CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Kamis, 08 September 2011

GOLOK BULAN SABIT
Karya : Khulung
Disadur : Tjan
Jilid : 1
REMBULAN ada kalanya berbentuk sabit ada kalanya
berbentuk bulat, yang kita kisahkan sekarang adalah
sewaktu bulan purnama, karena kisah ini terjadi didalam
bulan purnama.
Rembulan pada malam ini jauh lebih indah, jauh lebih
mempesona daripada hari-hari sebelumnya. rembulan itu
tampak begitu indah, indah dan membawa kemisteriusan,
indah yang menggetarkan sukma dan membuat hati orang
hancur luluh.
Demikian pula dengan kisah cerita ini, penuh
mengandung kemisteriusan dan keindahan yang menarik.
membuat orang merasa heran, bertanya tanya dan benak
penuh khayalan.
Konon menurut cerita kuno, setiap bulan terang purnama, selalu akan muncul siluman siluman
binatang atau siluman pepohonan bahkan juga siluman rase dari bawah bumi yang bermunculan
untuk menyembah rembulan serta menghisap inti kekuatan dari rembulan.
Ada kalanya, mereka akan muncul dalam bentuk manusia, muncul dengan aneka wajah untuk
melakukan segala macam perbuatan yang di luar dugaan setiap orang.
Perbuatan-perbuatan mereka ada kalanya menimbulkan rasa kaget, ada kalanya menimbulkan
rasa seram, ada kalanya menimbulkan rasa girang, dan ada kalanya menimbulkan perasaan
sedih.
Mereka dapat menyelamatkan nyawa seseorang yang terjatuh ke dalam jurang yang beribu
ribu kaki dalamnya, dapat pula mendorong seseorang dari atas puncak gunung.
Mereka dapat membuat kau memperoleh kedudukan serta harta kekayaan yang luar biasa,
tapi dapat pula membuat kau kehilangan segala galanya.
Walaupun belum pernah ada orang yang menjumpai raut wajah mereka, tapi tiada seorang
juga yang bisa menentukan dimana mereka berada.
Golok ada yang lurus ada pula yang melengkung, yang kita ceritakan sekarang adalah sebilah
golok yang melengkung, melengkung bagaikan alis mata Cing cing.
Golok lengkung itu memang milik Cing cing.
Cing cing adalah seorang gadis cantik tapi misterius, seperti pula rembulan yang sedang
purnama di langit..
Golok adalah senjata pembunuh yang ampuh. . .
Demikian juga dengan golok lengkung milik Cing cing, dikala kau menyaksikan cahaya golok
lengkung itu berkelebat lewat, biasanya bencana segera akan tiba.

Siapapun juga di dunia, ini tak seorangpun dapat menghindari cahaya golok yang lengkung itu.
Cahaya golok itu tidak terlalu cepat, seperti pula sinar rembulan, dikala kau melihatnya, cahaya
itu sudah menimpa di atas tubuhmu.
Di langit hanya ada sebuah bulan yang purnama, di bumi ada sebilah golok yang lengkung.
Dikala ia muncul di dunia, bukan selalu bencana yang dibawa, ada kalanya diapun bisa
membawa kebahagiaan serta keadilan bagi umat manusia.
Kali ini dia akan muncul kembali di jagad, tapi apa yang bakal dia bawa untuk umat manusia ?
Tiada seorangpun yang tahu.
Golok lengkung Cing cing berwarna hijau, hijau bagaikan gunung dikejauhan, hijau seperti
daun pohon, hijau seperti air mata ke kasih.
Di atas golok lengkung Cing cing tertera sebaris tulisan yang berbunyi:
"Siau lo it ya teng cun yu"
Artinya: Mendengar rintihan hujan di sebuah loteng pada suatu malam.
ooooo0ooooo
SEORANG GADIS BUGIL
FAJAR baru saja menyingsing, kabut menyelimuti seluruh permukaan bumi, kabut yang sangat
tebal.
Ting Peng mendorong daun jendela ruangannya, kabut tebal yang putih melayang masuk dan
menerpa di atas wajahnya.
Ia berparas tampan, bertubuh gagah, sehat, penuh semangat hidup dan perkasa, sewaktu
tertawa, seringkali memperlihatkan kepolosan seorang bocah, seakan akan seorang bocah lelaki
yang baru tumbuh menjadi dewasa.
Tapi Ting Peng sudah bukan kanak-kanak.
Pada bulan tiga, secara beruntun dia telah mengalahkan tiga orang jago pedang yang paling
tersohor dalam dunia persilatan.
Bila sinar matahari dan air membuat tumbuhan tumbuh dengan subur, maka kemenangan
serta keberhasilan membuat seorang bocah laki-laki cepat tumbuh menjadi dewasa dan matang.
Sekarang bukan saja ia telah menjadi seorang lelaki yang sejati, lagi pula amat mantap, tegas
dan penuh dengan kepercayaan pada diri sendiri.
Dia dilahirkan pada bulan tiga, tahun ini genap sudah dua puluh tahun, pada ulang tahunnya
yang kedua puluh itulah, dengan sebuah jurus Thian gwa liu song (bintang meluncur dari luar
angkasa) ia berhasil mengalahkan Si Teng seorang jago pedang kenamaan dari kota Po-teng.
Si Tong adalah seorang jago lihay dari Cing-peng-kiam aliran utara, dengan kemenangan
tersebut ia memberi hadiah ulangtahun dirinya sendiri.

Pada bulan empat, sekali lagi ia berhasil mengalahkan Tui-hong-kiam (pedang pengejar angin)
Kek Khi dengan jurus Thian-gwa liu seng.
Kek Khi adalah murid tertua dari partai Hoa-san, ilmu pedangnya cepat lagi ganas, setiap kali
melepaskan serangan tentu buas dan mematikan, dia adalah seorang laki-laki yang angkuh.
Tapi setelah pertarungan itu, dia dapat dikalahkan dengan hati yang puas, kepada umum dia
mengakui:
"Sekalipun aku berlatih sepuluh tahun lagi, belum! tentu bisa kuhadapi serangan tersebut""
Bulan lima, ciangbunjin dari Thi-kiam bun, (perguruan pedang baja), Siong Yang kiam kek,
(jago pedang dari siong yang) Kwik Tin-peng dikalahkan pula dengan jurus Thian-gwa liu-song,
Terhadap jurus pedang serta manusianya itu, Kwik Tin peng memberi komentar:
"Dia betul-betul seorang pemuda yang jarang ditemukan dikolong langit, dalam setahun
mendatang, pemuda ini pasti akan tersohor dalam dunia persilatan dan merupakan seorang
pemimpin yang cakap"
Walaupun perguruan Thi-kiam-bun tidak terhitung suatu perguruan yang besar dan ternama,
namun mereka mempunyai sejarah yang cukup lama. .
Kwik Tin-peng sebagai seorang ciangbunjin ternyata mengucapkan kata-kata tersebut, sudah
barang tentu ucapannya sangat berbobot.
Hingga sekarang, acapkali Ting Peng merasa bangga dan gembira setiap kali teringat akan
perkataan tersebut.
"Tersohor dalam dunia persilatan, sebagai seorang pemimpin yang cakap"
Sudah lima belas tahun ia melatih diri secara tekun, setiap hari berlatih selama hampir tujuh
jam lamanya, membuat telapak tangan maupun telapak kakinya menjadi lecet-lecet dan terluka.
Apalagi dimalam musim salju yang dingin, untuk membangkitkan semangatnya kerapkali ia
mempersiapkan segumpal bongkahan es, bila merasakan dirinya menjadi malas, maka gumpalan
es itu disusupkan ke dalam celana sendiri. Tentu saja siksaan seperti itu tak akan bisa
dibayangkan oleh orang lain.
Ia begitu menyiksa dirinya. karena ia bertekad hendak menjadi terkenal, melampiaskan
kekecewaan dari ayahnya yang sepanjang hidupnya tak pernah berhasil.
Ayahnya adalah seorang piausu yang tak ternama, dalam suatu ketika tanpa di sengaja ia
telah menemukan selembar kitab ilmu pedang yang sudah koyak-koyak..
Bukan sejilid, melainkan hanya selembar.
Di atas lembaran kertas itu, tercantumlah rahasia dari jurus Thian gwa liu seng tersebut.
Bintang yang meluncur datang dari luar angkasa, tiba-tiba meluncur tiba, tiba-tiba meluncur
pergi, kecepatan dan kerlipan cahaya tersebut tak bisa dibandingkan dengan kejadian apapun,
pula tak seorangpun yang bisa membendungnya.

Tapi waktu itu ayahnya sudah tua, kecerdasan otaknya sudah mundur, reaksinya juga makin
lamban, tak mungkin lagi baginya untuk melatih ilmu pedang semacam itu, maka selembar catatan
ilmu pedang itupun telah diwariskan kepada putranya.
Sebelum menghembuskan napas yang penghabisan, ia sempat meninggalkan pesan,
Katanya:
"Kau harus berhasil melatih ilmu pedang itu, kau harus melampiaskan semua kekecewaan dan
keputus-asaanku, agar orang lain tahu bahwa aku orang she Ting pun memiliki keturunan yang
bisa menonjol"
Setiap kali teringat akan persoalan ini, Ting Peng akan merasakan darah panas dalam rongga
dadanya bergolak keras, bahkan air matapun hampir saja jatuh bercucuran.
Sekarang ia tak perlu melelehkan air mata lagi.
Air mata hanya dilelehkan oleh mereka yang lemah, dan seorang lelaki sejati tak boleh
melelehkan air mata, darah yang harus meleleh keluar .......
Dia menarik napas panjang-panjang menghirup udara pagi yang segar dan dingin, dari bawah
bantal ia mencabut keluar sebilah pedang.
Hari ini, kembali dia akan mempergunakan pedang ini untuk meraih kemenangan sekali lagi
baginya.
Jika hari ini pertarungannya berakhir dengan kemenangan, ia baru akan benar-benar berhasil
dengan sukses.
"Si Tong, Kok Khi, Kwik Tin peng meski terhitung jago-jago kenamaan dalam dunia persilatan,
tapi bila dibandingkan dengan pertarungan yang akan berlangsung hari ini kemenangan yang tiga
kali secara beruntun itu masih belum terhitung seberapa.
Sebab lawan tandingannya hari ini adalah Liu Yok-siong.
Cing siong kiam kek (jago pedang pohon cemara) Liu Yok siong yang merupakan salah satu
dari antara Sui han sam yu (tiga serangkai cemara, bambu dan bwe) jago-jago kenamaan dalam
kolong langit dewasa ini.
Liu Yok siong yang merupakan kepala kampung Cing siong san ceng.
Liu Yok siong yang merupakan satu satunya murid preman dari Thian It cin jin, seorang imam
saleh dari kuil Lip tin koan di bukit Bu tong san.
Sejak banyak tahun berselang ia sudah mendengar akan nama besar orang ini.
Ketika itu nama tersebut baginya bagaikan bukit Tay san yang sangat tinggi, jauh tinggi di atas
dan tak mungkin tergoyahkan.
Tapi keadaan sekarang jauh berbeda.
Sekarang ia mempunyai keyakinan untuk mengalahkan orang ini.
Ia menggunakan cara yang paling jujur dan cara yang paling terbuka untuk memohon petunjuk
dari Bu lim cianpwe kenamaan ini. Membuat Liu Yok siong tak sanggup untuk menampik
tantangannya itu.

Sebab dia harus berhasil merobohkan orang itu bila ingin maju ke depan, maju ke lingkungan
orang-orang ternama dalam dunia persilatan.
Baik waktu maupun tempat diselenggarakannya pertarungan itu ditentukan sendiri oleh Liu
Yok siong.
"Bulan enam tanggal lima belas, tengah hari tepat, di perkampungan Cing siong san ceng"
Hari ini adalah bulan enam tanggal lima belas.
Hasil dari pertarungan hari ini, akan menentukan nasib serta masa depannya di kemudian hari.
Pakaian yang semalam ia cuci sendiri digantungkan pada tiang jemuran di mulut jendela, kini
sudah hampir kering.
Walaupun belum mengering sama sekali, setelah dikenakan di badan, dengan cepat akan
mengering sendiri.
Pakaian ini merupakan satu satunya pakaian yang dia miliki, pakaian yang dibuat oleh ibunya
sendiri menjelang kepergiannya dulu, sekarang warnanya sudah luntur, bahkan di sana sini penuh
dengan tambalan, tapi asal selalu dicuci dan kering, Ia masih bisa mengenakannya untuk
berjumpa dengan siapapun.
Miskin bukan sesuatu yang memalukan, malas dan dekil baru sesuatu yang memalukan.
Setelah berpakaian, dari bawah bantalnya kembali ia mengeluarkan sebuah kocek terbuat pula
dari kain biru.
Dalam kocek hanya tinggal sekeping kecil hancuran perak.
Inilah seluruh harta yang dimiliki, setelah dibuat untuk membayar ongkos penginapan, yang
tersisapun paling cuma beberapa puluh rence uang tembaga.
Biasanya ia selalu tidur di tempat-tempat yang tak perlu membayar uang sewa, seperti
dikolong meja altar dalam kuil atau rumput di tengah hutan ........
Tapi demi keberhasilannya dalam pertempuran hari ini, dengan perasaan terpaksa dia
memasuki penginapan kecil itu, sebab dia membutuhkan tidur yang nyenyak dan nyaman, dengan
begitu badannya baru akan memiliki semangat serta kekuatan yang segar, dalam kondisi seperti
ini dia baru akan berhasil menangkan pertarungan.
Setelah membayar rekening penginapan sambil menggigit bibir kembali ia membeli setengah
kati daging sapi, sepuluh potong tahu kering, sebungkus besar kacang tanah dan lima bakpao
besar dengan menggunakan sisa uang yang dimilikinya.
Baginya makanan tersebut bukan saja merupakan suatu makanan yang mewah dan
berlebihan, lagi pula ia menganggap sebagai suatu pemborosan yang tak boleh diampuni, sebab
dihari hari biasa dia hanya dahar kuah keras yang cukup dibeli dengan uang tiga rence tembaga
tapi cukup untuk mengisi perut selama sehari penuh.
Tapi hari ini, ia bertekad untuk memaafkan dirinya satu kali, hari ini ia membutuhkan tenaga
yang besar, hanya makan makanan yang lezat baru akan timbul kekuatan yang segar.

Apalagi setelah lepas hari ini, besar kemungkinan keadaannya akan sama sekali berbeda.
Nama besar bukan saja dapat mendatangkan kebanggaan serta martabat, dapat pula
mendatangkan banyak hal yang biasanya tak pernah kau duga.
Harta kekayaan, kedudukan mungkin juga akan turut berdatangan semua.
Dia sangat memahami hal ini, sehingga dia selama ini terus menerus menggertakkan
rahangnya kuat-kuat untuk menahan kemiskinan dan kelaparan ini.
Dia tidak akan pernah membiarkan dirinya tercemar oleh perbuatan yang tidak terhormat, dia
telah membulatkan tekad untuk mencapai kesuksesan lewat jalan yang normal.
Sekarang masih ada waktu dua jam sebelum waktu tengah hari tiba, dia memutuskan untuk
mencari sebuah tempat agar dapat menikmati makanan ini.
Di kaki bukit dekat Villa Bukit Wan Song dia menemukan sebuah tempat yang memiliki sumber
air, padang rumput, kembang merah, dan pemandangan yang indah, ke empat penjurunya
dilingkari oleh kembang dan pepohonan, sekali mata memandang tampaklah langit yang membiru.
Pada saat ini kabut tebal sudah memudar, matahari baru saja naik meninggi, di atas daundaun
yang hijau bulir-bulir embun berkilauan, cemerlang bagaikan mutiara.
Dia duduk di atas rumput yang empuk, merobek dendeng daging, aroma dendeng daging
ternyata jauh lebih harum daripada yang dia bayangkan.
Dia merasa sangat gembira.
Pada saat inilah seorang perempuan berjalan masuk ke dalam tempat rahasia kecilnya ini,
seperti seekor kambing antelope yang sedang dikejar oleh pemburu.
Bocah perempuan ini berparas cantik dan masih belia.
Ting Peng sudah merasakan napasnya seperti berhenti, debar jantungnya bertambah cepat
tiga kali lipat dari biasanya.
Dia belum pernah sebelumnya berdekatan dengan perempuan.
Di kampung halamannya, bukannya tidak ada gadis belia, dia juga bukannya tidak pernah
melihat mereka.
Dia selalu saja mati-matian mengendalikan dirinya, semua cara sudah dia gunakan, dia
memasukkan bongkahan es ke balik celananya, memasukkan kepalanya ke dalam air sungai,
menusuk kakinya sendiri dengan jarum, berlari, mendaki gunung, bersalto...
Sebelum dia mencapai ketenaran, dia tidak akan membuat hal-hal ini memecah
konsentrasinya, dia tidak akan membiarkan dirinya kehilangan tenaga oleh apa pun juga.
Tetapi sekarang, dia tiba-tiba melihat ada seorang wanita yang telanjang, seorang wanita
cantik yang tidak mengenakan sehelai benang pun di tubuhnya.
Kulitnya yang putih itu, payudaranya yang tinggi menjulang, matanya yang bulat dan indah...

Dia harus menggunakan seluruh kekuatan yang dimilikinya sebelum akhirnya dapat
memalingkan kepalanya. Perempuan ini malah mendekat, menariknya dan berkata dengan napas
yang terengah-engah: "Tolong, tolong aku, kau harus menolongku."
Wanita itu begitu berdekatan dengannya, napasnya terasa hangat dan harum, dia bahkan bisa
mendengar detak jantungnya.
Mulutnya terasa kering, sehingga tidak satu patah kata pun diucapkannya.
Gadis ini sudah menyadari perubahan yang terjadi dalam tubuhnya, sehingga wajahnya
berubah menjadi merah merona, dia menggunakan sepasang tangannya untuk menutupi
tubuhnya, "Kau... kau... bisakah kau melepaskan pakaianmu untuk dipinjamkan padaku?"
Pakaian itu, adalah satu-satunya pakaian yang dimilikinya, namun dia tanpa berpikir panjang
lagi langsung menanggalkannya.
Setelah gadis itu mengenakan pakaiannya, barulah dia merasa agak tenang sedikit, setelah itu
dia berkata dengan penuh rasa hormat: "Terima kasih!"
Ting Peng akhirnya juga merasa lebih tenang sedikit, akhirnya dia juga bisa mengutarakan
kata-kata: "Apakah ada orang yang sedang mengejarmu?"
Gadis itu mengangguk-anggukkan kepalanya, di matanya juga terdapat air mata.
Ting Peng berkata: "Tempat ini sangat terpencil, orang lain akan sulit menemukannya, kalau
pun ada orang yang mengejar, kau tidak perlu takut."
Dia adalah seorang pria yang jantan, sejak lahir dia sudah punya sifat melindungi wanita,
apalagi gadis ini memiliki wajah yang begitu cantik.
Dia menggenggam tangan gadis itu: "Selama ada aku dan golok ini, maka kau tidak perlu
takut."
Gadis itu kembali merasa tenang, dia berkata dengan lirih: "Terima kasih."
Dia sepertinya sudah pernah mengatakan kedua kata itu. setelah selesai berkata seperti itu dia
lalu menundukkan kepalanya dan menutup mulutnya.
Ting Peng semakin tidak tahu harus berkata apa.
Meskipun tubuh gadis itu hanya ditutupi oleh sehelai pakaian, namun sehelai pakaian yang
pendek sama sekali tidak dapat menutupi dan menyembunyikan seluruh bagian tubuh seorang
gadis yang telah matang itu.
Tubuh seorang gadis yang seperti dia ini, benar-benar memiliki terlalu banyak bagian yang
menarik perhatian orang.
Jantungnya masih terus berdebar kencang, deburan jantungnya pun sangat cepat.
Setelah beberapa lama kemudian, barulah dia menyadari kalau mata gadis itu sedang terus
memandangi bungkusan dendeng sapinya itu.

Makanan ini mungkin sekali adalah makanan terakhir yang akan dilahapnya, uang terakhir
yang dimilikinya hanyalah berjumlah satu tong saja.
Namun dia tanpa berpikir panjang berkata: "Makanan ini semuanya bersih, kau makan saja
sedikit."
Gadis itu kembali berkata: "Terima kasih!"
Ting Peng berkata: "Tidak usah sungkan-sungkan."
Gadis itu lalu benar-benar tidak sungkan-sungkan lagi.
Belum pernah Ting peng menyangka kalau seorang gadis muda seperti dia ternyata cara
makannya seperti seekor serigala.
Ia pasti sudah lama menderita kelaparan, sudah banyak siksaan dan penderitaan yang
dialaminya.
Bahkan ia sudah dapat membayangkan tragedi yang telah menimpa dara ayu ini.
Seorang gadis yang sendirian, ditelanjangi oleh sekawanan manusia jahat dan dikurung dalam
sebuah penjara bawah tanah tanpa dl beri makan, rupanya gadis itu telah mempergunakan segala
macam cara yang dimiliki nya untuk melarikan diri dari situ.
Dikala ia sedang menghela napas panjang mengenang tragedi yang menimpa gadis itu, si
nona telah menyikat habis segenap harta yang dimilikinya itu.
Bukan saja daging sapi dan tahunya disikat ludas bahkan beberapa biji bakpao pun ikut
dilahap, yang tersisa sekarang tinggal empat puluh biji kacang tanah.
Tampaknya dara itupun merasa agak rikuh dengan kejadian itu, pelan-pelan ia mendorong
kacang tanah tersebut ke hadapannya sambil berbisik amat lirih:
""Kacang ini makanlah untukmu!"
Ting Peng segera tertawa..
Sebenarnya bukan saja ia tak bisa tertawa, bahkan mau menangispun tak bisa, tapi
kenyataannya justru dia tak tahan untuk tertawa terbahak bahak,
Dara ayu itupun turut tertawa, tertawa dengan pipi yang berubah menjadi merah karena
jengah, merahnya pipi bagaikan sekuntum bunga di bawah sorotan cahaya matahari,
Tertawa, bukan saja dapat membuat dirinya bertambah cantik, membuat orang lain gembira,
dapat pula memperpendek jarak antara seseorang dengan orang yang lain.
Tiba-tiba saja mereka merasa jauh lebih leluasa, jauh lebih bebas untuk bergerak, akhirnya
dara ayu itupun mengisahkan tragedi yang telah dialaminya.
Apa yang dilamunkan Ting Peng tadi ternyata memang tidak terpaut jauh dibandingkan
dengan kenyataan.
Dara ayu itu memang benar-benar ditangkap oleh segerombolan orang jahat, ditelanjangi dan
disekap dalam sebuah kamar yang gelap, sudah beberapa hari lamanya ia tak diberi makan
sebutir beraspun, kawanan penjahat itu mengira dia sudah kelaparan sehingga tak mampu

berkutik, sebab itu penjaga batu agak mengendor, dan iapun memanfaatkan kesempatan itu untuk
melarikan diri.
Gadis itu merasa amat berterima kasih sekali kepadanya, dengan dada terharu kembali ia
berkata:
"Bisa bersua dengan orang baik seperti kau, sungguh hal ini merupakan suatu kemujuran
bagiku"
"Dimanakah orang-orang itu sekarang? Akan kubalaskan dendam sakit hatimu itu!"
""Kau, tak boleh kesana.."
""Mengapa?"
Dara ayu itu ragu-ragu sejenak, kemudian sahutnya,
"Ada sementara persoalan tak ingin kukatakan pada saat ini, tapi di kemudian hari aku pasti
akan memberitahukan kepada mu".
Dibalik persoalan itu tampaknya masih ada rahasia lain, tapi setelah berkata demikian, tentu
saja ia merasa enggan untuk bertanya lebih jauh.
Gadis itu kembali berkata:
"Sekarang. asal aku dapat menemukan seseorang, legalah hatiku"
"Siapa yang hendak kau cari?"
"Seorang cianpwe ku, dia telah berusia enam tujuh puluh tahunan, tapi gemar mengenakan
baju berwarna merah menyala, asal kau berjumpa dengan nya pasti dapat segera kau kenali"
la mendongakkan kepalanya dan memandang dengan sorot mata penuh permohonan
tanyanya lirih:
"Bersediakah kau membantuku untuk menemukan jejaknya?"
Tentu saja Ting Peng tak bisa pergi, benar-benar tak bisa pergi dan tak mungkin pergi
sekarang" jaraknya dengan saat pertarungan yang bakal menentukan nasibnya itu tinggal kurang
dari dua jam.
Ia masih lapar, masih belum berlatih ilmu pedangnya.
Ia harus baik-baik memupuk kekuatannya, menjaga kondisi badannya daripada pergi mencari
seorang kakek yang belum pernah dijumpainya.
Tapi, apa lacur justru dia tak sanggup untuk mengucapkan kata "tak bisa" itu dari mulutnya.
Mengucapkan kata "tidak" di hadapan seorang gadis yang cantik jelita memang bukan suatu
pekerjaan yang terlalu gampang.
Bukan saja harus memiliki keberanian yang sangat besar, kaupun harus memiliki kulit muka
yang cukup tebal.

Seorang pria harus mengalami banyak percobaan dan penderitaan lebih dulu, sebelum dapat
belajar mengucapkan kata "tidak" di hadapan seorang gadis cantik.
Ting Peng menghela napas panjang di hatinya, iapun bertanya:
"Entah lo-siansing itu tinggal dimana ?"
"Kau bersedia membantuku untuk mencari dirinya?" mencorong sinar tajam dari balik mata
gadis itu.
Terpaksa Ting Peng harus manggut-manggut.
Dengan luapan rasa gembira, gadis itu melompat bangun dan memeluknya erat-erat,
"Oooh, kau betul-betul seorang yang baik, selama hidup aku tak akan melupakan dirimu"
Ting Peng sendiripun percaya, untuk melupakan gadis ini dalam sejarah hidupnya memang
bukan suatu pekerjaan yang gampang,
"Ikuti sungai ini dan berjalanlah menuju ke hulu, bila kau sampai di ujung sungai ini akan kau
jumpai sebuah pohon kuno yang aneh sekali bentuknya, jika kebetulan udara sedang bersih, ia
pasti sedang bermain catur di sana"
Kebetulan cuaca hari ini sangat bersih dan segar.
"Setelah bertemu dengannya, kau harus mengobrak-abrik papan caturnya lebih dahulu, sebab
hanya didalam keadaan demikian ia baru akan menuruti perkataan mu, dan mengikuti kau datang
kemari"
Seorang pecandu catur memang begitulah sikapnya, sekalipun langit bakal ambruk, dia akan
berbicara setelah permainan yang satu babak diselesaikan..
"Aku akan menunggu kedatanganmu di sini, entah kau berhasil menemukannya atau tidak,
kau harus cepat-cepat kembali ke sini"
ooooo0ooooo
AIR sungai itu amat bersih.
Dengan menelusuri sungai, Ting Peng berjalan menuju ke hulu, ia berjalan dengan langkah
cepat.
Tentu saja dia harus cepat-cepat pulang, dia masih ada banyak urusan yang harus
diselesaikan, sang surya makin meninggi, tiba-tiba ia merasa lapar. Lapar setengah mati.
Hari ini, mungkin merupakan hari yang terpenting sepanjang hidupnya, saat yang akan
menentukan nasibnya di kemudian hari.
Tapi sekarang, keadaannya seperti seorang tolol, mana perut lapar, bertelanjang dada, harus
menelusuri sungai pula untuk mencari seorang kakek berbaju merah untuk seorang dara muda.
Bila orang lain yang melakukan perbuatan semacam ini dia pasti tak akan percaya.

Satu satunya kenyataan adalah gadis itu memang sangat cantik, bukan Cuma cantik saja, lagi
pula mempunyai suatu sikap yang istimewa sekali, membuat orang tak bisa menampik
permohonannya dan tak tega untuk menolaknya.
Lelaki yang bisa mengucapkan kata "tidak" di hadapan gadis cantik seperti ini pasti tidak
banyak jumlahnya
Untung saja sungai itu tidak terlalu panjang, betul juga di ujung sungai terdapat sebatang
pohon kuno, di bawah pohon tampak dua orang sedang bermain catur, salah seorang diantaranya
adalah seorang kakek berambut putih yang memakai jubah warna merah.
Ting Peng menghembuskan napas lega dengan langkah lebar dia maju ke depan dan
mengobrak abrik permainan catur mereka.
Dia memang seorang pemuda yang sangat penurut.
Siapa tahu belum lagi tangannya dijulurkan ke depan tiba-tiba kakinya menginjak tempat
kosong, rupanya di atas tanah terdapat sebuah liang, kakinya persis masuk ke dalam liang
tersebut.
Untung saja liang itu tidak terlalu besar sehingga ia tak sampai tertelungkup ke tanah.
Tapi tidak untungnya, baru saja kaki itu dicabut keluar dari dalam liang, kaki yang lain telah
terjirat tali.
Ternyata di atas tanah terdapat seutas lingkaran tali, begitu kakinya melangkah ke dalam tali
itu, serta merta tali tersebut menyusut kecil dan membelenggunya kencang kencang.
Padahal waktu itu kakinya yang lain masih berada ditengah udara, begitu kaki yang satu terikat
tali, kontan saja hilanglah keseimbangan badannya.
Yang lebih parah lagi, ternyata kolongan tali itu diikat pada sebatang dahan pohon, dahan itu
sebetulnya melengkung di atas tanah, begitu kolongan tali tersebut bergerak, serta merta dahan
pohon tadi melenting ke udara, otomatis badannya ikut pula tertarik ke tengah udara.
Dasar sial lagi, sewaktu badannya mencelat ke tengah udara kebetulan badannya menumbuk
di atas dahan pohon yang lain, tempat yang tertumbukpun kebetulan adalah jalan darah lemas
dekat pinggangnya, sedikit saja terbentur, kontan saja segenap tenaganya lenyap tak berbekas.
Maka tanpa diketahui ujung pangkalnya, tahu-tahu pemuda itu sudah tergantung di atas pohon
dengan kepala di bawah kaki di atas, persis seperti seekor ikan asin yang dijemur di bawah
teriknya matahari.
Liang di atas tanah, kolongan tali disamping liang dan dahan pohon tersebut, apakah
semuanya diatur secara sengaja?
Gadis ayu itu suruh dia datang ke situ, apakah ia sengaja membiarkannya masuk perangkap
ini ?
Tapi mereka toh tiada dendam sakit hati apa-apa, kenapa ia harus mencelakainya ?
Dua orang manusia yang berada di bawah pohon itu masih bermain catur dengan asyik.
Jangan toh menolongnya, berpaling dan memandang sekejap ke arahnyapun tidak, seakan akan
mereka sama sekali tak tahu kalau ada satu orang yang datang ke situ dan kena terjirat oleh tali
sehingga tergantung di atas dahan pohon.

Dua orang ini benar-benar pecandu catur.
Orang yang sedang asyik bermain catur, apalagi pemainnya adalah pecandu-pecandu catur
biasanya paling tak senang kalau diusik orang lain.
Mereka sengaja mengatur jebakan tersebut mungkin hanya berjaga juga terhadap gargguan
orang lain, bukan sengaja dipasang untuk menghadapi seorang.
Gadis itu tentu saja tak akan tahu kalau di sana telah dipasang jebakan semacam itu.
Berpikir sampai ke situ, sedikit banyak Ting Peng merasa hatinya agak tenteram sedikit, sambil
menahan diri segera teriaknya:
"Lo-sianseng berdua, tolong turunkan aku dari sini"
Tapi pemain-pemain catur itu sama sekali tidak menggubris, mengulangi kembali ucapannya
sampai tiga kali namun menggubris seolah-olah tak sepotong perkataanpun yang didengar oleh
mereka berdua.
Habislah kesabaran Ting Peng, dengan suara menggeledek ia berteriak semakin keras
"Hey !"
Ia cuma meneriakkan sepatah kata saja, sebabnya kata pembukaan itu saja yang sanggup
diutarakan olehnya.
Baru saja mulutnya dibuka, sebuah benda telah meluncur datang dan menyumbat bibirnya.
Semacam benda yang bau, lunak, lembab dan amis, entah lumpur? Entah benda yang jauh
lebih kotor dan najis daripada lumpur?
Benda itu meluncur datang dari atas dahan pohon di seberang sana, dimana seekor monyet
kecil berbaju merah sedang bergelantungan di pohon dan memandangnya sambil mencicit.
Benda yang disambit seekor monyet tentu saja bukan benda yang baik, kalau benda itu cuma
lumpur, nasibnya masih terhitung lumayan.
Hampir pingsan Ting Peng saking gusarnya.
setelah melewati perjuangan yang penuh sengsara dan penderitaan, dikala kesuksesan sudah
hampir tiba di depan mata. ternyata dia harus mengalami peristiwa semacam ini.
oooooOooooo
SUDAH JATUH TERTIMPA TANGGA
SEBUAH liang, seutas tali dan sebatang dahan pohon telah membuat seorang pemuda yang
telah berlatih diri selama tiga belas tahun tak berkutik lantaran tergantung, Ting Peng sungguh
amat membenci kepada diri sendiri, kenapa begitu tidak berhati hati. kenapa begitu ceroboh dan
tak berguna padahal liang itu, tali itu dan dahan pohon itu diatur dalam jarak serta letak yang
sangat tepat, tak mungkin hal itu bisa dilakukan tanpa suatu perencanaan yang matang, bukan
saja seorang harus memiliki otak yang cerdas, diapun harus memiliki pengalaman yang matang
untuk bisa menyusun rencana secermat ini.

Kakek berjubah merah itu mempunyai kepala yang jauh lebih besar dari kepala manusia biasa,
rambutnya telah beruban, muka nya merah seperti bayi dan badannya gemuk pendek seperti
bocah cilik.
Kakek yang lain berbadan kurus dan lebih muda, mukanya dingin menyeramkan tanpa emosi,
dia mengenakan jubah panjang berwarna hitam yang mengerikan sehingga sekilas pandangan
menyerupai sebuah buah kering yang mulai berkeriput.
Seluruh perhatian dari kedua orang itu sedang tertuju ke meja catur, sebelum melakukan
langkah-langkah caturnya, mereka selalu berpikir dan merenung sampai lama sekali.
Matahari makin lama semakin tinggi, kemudian, sang surya pun mulai tenggelam di langit
barat, andaikata tiada peristiwa ini, sekarang Ting Peng pasti telah berhasil mengalahkan Liu Yok
siong, nama besarnya pasti sudah termasyhur dalam dunia persilatan.
Sayang, saat ini dia masih tergantung di atas pohon bagaikan seekor ikan kering.
Sampai kapan permainan catur mereka akan berakhir? Kemudian apa yang hendak mereka
lakukan terhadap dirinya?
Si kakek berjubah hitam yang menyeramkan itu bermain catur dengan cars yang amat lamban,
sambil memegang biji catur, ia termenung sampai lama sekali sebelum biji catur itu pelan-pelan
dan lambat-lambat diletakkan di atas papan catur.
Kakek berjubah merah itu melototkan sepasang matanya lebar-lebar, memandang apakah
catur tersebut, butiran keringat sebesar kacang kedelai bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Siapapun juga yang menyaksikan mimik wajahnya itu segera akan tahu kalau permainan catur
kali ini kekalahan berada di pihaknya.
Dalam memainkan catur, ia selalu gegabah dalam permainan ini pikirannya harus bercabang,
dalam permainan ini dia sengaja mengalah.
Orang yang kalah dalam permainan, selalu akan berusaha untuk mencari banyak alasan guna
memberi penjelasan kepada diri sendiri, ia tak sudi mengaku kalah dengan begitu saja tentu saja
dia menuntut hendak bermain satu babak lagi.
Sayang kakek berjubah hitam itu telah bangkit berdiri, kemudian tanpa berpaling telah angkat
kaki meninggalkan tempat itu.
Kakek berjubah merah itu segera mencak-mencak sambil berkaok kaok, sambil menyusul dari
belakangnya ia berteriak teriak:
"Kau tak boleh pergi, kita harus bermain satu babak lagi!"
Begitulah, yang satu lari di depan sedangkan yang lain mengejar dari belakang, mereka
seakan akan sama sekali tidak mengerahkan ilmu meringankan tubuh, jalannya pun tidak terlalu
cepat, tapi dalam waktu singkat bayangan tubuh kedua orang itu sudah lenyap dari pandangan.
Si monyet kecil berbaju merah yang berada di dahan pohon seberang sanapun lenyap tak
berbekas.
Hari semakin senja, udara makin gelap ternyata mereka pergi untuk tak kembali lagi, seakan
akan mereka sama sekali tak tahu kalau di situ masih ada seseorang yang tergantung.

Sejak awal sampai akhir mereka sama sekali tidak memandang Ting Peng barang sekejappun.
Malam sudah menjelang tiba, udara serasa dingin, suasanapun semakin sepi, didalam
keadaan seperti ini, sudah barang tentu tidak mungkin ada orang lain yang bakal ke situ.
Bila seseorang tergantung di tempat seperti ini sekalipun di gantung selama tujuh delapan hari
tak nanti ada orang yang bakal datang untuk melepaskannya.
Sekalipun akhirnya mati lantaran tergantung, juga bukan sesuatu yang aneh.
Berada dalam keadaan begitu, bukan saja ia merasa gelisah, lagi pula kedinginan dan
kelaparan ditambah lagi wajahnya seperti membengkak. Ke empat anggota badannya kaku dan
kesemutan.
Tiba-tiba ia merasa dirinya bagaikan seekor babi, seekor babi yang paling dungu di dunia ini,
seekor babi paling sial dikolong langit.
Bahkan dia sendiripun tidak tahu mengapa ia sesial ini.
Hingga saat ini dia belum tahu siapa nama gadis itu, tetapi dia telah memberikan satu satunya
pakaian yang dia miliki, memberikan seluruh harta kekayaannya untuk mengisi perut gadis itu,
bahkan demi dia ia digantung seperti seekor ikan kering di sana, malah belum diketahui dia bakal
digantung sampai kapan.
Saking sedih dan gemasnya, dia ingin sekali menampar diri sendiri sebanyak tujuh delapan
puluh kali, kemudian menangis tersedu sedu.
Tak disangka pada saat itulah, mendadak tali itu putus dan tubuhnya terjatuh dari tengah
udara, meskipun tidak enteng jatuhnya, tapi justru telah membebaskan jalan darahnya yang
tertotok.
Mungkinkah kejadian inipun sudah berada dalam perhitungan orang lain...?
Mereka hanya menginginkan ia merasakan sedikit penderitaan, dan sama sekali tidak
berharap untuk menggantungnya sampai mati?" .
Tapi, antara ia dengan mereka, dimasa lalu tiada dendam, dimasa sekarang tiada sakit hati,
mengapa mereka harus Menggunakan cara ini untuk mempermainkannya?
Ia memikirkannya juga tidak mengerti.
Sekarang, perbuatan pertama yang langsung dilakukan adalah mengorek keluar lumpur yang
menyumbat mulutnya.
Perbuatan kedua yang harus dilakukan adalah memburu kembali ke tempat tadi dan mencari
gadis itu untuk ditanya sampai jelas.
Sayang gadis itu telah pergi. pergi sambil membawa satu satunya pakaian yang dia miliki.
Sejak kini, besar kemungkinannya mereka tak akan berjumpa lagi, tentu saja diapun tak akan
berjumpa lagi dengan kakek berjubah merah itu.

Sesungguhnya apa yang telah terjadi? Mungkin sampai tuapun dia tak akan mengerti atas
duduk persoalan yang sebenarnya.
Sekarang, satu satunya pekerjaan yang bisa dilakukan adalah dengan tubuh setengah
telanjang, perut kosong, ditambah lagi mulut yang bau dan serta rasa dongkol berangkat ke
perkampungan Ciang siong san ceng untuk mohon maaf.
Sekarang walaupun terlalu lambat kedatangannya. tapi lebih-baik terlambat daripada sama
sekali tidak datang.
Seandainya orang lain bertanya kepadanya mengapa datang terlambat, dia akan mengarang
suatu cerita untuk menjelaskannya.
Sebab bila ia bicara terus terang, belum tentu orang lain akan mempercayainya.
Ketenaran perkampungan Cing siong san ceng ternyata jauh lebih hebat daripada apa yang
dibayangkan semula. bahwa si penjaga pintu gerbangpun mengenakan jubah panjang dari sutera
yang halus dan mahal harganya.
Begitu tahu kalau dia adalah "Ting Peng Ting tayhiap" sikap penjaga pintu itu menjadi amat
sungkan. sedemikian sungkannya sehingga sepasang matanya sama sekali tidak memandang
dadanya yang tak berpakaian. juga tidak memandang ke wajahnya yang penuh berlumpur.
"Biasanya, penjaga pintu dari suatu keluarga besar atau keluarga kenamaan selalu adalah
seorang manusia yang tahu sopan santun, dan sangat tahu akan peraturan.
Tapi justru sikapnya yang sopan santun dan tahu aturan ini, seringkali membuat orang merasa
tidak tahan.
Dengan kata-kata yang halus dan gerak gerik yang sopan, penjaga pintu itu berkata:
"Kedatangan Ting sauya tidak terhitung terlalu lambat! hari ini masih tanggal lima belas, belum
tanggal enam belas, cengcu kami serta kawan-kawan yang diundang cengcu sebenarnya juga
menanti kedatangan Ting sauya di sini. sekalipun menunggu tiga lima hari juga tidak apa-apa"
Agak merah paras muka Ting Peng karena jengah, agak tergagap ia berkata:
"Sebenarnya aku akan datang sedari pagi tadi."
Ia telah mempersiapkan sebuah cerita yang menarik, sayang si penjaga pintu yang sopan itu
seperti enggan untuk mendengarkan, dengan cepatnya ia menyambung kembali.
"Sayang sekali hari ini cengcu kami masih ada sedikit urusan dia harus segera berangkat ke
kota"
Ia sedang tertawa, tertawa dengan amat sopannya:
"Berulang kali cengcu telah berpesan kepadaku, agar aku mohonkan maaf kepada
"Ting sauya, sebab dia hanya bisa menunggu selama tiga setengah jam, setelah itu mau dia
harus pergi meninggalkan rumah"
Ting Peng tertegun, ia tak dapat menyalahkan Liu Yok siong, siapapun yang sedang di tunggu
bisa menunggu selama tiga jam lebih sudah terhitung sesuatu yang hebat.

Tapi, bagaimana selanjutnya.
Sekarang, dalam sakunya tinggal uang tembaga sekeping, pakaian bagian atasnya telah
hilang, sedang perutnya tak karuan laparnya.
Kemana dia bisa pergi?
Meskipun senyum si penjaga pintu masih amat sungkan, namun tidak terlintas keinginan orang
untuk mempersilahkan dia masuk ke dalam:
Akhirnya Ting Peng berseru:
"Dapatkah aku menunggu di sini sampai kedatangannya?
Si penjaga pintu itu segera tertawa.
"Bila Ting sauya ingin menunggu di sini, sudah barang tentu boleh saja?"
Baru saja Ting Peng menghembuskan napas lega, mendadak si penjaga pintu itu melanjutkan:
"Tapi kami tak dapat mempersilahkan Ting sauya untuk tinggal ditempat ini"
Ia masih tertawa sambungnya:
"Sebab kepergian cengcu paling tidak akan makan waktu sampai dua tiga puluh hari lamanya,
bagaimana mungkin kami dapat mempersilahkan Ting sauya untuk berdiam selama dua tiga puluh
hari di sini?"
Perasaan Ting Peng seakan akan tenggelam, ia merasa tertegun dan tak tahu apa yang musti
dilakukan.
Kembali si penjaga pintu itu berkata:
"Namun cengcu telah meninggalkan pesan, katanya sebelum tanggal lima belas bulan
mendatang ia pasti sudah pulang, waktu itu pekerjaannya pasti sudah beres, sekalipun hendak
menunggu tiga lima hari juga tak menjadi soal"
"Baik!" ucap Ting Peng kemudian sambil menahan sabar, "tanggal lima belas bulan
mendatang, tengah hari tepat aku pasti akan datang lagi kemari"
Kembali penjaga pintu itu tertawa:
""Aku toh bisa bilang, hari itu cengcu tak ada urusan, sekalipun Ting sauya datang sedikit
lambatpun tidak mengapa katanya.
Suara tertawanya masih begitu sungkan, cara berbicaranya juga masih sungkan-sungkan.
Tapi Ting Peng telah membalikkan badannya, tanpa berpaling lagi pergi meninggal kan tempat
itu,
Dia benar-benar tak ingin menyaksikan selembar wajah penuh senyuman yang begitu
sungkan, begitu tahu aturan itu. Ia sudah tak tahan

Dia bersumpah dalam hatinya, bila suatu hari berhasil mendapat nama besar ia pasti akan
kembali lagi ke situ agar si penjaga pintu inipun menyaksikan senyumannya,
Itu adalah kejadian kemudian hari, sekarang dia tak sanggup tertawa, ia masih belum tahu
dengan cara apa hendak melewatkan sebulan ini.
Tapi bagaimanapun juga sekarang dia masih mempunyai sekeping uang tembaga.
Dengan sekeping uang tembaga, ia masih dapat membeli sebuah kueh keras, asal minum air
agak banyak, sudah pasti perutnya akan menjadi kenyang.
Tapi, menanti ia hendak mengeluarkan sisa uang tembaga yang dimilikinya itu, ia baru
menjumpai bahwa uang itupun sudah lenyap tak berbekas.....
Mungkinkah uang itu terjatuh dikala ia tergantung tadi?
Tidak mungkin?
Mendadak teringat olehnya bahwa uang itu sama sekali tidak dimasukkan ke dalam koceknya,
sehabis membeli daging sapi, ia masukkan sekeping uang tembaga itu ke dalam saku kecil dalam
pakaian luarnya.
Sekarang, pakaian itu telah dikenakan si nona, sekeping uang tembaga terakhir yang
dimilikipun ikut terbawa olehnya.
Padahal, siapa nama gadis itupun sampai sekarang belum diketahui.
Tiba-tiba Ting Peng tertawa, tertawa terbahak bahak, hampir saja airmatanya turut bercucuran
karena gelak tawanya.
Malam semakin kelam, malam ini adalah suatu malam yang berbulan.
Rembulan bersinar terang diangkasa, bintang bertaburan memenuhi langit, air selokan di
bawah timpaan cahaya rembulan tampak bagaikan sebuah ikat pinggang berwarna perak, ketika
angin malam berhembus lewat membawa bau bunga, suasana terasa lebih nyaman dan segar.
Malam yang kelam selalu memang indah tapi yang lebih indah tentu saja rembulan yang
sedang purnama.
Rembulan yang bulat besar dan terang benderang.
Ting Peng berharap rembulan yang bulat itu dapat berubah menjadi sebuah kueh kering yang
bulat.
Ia bukannya seseorang yang tak tahu arti seni, tapi bila seseorang sedang lapar, biasanya dia
akan melupakan soal seni.
Tempat ini adalah tempat perjumpaannya dengan si nona tadi, dia kembali ke situ karena ia
benar-benar tak tahu ke mana dia harus pergi,
Dengan mengandalkan kepandaiannya, untuk pergi mencuri, merampas, tentu saja dapat
dilakukan secara mudah.
Tapi dia tak akan melakukan perbuatan semacam ini, dia tak ingin meninggalkan noda yang
tak bisa dicuci bersih pada dirinya.

Ia harus mencapai kesuksesan melalui jalan yang lurus dan benar.
Mungkinkah uang tembaga itu terjatuh dari bajunya? Kalau sampai terjatuh di sini besar
kemungkinan ia masih bisa menemukan kembali,
Belum lagi uang tembaga itu ditemukan, ia telah menemukan kembali kacang tanah miliknya
tadi.
Dengan sangat berhati hati dia mengumpulkan kacang itu, mematahkannya menjadi dua dan
bersiap-siap melahapnya dengan penuh kenikmatan,
Siapa tahu pada saat itulah tiba-tiba muncul seorang gadis muda yang menerjang datang
bagaikan seekor domba yang sedang dikejar serigala, begitu sampai di sisinya, la lantas
menerjang kacang di tangannya sehingga tercerai berai di atas tanah.
Tapi kali ini, Ting Pang sama sekali tidak merasa kalau dirinya sedang naas, malahan saking
girangnya dia sampai melompat lompat
"Oooh, rupanya kau..." pekiknya, nona yang mencelakai orang itu ternyata telah datang
kembali.
Ting Peng, sama sekali tak menyangka kalau masih bisa berjumpa dengannya, di bawah sinar
rembulan ia tampak jauh lebih cantik dari pada pagi tadi,
Walau pun mereka tak lebih baru bertemu untuk kedua kalinya, tapi Ting Peng yang baru
bertemu dengannya, bagaikan berjumpa dengan seorang sahabatnya yang paling karib.
Gadis itupun kelihatan sangat gembira, ditariknya tangan Ting Peng keras-keras, seakan akan
dia kuatir kalau pemuda itu tiba-tiba kabur dari situ.
"Sebenarnya aku mengira tak mungkin akan berjumpa lagi denganmu.
Ucapan itu merupakan kata-kata yang hendak di ucapkan oleh mereka berdua, ternyata kedua
orang itu mengutarakannya hampir bersamaan waktunya.
Dua orang itu segera berpandangan dan tertawa.
Ting Peng menggenggam pula tangannya erat-erat, seakan-akan dia kuatir kalau gadis itu pun
kabur secara tiba-tiba.
Dengan sorot mata yang lembut, gadis itu menatapnya, kemudian berkata pelan:
"Tadi aku selalu mengingatkan diriku, bila kali ini bisa berjumpa lagi denganmu, aku harus
teringat akan suatu persoalan"
""Persoalan apa?"
"Bertanya siapa namamu?" katanya sambil tertawa,
Ting Peng ikut tertawa, barusan diapun telah mengingatkan diri sendiri bila bertemu lagi dia
akan bertanya siapa namanya, ternyata gadis itu bernama Ko siau (menggelikan),
"Kau maksudkan namamu adalah Ko-siau (Menggelikan)?"

"Hmmm"
""Ko-siau yang berarti menggelikan?
"Ehmm!"
"Aneh benar namamu itu!" seru Ting Peng sambil berusaha untuk menahan gelinya
"Bukan cuma aneh, bahkan menggelikan sekali, bila kau tahu nama marga ku maka kau pasti
akan kegelian"
""Apa nama margamu?" "
"Aku she Li"
Setelah menghela napas, terusnya:
" Ternyata namaku adalah Li Ko-siau (Kau amat menggelikan) coba katakanlah menggelikan
atau tidak?"
Ternyata Ting Peng masih dapat menahan rasa gelinya.
Kembali Li Ko-siau berkata:
"Aku benar-benar tidak habis mengerti, mengapa ayahku bisa mencarikan nama seperti ini
kepadaku"
"Padahal nama inipun tidak terlalu jelek" hibur Ting peng.
"Tapi sejak masih kecil dulu orang selalu bertanya kepadaku: "Hei, Li Ko-siau, sebenarnya
apamu yang menggelikan?" tiap kali mendengar pertanyaan itu kepalaku langsung membesar,
mana mungkin bisa tertawa lagi?"
Akhirnya Ting Peng tak tahan untuk tertawa terbahak bahak.
Ko-siau sendiripun ikut tertawa.
Semua keapesan yang dialaminya dalam sehari ini seketika tersapu lenyap tak berbekas
bersama meledaknya gelak tertawa itu, sayang masih ada persoalan lain yang tak bisa dilupakan,
sekalipun bisa dilupakan untuk sesaat tapi dengan cepatnya dapat teringat kembali. Misalnya saja
lapar.
Tertawa tapi dapat mengisi perut yang kosong juga tak dapat menyelesaikan persoalan
mereka.
Ko siau pasti masih ada persoalan, Ia masih mengenakan pakaian dari Ting-Peng pakaian itu
sama sekali tak dapat menutupi segenap potongan badannya.
Ketika cahaya rembulan menyorot di atas bagian-bagian tubuhnya yang tak tertutup pakaian
itu segera timbul suatu rangsangan yang membuat orang makin terpikat.
Persoalan yang dihadapi Ting Peng lebih banyak lagi.
Tapi dia sendiripun tak tahu karena apa, ternyata yang paling dikuatirkan dan perhatikan saat
ini bukanlah diri sendiri, melainkan adalah gadis itu.

"Aku tahu kau tentu ingin bertanya kepadaku, kenapa aku menyuruh kau pergi mencari si
kakek yang berbaju merah itu?" ujar Ko siau, ""kenapa aku tidak menantikan kedatanganmu di
sini? Selama setengah harian ini kemana saja aku telah pergi?"
Ting Peng tidak menjawab, karena apa yang diucapkan gadis itu memang persoalanpersoalan
yang ingin diketahui olehnya.
Tapi lebih baik kau tak usah bertanya saja" kembali Ko siau berkata lirih.
"Kenapa?"
"Karena sekalipun kau bertanya kepadaku belum tentu akan kujawab pertanyaanmu itu."
Ditariknya tangan pemuda itu kemudian berkata lebih jauh:
"Ada sementara persoalan lebih baik tak usah kau ketahui, sebab semakin banyak persoalan
yang diketahui seseorang, biasanya semakin banyak pula kerisauan yang akan kau hadapi, aku
tak ingin menambah kerisauanmu lagi!"
Tangannya begitu halus lembut dan berkilat sorot matanya, begitu halus jujur dan tulus.
Walaupun Ting Peng belum pernah mendekati perempuan, namun ia dapat menyaksikan
ketulusan hatinya.
Bagi Ting Peng, hal itu sudah lebih dari cukup, diapun balas menggenggam tangannya
sembari menjawab:
"Aku akan menuruti perkataanmu, kau tak boleh aku bertanya, akupun tak akan banyak
bertanya"
Tiba-tiba Ko siau tertawa manis, katanya kemudian:
"Tapi, aku masih akan menyuruh kau untuk melakukan suatu pekerjaan lagi!"
"Pekerjaan apa?"
"Bila kau menelusuri sungai ini menuju ke hilir, maka akan kau jumpai sebuah rumah berloteng
yang atapnya berwarna hijau"
"Kau minta aku datang kesana?"
"Yaa, aku minta sekarang juga kau kesana!
"Kemudian?"
`Setibanya ditempat itu, pasti akan muncul seseorang yang membawa pergi menjumpai tuan
rumah 1oteng tersebut, apa yang dia kata kan harus kau turuti, apa yang ia suruh kau lakukan,
kaupun harus melakukannya tanpa membantah"
Ditatapnya pemuda itu lekat-lekat, kemudian terusnya:
"Kau harus mempercayai diriku, aku tak akan mencelakaimu!"
"Aku percaya"

"Bersediakah kau pergi ke sana"
Tidak pergi, tentu saja tidak pergi, bagaimanapun juga dia tak ingin pergi.
Tadi ia sudah cukup banyak merasakan penderitaan dan siksaan akibat melakukan pekerjaan
buatnya.
Dan kini, apa yang diucapkan ternyata lebih brutal lagi, bagaimana mungkin ia dapat
menyanggupi? Sayang ia justru harus memenuhi juga permintaannya itu.
Kalau tadi ia harus berjalan "menelusuri sungai menuju ke hulu" maka kali ini dia harus
berjalan "menelusuri sungai menuju ke hilir", kalau tadi menjumpai "seorang kakek berbaju
merah", maka sekarang dia harus menemukan "sebuah bangunan loteng yang bergenting hijau"
Kalau tadi ia mendapat sial, digantung orang seperti ikan asin dan mencicipi semulut lumpur
bau, maka sekarang apa pula yang bakal dijumpai....
Mungkinkah kali ini dia akan lebih sial lagi daripada pagi tadi?
oooooOooooo
Ia telah menjumpai bangunan loteng itu.
Di bawah cahaya rembulan, bangunan loteng itu kelihatan begitu tenang dan penuh
kedamaian. Siapapun tak akan melihat kalau didalam sana bisa terdapat sesuatu perangkap.
LIDAH PEREMPUAN TAK BERTULANG
DALAM bangunan loteng itu tiada perangkap, yang ada cuma sinar lampu yang lembut,
dekorasi yang mewah dan perabot yang serba indah menawan hati.
Kalau kau bersikeras mengatakan bahwa ditempat seperti ini ada perangkap, maka perangkap
itu sudah pasti adalah suatu perangkap yang lembut, dan hangat.
Bila seseorang dapat mati dalam perangkap yang halus dan hangat, paling tidak jauh lebih
enak dari pada mampus di gantung di atas pohon.
Orang yang membukakan pintu adalah seorang nona cilik yang mempunyai sebuah kepang
besar, ia pandai tertawa, kalau tertawa tampak sepasang lesung pipinya yang sangat dalam.
Ditengah malam buta begini, tiba-tiba datang seorang lelaki asing yang bertelanjang dada
mengetuk pintu, Ting Peng mengira dia pasti akan ketakutan, atau paling tidak merasa terkejut,
Siapa tahu ia sama sekali tidak tampak kaget atau ketakutan melainkan cuma tertawa
cekikikan, seakan akan ia sudah tahu bakal ada seorang laki-laki berdada telanjang yang akan
berkunjung ke situ.
Siapa yang kau cari?" segera tegurnya..
"Aku datang mencari tuan rumah!"
"Mari kubawa kau menjumpai nya!"

Bukan saja jawabannya amat cepat dan lantang, malah ia segera menggandeng tangan Ting
Peng dan diajak masuk ke dalam ruangan, seakan akan dengan Ting Peng sudah merupakan
sahabat karib,
""Tuan rumah ada di atas loteng,
Ruangan di atas loteng lebih megah, lebih mewah dan lebih mentereng" selembar tirai mutiara
tergantung ditengah ruangan, tuan rumah berada dibalik tirai mutiara tersebut.
Hal ini bukan disebabkan dia sengaja berlagak sok rahasia, bagaimanapun juga seorang
perempuan memang harus waspada menghadapi seorang pria yang datang berkunjung ditengah
malam buta seperti ini, mungkin waktu itu dia sudah bertukar pakaian dan siap-siap untuk tidur,
tentu saja ia lebih tak ingin dijumpai seorang lelaki asing dalam keadaan begitu.
Walaupun Ting Peng tidak terlalu paham dengan tata pergaulan, sedikit banyak ia toh mengerti
juga tentang masalah ini.
Tentu saja diapun sudah tahu kalau tuan rumah adalah seorang perempuan, sebab ketika
berbicara tadi meski suaranya agak parau, namun merdu dan enak didengar.
"Siapa yang menyuruh kau datang kemari mencariku?"
"Seorang nona she-Li!"
"Apa hubunganmu dengannya?.
"Dia adalah sahabatku!"
"Apa yang telah dia katakan kepadamu?"
"Ia bilang, apa yang hendak kau suruh kulakukan, aku harus melakukannya tanpa
membantah"
"Dan kau akan menuruti perkataannya?"
"Aku percaya dia tak akan mencelakai diriku""
"Apakah pekerjaan apapun yang hendak kuperintahkan kepadamu, kau bersedia untuk
melakukannya?"
"Kau adalah sahabatnya, akupun mempercayai dirimu""
"Tahukah kau apa yang hendak kusuruh kau lakukan?"
"Tidak tahu"
Tiba-tiba suara tuan rumah berubah sama sekali, berubah menjadi galak dan buas serunya:
"Aku hendak menceburkan badanmu ke dalam sebuah baskom berisi air panas yang amat
panas, lalu menggunakan sikat besar untuk menyikat semua lumpur yang menempel di atas
tubuhmu, kemudian menukar pakaian yang melekat di badanmu, menggunakan sepasang sepatu
baru untuk membelenggu kakimu, lalu mendudukkan kau dikursi, dan mengisi penuh perutmu
dengan beberapa macam masakan yang sudah beberapa jam dipersiapkan, agar kau tak mampu
berkutik lagi"

Ting Peng segera tertawa. Ia telah mengenali kembali suara dari tuan rumah.
Sambil tertawa cekikikan, orang itu munculkan diri dari balik tirai, ternyata si tuan rumah itu tak
lain adalah Ko siau, Li Ko siau!
Ting Peng sengaja menghela napas panjang, keluhnya:
"Aku toh bersikap sangat baik kepadamu, mengapa kau malah siap-siap mencelakai diriku
dengan cara begini?"
Ko-siaupun sengaja menarik muka sambil menjawab:
"Siapa suruh kau amat menuruti perkataanku? Kalau tidak mencelakaimu, lantas harus
mencelakai siapa?"
"Padahal kalau Cuma perbuatan-perbuatan seperti itu aku sih tak bakal takut?
"Apa yang kau takuti?"
"Aku paling takut minum arak, kalau kau melolohku dengan beberapa kati arak wangi, maka
kau benar-benar telah mencelakaiku?"
Araknya adalah arak tua yang wangi, hidangannya adalah daging sapi dimasak angsio. Kalau
benar-benar ada orang mencelakai orang lain dengan cara seperti ini, pasti akan terdapat banyak
sekali orang yang bersedia dicelakainya.
Sekarang, Ting Peng telah membersihkan badan dengan air panas, sekujur badannya dari
atas sampai ke bawah, dari dalam sampai keluar, dari kepala sampai ke kaki, semuanya telah
bertukar pakaian dengan satu stel pakaian yang masih baru.
Cuma ikat pinggangnya saja yang belum diganti.
Seutas tali pinggang yang terbuat dari kain baru, satu inci lebarnya dan empat jengkal
panjangnya.
Bagi seseorang yang sudah hampir semaput karena kelaparan, arak semacam ini memang
terlalu tua, daging sapi semacam inipun memang sedikit terlalu banyak.
Ia benar-benar telah dibuat tak berkutik, mau berjalanpun rasanya sukar sekali.
Sambil tersenyum Ko siau segera berkata:
"Sekarang, kau seharusnya tahu, kau tidak sepantasnya bersikap begitu baik kepadaku,
karena orang yang makin baik kepadaku, sebaliknya aku justru semakin ingin untuk
mencelakainya".
Ting Peng menghela napas panjang, katanya pula:
"Padahal akupun tak bisa dikatakan terlalu baik kepadamu, aku hanya memberi satu stel
pakaian kumal kepadamu, memberi sedikit daging sapi yang dingin bakpau yang dingin"
"Tidak!, yang kau berikan kepadaku bukan satu stel pakaian yang kumal, melainkan seluruh
pakaian yang kau miliki. Daging sapi yang kau berikan kepadaku juga bukan sedikit daging sapi,
melainkan seluruh makanan yang kau miliki"

Ditatapnya pemuda itu lekat-lekat perasaan lembut dan penuh rasa terima kasih terpancar
keluar dari balik matanya, kemudian ia melanjutkan lagi.
(Bersambung Jilid 02)
Jilid : 2
BILA ada seseorang telah memberikan segala sesuatunya kepadamu maka apa yang hendak
kau berikan kepadanya?"
Ting Peng tidak menjawab.
Tiba-tiba ia merasa kehidupan manusia itu amat menarik, kehidupan manusia itu penuh
dengan kehangatan dan cinta kasih.
Bila ada orang setelah menyerahkan segala sesuatu yang dimilikinya kepadaku maka aku
hanya mempunyai suatu cara terhadapnya " kata Ko-siau kemudian.
"Apakah caramu itu?
Ko-siau menundukkan kepalanya rendah rendah, kemudian menjawab dengan lirih:
Akupun akan menyerahkan seluruh yang kumiliki kepadanya!"
Ia benar-benar telah menyerahkan segala sesuatunya yang dimilikinya kepada pemuda itu,
pada malam itu juga!
Fajar telah menyingsing.
Ketika Ting Peng terbangun dari tidurnya, ia masih berbaring di sisinya, bagaikan burung dara
berbaring di atas dadanya yang telanjang.
Memandang rambutnya yang hitam pekat serta lehernya yang putih bersih, hatinya cuma
merasakan suatu kebahagiaan dan kepuasan yang belum pernah dialami sebelumnya.
Karena gadis yang cantik jelita itu, kini sudah menjadi miliknya.
Ia bukan cuma merasa puas, bahkan amat berbangga hati, karena sekarang ia telah menjadi
seorang lelaki sejati, malam tadi ia telah membuktikan kejantanannya terhadap gadis itu.
Entah sedari kapan, gadis itupun telah bangun, dengan menggunakan sepasang matanya
yang besar dan lembut sedang menatapnya tertegun.
Dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, dibelainya rambut gadis itu kemudian
gumamnya:
"Tahukah kau, apa yang sedang kupikirkan sekarang?"
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
"Aku sedang berpikir, seandainya aku kaya raya, akupun seorang yang ternama, aku pasti
akan membawa kau untuk menjelajahi seluruh dunia, agar semua orang di dunia ini merasa
kagum kepada kita, iri kepada kita, waktu itu kau pasti akan merasa bangga pula atas segala
sesuatunya"

Setelah menghela napas, tambahnya:
"Sayang, pada saat ini aku tak lebih hanya seorang pemuda miskin yang tak punya apa-apa.
"Aku justru paling suka dengan bocah miskin seperti kau" ucap Ko siau sambil tersenyum.
Ting Peng termenung sambil membungkam diri, mendadak teriaknya keras-keras:
"Oooh .....! Hampir saja aku lupa, aku masih mempunyai semacam barang yang bisa
kuberikan kepadamu"
Tiba tiba ia melompat bangun, dari tumpukan pakaian yang menumpuk di sisi pembaringan dia
berhasil menemukan ikat pinggangnya yang kuno itu, serunya:
"Aku akan menghadiahkan ikat pinggang ini untukmu!"
Kali ini Ko siau tidak tertawa, karena paras mukanya tiba-tiba berubah menjadi amat serius
juga amat tegang, sama sekali tidak mirip orang yang lagi bergurau:
Dengan suara yang lembut Ko siau berkata,
"Asal benda itu adalah pemberianmu, aku pasti akan baik-baik menyimpannya"
"Aku tak ingin kau menyimpannya, aku minta kau untuk mengguntingnya ....."
Ko siau sangat menurut sekali:
ia menggunting ikat pinggang itu hingga terlepas dari jahitan, ternyata di dalam ikat pinggang
itu terdapat selembar kertas yang sudah kuno dan amat kumal.
Warna kertas itu telah berubah menguning pada separuh halaman bagian atas terlukiskan
sebuah gambaran yang sederhana, sedangkan pada halaman sebelah bawah penuh berisikan
tulisan kecil yang lembut dan sangat rapat.
la hanya sempat membaca dua baris kalimat yang berbunyi demikian:
"Jurus serangan ini merupakan rahasia paling besar selama hidup, mematahkan pedang
bagaikan mematahkan bambu, Cing peng, Hoa san, Siong yang, Khong tong, Bu tong, Hong san,
Thiam cong yang bertemu dengan jurus ini pasti akan kalah"
Setelah membaca kedua baris itu, dia tidak memandang lebih lanjut, dengan senyuman
dikulum ujarnya.
""Sungguhkah jurus serangan itu sedemikian lihaynya?"
"Sebenarnya aku sendiripun tidak terlalu yakin, aku tak berani mencari jagoan yang sungguhsungguh
lihay untuk mencoba, tapi sekarang aku telah tahu, Cing peng, Hoa san dan Siong yang
kiam hoat ibaratnya tahu bertemu dengan pisau tajam bila berjumpa dengan jurus serangan ini,
sedikitpun tidak memiliki tenaga perlawanan.
Ia sangat gembira dan emosi, terusnya:
"Menanti aku sudah berhasil mengalahkan Lin Yok siong, aku akan pergi mencari orang yang
lebih ternama darinya, pokoknya suatu ketika aku bisa merobohkan setiap jago pedang kenamaan
yang ada dalam dunia persilatan, saat itu mungkin aku akan memiliki nama besar yang sejajar

dengan nama besar Sam-sauya dari keluarga Cia, Sam sauya dari perkampungan Sin-kiam san
ceng"
Ko siau memandang sekejap ke arahnya, lalu mengembalikan kertas kumal itu kepadanya
sambil berkata:
"Benda ini merupakan benda yang paling berharga bagimu, aku tidak menginginkan nya "
" Justru karena benda itu paling berharga bagiku maka kuhadiahkan untukmu, mengapa kau
tidak mau?"
"Aku adalah seorang wanita" ujar Ko siau lembut, "aku sama sekali tak ingin beradu kekerasan
atau berebut nama dengan jago-jago pedang kenamaan dalam dunia persilatan, asal aku bisa
mendapatkan hatimu, aku sudah merasa gembira sekali"
Gadis itu memeluknya kencang-kencang lalu dengan lemah lembut bisiknya lagi:
"Aku hanya ingin mendapatkan kau secara seluruhnya"
Rembulan yang purnama mulai berbentuk sabit, kemudian dari berbentuk sabit kembali
menjadi purnama.
Sehari demi sehari lewat tanpa terasa, hampir saja Ting Peng melupakan janjinya dengan Liu
Yok siong.
Tapi Ko siau tidak melupakannya, dia sempat mengingatkan pemuda itu:
"Seingatku pada bulan tujuh tanggal lima belas, kau masih mempunyai suatu janji?"
"Setibanya saat itu, aku pasti akan pergi"
"Hari ini sudah tanggal delapan, selama beberapa hari ini kau harus pergi melatih ilmu
pedangmu, Lebih baik berlatihlah di suatu tempat yang tak ada orangnya, aku tahu setiap kali kau
melatihku, kau lantas ingin..... kau lantas ingin....."
"Sekarangpun aku sudah ingin ....." sambung Ting Peng dengan cepat sambil tertawa.
Ko-siau tidak tertawa, diapun tidak berkata apa-apa lagi. tapi keesokan harinya, ketika Ting
Peng terbangun dari tidurnya, ia telah meninggalkan bangunan loteng itu bersama si dayang yang
punya sepasang lesung pipi bila tertawa itu, dia hanya meninggalkan sepucuk surat.
Dalam surat tersebut, dia minta agar Ting Peng selama beberapa hari ini baik-baik melatih ilmu
pedangnya, baik-baik menjaga kesehatan dan kondisi badannya, bila janjinya pada bulan tujuh
tanggal lima belas sudah lewat, mereka pasti akan berkumpul kembali.
Pesan itu membuat Ting Peng terharu, membuat pemuda itu merasa amat berterima kasih.
Walaupun hati kecilnya merasa pedih dan murung juga akibat perpisahan itu, tapi teringat
bahwa tak lama kemudian mereka akan segera berkumpul kembali, diapun lantas membangkitkan
semangat untuk berlatih pedang, berlatih golok, berlatih tenaga. Demi dia, pertarungannya kali ini
tak boleh sampai kalah.

Ia menemukan bahwa kondisi badan sekarang jauh lebih baik daripada dulu, seorang lelaki
yang sudah mempunyai perempuan baru benar-benar akan menjadi seorang lelaki se jati, seperti
juga tanah bumi, setelah diberi air hujan tanah nya baru akan berubah menjadi subur dan
bertambah segar.
Sampai bulan tujuh tanggal lima belas, semangat maupun kondisi badannya telah mencapai
pada puncak paling segar.
terhadap pertarungan yang bakal berlangsung, dia telah memiliki keyakinan pasti menang, ia
yakin dalam pertarungan yang akan berlangsung nanti, kemenangan berada ditangannya.
Bulan tujuh tanggal lima belas pagi.
Cuaca hari ini sangat cerah, sinar matahari memancarkan cahaya keemas emasannya
menyoroti empat penjuru.
Perasaan Ting Peng hari ini persis secerah cuaca di luar, bahkan dia sendiripun merasa
semangatnya berkobar kobar, penuh daya hidup dan kekuatan yang melimpah, sekalipun dunia
bakal ambruk, ia masih sanggup untuk menahan rasanya,
Ketika si penjaga pintu dari perkampungan Cing siong san ceng yang sopan santun dan tahu
perasaan itu berjumpa dengannya, iapun dibikin terperanjat sekali.
Bisa menjadi seorang penjaga pintu dari suatu keluarga yang kaya adalah suatu pekerjaan
yang tak gampang, bukan saja dia harus memiliki sepasang mata yang dalam sekejap pandangan
bisa membedakan mana orang kaya mana orang miskin, diapun harus memiliki selembar wajah
macam papan peti mati.
Tapi sekarang, bukan saja paras mukanya sudah berperasaan, bahkan suatu luapan perasaan
yang amat segar.
Ia benar-benar tidak menyangka kalau pemuda berbaju perlente yang berwajah cerah ini
bukan lain adalah si pemuda miskin bermuka sial yang pernah dijumpai sebulan berselang.
Menyaksikan mimik wajahnya itu, Ting Peng merasa lebih senang dan gembira, rasa mangkel
dan mendongkol yang pernah dialaminya sebulan berselang, sekarang agak terlampiaskan juga.
Menanti ia berhasil mengalahkan Liu Yok siong nanti, paras muka saudara ini pasti akan
berubah menjadi lebih menggembirakan.
Satu satunya hal yang membuat Ting Peng merasa menyesal adalah antara dia dengan Liu
Yok siong sesungguhnya tiada dendam tiada sakit hati, semestinya tidak pantas kalau dia akan
menghancurkan nama baiknya yang telah dipupuk dan dibina selama banyak tahun itu.
Konon Liu Yok siong bukan saja tersohor sebagai seorang pendekar, diapun sangat baik
orangnya, bahkan terhitung seorang Kuncu, seorang lelaki sejati.
Liu Yok siong bertubuh jangkung, ceking tampan, berwajah bersih, berbaju necis, sopan
santun dan merupakan seorang lelaki setengah umur yang berpendidikan tinggi, seorang lelaki
yang romantis.
Terhadap sebagian besar anak gadis, lelaki semacam ini jauh lebih menarik dan merangsang
daripada pemuda-pemuda yang masih ingusan.

Dalam perjumpaan itu dia sama sekali tidak menyinggung peristiwa sebulan yang lalu, diapun
tidak menegur Ting Peng yang kedatangannya hari ini terlalu awal.
Didalam hal ini, mau tak mau Ting Peng harus mengakui bahwa dia memang seorang Kuncu,
seorang lelaki sejati.
Sikapnya amat mantap, gerak geriknya gesit, jari jemarinya panjang tapi bertenaga, lagi pula
reaksinya cukup cepat dan cekatan.
Kesemuanya ini membuat Ting Peng mau tak mau harus mengakui bahwa dia adalah seorang
musuh yang amat tangguh, nama besarnya dalam dunia persilatan pasti bukan nama kosong
belaka.
Lapangan untuk berlatih silat yang beralas pasir lembut telah dipersiapkan, pada rak senjata
dikedua belah sisinya penuh dengan aneka macam senjata yang gemerlapan, di bawah pohon
yang rindang terjejer enam tujuh buah kursi yang terbuat dari kayu jati.
Liu Yok siong segera memberi penjelasan, katanya:
"Ada beberapa orang sahabat yang sudah lama mengagumi ilmu pedang Ting sauhiap,
mereka ingin sekali datang menonton. Dan aku tak bisa menampik keinginan mereka, maka ku
undang kehadiran mereka semua, di dalam hal ini aku harap Ting sauhiap jangan marah"
Tentu saja Ting Peng tak akan marah.
Dikala seseorang sudah mendekati saatnya untuk ternama, ia memang selain berharap ada
banyak orang yang ikut menyaksikan, makin banyak orang yang datang, semakin gembira hatinya.
Dia hanya ingin tahu:
"Siapa saja yang akan datang kemari?"
"Seorang Bulim cianpwe, Tiong lo-sianseng dari bukit Thiam cong!" Liu Yok siong
menerangkan.
"Kau maksudkan Hong im kiam kek Tiong Tian?"
Liu Yok siong segera tersenyum.
"Tidak kusangka kalau Ting-sauhiap juga tahu tentang lo sianseng ini" katanya.
Tentu saja Ting Peng tahu, Tiong Tian adalah seorang jago tua yang amat bijaksana, ilmu
pedangnya mendapat pujian dan sanjungan pula dari setiap orang.
Bisa mengundang orang semacam ini sebagai saksi dalam pertarungan tersebut, Ting Peng
benar-benar merasa amat jujur sekali.
Kembali Liu Yok siong berkata:
"Bwe-hoa lojin dan Meh tiok cu juga akan datang, orang persilatan menyebut kami sebagai tiga
serangkai cemara, bambu dan bwe, padahal aku benar benar merasa malu untuk dijajarkan
namanya dengan mereka"

Kemudian ia tertawa, menampilkan sekulum senyuman bangga yang tak akan dihindari oleh
seorang Kuncu sekalipun, terusnya:
"Selain itu ku undang pula seorang Cia sianseng, nama besarnya dalam dunia persilatan tidak
terlalu besar, karena ia jarang sekali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan"
Setelah tertawa, terusnya:
" Orang dari perkampungan Sin kiam san ceng memang selamanya jarang sekali melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan"
"Perkampungan Sin kiam san ceng?" seru Ting Peng dengan paras muka agak berubah,
"Apakah Cia sianseng itu adalah orang dari perkampungan Sin kiam san ceng?"
"Benar!" jawab Liu Yok siong hambar.
Jantung Ting Peng mulai berdebar keras.
Bagi seorang pemuda yang belajar pedang, nama dari Sin kiam san ceng memang cukup
mempunyai tenaga yang besar untuk membuat jantung orang berdebar keras.
Perkampungan Sin kiam san ceng di puncak Cui im hong, telaga Liok-sui-oh, di sana berdiam
keturunan keluarga Cia.
Sam sauya dari keluarga Cia, Cia-Siau-hong. Dia adalah manusia diantara dewa pedang,
pedangnya adalah pedang diantara dewa pedang.
Mungkinkah Cia sianseng yang datang hari ini adalah dia pribadi?
Orang pertama yang datang paling dulu adalah Tiong Tian dari partai Tiam-cong.
Hong-im-kiam-kek sudah lama termasyhur dalam dunia persilatan, Liu Yok siong sendiripun
menyebutnya sebagai lo-sianseng, tapi ia kelihatan belum terlalu tua, pinggangnya masih
kelihatan lurus, rambutnya masih berwarna hitam, sepasang matanya juga masih memancarkan
cahaya yang berkilauan.
Sikapnya terhadap jagoan muda yang pernah mengalahkan jago-jago lihay dari Cing peng,
Hoa san dan Siong yang ini sedikitpun tidak sungkan, kemudian Ting Peng baru tahu kalau sikap
nya terhadap siapapun tak pernah sungkan.
Orang yang lurus dan jujur tampaknya selalu mempunyai watak seperti ini, selalu mereka
beranggapan bahwa orang lain harus bersikap kelewat menghormat kepadanya lantaran
kelurusan serta kejujurannya.
Mungkinkah hal ini dikarenakan orang yang benar-benar lurus dan jujur dalam dunia persilatan
terlalu sedikit?
Tapi ia sama sekali tidak menempati kursi utama, tentu saja kursi utama itu harus diberikan
kepada Cia sianseng dari perkampungan Sin kiam san ceng.
Cia sianseng belum datang, Bwe hoa dan Meh tiok dari Sui han sam yu telah datang.
Menjumpai dua orang tersebut, Ting Peng segera tertegun dibuatnya.

Kedua orang ini yang satu berbaju merah, dan berwajah merah seperti bayi, sedang yang lain
berwajah suram dan bertubuh ceking seperti bambu, ternyata kedua orang itu tak lain adalah dua
orang yang bermain catur di bawah pohon yang rindang di hulu sungai tempo hari.
Tapi sikap kedua orang itu seakan akan sama sekali tidak pernah kenal dengan Ting Peng,
dalam keadaan begitu, Ting Peng ingin sekali bertanya kepada Bwe hoa lo jin:
"Mengapa kau tidak membawa serta monyet kecilmu yang gemar mengenakan pakaian merah
seperti kau?"
Bwe hoa lojin agaknya sama sekali tak tahu akan peristiwa itu, sikapnya terhadap Ting Peng
amat sungkan.
Ting Peng sendiripun ingin sekali melupakan peristiwa tersebut, sayang ada satu hal yang tak
mungkin terlupakan olehnya.
Mengapa Ko siau menyuruhnya pergi mencari kedua orang itu? Apa hubungannya dengan
kedua orang itu?
Ia mulai menyesal, mengapa tidak menanyai persoalan itu sampai jelas, kenapa harus
mengatakan kepada Ko siau:
"Bila kau tidak menjawab, akupun tak akan bertanya"
Sekarang tentu saja ia tak mungkin bisa menjawab lagi karena Cia sianseng dari
perkampungan Sin kiam san ceng telah datang.
Cia sianseng memiliki wajah yang membentuk bulat badannya gemuk, wajahnya selalu penuh
senyuman, ramah tamah dan kelihatan persis seperti seorang saudagar yang kaya raya.
Tentu saja Cia sianseng tersebut bukan Sam sauya dari keluarga Cia, Cia Siau-hong yang
termasyhur dalam dunia persilatan sebagai jago pedang yang tiada tandingannya di kolong langit.
Orang lain masih tetap bersikap hormat kepadanya, bahkan Tiong Tian dari Tiamcong pay
yang angkuh itupun mempersilahkannya untuk menempati kursi utama.
Tapi ia bersikeras menampik hal itu, dia selalu mengatakan bahwa dirinya tak lebih hanya
seorang pengurus rumah tangga dari perkampungan Sin kiam san-ceng, berada di hadapan para
jago kenamaan, bisa mendampingi mereka disampingpun sudah merupakan kebanggaan.
Tampaknya siapa saja orangnya, asal dia berasal dari perkampungan Sin kiam san ceng,
kedudukannya dalam dunia persilatan selain tinggi, terhormat dan disanjung setiap orang.
Jantung Ting Peng mulai berdebar keras, darah panas dalam tubuhnya mulai menggelora
dengan kerasnya.
Ia bersumpah, suatu ketika diapun akan berkunjung ke perkampungan Sin-kiam-san-ceng,
dengan sebilah pedang mestika dia akan menyambangi pendekar lihay yang tiada tandingannya
dikolong langit itu, dan minta petunjuk tentang ilmu pedangnya yang tiada taranya tersebut.
Sekalipun dalam pertarungan itu dia bakal kalah di ujung pedangnya, dia tak akan merasa
malu dan menyesal.

Tapi, sebelum kesemuanya itu dilakukan, pertarungan yang bakal berlangsung hari ini harus
dimenangkan lebih dahulu.
Pelan pelan ia bangkit berdiri, ditatapnya Liu Yok siong lekat-lekat, kemudian katanya:
"Boanpwe Ting Peng ingin sekali memohon petunjuk ilmu silat cianpwe, harap cianpwe suka
lebih berperasaan dalam menggunakan pedang."
Tiong Tian segera berkerut:
"Kau masih muda, ada suatu persoalan kau harus mengingatkan selalu dalam hatimu" .
"Baik!"
Sambil menarik muka, dengan suara dingin Tiong Tian berkata:
"Pedang adalah suatu benda yang tak berperasaan, bila pedang sudah diloloskan dari sarung,
maka dia tak akan mengenal ampun""
Dua orang bocah kecil berbaju merah, dengan membopong sebuah kotak pedang yang antik
dan mewah berdiri serius di belakang Lui Yok siong.
Pelan-pelan Liu Yok siong membuka kotak pedang itu, mengeluarkan pedangnya dan
meloloskan dari sarung.
"Cring ...." diiringi bunyi gemerincing yang sangat nyaring, pedang itu dilolos dari sarungnya. .
""Pedang Bagus!" Cia sianseng segera memuji sambil tersenyum.
Pedang itu memang sebilah pedang bagus, cahaya pedangnya menyala-nyala, hawa pedang
yang dingin serasa menusuk badan.
Begitu pedangnya sudah diloloskan, sikap Liu Yok siong pun berubah menjadi lebih santai dan
tenang.
Telapak tangan Ting Peng sudah menggenggam gagang pedangnya erat-erat, jari tengahnya
yang mengerahkan tenaga terlalu besar telah berubah memucat, peluh mulai membasahi telapak
tangannya.
Pedang yang dimiliki tak lebih hanya sebilah pedang biasa, jelas tak mungkin bisa
dibandingkan dengan pedang tajam milik Liu Yok siong.
Diapun tak memiliki ketenangan serta kesantaian seperti apa yang diperlihatkan Liu Yok siong.
Oleh karena itu, walaupun ia percaya kalau jurus Thian gwa liu seng yang dimilikinya pasti
dapat mematahkan ilmu pedang dari Liu Yok siong, tak urung hatinya merasa sangat tegang juga.
Liu Yok siong memandang sekejap ke arahnya, lalu sambil tersenyum berkata:
"Di rumahku masih terdapat sebilah pedang bagus, walaupun bukan terhitung sebilah pedang
mestika, namun toh lumayan juga, bila Ting sauhiap tidak merasa keberatan, akan kusuruh orang
untuk mengambilnya."

Bagaimanapun juga dia adalah seorang Bu lim cianpwe (angkatan tua dari dunia persilatan),
sudah barang tentu dia tak ingin mencari keuntungan dengan mengandalkan pedangnya yang
tajam.
Ting Peng enggan menerima kebaikannya itu dengan hambar dia menjawab pelan:
"Biar boanpwe pergunakan pedang ini saja sebab pedang ini adalah warisan ayahku, boanpwe
tak ingin membuangnya dengan begitu saja"
Benar!"
"Apakah kau berasal dari keluarga Ting di telaga Tay-oh?" Tiba-tiba Tiong Tian bertanya pula.
"Tidak, Boanpwe datang dari wilayah Gi-pau!"
"Waaah... aneh kalau begitu"
Setelah berhenti sejenak, dengan suara dingin lanjutnya:
"Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, orang selalu mengatakan bahwa ilmu
pedang Ting sauhiap bukan saja sangat lihay, terutama sekali jurus pedangmu yang terakhir,
benar-benar luar biasa dan tiada taranya, sudah lima puluh tahun aku belajar ilmu pedang, namun
tidak kuketahui kalau wilayah Gi pek terdapat suatu keluarga Ting yang memiliki ilmu pedang
keluarga yang begitu hebatnya."
"Padahal masalah ini juga bukan sesuatu yang aneh" sela Cia Sianseng, "sebab dalam dunia
persilatan memang selalu terdapat para pendekar lihay yang lebih suka hidup mengasingkan diri
daripada mencari nama yang tenar, Tiong siangseng! Meskipun pengetahuanmu cukup luas,
belum tentu setiap keluarga yang pandai berilmu silat kau ketahui"
Mendengar perkataan itu, Tiong Tian segera menutup mulutnya rapat-rapat ........
Liu Yok siong juga tidak banyak berbicara lagi, pedangnya segera diangkat sejajar dengan
dada, lalu serunya:
""Silahkan!"
Ting Peng juga tidak banyak berbicara, dia lantas bersiap-siap untuk melangsungkan
pertarungan yang sudah lama diidam-idamkannya itu.
Suasana menjadi hening, sepi, tak kedengaran sedikit suarapun.
ooooo0ooooo
JURUS THIAN GWA LIU SENG
BULAN tujuh tanggal lima belas, tengah hari, di bawah terik matahari.
Permukaan tanah yang berlapiskan pasir halus memantulkan sinar gemerlapan di bawah
sorotan matahari, sinar pedang lebih menyilaukan siapapun.
Ting Peng sudah mulai melancarkan serangannya.

Kecuali jurus Thian gwa liu seng, dalam ilmu pedang miliknya memang tiada sesuatu yang
istimewa, jurus jurus pedang warisan keluarganya itu hanya bisa dikatakan sebagai "biasa",
sederhana dan tiada sesuatu yang aneh.
Sebaliknya ilmu pedang aliran Bu-tong justru penuh dengan serangan-serangan yang dahsyat
dan penuh dikombinasikan dengan gerakan yang enteng, lincah dan cekatan, di bawah permainan
Liu Yok-siong, kepandaian tersebut kelihatan lebih hidup dan meringankan.
Dengan menggunakan taktik mencukil, menebas dan menusuk, pedangnya diputar sedemikian
rupa melakukan gerakan-gerakan yang luar biasa, dalam sekejap mata Ting Peng telah dikurung
sehingga tak mampu berganti napas lagi.
Menyaksikan ilmu pedang tersebut, semua orang mulai merasa sedikit kecewa terhadap
kemampuan si jago pedang muda yang baru muncul didalam dunia persilatan ini.
Sebaliknya Ting Peng mempunyai kepercayaan serta keyakinan yang besar sekali untuk bisa
memenangkan pertarungan ini.
Paling tidak ia telah menyaksikan tiga buah titik kelemahan dalam ilmu pedang yang
digunakan Lui Yok-siong itu, " bila dia pergunakan jurus Thian gwa-liu-seng tersebut, sudah dapat
dipastikan ilmu pedang dari Liu Yok siong itu akan hancur berantakan seperti pisau tajam yang
menebas bambu.
Sebenarnya dia masih ingin mengalah beberapa jurus serangan lagi untuk Liu Yok siong, dia
tak ingin selalu memperlihatkan keganasannya di hadapan Bu lim cianpwe ini.
Tapi bila pedang sudah diloloskan, maka tak akan mengenal kata ampun"
Dia masih teringat jelas dengan perkataan itu.
Mendadak pedangnya yang memainkan gerakan sederhana itu berubah menjadi hebat,
bagaikan serentetan cahaya bintang yang datang dari luar angkasa dengan cepatnya seluruh
angkasa terbungkus dibalik hawa pedang tersebut.
Bintang yang memancar dari luar angkasa memang tak bisa diraba tak bisa dilawan.
Pedang yang tak berperasaan, tak pernah mengenal arti ampun kepada korbannya.
Tiba-tiba muncul perasaan menyesal dalam hatinya, karena dia tahu Liu Yok siong pasti akan
terluka di ujung pedangnya...."
Tapi dugaannya ternyata meleset, "Traang!" Percikan bunga api berhamburan diangkasa.
Ternyata Liu Yok siong berhasil menyambut serangan dengan jurus Thian gwa liu seng yang
sesungguhnya tak mungkin bisa dihadapinya itu.
Tenaga dalam aliran Bu tong pay merupakan tenaga dalam aliran lurus, Liu Yok siong juga
merupakan satu-satunya murid preman dari Thian ti Cinjin, sudah barang tentu kesempurnaan
tenaga dalamnya tak mungkin bisa ditandingi oleh Ting Peng.
Ketika sepasang pedang saling membentur, hampir saja Ting Peng tergetar roboh ke tanah,
namun ia sama sekali tidak roboh.
Sekalipun pedangnya sampai gumpil sedikit akibat bentrokan itu, telapak tangannya meski
tergetar pecah dan sakitnya bukan kepalang, namun ia tak sampai roboh.

Karena ia telah bertekad untuk tidak membiarkan dirinya roboh ke tanah.
Tekad, meski sesuatu yang tak nampak tapi justru merupakan kunci yang terpenting untuk
menentukan menang kalah; ada kalanya justru jauh lebih penting daripada tenaga dalam.
Dia belum kalah, dia masih bisa bertarung lagi, barusan dia pasti agak teledor sehingga jurus
serangannya seharusnya bisa meraih kemenangan telah disia-siakan dengan begitu saja.
Sementara itu Liu Yok-siong telah menarik kembali pedangnya, dan menatap wajahnya
dengan sorot mata yang sangat aneh.
"Dia belum kalah!" tiba-tiba Tiong Tian berseru:
Ia memang seorang yang benar-benar jujur, lurus dan adil, justru lantaran perkataannya itu,
rasa benci dan muak Ting Peng kepadanya kini berubah menjadi rasa terima kasih.
Akhirnya Liu Yok siong mengangguk juga katanya:
"Aku tahu, dia memang belum kalah"
Ia masih menatap wajah Ting Peng dengan sorot mata yang sangat aneh, sepatah demi
sepatah dia lantas bertanya:
"Jurus pedang yang kau pergunakan barusan adalah ilmu pedang yang pernah kau
pergunakan untuk mengalahkan Kwin Tin-peng dari perguruan Siong yang-pay...."
"Benar!"
"dengan jurus serangan itu juga kau mengalahkan Si Teng serta Kek Khi dua orang jago?"
"Benar!"
Liu Yok siong termenung sejenak, setelah itu tanyanya:
"Siapakah ayahmu?"
"Ayahku sudah meninggal pada delapan tahun berselang"
Ia tidak menyebutkan nama ayahnya, Liu Yok siong juga tidak mendesak lebih jauh.
Paras mukanya menunjukkan perubahan yang lebih aneh lagi, tiba-tiba ia berpaling ke arah
Cia sianseng sembari tanyanya:
"Tentunya Cia sianseng sudah melihat dengan jelas bukan jurus pedang yang barusan
dipergunakan oleh Ting sauhiap?"
Cia sianseng tersenyum.
"Ilmu pedang yang sangat hebat dan luar biasa itu meski tidak begitu kupahami, untung saja
masih dapat kulihat dengan jelas"
"Bagaimana perasaan Cia sianseng terhadap jurus pedang tersebut?"

"Jurus pedang itu sangat lihay, ganas dan luar biasa, hampir sama dengan kekuatan yang
terpancar dari ilmu Toh-mia-cap-sah-si yang dimiliki Yan Cap-sa dimasa lalu, aliran yang
dianutpun agaknya hampir bersamaan, Cuma sayang tenaga dalamnya masih kurang memadahi"
Setelah tertawa, kembali ujarnya:
"Cuma itu menurut pandanganku yang ngawur, jadi kalau aku salah berbicara, tolong
dimaafkan sebab aku sama sekali tidak mengerti tentang ilmu pedang"
Tentu saja perkataannya tak mungkin mengawur, di bawah perkampungan Sin-kiam-san-ceng,
mana mungkin terdapat orang yang tidak mengerti tentang ilmu pedang?
Tiga puluhan tahun berselang, Yan Cap sa malang melintang dalam dunia persilatan dengan
melakukan beratus-ratus kali pertarungan tanpa berhasil dikalahkan orang, dia adalah satusatunya
orang yang sanggup menandingi kepandaian Sam Sauya dari keluarga Cia
Kemudian dia dengan Cia Siau hong memang dilangsungkan pula suatu pertarungan tapi
siapa yang menang siapa yang kalah? Hingga kini masih merupakan sebuah tanda tanya besar.
Sekarang, walaupun jago pedang yang hidup menyendiri itu sudah tiada lagi di dunia, tapi
nama besarnya serta kelihaian ilmu pedangnya masih merupakan sanjungan dan pujian dari
setiap orang.
Cia sianseng telah membandingkan jurus pedang dari Ting Peng itu dengan jurus-jurus Toh
mia cap-sah-kiam, hal mana sesungguhnya merupakan suatu kebanggaan buat Ting Peng.
Sambil tersenyum Liu Yok siong berkata:
"Cia sianseng berkata demikian sesungguhnya aku merasa terkejut bercampur bangga"
Ting Peng tertegun, Setiap orang jago tutur tertegun.
Yang merasa terkejut bercampur bangga tentunya adalah Ting Peng mengapa bisa menjadi
dia?
Dengan suara dingin Tiong Tian segera berkata.
"Cia sianseng memuji ilmu pedang Ting Peng, apa sangkut pautnya dengan dirimu?"
"Memang ada sedikit hubungan!" jawab Liu Yok siong tenang
Tiong Tian segera tertawa dingin:
Liu Yok siong tidak memberi kesempatan kepadanya untuk buka suara lagi, segera katanya:
"Setiap orang dalam dunia persilatan tentu tahu bahwa pengetahuan cianpwe amat luas,
dengan Si catatan senjata Pek Siau seng di jaman dulu hampir sama"
Walaupun pengetahuanku tidak seluas Pek siau seng, namun ilmu pedang dari pelbagai partai
dan perguruan yang ada di dunia ini memang pernah kusaksikan semua".
"Pernahkah cianpwe menyaksikan jurus pedang itu?"

"Belum pernah!"
"Bagaimana dengan Cia sianseng?"
"Aku adalah seorang yang berpengetahuan cetek, entah berapa banyak ilmu pedang yang tak
pernah kusaksikan selama ini, jawab Cia sianseng.
Liu Yok siong segera tertawa hambar, jawabnya:
"Sudah barang tentu kalian berdua belum pernah menyaksikan jurus pedang itu, karena jurus
tersebut adalah hasil ciptaanku sendiri"
Perkataan ini benar-benar suatu ucapan yang mengejutkan hati.
Kalau ada guntur membelah bumi. Ting Peng pasti tak akan sekaget setelah mendengar
perkataan itu.
Hampir saja dia melompat bangun saking kagetnya, dengan suara keras segera serunya.
"Apa kau bilang?".
"Apa yang kuucapkan semestinya Ting sauhiap sudah mendengarnya dengan amat jelas"
Ting Peng segera merasakan darah panas dalam tubuhnya bergolak keras serunya kemudian:
"Kau.... Kau punya bukti?"
Pelan-pelan Liu Yok siong membalikkan badannya kepada si bocah kecil di belakangnya ia
menitahkan:
"Kau pergi ke kamar hujin, dan mintalah dia untuk datang kemari berikut membawa kotak
berisi kitab pusakaku!"
Berbicara bagi seorang lelaki yang belajar pedang, di dunia ini hanya ada dua hal yang tak
bisa dinikmati bersama dengan orang-orang lain dan tak nanti memperkenankan orang lain untuk
mengusiknya.
Kedua hal itu adalah kitab pusaka ilmu pedangnya dan istrinya.
Liu Yok siong adalah seorang lelaki, Liu Yok siong juga belajar ilmu pedang tentu saja amat
menyayangi kitab pusaka serta bininya.
Tapi sekarang dia mempersilahkan istrinya untuk membawa sendiri kitab pusaka itu datang ke
arena, dari sini dapat diketahui bahwa dia adalah seorang yang cermat dan berhati-hati.
Tiada seorangpun yang berbicara lagi pun tak seorang jua yang bisa berbicara lagi.
Apa yang dilakukan Liu Yok siong selamanya memang membuat orang tak sanggup berbicara
lagi.
Dengan cepat kitab pusaka ilmu pedang itu telah dibawa keluar, Liu hujin sendiri yang
membawanya keluar,

Kitab pusaka itu disimpan dalam sebuah kotak yang disegel dengan rapi, di atas kotak masih
menempel segelnya dalam keadaan utuh, Liu Hujin mengenakan sebuah kain cadar untuk
menutupi wajahnya.
Walaupun selembar kain cadar yang halus telah menutupi raut wajah aslinya, akan tetapi tidak
menutupi keanggunan serta keluwesannya.
Liu hujin memang seorang perempuan cantik yang ternama dalam dunia persilatan, lagi pula ia
berasal dari keluarga yang terpandang, bukan Cuma punya nama yang harum, diapun terkenal
karena kesetiaannya terhadap suami.
Berada di hadapan orang asing, tentu saja ia tak bisa bertemu orang dengan raut wajah
aslinya.
Tentu saja dia sudah tahu akan duduknya persoalan, maka kitab pusaka itu langsung
disodorkan ke tangan Tiong Tian serta Cia sianseng.
Kedudukan Cia sianseng dalam dunia persilatan, kejujuran Tiong Tian sebagai seorang
pendekar, memang tak mungkin menimbulkan kecurigaan orang, tiada seorang pun yang merasa
curiga.
Kitab pusaka itu terbuat dari lembaran kertas berwarna putih, kertas itu sangat tipis, tipis
sekali.
Karena kitab itu bukan kitab pusaka dari Bu tong pay, kitab itu berisikan ilmu pedang ciptaan
Liu Yok siong sendiri, Cing siong-kiam boh (Kitab pedang Cing-siong)
Bila ilmu pedang aliran Bu tong sangat luas dan tiada taranya, maka ilmu pedang ciptaan Liu
Yok siong hanya terdiri enam jurus.
"Halaman yang terakhir, berisikan jurus serangan yang kumaksudkan!"
Cia sianseng dan Tiong Tian segera membalik kitab ilmu pedang itu ke halaman yang paling
belakang, dengan kedudukan serta nama baik mereka dalam dunia persilatan, tentu saja mereka
enggan untuk menyaksikan hal-hal yang tidak seharusnya mereka lihat.
Tapi demi bukti yang nyata, demi nama baik Ting Peng dan Liu Yok siong, mau tak mau
mereka harus melihatnya juga.
Mereka hanya menyaksikan beberapa kejap, paras mukanya segera berubah sangat hebat.
Maka Liu Yok siong segera bertanya:
"Jurus serangan yang barusan digunakan Ting sauhiap, tentunya kalian berdua telah
menyaksikan dengan jelas bukan?"
"Benar!"
"Barusan, Ting sauhiap bilang bahwa dia telah mempergunakan ilmu pedang itu untuk
mengalahkan Si Teng, Kek Khi dan Kwik Ting-peng, tentunya kalian berdua juga sudah
mendengar jelas bukan?"
"Benar!"

"Jurus pedangnya itu, perubahannya serta inti sarinya mirip sekali dengan jurus Bu tong sionghee
hong (angin sejuk di bawah bukit Bu tong) yang tercantum didalam kitab itu?"
"Benar!"
Cayhe dengan Ling sauhiap bukankah baru berjumpa untuk pertama kalinya ini...."
Tentang soal ini Tiong Tian dan Cia sianseng tak berani memastikan, maka mereka bertanya
kepada Ting Peng.
Ting Peng segera mengangguk mengakui...., maka Liu Yok siong bertanya lagi.
"Mungkinkah kitab pusaka ilmu pedang ini adalah sejilid kitab palsu"
"Tidak mungkin!"
Sekalipun orang pernah menyaksikan Ting Peng mempergunakan jurus pedang itu, juga tak
mungkin bisa memperoleh inti kekuatan dari jurus pedang tersebut.
Dalam hal ini baik Cia sianseng maupun Tiong Tian berani memastikannya.
Maka Liu Yok siong menghela napas panjang.
"Aaai....! Sekarang aku tak akan berbicara apa-apa lagi."
Ting Peng lebih-lebih tak bisa berbicara lagi. Walaupun ia merasa dirinya sudah meningkat
menjadi dewasa, sesungguhnya ia tak lebih hanya seorang bocah, dia dibesarkan didalam sebuah
dusun yang sederhana, meninggalkan dusun pun belum sampai tiga bulan, darimana mungkin ia
bisa memahami tipu muslihat serta segala kelicikan di dalam dunia persilatan...
Dia hanya merasakan hatinya seperti tenggelam ke bawah, seluruh tubuhnya ikut tenggelam
ke bawah, tenggelam ke dalam sebuah liang yang gelap dan dalam, sekujur tubuhnya seakanakan
terbelenggu kencang, dia ingin meronta, namun tak bisa, ingin berteriak namun tak dapat.
Semuanya harapannya telah musnah dan hancur, masa depannya yang cemerlang kini
berubah menjadi selapis kegelapan yang mencekam.
Dia benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang.
Waktu itu, Tiong Tian sedang bertanya kepada Lui Yok siong.
"Kalau kau memang telah menciptakan jurus pedang itu, kenapa selama ini belum pernah kau
menggunakannya?"
"Aku sebagai seorang murid Bu-tong pay, sudah sepantasnya kalau menjunjung tinggi nama
baik partai Bu-tong, jurus itu aku berhasil menciptakannya tanpa sengaja, waktu itu akupun
mencatatnya saja karena suatu yang iseng. Aku hanya bertujuan sebagai kenang-kenangan di
kemudian hari ilmu pedang bu-tong-pay terlalu luas dan dalam sampai matipun kepandaian
tersebut masih berkelebihan bagiku selama hidup aku tak akan menggunakan ilmu pedang aliran
lain pun tiada berambisi untuk mendirikan perguruan lain, kalau bukan keadaan sangat mendesak
aku tak akan mengeluarkan kitab pusaka ini untuk diperlihatkan kepada orang lain"
Penjelasan ini bukan saja sangat masuk diakal lagi pula jujur dan amat bijaksana siapapun
pasti akan menerimanya sambil mengangguk anggukkan kepala.

"Bagus sekali ucapanmu itu" kata. Cia sianseng sambil tersenyum, "It thian cinjin tentu akan
merasa bangga karena mempunyai seorang murid seperti aku"
"Jikalau jurus pedang itu memang merupakan ciptaanmu sendiri, dari mana Ting Peng bisa
mempelajarinya?" "tanya Tiong Tian tiba tiba.
"Aku sendiripun kurang jelas, justru pertanyaan itu hendak kutanyakan kepada Ting sauhiap"
Dia lantai berpaling ke arah Ting Peng, sikapnya masih lembut dan halus, katanya:
"Sesungguhnya jurus serangan ini adalah ilmu pedang warisan keluargamu atau bukan?
"Bukan!" sahut Ting Peng sambil menundukkan kepalanya, rendah-rendah.
Ketika mengucapkan perkataan itu, perasaannya tersiksa sekali, seakan-akan ada cambuk
yang sedang menghajar di atas tubuhnya.
Tapi sekarang, mau tak mau dia harus mengakui. Bagaimanapun juga dia masih muda dan
jujur, ia merasa tak dapat membohongi liangsim sendiri...
"Lantas, darimana kau berhasil mempelajari ilmu pedang itu?" tanya Liu Yok siong kemudian.
"Secara tidak sengaja ayahku berhasil menemukan selembar kitab pusaka yang robek, di atas
robekan itu tercantum satu jurus Thian gwa liu-seng"
"Kitab pusaka siapakah itu"
"Entahlah!"
Ting Peng memang benar-benar tidak tahu.
Di atas kertas itu tidak tercantum nama, itulah sebabnya dia sendiripun tak tahu milik siapakah
ilmu pedang itu, maka dia tak bisa tidak harus mempercayai perkataan dari Liu Yok siong tersebut.
Semua yang dikatakan adalah kata-kata yang sejujurnya.
Namun Liu Yok siong segera menghela napas panjang, katanya:
"Tidak kusangka seorang pemuda yang masih muda belia seperti kaupun sudah pandai
berbohong"
"Aku tidak berbohong!"
"Lantas dimanakah robekan kertas yang berisi ilmu pedang itu!"
"Berada di....."
Kata-kata tersebut tidak dilanjutkan, karena sekarang dia sendiripun tak tahu kertas berisi
catatan ilmu silat itu berada dimana.
Ia teringat kertas itu pernah diserahkan kepada Ko siau, Walaupun Ko Siau mengembalikan
lagi kepadanya, tapi akhirnya dia meminta gadis itu untuk menyimpan baginya, karena gadis itu

telah memberikan segala sesuatunya kepadanya, maka diapun memberi segala sesuatunya
kepada gadis itu.
Sejak itu penghidupan mereka dilewatkan dalam kehangatan, kemerahan dan kebahagiaan,
seorang pemuda yang baru saja merasakan kemesraan dan kehangatan, mana mungkin masih
memikirkan persoalan lainnya?
Dengan tatapan mata yang dingin, Liu Yok siong memandang ke arahnya, kemudian sambil
menghela napas katanya:
Kau masih muda, masih belum pernah melakukan kesalahan besar, aku tak ingin terlalu
menyusahkan dirimu, asal kau bersedia menyanggupi sebuah permintaanku, aku tak akan
mengusut lagi asal usul datangnya robekan kitab pusaka itu"
Ting Peng menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Dia dapat merasakan, apapun yang dia ucapan pada saat ini, orang lain tak akan
mempercayai lagi. diapun dapat menangkap pandangan hina yang terpancar keluar dari sorot
mata orang.
"Asal kau bersedia untuk berjanji, selama hidup tidak menggunakan pedang lagi, aku akan
memperkenankan kau pergi dari sini".
Tiba-tiba paras mukanya berubah menjadi amat keras dan serius, terusnya:
Tapi jika di kemudian hari kuketahui bahwa kau telah mengingkari janji, hmm! Kemanapun kau
kabur, aku pasti akan merenggut nyawa mu"
Seseorang yang belajar padang, seorang pemuda yang bertekad ingin mengangkat namanya,
bila sepanjang hidup tak boleh memakai pedang lagi, bila sepanjang hidup tak boleh melakukan
perjalanan lagi dalam dunia persilatan, lalu apa artinya hidup di dunia ini?
Tapi sekarang Ting Peng harus menyanggupi, sekarang tiada pilihan lain lagi baginya.
Tiba-tiba ia merasa tubuhnya menjadi dingin, karena tiba-tiba menghembus lewat segulung
angin dingin, mengibarkan bajunya, mengibarkan juga kain cadar yang menutupi wajah Liu
hujin.....
ooooo0ooooo
MALAM BULAN PURNAMA
CUACA telah berubah, sang surya yang memancarkan cahaya keemas-emasan telah tertutup
dibalik awan.
Tiba-tiba Ting Peng merasakan sekujur badannya menjadi dingin dan kaku, lalu sebentar lagi
merasakan sekujur badannya panas bagai dibakar dengan api.
Semacam kesedihan dan kegusaran yang tak terlukiskan dengan kata-kata, membara dari
dasar telapak kakinya langsung menerjang ke atas tenggorokan, membakar wajahnya sehingga
berubah menjadi merah membara membuat matanya ikut membara pula.
Ketika hembusan angin mengibarkan kain cadar yang menutupi wajah Liu hujin tadi, ia telah
menyaksikan raut wajahnya sang nyonya yang sebenarnya...

Ternyata Liu hujin bukan lain adalah Ko siau.
Sekarang segala sesuatunya telah menjadi jelas, mimpipun dia tak mengira kalau kenyataan
yang sebenarnya begitu rendah, terkutuk, begitu kejam dan tak berperi-kemanusiaan.
Tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, memandang Liu hujin
sambil tertawa tergelak, suara tertawanya kedengaran mirip sekali dengan jeritan binatang buas
menjelang kematian.
Kemudian sambil menuding ke arahnya dan terbahak bahak, serunya:
"Kiranya Haaahhh..... haaahhh..... haaahhh kiranya kau?"
Setiap orang memandang ke arahnya dengan terkejut, kaget bercampur keheranan.
"Kau kenal dengan dia?" tegur Liu Yok siong.
"Tentu saja aku kenal dengan dia, kalau aku tidak kenal dengannya, siapa yang bakal kenal
dengannya?"
"Kau tahu, siapakah dia?"
""Li Ko siau!"
Liu Yok siong kontan saja menarik muka sambil tertawa dingin, serunya lantang:
"Aku sama sekali tidak menggelikan (Ko siau), kau juga tidak menggelikan!"
Kejadian semacam ini memang tidak menggelikan, sedikitpun tidak menggelikan.
Pada hakekatnya kejadian ini untuk menangispun tak sanggup mengeluarkan suara.
Seharusnya Ting Peng menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya .sejak dari ia
muncul dalam keadaan bugil, sampai dia pergi mencari Bwe hoa lojin untuknya, digantung lalu ia
menyerahkan segala sesuatu kepadanya.
Tapi kejadian semacam ini tak mungkin bisa diucapkan.
Kejadian itu sesungguhnya terlalu brutal, terlalu tidak masuk diakal, kalau dia
menceritakannya, orang lain pasti akan menganggapnya sebagai orang gila, seorang gila yang
cabul dan memalukan.
Untuk menghadapi manusia gila semacam itu, sekalipun digunakan cara yang paling kejam,
cara yang paling buaspun, orang lain tak akan mengatakan apa-apa.
Dengan mata kepala sendiri ia pernah menyaksikan seorang gila semacam itu, di gantung
orang hidup-hidup.
Sekarang dia baru tahu, lubang hitam di mana ia terjerumus ternyata adalah sebuah
perangkap.
Sepasang lelaki sejati dan perempuan alim ini bukan saja hendak merampas kitab pusaka ilmu
pedangnya, bahkan hendak merusak nama baiknya dan menjerumuskan dia ke lembah
penghinaan.

Karena itu sudah cukup menggetarkan hati mereka, karena dalam pertarungan ini sebenarnya
kemenangan berada di tangannya.
Sekarang, sebenarnya ia sudah menggetarkan dunia persilatan, namanya sudah menjulang
tinggi ke angkasa.
Tapi sekarang, tiba-tiba Ting Peng menubruk ke depan, menggunakan segenap tenaga yang
dimilikinya untuk menubruk Liu-hujin yang sebenarnya sama sekali tidak menggelikan itu.
Sekarang ia sudah habis, ia sudah terperosok ke dalam perangkapnya yang rendah dan
terkutuk.
Sekarang, diapun hendak membinasakan dirinya.
Sayang seorang perempuan alim seperti Liu hujin, tak mungkin bisa dimusnahkan oleh
seorang bocah tak bernama seperti dia.
Baru saja badannya menerjang ke depan, ada dua bilah pedang telah menusuk ke tubuhnya.
Terdengar Bwe hoa lojin sedang membentak dengan suara keras:
"Selama ini lohu tidak buka suara, karena Liu Yok siong adalah saudaraku, tapi sekarang aku
sudah tidak tahan untuk berdiam diri belaka"
Liu Yok siong juga menghela napas, katanya:
"Aku sebenarnya tak ingin menyusahkan dirimu, mengapa kau hendak mencari kematian
untuk diri sendiri?"
Guntur menggelegar memecahkan keheningan, hujan turun secara tiba-tiba dengan derasnya.
Diantara menyambarnya cahaya kilat dan sinar pedang, pakaian Ting Peng telah basah oleh
noda darah.
Sepasang matanya telah berubah menjadi merah membara, sekarang ia tidak memperdulikan
segala sesuatunya lagi.
Bagaimanapun juga, masa depannya telah hancur dan musnah, lebih baik sekarang juga ia
mati di sini, mati di hadapan perempuan tersebut.
Cia sianseng tidak menghalangi, Tiong Tian juga tidak.
Mereka tak ingin mencampuri urusan ini lagi, sebab pemuda tersebut tak ada harganya untuk
dikasihani.
Andaikata ia mempunyai nama, mempunyai kedudukan, kalau dia berasal dari keluarga
persilatan yang ternama, mungkin saja ada orang yang akan membantunya mengucapkan
beberapa patah kata, mendengarkan penjelasannya.
Sayang dia tak lebih hanya seorang bocah miskin yang tidak punya apa-apa....
Cahaya pedang berkelebat lewat dan menusuk bahunya, tapi ia tidak merasa sakit.

Sekarang ia sudah agak menggila, sudah agak pusing, sudah agak kaku, karena bila
seseorang telah berada dalam keadaan seperti ini, dia tak mungkin akan memikirkan soal
keselamatannya lagi.
Sayang ia sudah melangkah ke jalan kematian sekarang, ingin berpalingpun sudah tak sempat
lagi, agaknya ia bakal dicincang mati seperti seekor anjing gila.
Dua bilah pedang dari Bwe hoa dan Cing siong bagaikan dua ekor ular berbisa meluncur ke
depan dan membelenggunya.
Sekarang, ia telah berhasil membongkar intrik busuk mereka, jelas mereka tak akan
membiarkan ia hidup terus di dunia ini.
Kini setiap orang telah menganggap dia berdosa, dia bersalah dan tak bisa diampuni lagi,
sekalipun mereka membunuhnya, hal inipun merupakan sesuatu yang lumrah.
Liu Yok siong telah melancarkan tusukan mautnya, pedang itu menyambar ke depan dan
langsung mengancam tenggorokan Ting Peng.
Tiba-tiba suara guntur kembali menggelegar di angkasa, diantara kilat yang menyambar,
sebatang pohon besar terpapas menjadi dua dan roboh ke tanah...
Halilintar menyambar-nyambar, guntur menggelegar di angkasa, bunga api bepercikan ke
empat penjuru.
Diantara kobaran api yang menjilat-jilat batang pohon yang sangat besar itu terbelah menjadi
dua, kemudian diiringi bunyi gemuruh yang keras tumbang ke atas tanah.
Inilah suatu kekuatan langka, suatu kehebatan alam yang akan ditakuti oleh segenap manusia
di dunia ini, apapun kedudukannya dalam masyarakat.
Ditengah jeritan kaget, setiap orang tanpa terasa mundur ke belakang, Liu Yok siong juga ikut
mundur.
Hanya Ting Peng seorang yang masih menerjang mau, menerjang keluar melalui dahan pohon
yang terbelah dua, menerjang lewat dari antara jilatan api.
Dia tak tahu apakah ia masih bisa mundur atau tidak, diapun tak tahu harus melarikan diri
kemana.
Ia tiada tujuan, diapun tidak menentukan arah mata angin.
Didalam hatinya hanya terlintas ingatan untuk melarikan diri dari perangkap ini, bisa kabur
sampai dimana, dia akan lari kemana, segenap kekuatan yang dimilikinya telah digunakan,
menanti seluruh tenaga yang dipakainya telah habis, diapun roboh ke tanah, roboh di atas sebuah
celah bukit.
Ditengah hujan badai yang turun dengan derasnya, cuaca luar biasa gelapnya, ingatan terakhir
yang melintas dalam benaknya, bukan rasa dendam dan bencinya kepada Liu Yok siong serta Ko
siau, juga bukan kepedihan diri sendiri.
Apa yang teringat olehnya saat itu adalah ayahnya, sepasang mata ayahnya menjelang
kematian.

Sekarang, sepasang mata tersebut seakan-akan juga sedang memandang ke arahnya,
pandangan yang penuh cinta kasih dan kepercayaan.
Ia percaya putranya dapat melampiaskan rasa kecewanya, pasti bisa tersohor di dunia
persilatan.
Bulan tujuh tanggal lima belas, Malam hari, dikala bulan sedang purnama.
Setelah hujan berhenti, rembulan yang purnamapun muncul kembali di atas jagad.
Rembulan pada malam ini seakan-akan jauh lebih indah daripada dihari-hari lain,
kecantikannya begitu rahasia, begitu sepi dan cukup membuat hati orang merasa luluh .
Ketika Ting Peng membuka kembali matanya. Ia menangkap rembulan yang purnama itu.
Ternyata dia tidak mati, orang yang menghendaki kematiannya juga tidak berhasil
menemukannya di sana.
Entah suatu kebetulan? Atau kah takdir? Ternyata ia terjatuh dalam sebuah celah bukit yang
rupanya adalah sebuah selokan.
Hujan deras menimbulkan air bah, air yang mengalir lewat selokan membawanya sampai di
situ.
Tempat ini letaknya sudah jauh sekali dari tempat dimana dia terjatuh pertama kali tadi, ketika
merangkak bangun dari selokan tersebut, diapun menyaksikan sebuah gua yang dalam sekali.
Empat penjuru di sekeliling sana semuanya ada bukit, semuanya ada pohon, tanah perbukitan
yang basah dan segar setelah hujan lewat, bagaikan seorang gadis perawan yang baru selesai
membersihkan badan.
Kecantikan seorang gadis perawan. membawa kerahasiaan dan kemisteriusan.
Gua itu bagaikan mata dari gadis perawan, begitu gelap, dalam dan mengandung daya tarik
yang besar.
Tampaknya Ting Peng sudah tertarik oleh kerahasiaan gua itu, tanpa terasa ia bangkit berdiri
dan menghampirinya.
Sinar rembulan memancar masuk dari luar gua, menerangi dinding gua yang penuh lukisan
alam semesta melainkan lukisan langit
Hanya di atas langit, baru akan ditemukan pemandangan semacam ini.
Gedung istana yang besar dan megah, pasukan pengawal yang berbaju perang emas,
dayang-dayang keraton yang bersanggul tinggi, berbaju bulu, intan permata yang berserakan
dimana-mana, bebungaan dan buah-buahan yang segar, semuanya melukiskan pria yang perkasa
seperti panglima langit perempuan yang agung bagaikan bidadari.
Terpesona Ting Peng menyaksikan kesemuanya itu.
Semua harapannya telah punah, masa depan yang gemilang telah berubah menjadi gelap..

Dialam semesta, ia ditipu, dihina, dicemooh dibuat penasaran, dipaksa mengambil keputusan
yang pendek.
Dialam semesta ia tiada masa depan lagi, tiada hari esok, semua masa depannya telah
dimusnahkan orang.
Sekali difitnah orang selama hidup dosanya tak akan bersih dari tubuhnya, selama hidup ia tak
ada harapan untuk mengangkat kepala lagi, sekalipun bisa hidup lebih lanjut, dia hanya bisa
menyaksikan orang-orang yang memfitnah mencemooh dan menghinanya, karena selama hidup
ia tak akan mampu untuk mengalahkan mereka.
Lalu apa artinya hidup terus di dunia ini?
Walaupun dialam semesta tiada hukum yang adil, di langit juga ada fitnahan yang dialaminya
dalam alam semesta hanya bisa diadukan ke atas langit.
Padahal ia masih muda tidak sepantasnya mempunyai ingatan seperti itu.
Tapi bila seseorang telah terdesak sehingga tiada jalan lain, jika ia sudah berada dalam
keadaan apa boleh buat sekalipun tak ingin berpikir demikianpun, pikiran itu akan datang dengan
sendirinya.
Mendadak dia teringat akan mati.
Mati memang jauh lebih gampang dari pada hidup lagi pula lebih menggembirakan.
Ditipu orang apalagi ditipu secara mentah-mentah oleh seorang perempuan yang untuk
pertama kali dicintainya memang merupakan suatu siksaan batin yang tak bisa ditahan oleh
siapapun, hal itu sudah cukup untuk membuat seorang pemuda tak sanggup untuk hidup lebih
jauh.
Mendadak ia merasakan tangannya masih menggenggam pedang nya erat-erat.
Jikalau pedang ini memang tak bisa mendatangkan nama besar dan kebesaran lebih baik ia
mati saja di ujung pedang ini.
Berpikir sampai di situ, pedangnya lantas diangkat ke atas dan siap-siap digorokkan ke atas
leher sendiri.
Siapa tahu pada saat itulah tiba-tiba terhembus lewat segulung angin, dibalik hembusan angin
itu seakan- akan terdapat sesosok bayangan, sesosok bayangan yang sangat kabur.
Bayangan yang membawa bau harum yang tipis, berhembus lewat dari hadapannya kemudian
lenyap tak berbekas.
Tahu-tahu pedang didalam genggamannya telah lenyap tak berbekas.
Ting Peng tertegun.
Kemudian ia merasa munculnya segulung hawa dingin yang menusuk tulang muncul dari alas
kaki, langsung menerjang ke atas kepala, dalam waktu singkat sekujur badannya menjadi dingin
dan kaku, Jangan-jangan di tempat ini ada setan?
Gua itu sesungguhnya memang agak rahasia, agak misterius, sekarang, di tengah kegelapan,
ia seakan-akan menyaksikan bayangan setan yang sedang bergerak-gerak di situ.

Jikalau seseorang sudah bertekad ingin mati, kenapa pula harus takut dengan setan?
Setan. Tidak lebih hanya seseorang yang sudah mati, Tanpa pedangpun ia sama saja bisa
mati.
Ting Peng merasa amat marah dan mendendam, ia merasa bukan Cuma manusia saja yang
mempermainkannya, sampai menjelang saat akhir hidupnya pun, masih ada setan yang
mempermainkan dirinya.
Sambil menggigit bibir, dan mempergunakan segenap tenaga yang dimilikinya, ia lantas
membenturkan kepalanya ke atas dinding batu.
Baik manusia yang mempermainkannya, ataupun setan yang mempermainkan diri nya, setelah
mati dia pasti akan membuat perhitungan dengan orang itu.
Tapi ia tak sampai mati.
Kepalanya tidak menumpuk di atas dinding batu, sebab lagi-lagi ada angin yang berhembus
lewat, tahu-tahu di depan dinding batu itu muncul sesosok bayangan manusia. Kepalanya persis
menumbuk di atas badan orang ini.
Tapi justru kehadiran orang itu jauh lebih menakutkan daripada dinding batu tersebut, belum
pernah ia menyaksikan ada manusia di dunia ini yang bisa datang dengan begini cepatnya.
Dengan perasaan terkejut dia mundur ke belakang, akhirnya ia dapat menjumpai "manusia"
tersebut.
Seorang perempuan, cantik jelita bersanggul tinggi, berbaju bulu yang persis seperti lukisan
bidadari di atas dinding gua telah berdiri di hadapannya.
Mungkinkah dia turun dari atas dinding gua itu untuk menolongnya?
Ditangan kirinya membawa sebuah keranjang bambu yang penuh dengan bebungaan segar,
sedang ditangan kanannya membawa sebilah pedang, itulah pedang Ting Peng.
Ia sedang memandang wajah Ting Peng sambil tersenyum, senyuman itu kelihatan begitu
segar, manis lembut, suci dan anggun.
Entah bagaimanapun juga, paling tidak ia kelihatannya tidak terlalu menakutkan.
Akhirnya Ting Peng merasa dapat bernapas kembali dengan lancar, akhirnya bisa bersuara
lagi untuk berbicara, segera tegurnya:
"Sebenarnya kau ini manusia atau setan?"
Bersambung Jilid 03)
Jilid : 3
PERTANYAAN itu diajukan dengan nada yang menggelikan tapi entah siapapun itu orangnya,
bila berada dalam keadaan seperti ini, mereka pasti akan mengajukan pertanyaan tersebut.
Kembali gadis itu tertawa, malah sinar matanya pun terdapat senyuman, tiba-tiba ia balik
bertanya:

"Kau tahu, hari ini adalah hari apa?"
"Bulan tujuh, tanggal lima belas!"
Bidadari cantik yang seakan-akan baru turun dari lukisan itu kembali berkata:
"Tahukah kau bulan tujuh tanggal lima belas adalah hari apa?"
Akhirnya Ting Peng teringat kembali bahwa hari ini adalah Tiong-goan, harinya setan dan
arwah penasaran.
Konon pada hari ini, pintu akherat yang disebut Kui bun koan sengaja dibuka, malam itu,
segenap setan dan arwah penasaran yang menghuni di akherat berbondong-bondong akan
datang ke alam semesta.
"Kau adalah setan?" Ting Peng segera menjerit dengan suara amat terkejut.
Bidadari cantik itu segera tersenyum.
"Menurut penglihatanmu, apakah aku mirip dengan setan?"
Dia memang tidak mirip.
"Kalau begitu kau adalah bidadari dari sorga loka?" tak tahan Ting Peng berseru kembali.
Senyuman bidadari cantik itu tampak lebih lembut dan halus, sahutnya pelan:
"Akupun sangat ingin mendengar kau menganggap diriku sebagai bidadari dari kahyangan,
tapi akupun tak berani berbohong, sebab bila aku berani mencatut nama bidadari dari kahyangan,
pasti arwahku akan dijebloskan ke dalam neraka untuk dicabut lidahnya.
"Entah bagaimanapun juga, kau sudah pasti bukan manusia""
"Tentu saja aku bukan manusia"
Tanpa sadar Ting Peng mundur dua langkah lagi ke belakang:
"Lantas kau... siapa....kau?""
"Aku adalah rase!"
"Rase?"
"Apakah kau tak pernah mendengar kalau di dunia ini terdapat Rase?"
Tentu saja Ting Peng pernah mendengar, sudah banyak cerita tentang "rase" yang pernah ia
dengar, ada yang cantik, ada pula yang menakutkan, karena "rase" adalah makhluk yang tak bisa
diraba.
Bila mereka senang kepadamu, kau akan memperoleh kejayaan dan harta kekayaan di dunia,
ia akan memberi kebahagiaan yang tak pernah kau impikan.
Tapi merekapun dapat memikat dirimu, memikatmu setengah mati sehingga sukma pun ikut
terbetot.

Meskipun belum pernah ada orang yang bisa berjumpa dengan mereka, tapi tiada orang yang
membantah atas kehadiran mereka di alam semesta ini ...........
Di dalam dongeng yang tersebar dalam masyarakat, hanya ada satu persamaan antara cerita
yang satu dengan yang lain. "Rase" kerapkali menampakkan diri dalam bentuk manusia, lagi pula
senang menampakkan diri dalam wujud seorang perempuan yang cantik.
Dengan perasaan terkejut Ting Peng memperhatikan gadis cantik di hadapannya, pakaian
yang baru saja kering kembali basah oleh keringat dingin...
Sekarang, ia benar-benar telah bertemu dengan "rase"
Sinar rembulan yang tipis memancar di atas wajahnya, membuat paras mukanya yang cantik
kelihatan agak putih memucat, putih yang menerawang dan berkilap, seperti mutiara.
Hanya manusia yang tak pernah melihat sinar matahari, baru akan memiliki paras muka
seperti ini.
Tentu saja "rase" tak pernah mendapat sorot sinar matahari.
Tiba-tiba Ting Peng tertawa.
Gadis ini tampaknya merasa sedikit keheranan, belum pernah ada orang yang bertemu
dengan Dewi rase manis bisa memperdengarkan gelak tertawanya.
Maka dengan perasaan keheranan dia tertawa.
"Adakah suatu persoalan yang membuatmu merasa kegelian?"
"Sesungguhnya peristiwa semacam ini memang tidak menggelikan, tapi kau pun jangan harap
bisa membuatku ketakutan"
"Oooh!"
"Karena aku sama sekali tidak takut padamu, entah kau ini setan atau rase, pokoknya aku
tidak akan takut kepadamu""
"Setiap orang tentu merasa takut bila bertemu dengan setan atau rase, mengapa kau justru
merasa tidak takut?"
"Karena bagaimanapun juga, aku toh bakal mati!" "
Ia masih tertawa, terusnya:.
"Seandainya kau ini setan, setelah aku mati maka akupun akan berubah menjadi setan juga,
mengapa aku musti takut kepadamu?"
Bidadari cantik itu segera menghela napas panjang, katanya:
"Bila seseorang telah mati, dia memang tak usah takut lagi kepada siapapun"
"Tepat sekali perkataanmu itu"
"Tapi aku lihat kau masih muda, kenapa ingin lekas-lekas mati?"

Ting Peng ikut menghela napas panjang.
"Anak muda pun kadangkala ingin mati juga"
"Kau benar-benar ingin mati?"
"Benar!"
""Kau harus mati?"
"Yaa, aku harus mati!"
"Sayang kau telah melupakan satu hal!" "
""Soal apa?"
"Sekarang kau belum mati, kau masih seorang manusia"
Ting Peng mengakuinya.
Kembali perempuan cantik itu berkata lagi:
"Sebaliknya aku adalah rase, seorang dewi rase, aku memiliki kekuatan gaib, sedang kau tak
punya, itulah sebabnya bila aku tidak menginginkan kematian, kau tak akan mati, kecuali
................"
"Kecuali bagaimana?"
"Kecuali kau memberitahu dulu kepadaku, persoalan apakah yang membuat kau bertekad
untuk menghabisi jiwamu sendiri?"
Tiba-tiba Ting Peng melompat bangun, teriaknya keras-keras:
""Mengapa aku harus memberitahu kepadamu?, dengan dasar apa aku harus
memberitahukan soal ini kepadamu?"
Asal menyinggung kembali persoalan itu, hatinya terasa sedih bercampur marah, teriak lagi:
"Aku justru tak mau memberitahu kepadamu, apa yang kau bisa lakukan terhadap diriku ini?"
Kecuali mati, memang tiada masalah lain yang lebih besar lagi!
Bila seorang telah bertekad untuk mati, masakah dia masih takut bakal diapakan orang lain?
Dengan terkejut gadis cantik itu memandang ke arahnya, tiba-tiba ia tertawa lagi.
"Sekarang aku percaya penuh, agaknya kau memang betul-betul kepingin mati".
"Aku memang kepingin mati!"
"Siapakah namamu?" tiba-tiba gadis cantik itu bertanya lagi.

"Mengapa kau musti menanyakan soal namaku?"
"Agar setelah mati nanti dan menjadi setan, kita bisa menjadi tetangga yang baik, siapa tahu
kita bakal sering berjumpa, tentu saja aku harus mengetahui siapa namamu"
"Kenapa kau tidak memberi tahukan lebih dulu siapa namamu?, sekalipun dewi rase tentunya
kau juga punya nama"
Gadis cantik itu segera tersenyum manis.
"Yaa, aku memang punya nama, kalau kau ingin tahu, aku bersedia memberitahukan
kepadamu"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Aku bernama Cing-cing!"
ooooo0ooooo
CING-CING
CING-CING mengenakan baju berwarna hijau pupus ia tampak begitu cerah secerah udara di
musim semi secerah air telaga yang bening di cuaca yang segar.
Bayangan bukit tampak membias di atas permukaan air telaga, begitu indah dan menawan
membuat orang terpesona.
Pinggang Cing cing ramping lagi halus bagaikan pohon liu yang tinggi semampai bergoyang
terhembus angin.
Di atas pinggang Cing cing terikat sebuah ikat pinggang berwarna hijau, sebilah golok tersoren
di pinggangnya Sebilah golok melengkung.
Golok lengkung Cing cing disoren dalam sebuah sarung golok yang terbuat dari perak, di ujung
gagang golok tertera sebiji mutiara yang besar dan memancarkan cahaya berkilauan.
Biji mata Cing-cing lebih tajam dari sinar mutiara tampak lebih lembut dan mempesona hati.
Ting Peng tidak takut kepadanya walau hanya sedikitpun, entah dia itu manusia atau rase? Dia
tak pernah merasa takut.
Seandainya Cing cing adalah manusia tentu saja dia adalah seorang manusia cantik
sebaliknya jika Cing cing adalah rase dia adalah seekor rase yang cantik lemah lembut dan berhati
bajik makhluk berbudi luhur seperti ini tak nanti akan pergi melukai siapapun juga.
Golok lengkung yang tersoren di pinggangnya itu agaknya juga bukan sebilah golok yang
dipakai untuk melukai orang.
Tiba-tiba Ting Peng bertanya:
"Kau juga mempergunakan golok?"
"Mengapa aku tak boleh mempergunakan golok? `
""Kau pernah membunuh orang""

Cing-cing segera menggeleng.
"Orang yang pandai mempergunakan golok bukan berarti dia harus pernah membunuh orang"
katanya.
Ting Peng kembali menghela napas:
"Orang yang pernah membunuh orangpun belum tentu harus pandai mempergunakan golok!"
tambahnya.
Sekarang ia baru tahu, ada sementara manusia tanpa golokpun sama saja bisa membunuh
orang, bahkan cara yang digunakan untuk membunuh orang jauh lebih kejam daripada
mempergunakan golok.
"Kau pernah menjumpai manusia semacam itu?" Cing cing bertanya.
" Ehmm....!"
Maka dari itu walaupun ia tidak membunuhmu dengan golok, kau toh harus mati juga"
Ting Peng tertawa getir.
"Tapi aku lebih rela kalau mampus di ujung goloknya"
"Dapatkah kau menuturkan kisah peristiwa yang telah menimpa dirimu itu?"
Agar aku bisa turut menilai, pantaskah kau untuk mati atau tidak.....?"
Persoalan semacam ini sebenarnya tidak pantas untuk diceritakan kepada orang lain, sebab
sekalipun kau mengutarakannya keluar juga tak ada orang yang mau percaya.
Tapi Cing cing bukan manusia, dia adalah rase.
Rase lebih cerdik daripada manusia, dia pasti dapat membedakan apakah pernyataannya itu
adalah kata-kata yang sejujurnya ataukah bukan ......?"
Ting Peng sedikitpun tidak kuatir bakal ditertawakan orang karena kebodohannya, maka ia
menuturkan semua peristiwa yang telah menimpa dirinya itu secara gamblang dan terang.
Bila seorang dapat melampiaskan keluar seluruh rahasia hati yang sebenarnya tak dapat
diutarakan kepada orang lain, sekalipun harus mati, ia akan mati dengan hati yang puas.
Ting Peng menghembuskan napas panjang, katanya:
"Bila seseorang sampai tertimpa musibah sebesar ini, coba katakanlah apakah lebih baik
mampus saja?`
Dengan tenang Cing cing mendengarkan penuturan tersebut, kemudian ia menghem-buskan
napas panjang.
"Benar"
"Sekarang, apakah aku sudah boleh mati?"

"Matilah!"
Entah dia itu manusia atau rase, kedua-duanya beranggapan bahwa dia mana pantas untuk
mati, bila harus hidup menanggung derita, memang lebih enak mati saja agar beres.
Kembali Ting Peng menghela napas.
"Pergilah kau!" katanya.
"Mengapa kau suruh aku pergi?"
"Bila seseorang hampir mati, tampaknya pasti jelek untuk dilihat, kenapa kau mesti berada di
ini untuk melihat keadaanku?"
"Tapi matipun ada banyak ragamnya, kau musti memilih cara mati yang agak sedap
dipandang!"
"Aaah.......! Mati yaa mati dengan cara apapun sama saja, kenapa aku mesti memilih
semacam kematian yang sedap dilihat?"
"Demi aku!"
"Demi kau?"
"Selama hidup belum pernah ku saksikan kematian orang lain, kumohon kepadamu matilah
dengan wajah yang sedikit baik, agar aku bisa ikut menyaksikannya, mau bukan?"
Ting Peng tertawa, tentu saja tertawa yang getir.
Belum pernah ia menyangka kalau ada orang bakal mengajukan permintaan yang begini
brutal, tapi dia tidak menampik keinginan orang, katanya kemudian:
"Bagaimanapun juga aku toh bakal mati, mampus dengan cara apapun tidak menjadi
persoalan bagiku". "Oooh... kau baik sekali?" kata Cing cing sambil tersenyum
"Sayang sekali aku benar-benar tidak tahu kematian dengan cara yang bagaimana kah baru
bisa dikatakan suatu kematian yang baik".
"Aku tahu!"
"Baik, kau ingin aku mati dengan cara yang bagaimana, aku akan mati dengan cara yang
bagaimana pula"
"Tak jauh dari sini terdapat sebuah lembah yang dinamakan lembah Yu ciu kok (lembah
kemurungan), dalam lembah itu terdapat sejenis rumput yang dinamakan Wong yu cau (rumput
pelupa kemurungan), jika orang bisa makan selembar saja dari daun rumput pelupa kemurungan
itu, maka semua kemurungan yang mencekam perasaannya akan sama sekali terlupakan"
Ditatapnya Ting Peng tajam-tajam, kemudian melanjutkan:
"Orang yang hidup di dunia ini sungguh teramat bodoh, siapa pula yang benar-benar dapat
melupakan semua kemurungan yang memenuhi di dalam benaknya?"
"Cuma orang yang sudah mampus"

Cing cing menghela napas ringan, sahutnya:
"Perkataanmu itu tepat sekali, hanya orang mati baru akan melupakan semua kemurungan"
"Apakah cara kematian semacam itu paling bagus dilihat?"
"Menurut apa yang kuketahui, entah di atas langit ataupun di bawah bumi, cara itu memang
terhitung sejenis cara kematian yang paling bagus"
"Jauhkah tempat itu letaknya dari sini."
"Tidak terlalu jauh"
Dia membalikkan badan dan pelan-pelan berjalan menuju ke bagian yang paling gelap dari
gua itu, biasanya antara kemurungan dan kegelapan memang susah ditemukan perbedaannya.
Lembah yang dinamakan lembah kemurungan tersebut, sudah barang tentu terletak di tengah
kegelapan.
Kegelapan yang tiada ujung pangkalnya, seakan akan menyelimuti seluruh jagad
Ting Peng tidak melihat Cing-cing, pun tidak mendengar langkah kakinya, dia hanya bisa
mendengus bau khas yang tersiar dari tubuhnya, segulung bau harum yang tipis sekali:
Dengan bau harum tersebut sebagai "penunjuk jalan", diapun mengikuti terus ke mana saja
perempuan itu pergi.
Gua tersebut ternyata jauh lebih dalam daripada apa yang dibayangkan semula, entah sudah
berapa lama dia berjalan, juga tak tahu kemana dia pergi. Yang pasti bau harum yang terendus
sekarang makin lama semakin tebal.
Selain bau harum dari tubuhnya, terendus pula bau harumnya bunga, tapi bila di bandingkan
dengan bau harum dari badannya, maka bau harumnya bunga itu terasa begitu hambar dan biasa.
"Benarkah dia adalah rase?" demikian Ting Peng mencoba untuk berpikir.
Tapi tidak percaya diapun enggan percaya, gadis itu masih begitu muda, kalau dia adalah
seorang manusia:
"Aai.....! Bagaimanapun aku sudah hampir mati, dia seorang manusia juga boleh mau rase
juga tak menjadi soal, apa pula sangkut pautnya denganku?"
Ting Peng menghela napas dalam hati, ia tak ingin memikirkan persoalan itu lagi.
"Apakah dalam lembah kemurungan juga ada bunga?" ia bertanya,
"Tentu saja ada, aneka macam bunga terdapat di sana, aku jamin kau belum pernah
menyaksikan bunga sebanyak itu"
Suara Cing cing kedengaran lembut dan merdu seolah-olah angin musim semi yang
berhembus datang dari pegunungan nan jauh di sana.
"Ku jamin kau belum pernah mengunjungi tempat yang begitu indahnya seperti tempat itu"
Ia tidak bohong, juga tidak sengaja mengibul.

Dalam lembah kemurungan memang terdapat aneka macam bunga yang indah, tempat itu
sungguh-sungguh merupakan suatu tempat yang sangat indah, terutama di bawah sinar rembulan,
tampak lebih indah dan menarik, indah bagaikan dalam impian.
Bila seseorang baru keluar dari kegelapan yang tak bertepian, tiba-tiba sampai di suatu tempat
yang indah, sedikit banyak ia pasti akan menjadi sangsi apakah dirinya sedang bermimpi atau
tidak.
"Apakah aku bukan lagi bermimpi?" "tak tahan Ting Peng bertanya:
"Bukan?"
"Mengapa tempat ini dinamakan lembah Kemurungan?"
"Karena tempat ini adalah perbatasan antara dunianya manusia dengan dunianya para dewa,
bukan saja manusia biasa tak boleh masuk ke sini secara sembarangan, dewa pun tak boleh
sembarangan berkunjung kesini"
" Mengapa?"
"Sebab bila dewa berkunjung kemari , dia akan turun pangkatnya menjadi manusia,
sedangkan manusia yang berkunjung kemari bisa berubah menjadi setan".
"Itu berarti cuma manusia yang hampir mati serta dewa yang sudah turun pangkat nya menjadi
manusia bare akan berkunjung kemari?".
"Benar!"
Setelah berhenti sejenak, Cing cing berkata lagi:
"Perduli dia itu dewa atau manusia, asal sudah sampai di sini maka dia akan mengalami suatu
kejadian yang luar biasa, hanya kami bangsa rase yang manusia bukan manusia setan bukan
setan yang bisa sembarangan berjalan di sini sekehendak hati sendiri"
Ucapannya itu selalu aneh, terlalu misterius.
Tapi Ting Peng mau tak mau harus mempercayainya.
Tempat itu memang bukan alam manusia, kaki manusia biasa memang belum pernah tiba di
sini.
Tapi bagaimana pun juga, bila seseorang bisa mati di sini, ia memang sudah tidak perlu
menggerutu atau merasa menyesal lagi.
"Dimanakah rumput pelupa kemurungan itu? tanya Ting Peng kemudian.
Cing cing tidak menjawab pertanyaannya itu.
Cing cing sedang memperhatikan sebuah batu karang dikejauhan sana, sebuah batu karang
berwarna putih mulus seperti susu, susu itu bagaikan raksasa yang berdiri seorang diri di bawah
sinar rembulan.

Di atas batu karang itu tiada bunga, Di sana hanya ada sebatang rumput berwarna hijau, lebih
cantik daripada bunga, lebih hijau daripada daun.
"Itukah rumput pelupa kemurungan?" Ting Peng bertanya.
Akhirnya Cing cing mengangguk juga.
"Benar!"
Dia membawa pemuda itu mendekati batu karang tersebut, kemudian berkata:
"Daun dari rumput pelupa kemurungan ini hanya tumbuh sekali dalam setahun, setiap kali
cuma tiga lembar, bila kau datang agak terlambat, daunnya akan menjadi layu dan mengering"
"Rumput itu tak lebih hanya sekuntum rumput beracun, sungguh tak nyana begitu tinggi
nilainya"
"Rumput tersebut bukan rumput beracun inilah rumput pelupa kemurungan, bila ingin
menghilangkan segala kemurungan, hal tersebut bukan suatu pekerjaan yang amat sukar"
Ia lantas berpaling ke arah Ting Peng sambil bertanya:
"menurut kau, benar atau tidak?"
"Benar!"
Pada saat itulah, tiba-tiba muncul selapis bayangan hitam yang menyambar datang dan
menutupi cahaya rembulan, persis seperti selapis awan hitam."
Tapi bayangan awan itu bukan awan hitam. Dia adalah seekor burung elang, burung elang
yang berwarna gelap.
Elang itu terbang berputar di bawah sinar rembulan, berputar-putar di atas batu karang
berwarna putih susu itu, persis seperti selapis awan hitam.
Di atas wajah Cing cing yang pucat tiba-tiba terpancar suatu mimik wajah yang aneh sekali,
sambil berkerut kening, ia berkata:
"Agaknya yang ingin mencari rumput pelupa kemurungan pada hari ini bukan cuma kau
seorang"
"Apakah dia adalah malaikat?" "tanya Ting Peng, sambil memandang elang yang sedang
terbang di angkasa itu.
Cing cing segera menggeleng.
"Bukan dia tak lebih cuma seekor burung elang"
"Mengapa elang juga mencari rumput pelupa kemurungan? Apakah elangpun mempunyai
kemurungan?"
Cing cing belum sempat menjawab, tiba-tiba burung elang itu sudah menerjang ke atas batu
karang persis di atas rumput pelupa kemurungan itu dengan kecepatan tinggi.
Gerakan tubuh elang tersebut jauh lebih cepat dari siapapun, bahkan lebih cepat...

Sungguh tak disangka gerakan tubuh Cing cing jauh lebih cepat lagi. Ia membentak nyaring:
"Enyah kau dari sini!"
Bersamaan dengan menggelegarnya bentakan tersebut, tubuhnya secepat kilat meluncur ke
udara dan melayang turun di atas batu karang tersebut ......
Ujung bajunya dengan membawa desingan angin tajam dikebutkan ke atas mata burung elang
itu.
Si elang menjerit keras dan terbang kembali ke udara, dalam sekejap mata bayangan
tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan sana.
Rembulan yang purnama pulih kembali dalam kejernihan warna yang lembut, berdiri di bawah
sinar rembulan, di atas batu karang diantara kibaran ujung bajunya ia kelihatan seperti seorang
bidadari dari kahyangan.
Diam-diam Ting Peng menghela napas panjang, Andaikata ia memiliki gerakan tubuh seperti
itu, ia tak usah kuatir kepada Liu Yok-siong lagi, diapun tak usah mati.
"Sayang sekali gerakan tubuh semacam itu tak mungkin bisa dilakukan oleh manusia biasa
dari manapun.
Tampak Cing-cing sedang menggapai ke arahnya sambil berseru:
"Dapatkah kau naik kemari?"
"*Akan kucoba!"
Batu karang itu licin seperti cermin, mana tak bisa dipegang lagi, ia merasa benar-benar tak
sanggup untuk naik ke atas.
Tapi dia harus mencobanya.
Entah dia manusia atau rase, yang pasti dia adalah seorang perempuan, ia tak ingin
dipandang rendah olehnya:
Dia mencoba sekali demi sekali, sekujur tubuhnya sudah hijau membengkak karena seringnya
terjatuh ke tanah.
Gadis itu berdiri tegap di atas batu karang, sekalipun menyaksikan pemuda itu sekali demi
sekali terbanting ke bawah, akan tetapi ia tidak berusaha untuk menolongnya, dia pun tidak berniat
untuk menolongnya:
"Bila kau ingin mendapatkan sesuatu, maka kau harus berusaha dengan kepandaian serta
kemampuanmu"
"Seseorang yang tidak memiliki kemampuan, bukan saja tak bisa hidup secara baik-baik,
bahkan ingin matipun tak bisa mati secara baik-baik ...........
sambil menggertak gigi dia merangkak terus ke atas, kali ini ia berhasil mencapai di atas, satu
jangkauan lagi dia pasti akan tiba di puncak tebing karang itu.

Sungguh tak disangka pada saat itulah tiba-tiba burung elang tadi menyambar lagi ke bawah,
sepasang sayapnya dikebaskan ke bawah dengan disertai tenaga yang sangat kuat.
Sekali lagi ia terjatuh ke bawah, kali ini ia terjatuh lebih keras lagi, semakin tinggi ia memanjat,
semakin parah pula bila terbanting ke bawah.
Sebelum ingatannya hilang, lamat-lamat ia mendengar elang itu sedang tertawa dingin.
"Hmm.. Manusia macam kau juga ingin mendapatkan rumput pelupa kemurungan?"
Elang itu tak lebih, hanya seekor elang biasa, bukan malaikat..!
Elang tak bisa tertawa dingin, apalagi berbicara ialah seorang manusia yang duduk di
punggung elang tersebut.
elang itu masih berputar-putar di udara, tapi orangnya sudah melayang turun ke bawah,
Bayangan selembar daun melayang turun di atas batu karang tersebut.
Manusia biasa tak mungkin akan memiliki ilmu meringankan tubuh yang begini sempurna.
Di bawah cahaya rembulan, orang itupun memancarkan sinar keemas-emasan, tubuhnya
mengenakan sebuah jubah lebar yang terbuat dari serat emas murni.
Satu stel jubah panjang yang mencapai tiga depa panjangnya. Karena orang itu justru hanya
tiga jengkal tinggi badannya, ketika jubah yang tiga jengkal itu dikenakan dibadan, bagian bawah
jubah itupun sudah mencapai tanah.
Jenggotnya jauh lebih panjang dari jubah emasnya, pedangnya juga lebih panjang daripada
jenggotnya. Seorang manusia yang ketinggian badannya, cuma tiga jengkal ternyata menggembol
pedang sepanjang empat jengkal, sarung pedang yang terbuat pula dari emas itu tentu saja
mencapai di atas tanah
Orang ini tampaknya sama sekali tidak mirip seperti dengan seorang manusia.
Mungkin ia sama sekali bukan manusia
melainkan, malaikat tempat itu memang bukan suatu tempat yang dapat dikunjungi oleh
manusia biasa.
Seorang manusia yang didalam manusia sendiripun tiada tempat berpijak mengapa harus
datang ke situ?
Seorang manusia untuk melawan manusia pun tak mampu mana mungkin bisa menangkan
pertarungannya melawan rase?
Tiba-tiba Ting Peng merasa sangat menyesal karena ia seharusnya tidak pantas berkunjung
ke situ.
Jubah yang berwarna emas, jenggot yang berwarna emas, pedang yang berwarna emas
semuanya memancarkan sinar keemas-emasan yang menyilaukan mata.
Sekalipun perawakan kakek itu tidak mencapai empat jengkal tapi sikapnya ataupun gayanya
seakan-akan dia itu manusia raksasa yang tinggi badannya mencapai sepuluh jengkal lebih.
Tiba-tiba ia bertanya:

"Barusan kaukah yang telah mengejutkan putraku?"
Dia sedang bertanya kepada cing cing, namun sepasang matanya tak pernah menengok ke
arah Cing cing barang sekejappun? Seolah-olah di dunia ini tidak terdapat manusia yang berharga
untuk dilihatnya dengan pandangan mata.
"Putramu?" Cing cing tertawa, "burung itu adalah putramu?"
"Dia bukan burung tapi elang, seekor elang sakti, dewa dari sekalian elang!"
Mimik wajahnya ketika berbicara adalah begitu serius dan bersungguh-sungguh, sebab
ucapannya bukan kata-kata bohong, bukan pula kata-kata gurauan.
Tapi Cing cing masih tertawa, katanya:
"Elang juga burung, kalau putramu seekor burung tentunya kau juga seekor burung bukan?"
Kakek itu naik pitam, rupanya yang setengah botak itu berdiri tegak semua bagaikan kawat,
kemarahan yang membuat rambutnya berdiri bagaikan duri.
Konon bila tenaga khikang yang dilatih seseorang telah mencapai puncak kesempurnaan,
dalam gusarnya rambut di atas kepalanya benar-benar bisa berdiri semua bagaikan duri.
Tapi tak akan ada seorang manusiapun di dunia ini yang sanggup melatih ilmu khikangnya
hingga mencapai puncak setinggi itu, tenaga dalam semacam itu tak akan bisa di jangkau oleh
manusia manapun juga.
Cing cing seperti tidak merasa takut barang sedikitpun juga, karena dia sendiri juga bukan
manusia.
Dia adalah rase, konon Rase tidak takut terhadap apapun.
Hawa kegusaran si kakek itu ternyata bisa dipadamkan kembali dengan cepat, katanya dingin:
"Kau sanggup membuat kagetnya putra elangku berarti tenaga dalammu tidak lemah"
"Oooh..."
"Tapi aku tak akan membunuhmu!"
Dengan angkuh kakek itu menambahkan.
"Sebab dalam dunia saat ini hanya tinggal dua gelintir manusia saja yang berhak bagiku untuk
membunuhnya sendiri!"
Aduh mak!"
"Apa artinya aduh mak?"
"Aduh mak artinya bila kau ingin membunuhku, kau masih bisa membunuhku...!"
"Mengapa?"
"Sebab aku bukan manusia"

"Lantas makhluk apakah kau?"
"Aku juga bukan makhluk, aku adalah rase!
Kakek itu segera tertawa dingin.
"Siluman rase termasuk jenis setan, semakin tidak berharga bagi aku orang tua untuk
meloloskan pedang!.
Dia bukan cuma besar dalam perkataan, nyalinya juga cukup besar.
Ternyata ia masih tidak pandang sebelah matapun terhadap Cing-cing, sambil bergendong
tangan ia berjalan menuju ke arah rumput pelupa kemurungan itu.
Masakah manusia semacam dia juga ingin melupakan segala kemurungan yang mencekam
dalam benaknya?"
Tiba-tiba Cing cing menghalangi jalan perginya, ia berkata:
"Kau tak dapat mengusik rumput pelupa kemurungan itu, menyentuhpun tak boleh!"
Ternyata kakek itu tidak bertanya kepada nya:
"Mengapa?"
Sekarang ia sudah berada di hadapannya, ia sudah tak bisa tidak untuk memandang ke
arahnya, tapi ia tetap tidak mendongakkan kepala untuk memandang wajahnya.
Ia sedang menatap golok yang tersoren di pinggangnya itu. Golok lengkung milik Cing cing.
Golok lengkung milik cing cing memancarkan cahaya keperak-perakan di bawah cahaya
rembulan.
Tiba-tiba kakek itu menjulurkan tangannya yang kurus kering macam cakar setan itu, seraya
berseru:
"Bawa kemari!"
"Apanya yang bawa kemari?"
"Golokmu itu! "
"Mengapa aku harus serahkan golok itu kepadamu?" "
"Sebab aku mau melihat".
"Sekarang toh kau sudah melihat"
"Aku hendak melihat golokmu, bukan sarung golokmu!"
"Kunasehati dirimu lebih baik melihat sarung goloknya saja, sebab itu sudah lebih dari cukup,
janganlah melihat golok ini lagi"

"Mengapa?" "
"Sebab golok ini paling pantang untuk diperhatikan"
Sesudah menghela napas, gadis itu melanjutkan:
"Sebab setiap orang yang pernah melihat golok ini, pasti akan mampus di ujung golok
tersebut"
Tiba-tiba kakek itu mendongakkan kepala memandang wajahnya.
Gadis itu berwajah pucat tapi cantik, kecantikannya begitu membuat orang terkesima dan
misterius, cantiknya membuat setiap orang yang memandangnya tentu tergetar perasaannya..
Ternyata sikap dari kakek itu sama sekali berbeda.
Mendadak kelopak matanya berkerut kencang, lalu sinar mata kengerian dan ketakutan
terpancar keluar dari balik matanya itu.
Tiba-tiba ia menjerit tertahan:
""Haaah, kau?!"
"Mungkinkah dulu kakek itu pernah berjumpa dengan Cing-cing? Apakah dulu ia pernah kenal
dengan Cing-cing?
Mendadak kakek itu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Bukan, sudah pasti bukan, kau masih muda, kau masih terlampau muda !"
Cing-cing pun merasa agak keheranan, dia lantas bertanya:
"Apakah kau pernah kenal dengan seseorang yang amat mirip wajahnya denganku?"
"Aku tidak kenal denganmu, aku hanya kenal dengan golok itu, aku tak bakal salah melihat, tak
bakal....."
Tiba-tiba ia bertanya lagi kepada Cing-cing:
"Bukankah di atas golok itu tertera tujuh buah huruf?"
"Tujuh huruf yang mana?" Cing-cing balik bertanya:
"Siau-lo-it-ya-teng-cun-hi!"
Siau-lo-it-ya-teng-cun-hi!
Mendengar rintikan hujan di sebelah loteng pada suatu malam. .."
Jelas kata-kata tersebut merupakan sebait syair, sebait syair yang sangat indah, keindahannya
begitu mempesona, keindahannya membuat hati orang terkoyak-koyak. .
Ting Peng pernah membaca syair tersebut, juga memahami arti dari syair tersebut.

Saban kali membaca bait syair tersebut atau dikala mendengar bait syair itu, entah mengapa
perasaan masgul selalu akan muncul dan menyelimuti seluruh perasaannya."
Semacam kemasgulan yang tak terungkapkan dengan kata-kata, semacam perasaan aneh
yang susah dilukiskan dengan ucapan selalu akan muncul dan menyelimuti perasaan nya.
Tapi reaksi dari Cing cing maupun kakek itu sama sekali berbeda, reaksi mereka aneh sekali.
Dikala mengucapkan ke tujuh patah kata itu tiba-tiba saja sekujur badan kakek itu menggigil
keras, tangannya gemetaran keras bahkan paras mukanya juga turut berubah hebat.
Sebaliknya...ketika mendengar ke tujuh patah kata itu paras muka Cing-cing juga berubah,
tiba-tiba ia melemparkan keranjang bunga di tangannya dengan menggenggam gagang golok
yang tersoren di pinggangnya itu
Gagang golok dari golok lengkung itu .....
Itulah golok lengkung milik Cing-cing.
"Gagang goloknya ternyata juga melengkung meliuk-liuk seperti tubuh ular.
Cahaya gemerlapan memancar diangkasa, tiba-tiba saja Ting Peng merasakan sekujur
tubuhnya menjadi dingin, suatu perasaan dingin yang aneh dan menggidikkan hati.
ooooo0ooooo
SYAIR HUJAN RINTIK
ANEKA bunga indah yang memenuhi keranjang bunga, bergelinding jatuh dari atas batu
karang, bebungaan itu segera tersebar kemana-mana bagaikan hujan rintik.
Tentu saja hujan bunga, bukan hujan rintik. Tempat itu tiada hujan, yang ada cuma rembulan.
Rembulan yang purnama.
Di bawah sinar bulan purnama, mendengarkan sebait syair yang begitu indah, mengapa
mereka bisa memperlihatkan reaksi yang begitu aneh?
Tangan cing cing menggenggam gagang golok lengkungnya erat-erat:
Sedang si kakek mengawasi tangannya itu tanpa berkedip:
Ia sudah tidak perlu banyak bertanya lagi, seandainya di atas golok itu tiada ke tujuh huruf
tersebut, tak mungkin dia akan memperlihatkan reaksi seperti itu.
Mimik wajah kakek itu paling aneh, saat itu entah dia sedang merasa tercengang?, Atau
girang? Atau takut?
Tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
"Haaahh......haaahh......haaahh...... ternyata benar-benar adalah golok itu, Thian sungguh
punya mata, akhirnya aku berhasil menemukan golok itu.
Ditengah gelak tertawa yang keras, pedangnya telah diloloskan dari sarungnya.

Sekalipun tubuhnya tiga jengkal tingginya sedang pedang itu empat jengkal panjangnya tapi
setelah pedang itu berada di tangannya, semuanya itu berubah menjadi tidak menggelikan lagi.
Setelah pedang itu diloloskan dari sarung nya, tak akan seorang manusiapun yang akan
memperhatikan bahwa dia adalah seorang manusia kerdil.
Sebab begitu pedang tersebut diloloskan dari sarungnya, terasalah ada selapis hawa nyaring
yang menyengat badan memancar keluar dari sekeliling tubuhnya.
Bahkan Ting Peng yang berada di bawah tebing batupun ikut merasakan hawa pedang itu,
hawa pedang yang dingin dan tajam memaksa sepasang matanya yang tak mampu di pentangkan
kembali.
Menanti ia membuka kembali matanya hawa pedang telah menyelimuti seluruh langit dan
menari-nari, sekujur badan Cing cing telah terkurung di bawah cahaya pedang tersebut.
Hawa pedang menembusi angkasa, sedang pedang itu menyambar kesana kemari dengan
tajamnya.
Suara si kakek kedengaran masih amat jelas sekali ditengah desingan angin pedang yang
tajam itu, kedengaran sepatah demi, sepatah kata dia berseru:
""Mengapa kau tidak meloloskan golokmu?"
Cing cing masih belum juga mencabut goloknya. Golok lengkung milik Cing cing masih
tersoren dalam sarungnya yang melengkung.
Tiba-tiba kakek itu membentak keras:
"Mampus kau!"
oooooOooooo
Bentakan keras bagaikan geledek, cahaya pedang berkilauan bagaikan halilintar, sekalipun
halilintar juga tak akan seterang itu, tak akan secepat itu.
Ketika pedang berkelebat lewat Cing-cing terjatuh dari atas batu karang bagaikan se ikat
bunga segar yang tiba-tiba layu dan terkulai ke bawah.
Batu karang itu hampir sepuluh kaki tingginya ketika tiba di atas tanah tubuhnya segera
terkapar.
Kakek itu sama sekali tidak melepaskannya.
Kakek itupun melayang turun dari atas batu karang yang sepuluh kaki tingginya itu seenteng
selembar daun, pelan-pelan melayang turun.
Dalam genggaman kakek itu masih ada pedang, Pedangnya telah diloloskan dari sarungnya.
Ujung pedang si kakek yang tajam sedang diarahkan ke jantung Cing-cing.
Tusukan tersebut jelas adalah sebuah tusukan yang mematikan, selain tepat, ganas cepat dan
lagi tak berperasaan.
Entah dia manusia atau rase, jika tertembus oleh pedang tersebut, ia pasti akan mati

Tak pernah terpikirkan oleh Ting Peng bahwa di dunia ini masih terdapat ilmu pedang yang
begini hebatnya, kakek itu pasti bukan manusia, dia tentu seorang malaikat.
"Malaikat elmaut!"
Cing-cing sudah tergeletak disampingnya, Cing cing sudah tak mampu untuk menghindar atau
menangkis serangan tersebut..
Menyaksikan pedang itu menyambar ke bawah, tiba-tiba Ting Peng menubruk ke depan,
menubruk ke atas badan Cing cing.
"Aku toh sudah hampir mati, mengapa aku biarkan ia yang musti menjadi korban?"
Tiba-tiba semacam tenaga dorongan yang tak terlukiskan dengan kata-kata berkobar dalam
dadanya, entah bagaimanapun juga, dia ingin mati bersama Cing cing.
Perduli apakah Cing-cing itu manusia atau rase, yang pasti gadis itu sangat baik kepadanya.
Ia mana tega membiarkan Cing cing mati di ujung pedang orang lain?
Sebaliknya ia sendiri toh ingin mati, apa salahnya untuk mati di ujung pedang orang? Mati di
ujung pedang atau mati dengan cara lain, akhirnya toh sama-sama matinya juga?
Ia menubruk ke atas badan Cing cing, Ia rela mewakili Cing cing untuk menerima tusukan
itu.....
Cahaya pedang berkelebat lewat, ujung pedang itu telah menembusi punggungnya, Tapi ia
tidak merasa kesakitan.
Rasa sakit yang sesungguhnya, malahan tak akan memberikan rasa tersiksa bagi yang
merasakannya.
Ia cuma merasa kedinginan, semacam kekuatannya, tiba-tiba saja hawa dingin itu merasuk ke
dalam punggungnya dan menembusi tulang belulangnya.
Pada saat itulah, ia menyaksikan Cing cing telah meloloskan goloknya itu ...........
Golok lengkung Cing cing berwarna hijau mulus.
Ketika cahaya golok Cing Cing menyambar ke udara, mata Ting Peng terasa tak mampu
dibuka kembali.
Ia tidak menyaksikan golok lengkung dari Cing cing itu, dia hanya mendengar kakek itu tibatiba
memperdengarkan jeritan ngeri yang menyayatkan hati.
Kemudian pemuda itu merasakan segalanya gelap gulita, ia merasa tubuhnya terjatuh ke
dalam lembah kegelapan yang tiada tara dalamnya, suatu kegelapan yang sangat aneh sekali.
oooooo0oooooo
DITENGAH kegelapan tiba-tiba muncul setitik cahaya, cahaya rembulan bulan yang sedang
purnama.
ketika Ting Peng membuka matanya kembali, dia menyaksikan rembulan yang sedang
purnama. Juga melihat sepasang mata Cing-cing yang lebih indah daripada sinar rembulan itu.

Tidak terkecuali di langit, juga di bumi, tak akan dijumpai mata yang lebih indah daripada
sepasang matanya.
Ia masih berada di sisi Cing Cing, Entah dia akan mati atau masih hidup?"
Entah dia sudah berada di langit atau masih di atas bumi, Cing cing telah berada di sisinya.
Dalam kelopak mata Cing-cing masih ada air mata. Ternyata gadis itu telah melelehkan air
mata baginya.
Tiba tiba Ting Peng tertawa, katanya:
"Rupanya sekarang aku tak usah membutuhkan rumput pelupa kemurungan lagi, tapi aku
merasa mati dalam cara begini jauh lebih baik"
Ia mengeluarkan tangannya dan menyeka air mata di atas pipinya, kemudian melanjutkan.
"Akupun belum pernah menyangka
dikala aku hendak mati ternyata ada orang yang bakal melelehkan air mata bagiku"
Tiba-tiba paras muka Cing-cing berubah hebat, bahkan sekujur badannya mulai menggigil
keras, tiba-tiba ia berseru:
"Aku benar-benar sedang melelehkan air mata?"
"Yaa, benar! Kau benar-benar sedang melelehkan air mata, bahkan melelehkan air mata
bagiku"
Paras muka Cing-cing berubah menjadi sedemikian anehnya, seakan-akan ia menjadi
ketakutan setengah mati, baginya melelehkan air mata agaknya merupakan suatu kejadian yang
paling menakutkan.
Tapi ditengah rasa takut yang menyelimuti wajahnya itu, diapun seolah-olah merasakan suatu
kegembiraan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Reaksi tersebut adalah semacam reaksi yang aneh sekali, Ting Peng benar-benar tidak habis
mengerti, mengapa ia dapat memperlihatkan reaksi semacam ini?
Tak tahan lagi dia bertanya:
""Perduli bagaimanapun juga, aku adalah mati demi kau, sedang kau melelehkan air mata
bagiku ........
Mendadak Cing cing menukas perkataannya itu:
Kau belum mati, kaupun tak akan mati"
"Kenapa?"
"Sebab kau sudah mati sekali, sekarang kau telah berada di sini, berarti kau tak akan mati lagi"

Akhirnya Ting Peng menjumpai bahwa tempat itu bukanlah lembah kemurungan yang cantik
tersebut.
Tempat di sini jauh lebih indah berlipat-lipat ganda.
Rembulan yang purnama masih berada di luar jendela, aneka bunga berada di sekeliling daun
jendela, ia berbaring di atas sebuah pembaringan yang lebih lunak dari pada mega, di depan
pembaringan tergantung sebutir mutiara, cahaya mutiara itu lebih tajam dan lembut dari pada sinar
rembulan.
Ia merasa seolah-olah pernah berkunjung kesana.
Tapi iapun tahu, kalau ia pernah
berkunjung ke sana, sudah pasti hal ini terjadi sewaktu berada dalam impian....
Sebab di alam semesta tak mungkin terdapat ruang istana yang begini megah dan mewah,
tidak terdapat pula mutiara yang begitu besar dan bercahaya tajam..
"Dimanakah aku berada sekarang?"
Cing cing menundukkan kepalanya dan menjawab dengan lirih:
"Di rumahku!"
Akhirnya Ting Peng teringat, barusan mengapa ia merasa seakan akan pernah kenal dengan
tempat ini.
Ia memang pernah menjumpai tempat itu, tapi menjumpainya di dalam lukisan.
Seluruh dinding didalam gua penuh dengan lukisan, yang terlukis di sana bukan pemandangan
di alam semesta, melainkan pemandangan di atas langit.
Tak tahan kembali ia bertanya:
"Hanya kau seorangkah yang berdiam di sini?"
Cing-cing tidak menjawab, tapi dari balik pintu kecil yang tertutup tirai di depan sana terdengar
seseorang menjawab:
"Tak seorang manusia yang berada di sini!"
Seorang nenek berambut putih menggunakan ujung tongkat berkepala naganya untuk
menyingkap tirai, kemudian pelan-pelan berjalan masuk ke dalam ruangan.
Ia mempunyai perawakan tubuh yang tinggi besar, sikapnya keren, anggun dan berwibawa. .
Walaupun rambutnya telah beruban semua, namun pinggangnya masih tegap dan lurus
seperti pena, sepasang matanya masih memancarkan sinar yang amat tajam.
Dengan kepala tertunduk, Cing-cing telah bangkit berdiri, kemudian serunya lirih:
"Nenek!"
Ternyata nenek tua itu adalah neneknya Cing cing.

Seorang gadis rase yang masih muda dan cantik, membawa seorang pemuda yang hampir
masak kembali ke sarang rasenya dan bertemu dengan sang nenek yang berwatak aneh dan
bersifat keras hati.......
Kejadian semacam ini sebenarnya hanya bisa terjadi dalam cerita hikayat lama, tapi sekarang
Ting Peng telah mengalaminya sendiri. .
Selanjutnya apa yang bakal terjadi? Apa yang hendak mereka lakukan terhadap dirinya?
Ting Peng sama sekali tak bisa menduga
Bila seorang manusia biasa macam dia t ba ditempat semacam ini, maka segala sesuatunya
akan terkekang.
Dengan pandangan dingin nenek itu menatap sekejap ke arahnya, kemudian berkata lagi:
"Kau harus tahu di sini tak ada seorang manusiapun, sebab kami bukan manusia, melainkan
siluman rase"
"Aku tahu!" Ting Peng mengakuinya.
"Tahukah kau bahwa manusia biasa sebenarnya tidak pantas untuk datang kemari?"
"Aku tahu"
"Sekarang kau sudah datang kemari, tidak menyesalkah kau?"
"Aku tidak menyesal!"
Itupun suatu jawaban sesungguhnya.
Seorang manusia yang sebenarnya sudah hampir mati, apa pula yang musti disesalkan lagi?
Selama hidup di alam semesta, dia hanya akan dianiaya orang difitnah dan di cemoohkan
orang, mengapa ia tidak berusaha untuk pindah ke dunia yang lain?
Sekalipun mereka adalah rase, tapi sikap serta kejujuran jauh lebih baik dari pada manusia.
Terdengar nenek itu berkata lagi:
"Seandainya kami bersedia untuk menerima mu, bersediakah kau berdiam di sini?"
""Aku bersedia!"
"Kau benar-benar sudah bosan dengan kehidupan di alam semesta"
"Yaa, benar!"
"Kenapa!"
"Di.... di alam semesta aku tak bersanak, tak punya keluarga, sekalipun mampus dalam
pecomberan juga tak akan ada orang yang mengurusi jenasahku, apalagi meneteskan air mata
bagi kematianku""

Semakin berbicara hatinya semakin putih sehingga suaranya jugs ikut sesenggukan.
Sorot mata nenek itu bertambah lembut dan halus, katanya kemudian:
"Ketika kau menerima tusukan pedang itu untuk Cing cing, apakah kau juga melakukannya
dengan tulus hati,
"Tentu saja aku melakukannya dengan tulus hati, Sekalipun sekarang ia minta aku mati
baginya, aku tetap akan mati untuknya!
"Kenapa?"
"Aku juga tak tahu mengapa, aku hanya tahu setelah aku mati, paling tidak ia masih akan
melelehkan air matanya lagi untuk ku"
Mendadak dari balik mata nenek itu memancar keluar suatu sinar mata yang aneh sekali, tibatiba
ia bertanya kepada Cing cing:
"Apakah kau telah melelehkan air mata baginya?.
Dengan mulut membungkam Cing cing menganggukkan kepalanya, di atas wajahnya yang
pucat tiba-tiba terlintas warna semu merah.
Si nenek memandangnya tajam-tajam, ia memandang lama sekali, kemudian baru berpaling
memandang ke arah Ting Peng, ia pun memandang pemuda itu lama sekali.
Sorot matanya yang keren tadi lambat laun berubah menjadi lembut, tiba-tiba ia menghela
napas panjang, gumamnya:
"Aaai.... Jodohkah ini? Ataukah suatu pertanda dari akan terjadinya suatu tragedi"
Ia mengulangi kata-kata tersebut sampai beberapa kali, entah berapa banyak sudah dia
mengulangi ucapan tersebut, jelas dia sendiripun tak tahu apa jawabannya.
Ia menghela napas panjang, kembali akhirnya berkata:
"Sekarang kau telah mati satu kali untuknya, dan iapun telah melelehkan air mata untukmu"
"Tapi aku ........."
Si nenek tidak membiarkan ia berkata lebih jauh, tiba-tiba serunya dengan lantang:
"Ikutilah aku!"
Ting Peng beranjak, ia baru mengetahui bahwa mulut lukanya telah dibalut, bau harumnya
obat memancar keluar dari balik kain putih pembalut luka itu.
Tusukan itu sesungguhnya merupakan suatu tusukan yang mematikan, tapi sekarang bukan
saja ia sudah bisa bangkit, bahkan sama sekali tidak terasa sakit.
Ia mengikuti si nenek itu berjalan keluar melalui pintu kecil yang bertirai itu, tapi tak tahan
pemuda itu berpaling kembali
Cing cing juga sedang melirik, ke arahnya, mimik wajah serta sorot matanya memancar suatu
keanehan, entah sedang merasa jengah ataukah sedang merasa girang.

Diluar kamar adalah sebuah kebun bunga, sebuah kebun bunga yang besar sekali.
Bulan purnama masih bersinar terang aneka bunga mekar dengan indahnya. Aneka bunga
yang seharusnya baru berkembang pada bulan ke tujuh, banyak terdapat pula di situ bahkan
semuanya sedang mekar, dengan indahnya bunga-bunga yang tidak seharusnya mekar di bulan
ke tujuh di sanapun terdapat, bahkan sedang mekar pula.
Sebuah jalan setapak yang berlapiskan batu bulatan berwarna putih terbentang ditengah
bebungaan itu, ujung dari jalan kecil tersebut adalah sebuah loteng kecil.
Si nenek membawa Ting Peng naik ke atas loteng kecil itu.
Ruangan di atas loteng kecil itu tenang dan megah, seorang manusia berbaju hijau sedang
memandang sebuah lian yang tergantung di atas dinding dengan termangu-mangu.
Di atas lian tersebut hanya tertera tujuh huruf yang ditulis dengan indahnya, ke tujuh huruf itu
berbunyi:
"Siau lo it ya teng cun hi!"
Menjumpai bayangan punggung orang berbaju hijau itu, sinar mata si nenek berubah makin
lembut.
Tapi menanti orang berbaju hijau itu telah membalikkan badannya, Ting Peng baru merasa
terkejut.
Seandainya dia bukan seorang lelaki, seandainya usianya tidak terlalu besar, Ting Peng pasti
akan mengira dia sebagai Cing-cing.
Alis matanya, matanya, bibirnya, hidungnya, dan gerak geriknya pada hakekatnya persis sama
dengan Cing-cing.
Ting Peng segera berpikir:
`"Jika orang ini bukan ayah Cing-cing, sudah pasti adalah kakaknya Cing cing "
Tapi kalau dibilang dia adalah kakaknya Cing-cing rasanya usia orang itu agak terlalu tua,
sebaliknya kalau dibilang dia adalah ayahnya Cing cing maka usianya terasa agak kecilan.
Padahal Ting Peng tak bisa menilai berapa besarnya usia orang itu.
Paras muka orang inipun persis seperti Cing cing, pucat pias sehingga hampir bening
warnanya.
Berjumpa dengan nenek itu, ternyata dia tidak menunjukkan sikap menghormat seperti yang
diperlihatkan Cing cing, hanya sambil tertawa hambar katanya:
"Bagaimana? "
Nenek itu menghela napas panjang, sahutnya:
"Aku sendiripun tak tahu bagaimana mesti berbuat, lebih baik kau saja yang mengambil
keputusan!"
Orang berbaju hijau itu segera tertawa:

"Aku sudah tahu kalau kau pasti akan melimpahkan persoalan ini ke atas badanku"
Nenek itu turut tertawa.
"Kalau tidak kulimpahkan ke atas tubuhmu lantas harus dilimpahkan ke tubuh siapa?" "
Walaupun senyuman mereka begitu tawar, tapi seakan-akan membawa suatu hubungan kasih
yang amat tebal.
Sikap mereka itu tidak mirip hubungan antara ibu dan anak, apalagi hubungan nenek dengan
cucu.
Hal mana sudah membuat Ting Peng amat terkejut.
Kemudian, si nenek telah menambahkan pula dengan sepatah kata yang membuat ia lebih
terperanjat lagi, ia berkata:
"Kau adalah kakeknya Cing-cing, apalagi kepala rumah tangga, sudah sepantasnya kalau
kaulah yang memutuskan masalah ini"
Ternyata orang yang berbaju hijau itu adalah kakeknya Cing-cing.
Kelihatannya paling banter belum mencapai usia pertengahan, mimpipun Ting Peng tidak
menyangka kalau dia dengan nenek itu adalah suami istri.
Orang berbaju hijau itu sedang memandang ke arahnya, seakan-akan apa yang sedang dipikir
dalam hatinya pun dapat diketahui olehnya dengan jelas, sambil tersenyum katanya:
"Sekarang kau tentu sudah tahu bukan kalau kami adalah siluman rase, oleh sebab itu apa
yang kau saksikan di sini tak usah lah terlampau kaget atau tercengang"
Suara tertawanya begitu lembut dan riang, terusnya:
"Sebab kami memang memiliki beberapa hal yang mimpipun orang awam biasa tak akan
mampu untuk melakukannya"
Ting Peng juga ikut tersenyum, agaknya lambat laun ia sudah mulai terbiasa untuk bergaul
dengan mereka, ia menemukan bahwa rase-rase ini sesungguhnya tidak terlampau menakutkan
daripada apa yang dikisahkan dalam hikayat-hikayat lama.
Sekalipun mereka adalah rase, tapi merekapun memiliki sifat manusia. malah jauh lebih lembut
dan baik hati ketimbang kebanyakan manusia lainnya.
Terhadap sikap maupun tindak tanduknya itu, rupanya manusia berbaju hijau itu merasa
sangat puas, katanya:
"Sebenarnya tak pernah kuduga kalau Cing cing akan kukawinkan dengan seorang manusia
biasa, tapi kalau toh kau sudah mati sekali untuknya, dan diapun telah meneteskan air mata
bagimu ......."
Ia berhenti sejenak, senyumannya makin lembut dan hangat, kemudian terusnya:

"Kau harus tahu, rase selamanya tak pernah mengucurkan air mata, air mata rase jauh lebih
berharga daripada darah, ia bisa melelehkan air mata bagimu itu menandakan kalau ia sudah
menaruh perasaan cinta ke padamu, kau bisa bertemu dengannya, ini pun berarti bahwa diantara
kalian berdua sebenarnya memang ada jodoh"
Baik itu di alam semesta maupun di alam kehidupan rase, "Cinta yang murni" dan masalah
jodoh merupakan suatu peristiwa yang dapat ditemui tapi tak bisa diminta.
Orang berbaju hijau itu kembali berkata:
Oleh sebab itu akupun tak ingin untuk memisahkan hubungan cinta dan ikatan jodoh diantara
kalian berdua"
Tiba-tiba si nenek menyela dari samping:
Apakah kau telah menyetujui untuk mengawinkan Cing-cing dengannya ....?".
""Yaa, aku setuju!"" orang berbaju hijau itu tersenyum.
Selama ini Ting Peng tak pernah bersuara karena ia sendiripun merasakan pikirannya kalut.
Mimpipun ia tak pernah menyangka bakal di dunianya kaum rase, semakin tak menduga kalau
ia bakal mengawini seorang gadis rase sebagai istrinya.
Bila seorang manusia biasa mengawini seorang gadis rase sebagai istrinya, mungkinkah akan
mengakibatkan suatu kejadian besar?
Dapatkah seorang manusia biasa hidup langgeng dalam alam kehidupannya kaum rase
Kelihaian rase dapatkah membantu seorang manusia biasa?
Persoalan-persoalan semacam itu tak pernah terlintas dalam benaknya, apalagi dalam
keadaan seperti ini, sudah barang tentu semakin mustahil untuk melintas di dalam benaknya.
Dia hanya tahu, untuk selanjutnya jalan kehidupannya akan mengalami perubahan besar.
Entah di kemudian hari nasibnya bakal berubah menjadi apa, dia tak pernah akan merasa
menyesal atau menggerutu.
Sebab dia sebetulnya tak lebih hanya seorang manusia yang telah menemui jalan buntu dan
harus mati.
Selain itu ada satu hal yang paling penting lagi, yakni ia percaya Cing-cing benar-benar
menaruh hati kepadanya.
Dalam kekalutan pikiran yang sedang berkecamuk dalam benaknya itu, dia seakan-akan
mendengar orang berbaju hijau itu sedang berkata:
"Setelah kau menjadi menantu kami, sekalipun bisa menikmati banyak sekali hal-hal yang
mimpipun tak pernah akan dialami oleh manusia biasa, walaupun selamanya kau bisa hidup bebas
merdeka di sini, tapi kami mempunyai sebuah larangan".
"Bila kau telah menjadi menantu kami, maka selama hidup kau tak akan kembali lagi ke alam
semesta."

"Oleh karena kami tahu kalau kau sudah bosan dengan kehidupan di alam semesta, maka
kami baru memutuskan untuk menerimamu".
"Asalkan kau bersedia untuk tidak melanggar larangan kami untuk selamanya, mulai saat ini
juga kau akan kami terima sebagai menantu kami".
Di alam semesta ia sudah tak berkeluarga, dalam alam semesta dia hanya dianiaya orang,
dicemoohkan orang dan dipermainkan orang.
Tapi gadis rase telah menaruh hati kepadanya.
"Aku bersedia!" Ting Peng mendengar suara sendiri sedang menjawab, "aku bersedia
menuruti larangan itu".
Si nenek ikut tertawa, ia maju dan memeluknya sambil berkata:
"Kami juga tak punya barang apa-apa untuk diberikan kepadamu, ambillah benda ini sebagai
tanda mata kami atas perkawinanmu dengan Cing-cing...."
Nenek itu memberikannya sebilah golok melengkung. Golok melengkung berwarna hijau.
Golok lengkung itu mirip milik Cing-cing, mata golokpun berwarna hijau mulus, hijau bagaikan
tanah perbukitan nun jauh di sana, hijau seperti daun pepohonan, hijau seperti air mata kekasih.
Di atas golok lengkung yang berwarna hijau itu tertera pula tujuh huruf kecil.
Tujuh huruf yang memancarkan sinar terang, itulah tujuh huruf yang merupakan sebait syair:
"Siau lo it ya teng cun hi!"
"Mendengar rintikan hujan di sebuah loteng pada satu malam"
Sebait syair yang aneh kedengarannya, tapi cukup membuat hati merasakan suatu perasaan
aneh.
Itulah tujuh huruf yang pernah membuat berubahnya wajah si kakek kerdil yang berpedang
panjang.....
Tujuh buah huruf yang misterius!
ooooo0ooooo
CINTA KASIH DALAM LEMBAH
TEMPAT ini adalah sebuah lembah, sebuah lembah yang amat terpencil letaknya, empat
penjuru di sekeliling lembah tersebut merupakan dinding tebing berkarang yang menjulang tinggi
ke angkasa. Seakan-akan lembah itu merupakan sebuah lembah yang buntu dan tiada jalan
keluar.
Sekalipun ada jalan keluar, juga tak mungkin buat manusia biasa untuk mengunjunginya.
Lembah itu tidak terlalu besar, sekalipun terdapat kebun, istana dan bangunan loteng,
sekalipun pemandangan alamnya indah seperti lukisan di atas dinding gua, namun itupun tak lebih
hanya sebagian dari lukisan tersebut.

(Bersambung Jilid 04)
AYAH ibu Cing-cing telah meninggal dunia.
Rase pun bisa mati?
Cing cing, mempunyai seorang dayang yang lincah dan cerdik, ia bernama Si-ji, Si-ji gemar
tertawa, bila sedang tertawa di atas sepasang pipinya akan muncul sepasang lesung pipi yang
amat dalam.
Si-ji pun seorang rase?
Mereka mempunyai delapan orang pelayan yang setia, rambut mereka kebanyakan telah
beruban, tapi kesehatan badannya masih tetap segar dan kuat.
Mereka semua juga rase?
Dalam lembah tersebut hanya dihuni oleh beberapa orang itu, belum pernah ada orang luar
yang menginjak wilayah tersebut.
Kehidupan di dalam lembah itu amat nyaman dan tenang, jauh lebih nyaman dan terang
daripada kehidupan di alam manusia..
Sekarang Ting Peng sudah terbiasa dengan cara hidup dalam lembah itu, diapun sudah
terbiasa menyoren golok lengkung tersebut di sisi pinggangnya.
Kecuali sedang tidur, dia selalu menyoren golok lengkung tersebut di sisi pinggangnya.
Sebuah ikat pinggang yang terbuat, dari emas murni dan batu kemala putih menghiasi pula
pinggangnya. Tapi ia tahu golok lengkung tersebut jauh lebih berharga dari pada ikat pinggang itu.
Hari kedua setelah perkawinan mereka, Cing cing berkata kepadanya:
"Nenek pasti amat menyukaimu, maka ia baru menyerahkan golok tersebut kepada-mu, kau
harus menyayanginya dengan amat sangat"
Diapun tidak lupa dengan ucapan Cing-cing yang diutarakan kepada si kakek kerdil yang
misterius dalam lembah kemurungan tempo hari.
"Golok ini tak boleh sembarangan dilihat, siapa yang pernah melihat golok ini, dia akan mati di
ujung golok tersebut"
Tentu saja si kakek kerdil itupun sudah mampus di ujung golok tersebut.
Dia adalah manusia? atau setan? Atau rase?
Darimana ia bisa tahu kalau di atas golok itu terukir tujuh huruf kecil, yang berisikan "Siau -loit-
ya teng-cun-hi?"
Sesungguhnya rahasia apakah yang menyelimuti asal usul dari golok tersebut? Kekuatan
misterius apakah yang tersembunyi dibalik kesemuanya itu?
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu bukannya tak pernah diajukan oleh Ting Peng tapi Cingcing
selalu berkata kepadanya dengan wajah serius:

""Ada sementara persoalan lebih baik tak usah kau ketahui, sebab bila tahu akan masalahmasalah
tersebut, kemungkinan besar ada bencana besar yang akan menimpamu"
Sekarang bukan saja ia telah melihat golok itu, bahkan telah memiliki pula golok tersebut.
Ia sudah merasa amat puas dengan kesemuanya itu.
Tapi pada suatu hari, tiba-tiba ia hendak mengembalikan golok itu kepada Cing-cing.
Dengan keheranan Cing-cing lantas bertanya . .
Mengapa kau tidak menghendaki golok itu?
"Sebab aku memilikinya juga percuma" jawab Ting Peng, golok tersebut berada di tanganku
tak lebih dari pada sebilah golok besi biasa saja"
"Kenapa!"
"Karena aku sama sekali tak pandai mempergunakan ilmu golok aliran kalian.
Akhirnya Cing-cing memahami juga maksudnya, maka dia pun berkata.
Bila kau ingin mempelajarinya, aku bersedia mengajarkan ilmu golok itu kepadamu, padahal ia
sama sekali tak bermaksud untuk mewariskan ilmu golok semacam ini kepadanya, sebab dia tahu
orang biasa yang mempelajari ilmu golok semacam ini sesungguhnya tak ada manfaatnya.
Walaupun ilmu golok semacam ini dapat memberikan suatu kekuatan yang luar biasa kepada
mu, tapi diapun bisa mendatangkan bencana serta ketidak beruntungan bagi si pemakainya.
Tapi akhirnya toh ilmu golok tersebut diajarkan juga kepadanya, karena ia tak ingin menampik
permintaannya, ia tak pernah membuatnya merasa kecewa.
Walaupun dia adalah rase, tapi jauh lebih-lebih lembut dan setia daripada istri dari kebanyakan
kaum lelaki di dunia ini.
Siapa saja bila memiliki seorang istri macam begini, dia seharusnya akan merasa puas sekali.
Ilmu golok semacam ini tak mungkin akan dijumpai di alam semesta, Ilmu golok semacam ini
memiliki perubahan serta kekuatan yang mimpipun tak mungkin bisa diperoleh oleh setiap orang
lain.
Ting Peng sendiripun tak pernah menyangka kalau ia bisa melatih ilmu golok yang begini sakti
dan begitu hebatnya.
Tapi sekarang ia telah melatihnya.
Dalam soal belajar ilmu silat, ternyata sampai Cing-cing sendiripun mengakui bahwa dia
adalah seorang yang amat berbakat.
Sebab untuk melatih ilmu golok itu, ia sendiri membutuhkan tujuh tahun untuk menguasainya,
sedangkan Ting Peng hanya membutuhkan waktu selama tiga tahun..
Kehidupan didalam lembah itu bukan cuma nyaman dan tenang, lagi pula empat waktu selalu
ada bunga yang mekar dimana saja, kau bisa memetik aneka bunga yang indah dan segar.

Mestika yang selama dialam semesta di anggap sangat berharga bahkan untuk menemukan
saja sukarnya bukan kepalang, di tempat itu seolah-olah berubah menjadi suatu benda yang sama
sekali tak ada harganya.
Di bawah loteng kecil itu terdapat sebuah gedung di bawah tanah, dalam gudang itu
bertumpukkan kain sutera yang berasal dari negeri Thian tok (sekarang India) permadani dari
negeri Persia serta aneka macam benda berharga lainnya yang tak pernah kau jumpai selama ini.
Cing-cing bukan cuma lembut dan cantik, diapun sangat menuruti semua keinginan serta
kehendak suaminya.
Semestinya dia harus merasa puas sekali.
Tapi sebaliknya pemuda itu malahan, menjadi kurus sekali.
Bukan cuma kurus badannya, wajahnya ikut sayu dan seringkali bermuram durja dan tidak
senang hati.
Selain itu diapun seringkali mendapat impian buruk.
Setiap kali melompat bangun dari impian, tiba-tiba saja ia akan melompat turun dari atas
pembaringan sambil bermandikan peluh dingin.
Ketika Cing-cing menanyakan soal ini kepadanya selama berulangkali, ia baru berkata:
"Aku bermimpi ketemu dengan ayahku, dia hendak menggunakan sepasang tangannya untuk
mencekikku sampai mati"
"Mengapa dia hendak mencekikmu sampai mati?" "
"Ia bilang aku tidak berbakti, lantaran aku adalah seorang lelaki yang tidak becus! "
Mimik wajah Ting Peng berubah menjadi amat sedih dan sengsara, dia berkata lebih jauh:
"Sebab itu telah melupakan sama sekali pesan orang tuaku menjelang kematiannya dulu"
"Padahal kau belum melupakannya?"
"Yaa, belum!" sahut Ting Peng, padahal setiap waktu setiap saat aku selalu mengingatnya
didalam hati"
"Sebelum meninggalnya apa yang diminta orang tuamu untuk kau lakukan...? ""
sambil mengepal sepasang tinjunya kencang-kencang, sepatah demi sepatah kata ia
menjawab:
"Suruh aku mencari nama besar dalam dunia dan melampiaskan rasa sedih dan kecewanya
selama ini"
0000()OO0O
CING-CING tentu saja memahami maksudnya.

Tapi Cing-cing tidak tahu kalau mimpi jelek yang dialaminya bukan hanya semacam saja,
impian buruknya yang lain jauh lebih menakutkan lagi.
Tapi ia tak dapat mengutarakannya keluar, juga tak berani untuk mengutarakannya keluar.
"Da1am impian tersebut tiba-tiba ia merasakan dirinya terjerumus ke dalam sarang rase
istrinya, ayah mertuanya, ibu mertuanya semua telah berubah menjadi kelompok rase, rase yang
mencabik-cabik tubuhnya dan melahap badannya.
Dia ingin sekali untuk melupakan bahwa mereka adalah sekawanan rase, tapi pikiran tersebut
justru tak dapat dia lupakan.
000000000
CAHAYA mutiara yang lembut menyinari wajah Cing-cing yang pucat dan cantik, air mata telah
jatuh bercucuran membasahi pipinya. "Aku memahami maksudmu!" dia berkata dengan air mata
bercucuran, "akupun telah tahu, cepat atau lambat kau pasti ingin pergi dari sini, kau tak akan
hidup sepanjang masa ditempat ini, sebab cepat atau lambat kau pasti akan merasa jemu dengan
penghidupan semacam ini""
Ting Peng tak dapat menyangkal perkataan itu.
Dengan ilmu silat yang dimilikinya sekarang, dengan ilmu golok yang dimilikinya sekarang, Liu
Yok siong, Tiong Tian, Hong bwe dan Meh tiok sesungguhnya telah berubah menjadi manusiamanusia
yang tak akan tahan dengan sejurus serangannya.
Dengan mengandalkan golok lengkung yang tersoren di pinggangnya, bila dia ingin
menjelajahi dunia persilatan dan mencari nama, kejadian tersebut akan berubah menjadi suatu
persoalan yang gampangnya seperti membalikkan tangan sendiri.
Setiap kali teringat akan masalah ini, darah yang mengalir didalam tubuhnya seakan-akan
menjadi mendidih dan mengalir dengan kerasnya.
Tapi kesemuanya ini tak bisa menyalahkan dia, sebab dia memang tidak bersalah.
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan masa depannya sendiri dan siapa pun, itu
orangnya pasti akan berpikir demikian.
Dengan sedih Ting Peng berkata:
"Sayang sekali, aku juga tahu bahwa kakek dan nenekmu pasti tak akan mengijinkan aku pergi
dari sini""
Cing cing menundukkan kepalanya dan ragu-ragu sejenak, kemudian dengan nada menyelidiki
tanyanya.
""Apakah kau ingin pergi dari sini seorang diri?"
"Tentu saja, aku akan membawa serta dirimu".
Mencorong sinar tajam dari balik mata Cing Cing, dia mengepal tangannya keras-keras dan
berseru kembali,
"Kau bersedia membawaku pergi?"

Dengan lembut dan penuh kasih sayang Ting Peng menjawab:
"Kita sudah merupakan suami istri, kemanapun aku akan pergi, aku pasti akan membawa
serta dirimu"
"Kau berbicara yang sejujurnya ?"
"Tentu saja!".
Cing cing menggigit bibit menahan pergolakan emosinya kemudian mengambil keputusan
katanya:
"Bila kau ingin pergi dari sini marilah kita pergi bersama-sama!"
"Bagaimana caranya untuk pergi dari sini?"
"Aku pasti mempunyai akal bagus!"
Dia memeluk pemuda itu kencang-kencang, kemudian melanjutkan.
"Asal kau bersedia mencintaiku dengan bersungguh hati, sekalipun aku harus mati bagimu,
aku juga bersedia"
Untuk melarikan diri, tentu saja harus ada rencana yang matang, maka ditengah malam buta
merekapun berbisik-bisik merundingkan rencana besar itu.
Mereka paling takut dengan kakeknya Cing-cing.
"Dia orang tua amat lihay dan mengetahui segala-galanya, selain malaikat dari angkasa, tiada
seorang manusiapun yang mampu menandingi kehebatannya"
Ting Peng merasa tidak puas dengan perkataan itu, sebab diapun telah melatih ilmu golok
mereka yang maha sakti itu.
Cing cing segera berkata kembali:
"Jangan kau anggap ilmu golok yang telah kau pelajari itu sangat lihay, berada di hadapan dia
orang lain mungkin belum sampai satu jurus kau pergunakan, asal dia menggerakkan tangannya
maka kau pasti akan roboh ke tanah.
Ting Peng tidak percaya, tapi diapun mau tak mau harus mempercayai juga.
"Oleh karena itu bila kita ingin kabur, kita harus menunggu sampai dia tidak berada di sini!"
kata Cing cing.
"Agaknya dia tak pernah pergi dari sini?"
"Tapi setiap tahun pada bulan tujuh tanggal lima belas malam, dia selalu akan mengurung
dirinya didalam sebuah kamar kecil, selama beberapa jam lamanya, peristiwa apapun yang bakal
terjadi selama waktu-waktu itu, dia tak akan mengurusinya.`
"Tapi bila dia tahu kalau kita sudah kabur apakah tak akan melakukan pengejaran?"

"Sudah pasti tidak!"
"Sebabnya aku orang tua telah bersumpah bahwa selama hidup tak akan meninggal kaki
lembah ini barang satu langkahpun"
"Aku lihat agaknya nenekmu juga tidak gampang untuk dihadapi"
"Aku mempunyai akal untuk menghadapinya."
""Akal apakah itu?"
"Sekalipun dia orang tua kelihatannya amat keren dan serius, dia sesungguhnya memiliki hati
yang amat lunak, lagi ......."
Tiba-tiba ia mengajukan suatu pertanyaan yang sama sekali tak ada sangkut pautnya.
"Kau tahu apa yang menyebabkan kematian ayah ibuku?" "
Ting Peng tidak tahu.
Dia tahu persoalan ini merekapun tak pernah menyinggungnya, tak bisa disangkal lagi hal itu
adalah suatu rahasia besar bahkan suatu kenangan lama yang penuh dengan kesedihan..
Benar juga paras muka Cing-cing segera berubah menjadi amat sedih sekali katanya:
"Ibuku juga seorang manusia biasa, seperti juga kau, dia selalu berharap agar ayahku bisa
mengajaknya untuk pergi meninggalkan tempat ini?"
Setelah menghela napas panjang lanjutnya:
""Ketika aku belum mencapai usia setahun ia telah meninggal dunia tapi aku tahu dulunya
bukan saja dia adalah seorang pendekar perempuan yang amat tersohor dalam dunia persilatan,
diapun seorang gadis cantik yang diketahui setiap orang, kehidupan yang sederhana dan hambar
seperti ini sudah barang tentu tak bisa dilewatinya dengan hati yang tenang dan tentram"
"Apakah ayahmu tidak bersedia mengajaknya untuk pergi meninggalkan tempat ini?"
"Walaupun ayahku telah menyetujuinya, tapi kakek dan nenekku bersikeras tidak mengijinkan,
sudah dua kali mereka berusaha untuk pergi dari sini tapi usaha mereka selalu gagal oleh karena
itu ibuku...."
Ia tidak melanjutkan perkataannya, tapi Ting Peng bisa menduga apa yang telah terjadi, kalau
ibunya bukan karena hatinya yang kesal dan murung sehingga mati dalam kesedihan, sudah pasti
secara diam-diam menghabisi nyawa sendiri....
"Berapa bulan setelah kematian ibuku, ayahku juga jatuh sakit dan tak bisa bangun lagi."
Walaupun mereka adalah rase, meskipun memiliki kemampuan yang luar biasa, ada
sementara penyakit yang justru tak akan bisa ditolong dengan kekuatan serta obat obatan, apalagi
kalau penyakit itu adalah penyakit hati, penyakit rindu yang ditimbulkan oleh perasaan kangen
yang tebal serta kesedihan yang kelewat batas.
Dalam hal ini, Ting Peng juga bisa membayangkannya, Cing cing berkata lebih jauh:

"Sekalipun nenek tak pernah menyinggung persoalan ini kepadaku, tapi aku tahu dalam
hatinya pasti merasa amat berduka, bila sampai keadaan kepepet, asal kusinggung kembali
persoalan ini, dia pasti akan mengijinkan kami untuk pergi"
Seorang nenek tua yang sudah lanjut usianya, tentu saja tak akan tega menyaksikan cucu
perempuan suami istri mengalami tragedi yang sama seperti apa yang terjadi dengan generasi
yang lalu.
Cing cing bisa mengutarakan persoalan semacam ini, menandakan kalau hubungan kasihnya
antara dia dengan Ting Peng sudah mencapai cinta kasih yang sama tebalnya antara ayah dan
ibunya dulu.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ting Peng setelah mendengar perkataan itu, serunya
dengan cepat.
"Kalau begitu, kita pasti mempunyai harapan ?"
"Akan tetapi kita masih ada persoalan, paling tidak masih ada delapan persoalan."
"Delapan persoalan?.."
"Yaa, tidak lebih tidak kurang persis delapan buah persoalan"
"Akhirnya Ting Peng dapat memahami maksud perkataannya, yang dimaksudkan dengan
delapan persoalan itu sudah pasti adalah ke delapan orang pelayan yang setia itu.
Mereka semua jarang berbicara satu dengan lainnya, bahkan selalu menjaga suatu jarak
tertentu dengan Ting Peng.
Agaknya mereka tidak ingin terlalu dekat dengan manusia biasa yang manapun, bahkan cucu
menantu dari majikan mereka sekalipun.
Dalam hati mereka semua seakan-akan tersimpan suatu penderitaan yang amat dalam,
menyimpan suatu rahasia yang sangat besar.
"Apakah mereka juga tidak mudah untuk dihadapi ?" tanya Ting Peng kemudian.
"Kau sama sekali-kali memandang enteng mereka, sekalipun mereka tidak memiliki
kemampuan yang hebat seperti apa yang dimiliki oleh kakekku, tapi ilmu silat yang dimiliki mereka
semua sudah cukup untuk merubah mereka menjadi jago-jago kelas satu di dalam dunia
persilatan"
Setelah berpikir sejenak, dia melanjutkan.
Aku tahu didalam dunia persilatan banyak terdapat pendekar dan jago pedang yang amat
lihay, akupun pernah melihat beberapa orang diantaranya, tapi tak seorangpun diantara mereka
yang bisa menandingi kelihaian mereka"
"Siapa saja yang pernah kau jumpai?"
"Hong bwe dan Meh tiok yang kau katakan itupun pernah kujumpai semua...." Cing-cing
menerangkan.

"Apakah kedua orang itupun tak sanggup untuk menandingi mereka?" "
"Siapa saja diantara mereka berdelapan sanggup mengalahkan dua orang itu sekaligus
didalam sepuluh jurus"
Mendengar perkataan itu Ting Peng segera mengerutkan dahinya.
Tak bisa disangkal lagi bahwa Hong bwe dan Meh tiok adalah jago-jago kelas satu di dalam
dunia persilatan, kalau dibilang ada orang sanggup mengalahkan mereka berdua dalam sepuluh
gebrakan saja, sesungguhnya persoalan ini sangat tidak masuk diakal, siapa saja tak akan
mempercayainya. . .
Tapi Ting Peng mempercayainya.
Terdengar Cing cing berkata lagi.
"Untung saja setiap bulan tujuh tanggal lima belas, mereka selalu minum arak dalam jumlah
yang banyak sekali"
"Apakah mereka akan minum sampai mabuk?"
"Ada kalanya sampai mabuk-ada kalanya juga tidak mabuk, mereka memiliki takaran minum
arak yang bagus sekali"
Setelah tertawa terusnya:
"Tapi kebetulan sekali aku tahu kalau ada semacam arak yang keras sekali, bagaimanapun
baiknya takaran minum seseorang bila minum arak tersebut, dia pasti akan menjadi mabuk"
"Dan kebetulan sekali kau bisa menemukan arak sejenis itu?"
"Yaa. aku bisa mendapatkannya."
Sekali lagi mencorong sinar tajam dari balik mata Ting Peng, tanyanya kemudian:
"Hari ini sudah tanggal berapa?"
""Bulan enam tanggal tiga puluh"
Setengah bulan lagi akan tiba bulan tujuh tanggal lima belas, setengah tahun lagi Ting Peng
sudah empat tahun lamanya tinggal di tempat itu.
Tak tahan Ting Peng segera menghela napas panjang katanya.
"Waktu sungguh berlalu dengan cepatnya, tak disangka dalam waktu singkat empat tahun
sudah lewat, sungguh tak ku sangka aku bisa hidup selama empat tahun lagi"
Dengan lemah lembut Cing-cing membelai wajahnya dan berkata dengan lirih:
"Kau pasti dapat hidup lebih jauh, bahkan bukan cuma empat tahun saja, sebab selama aku
masih hidup, kau takkan mati, kau hidup akupun takkan mati, ada kau baru ada aku, ada aku baru
ada kau!"
ooooo0ooooo

MALAM PURNAMA
BULAN tujuh tanggal lima belas, udara cerah. malam hari, rembulan sedang purnama. .
Ting Peng mempercayai Cing-cing seratus persen.
Kalau Cing cing mengatakan ada semacam arak yang bisa memabukkan siapapun yang
memiliki takaran minum arak yang hebat, dia percaya penuh bahwa siapa saja yang minum arak
tersebut pasti akan menjadi mabuk kepayang.
Ia percaya delapan orang kakek yang setia dan selalu membungkam itu pasti akan mabuk,
ternyata mereka benar-benar telah mabuk.
Tapi ia benar-benar tidak menyangka kalau orang yang mabuk paling dulu ternyata adalah
neneknya Cing cing.
Tampaknya hari ini diapun mempunyai pikiran dalam hatinya, pikiran apalagi rahasia dalam
hati biasanya lebih berat dari segala apapun, maka dia ikut minum bersama mereka, bahkan
minum lebih cepat dari pada yang lain dan lebih banyak dari siapa pun.
Itulah sebabnya dia mabuk lebih dahulu.
Mereka masih minum arak, secawan demi secawan arak mengalir masuk ke perut, tak
seorangpun yang berbicara, mereka hanya tahu minum terus tiada hentinya..
Tampaknya mereka telah bertekad untuk minum sampai mabuk baru benar-benar akan
berhenti.
Dengan cara minum seperti ini, sekalipun yang mereka minum bukan arak semacam ini, toh
akhirnya akan menjadi mabuk juga.
Sekarang mereka semua telah mabuk.
"Walaupun ruangan disisi loteng kecil itu jauh lebih kecil daripada sebuah keraton, namun
diatur sedemikian megah dan mewahnya sehingga tidak kalah dengan sebuah keraton, waktu itu
tinggal dua orang yang masih berada dalam keadaan sadar.
Dalam lembah tersebut hanya tinggal mereka berdua juga yang masih berada dalam keadaan
sadar.
Ting Peg memandang ke arah Cing cing, dan Cing cing memandang ke arah Ting Peng, sorot
mata Ting Peng penuh dengan pancaran sinar gembira dan riang.
Sebaliknya sinar mata yang terpancar ke luar dari balik mata Cing cing sangat kalut.
Tempat ini adalah rumahnya, ia sudah hidup di sini semenjak dilahirkan, semua orang yang
berada di sini adalah sanak keluarganya semua.
Tapi sekarang dia hendak pergi, menuju ke sebuah dunia yang masih amat asing baginya dan
selama hidup tidak kembali lagi, selama hidup tak akan kembali lagi.
Tentu saja perasaannya amat gundah dan kalut. Tentu saja dia tak bisa seperti Ting Peng
yang ingin pergi lantas pergi.

Tiba-tiba Ting Peng menghela napas panjang, katanya:
"Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan didalam hati, aku pun tahu kau pasti tak tega untuk
meninggalkan tempat ini."
Cing-cing segera tertawa paksa.
"Aku memang sedikit merasa berat hati untuk meninggalkan tempat ini, tapi aku lebih berat
hati untuk berpisah denganmu"
Tentu saja Ting Peng tak akan menganjurkan kepadanya untuk tetap tinggal di situ.
Sekalipun dia memiliki niat semacam itu juga tak akan diutarakannya di depan mulut.
Cing cing mengawasinya lekat-lekat, kemudian bertanya:
"Apakah kau benar-benar bersedia untuk mengajakku pergi?"
"Tentu saja sungguh-sungguh"
"Bila kau ingin merubah niatmu, sekarang masih belum terlambat, aku akan membiarkan kau
pergi seorang diri"
"Aku toh sudah berkata, kemana saja aku akan pergi, kau harus turut bersamaku, ada aku
harus ada kau pula dirimu"
"Kau tidak menyesal?"
""Mengapa aku harus menyesal?"
Akhirnya Cing cing tertawa, meskipun senyuman itu agak murung dan diliputi kesedihan, tapi
penuh dengan pancaran sinar merah yang hangat.
Bagi seorang perempuan apa yang paling diharapkan tidak lain adalah seorang yang bisa
mencintainya selama hidup dan berada bersamanya sepanjang masa.
Entah perempuan itu seorang manusia atau Rase, semuanya adalah sama saja.
Tapi sesaat sebelum pergi, dia masih tak tega untuk berpaling kembali dan mengawasi
neneknya yang meski keren tapi berhati mulia itu.
Tak tahan ia menjatuhkan diri berlutut dan mencium pipi neneknya, yang penuh berkeriput itu
dengan penuh kasih sayang.
Perpisahan ini mungkin akan menjadi suatu perpisahan untuk selamanya, bahkan Ting Peng
sendiripun merasa agak sedih dalam hatinya, tak tahan ia lantas berseru:
"Jika kita ingin pergi, lebih baik berangkat lebih cepat, daripada mereka keburu sadar. ."
"Mereka tak akan sadar secepat itu."
Sambil bangkit berdiri, terusnya:
"Arak ini dibuat kakekku menurut suatu resep rahasia, sekalipun dewa yang minum arak ini,
diapun harus menunggu sampai enam jam kemudian baru bisa sadar kembali"

Ting Peng segera menghela napas panjang:
"Bila ada waktu selama enam jam, hal ini sudah lebih dari cukup untuk kita!"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar seseorang tertawa tergelak.
"Haaahh. . . haaahh. . . haaahh. . . benar, enam jam pun sudah lebih dari cukup. . . "
Setiap orang bisa tertawa. Setiap hari pasti ada orang sedang tertawa, dimana saja pasti ada
orang sedang tertawa.
Tapi Ting Peng belum pernah mendengar gelak tertawa semacam ini, bahkan mimpipun tak
pernah menduga kalau di dunia ini bisa terdapat gelak tertawa semacam ini.
Suara tertawanya tinggi melengking dan amat nyaring, seolah-olah ada beribu-ribu orang yang
sedang tertawa bersama.
Tawa itu sebentar berkumandang di sebelah timur, sebentar di sebelah barat, seakan-akan
dari empat arah delapan penjuru ada orang sedang tertawa bersama.
Tapi suara tertawa itu justru berasal dari mulut seseorang yang sama, sudah jelas berasal dari
mulut satu orang.
Karena Ting Peng telah menyaksikan kemunculan orang itu.
Dia adalah seorang kakek berjubah hitam yang kurus kering dan bertubuh hitam pekat.
Pintu depan sebenarnya tiada manusia, seorang mamusia tak ada.
Tapi kakek berjubah hitam itu justru berdiri didepan pintu ketika itu. . .
Ting Peng bukan seorang yang buta, matanya belum kabur, tapi justru ia tidak menyaksikan
sedari kapankah kakek itu menampakkan diri? Lebih-lebih lagi dari manakah dia munculkan diri?
Dalam waktu singkat tahu-tahu ia sudah berdiri di situ.
Suara gelak tertawanya belum berhenti, cawan dan mangkuk yang berada di atas meja kena
tergetar keras sehingga berbunyi dentingan nyaring, malah ada beberapa buah diantaranya yang
tergetar sehingga hancur berantakan.
Ting Peng merasakan bukan cuma telinganya saja yang tergetar keras sehingga terasa sakit,
bahkan benaknya seolah-olah mau meledak rasanya tak tahan.
Asalkan bisa membuat kakek itu menghentikan gelak tertawanya, dia disuruh melakukan apa
saja pemuda itupun bersedia.
Belum pernah ia menyangka kalau didunia ini masih terdapat suara gelak tertawa yang
memiliki kekuatan demikian menakut-kannya.
Paras muka Cing cing pucat pias, sinar matanya memancarkan rasa ngeri dan kaget yang luar
biasa, tiba-tiba ia membentak:
"Apa yang sedang kau tertawakan?"

Meskipun suaranya lembut dan tajam, ibaratnya sebatang jarum yang tiba-tiba menyusup
masuk ke balik tertawa tersebut.
Kakek berjubah hitam itu masih juga tertawa tergelak, katanya:
"Delapan ekor rase kecil itu semuanya berilmu hebat, si rase betina inipun bukan lentera yang
kekurangan minyak, jika aku harus merobohkan mereka satu per satu, sesungguhnya hal ini
bukan suatu pekerjaan yang gampang, sungguh tak nyana ada orang yang telah melicinkan jalan
bagiku" haaha. . . haha. . dengan demikian akupun tak usah repot-repot lagi" .
Paras muka Cing cing berubah hebat, dengan suara keras teriaknya:
"Siapakah kau? Mau apa datang kemari?"
Akhirnya kakek berjubah hitam itu menghentikan juga gelak tertawanya, dengan dingin ia
berkata:
"Aku datang untuk menguliti kulit rase kalian, akan kupakai kulit-kulit rase kalian itu untuk
membuatkan beberapa stel pakaian untuk cucuku.
Cing cing tertawa dingin, tiba-tiba ia turun tangan dan mencabut keluar golok lengkung yang
tersoren di pinggang Ting Peng itu.
Cahaya golok yang berwarna hijau dan berbentuk melengkung itu pada mulanya masih mirip
sebuah bulan sabit, tapi dalam waktu singkat telah berubah menjadi sekilas cahaya bianglala yang
menyambar ke muka dengan cepatnya.
Ting Peng cukup memahami daya kekuatan yang terpancar dari balik golok tersebut, dia
percaya di dunia ini masih belum ada seorang manusiapun yang sanggup menyambut bacokan
tersebut.
Sayang dia telah salah menyangka.
Ujung baju si kakek berjubah hitam itu segera menggulung ke depan bagaikan segumpal awan
hitam, secara tiba-tiba saja awan hitam itu meluncur ke depan dan menyambar cahaya bianglala
tersebut.
Cing cing segera berjumpalitan ditengah udara dan terpental sejauh tiga kaki lebih dari tempat
semula, sewaktu melayang turun ke atas tanah, ia tak sanggup berdiri tegak lagi..
Kakek berjubah hitam itu tertawa dingin, katanya:
"Bila mengandalkan sedikit kepandaian yang dimiliki kau si rase kecil, masih jauh bila ingin
digunakan untuk membunuhku"
Paras muka Cing-cing berubah hebat selangkah demi selangkah dia mundur ke belakang. Di
belakang meja masih terdapat sebuah pintu rahasia.
Dengan suara dingin kakek berjubah hitam itu berkata:
"Apakah kau hendak pergi mencari si rase tua itu? Jangan lupa bulan tujuh tanggal lima belas
tepat tengah malam saat itu ia sedang berada dalam keadaan yang paling gawat, sekalipun aku
menyayati kulit badanmu di hadapannya dia juga tak akan berani sembarangan bergerak kalau
tidak ia pasti akan mengalami jalan api menuju neraka, kalau sampai demikian keadaannya akan
payahlah keadaannya"

Cing-cing tentu saja tak akan lupa dengan keadaan tersebut.
Kini paras mukanya sudah pucat pias tak berdarah lagi.
Ia tahu mereka tak akan terlepas dari bencana besar ini.
Mendadak kakek berjubah hitam itu membalikkan badannya menatap ke arah Ting Peng,
kemudian katanya:
Kau adalah manusia rase!"
Ting Peng tak dapat menyangkal.
Kembali kakek itu berkata.
"Aku hanva akan membunuh rase, tidak membunuh manusia"
Kemudian sambil mengulapkan tangannya dia berkata:
"Pergilah dari sini, lebih baik cepat-cepat pergi meninggalkan tempat ini, jangan sampai
menunggu aku berubah pikiran lagi"
Ting Peng tertegun, ia benar-benar tidak menyangka kalau kakek tersebut bersedia
melepaskan dirinya.
Dia adalah manusia, bukan rase, kakek itu datang untuk membantai rase, sudah barang tentu
sama sekali tak ada hubungan atau sangkut paut dengannya.
Sekarang dia masih muda, dia telah menguasahi serangkaian ilmu silat yang maha dahsyat,
dengan kemampuan yang dimilikinya sekarang ia masih sanggup untuk merajai dunia persilatan
dan mengangkat nama besarnya agar disegani orang.
Asal dia kembali ke alam manusia, dengan cepatnya semua cita-cita yang diimpikan selama ini
akan terwujud.
Sekarang kakek itu bersedia melepaskan dirinya, tentu saja dia harus pergi.
Dengan suara dingin kakek berjubah hitam itu berkata lagi.
"Mengapa kau belum juga pergi? Apakah kau juga ingin menemaninya untuk mati bersama?"
"Benar! " tiba-tiba Ting Peng menjawab dengan suara lantang.
Mendadak dia melompat ke depan dengan kecepatan luar biasa, sambil menghadang di
hadapan Cing-cing serunya:
"Bila kau ingin membunuhnya, kau harus membinasakan diriku lebih dahulu!"
Sekujur badan Cing-cing menjadi lemas, karena seluruh badannya seolah-olah melumer dan
bersatu dengan tubuh Ting Peng.
Ia menatapnya lekat-lekat, entah harus menangiskah? Atau tertawa?.

Perasaan girang, kaget dan berterima kasih bercampur aduk dalam hatinya dan kemudian
tumbuh suatu perasaan cinta yang teramat sangat besarnya........
Air matanya kembali bercucuran, serunya:
"Benarkah kau bersedia untuk mati bersamaku?"
"Aku sudah berkata, ada kau ada pula aku, entah kemana saja kau pergi, aku akan selalu
mendampingimu!"
"Kau benar-benar hendak menemaninya untuk mampus?" seru kakek berbaju hitam itu.
Kakek berjubah hitam itu segera tertawa dingin.
"Hmm . . . kalau kau ingin mampus, ini gampang sekali untuk di wujudkan....." "
"Belum tentu gampang!" teriak Ting Peng. Tiba-tiba ia menubruk ke depan dengan
mengerahkan segenap tenaga yang dimiliki-nya, ia menerjang ke arah kakek berjubah hitam itu
dengan garangnya.
Dia sudah bukan Ting Peng empat tahun yang lalu.
Gerakan tubuhnya begitu enteng dan lincah, serangannya begitu cepat dan tepat, ilmu silat
yang dimilikinya sekarang sama sekali tidak berada di bawah kepandaian silat jago nomor wahid
dari manapun.
Perduli kakek ini adalah manusia atau setan? Atau rase? Bila ingin membunuhnya, hal ini tak
akan bisa dilakukannya dengan gampang.
Sayang dia kembali salah sangka.
Baru saja tubuhnya menubruk ke depan, dia menyaksikan ada sekuntum awan hitam yang
menyambar datang, dia ingin menghindar, akan tetapi tak mampu dilakukannya.
Kemudian ia terjerumus kembali dalam kegelapan, kegelapan yang tidak bertepian, suatu
kegelapan yang seakan-akan tak pernah berakhir.
Dari balik kegelapan tiba-tiba terpercik setitik cahaya sinar rembulan, bulan yang sedang
purnama.
Ting Peng membuka matanya lebar-lebar, ia menyaksikan sebuah bulan yang purnama
tergantung di atas awang-awang, diapun menyaksikan sepasang mata yang jeli dan lembut
sedang mengawasinya.
Baik di atas langit Ataukah di atas bumi? Tak akan bisa dijumpai mata kedua yang lebih jeli
dan lembut daripada sinar mata itu.
Cing-cing masih berada di sisinya.
Baik dia sudah mati atau masih hidup?
Baik dia ada di atas langit? Atau dalam bumi, Cing-cing tetap berada di sisinya.
Sinar mata Cing-cing begitu jeli, diantara kelopak matanya masih tampak titik air mata.

Sepasang mata tersebut, bulan yang purnama itu serta pemandangan yang dihadapinya
sekarang hampir sama dengan pemandangan yang disaksikannya ketika baru mati di ujung
pedang si kakek kerdil yang berjubah emas dengan jenggot berwarna emas itu.
Tapi waktu itu dia belum mati.
Bagaimana dengan kali ini?
Kali ini diapun tidak mati.
Bukan saja dia tidak mati, Cing-cing juga tidak mati, apakah kakek berbaju hitam yang
menakutkan itu telah melepaskan mereka?
Apakah karena mereka amat mencintai satu sama lain, karena mereka saling mencintai
dengan tulus hati, maka orang itu menjadi terharu dan mengampuni jiwaku?
"Aku benar-benar belum mati?" Ting Peng bertanya.
"Aku masih hidup, mengapa kau bisa mati, kalau kau sudah mati, apakah aku bisa hidup
seorang diri?"
Titik air mata masih menghiasi wajahnya, tentu saja air mata kegirangan, lanjutnya:
"Asalkan kita berada bersama, kita tak bakal mati!, kita akan hidup bersama terus sepanjang
masa"
"Tapi aku tidak habis mengerti?" seru Ting Peng.
"Persoalan apakah yang tidak kau pahami?
"Aku tidak habis mengerti mengapa makhluk tua berjubah hitam itu bersedia melepaskan kita
berdua?""
Cing-cing segera tertawa.
Dari wajahnya yang penuh senyuman itu terkilas cahaya air mata, sahutnya dengan cepat:
""Sebab makhluk tua itu bukan sungguhan"
"Siapakah dia?"
"Dia adalah kakekku"
Ting Peng semakin tidak mengerti.
Cing-cing berkata kembali:
"Kakekku tahu bahwa cepat atau lambat kau pasti ingin pergi, semua gerak gerik kita diketahui
pula olehnya oleh karena itu ia telah bertaruh dengan nenek!"
""Apa yang mereka pertaruhkan?"
""Kalau kau sungguh-sungguh amat baik kepadaku, seandainya kau masih bersedia mati
untukku, dia akan membiarkan kita berdua untuk pergi dari sini"

Ia tidak berkata lebih jauh, diapun tak perlu berkata lebih lanjut.
Jelaslah sudah bahwa peristiwa itu tak lebih hanya suatu percobaan, suatu percobaan untuk
Ting Peng apakah dia sungguh-sungguh amat mencintai Cing cing?
Seandainya didalam mara bahaya Ting Peng meninggalkan gadis itu, maka tak bisa disangkal
lagi saat ini Ting Peng sudah menjadi sesosok mayat .....
Cing cing menggenggam tangannya erat-erat. Dibalik telapak tangan Ting Peng ada keringat,
tentu saja keringat dingin.
"Sekarang mereka baru percaya bahwa kau sama sekali tidak membohongi diriku" ujar Cingcing
lembut "perduli kemanapun kau akan pergi, tak mungkin akan meninggalkan diriku, oleh
sebab itu mereka baru bersedia untuk membiarkan aku pergi bersamamu.
Ting peng mengerdipkan matanya beberapa kali kemudian bertanya..
"Kita berada dimana sekarang?
"Kita sudah berada di alam manusia"
"Kita benar-benar sudah kembali ke alam manusia?"
"Yaa, benar!"
Untuk pertama kalinya Ting Peng merasakan alam manusia ternyata begitu indah begitu
menarik hati.
Sebenarnya ia sudah bosan hidup di dunia ini, sudah tak ingin hidup lebih jauh, sekarang dia
baru menyadari bahwa kehidupan sesungguhnya adalah begitu indah dan menawan, asal
seseorang masih dapat hidup. hal ini sudah merupakan sesuatu kejadian yang pantas untuk
dirayakan..
Rembulan yang purnama kini sudah makin memudar.
Langit yang gelap sudah mulai terpercik setitik cahaya putih, dari kejauhan sana kedengaran
suara manusia.
Tangisan bayi, omelan ibunya, suara air yang ditimba dari dalam sumur, suara dentingan kuali
yang mulai mengepul asap, suara istri yang membangunkan suaminya untuk segera turun ke
sawah, suara sang suami yang mencari sepatunya dikolong ranjang, suara bisikan mesrah dari
suami istri muda, suara cekcok suami istri yang telah lanjut usia, masih ada pula suara kokokan
ayam, gonggongan anjing ....
Semua suara tersebut penuh terkandung suatu gerak perjuangan dari kehidupan, penuh
mengandung cinta kasih seorang manusia terhadap lainnya ........
Dari sekian banyak suara-suara itu, ada yang bisa didengar oleh Ting Peng. ada pula yang
tidak terdengar, walaupun telinganya tidak mendengar, dalam hatinya dapat merasakan.
Sebab suara-suara itu sebenarnya adalah suara-suara yang sangat hapal didalam
pendengarannya.

Di dusun kelahirannya, dalam sebuah rumah yang sederhana dan kecil, setiap pagi ia bangun
dari tidurnya dan harus dibantu ibunya untuk mengenakan pakaian, dia sudah mulai mendengar
suara-suara semacam itu.
Tiba-tiba Ting Peng berkata.
"Aku harus pergi menengok ibuku lebih dahulu!"
Pada saat dia mengucapkan kata-kata tersebut, mendadak dia teringat pula persoalanpersoalan
yang tidak seharusnya dia pikirkan.
Istrinya adalah rase.
Bagaimana mungkin ia bisa membawa seorang istri rase untuk pergi menjumpai ibunya yang
sudah tua dan lagi kolot itu?
Tapi bagaimanapun juga dia harus membawanya untuk pergi menjumpainya.
Cing-cing menundukkan kepalanya rendah-rendah. Dia memang memiliki perasaan yang jauh
lebih tajam daripada manusia biasa, sekarang dia sudah dapat merasakan apa yang sedang
dipikirkan pemuda itu.
Pelan-pelan diapun bertanya:
Dapatkah kau membawa serta diriku?"
"Aku pasti akan membawa serta dirimu", Ting Peng berjanji.
Terbayang bagaimana ia telah mencintai-nya sepenuh hati, teringat sebagaimana gadis itu
telah berkorban untuknya, tak tahan lagi ia memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang, katanya:
"Aku toh pernah berkata, entah kemanapun aku hendak pergi, aku pasti akan membawa serta
dirimu."
Cing-cing mendongakkan kepalanya dan memandang ke arahnya, sinar mata itu penuh
dengan perasaan cinta dan rasa terima kasih.
Tentu saja aku harus pergi menjumpai ibumu, tapi aku tak ingin bertemu dengan orang-orang
yang lain, di kemudian hari entah siapa saja yang ingin kau jumpai, lebih baik aku tak ikut
menampakkan diri"
"Kenapa?"
Cing-cing tertawa paksa.
"Kau harus tahu mengapa aku berbuat demikian?".
"Tapi orang lain tak akan mengetahui kalau kau ...."
"Aku tahu, orang lain tak akan mengetahui kalau aku adalah rase, akan tetapi. . . . entah
bagaimanapun juga, aku toh tetap rase, kalau bisa tidak berjumpa dengan orang biasa, lebih baik
jangan bertemu muka."

Agaknya dia masih mempunyai kesulitan, bagaimanapun juga bila seorang secara tiba-tiba
berkunjung ke suatu dunia yang masih asing baginya, tak bisa dihindari lagi, ia pasti mempunyai
kesulitan yang sukar di ungkapkannya dengan kata-kata.
Ting Peng segera menggenggam tangannya dan berkata dengan lembut.
"Asal pekerjaan tersebut tak ingin kau lakukan, aku tak akan memaksamu untuk
melakukannya.
Cing-cing tertawa, katanya pula:
"Tapi ada kalanya aku pasti akan memaksamu, bahkan pasti akan memaksamu untuk
menuruti perkataanku"
Ia tidak membiarkan Ting Peng membuka suara, kembali tanyanya:
"Setelah menjumpai Ibumu, apa yang hendak kau lakukan?"
Ting Peng tidak menjawab.
Darah didalam tubuhnya mulai mendidih, suatu ambisi yang besar mulai menyelimuti
benaknya, masih banyak urusan yang harus dia kerjakan setelah itu.
Kata Cing-cing:
"Aku tahu kau hendak melakukan apa saja, bukan saja kau hendak mengangkat nama,
kaupun hendak melampiaskan rasa mendongkol dan dendam yang selama ini terpendam dalam
hatimu."
Ting Peng mengakuinya.
Fitnahan yang dialaminya selama ini harus dicuci bersih, cemoohan serta penghinaan yang
dialaminya selama ini juga harus di balas, persoalan-persoalan semacam ini belum pernah
dilupakan barang seharipun.
"Sebelum kita berangkat tadi, berulangkali kakek telah berpesan, jika kau ingin menjadi tenar
dan membalas dendam, ada beberapa hal perlu kau ingat"
"Apa saja cepat katakan!"
"Apabila tidak sampai pada keadaan yang terpaksa, kau jangan sekali kali turun tangan, bila
pihak lawan adalah seseorang yang tidak berharga bagimu untuk turun tangan, kaupun jangan
sekali-kali turun tangan"
Setelah berhenti sebentar kembali dia menambahkan.
"Ketika turun tangan untuk pertama kalinya, kau harus memilih seorang sasaran yang baik dan
cermat, asal kau bisa mengalahkannya maka namamu segera akan tenar di seluruh dunia
persilatan, maka kaupun tak usah pergi mengikat tali permusuhan lagi dengan orang lain. .
Ia menjelaskan lebih jauh:

""Karena kata kakek, bagaimanapun lihaynya ilmu silatmu, bagaimanapun tenarnya namamu,
bila terlalu banyak musuh yang kau ikat, maka cepat atau lambat suatu hari kau masih akan
dipaksa orang untuk melalui jalan buntu."
"Aku dapat memahami maksud hati dia orang tua, aku pasti akan baik-baik menuruti
perkataannya."
"Oleh sebab itu bila kau turun tangan, janganlah terlalu tak berperasaan apalagi melakukan
pembunuhan yang berakibat mengalirnya darah..."
Ia berkata lebih jauh dengan nada bersungguh-sungguh:
"Bila kau ingin orang lain betul-betul menghormatimu, kau harus menyediakan sebuah jalan
kehidupan baginya"
"Aku mengerti."
"Masih ada satu hal yang lebih penting lagi!"
"Persoalan apakah itu?"
Golok lengkung yang berwarna hijau pupus itu masih tergantung di atas pinggangnya.
Cing cing berkata lebih jauh:
"Golok ini adalah pemberian nenekku, maka kakek mengijinkan kau untuk membawanya
keluar, akan tetapi bila keadaan tidak sampai terpaksa, kau dilarang mempergunakan golok ini"
Sikapnya menjadi lebih serius dan bersungguh-sungguh lagi katanya lebih jauh:
"Bila kau ingin mempergunakan golok ini, maka kau harus membuat musuhmu tewas di ujung
golok tersebut, asal golok telah diloloskan dari sarungnya maka kau tak boleh membiarkan
lawanmu berada dalam keadaan hidup. . . . "
"Bila lawanku bukan orang yang harus kubunuh, jika lawan belum memojokkan aku, aku tak
boleh menggunakan golok ini?" "
"Yaa sama sekali tak boleh!"
Setelah tertawa dia melanjutkan:
"Tapi kau tak usah kuatir, dengan kepandaian silat yang kau miliki sekarang golok macam apa
saja yang kau gunakan kau masih tak terkalahkan di dunia ini"
Sementara itu fajar telah menyingsing, cahaya matahari yang berwarna keemas-emasan telah
memancarkan sinarnya ke empat penjuru.
ooooo0ooooo
KEHIDUPAN DI ALAM MANUSIA
SINAR rembulan lewat
Cahaya golok memancar.

Malang melintang sepuluh laksa li.
Cahaya golok dingin bagaikan salju.
Di sana sini terdengar rintihan hujan.
Bulan sepuluh, fajar baru menyingsing.
Liu Yok siong membuka daun jendela dalam kamarnya, membiarkan sinar matahari yang
berwarna ke emas emasan memancar masuk ke dalam ruangan, udara amat cerah dan segar, tak
bisa disangkal hari ini udara amat cerah.
Ia termasuk shio anjing, tahun ini berusia empat puluh tujuh tahun, wajahnya masih belum
tampak banyak kerutan, kekuatan badannya masih tetap dalam kondisi seperti pemuda kekar
yang lain, bukan saja masih tertarik dalam soal perempuan, perempuan-pun tertarik pula
kepadanya.
Ia kaya raya, sehat dan tampan, apalagi belakangan ini nama besarnya makin harum dalam
dunia persilatan, seringkali ada orang yang menyebutnya sebagai "Tayhiap", semua orang yang
kenal maupun tak kenal kepadanya rata-rata menaruh hormat kepada dirinya.
Temannya tak terhitung jumlahnya, tingkat kedudukan, kekayaan dan nama besarnya meski
tidak melebihinya, tapi mereka bisa mengimbangi pergaulan dengannya, setiap kali musim gugur
tiba, mereka selalu berdatangan untuk bersama-sama melewat-kan suatu penghidupan yang
segar dan riang gembira.
Kemana saja dia berada, selamanya orang selalu menyambut kedatangannya dengan segala
kehormatan.
Dia percaya seandainya partai Bu-tong mengijinkan seorang murid premannya menjadi ketua
perguruan, dialah yang akan dipilih.
Sebenarnya hal tersebut hanya merupakan suatu angan-angan, tapi sekarang tampaknya
sudah ada kemungkinan untuk merubahnya menjadi kenyataan..
Perkampungan Siang siong san-ceng menempati suatu area tanah yang sangat luas,
pemandangan alamnya sangat indah dan merupakan suatu perkampungan yang amat tersohor
dalam dunia persilatan.
Istrinya juga terhitung sebagai wanita cantik yang ternama dalam dunia persilatan, bahkan
cerdik dan pandai bekerja.
Hubungan mereka sebagai suami istri selamanya baik, bila ia menjumpai kesulitan, entah
persoalan apapun yang dihadapi, istrinya pasti akan membantu untuk menyelesaikannya.
Asal seorang lelaki yang mampu untuk memilikinya, hampir seluruhnya dimilikinya pula,
bahkan dia sendiripun merasa amat puas dengan hal ini . . . . .
Tapi belakangan ini justru timbul suatu persoalan yang membuatnya merasa kurang begitu
senang.
Bangunan yang ditempatinya ini terletak di bagian yang paling tinggi dalam perkampungan
Siang-siong san-ceng, asal ia membuka jendela maka akan terlihatlah bukit nan hijau di seberang

sana, pepohonan rindang, rerumputan nan hijau menambah semaraknya suasana di sekeliling
sana.
Setiap kali berada dalam keadaan begini, dalam hatinya segera akan timbul suatu perasaan
seakan-akan di atas langit di atas bumi, dialah pemimpin yang paling "berkuasa", sekalipun
diwaktu-waktu semacam itu dalam hatinya terdapat sesuatu yang kurang menyenangkan hatinya,
dia akan melupakannya dengan segera.
Sungguh tak disangka belakangan ini terjadi sesuatu perubahan di atas tanah perbukitan itu.
Setiap pagi hari, di atas bukit di seberang sana tentu akan kedengaran suara bunyi-bunyian
yang memekikkan telinga, bukan saja memecahkan ketenangan hidupnya, juga membuat
sepanjang hari merasa tak tenang dia merasa kehormatannya seakan-akan di singgung orang.
Sebab bangunan perkampungan yang sedang dibangun di atas tanah perbukitan di seberang
sana bukan saja dibangun lebih megah dan mentereng, bahkan menempati area tanah yang jauh
lebih besar daripada perkampungan Siang siong san-ceng.
Semua tukang kayu, ahli bangunan, tukang pahat dan ahli ukir yang paling tersohor disekitar
dua sungai besar, wilayah Kwan Tong, Say pak bahkan dari wilayah Kanglam sana, semuanya
telah diundang kemari untuk menyelesaikan bangunan tersebut.
Tenaga kerja yang dikerahkan untuk mendirikan bangunan rumah itu pun dua puluh kali lipat
lebih banyak jika dibandingkan sewaktu membangun perkampungan Siang siong san-ceng dimasa
lalu.
Jumlah pekerja yang lebih banyak tentu mempermudah pekerjaan, sudah barang tentu
bangunan itupun bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.
Setiap pagi bila Lui Yok siong membuka jendela untuk memandang ke bukit seberang, dia
akan menjumpai di atas bukit tersebut kalau bukan telah bertambah dengan sebuah gardu, tentu
bertambah dengan sebuah bangunan berloteng, atau sebuah kolam renang, atau mungkin juga
sebuah hutan bunga yang rimbun dan indah.
Seandainya ia tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, pada hakekatnya dia akan
menganggap suatu keajaiban telah berlangsung di tempat itu.
Arsitek yang mengawasi pembangunan perkampungan itu adalah seorang congkoan she Lui,
dia adalah Ji ciangkwee dari rumah Yang cu lui di ibu kota.
Dari deretan ahli bangunan sepanjang sejarah, yang termasyhur dan paling ternama adalah
keluarga Lui dari ibu kota, bahkan sewaktu membangun ruangan dalam istana kerajaan pun
arsitek pembangunannya diserahkan kepada keluarga Lui.
Menurut pengakuan Lui congkoan, pemilik dari bangunan yang megah ini adalah seorang
"Ting kongcu"
Ting kongcu ini menetapkan pada bulan dua belas tanggal lima belas nanti untuk
menyelenggarakan pesta perjamuan dalam perkampungan barunya itu.
Maka bangunan ini harus sudah dibangun selesai sebelum bulan dua belas tanggal lima belas
nanti.

Asal bangunan tersebut bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ia tak
sayang untuk membayar berapa pun yang diminta, soal uang baginya adalah bukan suatu
persoalan..
Ia telah membuka nota di empat buah rumah uang (Bank) yang paling besar di ibu kota, asal
Lui congkoan membuka bon, uang kontan segera dapat diambil.
Lui Congkoan sudah seringkali bertemu dengan orang-orang dari kalangan atas, tapi dia toh
berkata juga.
"Keroyalan Ting kongcu ini pada hakekatnya belum pernah dijumpai sepanjang hidup"
Sesungguhnya siapakah Ting kongcu itu? Dia berasal darimana? Mengapa bisa memiliki gaya
serta tingkah laku yang begitu besar! Apalagi begitu royal dalam menggunakan uang.
Liu Yok siong sudah tak tahan untuk membendung rasa ingin tahunya lagi.
Dia bertekad hendak menyelidiki asal usul Ting kongcu ini secermat-cermatnya kemudian
membongkar sampai ke akar-akarnya.
Bila ia sudah bertekad untuk melakukan suatu pekerjaan, dia pasti akan melakukannya
dengan sukses.
Dia telah menyerahkan pekerjaan ini kepada istrinya untuk dilaksanakan, Liu hujin tak pernah
memberi kekecewaan baginya, walau didalam pekerjaan apapun.
0000000
SEBELUM menikah dulu Liu hujin bernama Ko cin.
Jadi dia bukan bernama Ko-siau (menggelikan), tapi Ko cin (patut dikasihani).
Lengkapnya dia bernama Chin Ko cin.
Liu hujin juga termasuk shio anjing, dua belas tahun lebih muda dari pada Liu Yok-siong, tahun
ini berusia tiga puluh lima tahun.
Tapi sekalipun seseorang yang memiliki ketajaman mata yang luar biasapun tak akan mampu
untuk menebak secara jitu berapakah usia perempuan itu yang sesungguhnya.
Dia masih memiliki pinggang yang ramping dan lembut kulitnya masih putih halus
*************************
Halaman 59 s/d 64 hilang
*************************
(Bersambung ke Jilid 5)
Jilid : 5
WALAUPUN ia selalu beranggapan bahwa pengorbanan yang dia berikan cukup berharga tapi
sekarang toh timbul juga perasaan kecut dalam hati kecilnya, dengan hambar dia berkata:

""Sungguh tak kusangka ternyata dia belum mati, apakah kau merasa gembira sekali? Liu
hujin segera menarik muka sambiltertawa dingin.
"Heeehhh. . . heeehhh. . . heeehhh. . . apa yang harus kugembirakan? Orang yang dia paling
benci bukan kau melainkan aku!"
Liu Yok siong menghela napas panjang katanya:
"Kalau dia belum mati, cepat atau lambat pasti akan datang mencari kita, tapi aku benar-benar
tidak habis mengerti, seorang bocah rudin semacam dia, mengapa secara tiba-tiba bisa berubah
menjadi begitu kaya raya ?"
"Kalau tidak mati dalam kesusahan, di kemudian hari pasti akan menjumpai rejeki besar,
ternyata tempo hari ia berhasil melarikan diri dan kita gagal untuk menemukannya, itu berarti
bocah tersebut mempunyai nasib yang cukup baik, orang yang sedang bernasib baik, sekalipun
sedang berjalan-jalan, kemungkinan besar juga akan menemukan sebongkah emas murni"
Tentu saja kata-kata semacam itu hanya kata-kata orang yang sedang mendongkol.
Dikala seorang perempuan sedang marah lebih baik jangan sekali-kali ia digubris.
Seorang lelaki yang pintar semuanya tahu akan cara ini, Liu Yok sioug termasuk seorang lelaki
yang pintar.
Ia segera memejamkan mulutnya rapat-rapat.
Sampai akhirnya orang yang akan buka suara lebih dahulu tentu saja masih pihak perempuan,
sebab perempuan memang agak tak mampu menguasahi diri.
Akhirnya Lui hujin tak tahan untuk berkata kembali:
"Herannya kalau toh tujuan kedatangan-nya adalah untuk membuat perhitungan dengan kita,
mengapa ia tidak mencari kita secara terang terangan?
Mengapa ia harus membangun dulu sebuah perkampungan yang amat besar di seberang
rumah kita? Sebenarnya rencana busuk apakah yang sedang dipersiapkan olehnya?"
Hati manusia terletak dibalik perut, apa yang sedang dipikirkan manusia hidup, jangan harap
orang lain dapat menduganya"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Liu hujin, segera dia bertanya dengan wajah berseri:
"Andaikata orang hidup itu mendadak menjadi mampus?"
Liu Yok siong segera tersenyum.
"Seandainya seseorang sudah mampus, sekalipun dia mempunyai rencana besar juga
percuma"
Liu hujin turut menghela napas panjang:
"Aaai. . . sayang sekali dia tak akan bisa mati, kalau toh ia bisa hidup sampai sekarang, kalau
menginginkan dia mati tentu saja hal ini bukan sesuatu yang mudah"
"Sekalipun tidak terlalu mudah, tidak berarti terlalu susah"

"Ooooh!."
Sejak peristiwa itu sampai sekarang empat tahun baru lewat, bila nasib seorang lagi mujur,
didalam empat tahun kemungkinan besar dia akan menjadi kaya"
Setelah tersenyum, terusnya:
"Tapi berbeda dengan ilmu silat, untuk mendapat ilmu silat yang amat hebat maka seseorang
harus melatihnya secara tekun saban hari, tidak akan seperti menemukan uang emas, tahu-tahu
didapatkan dari atas langit dengan begitu saja"
"Ia tak berani berkunjung kemari mencari kita lantaran musti dia sudah kaya tapi ilmu silatnya
tidak terpaut jauh dengan kepandaiannya dimasa lalu?" tanya Liu hujin.
"Ya, dengan kepandaian silat yang dimilikinya itu, sekalipun berhasil menemukan guru yang
pandai, kendatipun dia melatih diri selama sepuluh tahun lagipun paling banter dia masih di bawah
kemampuan Siau song"
"Siau-song? Kau maksudkan Song Tiong?"
Liu Yok siong segera tertawa lebar.
"She Song bernama Tiong, sekali tusukan menghantar ke akherat, selain dia siapa lagi itu
orangnya?"
Liu Hujin mengambil mangkuk kecil dari atas meja yang berisi kuah teratai dan meneguknya
beberapa tegukan, kemudian katanya:
"Orang ini mah aku kenal !"
"Agaknya kau juga kenal"
""Kalau aku yang kenal tak ada gunanya, bila kau yang kenal baru besar kegunaannya"
"Sebab dia hanya mendengarkan perkataanmu, kau suruh dia menuju ke timur, dia tak akan
berani lari ke barat"
"Maksudmu sekalipun aku suruh dia membunuh orang, dia juga akan melakukannya?".
Liu Yok siong tersenyum.
"Ya, bila kau suruh dia membunuh satu orang, dia tak akan berani membunuh dua orang, kau
suruh dia membunuh Thio Sam, dia tak akan berani membunuh Li Su"
"Kalau suruh dia pergi membunuh Ting Peng, maka semua rencana dari Ting Peng pun akan
berubah menjadi tak ada gunanya! "sambung Lui hujin sambil tertawa.
Liu Yok sing segera bertepuk tangan sambil bersorak.
"Benar! Benar! Tepat sekali!"
Mendadah Lui hujin menghela napas panjang, katanya:

"Sayang sekali selama dua tahun belakangan ini dia terlalu tersohor namanya, sekarang ia
sudah menjadi sombong dan latah, mana ia mau mendengarkan perkataan dari seorang nenek tua
seperti aku?"
Liu Yok siong segera tertawa:
"Selama dua tahun belakangan ini lebih tersohor. tapi bahkan akupun harus menuruti semua
perkataan dari si nenek tua macam kau, apalagi dia? Masa ia berani membangkang?"
Pelan-pelan Lui hujin meletakkan mangkuk berisi kuah teratai itu ke meja, kemudian dengan
kedua jari tangannya memetik sebiji buah anggur dan dimasukkan ke dalam bibirnya yang kecil
mungil itu, dua baris giginya yang berwarna putih tampak indah dan bersih.
Kemudian ia mengerling sekejap ke arah Lui Yok siong dan tanyanya dengan lirih:
*************************
Halaman 9 - 10 hilang
*************************
Terpaksa Liu Yok siong tertawa getir, katanya:
"Sekarang tentunya kau sudah tahu bukan, apakah aku benar-benar menuruti perkataanmu
atau tidak"
Liu hujin tertawa genit, sahutnya:
"Barang siapa menurut, dia pasti akan memperoleh kebaikan"
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba tanyanya lagi:
"Inginkah kau, mengetahui dimana saja Ting Peng, Ting kongcu selama dua hari ini?"
"Tentu saja ingin"
"Selama dua hari belakangan ini, dia sedang berpesiar di telaga See ou, tinggal di dalam
pagoda Ang bwee kek, ruang poan sian tong yang dulu pernah didiami oleh Cia Si thong"
""Waaah .....besar juga lagak Ting Kongcu ini"
Cia Si thong adalah seorang perdana menteri dari kerajaan Lam Song, selama dia memegang
tampuk kekuasaan, kekayaannya tak terhitung, hampir separuh tanah yang ada di daratan
Tionggoan menjadi miliknya, bisa dibayangkan betapa megah dan mewahnya ruang Poan sian
tong tersebut.
"Tentunya kau juga tak mungkin tidak tahu dimanakah Siau song berada selama dua hari ini
bukan?" kembali Liu Yok siong bertanya.
"Kau ingin bertemu dengannya?" "
"Yaa, ingin sekali"

Kembali Liu hujin menghela napas panjang, katanya:
"Mengapa tidak kau katakan sedari tadi? Bila aku tahu kalau kau ingin berjumpa dengannya,
sedari tadi dia pasti sudah ku ajak datang kemari"
"Sekarang?"
"Sekarang, aku rasa tak gampang untuk menemukan dirinya lagi"
"Kenapa?"
"Sebab aku telah menyuruhnya pergi ke suatu tempat yang sangat jauh, jauh sekali"
"Dimana sih letaknya tempat yang sangat jauh, jauh sekali itu?"
"Kota Hang ciu, telaga See ou, pagoda Ang- bwee kek, ruang poan sian thong ."
Liu Yok siong segera tertawa.
"Walaupun aku seorang yang masih hidup, tampaknya apa yang menjadi pikiran dalam
benakku, tanpa ku utarakan pun kau dapat melakukannya dengan segera. . . ." demikian ia
berseru.
Dengan mempergunakan sebaris giginya yang putih bersih ia menggigit pelan bibirnya yang
merah merekah seperti buah tho itu, kemudian bisiknya pelahan:
"Kau benar-benar adalah orang hidup? Kembali mencorong sinar terang dari balik matanya,
sinar mata yang merah membara.
Cepat-cepat Liu Yok siong menggelengkan kepalanya berulang kali, keluhnya sambil tertawa
getir.
"Aku sudah mati! sekalipun belum mati secara keseluruhan, paling tidak nyawaku tinggal
separuh kini"
ooooo0ooooo
SONG TIONG bersandar dalam ruang kereta, tampaknya dia sudah tertidur nyenyak.
Kereta itu berjalan sangat tenang, baik rodanya, lantai keretanya, as keretanya mau pun body
keretanya tersebut dari bahan yang paling baik oleh seorang ahli yang cekatan pula sedang kuda
yang menghela keretapun merupakan kuda-kuda pilihan yang sudah lama terlatih.
Ruang kereta itu luas dan nyaman, karena setiap kali sebelum membunuh orang, Song Tiong
selalu harus menjaga kondisi badannya secara baik-baik....
Hanya sebuah kereta yang tenang dan nyaman, baru akan membuat kondisi badannya tidak
menurun dan lenyap sebelum tiba di tempat tujuan.
Oleh sebab itu, secara khusus Liu hujin menyampaikan kereta itu baginya.
Perhatiannya kepada dia jauh lebih teliti dan besar daripada perhatian seorang ibu terhadap
anaknya.
Ibu Song Tiong sudah lama meninggal dunia, meninggal ketika ia masih kecil dulu.

Selama banyak tahun dia tak tahu siapa gerangan ayahnya, juga tak pernah menyinggung
tentang ibunya.
Bila ada orang menggunakan peristiwa ini untuk mencemoohkannya atau menghina-nya,
seringkali sebuah tusukan pedang segera dihadiahkan kepada orang itu.
Karenanya, ia disebut orang sebagai lt-kiam song tiong (Sebuah tusukan pedang hantar
kematian) Song Tiong.
Sesungguhnya Song Tiong tidak suka membunuh orang. tapi dia harus membunuh, entah
karena usaha atau kedudukan, atau harta atau perempuan, ia selalu dipaksa untuk membunuh.
Kesemuanya itu merupakan pengharapan-nya, terpaksa dia harus mempergunakan cara
seperti itu untuk memperoleh apa yang diharapkan.
Yang paling diinginkan bukan nama, bukan kedudukan, bukan pula harta, kekayaan melainkan
karena perempuan, seorang perempuan yang sebenarnya milik orang lain.
Walaupun dengan jelas dan pasti ia tahu kalau dia adalah isteri orang lain, namun ia sudah
terpikat benar-benar sudah tergila-gila hingga hampir saja ia tak sanggup untuk mengendalikan
diri.
Senyum genitnya, kerlingan matanya, kemontokan tubuhnya, kesemuanya itu merupakan
suatu borgol yang tak mungkin bisa dibuka, borgol yang telah membelenggu seluruh jiwa dan
raganya.
Bila perempuan itu minta kepadanya untuk membunuh dua orang, dia tak akan berani hanya
membunuh seorang, bila ia diminta membunuh Thio sam, tak akan berani ia pergi membunuh Li si.
Nafsu birahi memang ibaratnya sebuah gua yang tanpa dasar, semakin kau masuk ke dalam,
semakin dalam pula kau terperosok .
ooooo0ooooo
IA dapat membunuh orang karena dalam hatinya tiada cinta, yang ada cuma benci, sebab
hidup sampai kini, belum pernah diketahui olehnya apa arti sebenarnya dari ""Cinta".
Dia dapat membunuh orang.
Karena ia telah membayar suatu pengorbanan yang besar, suatu masa latihan yang ketat dan
berat.
Setiap orang yang pernah menyaksikan ia turun tangan, semuanya beranggapan kalau
serangannya cepat mana jitu lagi, pada hakekatnya tidak berada di bawah Sin Bu mia.
Ciong Tian pernah melihat dia turun tangan, bahkan Ciong Tian pun beranggapan bahwa
gerakannya sewaktu mencabut pedang pada hakekatnya jauh lebih cepat dari pada Sin Bu mia.
Sin Bu mia adalah seorang jago pedang yang termashur namanya dalam dunia persilatan di
masa lalu, dia tersohor bersama-sama dengan seorang jago pedang lainnya yang bernama "A
hui", seorang jagoan nomor dua dalam perkumpulan Kim to pang setelah Sangkoan Kim hong.

Sim Bu mia tidak berperasaan juga tak bernyawa, bukan saja menganggap nyawa orang lain
seperti barang rongsokan, termasuk nyawa sendiripun ia selalu menganggap enteng.
Demikian pula halnya dengan Song Tiong, Konon setiap kali turun tangan, ia selalu tidak
memikirkan nyawa sendiri, bukan saja menghendaki nyawa orang lain, juga tidak maui nyawa
sendiri.
Seringkali orang yang terlalu cepat menjadi tenar dalam dunia persilatan adalah orang-orang
yang tidak maui nyawa sendiri macam dia.
Maka diapun menjadi tenar. She Song bernama Tiong, tusukan yang membawa maut.
Sejak dia berhasil membunuh Hoa say toa han (orang gagah dari Hoo say) Liu Tinkong, umat
persilatan yang tidak mengenali namanya itu boleh dibilang sedikit sekali hingga bisa dihitung
dengan jari tangan.
Lui Tin kong sudah dua puluh tahun lamanya menjagoi wilayah Hou say, golok emas serta
telapak tangan bajanya menjadi delapan penjuru, tapi dalam satu gebrakan saja ia telah
membunuh Lu Tin kong.
Sekarang, orang yang hendak menjadi korbannya adalah Ting peng.
Ia tidak kenal dengan Ting peng, selama hidup belum pernah menjumpa dengan orang ini,
sebelumnya diapun tak pernah mendengar nama ini disebut-sebut orang.
Tapi dia harus membunuh Ting Peng, sebab perempuan itu menghendaki dia membunuh Ting
Peng.
Ia percaya, kekuatannya pasti mampu untuk membunuh orang ini, dia selalu mempunyai
kepercayaannya yang besar terhadap kemampuan serta keampuhan pedangnya.
Pedang ini telah membunuh banyak sekali jago persilatan yang jauh lebih tenar daripada Ting
Peng.
Itulah sebabnya, dalam pandangan matanya sekarang, Ting Peng sama artinya dengan
sesosok mayat.
Sebab, walaupun kenyataannya sekarang Ting Peng masih hidup, namun tak lama lagi dia
akan mati.
Tentu saja mati di ujung pedangnya! Belum pernah pedangnya meleset dari sasaran, siapa
yang dihadapinya ia pasti mampus.
Maka, tak bisa disalahkan lagi kalau dia menyamakan Ting Peng dengan seseorang mayat.
ooooo0ooooo
MEMINJAM GOLOK
SONG TIONG sudah menjadi mayat.
Sekalipun Song Tiong belum mati, dia tak jauh berbeda dengan sesosok mayat.
Ketika Liu Yok siong melihat dirinya, ia merasa terkejut bercampur keheranan.

Ketika Liu hujin melihatnya, diapun merasa keheranan bercampur kaget.
Setiap orang dapat melihat kalau dia telah berubah, Song Tiong yang dingin kaku dan angkuh
tiba-tiba berubah menjadi lemas lamban dan layu.
Song Tiong yang sebenarnya tak pernah meneguk setetes arakpun, kini mencari arak untuk
diminum, bahkan seteguk demi seteguk menghabiskan arak itu dengan lahapnya.
Selewatnya tiga cawan, Liu Yok siong baru menegur sambil tertawa:
"Kali ini kau pasti amat menderita, akan kuhormati dirimu dengan secawan lagi."
Ia menaruh kepercayaan penuh terhadap Song Tiong. ia percaya tugas yang dibebankan
kepadanya kali ini pasti dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Liu hujin turut berkata pula sambil tersenyum.
"Akupun menghormati tiga cawan arak kepadamu, karena dulu kau tak pernah minum arak"
Iapun menaruh kepercayaan penuh akan kemampuannya, dengan mata kepala sendiri ia
menyaksikan dia membunuh orang.
Caranya membunuh orang selain bersih dan cekatan lagi pula tak pernah meleset, sewaktu
membunuh orang bukan cuma caranya yang cepat dan tepat, malah gerakannya sangat indah
menawan.
Sampai kini belum pernah Liu hujin menyaksikan orang kedua yang sanggup menandinginya.
Song Tiong sedang minum arak minum tiada hentinya, dulu ia tidak minum arak bukan
lantaran tak dapat minum, melainkan karena tak ingin.
Tangan seorang pembunuh harus mantap jika terlalu banyak minum arak, sudah pasti
tangannya tak akan menjadi mantap.
Ia seringkali melihat tangan para setan arak gemetaran keras, sedemikian kerasnya gemetar
sehingga untuk memegang cawan arakpun tidak mantap.
Selama ini dia terlalu keheranan, apa sebabnya mereka minum arak? Ia merasa bukan saja
orang-orang itu mengenaskan, lagi pula amat menggelikan.
Tapi sekarang baru tahu, apa sebabnya setan-setan arak itu dapat berubah menjadi setan
arak.
Sekarang dia belum mabuk, tapi kalau minum arak macam dia itu dilanjutkan, cepat atau
lambat dia pasti akan mabuk.
Akhirnya Liu Yok siong menyinggung juga masalah pokoknya dia bertanya:
"Akhir-akhir ini pemandangan alam telaga See ou bertambah cantik, apalagi di musim gugur
semacam sekarang ini, bukankah kau telah pergi kesana ....?"
"Yaa, aku telah kesana!" jawaban Song Tiong singkat.

Kembali Liu Yok siong tersenyum.
"Pemandangan alam sangat indah, di udara amat cerah, bertanding pedang di tepi telaga
sungguh merupakan atraksi yang menawan hati, aku yakin perjalananmu kali ini pasti
menggembirakan sekali"
"Tidak, sedikitpun tidak menggembirakan"
""Tapi aku masih ingat kau pernah berkata kepadaku, musim gugur merupakan saat yang
paling indah untuk membunuh orang, pemandangan air telaga yang indah juga merupakan tempat
bagus untuk membunuh orang, bila seseorang dapat melakukan hajadnya dalam suasana dan
keadaan seperti itu, sudah pasti kejadian ini merupakan suatu kejadian yang amat
menggembirakan" kata Liu hujin pula.
"Tidak, sedikitpun tidak menggembirakan"
"Kenapa?"
"Sebab orang yang hendak kubunuh adalah orang yang tak dapat dibunuh .."
"Ting Peng adalah orang yang tak dapat dibunuh?" Liu hujin mengerutkan dahi nya rapatrapat.
"Yaa, dia adalah orang yang tak dapat dibunuh"
"Mengapa?" sekali lagi Liu hujin bertanya.
"Sebab aku belum ingin mati!"
Setelah meneguk dua cawan arak, tiba-tiba ia menggebrak meja keras-keras, kemudian
teriaknya.
""Aku hanya mempunyai selembar nyawa, kenapa aku harus mati?"
Liu Yok siong segera berkerut kening, sedang Liu hujin berkata pula dengan cepat:
"Tentunya sudah kau coba bukan? Apakah bukan tandingan Ting Peng .....?"
"Aku tak perlu mencoba, juga tak bisa mencoba, sebab asal aku turun tangan, kini aku sudah
menjadi sesosok mayat"
Liu hujin memandang ke arah Liu Yok siong, sedangkan Liu Yok siong sedang memperhatikan
tangan sendiri.
Tiba-tiba Liu hujin tertawa, ujarnya:
"Aku tidak percaya dengan ilmu pedangmu, dengan tabiatmu, mana mungkin akan takut
kepada orang lain?"
Song Tiong tertawa dingin, jengeknya:
"Kapan aku pernah takut kepada orang lain? Siapa mengatakan aku takut?"
Setelah meneguk beberapa cawan arak, keberaniannya kembali berkobar, serunya keraskeras:

"Andaikata di sana tidak hadir empat orang, bagaimanapun lihaynya Ting Peng aku pasti akan
menyuruhnya mampus di ujung pedangku"
"Empat orang? Siapa saja?" Liu hujin berkerut kerning.
"Sun Hu hou, Lim Siong him, Lamkiong Hoa si, Ciong Tian!"
Paras muka Liu Yok siong segera berubah hebat, kebanyakan orang pasti akan berubah
wajahnya setelah mendengar nama ke empat orang ini.
Siapa tahu Song Tiong justru bertanya lagi:
"Kau juga tahu tentang mereka?""
Liu Yok siong menghela napas panjang, sahutnya sambil tertawa getir:
"Aku rasa hanya berapa orang saja yang tidak mengetahui siapakah mereka..."
ooooo0ooooo
ORANG persilatan yang tidak tahu tentang mereka memang tidak banyak jumlahnya.
Sun Hu hou adalah murid pertama dari Siau lim pay aliran selatan, dia memiliki tenaga alam
yang hebat dan memiliki ilmu pukulan Hu hou sin kun dari partai Siau lim.
Selain mampu untuk menundukkan harimau, diapun mampu untuk menundukkan manusia,
sampai detik ini orang ini masih mengakui sebagai pentolan dunia persilatan, di wilayah Kang lam
dan sekitarnya.
Lim Siang him adalah saudara angkat Sun Hu Hou, seluruh tubuhnya keras dan kuat,
ibaratnya otot kawat tulang besi, otaknya juga amat cerdas dan cekatan.
Lima tahun berselang oleh delapan buah perusahaan pengawal barang yang paling besar
dalam enam propinsi di Kang lam ia telah diangkat sebagai Cong piautau nomor satu, di seluruh
dunia, terhadap pengangkatan itu tak seorangpun anggota persilatan di wilayah Kang lam baik
golongan lurus maupun golongan sesat yang melakukan penolakan.
Lam kiong Hoa su lebih tinggi lagi asal usulnya.
Betul keluarga persilatan Lam kiong agak mundur disaat belakangan ini, namun ilmu silat
maupun gayanya tak bisa dibandingkan dengan siapapun juga yang ada didunia ini.
Sedangkan Mengenai Hui im kiam (jago Pedang awan terbang) Ciong Thian, namanya sudah
tersohor sejak dua puluh tahun berselang.
""Apakah mereka semua berada di telaga See ou?" tanya Liu hujin kemudian.
"Bukan cuma berada di telaga See ou, mereka semua berada pula didalam ruangan Poan cian
thong, pagoda Ang bwee khek"
Setelah meneguk arak kembali lanjutnya:
""Sudah lima hari aku ke sana, tapi mereka seakan-akan setiap saat, setiap detik selalu berada
disamping Ting kongcu tersebut""

Liu hujin turut menghela napas panjang setelah mendengar ucapan itu, katanya:
"Hanya berpisah berapa hari, situasinya telah berubah seratus delapan puluh derajat, sama
sekali tak kusangka, kalau Ting Peng masih mampu untuk mengundang kedatangan empat orang
tamu agung macam mereka"
"Orang-orang itu bukan tamu agungnya" bentak Song Tiong.
"Mereka bukan?"
"Paling banter mereka cuma pengawalnya belaka?"
Setelah tertawa dingin, lanjutnya:
"Kalau dilihat dari tampang mereka itu, seakan-akan setiap saat mereka akan berlutut di
hadapannya sambil menjilati kakinya"
Liu hujin tak dapat berbicara sekarang, ia terbungkam dalam seribu bahasa.
Kembali dia memandang ke arah Liu Yok siong, sedang Liu Yok siong sudah tidak
memperhatikan tangannya lagi.
Sekarang dia sedang memperhatikan tangan Song Tiong.
Tangan Song Tiong menggenggam kencang-kencang, kukunya sudah berubah menjadi pucat,
seakan-akan di tangannya sedang menggenggam sebilah pedang yang tak berwujud dan
menghadapi seorang musuh yang tidak nampak bayangan tubuhnya.
Ya, seakan-akan berhadapan dengan seorang musuh yang dia sendiripun juga tahu kalau
sendiripun tak sanggup untuk mengalahkannya.
Tiba-tiba Liu Yok siong berkata:
"Seandainya aku menjadi kau, seandainya kulihat ada mereka berempat berada di di sana,
akupun tak akan berani turun tangan.
"Tentu saja kau tak berani."
"Perbuatan semacam ini bukanlah suatu perbuatan yang memalukan"
"Sebenarnya memang bukan"
"Tapi kau seperti merasa kejadian ini amat memalukan, amat menyiksa perasaanmu, aku
benar-benar tidak habis mengerti sebabnya kau bisa bersikap begitu"
Song Tiong tidak menjawab. dia hanya minum arak, minum dengan sekuat tenaga.
Hanya seorang yang berniat untuk memusuhi diri sendiri baru akan minum arak semacam itu.
Hanya seorang yang merasa perbuatan dirinya amat memalukan baru akan memusuhi diri
sendiri.
Kembali Liu Yok siong berkata:

"Sebenarnya peristiwa apakah yang telah kau jumpai di sana? Kenapa kau nampak amat
menderita?" "
Tiba-tiba Song Tiong melompat bangun, kemudian teriaknya keras-keras.
"Benar aku merasa sangat menderita, karena aku sendiri tahu bahwa riwayatku sudah habis"
Peluh dingin telah berubah menjadi air mata panas..
Pemuda yang dingin sadis, keras kepala dan angkuh ini ternyata masih bisa menangis
tersedu-sedu .....
Ketika menangis, maka keadaannya tak berbeda dengan seorang bocah cilik yang sedang
menangis.
Ia telah berbicara jujur, seperti seorang anak yang mengutarakan semua isi hatinya.
"Padahal aku tidak takut kepada mereka, Sun hu hou dan Lim Siang him hanya mengandalkan
badan yang kebal, Lamkiong Hoa su dan Ciong Tian hanya pandai berlagak, di dalam
pandanganku pada hakekatnya mereka tak laku sepeserpun"
"Tapi aku takut kepada Ting peng."
"Sekarang aku baru tahu, sekalipun aku harus berlatih sepanjang hiduppun jangan harap bisa
menandinginya"
"Aku telah mencarinya, menuruti peraturan dunia persilatan untuk mencarinya beradu
kepandaian, agar dia tak sanggup menampik denganku tersebut"
Tapi inilah hasil yang kuperoleh setelah pergi mencarinya!"
Tiba-tiba ia merobek pakaiannya sehingga tampak dadanya yang telanjang..
Dada itu sangat bidang, lagi pula kekar berotot.
"Dia pernah menyaksikan dadanya yang bidang, karena dia pernah berbaring di atas dadanya
sambil merintih, mengatur napasnya yang memburu dan mengigau.
Sekarang di atas dadanya telah bertambah dengan tujuh buah bekas bacokan golok, bekas
bacokan golok yang melengkung seperti bulan sabit.
"Golok yang dia pergunakan adalah sebilah golok yang melengkung, sebuah golok bulan sabit,
belum pernah kusaksikan gerakan golok yang begitu cepat, juga belum pernah kujumpai ilmu
golok seperti itu.
"Aku telah memberi tujuh kali tujuh empat puluh sembilan buah tusukan pedang, dia hanya
membalasku dengan sebuah bacokan golok"
"Inilah akibat dari sebuah bacokan golok, selama hidup belum pernah ku alami kekalahan
seperti kali ini, juga tak pernah kusangka akan mengalami kekalahan yang mengenaskan seperti
hari ini"
"Aku tahu, sekalipun berlatih seratus tahun lagipun jangan harap bisa menyambut serangan
goloknya itu"

"Aku memohon kepadanya untuk membunuh diriku, memaksa dia untuk membunuh aku"
"Tapi dia hanya tertawa saja"
"Walaupun dia tidak berkata apa-apa tapi aku dapat melihat, ia tidak membunuhku karena aku
masih belum pantas untuk mati di ujung goloknya"
"Mulai detik itu juga, aku tahu bahwa riwayatku sudah habis"
Liu Yok siong hanya mendengarkan dengan mulut membungkam, sepatah katapun tidak
bertanya, sepatah katapun tidak bicara.
Sehabis mendengar kisahnya, dia mulai minum arak, minum tiada hentinya.
Ia minum banyak sekali, sudah pasti tidak lebih sedikit daripada Song Tiong.
Oleh karena itu mereka mabuk-mabuk hebat.
Walaupun mabuk tak akan menyelesaikan pelbagai persoalan, namun paling tidak dapat
membuat orang untuk sementara waktu melupakan banyak persoalan.
Hari ini adalah bulan sebelas tanggal enam belas.
Sejak saat itulah, secara beruntun Liu Yok siong minum arak dalam jumlah yang banyak,
minum sampai mabuk hebat dan melupakan segala sesuatu persoalan.
ooooo0ooooo
BULAN sebelas tanggal tujuh belas.
Ketika bangun dari tidurnya, Liu Yok siong merasakan kepalanya sakit seperti mau pecah, dan
lagi hawa panas dalam tubuhnya tetap membumbung tinggi ke udara, orang pertama yang teringat
olehnya ternyata bukan Ting Peng melainkan gadis muda yang dijanjikan oleh pedagang obat
temannya itu.
Gadis itu baru berusia lima belas tahun, sebetulnya tak lebih hanya seorang bocah
perempuan, namun gadis yang dibesarkan dalam rumah hiburan, umur lima belas tahun sudah
merupakan seorang gadis yang telah matang pertumbuhannya.
Ia terbayang akan pahanya yang panjang, pinggangnya yang langsing, teringat
penderitaannya yang dirasakan ketika pertama kali merasakan sorga dunia, terbayang rintihan
kenikmatan serta kegembiraan dan kepuasan yang menyelimuti wajahnya.
Maka bagaikan seekor kuda yang sedang birahi, dengan cepat dia lari keluar, lari mencari dia.
Tapi, dia hanya menemukan seekor anjing betina.
Sebuah rumah kecil yang khusus dibangun di sudut kebun bagian belakang, sengaja dia pakai
untuk menyimpan gadis-gadis simpanannya, di sana ia secara khusus menyediakan sebuah
pembaringan yang lebar, besar, empuk dan nyaman.
Dia mengira gadis itu pasti sedang menantinya di atas pembaringan tersebut.

Kenyataannya sekarang, seekor anjing betina yang telah dimandikan amat bersih sedang
berbaring di sana.
Sedang si nona yang berpaha panjang dan berpinggang ramping itu telah lenyap tak berbekas.
Sekalipun perkampungan Siang siong san-ceng tidak memiliki penjagaan seketat benteng
keluarga Tong di propinsi Suchuan, atau dua belas buah tanggul besar di sungai Tiang kang, di
sana tersedia lima sampai enam puluh orang centeng yang pernah mendapat pendidikan yang
ketat, kebanyakan mereka memiliki ilmu silat yang bagus.
Diantaranya terdapat empat puluh delapan orang yang terbagi menjadi enam kelompok
melakukan perondaan siang malam tiada hentinya di seluruh perkampungan tersebut.
Namun, tak seorang pun di antara mereka yang menyaksikan gadis itu keluar dari halaman.
Tak ada orang yang tahu secara bagaimana gadis itu bisa lenyap tak berbekas, lebih-lebih tak
ada yang tahu kenapa si anjing betina itu bisa naik ke atas pembaringannya.
Untuk memperoleh jawaban bagi teka-teki yang serba membingungkan itu, tanpa terasa Liu
Yok siong teringat kembali akan diri Ting Peng.
Bulan sebelas tanggal sembilan belas.
Setelah melakukan pemeriksaan dan penggeledahan yang seksama selama dua hari, teka-teki
yang membingungkan itu masih tetap merupakan suatu tanda tanya besar.
Liu Yok siong memutuskan untuk melepaskan persoalan ini sementara waktu. Ia ingin minum
arak lagi, minum banyak-banyak.
Mereka suami istri berdua memang gemar minum arak, tentu saja arak yang diminum adalah
arak wangi. dalam bidang ini, mereka berdua boleh dibilang sudah termasuk ahli, perkampungan
Siang siong san-ceng sebagai tempat penyimpan arak memang sudah lama termasyhur namanya.
Menurut catatan yang dibuat oleh pengurus gudang arak perkampungan itu, dalam gudang
mereka masih tersedia dua ratus dua puluh tiga buah guci arak yang tiap gucinya berisi dua puluh
lima kati arak wangi. itu berarti jumlah arak yang ada masih sanggup untuk menenggelamkan
belasan orang banyaknya.
Ketika hari ini dia suruh orang pergi mengambil arak, ternyata di dalam gudangnya sudah tiada
setetespun.
Dua ratus dua puluh tiga guci arak wangi yang sudah disimpannya banyak tahun kini telah
berubah menjadi air pecomberan semua.
Tak mungkin gadis cantik bisa berubah menjadi anjing betina secara tiba-tiba, arak wangipun
mustahil bisa berubah menjadi air pecomberan.
Kemana perginya arak wangi itu? Darimana pula datangnya air pecomberan....?
Tak seorangpun yang tahu.
Pengurus gudang berani bersumpah menuding langit "selama dua hari belakangan ini tak
seorang manusiapun yang datang ke gudang arak itu untuk mengambil arak.

Sekalipun ada orang masuk kesana, untuk mengganti dua ratusan guci arak wangi dengan air
pecomberan bukanlah suatu perbuatan yang gampang.
Lagi-lagi sebuah peristiwa aneh yang diliputi tanda tanya besar.
Maka Liu Yok Siong pun teringat kembali akan Ting Peng.
Bulan sebelas tanggal dua puluh dua.
Di belakang dapur perkampungan Siang siong san-ceng terdapat sebidang tanah, selain
dipakai untuk menjemur pakaian, digunakan juga sebagai kandang untuk memelihara babi sapi,
ayam dan itik.
Hari ini ketika pengurus dapur bangun dari tidurnya, tiba-tiba ia menjumpai semua kerbau babi
ayam dan itik yang herada dalam kandang telah mati semua dalam semalaman.
Sejak terjadinya dua macam peristiwa aneh beberapa hari berselang, semua orang sudah
mulai menggerutu didalam hati, sekarang kejadian ini lebih menggelisahkan hati lagi, sekaligus
diluaran mereka tak berani bicara, diam-diam hatinya semakin ketakutan.
Semua orang sudah mulai merasa seorang musuh besar majikan mereka yang sangat lihay
telah datang mencari balas.
Sekarang, semua binatang peliharaan telah mati, apakah selanjutnya akan tiba gilirannya pada
manusia?
Bahkan Liu Yok siong sendiripun mau tak mau harus berpikir demikian, sebab jalan pemikiran
semacam ini benar-benar membuat orang merasa tak tahan...
Bulan sebelas tanggal dua puluh tiga.
Seorang pengurus rumah tangga yang sudah dua puluh tahun lamanya mengikuti Liu Yok
siong, menemukan dirinya tertidur dalam kandang babi dalam keadaan telanjang bulat ketika
bangun dari tidur keesokan harinya, bahkan mulutnya disumbat orang dengan segumpal lumpur.
Bulan sebelas tanggal dua puluh enam.
Selama beberapa hari ini, kejadian aneh yang berlangsung semakin banyak lagi, orang yang
jelas tertidur di ranjang pada malam harinya, tahu-tahu menemukan tubuhnya digantung orang di
atas pohon ketika mendusin keesokan harinya..
Beras sekuali yang jelas sudah dicuci sampai bersih, ketika matang menjadi nasi, ternyata
didalamnya telah bertambah dengan tujuh delapan belas ekor bangkai tikus.
Beberapa orang dayang ;yang paling disukai Liu Yok siong, tiba-tiba melepaskan seluruh
pakaiannya hingga telanjang bulat dan menceburkan diri ke dalam kolam teratai.
Kamar kayu tiba-tiba terbakar, gudang beras tiba-tiba kebanjiran, beberapa ratus kodi kain
yang tersimpan dalam gudang tahu-tahu dirobek orang sehingga hancur berkeping-keping .......
Ketika keesokan harinya Liu hujin membuka jendela, seluruh kebun penuh dengan robekan
kain yang berwarna warni terbang kesana kemari, di antaranya terdapat pula pakaian miliknya.

Bulan sebelas tanggal dua puluh tujuh.
Dari enam puluhan centeng dan empat puluhan orang dayang dan babu tua, sudah ada
separuh diantaranya yang diam-diam minggat dari tempat itu.
Siapapun tak ingin turut menderita dan tersiksa oleh rasa ketakutan ditempat itu..
Bila bangun tidur pada keesokan harinya, tahu-tahu menemukan dirinya tidak tertidur di
ranjang lagi, melainkan berada dikolong ranjang, menghadapi kejadian seperti ini, siapa lagi yang
tahan.
Orang-orang yang belum minggat telah berubah menjadi burung-burung yang ketakutan
mendengar orang mengetuk pintu pun sudah merasa ketakutan setengah mati.
Ya siapakah yang sanggup bertahan, dalam kehidupan semacam ini.?
ooooo0ooooo
BULAN sebelas tanggal dua puluh delapan, salju mulai turun.
Kini salju telah berhenti, udara cerah tapi dingin, biasanya dalam saat-saat seperti ini, Liu Yok
siong bangun cukup lama. .
Dia memang selalu bangun dari tidurnya pagi sekali.
Karena dia telah bertekad hendak menjadi seorang yang harus dihormati, tindak tanduknya
harus menjadi suri tauladan bagi orang-orang lain ......
Tapi hari ini, dia masih bersembunyi di balik selimutnya.
Kemarin malam dia diganggu oleh perbagai ingatan yang mengalutkan pikiran serta
perasaannya. semalam suntuk hampir tak dapat tidur, sebelum fajar menyingsing tadi ia baru
tertidur.
Tentu saja dia tak bisa bangun, diapun malas untuk bangun.
Apa yang harus dilakukan setelah bangun dari tidurnya? Siapa tahu masih ada kabar seram
lain yang menantikan kemunculannya?
Walaupun suasana dalam kamar itu sangat hangat, udara amat jelek, semua jendela telah di
pantek mati.
Dia tak ingin menyaksikan lagi bangunan perkampungan di seberang bukit sana yang makin
hari semakin mentereng.
Sekarang, ia sudah bukan seorang lelaki yang gagah, mentereng dan penuh rasa percaya
pada diri sendiri dalam menghadapi persoalan macam apapun.
Sekarang dia berubah menjadi lebih pemberang, lebih berangasan, tak pernah tenang dan
merasa terperanjat bila mendengar pintu kamarnya diketuk orang.
Dia takut, takut kalau orang yang mendorong pintu kamarnya dan berjalan masuk adalah Ting
Peng.

Sekarang, ada orang sedang mengetuk pintu, yang membuka pintu dan berjalan masuk bukan
Ting Peng. melainkan istrinya Chin Ko cin.
Ia tampak istrinya makin kurus, sepasang pipinya yang semula merah segar dan
menggairahkan, kini berubah menjadi pucat pias, kurus dan cekung ke dalam.
Walaupun ia masih tertawa namun senyumannya sudah tidak secerah dan menawan hati
seperti dulu lagi.
Ia sudah duduk, duduk di ujung pembaringan sambil mengawasi suaminya, kemudian secara
tiba-tiba ia berkata:
"Lebih baik kita pergi saja"
""Pergi?" seru Liu Yok siong.
"Dalam hatimu pasti sama mengertinya dengan hatiku, semua peristiwa tersebut merupakan
hasil karya dari Ting Peng"
Liu Yok siong segera tertawa dingin katanya.
"Percayakah kau kalau secara tiba-tiba ia dapat berubah menjadi begitu hebat, begitu lihay
dan mampu melakukan apa-apa?"
"Kalau ia dapat memaksa manusia-manusia seperti Sun Hu-hou, Ciong Tian dan lain-lainnya
takluk serta tunduk kepadanya, kenapa tak dapat melakukan perbuatan semacam ini?"
Liu Yok siong tak dapat berbicara lagi.
Dia memang tak dapat menemukan orang kedua selain Ting Peng yang bisa melakukan
perbuatan tersebut, selama ini mereka berdua mempunyai hubungan yang sangat baik dengan
semua orang, selalu berjiwa sosial dan royal, jarang sekali ada umat persilatan yang pandai
bergaul macam mereka berdua.
Ujar Liu hujin kemudian.
"Selama dua hari ini, banyak sudah yang telah kupikirkan, tempo hari perbuatan kita itu
memang kelewat batas, selama ia masih bisa bernapas, sudah pasti tak akan melepaskan kita
dengan begitu saja"
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
Oleh karena itu sekarang diapun menghendaki agar kita tersiksa, sengaja menggunakan cara
ini untuk menyiksa kita, mendesak kita sehingga hampir menjadi gila kemudian baru turun
tangan""
Liu Yok siong masih tetap membungkam, dia tak tahu apa yang mesti dikatakan.
"Bila kita tetap tinggal di sini selanjutnya sudah pasti tak ada seharipun kita dapat hidup
tenang"
"Tapi kemana kita akan pergi?" tanya Liu Yok siong.
"Kita masih punya uang, masih punya teman, kemana kita ingin pergi, kesana kita masih dapat
pergi"

"Bukankah dia memiliki kepandaian yang sangat hebat? Percuma saja usaha kita itu,
kemanapun kita pergi, toh dia dapat mencari kita dan mengusik kita lagi"
Setelah tertawa dingin, lanjutnya:
"Kecuali kalau kita menirukan kura-kura yang menyembunyikan diri sepanjang masa dan
selama hidup jangan muncul-muncul lagi"
"Toh hal itu jauh lebih baik daripada didesak, diganggu terus menerus hingga hampir menjadi
gila?"
Lagi-lagi Liu Yok siong terbungkam dalam seribu bahasa dan tak sanggup berbicara apa-apa
lagi.
"Kenapa kau tidak pergi saja ke Bu tong pay?" tanya Liu Hujin setelah termenung sejenak.
Liu Yok siong juga termenung, lewat lama kemudian ia baru menggelengkan kepalanya
berulang kali.
"Aku tak dapat kesana, sebab..."
"Sebab kau masih ingin menjadi ketua Bu tong pay, masih ingin menguasahi perguruan
tersebut? Seandainya peristiwa ini sampai diketahui umum dan diketahui juga oleh semua rekanrekan
dari perguruan Bu tong pay, maka harapanmu untuk berhasil akan semakin tipis lagi.
Bagaimanapun juga, Liu Yok siong harus mengakui bahwa perkataan ini memang benar.
Kembali Lui hujin berkata:
""Kau juga merasa berat hati untuk meninggalkan perkampunganmu, meninggalkan harta
kekayaanmu, lebih-lebih lagi merasa keberatan untuk menodai nama besarmu, maka kau masih
ingin bertahan terus di sini, masih ingin bertarung melawan dirinya.."
"Sekalipun aku tak mampu menangkannya sendirian, toh aku masih bisa pergi mencari
bantuan teman" kata Liu Yok siong.
"Kau hendak mencari siapa? Siapa yang ingin mencampuri urusan ini? Siapa yang sudi terjun
ke dalam air keruh ini? Sekarang, bahkan Ciong Thian pun sudah berpihak kepadanya, apalagi
serangan terang-terangan bisa dihindari, serangan gelap sukar dijaga, sekalipun kau dapat hidup
sepanjang masa dalam suasana begini, hidup dalam kegelisahan dan ketakutan, orang lain tak
mungkin bisa tahan untuk tinggal di sini bersamamu, apalagi tinggal di sini sepanjang hidup"
"Bagaimana dengan kau?" tiba-tiba Liu Yok siong bertanya.
"Aku sudah tak tahan, aku tak kuat untuk berdiam di rumah iblis ini lagi, jika kau enggan pergi,
maka aku akan pergi sendiri, pergi meninggalkan tempat ini.. . pergi pada detik ini juga!"
Pelan-pelan dia bangkit berdiri, setelah menghembuskan napas panjang dan termenung
sesaat, ia baru melangkah keluar dari ruangan itu sambil menambahkan:
"Baiklah, aku akan memberi kesempatan kepadamu lagi, aku bisa menanti jawabanmu selama
dua hari lagi, sebelum akhir bulan nanti pokoknya aku akan pergi, walaupun kita adalah suami istri,
namun aku tak ingin mampus ditempat ini"

Suami istri sesungguhnya adalah satu, tak mungkin ada suami istri yang berpisah dan kabur
sendiri-sendiri dikala bahaya sedang mengancam.
Memandang perempuan itu berlalu tanpa berpaling lagi, terbayang pula dengan apa yang
barusan dia katakan, Liu Yok siong merasakan hatinya amat gundah, ia tak dapat melukiskan
bagaimanakah perasaan hatinya sekarang...
Mendadak ia mendengar ada yang berkata sambil tertawa.
"Suami istri sebenarnya adalah sepasang, kini masing-masing terbang menyelamatkan diri
sendiri setelah bahaya mengancam tiba, apakah kau sudah dapat merasakan makna yang
sesungguhnya dari ucapan itu?"
ooooo0ooooo
BINTANG PENOLONG
SEWAKTU Liu hujin berjalan keluar tadi, pintu kamar telah ditutup kembali, daun jendelapun
sudah di pantek mati semenjak lima hari berselang .....
Bila ada orang yang bersembunyi dalam rumah itu, sudah pasti dia tak akan dapat berjalan
keluar.
Walaupun Liu Yok siong belum tahu siapa yang sedang berbicara, juga tak tahu di manakah
orang yang berbicara itu berada, tapi tak bisa disangkal lagi orang itu pasti berada dalam ruangan
ini.
Sebab suaranya ketika berbicara tadi dari jarak amat dekat dengannya, setiap patah katanya
dapat ia dengar amat jelas.
Pelan-pelan ia bangkit berdiri, memantek dulu pintu kamarnya dari dalam, kemudian baru
mulai melakukan pencarian.
Sepanjang hidupnya, tak sedikit mara bahaya yang telah dialaminya, dia percaya berada
dalam keadaan seperti apapun dia tak akan menjadi gugup atau gelagapan.
Ia sudah mendengar kalau orang itu adalah seorang perempuan dan lagi seorang perempuan
asing, sebab sebelum itu belum pernah ia mendengar suara pembicaraannya.
Mengapa seorang perempuan asing bisa muncul didalam rumahnya? Kenapa dia sama sekali
tidak merasakan atau mendengar gerak geriknya?
Kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang aneh sekali.
Tapi kali ini, dia bertekad hendak menyelidiki persoalan ini sampai menjadi jelas duduk
persoalannya.
Ia mencari dengan seksama, hampir setiap sudut ruangan dicari dengan penuh perhatian,
bahkan lemari pakaian, kolong ranjang diperiksa semua dengan hati-hati, tapi kenyataannya
kecuali dia sendiri, dalam ruangan itu tiada orang lain, bayangan tubuhnya pun tak nampak.
Lantas kemana perginya perempuan yang barusan berbicara itu?
Salju kembali turun dengan derasnya di luar sana.

Bunga salju berhamburan ke atas tanah dan menghantam di atas kertas jendela dari seberang
sana masih kedengaran suara palu yang memukul di atas batu.
Dalam ruangan ini sekarang tak kedengaran suara lagi, setitik suarapun tak kedengaran,
sedemikian heningnya seakan-akan kuburan yang setiap saat kemungkinan besar akan muncul
setannya, kalau kebanyakan orang yang mengalami keadaan seperti ini, mereka pasti sudah tak
tahan untuk berdiam di sana lagi, tapi Liu Yok siong bukan manusia bermental tempe seperti
orang-orang itu.
Ternyata ia membalikkan diri lagi di atas ranjangnya.
Perduli siapakah perempuan yang barusan berbicara, setelah dia datang kemari, sudah pasti
bukan sepatah kata macam itu saja yang akan diutarakan olehnya.
Ia percaya pasti ada kata-kata lain yang bakal disampaikan oleh perempuan tersebut.
Ternyata dugaannya memang tidak salah.
Baru saja dia membaringkan tubuhnya, suara tertawa yang merdu dan secara lamat-lamat
mengalun tiba itu kembali berkumandang.
Dia bilang begini:
"Ternyata aku memang tidak salah melihatmu, kau memang jauh berbeda bila dibandingkan
dengan orang-orang lainnya cuma kau toh belum berhasil juga menemukan aku.
Suara itu masih berkumandang dari jarak yang sangat dekat dengannya, sekarang dia dapat
memastikan bahwa si pembicara itu berada di atas kelambu pembaringannya.
Tapi menanti dia melompat bangun untuk memeriksanya, di atas kelambu itu sudah tak
nampak sesosok bayangan manusiapun.
Mendadak Liu Yok siong merasakan punggungnya menjadi dingin sekali, karena dia merasa
orang itu sudah berada di belakang punggungnya .
Dia selalu gagal untuk melihat wajahnya sebab punggungnya memang tidak bermata.
Dengan suatu gerakan yang tercepat dia membalikkan badannya, namun perempuan itu masih
berada di belakang punggungnya.
Ilmu gerakan tubuh yang dimiliki perempuan itu memang benar-benar sangat lihay, pada
hakekatnya tak jauh berbeda dengan gerakan sukma yang sedang gentayangan saja.
Liu Yok siong segera menghela napas panjang, katanya kemudian:
"Aku mengaku kalah!" "
"Bagus sekali" ucap perempuan itu sambil tertawa, "orang yang bersedia mengaku kalah
adalah orang yang pintar, aku paling suka dengan orang pintar"
""Kau juga suka kepadaku?"
"Jika aku tidak suka kepadamu, sekarang kau sudah menjadi sesosok mayat"

Suara itu masih diucapkan dengan lembut halus dan merdu sekali, namun Liu Yok siong yang
mendengar ucapan itu segera merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Dia berada di belakang punggungnya, bahkan dapat ia rasakan napasnya sewaktu dia sedang
berbicara.
Tapi apa lacur dia justru tidak melihat dirinya.
Seandainya perempuan itu benar-benar menginginkan nyawanya, jelas hal ini bukan
merupakan suatu pekerjaan yang terlalu menyulitkan baginya .....
Tak tahan lagi dia lantas bertanya:
"Tahukah kau siapakah diriku ini?"
"Tentu saja aku tahu aku memang datang kemari untuk mencarimu"
"Dan kau siapa pula dirimu?"
"Aku adalah perempuan, seorang perempuan yang cantik sekali"
Setelah suaranya yang merdu seperti keleningan, dia melanjutkan:
"Kujamin kau belum pernah menjumpai seorang perempuan yang cantik jelita seperti diriku ini"
Terhadap gadis-gadis yang berparas cantik, selamanya Liu Yok siong mempunyai rasa tertarik
yang amat tebal.
Dia percaya apa yang dikatakan gadis itu pasti tidak bohong, sebab gadis yang berwajah jelek
pasti tak akan memiliki suara merdu merayu seperti suara gadis ini.
Sehingga tak tahan lagi, dengan nada menyelidik dia bertanya:
"Bolehkah aku melihat wajahmu?"
"Kau benar-benar ingin melihatku?"
""Sungguh!".
""Tapi, seandainya setelah melihat diriku nanti tiba-tiba kau terpikat oleh kecantikan wajahku,
lantas bagaimana?"
"Sekalipun kena kau pikat sampai matipun juga bersedia"
Bisa mati hanya dikarenakan terpikat oleh seorang gadis yang cantik rupawan memang tak
bisa terhitung sebagai suatu peristiwa yang menderitakan batin.
""Kau, tidak menyesal?" "Gadis itu menegaskan.
"Aku tak akan menyesal"
"Tapi bila di kemudian hari kau tak mau menuruti perkataanku lagi, maka kau akan menyesal"
ucapanku amat tegas, "sebab aku paling benci dengan lelaki yang tidak mau menuruti
perkataanku

"Aku pasti akan menuruti perkataanmu"
"Kalau memang begitu, sekarang juga kau kembali berbaring di atas ranjang dan pergunakan
selimut untuk menutupi kepalamu""
"Kalau kepalaku ditutupi dengan selimut mana mungkin aku bisa melihat wajahmu?"
"Walaupun sekarang kau tak dapat melihat wajahku, malam nanti akan kau menjumpai diriku"
Dengan suara dingin dia melanjutkan:
"Jika kau tak mau menuruti perkataanku, selama hidup jangan harap kau bisa berjumpa lagi
denganku."
Tanpa banyak bertanya lagi Liu Yok siong segera membaringkan diri di atas ranjang dan
menutupi kepalanya. dengan selimut.
Melihat kesempatan itu, sambil tertawa kembali gadis itu berkata:
Tengah malam nanti, bila kau datang ke kebun belakang sana, kau akan segera berjumpa
denganku"
"Aku pasti akan kesana"
ooo0ooo
SEBETULNYA Liu Yok siong sudah bukan Seorang bocah lagi.
Dikala orang lain masih berada dalam masa kanak-kanak, ia sudah bukan seorang kanakkanak
lagi.
Tapi malam ini ternyata dia berubah menjadi seorang kanak-kanak lagi, begitu menurut seperti
seorang bocah, bahkan bergembira ria seperti seorang bocah. .
Dia bukanlah seorang lelaki yang belum pernah melihat perempuan.
Semenjak dia betul-betul masih seorang bocah, ia telah berhubungan dengan pelbagai macam
perempuan.
Dia memang selalu tertarik kepada kaum wanita, sedang kaum wanita pun seakan-akan selalu
tertarik kepadanya.
Buktinya, perempuan yang menjadi bininya sekarang adalah perempuan pilihan di antara
perempuan.
Tapi hari ini, demi seorang perempuan yang belum pernah dijumpainya, ternyata secara tibatiba
ia berubah menjadi seperti kanak-kanak lagi.
Perempuan itu memang terlalu misterius, datang dengan misterius, pergi dengan misterius,
bahkan ilmu silat yang dimilikipun sangat misterius sekali.
Yang paling penting adalah dia percaya kalau perempuan itu, tidak menaruh maksud jahat
kepadanya.

Tapi, siapakah perempuan itu?.
Kenapa dia datang mencarinya?
*************************
Halaman 57 - 58 hilang
*************************
Dengan termangu Liu Yok siong memperhatikan gadis itu, seakan-akan sudah terperana
dibuatnya hingga lupa daratan.
Gadis itu sendiri hanya berdiri tenang, seakan-akan memberi kesempatan kepadanya agar ia
dapat memandangnya hingga puas.
Entah berapa saat sudah lewat, tiba-tiba gadis itu memperdengarkan suara tertawanya yang
merdu merayu bagaikan suara keleningan, setelah itu tegurnya:
"Kau sudah merasa puas?"
Liu Yok siong manggut-manggut. tapi kemudian menggelengkan pula kepalanya.
"Jika kau sudah merasa cukup memandang wajahku, aku hendak mengajakmu untuk pergi
melihat seseorang"
"Pergi melihat siapa?" tanya Liu Yok siong, "Apakah dalam dunia ini masih terdapat orang lain
yang jauh lebih menarik daripada dirimu?"
"Orang itu sama sekali tidak menarik untuk dilihat, tapi aku tahu kau pasti ingin sekali pergi
menjenguknya"
Mendadak dia melayang datang dan menggandeng lengannya.
Dengan cepat dia merasakan sekujur badannya seakan-akan terbawa melayang di tengah
mega yang tebal, sehingga tanpa terasa tubuhnya turut melayang kemana gadis itu pergi.
Dengan cepat badannya sudah melayang melewati tumpukan salju dalam kebun, melewati
dinding pekarangan yang tinggi, melewati sungai kecil yang telah membeku....
Badannya seolah-olah berubah menjadi enteng, enteng sekali, berubah menjadi segumpal
bunga salju. sekuntum mega . . .
Dia seringkali bermimpi, bermimpi dirinya dapat terbang, setiap bocah hampir semuanya
pernah mendapat impian seperti ini.
Tapi sekarang, dan sama sekali bukan lagi bermimpi.
Menanti dia tersadar kembali dari lamunannya, mereka telah tiba di atas bukit seberang sana,
tiba didalam halaman perkampungan yang megah dan mentereng itu.
Dalam kegelapan malam seperti ini, halaman rumah tersebut bagaikan sebuah taman dalam
impian, bila dibandingkan dengan perkampungannya, maka perkampungan Siang siong san-ceng
dimana ia berdiam selama ini ibaratnya sebuah rumah kayu yang bobrok.

"Baik bangunan rumah itu maupun kebunnya, semua telah selesai digarap, sekarang tak perlu
dikerjakan dengan lembur lagi, di tengah malam yang begitu dingin para tukang kayu itu sudah
pergi tidur semua dengan nyenyaknya..
Gadis itu mengajaknya melihat satu tempat demi satu tempat, hampir saja ia mulai menaruh
curiga, apakah dia masih hidup di dunia ini atau tidak.. ?
Mendadak gadis itu bertanya:
"Tahukah kau milik siapakah perkampungan ini?"
"Aku tahu!"
"Inginkah kau berjumpa dengan majikan perkampungan ini?"
"Dia berada di sini?"
"Oleh karena perkampungan ini sudah selesai sebelum waktunya, maka diapun datang jauh
lebih awal"
Tiba-tiba badannya melayang turun, melayang turun di atas seberang ranting pohon yang
berlapiskan salju, ternyata lapisan salju itu sama sekali tidak berguguran akibat dari injakan kaki
mereka itu.
Iapun pernah berlatih ilmu meringankan tubuh, tapi belum pernah disangka olehnya kalau
dalam dunia ini ternyata masih ada orang yang sanggup melatih ilmu meringankan tubuhnya
hingga mencapai tingkatan yang begitu sempurnanya.
Gadis itu hanya menahan tubuhnya dengan tangan sebelah, tapi tubuhnya seakan-akan
berubah menjadi enteng seperti tiada bobotnya lagi .....
Apakah dia menggunakan ilmu sesat atau ilmu sihir?"
"Walaupun malam itu tak berbintang tak berembulan, namun di bawah pantulan cahaya salju,
dia masih dapat melihat pemandangan yang cukup jauh .....
Dikejauhan sana terdapat sebuah batu hijau yang sangat besar, kelihatannya halus, licin,
berkilat dan keras sekali.
Tak tahan Liu Yok siong segera bertanya:
"Apakah Ting Peng pasti akan datang ke mari?"
"Dia pasti akan datang kemari"
"Malam sudah begini larut, mau apa dia datang kemari?"
"Menggunakan batu itu untuk mencoba goloknya!"
"Dari mana kau bisa tahu?"
Gadis itu segera tertawa, sahutnya.
Tentu saja aku tahu, asal aku ingin mengetahui suatu persoalan, aku akan mengetahuinya
dengan jelas...

"Setiap orang semuanya mempunyai banyak persoalan yang ingin diketahuinya, sayang
persoalan yang benar-benar bisa diketahui tidak banyak jumlahnya.
Kenapa gadis itu bisa mengetahui segala sesuatu yang dia ingin ketahui?
Apakah disebabkan dia memiliki semacam kekuatan ibis yang melebihi orang biasa?
Liu Yok siong tak berani bertanya, juga tak punya kesempatan untuk bertanya.
Sebab waktu itu, dia telah melihat Ting Peng.
ooo0ooo
TING PENG telah berubah, sekarang ia sudah bukan seorang pemuda yang berangasan dan
tidak tahu apa-apa seperti dulu lagi.
Sekarang., bukan saja ia menjadi lebih matang dan tenang, lagi pula wajahnya memancarkan
suatu rasa percaya pada diri sendiri yang melampaui segala sesuatu.
Dia telah datang dengan langkah lebar, seakan-akan seperti tak dapat tidur pada malam itu,
maka dia datang kesana untuk berjalan-jalan mencari udara segar.
Akan tetapi permukaan salju yang dilewatinya sama sekali tidak meninggalkan bekas telapak
kaki.
Sebilah golok tersoren di pinggangnya sebilah golok yang melengkung seperti bulan sabit.
Yaa, bentuk golok itu memang aneh sekali, sebab tubuh golok justru berbentuk melengkung.
Golok lengkung Itu bukan golok lengkung milik Cing cing, golok itu sengaja dibuatnya dengan
besi baja biasa sekembalinya dia ke alam semesta.
Tapi sekarang entah golok macam apapun yang dipergunakan olehnya, ia sudah tiada
tandingannya di kolong langit.
(Bersambung Jilid 06)
Jilid: 6
KETIKA tiba di depan batu hijau, mendadak goloknya diloloskan dari dalam sarungnya.
Liu Yok siong sama sekali tidak melihat gerakannya ketika meloloskan golok itu, sebab tahutahu
golok itu sudah diloloskan dari dalam sarungnya ....
Cahaya golok berkelebat lewat membawa semacam gerakan busur yang sangat aneh, lalu
membacok ke atas batu hijau itu.
Bacokan itu hanya dilakukan olehnya dengan suatu gerakan yang amat sederhana dan
bersahaja, tapi begitu golok tersebut membabat ke bawah, suatu peristiwa anehpun muncul.
Batu hijau yang tampaknya lebih keras dari pada baja itu ternyata telah terbacok menjadi dua
bagian oleh babatan golok tersebut.
Golok itu sudah dimaksudkan kembali ke dalam sarungnya.

Ting Peng telah pergi amat jauh, tampaknya masih berjalan santai, tapi sekejap kemudian dia
sudah pergi amat jauh.
Di atas permukaan salju sama sekali tidak dijumpai bekas telapak kaki, seolah-olah tak pernah
ada orang yang berkunjung ke sana.
Gadis itu segera membawa Liu Yok siong melompat turun dari atas dahan pohon, kemudian
katanya:
"Coba kau periksa batu hijau tersebut!"
Setelah diraba dengan tangan, dia baru tahu kalau batu tersebut tampaknya jauh lebih keras
daripada sebuah besi baja.
Tapi sekarang, batu hijau yang lebih tinggi daripada manusia dan lebih besar daripada meja itu
sudah terbelah menjadi dua bagian oleh sebuah bacokan Ting Peng yang dilancarkan seenak
hatinya.
Malam semakin kelam, angin yang berhembus lewat terasa makin dingin, namun Liu Yok siong
sedang mengucurkan keringat, seluruh tubuhnya telah basah oleh peluh dingin.
Terdengar gadis yang mengenakan gaun berwarna putih bersih bagai salju itu berkata:
"Yang dipergunakan olehnya bukan ilmu sihir, melainkan ilmu goloknya ....!"
Pelan-pelan Liu Yok siong mengangguk.
"Dapat kulihat kalau dia memang mempergunakan goloknya"
"Dapatkan kau saksikan perubahan dari ayunan goloknya tadi?"
"Aku tak dapat melihatnya"
Gadis berbaju putih salju itu segera tersenyum.
"Tentu saja kau tak dapat melihatnya, sebab ayunan golok itu memang dilakukannya tanpa
perubahan"
Walaupun bacokan golok itu merupakan bacokan golok yang mengejutkan dan paling
menakutkan yang pernah dilihat Liu Yok siong sepanjang hidupnya namun ayunan golok tersebut
memang benar-benar tanpa perubahan...
Ayunan golok itu amat sederhana, amat lamban langsung dan gamblang, akan tetapi justru
mendatangkan suatu kekuatan yang sangat besar dan mengerikan hati.
Seandainya Liu Yok siong tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, dia pasti tak akan
percaya kalau golok yang terbuat dari besi baja biasa itu ternyata memiliki daya kekuatan yang
begitu menakutkan.
Terdengar gadis berbaju putih itu berkata lagi:
"Walaupun ayunan goloknya itu tanpa perubahan apa-apa, namun justru mengandung semua
inti sari dan semua perubahan yang ada dalam ilmu golok"
"Mengapa?"

"Sebab cara yang digunakan olehnya di dalam ayunan tadi, baik soal sistim tempat, bagian,
waktu, kekuatan dan kecepatan semuanya telah diatur menurut suatu ilmu perkiraan yang
sempurna, dan secara kebetulan sekali justru dapat membuat segenap tenaga yang dimilikinya
bisa tersalurkan mencapai puncak yang di inginkan"
Keterangan semacam ini memang bukan suatu perkataan yang mengandung arti mendalam.
Kecepatan, cara, waktu sesungguhnya memangnya dapat mempengaruhi perubahan kekuatan
dari setiap benda.
Sesungguhnya itulah makna yang sebenarnya dari ilmu silat, oleh karena itulah. ilmu silat baru
bisa menggunakan gerakan lamban mengalahkan kecepatan, menggunakan gerakan lemah
menangkan gerakan kuat.
Bila kau dapat memanfaatkan kekuatan yang dapat terpancar oleh semacam benda hingga
mencapai pada puncaknya, sekalipun kau gunakan sebatang ranting kering juga bisa menembusi
tameng kuat.
Kembali gadis berbaju putih itu berkata: "Untuk bisa melatih bacokan golok yang sama sekali
tanpa perubahan ini, seseorang harus memahami dahulu segenap perubahan yang berada dalam
suatu ilmu golok, aku tahu Ting Peng telah melatihnya cukup lama"
Setelah tertawa, dia melanjutkan:
"Tapi bacokan golok tersebut bukan dipersiapkan untuk menghadapi dirimu. . . "
"Aku tahu, untuk menghadapi diriku, hakekatnya dia tak perlu mempergunakan ilmu golok
semacam ini"
"Dia melatih golok tersebut, tujuannya adalah ingin menghadapi Sam sauya dari keluarga Cia"
"Cia Siau hong dari perkampungan Sin kiam san seng?" Liu Yok siong menjerit kaget.
"Ya, selain dia, masih ada siapa lagi?"
Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan:
"Karena ilmu pedangnya sudah mencakup seluruh perubahan yang ada didalam ilmu pedang,
Ting Peng harus menggunakan sebuah jurus serangan yang sama sekali tiada perubahan itu
untuk menghadapi dirinya"
Liu Yok siong segera tertawa getir, katanya:
"Seandainya aku belum pernah menyaksikan ayunan goloknya tadi, aku pasti akan
menganggap dia sudah gila"
Hanya orang gila baru berkeinginan untuk pergi mengalahkan Cia Siau hong..
Tapi sekarang dia telah menyaksikan bacokan goloknya itu, entah bacokan itu dapat
mengalahkan Cia Siau hong atau tidak, untuk memenggal batok kepalanya jelas bukan suatu
masalah yang sulit.

"Pernahkah kau bayangkan bahwa dalam empat tahun yang begitu singkat, dia telah berhasil
memiliki ilmu golok semacam ini?" tanya gadis berbaju putih itu kemudian.
"Aku sama sekali tidak menyangka"
Setelah menghela napas panjang, terusnya:
"Hakekatnya mimpipun aku tak pernah menyangkanya. . ."
"Tentu saja kau tak akan menyangkanya sebab di dunia ini memang tak ada ilmu golok
semacam ini"
"Kalau memang di dunia ini tak terdapat ilmu golok semacam itu bagaimana dia melatih diri?"
Gadis berbaju putih itu tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
"Dulu, apakah kau pernah membayangkan didalam waktu hanya beberapa bulan saja dia
dapat membangun sebuah perkampungan yang begitu anggun, mewah dan megah?"
"Akupun tak pernah menduganya"
"Tapi sekarang perkampungan ini telah selesai dibangun"
Setelah berhenti sejenak pelan-pelan sambungnya:
"Semua perbuatan yang sebenarnya tak mungkin bisa dikerjakan oleh tenaga manusia ia
dapat melakukan semua, bila dia ingin menggunakan semacam kekuatan untuk menghadapimu,
kau bersiap untuk berbuat bagaimana ?.
"Tampaknya aku . . . aku tinggal menunggu datangnya kematian" jawab Liu Yok siong
kemudian.
" Kau ingin mati ?"
"Tidak, aku tidak ingin mati"
Gadis berbaju putih itu segera menghela napas panjang, katanya:
"Sayang sekali, tampaknya kau sudah pasti akan mati !"
"Kenapa dia belum juga turun tangan?"
"Sebab dia hendak menunggu sampai tanggal lima belas bulan depan"
"Mengapa dia harus menunggu sampai hari itu?"
"Pada hari itu dia hendak melangsungkan suatu perjamuan besar di sana, dia hendak
membongkar kedok dan tipu muslihat di hadapan para enghiong hohan yang ada dikolong langit,
bukan saja dia hendak membuat kau mati, nama baikmu juga akan dirusak"
"Tipu muslihatku? Tipu muslihat apa?"
"Kau tentunya tahu sendiri tipu muslihat apakah yang kumaksudkan itu, maka. kaupun tak
usah mengelabuhi diriku"

Setelah berhenti sejenak, lanjutnya dengan dingin:
"Mungkin kali masih menganggap dia tak dapat mengeluarkan bukti untuk membongkar
siasatmu itu, maka orang lain tak akan percaya dengan perkataannya. Namun sekarang, setiap
ucapan merupakan fakta, merupakan bukti, karena dia lebih kaya daripada dirimu, lebih berkuasa.
Kalau dia mengatakan dengan jurus Thian gwa liu-seng (bintang lewat dari luar langit) merupakan
ciptaannya, siapa yang tak akan percaya dan siapa yang berani tidak percaya?"
Mendengar disebutkannya kata "Thian gwa liu seng" tersebut, paras muka Liu Yok siong
berubah makin hebat, katanya tanpa terasa:
"Darimana kau bisa tahu tentang persoalan ini.?"
"Sudah kukatakan asal ada persoalan yang ingin kuketahui, aku pasti dapat mengetahuinya"
"Sebenarnya siapa kau?"
"Aku adalah bintang penolongmu, satu-satunya bintang penolongmu"
"Bintang penolong?"
"Walaupun sekarang kau sudah pasti akan mati, tapi aku masih dapat menolongmu."
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya dengan hambar:
""Sekarang hanya aku pula yang dapat menolongmu, sebab kecuali aku, di dunia ini tak akan
ada orang kedua yang sanggup menghadapi Cing cing .!"
Cing cing.
Untuk pertama kalinya Liu Yok siong mendengar nama ini tentu saja dia keheranan, sehingga
tak tahan tanyanya:
"Cing cing? Siapakah Cing cing?"
"Cing cing adalah isteri Ting Peng, Ting Peng dapat melakukan banyak pekerjaan yang
sebetulnya tak mampu dilakukan dengan tenaga manusia, karena dia mempunyai Cing Cing"
Mendadak suaranya berubah menjadi sangat aneh, lanjutnya:
"Yang sungguh menakutkan bukanlah Ting Peng, melainkan Cing cing, aku berani menjamin,
selama hidup kau tak akan pernah membayangkan sampai dimanakah menakutkannya
perempuan itu"
"Tapi selama ini belum pernah kudengar tentang seorang manusia semacam itu di dalam
dunia persilatan".
"Tentu saja kau belum pernah mendengarnya, sebab dia sama sekali bukan manusia"
*************************
Halaman 13 - 14 hilang
*************************

Cerita dongeng tentang siluman rase yang sakti sudah banyak didengar, terutama sewaktu
masih kecil dulu.
Dia selalu beranggapan, cerita-cerita semacam ini hanya akan dipercaya oleh orang-orang
desa.
Tapi sekarang, mau tak mau dia harus mempercayainya, sebab dengan mata kepala sendiri ia
menyaksikan kejadian itu, bahkan jauh lebih tak masuk diakal daripada apa yang didengarnya
dalam dongeng.
Perempuan cantik yang anggun dan berdiri disampingnya sekarang, apakah termasuk juga
seorang siluman rase?
Tentu saja dia tak berani bertanya.
Entah perempuan ini manusia? atau rase? Tampaknya dialah satu-satunya bintang penolong
baginya.
Kecuali dia, ia benar-benar tidak tahu, siapakah yang dapat menyelamatkan dirinya lagi?"
Walaupun demikian, dia toh tak tahan untuk bertanya juga:
"Kenapa kau datang untuk menolongku?"
Gadis cantik berbaju putih itu segera tertawa, sahutnya:
"Soal ini memang merupakan suatu masalah yang sangat penting, kau memang seharusnya
mengajukan pertanyaan ini kepadaku"
"Tentu saja kau tak akan menolongku, tanpa suatu sebab musabab bukan?"
"Tentu saja tidak"
Setelah tertawa, lanjutnya:
"Kalau aku mengatakan aku tertarik kepadamu maka baru datang menolongmu, tentu kaupun
tak akan percaya, aku dapat melihat bahwa kau bukanlah seorang lelaki yang suka
mengunggulkan diri"
Liu Yok siong turut tertawa, katanya:
"Sewaktu masih muda dulu, aku pernah selalu mengunggulkan diri, untung saja waktu seperti
itu kini sudah lewat"
"Di sana terdapat sebuah pohon, asal kau bersembunyi di belakang pohon dan menunggu aku
di situ kau akan segera tahu mengapa aku datang menolongmu"
Kemudian ia menambahkan:
"Tapi kau harus ingat selalu, perduli kejadian apa saja yang kau lihat, jangan sekali-kali kau
perdengarkan suara, lebih-lebih jangan bergerak. kalau tidak, bahkan akupun tak sanggup untuk
menyelamatkan dirimu"

Maka Liu Yok siong pun bersembunyi di belakang pohon, tak sampai berapa lama, ia
menyaksikan seseorang muncul dari kegelapan.
Dia adalah seorang gadis yang ramping, mengenakan gaun hijau dan cantik seperti bidadari
dalam lukisan.
ooooo0ooooo
LAN LAN DAN CING CING
CING CING. Yang datang sudah pasti adalah Cing cing.
Ketika gadis berbaju putih itu melihat kemunculan gadis berbaju hijau tersebut, dari jauh dia
sudah tertawa.
Suara tertawanya amat nyaring dan merdu.
Dari kejauhan gadis berbaju putih itu telah menyongsong kedatangannya, malah dia berseru:
"Cing cing, Cing cing, tahukah kau betapa kangennya aku kepadamu?"
Cing cing juga tertawa merdu, lalu menyahut:
"Lan lan, Lan lan, tahukah kau akupun sangat kangen kepadamu?"
Sekarang Liu Yok siong baru tahu, rupanya tuan penolongnya itu bernama Lan lan.
Mereka berdua, yang satu bernama Cing-cing, yang lain bernama Lan lan, kedua orang itu
kelihatan mesrah sekali.
Cing cing adalah istrinya musuhnya, Cing cing sedang bermaksud untuk merenggut nyawanya
Mengapa Lan lan hendak menolongnya?
Jangan-jangan semuanya ini hanya merupakan perangkap yang telah mereka persiapkan?
Hampir saja Liu Yon siong tidak tahan dan ingin melarikan diri terbirit-birit dari situ.
Dia tidak kabur, bukan karena dia penurut, melainkan karena dia tahu mustahil baginya untuk
bisa meloloskan diri dari sana.
Perduli kepandaian yang dipergunakan Lan lan tadi adalah ilmu meringankan tubuh atau ilmu
sihir, untuk membekuknya, dia dapat melakukan hal ini bagaikan burung elang yang menangkap
anak ayam.
Oleh karena itu dia sama sekali tak berani bergerak.
Cing cing dan Lan lan masih tertawa, suara tertawa mereka manis lagi mesrah.
""Kau benar benar rindu kepadaku?" tanya Lan lan.
"Tentu saja aku amat rindu kepadamu, hakekatnya aku rindunya setengah mati.." sahut Cing
cing.
"Akupun rindunya setengah mati kepadamu."

"Aku rindu kepadamu sampai ingin nyawamu !"
"Akupun rindu kepadamu sampai menginginkan nyawamu"
Setelah kedua orang Itu sama-sama mengungkapkan rasa rindunya, tentu masih banyak,
banyak sekali perkataan yang hendak disampaikan.
Kedua orang gadis itu segera saling bertumbukan seakan-akan memang ada persoalan yang
belum diselesaikan.
Siapa sangka ternyata ucapan mereka telah selesai, mendadak saja selesai.
Tiba tiba Cing cing membalikkan badan, kemudian berjalan masuk ke dalam kegelapan
sedangkan Lan-lan mendadak roboh terkapar di tanah.
Liu Yok siong menjadi tertegun setelah menyaksikan kejadian itu.
Kemunculan Cing cing sama sekali di luar dugaan, tapi kepergiannya juga sama sekali di luar
dugaan.
Akibatnya jauh lebih mencekam hati lagi.
Dia ingin maju ke depan, ingin menengok mengapa secara tiba-tiba Lan lan roboh ke tanah,
namun dia sama sekali tak berkutik.
Untung saja Lan-lan telah melompat lagi, seperti burung walet dia melayang ke sampingnya,
kemudian sambil menarik lengannya dia berseru dengan cemas:
"Mari kita pergi, cepat tinggalkan tempat ini"
Ia pergi dengan gerakan amat cepat, jauh lebih cepat daripada sewaktu datang tadi.
Lan-lan telah mengajaknya balik ke kebun belakang perkampungan Siang siong san-ceng,
setelah itu baru menghembuskan napas panjang, bisiknya pelan:
"Sungguh berbahaya"
"Baru selesai mengucapkan perkataan itu, kembali tubuhnya roboh ke atas tanah.
Sekarang Liu Yok siong sudah agak mengerti, kemungkinan besar Lan-lan sudah kena
disergap oleh Cing cing.
Dia sendiri bukannya tak pernah melakukan perbuatan munafik seperti ini, apalagi
menyembunyikan golok dibalik senyuman.
Dia hanya berharap sekarang luka yang diderita Lan lan tidak terlampau berat.
Sebab sekarang dia sudah mempercayainya penuh, hanya dia yang dapat menolong dia,
hanya dialah satu satunya bintang penolong baginya.
Sekarang Lan lan sudah duduk di atas tanah, duduk bersila di atas permukaan salju dengan
gaya seorang pendeta yang paling sempurna.

Lewat berapa saat kemudian tiba-tiba dari atas kepalanya mengepul keluar hawa panas yang
menggumpal, kemudian permukaan salju yang berada di bawahnya mulai mencair, air yang
mencair bukan berwarna putih, melainkan hijau menyeramkan.
Salju itu mencair dengan amat cepatnya seperti selembar kertas yang kena tersulut api, dalam
sekejap mata di tengahnya telah muncul sebuah lubang amat besar.
Tiba-tiba saja di atas permukaan salju itu telah muncul sebuah lingkaran berwarna hijau
menyeramkan, besarnya melebihi permukaan sebuah meja bulat.
Mendadak Lan lan menggulung ujung baju lengannya sehingga tampaklah sebuah lengan
yang putih halus menggairahkan.
Yang diperlihatkan sekarang adalah sebuah lengan kirinya.
Sewaktu dia sedang bermesrahan dengan Cing cing tadi, agaknya lengan inilah yang
dipakainya untuk menepuk pelan tubuh lawan.
Kemudian dia menggerakkan pula lengan kanannya, dengan dua jari tengah dan telunjuknya
yang lembut dan halus dia menjepit sesuatu dari atas jalan darah Ci ti hiat di atas lengan kirinya,
ternyata sebatang jarum perak sepanjang tiga inci yang telah tercabut keluar.
Liu Yok siong memperhatikan terus tangannya itu, namun tak sempat diikuti olehnya
bagaimana cara gadis itu untuk mencabut keluar jarum perak itu.
Tapi dia dapat melihat bahwasanya gadis itu sudah lolos dari mara bahaya, sebab dia sudah
bangkit berdiri, lalu menghembuskan napas panjang.
"Sungguh berbahaya" keluhnya kemudian, seandainya akupun tidak mengadakan persiapan
lebih dulu, mungkin hari ini aku sudah tewas di tangannya"
Liu Yok siong juga turut menghembuskan napas lega, katanya sambit tertawa getir:
"Sekarang akupun baru mengerti, ketika dia mengatakan rindu kepadamu sehingga mengingini
nyawamu, rupanya kaupun menginginkan nyawanya, ketika ia mengatakan rindu kepadamu
sampai setengah mati, kaupun rindu kepadanya sampai setengah mati"
Lan lan tersenyum manis.
"Kau memang pintar sekali!" pujinya.
"Tapi aku tidak habis mengerti, kalau memang sergapannya berhasil, kenapa dia malah pergi
secara tiba-tiba?"
"Sebab ketika aku bilang rindu dia sampai mati, aku memang menginginkan agar dia mati
sungguh-sungguh"
Suara tertawanya telah pulih kembali seperti sedia kala, lanjutnya lebih lanjut:
"Oleh sebab itu, ketika dia menghadiahkan sebatang jarum kepadaku, akupun mengerjai
tubuhnya, aku yakin penderitaan yang dialaminya pasti tak akan lebih ringan daripada apa yang ku
derita, sekarang jika ia tidak cepat-cepat pergi, mungkin dialah yang akan mati duluan daripada
diriku"

Liu Yok siong ikut tertawa lebar.
Dia sendiripun pernah melakukan perbuatan semacam ini, akan tetapi jika dibandingkan
dengan mereka, paling banter dia hanya bisa dihitung sebagai muridnya.
"Sekarang tentunya kaupun sudah memaklumi bukan, kenapa aku hendak menolongmu" ucap
Lan lan.
""Karena Cing cing?"
"Tepat sekali!"
Dengan gemas dan penuh rasa dendam, ia melanjutkan:
"Sepanjang hidupku hanya mempunyai seorang musuh, musuhku itu tak lain adalah dia, ia
hendak mencelakaimu maka akupun menolong dirimu, dia membantu Ting peng, aku pun
membantu dirimu"
"Aku pasti akan membalaskan rasa mendongkolmu itu" dengan cepat Liu Yok siong berjanji.
"Oleh karena aku dapat melihat kalau kau melebihi Ting peng, maka kau baru kupilih, seperti
juga Cing cing memilih Ting peng"
Mendengar perkataan itu, Liu Yok siong merasakan jantungnya sedang berdebar keras.
Cing cing memilih Ting Peng, maka dia kawin dengan Ting Peng.
Dan sekarang perempuan yang bernama Lan-lan ini memilihnya, mengapa dia memilih dirinya
?.
Terdengar Lan lan berkata lagi:
"Aku bukan cuma dapat menolongmu, malah dapat pula kulakukan banyak pekerjaan yang
mimpipun tak pernah kau duga"
Tiba-tiba dia menggenggam tangan Liu Yok siong dengan lembut dan halus, kemudian pelanpelan
berkata:
"Bahkan akupun bersedia untuk kawin denganmu"
Detak jantung Liu Yok siong kedengaran menggema semakin keras, hampir saja ia tak
sanggup mengendalikan diri.
Lan-lan kembali berkata:
"Kalau bukan lantaran kau sudah beristri, aku pasti akan menikah denganmu"
Setelah menghela napas panjang, ia melanjutkan:
"Ting Peng tidak beristri, maka kau hanya dalam hal ini saja yang tak dapat menandinginya,
kecuali......"
"Kecuali bagaimana?"
"Kecuali istrimu mati secara tiba-tiba"

Dengan suara hambar dia melanjutkan:
"Setiap orang pasti akan mati, mati lebih cepat, mati lebih lambat, sesungguhnya sama sekali
tiada perbedaan yang terlalu besar "
Liu Yok siong tidak berbicara lagi, tentu saja dia dapat memahami apa yang dimaksudkan
gadis itu.
Terdengar Lan lan berkata lebih jauh:
"Kau bilang dia toh akan pergi dari sini, bagimu hidup atau mati dari istrimu itu sudah tiada
perbedaannya lagi?"
Kalau dia telah pergi, soal mati atau hidup memang sama sekali tidak perbedaan yang terlalu
besar lagi bagiku"
"Tapi setelah pergi dia toh bisa balik lagi, bagaimanapun juga ia toh masih berstatus sebagai
Liu Hujin, bila dia ingin kembali kemari, setiap saat dia dapat kembali ke sini"
"Seandainya dia sudah bukan Liu hujin lagi?" tanya Liu Yok siong kemudian sambil menatap
wajah gadis itu.
"Tentu saja besar pula perbedaannya"
Pelan-pelan dia menurunkan tangannya, kemudian melanjutkan:
"Aku hanya berharap kau bisa mengingatnya selalu, bila kau ingin memperoleh sesuatu hasil,
maka kau harus membayar dulu dengan suatu pengorbanan yang berarti."
ooooo0ooooo
BULAN sebelas tanggal dua puluh sembilan.
Semalaman suntuk Liu Yok siong tak dapat tidur, dia teringat diri Ting Peng, teringat Cing cing,
teringat siluman rase, teringat istrinya, teringat pula dengan sambaran golok Ting Peng yang
dilakukan dengan kecepatan seperti sambaran kilat itu.
Tentu saja soal Lan-lan yang paling banyak dia pikirkan dan dia bayangkan.
Kemisteriusan Lan-lan, kecantikan Lan-lan, daya iblis yang dimiliki Lan-lan, kehangatan dan
kelembutan sikap dari Lan-lan sewaktu menggandengnya, serta lengan Lan-lan yang digulung
hingga berada dalam keadaan telanjang itu...
Ia tak bisa menghilangkan ingatan tersebut dari dalam benaknya.
Terbayang lengannya yang putih dan halus itu, mau tak mau diapun membayangkan pula
bagian tubuh lainnya dari gadis tersebut.
Terbayang bagian-bagian lain dari tubuhnya itu mendadak Liu Yok siong merasakan timbulnya
suatu dorongan kekuatan yang amat besar seperti dorongan kekuatan seorang pemuda.
Seandainya Lan-Lan benar-benar akan kawin dengannya, setiap hari setiap detik dia ingin
meniduri gadis itu sampai sepuas-puasnya.

Bila ia dapat menikahi seorang istri semacam itu, masalah apakah yang akan merisaukan
dirinya lagi?
Tentu saja diapun tak dapat tidak untuk memikirkan semua perkataan yang pernah diucapkan
Lan-lan kepadanya itu, bila kau ingin mendapatkan sesuatu maka kau harus membayar dulu
sejumlah pengorbanan yang sama nilainya dengan apa yang kau harapkan.
Oleh karena itu pagi-pagi sekali dia sudah bangun kemudian pergi mencari istrinya yang sudah
lama tidur secara terpisah dengannya itu.
Tapi tak tahan, ia berpikir juga bagaimana seandainya secara tiba-tiba istrinya itu berubah
menjadi seekor anjing betina?
Dia tidak tega membayangkan lebih lanjut.
Jalan pemikiran semacam ini, bagaimana-pun juga memang merupakan suatu hal yang amat
tidak menyenangkan.
Istrinya tidak berubah men adi seekor anjing betina, tapi dia telah berubah menjadi seorang
ibu.
Tentu saja bukan ibu dari anak mereka. Mereka tidak dikaruniai seorang anakpun.
Kini dia seakan-akan telah berubah menjadi ibunya Song Tiong, sebab bagaikan seorang
anak-anak, Song Tiong sedang tertidur didalam pelukannya yang mesrah.
Setelah menyaksikan Liu Yok siong muncul di sana tentu saja Song Tiorg yang paling
terperanjat, bagaikan seekor anak kelinci yang kena dianak panah, serentak dia melompat bangun
dari atas pembaringan, lalu dengan badan masih telanjang bulat melarikan diri terbirit birit dari situ.
Tapi Liu Yok siong tetap tenang, seakan-akan tidak menyaksikan kejadian semacam itu.
Sesungguhnya mereka suami istri berdua sudah mengadakan perjanjian, sang suami tidak
seharusnya masuk ke kamar sang istri dalam keadaan sepagi ini demikian pula sebaliknya.
Liu Yok siong seperti tak marah barang sedikitpun jua karena dia memang tak bisa marah.
Liu Hujin pun tidak marah, bukan lantaran dia tak punya alasan untuk marah, melainkan
karena dia benar-benar terlalu lelah.
Seseorang apabila menyaksikan istri sendiri menunjukkan sikap yang begitu "kecapaian" entah
bagaimanakah perasaan hatinya ketika itu.
Namun Liu Yok siong seolah-olah tidak merasakan apa-apa, sekalipun dalam hatinya
merasakan sesuatu, hal itu juga tidak diperlihatkan diatas wajahnya.
Dengan ogah-ogahan Liu hujin menggeliatkan tubuhnya lalu menguap, katanya kemudian
sambil tertawa paksa.
"Pagi benar bangunmu hari ini ?"
"Ehmm .....!" Liu Yok siong mengangguk.
"Inginkah kau tidur sebentar di sini?"

Pertanyaan dari Liu hujin ini amat jitu. Namun jawaban dari Liu Yok siong jauh lebih jitu lagi.
Tiba-tiba ia berkata:
"Pergilah kau, tak usah menunggu sampai besok lagi, sekarang kau juga boleh pergi! .
Kebanyakan perempuan, bila mereka mendengar suaminya mengucapkan kata-kata semacam
itu kepada mereka, sudah pasti mereka akan bertanya:
Mengapa kau minta aku pergi saat ini juga? Apakah kau akan pergi bersamaku?
Kebanyakan perempuan, sudah pasti tak akan membungkam dalam seribu bahasa dalam
keadaan seperti ini.
Namun, Liu hujin memang jauh berbeda dengan kebanyakan perempuan lain.
Dia tidak berkata apa-apa, sepatah kata pun tidak diucapkan.
Kembali Liu Yok siong berkata:
"Terserah kau hendak kemana? terserah kau hendak berbuat apa? Dulu aku tak pernah
mengurusi dirimu, di kemudian hari aku lebih-lebih tak akan mengurusi dirimu, mulai sekarang kau
she Chin dan aku she Liu, kita sudah tiada ikatan atau hubungan apa-apa lagi, kaupun tak usah
balik kemari lagi untuk selama-lamanya"
Ucapan tersebut diucapkan dengan tandas dan bersifat fatal.
"Bila perempuan-perempuan lain yang mendengar suaminya mengucapkan kata-kata yang
tandas dan tajam seperti ini, sekalipun mereka tidak melompat-lompat sambil menangis tersedusedu,
atau berteriak seperti orang gila, sudah pasti orang-orang itu akan kesedihan setengah mati.
Namun perempuan itu sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa, dia hanya memandang
wajahnya dengan tenang, memandangnya sampai lama sekali."
Bahkan sedikit perubahan mimik wajah pun tidak diperlihatkan olehnya.
Tiada perasaan pula, kadangkala merupakan pertanda dari suatu sikap, suatu perasaan.
Tatkala seseorang merasa teramat sedih sekali, atau teramat kecewa, kadang kala dia akan
berubah menjadi begini rupa.
Pelan-pelan Liu Yok siong membalikkan badannya dan tidak memandang lagi ke arahnya.
sedikit banyak timbul juga perasaan sedih didalam hatinya, sebab bagaimanapun juga mereka
adalah suami istri yang telah terjalin selama banyak tahun, tapi setiap kali teringat akan Lan-lan,
rasa sedihnya segera lenyap, perasaan yang lembekpun berubah keras kembali.
Katanya Kemudian dengan suara dingin:
"Dari tujuh buah peraturan, kau telah melanggar semuanya, aku tidak membunuhmu sudah
merupakan suatu kemujuran bagimu, kau masih ...."

Ia tidak menyelesaikan perkataan tersebut, tiba-tiba pinggang bagian belakangnya terasa
menjadi lemas, empat buah jalan darah penting yang berada disekitar pinggangnya tahu-tahu
menjadi tersumbat semua.
Ternyata serangan yang dipergunakan untuk menghadapinya itu adalah ilmu menotok jalan
darah aliran Bu tong pay.
Ketika istrinya merayakan ulang tahun ke tiga puluh tempo hari, dia telah mewariskan
kepandaian tersebut kepadanya sebagai hadiah ulang tahunnya.
Waktu itu dia masih merasa amat bangga sekali, karena dia bilang yang diinginkan olehnya
sebetulnya adalah seuntai rantai mutiara.
Seuntai rantai mutiara tersebut bernilai lima laksa tahil lebih, sebab butiran mutiara yang
terkecilpun besarnya seperti buah lengkeng. Lagi pula sudah diketahui oleh istrinya.
Sedangkan ilmu menotok jalan darah ini sama sekali tak berharga apa-apa, karena dia tak
usah mengeluarkan uang barang sepeserpun.
Terhadap istrinya ia memang tak pernah bersikap royal.
Karena dia selalu beranggapan bila menginginkan istrinya selalu lemah lembut dan dan setia
kepada suaminya, maka jangan sekali kali diberi uang yang terlalu banyak dalam genggamannya,
kalau tidak, maka yang dia hamburkanpun akan lebih banyak pula.
Lelaki yang pintar tak akan melakukan perbuatan semacam ini, tak bisa disangkal lagi dia
memang seorang yang pintar, pintar sekali.
Itulah sebabnya, sekarang dia harus roboh terkapar di atas tanah.
Chin Ko cing menatap wajahnya, lalu di atas mimik wajahnya yang hambar tanpa perasaan
tersungging sekulum senyuman yang manis dan menawan hati.
"Sekarang aku baru tahu, rupanya hadiah ulang tahun yang kau berikan kepadaku ini jauh
lebih berharga daripada untaian rantai bermutiara tersebut. Sudah seharusnya kalau aku merasa
berterima kasih sekali kepadamu"
Sambil tersenyum dia berjalan keluar. lalu menarik tangan Song Tiang untuk diajak masuk ke
dalam.
Song Tiong masih belum berani bertatapan muka dengannya.
Ko cing segera tertawa, katanya:
""Sekarang dia sudah bukan merupakan suami lagi, mengapa kau musti merasa malu?
"Dia sudah pensiun dirimu?", tanya Song Tiong.
"Bukan cuma di pensiun saja, bahkan dia telah mengusirku pergi dari sini ...."
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "Sudah belasan tahun aku kawin dengannya, tapi
kenyataannya lebih buruk keadaanku daripada anjing yang dipelihara orang selama belasan
tahun, kini dia telah mengusirku, maka akupun harus menggelinding pergi dari sini dengan tanpa
membantah"

"Kalau memang begitu, mari kita pergi"
"Kau akan mengajakku pergi!" "
"Sekalipun dia sudah tidak mau dirimu lagi, aku masih mau"
Kau benar-benar masih bersedia untuk menerima aku si nenek tua ini...? .
"Sekalipun kau benar-benar berubah menjadi seorang nenek tua, akupun tak akan berubah
hati terhadapmu"
Ko cing kembali tertawa, tertawanya tampak sangat manis dan menggiurkan hati, katanya lagi
dengan lembut:
"Kau sangat baik, ternyata aku memang tidak salah memilih kau, cuma sayang..."
"Sayang apa?"
"Sayang aku masih tak ingin benar-benar menjadi seorang nenek peot, oleh karena itu setiap
hari aku masih membutuhkan bedak mutiara yang seharga dua puluh tahil perak tiap harinya untuk
mencegah munculnya keriputan di atas wajahku, pakaian yang kukenakan juga harus kain tenun
yang berasal dari negeri Thian tok atau Persia, agar orang lain melihat wajahku jauh lebih muda
lagi, akupun butuh mandi air susu tiap harinya serta memerlukan beberapa orang dayang untuk
melayani segala macam kebutuhan sehari-hariku"
Dengan lembut dibelainya tangan Song Tiong, kemudian katanya lebih lanjut:
"Kau toh tahu juga, kau sudah terbiasa makan enak, berpakaian yang baik serta perempuan
yang sudah terbiasa menghamburkan uang"
"Aku tahu"
"Bila aku musti kawin dengan dirimu sanggupkah kau untuk memelihara aku?"
Song Tiong menjadi tertegun, tertegun untuk beberapa saat lamanya, setelah itu baru serunya
lantang:
"Aku bisa menjadi seorang perampok untuk memenuhi kebutuhanmu itu."
"Kenapa kau harus menjadi seorang perampok? Apakah itulah keahlian yang paling kau
andalkan?"
Setelah berhenti sejenak, sambungnya dengan suara hambar:
"Membunuh orang baru merupakan keahlianmu yang sebenarnya, asal kau dapat membunuh
seseorang, maka kitapun akan hidup senang sepanjang masa"
Siapa yang hendak kau bunuh?" tanya Song Tiong.
Ko cing cuma tertawa, ia tidak berkata apa-apa.
Song Tiong bukan seorang yang bodoh, dia seharusnya mengerti siapa yang dimaksudkan
perempuan itu.

Walaupun dia tidak begitu suka membunuh orang, akan tetapi dia bukanlah manusia yang
takut membunuh orang, entah siapapun yang hendak dibunuhnya hal itu sama saja baginya.
Sementara itu Chin Ko cing telah meloloskan sebilah pedang dari atas dinding ruangan dan
serahkan senjata itu kepadanya kemudian ujarnya kembali:
"Asal kau mengayunkan tanganmu, maka aku akan berubah menjadi seorang janda yang patut
dikasihani, perduli bagaimanakah bengis dan buasnya Ting peng, tak mungkin dia akan
menghadapi seorang janda yang patut di kasihani seperti aku ini."
Setelah tersenyum lanjutnya:
Untung saja aku si janda yang patut di kasihani ini adalah seorang janda yang kaya raya,
siapapun yang dapat mengawininya hidupnya sepanjang masa akan berbahagia dan tak perlu
risau lagi"
Song Tiong bukan orang bodoh, sudah barang tentu dia memahami semua perbuatan itu,
diapun bisa membayangkan semua yang barusan dikatakan oleh perempuan itu..
Maka diterimanya pedang tersebut dari tangan Ko ching, Kemudian bersiap sedia untuk
melakukan pekerjaannya.
"Asal pedang tersebut diayunkan ke bawah, niscaya Liu Yok siong akan mati konyol.
ooooo0ooooo
SUATU KEJADIAN ANEH
LIU YOK SIONG tahu, dia sudah pasti akan mati.
Bukan saja ia telah memandang remeh perempuan ini, lagi pula dia menilai diri sendiri terlalu
tinggi, barang siapa berani melanggar kesalahan ini, dia pasti akan mati.
"Criing...!" sebilah pedang telah diloloskan dari dalam sarungnya.
Pelan-pelan Song Tiong telah membalikkan badannya dan memandang ke arahnya dengan
pandangan dingin.
"Kau tak bisa menyalahkan aku, hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri...." demikian dia
berkata.
Liu Yok siong harus mengakui akan hal itu, hatinya memang kurang kejam, cara kerjanya
kurang tegas, dia seharusnya turun tangan lebih dulu untuk membinasakan dirinya.
Cahaya pedang berkelebat lewat, tahu-tahu pedang itu sudah menusuk ke atas
tenggorokannya.
She Song bernama Tiong, sebuah tusukannya selalu mematikan, bukan saja serangannya
saja amat tepat, lagi pula ganas, sudah barang tentu serangannya tak mungkin meleset, terutama
untuk membunuh seseorang yang sama sekali tak punya kekuatan lagi untuk melakukan
perlawanan.
Kecuali muncul suatu kejadian aneh, Liu Yok siong sudah pasti akan mampus"

Siapa tahu kejadian aneh tersebut ternyata benar-benar telah berlangsung.
Mendadak, "Criit" desingan angin tajam berhembus menembusi angkasa kemudian "Triing..."
percikan bunga api bertaburan kemana-mana, pedang yang berada ditangan Song Tiong telah
patah menjadi dua bagian.
Sebuah benda jatuh ketanah menyusul kutungan pedang itu dan menggelinding sampai jauh,
ternyata benda itu adalah sebuah biji pohon siong.
Pedang itu milik Liu Yok siong, sebilah pedang yang khusus ditempa oleh seorang ahli,
pembuat pedang Go Too di luar perbatasan, dengan ongkos seribu delapan ratus tahil perak.
Go Too sudah tiga puluh tahun lamanya bekerja sebagai penempa pedang, setiap pedang
hasil tempaannya merupakan pedang mestika, jangan toh baru batu atau senjata lain, bahkan pula
baja yang beratpun jangan harap bisa menabasnya sampai kutung.
Tapi kenyataannya sekarang, pedang itu sudah dibikin patah oleh sebuah biji pohon siong.
Tangan Song Tiong telah digertak sampai kesemutan rasanya, dia mundur lima langkah
dengan sempoyongan, sedangkan Chin Ko cing bertindak cepat, ia segera melepaskan pula tujuh
buah titik cahaya bintang yang gemerlapan.
Sudah barang tentu Liu Yok siong juga tahu senjata rahasia apakah yang dilancarkan
perempuan itu, sebab senjata rahasia inipun khusus dibuat atas pesanannya dengan biaya mahal,
bahkan secara khusus pula dia, menyuruh orang untuk memolesi racun diatasnya.
Walaupun caranya melepaskan senjata rahasia tak bisa menandingi kelihaian dari Hoa Sin koh
atau Kwan im bertangan seribu, akan tetapi dalam jarak dua kaki, serangannya jarang sekali
meleset.
Sekarang jarak mereka cuma satu kaki belaka, kecuali muncul kembali suatu kejadian aneh,
Liu Yok siong sudah pasti akan tewas.
Siapa tahu, suatu kejadian aneh kembali telah berlangsung.
Sebenarnya ke tujuh titik cahaya bintang itu tertuju ke arah ulu hati Liu Yok siong. tapi tahutahu
arah sasarannya telah berubah dan meluncur ke depan jendela.
Dari balik jendela tiba-tiba muncul seseorang dan mengenakan baju berwarna putih bersih
bagaikan salju.
Ketika ujung bajunya dikebaskan pelan ke tujuh titik cahaya bintang itu seketika lenyap tak
berbekas, menyusul kemudian terdengar suara gemerincing nyaring..."Criing" segulung desingan
angin tajam meluncur keluar dari balik ujung bajunya dan menghajar lutut Chin Ko cing.
Sebenarnya ketika itu tubuh Chin Ko cing sedang menubruk ke muka, tiba-tiba ia jatuh berlutut
di tanah, berlutut dengan tubuh tegak lurus, sama sekali tak mampu berkutik lagi.
Sebaliknya Liu Yok siong secara tiba-tiba bangun berdiri.
Ternyata walaupun suara desingan anginnya hanya berbunyi sekali, biji pohon siong yang
disambit keluar ada dua buah, sebuah menghajar jalan darah Huan tiau hiat di tubuh Chin Ko cing,
sedangkan yang lain membebaskan jalan darah Liu Yok siong yang tertotok.

Gadis cantik yang berbaju putih bersih bagaikan salju ini telah melancarkan dua buah biji siong
pada saat yang bersamaan, selain kekuatannya mengerikan sekali, cara maupun tenaga yang
dipergunakan juga saling berbeda antara yang satu dengan lainnya.
Song Tiong yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun dibuatnya.
Belum pernah dia saksikan cara melepaskan senjata rahasia yang begitu lihaynya, bahkan
sampai mendengarpun belum pernah.
Bila Hoa Sin koh dan kwan im bertangan seribu sekalian jago-jago senjata rahasia yang
tersohor didalam dunia persilatan itu dibandingkan dengan perempuan ini, pada hakekatnya
kepandaian mereka seperti anak kecil yang bermain kelereng.
Hampir saja dia tidak mempercayai pandangan mata sendiri..
Liu Yok siong percaya akan kesemuanya itu, sebab dia telah menyaksikan kepandaian serta
perbuatan lain dari Lan-lan yang jauh lebih hebat dan mengerikan daripada apa yang dilihatnya
sekarang.
"Mengapa kau masih tidak pergi membunuhnya tiba-tiba Lan-lan bertanya kepadanya:
"Kau ....." "Liu Yok siong gelagapan, dia tak tahu bagaimana harus menjawab.
"Dia hendak membunuhmu, maka kaupun boleh membunuhnya, sebab bila kau tidak
membunuhnya, dialah yang akan membunuh dirimu"
Tangannya lantas menggapai, kutungan pedang yang tergeletak di atas tanah itu mendadak
mencelat ke udara dan terjatuh ke tangannya.
Ia sodorkan kutungan pedang ke tangan Liu Yok siong, kemudian melanjutkan:
"Pedang ini pastilah pedang hasil penempaan Go Too, sekalipun hanya tinggal sepotong yang
tidak mencapai tiga inci panjangnya, aku yakin pedang itu masih dapat digunakan untuk
membunuh orang"
Kutungan pedang itu masih satu depa panjangnya, Liu Yok siong segera menjepit dengan
ketiga buah jari tangannya, lalu menodongkan mata pedang itu ke atas tenggorokan Chin Ko cing.
Tiba-tiba Chin Ko cing berkata sambil tertawa:
"Walaupun wajahnya kelihatan buas dan bengis, tapi aku tahu kau tak akan tega untuk
membinasakan diriku""
"Ooooh.... !"
"Sebab aku lebih mengerti tentang dirimu daripada orang lain, asal kau sudah
mempergunakan jubah yang satu stel berwarna delapan puluh tahil perak, ditangan membawa
arak yang sembilan puluh tahil perak segucinya, kemudian duduk dalam kamarmu sambil
membopong perempuan cantik, maka sekalipun hendak menyuruh orang lain untuk membunuh
beberapa orangpun kau tak akan merasa menderita"
Setelah tertawa dingin, lanjutnya:

"Tapi, kalau suruh kau sendiri yang membawa golok untuk membunuh orang, maka kau tak
akan berani turun tangan sendiri"
Tiba-tiba Song Tong menimbrung:
"Dia tak berani, aku berani!"
Dengan terperanjat Ko cing menatap ke arahnya, kemudian berseru:
"Kau. . . kau tega untuk turun tangan terhadap aku?"
Song Tiong tidak berkata apa-apa lagi, mendadak ia menyerbu ke depan dan kutungan
pedang yang masih berada di tangannya itu sudah menembusi dada perempuan tersebut.
Sepasang mata Ko-cing belum terpejam, ia masih menatap wajahnya dengan perasaan
terperanjat.
Sampai matipun dia tak percaya kalau ia benar-benar tega untuk membunuhnya.
"Tentunya kau tidak menyangka bukan kalau aku bisa membunuh dirimu" ujar Song Tiong.
"Kena. . . kenapa kau?"
"Karena akupun sudah lama ingin mati, bila kau tidak mati, mana aku tega untuk mati
sendirian!"
Ia keluar mencabut pedangnya. Darah kental segera berhamburan kemana-mana ..... pada
saat itu pula kutungan pedang tadi telah ditusukkan kembali ke dada sendiri.
Perempuan itu sudah mati, maka sekarang diapun dapat mati pula.
Mendadak Song Tiong mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . . haaaahhh. . . selama hidup aku sudah banyak membunuh orang,
tapi baru kali ini aku merasa sangat puas."
ooooo0ooooo
SEPASANG mata Chin Ko cing telah terpejamkan rapat.
Tiba-tiba ia merasa bahwa selama ini dia selalu tak memahami diri Song Tiong, selalu
memandang salah kepadanya.
Ia selalu menganggap, Song Tiong adalah seorang yang keras di luar, padahal amat lemah
didalam hatinya.
Bukan cuma lemah, bahkan sama sekali tak becus, itulah sebabnya dia baru dapat di tuntun
olehnya bagaikan seekor anjing kecil.
Ia sama sekali tidak menyangka kalau dia berbuat demikian karena cinta kepadanya,
mencintainya dengan sepenuh hati, setulus hati mencintai dirinya.
Demi dia, ia rela untuk mati.
Demi dia, iapun bersedia untuk mengakhiri hidupnya.

Belum pernah dia berpikir sampai ke situ, karena dia tidak percaya kalau dalam dunia ini bisa
terdapat perasaan cinta seperti ini.
Tapi sekarang, dia sudah percaya.
*************************
Halaman 48 - 49 hilang
*************************
tiba-tiba dalam hatinya muncul suatu perasaan yang jauh lebih kuat daripada perasaan ngeri
dan takut, membuat dia melupakan keseraman menghadapi kematian
Tiba-tiba saja dia merasa kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan.
Bila seseorang sampai matinya belum tahu apa artinya "cinta"", hal itu baru benar-benar
merupakan sesuatu yang menakutkan.
KAU telah membayar sesuatu pengorbanan, yang cukup besar, kujamin kau pasti akan
memperoleh hasil yang lumayan, itulah kata-kata dari Lan-lan sebelum pergi meninggalkannya.
Setiap kali dia selalu datang secara tiba-tiba dan pergi lagi secara tiba-tiba.
Liu Yok siong tidak tahu harus menggunakan cara apa untuk mengundang-nya datang, juga
tidak tahu harus menggunakan cara apa untuk menahannya di situ. .
Tapi dengan cepatnya dia telah tahu kalau apa yang diucapkan memang tidak bohong.
Dia telah menyerahkan anjing betina itu kepada "si buli-buli"..
Si buli-buli adalah nama julukan dari pengurus gudang arak dalam perkampungan Siang siong
san-ceng, sebuah buli-buli yang tak punya mulut.
Sebab bukan saja dia jujur, setia dan bisa dipercaya, mulutnya juga selalu tertutup rapat
seperti botol, selain itu tak setetes arakpun yang dia minum selama hidupnya.
Oleh karena itu, Liu Yok siong mengutusnya menjadi pengurus gudang araknya .......
Si Buli-buli menyekap anjing betina itu didalam gudang arak, gudang arak yang sudah tak ada
setetes arakpun itu.
Menanti Liu Yok siong ingin menghantar anjing betina itu sudah bukan anjing betina lagi.
Ketika dia menyuruh si buli-buli mengajaknya pergi ke gudang arak untuk mencari anjing
betina itu, ternyata yang dijumpainya adalah seorang perempuan.
Seorang perempuan yang berpinggang ramping dan berpaha panjang, sewaktu berjumpa
dengannya, perempuan itu segera memperlihatkan rasa yang takut yaa gembira.
Ia sendiripun sama sekali tak tahu secara bagaimana dia bisa berada didalam gudang arak itu.
Ketika dia tidur, tubuhnya masih berbaring di atas pembaringan yang besar, lebar dan empuk
itu.

Tapi ketika sadar kembali, ia telah berada di sini.
ooooo0ooooo
KEJADIAN aneh secara beruntun berlangsung kembali, air bening telah berubah menjadi arak
wangi. kerbau, kambing, ayam, itik, yang sebenarnya sudah dibakar di belakang bukit sana, kini
telah muncul kembali dalam keadaan segar bugar.
Akan tetapi Lan-lan tak pernah menampakkan diri lagi.
Tentu saja semua kejadian aneh itu merupakan hasil karyanya, Liu Yok siong telah membayar
suatu pengorbanan yang besar, maka diapun tidak melupakan janji sendiri.
Untuk menyatakan rasa setianya kepada Lan-lan, Liu Yok siong tidak lagi mengganggu si
gadis berpinggang ramping dan berkaki panjang itu.
Ia bertekad untuk mendapatkan Lan-lan, entah dia adalah manusia atau bukan, hal itu tidak
menjadi soal baginya, bahkan sekalipun dia benar-benar adalah siluman rase, baginya juga bukan
persoalan.
Bila ia dapat mempersunting seorang istri seperti dia, maka terhadap siapa saja dia tak usah
takut lagi, terhadap masalah apapun ia tak usah merasa kuatir lagi.
Hari demi hari lewat dengan cepatnya, kini perkampungan yang berada di bukit seberang telah
selesai digarap, bilamana malam tiba dan lampu gemerlapan dalam bangunan tersebut, maka
memandang dari kejauhan, bangunan itu bagaikan keraton di atas langit.
Surat undangan dari tuan rumah perkampungan Wan gwat san-ceng yang hendak
mengadakan perjamuan telah dikirim kepadanya .
Tentu saja kepala kampung dari perkampungan Wan gwat san-ceng tersebut adalah Ting
Peng, sedangkan hari perjamuan adalah saat bulan purnama.
Hari ini sudah tanggal empat belas, ternyata Lan-lan masih juga belum menampakkan diri.
Dia pasti akan datang kemari, tak mungkin dia akan melupakan diriku dengan begitu saja.
Walaupun Liu Yok siong selalu berusaha untuk menghibur diri, toh tak urung hatinya merasa
gelisah dan kuatir.
Seandainya gadis itu tidak datang kemungkinan besar dia akan mati didalam keraton Wan
gwat san-ceng besok hari.
Terpaksa dia karuan menghibur diri sendiri.
"Paling lambat malam ini dia pasti akan datang kemari."
"Oleh sebab itu, sejak senja tiba ia telah mempersiapkan semeja sayur dan arak dan
menunggu di dalam rumahnya seorang diri.
Ternyata Lan-lan memang tidak membuat-nya menjadi kecewa.

Tiba-tiba seluruh ruangan dipenuhi oleh bau harum semerbak, seperti harumnya bunga tapi
jauh lebih manis dan sedap daripada harumnya bunga .... ...
Jendela yang semula tertutup rapat, mendadak membuka dengan sendirinya, sinar matahari
senja masih menyoroti jagad di luar sana, Lan-lan seperti sekuntum awan yang indah pelan-pelan
melayang datang.
Dia bilang selama dua hari ini tak bisa datang karena masih banyak persoalan yang harus
dipersiapkan olehnya.
Karena bukan suatu pekerjaan yang "mudah" untuk menghadapi Cing-cing, kemampuan yang
dimiliki Cing-cing jarang ada yang bisa menandinginya, walau berada di langit maupun di bumi.
Tapi sekarang ia telah mempersiapkan segala sesuatunya.
Ia bilang begini:
""Sekarang aku sudah mempunyai akal untuk menaklukkannya, asal Cing cing bisa
ditaklukkan, Ting Peng sama sekali tak perlu dikuatirkan lagi, asal kau mau menuruti perkataanku
dan melakukannya dengan baik, bukan saja kau dapat membantuku untuk mengalahkan mereka,
entah persoalan apapun yang ingin kau kerjakan, aku dapat membantumu untuk mencapainya."
Apa yang menjadi idaman Liu Yok siong selama ini adalah menjadi ketua partai Bu tong.
Tak tahan dia lantas berkata:
"Selama ini Bu tong pay tak pernah mengangkat seorang murid preman menjadi
Ciangbunjinnya, tapi aku . . . ."
""Kau ingin menjadi Ciangbunjin dari Bu tong pay?" tanya Lan-lan kemudian.
Liu Yok siong menghela napas panjang, katanya:
"Sekarang, yang paling besar harapannya untuk menjadi Ciangbunjin bukanlah aku, melainkan
Leng siu!"
Lan-lan segera tertawa dingin, serunya:
"Kalau hanya kedudukan seorang ciangbunjin dari Bu tong pay saja apalah artinya cita-citamu,
sungguh teramat kecil sekali."
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba tanyanya lagi:
"Tahukah kau tentang Sangkoan Kim hong?"
Tentu saja Liu Yok siong tahu.
Sangkoan Kim hong adalah seorang pentolan dunia persilatan yang malang melintang dalam
kolong langit, tiada seorang manusia pun dalam dunia persilatan yang berani kurang ajar
kepadanya, setiap patah kata yang ia ucapkan merupakan perintah, belum pernah ada orang yang
berani membangkang.
Kemudian, walaupun dia mati di tangan Siau li si pisau terbang yang merupakan pendekar
tenar pada masa itu, tapi semasa hidupnya gagah perkasa, hingga kini belum pernah ada orang
yang bisa menandinginya.

""Asal kau bersedia, setiap saat aku dapat membuat keberhasilanmu melebihi Sangkoan Kim
hong, melebihi Siau li si pisau terbang dan melampaui pula manusia paling tenar dalam dunia
persilatan saat ini, Cia Siau hong"
Liu Yok siong merasakan jantungnya sedang berdebar, berdebar kencang sekali.
"Yang kau maksudkan sebagai Leng siu tadi, bukankah murid pertama dari Thian it toojin?"
kembali Lan-lan bertanya.
"Benar!" "
""Kemungkinan besar, besok diapun akan muncul pula di dalam perkampungan Wan gwat
san-ceng untuk menghadiri perayaan tersebut"
"Kenapa dia turut datang?"
"Sebab Ting peng telah mengundangnya secara khusus",
Setelah tertawa, lanjutnya:
""Pada hal kau seharusnya juga musti mengerti, kenapa secara khusus dia mengundang
kedatangan Leng siu"
Liu Yok siong mengerti.
Ting Peng hendak merusak nama baiknya di hadapan Leng siu, agar Leng siu tahu salah dia
memang mempunyai alasan untuk mati.
Setelah disaksikan oleh kakak seperguruannya, bagaimanapun Ting Peng hendak
menghadapinya, orang lain tentu tak bisa berkata apa-apa lagi ......
Untuk berbicarapun tak dapat, sudah barang tentu pihak Bu tong pay semakin tak dapat
membalaskan dendam baginya lagi.
Liu Yok siong menghela napas panjang kemudian ujarnya:
""Sungguh tak kusangka secara tiba-tiba Ting Peng bisa melakukan pekerjaan yang begitu
teliti dan seksama"
Orang yang pernah tertipu satu kali, biasanya ia akan bekerja lebih teliti dan seksama.
Liu Yok siong sedang tertawa, tentu saja tertawa getir. Dia memang hanya bisa tertawa getir.
"Jika Ting Peng hendak membunuhnya, mungkinkah Leng siu akan membantumu?"
"Tak mungkin!" "
"Mungkinkah dia akan membantumu berbicara ?"
"Tidak mungkin"
Berada dalam keadaan seperti ini, siapapun tak dapat berkata apa-apa lagi.

"Bila kau sampai mati, mungkinkah dia akan merasa bersedih hati!" kembali Lan-lan bertanya.
"Tidak mungkin"
"Yaa, sebab diapun tahu kaupun tak akan merasa sedih bagi kematiannya"
Liu Yok siong sama sekali tidak menyangkal akan kebenaran dari ucapan tersebut.
Leng siu tojin tidak suka makan banyak, tidak suka minum arak, tidak berjudi, tidak bermain
perempuan, tujuan hidupnya hanya satu, yakni berharap bisa menggantikan kedudukan Thian it
Cinjin dan suatu ketika menjabat sebagai Ciangbunjin partai Bu tong, Sebab diapun seorang
manusia yang terdiri dari darah dan daging, diapun mempunyai ambisi, rasa kuatirnya terhadap
persoalan ini sedikitpun tidak berada di bawah Liu Yok siong.
Kedua pihak sama-sama mengetahui bahwa kemungkinan besar pihak lawan merupakan satusatunya
saingan yang paling berat.
Kembali Liu Yok siong menghela papas panjang, katanya:
""Cuma sayang tubuhnya selalu sehat dan kuat, paling tidak ia masih bisa hidup tiga sampai
lima puluh tahun lagi."
"Aku berani menjamin, dia tak akan bisa hidup lebih lama lagi"
"Ooooh. . "
""Besok malam dia pasti akan mati"
"Dia selamanya sehat dan tak pernah berpenyakitan, mana mungkin bisa mati secara
mendadak?"
"Sebab ada seorang yang akan menusuk tenggorokannya dengan pedang hingga tembus"
"Siapakah orang itu?"
"Kau sendiri"
Liu Yok siong menjadi tertegun. Padahal, sudah sejak lama dia ingin menusuk tenggorokan
Leng siu dengan pedangnya, entah berapa ratus kali ingatan tersebut berkecamuk dalam
benaknya. .
Sebab bagaimanapun juga Leng siu adalah toa suhengnya, membunuh Leng siu berarti telah
berkhianat kepada perguruan.
Menghianati perguruan merupakan suatu perbuatan yang amat melanggar hukum, ingatan
tersebut sudah lama berakar didalam hatinya.
"Jika kau tidak berani, akupun tidak akan terlalu memaksakan kehendakku" kata Lan-lan
kemudian.
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya dengan hambar:
"Bagaimanapun juga, sekarang toh aku belum kawin denganmu, bila kau mati, aku pun tak
akan terlalu bersedih hati"

Dia seperti sudah bersiap sedia untuk pergi meninggalkan tempat tersebut.
Tentu saja Liu Yok siong tak akan membiarkan dia pergi dengan begitu saja, segera serunya:
"Aku bukannya tidak berani, aku Cuma kuatir..."
"Kuatir apa?"
"Sejak kecil Leng siu sudah melatih ilmu silat, selain bersantap, berdoa dan tidur, setiap saat ia
selalu melatih kepandaiannya, sedangkan aku banyak pekerjaan yang harus kulakukan.
Dia memang mempunyai banyak persoalan yang harus dikerjakan, di dunia ini memang masih
banyak pekerjaan yang jauh lebih menarik daripada belajar silat.
Sayang sekali pekerjaan yang semakin menarik, semakin tak boleh dilakukan terlalu banyak,
kalau tidak akan berubahlah menjadi pekerjaan yang tidak menarik.
Liu Yok siong menghela napas panjang, katanya:
"Mungkin pekerjaan lain terlalu banyak yang telah kukerjakan, maka sekarang aku mungkin
sudah bukan tandingannya lagi"
"Kau memang bukan tandingannya, didalam lima puluh gebrakan, ia dapat membunuhmu" Tak
bisa tidak Liu Yok siong harus mengakui akan hal ini.
Terutama beberapa waktu belakangan ini, Leng siu memang semakin giat berlatih ilmu tenaga
dalamnya makin sempurna, ilmu pedangnya juga semakin sempurna. hal ini sudah diketahui
umum dan semua orang mengakui dia sebagai jagoan nomor satu dari Bu tong pay dewasa ini.
"Tapi aku toh berada di sampingmu" kata Lan-lan cepat, "apa lagi yang musti kau takuti?" "
Setelah tertawa lanjutnya:
"Asal ada aku di sisimu, maka di dalam sepuluh gebrakan saja kau dapat membunuhnya.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Liu Yok siong sesudah mendengar perkataan itu.
"Besok tengah hari, aku akan menunggumu dirumah makan Hwe Sian lo, kemudian akan
kutemani kau kesana!"
"Kenapa kau harus menantikan kedatanganku didalam kota?"
"Sebab aku minta kau menyambut kedatanganku dengan tandu, aku ingin agar orang lain tahu
kalau aku diajak pergi dengan mempergunakan tandu ."
Permintaan semacam ini sesungguhnya memang bukan termasuk suatu permintaan yang
kelewat batas.
Seorang perempuan yang belum kawin, biasanya selalu berharap ada lelaki yang dia cintai
menjemputnya dengan tandu.
Tak bisa disangkal lagi dibalik permintaan tersebut sesungguhnya mengandung maksud yang
lebih mendalam.
Kembali Liu Yok siong merasakan jantungnya berdebar keras, berdebar keras sekali:

""Aku pasti akan mempersiapkan sebuah tandu yang paling besar untuk menjemputmu, tapi
kau......"
Ia memandang sekejap wajah Lan-lan yang tertutup oleh kain cadar itu, kemudian
melanjutkan.
"Sampai sekarang, mengapa kau masih belum memperkenankan aku untuk melihat raut
wajahnya yang sebenarnya..
"Besok kau akan segera melihatnya " jawab Lan-lan, setelah berhenti sebentar lanjutnya:
"Besok, setibanya dirumah makan Hwee-sian-lo, akan kau jumpai seorang nona yang
memakai gaun berwarna biru laut, memakai mutiara dan tusuk konde emas pada sanggulnya serta
memakai sepasang sepatu berwarna merah darah"
"Perempuan itu adalah kau?`
"Benar!"
ooooo0ooooo
PERKAMPUNGAN WAN GWAT SANCENG
BULAN dua belas tanggal lima belas, hari ini udara amat cerah.
Sorot matahari ditengah hari tersebut terasa hangat dan nyaman, Liu Yok siong berdiri di
bawah sinar matahari dan memperhatikan para centengnya sedang memasang sebiji mutiara
besar di atap tandunya, ia merasa puas sekali.
Tandu tersebut khusus dia pesan di ibu kota pada seorang ahli tukang kayu sewaktu hendak
menjemput pulang Chin Ko cing pada delapan belas tahun berselang, setelah di lakukan
perbaikan semalam suntuk kini bentuknya sudah nampak baru kembali.
(Bersambung Jilid 07)
Jilid: 7
SAYANG, orang yang pernah duduk didalam tandu tersebut dulu, sekarang tak pernah akan
dijumpainya lagi untuk selamanya.
Teringat akan hal ini, sedikit banyak timbul juga perasaan sedih dan perih dalam hati Liu Yok
siong.
Untung saja dengan cepat dia dapat melupakan semua kejadian yang tidak menyenangkan
hatinya itu.
Hari ini adalah hari baiknya, juga termasuk hari besar, dia tak ingin membiarkan pelbagai
persoalan lain mengganggu perasaan hatinya sekarang....
Para centengnya telah berganti dengan satu stel pakaian baru terbuat dari kulit rase,
pinggangnya terikat sebuah ikat pinggang berwarna merah, setiap orang kelihatan amat gembira
dan bersemangat sekali.
Mungkin saja Lan-lan telah menunggunya dalam rumah makan Hwee sian lo, pada waktu itu
dia percaya Lan-lan pasti tak akan membiarkan dia merasa kecewa.

Lo kwik yang mengurusi soal istal kuda telah menuntun datang Cian li soat, si kuda jempolan
miliknya, yang tinggi besar itu, diatas punggungnya telah dipasang pelana baru, bahkan diikat pula
dengan pita berwarna merah cerah.
Dengan cepat dia melompat naik ke atas punggung kudanya, gerak geriknya, amat enteng dan
lincah bagaikan seorang pemuda.
Hari ini, dia benar-benar merasa gembira sekali.
Setibanya di rumah makan Hwee sian lo, dia semakin gembira lagi.
Ternyata Lan-lan memang tidak membuatnya kecewa, begitu naik ke atas loteng ia segera
menemukan dirinya.
Benar juga dia mengenakan gaun berwarna biru dan duduk di suatu sudut ruangan sambil
menantikan kedatangannya
Sinar matahari yang memancar masuk lewat jendela, menyinari bunga mutiara yang menghiasi
rambutnya, membuat ia nampak bertambah cantik jelita.
Dia bahkan nampak jauh lebih cantik
*************************
Halaman 5 - 6 hilang
*************************
datang kemari untuk mencari perempuan cantik itu juga, tahu kalau perempuan cantik sedang
menunggunya.
Hanya mengandalkan hal ini saja sudah cukup membuat setiap orang merasa kagum
bercampur cemburu.
Liu Yok siong tersenyum, pelan-pelan dia berjalan kehadapan Lan-lan.
Lan-lan juga tersenyum sambil memandang ke arahnya. Manis sekali senyumannya.
Ketika tersenyum, bunga-bunga mutiara di atas kepalanya bergetar amat keras, sepatu merah
yang dikenakan juga bergoyang tiada hentinya, seakan-akan bunga teratai di atas kolam. .
"Kau baik-baik saja!" kata Liu Yok-siong.
"Aku baik!" balas Lan-lan.
"Kau pasti sudah menunggu kedatanganku cukup lama?"
"Aaah .... tak menjadi soal!"
"Sekarang apakah kita boleh segera berangkat?"
"Kau bilang kapan hendak berangkat, kapan pula aku berangkat"
Maka Liu Yok siong dengan mempergunakan sikap yang paling halus dan paling sopan
menjulurkan tangannya ke depan.

Lan-lan telah mengulurkan tangannya dan meletakkan tangan tersebut di atas tangannya.
Tangan gadis itu nampak lebih menawan hati.
Maka dengan mempergunakan langkah yang paling gagah, Liu Yok siong menuntun
perempuan itu berjalan keluar dari loteng Hwee sian lo.
Dia tahu setiap orang sedang memperhatikan mereka, sorot mata mereka memancarkan sinar
mata yang aneh sekali.
Ia tahu setiap orang sedang mengaguminya, sedang merasa iri kepada dirinya.
Kesemuanya itu membuat dia bertambah gembira.
Sekarang satu-satunya orang yang membuat Liu Yok siong merasa amat tidak senang hati
adalah kehadiran Leng siu toojin.
Walaupun ia percaya seratus persen bahwa Lan-lan pasti mempunyai akal untuk membuat
Leng siu toojin mati di tangannya.
Tapi setiap kali teringat orang ini, teringat persoalan ini dalam hatinya seakan-akan muncul
sebuah bayangan hitam.
ooooo0ooooo
TAHUN ini Leng siu toojin berusia lima puluh dua tahun, namun wajahnya justru tampak jauh,
lebih tua dari pada usia yang sebenarnya.
Latihan selama banyak tahun, pengawasan makanan yang sangat ketat serta pengendalian
perasaan yang berat merupakan alasan yang kuat bagi dipercepatnya proses kekuatan baginya.
Tapi perawakan tubuhnya masih tetap begitu lincah begitu gesit dan kekar bagaikan seorang
pemuda yang berusia dua puluh tahunan, bahunya amat lebar, pinggangnya ramping, bahu dan
lengannya sama sekali tidak nampak kelebihan daging atau lemak yang menonjol keluar.
Seandainya dia membuka pakaiannya dan bertelanjang di hadapan seorang perempuan sudah
pasti perawakan tubuhnya itu akan membuat perempuan tersebut tercengang dan di luar dugaan
bahkan mungkin juga akan merasa terperanjat sekali.
Untung saja peristiwa semacam ini tak akan pernah terjadi dalam hidupnya.
Dia tak pernah mendekati kaum wanita selama banyak tahun hidup dalam keterbatasan yang
mengekang gerak hidupnya menuntut hampir saja melupakan persoalan itu.
Kenikmatan hidup yang biasanya di rasakan oleh setiap orang dalam kehidupannya, dianggap
tabu dan dosa baginya.
Ia menyantap nasi yang kasar dengan air teh yang kasar, mengenakan pakaian paling kasar,
satu-satunya benda yang bisa membuat orang silau hanyalah pedangnya.
Sebilah pedang antik yang penuh dengan ukiran indah, dengan pita pedang berwarna kuning
segar.

Pedang tersebut bukan saja mengatakan tingkat kedudukannya, juga melambangkan
keanggunan dan posisi yang ditempatinya sekarang.
Kini pedang tersebut tersoren di pinggangnya, ia sedang duduk didalam sebuah pagoda air
yang mungil dan indah bagaikan dalam alam impian di perkampungan Wan gwat san-ceng.
Dia sedang memperhatikan tuan rumah perkampungan Wan gwat san-ceng yang aneh tapi
luar biasa itu, Ting-Peng.
Kemegahan dan kemewahan dari Perkampungan Want gwat san-ceng sama sekali di luar
dugaan kebanyakan orang, tamu yang berdatangan pada hari inipun jauh lebih banyak dari pada
apa yang dibayangkan kebanyakan orang.
Kebanyakan tamu yang hadir saat itu merupakan kawanan jago kenamaan dari dunia
persilatan, tokoh-tokoh persilatan yang menjagoi suatu wilayah serta kesatria-kesatria yang setiap
saat dapat menggerakkan pedangnya untuk menolong orang.
Tapi yang hadir dalam pagoda air itu cuma sepuluh orang.
Sun Hu hou, Lim Siang him, Lamkiong Hoa Su, Ciong Tian, Bwe Hoa Ceh Yiok.
Ke enam orang ini dikenal oleh Leng siu tojin.
Otot-otot hijau ditangan Sun Hu hoa dan Lim Siang him selalu menonjol keluar, sekulum
senyuman "menghiasi wajah mereka, dapat diduga ilmu tenaga dalam maupun ketebalan iman
dari mereka dalam melakukan hubungan sudah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Lamkiong Hou-su masih tetap seperti sedia kala, gagang pedang dan dandanannya selalu
mengikuti perkembangan jaman.
Entah kapan dan dimana saja kau bertemu dengannya, di tangannya selalu tampak: secawan
arak, seakan-akan hanya dari dalam cawan arak inilah baru bisa kelihatan kejayaan dari keluarga
persilatan Lamkiong.
Ciong Tian kelihatan lebih serius, lebih angkuh dan lebih ceking.
Hanya Leng siu tojin seorang yang tahu apa sebabnya dia bisa menjadi kurus, sebab mereka
sama-sama sedang merasakan suatu penyiksaan diri yang berat.
Latihan yang tekun, makanan berpantang yang kurang gizi, pantangan pada kobaran napsu
merupakan suatu siksaan batin yang amat hebat.
Hanya Leng siu tojin saja yang tahu betapa besar pengorbanan yang harus dibayar dan
berapa banyak penderitaan yang harus dirasakan untuk bisa melakukan ketiga hal tersebut.
Mungkin Meh Tiok pun berbuat yang sama dengan mereka, sebab bukan terlampau sedikit
manusia-manusia macam mereka yang terdapat didalam dunia persilatan.
Ada banyak sekali manusia yang sedang menyiksa diri hanya dikarenakan suatu cita-cita,
suatu tujuan.
Tapi ada pula sementara orang yang justru gemar sekali menyiksa dirinya sendiri.
Tentu saja Bwee Hoa bukan manusia semacam ini.

Baginya, asal ada kesempatan untuk makan, dia akan makan sekenyang-kenyangnya, bila
ada kesempatan untuk tidur pun maka dia akan berusaha tidur senyenyak-nyenyaknya.
Satu-satunya pantangan baginya adalah jangan membiarkan diri sendiri kelewat lelah.
Leng siu tojin tak pernah mengerti, kenapa seorang manusia dengan perawakan seperti Bwee
Hoa bisa menjadi seorang jagoan silat kelas satu dalam dunia persilatan, bahkan mengambil
nama yang begitu indah, begitu seni untuk digunakannya.
Setelah ada Bwee Hoa dan Meh Tiok di situ, tentu saja Cing siong pun tak akan ketinggalan.
Secara lamat-lamat Leng siu tojin sudah dapat merasakan tuan rumah tempat ini mengundang
kehadiran mereka di sana bukan disebabkan oleh suatu maksud yang baik.
Dahulu ia belum pernah mendengar nama "Ting Peng" disebut-sebut orang. .
Sebelum berjumpa dengan orang ini, dia pun belum pernah memandang tinggi orang ini.
Sekarang dia baru tahu, bahwa pandangan semacam itu adalah suatu pandangan yang salah.
Bukan saja pemuda itu memiliki banyak keistimewaan yang belum pernah dijumpai di
kebanyakan orang, bahkan diapun memiliki suatu keyakinan pada diri sendiri yang sangat aneh,
seakan-akan tiada persoalan yang tak bisa diselesaikan olehnya di dunia ini dan tiada perbuatan
yang tak bisa dilakukan di dunia ini.
Leng siu totiang tidak mengetahui asal-usulnya, tidak mengetahui juga asal-usul
perguruannya, tapi dia dapat melihat kalau ia bukan seorang manusia yang mudah dihadapi.
Pada saat itulah kedengaran ada seseorang datang melapor:
"Liu Yok Siong, Liu cengcu dari perkampungan Siang Siong san-ceng telah datang dengan
membawa serta hujinnya!"
Ketika mendengar nama Liu Yok siong disinggung, paras muka Ting Peng sama sekali tidak
memperlihatkan perubahan apapun, hanya ujarnya dengan nada hambar:
"Silahkan masuk !"
Tiba-tiba Leng siu tojin menjadi sadar dan mengerti, rupanya Ting Peng sengaja
mengundangnya kemari untuk menghadapi Liu Yok siong.
Liu Yok siong lah baru merupakan sasaran yang sebenarnya dari Ting Peng.
Sebab orang yang tiada perasaan, adakalanya justru jauh lebih menakutkan daripada orang
yang berperasaan untuk mewujudkan kejadian pada hari ini, sudah pasti Ting Peng telah
merencanakannya lama sekali.
Peristiwa apakah yang bakal terjadi pada hari ini?"
Tanpa terasa tangan Leng siu tojin mulai menyentuh gagang pedangnya.....
""Entah bagaimanapun juga, Liu Yok siong tetap merupakan adik seperguruannya, peristiwa
apapun yang bakal terjadi pada hari ini, asal pedangnya ada di sisinya, dia tak akan membiarkan
siapapun untuk mengusik nama baik ""Bu tong pay"

Pelan-pelan dia bangkit berdiri ditatapnya wajah Ting Peng lekat-lekat, kemudian tegurnya:
"Tahukah kau, Liu Yok-siong adalah saudara seperguruan pinto?"
Ting Peng tersenyum manggut-manggut:
"Apakah kalian adalah sahabat lama!" kembali Leng siu tojin bertanya keheranan:
Tinp Peng tersenyum, hanya kali ini dia menggeleng.
Dari balik sorot matanya yang bersih dan tenang itu mendadak memancar keluar senyuman
istimewa yang tak mungkin bisa dipahami oleh orang kedua.
Leng-siu tojin segera berpaling, mengikuti sorot matanya yang memandang ke depan, ia
saksikan sebuah tandu yang besar sekali.
Itulah sebuah tandu besar yang digotong oleh delapan orang, biasanya hanya pembesar kelas
satu yang akan menaikinya bila hendak berangkat ke istana atau orang-orang kaya raya yang
menyambut sanak keluarganya.
Liu Yok-siong berjalan di depan tandu itu, ternyata sikap serta mimik wajahnya hampir mirip
dengan Ting Peng, membawa suatu kepercayaan pada diri sendiri yang aneh sekali.
Selamanya dia adalah seorang yang selalu pandai menangani persoalan, kenapa pada hari ini
dia membawa istrinya datang ke sana dengan menaiki tandu besar ini? Bahkan menggotong tandu
itu sampai masuk ke dalam halaman rumah orang? .
Leng-siu tojin mengerutkan kening, ia saksikan tandu itu melewati halaman rumah dan
berhenti di ujung jembatan Kiu-ci-kiu di luar pagoda air itu.
Kemudian tirai di depan tandu di singkap orang, dari dalam tandu itu muncul sebuah tangan
yang halus dan lembut seperti tak bertulang.
Dengan cepat Liu Yok-siong membimbing tangan itu.
Sepasang alis mata Leng-siu tojin berkernyit makin rapat, ternyata perempuan yang dibimbing
turun oleh Liu Yok siong kali ini bukanlah istrinya.
"Tapi sikapnya terhadap perempuan itu jauh lebih lembut dan halus daripada sikapnya
terhadap istrinya sendiri.
Bu tong pay adalah suatu perkumpulan kaum lurus dalam dunia persilatan yang dihormati
setiap orang, tentu saja anak murid Bu tong pay tak boleh melakukan perbuatan semacam ini.
Sambil menarik mukanya, Leng siu tojin segera melangkah keluar dari dalam pagoda air,
kemudian serunya dengan suara dingin.
"Suruh dia pulang!" "
"Siapa yang disuruh pulang?" Liu Yok siong balik bertanya.
"Perempuan itu!"

"Kau tahu siapakah dia!"
"Perduli siapakah dia, suruh dia pulang!" "
Ia telah memperhatikan suasana di sekeliling tempat itu, ketika banyak orang memandang ke
arah perempuan itu, wajahnya segera memperlihatkan suatu mimik wajah yang aneh sekali.
Ia tak dapat membiarkan perempuan itu tetap hadir di sana dan hanya membikin malu saja.
Tiba-tiba Liu Yok siong tertawa, katanya:
"Ditempat ini memang ada seseorang yang harus pulang, tapi yang pasti bukan dia!"
"Kalau bukan dia lantas siapa?"
"Kau!"
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya dengan suara hambar:
"Bila kau berlutut di hadapannya dan menyembah tiga kali kepadanya lalu cepat-cepat
menggelinding pergi dari sini, mungkin aku masih bersedia untuk mengampuni dirimu!"
Paras muka Leng siu tojin segera berubah hebat, serunya dengan suara tertahan:
"Apa kau bilang?"
"Aku telah mengatakannya dengan sangat jelas, aku rasa kaupun seharusnya sudah
mendengar dengan jelas pula"
Leng siu tojin memang telah mendengar dengan jelas, setiap patah kata dapat didengarnya
amat jelas, namun dia mimpipun tidak menyangka kalau perkataan seperti itu bisa diucapkan oleh
Liu Yok siong.
Sekuat tenaga dia berusaha untuk mengendalikan diri, kemudian katanya pelan:
"Apakah kau sudah lupa peraturan pertama dari perguruan kita berbicara tentang soal apa?"
"Perguruan mana yang kau maksudkan ?"
"Apakah kau termasuk dalam perguruan manapun sudah kau lakukan?" hardik Leng siu tojin
keras-keras.
Liu Yok-siong tertawa dingin.
"Dulu aku memang pernah mengendon dalam perguruan Bu tong pay, tapi sekarang aku sama
sekali sudah tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Bu tong pay"
"Jadi kau sudah bukan anggota perguruan Bu tong pay lagi?" kata Leng siu tojin sambil
berusaha keras untuk menahan amarahnya.
"Yaa, bukan!"
"Siapakah yang telah mengusirmu keluar dari perguruan Bu tong pay.?"
"Aku sendiri"

"Jadi kau hendak menghianati perguruan?"
Liu Yok siong mendengus dingin.
"Hmm. . . aku mau datang lantas datang, mau pergi lantas pergi, dalam hal ini sama sekali
tiada sangkut pautnya dengan soal penghianatan terhadap perguruan"
Bu tong pay adalah seorang pemimpin dari empat partai pedang paling besar di dalam dunia
persilatan, perguruan kaum lurus yang diakui oleh setiap umat persilatan di dunia ini, setiap orang
selalu merasa berbangga hati bila dapat mengakui dirinya sebagai anggota perguruan Bu tong
pay, maka tindakan yang dilakukan Liu Yok siong ini benar-benar tidak di duga oleh siapapun.
Setiap orang memandang ke arahnya dengan pandangan terkejut, semua orang menganggap
dia pasti sudah gila.
Paras muka Leng siu tojin berubah menjadi hijau membesi, dia tertawa dingin tiada hentinya.
"Bagus, bagus sekali, bagus sekali. . . . !"
"Kau masih ada perkataan yang lain ?"
"Tidak ada !"
"Kalau memang begitu, kenapa tidak kau cabut keluar pedangmu?"
Mulutnya membicarakan dengan Leng siu Tojin, namun sepasang matanya justru memandang
ke arah Lan-lan.
Lan-lan pun sedang memandang ke arahnya sambil tertawa manis sekali tertawanya, seakanakan
dia sedang memberitahukan kepadanya:
"Tindakan mu itu bagus sekali, asal aku ada di sampingmu, tak sampai sepuluh gebrakkan,
kau pasti dapat membunuhnya..."
ooo0ooo
TIADA orang yang akan mempercayai perkataan itu.
Tak ada orang yang berani percaya kalau Liu Yok siong dapat mengalahkan Leng siu tojin,
manusia nomor satu dalam perguruan Bu tong pay saat ini hanya didalam sepuluh gebrakan saja.
Tapi Liu Yok siong mempercayainya seratus persen.
Walau didalam lima jurus serangan yang pertama Leng siu tojin berhasil menguasai seluruh
keadaan dan posisi, memaksanya tak sanggup untuk bernapas kembali.
Tapi, dia masih tetap percaya Lan-lan tak akan membuatnya merasa kecewa.
Ketika mencapai jurus yang ke sembilan, ia sudah di paksa ke sudut yang mematikan, walau
dengan mempergunakan jurus-jurus apapun, dia sudah tak sanggup lagi untuk menembusi
serangan dari Leng siu tojin itu.

Mereka sama-sama mempergunakan ilmu pedang aliran Bu tong pay, dalam bidang ini Leng
siu jauh lebih hapal dan matang dari dirinya...
Mendadak ia teringat kembali dengan jurus Thian gwa liu seng (bintang kemukus di luar langit)
tersebut. .
Thian gwa liu seng bukan ilmu pedang Bu tong pay, begitu pedangnya melakukan gerakan
yang berbeda, desingan angin tajam segera membelah angkasa.
"Creeet..." Ujung pedang itu sudah menusuk masuk ke dalam dada kiri Leng siu tojin hingga
menembusi punggungnya, ternyata pedang itu telah menembusi dada Leng siu.
Setiap orang menjadi tertegun, Liu Yok siong turut menjadi tertegun.
Dia sendiri tahu, jurus pedang itu paling banter hanya bisa digunakan untuk menembusi
serangan gencar dari Leng siu tojin, tak mungkin serangan tersebut bisa membinasakan dirinya.
Tapi buktinya Leng siu toojin telah tewas di ujung pedangnya.
Kelopak mata Lang siu toojin mulai membuyar, sorot matanya penuh diliputi rasa ngeri, takut,
kaget dan tercengang.
Sudah jelas dia dapat menghindarkan diri dari tusukan pedang itu, tapi kenyataannya sekarang
tidak berhasil.
"Mengapa bisa demikian ?"
Sewaktu Leng siu toojin roboh di atas tanah, Liu Yok siong sama sekali tidak melihatnya.
Dia sedang memandang ke arah Lan-lan.
Lan-lan juga sedang memandang ke arahnya sambil tertawa, tertawa semakin manis, seolaholah
dia sedang memberi tahukan pula kepadanya.
"Asal aku berada di sini, asal kau percaya kepadaku, entah apapun yang ingin kau lakukan,
pasti dapat kau lakukan."
Sekarang ingatan yang melintas dalam benak Liu Yok siong tentu saja adalah membunuh Ting
Peng dan melenyapkan bibit bencana bagi dirinya di kemudian hari.
Mendadak ia menemukan Ting Peng telah berada di hadapan mukanya.
Liu Yok siong segera tertawa, sapanya:
"Baik baikkah kau !"
Ting Peng juga tertawa.
"Baik-baikkah kau!" balasnya.
"Aku sangat baik, tapi kau pasti tidak baik."
"Oooh......"

"Sebab aku telah membunuh tamu yang kau undang di rumah gedungmu yang baru jadi, masa
hal ini termasuk baik?"
Setelah tersenyum kembali, ujarnya:
"Aku tahu bukan saja perasaanmu tidak baik, nasibmu juga kurang begitu baik"
"Mengapa?"
"Sebab kau telah bertemu lagi denganku!"
Ting Peng menghela napas panjang, sahutnya.
"Yaa, benar, setiap kali bertemu dengan kau, seakan-akan aku pasti akan sial!"
Walaupun peristiwa itu sudah berlangsung pada empat tahun berselang, namun kejadian itu
masih meninggalkan kesan yang amat dalam dan terang dalam ingatan Liu Yok-siong.
Bahkan dia masih ingat mimik wajah Ting Peng yang diliputi rasa kaget, tercengang, sedih dan
menderita setelah mengetahui kalau "Ko-siau" sebetulnya adalah Liu hujin.
Bagi Liu Yok siong kejadian tersebut benar-benar merupakan suatu rencana yang maha besar,
singkat tapi mengesankan, hampir setiap bagian dari rencananya itu disusun secara jitu dan rapat.
Ia belum pernah memikirkan tentang Ting Peng, diapun tak pernah membayangkan
bagaimana perasaan Ting Peng ketika itu.
Entah siapa saja, bila dia mengalami kejadian seperti itu, ditipu mentah-mentah, di cemooh
dan dihina habis-habisan, maka kenangan semacam itu tak akan mudah dilupakan kembali.
Sekarang, tak bisa disangkal lagi diapun sedang memikirkan peristiwa tersebut.
Tapi kenyataannya dia masih tertawa, semacam senyuman bagi seorang yang berhasil, penuh
dengan rasa percaya pada diri sendiri serta sikap mencemooh terhadap orang lain.
Dia memang telah berubah menjadi begini tenang mantap, begitu menakutkan, bahkan Liu
Yok-siong sendiripun dapat merasakan keseramannya itu.
Untung saja Lan-lan berada di belakangnya, setiap kali Liu Yok-siong memalingkan kepalanya,
dia akan segera menyaksikan senyuman yang manis dan menawan hati itu, seolah-olah dia
sedang memberi tahukan kepadanya ......
"Asal ada aku disini, entah apapun yang ingin kau lakukan, lakukan saja dengan perasaan
lega"
Liu Yok-siong menghembuskan napas pelan, kemudian katanya sambil tersenyum:
"Ucapanmu memang tidak salah, setiap kali asal kau bertemu denganku, maka kau akan sial"
"Bagaimana dengan kali ini?"
"Kali inipun sama saja!"

"Aku kuatir kalau kali ini sama sekali berbeda!"
"Karena kali ini berada di rumahmu dan kau punya pembantu?" ejek Liu Yok siong.
"Persoalan ini merupakan persoalan pribadi kita berdua, aku tak ingin membiarkan orang
ketiga turut mencampurinya"
""Kalau memang begitu, bagus sekali"
"Kau telah membunuh Long siu tootiang, tentu saja ada anggota Bu tong pay yang akan
mencarimu untuk membuat perhitungan"
"Seandainya aku dapat membunuhmu?"
Ting Peng segera tertawa.
"Asal kau dapat menangkan aku sejurus, bukan saja setiap saat kau dapat memenggal batok
kepalaku, perkampungan yang megah inipun akan menjadi milikku, buat orang mati kan tidak
membutuhkan lagi tempat yang demikian besarnya ini!"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Liu Yok siong, dia segera manggut-manggut.
"Benar juga ucapanmu itu" katanya.
"Setiap orang yang telah mati, asal ada tanah sepanjang tujuh depapun sudah lebih dari
cukup, oleh sebab itu ....."
Reaksi dari Liu Yok siong ternyata tidak lambat, segera katanya:
"Oleh karena itu bila aku sampai kalah, akupun akan menghadiahkan perkampungan Siang
siong san-ceng tersebut kepadamu"
Ting Peng segera tersenyum.
"Nah, beginilah baru dianggap suatu pertarungan yang sangat adil ...."serunya.
"Baik, kita tetapkan dengan sepatah kata ini saja"
"Begitu banyak enghiong hohan dari seluruh dunia persilatan yang hadir di sini dan bertindak
sebagai saksi, sekalipun kau ingin mungkir pun tak nanti bisa mungkir"
"Bagus sekali" seru Liu Yok siong kemudian.
Tangannya menggenggam gagang pedang kencang-kencang, noda darah dari Leng-siu toojin
yang semula menodai ujung pedangnya sekarang akan dibasahi lagi oleh darah segar orang lain.
Ia berpaling, Lan lan sedang memandang ke arahnya sambil tersenyum, seakan-akan sedans
memberi jaminan kepadanya.
Dalam sepuluh gebrakan Ting Peng pasti akan mati di ujung pedangmu!"
Liu Yok song segera merasakan semangatnya berkobar-kobar, bentaknya kemudian:
"Loloskan pedangmu!"

"Aku telah bersumpah tak akan menggunakan pedang lagi dalam kehidupanku di dunia ini"
"Lantas apa yang kau gunakan?".
"Golok !"
Liu Yok siong segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh . . . . haaahh . . . . haaah. . . bila kau menggunakan golok, aku bersedia mengalah
tiga jurus kepadamu!`
Golokpun merupakan sebuah alat senjata untuk membunuh orang.
Tapi ilmu golok lebih mudah dipelajari, lagi pula tidak begitu hebat, setiap umat persilatan
semuanya tahu sepuluh tahun belajar ilmu pedang, setahun belajar ilmu golok."
Ilmu pedang memang jauh lebih sempurna dan lihay daripada ilmu golok, sebab pedang itu
sendiri sudah melambangkan suatu keanggunan dan suatu kegagahan yang tak terlukiskan.
Sudah banyak tahun dalam dunia persilatan tak pernah muncul seorang jago golok pun.
Apalagi seorang yang menjadi termasyhur karena ilmu goloknya yang maha dahsyat.
Seseorang yang belajar menggunakan pedang, secara tiba-tiba berubah menggunakan golok,
hal ini boleh dibilang jarang sekali di jumpai dalam dunia persilatan.
Sebab bagaimanapun baiknya suatu ilmu golok, kehebatannya hanya terbatas sekali,
makanya Liu Yok siong lantas berseru:
"Perlihatkan golokmu!"
ooo0ooo
MENCOBA GOLOK
GOLOK Ting Peng sudah berada ditangan.
Itulah sebilah golok yang sederhana sekali, tidak memiliki pula sejarah yang cemerlang atau
ternama.
Golok itu berbentuk bulan sabit, mata goloknya melengkung, gagang goloknya juga
melengkung.
Ting Peng meraba sebentar mata goloknya kemudian berkata:
"Inilah golokku!"
"Aku sudah melihatnya"?ta Liu Yok siong.
"Golok ini selain tidak tajam, juga bukan termasuk sebilah golok kenamaan."
"Aku dapat melihatnya"
"Golok ini belum pernah menghirup darah manusia, sebab hari ini baru pertama kali kucoba
untuk mempergunakannya"

"Kau hendak menggunakan aku untuk mencoba golokmu?" Liu Yok-siong tertawa dingin tiada
hentinya.
"Justru karena aku hendak menggunakan kau untuk mencoba golok, maka aku membiarkan
kau meraih suatu keuntungan.
Dengan hambar dia melanjutkan:
"Asal kau sanggup menahan tiga jurus golokku, anggaplah kau yang menangkan pertarungan
ini"
Liu Yok siong memandang ke arahnya, mimik wajahnya menunjukkan seolah-olah seseorang
yang melihat orang gila sedang kambuh di hadapannya.
Kembali Lan-lan tertawa, tertawanya lebih manis, lebih menarik hati.
"Baik!" sahut Liu Yok siong kemudian, "akan kulihat sampai di manakah kehebatan dari ke tiga
jurus golokmu itu!"
"Kau tak akan melihatnya." kata Ting Peng
Tangannya diayunkan, hawa golok segera beterbangan memenuhi seluruh angkasa.
Golok yang lengkung memancar pula cahaya golok yang lengkung, pada mulanya masih
seperti bulan sabit, tapi secara tiba-tiba telah berubah menjadi sekilas cahaya bianglala yang amat
menyilaukan mata.
Tiada orang yang menyaksikan perubahan goloknya itu, juga tak seorangpun yang dapat
melihat gagang goloknya.
Cahaya golok begitu muncul, golok tersebut segera lenyap tak berbekas..... ...
Sudah banyak tahun dalam dunia persilatan tak pernah muncul seorang jago golok kenamaan,
sudah banyak tahun orang persilatan tak pernah menyaksikan cahaya golok yang begitu hebat
dan mengerikan"
Siapapun tidak tahu serangan goloknya yang kedua nanti akan memperlihatkan perubahan
menakutkan apa lagi?
Tapi kenyataannya, tiada serangan golok yang ke dua..
Cahaya golok hanya berkelebat lewat, kemudian lenyap tak berbekas.
Ting Peng hanya melancarkan sebuah bacokan saja.
Ketika cahaya berkelebat lewat dan lenyap Liu Yok siong sama sekali tidak roboh.
Pedangnya masih berada dalam genggamannya tubuhnya juga masih berdiri tak berkutik di
tempat tersebut, hanya saja seluruh wajahnya telah berubah menjadi pucat pias tak berdarah.
Tiada serangan golok kedua yang dilancarkan. ..
Menang kalah belum berhasil ditentukan kenapa tiada serangan golok yang kedua?

Ting Peng membelai mata goloknya dengan lembut, kemudian berkata hambar:
Aku tahu kalau kau tidak dapat melihat apa-apa!"
Liu Yok siong tidak bergerak, juga tidak mengucapkan sepatah katapun juga.
Mendadak. . "Traaang!" pedang yang berada didalam genggamannya itu terjatuh ke tanah.
"Paling tidak kau harus berlatih sepuluh tahun lagi sebelum dapat melihat serangan ketiga dari
golokku" kata Ting Peng pelan.
Liu Yok siong masih tidak bergerak, pun mulutnya membungkam diri dalam seribu bahasa.
Mendadak segumpal darah segar memancar keluar dari atas pergelangan tangannya.
"Sekarang, aku hanya cukup menggunakan sebuah bacokan saja" tambah Ting Peng.
Liu Yok siong masih juga tidak bergerak ataupun mengeluarkan suara, ia masih diam bungkam
diri dalam seribu bahasa.
Mendadak di atas wajahnya yang pucat pias itu muncul sebuah tanda salib yang
memancarkan cahaya terang
Cahaya terang itu berasal dari darah segar yang memancar keluar.
Tiada orang yang bersorak sorai.
Setiap orang merasakan tangan dan kakinya menjadi dingin seperti es, setiap orang
merasakan peluh dingin telah membasahi sekujur tubuh mereka.
Sekarang setiap orang baru tahu, rupanya bacokan golok tadi selain menyambar di atas
pergelangan tangan Liu Yok siong, bacokan membuat pula tanda salib di atas wajahnya. .
Tapi darah yang memancar keluar dari mulut luka itu hingga sekarang baru memancar keluar.
Sebab dalam bacokan tersebut sedikit tenagapun tidak disertakan, karena bacokan tersebut
benar-benar terlalu cepat..
Tiada orang yang bersorak, karena tiada orang yang pernah menyaksikan ilmu golok seperti
itu.
Golok itu sudah dimasukkan kembali ke dalam sarungnya.
Ting Peng hanya mengucapkan tiga patah kata yang amat singkat sekali:
"Kau telah kalah."
Akhirnya pelan-pelan Liu Yok siong mengangguk, pelan-pelan membalikkan badan dan pelanpelan
berjalan menuju ke hadapan Lan-lan.
Lan-lan masih tertawa, hanya saja senyumannya sekarang sudah tidak semanis dan serta
menawan tadi lagi.
Senyuman itu seolah-olah seperti agak dipaksakan.

Liu Yok siong telah berdiri di hadapan mukanya dan menatap ke arahnya, darah yang
memancar keluar dari luka berbentuk salib di atas wajahnya itu kini sudah membeku.
Darah segar baru saja menyembur keluar dengan cepat pula membeku kembali ....
Paras muka Liu Yok-siong pun berubah menjadi sangat kaku, sepatah demi sepatah kata dia
berkata:
"Aku kalah!"
Lan-lan menghembuskan napas panjang, lalu berkata:
"Tampaknya seperti kau yang telah kalah!"
"Kau pernah berkata kepadaku, aku tak bakal kalah!" gumam Liu Yok siong.
"Aku pernah berkata?"
"Kau pernah berkata, asal ada kau berada di sini, maka aku tak bakal menderita kekalahan"
""Kau pasti salah mendengar, masa aku pernah mengucapkan kata-kata seperti ini?"
"Aku tak pernah salah mendengar, kau bilang kau akan membelaku, mengapa kau tidak turun
tangan sekarang?"
"Kenapa aku musti turun tangan? Aku bisa membantumu berbuat apa?"
Mendadak dari kejauhan ada terdengar orang sedang tertawa, dalam tertawanya itu penuh
mengandung nada ejekan dan cemoohan.
"Pekerjaan yang bisa dia lakukan untuk membantumu adalah menolongmu melepaskan celana
dalam."
Ternyata Lan-lan juga turut tertawa.
"Sedikitpun tidak salah kalau dia berkata demikian" katanya, "Satu-satunya pekerjaan yang
bisa ku tolong adalah melakukan perbuatan itu, sebab pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan
yang paling berpengalaman bagiku"
"Liu Yok siong memandanginya lekat-lekat, kemudian dengan sinar mata memancarkan rasa
kaget dan takut dia berseru:
"Kau, sebenarnya siapakah kau"
"Dengan menghamburkan uang sebesar enam puluh laksa tahil perak kau telah menebusku
pada rumah pelacuran Boan-cui- wan, lalu suruh aku menunggu kedatangan-mu di loteng Hwesian-
lo dan menemani kau datang kemari, bahkan menggunakan pula sebuah tandu yang begitu
besar untuk menyambut kedatanganku"
Setelah tertawa cekikikan, dia melanjutkan:
"Masa siapakah aku pun tidak kau ketahui?"

Boan cui wan adalah sebuah rumah pelacuran sebuah rumah pelacuran yang amat
termasyhur, pelacur paling top dari Boan-cui-wan bernama Cui Sian.
Dengan mempergunakan sebuah jari tangannya yang lembut dan halus, dia menuding ke
ujung hidung sendiri, kemudian berkata:
"Akulah Cui sian, paling tidak ada seratus orang yang hadir disini kenal aku !"
Paras muka Liu Yok siong berubah hebat, tiba-tiba kulit wajahnya seperti lagi mengejang
keras, tanda "salib" di atas wajahnya seperti merekah kembali, darah segar segera memancar
keluar dan menodai seluruh wajahnya.
Dia bukan seorang yang bodoh.
Akhirnya dia mengerti, sekarang dia telah memahami semua persoalan, memahami semua
masalahnya.
Orang lain memandang ke arahnya dengan sorot mata yang aneh, bukan karena kagum juga
bukan karena dengki..
Di tempat itu paling tidak ada seratus orang yang kenal dengannya, tahu kalau dia adalah Cui
Sian dari rumah pelacuran Boan Sui-wan.
Mungkin saja celana dalam seratus orang itu pernah dilepas olehnya.
Sebaliknya dia telah menyambut perempuan itu dengan menggunakan tandu besar yang
digotong delapan orang, menganggapnya sebagai seorang dewi dan mengajaknya datang kemari,
dia berharap perempuan itu dapat memberikan kehormatan serta kekayaan seperti apa yang dia
idam-idamkan.
Pada hakekatnya kejadian ini merupakan suatu lelucon, sesuatu lelucon yang dapat membuat
orang tertawa terpingkal-pingkal sehingga air matapun turut keluar.
Lelucon ini pada hakekatnya jauh lebih menggelikan daripada lelucon yang diciptakan olehnya
untuk Ting Peng pada empat tahun berselang.
Akhirnya sekarang dia baru tahu bagaimanakah perasaan Ting Peng pada waktu itu.
Itulah suatu balasan dendam.
Pembalasan dari Ting Peng amat bagus, kejam dan lagi tuntas.
Seperti Liu Yok siong menghadapi rencananya sendiri, rencana inipun telah disusun dan diatur
melewati suatu persiapan yang cermat dan luar biasa, setiap bagian dipersiapkan secara cermat
dan sempurna.
Yang paling penting untuk mensukseskan rencana ini adalah harus memberikan tekanan jiwa
dulu kepada Liu Yok siong, agar dia merasa pikirannya gundah dan kacau balau tak karuan.
Suara titikan batu yang berkumandang siang malam dari bangunan megah dibukit seberang
telah mendatangkan ketegangan syaraf dan tekanan batin buat Liu Yok siong.
Jika syaraf orang sudah mengalami ketegangan, maka sudah pasti dia akan selalu curiga,
tidak tenang dan kebingungan.

Apalagi setelah seorang gadis cantik berpinggang ramping berpaha besar yang berbaring di
atas ranjang berubah menjadi seekor anjing betina.
Menyuap pengurus gudang arak untuk mengganti isi guci arak wangi dengan air kotor.
Menambahka3n sedikit obat racun didalam makanan ayam itik, kerbau dan kambing yang
dipelihara.
Semuanya itu bukan suatu pekerjaan yang terlalu sukar.
Tapi bagi seseorang yang syarafnya sudah mengalami ketegangan dan mulai banyak curiga,
kejadian-kejadian semacam ini dengan cepat akan berubah menjadi suatu peristiwa yang sukar
untuk dijelaskan.
Oleh karena itu semua kejadian itu akan berubah menjadi semacam daya tekanan yang
menekan batinnya, menekan batin Liu Yok siong sehingga hampir saja tak sanggup bernapas
kembali.
Kemudian muncullah lakon yang menamakan dirinya: "Lan-lan" bagaikan sebatang balok kayu
yang tiba-tiba muncul di depan seseorang yang hampir mati tenggelam saja...
Padahal di dunia ini tiada orang yang bernama ""Lan-lan"
Lan lan adalah Cing Cing.
Cukup buat Cing cing untuk menukar pakaiannya dengan sebuah jubah berwarna biru, lalu
menutupi wajahnya dengan kain cadar dan memberitahukan kepada Liu Yok siong.
"Aku adalah Lan-lan, akulah orang yang satu-satunya yang bisa menolongmu, hanya aku yang
dapat melawan Cing Cing.
Tentu saja Liu Yok siong tak bisa tidak akan mempercayainya seratus persen.
Apalagi dia masih mempersilahkan Liu Yok siong untuk menyaksikan pertarungan yang
menegangkan syaraf antara dia dengan "Cing-cing.."
"Cing cing yang dilihat Liu Yok siong ketika itu, tentu saja tak lebih hanya seorang perempuan
yang lain.
Bagaimanapun juga Liu Yok siong toh tak pernah tahu macam apakah wajah Cing-cing itu,
juga tak tahu macam apakah wajah Lan-lan?
"Selanjutnya terjadilah serentetan kejadian aneh yang membuat ia semakin percaya akan
kemampuan tokoh yang menamakan dirinya Lan-lan ini."
Oleh sebab itu mimpipun dia tak pernah menyangka kalau perempuan yang di suruh Lan-lan
untuk di jemput dengan menggunakan sebuah tandu besar yang digotong delapan orang itu
sebenarnya tak lebih hanya seorang pelacur dari rumah pelacuran Boan cui wan.
Sekarang, walaupun dia sudah memahami segala sesuatunya, walaupun dia telah memahami
kunci terpenting dari semua rencana itu, sayang dia tok mampu berkata apa-apa."

Sebab dia tahu, sekalipun persoalan itu di utarakan keluar belum tentu orang lain
mempercayainya.
Sekarang istrinya telah mati, mati didalam pelukan seorang lelaki lain ......
Rumah tinggalnya juga telah menjadi milik orang lain.
Dengan tangan sendiri dia telah membunuh kakak seperguruannya sendiri menghianati
perguruan dan melanggar pantangan paling besar bagi seorang umat persilatan.
Padahal semua perbuatan yang telah di lakukannya selama ini merupakan perbuatanperbuatan
yang tak mungkin bisa diampuni oleh orang lain, bahkan dia sendiripun tak dapat
mengampuni diri sendiri.
Sekalipun Ting Peng tidak membunuhnya sekarang, diapun tak dapat menancapkan kakinya
kembali di dunia persilatan"
Ia malu untuk berhadapan lagi dengan rekan-rekan persilatan lainnya, sedang rekan-rekan
persilatannya juga tak akan membiarkan dia menancapkan kakinya lagi dalam dunia persilatan.`
Bila seseorang telah menghancurkan masa depannya sendiri, sudah terdesak sampai ke sudut
yang paling pojok, dan tak mungkin bisa jalan lagi, apakah yang harus dia lakukan?
Memang Liu Yok siong telah melakukan suatu perbuatan yang mimpipun tak pernah disangka
oleh siapapun.
ooooo0ooooo
MALAM-MALAM YANG MENEGANGKAN
BULAN dua belas tanggal lima belas malam.
Malam itu bulan purnama, seluruh permukaan bumi bermandikan cahaya terang yang
berwarna keperak-perakan.
Sekarang sudah pada waktunya untuk memasang lampu, namun Cing cing tidak memasang
lampu.
Dia suka duduk tenang seorang diri dalam kegelapan, menikmati kehidupan malam yang sepi
dan hening.
Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup sebatang kara, karena pada hakekatnya tiada pilihan lain
baginya.
Bangunan di atas loteng kecil itu megah dan anggun, setiap barang yang berada di dalam
rumah itu merupakan pilihan yang tepat, melewati penelitian yang seksama.
Dia tak dapat menikmati segala macam persoalan kasar dan tidak bersih yang ada di dunia ini.
Sebab sejak kecil ia memang dibesarkan dalam lingkungan semacam ini, hakekatnya tak
pernah merasakan kemurungan dalam ketidak beruntungan dalam kehidupan manusia.
Tapi sekarang, secara tiba-tiba ia menemukan dirinya seakan-akan sudah mulai kesal.
Kesalahan dari manusia.

Setiap perempuan muda yang sedang berada dalam usia remajanya, tak bisa tidak pasti akan
merasakan ke kesalahan ini.
Tiba-tiba saja dia merasakan dirinya terlampau kesepian.
Diluar jendela lamat-lamat kedengaran ada suara orang sedang berbicara.
Walaupun loteng itu letaknya agak jauh dari ruangan dimana Ting Peng menerima tamu,
namun suara yang berkumandang dari sana masih dapat terdengar dengan jelas dari sini.
Dia tahu tamu yang berdatangan pada hari ini tidak sedikit, diantaranya banyak yang
merupakan jago-jago kenamaan yang menggetarkan dunia persilatan, sudah cukup lama dia
mengetahui tentang kegagahan orang-orang itu.
"Diiringi sekali turut menghadiri perjamuan itu dan bergembira ria menikmati kehidupan yang
bahagia bersama mereka, menggunakan mangkuk besar untuk meneguk arak, mendengarkan
kisah-kisah yang menggetarkan sukma dari mulut mereka.
Bagi seorang gadis yang belum pernah mengalami kejadian seperti itu, peristiwa semacam ini
betul-betul merupakan suatu daya pikat yang sukar untuk dilawan.
Tapi ia tak dapat pergi.
Sebab dia adalah "rase"" sejenis makhluk aneh, dalam kehidupannya sudah ditakdirkan tak
akan merasakan kegembiraan dan kebahagiaan seperti kehidupan manusia biasa.
Dia sudah kawin selama empat tahun dengan Ting Peng.
Selama empat tahun ini, hampir boleh di bilang siang maupun malam mereka selalu bersama,
tanpa Ting Peng di sisinya, hampir boleh dibilang dia tak sanggup untuk tidur.
Ting Peng berasal dari keluarga miskin, dia bukan termasuk seorang lelaki romantis yang
pandai bermesraan.
Sejak kecil dia harus pandai memperjuangkan diri agar termasyhur, terhadap kehidupan cinta
atau bersenang-senang, tidak banyak yang dia ketahui..
Walaupun ia muda dan gagah, namun selama satu dua tahun belakangan ini kasih sayangnya
terhadapnya sudah makin lama semakin berkurang, hubungan suami istripun sudah tidak
sebanyak dahulu lagi.
Tapi ia tetap mencintainya dengan sepenuh hati.
Dia adalah satu-satunya lelaki yang berada dalam kehidupannya, demi dia, untuk melakukan
perbuatan apapun ia rela untuk melakukannya.
Ia ingin merasa bangga karena menjadi istrinya, bahkan dalam mimpipun dia selalu berharap
agar dia dapat menggandeng tangannya dan memperkenalkan dia kepada teman-temannya,
kepada tamu-tamu agung dan memberitahukan kepada orang lain bahwa dia adalah istrinya,
dialah Ting hujin (nyonya Ting).
Ting hujin suatu sebutan yang begitu indah dan begitu anggun, sayang selama hidup mungkin
dia tak akan dapat mendengarkan orang lain menggunakan sebutan tersebut untuk
memanggilnya.

Karena dia adalah "rase", jenis makhluk lain, tidak mungkin dia bisa menampakkan diri di
hadapan orang lain bersama Ting Peng.
Benarkah aku adalah Rase?
Kenapa aku harus menjadi "rase".
Sepasang mata Cing-cing berkaca-kaca, hatinya merasa sakit sekali seperti ditusuk-tusuk
dengan jarum.
Sebab dalam hatinya mempunyai sebuah rahasia, rahasia yang tak dapat dikatakan kepada
siapapun, termasuk juga kepada Ting Peng.
Rahasia itu bagaikan sebatang jarum yang siang malam setiap menit setiap detik selalu
menusuk hatinya.
Kecuali dalam persoalan ini, dia masih tetap riang gembira dan berbahagia.
Asal tiada persoalan yang terlalu penting artinya, Ting Peng selalu berusaha untuk
menemaninya. .
Sekarang dia seperti telah datang, dari arah anak tangga sana sudah kedengaran suara
langkah kakinya.
Cepat-cepat Cing cing menyeka air matanya dan bangkit berdiri.
Ting Peng telah membuka pintu sambil bertanya.
"Mengapa kau tidak memasang lampu?
Cing-cing tidak menjawab, tiba-tiba dia lari ke dalam pelukannya dan merangkul pemuda itu
kencang-kencang, seakan-akan mereka sudah banyak waktu tak pernah berjumpa saja, sekalipun
mereka baru berpisah satu dua jam berselang.
Dia terlalu takut kehilangan dia.
Setiap mereka berpisah, dia selalu merasa takut, takut kalau dia akan pergi dan tak kembali
lagi.
Sebab dia tak lebih hanya seorang perempuan rase, sedang tempat ini adalah dunianya
manusia, dalam hatinya selalu timbul perasaan rendah diri yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
walaupun Ting Peng tidak memahami perasaannya itu, namun dapat merasakan kelembutan
cintanya.
"Sekarang, semua orang sedang mulai minum arak, maka aku mencari kesempatan untuk
balik kemari dan menengok kau"
Cing-cing merasakan tenggorokannya seakan-akan tersumbat oleh suatu benda yang amat
besar, membuat dia tak sanggup berkata-kata, namun dalam hatinya penuh dengan kehangatan
dan rasa terima kasih.

Dia berharap pemuda itu bisa berkata lebih lanjut, beritahu kepadanya, walau berada di tempat
lain, hatinya selalu teringat dan merindukan dirinya.
Sayang apa yang dikatakan Ting Peng selanjutnya bukanlah perkataan yang dia ingin dengar.
"Aku harus kembali untuk memberitahukan kepadamu, rencana kita telah berhasil, aku telah
menghancurkan Liu Yok siong"
Rupanya dia kembali kesana karena ingin memberitahukan hal itu kepadanya, padahal hampir
saja ia telah melupakan persoalan tersebut.
Walaupun dia turut serta dalam menyusun rencana tersebut, bahkan dengan tak segansegannya
membantu dia untuk mensukseskan rencana ini.
Tapi dia berbuat kesemuanya itu tak lebih hanya karena dia.
Demi dia, dia tak segan untuk berbohong, tak segan untuk menipu orang, tak segan untuk
melakukan perbuatan apapun yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, tapi terhadap budi dan
dendam yang terjalin diantara manusia, ia tidak memandangnya terlalu berat.
Tapi Ting Peng kelihatan gembira sekali, dia telah menuturkan semua keadaan yang telah
berlangsung selama ini.
Rasa dendam yang sudah tertanam selama banyak tahun dalam dadanya kini sudah
terlampiaskan keluar, kejadian ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang patut di girangkan.
Untuk menggirangkan hatinya, diapun pura-pura mendengarkan dengan penuh perhatian,
walaupun dalam hati kecilnya sebenarnya dia hanya ingin berpelukan dengan tenang dengannya.
melewati kehidupan yang bahagia dalam ketenangan dan kemesraan pada hari ini.
Terdengar Ting Peng berkata pula:
"Jika kau dapat menyaksikan perubahan mimik wajah Liu Yok siong setelah ia mengetahui
kalau dewi yang menolongnya selama ini tak lebih hanya seorang pelacur, kau pasti akan merasa
sangat gembira.
Cing-Cing dapat memahami perasaannya, sebab diapun pernah menerima penderitaan akibat
pukulan batin seperti itu.
"Bagaimana kemudian" tak tahan dia bertanya.
"Seandainya kau menjadi dia, apa yang hendak kau lakukan dalam keadaan seperti ini ?"
"Aku tak tahu !"
"Dia memang tak tahu, tidak pernah dia pikirkan segala macam kelicikan dan kebusukan hati
manusia di dunia ini.
"Coba terka-lah" kata Ting Peng amat gembira, "coba kau tebak, perbuatan apakah yang dia
lakukan?"
"Dia kabur?"
"Dia sendiripun tahu kalau dia tak akan bisa kabur?." kata Ting Peng, sekalipun dapat kabur,
dia hendak kabur kemana?"

"Kalau begitu dia jatuh pingsan ?"
"Tidak"
"Teman-teman Leng siu membunuhnya ?"
"Juga tidak"
"Kalau begitu dia pasti membunuh perempuan itu, kemudian menggorok leher sendiri untuk
bunuh diri ?"
"Dugaan ini memang agak masuk diakal."
Seandainya seseorang telah berada didalam keadaan seperti ini, mati rasanya jauh lebih baik
daripada hidup.
Namun Ting Peng menggelengkan kembali kepalanya.
"Dia tidak mati, dia masih merasa berat hati untuk mati" katanya.
Setelah tertawa, dia menambahkan.
"Perbuatan yang dia lakukan tak nanti bisa diduga oleh siapapun dan tak mungkin akan
dilakukan oleh siapapun yang ada di dunia ini."
"Apa yang telah dia lakukan ?"
"Ketika orang lain mengira dia akan mencari akan untuk beradu jiwa, tiba-tiba dia berlutut di
hadapanku dan memohon kepadaku untuk menerimanya menjadi murid!"
Usia Liu Yok siong sudah pantas untuk menjadi ayah Ting Peng, dalam dunia persilatan dia
bukan seorang yang tak bernama tapi di hadapan begitu banyak umat persilatan dan orang gagah
yang berkumpul di situ ia telah melakukan perbuatan tak terduga.
Kecuali dia, siapa lagi di dunia ini yang sanggup untuk melakukan perbuatan seperti itu?"
Cing Cing menghela napas panjang katanya:
"Kulit muka orang ini betul-betul amat tebal, apa yang dilakukan juga luar biasa sekali"
"Sesungguhnya apa yang dia inginkan kepadaku, tak mungkin bisa kukabulkan, sungguh tak
disangka ternyata dia memohon kepadaku untuk menerimanya menjadi murid."
"Dan kau meluluskan permintaannya?"
Ting Peng tersenyum.
"Tak ada salahnya mempunyai seorang murid macam dirinya itu ..." "dia menjawab.
Cing-cing tidak berkata apa-apa lagi.
Walaupun dia merasa tindakan yang dilakukan itu tidak benar, tapi apa yang ingin dilakukan
Ting Peng, tak pernah ia tampik atau mengemukakan keberatan.

Semua kejadian yang kemudian berlangsung menjadi bertentangan dengan apa yang menjadi
harapannya semula.
Sebenarnya dia hanya berharap Ting Peng dapat menjadi seseorang yang tak pernah
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan batinnya, dia ingin mengajaknya mencari suatu
tempat yang sepi dan melewati suatu kehidupan yang bahagia. Tapi Ting Peng mempunyai
ambisi. Setiap lelaki pasti berambisi dan harus berambisi, sebab ambisi merupakan semangat dan
harga diri dari seorang lelaki, lelaki tanpa ambisi tak bisa disebut seorang lelaki.
Dia tidak menyalahkan Ting Peng, cuma ambisi Ting Peng kelewat besar, jauh lebih besar
daripada apa yang dibayangkan semula.
Ambisi adalah suatu makhluk aneh yang sudah ada semenjak dahulu kala, asal kau biarkan
dia tetap hadir dalam dadamu, maka makin hari dia akan berubah semakin besar, sehingga
akhirnya demikian besarnya sampai kau sendiripun tak dapat mengendalikannya lagi.
Bagi seorang lelaki yang berambisi, manusia macam Liu Yok siong memang tak bisa disangkal
lagi merupakan seorang yang sangat berguna.
Yang dikuatirkan Cing-cing hanya satu hal.
Dia hanya kuatir ambisi Ting Peng semakin besar sehingga dia sendiripun tak dapat
mengendalikan lagi, maka bila sampai terjadi hal semacam ini. kemungkinan besar dia akan
ditelan sendiri oleh ambisinya itu.
Teringat akan persoalan ini, dia segera teringat pula akan suatu persoalan lain yang jauh lebih
menakutkan lagi.
Tiba-tiba dia bertanya:
"Dari pihak Sin kiam san-ceng, apakah ada yang hadir pada hari ini ?"
"Aku masih ingat, agaknya kau telah mengirim orang secara khusus untuk menyampaikan
surat undangan kepadanya?" "
Undangan yang diantar bukan cuma satu saja, selain ditunjukkan untuk majikan dari Sin kiam
san-ceng sekarang, yaitu Cia Siau hong, pendekar pedang nomor satu di dunia pada saat ini, Cia
sianseng yang lain pun mendapat undangan pula.
Cia sianseng itu bermuka bulat, berperawakan gemuk, berwajah penuh senyuman, amat
ramah tamah.
Bulan tujuh tanggal lima belas empat tahun berselang, ketika Ting Peng dicemooh dan dihina
dalam perkampungan Siang siong san ceng. Cia sianseng itupun turut hadir di sana.
"Tapi hari ini mereka datang"
Teringat akan persoalan ini, kegembiraan Ting Peng tidak secerah tadi lagi"
Bukan cuma orang-orang dari Sin kiam san-ceng saja yang tidak datang, orang-orang yang
berada disekitar tempat itupun tak seorang manusiapun yang datang.
"Siapa saja yang kau undang dari daerah di sekitar tempat itu? "
""Thian It hui dan Siang Ceng"

"Aku tahu tentang manusia yang bernama Siang Ceng, dia adalah seorang poocu dari benteng
keluarga Siang, merupakan jago yang paling termasyhur karena ilmu pedang Ngo heng kiam
hoatnya"
Setelah berpikir sebentar, kembali dia berkata:
"Ilmu pedang Ngo heng kiam hoat merupakan suatu ilmu pedang yang sukar dan dingin, kalau
aku harus menyebutkan sepuluh orang jago pedang terhebat di dunia pada saat ini, maka Siang
Ceng tak akan masuk hitungan"
Ting Peng tertawa, katanya:
"Apakah kau sedang menghiburku, suruh aku jangan marah hanya disebabkan seorang
manusia macam dia? "
Cing sing tidak menjawab, dia hanya tertawa belaka.
"Padahal sekalipun aku sedang marah kepadanya, aku tak akan memandang enteng orang ini"
lanjut Ting Peng.
"0oooh.. !"
"Walaupun ilmu pedang Ngo heng kiam hoat merupakan ilmu yang dingin dan kaku, namun
setelah digunakan akan menghasilkan daya kemampuan yang luar biasa sekali""
"Karena dalam pertentangan antara lima unsur bumi yang berbeda akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang tak mungkin bisa diduga orang, tentu saja perubahan itupun tak bisa
dibendung dengan mudah."
"Masuk diakal" Cing-cing tersenyum.
Walaupun ilmu pedang yang dimiliki Siang Ceng belum dapat termasuk urutan sepuluh besar
dalam dunia persilatan saat ini namun tak bisa disangkal lagi dia termasuk juga seorang jago kelas
satu dalam dunia persilatan, apa lagi kepandaian silat itu diperolehnya dari warisan keluarga,
dasarnya pasti kuat sekali, tenaga dalamnya juga sempurna, kesemuanya itu dapat menutupi
kekurangan - kekurangannya dalam permainan pedang"
"Tampaknya kau mengetahui banyak tentang orang ini?
"Asal dia jago kelas satu dalam dunia persilatan, aku harus mengetahui banyak tentang
mereka"
Setelah tertawa, lanjutnya:
""Sebab setiap orang diantara mereka, kemungkinan besar akan menjadi lawanku""
Cing cing masih tertawa, cuma tertawanya sudah agak dipaksakan.
Dia tahu bukan saja jalan pemikiran Ting Peng amat cermat, diapun amat pandai menyelidiki
keadaan lawan, tingkah lakunya matang dan dewasa, sama sekali berbeda dengan keadaannya
dahulu, seringkali hanya disebabkan sebuah persoalan kecilpun akan marah-marah.
Sebab ambisinya makin lama semakin bertambah besar.
"Tahu diri lawan, setiap pertarungan baru dapat di menangkan" Kata Ting Peng lagi.

(Bersambung Jilid 08)
Jilid 08
DARI balik matanya kembali memancar keluar sinar terang karena gembira, ujarnya:
"Aku tak akan membiarkan diriku menderita kekalahan lagi ditangan orang lain""
Diam-diam Cing-cing menghela napas panjang, namun di luar dia masih bertanya lagi sambil
tertawa:
"Siapa yang kau maksudkan sebagai orang lain"
"Siapapun sama saja"
"Apakah Sam sauya dari keluarga Cia, Cia Siau hong juga termasuk diantaranya?"
"Terhadap Cia Siau hong pun sama saja, bagaimana pun juga, dia toh seorang manusia
juga.."
Sinar matanya memancarkan cahaya makin panas, lanjutnya:
"Cepat atau lambat, pada suatu hari akupun menantangnya untuk berduel, aku ingin lihat siapa
yang lebih unggul diantara kami berdua.
Cing-cing memandang ke arahnya, dibalik sinar mata itu sudah terpancar keluar sinar
kemurungan.
Setiap kali Ting Peng menyinggung tentang Cia Siau hong, sepasang matanya selalu
memperlihatkan mimik wajah seperti itu.
Terhadap manusia yang bernama Cia Siau hong dia seperti menaruh perasaan jeri dan takut
yang tak mungkin bisa di utarakan kepada orang lain.
Dia adalah "rase", rase adalah makhluk yang dapat melakukan apapun.
Sebaliknya walaupun Cia Siau hong adalah pedang sakti dari segala pedang, dewa pedang
dari segenap manusia toh dia tetap masih berupa seorang manusia.
Mengapa dia harus jeri terhadap seorang manusia biasa?
Tak bisa disangkal lagi, itulah rahasia hatinya.
Bila rahasia yang tertanam dalam hati seorang tak dapat di utarakan kepada manusia lain,
maka hal itu akan berubah menjadi suatu penderitaan, berubah menjadi suatu daya tekanan yang
berat.
Ting Peng tidak memperhatikan perubahan mimik wajahnya, kembali dia berkata:
"Benteng keluarga Siang terletak didekat perkampungan Sin kiam san-ceng, Siang Ceng tidak
datang mungkin disebabkan terpengaruh oleh kemampuan Cia Siau hong"
Dengan hambar dia melanjutkan.

"Cia sam sauya yang tiada tandingannya dikolong langit, tentu saja tak akan memandang
sebelah mata terhadap seorang bocah ingusan seperti aku"
Tampaknya Cing cing tak ingin membicarakan tentang manusia yang bernama Cia Siau hong,
dengan cepat dia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, tanyanya:
"Bagaimana dengan Thian It hui? Dia adalah macam apa pula?"
"Tahukah kau tentang seorang perempuan dalam dunia persilatan yang di namakan Kui im bu
siang hui nio cu (perempuan terbang bayangan setan tiada tandingan)?"
"Kau maksudkan Thian Peng?"
"Yaa, dialah yang dimaksudkan"
"Tentu saja aku tahu tentang dia, banyak sudah ceritera tentang dirinya yang pernah
kudengar""
Dalam dunia persilatan memang tersiar banyak sekali ceritera-ceritera tentang Thian Peng.
Dia adalah salah seorang diantara tiga perempuan paling cantik dalam dunia persilatan, tapi
juga merupakan salah satu diantara tiga perempuan paling menakutkan di dunia ini.
Kelihaian ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya bukan saja tiada perempuan lain yang bisa
menandinginya, bahkan jarang sekali ada kaum lelaki yang bisa menandinginya.
Dia sudah lama termasyhur, kalau dihitung sekarang, paling tidak ia telah berusia empat lima
puluh tahunan.
Tapi menurut orang yang belakangan ini pernah bersua muka dengannya, konon dia nampak
seperti baru berusia dua puluh tujuh delapan tahunan.
Ting Peng kembali berkata.
"Thian It hui adalah satu-satunya ahli waris dari Thian Peng, ada pula yang mengatakan kalau
dia adalah keponakannya, ada yang mengatakan dia adalah adik tongnya, bahkan ada yang
bilang dia adalah anak hasil hubungan gelapnya""
Setelah berhenti sebentar, dia melanjutkan:
"Tapi sebetulnya hubungan apakah yang terjalin diantara mereka, tak seorang manusiapun
yang tahu, semua orang hanya tahu ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Thian It hui memang
benar-benar merupakan warisannya. malah sekarang boleh dibilang sudah merupakan jagoan
kelas satu di dalam dunia persilatan"
"Apakah Thian It hui juga tinggal disekitar perkampungan Sin kiam san ceng.... "" tanya Cing
cing.
"Jejak Thian Peng sangat rahasia, siapapun tidak tahu apakah dia punya rumah atau tidak ?
Lebih-lebih tak ada yang tahu dia tinggal dimana, demikian pula hal nya dengan Thian It hui,
hanya belakangan ini dia selalu berdiam dalam sebuah rumah penginapan dekat perkampungan
Sin kiam san ceng, bahwa sekali tinggal paling tidak sudah mencapai setengah tahun lamanya."
"Mengapa dia harus tinggal di sana ?"

"Karena dia ingin menjadi menantunya perkampungan Sin kiam san-ceng. . . ."
Setelah tertawa, kembali lanjutnya:
"Oleh karena itu, bila Cia Siau hong tidak datang, tentu saja diapun tak akan datang"
"Aku rasa Cia Siau hong tak pernah beristri, dari mana dia bisa mempunyai anak gadis ?" "
Ting Peng segera tersenyum:
"Waaah... kalau soal ini mah merupakan urusan pribadinya, kau harus tahu, aku selamanya
tak pernah akan memperdulikan urusan pribadi orang lain"
Itulah prinsip hidupnya, juga merupakan kelebihan yang dimilikinya, dalam hal ini dari dulu
sampai sekarang tak pernah berubah.
Daun jendela berada dalam keadaan terbuka karena Cing-cing selalu tidak takut dingin.
Berdiri di depan jendela, tampak rembulan yang baru muncul di kaki langit serta kolam air di
tepi pagoda air tersebut.
Kini air di dalam telaga telah membeku menjadi es.
Lapisan salju yang licin memantulkan sinar rembulan dan cahaya lampu di sekelilingnya
membuat suasana di sana bagaikan sebuah cermin yang amat besar.
Dikala Ting Peng berjalan mendekati jendela, tiba-tiba dari balik cermin muncul sesosok
bayangan manusia.
Gerakan tubuh orang itu benar-benar terlalu cepat dengan ketajaman mata Ting Pengpun
ternyata tidak berhasil mengetahui darimanakah dia datangnya hanya nampak sesosok bayangan
manusia berwarna abu-abu berkelebat lewat tahu-tahu telaga salju selebar dua tiga puluh kaki
sudah dilampauinya.
Malam ini jago-jago yang berkumpul dalam perkampungan Wan gwat-san-ceng boleh dibilang
terdiri dari jago-jago kelas satu dalam ilmu pedang, ilmu golok, ilmu telapak tangan, ilmu senjata
rahasia maupun ilmu meringankan tubuh.
Tapi, kalau dilihat ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang ini, maka bisa diketahui bahwa
tak seorang manusia pun yang hadir di situ yang bisa menandinginya.
Ting Peng ingin memanggil Cing-cing datang untuk melihat hal tersebut, tapi belum sempat dia
berpaling, sebuah peristiwa yang membuatnya tak akan melupakan untuk selamanya telah
berlangsung di depan mata.
Tiba-tiba bayangan manusia itu terpotong menjadi dua bagian tepat diri arah tengah bagaikan
sebuah orang-orangan yang di papas dari tengahnya saja.
Di dalam pagoda air itu tersedia sebuah meja perjamuan, tamunya cuma sembilan orang tapi
yang melayani justru mencapai belasan orang lebih ....
Tapi yang bisa duduk di situ tentu saja merupakan jago-jago kelas wahid yang termasyhur
namanya di dalam dunia persilatan.

Orang yang duduk dikursi utama adalah seorang lelaki yang berperawakan tinggi besar
bersuara nyaring seperti genta, berwajah merah berambut putih, bila sedang minum arak seperti
ikan paus menghisap air dan daging yang dimakanpun potongan-potongan yang amat besar,
siapapun tak akan melihat kalau dia sudah berumur delapan sembilan puluh tahunan.
Semua orang mempersilahkannya duduk di kursi utama bukan disebabkan usianya Sudah
lanjut, sejak muda dulu, Tay-toahu-ong (Raja kampak golok besar) Beng Kay-san memang sudah
dihormati banyak orang.
Dua puluhan tahunan berselang ia sudah mencuci tangan dan mengundurkan diri, jarang
sekali dia berkelana didalam dunia persilatan.
Kali ini, Ting Peng dapat mengundang kehadirannya, semua orang menganggap wajah si tuan
rumah pasti tidak kecil.
Liu Yok-siong sedang menuangkan arak baginya.
Sekarang Liu Yok siong muncul sebagai muridnya tuan rumah, paras mukanya sama sekali
tidak berubah, dia bisa bercakap-cakap, bisa pula bergurau secara wajar, seakan-akan tak pernah
terjadi suatu musibah pun yang menimpa dirinya.
Mendadak Beng Kay san menepuk bahunya keras-keras, kemudian tertawa tergelak.
"Haaaahhh....haaahh. . . haaahhh ..., lote, aku sungguh merasa kagum kepadamu, betul-betul
merasa kagum, lelaki yang pandai mengikuti gelagat baru merupakan lelaki yang sejati"
Paras muka Liu Yok siong sedikitpun tidak berubah menjadi merah, Ia malah bisa menjawab
sambil tertawa:
""Akupun masih membutuhkan bantuan serta petunjuk dari cianpwe sekalian!"
""Sekarang kami telah berubah menjadi cianpwe mu?" sindir Han Tiok dingin.
Kembali Liu Yok siong tersenyum.
"Mulai sekarang akukan bersikap sebagai seorang manusia yang lain, semua teman guruku
merupakan cianpwe ku pula"
Beng kay san kembali tertawa terbahak-bahak .
"Haaahhh... haaahhh.... haaahhh..... haaah, bagus sekali ucapanmu itu, orang yang bisa
mengucapkan kata-kata seperti ini, di kemudian hari pasti akan berhasil dengan sukses.
Ang Bo tan menghela napas panjang, katanya pula:
"Ucapan dari Beng loyacu memang benar, sekarang bahkan akupun mau tak mau harus
merasa kagum kepadanya .."
"Cuma sayang. Tiba-tiba Han Tiok tertawa dingin dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya.
Ia tidak melanjutkan kata-katanya bukan dikarenakan dia tak ingin menyulitkan Liu Yok siong
lagi, sebaliknya karena secara tiba-tiba ia menyaksikan sesosok bayangan manusia.
Gerakan tubuh dari bayangan manusia itu benar-benar cepat sekali.

ooooo0ooooo
SEMUA jendela yang ada di sekeliling pagoda air itu dibangun secara terbuka di atas dinding,
sedang para jago dan orang gagah yang hadir ditempat itu rata-rata adalah mereka yang
bertenaga dalam amat sempurna, tentu saja mereka tidak takut dingin, apalagi setelah mereka
meneguk arak dalam jumlah yang banyak.
Diluar jendela adalah sebuah telaga salju, di atas salju mencorong sinar rembulan yang
sedang purnama.
Bayangan manusia itu muncul secara tiba-tiba, dalam waktu singkat telah berada di luar
jendela pagoda air itu.
Bukan cuma gerakan tubuhnya saja yang amat cepat, lagi pula gayanya juga indah sekali,
tampang orang itupun sangat menarik, perawakannya jangkung dengan wajah yang menarik,
cuma di bawah sinar rembulan paras mukanya kelihatan agak kehijau-hijauan,
Lim Siang him adalah seorang jago kawakan dalam dunia persilatan yang paling luas dalam
pergaulan, hampir semua jago kelas satu yang ada dalam dunia persilatan dikenal olehnya.
Tentu saja diapun kenal dengan orang ini, tentu saja Thian It hui dapat disebut sebagai
seorang jago kelas satu di dalam dunia persilatan karena kelihaian ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya boleh dibilang jauh lebih tinggi daripada ilmu meringankan tubuh yang dimiliki siapapun
di dunia ini.
Begitu bayangan manusia itu munculkan diri, Lim Siang him segera mengangkat cawan dan
tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh. . . . haaaahh. . . haaahh. . . yang datang terlambat harus di denda tiga cawan arak,
kau..." "
Mendadak suara tertawanya terhenti sampai di tengah jalan, seakan-akan tenggorokannya
secara tiba-tiba dipotong kutung oleh seseorang.
ooooo0ooooo
GOLOK TERCEPAT DI DUNIA
BULAN PURNAMA bersinar di angkasa, cahaya rembulan yang redup menyoroti wajah Thian
It hui..
Di bawah rambutnya, ditengah kening tiba-tiba muncul setitik butiran darah berwarna merah.
Baru saja butiran darah itu muncul, tahu-tahu sudah berubah menjadi sebuah garis yang
memanjang.
Darah segar segera menyembur keluar dari jidatnya, alis matanya, hidungnya, bibir, dagu terus
ke bawah sampai dibalik pakaiannya.
Garis yang semula amat tipis itu tiba-tiba saja berubah makin kasar, makin lama semakin
kasar, makin lama semakin membesar. . . . .

Tahu-tahu batok kepala Thian It hui pun mulai merekah menjadi dua mulai dari munculnya
setitik butiran darah tadi.
Menyusul kemudian tubuhnya pelan-pelan merekah mulai dari tengah, separuh yang ada di
sebelah kiri roboh ke sebelah kiri, sedang separuh yang ada di sebelah kanan roboh ke sebelah
kanan, darah segar secara berhamburan ke mana-nana.
Seorang manusia yang tadinya masih utuh, kini dalam waktu singkat telah terbelah menjadi
dua bagian
Tak ada yang bergerak, tak ada yang buka suara, bahkan napaspun turut terhenti, dalam
waktu singkat peluh dingin telah membasahi sekujur badan semua orang.
Walaupun semua yang hadir di sana adalah jago-jago kenamaan di dalam dunia persilatan,
seorang jago kawakan, tapi siapapun belum pernah menyaksikan kejadian seperti ini.
Dayang dan pelayan yang semula melayani tamunya di sekeliling ruangan, ada separuh
diantaranya telah pingsan karena ketakutan, ada separuh lagi yang terkencing-kencing dalam
celana.
Tiba-tiba saja seluruh pagoda air itu diliputi oleh bau busuk yang amat menusuk penciuman,
tapi tak seorang pun yang merasakan akan hal itu.
Entah berapa saat kemudian, Beng Kay san baru menyambar poci arak dan meneguk habis
sepoci arak penuh dalam perutnya, setelah itu sambil menghembuskan napas panjang dia baru
berkata:
"Benar-benar sebuah serangan golok yang sangat cepat!"
"Golok? Dimana ada golok?" Seru Lim Siang him.
"Beng Kay san sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan, setelah menghela napas
panjang kembali katanya:
"Sudah empat puluh tahun lamanya belum pernah kusaksikan golok yang bergerak secepat
ini".
Tiba-tiba Lam kiong Hoa su berkata pula:
"Golok yang demikian cepatnya hanya pernah kudengar dari cerita mendiang ayahku, belum
kusaksikan dengan mata kepala sendiri?"
"Aku yang sudah hidup selama delapan puluh tahun pun tak lebih hanya pernah melihat sekali
saja." kata Beng Kay san lagi.
Wajahnya yang merah telah memucat, setiap kerutan wajahnya seakan-akan bertambah
dalam, sedang sorot matanya memancarkan rasa ngeri dan takut yang amat dalam.
Tanpa terasa ia teringat kembali peristiwa yang pernah disaksikan dengan mata kepala sendiri
pada empat puluh tahun berselang.
Walaupun Raja kampak golok besar adalah seorang lelaki yang tidak takut langit tidak takut
bumi, tapi asal teringat akan peristiwa tersebut, ia akan segera merasakan jantungnya berdebar
keras dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

"Waktu itu usiaku belum setua sekarang, masih sering melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan, suatu hari aku lewat di jembatan panjang kota Poo Teng.
Waktu itu udarapun amat dingin seperti sekarang, di jembatan penuh bunga salju, orang yang
berlalu lalang sedikit sekali.
Tiba-tiba kusaksikan ada seorang sedang berlarian mendekat, dia lari seperti dikejar oleh
setan.
"Aku kenal dengan orang itu" katanya.
`Orang itupun merupakan seorang jago kenamaan pula didalam dunia persilatan, ilmu silat
yang dimilikinya lihay sekali, bahkan setiap orang menyebut Thi tan (peluru baja) kepadanya.
"Oleh karena itu aku benar-benar tidak habis mengerti, apa sebabnya ia bisa ketakutan seperti
itu? Siapakah yang sedang mengejarnya dari belakang?"
"Baru saja aku hendak bertanya, orang di belakang telah berhasil menyusulnya, cahaya golok
tampak berkelebat lewat, tahu-tahu sudah membacok lewat dari kepala temanku"
"Temanku sama sekali tidak roboh akibat dari bacokan itu, dia masih melarikan diri dengan
sepenuh tenaga.
"Jembatan panjang itu mencapai ratusan kaki lebih"
"Setibanya di ujung jembatan tersebut temanku baru secara tiba-tiba roboh dengan terbelah
menjadi empat bagian"
Ketika selesai mendengarkan kisah cerita yang mendebarkan sukma itu, semua orang
merasakan peluh dingin jatuh bercucuran membasahi sekujur tubuhnya.
Lim Siang him meneguk lagi beberapa cawan arak, kemudian baru berkata:
"Benarkah di dunia ini terdapat golok yang begitu cepat ?"
"Peristiwa itu kusaksikan dengan mata kepala sendiri" jawab Beng Kay san, "walaupun sudah
berlangsung empat puluh tahun lamanya, akan tetapi hingga kini, setiap kali kupejamkan mata,
peristiwa itu seakan-akan muncul kembali di depan mata, seakan-akan temanku itu muncul
kembali dan mati terbelah menjadi dua bagian"
Setelah berhenti sejenak, dengan sedih lanjutnya:
"Sungguh tak disangka, empat puluh tahun kemudian, peristiwa yang terjadi hari itu kembali
terulang."
"Siapakah orang yang telah membunuh temanmu itu ?" tanya Lim Siang him kemudian.
"Aku tak dapat melihatnya, aku hanya menyaksikan cahaya golok berkelebat lewat, orang itu
sudah lenyap dari pandangan mata."
"Siapakah temanmu itu ?" tanya Sun Hu-hou.
Aku hanya kenal dengan orangnya, sama sekali tidak kuketahui siapa nama aslinya!"

Dia adalah seorang lelaki berjiwa besar seorang yang jujur dan berterus terang, belum pernah
ia berbicara bohong.
Bila ia sedang berbohong setiap orang dapat menyaksikan akan hal itu.
Sekarang semu orang sudah tahu kalau dia tidak berbicara jujur, tentu saja dia tahu siapakah
orang yang membunuh temannya, tentu saja dia lebih-lebih tahu tentang nama temannya itu.
Tapi ia tak berani untuk mengutarakannya keluar.
Kejadian yang telah berlangsung pada empat puluh tahun berselang mengapa hingga kini tak
berani dia utarakan?
Mengapa diapun seperti temannya itu, merasa ketakutan setengah mati?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tentu saja tak ada orang yang berani menanyakan
kepadanya, tapi ada orang yang bertanya dengan cara yang lain.
"Menurut pendapatmu, apakah Thian It hui dan sahabatmu itu telah tewas di ujung golok yang
sama ?"
Beng Kay-san belum juga menjawab.
Dia telah menutup mulut rapat-rapat, seakan-akan telah bertekad tak akan buka suara lagi.
Sambil menghela napas panjang, Sun Hu hou berkata:
"Entah bagaimanapun juga, peristiwa itu sudah berlangsung empat puluh tahun berselang,
beberapa orang beberapa orang enghiongkah yang masih bisa hidup hingga kini semenjak empat
puluh tahun berselang?"
"Bukankah Beng loya-cu masih hidup ?" seru Lim Siang him.
"Beng Kay san saja masih hidup, tentu saja orang yang telah membunuh temannya
kemungkinan besar masih hidup pula.
Tapi, siapa gerangan orang itu.
Semua orang berharap mengemukakannya keluar, setiap orang sedang memandang ke
arahnya, berharap ia bersedia untuk buka suara.
Tapi apa yang kemudian mereka dengar adalah suara dari seseorang yang lain, suara itu
merdu dan enak didengar seperti suara anak perempuan.
Tiba-tiba ia berseru:
"Beng Kay-san, ambilkan secawan arak bagiku!"
Tahun ini Beng Kay san berusia delapan puluh tujuh tahun, sejak berusia tujuh belas tahun ia
sudah berkelana dalam dunia persilatan, kapak raksasa yang berat mencapai enam puluh tiga kati
itu jarang menjumpai musuh tandingan.
Kampak adalah benda yang berat dan berat, perubahan jurus serangannya sulit untuk
bergerak secara lincah, orang persilatan yang mempergunakan kampak memang tidak banyak
jumlahnya.

Tapi, bila seseorang dapat disebut sebagai Raja kampak oleh setiap orang jelas hal ini bukan
sesuatu yang mudah.
Selama puluhan tahun terakhir ini, mungkin hanya orang lain yang mengambilkan arak
baginya, tidak banyak lagi jumlah orang yang mengharuskan dialah yang mengambilkan arak
baginya.
Tapi sekarang, ternyata ada orang yang menyuruhnya mengambilkan arak, bahkan orang
yang menyuruhnya mengambilkan arak adalah seorang bocah perempuan.
Lim Siang him berdiri tepat di hadapan Beng Kay san, setiap perubahan mimik wajah Beng
Kay san dapat dilihat olehnya dengan amat jelas.
Tiba-tiba saja dia menemukan paras muka Bang Kay san berubah hebat, wajah yang
sebenarnya merah membara, mendadak berubah menjadi dingin sedingin salju, di luar wajahnya
berubah menjadi pucat pias seperti mayat, bahkan sorot matanya menampilkan perasaan yang
amat takut.
Dia tidak menjadi marah ketika bocah perempuan itu memerintahkan kepadanya untuk
mengambilkan arak, sebaliknya malahan memperlihatkan rasa ketakutan yang luar biasa.
Tak tahan lagi Lim Siang him berpaling, mengikuti sorot matanya itu, ia menyaksikan seorang
nenek telah berdiri angker di situ.
Dalam pagoda air tersebut sama sekali tiada bocah perempuan, yang ada hanyalah seorang
nenek yang hitam, mana kurus, kecil lagi sedang berdiri disamping seorang kakek yang hitam,
kurus dan kecil pula.
Kedua orang itu mengenakan baju kasar berwarna hijau yang warnanya sudah luntur, berdiri di
sana ternyata perawakan tubuhnya tidak lebih tinggi dari orang-orang yang sedang duduk di
bangku, sepintas lalu mereka tampak seperti sepasang suami istri tua yang baru datang dari
dusun, sedikitpun tiada sesuatu yang luar biasa.
Yang lebih aneh lagi adalah begitu banyak orang yang berada dalam pagoda air itu, bahkan
mereka semua adalah jago-jago kawakan dari dunia persilatan yang berilmu tinggi, akan tetapi tak
seorangpun yang melihat jelas dari manakah mereka datang?
Menunggu si nenek itu sudah bersuara, semua orang baru terperanjat.
Dia tampak jauh lebih tua daripada Beng Kay san tapi suara pembicaraannya justru
menyerupai bocah perempuan.
Tadi dia juga yang menceritakan Beng Kay san untuk ambilkan arak, dan kini dia telah
mengulangi kembali perkataan tersebut,
Kali ini sebelum perkataannya selesai diucapkan, Beng Kay san telah menuangkan arak ke
dalam cawan, disekanya cawan itu bersih-bersih dengan secarik kain, kemudian baru dipenuhi
dengan arak dan dipersembahkan kehadapan nenek tersebut dengan sikap yang menghormat
sekali.
Nenek itu segera memicingkan matanya, setelah memandang ke arahnya sekejap, ia
menghela napas pelan.

Sudah lama kita tak bersua, kaupun sudah nampak tua"
"Benar!" jawab Beng Kay san lirih.
"Konon bila seseorang menanjak tua, maka diapun berubah menjadi banyak mulut."
Tangan Beng Kay san mulai gemetar keras, gemetar sedemikian kerasnya sehingga isi dalam
cawan muncrat kesana-kemari.
"Konon bila seseorang berubah menjadi banyak mulut, maka jaraknya dengan kematian akan
semakin dekat" lanjut si nenek itu lebih jauh.
"Aku tidak berkata apa-apa, benar-benar tak berkata apa-apa!"
"Sekalipun kau tidak berkata apa-apa, sekarang semua orang yang berada di sini telah
menduga bahwa kami adalah orang yang telah kau jumpai di luar kota Poo teng pada empat puluh
tahun berselang"
Setelah menghela napas panjang, terusnya:
"Tiada orang tolol yang berada di sini, bila mereka dapat menduga ke situ, tentu saja
merekapun akan menduga kalau bocah she Thian itupun sudah tewas di ujung golokku pula."
Apa yang dia katakan memang benar, ditempat ini memang tak ada orang bodoh, setiap orang
serentak dapat berpikir sampai ke situ.
Cuma saja semua orang masih tidak percaya, apakah dua orang kakek dan nenek yang ceking
mana kecil lagi, bisa mempergunakan golok dengan kecepatan yang luar biasa.
Akan tetapi penampilan mimik wajah Beng Kay san membuat mereka mau tak mau harus
mempercayainya. .
Ia benar-benar ketakutan, sedemikian takutnya sehingga sekujur badannya menjadi lemas,
cawan arak dalam genggamannya kosong, arak dalam cawan telah membasahi seluruh tubuhnya.
Tiba-tiba nenek itu bertanya:
"Tahun ini kau sudah berusia delapan puluh tahun lebih bukan?"
Beng Kay san gemetar keras, sepasang giginya saling beradu keras, setelah bersusah payah
akhirnya dia berhasil juga mengutarakan sepatah kata.
"Benar !"
"Kau bisa hidup sampai delapan puluh tahun lebih, kendatipun harus mati juga tidak menyesal,
buat apa kau musti mencelakakan pula orang-orang lainnya?"
"Aku .... aku tidak'""
"Kau jelas mengetahui, bila ada seorang saja yang bisa menebak asal usul kami, maka dia tak
akan kami biarkan hidup terus, bukankah tindakanmu tadi sama halnya dengan mencelakai
orang?"
Perkataan tersebut diucapkan dengan santai seakan-akan semua orang yang berada didalam
ruangan itu hanya barang rongsokan yang tak berguna, sepertinya jika ia menginginkan nyawa

orang-orang itu, maka hal tersebut dapat dilakukan jauh lebih mudah daripada menggencet mati
seekor semut.
"Orang edan" tiba-tiba Ciong Tian tertawa dingin.
Selamanya dia jarang berbicara, kalau dapat menggunakan dua patah kata untuk
menggunakan dua patah kata untuk mengutarakan suara hatinya, dia takkan mempergunakan tiga
patah kata.
"Kau maksudkan di sini ada orang edan ?" tanya si nenek.
"Ehmm!."
"Siapa yang sudah edan?"
"Kau !"
Tiba-tiba Ang Bo tan tertawa tergelak.
"Haaahhh .... haaahh.... haaahh. . . betul, perkataanmu itu memang betul, bila nenek ini belum
edan, masa dia mengucapkan kata-kata semacam itu?" "
"Betul!" seru Sun Hu hou pula sambil tiba-tiba menggebrak meja keras-keras.
Lim Siang him ikut tertawa tergelak pula.
"Haaahhh... haaahh .... haaahh. .. dia ingin membuat kita semua mampus di sini? Dia mengira
kami adalah manusia apa?".
"Dia mengira dia sendiri manusia apa?" Han Tiok berseru pula dengan suara dingin.
Tiba-tiba Lam kiong Hoa su menghela napas panjang.
"Aaai ..! kalian tidak seharusnya berkata demikian.
"Mengapa ?".
"Dengan kedudukan kalian didalam dunia persilatan mengapa meski ribut dan mencari urusan
dengan seorang nenek edan?"
Ucapan demi ucapan diutarakan tiada hentinya, pada hakekatnya mereka tak memandang
sebelah matapun terhadap suami istri berdua itu.
Anehnya nenek itu ternyata tidak marah bahkan Beng Kay sanpun memperlihatkan wajah
gembira.
Hanya orang-orang yang tidak mengenal suami istri berdua itu saja yang berani bersikap
kurang ajar terhadap mereka.
Oleh karena semua orang tak ada yang kenal dengan mereka, maka semua orang baru ada
harapan untuk hidup.
Akhirnya, nenek itu menghela napas panjang.

"Aaai.... tua bangka kami sering berkata, makin sedikit yang diketahui seseorang makin
panjang umurnya, aku lihat perkataannya itu memang masuk diakal.
Kakek itu, sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun, bahkan paras mukanya juga tidak
menunjukkan perubahan apa-apa.
Mungkin hal ini disebabkan karena apa yang hendak dikatakan olehnya telah diucapkan oleh
nenek tersebut,
"Kalau toh kalian tak ada yang kenal denganku, akupun enggan pula untuk ribut dengan
kalian"
Tiba-tiba Liu Yok Siong tertawa, ujarnya:
"Bagaimanapun juga kalian berdua telah datang kemari, mengapa tidak duduk dulu dan minum
arak?"
"Hmmm .. tempat macam apakah ini! memangnya pantas buat aku si orang tua untuk duduk
minum arak?" jengek si nenek sambil tertawa dingin.
"Kalau toh tempat ini tidak cocok buat kalian berdua untuk minum arak, mengapa kalian
berdua datang kemari ?"
"Kami datang untuk mencari orang"
"Mencari orang? Siapa yang hendak dicari?"
"Seorang manusia she Sang yang bernama Sang Ceng, serta seorang budak cilik she Cia"
Menyinggung tentang kedua orang itu, wajahnya segera menunjukkan perasaan gusar.
"Asal kalian serahkan kedua orang itu kepadaku, sekalipun kau berlutut sambil memohon
kepadaku akupun tak ingin berada lebih lama lagi di sini"
"Ada urusan apa kalian berdua hendak mencari mereka?"
"Akupun tak ingin berbuat apa-apa, aku hanya inginkan mereka hidup beberapa tahun lagi!"
Kemudian dengan mata memancarkan rasa gusar dan benci dia melanjutkan lebih jauh:
"Aku menginginkan agar mereka mau mati pun tak dapat mati"
"Budak yang ada di sini tidak sedikit jumlahnya, yang she Cia pun ada beberapa orang bahkan
akupun kenal dengan orang she Sang tersebut!"
""Sekarang dia ada dimana?"
"Aku tidak tahu !"
Kakek yang selama ini tidak berbicara mendadak berkata:
"Aku tahu!"

"Sejak kapan kau tahunya"
"Tadi"
"Dimana?"
"Di sini!"
Sun Hu-hou tak kuasa menahan diri, serunya dengan cepat:
"Kau mengatakan Sang Ceng berada di sini?", pelan-pelan kakek itu mengangguk, paras
mukanya masih tidak memperlihatkan perubahan apa-apa.
"Mengapa kami tidak melihat dia!"
Kakek itu sudah menutup mulutnya rapat-rapat, sepatah katapun ia tidak berbicara lagi.
Setelah lo-tau-cu kami mengatakan dia pasti berada di sini, apa yang dikatakan loa tau cu
kami selamanya tak pernah salah"
"Apakah kali inipun tak bakal salah?"
"Yaa, kali ini pun tak bakal salah"
Sun Hu-hou segera menghela napas panjang. "Aaaai.... bila kalian dapat menemukan San
Ceng ditempat ini, maka aku..."
"Kau hendak kemana?" tukas si nenek.
"Aku akan...."
Belum habis dia menyelesaikan kata-katanya, mendadak Lim Siang him melompat ke depan
dan menutupi mulutnya.
Sambil tertawa dingin si nenek itu berseru:
"San Ceng, bahkan orang inipun telah berhasil melihat kau, mengapa kau tidak cepat-cepat
menggelinding keluar?"
Terdengar seseorang berseru sambil tertawa dingin:
"Kalau hanya mengandalkan ketajaman matanya sudah dapat menemukan aku, kejadian ini
baru aneh namanya"
ooo0ooo
SEHARUSNYA San Ceng sudah datang ke sana, bila ia telah datang, tentu saja akan
dipersilahkan masuk ke dalam pagoda air ini.
Tapi jelas hingga sekarang ia masih belum pernah menampakkan diri.
Anehnya, suara pembicaraan orang itu justru suara dari San Ceng ....
Sudah jelas semua orang dapat mendengar suaranya, tapi justru tak ada yang melihat
orangnya.

Walaupun pagoda air itu tak bisa dibilang kecil, tapi tak bisa dikatakan pula amat besar, tapi di
manakah orang itu menyembunyikan diri?
Dia selalu berada dalam pagoda air itu, berada di depan mata orang-orang itu, sedang orangorang
yang berada di sana bukan orang buta semua, tapi anehnya justru mereka tak ada yang
melihat dirinya.
Sebab siapapun tak ada yang menyangka kalau Ngo-heng poocu yang berkedudukan
terhormat dalam dunia persilatan, ternyata telah berubah menjadi begini rupa.
ooooo0ooooo
WALET BAJA TERBANG
TAMU yang berada dalam pagoda air itu berjumlah sembilan orang, sebaliknya pelayan dan
dayang yang melayani mereka berjumlah dua belas orang, enam lelaki dan enam perempuan.
Yang lelaki memakai baju hijau kaos putih, sedangkan yang perempuan mengenakan gaun
pendek. setiap orang tampak amat bersih, teratur dan amat tenang, seperti barang-barang antik
yang mudah pecah.
Tak bisa disangkal lagi mereka semua adalah orang-orang yang dipilih melalui seleksi yang
seksama, atau tegasnya untuk menjadi babu atau kacung di dalam keluarga yang kaya rasa ini
bukanlah suatu pekerjaan yang gampang.
Tapi entah bagaimanapun disiplin dan ketatnya pendidikan yang pernah mereka terima, bila
secara tiba-tiba menyaksikan ada seorang "hidup" yang mendadak tubuhnya terbelah menjadi
dua, mereka toh akan dibuat ketakutan juga.
Dari dua belas orang yang berada di situ, paling tidak ada separuh diantaranya yang sudah
dibuat ketakutan sampai lemas kakinya dan tergeletak di tanah tanpa sanggup untuk bangkit
berdiri kembali.
Tiada orang yang menegur mereka, juga tiada orang yang memperhatikan mereka, bahkan
memandang sekejap ke arah mereka pun tidak.
Dalam pagoda air ini, kedudukan mereka tidak lebih penting daripada seekor ikan gurame
yang dimasak Ang sio.
0leh karena itu mereka tidak berhasil melihat San Ceng.
San Ceng adalah seorang yang selalu memandang tinggi kedudukan sendiri, gayanya sok dan
siapapun tak akan menyangka kalau dia akan menurunkan derajat sendiri dengan mencampur
baurkan diri diantara para pelayan, bahkan menggeletak di tanah lagi pura-pura mati.
Sayang sekali ia sudah tak dapat melanjutkan sandiwaranya lagi, terpaksa ia harus bangkit
berdiri, mengenakan pakaian berwarna hijau dengan kaos putih yang selama hidup tak pernah
dikenakannya dengan wajah hijau membesi.
Sekarang semua orang baru melihat jelas, rupanya dia mengenakan sebuah topeng kulit
manusia yang terbuat amat sempurna.
Lim Siang him sengaja menghela napas panjang, lalu katanya:

"Apa yang dikatakan Sang poocu memang benar, dengan ketajaman mataku aku benar-benar
tak dapat melihat kalau dia adalah Sang poocu, kalau tidak masa aku berani merepotkan Sang
poocu untuk mengambilkan arak untuk diriku."
"Dia tas wajah Sang poocu mengenakan sebuah topeng kulit manusia yang dibuat oleh Jit kiau
tongcu, tentu saja dengan mata telanjang tak mungkin kita bisa menemukannya" sambung
Lamkiong Hoa su.
"Konon kulit manusia itu merupakan sebuah benda yang sangat berharga di dalam dunia
persilatan waktu lalu"" ucap Bwee toa lojin pula: ""yang masih tersisa dalam dunia persilatan
sudah tidak banyak lagi jumlahnya, konon paling banter cuma ada tiga empat lembar saja."
"Hmm, sungguh tak disangka Sang poocu yang selamanya terbuka dan gagah perkasa,
ternyata menyimpan pula selembar topeng tersebut ... ." sambung Han Tiok.
"Orang yang jujur dan terbuka, menganggap tak boleh mempunyai topeng semacam ini,
mengapa harus menyimpannya secara diam-diam" seru Bwee Hoa cepat.
"Masa kau lupa, topeng kulit manusia semacam ini terbuat dari apa ?"
"Konon kalau tak salah terbuat dari kulit pantat orang mati" ucap Lim Siang him.
"Tidak benar, tidak benar" teriak Bwe-hoa sambil menggoyangkan kepalanya berulang kali,
"dengan kedudukan Sang poocu dalam dunia persilatan, masa ia mau mengenakan kulit pantat
orang mati di atas wajahnya? sudah pasti kau sudah salah mendengar""
Begitulah, beberapa orang itu saling menyindir dan saling berseru, isinya hanya cemoohan dan
ejekan belaka.
Akhirnya Sang Ceng buka suara juga, dia berkata:
"Sudah selesaikan perkataan kalian semua?."
"Belum" sahut Lim Siang him, "masih ada satu hal yang tidak jelas bagiku"
"Persoalan apa?"
"Hari ini adalah pesta besar yang diselenggarakan tuan rumah perkampungan ini untuk
segenap umat persilatan di dunia, beratus meja perjamuan telah disediakan, semakin banyak
orang semakin gampang untuk menyembunyikan diri, mengapa kau tidak pergi ke tempat yang
banyak orangnya, tapi justru datang kemari? "
"Sebab aku mengira kalian adalah temanku, sekalipun jejakku ketahuan, kalian sebagai
pendekar-pendekar lurus dari golongan putih, tak akan membiarkan aku mati ditangan ibis sesat
dari golongan hitam"
Mendadak Sun Hu hou melompat bangun, lalu bentaknya keras-keras.
""Seorang iblis sesat dari golongan hitam? Siapakah yang termasuk iblis sesat dari golongan
hitam?"
Sang Ceng tertawa dingin.
"Apakah kalian benar-benar tidak tahu kalau kedua orang ini adalah ....." "

Ia tidak melanjutkan kata-katanya sebab dia tak sanggup melanjutkan perkataannya, dalam
waktu singkat ada dua tiga puluh titik cahaya tajam yang menghajar ke arahnya, semuanya
mengancam bagian-bagian mematikan di tubuhnya.
Orang pertama yang melancarkan serangan paling dulu adalah Lim Siang him.
Sun Hu hou, Ciong Tian, Bwe Hoa, Han Tiok dan Lam kiong Hoa supun tidak lebih lambat
daripada gerakannya.
Orang itu berasal dari perguruan kenamaan, jarang sekali ada umat persilatan yang
mengetahui kalau merekapun pandai mempergunakan senjata rahasia.
Sebab dihari-hari biasa mereka selalu mengatakan kalau senjata rahasia adalah benda kaum
sesat, selalu memandang rendah orang-orang yang ternama karena mengandalkan senjata
rahasia.
Tapi sekarang, senjata rahasia mereka telah dipergunakan, bukan saja dilancarkan dengan
kecepatan luar biasa, bahkan keji dan luar biasa hebatnya, entah dalam bagian manapun mereka
tak akan lebih kurang dari orang-orang yang mereka anggap rendah dihari-hari biasa.
Jelas mereka telah bertekad tak akan membiarkan Sang Ceng menyelesaikan kata-katanya
dalam keadaan hidup, setiap orang telah mempersiapkan senjata rahasia dalam tangannya,
kemudian secara tiba-tiba melancarkan serangan berbareng.
Bagaimana mungkin Sang Ceng dapat menduga kalau mereka bakal turun tangan bersama
secara tiba-tiba? Bagaimana mungkin ia dapat meloloskan diri dari ancaman tersebut?
Bahkan dia sendiripun beranggapan bahwa dia bakal mati, sebab diapun tidak menyangka
kalau ada orang yang akan turun tangan menyelamatkan jiwanya.
Mendadak tampak cahaya golok berkelebat lewat.
Cahaya golok yang berwarna perak berkelebat lewat ditengah udara, dua puluh tujuh macam
senjata rahasia terdiri dari pelbagai macam itu telah jatuh berserakan di atas tanah dalam jumlah
lima puluh empat batang, sebab setiap macam senjata itu telah terpapas kutung menjadi dua
bagian oleh ayunan golok tersebut.
Diantara dua puluh tujuh macam senjata rahasia itu terdapat teratai baja, jarum bunga bwee,
ada peluru emas, ada pisau penembus tulang, ada yang berbentuk persegi ada yang berbentuk
bulat, ada yang lancip ada pula yang berbentuk lonjong, ada yang besar ada pula yang kecil,
setiap macam senjata rahasia tersebut semuanya patah persis ditengah-tengah.
Sungguh suatu gerak serangan yang amat cepat dan amat tepat!
ooo0ooo
CAHAYA golok berkelebat lewat, tahu-tahu lenyap tak berbekas.
Paras muka kakek itu masih tetap tenang tanpa perubahan apapun, sebaliknya dari balik mata
nenek itu memancarkan cahaya berkilat seperti cahaya golok yang berkelebat lewat tadi.
Tapi ditangan mereka berdua tak ada yang memegang golok.

Cahaya golok tadi berasal dari mana? Mengapa tahu-tahu lenyap tak berbekas? Ternyata tak
seorang manusiapun yang melihatnya.
Paras muka setiap orang berubah hebat.
Mendadak Sang Ceng mendongakkan, kepalanya dan menghela napas panjang.
"Aaaai ... rekan persilatan yang selama dua puluh tahun saling menghormat dan saling
menolong, ternyata "dalam sekali serangan ingin merenggut selembar jiwaku, aaai .... siapakah
yang akan menduga sampai ke situ ?"
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba sambil tertawa dingin katanya lagi:
"Tapi sudah seharusnya aku berpikir sampai ke sana, sebab apa yang kulihat jauh lebih
banyak dari pada kalian"
"Mengapa yang kau lihat jauh lebih banyak dari pada kami?" tanya si nenek.
"Sebab sejak tadi aku tergeletak di atas tanah, bahkan apa yang terjadi di bawah meja pun
dapat kulihat jelas"
"Apa yang telah kau lihat?"
"Sewaktu mereka sedang memaki kau sebagai orang edan tadi, tangan mereka yang berada
di bawah meja secara diam-diam salting menarik baju lawan dan memberi tanda rahasia, bahkan
ada sementara tangan yang gemetar keras ......."
"Lanjutkan."
"Tentu saja hal ini dikarenakan mereka sudah menduga siapakah kalian, tapi mereka tak boleh
membiarkan kau tahu akan hal ini"
"Yaa. sebab bila ada seorang diantara mereka yang bisa menduga asal usulku maka jangan
harap ada yang bisa berlalu dari sini dalam keadaan hidup!"
"Itulah sebabnya terpaksa mereka harus bersandiwara di hadapanmu, agar kau mengira
mereka sama sekali tak tahu siapakah kau, kalau tidak, masa mereka berani bersikap kurang ajar
kepadamu?.
"Heeehhh. . . heeehhh. . . heehhh . . . ternyata di sini memang benar-benar tak ada yang tolol"
ujar si nenek sambil tertawa dingin.
"Sungguh tak disangka aku memang benar-benar berada di sini dan yang lebih tidak
beruntung lagi mereka justru adalah sahabatku......"
"Hmmm.. setelah mereka tahu akan asal usulku, tentu saja mereka tak akan menganggap kau
sebagai teman lagi"
""Itulah mereka harus mencemooh, mengejek dan menyindir ku, pertanda kalau mereka tidak
memandang tinggi diriku, bila ada orang hendak membunuh aku. Merekapun tak akan
mencampuri urusanku"
"Sayang sekali aku justru belum terlalu terburu napsu untuk turun tangan merenggut jiwamu""

"Kini aku belum mati, aku masih bisa berbicara tentu saja setiap saat aku dapat mengutarakan
asal usul kalian kepada mereka."
"Nenek itu mengangguk.
"Benar, asal kau mengutarakan hal itu, berarti merekapun harus mengiringi kematianmu"
"Sekarang terbukti sudah kalau mereka tidak menganggap teman kepadaku, tentu saja akupun
tak akan membiarkan mereka memperoleh kebaikan apa-apa.... ."
Mereka pasti sudah menduga akan hal itu, mereka semua toh bukan orang tolol"
`Tapi mereka sama sekali tidak mengira kalau kau telah turun tangan menyelamatkan jiwaku"
"Mungkin merekapun tak akan menyangka kalau aku dapat menyelamatkan jiwamu," sambung
si nenek dingin.
Dalam dunia ini memang tidak ada beberapa orang yang bisa merontokkan dua puluh tujuh
macam senjata rahasia di dalam sekali bacokan.
"Tadi Lim Siang him menutupi mulut Sun Hu-hou bukan lantaran dia sudah melihat kalau aku
berada di sini" kata Sang Ceng
"Yaa dia telah menduga siapa gerangan lo-tau cu kami ini" si nenek ini manggut-manggut.
"Tentu saja dia juga tahu kalau dalam hidupnya Thi tianglo tak pernah mengucapkan kata-kata
yang tidak meyakinkan atau melakukan perbuatan yang tidak meyakinkan"
"Ehmm, memang jarang sekali ada orang yang tidak mengetahui watak dari lo-tau cu kami itu"
"Itulah sebabnya mereka lebih-lebih tak akan membiarkan aku memberitahu kepada mereka
kalau kakek ini adalah salah satu di antara empat toa tianglo dari Mo kau, jago golok paling cepat
dikolong langit pada empat puluh tahun berselang"
Ternyata dia mengutarakan juga hal ini.
Belum habis dia berkata Han Tiok sudah melompat ke udara dan melesat pergi dari situ
dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya.
Syarat utama dalam ilmu meringankan tubuh adalah "enteng"" dengan tubuh yang enteng
gerakan baru bisa cepat bagaikan kilat.
Tubuh Han Tiok kurus kering bagaikan bambu, lagi pula amat pendek dan kecil.
Sudah dapat dipastikan Han Tiok jauh lebih "enteng" "daripada kebanyakan orang lain.
Han Tiok boleh dibilang merupakan salah satu diantara sepuluh orang jago yang paling bagus
ilmu meringankan tubuhnya dalam dunia persilatan"
Sewaktu dia meleset ke luar tadi, tak ada orang yang menghalanginya, juga tak ada yang bisa
menghalanginya, yang nampak cahaya golok yang berkelebat lewat.
Tatkala cahaya golok itu berkelebat lewat, tubuhnya masih melesat ke depan, dalam waktu
singkat dia sudah melewati telaga salju tersebut.

Rembulan yang purnama masih ada di langit.
Di langit ada rembulan, di atas telaga juga ada rembulan.
Di antara kilauan cahaya dari langit dan pantulan dari bumi, semua orang dapat melihat jelas
tubuhnya yang kurus kecil itu dengan cepat dan enteng telah melesat ke depan menyeberangi
telaga salju itu.
Semua orangpun dapat melihat jelas, secara tiba-tiba tubuhnya terbelah persis dari tengah
menjadi dua bagian.
ooooo0ooooo
TIADA orang yang berani bergerak lagi.
Han Tiok adalah orang pertama yang melesat ke depan, orang lain pun turut menghimpun
tenaga dan bersiap melompat pula ke luar.
Tapi sekarang, hawa murni yang baru saja mereka himpun, secara tiba-tiba berubah menjadi
peluh dingin.
Cahaya golok kembali berkelebat lalu lenyap.
Tapi kali ini semua orang dapat melihat jelas, cahaya golok itu muncul dari balik ujung baju si
kakek itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun.
Ujung bajunya itu sangat lebar, amat besar dan panjang.
Cahaya golok berwarna putih perak yang meluncur keluar dari balik ujung bajunya tadi, kini
seakan-akan tertinggal dibalik mata nenek tersebut ....
"Kau keliru" tiba-tiba nenek itu berkata.
"Dia memang keliru"" sahut Sang Ceng, "dia seharusnya tahu kalau tiada orang yang dapat
meloloskan diri dari ujung golok si burung walet"
"Kaupun keliru" ucap si nenek.
"Oya? "
"Kaupun seharusnya pernah mendengar akan sepatah kata"
"Kata apa?"
"Burung walet terbang berpasangan, jantan betina burung walet baja, sekali bacok tengah
membelah, kiri kanan berjumpa kembali"
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan:
"Maksud dari perkataan itu adalah bacokan kami selalu datangnya dari tengah, bagian kanan
pun akan segera berpisah" ..
"Ucapan itu tidak terlalu bagus, tapi aku memang pernah mendengarnya .."

"Kalau kata-kata seperti ini pernah kau dengar, tentunya kau juga harus tahu, diantara empat
tianglo dari Mo-kau, hanya walet baja yang terdiri dari dua orang"
Kemudian ia melanjutkan:
"Walaupun bacokan golok lo tau cu kami cepat, akupun harus turut turun tangan pula, dengan
demikian kelihaiannya baru dapat terlihat jelas....."
"Ucapan ini memang pernah kudengar"
Tapi, sekalipun kami berdua telah turun tangan bersama, Yan cu siang hui (burung walet
terbang berpasangan) masih belum bisa dianggap sebagai golok tercepat di dunia ini"
"Belum bisa dianggap?" .
"Yaa, belum bisa dianggap"
Sang Ceng segera menghela napas panjang.
"Aaaai, tapi golok kalian boleh dibilang sudah cukup cepat ....!" katanya.
"Kau menganggap golok kami sudah cukup cepat karena kau belum pernah melihat golok
yang benar-benar tercepat di dunia ini!"
Mendadak wajahnya menunjukkan suatu perubahan yang aneh sekali:
"Golok itu adalah sebilah golok berbentuk melengkung seperti bulan sabit ...."
Si kakek yang jarang bersuara itu mendadak menusuk ucapannya dengan berseru dingin:
"Kaupun sudah tua!"
Jarang ada perempuan yang mau mengakui dirinya sudah tua!, tapi kali ini ternyata dia
mengakuinya dengan segera:
"Yaa, aku memang sudah tua, aku benar-benar sudah tua, kalau tidak mengapa aku bisa
berubah menjadi banyak mulut"
Mimik wajahnya masih tampak sangat aneh, entah karena menaruh hormat atau benci? atau
kagum? Atau marah?
Beberapa macam hal tersebut sebenarnya tak mungkin bisa tampak di atas wajah satu orang.
Tapi terhadap golok berbentuk lengkung macam bulan sabit ini, justru mempunyai beberapa
macam perasaan yang tak sama.
Golok lengkung itu, apa seperti golok lengkung dari Cing cing?
Pertanyaan ini sudah tak ada orang yang dapat menjawab lagi, sebab nenek itu sudah
mengalihkan kembali pokok persoalannya ke masalah yang lain.
Tiba-tiba ia bertanya kepada Sang Ceng:
"Dapatkah aku membunuhmu dalam sekali bacokan?..."

"Dapat !"
Sang Ceng bukanlah seseorang yang rela menyerah kalah dengan begitu saja, akan tetapi kali
ini dia telah mengakuinya.
Nenek itu segera menghela napas panjang, katanya lagi:
"Kau sama sekali bukan seseorang yang menarik, dihari-hari biasa gerak gerikmu bukan saja
menganggap dirinya luar biasa, bahkan kaupun berbuat agar orang lain menganggap kau luar
biasa."
Ternyata Sang Ceng mengakui akan hal ini.
Ilmu pedang Ngo heng kiam hoat yang kau miliki sama sekali tak ada gunanya, kehidupan di
dunia ini terhadap orang lainpun sama sekali tak ada kegunaannya" sambung si nenek itu. .
Sang Ceng sama sekali tidak membantah:
"Tapi kau masih mempunyai sebuah kebaikan," kata si nenek itu lagi, "paling tidak kau jauh
lebih baik daripada manusia-manusia munafik yang menganggap dirinya luar biasa, sebab apa
yang kau ucapkan adalah kata-kata yang sejujurnya."
Terhadap perkataan ini, tentu saja Sang Ceng semakin tak akan membantah.
"Oleh sebab itu aku tak ingin membunuhmu" sambung si nenek, asal kau serahkan budak cilik
itu kepadaku, maka akupun akan segera melepaskan kau pergi!"
Sang Ceng termenung sampai lama sekali, tiba-tiba dia berkata:
"Bolehkah kubicarakan dulu beberapa hal dengan mereka?"
"Mereka siapa?"
"Mereka adalah orang-orang yang dahulu ku anggap sebagai teman-temanku ini?"
"Sekarang kau sudah tahu mereka adalah teman-teman macam apa, mesti buat berbicara apa
lagi dengan mereka?"
"Aku hanya ingin mengucapkan sepatah kata saja.
Sebelum si nenek menjawab, kali ini kakek itu sudah mendahului:
"Biarkan dia berbicara"
Orang yang jarang berbicara biasanya setiap ucapan yang diutarakan olehnya selalu lebih
berbobot.
"Kakek tua kami sudah mengijinkan kau untuk berbicara, siapa lagi yang bisa melarangmu
untuk berbicara?" kata si nenek.
Setelah menghela napas, terusnya:
"Sekalipun saat ini kau tak ingin berbicarapun, mungkin sudah tidak mungkin lagi".

Maka Sang Ceng pun membisikkan sesuatu di sisi telinga lima orang, mereka adalah Sun Hu
hou, Lim Siang him, Bwee Hoa, Ciong Tian serta Lamkiong Hoa su.
Hanya Beng Kay san dan Liu Yok siong yang tidak masuk dalam bilangan.
Tak ada yang tahu apa yang telah dia katakan, tapi semua orang yang mendengar perkataan
itu paras mukanya segera berubah hebat, berubah menjadi lebih menakutkan daripada tadi.
Apa yang sebenarnya dia bisikkan kepada kelima orang "teman" nya itu?
Suatu tanda tanya besar.
ooo0ooo
GOLOK SETAN
SAMBIL memicingkan mata, nenek itu memperhatikan mereka, agaknya diapun tak dapat
menebak apa yang telah dibisikkan Sang Ceng di sisi telinga mereka.
Hingga berusia tiga puluh tahun, Thi yan hujin (Nyonya burung walet baja) masih termasyhur
sebagai perempuan cantik dalam dunia persilatan, terutama sekali sepasang matanya yang
sanggup membetot sukma.
Bila pada empat puluh tahun berselang ia memandang seorang lelaki dengan pandangan
demikian, entah apapun yang dia minta, lelaki tersebut pasti akan memenuhi semua keinginannya,
sayang sekali kini dia sudah meningkat tua.
Semua orang telah menutup mulutnya rapat-rapat, seakan-akan sudah mengambil keputusan
tak akan mengutarakan lagi apa yang dibisikkan Sang Ceng kepada mereka itu.
Mendadak Sang Ceng berkata:
"Yan-Cu-Siang-Hui meskipun membunuh orang seperti membabat rumput, apa yang telah
diucapkan selamanya masuk hitungan"
"Tentu saja masuk hitungan" jawab Thi Yan Hujin.
"Tadi agaknya kau telah berkata, asal kami serahkan nona Cia tersebut kepadamu maka kau
akan melepaskan aku pergi"
"Benar, aku memang berkata demikian"
"Kalau begitu, sekarang agaknya aku sudah boleh pergi dari tempat ini ....!"
Ia lantas menepuk tangannya dan membersihkan pakaiannya dari debu dan pasir, seolah-olah
kejadian ini sama sekali sudah tiada hubungannya dengan dirinya lagi.
"Karena sekarang aku telah menyerahkan dirinya!"
"Serahkan kepada siapa?"
"Serahkan kepada mereka!"
Ia menunjuk kearah Lim Siang him, Sun Hu hou, Ciong Thian, Bwe Hoa dan Lamkiong Hoa su.

"Aku memang sudah membawa dia datang kemari dan menyembunyikan di suatu tempat yang
amat rahasia, barusan aku telah memberitahukan letak tempat itu kepada mereka, sekarang salah
seorang diantara mereka sudah dapat menemukan tempat persembunyiannya lagi"
Tiba-tiba Sun Hu hou membentak marah:
"Darimana kami bisa tahu kalau kau berbicara jujur?"
"Asal salah seorang diantara kalian pergi kesana dan mencarinya, segera akan diketahui
apakah aku bohong atau tidak!" jawab Sang Ceng dengan sikap yang tenang.
Paras muka Sun Hu Hou berubah menjadi hijau membesi, peluh sebesar kacang kedelai jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
Sang Ceng malah tertawa tergelak, tertawa amat gembira, siapapun tak ada yang tahu
mengapa secara tiba-tiba mereka dapat berubah menjadi begitu gembira:
"Sudah pasti mereka akan saling berebut untuk pergi mencari budak cilik itu!" "kata Thi yan
hujin tiba-tiba.
"Oya!"
"Sekarang mereka sudah tahu siapakah aku, hal ini berarti mereka berlima sama halnya
dengan lima sosok mayat!"
"Ooooh .... !"
"Tapi mereka semua belum ingin mati"
"Yaa, selama banyak tahun belakangan ini, kehidupan mereka memang dilewatkan dengan
baik sekali, tentu saja mereka tak ingin mati" sambung Sang Ceng..
"Siapapun tak ingin mati, maka siapapun ingin pergi mencarinya!"
"Kenapa ?"
"Sebab barang siapa dapat menemukan budak cilik itu, maka aku akan melepaskannya."
"Aku percaya apa yang telah kau ucapkan pasti akan dipenuhi!"
"Kalau memang begitu, menurut pendapatmu mungkinkah mereka akan saling berebut ?"
"Tidak mungkin"
Thi yan hujin segera tertawa dingin .
"Heeehhh. .. heeehhh. . . heeehhh. . . apakah kau anggap mereka semua adalah orang-orang
yang tidak takut mati?"
"Justru karena mereka takut mati, maka mereka tak akan pergi ke sana untuk mencarinya"
"Mengapa?"

"Sebab bila mereka tidak pergi, mungkin saja masih dapat hidup selama beberapa tahun lagi,
sebaliknya kalau pergi berarti mereka sudah pasti akan mati, dalam hal ini aku percaya mereka
pasti akan mengetahuinya dengan jelas"
Berbicara sampai di situ, dia lantas berpaling ke arah mereka sambil bertanya:
"Bukan begitu?"
Ternyata tak seorangpun di antara mereka yang menyangkal.
Thi yan-hujin merasa rada marah, tapi juga agak keheranan.
"Apakah mereka mengira aku tak berani membunuh mereka?" "
Tentu saja kau berani, bila mereka tidak pergi, kau pasti akan turun tangan, dalam hal ini
merekapun tahu!"".
Setelah berhenti sejenak, dengan hambar dia melanjutkan:
"Sayang sekali nona Cia ini masih mempunyai orang tua, bila mereka sampai
menyerahkannya kepadamu maka orang itupun tak akan melepaskan mereka dengan begitu saja"
"Jadi mereka lebih suka menyalahi aku daripada menyalahi orang tersebut ?
Mereka semua adalah jago-jago kelas satu di dunia persilatan, seandainya mereka turun
tangan bersama menghadapimu, mungkin saja masih ada sedikit harapan, tapi jika mereka
hendak menghadapi orang itu, maka pada hakekatnya sama sekali tak ada kesempatan lagi""
(Bersambung ke Jilid 9)
Jilid : 09
"SIAPAKAH orang itu?" tak tahan Thi-yan hujin bertanya.
"Cia siau hong, Sam sauya dari bukit Cui im san, telaga Lit sui oh, perkampungan Sin kiam
san-ceng"
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Nona Cia yang sedang kau cari itu bukan lain adalah putri kesayangan Cia Siau hong"
oo0oo
PARAS muka Thi yan hujin segera berubah hebat, sorot matanya penuh dengan pancaran
rasa kaget, marah dan penuh kebencian.
Dengan suara tenang Sang Ceng berkata:
"Golok setan dari Yan cu siang hui musti menakutkan, pedang sakti dari sam sauya keluarga
Cia rasanya juga tidak terlalu terlampau jelek!"
"Sungguh perkataanmu itu?" bentak Thi yan hujin dengan suara keras, masa Cia Siau hong
punya anak perempuan?"
"Kau saja punya anak lelaki kenapa Cia Siau hong tak boleh mempunyai anak perempuan?"

Paras muka Thi yan hujin segera berubah menjadi menakutkan sekali, sepatah demi sepatah
kata dia berkata.
"Sekarang kami sudah tidak mempunyai anak lelaki, Cia Siau hong juga tak boleh mempunyai
anak perempuan"
Suaranya amat keras, diantara picingan matanya mendadak melontarkan cahaya yang tajam
bagaikan sembilu, sambil menatap wajah Sun Hu hou lekat-lekat serunya:
"Budak she Cia itu bersembunyi di mana, bersedia untuk bicara atau tidak?
Paras muka Sun Hu hou pucat pias seperti mayat, dia menggigit bibirnya kencang-kencang.
"Dia tak akan berbicara kata Sang Ceng, anak murid Siau lim pay selalu dihormati orang
dalam dunia persilatan, bila dia menjual putrinya Cia Siau hong kepada orang-orang Mo-kau,
bukan saja Cia Siau hong tak akan melepaskan dirinya, bahkan saudara-saudara seperguruannya
juga tak akan melepaskan dia dengan begitu saja.
Setelah tersenyum, katanya lebih jauh:
"Kalau toh sama-sama matinya, mengapa ia tidak memilih kematian yang jauh lebih gagah dan
menarik?" "
Tiba-tiba Sun Hu hou menjerit lengking:
"Kita tak punya dendam tak punya sakit hati, mengapa kau hendak mencelakai diriku?"
"Sebab aku tak tahu malu, bahkan kulit pantat orang matipun ku tempelkan di atas wajahku,
mengapa aku tak boleh melakukan pula perbuatan semacam ini?"
Mendengar perkataan tersebut, Sun Hu hou segera menghela napas panjang.
"Aaaai ... seandainya kawan-kawan persilatan tahu kalau Ngo heng poocu sebenarnya adalah
seorang manusia macam begini, entah bagaimana perasaan mereka?"
"Tahu tidak tahu, tapi perasaan tersebut sudah pasti sama dengan perasaan kalian terhadap
diriku sekarang
"Dia tidak mau berbicara, biar aku yang berkata" tiba-tiba Ciong Tian berseru:
Sambil tertawa Thi yan hujin berseru:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... aku sudah tahu, cepat atau lambat pasti ada orang yang
mengatakannya keluar "
"Cuma akupun ingin berbicara dulu beberapa hal dengan Sang poocu," kata Ciong Tian.
Pelan-pelan dia berjalan menghampiri ke sisi Sang Ceng.
Sang Ceng bukannya sama sekali tidak mempersiapkan diri terhadap dirinya, Cuma saja, dia
sama sekali tidak menyangka kalau seorang jago pedang kenamaan semacam dia ternyata
biasanya cuma menggigit orang belaka...
Dia mengawasi terus sepasang tangan Ciong Tian, sementara sepasang tangannya hanya
bergendong di belakang. .

Akhirnya Ciong Tian tiba-tiba di hadapannya, kemudian sambil menempelkan bibirnya di sisi
telinga San Ceng. dia berbisik pelan:
"Ada satu hal kau pasti tak akan membayangkannya, seperti juga akupun juga tidak
menyangka kalau kau pandai meminjam golok untuk membunuh orang, oleh karena itu aku baru
berpikir untuk mengucapkan beberapa hal kepadamu ...."
Mendadak ia menggigit telinga Sang Ceng keras-keras.
Kontan saja Sang Ceng menjerit kesakitan.
Sun Hu hou yang kebetulan berada di hadapannya segera bertindak cepat, sambil melompat
ke depan dia menghantam dadanya keras-keras.
Tiada orang yang tahan menerima pukulan dahsyat tersebut, tatkala tubuhnya terjatuh dari
tengah udara paling tidak ada dua puluh tujuh delapan batang tulangnya yang sudah patah.
Ciong Tian segera menyemburkan kutungan telinganya yang masih penuh berdarah itu di atas
badannya, kemudian berkata.
"Aku tahu kau pasti tak akan menyangka bukan kalau aku adalah seorang manusia macam
begini!"
Thi yan hujin yang menyaksikan kejadian itu mendadak menghela napas panjang, katanya.
"Bukan hanya dia saja yang tidak menyangka, bahkan aku sendiripun sama sekaIi tidak
menyangka"
Mimik wajahnya berubah menjadi aneh sekali:
"Andaikata semua jago dan orang gagah yang ada didalam dunia persilatan dewasa ini adalah
manusia-manusia macam kalian itu, hal mana tentu lebih bagus lagi!"
"Membunuh satu orang bagaikan seratus orang, lebih baik kita membunuh seorang lagi!" tibatiba
Thi yan tianglo berseru .
"Akupun tahu bahwa kita harus membunuh seorang lagi, dengan demikian mereka baru
bersedia untuk berbicara"
Setiap kali menjumpai persoalan yang berat dan membutuhkan keputusan yang tepat dia
selalu bertanya kepada suaminya:
""Kita akan membunuh siapa dulu?"
Pelan-pelan Thi-yan tianglo mengeluarkan jari tangannya yang kurus kering dari balik bajunya.
Setiap orang tahu, siapa yang kena ditunjuk oleh jari tangannya itu, maka orang itulah yang
akan mati.
Kecuali Lamkiong Hoa su, setiap orang segera mengundurkan diri ke belakang, tapi yang
paling cepat mundurnya adalah Bwee Hoa

Baru saja dia akan menyembunyikan diri dibelakang Lamkiong Hoa su, jari tangannya yang
kurus itu sudah menuding ke arahnya.
Baik, dia yang kita bunuh!" seru Thi yan hujin.
Seusai mengucapkan perkataan tersebut, mendadak dalam genggamannya telah muncul
sebilah golok:
Itulah sebilah golok panjang yang mencapai empat depa sembilan inci, tipis sekali dan bersinar
terang, sehingga sepintas lalu tampak seperti tembus cahaya.
Inilah golok setan milik Yan cu siang hui.
Dulu Mo kau meraja lela didalam dunia persilatan dan menganggap semua jago yang ada di
dunia ini bagaikan daging babi atau ikan, oleh karena di bawah pemerintahan kaucu mereka
terdapat sebilah pedang, sebuah cambuk, sebuah tinju sakti dan sepasang golok.
Dihari-hari biasa tak ada orang yang melihat goloknya, karena golok tersebut sangat tipis
sekali, bisa digunakan sebagai senjata keras, bisa juga dipakai sebagai senjata lunak, bila tidak
dipergunakan dapat di gulung menjadi satu dan disembunyikan dibalik pakaian.
Biasanya bila menampakkan diri, itu berarti ada musibah atau banjir darah yang akan
memenuhi seluruh jagad.
Thi yan hujin membelai mata goloknya dengan lemah lembut, kemudian ujarnya lagi.
"Aku sudah banyak tahun tidak pernah mempergunakan golok ini lagi, akupun tidak seperti lotaucu
kami yang selalu berhati lembek"
Kemudian sambil memicingkan matanya memandang ke arah Bwee Hoa, dia menambahkan.
"Oleh karena itu nasibmu memang lebih mujur daripada yang lain-lainnya"
Selama ini Bwe Hoa adalah seorang yang amat memperhatikan diri sendiri, paras mukanya
juga selalu baik sekali.
Tapi sekarang paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, dia benar-benar
tidak habis mengerti rejeki yang bagai manakah yang dikatakan sebagai nasib mujur?
"Aku masih ingat, orang terakhir yang mati di tanganku adalah Phang Thian siu!"
Phang Thian siu adalah jago-jago kelas satu dari perguruan Ngo hou toan bun to.
Ngo hou toan bun to merupakan ilmu golok yang amat dirahasiakan oleh keluarga Phang,
keras, ganas, dahsyat dan mengerikan, satu bacokan memutuskan keturunan satu bacokan
menghilangkan nyawa. Delapan puluh tahun merajai dunia persilatan, jarang sekali menjumpai
musuh yang sanggup menandinginya, dengan sebilah golok, Phang Thian siu menyapu rata
semua jago yang ada dikedua belas sisi sungai besar, tapi secara tiba-tiba ia lenyap tak berbekas
semenjak empat puluh tahun berselang, siapapun tak tahu kalau dia tewas di tangan si burung
walet ini..
Phang Thian siu adalah sahabat karib Beng Kay san.

Maka ketika mendengar nama itu, paras muka Beng Kay san turut berubah, apakah
dikarenakan dia terbayangkan kembali peristiwa empat puluh tahun berselang ketika ia
menyaksikan temannya tewas diluar kota Poo teng, diujung jembatan?
"Kugunakan pisau yang pernah kupakai untuk membunuh Phang Thian-siu untuk
membunuhmu, agar sukma kalian sama-sama menempel di golok ini, bukan nasibmu amat
mujur?" kata Thi yan hujin.
Bwee Hoa sudah terhitung seorang kakek, belakangan ini diapun sudah merasa dalam banyak
hal mengalami ketidak beresan, asal sedikit saja mengerahkan tenaga maka jantungnya akan
berdebar sangat cepat, lagi pula sering kali terasa sakit bagaikan ditusuk-tusuk dengan pisau.
Dia sendiripun tahu, kehidupannya tak mungkin bisa berlangsung terlalu lama.
"Dalam keadaan seperti ini, sepantasnya dia tidak takut menghadapi kematian.
Tapi secara tiba-tiba ia berteriak keras:
"Aku bilang apa yang kau katakan, aku pun berkata apa!"
Nyawa si kakek itu sudah tidak panjang lagi, apa seharusnya dinikmati manusia kebanyakan
telah dinikmati pula olehnya.
Sekarang sudah tidak banyak hal yang dapat dinikmati lagi olehnya....
Tapi anehnya, justru orang semakin tua biasanya semakin takut pula dia menghadapi
kematian.
Terdengar Thi-yan hujin berkata lagi:
"Kau benar-benar enggan berbicara ? Kau tidak takut Cia Siau hong menghadapi dirimu ?"
Tentu saja Bwe Hoa takut, takutnya setengah mati.
Tapi sekarang Cia Siau hong masih berada ribuan li dari situ, sedangkan golok tersebut telah
berada di depan mata.
Bagi seorang yang takut mati, bisa hidup lebih lama beberapa saatpun merupakan sesuatu
yang luar biasa baginya.
Maka Bwe Hoa lantas berkata:
"Tadi Sang Ceng memberitahukan kepadaku, dia telah menyembunyikan nona Cia di. . . ."
Ia tak pernah dapat menyelesaikan kata-katanya itu.
Mendadak saja cahaya golok berkelebat lewat, dan tahu-tahu lehernya sudah terpapas kutung.
Orang yang makin takut menghadapi kematian, biasanya kematian yang dialaminya semakin
cepat, dan hal ini merupakan suatu kejadian yang aneh sekali.
Bukan aneh saja, malah anehnya bukan kepalang.

Thi-yan hujin masih berdiri disitu sambil menggenggam sebilah golok yang terhunus.
Tapi gulok yang memenggal leher Bwee Hoa hingga kutung itu bukanlah golok miliknya.
Dia sempat menyaksikan golok itu berkelebat lewat, tapi ia tak sempat untuk menghadangnya.
Bwee Hoa juga sempat menyaksikan sambaran golok tersebut berkelebat lewat, tentu saja dia
lebih-lebih tak sempat untuk berkelit dan menyelamatkan diri dari ancaman bahaya maut.
Sebab serangan golok itu begitu cepat datangnya, sedemikian cepatnya sampai sukar untuk
dilukiskan dengan kata-kata.
Orang hanya sempat melihat cahaya golok yang berkilauan, tahu-tahu golok itu sudah
mengambil korban, leher Bwee Hoa sudah terpapas kutung menjadi dua bagian, sedangkan golok
itu sendiripun tahu-tahu sirna dengan begitu saja.
ooooo0ooooo
KETAJAMAN YANG MEMUKAU
GOLOK itu berada di tangan Ting Peng. Ketika semua orang menyaksikan berkelebatnya
cahaya golok di tangannya, tak seorangpun yang melihat orangnya.
Menanti semua orang menyaksikan orangnya, leher Bwee Hoa sudah terpapas kutung oleh
sambaran goloknya.
Darah kental masih menetes keluar dari ujung golok tersebut.
Gook itu bukanlah senjata mestika yang tajam sekali atau membunuh orang tanpa percikan
darah.
Golok itu tak lebih hanya sebilah golok biasa, cuma saja mata goloknya melengkung bagaikan
bulan sabit.
Thi yan hujin yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa.
Walaupun saat ini dia sudah menjadi nenek-nenek, tapi bila sedang tertawa, sepasang
matanya yang sipit masih kelihatan begitu mempesonakan hati, seakan-akan dia masih
mempunyai daya tarik seperti pada empat puluh tahun berselang.
Orang yang masih hidup sekarang sudah tidak ada berapa orang yang sempat menyaksikan
gaya tubuh yang mempesonakan hati itu.
Sebab orang-orang yang pernah menyaksikan daya yang memukau itu kebanyakan sudah
mampus semua di ujung goloknya pada empat puluh tahun berselang...
Sebenarnya orang-orang itu mati di ujung goloknya? Ataukah mati oleh senyumannya?"
Mungkin bahkan dia sendiripun tak dapat membedakannya dengan amat jelas.
Hanya ada satu hal yang tidak diragukan lagi.
Permainan goloknya pada waktu itu memang amat cepat, senyumannya juga amat menawan
hati.

Pada waktu itu, orang yang dapat menyaksikan senyumannya, biasanya hampir lupa kalau
diapun mempunyai golok kilat yang dapat membunuh orang.
Sekarang, permainan goloknya masih amat cepat, kemungkinan besar jauh lebih cepat
daripada empat puluh tahun berselang, tapi senyumannya sudah tidak seindah dan menawan hati
seperti empat puluh tahun berselang.
Dia sendiripun mengetahui akan hal ini. Hanya saja karena sudah lama merupakan
kebiasaannya, maka hal semacam itu sukar rasanya untuk dirubah.
Dikala dia bersiap-siap untuk membunuh orang, ia masih akan tertawa, ia telah bersiap sedia
untuk melancarkan serangannya dikala senyumannya yang paling manis sedang memukau orang
lain.
Sekarang ia sudah memperlihatkan senyuman yang menawan hati.
Tapi dia masih belum melancarkan serangannya.
Karena dia merasa pemuda yang siap hendak dibunuhnya ini benar-benar aneh sekali.
Senjata yang digunakan anak muda inipun sebilah golok, malah belum lama berselang golok
itu telah digunakannya untuk membunuh orang.
Yang lebih aneh lagi, seandainya tiada darah yang menetes dari ujung golok yang dipegang
itu, siapapun tak akan menyangka kalau belum lama berselang dia telah membunuh orang, lebihlebih
lagi tak ada yang bisa melihat kalau goloknya dapat bergerak dengan kecepatan yang begitu
luar biasa.
Sepintas lalu dia nampaknya seperti seorang bocah gede yang baru datang dari dusun,
seorang bocah tanggung yang mempunyai pendidikan, tahu sopan santun dan berwatak lemah
lembut, malah seakan-akan masih terbawa keluguannya sebagai anak desa. sambil tersenyum dia
berkata:
Diapun sekarang tertawa, tawanya amat memukau hati, membuat orang merasa simpatik,
bahkan dia sendiripun merasa agak curiga, benarkah orang yang telah memenggal batok kepala
Bwee Hoa tadi adalah pemuda ini?
Senyuman yang menghiasi bibir Ting Peng amat ramah dan hangat, gerak geriknya amat
sopan, membuat orang dengan mudah melupakan kalau di tangannya memegang sebilah golok
kilat yang dapat membunuh manusia dalam sekejap mata?
Sambil tersenyum dia berkata:
"Aku she Ting bernama Ting Peng, aku adalah tuan rumah tempat ini!"
Thi yan hujin turut tersenyum, setelah menghela napas pelan, katanya pula:
"Sungguh tak kusangka akhirnya kau telah datang juga kemari"
"Padahal aku seharusnya sudah datang sedari tadi!"
"Oooh ...."
"Ketika kalian suami istri baru datang kemari, aku sudah mengetahuinya!"

Senyumannya lebih sopan dan hangat:
"Pada waktu itu, sebenarnya aku sudah harus datang untuk menyambut kedatangan kalian
berdua!"
"Waktu itu mengapa kau tidak- datang?"
"Sebab pada waktu itu masih ada sementara persoalan yang tidak begitu kupahami!"
"Persoalan apa?"
"Siapakah kalian berdua, mengapa secara tiba-tiba berkunjung kemari? Dan siapa pula yang
kau cari di sini? Waktu itu, aku masih belum begitu jelas tentang persoalan-persoalan ini!"
"Sekarang apakah kau sudah mengerti?" "
Ting Peng tertawa.
"Organisasi yang menjadi tersohor dalam dunia persilatan dimasa lampau bukanlah Siau lim
pay, juga bukan Kay pang, melainkan suatu organisasi rahasia yang muncul di sebelah timur,
dalam sepuluh tahun yang singkat, kekuasaan mereka telah menyelimuti seluruh dunia persilatan
dan memimpin kolong langit"
""Belum, belum mencapai sepuluh tahun, paling banter hanya tujuh delapan tahun" tukas Thi
yan hujin.
Walau hanya dalam waktu tujuh delapan tahun yang singkat tapi jago persilatan yang tewas di
tangan mereka justru jumlahnya mencapai tujuh delapan ratus orang."
"Tapi orang-orang yang benar bisa dianggap sebagai orang gagah mungkin tujuh delapan
orangpun tak sampai!"
Waktu itu setiap orang persilatan membenci dan takut kepada mereka, oleh sebab itu
merekapun dinamakan Mo kau!"
"Padahal nama ini tidak terhitung sebuah nama yang jelek!" ucap Thi yan hujin.
"Menurut cerita yang tersiar dalam dunia persilatan, semua orang mengatakan kalau kaucu
dari Mokau ini adalah seorang yang luar biasa, selain berotak cerdas, juga pandai dalam segala
bidang, ilmu silatnya telah mencapai pada puncaknya."
"Aku berani menjamin, selama lima ratus tahun belakangan ini tak ada seorang manusiapun
dalam dunia persilatan yang sanggup menangkan kepandaian silatnya."
"Tapi aku dengar dia jarang sekali menampakkan diri, maka bukan saja jarang sekali orang
persilatan yang mengetahui raut wajah aslinya, mereka yang berkesempatan menyaksikan dia
turun tangan sendiripun tidak seberapa orang"
"Malah mungkin seorang manusiapun tak ada !"
`Kecuali dia, di dalam Mo-kau masih terdapat empat orang Huhoat Tianglo yang berilmu tinggi,
Mo kau dapat merajai dunia persilatan, boleh dibilang ke empat orang hu-hoat tianglo inilah yang
menciptakan."

"Ehmm, hal ini memang tepat sekali"
"Kalian suami istri berdua adalah salah satu dari ke empat orang hu-hoat tersebut, Yan Cu
siang hui (burung walet terbang bersama) selamanya saling tidak meninggalkan yang lain, dua
orang sama dengan satu orang.
Setelah menghela napas panjang serunya:
""Suami istri muda jaman sekarang sudah tidak banyak lagi yang bisa saling mencintai seperti
kedua orang ini!"
"Yaa memang tidak banyak!"
"Apa yang barusan kubicarakan itu aku rasa orang lainpun sudah pada tahu semua!"
"Apakah kau masih mengetahui juga hal-hal yang tidak diketahui orang lain?"
"Yaa masib ada sedikit!"
"Katakanlah. ."
"Suami istri ini mengikat diri sejak enam puluh tahun berselang, sang istri berasal dari keluarga
Yan bernama Teng im, dulu dia adalah teman perempuan dari Kaucu hujin!"
Selama ini Thi yan hujin hanya tertawa belaka.
Apa yang diketahui Ting Peng selama ini tiada sesuatu apapun yang bisa membuatnya
merasa kaget atau tercengang.
Tapi sekarang, dia sudah mulai terkejut bercampur keheranan, dia tidak habis mengerti apa
sebabnya pemuda itu bisa mengetahui nama kecilnya .....
"Sejak dulu kalian berdua sudah malang melintang dalam dunia persilatan, setelah Mo kau
mengundurkan diri dari dunia persilatan, kalian baru berhasil memperoleh seorang kongcu, siapa
tahu kongcu kesayangan kalian telah tewas ditangan seorang nona She Cia pada tiga hari
berselang"
Paras muka Thi yan hujin segera berubah hebat, serunya dengan suara dingin:
"Lanjutkan!"
"Waktu itu nona Cia tidak mengetahui asal usulnya, Sang poocu dan Thian It hui juga tidak
tahu, itulah sebabnya mereka baru turun tangan melukai dirinya."
Thi yan hujin segera tertawa dingin.
"Apakah terdapat seseorang yang belum diketahui asal usulnya, maka mereka boleh turun
tangan secara sembarangan?" serunya.
"Hal inipun disebabkan karena kongcu kalian juga tidak tahu akan asal usul nona Cia adalah
seorang gadis cantik yang jarang ditemui di dalam dunia persilatan"
Perkataan itu diucapkan sangat diplomatis, membuat setiap orang dapat memahami apa
maksud dari perkataannya itu.

Sekarang semua orang baru tahu, apa sebabnya Thi yan suami istri bertekad hendak
membunuh putrinya Cia Siau hong.
Sebab dia telah membunuh putra tunggal mereka.
Gadis itu bernama Siau giok.
Setiap orang yang kenal dengannya selalu mengatakan kalau dia adalah seorang gadis yang
lembut, halus dan amat penurut.
Tapi kali ini, dia telah melakukan suatu perbuatan yang tidak begitu penurut.
Kali ini dia minggat dari rumahnya secara diam-diam, paling tidak dia sendiri yang mengaku
kalau dirinya minggat dari rumah.
Tahun ini dia baru berusia tujuh belas tahun.
Tujuh belas tahun merupakan usia yang paling diimpi-impikan setiap orang, setiap anak gadis
yang berumur tujuh belas tahun tak urung pasti mempunyai khayalan yang indah, entah dia itu
seorang anak yang penurut atau bukan.
Nama dari perkampungan Wan gwat san-ceng sendiri memang sudah cukup mendatangkan
khayalan yang sangat indah bagi setiap orang.
Oleh sebab itu ketika dia melihat undangan dari Ting Peng yang disampaikan utusan ke
perkampungannya, tergeraklah hatinya.
Perkampungan Wan gwat san ceng yang indah, jago-jago lihay yang datang dari empat
penjuru, pendekar-pendekar muda yang tampan.....
Bagi seorang gadis yang berusia tujuh belas tahun, kesemuanya itu merupakan suatu daya
tarik yang amat besar.
Tapi ia tahu, ayahnya tak nanti akan mengijinkan dia datang, maka secara diam-diam diapun
minggat dari rumahnya.
Ia mengira perbuatannya ini dapat mengelabuhi ayahnya, pada hal jarang sekali ada manusia
di dunia ini yang sanggup mengelabuhi Cia Siau hong, Sam sauya dari perkampungan Sin-Kiam
san-ceng.
Meski begitu, ia tidak bermaksud untuk menghalang-halangi perbuatan putrinya.
Semasa masih mudanya dulu, dia sendiripun seringkali melakukan banyak sekali perbuatan
yang dianggap orang sebagai suatu pemberontakan.
Dia tahu tekanan serta ikatan yang kelewat banyak justru akan mendorong putra-putrinya
melakukan pemberontakan.
Tapi, jika harus membiarkan seorang putri yang baru berusia tujuh belas tahun melakukan
perjalanan seorang diri dalam dunia persilatan sedikit banyak sebagai ayahnya dia toh merasa
agak kuatir juga.

Untung saja Ngo heng pocu yang tinggalnya dekat mereka juga akan berangkat untuk
memenuhi undangan Ting Peng, maka dia menitipkan putrinya kepada Sang Ceng agar baik-baik
menjaga dirinya.
Dengan adanya seorang ahli silat yang termasyhur dalam dunia persilatan untuk melindungi
putrinya, tentu saja mustahil bakal terjadi sesuatu peristiwa di tengah jalan.
Apalagi masih ada Thian It hui.
Tentu saja Thian It hui tak akan melewatkan setiap kesempatan untuk mendekati anak
gadisnya, lebih tak mungkin kalau ia biarkan gadis itu menderita kerugian apapun.
Maka Cia Siau hong sudah merasa amat berlega hati.
Ia tidak menyangka kalau dalam Mo kau masih ada seorang yang melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan, lebih tak mengira kalau Thi yan suami istri bisa mempunyai seorang anak
yang hidung bangor, gemar mengintip anak gadis yang sedang mandi.
Hari itu bulan dua belas tanggal tiga belas, udara sangat dingin.
Ia minta pelayan rumah penginapan untuk menyiapkan sebaskom besar air panas dan
membuat tungku didalam kamarnya.
Sejak kecil gadis ini memang sudah terbiasa mandi setiap hari.
Setelah menutup rapat pintu dan jendela diapun merendamkan dirinya dalam air panas barang
setengah jam lamanya.
Baru saja dia bersiap sedia mengenakan pakaian, mendadak dijumpiinya ada orang sedang
mengintip dari luar.
Ia menyaksikan sepasang mata yang jeli dibalik celah kecil didepan pintu kamarnya.
Tanpa terasa gadis itu menjerit keras.
Menanti dia selesai berpakaian dan menerjang keluar, Thian It Hui dan Sang Ceng telah
mengurung rapat-rapat si pengintip itu.
Orang itu mempunyai mata yang juling dengan kaki yang membusuk, mana jelek, aneh, cacad
lagi.
Manusia semacam ini mungkin tidak memiliki keberanian untuk memandang gadis barang
sekejap pun dihari-hari biasa, tapi bila dia memperoleh kesempatan semacam itu tak akan disiasiakan
dengan begitu saja.
Anehnya, manusia semacam ini ternyata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh kendatipun
Sang Ceng dan Thian It-hui telah bekerja sama, alhasil masih belum berhasil untuk
membekuknya.
Maka gadis itupun menghadiahkan sebuah tusukan pedang kepadanya.
Kebetulan sekali di tangannya memang menghunus sebilah pedang, kebetulan juga dia adalah
putrinya Cia Siau-hong, jago pedang tiada keduanya di dunia ini.

Pada waktu itu, bahkan Sang Ceng sendiripun tidak menyangka kalau si Cacad yang cabul
dan tak tahu malu itu ternyata adalah putra dari Mo-kau tianglo.
ooo0ooo
BAGI seorang gadis yang bertubuh suci bersih tanpa noda, sudah barang tentu tak akan tahan
menghadapi penghinaan serta nasib semacam ini.
Entah bagi siapa saja, dia mempunyai alasan yang cukup kuat untuk membunuh orang itu.
Terdengar Ting Peng berkata:
"Sebenarnya aku harus datang semenjak tadi tapi aku harus melakukan penyelidikan lebih
dulu atas semua persoalan ini hingga menjadi jelas semua!"
Dia harus berbuat demikian karena dia adalah tuan rumah dari perkampungan ini.
Untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapinya, dia harus bertindak sangat adil, jujur
dan bijaksana.
Kembali Ting Peng berkata:
"Untuk mencari tahu duduknya persoalan sampai jelas, tentu saja aku harus menemukan nona
Cia lebih dulu"
"Apakah kau telah menemukannya?" tanya Thi-yan hujin tak tahan.
"Aku sendiripun tak tahu, Sang poocu telah menyembunyikan dirinya dimana, sebab tidak
sedikit tempat yang bisa digunakan olehnya untuk menyembunyikan diri, oleh karena itu aku baru
mencarinya sekian lama. . . . "
Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan:
"Untung saja Sang Poocu datang kemari dalam keadaan tergesa-gesa, terhadap keadaan di
sekeliling tempat inipun kurang hapal, otomatis tempat persembunyian yang bisa dia temukanpun
tak terlalu banyak, maka akhirnya akupun berhasil menemukan tempat persembunyiannya itu!"
Untuk menemukan seseorang didalam gedung perkampungan yang begini besarnya, entah
berada dalam keadaan seperti apapun, sesungguhnya bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Tapi kenyataannya sekarang, Ting Peng telah membicarakan persoalan itu dengan begitu
santai, begitu enteng dan gampang, seolah-olah dia tidak menjumpai kesulitan apapun di dalam
usaha pencarian yang dilakukannya barusan.
Thi Yan hujin menatapnya lekat-lekat, secara tiba-tiba ia menemukan bahwa bocah tanggung
dari dusun yang berada di hadapannya sekarang, bukanlah seseorang yang mudah dihadapi.
Dalam kenyataan dia jauh lebih lihay dan mengerikan daripada tampang wajahnya.
Kembali Ting Peng berkata:

"Aku tahu Sang poocu sudah pasti tak akan menyerahkan gadis itu kepadamu, sebab dia telah
mendapat pesan dari Cia sianseng untuk melindunginya secara baik-baik, sampai matipun dia tak
nanti akan melakukan sesuatu semacam ini"
"Tentu saja kaupun akan menirukan caranya, sampai mati juga tak akan mengatakan dia
berada dimana!" sambung Thi yan hujin sambil tertawa dingin.
"Aku mah tak usah membicarakannya lagi."
Sesudah tertawa, dengan hambar dia melanjutkan.
"Aku telah mengajaknya datang kemari"
ooo0ooo
CIA SIAU GIOK
BEGITU ucapan tersebut diutarakan, setiap orang menunjukkan wajah terperanjat, malah Thi
yan hujin sendiripun merasakan kejadian ini sama sekali berada di luar dugaannya.
Dengan sekali tebasan goloknya ia mengutungi leher Bwee Hoa, tentu saja tujuannya adalah
agar Bwee Hoa tidak mengatakan akan jejak Cia Siau giok.
Tapi dia sendiri malah sudah mengajak gadis tersebut datang ke situ..
Pagoda air itu mempunyai pintu, dia membuka pintu dan tampaklah seorang gadis cantik yang
cukup mengibakan hati sedang berjalan masuk dari pintu luar dengan kepala tertunduk rendahrendah.
Di atas wajahnya masih terdapat noda air mata, air mata yang membasahi pipinya membuat
dia nampak lebih lemah lembut dan lebih cantik menawan hati.
Asal seseorang telah memandang sekejap ke arahnya, dia pasti dapat melihat kalau dia
adalah seorang gadis yang amat penurut.
Bila perempuan semacam ini sampai turun tangan membunuh orang, sudah pasti orang yang
dibunuhnya itu adalah seseorang yang pantas untuk mampus.
Tiba-tiba Ting Ping bertanya:
"Apakah kau adalah Cia Siau giok!, nona Cia?"
"Ya, betul!"
"Kemarin, apakah kau telah membunuh seseorang?"
"Benar!, mendadak gadis itu mendongakkan kepalanya memandang Thi yan suami istri, aku
tahu kalian adalah orang tuanya, aku tahu pada saat ini kalian pasti amat bersedih hati, tapi kalau
dia tidak mati dan aku masih mempunyai kesempatan, aku masih tetap akan membunuhnya dari
muka bumi ini!"
Siapapun tidak menyangka gadis selembut dan sehalus itu, ternyata sanggup mengucapkan
kata-kata keras seperti itu.

Bagaimanapun juga, darah yang mengalir didalam tubuhnya adalah darah keluarga Cia,
berada dalam keadaan seperti apa pun, keluarga Cia tak akan menundukkan kepala.
Sejak dia dan Ting Peng menampakkan diri, sikap Thi yan hujin malah menjadi semakin
tenang.
Bagi seorang jago lihay dunia persilatan yang sudah mempunyai banyak pengalaman dalam
menghadapi pelbagai pertarungan, bagaikan seorang panglima perang yang memimpin pasukan
besar saja, setelah benar-benar berhadapan dengan musuh tangguh, sikapnya malah berubah
menjadi luar biasa tenangnya.
Ia hanya mendengarkan semua pembicaraan itu dengan tenang, menanti mereka sudah
selesai berkata, barulah ujarnya dengan dingin:
"Kau menghendaki kematiannya, apakah hal ini dikarenakan dia telah melakukan suatu
kesalahan dan pantas untuk mati!"
"Benar." jawab Cia Siau giok.
Orang yang salah membunuh manusia, apakah termasuk juga seseorang yang pantas mati?.
"Benar!"
"Bila kau telah salah membunuh?"
"Akupun pantas untuk mati!"
Mendadak Thi yan hujin tertawa, tertawanya nampak begitu mengerikan dan menggidikkan
hati, tiba-tiba ia membentak keras:
"Kalau toh kau pantas untuk mampus, mengapa tidak segera menghabisi nyawamu?
Ditengah gelak tertawa yang menggidikkan hati, cahaya golok kembali berkelebat lewat, kali ini
golok tersenyum menyambar ke atas batok kepala Siau giok.
Semua orang sudah pernah menyaksikan sambaran goloknya.
Bila bacokan golok tersebut dilanjutkan ke bawah, maka gadis yang lemah lembut dan cantik
jelita itu niscaya akan terbelah menjadi dua bagian.
Setiap orang merasa tak tega untuk melihatnya.
Ada diantaranya yang telah berpaling ke arah lain, ada pula yang segera memejamkan
matanya.
Siapa tahu setelah sambaran golok itu diayunkan ke bawah, ternyata seperti sama sekali tiada
reaksi apapun, juga seakan-akan tidak terdengar suara apapun.
Tak tahan semua orang segera berpaling kembali.
Ternyata Cia Siau giok masih tetap berdiri tegak di tempat semula malah rambutnya pun sama
sekali tidak terpapas barang sebatangpun.
Golok Thi yan hujin yang tipis dan tajamnya bukan buatan itu sudah tertangkis, tertangkis oleh
goloknya Ting Peng.

Sewaktu dua bilah golok itu saling membentur satu sama lainnya, ternyata tiada suara apa pun
yang terdengar, dua bilah golok itu seakan-akan menempel satu sama lainnya.
Otot-otot hijau di atas punggung tangan Thi yan hujin pada menonjol keluar semua, malah
otot-otot hijau yang berada di atas jidatnya pun ikut menonjol keluar.
Sebaliknya Ting Peng kelihatan begitu tenang dan santai, seolah-olah tak pernah terjadi
sesuatu apapun, dengan hambar dia sedang berkata:
"Tempat ini adalah rumahku, asal aku masih berada di sini, siapapun tak dapat membunuh
orang di sini!"
"Apakah orang yang harus mampus pun tak boleh dibunuh?" bentak Thi yan hujin keras-keras.
"Siapa yang pantas dibunuh?"
"Dia pantas dibunuh, dia telah salah membunuh orang, putraku tak mungkin mengintip dia
mandi, sekalipun dia berlutut di hadapan putraku dan memohon dia melihatpun putraku tak akan
dapat melihatnya!"
Kembali dia memperdengarkan suara tertawanya yang seram dan menggidikkan hati,
kemudian sepatah demi sepatah terusnya:
"Karena dia sama sekali tak dapat melihat!" suara tertawa semacam ini benar-benar membuat
orang merasa tak tahan untuk menerimanya, bahkan Ting Peng sendiripun turut merasakan bulu
kuduknya pun bangkit berdiri.
Tak tahan dia lantas bertanya:
"Mengapa dia tak dapat melihat?"
"Sebab dia seorang buta"
Perempuan itu masih tertawa.
Dibalik suara tertawanya yang penuh mengandung rasa sedih, gusar, penasaran, benci dan
dendam itu, terasa pula bahwa suara tertawanya bagaikan seekor binatang liar yang sedang
menghadapi maut.
Mana mungkin seorang yang buta dapat mengintip orang lain sedang mandi?"
Siau giok merasakan tubuhnya begitu lemas, sehingga untuk berdiripun ia tak sanggup lagi
untuk berdiri, seluruh badannya hampir menempel semua di tubuh Ting Peng.
"Dia benar-benar seseorang buta ?" tanya Ting Peng.
"Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu!" sahut Siau giok.
"Sekalipun dia benar-benar tidak tahu, pasti ada orang lain yang tahu!" kata Thi yan hujin
cepat.
Tiba-tiba suaranya berobah makin menyeramkan:

"Oleh karena itu bukan saja mereka telah membunuhnya, lagi pula menghancurkan pula
wajahnya"
Paras muka Siau giok pucat pias seperti tak berdarah, dengan suara parau dia berseru:
""Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak tahu"
Thi yan tianglo yang selama ini hanya berdiri mematung belaka di sana, mendadak
mengangkat tubuh San Ceng ke atas.
Dia seakan-akan masih berdiri tak berkutik di sana, sedang tempat dimana Sang Ceng roboh
jelas terlihat berselisih amat jauh dengan tempat dimana ia berdiri.
Tapi dia cukup menggerakkan tangannya Sang Ceng pun seperti sebuah karung goni saja
segera terangkat.
Sang Ceng kelihatannya sudah mati, tapi sekarang secara tiba-tiba memperdengarkan suara
rintihan yang memilukan hati, suara rintihannya mirip seorang yang sedang menangis.
Rupanya dia belum mati.
Dia sengaja menerima pukulan tersebut karena dia ingin mempergunakan kesempatan itu
untuk berlagak mati, karena dia tahu pukulan dari Sun Hu hou masih sanggup diterimanya, namun
dia tak akan mampu menahan ayunan golok dari Yan cu siang hui.
Terdengar Thi yan tianglo berkata:
"Aku dapat melihat kalau kau tak ingin mampus, asal bisa hidup lebih lanjut, perbuatan apapun
bersedia kau lakukan."
Sang Ceng tak dapat menyangkal akan hal ini.
Demi melanjutkan hidup, dia telah melakukan banyak perbuatan yang tak pernah di sangka
oleh orang lain.
"Kau harus tahu, Thian mo seng hiat kau dari Mo kau adalah obat mustajab yang tiada taranya
di dunia ini untuk menyembuhkan luka-luka parah." Kata Thi yan tianglo.
Sang Ceng mengetahui akan hal ini.
"Kau juga seharusnya tahu bagaimanakah rasanya ilmu Thian mo soh him tay hoat dari Mo
kau!" Thi yan tianglo melanjutkan.
Sang Ceng cukup tahu.
"Oleh karena itu aku dapat membuat kau hidup lebih lanjut dengan cara yang baik, tapi juga
dapat membuat kau hidup tak bisa matipun susah ...!
Sang Ceng sudah memahami maksud hatinya, tiba-tiba ia menjerit dengan suara parau:
""Aku akan berterus terang, aku pasti akan berbicara dengan sejujurnya..!"
"Hari itu, siapakah yang telah mengintip Cia Siau giok mandi dari bawah celah-celah pintu
kamarnya?" "

"Thian It hui!"
Dengan air bercucuran, Sang Ceng telah mengisahkan sebuah cerita yang sama sekali lain
dari pada yang lain.
"Waktu itu udara sangat dingin, ingin aku menyuruh pelayan untuk menghantar sepoci arak
dalam kamar, baru saja melangkah keluar dari pintu, kusaksikan Thian lt hui sedang bertiarap di
bawah pintu kamar nona Cia, kebetulan pada waktu itu nona Cia pun menemukan ada orang
sedang mengintip dirinya dari luar, ia telah berteriak keras dari dalam.
"Sebenarnya aku hendak membekuk Thian It-hui, tapi dia telah berlutut di hadapanku sambil
memohon agar aku jangan menghancurkan kehidupannya.
"Dia berkata, selama ini dia selalu mencintai nona Cia secara diam-diam, itulah sebabnya ia
tak sanggup menahan dorongan napsunya dan melakukan perbuatan yang sangat memalukan itu.
"Aku dengan bibinya memang merupakan sahabat karib selama banyak tahun, akupun
percaya kalau dia bukannya sengaja hendak melakukan perbuatan semacam itu.
"Maka aku menjadi lemas hatinya dan tak tega untuk melanjutkan niatku semula, siapa tahu
pembicaraan kami ini telah terdengar oleh seseorang yang lain.
"Dia adalah seorang cacad, entah dari mana datangnya tahu-tahu saja muncul di situ, ketika
Thian It-hui melihat kemunculannya, tiba-tiba saja dia melompat ke depan siap membunuh dirinya.
Siapa tahu ilmu silat yang dimiliki orang itu lihay sekali, ternyata Thian It-hui bukan
tandingannya.
"Aku tak dapat menyaksikan Thian It hui mati dibunuh orang, maka akupun maju ke depan
untuk membantunya.
"Akan tetapi aku berani bersumpah, aku sama sekali tiada maksud untuk membunuh orang,
akupun tidak melakukan serangan keji terhadap orang itu.
"Pada saat itulah nona Cia telah selesai berpakaian, dia menyerbu ke luar, Thian It-hui kuatir ia
membongkar rahasianya di depan nona Cia, maka dia sengaja berteriak-teriak keras, itulah
sebabnya dia baru tak mendengar kalau secara tiba-tiba nona Cia melancarkan sebuah tusukan
kilat ke depan.
"Pada waktu itu aku masih belum tahu kalau dia adalah seorang buta, lebih-lebih tidak
diketahui kalau dia adalah Thi yan kongcu.
"Aku berani bersumpah, aku benar-benar tidak tahu!"
ooo00ooo
KISAH ceritera ini benar-benar merupakan sebuah kisah ceritera yang dapat membuat orang
muntah, ketika selesai mengutarakan ceritera itu bahkan Sang Ceng sendiripun turut muntah.
Agar dia dapat melanjutkan kisah ceriteranya, Thi yan hujin telah memberikan sebutir obat
mujarab penolong nyawa Thian mo seng hiat kao kepadanya.
Tapi sekarang, dia lagi-lagi muntah.

Tiada orang-orang yange memandang sebelah mata lagi kepadanya.
"Ngo heng pocu yang namanya menggetarkan kolong langit dan kaya raya bagaikan raja
muda, pada saat ini sudah tiada harganya lagi dalam pandangan orang lain.
Mendadak Sang Ceng berteriak lagi.
"Jika kalian berada dalam keadaan seperti apa yang kuhadapi, apakah kamu semuapun tak
akan berbuat seperti aku ?"
Tiada orang yang menggubrisnya, tapi setiap orang sudah mulai bertanya kepada diri sendiri.
Dapatkah aku mengorbankan orang cacad yang tidak kuketahui asal-usulnya demi
keponakannya Hui Nio-cu? Dapatkah ku ungkapkan rahasia tersebut demi menyelamatkan
selembar nyawa sendiri?
Tak seorangpun yang dapat memberikan jaminan bahwa dia tak akan melakukan perbuatan
semacam itu dalam keadaan seperti itu.
Maka tiada orang yang menggubrisnya lagi, tiada orang yang memandang sekejap mata lagi
kepadanya, karena setiap orang takut melihat tampang sendiri dari atas tubuhnya.
Jeritan Sang Ceng telah berhenti.
Orang yang tak ingin matipun dapat mati juga, orang yang semakin tak ingin mati adakalanya
malah mati semakin cepat.
Hembusan angin dingin di luar jendela amat tajam seperti irisan pisau, setiap orang merasakan
tangan dan kakinya dingin kaku, hatipun turut menjadi dingin.
Paras muka Thi yan tianglo masih sedikitpun tanpa perasaan, di tatapnya wajah Ting Peng
dengan sorot mata dingin, lalu ujarnya kaku:
"Aku adalah orang Mo kau, tentu saja putraku juga orang Mo kau"
"Aku tahu!"
"Setiap enghiong hohan yang berada dalam dunia persilatan selalu menganggap orang Mo
kau pantas untuk mati!"
"Aku tahu !"
"Apakah putraku juga pantas mati ?"
"Tidak "
Ia tak bisa tidak harus berkata demikian, ia sendiripun pernah difitnah orang, dia cukup
memahami bagaimanakah perasaan dan penderitaan semacam itu.
"Kau adalah tuan rumah tempat ini" kembali Thi yan tianglo berkata, kau pun merupakan jago
paling muda yang pernah kujumpai selama lima puluh tahun terakhir ini, aku hanya ingin bertanya
kepadamu, di dalam peristiwa ini, siapakah yang pantas untuk mati?"
"Orang yang pantas mati sudah mati semua!"

"Belum !" teriak Thi yan tianglo.
Setelah berhenti sebentar, dengan suara sedingin es dia berseru:
"Orang yang seharusnya mati masih ada seorang yang belum mati!"
Mendadak Cia Siau giok berteriak pula dengan suara yang lantang dan keras:
"Aku tahu siapakah orang ini !"
Di atas wajahnya yang pucat pias seperti mayat tampak noda air mata membasahi pipinya, dia
nampak begitu lemah lembut.
Begitu mengenaskan, begitu sedih sehingga untuk berdiripun seolah-olah tak sanggup untuk
berdiri tegak.
Akan tetapi ia sama sekali tidak mundur, dia sama sekali tidak merasa gentar.
Dengan suara yang pelan tapi tegas, pelan-pelan dia berkata lebih lanjut:
"Sekarang, aku sudah tahu kalau aku telah salah membunuh, semua orang yang telah salah
membunuh sudah sepantasnya kalau menerima kematiannya pula."
"Apa yang siap kau lakukan sekarang ?" tanya Thi yan tianglo kemudian.
Cia Siau giok tidak berbicara lagi, sepatah katapun tidak berbicara lagi.
Berada dalam keadaan demikian, dia memang merasa tak perlu untuk banyak berbicara lagi.
Tiba-tiba dari dalam sakunya dia mencabut ke luar sebilah pedang pendek yang memancarkan
cahaya berkilauan.
Itulah sebilah senjata pendek yang tajam sekali.
Kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun pedang tersebut ditusukkan ke dalam ulu hati
sendiri.
ooo0ooo
SEPASANG GOLOK BERSATU PADU
TAHUN ini Cia Siau giok baru berusia tujuh belas tahun, inilah saat remajanya, seakan-akan
sekuntum bunga yang sedang mekar dengan sangat indahnya.
Gadis manakah diantara gadis-gadis berusia tujuh belas tahun yang ingin cepat-cepat mati!
Diapun tak ingin mati, Tapi bila sudah berada dalam keadaan harus mati, diapun tidak takut
mati.
Sebab dia adalah putri kesayangan dari Cia Siau hong.
Didalam nadi darahnya mengalir darah dari Cia Siau hong, pedang yang dicabut keluar juga
pedang mestika dari keluarga Cia.

Pedang itu adalah sebilah pedang pembunuh, entah membunuh orang lain atau membunuh
diri sendiri, kedua duanya sama-sama cepat.
Akan tetapi, tusukan pedangnya itu sama sekali tidak menembusi jantungnya.
Sebab sambaran golok dari Ting Peng jauh lebih cepat.
Cahaya golok berkelebat lewat, pedang di tangannya sudah mencelat ke tengah udara dan
...."Traaak!" menancap di atas tiang pada pagoda air tersebut.
Seakan-akan sebuah paku yang memantek di atas tahu saja, pedang yang panjangnya satu
depa tiga inci itu sudah menembusi kayu tiang penglari yang keras dan atos bagaikan baja itu.
Tampaknya Cia Siau giok sendiripun dibikin terperanjat oleh kekuatan dari bacokan golok
tersebut, sampai lama kemudian ia baru berkata dengan sedih.
"Aku menginginkan kematianku sendiri, mengapa kau tidak membiarkan aku mati?"
"Kau tidak seharusnya mati, kaupun tak boleh mati!" jawab Ting Peng cepat.
Cia Siau giok memandang ke arahnya, dari balik matanya yang indah terpancar keluar suatu
perasaan yang amat kacau, entah kagum? Entah merasa terharu?
Walaupun ayunan golok itu telah menggetar lepas pedang dalam genggamannya, namun
sudah menakutkan pula hatinya.
Gadis berusia tujuh belas tahun manakah yang tidak mengagumi pahlawannya?
Thi yan hujin memandang ke arahnya, kemudian memandang pula ke arah Ting Peng tiba-tiba
serunya sambil tertawa dingin:
"Oooh... mengerti aku sudah sekarang"
"Apa yang kau pahami?"
"Sebelum membunuh Cia Siau giok, aku harus membunuhmu lebih dahulu...!"
"Benar!" jawab dari Ting Peng singkat tapi tegas.
Kembali Thi yan hujin memicingkan matanya sambil memandang golok yang berada di
tangannya itu, lalu ujarnya:
"Agaknya untuk membunuhmu bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang ...."
"Agaknya memang tidak terlalu gampang."
"Tampaknya golok itu sedikit melengkung..?"
"Yaa, tampaknya memang sedikit agak lengkung"
Dalam tiga puluh tahun terakhir ini agaknya didalam dunia persilatan belum pernah muncul
seseorang yang mempergunakan golok lengkung ...."
"Tengkukku tetap lurus, seperti juga tengkuk-tengkuk orang lain, kau saja masih dapat
memenggalnya sampai kutung"

"Selama tiga tahun terakhir ini belum pernah pula orang dalam dunia persilatan yang pernah
menyaksikan kami Yan cu siang hui memainkan ilmu sepasang golok bersatu-padu"
Apakah hari ini akan menyaksikannya"
"Benar !"
"Orang yang dapat menyaksikan sepasang golok bersatu padu dari Yan cu siang hui sudah
pasti orang-orang yang hidupnya di dunia ini tak lama lagi!"
"Agaknya seorang manusia hidup pun tak ada!"
Ting Peng segera tertawa.
"Akan tetapi siapa tahu kalau hari ini merupakan suatu pengecualian buat kalian?"
Thi yan hujin ikut tertawa pula.
""Akupun berharap kau bisa membuat suatu pengecualian bagi kami berdua..!"
Tubuhnya telah diputar, dalam waktu singkat ia telah berada disamping tubuh suaminya,
ternyata pinggangnya masih dapat bergerak dengan enteng dan lincah selincah anak gadis.
Thi yan tianglo masih belum bergerak, wajahnya tanpa emosi, tapi tahu-tahu goloknya sudah
berada dalam genggamannya.
Goloknya berbentuk tipis pula setipis kertas, malah kelihatannya begitu tipis sampai tembus
cahaya.
Hanya bentuknya jauh lebih panjang dari pada golok yang dipergunakan istrinya.
Setiap orang mulai mundur ke belakang, mundur sejauh-jauhnya dari tempat itu, setiap orang
dapat merasakan hawa pembunuhan yang terpancar keluar dari ujung golok tersebut.
Tiba-tiba saja, Thi yan hujin berkata dengan suara lembut:
"Golok yang digunakan adalah golok lengkung"
"Dahulu kitapun pernah membunuh orang yang mempergunakan golok lengkung" sahut Thi
yan tianglo.
"Yaa, karena golok-golok lengkung yang dipergunakan orang-orang itupun merupakan
bacokan lurus bila dipergunakan!"
"Hanya seorang saja yang terkecuali!"
""Untung saja dia bukan orang itu!"
""Yaa, untung saja dia bukan"
"Bagi pendengaran orang lain, apa yang mereka bicarakan itu seakan-akan sama sekali tak
bermaksud.
Orang lain tak akan memahami apa yang mereka katakan."

Tapi Ting Peng mengerti.
Kehebatan dari golok lengkung bukan terletak pada golok tersebut.
Walaupun golok berbentuk melengkung, namun jika dilancarkan, maka bacokannya tetap
lurus, bagaimanapun melengkungnya sesuatu benda, pasti akan terjatuh ke bawah dalam
keadaan lurus.
Hal ini merupakan teori gaya berat, siapapun tak akan dapat merubahnya.
Tapi ilmu golok yang dipergunakan Ting Peng justru telah merubah teori tersebut, karena ilmu
golok yang dipergunakannya sama sekali bukan ilmu golok manusia.
Ilmu golok yang dipergunakan adalah ilmu golok dari siluman "rase"
Tapi apa sebabnya Thi-yan suami istri mengatakan kalau di dunia inipun terdapat seseorang
yang terkecuali? Apakah orang ini pun mempunyai kemampuan seperti "rase" dan bisa merubah
teori gaya berat yang berlaku dialam semesta ini?
Siapakah orang itu?
Ting Peng tak berkesempatan untuk berpikir lagi, sebab di depan matanya telah berkelebat
cahaya golok, cahaya golok yang jauh lebih menyilaukan mata daripada sambaran petir.
Yan-cu siang hui, Siang-to-han-pit.
Sepasang walet terbang bersama, sepasang golok bersatu padu.
Sudah jelas mereka sebenarnya adalah dua orang dengan dua bilah golok, akan bergabung
tetapi dalam sekejap mata itulah mereka berdua seakan-akan telah bergabung menjadi satu, dua
bilah golok seolah-olah berubah menjadi sebilah golok.
Bila ayunan golok dari Thi yan hujin berbobot lima ratus kati, maka ayunan golok dari Thi yan
tianglo juga berbobot lima ratus kati.
Itu berarti serangan gabungan mereka berdua sama dengan berbobot seribu kati.
Ini menurut teori gaya berat.
Tapi di dunia ini justru terdapat sementara orang yang bisa mempergunakan semacam
kepandaian yang jitu untuk merubah teori tersebut.
Akibat dari tenaga gabungan dari kedua bilah golok tersebut, penambahan kekuatan sebesar
satu kali lipat yang seharusnya menghasilkan tenaga sebesar seribu kati itu ternyata telah
meningkat menjadi dua ribu kati .
Dengan bertambahnya kekuatan menjadi satu kali lipat, tentu saja kecepatannya turut
bertambah menjadi satu kali lipat pula..
Kepandaian semacam ini masih belum merupakan serangan yang paling menakutkan dari Yan
cu siang hui,

Dalam melakukan penggabungan dua golok menjadi satu tadi, dua bilah senjata yang
sesungguhnya telah bergabung menjadi satu itu, justru seakan-akan membacok datang lagi dari
dua arah yang berbeda, dengan jelas terlihat kalau bacokan mereka mengarah bagian kananmu,
tapi jika kau berkelit ke kiri, kau tetap gagal untuk menghindarkan dirimu.
`Tapi bila kau berkelit ke sebelah kanan, maka kau lebih-lebih tak akan dapat menghindarkan
diri.
Artinya, asal mereka sudah mengeluarkan ilmu "Yan cu siang hui, Siang to hap pit" itu berarti
tiada kesempatan lagi bagimu untuk menghindarkan diri.
Dengan penggabungan tenaga berdua, kekuatan mereka menjadi meningkat, sekarang
seakan-akan ada empat orang jago yang melancarkan serangan secara bersama sama. "
Dalam keadaan begini, tentu saja kau lebih lebih tak akan mampu untuk menangkis.
Siang to hap pit ibaratnya dua tubuh yang melebur menjadi satu badan, pada hakekatnya
sama sekali tiada titik kelemahan.
Tentu saja kau takkan mampu untuk menjebolkannya.
Oleh karena itu serangan mereka ini hakekatnya belum pernah gagal, mereka percaya kali
inipun tidak terkecuali.
Pada saat cahaya golok mereka sedang berkelebat lewat itulah, golok Ting Peng juga turut
berkelebat lewat.
Jika golok melengkung harus melancarkan serangan maka bacokannya juga harus lurus.
Tapi Ting Peng seakan-akan tidak terkecuali dari teori tersebut, ketika goloknya membacok ke
bawah, gerakannyapun seakan-akan lurus.
Akan tetapi bacokan golok yang semula mengayun ke bawah dalam keadaan lurus tadi secara
tiba-tiba saja menciptakan serentetan cahaya golok yang melengkung.
Yan cu siang to merupakan golok mestika yang tajamnya bukan kepalang, cahaya golok yang
terpancar keluar ibaratnya sambaran cahaya petir.
Berbeda dengan senjata yang dipergunakan oleh Ting Peng, golok yang dipergunakan
olehnya tak lebih hanya sebilah golok yang sederhana sekali.
Akan tetapi, disaat cahaya golok yang melengkung itu mulai berkelebat lewat membelah
angkasa, pada saat itu juga cahaya golok sepasang Yan cu siang to dari kedua orang itu menjadi
sirap dan punah, seakan-akan cahaya tajamnya lenyap secara tiba-tiba.
Siang to hap pit sudah jelas merupakan penggabungan dua senjata yang melebur menjadi
satu, dua tubuh yang melebur menjadi satu badan, semestinya memang sulit untuk menemukan
titik-titik kelemahan di balik gabungan dua kekuatan tersebut.
Akan tetapi cahaya golok yang melengkung itu secara tiba-tiba saja membabat masuk lewat
celah-celah cahaya golok mereka membabat langsung ke balik gerak serangan yang mereka
lakukan.
Tak seorang manusiapun yang sempat melihat jelas secara bagaimana ayunan golok itu
membabat masuk ke dalam, apa yang mereka tangkap tak lebih hanya suara dentingan nyaring.

"Triing ....!" begitu dentingan nyaring itu berkumandang memecahkan keheningan, cahaya
golok yang berkilauan seperti sambaran petir itu lenyap tak berbekas.
Cahaya golok yang melengkung masih tetap utuh berputar satu kali dalam keadaan
melengkung.
Kemudian seluruh cahaya yang terpancar keluar itu lenyap tak berbekas, semua suara
menjadi sirap dan berubah menjadi hening, semua gerakan turut terhenti pula dengan begitu saja.
Suasana menjadi sunyi, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
ooo0ooo
SUMPAH KEJI
SECARA tiba-tiba seluruh jagad seakan-akan menjadi sunyi, sepi dan mati.
Ting Peng masih berdiri tenang ditempat semula, seakan-akan tak pernah melakukan suatu
perbuatan apapun.
Tapi golok masih berada di tangannya, cahaya golok sudah mulai meneteskan darah. Thi yan
suami istri masih berdiri tak berkutik pula di situ, golok mereka masih berada ditangan, seakanakan
tidak terjadi sesuatu perubahan apapun.
Tapi di atas wajah serta pergelangan tangan mereka telah muncul sebuah bekas bacokan
golok, bekas bacokan golok yang melengkung, lengkung seperti bulan sabit.
Darah segar pelan-pelan meleleh keluar dari mulut luka mereka, dan kini sudah mulai menipis.
Paras muka merekapun seakan-akan tidak terjadi perubahan apa-apa, hanya sekarang jelas
terlihat agak bingung, seolah-olah seseorang yang secara mendadak menjumpai sesuatu
persoalan yang tak dapat diselesaikan olehnya.
Tapi didalam waktu yang amat singkat itulah didalam arena telah terjadi suatu perubahan yang
mengerikan sekali.
(Bersambung Jilid 10)
Jilid : 10
BEKAS bacokan golok berbentuk melengkung seperti bulan sabit di atas wajah mereka itu
tiba-tiba mulai merekah, dagingnya merekah bagaikan bunga yang sedang mekar, sehingga
terlihat tulang putih dibalik daging itu.
Golok yang berada dalam genggaman merekapun secara tiba-tiba terjatuh ke tanah, terjatuh
berikut tangan yang menggenggam golok tersebut.
Namun di atas wajah mereka sama sekali tidak memperlihatkan rasa menderita atau sakit,
sebab rasa takut yang luar biasa telah membuat mereka melupakan penderitaan dan rasa sakit
yang menyelimuti tubuhnya.
Tiada orang yang bisa membayangkan perasaan takut yang ditampilkan lewat sorot mata
mereka.

Sekalipun semua orang telah menyaksikan mereka membabat kutung tubuh seseorang tadi,
namun rasa ngeri yang diperlihatkan mereka ketika itu tak akan sehebat rasa takut mereka
sekarang.
Agaknya rasa Ah-ku yang mencekam hati mereka sudah melampaui batas-batas rasa takut
seseorang.
Yang mereka takut bukanlah orang yang sanggup menghancurkan mereka dalam sekali
bacokan itu, yang mereka takuti adalah golok yang berada ditangan orang itu.
Sebilah golok yang melengkung bagaikan bulan sabit.
Golok pun bukan suatu benda yang mena-kutkan.
Bila seseorang takut dengan sebilah golok, biasanya hal ini disebabkan karena mereka takut
dengan orang yang mempergunakan golok tersebut, takut dengan ilmu golok orang itu, takut orang
itu membunuhnya dengan mempergunakan golok.
Tapi yang mereka takuti sekarang adalah golok tersebut.
Golok itu sendiri seakan-akan telah membawa semacam keseraman atau kengerian yang bisa
merobek-robek sukma mereka.
Rasa seram dan ngeri itu bukan saja dapat membuat mereka melupakan penderitaan, bahkan
membangkitkan pula semacam kekuatan aneh yang tertanam dalam hati mereka.
Oleh karena itu, meski kulit muka mereka telah merekah, walaupun tangan sebelah mereka
telah kutung, namun mereka belum juga roboh ke atas tanah.
Mereka seakan-akan tidak tahu kalau dirinya sudah terluka, tidak tahu kalau tangan mereka
sudah kutung.
Rasa takut dan seram yang mencekam perasaan mereka sekarang ibaratnya sebuah tangan
tak berwajah yang mencekik leher setiap orang.
Tiada orang yang bersuara, bahkan tiada orang yang bernapas dengan suara keras.
Orang yang buka suara ternyata adalah Thi yan tianglo yang selama ini tak terlalu banyak
berbicara, dia sedang mengawasi golok ditangan Ting Peng lekat-lekat, kemudian secara tiba-tiba
berkata:
"Golok yang kau pergunakan adalah sebilah golok lengkung""
"Yaa, lengkung sedikit"
"Bukan hanya sedikit saja, golok yang kau pergunakan benar-benar adalah sebilah golok
lengkung"
"Ooh.. !"
"Di atas langit dari dulu sampai sekarang, hanya seorang yang dapat mempergunakan golok
semacam ini"
"Oooh ....!".

"Tapi kau bukan orang itu"
"Aku memang sesungguhnya aku, aku bukan orang lain, aku adalah aku sendiri"
"Golok yang kau pergunakan juga bukan golok miliknya"
"Ini memang milikku!"
Di atas golokmu itu juga tak ada tulisannya!" kembali Thi yan tianglo berkata.
Dia sudah mengawasi golok tersebut sampai lama sekali, matanya jauh lebih tajam daripada
burung elang.
""Apakah di atas golok ini sebenarnya ada tulisan?" kata Ting Peng.
"Yaa, di atas golok itu memang seharusnya ada tujuh huruf!"
"Tujuh huruf yang mana?"
"Siau-lo-it ya-teng-cun-hi (Mendengar rintik hujan ditengah malam di sebuah loteng kecil)!"
kata Thi-yan tianglo sepatah demi sepatah.
ooo0ooo
SIAU-LO-IT-YA-TENG-CUN HI
Di atas golok lengkung milik Cing-cing memang terdapat ke tujuh huruf itu.
Sesungguhnya, ke tujuh huruf itu merupakan sebaris syair, sebaris syair yang sangat indah
artinya, membawa suatu kelembutan, hati yang tak terlukiskan dengan kata-kata.
Namun, ketika Thi-yan tianglo mengucapkan ke tujuh patah kata itu, suaranya diliputi oleh
perasaan ngeri, seram dan takut, semacam rasa takut yang disertai dengan perasaan hormat.
Semacam rasa hormat yang timbul dihati manusia hanya khusus terhadap malaikat atau dewa.
Padahal makna dari bait syair itu tiada yang mengandung sesuatu keseraman.
Tanpa terasa Ting Peng teringat kembali kejadian sewaktu pertama kali bertemu dengan Cingcing
ketika berjumpa dengan kakek berjubah emas yang berjenggot panjang.
Sewaktu dia mengucapkan bait syair tersebut, wajahnyapun seakan-akan memperlihatkan
mimik wajahnya seperti apa yang diperlihatkan Thi-yan tianglo sekarang.
Mengapa mereka memperlihatkan reaksi yang begitu istimewa terhadap sebait syair yang
amat sederhana itu!
Mungkinkah diantara kedua orang itu mempunyai suatu rangkaian hubungan yang amat
misterius!
Darimana mereka bisa tahu kalau di atas golok lengkung Cing-cing terdapat sebait syair
seperti ini!

Kembali Thi-yan tianglo bertanya:
"Dulu, pernah kau mendengar tentang ke tujuh patah kata tersebut.... ?".
"Yaa, aku pernah mendengar, itulah sebait syair yang sudah kuno sekali"
"Tahukah kau makna yang sebenarnya dari ke tujuh patah kata tersebut?"
"Aku tahu"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Thi yan tianglo, serunya tanpa terasa.
"Kau benar-benar tahu?".
"Yaa, arti dari bait syair itu adalah pada suatu malam musim semi ada seorang yang sedang
kesepian duduk seorang diri di atas loteng sambil mendengarkan suara rintikan hujan semalam
suntuk"
Thi yan tianglo segera menggelengkan kepalanya berulang kali, gumamnya kemudian:
"Tidak benar, tidak benar, sama sekali tidak benar"
"Apakah dibalik syair tersebut masih mengandung arti lain?"
"Ke tujuh patah itu membicarakan tentang seseorang".
"Siapa ?"
"Seorang malaikat yang tiada tandingannya dikolong langit, sebilah golok sakti yang tiada
keduanya di dunia ini"
Kembali dia menggelengkan kepalanya berulang kali serunya lebih lanjut:
"Tidak benar, tidak benar kau pasti tak akan kenal dengan orang ini"
"Dari mana kau bisa tahu kalau aku tidak kenal dengan dirinya ?"
""Sebab dia sudah lama tak ada di dunia ini lagi, waktu kau belum dilahirkan, dia sudah tidak
berada lagi di dunia ini"
Setelah berhenti sejenak, mendadak bentaknya lagi keras-keras.
"Tapi ilmu golok yang kau pergunakan barusan sudah pasti ilmu goloknya !"
"Ooooh...?"
"Di atas langit, didalam bumi, dari dulu sampai sekarang hanya dia seorang yang dapat
mempergunakan ilmu golok tersebut"
""Kecuali dia seorang agaknya masih ada satu orang lagi"`
"Siapa ?"
"Aku.."

Thi yan tianglo segera menghela napas panjang sahutnya:
"Yaa, benar, kecuali dia masih ada kau, sebenarnya siapa dirinya? Mengapa kau bisa
mempergunakan ilmu goloknya!"
"Mengapa aku harus memberitahukan kepadamu?"
"Kau harus memberitahukan kepadaku, asal kau bersedia memberitahukan kepadaku aku rela
mati"
"Sekalipun aku tidak mengutarakannya keluar, toh sama saja bisa kubunuh dirimu"
"Kau tak dapat membunuhku"
"Mengapa tak dapat?"
""Bukan saja kau tak dapat membunuhku, dikolong langit dewasa ini, siapa pun tak dapat
membunuhku!"
Dia masih mempunyai sebuah tangan.
Tiba-tiba tangan itu merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah lencana besi yang
berwarna hitam, sambil mengangkatnya tinggi-tinggi serunya keras-keras:
"Coba kau lihat, benda apakah ini?"
ooo0ooo
BENDA tersebut tak lebih hanya sebuah lencana besi belaka, Ting Peng tidak dapat
mengenali dimanakah letak keistimewaan dari benda tersebut:
Tapi paras muka Lamkiong Hoa su segera berubah hebat, sorot matanya segera
memancarkan rasa kaget, tercengang bercampur kagum, seakan-akan seorang pemuja dewa
yang secara tiba-tiba berjumpa dengan dewanya ......
"Tentunya kau tahu, bukan benda apakah ini?" tanya Thi-yan tianglo kemudian.
Ternyata Lamkiong Hoa-su mengakuinya. "Aku tahu, tentu saja aku tahu jawabnya"
"Katakanlah!"
"Benda itu adalah lencana besi pengampunan dari kematian yang diakui oleh setiap orang
gagah dikolong langit, benda itu dibuat oleh Sin kiam-san-ceng beserta tiga partai, tujuh perguruan
serta empat keluarga persilatan di dunia ini, barang siapa memiliki lencana tersebut, maka entah
perbuatan apapun yang dilakukan, setiap umat persilatan harus mengampuni selembar jiwanya!"
"Benda itu pasti palsu, sudah pasti benda itu palsu!" "teriak Sun Hu-hou keras-keras.
"Pasti tidak palsu, sudah pasti tidak palsu" seru Lamkiong Hoa-su melotot.
Sin kiam san ceng maupun tujuh partai pedang adalah musuh-musuh bebuyutan dari Mo kau,
mana mungkin lencana besi pengampunan kematian bisa berada ditangan seorang tianglo dari Mo
kau?
"Tentu saja dibalik kejadian itu terdapat alasan tertentu".

"Apa alasannya?"
Aku tak dapat mengutarakannya keluar, tapi aku tahu lencana besinya itu tidak palsu
Dengan wajah pias seperti mayat, sepatah demi sepatah dia melanjutkan:
"Hari ini, bila ada orang berani membunuhnya, maka orang itu akan menjadi musuh
bebuyutannya Sin kiam san ceng, tiga perguruan besar, tujuh partai pedang serta empat keluarga
persilatan, dalam tujuh hari ia pasti mampus"
Selesai mengucapkan perkataan itu mendadak tubuhnya melejit ke angkasa dan menyusup
lewat jendela, tanpa berpaling lagi ia pergi meninggalkan tempat itu.
Thi yan suami istri maupun Ting Peng tidak menghalangi kepergiannya, tentu saja orang lain
lebih-lebih tak ada yang menghalanginya.
Tubuhnya berlompatan beberapa kali di atas telaga yang membeku jadi salju dan kemudian
lenyap dibalik kegelapan.
Dia, seperti merasa kuatir bahwa ada orang yang memaksanya untuk mengutarakan rahasia
tersebut, sebab bagaimanapun juga rahasia tersebut tak mungkin akan di utarakan keluar.
Terdengar Thi yan tianglo berkata:
"Selama hidup, aku sudah banyak membunuh orang, sekarangpun aku masih mempunyai
sebuah tangan, untuk membunuh orang, bila hari aku tidak mati, cepat atau lambat setiap orang
yang berada di sini akan kubunuh satu persatu, siang dan malam kalian biar merasa kuatir,
merasa gelisah karena harus berjaga-jaga atas kedatanganku, siapa tahu dikala kalian sadar dari
impian, kamu semua telah berubah menjadi setan penasaran"
Perkataan itu diucapkan amat lambat, sepatah demi sepatah di utarakan keluar, dalam setiap
patah kata itu seakan-akan terkandung sumpah keji dari setan iblis.
Ketika sepatah demi sepatah kata yang dia utarakan itu mendengung di sisi telinga semua
orang, tanpa terasa bulu kuduk mereka pada bangun berdiri.
Setiap orang tahu, dia adalah seorang yang bisa berkata bisa pula untuk melaksanakannya.
Kembali Thi yan tianglo berkata:
"Oleh sebab itu, hari ini tidak seharusnya kalian membiarkan aku meninggalkan tempat ini
dalam keadaan hidup, cuma sayang kalian justru tak mampu membunuh aku!"
Siapapun tak dapat menyangkal akan hal ini, siapapun tak berani bermusuhan dengan pihak
Sin kiam san ceng dan tujuh partai pedang.
Namun aku sendiri masih dapat membunuh diriku sendiri" ucap Thi yan tianglo jauh-jauh.
Ditatapnya wajah Ting Peng lekat-lekat, lalu sambungnya:
""Asal kau bersedia menerangkan kepadaku bagaimana caramu mempelajari ilmu golok yang
barusan kau pergunakan, seketika itu juga aku akan mati di sini"

Ternyata dia rela mengorbankan selembar jiwanya untuk memperoleh ganti rahasia tersebut.
Bagaimanakah cara Ting Peng melatih ilmu golok tersebut? Apa hubungannya antara
persoalan ini dengannya? Mengapa dia ingin semua orang berharap Ting Peng bersedia untuk
mengatakannya secara terus terang .
Setiap orang segera diliputi perasaan ingin tahu, sebab persoalan itu sendiri memang cukup
menimbulkan rasa ingin tahu setiap orang.
Selain itu, setiap orangpun berharap Thi yan bisa cepat-cepat mampus.
"Kau bersedia untuk mengatakannya atau tidak ?" Thi yan tianglo menegaskan.
"Tidak !"
Jawaban dari Ting Peng pun cukup sederhana dan ringkas, bagaikan sebatang paku saja.
"Kau benar-benar tak akan berbicara?" bentak Thi yan tianglo semakin lantang.
"Kau tak akan mampu membunuh aku, sebaliknya setiap saat aku dapat membunuhmu, hari
ini mungkin saja ku ampuni selembar jiwamu, tapi lain waktu, jika kau berani membunuh satu
orang saja, segera kurenggut nyawamu."
Kemudian pelan-pelan dia melanjutkan:
"Sekeping lencana besi Bian si thi leng paling banter Cuma bisa menyelamatkan jiwamu
sekali, kujamin lain waktu tak seorang manusiapun yang sanggup menolong dirimu, sekalipun Sin
kiam san-ceng mendatangkan Cia cengcu sendiripun, akan kubunuh dirimu lebih dulu sebelum
memperbincangkannya."
Semua perkataan itupun diucapkan dengan suara pelan, diutarakan sepatah demi sepatah,
dalam setiap patah kata itu terbawa suatu kekuatan tak bisa tidak untuk mengakuinya, semacam
kekuatan yang tak mungkin bisa dilawan.
Dalam sekejap mata, dari seorang pemuda yang lembut tahu-tahu sudah berubah seperti
seorang raksasa yang tinggi besar.
Dari balik mata Cia Siau giok kembali terpancar keluar perubahan perasaan yang sangat kalut.
Berbeda sekali dengan mimik wajah dari Thi yan tianglo, dari balik matanya seakan-akan
terpancar keluar sepasang api beracun, sebilah pisau beracun, seekor ular beracun dan sumpah
keji dari segenap iblis buas dari langit maupun bumi.
""Kuanjurkan kepadamu, paling baik kalau sekarang juga kau pergi meninggalkan tempat ini!"
terdengar Ting Peng berkata lagi.
"Tentu saja aku akan pergi, tapi aku pun mempunyai suatu persoalan yang bagaimanapun
juga mau tak mau harus kusampaikan juga kepadamu!" "
"Kalau begitu katakan saja!"
Pelan-pelan Thi yan tianglo menarik napas panjang, lalu berkata:
"Entah dari manapun kau pelajari ilmu golok itu, di kemudian hari pasti akan mendatangkan
bencana yang tiada taranya bagimu"

Kemudian dengan sorot mata yang berapi-api, memancarkan sinar kebengisan dan kebencian
yang meluap-luap, dia melanjut-kan kembali kata-katanya:
"Sekalipun kau dapat mempergunakan golok tersebut untuk malang melintang di dalam dunia
persilatan, sekalipun kau dapat menjagoi seluruh kolong langit, menjadi jagoan yang tak
terkalahkan di dunia ini dan menguasahi seluruh dunia ini, namun bencana tersebut akan selalu
mengikuti dirimu, nasib sial dan musibah tragis akan selalu menempel dirimu. baik siang atau
malam, setiap detik setiap menit, setiap saat selalu mengikuti dirimu, sekalipun kau bisa
mempergunakan golok itu untuk mendapatkan nama yang besar kedudukan yang tinggi dan
kekuasaan yang melimpah, akan tetapi selama hidupmu di dunia ini, kau pasti akan hidup di dalam
penderitaan, hidup tersiksa, tersiksa raga dan batin selama hidup tak akan pernah merasakan
kebahagiaan sepanjang hidup sengsara terus tersiksa terus menderita dan sedih sampai mampus!
Selamanya tiada kegembiraan bagimu, tiada kesenangan yang bisa kau rasakan, kau akan
menderita, menderita terus sepanjang jaman, sampai kiamatnya dirimu . . .."
Mendadak ia mendongakkan kepalanya menghadap langit, kemudian jeritnya dengan suara
parau:
"Dengan disaksikan oleh semua iblis semua setan dan semua dedemit yang ada di langit dan
bumi, sumpah ini moga-moga akan terkena pada dirimu dan itulah nasibmu sepanjang masa!"
Itulah sumpah kejinya!
Sumpah yang betul-betul teramat keji.....
ooo0ooo
PERPISAHAN
ANGIN dingin berhembus lewat di atas telaga yang beku oleh salju, dalam kegelapan entah
ada berapa banyak setan iblis, ataupun dedemit yang ikut mendengarkan sumpah kejinya itu.
Kemudian suami istri berdua itupun melenyapkan diri dibalik kegelapan jauh lebih pekat
daripada gumpalan darah, lenyap di balik kerumunan setan iblis.
Ting Peng hanya mendengarkan saja dengan tenang, tampaknya dia seperti amat tenteram
dan sama sekali tidak terpengaruh.
Tiba-tiba Cia Siau giok menerjang ke depan, menarik tangannya seraya berseru:
"Jangan sekali-kali kau dengarkan perkataan setan mereka!"
Tangannya amat dingin bagaikan es, namun suaranya justru lembut dan hangat.
"Jangan sekali-kali kau percayai perkataan setan semacam itu, walau hanya sepatah katapun.
Ting Peng termenung sampai lama, kemudian dia baru berkata lambat-lambat.
"Kadangkala omongan setan justru akan manjur!."
Tangan Cia Siau giok makin dingin, sedemikian dinginnya sampai menggigil.
Ting Peng memperhatikan wajahnya, tiba-tiba ia tertawa:

"Namun apa yang mereka ucapkan tak sepatah yang kupercayai, sebab apa yang mereka
ucapkan bukan perkataan setan, mereka adalah manusia bukan setan."
Cia Siau giok turut tertawa:
Suaranya berubah semakin lembut.
"Sekalipun mereka benar-benar adalah setan, aku percaya kaupun tak akan takut kepada
mereka, aku percaya entah di langit atau di bumi, tiada persoalan yang bisa membuatmu menjadi
ketakutan!"
Dalam dunia ini masih terdapat persoalan apa lagi yang jauh lebih menarik perhatian seorang
pria daripada pujian dari seorang gadis cantik?
Apalagi kalau lelaki itu kebetulan merupakan seorang pahlawan daripada orang yang dipujinya
itu.
Di dunia ini masih terdapat persoalan apalagi yang bisa membuat seorang pria merasa bangga
daripada rasa percaya seorang gadis yang tanpa dosa kepadanya?
Apalagi jika gadis itu adalah seorang gadis yang cantik jelita?
Akan tetapi Ting Peng sama sekali tidak terpengaruh oleh kesemuanya itu, dia tidak menjadi
mabuk kepayang.
Betul dia seorang pria tapi ia bukan seorang pria sembarangan.
Dia mempunyai seorang istri "rase" Cing cing, sepintas lalu baik Cing-cing maupun Cia Siau
giok sama-sama tampak cantik, sama-sama tampak suci bersih.
Kalau Cing-cing banyak memancarkan sinar mata yang penuh dengan kepercayaan serta
pujian tanpa bersuara, maka Cia siau giok lebih banyak menampilkan ke semuanya itu dengan
berbicara.
Terhadap gejala semacam ini, selain ia sudah menjumpai dan lagi tampaknya sudah agak
jenuh.
Apalagi didalam hatinya masih terdapat suatu kejadian yang membuatnya selalu sakit hati.
Itulah perbuatan dari istri Liu Yok siong, si perempuan yang mengganti namanya menjadi Ko
siau, seekor anjing betina yang rendah dan tak tahu malu.
Justru perempuan itulah yang benar-benar telah menipunya, menipu dengan mengandalkan
kepolosan dan kelincahan seorang gadis sehingga nama baik serta martabatnya betul-betul
ternoda.
Itulah sebabnya senyuman yang semula menghiasi ujung bibirnya mendadak berubah jadi
beku, suaranyapun turut membeku, dengan dingin dia melepaskan diri dari cekalan Cia Siau giok,
kemudian ujarnya dingin:
"Kau benar-benar adalah putrinya Cia Siau hong?"
Dengan terperanjat Cia Siau-giok mengawasinya, dia tak tahu persoalan apakah yang telah
membuat lelaki tersebut berubah menjadi begitu dingin dan kaku.

Terpaksa dengan nada ketakutan ia menjawab:
"Bee......benar !"
"Akan tetapi setiap orang mengatakan kalau Cia Siau-hong tidak beristri!" kata Ting Peng lagi
dingin.
Cia Siau giok segera tertawa.
"Apa yang dilakukan ayahku selama ini memang jarang sekali diketahui orang lain,
perkampungan Sin kiam-san-ceng pun jarang sekali dikunjungi orang. darimana mungkin orang
lain bisa mengetahuinya."
Ting Peng segera tertawa dingin.
"Heeeehh... heeeehhh.... heeeehhh..... Cia Sam-sauya yang namanya sudah termasyhur di
seluruh kolong langit, sudah barang tentu tak akan sudi untuk berhubungan dengan orang-orang
awam"
Tiba-tiba Cia Siau giok seperti menjadi paham, dia segera tertawa dan berkata:
"Oooh .... rupanya kau menjadi marah lantaran ayahku tidak menerima undanganmu?"
"Tidak berani, aku hanya sekalian memberi kartu undangan kepadanya, aku tidak maksudkan
dia benar-benar mesti datang kemari!"
"Dalam hal ini, kau harus dapat memaafkan dia, selama banyak tahun ini ayahku sudah
mengundurkan diri dari keramaian dunia, jangan toh orang lain, beberapa orang sobat karibnya
yang sudah dikenal banyak tahun pun selalu dihindari"
Di atas wajahnya yang tak berdosa kembali tersungging sekulum senyuman manis, lanjutnya:
"Akan tetapi, ketika aku ingin kemari, ternyata dia tidak melarang, malahan suruh Sang Ceng
dan Thian It hui melindungi aku, hal ini menunjukkan kalau diapun menaruh hormat kepadamu!"
Kembali Ting Peng tertawa dingin:
"Memang seharusnya menaruh hormat sebab orang yang dikirim untuk melindungimu itu
bukan saja tidak melindungimu, malahan sudah mendatangkan banyak kesulitan, sebaliknya aku
seorang manusia yang tidak dipandang sebelah mata olehnya, justru tidak acuh untuk melakukan
kesalahan terhadap tianglo Mo kau yang ditakuti setiap orang dan menyelamatkan putrinya dari
tangan Thi yan siang hui"
Dari balik sorot mata Cia Siau giok kembali memancar keluar sorot mata yang tajam, katanya
kemudian:
"Kau bukan cuma menolong, bahkan mengalahkan Thi yan siang hui, jika ayahku tahu, dia
pasti akan menganggap hal ini sebagai suatu hal yang luar biasa"
Dengan cepat dia menambahkan pula:
""Sudah barang tentu, dia pun akan merasa berterima kasih sekali kepadamu!"

"Kalau dia amat berterima kasih kepadaku, berarti dia berhutang terima kasih kepadaku, jika
dia menganggap aku masih lumayan juga, itu berarti pula dia berhutang satu kali kesempatan
kepadaku untuk melakukan duel"
Mendengar perkataan itu, Cia Siau giok menjadi tertegun.
"Kau hendak mencari ayahku untuk diajak berduel?" tertahan.
Kembali Ting Peng tertawa dingin.
""Semenjak Cia Sam sauya terjun ke dalam dunia persilatan, dia selalu mencari jago-jago
kenamaan dunia ini" untuk diajak berduel mengalahkan setiap jago yang dijumpainya sebelum
akhirnya nama Sin kiam san-ceng menjadi termasyhur di dunia ini!"
"Tapi nama besar Sin kiam san ceng bukan dimulai semenjak ayahku terjun ke dalam dunia
persilatan!" buru-buru Cia Siau giok menerangkan.
"Tapi nenek moyang kalian toh tidak setenar ayahmu, justru karena dia mengalahkan orang
lain maka namanya baru tenar, oleh sebab itu diapun tidak berhak untuk menampik tantangan dari
orang lain"
""Ayahku tak akan berduel denganmu, karena kau bukan seorang jago pedang!"
Tampaknya gadis itu merasa perkataannya itu kurang cocok, buru-buru dia menambahkan
lagi.
""Sekalipun kau adalah seorang jago pedang yang sangat lihay, diapun tak akan berduel
denganmu, sejak pertarungannya melawan Yan Cap sa dimasa lalu, dia sudah bilang tak akan
berduel lagi dengan siapapun... !"
Meskipun Cia ciangkwee seorang yang hadir ketika Cia Siau hong melangsungkan duelnya
yang terakhir melawan Yap Cap sah, akan tetapi Cia ciangkwee bukan seorang yang banyak
mulut, selamanya dia tak pernah mengungkapkan siapakah yang telah memenangkan
pertarungan yang luar biasa itu..
Tapi siapapun tahu dalam pertarungan itu Cia Siau honglah yang berada dipihak yang kalah.
Tapi kejadian itu tidak mempengaruhi nama besar dari Cia Siau hong, juga tidak
mempengaruhi nama besar dari Sin kiam san-ceng.
Sebagai seorang jago pedang, kalah satu dua kali sudah lumrah, kekalahan bukan sesuatu
yang memalukan, apalagi si pemenang dalam pertarungan itu, Yan Cap sah justru telah bunuh diri
sehabis pertarungan tersebut berlangsung.
Alasannya untuk bunuh diri adalah untuk memusnahkan jurus pedang yang dapat
mengalahkan Cia Siau hong itu.
Karena jurus pedang yang bengis dan berhawa pembunuhan itu tidak cocok bagi alam
manusia.
Sejak Yan Cap sha mati, jurus pedang pun dibawanya ke alam baka, maka Cia Siau hong
masih tetap merupakan seorang jago pedang yang lihay di dunia ini.
Persoalan ini diungkapkan sendiri oleh Cia Siau hong kepada beberapa orang temannya
setelah peristiwa itu berlangsung.

Orang yang bisa dianggap sebagai teman oleh Cia Siau hong, sudah barang tentu hanya
orang-orang yang menduduki jabatan tinggi serta mempunyai nama besar di dalam dunia
persilatan.
Itulah sebabnya semua perkataan yang muncul dari mulut mereka tidak disangsikan lagi
keasliannya.
Akan tetapi Ting Peng merasa amat tidak puas dengan penjelasan semacam itu.
Sambil tertawa dingin katanya:
"Di ujung pedang ayahnya telah membunuh banyak sekali jago lihay, mereka semua toh tidak
memakai pedang, oleh karena itu diapun tidak beralasan untuk menampik tantanganku dengan
mempersoalkan Golok bulan sabit"
Cia Siau giok tertegun, untuk sesaat lamanya dia tak tahu bagaimana harus menjawab
pertanyaan itu.
Tampaknya Ting Peng juga tidak mengharapkan jawabannya, hanya dengan suara dingin
ujarnya:
"Kau boleh pulang dan beritahu kepada ayahmu, katakan kepadanya bahwa aku
menunggunya selama sepuluh hari, dalam sepuluh hari ini dia harus datang sendiri kemari untuk
menyampaikan rasa terima kasih serta meminta maaf, Kami boleh jadi bisa berteman.. ."
Ucapan itu kontan saja membuat paras muka semua orang berubah hebat, sebab ucapan
tersebut kelewat tekebur.
Selama hidupnya Cia Siau hong hanya mempunyai beberapa orang teman, bukan boleh juga
di belakang tak seorang temanpun yang dimilikinya, hal ini bukan saja dikarenakan dia memang
seorang yang suka menyendiri hal inipun dikarenakan dia adalah seorang jago pedang yang tiada
tandingannya di dunia ini.
Pedang adalah dewa diantara pedang orangnyapun merupakan dewa diantara manusia.
Biasanya orang yang berada paling di puncak paling tinggi, dia selalu hidup menyendiri.
Tapi siapapun tak berani mengatakan kalau berkenalan dengan Cia Siau houg merupakan
sesuatu yang terlalu dipaksakan, atau perbuatan yang merendahkan derajat sendiri.
Tapi Ting Peng telah berkata demikian dan ternyata tiada orang yang mengatakan kejadian itu
sebagai suatu yang tekebur.
Mereka semua telah menyaksikan kelihaian Ting Peng, hanya dalam sekali ayunan golok saja,
dia sanggup mengutungi pergelangan tangan dari Thi yan siang hui tianglo dari Mo kau.
Walaupun mereka tak sempat menyaksikan permainan golok tersebut, bahkan ada
diantaranya yang tidak melihat sesuatu apapun, akan tetapi mereka dapat menyaksikan golok dari
Thi yan siang hui terjatuh ke tanah terlepas dari pegangan.
Tak dapat disangkal lagi, jelas hal itu dikarenakan ayunan goloknya, ayunan golok dalam satu
gebrakan.

Bila semula orang yang hadir di arena juga belum pernah menyaksikan Cia Siau hong
mempergunakan pedangnya, tapi merekapun tak berani memastikan pedang sakti milik Cia Siau
hong dapat pula melakukan hal yang sama.
Oleh karena itu, Ting Peng dinilai cukup berhak untuk mengucapkan perkataan tersebut.
Oleh sebab itu ucapan yang disampaikan Ting Peng selanjutnya juga tidak membuat semua
orang merasa terkejut.
Terdengar Ting Peng berkata.
""Dalam sepuluh hari kemudian, bila dia belum juga datang, itu berarti dia berteriak
mengadakan duel denganku, maka akupun akan membawa golokku untuk mendatangi
perkampungan Sin kiam san-ceng untuk mencari dirinya!"
Cia Siau giok menelan air liurnya lalu berbisik lirih:
"Ting.. . . Ting kongcu, Ting tayhiap... mengenai persoalan ini, aku. . . ."
Ting Peng sama sekali tidak memberi kesempatan lagi baginya untuk banyak berbicara,
segera tukasnya.
"Kau cukup membawa pulang kata-kata itu dan menyampaikan kepadanya, sekarang aku
yakin tiada orang yang dapat melakukan lagi, oleh karenanya kaupun boleh pergi.
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berjalan pergi, berjalan menuju ke
belakang, meninggalkan semua tamu yang memenuhi ruangan, meninggalkan pula Cia Siau giok
yang berdiri tertegun di tempat itu.
Pelayan yang mengenakan seragam rapi mulai memberesi meja perjamuan" dari sisa
mangkuk serta cawan.
Walaupun perjamuan baru berlangsung setengah jalan, sayurpun baru muncul berapa macam,
tapi perjamuan dalam pagoda Ang bwee kek telah berakhir.
Liu Yok siong dengan kedudukan sebagai seorang murid berdiri di depan pintu untuk
mengantar tamu, memberi hormat kepada setiap orang dan mengucapkan beberapa kata yang
sopan. .
Tapi sebagian besar juga yang di sapanya tidak menggubris, memandang sekejap ke arahnya
pun tidak.
Bagaimanapun juga Liu Yok siong adalah seorang jagoan yang pernah termasyhur dikolong
langit, tapi sekarang dia seakan-akan sudah dilupakan oleh setiap orang.
Akan tetapi Liu Yok siong seolah-olah tidak acuh terhadap sikap dingin orang lain, senyuman
manisnya masih menghiasi ujung bibirnya, sikapnya masih sungkan dan ramah terhadap setiap
orang, termasuk mereka yang dikenal maupun tidak di kenal.
Dia seolah-olah merasa puas sekali dengan kedudukannya sekarang.
Seakan-akan menjadi muridnya Ting Peng jauh lebih terhormat daripada sewaktu dia menjadi
seorang tayhiap, seorang cengcu tempo hari.

Sekalipun dia bukan seorang yang agung, seorang yang luar biasa, namun tak dapat disangkal
lagi, dia memang merupakan seorang manusia yang luar biasa sekali.
Sepanjang seribu tahun, belum tentu akan dijumpai seorang manusia semacam dia.
"Untung saja hanya ada seorang!"
Itulah sudut pandangan setiap orang yang meninggalkan ruangan tersebut, terhadap Liu Yok
siong dibalik cemoohan juga terlintas perasaan kagum.
Sebagai seorang lelaki sejati harus menyesuaikan diri dengan keadaan, setiap orang dapat
mengucapkan perkataan itu, setiap orang juga pernah menyaksikan keadaan Liu Yok siong ketika
masih jaya-jayanya dulu.
Tapi mereka sama sekali tak menyangka kalau Lio Yok siong benar-benar dapat
menyesuaikan diri sehingga sedemikian rendahnya.
"Manusia semacam Liu Yok siong, benarkah dia akan memendam dirinya dengan begitu saja,
sepanjang masa hidup dalam suasana yang rendah dan penuh cemoohan?"
Jawabannya hanya satu dan seratus persen sudah pasti benar.
"Orang ini benar-benar menakutkan, jauh lebih menakutkan daripada Sam sauya Cia Siau
hong dari Sin kiam san-ceng, jauh lebih menakutkan daripada golok maut dari Ting Peng"
Itulah perkataan yang diucapkan delapan puluh persen orang yang hadir didalam ruangan itu.
Sedangkan sisanya yang dua puluh persen segera merasa mual dan ingin muntah setelah
meninggalkan dari hadapan Liu Yok siong.
Cuma mereka tidak sungguh-sungguh muntah, sebab selama berada di Ang bwe kek, mereka
tidak makan apa-apa.
Namun setiap orang merasa puas, merasa girang karena perjalanan mereka kali ini tidak siasia
belaka, hasil yang diperoleh mereka didalam perjamuan ini bukan makanan, walaupun semua
sayur yang dihidangkan dalam perjamuan itu adalah hidangan-hidangan paling lezat yang dibuat
oleh koki kenamaan.
Tapi tak seorangpun yang tahu bagaimanakah rasanya.
Perut semua orang sudah di isi kenyang oleh ketegangan serta rangsangan yang hebat.
Setiap orang merasa amat puas, bahkan tidak terkecuali pula bagi mereka yang mati dalam
Ang bwe kek.
Terhadap mereka yang mati, Ting Peng kongcu sekali lagi memperlihatkan keroyalannya.
ooo0ooo
SEPULUH hari sudah berlalu, setiap hari pasti ada orang yang menanti di tepi telaga Say cu
ou, menjulurkan lehernya sambil menengok tanggul Soti yang panjang dab sempit dengan
harapan bisa melihat Sam Sauya dari keluarga Cia datang ke situ.

Banyak orang berharap bisa berjumpa dengan menyaksikan sendiri macam apakah wajah dari
si jago pedang lihay yang tiada taranya di dunia ini.
Bahkan diantara mereka terdapat pula banyak sekali kaum perempuan, mereka pernah
mendengar orang berkata bahwa dulu Cia Sam sauya adalah seorang jago pedang romantis yang
selalu membuat affair cinta dimana-mana.
Walaupun sekarang usianya agak lanjut, tapi watak manusia sukar dirubah, siapa tahu kalau
mereka mendapat kesempatan yang baik untuk dipikat olehnya. . . .
Tapi kecuali perempuan-perempuan genit itu, sebagian besar orang, terutama jago persilatan
selalu berharap agar jangan melihat kehadiran Cia Siau hong.
Bila Cia Sam sauya tidak datang, Ting kongcu pasti akan pergi mencarinya, mencarinya untuk
diajak berduel.
Suatu pertarungan, tentu saja jauh lebih menarik daripada permintaan maaf, jauh lebih
memuaskan.
Apalagi jika pedang sakti bertemu dengan golok maut, hal itu pasti akan merupakan suatu
peristiwa yang menarik hati.
Cia Siau-hong memang tidak membuat semua orang kecewa.
Dia tidak datang.
Dalam kenyataan setiap orangpun menganggap kemungkinan dia tak datang jauh lebih besar.
Cia Siau hong bukan seorang yang berhati pengecut, sekalipun ada orang yang mengatakan
bahwa dia telah berubah menjadi amat bersahaja.
Tapi bagaimanapun juga Cia Siau hong tetap Cia Siau hong, adalah seorang yang tinggi hati.
Walaupun dia bukan seorang yang tidak tahu aturan, juga bukan seorang yang tak tahu
berterima kasih kepada orang, tapi dia pun bukan seseorang yang mudah mengucapkan terima
kasih kepada orang lain.
Mungkin hal ini disebabkan dia she Cia, leluhurnya she Cia semua, demi pantangan, dia tak
ingin mempergunakan kata tersebut untuk menyampaikan perasaannya kepada orang lain.
Seseorang yang enggan mengucapkan kata "Cia" atau terima kasih kepada orang lain, tentu
saja makin mustahil kalau dia mau meminta maaf.
Jangan toh Ting Peng baru menolong putrinya, sekalipun menyelamatkan jiwanyapun belum
tentu dia akan menyampaikan rasa terima kasihnya itu.
Apalagi kalau suruh dia datang meminta maaf hanya dikarenakan dia menampik undangan
dari Ting Peng, hal ini lebih-lebih tak mungkin akan dilakukannya.
Jika Cia Siau hong sampai berbuat demikian maka dia bukan Cia Siau hong lagi, dia pastilah
seorang anak jadah yang lebih rendah daripada anjing-anjing geladak.
Kini terbukti Cia Siau hong tidak datang apakah Ting Peng akan pergi untuk mencarinya?

Selama sepuluh hari ini, Cing-cing selalu merasa murung, entah mengapa dia selalu saja
bermuram durja.
Tapi Ting Peng tidak merasakan hal itu.
Ting Peng sedang merasa gembira karena kepandaian silat yang dimilikinya, sekarang dia
tahu, semenjak pertempuran di Ang Bwee kek, namanya sudah makin tersohor di seantero dunia.
Tapi dia bukanlah seorang yang begitu tekebur sehingga lupa diri, diapun tahu bahwa ucapan
yang disampaikan kepada Cia Siau giok merupakan ucapan yang terlampau tekebur.
Tapi diapun mengerti, pedang Cia Siau hong sudah pasti jauh lebih lihay daripada ilmu Siang
to hap pit dari Thi yan suami istri.
Diapun tahu Cia Siau hong tak akan datang, tapi pertarungan tak bisa dihindari dengan begitu
saja, apalagi kalau pertarungan tersebut merupakan apa yang didambakannya selama ini.
Dalam sepuluh hari ini, dia tidak menerima seorang tamupun, bahkan kamar Cing-cing pun
jarang sekali di datangi, sebagian besar waktunya di habiskan di dalam kamar rahasianya untuk
mendalami kepandaian silat yang dimilikinya.
Mendalami ilmu golok bulan sabit tersebut, melatih ilmu golok yang luar biasa itu.
Sebenarnya dia bukan seorang yang berambisi besar, tapi sukses yang dialaminya dalam Ang
bwe kek membuat kepercayaannya pada diri sendiri makin bertambah besar, hal itu membuat
ambisinya pun semakin berkobar.
Dia telah menyusun sendiri serangkaian tindakan yang akan diambilnya selama ini, yang
dipikirkan semakin banyak, semakin repot, ambisinyapun makin lama semakin besar.
Setiap orang yang sanggup mengalahkan Cia Siau hong, dia pasti akan berhasil mencapai
puncak kedudukan yang paling top di dunia ini, setiap orang berharap bisa mencapainya, demikian
juga keadaannya dengan Ting Peng.
Dia hanya menjadikan kejadian tersebut sebagai suatu permulaan belaka.
Sedang didalam hatinya dia sudah mempunyai banyak sekali rangka pikiran yang hendak
dikerjakannya.
Rangka pikiran tersebut amat hebat, dia ingin membuat suatu ketenaran yang melebihi
ketenaran Sin kiam san ceng, lebih menggetarkan seluruh dunia persilatan.
Oleh karena itu dia bertekad, langkahnya yang pertama ini harus sukses.
Akhirnya sepuluh hari sudah lewat.
Ternyata Cia Siau hong benar-benar tidak muncul di situ, dia benar-benar tidak datang untuk
meminta maaf.
Hari ini adalah hari yang ke sebelas.
Hari ini langit terasa amat cerah, angin berhembus sepoi-sepoi dan sejauh mata memandang
udara amat bersih, tiada awan, tiada mega.
Udara se cerah ini merupakan saat yang paling cocok untuk berpergian jauh.

Ting Kongcu telah bersiap-siap untuk berangkat meninggalkan perkampungannya.
Dia telah bersiap sedia untuk mendatangi perkampungan Sin kiam san-ceng untuk menantang
Cia Siau hong berduel.
Bila dia berhasil menangkan duel tersebut, berhasil mengalahkan Cia Siau hong yang amat
tenar itu, maka dengan cepatnya nama besarnya akan memanjat ke langit, dia akan termasyhur
dan menjadi tenar di seluruh dunia.
Sebelum berangkat, ia pergi menjumpai Cing-cing, baru saja dia hendak mempertimbangkan
bagaimana caranya untuk berbicara, Cing-cing berkata lebih dulu.
"Semoga Long kun sukses sepanjang jalan dan kembali dengan membawa hasil yang
diharapkan. ."
Mula-mula Ting Peng agak tertegun, menyusul kemudian ia tertawa terkekeh-kekeh.
"Heeehh. . . heeehh. . . heeehh. . . istriku, kau memang hebat sekali, kemauan serba tahumu
makin menghebat tampaknya sehingga apa yang kupikirkan didalam hati tak pernah dapat
mengelabuhi dirimu!"
Begitulah dia pergi meninggalkan Cing-cing tanpa mengucapkan apa-apa lagi .
ooo0ooo
PERJALANAN JAUH
TING PENG berangkat dengan mempergunakan sebuah kereta kencana yang berwarna
kuning emas.
Kereta itu dihela oleh empat ekor kuda jempolan berwarna putih, ke empat ekor kuda itu
merupakan kuda pilihan.
Bagi orang biasa untuk mendapatkan seekor saja sudah sukarnya bukan kepalang, sekarang
ternyata ia mempunyai empat ekor yang dipakai untuk menarik kereta.
Kuda jempolan hanya cocok dipakai untuk melakukan perjalanan jauh, bukan untuk naik
kereta, sebab hal itu merupakan suatu persoalan .... .merupakan suatu perbuatan yang tidak
benar.
Tampaknya ke empat ekor kuda jempolan itupun tidak terbiasa dengan suasana yang
dihadapinya, bahkan mereka kelihatan sekali tidak tenang.
Namun kusir kereta tersebut adalah seorang kusir yang ahli, dia adalah seorang suku asing
bertubuh hitam pekat, kepalanya gundul dengan mengenakan celana panjang bersulamkan
bunga, tubuh bagian atasnya telanjang dan mengenakan sebuah handuk kecil saja sehingga
tampak bahu dan dadanya yang kekar.
Pada lehernya dia mengenakan sebuah gelang besar terbuat dari emas, ketika duduk di atas
kereta persis seperti sebuah pagoda kecil saja ....

Tangannya yang kuat dan berpengalaman memegang tali les kuda kencang-kencang,
sementara cambuknya diayunkan berulang kali memaksa ke empat ekor kuda jempolan itu harus
berlarian menurut arah yang dituju.
Keadaan seperti ini terasa amat menyolok bahkan sedikit berbau pameran kekayaan.
Tapi Ting toa sauya memang paling gemar dengan permainan semacam ini, sejak ia muncul
dalam dunia persilatan, ia sudah senang memamerkan kekayaannya.
Padahal sewaktu kecil dulu dia bukanlah seorang yang kaya, tapi sekarang setelah memiliki
harta kekayaan tak ternilai banyaknya, dia seperti tak tahu bagaimana musti mempergunakannya.
Di belakang keretanya mengikuti serombongan besar manusia, Ting Peng merasa puas sekali,
dia tahu orang-orang yang datang tanpa diundang, mereka bagaikan anak buah yang paling setia
saja, dari situ terus mengikuti sampai ke perkampungan Sin kiam san-ceng,
Ting Peng menengok ke belakang, dia saksikan rombongan manusia itu sudah berubah
menjadi suatu barisan yang amat memanjang, ada yang berombongan, ada pula yang sendirian,
tapi semuanya merupakan jago-jago, kenamaan dalam dunia persilatan.
Kenyataan ini membuat hatinya merasa girang sekali.
Mungkin nama Cia Siau hong lebih termasyhur daripada namanya, tapi sanggupkah Cia Siau
hong untuk menciptakan pula suasana seperti apa yang dialaminya sekarang?
Dia memejamkan matanya sambil bersandar dengan santai, ia membiarkan kereta berjalan
seenaknya, sementara senyuman menghiasi ujung bibirnya.
Ia tersenyum karena merasa gembira oleh suatu persoalan yang lain.
Itulah sikap Cing-cing terhadap setiap persoalan yang sedang dihadapinya.
Sebelum berangkat, dia merasa sukar untuk mengutarakan maksud hatinya itu kepada Cingcing,
dia menginginkan agar kali ini Cing-cing jangan ikut serta, namun perkataan semacam itu
sulit untuk diutarakan.
Ia telah memikirkan beribu macam alasan, namun tak sebuah pun yang dirasakan cocok.
Cing-cing amat cantik, berada bersamanya tak mungkin akan membuatnya menjadi malu.
Ilmu silat yang dimiliki Cing-cing pun sangat tinggi, dulu jauh lebih tinggi banyak daripada
kepandaiannya, sekarang dia mungkin jauh lebih tinggi sedikit, tapi yang pasti kehadiran gadis
tersebut bukan merupakan suatu beban baginya.
Cing-cing amat menuruti setiap perkataannya, belum pernah menampik permintaannya, juga
tak pernah mengikat kebebasannya untuk bergerak serta melakukan sesuatu.
Tiada sesuatu alasan pun yang menyatakan agar Cing-cing jangan turut dalam perjalanan ini.
Tapi dia tahu ada satu alasan yang membuatnya tak bisa membawa serta istrinya, hanya
alasan itu sukar untuk diutarakan.
Dia adalah rase, ilmu rasenya sudah mencapai pada puncaknya, betul dia amat lihay, namun
sifatnya tetap rase, dia merasa canggung, untuk muncul di suatu tempat yang terdapat banyak
orang.

Namun hal ini bukan merupakan alasan Ting Peng mengapa dia tidak membawa serta Cingcing.
Entah karena alasan apa, dia hanya ingin meninggalkan Cing-cing untuk sementara waktu.
Tentu saja hal ini bukan suatu alasan, tapi justru hal itu menjadi suatu dorongan hatinya,
menjadi suatu yang diharapkan olehnya.
Dia mengira Cing-cing pasti akan mengikutinya, maka dia harus memutar otak untuk
menemukan sesuatu alasan agar Cing-cing jangan turut di dalam perjalanan kali ini.
Gara-gara persoalan itu, hampir saja dia menghabiskan waktu selama satu hari untuk
memikirkannya, meski kemudian hasilnya tetap nihil.
Sungguh tak disangka, sebelum dia berangkat dan sebelum mengucapkan sesuatu, Cing-cing
telah berbicara lebih dulu.
Dia menyampaikan salam perpisahannya dan mendoakan kepadanya moga-moga pulang
dengan sukses.
Dia seakan-akan sudah merasa kalau dirinya lebih baik jangan turut serta didalam perjalanan
itu..
Hal mana bukan sesuatu yang aneh, karena dia adalah rase.
Rase selalu mempunyai kemampuan untuk mengetahui hal-hal yang akan datang, terutama
untuk menilai suara hati manusia.
Tanpa terasa Ting Peng berpikir lagi.
"Bila mengawini seorang gadis rase sebagai istri, sesungguhnya hal ini merupakan suatu
kejadian yang amat menguntungkan.
Maka sepanjang perjalanan, Ting kongcu merasa puas sekali.
Itulah sebabnya walaupun kereta berjalan dengan goncangan yang sangat keras, dia masih
dapat tidur.
Goncangan dalam kereta bukan disebabkan jalanan yang tidak rata. Mereka sedang berjalan
di atas jalan raya yang datar, lebar dan rata, roda kereta pun besar dan kuat.
Kereta itu memang sebuah kereta yang istimewa, jauh lebih istimewa dari pada kereta
kencana Raja sewaktu melakukan perondaan.
Yang tidak stabil jalannya adalah kuda yang menghela kereta, langkah mereka tak bisa
bersama, dan lagi kuda-kuda itupun belum pernah terlatih untuk menarik kereta.
Itulah sebabnya walaupun terdapat seorang kusir yang begitu baik, namun dalam waktu
singkat kereta itu belum juga bisa berjalan dengan tenang dan mantap.
Ah-ku adalah nama dari suku asing yang menjadi kusir kereta, dia dibawa datang oleh Cingcing
dari dalam sarang rasenya.

Ah-ku boleh dibilang merupakan seorang yang serba bisa, mulai dari jahit menjahit sampai
urusan mencabut pohon besar, semuanya dapat dilakukan dengan sempurna.
Sulaman bunga di atas celananyapun merupakan hasil sulamannya sendiri.
Kereta kencana yang amat megah itu pula merupakan hasil karyanya, yang tak dapat
dilakukan Ah-ku cuma dua hal.
Pertama adalah melahirkan anak, karena ia lelaki.
Yang kedua berbicara karena dia tak punya lidah.
Untung saja kedua hal tersebut tidak berpengaruh besar bagi dirinya.
Tentu saja Ting Peng tak akan menyuruh Ah-ku untuk melahirkan seorang anak baginya.
Ah-ku pun tak pernah mengemukakan pendapatnya, dia hanya mendengarkan, lalu
melaksanakan menurut perintah. Oleh karena itu Ah-ku merupakan seorang pembantu serta yang
paling cocok untuk dibawa serta kemanapun pergi.
Sekalipun Ting Peng, meninggalkan Cing-cing dirumah, namun dia harus membawa serta Ahku.
Setelah berjalan keluar dari kota Hang-ciu, orang yang berlalu lalang makin sedikit, hal ini
hanya tertuju pada orang-orang yang datang dari depan.
Sebab di belakang keretanya justru mengikuti rombongan manusia yang amat besar, sebagian
besar adalah jago-jago persilatan.
Mendadak Ting Peng seperti mempunyai suatu keinginan, suatu dorongan hati yang kuat
untuk menggoda pengikut-pengikutnya itu.
Kepada Ah-ku segera perintahnya:
"Larikan kereta itu kencang-kencang"
Ah-ku memang seorang pembantu yang patuh pada perintah, mendadak dia mengayunkan
cambuknya dan kereta itupun meluncur ke depan seperti anak panah yang terlepas dari busurnya.
Memandang kawanan manusia di belakang kereta yang berdiri kaget bercampur tercengang,
Ting Peng terbahak-bahak dengan riang gembira.
ooo0ooo
SEMENJAK Ting Peng keluar rumah, suasana Poan kian-tong menjadi sunyi senyap.
Kawanan jago persilatan yang semula berkumpul di sana, kini sudah pergi mengikuti Ting
Peng, bahkan tamu-tamu yang di undang Ting Peng pun sudah pada berangkat duluan.
Mereka semua tak ingin menyia-nyiakan kesempatan baik untuk menyaksikan pertarungan
antara Ting Peng melawan Cia Siau hong, hanya saja mereka tidak seperti kawanan jago
persilatan lainnya yang mengikuti di belakang kereta Ting Peng.
Ada sementara orang diantaranya malah mengambil arah yang berlawanan dengan kereta itu .

Andaikata mereka memang tak ingin melepaskan kesempatan untuk menyaksikan pertarungan
antara Ting Peng melawan Cia Siau hong, mengapa mereka tidak segera untuk menyusul
kesana?"
Apakah mereka mempunyai keyakinan bahwa sekalipun Ting Peng bisa mencapai ke
perkampungan Sin kiam san ceng, toh pertarungan tersebut tak mungkin bisa dilangsungkan?
Ada beberapa orang diantaranya malahan menyewa sampan di telaga Say Cu ou, dan
bersenang-senang dengan para pelacur, kemudian mereka memencarkan diri dan secara diamdiam
di bawah lamat-lamatnya cuaca, dalam suasana tidak memperhatikan orang memasuki kuil
Leng in-si.
Dalam ruang tamu, mereka seperti pergi menyambangi seseorang.
Tapi seperti juga untuk menerima sesuatu petunjuk, karena mereka menaruh hormati kepada
orang itu setelah masuk ke dalam ruang tamu, tak seorangpun diantara mereka yang berbicara
lagi.
Kecuali mengucapkan kata "yaa" dengan suara rendah dan hormat, mereka tak pernah lagi
mengucapkan kata kedua.
Apakah tujuan dari orang-orang itu? Apa pula yang hendak mereka lakukan!
Dewasa ini kecuali mereka sendiri mungkin hanya tamu misterius yang berdiam dalam kuil
Leng in si saja yang mengetahuinya.
ooo0ooo
Satu satunya orang dalam ruang Poan kian tong yang belum pergi meninggalkan tempat itu
hanyalah Liu Yok siong.
Kalau orang lain sedikit banyak adalah tamu, maka mereka bisa pergi sekehendak hatinya,
berbeda dengan dirinya, sebab sekarang adalah murid Ting Peng.
Betul selama ini Ting Peng tak pernah mengajarkan kepandaian silat kepadanya, melainkan
hanya menyuruhnya melakukan pelbagai pekerjaan yang hanya dilakukan orang rendahan.
Tapi Liu toa cengcu tidak ambil perduli, ia tetap menunjukkan kehangatan, kerajinan yang luar
biasa.
Ketika Ting Peng akan pergi, diapun tidak disuruh turut serta.
Oleh karena itu, terpaksa dia mesti tinggal di sana dan diapun menunjukkan perasaan amat
gembira.
Setelah melakukan pekerjaan di sana sini, diapun pergi ke halaman belakang.
Halaman belakang merupakan tempat tinggal Cing-cing, di sana hanya ada dua orang dayang
yang melayani kebutuhannya, yang seorang bernama Cun hoa yang lain bernama Ciu gwat.
Cun hoa dan Siu gwat merupakan dua macam benda yang sangat indah bagi para penyair..
Demikian pula dengan dua orang dayang tersebut.

Bila Cun hoa sedang tertawa, maka kecantikannya melebihi bunga-bunga yang sedang mekar
di musim semi.
Kulit Ciu gwat jauh lebih putih, bersih dan halus daripada sinar rembulan di musim gugur.
Kedua orang dayang itu baru berusia tujuh delapan belas tahunan, itu masa remaja dari para
gadis sedang kedua orang gadis itu, selain berada pada usia remaja, agaknya mereka pun pandai
sekali melayani kaum lelaki, menarik perhatian kaum lelaki.
Sebab asal mulanya mereka adalah sepasang pelacur yang ternama di sungai Chin huay-hoo
di kota Kim-leng, Ting Peng telah menebus mereka berdua dengan nilai tiga ribu tahil perak.
Sekalipun mereka adalah orang rendahan namun selama hidup tak pernah melakukan
pekerjaan kasar, yang mereka lakukan sekarang adalah menemani Cing-cing.
Usia Liu Yok siong meski sudah menanjak agak tua, namun wajahnya masih tampan, yaa, Liu
cengcu dari perkampungan Siang-siong-san-ceng memang merupakan seorang pendekar pedang
tampan yang amat termasyhur didalam dunia persilatan.
Betul Liu Yok-siong sudah tak bernilai lagi dalam pandangan umat persilatan dewasa ini,
namun didalam pandangan Cun-hoa dan Ciu gwat, dia tetap merupakan seorang lelaki yang
mempunyai daya tarik amat besar .......
Itulah sebabnya setelah dia melangkah masuk ke halaman belakang, dua orang dayang itu
bagaikan dua ekor kupu-kupu segera datang menyambut kedatangannya dan seorang
menggandeng tangan kirinya yang lain menggandeng tangan kanannya mengajaknya masuk.
Kalau dulu, Liu Yok siong pasti akan merasa gembira, bisa jadi dia akan pergunakan
kesempatan itu untuk mencubit pantat mereka atau mungkin juga akan menowel pipinya.
Sayang itu dulu, ketika dia masih menjadi Liu toa cengcu, sewaktu masih menjadi Liu toa kiam
kek, ketika nama Siong, Tiok dan Bwee tiga sahabat masih tenar dalam dunia persilatan.
Sekarang dia tak lebih hanya seorang muridnya Ting Peng.
Bahkan dia tinggal dirumah suhunya.
Bila seorang murid berdiam di rumah suhunya, dia musti jujur tahu diri dan tingkah lakunya
sopan santun.
"Sewaktu menjadi pendekar besar dulu, Liu Yok siong bisa memberikan penampilan yang luar
biasa, maka sekarang ketika semenjak seorang murid diapun menunjukkan suatu penampilan
yang luar biasa.
Buru-buru dia mundur selangkah ke belakang dan mendorong tubuh kedua orang dayang
tersebut, setelah itu dengan amat hormat dia bertanya pelan..
"Subo berada dimana?"
Cun Hoa segera tertawa cekikikan.
"Kau datang untuk menjenguk sau hujin?" serunya .
Sikap Liu Yok siong masih tetap sopan dan hormat.

"Benar, aku ingin bertanya apakah subo mempunyai sesuatu petunjuk, suatu perintah?"
Ciu gwat turut tertawa, katanya pula:
"Ada urusan apa kau mencarinya? Jika ada urusan dia bisa mengutus orang ke depan sana
untuk memberitahukan kepadamu, tuan muda telah berpesan, bila kau tak ada urusan dilarang
sembarangan datang ke halaman belakang" ..
"Baik, cuma itu kalau suhu ada di rumah, sekarang suhu sedang pergi, aku yang menjadi
muridnya ingin memperlihatkan sedikit, rasa baktiku kepadanya."
Kembali Cun Hoa tertawa cekikikan.
""Berbakti? Kau benar-benar mirip seorang anak yang alim saja, pagi dan malam harus datang
memberi hormat?"
"Aku memang bersiap untuk berbuat demikian!" kata Liu Yok siong sambil mengangguk jujur.
"Sekarang sudah tengah hari" kata Ciu Gwat tertawa. ""kalau ingin memberi salam rasanya
sudah kelewat siang, bila ingin menyampaikan selamat malam, rasanya rada kepagian, bukan
begitu?"
Agak memerah paras muka Liu Yok siong lantaran jengah, buru-buru katanya lagi:
"Aku hanya mempunyai tujuan untuk menyampaikan salam belaka, tidak mempersoalkan pagi
atau malam""
Cun Hoa segera tertawa.
"Memandang pada rasa bakti mu itu, rasanya mau tak mau aku musti membantumu untuk
melaporkan kunjunganmu kepada sau hujin, cuma kalau dilaporkan sekarang, sudah pasti akan
terbentur pada batunya sebab sau hujin lagi tak senang hati, barusan dia telah berpesan, dia
hendak berada dalam ketenangan seorang diri dan melarang siapa saja untuk mengusiknya, jika
kau ingin menjumpai dirinya, paling baik kalau datang lagi dikala dia sedang baik."
"Tapi....kapan.. kapankah perasaan hatinya baru agak baik kan ....?"
"Sulit untuk dikatakan, beberapa hari belakangan ini dia selalu cemberut tidak senang hati,
cuma bila malam sudah tiba, dikala rembulan sudah terbit, dia akan keluar untuk menikmati
keindahannya rembulan, waktu itu kendatipun perasaan hatinya kurang baik, dia akan merasa
kesepian dan amat membutuhkan seseorang untuk menemaninya berbincang-bincang....!"
(Bersambung ke Jilid 11)
Jilid : 11
MENCORONG sinar terang dari balik mata Liu Yok siong, serunya kemudian dengan cepat.
"Kalau begitu malam nanti saja aku baru datang lagi!"
"Tunggu sebentar" cepat Ciu Gwat berseru, "apakah dia bersedia menjumpaimu atau tidak
masih belum tentu, tapi yang pasti orang yang dibutuhkan untuk menemaninya berbincangbincang
bukan kau!"
Liu Yok siong sama sekali acuh terhadap perkataan itu, ujarnya cepat-cepat.

"Oooh, itu sih tak menjadi soal, aku hanya ingin menunjukkan rasa baktiku saja, hari ini tidak
bertemu, besok aku akan datang lagi, besok tidak bertemu toh masih ada. lusa, sekeras-kerasnya
emas toh akhirnya meleleh juga." "
"Hmm .... emas akan meleleh? Jika pintu gedung tidak dibuka, masa kau dapat berjumpa
dengannya? kata Cun hoa sambil tertawa dingin, setiap kali tiba saatnya untuk menikmati
rembulan, dia selalu menyuruh kami untuk menutup rapat-rapat semua pintu gedung, oleh karena
itu jika kau ingin masuk kemari, kalian yang akan membukakan pintu bagi dirimu "
Kalau begitu aku mesti merepotkan kalian berdua!"
"Itupun tak mungkin" kata Ciu Gwat pula sambil tertawa: "kami harus menemaninya, tak
sempat untuk membuka kan pintu bagimu, kalau kau mengetuk pintu, dia segera akan kembali ke
loteng, karena dia pernah berkata tidak terlalu suka menjumpaimu, bila kau datang, ia suruh kami
menghalangi jalan pergimu!"
Liu Yok-siong merasa agak kecewa setelah mendengar perkataan itu, katanya kemudian:
"Kalau begitu, tunggu saja sampai lain kali!"
"Liu toaya" tiba-tiba Ciu Gwat berkata sambil tertawa licik, "bila kau bermaksud untuk masuk
tidak melewati pintu depan tapi dengan melompati pagar pekarangan maka pendapatmu itu keliru
besar, Sau hujin orangnya amat disiplin dan memegang teguh peraturan, betul setelah lewat
tengah malam gedung ini tak ada yang menjaga. tapi penjagaan sebenarnya amat ketat, dari dua
hari berselang ada orang yang masuk kemari secara diam-diam tapi akhirnya entah mengapa dia
kena terjebak dan mampus di bawah pohon sana. Yang tertinggal cuma setumpuk pakaiannya,
bahkan tulang belulangnya pun turut punah, konon dia bernama Hui thian ci cu (laba-laba terbang)
seorang penyamun tersohor di dunia!" "
Paras muka Liu Yok siong segera berubah hebat.
"Lay bu im, Ki bu tiong (datang tanpa bayangan, pergi tanpa jejak) Hui thian ci cu merupakan
penyamun kenamaan yang belum pernah gagal didalam melakukan operasinya?" "
Kalau dibilang sewaktu datang tanpa bayangan itu memang betul" kata Cun Hoa sambil
tertawa cerah" tapi kalau dibilang pergi tanpa jejak entahlah, sebab dia telah berubah menjadi
segumpal air di bawah pohon mawar sana!" .
Sekujur badan Liu Yok siong gemetar keras, peluh dingin jatuh bercucuran membasahi
punggungnya, bulu kuduk pada bangun berdiri semua tanpa terasa.
Sementara itu Ciu Gwat turut tertawa, tertawanya tidak mirip bulan yang sedang purnama.
Kalau rembulan itu dingin dan kaku, maka dia panas dan lembut.
"hanya ada satu cara bila kau ingin masuk menjumpai sau hujin" demikian dia berkata, "yaitu
suruh salah seorang dari kami berdua untuk membukakan pintu bagimu, kemudian membawamu
pergi ke hadapannya. perbuatan kami ini mungkin saja akan mendapat dampratan, tapi paling
tidak kau toh bisa juga berjumpa dengannya."
Liu Yok siong bukan seorang yang tolol, buru-buru dia menjura dalam-dalam seraya berkata:
"Kalau begitu, harap enci berdua bersedia membantuku!"

"Tak usah sungkan-sungkan dan tak usah banyak adat" kata Cun Hoa sambil tertawa, "kami
berdua adalah orang yang paling gampang diajak berunding, asal
*************************
Halaman 7 s/d 10 hilang
*************************
Dengan sangat berhati-hati dia merawat dirinya selama beberapa hari, bahkan dia malah pergi
mencari seorang penjahat pemetik bunga kenalannya untuk meminta sedikit obat kuat untuk
bercinta.
Setelah mengeluarkan peluh sebesar kacang kedelai, akhirnya dengan susah payah dia
berhasil menaklukan kedua ekor harimau kelaparan itu, setelah dua orang gadis genit itu dibuat
tersengkal-sengkal kehabisan daya, akhirnya merekapun mengaturkan suatu pertemuan begini
untuk berjumpa dengan Cing cing.
Malam itu sedang purnama.
Cing-cing sedang bersandar di pagar gardu sambil memandang rembulan dengan termangu,
tampaknya dia sedang memikirkan persoalan dalam hatinya.
Liu Yok siong membereskan pakaiannya lalu dengan hormat sekali berjalan menghampirinya.
"Walaupun matanya berkunang-kunang, langkahnya juga gontai tak bertenaga namun tetap
melangkah maju.
Obat kuat untuk bermain cinta yang diperolehnya dari Jay hoa cat tersebut benar-benar
tangguh, meski dapat membuatnya kuat bagaikan malaikat, namun cukup besar merugikan
kekuatan badannya.
Tapi dia tak ambil perduli, dia tahu asal bisa mendekati majikan perempuannya, maka dia akan
melangkah menuju kesuksesan.
Cing cing memandang sekejap ke arahnya, tanpa emosi tegurnya:
"Kau ada urusan apa datang kemari?" "
""Tecu khusus datang untuk menyambangi subo!"
Cing cing berkerut kening, lalu dengan wajah muak katanya:
""Aku baik sekali, tak usah kau sambangi diriku."
Jawaban itu sama sekali tidak di luar dugaan Lui Yok siong, dia tahu bila sedang mulai
melangkah, janganlah terlalu cepat merebut simpatik dari Cing-cing, sebab hal ini akan
menggagalkan rencananya.
Maka dengan suara tetap merendah, katanya:
"Selain itu, tecu juga khusus datang kemari untuk melaporkan sekitar suhu kepada subo!"

"Soal ini tak usah kau terangkan, aku sudah mengetahui amat jelas. . . "
"Tapi subo tak pernah keluar rumah. . . ."
""Aku mempunyai caraku sendiri" tukas Cing cing, ""sedang bagaimanakah caraku itu, aku
rasa tak usah menerangkannya secara terperinci kepadamu!"
"Be. . . benar. . . "sahut Liu Yok siong munduk-munduk, "Cuma berita yang subo terima hanya
berita dari luaran sana, berita itu tak akan secermat berita yang tecu peroleh!"
"Aku tidak percaya kalau beritamu itu jauh lebih nyata daripada berita yang kuperoleh!"
Liu Yok siong segera tertawa licik, sahutnya:
"Bila subo tidak percaya, biarlah tecu utarakan lebih dulu, kemudian baru dicocokkan dengan
apa yang subo peroleh, saat itulah subo akan tahu kalau perkataanku tidak bohong!"
Cing-cing agak sangsi sebentar, kemudian baru katanya:
"Baiklah, coba kau katakan!"
Dengan bangga sekali Liu Yok siong berkata:
"Sepanjang perjalanan suhu selama ini, setiap hari hanya seratus li yang ditempuh, dimana ia
berhenti, suatu peristiwa yang menggemparkan pasti akan berlangsung!"
"Aku tahu, tujuannya memang untuk menarik perhatian orang!" kata Cing-cing dengan kening
berkerut.
"Suku pernah menyelenggarakan suatu pesta perjamuan di suatu rumah makan yang besar
dan mengundang seluruh pendekar perempuan yang ada dalam dunia persilatan. Termasuk juga
mereka yang sudah menikah, tapi suami dan kekasih mereka justru diusir dari dalam ruangan."
"Itu mah tak menjadi soal" ternyata Cing cing malah tertawa, paling tidak dia toh tidak
mengundang secara paksa, sedang perempuan-perempuan itupun bersedia datang sendiri, malah
suami atau kekasih mereka tidak keberatan!"
"Menjelang berakhirnya itu, suhu telah menahan dua belas orang diantaranya yang termuda
untuk menemaninya berbincang-bincang sampai tengah malam!"
"Dia pasti mempunyai tujuan tertentu, cuma aku tahu diapun tidak menahan secara paksa,
yang ditahanpun tidak menunjukkan perasaan tak senang, malahan mereka yang tidak termasuk
ditahan justru merasa tak senang hati, merasa kehilangan muka!
""Tapi diantara dua belas orang itu ada lima diantaranya telah bersuami dan tiga diantaranya
sudah tunangan!"
Cing cing segera tertawa lebar, katanya:
"Nyatanya suami mereka atau kekasih mereka sedikitpun tidak merasa tak tenteram atau
cemburu karena kejadian itu, mereka merasa girang dan turut berbangga hati, yang dimaksudkan
sebagai jagoan kalangan lurus kebanyakan memang mengandalkan sebuah bibirnya yang tajam
untuk mewujudkan suatu tujuannya, sekalipun dia suruh sendiri menemani orang lain tidurpun,
bagi mereka kejadian tersebut adalah lumrah!"

Merah padam selembar wajah Lui Yok siong lantaran jengah, dia merasa mukanya bagaikan di
tampar keras-keras.
Ucapan tersebut benar-benar mengena dalam hatinya, mengorek borok dalam hatinya.
Walaupun Cing cing tidak menuding secara langsung, namun yang dibicarakan memang dia.
Untuk mendapat jurus Pedang Thian gwa liu seng (bintang luncur di luar langit) dia tak segansegan
menyuruh bininya Chin Ko cing dengan merubah namanya menjadi Ko siau (menggelikan)
untuk merencanakan suatu perangkap licin.
Akhirnya meskipun dia berhasil mendapatkan jurus pedang itu, namun dia kehilangan lebih
banyak.
Bahkan ia memberi kesempatan buat Ting Peng untuk maju dengan pesat serta memberi
pembalasan yang telak dan memedihkan hati.
Bila teringat akan kesemuanya itu, Liu Yok siong betul-betul amat membenci terhadap diri
sendiri, kalau bisa, dia ingin menggaplok mulut sendiri keras-keras.
Dia bukan menyesal atas semua perbuatan yang telah dilakukannya.
Melainkan membenci kepada diri sendiri yang begitu jelek, begitu tak beruntung, merasa ini
mengapa semua penemuan aneh yang dialami Ting Peng, tidak dialami pula oleh dirinya sendiri.
Masih untung Ting Peng tidak berjaga-jaga disamping Cing-cing, bahkan meninggalkannya
seorang diri untuk mencari nama di tempat luaran.
Ia telah meninggalkan suatu kesempatan sangat baik yang sukar dijumpai lagi di masa
mendatang kepadanya. Bila ia tak baik-baik manfaatkan kesempatan ini, maka pada hakekatnya
dia lebih bodoh daripada seekor anjing gombal.
Oleh karena itu, ia tidak segera melepas kan usahanya dengan begitu saja, katanya sambil
tertawa.
"Kini, suhu sudah merupakan seorang manusia yang amat tenar, amat tersohor di seluruh
dunia, bila dia musti merusak nama baik yang diperolehnya dengan susah payah, jelas
perbuatannya ini merupakan suatu perbuatan yang tidak cerdik...." "
Urusannya tak usah kau maupun aku kuatir kan"" tukas Cing-cing sambil tertawa, dia adalah
seorang lelaki dewasa, ia tahu perbuatan yang boleh dilakukan dan mana yang tidak"
"Tapi dengan perbuatannya, jelas dia telah berhianat kepada subo."
Tiba-tiba Cing-Cing menarik muka, kemudian dampratnya dengan suara sedingin es!"
"Hmmm, ucapan seperti inipun pantas kau ucapkan?!."
"Oooh, tecu hanya merasa tidak puas buat subo!" buru-buru Liu Yok siong menerangkan.
"Tapi aku percaya... percaya seratus persen kepadanya!"
Ucapan itu segera membungkamkan mulut Liu Yok siong.

Kembali Cing -cing berkata.
"Andaikata apa yang kau ketahui cuma begini saja lebih baik kau tak usah katakan lagi!"
"Kau masih mendapat kabar yang mengatakan bahwa Ciangbunjin dari lima partai besar telah
dibuat gempar kejadian ini, sekarang mereka berada dalam perjalanan menuju ke perkampungan
Sin kiam san-ceng.
""Berita inipun bukan terhitung berita baru" Cing-cing kembali tertawa lirih, bila ada orang
berani menantang Cia Siau hong untuk berduel sudah pasti peristiwa besar ini akan
menggemparkan semua orang, mereka tentu akan berbondong-bondong berangkat ke sana untuk
melihat keramaian."
"Mereka bukan pergi ke sana untuk menonton keramaian!"
"Oooh. . . apa kerja mereka ke sana ? Toh mustahil akan pergi membantu Cia Siau hong
bukan ?"
Liu Yok siong segera tertawa.
"Cia Siau hong tak akan minta bantuan orang lain, bila pedangnya tak mampu mengalahkan
golok suhu, siapapun tak dapat membantunya lagi, justru mereka memburu ke sana untuk
menghalangi terjadinya pertarungan itu. . . . !"
"Itu mah bagus sekali" sekali lagi Cing-cing tertawa, "Lebih baik lagi jika mereka dapat
menghalanginya, pertarungan semacam ini memang sama sekali tiada artinya, Cuma. . . aku
cukup memahami watak Ting Peng, mungkin usaha mereka untuk mencegah terjadinya
pertarungan itu tak bakal berhasil"
Liu Yok siong segera tertawa.
"Menurut apa yang tecu ketahui, tampaknya mereka mempunyai keyakinan yang amat besar,
sebab mereka diundang datang oleh Thi yan-siang-hui (walet baja terbang bersama).
Paras muka Cing-cing segera berubah hebat, serunya dengan cepat:
"Mana Mungkin mereka bisa bersekongkol dengan manusia seperti Thi-ya-siang hui?" "
"Soal ini tecu kurang tahu, ketika suhu berhasil mengalahkan Thi-yan-siang-hui di atas pagoda
Ang-bwee kek tempo hari, mereka telah menunjukkan lencana besi pengampun dari kematian,
lencana itu dibuat bersama oleh lima orang ciangbunjin dari lima partai besar, dari situ bisa diduga
kalau lima partai besar tentu mempunyai hubungan yang luar biasa eratnya dengan mereka!"
Paras muka Cing-cing tidak lagi setenang tadi, buru-buru dia bertanya lagi:
"Apa pula yang kau dengar lagi?"
Liu Yok-siong tahu bahwa saatnya sudah hampir tiba, sambil tertawa ia lantas menjawab:
"Tecu tahu, andaikata mereka tak berhasil mencegah pertarungan antara suhu melawan Cia
Siau hong, maka mereka akan mengerahkan segenap tenaga yang dia milikinya untuk
melenyapkan suhu sebelum pertarungan itu dilangsungkan!"
"Hmm ....! Mereka tak akan memiliki kemampuan semacam itu!" jengek Cing-cing sambil
tertawa .

"Jika mereka sendirian atau bertarung satu lawan satu, sudah barang tentu bukan tandingan
dari suhu, tapi bila segenap muridnya dikerahkan semua, maka kekuatan mereka akan menjadi
suatu kekuatan yang menakutkan sekali"
"Biar saja mereka datang semua, kecuali kalau orang-orang itu sudah tidak takut mati!" Cingcing
tertawa dingin.
Liu Yok-siong segera maju selangkah lagi, katanya:
"Meskipun jumlah anggota perguruan lima partai besar sangat banyak, namun mereka tak
akan tahan menghadapi golok sakti dari suhu, tapi persoalannya sekarang terletak pada seorang
manusia lain yang menakutkan.
"Siapa?"
Cia Siau-hong, Cia sam-sauya!"
Mengapa pula dengan dia? Belakangan ini dia toh sudah tidak mencampuri urusan dunia
persilatan lagi!"
"Tapi perkampungan Sin kiam san-ceng masih tetap merupakan tempat suci bagi umat
persilatan, Cia sam sauya masih tetap merupakan tonggak keadilan dan kebenaran bagi dunia
persilatan, dia mempunyai semacam tugas dan tanggung jawab terhadap keamanan seluruh dunia
persilatan, asal suhu melukai seorang saja diantara kelima orang ciangbunjin itu, maka Cia Siau
hong tak akan bertepuk tangan belaka, dia pasti akan menampilkan diri....."
Paras muka Cing cing nampak seperti terpengaruh oleh emosi, katanya kemudian dengan
cepat:
"Ya, mau menampakkan diri juga boleh, toh tujuan siangkong kesana adalah menantangnya
untuk berduel, pedangnya meski sakti dan tiada taranya, belum tentu bisa menangkan golok dari
siangkong."
Liu Yok siong kembali tertawa.
Bila Cia Siau hong mau menerima tandingan suhu dan berduel secara terang-terangan,
menang kalah suatu kejadian yang lumrah, persoalannya sekarang Cia Siau hong tidak berani
menerima tantangan itu secara terang-terangan."
Dengan cepat Cing-cing menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Dengan kedudukannya sebagai pemilik perkampungan Sin kiam san-ceng, mustahil dia akan
menyergapnya secara sembunyi-sembunyi!"
"Bilamana terdesak oleh suatu alasan yang maha penting dan amat serius, Cia Siau hong bisa
saja melakukan perbuatan apa saja."
Sementara Cing-cing masih terbuai dalam renungan, Liu Yok siong telah berkata lebih jauh.
"Sekarang satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah berusaha untuk merusak
persekutuan lima partai besar, agar mereka tak mampu untuk beersekutu kembali."
Mungkinkah cara ini bisa dilaksanakan?"

"Tentu saja, meskipun di luaran ke lima partai besar dapat bekerja sama dengan erat,
sesungguhnya banyak terjadi pertentangan batin dalam benaknya, misalkan saja pihak Siau lim
pay serta Bu tong pay, berhubung kedudukan mereka tinggi maka sikapnya menjadi latah dan
tinggi hati, hal ini menyebabkan ketiga partai lainnya merasa sangat tidak puas, bila kita sedikit
menghasut dan melepaskan api agar hati mereka terbakar, niscaya mereka akan saling gontokgontokan
sendiri. Bila ini sampai terjadi maka Cia Siau hong pun tak akan mengurusi persoalanpersoalan
tetek bengeknya lagi ... ""
"Aaah, tidak gampang untuk melaksanakan rencana semacam ini!"
Liu Yok siaon segera tertawa.
"Bila subo mengijinkan tecu untuk melaksanakannya, tecu yakin masih dapat
melaksanakannya secara sempurna tanpa ada titik kelemahan barang sedikitpun jua!"
Akhirnya dia perlihatkan juga maksud tujuan yang sesungguhnya.
"Oooh, kalau begitu kau tentu akan mengajukan suatu syarat bukan?" ucap Cing-cing sambil
tertawa.
Liu Yok siong merasakan hatinya bergetar keras sesudah mendengar perkataan itu, dia tahu
gadis muda yang cantik jelita dan nampaknya seperti amat polos ini sesungguhnya bukan
seseorang yang mudah dihadapi, dia mesti bekerja keras lebih jauh sebelum berhasil meraih
sesuatu hasil yang diharapkan
Maka sambil tertawa, katanya:
"Tecu hanya berjuang demi keuntungan perguruan, siapa bilang aku akan mengajukan suatu
syarat?"
Kembali Cing cing memperhatikan sekejap, lalu bertanya lagi:
"Kau tidak akan mengajukan permintaan apa pun ?"
"Tidak ada...." tecu hanya berusaha untuk melakukan suatu tugas dan kewajiban demi rasa
baktiku kepada subo!"
"Kau bukan seorang yang bertipe setia" kata Cing-cing sambil tertawa, "bila tiada sesuatu
keuntungan, tak nanti kau bersedia membuang tenaga barang sedikitpun jua sebab itu akupun tak
berani merepotkan dirimu!"
Liu Yok siong tahu kalau dia tak dapat berpura-pura lagi, terpaksa sambil tertawa katanya:
"Tecu pribadi mah tak berani mengajukan permintaan apa-apa, cuma demi kelancaran
pelaksanaan tugas tersebut, tecu harus mempunyai suatu pegangan meyakinkan yang dapat
membuat orang lain menaruh kepercayaan kepada tecu!"
"Katakan apa yang kau inginkan!" seru Cing cing dengan suara yang tegas dan keras.
Liu Yok siong merasa gembira sekali, ia tahu kalau kunci dari semua keberhasilan telah
berada di tangannya, dalam keadaan seperti ini dia tak ingin mengajukan permintaan yang kelewat
banyak, namun dia pun tak ingin mengajukan permintaan kelewat sedikit.
Tapi bagaimanakah cara mengajukan tawaran itu?

oooooo
CING CING sedang memperhatikan lelaki yang rendah dan memuakkan itu dengan seksama,
ia sedang menduga-duga permintaan apakah yang akan diajukan olehnya.
Setelah termenung beberapa saat, Liu Yok siongpun berkata:
"Saat ini didalam pandangan kebanyakan orang, tecu tidak punya nama lagi, bahkan
setengekpun tak ada harganya""
Cing-cing segera tertawa.
"Itulah tergantung pada siapa yang menilai dirimu, dalam pandangan sementara orang kau
adalah seorang manusia yang berbakat, seorang manusia cerdas dan luar biasa, terutama dalam
bidang muka tebal dan hati hitam, kau boleh dibilang merupakan seorang leluhur seorang cikal
bakal yang hebat dan tiada keduanya di dunia ini"
Sekali lagi paras muka, Liu Yok siong berubah menjadi merah padam, sekalipun dia
memandang remeh atas cemoohan, hinaan serta ejekan orang persilatan atas dirinya, namun
berada di hadapan seorang perempuan cantik bagaikan bidadari, sedikit banyak dia toh
menginginkan juga nama baiknya agak terjaga.
Tapi berada di hadapan Cing Cing ternyata dia seperti seorang bayi yang baru saja dilahirkan,
ditelanjangi sama sekali sehingga setitik rahasia pun tak berhasil di sembunyikan, bagaimanapun
juga hal ini amat menyedihkan hatinya.
Sebab itu dia tertawa getir, kemudian, baru ujarnya:
"Ada sementara persoalan tecu tak dapat melakukannya sendiri, tapi mesti minta bantuan
orang lain, bila ingin membuat orang jadi percaya kepadaku, paling tidak tecu harus mempunyai
suatu kedudukan yang meyakinkan"
"Masih belum cukup kedudukanmu sebagai murid Ting Peng?"
Sekali lagi Liu Yok-siong tertawa getir.
"Subo, kau tahu hal ini masih belum cukup, sebab tecu sendiripun tahu, bahkan suhu
sendiripun juga tidak memahami akan kedudukannya sendiri......" "
Paras muka Cing-cing segera berubah hebat.
"Ia masih mempunyai kedudukan apa?" serunya.
Liu Yok-siong mesti menarik napas panjang-panjang, karena dia tahu sepatah kata saja salah
berbicara pada saat ini, kemungkinan besar setelah menarik napas sekarang, dia tak pernah bisa
menarik napas untuk kedua kalinya.
"Kedudukan yang sebenarnya dari pemilik golok bulan sabit" katanya kemudian.
"Itu terhitung seberapa. Golok yang tergantung di pinggangnya. . . . ."
"Apakah di atas goloknya berukiran tujuh huruf yang berbunyi: Siau lo it ya teng cun hi?"

Sekali lagi paras muka Cing-cing berubah hebat, bentaknya dengan suara keras:
"Makna istimewa apakah yang terkandung dalam tujuh huruf tersebut?"
"Tidak banyak orang yang mengetahui makna yang sebenarnya dari tulisan tersebut, tapi ada
sementara orang, paras mukanya segera berubah hebat begitu mendengar ke tujuh huruf tersebut
sehingga makan tak enak tidur pun tak enak, misalnya seperti Thi yan siang hui tempo hari!"
"Kau juga mengetahui makna yang sebenarnya dari ke tujuh huruf tersebut...?"
"Tecu tidak tahu, tapi aku tahu kalau kelima orang ciangbunjin dari lima partai besar datang
dikarenakan ke tujuh huruf tersebut"
Cing-cing segera termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru tanyanya:
"Apa yang kau inginkan?"
"Tecu pikir, andaikata akupun dapat mewakili ke tujuh huruf tersebut, paling tidak di dalam
melakukan suatu pekerjaan, akan memberikan semacam jaminan atau semacam pernyataan."
Dengan cepat Cing-cing menggelengkan kepalanya berulangkali.
"Tidak mungkin kau mempunyai kemampuan untuk berbuat demikian, sedang akupun tidak
mempunyai hak untuk memberikan kekuasaan tersebut kepadamu!"
"Tapi subo, yang bisa memberikan hak dan kekuasaan tersebut kepada tecu. . . . ?"
"Itupun tak mungkin, bait syair yang berada di atas golok bulan sabit itu sudah tidak
melambangkan apa-apa sekarang, apa yang ada kini hanya merupakan sebuah bait syair biasa,
tiada orang yang berhak untuk mempergunakannya, mengerti ?"
"Tecu mengerti, tapi aku kuatir orang lain tak akan mempercayainya. . . !"
Terserah apa yang akan mereka pikirkan, pokoknya aku tak akan memberikan apa-apa
kepadamu"
Liu Yok siong menjadi kecewa sekali, katanya kembali:
"Kalau begitu tecu terpaksa menarik kembali permintaan tersebut dan tak akan menari
bantuan kepada orang lain lagi, akan kulakukan sendiri perbuatan tersebut dengan kekuatan
sendiri!"
"Apa yang hendak kau lakukan?" "
"Yaa, melakukan segala macam perbuatan yang bisa membuat kacaunya orang-orang dari
lima perguruan besar, misalkan saja membuat salah seorang atau dua orang diantara orang-orang
penting itu kehilangan batok kepalanya, kemudian meninggalkan surat peringatan, agar mereka
tahu diri dan segera mengundurkan diri..."
"Tidak bisa, kita tak boleh melakukan perbuatan semacam ini!"
"Boleh saja, tecu akan memilih perguruan yang paling lemah untuk melancarkan rencana ini,
jika dua tiga kali merasakan pukulan yang hebat, serta merta akan timbul perasaan ngeri dan
bergidik dalam hati mereka, tentu akan timbul suatu perasaan bahwa apa gunanya gara-gara
persoalan orang lain sehingga mengakibatkan perguruan sendiri dipunahkan orang!"

"Tapi toh bukan mesti kau yang melaksanakan perbuatan semacam ini....."
Liu Yok-siong segera tertawa lebar.
"Paling cocok pekerjaan ini kulakukan, karena sekarang situasinya sudah berubah amat
tegang, setiap orang telah meningkatkan kewaspadaan masing-masing, sulit buat orang lain untuk
mendekati mereka, hanya tecu rasanya yang tak akan menimbulkan kecurigaan orang, disamping
itu tecu toh masih mempunyai teman yang bisa melindungi tecu selama melakukan pekerjaan ini. .
. . "
"Ehmmm, kedengarannya cara ini memang lumayan juga kalau begitu lakukanlah cepat" kata
Cing-cing kemudian sambil tertawa.
Liu Yok siong ikut tertawa pula.
"Tapi kepandaian silat yang tecu miliki betul-betul tak becus, berapa jurus ilmu pedang yang
tecu miliki tak lebih hanya permainan anak kecil, padahal orang-orang yang harus tecu hadapi
adalah jago kelas satu didalam dunia persilatan?"
Dengan cepat Cing-cing memahami apa yang sedang tersimpan dalam benak lelaki itu. ia
segera tertawa.
"Ooh, jadi kau menginginkan agar aku mewariskan ilmu pedang kepadamu?"
"Bukan ilmu pedang, melainkan ilmu golok, ilmu golok yang bisa membelah orang menjadi dua
bagian!"
"Aku tidak memiliki kepandaian sebesar itu, Ilmu golok macam begitu hanya siangkong
seorang yang dapat melatihnya, bahkan aku sendiripun tak dapat!"
Buru-buru Liu Yok siong berseru:
"Tecu tidak berani memohon kepandaian yang menyamai suhu, tapi paling tidak musti memiliki
kepandaian seperti apa yang dimiliki Thi yan tianglo, agar orang dapat menaruh kepercayaan
kepadaku!"
"Kau anggap kepandaian semacam itu dapat dilatih dalam sehari saja?"
"Meski tecu tidak becus, tapi asal sudah kupahami rahasianya, dalam tiga sampai lima hari
tentu akan berhasil memperoleh suatu kemajuan, karena tecu sudah pernah mempelajari dan
mendalami ilmu golok semacam itu ... .."
Cing cing segera tertawa terkekeh-kekeh:
"Haaaah. . . hhaaahhhh. . . hasaahhh. . . tampaknya kau mempunyai tujuan yang amat
mendalam!"
"Selama banyak tahun tecu selalu berjuang untuk maju ke depan" kata Liu Yok siong dengan
wajah bersungguh-sungguh, "cuma sayang selama ini tidak kujumpai kesempatan semacam ini,
sehingga terhadap setiap persoalan yang bisa membawaku ke arah kemajuan selalu kuperhatikan
dengan seksama!"
Mendadak paras muka Cing-cing berubah hebat, katanya:

"Tidak bisa, aku tak bisa mewariskan ilmu golok itu kepadamu, akupun tidak akan menyuruh
kau berbuat apa-apa, bahkan tak dapat membiarkan tetap berada di sini, kau adalah manusia
yang terlalu berbahaya, mulai sekarang kau harus tinggalkan Poan kian tong ini."
Liu Yok siong menjadi kecewa sekali, ujarnya:
"Subo, tecu bertujuan untuk membaktikan diri kepadamu!"
"Aku cukup mengetahui akan kesetiaan hatimu itu" kata Cing-cing sambil tertawa.
"Itulah sebabnya sedikit banyak aku harus membicarakan juga balas jasanya kepadamu. Di
bawah bukit Hui lay hong aku masih mempunyai sebuah rumah makan gedung, baiklah
kuhadiahkan gedung itu untukmu, selain itu aku tahu kaupun amat menyukai kedua orang
dayangku, maka sekalian kuberikan juga kepadamu!"
Dengan hati terperanjat Liu Yok siong berseru:
"Kebaikan hati subo tak berani tecu terima!"
""Kau tak usah sungkan-sungkan lagi, sudah sepantasnya jika kau terima hadiah tersebut.
Mulai sekarang kau tak usah mengaku sebagai murid Ting Peng lagi, lebih-lebih jangan menyebut
aku sebagai subo, setiap kali mendengar panggilan itu hatiku terasa jadi muak, selain itu meski
kedua orang dayangku pandai berbicara, namun rasa cemburunya amat kuat, mulai sekarang kau
musti banyak menemani mereka, jangan kelewat banyak bermain cinta dengan orang lain, jangan
punya kasak-kusuk dengan kaum wanita maupun kaum pria, kalau tidak mereka akan permak
dirimu habis-habisan, nah pergilah sekarang!"
Dia bertepuk tangan pelan, dua gulung bayangan hitam melayang masuk ke dalam, satu di kiri
yang lain di kanan segera menggusur Liu Yok siong keluar dari sana.
Bukan saja mereka mempunyai kekuatan yang luar biasa, lagi pula pandai sekali
mencengkeram tubuh orang, begitu jalan darah Liu Yok siong kena dicengkeram kontan badannya
menjadi lemas dan tak mampu mengerahkan tenaga lagi.
Sekarang Liu Yok siong baru tahu kalau dia telah melakukan suatu kesalahan yang amat
besar, dalam anggapannya dia pintar dan hebat, siapa tahu segala sesuatunya sudah berada di
dalam perhitungan Cing-cing.
Ketika digusur dari dalam ruangan ia merasakan kepalanya amat pening, dia tak tahu masih
berapa hari lagi dia dapat hidup? Kini dia merasa keadaannya seperti seekor ayam yang kedua
belah sayapnya sudah di pegang orang dan siap dijagal.
oooOooo
KETAKUTAN
CING CING sedang duduk didalam sebuah kuil San sin bio yang bobrok dan kotor.
separuh bagian dari kuil itu sudah ambruk, pada dasarnya memang tidak besar, sekarang
terasa jauh lebih sempit lagi, Cuma mesti sempit tak sampai mengurangi ke angkerannya.
Bagian yang belum ambruk adalah sudut dimana ruang arca itu berada, bahkan tempat meja
altar, sehingga patung dari malaikat gunung di situ pun masih utuh.

Patung yang dipuja di situ entah patung dewa mana, mukanya hijau giginya bertaring mata
melotot seperti genta dan lagi memancarkan cahaya yang menggidikkan hati.
Mata patung dewa tentu saja tak bisa bersinar sendiri, melainkan terdiri dari dua buah bola
kaca, bola kaca pun tak mungkin bersinar bila tiada pantulan cahaya api dari arah lain, oleh sebab
itu jika ditempat lain memancar cahaya api dan api itu memantul ke atas bola kaca, jadilah patung
arca itu bermata tajam.
Bola kaca itu berbentuk bulat, Separuh tertanam di dalam kelopak mata sedang bagian lain
menonjol keluar sehingga berbentuk separuh bulatan, oleh karena itu cahaya yang dapat terserap
sangat luas, meski cahaya api itu tak ditangkap orang, namun bola mata itu masih tetap bersinar.
Bola kaca itu benar-benar merupakan sepasang bola mata yang aneh, sayang tertanam dibalik
kuil San-sin-bio yang sudah ambruk, kuil itupun terletak jauh di atas bukit sehingga tiada pengemis
yang mau berdiam di sana, tapi anehnya meski pintu kuil sudah rusak dan copot diambil para
penggembala sebagai bahan kayu bakar, mengapa sepasang bola kaca itu tak dicukil orang?
Ada orang pernah berbuat demikian Ong Siau-jit seorang penggembala sapi merasa bola kaca
itu sangat menarik, maka secara diam-diam ia mengoreknya keluar, malah salah satu diantaranya
dijual kepada seorang bocah dari keluarga Li di dusun yang sama dengan harga sepuluh uang...
Sambil membolak balikkan kaca yang lain mereka bermain sampai senja sebelum akhirnya
pulang untuk tidur, tapi begitu malam tiba, mereka bersama-sama mendapatkan suatu impian
yang amat mengerikan.
Dalam mimpinya mereka saksikan patung dewa gunung itu dengan matanya yang kosong
datang mencari mereka serta minta kembali sepasang biji matanya yang mereka cungkil.
Ketika sadar dari mimpi, kedua orang itu mulai demam, suhu badannya semakin meninggi,
asalkan dalam keadaan tak sadar mereka berteriak terus tiada hentinya.
"Kembalikan biji mataku, kembalikan biji mataku!"
Tentu saja peristiwa ini segera mengejutkan orang tuanya, dari mulut bocah itu akhirnya
berhasil diketahui apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi, buru-buru mereka mengembalikan
kedua bola kaca itu ke atas gunung, bahkan menyiapkan kepala babi dan sam-seng (tiga macam
binatang) untuk bersembahyang di dalam kuil serta minta maaf bagi anak mereka yang bersalah.
Bahkan keluarga Li berjanji akan membangun kembali kuil tersebut serta membetulkan patung
arcanya, ketika kembali ke rumah, Ong Siau jit si penggembala sapi telah sembuh, sebaliknya
putra keluarga Li masih mengigau tiada hentinya.
Berbicara soal dosa, Ong Siau-jit lah biang keladinya, tapi mengapa putra keluarga Li belum
sembuh, sebaliknya Ong Siau jit telah sembuh kembali?
Malam itu Li Tay cuang, ayah si bocah yang sakit mendapat suatu impian, di dalam mimpinya
dia seperti mendengar ada malaikat berkata kepadanya:
Kami suka akan ketenangan, tidak senang diganggu orang biasa, kau tak usah membangun
kuil kami, tak usah membetulkan patungku, asal mulai sekarang tidak mengganggu ketenangan
kami lagi, akan kulepaskan putramu itu!"

Buru-buru Li Tay cuang membubarkan para pekerja yang telah dihimpun itu, anehnya
putranyapun segera sembuh kembali.
Sejak terjadinya peristiwa itu, apalagi malaikat gunungpun telah mengutarakan pesannya,
maka tak ada orang yang berani kesana lagi, bahkan para penggembala sapipun selalu
menghindari tempat itu.
Sejak itulah, kuil San sin bio menjadi tempat terlarang, di siang hari tak ada yang berani
kesana, apalagi kalau malam sudah tiba.
Tempat itupun menjadi dunianya kaum rase dan setan.
Cing-cing adalah rase, maka dia tidak takut, ia berani datang ke tempat itu.
Justru karena dia adalah rase, maka sewaktu ia ke sana tak ada yang melihat, apa yang
dilakukan di sanapun tak ada yang tahu.
Konon bila rase sudah menyelesaikan semedinya sehingga berwujud manusia, selain
berhubungan dengan manusia, dia hanya akan melakukan dengan sesama jenisnya.
Cing cing datang ke tempat yang terpencil dan jauh dari keramaian manusia sudah barang
tentu dia hendak berhubungan dengan sesama jenisnya... rase.
Tapi, mengapa yang datang justru patung dewa gunung?
Sekalipun tiada cahaya rembulan, meski bintang amat redup, namun masih tertampak jelas
raut wajah yang jelas, yang datang memang benar-benar adalah patung dari dewa gunung.
Tidak, yang bisa dikatakan adalah kekuatan gaib dari dewa itulah yang datang, bukan
patungnya.
Sebab patung tersebut masih tetap berada di atas altar, sedangkan suara dari malaikat itu tibatiba
saja berkumandang dari luar kuil, dari suatu tempat yang tidak diketahui arahnya.
Muncullah sesosok tubuh yang tinggi besar, bentuknya tak jauh berbeda dengan bentuk
patung tersebut, diapun mengenakan pakaian perang, bermuka hijau, bergigi taring dan matanya
memancarkan cahaya kehijau-hijauan.
Tapi langkah kakinya justru enteng seperti langkah seekor kucing, kecuali pakaian perangnya
yang berdenting bila tanpa sengaja terhembus angin boleh dibilang sama sekali tak terdengar
suara apapun.
Dia datang kehadapan Cing-cing lalu membungkukkan badannya sambil menyapa,
"Menjumpai tuan putri!"
Cing-cing adalah rase, rase yang berwujud manusia, mengapa dia bisa menjadi seorang tuan
putri?
Jangan-jangan dialam kaum rasepun terdapat suatu kerajaan? .
Dan panglima gunung inipun jelmaan dari rase.
Cing-cing mengangguk, jelas dia mengakui akan sebutan tersebut bahkan menunjukkan pula
hubungan diantara mereka berdua.

""Baik-baikkah kau Yu Ciangkun (panglima kanan), maaf, terpaksa aku mesti melepaskan
tanda rahasia sehingga kau harus jauh-jauh datang kemari, tapi, mengapa kau masih berdandan
seperti ini?
"Ketika kebetulan pun ciang (aku) berada di sini, aku telah melakukan sesuatu permainan yang
menyebabkan penduduk di sekitar tempat ini mempercayainya sekali, sekarang terpaksa aku
masih berdandan seperti ini, agar bila ketahuan jejaknya masih bisa membuktikan kebenaran akan
berita yang tersiar sekarang"
"Cara ini kurang baik, paling banter hanya bisa membohongi penduduk kampung yang bodoh
saja, bila sampai bertemu dengan orang persilatan, mereka tak akan percaya dengan segala
tahayul, hal ini justru malah akan menimbulkan kecurigaan mereka!"
"Aku pun telah mempertimbangkannya sampai ke situ, untung saja kuil ini memang sudah ada
sedari dulu, aku hanya menggunakan cara ini untuk mengadakan kontak saja dengan tempat luar.
Tiada maksud lainnya lagi, sekalipun mereka lakukan penggeledahan ke tempat ini juga tak akan
menemukan apa-apa!"
"Kalau sampai begitu, mereka akan terus menerus melakukan pemeriksaan dengan seksama!"
"Aku bisa bertindak dengan sangat berhati-hati, setengah bulan berselang suatu ketika ada
tiga orang murid Hoa san yang berdiam selama lima enam hari di sini, akhirnya mereka tidak
menemukan apa-apa dan pulang dengan tangan hampa"
"Kalau memang begitu tak mengapa, aku hanya kuatir mereka sampai mengejarmu dan
menemukan gua kita!"
"Tentang soal ini, tuan putri tak usah kuatir, yang lain aku tak berani bilang, tapi, kalau soal
ilmu meringankan tubuh, serta kecepatan lari, di dunia ini masih belum ada orang kedua yang
dapat menandingi diriku!"
"Jangan tekebur, di luar langit masih ada langit, di atas manusia masih ada manusia lain!."
"Nasehat tuan putri akan selalu kuingat, cuma setiap kali aku tinggalkan gua selalu melingkar
dulu kian kemari bahkan menyeberangi dulu ladang ilalang, menyeberangi sungai sebelum datang
kemari, andaikata benar-benar ada orang menguntilku, mereka pasti akan mengejutkan kawanan
anjing ditengah padang ilalang, oleh karena itu, terhadap keamanan masuk keluar gua, aku selalu
bertindak hati-hati"
""Bagus sekali, aku tahu akan kesulitanmu, selama banyak tahun inipun kalian setia kepada
kami!"
"Perkataan tuan putri kelewat serius, aku hanya merasa menyesal saja"
"Panglima kanan, kesetiaan kalian sudah cukup kupercayai, cuma keadaan belakangan ini
kurang begitu baik"
Panglima bukit itu tampak agak marah.
""Kesemuanya ini tak lain adalah akibat pengacauan dari budak berbaju emas itu, bila aku
sampai bertemu lagi dengannya di kemudian hari, pasti tak akan ku ampuni dirinya dengan begitu
saja!"

Cing-cing segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.
"Si jubah emas hanya mengincar tempat kedudukan, ia tak sampai bersekongkol dengan
orang luar dan membocorkan rahasia kita, tapi Thi yan sepasang suami istri telah munculkan diri!"
""Dua orang budak sialan yang pantas untuk mampus, sepantasnya tuan putri membunuh
mereka"
"Aku tak bisa melakukannya, aku merasa kurang leluasa untuk munculkan diri hingga
sekarang belum ada yang mengetahui tentang diriku, lagi pula merekapun tidak menemukan
keuntungan apa-apa di ujung golok Hu-ma (menantu) sepasang pergelangan tangannya telah
kutung, tapi dalam saku mereka justru mempunyai lencana besi pengampunan dari kematian yang
dibuat oleh lima partai besar bersama Sin kiam san-ceng. . . "
Si panglima gunung itu semakin gusar lagi.
"Sudah pasti mereka bersekongkol dengan lima partai besar, sejak dulu aku sudah menduga
kalau dibalik mereka berdua ada sesuatu yang tidak beres, sekarang hal itu menjadi kenyataan"
"Yaa, hal itu jelas tak bisa diragukan lagi, kalau tidak darimana mereka berdua bisa
mendapatkan lencana besi pengampunan dari kematian ....?"
"Lencana itu hanya bisa digunakan satu kali, lain kali mereka tak bisa mengandalkan benda itu
lagi"
"Tidak bisa, sekarang belum boleh mengusik mereka, sebab mereka telah berada bersamasama
lima orang ciangbunjin dari lima partai besar....."
Panglima gunung itu makin terkejut.
"Ciangbunjin dari lima partai besar kembali bergabung? Kenapa?"
"Untuk menghadapi bulan sabit ditangan Hu ma, sekarang mereka sudah mengetahui bait
syair diatasnya!"
"Siau lo it ya teng cun hi?"
"Benar, waktu itu tidak seharusnya ke tujuh bait kata itu dicantumkan di atas golok!"
"Tulisan itu mempunyai hubungan dengan suatu cerita yang pantas dikenang, bila tuan putri
sudah memegang tampuk pimpinan lain waktu, akan kau pahami dengan sendirinya!"
Cing-cing menghela napas panjang:
"Aaai ....aku tak ingin menjabat kedudukan itu, apalagi kemampuanku terbatas dan tidak
mampu melatih jurus golok sakti tersebut!"
"Hu ma telah berhasil melatihnya?"
"Betul, dia mempunyai bakat yang sangat bagus, bukan cuma berhasil menguasahi ilmu
tersebut, bahkan kedahsyatannya tidak berada di bawah kehebatan yaya dimasa lalu!"
"Kalau begitu dia sudah bisa beradu kepandaian dengan pedang sakti dari Cia Siau hong?"
Anda sedang membaca artikel tentang CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 1 dan anda bisa menemukan artikel CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-khulung-golok-bulan-sabit-1.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post CerSIL KHULUNG : Golok Bulan Sabit 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cersil-khulung-golok-bulan-sabit-1.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 2 komentar... read them below or add one }

xjd7410@gmail.com mengatakan...

20151005 junda
Louis Vuitton Bags Outlet Store
Coach Factory Outlet Stores 70% off
Real Louis Vuitton Bags
tory burch outlet
Authentic Louis Vuitton Belts Outlet Store
cheap louis vuitton
canada goose outlet
louis vuitton outlet
Authentic Louis Vuitton Handbags Cheap Online
Oakley Vault Outlet Store Online
true religion outlet
Michael Kors Outlet Online No Tax
abercrombie
ralph lauren
Louis Vuitton Bags On Sale
michael kors handbags
Louis Vuitton Handbags Official Site
fitflops
michael kors handbag
coach factory outlet online
Air Jordan 4 Toro Bravo
Louis Vuitton Handbags Factory Store
Hollister uk
Michael Kors Outlet Online Mall
Coach Factory Outlet Private Sale
Michael Kors Online Outlet Shop
nfl jerseys
New Louis Vuitton Handbags Outlet
air max 90
Christian Louis Vuitton Red Bottoms

chenlina mengatakan...

chenlina20160602
michael kors outlet
nike air max 90
louis vuitton outlet stores
gucci outlet
beats by dr dre
michael kors outlet
nike store outlet
air jordans
hollister outlet
nike trainers
marc jacobs handbags
jordan 6
coach outlet
abercrombie outlet
michael kors handbags
mont blanc fountain pens
michael kors uk
nfl jerseys wholesale
pandora outlet
vans shoes
cartier watches
rolex watches
michael kors handbags
jordan shoes
oakley outlet
adidas nmd
nike basketball shoes
louis vuitton outlet
michael kors outlet
coach outlet
adidas originals store
coach factory outlet
michael kors handbags
coach outlet
toms shoes
louis vuitton handbags
tod's shoes
michael kors outlet
michael kors handbags
kobe bryant shoes
as

Posting Komentar