itu Koan Ing jadi amat gusar, dia
sama sekali tidak menyangka kalau Sak Huan bisa mengejar
mereka berdua sampai disini secara terang mengucapkan
kata-kata tersebut.
“Agaknya di dalam urusan ini tiada sangkut pautnya
dengan dirimu bukan....?” serunya dingin.
Sinar mata Sak Huan berkedip2, dia tak menggubris
perkataan dari Koan Ing itu sebaliknya kepada Sang Siauw-tan
ujarnya:
“Koan Ing tidak bakal hidup lebih lama lagi, kenapa kau
senang bersama-sama dirinya?”
Saking khekinya air muka Sang Siauw-tan sudah berubah
jadi merah padam.
“Buat apa kau ikut campur?” bentaknya gusar.
Dengan termangu-mangu Sak Huan memperhatikan diri
Sang Siauw-tan mendadak dia tertawa dingin.

“Justru aku mau ikut campur, dengan kecantikan wajahmu
tidaklah seharusnya berkawan dengan Koan Ing si manusia
yang sudah mendekati ajalnya!”
Saking gemas dan mendoogkolnya seluruh tubuh gadis itu
gemetar amat keras, dia meronta dari cekalan Koan Ing dan
berjalan maju ke depan.
Ooo)*(ooO
Bab 27
DENGAN cepat Koan Ing menarik kembali tubuh Sang
Siauw-tan, lalu maju setengah langkah ke depan.
“Dimana Suhumu?”
Sak Huan segera tertawa terbahak-bahak. “Haaa.... haaa....
buat apa harus suhuku yang turun tangan?”
“Dengan luka yang kau derita saat ini ada kemungkinan
sepuluh jurus pun kau tidak bakal tahan.... heee.... heee....
bilamana tak percaya kita boleh coba-coba.”
Koan Ing yang melihat anak murid Yuan Si Tootiang itu
ciangbunjien dari Bu-tong-pay ternyata begitu jumawa segera
tertawa dingin.
“Kepandaian silat dari tiga manusia genah sudah aku temui.
aku rasa suhupun tidak lebih hanya demikian saja.... ,
.walaupun aku terluka tetapi tidak akan kalah di dalam
sepeluh jurus!”
“Kalau tidak percaya kenapa tidak coba-coba!” tantang Sak
Huan dengan keras.
Koan Ing yang melihat Sak Huan sangat tidak puas, hatinya
merasa kheki juga.
“Hmm! Bangsat ini sungguh jumawa sekali, aku harus kasih
sedikit hajaran kepadanya. apalagi lukanya sudah sembuh dua

hari sedang tenagapun sudah ada lima enam bagian telah
pulih.... ”
Tanpa mengucapkan kata-kata lagi dia lalu menuruni
tangga2 batu itu.
Dari punggungnya Sak Huan segera mencabut keluar
pedangnya. sinar matanya dengan tajam memperhatikan
pemuda itu.
“Luka dari Koan Ing belum sembuh benar-benar, aku harus
kalahkan dia di dalam sekali serangan.... aku harus hajar
dirinya,” pikir toosu itu diam-diam.
Walaupun Koan Ing baru saja sembuh dari lukanya. tetapi
demi dilihatnya toosu itu amat jumawa sekali hatinya rada
mendongkol juga, pedang kiem-hong-kiamnya dengan cepat
dicabut keluar siap-siap menantikan serangan dari Sak Huan.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau Sak Huan sebagai
seorang toosu ternyata sudah jatuh hati terhadap diri Sang
Siauw-tan.... bahkan dengan begitu berani menguntit dirinya
dan tantang dia orang untuk bergebrak.... ,
Terdengar Sak Huan tertawa dingin tiada hentinya.
“Koan Ing.... kau tidak suka hidup beberapa hari lagi,
baiklah! kalau kau sampai mati janganlah salahkan aku
berlaku terlalu telengas!”
Koan Ing yang di dalam hati lagi gusar mendengar
perkataan itu segera mendengus dingin.
“Justru aku ingin sekali mencari tahu kepandaian silat dari
aliran Bu-tong-pay!”
Sak Huan segera tertawa terbahak-bahak....
Ditengah suara tertawanya itulah pedang panjangnya
dengan amat dahsyat menghajar tubuh Koan Ing.

Sekali pandang saja Koan Ing sudah dapat tahu kalau jurus
tersebut bukan lain adalah jurus “Ku Bok Jan Thian” dari ilmu
pedang Bu-tong Kiam Hoat. jika ditinjau dari kedahsyatan ilmu
pedang itu dia dapat menduga kalau tenaga dalamnya tidak
berada di bawah tenaga dalam sendiri sewaktu tidak terluka.
Diam-diam dalam hati dia orang mulai menggerutu, jika
dilihat dari kedahsyatan tenaga dalam yang dimiliki Sak Huan
jelas memperlihatkan kalau tenaga dalam Yuan Si Tootiang itu
ciangbunjien dari Bu-tong-pay amat dahsyat sekali, apa
mungkin jauh lebih tinggi dari Thian Siang Thaysu?
Jilid 12
KOAN ING segera miringkan pedang Kiem-hong-kiamnya
kesamping, dengan menggunakan jurus “Hay Thian It Sian”
dia memunahkan datangnya terangan dari Sak Huan.
Belum habis jurus serangan itu digunakan tubuhnya sudah
melayang ke tengah udara menubruk ke depan, pedangnya
membengkok dengan menggunakan jurus ‘Cie Ci Thian Yang’
dia balas menyerang kening Sak Huan.
Sinar mata Sak Huan yang tajam berkedip, pedangnyapun
didorong sejajar dada menghajar musuhnya, agaknya dia
melihat luka dalam yang diderita Koan Ing belum sembuh kini
hendak mengadu tenaga dalam dengan dirinya.
Melihat perbuatan musuhnya demikian, pemuda itu
mendengus dingin, sewaktu berada dipuncak Su Li Hong
diapun menghadapi Sin Hong Soat-nie di dalam keadaan
terluka parah juga, terhadap pertempuran semacam ini boleh
dikata dia sudah mempunyai pengalaman yang cukup luas.
Kini Sak Huan berani menghadapi dirinya dengan cara ini
sudah tentu dia orang jadi

gemas.
Luka dalamnya kini walaupun baru sembuh lima, enam
bagian tetapi dia merasa yakin bahwa kepandaian silat dari
Sak Huan ini tidak bakal bisa melebihi kepandaian dari Sin
Hong Soat-nie.
Maka ujung pedangnya ditarik, tubuhnya berkelebat dari
tengah udara bagaikan seekor burung elang dia menubruk ke
arah Sak Huan.
Pedang Kiem-hong-kiamnya dengan berubah jadi
serentetan sinar yang menyilaukan mata
menuding diri Sak Huan tiada lepasnya, seluruh jurus
serangan dilancarkan dengan tiada hentinya laksana
mengalirnya air sungai Tiang Kang meluncur terus menerus,
setiap serangan tentu mengandung kedahsyatan yang
semakin bertambah.
Pedang panjang ditangan Sak Huan berputar tiada
hentinya, terhadap keanehan serta kecepatan gerak dari Koan
Ing yang luar biasa ini memaksa dia tidak sanggup untuk
balas melancarkan serangan, dia sama sekali tidak bisa
menduga datangnya serangan dari Koan Ing yang tiada
habisnya itu.
Yang paling celaka lagi, ada kalanya Koan Ing
menggunakan jurus-jurus serangan aliran Bu-tong-pay yang
dimainkan lain dari keadaan biasanya.
Yang penting bagi para jago sewaktu bertanding adalah
dapat menduga terlebih dulu bagian mana yang bakal
diserang pihak musuh, sudah tentu terhadap cara yang
kebalikan dari keadaan biasanya ini bukan saja dia tak dapat
menduga terlebih dulu terhadap jurus serangan Koan Ing
bahkan sebaliknya dipaksa jadi kelabakan dan terdesak,
Jurus serangan yang dilancarkan Koan Ing laksana deburan
ombak di tengah sungai Tiang Kang, dia menitik beratkan

serangannya pada perubahan jurus yang cepat dengan
menggunakan tenaga dalam sedikit2nya hal ini dilakukan
karena untuk melindungi lukanya yang baru saja sembuh.
Tetapi Sak Huan masih tetap menghadapi dengan keadaan
yang tenang-tenang saja, hal ini membuat Koan Ing diamdiam
merasa keheranan.
Menurut pandangannya tenaga dalam yang dimiliki Sak
Huan pada saat ini jauh lebih tinggi daripada apa yang
diperlihatkan pada saat ini, kenapa dia tidak menggunakan
seluruh tenaga dalam yang dimilikinya?
Waktu itu Koan Ing tiada waktu lagi buat memikirkan soal
itu, pedang panjangnya melancarkan serangan diperhebat
beberapa kali lipat, dia mulai memikirkan cara yang lain untuk
merebut kemenangan karena kecepatan gerak dari Sak Huan
yang memaksa setiap serangannya mencapai pada sasaran
yang kosong.
Hanya di dalam sekejap saja lima puluh jurus sudah berlalu
dengan cepatnya, sebenarnya Sak Huan mengira bahwa
dengan amat mudahnya dia berhasil membereskan diri Koan
Ing, tetapi kini bukannya menang justru dipaksa berada di
bawah angin, maka dengan dinginnya dia lantas mendengus,
pikirannya mulai berputar mencari akal untuk menghadapi diri
sang pemuda ini
Mendadak Sak Huan memejamkan sepasang matanya,
sedang pedang panjang yang ada ditangannya berturut-turut
melancarkan dua tebasan menghalangi Koan Ing.
Koan Ing yang melihat Sak Huan mengganti pandangannya
dengan pendengaran dalam hati diam-diam rada terperanjat,
dia tahu walaupun kebanyakan orang pandangan matajustru
lebih tajam dari pendengaran tetapi di dalam suatu
pertempuran jarak dekat dari dua orang jago berkepandaian
tinggi pendengaran jauh lebih tajam dari penglihatan, kini Sak
Huan berbuat demikian bukan saja kedudukannya jadi

bertambah kuat diapun bisa terhindar dari gangguan salah
penglihatan.
Baru saja hatinya merasa terperanjat mendadak Sak Huan
sudah membentak keras pedangnya dengan gencar mendesak
dirinya.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat,
berturut-turut dia melancarkan tiga tusukan ke depan,
tubuhnya melangkah ke samping dan berdiri dengan amat
tenangnya di samping kalangan.
Sak Huan sendiripun berturut-turut meluncurkan beberapa
kali tusukan, lama kelamaan dia baru menemukan kalau Koan
Ing sudah berdiam diri.
Untuk beberapa saat lamanya dia tidak melihat di manakah
Koan Ing sedang berdiri karena waktu itu angin taupan bertiup
dengan kencangnya dari sebelah utara. Akhirnya dia terdesak
dan membuka matanya kembali dengan perlahan
Dengan pandangan yang amat dingin Koan Ing
memandang sekejap ke arah Sak Huan lalu katanya,
“Kepandaian silat dari aliran Bu-tong-pay kini aku sudah minta
beberapa petunjuk, walaupun kepandaian silat saudara tidak
rendah tetapi sayang tidak bisa disebut amat lihay, apalagi
sifat serta tindak tanduk saudara amat kurangajar sekali”,
Mendengar perkataan itu dalam hati Sak Huan merasa
amat gusar, tetapi dia tidak berani bertindak sembarangan
karena dalam hati Ielaki berusia pertengahan ini mengerti
kalau dirinya tak mempunyai pegangan yang kuat untuk
memperoleh kemenangan,
“Hmm ini hari aku akan menyudahi sampai disini saja,”
ujarnya kepada Koan Ing dengan dingin, “Tetapi pada satu
hari Sang Siauw-tan pasti akan terjatuh ke tanganku, apalagi
kaupun tidak bakal hidup sampai waktu kematianmu,”

Sehabis berkata dengan amat dinginnya dia memandang
sekejap ke arah Sang Siauw-tan
lalu memasukan kembali pedangnya ke dalam sarung.
Di dalam hati Koan Ing benar-benar merasa amat gusar,
tetapi lukanya pada saat ini belum sembuh maka diapun tidak
bisa berbuat apa-apa.
“Lebih baik sedikit berhati-hati, bilamana lain kali bertemu
kembali dengan diriku,” ancamnya dengan dingin. “Bilamana
perkataanmu waktu itu tidak sopan aku akan membuat kau
mau tertawapun tak dapat tertawa, hati-hatilah kau berjaga
diri.”
Sehabis berkata diapun menarik kembali pedangnya
dengan amat tenangnya.
Sinar mata Sat Huan berkelebat tiada hentinya, mendadak
tubuhnya berkelebat pedang panjangnya dengan membentuk
pelangi panjang menghajar leher Koan Ing dengan kejamnya.
Koan Ing sama sekali tidak menyangka kalau Sak Huan bisa
melancarkan serangan kembali setelah dia menyimpan
kembali pedangnya, dalam keadaan amat terkejut itulah
tangan kanannya berkelebat ke depan mencengkeram tubuh
pedang tersebut.
Sang Siauw-tan yang melihat kejadian itupun merasa amat
terkejut, tubuhnya berkelebat menubruk ke arah Sak Huan di
iringi suara bentakan yang amat gusar.
Di tengah udarajari tangannya berturut-turut melancarkan
tujuh buah sentilan sakti ke depan, tujuh buah gulung angin
serangan yang tajam dengan cepat menghajar tubuh Sak
Huan.
Babatan pedang dari Sak Huan ini dengan amat cepatnya
berhasil dicengkeram oleh lima jari dari Koan Ing.

Dia tertawa dingin, pedangnya dibabat ke depan, siap-siap
membinasakan Koan Ing di bawah tusukan pedangnya,
mendadak dia merasakan tugyuh gulung totokan jari meluncur
mendatang....
Hatinya terasa berdesir, dalam hati dia tahu inilah serangan
Han Yang Ci yang amat dahsyat itu,
Pedangnya terburu-buru ditarik kembali, tubuhnya
berjumpalitan beberapa kali di tengah udara lalu melayang
keluar dari balik tembok.
Kiranya dia yang melihat serangannya tidak mencapai pada
sasarannya lantas mengerti kalau dirinya berdiam lebih lama
di sanapun tak ada gunanya karena itu sambil tertawa dingin
dia lantas melarikan diri dari sana.
Serangan yang dilancarkan Sang Siauw-tan dengan sekuat
tenaga ini walaupun tidak mencapai pada sasaran tetapi air
mukanya sudah berubah jadi pucat pasi,
Dari ujung lima jari pemuda itupun dengan perlahan
menetes keluar darah segar dia sama sekali tidak menyangka
kalau Sak Huan sebagai seorang murid kenamaan ternyata
jauh lebih kejam dan licik daripada Ciu Tong si iblis tua itu.
Dengan pandangan gusar dia memandang ke arah depan,
lama sekali tak sepatah katapun dapat diucapkan keluar.
Sang Siauw-tan sendiri diam-diam menarik napas panjang
setelah itu baru berjalan kesisi
Koan Ing.
“Engko Ing, kau terluka?” tanyanya.
Koan Ing yang melihat Sang Siauw-tan mendekati dirinya
dia lantas tersenyum.
“Akh.... tidak mengapa, cuma aku tahu serangan terakhir
yang dilancarkan sekuat tenaga itu bukanlah ilmu silat aliran
Bu-tongpay, ada kemungkinan jurus itu adalah yang

baru saja diciptakan oleh Yuan Si Tootiang?”
Tenaga dalam yang dimiliki Sang Siauw-tan saat ini jauh
lebih tinggi daripada tenaga dalam yang dimlikinya dahulu,
walaupun baru saja dia melancarkan serangan dengan sekuat
tenaga tubuhnya masih bisa bertahan diri.
“Hmm tidak kusangka anak murid Bu-tong-pay begitu tidak
tahu malu!” serunya sambil
mengerutkan alisnya rapat-rapat. “Aku mau suruh Tia
menegurjadah tua itu, bagaimana dia bisa memperoleh
seorang murid yang selicik itu.”
Dalam hati Koan Ing merasa keheranan, Sak Huan sungguh
merupakan seorang bernyali srigala apa mungkin Yuan Si
Tootiang sama sekali tidak mengetahui akan urusan yang
menyangkut diri Sak Huan? Atau mungkin dia sengaja
berpura-purapilon,
Dia merasa heran bagaimana mungkin Yuan Si Tootiang
hanya mendengus saja sewaktu
untuk pertama kalinya mereka bertemu dan waktu itu Sak
Huan melototi diri Sang Siauw-tan tak berkedip.
Dengan kedudukan Sak Huan sebagai seorang toosu tiada
seharusnya dia berbuat begitu, ditambah lagi Yuan Si Tootiang
adalah seorang ciangbunjin Bu-tong-pay yang mempunyai
nama besar di Bu-lim, apakah terhadap urusan ini dia orang
menanggapi dengan begitu tawar?
Dengan perlahan mereka berdua kembali ke dalam ruangan
tengah.
“Engkoh Ing.” tiba-tiba Sang Siauw-tan menegur “Kita tidak
usah tinggal lebih lama lagi disini, mari kita mencari tempat
yang lain atau melanjutkan perjalanan malam ini saja, aku
tidak ingin tidur lagi.

Koan Ing yang diganggu oleh Sak Huan dalam hatipun
merasa rada tidak puas, dia tersenyum.
“Baiklah. mari kita meninggalkan tempat ini.”
Sehabis berkata mereka berdua lantas berjalan keluar dari
rumah tersebut menuju ke tempat luar.
Baru saja mereka melakukan perjalanan beberapa saat
lamanya mendadak Koan Ing menarik diri Sang Siauw-tan
untuk bersembunyi dibalik sebuah pohon besar,
Sang Siauw-tanjadi melengak, dengan cepat dia
memandang ke arah depan terlihatlah di atas salju berdirilah
seorang yang bukan lain adalah Sak Huan,
Lewat beberapa saat kemudian tampaklah sesosok
bayangan manusia dengan cepatnya lari mendatang, dari
tempat kejauhan Koan Ing sudah bisa mengetahui kalau orang
itu bukan lain adalah ciangbunjien dari Bu-tong-pay, Yuan Si
Tootiang adanya....
Dalam hati dia merasa amat terperanjat, Yuan totiang juga
ikut mengejar datang? Agaknya Sak Huan sedang menanti
kedatangan Yuan Tootiang disana, apakah mungkin
persoalannya tadi sudah memperoleh ijin dari dia orang?
Tetapi hal ini tidak masuk diakal, Yuan Tootiang adalah
salah satu anggota dari tiga manusia genah apalagi
kedudukannya sebagai ciangbunjien suatu partai besar,
sekalipun dia tidak becus tidak mungkin dia bisa memberi ijin
kepada Sak Huan untuk berbuat demikian,
Dengan cepatnya Yuan Si Tootiang sudah tiba dihadapan
Sak Huan, mereka berdua mulai berbicara dan bersama-sama
lalu menuju kejalan semula,
“Dari tadi aku sudah tahu,” ujar Yuan Si Tootiang dengan
keren.

Tetapi baru saja berbicara sampai separuh jalan, mendadak
tubuhnya merandek.
“Siapa yang bersembunyi dibalik pohon?” bentaknya
dengan gusar
Koan Ing jadi amat terperanjat selama ini dia bersamasama
Sang Siauw-tan sama sekali tidak bergerak, bagaimana
mungkin Yuan Si Tootiang bisa mengetahui kalau mereka lagi
bersembunyi dibalik pohon?
Jika ditinjau dari hal inijelas menunjukkan kalau tenaga
dalam yang dimiliki Yuan Si Tootiang jauh berada di atas dua
manusia genah lainnya.
Sambil menarik tangan Sang Siauw-tan dia lantas berjalan
keluar dari balik pohon itu dan memandang ke arah Yuan Si
Tootiang dengan tajam.
Yuan Si Tootiang yang melihat munculnya Sang Siauw-tan
serta Koan Ing di tempat itu, sinar matanya berputar-putar.
“Ooouw.... kiranya kalian berdua,” katanya kepada mereka
berdua.
“Murid keponakanku ini dikarenakan terlalu kagum dengan
nona Sang sudah mengejar kemari, mau tak mau terpaksa
pinto harus mengejar kemari juga dengan melakukan
perjalanan malam, harap kalian berdua suka memaafkan diri
pinto.”
Koan Ing yang mendengar perkataan tersebut lantas jadi
melengak, kiranya Sak Huan adalah keponakan dari Yuan Si
Tootiang, tidak aneh kalau dia begitu membela dan
melindungi dirinya.
Dalam hati dia merasa semakin tidak senang lagi, sahutnya
tawar, “Buat apa Tootiang berbuat sungkan-sungkan, tetapi
dengan perbuatan dari muridmu itu aku rasa merupakan suatu
perbuatan yang terkutuk dan dibenci setiap orang, harap
Tootiang suka memberi peringatan yang lebih sebegitu saja.”

Nama Yuan Si Tootiang terdapat diantara nama-nama tiga
manusia genah, pada biasanya mana mungkin dia
memperoleh peringatan yang pedas dari orang lain? Bilamana
peristiwa baru-baru ini sampai terdengar di dalam Bu-lim
maka akan dibawa kemana wajahnya?
Dia menghela napas panjang-panjang, untuk minta maaf
sudah tentu dia orang tidak akan melakukannya karena hal ini
bakal merusak kedudukannya, dia memandang sekejap ke
arah diri Koan Ing serta Sang Siauw-tan, kemudian tanpa
mengucapkan sepatah katapun berlalu dari sana sambil
menarik tangan Sak Huan,
Koan Ing yang melihat Yuan Si Tootiang sama sekali tidak
berbicara dia pun tidak suka mengambil perduli,
Menanti bayangan mereka berdua sudah amat jauh barulah
terdengar Sang Siauw-tan berkata:
“Sungguh aneh sekali bilamana dikatakan Yuan Si Tootiang
mengejar kemari bagaimana mungkin Sak Huan bisa menanti
dirinya disini?jika dilihat sikap, si jadah setengah tua itu
sedikitpun tidak takut kepada hidung kerbau tersebut, hmm
agaknya dalam urusan ini ada sesuatu yang tidak beres.”
Dalam hati Koan Ing pun merasa keheranan, tetapi
berhubung dia mempunyai dugaan hal ini dikarenakan rasa
sayang yang berlebih-lebihan, dia lantas tersenyum,
“Tidak kusangka Yuan Si Tootiang memandang nama
besarnya tetapi suatu permainan, kecermelangannya selama
puluhan tahun ini ada kemungkinan bakal rusak di tangan Sak
Huan. waktu itu akan ditaruh dimanakah wajahnya?
Sehabis berkata dengan menarik tangannya Sang Siauwtan
dia melanjutkan kembali perjalanannya ke arah depan.
Cuaca semakin terang, Koan Ing serta Sang Siauw-tan
yang melanjutkan perjalanan sambil bercakap-cakap sama

sekali tidak merasa lelah akhirnya mereka tiba disebuah kota
yang cukup besar.
Setelah masuk ke dalam kota mendadak seekor kuda
berlari lewat dari samping mereka.
Dengan cepat Koan Ing angkat kepalanya memandang, dia
jadi melengak kiranya orang itu adalah Hoo Lieh yang
ditemuinya untuk pertama kali bersama-sama Sang Siauw-tan
tempo hari.
Terburu-buru Hoo Lieh meloncat turun dari kudanya.
“Oouw.... tidak kusangka di tempat ini aku bisa bertemu
kembali dengan nona serta Koan
siauw-hiap,” ujarnya sambil tertawa
Sang Siauw-tan yang melihat munculnya Hoo Lieh dengan
wajah girang dalam hati dia merasa amat gembira. “Dimana
ayahku?”
Hoo Lieh agak ragu-ragu sejenak, akhirnya dia tertawa.
“Pangcu dia orang tua agaknya sudah putus asa terhadap
urusan kereta berdarah itu, pada tiga hari yang lalu dia orang
tua sudah kembali ke daerah Tionggoan, kini cuma tinggal
beberapa orang saja yang mendapat perintah untuk mencari
jejak Bun Ting-seng.”
Koan Ing yang mendengar Sang Su-im sudah kembali ke
daerah Tionggoan dalam hati
merasa amat menyesal sekali, dengan perlahan dia
menundukkan kepalanya rendah-rendah lalu tersenyum,
“Lalu dimanakah orang-orang itu?” tanyanya kepada Hoo
Lieh.
Hoo Lieh yang melihat munculnya Koan Ing serta Sang
Siauw-tan dalam hati benar-benar merasa amat girang sekali.

“Setelah Koan siauw-hiap pergi kereta berdarah itu kembali
munculkan dirinya, kami lantas pergi mencarijejak kereta
berdarah itu bahkan Cha Thay^hiap merasa amat cemas
sekali dengan keselamatan siauw-hiap, mereka tahu orang
yang menunggang kereta berdarah itu adalah Si Budak
Berdarah dari tempat kegelapan”
“Ooow.... ” seru Koan Ing, dia tahu di dalam soal ini semua
orang bisa mengetahuinya dengan amat cepat tentunya waktu
ini Ciu Tong sekalian lagi mengejar kereta berdarah itu,
mengejar Si Budak Berdarah dari kegelapan.
Sewaktu dia berada di dalam kereta berdarah itu selama itu
tak pernah dia menemukan ilmu silat dari ciangbunjien Hiatho-
pay seperti yang telah disiarkan, Si Budak Berdarah dari
kegelapan pernah menghantam dirinya satu kali, dendam ini
dia akan membalasnya tetapi mengingat tenaga dalam yang
dimiliki pada saat ini belum bisa mengalahkan Si Budak
Berdarah dari tempat kegelapan, maka sekalipun pergi
menemukan dirinya juga tiada gunanya.
Hoo Lieh melihat pemuda itu lagi termenung dengan
perlahan lantas tertawa.
Mereka semua kini berada di sekitar tempat ini, luka Koan
siauw-hiap belum sembuh benar-benar lebih baik untuk
sementara waktujangan ikut di dalam gerakan untuk mencari
kereta
berdarah itu.
Koan Ing tahu kalau Hoo Lieh bisa berbicara demikian
disebabkan dia bersikap sangat baik terhadap dirinya, dengan
rasa berterima kasih serunya, “Terima kasih Hoo Thay-hiap
sebetulnya akupun tidak punya perhatian lagi terhadap kereta
berdarah itu.”
Baru saja dia selesai berkata mendadak tampillah sesosok
bayangan manusia berkelebat

dihadapan matanya.
“Kau tidak tertarik tidak jadi soal, aku yang punya perhatian
sudah datang” serunya dingin,
Koan Ing merasa hatinya tergetar, kiranya orang yang baru
datang itu bukan lain adalah Ciu Tong.
Rambutnya yang sudah memutih pada serabutan tidak
karuan, tangan kanannya mencekal tongkat sedang sepasang
matanya dengan amat dingin memperhatikan Koan Ing. Ciu
Pak serta Bu Sian berdua tidak tampak mengikuti dirinya.
Hoo Lieh yang melihat munculnya orang itu diam-diam
merasa terperanjat juga, dia menarik napas panjang-panjang.
“Oouw.... kiranya Ciu Tocu sudah datang, Pangcu kami
memangnya lagi menanti kedatanganmu disini.”
Ciu Tong adalah manusia yang amat licik, sudah tentu Hoo
Lieh yang bermaksud menipu dirinya tidak bakal bisa.
Terdengar dia mendengus dingin, sinar matanya dengan
tajam memperhatikan diri Hoo Lieh.
“Heee.... heee.... Sang Su-im sudab kembali ke daerah
Tionggoan, kau ingin menipu aku? Mengingat dosamu baru
untuk pertama kali ini maka aku ampunijiwamu sekali, ayoh
cepat menggelinding pergi!”
Hoo Lieh segera merasakan hatinya bergidik, belum sempat
dia mengucapkan sepatah katapun mendadak tardengar Sang
Siauw-tan tertawa.
“Paman Hoo kau pergilah mencari ayah dan undang beliau
datang kemari”, perintahnya.
Hoo Lieh tahu Sang Siauw-tan takut dirinya bilamana tidak
pergi maka Ciu Tong akan turun tangan kejam terhadap
dirinya, dalam hati dia merasa sangat berterima kasih sekali
terhadap diri nona itu.

Diapun tahu sekalipun dirinya tetap tinggal disana juga
tiada gunanya, kini Sang Su-im sudah kembali ke daerah
Tionggoan sedang Cha Can Hong pun ada di sekitar tempat
ini, bilamana dia tidak bisa mendapatkan Sang Su-im sedikitdikitnya
bisa menemukan Cha Can Hong.
Cha Can Hong paling menyayangi diri Sang Siauw-tan,
setelah mengetahui dia berada di dalam keadaan bahaya dia
orang sudah pasti akan turun tangan membantu. Dia lantas
bungkukkan badannya memberi hormat kepada diri sang
gadis.
“Nona baik-baiklah kau berjaga diri!” serunya.
Kemudian kepada diri sang pemuda katanya pula, “Koan
siauw-hiap aku Hoo Lieh berangkat dulu.”
Sehabis berkata dia putar badan berlalu dari sana.
Dengan pandangan yang amat dingin Ciu Tong
memandang hingga tubuh Hoo Lieh lenyap dari pandangan
baru kemudian dengan perlahan beralih ke atas wajah mereka
berdua.
“Sekalipun kalian bergabung diri juga tidak bakal berhasil
menerima seratus jurus seranganku, kalian ingin mengikuti
aku dengan rela dan ikhlas ataukah menanti setelah aku turun
tangan sendiri menawan kalian....?”
Sinar mata Sang Siauw-tan berkelebat., dia tahu Ciu Tong
jadi orang amat kejam dan licik, pekerjaan apapun bisa dia
lakukan.
Tetapi diapun mendengar Cha Can Hong ada di sekeliling
tempat ini dan Hoo Liah lagi pergi mencari dirinya. maka saat
ini dia harus berusaha mengulur waktu selama mungkin untuk
menanti datangnya bala bantuan.
“Empek Ciu,” ujarnya kemudian sambil tertawa. “Kenapa
sifatmu ini hari amat kasar

sekali?”
“Siauw-tan,” ujar Ciu Tong dengan dingin. “Sejak semula
ayahmu sudah bentrok dengan diriku, anak murid
perguruanku yang masuk ke daerah Tibetpun kebanyakan
binasa ditangan anak buah perkumpulan Tiang-gong-pang,
akupun kena dibokong ayahmu, coba kau pikir apakah
dendam ini tidak boleh aku balas?”
Terhadap ikatan dendam antara ayahnya serta Ciu Tong
sejak semula nona mi sudah mendengar dari mulut Koan Ing,
tetapi untuk mengulur waktu lebin lama dia pura-pura tidak
paham.
“Empek Ciu,” ujarnya keheranan. “Kau masuk ke daerah
Tibet bersama-sama ayahku bahkan pernah berjanji hendak
bekerja sama mengejar kereta berdarah itu, bagaimana boleh
dikarenakan sedikit urusanjadi saling bentrok?”
Dengan dinginnya Ciu Tong mendengus dingin, dia merasa
curiga terhadap gadis itu setelah mendengar perkataannya,
kini Koan Ing ada disampingnya sudah tentu Sang Siauw-tan
ikut mengetahui juga di dalam urusan ini, jelas dia mempunyai
tujuan tertentu.
Ciu Tong bukanlah seorang bocah yang baru berusia tiga
tahun, dia lantas paham gadis itu berbuat demikiian adalah
dikarenakan ingin mengulur waktu.
Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong suami istti
semuanya ada di sekeliling tempat ini, sebentar lagi mereka
pasti akan tiba disana.
“Hmmm.... Siauw-tan!” serunya sambil mendengus dingin,
“Bilamana kau ingin benar-benar mengetahui urusan ini, aku
bisa bercerita kepadamu, cuma saja kau harus ikut dulu
dengan diriku.”
Sang Siauw-tan jadi terperanjat, dia tahu tentulah Ciu Tong
sudah mengerti maksudnya hendak mengulur waktu.

Ooo)*(ooO
Bab 28
SINAR MATANYA dengan cepat berputar memperhatikan
tempat di sekitar sana, tiba-tiba dia menemukan si dewa
telapak dari gurun pasir dengan kecepatan yang luar biasa
sudah berlari mendatang.
Hatinya jadi amat girang, dia merasa amat lega sehingga
tak terasa sudah kirim satu senyuman kepada si iblis tua itu.
Tetapi pada saat itulah mendadak terdengar Ciu Tong
membentak keras, dari sepasang matanya memancarkan
nafsu membunuh yang menyala-nyala, tubuhnya dengan
diiringi suara
desiran angin yang tajam menubruk ke arahnya.
Sewaktu Sang Siauw-tan melihat munculnya Cha Can Hong
tadi Ciu Tongpun dapat melihat munculnya si dewa telapak
tersebut, sanpai keadaan ssmacam itu mana dia dapat
berpeluk tangan lagi maka itu sambil melancarkan serangan
dia menubruk ke arah gaiis tersebut.
Begitu tubuhnya bergerak dengan rasa amat terperanjat
Koan Ing melancarkan serangan dengan menggunakan
pedang Kiem-hong-kiamnya, diantara suara suitan yang amat
keras serentetan sinar pelangi emas berkelebat menghajar
tubuh Ciu Tong.
Toya ditangan Ciu Tong si iblis tua itu dengan dahsyatnya
menghantam kepala Koan Ing, agaknya dia bermaksud
menggetar pergi tubuh pemuda tersebut.
Sang Siauw-tan yang berhasil kena dicengkeram oleh Ciu
Tong hanya di dalam sekejap saja kontan tak dapat berkutik,
iblis tua itu lantas menariknya mendekati tubuhnya dan
membentak dengan suara yang amat keras. Jangan bergerak.”

Cha Can Hong melengak, terpaksa dia menghentikan
langkah kakinya.
Saat ini cukup Ciu Tong menambahi dengan satu bagian
tenaga saja maka Sang Siauw-tan seketika itu juga akan
terpukul terbinasa.
Koan Ing sendiripun tertegun, dia menarik kembali
pedangnya dengan lemas.
Kiranya pedang Kiem-hong-kiam ditangannya berhasil
digetarkan terpental oleh sambaran toya Ciu Tong. untung
sekali luka dalamnya tidak sampai kambuh lagi.
“Ciu Tong,” terdengar Cha Can Hong mendengus dengan
amat marahnya, Namamu berada
diantara empat manusia aneh tetapi perbuatanmu sangat
terkutuk, ternyata seorang angkatan muda pun berani
bertindak dengan menggunakan cara yang paling rendah ini.
Ciu Tong lantas angkat kepalanya tertawa terbahak bahak.
“Haaaa.... haaaa.... empat manusia aneh?” teriaknya keras.
“Kesemua itu hanyalah urusan tempo hari saja, sejak masuk
ke dalam Tibet hanya cukup seorang Koan Ing saja tidak bisa
menangkan dirinya, buat apa aku perlu gagah gagahan lagi?
Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi.
“Aku sudah menelan racun dan sembiIan puluh hari
kemudian seluruh kepandaian silatku akan musnah, sedang
hidupku pun habis sudah, bilamana aku tidak berbuat
demikian mungkin sepuluh tahun lagipun belum tentu bisa
berhasil menyelesaikan semua urusan ini.
Sehabis berkata sinar matanya dengan amat dinginnya
memandang sekejap ke arah Suto Beng Cu bertiga yang baru
saja mengejar datang.
Cha Can Hong tidak bisa berbuat apa-apa lagi, walaupun
dia adalah seorang jagoan yang namanya berada dideretan
empat manusia aneh tetapi diapun tahu sebelum Ciu Tong

turun tangan sendiri tidak bakal dia berhasil menolong gadis
itu dari cengkeramannya,
Bahkan diapun merasa tidak punya pegangan untuk
menahan Ciu Tong walaupun seandainya dia berhasil melukai
gadis tersebut. “Lantas kau ingin berbuat apa?” tanyanya
kemudian.
“Heeee.... heee.... kini kita berada di dalam keadaan yang
amat kritis dan saling bekerja untuk kepentingan diri sendiri.”
ujar iblis tua itu sambil tertawa dingin. “Siapa yang unggul
maka yang lain harus mendengarkan perkataannya kalau tidak
hal itu
sama saja dengan mencari penyakit buat dirinya sendiri,”
Ca Can Hong yang mendengar perkataan tersebut segera
mengerutkan alisnya rapat-rapat, walaupun perbuatan dari Ciu
Tong amat rendah tetapi benar-benar bisa menghadapi
keadaan, asalkan syarafnya tidak terlalu berat sudah tentu
mereka suka mendengar kan perkataannya,
Dengan pandangan yang amat dingin Ciu Tong menyapu
sekejap kesemua orang, lalu kepada Koan Ing ujarnya dengan
dingin,
“Aku tak tahu bagaimana kau bisa menolong Sang Siauwtan
turun dari puncak Su Li Hong, tetapi kau yang mau naik ke
puncak Su Li Hong tentunya mau juga bukan ikut aku
pergi?”
Biji mata Koan Ing berputar, pada saat ini dia benar-benar
berada di dalam keadaan kepepet. Ciu Tong kembali tertawa
terbahak-bahak, ujarnya lagi kepada Cha Can Hong, “Kau
jangan mengira bisa berbuat bagaimana kepadamu, kita
belum pernah bentrok maka boleh dikata masih merupakan
kawan lama, kau jangan kuatir kalau aku bisa menggunakan
dirimu.”

Cha Can Hong yang mendengar perkataan itu mengandung
nada menyindir, dia jadi gusar.
“Ciu Tong Lebih baik berbicara terus terang saja, bilamana
kau berani berbuat
sesuatu terhadap Sang Siauw-tan maka aku tidak akan
berbuat sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu apalagi Sang
Su-impun bukannya manusia yang bisa dipermainkan.” Dalam
hati Ciu Tong sudah punya perhitungan, dia lantas tertawa
terbahak-bahak.
“Haaa.... haa.... kau jangan kuatir, aku tidak akan berbuat
sesuatu terhadap dirinya walaupun aku pernah bentrok
dengan diri Sang Su-im tetapi diantara kitapun tidak ada
ikatan budi maupun sakit hati, aku tidak bakal membinasakan
dirinya.”
Dengan dinginnya Cha Can Hong mendengus.
“Ciu Tong,” tegurnya dengan berat. “Tidak perduli kau akan
bicara bagaimana pokoknya kau tidak boleh mengganggu
seujung rambutnyapun.”
“Hmm tentunya kau tidak akan tega melihat dia menemui
ajalnya hanya dikarenakan sedikit urusan kecil bukan?”
Mendengar ancaman itu Cha Can Hong kontan merasa
hatinya menjeblos.
“Kau ingin apakan dirinya?” teriak Koan Ing sambil
melintangkan pedangnya.
“Kau ikut aku pergi, apa yang bakal aku perbuat terhadap
dirinya nanti kau bisa melihat dengan sendirinya.”
Sehabis berkata sambil menyeret tubuh Sang Siauw-tan dia
berjalan ke depan. Koan Ing pun dengan cepat mengikuti dari
belakang tubuhnya.
“Engkoh Ing” tiba-tiba terdengar Sing Siauw-tan menoleh
berteriak keras. Jangan ikuti diriku.... jangan ikuti diriku.... ”

Ciu Tong tertawa dingin, jari tangannya berkelebat
menotok jalan darah kaku dari gadis tersebut kemudian tanpa
menoleh lagi berjalan ke arah depan. Koan Ing rada ragu-ragu
sejenak, tetapi akhirnya diapun ikut ke depan.
Ca Can Hong benar-benar merasa gusar bercampur cemas.
tetapi diapun tak bisa berbuat apa-apa, terpaksa ikut saja dari
belakang pemuda tersebut.
Matanya dengan tajam memperhatikan diri Ciu Tong
sedang hati mulai berpikir bagaimanakah caranya pergi
menolong diri Sang Siauw-tan.
Dengan gemasnya Koan Ing memperhatikan Sang Siauwtan
di dalam cengkeraman Ciu Tong, walaupun dia punya
maksud untuk menolong gadis tersebut tetapi dia takut.... dia
takut serangannya gagal sebaliknya malah mencelakai dirinya.
Berbagai pikiran dengan cepat berkelebat di dalam
benaknya, tetapi sama sekali tidak berhasil mendapatkan cara
yang baik.
Suatu ingatan berkelebat di dalam benaknya, dengan
kecepatan yang luar biasa dia maju dua langkah ke depan
mendesak semakin mendekat dengan diri Ciu Tong.
“Hmmmm, Koan Ing kau jangan main kayu dihadapanku
lagi,” dengus Ciu Tong tanpa menoleh lagi, “Dengan
kepandaian yang kau miliki jangan harap bisa merebut gadis
ini dari tanganku, bilamana kau lebih mendekat lagi jangan
salahkan aku akan bertindak tanpa sungkan-sungkan terhadap
Sang Siauw-tan.”
Koan Ing tertegun, sebetulnya dia bermaksud hendak
menggunakan menyiksa diri untuk menolong gadis tersebut,
tetapijika dilihat dari keadaan iblis tua itu agaknya cara
apapun tidak bakal bisa di jalan kan.
Selagi dia menundukkan kepalanya termenung itulah
mendadak Ciee Tong menghentikan langkahnya.

Koan Ing jadi melengak dan dongakkan kepalanya ke atas,
seketika itu juga dia merasa terkejut bercampur girang.
Kiranya perjalanan mereka sudah dihalangi oleh Thian
Siang Thaysu, sedangkan di belakangnya sudah ada Hud Ing
Thaysu, Thian Liong Thaysu serta anak murid Siauw-lim-pay
lainnya,
“Hmm hweesio gundul, kau mau apa?” serunya dengan
berat.
Sinar mata Thian Siang Thaysu segera menyapu sekejap
kesemua orang, dia bukanlah untuk pertama kali menerjunkan
diri ke dalam dunia kangouw, sudah tentu di dalam urusan ini
hanya di dalam sekali pandang saja sudah tahu apa yang
sebenarnya sudah terjadi.
“Kau tinggalkanlah Koan Ing disini, aku lantas lepaskan kau
pergi!” serunya tawar,
Ciu Tong segera mengerutkan alisnya rapat-rapat,
sebetulnya bagi dia orang untuk meninggalkan Koan Ing
bukanlah jadi persoalan, tetapi dengan kedudukannya pada
saat ini sudah tentu dia tidak suka mengalah dengan begitu
saja, Tidak kuasa lagi dia tertawa terbahak-bahak,
“Haaa.... haaa.... kau ingin aku tinggalkan Koan Ing buat
dirimu?” ejeknya ambil menuding Thian Siang Thaysu, Selesai
berkata kembali dia tertawa terbahak-bahak,
Thian Siaug Thaysu yang dituding oleh Ciu Tong sambil
tertawa terbahak-bahak sudah tentu tidak bisa menahan sabar
lagi dia tertawa dingin, “Pinceng justru ingin kau tinggalkan
Koan Ing buat diriku”,
Ciu Tong menarik kembali senyumannya, tanpa menoleh
lagi kepada Cha Can Hong katanya.
“Cha Loo-te kau boleh hadapi hwesio gundul dari Siauwlim-
si ini”,

Cha Can Hong yang melihat sikap dari Ciu Tong ini mirip
orang yang lagi memberi perintah dalam hatinya merasa amat
gusar.
“Sudah tentu dia tidak ingin berbuat begitu sesuai dengan
perkataan dari iblis luar lautan itu, Ciu Tong!” serunya sambil
mendengus dingin, “Urusan ini tiada sangkut pautnya dengan
Siauw-tan, lebih baik kau turun tangan sendiri saja”,
“Ouw, jadi maksud Cha Loo-te kau rela membiarkan Koan
Ing dibawa pergi oleh mereka.”
Cha Can Hong jadi melengak, dia sama sekali tidak
menyangka kalau Ciu Tong bisa menggunakan Koan Ing untuk
menakut-nakuti dirinya, Setelah termenung berpikir sebentar,
akhirnya dia mau juga ke depan.
Ciu Tong kembali tertawa dingin, “Cha Loo-te sejak masuk
ke daerah Ti bet kau orang belum pernah secara resmi
memperlihatkan ilmu telapak “Toa Mo Hwee Kiom Ciang” mu
itu, ini hari justru kau harus memamerkannya dihadapan kita”,
Thian Siang Thaysu Yang melihat Ciu Tong ternyata bisa
menggunakan tenaga dari si dewa telapak Cha Can Hong
dalam hati merasa agak bergidik, bilamana si dewa telapak
dari gurun pasir turun tangan maka istrinya Suto Beng Cu pun
pasti tidak akan berpeluk tangan,
Ditambah lagi dengan Koan Ing sendiri, Ciu Tong serta
kedua orang gadis tersebut yang bersama-sama mengerubuti
mereka, ada kemungkinan suatu bencana tidak bakal lolos,
Baru saja berjalan dua langkah ke depan mendadak satu
ingatan berkelebat di dalam benak Cha Can Hong, dia pikir
buat apa dirinya digunakan oleh Ciu Tong hanya hendak diadu
dengan hweesio dari Siauw-lim-pay tersebut,
Mendadak dia mendapatkan satu cara.
“Thaysu!” serunya kepada Thian Siang hweesio. “Buat apa
di antara kita harus bergebrak sendiri, aku pikir lebih baik

untuk sementara waktu kita berjaga dengan situasi sekarang
ini, bagaimana kalau kita turun tangan setelah melihat Ciu
Tong hendak berbuat apa atas diri Sang Siauw-tan?”
Sebenarnya dihati kecil Thian Siang Thaysu sendiri juga
tidak mau bergebrak melawan diri Cha Can Hong
“Perkataan sicu amat betul, hal ini sangat cocok dengan
maksud hatiku,” sahutnya sambil merangkap tangannya
memberi hormat.
Ciu Tong yang melihat mereka berdua bukannya bergebrak
sebaliknya malah berkawan, sinar matanya kembali berkedip.
Mendadak dia tertawa terbahak-bahak dengan amat
kerasnya....
“Haa.... haa demikianpun baik juga, ayoh pada
menyingkir!”
Sehabis berkata dengan langkah yang lebar mereka
berjalan ke sebelah depan.
Cha Can Hongpun lantas menyingkir dua langkah ke
samping melindungi diri Koan Ing dan mengikuti dari belakang
Ciu Tong.
Thian Siang Thaysu yang melihat kejadian inipun tidak
banyak bicara, dia tidak ingin terjadi bentrokan pada saat ini,
dia akan menanti sewaktu Cha Can Hong bentrok dengan Ciu
Tong soal Sang Siauw-tan dia akan menggunakan kesempatan
yang baik itu untuk turun tangan.
Demikianlah dengan Ciu Tong berjalan di depan, lainnya
pada mengikuti terus dari
belakangnya,
Agaknya dia sama sekali tidak mengambil gubris terhadap
soal tersebut asalkan dia berhasil menawan diri Sang Siauwtan
maka apapun tidak perlu ditakuti lagi, dia tahu dirinya bisa

membinasakan Sang Siauw-tan terlebih dulu sebelum
terlambat.
Dalam hati iblis tua inipun percaya kalau Koan Ing sekalian
tidak bakal berani berbuat ambil tindakan, maka itu dia tidak
takut kalau mereka tidak sampai mendengarkan dirinya.
Dengan langkah lebar Ciu Tong berjalan ke depan,
beberapa saat kemudian sampailah dia disebuah gua yang
amat besar. Ciu Tong kembali tertawa keras, teriaknya, “Gua
ini cukup besar dan muat untuk didiami sedemikian banyak
orang, kitapun bereskan urusan ini disini juga.”
Selama ini Koan Ing terus menerus memikirkan suatu cara
untuk menolong diri Sang Siauw-tan dari tangan Ciu Tong,
tetapi keadaan semakin lama semakin kacau bahkan Thian
Siang Thaysupun kini sudah datang. ^
Dengan munculnya Thian Siang Thaysu ini, memang dia
memperoleh satu kebaikan yaitu tidak usah tersiksa
dikarenakan Sang Siauw-tan, tetapi hweesio itu lagi mencari
dirinya atau dengan perkataan lain suatu persoalan yang rumit
kembali terpapar di hadapannya.
Dalam hati Koan Ing tahu kalau Thian Siang Thaysu
bukannya tidak ingin, tidak mendapatkan Sang Siauw-tan,
karena persoalannya dengan Sang Su-im belum selesai apalagi
gadis itupun sudah membakar habis kuil Han-poh-si, maka
gadis tersebut adalah satu barang penting pula dimatanya.
Cuma saja selama ini dia selalu mengalah dikarenakan dia
tidak ingin mendapat musuh yang lebih banyak.
Setelah masuk ke dalam gua mereka melakukan perjalanan
kembali beberapa saat lamanya, mendadak Ciu Tong berhenti
dan putar badannya.
“Terima kasih saudara-saudara sekalian suka datang
kemari, putraku sebentar lagi bakal datang” ujarnya sambil
tertawa.

Dengan dinginnya Cha Can Hong segera mendengus
dingin.
“Ciu Tong sebenarnya kau ingin main setan apalagi?”
Ciu Tong segera tertawa terbahak-bahak, dia duduk di atas
batu cadas, tangan kanannya
mencekal toya sedang tangan kirinya memeluk Sang Siauwtan.
dia sama sekali tidak menggubris perkataan Cha Can
Hong itu.
Dalam hati Cha Can Hong merasa semakin gusar, suatu
putulan yang keras dengan amat cepatnya menghajar di atas
batu cadas di samping tubuhnya.
“Ciu Tong. Kau jangan sombong!” bentaknya gusar.
Ciu Tong si iblis dari lautan ini lantas menarik kembali suara
tertawanya, sambil mengerutkan aliinya dia menyapu sekejap
kesemua orang. “Biarlah aku berkata setelah putraku datang,”
katanya.
Sehabis berkata dengan perlahan dia memejamkan
matanya dan duluk bersemedi.
Saat ini Thian Siang Thaysu tidak bisa menahan sabar lagi,
dengan dinginnya dia maju ke depan mendekati diri Ciu Tong.
“Cha Can Hong!” mendadak si iblis tua dari luar lautan ini
membuka matanya dan membentak dengan amat gusarnya.
“Aku peringatkan dulu kepadamu, bilamana kau membiarkan
si hweesio gundul ini mendekati diriku maka segera akan aku
bunuh dulu diri Sang Siauw-tan.”
Mendengar ancaman itu Cha Can Hong jadi berdesir.
“Thaysu tahan!” teriaknya ragu-ragu.
Antara Thian siang Thaysu dengan Cha Can Hong sama
sekali tidak ada ganjeIan sakit hati apa-apa, sedang mereka

berdua pun agaknya tidak ingin saling bentrok, kini
mendengar Cha Can Hong berteriak di a pun lantas berhenti.
“Cha sicu,” ujarnya. “Walaupun kita berdua belum kenal
lama teiapi kitapun tidak ingin sampai terjadi bentrokan
diantara kita berdua, bagaimana kalau kitajangan saling
mengganggu.”
“Maaf cayhe tidak mengerti maksud dari Thaysu.”
“Aku merasa sangat tidak puas dengan cara Ciu Tong yang
train culik, bilamana dia berani melukai barang seujung
rambutpun dari diri Sang Siauw-tan maka aku tidak akan
mengampuni dirinya lagi.”
Mendengar perkataan itu Cha Can Hong merasakan hatinya
amat girang, bilamana Thian Siang Thaysu suka turun tangan
membantu dirinya ada kemungkinan mereka berhasil paksa
Ciu Tong untuk melepaskan diri Sang Siauw-tan.
Sebaliknya Ciu Tong Yang mendengar perkataan tersebut
segera meratakan hatinya amat terperanjat, bilamana mereka
berdua sungguh-sungguh bekerja sama dia sendiri tidak akan
berani mengapa-apakan diri Sang Siauw-tan sekalipun boleh
dikata usianya tidak panjang lagi tetapi dihati kecilnya dia
masih berharap bisa hidup lebih lama.
“Cha Can Hong” ujarnya dengan dingin. “Kau harus ingat
bilamana Sang Siauw-tan sampai terluka hal mi terlalu tidak
baik”,
Cha Can Hong cuma mengerutkan alisnya saja, dan tidak
ambil gubris diri Ciu Tong. Dia tahu Thian Siang lhaysu tidak
akan memberi bantuan kepadanya dengan percuma. Thian
Siang Thaysu yang melihat sikap Cha Can Hong rada setuju
dia kembali berkata, “Tetapi setelah urusan selesai kau harus
menyerahkan Koan Ing kepadaku”
Cha Can Hong jadi tertegun, dengan menggunakan Koan
Ing untuk menukar Sing Siauw-tan

walaupun di dalam hati dia menyetujui tetapi diapun tahu
dengan kelicikan dari Ciu Tong urusan tidak bakal bisa
berjalan lancar.
Dia tahu sekalipun Thian Siang Thaysu mempunyai sesuatu
maksud terhadap diri pemuda itu tetapi dia jauh lebih lurus
daripada Ciu Tong, bilamana Koan Ing ada ditangannya tidak
akan terlalu berbahaya. Apalagi nyawa Koan Ing pun tinggal
sepuluh hari saja....
Tetapi bilamana ditinjau lagi dari peraturan Bu-lim, hal ini
sama sekali tidak boleh dilakukan....
Lama sekali Cha Can Hong berdiri tertegun disana, Ciu
Tong yang takut dia benar-benar setuju dengan cepat
menimbrung dengan nada yang amat dingin,
“Cha Can Hong, kau haruslah ketahui bila sedikit aku
gerakkan tanganku, maka Sang Siauw-tan akan menemui
ajalnya, sebelum bertindak, lebih baik kau pikir dulu masakmasak!”
Sinar mata Cha Can Hong kembali berputar, dia masih
ragu-ragu untuk mengambi tindakan,
“Thaysu!” tiba-tiba terdengar Koan Ing menimbrung dari
samping, “bilamana kau suka membantu paman Cha
menolong Siauw-tan lolos dari tangannya aku rela menerima
hukumanmu,” Ciu Tong jadi kaget. tergesa-gesa dia bangun
dan lintangkan toyanya ke depan.
“Hmmm kalianjangan mengira denganjumlah yang banyak
bisa berhasil melakukan sesuatu tindakan sesuka hati, siapa
saja yang berani maju selangkah lagi aku segera akan suruh
Sang Siauw-tan bermandikan darah.”
Cha Can Hong jadi terperanjat dia takut di dalam keadaan
terdesak Ciu Tong benar-benar turun tanganjahat terhadap
gadis itu, dengan cepat dia putar tubuh mencegah.
“Tahan aku belum menyanggupi,”

“Haaa.... haaa.... haaa.... ” tiba-tiba Ciu Tong tertawa
tergelak dengan amat kerasnya. “Putraku sudah datang,
urusan inipun segera bisa dibereskan”
Semua orang jadi terkejut, tampaklah Ciu Pak bersamasama
Bun Sian dengan amat tenangnya berjalan masuk
kedalam.
Menanti mereka berdua sudah berada di sisi Ciu Tong si
iblis tua dari luar lautan ini baru tertawa.
“Apakah kalian sudah mengambil keputusan?” tanyanya
sambil menyapu sekejap diri
Cha Can Hong.
Dalam hati si dewa telapak dari gurun pasir ini benar-benar
amat bingung, bilamana dia
sungguh-sungguh melakukan tindakan dengan melukai
Koan Ing untuk menolong dinnya Sang Siauw-tan setelah
sadar apa dia bisakah memaafkan perbuatannya? Soal ini
masih merupakan satu hal yang patut dicurigai.
“Aku mau dengar dulu apa yang hendak kalian lakukan,”
ujarnya kemudian setelah termenung sebentar.
Dengan perlahan Ciu Tong tertawa dan memandang
sekejap ke arah diri Koan Ing.
“Ini hari aku maujodohkan Sang Siauw-tan sebagai istri
anakku, dan kalianlah bertindak sebagai saksinya”
Seketika itu juga Koan Ing merasa kepalanya seperti
digodam dengan martil besar, lama sekali dia berdiri
termangu-mangu.
Dia tidak menyangka kalau Ciu Tong bisa berbuat demikian,
tetapi dia yakin Sang
Siauw-tan tidak bakal setuju.

“Heee.... heee.... Koan Ing” ujar Ciu Tong lagi sambil
tertawa.
Jauh lebih baik akujodohkan Siauw-tan kepada putraku
daripada kau kawini, karena umurmu tinggal sepuluh hari lagi,
sebelum aku mati aku ingin kawinkan dulu diri mereka.”
Ooo)*(ooO
Bab 29
CHA CAN HONG sendiripun dibuat tertegun, diapun tidak
mengira kalau Ciu Tong bisa berbuat demikian.
Lama sekali dia termenung tidak mengucapkan sepatah
katapun.
Koan Ing yang melihat Cha Can Hong sama sekali tidak
membantah hatinya jadi amat gusar.
“Soal ini tidak mungkin bisa dilakukan!” bentaknya.
“Hmmm tapi jauh lebih baik dikawinkan dengan putraku
daripada harus dikawinkan dengan seorang manusia yang
sebuah kakinya sudah mulai menginjak tanah kubur” ujar Ciu
Tong dingin.
Sinar mata pemuda itu dengan cepat beralih ke arah Cha
Can Hong, tetapi orang itu ragu-ragu sejenak.
“Kau tidak ingin Siauw-tan terluka bukan?” ujarnya kepada
Koan Ing.
Koan Ingpun tahu kalau Cha Can Hong merasa tidak rela
bilamana Sang Siauw-tan bisa berkumpul dengan dirinya,
dengan usia yang tinggal sepuluh hari ini memang seharusnya
tidak pantas bilamana dia merusak seluruh penghidupan Sang
Siauw-tan.
Tetapi yang disukai Ciu Pak hanyalah kecantikan wajah
Sang Siauw-tan, apalagi antara Ciu Tong serta ayahnya

mempunyai ikatan permusuhan yang sedalam lautan sudah
tentu urusan ini tidak bisa dikabulkan.
Tempo hari dia menolak Sang Siauw-tan walaupun
diluarnya kelihatan dia sedang mengorbankan dirinya dan
demi kebaikan dari Sang Siauw-tan tetapi keadaan yang
sesungguhnya dia sedang melarikan diri dari tugas.
Tetapi yang didapat adalah sebaliknya, Sang Siauw-tan
bukan saja tidak memperoleh hasil sebaliknya hampir-hampir
nyawa mereka berdua lenyap dipuncak Su Li Hong. Akhirnya
dia tertawa tawar. “Siauw-tan tidak bakal menyetujui caramu
itu,” katanya.
Cha Can Hong dengan pandangan tajam memandang
pemuda itu lalu mengerut kan alisnya rapat-rapat.
“Kau terlalu rakus perduli kau berpikir secara
bagaimanapun urusan ini tidak bakal bisa kau putuskan!”
serunya.
Ciu Tong yang melihat antara Cha Can Hong serta Koan Ing
sendiri terjadi keributan dalam hati merasa amat girang
dengan pandangan dingin dia memandang ke arah dua orang
itu
Kini Cha Can Hong sudah berdiri pada golongannya, dia
tahu perduli bagaimanapun dirinya masih berada di atas
angin.
Sebaliknya Thian Siang Thaysu yang mulai merasa hatinya
tidak tenang, bilamana Cba Can Hong serta Ciu Tong
berdamai maka walaupun dia tetap ada disitu juga tak ada
gunanya.
Tetapi saat ini dia tak boleh mengundurkan diri terlebih
dulu, sedang apa yang diributkan merekapun dia tak bisa ikut
campur bicara cuma di dalam hati mulai berpikir cara-cara
untuk menghadapi perubahan secara mendadak ini,

Koan Ing yang mendengar dimaki rakus oleh Cha Can Hong
secara mendadak hatinya terasa suatu perasaan yang aneh.
Biji matanya lantas berputar2 kemudian tertawa tergelak.
“Haa.... haa.... paman Cha tidak perduli kau berpikir secara
bagaimana, seharusnya perbuatanmu tidak boleh begitu.”
Nama besar Cha Can Hong berada diantara empat manusia
aneh, Koan Ing pun merupakan seorang angkatan muda
seharusnyalah di depan orang banyak dia memberi sedikit
wajah kepadanya.
Dengan gusarnya dia mendengus, belum sempat
mengucapkan sepatah katapun mendadak terdengar Ciu Tong
sudah tertawa terbahak.
“Haa,.... haa Cha Loo-te di dalam urusan ini buat apa
banyak beribut dengan seorang angkatan muda.”
Baru saja perkataan dari Ciu Tong itu selesai diucapkan
mendadak satu suara yang amat dingin berkumandang masuk
dari luar gua, “Di dalam urusan ini lebih baik pinto saja yang
berbicara.”
Dengan cepat Koan Ing menoleh ke depan, tampaklah kini
di dalam gua sudah bertambah lagi dengan dua orang Toosu.
Mereka bukan lain adalah Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien
dari Bu-tong-pay serta Sak Huan yang memancarkan sinar
mata dingin.
Thian Siang Thaysu yang melihat kemunculan Yuan Si
Tootiang disana dalam hati merasa amat girang.
“Too-heng kapan kau datang ke daerah Tibet? Bagaimana
Too-heng baru muncul saat ini?”
Cha Can Hong serta Ciu Tong yang melihat munculnya
Yuan Si Tootiang di dalam gua secara mendadak dalam hati
rada merasa terkejut.

Ciu Tong sama sekali tidak menyangka kemunculan Yuan Si
Tootiang secara mendadak itu, dia tidak tahu bagaimana
perubahan selanjutnya keadaan di tengah kalangan, diamdiam
pikirnya mulai berputar mencari akal.
Yuan Si Tootiang tersenyum, kepada Thian Siang Thaysu
ujarnya, “Perpisahan selama dua puluh tahun ini kiranya
Thaysu masih berada di dalam keadaan biasa saja,
kedengarannya ilmu khie-kang Si Bo Sian Cin Khei dari Thaysu
sudah berhasil dilatih, selamat.... selamat”
Thian Siang Thaysupun tertawa.
“Selama beberapa tahun ini pincengpun belum pernah
mendengar berita tentang tootiang, teringat akan Sian Bun
Kuang Kie yang Tootiang latih tentu ada kemajuan yang
mengejutkan bukan? Kini kereta berdarah muncul kembali,
sedang Si Budak Berdarah dari tempat kegelapanpun belum
mati, seharusnya kali ini merupakan satu kesempatan buat
Tootiang untuk memperlihatkan kepandaian “,
Ciu Tong yang melihat kedua orang itu bercakap2 tiada
habisnya segera tertawa terbahak-bahak
“Haaa.... haa.... kalian dua orang manusia tidak usah saling
menyanjung lagi, lebih baik perkataan kalian dihentikan
sampai disini saja, bila diteruskan waah.... waah.... terlalu
mengerikan.... haa.... haaa.... ”
Yuan Si Tootiang yang mendengar tersebut dengan
tawarnya melirik sekejap ke arah Ciu Tong.
“Suhu,” tiba-tiba terdengar Sak Huan buka mulut. “Biarlah
muridmu pergi mencoba-coba kepandaian silat dari jagoan Bulim
ini.... ”
Dengan perlahan Yuan Si Tootiang mengangguk tanda
setuju.
Sebaliknya Ciu Tong yang melihat akan hal itu segera
mengerutkan alisnya rapat-rapat, pikirnya, “Hmm Yuan Si

Tootiang sihidung kerbau ini sungguh keterlaluan, dia begitu
menghina aku.... berani perintahkan muridnya untuk
menghadapi aku, tidak kusangka dia orang begitu sombong....

Dengan langkah yang perlahan Sak Huan berjalan
mendekati Ciu Tong lalu berhenti kurang lebih lima depa dari
dirinya.
“Cha Loo-te,” ujar Ciu Tong dengan amat tawarnya
terhadap diri Cha Can Hong si dewa telapak masih mengira di
kolong langit pada saat ini Koan Ing lah yang paling sombong
dan jumawa tidak disangka murid ciangbunjien ini jauh lebih
jumawa lagi.
Dia sengaja tidak melibat sekejappun ke arah diri Sak
Huan. tetapi toosu muda itu sama sekali tidak bergerak
maupun melancarkan serangan dia cuma memandang ke arah
iblis tua dari luar lautan itu dengan pandangan tajam.
Sinar mata Koan Ing dengan pelahan berputar, dia tahu
Sak Huan bertujuan pada Sang Siauw-tan saja, jika ditinjau
dari keadaan pada saat ini dirinya tidak akan berhasil
menahan Cha Can Hong apalagi Iukanya belum sembuh dan
berada seorang diri, terang dan jelas dia tak ada tempat untuk
menancapkan kaki diantara para jago-jago tersebut.
Tetapi Sang Siauw-tan tidak boleh terjatuh ke tangan Ciu
Tong semakin tidak boleh
lagi bila terjatuh ditangan Sak Huan.
Ciu Tong yang melihat Sak Huan sama sekali tidak
menunjukkan gerakan apapun dalam hati merasa keheranan,
dengan sombongnya dia tertawa dan putar badannya kembali.
Sinar mata Sak Huan berkelebat, baru saja tubuh Ciu Tong
berputar setengah jalan, tangan kanannya sudah mencabut
keluar pedangnya dari dalam sarung, pedang diikuti desiran

angin yang amat tajam dia melancarkan satu serangan
dahsyat ke arah Ciu Tong.
Ciu Tong pun bukan seorang manusia sembarangan,
walaupun dia merasa terperanjat akan kecepatan gerak dari
Sak Huan ini tetapi tubuhnya dengan cepat sudah berputar
pula, toya ditangan kanannya segera mengejar ke arah Sak
Huan.
Pedang dan toya bentrok menjadi satu menimbulkan
percikan bunga-bunga api, Sak Huan kembali membentak
gusar, pedangnya di dalam sekejap saja sudah melancarkan
sembilan kali serangan ke arah toya tersebut,
Air muka Ciu Tong berubah hebat, kedahsyatan dari tenaga
yang dipantul keluar dari tubuh pedang itu amat hebat jauh
diluar dugaannya, bilamana bukannya dia bisa cepat-cepat
menyalurkan seluruh tenaga murninya ke arah toya, ada
kemungkinan toyanya pada saat ini sudah terlepas dari
tangannya, saking terperanjatnya wajahnyapun berubah
hebat, dia membentak dengan amat gusarnya, disusul dengan
toya ditangan menggetar balas menyerang ke arah diri Sak
Huan.
Cha Can Hong sekalian yang melihat jalannya pertempuran
dari samping kalanganpun
diam-diam merasa terperanjat, mereka tidak menyangka
kalau ilmu silat dari Sak Huan anak murid dari Yuan Si
Tootiang ini ternyata amat dahsyat bahkan kelihaiannya jauh
berada di atas diri Koan Ing.
Terhadap kehebatan tenaga dalam Koan Ing mereka sudah
merasa amat aneh sekali, tetapi kini muncul kembali seorang
pemuda yang tenaga dalamnya jauh di atas Koan Ing, hal ini
merupakan suatu berita yang mengerikan sekali.
Sak Huan sendiri juga merasa ada diluar dugaan, dia
mengira dengan perbuatannya itu maka toya Ciu Tong

berhasil di getar pental kemudian menggunakan kesempatan
itu merebut diri Sang Siauw-tan.
Serangannya tak mencapai pada sasarannya sedang Ciu
Tongpun dengan amat gusarnya sudah balas melancarkan
serangan.... dia lantas sadar bilamana sekali lagi dia menerima
serangan tersebut maka pedangnya akan terpental lepas,
karena itu pikiran untuk mengundurkan diri segera berkelebat
di dalam benaknya.
Dalam keadaan amat gusar, Ciu Tong mana suka
membiarkan dia meloloskan diri, dia mendengus dingin sambil
mengepit tubuh Sang Siauw-tan, toyanya melancarkan
serangan kembali menghajar Sak Huan.
“Tunggu sebentar!” teriak Yuan Si Tootiang dengan keras,
“Biarlah aku terima seranganmu itu.”
Sehabis berkata tubuhnya berkelebat menghalangi
dihadapan Ciu Tong, pedangnya dengan disertai sarungnya
sekalian menghajar datangnya serangan dari Ciu Tong itu,
dengan jurus ‘Cing Hay It Su’ atau laut dingin satu gelombang
dari aliran Bu-tong kiam hoat.
Koan Ing yang melihat Yuan Si Tootiang turun tangan
mendadak satu ingatan berkelebat
di dalam benaknya.
Di tengah suara suitan yang amat nyaring tubuhnya
meloncat ke atas udara sedang pedangnya dengan cepat
menuding ke arah punggung Ciu Tong.
Ciu Tong yang baru saja melancarkan serangan kena
ditahan oleh pedang Yuan Si Tootiang, kini melihat Koan Ing
menubruk datang pula dengan dinginnya dia mengerutkan
alisnya rapat-rapat, pikirnya, “Hmm.... kau bangsat cilik
lukamu saja belum sembuh sudah berani bergebrak melawan
aku
berduel.”

Tubuhnya melayang ke atas tanah, toyanya dibabat ke
depan bermaksud hendak menggunakan tenaga gabungan
dari Yuan Si Tootiang serta toyanya sendiri menyambut
datangnya serangan dari sang pemuda.
Siapa tahu begitu toyanya menempel dengan pedang Yuan
Si Tootiang ternyata sedikitpun tidak menunjukkan reaksi apaapa,
hatinya jadi amat terperanjat, dia tidak menyangka kalau
tenaga dalam dari Yuan Si Tootiang berhasil dilatih sedemikian
tingginya bahkan jauh berada di atas tenaga dalamnya sendiri.
Saat itu pedang Koan Ing sudah sampai dipunggungnya,
baginya cuma ada duajaIan saja, melepaskan Sang Siauw-tan
atau menghajar mati gadis itu kemudian baru menerima
datangnya serangan pedang sang pemuda.
Bilamana dia membinasakan Sang Siauw-tan mungkin Cha
Can Hong tidak akan melepaskan dirinya, apalagi kini
tujuannya pun tidak ada disitu, maka dia tidak bermaksud
membinasakan diri Sang Siauw-tan.
Tetapi bilamana harus lepas tangan.... dalam hati dia
merasa tidak rela.
Sewaktu dia merasa ragu-ragu itulah pedang Kiem-hongkiam
ditangan Koan Ing sudah mengancam punggungnya.
Dengan gusarnya dia membentak keras, setelah
melepaskan tubuh Sang Siauw-tan dia balik tangan
menyerang Koan Ing.
Koan Ing sama sekali tidak bermaksud untuk melukai Ciu
Tong. tubuhnya segera merendah ke bawah menyambar
tubuh gadis tersebut.
Dalam hati Ciu Tong benar2 merasa amat gusar, kaki
kanannya dengan cepat melancarkan satu tendangan
mengancam punggung Koan Ing.
Koan Ing yang sedang menggendong tubuh Sang Siauwtan
mendadak merasa adanya segulung angin pukulan

membokong badannya, dalam hati jadi amat kaget untuk
menghindar tak sempat lagi membuat dia orang jadi
kebingungan. “Ciu Tong, kau berani?” Bentak Cha Can Hong
secara tiba-tiba.
Kaki kanan Ciu Tong dengan disertai angin sambaran
menerjang ke depan, tubuhnya pun mendadak berkelebat ke
depan dan meloncat ke tengah udara
Dengan berpisahnya Ciu Tong serta Yuan Si Tootiang, Cha
Can Hong pun dengan terburu-buru mendekati diri Koan Ing
serta Sang Siauw-tan.
Koan Ing lantas membebaskan jalan darah Sang Siauw-tan
yang tertotok dan mengurutnya beberapa kali.
“Engko Ing.... ” terdengar Sang Siauw-tan menjerit keras
lalu menubruk ke dalam pelukan pemuda tersebut, air
matanya keluar bercucuran dengan amat derasnya.
Cha Can Hong yang melihat kejadian ini dalam hati lantas
merasa amat kecewa dan menyesal.
Sebaliknya Ciu Tong merasa malu bercampur gusar, sebab
Koan Ing ternyata berhasil merebut Sang Siauw-tan dari
tangannya dan hal ini benar-benar amat memalukan dirinya,
tetapi kini Cha Can Hong ada di hadapannya diapun tidak bisa
berbuat apa-apa.
Mendadak satu ingatan berkelebat di iblis tua dari luar
lautan ini, kepada Thian Siang Thaysu ujarnya.
“Thaysu kau maui Koan Ing sedang aku menghendaki
Siauw-tan, bukankah begitu?”
Mendengar perkataan itu Cha Can Hong jadi amat terkejut,
tidak disangka Ciu Tong hendak bekerja sama dengan Thian
Siang Thaysu untuk menghadapi dirinya.
“Ciu Tong kau manusia tidak tahu malu!” teriaknya gusar.

Ciu Tong tertawa terbahak-bahak, belum sempat dia
berbicara Yuan Si Tootiang sudah
berkata, “Kalian mengatakan dirinya sebagai manusia aneh
dari Bu-lim dan bertujuan atas kereta berdarah tersebut, tidak
disangka kiranya hanya ingin beradu sendiri saja.... Hmmm
apakah perbuatan kalian itu mirip dengan seorang ketua
partai?” Sehabis berkata dengan dinginnya dia menyapu
sekejap ke arah semua orang,
Ciu Tong, serta Thian Siang Thaysu pada merasa menyesal,
sejak masuk ke daerah Tibet belum pernah mereka menjaga
nama serta kedudukannya, kini setelah di tegur oleh Yuan Si
Tootiang mereka baru sadar kembali kalau mereka
bagaimanapun juga tetap merupakan seorang ketua partai,
Sedang Cha Can Hong diam-diam merasa kagum terhadap
diri Yuan Si Tootiang, kiranya ciangbunjien dari Bu-tong-pay
ini lain daripada yang lain, bilamana bukan perkataannya ini
maka sebelum mendapatkan kereta berdarah ada
kemungkinan mereka sudah saling bentrok sendiri,
Koan Ing pun dengan perlahan memandang sekejap ke
arah Yuan Si Tootiang, dia tidak menyangka kalau seorang
yang begitu menyayangi muridnya ternyata bisa memiliki
tindakan lain yang berbeda, dalam hati dia merasa amat
keheranan.
Tetapi saat ini diapun merasa menyesal, Yuan Si Tootiang
pernah beberapa kali minta maaf kepadanya sebaliknya dia
sendiri menghadapi dia orang dengan pikiran manusia picik.
Yuan Si Tootiang yang melihat mereka semua tidak
mengucapkan sepatah katapun lantas memandang kembali
sekejap kesemua orang.
“Menurut apa yang aku ketahui,” ujarnya, “Kini kereta
berdarah sudah menuju ke tenggara dengan melakukan
perjalanan siang malam, bilamana dugaanku tidak salah maka
kereta tersebut lagi menuju ke gunung Kun Lun San.

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian
tambahnya, “Kecuali kita segera melakukan pengejaran kalau
tidak jangan harap bisa menyandak dirinya.”
Sebetulnya terhadap soal kereta berdarah Koan Ing sudah
tidak tertarik, tetapi teringat akan Bun Ting-seng si kongcu
berpakaian sutera itu dia merasa dirinya harus ikut melakukan
pengejaran apalagi masih ada satu hal yang membingungkan
dirinya, kemanakah itu manusia tunggal dari Bu-lim Jien
Wong?
Apakah dia bukan majikan dari kereta berdarah?
Bagaimana bisa lenyap secara mendadak?
Cha Can Hong yang mendengar perkataan tersebut
termenung berpikir sebentar, kemudian baru ujarnya,
“Perkataan dari Tootiang sedikitpun tidak salah, kini harap
Totiang suka membuka jalan.”
“Cha Thayhiap kau terlalu sungkan.”jawab Yuan Si Totiang
sambil tertawa tawar “Kepandaian silat aliran Toa Moa
selamanya tak ada bandingannya di dalam kolong langit, aku
lihat lebih baik Cha Thayhiap saja yang memimpin.”
“Omiotohud,” seru Thian Siang Thaysu sambil merangkap
tangannya memberi hormat. “Tooheng sebagai ciangbunjin
partai dari Bu tong yang namanya sudah terkenal di seluruh
Bu-lim, memang sepatutnya menjadi kepemimpinan ini,
perkataan dari Cha thayhiap sangat cocok dengan jalan
pikiranku. harap Tooheng tidak usah menolak lagi,
Yuan Si Tootiang tidak langsung menjawab sebaliknya
termenung berpikir sebentar, akhirnya dia tertawa.
Kalau begitu kita berangkat bersama-sama saja, asalkan
semua orang suka bekerja sama buat apa harus memilih
pemimpin macam-macam?
Cha Can Hong yang mendengar perkataan ini diam-diam
merasa semakin kagum lagi atas keluhuran budi dari Yuan Si

Tootiang ini, mereka semua angkat nama bersama-sama,
bilamana sampai kedudukan pemimpin ini terjatuh ke
tangannya maka dengan sendirinya nama besarnya di dalam
Bu-lim akan semakin cemerlang tidak di sangka dia sudah
menolak.
“Mari kita segera berangkat!” ajak Yuan Si Tootiang
kemudian sambil tertawa.
Sehabis berkata dia berjalan ke arah luar, Ciu Tong dengan
membawa serta Ciu Pak serta Bu Sian pun ikut pergi disusul
Thian Siang Thaysu dibelakang.
Cha Can Hong memandang sekejap ke arah Koan Ing serta
Sang Siauw-tan, belum sempat dia berkata gadis itu sudah
tertawa.
“Paman Cha kini lukanya belum sembuh, kami tidak akan
pergi!”
Cha Can Hong menundukkan kepalanya termenung berpikir
sejenak, akhirnya dia tertawa.
“Siauw-tan Akupun setuju kalau kalian tidak ikut pergi,
walaupun perbuatan dari paman Cha mu tadi tidak benar
tetapi ke semuanya demi kebaikanmu, aku sama sekali tidak
punya maksudjahat terhadap dirimu”
Sebenarnya Koan Ing masih mengandung rasa tidak paham
terhadap diri Cha Can Hong, tetapi setelah mendengar
perkataannya ini dia baru tahu kalau tindakannya tersebut
diambil demi kebaikan dari gadis tersebut.
Setelah berpikir sebentar dia lantas menjawab, “Kami mana
berani menyalahkan diri paman Cha.”
Waktu itu Suto Beng Cu yang berdiri di samping bungkam
seribu bahasa, Cing Cing memandang tajam diri Koan Ing
sedang Ing Ing menundukkan kepalanya tidak berbicara.

Akhirnya setelah menghela napas panjang Cha Can Hong
dengan membawa ketiga orang perempuan itu berlalu dari
dalam gua.
Hoo Lieh yang melihat semua orang sudah pergi diapun
tidak suka berdiam disana lebih lama lagi, diam-diam dia
orang mengundurkan diri pula dari sana.
Ruangan gua yang semula diliputi oleh ketegangan dan
diliputi oleh nafsu membunuh itu kini sudah berubah jadi sunyi
senyap, manusia yang semula begitu banyak kini Cuma tinggal
dua orang saja.
Koan Ing memandang sekejap ke arah Sang Siauw-tan lalu
tertawa.
Sang Siauw-tan memandang sekejap ke sekeliling tempat
itu kemudian sambil tertawa dia menarik tangan Koan Ing.
“Engkoh Ing,” ujarnya manja, “Bagaimana kalau kita masuk
ke dalam gua ini lebih dalam
untuk melihat-lihat?”
Sambil tersenyum Koan Ing mengangguk, demikianlah
mereka berdua lantas masuk kedalam
gua itu.
Semakin ke dalam keadaan gua tersebut semakin aneh,
beberapa saat kemudian mendadak terdengarlah suara
percikan air yang perlahan.
Sebuah selokan kecil muncul di hadapannya, sang surya
menyoroti masuk ke dalam gua melalui celah2 di atas dinding
membuat suasana disana terasa amat nyaman.
Mereka berdua jadi amat terperanjat, sejak memasuki
daerah Tibet baru untuk pertama kali mereka menemukan
pemandangan yang demikian indahnya, keadaannya sangat
berbeda sekali dengan tempat tempat lain yang tertutup oleh
salju tebal.

Sang Siauw-tan lantas menarik tangan Koan Ing untuk
diajak duduk ditepi selokan tersebut sambil main air dia
memandang ke arah sang pemuda dengan pandangan mesra,
Dengan perlahan Koan Ing mendongak ke atas, mendadak
teringat olehnya akan jurus serangan yang digunakan Sak
Huan, dia merasa dirinya harus belajar ilmu silat lebih
mendalam lagi kalau tidak bagaimana mungkin bisa
melindungi diri Sang Siauw-tan? Berpikir sampai disitu dia
lantas mulai duduk bersila uatuk menyembuhkan lukanya,
Sang Siauw-tan dengan pandangan terpesona memandang
ke atas wajah sang pemuda yang pucat pasi bagaikan mayat
itu, dia tidak mau percaya kalau pemuda yang ada di
hadapannya hanya mempunyai usia selama sepuluh hari saja,
Koan Ing adalah seorang yang baik, dia tidak seharusnya
mati dengan begitu cepat dengan pandangan terpesona gadis
itu memandang ke arah wajah pemuda yang pucat pasi itu,
dia tertawa,.... tertawa geli buat dirinya sendiri.
Bilamana Koan Ing mati, diapun bisa mati maka waktu itu
mereka akan menjadi satu untuk selamanya.
Mendadak dari samping kirinya berkumandang datang
suara dengusan yang amat dingin, Sang Siauw-tanjadi
terperanjat ketika menoleh ke belakang tampaklah seorang
tosu muda berdiri tidak jauh dari dirinya.
Orang itu bukan lain adalah Sak Huan.
Koan Ing dengan perlahan membuka matanya, dia
memandang ke arah Sak Huan dengan pandangan kaget
walaupun dia merasa ada sedikit di luar dugaan tetapi yang
aneh bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan diri Yuan Si
Tootiang dengan begitu mudah.
Dengan perlahan dia bangun berdiri dan memandang ke
arah Sak Huan dengan pandangan tajam sekali.

Sak Huan mengerutkan alisnya, dia memandang diri Sang
Siauw-tan lalu ujarnya. “Aku sungguh merasa tidak paham
kenapa kau suka mengikuti diri Koan Ing?”
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi amat gusar,
sekali lagi Sak Huan menghina dirinya kembali,
“Kau berbuat begini apakah tidak takut sampai merusak
nama baik suhumu?” teriaknya dengan amat gusar.
Sak Huan tertawa dingin.
“Saat ini cuma ada kita bertiga saja, sama sekali tidak ada
suhu sekalian yang hadir!”
Dalam hati Koan Ing benar-benar merasa amat gusar, dia
ingin mengumbar hawa amarahnya disana.
“Engkoh Ing kita pergi saja, jangan urusi orang gila itu!”
seru Sang Siauw-tan dengan cepat sambil menarik tangan
Koan Ing.
Beberapa perkataannya ini sengaja di ucapkan agar Sak
Huan bisa mendengar, dengan cepatnya dia menarik tangan
pemuda itu dan berjalan menuju kegua sebelah dalam.
Dari sepasang mata Sak Huan segera terlintaslah suatu
nafsu membunuh, tetapi hanya sekejap saja sudah lenyap
kembali, bukan saja dia tidak mengambil tindakan apa-apa,
sebaliknya hanya memandang bayangan punggung mereka
berdua dengan pandangan amat dingin.
Dalam hati Sang Siauw-tan serta Koan Ing merasa heran,
menurut apa yang diketahui
mereka berdua, Sak Huan tidak bakal lepas tangan dengan
begitu saja, bilamana cuma begitu saja buat apa dia
munculkan diri disitu

Tetapi dengan tidak mengejarnya Sak Huan, hal ini malah
jauh lebih baik lagi, mereka berdua saling bertukar
pandangan.
Sambil tertawa kemudian berjalan masuk kegua bagian
dalam,
Mereka berdua tidak tahu hendak pergi ke mana, tetapi
merekapun tidak perduli hendak pergi kemana asalkan dapai
ber sama-sama hal ini sudah amat mengembirakan sekali,
Beberapa saat kemudian Koan Ing serta Sang Siauw-tan
sudah berada di dalam gua yang amat lurus, tetapi amat gelap
dan tak nampak ujungnya,
Lama sekali mereka berdua berdiri ter mangu-mangu,
akhirnya sambil menarik tangan sang pemuda ujar Sang
Siauw-tan, “Kita hendak pergi kemana?”
Koan Ing rada ragu-ragu sebentar lalu sambil tertawa dia
mengangguk, buat dirinya gelap
atau terang adalah sama saja karena matanya bisa melihat
di tempat kegelapan seperti disiang hari saja,
Kembali lewat beberapa saat lamanya, mendadak Koan Ing
menghentikan langkah kakinya,
Sang Siauw-tanjadi melengak, diapun dapat mendengar
suara napas yang amat berat berkumandang keluar dari dalam
gua, agaknya ada orang yang lagi kepayahan.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tidak
tahu siapakah yang berada di dalam gua itu.
Dengan ketajaman matanya dia berusaha untuk melihat
keadaan di sekeliling tempat itu, tetapi apa yang dilihatnya
hanyalah kegelapan saja, apapun tidak kelihatan.
“Mari kita pergi lihat-lihat” ujar Sang Siauw-tan kemudian
dengan perlahan.

Koan Ing mengangguk, mereka berdua berjalan kembali ke
sebelah dalam gua tersebut, tetapi suara napas yang amat
berat itupun mendadak berhenti.
Pada ujung gua kembali terdapat suatu tikungan,
mendadak mereka berdua jadi tertegun, kiranya di tempat
tersebut terdapat sebuah ruangan batu yang sudah hancur,
agaknya dahulu pernah ada orang yang terkurung di tempat
ini.
Sewaktu dia lagi berdiri termangu-mangu itulah mendadak
terdengar Sang Siauw-tan menjerit kaget.
Koan Ing terburu-buru menoleh, tampaklah sesosok
bayangan manusia dengan disertai segulung angin sambaran
yang amat tajam menerjang ke arahnya.
Koan Ing segera merasakan hatinya bergidik, pada saat
itulah Sang Siauw-tan sudah menubruk terlebih dahulu ke
arah orang itu.
Koan Ing tidak punya akal lagi, diapun bersuit panjang,
sambil mencekal pedang Kiem-hong-kiamnya dia menyerang
ke arah orang itu.
Dengan gesitnya orang itu menangkis pedang Koan Ing ke
samping lalu mencengkeram tubuh Sang Siauw-tan dan
dilempar kan ke arah ke belakang. “Kau bocah perempuan
ayoh menyingkir” teriaknya.
Koan Ing yang merasa serangan pedangnya berhasil
dibabat miring oleh suatu tenaga yang amat besar dalam hati
merasa rada bergidik, dia tidak tahu sebenarnya apa yang
sedang dilakukan orang itu terhadap diri Sang Siauw-tan,
maka sepasang kakinya dengan cepat menjejak permukaan
tanah dan menubruk ke arah dimana tubuh Sang Siauw-tan
melay

Dengan gusarnya orang itu kembali meraung gusar, lima
jarinya dipentangkan siap-siap mencengkeram tubuh Koan
Ing,
Pemuda itu segera mendengus, pedang kiem-hongkiamnya
dengan sekuat tenaga ba las menyerang orang itu,
Tetapi ketika dapat melihat jelas wajahnya dia jadi
tertegun, Kiranya orang itu bukan lain adalah si manusia
tunggal dari Bu-lim Jien Wong yang telah lenyap dari kereta
berdarahnya,
Saat ini sepasang mata Jien Wong merah berapi2,
rambutnya terurai kacau wajahnya menyengir amat
menyeramkan,
Bagaimana mungkin Jien Wong bisa muncul disini? Apalagi
agaknya mempunyai suatu
dendam sedalam lautan dengan dirinya sehingga dia
menyerang dia orang dengan begitu kalapnya.
Belum habis suatu pikiran berkelebat di dalam benaknya
pedang kiem-hong-kiam ditangan kanannya sudah kena
direbut oleh babatan Jien Wong, iga kanannya kena dihantam
keras sehingga tubuhnya terlempar ke tengah udara dan
menumbuk dinding gua.
Dia cuma merasakan darah panas bergolak di dalam
dadanya, darah segar tak kuasa lagi menyembur keluar dari
mulutnya, dengan paksakan diri dia merangkak bangun untuk
mencari diri ^adis tersebut.
Tarlihatlah Sang Siauw-tan berbaring tepat disisinya dalam
keadaan tidak sadar kan diri,
Ketika mendongakkan kepalanya ke arah Jien Wong,
tampaklah wajah penuh rasa gusar setindak demi setindak si
manusia tunggal dari Bu-lim itu berjalan mendekat.

Keadaan Koan Ing benar-benar amat berbahaya sekali,
dirinya tidak sampai mati terkena pukulan Jien Wong tadi
sudah merupakan suatu peristiwa yang ajaib, dengan
paksakan diri dia merangkak ke samping tubuh gadis tersebut
dan memeriksa urat nadinya.
Tetapi bersamaan waktunya pula dengan disertai auman
gusar yang amat mengerikan Jien Wong sudah menubruk
datang.
Dengan terburu-buru Koan Ing membentuk serangan satu
lingkaran ditangan kanannya lalu didorong ke depan.
“Plaaak....!” serangannya tidak mencapai pada sasaran
sebaliknya kena ditangkis sehingga mencong kesamping,
saking luar biasanya sehingga keringat pada bercucuran.
Ooo)*(ooO
Bab 30
DENGAN gusarnya Jien Wong menubruk semakin
mendekat, Koan Ing jadi semakin terperanjat. dia tidak ingin
mati dalam keadaan bingung, karenanya dengan paksakan diri
telapak kirinya kembali melancarkan satu serangan ke depan.
Lima jari tangan Jien Wong bagaikan kilat cepatnya
menyambar mencengkeram jalan darah “Cian Ching Hiat” nya,
membuat tubuhnya jadi lemas sedikitpun tak bertenaga.
Dengan ganasnya Jien Wong segera mendorong dia jatuh
terlentang kemudian dengan
menunjukkan sebaris giginya yang putih runcing dia hendak
menggigit leher pemuda
tersebut.
Seluruh tubuh Koan Ing tak bisa bergerak tetapi dia melihat
dan merasakan segulung hawa dingin merembes ketulang
sumsumnya. di dalam hati dia tidak menyangka kalau ini hari

dirinya bisa menemui kematian dengan cara yang demikian
mengenaskan.
Dengan ganas dan kalapnya Jien Wong menggigit leher
pemuda tersebut lalu menghisap darahnya, karena saluran
pernapasan tidak sampai putus maka dia masih tetap hidup....
, Kepalanya semakin lama terasa semakin pening, akhirnya
diajatuh tidak sadarkan diri. Entah lewat beberapa saat
lamanya dengan perlahan Koan Ing membuka matanya
kembali.
Dia merasa badannya amat lemas sedikitpun tak bertenaga,
dia merasa heran kenapa dirinya tidak mati? Bukankah terangterangan
tadi Jien Wong lagi menghisap darahnya.
Apa mungkin pada saat-saat yang amat kritis ada orang
yang sudah turun tangan menolong dirinya lolos dari
cengkeraman Jien Wong?
Jilid 13
WAKTU itu kepalanya terasa amat berat serasa ingin tidur,
tetapi Sang Siauw-tan, gadis itu sama sekali tidak berada di
sisinya.
Koan Ing jadi terperanjat, di dalam sekejap mata itulah
rasa mengantuknya lenyap dari benaknya, kepalanya
didongakkan memandang ke arah Jien Wong yang lagi duduk
di hadapannya. “Dimana Sang Siauw-tan?” teriaknya.
“Dia ada di dalam ruangan batu itu, dia baik-baik saja,”
sahut Jien Wong sambil memandang kebingungan ke arahnya
lalu bangun dan berjalan ke sisinya.
Tampaklah pada ujung bibir Jien Wong si manusia tunggal
dari Bu-lim ini masih berlepotan darah, dan darah itu adalah
darahnya sendiri.

Kini sesudah mendengar Sang Siauw-tan berada di dalam
keadaan selamat hatinya jadi amat lega.... lega sekali.
“Cepatlah kau lepaskan dia keluar!” serunya kembali sambil
menundukkan kepalanya sesudah menarik napas panjang.
Pada wajah Jien Wong terlintaslah suatu perasaan yang
amat aneh sekali, dia termenung sebentar kemudian baru
berkata, “Bocah darah dibadanmu sudah aku hisap separuh,
untuk sementara lebih baik kau jangan berbicara dulu.”
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi terperanjat,
sepasang tangannya sam bil
memegang tanah dan kepalanya didongakkan ke atas
memperhatikan si manusia aneh ini,
Dia tidak menyangka kalau manusia aneh ini tidak
membunuh mati dia, apakah pikirannya kini sudah tidak
genah? Tetapi kenapa sekarang....? Dia menghisap darahnya,
bahkan menghisap separuh dari darah yang ada dibadannya.
Semakin dipikir semakin menyeramkan, akhirnya seluruh
bulu kuduknya pada berdiri, Kembali Jien Wong tertawa tawar.
“Tadi aku mengira kau adalah manusia yang membokong
diriku maka itu aku hisap darahmu,” katanya perlahan.
Dia berhenti sebentar untuk tertawa kemudian tambahnya
lagi:
“Kau yang bernama Koan Ing bukan aku mempunyai ikatan
persahabatan yang amat erat dengan kakekmu ‘Siang Kang
Bun Su’ atau si kakek asing dari Siang Kiang, seharusnya kau
masih ingat aku pernah bersembunyi di dalam rumahmu
sampai akhirnya dikelabui ayahmu.”
Koan Ing merasakan hatinya tergetar amat keras, secara
tiba-tiba semangatnya pulih kembali karena dalam hati dia
merasa heran.... heran mengapa Jien Wong masih dapat
mengingat jelas akan peristiwa tersebut.

Dengan perlahan Jien Wong mengangkat kepalanya
memandang ke atas dan termenung melamun.
Sedang Koan Ing yang mendadak merasa Jien Wong sama
sekali tidak mempunyai maksud jahat terhadap dirinya diapun
terjerumus ke dalam lamunan, siapapun tak ada yang
berbicara.
Suasana yang sunyi itu mendadak dipecahkan kembali oleh
suara Jien Wong, terdengar dia berkata, “Tempo hari sewaktu
aku terjunkan diri ke dalam dunia kangouw untuk pertama
kalinya aku adalah anak murid dari Kun-lun-pay, tetapi waktu
itu pengaruh Kun-lunpay di dalam Bu-lim amat suram dan
lemah sudah tentu tak seorangpun jagoan kangouw yang
sebelah matapun terhadap partai besar tersebut dan dengan
sendirinya kepandaian silat yang aku milikipun tidak tinggi “
Berbicara sampai disini dia tertawa geli sendiri, setelah
menghembuskan napas panjang kembali sambungnya, “Aku
sendiri sama sekali tidak memandang sebelah mata kepada
siapapun juga karena itu disebut orang sebagai si manusia
tunggal dari Bu-lim, tetapi diantara para jago-jago kangouw
itu hanya kakekmu seorang saja yang memahami dan
mengerti akan perasaan hatiku, karena itu kami lantas
mengikat satu persahabatan yang akrab”
Dalam hati Koan Ing merasa semakin keheranan,
selamanya dia tidak pernah mendengar jikalau kakeknya kenal
dengan Jien Wong, bahkan ayahnyapun tak mengerti akan
urusan ini, kalau tidak dengan melalui peristiwa yang
mengerikan ini cerita itu tidak bakal terdengar olehnya”
“Kau tentu merasa keheranan bukan?” seru Jien Wong
sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat, “Padahal yang
sebenarnya aku serta kakekmu cuma bertemu sebanyak tiga
kali, percakapanpun terbatas pada ratusan patah kata, tetapi
kau harus tahu persahabatan lelaki sejati tawar laksana air,
nah.... , inilah yang dimaksudkan.”

Dengan termangu-mangu dan mulut bungkam Koan Ing
memandang ke arah si orang aneh itu, dia tidak menyangka
kalau urusan sebenarnya adalah begitu
“Akhirnya karena aku orang tidak kuat menahan sikap
sombong dan Congkak dari orang-orang
kangouw, dalam keadaan gusar lantas meninggalkan
daerah Tionggoan, siapa tahu secara kebetulan itulah aku
menemukan kereta berdarah tersebut.”
Berbicara sampai disini alisnya melentik biji matanya
berputar, agaknya dia merasa amat bangga sekali,
“Selama tiga tahun lamanya aku berlatih tekun,”
sambungnya lagi, “Sewaktu aku kembali munculkan diri di
dalam dunia kangouw banyak jago yang iri dan timbul rasa
rakus untuk merebut kereta berdarahku ini hee.... heee....
barang siapa saja yang punya maksud begitu tanpa ampun
lagi, tentu mati ditanganmu inilah yang dikatakan sebagai rasa
iri dan rakus muncul dihati, berbagai ingatan berkumpul di
dalam benak seperti yang diucapkan oleh ciangbunjien
angkatan pertama partai Hiat-ho-pay, maka itu sekalipun aku
bunuh habis mereka yang ingin merebut kereta berdarah ku
ini dalam hati aku sama sekali tidak merasa menyesal “
“Hmmm siapakah sebenarnya ciangbunjien angkatan
pertama dari partai Hiat-ho-pay ini? Sungguh dahsyat nafsu
membunuhnya.”
“Kau merasa heran bukan?” seru Jien Wong tertawa.
“Padahal yang menjadi ciangbunjien angkatan pertama dari
partai Hiat-ho-pay ini bukan lain adalah suheng dari
ciangbunjien angkatan ketiga puluh lima partai Siauw-lim-pay,
Pek Hong Thaysu adanya. karena di dalam partai Siauw-lim
dia diasingkan maka di dalam keadaan gusar dia lantas
menyelidiki dan berlatih ilmu silat dari seluruh kolong langit
untuk kemudian mendirikan partai Hiat-ho-pay “

Bicara sampai disini dia berhenti sebentar untuk tukar
napas lalu sambungnya, “Tetapi mereka tetap ngotot
mengadakan pengejaran, sudah mati satu rombongan kembali
muncul satu rombongan yang lain, terang-terangan
kedatangan mereka disebabkan karena kereta berdarah tetapi
dimulutnya mereka memakai alasan hendak melenyapkan bibit
bencana dari Bu-lim, Hm sungguh kurangajar sekali, Tetapi
dengan kepandaian silat yang aku miliki setiap kali kereta
berdarah lewat disanalah terjadi banjir darah, akhirnya aku lari
ke daerah Tibet untuk menyingkir, sebetulnya di Tibet ini aku
mempunyai perjanjian dengan ciangbunjien dari kuil Han-pohsi
itu, bilamana dia bisa bantu aku menahan serbuan orangorang
Tionggoan dan bisa mengalah aku dengan
mengandalkan orang-orang Tibet maka kereta berdarah ini
harus kuhadiahkan kepadanya.”
Mendengar perkataan itu Koan Ing menjadi sadar kembali.
“Oouw kiranya begitu,” pikirnya, “Tidak aneh kalau Hud Ing
Thaysu suruh aku jauh menyingkir kegurun pasir, kiranya dia
bermaksud hendak mendapatkan kereta berdarah itu sendiri “,
Terdengar Jien Wong tertawa terbahak^, kembali dengan
amat kerasnya,
“Haa,.... haaa.... selama perjalanan ku menuju ke daerah
Tibet para jagoBu-lim yang mati ditanganku ada ratusan orang
banyaknya. ada orang yang bermaksud merebut dengan
menggunakan akal ada pula yang merebut secarajantan tetapi
tak seorangpun yang berhasil memenuhi maksud hatinya
Dia berhenti sebentar lalu tambahnya, “Ketika aku muncul
kembali untuk ke tiga kalinya di dalam Bu-lim guna melihat
siapa saja yang berani mengganggu aku, siapa tahu
di dalam dunia kangouw sudah muncul “Sian, Khei, Sin,
Mo” empat manusia aneh, di dalam pertempuran digunung
Hoa-san aku sudah dikalahkan oleh mereka.”

Sewaktu berbicara sampai disini Jien Wong termenung
sebentar agaknya dia sedang membayangkan kembali
pengalamannya tempo hari.
Kurang lebih seperminum teh kemudian baru dia berkata
lagi tambil tersenyum.
“Tetapi walaupun begitu aku menaruh rasa kagum
terhadap kepandaian silat mereka berempat, mereka amat
dahsyat sekali, cuma saja aku kalah tapi mereka tak
mengetahui kalau aku belum mati, menanti sewaktu mereka
bergebrak sendiri untuk memperebutkan gelar jago nomor
wahid, diam-diam aku naik ke atas kereta dan melarikan diri
dari sana,”
“Setelah turun dari gunung Hoa-san mereka tidak berhasil
menyandak diriku, sehingga aku berhasil melarikan diri ke
daerah Siang Kang dan dengan bantuan kakekmu aku lantas
dapat bersembunyi disebuah ruangan rahasia untuk
mengobati lukaku”
Koan Ing yang mendengar Jien Wong di dalam kerubutan
empat manusia aneh ternyata berhasiljuga melarikan diri
dalam hati benar-benar amat tercengang, hal ini merupakan
satu peristiwa yang amat mengejutkan hati ^
Tetapi diapun merasa kagum dan memuji kegagahan diri
Jien Wong, dia orang walaupun berhasil meloloskan diri dari
kematian bukannya merasa mendendam terhadap keempat
manusia aneh itu sebaliknya memuji dan mengagumi, dia
orang benar-benar berlapang dada dan tidak berpikiran
sempit.
Jien Wong termenung sebentar, kemudian melanjutkan
kembali kisahnya, “Tetapi akhirnya ada juga yang mengejar
datang, mereka berjumlah sepuluh orang, dalam keadaan luka
aku pukul rubuh delapan orang dan membinasakan enara
orang dengan menggunakan pedang pendek akhirnya cuma
tinggal dua orang saja, salah satu diantara meraka adalah Bun

Ting-seng anak murid dari si iblis sakti dari lautan timur Ciu
Tong” Diam-diam Koan Ing menarik napas panjang....
Jien Wong ini sungguh kejam sekali, di dalam keadaan
terluka parah dia masih bisa membinasakan empat belas
orang banyaknya,” pikirnya di dalam hati.
“Waktu itu pikiran serta kesadaranku sudah punah, Bun
Ting-seng lantas angkat aku sebagai gurunya,” kata Jien
Wong lagi. “Hee.... hee cuma sayang dia tidak tahu dimana
aku simpan kepandaian silat dari partai Hiat-ho-pay itu.”
Dia berhenti dan tertawa tawar, kemudian tambahnya,
“Walaupun seluruh tubuhku terluka, urat syaraf terganggu
sukar disembuhkan tetapi di dalam hal ilmu silat aku
memperoleh kemajuan yang pesat, seluruh kepandaian silat
dari aliran Hiat-ho-pay aku sudah memahaminya seperti
memandang jari tanganku sendiri “,
Tempo hari Koan Ing memang pernah mendengar Sang Suim
berkata kalau Jien Wong sudah
menjadi gila, kalau memang benar-benar begitu bagaimana
saat ini dia berada dalam keadaan sehat walafiat?
Terdengar Jien Wong menghela napas panjang....
“Heeei.... kemudian ayahmu menerjang masuk tapi mati
ditangan Bun Ting-seng dan kaupun menerjang masuk,
akhirnya kami melarikan diri ke daerah Tibet dengan
menunggang kereta, siapa tahu sewaktu kami tiba di daerah
Tibet, Bun Ting-seng bersama muridnya telah lenyap tak
berbekas, terpaksa aku seorang diri melanjutkan perjalanan
dan bersembunyi di dalam kuil Han Po Si.”
Mendengar Bun Ting-seng tidak ikut masuk deerah ^ibet
bahkan Jien Wong sendiripun tidak tahu dia pergi kemana biji
mata Koan Ing berputar tiada hentinya, dia merasa rada
kecewa.... tapi diapun tidak bisa menyalahkan diri Jien Wong

karena waktu itu dia berada dalam keadaan tidak sadar sudah
tentu tidak mengetahui pula dengan jelas.
“Akhirnya kuil Han Poo Si terbakar dan aku melarikan diri
dari dalam kuil tersebut “sambung Jien Wong sesudah
berhenti sebentar. “Tetapi waktu itu juga aku mulai merasa
musuh tangguh mulai mengelilingi sekeliling tempat itu,
walaupun kesadaranku belum pulih tetapi aku mengetahui
kalau di sekitar tempat ada bayangan yang bersembunyi
mereka tak ada yang suka munculkan diri secara terangterangan,
aku yang berkepandaian tinggipun tak bisa berbuat
apa-apa terhadap mereka.”
“Apa mungkin kedua belas orang pelindung hukum dari
perkumpulan Tiang-gong-pang?” tanya Koan Ing tak terasa
tagi,
“Bukan,” jawab Jien Wong sambil gelengkan kepalanya.
“Selama ini aku tidak pernah melihat mereka munculkan
dirinya tetapi dengan pengalamanku selama puluhan tahun
berkelana di dalam dunia kangouw aku yakin kalau ada orang
yang mengawasi aku terus.”
Dalam hati Koan Ing merasa semakin tercengang, tetapi
diapun mempunyai satu dugaan kalau di dalam daerah Tibet
ini sudah berselimut suatu siasat busuk yang maha besar,
terbukti sampai kinipun dia tidak tahu siapakah yang sudah
menyamar sebagai Hu Sang Ko dan muncul di daerah
Tionggoan.”
Walaupun pikirannya berputar terus tetapi mulutnya tetap
membungkam di dalam seribu
bahasa.
Terdengar Jien Wong kembali menghela napas panjang.
“Heeei.... beberapa hari yang lalu aku bersembunyi di
dalam gua ini dan mengusir pergi kereta berdarah.

Walaupun aku terluka dan terkurung tetapi mereka tak bisa
mengapa-apakan diriku pun tidak akan bisa memperoleh
kereta berdarah itu.”
Dalam hati Koan Ing merasa tergetar kembali, walaupun
Jien Wong berada dalam keadaan tidak sadar pikirannya tetapi
dengan kepandaian silatnya yang amat dahsyat dan
mengerikan itu siapa yang berani memandang rendah dirinya?
Tetapi kiniJiu Wong mengalami kerugian, hal ini membuktikan
kalau orang tersebut amat dahsyat sekali,
“Orang-orang itu amat banyak” ujar Jien Wong lagi sambil
mengerutkan alisnya, “Dan mereka semua adalah jago-jago
lihay dari Bu-lim, selamanya belum pernah aku nenemui
rencana yang demikian rapat dan sempurnanya sehingga
berhasil mendesak aku masuk ke dalam penjara batu ini.
Dia berpikir sebentar, lalu tambahnya, “Diantara mereka
sembilan orang berkerudung, orang yang pertama2 masuk ke
dalam penjara batu dan tak berkerudung itu akhirnya kena
dibabat wajahnya oleh serangan “Thian Kang Ci” mereka lalu
menggusur pergi kereta berdarah tersebut”
Kembali Koan Ing merasa terperanjat, ada begitu banyak
jago-jago lihay yang bersembunyi di sekeliling tempat ini,
cuma dia tak berhasil menemukan seorangpun, kelihatannya
di sekitar tempat ini benar-benar sudah diselimuti oleh nafsu
membunuh yang setiap saat bisa berkobar.
“Setelah aku kena didesak masuk ke dalam penjara batu ini
orang itu sudah membokong aku satu pukulan lalu mengunci
pintu dan melarikan diri, aku yang tak bisa membuka pintu
tersebut lantas terkurung di tempat ini, tetapi aku pikir mereka
pasti bakal kembali lagi. karena itu aku menunggu terus....
heeei.... siapa sangka akhirnya yang datang adalah kau
orang.”

Koan Ing mendengarkan seluruh kisah itu dengan
termangu-mangu, berbagai soal yang mencurigakan hatinya
kini sudah tersapu lenyap.
Kiranya peristiwa yang sungguh- terjadi sejak kereta
berdarah memasuki daerah Tibet ini diliputi oleh suatu
kemisteriusan, semua peristiwa terjadi karena rencana busuk
seseorang, bilamana diantara mereka saling bergebrak lagi
ada kemungkinan orang-orang Bu-lim bakal musnah di tempat
itu juga.
Jien Wong tertawa pahit dan menghela napas panjang.
“Aku salah mengira kau adalah mereka2 itu sehingga telah
menghantam kau sehingga hampir mati, hal ini benar-benar
berada di luar dugaanku kiranya orang yang aku hisap
darahnya bukan mereka.”
“Ketika aku mengisap darahmu sampai separoh jalan itulah
pikiranku jadi sadar kembali,” aku kenal kau adalah Koan Ing
dan waktu itu racun yang bercampur di dalam darah
ditubuhmupun sudah berhasil aku hisap semua, aku tidak
menyangka kalau racun yang mengeram di dalam tubuhmu itu
adalah obat yang paling mujarab buatku untuk memulihkan
kembali pikiran gila yang aku derita selama dua puluh tahun
ini, sekalipun begitu usiaku
tidak panjang lagi, aku hanya bisa hidup beberapa hari saja
sedang kau.... kau sudah terbebas dari bencana.”
Dengan termangu-mangu Koan Ing berdiri mematung
disana, racun di dalam darahnya sudah
kena dihisap semua oleh Jien Wong? Dia tidak mengetahui
waktu ini harus merasa senang atau sedih, urusan ini terjadi
diluar dugaannya.
“Ada kemungkinan inilah nasibku,” ujar Jien Wong lagi
sambil tertawa, “Tetapi selama

hidupku ini masih ada satu urusan yang membuat aku
menyesal yaitu hutang budi terhadap kakekmu serta matinya
ayahmu karena aku. hal ini benar-benar membuat aku merasa
sangat sedih.... ”
“Kini aku adalah seorang manusia yang hampir mendekati
ajalnya, sebetulnya aku bisa menggunakan ilmu sim hoat
tingkat atas “Cuan Kang Lok Ti” untuk menyalurkan tenagaku
kepadamu, tetapi aku tidak suka kau berbuat begitu, aku ingin
kau berjuang sendiri dan membentuk tenaga sendiri, dengan
begitu kau bisa tahu betapa beratnya suatu perjuangan untuk
mencapai pada tujuan.”
Di atas kereta berdarah ada termuat ilmu silat dari
ciangbunjin angkatan yang terdahulu, sedang di dalam
pedang pusaka Hiat-ho Sin-pie termuat ilmu silat aliran Hiatho-
pay, tetapi kepandaian silat itu tidak ada gunanya bagimu,
bilamana lama belajar pikiran bisa jadi sinting dan akhirnya
gila, terhadap ilmu silat Hiat-ho-pay itu aku mengerti amat
jelas, sebelum aku mati akan kuturunkan seluruh kepandaian
itu kepadamu.”
Koan Ing jadi tertegun, belum sempat dia bicara Jien Wong
sudah tertawa kembali.
“Kesemuanya ini hanyalah dikarenakan kau di sekeliling
tempat ini bayangan hitam berkelebat tiada hentinya bilamana
kau tidak berkepandaian maka tak mungkin bisa melindungi
diri sendiri, apalagi setelah kau berhasil mempelajari ilmu
tersebut aku memberi tugas kepadamu untuk memusnahkan
kereta berdarah tersebut.”
Dalam hati Koan Ing tahu kalau Jien Wong memerintahkan
dia untuk menyelidiki manusia misterius itu dan memusnahkan
sekalian orang-orang yang merebutkan kereta berdarah.
“Terima kasih cianpwee,” sahutnya kemudian sambil berlutut
di atas tanah.

“Tidak usah.... tidak usah, walaupun aku berbuat demikian
belum Cukup bagiku untuk membalas budi kebaikan
kakekmu,” cegah Jien Wong sambil goyangkan tangannya.
Sehabis berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar
sebuah kitab dan berkata lagi.
“Orang yang menulis kitab pusaka ‘Boe Shia Koei Mie’ ini
benar-benar amat lihay hanya sayang dia haoya menulis
sepintas lalu dan tidak cukup mendalam, sepuluh tahun
kemudian orang ini tentu akan berubah menjadi seorang
manusia aneh, kini kau sudah pernah membaca kitab pusaka
‘Boe Shia Koei Mie’ ini berarti pula pekerjaanku hampir sudah
selesai separuh, cukup aku memberi pelajaran bagaimana
caranya memperdalam isinya maka kau bakal sukses,”
Koan Ing yang melihat kitab pusaka ‘Boe Shia Koei Mie’ nya
terjatuh ke tangan Jien Wong dia lantas tahu kalau kitab itu
tentunya sudah diambil sewaktu diajatuh tidak sadarkan
diri tadi.
“Selama hidupku ini aku mengutamakan ilmu tabib serta
ilmu pedang sebagai andaIan, kesemuanya itu aku susun
dalam enam ribu kata, kau harus menghapalnya sehingga
masak betul-betul” kata Jien Wong lagi.
Sehabis berkata tangan kanannya lantas menekan jalan
darah “Giok Shen Hiat” di belakang otaknya.
Koan Ing hanya merasakan satu hawa segar menusuk ke
dalam tubuhnya membuat benaknya jadi tajam,
Waktu itulah terdengar suara yang amat nyaring dari Jien
Wong sudah berkumandang masuk ke dalam telinganya.
“Ilmu tabib mengutamakan keahlian, dengan ketajaman
otak membuktikan kepalsuan.... ” Setiap perkataan tersebut
dengan jelasnya teringat di dalam benaknya

Dengan amat sabar dan telitinya Jien Wong mengulangi
keenam ribu kata-kata itu sebanyak tiga kali, suaranyapun
semakin lama semakin kecil tetapi setiap patah kata yang
diucapkan merupakan hal-hal yang penting dalam ilmu
ketabiban.
Dengan amat telitinya Koan Ing mengingat2 terus keenam
ribu kata itu sehingga kapan Jien Wong berhenti berbisik dia
sendiri juga tidak tahu. Ketika pikirannya sadar kembali, tibatiba....
“Aah.... ” entah sejak kapan Jien Wong sudah menggeletak
di atas tanah tak bernyawa lagi, seluruh tubuhnya kaku dan
hangus seperti terbakar,
Lama sekali Koan Ing termangu-mangu disana, tidak
disangka Jien Wong sudah mati dengan begitu cepatnya.... tak
terasa lagi air mata bercucuran membasahi pipinya.
Beberapa saat kemudian mendadak dia teringat akan Sang
Siauw-tan, terburu-buru dia bangun sendiri.
Siapa tahu darahnya yang kena dihisap separuh oleh Jien
Wong membuat badannya amat lemah, baru saja bangun
berdiri dia sudah rubuh kembali ke atas tanah,
Dengan perlahan dia bangun kembali dan berjalan ke
dalam penjara batu itu, tampaklah waktu itu Sang Siauw-tan
sedang berbaring disana dengan mata terbuka lebar-lebar,
Sang Siauw-tan yang secara tiba-tiba melihat Koan Ing
berjalan masuk dengan amat girangnya lantas meloncat
bangun,
“Engko Ing dimanakah manusia aneh itu? Dia tidak
memperkenankan aku ke luar”
Sembari berkata dia berjalan mendekat diri pemuda
tersebut,

“Iiiih.... engkoh Ing, kau kenapa?” tanyanya kemudian
sambil menjerit tertahan.
Koan Ing yang melihat Sang Siauw-tan sembari bertanya
butiran air mata mengucur keluar dengan derasnya, dia lantas
mengerti kalau parasnya saat ini pasti amat jelek sekali
sehingga membuat gadis itu terperanjat dan ketakutan.
“Aku tidak mengapa,” sahutnya kemudian sambil tertawa.
Dengan perlahan Sang Siauw-tan mencekal tangan pemuda
itu erat-erat, dalam hati diapun tahu kalau pemuda tersebut
tidak ingin dia menaruh rasa kuatir, karenanya setelah
termenung sebentar tanyanya, “Dimanakah manusia aneh
itu?”
“Dia adalah Jien Wong si manusia tunggal dari Bu-lim,
tetapi kini ia telah meninggalkan dunia.” “Mati?” seru Sang
Siauw-tan tertegun.
Koan Ing yang melihat gadis itu tidak percaya dia lantas
tertawa dan menarik dirinya
keluar dari penjara batu itu dan menunjukkan mayat dari
Jien Wong tersebut.
Saking terkejutnya lama sekali Sang Siauw-tan berdiri
termangu-mangu disana, sepatah katapun tak diucapkan.
Koan Ing tersenyum, dengan suara yang halus dia lantas
menceritakan kisahnya yang baru saja dialaminya itu.
Sang Siauw-tan lantas menjatuhkan diri ke dalam pelukan
sang pemuda, air mata bercucuran dengan derasnya
membasahi pipinya. dalam hati dia sendiri tidak mengetahui
haruskah dia merasa gembira atau bersedih hati.
Untuk kedua kalinya dia bersama-sama Koan Ing berhasil
lolos dari tangan malaikat elmaut
Kini semuanya sudah berlalu, racun yang mengeram di
dalam tubuh Koan Ing pun sudah dihisap keluar oleh Jien

Wong hal ini berarti juga sejak kini mereka berdua bisa hidup
berdampingan hingga tua.
Saking girangnya tak kuasa lagi Sang Siauw-tan menangis
semakin keras....
“Siauw-tan,” ujar Koan Ing perlahan sambil membelai
rambutnya yang panjang itu. “Sekarang kita bisa berkumpul
lagi untuk selamanya, aku tidak akan meninggalkan dirimu....

Berbicara sampai disini mendadak teringat olehnya ajakan
Sak Huan si toojien berbaju hijau itu, agaknya dia tahu kalau
Jien Wong ada disini sehingga sengaja melepaskan mereka
berdua masuk kemari.
Bahkan diapun tahu kalau Jien Wong tak akan
membinasakan orang perempuan.
Pikiran tersebut dengan amat cepatnya berkelebat di dalam
benaknya, apa mungkin Sak Huan mempunyai sangkut paut
dengan orang yang membokong diri Jien Wong?
Semakin dipikir dia merasa semakin curiga.... tetapi
sekarang luka parahnya belum sembuh, teringat akan lukanya
yang baru bisa sembuh tujuh hari kemudian dia lantas
menghela napas panjang.
Dia tahu Sak Huan tentu lagi menanti di tempat luaran,
karenanya sambil memeluk tubuh Sang Siauw-tan ujarnya,
“Siauw-tan aku hendak menyembuhkan lukaku dulu, di dalam
tujuh hari ini tak boleh ada orang yang mengganggu, Coba
kau berjagalah buat keselamatanku kau suka bukan?”
Dengan perlahan Sang Siauw-tan mengangguk, diapun
tahu kalau Sak Huan masih ada di depan, dia belum tahu Jien
Wong sudah mati karena itu tidak berani menerjang masuk.
Kini Koan Ing masih terluka, bilamana dia sampai tiba
disana bukankah urusan bakal runyam? Lain halnya bilamana

luka Koan Ing sudah sembuh, waktu itu mereka tidak takut
lagi terhadap toosu muda itu,
Pemuda itu lantas mencari satu pojokan dinding dan mulai
duduk bersila menghadap ke arah dalam.
Hanya di dalam sekejap saja tujuh hari sudah berlalu
dengan cepatnya, Sang Siauw-tan pun sudah lega hatinya
Mendadak sesosok bayangan manusia berkelebat datang,
gadis itu segera merasakan hatinya terperanjat tubuhnya
buru-buru berkelebat menyingkir kesamping.
Kembali terdengar suara dengusan dingin berkumandang
datang, Sang Siauw-tan semakin kaget lagi.
“Bukankah suara dengusan ini berasal dari suara Sak
Huan?” pikirnya.
Tidak disangka Toosu bangsat yang tidak tahu malu ini
masih belum meninggalkan tempat ini”
Bilamana dia sampai menerjang masuk ke dalam apa yang
harus diperbuat?
Sak Huan inipun sungguh bernyali, dia ternyata berani
menerjang masuk ke dalam apakah
dia orang tidak takut munculnya Jien Wong?
Sak Huan yang ada diluar sengaja berjalan bolak-balik
dengan memberatkan langkahnya selama seperminum teh
lamanya, tetapi dia tidak juga masuk kedalam,
Dengan termangu-mangu Sang Siauw-tan bersembunyi
dipojokan dinding, dia tahu Sak Huan tentu merasa keheranan
karena dirinya berdua sesudah masuk ke dalam tidak pernah
keluar lagi.... bilamana Koan Ing sudah mati ditangan Jien
Wong, seharusnya dirinya melarikan diri keluar dari sana....
tapi mereka berdua tak ada yang keluar....

Sinar mata Sang Siauw-tan berputar2, mendadak dia
meloncat dan bersembunyi dibalik mayat Jien Wong.
Baru saja dia bersembunyi terdengarlah Sak Huan
mendengus dingin dan munculkan dirinya disana.
Sinar mata toosu muda itu segera menyapu sekejap ke
sekeliling tempat itu lalu berdiri melengak.
Tampaklah olehnya tubuh Koan Ing menggeletak
dipojokkan tembok dengan melingkar, keadaannya mirip
seperti sudah mati.
Sebaliknya Jien Wong duduk ditengah, keadaannyapun
mirip sudah mati tapi mirip juga sedang tidur.
Lama sekali dia berdiri termangu-mangu, di manakah Sang
Siauw-tan? Apakah dia berada dalam ruangan batu itu?
Bagaimana dahsyatnya kepandaian silat yang dimiliki Jien
Wong diapun tahu dalam hati ia mengerti bilamana secara
gegabah dirinya maju ke depan maka tidak bakal bisa lolos
dari cengkeramannya.
Berpikir akan hal itu hatinya merasa bergidik, Koan Ing
masih hidup? Atau sudah mati?jaraknya amat jauh membuat
toosu muda ini tak bisa melihat lebih jelas,
Dengan perlahan Sak Huan mencabut keluar pedangnya,
sekalipun Koan Ing belum mati diapun tidak akan takut
sebaliknya Jien Wong, cukup dia masih bernapas sudah
membuat hatinya merasa jeri,
Selangkah demi selangkah tubuhnya mulai bergerak
mendesak ke arah diri Jien Wong.
Setibanya di depan tubuh si manusia tunggal dari Bu-lim
dia melihat orang itu masih tak bergerak sedikitpun,
pedangnya lantas disentuhkan ke atas badannya sebentar,
akhirnya sambil menghembuskan napas lega dia melanjutkan
kembali langkahnya menuju ke arah diri Koan Ing.

Sang Siauw-tan yang bersembunyi dibalik mayat Jien Wong
sama sekali tidak berani bernapas, mendadak tubuhnya
meloncat ke depan sedang tangan kanannya berturut-turut
melancarkan tujuh buah sentilan mengancam tubuh Sak Huan.
Sak Huan yang secara tiba-tiba diserang dalam hati merasa
amat terperanjat tubuhnya baru saja berputar ketujuh buah
seranganjari itu sudah mendekati tubuhnya membuat dia
orang merasa berdesir,
Dalam hati Sak Huan tahu kalau serangan jari ini
menggunakan ilmu sakti “Hun Yang Ci” yang amat dahsyat itu.
Walaupun dia sendiri memiliki kepandaian silat yang amat
tinggi tetapi terhadap kepandaian silat yang amat dahsyat ini
tidak berani memandang terlalu enteng.
Di tengah suara bentakan yang amat nyaring Sak Huan
melayang mundur ke belakang sedang
pedangnya dengan santar membabat ke arah depan.
“Criiing....!” dengan menimbulkan suara yang amat nyaring
ujung pedang di tangannya sudah kena disambarputus oleh
serangan tersebut, dengan wajah penuh keringat dingin
tubuhnya terburu-buru meloncat mundur semakin jauh lagi.
Sang Siauw-tan yang melancarkan dengan sepenuh tenaga
tadi sewaktu melihat ketujuh buah sentilannya tidak mencapai
pada sasarannya hawa murni di dalam tubuhnya sudah
bergolak, maksudnya dia hendak melakukan pengejaran tetapi
tenaganya tidak memadai membuat dia orang terpaksa berdiri
termangu-mangu.
Dengan pandangan yang amat dingin dia memandang ke
arah Sak Huan, dalam hati terasa amat murung sekali, dia
takut Sak Huan melancarkan serangan kembali ke arahnya....
Dengan pandangan yang amat girang Sak Huan si toosu
muda itu memperhatikan terus diri Sang Siauw-tan, sekalipun
begitu hatinya rada jeri juga atas kedahsyatan dari ilmu jari

“Han Yang Ci” yang baru saja diperlihatkan oleh gadis
tersebut. “He.... hee kelihatannya Koan Ing masih hidup
bukan?” serunya sambil tertawa dingin.
Sang Siauw-tan tidak berani membuka mulut, dia takut
bilamana dirinya berbicara maka
Sak Huan bisa mendengar kalau tenaga murninya sudah
buyar, karena itu dengan tenangnya dia mengatur pernapasan
mengembalikan hawa murni yang sudah buyar.
Sak Huan tersenyum, dia sadar bilamana saat ini Koan Ing
tidak luka terpaksa dia harus mengundurkan diri dari sana.
Tetapi jika ditinjau dari keadaan pemuda itu ada
kemungkinan dia sudah terluka parah dan kemungkinan juga
dia lagi menipu dirinya, bilamana Koan Ing benar-benar
melancarkan serangan dia dengan ilmu pedang “Thian-yu Khei
Kiam” nya bukan suatu ilmu sembarangan.
“Ha.... haa kini Jien Wong mati tapi kalian tidak cedera, hal
ini sungguh suatu pemandangan yang aneh sekali!” serunya
sambil tertawa.
Sehabis berkata dia memandang kembali ke arah Sang
Siauw-tan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat di dalam benaknya,
pedang sudah putus dilemparkan ke atas tanah sedang
tubuhnya mulai bergerak mendekati diri Koan Ing.
“Kau berani?” teriak Sang Siauw-tan cemas.
Sak Huan yang mendengar gadis itu buka mulut hatinya
jadi paham kembali, waktu itulah dia baru tahu kalau gadis
tersebut tidak melanjutkan pengejarannya karena tenaga
murni di dalam tubuhnya sudah buyar.
Di tengah suara tertawanya yang amat keras itulah
tubuhnya sudah berkelebat menubruk ke arah diri Koan Ing.

Sang Siauw-tan jadi amat cemas, di tengah suara bentakan
yang amat nyaring tubuhnya pun ikut menerjang ke arah
toosu muda itu,
Dengan gesitnya Sak Huan berhasil mencengkeram pundak
pemuda itu kemudian putar badannya membentak.
“Berhenti kau sudah tidak maui nyawa Koan Ing?”
Sang Siauw-tan segera merasakan hatinya tergetar amat
keras, tubuhnyapun dengan sendirinya berhenti bergerak.
Dengan seramnya toosu muda itu tertawa dingin kemudian
memandang sekejap ke arah
diri Koan Ing.
Waktu itu Koan Ing sedang berusaha menyembuhkan
lukanya sehingga terhadap apa yang sudah terjadi di tempat
luaran dia sama sekali tidak tahu.
ak Huan agak melengak, dia merasa heran apa yang
sedang dikerjakan Koan Ing. bagaimana mungkin dia tidak
bangun juga.
Tangan kanannya segera ditempelkan pada pundak
pemuda itu, terasalah jantungnya masih berdenyut yang
berarti pula Koan Ing masih hidup. Tapi kenapa dia tidak
sadar juga? Sungguh aneh sekali urusan ini
Dengan perlahan matanya beralih ke arah Sang Siauw-tan
lalu ejeknya dengan suara sinis. “Bilamana aku membunuh
dirinya, kau hendak berbuat apa?” Sang Siauw-tan segera
merasakan hatinya bergidik.
“Bilamana kau berani berbuat begitu aku akan suruh kau
orang mati disini juga tanpa tempat untuk mengubur dirimu!”
serunya dingin.
Walaupun begitu dalam hati dia merasa amat sedih sekali,
baru saja dia bersama Koan Ing lolos dari bahaya, tidak

disangka kini kembali pemuda tersebut jatuh ditangan pihak
musuh.
Tak kuasa lagi titik-titik air mata mengucur keluar dengan
derasnya.
“Hey Siauw-tan!” seru Sak Huan kembali sambil
memandang gadis itu termangu-mangu. “Bilamana kau suka
kawin denganku, maka pemuda ini akan aku lepaskan.”
Sejak semula Sang Siauw-tan sudah mengetahui kalau
toosu muda itu bermaksud demikian, dia lantas mendengus
dingin, “Tidak mungkin!”
Sak Huan jadi melengak, jawaban dari Sang Siauw-tan ini
amat kukuh membuat dia jadi melengak, urusan ini benarbenar
berada diluar dugaannya.
Apakah Sang Siauw-tan benar-benar sudah tidak ingini lagi
nyawa dari Koan Ing? hal itu tidak mungkin
“Kalau begitu aku mau melepaskan dia atau bunuh mati dia
adalah sama saja?” ujarnya sambil tertawa.
Dengan dinginnya Sang Siauw-tan mengerutkan alisnya,
tak sepatah katapun yang diucapkan.
Dengan termangu-mangu Sak Huan memandang ke arah
gadis itu, lama sekali baru ujarnya, “Kau begitu cantiknya,
perduli bagaimanapun aku harus mendapatkan dirimu, apa
yang bakal terjadi aku tidak perduli bilamana ada orang yang
berani menghalangi maksudku maka akan kubunuh orang itu,
termasuk Koan Ing.”
Ooo)*(ooO
Bab 31
MENDENGAR perkataan itu, Sang Siauw-tan segera
merasakan hatinya tergetar amat keras, dia tahu tindakan Sak
Huan amat kejam sekali, apa yang diucapkan olehnya ada
kemungkinan bisa dilaksanakan,

Sak Huan yang melihat gadis itu masih juga tidak
memperlihatkan reaksi apa-apa, dia lantas mengerutkan
alisnya rapat-rapat.
“Walaupun aku bunuh diri Koan Ing, aku tahu kau akan
tidak suka kawin dengan diriku,” ujarnya dengan dingin.
“Tetapi bilamana aku tidak bunuh dirinya kaupun tak ada
harapan buat kawin dengan dia orang. setelah dia mati kau
harus kembali kepuncak Su Li Hong.”
“Hmm cuma sayang dia tidak bakal mati lagi,” sahut gadis
tersebut dengan nada yang amat dingin.
Mendengar perkataan tersebut Sak Huan jadi amat
terperanjat, Koan Ing tidak bakal mati? Kalau begitu jikalau
dia tidak membinasakan pemuda itu mereka tentu akan kawin
dan hidup bersama-sama.
Suatu ingatan buruk berkelebat di dalam benaknya, dengan
perlahan telapak tangannya siap diangkat....
“Tahan!” mendadak terdengar suara yang amat dingin dan
berat berkumandang datang.
Sang Siauw-tan jadi terperanjat, ketika dia menoleh ke
belakang tampaklah seorang lelaki berusia pertengahan yang
berbaju hijau sudah berdiri beberapa kaki di belakang
tubuhnya.
Orang itu bukan lain adalah Si Jari sakti Sang Su-im,
ayahnya
“Tia.... ” saking girangnya tak tertahan lagi gadis itu
menjerit sambil menangis dan menubruk ke dalam pelukan
ayahnya.
“Siauw-tan kini kau sudah besar, jangan menangis lagi,”
hibur ayahnya sambil merangkul anaknya. “Aku dengar
setelah kalian turun dari puncak Su Li Hong lantas masuk ke
daerah Tibet lagi, aku dengar dari paman Hoo mu kalian

sudah amat lama sekali masuk ke dalam gua ini maka itu aku
sengaja datang kemari.“
Sak Huan yang melibat munculnya Sang Su-im disana dia
jadi melengak dibuatnya, nama si jari sakti sudah lama dia
dengar apalagi ilmu jari “Han Yang Ci” nya yang amat sakti
itu,
Teringat akan ilmu jari “Han Yang Ci” hatinya terasa jadi
bergidik.
Bilamana dia masih berani melanjutkan maksudnya untuk
membinasakan Koan Ing di tempat itu maka dia sendiripun
bakal menemui ajalnya disini, Dan untuk menghadapi Sang
Su-im baginya kini masih terlalu pagi.
Berbagai ingatan dengan cepatnya berkelebat di dalam
benaknya, tak terasa lagi sambil bungkukan kepalanya dia
berseru, “Sak Huan menghunjuk hormat buat cianpwee.”
Sang Su-im memandang sekejap ke arah Sak Huan lalu
mendengus dengan dinginnya. dia sebagai pangcu dari
perkumpulan Tiang-gong-pang sudah tentu kenaljuga dengan
murid kesayangan ciangbunjien dari Bu-tong-pay ini,
“Lepaskan Koan Ing” perintahnya kemudian dengan dingin
sambil memperhatikan diri Sak Huan beberapa saat Iamanya,
Biji mata tosu muda itu tampak berputar^, dia yang tidak
mengerti apa yang hendak dilakukan Sang Su-im terhadap
dirinya sudah tentu tidak suka melepaskan Koan Ing dengan
begitu saja,
“Nama besar dari Sang cianpwee sudah lama boanpwee
dengar di dalam Bu-lim. kali ini Cianpwee muncul kembali dari
daerah Tibet biarlah aku mewakili suhu menghunjuk hormat,
suhuku kini sudah jauh berada digunung Kun-lu-san,” katanya.
Sang Su-im yang melihat dia orang tidak suka melepaskan
Koan Ing kembali mendengus dengan dinginnya.

“Cepat lepaskan diri Koan Ing, aku kasi satu jalan hidup
bagi dirimu untuk
mengundurkan diri dari sini.”
Justru Sak Huan tidak mau lepaskan diri pemuda itu karena
Sang Su-im belum mengucapkan kata-kata ini, ketika
didengarnya orang tua itu sudah setuju untuk melepaskan
dirinya diapun lantas meletakkan Koan Ing ke atas tanah.
“Terima kasih cianpwee!” serunya. Sehabis berkata dia lalu
putar tubuh dan berjalan
keluar.
Mendadak Koan Ing membuka matanya, waktu tujuh hari
baginya sudah lewat yang berarti pula lukanya sudah sembuh
benar-benar ketika dilihatnya Sak Huan hendak berlalu dari
sana tubuhnya segera berkelebat menghalangi perjalanannya
Sang Su-im yang melihat kepandaian silat pemuda itu
memperoleh kemajuan lagi, dalam
hati semakin keheranan....
“Kepandaiannya begitu tinggi, bagaimana mungkin dia
orang bisa ditawan oleh Sak Huan si Toosu itu?” pikirnya.
“Hian-tit!” serunya kemudian. “Aku sudah menyanggupi
untuk lepaskan dia orang, kau jangan menghalangi
perjalanannya lagi”
Terhadap apa yang terjadi baru-baru ini Koan Ing sama
sekali tidak tahu, karena itu dia lantas menyahut, Empek
Sang, siauw-tit mau menanyai satu urusan dari dirinya.”
Dia lantas menoleh ke arah Toosu rnuda itu dan serunya,
“Siapa yang sudah membinasakan si manusia tunggal dari Bulim
ini?”
“Siapa itu si manusia tunggal dari Bu-lim?” teriak Sak Huan
melengak. “Aku cuma tahu di dalam gua ini ada seorang gila

yang memiliki kepandaian silat amat tinggi, tetapi aku tidak
tahu kalau dia adalah si manusia tunggal dari Bu-lim Jien
Wong adanya.”
Dengan termangu-mangu Koan Ing memandang tajam
wajah toosu muda itu, dalam hati dia merasa rada tidak
percaya terhadap perkataannya itu tapi Sang Su-im sudah
menyanggupi terlebih dahulu. dia tidak mau memaksa Sang
Su-im harus melanggarjanji.
Karenanya dia lantas menyingkir ke samping memberi jalan
buat Sak Han sitoosu itu untuk berlalu.
Sang Siauw-tan yang begitu melihat luka Koan Ing sudah
sembuh benar-benar dengan amat girangnya lantas menubruk
ke depan.
Koan Ing sendiripun sudah tahu kalau nyawanya baru saja
ditolong oleh Sang Su-im, karena itu sambil membelai rambut
gadis itu tanyanya, “Siauw-tan, dimanakah ayahmu?”
“Haa.... haa Siauw-tan, sekarang kau tidak maui ayahmu
lagi, aku akan merasa cemburu!” seru Sang Su-im tiba-tiba
sambil tertawa terbahak2.
Sang Siauw-tan menoleh dan tertawa, diapun lantas
menceritakan kisahnya bagaimana Koan Ing naik ke gunung
Su Li Hong dan hingga bertemu dengan Jien Wong.
Sang Su-im termenung sebentar, akhirnya sambil
memandang ke arah mayat si manusia
tunggal dia menghela napas. “Tidsk kusangka di dalam
urusan ini sudah terjadi perubahan yang amat besar, kini Jien
Wong dibunuh orang hal ini menunjukkan kalau rencana
manusia misterius itu tidak kecil, sedang jejak Yuan Si
Tootiang pun sangat mencurigakan, tetapi aku rasa kedua
orang itu tidak mungkin suka bersekongkol dengan orang lain
hanya dikarenakan kereta berdarah itu saja, bagaimanapun
mereka adalah orang-orang Bu-lim dari kalangan lurus,

perbuatannya tidak akan keterlaluan sehingga mempengaruhi
nama baik Bu-tong-pay di dalam dunia kangouw.”
Berbicara sampai disitu dia berhenti sebentar untuk
kemudian tambahnya, “Tetapi aku yakin dibalik kesemuanya
ini pasti ada otak yang memimpin peristiwa ini, cuma saja
tidak tahu siapakah orang itu?”
Mendadak dia tertawa dan serunya, “Ttdak perduli apa
yang sudah terjadi asalkan kalian berdua kini berada di dalam
keadaan sehat-sehat saja hal ini sudah cukup membuat aku
orang tua merasa amat gembira.”
Sang Siauw-tan yang melihat ayahnya amat girang diapun
lantas tertawa.
“Tia, Jien Wong sudah memerintahkan engkoh Ing untuk
pergi memusnahkan kereta berdarah sedang paman Cha
sekalian sudah berangkat ke gunung Kun lun san, kini kita
harus berbuat bagaimana?”
Biji mata Sang Su-im berputar-putar, dia termenung
sebentar lalu baru menjawab, “Tujuh hari kita sudah tak bakal
bisa menyusul mereka, kini Yuan Si Tootiang bilang kereta
berdarah sudah pergi ke arah barat daya tetapi orang-orang
perkumpulan Tiang-gong-pang yang aku kirim tak seorangpun
yang berhasil menemukanjejak kereta berdarah tersebut.”
Koan Ing mengerutkan alisnya rapat-rapat, dalam hatinya
kembali berkelebat satu pertanyaan yang membuat hatinya
bertambah curiga. Yuan Si Tootiang tidak ada alasannya uatuk
menipu orang-orang itu. bilamana kereta berdarah sungguhsungguh
tidak menuyu ke arah barat daya lalu apa maksud
Yuan Si Tootiang menipu mereka?
Yuan Si Tootiang adalah ciangbunjin dari partai Bu-tongpay,
dia orang tidak mungkin sengaja memancing orang-orang
itu meninggalkan daerah Tibet untuk mengejar kereta
berdarah sedang dia sendiri tinggal di daerah Tibet
mengadakan pencaharian.

Apalagi dia sendiripun berangkatnya bersama dengan Thian
Siang Thaysu sekalian, tak mungkin Tootiang ini mempunyai
ilmu untuk membelah diri menjadi dua
Berbagai pikiran yang mencurigakan berkelebat di dalam
benaknya, dia merasa gerakan
serta tindakan dari Yuan Si Tootiang kali ini merupakan
suatu persoalan yang amat mencurigakan.
Tiba-tiba terdengar Sang Su-im tertawa.
“Apakan benar-benar kereta berdarah menuju ke arah
barat daya? Sedang anak murid dari perkumpulan Tiang-gongpang
tak ada seorangpun yang mengetahui? Ada
kemungkinan juga anak murid Bu-tong-pay yang menemukan
sehingga Yuan Si Tootiang tahu.”
“Empek Sang lalu tahukah kau orang kenapa Yuan Si
Tootiang begitu terlambat baru munculkan diri di daerah
Tibet?” tanya Koan Ing tiba-tiba setelah berpikir sebentar.
“Kau merasa heran akupun merasa heran,” kata Sang Suim
sambil mengerutkan alisnya. “Sewaktu Thian Siang si
hweesio tua itu meninggalkan kuil Siauw-lim menuju ke
daerah Tibet anak murid dari perkumpulan Tiang-gong-pang
kita pada tahu tetapi munculnya Yuan Si Toosiang terlalu
mendadak bahkan cuma membawa seorang murid saja, hal ini
sangat aneh dan mengherankan sekali.”
Sehabis berkata dia termenung sebentar dan tambahnya.
“Apa kau menaruh rasa curiga kalau dia orang punya
maksud tertentu terhadap kereta berdarah itu?”
“Aku cuma merasa kalau tindak tanduk dari Yuan Si
Tootiang sangat misterius sekali, kedahsyatan dari ilmu
silatnya ada kemungkinan jauh di atas empek Sang sendiri.”
Sang Su-im hanya tersenyum saja dan tidak jadi marah
oleh perkataan dari pemuda tersebut, rasa Congkak yang

melipu ti hatinya kini sudah sirap separuh oleh kejadian tempo
hari sewaktu berada dalam daerah Tibet.
Walaupun begitu selama ini dia masih selalu mengira kalau
tenaga dalam dari tiga manusia genah, empat manusia aneh
berada seimbang, tetapi jurus serangan serta pengalaman
bertempur dari empat manusia aneh kini jauh lebih lihay
daripada tiga manusia
genah.
Apalagi selama dua puluh tahun ini mereka pada berlatih
terus, sudah tentu dia
merasa tidak percaya bilamana dikatakan kepandaian serta
tenaga dalam Yuan Si Tootiang jauh berada diatasnya.
Sang Su-im termenung sebentar lalu ajaknya: ^
“Mari kitapun segera berangkat kegu-nung Kun”“lunpay
untuk melihat keramaian.”
Dengan perlahan Koan Ing mengangguk- saat ini dia harus
cepat-cepat mengejarjejak kereta berdaiah itu sudah tentu
kalau diapun harus berangkat pula ke gunung Kun-lunsan.
Apalagi ada bantuan dari Sang Su-im sebagai pangcu suatu
perkumpulan besar, hal ini benar-benar amat menguntungkan
bagi dirinya.
Dengan cepatnya mereka bertiga keluar dari gua itu, dari
dalam sakunya Sang Su-im lalu mengambil keluar seekor
burung dara dan ujarnya sambil tertawa, “Kini seluruh
kekuatan dari perkumpulan Tiang-gong-pang sudah bergeser
ke Tibet, dengan adanya perintahku ini maka seluruh anak
buah Tiang Gong ^ang akan tersebar disepanjang jalan
menuju ke gunung Kun-lunsan, gerak-gerik para jagoBu-lim
yang bagaimana lihaypunjangan harap bisa lolos dari
pengawasanku”, Sehabis berkata dia tertawa dengan
bangganya,

Koan Ingpun tahu bagaimana luasnya pengaruh dari Tianggong-
pang tetapi Sang Su-im
yang tidak suka akan penonjolan pengaruh tidak pernah
secara terang-terangan menyebarkan anak buahnya di depan
umum,
Kini secara tiba-tiba dia bermaksud untuk menyebarkan
anak buahnya secara terang-terang an, jelas sudah kalau
Sang Su-im bermaksud untuk memperlihatkan pengaruhnya,
Baru saja mereka bertiga mendekati sebuah kota kecil
mendadak dan depan muncul berpuluh-puluh orang berbaju
putih dengan dipimpin oleh Hoo Lieh.
Melihat hal itu Koan Ing jadi amat gembira, dia tidak
menyangka kalau anak murid dari Tiang-gong-pang sudah
menyamar masuk ke Tibet, dan kini setelah penyamaran
dilepaskan maka di seluruh Tibet semuanya hanya anak murid
dari perkumpulan Tiang-gong-pang yang berkeliaran dimana2.
Dengan cepat Hoo Lieh menyongsong diri Sang Su-im lalu
bungkukkan badannya menjura. “Tecu Hoo Lieh menghunjuk
hormat buat pangcu!” serunya.
“Tidak usah banyak adat, apakah semuanya sudah siap?”
seru Sang Su-im sambil mengulapkan tangannya.
“Kereta buatpangcu sudah dipersiapkan kedua belas orang
pelindung hukumpun segera akan tiba, sedang anak buah
yang di sebar di sekeliling kun-lun-san baik yang bersembunyi
maupun yang terang-terangan sedang diatur, di dalam tiga
hari kemudian semuanya akan sudah siap, sedang Cha Thayhiap
sekalian kemarin sudah kirim burung dara yang
mengabarkan bahwa mereka sudah tiba digunung Ku^lun
san”
Dengan perlahan Sang Su-im mengangguk sebaliknya Koan
Ing merasa amat terperanjat, kiranya anak murid dari

perkumpulan Tiang-gong-pang sudah membuntuti terus diri
Thian
Siang Thaysu sekalian bahkan seluruh gerak-gerik mereka
selama di perjalanan pun diketahuinya dengan amat jelasnya,
Mereka bertiga masuk kesebuah rumah penginapan dan
beristirahat semalam, untuk kemudian hari kedua berangkat
kembali ke gunung Kun^lun-san,
Sang Su-im serta Koan Ing masing-masing menunggang
seekor kuda sebaliknya Sang Siauw-tan
duduk di dalam kereta itu.
Berturut-turut beberepa hari sudah lewat dengan cepatnya
sedang mereka sudah tiba digunung Kun^lun-san, selama
beberapa hari inijejak dari Thian Siang Thaysu sekalian
agaknya sudah lenyap tak berbekas, sedang anak murid dari
Tiong Gong Pang yang tersebar digunung Ku.^Iun sanpun
lenyap tak berbekas.
Dalan hati Koan Ing serta Sang Su-im penuh diselimuti oleh
rasa heran dan curiga yang memberatkan hatinya.
Seluruh jago-jago dari perkumpulan Tiang-gong-pang
sudah dikerahkan keluar semua tetapi hingga saat ini tidak
nampak jejak maupun beritanya.
Dengan perlahan Sang Su-im dongakan kepalanya
memandang ke arah gunung Kun lun-san yang tinggi dan
amat curam itu, dia tidak menyangka kalau perkumpulan
Tiang-gong-pang kali ini bakal menemui bencana yang begitu
besar, jika benar-benar terjadi maka Yuan Si Tootiang tentu
mengajak para jago itu mendatangi tempat jebakan yang
sudah diatur oleh manusia misterius dibalik layar itu,
Dia tahu pihak lawan tentu sudah menyebarkan seluruh
mata-matanya di daerah Tibet mereka ada maksud tertentu
sudah tentu pula segala gerak-gerik dari anak buah pun kena
diawasi

mereka sejak semula.
Baru saja dia orang berpikir sampai di situ mendadak dari
balik gunung terbang mendatang seekor burung merpati yang
dengan sekuat tenaga mengibas2kan sayapnya.
Sang Su-im merasakan hatinya tergetar amat keras,
bukankah burung ini adalah burung dara dari perkumpulan
Tiang-gong-pang?
Seekor burung dara yang terluka terbang mendatang
dengan membawa berita dari Kun lun san!
Semua orang merasakan semangatnya berkobar kembali,
temani pula anak buah Tiang-gong-pang sudah mengepung
gunung Kun-lun-san rapat-rapat.
Baru saja burung dara itu melayang da tang mendadak
sebuah anak panah dengan cepatnya menyambar ke atas
tepat menghajar di atas badan burung dara tersebut,
Sang Su-im kontan merasa hatinya tergetar, dia tidak
menyangka kalau ada orang yang begitu bernyali mencari
gara-gara dengan dirinya yang telah mempunyai nama besar
didadalam Bu-lim ini, tangannya segera di ulapkan sedang
kedua belas orang pelindung hukum yang ada dibelakangnya
segera memencar ke samping dan lari ke atas,
Kembali tampaklah sebatang anak panah yang disertai
dengan suara desiran nyaring melesat ke tengah udara....
“Empek Sang, biar aku pergi memeriksa!” seru Koan Ing
dengan hati terperanjat.
Sang So Im ragu-ragu sebentar, akhirnya dia mengangguk.
“Tia akupun ikut pergi!” seru Sang Siauw-tan pula dari
samping.
Sehabis berkata dia meleset ke tengah udara dan melayang
ke atas kuda Koan Ing.

Koan Ing ragu sejenak, lalu dia menoleh untuk minta
persetujuan, dengan perlahan Sang Su-im mengangguk, Koan
Ing segera menjepit perut kudanya dan melarikan
tunggangannya ke arah puncak gunung.
Sebaliknya kedua belas pelindung hukum itu dengan
menyebar dari kedua belah sayap kanan dan kiri mengepung
ke arah di mana burung merpati itu jatuh.
Setibanya di bawah gunung Koan Ing lantas menarik tubuh
Sang Siauw-tan melesat ke atas meninggalkan pelana kuda
dan melayang ke arah dimana burung dara itu menggeletak.
Bersamaan itu tampaklah bayangan putih berkelebat tiada
hentinya sehingga sekeliling hutan tersebut sudah terkepung
rapat-rapat oleh kedua belas pelindung hukum dari
perkumpulan Tiang-gong-pang itu. ^
Dengan cepatnya Koan Ing berlari ke depan, dia menyapu
sekejap dulu ke arah sekeliling tempat itu, Dan tampaklah
burung dara itu menggeletak diantara ranting2 pohon sedang
suasana saat itu amat sunyi senyap.
“Siauw-tan kau berjaga2lah di bawah melindungi aku!”
serunya kemudian kepada gadis tersebut.
Sehabis berkata dia berkelebat dan melayang ke atas
pohon.
Siapa tahu baru saja tangan pemuda itu mencekal burung
dara tersebut terdengarlah Sang Siauw-tan yang ada di bawah
pohon sudah berteriak kaget, “Awas!”
Segulung bau amis yang menusuk hidung menyambar
datang, Koan Ing jadi terperanjat
tubuhnya dengan cepat membalik dan melayang ke arah
batang pohon yang lain
Ketika menoleh kembali ke belakang hatinya semakin
terkejut lagi, kiranya seekor macan kumbang dengan

seramnya lagi mengawasi dirinya, sedang tubuhnya siap-siap
menerkam ke arah bawah.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat,
tubuhnya berdiri tegak sedikitpun tidak bergerak sedang
matanya mengawasi binatang buas itu tak berkedip.
Mendadak macan tutul itu mengaum lalu meloncat ke atas
pohon yang lain dan hanya di dalam sekejap saja sudah
lenyap dari pandangan.
Melihat binatang itu sudah berlalu Koan Ing pun lantas
melayang turun ke atas tanah sambil menarik tangan sang
gadis dia lari menuruni gunung tersebut.
“Sungguh aneh sekali munculnya macan kumbang itu,”
pikirnya diam-diam dihati,” Apa mungkin binatang itu sengaja
berbuat begitu?”
Dengan gerakan yang amat cepat mereka kembali
kehadapan Sang Su-im dan menyerahkan burung dara itu.
Dengan hati cemas orang tua itu menerima burung
tersebut dan mengambil secarik kertas yaog diikat dikakinya
untuk di baca isinya,
Tapi sebentar kemudian air mukanya sudah berubah hebat,
sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat dia menyerahkan
kertas itu kepada Koan Ing, Dengan hati yang berdebar-debar
pemuda itu lantas membaca isi surat itu....
“Terkurung.... di lembah Chiet Han Ku.... ” tampaklah lima
buah kata yang ditulis dengan darah segar.
“Lembah Chiet Han Ku?” diam-diam hatinya merasa amat
terperanjat sekali, bukankah lembah itu merupakan salah satu
tempat terlarang dari tiga tempat terlarang lainnya di dalam
Bu-lim? Bukankah lembah Chiet Han Ku merupakan tempat
bahaya di samping selat ‘Hwee Im Shia’ serta hutan ‘Wang Yu
Liem’?”

Ooo)*(ooO
Bab 32
DARI ANTARA ketiga tempat terlarang dari Bu-lim ini dia
pernah terjerumus ke dalam selat Hwee Im Shia bersamasama
Sang Siauw-tan, bilamana bukannya alat rahasia yang
ada di dalam selat itu selama ratusan tahun ini sudah hampir
musnah ditambah nasib mereka berdua amat baik ada
kemungkinan sejak dulu sudah mati di dalam selat itu,
Sungguh tidak disangka di dalam lembah Chiet Han Ku
inipun kembali mereka menemui urusan Lembah Chiet Han
Ku, selama ini terpisah dari gunung Kun lun san dianggap
orang sebagai tempat terlarang.... apalagi katanya banyak
terdapat jago-jago Bu-lim terkurung disana.
Koan Ing benar-benar amat terperanjat, dia bingung apa
yang harus diperbuat pada saat ini. Sang Siauw-tan yang
melihat dia orang kebingungan segera mendengus dingin.
“Orang-orang itu terlalu memandang tinggi urusan, apakah
lembah Chiet Han Ku benar-benar merupakan tempat
terlarang bagi orang-orang Bu-lim? Mereka anggap tempat itu
terlarang justru aku ingin menginjak rata tempat2 ini,”
katanya.
Di tengah udara kembali terdengar suara desiran anak
panah yang amat nyaring sekali. “Heee.... heee.... kiranya di
sekitar tempat ini sudah lama menanti musuh-musuh!” seru
Sang Su-im sambil tersenyum,
Koan Ing hanya tersenyum saja, mendadak satu iagatan
berkelebat di dalam benaknya apakah macan tutul itupun
sengaja dikirim oleh pemilik lembah Chiet Han Ku untuk
merebut burung merpati?
“Empek Sang” ujarnya mendadak kepa da Sang Su-im.
“Tadi sewaktu aku bersama-sama Siauw-tan memungut
burung merpati itu agaknya ada seekor macan kumbang yang

sedang mencari burung itu juga, dia yang tidak berhasil
mendapatkan mangsanya lantas mengundurkan diri cepatcepat.”
“Ouw begitu?” seru Sang Siauw-tan, dia termenung berpikir
sebentar untuk kemudian ujarnya, “Tidak perduli apa yang
bakal terjadi, yang penting saat ini kita sudah tahu siapakah
lawan kita.”
Berbicara sampai disini dia termenung dan bergumam
kembali seorang diri, “Lembah Chiet Han Ku terkurung lalu
siapa yang terkurung?”
Sang Su Tm kembali mengerutkan alisnya rapat-rapat,
kepada Hoo Lieh yang ada dibelakangnya dia lantas berbisik,
“Penjagaan diperkuat dan kurung jaIan besar sekitar lima li,
aku dengan membawa Siauw-tan serta Koan Ing naik ke atas
gunung terlebih dulu.”
Sehabis berkata dia lantas menggape ke arah Koan Ing lalu
berjalan terlebih dulu ke atas gunung, dia merasa tidak
percaya kalau lembah Chiet Han Ku yang tidak besar itu
mencari gara-gara dengan tiga manusia genah dan empat
manusia aneh.
Perkumpulan Tiang Gony Pang merupakan perkumpulan
yang terbesar di seluruh kolong langit, apakah untuk
bergebrak dengan pemilik lembah Chiet Han Ku pun tidak
kuat?
“Tia?” tiba-tiba terdengar Sang Siauw-tan bertanya.
“Berapa jauh jarak artara lembah Chiet Han Ku dengan tempat
ini?”
“Kurang lebih seratus li”jawab Sang Su-im, setelah
termenung berpikir sebentar.
“Kini hari sudah tidak pagi lagi, mungkin sebelum besok
sore kita sudah berhasil menemukan mereka”

Cuaca semakin menggelap, anak panah berapi pun sering
sekali berkelebat menerangi udara.
Air muka Sang Su-im kelihatan terus murung, mendadak
dia berhenti di bawah pohon dan menoleh ke arah Koan ng
serta Sang Siauw-tan.
“Mari kita beristirahat semalam disini!” serunya.
“Hian-tit” terdengar Sang Su-im membuka mulut dan
berkata kepada pemuda itu. “Selama dua puluh tahun ini baru
pertama kali perkumpulan Tiang-gong-pang menemui musuh
lihay, terus terang aku beritahukan kepadamu, bahwa tiga
puluh enam orang anak murid Tiang-gong-pang yang dikirim
di sekitar lima puluh li dari tempat ini tak seorangpun yang
kembali untuk memberi kabar, diantara mereka masih ada
empat orang Touw^cu serta dua orang pelindung hukum yang
memasuki tanah terlarang itu, bagaimana nasib mereka?”
Mendengar perkataan itu Koan Ing merasa hatinya
tergetar, dia tidak menyangka kalau situasi pada saat ini amat
jelek, jika ditinjau dari hal inijelas menunjukkan kalau
kekuatan dari lembah Chiet Han Ku benar-benar amat
mengerikan sekali.
“Empek Sang, bagaimana kalau aku yang berangkat?”
ujarnya kemudian setelah termenung sebentar.
Dengan perlahan Sang Su-im menggelengkan kepalanya.
“Kau tidak perlu menempuh bahaya dengan berbuat
begitu,” katanya sambil tertawa. “Kitapun tidak tahu
bagaimana keadaan paman Cha sekalian, dengan kepandaian
mereka yang begitu tinggi ternyata tak ada kabar berita juga
tentang hal ini benar-benar membuat hatiku merasa amat
kuatir”
Dengan termangu-mangu Koan Ing duduk ter menung, dia
tahu berita mengenai lembah Chiet Han Ku serta berita dari
Thian Siang Thaysu sekalian sudah tertutup, hal ini membuat

mereka seolah2 sama saja dengan meraba di tempat
kegelapan.
Selagi dia termangu-mangu itulah mendadak....
“Plaak.... ” sebuah anak panah berapi meledak di tengah
udara.
Air muka Sang Su-im segera berubah hebat.
“Di depan ada tanda bahaya, kalian menyusul saja dari
belakang!” serunya kemudian dengan tergesa-gesa .
Sehabis berkata tubuhnyapun berkelebat dan menubruk ke
arah dimana berasalnya anak panah berapi itu,
Koan Ing jadi melengah dengan cepat dia menarik tangan
Sang Siauw-tan dan berkelebat pula ke arah depan.
“Buat apa kau begitu cemas?” terdengar Sang Siauw-tan
tertawa ringan. “Suara ledakan itu tidak menunjukkan urusan
apa-apa tetapi ledakan itu terdengar sejak kita di
gunung Kun-lun san ini, hal itu berarti juga kalau orangorang
dari lembah Coiet Han Ku sudah ada yang bercampur
kemari.”
Koan Ing segera menarik napas panjang dia menyapu
sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, jika ditinjau dari
perkataan itujelas sebentar lagi mereka bakal bentrok dengan
orang-orang dari lembah Chiet Han Ku.
Setibanya dihadapan Hoo Lieh sekalian mereka berdua
mendadak tidak menemukan Sang Su-im ada disana, dalam
hati mereka berdua jadi amat kaget.
“Dimana ayahku?” terdengar gadis itu bertanya dengan
suara cemas.
“Pangcu dia orang tua sudah berangkat ke daIam lembah
Chiet Han Ku, dia meninggalkan pesan wanti2 agar kalian

berhati-hati. setelah ini setiap satujam penjagaan harus
dimajukan sepuluh li ke depan.
Koan Ing benar-benar merasa hatinya tergetar, tampaklah
di atas tanah menggeletak dua sosok mayat yang pada bagian
lehernya sudah dicengkeram hancur, kelihatannya kedua
orang itu mati terkena cakar macan tutul tadi.
“Engkoh Ing ayoh kita cepat mengejar ayah” seru Sang
Siauw-tan kemudian kepada diri Koan Ing.
Agaknya Koan Ingpun mempunyai maksud begitu, kepada
Hoo Lieh lantas pesannya, “Paman Hoo kami akan ikut
mengejar ke atas, tempat ini aku serahkan semua kepada
paman Hoo.”
Sehabis berkata mereka berduapun segera bergerak dan
berkelebat ke arah depan.
Beberapa saat kemudian mendadak Sang Siauw-tan
menarik tangan Koan Ing ke belakang.
Koan Ing jadi kaget dan menoleh, sebentar kemudian
hatinya jadi berdesir, kiranya diantara pepohonan yang
rindang itu tampak sepasang mata berwarna hijau dengan
tajamnya sedang memperhatikan mereka,
Kiranya dari pihak lembah Chiet Han Ku telah
menggunakan macan tutul untuk menjaga gunung, tidak aneh
kalau pihak perkumpulan Tiang-gong-pang mengalami
kerugian besar,
Baru saja dia berpikir sampai disitu mendadak terasa bau
amis yang disertai sambaran angin tajam menubruk dari
belakang tubuhnya, terburu-buru dia menarik Sang Siauw-tan
ke depan sedang pedang Kiem-hong-kiamnya dicabut keluar
dari sarungnya, Diantara berkelebatnya cahaya emas,
pedangnya sudah meluncur ke depan.
Macan kumbang itu dengan cepat dan gesitnya bersalto di
tengah udara lalu menubruk

ke dalam hutan.
Dengan termangu-mangu pemuda itu memandang ke atas
pedangnya yang masih dibasahi darah, dia tahu macan itu
tentu pernah memperoleh latihan kalau tidak serangannya
tidak bakal bisa dihindari sehingga dapat berhasil melarikan
diri dengan hanya membawa luka
“Engkoh Ing macan yang lain juga melarikan diri.” tiba-tiba
seru Sang Siauw-tan dari samping.
Sinar mata Koan Ing dengan cepat berkelebat menyapu
sekejap ke sekeliling tempat itu, ternyata sedikitpun tidak
salah sepasang mata berwarna hijau yang terlihat tadi kini
telah lenyap.
Dia lantas termenung diam.
“Siauw-tan perduli dia mempunyai sarang macan atau
telaga naga, mari kita terjang ke dalam,” ajaknya.
Sang Siauw-tan tersenyum, teringat akan selat Hwee Im
Shia mereka berani terjang apalagi lembah Chiet Han Ku ini?.
Kembali mereka berdua melanjutkan perjalanannya ke
depan, mendadak dari dalam hutan meloncat keluar seekor
macan tutul yang kemudian lari keluar hutan.
Koan Ing yang melihat macan itu bukannya lari ke dalam
hutan sebaliknya malah meloncat keluar, dalam hati lantas
tahu kalau inilah siasat untuk memancing musuhnya.
Sedikitpun tidak salah, tampaklah macan tutul itu setelah
keluar dari hutan lantas berhenti padajarak lima kaki dari
mereka berdua dan menoleh ke belakang sambil mengaum
keras.
Melihat kejadian itu Sang Siauw-tan segera mendengus
dingin “Macan tutul ini sungguh menakutkan sekali!” serunya.
Dengan pandangan halus pemuda itu menyapu sekejap ke
arah binatang itu, dia tahu orang-orang lembah Chiet Han Ku

tentunya sengaja mengeluarkan binatang.^ itu untuk
menjebak para jago, jelas kalau rencana mereka sudah
disusun amat rapi sekali.
“Benar agaknya binatang itu hendak memancing kita
menuju ke suatu tempat tertentu.” katanya perlahan.
Dengan pandangan ragu-ragu kembali Sang Siauw-tan
memandang ke arah depan, mendadak dia menjerit,
“Aaaah.... di atas badannya membawa anak panah berapi,
bagaimana kalau kita kejar ke depan untuk melihat apa yang
sudah terjadi?”
Koan Ing ragu-ragu sejenak.
“Ada kemungkinan ayahmu sudah masuk” katanya.
Sang Siauw-tan kaget kinijejak ayahnya sudah tak
kedengaran lagi, bagaimana kalau misalnya dia orang tua
kena tertipu dan masuk dalam jebakannya?
Tangan kanannya dengan cepat mengayun ke depan, dua
batang anak panah berapi warna merah dan hijau dengan
cepat disambitkan ke tengah udara.
“Blaamm.... blamm.... ” suara yang amat nyaring segera
menggetarkan seluruh udara.
“Mari kita pergi,” ajaknya kemudian. “Biarlah paman Hoo
sekalian yang menghadapi dirinya, mereka berjumlah sangat
banyak.”
Dengan cepatnya mereka berdua berkelebat masuk ke
dalam hutan.
Pada waktu itulah mendadak terdengar suara petir yang
menyambar, agaknya hari akan hujan.
Melihat kejadian itu Koan Ing jadi panik, dia mengetahui
bahwa anak panah berapi akan musnah bila mana kena air
hujan, dengan adanya kejadian ini maka bagi perkumpulan

Tiang-gong-pang akan menemui kesulitan di dalam
mengadakan hubungan.
Sedang dia berpikir sampai di situ mendadak terasalah
hujan sebesar kedelai mulai turun dengan amat derasnya
Dengan cepat pemuda itu menyambar tangan Sang Siauwtan
dan berkelebat masuk ke dalam sebuah gua.
Waktu itu mereka sudah keburu basah oleh hujan yang
turun dengan derasnya, melihat rambut yang basah kuyup
dari sang gadis, Koan Ing jadi merasa iba hati.
“Siauw-tan, apa kau kedinginan?” tanyanya halus. Sang
Siauw-tan tersenyum dan gelengkan kepalanya.
Dengan terburu-buru Koan Ing lantas mengumpulkan
ranting kering yang banyak tersebar di sana untuk membuat
api unggun, sedang mereka berduapun duduk disampingnya
untuk menghangatkan badan.
Hujan turun semakin deras seperti ditumpahkan dari langit
saja membuat hawapunjadi bertambah dingin.
“Siauw-tan, bagaimana keadaan ayahmu, saat ini?” tanya
Koan Ing tiba-tiba setelah termenung sebentar.
“Dengan kepandaian silat yang dimiliki Tia, aku rasa kau
tidak usah menaruh rasa kuatir lagi.”jawab gadis itu sambil
tersenyum. Koan Ing lantas tersenyum dan tidak berbicara
lagi.
Mendadak dia meloncat bangun dan menoleh ke arah
depan dengan sikap siap sedia.
Tampaklah sesosok bayangan putih dengan cepatnya
berkelebat masuk ke dalam gua, hanya gerakan serta
tindakannya sempoyongan tidak genah.
Sewaktu dapat melihat siapakah orang itu mereka semakin
terkejut lagi, karena orang itu bukan lain adalah anak murid

dari Sin Hong Soat-nie. Cing It Nikouw. “Suci, kau kenapa?”
tanyanya dengan terkejut sambil membimbing badannya.
Wajah Cing it nikouw pucat pasi bagaikan mayat, tubuhnya
yang putih kini sudah berlepotan darah, tangan kanannya
memegang pedang sedang keadaannya sungguh
mengenaskan, jelas baru saja bertempur sengit dengan orang
lain.
Tubuhnya dengan sempoyongan nyeruduk ke depan dan
akhirnyajatuh di dalam pelukan Koan Ing.
Sang Siauw-tan sendiri juga kaget, dengan cepat dia
bangun dan meloncat ke depan.
Bagaimana mungkin Cing It nikouw bisa turun dari puncak
Su Li Hong? Bahkan seluruh tubuhnya berlepotan darah
Cing It nikouw yang tubuhnya kena dipegang oleh Koan
Ing agaknya dia merasa amat terkejut, tetapi setelah
dilihatnya orang itu bukan lain adalah Koan Ing dia baru
menghembuskan napas lega.
“Kau?”
Baru saja berbicara sampai di situ tenaganya sudah habis,
sedang pedang yang ada di tangannya terjatuh ke atas tanah
dan dia sendiri jatuh tidak sadarkan diri di dalam pelukan Koan
Ing.
Dengan cepat Koan Ing serahkan badan Cing It nikouw ke
arah Sang Siauw-tan lalu memungut pedangnya dan
membawa tubuhnya ke samping api unggun. Sang Siauw-tan
memandang sejenak ke arah Cing It nikouw kemudian baru
ujarnya, “Aah,., cuma terluka ringan saja, tenaganya sudah
dikuras habis, agaknya baru saja dia bergebrak seru melawan
orang”,
Dengan perlahan Koan Ing mengangguk dan menoleh ke
belakang

Sang Siauw-tan pun lantas memeriksa keadaan luka dari
Cing It Nikouw, membubuhi obat dan membalutnya.
Hujan turun semakin kecil sedang Cing It Nikouw pun
masih jatuh tidak sadarkan diri
membuat Koan Ing serta Sang Siauw-tan terpaksa berdiam
diri tidak bercakap2. Lama sekali tampaklah dengan perlahan
Cing It Nikouw membuat matanya kembali.
Pandangan pertama yang terlihat olehnya adalah Koan Ing
yang ada di hadapannya, lama sekali dia memandang ke
arahnya, kemudian baru duduk.
“Suci. kau beristirahatlah dulu,” cegah Sang Siauw-tan
dengan cepat.
Cing It Nikouw menoleh dan memandang sekejap ke arah
Sang Siauw-tan lalu merangkap tangannya memberi hormat.
“Terima kasih sumoay serta Koan Siauwhiap yang suka
menolong jiwa pinnie,” ujarnya. Sang Siauw-tan segera
tersenyum.
“Suci bagaimana kau bisa sampai di sini?” tanyanya,
“Sebenarnya sudah terjadi urusan apa? Suhu dia orang tua
apakah juga ikut mendatangi gunung Kun lun san ini?” Cing It
Nikouw termenung sebentar akhirnya dia menghela napas
panjang, “Hei.... aku kena dikejar macan tutul yang dilepaskan
orang-orang lembah Chiet Han Ku.”
Sehabis berkata dia lantas memejamkan matanya untuk
mengatur pernapasan.
Diam-diam Koan Ing merasa amat terperanjat, tidak
disangka sama sekali sebelum orang-orang lembah Chiet Han
Ku munculkan dirinya dia sudah menemui cedera seperti ini,
lalu bagaimana hebatnya orang-orang dari lembah tersebut?
Sebaliknya Sang Siauw-tan sama sekali tidak memikirkan
hal itu, dia berpikir bagaimana mungkin Cing It Nikouw bisa

sampai di situ sedang puncak Su Li Hong tidak mungkin bisa
dituruni seenaknya.
Apalagi Cing It Nikouw adalah murid tertua dari
ciangbunjiennya, bilamana dia orang
tidak menerima perintah bagaimana mungkin bisa turun
gunung? Apa mungkin dikarenakan Koan Ing?
Dia memandang ke arah Koan Ing yang waktu itu sedang
memandang ke arah Cing It Nikouw dengan termangu-mangu,
Setelah itu sinar matanya dialihkan ke atas tubuh Cing It
Nikouw,
Tampaklah olehnya walaupun Cing It nikouw merupakan
seorang nikouw tapi tidak malu dia menjadi murid tertua dari
Sin Hong Soat-nie, tubuhnya amat halus dan lembut melebihi
dirinya,
Berpikir akan hal itu hatinya jadi tergetar amat keras,
bilamana Cing It nikouw benar-benarjatuh cinta kepada
engkoh Ingnya, lalu dia harus berbuat bagaimana?”
Koan Ing sama sekali tidak berpikir sampai di situ, dia
hanya memandang ke arah luar gua dan ujarnya dengan
perlahan, “Siauw-tan hari sudah terang”
Mendengar perkataan tersebut Cing It nikouw mendadak
membuka matanya dan memandang ke atas wajah Koan Ing
yang lagi memandang ke depan gua itu.
Waktu ini sinar api unggun sudah padam, sedang cahaya
sang surya pun sudah menyorot masuk ke dalam gua, dengan
termangu-mangu nikouw itu memandang ke arah pemuda
tersebut sedang pipinya memerah dadu.
Sang Siauw-tan yang selama ini terus menerus mengawasi
gerak-gerik nikouw itu dalam hati segera merasa terperanjat.
“Aaah.... kiranya begitu!” serunya kemudian di dalam hati.

Mendadak Cing It nikouw memejamkan matanya kembali
dan termenung berpikir sebentar.
“Heei.... hari sudah terang, akupun harus pergi,” ujarnya
kemudian sambil angkat kepalanya.
Selesai berkata dengan perlahan dia bangun berdiri,
“Suci lukamu belum sembuh bagaimana boleh pergi?” seru
Koan Ing melengak, diapun ikut bangun berdiri,” Apakah
suhumu juga ikut datang kemari? Bilamana su ci tak ada
urusan penting bagaimana kalau berangkat bersama-sama
kita?”
Sang Siauw-tan pun ikut bangun berdiri diam-diam dia
merasa amat cemas, bilamana Koan Ing terus menerus
hendak menahan Cing It nikouw dan semisalnya nikouw itu
benar-benar berangkat bersama-sama mereka apa yang akan
terjadi?”
Tetapi kini Cing It nikouw berada di dalam keadaan terluka,
di dalam aturan dan cengli memang seharusnya Koan Ing
menahan dirinya, sedang diapun tidak ada alasan untuk
melarang pemuda itu menahan nikouw tersebut untuk
berangkat bersama-sama,
Dengan perlahan Cing It nikouw menundukkan kepala dan
melirik sekejap ke arah Sang
Siauw-tan,
“Aku masih ada urusan,” katanya. “Apa lagi kalianpun
masih ada urusan yang harus diselesaikan, luka yang pinie
derita amat ringan juga kesempatan buat kita untuk
bertempur masih banyak, lebih baik aku berangkat dulu”
Koan Ing yang baru untuk kedua kalinya bertemu dengan
Cing It nikouw, saat ini melihat dia orang dengan kukuh mau
pergi, dia pun tidak berani menahan lebih lama lagi. “Kalau
begitu harap suci suka baik-baik berjaga diri,” ujarnya
kemudian sambil tertawa.

“Sute, sumoay, selamat tinggal” seru Cing It nikouw pula
sambil merangkap tangannya memberi hormat.
Sehabis berkata dia lantas putar tubuh dan berlalu dari
sana.
Ooo)*(ooO
Bab 33
SANG SIAUW-TAN yang melihat Cing It nikouw akhirnya
pergi juga diam-diam dia
menghela napas panjang.
“Eeei Siauw-tan, kau lagi pikirkan apa?” tiba-tiba terdengar
Koan Ing menegur.
“Oooow tidak mengapa hari sudah siang, kitapun tak usah
beristirahat lagi, mari kita berangkat” seru gadis itu buru-buru.
Koan Ing mengangguk dan berjalan ke luar dari gua.
Pada saat itulah mendadak di hadapan mereka kembali
berkelebat datang seseorang dalam keadaan sempoyongan,
keadaannya amat mengenaskan,
Koan Ing yang melihat munculnya seorang dalam hati
benar-benar merasa amat terperanjat, bukankah orang itu
adalah Ciu Tong?
Seluruh tubuh si iblis sakti dari lautan Timur ini sudah
berlepotan darah, tangannya mencekal tongkatnya erat-erat
sedang keadaannya amat menyedihkan sekali, kegagahannya
tempo hari sama sekali musnah tak berbekas,
Ketika Ciu Tong tiba dihadapan mereka berdua napasnya
semakin memburu,
“Sang Su-im ada dimana?” tanyanya terengah2 sambil
mempertahankan tubuhnya dengan tongkat,
Koan Ing yang melihat keadaannya amat menyedihkan itu
terburu-buru maju membimbing,

Empek Sang ada di depan, loocianpwee, kau kenapa?”
serunya.
“Kami terkurung didalam.... lembah.... lembah Chiet Han
Ku.”
Akhirnya dia tak kuat mempertahankan diri lagi dan jatuh
tak sadarkan diri.
Jilid 14
KOAN ING merasa amat terkejut sekali, tak disangka
olehnya dengan kepandaian silat yang begitu tinggi dari Cha
Can Hong, Ciu Tong, Thian Siang Thaysu serta Yuan Si
Tootiang sekalian kini bisa terkurung di dalam lembah
tersebut, bahkan saat ini Ciu Tong sendiripun sudah menderita
luka.
Jadi yang dimaksudkan oleh surat berdarah yang dibawa
burung merpati itu menunjukkan Ciu Tong sekalian yang
terkurung
Dengan cepat dia mencekal tangan iblis tua dari lautan
Timur ini untuk diperiksa denyutanjantungnya amat lemah,
jelas kalau dia kini sudah menderita luka dalam yang amat
parah.
Pemuda itu tidak habis berpikir siapakah orang yang
memiliki tenaga dalam yang sedemikian tinggi bisa melukai
Ciu Tong yang memiliki kepandaian tenaga iblis mayat
membusuk sehingga demikian parahnya.
Koan Ing pun segera membantu Ciu Tong masuk ke dalam
gua, walaupun diantara mereka berdua boleh dihitung
merupakan musuh bebuyutan tapi keadaan pada saat ini sama
sekali berbeda, dia harus menolong Ciu Tong karena dialah
satu-satunya orang yang berhasil menerjang keluar dari

lembah Chiet Han Ku dan dia pula satunya manusia yang
mengetahui apa yang terjadi
Setelah membimbing Ciu Tong masuk pemuda itu kembali
memeriksa keadaan di
sekeliling tempat itu untuk memeriksa adakah orang-orang
dari lembah Chiet Han Ku yang menguntit datang
Setelah dirasanya keadaan pemuda itu baru membuka
pakaian sebelah atas dari sang iblis tua untuk diperiksa,
Mendadak....
“Aach” teriak Koan Ing dengan kagetnya.
Di atas gunung Ciu Tong terteralah sebuah bekas telapak
tangan berwarna merah darah, berkilat laksana membaranya
seonggokan api unggun.
Diam-diam dia mulai menghembuskan napas panjang,
dalam hati Koan Ing tahu bilamana bukannya Ciu Tong
memiliki ilmu mayat membusuk yang melindungi badannya
mungkin pada saat ini dia tak mungkin berhasil meloloskan diri
dari serangan tersebut.
“Siauw-tan!” serunya kemudian kepada gadis itu setelah
termenung berpikir sebentar. “Coba kau buatkan api unggun,
aku mau bantu dirinya untuk menyembuhkan luka yang
diderita.”
Mendengar perkataan tersebut, Sang Siauw-tan jadi
melengak, membantu Ciu Tong untuk menyembuhkan
lukanya? Tapi dia tidak mau membantah, api unggun segera
disiapkan.
Perlahan-lahan Koan Ing memejamkan matanya, mulai
berpikir, Jien Wong pernah memberi pelajaran yang amat
banyak sekali cara-cara untuk menyembuhkan luka, dia
percaya luka yang diderita Ciu Tong waktu ini bisa
disembuhkan olehnya dengan mudah apalagi kepandaian
silatnya pada saat ini sudah memperoleh kemajuan yang....

Mendadak dia membuka matanya kembaIi dan membuka
seluruh pakaian yang dikenakan
si iblis tua dari lautan Timur itu,
Tangan kanan mulai disentilkan melancarkan segulung
angin serangan dimana terdapat luka pukulan kemudian baru
bangun dan berjalan ke samping api unggun, kesepuluh jari
tangannya dengan tiada hentinya disentilkan menotok seratus
delapan buah jalan darah yang ada dibagian tubuh bagian
atas, sedang Koan Ing sendiri semakin berjalan semakin
cepat, tubuhnya pun mulai gemetar,
Sang Siauw-tan yang tadi melengos tak tertahan menoleh
juga pada saat ini, melihat cara Koan Ing menyembuhkan luka
ini hatinya jadi amat terperanjat,
“Bukankah cara menyembuhkan luka ini menggunakan ilmu
Kioe Yang Si Meh yang amat lihay?” pikirnya dihati.
Dari ayahnya Sang Su-im gadis itu pernah mendengar cara
menyembuhkan luka dengan ilmu tersebut, cuma ayahnya
tidak bisa tidak disangka Koan Ing ternyata memahami benarbenar
bahkan kelihatannya begitu sempurna, hal ini sungguh
berada di-luar dugaan.
Beberapa saat lamanya pemuda itu baru duduk kembali, air
mukanya dengan perlahan sudah pulih seperti sedia kala
sedang dari mulutnya menghembuskan napas panjang.
Cara menyembuhkan luka dengan menggunakan ilmu ‘Kioe
Yang Si Meh’ ini tergantung pada mengerahkan hawa murni
yang lihay untuk disalurkan ke dalam tubuh orang yang
terluka, kini pemuda itupun merasa amat lelah sekali.
Setelah beristirahat sejenak, kesegaran badannya baru
pulih kembali, dia lantas bantu Ciu Tong memakai pakaiannya
kembali dan tersenyum. Waktu itulah Ciu Tong pun sudah
sadar kembali dari pingsannya .

“Ciu Tong I sekarang kau sudah sembuh, tetapi harus
beristirahat dulu beberapa saat” katanya tersenyum,
Dengan pandangan melongo si iblis dari lautan Timur itu
memperhatikan pemuda tersebut lama sekali, hampir-hampir
dia tidak percaya kalau Koan Ing Iah yang sudah
menyembuhkan lukanya.
Jangan bicarakan soal permusuhan antara mereka, cukup
dengan kepandaian yang dia miliki seharusnya tidak mungkin
bisa menyembuhkan luka yang dideritanya dengan cara ini,
dia tidak mungkin memiliki tenaga dalam yang begitu
sempurna. Dia memandang sekejap ke arah Koan Ing lalu
menghela napas panjang.
“Heeei.... Yuan Si Tootiang lenyap tak berbekas, aku serta
Cha Can Hong masih ada lagi sihweesto tua kena dikepung
oleh delapan orang manusia berkerudung yang amat lihay”
ujarnya perlahan. “Hweesio-hweesio cilik sudah ada puluhan
orang yang binasa, kita terdesak lalu mengundurkan diri ke
dalam gua. siapa tahu disana kita terkurung, putraku serta
muridku pada mati semua dalam keadaan yang sangat
mengerikan.”
Mendengar perkataan itu baik Koan Ing maupun Sang
Siauw-tanjadi amat terperanjat, Yuan Si Tootiang lenyap? Di
dalam hal ini pasti tersembunyi satu persoalan yang amat
besar-
Biasanya cukup salah seorang saja dari antara tiga manusia
genah empat manusia aneh munculkan diri di dalam dunia
kangouw sudah cukup menggetarkan setiap orang, kini
mereka bertiga ditambah dengan Suto Beng Cu, Hud Ing
hweesio itu jagoan nomor wahid di Tibet serta Thian Liong
Thaysu jagoan nomor wahid di daerah Loo Han Tong kini pada
terkurung semuanya.
Kembali Ciu Tong tertawa pahit.

“Aku sendiripun sebetulnya tidak percaya tetapi buktinya
memang demikian, tindakan
mereka benar-benar amat buas, setelah kami terkurung
mereka mulai menyerang dengan menggunakan api, untung
sekali di atas gua tersebut ada sebuah lubang kecil sehingga
menyerang dengan menggunakan api tidak mendatangkan
hasil, dan mereka pun tidak berani menyerbu ke dalam gua,
karena itu terpaksa pada mengurung dan mengepung
sekeliling tempat tersebut.”
Koan Ing jadi melengak, dia tidak mengira kalau kekuatan
dari lembah Chiet Han Ku jauh berada diluar dugaannya, di
dalam lembah itu ternyata terdapat begitu banyak jagoan
berkepandaian aneh.
Berpikir akan hal itu hatinya jadi bergidik, cara pemikiran
terhadap pihak musuhpun jadi berubah kembali,
Tampak Ciu Tong kembali mengerutkan alisnya rapat-.
“Tetapi kami tahu Sang Su-im bakal menyerang datang,
menggunakan kesempatan sewaktu kemarin malam hujan
deras aku menerjang keluar dari gua tersebut, siapa sangka
punggungku kena dihajar oleh mereka.”
Koan Ing mengerti Ciu Tong yang namanya ada di dalam
deretan empat manusia aneh selama dua puluh tahun ini tak
seorangpun yang berani memandang rendah dirinya, siapa
sangka ini hari dirinya kena di hajar satu kali sewaktu
bergebrak dengan orang hal ini benar-benar merupakan suatu
peristiwa yang amat memalukan dirinya,
Mendadak Ciu Tong tertawa, ujarnya lagi, “Tetapi diapun
tidak bisa memperoleh keuntungan yang banyak, sewaktu aku
balik tangan tongkatku berhasil pula menghajar dirinya,
dengan begitu keadaan kitapun seimbang” Koan Ing cuma
tersenyum saja, dia tidak berbicara,

“Heei.... bilamana aku tidak terluka sedang Yuan Si
Tootiang yang pergi mengejar musuh sudah kembali, maka
situasi ki ta pada waktu itu akan berubah” ujar si iblis tua itu
lagi sambil menghela napas panjang. “Sekalipun lembah Chiet
Han Ku merupakan daerah terlarang tetapi aku pun masih bisa
keluar dari sana dalam keadaan segar bugar.”
“Apakah paman Cha sekalian kini berada dalam keadaan
baik-baik, saja?” tanya Koan Ing kemudian sambil
mengerutkan alisnya,
“Kini mereka masih terkurung, untuk sesaat tak berhasil
meloloskan diri dari kepungan, tetapi diantara kedelapan
orang berkerudung itupun tak seorangpun yang meninggalkan
tempat tersebut, aku takut lama kelamaan mereka akanjadi
lelah sendiri dan tidak kuat.”
Koan Ing termenung sebentar, dia merasa Sang Su-im yang
masuk ke dalam lembah Chiet Han Ku tentu akan terhadang
disuatu tempat, sesampainya di dalam gua itupun ada
kemungkinan sekalian kena terkurung.
Berpikir akan hal itu hatinya jadi kuatir, tak terasa lagi dia
lantas bangun berdiri. “Cianpwee kau beristirahatlah dulu
disini, aku serta dia akan masuk dulu ke dalam lembah.”
Dengan termangu-mangu Ciu Tong memandang wajah
pemuda itu, dia tidak percaya kalau Koan
Ing suka menolong dirinya,
Sikap yang begitu hormat dari Koan Ing serta tindakannya
yang suka menolong dirinya membuat Ciu Tong merasa
terharu, dalam hati dia amat berterima kasih sekali kepada
dirinya,
“Heei.... kita datang bersama-sama dari daerah Tionggoan
apalagi akupun angkat nama bersama^ supeknya, kenapa kita
harus saling bergebrak sendiri? Bukankah tindakan yang salah

ini hanya mendatangkan keuntungan bagi lembah Chiet Han
Ku?” pikir si iblis tua itu diam-diam,
Kini melihat pemuda itu hendak berlalu diapun lantas
mengangguk, “Kalian berhati-hatilah, akupun akan berusaha
berangkat kesana secepat mungkin.”
Setelah menjura memberi hormat dengan menarik tangan
Sang Siauw-tan mereka berlari keluar gua.
Dengan termangu-mangu Ciu Tong memperhatikan
bayangan punggung dari kedua orang itu, pikirnya kembali,
“Heei.... kini aku tidak boleh memisahkan kedua orang muda
mudi itu lagi, setiap urusan sudah diatur oleh Thian, bilamana
aku paksakan diri juga, maka seperti kejadian ini hendak
mencelakai orang malahan mencelakai diri sendiri.”
Koan Ing dengan menggandeng tangan Sang Siauw-tan
dengan cepatnya lari menuju ke dalam lembah Chiet Han Ku.
Terhadap lenyapnya Yuan Si Tootiang secara mendadak
dalam hati dia merasa tidak paham, lenyap karena mengejar
musuh? Atau mungkin sejak semula dia sudah punya rencana
untuk memancing para jago Bu-lim ini masuk ke dalam
daerah terlarang itu?,
Atau mungkin pula dia mempunyai sangkut paut dengan
rencana busuk yang diatur kali ini?
Berpikir sampai disitu Koan Ing merasakan hatinya
bergetar, dapatkah Yuan Si Tootiang bersekongkol dengan
pihak lembah Chitt Han Ku? Tetapi hal itu tidak mungkin bisa
terjadi, karena dengan nama baik serta kecemerlangan dari
partai Bu-long tidak mungkin dia orang sudi berbuat demikian.
Tubuh mereka berdua dengan amat cepatnya berkelebat
menuju kelembah Chiet Han Ku tanpa bertemu dengan
rintangan apapun.

Waktu itu hari sudah amat siang, tetapi cuaca amat buruk
dan diliputi oleh awan gelap, agaknya hujan kembali akan
turun.
Dengan cepatnya mereka berdua sudah tiba dimulut
lembah Chiet Han Ku yang merupakan dua buah batuan besar
yang tajam, di atas sebuah batu yang tajam terukirlah Chiet
Han Ku tiga tulisan besar, selain itu apapun tidak kelihatan.
Mereka berdiam diri beberapa saat lamanya diluar lembah
tersebut, setelah itu kembali tubuhnya bergerak menubruk ke
dalam lembah.
Lembah itu amat luas sekali laksana tak ada ujung
pangkalnya, sekeliling tempat itu dikurung dengan gunung
yang tinggi, bentuknya mirip sekali dengan sebuah ember.
Dengan ragu-ragu Koan Ing memeriksa sejenak keadaan di
sekeliling tempat itu, sewaktu dilihatnya di depan tampak
sebuah hutan, mereka berduapun lantas melanjutkan
perjalanannya menuju ke arah sana.
Siapa tahu baru saja tubuh mereka masuk ke dalam hutan,
mendadak terdengarlah suara yang aneh berkumandang
keluar.
Buru-buru pemuda itu putar tubuhnya, tampaklah di atas
sebuah tanah lapang sedang terjadi suatu pertempuran yang
amat sengit antara seseorang dengan puluhan orang
berkerudung.
Orang yang menyekal pedang itu bukan lain adalah Cing It
nikouw sedang kesepuluh
orang manusia berkerudung itu masing-masing sedang
mengayunkan sebuah jala berwarna merah yang
luasnya beberapa kaki sedang mengurung dirinya.

Melihat kejadian itu Koan Ing jadi amat terperanjat dia
tidak menyangka kalau Cing It nikouw kembali menerjang
masuk ke dalam lembah tersebut.
Waktu itulah kesepuluh buah jaring berwarna merah itu
telah disebarkan ke atas
mengurung seluruh tubuh nikouw muda itu, sedang pada
wajah Cing It nikouw penuh diliputi
oleh kegelisahan.
Maka dengan amat gusarnya Koan Ing bersuit panjang,
tubuhnya bagaikan kilat meluncur kedepm menerjang ke arah
sepuluh orang itu.
Pedang Kiem-hong-kiamnya dengan membentuk cahaya
keemas-emasan membentuk gerakan setengah busur
membabat ke arah mereka dengan ganasnya. inilah jurus
“Noe Ci Sin Kiam” dari ilmu pedang ‘Thian-yu Khei Kiam’.
Kesepuluh jaring warna merah yang berhasil mementalkan
pedang Cing It nikouw sewaktu melihat datangnya serangan
dari pemuda itu dengan cepat ditarik untuk menangkis
datangnya babatan itu.
Sinar mata Koan Ing berkelebat tajam, dia tidak ingin Cing
It nikouw yang baru saja
sembuh dari lukanya kini kembali terluka, maka pedangnya
disentakkan ke depan bermaksud membabat putus jaringan
merah itu.
Tetapi baru saja pedangnya terbentur denganjaring itu
pedang kiem-hong-kiamnya
sudah kena digulung, hatinya jadi berdesir apalagi waktu
itu ada dua buah jaringan merah
kembali mengurung ke bawah dari sebelah kiri serta
sebelah kanan.

Di tengah suara suitan yang amat keras ujung pedang
Kiem-hong-kiam memancarkan cahaya yang berkilauan, dua
buah jaring berwarna merah itu sudah kena dibabat putus
sedang tubuhnyapun dengan mengambil kesempatan itu
menerjang ke tengah udara.
Cing It nikouw yang kehilangan pedangnya melihat kembali
ada sebuah jaring berwarna merah mengurung ke atas
tubuhnya, terburu-buru dia menyingkir kesamping.
Tubuh Koan Ing yang ada di tengah udara segera berputar
setengah lingkaran, baru saja dia bermaksud turun tangan
menolong Cing It mendadak tampaklah olehnya dua orang
yang mendesak ke arah Sang Siauw-tan, hatinya jadi
terperanjat.
“Siauw-tan hati-hati!” teriaknya keras.
Pada waktu itulah Cing It nikouw sudah mendengus berat,
tubuhnya kena diseret sejauh satu kaki oleh ujung jaringan
tersebut.
Pemuda itu lantas merasa rada bergidik, baru pertama kali
ini dia menemui musuh yang melancarkan serangan dengan
menggunakan senjatajaring, untuk beberapa saat lamanya dia
jadi kebingungan apa yang harus dikerjakan.
“Serahkan nyawamu!” bentaknya kemudian sambil
berkelebat menerjang ke arah depan. Diantara suara bentakan
yang amat keras itulah pedangnya melancarkan satu serangan
dahsyat menghajar orang berkerudung yang lagi mendesak
ke arah Cing It nikouw.
Orang berkerudung itu jadi terperanjat makajaring
merahnya ditarik untuk mengurung tubuh Koan Ing,
Pemuda itu segera mengerutkan alisnya, pedang
denganjaring segera bentrok menjadi satu sedang tubuhnya
dengan mengambil kesempatan itu meluncur ke bawah dan
menerjang keluar.

Dimana pedang Kiem-hong-kiamnya berkelebat, orang
barkerudung itupun mendengus berat, pedangnya dengan
cepat berhasil menyayat dada orang itu, tapi dirinya pun kena
terkurung oleh jaring merah yang disebar oleh mereka itu.
Orang barkerudung lainnya melihat kejadian itu segera
pada membentak keras, tubuh mereka dengan cepat
menubruk.
Koan Ing yang melihat tubuhnya terjerat sedang jaringjaring
lainnynpun sudah ditebarkan ke atas badannya dengan
gusar dia membentak^
Tubuhnya segera menggelinding ke arah luar sedang
pedang kiem-hong-kiamnya berturut-turut melancarkan
delapan serangan gencar membabat tubuh bagian bawah dari
orang-orang berkerudung
itu,
Munusia-sia berkerudung itupun terdesak menyingkir
kesamping, mengambil kesempatan itu tubuh Koan Ing
meluncur ke tengah udara, diantara berkelebatnya cahaya
pedang yang dipancarkan dari pedang kiem-hong-kiam jaringjaring
warna merah itu sudah kena dibabat putus semua,
Kembali tubuhnya dengan cepat berjumpalitan diteugah
udara, mendadak....
“Ah.... kemana perginya Sang Siauw-tan?” teriaknya kaget.
Begitu tubuhnya melayang turun ke atas tanah
pedangnyapun melancarkan serangan dengan menggunakan
jurus “Hay Thian It Sian” Tangannya yang sasu melancarkan
serangan menghalangi serangan-seranganjaring merah,
tangan yang lain menyambar tubuh Cing It nikouw yang jatuh
tidak sadarkan diri, diantara suitan yang amat nyaring
tubuhnya dengan cepat meluncur ke dalam hutan itu.

Sewaktu dilihatnya orang berkerudung itu tidak
melanjutkan pengejarannya dia pun mulai memperlambat
larinya.
Hutan itu amat lebat dengan pepohonan yang tumbuh
merapat, selain itu apapun tak kelihatan lagi.
Hatinya mulai merasa cemas, kemana perginya Sang
Siauw-tan? Apakah dia orang kena ditawan?
Sambil menggendong tubuh Cing It pemuda itu lari terus ke
arah depan, tapi tak
berhasiljuga menemukan gadis tersebut sedang dirinya
semakin masuk semakin berada jauh
di tengah hutan,
Akhirnya sampailah dia orang di sebuah jeram yang amat
deras dengan pemandangan yang indah.
Koan Ing menghentikan larinya dan meletakkan lubuh Cing
It di atas batu, dia melihat wajah nikouw itu pucat pasi
bagaikan mayat.
Sebetulnya dalam hati pemuda itu bermaksud untuk
memeriksa keadaan luka dari Cing It ini, tapi walaupun dia
adalah seorang beribadat tapi bagaimanapun juga dia tetap
seorang
perempuan, buat dirinya agak tidak leluasa untuk membuka
pakaiannya untuk mengadakan pemeriksaan.
Akhirnya diajatuhkan diri duduk bersila dan memangku
tubuh Cing It di atas lututnya,
dia takut nikouw itu kedinginan tapi merasa kuatir pula
akan lukanya hal ini membuat
pemuda itu jadi kebingungan
Suara air terjun bergema memekikkan telinga....

Dengan termangu-mangu Koan Ing memperhatikan air
yang dengan derasnya mengalir ke bawah, dia mulai berpikir
kemana perginya Sang Siauw-tan? Bagaimana dia harus
berbuat terhadap Cing It yang ada di hadapannya.
Waktu itulah mendadak suara dengusan yang amat dingin
bargema dari belakang tubuhnya,
Pemuda itu jadi terperanjat, dia sama sekali tidak merasa
kalau ada orang yang sudah barada di belakang tubuhnya,
dengan cepat dia meloncat ke tengah udara sedang tangan
kanannya mencabut keluarpedang Kiem-hong-kiam yang
tersoren pada punggungnya.
Tetapi sebentar kemudian kembali dia jadi melengak
karena orang yang ada dibelakangnya pada saat ini adalah
seorang nikouw berjubah putih dengan wajah yang penuh
senyuman, orang itu bukan lain adalah Sin Hong Soat-nie
Cuma saja waktu ini wajah nikouw tua iiu anat keren dan
berwibawa, dengan dinginnya dia sedang memandang ke
arahnya.
Koan Ing jadi amat terperanjat, selama ini dia belum
pernah melihat sikap yang begitu dingin dari Sin Hong Soatnie.
Setelah ragu-ragu sejenak akhirnya dia berkata, “Suthay,
muridmu.... ”
“Koan Ing” potong Sin Hong Soat-nie dengan suara dingin.
“Kau hendak bunuh diri atau menunggu aku yang turun
tangan?”
“Apa? Aku tidak mengerti apa yang di maksud oleh suthay!”
seru pemuda itu dengan terperanjat.
Sin Hong Soat-nie segera tertawa dingin,
“Aku sudah melanggar peraturan dengan melepaskan kau
serta Siauw-tan turun gunung, tetapi kau sudah memikat hati
murid ku, bukan begitu saja bahkan luka yang kau derita kini
sudah sembuh, hal ini benar-benar berada diluar dugaanku”,

Koan Ing jadi melengak, Sin Hong Soat-nie menuduh dia
telah memikat hati muridnya Cing It nikouw, hal ini mana
mungkin bisa terjadi?
Sewaktu dia lagi termangu-mangu itulah mendadak
terdengar Cing It mengeluh. Terburu-buru dia lantas
meletakkan tubuh nikouw muda itu ke atas tanah. “Suthay,
kau jangan salah paham.”
Sewaktu dia lagi berbicara sampai disitu Cing It nikouw
sudah bangun, sewaktu dilihatnya Sin Hong Soat-nie ada
disana dia lantas memanggil, “Suhu!”
“Siapa yang jadi suhumu?” dengus nikouw tua itu dengan
dingin.
Tubuhnya mendadak meloncat ke atas, pedang ditangan
kanannya dengan amat cepatnya melancarkan satu tutukan
menghajar leher Cing It nikouw.
Koan Ing yang melihat kejadian itu jadi amat terperanjat,
dia sama sekali tidak menyangka kalau Sin Hong Soat-nie bisa
melancarkan serangan menghajar tenggorokan dari Cing It
nikouw dia tahu Sin Hong Soat-nie tentu sudah menaruh salah
paham terhadap dirinya, nikouw tua itu pastilah sudah
mengira muridnya dengan dia orang sudah mengikat suatu
hubungan yang intim.
“Suthay, tunggu dulu!” cegahnya dengan keras.
Diantara suara bentakan yang amat keras, pedang Kiemhong-
kiam ditangan kanannya sudah menangkis datangnya
serangan dari nikouw tua itu.
Sin Hong Soat-nie yang melihat Koan Ing berani turun
tangan menangkis serangannya dalam hati semakin gusar lagi.
“Bangsat! Kau berani?” bentaknya keras
Dengan gerakan yang tidak berubah pedang ditangan
kanannya segera membabat ke arah pergelangan tangan

pemuda itu, sedang tubuhnya sambil melayang ke atas
melancarkan tendangan dahsyat.
Tendangannya kali ini dilancarkan amat keras, bahkan
disertai dengan angin serangan
yang tajam,
Koan Ing jadi terperanjat tubuhnya dengan cepat meloncat
ke atas udara sedang kaki kanannya melancarkan tendangan
pula menangkis datangnya tendangan dari nikouw itu.
Sin Hong Soat-nie sendiripun diam-diam merasa amat
terperanjat, dia yang melihat kecepatan gerak pemuda itu
sewaktu berubah serangan dalam hati sudan mengerti kalau
kepandaian silatnya kembali mendapatkan kemajuan pesat,
dia sama sekali tidak menyangka kalau kepandaian dari
pemuda itu bisa demikian lihaynya.
“Suhu.... ” waktu itulah terdengar Cing It nikouw sudah
menjerit sambil menangis, tubuhnya dengan cepat menubruk
ke arah pedang dari suhunya.
Masing-masing pihak jadi amat terperanjat, diantara
berubahnya jurus serangan tampak darah segar muncrat
memenuhi permukaan tanah, sebelah lengan kanan dengan
cepatnya kena dibabat putus dan mencelat setinggi satu kaki.
Sedang badan Cing It nikouw sendiri sudah rubuh tak
sadarkan diri di tengah ceceran
darah.
Melihat kejadian ini Koan Ing jadi terperanjat, jari tangan
kirinya buru-buru menyentilkan ke depan lima gulung angin
serangan menotok jalan darah dari nikouw muda itu untuk
menghentikan mengalirnya darah,
Sin Hong Soat-nie sendiri merasa terkejut bercampur gusar,
tadi dia sudah merasa gusar karena campur tangan Koan Ing
di dalam tindakannya untuk menghukum Cing It, kini melihat

muridnya kehilangan satu lengan di bawah serangan
pedangnya sendiri hatinya merasa semakin gusar.
Tubuhnya dengan cepat berkelebat, pedangnya dengan
amat cepat melancarkan serangan dahsyat menghajar diri
pemuda tersebut.
Koan Ing dengan satu tangan menjepit Cing It nikouw,
pedang Kiem-hong-kiamnya berturut-turut berkelebat
menangkisi setiap serangan yang ditujukan kepadanya.
Pertempuran yang terjadi kali ini sama sekali berbeda
dengan suasana pertempuran di atas puncak Su Li Hong, kali
ini Sin Hong Soat-nie sudah berada dalam keadaan amat
gusar sekali, pedangnya menyerang dengan cepat bagaikan
kilat, serangannya benar-benar amat mengejutkan sekali,
Bagaimanapun juga tenaga dalam Koan Ing masih
ketinggalanjika dibandingkan dengan nikouw itu, belum
sempat dia punahkan serangan pertama, Sin Hong Soat-nie
sudah merubah jurusnya kembali, matanya cuma merasa sinar
keperak2an berkelebat tiada hentinya membuat dia terkurung
di dalamnya.
Sin Houg Soat-nie yang melihat Koan Ing berani saling
bergebrak dengan dirinya, maka pedangnya dilancarkan
semakin cepat lagi, satu serangan lebih cepat dari serangan
selanjutnya, semakin lama semakin ganas, agaknya dia
bermaksud membinasakan Koan Ing di bawah serangan
pedangnya.
Setindak demi setindak Koan Ing terdesak mundur ke
belakang, walaupun saat ini dia memiliki beribu-ribu jurus
serangan tetapi tenaga dalamnya yang masih kalah setingkat
itu memaksa dia tidak berhasil mengikuti perubahan jurus dari
Sin Hong Soat-nie tersebut,
Setiap kali kakinya mundur selangkah maka tanah yang
diinjakpun semakin menurun ke bawah, dia merasa segulung
hawa dingin meresap masuk dari punggungnya,

Hatinya mulai bergidik, Koan Ing sadar bilamana sekali lagi
dia mengundurkan diri ke belakang maka seketika itu juga dia
akan menemui ajalnya disana,
Suatu pikiran mendadak berkelebat di dalam benaknya,
diantara suara suitan gusar yang amat keras, pedang Kiemhong-
kiamnya dengan mengerahkan seluruh tenaga
melancarkan serangan ke depan dengan menggunakan jurus
“Hay Thian San” yang amat lihay.
Jurus bertahan ‘Hay Thian Sian’ ini merupakan suatu jurus
yang paling rapat untuk mempertahankan diri, perduli pihak
musuh melancarkan serangan dari sudut manapun tidak
akan berhasil membobolkan pertahanan tersebut.
Tempo hari sewaktu Sin Hong Soat-nie bergebrak dengan
Koan Ing di atas puncak Su Li Hong dia pernah memikirkan
bagaimana caranya untuk memecahkan jurus bertahan ini,
akhirnya dengan menggunakan tenaga dalam yang lihay dia
berhasil menjadikan jurus tersebut buyar kini melihat pemuda
itu kembali melancarkan serangan dengan menggunakan jurus
itu, pedangnya dengan cepat menutul ke atas tubuh pedang
Koan Ing.
Sepasang pedang bertemu Sin Hong Soat-nie segera
membabatkan pedangnya ke samping dan menghisap pedang
yang ada ditangan Koan Ing beberapa Cun diluar pertahanan,
mengambil kesempatan tubuhnya segera menerjang ke depan
sedang telapak kirinya melancarkan satu pukulan menghajar
dada pemuda itu,
Koan Ing sama sekali tidak menyangka kalau jurus
bertahannya ‘Hay Thian It Sian’ kena dipukul bobol oleh
nikouw tua itu, hatinya jadi amat kaget,
Sewaktu dia sedikit berayal itulah dadanya sudah kena
dihajar oleh telapak tangan Sin Hong Soat-nie.

Dengan beratnya Koan Ing mendengus, kakinya kembali
mundur selangkah ke belakang tapi mendadak hatinya
terperanjat.
Tempat yang dipijak waktu itu ternyata adalah tempat yang
kosong.
Di dalam keadaan gugup kakinya segera menjejak ke
depan, tetapi keadaan sudah terlambat tubuhnya dengan
cepat meluncurjatuh ke dalam jurang.
Sin Hong Soat-nie yang melihat kejadian itu jadi tertegun
dibuatnya, dia tidak mengira kalau Koan Ing serta Cing It
bisajatuh ke dalam jurang yang amat dalam dalam dengan air
terjun yang begitu derasnya.
Lama sekali dia berdiri termangu-mangu di samping jurang,
wajahnya kelihatan murung sekali.
Akhirnya sambil menghela napas panjang dia berlalu juga
dari sana.
Tubuh Koan Ing yang meluncurjatuh ke dalam jurang
dengan cepatnya membentur dasar dinding, karena getaran
yang amat keras pemuda itu segerajatuh tidak sadarkan diri.
Entah lewat beberapa saat lamanya mendadak pemuda itu
merasa wajahnya amat dingin, dengan perlahan dia membuka
matanya.
Tampaklah waktu itu dirinya sedang berbaring di dalam
pelukan Cing It sedang wajah yang cantik dari nikouw muda
itupun sedang memperhatikan dirinya. Dengan amat
terperanjat Koan Ing segera meronta bangun.
“Sut kau jangan bergerak dulu, lukamu belum sembuh dan
beristirahatlah sebentar!” cegah Cing It Nikouw terburu-buru
sambil menahan badannya.
Terpaksa Koan Ing tidak bergerak, dalam hati dia merasa
heran bagaimana mungkin dirinya tidak sampai mati? Dia

masih teringat sewaktu tubuhnya terjatuh dari atas tebing
tubuhnya kena dihantam air terjun yang amat santar itu
sehingga terpental menghantam dinding, bagaimana mungkin
tubuhnya tidak remuk?
Matanya mulai menyapu memandang sekejap ke sekeliling
tempat itu, terlihatlah olehnya waktu itu dirinya serta Cing It
uikouw ada di atas sebuah batu yang menongol keluar
diantara tebing serta air terjun. diam-diam lantas pikirnya,
“Aakh.... untung sekali aku tidak sampai jatuh ke dalam air
terjun tersebut.”
Dengan perlahan Cing It nikouw menyobek ujung
pakaiannya setelah dibasahi dengan air telaga lantas
ditempelkan ke atas kening pemuda tersebut,
“Sute kau merasa baikan bukan?” serunya, Dengan
termangu-mangu Koan lag memperhatikan diri Cing It nikouw
yang waktu itu sedang tersenyum, walaupun dia sudah cukur
rambut jadi nikouw apalagi wajahnya tidak begitu cantik
menurut penglihatannya tetapi dia memiliki suatu daya
penarik yang amat aneh sekali. Tiba-tiba Koan Ing teringat
kembali akan kata-kata dari Sin Hong Soat-nie, “Suci.... ”
serunya tidak tenang.
Agaknya Cing It nikouw mengerti apa yang sedang
dipikirkan dihatinya, lalu dia tersenyum.
“Sute kau jangan banyak berpikir” ujarnya. “Tidak perduli
orang lain berbicara apapun janganlah kau perduli, maksudku
turun dari puncak Su Li Hong tidak lebih karena merasa kuatir
buat keselamatanmu, asalkan kau jangan mensia-siakan diri
Sang Siauw-tan, itulah sudah lebih amat cukup sekali.”
Koan Ing jadi melengak, dengan pandangan terpesona dia
memperhatikan diri Cing It nikouw, dia merasa bahwa nyali
perempuan ini sungguh tidak kecil, dia orang ternyata sama
sekali tidak memperdulikan kedudukannya sebagai seorang

nikouw maupun terhadap hubungannya dengan Sang Siauwtan.
“Sute,” terdengar Cing lt nikouw kembali berkata sambil
membereskan rambut pemuda itu. “Tidak kusangka kau sudah
demikian besarnya tapi masih belum bisa menjaga diri sendiri”
Untuk beberapa saat lamanya Koan Ing mempunyai suatu
perasaan yang aneh, dia merasa Cing It serta Sang Siauw-tan
merupakan manusia lain jenis, dia merasa Cing It benar-benar
terlalu memperdulikan dirinya bahkan tanpa memperdulikan
lukanya yang diderita dia sudah merawat dirinya.
“Ah.... , alangkah baiknya bilamana Cing It suka menjadi
enciku.... ” pikirnya.
Dengan perlahan dia bangun duduk lalu tersenyum.
“Suci aku sama sekali tidak terluka, bagaimana kalau kita
bercakap2 sambil duduk” Cing It nikouw yang melihat dia
bermaksud untuk duduk kali ini tidak mencegah lagi.
“Sute,” sahutnya. “Coba kau tarik dulu napas panjangpanjang,
bilamana tidak kuat janganlah terlalu dipaksa”
Koan Ing yang melihat Cing It begitu menaruh rasa kuatir
terhadap dirinya dia pun tidak enak untuk membangkang
maka diapun menarik napas panjang.
Terasalah kecuali dadanya agak sesak, tidak terdapat rasa
apapun lainnya, dia lantas tertawa.
“Terima kasih atas perhatian dari suci, aku tidak mengapa.”
Cing It tersenyum, diapun segera mengambil keluar barang
serta pedang.
“Sute setelah kaujatuh tidak sadarkan diri aku takut
badanmu yang berbaring itu terganjal dengan barang-barang
ini maka itu aku lantas mengambil keluar barang-barang itu,
sekarang kau terimalah kembali,” katanya sambil tertawa.

“Koan Ing segera menerima benda-benda itu dan
memandang ke arah Cing It nikouw dengan terpesona.
Di dalam hati pemuda itu merasa amat terharu atas
perhatian yang diberikan nikouw muda itu terhadap dirinya.
Cing It nikouw yang meiihat pemuda itu termenung dia
lantas tersenyum, ujarnya, “Sute, coba kau lihat jeram ini
amat indah bukan?”
Dengan perlahan Koan Ing pun dongakkan kepalanya
memandang ke arah air terjun itu, walaupun begitu berbagai
ingatan kembali berkelebat di dalam benaknya, “Suci aku
hendak mencari Siauw-tan,” katanya mendadak. Selesai
berkata dia menoleh dan memandang sekejap ke arah Cing It
nikouw.
Agaknya nikouw itu dibuat melengak oleh perkataan dan
pemuda itu, dengan perlahan dia menundukkan kepalanya,
titik-titik air matapun mengucur keluar membasahi pipinya,
lama sekali dia termenung tidak rnengucapkan sepatah
katapun,
Koan Ing yang melihat kejadian itu hatinya menjadi tidak
tenang, tetapi dia tidak bisa berdiam lebih lama lagi tanpa
pergi mencari diri Sang Siauw-tan.
Cing It nikouw yang baru saja terluka tetapi dia begitu
perhatian merawat dirinya, kini setelah dirinya sadar kembali
bagaimana mungkin lantas pergi? Apalagi selama ini dia terus
menerus memperhatikan dirinya....
“Suci,” ujarnya kemudian dengan hati tidak tenang.
“Sebenarnya aku ingin berdiam disini, tetapi sekarang mau tak
mau aku harus pergi mencari Siauw-tan.”
Dengan perlahan Cing It nikouw dongakkan kepalanya dan
memandang ke arah pemuda tersebut.
“Kau pergilah dan jagalah dirimu baik-baik” ujarnya
kemudian,

Koan Ing yang mendengar perkataan itu, hatinya benarbenar
dibuat amat terharu, “Suci, terima kasih.”
Wajah Cing It nikouw yang putih bersih itu kini sudah
dibasahi dengan butiran2 air mata yang amat banyak, sambil
menahan isak tangis yang semakin menjadi itu dia
memandang ke arah pemuda itu dengan pandangan sayu.
Akhirnya Koan Ing merasa tidak tega sendiri, katanya dengan
suara yang amat halus, “Suci tempat ini mungkin rada tidak
leluasa buat dirimu, biarlah aku hantar kau keluar dari tempat
ini dulu.”
“Terima kasih, tidak usah aku bisa keluar sendiri apalagi
kini aku sedang ingin berdiam beberapa saat disini,” kata Cing
It nikouw sambil tertawa paksa, kepalanya pun ditundukkan
rendah-rendah, “Kau pergilah terlebih dulu, asalkan kau
selamat saja, hatiku sudah lega”, ^
Lama sekali Koan Ing termenung, akhirnya dengan
beratkan hati dia bangkit berdiri
juga,
“Suci, selamat tinggal!” serunya kemudian,
Sehabis berkata tubuhnyapun meloncat melewati jeram itu,
dengan beberapa kali bersalto di tengah udara akhirnya
sampai juga dia di atas batu putih itu,
Lama sekali dia berdiri termenung ditepijeram tersebut
hatinya benar merasa terharu oleh sikap yang begitu tulus dari
Cing It nikouw, diam-diam pikirnya, “Bilamana aku mempunyai
seorang enci seperti Cing It sungguh menyenangkan sekali,....

Teringat akan hal itu diapun kembali terbayang wajah Sang
Siauw-tan, maka tubuhnya segera berputar dan lari menuju ke
arah luar,

Waktu itu cuaca sudah mulai menggelap kembali, sesudah
melakukan perjalanan beberapa saat akhirnya sampai juga
Koan Ing di dalam sebuah hutan yang lebat.
Ooo)*(ooO
Bab 34
SUASANA di dalam hutan itu amat sunyi sekali, tak
terdengar sedikit suarapun, angin
bertiup sepoi-sepoi membawa suara hembusan yang amat
syahdu sekali. Di dalam hati Koan Ing merasa amat heran,
pikirnya, “Akh.... kenapa di tempat ini tak kelihatan sesosok
manusiapun?”
Dengan langkah yang amat perlahan dia berjalan masuk ke
dalam hutan itu sedang matanya dengan tajam
memperhatikan sekeliling tempat itu.
Tampaklah di depan sebuah tebing duduk enam orang di
atas permukaan tanah.
Di atas tebing itu tampaklah sebuah celah yang amat
sempit yang cukup untuk diterobosi oleh seorang manusia
saja.
“Bukankah tempat ini mirip sekali dengan tempat
dikurungnya Thian Siang Thaysu sekalian seperti apa yang
diceritakan oleh Ciu Tong?” pikirnya diam-diam.
Penemuan yang secara mendadak ini seketika itu juga
membuat hatinya merasa amat tegang.
Keenam orang itu duduk bersila dengan angkernya
membentuk kedudukan setengah lingkaran, ditangan masingmasing
mencekal sebuah jaring merah yang mengurung celah
tersebut rapat-rapat.
Agaknya memang mereka tidak berani menerjang masuk
kedalam, terbukti dari sikap yang

tenang dari keenam orang itu, tapi sepasang matanya
dicurahkan kesana.
Suasana di dalam gua itupun amat sunyi, bilamana orang
yang tidak mengerti akan peristiwa ini tentu tidak bakal
menyangka kalau di dalam gua itu sudah terkurung begitu
banyak jagoanBu-lim yang sudah punya nama di dunia
kangouw, Dengan mengikuti pinggiran hutan Koan Ing mulai
bergeser mendekati gua itu.
Sedang keenam orang itu tetap duduk membelakangi Koan
Ing, agaknya mereka sama sekali tidak merasa atas
kedatangan dari pemuda tersebut,
Dengan pandangan yang tajam Koan Ing memperhatikan
bayangan setiap punggung dari keenam orang itu, dia merasa
tenaga dalam dari orang-orang itu pasti jauh berada di atas
tenaga dalam dirinya, kalau tidak bagaimana mungkin “Cha
Can Hong” sekalian bisa terkurung di dalam gua tersebut,
Pikirannya dengan cepat berputar, dia mulai mencari akal
bagaimana caranya supaya lolos dari kepungan tersebut,
Orang-orang dari lembah Chiet Han Ku pada menggunakan
jaringan besar sebagai senjata, pikirannyapun segera berputar
mencari akal bagaimana cara pemecahannya,
Sewaktu sedang enakkan berpikir itulah mendadak dari
belakang tubuhnya terdengar suara dengusan dingin.
Dengan gesitnya dia putar badan, tampaklah seorang
manusia berkerudung dengan
mencekal sebuah jaringan besar berwarna emas sedang
memandang ke arahnya dengan pandangan
dingin.
Dengan cepat Koan Ing melayang mundur ke belakang,
pedang Kiem-hong-kiamnya dilyabut keluar lalu dilintangkan di
depan dada siap-siap menghadapi serangan.

Kembali orang berkerudung itu mendengus dingin, tangan
kanannya diayunkan ke depan makajaringan tersebut sudah
terpentang lebar-lebar seluas lima kaki lebih.
Melihat keiyadian tersebut Koan Ing jadi amat terperanjat,
apalagi melihat jaringan besar yang memencarkan cahaya ke
emas-emasan itu sudah mengurung tubuhnya maka dengan
cepat dia berkelebat mundur ke arah belakang .
Orang berkerudung itupun dengan cepat meloncat ke
depan, jaringan emasnya kembali diayunkan ke atas.
Koan Ing segera merasakan hatinya bergidik, bukan saja
jaringan emas itu amat lihay bahkan kecepatan geraknyapun
jauh berada diluar dugaannya.
Pedangnya dengan cepat digetarkan ke depan menutul
pinggiran jaringan emas itu, dia bermaksud mementangkan
jaring itu lalu meloloskan diri dari kurungan.
Dengan dahsyatnya pedang serta jaringan tersebut
terbentur satu sama lainnya, mendadak jaringan emas itu
bergetar amat keras sedang pedang Kiem-hong-kiam
ditangannya
kini sudah kena dijirat.
Koan Ing jadi amat terperanjat, dia sama sekali tidak
menduga kalau kepandaian silat dari orang itu jauh berada di
atas tiga manusia genah empat manusia aneh, maka di tengah
suara bentakannya yang amat keras seluruh lweekang yang
dimilikinya sudah disalurkan ke dalam tubuh pedang tersebut.
Sinar mata manusia berkerudung itu berkelebat, tangannya
digetarkan dengan keras tidak menanti Koan Ing
mengerahkan seluruh Iweekangnya dia sudah balas
mengerahkan tenaga lwekangnya untuk menggetarkan balik
pukulan itu.
Saat ini Koan Ing benar-benar tergetar dengan keras,
bilamana kini dia tidak cepat-cepat melepaskan pedangnya

paling sedikit tubuhnya akan terpukul luka, tapi bilamana dia
terpaksa harus melepaskan pedangnya maka tubuhnya tidak
bakal berhasil menghindarkan diri dari tiga terangan musuh.
Belum habis pikirannya berputar untuk mengambil
keputusan tahu-tahu tubuhnya sudah kena dilemparkan ke
tengah udara oleh manusia berkerudung itu.
Dengan cepat Koan Ing bersalto beberapa kali di tengah
udara lalu berputar bagaikan roda kereta.
Belum sempat tubuhnya melayang ke atas permukaan
tanah kembali angin pukulan sudah menyerbu datang.
Sebuah jaringan berwarna merah dengan cepatnya sudah
menjiret, saat ini Koan Ing sudah merasa bergidik karena
tenaga dalamnya sudah buyar sehingga tak ada tenaga sisa
lagi untuk menghadapi serangan.
Dengan cepatnyajaringan itu melayang turun ke bawah
mengurung tubuhnya,
Pada saat yang kritis itulah mendadak dari dalam gua
berkumandang keluar suara dengusan dingin, segulung angin
serangan yang amat dahsyat menyambar ke depan mengh
tubuh lelaki berkerudung yang baru saja melancarkan
seranganjaring ke arah Koan Ing.
Mendengar akan suara bentakan tersebut pemuda itu jadi
amat girang, dia tahu suara itu pastilah berasal dari Sang Suim
si jari sakti.
Entah secara bagaimana Sang Su-impun kena dikurung di
dalam gua tersebut, tapi saat ini tak ada waktu baginya untuk
berpikir panjang ^
Manusia berkerudung yang kena dibokong secara
mendadak dia buru-buru melindungi dirinya dengan begitu
serangannya terhadap pemuda itupunjadi kendor. Mengambil
kesempatan ini Koan Ing lalu menggelinding keluar dari
kurungan.

Tetapi pada saat yang bersamaan itu pula dari empat
penjuru berkelebat datang puluhan buah jaringan merah
menggulung ke arahnya. Hatinyapun semakin bergidik lagi,
mendadak.
“Braaak....!” segulung angin pukulan yang maha dahsyat
dengan cepatnya meluncur ke depan menggulung kearab
orang-orang itu.
Barsamaan waktunya pula terdengar suara teriakan
seseorang, “Engkoh Ing cepat masuk!”
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing segera merasakan
hatinya tergetar amat keras, bukankah suara itu berasal dari
Sang Siauw-tan? Kini dia pergi kemana-mana untuk mencari
gadis tersebut, tidak disangkanya dia orang sudah berada
disitu.
Dengan amat girangnya Koan Ing sagera berkelebat masuk
ke dalam gua tersebut.
Begitu tubuh Koan Ing berkelebat masuk ke dalam gua,
beberapa orang berkerudung yang ada diluar guapun
bersama-samapada menubruk ke depan.
“Braaak....!” kembali segulung angin pukulan yang maha
dahsyat menggulung ke arah luar membuat pasir serta batu
kerikil pada beterbangan keangkasa, suaranya benar-benar
amat memekikkan telinga.
Diam-diam Koan Ing merasa amat terperanjat juga melihat
kejadian itu, ketika dia menoleh ke belakang tampaklah Sang
Su-im Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong bertiga sedang
duduk bersila di dalam gua, Thian Liong Thaysu, Hud Ing
Thaysu, Suto Beng Cu, Cha Cing Cing, Cha Ing Ing, serta Sang
Siauw-tan berdiri di belakang tiga orang itu, sedang dipaling
belakang tampaklah sebaris hweesio-hweesio siauw”“lim sie,
ada yang lagi berbaring ada pula yang sedang terluka tetapi
kebanyakan dari mereka sudah pada cedera. Kepada ketiga
orang itu pemuda tersebut, segera menjura.

“Koan Ing menghunjuk hormat buat cianpwee bertiga,
terima kasih atas buj pertolongan cianpwee sekalian.”
katanya. Sang Su-im tersenyum.
“Kau tidak usah sungkan-sungkan lagi, jaringan emas dari
kaucu lembah Chiet Han Ku itu sunggah amat dahsyat sekali,
sekalipun ilmu jari Han Yang Cipun tak bisa mengapa-apakan
dirinya, untung sekali kini kau masih bisa loloskan diri dari
serangannya.”
Terdengar Cha Can Hong yang ada di belakangnya
menghela napas panjang, demikian pula dengan Thian Siang
Thaysu mereka pada bungkam dalam seribu bahasa.
Dengan hati yang amat girang Sang Siauw-tan segera maju
ke depan menyongsong kedatangan pemuda tersebut.
“Engkoh Ing, tidak disangka kaupun ikut datang kemari.”
“Aakh.... tadi kau sudah kemana? Aku mencari dirimu
kemana2” sahut Koan Ing tertawa.
“Lalu dimanakah Cing It suci?” tanya gadis itu kembali
sambil menarik Koan Ing lebih mendekat lagi.
Koan Ing agak ragu-ragu sebentar, akhirnya dia tertawa
pahit, “Dia sangat baik.”
Sang Siauw-tan yang melihat paras muka Koan Ing rada
berubah hatinya jadi keheranan, terhadap sikap Cing It
nikouw yang menaruh perhatian terhadap pemuda tersebut
dia sudah tahu tetapi yang membuat dia keheranan adalah
kini dirinya ternyata tidak datang kemari bersama-sama
dengan Koan Ing,
“Lalu dimanakah dia sekarang?” tanyanya lagi,
Koan Ing hanya tersenyum, dia bukannya menjawab
pertanyaan iiu sebaliknya malah mengganti bahan
pembicaraan,
“Sin Hong Sout Nie cianpwee pun ikut datang,” katanya

Mendengar perkataan itu Cha Can Hong segera dongakkan
kepalanya.
“Sin Hong Soat-nie sudah datang?” pikirnya,
“Hal ini benar-benar tidak mungkin terjadi.”
Sin Hong Soat-nie pernah bersumpah tidak akan terjunkan
dirinya kembali ke dalam dunia kangouw bagaimana mungkin
dia kini bisa muncul di lembah Chiet Han Ku?
Kiranya bukan Cha Can Hong saja yang merasa keheranan,
tapi semua orang yang ada di dalam gua itupun pada merasa
keheranan.
“Apakah kau sudah bertemu dengan dirinya?” tanya Sang
Su-im kemudian. Dengan perlahan Koan Ing mengangguk.
Thian Sian Thaysu yang mendengar perkataan tersebut
semangatnya berkobar kembali, dia orang yang tenaga dalam
“Si Bu Sian Thian Cin Khei”nya pada tahuii2 ini sudah berhasil
dilatih mencapai puncak kesempurnaan bilamana bisa
digabungkan dengan tenaga khi-kang ‘Sian Bun Kang Khie’
dari Yuan Si Tootiang serta ilmu ‘Ciang Mo Kiam Khei’ dari Sin
Hong Soat-nie maka tidak perduli bagaimana lihaynya pihak
musuh pasti tidak akan kalah.
Kembali terdengar Cha Can Hong menarik napas panjangpanjang,
ujarnya, “Kini kita sudah terkurung di dalam gua ini,
mungkin sejak kini tak ada lagi orang yang bisa membantu
kita.”
“Kau jangan berkata demikian, bukan kah hal itu sama saja
dengan mematahkan semangat sendiri!” bantah Thian Siang
Thaysu sambil mengerutkan alisnya. Cha Can Hong kembali
tertawa.
“Mereka pada menghadang di depan gua2, seharusnya
Thaysupun sudah tahu kalau di antara kita tak ada
seorangpun yang bisa menahan pukulan mereka.”

Mendengar perkataan tersebut Thian Siang Thaysu
bungkam dalam seribu bahasa, jangan dikata bergebrak
seorang lawan seorang, sekalipun untuk lolos dari mulut gua
yang sempit itupun belum tentu bisa,
“Tapi apakah kita harus menunggu kematian dengan duduk
terpekur.... ” serunya sambil mengerutkan alisnya,
“Coba kalianjangan ribut dulu,” sela Sang Su-im sambil
tersenyum, “Malam ini ada kemungkinan anak murid Tianggong-
pang berhasil menyerbu masuk lembah Chiet Han Ku ini,
waktu itu ada kemungkinan kita masih bisa tertolong,”
“Kucu dari lembah Chiet Han Ku ini, amat tajam dan pandai
sekali, mungkin sulit sekali untuk menyerbu ke dalam lembah,
apalagi orang-orang dari lembah Chiet Han Ku pada
bersembunyi semua, bilamana mereka menyerbu datang
dengan kekerasan bukankah akan sia-sia belaka gerakan
mereka itu?” seru Cha Can Hong sambil geleng2kan
kepalanya.
“Kalau begitu orang-orang dari lembah Chiet Han Ku ini
sudah mengadakan persiapan,” kata Sang Su-im sambil
mengerutkan alisnya. “Yuan Si Tootiang yang pergi mengejar
musuhpun tidak muncul2 kembali, apa mungkin dia sengaja
menjebak kita untuk memasuki lembah Chiet Han Ku ini?”
Mendengar perkataan tersebut Thian Siang Thaysu segera
mendengus dingin.
“Sang pangcu, apakah kau tidak merasa perkataanmu itu
sedikit keterlaluan? Dengan sikap serta keluhuran budi Yuan Si
Tootiang apakah dia bisa berbuat begitu kejamnya sesuai
dengan apa yang dicurigai Sang Pangcu? Hmm mungkin saat
ini dia lagi menemui bahaya.”
Sinar mata Cha Can Hong berkedip-kedip, tapi dia tetap
bungkam dalam seribu bahasa.

“Eeehm.... mungkin juga memang begitu,” akhirnya jawab
Sang Su-im juga.
Air muka Thian Siang Thaysu mendadak berubah anat
keren.
“Sang Pangcu,” ujarnya lagi, “Kalau hanya dikarenakan
urusan ini saja kau sudah menaruh begitu curiga kepada
dirinya, apakah kau tidak takut ditertawakan oleh orang-orang
Bu-lim?”
“Hee.... hee.... anak murid perkumpulan Tiang-gong-pang
belum pernah melihat dia orang menuruni gunung Bu-tong
san, selama di dalam perjalananpun tidak ada yang melihat
jejaknya, kemunculan yang secara mendadak ini benar-benar
mencurigakan sekali, apalagi begitu dia munculkan diri lantas
mengajak kalian masuk ke dalam lembah Chiet Han Ku ini,
apakah hal ini tidak semakin mencurigakan? Ditambah lagi
menurut pengamatan dari anak buah ku kereta berdarah
tersebut sama sekali tidak pernah mendatangi Kun-lun san
ini,” kata Sang Su-im dingin.
Untuk beberapa saat lamanya Thian Siang Thaysu dibuat
bungkam, beberapa saat kemudian baru terdengar dia
berkata, “Bilamana sampai setiap gerak-geriknya bisa
diketahui oleh Tiang-gong-pang bukankah
hal ini sedikit keterlaluan”,
Dalam hati Cha Can Hong pun merasa amat curiga,
Baru saja dia bermaksud berbicara mendadak terdengar
suara bentakan berkumandang kembali di tempat luaran,
Terburu-buru dia menoleh ke arah luar lalu teriaknya,
“Aakh.... Yuan Si Tootiang sudah datang.”
Mendengar perkataan itu Thian Siang Thaysu jadi amat
girang, di tengah suara bentakan yang keras sepasang
telapaknya dengan sejajar dada melancarkan pukulan dahsyat
ke depan.

Bersamaan waktunya pula mendadak teriaknya, “Tooheng
lekas lari masuk!”
Sesosok bayangan manusia dengan cepatnya berkelebat
masuk ke dalam gua,
Orang itu bukan lain adalah Yuan Si Tootiang. saat ini
wajahnya telah dibasahi oleh keringat tapi paras mukanya
masih kelihatan sangat berwibawa.
^Pinto sedang mengejar musuh sehingga meninggalkan
kalian disini, maaf.... ” serunya tersenyum, sinar matanyapun
menyapu sekejap kesemua orang.
Sang Su-im yang melihat akhirnya Yuan Si Tootiang muncul
juga disana hatinya rada menyesal, bagaimanapun dia orang
bukanlah seorang manusia berhati sempit, dalam hati dia tahu
bilamana Yuan Si Tootiang benar-benar bermaksud
memancing mereka datang kemari maka tak mungkin dirinya
muncul kembali disana.
Thian Siang Thaysu melirik sekejap ke Sang Su-im lalu
ujarnya kepada toosu tersebut. “Tooheng silahkan duduk.”
Yuan Si Tootiang menghembuskan napas panjang lalu
duduk di atas tanah.
“Pinto sedang mengejar Si Budak Berdarah dari tempat
kegelapan, siapa sangka maksudku gagal, ada kemungkinan
dia sudah bersekongkol dengan pihak lembah Chiet Han Ku
ini,” katanya
Mendengar perkataan itu Sang Su-im jadi sadar kembali,
hal ini memang mungkin sekali Si Budak Berdarah setelah
memperoleh kereta berdarah tersebut tentu kini sudah
bersekongkol dengan pihak lembab Chiet Han Ku, dan untuk
melindungi kereta tersebut sudah tentu mereka mengadakan
perlawanan.
Saat ini semangat Thian Siang Thaysu sudah berkobar
kembali, kepada Yuan Si Too

tiang tanyanya, “Too-heng apakah kau mempunyai siasat
yang lebih baik untuk memecahkan pertahanan musuh?”
Yuan Si Tootiang termenung sebentar, lalu kepada Sang
Su-im katanya, “Senjata yang digunakan Kucu dari lembah
Chiet Han Ku ini adalah sebuah jaring
besar, senjata apapun tidak bakal bisa mengapa-apakan
dirinya, untuk menghadapi dirinya terpaksa kita harus
mengandalkan ilmu dari Han Yang Ci dari Sang pang cu,
karena cuma terhadap ilmu itu saja dia menaruh rasa jeri.”
Sang Su-im mendengar Yuan Si Tootiang memuji ilmu jari
Han Yang Cinya dalam hati meraba amat girang, pikirnya,
“Toosu ini tidak malu disebut sebagai pemimpin dari tiga
manusia genah, ternyata dia memang memiliki ketajaman
mata yang luar biasa.”
Terpaksa dia lalu tersenyum, ujarnya merendah, “Jaring
yang digunakan Kucu dari lembah Chiet Han Ku serta keenam
orang lainnya ada lima kaki panjangnya, walaupun ilmu jari
Han Yang Ci bisa menakuti mereka tetapi belum tentu
mempunyai kegunaan yang besar!”
Yuan Si Tootiang mengangguk, lama sekali dia berdiam diri
tidak berbicara.
Sebaliknya Koan Ing yang melihat Yuan Si Tootiang
walaupun sudah kembali tapi
hatinya masih menaruh curiga, bagaimana mungkin Sak
Huan bisa mengetahui urusan dari si manusia tunggal dari Bulim,
Jien Wong? Dan bagaimana mungkin dia begitu tega
meninggalkan Sak Huan seorang diri disana padahal di tempat
itu tak ada urusan
Yuan Si Tootiang termenung berpikir keras kemudian
menghela napas panjang dengan perlahan.

“Mari kita berpikir kembali, asalkan sudah mendapatkan
cara untuk memecahkan seranganjaring mereka, urusanurusan
lain tentu menjadi beres pula.”
Mendengar perkataan itu Koan lag segera merasa hatinya
rada bergerak. Diapun mulai memikirkan seluruh kepandaian
silat yang diajarkan Jien Wong kepadanya
Setelah berpikir sebentar dia dongakkan kepalanya, tapi
pada saat itulah hatinya tergetar amat keras karena dari
sepasang mata Yuan Si Tootiang secara samar-samar diliputi
oleh nafsu membunuh.
“Duajam lagi hari sudah mulai menggelap, kalian pikirlah
lebih teliti lagi,” ujar Yuan Si Tootiang sambil menundukkan
kepalanya.
Dengan perlahan Sang Su-im tertawa, pikirnya bilamana
anak murid Tiang-gong-pang sudah pada datang maka dia
sudah tentu bisa menerjang keluar, kecuali bila pihak lembah
Chiet Han Ku mempunyai kekuatan yang sebesar kekuatan
perkumpulan Tiang-gong-pang sehingga mungkin bisa
menahan serangan total dari anak buahnya,
Dari luar gua kembali terdengar suara bentakan yang amat
keras menggetarkan seluruh angkasa,
Muka Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien dari Bu-tong-pay
segera berubah hebat, Sang Su-impun dengan terkejut
menoleh ke arah luar gua. Aaah Ciu Tong.... ” terdengar Cha
Can Hong berseru kaget.
Bersamaan dengan suara teriakannya itu dia melancarkan
delapan pukulan dahsyat
ke depan, dimana pukulan tersebut berkelebat segera
membawa suara desiran yang amat tajam, inilah keistimewaan
dari ilmu pukulan “Kiem Sah Ciang” dari aliran gurun pasir,
Sang Su-impun bersamaan waktunya menyentilkan lima buah
seranganjarinya ke depan.

Sebaliknya Yuan Si Tootiang serta Thian Siang Thaysu
masing-masing melancarkan empat kali
pukulan.
Empat orang jagoan berkepandaian tinggi bersama-sama
melancarkan pukulan ke depan, seketika itu juga membuat
hawa sesak memenuhi angkasa disertai suara ledakan yang
maha dahsyat.
Sesosok bayangan manusia dengan amat cepatnya
berkelebat masuk ke dalam gua tersebut.
Tampaklah Ciu Tong dengan tangan kanan mencekal
tongkat berwarna hitam serta kepala yang dibalut kain putih
sudah muncul dihadapkan para jago.
Walaupun terhadap si iblis dari lautan Timur ini Sang Su-im
punya sedikit ganjalan tetapi saat ini semua orang sedang
bekerja sama untuk menghadapi serangan pihak musuh
apalagi kini Ciu Tong yang sudah pergi suka balik kembali lagi
kesana untuk memberi bantuan cepat-cepat dia mengalah
kesamping. “Ciu heng silahkan duduk” ujarnya.
“Haaa.... haaa.... Sang Loo-te kau tidak usah sungguh^,
aku tidak duduk” sahut Ciu Tong sambil tertawa terbahakbahak.
Sehabis berkata dia menyapu sekejap ke arah Koan Ing
serta Yuan Si Tootiang.
“Oooouw.... ouww.... kiranya Ciangbunjien kita dari Bu
Tong-paypun sudah pada berdatangan,” sindirnya.
“Hmm.... apa maksud dari perkataan Ciu Tong itu?” seru
Yuan Si Tootiang.
Perkataan yang diucapkan oleh Ciu Tong terhadap Yuan Si
Tootiang bukan saja membuat Tosu tua itu tidak paham tapi
juga Koan Ing. Cha Can Hong.... bahkan setiap orang yang
ada di dalam gua itupun pada merasa keheranan.

“Haa.... haa.... tadi aku sudah bertemu dengan Sin Hong
Soat-nie bahkan telah ^ bercakap2 dengan dirinya,” terdengar
Ciu Tong berkata lagi sambil tertawa terbahak-bahak. “Dia ada
dimana?” tanya Yuan Si Tootiang sambil mengerutkan alisnya.
Ciu Tong tidak langsung menjawab, matanya dengan
perlahan menyapu sekejap kesemua orang lalu baru ujarnya.
“Kali ini dia turun dari puncak di samping hendak
membereskan urusan yang menyangkut diri muridnya tetapi
yang lebih penting adalah karena urusan Si Budak Berdarah
dari tempat kegelapan, dia merasa kejadian ini sebenarnya
adalah suatu rencana yang amat busuk sekali dari seseorang.”
Semua orang yang mendengar perkataan tersebut jadi
amat terperanjat sekali.
Sebaliknya cuma wajah Yuan Si Tootiang seorang saja yang
tidak berubah, dengan perlahan dia bangun berdiri.
“Ciu Toocu sudah mendengar perkataan apa saja?”
Ciu Tong mengerutkan alisnya rapat-rapat, kepada Thian
Siang Thaysu tiba-tiba tanyanya, “Apakah Thaysu merasa Si
Budak Berdarah yang membawa lukajatuh ke dalam jurang itu
pasti menemui ajalnya?” Thian Siang Thaysu termenung
sebentar.
“Tempo hari sudah tentu kami menganggap bahwa dia
pasti sudah mati, kalau tidak bagaimana mungkin kami suka
menyudahi urusan tersebut tetapi kini dia hidup kembali
seperti juga dengan Jien Wong bukankah dia hidup kembali?”
Sinar mata Ciu Tong kembali berkilat dengan perlahan dia
menoleh ke arah tosu Bu-tong-pay itu,
“Tootiang yang baru saja mengejar dirinya apakah merasa
kalau dia orang benar adalah
Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan?”

“Soat-nie itu sungguh terlalu banyak curiga,” kata Yuan Si
Tootiang sambil tertawa tawar, “Orang yang aku lihat benarbenar
adalah Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan, tempo
hari karena keteledoran kita dia sudah berhasil melarikan diri
tetapi kali ini dia tidak bakal bisa lolos lagi dari tanganku.”
Dengan dinginnya Ciu Tong mendengus.
“Tootiang tadi bilang kereta berdarah berlari menuju ke
arah Ku-lun-san, karenanya baru mengajak kita untuk
mengejar kemari, bukan begitu?”
“Ciu Tong kau terlalu menaruh curiga”
Air muka Ciu Tong yang semula diliputi oleh senyuman,
mendadak berubah jadi amat dingin bahkan sangat
menakutkan sekali.
“Tetapi sewaktu Soat-nie datang kemari dia melihat kereta
berdarah itu lari menuju ke Timur laut”
Mendengar perkataan tersebut hati semua orang yang ada
di dalam gua tergetar amat keras. Cha Can Hong, Sang Su-im
dan Yuan Si Tootiang dengan penuh rasa curiga.
Mereka sama sekali tidak menyangka kalau bisa terjadi
peristiwa semacam ini, untuk mengejarjejak dari kereta
berdarah mereka telah tiba disini, bilamana kereta tersebut
sama sekali tidak kemari, lalu apa maksud Yuan Si Tootiang
memimpin mereka datang kemari?
Air muka Ciu Tong berobah semakin dingin lagi.
“Bahkan Soat-nie dapat melihat kalau tempat ini
sebenarnya adalah sebuah tanah pembunuhan yang
mengerikan, sebelum kita sampai disini lembah Chiet Han Ku
sudah mengadakan persiapan terlebih dulu, kini tak
seorangpun yang bisa keluar dari lembah ini!”
Semua orang yang ada di dalam gua itu segera merasakan
hatinya amat terperanjat.

“Ciu Toosu bagaimana kau orang begitu berani memfitnah
diriku!” teriak Toosu dari Bu-tong pay itu sambil mengerutkan
alisnya. “Bilamana aku orang tidak menemui kereta berdarah
tersebut lari kemari lalu apa maksudku memimpin kalian
datang kemari? Apakah boleh dikata perbuatan ini berguna
bagiku? Bilamana tak seorang yang bisa lolos, bukankah hal
itu termasuk juga diriku karena sekarang akupun ada disini?”
Dengan tajamnya Koan Ing memperhatikan diri Yuan Si
Tootiang, dia merasa sangat tidak puas dengan perkataan
toosu itu.
Toosu itu sama sekali tidak menjelaskan soal itu tetapi dia
lagi menerangkan kalau diapun ada disitu sehingga tak
mungkin ada rencana busuk. Suasana tenang yang meliputi
gua itupun segera pulih kembali seperti sediakala. Tampak Ciu
Tong pun menghela napas panjang, keningnya dikerutkan.
“Heei.... dia cuma bilang tempat ini adalah tempat
pembunuhan secara besar2an.”
Para jagopun kini merasa hatinya murung, agaknya pihak
lembah Chiet Han Ku telah mengadakan persiapan untuk
membasmi seluruh jago Tionggoan di tempat tersebut.
Setelah lewat beberapa hari lagi menanti makanan mereka
habis dan badanjadi penat maka tanpa banyak rewel lagi
semua orang yang ada disana akan menjadi tawanan di
bawah cengkeramannya.
“Buat apa kalian murung?” tiba-tiba seru Yuan Si Tootiang
sambil tertawa. “Anak murid dari Pangcu sudah melakukan
perjalanan siang malam dan mungkin sebentar lagi mulai
melancarkan serbuan, waktu itu harapan untuk meloloskan diri
lebih besar buat apa kalian pada murung semua,”
“Eeei bagaimaaa Tootiang bisa tahu kalau anak buah
Tiang-gong-pang sudah pada berdatangan?” seru Ciu Tong
dengan penuh rasa curiga, ^

“Ciu heng kenapa selalu menaruh rasa curiga kepadaku?
Apakah kau merasa tidak percaya terhadap diriku? Sewaktu
aku datang kemari anak murid dari Tiang-gong-pang sudah
mengepung seluruh penjara tempat ini, bagaimana mungkin
aku bisa tidak tahu,” Ciu Toog terpaksa hanya tersenyum saja
tanpa mengucapkan sepatah katapun,
Semua orang yang ada di dalam guapunpada termenung
menurut jalan pemikiran masing-masing, menanti kedatangan
malam berikutnya,
Mendadak sesosok bayangan hitam berkelebat menerjang
masuk ke dalam gua
Yuan Si Tootiang yang ada di samping gua segera
mendengus, telapak tangannya dengan mengerahkan tenaga
pukulan dahyat menghajar ke arah orang itu.
“Braaak.... ” dengan amat dahsyatnya pukulan tersebut
menyambar ke depan, tapi keburu
kena dihindari oleh orang tersebut dengan jalan meloncat
mundur ke belakang.
inilah baru untuk pertama kalinya Koan Ing melihat Yuan Si
Tootiang melancarkan serangan dengan amat dahsyat.
Melihat kejadian tersebut hatinya jadi rada bergerak,
sewaktu pertemuannya tempo hari dengan Toosu itu di atas
permukaan salju dia sudah meraba kalau tenaga dalam yang
dimiliki Toosu tersebut benar-benar amat dahsyat dan jauh
berada di atas Sang Su-im sekalian, kini setelah melihat
kedahsyatan daripululan itu dia merasa kalau dugaannya agak
meleset, karena pukulan itu biasa saja dan seimbang dengan
Sang Su-im sekalian. Tetapi apakah tujuannya untuk
menyembunyikan kepandaian yang sesungguhnya? Apakah
dia mempunyai maksud2 tertentu?
Apalagi pukulan yang dilancarkan Yuan Si Tootiang tadi
agaknya sengaja hendak menahan pukulan yang dilancarkan

Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong di samping
menghadang Ciu Tong serta Sang Su-im untuk melancarkan
serangan. Apa tujuannya dia berbuat demikian?
Sewaktu Koan Ing lagi berpikir dengan hati melongo itulah
mendadak Yuan Si Tootiang sudah menyapu sekejap ke
arahnya dengan pandangan yang amat tajam.
Tetapi sebentar kemudian dia sudah mengalihkan
pandangannya ke arah kepada Sang Su-im. “Sang Pangcu,
berapa banyak orang yang kau bawa kali ini?” tanyanya
kemudian kepada Sang Su-im.
“Perjalanan kali ini menuju ke gunung Kun lun san
merupakan suatu tindakan yang luar biasa sekali,” kata Sang
Su-im sambil tertawa tawar. “Saat ini anak buahku ada lima
ratus orang yang tersebar dalam lingkungan lima puluh li
sekitar tempat ini, sisanya yang lima ratus orang lagi ada di
dalam lingkungan seratus li dari tempat ini.”
Para jago yang ada di dalam gua setelah mendengar
perkataan tersebut semangatnya segera berkobar kembali,
bilamana dengan kekuatan yang begitu besarnya anak murid
perkumpulan Tiang-gong-pang benar-benar mengadakan
penyerbuan ke dalam lembah Chiet Han Ku ini ada
kemungkinan orang-orang lembah tersebut tidak bakal kuat
untuk memberi perlawanan, Yuan Si Tootiang yang
mendengar perkataan tersebut segera mengangguk.
“Kalau begitu harapan kita untuk meloloskan diri dari
kurungan ini jauh lebih besar lagi,” katanya sambil tertawa.
Sang Su-im hanya tersenyum,
“Soal itu harus ditinjau dari bagaimana persiapan dari
orang-orang lembah Chiet Han Ku, tapi yang jelas sebelum
aku masuk ke dalam gua sudah kuperintahkan setelah hari
jadi gelap mereka sudah harus mulai melancarkan serangan,”
katanya,
Ooo)*(ooO

Bab 35
KOAN ING yang selama ini selalu memikirkan bagaimana
caranya untuk memecahkan serangan dengan menggunakan
senjatajaring mendadak tanyanya pada Sang Su-im, “Empek
Sang, kekuatanjari Han Yang Ci mu bisa mencapai seberapa
jauh?” Sang Su-im yang ditanyai begitu lalu tahu apa maksud
dari pemuda itu, dia tersenyum,
“Untuk menghadapi orang-orang yang biasa saja kekuatan
dari Han Yang Ci Ku bisa mencapai dua puluh kaki jauhnya,
tetapi untuk menghadapi orang-orang semacam jago-jago
lembah Chiet Han Ku ini yang begitu dahsyat mungkin hanya
mencapai lima kaki saja”,
“Lalu bagaimana dengan kekuatanjari empek Sang
bilamana menjepitkan potongan pedang serta golok di dalam
jari2 tangan lalu menyentil dengan kekuatan Han Yang Ci?”
Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im jadi kegirangan.
Haaa.... haaa.... bagaimana aku bisa melupakan jurus
tersebut, haaa.... haa.... serangan itu pasti bisa menjebolkan
serangan dengan senjatajaringan tadi!” serunya.
“Memang bagus sekali ilmu itu, mari kita bersama-sama
pergi mencoba,” ajak Yuan Si
Tootiang.
Sang Su-impun merasa amat girang sekali, sebelum masuk
dalam gua tadi ia sudah kena dipecudangi oleh permainan jala
itu, kini setelah diperingatkan oleh Koan Ing hatinya jadi amat
cemas dan bergolak keras.
Cuaca dengan perlahan mulai menggelap.
Mendadak dari luar kembali berkelebat datang sesosok
bayangan hitam, Sang Su-im segera mendengus dingin.
“Bajingan ini mau cari mati atau hendak menerjang masuk
ke dalam.... ” serunya,

Diantara suara bentakan yang keras berturut-turut, dia
melancarkan sepuluh sentilan dahsyat, bersamaan itu pula
Thian Siang Thaysu melancarkan satu pukulan ke depan.
Dimana angin pukulan bentrok dengan tubuh orang itu
tampaklah bayangan manusia berkelebat kembali, orang
itupun sudah meluncur keluar.
“Terang-terangan dia tahu kalau tak mungkin bisa
menerjang kedalam, buat apa terus2an dia berbuat begitu?”
seru Ciu Tong sambil mengerutkan alisnya.
Koan Ing pun merasa hatinya rada bergerak, di tempat itu
ada lima orang jagoan lihay yang sedang berkumpul sekalipun
Jien Wong yang memiliki kepandaian silat lihaypun belum
tentu bisa menerjang masuk lalu kenapa orang itu terus
menerus menerjang saja? Apa mungkin ada maksud tujuan
tertentu? Terdengar Yuan Si Tootiang tersenyum.
“Mungkin mereka tahu kita sudah kena dikurung maka
sengaja dua kali berusaha untuk menerjang masuk” katanya.
“Semoga saja memang begitu,” sambung Ciu Tong sambil
tertawa.
Semua orang yang ada di dalam gua segera terjerumus di
dalam lamunan sendiri-sendiri, Koan Ing yang melihat Sang
Siauw-tan sambil bersandarpada dinding tak berbicara
sepertinya lagi memikirkan sesuatu hatinya jadi heran. Tak
terasa lagi tanyanya dengan suara perlahan, “Siauw-tan kau
lagi memikirkan apa?”
“Aah tidak mengapa,” sahut gadis itu sambil memandang
ke arah Koan Ing dengan amat tenang. “Aku cuma lagi
memikirkan perkataan dari empek Ciu tadi yang mengatakan
Soat Nio turun gunung karena muridnya.”
Koan Ing segera merasakan hatinya tergetar, dia sama
sekali tidak menyangka kalau Sang Siauw-tan terus menerus
memikirkan persoalan itu.

“Dia memang datang untuk mencari Cing It suci,” sahutnya
kemudian sambil tertawa.
“Cing It suci turun gunung secara diam-diam adalah
bermaksud untuk mencari dirimu setelah bertemu dengan
dirimu bagaimana mungkin nikouw itu suka melepaskan kalian
dengan begitu saja?”
Koan Ing jadi melengak, dia sama sekali tidak
memberitahukan hal ini kepadanya tetapi bagaimana mungkin
gadis itu bisa tahu kalau Cing It nikouw turun gunung secara
diam-diam bahkan sengaja datang mencari dirinya?
Dia sama sekali tidak tahu kalaujejak serta gerak-gerik
yang mencurigakan dari Cing It itu sudah diketahui oleh Sang
Siauw-tan bahkan sewaktu gadis itu ada di atas puniyak Su Li
Hong dia jauh lebih mengerti sifat dari Koan Ing, sudah tentu
dalam soal ini dia sudah bisa menebak sendiri.
Koan Ing merasa tidak enak untuk ber bohong terhadap diri
Sang Siauw-tan, maka dengan perlahan dia menundukkan
kepalanya
“Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?” desak Sang Siauwtan
lebih lanjut.
Koan Ing menarik napas panjang, dengan sikap apa boleh
buat dia dongakkan kepalanya.
“Kami berdua hampir-hampir mati ditangannya, tetapi Cing
It Suci sudah kehilangan lengan kirinya, hanya saja karena
nasibnya masih baik sehingga tidak sampai mati ditangan
gurunya itu”,
“Dimanakah Cing It Suci saat ini?”
Walaupun dia sangat percaya terhadap Koan Ing tetapi
selama ini dia takut Cing It nikouw terus menerus mendekati
Koan Ing, walaupun begitu setelah didengarnya nikouw muda
itu sudah kehilangan sebuah Iengannya maka dalam
hatinyapun dia terharu juga.

Waktu itu bilamana bukannya sengaja dia menyingkir untuk
melihat bagaimanakah sikap Koan Ing terhadap nikouw itu
ada kemungkinan tidak sampai terjadi peristiwa ini, peristiwa
ini pasti terjadi karena Sin Hong Soat-nie sudah menaruh
salah paham.
“Sewaktu aku pergi tadi dia masih ada di dalam air terjun,
sekarang ia ada dimana aku sendiri juga tidak tahu,” ujar
pemuda itu sambil gelengkan kepalanya.
Bicara sampai disitu mereka berdua pada bungkam hingga
suasanapun diliputi keheningan.
Yuan Si Tootiang menarik napas panjang-panjang, dengan
perlahan dia memandang ke arah Koan Ing.
“Nona itu adalah siauw-li,” terdengar Sang Su-im
memperkenalkan.
“Putrimu sudah pernah aku temui, dia memang merupakan
pasangan yang setimpal dengan Koan siauw-hiap.”
Wajah Sang Siauw-tan segera berubah jadi merah,
walaupun dia sudah berkasih2an secara terbuka dengan diri
Koan Ing tetapi saat ini Yuan Si Tootiang berbicara dihadapan
umum, bagaimanapun juga sebagai seorang gadis dia merasa
malu juga. Sang Su-im yang mendengar perkataan itu lantas
tersenyum.
“Terhadap muridmupun aku pernah bertemu, aku minta
Tootiang suka mendidik dan mengawasi dirinya lebih ketat
dan keras lagi!” serunya.
Pada paras muka Yuan Si Tootiang segera terlintaslah satu
senyuman pahit.
“Dia adalah keponakanku, selama ini aku memang rada
teledor untuk memberi didikan kepadanya apalagi dia terlalu
manja terhadap diriku, bilamana dia sudah berbuat sesuatu
yang kurang pantas harap Sang pangcu dengan memandang
di atas wajah pinto suka melepaskan dirinya.”

“Sang Su-im yang mendengar perkataaa itu dia sudah salah
menganggap mungkin Yuan Si Tootiang masih tidak tahu apa
yang telah dilakukan oleh Sak Huan sehingga begitu membelai
dirinya.
Alisnya segera dikerutkan rapat-rapat,
“Muridmu beberapa kali mendesak siauw li untuk kawin
dengan dirinya, apakah Tootiang
tidak tahu akan urusan ini?”
“Aach ada urusan? Kenapa Sang pang cu tidak memberi
tahu kepadaku?” seru Yuan Si Tootiang kaget.
Koan Ing yang melihat sikapnya itu segera mengerutkan
alisnya rapat-rapat, apakah mungkin Yuan Si Tootiang sama
sekali tidak tahu apa yang sudah diperbuat oleh Sak Huan?
“Ooow.... kalau begitu aku sudah salah bertindak?” sindir
Sang Su-im dingin,
Dari sepasang mata Yuan Si Tootiang tiba-tiba menetes
keluar titik-titik air mata, dia menghela napas panjang.
“Bilamana dia sungguh-sungguh berbuat demikian aku
pasti akan membinasakan dirinya dihadapan umum kalau tidak
aku orang mana punya muka lagi untuk bertemu dengan
kawan2 Bu-lim?” serunya,
Sang Su-im yang melihat tosu itu benar-benar terharu
sehingga meneteskan air mata, diapun lantas menghela napas
panjang-panjang.
“Tootiangpun tidak usah terlalu bersedih hati,” hiburnya,
“Dalam soal ini lebih baik kita rundingkan saja setelah kita
keluar dari gua ini, orang-orang muda memang masih
berdarah panas sehingga mudah saling bentrok satu sama
lainnya, Tootiang cukup memberi peringatan yang keras saja
kepadanya”

Yuan Si Tootiang hanya menghela napas panjang saja,
kepalanya digelengkan berulang kali, sedang air mata
mengucur keluar semakin deras.
Koan Ing sendiripun diam-diam lantas menghela napas,
sebenarnya di dalam hati dia merasa gemas dan benci
terhadap diri Yuan Si Tootiang, karena toosu itu tidak
mengambil tindakan apa-apa terhadap muridnya, tetapi
setelah melihat kejadian ini hatinya malah merasa menyesal.
Ciu Tong mendadak tertawa terbahak-bahak.
.
“Haa.... haa.... mati hidup kita yang ada di dalam guapun
belum bisa ditentukan, buat apa harus menguatirkan urusan
yang lain? Bilamana ada urusan lain, lebih baik dibicarakan
setelah kita lolos dari sini saja,” tegurnya.
Pada saat mereka sedang bercakap2 itulah mendadak dari
luar kembali terdengar suara bentakan keras.
Sang Su-im dengan cepat menoleh dan kirim tiga sentilan
dahsyat ke depan, tampaklah tiga gulung desiran angin
pukulan dengan cepatnya menyambar keluar.
Dari mulut gua tampak bayangan manusia berkelebat
datang, tahu-tahu di dalam gua sudah muncul Sin Hong Soatnie.
“Aah.... Soat-nie kaupun sudah datang!”
Diantara mereka Thian Siang Thaysulah yang paling girang,
di tengah suara bentakan yang keras sepasang telapaknya
dengan sejajar dada didorong ke depan, inilah suatu pukulan
dengan menggunakan ilmu ‘Si Bu Sian Thian Cin Khei’ yang
amat dahsyat.
Yuan Si Tootiang yang melihat muncul bayangan putih itu
diapun lantas merangkap tangannya memberi hormat lalu
menghembuskan napas panjang.

“Terima kasih atas bantuan dari Sang Pangcu serta Thaysu
berdua,” terdengar suara dari Sin Hong Soat-nie bergema
datang.
Begitu masuk ke dalam gua nikouw tua itu lantas menyapu
sekejap ke seluruh ruangan sambil tertawa, tetapi sewaktu
melihat Koan Ingpun ada disana, air mukanya seketika itu
juga sudah berubah hebat.
Jilid 15
“KAU BELUM MATI?” tanya Sin Hong Soat-nie dingin.
Percakapan antara Koan Ing serta Sang Siauw-tan tadi
sekalipun dilakukan amat lirih tetapi dengan kehebatan dari
tenaga dalam yang dimiliki Sang Su-im sekalian sudah tentu
tak ada sepatah katapun yang ketinggalan oleh mereka.
“Sin Nie, kau jangan salah paham!” seru Sang Su-im
dengan cepat. “Dia tidak lebih hanya bermaksud untuk
menolong muridmu saja.”
Dengan pandangan yang dingin Sin Hong Soat-nie melirik
sekejap ke arah Sang Su-im lalu dia menoleh kembali ke arah
Koan Ing.
“Sekarang dia berada dimana?” tanyanya
Koan Ing segera mengetahui bahwa yang dimaksudkan dia
sebagai dia bukan lain adalah Cing It Nikouw, mendengar
pertanyaan tersebut segera jawabnya, “Dia terjatuh ke dalam
air terjun dan sewaktu aku pergi dia masih berada disana.”
Dengan dinginnya Sin Hong Soat-nie segera mendengus.
“Haaa.... haaa.... Soat-nie!” teriak Ciu Tong tiba-tiba.
“Bagaimana kalau urusan itu dibicarakan kembali setelah kita
keluar dari tempat ini? Bukankah tadi kau sudah mengatakan

tak akan datang lagi, kenapa sekarang balik kemari? Apakah
ada urusan penting?”
Sin Hong Soat-nie sedikit mengerutkan alisnya, setelah
berpikir sebentar akhirnya ujarnya kepada pemuda itu,
“Baiklah setelah keluar dari sini aku baru menanyai dirimu”
Sehabis berkata dia menoleh ke arah Sang Su-im dan
sambungnya lagi,
“Sang pangcu, anak buahmu sebagian besar sudah berada
diluar lembah Chiet Han Ku, aku lihat mereka tidak menemui
persoalan yang rumit lagi, sebelum malam hari menjelang
sudah bisa dipersiapkan rencana penyerbuan secara besar2an,
agaknya pihak lembah Chiet Han Ku tidak bakal kuat menahan
gempuran mereka.”
“Aah.... tentunya mereka sudah memperoleh bantuan yang
tidak sedikit dari Soat-nie,” kata Sang Su-im tertawa.
Macan2 tutul dari lembah Chiet Han Ku benar-benar sangat
membosankan sekali, tapi anak buah dari Sang pangcu luar
biasa sekali sehingga tidak memperoleh kerugian yang besar,
kiranya di tengah lembah pun tidak bakal menemui kesulitan
apa-apa?” serunya.
“Lalu mengapa kau tidak tinggal di tempat luar lembah
saja?” sela Ciu Tong sambil tertawa.
“Karena ada beberapa persoalan yang hendak aku
tanyakan pada Yuan Si Tootiang”
Semua orang segera merasakan hatinya bergetar keras,
seluruh perhatianpun tak terasa lagi sudah ditujukan pada
Yuan Si Tootiang semua, mereka merasa bilamana Sin Hong
Soat-nie tidak mendapatkan penemuan yang luar biasa sekali
tak mungkin dia suka menempuh bahaya untuk mendatangi
tempat itu.

Mendengar perkataan dari nikouw itu dan melihat pula
seluruh perhatian, para jago ditujukan kepadanya Yuan Si
Tootiang mengedip2kan matanya dengan tajam,
“Apakah Suthay menaruh curiga terhadap diriku?” balik
tanyanya,
Mendengar Toosu tua itu berusaha untuk mengalihkan
perkataan Sin Hong Soat-nie tersenyum,
“Tootiang” serunya. “Kau rasa Si Budak Berdarah dari
tempat kegelapan apakah bisa bangkit kembali?”
Thian Siang Thaysu itu Ciangbunjien dari Siauw-lim-pay
sewaktu mendengar Sin Hong Soat Nio masih juga
mempersoalkan hal itu dalam hati dia merasa kurang puas.
“Omintohud Si manusia Tunggal dari Bu-lim pun sudah
bangkit kembali, apakah Suthay tidak mengetahuinya?”
sindirnya.
“Hmm.... aku tahu si manusia Tunggal dari Bu-lim sudah
bangkit kembali,” kata Nikouw sambil tersenyum, “Tetapi hal
ini tidak bisa dikatakan bangkit kembali, dia sama sekali tidak
binasa dan berhasil melarikan diri sewaktu mendekati ajalnya,
jelas di dalam hal ini tidak bisa dikatakan sudah bangkit
kembali,”
Sehabis berkata sinar matanya dengan perlahan menyapu
sekejap ke seluruh jago, lalu tambahnya, “Tetapi sewaktu Si
Budak Berdarah dari tempat kegelapanjatuh ke dalam jurang,
ulu hatinya sudah kena tusukan oleh pedangku, diajatuh ke
dalam jurang dengan ulu hati yang masih tertancap pedang
dan jelas tak mungkin masih mempunyai harapan untuk hidup
lagi “
“Sekalipun begitu belum tentu dia harus mati!” bantah
Thian Siang Thaysu sambil kerutkan alisnya. “Ada
kemungkinan tusukan pedang suthay ini miring ke samping
sehingga tidak sampai menimbulkan kematian buat dirinya.

Jien Wong pun pada mulanya sudah menggeletak jatuh, tetapi
akhirnya dia sadar dari pingsannya dan melarikan diri dengan
menunggang kereta, jelas di dalam persoalan ini Si Budak
Berdarahpun waktu itu juga jatuh tak sadarkan diri saja.”
Sin Hong Soat-nie segera mendengus dingin.
Thian Siang Thaysu tahu di dalam menghadapi urusan ini
bilamana minta Yuan Si Tootiang memberi penjelasan sendiri
sama sekali tak berguna, sedang empat manusia aneh pun
agaknya tidak suka campur tangan karenanya terpaksa dia
harus mewakili Yuan Si Tootiang untuk memberi penjelasan.
“Suthay,” ujarnya sambil tertawa. “Bilamana kau
mencurigai aku yang sudah menyamar sebagai Si Budak
Berdarah maka hal ini merupakan suatu lelucon yang sangat
menggelikan sekali.”
Dalam hati para jago yang hadir merasa kalau Sin Hong
Soat-nie terlalu menaruh curiga terhadap toosu tersebut, dan
kesemuanya ini hanyalah disebabkan dia sudah menusukkan
pedangnya ke dada sebelah kiri dari Si Budak Berdarah itu.
Kembali Siu Hong Soat-nie mengerutkan alisnya rapat-rapat
kepada Koan Ing tanyanya lagi, “Apakah kau masih ingat
dengan suara dari Si Budak Berdarah itu?”
“Suaranya sangat tinggi melengking dan amat tajam
“jawab pemuda itu setelah termenung berpikir sebentar.
“Thaysu!” seru Sin Hong Soat-nie dengan cepat sambil
menoleh ke arah Thian Siang Thaysu. “Benarkah suara dari Si
Budak Berdarah amat tinggi melengking dan sangat tajam?”
“Suara manusia tidak mungkin tetap apalagi setelah terpaut
puluhan tahun lamanya bilamana suthay masih tetap ngotot
mengatakan Yuan Si Too-henglah yang sedang menyaru, hal
ini benar2 amat menggelikan sekali?”
Air muka Sin Hong Soat-nie mendadak berubah hebat,
serunya tiba-tiba, “Aku tidak percaya kalau Si Budak Berdarah

itu belum mati, setelah dia terjatuh dalam jurang aku pernah
menuruni tebing tersebut untuk mengadakan pemeriksaan
mayat serta tulang belulang dari Si Budak Berdarah masih
tetap menggeletak disana bahkan aku sudah menemukan
suatu benda di sisinya.”
Sembari berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar
sebuah medali yang terbuat dari batu pualam.
Ooo)*(ooO
Bab 36
“Ooooh.... itu medali pedangku!” tiba-tiba Yuan Si Tootiang
berseru dengan wajah yang tetap tenang.
Mendengar perkataan tersebut semua orang menjadi amat
terperanjat, tak tersangka oleh mereka kalau Yuan Si Totiang
bisa mengakui dengan begitu terus terang.
“Pedangku yang kutusuk kebagian dada dari Si Budak
Berdarah hingga kini masih tetap utuh di atas kerangkanya.
bagaimana mungkin bisa hidup kembali, kerangka manusia tak
bisa bangkit kembali,” kata Sin Hong Soat-nie kembali dengan
gusar.
Thian Siang Thaysu jadi termangu-mangu, saat ini dia tak
dapat mengucapkan sepatah katapun, dengan perlahan
kepalanya ditolehkan ke arah Yuan Si Tootiang agaknya dia
bermaksud agar toosu itu memberi pembelaan sendiri.
Di dalam hati kecil Sang Su-im sekalian pun mulai merasa
kalau urusan semakin ruwet dan bukanlah semudah apa yang
dipikirkan mereka semula, jelas kebersihan hati Yuan Si
Tootiang masih merupakan satu persoalan yang besar.
Munculnya Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan kali ini
kecuali ilmu silatnya saja yang sama, ia sama sekali tidak
memperlihatkan wajah yang sebetulnya, suara tidak sama
bahkan Sin Hong Soat-nie pun sudah menyelidiki kembali

mayat Si Budak Berdarah itu dan masih menggeletak di bawah
jurang. Terdengar Yuan Si Tootiang tertawa tawar.
“Kalian harus tahu selama ini aku selalu bersama-sama
dirimu, sewaktu Si Budak Berdarah munculkan diri, kalian bisa
melihat sendiri dari tempat kejauhan, bilamana aku
mempunyai suatu maksud tertentu tidak bakal kembali lagi
kemari.
Koan Ing sendiripun merasa keheranan, dia tahu bilamana
Yuan Si Tootiang bermaksud tidak baik maka dia tidak akan
kembali lagi kesana.
“Hmm” terdengar Sin Hong Soat-nie mendengus dingin.
“Selama dua puluh tahun ini ada siapa yang pernah melihat
jejaknya?”
Sekali lagi Sang Su-im sekalian dibuat melengak, selama
beberapa tahun ini Soat-nie bersumpah tidak menuruni
puncak Sun Li Hong, Thian-yu Khei Kiam lenyap, di samping
itu memang Yuan Si Totiang lah yang tidak pernah kelihatan
batang hidung maupun beritanya.
“Heee.... heee.... selama ini aku selalu berada di gunung Bu
Tong san, agaknya belum tentu setiap orang harus
mengetahui berita sertajejakku,” kata Yuan Si Tootiang sambil
tersenyum.
Dia berhenti sebentar untuk kemudian tambahnya,
“Menurut suthay, aku harus berbuat apa saat ini?”
“Tidak ada,” jawab Sin Hong Soat-nie sambil menyapu
sekejap kesemua orang. “Cuma saja kereta berdarah menuju
ke Tenggara kenapa kau membawa mereka ke Timur? Si
Budak Berdarah sudah binasa bagaimana mungkin di samping
badannya ada medali pedangmu itu?”
“Medali pedang itu bisa ada di samping badan Si Budak
Berdarah ada kemungkinan benda itujatuh sewaktu
pertempuran kita tempo hari, sedang soal kereta berdarah

akupun berada di sini, jelas tidak mungkin merupakan suatu
hal yang bohong” jawab Yuan Si sambil tundukkan kepala.
Sin Hong Soat-nie segera mengerutkan alisnya rapat-rapat
dia mundur satu langkah ke belakang.
“Apa kau tidak sedang berbohong?” serunya dingin, “medali
pedang itu cuma menggeletak di atas tanah, benda yang
terjatuh dari tempat ketinggian beberapa ratus kaki tidak akan
ada di atas permukaan tanah.”
Mendengar perkataan itu semua orang segera merasakan
hatinya tergetar keras, Yuan Si Tootiang bilamana suka
berterus terang mengatakan kalau dia pernah turun
kedasarjurang, hal ini malah tidak mengapa tapi kini dia sudah
berbohong, jelas dalam hatinya bermaksud untuk mengelabui
semua orang.
Biji mata Yuan Si Tootiang kembali berputar2, dengan
perlahan dia menundukkan kepalanya rendah-rendah dan
tidak mengucapkan kata-kata lagi.
Diantara mereka, Thian Siang Thaysulah yang merasa
paling gusar, perjalanannya kali ini ia sudah membawa seluruh
jagonya yang paling lihay di bawah ruangan Tat Mo Tong, dan
kini sebagian besar sudah terluka maupun binasa di dalam
lembah Chiet Han Ku ini. “Tootiang, bagaimana
penjelasanmu?” dengusnya dengan murka.
“Heei.... baiklah biarlah aku akan bicara terus terang
kepada kalian,” kata Yuan Si Tootiang kemudian sambil
dongakkan kepalanya.
Dia menarik napas panjang, setelah termenung beberapa
saat lamanya dia baru membuka mulut.
“Sejak semula aku sudah mengetahui kalau Si Budak
Berdarah sudah mati,” katanya. “Akupun sudah menuruni
dasarjurang itu untuk mengadakan pemeriksaan secara diamdiam,
tetapi waktu itu pakaian yang dikenakan oleh Si Budak

Berdarah sudah robek, jelas sudah ada orang yang pernah
memeriksa badannya.”
Mendengar perkataan tersebut Thian Siang Thaysu segera
mendengus dingin, selama ini dia selalu menganggap Yuan Si
Tootiang adalah seorang beribadat yang amat suci, luhur dan
ramah, tidak disangka sebenarnya dia adalah seorang manusia
yang demikian rendah.
“Aku merasa perbuatanku ini ada resiko merusak nama
baik Bu-tong-pay, apalagi tidak ada saksi yang melihat kalau
aku sama sekali tidak memperoleh apa-apa. maka itu selama
ini tidak pernah aku ceritakan soal tersebut. Heeei.... , tidak
disangka Soat-nie sudah menuruni dasarjurang untuk
mengadakan pemeriksaan dan menemukan medali pedangku
tertinggal di sana sehingga karena soal itu sudah
menimbulkan kesalah pahaman yang demikian mendalam.
Ciu Tong yang sudah kehilangan putra serta muridnya di
tempat itu segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.
“Kalau begitu kali ini kau bermaksud untuk memancing kita
masuk ke lembah Chiet Han Ku ini?” serunya dingin.
Yuan Si Tootiang termenung sebentar setelah itu baru
mengangguk perlahan.
“Aku tahu lembah Chiet Han Ku merupakan salah satu dari
tiga tempat terlarang maka itu sengaja memancing kalian
datang kemari, kereta berdarah kini sudah terjatuh ke tangan
Si Budak Berdarah, aku rasa murid ku sudah pergi
mengadakan pengejaran.”
Baru saja dia selesai berbicara dengan gusarnya Ciu Tong
sudah membentak keras, tongkatnya diangkat siap dibabat ke
arah pinggangnya. Buru-buru Sang Su-im menarik badannya
ke belakang.

“Ciu Tong tahan dulu, biarlah perkataannya selesai
diucapkan baru kita mulai turun tangan.”
Terdengar Yuan Si Tootiang menghembuskan napas
panjang, lalu ujarnya lagi, “Aku hanya ingin memancing agar
kalian terkurung semua di sini, tapi di tengah jalan mendadak
aku menemukan bayangan berdarah berkelebat sehingga aku
melakukan pengejaran, siapa sangka di sini kalian sudah kena
dihajar kocar-kacir oleh orang-orang lembah Chiet Han Ku.”
Thian Siang Thaysu kembali mendengus dingin dia sama
sekali tidak menyangka kalau Yuan Si Tootiang
demikianjahatnya, bilamana bukannya Sin Hong Soat-nie yang
mendesak terus menerus ada kemungkinan selama ini dia
selalu menganggap dirinya sebagai orang baik-baik.
“Tetapi akhirnya di dalam liang-sim aku menemukan kalau
aku sangat berdosa bilamana kalian sampai menemui ajal di
tempat ini apalagi diantara kita adalah kawan karib yang
sudah lama, karena itu aku sudah balik lagi kemari,” kata
Toosu tua itu lagi.
“Hmm tidak disangka kau masih teringat akan Liang-sim
dua kata!” seru Cha Can Hong sambil mendengus,
Sewaktu berbicarajelas terlihat dia amat marah sekali,
agaknya di dalam hati ia baru merasa menyesal dan kecewa
karena orang yang selama ini dianggap sebagai pendekar
sejati tidak lain dan tidak bukan adalah manusia rendah
seperti ini.
Semakin dipikir dia semakin khe-ki, saking gemasnya
kepingin sekali menghajar mati dirinya di dalam satu kali
gaplokan,
“Aku kini merasa malu terhadap kalian,” seru Yuan Si
Tootiang sambil tertawa sedih. “Dan akupun tahu kalau aku
harus merasa malu terhadap para jago di kolong langit,
merasa malu terhadap diriku sendiri, tetapi sedikitnya sebelum

mati aku akan menebus dosa2ku ini sekeluarnya dari gua ini
tidak usah kalian memaksa, aku bisa melakukan bunuh diri
dihadapan kalian,”
Walaupun di dalam hati Thian Siang Thaysu merasa amat
gusar tetapi diapun merasa tidak tega, bagaimanapun juga
Yuan Si Tootiang tetap merupakan seorang Ciangbunjien dari
suatu partai besar, bilamana sampai mendesak dia harus
melakukan bunuh diri hal ini sangat mengenaskan sekali,
“Omintohud!” serunya kemudian sambil merangkap
tangannya di depan dada. “Bila mana tootiang sudah merasa
menyesali dosa-dosamu itu maka aku suka menjamin kalau
urusan ini
tidak sampai tersiar di dalam dunia kangouw, dengan
begitu nama besar dari Bu-tong-pay pun tidak sampai ikut
rusak.”
“Terima kasih Thaysu,” sahut Yuan Si Tootiang menunduk.
Ciu Tong yang baru saja kematian putranya mana mau
melupakan dendam tersebut terdengar dia berteriak secara
tiba-tiba dengan suara yang amat keras:
“Aku Ciu Tong tidak akan ikut menjamin “keselamatannya.”
“Bilamana saudara- sekalian suka menjaga nama baik Butong-
pay, hal ini benar' merupakan suatu budi yang amat
besar, aku Yuan Si mengucapkan banyak terima kasih tetapi
bilamana berita ini hendak disiarkan akupun tidak bisa berbuat
apa-apa karena itu memang kesalahanku sendiri”, kata Yuan
Si Tootiang sambil tertawa pahit.
Koan Ing yang selama ini selalu berdiam diri setelah
mendengar perkataan tersebut dalam hati lantas menaruh
rasa kagum, pikirnya, “Hmm tidak kusangka kalau Yuan Si
Tootiang masih merupakan seorang lelaki sejati “
“Heei.... kalian bersiap-siap hendak menjatuhi hukuman
apa kepadanya?” tanya Sin Hong Soat-nie tiba-tiba.

Sang Su-im termenung tidak menjawab, dia adalah seorang
pangcu dari suatu perkumpulan besar apalagi dengan Yuan Si
Tootiang tidak mempunyai ikatan budi maupun dendam sudah
tentu iapun tidak suka bertindak gegabah di hadapan orang
banyak.
“Aku mau menghisap darahnya!” tiba-tiba terdengar Ciu
Tong yang menaruh dendam paling mendalam berteriak
keras.
Semua orang bungkam seribu bahasa, mereka tahu Ciu
Tong bisa menaruh begitu benci terhadap diri Yuan Si
Tootiang hal ini disebabkan putranya sudah mati di
tangannya, sekalipun perkataannya ini ada banyak orang yang
merasa tidak setuju tetapi tak seorangpun yang mengucap
kata-kata.
“Pinceng rasa malam kini sudah tiba, Yuan Si Tootiang
sebagai seorang ciangbunjien dari suatu partai besar apalagi
kini dia sudah menyesali dosanya, maka perkataan yang
sudah diucapkan tidak bakal diingkari sendiri,” kata Thian
Siang Thaysu dengan suara perlahan “Bagaimana kalau
urusan ini kita bicarakan kembali setelah ke luar dari gua
ini....?”
“Bilamana di dalam beberapa waktu ini terjadi suatu
peristiwa, siapa yang akan menanggung?” bentak Ciu Tong
marah. “Pinceng yang tanggung!”
Bagaimanapun juga Thian Siang Thaysu dengan Yuan Si
Tootiang semula adalah kawan karib, sekalipun pada saat ini
diapun menaruh rasa gemas dan benci terhadap dirinya tetapi
melihat keadaannya yang kepepet ini hatinya merasa tidak
tega juga, dia merasa sikap dari Ciu Tong sedikit keterlaluan.
Bagaimanapun juga jalan pikiran tiga manusia genah serta
empat manusia aneh tidak akan sama.
Hweesio dari Siauw-limsi ini berbuat demikian karena makin
menaruh rasa kasihan terhadap Yuan Si Tootiang, juga

persoalan inipun sedikit2nya mempengaruhi kecemerlangan
dari tiga manusia genah, karena itu walaupun dia merasa
toosu Bu-tong-pay itu bersalah mau tak mau dia harus
membelanya juga.
“Hmm hweesio apakah kau merasa kuat untuk memikul
tanggung jawab tersebut?” ejek Ciu Tong dingin.
Kini perkataan sudah diucapkan keluar, walaupun Thian
Siang Thaysu merasa beban ini sangat besar dan berat, tetapi
perkataan sudah diucapkan keluar tidak bakal bisa ditarik
kembali,
Setelah termenung beberapa saat lamanya dia baru
berkata, “Bilamana dia berhasil melarikan diri, sekalipun lari ke
ujung langitpun akan pinceng kejar terus “,
Ciu Tong lantas menarik napas panjang-panjang, keadaan
pada saat ini sudah tidak mengijinkan lagi buat mereka saling
bentrok, setelah memandang sejenak keadaan cuaca terakhir
dia baru mengangguk.
“Baiklah biarlah kali ini aku menyetujui usulmu itu.”
Semua orang baru menghembuskan napas lega setelah
mendengar perkataan Ciu Tong, walaupun begitu diantara
mereka tak ada seorangpun yang berbicara.
Lama sekali baru terdengar Sin Hong Soat-nie menoleh ke
arah Yuan Si Tootiang dan bertanya, “Sekarang kau sudah
teringat belum siapakah yang menyaru sebagai Si Budak
Berdarah?”
“Pinto tidak tahu.”
Sewaktu bicara sampai di situ mendadak dari luar gua
berkumandang datang suara dentuman tiga kali yang amat
keras sekali. “Blaaammm.... Blaaammm.... Blaamm....!”
“Ahh.... serangan total sudah dimulai!” teriak Sang Su-im
cepat.

Pada saat yang bersamaan pula mendadak terdengar Yuan
Si Tootiang membentak keras, tubuhnya dengan cepat
bagaikan kilat sudah menubruk ke arah Koan Ing serta Sang
Siauw-tan. Melihat kejadian itu para jago yang berada di
tengah kalangan menjadi amat kaget.
Thian Siang Thaysu menjadi sangat terperanjat, mana
mungkin dia suka memberi kesempatan bagi Yuan Si Tootiang
untuk melakukan kejahatan lagi.
Di tengah suara bentakan yang amat keras, tubuhnya
berkelebat ke depan sedang sepasang telapaknya dengan
sejajar dada menghantam ke tubuh Yuan Si Tootiang dengan
menggunakan tenaga lweekang ‘Sian Thian Si Boe Cin Khie’.
Yuan Si Tootiang tertawa seram, tangan kanannya
membalik melancarkan satu pukulan disertai hawa murni yang
berwarna merah tawar mengancam tubuh Thian Siang
Thaysu. “Aaach ilmu kh.^-kang Hwee Soat Chiet Sah Kang
Khie!” teriak Sin Hong Soat-nie kaget.
Semua orang menjadi terperanjat dengan cepat dua gulung
angin pukulan itu terbentur satu sama lain membentuk
gulungan angin taupan yang amat dahsyat.
“Braaak!” dengan disertai suara benturan nyaring pasir
serta kerikil pada beterbangan memenuhi angkasa.
Dengan cepatnya Sin Hong Soat-nie mencabut keluar
pedangnya melancarkan serangan, dia merasa kaget karena
Yuan Si Tootiang berhasil menangkis datangnya angin pukulan
dari Thian Siang Thaysu dengan tangan sebelah, dari hal
inijelas sekali tenaga dalam yang dimiliki sudah mencapai
pada taraf kesempurnaan.
Sewaktu Sin Hong Soat-nie melancarkan serangan itu Yuan
Si Tootiang sudah berhasil menangkis datangnya Thian Siang
Thaysu, sedang tangan kanannya dengan cepat menyambar
tubuh Sang Siauw-tan.

Melihat kejadian itu Koan Ing jadi terperanjat, dengan
diiringi suara suitan yang amat nyaring pedangnya dengan
cepat membabat ke depan dengan menggunakan jurus ‘Thian
Hong Coe Lok’.
Sin Hong Soat-nie yang pedangnya berhasil dipukul ke
samping oleh tenaga sabetan telapak kiri toosu Bu-tong-pay
ini hatinya terperanjat segera menarik kembali serangannya,
di dalam sekejap saja pedangnya kembali menyambar ke
depan mengancam batok kepala Yuan Si Tootiang.
Dengan amat gesitnya Yuan Si Tootiang meloncat ke atas,
kakinya melancarkan serangan tendangan memukul mental
pedang Kiem-hong-kiam ditangan Koan Ing sedang tangan
kanannya menotok jalan darah pingsan dari Sang Siauw-tan,
sewaktu tubuhnya melayang turun ke atas permukaan tanah
dengan lincahnya dia berhasil menghindarkan diri dari tusukan
pedang Sin Hong Soat-nie.
Sang Su-im serta Cha Can Hong pun merasa amat
terperanjat, ilmu jari Han Yang Ci serta ilmu pukulan Kiem Sah
Ciang dari gurun pasir di dalam waktu yang bersamaan
melancarkan serangan menghajar Toosu itu.
“Tahan!” tiba-tiba Yuan Si Tootiang membentak dengan
suara yang amat keras sekali. Selesai membentak dia sudah
menarik tubuh Sang Siauw-tan ke hadapannya.
Dari mulut gua tampak bayangan manusia berkelebat,
dengan gusarnya Ciu Tong membentak keras toyanya dengan
menimbulkan angin serangan yang dahsyat menyapu
datangnya serangan dari orang itu.
Sang Su-im serta Cha Can Hong yang melihat Sang Siauwtan
berhasil kena ditangkap oleh Yuan Si Tootiang untuk
dijadikan sebagai tameng dalam hati menjadi sangat
terperanjat, di dalam keadaan terburu-buru serangannya
kembali menerjang keluar gua.

Seketika itu juga mulut gua tersumbat rapat, orang yang
sedang menerjang masuk ke dalam gua itupun seketika itu
juga kena dihantam oleh tenaga gabungan tiga orang jagoan
lihay, di tengah suara dengusan berat dia mengundurkan diri
kembali keluar gua.
“Hey hweesio gundul, bagus sekali sekarang aku mau lihat
bagaimana kau hendak bertanggung jawab” ejek Ciu Tong
sambil menoleh ke arah si hweesio dari Siauw-lim-si ini,
Thian Siang Thaysu merasa gusar bercampur khe-ki, tanpa
perduli situasi pada saat itu lagi, Sambil mengeluarkan
bentakan yang amat keras dia melancarkan serangan kembali
untuk menghajar diri Yuan Si Tootiang,
Sang Su-im cuma mempunyai seorang putri saja, sudah
tentu dalam hati tidak akan mengijinkan Sang Siauw-tan mati
di sana, melihat Thian Siang Thaysu melancarkan serangan
dengan terburu-buru dia mendorong pukulan hweesio
tersebut.
“Jangan menyerang!” bentaknya keras,
Angin pukulan menyambar ke depan.... Braaak seketika itu
juga seluruh dinding gua itu tergetar amat keras terkena
hajaran tersebut.
Yuan Si Tootiang segera tertawa terbahak-bahak, dengan
perlahan dia menoleh ke arah Sang Su-im.
“Haaa.... haaa.... Sang pangcu, silahkan kau perintah
mereka untuk berhenti menyerang....!”
Sang Su-im jadi melengak, selama ini belum pernah ada
orang yang berani memaksa dirinya, tidak disangka ini hari dia
harus jatuh kecundang ditangan orang lain.
Tetapi kenyataan memang demikian, dengan hati
mendongkol terpaksa dia mengayunkan

tangannya ke depan, sebuah panah berapi dengan cepat
meluncur keluar dari gua tersebut
dan meledak di tengah udara.
Mendengar suara ledakan tersebut Yuan Si Tootiang
tertawa semakin keras lagi.
Koan Ing yang tangan kanannya kena di tendang oleh Yuan
Si Tootiang dalam hati merasa terkejut bercampur gusar,
walaupun serangannya tadi dilakukan di dalam keadaan
tergesa-gesa tetapi tendangan dari Yuan Si Tootiang itu
dilakukan demikian cepatnya sehingga tak ada kesempatan
baginya untuk menghindarkan diri,
Dengan termangu-mangu pemuda itu memandang ke arah
Yuan Si Tootiang sedang dalam hati mulai berpikir bagaimana
caranya untuk menolong Sang Siauw-tan dari tangannya.
Sin Hong Soat-nie yang melihat kejadian itu segera
mendengus dingin, kepada Toosu dari Bu-tong-pay ancamnya,
“Bilamana kau berani membinasakan diri Sang Siauw-tan,
maka sejak kini jangan harap bisa keluar dari sini”,
Mendengar perkataan itu Yuan Si Tootiang segera tertawa
terbahak-bahak.
“Yuan Si sungguh indah sekali cerita karanganmu tadi, kau
sungguh berbakat sekali untuk menjadi seorang pembohong”
seru Cha Can Hong dengan gusar.
Sekali lagi Yuan Si Toatiang tertawa ter bahak-bahak.
Pada waktu ini Thian Siang Thaysu benar-benar sangat
gusar sehingga seluruh badannya gemetar, untuk beberapa
saat lamanya tak sepatah katapun yang bisa diucapkannya.
Mendadak dari belakang tubuhnya kembali sesosok
bayangan manusia berkelebat masuk kedalam, dengan
gusarnya Thian Siang Thaysu segera membentak keras,
sambil membentak dia melancarkan satu pukulan dahsyat

dengan manggunakan ilmu lweekang ‘Sian Thian Si Boe Cia
Khie’.
“Braaak!” di tengah suara ledakan yang amat keras
bayangan manusia itu kembali kena dipukul pental ke
belakang.
“Yuan Si kau kepingin berbuat apa?” bentak Sang Su-im
dengan kasar.
“Heee.... heee.... sungguh sayang!” seru Yuan Si Tootiang
sambil tertawa dingin, “Sebenarnya aku mempunyai rencana
untuk membasmi kalian di lembah ini, tidak disangka kalian
bisa bersembunyi di dalam gua ini bahkan memperoleh
bantuan dari seluruh anggota perkumpulan Tiang-gong-pang”
Setelah mendengar perkataan itu semua orang menjadi
terkejut bercampur gusar, tidak disangka kejadian ini hari
tidak lain merupakan siasat yang telah disusun oleh Yuen Si
Tootiang sendiri, tidak disangka kalau hatinya begitu kejam
dan licik sehingga bermaksud hendak membasmi seluruh jago
Tionggoan disini.
“Kau.... kau manusia laknat!” teriak Thian Siang Thaysu
saking khekinya sehingga seluruh badannya gemetar keras.
Ooo)*(ooO
Bab 37
MENDENGAR makian itu Yuan Si Tootiang segera tertawa
terbahak-bahak.
“Haaa.... haaa.... dari dulu aku memang bukan lelaki sejati,
haaa.... sekarang aku mau lihat apa hendak kalian terbuat?”
Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi
sambil tertawa dingin, “Kini keadaan situasi sudah berubah,
bukan saja aku sudah memasuki gua ini bahkan ditanganku
masih terdapat seorang tawanan.”

Koan Ing yang melihat Yuan Si Tootiang begitu bangga
dalam hati merasa menyesal dan gemas, dia menyesal kenapa
sejak tadi tidak terpikir olehnya bagaimana mungkin Sak Huan
bisa mengetahui urusan yang meyangkut diri Jien Wong
bilamana dia sendiri tidak ikut menerjunkan diri,
“Kalau begitu orang yang menyaru sebagai Si Budak
Berdarah adalah kau,” sela Sin Hong Soat-nie dingin,
“Haa,.... haa.... dugaaamu sedikitpun tidak salah,” jawab
Yuan Si Tootiang sambil tertawa terbahak-bahak. “Cuma
sayang kau mengetahuinya sudah sedikit terlambat, kau harus
tahu ilmu khie-kang Hwe Hiat Chiet Sah Kang Khie tidak ada
keduanya di dalam kolong langit dan bisa menghisap tenaga
dalam orang lain, sejak dulu aku sudah bermaksud untuk
menjagoi Bu-tim tapi selama itu tak ada kesempatan yang
baik, tempo hari setelah Si Budak Berdarah terjatuh
kedasarjurang dan dengan menggunakan kesempatan setelah
kalian berdua pergi dari sana aku turun sendiri kesisi
mayatnya dan berhasil memperoleh rahasia dari ilmu khiekang
Hwee Hiat Chiet Sah Kang Khie tersebut.”
Selesai berkata dia segera tertawa terbahak-bahak,
“Hmm aku kira kau adalah ciangbunjien dari suatu partai
besar, tidak disangka kau orang tidak lebih merupakan
manusia laknat yang berhati rendah!” maki Thian Siang
Thaysu dengan gusar.
“Haa.... haa.... kau baru tahu sekarang hweesio gundul?”
ejek Yuan Si Tootiang sambil tertawa gelak, “Tahun dulu aku
sudah bertemu dengan Kaucu dari lembah Chiet Han Ku ini,
Hauw Thiau Kiem Wang atau si jaring emas penguasa langit
Phoa Thian Cu untuk menyusun rencana membasmi seluruh
jagoan lihay yang ada di kolong langit”
“Hmm apa kau kira tindakan ini bisa terlaksana?” ejek Cha
Can Hong sitelapak dewa dari gurun pasir sambil mengerutkan
alisnya rapat-rapat.

“Sudah tentu aku merasa yakin pasti bisa terlaksana,”
sahut Yuan Si Tootiang sambil tertawa dingin. “Sekalipun
kepandaian silat yang kalian miliki berada diluar dugaanku
tetapi kalianpun harus ingat bila mana tidak ada kekuatan dari
anak buah-perkumpulan Tiang-gong-pang kalianpun belum
tentu bisa keluar dari lembah ini dengan selamat, sekarang
Sang Su-im sudah berhasil aku kuasai”
Paras muka Sang Su-im segera berubah menjadi hijau
membesi, dengan pandangan termangu-mangu dia
memperhatikan diri Yuan Si Tootiang dengan mata berapi2,
sekalipun begitu dia tidak bisa berbuat apa-apa karena pada
saat ini Sang Siauw-tan masih berada ditangannya,
Terdengar Sin Hong Soat-nie mendengus dingin.
“Walaupun Sang Su-im berhasil kau kuasai tetapi masih ada
Cha Can Hong, Thian Siang Thaysu serta aku tiga orang.”
“Heee.... heee.... Cha Can Hong paling suka dengan diri
Sang Siauw-tan, rasanya mereka berdua tidak akan berani
bertindak secara gegabah, sedang kalian berdua, Hooo....
hooo.... kalian berdua apakah merasa yakin bisa mengalahkan
diriku? Terhadap kalian aku tidak akan memandang sebelah
matapun.”
Sin Hong Soat-nie benar2 amat gusar, tetapi dia tahu
keadaannya pada saat ini sangat tidak menguntungkan dan
Yuan Si Tootiang sudah menduduki di atas angin, karenanya
dia tidak berani banyak bertingkah.
“Kau siap-siap berbuat apa?” tanyanya kemudian.
Yuan Si Tootiang tertawa tawar, sinar matanya dengan
perlahan menyapu sekejap ke seluruh gua.
“Menurut caraku yang paling baik adalah membinasakan
kalian semua disini,” sahutnya dingin.
Para jago yang ada di dalam gua menjadi sangat
terperanjat Sang Su-im merasa hatinya tergetar amat keras,

dia tahu bilamana Yuan Si Tootiang tidak membinasakan
dirinya maka peristiwa ini pasti akan tersiar ke dalam dunia
kangouw sedang partai Bu-tong-pay selamanya tidak akan
bisa menancapkan kakinya kembali di dalam Bu-lim. Berpuluhpuluh
bayangan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya,
“Kau kira apakah maksudmu itu bisa tercapai?” ejeknya
kemudian, “Haa.... haa dengan sepenuh tenaga kau kupaksa
untuk mengambil jalan ke arah ini”
“Baiklah begini saja, aku akan memberi satujaminan
kepadamu, asalkan kau suka melepaskan Siauw-tan maka
urusan ini hari tidak akan kusiarkan di Bu-lim, sehingga nama
besar Bu-tong-pay pun tidak bakal menemui kerugian,”
kata Sang Su-im kemudian dengan mata berkedip-kedip.
“Tidak bisa.” ujar Yuan Si Tootiang sambil menggeleng.”
Bukan saja aku bermaksud hendak membinasakan kalian
semua, bahkan hingga kini aku belum berhasil mendapatkan
kereta berdarah, aku tidak akan melepaskan barang siapapun

Koan Ing yang mendengar perkataan tersebut menjadi
tertegun, dia masih mengira kereta berdarah itu sudah
terjatuh ke tangan Yuan Si Tootiang, tetapijika di dengar dari
perkataannya tadijelas kereta berdarah masih belum terjatuh
ke tangannya, lalu ada dimanakah barang incaran para jagojago
Bu-lim itu. Kejadian apa yang kembali sudah
berlangsung?
Dengan pandangan tajam Sang Su-im memandang ke arah
Yuan Si Tootiang dalam hati pada saat ini benar-benar amat
gusar sukar ditahan, tangan kanannya mendadak diayun ke
depan sebatang anak panah berapi segera meluncur keluar
dari gua dan meledak sebanyak tiga kali di tengah udara.
“Perintah penyerbuan aku sudah kirim” ujarnya kemudian
sambil tertawa mengejek. “Bilamana kau berani melukai Sang
Siauw-tan maka dengan tenaga gabungan kami berempat kau

segera akan hancur berantakan, aku rasa lebih baik kau tahu
diri.”
Yuan Si Tootiang sama sekali tidak menyangka kalau Sang
Su-im berani melakukan tinndakan ini, air mukanya segera
berubah hebat, dalam hati toosu itu tahu bilamana dirinya
nekad turun tangan juga terhadap Sang Siauw-tan maka
dirinya tidak bakal kuat menahan satu pukulan dari tenaga
gabungan mereka berempat.
Untuk sesaat lamanya dia menjadi tertegun dan tak
mengetahui apa yang harus diperbuat pada saat itu.
“Yuan Si, kau sudah mengalami kegagalan,” ujar Sang Suim
sambil kerutkan alisnya. “Di dalam keadaan yang sangat
kepepet, sekalipun tenaga dalam serta kepandaian silat dari
orang-orang lembah Chiet Han Ku amat lihaypun, tidak
mungkin bisa menahan serangan gabungan, hmm....
maksudmu untuk melenyapkan para jago Bu-lim ini sungguh
menggelikan sekali!”
“Sang Su-im!” teriak Yuan Si Tootiang kemudian sambil
menggigit kencang bibirnya. “Kau harus tahu putrimu berada
ditanganku, sekalipun aku sudah membinasakan dirinya masih
cukup tenaga untuk menerjang keluar dari sini!”
Air muka Sang Su-im berubah menjadi hijau membesi,
hatinya benar' amat gusar sekali,
“Hmmm kau harus tahu aku sebagai pangcu dari
perkumpulan Tiang-gong-pang, bisa melakukan beratus-ratus
macam tindakan, kalau kau tidak percaya boleh!” tantangnya,
“Hmm.... sekalipun anak buahmu sudah memasuki lembah
tapi harus membutuhkan setengah jam lagi baru bisa sampai
disini, pihak lembah Chie Han Ku bukannya tidak mengadakan
persiapan,” balas dengus Yuan Si Tootiang dengan ketus.
Sang Su-im segera tertawa dingin, dia puas kalau pihak
lembah Chie Han Ku memang sudah mengadakan persiapan,

agaknya Yuan Si Tootiang berkata demikian hendak
maksudkan kalau kekuatan pihak lembah Chiet Han Ku pun
tidak kecil,
“Sang Su-im!” ancam Yuan Si Tootiang dengan dingin,
“Setelah mereka datang kemari dan aku tahu tidak bakal lolos
dari sini, waktu itu nyawa putrimu. Hmmmm.... ”
Koan Ing segera merasakan hatinya tergetar amat keras
dia tahu Sang Su-im tidak bakal membiarkan Sang Siauw-tan
menemui ajalnya ditangan Yuan Si Tootiang. “Lalu apa
rencanamu?” tanya Sin Hong Soat-nie.
Dengan amat tawar Yuan Si Tootiang menyapu ke arah Sin
Hong Soat-nie, mulutnya tetap membungkam, beberapa saat
kemudian ia baru berkata kepada Sang Su-im.
“Kita bisa lolos dari sini dalam keadaan aman, dikemudian
hari seluruh Bu-lim hanyalah milik kita berdua orang saja.
Sang pangcu bagaimana kalau kita bekerja sama?”
“Mau bekerja sama sih boleh saja”jawab Sang Su-im sambil
menghembus napas panjang. “tapi aku tidak setuju kalau kita
kerja sama untuk menjagoi Bu-lim, lebih kita baik bergabung
untuk menghadapi orang-orang lembah Chiet Han Ku saja,
bagaimana pendapatmu?”
Sinar mata Yuan Si Tootiang berkelebat tiada hentinya, dia
sama sekali tidak menyangka kalau dirinya bisa tertahan oleh
Sang Su-im sekalian di dalam gua, sewaktu pikirannya lagi
berputar itulah dari luar gua secara samar-samar sudah
terdengar suara bentakan serta tindakan manusia yang amat
banyak sekali.
Pikirannya dengan cepat berputar, mendadak dia
mendengus dingin tengan kanannya mendorong tubuh Sang
Siauw-tan ke samping kiri sedang tubuhnya dengan cepat
berkelebat keluar dari dalam gua,

Para jago yang berada di dalam gua jadi amat terperanjat
sekali, Sang Su-im yang menaruh rasa kuatir atas keselamatan
putrinya maka tak mempunyai minat untuk mengejar diri Yuan
Si Tootiang, tubuhnya dengan cepat bergerak menubruk ke
arah tubuh Sang Siauw-tan.
Cha Cin Hong pun di dalam waktu yang bersamaan
melancarkan tiga pukulan menghajar toosu dari Bu-tong-pay
itu sedang tubuhnya dengan cepat menubruk ke arah Sang
Siauw-tan.
Sin Hong Soat-nie, Thian Siang Thaysu serta Ciu Tong beramai2
melancarkan pukulan dahsyat ke depan. Toya, pedang
serta tenaga pukulan dengan mengambil tiga arah serangan
yang berbeda menerjang ke tubuh Yuan Si Tootiang.
Sewaktu tubuh Yuan Si Tootiang menubruk ke depan
pedangnya sudah dicabut keluar, di tengah suara tertawanya
yang amat keras pedangnya bergetar tiada hentinya
melancarkan jurus-jurus kiam hoat yang luar biasa dahsyatnya
untuk menghadang datangnya serangan gabungan dari ketiga
orang tadi.
Belum habis dia tertawa tubuhnya bagaikan seekor ikan
belut sudah berkelebat keluar dari dalam gua,
Melihat kejadian itu Koan Ing jadi melengak, setelah
termangu-mangu beberapa saat lamanya dia baru
menghembuskan napas lega, walaupun Yuan Si Tootiang
berhasil meloloskan diri dari dalam gua tadi setidak2nya Sang
Siauw-tan berhasil ditolong dalam keadaan selamat.
Dengan perlahan dia berjalan ke depan, terlihatlah Sang
Su-im sambil memeluk tubuh Sang Siauw-tan sedang berdiri
termangu-mangu disana.
Koan Ing segera merasakan hatinya berdesir, karena
matanya dapat melihat kalau air muka Sang Siauw-tan pada
waktu itu sudah berubah menjadi pucat bagaikan mayat dan
berbaring disisi Sang Su-im tak bergerak, sekalipun napasnya

tidak sampai putus tapi jelas tubuhnya sudah terluka parah
oleh tenaga pukulan yang amat dahsyat dari Yuan Si Tootiang.
Ciu Tong yang melihat Sang Siauw-tan terluka dengan
cepat maju ke depan, beberapa saat kemudian dia baru
menghela napas panjang.
“Siauw-heng, bagaimana ini bisa jadi?” katanya.
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing segera merasakan
hatinya berdesir, Ciu Tong yang mengenal ilmu obat-obatan
tidak mengerti bagaimana luka yang diderita oleh Sang Siauwtan
itu bagaimana baiknya.
Dengan cepat dia memegang pergelangan tangan kanan
dari Sang Siauw-tan dan memeriksa urat nadinya, terasalah
denyutanjantungnya amat lemah sekali cuma tidak
mengetahui dia sudah terluka oleh pukulan macam apa, tetapi
yang jelas pastilah suatu ilmu pukulan yang amat beracun
sekali.
Berpikir akan hal itu Koan Ing dengan gusarnya lantas
membentak keras, tubuhnya bergerak dan menerjang keluar
dari dalam gua.
“Hati-hati jangan gegabah!” teriak Cha Can Hong dengan
suara keras.
Tangannya dengan cepat menyambar ke depan, siapa tahu
gerakan Koan Ing jauh lebih cepat, tahu-tahu dia sudah
berada diluar gua,
Cha Can Hong jadi amat kaget, jangan dikata diluar ada
jago-jago kelas wahid lembah
Chiet Han Ku yang mengepung tempat itu rapat-rapat,
sekalipun mereka tidak berani menerjang keluar apalagi Koan
Ing pemuda itu, bukankah hal ini sama saja dengan mencari
jalan kematian buat dirinya sendiri?

Siapa tahu setelah Koan Ing menerjang keluar dari dalam
gua, suasana diluar gua tenang-tenang saja, dalam hati para
jago yang berada di dalam gua segera menduga kalau Koan
Ing sudah mati di tengah kerubutan orang banyak.
Tetapi kejadian yang sesungguhnya sama sekali bukan
demikian.Koan Ing yang berhasil menerjang keluar dari mulut
gua sama sekali tidak menemukan gangguan apapun, orangorang
dari lembah Chiet Han Ku sudah pada bubaran sedang
dari tempat kejauhan tampaklah sesosok bayangan manusia
dengan cepatnya berkelebat masuk ke dalam hutan, dengan
cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya untuk meluncur ke
belakang lembah tersebut.
Sebatang anak panah berapi kembali meledak di tengah
udara menimbulkan cahaya yang menyilaukan mata.
Suara bentakan saling sahut menyahut dari empat penjuru.
laksana air bah suara tersebut melanda mendekat, dalam hati
pemuda itu lantas mengerti kalau orang-orang perkumpulan
Tiang-gong-pang telah berhasil menjebolkan pertahanan
lembah Chiet Han Ku dan kini sudah mulai mendekati tempat
itu.
Para jago yang terkurung selama beberapa hari dalam gua
akhirnya terbebas juga.
Sang Su-im sambil menggendong tubuh Sang Siauw-tan
berjalan keluar dari dalam gua, dari sepasang matanya
mengucur keluar titik-titik air mata, hatinya benar-benar amat
kegirangan.
Dengan termangu-mangu Cha Can Hong memandang ke
arah para jago yang sedang keluar dari
gua saling susul menyusul, hatinya lagi merasa kuatir atas
keselamatan diri Koan Ing yang meluncur ke belakang
Lembah.

Pada saat itu anak buah dari perkumpulan Tiang-gongpang
mulai bermunculan dari empat penjuru.
Koan Ing yang sedang mengejar Yuan Si Tootiang sewaktu
melihat toosu itu melarikan diri ke dalam rimba di belakang
lembah hatinya merasa amat cemas bercampur gusar.
Dia gemas karena Yuan Si Tootiang sudah turun
tanganjahat terhadap gadis itu, dalam hati ia bersumpah
hendak mencari sampai dapat toosu dari Bu-tong-pay itu dan
menuntut balas.
Beberapa saat kemudian sampailah pemuda itu di dalam
sebuah hutan yang jauh lebih lebat dari hutan di depan
lembah, setelah menembusi hutan tersebut di hadapannya
muncul sebuah bangunan istana yang amat megah sekali.
Dia rada merandek, sedang pikirannya dengan cepat
berputar, “Bangunan rumah itu tentu markas mereka,
bilamana aku tidak berani memasuki sarang macan,
bagaimana mungkin bisa memperoleh anak macan?”
Berpikir akan hal itu tubuhnya dengan cepat berkelebat
masuk ke dalam bangunan mewah tersebut.
Pintu rumah terpentang lebar-lebar, di dalam ruangan sunyi
senyap tak tampak sesosok bayangan manusiapun, keadaan
benar-benar amat menyeramkan sekali.
Koan Ing tidak sempat berpikir panjang lagi, sambil
memegang pedangnya kencang-kencang dia segera
menerjang masuk ke dalam rumah tersebut.
Di dalam rumah itu tak ada seorang manusiapun, di tengah
ruangan yang luas cuma tampak dua buah kursi saja, keadaan
begitu sunyi sehingga terasa amat menyeramkan.
“Yuan Si!” terdengar Koan Ing mendengus dingin dan
berteriak keras, setelah dirasanya Yuan Si Tootiang benarbenar
berada di dalam rumah tersebut, “Aku hanya seorang
diri, apakah kau merasa takut kepadaku?”

“Koan Ing kau sungguh bernyali besar, berani betul kau
menerjang kemari seorang diri!” seru Yuan Si Tootiang sambil
berkelebat muncul di depan pemuda tersebut.
“Siauw-tan sudah kau apakan?”
“Ooow.... kiranya kedatanganmu karena soal ini, aku lihat
kau menjadi orang terlalu gegabah tetapi aku kagum akan
semangatmu, sekalipun kepandaianmu dahsyat tetapi masih
terpaut jauh dari diriku.”
Sehabis berkata dia memutar badannya dan berlari masuk
ke dalam rumah.
Sinar mata Koan Ing berkelebat dia tahu Yuan Si Tootiang
hendak memancing dirinya masuk dalam jebakan, tetapi di
dalam keadaan seperti ini mau tidak mau dia harus
menerjunkan dirinya juga untuk mengikuti dia masuk ke
dalam ruangan.
Sambil menggigit kencang bibirnya dia lantas lari mengejar
dari belakang, saat ini dia cuma mengharapkan munculnya
suatu kejadian yang aneh atau sedikit2nya bisa menahan
Yuan Si Tootiang untuk melarikan diri.
Yuan Si Tootiang yang melihat pemuda itu melakukan
pengejaran dari belakang segera tertawa terbahak-bahak,
dengan cepat dia berkelebat ke depan dan melayang masuk
ke dalam sebuah lorong.
Koan Ing tidak suka lepas tangan begitu saja, dengan cepat
dia mengejar ke belakang.
Lorong itu ada beberapa kaki panjangnya, Yuan Si Tootiang
yang lari di depan mendadak lenyap tak berbekas.
Koan Ing menjadi kaget, dengan cepat tubuhnyapun
melayang ke depan menerjang ke arah dimana Yuan Si
Tootiang melenyapkan dirinya tadi.

Siapa tahu baru saja dia melayang turun ke atas
permukaan tanah, mendadak dari kedua belah samping
meloncat keluar enam orang lelaki berbaju hitam laksana
bayangan setan berputar ke samping dan menyebarkan enam
buah jaring merah yang amat besar ke atas kepalanya.
Melihat datangnya serangan tersebut, Koan Ing menjadi
berdesir, pedang Kiem-hong-kiam ditangannya dengan cepat
mencukil ke atas membabat ke arah ke enam lembarjaring
merah tersebut disusul tangan kirinya menekan tembok dan
melayang ke arah samping,
Kepandaian silat dari enam orang manusia berkerudung
hitam itu sungguh lihay dan aneh sekali, begitu pedang
sertajaring terbentur satu sama lainnya pedang kiem-hongkiam
ditangan Koan Ing sudah kena dihantam dan terlepas
dari tangannya,
Koan Ing jadi terperanjat tubuhnya dengan cepat melayang
turun ke atas tanah kemudian sekali lagi melayang ke atas
menubruk ke arah pedangnya,
Siapa tahu baru saja tubuhnya melayang ke atas tanah
kembali ada sebuah jaring merah yang akan menggulung
kakinya,
Dengan gesitnya tangan kanan pemuda itu menyambar
pedangnya, kedua kaki ditarik ke atas sedang pedang kiemhong-
kiamnya kembali membabat jaring merah itu,
Belum habis orang berkerudung itu menarik jaring
merahnya kelihatan kelima buah jaring lainnya di dalam waktu
yang bersamaan sudah mengurung tubuh sang pemuda.
Melihat kejadian itu Koan Ing jadi terperanjat belum habis
dia berpikir pedangnya mendadak disambit ke depan dengan
disertai suara bentakan yang amat keras.

Pedang Kiem-hong-kiam dengan cepatnya meluncur ke
arah keenam orang itu memaksa mereka harus menarik
kembali jaringnya untuk melindungi tubuh mereka sendiri.
Koan Ing yang dua kali didesak untuk melepaskan
pedangnya dalam hati merasa kheki bercampur gusar.
“Yuan Si Tootiang Apakah kau takut padaku?” bentaknya.
Keenam lembarjaring merah itu dengan cepatnya berhasil
melemparkan pedang kiem hong
kiam tersebut ke atas atap sedang jaring tersebut kembali
menyapu ke arah Koan Ing
dengan dahsyat.
Koan Ing yang tidak mendengar suara jawaban dari Yuan
Si Tootiang hatinya benar2 amat kheki bercampur gemas, kini
pedangnya sudah terlepas, untuk memaksa dengan kekerasan
pun percuma, terpaksa dia meloncat kesana kemari untuk
menghindar.
Untuk mencabut kembali pedangnya yang tertancap di atas
atap tidak mungkin baginya, di dalam keadaan kepepet
tubuhnya kembali terdesak mundur beberapa langkah.
Mendadak punggungnya terasa menempel pada dinding,
hal ini membuat dia terkejut sehingga keringat dingin pada
mengucur keluar dengan amat deras, dia sama sekali tidak
menyangka kalau dirinya bakal menemui kematian di tempat
ini.
“Heeee.... bagaimanapun aku tidak akan mati dengan siasia
di tengah kurcaci2 yang
wajahnyapun tak sampai terlihat olehku, paling sedikit aku
harus membinasakan satu dua orang diantara mereka
pikirnya, Sinar matanya berkelebat tajam, tubuhnya mendadak
melayang mundur ke belakang dan menempel pada dinding.

Pada saat itulah keenam orang itu mendadak merandek
dan menghentikan gerakannya,
Koan Ing yang melihat kejadian ini menjadi keheranan.
Tiba-tiba....
“Braak!” sebuah pintu berjeriji yang terbuat dari batujatuh
ke bawah tepat mengurung dirinya didalam, diantara
terbangnya debu memenuhi angkasa suara tertawa dari Yuan
Si Tootiang memenuhi angkasa.
“Koan Ing” terdengar Yuan Si Tootiang berteriak sambil
munculkan dirinya. “Alat-alat rahasia yang dipasang di dalam
lembah Chiet Han Ku ini tidak pernah terduga oleh Sang Suim,
dia tidak akan bisa menerjang masuk sampai kesini, kau
bolehlah beristirahat secara tenang-tenang disitu.”
Koan Ing yang melihat dirinya kena dikurung dalam hati
merasa cemas bercampur gusar.
“Yuan Si!” makinya. “Malu sekali nama mu ikut tercantum
diantara tiga manusia baik,
tidak disangka kalau kau sebenarnya adalah manusia yang
paling licik di dalam dunia pada
saat ini “
Mendengar suara makian tersebut Yuan Si Tootiang segera
tertawa terbahak2.
“Haa.... haa kau sama sekali tidak ada harganya untuk
bergebrak melawan diriku, biarlah aku mengurung kau sampai
mati kelaparan saja, coba bayangkan saja Jien Wong si
manusia tunggal dari Bu-lim tempo haripun bisa menemui
ajalnya ditanganku, apalagi kau sebagai kurcaci biasa haa....
haa.”
Di tengah suara tertawanya yang amat keras dia lantas
berlalu dari tempat itu.

Dengan termangu-mangu Koan Ing memperhatikan
bayangan punggung dari Yuan Si Tootiang Ienyap dari
pandangannya, dalam hati dia merasa amat sedih sekali,
Di bawah kakinya kembali ditemui anak tangga terbuat dari
batu yang menurun ke bawah, saat ini dia berada di tengah
sebuah ruangan batu yang amat gelap sehingga sukar untuk
melihat lima jarinya sendiri, untung saja sewaktu terkurung
bersama Kong Bun-yu tempo hari dia sudah berhasil
mempelajari memandang di tempat kegelapan.
Disebelah kiri dari ruangan batu tampak sebuah pintu,
cuma saja dinding batu itu amat tebal sehingga tak sedikit
sinarpun bisa memancar masuk,
Dengan hati yang amat kecewa Koan Ing duduk ditanah,
dia merasa menyesal atas kehilangan pedang kiem-hong-kiam,
Pikirannya mulai melayang kemana2, terbayang kembali
seluruh ilmu silat yang ia pelajari selama ini, dia merasa
walaupun kepandaian silatnya sudah memperoleh kemajuan
yang amat pesat tetapi masih belum bisa menandingi
kepandaian tiga manusia genah empat manusia aneh,
Pada saat pikirannya lagi berputar itulah mendadak
terdengar suara bentakan keras bergema datang disusul
terbukanya pintu batu, sesosok bayangan kembali melayang
ke bawah disusul ditutupnya pintu batu dengan amat keras.
Koan Ing jadi amat terperanjat, ketika memandang lebih
tajam lagi dia lantas dapat mengenali kalau orang itu bukan
lain adalah putri dari Cha Can Hong, cuma tidak tahu dia
adalah Ca Cing Cing atau Cha Ing Ing.
Agaknya gadis tersebut sama sekali tidak bisa melihat jelas
keadaan di sekelilingnya, lama sekali dia berdiri di dalam
ruangan tersebut tanpa mengucapkan sepatah katapun
beberapa saat kemudian dia baru berteriak. “Engkoh Ing kau
berada dimana, aku Ing Ing.”

Dengan perlahan Koan Ing menghembuskan napas
panjang, dalam hati dia merasa bingung bagaimana mungkin
Ing Ing bisa sampai di tempat ini. “Ing Ing aku ada disini ,
kau.... ”
Belum habis dia berkata mendadak Cha Ing Ing sudah
menggerakkan badannya menubruk ke arah diri Koan Ing.
Melihat tindakan dari gadis tersebut Koan Ing jadi amat
terperanjat, tangannya dengan cepat dipentangkan memeiuk
Ca Ing Ing yang sudah muiai menangis.
Koan Ing menjadi meiengak tapi sebentar kemudian dia
sudah paham mengapa gadis tersebut menangis, tentunya
gadis ciiik ini iagi merasa takut karena baru untuk pertama
kaiinya ditawan dan dikurung.
Peiukannya pada tubuh gadis itupun semakin diperkencang
iagi.
“ing ing kau jangan menangis, segaia urusan bakai beres
dengan sendirinya.”
“Engkoh Ing hatiku benar-benar amat girang seteiah
bertemu dengan dirimu,” kata Cha Ing Ing mendongak.
Dengan periahan Koan Ing membimbing bangun badannya
iaiu tersenyum ramah. “Bagaimana kau bisa sampai disini?”
tanyanya sambii tertawa.
Waktu itu Cha Ing Ing cuma bisa meiihat bayangan dari
Koan Ing secara samar-samar tetapi
dia mengerti kalau waktu itu pemuda tersebut lagi
memandang ke arahnya.
Air muka berubah menjadi merah jengah, dengan perlahan
dia menundukkan kepalanya tak berbicara.
Beberapa saat kemudian baru angkat kepalanya kembali
dan berkata, “Engkoh Ing sewaktu aku datang kesini sudah

menemukan pedangmu, nih aku sudah mengambilkannya buat
dirimu.”
Selesai berkata dia segera angsurkan pedang yang ada
ditangannya itu kepada Koan Ing.
Pemuda itu segera menerima angsuran pedang Kiem-hongkiamnya
itu, dalam hati dia benar2 merasa amat berterima
kasih terhadap Cha Ing Ing.
“Terima kasih, Ing Ing dimanakah paman Cha? Kenapa kau
tidak bersama-sama mereka?” tanyanya kemudian dengan
hati keheranan. “Aku tidak tahu, aku tadi kemari seorang
diri”jawab Ing Ing.
Mendadak dia menarik tangan Koan Ing dan berseru
dengan wajah berubah menjadi merah padam, “Engkoh Ing
bukankah pertemuan ini adalah pertemuan yang pertama
kalinya buat kita berdua?”
Koan Ing segera merasakan hatinya tergetar keras,
mendadak dia menjadi paham kembali peristiwa apa yang
terjadi, dia jadi tertegun dan untuk beberapa saat lamanya tak
sepatah katapun yang bisa diucapkan keluar.
“Engkoh Ing apa aku benar2 cantik?” tanya Ing Ing kembali
dengan paras yang berubah semakin merah.
Kembali Koan Ing dibuat bungkam dalam seribu bahasa,
dia tidak mengira kalau perkataan yang diucapkan secara
geguyon tempo hari sudah ditanggapi dengan begitu serius
oleh gadis cilik ini, hatinya benar-benar kebingungan. “Kau
benar-benar amat cantik, tetapi.... ”
“Engkoh Ing” Seru Ing Ing dengan girang tidak menanti
Koan Ing meneruskan kataknya. “Tempo hari Sang Siauw-tan
ci ci bilang kau tidak baik, aku sedikit tidak percaya.... ”
Bicara sampai disitu dia termenung berpikir sejenak lalu
sambungnya lagi.

“Aku tahu enci Siauw-tan bersikap sangat baik terhadap
dirimu bahkan mencintai dirimu, kalau tidak dia tidak mungkin
menaiki puncak Sun Li Hong karena dirimu tetapi aku tahu
saat ini tak mungkin dia bisa tiba disini, bilamana sekarang....
” Mendadak dia mengangkat kepalanya dengan wajah penuh
air mata tambahnya lagi, “Aku tahu tidak seharusnya aku
berpikir demikian, tetapi engkoh Ing aku mengharapkan kita
bisa berkumpul untuk selamanya, engkoh Ing kau boleh
marah boleh memaki aku asal janganlah mengusir aku dari
sisimu”
Lama sekali Koan Ing dibuat berdiri termangu-mangu,
sampai lama sekali dia baru menyahut sambil membelai
rambutnya.
“Ing Ing bagaimana kalau aku menjadi engkohmu saja?”
“Aku bukan anak kecil lagi, kau tidak usah membohongi
aku.” seru Ing Ing secara tiba-tiba sambil menyampuk tangan
pemuda itu, suara tangisnya semakin menjadi.
Koan Ing jadi sangat terperanjat, dengan pandangan
terpesona dia memperhatikan diri Ing Ing sigadis itu, selama
ini dia tidak pernah menyangka kalau Ing Ing secara diamdiam
menaruh hati terhadap dirinya. agaknya saat ini pemuda
tersebut baru mengetahui kalau Ing Ing bukanlah seorang
gadis cilik lagi. Kini dia sudah menginjak dewasa
Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya
dia baru menghela napas panjang. “Ing Ing, kau harus tahu
bilamana aku sudah ada Siauw-tan.... ”
Bicara sampai disini tak tertahan lagi dari kelopak matanya
mengucur keluar titik-titik air mata, walaupun pergaulannya
dengan Siauw-tan tidak cukup lama tetapi hatinya masingmasing
sudah saling memahami, dia tidak seharusnya pergi
mencintai lagi gadis lain.

Dengan perlahan Ing Ing dongakkan kepalanya
memandang ke arah Koan Ing, agaknya baru pertama kali ini
dia menemukan kalau rasa cinta dari Koan Ing terhadap Sang
Siauw-tan begitu mendalamnya, dalam hati dia mulai merasa
menyesal.
Dalam hati Ing Ing sangat mengharapkan dia adalah Sang
Siauw-tan sehingga memperoleh cinta kasih dari pemuda
tersebut, tetapi dia bukan gadis itu hatinya menjadi sedih....
“Ing Ing, aku tidak bisa menipu dirimu,” kata Koan Ing lagi.
Mendengar perkataan tersebut Ing Ing merasa hatinya
semakin sedih, kepalanya di tundukkan rendah-rendah sedang
air mata mengucur keluar dengan derasnya.
Sambil menundukkan kepalanya gadis itu termenung
seorang diri, bayangan dari Koan Ing benar' sudah melekat di
dalam benaknya, dia tak bertenaga untuk menghapus
bayangan tersebut bagaimana dia harus berbuat pada saat
ini? Kembali gadis itu menangis terseduh2.
Dalam hati Koan Ing pun ikut merasa sedih, bagaimanapun
dia merasa Ing Ing adalah
seorang gadis yang baik bahkan menaruh rasa cinta
terhadap dirinya.
Beberapa saat kemudian Ing Ing baru menarik kembali
suara tangisannya, dia melepaskan diri dari cekalan Koan Ing
dan berjalan keujung tembok, memejamkan matanya dan
duduk bersila.
“Ing Ing,” terdengar Koan Ing menyapa sambil berjalan
mendekati sisi tubuhnya. “Bagaimana kalau kita bersamasama
melatih semacam ilmu silat?”
Cha Ing Ing tetap memejamkan matanya tidak menggubris,
melihat sikap gadis tersebut Koan Ing segera tertawa.

“Bilamana kita bermaksud untuk meloloskan diri dari
kurungan ini maka ilmu tersebut harus dilatih baik-baik, kalau
tidak sekalipun berhasil meloloskan diri dari kurunganpun
belum tentu bisa mengalahkan mereka,”
Mendengar perkataan itu Ing Ing lantas mementangkan
matanya kembali memandang ke arah
pemuda tersebut.
Ooo)*(ooO
Bab 38
“ING ING,” ujar Koan Ing dengan suara yang amat halus.
“Di dalam ilmu silat aliran Hiat-ho-pay ada semacam ilmu
kepandaian yang bernama ‘Cio Ci Yu Su’ dan membutuhkan
kerja sama dari dua orang yang menyerang menggunakan
pedang bilamana dia menghalangi kiri tidak bakal bisa
menangkis serangan kanan. bilamana dia menyerang kanan
belum tentu bisa bertahan dari pukulan kiri, tapi ilmu baru
berhasil bilamana ada kerja sama yang amat baik, bagaimana
kalau kita bersama-sama mencoba?”
Dengan perlahan Ing Ing memejamkan matanya kembali
tanpa mengatakan sepatah katapun,
dia merasa bilamana berhasil lolos dari situ maka dia bakal
berpisah dengan Koan Ing, daripada berpisah lebih baik samasama
menemui ajal di tempat ini.
Koan Ing yang melihat Ing Ing tidak mau mengikuti
permintaannya, maka dengan perlahan lalu memutar
tubuhnya dan berpikir keras.
Di dalam kitab pusaka Boe Shia Koai Mie baik dari Jien
Wong maupun dari Song Ing pada mengungkit ilmu untuk
menghadapi serangan bokongan, di dalam kitab pusaka
pemberian Song Ing ada membicarakan ilmu Cang Su dari
Siauw lim-pay sedang Jien Wong pernah memberi ilmu ‘Boe
Jiei Kang’ dari aliran Hiat Hoo Bun.

Kini setelah termenung sebentar Koan Ing merasa diantara
kedua ilmu itulah bisa digunakan untuk menghadapi serangan
jaring musuh.
Karena ajarannya terhadap gadis itu di tolaki akhirnya Koan
Ing bangun dan mulai berlatih seorang diri,
Ing Ing yang mendengar lama sekali tidak terdengar sedikit
suarapun hatinya mulai tidak sabaran, dengan perlahan
matanya dibuka kembali, terlihatlah waktu itu Koan Ing
sedang berlatih ilmu dengan giatnya....
Lama kelamaan Ing Ing tidak tahan untuk berdiam diri lagi
di tengah kegelapan itu, dia menarik napas panjang-panjang
lagi berseru -dengan perlahan, “Engkoh Ing.”
Waktu itu Koan Ing sedang berlatih hingga di tengah jalan,
walaupun begitu dia tidak memusatkan seluruh perhatiannya
karena di dalam keadaan waktu seperti ini dia masih harus
menjaga serangan dari pihak musuh, karenanya sewaktu Ing
Ing memanggil dirinya dengan
cepat dia sudah membuka matanya kembali.
“Engko Ing, mari kita bersama-sama melatih ilmu ‘Cuo Ci
Yu Su’ tersebut,” ajaknya sambil menahan isak tangis.
Selesai berkata tak kuasa lagi dia menangis tersedu-sedu.
Dengan termangu-mangu Koan Ing memperhatikan diri Ing
Ing, hatinya merasa amat tidak enak, setelah termenung
beberapa saat lamanya baru berseru, “Ing Ing, kau jangan
menangis lagi.”
Mendengar suara itu bukannya berhenti menangis, Ing Ing
malah menangis semakin keras.
Koan Ing tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa dia bungkam
dan memandang ke arah Ing Ing dengan melongo.

Setelah menangis beberapa saat lamanya dia baru
merasakan dadanya mulai lega. “Engkoh Ing, mari kita
berlatih.... ” ajaknya sambil mengusap kering bekas air mata.
Koan Ing pun lantas berdiri dan menjelaskan kedelapan
belas jurus ilmu ‘Cuo Ci Yu Su’ itu.
Dengan dasar ilmu silat yang baik dari mereka berdua
hanya di dalam waktu yang singkat mereka sudah
memahaminya.
Ilmu sudah berhasil dipelajari, kini hanya kekurangan
sebilah pedang saja, terpaksa Koan Ing serahkan pedang
Kiem-hong-kiam itu kepada diri Ing Ing. “Kau gunakan pedang
ini, biar aku memakai sarungnya saja,” ujar pemuda itu
perlahan.
Ing Ing agak ragu-ragu sebentar, tetapi akhirnya dia
menerima juga pedang Kiem-hong-kiam tersebut.
Koan Ing pun lantas mempersiapkan sarung pedang dan
dengan menggunakan tenaga gabungan mereka berdua
bersama-sama menghantam ke atas pintu batu tersebut.
“Braak.... ” dengan menimbulkan suara yang amat keras pintu
tersebut terpentang lebar.
Baru saja mereka berdua siap-siap meloncat keluar,
mendadak tampaklah tiga orang lelaki berbaju hitam sudah
menghalangi perjalanan mereka, tiga lembarjaring merah
dengan cepat dipentangkan dan siap mengurung tubuh kedua
orang itu.
Koan Ing segera tertawa terbahak-bahak, tubuhnya
berkelebat ke samping sarung pedang yang ada ditangannya
segera menekan ke atas jaring merah tersebut. ^
Ing Ing yang berada di sisi pemuda tersebut pun tidak
berdiam diri, dia membentak keras dan pedang Kiem-hongkiam
ditangannya dengan memancarkan cahaya yang amat

tajam membabat ke atas kepala salah seorang diantara orang
berbaju hitam itu,
Orang berkerudung itu menjadi terperanjat, tubuhnya
terburu-buru mengundurkan diri satu
langkah ke belakang sedang jaring merahnya dengan cepat
dilemparkan ke atas tubuh gadis
tersebut.
Ing Ing dengan gerakan yang amat gesit meloncat ke atas,
jurus pedang mereka berdua pun dengan cepat berubah,
sarung pedang ditangan Koan Ing dengan dahsyatnya
membabat pundak orang itu.
Dengan kedahsyatan tenaga dalam yang dimiliki pemuda
tersebut mana mungkin orang itu kuat menahan babatan dari
sarung nedang Koan Ing ini? Terdengar dia menjerit keras
tubuhnya dengan sempoyongan mengundurkan diri ke
belakang sedang jaring yang ada ditangannya sudah
terlempar lepas dari tangannya.
Bersamaan dengan gerakan dari Koan Ing segera
membabat ke depan menghajar tubuh kedua orang itu.
Pedang serta sarung pedang bersilang di tengah udara, dua
buah jaring merah lainnya kena disapujatuh oleh kedua orang
itu.
Melihat kedahsyatan dari ilmu tersebut Koan Ing jadi
termangu-mangu, dia sama sekali tidak menyangka kalau
tenaga dalam yang dikerahkan melalui ilmu ‘Cio Ci Yu Su’ ini
bisa berubah demikian dahsyatnya, bukan pemuda itu saja
sekalipun Ing Ing pun jadi melengak.
Mengambil kesempatan sewaktu kedua orang muda mudi
ini lagi berdiri termangu-mangu itulah ketiga orang
berkerudung itu dengan cepat melarikan diri dari situ. Koan
Ing bertukar pandangan sekejap dengan Ing Ing lalu
bersama-sama menerjang keluar.

Tetapi sebentar kemudian mereka berdua sudah dibuat
tertegun kembali, karena apa yang dihadapinya pada saat ini
hanya merupakan reruntuhan belaka sedang bayangan dari
ketiga orang berkerudung itu sudah lenyap tak berbekas.
Koan Ing yang melihat reruntuhan itu lalu mengerti kalau
tempat itu sudah terbakar musnah, sedang cuacapun waktu
itu menunjukkan tengah hari.
Dalam hatinya dia mulai menghitung, dia merasa sejak
memasuki ruangan batu hingga sekarang sudah ada dua atau
tiga setengah hari lamanya tak disangka dalam waktu yang
singkat ini dia sama sekali tidak mengetahui kejadian apa
yang sudah berlangsung selama ini,
Dengan gesitnya mereka berdua lari ke depan, suasana di
sekeliling tempat itu amat sunyi sekali, agaknya tak ada
sesosok manusia pun yang masih tertinggal disana,
Selagi mereka berjalan mendekati ke tepi hutan mendadak
terdengarlah suara seseorang lagi memanggil, “Aah Koan
Siauw-hiap, kiranya kau berada disini”,
Dengan cepat Koan Ing menoleh ke belakang, kiranya
orang yang baru saja menyapa dirinya itu bukan lain adalah
Hoo Lieh, dia lantas tertawa, “Oouw.... kiranya paman Hoo”
serunya,
“Nona Cha kiranya kaupun ada disini,” terdengar Hoo Lien
berseru kembali sambil berjalan mendekati mereka berdua,
“Ayahmu Cha Thay-hiap merasa amat cemas sekali atas
lenyapnya kau.”
“Ayahku sekarang berada dimana?” tanya gadis itu cepat.
“Paman Sang dan kawan-kawan kini berada dimana?”
tanya Koan Ing pula dengan hati cemas.
“Selama tiga hari ini kita melakukan penyerangan dengan
dahsyat tetapi tidak berhasil, terpaksa akhirnya kami
menyerang dengan menggunakan api, Yuan Si Tootiang serta

sebagian dari orang-orang lembah Chiet Han Ku berhasil
melarikan diri sedang Cha Thay-hiap sekalian sedang
melakukan pengejaran.”
Berbicara sampai disitu dia menghembuskan napas lega,
dan sambungnya lagi, “Pangcu sangat menaruh rasa kuatir
atas keselamatan dari siocia dan kini telah berangkat ke
daerah TiamPian untuk minta bantuan dari si tabib sakti Lam
Kong Ceng untuk mengobati luka nona, dia sekarang sudah
berangkat tapi pangcu sudah berpesan bilamana ini hari kita
berhasil menemukan Koan Siauw-hiap maka aku harus
menghantar nona ke daerah Tiam Pian.”
Jadi Siauw-tan sekarang masih berada disini?” tanya Koan
Ing kegirangan.
Dengan cepat Hoo Lieh mengangguk.
“Mari, aku antar kalian kesana!” serunya.
Dengan cepat Koan Ing menoleh ke arah Ing Ing dan
ajaknya, “Ing Ing, mari kita pergi menengok diri Siauw-tan!”
Walaupun dalam hati Ing Ing merasa tidak suka, tetapi di
dalam keadaan seperti ini dia mau tak mau harus ikut, dengan
hati berat akhirnya dia mengikuti juga kedua orang itu
berjalan masuk ke dalam hutan.
Setelah melewati jalan hutan beberapa saat lamanya
mendadak Hoo Lieh menghentikan langkahnya dan menepuk
tangan tiga kali, dari balik hutan segera muncullah sepuluh
orang anak buah dari perkumpulan Tiang-gong-pang.
Diam-diam Koan Ing merasa amat terkejut tidak disangka
Hoo Lieh adalah seorang manusia yang berbakat, tidak aneh
kalau Sang Su-im begitu menghargai dirinya, cukup dengan
penyagaan yang diatur olehnya ini sudah lebih dari cukup
untuk menahan serangan yang bagaimana dahsyatnya.
“Saat ini nona masih berada di dalam keadaan tidak sadar
diri,” ujar Hoo Lieh. “Karenanya aku tidak berani berlaku

gegabah, di sekeliling tempat ini sudah dipasang enam lapis
penjagaan ketat dengan empat lapis yang diperlengkapi
panah2 beracun.
Koan Ing yang mendengar perkataan itu dalam hati merasa
amat kagum, dia lalu mengangguk.
“Kali ini harus menyusahkan paman Hoo” katanya.
Dengan cepat mereka berjalan masuk ke dalam hutan,
tampaklah ditengah-tengah antara pepohonan yang rindang
berdirilah sebuah rumah kecil yang dibikin dari kain.
Di dalam ruangan itu tampaklah Sang Siauw-tan dengan
wajah yang pucat pasi sedang berbaring di atas sebuah
pembaringan.
Dengan langkah yang tergesa-gesa Koan Ing lantas
berjalan mendekati badannya dan mengeluarkan tangan gadis
itu dari balik pembaringan.
Denyutanjantungnya masih amat lemah sekali seperti
keadaan semula, agaknya tak
terjadi sedikit perubahanpun atas dirinya.
Dalam hati diam-diam pemuda itu mulai merasa cemas,
tempat itu ada seribu li jauhnya dari daerah Tiam Pian,
bilamana di tengah jalan luka Sang Siauw-tan terjadi
perubahan apa yang harus dia perbuat pada waktu itu? Apa
lagi saat ini dia masih tidak mengetahui apa yang telah terjadi,
Mendadak suatu ingatan berkelebat dihati, pikirnya diamdiam,
“Aku sudah memperoleh pelajaran ilmu obat-obatan
serta tabib dari Jien Wong, apa kah semuanya ini tak ada
gunanya?”
Teringat akan Jien Wong, dalam benaknya kembali
terbayang seluruh perkataan yang diucapkan si manusia
tunggal dari Bu-lim itu sesaat menjelang kematiannya,

Hoo Lieh serta Ing Ing yang melihat wajah Koan Ing diliputi
oleh kemurungan agaknya lagi memikirkan satu urusan yang
penting mereka tiada yang berani mengganggu,
Mendadak.... Koan Ing teringat kembali kalau di dalam
pelajaran dari Jien Wong ada semacam ilmu pengobatan yang
disebut “Kiem Ciam Than Meh” atau ilmu menusuk jarum.
“Paman Hoo, apakah kau membawajarum emas?” tanyanya
kemudian kepada diri Hoo Lien.
Sinar mata Hoo Lieh segera berkelebat tiada hentinya.
“Apakah Koan Ing bisa menyembuhkan penyakit?”
pikirnya.Dalam hati dia merasa tidak percaya, dia takut
bilamana Sang Siauw-tan semakin dibuat parah lagi, waktu itu
bagaimana dirinya harus bertanggung jawab terhadap diri
Sang Su-im?
Jilid 16
“Paman Hoo kau boleh berlega hati, aku cuma ingin tahu
apakah ditubuh Sang Siauw-tan ada hal-hal yang aneh!” kata
Koan Ing sambil tertawa.
“Dibadannya tidak terdapat apa-apa, tetapi aku tetap akan
membawanya kemari!” sahut Hoo Lieh sambil mengangguk.
Selesai berkata diapun berjalan keluar dari rumah.
“Penyakit enci Siauw-tan apakah bisa disembuhkan?” tanya
Cha Ing Ing sambil memandang ke arah gadis itu.
Dalam hati ia merasa amat bingung, haruskah dia
mengharapkan penyakit Sang Siauw-tan bisa lekas sembuh
atau tidak sama sekali? Baginya kedua keputusan ini sangat
membingungkan hatinya.

“Aku sendiri juga tidak tahu.” sahut Koan Ing sambil
tertawa tawar. “Tetapi bagaimanapun juga aku akan mencoba
menyembuhkan dirinya.”
Cha Ing Ing dengan perlahan menundukkan kepalanya
tidak berbicara lagi.
Pada waktu itulah tampak Hoo Lieh dengan membawa
sebuntal jarum emas berjalan masuk dan menyerahkannya
kepada pemuda tersebut.
Koan Ing dengan hati ragu-ragu menerima juga jarum
emas tersebut, sebenarnya dalam hatinya semula sudah
merasa mantap, tetapi kini teringat kalau dirinya tak
berpengalaman bilamana sampai meleset bagaimana jadinya?
Lamasekali dia berdiri termangu-mangu, keringat dingin
mengucur keluar dengan derasnya.
Hoo Lieh serta Cha Ing Ing yang melihat kejadian ini pada
berdiri termangu-mangu, karena mereka tak mengerti kalau
pemuda tersebut sedang berbuat apa?
“Koan Sauw-hiap, kau kenapa?” terakhir Hoo Lieh tidak
kuat menahan sabar lagi dan bertanya.
“Aakh! tidak mengapa.” seru pemuda itu tersadar kembali
dari lamunannya.
Dengan perlahan hawa murninya disalurkan ke dalam
tubuh untuk menenangkan hatinya yang lagi bergolak itu,
pada saat dan keadaan semacam ini untuk turun tanganpun
tidak mungkin, dia terpaksa harus menggunakan seluruh
kepandaiannya untuk turun tangan menolong nyawa gadis itu.
Maka tangannya mulai mencabut keluar sebatang jarum
emas lalu dengan gerakan yang cepat ditusukan ke dalam urat
nadi pada pergelangan tangannya Sang Siauw-tan.
Melihat kejadian itu Hoo Lieh yang berdiri disisinya jadi
amat terperanyat sekali.

“Aaach, apa yang sedang diperbuat Koan Ing?” pikirnya.
“Bilamana jarum emas itu salah menusuk dan mengenai urat
nadinya sehingga darah mengucur keluar terus, apa jadinya
nanti?”
Walaupun di dalam hati dia berpikir demikian tetapi tak
sepatah katapun yang diucapkan keluar.
Terlihatlah waktu itu Koan Ing memejamkan matanya
rapat-rapat, sedang kedua jari tangannya ditempelkan di atas
ujung jarum tersebut.
Seluruh denyutan jantung serta aliran darah pada tubuh
gadis itu dapat dirasa oleh kedua jari tangannya, dia merasa
denyutan jantung Sang Siauw-tan serasa telah bergabung
dengan denyutan jantungnya sendiri.
Untuk beberapa saat pemuda itu baru membuka matanya
kembali dan mencabut keluar jarum emas itu.
“Paman Hoo! penyakit Sang Siauw-tan dapat aku
sembuhkan.” katanya.
Mendengar perkataan tersebut Hoo Liae jadi amat girang
sekali.
“Bagian manakah yang sudah terluka?” tanyanya terburuburu.
“Sewaktu tadi Yuan Si Tootiang hendak pergi, dia telah
melengketkan jalan darah Ciauw-yang serta Sam-im denan
menggunakan tenaga dalamnya, hal inilah yang membuat
Sang Siauw-tan sangat menderita.”
“Aaaach.... kiranya begitu.” seru Hoo Lieh dengan mata
berkedip2 tiada hentinya, “Tidak aneh kalau tak nampak
adanya tanda-tanda penyakit pada tubuhnya.”
“Paman Hoo!” terdengar Koan Ing berbicara lagi sesudah
termenung beberapa saat lamanya. “Coba kau sediakan
sekuali air panas yang masih mendidih.”

Hoo Lieh mengiakan lalu memerintahkan anak buahnya
untuk menyediakan air panas tersebut.
Tidak selang lama kemudian air panas tersebut sudah
disediakan, bahkan kuali yang berisi air panas itu masih
tertumpang di atas tungku dengan api yang berkobar-kobar.
“Paman Hoo!” ujar pemuda itu lagi sambil menarik napas
panyang-panyang. “Aku hendak menggunakan tenaga
dalamku untuk melumerkan kembali kedua buah urat nadi itu,
tetapi ada kemungkinan badanku jadi teramat dingin,
bilamana nanti badanku jadi dingin harap paman Hoo suka
membasahi tubuhku dengan air panas tersebut!”
Hoo Lieh segera memngangguk.
Koan Ing pun lantas membalik badan Sang Siauw-tan dan
tempelkan telapak tangannya pada punggungnya, sedang dia
sendiri duduk bersila untuk mulai mengerahkan tenaga
dalamnya.
Sejurus kemudian seluruh kepala dan keningnya sudah
dibasahi oleh keringat sebesar kacang kedelai, hal ini
membuat Hoo Lieh yang menonton dari samping merasa amat
terperanyat sekali.
Hal yang membuat orang tua itu semakin terkejut adalah
keringat yang mengucur keluar itu tidak sampai sedetik telah
mulai membeku bagaikan es.
Buru-buru dia memandang badan Koan Ing, dan terasalah
badannya amat dingin bagaikan potongan es yang telah
membeku, maka dengan cepat dia mengambil air panas dan
mengguyurnya dengan amat deras.
Dari atas batok kepala Sang Siauw-tan pun engan perlahan
mulai mengeluarkan asap yang amat tipis.
Untuk ketiga kalinya Hoo Lieh merasa amat terperanyat,
karena selama hidupnya belum pernah ia menemukan cara
pengobatan semacam ini.

Beberapa saat kemudian sekuali air panas telah habis
digunakan, Hoo Lieh lalu memerintahkan orang untuk
mengambil sekuali air panas lagi.
Kurang lebih setengah jam lamanya itu berlangsung terus,
akhirnya Hoo Lieh merasa temperatur dibadan pemuda ini
mulai menaik.
“Aaach....!” tiba-tiba terdengar Sang Siauw-tan merintih
perlahan.
Maka dengan cepat Koan Ing menarik kembali telapak
tangan kanannya dan mengatur pernapasannya, seluruh
tubuhnya kini sudah basah kuyup oleh keringat, wajahnya
pucat pasi bagaikan mayat, jelas kalau untuk menyembuhkan
penyakit Sang Siauw-tan tadi ia sudah menggunakan tenaga
yang amat besar sekali.
Kurang lebih seperminum teh kemudian Sang Siauw-tan
baru membalikkan badannya dan membuka mata. Bersamaan
itu pula Koan Ing pun membuka matanya.
Melihat pemuda tersebut ada di hadapannya, Sang Siauwtan
agak melengak, tapi sebentar kemudian dia sudah
menjerit keras:
“Angkoh Ing!”
Air mata mengucur keluar dengan derasnya membasahi
kelopak matanya yang indah itu.
Koan Ing yang melihat usahanya untuk menyembuhkan
luka Sang Siauw-tan ternyata mendatangkan hasil yang
memuaskan, maka hatinya amat girang sekali.
“Siauw-tan, kau beristirahatlah dan yangan banyak bicara!”
serunya sambil tertawa.
Hoo Lieh pun merasa amat giang sekali melihat gadis itu
dapat sembuh dan sadar kembali dari lukanya.

Dengan pandangan sayu Sang Siauw-tan memandang
wajah pemuda itu terpesona, dia tahu kalau karena
menyembuhkan luka dalam yang dideritanya itu pemuda itu
sudah mengorbankan tenaga murninya, saking terharunya tak
kuasa lagi titik air mata mengucur keluar membasahi pipipnya.
Lama sekali dia baru bertanya, “Dimana Tia (ayah)? Apakah
dia berada dalam keadaan baik-baik?”
“Empek Sang berada dalam keadaan baik-baik, kau tidak
usah merasa kuatir!”
Setelah jatuh tidak sadarkan diri selama beberapa hari,
ditambah pula sewaktu menyembuhkan lukanya tadi harus
mengorbankan tenaga yang amat banyak, saat ini badan gadis
tersebut amat lemah dan payah, beberapa saat dia sudah
jatuh pulas dengan nyenyaknya.
Koan Ing melihat Sang Siauw-tan telah tertidur, diapun
menghembuskan napas lega.
Dengan perlahan ia menoleh ke belakang, tapi sebentar
kenudian pemuda itu sudah melengak karena entah kapan
Cha Ing Ing ternyata sudah meninggalkan tempat itu tanpa
pamit, sedang pedang Kim-kong-kiam tersebut tergantung di
atas dinding, jelas kalau dia sudah pergi karena tidak tahan
merasa keperian hatinya.
Melihat kejadian ini Koan Ing segera merasakan hatinya
ragu-ragu dan kebingungan.
Akhirnya sambil menghela napas ia menoleh dan
memandang ke atas wajah Sang Siauw-tan yang tertidur pulas
itu....
o-oo-OOO-oo-o
Salju melayang turun dengan derasnya, membuat
permukaan tanah jadi memutih, tampaklah dua sosok
bayangan hitam bergerak maju dengan amat perlahan di atas

permukaan salju, mereka bukan lain adalah Koan Ing dan
Sang Siauw-tan.
Luka yang diderita Sang Siauw-tan kini sudah sembuh
sama sekali. Hoo Lieh pun telah melaporkan hal ini kepada
Sang Su-im dengan burung merpati, di samping itu bukan saja
Yuan Si Totiang serta Kaucu dari lembah Chiet Han Kok itu si
jaring emas penguasa langit Phoa Thian Cu yang sudah
munculkan diri di daerah Tionggoan, bahkan kereta berdarah
pun telah munculkan dirinya pula di daerah Tionggoan.
Koan Ing serta Siang Siauw-tan yang menerima berita itu
segera melakukan perjalanannya kembali ke daerah
Tionggoan.
Perjalanan kali ini memasuki daerah Tibet sama sekali tidak
mendatangkan hasil apapun, jejak sikongcu berbaju sutera
Boan Ting-seng sampai kinipun masih tidak dikeahui, Jien
Wong sudah menemui kematiannya bahkan mereka semua
pun hampir-hampir menemui ajalnya di dalam lembah Chiet
Han Kok.
Dengan amat cepatnya kedua orang itu melakukan
perjalanan ke depan, suatu saat tiba-tiba dari hadapannya
muncullah satu titik hitam y6ang semakin lama semakin
mendekat.
Koan Ing yang melihat titik hitam tersebut ternyata bukan
lain adalah seekor kuda dengan seorang penunggang
diatasnya diam-diam merasa amat terperanyat, karena waktu
itu dia dapat menemukan kalau orang yang ada di atas
punggung kuda itu sudah mati.
Sang Siauw-tan sendiri pun merasa amat terperanyat
sekali, setelah mereka saling bertkar pandangan sekejap
lantas berjalan mendekati orang itu.
Dia adalah seorang lelaki berusia pertengahan yang pada
pinggangnya tersoreng sebilah pedang, seluruh anggota

badannya sudah dingin kaku, jelas kalau sudah mati beberapa
saat lamanya.
Dengan amat telitinya Koan Ing lantas menggendong
mayat itu turun dari atas kudanya dan memeriksanya,
ternyata di atas tubuh mayat itu sama sekali tidak ditemukan
bekas luka apapun.
Melihat kejadian itu, pemuda tersebut segera mengerutkan
alisnya dan termenung.
“Iiiiih, kelihatannya dia mati karena tak dapat bernapas.”
tiba-tiba Sang Siauw-tan menjerit tertahan.
Buru-buru Koan Ing dongakkan kepala mayat itu, sebentar
kemudian dia sudah merasa amat terkejut karena pada leher
mayat lelaki berusia pertengahan itu terteralah sebuah bekas
darah yang amat tawar sekali.
Dengan termangu-mangu mereka kembali saling bertukar
pandangan dan bungkam diri dalam seribu bahasa, karena
tiada yang tahu dengan menggunakan ilmu pukulan apakah
orang itu sehingga dapat menemui ajalnya....
Sambil menghela napas panyang, akhirnya Koan Ing
mencabut keluar pedangnya dan menggali sebuah liang untuk
mengubur jenazah tersebut.
Setelah selesai mereka berdua baru naik ke atas kuda dan
kembali melakukan perjalanan ke depan.
Kurang lebih sepertanak nasi, kemudian dari hadapan
mereka kembali muncul seekor kuda dengan sesosok mayat di
atas tunggangan kuda tersebut.
“Aaakh! kembali sesosok mayat!” seru pemuda itu kepada
Sang Siauw-tan.
Terlihatlah Sang Siauw-tan mengerutkan alisnya rapatraoat,
dia tetap membungkam.

Setelah kuda itu semakin dekat, mereka pun baru dapat
melihat kalau mayat itu adalah mayat seorang kakek tua,
padahal lehernyapun tampak bekas berdarah yang
memanyang, selain itu sama sekali tak terlihat bekas luka
lainnya.
Dengan perlahan Sang Siauw-tan dongakkan kepalanya
memandang ke tempat kejauhan, lalu ujarnya setelah
termenung sebentar; “Apa mungkin karena kita berdua
peristiwa ini baru terjadi?”
“Heei.... siapa tahu? Aku tidak mengerti ada jagoan
darimanakah yang memiliki sifat begitu kejam dan telengas.”
sahut Koan Ing sambil tertawa tawar.
Kembali gadis itu termenung berpikir beberapa saat
lamanya.
“Apa mungkin perbuatan itu merupakan hukuman yang
dijatuhkan oleh sebuah perkumpulan rahasia di dalam Bu-lim?
Tetapi.... heei hal ini tidak mungkin, bilamana ada ayahku
disini maka teka-teki ini tentu bisa dipecahkan.”
“Wah aku sendiri juga tidak tahu siapakah dia?” seru
pemuda itu.
Selesai berkata kembali dia mencabut keluar pedangnya
dan menggali sebuah lobang pula untuk mengubur mayat si
kakek tua itu.
Siapa tahu waktu nitulah kembali muncul seekor kuda
dengan sesosok mayat diatasnya pula. Melihat kejadian itu
Koan Ing segera mengerutkan alisnya semakin kencang.
“Apa-apaan ini? Lagi menakut-nakuti orang atau
bagaimana?” pikirnya dalam hati.
Dengan perlahan dia menoleh ke belakang, tampaklah
waktu itu Sang Siauw-tan lagi tersenyum ke arahnya.

Hatinya yang semula merasa amat tidak gembira setelah
melihat senyuman manis dari gadis itu diapun ikut tersenyum.
Setelah kuda tadi mendekat merekapun mendapatkan
kembali mayat seorang pemuda di atas tunggangannya.
Demikianlah setelah mengubur mayat pemuda itu berturutturut
mereka kembali mengubur tujuh mayat.
Walaupun mereka berdua tidak akan jeri oleh kejadian ini
tetapi hatinya merasa tidak leluasa juga, benaknya dipenuhi
dengan berpuluh-puluh pertanyaan yang mencurigakan, ada
permainan macam apakah ini? Kalau mau cari gara-gara
seharusnya menemui secara gagah, buat apa berbuat
pekerjaan rendah semacam itu?
Pasa saat mereka lagi berpikir keras itu, dari tempat
kejauhan kembali muncul seekor kuda.
Koan Ing segera tersenyum.
“Siauw-tan, coba kau lihat kembali muncul sesosok mayat
lagi.” katanya kepada gadis itu.
“Waah.... waah, kalau begitu ini hari kita harus jadi tukang
kubur yang tidak digaji.” seru Sang Siauw-tan.
Koan Ing pun tersenyum lalu memandang ke arah kuda
yang ada di tempat kejauhan itu, tiba-tiba dia mengerutkan
alisnya rapat-rapat.
“Siauw-tan! kali ini kiranya bukan sesosok mayat.” serunya
keras.
“Ooh yaa? Aakh!! Benar seorang Tosu, tetapi apa
maksudnya mencari kita?”
Koan Ing segera menghembuskan napas panyang2 dan
memandang sekejap ke arah gadis itu lalu tertawa. “Dia
datang pasti karena kau, karena Tosu itu bukan lain adalah
Sak Huan adanya!”

Sang Siauw-tan yang melihat sikap dari Koan Ing ini
wajahnya segera berubah jadi merah karena menahan jengah.
“Hmmm! Tojin itu benar-benar bermuka kuali, agaknya dia
sudah tidak maui jiwanya lagi.” katanya.
Koan Ing cuma tersenyum saja, lewat beberapa saat
kemudian dia baru berkata, “Mari kita kesana lihat-liha, aku
mau tahu siasat serta rencana busuk apa lagi yang sedang
disusun olehnya!”
“Maksudmu dengan mayat-mayat yang kedelapan ini?”
tanya gadis tersebut sambil mengerutkan alisnya.
Mendengar perkataan itu Koan Ing ta dapat menahan rasa
gelinya lagi, diapun tertawa terbahak-bahak karena Sang
Siauw-tan sudah menganggap Sak Huan sebagai mayat yang
kedelapan.
Dengan wajah yang amat dingin Sak Huan berjalan
mendekati kedua orang itu, tetapi sewaktu dilihatnya mereka
berdua sama sekali tidak menggubris dirinya bahkan tertawa
dan bercakap2 sendiri seperti tak memandang sebelah
matapun kepadanya, maka dalam hati jadi amat gusar sekali.
Dengan wajah hijau membesi dia lantas menyapu sekejap
ke arah Koan Ing berdua, kemudian baru tanyanya perlahan:
“Selama perpisahan ini apakah kalian berdua masih dalam
keadaa baik-baik saja?”
“Hmm! kiranya hasil kerjamu tadi bertujuan hendak
membuat kita ketakutan ya? hee.... hee yangan mimpi.” teriak
Sang Siauw-tan dengan amat gusar.
Sak Huan sama sekali tidak menggubris, lewat beberapa
saat kemudian dia baru tertawa dingin, “Aku sudah cukup
lama menantikankedatangan kalian!”
“Oow.... kiranya ada urusan apa?” tukas Koan Ing tawar.

Sak Huan kembali tertawa, lalu menoleh da memandang
sekejap ke arah diri Sang Siauw-tan.
“Suhuku Yuan Si Totiang sudah memperoleh kepandaian
silat dari Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan, agar
urusan ini tidak sampai diketahui oleh orang-orang Bu-lim dia
membiarkan aku untuk melakukan pekerjaan apapun.”
katanya dingin. “Dia tidak akan ikut campur di dalam
urusanku, tetapi sekarang keadaannya sudah berbeda, dia
telah kembali ke daerah Tiaonggoan sedang akupun kini
sudah belajar ilmu Hwee Hiat Chiet Sah kang Ki, aku rasa
urusan diantara kita tidak dapat diulur-ulur lebih lama, maka
ini hari juga aku hendak mengambil suatu keputusan.”
“Hmm! mengambil keputusan apa?” tanya pemuda itu
sambil tertawa menghina.
Ooo)*(ooO
Bab 39
“Sang Siauw-tan harus kawin dengan aku!” seru Sak Huan
sambil melirik sekejap ke arah pemuda tersebut. “Walaupun
kau tidak bakal mati tetapi dengan kepandaian silat yang kau
miliki kini tidak bakal bisa menangkan diriku lagi, kau pasti
akan mati konyol bilamana berani mencari gara-gara. Dan
sekarang juga aku akan membawa Sang Siauw-tan lari
keujung langit dan hidup bahagia disana, bilamana kau
memang sungguh-sungguh mencintai dirinya seharusnya ka
harus rela membiarkan aku mengawini dirinya.”
“Hee.... hee.... sungguh enak sekali perkataanmu itu! seru
Koan Ing yang karena merasa perkataannya itu sama sekali
tidak pakai aturan. “Bilamana di kolong langit semua urusan
bisa diselesaikan dengan amat mudah, maka dunia bakal
tenang untuk selamanya.”
“Engkoh Ing mari kita pergi saja! yangan perduli orang
edan itu.” sela Sang Siauw-tan pula dari samping dengan nada
gusar.

Sak Huan sama sekali tidak ambil gubris terhadap
perkataan dari Sang Siauw-tan itu, dia kembali memandang
tajam pemuda itu, lalu berkata:
“Akupun tahu kalau kau tidak bakal setuju, oleh karena itu
aku sudah mengambil keputusan untuk menantang kau
bergebrak, bilamana kau yang menang tidak bakal aku bisa
lolos dari kematian, sebaliknya bilamana aku yang menang
kau pun tidak boleh menghalangi niatku membawa dia pergi
dari sini.”
Sang Siauw-tan yang mendengar perkataan dari Sak Huan
ini hatinya semakin gusar lag, teriaknya sambil melototkan
matanya lebar-lebar, “Tutup bacot anjingmu. Engkoh Ing, kau
tidak usah gubris orang edan ini lagi.”
Koan Ing yang mendengar perkataan dari Sak Huan sama
sekali tidak pakai aturan, hatinya pun merasa mendongkol.
“Hmm! selama hidup belum pernah aku menemui orang
sekasar seperti kau.” serunya.
Sak Huan tertawa dingin dan dengan perlahan dia
mencabut keluar pedang panyangnya, “Koan Ing, kini dengan
cepat kau bakal merasakan kekasaranku!” ejeknya sinis.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, tangan
kanannya membalik mencabut keluar pedang Kim-hongkiamnya,
setelah memasang kuda-kuda dia lantas menubruk
ke depan, diantara berkelebatnya sinar pedang dengan
membentuk gerakan setengah lingkaran menerjang ketubuh
Sak Huan.
Jurus ini adalah jurus 'Nu Jut Sin Kiam' dari ilmu pedang
Thian-yu Khi Kiam!
Dengan dinginnya Sak Huan mendengusdia tetap duduk tak
bergerak di atas punggung kuanya, mendadak pedang
ditangan kanannya digetarkan lalu menyambut datangna
serangan pedang Kim-hong-kiam dari Koan Ing.

Wajahnya penuh dihiasi dengan sikap yang amat
congkaknya, agaknya kini terhadap diri Koan Ing sama sekali
tidak memandang sebelah matapun.
Melihat sikapnya yang sangat jumawa, Koan Ing merasa
amat gusar, sinar matanya berkelebat tiada hentinya,
mendadak Kim-hong-kiamnya mendengus keras dan miring
kesamping, arah tujuannya pun segera berubah.
Inilah yang dinamakan jurus “Cie Ci Thian Yang”!
Kedahsyatan serta keanehan dari perubahan jurus
serangan ini membuat Sak Huan yang amat congkak it
menyadi terperanyat, tubuhnya buru-buru miring ke samping
sedan pedangnya menangkis ke depan.
Koan Ing yang melihat serangannya kembali kena ditangkis
maka dengan cepatnya menggerakkan pedangnya kembali
merubah jurus.
Tetapi pada saat itulah mendadak dari tubuh pedang yang
ada ditangan Sak Huan memancarkan cahaya merah yang
amat menyilauka mata, seketika itu juga pedang Kim-hongkiam
ditangannya kena terhisap.
Hatinya terasa tergetar keras, dengan sekuat tenaga ia
kebaskan pedangnya kesamping, siapa tahu justru karena
gerakannya ini kedua bilah pedang itu saling melengket
semakin keras lagi.
Dari ujung bibir Sak Huan segera tersungging satu
senyuman dingin yang amat tawar sekali.
Koan Ing yang melihat Sak Huan hendak mengajak dia
beradu tenaga dalam hatinya terasa amat gusar, dia menarik
napas panyang2, mendadak pedang Kim-hong-kiamnya
memancarkan cahaya emas yang amat tajam.
Begitu muncul cahaya emas itu ditengah udara segera
terdengarlah suara ledakan yang amat keras. Karena kedua
bilah pedang yang saling melengket itu segera tergetar keras,

mendadak Koan Ing bersuit nyaring dan pedang Kim-hongkiamnya
berhasil ditarik lepas, kemudian langsung melancaran
tiga tusukan mematkan.
“Traaaang! traaaang!” berturut-turut ketiga tusukan
tersebut berhasil ditangkis pula oleh Sak Huan.
Dengan cepatnya Koan Ing melayang ke atas punggung
kudanya kembali, di dalam hati ia merasa amat terperanyat, ia
sama sekali tak sangka kalau Sak Huan telah memiliki ilmu
pedang yang demikian sempurnanya.
Sebaliknya Sak Huan sendiri merasa hatinya semakin
terperanyat, karena di dalam pikirannya semula dengan ilmu
pengisap dari budak berdarah dimana ia sudah berhasil
mengisap tenaga dalam dari banyak orang, saat ini tentu jauh
berada di atas pemuda tersebut, karena itu dia baru
menggunakan tenaga dalam untuk menghisap pedang Koan
Ing yang paksa dia untuk lepaskan pedang mengaku kalah,
tidak disangka tenaga dalam yang dimiliki pemuda itu ternyata
tidak berada dibawahnya.
Percobaannya kali ini membuat dalam hati ia merasa
sangat mendesir.
Lama sekali kedua orang itu saling bertukar pandanan,
mendadak terdengar Sak Huan tertawa dingin.
“Mari kau ikutlah diriku, kita tentukan siapa menang siapa
kalah.” tantangnya.
Koan Ing yang merasa tenaga dalam yang dimiliki Sak
Huan pada saat ini tidak lebih hanya seimbang dengan dirinya
membuat kepercayaan diri sendiri semakin menebal, maka
begitu mendengar Sak Huan hendak menantang dia untuk
bergebrak segera tertawa tawar.
“Waktu ini kau telah menyadi perhatian dari para jago di
Bu-lim, bilamana kau tidak tahu diri dan terus cari gara-gara,

yanganlah salahkan kalau aku bertindak kurang sopan
terhadap dirimu.” ancamnya.
Sak Huan segera tertawa terbahak-bahak. “Haa.... haa,
bilamana hari ini kau berhasil melarikan diri, waktu itulah kau
beru boleh merasa bangga, sekarang lebih baik yangan
banyak bacot dulu!”
Selesai berkata tanpa memperdulikan kedua orang itu lagi,
dia lantas menarik kudanya dan putar tubuh berjalan pergi.
Sang Siauw-tan yang melihat Sak Huan tidak dapat berbua
apa-apa terhadap diri Koan Ing dia lantas berseru keras;
“Engkoh Ing, halangi dirinya.”
Di dalam hati sebenarnya Koan Ing lagi merasa kheki
melihat Tosu itu, ditambah lagi teringat akan ketujuh orang
yang dibunuh tanpa bersalah itu membuat hatinya semakin
terbakar.
Dengan segera dia mengempit perut kudanya dan lari
mengejar. “Hey, Sak Huan, berhenti! Buat apa kita mencari
tempat lain? Ayoh turun kita bereskan disini saja.”
Sak Huan tertawa terbahak-bahak, dengan cepat dia
cambuk kudanya semakin keras lagi menerjang ke depan.
“Hey, Sak Huan, kalau kau bermaksud untuk menentukan
siapa menang siapa kalah, kenapa melarkan diri?” ejek Koan
Ing sambil kerutkan alisnya rapat-rapat.
Demikianlah mereka berdua satu di depan yang lain di
belakang saling berkejaran, sedang Sang Siauw-tan menguntit
dari empat kejauhan.'
Beberapa saat kemudian mendadak gadis itu merasa
keadaan tidak beres, buru-buru teriaknya, “Engko Ing,
berhenti!”
Mendengar suara jeritan itu Koan Ing segera menahan tali
les kudanya.

Pada saat itulah Sak Huan tertawa terbahak-bahak dan
menoleh ke belakang. “Kalian sudah terlambat untuk menarik
diri, kini kalian sudah masuk ke dalam jebakan, tak ada jalan
lagi buat kalian untuk melarikan diri.” serunya.
Begitu mendengar perkataan itu Koan Ing serta Sang
Siauw-tan jadi amat terkejut, dengan cepat mereka menoleh
kesamping.
Tampaklah dari empat penjuru muncul enam ekor kuda
yang mengepung tempat itu rapat-rapat, ditangan setiap
orang mencekal sebuah jala merah yang siap-siap disebarkan
ke depan.
Keenam orang itu bukan lain adalah enam orang yang
mengurung lembah Chiet Han Kok tempo hari, atau dengan
perkataan lain mereka adalah jago-jago yang diandalkan oleh
Sak Huan.
Hal ini seketika itu juga membuat pemuda itu merasa
hatinya tergetar, lalu berdiri termangu-mangu. Kali ini mereka
berdua benar-benar terjebak, kini untuk melarikan diripun
tidak bakal terlaksana.
Ditengah kepungan keenam orang penunggang kuda itulah
terdengar Sak Huan tertawa Terbahak-bahak.
Pada saat yang amat kritis itulah tiba-tiba satu pikiran
berkelabat di dalam benak pemuda itu, tubuhnya tahu-tahu
meloncat ke depan menyambar tubuh Sang Siauw-tan dan
menerjang keluar.
Dengan gusarnya Sak Huan membentak keras, sambil
memegang pedangnya dia segera menubruk ke depan dan
melancarkan serangan dahsyat mendesak Koan Ing untuk
melayang turun kembali.
Koan Ing yang merasa dirinya diserang segera membentak
keras, pedang ditangannya pun segera didorongkan sejajar
dada.

“Traaang....!” dengan cepat sepasang pedan itu saling
berbentur satu sama lainnya dengan menimbulkan percikan
bunga-bunga api, dan dengan mengambil kesempatan inilah
Koan Ing melayang semakin jauh.
Pada saat itulah keenam orang naggota lembah Chiet Han
Kok sudah mulai bergerak dan menyaga perjalanannya dari
empat penjuru.
Koan Ing segera bersuit panyang, pedang Kim-hongkiamnya
didorong pula sejajar dada, ujung pedang di depan
sedang tubuhnya mencelat ke atas.
Diantara berkelebatnya sinar pedang dan melayangnya
jaring merah yang mengurung tubuhnya terdengarlah suara
jeritan ngeri bergema memenuhi angkasa, kiranya salah
seorang musuhnya kena ditusuk roboh.
Orang-orang berkerudung itu sama sekali tak menyangka
kalau tenaga dalam yang dimiliki Koan Ing sudah berhasil
dilatih hingga mencapai pada taraf kesempurnaan, dan hanya
di dalam satu kali gebrakan saja sebuah lengan kanan sudah
kena ditabas putus, walaupun begitu baju yang dikenakan
pemuda itupun tersobek besar sedang rambutnya awutawutan.
Begitu Koan Ing melayang turun ke atas permuakaan
tanah, buru-buru dia duduk bersila dengan pedang
diacungkan sejajar keningnya, inilah jurus adu jiwa ‘Giok Sak
Ci Hun’ dari Hiat Hoo Kiam Hoat.
“Siauw-tan yangan bergerak!” pesannya kepada gadis itu.
Sang Siauw-tan tahu dengan tenaga dalam yang dimilik
pemuda itu pada saat ini tidak bakal seorangpun yang dapat
melukai dirinya, karena itu dia tidak bergerak secara
sembarangan sebaliknya duduk dengan tenangnya disisi Koan
Ing.

Maka dengan cepatnya Sak Huan serta kelima orang
berkerudung itu sudah mengurung tempat itu rapat-rapat,
tetapi mereka tiada yang berani bergerak secara gegabah
karena pelajaran yang baru saja diperlihatkan oleh pemuda itu
sudah cukup membuat mereka merasa jeri.
Walaupun mereka tak ada yang kenal dengan jurus
serangan dari Koan Ing, tapi bagaimana pun juga mereka
semua adalah jago-jago Bu-lim yang berpengalaman, sudah
tentu tidak akan tidak mengerti kalau jurus serangan yang
dipersapkan Koan Ing kali ini adalah jurus adu jiwa.
Dengan pandangan yang amat tajam Sak Huan
memperhatikan diri Koan Ing dia tahu seluruh tenaga dalam
yang dimiliki pemuda itu sudah dikumpulkan di atas
pedangnya, barang siapa diantara mereka ada yang berani
maju terlebih dulu dialah yang akan mati nomor satu.
Lama sekali ia termenung, akhirnya dia tertawa dingin.
“Koan Ing, tidak kusangka kau adalah manusia yang tak
berguna lebih baik cepat menyerah saja!” serunya.
Koan Ing membungkam dalam seribu bahasa, tangannya
yang sebelah menarik tangan Sang Siauw-tan kencangkencang.
Sak Huan yang melihat Koan Ing tidak suka berbicara dia
tertawa dingin. “Sekalipun kau berbuat begitu juga tiada
gunanya, akhirnya kau bakal mati juga, aku mau lihat kau
kuat bertahan seberapa lama!”
Selesai berkata bersama-sama dengan kelima orang lainnya
segera duduk di sekeliling Koan Ing membentuk barisan
melingkar.
Dengan pandangan yang ama tawar Koan Ing menyapu
sekejap ke arah tiga orang yang ada di hadapannya, kemudian
dengan perlahan memejamkan matanya.

Sinar mata Sak Huan kembali berkelebat, dia yang melihat
Koan Ing memejamkan matanya dalam hati ingin sekali
menggunakan kesempatan itu untuk melancarkan serangan
bokongan, tetapi sewaktu melihat tenaga dalamnya sudah
disalurkan seluruhnya di atas pedang tersebut maka dengan
hati berat terpaksa menarik kembali niatnya itu.
Sak Huan tahu bilamana dirinya maju melancarkan
serangan,maka kematian sudah tentu saja ada diambang
pintu, sekalipun Koan Ing yang dihadapinya memiliki tenaga
dalam yang jauh lebih rendah dari dirinya pun pada saat ini
dia tidak bakal berani maju apalagi tenaga dalamnya
seimbang, hal ini semakin tidak mungkin lagi.
“Heeei.... bagaimana pun juga Koan Ing tidak bakal kuat
menahan diri lebih lama lagi, walaupun aku tidak mendesak
akhirnya dia bakal lelah sendiri, baiknya aku menanti saat
yang baik saja.” pikirnya dihati.
Tanpa banyak cakap lagi diapun duduk bersila disana.
Yang paling ditakuti Koan Ing adalah kelima buah jaring
merah itu, asalkan salah satu diantara mereka berenam ada
yang berani menerjang secara kekerasan dia sendiripun tidak
bakal bisa meloloskan diri dari sana. Dan untuk memecahkan
persoalan ini hanya ada satu jalan saja yaitu berusaha
secepatnya memahami ilmu ‘Ih Cian Hoat’ serta ilmu tanpa
senyata yang baru dipelajari separuh bagian itu.
Dan kini dalam keadaan seperti ini terpaksa dengan
menempuh bahaya dia harus mencoba, dia tahu bilamana
pada saat-saat ini Sak Huan sekalian melancarkan serangan
bukan saja ia tak berhasil menolong nyawanya sendiri bahkan
dengan mudahnya bakal mati ditangan mereka.
Tapi keadaan sudah kepepet, mau tak mau ia harus
pejamkan matanya untuk berlatih.
Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing pejamkan matanya
tanpa mengubah jurus serangannya dalam hati jadi

kebingungan juga dengan termangu-mangu dia memandang
dia memandang ke arahnya tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
Hanya di dalam sekejap saja empat jam sudah berlalu
dengan cepatnya, sudah beberapa kali dia bermaksud untuk
mengajak Koan Ing berbicara, tetapi melihat pemuda itu tetap
duduk tak bergerak membuat iapun tidak berani menganggu.
Dan sudah beberapa kali ia hendak menyadarkan pemuda
itu tetapi setiap kali dia batalkan niatnya.
Sak Huan pun dengan pandangan tajam memperhatikan
terus seluruh gerak-gerik dari Koan Ing, sinar matanya
berkedip-kedip, dia tidak menyangka kalau selama empat jam
ini jurus serangan pedang ditangan kanan penuda itu sama
sekali tidak berubah, diapun menaruh rasa kagum atas
kelihayan dari Koan Ing.
Dengan perlahan Sak Huan menarik napas panyangpanyang,
dia ingin melihat pemuda itu kuat bertahan berapa
lama lagi.
Sinar matanya mulai beralih ke atas wajah Sang Siauw-tan
yang amat cantik itu, kembali berpuluh-puluh persoalan
berkelebat di dalam benaknya.
Lama sekali Tosu itu termenung, tiba-tiba ia mendengus,
“Sang Siauw-tan, kau tidak usah bersama-sama dengan Koan
Ing lagi!” serunya perlahan.
“Bangsat! Nenek kura-kura, Tosu cabul, kau tidak usah
banyak bacot lagi.” maki gadis itu sambil mencibirkan bibirnya.
“Hee.... hee.... asalkan aku sehari bisa hidup di dunia, aku
bersumpah pasti akan mendapatkan dirimu.” kata Tosu itu
sambil tertawa cengar-cengir, “Walaupun kau marah tetapi
sikapmu itu semakin menambah rasa cintaku terhadap dirimu,
bagaimana juga akhirnya kau pasti milikku.”

Sang Siauw-tan yang melihat semakin bicara Sak Huan
semakin tidak kenal sopan, dia jadi gusar sekali.
“Bangsat cabul, kau tidak usah mengingau disiang bolong.”
Dengan termangu-mangu dan pandangan terpesona Sak
Huan masih memandang wajah Sang Siauw-tan yang penuh
dihiasi rasa gusar itu, hatinya benar-benar menaruh rasa cinta
pada dirinya, dia merasa gemas tak berhasil menangkap tubuh
Sang Siauw-tan, menelanyanginya lalu menidurinya.
Baru saja ia hendak mengucapkan sesuatu, tiba-tiba dalam
benaknya teringat sesuatu, “Iiih, kenapa selama ini Koan Ing
tak berbicara?” serunya tertahan
Dia tahu setiap kali dirinya bersikap kuarng ajar pada Sang
Siauw-tan, pemuda itu pasti akan gusar, tapi kali ini Koan Ing
sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun, hal ini benarbenar
membuat hatinya keheranan.
Pada saat itulah mendadak Koan Ing membuka matanya
kembali dan tersenyum kepada gadis itu. “Siauw-tan,
sekarang kita boleh pergi!” serunya.
Selesai berkata dengan perlahan dia menurunkan kembali
pedang Kim-hong-kiamnya.
Sak Huan yang melihat sikap dari Koan Ing ini segera
dibuat tertegun, di bawah kurungan enam orang jagoan yang
memiliki tenaga dalam amat dahsyat ternyata pemuda itu
masih berani berbicara seenaknya, hal ini bukankah sama saja
tidak memandang sebelah matapun kepada mereka?
“Hee.... hee.... kau ingin keluar dari sini? hmm! Boleh....
boleh, aku mau lihat kau hendak menggunakan cara apa?”
ejeknya kemudian setelah tertegun beberapa saat lamanya.
Dengan pandangan dingin Koan Ing menyapu sekejap
keempat penjuru, mendadak kepada Sang Siauw-tan ujanya;
“Siauw-tan! kau jalanlah lebih dulu!”

Selesai berkata tangan kirinya yang merangkul pinggang
gadis itu dilepaskan dan mendorong tubuhnya keluar.
Bersamaan itu pula Sang Siauw-tan enjotkan badannya ke
depan, dengan menggunakan tenaga gabungan itulah dengan
ringannya dia berhasil melayang jauh keluar kalangan.
Sak Huan yang melihat kejadian ini segera mendengus
dingin, pedangnya dibabatkan ke depan menghalangi gerakan
Koan Ing sedang kelima lembar jaring merah itupun bersamasama
menggulung ke arah pemuda tersebut.
Koan Ing sedikitpun tidak jadi gugup, sewaktu pedangnya
saling bentrok dengan pedang Sak Huan itulah dia meminyam
tenaga pantulan itu, dia melayang mundur ke belakang.
Tetapi pada saat itu sebuah jaring kembali mengancam dari
atas kepalanya.
Sak Huan tertawa dingin, tubuhnya merendah sedang
pedangnya dengan gerakan yang amat cepat menusuk
pemuda itu.
Koan Ing yang diserang dari empat penjuru dengan cepat
membentak keras, anggota badannya dikerutkan dan di dalam
waktu yang bersamaan itu ilmu merebut senyata dengan
tangan kosong serta Ih-cin-hoatnya dilancarkan keluar.
Tubuhnya lemas sama sekali tak bertenaga, dimana jaring
merah itu menutup segera mendapatkan sasaran yang
kosong.
Melihat kedahsyatan dari ilmu tersebut keenam orang itu
jadi amat terperanyat, pada waktu itulah Koan Ing bersuit
nyaring, tubuhnya menggetar lalu meloncat ke arah Sang
Siauw-tan.
Melihat kejadian itu Sak Huan merasa sangat terkejut
bercampur gusar, diapun membentak keras, diantara
berkelebatnya sang tubuh tahu-tahu dia melancarkan satu
cengkeraman mengancam pinggang pemuda tersebut.

Jarak antara Koan Ing dengan dirinya tidak lebih cuma lima
depa, dengan cepatnya cengkeraman itu telah mencapai pada
sasarannya.
Sewaktu hatinya lagi merasa teramat girang itulah
mendadak dia merasakan kelima jarinya seperti menangkap
suatu benda yang amat licin, tahu-tahu Koan Ing sudah
berhasil meloloskan diri dari cengkeraman itu.
Melihat kejadian itu Sak Huan baru merasa hatinya
berdesir, dengan kerasnya satu tendangan dari Koan Ing telah
bersarang di atas pundak kanannya membuat saking sakitnya
dia mendengus berat, sedang pedang ditangannya kena
terpukul jatuh.
Dengan meminyam tenaga tendangan tadi Koan Ing pun
lantas melayang kesisi tubuh Sang Siauw-tan lagi.
Melihat pemuda pujaannya memperlihatkan ilmu sakti Sang
Siauw-tan benar-benar merasa amat girang.
“Engkoh Ing!” teriaknya, “Ilmu silat apa yang baru saja kau
gunakan? Sungguh dahsyat sekali.”
“Haa.... haa, ilmu biasa saja, Siauw-tan! mari kita pergi,
tidak usah urusi mereka lagi.” ajak Koan Ing lagi sambil
tertawa terbahak-bahak.
Selesai berkata sambil mengerahkan ilmu meringankan
tubuh mereka berdua kembali melakukan perjalanan ke
depan.
Sak Huan sekalian enam orang yang melihat kelihayan dari
ilmu silat pemuda itu, hatinya sudah merasa amat jeri
sehingga tak seorang pun yang berani turun tangan
mencegah, walaupun melihat kedua orang itu meninggalkan
tempat tersebut dihadapan mata kepala mereka sendiri.
Sak Huan yang pundak kanannya kena ditendang saat ini
merasa amat sakit serasa menusuk ke dalam tulang sumsum,

maka sambil menggigit kencang bibirnya dia berusaha tidak
sampai merintih.
Sebenarnya di dalam hatinya dia bermaksud untuk
melanjutkan pengejarannya tetapi teringat akan kelihayan dari
pemuda tersebut hatinya kembali merasa jeri.
“Sungguh aneh sekali!” pikirnya dihati, “Sejak kapan Koan
Ing berhasil mempelajari ilmu silat yang sedemikian aneh dan
lihaynya ini?”
Dia menggigit bibirnya kencang-kencang, dalam hati benarbenar
merasa amat gemas dan kecewa.
“Pokoknya pada suatu hari aku harus bisa membinasakan
diri Koan ing dan rebut Sang Siauw-tan!” batinnya kembali.
Ia sama sekali tidak menyangka kalau rencana bagus dan
rapat yang disusunnya selama ini berhasil juga digagalkan
oleh pemuda itu, dia merasa kecewa kenapa tadi tidak
melancarkan serangan ke arah Koan Ing sewaktu pemuda itu
lagi berlatih.
Saking khekinya Sak Huan mendepak-depakan kakinya ke
atas tanah dan putar badan berlalu dari sana.
Dan karena Yuan Si Totiang sudah berjanji dengan dirinya,
ia cuma mau membantu dirinya untuk kali ini saja lain kali
untuk menghadapi Koan Ing ia harus turun tangan sendiri....
Walaupun dalam hati ia tahu kalau dirinya bukanlah
tandingan pemuda tersebut tetapi bilamana tidak berhasil
membinasakan Koan Ing hatinya benar-benar merasa tidak
puas.
Tetapi harus menggunakan cara apakah untuk menghadapi
pemuda itu?....
Sembari berjalan seorang diri Sak Huan mulai memikirkan
siasat-siasat busuk dan licik lainnya untuk menghadapi Koan
Ing dikemudian hari....

Koan Ing serta Sang Siauw-tan yang berhasil meloloskan
diri dari Sak Huan sekalian dalam hati merasa amat lega,
bilamana bukannya keinginan hidup yang mendesak dia untuk
mempelajari ilmu2 sakti tersebut mungkin pada saat ini
mereka berdua sudah menemui ajalnya.
Sang Siauw-tan merasa hatinya amat girang sekali.
“Engkoh Ing.” ujarnya sambil tertawa, “Ini hari kau berhasil
memberi suatu pelajaran yang keras terhadap Sak Huan si
Tosu cabul dan laknat itu!”
Ooo)*(ooO
Bab 40
“Untung sekali mereka tidak melancarkan serangan dengan
menggunakan kesempatan sewaktu aku berlatih, kalau tidak
entah apa jadinya waktu itu?” sahut Koan Ing tertawa.
Sang Siauw-tan tersenyum, sinar matanya dengan perlahan
menyapu sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, mendadak
dia menjerit tertahan.
“Aaakh! Ada orang datang.” serunya.
Koan Ing pun dengan cepat menoleh ke depan, tampaknya
disebuah bukit disebelah kiri mereka, berdirilah seekor kuda
putih dengan tegaknya, maka buru-buru ia mencegah Sang
Siauw-tan untuk mendekati tempat itu.
“Jangan kesana, belum tentu dia datang untuk mencari
kita.” serunya cepat.
Sang Siauw-tan menarik napas panyang-panyang, karena
dia merasa orang itu pasti munculkan diri karena diri mereka
berdua.
Di dalam benak Koan Ing pun sebetulnya mempunyai
perasaan demikian, tapi urusan sudah jadi begini, bilamana
mereka harus menghindar diri hal ini sangat tidak sedap
dipandang, tapi.... siapakah orang itu?

Dengan menyalankan kudanya perlahan-lahan mereka
berdua kembali melanjutkan perjalanannya mendekati si
pemuda berbaju putih yang ada di atas kuda putihnya itu.
Sewaktu pemuda itu melihat kedua orang itu berjalan
mendekati ke arahnya dengan segera lalu bertanya dengan
suara yang amat keras:
“Yang datang apakah Koan siauw-hiap?”
Koan Ing memandang sekejap ke arah Sang Siauw-tan lalu
tertawa tawar.
“Cayhe benar Koan Ing adanya!”
“Kalau memang saudara adalah Koan Siauw-hiap, tentunya
kau pun sudah bertemu dengan tujuh sosok mayat penyambut
tetamu terhormat dari pangcu kami bukan?”
Baik Koan Ing mapun Sang Siauw-tan sama-sama merasa
amat terkejut, semula mereka menganggap munculnya tujuh
sosok mayat itu adalah hasil permainan dari Sak Huan, tidak
disangka dugaannya adalah salah, kiranya perbuatan itu
merupakan tanda dari satu perkumpulan tertentu.
“Eeeei.... kalau begitu apa nama perkumpulan kalian?”
tanya Sang Siauw-tan dengan rasa keheranan.
“Nama besar perkumpulan kami sudah terkenal di dalam
Bu-lim, bilamana kalian berdua tidak mengetahui tujuh sosok
mayat penyambut tetamu terhormat, hal ini membuat kalian
sangat bodoh sekali.” sahut pemuda berbaju putih itu tawar.
Kembali Koan Ing dan Sang Siauw-tan merasa terkejut,
memang mereka pernah dengar kalau tempo hari di dalam
Bu-lim pernah ada sebuah perkumpulan yang bernama ‘Sin Ti
Pang’ yang menggunakan “Tujuh Sosok Mayat Penyambut
Tetamu Terhormat” sebagai penghormatan.

Tetapi kejadian itu merupakan peristiwa pada empat puluh
tahun yang lalu, tidak disangka hari ini perkumpulan tersebut
kembali munculkan dirinya.
Mereka ternyata sudah menggunakan penghormatan
“Tujuh sosok mayat penyambut tetamu terhormat” hal ini
membuktikan kalau mereka sangat menghargai dirinya.
“Oooouw.... kiranya Sin Ti Pang!” sahut Koan Ing sambil
tersenyum manis, “Dimanakah pangcu kalian? hantarkan aku
pergi menghadap.”
Pemuda berbaju putih itu tidak mengucapkan sepatah
katapun, iapun segera memutar kudanya dan menuruni bukit
tersebut.
Di belakang bukit itu ada sebuah tempat yang terhindar
dari tiupan angin, salju yang melapisi permukaan tanah amat
tipis sekali sehingga tampaklah batu-batu cadas hitam yang
besar dan tajam.
Dengan dipimpin oleh pemuda berbaju putih itu mereka
berdua melakukan perjalanan beberapa saat lamanya, yang
akhirnya sampailah mereka disebuah mulut selat.
Pada kedua belah samping selat itu yang separuh
merupakan batu-batuan yang amat besar sedang sebagian
lagi merupakan tanah ladang yang bersalju, di atas tanah
bersalju itu tampaklah dua kursi kosong ditengah-tengah meja
duduklah seorang lelaki berusia pertengahan dengan wajah
berwarna kuning serta dua orang bocah cilik berdiri
dibelakangnya.
Maka dengan cepat Koan Ing meloncat turun dari kudanya,
dan pada waktu itulah terdengar si pemuda berbaju putih itu
berseru:
“Koan Ing tiba!”
Dengan perlahan lelaki berbaju putih itu bangun berdiri dan
tertawa.

“Kiranya kau adalah Koan Ing yang namanya mulai
menanyak di dalam dunia persilatan, cuma aku merasa heran
bagaimana mungkin kedatangan dari Koan Siauw-hiap begitu
lambat, maaf aku ‘Sin Ti Lang Cun’ atau si lelaki tampan
seruling sakti Ti Siuw-su tidak menyambut dari tempat
kejauhan.”
Sinar mata Koan Ing berkelebat karena teringat kalau
penghormatan ‘Tujuh sosok mayat penyambut tetamu’ itu
merupakan tanda buat seorang tetamu terhormat dari Sin Ti
Pang, bisa juga merupakan tanda bagi seorang musuh
bebuyutan dari perkumpulan tersebut.
Tetapi dirinya tak ada ikatan sakit hati apa-apa dengan
mereka, ada maksud apa ia mengundang dirinya datang?
“Ti Pangcu!” sapanya kemudian sambil tersenyum, “Ada
urusan apa kau orang mengundang cayhe.”
Dia tidak menyawab pertanyaan dari Koan Ing itu
sebaliknya malah berkata, “Nona itu tentunya nona Sang
Siauw-tan putri kesayangan dari Pangcu Tiang-gong-pang
bukan?”
“Benar!” sahut Koan Ing lagi sambil tertawa. “Entah ada
urusan apa Ti Pangcu mengundang kami datang kemari?”
Sin Ti Lang Cun tertawa dan maju dua langkah ke depan.
“Dikarenakan ayahku meninggal dunia, maka selama empat
puluh tahun ini perkumpulan Sin Ti Pang belum pernah
munculkan dirinya kembali di dalam dnia kangouw, tapi kini
berhubung urusan kereta berdarah sekali lagi kami munculkan
diri, kami mengundang kalian berdua datang kemari justru
karena ada tiga urusan penting.”
Sang Siauw-tan yang melihat Sin Ti Lang Cun berlagak
misterius, pertama-tama dia yang merasa tidak sabaran.
“Ti Pangcu, cepat kau katakan!” serunya.

Ti Siuw-su tersenyum, dia merendek sejenak, kemudian
berkata kembali, “Pertama, perkumpulan yang terbesar di
dalam kolong langit pada saat ini boleh dihitung adalah partai
Sin Ti Pang kami, atau dengan perkataan lain kami harap
kalian berdua suka menyampaikan kepada Sang Su-im untuk
mengembalikan kedudukan di dalam daerah Tionggoan itu
kepada partai Sin Ti Pang kami.”
“Hmm! kau lagi bermimpi.” teriak gadis itu sambil tertawa
dingin.
Tetapi Ti Siuw-su sama sekali tidak jadi marah, dia
tersenyum, kemudian melanjutkan kembali kata-katanya,
“Kedua, aku minta kalian berdua masuk menyadi anggota
perkumpulan kami, bilamana kita sudah menyadi satu
keluarga maka diantara kitapun tidak usah terjadi bentrokan
lagi!”
Selesai berkata dia putar badan kembali ke tempatnya
semula.
“HM! urusan ini harus kita putuskan sendiri bukan?” seru
Koan Ing tawar.
Sewaktu Ti Siuw-su hampir mendekati bangkunya itulah
mendadak dia putar badan dan berkata lagi dengan wajah
yang amat keren:
“Dan terakhir aku menginginkan kereta berdarah! kalian
yang datang kemari karena penghormatan “Tujuh sosok
mayat penerima tetamu terhormat”ku tentunya tahu juga
bukan akan maksudku!”
Sinar mata Koan Ing segera berkelebat, dia tahu maksud Ti
Siuw-su adalah mengartikan kalau mereka adalah musuh
bukan kawan, maka dengan cepat ia mendengus dan menoleh
ke arah Sang Siauw-tan.
“Siauw-tan!” serunya keras, “Aku sama sekali tidak
menyangka kalau Sin Ti Pang yang tempo dulu pernah

menyagoi Bu-lim, ternyata tidak cukup saatnya untuk
bergerak, biasanya orang-orang Bu-lim bekerja dengan
mengandalkan kekuatan sendiri, perbuatan semacam ini baru
aku temui untuk pertama kalinya!”
“Heee.... heee.... kau tidak usah menyindir aku lagi.” sahut
Ti Siuw-su sambil tersenyum. “Sejak semula aku pun sudah
tahu kalau kalian tidak bakal menurut, satu-satunya cara pada
saat ini adalah berusaha untuk sementara waktu yangan
bergebrak, aku mau menanti kalian pikir masak-masak dulu.”
Koan Ing yang melihat Ti Siuw-su bermaksud hendak
menahan mereka, diapun lantas tersenyum.
“Kalau begitu pangcu ingin minta beberapa petunjuk ilmu
silatku bukan?” sindirnya lagi.
Ti Siuw-su cuma tersenyum saja tanpa mengucapkan
sesuatu, sebaliknya pemuda berbaju putih yang ada disisinya
sudah berteriak:
“Buat apa pangcu turun tangan sendiri, cukup tecu saja
sudah lebih dari cukup untuk menghadapi dirinya.”
Sejak semula Ti Siuw-su memang kepingin mengerti
seberapa lihaynya ilmu silat yang dimiliki Koan Ing, kini
mendengar perkataan dari pemuda berbaju putih itu dia lantas
mengangguk.
“Di bawah nama besar tak bakal ada manusia goblok, kau
jangan terlalu memandang enteng dirinya!!”
Pemuda berbaju putih itupun segera barjalan maju ke
depan dan bungkukkan dirinya memberi hormat, sesudah itu
sambil mencabut keluar sebatang seruling besi ujarnya:
“Koan sauw-hiap, silahkan memberi beberapa petunjuk.”
Koan Ing tertawa tawar, dia tahu dengan nama besar serta
kejajaan dari perkumpulan Sin Ti Pang tempo hari, pada saat
ini tidak akan berbuat gegabah, di sekeliling tempat ini tentu

sudah dikurung oleh mereka.... Karena itu diapun tabu untuk
meloloskan diri dari tempat itu bukanlah satu persoalan yang
mudah.
“Bagus sekali!” ujarnya kemudian. “Di-bawah perkumpulan
Sin Ti Pang pasti ada jagoan yang lemah, aku rasa kepandaian
silat yang jien-beng milikipun pasti sangat mengejutkan
sekali.”
Dengan perlahan dia mencabut keluar pedang kiem-hongkiamnya,
dengan ujung pedang menghadap tanah dia
memandang tajam ke arah pemuda berbaju putih itu.
Pemuda berbaju putih itu segera mengerutkan alisnya
rapat-rapat, dengan diiringi suara jeritan yang tajam senjata
seruling yang ada ditangannya segera melancarkan serangan
menotok alis dari diri Koan Ing
Tenaga dalam yang dimiliki Koan Ing pada saat ini sama
saja dengan tenaga dalam yang dimiliki jagoan kelas wahid di
dalam Bu-lim, jika dibandingkan dengan pemuda berbaju putih
ini sudah tentu perbedaannya sama dengan langit dan bumi.
begitu tubuhnya mencelat maju ke depan pedang panjangnya
bagaikan kilat menutul ke atas ujung seruling yang ada
ditangan pemuda itu.
Sin Ti Langcoen yang melihat gaya serangan dari Koan Ing
ini hatinya merasa sangat terperanjat, juga karena dia sama
sekali tidak menyangka kalau Koan Ing memiliki tenaga dalam
yang demikian sempurnanya, baru saja ia hendak mencegah
tahu-tahu ujung pedang dari Koan Ing sudah menempel di
atas ujung seruling pemuda berbaju putih itu.
Walaupun pemuda itu bisa melihat dengan gerakan
bagaimana Koan Ing melancarkan serangan, tapi dengan
kedahsyatan tenaga dalam yang dimiliki Koan Ing bagaimana
mungkin pemuda berbaju putih itu bisa menghindarkan
dirinya, maka terasalah pergelangan tangan kanannya tergetar
amat keras seruling besinya sudab dipukul miring kesamping.

Hatinya segera merasa berdesir, maka dengan cepat
seruling besinya ditarik kembali inilah jurus “Seng Kwang
Hwee In” atau sinar bintang berkelebatan, yang merupakan
jurus bertahan dari ilmu serulingnya.
Koan Ing tertawa tawar, pedang kiem-hong-kiamnya
segera diangkat ke atas bersamaan dengan tubrukan
badannya ke depan kaki kanannya melancarkan satu
tendangan kilat menghajar pergelangan tangan dari pemuda
berbaju putih.
Buru-buru pemuda itu menekan pergelangannya kebawah.
pada saat itulah pedang Koan Ing mendengung ditengah
udara lalu ujung pedangnya sambil berputar menerobos turun
kebawah. jurus seranganpun berubah jadi jurus “Cie Ci Thian
Yang.”
Saking terkejutnya Pemuda berbaju putih itu menjerit
kaget, buat dia tak sempat untuk menghindarkan diri lagi
terpaksa sambil pejamkan matanya menanti kematian.
Siapa tahu pada saat itulah Koan Ing sudah menarik
kembali serangannya dan mengundurkan diri kembali ke
tempat asalnya.
Sang Siauw-tan yang ada di samping setelah melihat Koan
Ing menang dia segera tertawa senang ejeknya, “Ti Pangcu!
parkumpuian kalian patutnya diberi nama di bawah nama
besar sabenarnya tidak ada jagoan palsu!!”
Ti Siuw-su sama sekali tidak menyangka kalau tenaga
dalam yang dimiliki Koan Ing sedemikian tingginya, diam-diam
dia merasa terkejut.
Sebenarnya ilmu silat yang dimiliki pemuda berbaju putih
itupun juga tidak rendah siapa tahu hanya di dalam tiga jurus
saja sudah jatuh kecundang.

Dia manatik ttapas panjang-panjang dan pujinya tawar,
“Nama besar Koan siauw-hiap ternyata bukan nama kosong
belaka.”
“Oooouuw.... jadi Ti pangcu mau memberi pelajaran juga
kepadaku!” seru Koan Ing sambil tertawa.
Mendengar perkataan itu Ti Siuw-su segera tertawa
terbahak-bahak.
“Haa.... haa Koan siauw-hiap, apakah kau tahu
bagaimanakah cara kematian yang dialami oleh ketujuh orang
penyambut tetamu terhormat itu?” tanyanya.
“Cayhe memang tidak tahu. tetapi aku rasa urusan itu tiada
sangkut pautnya dengan urusan kita.”
Ti Siauw Su tidak menggubris dirinya, mendadak dia
bertepuk tangan tiga kali, dan dari balik batu segera munculah
dua belas orang lelaki berbaju putih.
“Heee.... heee.... sebentar lagi kau bakal tahu, bagaimana
lihaynya,” ejeknya sambil tertawa.
Dengan pandangan yang amat dingin Koan Ing menyapu
sekejap ke arah dua belas orang itu, dia yang pernah
merasakan kepungan dari hweeshio2 Siauw-lim-si beberapa
kali, sudah tahu pada saat ini tidak bakal memandang sebelah
matapun terhadap mereka.
“Ti pangcu! apakah kau ingin mencoba kepandaian silatku
lagi kemudian baru suka turun tangan sendiri!” ujarnya
tertawa.
“Koan Ing! haaa.... haaa.... kau terlalu sombong yang tidak
memandang sebelah matapun kepada kami!” seru Ti Siauw Su
sambil tertawa terbahak-bahak.” Haruslah kau ketahui
bilamana ini hari kau berhasil meloloskan diri dari kepungan
barisan Sang Loo Tin dari perkumpulan Sin Ti Pang kami.
urusan ini hari juga kita bikin selesai.”

Sinar mata pemuda itu segera berkelebat, tampaklah Ti
Siuw-su selesai berkata segera kebutkan ujung bajunya
kemudian dengan membawa pemuda berbaju putih dia berlalu
dari sana.
Koan Ing pun lantas menarik tangan Sang Siauw-tan
“Siauw-tan, kitapun harus pergi!” serunya.
Mereka berdua pun dengan cepat berjalan ke depan untuk
berlalu dari sana. Sejak tadi kedua belas orang berbaju putih
itu sudah pada mencabut keluar senjala seruling besinya, baru
saja kedua orang hendak berjalan melalui batu-batuan
mendadak terasalah ada tiga orang bersenjatakan seruling
besi dua dari belakang dan satu dari depan melancarkan
serangan gencar.
Pedang ditangan kanan Koan Ing segera didorong ke depan
mendesak mundur orang yang ada di depan sedang Sang
Siauw-tan dengan disertai suara bentakan yang amat keras
membalikkan badannya melancarkan dua sentilan jari
menghajar dua orang yang dibelakangnya.
Belum habis jurus serangan mereka gunakan mendadak
ketiga orang itu sudah mengundurkan diri ke balik batu
sedang tiga orang lainnya munculkan dirinya kembali, ketiga
orang serta ketiga batang seruling besi itu dengan amat tepat
berhasil menangkis datangnya serangan kedua orang itu.
Sang Siauw-tan serta Koan Ing yang melihat kejadian itu
jadi amat terperanjat, ketepatan dari ketiga batang seruling
untuk menggagalkan serangan tersebut sungguh tepat sekali,
hal itu benar-benar membuat ke dua orang itu tak dapat
berkutik.
Baru saja mereka berpikir keras, kembali menyusul tiga
orang dengan tiga batang seruling menangkis pedang Koan
Ing untuk kemudian ditekan ke arah bawah.

Kerja sama diantara mereka ini benar-benar luar biasa
rapatnya, maju mundur dilakukan bagaikan angin. Koan Ing
yang belum sempat berpikir apa-apa tahu-tahu pedang kiemhong-
kiamnya kena diapit dan ditekan ke bawah hatinya jadi
merasa amat terperanjat, kini berada di dalam posisi semacam
itu berarti pula telah kehilangan seluruh tenaga untuk
melawan
Pada saat tiga orang musuhnya berkelebat ke samping
itulah tampak empat untai benang serat yang amat kuat
dilemparkan ke depan hendak menjerat leher Koan Ing
berdua.
Kembali pemuda itu merasa berdesir pikirnya, “Aaaach....
kiranya demikian, jika dilihat dari kerja sama mereka yang
bagitu erat tentu ketujuh mayat tadi mati karena terjerat oleh
benang serat yang amat kuat ini, agaknya ini hari akupun
sukar untuk meloloskan diri.”
Kedua belas orang itu dibagi menjadi empat kelompok yang
maju dan yang mundur bekerja sama dengan eratnya, hampir
boleh dikata mereka sama sekali tak memberi kesempatan
untuk dirinya berdua buat berganti napas.
“Engkob Ing, hati-hati.... ” tiba-tiba terdengar Sang Siauwtan
menjerit keras.
Berturut-turut dia melancarkan tiga buah sentilan jari
menghajar ke arah musuh. dia tahu bilamana di dalam
keadaan semacam ini dirinya tidak turun tangan dengan cepat
mungkin mereka berdua akan segera menemui ajalnya.
Ilmu jari “Han Yang Ci” merupakan ilmu sakti turunan
keluarga Sang, ketiga buah sentilan tadi seketika itu juga
menahan datangnya tiga utas benang serat yang mengancam
datang.
“Haaa.... haaa.... mereka bertujuh pun pada mati di dalam
barisan ini,” terdengar suara dari Ti Siauw Su berkumandang
keluar dari balik batu.

Koan Ing benar-benar merasa hatinya tergetar keras.
karena walaupun Sang Siauw-tan berhasil menahan
datangnya serangan tersebut tetapi kembali muocul tiga orang
yang bersama-sama melancarkan serangan ke arahnya kali ini
mereka berubah jadi satu depan dua belakang bersama-sama
menggencet kedua orang ini.
Kecepatan dari berubahnya barisan itu benar-benar tidak
memberi kesempatan bagi Koan Ing untuk memikirkan cara
yang baik untuk menghadapi mereka, kini dia membentak
keras pedangnya berturut-turut menusuk ke depan dengan
menggunakan jurus “Hay Thian It Sian yang amat lihay.
Barisan “Seng Loo Tin” pun mulai berulah berputar, dari
antara seruling besi yang berkelebat tiada hentinya itu secara
samar-samar mulai mengeluarkan suara yang amat nyaring,
Koan Ing yang setiap kali melancarkan serangan dengan
menggunakan jurus serangan apapun pasti kena ditangkis
lama kelamaan mulai terdesak juga, baru saja berjalan lima
puluh jurus mereka berdua mulai merasa tidak tahan.
Seluruh aagkasa dipenuhi dengan berkelebatnya benang
serat yang amat kuat, Sang Siauw-tan yang tidak berhasil
mengatur pernapasannya saat ini benar-benar kepajahan,
wajahnya berubah pucat pasi sedang napasnya tersengalsengal.
Di dalam keadaan terpaksa Koan Ing segera menggunakan
lengan kirinya untuk menangkisi setiap serangan benang serat
yang mengancam dirinya, walaupun dia mempunyai ilmu ‘In
Cing Hoat’ tetapi serangan yang menggunakan tenaga dalam
ini mana dapat dipergunakan olehnya, kini pakaiannya robek2
sedang sebuah bekas berdarah membekas pada lengannya
itu.
Sekali lagi Ti Siuw-su tertawa terbahak-bahak. “Haa.... haa
Koan Ing!! Lebih baik kau lempar pedangmu itu dan menyerah
kalah saja!”

Sambil menggigit kencang bibirnya pemuda itu tak
mengucapkan sepatah katapun, berturut-turut dia
melancarkan tiga serangan dahsyat.
Mendadak terdengarlah suara dengusan ringan, maka buruburu
dia menoleh ke belakang tampaklah Sang Siauw-tan
dengan wajah pucat pasi karena kehabisan napas terjatuh ke
atas tanah.
Dia jadi amat terkejut, dengan cepat tangan kirinya
menyambar tubuh gadis tersebut.
Ditengah suara tertawa yang amat keras kembali ada tiga
batang seruling besi menekan ke arahnya, maka dengan cepat
pemuda itu menggerakkan pedang kiem-hong-kiamnya untuk
menangkis, tetapi pada saat yang bersamaan pula kembali
tiga batang seruling menyambar datang.
Dengan gusarnya Koan Ing meraung keras, tubuh Sang
Siauw-tan yang ada dilangan kirinya segera dilepaskan sedang
pedangnya dengan gencar melancarkan serangan mendesak
mundur ketiga orang itu.
Jurus yang digunakan olehnya ini bukan lain adalah jurus
‘Giok Sak Ci Hwee’ dari Hiat Hoo Kiam Hoat.
Tampaklah serentetan cahaya emas yang amat mengerikan
berkelebat memotong cahaya seruling menembus ke arah
dalam, serangannya kali ini telah menggunakan seluruh
tenaga dalam yang dimilikinya, sudah tentu mereka bertiga
tidak kuat untuk menahan serangan tersebut.
Terdengarlah suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi
angkasa, tangan kanan dari ketiga orang itu sudah kena
dibabat putus menjadi dua bagian.
Walaupun begitu jurus ‘Giok Sah Ci Hwea’ ini sedikitpun tak
ada gerakkan untuk bertahan. di dalam sekejap mata itulah
pundak kiri, iga serta punggungnya sudah kena digebuk oleh

seruling pihak lawan sedang tiga utas benang serat itu juga
berhasil menjerat lehernya.
Dia mendengus berat, terasa pandangan jadi gelap,
hampir-hampir ia jatuh tidak sadarkan diri.
Bagaimanapun juga dia pernah mempelajari ilmu ‘Ih Cing
Hoat’ serta ilmu tanpa senjata maka kini di dalam keadaan
semacam ini mana mungkin dia orang menyerah dengan
begitu saja? tangannya dengan cepat balik membabat putus
ketiga utas benang serat yang menjerat lehernya itu.
Pada saat itulah lehernya terasa amat dingin tak tertahan
lagi ia muntahkan darah segar.
Kesembilan orang berbaju putih lainnya walaupun pada
merasa terperanjat dengan kejadian yang mereka hadapi
tetapi kini melihat Koan Ing telah terluka parah maka dengan
cepat pada bergerak maju ke depan enam batang seruling
bersama-sama melancarkan serangan ke arah pemuda
tersebut.
Dengan gusarnya Koan Ing mendengus, pedang kiem bong
kiamnya diangkat dan dipalangkan di depan dada.
Di dalam keadaan terluka parah mana mungkin pemuda itu
kuat menahan serangan musuh? Begitu pedang dan seruling
terbentur satu sama lain maka dia segera tergetar mundur
sejauh empat lima langkah ke belakang dengan sempoyongan,
sekali lagi dia muntahkan darah segar dan rubuh ke atas
tanah.
Melihat musuhnya rubuh kesembilan orang itu segera
merubung maju ke depan, tetapi pada saat itulah....
“Jangan bergerak!”
Dengan keadaan pajah Koan Ing membuka matanya, saat
itu dia dapat melihat orang yang baru saja membentak keras
bukan lain adalah si seruling sakti Ti Siuw-su adanya.

“Eei.... Koan Ing, bagaimana rasanya?” ejek Ti Siuw-su
sambil tertawa dingin.
Dengan perlahan Koan Ing bangkit berdiri, tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia melototi orang itu.
Kembali Ti Siuw-su tertawa terbahak-bahak.
“Haa.... haa, bila mana kau ingin menggunakan kekerasan
lagi maka jangan salahkan aku akan menggunakan cara yang
luar biasa untuk menghadapi dirimu, kaupun merupakan
seorang yang cerdik, tentu kau mengetahui bukan apa
akibatnya bilamana Sang Siauw-tan ada ditanganku apa lagi
hubungan kalian yang begitu erat! hee hee.... hee, Koan Ing!
pikirlah dengan pikiran jernih!!”
Koan Ing yang mendengar Ti Siuw-su hendak
menggunakan Sang Siauw-tan untuk memaksa dirinya, dia
tertawa dingin. “Hee.... hee, dia adalah putri kesayangan dari
Sang Su-im pangcu dari perkumpulan Tiang-gong-pang”
ujarnya dingin. “Bilamana kau berani berbuat sesuatu
terhadap dirinya mungkin untuk melangkahi Tionggoan kalian
akan menemui kesukaran apalagi ilmu jari sakti Han Yang Ci
bukanlah main-main!!”
“Haa.... haa, bilamana kau tidak suka mendengarkan
omonganku aku akan segera turun tangan membinasakan
dirimu dan tinggal Sang Siauw-tan sebagai barang sandaran
pertempuran kita dikemudian hari dengan perkumpulan Tianggong-
pang!”
“Hmm! kau hendak berbuat apa sesukamu, tetapi kalau
ingin aku mendengarkan perkataanmu hee.... hee jangan
harap!” seru Koan Ing sambil mendengus dingin.
Ti Siuw-su segera tertawa terbahak-bahak, nafsu
membunuh segera berkelebat pada sinar matanya.
“Perkataan yang diucapkan selamanya tidak pernah
berubah. “Tujuh sosok mayat penyambut tetamu terhormat”

yang aku ke luarkan pertanda musuh besar. Dan Sang Siauwtan
tentu akan menurut padaku. dan bilamana kau ingin mati
aku pun tidak dapat berbuat apa-apa lagi!”
Selesai berkata dia mendengus dingin, tangannya diulapkan
maka segera tampaklah tiga batang seruling besi dengan
dahsyatnya melancarkan serangan ke arah pemuda tersebut.
Ooo)*(ooO
Bab 41
SINAR MATA Pemuda itu segera berkedip, dia tahu dengan
keadaannya pada saat ini untuk menghadapi serangan
gabungan dari tiga orang itu tidak mungkin bisa terlaksana.
Maka pada saat-saat yang amat kritis itulah mendadak
terdengar suara panggilan dari seseorang:
“Engkoh Ing!”
Dengan terperanjat dia dongakkan kepalanya tampaklah
Cha Ing Ing dengan menggunakan sebilah pedang menangkis
datangnya serangan ketiga orang itu.
Koan Ing jadi amat terkejut bercampur girang, tanpa
memperdulikan lagi bagaimana Cha Ing Ing bisa munculkan
dirinya disana dia membentak keras, pedang kiem-hongkiamnya
segera berkelebat ke depan melancarkan satu
tebasan dahsyat.
Jurus ini bukan lain adalah jurus “Im Gong Cian Sin” atau
mega kosong jeram curam. Diantara berkelebatnya cahaya
pedang terdengarlah suara jeritan ngeri berkumandang
memenuhi angkasa, darah segar muncrat memenuhi angkasa,
kini kembali seorang pemuda berbaju putih kena ditabas putus
tangan kanannya.
Dengan cepatnya ilmu pedang gabungan ‘Cuo Ci Yu So’
dilancarkan keluar, ditengah suara bentakkan nyaring

sepasang pedang itu bersama-sama melancarkan serangan
dengan menggunakan jurus ‘Ci Lek Toan Kiem’.
Ditengah suara bentakan yang keras mereka berdua
bersama-sama menggetarkan dua batang seruling terakhir.
Si seruling sakti Ti Siauw Su yang melihat kejadian itu
benar-benar merasa amat terperanjat, kerapatan dan
kedahsyatan dari kerja sama ilmu pedang itu belum pernah
ditemuinya selama ini.
Di dalam sekejap saja antara kedua belas orang itu ada
empat orang sudah terluka parah, dengan sendirinya barisan
Seng Loo Tin itupun segera terpukul pecah.
“Kalian lekas mundur!” ujar Ti SiauW Su dengan segera.
Melihat musuh2nya sudah mengundurkan diri Koan Ing
baru bisa menarik napas panjang-panjang, diaangkat
kepalanya dan memandang ke arah Cha Ing Ing.
Tampaklah paras muka gadis itu pucat pasi dan penuh
dibasahi butiran air mata, diapun lagi memandang pamuda itu
dengan terpesona.
Koan Ing yang melihat kejadian ini hatinya benar-benar
merasa amat menyesal, karena bilamana bukannya Cha Ing
Ing munculkan dirinya di dalam keadaan kritis ini mungkin
saat ini ia sudah menemui ajalnya.
“Ing Ing, kau datang dari mana?” sapanya kemudian
dengan suara halus.
“Selama ini aku terus menerus menguntit kalian!!” jawab
Cha Ing Ing sambil menundukkan kepalanya.
Koan Ing jadi melengak, untuk beberapa saat lamanya tak
sepatah katapun yang bisa diucapkan keluar. Demikianlah
mereka berdua berdiam diri sambil berdiri saling berhadap2an.

Beberapa saat kemudian tiba-tiba Cha Ing Ing
menundukkan kepalanya dan berseru, “Engkoh Ing. biar aku
pergi melihat keadaan dari enci Siauw-tan.”
Selesai berkata dengan tergesa2 dia mengusap kering air
matanya yang mengucur keluar setelah itu berjalan mendekati
diri Sang Siauw-tan yang masih menggeletak di atas tanah itu.
“Hee.... hee kerja sama ilmu pedang kalian berdua benarbenar
amat dahsyat sekali!” seru Ti Siuw-su sambil
memandang tajam kedua orang itu bergantian. “Ini hari aku
mau minta beberapa petunjuk dari kalian beidua.”
Dengan dinginnya Koan Ing mendongak lalu mendengis
berat. “Hmm! tidak kusangka perkataan dari seorang pangcu
tidak bisa dipercaya, kini barisan Seng Loo Tinmu sudah
terbobol, siapa sangka janji yang sudah diucapkan sendiri
sekarang hendak ditarik kembali hee.... hee pangcu macam
apa itu!”
Ti Suw Su yang mendengar perkataan tersebut jadi berdiri
melengak, dia memang pernab mengatakan bilamana Koan
Ing berhasil menghancurkan barisan Seng Loo Tin-nya dia
akan melepaskan untuk pergi, walaupun akhirnya pihak lawan
sudah bertambah lagi dengan satu orang tetapi buktinya
barisan yang paling diandalkan olehnyapun telah dipukul
hancur, bagaimana kini dia harus memenuhi janjinya sendiri.
Setelah berpikir beberapa saat lamanya akhirnya Ti Siuw-su
mendengus dingin dan menyapu sekejap ke arah mereka
bertiga.
“Baik! untuk sementara waktu aku lepaskan kalian, dan
jangan lupa sampaikan ke pada Sang Su-im, katakan aku
Thiat Ti Langcoen menantang dia untuk membobolkan barisan
“Seng Loo Toa Tin” ku di atas puncak Jie Giok Hong digunung
Wu San.”

Koan Ing yang mendengar Ti Siuw-su suka melepaskan
mereka dan mendengar pula perkataan terakhir dari orang itu
dia lantas mengerutkan keningnya.
“Hmmm! jangan kuatir. sampai waktunya empek Sang pasti
akan datang untuk memenuhi janjinya,” sahutnya keras.
Sang Siauw-tan sebetulnya tidak terluka dia hanya jatuh
pingsan karena kehabisan tenaga, setelah dibantu Cha Ing Ing
beberapa saat kemudian dia sudah sadar kembali.
Sewaktu dilihatnya Cha Ing Ing ada disana dia segera
tertawa. “Aaach Ing moay-moay, bagaimana kau pun bisa
sampai disini?” tanyanya.
Cha Ing Ing merasa jengah untuk menceritakan keadaan
yang sesungguhnya, maka dengan wajah berubah merah dia
menundukkan kepalanya rendah-rendah
Walaupun selama ini Koan Ing belum pernah menceritakan
sikap Cha Ing Ing terhadap dirinya tetapi dengan ketajaman
mata dari Sang Siauw-tan dia bisa menebak juga tiga bagian.
“Ing moay-moay!” serunya kemudian sambil tertawa dan
menarik tangan gadis itu untuk diajak bangun, “Ini hari aku
harus mengucapkan terima kasih atas bantuanmu!!”
Agaknya Cha Ing Ing tak ada perkataan yang bisa
diucapkan, dan karena itu selama ini terus bungkam diri.
Waktu itulah Koan Ing sudah menuntun kudanya mendekati
mereka, Sang Siauw-tan yang melihat pemuda itu terluka
tetapi tidak ingin menyedihkan hati Ing Ing maka lantas
ujarnya dengan tawar:
“Engkoh Ing, kau baik-baiklah menjaga dirimu sendiri!”
Koan Ing pun tahu apa maksud dari perkataan Sang Siauwtan
ini, maka dengan perlahan dia mengangguk.

Demikianlah Sang Siauw-tan dan Cha Ing Ing menunggpng
seekor kuda sedang Koan Ing sendiri menunggang kuda yang
lain mereka melakukan perjalanan meninggalkan tempat itu.
Dengan termangu-mangu Ti Siuw-su memandang
bayangan punggung mereka bertiga yang mulai lenyap dari
pandangan setelah itu dia baru menghela napas panjangpanjang.
Semangatnya untuk menjagoi Bu-lim yang semula
berkobar2 di dalam hatinya kini setelah menemui kejadian
inipun sudah paham separuhnya.
Dengan cepatnya Koan. Ing bertiga meninggalkan tempat
berjaga perkumpulan Sin Ti Pang, Dan pada suatu saat
mendadak dari udara meluncur datang seekor merpati pos
berwarna putih.
Dengan cepat Sang Siauw-tan menerima merpati itu dan
melepaskan surat yang terikat dikakinya. sesudah membaca
sebentar akhirnya sambil tertawa ujarnya:
“Aaah.... ayahku sudah ada pada seratus li dari sini, tidak
selang lama segera akan tiba disini!” Selesai berkata dia
menoleh dan memandang ke arah Koan Ing serta Cha Ing
Ing. “Bagaimana kalau kita menyambut keda itangan
mereka?” njaknya dengan penuh gembira.
Koan Ing yang melihat Sang Siauw-tan begitu gembira
karena bakal bertemu dengan ayahnya diapun tidak ingin
menyia2kan harapannya ini. maka dengan cepat ia
mengangguk.
“Sudah tentu bagus sekali,” sahutnya senmbil tertawa.
“Akupun sudah lama sekali tidak bertemu muka dengan
empek Sang!”
Sang Siauw-tan yang melihat pemuda itu sudah setuju
diapun lantas menoleh ke arah Cha Ing Ing. Cha Ing Ing

dengan perlaban mengangguk pula, tetapi dia masih tetap
bungkam seribu bahasa.
Mereka bertigapun lantas menjalankan kudanya menuju
sebelah Barat daya untuk memapaki Sang Su-im sekalian.
Kembali mereka melakukan perjalaran sejauh beberapa
puluh li, sewaktu mendekati daerah pegunungan cuaca sudah
mulai gelap. Sang Siauw-tan yang melihat hari mulai gelap
dan rasa kuatir lantas ujarnya, “Engkoh Ing, mungkin Tia tidak
melihat kalau kita ada disini!”
“Kita bikin saja api unggun disini untuk menanti kedatangan
ayahmu, bukankah hal ini lebih bagus?” sahut Koan Ing
tersenjum.
Jilid 17
“BAIK!” Sahut Sang Siauw-tan sambil mengangguk.
“Bersama-sama dengan Ing moy moy aku pergi cari kayu
kering, biarlah kau beristirahat sebentar! “
Sebenarnya Koan Ing tidak bermaksud untuk beristirahat
tapi karena lukanya pada saat ini sangat parah, maka
bilamana sampai terjadi suatu urusan lagi mungkin tak ada
kekuatan untuk melawan maka terpaksa sambil tesenyum dia
mengangguk juga.
Sang Siauw-tan pun lalu menarik Cha Ing Ing turun dari
kuda dan pergi mengumpulkan kaju2 kering sedang Koan Ing
sendiri segera turun dari kuda untuk bersemedi di atas sebuah
batu.
Tidak selang lama kemudian kedua orang gadis itu sudah
berhasil mengumpulkan setumpuk kayu kering untuk
kemudian mulai membuat api unggun,

Ditengah berkobarnya api unggun mereka bertiga duduk
berkumpul di sekeliling api unggun itu dan selama ini Cha Ing
Ing tidak mengucapkan sepatah katapun sedang Koan Ing
berduapun merasa hatinya murung sehingga tak seorangpun
diantara mereka bertiga yang berbicara,
Koan Ing dengan termangu-mangu memandang ke atas api
unggun, mendadak dia dongakkan kepalanya hendak berkata
tapi.... tampaklah olehnya sesosok bayangan manusia
berkelebat dengan amat cepatnya di samping tempat itu.
“Aach....!” jeritnya kaget,
Sang Siauw-tan maupun Cha Ing Ing yang mendengar
suara jeritan tersebut pada meloncat kaget kemudian buruburu
dongakkan kepalanya memandang ke depan, kini
tampaklah sebatang tombak dengan disertai suara desiran
yang amat tajam menghajar ke atas punggung pemuda
tersebut,
“Engkoh Ing, awas!” teriak kedua orang itu hampir
berbareng,
Walaupun Koan Ing berada di dalam keadaan terluka parah
tetapi pendengarannya masih tetap tajam, maka tubuhnya
dengan cepat meloncat ke atas sedang pedang kiem-hongkiamnya
dicabut keluar dari dalam sarung.
Diantara berkelebatnya sinar tajam tahu-tahu tombak
tersebut sudah kena dibabat putus jadi dua bagian dan
menggeletak dipinggangnya.
Begitu Koan Ing mencabut keluar pedangnya dari empat
penjuru segera terdengarlah suara teriakan yang gegap
gempita, berpuluh puluh batang tombak dengan disertai suara
desiran yang menderu-deru menyambar ke arah mereka
bertiga.

Ketiga orang itu bersama-sama jadi amat terperanjat, sejak
kapan pihak musuh telah mengurung tempat itu merekapun
tak ada yang tahu.
Maka dengan cepat Koan Ing meloncat ke atas, pedangnya
berkelebat memukul jatuh tiga batang tombak sedang sinar
matanya berkelebat memandang ke arah hutan di
sekelilingnya.
Saat itulah tampak bayangan manusia berkelebat tiada
hentinya, agaknya sekeliling tempat itu sudah dikurung rapatrapat
oleh pihak musuh.
Saking terkejutnya sambil memukul jatuh tombak yang
menyambar datang laksana titiran air hujan teriaknya keras,
“Kita sudah terkurung musuh!!”
Tanganaja deagan cepat membalik menerima datangnya
sambaran sebatang tombak kemudian dengan menggunakan
tombak itu mengobat-abitkan kiri kanan memukul jatuh
seluruh tombak yang menyerang ke arahnya.
“Engkoh Ing!” Terdengar Sang Siauw-tan berteriak keras
sembari menyambar sebatang tombak. “Kau jagalah adik Ing
baik-baik aku mau pergi mencari Tia!”
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi amat kaget,
baru saja dia hendak berteriak untuk mencegah tahu-tahu
Sang Siauw-tan sudah meloncat naik ke atas kuda dan
menerjang keluar dari kepungan.
Suara teriakan aneh segera bergema memenuhi seluruh
angkasa diantara berkelebatnya sinar mata pemuda itu
mendadak membentak keras, tombak ditangan kirinya dengan
disertai tenaga sambitan yang amat kuat menyambar ke
depan membantu Sang Siauw-tan membuka satu jalan pergi.
Cha Ing Ing pun segera berlari menghampiri diri pemuda
itu dan dengan menggunakan pedangnya menangkis setiap
batang tombak yang menyambar pada dirinya.

Menanti Sang Siauw-tan berhasil menerjang keluar dari
kepungan itu Koan Ing baru menyambar tubuh Cha Ing Ing
sambil ujarnya, “Kita tidak boleh berdiam terlalu lama disini,
mari kita pergi bersama-sama coba menerjang keluar dari
kepungan!”
Sehabis berkata mereka berlari mendekati kudanya, siapa
tahu pada saat itulah mendadak datang menyambar sebatang
tombak yang dengan tepat menghajar perut kuda itu sehingga
seketika itu juga rubuh bermandikan darah.
Koan Ing yang melihat kejadian itu jadi tak bisa berbuat
apa-apa lagi, kepada gadis itu kembali serunya:” “Ing Ing, kita
lari ke atas gunung saja!”
Segera Cha Ing Ing mengangguk, demikian mereka berdua
segera kerahkan seluruh tenaganya untuk menerjang naik ke
atas gunung.
Pada saat yang bersamaan ditengah suara teriakan yang
aneh orang-orang yang mengurung tempat itu pada
munculkan diri dan menghampiri mereka berdua.
Koan Ing yang melibat munculnya orang-orang itu hatinya
jadi amat terkejut, kiranya wajah maupun kulit orang-orang
itu semuanya berwarna hitam gelap dengan selembar kulit
macan tutul menutupi badannya, ditangannya pada mencekal
sebatang tombak yang amat runcing, jelas kalau mereka
adalah segerombolan orang-orang liar.
Maka dengan gerakan yang amat gesit Koan Ing berdua
melanjutkan terjangannya naik ke atas gunung, tetapi orang
yang mengepung mereka semakin lama semakin banyak
sehingga akhirnya boleh dikata tak ada jalan untuk bergerak
maju lagi.
Luka parah yang diderita Koan Ing pun belum sembuh,
saking cemas dan khekienya keringat dingin mengucur keluar
membasahi seluruh tubuhnya, dan sambil menggigit kencang
bibirnya dia bertahan terus.

Cha Ing Ing sendiripun merasa amat cemas sekali, sambil
memandang keadaan sekelilingnya dia berteriak cemas,
“Engkoh Ing! Disana ada sebuab gua!”
Dengan cepat Koan Ing menoleh kesana ketika dilihatnya di
tempat itu memang benar ada sebuah gua dengan cepatnya
dia menarik tangan gadis itu untuk menerjang masuk ke
dalam gua tersebut....
Dengan kepandaian silat yang dimiliki kedua orang itu
sudah tentu orang-orang liar itu tidak bakal kuat bertahan diri,
tidak selang beberapa saat lamanya mereka sudah berhasil
menerjang masuk ke dalam gua tersebut.
Begitu mereka masuk ke dalam gua, orang-orang liar
itupun ikut menerjang datang. Koan Ing segera membentak
keras, sambil balik badan dia melancarkan satu serangan
mematikan, diantara berkelebatnya sinar pedang yang
menyilaukan mata berturut-turut dia bisa berhasil membunuh
mati dua orang manusia liar sedang sisanya segera berteriak
keras dan pada mengundurkan diri ke belakang.
Koan Ing yang melihat orang-orang liar itu berhasil dipukul
mundur dalam hati merasa amat lega, tak kuasa lagi
pandangannya jadi gelap dan rubuh tak sadar ke atas tanah.
Tapi begitu tersentuh hawa dingin pada lantai gua itu dia
menjadi sadar kembali.
“Engkoh Ing!” Teriak Cha Ing Ing sambil menangis tersedusedu.
Tiba-tiba pemuda itu mengerutkan keningnya rapat-rapat
dan mengajunkan pedang kiem-hong-kiamnya ke depan
dengan disertai suara bentakan yang amat keras? Kiranya
pada saat gadis itu tidak waspada itulah tampaklah sesosok
manusia berkelebat masuk ke dalam gua,
Walaupun serangannya ini mencapai hasil tetapi seluruh
tubuhnya sudah dibasahi oleh keringat dingin maka sambil
menghembuskan napas panjang-panjang ujarnya . “Ing Ing!

aku tidak mengapa, badanku cuma terasa amat lelah sekali....

Lama sekali gadis itu memandang Koan Ing dengan
pandangan terpesona, akhirnya dia bangun berdiri dan
memungut kembali pedarg kiem-hong-kiam tersebut.
Koan Ing yang melibat kelopak mata gadis tersebut
dipenuhi dengan air mata hatinyapun ikut merasa sedih,
sambil tertawa paksa hiburnya, “Haaa.... , haaa.... , entah dari
mana datangnya manusia2 buas yang begitu liar, apalagi
tahu? Mennyari gara2 dengan kita.... sungguh
mengherankan?”
Dengan perlahan Cha Ing Ing menyerahkan pedang itu
kepada Koan Ing lalu berjongkok di hadapannya tanpa
mengucapkan sepatah katapun,
“Ing Ing! kau tidak usah kuatir” ujar Koan Ing sambil
memegang tangan gadis itu erat-erat kemudian menarik
napas panjang-panjang. “Untuk beberapa saat lamanya
mereka tidak bakal berani menerjang kemari, bukankah tempo
hari kitapun baru saja berhasil meloloskan diri dari kematian.”
Cha Ing Ing segera menundukkan kepalanya rendahrendah,
air mata mengalir keluar semakin deras lagi.
Koan Ing jadi melengak melihat kejadian ini, dia tidak
mengerti mengapa secara tiba-tiba Cha Ing Ing bisa begitu
sedih sehingga terus-menerus melelehkan air mata, apakah
dia sedih karena teringat peristiwa yang lalu?
Suara teriakan2 yang semula bergema di luar gua itupun
dengan perlahan mulai sirap? Kembali, suasana di sekeliling
tempat itu kembali jadi sunyi senyap.
Koan Ing segera menghela napas panjang, dia tahu
bilamana orang-orang buas yang amat liar itu tanpa perduli
nyawa sendiri menerjang terus ke dalam gua sekalipun
mereka memiliki kepandaian silat yang lebih tinggi pun tidak

bakal ada gunanya, apalagi bila mana mereka menyerang ke
dalam dimana dirinya terluka parah mana masih punya
harapan untuk meloloskan diri tapi bilamana sebaliknya....
Mendadak dari luar gua berkumandang datang suara
teriakan yang amat keras disusul dengan suara suitan yang
amat menyeramkan suasana di sekeliling tempat itu kembali
jadi gaduh, entah ada berapa banyak orang lagi yang muncul
disana....
Suara jeritan yang amat seram dan teriakan2 yang tidak
dipahami ini walaupun tidak merupakan serangkaian kata-kata
tetapi di dalam pendengaran mereka berdua mengetahui jelas
kalau inilah suara teriakan Untuk membalas dendam.
Di dalam hati kedua orang itu, kembali merasa amat ngeri
sekali.
Dengan perlahan Cha Ing Ing dongakkan kepalanya
memandang ke arah pemuda tersebut, empat mata bertemu
jadi satu membuat hati terasa berdebar.
Dengan meminjam sinar api yang menyorot masuk ke
dalam gua mereka berdua dapat melihat bagaimanakah
perubahan wajah dan masing-masing pihak pada saat itu.
“Engkoh Ing!!! sebelum mati maukah kau memeluk diriku?”
seru Cha Ing Ing dengan amat sedih,
Selesai berkata dengan perlahan dia menjatuhkan diri ke
dalam pelukan pemuda tersebut.
Koan Ing segera merasakan hatinya tergetar amat keras
dan berdiri termangu-mangu di sana. dia mengerti bilamana
orang-orang buas itu kembali melancarkan serangan
gabungan maka dirinya tidak bakal berhasil mempertahankan
diri beberapa saat lamanya. walaupun kini Sang Siauw-tan
berhasil meloloskan diri tetapi Sang Su-im ada di tempat
seratus li dari sini apakah mereka sempat datang memberi
bantuan?

Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya
terakhir tak kuasa lagi tangannya mulai merangkul tubuh Cha
Ing Ing lalu dipeluknya erat-erat.
Cha Ing Ing yang ada di dalam pelukannya segera
menangis tersedu-sedu, pada saat ini entah dia baru merasa
sedih atau gembira.... ,
Ditengah suara teriakan yang amat aneh dari luar gua
mendadak melayang datang sebuah benda hitam yang
terjatuh di atas tanah, “Plaak ,....!” dengan ketajaman mata
dari pemuda itu sekali pandang saja dia mengetahui kalau
benda tersebut bukan lain adalah sesosok mayat.
Tidak selang lama kemudian sudah ada dua puluh sosok
mayat yang dilemparkan masuk ke dalam gua, dalam hati baik
Koan Ing maupun Cha Ing Ing mengerti kalau mayat2
tersebut bukan lain adalah mayat2 dari orang buas yang kena
mereka bunuh tadi.
Setelah mayat itu selesai dilemparkan ke dalam gua lalu
diikuti dengan panah api dilempar masuk ke dalam gua itu,
melihat kejadian ini pemuda itu jadi amat kaget sekali.
Bilamana tidak menderita luka ada kemungkinan dia masih
bisa melancarkan satu pukulan untuk menghajar keluar panah
berapi itu, tapi kini dia lagi menderita luka parah bahkan boleh
dikata tak ada kekuatan lagi untuk turun tangan, di dalam
keadaan ssperti ini terpaksa dia cuma bisa menunggu saat
kematiannya saja.
Ditengah mengepulnya asap api yang berkobar itu Cha Ing
Ing berbatuk keras, Koan Ing yang melihat hal itu jadi berdesir
hatinya.
Kini Cha Ing Ing tidak suka menutup pernapasannya dan
ingin mencari mati, apa daya?

“Ing Ing!! Bagaimana kau orang boleh berbuat demikian?
Apakah sudah tidak mau mengurusi ayah ibumu lagi?” teriak
pemuda itu sambil mendorong tubuh Cha Ing Ing.
Dengan wajah penuh air mata gadis itu melirik sekejap ke
arah Koan Ing yang kemudian menundukkan kepalanya
rendah-rendah.
“Kau tak usah mengurusi diriku!!”
Mendengar perkataan itu Koan Ing jadi amat terperanjat.
“Heeeei.... mari kita keluar saja!” ajaknya kemudian sambil
bangun berdiri.
Dengan perlahan Cha Ing Ing dongakkan kepalanya
kembali memandang ke arah pemuda itu, begitu melihat
wajah yang kukuh dari Koan Ing air matanya kembali
mengucur keluar dengan deras.
Lama sekali dia memnndang pemuda itu dengan terpesona,
terakhir ia baru membuka mulut berkata, “Engkoh Ing! aku
tidak akan pergi dari kini, mau bukan kau kabulkan
permintaanku untuk kali ini?”
Koan Ing sama sekali tidak menyangka kalau Cha Ing Ing
bisa mohon pada dirinya mengenai soal ini. seketika itu juga ia
jadi tertegun.
Asap mulai menebal yang akhirnya memenuhi seluruh
ruangan gua itu, kembali Cha Ing Ing berbatuk2 sedang air
mata mengalir keluar semakin deras lagi.
“Ing Ing!” ujar pemuda itu lagi dengan suara yang halus
sekali. “Bilamana kita sampai mati di tempat ini, bagaimana
nanti aku bisa bertanggung jawab di depan paman Cha?”
“Kau tidak usah menipu dan memaksa aku lagi, karena aku
sekarang bukan bocah cilik lagi....!” teriak Cha Ing Ing tibatiba
dengan suara keras. “Kalau kau ingin bertemu dengan
enci Siauw-tan katakanlah saija secara terus terang, kenapa

harus berpura-pura dengan menipu diriku? Buat apa kau purapura
jadi orang baik?”
Koan Ing yang disembur dengan kata-kata itu jadi
melengak dibuatnya, karena dalam hati ia sama sekali tak
menduga kalau Cha Ing Ing bisa berkata demikian, maka
untuk beberapa saat lamanya tak sepatah katapun bisa
diucapkan keluar.
“Baiklah! kau suruh aku keluar akan kuikuti perkataanmu
itu. Tetapi apa kau kira setelah keluar dari sini masih bisa lolos
dari kematian?” teriak gadis itu lagi dengan gusar,
Sehabis berkata dia lantas bergerak keluar dari gua itu.
Melihat tindakan yang begitu nekat dari gadis tersebut Koan
Ing jadi amat cemas.
“Ing Ing! kau jangan pergi sendiri, mari kita keluar
bersama?” teriaknya.
Sekeluarnya dari gua itu terlihatlah Cha Ing Ing masih
berdiri disana, hal ini membuat hatinya rada lega. Tetapi
sebentar kemudian seluruh bulu kuduknya sudah pada berdiri,
karena di sekeliling tempat itu hanya tampaklah cahaya sinar
yang amat terang, kiranya mereka sudah terkepung rapatrapat
disana!
Diantara gerombolan orang-orang itu tahu-tahu muncullah
seorang lelaki berusia pertengahan yang mengulapkan
tangannya menghentikan suara teriakan yang sangat ramai
tersebut, kemudian dengan bahasa Han yang lancar serunya,
“Kalian sudah membunuh orang, kalian harus ingat hutang
nyawa harus dibajar dengan nyawa!!”
Selesai berkata dia lantas memberi tanda kepada orangorang
yang ada dibelakangnya, tampaklah berpuluh-puluh
orang buas dengan membawa senjata tulup panah beracun
siap-siap melancarkan serangan ke arah kedua orang itu.

Koan Ing yang melihat kejadian ini jadi amat terperanjat
karena dia tahu kalau panah2 yang digunakan mereka adalah
sangat beracun sekali, siapa saja yang terkena tentu akan
menemui ajalnya, karena itu buru-buru ia menarik Cha Ing Ing
ke belakang tubuhnya dan berseru dengan perlahannya, “Kau
jangan bertindak dulu!!”
Dengan sekuat tenaga Cha Ing Ing meronta untuk
melepaskan diri dari cekalan Koan Ing, walaupun begitu dia
tak pergi jauh.
Pada saat dan keadaan seperti ini Koan Ing tetap tidak
suka mengurusi lebih banyak lagi.
“Tahan!!” Teriaknya tiba-tiba.
Lelaki berusia pertengahan itu segera mendengus dingin,
tangannya diulapkan menghentikan tindakan anak buahnya.
“Apa yang ingin kau ucapkan?” Tanyanya tawar.
“Kami saling tak kenal dan tiada ikatan permusuhan apapun
dengan kalian, cuma secara tidak sengaja lewat digunung ini,
kenapa tanpa sebab kalian hendak membunuh kami!?”
Sinar mata lelaki berusia pertengahan itu berkelebat tiada
hentinya lalu dia mendengus dingin.
“Selamanya tempat yang kami tinggali tidak
memperkenankan ada orang asing yang menginjak.”
Koan Ing yang mendengar perkataan mereka sama sekali
tidak pakai aturan dia pun tidak dapat berbuat apa-apa,
terpaksa ujarnya, “Orang-orang itu akulah yang turun tangan
membunuh, dan peristiwa ini tiada sangkut pautnya dengan
dia, lebih baik kalian lepaskan dia pergi.”
“Tidak bisa!!” potong lelaki berusia pertengahan itu dengan
keras. “Dia ada bersama-sama dengan dirimu, apalagi
kamipun melihat dia juga ikut membunuh, kau lagi jual obat
macam apa?”

Selesai berkata kembali tangannya diulapkan menyusun
kembali jago-jago tulupnya.
Koan Ing yang melihat orang itu tidak bisa diajak damai
hatinya dibuat semakin cemas lagi, buru-buru teriaknya
kepada gadis tersebut, “Ing Ing cepat kau terjang keluar!”
Selesai berkata dia membentak keras dan menerjang ke
arah lelaki berusia pertengahan itu.
Ditengah suara sambaran senjata yang tajam sederetan
panah2 beracun dengan cepat meluncur ke arah pemuda itu.
Cha Ing Ing yang melihat tindakan Koan Ing untuk
memancing musuh dan memberi kesempatan baginya untuk
meloloskan diri dia jadi terperanjat, kemudian teriaknya
dengan cemas, “Engkoh Ing!!”
Disertai suara jeritan yang keras itu diapun ikut menerjang
dibelakangnya.
Dengan gesitnya Koan Ing mengajunkan pedang kiemhong-
kiamnya menyapu jatuh anak panah yang menerjang ke
arahnya, tapi sewaktu mendengar Cha Ing Ing ikut mengejar
datang hatinya jadi bergetar keras dan karena berajal itulah
lengan kanannya kena dihajar sebatang panah. Seketika itu
juga lengan kanannya menjadi kaku dan hilang daya
kekuatannya.
Cha Ing Ing menjerit kaget, sambil menarik napas panjangpanjang
teriaknya keras, “Kau larilah ke arah lain!!”
Ditengah sambaran anak panah beracun yang amat deras
laksana curahan air hujan itu mana mungkin Koan Ing bisa
menghindarkan diri lagi? Berturut-turut badannya kena dihajar
kembali lima, enam batang anak panah.
Pada saat itulah cha ing Ing sudah menerjang ke samping
tubuh pemuda itu, begitu melihat Koan Ing sudah tidak kuat
memegang pedangnya lagi buru-buru dia menyambar pedang
itu untuk melindungi tubuh.

“Engkoh Ing! aku sudah berbuat salah.... ” Teriak gadis itu
sambil menangis dan menyambar tubuh Koan Ing dengan
menggunakan tangan kirinya.
Dengan pandangan sayu pemuda itu membuka matanya
memandang sekejap ke arah Cha Ing Ing tapi kepalanya
terasa amat pening sekali hingga sukar ditahan.
Sambil mengobat-abitkan pedangnya gadis itupun melirik
sekejap ke arah pemuda yang ada dalam rangkulannya, tapi
sewaktu melihat sinar matanya redup dan tak bercahaya lagi
hatinya jadi cemas sehingga air matanya mengalir keluar
bertambah deras.
Ditengah sambaran panah beracun yang amat deras itu
akhirnya Cha Ing Ing pun kena dihajar badannya, buru-buru
napas dan jalan darahnya ditutup, tanpa mengucapkan
sepatah katapun dia mencoba terus memperiahankan diri.
Koan Ing yang melibat gadis itupun kena dihajar anak
panah beracun hatinya jadi merasa amat menyesal, karena dia
merasa perkataan dari gadis tadi sedikitpun tidak salah,
memang di dalam hatinya cuma pikirkan Sang Siauw-tan
seorang saja.
Tetapi kini.... mereka berdua hampir mati....
Tiba-tiba tardengar tiga buah letusan keras meledak
ditengah udara membuat pemuda itu merasa hatinya targetar
keras.
“Aaah.... Sang Siauw-tan tiba.... ” karena hatinya bergetar
keras, tak kuasa lagi pemuda itu jatuh tak sadarkan diri
Ooo)*(ooO
Bab 42
ENTAH lewat beberapa saat lamanya dengan perlahan dia
baru sadar kembali dari pingsannya dan waktu itu dia
menemukan dirinya berbaring di atas sebuah pembaringan,

Tetapi teringat akan peristiwa yang baru saja terjadi buruburu
tubuhnya bergerak hendak bangun berdiri,
Koan hian-tit, untuk sementara lebih baik kau jangan
bergerak dulu!” seru seseorang secara tiba-tiba sambil
menekan badannya.
Koan Ing menarik napas panjang-panjang setelah
pandangannya jadi terang diapun dapat melihat kalau di
samping pembaringannya berdirilah dua orang, mereka bukan
lain adalah Sang Su-im ayah beranak.
Lama sekali ia memandang ke arah mereka berdua dengan
termangu-mangu, bagaimana dirinya bisa tidur di atas
ranyang?
Waktu itulah dia dapat mencmukan kalau Sang Siauw-tan
jauh lebih kurusan dari tempo dulu sedang Sang Su-im sambil
tersenyum lagi memperhatikan dirinya.
“Kali ini akulah yang membuat kalian celaka,” ujar Sang Suim
sambil tertawa. “Sewaktu berada didaerab Tian Lam aku
mendapatkan berita tentang Sang Siauw-tan, saking girangnya
dan terkejutnya lantas membawa Tian Pian Ih Boen atau
sitabib sakti dari daerah Tian Lam, dan itu Lam Kong Ceng
kiranya juga telah memasuki daerah Tionggoan tetapi sama
sekali tidak menyangka kalau orang-orang buas itu telah salah
paham kalau dikiranya kami menculik tabib itu dengan paksa
maka mereka lantas pada menguntit kemari untuk
menghadapi diriku.... Tetapi siapa sangka kaulah yang kena
getahnya!”
Koan Ing cuma tersenyum saja setelah mendengar
perkataan itu, tiba-tiba di dalam benaknya teringat akan
sesuatu ujarnya, “Dimana Cha Ing Ing.”
Sinar mata Sang Su-im berkelebat tiada hentinya sedang
Sang Siauw-tan menundukkan kepalanya rendah-rendah,
lewat beberapa saat kemudian baru terdengar Sang Su-im
menjawab:

“Bocah itu sungguh keras kepala, baru saja sembuh dia
sudah pergi dari sini tanpa pamit. Dan sampai ini hari kau
sudab berbaring selama setengah bulan lamanya karena Lam
Kong Ceng telah mencekoki dirimu dengan arak Pek Jien
Coeinya yang lihay, sekarang lukamu sudah sembuh semua!”
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, karena
sewaktu mendengar Cha Ing Ing sudah meninggalkan tempat
itu tanpa pamit hatinya merasa tidak enak. karena itu tak
sepatah katapun yang dapat diucapkan keluar.
“Karena urusan manusia2 buas itu Lam Kong Ceng sudah
kembali ke daerah asalnya,” ujar Sang Su-im lagi. “Sebelum
berangkat dia mengemukakan kalau dirinya sangat kagum
dengan ilmu pengobatanmu, bilamana ada kesempatan
dikemudian hari ia ingin minta beberapa petunjuk dari dirimu.”
Dengan perlahan pemuda itu dongakkan kepalanya
mcmaadang ke arah Sang Su-im lalu serunya, “Empek Sang,
terima kasih.”
Kemudian kepada Sang Siauw-tan dia tersenyum.
“Siauw-tan! Beberapa hari ini kau tentu merasa sangat
cemas bukan?”
“Eeeei.... karena tiba-tiba kau bicara begitu sungkansungkan
terhadap diriku? Sekarang kau sudah sembuh
hatikupun sudah lega,” kata gadis itu sambil tersenyum.
“Siauw-tan!” Tiba-tiba Sang Su-im menyela dan samping.
“Kau antarkan engkoh Ingmu untuk jalan-jalan di tempat
luaran, dengan demikian otot2nya yang sudah kakupun biar
luwes kembali, di samping itu diapun memerlukan hawa
segar!”
Sang Siauw-tan segera mengangguk, kemudian sambil
membimbing Koan Ing untuk bangun berdiri.
Walaupun pada saat ini luka yang diderita Koan Ing sudah
sembuh semua tetapi karena setengah bulan ini terus

menerus dia berbaring membuat badannya pun menjadi amat
lemah, maka sambil mencekal tubuh Sang Siauw-tan dengan
perlahan-lahan ia berjalan keluar dari dalam ruangan tersebut.
Kiranya pada saat ini mereka berada di atas loteng,
pemandangan yang ada di hadapannya adalah sebuah sungai
besar yang berliku2, disisi kiri kanannya tumbuhlah
pepohonan nan hijau, kaadaannya jauh berbeda dengan
pemandangan sewaktu berada di daerah Tibet serta tanah
salju.
“Siauw-tan! sekarang kita berada dimana?” tanyanya
sambil manarik napas panjang.
“Coba kau tebak!”
Sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat pemuda itu
memandang sekejap ke sekeliling tempat itu lalu ujarnya,
“Sungai yang kelihatan ini tentunya sungai Tiang Kang, jika
ditinjau dari gunung yang ada dikedua belah sampingnya aku
kira tempat ini pastilah selat Sam Shia, apa betul?”
Sang Siauw-tan segera tersenyum. “Kita pada saat ini
berada digunung Toa Wu-san, apakah kau sudah lupa dengan
tantangan Sin Ti Lang Coen terhadap ayahku untuk
merasakan kelihayan dari barisan Sang Loo Toa Tin dipuncak
Jien Giok Hong? Dan mulai ini hari masih tinggal tiga hari
saja!”
Koan Ing tersenyum, belum sempat dia mengucapkan
sesuatu mendadak pemuda itu sudah menjerit kaget kiranya
di samping sungai itu terlihatlah olehnya cahaya berdarah
yang berkelebat dengan cepatnya. jika dilihat dari keadaanya
mirip sekali dengan kereta berdarah cuma hanya di dalam
sekejap saja sudah lenyap dari pandangan.
Sang Siauw-tan yang mendengar Koan Ing menjerit
tertahan tak terasa diapun menoleh ke arah sungai.
“Kau sudah melihat sesuatu?” tanyanya.

“Agaknya kereta berdarah, dan hanya di dalam sekejap
saja sudah lenyap tak berbekas!!”
“Kereta berdarah?” seru Sang Siauw-tan sambil
memandang tajam ke arah sungai tersebut,
Sang Su-im yang mendengar perkataan tersebut segera
berjalan mendekat dan memandang ke arah depan.
“Kereta berdarah!!” serunya. “Bagaimana mungkin kereta
berdarah bisa muncul disini sungguh aneh sekali!!
“Tia! apakah kereta berdarah bisa muncul disini?” tanya
gadis itu sambil dengan perlahan menoleh ke arah Sang Suim.
“Memang selama beberapa hari Yaun Si Totiang serta
sijaring emas penguasaha langit sudah memasuki daerah
Tionggoan, sedang Thian Siang Thaysu itu ciangbunjien dari
Siauw-lim-pay pun sudah kembali ke kuil untuk
mempersiapkan delapan ratus lo han tin untuk menghadapi
Yuan Si Tootiang tetapi toosu itu tidak ambil perduli karena
jejaknya masih berkelebat tiada ujuug pangkalnya. Dan oleh
karena perbuatan itu Thian Siang Thaytu terus menyebar
undangan Bu-lim Tiap untuk mengundang seluruh jagoan Bulim
bersama-sama menghadapi Yuan Si Tootiang serta Phoa
ThiaD Coe mungkin sekali apa yang dilihat Koan hian-tit tadi
memang kereta berdarah adanya.”
“Empek Sang! apakah kau mengetahui siapakah majikan
dari kereta berdarah pada saat ini?” tanya pemuda itu tibatiba.
“Aku rasa persoalan ini, adalah persoalan yang ingin
diketahui oleh setiap orang yang ada di kolong langit” sahut
Sang Su-im sambil tertawa.
Baru saja dia selesai berkita mendadak terdengarlah suara
dengusan yang amat dingin berkumandang datang disusul
suara seruan dari sesesorang dengan amat dinginnya;

“Sang Su-im! sungguh pandai kau orang mencari
kesenangan!”
Diantara berkumandangnya suara tersebut tampaklah
sesosok bayangan abu-abu berkelebat naik ke atas loteng,
Koan Ing melihat munculnya orang itu dalam hati merasa
sangat terperanjat sekali.
Karena orang itu mencekal sebuah tombak yang besar
dengan rambut yang sudah pada memutih, orang lain pasti
bukan lain adalah Ciat Ih Toocu dari lautan Timur. Ciu Tong
adanya!
Sang Su-im yang melihat mUnculnya Ciu Tong disana sama
sekali tidak merasa ada diluar dugaan
“OooouuwW.... kiranya kau orang!” Serunya tawar,
Dengan pandangan dingin Ciu Tong segera menyapu
sekejap ke seluruh kalangan, kemudian baru ujarnya dengan
perlahan, “Kau seorang diri berdiam disini dengan tenang,
apakah kau masih tidak tahu kalau Yuan Si Tootiang serta
Phoa Thian-cu dikarenakan hendak mengejar jejak kereta
berdarah sudah pada berdatangan digunung Wu san?”
“Biarlah mereka mau mengejar atau tidak itu kereta
berdarah untuk sementara bukan urusanku,” sahut Sang Suim
cepat. “Karena besok pagi2 aku masih ada urusan dipuncak
Jien Giok Hong untuk menghadapi barisan Seng Loo Toa Tin
dari Sin Ti Langcoen itu pangcu dan Sin Ti Pang!”
Terlihatlah sinar mata Ciu Tong berkelebat dengan tajam,
agaknya dia merasa urusan ini rada berada diluar dugaan.
Pada saat itulah dari bawah loteng kembali berkumandang
datang suara tertawa yang amat keras disusul dengan
munculnya sesosok bayangan manusia yang meloncat naik ke
atas loteng pula.
“Sang-heng selama perpisahan ini apa kau baik-baik saja?”
serunya.

Orang itu bukan lain adalah si dewa telapak dari gurun
pasir Cha Can Hong adanya.
Sang Su-im yang melihat munculnya Cha Can Hong segera
tertawa. “Kiranya kau orang, apakah istri serta putrimu tidak
ikut?” Tanyanya.
“Beberapa hari lagi dia baru tiba disini, tadi aku dengar
orang bilang perkumpulan Sin Ti Pang sudah tiba disini,
suasana kali ini benar-benar sangat ramai, apakah Sang heng
sudah melihat budakku?”
Selesai berkata sinar matanya dengan cepat menyapu
sekejap ke arah Koan Ing.
Koan Ing yang melihat sinar mata orang itu amat tajam
hatinya merasa tergetar keras, karena dari sinar mata Cha Can
Hong ini seolah2 mengartikan kalau Cha Ing Ing lari
dikarenakan dirinya.
“Oooh kau maksudkan Ing Ing? Memang beberapa hari
yang lalu dia masih berada disini, cuma saja secara mendadak
dia lari pergi tanpa pamit.”
“Aaaah.... kalau begitu hatikupun agak tenang kembali,
karena bilamana dia tidak menemukan diriku mungkin akan
balik kembali kemari.”
Ciu Tong yang ada di samping mendadak dengan suara
yang amat dingin, “Eeei.... lebih baik kalian jangan
membicarakan terus soal bocah cilik, lebih baik kita bicarakan
persoalan yang ada dihadapan kita pada saat ini. Karena sejak
Yuan Si Totiang serta Phoa Thian-cu masuk ke daerah
Tionggoan ini hingga kini kita orang tak dapat berbuat sesuatu
apapun terhadap mereka bahkan dimanakah mereka pada
saat ini kita juga tidak tahu”,
“Soal itu mudah sekali diatasi, karena asalkan kita
mendapatkan kereta berdarah itu mereka pasti akan mencari

kita dengan sendirinya,” sahut Cha Can Hong sambil
memandang sekejap sekeliling tempat itu.
Tetapi siapa yang tahu kereta berdarah itu ada dimana?
Bukankah perkataanmu itu sama dengan perkataan kosong
belaka?” seru Ciu Tong tawar.
Sang Su-im yang selama ini berdiam diri lantas ikut buka
mulut,
Mendengar perkataan itu dengan cepat Ciu Tong putar
badannya, dari sepasang matanya memancarkan cahaya yang
amat tajam.
“Dimana?” tanyanya.
“Sekarang sudah pergi jauh, sekalipun aku memberi tahu
padamu juga percuma, apalagi sekarang kita belum tahu
siapakab majikan dari kereta berdarah itu, orang itu bisa
memperoleh kereta berdarah jelas sekali ilmu silatnya pasti
luar biasa sekali.”
“Hmm! Coba kau bilang siapa yang memiliki kepandaian
begitu luar biasa?” Tanya Ciu Tong sambil mengetuk2kan
tongkatnya ke atas lantai loteng.
“Haaaa.... haaa.... haaa.... Ciu heng buat apa kau marah2
sendiri?” seru Cha Can Hong sambil tertawa terbahak-bahak.
“Urusan ini tidak mau kita pusing2 pikirkan lagi, karena nanti
bila sampai pada waktunya pasti kita bisa ketahui sendiri!”
Ciu Tong segera mendengus dan tidak mengucapkan katakatanya
lagi, sepasang matanya dengan tajam memperhatikan
sungai yang ada di hadapannya, agaknya dia bermaksud
hendak mencari dimanakah jejak kereta berdarah itu
sebenarnya.
Cha Can Hong tersenyum kepada Sang Su-im ujarnya lagi,
“Yuan Si Totiang itu jadi orang memang benar-benar kurang
ajar sekali, aku rasa diapun tentu ada di sekeliling tempat ini,

Sang-heng! Bagaimana kalau kau orang mengirim anak buah
untuk mencari tahu jejaknya?”
Belum sempat Sang Su-im menjawab Ciu Tong sudah
mendengus dan menoleh. “Menurut penglihatanku lebih baik
kita bersama-sama berangkat ke gunung Bu-tong-san
bilamana dia tidak suka munculkan diri lebih baik kita
hancurkan saja Bu-tong-pay.”
Baru saja bicara sampai disitu mendadak terdengar suara
seseorang yang amat dingin sudah menyambung, “Aku rasa
kau masih belum berhak untuk berbuat demikian.”
Diantara suara pembicaran itulah tampak sesosok
bayangan manusia berwarna hijau berkelebat naik Ke atas.
Sekali lagi Ciu Tong mendengus dingin, tubuhnya membalik
melancarkan babatannya ke belakang dengan menggunakan
tongkatnya.
Orang berbaju hijau itupan dengan cepat mencabut
pedangnya, diantara berkelebatnya sinar hijau yang
membentuk gerakan setengah lingkaran menekan ke arah
tongkatnya itu.
Sinar mata iblis tua dari lautan Timur itu segera berkelebat
tajam, dalam hati ia merasa amat gusar sekali karena di
hadapannya ternyata ada orang yang berani begitu kurang
ajar dan bernyali untuk melancarkan serangan ke arahnya.
“Turun!” bentaknya gusar....
Mendadak tongkatnya didorong sejajar dada menghajar
tubuh orang berbaju hijau itu. Orang berbaju hijau itu
terkejut, pedangnya dibalik menyambut datangnya serangan
tongkat, inilah jurus Bu-tong Kiam Hoat.
Nama besar Ciu Tong sejajar diantara nama2 empat
manusia aneh sudah tentu tenaga dalam yang dimiliki juga
amat dahsyat, sekalipun dia merasa kaget akan ke dahsyatan
dari ilmu silat orang itu tetapi masih tidak dipikirkan dihati.

Tongkatnya kembali digetarkan ke depan, mendadak
sambil meloncat melancarkan totokan ke arah bagian
lehernya.
“Tiiing....!!” sekalipun tangan kanan dari orang berbaju
hijau itu berhasil mencekal di atas kayu pagar tetapi pedang
yang ada ditangannya kena dipukul lepas juga dari tangannya.
Sebentar kemudian tampaklah seorang lelaki berusia
pertengahan dengan wajah amat terperanjat muncul
dihadapan mereka,
Sang Su-im memandang sekejap ke arah orang itu lalu
tersenyum. “Ooouw.... kiranya sute dari Yuan Si Tootiang,
Koan Yuan Bee adanya!”
Ciu Tong dengan dinginnya mendengus dengan pandangan
menghina dia orang melirik sekejap ke arahnya, Maka dengan
paksakan diri Koan Yuan Bee naik ke atas loteng disertai
wajah jengah karena bagaimanapun juga kesalahannya yang
baru saja dialami benar-benar sangat memalukan sekali.
“Hmm” sakit hati ini hari tentu akan kubalas dikemudian
hari?” serunya dengan rasa malu dan mendongkol.
Selesai berkata dia putar tubuh dan melayang turun ke atas
tanah.
“Haaaa.... haaa.... walaupun selama hiduppun jangan
harap kau bisa berhasil membalas sakit hatimu ini!” teriak Ciu
Tong sambil tertawa terbahak-bahak.
Pada saat itulah....
“Coba lihat, itu kereta berdarah!” Teriak Cha Can Hong
secara tiba-tiba.
Mendengar teriakan tersebut dengan hati tergetar semua
orang pada menoleh kebawah, memang tampaklah kereta
berdarah bagaikan sesosok bayangan dengan cepatnya
berkelebat ke depan kemudian lenyap dari pandangan Ciu

Tong segera menggerakkan badannya melayang kebawah.
dengan tangan mencekal tongkatnya erat-erat bagaikan
seekor burung rajawali menubruk ke bawah loteng.'
Cha Can Hong yang melihat Ciu Tong sudah barangkat
diapun berseru dengan cepat, “Sang-heng, siauwte pun
berangkat lebih dulu.”
Selesai berkata tubuhnya pun melayang sejauh dua puluh
kaki, laksana seekor burung bangau dengan cepatnya
melayang ke bawah dan mengejar dari belakang tubuh Ciu
Tong.
Sang Su-im ragu-ragu sejenak, akhirnya dia pun berseru,
“Siauw-tan! kau temanilah engkoh Ing mu aku akan pergi
sebentar!”
Tubuhnyapun bagaikan seekor rajawali dengan cepatnya
berputar ditengah udara kemudian meluncur ke dalam hutan,
diantara berkelebatnya bayangan hijau hanya di dalam
sekejap saja sudah lenyap dari pandangan.
Koan Ing menghembuskan napas lega lalu memandang ke
arah Sang Siauw-tan gadis tersebut, hanya di dalam sekejap
saja loteng yang semula amat ramai itu kini tinggal mereka
berdua,
“Apa yang hendak dilakukan oleh kereta berdarah itu?”
pikirnya dihati.
Bilamana bukannya dia baru saja sembuh dari sakitnya
mungkin dia sendiripun akan ikut melakukan pengejaran.
Sang Siauw-tan agaknya mengerti apa yang sedang
dipikirkan pemuda itu, maka dia tersenyum. “Engkoh Ing, mari
kita masuk saja kedalam, kau harus banyak beristirahat agar
kesehatanmu bisa lekas pulih kembali!!”
Dengan sangat berterima kasih Koan Ing tersenyum dan
mengangguk.

Demikianlah mereka berdua pun lantas masuk ke dalam
kamar, setelah menutup pintu dan jendela Koan Ing mulai
duduk bersila untuk melakukan latihannya.
Entab lewat beberapa saat lamanya sewaktu dia selesai
berlatih tenaganya pun sudah pulih kembali, maka sambil
tersenyum dia segera membuka matanya.
Waktu itu keadaan di dalam ruangan itu remang2 karena
hanya diterangi dengan dua buah lilin saja, sedangkan Sang
Siauw-tan lagi berjalan bolak-balik dengan amat cemas.
“Siauw-tan! jam berapa sekarang?” tanya pemuda itu
kemudian sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat.
“Ooouw.... kau sudah bangun, sekarang sudah tengah
malam” sabut gadis itu sambil menoleh.
Koan Ing jadi melengak, belum sempat dia mengucapkan
sesuatu Sang Siauw-tan sudah menyambut kembali, “Tia
bilang dia cuma pergi sebentar tetapi sampai sekarang masih
tak ada sedikit beritanya entah apa yang sudah mereka temui?
Kenapa mereka tidak juga pulang?”
Koan Ing menghela napas, diapun termenung berpikir
sebentar kemudian baru turun dari alas pembaringan,
membuka pintu dan berjalan keluar.
Bintang tersebar memenuhi seluruh angkasa sinar
rembulan menerangi seluruh jagat suasana amat sunyi sekali
kecuali tiupan angin malam yang menderu-deru serta
gulungan ombak yang keras, sedikitpun tidak tampak
bayangan manusia lain.
Dengan perlahan Sang Siauw-tan berjalan mendekati
samping tubuh pemuda itu dan berdiri bersama-sama.
“Siauw-tan, mungkin empek Sang sudah mengejar amat
jauh sehingga tidak sempat pulang lagi,” ujar Koan Ing sambil
mencekal tangan gadis itu kencang-kencang. “Kau tidak usah

kuatir dengan kepandaian silat yang dimiliki empek Sang tidak
bakal dia orang tua menemui kesulitan!”
Sang Siauw-tan tersenyum dan dengan perlahan
menundukkan kepalanya rendah-rendah tadi hatinya kacau
dan murung berhubung tak ada yang menemani dirinya, kini
setelah Koan Ing sadar kembali diapun tidak usah merasa
kuatir lagi.
Koan Ing mengalihkan pandangannya keluar loteng lalu
ujarnya sambil tertawa, “Pemandangan di tempat ini sungguh
indah sekali, bilamana ada suatu hari kita berdua bisa berdiam
disini sungguh menyenangkan sekali!!”
Dengan perlahan Sang Siauw-tan menundukkan kepalanya
semakin rendah lagi, lama sekali dia baru angkat kepalanya
dan memandang ke arah pemuda itu dengan hati yang amat
girang.
Empat mata bertemu jadi satu membuat hati berdebar,
lama sekali tak seorang pun diantara mereka yang
mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak ditengah suara tertawa panjang yang amat
nyaring tampaklah sesosok bayangan hijau berkelebat naik ke
atas loteng. Sang Siauw-tan yang mendengar suara itu
hatinya jadi bertambah kegirangan.
“Tia! kau baru kembali?” teriaknya sambil melepaskan
tangannya dari cekalan pemuda tersebut.
Begitu tubuh Sang Su-im melayang naik ke atas loteng
sambil tersenyum dia menyapu sekejap ke arah dua orang
anak muda itu.
“Mungkin kau masih tidak ingin aku kembali pada saat ini
bukan?” godanya.
Seketika itu juga wajah gadis itu berubah jadi merah
jengah.

“Tia, kau bergurau lagi. dimana paman Cha sekalian?
Kenapa mereka tidak ikut kemari?” serunya.
“Mereka entah sudah pergi kemana,” sahut Sang Su-im
sambil tertawa keras. “Aku cuma melihat kereta berdarah itu
menuju ke sebelah Timur, aku lantas mengejar kesana, siapa
sangka sekalipun sudah mengejar sampai saat inipun tanpa
mendapat hasil apa-apa!”
Selesai berkata dia tertawa, agaknya ia sedang
mentertawakan akan ketidak becusan dari dirinya.
Pada saat itulah dari luar loteng kembali berkumandang
datang suara yang amat dingin dan nyaring,
“Sang pangcu kiranya kau ada disini, sungguh tidak
kusangka duuia benar-benar amat sempit dimanapun kita
selalu berjumpa!”
Ditengah suara teriakannya itu tampaklah sesosok
bayangan putih bagaikan segulung kabut dengan cepatnya
melayang naik ke atas loteng itu.
Orang itu bukan lain adalah Sin Hong Soat-Nie adanya,
Koan Ing yang melihat ni-kouw itu memandang ke arahnya
dengan pandangan tajam hatinya lantas merasa rada berdesir.
“Ooouw....! kiranya Soat-nie adanya apakah selama ini kau
baik-baik saja?” seru Sang Su-im sambil tertawa....
“Ehmm! sejak memasuki daerah Tionggoan hingga kini
terus-menerus pinnie mengejar jejak dari Yuan Si Tootiang
beserta kereta berdarah itu tetapi selama ini tak ada sedikit
beritapun yang berhasil aku dapatkan, baru pada waktu ini
pinnie dengar kereta berdarah itu muncul kembali disini
mungkin sebentar lagi Thian Siang Thaysupun bakal tiba
disini!!”
Sang Su-im menarik napas panjang-panjang dan tertawa.
“Walaupun tadi akupun ikut mengejar kereta berdarah itu
tetapi tak mendapatkan hasil apa?, tetapi sinnie tidak usah

kuatir cayhe sudah perintahkan anak murid perkumpulanku
untuk memeriksa jejak musuh pada daerah sekitar lima ratus li
di sekeliling tempat ini!!”
“Sang Pangcu!!” ujar Sin Hong Soat-nie tiba-tiba. “Aku ingin
meminjam semacam barang dari Sang Pangcu entah sukakah
kau orang mengabulkannya?”
“Soat-nie kenapa kau harus berlaku sungkan? Bilamana
mau pinjam sesuatu katakanlah biar aku mengambilkannya
buat Soat-nie!!”
Dengan perlahan Sin Hong Soat-nie menyapu sekejap ke
arah ketiga orang itu kemudian ujarnya:
“Kalau begitu akan harus mengucapkan terima kasih dulu
kepada Sang Pangcu, karena aku ingin membawa Koan Ing
pergi dari sini!” katanya.
Sang Su-im yang mendengar perkataannya ini jadi
melengak dibuatnya, dia sama sekali tidak menyangka kalau
Sin Hong Soat-nie menghendaki diri Koan Ing.
Sewaktu ada di lembah Chiet Han Kok tempo hari Sin Hong
Soat-nie memang sudah menginginkan Koan Ing, tapi
berhubung waktu itu semua orang sedang berada ditepi maut
maka urusan ini tidak diungkat kembali, tapi sekarang
keadaan sudah aman ternyata kembali dia hendak
mendapatkan diri Koan Ing, maka jika dilihat dari sikap Sin
Hong Soat-nie ini agaknya dia bermaksud kurang baik
terhadap pemuda itu
“Soat-nie! maaf di dalam urusan ini aku tidak sanggup
untuk melaksanakannya!” serunya kemudian sambil tertawa.
“Bilamana diantara Soat-nie dengan Koan Ing benar-benar ada
sesuatu yang kurang beres lebih baik kau mencari aku orang
saja. buat apa kau harus begitu ngotot untuk mendapatkan
dirinya? Bukankah dia cuma seorang boanpwee saja?”

“Heeeee.... heeeee.... aku rasa Sang pangcu tidak ingin
bentrok dengan aku karena soal Koan Irg bukan?” Seru si nikouw
tua itu dengan dingin. “Koan Ing sudah membohongi
angkatan tua bahkan memancing anak muridku Cing It untuk
menuruni puncak Sun Li Hong bahkan sampai kini jejaknya
tidak ketahuan. Sang pangcu! apakah kau masih ingin
melindungi orang yang terang-terangan bersalah?”
Koan Ing yang berdiri di samping pada saat ini sudah tidak
kuat untuk menahan sabarnya lagi, maka tiba-tiba ujarnya,
“Aku Koan Ing merasa yakin belum pernah menipu Soat-nie,
sedangkan mengenai Cing It suci, dia sendiri turun tangan
atas kemauan sendiri, apa hubungannya dengan diriku? tempo
hari akupun pernah bergebrak sekali dengan dirinya, apakah
hal ini bisa dikatakan sebagai melarikan muridmu?”
“Hmm! pada saat ini apa kau kira merupakan waktumu
untuk ikut berbicara?” bentak nikouw itu gusar.
“Soat-nie!!” sambung Sang Su-im pula dengan wajah
serius. “Suhu maupun supek dari Koan Ing sudah pada
meninggal dan kita sebagai orang-orang Bu-lim yangan kata
sama bersama-sama dengan mereka masih mau
menggunakan kedudukan kita untuk menganiaja seorang
boanpwee yang masih muda.”
Mendengar kata-kata yang pedas itu air muka Sin Hong
Soat-nie segera berubah hebat, ujung baju tangan kanannya
segera dikebutkan ke depan.
“Baik!” teriaknya kemudian. “Kalau kau orang masih juga
membelai bangsat cilik itu akupun ingin sekali minta pelajaran
beberapa jurus ilmu jari “Han Yang Ci” mu yang sudah pernah
menggetarkan duma kangouw!!”
Sang Su-im yang mendengar Sin Hon Hoat Nie menantang
dirinya untuk bergebrak dia lantas kerutkan alisnya rapatrapat,
la u tertawa tawar. “Ooooouw.... jadi Soat-nie
bermaksud untuk memberi pelajaran kepada cayhe dengan

ilmu pedang Sian Thian Kiam Khie-mu itu? Baik.... baiklah, aku
akan menuruti keinginanmu!”
Sin Hong Soat-nie yang melihat dia orang sudah menerima
tantangan maka sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat
dengan perlahan mencabut keluar pedangnya,
Ditengah kegelapan itu tiba-tiba berkumandang datang
suara tertawa yang amat keras sekali diiringi dengan
munculnya sesosok bayangan manusia diantara kedua orang
itu.
Begitu tubuhnya mencapai lantai loteng tersebut serunya
dengan suara yang amat keras, “Buat apa kalian bergebrak
sendiri? jejak dari Yuan Si Tootiang sudah aku dapatkan!”
Baik Sin Hong Soat-nie maupun Sang Su-im segera
merasakan hatinya tergeta keras, ketika dongakkan kepalanya
tampaklah orang itu bukan lain adalah Ciu Tong yang berdiri
disana sambil mencekal tongkatnya.
Walaupun Ciu Tong tertawa terbahak-bahak tiada hentinya
tetapi dari sinar matanya berkilas nafsu membunuh yang
semakin menebal.
Pada saat ini Sin Hong Soat-nie tidak memperdulikan lagi
bentrokannya dengan Sang Su-im, buru-buru tanyanya, “Saat
ini Yuan Si Tootiang ada dimana?”
Sinar mata yang mengandung nafsu membunuh berkelebat
tiada hentinya dari mata Ciu Tong. terdengarlah dia
mendengus dingin. “Saat ini Cha Loo-te lagi mengawasi gerakgeriknya,
aku takut dia tidak sabaran maka sengaja
memberitahukan soal ini kepada kalian, kali ini kita harus
hancurkan dirinya dari muka bumi!”
Perlahan-lahan Sang Su-im pun menarik napas panjangpanjang,
dia tahu kedahsyatan dari tenaga dalam yang dimiliki
Yuan Si Tootiang jauh berada di atas mereka berempat, dia
tahu bilamana serangannya kali ini meleset maka dikemudian

hari toosu dari Bu-tong-pay itu pasti akan semakin berhati-hati
lagi.
“Apakah sijaring emas penguasa langit Phao Thian Coe
juga ada disana?' tanyanya kemudian.
Cuma Yuan Si Tootiang seorang, agaknya diapun datang
kemari karena mangejar kereta berdarah itu. sebetulnya kami
berdua bisa untuk menahan dirinya tetapi bilamana dia
bermakSud untuk melarikan diri maka tiada orang yang bisa
menghalanginya, karena iTu aku Khusus datang kemari untuk
beritahukan urusan ini kepada kalian, ini hari juga kita harus
hancurkan dirinya.”
“Bagus, mari kita segera berangkat!” seru Sin Hong Soatnie
dengan cepat.
Sinar mata Ciu Tong berputar setelah itu sekali enjotkan
badannya dengan cepat dia sudah meluncur ke depan disusul
oleh Sin Hong Soat-nie serta Sang Su-im dibelakangnya.
Koan Ing pun dengan cepat mencekal sarung pedang Kiemhong-
kiamnya lalu kepada Sang Siauw-tan serunya, “Siauwtan,
mari kitapun pergi!”
Sang Siauw-tan melirik sekejap ke arah pemuda tersebut
sewaktu dilihatnya dia telah sembuh banar2 segera
mengangguk.
Dengan cepatnya kedua orang itupun melayangkan
tubuhnya kebawah lalu berlari mengejar ke arah tiga orang
semula.
Tetapi beberapa saat kemudian mereka berdua sudah
kehilangan jejak dari mereka bertiga, hal ini membuat Koan
Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia bingung
harus kemanakah pergi mencari jejak orang-orang itu.
Waktu itu hari sudah terang, Koan Ing lantas termenung
berpikir sebentar, “Empek Sang berkata kalau kereta berdarah
menuju ke Timur, baiknya kitapun lari ke sebelah Timur saja!”

Sang Siauw-tan pun waktu itu tak ada pendapat, pemuda
tersebut tiba-tiba berkelebat ke sebelah Timur maka diapun
dengan cepat mengikutinya dari samping.
Kurang lebih dua lie jauhnya mereka berlari tapi apapun
tidak kelihatan, Koan Ing mulai merasakan hatinya rada
cemas, sambil menarik napas panjang-panjang matanya mulai
menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu.
Mendadak dia menjerit kaget, karena sinar matanya
terbentur dengan sebuah jaring merah yang amat besar dan
tergantung pada dahan pohon disebelah kiri, bukankah jaring
itu merupakan pertanda dari orang-orang lembah Chiet Han
Kok?
Ooo)*(ooO
Bab 43
DALAM HATI Koan Ing benar-benar merasa amat
terperanjat. dia sama sekali tak menyangka kalau dia orang
bukannya berhasil mendapatkan Sang Su-im sekalian
sebaliknya malah sudah masuk ke dalam perangkap musuh.
Sinar matanya kembali menyapu sekejap ke sekeliling
tempat itu, suasana amat sunyi sekali tak kedengaran sedikit
suarapun entah orang-orang dari lembah Chiet Han Kok itu
sengaja tidak menampakkan diri atau kalau memang tidak ada
orang disana.
Sang Siauw-tan sesudah menyapu sekejap keadaan di
sekeliling tempat itu lalu ujarnya dengan perlahan, “Kalau
betul-betul mereka memasang jebakan disini tentunya saat ini
mereka telah menemukan kita, tetapi kenapa mereka tidak
juga munculkan dirinya? Apakah mereka lagi memancing
ayahku supaja masuk ke dalam jebakan ini pula?”
Tiba-tiba di dalam benak pemuda itu berkelebat satu
ingatan. “Apakah mungkin orang-orang lembah Chiet Han Kok
sengaja memasang jebakan disini memusnahkan kita semua?”

“Aku rasa ada kemungkinan mereka sengaja berbuat
demikian untuk membendung kekuatan dari perkumpulan
Tiang-gong-pang kita!” ujar Sang Siauw-tan setelah
termenung berpikir sebentar.
Selesai berkata tangan kanannya diajunkan ke depan,
sebatang anak panah berapi dengan cepat meluncur ke atas
udara dan meledak tiga kali. Inilah tanda penyerangan yang
dikirim gadis tersebut kepada anak buahnya.
Begitu anak panah itu meledak dari dalam hutan itu segera
terdengarlah suara yang amat gaduh sekali tapi sebentar
kemudian sudah menjadi tenang kembali.
Diam-diam Koan Ing merasa hatinya berdesir, karena
ditinjau dari suasana yang sangat gaduh itu dia bisa menerka
kalau di dalam hutan pada saat ini sudah barsembunyi kirakira
seratus orang banyaknya, tempat itu pastilah sarang
kekuatan dari orang-orang lembah Chiet Han Kok.
Entah bagaimanakah jadinya bilamana pasukan dari
perkumpulan Tiang-gong-pang sudah tiba disini? Tapi yang
aneh walaupun mereka sudah mengirim tanda bahaya kenapa
tak seorangpun dari lembah Chiet Han Kok yang keluar dan
mencari mereka?
Sewaktu dia lagi berpikir sampai disitulah tiba-tiba dari
dalam hutan terdengarlah suara ringkikkan kuda yang
memanjang.
Koan Ing merasa amat terkejut, bukankah itu suara
ringkikkan kuda dari kereta berdarah? jelas orang-orang dari
lembah Chiet Han Kok sengaja mengatur jebakan di tempat ini
bukannya ditujukan pada mereka melainkan terhadap kereta
berdarah ini tidak aneh kalau orang-orang tersebut tidak
mengambil tindakan apapun terhadap dirinya.
Suara berputarnya roda itu bergema semakin santar, dan
dari arah sebelah kanan muncullah sebuah kereta yang
dengan cepatnya menerjang datang.

Dari tengah hutanpun segera berkumandang suara yang
amat gaduh sekali diiringi dengan suara desiran anak panah
yang amat santar menghajar ke arah keempat ekor kuda
kereta itu.
Koan Ing yang melihat kejadian itu merasa amat
terperanjat, buru-buru dia menarik tangan Sang Siauw-tan
untuk menyingkir kesamping.
“Plaak....!!” dari dalam kereta itu muncullah sebuah cembuk
panjang yang dengan amat cepatnya menyapu seluruh anak
panah yang menyambar ke arahnya, dan kereta itu tidak
menghentikan gerakannya lagi dan langsung menerjang
keluar.
“Lepaskan jaring!!” tiba-tiba terdengar suara bentakan yang
amat keras bergema keluar dari dalam hutan.
“Braak....!” dari seluluh penjuru hutan tersebut segera
tersebarlah berpuluh-puluh buah jaring berwarna merah yang
seketika itu juga mengurung kereta itu di-tengah-tengah, jelas
kalau siasat ini diatur khusus untuk menghadapi kereta
berdarah tersebut.
Koan Ing yang melihat siasat dari orang-orang Lembah
Chiet Han Kok itu ternyata benar-benar amat lihay dan
sempurna dalam hati merasa rada berdesir juga.
Kembali kereta berdarah itu deugan cepatnya melanjutkan
terjangannya ke depan cambuk panjang yang menyambar
keluar dari dalam kereta membentuk setengah lingkaran
ditengah udara lalu dengan cepatnya menghajar sebuah jaring
merah yang mengancam keretanya,
Koan Ing menarik napas panjang-panjang, dia tahu
kedahsyatan dari ilmu silat yang dimiliki orang di dalam kereta
berdarah itu benar-benar luar biasa sekali sukar dibajangkan,
bilamana bukannya melihat dengan mata kepala sendiri
mungkin dirinya tidak bakal mampercayainya. Dan menurut

pandangannya tenaga dalam orang itu tidak berada di bawah
tenaga dalam si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong.
Begitu jaring merah itu kena dipukul miring ke samping dari
dalam hutan segera berkumandang keluar suara bentakan
yang amat keras disusul munculnya tiga sosok bayangan
manusia ke depan.
Dengan cepatnya tiga jaring merah di sebarkan pula keluar,
satu menutup jalan maju dari sang kereta sedang yang dua
berebut mengurung kereta berdarahnya sendiri. Bersamaan
waktu itu pula anak panah meluncur keluar laksana hujan
deras.
Dari dalam kereta berdarah itu segera terdengarlah suara
dengusan yang amat dingin disuiul suara cambuk yang
dihajarkan ke atas kudanya, ditengah suara ringkikan yang
memanjang segulung hawa pukulan yang tak berwujud
dengan cepatnya memukul jatuh seluruh anak panah yang
mengancam kereta.
Cambuk panjang itupun berkelebat ditengah udara
menggulung dua buah jaring merah yang mengurung ke
arahnya kemudian dengan sedikit cambuk tersebut
disentakkan maka jaring serta jagoannya kena dilemparkan
ketengah udara.
Koan Ing yang melihat kejadian itu merasa hatinya
berdebar-debar keras, dia merasa kuatir terhadap
keselamatan dari orang yang ada di dalam kereta berdarah itu
ditengah kurungan anak panah yang begitu santar ditambah
lagi dengan kepungan jago-jago lihay, walaupun dia memiliki
kepandaian silat yang amat tinggipun belum tentu bisa
meloloskan diri dari sana.
Siapakah sebetulnya penghuni kereta berdarah itu?
Kepandaian silatnya benar-benar luar biasa tingginya karena
hanya dengan menggunakan sebuah cambuk ternyata dapat
menghadapi jaring-jaring raksasa yang mem bikin orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
orang Bu-lim merasa kepalanya pusing itu dengan demikian
mudahnya, hal itu benar-benar luar biasa sekali!!!
Anak panah tiada hentinya menyambar ke depan
mengurung seluruh kereta itu yang membuat kereta berdarah
seketika itu juga berhenti bergerak.
Cambuknya kembali dikebutkan ke depan menyapu jatuh
anak panah yang mengurung keretanya itu dan tali les
kudanya ditarik membalikkan kereta berdarah itu meluncur ke
arah Koan Ing serta Sang Siauw-tan berada.
Melihat kereta itu menerjang ke arahnya Koan Ing jadi
amal terparanjat, buru-buru ia menarik tangan Sang Siauw-tan
untuk menyingkir kesamping.
Kali ini anak panah itu berubah arah meluncur ke arah
Koan Ing berdua, pemuda itu jadi gusar maka dengan cepat
dia mencabut keluar pedang Kiem-hong-kiamnya yang
kemudian dengan cepatnya menyapu jatuh anak panah yang
mengancam tubuh mereka berdua itu.
Ditengah suara ringkikan kuda yang amat keras itu kembali
kereta berdarah itu menerjang ke depan.
Cambuk panjang yang muncul dibalik kereta kembali
melayang ketengah udara menyambar kesana kemari dengan
dahsyat.
“Lepaskan panah berapi!!!” dari tengah hutan kembali
terdengar suara bentakan keras.
Baru saja dia menutup mulut dari empat penjuru
bermunculan anak panah berapi yang dengan cepatnya
meluncur ke arah keempat ekor kuda beserta kereta berdarah
itu.
Orang yang ada di dalam kereta segera membentak gusar,
empat ekor kudanya disenkkan sehingga meloncat ke atas
bersamaan itu pula kereta berdarah itupun terangkat oleh

tenaga sedotan dari jagoan tersebut sehingga melayang
setinggi dua kaki lebih.
“Blaam!!” Keempat ekor kuda itu dengan cepatnya berhasil
melangkahi jaring merah itu sedang keretanya sendiri dengan
tepat menindihi jaring merah tersebut.
Suara bentakan segera bergema memenuhi seluruh
angkasa, berpuluh-puluh orang berkerudung dari lembah Chiet
Han Kok bermunculan mencegat kereta berdarah itu. Agaknya
mereka telah mengambil keputusan untuk mendapatkan
kereta tersebut walaupun dengan menggunakan cara apa pun,
Cambuk panjang kembali digetarkan di tengah udara
sehingga terdengar suara ledakan yang amat keras, jelas
sekali kalau orang yang ada di dalam kereta itu sudah dibuat
gusar sehingga menggerakkan nafsu membunuhnya.
“Tunggu sebentar!” Tiba-tiba terdeagar suara yang amat
nyaring bergema datang.
Para jago yang siap melancarkan serangan itu segera
menghentikan gerakannya sedang orang yang ada di dalam
kereta itu pun tidak menggubris sama sekali, kereta berdarah
segera dihentikan sedang cambuk yang ada ditengah
udarapun ditarik kembali.
Seorang manusia berkerudung dengan mencekal sebuah
jala emes dengan langkah yang perlahan muncul dari balik
hutan.
Sekali pandang saja Koan Ing bisa mengenali kalau dia
bukan lain adalah Kokcu dari lembah Chiet Han Kok, sijaring
emas penguasa langit Phoa Thian-cu adanya, agaknya pada
saat ini dia bermaksud untuk turun tangan menghadapi sendiri
pemilik kereta berdarah tersebut.
Dari mata Phoa Thian-cu segera terlihat memancarkan
cahaya yang amat tajam, dan kepada orang yang berada di
dalam kereta berdarah itu ujarnya, “Saudara, sungguh

dahsyat sekali kepandaian silat yang kau miliki! tetapi kenapa
tidak suka kau orang unjukkan wajah aslimu?”
“Kau sendiri kenapa mengenakan karung juga pada
wajahmu? Kau orang sendiri tidak suka memperlihatkan
wajahmu buat apa aku perlihatkan diri?” sahut orang yang ada
di dalam kereta itu dengan berat.
Sijaring emas penguasa langit Phao Thian Coe segera
dongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak.
“Haaa.... haaa.... selamanya kami orang-orang lembah
Chiet Han Kok paling pantang memperlihatkan wajah sendiri
terhadap orang lain, lalu siapakah kau sendiri? Kami orangorang
Bu-lim tidak pernah mengetahui adanya manusia
semacam dirimu.”
“Hmm! urusan yang belum kau ketahui masih terlalu
banyak, akupun kini mengetahui kalau maksudmu hanya pada
kereta bardarah ini, tetapi aku rasa kau masih terlalu jauh
untuk punya pikiran semacam ini lebih baik lebih cepatlah
menyingkir!!”
Selama puluhan tahun ini sijaring emas penguasa langit
Phoa Thian-cu selalu menganggap kepandaian silatnya adalah
nomor satu di kolong langit, ternyata kini mendengar orang
yang ada di dalam kereta berdarah itu sedemikian rendahnya
menghina dirinya dalam hati merasa amat gusar sekali.
“Sungguh besar sekali omonganmu,” dengusnya murka.
“Ini hari aku Phoa Thian-cu kepingin melihat siapakah
sebetulnya kau orang, dan seberapa tinggi kepandaian silatmu
sehingga berani begitu congkak.”
“Heeeee.... heeee.... bagus, bagus sekali, kalau begitu kita
menggunakan taruhan menang kalah kita untuk menentukan
milik siapakah akhirnya kereta berdarah ini!”

“Kau jangan bermimpi. sekalipun kau menang kereta
berdarah ini herus ditinggalkan disini!” teriak Phoa Thian-cu
dingin.
Selesai berkata tubuhnya dengan cepat menerjang ke
depan, jaringan emasnya segera disebarkan ke depan
mengurung kereta berdarah itu.
Sewaktu mendengar perkataan terakhir dari Phoa Thian-cu
ini, orang yang ada di dalam kereta berdarah segera
memakinya, “Bangsat, kau sungguh tak punya malu!”
Sekali lagi cambuknya dikebutkan ke depan, dengan
menimbulkan suara desiran yang amat tajam menyapu ke
arah Phoa Thian-cu.
Sinar mata Phoa Thian-cu berkelebat tiada hentinya,
walaupun kepandaiannya yang dimilikinya amat tinggi tetapi
diapun sudah melihat bagaimana luar biasanya kepandaian
silat yang dimiliki orang itu maka tanpa terasa hatinya sudah
menaruh tiga bagian rasa jerinya.
Dan tangan kanannya dengan cepat digetarkan menarik
kembali jaring emas itu menjadi segulung tali emas, ditengah
babatan ke depan jaring emas itu kembali membentang
mengurung ruangan duduk dari kereta berdarah itu.
“Hmm! Lumajan juga ilmu silatmu!” ejek orang itu dingin.
Cambuknya ditarik ke belakang dan dengan tepat
menangkis datangnya jaringan tersebut. Sijaring emas
penguasa langit Phoa Thian-cu yang melihat orang yang ada
di dalam kereta berdarah tersebut hanya di dalam satu jurus
sudah berani menangkis jaring emasnya dengan cambuk
tersebut dalam hati semakin gusar sinar matanya berkelebat
tiada hentinya. kembali jaring itu dilemparkan ketengah udara.
Cambuk panjang yang ada di dalam kereta berdarah itu
kembali menggetarkan cambuknya ditengah udara dengan
membentuk gerakan setengah lingkaran busur.

Cambuk dan jaringan bergetar ditengah udara, mendadak
terasalah serentetan cahaya terang menyambar ke arah Phoa
Thian-cu.
Dari sepasang mata sijaring emas penguasa langit itu
memancarkan cahaya yang berapi2, walaupun Koan Ing tak
dapat melihat bagaimanakah wajahnya tetapi dalam hati bisa
menebak kalau pada saat ini wajahnya tentu sudah berubah
merah padam.
Rentetan cahaya itu dengan perlahan bergerak ke depan,
tiba-tiba Phoa Thian-cu membentak gusar, jaring emasnya
ditariknya ke belakang sedang sepasang kakinya dengan cepat
melancarkan tendangan ke arah tanah sehingga debu pada
beterbangan memenuhi angkasa.
Koan Ing yang melihat kejadian ini segera merasakan
hatinya amat terperanjat karena walaupun keadaan Phoa
Thian-cu kepepet tetapi ilmu tennga dalam meminjam benda
melancarkan pukulannya ini benar-benar luar biasa sekali dan
tidak malu apa bila disebut sebagai seorang jagoan kelas
wahid.
Walaupun begitu tetapi yang jelas di dalam bentrokannya
kali ini dia sudah menemui kekalahan.
Dengan gusarnya ia mendengus, jaring emasnya sekali lagi
disebarkan ke depan. sasaran yang dituju bukannya orang
yang ada di dalam kereta itu melainkan keempat ekor kuda
yang ada di depan.
Terdegarlah orang yang ada di dalam kereta berdarah itu
mendengus dingin. cambuk panjangnya bergerak setengah
lingkaran busur ditengah udara kemudian laksana seekor naga
beracun dengan cepatnya menyapu leher Phoa Thian-cu.
Dia orang bukannya menolong sang kudanya melainkan
malah melancarkan serangan ke arah leher Phoa Tbian Coe,
hal ini membuat sijaring emas penguasa langit jadi kelabakan

yang terpaksa harus menarik kembali jaring emasnya untuk
menolong diri sendiri dan menangkis cambuk tersebut.
Hanya di dalam sekejap saja puluhan jurus sudah berlalu
dengan cepatnya walaupun kepandaian silat yang dimiliki oleh
orang di dalam kereta itu jauh lebih lihay dari Phoa Thian-cu
tetapi disebabkan tempatnya terbatas ditambah pula Phoa
Thian-cu sebentar menyerang ke dalam kereta sebentar
menyerang sang kuda itu membuat keadaan mereka
berduapun jadi seimbang.
Koan Ing adalah seorang jagoan muda yang memiliki
pengetahuan amat luas, tetapi sewaktu melihat berkelebatnya
cambuk dari orang di dalam kereta berdarah itu hatinya
merasa kebingungan juga, dalam hatinya sama sekali tak
berhasil menebak dari aliran manakah jurus-jurus
serangannya itu? Dan siapakah orangnya? .
“Engkoh Ing, mari kita pergi sana!” tiba-tiba Sang Siauwtan
menegur.
Koan Ing jadi sadar kembali dari rasa terkejutnya, karena
kini mereka berdua masih berada di dalam kepungan orangorang
lembah Chiet Han Kok. bilamana menang kalah berbasil
ditemukan apakah waktu itu masih ada kesempatan buat
mereka berdua untuk melarikan diri?.
Maka dengan perlahan ia mengangguk, walaupun begitu
dalam hati masih merasa amat sayang sekali karena
pertempuran yang sedang berlangsung ini merupakan satu
pertempuran yang benar-benar luar biasa dan jarang sekali
terjadi di dalam Bu-lim.
Tak terasa lagi kembali dia melirik sekejap ketengah
kalangan. Tetapi karena pandangannya inilah membuat
pemuda tersebut merasa amat terperanjat, kiranya pada saat
ini cambuk dari orang yang ada di dalam kereta berdarah itu
sedang melancarkan serangannya menembusi jaring emas
mengancam alis Phoa Thian-cu.

Bukankah jurus ini adalah jurus “Hwee Kong Ci Thian” dari
“Hiat Hoo Sin Pian” ajaran si manusia tunggal dari Bu-lim
sesaat menjelang kematiannya? terhadap jurus serangan ini
dia sangat hapal sekali karena tempo dulu ia pernah
memikirkan hendak menggunakan jurus ini untuk
memecahkan jaring raksasa dari lembah Chiet Han Kok, cuma
sayang waktu itu tenaga dalamnya tidak memadahi sehingga
tidak dapat ia lakukan, tidak disangka ini hari jurus serangan
tersebut bisa digunakan orang lain di hadapannya.
Dalam hatinya semakin lama semakin terkejut bercampur
curiga, akhirnya dia bersuit nyaring dan tubuhnya mendadak
melayang ketengah udara kemudian menerjang ke arah kereta
berdarah tersebut.
Pedang kiem-hong-kiam ditangannya dengan membentuk
serangkaian sinar tajam menyapu ke arah horden tersebut,
karena dalam hati dia bsrmaksud untuk mengetahui siapakah
manusia misterius yang ada di dalam kereta berdarah itu.
Tindakan yang dilakukan oleh Koan Ing benar-benar berada
diluar dugaan semua orang, agaknya mereka semua tidak
menyangka kalau Koan Ing bisa melancarkan terjangannya
secara tiba-tiba ke arah kereta itu.
Orang misterius yang berada di dalam kereta berdarah
tersebutpun agaknya merasa rada ada diluar dugaan dengan
kejadian ini, dan yang sebetulnya ia lagi melancarkan
serangan-serangan gencar melawan Phoa Thian-cu tetapi
dengan adanya kejadian ini gerakannya jadi rada merandek
sedang Phoa Thian-cu sendiripun dibuat tertegun.
Sewaktu semua orang dibuat melongo-longo itulah pedang
kiem-hong-kiam dari pemuda tersebut sudah mencapai pada
horden kereta tersebut.
Orang yang ada di dalam kereta itu segera mendengus
dingin, segulung serangan jari yang amat santar dengan

cepatnya meluncur keluar manghajar bagian leher dari diri
Koan Ing.
Koan Ing segera merasakan hatinya berdesir, pada saat
yang sangat kritis ini tubuhnya buru-buru melompat mundur
ketengah udara, ujung kakinya menutul tubuh sang kuda
kemudian sekali lagi menerjang ke arah dalam kereta.
Cambuk panjang dari orang itu segera dikibaskan ke depan
menggulung lengan kanan pemuda itu.
Kecepatan gerak dari serangannya sedikit pun tidak
memberi kesempatan bagi Koan Ing untuk menyingkir, Koan
Ing segera balas kebaskan pedang kiem-hong-kiamnya ke
depan sedang ujuug kaki kanannya menutul permukaan
kereta dan berdiri tegak tak bergerak, dan dengan tepatnya
dia berhasil menghindarkan diri dari serangan cambuk itu.
Cambuk panjang itu dengan cepat membentuk bungabunga
cambuk ditengah udara kemudian dihantamkan ke atas
tubuh sang kuda, diantara suara ringkikan yang keras kereta
berdarah kembali menerjang ke depan.
Dikarenakan kedatangan Koan Ing, maka Phoa Thian-cu
jadi tertutup pandangannya, kini melihat kereta berdarah itu
bermaksud hendak menerjang pergi maka dengan gusarnya
lantas membentak dengan keren, “Kau ingin pergi kemana
lagi?”
Tubuhnya dengan cepat menubruk ke depan sedang jaring
emasnya segera ditebarkan ke arah empat ekor kuda itu.
Orang yang ada di dalam kereta itu agaknya jadi gusar
sekali dibuatnya, dia mendengus dingin sedang cambuknya
dikebaskan ketengah udara menggulung ke arah tubuh Koan
Ing.
Koan Ing yang melihat cambuk itu menyambar datang
dengan membawa suara desiran tajam dia tidak berani

menerimanya dengan kekerasan, malah buru-buru tubuhnya
merendah kebawah untuk menghindar.
Cambuk panjang itu dengan disertai suara desiran yang
tajam segera menyambar lewat dan dengan tepat menghajar
jaring emas yang disebarkan Phoa Thian-cu.
Begitu jaringan itu berhasil kena disapu miring, kembali
cambuk itu menyapu menghajar punggung Koan Ing.
Baik Koan Ing maupun Phoa Thian-cu merasakan hatinya
berdesir atas kelihayan dari ilmu silat orang itu dan benarbenar
sukar dipikirkan, tidak disangka serangan cambuk itu
memang sukar dilawan.
Koan Ing yang punggungnya kena dibokong tubuhnya
dengan cepat berputar setengah lingkaran, sedang pedang
kiem-hong-kiamnya dengan disertai sambaran tajam menutul
ke atas cambuk lawan.
Pada saat itulah kereta berdarah kembali menerjang keluar,
sedang orang-orang lembah Chiet Han Kok pun dengan cepat
mengepung kembali tempat itu rapat-rapat, diantara
berkelebatnya jaringan merah yang disebar dari empat
penjuru, berpuluh-puluh buah jaringan merah bersama-sama
meluncur ke atas kereta berdarah tersebut.
Seketika itu juga kereta berdarah itu kena dikurung di
dalam jaringan yang amat kuat.
Orang yang ada di dalam kereta itu dengan gusarnya
segera mendengus, karena bukan saja saat ini kereta
berdarahnya telah terjebak di dalam jaringan merah yang
amat kuat dan banyak itu bahkan disini berada di dalam
kepungan Koan Ing serta Phoa Thian-cu dua orang jagoan
lihay
Maka cambuk panjangnya setelah kena ditangkis oleh sang
pemuda dengan dahsyatnya lantas digetarkan ke depan

sehingga kaku laksana sebuah tongkat yang kemudian dengan
cepatnya mencukil ke arah jaring-jaring merah tersebut.
Bersamaan itu pula terasalah segulung angin pukulan yang
amat santar menyapu ke arah Koan Ing serta Phoa Thian-cu.
Melihat datangnya serangan tersebut Koan Ing segera
merasakan hatinya berdesir, jika dilihat dari serangan yang
menyambar datang ini jelas sekali menunjukkan kalau orang
yang ada di dalam kereta sedang merasa amat gusar sekali
sehingga menurunkan tangan yang amat kejam.
Dimana sambaran angin dahsyat yang menggulung datang
itu memaksa pemuda tersebut buru-buru menyingkir
kesamping, Phoa Thian-cu sendiripun dengan terpaksa harus
meloncat untuk menghindar.
Tetapi karena kokcu ini meloncat ketengah udara inilah
cambuk tersebut berbasil menyingkirkan kesepuluh jaring itu
lalu melarikan kereta berdarahnya menerjang ke arah mereka.
Phoa Thian-cu sebagai kokcu dari lemhah Chiet Hao Kok
selamanya belum pernah menderita kalah ditangan siapapun
juga, bagaimana dia orang mau sudahi dengan begitu saja
pertempurannya ini hari dan apa lagi kereta berdarah itu
merupakan benda yang di-incar2 sejak dahulu.
Selama ini lembah Chiet Han Kok dianggap orang sebagai
tempat terlarang bagi orang-orang Bu-lim, bilamana
kekalahannya ini hari sampai tersebar di dalam dunia
kangouw, akan kemanakah mereka orang-orang lembah Chiet
Han Kok hendak tancapkan kaki?
Berpuluh-puluh ingatan dengan cepatnya berkelebat di
dalam benak si orang berkerudung ini, mendadak dengan
gusarnya ia membentak lalu menubruk ke arah kereta
berdarah tersebut.
Orang yang ada di dalam kereta berdarah itupun meraung
keras, diantara menyambarnya angin serangan terasalah

segulung hawa lweekang berwarna hijau tua bagaikan ombak
menggulung dengan dahsyatnya ke arah tubuh Phoa Thian-cu.
Saat ini Phoa Tbian Coe sudah tidak memikirkan mati
hidupnya lagi, di dalam hatinya ia cuma punya satu ingatan
saja jaitu berusaha unluk mempertahankan kereta berdarah
itu disana.
Maka sapasang telapak tangannya dengan sejajar dada
segera dihantamkan ke depan segulung tenaga pukulan tak
berwujut dengan cepatnya menyambut datangnya serangan
pihak lawan.
“Braak....!” tubuh Phoa Thian-cu ketika terpukul mundur ke
belakang dan menubruk sebuah pohon besar sehingga patah
menjadi dua bagian dan rubuh ke atas tanah.
Begitu tubuh Phoa Thian-cu rubuh ke atas tanah dengan
diiringi suara ringkikan kuda yang amat keras kereta berdarah
itu segera menerjang ke arah tubuhnya dengan cepat,
agaknya orang di dalam kereta berdarah itu sudah menaruh
rasa benci terhadap dirinya sehingga bermaksud untuk
membinasakan dirinya di bawah injakan kereta.
Phoa Thian-cu bukanlah seorang jagoan murahan,
walaupun dia sudah menderita kalah di dalam bentrokan tadi
tetapi tenaga pukulan tersebut olehnya sudah disalurkan ke
arah pohon itu sehingga badannya tidak sampai menderita
luka, kini melihat datangnya terjangan sang kereta maka
buru-buru dia menggelinding ke samping untuk menghindar.
Dengan kecepatan yang luar biasa kereta berdarah
menerjang ke depan, diantara ringkikan kuda dan berputarnya
roda tampak dua orang anak buah lembah Chiet Han Kok
yang tak sempat menghindar sudah kena diterjang.
Suara jeritan ngeri bergema datang memenuhi angkasa.
Pada saat itulah mendadak ditengah udara terdengar suara
ledakan keras menggetarkan seluruh bumi.

Karena Sang Siauw-tan yang melihat Koan Ing ikut
menerjang ke depan dalam hati merasa terkejut bercampur
cemas, tapi diapun tak punya daya, sewaktu hatinya lagi
merasa cemas itulah mendadak di udara terdengar suara
ledakan.
Seketika itu juga hatinya merasa amat girang, karena dia
tahu anak buah perkumpulan Tiang-gong-pang sudah pada
berdatangan bahkan ada kemungkinan ayahnyapun sebentar
lagi pasti ikut muncul disana.
Jilid 18
BARU suara ledakan bergema memenuhi angkasa
terdengarlah suara pujian kepada sang Buddha menulikan
telinga, seorang hweesio tua sambil merangkap tangannya
melayang keluar dari tempat persembunyiannya menghadang
jalan pergi dari kareta berdarah itu.
“Sicu, tunggu sebentar!” bentaknya dengan suara yang
berat.
Dari dalam kereta berdarah segera bergemalah suara
dengusan dingin yang amat menyeramkan, segulung hawa
pukulan yang berat langsung menumbuk ke arah tubuh
hweesio tua itu,
Hweesio tua yang menghadang jalan pergi dari kereta
bardarah itu bukan lain adalah Thian Siang Thaytu itu
cianghun-jin dari Siauw-lim-pay, sewaktu dilihatnya kareta
bardarah itu bukannya berhenti sebaliknya malah menerjang
sambil melancarkan serangan, dengan gusarnya dia
mendengus berat, sepasang telapak tangannya dengan sejajar
dada didorong kedapan.
Anda sedang membaca artikel tentang CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 2 dan anda bisa menemukan artikel CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-khulung-kereta-berdarah-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post CerSIL KHULUNG : Kereta Berdarah 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-khulung-kereta-berdarah-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar