TONGKAT RANTAI KUMALA 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 05 September 2011

Ie Siauw Yu membelalakkan matanya, Dengan agak
ragu ragu ia menanya.
"Api betul? Dimana? “
Bee Tie tidak menjawab. Ia bingung. Air mata Ie Siauw
Yu masih belum ditepas kering, tapi mendadak nona ini
lantas tertawa bergelak-gelak. Dan kini ia dapatlah
membeda-bedakan sifat nona pengemis ini jenaka dan
persis dengan sifatnya Ie Ceng Kun yang pendiam dan suka
berhati-hati.
Entah berapa lama ia berdiri termangu-mangu, lalu ia
menggapaikan tangannya memanggil dua orang tosu dan
menyuruh dua orang ini mengurus membersihkan mayat
mayat orang-orangnya Kim-coa-bun sesudah ia sendiri
berhasil menggeledah badan mereka dengan didapatinya
banyak obat-obat pemunah racun berbisa golongan Kimcoa-
bun itu.
Saat itu Giok Hie Tojin masih tetap berdiri bagai patung.
Bee Tie yang melihat keadaan itu, lantas
menghampirinya dan sambil membungkukkan badan
memberi hormat ia berkata.
"Susiokcow, semua urusan dalam kelenteng Cee-thiankoan
ini harap supaya Siok-cow suka mengurusnya
sebagaimana baiknya Bee Tie sampai disini saja menemui
para saudara sekalian, sekarang hendak minta diri untuk
mengurus satu keperluan lain ... “
Bee Tie telah mendengar jelas semua penuturan Giok
Hie Tojin didalam tadi. Ia ingat benar Giok Hie
mengatakan bahwa It Han Siangjin yang sudah
memahamkan seluruh kitab Kiu-teng Jin-keng, setelah ke
Siok-He hong, setelah berbulan bulan baru kembali lagi.

Dari sini ia lantas memikirkan bahwa Kiu teng Jin-keng
itu kalau tidak terjatuh dalam tangan orang-orang Kim-coabun
dipuncak Siok-lie-hong. tentu masih ada dipuncak Kiu
teng hong.
Tapi, kalau mengingat lagi bahwa Kiu-teng Ciu keng dan
Kiu-teng hong sama sama mempunyai kata kata Kin teng.
maka kemungkinan lebih besar kitab itu ada di Kiu-tenghong.
Maka ia segera mengambil keputusan tetap hendak
lantas pergi kepuncak Kiu teng hong dulu dan mengadakan
penyelidikan digunung itu. Disamping itu ia juga takut
kalau kalau sampai kejadian Kiu-teng Cin-keng terjatuh
dalam tangan orang lain, apalagi kalau sampai orang itu
dengan menggunakan Kiu-teng Cin-keng itu kemudian hari
mengacau dunia, tentu ia sebagai ketua harus sanggup
mengatasinya. Tapi, untuk itu dengan kepandaiannya
sekarang, mana mampu ia menghadapi orang itu? Maka
cepat cepat ia menggerakkan kakinnya.
Tapi baru beberapa tindak ia melangkah, mendadak dari
luar tampak si Pedang Tumpul mendatangi dengan
jalannya yang sempoyongan. Rupanya luka lama si pelajar
tua ini belum sembuh sama sekali, lalu sudah ditambah
luka-luka baru pula.
Pelajar tua itu begitu melihat Bee Tie lantas berteriakteriak.
“Hai kau sibocah ini masih bisa enak-enakkan disini?
Lekas kau naik kepuncak kiu-teng-hong sana dan cepat!
Kalau nanti situa pendek celaka karena kau aku cuma mau
tahu dari kau sendiri!"
Seketika itu wajahnya Bee Tie berubah pucat cepat-cepat
anak muda ini menanya.

"Apa? Disana sudah terjadi pertempuran?"
Si “Pelajar Pedang Tumpul” saat itu merasakan kakinya
lemas sekali ia lantas terduduk numprah ditanah. Tapi
meskipun demikian ia masih berdaya sedapat mungkin
hendak bangun lagi. untung keburu dicegah oleh Bee Tie.
"Paman Pedang Tumpul, kau istirahatlah dulu. Jangau
kuatir, aku sekarang pergi."
Berbareng dengan ditutupnya kata-katanya ia sudah
lompat melesat jauh menuju kepuncak kiu-teng-hong.
Ketika badannya masih berada ditengah udara ia berkata
pula.
"Giok Hie Siokcow, tolong kau capaikan diri
menyembuhkan lukanya.”
Sekejap saja, begitu suaranya berhenti, orangnya sudah
tidak terlihat lagi.
Ie Siauw Yu melihat muka si Pedang Tumpul sesaat,
menoleh mengawasi Giok Hie To-jin yang sedang berdiri
termangu mangu, kemudian lagi dilihatnya keadaan
disekitar kelenteng Cee-thiau-koan yang angker suasananya.
Orang yang biasanya hidup bebas seperti nona ini tak
mungkin akan betah berdiam lama-lama dikelenteng sunyi
sepi ini.
Maka noua pengemis ini sambil berteriak keras badannya
sudah melesat kearah mana Bee Tie menghilang tadi.
Saat itu si Pedang Tumpal sedang merintih rintih
menahan sakit. Mulurnya mengoceh sendiri.
“Pantas kalau si tua Jari Sembilan mengantapkan anak
daranya berkeliaran didunia Kang ouw. Kiranya bocah
perempuan itu juga sudah memiliki kepandaian yang berarti
... "

Tapi mendadak ia lompat berjingkrakan sambil berteriakteriak.
"Arak. Lekas dewa arak kembali. Apa kalian tidak
dengar tadi si bocah Ciang-bun-jin kalian perintahkan
kalian apa? Dia tadi suruh kalian layani aku baik-baik.
Sekarang lekas bawakan arak untukku! “
Giok Hie Tojin menggoyang-goyangkan tangannya
seraya berkata!
"Semua anak murid Hoa-san kalau tidak mendapat
perintah dari aku si orang tua jangan sembarangan keluar
dari Cee thian koan! Sekarang semua kembali ketempat
penjagaan masing-masing!"
Mendengar perintah tersebut sekalian to-su yang
mengerubung disitu lantas bubar dan berjalan masuk
kedalam kelenteng Cee-thiau-koau yang amat luas.
Kini dilnar pekarangan hanya ketinggalan Giok Hie
Tojin. Pedang Tumpul yang sedang terluka dan satu orang
tosu muridnya Giok Hie Tojin. Sang murid ini agaknya
sedang menanti perintah lebih lanjut dari gurunya.
Giok Hie Tojin sendiri lantas lompat menghampiri si
Pedang Tumpul sambil berkata.
"Kalau mata Pinto belum lamur, kau tentu adalah si
“Pelajar Pedang Tumpul” yang sudah sangat terkenal itu.
Kau sekarang dalam keadaan terluka berat, masih mau
berusaha dari tempat begitu jauh mencari Ciang-bunjin ...
Ah. Dasar Hoa-san-pay yang harus masih harus jaya.”
Setelah berkata demikian, dari dalam saku bajunya ia
lalu mengeluarkan satu botol kecil berisi obat berwarna
merah yang lantas diberikan kepada si Pedang Tumpul
seraya berkata.

“Obat Kiuteng-tan ini adalah hasil ciptaan guru Pinto
sendiri meski masih belum mampu membangkitkan kembali
orang yang sudah mati, tapi kekuatannya tidak kalah
dengan Soat-liannya orang-orang Thian-san-pay. Terhadap
luka luka dan penyakit dalam lain Pin-to berani tanggung
obat ini cukup bisa mengeluarkan khasiatnya."
Si Pelajar Pedang Tumpul menyambuti obat pemberian
tersebut menciumnya berulang ulang. Mendadak ketawa
bergelak gelak.”
Tapi tak lama setelah itu sudah kembali pula pada
sikapnya yang wajar, sebagai seorang pelajar. Sambil
mengacung acungkan jari jempolnya pelajar tua itu berkata.
“Sungguh bagus Hoa-san Kiu-teng-tan! Aku rasa obat
ini tidak ada keduanya dalam dunia. Aku si Pedang
Tumuul, atas ketulusan hati Totiang suka memberi obat ini
cuma bisa mengucap terima kasih saja aku si pelajar jorok
ini mana ada itu lelaki menerima barang begitu berharga?
Harap Totiang suka terima kembali obatmu ini.”
Ia bicara demikian dan tangannya juga lantas
mengasurkan obat pil merah itu balik pada pemiliknya.
Giok Hie Tojin yang melihat itu agaknya merasa kurang
senang. Sambil tarik muka asam ia berkata.
"Hmm! “Pelajar Pedang Tumpul” mendapatkan
namanya yang begitu harum kalau begitu bukan karena
kelakuannya yang budiman!” Apa kau setiap memberi
sesuatu pada orang itu selalu mengharap balasannya? Kau
harus tahu dalam hal ini, yah! Kalau Pinto mau di kata
menghendaki balasan nah! Ketua partai kami yang masih
muda belia itu sangat membutuhkan bantuan tenagamu,
kau si “Pelajar Pedang Tumpul”. Maka kau terimalah Kiute.
ig-tan ini. Pinto rela menyerahkan barang kecil yang

cuma beberapa gelintir dan tak ada harganya itu. Kau
telanlah segera.”
Selama ia bicara tangannya menolak pemberian balik
obatuya sendiri. Ia menyurung obat ditangan si Pedang
tumpul itu sampai mendekati mulut pelajar itu. Ia juga
dapat berbuat demikian karena pada saat itu si Pedang
Tumpul sedang menderita luka-luka dalam yang tidak
ringan.
Tampak si Pedang Tumpul ragu-ragu sejenak, agaknya ia
sedang memikirkan kata-kata Giok Hie Tojin tadi.
Akhirnya setelah berpikir bolak balik ditelannya juga obat
warna merah tersebut.
Lalu. sesaat setelah itu. tanpa pamit dan tapa
mengucapkan terima kasih lagi ia berlalu meninggalkan
kelenteng Cee-thian-koan dengan jalanya yang masih
berjingkluk-jingkluk. Dia masih juga merasakan payah
dalam perjalanannya itu tapi terus dipaksakan.
Sebentar ia sudah merasakan penyakitnya agak
kurangan, dan ia dapat berjalan secara leluasa dengan
tindakan wajar. Selang sesaat lagi ia sudah dapat berlarilarian
sangat pesat untuk dilain detik lenyap ditikungan satu
jalan sempit yang teraling pohon-pohon tebal.
Saat itu Giok Hie Tojin baru bisa menarik napas lega. Ia
lantas menoleh kebelakang dan berkata pada muridnya
yang telah menantikan padanya sekian lamanya.
"Ciang-bun-jin Bee Tie mempunyai bakat baik untuk jadi
pemimpin. Kepandaiannyapun sudah tinggi dan
kecerdasannya luar biasa. Rasanya tidak sukar untuk kita
dapat mengembalikan nama baik partai kita atas bini
bingmnya. Maka itu semua anak murid Hoa-san-pay
diharuskan tunduk dan taat pada perintah Ciang-bun jin
kita itu. Beritahukan apa yang kukatakan tadi pada sekalian

Sutee juga akan segera berangkat ke Kin-teng-hong. Dan
semua apa yang ada disini kuserahkan padamu.
Bertindaklah secara bijaksana. Aku pergi.”
Begitu kata-katanya berhenti, sekali tampak lengan
bajunya yang lebar mengebas, tahu-tahu orangnya tidak
terlihat lagi menghilang diantara banyak pepohonan lebat.
Imam tua ini pergi meninggalkan kelenteng Cee-thian-koan
dengan maksudahendak mengawasi tindak tanduk ketua
mudanya yang baru. sekalian untuk menjaga
keselamatannya apabila keadaan sangat perlu.
Mari sekarang kita tengok kembali keadaannya Bee Tie,
ketua Hoa-san-pay kedua puluh enam ini sedang pergi
dengan berlari-larian. dan sejak meninggalkan kelenteng
Cee-thian-koan, dengan gerakan lincah dan gesit dalam
sekejapan saja sudah berada disamping gunung Kiu-tengbong.
Selama di dalam perjalanan, pikirannya selalu
dikerjakan. Ia merasa heran. Pada pikirnya, apa yang ia
tahu, selain sembilan tiang batu yang pernah dilihatnya,
tidak ada lobang manpun goanya. Dimana Kiu-teng Cin
keng disimpan ia masih belum tahu.
Dalam melamunnya, dari jauh matanya mendadak dapat
melihat itu sembilan tiang batu tinggi yang seolah olah
hendak menyaingi tingginya puncak gunung Kiu-teng hong.
Dibawah tiang tiang batu tersebut tampak Lee Thian Kauw
yang paling dulu dikenalnya, tidak jauh daripadanya ada
lagi seorang usia pertengahan berwajah hitam, dua orang
ini masing masing dikawal oleh Go-tong Sin-kho dan dua
orang tinggi besar, yang jauh lebih tinggi dan lebih besar
dari pengawakannya Lee Thian Kauw. Lee Thian Kauw
didampingi oleh satu wanita cantik bagai bidadari, sedang si
orang hitam diapit oleh dua orang tinggi besar yang masing
masing sebelah matanya sudah tidak ada.

Sebentar tampak Lee Thian Kauw mengangkat tinggi
tinggi sebuah tiang batu dan sedang mengawasi bagian akar
akar dari baru tersebut. Begitupun, orang hitam tadi yang
masih memeluk satu tiang batu lain. kini sudah mengangkat
naik batu itu keatas dan juga sedang mengamat amati
bagian bawah batu tersebut.
Tidak jauh dari tempat kelima orang termaksud berdiri,
kelihatan lagi empat orang lain. yaitu Giok Ceng. Giok
Hian, si Putih Kurus dan si kakek pendek Kiauw Kiu Kong.
Empat orang yang disebut belakang ini sedang berdiri bagai
patung tidak bergerak, juga tidak bicara. Keadaan orangorang
itu mirip patung kalau tidak ada pergerakkan biji
mata mereka yang sebentar mengawasi Lee Thian Kauw
dan pada lain saat sudah melirik si orang hitam.
Perlu kiranya diketahui orang hitam ini sebenarnya
adalah satu orang kuat dari golongan hitam yang namanya
sudah sangat terkenal, yaitu Kong sim!”au, ketiga dari satu
partai besar Tiang-pek-pay. Orang itu biasa dipanggil nama
julukannya. Hek-ie Sin-kun.
Bee Tie yang sudah mengenal dua orang kuat itu tahu,
satu saja sudah sukar dilayani, apa lagi kini sekali muncul
dua-duanya. Ia tidak tahu cara bagaimana menghadapi
mereka itu nanti. Tetapi disamping pikirannya itu ia juga
tidak berani berayal. Cepat cepat ia mengerahkan tenaga
dan mempercepat larinya.
Sementara itu Lee Thiau Kauw diatas dahinya telah
mengucurkan banyak keringat, begitu pula keadaannya
Hek-ie Sin-kun si orang hitam. Rupanya mereka ini baru
habis melakukan pertempuran sengit dalam waktu cukup
lama.
Bee Tie dari jauh-jauh sudah dapat melihat muka tegang
orang diatas puncak, diam-diam dalam hati berpikir. Ada

apanya sih di bagian bawah tiang-tiang batu? Kenapa
orang-orang itu sampai kesudian mengangkat-angkat tiang
tiang batu yang begitu besar dan beratnya? Aku tidak akan
biarkan mereka terus beraksi akan kucegah mereka sebisa
bisanya. Tapi kekuatan Lee Thian Kauw seorang saja sudah
hebat begitu ... untuk melawan dia seorang saja rasanya aku
harus sangsikan kemampuanku ... Sekarang ada lagi itu
orang hitam yang mungkin adalah itu orang dalam joli dan
kata orang-orang Kay-pang salah satu tokoh
berpengaruhnya Tiang-pek-pay bagaimana aku sanggup
melayani mereka dua orang kuat itu?
Mendadak hatinya tergerak. Eh! Apa mungkin Kiu-teng
Cinkeng ditulis dibagian bawah dari tiang batu itu? Apa
tidak boleh jadi Sucownya sengaja menulis disitu ... dari ya!
Cocok dengan kata-kata kunci "pengambilan Kiu-ieng Cinkeng.
Celaka!"
Memikir sampai disini, ia lantas bergerak lebih cepat.
saat itu dilihatnya senyum masih terkilas diwajahnya Lee
Thian Kauw. Ketika ia mengawasi Hek-ie Sin-kun, orang
hitam ini sedang mesem mesem. Perlahan-lahan dua orang
itu menaruh tiang batu ditangan masing-masing ketanah.
keduanya lalu saling pandang sejenak, lantas ketawa
bersama. Dilain saat tiba-tiba tampak Kek ie Sin kun
mengangguk-angguk sedang Lee Thiau Kauw menggelenggelengkan
kepala.
Mendadak dilihatnya Lee Thian Kauw mencengkeram
tiang batu yang dipegangnya. Semua kejadian disaksikan
tegas oleh Bee Tie. Benar-benar ia tak habis mengerti. Apa
yang sedang mereka kerjakan disitu. Sungguh aneh
kelakuan mereka pada penglihatan anak muda kita.
Mendadak terdengar Suara Lee Thian Kauw ketawa
berkakakan, kedua tangannya cepat ditarik pulang dari

cekalannya, lalu cepat bagai kilat tangan-tangan itu
disarungkan lagi kemuka, menggempur tiang batu
dihadapannya, "Celaka." keluh Bee Tie. Ia sebagai ketua
Hoa-san-pay, seharusnya mesti bisa mencegah perbuatan
orang-orang jahat yang ingin mereniu pusaka partainya,
tapi ... Sebentar terdengar suara “Prukkk” amat nyaring,
tiang batu didepan orang she Lee itu sudah hancur
berserakan.
Yang kaget, bukan hanya anak muda ini saja. Empat
penonton lainnyapun tidak kalah terkejutnya. Si Putih
Kurus, Giok-ceng, Giok-Hian dan Kiauw Kiu Kong masing
masing mengeluarkan seruan jeritan tertahan. Mereka
sebenarnya tidak pernah menyangka kalau tiang batu yang
demikian besarnya dengan sekali tepuk bisa hancur
berkeping keping ...
Belum hilang rasa terkejutnya orang-orang itu semua,
tiba-tiba terdengar pula-suara yang sama seperti suara batu
hancur semua dibarengi suara tertawanya Hek-ie Sin-kun
tiang batu didepau orang hitam ini sudah remuk seperti abu!
Kiranya Hek-ie Sin-kun begitu melihat perbuatan Lee
Thian Kauw juga lantas bertindak. Kakinya menotol tanah
tubuhnya melayang naik keatas, dan ... Pruk tiang batu
dihadapannya hancur lebur! Ketika orang-orang yang tadi
dibuat kesima lantaran terlalu kaget menengok, hanya
terlihat pada Hek ie SIH kun melayang kebumi diantara
reruntuhan batu batu halus. Gerakan orang hitam ini
tampak lambat, tapi sesungguhnya cepat luar biasa.
Si “Putih Kurus”, adalah sebagai orang pertama yang
tidak dapat menahan gelora hatinya yang ingin menang
sendiri. Orang kurus ini lantas berseru berulang-ulang.
“Kiu-teng Cin-keng ... Kiu teng Ciu keng sudah hancur!
Mari kita bunuh dua orang serakah itu! Majuuuu!!"

Saat itu Bee Tie sudah hampir sampai di tempat
kejadian. Keringat keringat sebesar biji kedelai tampak
mengucur di jidatnya. Semangatnya hampir terbang.
Bagaimana kalau Kiu teng Cin keng benar benar hancur.
Bukankah ia sebagai ketua yang harus bertanggung
jawab?
Saat itu si Putih Knrus yang sejak tadi berkaok-kaok, kini
dibarengi dengan suara teriakan kerasnya, badannya
menubruk Lee Thian Kauw. Kelakuan orang kurus ini tidak
bedanya dengan gerakan macan kelaparan.
Go-tong Sin-kho yang menyaksikan gerakan orang kurus
ini, sudah tentu tidak mau mendiamkan saja. Sebat
gerakannya, tangannya sudah menggenggam pedang yang
lantas mengirim satu serangan hebat kearah dada si “Putih
Kurus”. Sambil menyerang ia berkata.
"Hai orang dari Bong san! Apa kau tidak tahu malu!
Mau barang tidak mau kerja. Kalau kau mau, boleh angkat
sendiri yang lain itu, kan masih banyak !"
Kiranya, dari antara sekian banyak orang-orang disitu,
hanya Lee Thian Kauw dan Hekie Sin-kun dua orang saja
yang mampu mengangkat batu yang besar-besar itu, maka si
“Putih Kurus” yang rakus tanpa malu malu lagi lantas
menyerang Lee Thian Kauw hendak merampas hasil
pendapatannya dan Go-tong Sin-kho berani mengucapkan
kata-kata pedas menyakiti hati orang itu.
Si Putih Kurus yang dijengeki serupa itu bukan main
gusarnya! Ia lantas berkaok-kaok.
"Hai Siluman perempuan! Kalau sebenarnya orang-orang
tuacam apa! Dengan susah payah aku sudah menempuh
bahaya besar baru aku satu orang bisa ketemukan kata-kata
rahasia untuk mengambil Kiu-teng Cin-keng. Kenapa kalian

tidak mau bagi rata hasilnya dan mau kangkangi sendiri
saja? Bagaimana melihat itu aku sebagai orang terdekat
dengan Hoa-san tidak merasa sakit hati! Lekas kau katakan
itu betul apa tidak!"
Kiauw Kiu Kong yang mendengar itu lantas tertawa
berkakakan. Kakek pendek ini tidak melakukan gerakan apa
apa?
Si “Putih Kurus” yang kembali diejek orang lantas naik
darah. Dengan cepat ia menyerang Go-tong Sin-kiio karena
ia hendak lekas-lekas mendekati Lee Thian Kauw dalam
perlindungan janda cantik ini.
Si cantik dengan pedang ditangan rupanya tidak mau
kalah seuratpun dari si “Putih Kurus”, maka sebentar
ramailah mereka berdua bergebrak.
Sementara itu, dua imam tua Hoa-san-pay Giok-Ceng
dan Giok Hian melihat Hek-ie Sin-kun dan Lee Thian
Kauw berdua sudah menggempur tiang batu pusaka
partainya marahnya bukan main. Oleh karena Lee Thian
Kauw sudah dikacau oleh si Putih Kurus mereka lalu
menyerbu hendak menempur si orang hitam Hek-ie Sinkun.
Akan tetapi, dua orang tinggi besar yang berpengawakan
macam raksasa, berbareng telah menghadang didepan Hekie
Sin-kun dan segera menyambuti serangan dua imam
tersebut.
Sebentar lantas terdengar suara benturan amat nyaring,
dua imam tua yang sudah kawakan terpaksa harus mundur
sampai tiga langkah karena tidak tahan menerima serangan
balasan dua orang tinggi besar itu.
Tapi, dipibak lawannya, dua orang tinggi besar macam
raksasa tersebut yang sudah menang diatas angin bukannya

merangsek terus musuhnya, sebaliknya malah balik lagi dan
berdiri dikedua sisi Hek-ie Sin-kun dalam sikap berjagajaga.
Gerakan mereka yang bertempur sama-sama cepat.
Mereka cepat, Bee Tie lebih cepat lagi. Anak muda ini
sudah sampai di tempat pertandingan itu. Pemuda itu tidak
terus menerjang. Ia masih sangsikan kemampuan diri
sendiri. maka ia lantas menghampiri si kakek pendek Kiauw
Kiu Kong.
Sementara itu, ketika enam orang bertempur ramai
ramainya! Lee Thian Kauw dan Hek kie Sin kun sudah
hendak mengangkat tiang tiang batu lainnya lagi. Agaknya
mereka sudah memperhitungkan kekuatan pihaknya
masing-masing, dengan orang bawaannya masing-masing
sudah cukup untuk menandingi musuh-musuhnya.
“i.aka teius maju, terus dalam usahanya mencuri Kiuteng
Cin-keng.
Kalau tadi Bee Tie menduga Kin-teng Cin keng
diiulisnya dibagian bawah batu yang terpendam didalam
tanah, dugaan itu sama sekali tidak salah Kiu-teng Cinkeng
memang sengaja ditulis dibawah masing-masing tiang batu
dipuncak Kiu-teng-hong, hampir didasarnya tiang. Dan Lee
Thian Kauw serta Hek-ie Sin-kun yang telah melihat tuiisan
itu di bawah tiang batu yang dicabutnya mula-mula lantas
digempur hancur lagi, yaitu ketika Bee Tie masih berada
dilamping gunung.
Kini Bee Tie sudah sampai disitu dan sedang
menghampiri Kiau Kiu Kong, dua orang itu sudah hendak
mengangkat dua tiang batu lain.
Giok Ceng dan GiokHian yang tidak ungkulan melawa
dua “raksasa” itu, begitu melihat Lee Thian Kauw tanpa
ada penjaga, lantas berbareng pada loncat menghampiri

orang she Lee itu hendak menghalang-halang perbuatannya
selanjutnya, Bee Tie yang melihat itu diam-diam merasa
girang. Mungkin takkan kesampaian maksud si jahanam
she Lee mencuri lihat Kiu-teng Cinkeng, demikian pikirnya
dalam hati. Tapi mendadak telinganya dapat mendengar
satu suara bentakan. "Tahan!" amat nyaring, si kakek
pendek Kiauw Kiu Kong sudah menghadang didepan dua
imam tua Hoa-san yang hendak mengeroyok Lee Thian
Kauw.
Giok Ceng dan Giok Hiau melengak.
Sementara itu Kiauw Kiu Kong sudah membuka mulut
lagi ia lantas berkata.
"Kalian berhenti! Kita sekarang sudah sama tahu yang
Kiu teng Cin keng itu adanya di bawah sembilan tiang batu
itu. Sekarang kalian dengar! Kalau si orang she Lee atau si
hitam itu, satu yang mana saja antara mereka kita rintangi
tindakannya, tentu ada satu yang pasti bisa membaca habis
semua, Kiu-teng Cin keng diatas sembilan tiang batu itu.
Kalau sudah begitu, itu tentu lebih bahaya akibatuya dari
pada kedua-duanya kita biarkan saja masing masing
mendapat separohnya? Kiu teng Cin keng itu sepanjang
pengetahuanku, baru kelihatan kegunaannya kalau dilatih
kesemuanya. Cuma separoh, aku pastikan tidak ada
gunanya bagi mereka. Maka kalau sekarang kalian mau
bunuh seorang saja, siapa nanti yang akan mampu
menahan seorang yang lain kalau sampai dia mengacau
dunia? Apa tindakanmu ini bukan berarti sengaja memberi
kesempatan pada si Hitam untuk dikemudian hari
merajalela dalam dnnia Kang ouw. Kalau sempat benarbenar
terjadi begitu, apa kalian mampu menundukkan dia
lagi? Kalian pikir dulu, kalau rasa rasanya tidak sanggup
membunuh kedua duanya, jangan kalian bunuh saja! Aku
yakin. Meski aku si orang tua dan Bee Tie si bocah itu turut

maju bersama-sama, tidak ada gunanya. Apa pikiranku
salah?”
Dua imam yang sedang diberi kuliah mendengar katakata
si kakek pendek yang masuk diakal juga, lantas
mengurungkan maksudnya dan segera mengundurkan diri
ketempat agak kejauhan untuk mengawasi kejadian
selanjutnya.
Bee Tie disamping yang semula mengeluh melihat
cegahan Kiauw Kiu Kong, begitu mendengar penjelasannya
yang panjang lebar lemas merasa jengah sendiri. Ia berdiri
menjublak sekian, lama tanpa dapat mengatakan apa-apa.
Tapi tidak demikian halnya dengan si Putih Kurus.
Orang temaha itu meski tahu dirinya bukan tandingan Gotong
Sin-kho, namun masih tetap mau mendesak wanita
cantik dihadapannya itu. Bagai orang kalap ia menyerang
bertubi-tubi. Tangannya bergerak-gerak menyerang Go-tong
Sin-kho mulutnya memaki-maki Kiauw Kiu Kong.
"Hai kau situa bangka pendek! Aku macam kau itu
orangnya yang dikata suka membela keadilan! Hmm! Apa
begitu pantas? Pihak sendiri tidak kau bantu dan tidak
terang terang menolong orang luar! Apa sama sekali kau
tidak merasa punya hubungan dengan Hoa-san-pay?
Didepan matamu kau lihat orang lalu mau merampok harta
pusaka satu sahabat, kau diamkan saja. Malah ada orang
lain mau membantu aku mau mengganyang perampoknya,
sudahkau larang! Apa-apan itu?”
"Cis! Setan Putih! seharusnya kau sendiri salahkan
kepandaianmu yang tidak bisa sempurna-sempurna tidak
becus menowel baju musuh. Kenapa bolehnya kau makimaki
orang seenaknya? Nah! Kalau Giok Ceng dan Giok
Hian yang mengatakan itu, baru namanya pantas. Sebagai
orang-orang Hoa-san-pay asli mereka baru ada hak

mengatakan begitu. Kau ... Hmm! Apa pangkatmu? Apa
hubunganmu dengan orang-orang Hoa-san? Mau apa kau si
serakah menahan orang-orang yang tidak bersangkutan
dengan kau!"
Si “Putih Kurus” yang dicaci habis-habisan masih tak
bergerak. Ia menyerang lawan tempurnya dengan sengit,
sedang mulutnya lagi lagi berteriak-teriak memaki Kiau Kiu
Kong.
“Tua bangka bangkotan keparat! Jaugan banyak bacot!
Apa kau tak tahu ketua lama Hoa-san-pay Cie Gak juga
panggil aku su-siok? Kenapa kau kata aku si “Putih Kurus”
dari Bong-san ini tak pantas melindungi barang kawan dan
membela keadilan! Coba kau kata lagi! Apa salahnya aku
kalau mencegah perbuatan jahat mereka!"
Mendengar itu, seketika kakek pendek ketiga-tiga tawatawa
segan. Dengan sikap mengejek kembali ia berkata.
"Hrnm. Siapa-didunia yang tidak tahu kau si Setan Putih
paling suka makan kawan sendiri dan cuma kenal membela
kepentingan diri sendiri! Kau boleh kata sepuluh ribu kali
kawan, kawan, terus kawan, kau boleh hilang kawan orang
Hoa-san-pay. Tapi siapa yang mau percaya mulutmu yang
bau busuk itu. Siapa juga yang tidak tahu dulu di depan
batu Kepala orangmu kau tolak mentah mentah Cie Gak
yang mengharap pertolonganmu karena sedang dikejarkejar
oleh enam Sutee durhakanya (Baca jilid satu lembar
penama). Apa tindakanmu itu boleh dihitung menolong
kawan membela keadilan? Hmm."
Saat itu. Hek-ie Sin-kun yang dapat bertindak leluasa
tanpa ada yang merintangi dengan tidak memperdulikan
suara ribut-ribut disekitarnya, lantas memasukan semua
tulisan dibagian bawah tiang batu kedua kedalam otaknya
lain saat sudah hendak memukul hancur lagi satu batu.

Sedangkan Lee Thian Kauw karena adanya gagasan si
Putih Kurus yang terus menerus, mau tak mau harus mecah
perhatiannya. Di samping hendak mencabut terus tiang
satunya lagi, ia juga harus mendengar cacian si “Putih
Kurus” yang sengaja diucapkan keras-keras.
Tapi dasar Lee Thian Kauw orangnya cerdas, sebentar ia
sudah dapat memusatkan perhatiannya dan lain detiknya
sudah dapat mengangkat tiang batu dihadapannya dan
membaca sekali tulisannya. waktu cepat berlalu! Sebentar
lagi ia sudah hendak menghancurkan batu itu.
“Hong Wie kau kepinggir! serunya.
Berbareng juga tiang batu besar ditangannya melayang
kearahnya si “Putih Kurus”. Tapi orang she Lee ini tak
berhasil sampai disitu. Ia yang sudah sangat membenci si
Putih Kurus begitu batu terbang, cepat bagai kilat sudah
memburu benda itu dan lantas memukul hancur tiang tiang
batu terbang tersebut! Tidak ampun lagi tiang batu yang
besarnya melebihi tinggi dan besar orang itu lantas hancur
berantakan! Kepingannya meluncur menutup semua jalan
keluarnya si Putih Kurus.
Si “Putih Kurus” ketakutan setengah mati.
“Senjata istimewa orang she Lee itu sudah bertaburan
diatasan kepalanya. Cepat-cepat ia menjatuhkan diri dan
bergulingan di tanah dalam usahanya menghindarkan
serangan hebat tersebut.
Tapi Lee Thian Kauw masih belum puas lagi. Dengan
cepat ia lompat menubruk orang kurus itu. sedang si “Putih
Kurus” diserang, masih belum sadar ia sedang enak enakan
membersihkan hancur tiang batu batu diatas badan dan
mukanya.

Giok Ceng dan Giok Hian tidak peluk tangan terus.
Mereka serentak maju dan menghadang didepan Lee Thian
Kauw. Tapi gerakan dua orang ini sudah terlambat. Orang
she Lee itu dengan dua jari tangannya dengan cepat telah
menotok jalan darah di perut si Putih Kurus. Tak ampun
lagi orang kurus ini lantas jatuh terjengkang.
Rupanya Lee Thian Kauw masih penasaran dan hasil
cuma sebegitu. Ia lantas mengirim satu pukulau
mematikan!
Saat itu Giok Ceng dan Giok Hian yang datang
memburu lantas menalangi orang kurus yang sudah tidak
berdaya itu menyambuti serangan hebatuya Lee Thian
Kauw hingga terhindarlah si “Putih Kurus” dari tangan
kematian.
Tapi dua imam dari Hoa-san ini tidak luput juga dari
bahaya. Menerima pukulan maut satu orang kuat,
keduanya lantas terpental mundur terbawa angin
pukulannya yang sangat hebat! Darah merah lantas
mengalir membasahi sudut-sudut bibir dua orang itu.
Lee Thian Kauw yang kelakuannya sudah seperti orang
kalap, lama agaknya baru ingat sesuatu. Orang tinggi besar
ini tanpa memperdulikan lagi pecundangnya lantas lompat
balik menghampiri satu tiang batu lain.
Tapi Giok Ceng dan Gion Hian tak mau mengerti.
Sambil memesut darah dibibir dua imam lantas mengejar
Lee Thian Kauw.
Disamping itu, Go-tong Sin-kho yang melihat gerakan
dua orang itu, lantas maju memapaki dan langsung
mengirim satu serangan hebat kearah mereka berdua. Ia
terus mendesak sampai dua imam itu mundur dan lantas
berseru memberi semangat pada suaminya.

"Thian Kauw! Lekas kerja lagi, aku masih bisa tahan
imam busuk ini! Lekas! Kau lihat disitu orang keling itu
sudah menang banyak dari kau. Buruan! Jangan perdulikan
mereka ini lagi. Aku masih didekatmu. Cepat!"
Lee Thian Kauw cepat-cepat melirik ke arah Hek-ie Sinkun.
Saat ini orang hitam itu dengan wajah tetap ramai
senyuman sedang membaca tulisan dibawah tiang batu
yang sudah diangkatnya tinggi tinggi. Ia sudah mengangkat
tiga buah tiang batu dan sudah selesai jaga membacanya.
Sementara itu Lee Thian Kauw baru mau mengangkat tiang
batu ketiga dan baru hendak membaca tulisannya.
"Saat itu juga Hek ie Sin-kun sudah mengangkat tiang
batu keempat.
Go-tong Sin kho sibuk bukan main melihat perlombaan
mencabut dan membaca itu. Ia sendiri yang masih terus
terlibat dalam pertempuran melawan dua tosu tua Giok-
Ceng dan Giok Hian, hanya dapat berteriak-teriak saja dari
jauh.
"Thian Kauw! Hayo lekas! Lekas kau susul dia!”
Keringat mulai tampak mengucur keluar lagi di atas jidat
Lee Thian Kauw. Cepat cepat orang she Lee ini
mengangkat tiang batu lain, sudah empat pula yang
diangkatnya, Saat itu mendadak didengarnya suara lembut
halus berbisik-bisik ditelinganya, "Saudara Lee, aku yang
tadi jalan duluan, sekarang sudah sepantasnya kalau tiang
batu terakhir ini jadi bagianku. Bacalah tiang
penghabisanmu itu sepuas-puasnya, aku sendiri mau baca
tiangku yang terakhir ini."
Suara itu meski sangat lembut, tapi bagi pendengar Lee
Thian Kauw cukup dapat diterima seluruhnya.

Ternyata Hek-ie Sin-kun Kong-sun Yang telah
menyampaikan suara dari jarak jauh kedalam telinganya
Lee Thian Kauw. Bagi orang lain disekitatnya jangan harap
adi satu saja yang bisa menangkap suara itu.
Lee Thian Kauw segera mengenali suara itu cepat ia
membaca. Tapi baru beberapa baris dibacanya, hatinya
merasa tak tenang. Ia lantas melirik.
Dilihatnya Hek-ie Sin-kun sudah mengangkat tiang batu
paling akhir, tiang batu kesembilan sambil tertawa
mengejek memandang dirinya.
Cepat cepat Lee Thian Kauw menyelesaikan hafalannya.
Setelah itu ia lantas menghancurkan tiang batu tersebut dan
lekas-lekas berjalan menghampiri Hek-ie Sin-kun yang
sudah mengangkat dan hendak membaca tulisannya.
"Saudara Kong sun, aku ingin sekali minta lihat barang
sekejap Kiu teng Cin keng-mu disitu. Bolehkah aku baca
sama-sama dengan kau?"
Orang yang ditanya tiada menjawab. Agaknya orang ini
sedang mencurahkan seluruh perhatiannya diatas tulisantulisan
dibawah tiang batu yang baru hendak dibacanya.
Dua orang tinggi besar, gurunya Tiang-pek Kong-cu
yang selama ini mengikuti Hek-ie Sin-kun Kong snu Yan.
serta merta sudah menghadang didepan Lee Thian Kauw.
Satu orang tinggi dihadapi oleh dua orang yang lebih tinggi
dan lebih besar!
Lee Thian Kauw tarik muka asam. Ia lantas membentak.
"Hai orang-orang Tiang-pek! Kiu-teng Cin keng bukan
milik kalian! Minggir! Siapa berani terus merintangi berarti
cari mampus. Cepat kepinggir !"

Dua orang tinggi besar macam raksasa itu tidak banyak
bicara. Mereka berbareng lantas menyerang Lee Thian
Kauw ...
Go-tong Sin-kho juga saat itu sudah terlepas dari
libatannya dan sedang datang memburu meninggalkan
lawan lawannya. Wanita cantik lantas menalangi suaminya
menyambuti datangnya serangan dua orang gurunya Tiangpek
Kong-cu dan lantas berteriak.
"Thian Kauw jangan banyak mulut! Lekas kau sikat si
keling itu! Jangan kasih kesempatan dia membaca Kiu teng
Cin-keng disitu.”
Hebat adalah sambutan Go-tong Sin-kho, begitu dua
kekuatan tenaga saling beradu, lantas terdengar satu suara
gempuran sangat hebat, tiga orang terpental kebelakang
masing-masing sejauh tiga laugkah.
Go-tong Sin-kho lantas maju merangsek lagi sedang kini
dengan pedang ditangan ia menikam salah satu dari orangorang
tinggi besar itu sambil membentak. "Mundur!"
Tapi dua raksasa itu tidak dengar perintah. Bentakan
wanita cantik itu sama sekali tidak digubris. Mereka lekaslekas
mendekati Koug-sun Yan dan lantas membentuk satu
garis penjagaan kuat disekitar dirinya orang hitam tersebut.
Lee Thian Kauw yang hendak menggunakan
kesempatan tadi selagi istrinya menempur dua raksasa itu
sudah terlambat beberapa detik karena ia agak kuatirkan
keselamatan istrinya. Dua orang buta sebelah sudah
menjaga rapat ketuanya.
Go-tong Sin-kho cepat membantu lagi, ia lantas
mengirim satu serangan bebat dan kemudian disusul lagi
dengan beberapa kali serangan serangan beruntun. Tiputipu
ilmu pedang keluarga Siauw Yung masyur juga sudah

lantas dikeluarkan, ia menerjang hendak membuka jalan
bagi suaminya.
Dua raksasa yang diserang secara rapat demikian
agaknya merasa terkejut juga. Serentak mereka lantas
memisahkan diri, lompat kekedua samping ketua mereka
untuk meringankan tekanan pedang.
Kini Lee Thian Kauw bergerak lebih cepat. Ia
menggunakan kesempatan ini, dengan menggunakan ilmu
mengetengi tubuhnya yang sudah mahir benar, dengan
badan melayang-layang bagai burung kepinis terus ia
menerobos masuk antara dua raksasa, buta sebelah itu.
Ditengah udara ia berseru. “Hong-Wei! Tahan terus orangorang
itu.”
“Jangan kualir! Lekas kau bergerak. Jangan kasih
kerapatan dia membaca !”
Mulutnya berkaok kaok, tangannya bergerak-gerak
menyerang ke kanan menusuk ke kiri dengan taktik
mengurung ia hendak melihat dua orang buta dari Tiangpek
lawannya.
Kembali Lee Thian Kauw melayang tinggi keatas.
“Saudara Kong-sun!" teriaknya dalam usahanya
memecah perhatian lawan.
“Aku Lee Thian Kauw sudah datang. Mari kita sama
rama belajar! Akur?"
Waktu itu tangannyapun tidak tinggal diam. Ia sudah
mengirim serangan berat atas dirinya Hek-ie Sin-kun.
Hek-ie Sin-kun yang saat itu tengah mengangkat satu
benda sangat berat, merasakan tekanan Lee Thian Kauw itu
hebat sekali, ia sudah tidak keburu menghindar lagi. TiapTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tiap kejadian tadi berlangsung sangat cepat Hek ie Sin-kun
belum lagi sempat membaca.
Dua raksasa yang melihat ketua mereka dalam bahaya,
tanpa ayal lantas meluruk datang membantu sang ketua.
“Siok-siok awas! Dia datang menyerang aku...”
Kiranya dua guru silatnya Cang-pek Kong-cu ini adalah
keponakan muridnya Hek-ie Sin-kun Kong-sun Yan. Pantas
juga kalau mereka mau membela mati-matian untuknya,
dua orang ini tanpa menghiraukan serangan Go-tong Sinkho
yang sudah datang dekat benar masih berusaha hendak
membantu Susiok atau ketuanya. Dan karena kelalaiannya
ini satu diantara keduanya lantas jatuh rubuh dalam
tikaman pedang Go-tong Sin-kho yang sudah sengit karena
tidak bisa mendapat hasil cepat.
Tapi akhirnya, demi kepentingan Susiok juga ketuanya,
orang itu telah korbankan diri. Ia binasa seketika tertembus
ujung pedang tajamnya Go-tong Sin-kho dari belakang
tembus ke depan dan tepat pada bagian ulu hatinya.
Go-tong Sin-kho lantas mencabut pedang yang
menembus dibalakang punggung orang tinggi besar itu dan
lantas membabat raksasa buta sebelah yang lain.
Serangannya sangat ganas. Ia sudah memastikan, sekali
bergerak harus merengut satu jiwa.
Dalam saat saat genting itu mendadak terdengar satu
suara dentuman dahsyat.
Tiang batu kesembilan yang tidak kuat menahan
tekanan-tekanan dua jago kuat kelas satu, telah hancur
berkeping-keping sebelum ada yang sempat membaca
tulisan dibawahnya.
Dan kejadian ini pulalah yang telah melepaskan si
raksasa buta sebelah dari cengkreman maut Go-tong SinTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kun. Orang buta ini luput dari tangan kempitan karena tepat
dihadapannya meluncur satu reruntuhan batu cakup besar
yang menahan dan menggeser kesamping serangan Gotong-
Sin kun yang hebat.
Dilain pihak, karena sama kuat sama dahsyat, Hek-ie
Sin-kun pihak terserang dan Lee Thian Kauw pihak
penyerang kedua duanya sama-sama terluka parah. Mereka
pada jatuh terduduk ditanah.
Bee Tie yang menyaksikan semua kejadian dan sudah
hendak turun tangan sejak tadi, tapi karena terus menerus
dicegah oleh si kakek Pendek Kiauw Kiu Kong. maka
melihat kejadian terakhir ini ia hanya dapat menelan ludah
sambil memejamkan mata. Ia tidak tahu mengapa Kiauw
Kiu Kong mencegah ia bergerak, tapi karena ia sendiri
merasa pengalamannya masih kurang luas, maka dengan
apa boleh buat halnya menurut perintah orang yang lebih
tua dan boleh diandalkan itu. Habis sudah Kiu teng Cin
keng hari ini ... Bagaimana aku harus bertindak selanjutnya
nanti? Apa kata orang-orang Kangouw nanti kalau tahu aku
ada disini dan tidak turun tangan? Ah ... demikian kata Bee
Tie dalam hatinya. Matanya terpejam sulit rasanya untuk ia
bernapas.
Sementara itu. Lee Thian Kauw yang jatuh terduduk,
jatuhnya tepat disamping keponakan murid Hek-ie Sin-kun!
Tapi orang yang disebut belakangan ini karena lebih dulu
dapat melihat keadaan Susioknya yang sangat
mengenaskan, maka tidak mau memperdulikan apalagi dan
terus lari menghampiri ketuanya dan terus menjaga
disisinya Hek-ie Sin-kun.
Go-tong Sin-kho sendiri seketika itu lantas melepaskan
mangsa yang berada didepan mata ia lantas memburu dan
menubruk suaminya. Tapi ia segera sadar dimana dan
dalam keadaan apa waktu itu. Maka cepat ia bangkit dan

terus berjaga-jaga juga disamping tubuh suaminya yang
sudah terbaring.
Dan Bee Tie yang melihat itu, hanya berbagai patung, ia
tidak bisa berbuat apa-apa Kiu-teng Cin keng yang tertulis
dibagian bawah dari sembilan buah tiang batu diatas
puncak Kui-teng-hong kini boleh dikata sudah habis ludas
sama sekali! Delapan bagian empat empat sudah terbagi
merata antara Lee ThianKauw dan Hek-ie Sin-kun. Dan
sisanya satunya yaitu yang kesembilan juga akhirnya turut
musna, ikut lenyap dalam hancuran batu bersama-sama
yang lain.
Mendadak pemuda ini merasakan ada apa-apa yang
aneh dalam tangan Kiauw Kau Kong yang sedang
menggenggam tangannya. Cepat ia menoleh. Kakek pendek
ini sedang mengawasi Lee Thian Kauw dan Hek-ie Sin-kun
bergantian. Hatinya bercekad. Diam-diam ia berpikir. Kinteng
Cin-keng sudah hilang ludas Kauw Kongkong (Kakek
Kiauw) ini mau tunggu apalagi disini? kenapa orang tua ini
masih belum mau pergi juga?
Tanpa merasa akhirnya ia juga menoleh lagi mengawasi
dua orang, yang sedang terluka parah itu. Wajah mereka
yang tadinya pucat bagai tak berdarah. kini sudah mulai
bersemu merah. “Hmmmmmmm!”. Kalau begitu Kiauw
Kongkong lagi menelili dua orang itu siapakah yang akan
lebih cepat baik dari luka lukanya. Aku pikir kalau dilihat
dari kekuatau dua orang tua yang tampak berimbang,
mungkin sudah ditentukan dari sekarang siapa yang akan
lebih unggul.
Tidak antara lama, Hek-ie Sin-kun sudah membuka
matanya sambil tertawa bergelak-gelak. Ia juga lantas
berkata.

"Aku sangat berterima kasih mendapat perhatian besar
dari saudara Lee. Semua barang antaran saudara tadi akan
kukembalikan berikut bunganya sekali ini kau sambut !"
Orangnya masih duduk bersila, serangan sudah
meluncur keluar dari dalam tangannya.
Tidak percuma Hek-ie Sin-kun sebagai ketua satu partai
besar, meski didalam hati ia sangat membenci Lee Thiau
Kauw, tapi diluar masih bisa memperlihatkan senyuman
yang manis, sikapnya pun wajar.
Dilain pihak. Lee Thian Kaow yang tinggi besar, dengan
wajah senyum senyum simpul dan masih duduk, juga lantas
menyambuti serangan jago Tiang-pek tersebut.
Sayang Hek-ie Sin-kun menyerang sambil bersila, lagi
pula kekuatannya belum pulih seanteronya, hingga
serangan yang cukup hebat itu dengan mudah dapat
dipunahkan oleh Lee Thian Kauw. Dan orang she Lee ini
sendiri yang juga sedang menderita luka luka tidak ringan
selain memunahkan serangan lawannya barusan, tidak
mampu berbuat apa-apa lagi. Ia merasakan serangan lawan
ini hebat, dadanya bergolak.
Hening agak lama. Dua orang duduk bersila tak
bersinara.
Bee Tie Kiauw Kiu Kong dan dua tosu tua Giok Ceng
dan Giok Hian, (sementara ini si “Putih Kurus” masih tidak
sadarkan diri) kesemuanya lantas melihat Lee Thian Kauw,
mereka lihat jago Thian-san ini masih tetap duduk sambil
bersenyum senyum, satu senyuman yang dipaksa.
Mendadak terdengar Hek-ie Sin-kun kembali berkata.
"Ini ada satu lagi! Kau boleh siap siap. Aku akan segera
mengirim kembali barang-barang yang kau tolak tadi!”

"Jangan banyak omong! Kalau mau kau boleh segera
mulai. Sekarang dengan segala senang hati barangku itu
akan kuterima kembali "
Go-tong Sin-kho tahu dua lawanan itu kembali akan
bergebrak, begitu pula halnya dengan raksasa itu sudah
sadar bahaya belum berlalu, masing masing pada kuatirkan
pihaknya sendiri, namun karena kekuatan mereka masih
belum cukup untuk mencegah satu kejadian hebat, maka
dengan terpaksa dan apa boleh buat keduanya lantas
menyingkir jauh memberi tempat lebih lebar bagi mereka
yang akan mencari keputusan terakhir.
Hek-ie Sin-kun masih coba coba merendah.
“Saudara Lee," katanya. “Saudara yang telah lama
tersohor dalam dunia Kang-ouw tentu punya kepandaian
sangat sempurna. Aku yang rendah disini karena merasa
kepandaianku sendiri serba tidak berkecukupan, masih
mengharap welas asihmu, mohon suka diberi muka terang
sedikit, sudilah saudara memberi kelonggaran barang
sejurus dua jurus."
Sebenarnya sungguh licik sekali perbuatan Hek-ie Sinkun
ini. Ia sudah mengucapkan kata-kata hendak
menyerang, tidak lantas menyerang, malah sebaliknya
dengan kata-kata merendah memanjang manjangkan
bicaranya ia yang memang merasa kekuatannya belum
pulih seluruhnya, sengaja hendak main ulur tempo.
Lee Thian Kauw masih tetap ditempatnya. Dengan suara
dingin ketus ia menjawab.
“Saudara Kong-sun, dengan kepandaianmu yang tinggi
dan kau pernah dapat nama bagus serta pernah dijagat
malang melintang dalam rimba persilatan, perlu apa mesti
merendah didepanku begitu rupa? Lagi juga antara kita
masih susah diputuskan siapa bakalan kalah dan siapa akan

lebih unggu1. Maka aku harap saudara bicara tidak begitu
merendah."
Kata itu, Hek-ie Sin-kun sudah berjalan maju lagi tujuh
tindak menghampiri musuhnya, kini jarak antara keduanya
sudah dekat sekali.
"Semua orang yang menyaksikan cukup mengerti
sebentar lagi pasti Hek-ie Sin-kun yang telah menahan
amarah akan membuka serangan pertamanya dengan ilmu
yang entah sampai dimana tingginya. Hati para penonton
sudah kebat-kebit. Tidak ada seorang pun juga yang berani
buka mulut mengeluarkan suara. Meteka terus menantikan
perkembangan selanjutnya.
Entah apabila pertandingan itu betul-betul dilangsungkan
nanti, siapa unggul dan siapa yang akan menderita
kekalahan.
Lee Thian Kauw segera mempersiapkan diri berjaga jaga
dalam menghadapi satu jago kenamaan. Meski diluar
tampak ia masih berdiri tenang-tenang saja, namun
ketegangan dalam hatinya hanya ia sendiri yang tahu.
Hek-ie Sin-kun kembali melangkah maju setengah
tindak. Diwajahnya mulai tampak roman tegangnya.
Mulutnya berkemak-kemik entah apa yang diucapkan.
Sebentar lagi kakinya digeser maju setengah tindak. Dari
mulutnya mulai terdengar suara yang sukar dimengerti,
suara itu terus melengking tinggi!
Lee Thian Kauw tetap berdiri tak bergerak. Matanya
memancarkan sinar tajam, tidak jarang terdengar suara
dehemannya, sungguh menyeramkan suaranya dua orang
itu!
Hek-ie Sin-kun tiba-tiba tertawa panjang sambil
menyerang Lee Thian Kauw dengan tangan kosong!

Lee Thian Kauw juga lantas membentak keras. Ia
menyodorkan kedua telapak tangan saling bertempelan.
Mereka sedang mengadu kekuatan, mengukur tenaga
masing masing.
Asap putih tampak mengepul diatas kepala dua orang
yang selang bertanding. Wajah keduanya sebentar-bentar
berubah-ubah tak menentu.
Bee Tie yang menyaksikan itu berdebaran juga hatinya.
Ia agaknya sudah dapat menduga bahwa dengan kekuatan
dua jago yang hampir berimbang itu mungkin keduaduanya
akan terluka parah. Ia lantas melirik Go-tong Sinkho.
Wanita ini dengan badan gemetaran melihat suaminya
yang masih tidak mampu berbuat suatu apa terhadap
lawannya.
Dilain saat anak muda ini lalu menoleh memandang
raksasa itu, orang tinggi besar ini sedang mengepalngepalkan
tinjunya, keringat dingin sudah membasahi
dahinya.
Bersama pada saat itu, Lee Thian Kauw dan Hek ie Sinkun
berseru berbareng "awas” lantas terdengar satu suara
menggeleger yang amat dahsyat! Debu dan pasir pada
beterbangan. Kedua orang itu sama-sama terpental mundur
sampai tiga tombak jauhnya untuk kemudian mereka samasama
rubuh bergelimpangan.
Akhirnya ...
Lee Thian Kauw, begitu pula Hek-ie Sin-kun masingmasing
dengan muka pucat pasi seperti mayat, keduaduanya
pada menggeletak diatas tanah dipuncak gunung
Kiu-teng-hong.
Go-tong Sin-kho dan itu raksasa buta sebelah, berbareng
pada menubruk masing-masing suami dan ketuanya.

Lambat-lambat tangan mereka ditempelkan diatas dada dua
jago yang telah tidak berdaya itu, napas dua orang yang
disebut belakangan ini sudah sangat lemah terdengarnya.
Go-tong Sin-kho ketika itu berjongkok menempelkan
telinganya diatas dada Lee Thian Kauw. Tapi mulutnya
membisu. Mungkin wanita ini tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya, ia diam saja menuggui suaminya.
XIV. KIM-COA-BUN.
BEE T1E Kiauw Kong. Giok Ceng dan Giok Hian
empat orang yang melihat seluruh kejadian yang
berlangsung disitu, tidak ada yang bukan suara, juga tidak
ada yang berani bergerak. Mereka agaknya sudah dibikin
kesima! Meski dua jago itu sama-sama terluka dan
keduanya sudah tidak berdaya, hingga mudah sekali kalau
mereka mau bergerak membinasakan dua jago kuat itu, tapi
mereka diam saja sekian lama.
Yang sudah pasti, Kiauw Kiu Kong dan Bie Tie tidak
akan bergerak dalam keadaan serupa itu! Dan meski Bee
Tie hatinya panas sekali, juga masih diam saja menampak
kejadian yang terbentang dihadapan matanya.
Selang Sesaat.
Giok Ceng dau Giok Hian, dua imam setelah kasak
kusuk sebentar lalu pada maju menghampiri Hek-ie Sin-kun
yang tidak berdaya.
Kiauw Kiu Kong yang melihat itu lantas maju juga,
kakek pendek ini lantas menghadang mereka sambil
membentak.
"Tunggu sebentar!"
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid 12
DUA imam itu terperanjat agaknya, maka segera hendak
bergerak.
"Aku si tua pedekar masih ada beberapa kata yang belum
dikeluarkan, kau dengar dulu!” demikian kembali terdengar
bentakan orang tua itu.
Giok Ceng lalu barkata dengan suara dingin.
“Hmm! Begini macam orang yang diceritakan orang
dalam kalangan Kang-ouw, orang yang paling bijaksana?
Hai kau orang tua! Apa matamu buta! Kau tokh lihat
sendiri itu orang-orang Thian-san Tiang-pek sudah mencuri
Kiu-teng Cin-keng Hoa-san, Kita? Kenapa kau tidak segera
mengambil tindakkan membasmi mereka? Malah kau
halang-halangi kami, apa maksudmu? Kalau kiranya kau
tidak suka membantu kami, aku boleh segera pergi turun
dari gunung ini. Kami masih bisa bekerja sendiri dan kami
pasti tidak akan membiarkan dua orang itu membagi-bagi
harta pusakanya Hoa-san-pay kami !”
Kiauw Kiu Kong melengak. Sesaat kemudian ia dapat
menenangkan pikirannya kembali dan sambil coba-coba
tertawa sebisa-bisanya ia berkata.
"Kata-katamu memang tidak salah. Tapi ketahuilah!
Dalam keadaan seperti sekarang ini membunuh orang yang
sedang terluka parah, apa kalian tidak takut ditertawakan
orang-orang dunia Kangouw? Lagi pula kalau kalian dua
orang membunuh mereka itu sekarang, apa kalian kira Kuiteng
Cin keng bisa direbut kembali?"
Giok Ceng memang sudah lama terkenal karena
sikapnya yang berangasan. Giok Hian tidak kalah
semberononya. Mendengar kata-kata nasehat dari satu

orang menurut, malah sebaliknya sengaja hendak tarik urat
dengan kakek pendek itu.
"Lee Thian Kauw dan Kong-sun Yan itu semuanya
orang-orang rakus?” demikian debatuya.
“Kalau hari ini kita biarkan mereka pergi hidup,
bukankah dunia akan lebih tidak aman? Apalagi sekarang
ini mereka masing-masing sudah mendapatkan separuh dari
Kiu-teng Cin-Keng kita. Siapa nanti yang sanggup
menaklukan mereka kalau dikemudian hari mereka berbuat
sewenang-wenang dengan ilmu curiannya itu.
Bicara sampai disini, lantas terlihat imam ini melangkah
hendak maju lagi.
Kiauw Kiu Kong yang mendengar kata-kata Giok Hian
Tojin yang agaknya sukar didebat, sesaat tidak bisa berbuat
apa. Ia membiarkan tosu itu lewat disampingnya. ia yang
mempunyai kesukaran sendiri dalam hatinya tidak bisa
berbuat banyak untuk mencegah imam-imam yang mau
bertindak untuk partainya sendiri itu. Seandainya ia
menahan terus dua tosu tua ini dan dikemudian hari dua
jago jago jahat itu benar-benar sampai mengacau dunia,
siapa yang harus bertangung jawab?" Begitu juga
sebaliknya, kalau ia membiarkan mereka membunuh jago
Thian-san dan Tiang-pek itu, bagaimana pula pendapat
umum mengenal dirinya? Didepan matanya orang-orang
yang terluka parah dibunuh orang. Apa namanya, sebagai
orang dari golongan tua tidak akan tercela?
Bee Tie yang mengetahui kesukaran dalam hati kakek
pendek ini, sudah hendak turut campur mulut mendadak
dua sinar terang tampak berkelebat menyambar Giok Ceng
dan Giok Hian yang sedang hendak membinasakan Hek-ie
Sin-kun. Maka ia batal bicara.

Dipihaknya orang-orang yang tersambar senjata rahasia
itu, dua imam yang mempunyai daya lihat cukup tajam,
yang juga gerakannya cukup cepat, begitu melihat itu dua
sinar terang menyambar diri mereka, lantas keduanya
mengebutkan lengan bajunya masing-masing dau benda
tadi lantas balik lagi ketempat dari mana datangnya.
Dengan matanya yang tajam dua imam itu segera sudah
dapat mengetahui dan mengenal senjata yang menyerang
mereka.
"Kim-coa-bun!" seru mereka berbareng.
"Jitu! Aku memang betul orang dari golongan Ular
Emas. Kalian dengar! Siapa saja berani maju mengganggu
seujung rambutnya juga, jangan harap kami orang-orang
Kim-coa-bun akan membiarkan dia hidup!" demikian satu
suara wanita terdengar menusuk telinga.
Perlu kiranya diketahui Kim-coa-bun atau yang biasa
dikenal sebagai golongan Ular Emas, adalah satu musuh
besarnya orang-orang Hoa-san-pay. Maka dua tosu tua
Giok Ceng dan Giok Hian yang pernah mendengar
keampuhan orang-orang golongan Ular Emas itu,
selanjutnya tidak berani bergerak lagi. mereka sudah kena
digertak hanya dengan satu kali serangan senjata rahasia
yang diberikutkan dengan kata-kata dari seorang wanita!
Selang tidak lama lalu tampak lagi tiga benda hitam
berkilap meluncur kearahnya si raksasa mata satu dan lalu
terdengar suara itu pula berkata.
“Hai orang Tiang-pek sambut ini! Nyali ular emas ini
sudah kami hadiahkan untuk ketuamu. Benda itu bisa
mengobati segala luka-luka dalam. Luka dalam ditubuh
ketuamu tidak begitu berat, kau masukkanlah segera
kemulutnya. Tapi ingat. Tiga hari kemudian kalau ketuamu
itu tidak kelihatan batang hidungnya di Siok-lie-hong tahu

sendiri akibatuya. Akan kuobrak-abrik gunung Tiang-peksan
kalian! Sampaikan kata-kataku ini nanti pada ketuamu
itu. Aku masih ada lain urusan."
Suara itu seanjutnya hilang sirap dan tidak terdengar
lagi.
Si mata sebelah lantas menyanggap tiga benda hitam
yang melayang kearahnya itu. Ketika diamat-amati ternyata
itu adalah satu benda hitam lembek macam hati yang
dikatakan "nyali ular emas" oleh wanita yang masih belum
kelihatan orangnya. Nyali tersebut masih hangat lagi
banyak pula darahnya. Ia heran mengapa, wanita itu tahu
bahwa nyali ular emas itu adalah obat satu satunya yang
paling mujarah untuk menyembuhkan orang luka luka
dalam. Ia juga tidak habis mengerti dari mana wanita itu
mengambil nyali apa ular emas yang masih hangat-hangat.
Tapi, ketika dua tosu tua menyerukan "Kim-coa-bun" dan
sewaktu waktu wanita itu sendiri menyebut "Ular Emas"
dan Kim-coa-bun sama sekali tidak didengarnya. Ia sedang
repot mengurusi ketuanya. Tapi ketika ia menerima batang
“hadiah” itu, tidak pikir panjang lagi segera nyali hangat
tersebut dimasukkannya dalam mulut sang ketua yang
belum sadarkan diri.
Orang tinggi besar ini agaknya tahu benar bahwa kalau
ia berdiri terus dipuncak Kiu-teng-hong itu lebih banyak
bahayanya daripada selamat, maka sebentar kemudian ia
sambil membondong tubuh Hek-ie Sin-kun lantas lari turun
meninggalkan tempat berbahaya itu.
Sementara itu Bee Tie sudah tidak karuan rasa
pikirannya. Sambil menghela nepas ia berkata sendiri.
“Separuh dari Kui teng Cin keng sudah dibawa kabur
orang.

"Hi hi hi ... ” demikian kembali terdengar suara tertawa
panjangnya wanita orang Kim-coa-bun itu, dan kemudian
lantas sirap tak kedengaran lagi.
Saat itu dari sel-sela batu dibelakang pemuda ini
terdengar satu suara yang berkata.
"Hai kau si perempuan Go-teng Sin-kho. Lihatlah
golongan Ular Emas sudah membantu memberikan obat
pada si keling itu. Apa kau tidak mengiri. Ini kuberikan
untukmu satu bungkns obat penyembuh luka-luka dalam."
Berbareng dengan itu, ditengah udara tampak satu
bungkusan kecil melayang menuju ke arah dimana Go-tong
Sin-ko berdiri. Wanita ini cepat menyambuti buntalan itu
dan lekas-lekas disobeknya kertas pembungkus luarnya.
Didalamnya ada tiga butir obat pil yang merah warnanya.
"Siapa yang begitu murah hati menyediakan tenaga
hendak mengobati suaminya? Di sini aku Han Hong Wei
mengucapkau banyak-banyak terima kasih atas pemberian
yang sangat berharga ini," demikian Go-tong Sin-kho
berkata.
“Siapa aku ini pada saat ini kau tidak perlu tahu.” Kata
suara parau itu pula, “Yang penting tiga bulan kemudian
kau boleh suruh suamimu itu menemui Bu Siong Sian-ong
di gunung Oey-san. Eh, Tidak! Bu Siong Sian-ong nanti
yang akan cari dia tiga bulan kemudian. Katakan begitu
saja sudah cukup. Dia pasti akan mengenali siapa aku."
melanjutkan pula orang dengan suara parau itu. Tapi
orangnya tidak memperlihatkan diri.
Wajah Go-tong Sin-kho berubah pucat pasi seketika.
Tanpa berkata apa-apa lagi ia lantas membondong tubuh
snaminya dan hendak pergi meninggalkan puncak Kin-tenghong.

Bee Tie yang melihat Go-tong Sin-kho hendak
meninggalkan tempat itu, segera maju menghampirinya dan
lantas membentak.
"Hei perempuan tidak tahu malu! Kau ke manakan nona
Siauw!"
Go-tong Sin-kho yang melihat Bee Tie hendak mencegah
kepergiannya, dalam gusarnya segera balas membentak.
"Beng Eng itu anakku sendiri! Perlu apa kau tanya-tanya
dia!"
Bee Tie agaknya tidak puas mendengar jawaban itu, ia
lantas membentak lagi.
"Kalau kau tidak mau bilang dia dimana jangan harap
kalian bisa tinggalkan gunung ini begitu saja! Kalau kau
kenal gelagat, lekas kau jawab pertanyaanku itu!"
Go-tong Sin-kho mengingat dirinya. Lee Thian Kauw
sedang terluka parah dan ia sendiri belum tentu mampu
menaklukkan pemuda itu, maka dengan terpaksa dan apa
boleh buat ia lantas merubah lagu suaranya jadi lunak.
Dengan suara setengah meratap ia berkata.
"Bee Tie, janganlah kau desak aku terus-terusan begitu
rupa ... Terus terang aku katakan, Beng Eng anakku satusatunya.
Kau kasihanilah aku, kau sendiri perlu apa dari
dia? Aku sebenarnya sangat cinta padanya ... “
Bee Tie mendengar suara Go-tong Sin-kho kali ini,
merasa seperti sedang dirayu, hatinya jadi tidak tega. Maka
ia lantas menepi dan memberi jalan untuk wanita itu berlalu
bersama suami dalam pondongannya.
Go-tong Sin-kho yang mendapat kesempatan itu tidak
mau mensia-siakan begini saja. Cepat bagai terbang ia lari

turun gunung. Sesudah agak jauh wanita ini menengok ke
belakang sambil berkata.
“Bee Tie! Budimu ini sementara aku simpan. Kalau kau
betul punya nyali, kau boleh pergi cari aku dipulan Gotong!
Saat itu Lee Thian Kauw bersama aku akan
membalas budimu hari ini."
“Hmm. Lee Thian Kauw sijahanam dan aku memang
musuh-musuh buyutan! Jangan kuatir aku nanti tidak
datang kepulaumu itu? Kalian tunggu saja kedatanganku
disana. Aku tidak lama pasti datang!"
Go-tong Sin-kho mendengar tegas kata-kata si anak
muda itu. Maka sambil senyum-senyum manis ia lantas
kabur lagi untuk kemudian bilang di balik jalan gunung.
"Ah ... musuh besar kembali lolos ... dan Kiu teng Cin
keng hilang semua ... “
Gerutu Bee Tie seorang diri. Ia lantas berjalan mondar
mandir.
Begitu melihat wajah Kiauw Kiu Kong, orang tua
pendek ini sedang memandang si “Putih Kurus” yang
masih rebah menggeletak. Dialah yang menjadi bibit
penyakit sampai tercurinya semua Kiu teng Cin keng.
Maka Bee Tie begitu melihat orang kurus ini segera ia
menyerang sangai hebat sambil membentak.
"Rasakan ini kau si manusia temaha!"
Sebentar lantas terdengar satu suara yang amat nyaring.
Serangan Bee Tie sudah bersarang di dadanya si Putih
Kurus. Tidak ampun lagi kepada erang yang memang
sudah sakit parah ini lantas memuntahkan darah segar.”
Giok Ceng dan Giok Hian yang melihat kawan
seperjuangannya itu dipukul Bee Tie yang sudah dipandang

sebagai satrunya, dengan rasa gusar yang meluap luap
lantas membentak keras-ketas.
“Hai bocah!Kau sudah bosan hidup barang kali. Dia
adalah kawan karibnya orang-orang Hoa-san-pay !"
Bee Tie yang sedang gusar dibikin lebih marah lagi.
Segera ia mencabut suling hitamnya dan menudingkan
suling ini kemukanya dua imam tua itu sambil membentak.
“Giok Ceng dan Giok Hian dengar! Mengingat kita
sama-jama manusia yang ingin hidup dan untuk menjaga
keutuhannya Hoa-san-pay, mulai hari ini aku pecat kalian
dari ke partaian! Lekas kalian pergi dari sini!"
Dua tosu tua itu menggeram keras dan lantas menubruk
Bee Tie dari dua jurusan. Mereka sudah menyerang
berbareng!
Mendadak satu bayangan kurus tampak berkelebat.
orang ini lantas menyambuti serangan dua imam tua itu
Toa-san pay yang sudah dipecat dari perguruannya itu.
Berbareng dengan itu juga terdengar suaranya berkata.
“Kiauw Cianpwee. mari kita talangi dia mengusir dua
tosu tua ini !"
Siapa orang kurus ini? Dia tidak lain tidak bukan dari
pada Jie Sianseng, orang kurus kecil yang seperti
berpenyakitan.
Kiauw Kiu Kong juga sudah segera mengenali orang itu.
Ia lantas ketawa bergelak gelak.
“Jie Sianseng memang bisa bekerja sebat,” katanya.
“Baiklah, aku orang pendek ini akan menuruti perintahmu
!”

Lalu kakek pendek itu lantas merendengi Jie Sianseng
dan bersama-sama mereka lalu menyerang satu dan
mendesak dua tosu tua itu.
Giok Hian sempat gusar. Ia sudah hendak menempur
dua orang itu mati-matian. Tapi Giok Ceng yang
pandangannya lebih luas. lantas menark lengan baju adik
seperguruannya ini sambil berkata.
"Losam, sabarlah, nanti ada satu waktu kita boleh samasama
tempur mereka.”
Dan ia sendiri pada satu kesempatan lalu berjongkok dan
menggendong si “Putih Kurus” lalu pergi meninggalkan
tempat itu setelah berseru. “Mari kita pergi.”
Kiauw Kiu Kong dan Jie Sianseng saling pandang.
Mereka lalu sama-sama tertawa lebar.
Bee Tie yang masih merenung dengan wajah cemberut
memandang langit, hatinya risau memikirkan hari hari
depan Hoa-san-pay dalam pimpinannya. Tongkat Rantai
Kumala telah hilang dan kini Kiu Teng Cin-keng lenyap
lagi. Ia yang terlalu muda untuk menjadi ketua satu partai
besar, rasanya sukar juga kalau dipaksa memikirkan
kejadian kejadian sulit yang selalu menggerayang
diotaknya.
Dan saat itu, dibawah sebuah pohon besar yang rindang,
di balik satu batu karang, tampak seorang tua berpakaian
imam sedang mengucurkan air mata. Dia adalah Giok Hie
Tojin yang tidak berdaya untuk menolong saudarasaudaranya
yang telah merencanakan merebut singgasana
ketua partainya.
Perlu kiranya diketahui sekedarnya, bersama-sama
merekalah ia belajar silat dengan guru yang sama sampai
sepuluh tahun lebih lamanya dan bersama-sama mereka

pernah juga ia memimpin anak murid Hoa-san-pay.
Sekarang setelah ditinggal pergi oleh dua orang saudara
seperguruannya itu, mana bisa ia tahan terus untuk tidak
mengucurkan air mata! Ia menangis sesenggukan.
Sekian lama ia merenungkan nasib saudara saudara
seperguruannya itu. Akhirnya ia terjalan kembali ke
kelenteng Cee thian koan.
Bee Tie setelah Giok Ceng dan Giok Hian bersama si
“Putih Kurus” dalam pondongannya berlalu dari
hadapannya, baru menghaturkan pernyataan terima
kasihnya kepada Kiauw Kiu Kong dan Jie Sianseng berdua.
Disini pulalah ia mengetahui bahwa si Jie Sianseng setelah
meninggalkan Tong-tu-san-chung langsung terus naik
kegunung Oey san guna mencari satu satunya tokoh tua
Oey-san-pay dan dialah itu Bu siong Sian-ong yang tadi
memberikan obat kepada Go-tong Sin kho guna dia
sampaikan kepada Lee Thiau Kauw. Begitulah, selelah Jiesianseng
menceritakan siapa yang menjadi algojo dalam
pembunuhan besar besaran dari semua anak murid Oeysan-
pay, pada hari itu juga lalu bersama-sama orang tua itu
lantas turun gunung hendak mencari Lee Thian Kauw guna
menuntut balas bagi orang-orangnya. Tapi diluar dugaan,
sesampainya ia diatas gunung Ku-teng-hong, mereka lihat
Lee Thian Kauw sudah terluka parah. Maka begitulah
kesudahannya Bu-siong Siang-ong, mengikuti perbuatannya
Kim-coa-bun meninggalkan obat untuk luka dalam supaya
dapat ia menuntut balas sakit hati saudara-saudaranya
dikemudian hari.
Mendengar habis sampai disini, Bee Tie juga lalu
menuturkan semua pengalamannya sendiri. ia juga
menceritakan halnya si Pedang Tumpul yang terluka dari
atas Ku teng hong dengan luka yang tidak boleh dikata
ringan dia memaksakan diri memberi kabar kepadanya di

kelenteng Cee thian koan dan sesampainya dikelenteng
Cee-thian-koan lantas jatuh rubuh sekarang masih ada
dikelenteng tersebut.
Setelah masing-masing pada menceritakan
pengalamannya sendiri-sendiri lalu ketiga tiganya
berkeputusan hendak segera berangkat kembali ke Ceethian-
koan.
Tapi siapa nyana, belum lagi mereka angkat kaki
mendadak terdengar suara hura-hura, yang kedengaran
nyata oleh orang-orang itu.
Bee Tie yang mendengar itu sudah segera mengetahui
dan dalam keadaan bagaimana sekarang orang yang
mengeluarkan suara seperti itu! Maka dengan suara tidak
lampias ia lalu berkata kepada dua orang tua yang hendak
mengiringnya ke Cee-thian koan katanya.
“Harap Jiwie Locianpwse suka menunggu boan pwee di
kelenteng Cee thian-koan, boan-pwee sendiri masih ada
satu urusan yang harus cepat-cepat diselesaikan terpaksa
tidak dapat menemani. Jiewie sekalian."
Setelah berkata demikian cepat ia membalikkan badan
dan terus pergi mengikuti arah dari mana datangnya suara
Huru-hara tadi. Makin jauh ia berlari makin samar
kedengaran suara permintaan tolong tersebut. Tanpa ayal
lagi. Bee Tie juga, segera mempercepat langkahnya. Cepat
bagaikan terbang ia lari turun kebawah.
Diantara puncak Kiu-teng-hong dan jalan raya yang
terdapat dilamping gunung, dalam jarak yang tidak
seberapa jauh, sewaktu Bee Tie tiba disana, dilihatnya satu
tempat bekas pertempuran tapi lain dari itu tidak lagi yang
bisa dilihatnya, juga suara aneh itu tidak terdengar pula.
Apa mungkin semua pengemis sudah dibunuh seluruhnya

dan mayatnya dilemparkan jauh-jauh, demikian pikir Bee
Tie dalam hati.
Ia juga lantas mulai mengadakan penyelidikan yang lebih
teliti.
Mendadak ditempat tidak jauh dari tempatnya berdiri!
terdengar satu suara rintihan amat perlahan. Tapi cukup
jelas masuk dalam telinga si anak muda. Cepat ia
menghampiri dari mana datangnya suara itu.
Ditempat yang banyak rumputnya yang sampai setinggi
paha orang, setelah Bee Tie mengungkap dengan seruling
hitamnya, tampak satu orang menggeletak terlentang suara
rintihan masih keluar dari mulutnya. Bajunya ia kenal betul
adalah baju seorang wanita. Sewaktu ditegasi ... “Aduh.
Kau Ie Siauw Yu? Mengapa kau bisa sampai terluka
disini?”
Ternyata dia adalah satu wanita yang mengenakan
pakaian macam pengemis, dia bukan lain daripada Ie Siauw
Yu. si pengemis wanita yang pernah diketemukan
dikelenteng Cee-Thian koan. Cepat mengadakan
pemeriksaan. Kedua pahanya sudah mulai membengkak.
Tampak tegas itu dari pakaian hawanya yang melembung.
Bee Tie segera tahu bahwa itu pasti adalah hasil
perbuatan orang-orang Kim-coa-bun lagi, karena tidak bisa
lain, musuh kaum pe ngemis adalah orang-orang Kim-coabun.
Maka cepat ia mengeluarkan Obat penawar racun ular
emas yang didapat dari hasil rampasannya dari lawan
lawannya dikelenteng Cee Thian koan tadi. Obat
penawaran itu segera dicekokkan ke dalam mulut Ie Siauw
Yu si pengemis perempuan, ia sendiri yang karena takut
terkena racun jahatnya ular emas, sebelumnya telah
menelan juga beberapa butir, ia lalu mendongakkan kepala,

menghadapi ke puncak Siok lie hong ia berkata-kata
seorang diri.
“Ular emas ... Puncak Siok-lie-hong ... Heh. Sungguh
keji perbuatan kalian!"
Sebentar Bie Tie sudah bisa mengambil keputusan tetap.
Kedua matanya memancarkan sinar buas ia lantas berdiri
dan segera lari lagi kebawah, ia bermaksudahendak pergi ke
puncak Siok-lie hong, sarang dari orang-orang golongan
Ular Emas yang kejam-kejam.
Sesampainya dikaki gunung Kiu-teng-hong tampak satu
sungai yang juga telah ditetapkan menjadi daerah orangorang
Hoa-san pay dan daerah orang golongan Kim-coabun.
Sungai tersebut lebarnya kurang lebih seratus tombak,
airnya bening jernih hingga dasarnya dapat terlihat dengan
jelas. Terang sungai itu dalam. Mengalirnya air tidak begitu
deras hingga mudah bagi orang yang ingin menyeberang
melalui sungai itu.
Di tengah sungai, didalam sebuah perahu kecil tampak
seorang wanita muda yang mengenakan pakaian serba
putih sedang hendak menyebrang kelain tepi. Ia juga segera
mengenali bahwa itu adalah wanita yang pernah hendak
ditahan oleh Lee Thian Kauw yang akhirnya bisa dicegah
oleh Go-tong Sin-kho. Kala itu ia sendiri ada dalam tempat
persembunyiannya.
Hatinya tergerak, dalam hati menduga-duga sendiri.
Apakah wanita itu juga orangnya Kim-coa-bun. Dan yang
memberi obat Hek-ie Sin-kun serta yang melukai Ie Siauw
Yu dengan racun ... tidak salah lagi! Tentu dia orangnya
yang mengerjakan itu semua.
Bee Tie tahu bahwa wanita itu tentu tidak akan
mengenali dirinya, maka segera ia lari lebih dekat dan di

tepi sungai ia hendak coba coba memancing dengan katakatanya.
"Hai nona dalam perahu tunggu sebentar! Apa kau sudah
tahu diatas puncak sana banyak racun ular ular berbisa?
Disana juga banyak orang-orang jahat. Apa kau tidak jeri
menghadapi orang orangnya?”
Si wanita yang diserukan lekas menoleh.
Hendaknya diketahui, pakaian yang dikenakan oleh Bee
Tie saat itu masih pakaian dari Kui-in-chung yang sudah
koyak disana-sini, maka orang yang tidak tahu mungkin
akan mengira ia adalah seorang pengemis atau gembel yang
kesasar jalan sampai disitu.
Si wanita baju putih yang sudah berada ditengah sungai,
lantas menghentikan gerakan perahunya. Ia segera dapat
lihat seorang tuacam pengemis berdiri ditepian sungai
sambil menggapai-gapaikan tangannya.
Sementara itu Bee Tie si anak muda, begitu melihat si
wanita menoleh tadi, seketika dibikin kesima! Sungguh
cantik wanita muda itu. Cantik bagai bidadari baru turun
dari kahyangan!"
Wanita-wanita muda lain yang pernah dikenalnya seperti
Siauw Beng Eng dan Ie Siauw Yu, masih kalah cantiknya
kalau dibandingkan dengan kecantikan nona didalam
perahu itu.
Ia masih berdiri kesima memandang wajah wanita muda
itu. Seolah-olah terbetot oleh satu kekuatan gaib yang tiada
tampak matanya masih terus melekat diwajah nona dalam
perahu itu.
Disamping itu, si nona yang melihat sipemuda beidiri
kesima, mengayuh balik perahunya terus ketempat si
pemuda berdiri terpaku. Kemudian, sesampainya ditepi

dengan sekali enjot tubuhnya sudah berada di dekat si anak
muda.
Kini Bee Tie agaknya sudah dibikin sadar.
Segera ia menegur lagi.
"Nona, nona sebagai seorang perempuan hendaknya
jangan pergi kepuncak Siok-Lie-hong tanpa teman. Disana
sudah lama terkenal banyak bahayanya.
Si Wanita muda dengan mata bersinar dingin, tidak
menggubris kata-kata si pemuda. Tapi ia terus menatap
wajah Bee Tie.
Bee Tie yang ditatap terus olehnya menjadi jengah
sendirinya. Pipinya sebentar sudah menjadi merah padam
seperti kepiting direbus. Dalam hati ia berkata-kata seorang
diri.
“Satu laki-laki perlu apa mesti takut terhadap seorang
perempuan yang muda seperti dia? Tidak, aku tak takut!"
Memikir demikian, maka ia balik menatap wajah nona
itu. Dua pasang mata berbentrokkan. Dua-duanya diam tak
berkata-kata.
Lama ...
Akhirnya si wanita baju putih itu jugalah yang mulai
membuka lagi percakapan.
“Kau siapa? Kenapa kau berani melihat aku demikian
rupa?"
Bee Tie terkejut. Kalau wanita muda itu boleh
memandang mukanya, mengapa ia sendiri mesti tunduk
dibawah sorot mata orang yang memandangnya itu? Tapi
bukan itu saja yang menjadi buah pikirannya. Mengapa
tingkah laku dara itu kaku sekali seperti orang kena tersihir
saja. Lagi pula wajahnya mengapa bisa begitu dingin?

Wajah yang amat cantik, dihiasi dengan mata yang dingin,
apakah itu tidak mengurangkan kecantikannya! Maka
dalam hati diam-diam ia berkata sendiri. Apa didalam
dunia ini ada orang yang begitu dingiu sikapnya? Kenapa
begitu kaku sikap nona itu?
Masih dalam hati ia memikir demikian, namun
diluarnya, dengan wajah tersungging satu senyum yang
menarik ia berkata.
"Aku yang rendah adalah Bee Tie. Numpang tanya siapa
nama nona yang mulia? Bolehkah aku yang rendah
menanyakan satu soal?"
Bicara sampai disini, tanpa menunggu jawabannya lagi
ia meneruskan lagi kata-katanya.
“Adakah nona sekarang mau pergi ke Siok lie hong?"
Si nona yang ditanya senyum agak kaku. Dengan mata
masih ditujukan kemuka orang dihadapannya ia berkata.
"Siapa yang mau banyak-banyak omong dengan kau satu
pengemis? Hai! Kau dengan orang Kaypang ada hubungan
apa!"
Tegur ketus secara demikian. Bee Tie tidak menjadi
gusar. Ia tetap memperlihatkan senyuman diwajahnya! Atas
pertanyaan itu ia menjawab dengan sangat menghormati.
"Nona. harap nona jangan salah sangka, nona telah salah
mata. Meski betul seperti apa yang nona lihat aku
menggunakan pakaian compang camping macam
pengemis, tapi ... golongan pengemis, musuh besar orangorang
Kim-coa-bun, mana berani sembarang sembarang
datang kesini dan seorang diri lagi?"
"Kalau begitu, kau kemari mau apa!”

Bee Tie kembali memandang si nona, dan nona itu
masih tetap menatap wajahnya.
"Nona, aku, bicara sesungguhnya, tidak mengandung
jahat atas diri nona. Kenapa nona begitu galak perlakukan
aku? Terus terang kukatakan, ada satu yang mengatakan
bahwa nyalinya ular emas baik sekali untuk dijadikan obat
penyembuh luka luka dalam maka sekarang aku hendak
pergi kesitu. Bolehkah nona ijinkan aku pergi keseberang
sana bersama-sama?"
Wajah si nona berubah seketika. Dengan bengis ia
membentak.
"Sungguh besar nyalimu. Berapa tinggi sih
kepandaianmu berani naik kepuncak Siok-Iie hong seorang
diri hendak menempuh bahaya?”
“Kalau nona berani, mengapa aku tidak,” jawab Bee Tie
dengan wajah tetap dihiasi senyuman penuh.
Sewaktu berkua, kakinya menontol tanah. Badannya
lantas melesat tinggi keatas ia lompat kedalam perahu.
Perahu yang tidak dicancang diatas air di tepi sungai,
terkena sambaran angin gerakan Bee Tie lantas melaju
ketengah.
Gerakan Bee Tie tadi cukup sebat. Tapi wanita cantik
baju putih itu bisa bergerak lebih cepat. Baru saja Bee Tie
menancapkan kakakinya diatas papan perahu, wanita ini
sudah didepannya yang lantas membentak.
“Kau siapa? Lekas bicara terus terang! Jangan kau
sangka aku Kim-coa Giok-lie gampang bisa terima hinaan
orang!”

Mulutnya bicara, tangannya juga digerakan. Tiga benda
kuning berkilat mengarah tiga bagian jalan darah ditubuh si
pemuda.
Bee Tie terkejut.
"Ehh. Kalau begitu kau juga orangnya Kim-coa-bun!"
seru si pemuda. “Pantas kalau kau berani tidak pandang
muka orang lain. Baiklah! Aku juga tidak mau tedeng alingaling
lagi. Terus terang kukatakan, aku mau kesana untuk
mengambil jenazahnya seseorang!”
"Mayat? Mayat siapa yang mau kau ambil,” tanya sinona
keheranan.
Bee Tie telah menelan obat pemunah racun. Ia tlidak
takuti lagi segala macam racun ular orang Kim-coa-bun.
Tapi kalau dipikir pikir lagi, dengan kepandaian yang
dimiliki sekarang rasanya masih belum mampu
menundukan wanita baju putih itu dalam segebrakan saja.
Maka dengan serupa kekuatan tenaga ia hendak membuat
perahu laju lebih ketengah.
"Sekarang kau jangan banyak tanya dulu." demikian
katanya "Kalau kukatakan, kau tentu tidak lepas dari
rembetannya.”
Kim-coa Giok-lie, demikian nama wanita baju putih itu,
dengan cepat mengambil tiga jarum-jarum beracunnya lagi.
Lalu dengan ini ia melempar kearahnya si pemuda seraya
berkata.
"Puncak Siok lie hong belum pernah membiarkan orang
luar naik. Kau jangan coba-coba pergi ke sana, lekas pergi
dari sini.”
Si pemuda segera lompat menghindarkan serangan
gelapnya si nona. Diam-diam ia mengeluh. Dalam hatinya
berpikir.

“Kembali harus berhadapan dengan perempuan Kimcoa-
bun yang jahat ... Apa aku harus ...”
Dan tangannya sudah dikasih bekerja. Dengan seruling
di tangan, ia menyerang beruntun beberapa kali. Tapi
sungguh diluar dugaannya, dalam beberapa gebrakan saja
membikin Kim-coa Giok-lie rubuh, totokannya tepat
mengenai iga si nona.
Jatuhnya Kim-coa Giok-lie diatas papan perahu, dan
bergerak-geraknya tubuh dua orang tadi diatas satu perahu
yang tidak cukup lebar, membawa akibat yang tidak
diingini. Karena goncangan cukup keras, perahu segera
terbalik, dua dua orang diatas badan perahu pada jatuh
sekalian! Mereka mandi.
Bee Tie yang sejak kecil belum pernah meninggalkan
Kiu-in chung, tida tahu bagaimana harus bertindak didalam
air. Maka begitu perahu terbalik dan badannya sendiri
hendak nyebur kesungai, semula masih hendak berusaha
lompat kepinggir. Tapi tepian sudah jauh dari perahu.
Maka tanpa ampun lagi segera ia kecebur minum air.
Dengan badan selulup timbul tangannya digerak-gerakkan
ke sana kemari. Dan ia berhasil menjambret sesuatu benda
yang lunak. Dengan cepat, ditariknya benda itu.
Benda apa itu lunak-lunak? Itu adalah badan Kim-coa
Giok-lIe-yang juga karena tertotok jalan darahnya, kecebur
kedalam air.
Bee Tie dengan adanya benda pegangan, satu waktu
berhasil menongolkan kepalanya keatas. Dilihatnya badan
perahu tidak jauh daripadanya. Cepat ia menjambret lagi
dengan tangan satu tangan lainnya memegang lengan
halusnya Kim-coa Giok-lie. Dan ia berhasil. Kini baru di
ketahuinya bahwa apa yang dipegangnya adalah lengan
mulusnya Kim-coa Giok-lie.

Sementara itu perahu terus menghanjut ke tepi seberang.
Agak lama mereka terapung-apung di atas air. Bee Tie
yang sudah mendapat pegangan baru, sungkan melepaskan
pegangan lamanya. Begitulah dengan sebelah tangan
menarik lengan Kim-coa Giok-lie, tangan yang satu lagi
menyekal badan perahu erat-erat.
Akhirnya sampai juga mereka kelain seberang. Dan kaki
Be-Tie sudah bisa menginjak tanah dibawahnya.
Waktu itu dilihatnya Kim-coa Giok-lie sudah pucat pasi.
Yang lebih-lebih membuat si anak muda tidak habis pikir
ialah, badan si nona sudah dingin seperti es. Sedang
perutnya baru sedikit kemasukan air. Ia terkejut. Tapi cepatcepat
juga bergerak. Ia segera menyambar dua kaki si nona
dan diangkatnya tinggi-tinggi. Air segera juga keluar dari
mulut nona itu. Tapi hanya sedikit, setelah itu berhenti,
tidak keluar lagi.
Aneh. Kenapa badannya dingin sekali. Apa mungkin ia
sudah mati? Tidak! Ia tidak boleh mati. Sayang nona cantik
seperti dia ... ” demikian kata-kata Bee Tie dalam hatinya.
Tapi ia tidak mampu melanjutkan lamunannya. Karena ia
harus menolong orang dulu yang lebih perlu.
Telinganya lantas ditempelkan di atas dada si nona.
Masih bergerak-gerak. Sekali pun amat lemah, tapi harapan
untuk hidup masih besar kemungkinannya.
Sebenarnyra ia sendiri tidak tahu mengapa ia begitu
memperhatikan keselamatan nona dibawah kakinya itu.
Padahal dia tahu bahwa wanita itu tentu kejam dan
telengas, karena dia orangnya golongan Ular Emas.
Ia lantas juga membuka totokan jalan darah di tubuh si
nona, lalu mengabil semua jarum jarum beracun yang ada
dalam kantungan dipinggangnya yang langsing. Ia terus

memeriksa dan mencari cari letak keanehannya. Tapi walau
bagaimanapun ia sudah berusaha, dengan jalan pengobatan
bagaimanapun yang ia tahu dan sudah dipraktekkan, masih
belum berhasil juga ia. Badan Kim-coa Giok-lie masih tetap
dingin seperti es. ia terkejut. Diam-diam mengerut, celaka!
Apa barangkali dia memang berdarah dingin?”
Memikir demikian, Maki hawa panas di badannya lantas
disalurkan ke tubuh nona itu melalui embun embunan
dikepala wanita itu.
Selang sesaat ...
Ternyata si pemuda tidak bekerja sia-sia. Sebentar
dirasakan badan Kim-coa Giok-lie menjadi hangat,
diwajahnya juga warna semu merah sudah kelihatan. Dia
kegirangan bukan inain. Nah. dia sudah mulai ... ”
Kala itu mendadak Kim-coa Giok-lie tersadar. Perlahanlahan
nona ini membuka kelopak matanya yang ditutupi
sepasang alis lentik. Ia masih merasakan dua tangan panas
menggerayangi sekujur badannya. Ia sangat terkejut. Lekaslekas
ia lompat bangun, "Kau ... kau! ... Kau apakan aku? ...

“Kenapa badanmu tadi dingin sekali?"
Suatu perubahan mulai terjadi, pandangan mata Kimcoa
Giok-lie sudah tidak dingin seperti tadi. Pandangan
mata yang mesra terkilas sebentar saja diwajahnya, tapi
kemudian lenyap kembali. Hanya badannya saja yang
tampak gemetaran macam orang kedinginan.
Bee Tie lantas melihat itu. Ia segera maju mendekatinya
lagi sambil berkata.
"Apa kau masih merasa dingin? Kenapa tidak kau jawab
pertanyaanku tadi !”

Kim-coa Giok-lIe-yang melihat Bee Tie maju
menghampirinya, lantas mundur mendahului pemuda itu.
Lalu dengan suara tak lampias ia berkata.
“Kau ... kau ... siapa kau sebenarnya! Kenapa kau begitu
kejam perlakukan diriku! ... Sekarang ... hilang sudah
semua kepandaian serta tenaga dalamku ... ”
Bee Tie tidak mengerti.
Tiba-tiba-tidak jauh dari tempatnya berdiri terdengar
suara keresekannya daun amat perlahan, Bee Tie segera
menundukkan kepalanya melihat kebawah. ia terkejut dan
badannya segera melesat keatas. Disitu, bekas tempat tadi ia
berdiri, kini tampak seekor ular kecil yang berwarna kuning
emas sedang menjulur-julurkan lidahnya.
Bee Tie cukup tahu bagaimana keganasan racun ular
emas kecil itu. Ia juga pernah melihat bagaimana Lee Thian
Kauw yang berkepandaian lebih tinggi beberapa kali dari
padanya juga tidak mampu mengusir dan menahannya.
Maka itu kini, berhadapan dengan ular kecil itu, ia sudah
siap siap dan memusatkan seluruh perhatiannya atas diri
ular emas itu!
Dari kelakuannya Bee Tie yang sudah ketakutan sangat
itu, sukar diraba bagaimana perasaan hatinya.
Ular itu kembali menggeleser menghampirinya sambil
mengangkat kepalanya tinggi-tinggi.
Kalau Bee Tie sudah begitu ketakutan di lain pihak Kimcoa
Giok-lie begitu melihat datangnya ular emas ini
sebaliknya malah kegirangan bukan kepalang. Cepat wanita
itu maju mendekati ular tersebut sambil memperdengarkan
suara Kok, kok, suara kodok yang paling digemari oleh
ular-ular emas.

Sang ular yang mendengar suara panggilannya Kim-coa
Giok-lie ini, segera membalikkan tubuhnya dan sebentar
sudah lompat kearahnya,.
Cepat Kim-coa Giok-lie mengulurkan tangarnya yang
putih mulus, disamping Bee Tie tidak melihat gerakan apa
yang dilakukan wanita baju putih itu tahu-tahu kepala sang
ular sudah ada dalam gencetan dua jari halusnya Kim-coa
Giok-lie.
Kim-coa Giok-lie masih tidak berhenti dengan
gerakannya itu. Dilain saat terlihat tangan kirinya bergerak,
sebat sekali ia sudah memegang ekor ular itu dan Kres!
Mulutnya sudah segera maju dan menggigit putus ekor sang
korban untuk kemudian memulai menghisap darah ular
beracun tersebut.
Semua kejadian dan kelakuan Kim-coa Giok-lie itu jauh
diluar dugaan si anak muda. Ia bergidik karena sebelumnya
belum pernah ia melihat orang yang menghirup darah ular
seperti itu. Sebentar saja pemandangan menyeramkan itu
berlangsung dan tubuhnya sang ular yang sebelumnya galak
menakutkan kini lemas lunglai tak bertenaga untuk
kemudian lagi mati tidak berkutik.
Kim-coa Giok-lie melemparkan bangkai ular tersebut
dan seperti orang ketagihan ia mulai berkok-kok lagi.
Bee Tie tergerak hatinya.
“Oh! Kalau begitu dinginnya darahmu itu tentu karena
terlalu banyak menghirup darah ular hidup itu. Nona,
kenapa kau bisa berbuat begitu buas?”
Kim-coa Giok-lie ketawa dingin.
"Untuk, memperdalam ilmu kepandaian golongan Ular
Emas, aku harus minum banyak banyak darah ular hidup.
Kau yang tidak tahu apa-apa kenapa heran-heran berbuat

menurnti caramu sendiri ... Sekarang kau sudah membikin
punah semua latihan tenaga dalamku yang sudah kulatih
selama belasan tahun itu ... Aku, yang mau melatih lagi
harus minntn darah ular hidup banyak lagi baru bisa
kembali bergerak leluasa. Aku sebetulnya tidak sudi
mengatakan semua itu kepadamu, tapi ... ah! Sudahlah.
Lekas kau pergi dari sini.. Kalau Sucie melihat kau berada
dipuncak Siok-lie hong pasti habis nyawamu ... ”
Kata-katanya Kim-coa Giok-lie-yang mengandung unsur
kebaikan itu sungguh berbeda jauh dengan sifat dan sikap
ketus dingin yang dimilikinya pada saat sebelum itu. Dan
Bee Tie juga sudah merasakan adanya perbedaan sikap dan
suara nona itu. Menurut penglihatanku, bukan orang jahat
dia ini. Dia tadi yang bersikap dingin tentu terlalu banyak
minum darah ular. Kalau saja dia meninggalkan golongan
tersesat itu, bukankah sangat baik sekali!”
Memikir sampai disitu sipemuda tiba-tiba tertawa.
“Apa Suciemu itu namanya Kim-coa Sin-lie? Aku tidak
takut padanya, aku berani keatas Siok lie-hong. Aku ingin
mengambil kembali mayat Sucowku disana.”
Bee Tie mendadak mendapat suatu pikiran apa-apa. Ia
lalu maju mendekati Kim-coa Giok-lie.
Kim-coa Giok-lie kembali bertindak mundur. Tapi Bee
Tie tak mau membiarkannya. Ia sudah menubruk lagi.
"Apa kau mau mampus!" demikian gertak si nona, dan
kembali badannya melesat kebelakang.
Bee Tie yang dua kali menubruk tempat kosong, agaknya
merasa penasaran. Segera ia merobah gerakan badannya.
Kini ia menggunakan ilmu yang baru didapat dari atas
sembilan tiang batu di Kiu-ieng-hong, badannya berlompatlompatan
ke sana kemari diseputar badan Kim-coa Giok-lie.

Kim-coa Giok-lie merasa matanya berkunang-kunang. Ia
seolah olah melihat disekitar dirinya ada banyak bayangan
si pemuda yang sedang berlompat-lompatan, ia mengeluh.
Celaka dan lagi-lagi lompat jauh kebelakang dalam
usahanya menghindarkan kejaran si anak muda.
Tapi hanya terdengar satu suara tertawa yang perlahan
sekali dan Bee Tie yang sudah menanti dibelakangnya,
dengan sekali peluk sudah dapat merangkul pinggang
rampingnya si wanita muda.
Kim-coa Giok-lie belum lagi melakukan gerakan apa-apa
mendadak satu aliran hawa hangat menyusup masuk
kedalam tubuhnya dan kembali darah dingin yang baru
sedikit didapatkan itu diputar haluannya.
“Aku adalah ketua hoa-san-pay sekarang. Namaku Bee
Tie, sebenarnya tidak ada maksud aku untuk berlaku
kurang ajar terhadap nona, tapi karena nona yang lemah
dan juga telah terjeblos masuk kedalam kumpulan orangorang
sesat nona bisa nanti bersikap tidak seperti manusia
lagi. Dengarlah baik-baik kata-kataku ini dan sayangilah
jiwamu sendiri. sayang kalau kau yang begini cantik molek
sampai diperalat oleh orang jahat itu. Sungguh sayang kalau
wajah dan kelakuan nona tidak sesuai.”
Kim-coa Giok-lie sejak dirangkul tadi, merasakan
badannya tidak enak. sedikit dingin dicampur panas
sehingga seolah-olah orang meriang badannya menggigil.
Tapi tidak lama setelah itu, ia sudah bisa lagi menyesuaikan
diri dengan hawa panas. Hanya rasa takutnya yang masih
belum hilang seluruhnya, Ia takut kalau kalau Sucienya
yang kejam ganas nanti datang kesitu.
“Lepaskanlah aku! Lepaskanlah aku!” teriaknya
kemudian. “Jangan kau peluk aku begitu rupa nanti
Sucieku datang kau bisa celaka ... Lepas!!”

Bee Tie yang hendak menolong orang tidak mau
menolong setengah-setengah. Maka ia terus menolak tanpa
memperdulikan teriakan teriakan si nona. Sebentar saja
hawa dingin dibadan nona itu sudah tidak terasa lagi.
Sebagai gantinya, hawa hangat sadah mulai keluar dari
tubuhnya. Bee Tie lebih keras merangkul si nona.
“Nona, kau tidak perlu begitu ketakutan. Sebentar kau
tak dingin lagi, tentu akan segera kulepaskan badanmu ...
Eh. nona, kalau kulihat dari mukamu, kau tentu lebih tua
dari aku. Maka ijinkanlah aku memanggilmu Ciecie.
Bolehkah? CiecIe-yang manis, pejamkanlah matamu ...
Sebentar lagi bisa seperti manusia-manusia biasa ... ”
Kim-coa Giok-lIe-yang terus meronta-ronta, tentu tidak
memudahkan bagi si pemuda untuk ia meneruskan
“peagobatan”-nya. Tapi seberapa dapat ia terus berusaha.
Sebentar lalu dirasakan badan Kim-coa Giok-lie lemas
tak bertenaga, dalam pelukannya seolah-olah mempunyai
bobot lebih berat. Maka Bee Tie juga lantas mengikuti
tubuh orang yang sudah jadi sangat berat, kedua-duanya
lalu jatuh merosot kebawah. Dan ia yang tak mau menindih
badan si nona, membiarkan saja dirinya sendiri tertindih,
tapi cekalannya masih tidak dilepaskan. Dengan suara bisikbisik
ia lalu berkata pada wanita muda itu.
“Cicie, mesti aku masih punya keberanian untuk naik ke
Siok Iie hong, tapi rasanya masih belum bisa
menghindarkan diri dari tangan maut orang-orang ganas
disana. Namun demikian, sekarang aku juga sudah rela
korbankan segala-galanya karena aku sudah menolongmu
keluar dari golongan tersesat.”
Bee Tie yang biasanya bersikap keras terhadap siapapun
juga. sekarang eatah mengapa sifatnya dapat berubah

demikian lunak di hadapan Kim-coa Giok-lie.
Bicaranyapun seperti tidak ada putus-putusnya.
"CieCie, Umpama kata aku tidak berhasil dalam usahaku
dan jadi mati di Siok Iie-hong, aku juga tidak akan merasa
menyesal. Cuma saja ... masih ada ayahku yang saat ini
berada di kuil Pek bee-kie, telonglah kau rawat dan jaga
dirinya baik-baik ... Dan lagi mayatku nanti, supaya jangan
sampai terlantar tolong ciecie antarkan ke kelenteng Cee
thian koan dipuncak sana.” demikian melanjutkan si
pemuda pula.
Bee Tie seperti orang kemasukan setan lakunya
mulutnya mengoceh tidak karuan, tangannya memeluk
tubuh si nona makin lama makin keras. Tapi si nona seolah
olah tidak mendengar dan tidak merasakan semua itu ia
diam saja.
Tidak antara lama Kim-coa Giok-lie sudah berhasil
disembuhkan. Darah yang tadinya dingin, kini mengalir
panas. Dengan suara sesenggukan kecil ia nangis dan
berbalik memeluk si anak muda!
"Adik,” demikian katanya mulai membuka mulut.
“Janganlah kau teruskan niatmu hendak pergi kesana. Aku
mohon supaya kau suka dengan kata-kataku ini percuma
kau nanti satelah sampai diatas sama saja seperti antarkan
jiwa secara percuma! “
Bee Tie yang mendapat sambutan hangat, segera balas
memeluk lebih erat. Sekali pun badan si nona mungkin
sudah panas seluruhnya, tapi ia agaknya berat
melepaskannya.
"Ciecie?” demikian katanya pula, akan ketahuilah sifat
adikmu ini. sekali bekerja harus selesai tidak mau kepalang
tanggung. Kalau aku kata pergi, aku tetap akan pergi. Aku
sudah mengambil keputusan tetap, hari ini juga mengambil

kembali mayat Sucouwku Giok-cin Ciu-fin. Tapi mungkin,
masih ada saau hal yang belum kau tahu menurut kna lt
Han Siangjin ketua Hoa-san-pay yang ketiga sebelum aku
menjadi ketua, kabarnya beliau teraniaya diatas puncak
Siok-lie-hong setengah tahun lebih lamanya. Mungkin ia
disana mempunyai sisa sisa peninggalan Kiu-teng Cin keng,
maka tidak boleh tidak adikmu harus pergi melihatnya
kesana. Adikmu tidak takut apa dan siapa juga.
Kim-coa Giok-lie masih sesenggukan dan masih
berpeluk-pelukan dengan si pemuda.
"Adik Bee.“ katanya pula. “janganlah sekali-kali kau
teruskan keinginanmu itu. Kau harus tahu. Kim-coa-bun
belum pernah megijinkan orang luar naik sampai dipuncak
Siok-lie hong ... Apalagi setahuku sampai saat ini belum
pernah ada orang luar yang bisa naik keatas puncak Sioklie-
hong dan kalau pun bisa, tentu tidak akan turun lagi
selamanya. Maka aku harap sangat, janganlah kau pergi ke
sana."
Bee Tie masih tetap geleng-gelengkan kepala.
"CicIe-yang baik, kau ketahuilah bahwa aku sebenarnya
juga tidak mau mati. Entah mengapa pertama aku
melihatmu disungai itu, aku telah mendapat satu perasaan
ingin hidup lebih lama dalam dunia, kalau dapat juga
bersamamu .. Tapi yakinlah! Adik mu tidak nanti mati
disana. Kau percayalah kata-kataku. Aku pasti bisa pergi
dan balik lagi dari puncak Siok lie-hong dalam keadaan
selamat.
Kim-coa Giok-lie tidak mengatakan apa-apa lagi. ia
membiarkan dirinya masih dalam pelukan si pemuda dan ia
malah memeluk si anak ketemu gede, itu lebih erat,
kepalanya disusupkan ke dada si anak muda yang lebar.

Kala itu, Bee Tie sama sekali tidak pernah merasakan
hawa dingin lagi, hawa tersebut sudah lenyap semua.
Sebagai gantinya, semacam hawa gadis yang harum
semerbak lantas merangsang hidungnya. Ia akhirnya
berhasil juga merubah Kim-coa Giok-lie menjadi wanita
baru lahir, dengan darah panas.
Dengan suara perlahan sekali ia kemudian memanggil si
nona.
"Ciecie ... ”
"Ng ... ” demikian adalah sahutan Kim-coa Giok-lie.
suaranya perlahan, lemah lembut.
Baru kinilah Bee Tie melepaskan cekalannya dan
membiarkan saja Kim-coa Gio-lie menindih terus diatas
tubuhnya. Dan si nonapun agaknya malas bangun,
tangannya masih memegang erat-erat bahu si pemuda.
Bee Tie yang sudah lama belum kemasukan nasi
diperutnya, dengan suara perlahan ia berkata.
"Ciecie, aku lapar sekali ... Apa kaupun sudah lapar ...
Apa disekitar tempat ini ada buah buahan yang bisa
dimakan untuk menangsel perut? Bagaimana kalau kita
sama-sama mencari buah buahan dan setelah itu kita
berdua naik bersama keatas puncak Siok-lie hong?"
Kim-coa Gio lie melirik wajah si pemuda.
Pandangan matanya itu segera bentrok dengan tatapan
mata si anak muda. Pemuda ini merasakan pandangan
mesra si nona menerobos masuk terus kehatinya. Nona ini
dengan mata berkaca-kaca menanya si pemuda, "Adik, apa
betul kau sudah tak takut mati?"
Bee Tie yang masih berusia muda, tidak mengerti apa
maksud sebenarnya yang terkandung dalam pandangan

mata mesra dari si nona, ketika ia ditanya, baru hendak
menjawab, mendadak terdengar satu suara wanita lain
berkata.
"Kemudian sudah didepan mata, perlu apa mesti takut
mati segala?”
Bee Tie dan Kim-coi Giok-lie terkejut. Keduanya lompat
dengan bangun berbareng.
Bee Tie yang segera mengenali suara itu, suara Kim-coa
Sin-lie, segera membentak!
“Kim-coa Sin-lie! Sungguh kebetulan sekali
kedatanganmu! Aku Bee Tie ingin tagih pulang jenazah
ketua partai Hoa-san-pay kami yang dulu dari kau?”
Ditempat agak kejauhan tampak dua bayangan
berkelebat. Satu adalah Kim-coa Sin-lIe-yang segera dikenal
oleh si anak muda dan yang lain juga wanita, adalah itu
wanita yang dulu pernah juga dilihatnya bersama Kim-coa
Giok-lie sedang hendak mendaki gunung Kiu-teng-hong.
Namanya Kim-coa Jing-lie.
Jika jiwa Kim-coa Sin-lie selalu tersungging senyuman,
adalah Kiai-coa Giok-lie tadi sebelum disembuhkan
penyakitnya, membawa sikap dingin ketus, berbeda lagi
dengan Kim-coa Jing-lIe-yang sikapnya tampak seperti
sedih selalu.
Kim-coa Sin-lie saat itu dengan wajah tetap tersungging
senyum manisnya kelihatan mengeluarkan sehelai angin
yang hampir dua puluh kaki panjangnya. Wanita ini juga
sedang berjalan menghampiri Bee Tie. Tapi sama sekali ia
tidak pernah melihat, sekali pun melirik pada Kim-coa
Giok-lIe-yang berdiri tidak jauh dari tempat Bee Tie berdiri.
Kim-coa Giok-lie sendiri bengong. Kemudian dengan
suara perlahan wanita cantik itu berseru.

“Sucie! ...”
Kim-coa Sin lie tak meladeni panggilan sang Sumoay. ia
lantas berkata kepada Bee Tie tanpa merubah wajah
periangnya.
"Hai anak muda, dalam rumah makan di kota Lok-yang
aku sudah tahu keberanianmu sungguh luar biasa. Tapi
tidak pernah kusangkakan sekarang berani mati datang
didaerah Siok lie-hong kami, apakan sudah bosan hidup.
Bee Tie menyeringai.
"Apa kau sangka aku takuti ke pandaianmu yang tinggi?"
demikian katanya. “Kau jangan pikir yang bukan bukan.
Kalau aku takut mati, tidak nanti aku berani datang
kemari."
“Itu tentu saja. Siapa sih yang takut mati kalau
didampingnya ada satu gadis jelita yang setiap waktu suka
memeluk dirinya? Apalagi disisimu sekarang ada Kim-coa
Giok-lie-yang cantik melebihi bidadari.“
"Tutup mulut.” bentaknya gusar. “Ciecie ini tidak seperti
kau yang kejam dan telengas!”
"Sucie ... ” Panggil Kim-coa Giok-lie pula.
Kim-coa Sin-lie menoleh sebentar kemudian buang muka
lagi. Sepintas lalu ia sudah dapat lihat adanya perubahan
dalam sikap dan wajah Sumoynya itu. Maka dengan suara
memperolok-olok ia berkata sambil menghadap Bee Tie
seolah-olah ia sedang bercakap dengan si anak muda
katanya.
"Apa kau masih kenal tabiat Suciemu ini? Barangkali
sampai suhu sendiri sudah tidak ada dalam ingatanmu.
Hmm! sepuluh tahun budi ular emas hilang semua muanya
dari atas tubuhmu. Hmm. hmm!"

Kim-coa Giok-lie tundukkan kepala. Dengan air mata
berlinang-linang ia lalu berkata.
"Sucie. ini adalah salah, kau hukumlah aku sesuka
hatimu. Harap Sucie suka melepaskan dia,” tangannya
menunjnk Bee Tie, “karena dia tidak tahu jalan, hingga
tersesat datang kemari ... ”
Kim-coa Sin-lie tertawa terkekeh-kekeh.
"Yoy, pandai juga bicaramu, demikian katanya
meyindir. “Mendengar lagu suaramu yang begitu mengisihi
si diamu itu. Rasanya untuk dia kau sudah mau korbankan
segala-galanya, bukan? Tapi, kali ini biarlah kalau kau
sudah ada pikiran seperti itu. Sudah tentu aku akan
melulusi semua permintaanmu ... Eh, bagaimana urusan
suhu yang menyuruh kau pergi ke Kiu-teng-houg. Apa
sudah beres? Kenapa sekarang bolehnya kau kembali
bersama dengan si dia mu itu? Coba disini kaujelaskan
persoalannya tersesat dijalan? Dia suka kau lalu ikut kau?"
Kim-coa Giok-lIe-yang mendengar kata-kata Kim-coa
Sin-lIe-yang menusuk hati, merasa perih dalam hati. Tapi
kalau didengar dari lagu bicara yang masih mengingat
antara saudara seperguruan, maka harapan baru timbul lagi.
Demikianlah, akhirnya dengar suara perlahan ia berkata
lagi.
"Kalau Sucie mau dengar, baiklah Sumoy, nanti
ceritakan ... Kami ... tadi sudah bergebrak mengadu
kekuatan. Apa mau kekuatanku jauh dibawahnya, hingga
terguling terkena totokannya. Karena jatuhnya tubuhku,
perahu yang tidak cukup besar terbalik, hingga kami
kecebur dua duanya, kemudian waktu Sumoy pingsan, dia
sudah menolongku membawa ke darat dan merawat lukalukaku.
hingga begitulah akhir kejadiannya Sucie sudah
tahu sendiri ... ”

Kim-coa Sin-lie menganggukkan kepala. lalu berpaling
mengawasi wanita mewek Kim-coa Jing-lIe-yang berdiri
disampingnya seraya berkata.
"Jing moay, kau bawalah dia menghadap suhu sendiri
aku tidak berani mengambil keputusan sendiri.”
Kim-coa Jing-lie memandang kearah Bee Tie sebentar,
lalu lompat melesat menghampiri Kim-coa Giokmoay,
“mari ... “
Kim-coa Giok-lie semula masih bimbang dan ragu-ragu,
tapi kemudian setelah melihat Bee Tie, lalu ia berkata
dengan suara keras.
"Bee Tie, bukan kau lekas pergi dari sini,”
Ketika ia mengucapkan kata-katanya itu, tampak air
mata mengalir turun “ dari kelopak matanya. Ia tak dapat
menahan isak tangisnya, maka kata-katanya terhenti
sebentar, tapi kemudian berkata pula melanjutkan,
“Mungkin, tidak bisa kita bertemu lagi ... Semoga ... Bee
Tie, baik-baiklah kau jaga diri ... ”
Suaranya makin lama makin perlahan, akhirnya sama
sekali tidak kedengaran lagi, hanya mulutnya saja tampak
masih berkemak kemik.
Sesaat kemudian ia lalu balikkan tubuh, lalu bersamasama
dengan Kim-coa Jing-lie kabur kearah purcak.
Bee Tie merasakan, kepalanya pening. Bagai terkena
pukulan benda keras, ia berdiri sempoyongan. Mulutnya
tampak bergerak gerak tapi suaranya tidak kedengaran.
“Apa aku harus turun, tega hatiku membiarkan dia
tersiksa karena aku? Tidak! Tidak! Dia tidak boleh ada yang
ganggu!"

Tiba-tiba ia menjerit keras. Seperti kerbau edan lakunya,
ia menerjang Kim-coa Sin-lie sambil membentak.
"Minggir ! Minggir ! Kalaukau berani ganggu seujung
rambutnya saja, rasakanlah pembalasanku nanti! Setidak
tidaknya harus ada jiwa dengan kau!"
Bee Tie yang sudah menjadi kalap benar-benar, dan
sudah bergerak secara tiba-tiba tadi, telah membuat Kimcoa
Sin-lie tidak bisa menyingkir, tepat tiga kali ia terkena
rotokan seruling hitamnya si pemuda.
Wanita itu terkejut. Badannya sampai mundur
sempoyongan. Untung tenaga latihannya sudah cukup
masak, si pemuda pun tidak turunkan tangan maut atas
dirinya, maka ia lalu mengerahkan tenaga mengatur
pernapasannya.
-oo0dw0oo-
Jilid 13
BEE TIE menggunakan kesempatan selagi Kim-coa Sinlie
mengatur pernapasannya, lari mengejar kemana Kimcoa
Sin-lie dan Kim-coa Jing-lIe-yang tadi melenyapkan
diri.
"Ciecie tunggu aku. Aku mau ikut kau! Ci-cie jangan kau
pergi sendiri! Tunggu aku!"
Namun orang yang dipanggilnya sudah tiada. Sudah
jauh dia dari tempat tadi itu. Ia lalu mengerahkan seluruh
tenaganya, mengeluarkan seluruh kepandaian ilmu lari
pesatnya. Cepat laksana terbang badannya lompatlompatan
menuju kearah mana dua wanita muda tadi
menghilang.

Belum berapa jauh ia berlari, mendadak dibelakangnya
terdengar suara satu wanita yang memperdengarkan suara
ketawanya. Tatkala ia menoleh, Kim-coa Sin-lie dilihatnya
sedang lari mengejarnya tidak jauh dibelakang dirinya.
"Hei! Aku penunjuk jalan keneraka, kau mau ikut aku?
Mari sini!” demikian suara itu, Kim-coa Sin-lie berkata
sambil tertawa.
Kim-coa Sin-lIe-yang tadi dipaksa mengatur
pernapasannya dulu oleh si pemuda, kini tertinggal jauh
dibelakang anak muda itu. Maka cepat ia menarik angkin
panjangnya yang segera dilemparkan untuk melaso tubuh
orang.
Bee Tie karena kawatirkan sangat keselamatan dirinya
Kim-coa Giok-lie terganggu, larinya laksana angin
cepatnya.
Didaerah Si ok-lie-hong, markas besar orang-orang Kimcoa-
bun, sudah dengan sendirinya banyak pula ular ular
emas. Maka selama dalam berlarinya itu, bukan cuma
sekali dua kali si pemuda terpagut ular ular kecil itu, sering
merasakan kakinya dipacoki binatang. Tapi, berkat dari
obat penawar racunnya, membuat ia terhindar dari
bekerjanya racun jahat itu.
Sekonyong konyong, Bee Tie yang masih berlari
merasakan kakinya terlibat “ular” panjang, tapi tidak
diperdulikan sama sekali. Ia terus lari. Sesaat lilitan ular
tersebut bertambah keras, lalu membetot kebelakang.
Karuan saja orang yang sedang lari dengan kerasnya itu
jatuh terlungkup dengan badan babak belur. Ular yang
melilit itu sebenarnya bukanlah ular sungguhan, itu adalah
angkin panjangnya Kim-coa Sin-lIe-yang sudah berhasil
melaso kaki si anak muda.

Saat itu terdengar lagi suara wanita itu berkata sambil
tertawa cekikikan.
“Hai! Kodoknya sudah lompat! Ayoh bangun. Ha ha ha
... Sekarang sudah kau rasakan libatan ularku? He he he ... ”
Bee Tie yang jatuh tertelungkup, segera ingat ikat
pinggang Kim-coa Sin-lie. Mendengar lagi kata-kata wanita
itu yang terakhir kini insaflah ia bahwa ia telah terkena
jaringan tali laso dari angkin panjangnya wanita itu.
Mengingat lagi sifat-sifat wanita itu yang kejam telengas,
tentu wanita ganas itu tak akan berhenti sampai disitu saja.
Maka cepat cepat ia bergulingan ditanah menjauhi tempat
di mana ia terjatuh.
Berbareng pada saat itu terdengar suara Srr, srr yang
menusuk telinganya, tiga batang jarum beracun Kim-coa
Sin-lie sudah menancap ditanah bekas tadi ia tertelungkup.
Bee Tie menggeram. Ia hendak lompat bangun, tapi tibatiba
dirasakan jiratan pada kakinya mengencang, dan Srt!
Badannya terbang keatas, seperti layang-layang yang putus
talinya dan tubuhnya terus melayang-layang kebawah
gunung.
Saat itu telinganya dapat menangkap suara nyaring
berkata sambil tertawa.
"Ha, ha. ha ... Kau rasakan ha. ha ... “
Dibawah kau boleh temani roh-roh kakek moyangmu
yang sudah mampus."
Wanita kejam telengas itu sudah menyangka pasti bahwa
pemuda itu pasti mati atau setidak-tidaknya luka-luka
parah, maka ia tertawa lebar, kakinya tidak digerakkan
segera untuk mengejar.

Bee Tie yang terbang kebawah gunung, sudah pasrahkan
dirinya pada sang nasib pikirnya tidak ada harapan hidup
lagi untuknya. Tapi dalam saat itu mendadak matanya
dapat melihat sesuatu melintang didepan matanya. Cepatcepat
ia menjambret dan setelah itu menotolkan kakinya
pada benda itu. Dan srrrt! Badannya melayang balik,
kesebelah atasan untuk kemudian turun kebumi dengan
selamat.
Kiranya, benda yang tadi dilihatnya melintang didepan
matanya bukan lain dari pada dahan pohon yang besar
adanya.
Ia, yang sudah lolos dari bahaya, begitu berada ditahan
kebali, mengingat Kim-coa Siu-lIe-yang ganas pasti akan
menyusulnya untuk menyaksikan mayatnya, tanpa pikir
panjang lagi lantas gerakkan lagi kakinya, dan lompat
melesat menjauhi tempat itu, mengambil jalan memutar ia
lalu terusi naik kepuncak gunung.
Sebentar dari tempat agak jauh pemuda ini lihat Kim-coa
Sin-lie berlari kecil menuruni gunung. Wanita ini agaknya
hendak mendapat kepastian mengenai mati hidupnya si
pemuda yang tadi dibuat jadi bulan bulanan olehnya.
Saat itu tentu saja Bee Tie sudah menyingkir jauh-jauh.
Pemuda ini taupa menghiraukan luka luka dibadannya
ketika jatuh tadi. terus lari keatas dengan mengambil lain
jurusan, dengan sedikit memutar ia terus naik kepuncak.
Berlari lari agak lama, lalu didepannya tampak satu batu
cadas lebar. Batu itu begitu rapih kelihatannya hingga
membuat orang begitu melihat mengatakan itu adalah batu
cadas buatan manusia. Dan sebetulnya itu adalah batu
cadas alam yang kelihatan dari tempat kejauhan bagai
bertepi rata.

Di tengah-tengah batu cadas itu terdapat sebuah lubang
macam goa, dan dari mulut goa tersebut samar samar
tampak menerobos keluar sedikit sinar terang dari api lilin.
Waktu itu hari menjelang magrib. Pemuda itu cepat
menghampiri mulut goa tersebut. Ternyata didalam tampak
banyak lilin lilin di mina mana. Karena banyaknya lilin lilin
itu dipasang, hingga ruangan sebelah dalam tampak terang
benderang. Segala apa dapat terlihat dengan tegas.
Bee Tie yang tahu bagaimana lihaynya racun ular emas,
cepat-cepat menelan lagi tiga butir obat penawarnya yang
didapat dari hasil rampasan. Diam-diam dalam hati ia
berpikir! Dua ketua Hoa-san-pay sebelum aku binasa disini
karena racun mereka yang terlalu ganas. Sebenarnya kalau
diukur dari kepandaian Sucownya It Hau Siang jin, yang
pernah menggemparkan dunia, tidak mungkin beliau bisa
dikurung disini ... Pasti ada lain sebab yang mengakibatkan
kematian. Sekarang, aku sudah telan obat pemunahnya,
tidak kuatirkan lagi racun mereka !
Lalu sambil membesarkan hati anak muda ini mulai
berjalan memasuki mulut goa bulat dihadapannya.
Didalam ruangan batu, cuaca terang benderang, ia lalu
meneliti keadaan di sekitar tempat. Sungguh takjub ia
melihatnya. Didalam, tinggi, besar dan dalamnya jauh
melebihi dari pada yang tinggi, besar dan dalamnya rumahrumah
umumnya.
Bee Tie menggunakan matanya yang celi mengawasi
keadaan disekitarnya.
Yang pertama tama masuk dalam biji matanya adalah
Kim-coa Giok-lie. Wanita muda ini dilihatnya sedang
berlutut menghadap dinding sebelah kiri daripadanya.
Disini Kim-coa Giok-lie ada Kim-coa Jing Lo tang berdiri.

Karena mereka dua orang itu membelakangi pintu bundar,
maka kedatangan si pemuda tidak mereka ketahui.
Bee Tie terus bertindak masuk. Ia melirik kearah dinding
dimana Kim-coa Giok-lie dan Sucienya itu berdiri. Disitu
terdapat lagi sebuah pintu batu bundar yang ada dimuka.
Dan, pintu disebelah dalam ini saat itu masih tertutup.
Agaknya disebelah dalam pintu tersebut ada lagi ruangan
lain, mungkin pula itu adalah tempat kediaman ketua dari
Kim-coa-bun Kim-coa Ciangbun.
Bee Tie terus maju. Ia terperanjat. Tidak tertahan lagi
lantas ia keluarkan suara jeritan perlahan.
Apa yang dilihatnya?
Kiranya ditengah-tengah ruangan, ada satu bangunan
tembok yang melingkar, didalamnya terdapat banyak sekali
ular-ular itu sedang menjulur julurkan lidahnya menghadap
kearah bagian mukanya.
Suara Bee Tie tadi, meski sangat perlahan keluar dari
mulutnya, tapi cukup jelas dapat didengar oleh dua wanita
didepannya.
Kim-coa Jing-Iie lantas memutar tubuh. Dilihalnya Bee
Tie sudah berada didekatnya. Ia lebih terperanjat karena
disamping anak muda itu, tidak kelihaian bayangannya
Kim-coa Sin lie. Sucienya.
"Kau ... kau berani datang kemari?. Suciekukau apakan
?”
Kim-coa Giok-lIe-yang melihat kedatangan Bee Tie
secara mendadak itu, badannya tampak gemetaran. Dengan
pandangan mata menyatakan rasa penyesalan yang tak
terhingga ia mengawasi terus wajah si anak muda.

Bee Tie berjalan maju lebih dekat. Ia lalu meujura
memberi hormat dihadapan Kim-coa Jing-lie seraya
katanya.
“Jing-lie Ciecie maaf aku yang pernah tadi berlaku
terlalu sembrono.”
Kim-coa Jing-jie menggosokan badan menampik
penghormatan yang diberikan kepadanya, mulutnya lantas
membentak kearah si pemuda.
"Siapa kau punya Ciecie! Aku bukan Cie-ciemu.”
Dibarengi dengan kata-katanya tangan kanannya tampak
mengayun dan ... Srr srr.
Dua batang jarum beracun yang membawa sinar kuning
berkeredepan menyambar mengarah depan si anak muda.
Bee Tie yang terlalu sering menghadapi jarum jarum
beracun serupa itu, kini sudah tidak takut senjata ganas itu
lagi. Saruling hitamnya cepat dikasih bekerja. Dan ia
berhasil menyampok jatuh dua senjata rahasia tersebut.
"Eh! Aku si tolol ini kenapa ia sampai lupa kalau semua
orang-orangnya Kim-coa-bun sangat kejam dan telengas ...?
Mereka sudah tidak memiliki rasa perikemanusiaan.”
demikian berkata Bee Tie pada diri sendiri.
Lalu tanpa memperdulikan Kim-coa Jing-lie lagi ia lantas
menghampiri Kim-coa Giok-lie dan segera ia menanya
pada nona ini dengan suara perlahan sekali.
"Ciecie kau pernah diapakan? Apa Kim-coa Ciang-bun
sudah keluar dari kamar depan ini."
Bee Tie berani memastikan Kim-coa Ciangbun berada
dalam Kamar depan itu, karena tadi melihat dua noua
muda dari golongan itu juga berlaku sangat hormat dengan
muka menghadap kearah pintu berada didepan mereka.

Tapi siapa nyana, Kim-coa Giok-lie sama sekali tidak
menjawab pertanyaannya.
Baru pemuda itu mau menanya lagi, mendadak
dirasakan ada angin kuat menyambar punggungnya. Cepat
ia menggegos dan serentak ia membalikkan tubuh.
Yang menyerang secara membokong tadi bukan lain dari
pada Kim-coa Jing-lie adanya.
"Kim-coa Jing-lie jangan kau sangka aku takuti kau!”
seketika Bee Tie juga membentak. “Aku tadi masih taruh
hormat terhadapmu karena memandang muka Cicie Giok
ini. Lagi pula aku datang cuma mau menemui Kim-coa
Ciang-bun, bukan hendak melayani kau bangsa kurcaci!"
Mendadak saat itu dari mulut goa tampak satu bayangan
putih berkelebat. Kim-coa Siu-lit, sudah berdiri dihadapan
orang-orang itu.
”Hai.“ seru orang yang baru datang ini. Kau si bocah
sungguh berani mati! Apa kau sangka sudah masuk kesini
bisa keluar lagi? Hmm. Kau rupanya masih belum rasa
benar.”
Bee Tie tidak mau meladeni.
“Wanita tertawa, itu. Ia memutar balik tubuhnya lalu
menghampiri Kim-coa Giok-lie sambit berkata.
"Cicie, kau jangan kuatir, aku tidak takuti mereka semua!
Dua perempuan ini saja tidak mungkin bisa bikin apa-apa
terhadapku kau jangan takut. Jangan gampang gampang
kau serahkan dirimu kepada mereka! Aku yakin dengan
kekuatan kita berdua masih bisa bertahan dan keluar dari
sini?"
Kim-coa Giok-lIe-yang tidak percaya Bee Tie ada
mempunyai kepandaian yang tinggi melebihi semua

Sucienya, memandang saja si anak muda tanpa berkatakata.
Do lain pihak Kim-coa Sin-lie perlahan-lahan berjalan
mendekati Bee Tie. Si pemuda segera mendorong perlahanlahan
kawan barunya sambil berkata.
"Cicie boleh berdiri saja disitu. Lihatlah bagaimana aku
nanti tempur Kim-coa Sin-lIe-yang sudah kenamaan."
“Kau masih ada kata-kata apa lagi?" jengek Kim-coa
Sin-lie, tetapi dengan sikapnya yang terus tertawa-tawa.
“Aku sudah katakan, kedatanganku cuma untuk
menemui Kim-coa Ciang-bunmu itu aku mau perhitungkan
rekening kita."
Kim-coa Sin-lie bergerak, angkin panjangnya mengayun
dan mulutnya berkata-kata.
"Berapa tinggi sih derajatmu berani berani bertemu
dengan suhu? Kecuali kau ketua partai, tidak pantas kau
berlaku begitu kurang ajar."
Atas serangan angkin tadi, Bee Tie lompat ke sanping.
Dan dengan sengit ia lalu berkata dengan suara lebih keras.
”Aku adalah ketua Hoa-san-pay! Apa cuma derajat
suhumu saja yang begitu tinggi? Aku sebagai ketua, sudah
sampai disini tentu bisa bertemu dengan suhumu itu."
Kim-coa Sin-lie agaknya terkejut. Tanpa merasa ia
melangkah mundur beberapa tindak.
Bee Tie yang cerdas, melihat itu tidak tinggal diam.
Dengan sekali enjot tubuh ia mendekati wanita tertawa itu
sambil menyerang beruntun sampai beberapa kali.
Kim-coa Sin-lie tidak berdaya. Angkin panjangnya hanya
terpakai dalam pertempuran jarak jauh. Kini menerima

penyerangan mendadak lagi rapat dari si anak muda, ia
tidak dapat lagi menggunakan senjata ampuhnya itu!"
Bee Tie yang sangat membenci Kim-coa Sin-lie lantas
memperhebat serangan dengan seruling hitamnya, ia sudah
berhasil mengurung badan Kim-coa Sin-lie ditengah-tengah.
Dalam saat berbahaya itu. dalam ruangan itu tiba-tiba
terdengar suara keresekannya daun pintu yang terbuka, dan
pada saat itu juga suara Kim-coa Sin-lie Jing-lIe-yang
lantang terdengar berseru, "Suhu ...”
Kim-coa Sin-lie menggunakan kesempatan selagi si anak
muda tertegun sesaat, melesat tinggi menghindari serangan
Bee Tie dan lantas jatuhkan diri berlutut dihadapan satu
wanita pertengahan umur dengan mulutnya memanggil.
“Suhu,"
Wanita yang dipanggil Suhu oleh dua wanita muda itu
meski sudah tua, tapi tampak kulitnya masih halus licin
seperti kulit seorang gadis. Ditangannya ada tergenggam
sebuah kebutan pecut berwarna kuning terang. Orang
pertengahan Umur ini dengan sekali kebut membuat Kimcoa
Sin-lie bangun berdiri. Dan yang lebih mengagumkan,
Kim-coa Sin-lie dari tempat yang cukup jauh dengan sekali
sentak saja tadi dia telah dibawa terbang melayang sampai
tepat disisinya.
Dan disebelah yang lain, Kim-coa Jin-lie entah sejak
kapan sedang berdiri dengan sikap sendiri yang tampak
seperti orang bersedih! Jadi, wanita penengahan umur itu
kini berdiri diapit oleh dua murid-muridnya, Kim-coa Sinlie
dan Kim-coa Jing-lie. sedangkan seorang muridnya yang
lain, Kim-coa Giok-lie masih tetap berlutut dihadapannya.
Kim-coa Sin-lie mulai membuka suara berkata dengan
laporannya.

"Suhu, latihan ular emasnya Giok-moay yang sudah
lebih dari sepuluh tahun sekarang sudah ludes semua.
Teecu meski pun tahu tentang hal itu, tapi tak berani
mengambil keputusan sendiri.”
Kim-coa Ciangbun, demikian tentu wanita pertengahan
umur itu, membawa sikap dingin dihadapan si pemuda, ia
melirik Bee Tie sebentar, lalu menanya.
”Apa betul anak muda itu ketua Hoa-san-pay.”
Kim-coa Sin-lie dengan badan setengah membungkuk
memberi jawabnya.
"Begitu cuma katanya. Betul tidaknya Teecu sendiri
masih belum tahu jelas.”
Kim-coa Ciang-bun mengalihkan pandangannya kearah
Kim-coa Sin lie dan merintah.
“Dalam satu jam kau sudah harus pergi kembali kesini
lagi. Selidikilah perihal dia.”
Kim-coa Sin-lie segera keluar dari ruangan itu hendak
menjalankan tugas yang diberikan gurunya.
Kim-coa Ciangbun menggerakkan kebutannya lagi.
Sebentar senjata itu sudah menempel diatas puncak Kimcoa
Giok-lIe-yang masih berlutut.
Bee Tie terkejut. Ia juga lantas memburu kearah Kim-coa
Giok-lie berada.
Tapi sudah terlambat. Kim-coa Ciangbun dengan pecut
ditangan yang diangkat tinggi tinggi, diujung pecut sudah
terlibat dirinya Kim-coa Giok-lIe-yang lantas dilemparkan
ke arah anak muda yang sedang datang memburu.
Saat itu juga terdengar suaranya wanita setengah tua itu
berkata !

“Mulai hari ini kau sudah bukan muridku! Kau boleh
pergi sesukamu.”
Bee Tie cepat menanggapi badan Kim-coa Giok-lie. lalu
perlahan-lahan diturunkan ke tanah, sambil menghiburnya.
"Encie Giok, jangan takut selama masih ada aku disini.
Kim-coa Giok-lie menangjs mengerung-gerrung dalam
pelukan si anak muda yang masih terus menggunakan katakatanya
untuk menghibur si nona.
XV. PAGUTAN RIBUAN ULAR.
Walaupun antara Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie hanya
saling berkenalan baru setengah harian lamanya, mungkin
juga karena bersentuhannya tubuh mereka tadi itu sehingga
membuat mereka seperti lengket sekali. Kim-coa Giok-lIeyang
sedang menangis di dalam pelukannya Bee Tie telah
membuat si pemuda turut bersedih hati juga. dengan
menggoyang goyangkan tubuhnya ia berusaha
menghiburnya.
"Enci Giok, janganlah kau menangis saja. golongan Ular
Mas yang terkutuk itu hanya menjadi makian khalayak
ramai saja. Kau masih beruntung karena dapat lompat
keluar dan meninggalkan tempat terkutuk itu. Apa lagi yang
harus kau tangisi?"
Bee Tie memandang kearahnya Kim-coa ciangbun yang
masih berdiri didepannya pintu tadi air mukanya bersikap
tawar saja. ia seperti tidak marah dengan makiannya Bee
Tie dan juga tidak menghiraukan tentang kepergiannya
bekas murid itu. Perlahan-lahan ia membalikan badan dan
masuk kembali kedalam pintunya.
Sebentar saja ia sudah lenyap dibalik pintu bundar. Tapi
Kim-coa Jing-lie sudah berjalan keluar dan menjaga pintu

depannya ruangan ini dengan mata masih memandang
kearahnya Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie..
Sebentar kemudian Kim-coa Giak-lie sudah menahan
tangisnya kembali dan berkata, “Adik, dengan
kepandaianmu yang setinggi ini untuk turun dari
puncaknya Siok-lie-hong ini tidaklah sukar rasanya. Tapi
untuk aku percuma saja aku melarikan diri, dari tempat ini,
pergilah kau sendiri,” Bee Tie yang tidak ada niatan untuk
lari sudah berdiri dan menjawab dengan tegas.
"Mengapa kau sendiri tidak mau lari? Bagaimana nanti
mereka memperlakukan dirinya disini?"
Sesenggukkannya Kim-doa Giok-lie sudah terdengar
lagi.
"Nasibnya semua murid yang diusir keluar dari golongan
Ular Mas ini sama saja. Janganlah kau menanyakannya,
lekaslah pergi dari sini. Biarpun perkenalan diantara kita
baru berjalan belum lama, tapi kau yang demikian baik
sudah tentu sukar aku melupakannya. Aku hanya seorang
wanita yang bersikap lemah saja, aku hanya tahu bahwa
sewaktu aku berumur tiga tahun telah dibawa kemari oleh
suhuku dan siapakah yang menjadi ayah dan ibuku yang
sebenarnya, aku sendiri pun juga masih belum tahu. Aku
mati disin masih tidak menjadi soal apa-apa, tetapi
bagaimana dengan dirimu yang menjabat ketua partai Hoasan-
pay yang masih mempunyai banyak tugas berat? Tidak
perlu mencemplungkan dirimu disini yang penuh dengan
bahaya. Lekaslah dengar kata-kataku ini dau pergilah dari
sini."
Kata-katanya Kim-coa Giok-lie ini malah membangkitku
hawa kemarahannya Bee Tie saja dengan menggelenggelengkan
kepala ia berkata.

"Enci Giok tidak perduli betapa besarnya bahaya
didalam ruangan ini, tapi aku Bee Tie yang telah datang
kemari, dan setelah sampai disini, mungkinkah aku kembali
lagi dengan percuma? Apalagi disini sekarang telah
bertambah kau seorang, biar bagaimana aku juga tidak
dapat meninggalkan dirimu yang telah diusir keluar dari
golongan Ular Mas yang terkutuk itu
Ia berkata sampai disini sudah berhenti sebentar sambil
memandang kearahnya Kim-coa Jing-lIe-yang masih
menunggu dipintu depan, ia menanya kepada Kim-coa
Giok-lie. “Bagaimanakah mereka memperlakukan diri mu
nanti!"
Kim-coa Giok-lie menyusut air matanya dan mencoba
tertawa sebisa-bisanya.
"Dapatlah kau tidak menyinggung persoalan ini lagi?
Aku hanya minta dengan sangat supaya kan mau segera
pergi dari sini.”
Hatinya Bee Tie telah dibikin bergolak dan ia menjawab
dengan muka merah padam saking marahnya.
"Encie Giok. kau tidak mau mengatakan dengan terus
terang padaku, biar aku akan menanyakan soal ini
kepadanya."
Dengan tidak menunjukkan rasa takut sama sekali ia
tetah mendekati kearah Kim-coa Jing-lIe-yang sedang
mengawasi dirinya, sambil menudingkan jari tangannya ia
menanya.
“Hei, kau gadis ular. Aku mau menanyakan padamu,
bagaimakah akankau perlakukan pada Encie Giok ku ini
jika aku sudah pergi dari sini!”
Kim-coa Jing-lie mendongakkan kepalanya ia tidak
meladeni pertanyaan pemuda itu.

Bee Tie penasaran dan menanyakan lagi sampai dua kali.
Tapi Kim-coa Jing-lie masih tetap seperti tadi tidak mau
memberikan keterangannya sama sekali.
"Apakah sebetulnya yang terselip disini? Jika kau masih
tak mau memberikan keterangannya. jangan sesalkan
padaku yang mesti perlakukan keterlaluan terhadapmu."
Kata Bee Tie yang mulai menjadi marah dan membentak
kearahnya Kim-coa Jing-lie. "Apa kau tidak bisa
menanyakan sendiri padanya? Buat apa kau banyak tanya
lagi. Hukumannya dalam golongan kami terhadap murid
yang melanggar peraturan hanya terdiri dari semacam saja."
Kim-coa Jien-lie menjawab dingin.
Bee Tie sangat kaget dengan keras ia menanya lagi.
"Apa?"
Kim-coa Jing-jie memandang kearahnya Kim-coa Gioklie
sebentar dan dengan tawar memberikan keterangan
singkat.
"Pagutan dari ribuan ular.”
Bee Tie jika tidak mendengar kata-kata ini masih tidak
mengapa, tapi begitu kupingnya kemasukan kata tersebut
sudah seperti disambar geledek disiang hari. lantas lompat
berdiri dan bentaknya.
“Oh! Golongan Ular Mas sungguh jahat sekali! Kau
harus dibunuh terlebih dulu agar dapat dibasmi sampai
akar-akarnya, supaya di kemudian hari perbuatan tersebut
tak terulang lagi.”
Terlihat ia sudah mengeluarkan sulingnya lagi siap untuk
menyerang kearahnya Kim-coa Jing-lie. Tapi begitu ia
bergerak, satu tekanan yang keras sekali telah keluar dari
arahnya pintu yang dimasuki Kim-coa ciangbun tadi. Bee

Tie dengan terpaksa harus mundur lagi menghindar dari
tekanan angin serangan tersebut.
Kim-coa Giok-lie dengan tertawa sedih berkata.
"Aku sudah katakan padamu bahwa betul kau masih
dapat menandingi kepandaiannya Jing lie tapi tidak
mungkin dapat melawan kekuatan yang begitu ditakuti oleh
bayak orang Kang Ouw. Inipun ia masih belum
mengeluarkan pukulan Ular Masnya yang telah dilatih
puluhan tahun disini."
Didalam hatinya Bee Tie diam-diam berpikir.
“Kata-katanya Kim-coa Giok-lie ini tidak mungkin
sebagai gertakan saja, jika betul Kim-coa ciangbun tidak
mempunyai kepandaian yang cukup berarti mana mungkin
ia berani mengundang Hek-ie Sin-kun datang keatas
puncaknya?”
Setelah berpikir sebentar, Bee Tie sudah mendapatkan
suatu akal yang baik. Ia tahu yang Kim-coa Giok-lie pernah
tinggal bersama-samanya sepuluh tahun lamanya dengan
suhunya, maka mengapa tidak menanya padanya? Ia sudah
segera mengambil putusannya untuk mengadu akal dan
menanya pada Kim-coa Giok-lie. ”Encie Giok, kau
tentunya tahu aku tidak nanti datang keatas puncak Siok lie
hong ini dengan percuma. Sebelumnya Kim-coa Ciang-bun
bergerak, aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu, apa
kau tahu akan dua ketua par-tay Hoa-san-pay yang lama
dengan cara bagaimana dapat naik keatas puncak Siok-liehong
ini?"
Kim-coa G:ok-lie memanggutkan kepalanya, "Kejadian
yang kedua, itu ketua Hoa-san pay yang ke dua puluh
empat Giok Cin tosu naik keatas puncak ini. hanya baru
terjadi pada tiga tahun yang lalu, itu waktu aku telah

berumur empat belas tahun, sudah tentu saja tahu semua
kejadiannya.
Bee Tie tertawa getir.
"apa kau tidak mengatakan dimanakah tempat
menyimpan mayatnya Giok Cin tosu itu?“ tanyanya.
Kim-coa Giok-lie tertawa hambar.
“Kau masih terlalu tidak memandang mata kepada
golongan ular Mas yang pernah menggetarkan dunia
persilatan. Jika betul kau sudah tidak mau meninggalkan
tempat ini lagi karena sudah tidak mungkin untuk
menghindari dari kematian kita, baiklah. Aku akan segara
mengajak kau ke sana untuk melihatnya."
Setelah berkata ia sudah mengajak anak muda kita
mengitari tembok ular tadi dan menuju kearah pintu bundar
yang terletak disebelah kiri.
Disana Kim-coa Jing-lIe-yang menjaga pintu disebelah
luar begitu melihat kelakuan bekas adik seperguruan ini
lantas meneriaki.
"Giok-moay, janganlah kau mengambil tindakan yang
sembrono ini, masih ada kemungkinan jika suhu berbalik
pikiran dan mengampuni dirimu. Tapi tindakanmu yang
terakhir ini berarti sudah mencari mati.”
Kim-coa Giok-lie menjadi ragu-ingu sebentar tapi tidak
lama kemudian ia sudah dapat mengambil keputusan tetap
ia berkata, "Terima kasih atas perhatiannya Jing-cie ini tapi
tabiat suhu sudah kau ketahui sendiri. Segala tindakannya
tidak mungkin lagi mau ditarik kembali. Aku yang sudah
tidak takut mati tetap akan menerjang bahaya ini."

Tepat pada waktu itu terlihat bayangan berkelebat dan
Kim-coa ciangbun sudah masuk kembali dan membentak
kearahnya Kim-coa Jing-lie.
"Buat apa kau banyak bicara dengan dia? Suciemu sudah
berada didepan dan sebentar lagi kau juga akan tahu
sendiri.”
Bee Tie yang mendengar perkataau itu sudah menjadi
tergetar hatinya dan berkata pada diri sendiri.
"Ia yang berada disini mengapa dapat mengetahui
kedatangannya Kim-coa Sin-lie?"
Ia memandang kearahnya Kim-coa Giok-lie. Tapi Kimcoa
Giok-lie-yang waktu itu wajahnya telah berubah
menjadi pucat sudah menarik ujung bajunya mengajak si
anak muda mendekati pintu-bundar yang berada disebelah
kiri mereka.
Betul saja, tak selang berapa lama bayangannya Kim-coa
Sin-lie belum juga sampai disitu sudah terdengar suara
tertawanya yang nyaring. Dengan sekali berkelebat ia sudah
berada didalam ruangan ini lagi. setelah memberikan
hormatnya kepada suhunya mulailah ia dengan laporannya.
“Lapor kepada suhu, memang ia betul telah menjadi
ketua dari partai Hoa-san-pay dan telah membunuhi bukan
sedikit orang-orangnya dari golongan kita."
Lalu dengan lompat berdiri ia sudah meminta ijin pada
suhunya lagi.
"Suhu, muridmu akan membunuh dia di sini. Dalam
sepuluh jurus saja, muridmu akan membuat dia tidak
berdaya sama sekali.”
Kim-coa ciangbun memanggutkan kepala.

Kim-coa Sin-lie sulah mengeluarkan angkin panjangnya
lagi dan meloncati tembok ular yang terletak ditengahtengah
kemudian menghampiri dirinya Bee Tie.
Bee Tie menyekal keras-karas suling hitamnya, dengan
sebelah tangannya ia telah mendorong pergi dirinya Kimcoa
Giok-lie dan berkata.
"Encie Giok, untuk sementara minggirlah kau kesamping
dulu, Angkin panjangnya ini memang lihay sekali, aku akan
membunuhnya terlebih dahulu.”
Tapi Kim-coa Giok-lie bukannya minggir malah ia maju
kedepan dan menjerit.
"Jangan, sebelum kau dapat membunuh mati sucie ku
yang lihay ini, kau sendirilah yang akan dibuat permainan
olehnya.”
Terdengar suara "Krek" sekali dan pintu bundar yang
disebelah kiri itu sudah terbuka, Kim-coa Giok-lie dengan
sibuk meneriakinya.
”Lekaslah kau masuk kemari.”
Tapi Kim-coa Sin-lie dengan angkin panjangnya sudah
menyerang kearah Bee Tie. Si anak mada sudah
menyodokkan sulingnya sampai tiga kali. menghantam
pergi arah datangnya angkin panjang ini. lalu tangan
kirinya dibalikkan untuk mendorong pergi tubuhnya Kimcoa
Giok-lie sambil berkata.
"Encie Giok kau masuklah sendiri terlebih dahulu dan
cepatlah kunci pintunya. Aku akan menjaga kau disini dan
tidak akan membiarkan mereka ini menerjang sampai
kesana."
Tubuhnya Kim-coa Giok-lie dengan tidak berdaya telah
terdorong masuk kedalam pjntu bundar tadi, tapi ia tidak

menutup pintu ruangan batu itu malah berteriak sambil
maju lagi.
"Tidak mungkin kau berlaku seperti ini. Baiklah, aku
akan datang untuk membantu kau saja.”
Ini waktu Bee Tie yang sudah mulai bergebrak dengan
Kim-coa Sin-lie sampai beberapa kali telah mengetahui
dimana letak kelemahan angkin panjang lawannya ini.
Dengan menggunakan suling hitamnya sebagai senjata, Bee
Tie selalu menyerang dari jarak dekat. Ia selalu berusaha
mendekati tubuh lawan.
Tepat pada waktu itu dari kamar batu sudah meloncat
keluar Kim-coa Giok-lIe-yang dengan dua bilah pedang
yang berupa ular di tangan kanau dan kirinya, begitu keluar
sudah segera menyerang kearahnya Kim-coa Sin-lie sambil
berkata.
"Sucie maafkan sumoy mu yang berani berlaku kurang
ajar ini."
Kim-coa Sin-lie menarik kambali angkin panjangnya
yang segera berobah serangannya mengarah kebelakang
dirinya Kim-coa Giok-lie sambil membentak.
"Kematianmu yang sudah didepan mata ternyata kau
masih berani kurang ajar. Tidak tahu diri?"
"Enci Giok, aws di belakangmu.” terdengar Bee Tie
memperingati. Gerakan tubuhnya kini sudah segera
dirubah, dengan meniru gerakan telapak telapak kaki yang
berada diatas sembilan tiang batu yang baru dipelajarinya
sambil berlompatan disekitarnya Kim-coa Sin-lie ia
berusaha mencegah Sin-lie menyerang Giok-lie.
Kim-coa Giok-lie sudah segera menyingkir dan serangan
angkin panjang yang diarah bebokongnya tadi dan memutar
dua pedang ularnya dengan hebat membuat lingkaran

pedang yang sukar untuk ditembusi oleh lawan, Kim-coa
ciangbun dan Kim-coa Jing-lIe-yang menonton pertarungan
dua lawan seru ini, pertama-tama tidak menaruh didalam
hati terhadap gerakan-gerakannya Bee Tie yang cepat tadi,
tapi lama kelamaan, bayangan si anak muda kita dari satu
telah berubah menjadi dua, menjadi empat, delapan dan
seterusnya, sehingga akhirnya diseluruh ruangan ini, hanya
terlihat bayangan-bayangannya Bee Tie seorang saja
berkelebat kian kemari cepat sebali seolah-olah bayangan
setan.
Ia sudah menjadi kaget dan meneriaki muridnya.
"A Siu, mundur. Biar aku yang melayani padanya.”
Tapi panggilmaya Kim-coa Ciang-bun ini agaknya belum
sampai ditelinga sang murid.
Kim-coa Jing-lie sudah mendahului bergerak siap untuk
membantu sucienya!
Tapi secepat-cepatnya gerakannya Kim-coa Jing-lie ini,
mana ia dapat menandingi cepatnya gerakannya Bee Tie?
Baru saja ia lompat maju, mendadak dibelakangnya sudah
terdengar bentakannya si pemuda, "Jangan bergerak.”
Kim-coa Jing-lie sudah merasakan dinginnya angin
serangan si anak muda yang berada dibelakangnya. Tapi
memang golongan Ular Mas ini mempunyai gerakan yang
cukup gesit, dengan sebat ujung kakinya diputar menyingkir
ke samping tiga tindak jauhnya Kim-coa Jing-lie segera
membalikkan badan hendak mengetahui pemuda manakah
yang berada dibelakangnya. Tapi apa juga tidak terlihat
olehnya maka lantas maju lagi beberapa langkah. Tiba-tiba
suatu angin pukulan yang kuat sudah berada didepannya
yang dibarengi oleh berkelebatuya satu bayangan orang.
Ternyata Bee Tie dengan muka berseri-seri sudah berada di
depannya.

Semangatnya Kim-coa Jing-lie terbang seketika. Sebelum
ia dapat berbuat suatu apa Bee Tie telah menggerakkan
suling hitamnya menotok jalan darah orang dan rubuhlah
Kim-coa Jing-lie dibawah seruling hitam si anak muda yang
tangguh ini.
Biarpun demikian kupingnya Kim-coa Jing-lie masih
dapat mendengar suara tertawanya Kim-coa Sin-lie.
"Jing-moay memang nasibmu yang harus begini.
Legakanlah hatimu. Suhu sudah akan mulai membalaskan
sakit hati ini kita tunggu saja waktunya.”
Bee Tie menjadi kaget dan cepat membalikkan badan.
Dilihatnya Kim-coa Giok-lie sedang terkurung oleh
kebatannya Kim-coa ciangbun yang lihay sekali, terlihat ia
mengebut lagi, tubuhnya Kim-coa Giok-lie terpental jatuh
sampai dibawah kaki ketua Kim-coa-bun ini.
Kim-coa Sin-lIe-yang melihat sang sumony sudah
terjatuh dan dua pedangnya juga sudah terlepas dari
cekalannya, Lantas tertawa cekikikan.
"Suhu, serahkan dia padaku,” pintanya.
Angkin panjangnya sudah digerakan lagi digunakan
untuk melilit tubuhnya Kim-coa Giok-lie-yang segera
dilemparkan kedalam tembok tempat mengurung ular ular.
Kim-coa Giok-lIe-yang dilempar ketempat ular ular
lantas menjerit dengan suara yang menyayatkan hati.
"Adik. Tie, sampai kita bertemu kembali dilain
penitisan."
Bee Tie menjadi kaget, cepat bagaikan kilat ia
mendahului lompat dan segera menyanggah tubuhnya Kimcoa
Giok-lie-yang segera dilemparkan kembali keluar
tembok tempat kurungan ular ular tersebut. Tapi karena

perbuatannya ini ia sendirilah yang telah terjatuh kedalam
bak ular yang sangat bahaya sekali bagi siapa yang jatuh di
tempat itu.
Beperapa ekor ular yang kelaparan sudah cepat lompat
menubruk mangsanya. Tidak ampun lagi kakinya Bee Tie
sebentaran saja telah dipagut ular ular ganas-tersebut
sampai tiga kali.
Dengan cepat Bee Tie sudah mengayunkan suling
hitamnya beberapa kali dan membunuh ular ular itu, tapi
ada juga beberapa ekor diantaranya yang menempel keras
diatas suling hitamnya.
Karena ingin lekas lekas jaga keselamatan Kim-coa
Giok-lie, mak a dengan sekali ketuk saja ia telah dapat
melemparkan ular-ular itu kearahnya Kim-coa Sin-lIe-yang
sedang tertawa-tawa melihat dirinya menjadi mangsa ular.
Untuk menghadapi sebangsa ular, golongan Ular Mas ini
memang mempunyai kepandaian yang akhli untuk mereka
sendiri, hanya dengan sedikit menyodorkan tangannya saja
Kim-coa Sin-lie sudah berhasil menangkap kepala si ular
yang dilemparkan kearahnya tadi. Sambil tertawa cekikikan
ia berkata.
“Bocah bandel tidak tahu diri! Kau telah terkena gigitan
ular mas kami. Apa masih berani kau banyak tingkah
disini?”
Bee Tie tidak memperdulikan ejekannya Kim-coa Sin-lie.
Tanpa berkata sepatah kata pun juga diletakannya tubuh
Kim-coa Giok-lie ditanah, lalu ia sendiri berjalan
menghadapi Kim-coa ciangbun kembali dengan tenang.
Waktu itu Kim-coa Giok-lie dengan paras muka yang
pucat pasi karena tadi dapat melihat bagaimana Bee Tie

terpagut tiga ekor ular mas. Sambil menghela napas ia
berkata-kata seorang diri.
"Kau yang masih tak mengenal kelihayannya ular mas
kita ini. Sekali kena saja sudah cukup bikin kau tak berjiwa.
Apalagi tadi kau sekali kena sampai tiga kali. ular telah
menggigit kakimu ... ”
Kim-coa ciangbun tersenyum saja degan Kim-coa Sin-lie
berdiri disampingnya. Mereka seperti tidak ada niatan
untuk menempur si anak muda lagi.
Bee Tie yang berotak terang sudah segera dapat
mengetahui sebab-sebabnya mereka berdiam diri.
"Tidak guna aku adu jiwa dengan dia. Sekarang ini aku
masih bukan tandingan Kim-coa Ciang-bun yang lihay
ilmunya. Lebih baik aku gunakan tipu muslihat untuk
mengalahkan dia, pikirnya dalam hati.
Berpikir sampai disini, tindakannya sudah sengaja
dengan tiba-tiba dibikin limbung sempoyongan seperti
orang tuau jatuh. Kembali terdengar jeritan Kim-coa GioklIe-
yang sangat mengenaskan.
"Adik Tie, tidak sangka mau mendahului aku
meninggalkan dunia yang fana ini. di antara kita berdua
setelah kita mati ditangan mereka sekarang ini tentu kita tak
akan mengalami segala penderitaan lagi. Baik-baiklah kau
pergi terlebih dahulu, sebentar lagi aku akan segera turut
menyusul kau kealam baka. Buat apa kita hidup dalam
dunia ini jika harus berkumpul dengan mereka yang
hidupnya selalu mengganggu sesama manusia?”
Perkataannya Kim-coa Giok-lie ini belum juga habis,
jarak antara Bee Tie dan Kim-coa Ciang-bun sudah semakin
dekat. Pemuda ini sengaja menjatuhkan diri, langkahnya

pun sudah seperti orang yang tidak kuat mengangkat kedua
kakinya, tapi ia masih berkata lirih.
"Enci Giok, mengapa kau mengucapkan kata-kata yang
semacam itu? Aku tidak akan mati dan pasti tidak mati.
Akan kubunuhi semua ular-ular ini lebih dulu."
Ia membalikkan badan dan sudah mulai berjalan miringmiring
lagi. Hanya dengan sebelah tangannya saja seolaholah
ia tidak berusaha sedapat mungkin untuk berjalan
maju lagi kemuka beberapa langkah.
Kim-coa Sin-lie tertawa-tawa dan ia berkata sambil
menjengeki.
"Bocah tidak tahu diri! Sudah hampir mati masih juga
kau berani mengucapkan kata-kata yang semacam itu?"
Dapat dilihat pada muka Bee Tie yang tampaknya
meringis-ringis menahan sakit memang ia sengaja
menunjukkan rasa sakitnya supaya tidak dicurigai lawan ia
pun berusaha bangun lagi, dengan badan terhuyung buyung
ia maju dua tindak. Tapi diam-diam tenaganya sudah
dikerahkan kedalam tangan yang memegang suling tadi,
waktu ini ia seperti orang yang tidak berdaya sama sekali
yang akhirnya akan jatuh kembali ditanah.
Mendadak dengan gerakan yang cepat sekali. Bee Tie
yang sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang ada pada
dirinya lompat bangun sambil membentak keras, tangannya
yang memegang suling sudah dikasih bekerja lebih dulu,
dengan membawa suara yang mengaung-ngaung ujung
suling mengarah pada bagian muka Kim-coa Sin-lIe-yang
masih berdiri disebelahnya Kim-coa ciangbun.
Didalam keadaan tidak berjaga jaga mendadak diserang
demikian rupa, siapa juga tidak akan dapat menyangka
bahwa si pemuda masih dapat bergerak secepat itu. Maka

sekali terdengar suara jeritannya Kim-coa Sin-lIe-yang
mengerikan dan dalam itu detik juga sebelah matanya telah
tertusuk seruling dan telah menjadi buta mulai saat ini.
Dengan tidak menahan gerakan serulingnya lagi, Bee Tie
sudah meneruskan senjata istimewa ini menusuk kearahnya
Kim-coa ciangbun.
Tapi Kim-coa ciangbun orang yang bagaimana?
Dengan cepat sekali ia telah dapat menghindar dari
serangan bokongannya Bee Tie ini.
Bee Tie membentak keras dan menyusul kemana larinya
sang lawan.
Kim-coa ciangbun yang melihat dua muridnya telah,
dapat dijatuhkan oleh anak muda yang berani ini, akhirnya
menjadi marah juga. Kebutannya mulai dikasi bekerja yang
seketika itu mengeluarkan hawa dingin menari-nari
dimukanya Bee Tie.
"Tidak kusangka kau yang masih bocah ini mempunyai
kepandaian yang berarti hingga dapat melebihi dua nonamu
itu dulu. Tentu saja karena kau telah makan obat penawar
ular mas kami terlebih dulu racun itu tidak dapat bekerja
seperti bisa. Inilah rupanya salah satu dari kepintaranmu.
Tapi biar bagaimana pun akhirnya kau toh akan mati juga
disini?"
Sehabis berkata terlihat ia sudah melakukan serangan
dengan mengebut ke kanan dan ke kiri menyerang Bee Tie
secara bertubi tubi.
Bee Tie menjadi kaget dan dengan cepat lompat mundur
jauh kebelakang untuk menghindar dari kebutannya yang
lihay.

Tapi Kim-coa Cian-bun tidak terus mengejar, ia lalu
berbalik menghampiri Kim-coa Giok-lie sambil berkata.
“Kau budak hina ini masih terhitung beruntung diantara
para penghianat golongan ular mas hanya kau seorang yang
tidak menerima hukuman Pagutan Ribuan Ular."
Kebutannya sudah siap akan melakukan serangan lagi
mengarah batok kepala Giok-lie
Bee Tie menjadi kaget dan meujerit.
"Hei! Tahanl Kau berani?”
Tubuhnya sudah mental balik lagi menubruk kearahnya
Kim-coa ciangbun. Masih untung adanya Bee Tie yang
tidak mengenal mati! sehingga arah kebutan yang tadinya
tepat akan mengenai kepalanya Kim-coa Giok-lie sudah
menjadi miring sedikit dan hanya mengenai si gadis saja.
Bee Tie menggeram, seperti sudah melupakan diri sendiri
berada dimana ia mengangkat dirinya Kim-coa Giok-lIeyang
telah terluka, suling hitamnya sudah diputar-putarkan
sedemikian rupa sehingga merupakan pertahanan yang kuat
untuk menjaga-jaga serangannya Kim-coa ciangbun.
Tapi Kim-coa ciangbun hanya tertawa masam saja ketika
melihat mereka berdua sudah masuk kelalam pintu bundar
yang tedi lelah dibuka oleh Kim-coa Giok-lie, ia tidak
mengejar.
Jauh berjalan lapat-lapat Bee Tie masih dapat mendengar
ocehannya Kim-coa ciangbun.
"Ketua partai yang ke dua puluh tiga, ke dua puluh
empat, dan sekarang yang kedua puluh enam hmm!
Hidung-hidung kerbau dari Hoa-san pay apa masih berani
memusuhi golongan Ular Mas lagi? Akhirnya semua toh
akan mati juga disini. Hmm!"

Ia sudah tidak mau mendorong pintu itu untuk mengejar
lagi perlahan-lahan dihampirinya Kim-coa Sin-lie dan Kimcoa
Jing-lIe-yang telah terluka dan kena tertotok jalan
darahnya oleh si anak muda tadi. Dengan menotok hidup
kembali jalan darahnya Kim-coa Jing-lie ia berkata seorang
sendiri. "Bocah tadi memang aneh sekali, tipu tipu
kepandaian dan meski betul seperti dari aliran Hoa-san-pay,
tapi biar bagaimana masih ada perbedaannya. Entah, dari
mana pula asal usalnya bocah ini? Kemudian bersama-sama
dengan Kim-coa Jing-lie ia sudah membawa masuk Kimcoa
Sin-lIe-yang sudah buta sebelah matanya.
Kita tengok kembali Bee Tie yang membawa lari dirinya
Kim-coa Giok-lIe-yang sedang terluka setelah meletakan
tubuhnya si gadis, kemudian memeriksanya baru Bee Tie
dapat mengetahni bahwa ternyata tiga tulang iga didepan
dada Kim-coa Giok-lie telah patah. Dari ayahnya didalam
Sumur Kematian pernah Bee Tie mendapatkan pelajaran
tentang bagaimana cara menolong orang yang patah tulang
iganya. Maka dengan tenang dibukanya baju si gadis pada
bagian yang terluka dan satu persatu disambungnya
kembali tulang tulang yang telah patah-patah tadi.
Kemudian dengan menyobek-nyobek bajunya sendiri, ia
lalu membalut kembali bagian badan yang terluka dari si
nona.
Tidak lama kemudian Kim-coa Giok-lie merintih
menahan sakit. Bee Tie dengan sabar maju menghibur si
nona.
"Encie Giok, apa kau telah tersadar kembali? Baik
baiklah kau istirahat saja dulu di sini, adikmu masih ada di
sampingmu.”
Kim-coa Giok-lie memandang kearahnya Bee Tie. Kini
terlihat nona ini sudah mulai bisa tertawa. Tapi agaknya

masih dipaksakan sekali. Dengan lemah ia masih coba
menanya.
"Adik Tie, katakan kepadaku, dimanakah sekarang kita
ini berada? Apa kita telah meninggalkan dunia yang penuh
dengan ular dan manusia yang berhati ular itu?”
Bagaimana Bee Tie harus menjawab pertanyaannya ini?
Ia tidak tega untuk membangunkan lamunan muluknya
gadis yang ia dikasihani ini. Kim-coa Giok-lie telah
menganggap dirinya sendiri telah mati dan Bee Tie juga
sudah sama-sama mati. Maka pikirnya mulai dari saat ini ia
sudah tak usah takut 1agi kepada Kim-coa ciangbun, itulah
sebabnya ia dapai berkata demikian tadi.
Tidak mudah orang dapat meninggalkan kenyataan
hidup, walau hanya dalam sekejap mata saja. Tapi tidak
berani Bee Tie mengganggu kesenangannya Kim-coa Gioklie
ini, maka ia hanya berkata dengan suara penuh rasa
kasih sayang.
"Ya. Entah Giok. kau tidurlah dahulu. Sekarang kita
sudah tidak usah takut kepada siap pun juga."
Kim-coa Giok-lie hanya membalas dengan
senyumannya, ingin sekali ia menggerakkan badannya
untuk bangun sendiri, tapi akibatuya ... Sakit yang masih
belum hilang betul sudah terasa kembali olehnya. Ia
meringis dan wajahnya menjadi pucat pasi. Dengan napas
tersengal sengal ia berkata.
"Adik Tie, janganlah kau coba membohongi aku.
Lekaslah katakan padaku, dimana sekarang ini suhuku
berada.”
"Ia masih berada di depan pintu itu dan tidak mau
kemari!" terpaksa Bee Tie dengan tidak berdaya barus
mengatakannya juga, kepada Encie Gioknya.

Kim-coa Giok-lie menggeleng-gelengkan kepalanya,
diantara sela sela matanya kembali sudah mangeluarkan
beberapa butir air mata dengan rasa takut ia berkata.
“Lekas kau pondong masuk kedalam! Lekas! Mungkin
dia akan segera datang kemari."
Bee Tie sudah menurut dan mengangkat tubuhnya,
sambil menunjuk ketempat disebelah kiri Kim-coa Giok-lie
kembali berkata.
"Dorong! Doronglah dengan sekuat tenaga.”
Bee Tie maju selangkah, mendorong dengan keras
kearahnya tembok batu tersebut, yang ditunjuk oleh Kimcoa
Giok-lie dan betul saja tak selang berapa lama terlihat
satu pintu yang terbuka dengan sendirinya. Cepat Bee Tie
masuk kedalamnya.
Ternyata dibaliknya pintu batu ini keadaannya sangat
gelap, tetapi masih terdengar suaranya Kim-coa Giok-lie
ingin yang menyuruhnya berjalan terus kedepan.
"Terus, maju terus. Jika suhu tidak masuk sudah tentu
kita tak usah takut.”
Bee Tie maju dengan langkah lebar, setelah berjalan kirakira
hampir tiga kaki jauhnya, kembali terdengar Kim-coa
Giok-lie berkata pula padanya.
"Adik Tie, apa kau tak merasa lapar? Jika kita berjalan ke
kiri sedikit itu adalah tempatnya suhu membikin obat dan
ruangan dapur dari golongan Ular Mas kita dan ke kanan
yang agak jauh adalah jalan yang menuju ke arah Pintu
Terlarang, ditempat itu semua orang tak diperbolehkan
masuk. Sekarang pergilah kau ke dapur untuk memperoleh
makanan terlebih dahulu, baru masuk kedalam Pintu
Terlarang dan sembunyi disitu.

Bee Tie sudah menuruti segala perkataannya, ia
membelokkan arahnya ke kiri dan betul saja terdapat
ruangan obat-obatan yang penuh dengan gelantungan
banyak bermacam macam ular. Setelah lewat dari ruangan
obat-obatan tersebut, lalu terlihat suatu ruangan yang
dipergunakan untuk ruangan dapurnya golongan ular Mas.
Tapi diantara dua ruangan ini masih terdapat lorong sempit
yang entah menuju kemana. Bee Tie menjadi heran, maka
ia segera menanya.
"Enci, Giok, kemanakah tembusan jalan lorong ini?"
"Inilah jalan yang menuju kearahnya ruangan batu yang
pertama kau masuki tadi. Sudah jangan banyak tanya lagi.
Lekaslah kau ambil makanan untuk kita makan bersama
nanti.”
Bee Tie sudah segera masuk kedalam dapur dan
menyediakan makanan yang kira-kira cukup tahan selama
tiga hari untuk makan mereka berdua. Setelah itu, ia sudah
akan segera kembali lagi.
Mendadak terdengar satu suara Krek, kreknya pintu
yang sedang dibuka, dan dari lorong kecil tadi sudah
terlihat samar samar bayangannya Kim-coa Jing-lIe-yang
sedang menuju ketempat sembunyi mereka."
Tapi karena Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie berada
didalam kegelapan, maka Kim-coa Jing-lie lidak dapat
melihat mereka sehingga Bee-Tie dan Kim-coa Giok-lie
berdua dengan leluasa sudah dapat segera balik ketempat
tadi lagi lain membelok ke kanan, betul saja disana sudah
terdapat satu pintu bundar lagi. Cepat cepat Bee Tie
mendorong pintu ini tetapi tidak bergeming sedikit pun.
Oleh karena takut dipergoki oleh Kim-coa Jing-lie, maka
ia tidak berani mendorong terus dengan kekerasan, hingga
pintu tetap tidak dapat terbuka.

"Golongan Ular Mas tidak memperbolehkan semua anak
muridnya masuk kedalam Pintu Terlarang ini. Rasanya
besar sekali kemungkinannya kedua Sucouku dulu pernah
di kurung disini. Pikir Bee Tie didalam hatinya.
Ia sudah mendorong sekali lagi tetapi tidak berhasil juga.
Tapi sewaktu ia mendorong untuk yang ketiga kalinya,
pintu itu dengan mudah sudah terbuka. Berbareng satu
suara tertawa dinginnya Kim-coa ciangbun terdengar, yang
entah sejak kapan tidak mereka ketahui datangnya
Ciangbun ini lantas berkata.
"Inilah tempat simpanan mayat kedua sucoumu dulu.
Pergilahkau ke sana juga untuk menemaninya.”
Dibarengi oleh satu dupakan yang tepat sekali telah
mengenai bebokong, Bee Tie terpentallah rubuh pemuda ini
kedalam tempat terlarang. Tidak jauh dari tempat
terjatuhnya ia tadi terdapat satu tengkorak hitam yang
sedang duduk bersila.
Berbareng waktu itu juga satu bayangan orang tampak
berkelebat. Ternyata Kim-Coa ciangbun telah masuk kesitu
juga, dengan dingin ia berkata pula.
“Sejak dulu, belum pernah ada satupun orang luar yang
dapat meninggalkan Siok-lie-hong ini dalam keadaan hidup,
Apa kau kira sucoumu It Han siang-jin itu dulu pulang
sendiri dari sini? Hm, hm. Akulah yang mengantar
mayatnya kembali kedalam Cee-thian ini sampai setengah
tahun dan aku memaksa ia untuk mengeluarkan ilmunya
Kiu-teng-kang, tapi ia terus menerus berkepala batu tidak
mau melulusi perminta dariku, maka akhirnya ia mati juga
dibawah pagutan ribuan ular ularku."
Kim-coa ciangbun sudah memandang ke arahnya itu
tengkorak hitam yang duduk bersila tadi dan mulai berkata
lagi.

"Yang ke dua jauh lebih lucu lagi. Dengan
kepandaiannya Susiok coumu itu yang hanya sebegitu saja,
sudah berani coba-coba naik keatas puncak Siok-lie-hong ini
dan akhirnya ia juga mengalami nasib yang sama, tidak
dapat terlepas dari hukuman Pagutan ribuan ular emas
kita.”
Bee Tie dengan menahan rasa sakitnya masih terus
memondong tubuhnya Kim-coa Giok-lie. Ia sudah lantas
mengeluarkan bentakannya.
"Aku bersumpah kepada langit dan bumi untuk
membalaskan sakit bati kedua sucouku selama aku masih
hidup.”
Kim-coa ciangbun hanya tertawa berkakakan melihat
tingkah laku Bee Tie.
“Kalian berdua juga akan segera merasakan bagaimana
enak rasanya Pagutan ribuan ular mas kita disini. Dengan
cara bagaimana kau akan dapat membalas dendam untuk
ke dua sucoumu itu?”
Terlihat Kim-coa ciangbun sudah memandang kembali
kearahnya dinding tembok tadi dengan tidak sadar Bee Tie
juga sudah menuruti memandangnya dan ada yang
dilihatnya ketika itu ternyata disana terdapat banyak sekali
lubang-lubang kecil yang tidak diketahui untuk apa
kegunaannya.
Tapi jika ia memikirkan kembali kata-katanya Kim-coa
ciangbun tadi, dengan tidak terasa Bee Tie sampai bergidik
juga bulu tengkuknya, pikirnya.
"Bagaimana jika ia mengurungku juga di sini, kemudian
melepaskan ular-ular masnya dari lubang lubang kecil itu?
Beberapa ekor ular mas saja sudah sukar sekali untuk

dilayani, apa lagi jika berbareng sampai ribuan ekor
banyaknya?"
Bee Tie sudah menjadi nekat dan ia membentak.
"Aku akan mengadu jiwa denganmu di sini."
Tapi biar bagaima Bee Tie sudah terluka, mana dapat ia
menandingi Kim-coa ciangbun yang lihay ilmunya ini? Dan
lagi itu ketua Go-tongan Ular Mas itu yang tadinya juga
sedari tadi sudah dapat menduga apa yang diperbuat oleh si
anak muda setelah mendengarkan kata-katanya tadi. Maka
sebelum Bee Tie dapat berbuat suatu apa, tubuh pada
bagian bawah pinggangnya sudah terasa lemas semua,
tertotok oleh kebutannya Kim-coa ciangbun yang masih
tertawa dingin acuh tak acuh.
"Aku sengaja memberikan kemerdekaan pada bagian
atas tubuhmu agar kau dapat menggunakan kedua
tanganmu untuk menolak serangan-serangannya ribuan ular
mas ku."
Lalu dengan membalikkan badannya ia sudah berkata
lagi.
"Itu semua makanan juga boleh kau bawa serta atau
serahkan saja pada ribuan ular yang akan segera datang
ketempat ini.”
“Gedubrak” pintu batu tersebut sudah ditutup lagi dan
telah dikunci dari luar.
Sedari munculnya Kim-coa Giok-lie sedari tadi tidak
pernah mengucapkan sepatah katapun, begitu melihat
gurunya sudah meninggalkan mereka berdua baru mulai
berkata.

“Adik Tie, kulihat perbawamu keras sekali. Tapi
akhirnya kau toh harus menyerahkan dirimu juga dengan
pagutannya ribuan ular mas ini?”
-oo0dw0oo-
JILID 14
BEE Tie tidak menyangka bahwa Kim-coa Giok-lie
dapat mengatakan kata-kata yang semacam itu didalam saat
yang segenting ini, maka dengan marah ia berkata.
“Encie Giok, apa artinya semua kata-katamu tadi? Apa
kau menyuruh aku menundukkan kepala dibawah kakinya
suhumu yang jahat itu .”
Kim-coa Giok-lie menghela napas.
"Adik Tie, dari sebelumnya aku sudah menyuruhmu
pergi dari sini, tapi kau tetap membandel terus dan tidak
mau mendengar kata-kataku. Bagi diriku mati masih tiada
persoalannya, tapi sayang sekali jika kaupun harus turut
menjadi korban juga."
Saat itu Bee Tie sudah menjadi tidak sabaran.
“Encie Giok, janganlah kau mengucapkan kata-kata
yang semacam ini lagi. Jika aku takut mati pun, sudah tentu
aku tidak nanti mau datang kesini. Kematianku masih tidak
perlu untuk disayangkan Encie Giok, bagaimanakah
dengan lukamu sendiri?"
Kim-coa Giok-lie sudah memeramkan kedua matanya
mempasrahkan diri pada yang kuasa dengan acuh tak acuh
ia berkata.
"Kematian kita berdua sudah berada didepan mata. perlu
apa lagi untuk memeriksa luka segala?"

Bee Tie memandang kearahnya tembok yang penuh
dengan lubang-lubang kecil tadi, dilihatnya beberapa ekor
ular yang bewarna kuning mas satu persatu mulai
menongolkan kepala. Bee Tie yang segera dapat ingat
bahwa dikantongnya itu masih ada obat penahan racunnya
ular-ular ini sudah segera dikeluarkan dari kantongnya dan
dibagi dua, sebagian sudah dimakan olehnya sendiri dan
sebagian lagi sudah diserahkan kedalam tangannya Kimcoa
Giok-lie.
Kim-coa Giok-lie menuruti saja gerakan kawannya dan
memakan obat penahan racun. Tapi ia yang telah cukup
tahu akan kelihayannya ular-ular mas ini masih tidak
segembira seperti dirinya Bee Tie betul mereka mempunyai
obat penahan racunnya untuk menahan gigitan ular-ular
itu, sudah tentu saja jika hanya beberapa ekor ular saja
memang masih tidak usah dikuatirkannya, tapi jika ratusan
atau ribuan banyaknya ular mas ini sekali datang secara
mendadak dan menyerang mereka semua, biarpun tidak
terkena racun dari mereka tetap saja akan habis digerogoti
oleh ribuan ular kecil itu.
Bee Tie tidak mau berpikir panjang-panjang seperti
kawannya ini, ia sedang memperhatikan gerakangerakannya
beberapa ekor tadi, begitu melihat ular-ular ini
saling susul mendekati dirinya, dengan sebat sekali ia sudah
berhasil menangkap salah seekor yang terdekat dengan
tempatnya. Dengan hanya sekali pencet saja tamatlah
riwayatnya ular yang malang itu.
Pikirannya Bee Tie dengan secara tiba-tiba saja telah
terbuka ia ingat betul bahwa nyalinya ular mas ini
mempunyai khasiat besar sekali bagi orang yang terluka.
Maka dengan tidak berpikir panjang lagi ia sudah membuka
mulutnya sendiri menggigit perut ular tadi dan tak berapa
lama keluarlah nyalinya yang berwarna hijau tua.

Dengan cepat Bee Tie sudah mengulurkan sebelah
tangannya menyambuti nyali ular tadi yang segera
disodorkan kedepannya Kim-coa Giok-lie.
“Enci Giok, makanlah ini." Serunya kepada kawannya
yang terluka ini.
Kim-coa Giok-lIe-yang melihat kejadian tersebut sudah
tersadar kembali tiba-tiba semangatnya sudah dapat
dibangunkan kembali dan dengan sekali telan saja
masuklah nyali ular mas ini kedalam perutnya sendiri.
Kepandaiannya Kim-coa Giok-lie tentang penangkapan
ular sudah tentu melebihi dirinya Bee Tie, sebentar saja
sudah ada dua ekor yang dibeset mulutnya dan dimakan
nyalinya.
Bee Tie yang melihat sang kawan sudah dapat bekerja
sendiri ia juga tidak mau ketinggalan dalam perlombaan
memakan nyali ular ini, dengan sebat sekali ia juga telah
dapat menelannya beberapa nyali lagi.
Tapi ular-ular mas ini semakin lama sudah menjadi
semakin banyak sekali, biarpun mereka makan berpuluhpuluh
tetap saja masih tidak ada artinya. Dikaki mereka
sudah terkena gigitannya beberapa ekor, betul mereka telah
memakan obat penahan racunnya, tapi bekas gigitan ular
ular itu yang telah mengeluarkan banyak darah terasa sakit
sekali.
Bee Tie dengan sekaligus telah dapat memakan belasan
nyali ular dan meneriaki kawannya.
"Enci Giok. percuma saja usaha kita ini. Usahakanlah
bagaimana dayanya untuk menahan serangan mereka, baru
nanti perlahan-lahan kita memakan nyalinya lagi.”

Luka dalam Kim-coa Giok-lie meskipun waktu itu sudah
mulai mereda, tapi gigitannya gerombolan ular ini mulai
terasa kembali olehnya.
"Daya apa?" tanyanya.
“Apa kita harus menyerah saja kepada mereka yang
akan menggerogoti kita terus menerus.”
"Adik Tie, apa kau telah menganggap bahwa kematian
kita ini sengsara." Kim-coa Giok-lie masih coba untuk
tertawa, sambil menyenderkan kepalanya diatas pudlak si
pemuda ia berkata lagi? ”Tapi aku tidak menganggapnya
sengsara, aku sudah menyerahkan jiwa kita bersama-sama
disini? Adik Tie, gendonglah aku sekali lagi seperti tadi,
mati pun aku tidak akan merasa kecewa."
Perlahan-lahan Kim-coa Giok-lie sudah
merapatkan.kedua matanya kembali dan mulailah ia
menyanyikan lagu lagu kesukaannya. Ia sudah tidak
memperdulikan pagutannya pada ular lagi yang semakin
dimakan nyalinya semakin bertambah banyak saja.
Setelah ia melagukan beberapa patah kata, tiba-tiba ia
menghentikannya dan mendekati mulutnya ke kuping Bee
Tie ia berkata dengan perlahan sekali.
"Adik Tie, inilah lagu lagu yang oleh ibuku sering
diperdengarkan dimasa kecilku. Jika sewaktu waktu aku
mengalami kesusahan atau penderitaan, setelah aku
menyanyikan lagu-lagu ini, lenyaplah semua kesusahan
atau penderitaanku itu. Dan Kau? Apa ibumu pernah
mempelajari lagu lagu sepeni ini juga. Adik Tie, kau
turutlah menyanyikannya. biar kita nanti mati bersamasama
disini dengan puasnya.”
Bee Tie sampai bengong saja mendengar kata-kata yang
sangat mengharukan hati ini, dengan tidak terasa lagi

olehnya air matanya telah mengucurkan keluar membasahi
pipinya.
Tapi Kim-coa Giok-lie seperti telah melupakan semua
apa yang ada disekitarnya, berulang kali ia asyik
membawakan lagu masa kecilnya.
Tiba tiba Bee Tie telah merasakan bahwa serangannya
ular-ular mas tadi sudah seperti mulai sedikit berkurang, ia
melongok kebawah dan dilihatnya puluhan ekor ular mas
yang terdekat sedang mendongakan kepala mereka sedang
turut mengikuti nada lagu-lagu tadi dengan lidah mereka
dileletkan keluar masuk diantara mulut-mulutnya yang
kecil.
"Pantas saja serangan mereka sudah tidak sehebat seperti
tadi, ternyata bukan sedikit dari mereka yang senang juga
akan musik.” Pikir Bee Tie didalam hati.
Tak lama kemudian ia sudah tersadar dari lamunannya
dan menanya kepada Kim-coa Gioa-lie.
"Encie Giok, apa ular mas tadi suka juga akan lagu dan
irama!”
Kim-coa Giok-lIe-yang kerjanya setiap waktu hanya
diantara ular-ular mas ini mana ia tidak mengetahui akan
sifat sifat ia, maka ia sudah memanggutkan kepalanya.
Bee Tie sudah menjadi kegirangan sekali dan teriaknya.
"Encie Giok, sekarang ketolonganlah diri kita dari
bahaya ini. Tapi harus menyusahkan dirimu saja yang harus
satu persatu membeset perutnya ular ular ini untuk kita
makan nyalinya."
Dengan tidak menunggu reaksinya dari sang kawan lagi,
Bee Tie sudah segera mengeluarkan suling pemberian dari
ayahnya dan mulai meniupnya.

Ini waktu seluruh Pintu Terlarang ini sudah penuh
dengan ribuan ekor ular mas bahkan masih ada saja yang
keluar dari arahnya lubang-lubang tembok tadi.
Tapi begitu suling pusaka Bee Tie ditiup dengan
membawakan lagu-lagunya, semua ular-ular tadi sudah
terdiam semua, tidak mau menyerang lagi mereka hanya
menggoyang-goyangkan kepala dan melelet-leletkan
lidahnya ditempatnya masing-masing, satupun sudah tidak
ada yang mau bergerak atau menyerang orang lagi.
Seluruh ruangan itu sekarang penuh dengan Sinar kuning
mas yang mengkilat-kilat disertai dengan suara suling
sedang membawakan lagu-lagunya.
Kim-coa Giok-lie-yang tadinya sudah mulai menyerah
kalah dan putus harapan terhadap serbuaunya ribuan ular
tadi kini telah mendapat harapan untuk hidup kembali,
dengan perlahan-lahan dihampirinya ular-ular itu,
kemudian satu persatu dibeleknya perut ular-ular tadi untuk
diambil nyalinya dan satu persatu pula dimakannya.
Ia menengok kearahnya Bee Tie yang sedang meniup
suling, setelah diperhatikannya sekian lama, ia telah
mendapatkan suatu caranya untuk membagi sebagian dari
nyali ular mas tersebut.
Ternyata biar bagaimanapun pendeknya lagu suling itu,
orang toh akan bernapas juga, maka sewaktu-waktu
dilihatnya Bee Tie menyedot hawa napas, dengan
menggunakan waktu yang sependek ini ia sudah
menjejalkan nyalinyali ular mas tadi.
Untuk memakan nyalinya ular mas yang amis ini,
memang bukannya hal yang gampang sekali untuk
dilakukan, apa lagi Bee Tie tidak boleh menahan lagu
sulingnya agar diantara gerombolan ular tidak ada yang
akan menyerang mereka lagi, maka ia hanya “Ketaglak”

“Ketegluk” saja menelannya nyalinyali ular yang diberikan
oleh Kim-coa Giok-lie tadi.
Suling hitam ditiup terus olehnya, nyali ular mas satu
persatu dimakan bergantian oleh mereka berdua dan
dengan sendirinya kepandaian dan tenaga mereka juga
bertambah besar beberapa kali lipat.
Karena latihan tenaga dalamnya telah bertambah dengan
sendirinya gerakannya Kim-coa Giok-lie semakin lama
semakin gesit saja, dan lagunya suling dari sipemuda pun
semakin lama semakin nyaring sekali.
Ular tadi yang mendengar lagu yang ditiup dengan
tenaga latihan yang sedalam ini badannya sudah mulai
lemas semua. Kim-coa Giok-lie semakin enak saja
membelejeti perut-perutnya ular-ular ini.
Biarpun mulurnya Bee Tie tidak henti-hentinya meniup
suling hitamnya, kadang-kadang diselingi juga oleh
operannya nyali ular diri Kim-coa Giok-lie-yang segera
terus ditelannya. Tapi matanya tidak henti-hentinya melihat
kesasa sini dan menanya dirinya sendiri.
"It Han sucou telah terkurung setengah tahun lamanya
didalam ruangan Pintu Terlarang ini, apa betul ia tidak
mencatat itu ilmu yang disebut Kiu-teng Ciu-keng di sini?
Mungkin itu waktu siapa juga tidak ada yang tahu bahwa
Kiu-teng ciu-keng berada di situ sembilan tiang batu tapi
apa ia tidak sayang jika tidak mencatat itu pelajaran yang
hanya berada didalam dirinya sendiri?"
Ia memperhatikannya lagi keadaan disekeliling ruangan
ini batu batu disekitar atas kepalanya dan tiba-tiba matanya
yang sudah menjadi tajam luar biasa sudah dapat melihat
sebuah tulisan “Kiu” yang sangat kecil sekali yang terlihat
hanya samar-samar.

Saking girangnya ia sampai lupa untuk menguasai
nadanya suara suling, sehingga suara suling melengking
tinggi sekali pekikan ular terdengar disana sini dan puluhan
ekor ular yang tidak tahan menerima lengkingan ini sudah
pada menggletak mati karenanya.
Kim-coa Giok-lie menjadi kaget dan menjerit.
"Adik Tie, pertahankanlah sedikit tiupannya sulingmu
itu atau semua ular yang berada disini akan mati semua
terkena tiupan suling itu.”
Kim-coa Giok-lIe-yang lebih tahu akan asal datangnya
ular mas ini maka merasa sayang juga jika sampai
termusnah semua.
Sebetulnya dengan perut mereka berdua waktu itu sudah
mulai merasa tidak tahan untuk diisi lagi dengan nyali ular
mas lagi. Bee Tie seperti sedang mencari bintang-bintang
dilangit saja terus meneliti pada huruf huruf kecil yang
banyak terdapat di atas dinding batu dalam ruangan itu.
Tadi karena banyak dan kecilnya huruf huruf tersebut,
maka matanya masih sukar sekali untuk membacanya.
Sebagai seorang yang pintar dan cerdas, sebentar saja
Bee Tie sudah dapat mengetahui akan caranya mencari
permulaan kata-katanya. Didalam hatinya ia terus berpikir
sendiri.
"Jika betul huruf-huruf ini “Kiu-teng cin keng adanya
sudah tentu kata-kata yang permulaan terdiri dari huruf
“Kiu” tadi jika aku telah mendapatkan rahasia kata-kata,
Kiu, teng cin keng, huruf ini sudah tentu dengan sendirinya
akan dapat terbaca semua.
Akhirnya diujung kiri ia telah berbasil mendapatkan
huruf ‘Teng’ dan diujung kanan ia juga telah mendapatkan
huruf ‘Cin’ dan akhirnya itu huruf. Cin dan akhirnya di

huruf ‘Keng’ terdapat yang di tembok sebelah kirinya
dengan tulisan yang termiring-miring.
Hatinya Bee Tie sudah mulai sedikit tergerak.
”Apa huruf ini diatur menurut jejaknya telapak, kaki
yang berada di atasnya sembilan tiang batu?"
Dengan mengikuti arah telapak telapak yang pernah
diapalkannya diatas sembilan batu dipuncaknya Kui-tenghong,
Bee Tie sudah dapat mulai membaca huruf hnruf
tersebut.
”Kiu teng cin-keng, Goan yang-sin-thian Hian-im Tok
tho, Cin-ceng-pek-hay, Khie koan ho-gak, It-teng tan sim
soa-siang, Jie teng-ang-ho-keng-kaan, San-teng giok thotiang-
kiiuw, S»e-teng-hui-bee-pun-pun ...
Bee He sudah menjadi kegirangan sekali karena
membaca kata-kata ini yang menpunyai arti ... Tiang
pertama Perahu terpendam dipadang pasir. Tiang ke dua
Burung terbang melewati benteng. Tiang ketiga Kelinci
lompat keseberang kali. Tiang keempat Kuda
terbang tidak menggerakan kakinya ...
Biarpun Bee Tie tidak paham apa yang diartikan dengan
kata-kata ini, tapi ia membaca Tiang pertama, tiang kedua
... dan selanjutnya. sudah tentu saja inilah Kiu teng-cin
keng yang sedang dicarinya. Maka dengan tidak
memperdulikan artinya lagi ia membaca terus sehingga
lebih dari setengah jam lamanya, bahkan semakin dibaca
semakin terpusat pikirannya, dan akhirnya ia telah terlupa
akan semua bahaya yang sedang dihadapinya.
Masih untung yang itu waktu gerombolan ular tadi
sudah boleh dikatakan hampir mati semua walapun masih
terdapat beberapa ekor disana yang masih hidup tapi kini
mereka semua sudah terlepas tak berdaya?"

Kim-coa Giok-lie mempelejeti lagi seekor nyali ular mas
yang segera disuapkan kedalam mulutnya Bee Tie dan ia
berkata.
"Adik Tie, aku sudah tidak kuat untuk memakannya lagi.
Bagaimana, apa kau masih suka memakan nyali ular mas
kita lagi?”
Bee Tie yang sedang memusatkan seluruh pikirannya
diatas Kiu-teng cin-keng mana dapat mendergar
pertanyaannya. Kim-coa Giok-lie menjadi kaget, dengan
mendorong tubuh kawannya ia berkata.
"Hei, kau ini mengapa?”
Bee Tie masih seperti tidak merasa saja. tidak lama lagi
ia malah duduk bersila mengatur jalan pernapasannya.
Kim-coa Giok-lIe-yang ketika itu sudah dapat merasakan
adanya sesuatu apa-apa di sana iapun sudah turut
memandang ke dinding atas sana dan dilihatnya itu huruf
hnruf sangat kecil sekali yang tidak teratur seperti semut
saja banyaknya. Di pandangnya sekali
lagi Bee Tie yang waktu sudah mulai berseri seri, perlahanlahan
masih terdengar ocehannya dari pemuda ini.
“Enci Giok keluarkan telapak tanganmu ke mari."
Kim-coa Giok-lie menurut dan menyodorkan telapak
tangannya kearah si pemuda. Begitu membentur telapak
tangannya, ia sudah merasakan hawa panasnya yang keluar
dari telapak tangan Bee Tie yang terus memasuki tubuhnya,
ia menjadi kaget dan terdengar Bee Tie mengoceh lagi.
“Hian-im sia Hiaig. Khic-na-tan thian, lekas kau
gunakan kawanmu melatih diri."

Betul saja Kim-coa Giok-lie sudah menuruti apa yang
dikatakan oleh kawannya tadi dan seluruh ruangan Pintu
Terlarang kini sudah menjadi sepi sekali.
XVI HEK-IE SIN-KUN NAIK KE ATAS PUNCAK
SIOK LIE HONG
DIBAWAH puncak Siok lie hong didaerah pegunungan
Hoa-san terlihat dua bayangan yang sedang berlari larian
dengan kecepatan yang luar biasa sedang menaiki Puncak
Siok-lie-hong ini. Dari kejauhan sudah terdengar suara
teriakan mereka.
"Kong sun Yan dari gunung Tiang-pek dengan mengajak
murid keponakan Lie Pung datang menyambangi Kim-coa
ciangbun untuk menepati janji.”
Inilah suaranya Hek-ie Sin-kun dari Tiang-pek yang
terdengar nyaring sekali.
Diatas puncak Siok-lie-hong berdiri Kim-coa ciangbun
yang disertai Kim-coa Jing-lie. Dengan tertawa dingin Kimcoa
ciangbun berkata pada muridnya ini.
"Betul betul ia berani pula naik kemari? Kita tidak dapat
terlalu memandang rendah padanya.” Kim-coa Jing-lie
dengan hormat menyahut perkataan gurunya.
"Hek-ie Sin-kun adalah salah satu tokoh ternama dari
daerah Tiongkok Utara."
Kim-coa ciangbun memanggutkan kepalanya, kemudian
ia memekik tiga kali. Sebentar saja seluruh puncak Siok lie
hong ini sudah mulai ramai dengan suara ular yang datang
dari sana sini sudah berkumpul disekitarnya Kim-coa
ciangbun dan Kim-coa Jing-lie berdiri.
Hek-ie Sin-kun sebelum mengunjukan muka ia juga
sudah dapat melihat sedemikian banyaknya sinar kuning

mas yang berkelebat disana sini, dengan mengalihkan
pandangannya kearah orang yang berada disebelahnya ia
berkata.
”Dalam soal mengurus rombongan ular mas ini Kimcoa-
ciangbun memang mempunyai kepandaiannya yang
tersendiri.”
Tapi sebelum keponakan muridnya si raksaksa Lie Cie
Pung belum dapat menjawab suatu apa, atau sudah
berkumandang satu suara yang manis sekali!
“Hanya beberapa gelintir ular kecil ini saja aku masih
dapat menguasainya ,"
Hek-ie Sin-kun mengkerutkan keningnya, dengan hanya
sekali loncatan saja ia sudah menyusul ke sana dan
menanya.
“Orang pandai dari mana yang siap untuk membantu
kita?"
Tapi tidak terlihat olehnya seorangpun juga dan tidak
terdengar suara tuanya lagi, Hek-ie Sin-kun yang ternama
kecuali pada tiga hari dimuka yang telah mengadu kekuatan
seri dengan Lee Thian Kauw, belum pernah ia dikalahkan
oleh siapapun juga!” mendengar kata-kata orang tadi yang
tidak dapat diketahuinya, ia sudah menjadi sedikit
mengkirik juga.
"Didalam rimba persilatan, siapakah orangnya yang
menpunyai kepandaian semacam itu? Biarpun Hek-ie Sinkun
sudah banyak pengalaman dalam dunia kangouw dan
pengetahuan umumnya telah luas tapi tidak urung ia masih
tidak dapat menduga siapa orangnya yang seperti mau
membantunya ini. Maka ia sudah meneriaki dan sekali lagi
menanya.

"Orang pandai dari mana yang siap akan membantu?
Mengapa tidak mau memperlihatkan wajah aslinya.”
Tapi ia tidak dapat berpikir panjang-panjang sebab pada
waktu ini Kim-coa ciangbun sudah memanggil kearahnya.
"Kong-sun Yan, tidak percuma kau menjadi orang yang
ternama dan berani naik ke atas Siok-lie-hong ini juga.
Silahkan naik ke atas Siok-lie-hong sudah lama kita menanti
disini.”
Hek-ie Sin-kun, Kong-sun Yan yang ragu-ragu untuk
menghadapi ular yang sebanyak ini suda menyahutinya dari
bawah puncak.
"Kong-sun Yan tidak berani dengan lancang membikin
rusak pagar ularmu ini."
Kim-coa ciangbun tertawa dingin.
"Aku yang telah memerintahkan naik, ular mana yang
berani mengganggu dirimu lagi.”
Hek-ie Sin-kun memandang kearahnya si raksaksa
sebentar dan ia berkata.
"Mari, kita sama-sama naik keatas sana?"
Biarpun ia berkata secara ini, tapi dengan mendahului
keponakan muridnya ia sudah lompat keatas puncak Siok
lie hong dan telah berdiri dihadapannya Kim-coa ciangbun.
Dengan hormat ia menyapa.
"Atas perhatiannya ciangbun jin yang telah memberikan
nyalinya ular mas, disini Kong-sun Yan menghaturkan
terima kasih.”
Kim-coa ciangbun hanya tertawa dingin.

"Diantara golongan Ular Mas dan Tiang-pek-pay tidak
pernah terjadi bentrokan suatu apa, mengapa kau ini berani
mengganggu muridku?”
Ternyata Kim-coa Sin-lIe-yang telah gagal membunuh
Bee Tie dengan menggunakan jarum-jarum beracunnya
didalam kota Lok-yang karena gara-garanya joli yang
ditumpangi oleh Hek-ie Sin-kun maksud jahatnya tidak
berhasil ia merasa tidak puas dan mengadu kepada gurunya
yang sangat memanjakannya.
Hek-ie Sin-kun yang gara garanya hanya soal yang
sekecil ini saja sudah membuka suaranya lagi dengan
tenang.
"Itu hanya kejadian kebetulan saja dan bukan sengaja
mau mengganggu pekerjaannya muridmu."
Tapi jika mengingat bahwa beberapa orang muridnya
telah terbinasa juga dibawah jarum beracunnya Kim-coa
Sin-lie ia menjadi sengit dan menanya.
"Biarpun demikian, aku Kong-sun Yan tak pernah
melukai murid kesayangannya itu. Tapi mengapa kau
membiarkan saja muridmu membunuh-bunuhi beberapa
muridku yang tidak berdosa?"
Kim-coa ciangbun tertawa dingin.
"Apa kau tahu akan peraturannya Siok-lie-hong kita
disini?"
"Tidak tahu."
"Siapa yang berani naik keatas puncak Siok-lie-hong.
sudah pasti akan mati disini." Dengan perlahan-lahan dan
tegas,” Kim-coa ciangbun telah memberikan penjelasanpenjelasannya.
Hek-ie Sin-kun tertawa berkakakan.

"Tapi aku datang kemari hanya atas undanganmu
sendiri."
Kim-coa ciangbun tak mau banyak debat lagi,
kebutannya sudah segera dikeluarkan mengepret kearah
muka Hek-ie Sin-kun.
Hek-ie Sin-kun yang sudah cukup tahu sampai dimana
akan kekejamannya ketua dari golougan Ular Mas ini.
sendari tadi sudah siap sedia untuk menghadapi segala
kemungkinan yang akan terjadi. Maka begitu melihat
senjata istimewanya orang dikeluarkan ia sudah tertawa
berkakakan dan ia juga tidak mau ketinggalan menyerang
merebut kedudukan yang lebih menguntungkan bagi
dirinya.
Ramailah dua orang ini bertempur diatas Siok-lie-hong.
Dibawah puncak Siok-lie-hong ini, diwaktu yang
bersamaan juga sedang naik kesini delapan orang pengemis
yang berada dibawah pimpinannya si Pengemis Sakti dari
perkumpulan pengemis. Dengan mengajak dua orang
anaknya Ie Ceng Kun dan Ie Siaw Yu. disertai dengan lima
pengemis Kim-ie Sin-kay yang akhli dalam soal cara
menangkap ular mereka sudah mulai naik keatas puncak
Siok lie-hong ini.
Sebentar saja mereka sudah sampai diatas puncak Sioklie-
hong, ditempat mana Hek-ie Sin-kun dan Kim-coa
ciangbun sedang mengadu jiwa mati-matian, dengan
serentak delapan orang ini sudah berpencaran mengambil
sikap mengurung.
Kim-coa ciangbun mulai merasakan kekurangan tenaga
orangnya untuk melawan musuh-musuhnya. dengan keras
ia membentak kearah lawannya.
"Berhenti.”

Hek-ie Sin-kun menghentikan serangannya dan tertawa.
"Ciangbunjin ada perintah apa?"
Tapi tidak disangka akan kelicikannya Kim-coa ciangbun
yang memang terkenal luar biasa sekali, dengan
menggunakan kelengahannya Hek-ie Sin-kun ini ia telah
lompat mundur sambil melepaskan jarum berbisanya dan
beterbangan diudara seperti belalang banyaknya.
Jarum-jarum beracun ini tidak hanya mengarah Hek-ie
Sin-kun saja, masih ada sebagian lagi yang juga mengarah
dirinya delapan pengemis tadi yang disertai dengan tertawa
dinginnya Kim-coa ciangbun.
"Siapa yang berani naik ke atas puncak Siok lie-hong,
inilah bagiannya.”
Biarpun Hek-ie Sin-kun tidak pernah menyangka akan
kelicikan lawannya, tapi biar bagaimana juga sebagai
seorang yang ternama apalagi setelah mendapat setengah
dari bagi an Kiu-teng-cin-keng yang baru saja didapatinya,
maka dengan mudah jarum jarum beracun itu telah dapat
dipukul jatuh semua.
Si Pengemis Sakti Berjari Sembilan yang memang telah
siap siaga sambil tertawa berkakakan ia mengebutkan
lengan bajunya menjatuhkan semua jarum jarum beracun
yang mengarah dirinya juga. Demikian juga halnya dengan
tujuh orang pengemis lainnya.
Masih terdengar suara tertawa dinginnya Kim-coa
ciangbun yang telah melepaskan jarum-jarum beracunnya
itu tadi.
"Pengemis tua, jika tidak membawa lima orang Kim-cie
Sin-kay ini, sudah tentukau juga tidak berani naik
ketempatku yang penuh dengan ribuan ular.”

"Maka tahulah kau akan kelihayannya golongan
Pengemis sakti sekarang ini?" Ie Tong Seng menyahutinya.
Begitu mendengar suara ini, maka tahulah kini Hek-ie
Sin-kun siapa orangnya yang tadi telah berkata padanya.
Maka ia sudah berkata lagi dengan girangnya.
"Apa saudara Ie-yang tadi mengucapkan kata-kata
dibawah puncak Siok-lie hong ini."
Belum juga Ie Tong Sen dapat memberikan suatu
jawabannya atau tiba-tiba sudah terlihat Kim-coa ciangbun
menggerakkan tangannya lagi menabur jarum jarum
beracunnya yang terlebih banyak dari yang tadi.
Hek-ie Sin-kun. Ie Teng Sen, Ceng Kun. Ie Siauw Yun
dan dua pengemis Kim ie Sin kun kesemuanya
berkepandaian cukup tinggi sudah dapat menghindari
jarum-jarum beracun tadi. tapi dua orang dari Kim-ie Sin
kay yang lainnya lagi, karena lengahnya mereka sudah
tidak dapat menghindari lagi dari serangan yang sangat
jahat ini dan mereka telah terkena racunnya ular mas
sehingga mati disekitar itu juga, Hek-ie Sin-kun yang sudah
marah sekali melihat kelicikannya Kim-coa ciangbun ini
sudah berteriak lagi.
"Saudara Ie, mari kita bersama-sama menyingkirkan
musuh kita ini,"
Dengan tidak menunggu penyahutan Ie-Tong-Sen lagi ia
sudah mendahului menyerang kearahnya Kim-coaciangbun.
Melihat keadaan yang tidak menguntungkan bagi
gurunya sendiri, maka Kim-coa Jing-lie meneriaki sucienya
Kim-coa Sin-lie.
Betul saja Kim-coa Sin-lIe-yang telah kehilangan sebelah
matanya keluar dari dalam gos batu tempat golongan Ular

Mas untuk memberikan bantuan tenaga pada Guru dan
sumoynya.
Tapi si raksasa dari Tiang-pek Lie Cie Pung sudah tentu
tidak mau tinggal diam dan ia segera menyambut
serangannya Kim-coa Sin-lie ini.
Ie Ceng Kun dan Ie Siauw Yu dua saudara juga tidak
berpeluk tangan saja mereka juga telah menyambuti
kedatangannya Kim-coa Jing-lie.
Ramailah pertempuran dalam tiga rombongan ini diatas
puncaknya Siok-lie Hong.
Kim-coa Ciangbun biarpun telah mendapatkan
bantuannya dua orang muridnya ini, tapi masih tak dapat
menarik keuntungannya. Apa-apa lagi dipihak lawan masih
ada Ie Tong Sen beserta tiga orang dari Kim-ie Sin kay yang
belum maju, maka ia sudah memekik keras untuk
memanggil ular-ularnya.
Sebentar saja ditempat itu ramailah suara "Srer” “Srer”
ular yang lebih dari ribuan ekor banyaknya.
Tapi tindakannya ini malah merugikan untuk dirinya
sendiri Ie Tong Sen yang sedari tadi berdiam diri saja
menonton pertandingan, begitu ia melihat bergeraknya
ribuan ular ia segera lompat ke depannya Kim-coa ciangbun
dan memberikan serangannya sehingga kini Kim-coa
ciangbun lantas melayani dua musuh tangguh sekaligus.
Sebentar saja Kim-coa ciangbun sudah tidak berdaya dan
“Tuk” ia telah terkena pukulan bersama dan Hek-ie Sin-kun
dan Ie Tong Sen berbareng.
Hek-ie Sin-kun dan Ie Tong Sen sudah siap untuk
memberikan pukulan tambahan atau rombongan ular sudah
mulai bergelombang akan menyerang mereka atau tiba-tiba
saja satu suara suling yang nyaring garing menggema

diseluruh angkasa telah menjinakkan semua ular yang
berada disitu.
Diatas puncak Siok-lie hong yang sedang penuh dengan
pertempuran-pertempuran. Tiba-tiba telah berkelebat satu
bayangan putih yang segera menghadang dihadapannya
Kim-coa ciangbun dan berkata!
“Harap jiwie cianpwe dapat memberikan keampunan
padanya, boanpwe sebagai muridnya disini menalangi
mengucapkan terima kasihnya kepada jiwie cianpwe.
Ternyata orang yang baru saja datang ini adalah Kimcoa
Giok-lIe-yang telah keluar dari ruangan terlarang. Hekie
Sin-kun dan Ie Tong Sen yang melihat akan kepandaian
gadis baju putih ini yang seperti tak berada dibawah dari
gurunya mana ia berani membenturkan dirinya lagi. Kimcoa
Giok-lie sudah tak memperdulikan terhadap mereka
berdua dan ia telah membalikkan badannya, berlutut
didepan Kim-coa ciangbun dan berkata.
"Suhu ... ”
Kim-coa ciangbun mengangkat kepalanya memandang
kearah muridnya yang telah di usir dari perguruan ini, ia
sudah akan membuka mulutnya mau berkata atau tiba-tiba
membatalkannya.
Suhu," Kim-coa Giok-lie memanggilnya sekali lagi.
“Giok-lie telah menerima budi suhu selama sepuluh tahun
ini lamanya, sehingga sampai mati pun masih tak berani
untuk melupakan budi suhu ini disini Giok-lie
mengucapkan terima kasihnya, tapi golongan Ular Mas kita
memang terlalu jahat sekali, sehingga dunia Kang-ouw
tidak mungkin dapat menerimanya, maka mulai dari hari
ini Giok-lie telah mengundurkan diri dari golongan yang
jahat ini, harap suhu supaya dapat meluluskan permintaan
teecu ini."

Betul saja ia sudah memanggutkan kepalanya sampai
sembilan kali.
Kim-coa ciangbun menendangnya sekali lagi dengan
pandangan yang penuh arti, dengan susah payah ia coba
untuk bangun berdiri Lagi. Ini waktu Kim-coa Sin-lie dan
Kim-coa Jin Lie sudah sama-sama lompat menghampiri
dan membopong diri suhunya di tuntun turun dari-puncak
Siok-lie-hong.
Diantara rombongan ular tadi, perlahan-lahan muncul
seorang pemuda cakap yang memegang serulingnya
ditangan, inilah Bee Tie yang baru saja keluar bersamasama
dengan Kim-coa Giok-lie dari bahaya kematian.
Dari bawah puncak Siok-Iie hong juga kini telah
tertampak tiga bayangan yang setelah datang dekat ternyata
ia adalah Kiauw-Kiu Kong. Si Pedang Tumpul dan Jie
sianseng bertiga.
Begitu melihat kedatangannya tiga orang yang tersebut
belakangan ini. Bee Tie sudah segera memberikan
hormatnya.
"Boan pwee Bee Tie memberi hormat pada kakek
Kiauw, paman Pedang Tumpul dan Jie sianseng!"
Cepat-cepat Kiuw Kin Kong sudah memimpin bangun si
pemuda yang mempunyai harapan untuk masa depan ini.
Jie sianseng juga sudah turut mengeluarkan pujian.
"Aku tidak menyangka akan kepandaianmu yang cepat
telah naik setingkat lebih tinggi lagi."
Disana Ie Ceng Kunpun sudah menarik tangannya Ie
Siauw Yun dan ia berkata pada Bee Tie sambil menunjuk
kearah cicienya tadi.

"Inilah cicieku Ie Siauw Yu yang pernah kukatakan
dulu."
Bee Tie sudah memberikan hormatnya dan berkata.
"Terima kasih atas bantuan cicie dikelenting Cee-Thian
koan yang lelah memperingatkan kedatangannya musuhmusuh
Hoa-San."
“Buat apa dikatakan lagi. Apakah yang menolong diriku
dibawah puncak Kiu teng-hong itu dulu?"
Bee Tie hanya tertawa saja karena tidak mau ia
memberikan jawabannya Ie Siauw Yu yang ketika itu
melihat dirinya Kim-coa Giok-lie sudah menjadi marah
sekali, dengan menunjukkan tangannya ia menanya.
“Jangan melukai diriku dengan jarum beracun yalah ini
wanita jahat. Saudara Bee mengapa kau dapat bersamasama
dengan dirinya?”
Bee Tie masih tertawa.
“Giok-lie ciecie sudah merobah kelakuannya dan
sekarang ia telah meninggalkan golongannya. Ie ciecie
maafkanlah aku kali ini.” Bee Tie disini menghaturkan
terima kasihnya.
Ie Siauw Yu yang selalu dimanjakan oleh ayahnya sudah
membalikkan kepalanya, dengan tidak berkata-kata lagi
sudah pergi meninggalkan tempat tersebut.
Kim-coa Giok-lIe-yang sudah tahu akan kesalahannya
sendiri, maka ia sudah mengejar didepannya Ie Siauw Yu
dan memberikan hormatnya.
"Semua memang betul hanya kesalahanku saja, harap
nona Ie dapat memberikan hukumannya yang setimpal.”

Ie Ceng Kun cepat maju menghampiri, membangunkan
dirinya Kim-coa Giok-lie untuk menalangi tacienya dan ia
berkata.
"Cicieku ini sudah biasa dengan sifatnya yang begini,
harap nona dan saudara Bee jangan menaruhnya didalam
hati.”
Ie Siauw Yu seperti masih belum hilang semua
kemarahannya acuh tak acuh ia berjalan pergi lagi.
Ayah dari dua persaudaraan Ie si Pengemis Sakti Berjari
Sembilan Ie Tong Sen sudah menghampiri dan
mengeluarkan pujiannya.
"Aku si tua telah hidup lebih dari delapan puluh tahun
lamanya, dengan mata kepala sendiri pernah melihat empat
kali penggantian ketua Hoa-san-pay ini. Ha, hn, ha, ha, It
Han siangjin itu waktu bagaimana jayanya tapi masih tidak
disangka bahwa ia masih dapat mati dibawah racunnya dari
golongan ular mas ini. Jika dilihat dari kepandaianmu yang
sekarang ini, Hoa-san pay sudah akan mulai menyinarkan
cahayanya kembali. Tapi, kau masih ada sedikit
kesayangannya ialah itu Kin teng-cin-keng telah lenyap dari
dunia persilatan.”
Kata-kata yang diucapkan oleh Ie Tong-Sen ini besar
sekali pengaruhnya, sehingga Hek ie Sin-kun turut
memperhatikannya juga. Terlihat pada air mukanya sudah
mulai sedikit berubah, dengan tidak senang ia menanya.
"Saudara Ie, perkenalan kita ini biarpun baru berjalan
belum lama, tapi aku sudah sedemikian cocoknya
denganmu yang telah membantu terhadapku. Tapi setelah
munculnya bocah Hoa-san ini, mengapa kau tidak hujan
tidak angin bolehnya membakar-bakar hatinya?"

Si Pengemis Sakti Berjari Sembilan tertawa berkakakan,
"Aku tidak perduli kau cocok atau tidaknya dengan diriku.
Tapi dengan perbuatan-perbuatanmu yang tidak bagus itu.
Apa kau dipaksa haru cocok denganmu juga?"
Hek-ie Sin-kun sudah mulai menarik muka masam.
"Saudara Ie, apa kau mencari gara-gara di sini."
Si pengemis Sakti Berjari Sembilan kembali tertawa
berkakakan.
"Aku mana berani. Tapi terus terang saja perbuatanmu
yang telah merampas Kin-Teng cin keng dari sembilan tiang
batunya Hoa-san-pay itu, siapa juga tidak ada yang
membenarkannya. Aku Ie Tong Sen sebagai orang pertama
yang tidak setuju dalam soal ini.”
Sedari terkurung didalam Pintu Terlarang tadi, Bee Tie
sudah dapat mengambil keputusannya untuk membangun
kembali namanya Hoa-san-pay. Kini setelah berkali-kali
dirinya kena dibakar oleh Ie Tong Sen ia sudah menjadi
semakin berani, dengan menjura-jura kearahnya Hek-ie Sinkun
ia mulai berkata.
Hek ie Sin-kun membusungkan dadanya, dengan
mengejek ia memandang kearahnya Ie Tong Sen seperti
mau menanya.
"Apa lagi yang kau mau kata? Si bocah yang menjadi
ketua partainya sendiri masih tak beranggapan sepertimu
tadi."
Maka dengan tertawa ia lalu berkata kepada Bee Tie.
“Baguslah jika kau masih mengingatnya, tapi hanya
karena gara-garamu itu aku sampai kehilangan jiwanya tiga
muridku dan aku harus berurusan sampai disini."

Bee Tie tak memperdulikan kata-katanya ini. mukanya
kini sudah sedikit berubah dan berkata lagi.
"Tapi tentang Kiu-teng-cin-keng yang menjadi hak milik
Hoa-san-pay yang telah diambil oleh Kong sun cianpwe
bersama Lee Thian Kauw berdua, sudah sepatutnya jika
dapat diberikan kembali kepada yang berhak untuk
menerimanya. Boanpwe sebagai ketua partai jika tidak
dapat mengurus urusan ini dengan seadil-adilnya, sudah
tentu sukar untuk menaklukan mereka."
Hek-ie Sin-kun sampai melongo saja, ia hanya
memandang kearahnya si pemuda dengan tidak habis
mengerti.
Terdengar Bee Tie sudah menambahkan perkataannya
lagi.
Sekarang boanpee akan meminta kembali dari setengah
bagian Kiu-teng cin-keng dari tangan Kong sun cianpwe."
Hek-ie Sik-kun kaget dan ia menanya.
“Setengah Kiu-teng-cin-keng telah masuk kedalam
otakku semua dengan cara bagaimana kau akan dapat
memintanya kembili lagi? "
Semua mata sudah ditujukan kearahnya Bee Tie semua,
inilah soal yang tidak mudah untuk dipecahkannya. Apa
lagi karcis urusan ada menyangkut akan hari
dikemudiannya nama partai Hoa-san-pay ini salah urus
sedikit saja akan celakalah Bee Tie yang masih belum
mendapatkan pengesahan sebagai ketua dari Hoa-san-pay.
Bee Tie yang telah sekian lama memikir soal ini, dengan
tenang telah memberikan kembali jawabannya.

"Kin-teng-cin-keng adalah kepandaian asli Hoa-san-pay
kita, apa Kong sun cianpwe dapat berjanji tidak akan
menggunakannya selama hidup?"
Hek-ie Sin-kun menghela napas lega.
"Inilah soal yang gampang saja. Aku berjanji tidak akan
menggunakannya.”
Semua orang sudah mulai merasa kecewa, Ie Siauw Yu
sudah berkata kearah adiknya.
"Biar bagaimana ia masih terlalu muda untuk menjadi
ketua.”
Ie Ceng Kun memanggutkan kepalanya.
Terdengar Bee Tie sudah mengucapkan kata-katanya
lagi.
"Kin-teng-cin keng sudah lama menjadi impian dunia
Kaug-ouw, akhirnya Kong-sun cianpwe telah mendapatkan
setengahnya dari ilmu itu, maka sekarang Kong-sun
Cianpwe seperti macan yang tumbuh sayap saja dan
celakalah jika ilmu itu sampai merajalela, Boanpwe yang
tidak berguna disini hanya ingin meminta sebelah tangan
saja sebagai gantinya, harap Kong-sun cianpwe dapat
mengabaikannya.”
Kata-katanya Bee Tie ini setelah selesai diucapkan
olehnya, semua orang yang hadir disitu sudah tergetar
perasaannya, suasana telah menjadi terlebih panas lagi
dirasakannya. Beberapa pasang mata ketika itu telah
ditujukan kearahnya si pemuda semua dengan perasaan
heran dan bangga.
Hanya Hek-ie Sin kun yang sampai menggigil
mendengarkannya, dengan membentak keras ia berkata.

"Meminta sebelah tangan sebagai gantinya? Satu
perkataan yang sombong sekali. Kecuali kau dapat
membunuh mati diriku disini atau itulah hanya impian
mulukmu saja.”
Bee Tie masih tetap dengan sikapnya yang tenang sambil
memandang kearahnya Ie Ceng Kun ia berkata.
"Apa saudara Ie dapat meminjamkan pedangmu untuk
sementara waktu?”
Ie Ceng Kun meloloskan pedangnya yang segera
diberikan kepada kawannya.
Dengan pedang ditangan perlahan-lahan ia
menyodorkannya kearah Hek-ie Sin-kun dan berkata.
"Kogg-sun cianpwe sebagai seorang ternama tentu sudah
dapat mengambil keputusannya yang tepat.”
Hek-ie Sin-kun masih menjublek ditempatnya semula
inilah kejadian yang belum pernah dialaminya.
Si raksasa Lin Cie Pung yang melihat supeknya dihina
sudah akan memajukan dirinya, tapi tiba-tiba terlihat
bayangan putih berkelebat, Kim-coa Giok-lie juga tidak
tinggal diam ia sudah segera memegat. Hanya dalam
segebrakan saja Kim-coa Giok-lie sudah dapat menjatuhkan
lawannya dengan menotok jalan darah lawannya, Bee Tie
yang sedari tadi diam saja dengan menyodorkan pedang
ditangannya, ia tidak bergerak sama sekali. Ini kali dengan
mata bersinar ia telah berkata lagi.
"Kong-sun cianpwe, silahkan siap sedia.”
Hek-ie Sin-kun memandang kearah keponakan muridnya
yang sudah tidak berdaya sama sekali dan berkata dengan
gemasnya.

"Baiklah. Jika Hoa-san-pay tidak takut bermusuhan
dengan Tiang-pek-pay, mulai ini hari sebagai permulaan
permusuhan yang pertama.”
‘Sret’ pedangnya Ie Ceng Kun yang berada didalam
tangannya Bee Tie sudah ditarik ke luar untuk
digunakannya menyerang lawan.
Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie mundur tiga langkah dan
terdengar bentakannya si pemuda.
"Perampok yang berani merampas barang masih berani
kau berlaku galak disini.”
Bayangan kecil sudah berkelebat menghindari serangan
pedang dan maju kembali siap untuk metampas lagi.
Ie Siauw Yu yang melihat ketidak seimbangan ini sudah
membentak dan dengan keras melemparkan pedang ke
sana.
"Pertandingan yang tidak adil. Sambutlah pedangku ini."
Sinar pntih berkelebat yang segera disambar oleh
tangannya Bee Tie yang dengan sebat, sekali tidak berhenti
sampai disitu saja pedang sudah diteruskan mengarah
pergelangan tangan orang, “Serahkanlah sebelah
tanganmu." Bentaknya ketua dari partai Hoa-san-pay ini.
Pelajaran yang didapati dari atas sembilan tiang batu sudah
segera digeraki sinar pedang berkelebat lagi dan dibarengi
oleh jeritannya Hek-ie Sin-kun tadi. lengan kanannya sudah
terpental sejauh lebih dari lima tombak terkena
papasannnya pedangnya Bee Tie tadi.
Kim-coa Giok-lie sudah segera menotok hidup kembali
jalan darahnya si raksaksa dan berkata pada keponakan
muridnya Hek ie Sin-kun ini.

"Bawalah paman gurumu yang telah terluka itu."
Si raksaksa tadi Tiang-pek sudah tidak berdaya sama
sekali dengan tidak mengucapkan sepatah kata lagi ia sudah
membawa lari tubuhnya Hek-ie Sin-kun meninggalkan
puncak Siok lie-hong.
Bee Tie sudah memungut pedang yang terjatuh tadi dan
dikembalikan kepada Ie Ceng Kun dan Ie Siauw Yu.
Ie Tong Sen yang turut menyaksikan peristiwa itu
tertawa berkakakan.
“Sudah waktunya untuk Hoa-san-pay jaya kembali.”
Bee Tie sudah segera memungut putusan lengannya Hekie
Sin-kun tadi, dengan nyaring ia berkata karena semua
orang yang berada ditempat ini.
"Maafkan boanpwe yang akan segera berjalan terlebih
dahulu. Bagaimana jika kalian dapat mampir sebentar
dikelenteng Cee-thian koan terlebih dahulu?"
Semua orang sudah memanggutkan kepalanya, maka
dengan menggapaikan tangannya kearah Kim-coa Giok-lie
Bee Tie berkata lagi.
"Encie Giok, mari kita pergi !"
Kim-coa Giok-lie memanggutkan kepalanya dan ia
bersama-sama Bee Tie sudah terbang meninggalkan puncak
Siok-lie hong ini.
Golongan pengemis yang terkenal dengan kepandaian
ilmu mengentengi tubuhnya, melihat bagaimana cara Bee
Tie dan Kim-coa Giok-lIe-yang telah memakan ribuan nyali
ular mas tadi dapat terbang secepat itu, tidak urung harus
turut memuji.
Hanya Ie Siauw Yu seorang saja yang seperti tidak
kelihatan gembira. Ternyata Ie-Ceng Kun yang begitu

bertemu dengan Bee Tie sudah merasa cocok sekali, dalam
perjalanan pulang kedaerah Lu-tong ia telah berpapasan
dengan saudaranya ini dan mengatakan tentang
perkenalannya dengan pemuda gagah tadi.
Ie Siauw Yu yang untuk perrama kali melihat Bee Tie
diatas puncak Kie ling di daerah kiong-san, ditempat Batu
yang berkepala manusia si “Putih Kurus” sudah terpikat
oleh si pemuda kita. Maka seperjalanan ia telah
mengikutinya terus. Itu pengemis yang ditemui oleh Bee Tie
diatas kota Lu leng-koan ialah ia juga orangnya. Sewaktu
masuk daerah Hoa-san, diwaktu Bee Tie menolong dirinya
Siauw Beng Eng, ia sudah mulai merasa dingin
setengahnya. Dan sekarang muncul pula dirinya Kim-coa
Giok-lIe-yang telah membikin hilang semua harapannya.
Maka jika semua orang sudah setuju untuk pergi ke
kelenting Cee Thin koan, hanya ia seorang saja yang tidak
menyetujuinya dan dengan secara diam-diam sudah
meninggalkan rombongannya.
Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie dengan membawa
potongannya lengan Hok-ie Sin-kun telah mendahului
mereka menuju keatas puncak Cee Thian hong. Ditengah
perjalanan terdengar Bee Tie berkata.
"Encie Giok. sedari ini hari aku Bee Tie tidak akan
meninggalkanmu lagi. Setelah selesainya semua urusan
disini, bagaiman jika kita bersama-sama pergi menyusul Lee
Thian Kauw dipulau Go-tong?"
Kim-coa Giok-lie menganggukan kepalanya sambil
tertawa.
"Adik Tie, sudah tentu aku juga suka turut pergi ke sana
denganmu. Tapi siapa tahu akan kejadian yang belum
dialaminya."

Bee Tie menjadi heran dengan kata-katanya Kim-coa
Giok-lie ini, maka dengan cepat ia sudah menanya.
"Enci Giok. janganlah kau memikir hal yang bukanbukan
saja. Kejadian apa lagi yang dapat memisahkan diri
kita lagi?" Kim-coa Giok-lie hanya tersenyum tawar.
“Dengan keadaan seperti sekarang saja yang kita lihat
disini, kau adalah ketua partainya Hoa-san-pay dan aku
adalah orang yang menjadi musuhnya dari golonganmu itu,
apa aku bisa selalu mendampingi dirimu? Dengan cara
bagaimanakau dapat menempatkan diriku dikelenteng Ceethian-
koan ini dari partaimu?"
Bee Tie seperti disiram oleh air dingin saja setelah
mendengar kata-kata ini, kenyataannya yang memang sukar
untuk diubah lagi. Memikir sampai disini ia sudah tidak
dapat berkata-kata.
Ini waktu dua orang sudah hampir sampai dipuncaknya
Cee-Thian-hong itu. kelenting Cee-thian koan sudah
tertampak jauh dimuka sana. Kim-coa Giok-lie dengan
tidak terasa harus menepis air matanya. Hatinya sedang
terputar-putar nemikirkan soalnya sendiri. Ia sudah mulai
lagi berpikir kembali didalam hatinya.
"Aku tidak dapat mengganggu hari depannya adik Tie-ku
ini. urusan kepercayaannya masih sangat memerlukan
sekali tenaganya. Jika aku masih tidak mau melepaskan
diri. besar sekali kemungkinannya akan ternoda.
Kim-coa Giok-lie diam-diam sudah dapat mengambil
suatu keputusannya sendiri, ia masih tidak tahu ia harus
pergi kemana, tapi sudah pasti ia tidak dapat selalu
mengikuti dirinya Bee Tie terus menerus.
Cee thian koan yang megah sudah mulai berada didepan
mereka, Bee Tie yang sedang

kegirangan sudah berkata ke arah kawannya.
"Encie Giok, kita akan segera memasukinya kelenting
yang megah ini, itulah tempat tanda kejayaannya Hoa-sanpay
kita. Encie Giok. apa kau tidak turut gembira juga?"
Kim-coa Giok-lie membalikan kepalanya, menyusut air
matanya dan berkata dengan terpaksa.
"Aaa. Cee-thian koan yang akan mulai menjadi jaya, aku
gembira karena kau akan segera menempatinya. Adik Tie,
besar sekali rejekimu, aku sebagai taciemu turut
memujikannya juga.”
“Encie Giok, kau akan kujadikan tamu yang teragung
didalam Cee-thian-koan ini, aku akan menyuruh mereka
baik-baik menjaga segala keperluanmn disini. Aku akan
memberikan kepuasan terhadapmu dalam segala persoalan
yang ada disini. Apa kau senang untuk tinggal disana?”
"Senang. Sudah tentu aku senang sekali."
Bee Tie tertawa senang, dengan menarik tangan
kawannya ia sudah mempercepat langkahnya. Sebentar saja
mereka sudah sampai didepan pintu kelenting.
Tapi Bee Tie sadah menjadi heran karena pintu tersebut
sudah, tidak terjaga dan telah tertutup dengan rapatnya.
"Encie Giok, mari ikut aku kemari." Dengan perlahan ia
berkata kearahnya Kim-coa Giok-lie dan mendahului
lompat ke atasnya tembok kelenting tadi.
Dari atas kelenting ini Bee Tie sudah dapat melihat
bahwa ditengah ruangan ada berdiri dengan angkuhnya
Giok Ceng dan Giok Hian berdua. Dikedua belah mereka
ada berbaris semua tosu dari Hoa-san yang menundukkan
kepalanya. Dan dibawah sana terlihat Giok Hie dengan tiga

muridnya dan dengan dada terbuka penuh dengan bekas
bekas siksaan.
Bee Tie yang melihat sudah menjadi naik darah dan
membentak keras.
"Giok Ceng dan Giok Hian manusia celaka, mulai dari
hari ini Hoa-san-pay tidak mengijinkan kau merajalela
ditempat ini.”
Kutungannya lengan Hek-ie Sin-kun sudah segera
dilemparkan dan “Hur” tepat terjatuh didepan mereka.
Para tosu dari Hoa-san termasuk Giok Ceng dan Giok
Hian yang melihat kutungan tangan yang masih berdarah
berada didepannya sudah menjadi kaget setengah mati.
Tapi sebelum kekagetannya mereka ini hilang semua atau
tiba-tiba Bee Tie sudah turun melayangkan dirinya dan
membentak.
"Apa kalian masih mengenali akan sisanya tangan siapa
ini ?”
Biarpun diantara kutungan tangan ini masih ada sedikit
sisa bajunya Hek-ie Sin-kun yang juga terbawa, tapi semua
tosu dari Hoa san tidak ada satu yang dapat mengenalinya,
mereka hanya terlongong-longong memandangnya.
Bee Tie tertawa berkakakan.
"Giok Ceng dan Giok Hian dengar, apa kalian telah
terlupa akan dirinya Hek-ie Sin-kun yang pada tiga hari
dimuka mengambil Kiu-teng-cin-keng kita?"
Mukanya Giok Ceng dan Giok Hian sudah menjadi
pucat pasi, tapi mereka mana percaya akan kata-katanya
anak muda ini? Giok Ceng dengan menahan gusarnya telah
menanya.

“Bee Tie jika kau mempunyai itu kepandaian untuk
mengalahkannya? Entah dari mana kau dapat memungut
kutungan tangan manusia yang dibawa kemari untuk
memalsukannya Didalam Hoa-san-pay kini sudah tidak ada
bagianmu untuk menancapkan kaki disini, jika kau masih
mengenal gelagat lekaslah pergi dari sini."
Bee Tie yang melihat Giok Hie sedari tadi tengkurep saja
ditempatnya sudah menjadi
kaget, cepat ia menaruh tangannya diatas dada orang,
masih untung napasnya masih ada maka ia
menyerahkannya kepada Kim-coa Giok-lie dan berkata.
“Enci Giok, mereka berempat akan kuserahkan
kepadamu saja untuk mengobatinya.”
Kim-coa Giok-lie juga sudah lompat turun dari
tempatnya untuk menjalankan perintahnya Bee Tie tadi.
Diantara sedemikian banyaknya tokoh Hoa-san, tidak
sedikit yang dapat mengenali dirinya Kim-coa Giok-lie.
“Orang dari golongan Uiar Mas yang menjadi musuh
kita,” demikianlah mereka meneriaki.
Bee Tie tetawa.
"Ia adalah tamu agung yang kuundang untuk datang
kemari."
Lalu matanya sudah memandang kearahnya Ciang Kie
dan ia berkata.
Ciang Kie lekas buka pintu kelenting karena masih
terdapat beberapa tamu lagi yang akan segera sampai disini.
Dan kemudian pukul lonceng sampai dua puluh enam kali
aku sebagai ketua partai yang ke dua puluh enam, ini hari
akan mengurusnya sendiri supaya semuanya akan beres.

Lalu dengan membalikkan kepalanya memandang
kearahnya Giok Ceng dan Giok Hian ia sudah
membentaknya.
"Kau berdua apa masih tidak mau mempasrahkan diri
juga.”
Giok Ceng dan Giok Hian tertawa dingin.
"Segala urusan yang menyangkut dalam kelenting kita
tidak memperlukan tenagamu untuk mengurusnya dan lagi
Ciang Kie juga tidak mungkin mau menuruti akan
perintahmu.”
Terhadap dirinya Ciang Kie kata-katanya mereka ini
sudah tentu merupakan satu gertakan baginya. Betul saja
Ciang Kie sudah menjadi ragu-ragu dan memandang
kearahnya Bee Tie dengan tidak berani bergerak sama
sekali.
Tiba-tiba Bee Tie membalikkan badannya menghadapi
pintu gerbang yang pertama dari kelenting Cee thian koan
ini, dengan hanya menggunakan sebelah tangan saja ia
telah memukul kearah sana.
Jarak diantara pintu gerbang ini dan letaknya Bee Tie
berdiri tadi hampir mencapai seratus kaki jauhnya, tapi
biarpun demikian, hanya terdengar sekali suara. Bumm,
yang dahsyat dan pintu gerbang yang terkena angin
pukulannya Bee Tie tadi sudah terbuka dengan sendirinya.
-oo0dw0oo-
Jilid 15
“CIONG Kie. pukul lonceng sampai dua puluh enam
kali." Perintah Bee Tie sekali lagi.

Demontrasinya kepandaian Bee Tie tadi lelah membuat
semua tosu dari Hoa-san tunduk dan takluk, tidak
tarkecuali juga dengan Giok Ceng dan Giok Hian kini
mereka takluk betul. Maka setelah tahu keadaan mereka
yang berada didalam keadaan bahaya, dengan sekali isyarat
mata saja, mereka menutulkan kakinya untuk siap
melarikan diri dari kelenting ini.
Bee Tie tertawa berkakakan.
"Sudah terlambat waktunya.”
Tidak ada seorang yang dapat melihat dengan cara
bagaimana Bee Tie bergerak atau tahu tahu badannya Giok
Ceng sudah tercekal dan dibanting dengan tanpa dapat
berkutik lagi, Bee Tie memutar badannya dengan tidak
menghentikan gerakannya lagi ia sudah lari menyusul
keluar kelenteng mengejar Giok Hian, dengan hanya sekali
totok saja ia sudah berhasil menotok jalan darahnya Tosu
tua ini yang segera ditarik kembali kedalam sebentar saja ia
sudah berada didalam kelenteng lagi dengan keras ia
membanting tubuhnya Giok Hian yang dengan cepat sekali
jatuh disebelah sisinya Giok Ceng dan kemudian ia
membentaknya.
“Kau ini dua Tosu tua yang celaka yang menjadi
dalangnya pengusiran ketua partai yang kedua puluh lima
sekarang berani lagi membikin kekacauan disini,
sesudahnya mendapat pengampunan yang pertama kali
dipuncak Kiu Teng Hong masih berani balik kembali kesini,
apa Hoa-san-pay dapat memberikan pengampunannya
terhadap dirimu berdua?”
Giok Ceng dan Giok Hian tidak berdaya sama sekali,
dengan lesu mereka menundukkan kepalanya. Bertepatan
dengan ini waktu juga Ciang Kie telah memukul lonceng
yang pertama.

Bunyi lonceng menggema diangkasa, mengelilingi
daerah sekitarnya. Diantara bunyi lonceng tadi, dengan
muka yang keren dan gagah Bee Tie menaiki Takhta ketua
partainya.
Semua tosu dari Hoa-san berbareng telah mengunjukan
hormatnya. Didepan pintu kelenteng dari Cee-thian-koau
ini tak berapa lama sudah terlihat bayangannya si pengemis
sakti berjari sembilan, Kiau Kiu Kong sipedang tumpul Jie
SianSeng, Ie Ceng Kun dan tiga murid Kim ie Sin-kay yang
sedang berjalan memasuki ruangan tersebut.
Bee Tie sudah mengeluarkau perintahnya untuk
menyediakan tempat-tempat bagi mereka. Dan pada itu
malam juga mereka semua menginap didalam kelenteng
Cee thian koan ini.
Diantara dari sedemikian banyaknya orang tadi hanya
Kim-coa Giok-lie saja yang tidak dapat turut bergembira, ia
hanya dapat menangis saja didalam hatinya.
Ia tahu Bee Tie yang kini mulai menjabat ketua partai
Hoa-san-pay ini, sudah tentu akan menjadi repot dengan
pekerjaannya. Ia harus cepat cepat meninggalkan tempat itu
agar tidak mendapat celaan dari bawahannya. Ia sangat
menyintainya, karena ini ia harus cepat-cepat
meninggalkannya.
Pada itu malam, setelah kentongan dipukul sampai tiga
kali. perlahan-lahan ia lompat keluar dari jendelanya,
dipandangnya sekali lagi Cee-thian Koan yang megah ini
dan berkata dengan suara yang perlahan sekali.
“Adik Tie selamat tinggal baik-baiklah kau menjaga
dirimu sendiri untuk mengepalai partaimu yang akan
bangun dan jaya dimasa depan Ciciemu selalu mendoa
demi keberuntunganmu."

Tidak henti hentinya ia menyusut air matanya, berat
sekali rasanya untuk ia berpisah dengan adik Tienya itu.
Ini waktu ia malah mengharap harapkan untuk
keluarnya si pemuda yang tentu akan mencegah
kepergiannya. Tapi kejadian tidaklah demikian halnya,
karena Bee Tie sedang meyakinkan Kiu-teng cin-keng
didalam kamarnya sendiri.
Dari kentongan yang ketiga keempat dan akhirnya
sampai pada yang kelima Kim-coa Giok-lie masih berdiri
terus disana. Sebentar lagi waktunya akan menjadi pagi,
tapi ia masih tak berjumpa dengan pemuda impiannya, ia
menahan napas sekali lagi dan meninggalkannya puncak
Cee-tian-hong ini.
Dihari kedua Bee Tie sudah mulai kehilangan Enci
Gioknya itu. Begitu bertemu dengan Ie Ceng Koan ia sudah
menanya.
"Saudara Ie, apa kau melihat Encie Giok?" Ie Ceng Kung
malah melengak.
“Tidak."
Hatinya Bee Tie sudah mulai tergetar, cepat ia lari
menuju kearah kamarnya Kim-coa Giok-lIe-yang dilihatnya
masih belum dibuka. Hatinya mulai menjadi lega.
"Encie Gioknya mengapa masih belum bangun juga."
Pikirnya tapi ia tidak berani sembarang memasukinya dan
ia hanya memanggil dari dekat pintunya saja.
“Encie Giok waktu sudah tidak pagi lagi. Mengapa kau
masih belum bangun juga."
Tapi panggilannya Bee Tie ini tidak mendapat jawaban
barang sedikitpun?

Setelah berkali-kali, Bee Tie memanggilnya tapi tidak
ada jawaban sama sekali, tahulah ia kini perubahan apa-apa
yang telah terjadi, dengan cepat didorongnya pintu kamar
dan apa yang dilihat olehnya waktu itu?
Ternyata hanya satu kamar yang kosong belaka.
“Kemanakah kepergiannya Enci Gioknya ini?"
Tanyanya didalam hati.
Sewaktu bergegas Bee Tie mau keluar lagi dari dalam
kamar ini terlihat olehnya diatas meja terletak satu
potongan kertas yang seperti disengaja ditaruh disitu. Cepat
diambilnya benda tersebut dengan tangan yang sedikit
gemetaran ia sudah dapat menduga apa yang ditulisnya
maka ia tidak berani membukanya untuk dibaca.
Waktu itu mendadak si Pedang Tumpul dan Ie Ceng
Kun sudah turut masuk kedalam, mereka melihat
kelakuannya Bee Tie yang tidak seperti biasa ini sudah
dapat mengerti apa yang sedang dialaminya."
Dari kertas yang sedang dipegang oleh Bee Tie Ie Ceng
Kun masih dapat membaca hurufnya yang kira kira
berbunyi begini.
"Adik Bee.”
"Encie Giok tidak dapat menelantarkan tugasmu, maka
janganlah mengingat lagi diriku yang malang ini."
Ie Ceng Kun sudah lantas menghampiri Bee Tie dan
menghibur:
"Saudara Bee. Giok-lie ciecie mau bermaksud sangat
biak terhadap dirimu baik baiklah kau mengurus pekerjaan
Hoa-san-pay sebigai mana mestinya. Setelah selesai semua,
masih belum telat juga untuk kau mencarinya.”

Bee Tie membaca berkali-kali kata-kata yang tidak
banyak ini dan perlahan-lahan berjalan menuju keluar
kamar lagi. Begitu melihat Giok Hie sedang mendatangi, ia
sudah menggapaikan tangannya.
Selelah Giok Hie datang cukup dekat padanya dengan
suara yang sangat perlahan sekali, ia berkata.
"Baik-baiklah melayani tamu kita disini, dan sebentar
malam jam tiga datanglah ke kamarku.”
Giok Hie memanggutkan kepalanya.
Setelah mengucapkan pesanannya ini, dengan tidak
menolak lagi Bee Tie sudah menuju keluar kelenting Ceethian-
koan ini. Ie Ceng Kua yang memang sangat
mamperhatikan gerak-gerik kawannya ini sudah menanya
lagi.
“Saudara Bee Tie kau mau pergi kemana lagi?"
"Saudara Ie, siauwte akan pergi untuk tidak berapa lama
dan akan kembali lagi," Bee Tie dengan singkat
memberikan tubuhnya turun meninggalkan puncak Ceethian
hoan ini menuju kearahnya Siok lie hong kembali. Ia
sudah dapat memikirkan bahwa kepergiannya Kim-coa
Giok-lie itu kecuali kembali ke dalam goanya lagi sudah
tidak ada tempat lainnya yang akan ia tuju.
Disana pintu juga sudah terbuka, di dalamnya tidak ada
satu suara maupun manusia, Bee Tie sudah mulai
memanggil-manggilnya.
“Encie Giok Encie Giok ... ”
Tapi mana ada jawaban baginya? Biarpun ia telah
mencari cari keseluruh pelosok goa. Tapi apapun tak ada
yang diketemui olehnya. Tapi baru saja ia mau keluar dari
bekas sarangnya Ular Mas ini atau sudah terdengar satu

suara Krik Kraknya pintu yang mulai tertutup dengan
sendirinya.
"Celaka.” Bee Tie mengeluh dalam hati, dengan cepat ia
mau lari keluar dari dalam sarang Ular Mas ini tapi sudah
telat karena pintu masuknya tadi pun sudah tertutup sama
sekali.
Sebentar saja seluruh ruangan yang ditempati olehnya
sudah menjadi gelap sekali, suara ‘Ser ser”nya ular sudah
terdengar lagi. Tapi Bee Tie yang telah menelan ribuan
nyali ular sudah tak takut dengan segala kejadian seperti ini,
karena ia masih dapat melihat tempat itu dengan terang
sekali.
"Pintu ini mengapa dapat tertutup dengan sendirinya?”
Tanyanya dalam hati.
Hatinya sudah mulai sedikit curiga mungkin ia telah
masuk kedalam perangkapnya orang lagi, suling pemberian
ayahnya sudah dikeluarkan untuk menjaga segala sesuatu
kemungkinan yang tak menguntungkan bagi dirinya.
Setelah ia menunggu sekian lamanya, masih lidak
terdengar gerakan apa-apa. Ia menjadi heran sekal.
"Jika pintu ini dapat tertutup dengan sendiri, sudah tentu
ada orang yang menggerakkannya alat rahasianya, tapi
kemenakah perginya orang itu?"
Perlahan-lahan ia mulai menghampiri pintu depan tadi
yang ternyata terbuat dari batu yang sangat tebal sekali. Ia
mendorongnya berkali kali, tapi tetap percuma saja biarpun
ia mempunyai kekuatan yang bagaimana besarnya juga
tidak dapat membukanya karena pintu ini tidak dapat
dibuka dengan paksa melainkan harus dengan menggerakan
alat rahasianya dulu.

Ia penasaran dan coba untuk memukulnya sekali lagi,
pada waktu itu kepandaiannya Bee Tie yang telah
mendapatkan pelajaran Kiu-teng cin-keng dari dalam. Pintu
terlarang dulu sekarang kekuatannya telah dapat memukul
remuk segala batu, tapi karena tebalnya pintu yang
menghadang didepannya ini. biarpun ia telah memukul
sampai beberapa kali juga tetap masih tidak ada harapan
untuk keluar lagi.
Ia menghela napas dan duduk-bersila untuk menjalankan
latihan napasnya, sebentar saja otaknya sudah menjadi
tenang kembali pikirannya menjadi jernih lagi. Tapi tepat
pada waktu itu lapat-lapat ia masih mendengar suara yang
sangat halus sekali.
“Adik Tie. Adik Tie ... ”
Inilah suaranya Kim-coa Giok-lie, cepat Bee Tie lompat
bangun berdiri dengan mengikuti arah suara tadi ia sudah
meneriaki.
"Enci Giok, kau berada disana? Enci kau berada
dimana?”
Tapi karena teriakan teriakannya ini ia telah kehilangan
arahnya suara tadi. Sudah tentu suara ini datangnya dari
tempat yang dekat sekali, hanya saja ia tak tahu akan jalan
rahasianya tenpat ini, maka perlahan-lahan ia berjalan dan
meneliti, diperhatikannya segala macam benda yang
dianggapnya dapat mencurigakan keadaan disitu.
Tapi biarpun ia sudah perhatikan segala-galanya, masih
tetap tidak kedapatan suatu bendapun yang dapat
mencurigakannya. perahan lahan ia sudah berjalan menuju
kearahnya kamar batu tempatnya Kim-coa ciangbun yang
darimana dulu ia keluar.

Sewaktu ia menginjakkan kakinya dipintu ini. terasa
olehnya tempat yang diinjaknya seperti sedikit demi sedikit
mulai bergerak ambles kedalam. Bee Tie Kaget bukan main,
ia sudah siap untuk lompat pergi atau tidak jadi karena
mendadak pikiran yang baru telah timbul kembali.
"Mengapa aku tidak masuk saja untuk melihatnya,
rahasia apa yang berada dibawah tempat ini?"
Maka ia sudah diam saja ditempatnya melihati
bagaimana tempat yang sedang diinjaknya ini perlahanlahan
malai turun kebawah, entah berapa lama ia berada
didalam kegelapan demikian dengan hati yang berdebaran
keras atau mendadak suatu sinar terang mulai terlihat
dibawahnya. Tidak lama kemudian papan batu yang
diinjaknya tadi sudah sampai didasarnya, cepat Bee Tie
lompat dari tempatnya dan dilihatnya tempat papan batu
yang tadi dinaikinya sudah naik keatas kembali.
Baru sekarang Bee Tie dapat menghela napas lega.
"Tidak kusangka bahwa Golongan Ular Mas ini masih
mempunyai pesawat rahasia yang semacam ini, betul betul
aku tidak menyangka sama sekali.”
Baru sekarang ia dapat memperhatikan keadaan
disekelilingnya, ternyata sinar terang tadi berasal dari sinar
sinarnya bermacam-macam batu kumala, berlian dan
barang barang berharga lainnya yang tidak dapat ditaksir
berapa harga nilainya.
Ternyata bahwa didalam tanah ini terdapat ruangan
tempat penyimpan barang-barang berharga dari golongan
Ular Mas, inilah kejadian yang sukar sekali untuk diduga.
Tiba-tiba mata Bee Tie sudah menjadi terbelalak karena
melihat satu sapu tangan yang menyelip diantara sela sela
lemari yang terdapat didalam ruangan ini. Sewaktu ditegasi

diujungnya satu sudut dalam saputangan ini terdapat
sulaman yang merupakan huruf ‘Giok’ yang indah sekali
lukisannya, inilah tentunya kepunyaan Kim-coa Giok-lIeyang
terjatuh dan terjepit disini.
“Enci Giok, Enci Giok. inilah sapu tangan
kepunyaanmu yang ketinggalan disini."
Begitu mengingat akan Encie Gioknya ini, Bee Tie sudah
tidak mau memikir panjang lagi ia membuka pintunya
lemari tadi.
Ternyata dibaliknya pintu lemari ini terdapat satu lorong
gelap gulita yang panjang sekali, dan pintu lemari ini hanya
merupakan jalan masuk satu-satunya yang tersembunyi.
Dengan tidak memperdulikan akan apa akibatuya lagi. Bee
Tie sudah segera memasukkan dirinya kesana dan setelah
berjalan kira kira satu lie jauhnya tiba-tiba dipinggiran
lorong ini terlihat olehnya sebuah sinar pelita yang dipasang
disana dipergunakan untuk menyinari satu tengkorak
manusia yang sedang bersikap duduk bersila.
"Tengkorak ini tentunya tengkorak salah seorang ketua
dari golongan Ular Mas yang temaha." Pikir Bee Tie
didalam hatinya.
Ia memandang kearah tengkorak yang mengambil sikap
berduduk ini dan ia seperti ada merasakan sesuatu apa-apa
yang areh. Dilihatnya tangan kanan ditengkorak disodorkan
kedepan telapak tangannya mengarah kebawah dengan jari
tengahnya ditujukan kearah muka tangan kirinya juga tidak
tinggal diam ia itu seperti menjaga dada dipalangkan
menekuk kearah tangan kanan tadi.
Bee Tie sudah menurutnya akan sikap gerakan tengkorak
tadi didalam lorong gelap ini dan tidak merasakan apa yang
aneh lagi.

Berjalan kira kira satu lie lagi. Sikap gerakan tengkorak
yang kedua ini yalah menyodorkan kedua tangannya
semua, kecuali kedua jari tangan yang diluruskan, delapan
buah jari lainnya sudah ditekuk semuanya.
Bee Tie yang seperti merasakan keanehan itu sudah turut
mengikuti sikap gerakannya lagi.
Dengan tidak memperdulikan akan apa artinya sikap
gerakan gerakan tergkorak tadi Bee Tie sudah meneruskan
perjalanannya lagi, demikianlah ia telah menemukan tujuh
buah tengkorak yang sedang membawakan sikap sikap
mereka yang berlainan satu sama lain. Satu persatu Bee Tie
sudah menimnya akan semua sikap gerakannya tengkorak
ini.
Bee Tie sudah lupa berapa jauh ia telah berjalan didalam
lorong yang gelap ini karena terus-terusan mengikuti dan
mengingat-ingat akan sikap gerakannya tengkoraktengkorak
tadi. Ia sampai tidak merasa lelah sama sekali
dan ia berjalan terus mengikuti arah lorong yang gelap itu.
Bee Tie tidak tahu bahwa ia telah berjalan dibawah tanah
yang gelap sekali, entah sudah beberapa buah puncak
gunung yang telah dilewati.
Berjalan kira-kira beberapa lie atau di depannya lapatlapat
sudah terdengar suaranya Kim-coa Giok-lie lagi.
"Adik Tie, ... adik Tie ... ”
Bee Tie terlompat dan mengeraskan larinya.
“Enci Giok ... Enci Giok ... ” panggil anak muda ini.
Jauh didepannya sudah terlihat dua buah titik bayangan
putih yang bergerak-gerak cepat sekali. Bee Tie lari
menyusul semakin lama semakin cepat tapi dengan tiba-tiba

saja bayangan putih tadi lenyap dan kini sebagai gantinya
didepannya sudah terlihat sinar terangnya matahari.
Ternyata ia telah sampai pada sebuah jalan keluarnya
lorong yang gelap tadi. Dengan sekali lompat saja Bee Tie
sudah dapat keluar dari dalam lorong yang panjang ini,
ternyata sekarang ini sudah berada di dasarnya satu lembah
yang terjepit oleh gunung-gunung yang tinggi.
XVII. ISTANA ULAR MAS
Pemandangan yang terbentang didepan mata Bee Tie
adalah gunung-gunung yang tinggi, disana terdapat satu kali
kecil yang sedang mengalirkan airnya yang jernih. Tidak
jauh dari kali kecil ini terdapat sebuah gardu tempat
istirahat yang bagus sekali dan di dalam gardu tadi terdapat
beberapa orang gadis kecil yang tertawa terkaka-kikik ramai
sekali.
Bee Tie hampir tidak percaya dengan pandangan
matanya sendiri, dikucek kucek matanya sampai beberapa
kali, tapi sewaktu dibukanya lagi, pemandangan yang
dihadapannya tetap seperti tadi, tahulah ia bahwa ia tidak
bermimpi.
Ia tidak berani untuk mengganggu kesenangannya gadisgadis
cilik tadi, ia mulai berjalan menuju ke kiri, baru saja
berjalan beberapa langkah atau pandangan matanya sudah
dibikin silau kembali ternyata kini didepannya, diantara
sela-sela pohon-pohon yang tinggi tertampaklah satu
gedung yang indah sekali, dan diatas gedung ini terdapat
tulisan yang berbunyi.
ISTANA ULAR MAS
"Istana Ular Mas?” Pikir Bee Tie yang betul betul tidak
habis mengerti.

“Dan apa pula dengan itu rumah batu diatas puncak
Siok-lie hong yang didiami oleh Kim-coa Giok-lie dan Kimcoa
Sin-lie tadi?”
Waktu itu beberapa gadis cilik yang sedang bermain
main tadi, rupanya mereka seperti sudah merasa puas dan
semua kembali menuju kearahnya Bee Tie.
Bee Tie lompat keluar dari tempat sembunyinya,
menghadang dijalan dan menanya kepada mereka berdua.
"Hei. apa kalian tidak ada melihat orang baru yang
datang kemari?”
Dengan tindakannya yang tiba-tiba ini. Bee Tie rasa
sudah pasti akan dapat mengejutkan hanya beberapa gadis
cilik yang didepannya tadi. Tapi tidak disangka olehnya
bahwa gerakan mereka itu ada sedemikian lincah lincah
sekali. Segera mereka berpencar menjadi dua bagian, dari
kanan dan kirinya sudah lompat maju, kemudian
bergandengan tangan lagi menuju kearah Istana Ular Mas
tadi dengan tidak menjawab barang sepatah kata, maupun
memandangnya sama sekali.
Bee Tie sudah menjadi kelabakan dengan sendirinya dan
ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Diantara sedemikian banyaknya gadis-gadis cilik tadi
meskipun sudah hampir semuanya kembali ketempat
mereka masing-masing, tapi tak urung masih ada juga dua
orang gadis yang rupanya sedang keenakan, sehingga sudah
lupa bahwa mereka telah ditinggalkan oleh kawankawannya
dan kini mereka sedang asyiknya duduk bicara
dengan uplek sekali dalam gardu tadi, Bee Tie cepat menuju
ke sana dan menanya kepada mereka.
“Numpang tanya apa ... ”

Tapi gadis cilik yang berada disebelah kiri dari lawannya
sudah cepat memotong pertanyaan si anak muda, sambil
menarik lengan baju kawannya ia sudah berkata.
"Sial, sial, Soat-moay, mari kita cepat-cepat pergi dari
sini.”
Pergi dari situ dan meninggalkan Bee Tie seorang diri.
Dengan berbareng mereka berdua sudah melesat yang
menjublek terus disana.
Bee Tie sudah dibikin naik darah juga dengan
kelakuannya gadis-gadis tadi cepat ia membalikan badan,
menutul ujung kakinya dan melesat untuk mendahului
mereka berdua, lalu ia menghadang didepannya untuk
menunjukan persorlan yang masih belum dimengerti oleh
dirinya.
Terlihat si gadis cilik membalikkan badan dan
memandang kearah Bee Tie. Lalu ia mendorong tubuh
kawannya dan dari kanan kiri mereka melesat pergi lagi.
Inilah kepandaian yang tidak berada di bawahnya Kimcoa
Sin-lie atau Kim-con Giok-lie. Bee Tie yang melihat
gerakan mereka yang secepat ini sudah tertarik juga dan ia
tertawa.
"Satu Istana Ular Mas yang sangat rahasia ternyata
disini, masih terdapat sedemikian banyaknya orang
pandai.”
Bee Tie tidak percaya yang kepandaiannya dapat
dikalahkan oleh gadis-gadis cilik yang belum ternama,
dengan menggunakan salah satu gerakan yang didapati
diatasnya sembilan tiang batu ia sudah lompat maju lagi
dan tetap menghadang dihadapannya dua gadis cilik ini,
"Adik kecil, aku hanya akan menanyai satu soal saja,
mengapa kalian tidak mau memberikan jawabannya?"

Inikah Bee Tie sudah mengeluarkan suling hitamnya
yang diputar putar untuk menghalang jalan majunya dua
gadis tadi.
Tapi dua gadis cilik ini memang pintar sekali. mereka
tidak mau maju lagi karena tidak mungkin bagi mereka
untuk dapat melewati pagar suling hitamnya si anak muda
sebaliknya dari pada maju malah mereka telah mundur jauh
sekali tidak menghiraukan terhadap pertanyaannya Bee Tie.
Betul-betul Bie Tie tidak habis mengerti mengapa mereka
selalu tidak mau meladeninya sama sekali? Maka dengan
penasaran sekali Bee Tie sudah mendesak maju kearahnya
dua gadis cilik tadi sambil mengeluarkan geramannya.
"Sebelum kalian memberikan jawabannya yang jelas,
jangan harap kalian dapat melarikan diri dari sini.”
Tepat pada waktu itu dari jauh tiba-tiba melayang satu
bayangan kelabu yang cepat sesali gerakannya, sekejapan
saja ia telah berdiri disamping Bee Tie dan berkata dengan
perlahan sekali.
“Jika kau memaksanya sekali lagi, akan celakalah
dirinya Kim-coa Giok-lie.”
Gerakannya orang tadi sangat cepat sekali Bee Tie hanya
dapat melihat selewatannya saja seperti seorang nenek yang
telah tua sekali dan sebentar saja sudah menghilang
kembali.
Dua gadis cilik tadi lompat mundur dengan berpencaran
mereka segera lompat dan menghilang dari pandangan
mata Bee Tie.
Semua kejadian kejadian yang telah dialaminya didalam
Istana Ular Mas yang tersembunyi ini sangat aneh sekali,
betul-betul membikin Bee Tie pusing kepala, ia tidak habis
mengerti rahasia apa yang tersembunyi didalamnya itu.

“Sudah tentu diantara golongan Ular Mas itu ada
mempunyai hubungan yang aneh sekali, tapi mengapa
semua orang yang berada disini seperti tidak sejahat Kimcoa-
Sin-lie?"
Ia berjalan lagi sehingga sampai ditempatnya dua gadis
tadi berdiri, dilihatnya disitu diatas tanah seperti, ada
tertulis sesuatu apa. Cepat-cepat didekatinya dan dibaca.
"Kecuali Kim-coa Kiong-cu dapat bicara denganmu,
semua orang tak diijinkannya.”
Bee Tie menjadi heran dan menanya pada diri sendiri.
"Jika dilihat dari katanya ini sudah terang bahwa
tingkatan dari Kim-coa Kiong-cu ini ada lebih tinggi lagi
daripada Kim-coa ciangbun tapi siapakah ia yang
sebenarnya?"
Bee Tie menjadi menjublek terus ditempatnya, atau
waktu itu dari jauh tiba-tiba sudah terlihat Kim-coa Sin-lie
dan Kim-coa Jing-lIe-yang sedang mendatangi kearahnya.
Cepat cepat Bee Tie menghapusnya tulisan tadi dan ia maju
menghampiri mereka yang baru datang.
Dua orang itu ketika melihat akan kedatangannya Bee
Tie sudah cepat cepat meningalkannya pergi lagi dengan
pandangan mata mereka yang penuh dengan kebencian dan
dendam.
Jika Bee Tie mengingat akan kata-kata orang yang
dibawah tanah tadi, sudah tentu sekarang itu hanya Kimcoa
Kiong-cu seorang saja yang dapat ditanya olehnya.
Dapat dipastikan bahwa Kim-coa Kiong-cu itu sudah tentu
berada didalam istananya yang megah dan angker yang kini
berada dihadapannya.

Maka dengan tidak mau memusingkan akan hal-hal yang
lainnya lagi. Bee Tie sudah berjalan menuju ketempat istana
Ular Mas tempat kediamannya Kim-coa Kiong-cu itu.
Sewaktu ia telah sampai didepan pintu Gerbang terlihat
olehnya seorang nenek nenek tua yang membisik padanya
kini sudah muncul keluar, dengan tertawa ia sudah
menghampiri Bee Tie dan berkata.
"Apa kau heran menghadapi semua kejadian ia
sekarang? Kiong-cu sedang sakit, maka ia telah menyuruh
aku Kim-coa Lo-lo menggantikan menyambut dirimu
sebagai wakilnya. Karena Kim-coa Giok-lie telah
menghianati partai, maka ia akan menerima hukumannya
sendiri. Janganlah kau turut campur dalam hal ini karena
menyangkut pada peraturannya.
Bee Tie menggeram keras.
"Dimanakah sekarang Kim-coa Kiong-cu yang kau
katakan sedang sakit itu, aku akan bertemu sendiri
dengannya.”
Kim-coa Lo-lo hanya tertawa saja.
"Setelah menemukan dirinya juga akan percuma saja
karena perkataannya Kiong-cu yang sudah dikeluarkan
tidak pernah ditelan kembali.
"Omong kosong. Jika ia berani mengganggu selembar
rambutnya saja, awaslah dengan pembalasanku dikemudan
hari yang akan meratakan seluruh istananya ini dengan
bumi.”
"Bee Tie, lebih baik lekaslah kau pergi saja disini sebelum
terlambat dan janganlah campur lagi urusan dalam
golongan kami sendiri.”

Bee Tie mana mau dikasih mengerti, ia telah berkali kali
mengucapkan perkataan ingin menemui Kim-coa Kiong-cu
sendiri.
Kim-coa Lo-lo ketika itu sudah dibikin marah juga dan
bentaknya.
"Bee Tie, janganlah kau coba mengimpi untuk dapat
membuat onar lagi disini yang hanya mengandalkan pada
kepandaianmu sekarang ini, masih belum cukup kuat untuk
menandingi golongan Ular Mas kita.”
Bee Tie hanya mengeluarkan suara dinginnya, ia mana
mau percaya akan kata-katanya Kim-coa Lo-lo tadi itu?
Biarpun dirinya Kim-coa ciangbun sendiri terhadapnya
tentu belum tentu heran mengucapkan kata kata yang
seperti ini, apa lagi sekarang baru seorang nenek tua saja
yang seperti ini.
Maka ia sudah segera mengeluarkan pukulan kearahnya
Kim-coa Lo-lo.
Kim-coa Lo-lo hanya ganda tertawa, ia membuka
mulutnya yang lebar dan berkata.
"Bocah yang belum mengenal akan tingginya langit dan
tebalnya bumi, cobalah kau ingin merasakan kepandaian
asli lari golongan Ular Mas kami."
Tangannya yang sudah keriputan itu digerakan untuk
menahan datangnya angin serangannya Bee Tie tadi.
Satu angin pukulan yang keras telah memaksa Bee Tie
untuk menarik kembali serangannya, ia betul-betul tidak
menyangka bahwa nenek ini. Walaupun Bee Tie telah
memakan nyalinya ribuan ular yang sehingga dapat
menandingi dirinya Hek-ie Sin-kun yang ternama tapi jika
dibandingkan dengan nenek tua yang sekarang ini ia masih
tidak ada pegangan yang kuat untuk menang. Tiba-tiba ia

sudah mengeluarkan sebelah tangannya lagi, berbareng
menyerang dengan kedua tangannya.
"Buum?" Dua pukulan yang dahsyat telah beradu dan
sama-sama mundur dari tempatnya masing-masing.
Kim-coa Lo-lo tertawa tergelak gelak.
“Tidak kusangka bocah yang seperti kau ini ada
mempunyai kekuatan yang dapat melebihi kekuatannya
dari si tosu tua Giok Cin sendiri. Sambutilah seranganku ini
sekali lagi.”
Betul-betul Kim-coa Lo-lo sudah menyerang lagi.
Tangan kirinya ditarik dan ditekuk untuk menjaga diri
tangan kanannya disodorkan kedepan dengan perlahanlahan
sekali.
Bee Tie yang sudah siap untuk menjaga diri, ia heran
dengan serangannya Kim-coa Lo-lo yang tidak bersinara
sama sekali ini. Mana ada cara menyerang musuh yang
semacam ini?
Tapi tiba-tibanya sampai setengah jalan, tangannya Kimcoa
Lo-lo tiba-tiba dan dikeraskan dan cepat sekali ditekuk
balik lagi, tangan kiri yang tadi menjaga diri meletik, keluar,
hanya jari tengahnya yang dikeraskan untuk menggantikan
tangannya yang di pakai menyerang lawan.
Bee Tie sudah merasakan suatu angin pukulan yang
halus sekali menyerang kearahnya dan diantaranya terdapat
satu aliran yang seperti pedang tajam sudah keluar dari jari
tengahnya nenek tua ini.
Bee Tie marah sekali, dengan tidak menunggu sampai
datangnya serangan musuh, ia sudah lompat kesamping
sedikit, kemudian mengeluarkan dua pukulannya untuk
menahan serangannya dan si nenek tua.

Dua buah angin pukulan yang halus beradu menjadi satu
suara ‘Buuum’, Bee Tie terpukul mundnr sampai dua
tindak, ia melirik kearahnya Kim-coa Lo-lo yang tidak
terpukul mundur oleh pukulannya itu tadi. malah maju lagi
siap untuk mengeluarkan serangan susulannya.
Tunggu sebentar, aku akan menanyakan padamu terlebih
dahulu.” Teriak Bee Tie.
Kim-coa Lo-lo tertawa dan menahan serangannya. “Apa
kau masih berani keras kepala ya?" Tanya si nenek kosen
ini.
Bee Tie menarik napas panjang membetulkan
pernapasannya yang tidak leluasa. Setelah tenang kembali
terdengar ia menanya.
"Kau tadi mengatakan aku ada lebih kuat daripada Giok
Cin sucou, apa kau pernah bertemu dengannya?"
"Bocah." bentak Kim-coa Lo-lo. Kau kira siapakah yang
menjadi ketua golongannya Ular Mas pada itu masa?”
Bee Tie menjadi tak mengerti. “Apa bukannya Kim-coa
ciangbun!" tanyanya.
"Kim-coa ciaugbun." Kim-coa Lo-lo balik menanya.
“Apa bukan Leng-bin Sian-cIe-yang kau maksud itu! Ah,
ternyata ia juga sudah meniru perbuatan ibunya yang dulu.”
“Oh ...” Bee Tie sekarang baru mengerti persoalannya.
“Ternyata yang menjadi Kim-coa ciangbun bernama Lengbin
sian-cie." Pikirnya dalam hati.
Dalam sekejap saja mukanya Kim-coa Lo-lo yang
tadinya tertawa-tawa kini sudah lenyap semua.
“Apa ia juga mempunyai niatan itu juga? Apa ia
mempunyai sifat seperti ibunya yang selalu tidak mau
berunding terlebih dulu dengan diriku?"

Tiba-tiba Kiom-coa Lo-lo membalikkan badan
meninggalkan Bee Tie yang masih tidak mengerti dengan
kata-katanya yang terakhir dan kemudian lenyap dibalik
Istana Ular Mas yang megah tadi.
Bee Tie setelah ditinggal pergi oleh Kim-coa Lo-lo sudah
mulai memasuki kembali istana Ular Mas ini, kecuali
sebuah gambar pemandangan yang besar sekali yang
terdapat disana, ia tidak dapat menemukan sesuatu apa lagi.
Ia terlongong longong ketika melihat gambar yang besar
ini, tentunya mempunyai suatu arti yang dalam atau
dibelakangnya tiba-tiba terasa ada satu angin pukulan yang
keras sekali. Cepat Bee Tie membalikkan kepala dan disitu
dilihatnya Kim-coa Lo-lo yang tadi meninggalkan padanya
telah muncul kembali ditempat itu.
Dipandang Bee Tie sekali lagi, dari kepala sampai ke
kaki dan dari kaki naik keatas kepala lagi, ia seperti
mengoceh berkata seorang diri.
"Mungkin bocah ini akan dapat mengerjakan pekerjaan
yang seberat itu? Cukup kuatkah ia menandingi kekuatan
mereka itu semua?”
Bee Tie yang seperti dianggap permainan saja dipandang
terus-terusan menjadi marah juga.
“Apa yang sedang kau perhatikan?" Bentak pemuda ini.
Kim-coa Lo-lo memandang Bee Tie sekali lagi dan
membentak keras.
"Bocah, baik-baiklah kau menjaga seranganku sekali ini,
atau kau jangan harap akan dapat meninggalkan Lembah
Ular Mas ini."
Biarpun Bee Tie cukup tahu akan lihaynya kepandaian
dari nenek tua ini, tapi keangkuhannya telah memaksa ia

tidak mau mengalah maka dengan tidak kalah kerasnya
iapun turut membentak pula. ”Keluarkanlah semua
kepandaiannya yang kau punyai itu, jika aku takut mati
sudah tentu aku tidak akan berani masuk kedalam Lembah
Ular Masmu ini."
Kim-coa Lo-lo membuka mulutnya yang lebar seperti
mau tertawa, tapi ia tidak mengeluarkan suaranya. Lima
jari tangannya segera terlihat diayun kedepan mengeluarkan
pukulan, tapi begitu angin pukulan akan keluar ia tidak
meneruskan lagi. Tiba-tiba saja badannya sudah berubah
menjadi seperti lemas sekali, bagaikan seekor ular besar saja
mengeloyor ke sana kesini dan kadang-kadang masih
mengirimkan pukulannya.
Bee Tie yang melihat kelakuan seperti ini yang belum
pernah dilihatnya selama hidup sudah berpikir keras.
"Inikah yang dinamakan kepandaian simpanannya
golongan Ular Mas disini?”
Karena tidak tahu harus bagaimana untuk
menghadapinya serangan yang demikian ini maka si
pemuda hanya terdiam ditempatnya saja.
Dua matanya Kim-coa Lo-lo yang tajam tidak henti
hentinya selalu mengawasi perobahan-perobahan dari Bee
Tie, begitu melihat sedikit kelengahannya ia sudah
memberikan pukulannya yang paling ampuh.
Uutuk mengadu kekuatan tenaga Bee Tie masih
merasakan belum cukup kuat menandingi tajamnya angin
dari jari nenek tua ini, maka ia sudah melompat kesamping
sedikit baru dapat ia membalas serangannya si nenek tadi.
Tetapi meskipun demikian pundaknya sudah terasa sakit
sekali terkena serangannya dari jari si nenek kosen ini.

Bee Tie menjadi marah sekali tubuhnya segera membalik
menggunakan kepandaiannya yang didapat dari sembilan
tiang batu dan Kiu tengeln-;eng partai Hoa-san pay.
Tapi biarpun Kin-teng-cin keng sangat lihay, untuk
menghadapi kepandaiannya nenek yang sudah apal dengan
semua gerakan-gerakannya mana dapat berbuat suatu apa?
Sebentar saja Bee Tie sudah terkurung oleh lawannya.
Kupingnya masih terus mendengar suara tertawanya si
nenek tua.
“Bee Tie terus terang saja kukatakan padamu bahwa
kepandaian “Lenggang Ular Mas" memang sengaja untuk
menaklukan golongan partai Hoa-san-paymu. Apa kau
masih tidak mau mengaku kalah?"
Bee Tie yang mendengar kata-katanya Kim-coa Lo-lo ini
setengah percaya setengah tidak, tapi satu kemyataan
baginya ialah betul kepandaian Kiu-teng-cin-keng dari Hoasan-
paynya disini sudah menjadi tidak berguna sama sekali.
Maka ia sudah meninggalkan kepandaian Hoa-san aslinya
dan menggunakan kepandaian Thian-san pay yang ia dapat
pelajari dari Lee Thian Kauw semasa kecilnya.
Dengan cara seperti ini ia masih dapat bernapas sedikit,
tapi Kim-coa Lo-lo itu memang orang yang bagaimana?
Sebentar saja Bee Tie sudah dapat didesaknya pula.
Kini sudah terlihat dengan nyata bahwa sebentar lagi Bee
Tie akan dapat dijatuhkan oleh nenek kosen ini atan tibatiba
suatu pikiran yang aneh dari si arak muda sudah
berkelebat satu bayangan yang tidak disangka sangka,
dengan tidak terasa lagi ia telah menarik kembali tangan
kirinya untuk menjaga dada, tangan kanan sonder disuruh
lagi telah menggerakan itu sikap gerakan yang belum lama
ini dilihatnya didalam lorong yang gelap dari golongan Ular
Mas sendiri.

Dengan tepat sekali gerakannya ini telah berhasil untuk
menahan rangsekannya Kim-coa Lo-lo.
Bee Tie menjadi berjingkrak mendapatkan penemuan
barunya ini, tangan kanannya sudah segera ditarik kembali,
sebagai gantinya ia menggunakan jari tengah lengan kiri
mengikuti sikap gerakan tengkorak yang terakhir didalam
lorong gelap itu dan betul saja gerakannya ini sudah dapat
memukul lengan kirinya Kim-coa Lo-lo yang belum ditarik
pulang kembali.
Kim-coa Lo-lo menjadi kaget dengan perobahan yang
mendadak ini, ia menjerit sekali mengundurkan kakinya,
tapi tidak lama kemudian dengan menggereng keras ia
sudah mulai dengan rangsekannya seperti tadi.
Bee Tie tetap menggunakan gerakan gerakan yang
dilihatnya didalam lorong gelap dan dengan cara ini ia telah
berhasil membikin Kim-coa Lo-lo sampai tidak berdaya
sama sekali.
Tidak percuma Kim-coa Lo-lo sebagai jagonya dari
Istana Ular Mas, tahulah ia tak mungkin dapat mengganggu
si anak muda lagi, maka dengan lompat mundur ia telah
berkata.
“Tidak disangka, kau bocah yang pintar ini baru sekali
lihat saja sudah dapat mempelajari semua gerakan-gerakan
“Tulang Ular Mas” dari golongan kami yang tersohor.
Biarpun aku sendiri yang telah lebih dari tiga tahun bolakbalik
disitu masih juga tidak dapat menggunakannya
dengan sempurna. Aku harus percaya pada Kiong-cu yang
selalu memuji-muji akan kepandaianmu itu."
"Maka sekarang lekaslah keluarkan dirinya Enci Giokku
yang dikurung disini. Setelah selesai dengan urusan ini. aku
Bee Tie akan segera mengangkat kaki dan pergi dari sini."

Kim-coa Lo lo tertawa dingin sekali lagi ketika
mendengar kata-katanya Bee Tie ini.
"Kau dapat meninggalkan Lembah Ular Mas ini sudah
sukar sekali, apa lagi mau membawa Kim-coa Giok-lIeyang
telah menghianati partainya sendiri? Janganlah kau
mimpi disiang hari.”
Baru saja Bee Tie siap untuk menyerang kembali pada si
nenek atau tiba-tiba terdengar satu suara yang garing telah
berkata.
"Lo lo, janganlah kau menyusahkan dirinya dulu,
biarkanlah ia berlaku sesuka sukanya.”
Bee Tie menjadi tergerak juga batinya, sudah tentu Kimcoa
Kiong-cu inilah yang bicara padanya ini. Maka berkata
pula.
“Atas perhatiannya Kiong-cu terhadapku. Bee Tie disini
menghaturkan banyak terima kasih. Tapi harap Kiong-cu
dapat melepaskan Giok-lie cicie juga.”
Tapi sebagai jawabannya dari kata-kata ini. Disana
sudah muncul empat orang gadis baju ungu yang sudah
segera memegat jalan masuknya si pemuda.
Kim-coa Lo lo juga sudah siap untuk mengusirnya.
Bee Tie menjadi marah sekali dan bentaknya.
"Hei, apa artinya gerakan kalian ini semua?"
Kim-coa Lo-lo seperti tidak meladeni dan ia berkata
sampai menunjuk kearahnya gambar pemandangan besar
yang terdapat disana.
"Bee Tie, lihatlah gambar besar itu dulu."
Bee Tie menjadi lebih marah lagi.
"Apa kebagusannya gambar pemandangan itu?"

Kim-coa Lo-lo tertawa dingin.
"Apa kau tahu penandangan manakah yang tergambar
disitu?”
”Tidak perduli pemandangan mana, ada hubungan apa
dengan diriku?"
Setelah menahan majunya empat gadis baju ungu tadi,
dengan perlahan Kim-coa Lo-lo mulai berkata lagi.
"Inilah yang disebut Lembah Kodok Perak yang menyidi
saingan keras dari golongan kami tiga Jenggot empat
brewok dan sembilan kumis dan mereka adalah orangorang
yang paling ditakuti oleh golongan Ular Mas. Maka
sebegitu jauh golongau Ular Mas tidak berani keluar dunia
hanya gara-garanya ini saja. Jika ada seorang yang gagah
berani dapat pergi ke sana untuk menyolong Ha-ma-cin-kia
mereka dan dikasih lihat kepada Kim-coa Kiong-cu disini,
sudah tentu golongan Ular Mas dapat segera keluar dunia
pula."
Bee Tie hanya tertawa dingin.
"Penjelasan-penjelasanmu ini apa gunanya dikatakan
padaku.”
Kim-coa Lo-lo tertawa lebar.
"Bee Tie, kau sebagai orang yang berotak cerdas masa
tidak dapat mengerti akan maksudnya kata-kataku ini?
Terus terang saja kukatakan padamu bahwa jika kau
mengingini kami untuk melepaskan dirinya. Kim-coa Gioklie.
kau harus pergi dulu ke Lembah Kodok Perak didaerah
pegunungan Lo-kun-san mengambil Ha-ma-cin-kiap itu
atau sebaliknya janganlah kau dapat menemukan dirinya
cicie Giok-lie mu lagi."

Bee Tie mukanya merah padam saking marahnya ketika
mendengar kata-katanya Kim-coa Lo-lo yang mau
menggunakan tenaganya untuk melawan musuh musuhnya
itu tapi begitu ia akan maju untuk menyerangnya, atau
empat gadis baju ungu tadi sudah cepat menghadang
didepannya semua.
Sebentar saja empat macam aliran pukulan yang
kekuatannya tidak berada dibawahnya Kim-coa Lo-lo
sudah menyerang kearahnya.
Bee Tie menjadi kaget dan segera lompat menghindari
serangan-serangan tadi. Maka dengan menggeram ia
mengejek.
”Apa diantara sekian banyaknya orang dari tolongan
Ular Masmu ini tidak ada yang berani untuk pergi sendiri?"
Empat orang gadis baju ungu yang tadi melihat Bee Tie
tidak meneruskan serangannya sudah mundur kembali lagi.
Kim-coa Lo-lo tertawa memapaki.
"Bee Tie, janganlah kau banyak tanya lagi. Su cou-mu
sendiri si hidung kerbau Giok Cin itu karena tidak melulusi
permintaan ini, maka ia sampai mati disini. Jika diantara
kita ada yang mempunyai kepandaian untuk
mengambilnya, buat apa akan menyuruhmu lagi? Aku
hanya menginginkan satu jawabanmu saja suduh cukup,
kau mau pergi atau tidak? Keselamatannya Kim-coa Gioklie
hanya tergantung dari jawabanmu ini saja.
Bee Tie mendengar kata-kata ini sudah meajadi marah
sekali jika ia seorang diri yang mati masih tidak menjadi
apa, tapi inilah menyangkut mati hidupnya Kim-coa Gioklie.
suatu kejadian yang sangat menyulitkan sekali bagi
dirinya.

Sebelum anak muda ini dapat mengambil keputusannya,
tiba-tiba disana sudah terdengar lagi suaranya Kim-coa
Kiong-cu yang garang itu.
"Lo-lo, aku akan menghitung dari satu sampai sepuluh
jika ia masih membandel juga janganlah banyak rewel lagi
dengannya."
Betul betul ia sudah mulai menghitung dengan sebutkan
angka-angkanya, "Satu ... dua ... tiga ... empat ... lima ...
tujuh ... delapan ... ”
Bee Tie sudah mulai mandi keringat dingin. Kim-coa Lolo
berdiri didepannnya dengan membuka mulut lebarnya.
Sewaktu Kim-coa Kiong-cu menghitung sampai angka
yang “Sembilan”, tiba-tiba Bee Tie sudah lompat menubruk
kearahnya Kim-coa Lo-lo dan ia berteriak.
Lekas berikan kesempatan padaku untuk menemuinya
sebentar, atau sampai matipun tidak nanti aku akan
melulusinya."
Kim-coa Lo-lo tertawa lebar, lengannya segera
dikibaskan menghindari tubrukannya Bee Tie ini.
Tapi tiba-tipa diluar istana terdengar suaranya Kim-coa
Giok-lIe-yang berteriak lagi.
"Adik Tie, janganlah kau memusingkan akan diriku
lagi.”
Bee Tie menjadi kaget sekali, cepat ia lari keluar dari
istana dan dilihatnya disana Kim-coa Sin-lie dan Kim-coa
Jing-lie sedang bersama-sama membopong tubuhnya
seorang gadis yang mengenakan baju putih.
Siapa lagi jika bukannya Kim-coa Giok-lIe-yang sedang
dicari carinya setengah mati itu.

Tapi baru saja Bee Tie sampai diluar istana, empat gadis
baju ungu tadi yang mempunyai kecepatan bergerak tidak
berada di sebelah bawahnya dengan cepat sudah
menghadang lagi didepannya sambil menghunus pedang
mereka yang berupa ular mas sebagai simbul dari mereka!
Kim-coa Lo-lo yang tidak turut mangejar perlahan-lahan
ia menghampiri lagi dan katanya.
"Bagaimana? Apa kau sekarang telah melihat jelas Gioklie
Cie-cie mu? Walaupun orang-orang dari Lembah Kodok
Perak mempunyai tiga Jenggot empat brewok dan sembilan
kumis mereka, dengan kepandaianmu ini yang bukannya
hanya semacam saja. apa lagi kini sudah ditambah dengan
kepandaian Tulang Ular Mas yang kau telah lihat didalam
lorong gelap itu, tidak sukarlah rasanya untuk kau
mengambil kitab Ha-ma-cii-kiap itu. Jika betul kau berniat
untuk menolong Enci Giok mu. kau-harus mencoba untuk
menerjang bahaya ini."
Dalam kedaan yang seperti sekarang ini! Bee Tie tidak
dapat tidak harus meluluskan juga. Maka dengan sengit ia
berkata.
"Baiklah. Ini hari aku telah terjatuh ke dalam
perangkapmu, tapi setelah aku mendapatkan itu kitab Hama-
cin-kiap dan diserahkan padamu. Awaslah dengan
pembalasanku ini untuk dimasa yang akan datang nanti."
Lalu ia membalikkan kepala siap berjalan untuk
meninggalkan Lembah Ular Mas.
Dari jauh masih terdengar kata-kata ancamannya dari
Kim-coa Kiong-cu yang tak pernah menongolkan mukanya.
"Bee Tie, didalam waktu sebulan ini, kau sudah harus
dapat membawa itu Han-ma-ciu-kiap kemari atau janganlah
kau balik lagi untuk selama lamanya.”

Bee Tie sudah tak mau melayani lagi akan perkataannya
Kim-coa Kiong-cu ini dan ia malah menanya kearahnya
Kim-coa Lo-lo.
"Apa aku diharuskau keluar dari lorong gelap itu lagi? “
-2
Kim-coa Lo-lo menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku akan mengantarkanmu untuk meninggalkan
Lembah Ular Mas ini.”
Kemudian Kim-coa Lo-lo mengajak Bee-Tie menuju
kearah Barat dari Lembah Ular Mas ini, dari salah satu
lubang batu sudah keluar lagi, setelah berjalan berliku-liku
sekian lamanya, maka akhirnya mereka berdua telah
sampai pada satu sungai kecil yang berair jernih sekali.
Inilah sungai perbatasannya Hoa-san-pay dan golongan
Ular Mas. Sesampainya mereka disana, Kim-coa Lo-lo
sudah berkata lagi.
"Bee Tie, aku hanya dapat mengantarkan untuk dirimu
sampai disini saja. Dalam seumur hidup ini, belum pernah
aku memperhatikan dirinya siapa juga, entah bagaimana
begitu bertemu dengan dirimu, aku telah sedemikian
tertariknya. Biarpun betul kau berkepandaian tinggi, tapi
orangnya dari Lembah Kodok Perak bukannya orang yang
berkepandaian biasa saja, apa lagi itu tiga jenggot empat
bewok dan sembilan kumisnya, hati-hatilah kau jika harus
menghadapi mereka. Diantara mereka hanya si brewok
yang keempat Hoan Cie Bun lah yang paling tidak tegaan
orangnya, berusahalah untuk menemukannya terlebih
dahulu, jika sampai terjadi sesuatu apa, mungkin ia akan
dapat memberikan kelonggarannya.”
Bee Tie memandang kearahnya nenek kosen ini yang
sekarang ada sedemikian baik padanya, diatas mukaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
mukanya yang sudah keriputan terlihat wajah yang welas
asih. setelah mengucapkan terima kasihnya maka pergilah
ia meninggalkan si nenek.
Setelah kepergiannya si anak muda, Kim-coa Lo-lo
seperti telah kehilangan sesuatu apa, ia menghela napas dan
berkata seorang diri.
"Bocah yang sekecil itu harus menanggung urusan yang
sulit ini. Entah bagaimana pula nanti dengan akibatuya?”
Maka dengan lesu kembalilah ia kedalam istana Ular
Mas.
XVII. MUNCULNYA, SETAN GENTAYANGAN DI
DUNIA.
BEE TIE mulai meninggalkan Lembah Ular Mas dan
menuju kearah puncak Cee-thian-hong kembali.
Berjalan tidak beberapa jauh ia sudah membalikkan
kepalanya dan berkata kearah Lembah ULar Mas tadi.
"Encie Giok sabarlah untuk menantikan kedatanganku
kembali. Aku akan berusaha mengambil itu kitab Ha ma-cin
kiap di Lembah Kodok Perak dan kembali lagi ke Lembah
Ular Mas-mu ini."
Tidak lama kemudian ia sudah sampai di depan Ceethian-
koan, dari jauh sudah dilihatnya seorang tosu tua
yang menanti didepan kelenteng, itulah Giok HIe-yang jadi
tidak sabaran menantikan kedatangannya sang ketua muda.
Begitu melihat ia sudah kembali, dengan kegirangan ia
berkata.
"Oh, akhirnya kau kemhali juga. Tadi kawan-kawanmu
itu sudah turun semua untuk mencarimu yang telah begitu
lama belum juga kembali."

Bee Tie memanggutkan kepalanya dan mengajak Giok
Hie untuk masuk kembali kedalam kelentengnya, setelah
sampai diruang belakang, dengan sungguh-sungguh Bee Tie
berkata.
"Harap susiokcou dapat duduk menenangkan pikiran
dulu."
Giok Hie sudah menurut dan duduk bersila, Bee Tie juga
sudah menuruti jejaknya dan menempelkan kedua telapak
tangannya, dengan perlahan berkata.
"Susiokcou, mulai hari ini, Kiu-teng cin keng akan
kuturunkan padamu."
Betul saja Bee Tie sudah mulai menurunkan itu semua
kepandaian Kin-teng cin keng yang didapati olehnya
didalam goa Pintu Terlarang dari golongan Ular Mas.
Demikianlah seharian penuh telah dilewatkan oleh
mereka berdua dengan duduk, pada keesokan harinya,
perlahan-lahan Bee Tie mulai bangun dari duduknya,
dilihatnya Giok Hie masih tekun dengan pelajarannya,
yang baru ini, maka ia tidak mau mengucapkan niatnya.
"Bee Tie karena mempunyai kesukarannya sendiri, maka
dengan terpaksa harus meninggalkan jabatan ketua partai
Hoa-san-pay ini."
Perlahan-lahan dibukanya pintu dan dilihatnya disitu
ternyata sudah banyak tosu yang sedang menantikan
dirinya, maka ia sudah segera mengumumkan akan
ketetapannya tadi.
"Saudara-saudara harap dapat mendengar kata-kataku
ini, mulai dari hari ini, ketua partai Hoa-san-pay kini dijabat
oleh Giok Hie susiokcou dan baik-baiklahkan semua
mendengar akan segala perintahnya.”

Lalu dengan sekali lompatan saja ia sudah meninggalkan
kelenting Cee-thian koan ini dan ia berkata dari tempat
yang jauh sekali.
"Selamat tinggal.”
Bee Tie sudah turun meninggalkan puncak Cee-thian
hong lagi, tapi baru saja ia berjalan tidak berapa jiuh dari
sana, atau tiba-tiba saja ia sudah dibikin kaget oleh suara
tegorannya seorang gadis pengemis.
"Eh, mengapa kau hanya seorang diri saja meninggalkan
puncak Hoa-san ini? Apa kau telah ribut dengan Encie Giok
mu itu?”
Ternyata gadis pengemis ini adalah Ie Siauw Yu adanya,
Bee Tie menjadi kaget juga ketika melihat kedatangannya ia
ini, maka segera ia menanya.
"Oooo, nona Ie. Tadi mereka mengatakan bahwa kau
telah meninggalkan Hoa-san ini, mengapa dapat kembali
lagi kesini? Apa kau mempunyai urusan yang lain maka
datang lagi kemari?"
Ie Siauw Yu menggelengkan kepalanya, dengan tertawa
ia bertata.
”Kau duduklah dulu. mengapa sampai begitu tergesagesa?
Umpamanya kau memerlukan bantuanku, katakanlah
saja. Apa kau takut nanti aku tak mau membantunya?"
"Kebaikan nona Ie memang harus dipuji, tapi karena ini
hanya urusanku sendiri, tak berani aku mengganggu orang
lain dan akan menyusahkannya saja."
"Urusan apakah itu sebenarnya?"
Bee Tie tidak berdaya, dengan lesu ia mulai barkata juga.
"Kim-coa Giok-lie kini sedang dikurung didalam istana
Ular Masnya ... ”

Begitu mendengar katanya Bee Tie ini Ie Siauw Yu
sampai meleletkan lidahnya. Dengan menghela napas ia
berkata.
“Oh, lihay sekali ilmu mengentengi tubuhnya dari
mereka itu, baru saja kemarin aku melihat ia dengan
seorang diri saja telah melewati Han-kok-koan menuju ke
arah Timur, dalam setengah harian saja ia sudah dapat
kembali ke Hoa-san lagi?"
"Apa? Apa nona Ie ...? "
"Janganlah panggil aku nona, nona saja. panggillah
dengan Siauw Yu saja.”
Bee Tie menganggukkan kepalanya.
"Siauw Yu, apa kau tidak salah lihat?"
“Mana mungkin? Aku berani seratus persen
memastikannya."
"Apa kau tidak memanggilnya?"
Ie Siauw Yu tertawa.
“Siapa yang berani memanggilnya? Masih untung jika ia
tidak memperdulikan panggilanku, tapi bagaimana jika ia
memberikan beberapa jarum beracun lagi padaku siapakah
orangnya yang harus menolong diriku?”
Bee Tie menjadi sibuk sendiri.
"Siauw Yu, janganlah kau menyesalkan padanya.
Sebenarnya Enci Giok mempunyai sifat yang baik. Hanya
sajakau belum pernah bergaul rapat dengannya, maka tidak
dapat memahami akan sifat pribadinya yang luhur.”
Tapi tiba-tiba Bee Tie menjadi kaget sekali dan sambil
berjingkrak-jingkrak ia berkata.

"Apa betul kau melihat dirinya itu? Tidak. Tidak
mungkin. Kemarin dengan kuping dan mata sendiri aku
melihat ia berada didalam Istana Ular Mas, mana bisa jadi
ia telah pergi keluar dan Hak-kok-koan?”
Ie Siauw Yu memandang kearahnya Bee-Tie dan
tertawa.
“Sudahlah. Buat apa terlalu memusingkannya. Soal
penting yang aku bawa kali ini adalah tentang
kedatangannya paman guru dari Hek-ie Sin-kun yang telah
mengajak para ketua partai untuk mencarimu hati-hatilah
kau bila menghadapi mereka itu."
Bee Tie menjadi kaget dan menegasi.
"Para ketua partai ...?!"
"Ya, Pek Tie hweshio dan Koap Hian tosu bersama-sama
dengan Pek Lik Tong-ci yang menjadi teman gurunya Hekie
Sin-kun itu sedang menuju kepegunungan Hoa-san ini.”
Bee Tie menjadi heran rekali.
"Permusuhan apakah diantara mereka dengan Hoa-sanpay
kita disini!"
"Entahlah, tapi yang sudah pasti Pek Lik Tong cielah
yang telah mengojok-ojok mereka sehingga mau untuk
membantunya. Pek Lik Tong cie dari Tiang-pek-pay itu
mempunyai hubungan, yang baik sekali dengan delapan
ketua partai ternama, bukan saja Siauw-lim dan Bu-tong
yang sudah dapat diajak olehnya, lima partai lainnya pun
sudah pada menjajikan bantuan mereka. Awaslah kau
untuk menjaga dari kedatangannya mereka kesini, sampi
disini sajalah dahulu laporanku itu, karena masih ada
urusan yang lainnya lagi, maka aku harus segera pergi dari
sini."

Dan setelah melambaikan tangannya betul saja Ie Siauw
Yu sudah meninggalkannya.
Bee Tie hanya dapat memandang bayangan belakang
dari gadis pengemis yang lincah ini, tidak lama kemudian
lenyaplah bayangan tadi itu sama sekali.
Tapi tiba-tiba Ie Siauw Yu telah balik kembali dan
berkata.
-oo0dw0oo-
Jilid 16
"MASIH ada satu soal lagi yang aku lupa menberi tahu
padamu, kemarin aku juga telah melihat ada lima orang
wanita yang mengenakan baju ungu semua lari dengan
cepat sekali, sehingga aku sukar untuk mengetahui mereka
itu dari golougan mana.”
Begitu mendengar disebutnya ‘Baju ungu’ Bee Tie sudah
ingat akan itu empat gadis baju ungu yang berada didalam
Lembah Ular Mas, untuk memastikan akan dugaannya ini
ia harus melihat dulu dengan mata sendiri. Tapi ia juga
ingat akan senjata mereka yang aneh, maka ia sudah
menanya lagi.
"Apa mereka menggunakan pedang ular mas sebagai
senjata?”
“Entahtah. karena aku tidak begitu memperhatikannya.
Siapakah dugaanmu itu?"
"Menurut dugaanku." Bee Tie berkata. “Di dalam
Lembah Ular Mas aku pernah menemukan empat gadis
baju ungu yang semuanya menggunakan pedang ular mas
sebagai senjata, dan yang satunya lagi mungkin juga Kimcoa
Kiong-cu sendiri. Jika kau ada niatan unttuk

menyelidiki keadaan mereka, pergilah sekarang juga. Tapi
awas! Janganlah kau coba coba untuk membenturnya
karena mereka itu mempunyai kepandaian tinggi dan
telengas sekali.
Golongan Ular Mas adalah yang menjadi musuh nomor
satu dari golongan pengemis, maka begitu Ie Siauw Yu
mendengar disebutnya akan nama “Golongan Ular Mas” ia
sudah mengkretek gigi.
"Aku tak akan melepaskan mereka lagi."
Lalu ia membalikan badannya dan pergi dari sini.
Bee Tie yang mengingat kata-katanya Ie Siauw Yu yang
mengatakan tentang kedatangannya Pek Lik Tong-cIe-yang
menjadi susioknya dari Hek-ie Sin-kun dan mengajak Pektie
hweshio dan Koan Hian Tojin dari Siauw-lim dan Butong
pay menjadi berkuatir juga. ia masih meragukan akan
kekuatan Giok-HIe-yang sudah tua itu.
Tapi tiba-tiba ia sudah mendapatkan satu akal. dengan
memilih salah satu batu besar yang harus dilalui mereka
menuju kepuncak Cee-thian-hong ini dan ia mulai menulis
dengan tekanan jarinya yang berbunyi.
"Bee Tie dari Hoa-san-pay menunggu para pengunjung
di Lembah Kodok Perak daerah pegunungan Lo kun-san."
Biarpun Bee Tie melatih Kiu teng-cin-keng belum lama,
tapi tulisan tulisan ini masuk kedalam batu sampai beberapa
dim dalamnya, dapatlah dibayangkan betapa hebatuya
tenaga dari jarinya itu.
Tapi ia masih takut akan kata-katanya ini nanti tidak
dapat terlihat oleh mereka, maka dengan memilih beberapa
pohon besar yang mudah untuk dilihatnya, ia telah menulis
pula kata-kata yang sama bunyinya.

Setelah selesai mengatur rencananya semua ini, barulah
dapat melegakan diri dan meninggalkan daerah Hoa-san
menuju Lembah Kodok Perak dipegunungan Lo kun san.
Tidak berapa lama ia sudah sampai di kota Lu leng-koau,
setelah menanya kepada beberapa orang tentang letaknya
pegunungan Lo-kun-san yang belum diketahuinya berada di
mana, tapi ia sangat kecewa karena tidak ada yang tahu
sama sekali letaknya tempat itu maka ia menjadi lesu
sendiri.
Masih untung batas waktu pengambilan Hi .ni-ciu-kiap
masih sebulan lagi, maka ia dapat mengambil keputusaa
untuk pergi dulu ke kota Lok-yang yang ramai untuk
menyerap nyerapi tentang letaknya Lembah Kodok Perak
ini.
Sesampainya dikota Lok-yang langsung ia mencari
sebuah rumah makan untuk menangsel perutnya yang
sudah mulai keroncongan.
Tidak lama kemudian pelayan rumah makan sudah
membawakan apa yang diminta olehnya dan ditaruh diatas
mejanya Bee Tie siap untuk mengganyang makanannya
sendiri atau tiba-tiba kupingnya sudah menjadi pengang
karena mendengar seorang yang sedang mengeluarkan
makan yang seperti genta saja.
"Betul aku menemukan. Setan gentayangan itu."
Bee Tie melihat kearah datangnya suara yang seperti
genta ini dan tidak jauh dari mejanya terlihat olehnya ada
duduk tiga orang yang aneh tiga orang itu mempunyai
badan yang hampir sama besarnya, satu sama lain, tapi
tidak sama pakaiannya karena yang satu mengenakan
pakaian hweshio satu tosu dan seorang lagi berpakaian
merah darah. Orang yang mengenakan pakaian merah
inilah yang mengucapkan suara yang seperti genta tadi.

Hampir saja Bee Tie tertawa melihat orang bersinara
seperti genta ini, biarpun tiga orang itu sudah sama-sama
tuanya, tapi suara genta inilah yang paling aneh sekali.
Bukan saja pakaiannya yang tidak cocok dengan umurnya,
malah masih mempunyai kelakuan yang seperti kanak
kanak saja.
Sitosu yang melilit kelakuannya kawan tua yang tidak
tahu diri ini yang sudah mau mengamuk lagi. ia mencoba
untuk menghibur.
“Saudara Tiang-pek, apa artinya kau marah marah
disini ? Orangnya pun telah lama pergi."
“Apa artinya?” Si suara genta berkata lagi? ”Apa kau
telah lupa bahwa tadi ia sudah berani menjanjikan lagi
tempat pertemuan untuk yang kedua kalinya dengan kita
bertiga malam ini."
"Ya. Dengan kepandaiannya Siauw lim. Bu tong dan
Tiang-pek berharga, aku tidak percaya jika tidak dapat
menangkap. Setan gentayangan itu." Terdengar si tosu
berkata lagi.
"O-mi-to- hud.“ Si hweshio perlahan-lahan membuka
mulutnya. “Ini malam juga kita pasti akan dapat
menangkapnya.”
“Menangkap? Hmm.” Si suara genta kembali berkata.
“Pasti semalam suntuk lagi kita akan dipermainkan terus
olehnya.”
"Betul-betul aku tidak mengerti." Sambung si kawan
tosunya lagi. "Mengapa ia selalu mengganggu kita bertiga
saja dan kita toh tidak kenal padanya.”
Bee Tie yang mendengarkan percakapan mereka ini ia
sudah dapat menduga tiba-tiba adanya mereka, kecuali Pek
Lik Tong-Cie dan Tiang-pek-pay Pek Uie hweshio dan

Siauw-lim-pay dan Koan Hian tojin dari Bu-tong-pay
mereka bertiga yang sedang ia cari-cari tidak a.da orang
yang lain lagi demikian menurut sura hati Bee Tie. Hanya
saja ia masih heran siapa dengan si Setan gentayangan yang
disebut sebut oleh mereka itu masih tidak diketahuinya
sama sekali.
Maka begitu mereka telah selesai membayar rekening
makanannya, ia juga sudah buru-buru menghabisi sisa
makanannya dan siap untuk mengikuti mereka.
Masih untung saja yang tiga orang ini tidak
mengenalnya, sehingga ia tidak usah menguatirkan akan
kepergok oleh mereka bertiga. Perlahan-lahan diikutinya
dari kejauhan dengan hati-hati sekali.
Tapi belum juga beberapa jauh ia berjalan mengikuti
mereka atau tiba-tiba saja dibelakangnya sudah terasa
adanya satu angin pukulan yang kuat menyerang padanya.
Cepat ia membalikkan kepala dan kini dilihatnya lima
orang gadis baju ungu sudah berbaris dengai rapi
dibelakangnya. Kecuali itu empat gadis yang pernah
ditemuinya didalam Lembah Ular Mas, kini telah
bertambah lagi seorang gadis yang menutup seluruh
mukanya dengan kerudung ungu.
Inilah tentunya lima wanita baju ungu yang
dimaksudkan oleh Ie Siauw Yu sebelum ia meninggalkan
puncak Hoa-san. Dan ada ke mungkinan besar bahwa si
Kerudung ungu tentu Kim-coa Kiong-cu adanya.
Terdengar si kerudung ungu sudah membentak
kearahnya.
"Bee Tie, apa maksudmu yang telah mengikuti mereka
bertiga? mengapa kau masih belum pergi juga ke Lembah
Kodok Perak?"

"Hm." Bee Tie mengeluarkan suara dari hidungnya.
Karena Encie Giok ku masih berada didalam tangan
golongan Ular Mas mu sudah tentu saja aku akan menuruti
akan segala perintahmu. Tapi mengapa kau pula telah
mengikuti diriku? Apa kau kira dengan menutupi seluruh
mukamu, aku sudah tidak mengetahni tentang dirimu ini
sebagai Kim-coa Kiong cu?"
Si Kerudung ungu tetawa cekikikan.
"Apa pula yang kau akan perbuat setelah dapat
mengetahui tentang siapa diriku?"
Bee Tie menjadi melongo mendapat pertanyaan yang
setajam ini, tapi tidak berapa lama karena ia sudah berkata
lagi.
"Dan apa pula sebabnya kau menghalang-halangi aku
mengikuti tiga orang tadi?"
“Apa kau tahu siapa-siapa adanya mereka itu?”
"Si suara genta yang dipanggil “Saudara Tiang-pek oleh
kawannya tentu tidak salah lagi Pek-Iie Tong cie adanya,
dan itu hweshio dan tosu tentunya dari Butong dan Siauw
lim juga ... ”
“Betul.” Kim-coa Kiong-cu anggukkan kepalanya.
Memang betul mereka adalah Pek Tie hweshio dan Koan
Hian tojin yang akan mencari dirimu. Apa kau berniat
menahan mereka itu disini saja?"
Bee Tie anggukkan kepalanya.
Tentang mereka bertiga, serahkanlah saja padaku dan
kau boleh menenangkan hatimu untuk mengambil itu Hama-
cin-kiap di Lembah Kodok Perak."

Bee Tie manggutkan kepalanya dan siap untuk berlalu
dari situ atau tiba-tiba saja Kim-coa Kiong-cu sudah
mencelat kembali dihadapannya sambil membentak.
”Tidak disangka kau sudah ada sedemikian busuknya
dan mencoba untuk mengurung diri kita semua. Baiklah itu
tiga orang aku tidak mau memusingkannya lagi dan jika
dalam waktu sebulan ini kau masih tidak dapat mengambil
Ha-ma-cin-kiap untuk dibawa ke lembah kami, aku tidak
tanggung dengan jiwanya Encie Giok mu itu.
Bee Tie menjadi tidak mengerti sama sekali dengan
perobahan yang mendadak ini. tapi kupingnya yang tajam
sudah dapat menangkap berkeresekannya beberapa kaki
orang yang sedang bersembunyi disekitar tempat itu dan
seperti yang sedang mengurung mereka.
Ia meneugok kebelakang dan dilihatnya disana Ie Ceng
Kun dan Ie Siauw Yu sedang memimpin golongan
pengemisnya sudah mulai mengurung musuh lama mereka.
Sekarang mengertilah Bee Tie mengapa Kim-coa Kiong-cu
dapat mendadak sudah merubah sikapnya.
Tapi untuk memberikan penjelasannya, tidak mungkin
Kim-coa Kiong-cu Ini mau dikasi mengerti lagi pula tidak
perlu ia juga sampai harus merendahkan diri. Hanya saja
karena melihat akan kepandaiannya empat gadis baju ungu
ini yang sudah cukup sempurna, tapi entah bagaimana pula
dengan kepandaiannya dari Kim-coa Kiong-cu mereka itu.
Jika pihak ia hanya mengandalkan Ie Ceng Kun dua
saudara dan beberapa orang pengemis ini saja. sukar sekali
rasanya untuk menundukkan mereka berlima. Maka
dengan lantang ia sudah meneriak kearah sahabat lamanya
itu.
"Saudara Ie, harap tarik muudur kembali semua orangorang
mu ini.”

Tapi Ie Ceng Kun dan Ie Siauw Yu yang sudah menjadi
kalap ketika melihat musuh besarnya, sudah tidak mau
memperdulikan lagi pada peringatannya Bee Tie tadi.
malah mereka telah menubruk kearahnya Kim-coa Kiongcu
berlima.
Sebelum Bee Tie dapat berbuat suatu apa, dia itu telah
terdengar satu jeritan ngeri dan “Sret” kepalanya Ie Ceng
Kun telah terkutung menjadi dua terbabat oleh pedang ular
masnya Kim-coa Kiong-cu yang entah sejak kapan
mengeluarkannya, tahu-tahu sekarang sudah berada dalam
tangannya.
Bee Tie menjadi melongok dan kesima waktu melihat
akan kehebatannya dari Kim-coa kiong cu yang lihay ini.
Seorang kawan baiknya telah mati dibawah kekejamannya.
Ie Siauw Yu yang melihat kematian saudara kandung
yang sangat mengenaskan ini sudah menjadi kalap dan
menyerang dengan melupakan penjagaan terhadap diri
sendiri. Bee Tie yang mempunyai pandangan mata tajam
sudah dapat melihat akan bahaya maut apa yang segera
akau menimpanya lagi, maka dengan mencelat maju
kemedan pertempuran ia berkata.
"Kim-coa Kong-cu, aku mohon padamu agar dapat
melepaskan orang ini."
Dengan mulut berkata demikian, tangannyapun tidak
tinggal diam saja, cepat sekali ia lompat naik keatas
kepalanya Ie Siauw Yu, dengan sekali menggerakkan
jarinya ia telah berhasil menotok jalan darahnya gadis
pengemis ini yang segera diangkat pergi dari tempat bahaya
itu.
Masih untung yang Bee Tie dapat bekerja dengan cepat
sehingga Ie Siauw Yu dapat terhindar dari bahaya

kematian, ia menaruh tabuhnya gadis pengemis ini dan
berkata.
"Siauw Yu, waktu tadi pesanan apa yang aku tinggalkan
padamu? Mengapa kau masih membandel juga dan
sebaliknya malah mengajak rombongan pengemis ini
kemari untuk mengurungnya.”
Bee Tie sudah menotok hidup kembali jalan darahnya si
gadis dan dikasi mengerti.
"Lekaslah kau ajak mereka semua itu pergi dari sini.
Untuk kau dapat menandingi orang-orang dari Ular Mas
Ini, sedikitnya harus belajar beberapa tahun lagi."
Disana Kim-coa Kiongcu hanya tertawa dingin.
“Biarpun ia sudah pergi dari sini, aku juga tetap masih
dapat menyusulnya lagi.”
Bee Tie yang waktu itu seperti satu binatang serigala
telah menubruk kearahnya Kim coa Kiong cu sambil
membentak.
“Kau yang mempunyai hati ular ini jangan harap dapat
melukai dirinya jika aku masih berada disini bentaknya
dengan sengit.” Kim-coa Kiong-cu tertawa cekikikan sambil
menghindarkan diri dari serangannya Bee Tie dan lompat
ke kiri kemudian menyusul kearah larinya Ie Siauw Yu tadi.
Tepat pada waktu itu dari arahnya Ie Siauw Yu lari tadi
sedang mendapat seorang pangemis tua yang tidak lain Ie
Tong Sen adanya yang menjadi ketuanya dari perkumpulan
pengemis.
Ie Siauw Yu yang ketika melihat akan kedatangan
ayahnya ini sudah menjadi gembira sekali dan ia
memanggilnya.
“Ayah ... ”

Ie Tong Sen yang dapat melihat bahaya yang sedang
mengancam diri anaknya ini cepat mengeluarkan dua buah
pukulannya si-tua memapaki serangannya Kim-coa kiongcu
tadi.
“Duk, Duk,” dua kali, Ie Tong Sen sudah mundur
sampai dua kali terkena pukulannya Kim-coa Kiong-cu.
Bee Tie yang melihat ke sana. dimnana Kim-coa Kiongcu
dengan tertawa cekikikan telah mengeluarkan ejekannya.
"Oh, ketuanya dari perkumpulan pengemis yang ternama
itu hanya mempunyai kepandaian yang seperti ini saja?
Membiarkan kau hidup didunia juga percuma tak dapat
membuat suatu apa-apa lebih baik kau segera bunuh diri
saja.”
Ia sudah membalikan badan, dengan mengajak empat
orang pengiringnya telah meninggalkan mereka.
Disana Ie Siauw Yu dengan air mata bercucuran
menceritakan kepada ayahnya tentang kematiannya Ie Cing
Kun.
Ie Tong Sen yang mempunyai sifat berangasan sudah
menumplekan semua kemarahannya keatas diri Bee Tie
yang dianggap tak mau menolongnya. Maka dengan marah
ia mengeluarkan bentakan.
"Bee Tie, kau ini sebetulnya kawan atau lawan dari
golongan Pengemis kami?"
“Apa cianpwe masih tidak percaya?" Bee Tie dengan
hati sedih berkata.
Ie Tong Sen masih gemetaran jika mengingat akan
kematian anaknya, maka dengan bengis ia mengeluarkan
makian.

"Bee Tie, kau ini seperti bukannya kawan, jika sewaktu
anakku menyerang, kau mau membantu, sudah tentu tidak
akan kejadian yang seperti sekarang ini.”
Bee Tie-sangat menyesal sekali atas peristiwa ini, tapi ia
tahu percuma saja untuk memberikan penjelasannya, maka
dengan menggereng keras ia lompat kearahnya mayat Ie
Ceng Kun tadi dan memungut kembali pedang kawannya
ini untuk nengeluarkan sumpahnya.
“Locianpwe. jika Bee Tie tak dapat membalas dendam
ini, pedang inilah yang menjadi saksi untuk membunuh diri
sendiri.”
Lalu badannya sudah membalik dengan tiba-tiba dan
melesat pergi dari situ.
Ie Siauw Yu yang melihat akan hal ini sudah menjerit
dan memanggil-manggil. ”Bee Tie, janganlah kau berlaku
semberono, dengan seorang diri saja. kau masih bukan
tandingannya mereka berlima."
Tapi Bee Tie dengan tidak menoleh lagi sudah terus pergi
dan menghilang dari pandangan mata mereka.
Ie Siauw Yu lah yang paling bersedih dalam hal ini, baru
saja ia kematian dari saudaranya sudah ditinggal pergi lagi
oleh Bee Tie. ia yang biasanya malang melintang dalam
kalangan Kang-ouw dengan tidak mengenal apa artinya
yang dinamakan kesusahan itu mana tahan menghadapi
semua siksaan yang seperti ini? Maka dengan berlutut di
depan kaki ayahnya ia berkata.
"Ayah anakmu akan pulang terlebih dahulu dan tidak
mau keluar dalam rimba persilatan lagi untuk selamalamanya.”
Ie Tong Sen hanya dapat memandangnya dengan penuh
air mata.

Kita balik kembali kedalam kota Lok-yang yang mulai
menjadi malam lagi di antara terangnya sinar bintang yang
berkelik-kelik terlihat satu bayangan hitam yang cepat sekali
langsung menuju ketempat penginapannya Pek Lik-Tongcie.
Pek Tie hweshio dan Koan Hian tojin bertiga.
Tidak antara lama bayangan hitam tadi sudah naik
keatas wuwungan satu rumah yang tinggi umuk
memperhatikan segala gerak geriknya tiga orang ini.
Tapi bertepatan dengan waktu itu juga. Bee Tie yang
sedang dirundung malang sudah sampai pula disitu. Ia
memandang ke arahnya peginapan yang ditempati oleh tiga
orang yang mau mencari dirinya, tadi walau pun ia tahu
bahwa mereka berada disini, tapi seperti yang mendapat
suatu pirasat tidak enak ia menjadi ragu ragu didepan pintu
tidak terus masuk kedalamnya.
Bayangan hitam tadi yang melihat akan kedatangannya
anak muda ini sudah menjadi kaget dan mengoceh sendiri.
“Ia juga dalang kemari tapi mengapa ia dapat muncul
pada ini hari juga? Ah. aku harus berusaha agar mereka
tidak dapat bertemu.”
Bee Tie yang tadinya merasa ragu-ragu. akhirnya sudah
mulai memasuki juga rumah penginapan tersebut ini.
Pek lik Tong cie, Pek Tie hweshio dan Koan Hian tojin
bertiga yang kebetulan baru mau keluar sudah berpapasan
dengan masuknya pemuda kita.
“Untung saja mereka tidak mengenali dirinya adik Tie,
atau jika tidak tentu ramailah mereka akan bertempur
disini.“ Pikir bayangan hitam tadi yang berada diatas
mereka.
Tapi biarpun bayangan hitam berpikir semacam ini, lain
lagi halnya dengan Pek Lik Tong-cie dan dua kawan yang

ketika melihat sinar matanya dari si anak muda ada
demikian terangnya sudah lantas menyangka akan dirinya
si “Setan gentayangan” yang mengganggu mereka itu.
Setelah memberi tanda dengan lirikan mata kearah dua
kawannya, Pek lie Tong-cie berkata dengan suara gentanya.
"Saudara Bu-tong dan Siauw lim, apa kalian telah lupa
dengan janjinya si “Setan gentayangan” yang kurang ajar
itu? Aku paling benci sekali padanya."
“Hm, hm. jika saja aku dapat menemuinya, tidak
ampun lagi akan kukorek kedua biji matanya itu?"
Bee Tie yang mendengar akan kata-kata ini hanya
tertawa saja dalam hati, jika ia mengingat telah beberapa
malam mereka bertiga tidak dapat tidur karena selalu
diganggu oleh “Setan gentayangan yang seperti berpaling
padanya itu ia menjadi geli dengan sendirinya melihat akan
tingkah lakunya mereka bertiga.
Tentu saja mereka tertawa dengan rasa puas ketika Bee
Tie ini tidak dapat lolos lagi dari pandangan matanya
mereka bertiga, Pek lik Tong cIe-yang berangasan sudah
siap untuk marah atau sudah keburu dicegah oleh kawan
hweshionya yang berkata.
"Saudara Ciang-pek, janganlah kau terlalu tidak
memandang mata pada Setan gentayangan yang hanya
mengganggu kita saja. Kurasa ia tidak ada ganjelan apa-apa
dengan kita, bagaimana jika baik-baik saja kita menanyakan
dengan terus terang padanya, tentang sebab-sebabnya yang
membuat ia itu memusuhi kita.”
"Saudara dari Siauw-lim yang ternama ini mengapa
dapat yang menjadi sedemikian takutnya?” Tanya Pek Lik
Tong-cie. "Kau sendirilah yang mengatakan bahwa besar
sekali kemungkinannya bahwa si Setan gentayangan itu
adalah si bocah dari Hoa-san Bee Tie adanya, mengapa kau

yang telah berjanji untuk mengikuti surat jadi mau mundur
lagi?"
Maka dengan tidak memperdulikan akan cegahan dari
dua kawannya tadi itu Pek-Tong cie sudah menyerang
kearah Bee Tie sambil membentak.
"Hei, Setan Gentayangan, kau masih berani
memperlihatkan dirimu juga? Ada dendam apakah terhadap
kami yang tidak mengenalmu sama sekali sehingga kau
harus mengganggu tidurnya kita bertiga pada setiap
malam?"
Bee Tie lompat menyingkir dari serangannya si suara
genta ini. ia tidak perduli dengan tuduhan mereka tadi yang
menyangka ia sebagai Setan gentayangan, karena mereka
tidak mengenal akan dirinya. Maka dengan tidak mau kalah
gertakkan ia pun berkata pula.
"Kau ini setan dari mana? Jangan kira aku takut padamu
dan mudah saja untuk dihina olehmu?”
Pek Lik Tong-cie malah tertawa berkakakan.
“Setan Gentayangan, kau sendirilah yang telah
menjanjikan pertemuan kita disini mengapa sekarang masih
tak mau mengakuinya?”
Tapi Pek Tie hweshio yang lebih sabar sudah menarik
tangannya sang kawan dan ia berkata.
"Saudara dari Tiang pek sabar dulu, kasihlah aku yang
menanyakan padanya.”
Terlihat ia sudah memberi hormat kearah Bee Tie dan
berkata.
“Harap sicu dapat memaafkan atas kelancangannya
kawanku ini dari mana mau kemana dan bernama siapakah
sicu yang tentunya mempunyai kepandaian tinggi ini?"

Bee Tie hanya berdehem saja mendengar atas
pertanyaannya Pek Tie hweshio yang sampai beberapa kali
telah menanya.
“Mana* saja.
Biarpun bagaimana ia adalah sebagai ketua partainya
Siauw lim yang ternama. Akhirnya Bee Tie berkata juga.
“Tentu saja tidak dapat dibandingkan dengan
kelakuannya .tpcni Si Genta dari Tnng-pek tadi. aku ini
bukannya si Setan Gentayangan yang kalian cari cari itu,
maka segala pertanyaan yang banyak tadi aku tidak dapat
menjawabnya sama sekali.”
Pek Lik Tong cIe-yang disebut ‘Genta’ sudah menjadi
semakin marah, "Siapa yang kau artikan dengan Genta
itu?” Bentaknya.
Ia mengayun tangannya lagi dan telah membikin hancur
kursi dan meja sampai berhamburan kemana-mana.
"Sudah tentukau ini orang yang tak ada isi otaknya
seperti Genta yang hanya nyaring suaranya saja.”
Pek Lik Tong cie waktu itu mana dapat menahan
kesabarannya lagi, ia sudah siap untuk maju menyerang
atau Pek-Tie hweshio sudah menghalang-halanginya
kembali.
"Tunggu dulu dengar penjelasannya dulu.” Katanya.
Bee Tie tertawa berkakakan, setelah sekian lamanya baru
ia berkata.
"Sebagai orang-orang yang ternama dari Tiang-pek,
Siauw lim dan Bu-tong, bukannya kalian berdiam saja
diatas masing-masing gunungnya mengapa harus jauh jauh
datang mencari Bee Tie digunung Hoa-san? Aku mau

menanyakan dahulu pada kalian permusuhan apakah
diantara Bee Tie dan kalian bertiga.”
Pek Lik Toag-cie sudah menjawab.
"Mengapa kau memenggal putus lengan sutitku dan
membunuh beberapa orang encu muridku? Bukankah kau
sendiri yang memulai dengan permusuhan ini?"
Bee Tie hanya tertawa dingin.
"Dan mengapi pula sebabnya Hek-ie Sin-kun jauh jauh
lari kepuncak Kiu teng-hong digunung Hoa-san untuk
mengambil Kiu-teng cin keng, merusak tiang tiang batunya?
Apa itu ia tidak mencari permusuhan juga?"
Pek Lik Tiok-cie berkata dengan suara gentanya lagi.
"Salah Hoa-sanpay sendiri yang tidak mempunyai orang
pandainya. Mengapa tidak ada orang yang dapat
mencegahnya?”
Bee Tie tertawa sekali lagi.
“Kau pintar sekali menyalahkan Hoa-san-pay tidak ada
orang pandainya, tapi kau tidak dapat menyalahkan
muridmu sendiri yang tidak berguna sehingga sampai
terkutung sebelah lengannya. Apa artinya semua kau
mengadu suara gentamu itu denganku disini.”
Lalu sambil memandang kearah Pek Tie hwesnio dan
Toan Kian Tojin ia berkata.
“Kalian berdua itu, satu hweshio dan tosu dari Siauwlim
dan Butong bukannya membela akan keadilan malah
mencoba untuk membikin keonaran saja. Apa kalian tidak
takut untuk ditertawakan orang-orang dalam rimba
pesilatan?"
Pek Tie hweshio dan Koan Hian tojin sudah menjadi
merah sekali mukanya karena malu. Pek Tie yang lebih

berpengalaman sudah mengkerutkan keningnya dan ia
berkata.
"Jika tidak salah tentu sicu ini orang dari Hoa-san-pay
atau sedikit-dikitnya juga mempunyai hubungan yang erat
sekali dengan partay itu. Tapi kedatangan kita ke sana itu
bukannya untuk memusuhi Hoa-san-pay dan janganlah sicu
salah menangkap artinya “
Bee Tie menjadi melengak ketika mendengar kata-kata
dari Pek Tie ini.
"Jika tidak akan memusuhi Hoa-san pay, mengapa dan
apa maksudnya kalian sudah naik kegunung Hoa-san?”
"Kiu teng cin keng yang lama telah ternama itu hanya
berada digunung Hoa-san." Koan Hian lojin sudah berkata
lagi. It Han Siung-jiu pada tiga puluh tahun yang lalu
sangat terkenal namanya dengan menggunakan kepandaian
itu, sayang sekali karena kita masih tidak mempunyai
kepandaian yang berarti, maka tidak dapat untuk
menandingi dirinya. Tapi ini kali karena munculnya
kembali kepandaian asli dari Hoa-san, maka kami datang
kesana untuk dapat menyaksikannya. Dan bukannya untuk
memusuhi Hoa-san-pay atau membantu pada saudara dari
Tiang-pek ini "
Bee Tie yang mendengar perkataan itu hanya terrawa
dingin saja.
"Manis sekali ucapannya dari kalian berdua ini, tapi
siapa yang dapat tahu akan kebenarannya dari kata-katamu
itu tadi?"
Pek-lik Tong-cIe-yang orangnya paling tidak sabaran
sudah membentak lagi.

"Siapakah sebenarnya kau yang masih bocah ini?
Mengapa tidak berani menyebutkan namamu sendiri
disini?”
Bee Tie tertawa berkakakan.
"Disebutkan juga tidak akan ada artinya karena akulah
itu orang yang kalian mau cari.”
Betul-betul kata-kata ini telah membikin tiga orang itu
menjadi melengak semua. Koan Hian tojin dengan diamdiam
sudah mencegat akan jalan mundurnya dari si
pemuda dan ia berkata.
“Tidak disangka bahwa kita dapat menemukan Bee
ciangbunjin disini, bagaimana jika kita minta pelajaran Kiuteng-
cit-keng itu disini saja?"
Bee Tie yaag tahu betul bahwa kepandaiannya dari tiga
orang ini tidak dapat dipandang enteng diam-diam ia sudah
berniat untuk lari dari situ. akan celakalah dirinya jika
mereka menyerang dengan sekaligus bertiga maka ia
dengan diam-diam sudah memperhatikan jalan untuk lari.
Tapi tiba-tiba muncul suatu bayangan yang telah
membuat ia berdiri kesima. ternyata di depan pintu ini
sekarang telah muncul pula lima orang lainnya, Salah satu
yang berjalan dimuka sudah menghampirinya sambil
tertawa berkakakan dan katanya.
“Apa betul Siauw-lim, Bu-tong dan Tiang-pek tiga
partay yang telah ternama mau menghadapi seorang bocah
ini saja?"
Pek lik Tong cie Pek Tie hweshio dan Koan Hian tojin
mendengar kata-kata ini jadi melengak semua, tapi begitu
mereka melihat dengan jelas akan siapa adanya mereka Pek
Tie sudah tertawa berkakakan.

"Kukira siapa yang datang, tidak tahunya Ngo-bie.
Kunlun. Khong tong. Thian chong dan Heng-san lima
ketua partai telah tiba semua disini, apa kalian juga tidak
ingin melirut Kiu-teng-cin-keng dari Hoa-San yang ternama
itu?
Bee Tie memandang kearah lima orang ketua partay
yang baru datang ini. tapi ia tidak mengucapkan sepatah
kata apapun.
"Bee ciangbunjin.“ Kata Pek Tie hweshio lagi.
“Mari kau kuperkenalkan pada lima kawan ketua partai
kami.” sambil menunjuk kearahnya orang yang barusan
berkata ia menberitahukan kepada si-anak muda siapa
sebenarnya orang itu.
"Katanya ini adalah Ngo-bie Lo-jin yang menjadi
ketuanya dari partai Ngobie-pay."
Ngo-bie Lo-jin hanya memanggutkan kepalanya.
“Hui-hong Cin-kun,"sebagai ketua partay Kun-lun pay.
Ketua Khong tong-pay Han Yu Cie, ketua Thiam-chong
pay. Ceng Hie Khek dan Ketua Heng san-pay Lang Ouw
Cie,“ Terdengar Pek Tie hweshio sudah meneruskan katakatanya.
Bee Tie juga turut memandang kearah orang yang
ditunjuk olah Pek Tie tadi dan satu persatu memanggutkan
kepala kearah mereka dengan tak membuka suara
sedikitpun.
Terdengar Ngo bie Lo-jin tertawa bergelak gelak.
"Kita juga telah lama mendengar akan nama ketua Bee
yang mulia mengangkat kembali namanya partai Hoa-san
pay."

"Apa kalian semua juga ingin membantu pada si Genta
dan Tiang-pek ini?” Bee Tie dengan mem-adem saja sudah
menanya.
Ngo bie tojin kembali berkata dengan masih tertawa.
"Dengan adanya ketua partai dari Siauw-lim dan Bu tong
disini, aku mana berani untuk mengganggunya? Aku hanya
ingin mengerat sedikit pelajaran dari Kiu teng-cin-keng saja
sudah dapat bergembira."
Pek lik Tong cie kembali membuka suara gentanya lagi.
"Kebetulan sekali akan kedatangan kalian ini semua,
urusanku sudah tidak usah dikatakan lagi, karena kalian
juga sudah dapat mengetahai akan ada apa dendam aku
terhadap bocah dari Hoa-san ini, yang telah mengutungi
tangan keponakan dari muridku dan membunuh beberapa
orang cucu muridku ini hari aku akan mengadu tiga jurus
pukulan dengannya, untuk menentukan siapa yang akan
mendapat kemenangan. Harap kalian supaya menjadi
saksinya.” Dan diantaranya tujuh ketua partai tadi telah
memanggutkan kepala semua.
Pek Lik Tongcie menjadi berjingkrak jingkrak
kegirangan, dengan cepat ia telah memukul kearah si
pemuda sambil membentak.
”Bocah, sambutilah seranganku ini."
Bee Tie juga tidak mau kalah gertak dan iapun
mengeluarkan geraman.
"Siapa yang takut padamu?"
Dan betul saja ia sudah mendorong kedua belah
tangannya untuk menyambuti serangan dari musuhnya itu.
“Bleduk”, Pek Lik Tong cie terdorong mundur dari
tempat berdirinya tadi. tapi Bee Tie masih belum mau

sudah sampai disitu ia memainkan kedua telapak tangannya
sedemikian rupa, sehingga membuat Pek Lik Tong-cie
menjerit jerit saking ripuhnya untuk melayani seranganserangannya
dari sipemuda kita.
Dengan melihat akan adanya kesempatan seperti ini tibatiba
Bee Tie membentak keras dan merubah dengan
serangannya dengan jurus yang bernaaja.
“Mendatangkan sembilan langit, ia sudah mengurung
seluruh jalan mundur dari musuhnya, dan pada tengah
jurus tipu ini dengan mendadak telah diganti dengan jurus
“Sambaran papan bunga untuk menggempur orang yang
berada di depannya Pek Iek Tong cie hanya merasakan
sebentar matanya berkunang-kunang dan ‘Phang’ terdengar
satu suara benturan tadi dan Pek-lik Tong cie mana dapat
baginya untuk menahan serangan ini dengan memuntahkan
darah segar, orangnya pun telah mundur sempoyongan.
Bee Tie yang melihat pukulannya tadi telah membawa
hasil yang tidak diduga-duga, sebenarnya waktu itu ia
sudah berniat untuk kembali melakukan serangannya atau
tiba-tiba terdengar seruhannya Pek-Tic hweshio dan Koan
Hoan tojin secara berbareng.
"Pukulan yang bagus sekali biar lolap pinto yang akan
mencoba coba kepandaian Kiu teng cin-keng dari Hoa-san
ini."
Dengan secara berbareng mereka telah memajukan
dirinya semua, Bee Tie mengkretek gigi.dengan tidak
kepalang tanggung lagi, ia telah menerobos keluar diantara
bayangannya samua orang itu tadi, tenaga telapak
tangannya dikerjakan kembali melakukan serangan dan
‘Phang’ untuk yang kedua kalinya menempel didada Pek-lik
Tong-cie.

Pak-lik Tong cIe-yang telah terluka mana dapat menahan
getaran yang seperti ini lagi? Darah segar segera muncrat
keluar kembali dari mulutnya dan ia celentang jatuh dengan
tidak sadarkan diri lagi.
Masih untung yang gerakannya Pek-Tic hweshio dan
Koan Hian tojin tadi itu cukup sebat, dari kanan dan kiri
mereka menahan jatuhnya tubuh dari kawan yang apes ini.
Bee Tie menggunakan pada kesempatan ini telah meloncat
mundur menghindari kurungan dari serangan mereka itu.
Waktu mereka menyaksikan akan kelakuannya Bee Tie
tadi yang telah memukul Pek Lik Tong-cie sampai beruntun
dua kali ini mebuat tujuh orang ketua partai itu menjadi
kaget sekali dan mencelos hatinya tidak disangka oleh
mereka semua bahwa anak yang semuda ini mempunyai
kekejaman yang jarang dapat dicari tandingannya.
Perlahan-lanan, tujuh orang ini dari kaget sudah berubah
menjadi satu hawa kemarahan yang meluap-luap.
Dengan hati hati sekali, Pek Tie hweshio dan Koan Hian
tojin sudah meletakan tubuhnya Pek-lik Tong-cIe-yang
terluka tadi di tempat yang aman baginya, kemudian ia
bangun berdiri lagi sambil memandang kearah lima ketua
partai lainnya.
Lima ketua partai dibawah pimpinan Ngo-bie Lo-jin
telah mengerti akan artinya pandangan ini dan secara
berbareng telah mengurung kembali semuanya kearah Bee
Tie. Mereka telah mempunyai pendapat yang sama
terhadap ketua partai Hoa-san-pay yang muda dan telengas
ini, dengan adanya Hoasan Kiu teng ciu-keng yang
ternama, sudah tentu akan menambah keganasannya saja,
jika tidak disingkirkan pada hari ini sukarlah nanti untuk
menundukannya.

Dalam saat yang segenting ini, tiba-tiba terlihat beberapa
sinar kuning mas berkelebat dan ditengah-tengah mereka
kini telah terlihat beberapa jarum yang tertancap ditanah.
"Ular Mas." Mereka sudah dibikin gaduh dengan
datangnya jarum yang terkenal akan racun jahatnya ini.”
Berbareng pada saat ini, terlihat lima orang gadis
berpakaian warna ungu telah berada di hadapan mereka.
“Bee Tie, bagaimana? Apa kau perlu dengan bantuan
tenaganya kami berlima?” Terdengar salah satu dari mereka
itu berkata.
“Kim-coa Kiong-cu,” bentak Bee Tie dengan keras.
“Maksud apa lagi dengan kedatanganmu disini ini?”
Kim coa Kiong-cu tertawa cekikikan.
“Apa kau telah lupa dengan perjanjian kita yang dulu.”
Bee Tie berpikir dalam hati tidak berguna untuk ia
bergaul dengan orang-orang dari golongan Ular Mas ini
mana mau sembarangan menerimanya budinya. maka
dengan karena ia membentak lagi kepada mereka
"Kim-coa Kiong-cu, pergilah kau dari sini aku sebagai
seorang laki laki sejati tidak memerlukan akan bantuanmu.”
"Apa kau lupa akan keselamatannya dari Enci Giok mu
yang masih dalam tangan golongan ular mas kami?"
Bee Tie menghela napas panjang, tapi sifat jantannya
telah memaksa untuk ia tidak mau menerima bantuan
mereka yang dapat mengikat dirinya sendiri ini, maka
dengan suara lantang ia sudah memberikan jawabannya
kembali.
"Aku lebih suka mati disini dari pada mau menerima
bantuanmu itu.”

“Dan bagaimana dengan Itu Ha-ma-cin-kiap yang telah
kau janjikan pada kami?"
“Tergantung dari kesudahannya dari pertempuranku
disini ini nanti.”
"Apa kau sudah tidak mau memperhatikan akan
keselamatannya Enci Giok mu itu lagi."
Bee Tie kembali menghela napas panjang.
"Kim-coa Kiong cu. keselamatannya Enci Giok akan
kuserahkan atas kebijaksananmu saja. Biar bagaimana juga
aku tidak dapat menerima pemberian bantuan dari
golonganmu yang sangat jahat itu. Didalam hatiku tidak
dapat melupakan encie Giok yang bernasib malang, tapi
biarlah nanti di alam baka Ia juga dapat memaafkan akan
kesalahanku ini.
Kata-kata ini telah diucapkan sedemikian sedihnya
sampai bayangan hitam yang berada di atas mereka turut
menghela napas juga.
"Adik Tie, kau telah tertipu mereka. Aku tidak terjatuh
dalam tangan jahatnya dan kau juga tidak boleh pergi ke
Lembah Kodok Perak yang sangat berbahaya itu, telah
beberapa kali mereka mengirimkan orang-orang pandainya,
tapi akhirnya tidak ada satu pun dari mereka yang dapat
kembali untuk memberi laporan."
Tidak sukar untuk diduga bahwa bayangan hitam yang
berada diatas mereka ini tentu Kim-coa Giok-lie adanya.
Ternyata Kim-coa Giok-lIe-yang telah meninggalkan Bee
Tie dalam keleteng Cee-Thian koan tidak seperti apa yang
diduga oleh Bee Tie yang menyangka ia telah pergi kembali
kepuncaknya, Siok-lie-hong. Begitu turun dari Cee thian
hong, ia lari terus dengan tidak mempunyai arah tujuan
sama sekali, sehingga sampai bertemu dengan dirinya Ie

Siauw Yu di tengah jalan, ia tidak mengetahuinya juga.
Dan akhirnya diketahui olehnya bahwa orang-orang dari
delapan buah partai lain telah siap untuk mencari pada adik
Tienya itu, maka dengan menyamar sebagai “Setan
gentayangan” yang telah terus menerus mengganggu
mereka ditengah jalan sehingga Pek Lik Tong-cie, Pek Tie
hweshio dan Koan Hian tojin sampai tidak dapat tidur
sama sekali dari gangguannya pada setiap malam.
Dan sekarang dibawahnya sudah tujuh orang ketua
partai yang salah menyangka akan semua perbuatannya itu
Bee Tie yang menekukan. Kembali mereka ini semuanya
malai memperkecil karangan, Kim-coa Giok-lie juga waktu
itu telah siap sedia dengan jarum ular masnya untuk
memberi bantuan bilamana perlu.
Tapi Kim-coa kiong-cu yang masih memerlukan
tenaganya dari anak muda pandai ini mana dapat untuk
membiarkan ia mati waktu itu? Maka dengan disertai
tertawa dingin ia berkata.
”Bee Tie, sebetulnya aku belum pernah mengalah kepada
siapapun juga, tapi disini dengan terpaksa aku harus
mengalah juga ke padamu. Baiklah kau tidak mengingini
bantuan dari kami, tapi aku tetap akan terus mau
menolongmu."
Betul saja ketika itu ia sudah segera mengeluarkan
pedang Ular Masnya yang aneh diturut olieh empat orang
pengiringnya yang sudah meniru akan perbuatannya dari
kiong-cunya, mereka berbaris dipintu menghalangi jalan
keluarnya dari tujuh ketua partai yang mau mengurung
dirinya si anak muda.
Biar bagaimana namanya goloagan Ular Mas yang
menakutkan semua orang ini yang telah cukup lama
menggetarkan dalam dunia persilatan, tujuh ketua partai

tadi ketika melihat kedatangannya dari lima gadis baju
ungu ini yang mengaku sebagai utusannya golongan Ular
Mas, tentu saja mereka tidak berani sembarang bergerak
untuk mencari gara gara. Dengan serentak itu semua
terdiam dimasing-masing tempatnya.
Tapi Bee Tie yang tidak mau direndahkan derajatnya
oleh golongan Ular Mas ini sudah menggeram sambil
berjalan menghadap Kim-coa Kiong-cu yang masih
menutup seluruh mukanya itu ia telah memberikan
ancamannya.
"Kim-coa Kiong-cu, jangan harap aku Bee Tie ini takut
terhadap golongan jahatmu, jika kau masih tetap berkukuh
akan mecampuri urusanku disini ini akulah orangnya yang
pertama tama akan menempur dirimu.”
Kim-coa Kiong cu hanya mengeluarkan suara dari
hidungnya.
"Bee Tie, lihatlah keadaanmu dulu, apa kau kira dengan
hanya mengandalkan kepandaianmu itu seorang saja akan
melawan tujuh orang yang mengepalai ribuan orang ini.”
"Lekas pergi dari sini." Bee Tie membentak. “Atau akan
hilangnya semua harapanmu yang mengingini Ha-ma-cinkiap
dari Lembah Kodok Perak itu.”
Kim-coa Kiong-cu tidak berdaya, perlahan-lahan ia
menyimpan kembali Pedang Ular Masnya dari balik
kerudung penutup mukanya masih terlihat jelas pada
perobahan mukanya yang penuh dengan kemarahan,
penyesalan, perhatian dan kebencian yang telah bercampur
menjadi satu. Akhirnya dengan tertawa dingin ia berkata.
"Baiklah. Jika betul betul kau ini memang sudah
nasibnya untuk mati disini, siapapun tidak mungkin untuk
dapat menolongmu, tapi jika memang peruntunganmu itu

masih bagus dan dapat meninggalkan kurungannya dari
mereka semua ini, jangan lupa akan itu Ha-ma-cii-kiap yang
telah kau janiikan kepada kami
Terlihat ia mengibaskan lengan bajunya, empat orang
pengiringnya sudah menyimpan pedangnya kembali. Dan
dalam sekejapan mata saja lenyaplah lima gadis dari
Lembah Ular Mas itu.
Keadaan telah menjadi sepi kembali.
Tapi tiba-tiba terdengar suara tertawanya Koan Hian
tojin yang memecah kesunyian, "Bee ciangbunjin. jika
dengan mendapat bantuannya dari lima orang Ular mas
tadi. masih ada harapan untuk kau akan dapat
meninggalkan tempat ini. Tapi sekarang setelah
kepergiannya mereka berlima itu, hilanglah harapanmu
yang tinggal satu-satunya itu."
Bee Tie sudah maklum akan bahaya yang masih tetap
mengancam dirinya ini. tapi ia coba tertawa untuk
menenangkan hatinya dan ia berkata.
"Kau jangan terlalu jumawa dulu, masih belum tentu
kekalahan berada dipihak mana. Sebetulnya aku masih ada
urusan yang akan diurus di Lembah Kodok Perak dan aku
sudah siap untuk menantikan akan kedatangan kalian itu
disana, itu waktu walanpun aku kalah juga tidak narti mau
menganggu murid murid dari kalian yang tidak bergna.
Tapi sekarang ini lain lagi karena hanya gara-garanya kalian
yang telah mengganggu urusanku dan menelantarkannya
jika saja aku dapat dari Kepungan ini, hm. hm, awaslah
dengan pembalasanku untuk dikemudian hari." Katakatanya
Bee Tie tadi itu merupakan satu ancaman ngeri
bagi mereka semua, tujuh pasang mata saling pandang
untuk meminta jawaban bersama. Tapi tiba-riba ketua

partai Khong-thong pay telah memajukan ia Dukuhnya dan
tertawa gelak-gelak.
"Dengan hanya seorang bocah seperti kau ini saja. aku
tidak percaya dapat lolos dari kepungan kita bersama.
Ia sudah mendahului kawan-kawannya menyerang
kepada si anak muda. Melihat salah satu dari mereka ini
telah melakukan serangan enam orang lainnya juga tidak
ragu-ragu lagi untuk membunuh pemuda yang dianggap
mereka telengas ini.
Sebentar saja ramailah pertempuran di antara delapan
ketua partai ternama dari daerah Tiong-goan ini.
Tapi tiba-tiba terdengar satu bentakan nyaring sekali di
tengah udara, satu bayangan hitam terbang turun dari
wuwungan rumah yang disertai oleh berkelebatuya
beberapa sinar kuning uaJgirah kMujah ketua partay yang
sedang mengepung Bee Tie tadi.
“Lari kearah barat.” Terdengar satu suara yang halus di
kupingnya Bee Tie.
Tujuh orang ketua partai ini tentu saja tidak dapat
disamakan dengan orang biasa, dengan mudah sekali
mereka dapat menghindar dari serangan gelap si bayangan
hitam. Dengan menggunakan kesempatan ini Bee Tie telah
berhasil keluar dari kurungannya musuh musuhnya. Tapi ia
menjadi kaget juga ketika mendengar suara yang tidak asing
lagi baginya.
Pek Tie hweshio dan Koan Hian tojin yang tidak kalah
kagetnya waktu mendengar suaranya bayangan hitam ini.
"Oh, ternyata kau “Setan gentayangan masih ada disini?"
Teriak Koan Hian tojin yang segera dapat mengenali orang
yang selalu mengganggu mereka setiap malam.

Kim-coa Giok-lie atau si "Setan gentayangan" begitu
berhasil memberikan pertolongannya kepada si anak muda,
dengan tidak berkata-kata lagi sudah lari meningalkan
tempat yang berbahaya ini.
Bee Tie yang kini terlepas dari bahaya sudah lari
mengikuti di belakangnya bayangan hitam tadi yang
mempunyai suara sudah tidak asing lagi baginya. Tapi
karena ia lari lebih lambat dari orang ini, maka sebentar saja
ia sudah kehilangan bayangan hitam yang dipanggil “Setan
gentayangan” oleh Koan Hoan tadi. tentunya tidak lain dari
Enci Gioknya yang setiap malam selalu dipikirinya itu.
Setelah setengah harian ia mengejar, akhirnya
dikejauhan sudah dapat terlihat bayangan orang yang
sedang dikejarnya ini. tapi didepan orang ini telah terlihat
Kim-coa Kiong-cu dengan empat orang pengiringnya
sedang menghadang untuk jalan larinya.
"Apa kau ingin menangkap diriku untuk menggunakan
tenaganya adik Tie?” si bayangan hitam bertanya kepada
Kim-coa Kiong-cu.
Sampai disini teranglah siapa yang menamakan dirinya
“Setan gentayangan’ ini Bee Tie menepok kepalanya sendiri
dan berkata.
"Pantas saja ia selalu mengganggu orang-orang yang mau
mencari setori dengan diriku.”
Dengan beberapa kali loncatan saja ia sudah berada
disana dan memanggilnya.
“Encie Giok, Encie Giok.”
Tidak salah, memang orang yang sedang dicegah oleh
Kim-coa Giok-lie adanya, Setelah lari dari Hoa-san Cee
thian-koan, ia telah lari kejurusan Lok-yang. di tengah jalan
ia bertemu dengan Ie Siauw Yu. jadi orang-orang yang

dilihat oleh Bee Tie di dalam Istana Ular Mas adalah palsu
belaka, Kim-coa Ciangbun yang menjadi gurunya sudah
tentu saja lebih mudah untuk meniru suaranya murid
sendiri, dan mereka sengaja membuat perangkap ini agar
Bee Tie dapat digunakan untuk mengambil kitab Hama-cin
kiap di Lembah Kodok Perak yang sangat mereka butuhkan
Sekali ...
Begitu Kim-coa Giok-lie sampai dikota Lok-yang, ia
telah dapat mendengar berita yang mengatakan bahwa Pek
Lik Tong-cie dengan mengajak kawan-kawannya ingin naik
kegunung Hoa-san untuk mencari setori, maka dengan
menggunakan nama,"Setan gentayangan ia selalu
mengganggu mereka sehingga Koan Hian tojin. pek Tie
hweshio dan Pek Lik Tong-cie bertiga tidak bisa tidur sama
sekali karena gangguannya dari setan gentayangan ini.
Begitu mendengar panggilannya Bee Tie tadi itu Kim-coa
Giok-lie juga sudah meneriakinya.
“Adik Tie. kau telah terkena tipu dari mereka. Tidak
seharusnya kau meninggalkan Hoa-san untuk mencariku
Hoa-san-pay sedang sangat memerlukan sekali akan
tenagamu untuk mengangkat nama baiknya kembali.
XVII. KIM-COA KIONG-CU.
BEE Tie yang merasa dirinya tertipu sudah menjadi
marah sekali.
“Kim-coa Kiong-cu, ini hari aku akan membunuhbunuhi
semna golongan Ular Masmu disini," Bentaknya.
Kim-coa Kiong-cu yang mau mendengar ini malah
tertawa.
"Bee Tie, jangankan sungkan-sungkan lagi, bunuhbunuhlah
dengan sesukamu, dan termasuk Lim coa Gioklie
juga tentunya.” Bee Tie tambah berjingrak-jingkrak,

suling pusaka pemberian ayahnya sudah siap di tangan
untuk menghadapi Kim-coa Kiong-cu dengan empat orang
pengikutnya.
Tapi Kim-coa Kiong-cu yang sudah tahu sampai dimana
kelihayannya Bee Tie sudah mendahului bergerak dan
menyerang ke arah Kim-coa Giok-lIe-yang berada dekat
sekali dengan dirinya.
‘Cres,’ Kim-coa Giok-lIe-yang tidak menyangka sama
sekali akan gerakannya dari Kim-coa Kiong-cu ini sudah
terkena tusukan pedang ular mas dibagian pundaknya.
Hati Bee Tie menjadi panas, dengan memegang suling
ditangannya erat erat ia menubruk kearah Kim-coa Kiongcun
sambil membentak.
"Aku akan mengadu jiwa denganmu.” Mendengar
derunya senjata istimewa dari si pemuda lihay ini, Kim-coa
Kiong-cu mana berani coba-coba membenturnya, dengan
menjejakkan kakinya ia menyingkir ke kiri menggabungkan
diri dengan empat orang pengikutnya.
Menggunakan kesempatan ini Bee Tie sudah segera
mengangkat tubuh Kim-coa Giok-lie-yang terluka. Tapi
sekarang ia sudah berada didalam kurungannya lima gadis
dari Ular Mas yang langsung berada dibawah pimpinannya
Kim-coa Kiong-cu yang masih mengenakan kerudung
penutup mukanya.
Dalam keadaan yang segenting ini tiba-tiba terdengar
suara tindakan kaki deai seorang yang sedang datang
menuju ke tempat mereka. Bee Tie menoleh keasal suara
itu-tfau dilihatnya dimana seorang yang berkulit h ara sekali
dengan tingkah lakunya yang kaku c t g dalang medekati
Untuk Bee Tie. kedatangannya dari orang yang tidak
dikenal ini memang tidak membawa perubahan suatu apa,

tapi tidak demikian dengan dirinya Kim-coa Kiong cu dan
empat pengiringnya yang ketika melihat kedatangannya
dari orang yang baru datang ini sudah menjadi ketakutan
setengah mati dengan tidak mengucapkan kata Ba dan Bu
mereka lari tunggang langgang meninggalkan Bee Tie yang
sedang menggendong Kim-coa Giok-lie.
Bee Tie menjedi tidak habis mengerti, dipandangnya
sekali lagi orang hitam yang mempunyai tingkah bin kaku
seperti orang
Heran bin ajaib, si hitam ini seperti bukarnya manusia
hidup saja ia tidak mengejar Kim-Coa Kiong-cu sekalian
dan “Idik menghampin Bee Tia lagi dengan tingkah laku
yang kakunya tadi ia terus berjalan pergi meninggalkan Bee
Tie yang tidak habis babisnya m-ugeni terhadap tingkah
lakunya si hitam.
Bee Tie masih merasa bingung karena Kim-coa Giok-lie
sampai saat ini masih tidak sadarkan diri maka ia sampai
lupa mengucapkan terima kasihnya pada orang berkulit
hitam yang mempunyai tingkah laku kaku itu tadi.
Perlahan-lahan ia membantu untuk mengatur jalan
darahnya Kim-coa Giok-lie sampai akhirnya tersadar dari
pingsannya, "Enci Giok akhirnya kau tersadar juga." Kata
Bee Tie dengan gembira.
Mendadak saja waktunya itu wajah dari Kim-coa Gioklie
sudah basah dengar air mata, dengan sayu ia berkata.
"Adik Tie, apa kau tidak menyalahkan pada diriku yang
telah meninggalkan dirimu dengan tidak pamit? Sebetulnya
aku juga berat sekali untuk meninggalkan dirimu lagi aku
tidak dapat menggunakan terhadap usaha mu yang akan
mempunyai hari depan yang gilang gemilang, Hoa-san-pay
kini masih memerlukan sekali akan tanganmu. Maka dari
itu aku harus baik-baik mengembangkan ilmunya yang

sudah pasti akan berguna bagi nusa dan bangsa untuk masa
yang akan datang nanti.
Bee Tie menjadi bersedih waktu mendengar kata katanya
Kim-coa Giok-lie ini. ”Encie Giok,” katanya. “Janganlah
kau mengucapkan kata-kata yang macam ini lagi, jika kau
tidak berada disisiku, sukarlah rasanya untuk aku hidup
sendiri, janganlah kau meninggalkan diriku, janganlah kau
pergi dari sisiku lagi.” Setelah terdiam sejenak, mendengar
Kim-coa Giok-lie mulai berkata lagi.
"Adik Tie, kau telah terkena tipunya mereka, mereka
ingin menggunakan tenagamu untuk mengambil itu Ha-maciu-
kiap di Lembah Kodok Perak, tapi kau tidak tahu
bahwa orang yang berani pergi kesana tentu tidak dapat
kembali lagi. Masih untung karena kau pergi kekota Lokyang
dan menemukanku di sini. kalau tidak akan celakalah
kau disana."
Bee Tie yang mendengar kata-kata ini tidak menyahuti
atau membantah pendapatnya Kim-coa Giok-lie, lama
sekali ia terdiam saja ditempatnya.
Kim-coa Giok-lie menjadi heran dan menanya.
"Adik Tie, apa yang sedang kau pikiri?"
Bee Tie memandang kearahnya Kim-coa Giok-lie
sebentar, dengan mata yang bersinar-sinar ia berkata.
"Encie Giok, aku tetap akan pergi ke Lembah Kodok
Perak itu juga ...”
Kim-coa Giok-lie menjadi kaget dan berubah mukanya.
"Adik Tie, tapi mengapa?”
Bee Tie menarik tangannya Kim-coa Giok-lIe-yang
digenggam dengan erat dan ia berkata.

"Enci Giok, janganlah kau menjadi sibuk tidak karuan,
aku pergi ke Lembah Kodok Perak bukan karena
desakannya dari Kim-coa Kiong-cu lagi, tapi kepergianku
ini kali justru berguna untuk menundukannya dengan jalan
meminjam Ha-ma-cin-kiap yang menjadi lawan dari
ilmunya golongan Ular Mas yang jahat itu. Enci Giok apa
aku salah dengan maksud-maksud ini?"
Kim-coa Giok-lie menghela napas panjang dan
memanggutkan kepalanya.
"Tentang pendapatmu itu aku tidak dapat lantas
mengatakan kesalahannya, hanya saja jalan yang akan kau
tempuh itu terlalu banyak bahayanya, sehingga sukarlah
untuk melepaskanmu sendiri saja.”
Bje Tie malah tertawa manis.
“Mimang betul berbahaya, tapi aku tidak mempunyai
permusuhan suatu apa dengan itu tiga Jenggot, empat
brewok dan tujuh Kumis mereka. Lain dari pada dulu yang
hanya menerima perintahnya dari Kim-coa Kiong-cu saja.”
Hatinya Kim-coa Giok-lie menjadi tergetar.
"Baiklah, jika memangkau telah mengambil keputusan
seperti itu. Tapi biar bagaimanapun aku juga akan turut
padamu untuk menjaga segala sesuatu yang tidak diingini."
Kata-katanya Kim-coa Giok-lie ini diucapkan dengan
tegas sekali. Biarpun Bee Tie sendiri juga masih belum ada
kepastian untuk dapat menaklukkan orang-orangnya dari
Lembah Kodok Perak itu. apa lagi kalau ia harus membawa
bawa dirinya Kim-coa Giok-lIe-yang sedang terluka ini? Ia
menjadi ragu ragu sebentar dan terdiam saja.
Kim-coa Giok-lie memandang kepada si pemuda,
dengan tak mengerti ia berkata lagi.

"Bagaimana? Apa kau tidak mengijinkan untuk aku turut
ke sana?"
Bee Tie menggeleng gelengkan kepalanya.
“Bukan maksudku untuk menghalang-halani
maksudmu, tapi kau yang masih dalam keadaan terluka
seperti ini sukarlah rasanya untuk kita menempuh bahaya
yang masih belum diketahui betapa banyaknya itu.”
Pada waktu itu tiba-tiba dari jauh terlihat bayangannya
Ie Siauw Yu yang sedang mendatani ke arah mereka, Bee
Tie yang melihat ini cepat mengambil satuputusan dan ia
berpikir dalam hatinya.
-oo0dw0oo-
Jilid 17
“Mengapa aku tidak meminta bantuannya saja? Biar ia
yang menjaga untuk sementara keselamatannya dari Enci
Giok ini. Setelah aku berhasil mendapatkan itu kitab Hama-
cin-kiap, sudah tentu aku tidak usah takut sama sekali
pada golongan Ular Mas.”
Maka dengan keras ia memanggilnya.
"Siauw Yu, Siauw Yu, kemarilah sebentar aku ada katakata
yang mau diucapkan kepadamu.”
Lalu dengan perlahan ia berkata kepada Kim-coa Gioklie.
"Itukah anak gadisnya si Pengemis Sakti berjari Sembilan
yang telah kau lukai dulu dan saudaranya baru kemarin
pula telah ter bunuh di bawah tangannya Kim-coa Kiongcu.
Baik-baiknya kau meminta maaf padanya.”

Kim-coa Giok-lie hanya menganggukkan kepalanya
tanda setuju atas kemauaunya dari pemuda ini.
Sebentar saja Ie Siauw Yu sudah sampai di depan
mereka ketika ia melihat pada dua orang ini yang waktu itu
masih saling sandar satu sama lainnya menjadi kememek
juga. Bee Tie merasakan keadaan yang kurang baik ini ia
mendorong pergi tubuhnya Kim-coa Giok-lie sambil
berkata.
“Kau mengapa dapat datang juga kemari?"
Ie Siauw Yu sedikit gugup juga waktu mendengar atas
pertanyaannya dari si anak muda ini, dengan kikuk ia
berkata.
“Kejadian yang kemarin itu memang hanya kesalahanku
yang telah tidak mendengar pada pesanmu itu, sehingga
mengakibatkan kematiannya saudaraku, jika aku
mendengar akan kata-katamu dan menghindari bentrokan
dengan golongan Ular Mas itu tentu saja tidak akan sampai
terjadi semua kejadian yang seperti sekarang ini. Harap saja
kau dapat memaafkan akan kesalahanku ini.
Bee Tie coba untuk tertawa.
"Soal yang sudah kejadian lama buat apa diungkat
ungkat pula? Aku sendiripun tidak luput dari kesalahan.”
Ie Siauw Yu tiba-tiba seperti ingat sesuatu apa dan ia
berkata lagi.
“Oh, ditengah jalan aku tadi mendengar kabar tentang
bentrokan tujuh ketua partay dengan Hoa-san-pay ... ”
Bee Tie yang tidak sabar sudah memotongnya.
"Kabar tentang mereka?"
"Ya Ketua partai Kun-lun-pay Hui liong Cin-kun telah
terbinasa dibawah tangannya Kim-coa Kiong-cu dan enam

ketua partai lainnya mengatakan Hoa-sau pay telah
bersengkongkol dengan golongan Ular Mas dan mereka
bersumpah untuk menuntut balas akan mengobrak abrik
kelenting Cee-thian-koan sampai rata dengan bumi."
Bee Tie hanya tertawa dingin saja.
“Kematiannya dari Hui-liong Cin-kun bukan gara-gara
diriku, tapi mengapa mereka hanya mencari diriku seorang
saja?”
Lalu ia memandang kearah Kim-coa Giok-lie dan
berkata.
"Enci Giok aku ada satu permintaan yang rasanya sukar
bagimu, entahkau dapat melulusinya atau tidak?"
Kim-coa Giok-lie memandang Bee Tie dengan heran dan
ia menanya.
“Permintaan apa?"
Dengan tegas Bee Tie berkata.
"Aku akan segera pergi ke Lembah Kodok Perak dan
demi kepentinganmu sendiri, janganlah kau mengikuti pada
ini waktu.”
Kim-coa Giok-lie sampai melongo saja, tapi Bee Tie
tidak memperdulikan dan kembali ia berkata kepada Ie
Siauw Yu.
"Siauw Yu, bigaimana jika aku minta tolong padamu
untuk menjaga keselamatannya dari Encie Giok yang
sedang terluka ini? Setelah nanti selesai dengan urusanku di
Lembah Kodok Perak, aku akan segera menjemputnya
kembali.”
Ie Siauw Yu juga tidak menyangka atas permintaan Bee
Tie yang seperti ini, tapi ia segera memberikan jawabannya.

"Inilah bantuan yang sudah seharusnya kulakukan,
bagaimana aku dapat menolaknya.”
Kim-coa Giok-lie menjadi malu juga jika ia mengingat
akan kebaikan orang yang dulu pernah dilukainya, maka
dengan menyesal ia berkata.
“Nona Ie, aku sangat menyesal sekali karena dulu telah
melukaimu harap kau dapat memaafkan kesalahanku itu.”
Ie Siauw Yu yang sudah tidak mendendam di hati lagi.
begitu melihat luka diatas Pundaknya Kim-coa Giok-lIeyang
waktu ini masih mengeluarkan darah, segera ia
menyobek baju bersih untuk membalutnya. Bee Tie yang
melihat akan kejadian ini menjadi gembira, dengan sekali
jejakkan kaki saja ia sudah loncat keatas salah satu pohon
besar yang ada disana itu dan berkata.
"Encie Giok, nona Siauw Yu, baik-baiklah kalian
menjaga diri, aku akan segera pergi ke Lembah Kodok
Perak untuk meminjam ha-ma-cin-kiap agar dapat lebih
mudah untuk menundukkan golongan Ular Mas yang ganas
itu.”
Terlihat Bee Tie sudah lompat turun lagi, dengan
menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya menuju kearah
Selatan dan tiga hari kemudian ia sudah berada di kota Ieyang.
Tapi baru saja ia masuk kedalam kota Ie-yang atau tibatiba
terlihat olehnya itu orang hitam dengan tingkah
lakunya yang masih kaku seperti mayat hidup sudah
berjalan didepannya lagi. Dapat ia percepat langkahnya dan
maju sambil memberi hormat.
“Cianpwe mau kemana? Disini Bee Tie yang rendah
memberi hormat."

Tapi si hitam ini seperti tidak mendengar saja malah
mempercepat langkahnya sendiri. Bee Tie menjadi
penasaran sekali, ia melesat maju lagi, dengan sekali
mengulurkan tangannya ia menepok pundak orang sambil
berkata.
”Siapakah nama yang sebetulnya dari cianpwe ini?"
Orang hitam yang aneh tadi itu menoleh sebentar
memandang Bee Tie dengan seksama tapi kemudian ia
berjalan maju lagi dengan langkahnya yang kaku seperti
orang tuati itu Dan sebentar saja sudah lenyap ditelan oleh
keramaian kota.
Bee Tie yang melihat orang itu tidak mau meladeni ia
pun tidak mau memaksa, tapi pada malam itu ia tidak bisa
tidur memikirkan orang yang aneh ini, demikianlah sampai
jam dua malam baru ia dapat tidur.
Tapi baru saja ia layap layap mau pulas atau secara tibatiba
ia tersadar kembali, perlahan-lahan ia membuka
matanya. Saat itu juga hatinya menjadi mencelos karena
kini didepan mukanya terlihat satu muka hitam yang
pernah dua kali ditemuinya sedang menatap dirinya dengan
pandangan yang kaku sekali.
Inilah sihiiam yang membingungkan hati. Bee Tie kaget
setengah mati dan ia siap untuk lompat berdiri, tapi sudah
terlambat sebab ternyata ia telah terkena totokan dari si
orang hitam itu dan kini ia tidak dapat bergerak sama
sekali.
Si hitam mengerutkan keningnya dan ditatapnya sekali
lagi wajah dari si pemuda dan dengan matanya tidak
berkedip sama sekali seperti orang yang sedang memikirkan
sesuatu kejadian sulit sekali.

Bee Tie yang telah meyakinkan Kiu-teng-cin-keng sudah
dengan mudah dapat membuka kembali jalan darah yang
telah tertotok ini, hanya masih memerlukan waktu yang
sedikit lama maka sembari memandang kearah orang hitam
yang mempunyai sifat kaku ini perlahan-lahan ia mencoba
untuk membuka jalan darahnya kembali.
Tiba-tiba suatu keanehan terjadi, orang yang mempunyai
sikap kaku ini dengan tiba-tiba saja membuka mulutnya dan
berkata.
"Pergilah kau kembali lagi, dari mana kau datang dan
kesana pulalah kau harus kembali. Lembah Kodok Perak
bukannya tempat untuk kau bermimpi.”
Lalu ia membalikan badan dan berjalan pergi
meninggalkan Bee Tie seorang diri.
"Tunggu dulu." Teriak Bee Tie yang bibirnya sudah
dapat membuka kembali jalan darah yang tertotok si hitam
ini, dengan sekali loncat ia sudah dapat mendahului tamu
yang tidak diundang ini dan menghalang di depan pintu
kamarnya sambil mengawasi pada si hitam.
Si hitam tidak menyangka sama sekali bahwa pemuda ini
ada mempunyai kepandaian yang selihay ini dan dapat
membuka kembali jalan darah yang telah ditoiok olehnya,
tapi ia masih tetap membawa sikap kakunya yang seperti
tadi, dengan tidak berkata sepatah kata pun ditatapnya
wajah yang cakap dari si pemuda.
"Mengapa kau telah mengganggu diriku?” Si pemuda
mulai bertanya.
"Karenakau mempunyai maksud yang tidak baik.” Si
hitam menjawab dengan pendek.
"Kau siapa?” Bee Tie masih menghadang jalan keluarnya
si hitam.

Si hitam tidak berkata lagi karena tiba-tiba
menggerakkan tangannya memukul kearah sipemuda untuk
mengambil jalan keluar.
Bee Tie tahu bahwa kepandaiannya dari orang yang
tidak suka bicara ini sangat lihay sekali tentunya, karena
telah dapat membuat Kim-coa Kiong-cu lari ngiprit begitu
ia melihat akan kedatangannya orang ini, tapi ia masih
penasaran karena belum melawannya dengan tangan
sendiri, maka ia tidak mau menyingkir atau mengalah,
tangannya pun diangkat memukul sampai tiga kali.
"Buk,” Si hitam mundur satu tindak, “Buk” kembali Si
hitam mundur dua tindak dan ”Buk” terdengar suara sekali
lagi dan sekarang Si hitam ini sempoyongan membentur
tembok mukanya sudah menjadi pucat pasi dan ia jatuh
diujung kamar.
Betul-betul Bee Tie jadi tidak habis mengerti orang ini
yang hanya mempunyai kepandaian semacam ini saja
mengapa sampai ditakuti sekali oleh Kim-coa Kiong-cu?
Mungkin ia ini hanya berpura-pura saja? Demi untuk
meyakinkannya sendiri ia telah menggerakkan jarinya
menotok jalan darah orang yang tidak dikenal ini lalu
diangkatkan oleh dan diletakkan diatas pembaringan.
Yang aneh orang ini seperti tidak mempunyai
kepandaian yang berarti, Bee Tie jadi tidak tega melihatnya
dan menotok hidup jalan darahnya kembali perlahan-lahan
ia pun membantu melancarkan jalan pernapasannya orang
ini yang menjadi sengal sengal karena tiga pukulannya Bee
Tie tadi.
Sebentar kemudian, mukanya si hitam ini sudah menjadi
segar kembali, ia berontak dari pegangannya Bee Tie dan
berjalan kearah pintu dengan tidak mengucapkan sepatah
kata.

Bee Tie mana mau mengerti sampai disitu saja, cepat
sekali ia sudah menghadang kembali didepan pintu dan
bertanya lagi.
"Siapakah sebenarnyakau ini?"
Si hitam memandangnya Bee Tie sebentar, dengan segan
ia berkata.
“Percuma saja kukatakan karena kau juga tidak
mungkin dapat mengetahui."
Bee Tie tertawa sinis.
"Tapi kau masih belum mengatakannya sama sekali,
siapa tahu aku nanti dapat mengetahui? Jika dugaanku
tidak salah, kau ini tentu salah satn dari tiga jenggot empat
brewok dan tujuh kumis atau setidak-tidaknya mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan Lembah Kodok Perak."
Orang ini masih tetap membawa sikap kakunya seperti
tadi, dengan mempelototkan matanya ia tidak berkata apa
apa lagi.
Bee Tie maju setindak sambil membentak. "Kau tidak
mau mengatakannya juga?"
Si hitam mendelikkan matanya dan dengan suara yang
tidak kalah kerasnya ia pun balik membentak.
"Orang dari golongan Kodok Perak belum pernah ada
yang memberi tahukan namanya."
Bee Tie sampai tertawa mendengar kata-katanya ini.
"Tapi mengapa orang dapat mengetahui namanya Hoan
Cie Bun, si brewok keempat dari Lembah Kodok Perak?"
Si hitam seperti kaget mendengar kata-katanya Bee Tie,
ia tidak menyangka bocah ini dapat mengetahui sedemikian
banyaknya hal tentang Lembah Kodok Perak, matanya

dibuka lebar-lebar sambil menatap wajah sipemuda yang
banyak pengalamannya ini.
Bee Tie tersenyum puas karena ia seperti menang segala
galanya dalam soal menghadapi orang yang bersikap kaku
ini.
Tapi karena dari kelalaiannya inilah yang telah
menyebabkan kerugiannya sendiri, tiba-tiba terlihat orang
hitam ini berjongkok mengeluarkan suara “Kok Kok
sampai dua kali. sepasang tangannya didorong kedepan
membawa satu angin pukulan sangat hebat sekali.
Bee Tie yang tidak berani memandang mata kepada
orang hitam begitu ia melihat sifat kakunya yang tiba-tiba
sudah berubah seperti seekor kodok besar saja malah
tertawa bergelak-gelak. Tapi tawanya ini tidak dapat
diteruskan sampai selesai karena dalam waktu itu juga tibatiba
satu angin dari hawa pukulan yang luar biasa hebatuya
telah mengarah tepat sekali, ditengah-tengah dadanya.
Untuk menghindarkan diri dari serangan yang aneh ini
sudah tidak ada waktu lagi, maka dengan terpaksa ia hanya
membayangkan kedua tangannya menjaga dada.
Terdengar Kok sekali lagi sipenyerang itu sudah
manambah kekuatannya yang ketiga dan Buum,
membentur dadanya Bee Tie yang hanya terjaga oleh dua
telapak tangannya.
Kayu penunjang kamar patah seketika itu juga genting
pecah dan badan Bee Tie telah terpental keluar dari kamar
rumah bagaimanapun yang memang sudah lapuk ini.
“Buum terdengar suara sekali lagi. pantat Bee Tie
membentur tanah diluar rumah penginapan ini, matanya
berkunang-kunang, benda amis cair terasa keluar dari
kerongkongannya. ternyata ia telah memuntahkan darah
segar terkena pukulannya si hitam yang aneh tadi.

Bee Tie telah terluka parah, takut kalau kejadian ini akan
mengagetkan orang-orang yang lainnya, maka dengan
menggelindingkan diri ia sudah menyingkir dari tempat
jatuhnya tadi, demikianlah dengan jalan merayap dan
menggelinding ia pergi meninggalkan rumah penginapan
yang sial baginya ini. Belum juga dua ratus tindak ia
berjalan tenaganya telah terasa hilang sama sekali, untung
saja kini tidak ada orang yang mengejarnya, maka dengan
tidak menyembunjikan diri dibalik; salah satu pohon besar
yang berada disitu ia menjatuhkan diri untuk mengatur
jalan pernapasannya kembali.
Waktu menjelang pagi adalah waktu yang tergelap ini,
tiba-tiba sesosok tubuh langsing telah menghampiri Bee Tie
dan menanya.
Saudara ini mengapa sampai datang kemari.
Bee Tie menjadi kaget dan dilihatnya seorang gadis
dengan tindakan yang ayu sedang menghampiri dirinya.
"Oh, apa nona orang dari daerah sini?" Tanyanya si
pemuda. “Dapatkah nona memberikan pertolongannya.”
Si gadis tertawa.
"Tidak jauh dari sini memang terdapat sebuah rumah
penginapan, marilah kuantar kau ke sana."
Bee Tie menjadi kaget dan cepat cepat berkata.
"Terima kasih atas perhatian nona, tapi aku tidak dapat
pergi ke sana karena nanti dapat mengganggu orang yang
sedang enak-enak tidur. Sebentar lagi haripun akan menjadi
pagi, bikrlah aku berdiam disini saja.
Si gadis tertawa cekikikan.
“Aduh, ternyatakau mempunyai hati yang baik juga,
bagaimana jika kubawa ke rumah saja? Tu, di sana tidak

jauh dari sini dan hanya nenek seorang diri saja yang masih
ada disana.”
Sangat kebetulan sekali bagi Bee Tie yang sedang terluka
itu, maka dengan memanggutkan kepala ia mengucapkan
terima kasihnya.
"Entah harus dengan cara apa aku membalas budi nona
baik hati ini."
Si gadis tak berkata lagi dan menuntun Bee Tie menuju
kearah rumah yang tadi ditunjuk olehnya.
Tapi baru saja berjalan beberapa tindak, hati Bee Tie
sudah mulai sedikit curiga.
“Tolol benar aku ini, ditengah malam buta dari mana
pula datangnya seorang gadis yang lemah ini? Jika ia
mempunyai sesuatu maksud yang tertentu, akan celakalah
aku disini.”
Si gadis seperti yang telah dapat menduga yang dipikir
oleh pemuda ini, maka dengan tertawa ia sudah berkata
lagi.
"Janganlah kau menjadi takut karenanya, dirumahku
kecuali nenekku yang sudah tua, tidak ada orang keduanya
lagi. Biarkanlah hatimn untuk istirahat disana."
"Aku bukannya takut untuk pergi ke sana." Bee Tie
masih mencoba mengeluarkan bantahannya.
“Tapi dalam keadaan yang segelap ini, nona dapat
melihat jalan seperti disiang hari. betul-betul membikin aku
takluk sekali.”
Si gadis tertawa.
"Itulah karena aku sudah apal dengan jalan jalan
didaerah sekitar ini dan bukannya mempunyai kepandaian

mata yang melebihi orang, maka dengan memeramkan
matapun dapat sampai kernmahku kembali.“
Bee Tie tidak berkata-kata lagi karena mereka sudah
sampai didepan rumahnya si gadis aneh itu.
Setelah mengetuk pintu sampai beberapa kali, didalam
terdengar seorang yang menanya.
"Siapa?"
“Aku." Jawab si gadis ditengah malam ini. Suara
didalam rumah sudah mulai menggerendeng.
"Ah, mengapa kau kelayapan dimalam hari saja?
Kemana lagi perginya ini hari? Kau sudah bukannya anak
kecil lagi dan tidak pantas berjalan dimalam hari."
Tidak lama terdengar suara pintu dibuka dan seorang
nenek muncul disana. Begitu melihat munculnya nenek ini,
si gadis sudah segera mempertontonkan sikap kolokannya.
“Aku pergi pun tidak lama, dan mana tahu rasa
nikmatnya berjalan dimalam hari?” Tapi si nenek yang
melihat kedatangannya Bee Tie disini ia sudah pura-pura
mengerutkan keningnya dan berkata.
"Dan siapa pula orangnya yang kau ajak pulang ini? Kau
tidak tahu, aman apakah sekarang ini?”
Si gadis masih coba membelanya.
“Ia seorang yang baik hati, karena di tengah jalan
mendapat sakit, maka dengan terpaksa kuajak kemari?”
Si nenek berteriak. “Mana bisa? Didalam rumah kita ini
tidak ada orang lelakinya, bagaimana pula jika ia main
gila?"

“Nek, tolonglah padanya?" Si gadis “memohonnya lagi.
“Kau lihat rasa sakitnya yang seperti tidak tertahan itu,
tegakah kau tidak memberikan pertolongannya?"
Si nenek seperti tidak berdaya dan melulusinya juga,
dengan perlahan berkata.
“Terserahlah,"
Maka Bee Tie sudah segera diantarkan, pada sebuah
kamar yang sudah tersedia, setelah memberikan beberapa
patah kata pesanannya, si gadis juga telah
meninggalkannya.
Inilah suatu kamar yang bersih kumplit dengan ranjang
dan bantal gulingnya Bee Tie yang pertama kalinya
menemukan salah seorang dari Lembah Kodok Perak dan
sudah terluka dibawah ilmu “Kok” annya.
Maka kini malah ia tertidur disana.
Pada keesokan harinya, sampai siang sekali Bee Tie baru
terbangun dari tidurnya, ini pun karena ia mendengar suara
pintu terbuka. Tidak lama kemudian terlihat gadis yang
semalam mengenakan pakaian yang serba putih sedang
datang memasuki kamarnya dengan membawa segala
santapannya.
Bee Tie menjadi kaget juga ketika melihat kecantikannya
gadis yang masih dicurigakan asal usulnya ini semalam
didalam kegelapan ia masih tidak dapat melihat dengan
jelas sekali, tapi sekarang jika dibandingkan dengan Kimcoa
Giok-lie atau Siauw Beng Eng sudah tentu ia masih
menang beberapa kali lipat.
"Disini tidak tersedia sesuatu apa. makanlah makanan,
pagi sekedarnya ini." Terdengar si gadis berkata padanya.

Karena tidak mengetahui asal usulnya gadis yang belum
dikenalnya ini, maka Bee Tie tidak berani senbarang
memakan makanan yang diberikan padanya dengan hormat
ia mencoba untuk menolak dan berkata.
"Atas kebaikannya nona, sudah tentu saja aku tidak
dapat melupakannya. Tapi jika sampai makanan yang
hanya disediakan untuk nona, mana aku berani lancang
memakannya? Baiklah nona simpan dan makan sendiri
saja.”
Si gadis tertawa.
“Janganlah kau demikian mengatakannya, inilah
makanan yang sudah disediakan untukmu seorang saja."
Bee Tie semakin curiga, maka tidak berani ia
menowelnya makanan pemberiannya gadis yang
mencurigakan ini.
Sigadis seperti sudah dapat menerka hati orang dan
berkata.
"Jika kau takut aku tidak kebagian, bagaimana jika kita
bagi dua saja?"
Dan dengan lidak meminta persetujuannya orang lagi ia
sudah memakan setengahnya dan menyodorkan bagiannya
Bee Tie ke mukanya sipemuda.
Sampai disini. sukarlah untuk Bee Tie menolaknya lagi.
maka dengan tidak curiga dimakannyalah makanan ini.
Tapi kejadian yang tidak disangka sangka segera terjadi,
baru saja Bee Tie memakan habis makanannya atau
terdengar si gadis sudah tertawa dengan riangnya.
"Bee Tie, kau telah terkena tipuku lagi, didalam
makanan tadi telah aku campuri racun bikinan dari lembah
kami, jika didalam empat puluh sembilan hari kau tidak

mendapatkan obat pemunahnya racun itu baru kambuh dan
kau akan mati dalam seketika.
Bee Tie menjali kaget dan pucat sekali, dengan
membentak ia menanya.
"Kau siapa?”
"Ha, ha, ha, ha.“ Si gadis tertawa dan lari keluar dari ini.
“Kau masih tidak dapat mengenali suaraku ini."
Bee Tie menjadi kaget sekali karena suaranya gadis ini
sudah berubah menjadi suaranya Kim-coa Kiong-cu yang
segera dapat dikenalinya.
XIX. TIGA JENGGOT DAN EMPAT BREWOKAN
DARI LEMBAH KODOK PERAK.
SATU perasaan tertipu menyerang ulu hatinya Bee Tie
langsung ia menyerang jalan darah oa-k”y Baju yang
dipakainya berkibaran menandakan kemarahan yang tidak
dapat ditahan lagi. Berbareng orangnya pun sudah loncat
keluar pintu menyerang kearahnya wanita itu.
Didalam suatu masa penghidupan manusia yang sudah
banyak dosa, kejadian kejadian yang berada diluar
keinginan dan kesusahan kesusahan memang sering terjadi
tentu saja pemuda Kita tidak akan menyangka wanita yang
baik hati ini Kim-coa Kiong-cu adanya, ia yang sudah
pernah terlolos dari See-sie ciangnya Kim-coa Kiong-cu.
tetap tidak dapat melarikan diri dari tangan jahat yang ini
kali. Ia di kota Ie-yang ini terperdaya pula olehnya dan
minum racun bikinannya golongan Ular Mas yang
tersendiri.
Mudah untuk diduga bahwa Kim-coa Kiong-cu masih
tidak menginginkan jiwanya ia selalu masih mendesak Bee
Tie yang pergi keLembah Kodok Perak untuk mengambil

itu Ha-ma-cin-kiap dan selalu mengikuti dibela kang
bayangannya. Sewaktu di rumah penginapan Ie-yang itu
orang setengah umur berkumis dan bagaimana ia terluka,
semua kejadian ini tidak lepas dari intaiannya Kim-coa
Kiong-cu.
Sewaktu Bee Tie lompat keluar, Kim-coa Kiong-cu
senang tertawa mesem memandang kearah orang yang
dijadikan bulan-bulananya.
Bee Tie yang melihat serangan pertama tak membawa
hasil, sudah lantas menyerang lagi serangan kedua, ketiga
dan selanjutnya.
Tapi Kim-coa Kiong-cu yang tidak berniat mengadu
kekuatan dengan pemuda ini hanya main mundur saja
menghindarinya. ”Bee Tie buat apa kau marah tidak
karuan?" Ia mengeluarkan suara tertawa ejekannya.
Semakin kau mengamuk semakin cepat pula racun yang
sudah berada didalam tubuhmu itu bekerja.
"Kau ini wanita tidak tahu malu ... ”
Terdengar Bee Tie memaki. Hawa kemarahan pemuda
ini masih belum dapat lenyap dan tetap mengamuk tubruk
sana tubruk sini.
Mukanya Kim-coa-Kiong-cu mulai berubah tangannya
mulai disodorkan mengeluarkan semacam angin pukulan
yang tidak terlihat dan membentak.
“Bee Tie, lebih baik kau dapat mendengar permintaanku
dan pergi keLembah Kodok Perak mengambil itu Ha-macin-
ciap. Tidak perduli kau menggunakan kesempatan
bagaimana, jika sebelum empat puluh sembilan hari kau
dipat balik kembali dengan membawa barang yang
kuminta, maka obat pemunah racun dengan tangan terbuka
akan kuserahkan kepadamu juga.”

Bee Tie masih berada didalam keadaan kalap dan belum
mau menghentikan serangannya yang bertubi-tubi.
Kim-coa Kiong-cu sampai harus mengayun pinggangnya
beberapa kali menghindari serangannya Bee Tie yang
bertubi-tubi, iapun sudah menjadi marah membentak.
"Bee Tie. jangan kau keterlaluan dan mendesak terus,
atau aku akan tidak memandang mata lagi kepadamu.”
Bee Tie hanya mengeluarkan suara dari hidung, sepasang
tangannya diselingkan siap menggunanakan ilmu
kepandaian yang didapatkan dari dalam jalan rahasia di
Lembah Ular Mas jika tidak keburu diselak oleh dua wanita
yang datang-datang menyerang menalangi Kim-coa Kiongcu
tadi, inilah dua gadis dari empat pengiringnya sang
Kong-cu yang mengenakan kerudung muka juga.
Bee Tie bertambah-tambah marah saja dan membentak.
"Baiklah, ini hari aku Bee Tie akan mencoba mengadu
jiwa.”
Si nenek yang sedari tadi didalam saja, saat itu pun
sudah keluar menonton keramaian bikinannya, dengan
tertawa cengar cengirnya ia berkata.
“Ouw, sampaikan ilmu kepandaian Cit-lie-im-coa-ciang
dapat dipelajari olehnya. Pantes saja Lo-lo pernah
mengatakan tidak boleh terlalu memandang rendah
padanya."
Kim-coa Kiong-cu tertawa.
“Toa ma, apa kau juga ingin mencoba-coba
kepandaiannya? Ini kali ia telah salah minum Cit cit tok-it
kita. sehingga tenaga dalamnya sudah dapat dipunahkan
sebagian. Tapi walaupun begitukan masih harus hati-hati
juga."

Nenek yang dipanggil “Toa-ma” melowekkan mulutnya
yang sudah tua berkata.
“Aaaa, ilmu kepandaiannya sudah hilang sebagian?
Mungkin jika dilawan juga sudah tidak enak lagi
barangkali."
Lalu ia tampil kemuka dan membentak ke arah dua
pelayannya Kim-coa Kiong-cu tadi.
"Kalian lekas mundur, biar aku saja yang melayani ini
tokoh muda dari Hoa-san yang sedang harum namanya.”
Dua pelayan yang tentu saja bukan tandingannya Bee
Tie si cabe rawit sudah cepat lari mundur dan membiarkan
si nenek menghadapinya. Setelah berhadapan muka dekat
sekali, baru si nenek membentak.
"Hei, bocah, kau boleh menyerang terlebih dahulu."
Sayang Bee Tie mulai merasakan kepalanya menjadi
pening dan mata berkunang-kunang karena salah minum
racun Cit cit-tok itnya golongan Ular Mas, lagi pula luka
yang didalam terkena pukulan Ha-ma kang-nya itu orang
berkumis juga masih belum sembuh betul, jika ia
meneruskan pertempuran ini sampai akhir entah bagaimana
pula dengan akibatuya? Maka ia masih mencoba berlaku
tenang dan berkata kearahnya Kim-coa Kiong-cu.
"Kim-coa Kiong-cu, maksud sebenarnya dari hati
busukmu hanya didalam itu Ha-ma-cin-kiap bukan? Baik!
Untuk sementara aku Bee Tie menyanggupi permintaanmu
ini, tapi setelah aku berhasil mengambil Ha-ma-cin-kiap
dari Lembah Kodok Perak, lain kali jika aku mengubrak
abrik lembah Ular Mas mu, janganlah menyesal dibelakang
hari."
Lalu dengan tidak meladeni empat orangnya Ular Mas
yang masih kebingungan disitu, Bee Tie sudah

membalikkan kepala dan berjalan pergi meninggalkan
mereka.
Si nenek yang ditinggalkan mentah-mentah oleh bocah
ingusan tadi menjadi marah, tubuhnya bergerak dan
menghadang didepannya Bee Tie lagi serta berkata.
"Hai, bocah ingusan, apa kau masih berani melayani aku
didalam beberapa jurus saja Sucieku Kim-coa Lo lo pernah
mendapat pengajaran darimu, mengapa aku yang menjadi
adik seperguruannya tidak dikasi pengajaran sama sekali.”
“Ouw, ternyata nenek ini adalah sumoynya Kim-coa
Lo-lo didalam lembah Ular Mas yang tinggi juga
kepandaiannya. Bee Tie menarik alis lentiknya tinggi-tinggi
dan siap untuk meluluskan permintaan orang yang bukanbukan.
Tapi sebelum dua orang bergebrak mengadu
kepandaian. dibelakang mereka sudah terdengar
perintahnya Kim-coa Kiong-cu pula.
"Biarkanlah ia pergi dengan sesukanya. Atau jika
tenaganya dihamburkan terlalu banyak terhadap golongan
Ular Mas kita, nanti sewaktu menghadapi orang-orang dari
Lembah Kodok Perak belam tentu ia mempunyai itu
kemampuan untuk melayani mereka.”
Si nenek ragu-ragu sebentar, lalu memanggutkan kepala.
“Hei bocah," Katanya kepaca Bee Tie. “Tapi jangan
lupa sekembalinya dari Lembah Kodok Perak, datanglah
mencari aku untuk mengaji kepandaiannya pula.”
Bee Tie hnya tertawa dingin tidak mengatakan apa-apa
dan tindakannya yang terganggu dilanjutkan pula menuju
keLembah Kodok Perak. Sewaktu ia berpikir yang ia telah
meminum itu Cia-cit-tok-it dan empat puluh sembilan hari
kemudian ia akan mati konyol. hatinya menjadi sedih dan
lesu.

Bee Tie sebagai seorang pemuda yang dapat cepat
mengambil keputusan, setelah tahu racunpun kini mulai
bekerja, kecuali lekas-lekas pergi keLembah Kodok Perak,
memang tidak ada jalan lain. Maka terlihat ngeloyorlah ia
pergi dari situ.
Dari kota Ie-yang pergi menuju keLembah Kodok Perak
hanya memerlukan waktu tiga hari saja, tapi begitu keluar
kota, jalanan sudah menjadi tidak rata yang sukar dikenal.
Bagi Bee Tie yang sedang terluka memang sangat
menyusahkannya.
Tiba-tiba pemuda terluka ini pada suatu jalan
pegunungan yang sepi dan angker sekali rupanya Bee Tie
setindak-setindak baru mulai mendaki atau dari jauh
terdengar satu suara rintihan yang menyayatkan hati
memasuki kupingnya pemuda ini.
“Apa ada orang perantauan yang jatuh sakit disini?”
Pikir hatinya si pemuda.
Tapi sewaktu didatangi kesana, suara rintihan itu sudah
lenyap pula.
“Apa kupingku yang sudah salah dengar?”
Bee Tie menjadi ragu-ragu dan curiga.
Jika melihat arah tujuan yang belum terpandang sama
sekali, tidak seharusnya pemuda kita menangguhkan
perjalanannya mencari orang yang merintih rintih itu. Tapi
sebagai seorang pemuda baik budi. biar bagaimana ia tidak
dapat membiarkan orang terlunta-lunta dengan tidak ada
yang merawatnya. Maka dicarinyalah sekali lagi dan sangat
kebetulan sekali dari sebelah kanannya, teraling oleh
rumput rumput yang tinggi terdengar pula itu suira rintihan
tadi.

Bee Tie cepat datang ke sana, menyingkap rumput tinggi
itu dan apa yang dilihatnya? Itu orang berkumis dari
Lembah Kodok Perak untuk sekian kalinya ditemui pula
disini dalam keadaan terluka.
Bee Tie yang pandai bukan semacam ilmu silat saja
sudah mengetahui orang dari Lembah Kodok Perak ini
terluka terkena pukulan yang beraneka macam darahnya
pun masih mengetel disana sehingga membuat orang yang
melihatnya tidak tega.
Untuk menanyakan sesuatu kepada orang yang terluka
parah ini memang percuma saja, maka si pemuda hanya
mengulurkan tangannya menotok beberapa jalan darah
orang agar dapat memperpanjang hidup sementaranya.
"Siapakah itu orang yang melukai orang berkumis ini
sehingga sampai terluka? Dari luka yang diderita dapat
diduga, paling sedikit lebih dari lima orang yang tidak sama
golongannya." Bee Tie mengeluarkan dugaannya didalnm
hati.
Bee Tie menbuka baju orang, memperhatikan luka-luka
yang dideritanya dan kagetlah si pemuda karena dari tapak
tapak tangan yang berbekas terlihat dengan nyata bahwa
beberapa orang yang menganiaya orang ini berkepandaian
tinggi dan bukan dari satu aliran yang sama.
"Hmm, lagi-lagi kalian yang menurunkan tangan jahat
dan mengeroyok kepada orang.” Bee Tie kata seorang diri.
Ternyta para ketua partai itu yang mengetahui aku pergi
ke Lembah Kodok Perak sudah turut datang ke mari juga.
Tiba-tiba Bee Tie sudah mendapat akal bagus dan
dengan membawa tubuh si orang berkumis ini langsung ia
meneruskan perjalannya dan tetap menuju kearah Lembah
Kodok Perak.

Sekarang Bee Tie mulai memasuki daerah Lembah
Kodok Perak yang menyeramkan. Betul daerah
pegunungan Lo-kun-san tidak tinggi sekali, tapi disini
banyak sekali daerah daerah yang berbahaya Bee Tie yang
memondong tubuhnya si orang berkumis itu menjadi
gelisah sendiri, jika orang ini bisa bicara mungkin mudah
untuk menanyakan dimana letaknya Lembah Kodok Perak,
tapi karena orang sudah menderita luka yang demikian
parah dan mati hidupnya saja belum ketentuan, bagaimaua
ia dapat menanyakan kepadanya? Betul ia sudah dapat
memastikan Lembah Kodok Perak di daerah pegunungan
Lo kun-san ini, tapi dimanakah tempat pesanggrahannya si
tujuh brewok dan empat Jenggot itu? Ia sendiripun masih
tidak dapat mengetahui dengan pasti.
Pada itu waktu tengah hari si orang berkumis sudah
menghembuskan napasnya yang terakhir didalam
pelukannya Bee Tie dengan tida bisa bicara sama sekali.
Bee Tie menjadi melamun seorang diri kini orang
dibawanya sudah tidak berjiwa lagi, perlukah ia membawa
terus kesana? Tapi jika mengingat besar sekali
kemungkinannya orang ini datang dari Lembah Kodok
Perak, hatinya Bee Tie menjadi tidak tega untuk
menelantarkan disitu saja. Sudah dapat dipastikan Lembah
Kodok Perak sudah tidak jauh dari situ, maka ia sudah
berketetapan untuk membawa mayatnya orang berkumis ini
masuk kedalam lembah yang misterius itu.
Sewaktu ia berjalan mengikuti lereng salah satu gunung
yang ada disitu tiba-tiba matanya sudah bersinar karena
tidak jauh darinya sudah terlihat dua rumah gubuk.
Mungkinkah ini rumah yang dijadikan pos dari Lembah
Kodok Perak? Karena memikir begitu maka Bee Tie sudah
membopong mayatnya si orang berkumis dan langsung
menuju kesalah satu dari rumah gubuk tadi pintu rumah

tadi terlihat tidak dikunci tapi biar pun demikian, tidak
berani Bee Tie sembarangan masuk dan nyelonong
kedalamnya. Mayatnya si orang berkumis diletakkan
dengan perlahan-lahan, lalu ia berjalan mendekati pintu dan
berteriak.
“Apa didalam ada orang?"
"Kau mau mencari siapa?" Tiba-tiba satu suara
hentakkan terdengar dari belakangnya.
Bee Tie menjadi kaget, cepat ia membalikkan kepalanya
dan dilihat oleh sipemuda seorang berkumis yang tinggi
besir sedang menatapnya dengan matanya yang sebesar
jengkol.
Bee Tie menjadi sangat heran. Dengan ke pandaian yang
sekarang dimiliki, orang yang datang kearahnya sejarak
seratus langkah tentu masih dapat terdengar, tapi mengapa
kedatangannya orang berkumis bermata jengkol ini dapat
berdiri dibelakangnya dengan tidak diketahui sama sekali?
Seumpama orang tidak mengeluarkan bentakannya tadi
mungkin sampai sekarangpun ia masih belum mengetahui
sama sekali. Maka dengan merangkapkan kedua tangannya
memberi hormat kepada orang Bee Tie sudah berkata.
"Numpang tanya, dimanakah letaknya Lembah Kodok
Perak?”
Orang berkumis bermata jengkol ini mengenakan
pakaian yang compang camping dan rupanya sudah lebih
dari setengah tahun tak menukar baju satu-satunya ini. Tapi
biarpun demikian mata jengkolnya menatap Bee Tie terus
dan tidak betkata-kata.
Bee Tie menjadi kesal ditatap orang seperti ini, dengan
mengeraskan suaranya takut orang tidak mendengar lagi ia
berkata.

"Aku ingin pergi kearah Lembah Kodok Perak dapatkah
kau menunjukkan jalan yang menuju ke sana.”
Orang bermata jengkol tadi tetap tidak mau membuka
mulutnya, ia berjalan kearahnya rumah gubuk tadi dan lalu
mengunci dari dalam membiarkan Bee Tie didepan
rumahnya seorang diri.
Bee Tie sampai dibuat bengong terlongong-longong
karena tingkah lakunya orang berkumis bermata jengkol
yang tidak ramah tamah ini. Ingin sekali ia mengetuk pintu
orang jika tidak pada saat itu ada melayang satu benda
putih kearahnya. Bee Tie tidak tahu benda apa yang
melayang kearahnya ini, cepat ia lompat menghindarinya
dan benda putih itupun sudah melayang layang dengan
enteng kedepannya dan jatuh ditanah. Ternyata benda putih
ini hanya berupa segumpalan kertas.
Sekali lagi Bee Tie dibuat kaget oleh ilmu kepandaiannya
orang yang dapat melemparkan gumpalan kertas dengan
tenaga yang menakjubkan. Cepat ia memungut gumpalan
kertas tadi dan membentak.
"Siapa?"
Tapi siapapun tidak terlihat olehnya maka perlahanlahan
dibukanya kertas tadi dimana terdapat tulisan yang
kecil dan rapi yang singkat bunyinya.
Lekas Lemparkan Mayatnya Si Kumis Dan Cepat Lari
Menyingkir.
Demikianlah bunyinya tulisan.
Bee Tie menjadi heran.
“Apa diriku selalu berada didalam kuntitan?" Tanya si
pemuda didalam hati.

Tapi memang Bee Tie sedang keputusan akal dan tidak
berdaya sama sekali, mendapat petunjuk yang seperti ini
dengan tidak memperdulikan siapa orangnya lagi ia telah
menuruti petunjuk orang tadi. Diangkatnya mayatnya si
orang berkumis dan betul-betul sudah dilemparkan kearah
pintu rumah yang dikunci oleh orang dari dalam. Terdengar
satu benturan “Bum” yang keras pintu sudah segera terbuka
karena terbentur mayatnya si orang berkumis yang di
lemparkan oleh Bee Tie.
Tapi dasar Bee Tie memang bandel orangnya, ia tak
menurut perintah orang lain yang telah memberikan
petunjuk tadi dan lari menyingkir dari situ, malah diam
berjogrog di depan pintu dan berteriak.
"Hei, apa kaupun orang dari Lembah Kodok Perak.
Mungkinkah kau tak mengenali orang yang sudah menjadi
mayat itu?"
Tak disangka, baru saja habis ucapan ini dikeluarkan,
tiba-tiba terdengar dua kali suara “Kok” dan dua pukulan
yang hebat luar biasa sudah menyerang dirinya si pemuda
dari arah dalam rumah pintu tadi.
Masih untung sipemuda dapat bergerak cepat dan sebat,
begitu melihat perubahan yang tak disangka-sangka, ia
sudah melompat ke atas pohon yang berada tidak jauh
darinya.
Terdengar “Bum-Bum” dua kali dan dua pohon didepan
tadi sudah roboh terkena angin pukulan yang sangat hebat
tadi.
Biarpan Bee Tie dapat bergerak sebat dan loncat keatas
pohon satunya yang tidak terkena angin pukulan si orang
bermata jengkol, tapi angin pukulan tadi sudah cukup
menciutkan nyalinya si pemuda berani ini. Ia sampai

termenung sekian lamanya diatas pohon dan setelah
berhasil menenangkan hatinya baru terdengar ia berkata.
"Hei, kau jangan menjadi salah paham. Orang yang
membunuh si kumis itu bukannya aku. Jika kau masih
tidak percaya periksalah bekas pukulan yang masih
berbekas di tubuhnya.
Dari sela-sela daun pohon yang lebat, Bee Tie masih
dapat menyaksikan simata jengkol yang berkumis ini
sedang membopong tubuh orang yang dilemparkan olehnya
tadi. Tapi biarpun tangannya membopong mayatnya sang
kawan si mata jengkol masih tetap menggunakan mata
besarnya mencari-cari di mana Bee Tie melarikan diri.
Bee Tie masih tidak mengerti dengan sikap orang dan
cepat ia bentak ke arahnya pula.
"Kau jangan salah paham. Aku datang ke mari
mengantarkan mayat kawanmu itu."
"Kan turun? Aku ada sedikit pertanyaan untuk diajukan
kepadamu." Bentak sikumis mata jengkol pula.
Bee Tie tertawa.
“Kau ini sungguh lucu sekali.” Katanya sipemuda. "Jika
aku sudah turun ke tanah dan kau menggunakan Ha-makangmu
lagi, sudah pasti aku tidak kuat untuk
menerimanya."
Si kumis mata jengkol tetap masih marah saja.
“Kau boleh turun dan pasti aku tidak menyerangmu
lagi?" Katanya dengan sengit.
“Hubungan apa dan mengapa kau mau mengantarkan
mayatnya kemari?”

Bee Tie lompat turun dari atas pohon, tapi ia masih tidak
berani dekat-dekat dengan orang itu dari jarak yang agak
jauh ia berkata.
"Sudah cukup rasanya jika kamumengetahui bahwa
kematiannya bukan dibawah tanganku.”
Mendadak sikumis mata jengkol sudah maju setiadak
mendekati Bee Tie dan membuat si pemuda menjadi kaget
dan mundur setindak pula. Tapi ternyata sikumis mata
jengkol hanya maju untuk menanya.
“Mengapa kau dapat mengetahui ia ada orangnya dari
Lembah Kodok Perak?”
"Karena ia pernah menggunakan Ha-ma-kang." Jawab
Bee Tie dengan tidak berpikir lagi.
"Dengan maksud apa kau datang kemari menghantarkan
mayatnya?” Tanya sikumis mata jengkol pula.
"Ia pernah membantu diriku dan mengalahkan Kim-coa
Kiong-cu." Jawab Bee Tie dengan singkat.
"Dan siapa orang yang telah membunuhnya? Dimanakah
orangnya sekarang ini?" tanya simata jengkol berkumis
pula.
"Aku tidak melihat dengan mata sendiri bagaimana
orang-orang itu yang memukul dan mengerubutinya." Kata
Bee Tie pula. Tapi sudah dapat dipastikan ia terkena
pukulan Kim-kong cing dari Siauw-lim-pay. Bian-ciang dari
Bu-tong-pay. Thian lo-ciang dari Heng san-pay.
Sikumis mata jengkol rupanya tidak sabaran mendengar
ocehannya Bee Tie yang panjang lebar ini dan membentak.
"Pukulan pukulan tadi siapa yang melihat pun sudah
tahu. Aku hanya ingin tahu siapa orang yang telah
membunuhnya?"

Bee Tie tertawa.
“Bukankah aku sudah memberikan penjelasannya? “
Katanya kepada orang itu.
“Akn tidak melihat dengan mata sendiri siapa yang telah
membunuhnya dan menurut dugaanku beberapa ketua
partai itu semuanya yang sudah membuntuti dibelakangku
dan turut datang kegunung Lok cu san ini."
Rupanya sikumis ini menjadi kaget.
“Jadi, para ketua partai itu sudah datang kesini?"
Tanyanya sedikitpun idak percaya.
“Hmm. Lembah Kodok Perak belum pernah keluar dan
menyinggung peasaan orang, mengapa mereka dapat
mencari setori?”
Bee Tie hanya tertawa dan membiarkan orang mengoceh
seorang diri. Melihat tingkah lakunya Bee Tie yang tenang
tenang ini orang berkumis itu sudah menjadi curiga dan
membentak pula.
"Kau bohong! Tadi kau mengatakan Cit-tee terluka
terkena pukulan-pukulannya para ketua partai dan kau
mengatakan juga Cit-tee menolong dirimu dari serangannya
Kim-coa Kiong-cu. Dua soal yang bertentangan sama
sekali. Mana mungkin Cit-tee yang sudah terluka parah
dapat memberikan pertolongannya?"
Ternyata orang berkumis yang sudah menjadi mayat itu
adalah Cit tee atau saudara yang ke tujuh dari simata
jengkol ini? Maka Sudah dapat dipastikan si mata jengkol
sendiripun menjadi salah satu dari si tujuh Kumis dari
Lembah Kodok Perak, tapi entah orang yang keberapa dari
tujuh Kumisnya Kodok Perak simata jengkol ini? Bee Tie
sendiri masih tidak tahu sama sekali.

Setelah mengutarakan kecurigaannya, sikumis mata
jengkol ini sudah maju setindak lagi siap melompat pergi
pula dari situ. Situa berkumis meletakkan mayat, menyepak
pintu dan pergi untuk kembali kerumah gubuknya.
Sekarang orang yang muncul dari dalarn gubuk ada
seorang bopeng yang berkumis juga, rupanya jelek
menakutkan. Iapun tidak berkata-kata sudah memungut
mayat saudaranya dan lari meninggalkan rumah gubuknya.
Gerakannya sibopeng kumisan ini lebih cepat dari situa
berkumis dan si kumis mata jengkol terlihat ia berlari-lari
sehingga Bee Tie hampir tak dapat mengikuti dirinya.
Tiga li pula dilewatkan oleh sibopeng berkumis, setelah
menemukan rumah gubuk yang sama terlihat ia meletakan
mayat, menyepak dan lompat pergi untuk kembali ke
gubuknya.
Sekarang muncul seorang kakek bongkok berkumis juga,
mayat dipungut dan dibawa lari dengan tidak berkata-kata
serta memperhatikan keadaan didepannya lagi.
Tiga li pula dilewatkan oleh sikakek berkumis seperti
semula, kejadian lama disaksikan oleh Bee Tie yang masih
menguntit di belakang dari kejauhan dan kini seorang kakek
pincang berkumis menggantikan pekerjaan kawannya.
Pertama si pemuda luar Bee Tie yang menyerahkan
mayatnya sang Cit-tee dari Lembah Kodok Perak kepada
sikumis mata jengkol.
Kedua sikumis mata jengkol menyerahkau tubuhnya
kepada seorang tua berkumis juga.
Ketiga si orang tua berkumis menyerahkan tugasnya
kepada sibopeng yang berkumis juga.
Keempat sibopeng sudah mempasrahkan tugasnya
kepada si kakek bongkok yang tetap memelihara kumisnya.

Kelima si kakek bongkok ini juga menggunakan cara
lama menyerahkan tugasnya kepada seorang tua jangkung
kurus, tidak ketinggalan iapun berkumis juga.
Dan keenam sijangkung kurus ini sudah menyerahkan
mayatnya sang Cit-tee kepada seorang kakek berkumis
putih yang panjang. Tetap iapun berkumis juga.
Dari kejadian-kejadian yang disaksikan oleh Bee Tie
diatas tadi sudah dapat dipastikan yang mati adalah Cit-tee
atau si Kumis yang ketujuh.
Simata jengkol yang kepandaiannya berada di atas Citteenya
tidak salah jika dikatakan si Kumis yang keenam.
Berikutnya si kakek bongkok tentu si Kumis yang kelima.
Sijangkung kurus si Kumis yang keempat.
Sikumis putih panjang sudah tentu si Kumis yang ketiga.
Dan berikutnya Bee Tie pun masih dapat melihat si
Kumis yang kedua dan akhirnya yang pertama seorang
kakek gemuk seperti gentong.
Kepandaian dari tujuh Kumis ini setingkat demi
setingkat semakin tinggi, dak dik duk lah hatinya Bee Tie
jika memikirkan tugas yang sukar dan tidak ada harapan
sama sekali ini.
Letak jarak dari tumah-rumah mereka ini kira kira tiga
lie jauhnya, maka sudah dapat diduga Bee Tie sudah
berjalan delapan belas Li jauhnya. Tempat yang sejauh ini
dan tersembunyi jika Bee Tie tidak lebetulan ketemu, tidak
mungkinlah dapat mencarinya.
Sewaktu mayat sang cit-tee jatuh kedalam tangannya si
kumis putih panjang yang menjadi toakonya dan berlari
tidak lama, tiba-tiba orang merandek menghentikan larinya
dan memandang kearah tebing tinggi.

Bee Tie turut mengalihkan pandangan matanya ke sana
dan dilihat olehnya diatas tebing tinggi lima titik bayangan
kecil.
"Hm." Bee Tie mengeluarkan suara dari hidung.
“Sudah pasti lima orang yang diatas tebing tinggi itu
ketua-ketua partai dari Siau lim-pay, Bu-tong-pay, Ngo biepay
dan Heng-san-pay.” Pikir si pemuda didalam hati.
Memang dugaannya Bee Tie tidak salah karena ketua
partai dari Bu tong dan Kun lun serta sitinggi besar dari
Tiang-pek-pay sudah terluka semua dan tidak dapat ikut
kepada mereka.
Toako dari tujuh Kumis Lembah Kodok Perak yang
sudah tua dan berkumis panjang serta rambutnya putih juga
ini memandang keatas tebing sekian lama dan menatap ke
arah mayat didalam pondongannya sebentar, rupanya ia
sedang ragu-ragu dan mundur maju. Tapi tiba-tiba ia sudah
dapat mengambil keputusannya, dengan meletakan mayat
saudaranya kembali mendadak ia lompat terbang kearah
tebing tinggi dan sebentar saja bayangannyapun sudah
tinggal satu titik kecil.
Bee Tie sampai meleletkan lidahnya, ilmu mengentengi
tubuhnya sang toako dari tujuh Kumis Lembah Kodok
Perak ini sungguh menakjubkan. Pantes saja Kim-coa
Kiong-cu yang berkepandaian tinggi juga-tidak berani
datang sendiri kedalam Lembah Kodok Perak ini.
Harus bagaimanakah sekarang ia disini? Meneruskan
perjalanannya meminjam Ha-ma-Cm-kiap atau mundur
pulang kegunung Hoa-san saja? Tapi jika memikirkan
kekejamannya golongan Ular Mas, hanya Be Tie salat cepat
mengambil keputusan dati tetap meneruskan usahanya.

Tapi dari pertama mengikuti sikutnis mata jengkol sudah
mencurahkan seluruh ilmunya, dan sampji belakangan
hampir saja ia ketinggalan jauh oleh orang yang dikuntit
karena menung ilmu mengentengi tubuh mereka berada
diatas dirinya sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk
memperhatikan keadaan disana. Waktu itu setelah hatinya
menjadi tenang kembali, mulai diperhatikan kaadaan
pegunungan Lok-kun-san ini. Dilihatnya tempat yang
sekarang ia sedang berdjri ini merupakan dasar dari satu
kobakkan besar dan dikelilingi oleh tebing-tebing yang
tinggi.
“Mungkinkah aku sudah sampai dilembah Kodok
Peraa?” Tanya Bee Tie didalam hati.
Tapi biar bagaimana diperhatikannya keadaan
didepannya tidak terlihat juga satu kecurigaan yang dapat
menggembirakan hati.
Mendadak pada saat itu juga, matanya Bee Tie bersinar
terang, dilihatnya sejurus sinar matahari bersinar
menyorotkan ... putihnya Dengan mengikuti arah
datangnya sirar mata hari ini Bee Tie memandai!» jauh ke
sana dan dilihatnya diantara sela-sela tebing terdapat satu
lubang. Inilah lubang masuknya Lembah Kodok Perak
tentunya. Pikir Bee Tie didalam hati.
Maka Bee Tie sudah menuju kesana dan tidak
memperhatikan sikumis putih dengan lima orang ke.ua
panay ytigang berada jauh di atas tebing tinggi.
Sekarang Bee Tie sudah berada dibawahnya lubang yang
dilihatnya tadi dari sinilah sinar matahari masuk kedalam
lembah yang tadi ia berdiri.
Tidak ragu-ragu lagi Bee Tie sudah enjot tubuhnya
melesat masuk naik keatas lubang tadi dan aaa ...

Bee Tie menjadi kaget karena menyaksikan
pemandangan alam indah permai yang kini sedang
terbentang didepan matanya.
Dihadapannya terlihat satu lembah nan hijau, dan jauh
didepannya lembah itu terlihat lima puncak gunung kecil
menjulang tinggi bagaikan lima jari yang dipanjangkan saja.
Teringatlah Bee Tie akan kata-katanya Kim-coa Kiong-cu
yang pernah mengatakan Lembah Kodok Perak berada
didekatnya puncak llu-chiu-hong atau puncak Lima Jari
Dewa. Disinilah rupanya letak markas besarnya Lembah
Kodok Perak itu.
Ditempat yang seindah ini, tiba-tiba Bee Tie telah
teringat akan dirinya Kim-coa Giok-lie bagaimana
senangnya mereka berdua berjalan jalan ditempat yang
mempunyai pemandangan indah permai seperti keadaan
Lembah Kodok Perak. Mereka dapat berdampingan
mengucapkan kata-kata ceriia cerjii lamanya sendiri.
Mukanya Bee Tie terlihat bersenyum gembira. Lupalah ia
akan aegala kesengsaraan yang telah diderita, dan lupalah
ia akan segala galanya pada saat itu.
Ternyata Lembah Kodok Perak ini kecuali
pemandangannya yang indah, tidak ada rumah dan orang
kedua disana, Bee Tie berjalan seorang diri sambil melamun
sekian lama dan tetap tidak dapat menemukan orang
lainnya juga.
Mendadak lamunannya si pemuda menjadi tersadar
karena diluar lembah terdengar satu pekikan yang
mengerikan sekali, ia memandang jauh kearah datangnya
suara tadi, tapi apapun tidak terlihat juga olehnya.
Cepat Bee Tie sudah dapat mengambil keputusannya,
langsung ia menuju kepuncak Lima Jari dan berjalan maju
pula.

“Jika dilihat dari keadaan, orang-orang Lembah Kodok
Perak ini tidak pernah mempunyai hubungan dengan dunia
luar. Maka mungkinkah mereka dapat menyerahkan kitab
Ha-ma-Cin-kiapnya secara begitu saja?” Pikir Bee Tie
didalam hati.
Satu kali lagi suara pekikan mengerikan terdengar lagi
dan waktu itu terlihat jauh di belakangnya Bee Tie satu
bayangan berlari-lari kearahnya. Sewaktu Bee Tie melihat
ke arah bayangan ini, itu waktu orang tuasih jauh sekali,
tapi sebentar saja orang sudah berada didekat
dibelakangnya dan kini sudah dapat dilihat dengan jelas,
orang ini adalah si orang pertama dari tujuh Kumis, itu
orang tua yang berambut dan kumis panjang yang putih
warnanya.
Si orang tua dari tujuh kumisnya Lembah Kodok Perak
ini biarpun masih dapat lari cepat, tapi bagi Bee Tie yang
tajam penglihatannya sudah dapat mengetahui gerakan
orang tuasih tidak normal dan sedikit melayang-layang.
Si pemuda menjadi heran, diperhatikannya sekali lagi
dan mengertilah ia karena tubuhnya orang tua terlihat pula
tiga bekas pukulan telapak tangan dan ia memang sedang
menderita luka.
Ternyata sewaktu ia loncat naik menyusul lima titik
bayangan kecilnya lima ketua partai itu sudah segera
diketahui oleh orang yang didatanginya. Dan karena
dikerubuti oleh lima orang jago. dengan sendirinya ia tidak
dipat memenangkan pertandingan tadi dan terlukalah si
orang pertama dari tujuh Kumis ini. Sekarang ia sedang
menuju kemari tentu akan meminta bala bantuan rupanya.
Orang tua itu begitu melihat Bee Tie ada disitu sudah
menjadi heran dan kaget juga. ia menghentikan larinya dan
menatap ini anak muda luar yang masih belum dikenal.

Bee Tie tertawa kearahnya.
“Jika dugaanku tidak salah, kau ini tentunya Lo toa dari
si tujuh Kumis Lembah Kodok Perak disini.” Katanya
pemuda ini.
“Aku Bee Tie dari Hoasan dan yang datang kemari
ingin meminta Sedikit pelajaran Ha-ma-kang untuk
membasmi orang jahat.
Lo-toa saudara tertua dari tujuh kumis Lembah Kodok
Perak ini menatap orang yang dianggap aneh ini, dengan
penuh kecurigaan, ia ragu-ragu sebentar, tapi tidak lama
sudah berlari-lari lagi meninggalkan Bee Tie seorang diri.
Bee Tie cepat menyusulnya dan bertanya.
-oo0dw0oo-
Jilid 18
“HAI, dimanakah tiga Jenggot dan empat brewoknya
Lembah Kodok Perak? Dapatkah kau memberitahukan
kepadaku."
Si orang tua membalikkan mukanya menatap sipemuda
pula, sekarang dapat dilihat dengan jelas orang inipun
menderita luka-luka yang tidak enteng, jika tak segera
diobati di saat itu juga, celakalah jiwanya dan mungkin bisa
menyusul saudara ketujuhnya.
“Lekaslah kau pergi meminta pertolongan orang!" Kata
Bee Tie kepadanya. “Lukamu itu tidak ringan dan celakalah
jika dibiarkan sesaat lagi lamanya.”
Bee Tie karena melihat orang sedang menderita lukanya
yang hebat, maka telah berkata seperti tadi.

Tapi si orang tua yang seperti memusuhi Bee Tie malah
membentak. "Kau kemari mencari siapa?”
“Lebih baik kau duduklah disini. biar aku mencoba
menyembuhkan luka-lukamu itu.” Kata si pemuda yang
tidak mau ambil pusing dengan pertanyaan orang. “Jika
satu jam lagi lukamu itu dibiarkan, mungkin sudah tidak
dipat ketolongan lagi.”
Si orang tua hanya tertawa dingin dan membentak. "Aku
hanya ingin tahu kau kemari ingin mencari siapa?"
Tapi karena ia menjadi marah, maka mukanya menjadi
bertambah pucat saja. hatinya Bee Tie tergerak dan cepat
menyahut., "Aku mencari dirimu."
"Lalu dengan satu gerakkan yang gesit ia sudah berada
didekatnya si orang tua dan dengan sekali gerakan saja ia
sudah mengulurkan jari-jarinya dan menotok beberapa jalan
darahnya.
Si orang tuapun dapat bergerak sebat, cepat ia
menyingkir dari totokan orang. Sayang ia sedang menderita
luka parah sehingga gerakannya lambat dan terpaksa harus
menyerah kalah pada si pemuda, sebentar saja robohlah ia
karena terkena totokannya si pemuda dari Hoa-san
Bee Tie tertawa dan berkata.
"Aku terpaksa harus berbuat seperti ini. karena kalau
tidak celakalah jiwamu nanti."
Bee Tie cepat membuka baju bagian dada orang dan
betul saja disitu sudah terlihat bekas tiga telapak tangan
yang tidak sama. Menjadi terlebih bencilah Bee Tie kepada
para ketua partai itu yang hanya namanya saja harum
semerbak, tapi tingkah lakunya tidak patut untuk mendapat
pujian.

"Orang-orang yang seperti mereka ini pantaskah menjadi
ketua partai? Inilah sampah-sampah dunia persilatan yang
harus digeser kedudukannya dari ketua partai mereka." Bee
Tie berkata seorang diri didalam hati.
Karena orang yang berada didepannya ini sudah parah
lukanya, maka cepat Bee Tie menggunakan hawa murninya
mengempos ke dalam tubuh orang untuk membetulkan itu
isi dalam orang yang sudah dibuat kacau balau oleh
pukulan-pukulannya para ketua partai tadi. Tidak lama
kemudian dua orang tua dan muda yang berada disitu
sudah tenggelam didalam pengobatan mereka. Bee Tie lupa
diri karena semua pikiran dan tenaganya sedang dicurahkan
ketubuh orang untuk menyembuhkan luka-lukanya, si
orang tua lupa diri karena memang ia terluka parah dan
sedang menerima apa yang diberikan oleh penolongnya.
Dalam keidaan yang tidak boleh diganggu orang ini,
tiba-tiba terdengar satu suara tertawa berkakakan dan
berkata.
"Bee Tie, ternyata kau memang betul berada disini?
Sudah lama kami mencari cari dirimu dan akhirnya tokh
ketemu juga.”
Bee Tie menjadi kaget karena inilah suaranya Pek Tie
hweshio, si ketua partai Siaolim dan tahulah bahwa para
ketua partai itu sudah sampai disini semua. Tapi karena ia
sedang berada dalam keadaan kepalang tanggung dalam
memberikan pengobatannya, maka didiamkan saja mereka
dan cepat ia menggunakan ilmu latihan yang didapatkan
didalam Kiu teng-cin keng dan cepat-cepat membetulkan isi
dalamnya si orang tua yang sudah berubah tempat semua
itu.
Keadaannya Bee Tie sungguh sangat berbahaya, jika
salah satu dari pada ketua partai itu menggerakkan

tangannya perlahan saja, maka celakalah si pemuda yang
sedang memberikan pengobatan dan si tua juga yang
sedang belum sembuh betul.
Dalam keadaan yang sangat genting ini. tiba-tiba suara
ramainya para ketua partai itu sudah sirap dengan
mendadak. Bee Tie yang masih belum membuka matanya
tidak mengetahui sebab-sebabnya, tapi waktu itu sungguh
kebetulan sekali, waktunya menyembuhkan luka orang pun
sudah selesai dan berhasillah Bee Tie menolong jiwanya si
orang pertama dari Lembah Kodok Perak dari bahaya
kematian.
Si orang tua dari tujuh Kumis itu ternyata sudah dapat
disembuhkan dan dibetulkan isi dalamnya yang bergolak
karena dipukul orang perlahan lahan membuka kedua
matanya dan memandang kearahnya Bee Tie dengan
perasaan syukur sekali.
Bee Tie sudah mengucurkan keringat dingin satu liter
lebih kiranya, dengan lesu dibukanya juga sepasang
matanya yang sayu dan kini dilihatnya ada tujuh orang
yang berdiri dekat sekali dengan dirinya, tapi tujuh orang
ini bukan itu para ketua partai yang dibenci, tapi tujah
orang yang seperti tengkorak saja, karena hanya kulit
membungkus tulang.
Dan dibelakang tujuh orang ini baru terlihat lima orang
ketua partai yang sudah tidak bersinara dau menjublek
ditempatnya.
Bee Tie menjadi heran ada kejadian apa lagi yang akan
dihadapinya?
"Kau siapa?” Terdengar satu suara bentakkan berbareng
yang dikeluarkan oleh tujuh orang seperti tengkorak yang
hanya kulit membungkus tulang tadi.

Bee Tie menjadi kaget mendengar suara yang sangat
memekakkan telinga ini. ia tidak menyangka orang-orang
yang seperti sudah hampir mati ini mempunyai suara yang
luar biasa kerasnya. Di perbatikannya sekali lagi tujuh
orang ini dan jelaskan kini karena tiga orang yang disebelah
kiri memelihara tiga jenggot lebat dan empat orang yang
disebelah kanan memelihara empat orang brewokan dari
Lembah Kodok Perak rupanya.
Bee Tie sampai menarik napas dingin karenanya maka
dengan suara yang lemah ia berkata, "Aku yang sedang
datang kemari sangat kebetulan melihat orang tua ini
terluka parah maka dengan memberanikan diri telah
memberikan pengobatannya terlebih dahulu. Tapi biarpun
demikian aku tidak mempunyai maksud yang jahat, harap
kalian dapat percaya dengan segala keteranganku ini."
Salah satu dari tiga Jenggot terdengar mengeluarkan
suara bentakannya.
"Kau datang dari mana? Apa tidak tahu kepada
peraturan kami yang tidak mengijinkan orang luar masuk
kemari?"
Bee Tie menghela napas panjang, "Aku adalah Bee Tie
dari Hoa-san." Katanya dengan lemah. “AKU datang
kemari dengan niatan mempelajari ilmu Ha-ma kang, untuk
membasmi kejahatannya golongan Ular Mas yang jahat
luar biasa.”
Salah satu dari tiga Jenggot tertawa berkakakan.
“Kan rupa rupanya sedang mengimpi." Katanya dengan
suara nyaring.
Ketika itu lima ketua partai rupanya sudah mulai ingin
bergerak pula. Koan hian To-jin dari Bu-tong-pay, berjalan

dipaling belakang dengan tindakan yang limbung rupanya
ia sudah terluka.
Tujuh orang Lembah Kodok Perak yang baru datang ini
seperti tidak memandang mata kepada para ketua partai
tadi, maka biarpun mereka dapat melihat lima orang
bergerak dari tempatnya, tapi tetap mereka masih diamdiam
saja dan tidak memperdulikan lawan-lawan luarnya.
Setelah istirahat sampai disini. Bee Tie sudah tidak selesu
tadi terlihat ia mulai tertawa dan berkata.
“Biar bagaimana aku tetap akan menpelajari ilmu
Lembah Kodok Perak disini, jika kalian tidak mau memberi
pelajaran Hama» kang. biar nanti kucuri Ha-ma-cin-kiap
kalian dari sini."
Dasar bocah yang masih ingusan, Bee Tie yang tidak
tahu gelagat masih berani berkata terus terang ini.
"Lebih baik kau kembali ketempatmu saja. Kami orang
disini semua mempunyai hak kekuasaan yang sama dan
semna orang tidak nanti dapat memberikan pelajaran Hama-
kang kepada orang lain. Apa lagi orang yang seperti ini
dari luar Lembah Kodok Perak."
Bee Tie tertawa.
“Tapi kau tidak menyusahkan aku jika menyolongnya,
bukan?" Tanyanya dengan setengah memain.
Satu Jenggot tertawa berkakakkan.
"Baiklah. Silahkan kau colong atau curi sendiri."
Lalu ia mengibaskan tangannya dan satu angin tenaga
yang keras Sudah menyerang kearahnya si pemuda.
Bee Tie cepat lari menyingkir dan membentak.

"Mengapa kau berlaku jahat kepadaku yang menjadi
tamumu?”
Si Jenggot tertawa berkakakan.
“Apakah masih tidak tahu yang kau telah melanggar
peraturan Lembah Kodok Perak kami yang tidak
membiarkan orang luar masuk kemari?"
Bee Tie yang memang sudah tahu peraturan ini dari
mulutnya sikumis mata jengkol sebelumnya melakukan
penguntitan, sudah berkata dengan keras.
"Tapi bagaimana dengan Itu lima ketua partai yang
sudah datang kemari juga? Apa mereka juga tidak
diperbolehkan masuk kemari?”
Tiga Jenggot dan empat brewok ternyata masih dapat
juga diadu dombakan oleh satu bocah yang masih ingusan
juga, mereka meninggalkan Bee Tie dan membalikkan
kepala memandang kearah lima ketua partai dengan mata
melotot.
Salah satu dari tiga Jenggot sudah mengeluarkan
bentakannya.
"Apa kalian ini ketua lima partai yang di maksudkan?
Mengapa kalian masuk kedalam Lembah Kodok Perak
kami?"
Bee Tie yang sangat benci kepada lima partai jahat itu
sudah menambah api kemarahan dari belakangnya.
“Bukan saja masuk kedalam Lembah Kodok Perak,
malah mereka jugalah yang telah membunuh satu Kumis
dan melukai orang tua ini.”
Salah satu dari empat bewok sudah membalikkan
kepalanya kearah Bee Tie dan menegasi.
“Kata-katamu ini tidak bohong?”

Bee Tie tertawa.
“Buat apa aku bohong kepadamu?" Ia balik menanya.
“Mereka datang kemari sebetulnya ingin mencari diriku
dan biarkanlah aku melawan mereka terlebih dahulu."
Tapi si Jenggot sudah memberu il."
“Kau minggir jauh jauh darisini. Tidak perduli s : ra
}ang bersin masuk kedalam Lembah Kodok Perak kami
tetap akan dibasmi.
Sewaktu si Jenggot ini bicara dengan Bee Tie. disana
salah satu dari si Brewok sudah membentak kearahnya tiga
ketua partai.
"Kalian mengapa memusuhi orang Lembah Kodok
Perak? Kami orang sudah sengaja mengumpatkan diri
didalam Lembah Kodok Perak untuk menghindari
bentrokan-bentrokan yang terjadi disetiap hari diduria
Kang-onw tapi mengapa kalian masih selalu mendesak
kepada kami saja? Bila terpaksa kami pun masih
mempunyai cukup kekuatan untuk membasmi orang yang
keterlaluan sekali."
Lalu dengan menunjuk keanhiya Hiankoan To jin yang
memang berada dihadapannya ia membentak pula.
"Kau ini ketua partai mana? Sambutilah tiga seranganku
yang pertama.”
Tidak menunggu sampai orang bergerak. Hian-koan Tojin
sudah mendahului membentak.
"Sibocah Bee Tie itu sudah terang-terangan memberikan
penjelasannya bahwa kedatangan kami kemari ini hanya
ingin mencari dia. Mengapa kau terlalu mendesak sekali?”
Tapi sibewok sudah menjadi marah. “Tutup bacotmu."
Bentaknya. “Betul kalian tidak ingin berurusan dengan

kami, mengapa membunuh dan melukai orang-orang
kami?"
Terlihat si brewok ini sudah menekukan tangannya
kedalam dan dengan setengah berjongkok ia sudah siap
untuk menyerang. Koan hwn To-jin mendadak menjadi
ketakutan dengan sikap tegang ia meletakkan kedua
tangannya didepan dada menjaga s-suain yang tidak
diinginkan.
Empat ketua partai lainnya, kecuali Pek-tie Hweshio
yang mundur dua tindak kebelakang, lainnya sudah turut
maju siap memberikan bantuannya.
Bee Tie yang turut menyaksikan ketegang darinya lima
ketua partai yang biasanya hanya berlaku galak hatinya
menjadi dak dik duk juga. Jika lima ketua partai ini
kelihatan takut menghadapi orang dari Lembah Kodok
Perak, sudah dapat dipastikan tiga Jenggot dan empat
brewok ini mempunyai kepandaian istimewa. Maka dari
sini sudah dapat dipastikan pertempuran ini merupakan
satu pertempuran yang hebat dan dahsyat.
Tampak si brewok mendadak sudah mengeluarkan
suara. Kok. kok. dua kali dan disertai loncatan yang seperti
kodok ia menyerang kearahnya Kong-hian To-jin dengan
ganasnya.
"Untuk menyingkir dari serangannya si Brewok yang
disertai dengan loncatan memang tidak mudah terpaksa
Koan hian To-jin harus menegakkan sepasang tangannya
dan dengan jurus Thian-ong-to tan yang dicampur dengan
ilmu Bian-kang dari Bu-tong pay ia masih mencoba
mengadu jiwa.
Tiap ketua partai dari Ngo bie-pay. Thiamchoang pay
dan Heng-san-pay yang melihat sang kawan berada didalam
ancaman bahaya juga berbareng sudah menuruti

gerakkannya Koan hian To jin, dengan jurus Thian-ongtotak
membarengi menyambut serangannya Ha-ma kang dari
si brewok tadi, ampat orang sudah siap mengadu kekuatan
dengan si brewok tadi.
Tapi dalam keadaan yang sangat tegang ini, tiba-tiba
sijenggot pertama sudah melayang meninggalkan semua
orang disini dan keluar dari pintu goanya Lembah Kodok
Perak entah kemana perginya.
"Lo-toa, kau mengapa?" Tanya Jenggot satunya lagi
dengan heran.
Tapi yang dipanggil tidak menyahut karena sebentar saja
sudah lenyap dari depan mata semua orang yang ada disitu.
Karena kejadian yang tidak disangka inilah membuat si
Brewok yang sudah terapung diudara tadi membatalkan
niatannya dan “Bum” Bum dua kali. tanah telah dibuat
berlubang terkena serangan Ha-ma-kangnya.
Bee Tie dan lima ketua partai meleletkan lidah
menyaksikan kelihayannya orang Lembah Kodok Perak ini,
Koan hian To jin nyaris din bahaya maut yang sudah
berada diambang mata.
Tapi si brewok yang menyerang tadi rupanya sangat
berangasan sekali, dilihat karena lenyapnya bayangan sang
kawan sebentar dan sudah siap dengan kelakuan yang
seperti kodoknya pula.
Lima ketua partai masih tetap terancam bahaya. Bee Tie
tetap turut menjadi tegang juga.
Jika memang belum waktunya mati, tidak perduli
bagaimana bahaya yang sedang dihadapi, tetap ia akan
tertolong juga.

Demikian pula dengan dirinya Koan-hian To jin yang
sedang dijadikan sasaran sudah mulai keiolongan karena
dari jauh sudah terdengar teriakannya si Jenggot pertama
yang dari tadi.
“Yu-leng, tahan dulu seranganmu itu". Betul-betul si
brewok yang dipanggil Yu-ling sudah menghentikan
tingkah kodoknya. dan menanti kabar apa yang dibawa
oleh kawannya.
Hanya sekejap mata, dengan menggunakan ilmu
mengentengi tubuh yang cukup lihay si Jenggot pertama
sudah sampai kembali dan berkata.
"Kematiannya A cit disebabkan oleh pukulannya Kimcoa-
kun.
Inilah suatu kejadian yang sukar disangka oleh semua
orang yang berada disitu. jadi kematiannya orang berkumis
yang dibawa-bawa oleh Bee Tie itu bukan karena pukulan
dari lima ketua partai, tapi disebabkan terkena pukulannya
golongan Ular Mas terlebih dahulu.
Lima ketua partai sudah berada didaerah kekuasaan
Lembah Kodok Perak ini memang hanya dapat
dipermainkan saja, tiba-tiba si Jenggot pertama yang pergi
dan balik lagi ini sudah membentak kearah mereka.
"Diantara kalian, siapa yang menjadi ketuanya golongan
Ular Mas?"
Lima ketua partai saling pandang dengan tidak mengerti
sama sekali. Hanya Bee Tie yang kira-kira dapat mengerti
duduk persoalannya, ia masih teringat bagaimana ada
gumpalan kertas yang dilemparkan kearahnya dan memberi
petunjuk tentang dengan cara bagaimana dapat menarik
perhatian gikumB mata jengkol untuk keluar dari

gubuknya, dan tulisan orang yang kecil dan halus si anak
muda dalam hati berkata.
"Kecuali orang dari golongan Ular Mas memang sudah
tidak ada orang yang kedua lagi?"
Tapi disitu bagaimana ia dapat mengutarakan
pendapatnya ini? Ia hanya terdiam, di tempatnya dan
membiarkan tujuh orang Lembah Kodok Perak saling
berhadap hadapan dengan lima orang dari lima partai.
Tapi tiba-tiba Yu leng sudah tertawa berkakakan.
“Tidak perduli yang mana orang dari golongan Ular
Mas tapi karena sudah ditetapkan orang yang masuk
kedalam Lembah Kodok Perak harus dibasmi, maka
semua-muanya pun akan mati disini." Kata si Be-wok yang
berangasan iui.
Kata-katanya Yu-leng sudah memaksa enam orang
Lembah Kodok Perak lainnya tidak tinggal diam saja.
Memang peraturan Lembah Kodok Perak sudah
menetapkan hukuman bagi orang luar yang masuk
kedaerahnya harus dibunuh mati semua, terlihat tujuh
orang sudah bergerak maju menghadapi lima orang ketua
partai.
Hanya Bee Tie seorang yang diangap bocah rupanya
sehingga dibelakangi oleh mereka, maka tenanglah
sipemuda ditempatnya sambil menantikan perkembangan
selanjutnya.
Dari panggilan tadi Bee Tie hanya dapat mengetahui
salah satu dari si brewok itu bernama Yu-leng tapi ia tidak
mengetahui tiga orang lainnya yang masing masing
bernama Li-leng, Hoay-leng, dan Mingleng.

Kiranya perlu dituturkan juga disini tentang nama-nama
dari tiga Jenggot yang rasanya para pembaca tidak puas jika
tidak mengetahui nama mereka.
Si jenggot pertana yang tadi lari dan balik kembali itu
bernama Cian-hud, yang ke dua bernama Ban-hud dan
ketiga bernama Ie-hud.
Bee Tie yang melihat Cian-hud, Ban-hud le-hud leng Lileng,
Hoay leng dan Min-leng tidak memperhatikan dirinya,
sedang si-orang tua terluka yang baru disembuhkan lukanya
sudah tidak ada disitu karena sedari tadi ia sudah pulang
kembali kerumah gubuknya tanpa diketahui olehnya. Lima
ketua partaipun sedang tegang-tegangnya menghadapi tujuh
musuhnya, maka satu kesempatan bagus bagi dirinya
sipemuda untuk lari meninggalkan mereka.
Bee Tie yang mencari-cari jalan lolos sudah
memperhatikan keadaan sekitarnya, dilihat diantara lima
puncak Dewa itu terdapat banyak lubang-lubang kecil yang
seperti sarang tawon saja. Hatinya si pemuda sudah
menjadi gembira.
“Asal lubang lubang kecil itu dapat saling tembus dan
aku lari masuk kedalamnya, untuk sementara tidak
mungkin mereka dapat mencari dan mendapatkan diriku."
Pikir Bee Tie didalam hati.
“Dan setelah petang yang disusul dengan datangnya
sang malam gelap, mana mungkin mereka dapat mencari
diriku pula!”
Karena memikir saatnya sudah tiba, maka dengan diamdiam
dan gerakan yang tak bersinara sama sekali, ia sudah
menuju ke arah lubang kecil seperti sarang tawon itu.
Tapi gerakannya Bee Tie ini telah berhasil menolong
jiwanya lima ketua partai. Koan hian Tojin yang melihat

larinya Bee Tie dengan secara diam-diam sudah tertawa
tergelak-gelak dan berkata kepada tujuh orang Lembah
Kodok Perak tadi.
"Orang yang lari itulah tentunya yang menjadi orang dari
golongan Ular Mas yang dicari. Jika bukan dia, mengapa
harus lari dari sini?"
Cian-hud. Ban-hud, le-hud, Yu-Ieng, Li-leng, Hoay-leng
dan Min-leng dengan berbareng telah membalikkau kepala
mereka dan betul saja dilihatnya bocah itu sedang
melarikan diri dengan luar biasa pesatnya. Cepat mereka
meninggalkan lima orang ketua partai dan Mengejar Bee
Tie yang melarikan diri ke arah lubang-lubang seperti
sarang tawon itu. Tiga Jenggot den empat bewok dari
Lembah Kodok Perak ini mempunyai ilmu mengentengi
tubuh yang luar biasa sempurnanya, masih untung Bee Tie
sudah melarikan diri terlebih dahulu, jika tidak sudah pasti
dapat dikejar oleh mereka dan entah bagaimana pula
dengan kesudahannya?
Waktu itu Bee Tie sudah mendekati lubang lubang
seperti sarang tawon tadi dan berjarak kurang lebih tiga
puluh tombak saja, maka begitu mendengar teriakannya
Koan-hian Tojin tadi. ia sudah menambah pula kecepatan
larinya dengan lebih cepat lagi.
Tapi tidak disangka mendadak dibelakangnya terdengar
suara Kok sekali dan satu angin pukulan yang dahsyat
sudah menyerang ke arah dirinya.
Menggunakan angin pukulan ini, Bee Tie sudah terapung
diudara dan langsung masuk kesalah satu lubang gelap yang
berada didepannya dengan tidak memperdulikan segala
akibatuya lagi.
XX. ILMU PEDANG COA-ONG-KIAM.

BEE TIE nyeploskan dirinya kedalam lubang batu kecil
dengan tidak memperdulikan segala akibatuya lagi.
Mendadak keadaan disekitarnya menjadi gelap dan
setelah memejamkan matanya sekian lama baru dapat
terlihat tanah yang diinjaknya ini ternyata tidak rata.
langkah kakinya diangkat lagi dan lari terus kedalam goa
sehingga didepannya si pemuda terdapat cabang cabang
jalan yang banyak sekali.
Kini Bee Tie mulai menjadi bingung di sini, goa
manakah yang harus ditempuh oleh nya? Sedang
dibelakangnya tiga Jenggot empat brewok tetap yang masih
melakukan pengejarannya. Diperhatikannya goa-goa tadi
dan kecuali yang ditengah tidak bersinar terang, enam goa
lainnya seperti tembus keluar pula.
Jika Bee Tie lari kesalah satu goa yang tembus keluar
tadi, sudah pasti ia dapat lari. Tapi bagaimana jika salah
satu dari tiga Jenggot dan empat brewok menunggu disana?
Jika Bee Tie masuk kedalam goa yang gelap dan seperti
tidak ada ujung pangkalnya ini. bagaimana pula jika orang
tuasuk meneruskan pengejarannya?
Dua soal yang sama-sama membingungkan, hatinya si
pemuda. Bee Tie menjadi bertambah kaget lagi karena saat
itu ternyata betuli saja para pengejarnya sudah turut masuk
dan terdengar Ban-hud yang berkata.
"Bocah itu memang mencari penyakit sendiri karena
berani masuk kedalam Hian-ho-tin kita, ingin lari kemana
sekarang dia?"
Bee Tie menjadi kaget, dilihatnya goa yang seperti tidak
berujung pangkalnya itu seperti ada tertulis. “Jalan
kematian. tapi kecuali masuk kedalam situ, lain tempat pun
tidak kalah berbahayanya juga. Maka dengan tidak

memperdulikan segala akibatuya lagi, Bee Tie sudah masuk
kedalm goa yang tertulis “Jalan kematian, tadi.
Baru saja Bee Tie masuk kedalam Jalan Kematian tadi,
ditempat depan goa sudah terdengar suaranya Yu-leng yang
berangasan, ”Mungkinkah bocah tadi masuk kemari?"
"Kurasa dia tidak mengambil jalan tolol ini.” Terdengar
suaranya Min-Ieng yang memberikan jawabannya, Bee Tie
menjadi kaget ia tidak menyangka orang mempunyai
gerakkan yang begitu sebat, dan jika ia tadi sangsi
mengambil putusan atau lari, "kesalah satu” dari jalan
hidup tadi karena ujung lubang bersinar terang, sudah pasti
orang dapat melihat dan dengan cepat akan terkejarlah ia
disan
Setelah tiga Jenggot dan empat brewok berunding
sebentar, mereka sudah berpencaran menerapkan
peugejarannya, tapi tak ada satu yang masuk kedalam Jalan
kematiau tad
Menunggu sampai suara kaki orang sudah lenyap semua.
Bee T ie baru berani meneruskan perjalanannya ma uk
kedalam Jalan ke matian.
Tiba-tiba Bee Tie menjadi kaget karena kaki kanannya
yang mendapat giliran diangkat maju hampir saja masuk
kedalam lubang Diperhatikannya dengan seksama dan betul
saja jalan kematiau ini memang cukup dapat mematikan
orang yang bernasib malang jika ia alah kecemplung masuk
kedalam goa di bawahnya yang seperti dalam sekali.
Meiddpat pengalaman yang pertama, sipe-muda sudah
memperhatikan tanah yang dipijaknya dahulu, ia takut
kalau-kalau ada terdapat lubang maut pula.

Betul saja berjalan lagi sesaat, Bee Tie sudah
menemukan lubang maut pula, cepat ia melompati lubang
maut yang kedua dan .berjalan main terus.
Lubang maut yang ketiga, keempat, kelima dan
berikutnya juga dapat dilewati dengan selamat oleh perrnda
yang sedang mujnr itu.
Sehingga sampai lubang maut yang ke delapan, hatinya
Bee Tie mulai menjadi curiga kegunaan apakah lubang
maut yang banyak ini? Ada lsinyakah didalam lubang maut
itu
Karena memikir demikian, maka diperhati kannya
lubang mant yang kedelapan dan aduh!
Apa yang dilihat oleh si pemuda dari Hoa-san di dalam
lubang maut itu? Disana terlihat berjogrok satu kodok besar
yang berwar 11 putih keperak perakan. Ternyata lemah
Kodok Perak rupanya mempunyai asal usai dari sini.
Berul didalam lubang maut tadi terdapat kolok besar
yang berwarna perak, tapi jiko bukannya Bee Tie yang telah
banyak memakan nyalinya nlar mas sehingga dapat meli-hit
dengan jelas, orang lain sudah pas» tidak dapat melihat
akan adanya sibintang besar itu.
Jika dipikir-pikir memang sukar dimengerti-mengapa
kodok-kodok perak ini disimpan disini? Dengan maksud
dan kegunaan apakah kodok ko-lok perak ini dikurung
didalam lubang goa?
Bee Tie tetap maju kedepan dan kini lubang maut yang
kesembilan sudah berada didepannya puta, si pemuda
melongok dan kini didalam lubang maut ini terlihat dua
kodok perak yang berjjgrok disana.
Dua kodok be>ar ini sedang berhadap hadapan.
Mendadak terdengar suara “Kok* ae-kali karena kodok

yang disebelah kanan sudah mengeluarkan suaranya,
disertai dengar, nap kuning menyerang kodok perak yang
disebelah kiri.
Kodok perak yang disebelah kiri tidak mau mjnyerah
kalah dan Kok. Kok” dua kali. dengan melompat ia malah
menyerang kearah lawannya.
Kodok perak yang disebelah kansn.mauung gu sampai
lawannya berada tepat diatas kepalanya baru bergerak dan
“Kok” sekali memapaki datangnya sang lawannya.
Bee Tie diatas mereka yang menyaksikau perttrungan
diantara dua kodok besar ini menjadi menepuk paha. Inilah
gerakan-gerakan yang digunakan o.eh orang-orang dari
Lembah Kodok Perak. Ia masih ingat bagaimana si orang
berkumis Ctt tee sebelum matinya pernah menyerang Koanhiau
To-iin meniru gerakkannya Kodok Perak yang
disebelah kiri. Tahulah kini Bee Tie mengapa kodok-kodok
ini disimpan disini, ternyata k o dokkodok inilah yang
menjadi guru-gurunya orang dari lembah Kodak Perak.
Tapi mesil. ada satu soal yang membuat Bee Tie tidak
mengerti, gerakan-gerakannya kodok s ngat lambat dan
sedikit kaku, gera kak gerakan ular sangat lincah dan
gesit.me ngapa hanya ilmu pelajaran dari Lembah Kodok
Perak ini yang dapat mengalahkan golongan Ular Mas?
Disana dibawah lubang maut, dua "kodok perak sudah
terdiam lagi dan saling pandang dan hadap berhadapan lagi.
Lama sekali dua makhluk besar itu tidak bergerak seperti
sikap yang semula. Bee Tie mulai tidak sabaran
memperhatikan dua kodok yang pertempur dengan tidak
bergerak-gerak ini.
Beber; pa saat telah “ewat pnla..,.."

Mejda.iak Bee Tie meaepuk kepalanya-endiridai
berjiugrak kegirangan, iu telah dapat melihat
keistimewaannya kodok kodok perak yang sedang
berhantam.
Sebagai seorang anak yang”pintar, setelah
memperhatikan gerakannya dua kodoa Ha-ma-kang
dari Thian lo-jin ini, dengan menurut petunjuk orang ia
sudah segera melaksanakan petunjuknya tadi dan deng m
tidak terasa mulutnya sudah terpentang dan “Kok, sekali
iapun sudah hampir menjaii kodok berkaKi dua saja.
Thian-lo-jin tertawa barkakakan. Kau bocah ini sunggnb
pintar sekali." Ia mengeluarkan pujiannya.

“Sepat h dua patah saja kau sudah dapat melakukannya
sendiri. Latihlah berkali-kali dan sudah pasti kau dapat
melihat keistimewaannya yang terpendam."
Bee Tie melatih dirinya untbk kedna dan ketiga kalinya.
Tiga kali kemudian ia”sudah dapat menangkap sarinya Hama-
kang ini yang hanya menggunakan keknaian jalan
pernapasa dan mengumpulkannya menjadi satn, tenaga
yang besar sehingga sampai suatn ke tika dengan tak bisa
ditahan keluarlah Ha-ma kang yang ampuh ini. Semakin
lama orang dapat menahan pemapasannya semakin besar
pula kekuatan yang dikeluarkan olehmu.
Sekali lagi Bee Tie melatih diri dan sekarang ia sndan
dapat menggunakan dengan sempurna.
Thian-lo-jin memperhatikan gerakan orang yang sedang
melatih diri itu dengan tertawa puas. Setelah melihat si
pemuda sudah dapat mejakinkannya dengan sempurna,
baru ia berkata pula.
"Bocah, ingat iuilah sarinya Ha-ma-cin-kiap. Baikbaiklah
kau ingatnya.”
Terlihat ia berdiri melempangkan badannya lalu
lelompatan ke sana sini dengan gerakan-gerakan yang
tertentu dan tercatat di dalam Ha-ma-cin-kiap.
Bee Tie memperhatikan gerakkan orang den sebentar
saja iapun sudah dapat mulai mengingatnya.
Setelah membiarkan si pemuda berlatih beberapa kalidan
memberikan petunjuknya yang berharga, denran menghela
napas ia berkata.
"Semna pelajaran-pelajaran yang terpenting didalam Hama-
cin-kiap. kecuali beberapa macam tadi yang sukar
dipelajari, yang lain-lainnya kau boleh lihat sendiri didalam

cata tan saja. Karena janjiku sudah harus detepati maka
cepat kau keluar dari sini.”
Bee Tie menjadi tidak mengerti dengan kata-katanya
orang tua ini, maka dengan kata-katanya orang tua ini
maka dengan heran ia menanya.
"Mengapa?"
“Dari pertama kau masuk tadi sehingga sampai ini saat
sudah berjalau beberapa lama?” Tanya Thian-lo-jin dengan
tiba-tiba.
Bee Tie berpikir sebentar dan dengan hormat
memberikan jawabannya.
Kurang lebih sudah hampir tiga jam rasanya, "Itulah
lekas kau keluar dari s:ni. Pertemuan kita inipun telah
berakhir sampai disini." Kata Thian-lo-jin pula.
Bee Tie memandang orang tua ini dengan heran dan
penuh tanda tanya. Tiba-tiba ThianTo jin seperti mengingat
sesuatu apa sudah menanya.
"Apa kau tahu aku siapa?" Bee Tie menggelenggelengkan
kepala.
“Aku adalah orang hukumannya Lembah Kodok Perak
ini. Pada puli han tahun dimu-ka aku Titian-lo-jiu telah
diusir pergi dari Lembah Kodok Perak dengan membawa
semua inti sari kepandaian disini keluar daerahnya. Tapi itu
waktu Coa Cing mendadak kemarj dan suteku yang iri hati
kepadaku itu iclah mati dibawah tangannya. Untung pada
saat yang sangat gawat itu aku Thian-lo-jin telah datang
Kembali dan berhasil membunuh Coa Cing juga. Kerangka
yang kau li-ha: itulah yang telah menjadi buktinya din
meninggalkan pedang Coa-ong-kiam disa na. Haruskan
keuliui bahwa pedang Coa-ong-kiam yang menjadi pedang
pusaka pembawanya Coa Cing yang menjadi pembangun

golongan Ular Mas, sudah tentu bagi golongan tersebut
dianggap pedang golongannya, hati hatilah jika bertemu
dengan golongan Ular Mas itu."
-oo0dw0oo-
Jilid 19
BEE Tie menundukkan kepala menerima pesan katakata
orang. Tapi Thian lo-jin tiba-tiba sudah seperti berubah
dan membentak.
"Lekaslah kau tinggalkan tempat ini dan jangan lupa
kunci pula pintu batu ruangan ini."
Mukanya Thian lo-jin menjadi pucat napasnya seperti
orang yang hampir mendekati ajalnya saja. Bee Tie tidak
mengerti dan menanya.
"Apa cianpwe sudah terlalu banyak menggunakan tenaga
rupanya?"
"Kau harus membahasakan supek-cow kepadaku."
Teriakannya Thian lo-jin dengan aneh.
"Supek-cow." Panggil Bee Tie dengan heran.
“Jika dihitung menurut derajat memang aku ini adalah
supek-cowmu sendiri. Mungkin kau tidak percaya bahwa
aku ini adalah su-hengnya Thian-san Lo-jie yang menjadi
guru dari ayahmu itu. Sebetulnya aku berdiam digunung
Thian-san. tapi karena sesuatu sebab sehingga sampai
masuk kedalam Lembah Kodok Perak ini, dan akhirnya
sampai terjadi peristiwa yang seperti ini."
Mengetahui bahwa orang tua yang didepannya masih
pernah supek dari ayahnya, sekali lagi Bee Tie berlutut dan
berkata.

"Bee Tie memberi hormat kepada supek-cow."
Sebetulnya Bee Tie ingin menceritakan juga tentang
semua kejadian yang ada menyangkut dua muridnya Thiansan
Lo-jie sang ayah Bee Cin Cee dan Lee Thian Kauw tapi
karena melihat keadaannya sang supek-cow ini sangat
menguatirkan rupanya, maka dengan lesu si pemuda sudah
membatalkan niatannya.
Tampak Thian-lo-jin yang sudah memejamkan matanya
tiba-tiba membuka kembali dan berkata.
"Ada orang datang kemari."
Bee Tie sudah menduga akan tiga jenggot yang
mengejar, ia menjadi bingung dan terdiam disana.
”Yang datang hanya tiga orang." Terdengar Thian lo-jin
memberikan kepastiannya.
Bee Tie memandang tinggi kepada sang supek-cow,
biarpun didalam keadaan loyo seperti ini.
"Supek-cow yang datang ini mungkin tiga Jenggotnya
Lembah Kodok Perak." Bee Tie pendapatnya.
Thian lo-jin berpikir sebentar dan betkata.
"Jika kau sudah dapat mejakinkan Ha-ma-cin-kiap
dengan betul, sudah pasti mereka masih bukan
tandinganmu."
Hatinya Bee Tie tergerak dan dengan memukul ketempat
dinding ruangan batu ia mencoba pelajaran yang baru
didapatinya tadi.
Sebentar ia lompat ke kiri dan sebentar pula ia lompat ke
kanan, berjongkok menirukan tingkah kodok, menerkam
dan menubruk. Semakin lama gerakannya sudah bertambah
cepat saja dan akhirnya Bee Tie telah mendapatkan suatu
ilham, pedang Coa-ong-kiam dikelebatkan membuat

seluruh ruangan bersinar kuning remeng-remeng. ternyata
sinar pedang Coa-ong-kiam telah dapat mengalahkan
semua sinar mutiara yang banyak terdapat disitu.
Coa-ong-kiam memang bukannya pedang biasa
ditambah lagi dengan ilmu kepandaiannya Bee Tie yang
bersama-sama ini, sungguh pemandangan yang cukup
menakjupkan.
Tapi Bee Tie sudah melupakan keadaannya Thian lo-jin
pada saat itu. Terdengar dengan suara mengerikan si orang
tua membentak, "Hei, bocah ...!”
Terdengar lagi sang supek-cow ini mengeluarkan suara
jeritan yang mengerikan dan sewaktu Bee Tie menahan
gerakan pedang Coa-ong-kiamnya, sinar merah tampak
muncrat keseluruh ruangan.
Si pemuda menjadi kaget. Coa-ong-kiam cepat di
lemparkan dan menubruk supek-cownya untuk melihatnya.
Tapi kejadian sudah sampai sedemikian rupa dilihatnya
si orang tua sudah terkutung menjadi dua potong dengan isi
perut yang berhamburan, suatu pemandangan yang
mengerikan sekali.
Bee Tie menjadi tercengan. Jarak diantara ia memainkan
pedang tadi masih cukup jauh dengan berdirinya si orang
tua, tapi mengapa tubuhnya dapat terpotong menjadi dua
seperti terkena bacokan pedang saja? Cepat ia membalikkan
kepalanya dan saat itu terdengar satu suara dingin yang
membentak.
“Bocah, mana itu Ha-ma-cin-kiap kami?"
Bee Tie yang tidak percaya supek-cownya terpapas
kutung oleh sinar pedang Coa-ong-kiam sudah menyangka
orang inilah yang membokong dan membunuh si orang tua,
maka dengan mata melotot dipandangnya orang yang

membentaknya tadi, kini dilihatnyalah dengan jelas,
didepan pintu batu sudah berdiri tiga orang, mereka adalah
Cian-hud, Ban-hud dan Ie-hud.
"Mana itu Ha-ma-cin-kiap kami?" Terdengar bentakan
ulangan dari Ban-hud yang berdiri ditengah-tengah dua
saudaranya.
Untuk melampiaskan kemendongkolan dan kekesalan
yang melewati takaran. Bee Tie sudah tertawa tergelakgelak
dan balik menanya.
Disini ada dua Ha-ma-cin kiap di dalam tanganku. Hama-
cin-kiap yang mana yang kalian maui itu?"
Tiga Jenggot ini sendiripun tidak tahu jika Ha-ma-cinkiap
ada dua, mendengar kata kata si pemuda sudah
menjadi heran dan saling pandanglah mereka disitu.
"Untuk meminta Ha-ma-cin-kiap sebetulnya mudah
saja," terdengar Bee Tie mendahului mereka berkata pula.
“Tapi mengapa kalian berlaku sekejam itu dan
membunuh Thian-lo-jin si orang tua yang sudah menjadi
separah itu?"
Tiga Jenggot yang mendengar dakwaannya Bee Tie ini
sudah menjadi marah, Ie-hud sudah membentak dengan
memplototkan matanya, "Bocah, kau jangan sembarangan
ngaco belo saja.”
Lalu dengan serentak, tiga Jenggot ini sudah berjongkok
dan siap untuk menggunakan Ha-ma-kang mereka.
Dalam keadaan mendesak, Bee Tie masih dapat
mengingat akan Coa-ong-kiamnya, dengan sebat
dipungutnya kembali dan siap menghadapi serangan tiga
orang lawannya.

Tapi tiga jenggot yang tahu akan kelihayannya Coa-ongkiam
sudah cepat membatalkan serangan mereka, sambil
lari mundur dari tempat tadi mereka berbareng membentak.
"Coa-ong-kiam! Kau dari mana mendapatkannya?”
Bee Tie tertawa berkakakan.
“Coa-ong-kiam betul. Inilah Coa-ong-kiam.“ katanya
dengan angkuh. ”Apa kalian takut juga kepadanya?”
Ban-hud dengan tidak terasa mengoceh.
"Sinar pedang Coa-ong-kiam dapat mencapai jarak tiga
tombak. Coa-ong-kiam sudah lama mengganas karena sinar
pedangnya saja sudah cukup membunuh orang didekatnya.
Siapakah orang yang tidak akan menakutinya.
Mukanya Bee Tie menjadi berubah mendengar kata-kata
ocehan ini, dengan kalap terdengar ia berteriak-teriak dan
membalikkan badannya masuk kedalam ruangan batu pula.
"Supek-cow mati dibawah tanganku ... Supek-cow mati
dibawah tanganku ... “
Melihat lawannya bersenjata pedang Coa-ong-kiam
ditangan. tiga Jenggot sudah tidak berani melawannya lagi,
dibiarkan Bee Tie yang sedang kalap tadi dan mereka pun
sudah balik keluar pula dengan diam-diam karena memang
Bee Tie sedang tidak ingat diri.
Bee Tie bagaikan seorang yang sedang kalap, tubruk sana
dan tubruk sini. akhirnya ia jatuh pingsan didalam ruangan
batu saking tidak kuat menerima serangan batin yang
dideritanya.
Masih untung yang tiga Jenggot sudah takut dengan
bayangannya Coa-ong-kiam sehingga cepat cepat lari
meninggalkan Bee Tie yang sedang pingsan didalam kamar

batu dan terjatuh disebelah mayatnya Thian lo-jin yang
menjadi supekcownya.
Memang demikianlah nasibnya si bocah Hoa-san yang
sedang mujur. sehingga ia dapat terhindar dari bahaya
kematian.
XIX. MASUK LAGI KEDALAM PERANGKAPNYA
KIM-COA KIONG CU.
WAKTU berjalan terus dengan tidak menunggu siapa
juga, entah berapa lama Bee Tie jatuh pingsan didalam
kamar batu itu dan pelahan lahan ia mulai tersadar kembali.
Dengan hati yang remuk rendam dikuburkan anggota
supek-cownya yang telah mati terpotong oleh sinar pedang
Coa-ong-kiam dan iapun mulai berjalan keluar
meninggalkan ruangan batu yang bersejarah itu.
Sebetulnya orang tidak dapat menyalahkan dirinya Bee
Tie yang memang belum mengetahui kelihayannya Coaong-
kiam yang dapat membunuh orang sejarak tiga tombak
dengan sinar masnya saja. apa lagi memang sudah
waktunya Thian-lo-jin harus mati karena sumpahnya
sendiri, ia pernah bersumpah tidak akan menurunkan Hama-
kang kepada orang luar tapi entah mengapa hatinya
sudah menjadi suka kepada Bee Tie dan menurunkan
semua kepandaiannya didalam Ha-ma-cin-kiap itu
diberikan kepada orang luar dan sekalian menyerahkan
tulisan-tulisannya semua sehingga akhirnya ia telah mati
dibawah sumpahnya dan mati secara mengenaskan.
Mari kita menyusul Bee Tie yang telah keluar dari
ruangan batu tadi begitu balik kembali masuk kelorong,
hatinya Bee Tie menjadi mencelos karena kodok-kodok
perak yang berada didalam lubang maut entah dengan cara
apa sudah dikeluarkan oleh tiga Jenggot semua dan
menutup jalan pulangnya si pemuda.

Bee Tie teringat bagaimana tiga jenggot yang galak itu
takuti Coa-ong-kiamnya. maka dengan Coa-ong-kiam di
tangan ia sudah mulai berjalan maju pula.
“Kodok perak pertama dengan mudah sudah terbinasa
dibawah sinar pedangnya Coa-ong-kiam. Menyusul kodok
perak yang kedua, ketiga ... dan dengan menggunakan Coaong-
kiam, dengan tidak banyak membuang tenaga Bee Tie
sudah mulai muncul keluar dari lubang yang seperti sarang
tawon di Lembah Kodok Perak.
Bee Tie dengan aman sudah dapat keluar dari dalam
lubang maut dan berdiri didepan lubang yang seperti sarang
tawon itu.
Tiga Jenggot empat Brewok tidak menyangka akan hal
ini, masih untung mereka menjaga diluar lubang sehingga
begitu melihat si pemuda keluar dengan selamat sudah
mudah pula.
Thian-hud yang menjadi kepala dari orang-orang lembah
Kodok Perak ini sudah mengeluarkan bentakannya.
"Hei, bocah, letakkan pedang Coa-ong-kiam dan Ha-ma
Cin-kiap kami, maka mengingat akan jasa jasamu ini,
kamipun akan membebaskan segala hukuman dan
melepaskan kau keluar dari dalam Lembah Kodok Perak.
Bee Tie tertawa berkakakan.
“Jika aku tidak mengingat akan pesannya Supekcow
yang meminta agar aku tidak mengganggu kalian,
mengingat tingkah laku kalian yang telah berkali kali
memusuhi diriku biarpun tidak membunuh, juga akan
melukai beberapa orang dahulu sebelum aku meninggalkan
tempat ini." Katanya si pemuda dengan angkuh.
”Bocah, kau jangan mengimpi!" Terdengar bentakannya
Yu-leng yang berangasan.

Tiga Jenggot dan empat brewok sudah mulai maju dan
mengurung Bee Tie ditengah tengah mereka.
Bee Tie menjadi hilang sabar.
“Sret sret,” terdengar sekali dan pedang Coa-ong-kiam
sudah disabatkan kearah lawannya.
"Aduh!" Min-leng menjerit karena lengannya sudah
terluka kena sinar pedang Coa-ong-kiam.
Bee Tie tersadar dari amukannya, ia mulai ingat akan
pesannya Thian lo-jin lagi yang memesan agar ia tidak
melukai orang dari lembah Kodok Perak, mengapa disini ia
melukai mereka? Maka dengan menghela napas ia sudah
menyimpan kembali Coa-ong-kiamnya dan siap untuk
berjalan pergi.
Tiga Jenggot dan empat brewok yang melihat Ha-macin-
kiap terjatuh kedalam tangan orang lain mana mau
tinggal diam saja, mereka tetap mengurung dan tidak mau
membiarkan Bee Tie pergi dari situ.
Sedang enak enaknya delapan orang yang sedang
bertempur didepan goa seperti sarang tawon itu, tibi-tiba
dari dalam goa muncul pula sesosok bayangan langsing
yang berkelebat dengan pesat dan tahu tahu sudah lari jauh
dan tinggal bayangan kecilnya saja.
Min-leng yang terluka ditangannya memang tidak begitu
memperhatikan dirinya Bee Tie dan dialah orang yang
pertama melihat bayangan ini dan menjerit.
"Orang dari golongan Ular Mas!"
Semua orang lembah Kodok Perak lainnya menjadi
kaget, dengan menggunakan ketika baik ini Bee Tie sudah
melesat keluar dari kepungan mereka dan mengejar kearah
bayangan tadi dan membentak.

"Kim-coa Kiong-cu, apa kau disana?" Sebentar saja Bee
Tie sudah lari jauh meninggalkan tiga Jenggot dan empat
brewok, tapi bayangan Kim-coa Kiong-cu juga sudah
lenyap pula dari pandangan matanya.
Bee Tie menjadi penasaran dan meneruskan
pengejarannya tapi jauh dibelakang pemuda inipun masih
ada orang-orang dari lembah Kodok Perak yang
mengejarnya.
Seekor burung yang sedang mengincar mangsanya
memang tidak mengetahui akan adanya beberapa pemburu
yang sudah mengincarkan bedilnya kearah dirinya.
Bee Tie yang mempunyai ilmu mengentengi tubuh cukup
lihay menjadi penasaran karena masih tidak dapat mengejar
Kim-coa Kiong-cu juga. Tapi dalam kebingungannya ini
tiba-tiba kupingnya sudah mendengar satu suara.
"Bee Tie, aku sudah tahu kau telah berhasil
mendapatkan Ha-ma Ciu-kiap. maka tunggu sampai di luar
lembah Kodok Peraklah kau serahkan kepadaku."
Suara ini diucapkan dengan terang dan jelas, tapi tidak
terlihat dimana Kim-coa Kiong-cu berada, maka tahulah ia
bahwa lawannya itu menggunakan Toan-im Jip biat; untuk
mengirim suara dari jarak jauh memperlihatkan ke
pandaiannya.
Bee Tie tidak mau kalah, dengan menggunakan cara
yang sama iapun sudah mengirimkan suaranya pula dari
jarak jauh.
"Apa kau kira begitu mudah mengakali diriku? Jika obat
pemunah racun tidak diserahkan kepadaku terlebih dahulu,
janganlah kau mengimpi mau mendapatkan Ha-ma-cin-kiap
itu."

Dari jauh terdengar suaranya Kim-coa Kiong-cu yang
tertawa dan berkata.
"Kau jangan berlaku tolol, jiwamu masih tergantung
ditanganku. Jika kau mau adu kekerasan paling paling aku
akan kehilangan Ha-ma Cin-kiap. Tapi bagaimana dengan
diri mu yang akan kehilangan jiwa sukma."
Jika didengar dari lagu suaranya Kim-coa Kiong-cu ini,
orang seperti mempunyai niatan untuk mengingkari janji,
maka marahlah Bee Tie seketika.
Karena terhenti oleh kata-kata pancingannya Kim-coa
Kiong-cu ini, maka gerakan kakinya Bee Tie tidak dikasih
maju lagi. Maka sebentar saja tiga Jenggot dan empat
brewok sudah dapat menyusul semua.
Begitu sampai kedepannya si pemuda. Ie-hud sudah
maju serta berkata.
"Bocah lima partai telah terbunuh mati semua oleh racun
dari golongan Ular Mas."
Bee Tie menjadi kaget.
“Celaka!" Ia mengeluh didalam hati. Ia tahu
kedatangannya lima ketua partai ini kemari sebagian
disebabkan dirinya juga, maka semua orang sudah tahu jika
diantara Hoa-san-pay tadi terjadi bentrokan, seumpama ia
kembali dan lima ketua partai mati dengan tak bisa kembali
lagi, maka celakalah dirinya yang akan dijadikan terdakwa,
siapa pun akan percaya bahwa Bee Tie telah menganiaya
lima ketua partai disini.
Maka dengan menghela napas Bee Tie sudah berkata
kepada mereka.
“Sekarang kalian mau apa?”

“Kau juga akan mengalami nasib yang sama dengan
mereka dan mati didalam Lembah Kodok Perak ini juga."
Ban-hud sudah menalangi kawan-kawannya berkata.
Bee Tie menjadi marah, jika ia mau menggunakannya
pedang Coa-ong-kiam itu, tentu saja dengan mudah dapat
membasmi mereka semua tapi dapatkah ia berlaku sekejam
ini?
Tampak tiga Jenggot dan yang empat brewok tidak mau
membiarkan Bee Tie berpikir lama lama, dengan serentak
mereka sudah maju dan mengepung pula.
Bee Tie yang menjadi kalap.
“Jika aku tidak memperlihatkan sedikit kepandaianku
sudah pasti kalian masih tidak puas dan belum mau
mundur juga.“ Katanya dengan sikap jumawa. “Baiklah,
akupun akan menggunakan Ha-ma-kang melawan Ha-makang
kalian juga."
Lalu dengan tidak berpikir lagi. pemuda ini sudah
jumpalitan dan mengeluarkan kepandaiannya Thian lo-jin
menerobos keluar dan kurungannya mereka.
Tujuh orang Lembah Kodok Perak menjadi tertawa
dingin melihat gerakkan orang yang bernyali besar ini,
masing masing sudah berjongkok dan “Kok” sekali. Tujuh
suara sudah bercampur menjadi satu jeritan kodok kaki dua
yang memekakan telinga.
Tapi Bee Tie yang sudah mendapatkan semua
kepandaiannya Thian lo-jin ternyata bergerak dengan cepat
sebelum tujuh orang lawannya menyerang, ia sudah lompat
keluar dari kalangan dan terapung ditengah udara.
Bee Tie tidak tinggal diam-diam saja, sebelum orang
engah pukulan mereka tadi mengenai sasarannya atau
tidak. ia sudah lompat turun dan berjongkok

mengumpulkan semua hawa pernapasannya dan “Koook”
suara kodok kaki dua yang panjang ini mengeluarkan satu
angin pukulan yang hebat tapi pelahan menyerang kearah
tiga Jenggot dan empat Brewok yang masih sedang
kebingungan.
Tujuh orang dari Lembah Kodok Perak ini tidak
menyangka si pemuda dari Hoa-san dapat menggunakan
Ha-ma-kang juga, bahkan terlebih hebat dan terlebih
sempurna lagi dari yang mereka punyai. Serangannya Bee
Tie tadi kontan membawa hasil dan menyapu pergi tujuh
orang ini.
"Lihatlah ilmu kepandaian kalian yang asli." Kata Bee
Tie sambil tertawa. Betul saja pemuda ini sudah
mengeluarkan semua kepandaiannya Thian lo-jin yang baru
saja diturunkan kepadanya. Dan kemudian terdengar
suaranya “Kok” sekali dan memukul ke arah yang kosong.
“Bum tanah yang dipukul ini sudah menghambur tanah
dan batunya terbang kemana mana dan setelah debu yang
mengulak tadi lenyap dari pandangan, dilihatnya tanah
yang terkena pukulannya Bee Tie tadi sudah berlubang
besar dan dalam.
Ha-ma-kang yang dikeluarkan oleh Bee Tie ini dicampur
pula dengan semua tenaga dari segala macam latihannya.
Tiga Jenggot dan empat brewok menjadi kesima berdiri
bengong, mereka terdiam bagaikan patung mati dan tidak
dapat berbuat sesuatu apa, kepandaiaunya bocah ini sudah
berada diatas mereka semua.
"Bagaimana?" Bee Tie dengan tertawa menanya kepada
mereka. “Apa kalian masih ingin keluar dari Lembah
Kodok Perak juga?”

Ban-hud menggeleng-gelengkan kepala dengan penuh
bermacam-macam arti.
"Kulihat hati kalian memang cukup polos," terdengar
Bee Tie juga yang membuka suara. “Jika kalian keluar ke
dunia Kang ouw sudah pasti akan mengalami penderitaan
saja aku ada niatan untuk membantu tenaga kalian entah
bagaimana dengan pendapat kalian semua?"
Ban-hud tetap menggeleng-gelengkan kepalanya.
sebenarnya ia sangat menyesal yang kepandaiannya mereka
masih kalah setingkat dengan ini pemuda sehingga
membuat mereka tidak berdaya sama sekali.
Bee Tie mulai menjadi kasihan, dikeluarkannya itu
sutera merah pemberiannya Thian lo-jin yang segera
disodorkan kepadanya.
Dengan tidak percaya. Ban-hud memandang kearahnya
ini pemuda, tapi melihat orang separti tidak bermain-main,
baru ia berani manyambutinya dan berkata.
"Terima kasih.”
Dengan lesu mereka sudah berjalan balik kembali dan
meninggalkan Bee Tie seorang diri.
Tapi waktu itu suaranya Kim-coa Kiong-cu dengan
menggunakan ilmu Toa im Jib-bie sudah terdengar pula.
"Bee Tie, benda apa yang kau telah berikan kepada
mereka?"
Suara itu biarpun halus seperti suara nyamuk, tapi
terdengar dengan jelas sekali.
“Ternyata segala gerak-gerikku tidak lepas dari
pandangan dan intaian mereka." Pikir Bee Tie didalam hati.
“Jika ia tahn Ha-ma-cin-kiap sudah kuserahkan kembali.
Sudah pasti jiwaku bakal tidak ketolongan lagi."

Dengan ilmu Toan-im Jip bie Bee Tie sudah berkaok
kesana.
"Kim-coa Kiong-cu, bagaimana jika kita tukar Ha-ma
Cin kiap dengan obat pemunah racun yang berada didalam
tubuhku ini?"
Terdengar suara tertawanya Kim-coa Kiong-cu yang
menggiurkan.
"Kau berpikir enak saja. Aku menginginkan sekalian kau
dapat menyerahkan pedang Coa-ong-kiam juga.
Bee Tie menjadi marah mendengar kata-katanya ketua
muda golongan Ular Mas ini, ia tahu sinar pedang Coaong-
kiam dapat membunuh orang sejarak tiga tombak, dan
jika senjata yang setajam ini sampai terjatuh ke dalam
tangannya Kim-coa Kiong-cu, akan celakalah umat didunia
dikacaukan olehnya. Dan jika sampai terjadi kejadian ini
yang cukup membuat semua orang tidak bisa tidur dengan
tenang, bukankah ia yang harus memikul sebagian dari
dosanya? Maka dengan tertawa dingin Bee Tie sudah
berkata.
"Kim-coa Kiong-cu, apa kau sudah menelan kembali
ucapanmu yang sudah-sudah itu? Aku Bee Tie hanya
mempunyai satu jiwa saja. tapi jika aku sudah marah, maka
celakalah semua orang-orangmu yang akan kubunuhbunuhi
lerlebih dahulu. Apa lagi lima ketua partai sudah
mati dibawah tanganmu apa kau kira dapat melarikan diri
dari kepungannya banyak orang?"
Kim-coa Kiong-cu tertawa lagi. Bee Tie kau juga dapat
memikir sampai disini? Tapi sekarangpun sudah telat untuk
mengucapkan kata-kata ini karena didalam sepuluh hari ini,
delapan partai besar lainnya sudah pasti akan mencurahkan
semua kekuatan mereka dan membasmi Hoa-san-pay
sehingga lenyap dari muka bumi."

Kepalanya Bee Tie dirasakan menjadi panas mendengar
kata-katanya Kim-coa Kiong-cu ini ia tidak mengerti
dengan kekuasaan atau tipu apa orang dapat mengalihkan
perhatiannya delapan partai menyerang kegunung Hoa-san?
Bingunglah pemuda ini yang kurang pengalamannya.
Mendadak Bee Tie dibuat menjadi kaget lagi karena
dibelakangnya terdengar suara tindakan kaki orang, cepat ia
memalingkan kepalanya dan dilihatnya dari kejauhan lari
tiga orang menuju kearahnya.
Sebentar saja tiga orang ini sudah berada di depannya si
anak muda dan salah satu diantaranya berkata.
“Terima kasih atas Ha-ma-cin-kiap yang kau
kembalikan kepada kami. Tadi karena didalam
kebingungan kami telah lupa mengucapkan terima
kasihnya. Karena jasa-jasamu semuanya didalam soal soal
ini, maka lembah Kodok Perak telah menghapus aturan
yang melarang orang luar masuk kemari dan mulai dari ini
hari, kita orang pun akan dapat bekerja sama dengan dunia
Kang-ouw lagi.
Inilah Ie-hud dari lembah Kodok Perak dengan
mengajak Ban-hud dan Cian-hud sudah balik kembali
kedepannya Bee Tie mengucapkan perasaan syukur dan
terima kasih mereka.
Melihat kelakuannya tiga Jenggot ini, hatinya Bee Tie
sudah menjadi tergerak ia tahu kepandaian orang lembah
Kodok Perak tidak dapat diremehkan begitu saja, maka jika
ia dapat meminta bantuannya orang-orang ini, amanlah
dunia dari pengacauannya golongan Ular Mas yang jahat,
apa lagi golongan Kodok Perak ini, memang menjadi satu
lawannya golongan yang disebut terlebih dahulu itu. Maka
dengan suara keras ia berkata.

"Lebih baik kalian lekas kembali dan meyakinkan Hama-
kang kembali, ilmu kepandaiannya Thian-lojin jauh
berada diatas kepandaiannya kalian ini. Dan lima hari
kemudian jika kalian sudah berhasil menyakinkan Ha-makang
yang terlebih tinggi, datanglah kepuncak Siok lie hong
dipegunungan Hoa-san. Disana aku menunggu kalian untuk
bersama-sama membasmi golongan Ular Mas yang menjadi
golongan pengacau dunia.”
Tiga Jenggot yang memang sangat berterima kasih
kepada orang sudah memanggutkan kepala mereka
menyanggupi permintaannya si pemuda. Maka legalah
hatinya Bee Tie dan dengan satu kali loncatan saja ia sudah
melayang ketengah udara dan meninggalkan mereka sambil
berkata.
"Jangan lupa lima hari kemudian aku menunggu kalian
di puncak Siok-he hong."
Bee Tie mulai meninggalkan lembah Kodok Perak dan
berjalan kembali. Tapi baru saja si pemuda berjalan tidak
jauh, kupingnya sudah kembali dapat menangkap suaranya
Kim-coa Kiong-cu pula.
“Bee Tie lebih baik kau menyerahkan Ha-ma-cin-kiap
dan Coa-ong-kiam disini saja. Maka dengan cara ini
mungkin kau masih dapat menghindari kemusnaannya
Hoan-san pay yang sudah berada diambang mata.”
Bee Tie yang menjadi sengit berkali kali ditipu orang ini
sudah memandang kedepan dan dilihatnya Kim-coa Kiongcu
sudah menghadang bersama-sama dengan empat
pengiringnya.
Orang biar bagaimana baiknyapun masih dapat menjadi
kalap jika didepak terus terusan, demikian pula dengan
dirinya Bee Tie yang sedang mulai hilang kesabaran.
Dengan gerakan yang seperti banteng ketaton saja ia sudah

mengulurkan Coa-ong-kiam dan menyerang kearah lima
musuhnya.
Kim-coa Kiong-cu mundur membiarkan empat
pengiringnya melawan si pemuda. Tapi Coa-ong-kiam tidak
boleh dibuat main-main terdengar empat kali suara jeritan
yang mengerikan dari tubuh empat pengiringnya Kim Coa
Kiong-cu sudah terpotong menjadi delapan bagian dan
bersebaran kemana-mana.
Suatu pembunuhan pula yang mengerikan sekali. Darah
berhamburan diluar lembah Kodok Perak ini, potongan
tagan dan kaki, usus dan darah manusia yang berceceran
membuat kotor cabang cabang pohon.
Masih untung Kim-coa Kiong-cu tahu diri, dengan
menggunakan ketika empat pengiringnya maju tadi ia
sudah melarikan diri dan lenyap dari sana.
Bee Tie yang membunuh orang sedemikian banyaknya
menjadi kesima, termenung menung ia berdiri dan
merapatkan kedua matanya tidak ingin memandang lama
lama apa yang telah diperbuatnya.
Sewaktu si pemuda membuka kembali matanya,
bayangannya Kim-coa Kiong-cu sudah tidak terlihat sama
sekali.
Saat itu tiba-tiba dari atas pohon loncat satu orang
dengan membawa pentungan besi yang luar biasa besarnya
dia langsung menyerang kearahnya si pemuda, siapa yang
datang. Coa-ong-kiam untuk sekian kali dikasih bekerja dan
‘Sret’ pentungan besi orang yang besar itu bagaikan kayu
saja sudah terpapas kutung menjadi dua. Jelaslah sekarang
didepannya si pemuda ada berdiri seorang nyonya tua
dengan memegang sebelah sisa pentungannya. inilah Kimcoa
Lo-lo dari golongan Ular Mas juga.

Si nenek menjadi takut, cepat ia lompat mundur dan
membentak.
"Bocah, lekas lepaskan Coa-ong-kiam itu." Hatinya Bee
Tie menjadi tergetar juga melihat kedatangannya Kim-coa
Lo-lo, maka dengan hormat ia berkata.
"Lo-lo, apa kau juga mau memusuhi diriku?"
Matanya Kim-coa Lo-lo menjadi merah. “Perintah
kiong-cu. siapakah yang berani melanggarnya?" Katanya
dengan sedih.
Bee Tie tidak berani berlaku kurang ajar terhadap Kimcoa
Lo-lo yang baik hati ini. maka dengan lesu ia berkata.
"Lo-lo, lebih baik kau menyingkir dari sini. Semua orang
dari golongan Ular Mas dapat kebunuh-bunuhi semua,
kecuali kau dan Kim-coa Giok-lie berdua. Maka janganlah
kita sampai menjadi musuh juga!"
Matanya Kim-coa Lo-lo menjadi basah, akhirnya dengan
bercucuran airmata ia berkata.
"Kiong-cu terlalu membawa adatnya, semua usaha
keturunannya akan termusnahlah dibawah tangannya. Jika
memikirkan soal ini, aku pun sudah betul dibuat menjadi
sedih juga.”
Bee Tie yang sedang kalap tidak memperdulikan.
Lalu nenek ini sudah mengeluarkan sesuatu dari dalam
saku bajunya yang segera dilemparkan kedepannya si
pemuda dan berkata. ”Bee Tie, inilah obat pemunah racun
di dalam tubuhmu yang bernama Cit cit miang-tau dan
kuharap dapat menukar dengan Ha-ma-Cin-kiap yang kau
dapati itu."
Bee Tie menyambuti obat pemberian orang yang ternyata
tersimpan didalam botol kecil batu giok. maka

dikeluarkannya pula itu Ha-ma-Cin-kiap yang didapati
dileher kodok besar untuk segera diserahkan kepada orang
dan berkata.
“Terima kasih atas budi Lo-lo, tapi biarpun Ha-ma-Cinkiap
ini dapat dipelajari semua, karena orang Lembah
Kodok Perak juga sudah mempunyai Ha-ma-cin kiap yang
sama, maka tetaplah masih bukan tandingannya.”
Dimakannya obat pemunah racun pemberiannya Kimcoa
Lo-lo tadi dan lari keluarlah Bee Tie meneruskan
perjalanannya yang tadi tertunda.
Tapi belum lama Bee Tie meninggalkan Kim-coa Lo-lo,
dibelakangnya sudah terdengar suara Kim-coa Kiong-cu.
“Lo lo, apa aku pernah melakukan jahat kepadamu?”
Bee Tie mengeluh didalam hati.
“Kim-coa Lo-lo bakal celaka.” Bisikan kalbunya sudah
berkata kepadanya.
Maka cepat Bee Tie sudah lompat berjumpalitan dan
balik ketempat darimana ia pergi tadi.
Sayang gerakannya masih kalah cepat dengan Kim-coa
Kiong-cu yang sudah memper hitungkan, maka sewaktu
Bee Tie balik kembali, lilihatnya Kim-coa Lo-lo sudah
teraniaya dan dari mata, hidung, mulut dan kuping
mengeluarkan darah yang membuat orang ngeri saja,
ternyata Kim-coa Lo-lo sudah dipaksa memakan racun oleh
junjunganya sendiri.
"Lo-lo ...” Bee Tie mencoba menanggil orang dengan
sedih.
Tapi Kim-coa Lo-lo yang sudah tidak bernapas tidak
dapat mendengar teriakannya si-pemuda.

Kim-coa Lo-lo telah mengorbankan dirinya demi
kepentingan Kim-coa Kiong-cu juga ia tahu jika obat
pemunah racun tidak diserahkan kepada Bee Tie dan bila si
pemuda mengamuk sudah pasti seluruh orang dari
golongan Ular Mas tidak ada satu yang dapat menandingi
pemuda gagah ini, dan dengan demikian Kim-coa Kiong-cu
juga tidak dapat melarikan diri dari ujung pedang Coa-ong
kiam yang kini sudah berada ditangan orang. Mengingat
akan segala macam akibat ini, maka dengan berani mati ia
telah mencuri obat pemunah racun dan diserahkan kepada
Bee Tie. Tapi karena perbuatannya inilah maka ia
sendiripun harus mengorbankan jiwanya disana.
Bee Tie menghela napas panjang memikirkan nasibnya
nenek yang baik hati ini, dikuburnya mayat orang disitu dan
iapun sudah mulai berjalan pergi pula.
Jika memikir akan ancamannya Kim-coa Kiong-cu yang
sangat jahat itu, memang besar sekali kemungkinannya
orang-orang dari delapan partai telah menganggap ia telah
membunuh bunuhi ketua mereka dan bagaimana jika
mereka telah menyerang kegunung Hoa-san dengan
berbareng.
Maka mengingat bahaya yang mengancam gunung Hoasan
ini, Bee Tie sudah mengambil keputusan untuk pulang
terlebih dahulu.
Tapi ditengah jalan, pikirannya sudah berubah. Mengapa
aku tidak mau turun tangan terlebih dahulu?” Pikirnya
didalam hati.
Dengan adanya pikiran berani ini, Bee Tie sudah
merasakan seumpama betul ia dapat menunggu
kedatangannya para ketua partai itu digunung Hoa-san, tapi
masih sukarlah rasanya memberikan penjelasan yang
seterang-terangnya. Maka terlebih baik. ia mendatangi

mereka terlebih dahulu dan memberikan penjelasan. Karena
timbulnya pikiran yang seperti ini. Bee Tie sudah langsung
menuju ke kota lok-yang.
Sebelum masuk kedalam pintu kota, ia telah berhasil
menemukan beberapa pengemis yang menjadi orang
bawahannya, Ie Siauw Yu dan Ie Ceng kun maka cepat
pemuda ini sudah mengeluarkan tanda perintah Kiu-cieleng-
pie dan berkata kepada mereka.
"Segera bikin kabar angin yang mengatakan Bee Tie dari
Ha-san mau mengacau Siao-lim-pay, Bu-tong-pay, Ngo-biepay
Kun-lun-pay dan Thian-cong-pay dan sebarsebarkanlah
dengan seluas-luasnya.
Tidak lupa Bee Tie juga telah memberikan pesannya agar
mereka dapat mencari Kiauw Kiu Kong si “Pelajar Pedang
Tumpul” dan Jie sianseng sekalian untuk menunggunya
dipuncak Cee-thian-ktian.
Para pengemis sudah menyanggupi segala perintah tadi.
Maka senanglah Bee Tie karena dengan cepat kabar angin
ini akan dapat dibawa kemana mana oleh para pengemis
yang tersebar luas. dan dengan orang-orang dari delapan
partai yang mau datang kegunung Hoa-san sudah tentu
tidak berani gegabah meninggalkan sarang mereka takut di
ubrak abrik oleh pemuda gagah ini.
Dan menggunakan kesempatan ini si pemuda sudah siap
untuk mengunjungi setiap partai untuk memberikan
penjelasannya sehingga memungkinkan tidak terjadinya
bentrokkan yang tidak diinginkan sama sekali itu.
Itu hari ia istirahat dikota Lok-yang dan pada hari
keduanya ia sudah langsung menuju kegunung Siong-san
yang menjadi markas besarnya Siao-lim-pay.

Jarak diantara kota Lok-yang dan gunung Siong-san
hanya memerlukan waktu satu hari perjalanan saja, maka
Bee Tie di hari kedua telah tiba dibawah kaki gunung
Siong-san.
Gunung Siong-san biarpun tidak dapat di samakan
dengan gunung Hoa-san yang banyak tebing curam dan
lembah dalam, tapi karena banyak pohon pohonan yang
menjulang tinggi maka gunung Siong-san sudah
mempunyai keistimewaannya yang tersendiri.
Setelah istirahat sebentar dan mengatur jalan telah tiba di
kelenteng Siao-lim-sie.
Jauh-jauh sudah terdengar suara berisik yang tidak biasabiasanya
dapat didengar di malam gelap buta, Bee Tie
merasa heran dan curiga, maka ia sudah menambah
kecepatan gerak kakinya dan diantara terang terangnya
sinar obor di kelenteng yang akan didatangi itu terlihat
bayangan bayangan yang saling seliweran.
Ternyata Siao-lim-sie telah dirundung bahaya, tapi
bahaya apakah yang merusak ketenangan kelenteng yang
biasanya aman ini? Manusia manakah yang berani
mengganggu ketenangannya Siao-lim-sie yang mempunyai
banyak jago jagonya.
Dari gerakan-gerakan badan yang mempunyai ukuran
langsing dan gesit luar biasa itu, Bee Tie sudah dapat
menduga siapa orang-orang yang mengacau disini ini.
“Mungkin orang-orang dari golongan Ular Mas pula?”
Pikir si pemuda didalam hati.
Bee Tie cukup tahu biarpun ketua partai Siao-lim-pay
Pek Tie Siansu sudah mati dilembah Kodok Perak terkera
racunnya Kim-coa Kiong-cu, tapi Siao-lim-sie sudah
terkenal lama dan tidak dapat dibuat gegabah, maka dengan

secara hati hati ia menyelipkan dirinya dianara semak
semak pohon agar tidak sampai dipergoki oleh para
hweshio.
Tidak urung, meskipun Bee Tie telah bergerak cukup hati
hati, dari atas sebatang pohon telah lompat seorang
hweshio tinggi besar yang lantas berseru dengan suaranya
yang serak.
"Sungguh Sicu berkepandaian tinggi! Bisakah Sicu
menyebutkan nama Sicu supaya kami dapat memberi
laporan dan menyambut?”
Bee Tie tertawa dan lantas menyahut.
"Aku yang rendah adalah Bee Tie dari Hoa-san datang
kemari hendak memberi keterangan mengenai kematiannya
Pek Tie Taysu ketua partai Siao lim-pay
Orang yang didepannya, mendengar Bee Tie sudah
berani mengaku, lantas membentak.
"Orang penipu macam kau ini masih berani menipu
siapa? Bee Tie sudah lama mengacau didalam kelenteng,
mana mungkin ada Bee Tie kedua? Lebih baik terus terang
saja kau katakan dan jangan coba coba gunakan nama lain
orang supaya bisa kita pikir pengampunannya.”
Bee Tie yang mendengar namanya dipalsukan dan
digunakan orang, menjadi marah. Ia tahu kecuali Kim-coa
Kong-cu, sudah tak ada orang kedua yang lain. Maka ia
lantas menotolkan kakinya, melesat keluar rimba
meninggalkan hwesio yang tadi masih pada kebingungan
tidak mengerti.
XXX. KIM-COA KIONG-CU MENGADU DI
KELENTENG SIO-LIM-SIE

KALA itu disekitar kelenteng Siao-lim-sie dengan darah
berceceran di mana mana.
Apa yang telah terjadi disini?
Ternyata, sebelum Pek Tie Siansu meninggalkan orangorangnya,
ia telah menyerahkan jabatan ketuanya kepada
Hian-im Taysu, siapa pada waktu sebelumnya adalah
kepala dari para hweshio ditempat rangon penyimpanan
kitab.
Hian im Taysu cukup tahu bahwa tugas yang dibebankan
diatas bahunya bukanlah tugas biasa, maka ia lalu
mengajak para su-teenya, yakni Hian hwie, Hian-hoat dan
Hian cong bertiga merundingkan persoalan persoalan yang
menyangkut kejayaannya partai Siao-lim-pay. Maka
dibawah pimpinan empat orang hweshio yang cukup
berwibawa tadi, para hweshio Siao lim-pay telah mendapat
didikan lebih keras dan lebih teliti, hingga sukar mereka
dapat turun gunung sembarang, karena hal itu tentu akan
banyak lebih membahayakan bagi perkumpulan mereka
sendiri.
Tidak nyana, pada dua hari sebelum perginya ketua Siaolim-
pay, kelenteng Siao-lim-sie kedatangan seorang pemuda
berpakaian ungu yang langsung ingin menghadap Hian-im
Taysu. Karena tidak ada seorangpun hweshio yang dapat
mendengar pembicaraan antara mereka berdua, maka
siapapun tidak ada yang tahu pembicaraan apa yang telah
dan sedang dirundingkan oleh mereka.
Tidak dapat disangka lagi, satu jam kemudian pemuda
baju unggu itu dengan tergesa-gesa kelihatan meninggalkan
kelenteng Siao-lim-sie yang dibarengi dengan dipukulnya
genta berkali kali, itu adalah sebagai penanda adanya
peristiwa penting digereja Siao-lim-Sie.

Semua hweshio dengan berduyun duyun sudah
berkumpul diruangan perundingan, di tempat inilah Hianhui.
Hian-hoat dan Hian-thong dengan suara parau
memberitahukan soal kematiannya ketua partai mereka Pek
Tie Siansu didalam Lembah Kodok Perak yang dikatakan
mati terbunuh oleh bekas ketua partai Hoa-san-pay Bee Tie.
Kabar buruk ini telah mengobarkan api kemarahan
semua hweshio Siao-lim-sie dan mereka lalu mengangkat
sumpah hendak menuntut balas bagi kematian ketua partai
mereka. Hasil dari perundingan adalah, keputusannya
bahwa tiga hari kemudian, dengan tiga puluh enam
hweshio pergi kegunung Hoa-san untuk mengadukan
perhitungan dengan Bee Tie.
Dan sehari kemudian, terdengar lagi kabar tentang
dirinya searang bocah sombong bernama Bee Tie yang
dikatakan ingin mendatangi semua partai partai besar, satu
persatu. Dan adanya kabar angin inilah yang lalu kemudian
menyebabkan keberangkatan tiga puluh enam orang
hweshio Siao lim si dibatalkan, mereka hendak menantikan
kedatangan si pemuda yang dikatakan telah membunuh
ketua partainya itu.
Maka pada malam itu pun. dibawah kaki gunung Siongsan
nampak berkelebatnya dua bayangan manusia yang
merayap naik mendaki gunung. Dua bayangan ini
gerakannya gesit-gesit, hingga dapat mengelabui para
penjaga dan akhirnya sampailah keduanya didepan
bangunan gereja.
Tetapi ternyata Siao-lim sie memang bukan tempat biasa,
Hiang thrng Siansu yang ikut berjaga jaga, dengan mudah
dapat mengetahui kedatangannya dua bayangan tadi, dan
hweshio ini pun membiarkan mereka karena mereka itu
bukanlah bocah yang dikatakan Bee Tie yang mereka

tunggu-tunggu kedua orang tadi ternyata adalah dua gadis
cantik jelita.
Kedua gadis ini tidak menyangka kalau kedatangan
mereka sudah dipergoki orang, setelah mereka bersembunyi
di semak-semak pohon terdengar seorang di antaranya
berkata, “Yu cie. lebih baik jangan lama lama kita berdiam
disini. Asal kita sudah memberi peringatan pada mereka
cukuplah, jangan sampai orang-orang disini nanti
mengatakan dua gadis pengacau gereja Siao-lim-sie
sehingga jadi buah tertawaan orang banyak."
Orang yang dipanggil Yu cie (Encie Yu) tadi terdengar
tertawa, lain dengan suara perlahan pula berkata "Adik
Giok, kenapa kau begitu sibuk? Biarpun orang-orang Sio
lim sie terkenal berkepandaian tinggi, tapi apa mungkin
mereka bisa berbuat banyak terhadap kita?"
Sampai disitu pembicaraan keduanya.
Jelaslah kiranya siapa adanya kedua gadis tadi, Mereka
adalah Kim-coa Giok-lie dan Ie Siaow Yu.
Ada pun kejadiannya, setelah Kim-coa Giok-lie
disembuhkan dari luka lukanya karena didengarnya kabar
bahwa banyak orang-orang kuat dari berbagai partai, sekali
pun partai partai besar dalam kalangan rimba persilatan
yang akan memusuhi si pemuda, ia lalu pergi mencari Ie
Siauw Yu dengan maksud hendak mengajaknya berunding.
Setelah dua gadis ini kasak kusuk sekian lama, akhirnya
ditetapkan suatu keputusan.
Mereka ingin menggunakan nama Bee Tie memberi
peringatan bagi orang-orang Siao-lim sie agar si pemuda
sendiri tidak terlalu terdesak keadaannya.
Rencananya mereka sesungguhnya cukup masak dan
sempurna, sayangnya hanya karena kepandaian mereka

tidak terlalu tinggi, hingga belum jauh mereka mendaki,
sudah ada orang yang mengetahui kedatangan mereka.
Kim-coa Giok-lie yang daya pendengarannya lebih tinggi
dari kawannya diam-diam telah mengetahui bahwa mereka
sedang dalam intaian orang. Maka ia lantas berkata kepada
kawannya itu.
"Enci Yu, aku seperti dengar dibelakang kita ada suara
apa-apa. Apa tidak boleh jadi mereka sudah tahu perbuatan
kita? Kalau betul para hweshio disini sudah membikin
penjagaan yang kuat, lebih baik kita mundur teratur,
besoklah kita datang lagi.” Tetapi rupanya Ie Siauw Yu
tidak setuju dengan usul kawannya itu sambil menggelenggelengkan
kepala terdengar ia membantah.
"Kau kenapa begitu takut menghadapi bayangan sendiri?
Seandainya betul perbuatan kita sekarang itu dipergok
orang-orang itu, kita tidak usah takut. Lagi pula mereka
masih tidak unjuk gerakan apa apa, perlu apa kita kuatirkan
yang bukan bukan?”
Sedang enak-enaknya kedua gadis ini berunding,
dibawah gunung Siao-san kembali terdengar suara ribut
ribut. Kali ini, Ie Siauw Yu dan Kim-coa Giok-lie yang
semua menyangka bahwa itu adalah perbuatan hweshio
alam sibuknya Kim-coa Giok-lie lalu menarik baju
kawannya.
“Enci Yu, mari kita pergi dari sini." mengajak Kim-coa
Giok-lie.
“Keluarkan bahan menyala api. marilah bakar dulu
beberapa ruangan disini, kita harus bisa membikin kalut
keadaan disini untuk bisa keluar dengan aman dari sini."

Hian-thong Siansu yang mendengar gadis itu yang tak
mengandung maksud baik, lantas lompat dari tempat
pengintaiannya sambil membentak.
"Siapa berani membakar gereja Siao-lim-sie!”
Ie Siauw Yu dan Kim-coa Giok-lie terkejut. Kini mereka
baru sadar bahwa perbuatan mereka sejak tadipun telah
diketahui orang lain.
Dalam bingungnya kedua gadis itu, mendengar tindakan
kaki banyak orang makin dekat, berbarengpun terdengar
lagi bentakan-bentakan kaum wanita.
"Hweshio tidak tahu diri! Berani kalian menghalangi
urusannya Bee Tie.”
Kemudian terdengar suara ‘Srr srr-sn’ yang riuh, puluhan
jarum telah mengarah Hian-thong Siansu yang tidak
menduga sama sekali.
Maka sebentar kemudian terdengar suara hweshio ini
yang mengerikan, karena tubuhnya telah terkena beberapa
diantara puluhan anak panah tadi, membuat badan seperti
berduri macam landak.
Kim-coa Giok lie yang segera mengenali jarum jarum
emas bekas golongannya, cepat-cepat berseru.
"Kim-coa-bun!"
Ie Siauw Yu, yang iapun telah merasakan lihaynya jarum
jarum emas kepunyaan orang-orang Kim coa bun, tentu
saja terkejut sekali. Tetapi yang tidak ia duga. kenapa
orang-orang golougan sesat itu berbuat demikian digereja
Siao-lim-sie dan mengapa pula mereka mau menyelakakan
dirinya si pemuda Bee Tie?
Meskipun berpikiran demikian, karena mereka pun sadar
bahaya apa yang akan menimpa diri mereka apabila mereka

lama-lama berdiam disitu maka sambil menarik tangan
Kim-coa Giok-lie. Ie Siauw Yu beeseru, "Lekas kita pergi
dan sini kalau tidak mau celaka kita ditangan orang-orang
Kim-coa-bun."
Tetapi pada saat itu genta digereja Siao-lim-sie telah
dipukul nyaring, itu adalah pertandaan adanya bahaya yang
mengancam keamanan gereja. Maka cepat cepat Kim-coa
Giok-lie dan Ie Siauw Yu lalu meninggalkan daerah
berbahaya tersebut.
Siapa nyana, belum lagi jauh mereka bergerak, dari
semak semak pohou muncul beberapa puluh hweshio tinggi
besar yang lantas menghadangnya sambil membentak.
"Bocah Bee Tie! Berani kau mengacau kemari?
Kembalikan dulu jiwa ketua partai kami.”
Akan tetapi, sebelum semua hweshio tadi sempat
bergerak atau menyerang, tiba-tiba ratusan sinar kuning
emas mengurung mereka dari empat penjuru.
Jeritan ngeri lantas terdengar disana sini, dan semua
hweshio yang menghadang dihadapan Kim-coa Giok-lie
dan Ie Siauw Yu, lantas menjadi korban racun emasnya
Kim-coa-bun, tidak ada seorangpun yang bisa tinggal hidup.
Kim-coa Giok-lie agaknya keheranan, ia lalu bertanya
kepada Ie Siauw Yu.
"Euci Yu. bagaimana sih persoalannya? Golongan Kimcoa-
bun kelihatannya sudah mengerahkan semua, orangorangnya.
Ada dendam apakah diantara mereka dengan
Siao-lim-pay? Sungguh aku tidak mengerti ... ”
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid 20
IE SIAUW YU nampak merenung sebentar, kemudian
berkata.
"Kalau mendengar ucapan mereka tadi, rupanya urusan
masih menyangkut saudara Bee. Ini hari agaknya urusan
kita akan percuma maka lebih baik kita pergi saja dari sini."
Tetapi sebelum jauh mereka berjalan, mendadak
kelihatan lagi sinar sinar kuning berkelebat disana sini, para
hweshio pun telah menyalakan obor hingga malam itu
kelihatan terang benderang macam siang hari.
Jika dilihat dari gelagat saat itu, dua orang gadis yang
sedianya hendak mengaduk gereja Siao-lim-sie. Iapun sukar
untuk keluar dalam keadaan selamat.
Kim-coa Giok-lie menghela napas, dengan suara lesu
terdengar ia mulai membuka mulut lagi.
"Sekarang musuh kita bukan cuma Siao-lim-pay lain
pihak ada orang-orangnya Kim-coa-bun yang kurasa berniat
jahat juga terhadap kita.
Ie Siauw Yu yang beradat berangasan, rupanya cepat
sekali hilang kesabarannya. Dengan sengit terdengar wanita
ini menggeram yang kemudian disusul dengan katakatanya.
"Perlu apa takut pada orang orang Kim-coa-bun? Terjang
saja paling baik, mari kita adu jiwa dengan siapa saja yang
berani menghadang kita."
Diantara suara kalut dalam daerah gereja tiba-tiba
terdengar suara seorang menyebut nama Budha, lalu
kemudian kelihatan seorang padri tinggi besar berjalan dari
antara semak semak belukar yang lantas berkata dengan
suaranya yang berpengaruh besar.

Tetapi pada detik itupun terlihat satu bayangan orang
berkelebat cepat, di hadapan hweshio tinggi besar tadi lalu
nampak berdiri seorang gadis yang mengenakan kerudung
kain sutera dimukanya
Kim-coa Giok-lie begitu melihat perawakan badan orang
itu, dalam kagetnya berseru, "Kim-coa Kiong-cu !"
Menang sebenarnyalah, wanita berkerudung tadi adalah
Kim-coa Kiong-cu, sedang hweshio yang dihadapan mereka
itu adalah Hian-hoat Taysu adanya.
Hian-hoat Taysu yang mengadakan penyelidikan lebih
dulu, sudah mengetahui bahwa para wanita yang
mengadakan pengacauan itu adalah orang-orang dari
golongan Ular Mas, kini melihat lagi wanita berkerudung
didepannya, sudah pula ia menduga siapa adanya orang itu,
maka denganr suara tenang ia lalu berkata.
"Ow. kiranya Kim-coa Kiong-cu juga sudah sampai?
Kejadian-kejadian sungguh membikin otak Lolap seperti
menjadi lebih tumpul, kenapa Siao-lim-sie yang sedikitpun
tak pernah mengganggu Kim-coa-bun. juga tidak menaruh
dendam apapun diserang secara begini hari? Harap supaya
Kim-coa Kiong-cu suka memberikaa penjelasannya."
“Terus terang kukatakan,” berkata Kim-coa Kiong-cu
dengan suaranya yang nyaring “Memang kau tidak salah,
Siao-lim-sie dengan Kim-coa-bun tidak ada hubungan suatu
apapun, juga tidak bermusuhan. Akan tetapi hari ini
golongan Kim-coa-bun datang kemari, bukan karena tidak
ada sebabnya, kami sebagai orang bawahan, hanya
menjalani tugas untuk membasmi semua hweshio dalam
gereja Siao-lim-sie. Harap Taysu suka memaafkan kelakuan
kami."
Hian-hoat Taysu menjadi marah, ia lantas membentak.

"Kim-coa Kiong-cu! Begitu enak kedengarannya kau
pergunakan lidahmu yang tidak bertulang! Kau begitu
datang meminta korban jiwa begitu banyak, lalu setelah
berhadapan denganku lantas minta maaf. Kau pakai aturan
cara apa dan orang mana yang mengeluarkan perintah gila
gilaan kepadamu itu?”
Kim-coa Kiong-cu tidak menjawab, hanya tertawa geli
sendiri. Setelah puas ia tertawa, lalu berkata.
"Masih belum tahukah kau orang yang berada
dibelakang? ... Siapa lagi kalau bukan Bee Tie dari Hoa-sanpay,”
berkata pula Kim-coa Kiong-cu yang licik sifatnya.
Hian-hoat Taysu menahan rasa gemasnya yang sudah
hampir tak dapat ditaharnya lagi dengan suara dalam ia lalu
berkata.
“Maka hutang bocah Hoa-san itu sudah harus ditambah
lagi. Dua kali peristiwa ini tidak mungkin lagi kita
lupakan."
Kim-coa Kiong-cu agaknya merasa puas yang semua tipu
akalnya berjalan lancar. Setelah puas ia ketawa cekikan lagi
terdengar pula ia berkata.
“Kami yang hanya menjalankan perintah orang lain,
tentu tidak berdosa, bukan? Maka lupakanlah
permusuhanmu hari ini dengan Kim-coa-bun kami.”
Hian-hoat Taysu yang berangasan juga adatnya, lantas
berjingkrakan seperti orang mabuk arak, dengan geram ia
membentak.
"Kau enak saja bicara. Sekalipun Bee Tie yang
membunuh ketua kami lalu menyuruh lagi kalian datang
kemari, biarpun tetap dia sebagai musuh kami nomor satu,
tapi puluhan hweshio yang mati pada hari ini. adalah
tanggung jawab kalian orang-orang Kim-coa-bun!"

Kata-kata kedua orang tadi dengan sendirinya terdengar
terang dan jelas oleh Kim-coa Giok-lie dan Ie Siauw Yu.
Mendengar ucapannya Kim-coa Kiong-cu yang
mengatakan hanya menjalankan perintah Bee Tie, Kim-coa
Giok-lie dalam herannya hanya berdiri bengong tak dapat
berbuat apa-apa. Akan tetapi setelah mendengarkan lagi
pembicaraan mereka berikutnya ia lalu maklum apa yang
terselip didalam perkara hari ini dan yang lalu.
"Bagaimana boleh jadi Bie Tie berlaku begini tolol
menyuruh orang goblok ini?” berkata Kim-coa Giok-lie
kepada kawannya.
“Apalagi Kim-coa-bun dengan dia ada dendaman hebat
yang tak mungkin bisa dihilangkan begitu saja? Hmm! Keji,
sungguh keji!”
Ie Siauw Yu dalam soal ini agaknya lebih cepat menarik
kesimpulan yang tepat. Sebentar kelihatan berlompat jauh
dengan disertai suara teriakannya.
“Hian-hoat Taysu jangan kau tertipu olehnya! Tidak
boleh jadi Bee Tie suka berbuat memalukan seperti itu!
Disini tentu ada terselip perbuatanku Kim-coa-bun yang
untuk menutupi perbuatannya, lalu menimpahkannya
kepada Bee Tie. Tentang kematiannya ke tua kalian Pek Tie
Siansu juga belum tentu ada perbuatan saudara Bee. Bukan
mustahil juga kalau ketua kalian itu terbunuhnya oleh
orang-orang keji jahat dari Kim-coa bun!"
Tidak percuma Kim-coa Kiong-cu menjadi kepala dari
golongan Ular Mas. Bilamana atas ucapannya Ie Siauw Yu
lantas memperlihatkan kegusarannya, sudah sendirinya
akan terbongkar seluruh rahasianya. Maka dengan, masih
berdiri tenang tenang saja, malah sambil tertawa lagi ia
lantas bertolak pinggang, ia menunggu sampai selesai

diucapkannya kata-kata Ie Siauw Yu tadi lalu berjalan lagi
maju setindak mendekati, Hian-hoat Taysu serta menanya.
"Hian-hoat Taysu, apa dengan obrolan bocah cilik itu
kau percaya? “
Akan teiapi, meski bagaimanapun, berangasan Ie Siauw
Yu tadi betul betul telah dicamkan dalam otaknya Hianhoat
Taysu. Mendengar pertanyaan Kim-coa Kiong-cu
dengan lambat-lambat ia menyahut.
"Boleh percaya, boleh juga tidak, itu tergantung nanti
kalau perlu. Tapi jika kalian berdua pihak yang sama sama
mengaku sahabatnya Bee Tie aku lihat adanya perbedaan
yang sangat menyolok mata. Itu nona yang mengatakan
kawannya juga, membelanya, tetapikau begitu terangterangan
mencelanya, dari situ saja Lolap dengan gampang
mengambil kesimpulan siapa adanya kawan orang she Bee
itu yang asli dan yang mana cuma menggunakan namanya
saja?"
Tetap Hian-hoat Taysu tiba-tiba seperti mendengar
suara, mukanya pucat mendadak dengan suara geram lalu
ia membentak.
"Mulai hari ini Siao-lim-sie adalah musuh Kim-coa-bun
!"
Sebentar saja dari atas pohon dan atap atap rumah
muncul orang orangnya Siao-lim-sie yang kemudian dengan
cepat sudah mengurung Kim-coa Kiong-cu bersama orangorangnya.
Obor apipun telah dinyalakan terang-terang,
membuat suasana menjadi terang benderang dan agaknya
sudah melebihi terangnya siang hari.
Tetapi Kim-coa Kiong-cu tidak menjadi gentar atas
kepungannya para hweshio tadi, rupanya ia sudah ada
rencananya sendiri dalam menghadapi mereka.

Sebentar terlihat ia memberi isyarat tangan kepada
orang-orang Kim-coa-bun yang dibawah perintahnya.
Kim-coa Giok-lie yang melihat gerakan tangan Kim-coa
Kiong-cu, dalam kagetnya telah berseru.
“Celaka! Jatuh juga malam ini pamor Sio-lim-pay !"
Betul saja lantas terlihat sinar emas berkelebatan
diberbagai penjuru angin, menyusul mana lantas terdengar
jeritan ngeri saling susul, beberapa orang hweshio roboh
bergelimpangan.
Pada saat saat demikian itu, mendadak tampak sesosok
bayangan orang, itu adalah Bee Tie yang datang tepat pada
waktunya.
Kim-coa Giok-lie yang mempunyai daya penglihatan
cukup lihay, lantas berseru.
“Bee Tie, adakah kau betul disitu?"
Bee Tie yang sedianya hendak menerjang, begitu
mendengar panggilan Kim-coa Giok-lie lantas batal
bergerak. Dengan pedang Coa-ong-kiam ditangan ia mulai
berjalan masuk dalam kalangan.
Melihat munculnya pemuda ini. agaknya Ie Siauw Y u
pun kegirangan, hingga tanpa memperdulikan keadaan
disekelilingnya ia lantas berteriak, “Engko Bee. Kim-coa
Kiong-cu disini lagi mengadu dombakan kau dengan Siaolim-
pay. jangan kasih ampun padanya jangan biarkan dia
lolos."
Kim-coa Giok lie yang pernah masuk dalam anggota
Kim-coa-bun, begitu melihat pedang Coa-ong-kiam itu
lantas melompat lompat kegirangan, ia mengetahui benar
apa kegunaan pedang tajam itu, ia adalah pedang pusaka
sebagai tanda bahwa pemiliknya adalah ketua golongan

Kim-coa-bun. Maka sambil menghadang di depan Kim-coa
Kiong-cu wanita ini berseru.
“Kiong-cu. Terang sekali pedang Coa-ong-kiam ada
dalam tangan Bee Tie itu berarti kau harus menyerahkan
jabatan ketua kepadanya.”
Akan tetapi Kim-coa Kiong-cu yang mendengar itu
hanya ganda dengan tertawa, setelah selang sesaat ia lalu
berkata.
"Apa dia maui kedudukanku? Kau jangan lupa. Bee Tie
adalah ketua dari Hoa-san-pay Siapa mau taat padanya.”
Kim-coa Giok-lie agaknya tidak mau menyerah begitu
saja, dengan keras ia lalu berkata pula.
“Hai jangan kau lupakan peraturan kami, yang
menetapkan bahwa siapa yang memegang pedang Coa-ongkiam
dia adalah orang yang harus kita junjung tinggi,
kepadanya kita harus mengabdi."
Kim-coa Kiong-cu tertawa lagi cekikikan atas kata-kata
Kim-coa Giok-lie. dengan setengah mengejek ia kian
membuka mulutnya pula. berkata.
"Kau jangan putar omong berbelit belit! Siapa yang tidak
tihu kalau bocah itu sudah jatuh cinta kepadamu? Kalau dia
kau angkat menjadi Kim-coa Tay ong, bukankah jabatanku
Kim-coa Kiong-cu ini jatuh atas dirimu? Itukah yang kau
kehendaki?"
Kim-coa Giok-lie terdiam, ia tak dapat berdebat pula,
wajahnya merah seketika.
Kim-coa Kiong-cu yang mengira sudah menang dalam
perang lidahnya menyerang lawan habis habisan. lantas
menghadang Bee Tie seraya katanya.

“Bee Tie! Jangan lupa kau sudah makan obat pemunah
racun kami Kim-coa-bun, juga dengan sendirinya pedang
Coa-ong-kiam kau serahkan juga pada yang berhak
memilikinya serahkan kepadaku!”
Bee Tie dengan tenang, sambil senyum-senyum simpul
berkata.
“Tajamnya pelang Coa-ong-kiam cukup dapat
menghukum orang yang diingini. Sekalipun ada niatanku
hendak mengembalikan pedang ini kepadamu, tapi melihat
dari kelakuanmu yang begitu kejam jahat tidak mungkin
kuserahkan padamu. Bagaimana akan jadinya nanti kalau
kau pakai pedang Coa-ong-kiam ini untuk mengganas
dalam dunia rimba persilatan?"
Kim-coa Kiong-cu mendelu. Ia maklum dengan katakata
“tdiak mungkin” yang diucapkan si pemuda itu, tidak
mungkin juga ia dapat merebut pedang tajam Coa-ong-kiam
itu dari tangan anak muda itu.
Itulah yang menyebabkan timbulnya lagi napsu iblisnya
wanita jahat ini, kepada para hweshio yang belum
meninggal ia ingin menghasut lagi, maka lantas berseru.
"Para hweshio dari Siao-lim-pay dengari orang yang
menjadi pembunuh ketua kalian sekarang sudah ada disini,
apa yang kalian tunggu lagi?"
Ratusan hweshio yang ketinggalan dari sasaran jarum
beracun Kim-coa-bun, lantas berteriak teriak, keadaan
menjadi kalut, disana sini lantas terdengar suara ribut, siap
mereka mengurung hendak membunuh Bee Tie.
Ie Siauw Yu yang melihat keadaan tidak
menguntungkan, cepat lantas berteriak hendak menahan
gerakan orang-orang gereja Siao-lim-sie.

“Kalian jangan kena diadu dombakan. Jangan
sembarangan percaya omongan dia, karena tidak mustahil
juga kalau aku mengatakan, dialah pembunuh ketua kalian
yang sebenarnya; Disini cukup banyak saksi tentu kalian
sendiri juga cukup melihat bagaimana kejamnya
perbuatannya tadi apa dengan orang sekejam seperti dia
kalian mau percaya?"
Bee Tie tidak mengatakan apa-apa, ia hanya bersenyum
senyum saja. Ia yang yakin sekali betapa tajam pedang Coaong-
kiam, lantas nampak digerakkan didepan Kim-coa
Kiong-cu ia berkata.
"Kim-coa Kiong-cu! Betulkah Pek Tie Siausu aku yang
bunuh?”
Pertanyaan yang diajukan oleh Bee Tie di hadapan Kimcoa
Kiong-cu, keren serta berwibawa, membuat orang yang
mendengarnya mau tak mau mengakui ketidak benaran
perkataan wanita yang disemprotnya.
Akan tetapi dasar Kim-coa Kiong-cu orangnya licik,
sesaat ia terdiam tak dapat menjawab, tetapi akhirnya
berkata juga.
"Adakah peraturan yang melarang aku mengatakan kau
membunuh Pek Tie Siansu?"
Bee Tie mendengar kata-kata itu lantas menjadi geli
dalam gelinya itu ia tertawa nyaring sekali sampai lupa
bahwa ia kini berada diantara orang banyak.
"Hmmm!" serunya. Si pemuda telah melihat betapa
kejamnya wanita didepan gereja Siao-lim-sie ini. Mayat
orang-orang Sio lim pay satu persatu pada berobah hitam.
Bee Tie lantas dibikin sadar, bagaimana ketua partai kedua
puluh tiga dan dua puluh empat yang terbinasa karena
tangan jahatnya orang-orang Kim-coa-bun. Melihat lagi

keadaan ditempat itu pada ketika itu, banyak hweshio yang
nampaknya garang garang mukanya, yang memusuhinya.
Apabila ia tidak dapat bekeija sebat, bagaimana kalau nanti
kejadian orang-orang Kim-coa-bun bersama orang-orang
Siauw liui pay mengeroyoknya?
Memikir demikian, ia lantas menghunus kembali pedang
Coa-ong-kiam yang lantas di bolang balingkan kedepan.
membuat ratusan orang-orangnya Kim-coa-bun melihat
sinarnya itu pada ketakutan, dengan suara santar Bee Tie
berkata.
"Semua orang perempuan Kim-coa-bun dengar! Tahukah
kalian sampai dimana ketajaman pedang pusaka turunan
Kim-coa bun ini?” Para wanita golongan Kim-coa-bun
mulai gaduh keadaannya, serentak mereka berseru "Coaong-
kiam !”
Memang betul pedang Coa-ong-kiam yang dapat
menggunakan sinar tajamnya membunuh orang adalah
pedang pusakanya Coa Cing yang menjadi pendiri dari
golongan Ular Mas.
XXIII. KIM-COA-BUN RUSAK DI TANGANNYA
KIM-COA KIONG-CU YANG UGAL-UGALAN.
PADA saat itu Bee Tie sudah menghadap kearah Kimcoa
Kiong-cu dan membentak.
"Kim-coa Kiong-cu, apa kau masih belum mau
menerima salah?”
Kim-coa Kiong-cu yang ugal ugalan mana mau
menyerah mentah mentah? Maka dengan tertawa seram
malah ia balik membentak.
"Kesalahan apa yang harus aku akui? Sedari dulu
sehingga untuk selanjutnya. semua orang dari Hoa-san-pay

adalah tetap menjadi pecundang pecundang, siapakah yang
takut kepada dirimu?"
Lalu ia sudah menghadap kepada ratusan orangorangnya
dan berteriak.
"Para saudara-saudara dari Kim-coa-bun, pertempuran
kali ini akan menetapkan jatuh atau bangunnya golongan
Ular Mas kita. Mari kita maju dan membunuh bocah dari
Hoa-san ini terlebih dahulu."
Tapi Kim-coa Giok-lie mana mungkin mendiamkan
pemuda idamannya dikeroyok oleh para wanita dari
golongan Ular Mas itu? Maka dengan sekali loncatan saja ia
sudah berada didepannya si pemuda dan berteriak.
"Para tacie dan adik adik yang budiman, siapakah yang
tidak tahu akan peraturan kita yang menjunjung tinggi
pedang Coa-ong kiam? Lupakah kalian bahwa orang yang
memegang pedang Coa-ong-kiamlah yang harus dijadikan
Kim-coa Tay-ong kita?"
Ada beberapa orang dari golongan Ular Mas yang
sedianya sudah maju mendengar kata ini sudah ragu ragu
dan mundur kembali.
Tapi Kim-coa Kiong-cu sudah menjadi kalap dan
membentak.
“Siapa yang berani berontak, pagutan ribuan ularlah
yang menjadi hukumannya."
Lalu ia menghadapi Bee Tie dan berkata kepada si
pemuda.
"Bee Tie jangan kau menggunakan orang menjadi
termangu saja. Siapakah yang tidak tahu bahwa kau
menjadi murid dan keturunan Hoa-san-pay? Mungkin
orang dari Hoa-san-pay mau mengimpikan jabatan Kim-coa

Tay-ong kami? Sungguh satu lelucon yang baru pernah
kudengar dihari ini."
Mendengar disebut-sebutnya nama Kim-coa-ong-kiam
dan setelah mengerti apa artinya pedang tajam ini. cepat
Bee Tie sudah menyerahkan Coa-ong-kiam kedalam
tangannya Kim-coa Giok-lie.
Kim-coa Giok-lie juga bukannya orang goblok, ia
mengerti akan maksud orang idam-idamannya, maka
setelah mencabuti Coa-ong-kiam yang diacungkan diatas
kepalanya ia sudah berkata kepada orang-orang dari
golongan Ular Mas pula.
“Bee Tie adalah orang dari Hoa san pay, tapi para
saudari sandari tentu dapat mengenali aku Kim-coa Gioklie
masih orang dari Kim-coa-bun juga. Para tacie dan adik
yang budiman, janganlah kalian mengekor dibelakang
buntutnya Kim-coa Kiong-cu yang berandalan dan kejam,
lihatlah para hweshio Siao-lim-pay yang sudah mengurung
disekitar kalian, pikirlah dengan masak masak, apakah
akibatnya jika kalian membandel dan ikut dibelakang
perintahnya Kim-coa Kiong-cu!
Sebetulnya bukan Kim-coa Kiong-cu tidak mengetahui
bahaya apa yang sedang dihadapi oleh orang-orang
golongannya disini, tapi karena tadi ia berada didalam
kemarahan yang tidak terhingga sehingga melupakan yang
pentingnya, kini mendengar kata-katanya peringatannya
Kim-coa Giok-lie ini cepat ia sudah dapat mengambil
keputusannya maka dengan keras ia berteriak.
“Kim-coa Giok-lie, dengan ilmu yang sekarang kau
punyai ini, mungkinkah kau dapat menandingi diriku?
Sekarang begini sajalah akan kuatur, berhubung kini aku
masih ada urusan lainnya lagi yang terlebih penting, maka
belajarlah ilmu silat yang terlebih dalam lagi dan empat hari

kemudian akan kutunggu kau dipuncak Siok li hong untuk
memperebutkan kedudukan Kim-coa Kiong-cu ini.
Lalu dihadapinya rombongan orang dari rombongannya
sendiri dari pandangan sinar mata yang penuh wibawa
sehingga membuat semua orang yang kebentrok dengan
sinar matanya dengan tidak terasa telah dapat ditundukkan
semua. Inilah suatu pertandaan agar semua orang Kim-coabun
dapat mengikutinya dan pergi meninggalkan Sio lim
sie.
Bee Tie yang tahu jika disini ia membunuh Kim-coa
Kiong-cu memang terlebih mudah, tapi jika mengingat akan
kesalah pahaman yang telah terjadi diantara delapan partai
besar dan Hoa-san-pay karena diadu dombakan oleh Kimcoa
Kiong-cu celakalah jadinya jika Kim-coa Kiong-cu
sudah mati dan sukarlah memberikan penjelasannya lagi.
Maka didiamkan saja Kim-coa Kiong-cu mengajak
orang-orangnya meninggalkan dirinya.
Kim-coa Giok-lie memandang kearahnya Bee Tie
biarpun ia tidak mengerti akan maksudnya si pemuda yang
melepaskan musuhnya begitu saja, tapi ia tidak berani
berkata-kata mengeluarkan bantahannya.
Tidak demikian dengan Ie Siauw Yu yang berangasan,
terlihat gadis ini tertawa dingin dan membentak.
"Mau lari? Tidak mudah lagi kawan! Biar pun saudara
Bee dapat melepaskan kau pergi dari sini, tapi jangan lupa
permusuhan yang baru saja kau tanam kepada para hweshio
dari Siao-lim-sie, mungkinkah mereka mau
melepaskan dirimu begitu saja?"
Kata-katanya Ie Siauw Yu ini ada sedikit mengandung
hasutan juga sehingga membuat para hweshio dari Siao-limsie
tidak dapat melupakan dengan mereka kepada orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
orang dari golongan Ular Mas tadi yang telah membunuhbunuhi
kawan-kawan mereka dengan jarum mas
beracunnya.
Terdengar suara teriak-teriakannya yang riuh dan betul
saja para hweshio dari Siao-lim-sie sudah mulai bergerak
dan maju mengurung orang-orangnya Kim-coa-bun tidak
membiarkan mereka pergi dari situ.
Bee Tie yang cukup tahu kesalah pahaman diantara
dirinya dengan Siao-lim-pay masih belum lenyap sukarlah
rasanya menghindari bentrokan ini, tapi ia juga tahu akan
kelihayannya Kim-coa Kiong-cu dan sudah pasti orangorang
dari golongan Ular Mas dapat mundur meuurut
rencana.
Betul saja orang orang dari golongan Ular Mas yang
sebelumnya sedari siang siang sudah menyiapkan jalan
mundur sebentar saja sudah lenyap dari situ dan lari
meninggalkan para hweshio Siao-lim-sie.
Ie Siauw Yu yang melihat Bee Tie dan Kim-coa Giok-lie
seperti tidak ada niatannya untuk membasmi Kim-coa-bun
sudah membanting-bantingkan kakinya. tapi biar
bagaimana ia tidak berani menyalahkan kepada si pemuda.
maka ia hanya mengeluarkan penyesalannya kepada Kimcoa
Giok-lie.
"Giok-cie, mengapa kau tidak membantu para hwesnio
dari Siao-lim-sie? Mengapa kau membiarkan Kim-coa
Kiong-cu lolos dari sini?”
Bee Tie menghela napas dan berkata!
"Janganlah terlalu mendesak sekali kepada orang yang
sudah terdesak kepinggir jurang, atau celakalah jika sampai
terjadi Kim-coa Kiong-cu menjadi nekat dan mengadu jiwa.
Bagaimantkah jadinya jika orang-orang dari golongan Ular

Mas itu menggunakan jarum mas berbisa mereka
menyerang dengan kalang kabutan? Bukankah dengan cara
kita tadi berarti menyuruh mereka membunuh-bunuh para
hweshio lagi?” Ie Siauw Yu dapat dibikin mengerti dan,
terdiam tidak berkata-kata. Dilihatnya orang-orang dari
Kim-coa-bun itu. sebentar saja sudah lenyap semua dari
pandangan mata mereka.
Ini waktu hweshio hweshio dari Siao-lim-sie juga sudah
menyaksikan bagaimana Bee Tie perang dingin dengan
orang orang dari golongan Ular Mas. Maka mereka sudah
menjadi ragu ragu dengan kata-katanya Kim-coa Kiong-cu
yang mengatakan tokoh Kim-coa-bun ini datang ke Siaolim-
sie membunuh-bunuhi para hweshio hanya menurut
perintahnya si anak muda saja, maka mereka membiarkan
Bee Tie, Kim-coa Giok-lie dan Ie Siauw Yu bertiga berjalan
dengan leluasa.
Bee Tie yang tak mau banyak urusan sudah menghadap
Hian-hoat Taysu berkata.
"Tentang kematiannya Pek Tie Siansu yang menjadi
ketua Siao-lim-pay sebetulnya hanya terkena racun dari
golongan Ular Mas tadi juga. Untuk mendapatkan
kepastiannya, harap Taysu dapat mengajak tujuh ketua
partai lainnya, empat hari kemudian bertemu dipuncak
gunung Siok-lie-hong digunung Hoa-san. Disana setelah
kita berhasil menangkap Kim-coa Kiong-cu sebagai
terdakwa juga masih ada beberapa saksi orang dari Lembah
Kodok Perak umuk menjelaskan duduknya perkara tentang
ini. Berhubung waktu yang tidak mengijinkan, kami orang
akan berangkat ini hari.
Lalu dengan mengajak Ie Siauw Yu dan Kim-coa Gioklie
berdua ia sudah pergi meninggalkan Siao-lim-sie.

Para hweshio Siao-lim-sie yang tadi telah melihat
bagaimana Bee Tie menalangi mereka dari serangannya
golongan Kim-coa-bun sudah membiarkan rombongannya
si anak muda meninggalkan Siong-san.
Betul saja empat hari kemudiau orang-orangnya dari
delapan partai sudah pergi ke puncak Siok-lie hong dan itu
waktupun Kim-coa Kiong-cu sudah dapat di tangkap bidup
hidup oleh Bee Tie dengan dibantu oleh orang-orang dari
Lembah Kodok Perak, disanalah kesalahan pahaman sudah
dapat mendapat pengertian dari kedua pihak karena adanya
orang-orang dari lembah Kodok Perak yang menjadi saksi.
Sampai disini selesailah pertikayan diantara delapan
partai besar dan Hoa-san-pay sehingga tidak sampai terjadi
pertumpahan darah yang besar besaran.
XXIV. AKHIR CERITA DIPULAU GO-TONG.
PULAU Go-tong terletak disebelah barat dari laut Teng
hay, pemandangan yang Indah dikelilingi oleh air laut yang
membiru membuat orang yang datang ke sana dapat
melupakan akan segala galanya.
Jika kita mengatakan pemandangan disiang hari sangat
indah, pemandangan malamnya pulau Go-tong juga tidak
kalah indah dari pulau Nirwana. Bau harum yang semerbak
membuat orang yang sedang memmdang kelaut bebas
dapat tertidur dengan cepat dan nyenyak.
Tiba-tiba diantara semak semak pohon yang banyak
terdapat di sana sudah terlihat empat bayangan hitam
berkelebat. Langsung bayangan-bayangan ini berindapindap
masuk kedaerah pedalaman dari pulau Go-tong.
Dipusat tengah tengahnya pulau Go-tong ini terdapat
beberapa rumah bagus yang seperti istana, inilah istana
keluarga Siauw yang ternama, sayang sekarang sudah

didiami oleh Lee Thian Kauw, yang menjadi suami
keduanya Go-tong Sin-kho.
Empat bayangan yang sedang menyatroni istana
kangkanganya Lee Thian Kauw ini seperti senang dan
gembira karena tidak mendapat rintangan sesuatu apa tapi
biarpun demikian mereka cukup tahu akan kelihyannya Lee
Thian Kauw dan Go-tong Sin-kho suami istri berdua yang
tidak dapat dibuat gegabah sama sekali. Maka biarpun
dengan muka berseri-seri, tapi rasa takutnya masih tidak
dapat dihilangkan sama sekali.
“Pulau Go-tong yang disohor sohorkan itu ternyata
hanya begitu saja," Berkata satu bayangan pendek kecil
yang berjalan di depan mereka.
Seorang yang membawa-bawa pedang tumpul yang
berada disebelahnya sudah turut menyambung kata-kata
kawannya.
“Sungguh kita terlalu takut kepada bayangan sendiri.
Ternyata pula Go-tong juga tidak perlu harus ditakut takuti.
Tapi seorang tua yang berada dibelakang mereka sudah
menuntut pembicaraannya dan berkata.
“Pedang tumpulmu itu biarpun dapat malang melintang
didunia Kangouw. tapi di sini janganlah kau terlalu
mengagul agulkannya. Lihat saja setelah dapat bertemu
dengan mereka.”
Siapakah empat orang yang seperti bermaksud mencari
gara gara dengan Lee Thian Kauw dan Go-tong Sin-kho
ini? Ternyata mereka bukan lain dari pada sisa tokoh Oeysan-
pay Bu-siang Sian-ong dan Jie Sianseng berdua dan si
Kakek pendek Kiauw Kiu Kong serta si “Pelajar Pedang
Tumpul”.

Mereka secara diam-diam telah menyatroni pulau Gotong
dengan tidak pernah mendapat rintangan sesuatu apa.
Mendadak dimalam yang sunyi itu sudah terdengar satu
suara jeritannya seorang wanita yang menyayatkan hati
sebentar terdengar ia menangis, sebentar tertawa cekikikan
seperti lagunya orang gila saja.
Empat orang itu menjadi saling pandang dengan tidak
mengerti. Tapi mereka tidak diberi kesempatan untuk
mengerti karena mendadak terlihat empat bayangan pula
berkelebat yang menghadang didepan mereka membentak.
"Perintah dari suhu, bahwa para tamu yang datang
ditengah malam buta tidak akan mendapat pelayanan yang
sebagaimana mestinya.”
Jie Sianseng, Bu-siang Sian-ong, Kiauw Kiu Kong dan si
Pedang Tumpul berempat yang melihat kedatangan mereka
sudah dapat dipergoki orang menjadi kaget, dilihatnya
empat orang yang menghadang didepan ini terdapat dari
empat anak muda, inilah empat Kong-cu bawahannya Gotong
Sin-kho dari hasil pertandingan didalam Tong-tu-sanchung.
Dan orang yang mengeluarkan bentakan tadi yalah
Tiang-pek Kong-cu yang menjadi kepala mereka.
Si “Pelajar Pedang Tumpul” yang tidak dapat menahan
sabarnya sudah maju tertawa berkakakan, kemudian
berkata.
"Mengapa suhumu, si janda genit itu tak mau
menongolkan mukanya kepada kami? Tidak disangka dia
dapat berlaku demikian sombong dan hanya mengutus
empat murid kolokannya saja."
Tiang-pek Kong-cu tidak mau banyak bicara. Sret.
pedangnya sudah digerakkan dan menyabet kearah
mukanya si “Pelajar Pedang Tumpul”.

Si Pelajar Pedang Tumpul tidak menyangka gerakannya
Kong-cu pilihan ini dapat sesebat ini. hampir hampir saja
mukanya menjadi baret jika ia tidak dapat berlaku sebat.
biarpun demikian, setelah ia loncat menghindari serangan
pedang tadi, dilihat lengan bajunya sudah menjadi sobek
terkena tusukan pedang lawan.
Tiang-pek Koug-cu tertawa dingin dan mengejek.
"Bagaimana? Beranikah kau menghina suhu kami lagi."
Nyalinya si Pedang Tumpul telah dibuat menjadi kecil,
memang ilmu pedang keluarga Siauw tidak mudah untuk
dibuat main, maka ia tidak dapat berbuat sesuatu apa dan
terdiam ditempatnya.
Bu-siang Sian-ong tidak puas dengan sikapnya si Pedang
Tumpul yang hanya galak sebentaran saja cepat ia
menghadang didepan kawannya dan berkata.
"Biar aku Bu-siang Siang-ong menerima sedikit pelajaran
dari ilmu pedang keluarga Siauw."
Lalu dengan telapak tangan kosong ia sudah menyerang
kearah Tiang-pek-Kong-cu.
Tiang-pek Kong-cu bukan sembarangan Kong-cu
gadungan yang tidak mempunyai biji mata untuk
membedakan orang melihat gerakan orang yang sebat ia
juga sudah menggunakan pedangnya melayani dengan
penuh kewaspadaan.
Tampak tiga Kong-cu lainnya yang melihat kawannya
sudah bergerak tidak mau ketinggalan. Kim-leng Kong-cu
maju untuk menghadapi Jie Sianseng, Hoay-yang Kong-cu
maju dirintangi oleh Kiauw Kiu Kong dan Tho-hoa yang
tidak mendapat lawan terpaksa juga sudah menyerang si
Pelajar Pedang Tumpul.

Untuk menghadapi Tian-pek Kong-cu mungkin si
Pedang Tumpul masih tidak dapat memberikan
perlawanannya yang sempurna tapi untuk menghadapi Tho
hoa Kong-cu yang menjadi buncitnya dari empat Kong-cu
pilihannya Go-tong Sin-kho ini, sebagai seorang jago kolot,
mana mungkin ia diam mandah menerima saja. Maka
serulah delapan orang yang bertempur menjadi empat
rombongan ini.
Waktu itu suara tangisan yang mengenaskan tiba-tiba
sudah terdengar lagi. empat Kong-cu yang mendengarnya
sudah menjadi kaget dan cepat keluar dari kalangan
pertempuran berkumpul menjadi satu.
“Ah, penyakitnya kumat lagi.“ Terdengar Tiang-pek
Kong-cu berkata.
Tian-pek Kong-cu yang menjadi pemimpin dari tiga
Kong-cu lainnya sudah memberi isyarat dan berkata.
"Mari kita pergi!”Lalu dengan tidak memperdulikan
empat musuhnya, empat Kong-cu ini sudah berpencaran
dan lenyap dari pandangan mata.
Si “Pelajar Pedang Tumpul” memasang kupingnya dan
sebentar terdengar berkata seorang diri.
"Aku seperti pernah kenal dengan lagu suara orang yang
menangis ini, siapakah dia sebetulnya!”
Kiauw Kiu Kong, Jie sianseng dan Bu-sian Sian-ong
memandang kearah sang kawan dengan sorot mata
menanya.
Tiba-tiba si “Pelajar Pedang Tumpul” seperti baru
terbangun dari lamunannya sudah loncat dan berteriak
sendiri.
"Aaa, kini tahulah aku siapa dia adanya.”

“Siapa?” Tanya Kiauw Kiu Kong dengan tidak
mengerti.
“Anak perawannya si janda genit yang bernama Siauw
Beng Eng." Kata si “Pelajar Pedang Tumpul” yang
memberikan kepastiannya.
Kiang Kiu Kong masih belum mengerti dan menanya
lagi.
“Mengapa dia dapat berada disini?”
Si Pelajar Pelang Tumpul menggeleng-gelengkan
kepalanya sebentar baru berkata.
"Sebetulnya Siauw Beng Eng tidak mau ikut kepada
mama genitnya pulang kepulau Go-tong. tapi si janda genit
sudah memaksa dan menyeret anak gadisnya sendiri
dipaksa pulang juga. Mendengar suaranya yang sebentar
menangis itu, mungkin Siauw Beng Eng telah dipaksa
menjadi gila."
Sewaktu mereka berkata-kata merundingkan
penghidupannya Siauw Beng Eng yang dipaksa menjadi
gila oleh ibunya sendiri itu, suara tangisan seperti dibekap
orang saja, tiba tiba sudah lenyap dan tidak terdengar.
Kiauw Kiu Kong, Jie sianseng. Bu-siang Sian-ong dan
si”Pelajar Pedang Tumpul” berpandang pandangan
sebentar dengan heran.
Melihat kepandaiannya empat murid comotannya Gotong
Sin-kho tadi, dengan hanya mengandalkan Kiauw Kiu
Kong berempat saja, tidak mungkin mereka dapat
mengacau pulau Go-tong dengan seenaknya, maka setelah
berunding sebentar empat orang ini sudah memutuskan
untuk sementara keluar dari pulau Go-tong dan meminta
bala bantuan untuk lain kali menyatroni lagi.

Tapi sebelum Bu-siang Siang-ong cs dapat meninggalkan
pulau, tiba-tiba dua bayangan pula berkelebat dan tahu tahu
dihadapan mereka sudah muncul Lee Thia Kauw dan Gotong
Sin-kho berdua.
Melihat orang yang telah membunuh-bunuhi orangorang
dari partainya. Bu-siang Siang-ong dan Jie sianseng
sudah menjadi kalap. Terlihat Bu-siang Sian-ong maju
selangkah dan membentak.
"Lee Thian Kauw, kini sudah waktunya untuk kau
membayar hutangnya Oey-san pay kami."
Lee Thian Kauw tertawa berkakakan, "Hanya
mengandalkan empat orang yang seperti kalian ini? “
Terdengar ia mengeluarkan suara ejekannya.
Go-tong Sin-kho juga tidak mau ketinggalan dari suami
keduanya dan maju turut berkata.
"Sudah lama aku mendengar nama besarnya Bu-siang
Siang-ong dari Oey-san-pay, tidak disangka disini kita baru
dapat bertemu muka."
Bu-siang Siang-ong yang sudah tidak dapat menahan
sabarnya, cepat menyerang kearah Lee Thian Kauw sambil
membentak.
"Lihat serangan."
Lee Thian Kauw masih tertawa riang, ia tidak bergerak
dari tempatnya dan hanya mengangkat jempolnya sedikit
saja sudah cukup memaksa Bu-siang Siang-ong
membatalkan serangannya. Siapakah yang tidak tahu akan
kelihayannya Lee Thian Kauw? di Sumur kematian dan
Kui-in-chung sudah banyak sekali orang yang terkena
serangan jempol ini, salah satu juga termasuk Kiauw Kiu
Kong yang pernah merasakan kekejamannya manusia
srigala ini.

Si kakek pendek Kiauw Kiu Kong yang tahu akan
lihaynya Lee Thian Kauw mana membiarkan Bu-siang
Siang-ong terluka. maka dengan menggeram keras ia sudah
turun ke gelanggang pertempuran untuk membantunya.
Lee Thian Kauw yang harus menghadapi dua musuh
tangguh tidak menjadi takut, dilawannya dengan hati-hati
dan lama kelamaan ia pun sudah mulai dapat mendesak
mundur dua lawannya.
"Jie sianseng dan si Pelajar Pedang Tumpul tidak mau
membiarkan pihaknya dihina orang, mereka berbareng
sudah maju untuk membunuh Lee Thian Kauw si jahat itu.
Go-tong Sin-kho yang melihat suaminya mau dikerubuti
orang sudah tidak mau ketinggalan dan membentak.
"Hei, bagaimana kalian ini? Mengapa melakukan
pengeroyokan?"
Lalu bekas janda kembang ini sudah mengeluarkan
pedangnya dan menahan kedatangannya Jie sianseng dan si
“Pelajar Pedang Tumpul”.
Untuk sementara di fihak gelanggangnya Go-tong Sinkho
ini tetap seimbang kekuatannya sehingga setelah
mereka berkutetan mengeluarkan ilmu kepandaiannya
masing-masing.
Ini waktu mendadak muncul pula empat bayangan yang
segera membantu Lee Thian Kauw dan Go-tong Sin-kho.
mereka adalah Tiang-pek Kong-cu, Kim-leng Kong-cu.
Hoay-yang Kong-cu dan Tho-hoa Kong-cu.
Tiang-pek Kong-cu menjerit keras dan pedang Coa-ongkiam
sudah meminta korban pula sehingga dengan
demikian legalah Kiauw Kiu Kong harus seorang diri
melawan Lee Thian Kauw.

Kim-leng Kong-cu dan Hoay-yang Kong-cu sudah
menyerang kearah Jie Sianseng sehingga membiarkan Gothong
Sin-kho seorang melawan si Pelajar Pedang Tumpul.
Sebelum kedatangannya empat Kong-cu pilihan ini. Busiang
Siang-ong cs sudah sukar mendapatkan kemenangan,
apa lagi setelah kedatangan mereka, mengeluhlah empat
orang yang berniat mengacaukan pulau Go-tong.
Tapi dasar nasibnya si “Pelajar Pedang Tumpul” cs
sedang bagus bagusnya, maka terlihat tiga bayangan pula
yang datang ke sana. Salah satu dari tiga orang yang baru
datang ini dengan pedang Coa-ong-kiam ditangan sudah
menyabet kearahnya Tiang-pek Kong-cu.
Tiang-pek Kong-cu menjerit keras dan pedang Coa-ongkiam
sudah meminta korban pula sehingga dengan
demikian legalah Kiauw Kiu Kong yang tadinya sudah rada
rada terdesak juga.
Lee Thian Kauw, Go-tong Sin-kho, Kim-leng Kong-cu,
Hoay-yang Kong-cu dan Tho-hoa Kong-cu menjadi kaget
dan berbareng mereka telah lompat keluar kalangan
pertempuran dan berdiri menjadi satu.
Siapakah orang-orang yang baru datang ini. Mereka
adalah Kim-coa Giok-lie, Ie Siauw Yu dan Bee Tie yang
memegang pedang Coa ong kiam ditangan kanan dan
sebelah tangannya lagi menggendong seorang gadis yang
menyahut awut-awutan.
Setelah berhasil menyelesaikan dirinya Tiang-pek Kongcu,
Bee Tie sudah melepaskan dirinya si gadis mesum yang
tidak lain dari pada Siauw Beng Eng adanya.
Gadis yang suka mengenakan pakaian hijau ini
mempunyai muka yang pucat dan kucel karena sekian lama
tidak terkena sinarnya matahari sama sekali.

Ternyata Siauw Beng Eng yang telah dipaksa pulang
oleh ibunya dengan kekerasan saking kesal dan tidak
berdaya, sering ia berlaku seperti orang setengah gila saja
dan mengharapkan dapat dilepaskan sehingga ia dapat
mencari dirinya Bee Tie yang menjadi pemuda pujaannya,
Sayang Go-tong Sin-kho hanya mempunyai seorang anak
saja, sehingga terpaksa biar bagaimana ia tetap tidak dapat
melepaskannya. Agar ia tidak dapat kabur ibu ini telah
mengurung dirinya sang anak disatu ruangan batu yang
dijaga bergilir oleh empat Kong-cu pilihannya yang telah
diambil menjadi murid untuk meneruskan ilmu pedang
keluarga Siauw.
Sewaktu Cu-siang Siang-ong sekalian yang baru naik
kepulan Go-tong dan dengar suara tangisan itu, memang
betul suara tangisannya Siauw Beng Eng sehinga empat
Kong-cu yang mendengarnya segera meninggalkan lawan
lawannya dan keripuhan mendiamkannya.
Berbareng dengan kedatangannya Bu-siang Siang-ong
sekalian, dari lain tepi Bee Tie dengan mengajak Kim-coa
Giok lie dan Ie Siauw Yu juga sudah mendarat, maka
mendengar suara tangisannya Siauw Beng Eng itu, sebentar
saja si pemuda dengan mudah sudah dapat menemukan
tempat ruangan batu yang digunakan untuk mengurung
dirinya gadis kekasihnya dan dengan cara demikian
akhirnya Bee Tie berhasil menolongnya dan membawa
kemari.
Munculnya Siauw Beng Eng telah membuat Go-tong
Sin-kho yang menjadi ibunya menjadi tergetar, cepat ia
maju dan memanggil.
"Beng Eng ... ”
Terlihat tangan putihnya Go-tong Sin-kho diulurkan dan
siap untuk menarik anaknya kembali, tapi Siauw Beng Eng

dengan membalikan muka sudah berteriak dengan dingin,
"Jangan menyentuh tubuhku ... ”
Go-tong Sin-kho hanya bisa menangis didalam hati,
tangan yang tadi diulur begitu saja terhenti ditengah jalan ia
terpaku sejenak dan akhirnya dengan lesu sudah kembali ke
sebelah dirinya Lee Thian Kauw.
Bee Tie yang melihat musuh besarnya sudah
mempelototkan matanya, demikian juga dengan dirinya
Lee Thian Kauw yang masih penasaran terhadap bocah ini
telah membentangkan besar-besar matanya memandang ke
arah si pemuda. Dua orang berpadang pandangan sekian
lama dengan tidak berkata-kata.
Bu-siang Siang-ong yang sudah lama mendengar nama
besarnya Bee Tie sudah berteriak ke arah si pemuda.
"Bee Tie, jangan kau lupa Lee Thian Kauw masih
mempunyai hutang banyak jiwa kepada Oey-san-pay
kami.”
"Yang cianpwe artikan ialah ...? " Tanja Bee Tie dengan
tidak menoleh lagi.
"Lee Thian Kauw telah mengutungi kedua kaki ayahmu
yang dicemplungkan didalam sumur kematian, maka kau
hanya berhak untuk mengutungi kedua kakinya jahanam ini
juga. Tapi karena Lee Thian Kauw telah membunuh bersih
semua tosu Oey-san-pay di kelenteng Sam-ceng koan, maka
akulah yang berhak untnk menamatkan riwayat hidupnya.”
Sambung Bu-siang Sian-ong dari belakang.
Bee Tie sudah segan banyak cingcong lagi. Sret pedang
Coa-ong-kiam sudah dikasih bekerja dan dibarengi oleh
suara jeritanya Lee Thian Kauw yang menyayatkan hati,
kutunglah kedua belah kakinya si manusia srigala yang
berkulit domba ini.

Bu-siang Sian-ong tidak percuma menjadi tokoh
tunggalnya partai Oey-san-pay begitu melihat Bee Tie
berhasil mengutungi kedua kakinya Lee Thian Kauw dan
menggunakan waktunya sang musuh jatuh pingsan ia telah
menusuk dan “Cret” dadanya Lee Thian Kauw sudah
tertembus oleh pedangnya si “Pelajar Pedang Tumpul”
yang dipinjam oleh Bu-siang Sian-ong.
Go-tong Sin-kho semua dibuat kesima melihat
perubahan yang secepat ini, untuk memberikan bantuannya
ia tidak mempunyai kesempatan sama sekali. Sewaktu ia
engah dan tersadar, suaminya yang kedua juga,
terpatunglah janda kembang ini ditempatnya dengan tidak
dapat berbuat sesuatu apa.
Tapi tiba-tiba Go-tong Sin-kho yang sudah menjadi putus
asa menjadi nekad, dicabutnya pedang dipinggangnya dan
segera mengarah lehernya sendiri untuk membunuh diri.
Biar bagaimana. Siauw Beng Eng tetap masih anak gadis
orang juga, maka melihat gerakannya sang ibu yang dua
kali mengalami kematian suami ini sehingga menjadi nekad
bunuh diri menjadi kaget dan menjerit sambil memeramkan
matanya, Jika belum waktunya untuk mati, biarpun ia
gantung diripun tidak akan mati juga. bertepatan dengar
gerakannya go-tong Sin-kho tadi tiba-tiba benda putih
sudah melayang membuat pedangnya go-tong Sin-kho
terpental pergi dibarengi oleh datangnya satu suara nikouw
yang menyebut buddha, ”O mi-to hud."
Sebentar saja terlihat seorang nikouw berbaju putih dan
lompat turun ke sana, dan dengan gerakan yang cukup
sebat, nikouw ini sudah mengangkat dirinya Go-tong Sinkho
untuk dibawa pergi lagi.
Kedatangannya nikow baju putih ini sangat mendadak
sekali, tapi walaupun demikian matanya Bee Tie sudah

segera mengenali siapa adanya nikouw baju putih ini, maka
ia sudah menjerit, cepat memburu dan menubruk.
"Ibu., ... ” serunya memilukan. Sayang nikonw baju
putih juga sudah bergerak cepat dan meninggalkan tempat
tadi sehingga membuat Bee Tie menubruk tempat kosong.
Bee Tie menjadi penasaran, ia sebetulnya sudah siap
mengejar lagi atau tiba-tiba kupingnya sudah dapat
menangkap satu suara yang seperti nyamuk kecilnya.
”Anakku baik-baiklah menjaga ayahmu, ibu sudah
mensucikan diri masuk agama. Dan janganlah kau
mengganggunya lagi.”
Ternyata nikouw berbaju putih yang telah menolong
dirinya Go-tong Sin-kho dari kematian tadi memang betul
ibunya Bee Tie si “Bunga teratai dari Thian-san” yang telah
mensucikan diri menjadi nikouw, dan begitu melihat sang
anak datang menubruk, ia sudah lari pergi takut jika sampai
terjadi tangis tangisan diantara ibu dan anak yang telah
lama tidak bertemu itu. Dan inilah ada pantangan
agamanya yang melarang setiap muridnya mengingat soalsoal
yang lama lagi. Maka si “Bunga teratai dari Thian-san
sudah menggunakan ilmunya menyampaikan suara dari
jarak jauh berkata kepada anaknya mencegah sang anak
mengejarnya lagi.
Bee Tie menjublek ditempatnya dan memandang kearah
lenyapnya perahu kecil yang ditumpangi oleh sang ibu dan
Go-tong Sin-kho berdua.
Siauw Beng Eng juga hanya dapat mengucurkan air mata
memandang kearah lenyapnya bayangan sang ibu yang
bernasib buruk itu.
Demikianlah pertemuan di pulau Go-tong ini
berkesudahan dengan drama sedih.

XXV. PENUTUP CERITA.
TIGA TAHUN kemudian ... ”
Didaerah Bong-san dibekas perkampungan Kui-in-chung
sudah dibangun pula perkampungan baru lagi.
Di sana di bekas Pekarangan Terlarang Sumur Kematian
telah ditutup untuk selama-lamanya.
Sayup-sayup masih terdengar suara suling
berkumandang diangkasa. Tiga baris tosu dan tiga baris
gadis-gadis berpakaian putih sedang berkabung
mengenangkan jasa jasanya orang yang belum lama
meninggal dunia.
Mudah untuk diduga, tiga baris tosu adalah para imam
yang didatangkan dan Hoa-san Cee thian koan.
Dan dengan sendirinya, tiga baris gadis berpakaian putih
adalah para gadis Kim-coa-bun yang didatangkan dari
puncak Siok lie-hong.
Hari itu adalah hari yang ketiga dari kematiannya Bee
Cin Cee yang menjadi ayah dari bekas ketua partai Hoasan-
pay yang kedua puluh enam.
Atas permintaannya Bee Cin Cee sendiri. Bee Tie telah
mengubur mayat ayahnya didalam Sumur kematian yang
sudah lama terkenal akan keseruannya.
Terlihat si pemuda gagah, Bee Tie, mendongakkan
kepala tidak jauh dari Sumur Kematian yang kini sudah
diuruk sama rata dengan tanah lainnya, memandang
kelangit biru dengan awan putihnya yang sebentar-bentar
berubah bagaikan penghidupan manusia yang tidak tenang
didalam dunianya.
Dan jauh diatas puncak gunung Bong-san terlihat dua
nikouw yang berparas cantik berpakaian putih, masingTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
masing didalam hati sudah memuji Budha dan berkata. ”O
Mi-to-hud.”
Mereka termenung sekian lamanya dan akhirnya pun
sudah lenyap meninggalkan semua orang dibawahnya yang
sedang berada didalam kesibukannya.
Mulai sejak itulah didalam perkampungan Kui-in-chung
tinggal si pemuda gagah dengan istri istrinya yang cantikcantik.
Mereka adalah Bee Tie, Siauw Beng Eng, Ie Siauw
Yu, dan Kim-coa Giok lie berempat.
Dan, demikianlah akhirnya cerita SERULING
KUMALA.
T A M A T
Anda sedang membaca artikel tentang TONGKAT RANTAI KUMALA 2 dan anda bisa menemukan artikel TONGKAT RANTAI KUMALA 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/tongkat-rantai-kumala-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel TONGKAT RANTAI KUMALA 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link TONGKAT RANTAI KUMALA 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post TONGKAT RANTAI KUMALA 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/tongkat-rantai-kumala-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar