Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Rabu, 07 September 2011

Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 2

Disaat yang kritis mendadak terdengar suara tertawa dingin berkumandang
memecahkan kesunyian.
Mengikuti suara tertawa dingin tadi, segulung angin pukulan yang lembut langsung
menggulung kedepan dan menerjang serangan maut dari Thian yu Cinjin itu.

“Blaaang….!” kedua gulung tenaga itu saling bertemu satu sama lainnya, terjadilah
suatu gemuruh yang memekikkan telinga.
Oleh tenaga pantulan dari benturan tersebut, Thian yu Cinjin merasakan sepasang
bahunya bergetar keras, tubuhnya terdorong mundur setengah langkah dari posisi semula.
Cepat-cepat dia mendongakkan kepalanya, kurang lebih tiga kaki dihadapannya berdiri
seorang gadis cantik jelita yang mengenakan baju berwarna kuning emas, disisinya berdiri
pula seorang sastrawan berbaju biru.
Siapakah kedua orang itu? Ternyata mereka bukan lain adalah Kim eng thamcu
(thamcu elang emas Ki Li soat dan Lan ceng sin thamcu (Thamcu elang biru Cian seng kui
si sastrawan aneh seribu bintang) Wan Kiam ciu, dua orang jago tangguh dari
perkumpulan Thi eng pang.
Kui to Thian yu Cinjin kembali tertawa dingin.
“Selamat berjumpa, selamat berjumpa!” katanya, “tidak kusangka dua orang toa
thamcu dari Thi eng pang juga telah berdatangan kepulau terpencil ini, heeehh….
heeehh…. heeehhh….”
Kim eng thamcu Ki Li Soat tertawa dingin sindirnya pula dengan nada sinis
“Akupun tidak menyangka kalau dua orang jago tangguh yang mempunyai nama besar
dalam dunia persilatan telah melakukan perbuatan terkutuk serendah ini dengan
mengerubuti seorang pemuda ingusan”
Mendengar sindiran tersebut, si tosu setan Thian yu cinjin merasa malu bercampur
marah, sebenarnya ia hendak mengumbar hawa amarahnya, tapi setelah terbayang
kembali bahwa pukulannya berhasil menghapuskan pengaruh tenaga serangannya tadi
lagi pula mengetahui kalau thamcu ini merupakan orang pertama yang paling diandalkan
ketua Thi eng pang, niat tersebut segera diurungkan.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tergelak pula seraya berkata, “Sungguh mengagumkan!
Sungguh mengagumkan! Ki thamcu memang seorang jago perempuan yang tersohor
namanya diseluruh dunia, setelah perjumpaan hari ini kubaru ketahui bahwa namamu
bukan kosong belaka”
Pelan-pelan Cian seng ki su Wan kiam ciu maju kedepan, lalu katanya dengan dingin,
“Saudara Hoa, baik-baikkah kau selama ini? Sudah hampir dua puluh tahun lamanya kita
tak pernah bersua muka!”
“Baik sekali, baik sekali” jawab Thian kiam kuncu Hoa kok khi sambil memberi hormat
“setelah berpisah pada dua paluh tahun berselang, tidak kusangka kalau Wan heng telah
menjadi seorang toa thamcu dari perkumpulan Thi eng pang, siaute benar-benar ikut
gembira atas kesuksesanmu ini”
Cian seng Kisu Wan kiam ciu mendengus dingin.

“Dua puluh tahun tidak berjumpa tampaknya ilmu silat yang dimiliki Hoa heng telah
mengalami kemajuan pesat kalau dugaanku tidak salah, rupanya ilmu Tay siu im khi telah
berhasil kau kuasai secara sempurna….!”
Hoa kok khi tersenyum.
“Saudara wan terlalu memuji siaute tak berani menerimanya. Haaahh…. haahhh….
haaahh…. ilmu Tay siu im khi adalah sejenis kepandaian berhawa dingin yang amat sakti
dan sukar dipelajari, dengan kebebalan otak siaute, mana mungkin ilmu tersebut bisa
kupelajari secara sempurna? Haahh…. haaah…. cuma hadiah kitab pusaka Tay siu khi dari
saudara Wan tempo hari memang sangat membantuku, disini siaute ucapkan banyak
terima kasih dulu atas kerelaan hatimu”
Paras muka Cian seng Ki su Wan Kiam ciu berubah hebat, tapi segera ia tertawa dingin
tiada hentihya.
“Heee…. heeeh…. heeeh…. Saudara Hoa, kau jangan terlalu sombong, dulu siaute
hanya menyesal karena ilmu silatku bukan tandinganmu sehingga kitab pusaka Tay siu im
khi tersebut berhasil kau rampas, tapi sepuluh tahun kemudian ketika kitab tersebut kau
kembalikan kepadaku…. Hmm…. hmm…. Ternyata kau berniat busuk dengan
menyerahkan sejilid kitab Tay siu im khi palsu kepadaku, membuat jiwaku nyaris ikut
terbang meninggalkan raga”
“Haaah…. haaah…. haaah saudara Wan, kalau begitu kedatanganmu sekarang adalah
ingin melakukan perhitungan lama dengan siaute?” tukas Hoa Kok khi sambil tertawa
tergelak.
“Saudara Hoa, dahulu kita adalah sahabat karib tapi dengan cara yang rendah dan
biadab kau telah mencelakaiku, mengkhianati persahabatan kita, kesemuanya ini membuat
siaute benar-benar tak tahan untuk menyimpan terus rasa kesal dalam hatiku.”
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi kembali tertawa lebar, ujarnya dengan suara lembut,
“Kalau memang saudara Wan masih teringat dengan persahabatan kita dimasa lalu, aku
lihat pertarungan ini lebih baik ditiadakan saja, apalagi sampai dimanakah ilmu silat yang
dimiliki saudara Wan, siaute juga mengetahui sangat jelas, siapa menang siapa kalah aku
rasa hatimu tentu lebih terang bukan?”
Jelas perkataan itu dia maksudkan bahwa Cian seng Ki su pada hakekatnya bukan
tandingannya.
“Aah, belum tentu!” teriak Wan Kiam ciu gusar.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa enteng.
“Saudara Wan, antara kami dengan perkumpulanmu cepat atau lambat akhirnya pasti
akan terlibat dalam suatu pertarungan sengit dipulau ini, tetapi jika Wan heng memang
sudah tidak sabar menunggu, tentu saja dengan senang hati siaute akan melayanimu”
Dengan suatu gerakan cepat Wan Kiam ciu mengeluarkan sebuah cambuk lemas yang
penuh dengan kaitan perak dari sakunya, lalu dengan suara berat berkata, “Saudara Hoa.
sambutlah seranganku ini!”

Tangan kanannya lantas digetarkan dan hawa murninya disalurkan kedalam cambuk
tersebut dengan jurus Kim ciam teng hay (jarum emas memaku samudra) ia langsung
menyodok jalan darah Hu ciat hiat pada lambung Hoa Kok khi.
Seenteng awan yang bergerak diangkasa, Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi menyingkir
tiga depa kesamping.
Siapa tahu Wan kiam ciu telah memperhitungkan sampai kesitu, cambuk lemasnya
kembali diputar sedemikian rupa hingga melejit secara aneh menyusul kemudian telapak
tangan kirinya memainkan ilmu pukulan cian seng ciang hoat (pukulan seribu bintang)
untuk mengimbangi permainan cambuk lemasnya itu.
Jilid 10
Bayangan cambuk dengan dahsyatnya menyelimuti angkasa, bintang-bintang berwarna
perak meluncur kesana kemari, angin pukulan yang menderu-deru menambah seramnya
suasana, serangan tersebut betul-betul suatu kombinasi serangan yang maha hebat.
Karena kurang hati-hati, Thiat kiam kuncu terdesak hebat dan berulang kali harus
mundur kebelakang.
Gak Lam kun yang berdiri disamping arena sambil mengatur nafas dan mengobati isi
perutnya yang terluka dapat mengikuti jalannya penarungan itu dengan jelas ia menghela
nafas panjang tak disangkanyanya kalau begitu banyak jago lihay yang terdapat dalam
dunia persilatan ini, terutama Cian seng Kisu dari Thi eng pang tersebut, kehebatan ilmu
silatnya sudah cukup baginya untuk menjadi pemimpin suatu perkumpulan besar.
Setelah didesak berulangkali oleh permainan cambuk Wan Kiam ciu sehingga
berulangkali Hoa Kok khi harus menghadapi ancaman maut, lama kelamaan naik darah
juga orang itu, sambil tertawa dingin dia lantas mengejek:
“Saudara Wan, ilmu silatmu memang luar biasa, maaf kalau siaute musti bertindak
kurang ajar kepadamu”
Diantara berkelebatnya, bayangan cambuk serta bayangan telapak tangan, tiba-tiba ia
menerobos maju kedepan sambil melancarkan sebuah babatan kilat.
Cian seng Kisu Wan Kiam ciu tidak mau unjukan kelemahannya, kaki kanannya segera
maju setengah langkah, tubuhnya berputar kencang dan cambuknya disodok keatas
membabat lengan lawan dengan jurus Ing hong toan cau (menyongsong angin memotong
rumput).
Dengan memakai kaki kirinya sebagai poros Thiat kiam kuncu berputar secepat
gangsingan, dia mundur beberapa depa, lalu sepasang telapak tangannya secara
bergantian melancarkan pukulan dalam sekejap mata ia telah melepaskan empat buah
pukulan, bahkan pukulan demi pukulan dikeluarkan dengan kekuatan yang makin hebat.
Sekuat tenaga Wan Kiam ciu memutar cambuknya nenciptakan setengah lingkaran
bayangan perak setelah angin cambuk memunahkan empat buah pukulan lawan, dia

berebut kedepan sambil melancarkan tiga buah serangan cambuk, sayang serangan
tersebut semuanya berhasil dipukul balik oleh tenaga pukulan Hoa Kok khi.
Setelah pertarungan berlangsung beberapa jurus Cian seng kisu baru merasakan
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Hoa Kok khi, jelas orang itu sudah berhasil
menguasai rahasia utama dari ilmu Tay siu im khi yang maha dahsyat tersebut.
Buru-buru dia mengatur pernapasannya dan menyiapkan senjata untuk menghadapi
segala kemungkinan tapi ia sendiri sama sekali tidak memulai dengan serangan baru.
Thiat kiam kuncu tertawa terbahak-bahak, sambil melompat mundur tiga langkah
katanya:
“Saudara Wan, sekarang bukan waktu yang cocok bagi kita untuk beradu jiwa,
bagaimana kalau kita sudahi pertarungan pada malam ini sampai disini saja?”
Tidak menunggu jawaban lagi, dia lantas putar badan dan berkata pula kepada Thian
yu Cinjin:
“Thian yu to heng, mari kita pergi”
Kui to (si tosu setan) Thian yu Cinjin tertawa dingin.
“Malam ini sepasang mataku benar-benar terbuka lebar, aku baru tahu kalau tenaga
dalam yang dimiliki Hoa heng jauh lebih sempurna dari apa yang pinto duga semula”
Thiat kiam Kuncu tertawa tergelak.
“Haaah… haah… sama-sama, sama-sama To heng pandai menyembunyikan
kepandaian, kesempurnaanmu jauh lebih diluar dugaan orang”
“Saudara jangan pergi dulu!” tiba-tiba Kim eng thamcu Ki Li soat berseru “dengan
memberanikan diri, pun thamcu minta petunjuk beberapa jurus ilmu pedangmu”
“Aaaa..! Ki thamcu terlalu sungkan, aku orang she Hoa dengan senang hati akan
menyambut tantanganmu”
“Kenapa tidak kau loloskan senjatamu?” ejek Ki Li soat sambil tertawa dingin.
Hoa Kok khi tersenyum.
“Kita toh cuma saling mengukur kepandaian, aku yakin nona Ki tidak akan merenggut
nyawa aku orang she Hoa, maka lebih baik kugunakan sepasang telapak tanganku untuk
menerima pedang nona”
Paras muka Ki Li soat berubah selapis hawa dingin menyelimuti wajahnya, pelan-pelan
dia meloloskan sebilah pedang dari belakang punggungnya pedang itu tidak memancarkan
sinar tajam atau cahaya berkilauan, karena senjata tersebut ternyata adalah sebilah
pedang bambu.
Semua orang baru kaget setelah mengetahui bahwa pedang yang dipergunakan adalah
sebilah pedang bambu yang tipis seperti lapisan pisau pikir orang-orang itu:

“Tanpa memiliki tenaga dalam yang sempurna tak mungkin ia bisa mempergunakan
lapisan bambu yang begini tipis sebagai senjata andalannya, wah… dia pasti seorang jago
yang menakutkan!”
Gak Lam kun tahu kalau gadis tersebut adalah pemimpin para thamcu dalam
perkumpulan Thi eng pang, ilmu silatnya pasti lihay sekali, tapi diapun tidak menyangka
kalau tenaga dalamnya telah mencapai tingkatan yang dikatakan orang memetik daun
melukai orang, menyentil kedelai menotok jalan darah orang.
Paras muka Tniat kiam kuncu Hoa Kok khi agak berubah pula, ia tahu senjata tersebut
merupakan sebilah senjata yang mematikan, dia tak berani memandang enteng lagi,
segenap perhatiannya dipusatkan menjadi satu untuk bersiap-siap melancarkan serangan.
Tiba-tiba pedang bambu ditangan kanan Ki Li soat yang lemas itu menegang keras,
jari-jari tangan kirinya memegang gagang pedang dengan lembut sedang kaki kanannya
diseret kearah kiri belakang lalu setelah memutar badannya dengan kepala masih
menghadap kedepan ia berbisik:
“Maaf”
Pedang bambu itu pelan-pelan didorong kedepan dengan jurus Hui pau liu sian (air
terjun mengalirkan sumber air) ujung pedangnya bergerak lambat kedepan dan menusuk
dada kiri Hoa Kok khi.
Sepintas lalu gerakan ini tampak sangat indah ibaratnya bidadari yang sedang berjalan
diatas awan akan tetapi dibalik gerakan yang sederhana dan tiada sesuatu yang istimewa
itu justru tersimpan gerakan To coan im yang (memutar balikkan im yang) yang
merupakan perubahan kedua dari gerakan tersebut, asal musuh menghindari serangan
pertama, maka dari gerakan menusuk, pedang itu akan berubah menjadi gerakan sapuan
yang menyusul kedepan menyambar tubuh bagian tengah.
Sewaktu serangan kedua ini menyusul kedepan dengan membabat bagian tengah
tubuh, maka gerakannya dari lambat akan berubah menjadi cepat, sedemikian cepatnya
sehingga tak mungkin bagi musuhnya untuk menghindarkan diri.
Boleh dibilang jurus serangan itu merupakan dua jurus berantai yang maha lihay.
Selapis rasa tegang dan serius menghiasi wajah Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi, tapi ia
tidak menghindari serangan tersebut, telapak tangan kirinya segera diayun kedepan
menahan gerakan pedang itu sementara telapak tangan kanannya dengan jurus Ci kou
thian bun (menyembah langsung pintu langit) membacok batok kepala musuh.
Dibalik serangannya itu dia sertakan pula segulung tenaga dingin yang menusuk tulang,
sedemikian dingin dan tajamnya hawa serangan itu, membuat orang akan bergidik
rasanya.
Mendadak bentakan nyaring menggelegar diudara, telapak tangan kiri Ki Li soat
meluncur kedepan, sementara pedang bambu ditangan kanannya berubah gerakan.
“Breeet…”

Diiringi suara tertawa nyaring, seperti bayangan setan dalam angin dingin Thiat kiam
kuncu Hoa Kok khi telah mundur tujuh langkah, ketika ia menundukkan kepalanya tampak
ujung baju pada pergelangan tangan kanannya telah robek besar.
“Lihay, lihay, betul-betul sangat lihay” serunya sambil tertawa “ilmu pedang nona Ki
memang sungguh luar biasa sekali, sayang dalam dua jurus pedang kebanyakan sebuah
pukulan, bila ada jodoh aku orang she Hoa pasti akan mohon petunjukmu lagi, sekarang
terpaksa aku mohon diri lebih dulu.
Gak Lam kun yang mengikuti jalannya pertarungan diam-diam menghela napas,
ternyata didalam melancarkan serangannya tadi Ki Li soat memang telah kelebihan sebuah
pukulan.
Meskipun sekilas pandangan gadis itu berhasil menangkan pertarungan, tapi ia justru
telah mengingkari perkataannya sendiri yakni dua pedang kelebihan satu pukulan.
Sesungguhnya hal ini terpaksa dia lakukan karena pukulan Hoa kok khi yang terlampau
lihay hal tersebut memaksanya harus menggunakan pukulan untuk memusnahkan bahaya,
jadi dengan demikian menurut peraturan dunia persilatan hasil pertarungan itu adalah seri
alias sama kuat.
Walaupun kedua orang itu melangsungkan pertarungan dengan gerakan cepat tapi dari
serangan-serangan itu bisa diketahui pula sampai dimanakah sempurnanya ilmu silat
mereka serta kecerdasan dan daya refleknya.
Ki Li soat masih berdiri ditempat semula dengan wajah sedingin es, sedikitpun tanpa
emosi.
Thiat kiam kuncu Hoa kok khi berpaling kepada Gak Lam kun kemudian ujarnya sambil
tersenyum:
“Gak lote, maaf sekali, kau telah terkena pukulan Tay siu im khi ku, bila kau bersedia
bertukar syarat denganku, besok tengah hari silahkan kau menantikan kedatanganku
disini”
Selesai berkata sambil tertawa ringan ia dan Thian yu Cinjin berlalu dari situ.
Air muka Gak Lam kun yang sesungguhnya merah dadu, kini telah berubah menjadi
pucat pasi, matanya setengah terpejam dan mimik wajahnya secara lamat-lamat
menunjukkan kesakitan yang luar biasa.
Ki Li soat masukan kembali pedangnya kedalam sarung, pelan-pelan ia maju
menghampiri si anak muda itu.
Mendadak Gak Lam kun membuka matanya, dengan sinar mata tajam ditatapnya wajah
Ki Li soat sekejap, kemudian setelah tertawa hambar ia memejamkan kembali matanya.
Sekalipun hanya pandangan sekejap, namun sepasang sinar matanya yang tajam
bagaikan aliran listrik bertegangan tinggi telah menembusi dasar hati Ki Li soat.
Secara tiba-tiba saja sepasang keningnya berkerut, wajahnya menunjukkan kekesalan
dan sedih, sambil menatap wajah Gak Lam kun ia berdiri termangu…

Waktupun berjalan lewat ditengah keheningan.
Tiba-tiba Gak Lam kun membuka kembali matanya, sekulum senyuman tersungging
diatas wajahnya yang pucat, sambil menyeka keringat dengan ujung bajunya ia berkata:
“Nona Ki, aku orang she Gak akan mengingat selalu budi pertolonganmu kepadaku, kini
aku telah terkena pukulan Tay siu im khi dari Hoa Kok khi, hawa racun telah menyusup
ketubuhku dan menyerang isi perutku, kini Sam yang, sam im dan sam meh ku sudah
terluka oleh hawa dingin beracun tersebut, dengan keadaan seperti ini aku tahu kalau
usiaku tak akan melewati tujuh hari, aku mati bukan urusan, tapi ada satu persoalan
membuatku menjadi tidak tenang yakni tempo hari aku tak sanggup menyelamatkan jiwa
saudara Si Tiong pek”
ooooooOoooooo
Menyinggung kembali soal Si Tiong pek, Ki Li soat merasakan hatinya bergetar keras ia
menghela, nafas panjang.
“Mati hidup manusia ada ditangan Thian, mengenai persoalan komandan pasukan Thiat
eng tui kami, aku harap kau tak usah selalu memikirkannya dihati, yang penting sekarang
adalah luka yang diderita Gak siangkong! Bila kau bersedia, mungkin pangcu kami masih
sanggup untuk mengobati lukamu itu”
Gak Lam kun tersenyum.
“Ilmu silat nona Ki sangat tinggi, tentunya kaupun tahu bahwa Tay siu im khi adalah
semacam pukulan hawa beracun yang dilancarkan keluar dalam sebuah pukulan tenaga
murni tingkat tinggi, dengan meminjam hawa pukulan itulah sari racun dipaksakan masuk
kedalam urat nadi…”
Ki Li soat tertegun setelah mendengar perkataan itu, tanpa terasa tanyanya dengan
sedih:
“Apakah lukamu itu tak mungkin bisa diobati?”
Menyaksikan sikapnya yang begitu menaruh perhatian, sekulum senyuman penuh rasa
terima kasih kembali menghiasi wajah yang pucat, sorot matanya berkilat, katanya:
“Seandainya barusan ada orang membantuku untuk menembusi Sam im dan Lak meh
ku, setelah beristirahat beberapa hari lukaku itu pasti akan sembuh dengan sendirinya,
tapi sekarang sudah terlalu lambat untuk dikatakan lagi…”
Berkaca-kaca sepasang mata Ki Li soat setelah mendengar perkataan itu mungkin
karena ikut cemas dan gelisah atas keadaan lukanya, tanpa disadari airmata bercucuran.
Gak Lam kun terharu sekali, ia semakin merasa bahwa gadis itu adalah seorang gadis
cantik yang baik hati, penuh belas kasihan dan berhati polos. Ini bisa dibuktikan dari
sikapnya barusan, tanpa hubungan persahabatan diantara mereka bahkan malah berada
dalam posisi saling bermusuhan, ternyata ia menaruh simpatik kepadanya, dari sini bisa
diketahui bahwa hatinya memang benar-benar polos.

Selang sejenak kemudian, Ki Li soat menghela napas dan berkata sambil tertawa:
“Sebelum pergi Hoa Kok khi toh sudah meninggalkan pesan, aku rasa dia pasti
mempunyai cara penyembuhan…”
“Nona Ki, dugaanmu memang tak salah dia memang mempunyai cara penyembuhan
atas luka tersebut” kata Cian seng Kisu Wan Kiam ciu sambil tertawa dingin “tapi syarat
yang dia ajukan pasti akan jauh lebih berharga daripada nilai selembar nyawa”
“Sekalipun tanpa pertukaran syarat tak nanti akan kuterima bantuan pengobatannya”
tukas Gak Lam kun sambil tertawa ewa “Nona Ki silahkan kalian berlalu!”
Sehabis berkata dia lantas memberi hormat dan berlalu dari situ dengan langkah lebar.
Dengan termangu-mangu Ki Li soat mengawasi bayangan punggungnya hingga lenyap
dibalik kegelapan, titik airmata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi pipinya.
Dia sendiripun tidak tahu apa sebabnya begitu menaruh simpatik kepadanya diapun tak
tahu mengapa ia harus mencucurkan airmata kepedihan baginya.
“Nona Ki!” Wan kiam Cu berkata nyaring “aku lihat asal usul orang ini amat
mencurigakan kenapa kita lepaskan dengan begitu saja?”
“Wan thamcu, tahukan kau murid siapa dia?”
Setelah berhenti sebentar dan menghela nafas lanjutnya:
“Orang itu bukan lain adalah ahli waris dari Tok liong cuncu Yo long yang namanya
tersohor dalam dunia persilatan”
Sekilas rasa kaget dan tercengang menghiasi wajah Cian seng Kisu Wan Kiam ciu.
“Nona Ki, kalau begitu mari kita susul dia dan membunuhnya”
“Wan thamcu masa kau tidak tahu bila perkumpulan kita ada maksud membinasakan
orang ini, semalam ayah angkatku telah turun tangan keji kepadanya” kata Ki Li soat
dengan dingin “sekarang aku ingin bertanya kepadamu pula, Tok Liong cuncu Yo Long
sesungguhnya masih hidup atau sudah mati? Tahukah kau?”
“Menurut pengakuan dari Ou Yong hu, Yo Long telah terjatuh kedalam jurang Yan po
gan dibukit Hoa san, sudah tentu sembilan puluh persen tak mungkin bisa hidup”
“Kalau Yo Long masih hidup kita tak usah mengikat seorang musuh tangguh
dengannya, kalau sudah mati tentu saja kita lebih-lebih tak usah membunuh orang she
Gak itu”
Cian seng Kisu Wan Kiam ciu tidak mengerti maksud dari ucapannya itu dia lantas
bertanya:
“Nona Ki, apa maksud perkataanmu itu?”
Sambil tertawa Ki Li soat berkata:

“Teka teki sekitar mati hidupnya Yo Long masih merupakan sebuah tanda tanya besar
bagi setiap umat persilatan, sekarang kita ambil contoh seandainya Yo Long telah tiada,
lantas siapakah yang akan mewakilinya untuk menerima Lencana pembunuh naga dari
Soat san thian li? Apalagi jika kita binasakan Gak Lam kun, bukankah tindakan kita ini
sama artinya dengan membantu pihak See Thian san pay untuk mengangkangi Lencana
pembunuh naga tersebut? Pangcu telah berpesan kepadaku, bila berjumpa lagi dengan
Gak Lam kun kita musti berusaha untuk membaikinya mengikat tali persahabatan
dengannya, bahkan bila perlu memanjakan agar dia bersedia kita gunakan, atau paling
tidak jangan membuat dia memusuhi kita.”
“Berbicara dari kekuatan yang hadir dipulau ini sekarang, boleh dibilang hanya Thi eng
pang kita dengan perguruan panah bercinta saja yang memiliki kekuatan paling besar,
sekalipun ilmu silat pangcu amat lihay, tapi kepandaian dari Lam hay sin ni juga lihay
sekali, kalau Gak Lam kun sampai ditarik oleh pihak perguruan panah bercinta, kejadian ini
bagi perkumpulan kita boleh dikatakan sebagai suatu kerugian yang sangat besar sekali”
Cian seng kisu Wan Kiam ciu manggut-manggut.
“Nona Ki benar-benar burung hong diantara manusia, pendapatmu memang hebat
sekali!”
Ki Li soat gelengkan kepalanya berulangkali, setelah menghela napas panjang, ujarnya
lebih jauh.
“Gak Lam kun adalah seorang pemuda yang tinggi hati dan berwatak keras kepala
selamanya ia selalu luntang lantung seorang diri tampaknya agak sulit untuk
merangkulnya agar memihak kepada perkumpulan kita padahal jago lihay yang dewasa ini
berkumpul disini sudah tak terhitung jumlahnya boleh dibilang belum pernah terjadi
kejadian semacam ini selama beratus tahun dalam dunia persilatan, aaai… jika sampai
terjadi bentrokan langsung, pastilah sudah banyak korban yang akan berjatuhan,
akibatnya dunia persilatan akan menjadi lemah sekali!”
“Nona Ki!” ujar Cian seng Kisu dengan cepat “buat apa kau merisaukan persoalan itu?
Kini ibaratnya airpun susah dibendung, terpaksa kita harus mengembangkannya sesuai
dengan rencana yang telah digariskan.”
Dengan sepasang mata yang tajam Ki Li soat menatap wajah Wan Kiam ciu lekat-lekat,
kemudian iapun menghela nafas panjang.
“Wan thamcu, memang ada baiknya kalau kita segera berangkat pulang untuk
melaporkan dulu kejadian ini kepada pangcu.”
Selesai berkata dua orang itupun pelan-pelan berlalu dari situ dibawah timpaan sinar
matahari pagi.
ooooooOoooooo
Dengan menelusuri bukit tebing yang mengitari sekeliling bangunan gedung itu Gak
Lam kun bergerak menuju ketimur.

Ia cukup menyadari, ilmu Tay siu im khi yang bersarang ditubuhnya akibat serangan
dari Thiat kiam kuncu amat parah sekali, kepandaian tersebut merupakan sejenis ilmu
pukulan beracun Im tok sin kang dari aliran perguruan Pek kut bun, para korban kecuali
mendapat pengobatan langsung dari pemukulnya boleh dibilang tiada pertolongan lain
kecuali jalan kematian.
Sekalipun demikian, untuk memperoleh pengobatan khusus dari pihak Pek kut bun
itupun tak bisa melampaui batas waktu selama sembilan jam, maka Thiat kiam Kuncu
berjanji kepadanya untuk bertemu pada tengah hari nanti, tentu saja bila syarat yang
diajukan dapat diterima, racun itu baru akan disembuhkan dengan suatu cara pengobatan
khusus.
Tentu saja Thiat kiam Kuncu mengajukan pertukaran syarat hanya merupakan sebuah
usul belaka, tapi Gak Lam kun yang keras kepala dan tinggi hati telah mengambil
keputusan untuk tidak menundukkan kepala apalagi minta ampun dari musuh besarnya, ia
lebih rela mati secara mengerikan tujuh hari kemudian akibat bekerjanya racun keji itu
daripada takluk dan menyerah kepada lawan.
Teringat soal kematian tiba-tiba saja Gak Lam kun merasakan pikiran maupun
perasaannya menjadi begitu kosong dan hampa.
Mati! Tentu saja ia tidak takut, sewaktu masih kecil dulu ia teringat kembali akan si
kakek yang patut dikasihani, serta teringat juga bahwa tugas yang dibebankan diatas
pundaknya hingga kini belum terselesaikan, padahal tak lama kemudian ia harus berpisah
dari dunia ini, rasa sedih seketika menyelimuti seluruh perasaannya, ia berusaha menahan
lelehan airmatanya, tapi toh akhirnya butiran airmata mengalir juga membasahi pipinya.
Dibalik butiran-butiran airmatanya itu entah terselip berapa banyak perasaan yang
beraneka ragam yang bercampur aduk menjadi satu…
Budi dan dendam belum terselesaikan…
Ciang ping, kekasihnya telah menitipkan adik lelakinya kepada dia untuk dirawat…
Semua kesedihan, kegembiraan, pahit getir dan aneka ragam penderitaan lain yang
dialami selama ini, sebentar lagi akan berpisah untuk selamanya…
Aaaai!
Dengan amat pedihnya Gak Lam kun menghela nafas panjang, ia tahu masalah
tersebut dengan perasaan apa boleh buat terpaksa harus ditinggalkan dengan begitu saja
tujuh hari kemudian.
Dewasa ini yang bisa ia lakukan hanya berusaha keras untuk mengendalikan diri agar
luka didalam nadinya tak sampai kambuh, dalam tujuh hari yang amat singkat ini, masih
banyak urusan yang harus ia selesaikan, paling tidak seorang musuh besar harus dibunuh,
bila masih sempat diapun harus menyambut kedatangan Lencana pembunuh naga, lalu
mencari seorang sahabat yang dapat dipercaya menitipkan Ji Kiu liong adik kekasihnya
agar dirawat serta melimpahkan tanggung jawab yang sangat berat ini kepada orang lain,
dengan begitu dia baru bisa mati dengan tenang tanpa harus risau oleh masalah lain.

Teringat sampai masalah yang terakhir itu tiba-tiba terlintas bayangan dari Bwe Li pek
dihadapan mata Gak Lam kun, ia merasa hanya dialah satu-satunya orang yang bisa
memikul tanggung jawab berat ini.
Gak Lam kun mendongakkan kepalanya menentukan arah tujuan, lalu ia percepat
langkahnya menuju kedepan sana.
Buncu dari perguruan panah bercinta telah berjanji dengannya untuk bertemu pada
kentongan kelima, dimana dia hendak mengembalikan pedang Giok siang kiam tersebut
kepadanya, kini kentongan kelima, sudah lewat, sinar fajar telah memancar kemanamana,
dalam gelisahnya Gak Lam kun segera mengerahkan segenap tenaga ilmu
meringankan tubuhnya untuk bergerak menuju kegedung sebelah tenggara.
Mendadak…
Dari balik kabut pagi yang tipis dan remang-remang, ia menyaksikan sesosok bayangan
manusia berbaju hitam yang kurus kecil sedang berjalan mendatangi dari arah tenggara.
Sekalipun tubuh Gak Lam kun sudah terluka oleh pukulan Tay siu im khi, bukan berarti
ilmu silatnya telah punah, dalam sekali lirikan saja ia telah mengetahui bahwa orang itu
bukan lain adalah Thamcu panji hitam dari perkumpulan Thi eng pang Tang hay coa siu
(kakek ular dari lautan timur) Ou Yong hu.
Pertemuan yang tidak terduga ini segera menimbulkan hawa napsu membunuh yang
tebal didalam benak Gak Lam kun.
Dengan cepat ia menghentikan langkah tubuhnya, sementara Kakek ular dari lautan
timur Ou Yong hu rupanya masih belum tahu kalau orang yang berada dihadapannya
adalah Gak Lam kun, pelan-pelan ia berjalan menghampirinya.
Kurang lebih tiga empat kaki kemudian, Kakek ular dari lautan timur baru
mendongakkan kepalanya, begitu menjumpai Gak Lam kun berada dihadapannya, kontan
saja paras mukanya berubah hebat, ia menjadi tertegun dan berdiri mematung disana,
untuk sesaat tidak diketahui olehnya apa yang musti dilakukan?
Gak Lam kun tertawa dingin dengan seramnya dengan suatu gerakan cepat sepasang
tangannya bekerja keras melepaskan jubah luarnya yang berwarna hijau pupus itu
sehingga tampak jubah naganya yang berwarna kuning keemas-emasan.
Menyusul kemudian wajahnya yang ganteng ditutup pula oleh selembar topeng
berbentuk naga, tangannya mengenakan cakar naga perenggut nyawa dan sekejap mata
kemudian, Gak Lam kun telah berubah menjadi Tok liong Cuncu Yo Long yang nama
besarnya pernah menggetarkan perasaan banyak orang dimasa lalu.
Tak terlukiskan rasa panik, takut dan ngeri yang berkecamuk dalam perasaan si Kakek
ular dari lautan timur Ou Yong hu dewasa ini, bayangan kematian sudah mulai menghantui
pikiran maupun perasaannya, utusan pencabut nyawa yang setiap hari ditakuti dan
dirisaukan, akhirnya muncul juga dihadapan mukanya.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh…” Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu
memperdengarkan suara tertawa seramnya yang rendah dan berat, suara tertawanya itu

diperdengarkan berulangkali dengan maksud untuk menutupi rasa ngeri, panik dan takut
yang hampir menguasai seluruh pikiran maupun perasaannya itu.
Lama, lama sekali, pelan-pelan ia baru berkata:
“Ternyata dugaan lohu tidak keliru, rupanya Tok liong Cuncu yang belakangan ini
muncul dalam dunia persilatan tidak lain adalah hasil penyaruan dari Gak sauhiap!”
Gak Lam kun mendengus dingin dan memperdengarkan ilmu Liong gin heng (dengusan
naga sakti) nya, kemudian dengan nada menyeramkan ia berkata:
“Ou Yong hu! Kalau engkau sudah tahu, itu lebih bagus lagi kau sudah berhutang
selama hampir delapan belas tahun lamanya atas hutang berdarah diatas tebing Yan po
gan aku pikir ada baiknya kalau hutang tersebut kau bayar secepatnya”
Mendengar perkataan itu, kembali si kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu
merasakan jantungnya berdenyut keras, sekalipun ia sudah menduga bahwa Gak Lam kun
bakal mengucapkan kata-kata tersebut kehadapannya tapi setelah kedengaran dalam
telinganya sekarang, tak urung menimbulkan juga perasaan ngeri, seram dan takut dalam
hatinya.
Sekuat tenaga Ou Yong hu berusaha menenangkan hatinya, lalu sambil tertawa seram
katanya:
“Gak sauhiap, bila kau membinasakan aku maka sahabat cilikmu itupun tidak akan
hidup lebih jauh!”
Sekali lagi Gak Lam kun mendengus dingin.
“Hmm…! Seandainya kau Ou Yong hu benar-benar sanggup menyembuhkan luka
beracun yang diderita Ji Kiu liong, tentu saja aku orang she Gak akan memenuhi janji
dengan mengampuni selembar jiwamu, sayangnya Kwik To telah menyerahkan Ji Kiu liong
kepada Buncu dari perguruan panah bercinta? Semua kejadian itu telah kuikuti semua
dengan mata kepala sendiri, maka sekarangpun kau tak usah banyak bersilat lidah, lebih
baik siapkanlah kekuatan untuk bertarung melawan setan pencabut nyawamu nanti”
Setelah mendengar ucapan tersebut, si Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu baru
merasa amat terperanjat, mimpipun ia tak menyangka kalau semua kejadian tersebut
telah diikuti semua oleh Gak Lam kun dengan mata kepala sendiri.
Mendadak… Ou Yong hu memutar badannya dan siap kabur dari situ.
Kalau dia bisa bergerak cepat, ternyata gerakan tubuh Gak Lam kun jauh lebih cepat
lagi, seperti sesosok bayangan setan, tahu-tahu dia sudah berkelebat kehadapan
mukanya.
Tak terlukiskan rasa ngeri dan kaget Ou Yong hu, tongkat berkepala ularnya segera
disodok kedepan dengan jurus Tok coa toh sim (ular beracun menjulurkan lidah).
Namun serangan tersebut ternyata hanya sebuah serangan tipuan, begitu serangan
sudah dilepaskan, tongkat itu cepat ditarik kembali, sementara tubuhnya lantas melejit
keudara dan berusaha keras kabur dari tempat itu.

Dengan sinis dan penuh penghinaan Gak Lam kun mendengus dingin.
“Hmm…! Kauanggap bisa kabur dari cengkeramanku?” ejeknya dengan suara
menyeramkan.
Secepat sambaran kilat telapak tangan kirinya ditabok kemuka, segulung angin taufan
yang maha dahsyat langsung menerjang kearah punggung Ou Yong hu.
Rupanya si kakek ular dari lautan timur ini cukup tahu akan kehebatan serangan
tersebut, buru-buru ia mengerahkan ilmu bobot seribu untuk meluncur turun keatas
permukaan tanah.
Segulung desingan angin tajam kembali menyambar lewat, tahu-tahu kelima jari tangan
Gak Lam kun yang memakai cakaran naga yang tajam itu sudah menusuk jalan darah Tay
meh, Giok ki, Wi to, Im tok serta Tay ho lima buah jalan darah penting.
Sesungguhnya si Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu adalah seorang ahli silat yang
memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup sempurna, tapi karena panik dan ketakutan,
ini mengakibatkan tenaga dalamnya tak bisa dihimpun sebagaimana mustinya.
Tapi sekarang, setelah ia sadar bahwa sulit baginya untuk lolos dalam keadaan selamat,
jagoan dari Thi eng pang ini segera membulatkan tekadnya untuk beradu jiwa,
menghadapi saat-saat kritis yang mengancam keselamatan jiwanya, tiba-tiba saja ia
kerahkan segenap tenaga dalam yang dilatihnya selama puluhan tahun ini untuk
melepaskan sebuah serangan kilat.
Toya ditangan kanannya diputar sedemikian rupa oleh Ou Yong hu untuk melindungi
seluruh tubuhnya, sedangkan telapak tangan kirinya dengan menghimpun segenap tenaga
yang dimilikinya melepaskan sebuah bacokan kilat kedepan.
Serangan tersebut telah disertakan segenap kekuatan yang dimilikinya bisa
dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman tersebut.
Terasalah desingan angin tajam menderu-deru bagaikan amukan gelombang samudra
yang dipermainkan oleh angin puyuh, serangan tersebut langsung menerjang tubuh Gak
Lam kun.
Menghadapi ancaman seperti itu. Gak Lam kun mendengus dingin, tiba-tiba telapak
tangan kanannya mengerahkan ilmu Tok liong ci jiau (cakar maut naga beracun), hawa
sakti segera memancar keluar dan menyelimuti seluruh udara.
“Blaaang..!” suatu bentakan dahsyat yang memekikkan telinga tak dapat dihindari lagi.
Ou Yong hu mendengus tertahan secara beruntun ia mundur sejauh tujuh delapan
langkah dengan sempoyongan.
Paras mukanya segera berubah menjadi pucat pasi seperti mayat kulit wajahnya
mengejang keras menunjukkan lekukan-lekukan garis yang penuh penderitaan, toya
kepala ular ditangan kanannya telah ditancapkan keatas tanah, dengan sekuat tenaga ia
berusaha mempertahankan keseimbangan tubuhnya, sementara dari balik sorot matanya

memancar keluar sinar buas yang penuh dengan rasa benci dan dendam yang sangat
mendalam.
Gak Lam kun mendengus dingin, paras mukanya dibalik topeng naga yang mengerikan
memancarkan keseraman dan sama sekali tanpa luapan emosi, sedangkan sepasang
matanya memancarkan sinar tajam yang dingin dan mengandung arti yang sukar
dipahami.
Selangkah demi selangkah ia berjalan semakin kedepan dan mendekati diri Ou Yong
hu.
Mendadak!
Serentetan jeritan aneh yang tinggi melengking dan memekikkan telinga berkumandang
diudara, serta mencabik-cabik keheningan malam yang mencekam seluruh jagad.
Raut wajah Ou Yong hu berkerut semakin kencang, mendadak terjadi perubahan hebat,
pelan-pelan suatu hawa membunuh yang keji, mengerikan dan buas menyelimuti seluruh
wajahnya.
Tubuhnya secara lurus menerjang ketubuh Gak Lam kun, dari tongkat kepala ular yang
berada ditangan kanannya tiba-tiba memancar keluar serentetan sinar hijau berupa cairan
racun yang baunya luar biasa amis dan busuk…
Inilah kepandaian beracun yang merupakan ilmu andalan Ou Yong hu, kiranya pada
ujung toya berkepala ular itu sesungguhnya berupa ruang kosong, didalam rongga kosong
tadi disimpanlah cairan bisa dari seribu ekor ular yang paling berbisa.
Ketika ia sudah menyambut serangan Tok liong ci jiau dari Gak Lam kun tadi, sekalipun
hawa murninya mengalami kerusakan besar, namun kerugian tadi tak sampai diperlihatkan
diatas wajahnya, agar pihak lawan tidak mengetahui sampai dimanakah sesungguhnya
luka yang ia derita.
Sebab ia cukup tahu dengan segala kekuatan yang dimilikinya sekarang, ia sadar
kekuatan tubuhnga masih belum sanggup untuk menangkan Gak Lam kun, satu-satunya
kemungkinan baginya untuk mempertahankan hidup adalah menyemburkan cairan racun
diujung toya berkepala ularnya secara tiba-tiba dan diluar dugaan.
Asal Gak Lam kun terkena sedikit saja dari racun jahat itu, dalam waktu singkat sekujur
tubuhnya akan membusuk yang mengakibatkan dia akan mati secara mengerikan.
Oleh karena itu, ketika raut wajah Ou Yong hu sedang berkerut kencang tadi, secara
diam-diam ia menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk dihimpun
keujung toyanya dan mendesak cairan racun agar berkumpul menjadi satu dikepala ular.
Menanti Gak Lam kun sudah berada satu tombak dari jaraknya, serangan kilatpun
segera dilancarkan.
Sesungguhnya dengan serangan mautnya itu, si Kakek ular dari lautan timur Ou Yong
hu mempunyai kesempatan untuk berhasil sampai sembilan puluh persen, sayang ia lupa
akan sesuatu, dia lupa kalau Tok liong cuncu Yo Long telah mengetahui akan ilmu
kepandaian andalannya itu.

Didalam catatan Ciu jin liok (catatan musuh besar) dengan amat jelas Yo Long telah
menerangkan ilmu andalan dari Ou Yong hu itu, sementara Gak Lam kun sendiripun telah
menduga bahwa disaat menjelang kematiannya ia pasti akan mengerahkan sisa kekuatan
yang dimilikinya untuk memancarkan cairan racun dalam tongkat kepala ular itu.
Maka disaat Ou Yong hu menerjang maju kedepan, serentetan suara pekikan nyaring
segera berkumandang menjulang hingga keangkasa…
Tiba-tiba saja tubuh Gak Lam kun berputar bagaikan sebuah gangsingan, dengan suatu
gerakan yang sangat lincah sekali dan diluar dugaan tahu-tahu ia sudah berhasil
meloloskan diri dari sergapan maut itu.
Gak Lam kun tidak berhenti sampai disitu saja, kelima jari tangan kanannya segera
dipentangkan lebar-lebar, begitu disentil dan digetarkan maka meluncurlah lima jalur
tenaga serangan yang tajam yang langsung menerjarg kesisi kanan Ou Yong hu.
Dengan sempoyongan sekali lagi Ou Yong hu terpental sejauh dua kaki lebih dari
tempat semula.
Ditinjau dari sekujur badannya yang gemetar keras serta goncangan dari toya ditangan
kanannya, hal ini segera membuktikan bahwa ia betul-betul sudah lemas dan kehabisan
tenaga sehingga kekuatan untuk berdiri tegakpun sudah tidak dimiliki lagi.
Pelan-pelan Ou Yong hu memalingkan kepalanya, ujung bibirnya bergetar lirih
melontarkan serentetan ucapan yang sangat lemah dan pelan:
“Orang she Gak, cepatlah turun tangan untuk membunuh diriku!”
Tiba-tiba Gak Lam kun mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak, suara
tertawanya amat keras bagaikan lolongan srigala, begitu tajam dan mengerikan membuat
siapapun yang mendengarkan merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Tiba-tiba ia berhenti tertawa, serentetan sinar mata setajam sembilu memancar keluar
dari balik matanya dengan nada sinis dan penuh penghinaan ia berseru:
“Heeeh… heeeh… heeeh… sebelum menerima siksaan yang paling kejam, kau sudah
pingin minta ampun? Sebagai seorang enghiong ho han, berani berbuat berani pula
menanggung resikonya, guruku sudah menderita siksaan dan penderitaan selama hampir
lima belas tahun akibat ulah serta kekejaman kalian semua, apakah kau tidak sanggup
untuk menerima sedikit siksaan dan penderitaan menjelang saat kematianmu tiba…?”
Sambil berkata, pelan-pelan Gak Lam kun bergerak maju kedepan, tangan kirinya
dengan cepat mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan kanan Ou Yong hu hal
ini menyebabkan si kakek ular dari lautan timur tidak memiliki kekuatan lagi untuk
melakukan perlawanan.
Cakar naga yang dikenakan ditangan kiri Gak Lam kun telah membesi dalam urat nadi
pada pergelangan tangan kanan Ou Yong hu, darah segar telah mengucur keluar dengan
derasnya, raut wajahnya yang semula telah memucat kini berubah kian memucat lagi.
“Sreeet..! Breeet..!”

Kelima jari tangan kanan Gak Lam kun yang bercakar naga telah membesi pula kelima
buah jalan darah penting didadanya, lima gulung hawa murni segera bocor keluar
mengikuti kelima buah lubang luka tersebut.
Entah bagaimana kemudian secara tiba-tiba saja Ou Yong hu memperdengarkan jeritan
lengkingnya macam seekor babi yang disembelih.
Butiran keringat sebesar kacang kedelai telah mengucur keluar melalui sepasang poripori
tubuhnya, sepasang biji matanya telah melotot keluar, bibirnya melebar dan wajahnya
menyeringai seram, hal ini menyebabkan raut wajahnya berubah menjadi begitu seram,
begitu jelek, mengerikan dan tak sedap dipandang.
Gak Lam kun tertawa dingin cakar naga tangan kanannya tiba-tiba diangkat keatas lalu
ditusuk kearah sepasang mata Ou Yong hu dengan suatu kecepatan yang luar biasa.
Jeritan ngeri yang menyayat hati kembali berkumandang memecahkan kesunyian
sepasang biji mata Ou Yong hu telah tercukil keluar, darah kental mengucur keluar
membasahi seluruh pakaiannya.
Tapi urat-urat yang menghubungkan biji mata dengan kelopak matanya belum putus,
sementara jari-jari tangannya masih mengorek diantara kelopak matanya yang kosong dsn
penuh berlepotan darah itu.
Suatu pemandangan yang mengerikan sekali, bayangkan saja andaikata cakar naga
yang begitu tajam mengorek-ngorek diantara kelopak mata yang kosong dengan urat
syaraf yang sama sekali belum putus.
Ou Yong hu memperdengarkan jeritan lengking yang menyayatkan hati, sambil
menggigit bibir menahan rasa sakit ia menjerit-jerit seperti orang kalap:
“Orang she Gak… kau teramat keji… kau kejam sekali…”
Mendadak kelima jari tangan Gak Lam kun beralih kemulut Ou Yong hu, menyusul
kemudian pancaran darah kental segera menyembur keluar dari mulutnya itu.
Ketika tangan kanan Gak Lam kun ditarik keluar, maka diantara jepitan jari tangannya
telah bertambah dengan sebuah lidah yang penuh berlepotan darah.
Sekarang Ou Yong hu sudah tak sanggup berteriak minta tolong atau mohon ampun
lagi, jeritan-jeritan sakitnya hanya kedengaran seperti raungan parau yang tak sedap
didengar, bahkan setiap kali ia berteriak, darah kental ikut pula menyembur keluar.
Tampaknya rasa dendam dan hawa amarah yang berkobar didalam dada Gak Lam kun
belum juga berakhir, cakar naga ditangan kanannya seperti kalap mencakar, menarik,
membetot dan merobek sekujur tubuh Ou Yong hu secara keji.
Setiap kali melancarkan cengkeraman, lima buah mulut luka yang sangat dalam segera
muncul diatas tubuhnya begitu dalam cengkeramannya itu sehingga tulang putih pun
sampai terlihat sekejap mata kemudian darah kental telah membasahi seluruh tubuhnya.

Puluhan kali cakaran kemudian seluruh badan Ou Yong hu dari atas kebawah sudah
tiada yang utuh lagi darah kental telah membasahi seluruh tubuhnya waktu itulah Gak
Lam kun baru menghentikan cara penganiayaannya yang brutal kejam dan tak kenal
perikemanusiaan itu.
Pelan-pelan topeng naganya dilepaskan cakar naga perenggut nyawa dicopot dan iapun
mengenakan kembali jubah hijaunya.
Sinar matanya yang dingin menyeramkan dialihkan sekejap keatas wajah Ou Yong hu
yang masih mengejang keras dan berguling kian kemari sambil melolong ngeri itu.
Mukanya sama sekali tanpa emosi, air mukanya yang dingin dan ketus sedikitpun tidak
memancarkan rasa kasihan atau iba hati.
Dengan tenang diperhatikan sekejap keadaan Ou Yong hu yang tersiksa dan amat
menderita menjelang saat ajalnya, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun pergi
meninggalkan lawannya yang sekarat dan menjelang tibanya sakratul maut.
Menanti bayangan punggung si anak muda itu sudah jauh meninggalkan tempat itu,
dari balik semak belukar baru muncul dua buah batok kepala manusia, menyusul
kemudian berdirilah dua orang jago persilatan.
Dengan langkah tubuh yang sangat berhati-hati mereka menghampiri kesisi tubuh Ou
Yong hu, sedangkan perasaan hatinya anat tidak tenteram, denyut nadinya terasa
berdetak lebih cepat daripada keadaan semula.
Keadaan Ou Yong hu yang seram dan mengerikan benar-benar sangat mengejutkan
perasaan kedua orang itu.
Mau tak mau mereka harus bersiap sedia pula sebab pembalasan yang begitu brutal
dan mengerikan itu tak lama kemudian akan menimpa pula mereka berdua.
Akhirnya tubuh Ou Yong hu yang berguling-guling berhenti juga, tapi seluruh badannya
masih mengejang keras karena kesakitan, gemetar keras membuat badannya seperti
bergelombang, rintihan parau yang tak sedap didengarpun mendesis tiada hentinya dari
balik bibirnya yang telah tak berlidah itu.
Darah kental meleleh keluar segumpal demi segumpal, keadaan semacam itu betul
betul mengerikan sekali dan mendirikan bulu kuduk siapapun yang melihatnya.
Kakek gemuk pendek yang ada disebelah kiri itu tiba-tiba berbisik lirih:
“Saudara Kongsun, coba kau lihat cara bajingan itu membunuh orang betul betul amat
brutal, kejam dan tak mengenal peri kemanusiaan”
Kiu wi hou (rase berekor sembilan) Kongsun Po yang bermuka licik dan penuh dengan
segala tipu muslihat itu mendehem beberapa kali, kemudian baru sahutnya:
“Say heng bagaimanapun juga kita harus berusaha untuk melenyapkan orang ini dari
muka bumi!”

“Tapi… dengan kekuatan kita berdua aku rasa masih belum sanggup untuk
menundukkan orang itu” ujar Giok bin sin ang (kakek sakti berwajah pualam) Say Khi pit.
Ou Yong hu yang berada diatas permukaan tanah rupanya masih sempat mendengar
pembicaraan dari kedua orang itu, tenggorokannya kembali memperdengarkan suara
gemerutuk yang amat parau dan mengerikan.
Ditinjau dari suaranya itu, seakan-akan ia sedang mohon bantuan dari kedua orang itu
untuk membebaskannya dari siksaan yang tak tertahankan lagi itu.
Si Rase berekor sambilan Kongsun Po tertawa kering, lalu katanya kemudian:
“Tua bangka she Ou, beristirahatlah dengan tenang, kami pasti akan membalaskan
sakit hatimu itu”
Selesai berkata demikian, teiapak tangannya segera dibabat kebawah, diantara
gulungan angin tajam itu, nyawa Ou Yong hu pun terlepas dari tubuh kasarnya yang amat
menyiksa diri itu, kini tinggalkan sesosok mayat yang kaku dan berada dalam keadaan
menyeramkan.
Rase berekor sembilan Kongsun po kembali tertawa seram, katanya kembali:
“Say heng, setelah kita mempunyai bukti nyata dengan mayat dari tua bangka she Ou
ini, rasanya tidak sulit untuk memancing kemarahan khalayak ramai, marilah kita bekerja
sama untuk melenyapkan bangsat itu dari muka bumi”
Baru selesai ia berkata, terdengar seseorang telah menyambung sambil tertawa ringan:
“Saudara Kongsun, sekalipun caramu itu tidak jelek, tapi situasi yang kita hadapi
sekarang jauh berbeda, siapakah diantara jago persilatan didunia dewasa ini yang tidak
tahu kalau persoalan ini menyangkut soal balas membalas yang telah berlangsung turun
temurun?”
Mendengar perkataan itu, si Rase berekor sembilan serta si Kakek sakti berwajah
pualam segera berpaling kearah mana berasalnya suara tersebut…
Tampak seorang laki-laki tampan yang amat romantis berdiri kurang lebih beberapa
kaki dibelakang mereka, siapa lagi orang itu kalau bukan Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi.
Kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit merasa agak tertegun, ia tidak mengira kalau
secara diam-diam Hoa Kok khi telah menyusup hanya beberapa kaki saja dibelakang
mereka.
Coba kalau tidak mendengar suara teguran tersebut, mungkin mereka berdua masih
belum menyadari akan kehadirannya, untung ia tidak bermaksud mencelakai mereka, coba
kalau tidak demikian, mungkin nyawa mereka berdua sudah melayang semenjak tadi.
Si Rase berekor sembilan Kongsun Po tertawa terkekeh-kekeh, kemudian serunya:
“Heeeeh… heeeehh… heeeeehh… rupanya saudara Hoa juga telah sampai dipulau ini
Hmm… hmm… tampaknya kau juga ikut menyaksikan tragedi itu bukan?”

Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tersenyum.
“Betul kita semua telah ikut menyaksikan adegan tersebut, namun tak seorangpun
diantara kita yang secara sukarela bersedia menolong jiwa tua bangka she Ou itu”
“Saudara Hoa, apa maksud dari ucapanmu itu?” tegur kakek sakti berwajah pualam Say
Khi pit.
Kembali Hoa Kok khi tertawa:
“Perkataanku sama sekali tidak mengandung arti tertentu aku cuma maksudkan
andaikata kita bertiga mau menolong tua bangsa she Ou, paling tidak ia tak akan mampus
secara demikian mengerikan, tapi… haaaahhh… haaaah… haaaahh… kita semua samasama
mempunyai kepentingan pribadi, ternyata tidak seorangpun diantara kita yang turun
tangan memberi bantuan!”
Si Rase berekor sembilan Kongsun Po tertawa kering, katanya pula:
“Perkataan saudara Hoa memang benar juga, tapi kaupun harus tahu apa alasan kami
sehingga tidak turun tangan untuk memberi bantuan..?”
“Haaah… haaah… haaah… mana, mana!” Thiat kiam Kuncu tertawa tergelak, “pada
hakekatnya tua bangka she Ou adalah kuku garudanya perkumpulan Thi eng pang, jika ia
dibiarkan hidup terus akibatnya hanya akan menambah kekuatan dari perkumpulan Thi
eng pang saja”
“Saudara Hoa memang betul-betul orang pintar yang mengetahui untung ruginya suatu
persoalan” puji rase berekor sembilan Kongsun po dengan suara serak cuma dari antara
sahabat-sahabat tebing Yan po gan yang telah berkumpul disini sekarang, kecuali tua
bangka Ou dan Kwik To situa renta itu, kita bertiga sudah seharusnya mengambil suatu
tindakan cerdik”
“Benar! Benar sekali! Justru siaute memang ada maksud untuk mengajak saudara
berdua merundingkan persoalan ini” sambung Thiat kiam kuncu tertawa.
“Saudara Hoa, Apalagi yang perlu kita rundingkan? Jelaslah sudah bahwa bila bersatu
kita teguh bila bercerai kita runtuh, aku rasa kita masing-masing juga telah mengetahui
sampai dimana letak kelihayan dari masalah ini”
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa bangga, katanya:
“Bagus sekali,bagus sekali, kalau begitu siaute pun tak ingin banyak berbicara lagi, Kui
to Thian yu to-heng ada dilembah bukit sebelah depan sana mari kita menyusul kesitu
untuk bersama-sama merundingkan persoalan besar ini”
Sehabis berkata dia lantas berangkat lebih dulu meninggalkan tempat itu.
Si Rase berekor sembilan Kongsun Po dan Kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit
saling berpandangan sekejap, akhirnya merekapun berangkat mengikuti dibelakang
rekannya.

Setelah membinasakan Ou Yong hu, pelbagai ingatan segera berkecamuk dalam benak
Gak Lam kun, ia selalu bertanya kepada diri sendiri apakah caranya turun tangan kelewat
brutal atau tidak..?
Pertanyaan semacam itu seringkali akan memenuhi benak seseorang dikala ia selesai
membunuh seseorang tapi bagaimanapun berusaha memutar otak tiada jawaban yang
berhasil didapatkan, selama tiga tahun belakangan ini, boleh dibilang jalan pemikirannya
selalu menjumpai pertentangan-pertentangan yang saling bertolak belakang.
Tanpa terasa sampailah Gak Lam kun digedung kediaman Bwe Li pek, dibawah sorot
Cahaya matahari, tampak Bwe Li pek dengan tenang berdiri diatas sebuah jembatan kayu,
ia berdiri sambil bergendong tangan dan sedikitpun tidak berkutik, seakan-akan ketika itu
ia sedang memikirkan sesuatu persoalan?
Tiba-tiba Bwe Li Pek berpaling, diantara sepasang biji matanya yang jeli tampak basah
oleh airmata, mukanya murung dan layu noda airmata masih membekas diatas wajahnya.
Sambil tertawa sedih, ia lantas bertanya:
“Apakah kau telah membunuh Ou Yong hu?”
Pertanyaan tersebut membuat Gak Lam kun menjadi tertegun, selang sesaat kemudian
ia baru menjawab:
“Yaa, aku telah membunuhnya? Apakah nona Bwe telah menyaksikan pula peristiwa
tersebut?”
Tiba-tiba dari balik mata Bwe Li pek yang jeli memancar keluar sinar yang lembut dan
hangat tanyanya dengan suara lirih:
“Mengapa kau selalu memandang begitu serius masalah dendam sakit hati..?”
Seka1i lagi Gak Lam kun dibikin tertegun oleh pertanyaan itu, kali ini ia berdiri
termangu sampai setengah harian lamanya tanpa sanggup mengucapkan sepatah
katapun.
Bwe Li pek segera menghela napas panjang, katanya lagi:
“Tahukah kau bagaimana akibatnya dari bunuh membunuh yang tiada akhirnya ini?”
“Ucapan nona Bwe memang sangat tepat, cuma aku ingin bertanya kepadamu,
seandainya kau mempunyai sakit hati atas terbunuhnya orang tuamu, apakah kau tidak
berusaha untuk membalasnya?” kata Gak Lam kun dengan suara dingin.
Ketika mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba saja dua titik airmata jatuh berlinang
membasahi pipinya, secara diam-diam ia berusaha untuk meresapi pertanyaan dari Gak
Lam kun serta berusaha untuk mencari jawabannya yang tepat.
“Seandainya kau terikat dendam karena pembunuhan atas ayahmu, apakah kau harus
membayarnya..? Apakah kau harus menuntut dan menagihnya..?”

Ji Cing ping wahai Ji Cing ping! Ia telah meninggalkan kau, hubungan cinta telah
berakhir, karena apakah ini?
Karena apakah ini? Karena membalas dendam? Karena sakit hati?
Yaa, benar! Demi membalas sakit hati! Tapi, kenapa kau tidak segera membalas
dendam? Kenapa tidak kau lakukan?
Dengan cara yang keji dan tak berperi kemanusiaan ia telah membunuh orang tuamu,
kaupun pernah menggunakan Bi jin ki (siasat perempuan cantik) untuk mencelakai
jiwanya… beberapa kali ingin membunuhnya… tapi sampai sekarang kenapa kau belum
juga turun tangan? sebaliknya malah berulangkali membantunya?
Mungkinkah karena cinta? Mungkinkah bibit cinta masih tertanam dalam hatimu?
Akhirnya ia tertawa getir dan bersenandung dengan suara yang amat lirih:
“Airmata mengering dalam kedukaan, jauh terkenang masa yang silam… manusia nun
jauh diujung langit…”
Bergumam sampai disitu, tiba-tiba tanpa mengucapkan sepatah katapun ia putar badan
dan berjalan menuju keutara.
Gak Lam kun menyaksikan perbuatan diatas wajahnya, iapun mendengar
senandungannya itu, tapi pikirannya terasa bimbang dan kosong, ia tak tahu apa salahnya
dengan pertanyaan yang ia ajukan tadi?
Dengan cepat Gak Lam kun memburu beberapa langkah kedepan, kemudian serunya:
“Nona Bwe, bersediakah kau untuk berhenti sebentar saja…”
Bwe Li pek berpaling dan tertawa, sahutnya:
“Perasaan kesemsem hanya menambah beribu-ribu kesedihan apa gunanya kau…”
Ketika berbicara sampai disitu, ia tak dapat mengendalikan luapan perasaannya lagi,
butiran airmata tampak jatuh bercucuran membasahi pipinya…
Terkesiap Gak Lam kun sesudah mendengar ucapan tersebut, untuk sesaat lamanya ia
sampai berdiri tertegun.
ooooooooooooo0000000000ooooooooooooo
Jangan-jangan ia sudah menaruh bibit cinta kepadaku? demikian pikirnya dihati, “wah,
celaka juga begini! Kalau bilang tidak, apapula maksudnya dengan mengucapkan katakata
seperti itu, aaai..!
Apakah ia tidak tahu kalau aku sudah tak dapat hidup lebih lama lagi…”
Sekalipun sedang bermimpi Gak Lam kun juga tak akan mengira kalau Bwe Li pek,
ketua perguruan panah bercinta yang berdiri dihadapannya sekarang tak lain adalah Ji Cin

peng, kekasih yang paling dihormati dan paling disayangi sepanjang hidupnya, atau
dengan perkataan lain dia bukan lain adalah encinya Ji Kiu liong.
Padahal berbicara sesungguhnya, jangankan Gak Lam kun tidak tahu sekalipun Ji Kiu
liong sendiri juga tidak mengira kalau Bwe Li pek bukan lain adalah encinya yang sudah
mati dua tahun.
Rupanya ia telah merubah wajahnya sedemikian rupa dengan ilmu menyaru muka, tak
heran kalau tak seorangpun yang dapat mengenali kembali raut wajah aslinya.
Tentang hubungan cinta dan dendam antara Ji Cin peng dengan Gak Lam kun, akan
diceritakan kemudian pada bagian yang lain!
Sementara itu Gak Lam kun telah menghela napas sedih, katanya:
“Nona Bwe, benarkah kau hendak pergi dengan begitu saja?”
Tiba-tiba Ji Cing pen menggigit bibirnya, dengan tangan kiri ia melepaskan ikat
kepalanya sehingga rambut yang panjang dan hitam segera terurai kebawah, sementara
tangan kanannya merobek jubah panjangnya yang berwarna putih dan tampaklah
seperangkat pakaian ringkas berwarna gelap yang berukirkan burung hong putih diatas
dadanya.
Dengan pakaiannya yang ketat terlihat pula lekukan tubuhnya yang mungil dan indah,
ini semua menambah kecantikan dan daya pesona dari gadis tersebut.
Gak Lam kun yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun dengan sepasang mata
terbelalak lebar, potongan badan semacam ini terasa amat dikenal olehnya, sebab itulah
potongan badan Ji Cin peng, kekasihnya yang telah tiada.
Secara tiba-tiba saja Gak Lam kun teringat kembali dengan kenangan lamanya, disaat
mereka berdua masih berdampingan serta melewatkan kehidupan mereka dengan penuh
kemesraan dan kehangatan… untuk sesaat ia merasa emosinya meluap didalam dada,
airmata pun tanpa terasa jatuh bercucuran.
Airmata Ji Cin peng setetes demi setetes meleleh keluar, saat ini dia hanya berharap
agar ia tak mengenali wajah aslinya, maka akibatnya sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Sekalipun ia berniat untuk membalas dendam atas sakit hatinya, tetapi… bibit cinta
yang sudah terlanjur tertanam dalam hatinya membuat ia selalu tak tega untuk
melaksanakan niatnya itu.
Bukan saja Ji Cin peng telah melahirkan seorang anak lelaki untuk Gak Lam kun,
lagipula ia memang betul-betul sangat mencintainya.
Tapi, Gak Lam kun justru adalah musuh besar pembunuh orang tuanya…
Ia berusaha mengendalikan jalan pikirannya, berusaha untuk tidak mencintai
pembunuh orang tuanya, tapi dasar hati kecilnya justru berkata bahwa ia benar-benar
mencintai musuh besarnya ini.

Pengendalian perasaan yang saling bertentangan ini selama banyak tahun selalu
berkecamuk dan menghantui jalan pikirannya, tapi selalu saja Ji Cin peng gagal untuk
mengambil suatu keputusan yang pasti.
Ia amat menyesal, ia menyesal kepada dirinya karena tidak seharusnya ia mencintai
pemuda itu.
Sambil menangis terisak kata Ji Cin peng:
“Sejak dua tahun berselang aku telah mengangkat sumpah, aku tidak akan
memperlihatkan wajah asliku sebagai seorang gadis dihadapan orang lain, hari ini aku
telah menjumpaimu dengan wajah asliku, itu berarti jodoh kita telah berakhir, sejak ini kita
akan dihalangi oleh ujung langit yang berbeda serta tanah perbukitan yang beribu-ribu li
panjangnya, kau ketimur aku kebarat dan sulit untuk saling berjumpa kembali. Kau… kau
haruslah baik-baik menjaga diri!”
Selesai berkata, ia lantas putar badan sambil melompat pergi dari situ, sesaat kemudian
tubuhnya sudah berada lima kaki jauhnya dari kedudukan semula.
Entah mengapa, tiba-tiba Gak Lam kun berteriak keras-keras:
“Nona Bwee..! adik Peng..!”
Ucapan ‘adik Peng’ ternyata mendatangkan daya pengaruh yang luar biasa, seketika itu
juga Ji Cin peng merasakan hatinya amat sakit seperti ditusuk-tusuk dengan pisau belati,
tanpa sadar ia menghentikan langkah kakinya, airmata seperti hujan gerimis mengucur
keluar tiada hentinya.
Dengan dua tiga kali lompatan Gak Lam kun telah memburu kesamping tubuhnya,
melihat rambutnya yang kalut terhembus angin, matanya yang basah oleh airmata, ia
merasa hatinya sedih hingga tanpa terasa airmata ikut bercucuran.
Ji Cin peng dapat menyaksikan keadaan pemuda itu, terutama wajahnya yang begitu
layu dan sedih, airmatanya yang setetes demi setetes meleleh keluar membasahi
tubuhnya… ia hanya berdiri termangu seperti sebuah patung arca, tidak berbicara pun
tidak bergerak.
Lama kelamaan luluh juga perasaan gadis itu, diambilnya sebuah sapu tangan dari
sakunya lalu disekanya airmata yang membasahi wajah Gak Lam kun.
Dalam keadaan itu, Ji Cin peng seakan-akan sudah melupakan sumpahnya, ia tak
sanggup mengendalikan jalan pikirannya yang telah ditekan selama dua tahun belakang
ini, dia seakan-akan telah berubah menjadi seorang manusia yang lain.
Kesombongan dan keangkuhannya kini telah berubah menjadi cinta kasih yang lembut,
badannya berdiri makin menempel disisi pemuda itu, bau harum yang tersebar keluar dari
tubuhnya menambah daya pesona dan rangsangan yang membuat orang menjadi mabuk.
Ketika Gak Lam kun mengendus bau harum itu jantungnya kontan berdenyut lebih
cepat dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, sepasang tangan Ji Cin peng yang
lembut dan halus itu tahu-tahu sudah digenggamnya erat-erat.

Ketika empat mata saling bertemu, kedua orang itu sama-sama bungkam dalam seribu
bahasa.
Padahal dalam keadaan seperti ini mereka memang tak perlu berkata apa-apa lagi,
pertemuan antara empat buah mata sudah cukup mengontak batin masing-masing,
hubungan batin itu jauh lebih menang dari beribu-ribu kata mesra.
Ketika sepasang tangan Ji Cin peng digenggam erat-erat, rasa cintanya yang memang
sudah tertekan lama sekali dalam hatinya kini betul-betul tak dapat dikendalikan lagi.
Akhirnya ia menempelkan wajahnya diatas dada Gak Lam kun, kemudian tubuhnya
bersandar dalam pelukan mesra anak muda tersebut.
Berhadapan dengan gadis cantik rupawan yang indah bagaikan sekuntum bunga ini,
tentu saja Gak Lam kun tak dapat mengendalikan perasaannya lagi, dia merentangkan
sepasang tangannya dan memeluk gadis itu dengan penuh kehangatan.
Tiba-tiba… kenangan lama secepat kilat melintas dalam benak Ji Cin peng, ia merasa
kepalanya bagaikan diguyur dengan sebaskom air dingin, hatinya merasa amat tercekat
dan otaknya menjadi sadar kembali, pelan-pelan ia mendorong Gak Lam kun yang masih
mendekap tubuhnya erat-erat itu.
Gak Lam kun segera mundur selangkah lalu sambil tertawa sedih katanya lirih:
“Maaf nona Bwe, harap kau suka memaafkan kecerobohanku barusan, sebab potongan
badanmu serta segala tingkah lakumu membuat aku menjadi teringat kembali dengan
kekasihku yang telah tiada…”
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut, tidak bisa ditahan lagi airmata jatuh
bercucuran membasahi wajah Gak Lam kun.
Dari sini dapat diketahui bahwa cinta Gak Lam kun terhadap Ji Cin peng betul-betul
sudah mendalam sekali hingga merasuk kedalam tulang sumsum…
Ketika mendengar ucapan itu, Ji cin peng merasakan hatinya seperti ditembusi dengan
sebatang anak panah sekujur badannya gemetar keras, sepasang matanya berkaca-kaca
dan memandang kearah wajah Gak Lam kun tanpa berkedip, lama sekali ia tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
Gak Lam kun berhenti sejenak, lalu kembali katanya:
“Atas pertolongan nona Bwe yang selalu membantu diriku, serta kesediaan nona untuk
menganggapku sebagai seorang sahabat, aku Gak Lam kun akan mengukir selalu semua
kebaikan nona didalam hati, bila perbuatanku barusan telah menyinggung perasaanmu,
akupun mohon agar nona sudi memaafkannya”
Pelan-pelan Ji Cin peng pulih kembali dalam ketenangannya, ia tertawa ewa lalu
bertanya:
“Tadi, kau menyebutku sebagai adik Peng, bolehkah aku tahu apakah nama itu adalah
nama dari kekasihmu?”

Dengan amat sedih Gak Lam kun tertawa getir.
Dia bernama Ji Cin peng, yaitu encinya Ji Kiu liong, adik angkatku itu, raut mukanya
banyak bagian yang mirip dengan wajahnya, mana cantik, lembut dan baik hati lagi…
aaai…”
Dengan sedih ia menghela napas panjang, setelah berhenti sebentar ia baru berkata
lebih jauh:
“Sayang gadis secantik dia harus diberi usia yang begitu pendek, aku harus berpisah
untuk selamanya dengan dia kekasihku seorang…”
Kembali Gak Lam kun tak dapat mengendalikan luapan emosinya, airmata yang meleleh
keluar makin deras lagi membasahi pipinya.
Ji Cin Peng merasa ususnya seperti dililit dengan jepitan, hatinya sakit seperti disayatsayat
pisau, kesedihan yang mencekam perasaannya saat ini benar-benar sukar dilukiskan
dengan kata-kata.
Dengan perasaan yang sedih dan murung diam-diam ia berbisik dalam hati kecilnya:
“Engkoh Gak… ooh engkoh Gak… akulah adik Peng mu! Tapi… tapi… kau adalah musuh
besar pembunuh orang tuaku, aku tak dapat kawin dengan seorang musuh besar
pembunuh orang tuaku, tapi aku mecintaimu, aku benar-benar amat menyayangimu, aku
tak ingin membinasakan dirimu.”
“Oh Thian! Apa yang harus dilakukan sekarang? dendam sakit hati terbunuhnya orang
tua lebih dalam dari samudra sebagai putra putrinya dendam sakit hati tak boleh tidak
dibalas, kalau tidak bagaimanakah pertanggungan jawabku terhadap arwah ayah dan ibu
dialam baka?”
“Ooh..! Ohh… ibu..! Maafkanlah aku, kasihanilah bocah cilik itu jika Gak Lam kun
sampai mati, akupun tak ingin hidup lebih jauh, tapi bocah itu baru berusia dua tahun,
bagaimanapun juga ia tak boleh hidup sebatangkara tanpa ayah tanpa bunda…”
Ji Cin peng sesungguhnya adalah seorang anak yang berbakti tapi setelah menghadapi
pilihan antara cinta dan dendam, ia menjadi bingung dan kalut, ia tak tahu musti
menjatuhkan pilihannya kemana…
Tiba-tiba dari sakunya Gak Lam kun mengeluarkan pedang pendek tersebut, sambil
diangsurkan kedepan ia berkata:
“Nona Bwe, terima kasih banyak atas pedangmu yang bersedia kau pinjamkan
kepadaku, dan sekarang akupun akan menepati janji dengan mengembalikan pedang ini
kepadamu”
“Apa salahnya kalau kau gunakan beberapa hari lagi?” bisik Ji Cin peng sambil
menghela napas sedih.
Gak Lam kun tertawa getir, ujarnya:

“Saat kematiaa dari aku orang she Gak sudah hampir tiba, aku kuatir pedang mustika
ini akan hilang bila berada ditanganku, maka lebih baik kukirim kembali daripada
meminjamnya lebih jauh.”
Ketika mendengar perkataan itu, Ji Cin peng menjadi tertegun, segera tanyanya:
“Apa kau bilang? Apa yang kau maksudkan?”
Gak Lam kun tertawa ewa.
“Usia aku orang she Gak hanya tinggal tujuh hari saja!” katanya.
Mendengar kata-kata tersebut, paras muka Ji Cin peng kembali mengalami perubahan
hebat, serunya dengan suara gemetar.
“Kau… tujuh hari lagi kau akan mati, ke… kenapa?”
Rasa sayang, kuatir, ingin tahu dan sedih hampir seluruhnya tertuang dalam ucapannya
itu.
Gak Lam kun merasa amat senang menyaksikan kekuatiran orang, ia menghela napas
sedih, sahutnya:
“Aku orang she Gak bisa memperoleh perhatian serta rasa kasih sayang dari seorang
perempuan macam kau, sekalipun mati akupun akan mati dengan perasaan tenang”
Dalam pada itu wajah Gak Lam kun diliputi ketenangan, dan kedamaian, ia sama sekali
tidak merasakan sedih atau ngerinya menghadapi kematian.
Sebab dalam hidupnya, asal bisa memperoleh perhatian dari seorang gadis secantik itu,
ia sudah merasa amat puas sekali.
Ketika Ji Cin peng menyaksikan pemuda itu tidak menjawab, perasaannya makin
bergolak, katanya lebih jauh:
“Kenapa tidak kau katakan? Hayolah katakan! Kenapa kau bakal mati..? Kenapa..?”
Sekali lagi Gak Lam kun menghela napas panjang.
“Aaai… nona Bwee, terima kasih banyak atas perhatianmu, kendatipun aku orang she
Gak sudah berada dialam baka nanti, tak akan kulupakan budi kebaikanmu itu, aaa..!
kenapa aku harus mati? Karena aku telah terkena pukulan beracun Tay siu im khi dari
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi. Padahal aku masih banyak urusan yang belum
terselesaikan, masa aku pingin mampus tanpa sebab. Inilah nasibku, nasib telah
menentukan agar aku menyambut datangnya tangan maut…”
Tak terkirakan rasa sedih Ji Cin peng mendengar uraian tersebut, hatinya bagaikan
disayat-sayat dengan pisau, tanyanya dengan penuh perasaan gelisah:
“Kapankah kau terkena ilmu pukulan Tay siu im khi tersebut?”

Gak Lam kun mendongakkan kepalanya memandang sang surya yang telah
menunjukkan tengah hari, lalu menghela napas sedih.
“Kejadian itu sudah berlangsung tujuh jam berselang, luka itu selamanya tak mungkin
bisa diobati lagi”
Agak tertegun Ji Cin peng sesudah mendengar kata-kata itu, ia tampak termenung
sebentar untuk memikirkan persoalan itu, tampaknya ia sedang berusaha memikirkan
bagaimana caranya untuk menyembuhkan luka akibat pukulan beracun itu.
Tiba-tiba ia menengadah kembali, lalu ditatapnya Gak Lam kun dengan serius katanya:
“Seandainya aku mempunyai cara pengobatan untuk menghindari kematian yang bakal
kau alami tujuh hari mendatang, apakah kau bersedia menerima pengobatan tersebut”
Berita ini sangat mengejutkan Gak Lam kun.
Sebagaimana diketahui si anak muda itupun terhitung seorang jago silat kelas satu
dalam dunia persilatan, tentu saja dia cukup mengetahui sampai dimanakah lihaynya ilmu
pukulan Tay siu im khi tersebut, dia pun tahu barangsiapa terkena ilmu pukulan beracun
tadi maka lukanya tak akan tersembuhkan lagi.
Sekalipun ada yang bisa menyembuhkan, itupun terbatas hanya beberapa orang saja,
tak mungkin dalam waktu sesingkat itu, dia dapat menemukan orang-orang yang
dimaksudkan.
Maka setelah mendengar tawaran itu, timbul kembali harapan hidup dalam hati Gak
Lam kun, segera ujarnya:
“Jangankan manusia, binatang, burung bahkan semutpun kepingin hidup lebih lama
didunia ini cuma aku percaya bahwa penyakitku sudah tak mungkin bisa diobati lagi.
Ji Cin peng manggut-manggut.
“Akupun tahu bahwa penyakitmu itu adalah suatu penyakit yang tak ada obatnya,
sekalipun dunia persilatan amat luas, menurut apa yang kuketahui hanya ada tiga empat
orang saja yang dapat menyembuhkan luka akibat pukulan Tay siu im khi itu…”
Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, tiba-tiba terdengar seseorang tertawa
tergelak, menyusul kemudian ujarnya dengan suara lantang:
“Empat orang yang nona maksudkan rupanya adalah Tok liong Cuncu Yo long, Soat san
thian li, Lam hay sin ni dan masih ada seorang lagi entah siapa? Apakah kau bersedia
memberitahukan kepadaku?”
Ditengah pembicaraan itu, dari ruang sebelah barat daya muncul seorang laki-laki
setengah umur yang berwajah tampan, siapa lagi orang itu kalau bukan Thiat kiam kuncu
Hoa Kok khi!
Melihat musuh besarnya muncul didepan mata, Gak Lam kun segera merasakan hawa
amarah berupa api dendam yang berkobar dalam dadanya bergolak hebat.

Jilid 11
Ji Cin peng agak terkejut juga ketika menyaksikan kemunculan Hoa Kok khi ditempat
itu, mencorong sinar tajam dari balik matanya yang jeli, setelah menatap sekejap wajah
lawannya dengan pandangan sedingin es, ia bertanya ketus, “Boleh aku tahu, apakah
saudara adalah manusia yang bernama Thiat kiam kuncu (lelaki sejati berpedang baja)
Hoa Kok khi?”
“Tidak berani, tidak berani, akulah orang she Hoa apakah nona adalah ketua dari
perguruan panah bercinta?”
Ji Cin peng mendengus dingin.
“Hmm..! Ada persoalan apa kau datang kemari?” tegurnya kemudian setelah berhenti
sejenak.
Dengan ujung matanya Hoa Kok khi menyapu sekejap wajah Gak Lam kun, lalu sambil
tertawa ringan ia menjawab, “Perkataan dari nona memang tidak salah, adapun
kedatangan aku orang she Hoa adalah untuk mencari Gak lote.
Gak Lam kun mendengus dingin.
“Hmm..! Hoa Kok-khi, kalau kau memang datang untuk menghantar kematianmu
sendiri, jangan salahkan kalau aku orang she Gak akan bertindak keji kepadamu”
Sekali lagi Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok-khi tertawa terbahak-bahak.
“Haaah… haaah… haaah… Gak Lote, kau jangan salah paham, aku orang she Hoa
datang kemari justru hendak mengajakmu untuk membicarakan suatu usaha barter”
“Barter apalagi yang hendak dibicarakan?” Gak Lam kun semakin naik darah, “kau tak
usah kuatir, aku orang she Gak tidak akan menerima syaratmu sekalipun aku bakal mati.
Hoa Kok khi tertawa.
“Tapi kau musti tahu racun dari Tay siu im khi tak akan bisa dibebaskan oleh siapa
pun!”
Dengan sinis dan penah nada menghina Gak Lam kun mendengus dingin, katanya: 4
“Sebagai seorang lelaki sejati, hidup tak perlu digirangkan, kenapa mati musti
dirisaukan? Kau tak usah menggunakan ancaman mati untuk menggertak aku orang she
Gak… Hmm! Tapi sebelum menjelang saat kematianku, kaupun jangan harap bisa lolos
dari kematian pula ditanganku”
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi kembali tersenyum.
“Kagum, kagum, sungguh mengagumkan!” pujinya, “kau memang betul-betul seorang
manusia yang luar biasa, aku orang she Hoa paling mengagumi manusia berjiwa ksatria

semacam kau, karena akupun tidak tega untuk turun tangan membinasakan dirimu, coba
kalau tidak…”
Mendengar perkataan itu, kemarahan Gak Lam kun kontan saja berkobar kembali, ia
tertawa dingin dengan nada yang menyeramkan, kemudian ejeknya dengan sinis, “Hmm…
anggapanmu kau sanggup membunuhku dengan kepandaian silat yang kau miliki?”
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi kembali tertawa.
“Gak lote!” demikian katanya, “berbicara menurut ilmu silat yang kau miliki, tidak
banyak jago persilatan didunia ini yang sanggup memiliki ilmu silat setarap denganmu,
boleh dibilang ilmu silatmu sudah cukup menjagoi seluruh dunia, tapi kalau ingin
memimpin umat persilatan terpaksa kepandaianmu musti dilatih puluhan tahun lagi.
Sedang mengetahui kepandaian silat yang aku orang she Hoa miliki, entah bagaimanakah
pendapat dari Gak lote?”
“Tentu saja jago pilihan!” sahut Gak Lam kun dengan suara yang sangat hambar.
Hoa Kok khi tersenyum.
“Terima kasih banyak, terima kasih banyak atas pujianmu” katanya, “sejak dua puluh
tahun berselang aku orang she Hoa sudah disebut orang jago nomor satu dalam dunia
persilatan, sampai kini aku rasa nama baik tersebut belum sampai kunodai, haahh…
haaahh… haaahh… terlepas dari taraf ilmu silat yang kita miliki, menyinggung soal
pengetahuan dalam dunia persilatan maupun kecerdasan otak, aku orang she Hoa percaya
masih sanggup untuk mengalahkan Gak lote. Kentongan kelima berselang, ketika kau
membunuh si Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu secara keji, bila aku muncul tepat
pada waktunya untuk menghalangi niatmu itu, aku yakin kau tak akan sanggup
membunuh orang she Ou itu seperti apa yang kau kehendaki, waktu itu si Kakek sakti
berwajah pualam dari bukit Sian ngo tay san dan Kongsun po dari bukit Hoa san juga
bersembunyi disekitar sana, bayangkan sendiri lote sanggupkah kau melawan kerubutan
dari empat orang jago lihay sekaligus?”
Ketika mendengar ucapan tersebut, Gak Lam kun merasakan hatinya bergetar keras,
sukar dilukiskan betapa terkejutnya begitu berbahaya dan banyak tipu muslihatnya coba
kalau waktu itu mereka muncul berbareng, kemudian bersama-sama mengerubutinya, tak
bisa disangkal lagi jiwanya lebih banyak terancam bahaya maut daripada keberuntungan.
“Hoa Kok khi!” tiba-tiba Ji Cin peng menegur dengan suara dingin sekarang
sanggupkah kau mengobati luka racunnya itu?
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi mengelus jenggotnya dan tersenyum.
“Asal dia menyanggupi untuk sebuah permintaanku, tanggung penyakitnya itu akan
lenyap hingga tak berbekas”
Tiba-tiba Ji Cin peng menubruk maju tiga langkah serunya lagi dengan suara dingin,
“Apakah obat itu berada disakumu?”
Sambil berkata, kelima jari tangan kirinya segera direntangkan kemudian secepat kilat
melancarkan cengkeraman kedepan.

Hoa Kok khi tergelak-gelak, teriaknya dengan suara lantang, “Obat itu tidak berada
dalam sakuku bagaimanapun juga tidak seharusnya nona merampas dengan
menggunakan kekerasan!”
Sambil berkata diapun melepaskan sebuah pukulan dahsyat kemuka dengan jurus Ki
hong teng ciau (burung hong terbang, ular sakti melihat).
“Dengan cara menyergap kau telah melukai orang lain apa salahnya jika kugunakan
cara yang sama pula untuk menghadapi dirimu?” bentak Ji Cin peng dengan marah.
Dengan cekatan ia menghindarkan diri dari serangan Hoa Kok khi, kemudian sambil
memutar lengan dia lepaskan tiga buah serangan totokan, hal mana memaksa Hoa Kok
khi mau tak mau harus mundur dua langkah untuk melepaskan diri.
Diam-diam Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi berpikir didalam hatinya, “Ilmu
silat yang dimiliki perempuan ini sungguh amat lihay, dalam tiga buah serangan jarinya ini,
hampir kesemuanya merupakan ilmu mengebut baju menolak jalan darah yang maha
dahsyat… aku tak boleh memandang enteng dirinya!”
Hawa murninya segera dihimpun kembali menjadi satu, kemudian secara beruntun ia
lepaskan lima buah serangan berantai.
Kelima buah serangan itu tampaknya sangat enteng, biasa dan amat sederhana,
padahal dibalik kesederhanaan itu justeru terselip perubahan jurus yang tak terlukiskan
hebatnya, dalam waktu singkat seluruh serangan jari tangan Ji Cin peng hampir telah
terbendung semuanya.
Melihat kehebatan lawannya, diam-diam Ji Cin peng mengerutkan dahinya, kemudian
berkata, “Rupanya kelima buah serangan yang kau pergunakan barusan, semuanya
merupakan jurus-jurus pukulan berhawa dingin dari perguruan Pek kut bun…”
Selesai berkata tubuhnya kembali menerjang kemuka, telapak tangan kirinya seperti
sebuah cakar burung elang langsung menyapu kedepan, sementara ujung jari telunjuk
dan jari tengah tangan kanannya melancarkan totokan langsung kemuka.
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi segera merasakan dibalik serangannya itu
terkadang banyak perubanan yang sangat aneh dan luar biasa karenanya untuk sesaat ia
tak sanggup mencarikan pemecahan untuk mematahkan ancaman tersebut dan lagi
diapun tak berani menyambut serangan itu dengan keras lawan keras, terpaksa tubuhnya
harus melompat kesamping untuk menghindarkan diri.
Ji Cin peng menghentikan tubuhnya, lalu berkata dengan dingin.
“Hmm..! Tampaknya kau memang seorang manusia yang tahu mutu serangan, kenapa
tidak kau sambut pukulan Ci cit kan kun (langsung menunjuk alam jagad) ku itu secara
langsung?
Hoa Kok khi tertawa terbahak-bahak.
“Haaah… haaah… haaah… ilmu silat yang nona miliki jauh diatas dugaan aku orang she
Hoa, aku betul-betul merasa kagum denganmu!”

“Hmm! Jika tahu diri, lebih baik cepat serahkan obat pemunahnya kepadaku.
Tiba-tiba terdengar Gak Lam kun membentak dengan penuh kegusaran, “Nona Bwe,
bantuanmu itu biar kuterima didalam hati saja, tapi maaf aku tak dapat menerimanya
dengan begitu saja.
Kena dibentak oleh Gak Lam kun, untuk sesaat lamanya Ji Cin peng berdiri tertegun,
hampir saja airmatanya jatuh bercucuran.
Dengan wajah yang merah padam, Gak Lam kun kembali berpaling kearah Hoa Kok khi
kemudian bentaknya.
“Hoa kok khi, dendam baru perhitungan lama kita lebih baik kita selesaikan sekarang
juga. Nah sambutlah seranganku ini!”
“Sreeet… dengan jurus sin liong jut sui (naga air) ia melancarkan sebuah pukulan
langsung kedepan.
Serangan itu dilancarkan Gak Lam kun dalam keadaan gusar kekuatannya benar-benar
hebat dan mengerikan sekali, seandainya sampai kena pada sasarannya, tak bisa
diragukan lagi orangnya tentu akan tewas atau paling tidak terluka parah.
Kedua orang itu sudah pernah terlibat satu kali dalam suatu pertarungan sengit,
dengan sendirinya mereka berduapun sama-sama telah memahami pula sampai
dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki lawannya, maka begitu melancarkan
serangan, dia telah mempergunakan tenaganya mencapai tujuh bagian.
Hoa kok khi segera silangkan tubuhnya sambil menghindarkan diri kesamping,
kemudian telapak tangannya diputar lalu disodok kedepan dengan jurus Peng ho kas tong
(sungai es mulai membeku)
Dengan jurus Liu thian jiu (tangan langit mengalir) Gak Lam kun menyambut pukulan
dari Hoa kok khi itu dengan tangan kirinya, kemudian sambil berpekik nyaring tubuhnya
kembali menerjang kedepan.
Hoa Kok khi segera memutar tangan kanannya dengan jurus im hong say tee (angin
dingin menyapu bumi) selapis bayangan telapak tangan segera tercipta menyelimuti
seluruh angkasa dibalik bayangan yang amat tebal itu terseliplah tenaga pukulan berhawa
dingin yang amat menusuk tulang, agaknya dia bermaksud hendak menahan gerak maju
dari Gak Lam kun.
Siapa tahu gerakan tubuh dari Gak Lam kun ternyata sangat aneh dan jauh diluar
dugaan, bukan saja ia dapat menghindarkan diri dari lapisan bayangan telapak tangan
yang melindungi tubuh Hoa kok khi, malah tubuhnya sempat menerjang maju lebih
kedepan.
Gerakan tubuh yang aneh dan maha sakti itu tak lain tak bukan adalah ilmu gerakan Ji
gi ngo heng jit seng liong heng sin hoat yang tiada tandingannya dikolong langit itu.
Bukan saja gerakan tersebut membuat Hoa Kok khi merasa sangat terperanjat,
sekalipun Ji Cin peng yang berada disamping ikut pula merasakan semangatnya berkobar

kembali, ia merasa hanya dengan suatu gerakan aneh ternyata, jurus serangan macam
apapun tak sanggup untuk membendung gerakan majunya.
Sesudah bergerak maju kedepan, Gak Lam kun menggerakkan sepasang tangannya
secara bersama dengan telapak tangan ditangan kiri ilmu jari ditangan kanan secara
beruntun dia lancarkan beberapa buah serangan berantai.
Didalam waktu singkat si anak muda itu telah melepaskan lima buah bacokan dan
sembilan totokan.
Kelima buah pukulan dan sembilan buah totokan itu bukan saja kesemuanya
dilancarkan dengan kecepatan luar biasa lagipula amat keji dan tidak kenal ampun, semua
sasaran tertuju pada jalan darah kematian, sebuah pukulan terarah pula pada bagianbagian
penting setiap serangan itu semuanya berbobot dan sanggup mencabut nyawa
manusia.
Termakan oleh serangkaian pukulan berantai yang dilancarkan hampir bersamaan
waktunya itu, Hoa Kok khi terdesak mundur berulangkali ketika ia berhasil lolos dari ketiga
belas buah serangan itu, secara kebetulan tubuhnya juga mundur sejauh tiga belas
langkah.
Gak Lam kun segera tertawa dingin, katanya, “Hoa Kok khi, beranikah kau menyambut
jurus pukulan Ngo ci tan sian (lima jari menyentil harpa) yang akan kulancarkan ini?”
Tanpa menanti jawaban telapak tangan kirinya melancarkan sebuah serangan tipuan
kedepan, sementara kelima jari tangannya didorong kedepan sejajar dengan dada.
Ketika menyaksikan gerakan itu, Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi tampak agak
tertegun, ia merasa jurus serangan itu belum pernah dijumpai selama hidupnya, lamatlamat
iapun merasakan bahwa dibalik kelima jari tangannya yang mengendor,
sesungguhnya tersimpan suatu gerakan membunuh serta perubahan yang amat lihay, ia
tak berani menyambutnya dengan keras lawan keras, terpaksa sepasang kakinya menjejak
tanah dan tubuhnya segera mundur beberapa depa dari posisi semula.
Sekulum senyuman dingin yang penuh dengan ejekan dan nada menghina menghiasi
ujung bibirnya, kemudian terdengarlah Gak Lam kun menyindir sinis, “Hoa Kok khi,
mengapa kau tak berani menyambut seranganku itu dengan kekerasan?”
Lelaki sejati berpedang baja Hoa Kok khi tersenyum.
“Suatu jurus lima jari mementil harpa yang sangat hebat!” pujinya, “aku rasa dibalik
serangan tersebut tentunya mengandung pula tenaga sakti Tok liong ci jiau?”
Seraya berkata ia melompat kedepan dan menerjang kembali si anak muda itu, telapak
tangannya dibacok kedepan dengan sejajar dada, lalu katanya lebih lanjut, “Gak lote,
bagaimana kalau kaupun merasakan juga sebuah jurus Hong yu pin tiok (Angin dan hujan
turun bersama) ku ini?”
“Kenapa tidak?” bentak Gak Lam kun pula dengan suara keras.
Tangan kanannya segera diayunkan kedepan, lalu disambutnya serangan dari Hoa Kok
khi itu dengan keras lawan keras.

Hoa Kok khi tertawa dingin tiba-tiba saja gerakan tangannya merendah kebawah,
kelima jari tangannya direntangkan lebar-lebar dan dari sebuah gerakan pukulan langsung
tiba-tiba saja berubah menjadi suatu sambaran miring.
Gak Lam kun segera menggoyangkan telapak tangannya, tiba-tiba saja jari telunjuk dan
jari tengahnya berputar satu lingkaran, kemudian dengan suatu gerakan cepat menyentil
kedepan.
Sejak melancarkan serangan saling beradu sampai gerak serangan sesungguhnya
kedua orang itu sama-sama melakukan tiga kali perubahan didalam setiap kali perubahan
terkandunglah jurus serangan mematikan yang dahsyat dan mengerikan.
Terdengar Gak Lam kun dan Hoa Kok khi sama-sama mendengus dingin kemudian
kedua orang itu sama-sama melompat kebelakang.
Dalam bentrokan pukulan yang terjadi secara diam-diam dan sama sekali tidak
menimbulkan suara itu, tampaknya kedua belah pihak sama-sama telah menderita luka
dalam.
Sesudah mundur kebelakang cepat-cepat kedua orang itu memejamkan matanya untuk
beristirahat.
Kalau paras muka Hoa Kok khi berubah menjadi pucat pias, maka paras muka dengan
ketajaman mata Ji Cin peng yang luar biasa itu, ternyata ia tidak berhasil mengetahui
dengan cara bagaimanakah kedua orang itu menderita luka, diapun tidak mendengar
suara benturan kekerasan akibat bentrokan dari pukulan kedua orang itu.
Buru buru Ji Cin peng melompat kedepan menghampiri si anak muda itu, lalu bisiknya,
“Kau terluka?”
Suaranya penuh kesedihan, rasa kuatir, rasa kasihan dan penuh rasa perhatian!
Sepasang mata Gak Lam kun yang terpejam rapat pelan-pelan membuka sedikit, lalu
manggut-manggut.
“Ehmm! Cuma luka yang ia deritapun tidak terhitung ringan!” sahutnya lirih.
Diam-diam Ji Cin peng membesut airmata dipipinya, lalu bertanya kembali, “Parahkah
lukamu?”
Gak Lam kun tersenyum.
“Aku pikir memang tidak enteng! Luka ditambah luka, pokoknya aku toh cuma
mempunyai selembar nyawa!”
Mendengar perkataan itu Ji Cin peng merasa semakin pedih hatinya, ia merasa hatinya
seperti tersayat-sayat oleh pisau tajam, titik airmata tak terbendung lagi segera meleleh
keluar membasahi pipinya.
Mendadak Hoa Kok khi membuka kembali sepasang matanya, setelah menatap wajah
Gak Lam kun sekejap sambil tersenyum katanya, “Pukulan dari Gak lote itu memang betulTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
betul sangat lihay hampir saja selembar nyawa aku orang she Hoa ikut terenggut, kalau
toh kau enggan membicarakan soal barter tersebut, terpaksa aku musti mohon diri lebih
dahulu”
Selesai berkata ia lantas putar badan dan siap meninggalkan tempat itu.
“Hoa Kok khi!” dengan suara dingin Gak Lam kun segera menegur, “sampai kini aku toh
belum mampus, masa kau hendak angkat kaki dengan begitu saja?”
Secepat sambaran petir ia menerjang maju ke depan dengan jurus Sam yang kay tay
(tiga kekuatan panas membuka bukit) ketiga jari tangannya secara gerakan mendatar
menerobos kedepan dan secara terpisah mengancam tiga buah jalan darah penting
ditubuh Hoa Kok khi.
Serangannya belum sampai, tiga gulung desingan angin jari tangan sudah menekan
badan lebih duluan.
Menghadapi ancaman tersebut Hoa Kok khi merasa sangat terkejut pikirnya, “Betapa
kuat dan ampuhnya angin serangan jari tangan itu!”
Cepat-cepat tubuhnya miring kesamping menghindarkan diri dari datangnya ancaman
tadi, tangan kirinya dengan jurus To coan im yang (memutar balikkan im yang)
menerobos kemuka, dibalik serangan yang kuat terkandung pula suatu ilmu Ki na jiu (ilmu
menangkap dengan tangan kosong) yang lihay, ia ancam urat nadi pada pergelangan
tangan musuh.
Gak Lam kun tertawa dingin, totokan tiga jarinya tiba-tiba berubah gerakan, diantara
perputaran jari-jari tangannya tahu-tahu ia sudah berebut untuk mencengkeram
pergelangan tangan Hoa Kok khi lebih dulu.
Kalau dua jago lihay sedang bertarung maka menang kalah seringkali ditentukan hanya
dalam sekejap mata, karena kurang hati-hati Hoa Kok khi segera harus menelan kerugian
besar, urat nadi pada pergelangan tangannya terasa menjadi kaku dan tahu-tahu urat
nadinya sudah kena dicengkeram oleh Gak Lam kun.
Tapi bagaimanapun juga, Hoa Kok khi adalah seorang jago kawakan yang berilmu
tinggi dan berpengalaman luas, meski terancam jiwanya ia tidak menjadi panik gugup
Begitulah, kendatipun Gak Lam kun berhasil merebut posisi diatas angin dan
mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan lawan, namun sebelum si anak muda
itu sempat mengerahkan tenaganya untuk menggencet urat nadi penting itu, mendadak
kelima jari tangan kanannya membalik pula keatas lalu mencengkeram urat nadi pada
pergelangan tangan Gak Lam kun, sekalipun waktunya berselisih namun perselisihan itu
boleh dibilang kecil sekali.
Setelah kehilangan posisinya yang menguntungkan, apalagi kelima jari tangannya yang
mencengkeram urat nadi pada pergelangan Gak Lam kun ternyata tidak tepat letaknya.
Hoa Kok khi segera berpikir dalam hati kecilnya, “Sekarang aku sudah menderita kerugian
akibat kehilangan posisi yang menguntungkan, aku tak boleh membiarkan ia mengerahkan
tenaga dalamnya lebih dulu…
Karena berpikir demikian, hawa murninya segera dikerahkan keluar dengan cepat.

Padahal pada waktu itu kelima jari tangan Gak Lam kun telah pula mengerahkan
tenaganya, kontan saja kedua belah pihak sama-sama merasakan hatinya bergetar keras
urat pada pergelangan tangannya menjadi kencang dan sakit bagaikan dijepit oleh japitan
baja.
Dalam keadaan beginilah pelan-pelan Ji Cin peng berjalan maju kedepan dan
menghampiri kedua orang itu.
Gak Lam kun mengerti apa yang dipikirkan gadis itu, tapi ia merasa perbuatan yang
rendah, terkutuk dan memalukan itu tidak sepantasnya dilakukan, walau dikerjakan gadis
itu tapi kenyataannya demi kepentingannya…
Maka dengan suara keras pemuda itu segera berteriak, “Adik Bwee, kau tidak boleh…
tidak boleh berbuat demikian sebab… perbuatan itu tak bisa kuterima… sampai matipun
aku tak akan mati dengan mata meram…”
Mendengar perkataan itu Ji Cin peng tertegun, ia mencintainya ia tak ingin pemuda itu
mati maka mau tak mau dia harus melakukan sergapan yang rendah dan terkutuk itu demi
menyelamatkan jiwa kekasihnya…
Sementara ia masih tertegun kedengaran Gak Lam kun mendengus tertahan, tubuhnya
digetar mundur sejauh tiga empat langkah oleh tenaga dalam Hoa Kok khi, sementara
cekalan pada pergelangan tangan masing-masing pun segera terlepas.
Hoa Kok khi sendiripun mundur dua langkah dengan sempoyongan, lalu sambil tertawa
katanya.
“Nona Bwee, apakah kau ingin menyergapku mumpung ada kesempatan baik yang
tersedia?”
Hawa nafsu membunuh menyelimuti seluruh wajah Ji Cin peng, ia tertawa dingin lalu
menjawab.
“Mana, mana sekarang tak bisa dibilang sebagai sergapan mumpung ada kesampatan!”
Sambil mengucapkan kata-kata itu, hawa murninya segera disalurkan kedalam telapak
tangannya lalu didorong kedepan, maksudnya ia hendak menghajar Hoa kok khi sehingga
terluka dalam seketika itu juga.
Siapa tahu baru saja hawa murninya dilontarkan keluar, tiba-tiba ia merasa ada
segulung hawa pukulan yang amat panas serta segulung hawa pukulan yang dingin
menusuk tulang secara bersamaan waktunya menggulung tiba dari kiri dan kanan.
Dengusan tertahan menggema memecahkan kesunyian, dengan sempoyongan Hoa kok
khi mundur kebelakang lalu tubuhnya roboh terjengkang diatas tanah…
Sebaliknya Ji Cin peng sendiripun mundur dua langkah dengan wajah pucat pias,
namun dibalik sorot matanya yang gusar ia melotot kearah seorang tojin berbaju kuning
dengan wajah tertegun.
Siapakah tosu itu? Ternyata dia adalah Kui to (tosu setan) Thian yu Cinjin.

Rupanya ia datang tepat pada saat Ji Cin peng sedang melepaskan pukulan dahsyatnya
tadi, diam-diam ia segera melancarkan pula sebuah pukulan dengan ilmu Ang yan ciang
(pukulan api membara).
Perlu diterangkan, Ang yan ciang merupakan kepandaian andalannya, dalam perkiraan
imam tersebut pukulan yang dilancarkan paling tidak dapat melukai gadis tersebut.
Siapa tahu, akibat dari bentrokan tersebut hawa darah yang berada dalam dadanya
bergolak keras, hampir saja kepalanya menjadi pusing tujuh keliling, kenyataan tersebut
tentu saja sangat mengejutkan hatinya.
Menurut apa yang dia ketahui, dalam dunia persilatan dewasa ini jarang sekali ada
orang yang mampu menerima sebuah pukulan Ang yan ciangnya tanpa cedera atau
terluka, apalagi pada saat yang bersamaan tadi Hoa Kok khi sedang melancarkan pula
sebuah pukulan dahsyat dengan hawa pukulan berhawa dinginnya.
Sementara itu, Ji Cin peng sendiripun ikut merasa terperanjat, karena didalam
serangannya tadi ia telah sertakan tenaga sakti Boa yok sin kang dari Lam hay sin ni yang
maha sakti itu.
Gak Lam kun maupun Hoa Kok khi sama-sama sudah terjatuh dan duduk diatas tanah.
Sedangkan si Tosu setan Thian yu tojin maupun Ji Cin peng sama-sama menyadari
bahwa mereka telah bertemu dengan musuh tangguh, untuk sesaat kedua belah pihak
sama-sama tidak melancarkan serangan tapi diam-diam mengerahkan hawa murninya
untuk mengendalikan golakan-golakan darah didadanya.
Keheningan yang luar biasa segera mencekam daerah disekeliling tempat itu, meski
dipagi hari namun mendatangkan pula suatu perasaan hening yang serius.
Angin musim gugur berhembus kencang, daun dan ranting beterbangan dan
menimbulkan suara yang amat gemerisik.
Tiba-tiba seorang mendengus tertahan, ternyata Gak Lam kun yang sedang duduk
bersila itu roboh terjengkang ketanah.
Ji Cin peng sangat terkejut menyaksikan kejadian itu, buru-buru ia melompat kedepan
dan berjongkok disampingnya, kemudian sambil mengerahkan tenaga dalamnya ia mulai
menguruti dada Gak Lam kun.
Sayang usahanya itu tidak mendatangkan hasil apa-apa, Gak Lam kun masih tetap
tergeletak tidak sadarkan diri.
Kenyataan tersebut amat mengalutkan pikiran Ji Cin peng, sorot matanya segera
dialihkan kewajah Hoa Kok khi.
Dalam keadaan begitulah tiba-tiba ia melompat bangun, lalu ujarnya, “Nona Bwee,
tenaga dalam yang kau miliki memang luar biasa sekali!”
Ji Cin peng tertegun, ia tak menyangka kalau Hoa Kok khi bisa sadar kembali
sedemikian cepatnya sesudah nadi penting ditubuhnya terluka oleh pukulan Boan yok

sinkangnya tadi, hal tersebut benar-benar merupakan suatu kejadian yang aneh dan diluar
dugaan.
Teringat kembali keadaan dari Gak Lam kun, dengan nada marah ia lantas membentak,
“Hoa Kok khi, jika kau tak bisa menolongnya, maka kaupun jangan harap bisa tinggalkan
tempat ini dengan selamat!”
000000O000000
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tersenyum.
“Kalau aku tidak terluka lebih dulu oleh bentrokan tadi, dalam setengah menit saja aku
bisa melepaskan diri dari cengkeraman nadiku!”
Terhadap kcnampuan Hoa Kok khi untuk menembusi urat Meh hiat sendiri yang terluka
Ji Cin peng merasa kaget bercampur tercekat, pikirnya diam-diam, “Ilmu silat yang dimiliki
orang ini memang betul-betul hebat sekali, tampaknya keselamatan jiwa Gak Lam kun
lebih banyak celakanya daripada rejeki!”
Berpikir sampai disitu hawa amarah dalam dada Ji Cin peng tak terbendungkan lagi
bahunya bergerak sedikit dan tubuhnya telah menerjang beberapa kaki jauhuya, ia lantas
snembentak, “Betulkah tenaga dalammu sudah pulih kemba1i seperti sedia kala?”
“Yaa, sembilan puluh persen telah pulih kembali kalau sekarang kita harus bertarung
maka hal ini hanya akan mempercepat proses kematiannya saja, lagipula bicara menurut
kemampuan yang kita miliki belum tentu nona bisa meraih keuntungan banyak, maka aku
pikir lebih baik kita jangan bertarung saja”
Sebetulnya hawa napsu membunuh telah menyelimuti seluruh wajah Ji Cin peng, ia
bermaksud untuk menggunakan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk melukai Hoa
Kok khi.
Kini, setelah mendengar perkataan itu buru-buru ia menahan tubuhnya yang sedang
bergerak maju, lalu katanya dengan dingin, “Wahai orang she Hoa kalau kau bisa
menyembuhkan sakitnya apapun yang kau inginkan aku sanggup memberikannya
kepadamu”
Betapa girangnya Hoa Kok khi setelah mendengar janji itu, dengan wajah berseri ia
lantas berseru, “Dapat dipercayakah ucapan nona itu?”
Ji Cin peng sangat marah.
“Ucapanku lebih berat dari sebuah bukit karang, masa aku akan mengingkari janji?”
“Haaahhh… haaahhh… haaah…” Hoa Kok khi tertawa terkekeh-kekeh, “sebagai seorang
ketua suatu perguruan dan sebagai burung hong diantara manusia, tentu saja perkataan
nona Bwe dapat dipercaya, masa aku orang she Hoa menaruh curiga?”
“Sudah, tak usah banyak bicara, apa yang kau inginkan? Katakan dengan cepat!”
Hoa Kok khi tersenyum.

“Aku tidak menginginkan barang apa-apa dari nona” katanya, “apa yang kuinginkan tak
lebih hanya mengharapkan agar nona bersedia mengabulkan sebuah permintaanku”
Diam-diam Ji Cin peng berpikir dihati, “Permintaan apa yang dia inginkan? Tapi sudah
pasti adalah suatu permintaan yang sulit dilaksanakan, cuma… asal penyakit yang diderita
Gak Lam kun bisa sembuh, apapun yang ia harapkan aku bersedia untuk melakukannya”
Berpikir sampai disini gadis itu lantas berkata lagi, “Persoalan apa yang kau inginkan?
Hayo cepat katakan!”
Hoa Kok khi tertawa.
“Soal ini biar kita bicarakan setelah kusembuhkan dirinya nanti, yang penting asal nona
menyanggupi lebih dulu!” katanya.
Sekalipun Ji Cin peng tahu bahwa orang itu adalah seorang manusia yang licik dan
banyak akal muslihatnya seperti rase, tapi demi menyelamatkan jiwa Gak Lam kun,
sekalipun selembar jiwanya harus dikorbankan mau tak mau harus disanggupi juga.
Maka setelah termenung sejenak diapun mengangguk.
“Baiklah, kuturuti kehendakmu itu, Nah, sekarang tolonglah dia lebih dahulu!”
Hoa Kok khi lantas berpaling kearah Thian yu Cinjin lalu katanya, “Thian yu to heng
tolong periksalah sampai kapan dia baru akan sadar kembali?”
Sebelum Si tosu setan Thian yu Cinjin menjawab Gak Lam kun yang berbaring diatas
tanah itu mendadak melompat bangun seraya berseru, “Tidak usah kau repot-repot
menolongku!”
Tindakannya ini segera membuat tiga orang jago linay dari dunia persilatan tersebut
menjadi tertegun.
Hoa Kok khi termangu sejenak, kkemudian sambil tersenyum ujarnya, “Gak lote, kau
memang betul-betul seorang manusia berbakat aneh dari dunia persilatan sedari kapan
kau telah sadar kembali?”
Pelan-pelan Gak Lam kun bangkit berdiri, setelah tertawa dingin jawabnya, “Aku sudah
sadar lama sekali, apa yang kalian bicarakan telah kudengar semua dengan jelas.”
Berbicara sampai disini ia berhenti sejenak, lalu dengan sinar mata yang lembut dan
penuh rasa terima kasih ditatapnya muka Ji Cin peng, lalu setelah menghela nafas sedih
katanya, “Nona Bwe, budi kebaikan yang kau berikan kepada aku orang she Gak akan
terukir selalu dalam hatiku, tapi aku tidak percaya kalau ia memiliki kemampuan untuk
mengobati lukaku ini, sekalipun dia mempunyai obat untuk menyembuhkan lukaku, belum
tentu aku bersedia menerima pengobatannya. Nah, berhubung aku Gak Lam kun masih
mempunyai urusan penting lainnya, terpaksa aku akan mohon diri lebih dulu”
Selesai berkata, dengan langkah lebar buru-buru ia tinggalkan tempat tersebut.

Gerakan tubuhnya sangat cepat, hampir tidak mirip dengan seseorang yang sedang
meronta melawan elmaut, malah boleh dibilang ia sama sekali tidak mirip dengan orang
yang terluka apapun.
Ji Cin peng hanya termangu-mangu sambil memandang tingkah lakunya itu, ia baru
sadar kembali dari lamunannya sambil berteriak, “Gak siang kong… Gak siang kong..!
Harap kau berhenti dulu sebentar!”
Suara teriakannya itu agak bernada gemetar, sepertinya gadis itu sudah tak sanggup
mengendalikan lagi perasaan sedih dan dukanya.
Mendengar teriakan itu, terpaksa Gak Lam kun harus menghentikan langkah kakinya
dan berpaling.
Seperti seekor burung walet, dengan cepat Ji Cin peng memburu kehadapannya,
sepasang biji matanya yang besar dan jeli telah penuh airmata, ditatapnya pemuda
tersebut dengan lembut dan penuh kasih sayang…
ltulah tatapan wajah yang murung, penuh kepedihan hati!
Tapi rasa cintanya kepada pemuda itu terpancar keluar secara gamblang dari sinar
matanya.
Gak Lam kun menghela napas sedih, gumamnya dengan suara lirih, “Selamat tinggal
orang yang kukasihi, aku dapat teringat selalu akan dirimu, kau adalah orang kedua yang
kucintai selama kehidupanku didunia ini karena bentuk tubuhmu serta cinta kasihmu yang
sayu terlalu mirip dengannya, adik Peng kekasih sayangku yang telah tiada! Tapi akupun
mencintaimu, sayang… sikapmu yang begitu agung, begitu suci bersih membuatku merasa
rendah diri, lagi pula kehidupanku sudah tinggal beberapa hari saja…”
Ji Cin peng hanya berdiri dihadapannya dengan termangu, memandang mulutnya yang
bergumam, melihat titik airmatanya yang meleleh keluar dan membasahi dadanya…
Menyaksikan kemurungan dan kesedihan yang menyelimuti dirinya, gadis itu menghela
napas sedih, diambilnya secarik saputangan dan pelan-pelan disekanya airmata yang
membasahi pipi Gak Lam kun itu.
Secara diam-diam tosu setan Thian yu cinjin dan Hoa Kok khi telah berlalu dari sana,
suasana disekeliling tempat itu telah pulih kembali kedalam keheningan.
Namun perasaan Gak Lam kun dan Ji Cin peng bagaikan gelombang dahsyat ditengah
samudra bebas, bergelora dan bergulung tiada hentinya, siapapun tidak berbicara,
siapapun tak tahu apa yang musti dilakukan.
Setelah berdiri saling termenung sekian lamanya, Gak Lam kun baru berkata pelan,
“Nona Bwee, bila kau tiada perkataan lain, aku hendak mohon diri terlebih dahulu”
“Lukamu begitu parah, andaikata disergap oleh orang lagi..?
Gak Lam kun tertawa getir, tukasnya, “Didalam dua hari yang singkat ini, aku yakin
masih sanggup untuk menahan serangan dari jago lihay macam apapun”

Mendengar jawaban tersebut, paras muka Ji Cin peng segera berubah sangat hebat.
“Jadi kau… kau telah mengerahkan tenaga dalammu secara paksa..? Hal ini mana
boleh? Apakah kau telah mengerahkan ilmu Huan pu hwee kong sinkang (ilmu sakti
mengembalikan cahaya kekehidupan)?”
Gak Lam kun mengangguk pelan.
“Benar, aku telah menggunakan ilmu Huan pu hwe kong sinkang ajaran guruku, sisa
kekuatan yang berada dalam nadi-nadi keng meh telah kudesak semua untuk berhimpun
menjadi satu, didalam dua hari ini kekuatan saktiku tak akan menghilang, tapi itu berarti
kehidupanku telah menyurut semakin pendek”
Selesai mendengar perkataan itu, airmata Ji Cin peng bercucuran semakin deras, ia
tahu ilmu Huan pu hwee kong adalah suatu kepandaian rahasia yang maha sakti,
sekalipun seseorang yang jiwanya sudah terancam bahaya maut jika menggunakan
kepandaian ini maka segenap kekuatan tubuhnya akan pulih kembali seperti sedia kala,
namun kejadian inipun berarti menghilangkan kesempatan untuk menyembuhkan
penyakitnya dengan bahan obat-obatan, kecuali kematian tiada jalan kedua yang dapat
ditempuhnya lagi.
Ji Cin peng amat mencintainya, setelah tahu bahwa nyawa kekasihnya tinggal dua hari
saja, ia tak dapat mengendalikan rasa sedih dan duka yang berkecamuk dalam dadanya,
sambil menangis terisak ia berteriak keras, “Engkoh Gak… kenapa kau musti berbuat
demikian…”
Tubuhnya segera dijatuhkan kedalam rangkulan Gak Lam kun.
Untuk sesaat lamanya Gak Lam kun merasa yaa terkejut yaa girang, ia balas memeluk
gadis itu erat-erat, ia merasa hal tersebut merupakan 34
suatu kenikmatan serta kebahagiaan diluar dugaan yang bisa dinikmatinya menjelang
kematian.
Gak Lam kun bukan malaikat, bukan pula dewa, seorang malaikat sendiripun akan
terpesona, terbuai oleh kasih sayang seorang gadis yang cantik dan agung seperti Ji Cin
peng, apalagi dia tak lebih hanya seorang manusia biasa.
Isak tangis Ji Cin peng makin lama semakin mengibakan hati, keadaannya waktu itu
bagaikan seekor anak domba yang merengek-rengek mencari induknya.
Dia ingin menceritakan keadaan sesungguhnya kepadanya…
Tapi mendadak…
Gak Lam kun mendorong tubuhnya dan melepaskan diri dari pelukannya, kemudian
dengan langkah cepat ia berlalu meninggalkan tempat itu.
Ji Cin peng tertegun, kemudian teriaknya keras-keras, “Engkoh Gak, engkoh Gak… kau
berhenti dulu… engkoh Gak…”

Suaranya semakin mengibakan hati, membuat siapapun yang mendengarnya merasa
sedih dan ikut murung.
Gak Lam kun menghela napas sedih, katanya, “Selamat tinggal kekasihku yang
menawan hati, aku akan selalu mengingat-ingat raut wajahmu yang cantik jelita itu… tapi
aku harap kau dapat melupakan aku, sebab aku tak dapat mengangkangi dirimu, hal
tersebut hanya akan menambah kesedihan hatimu belaka…”
Gak Lam kun bagaikan seorang gila, ia kabur terbirit-birit meninggalkan tempat itu…
Ji Cin peng sangat sedih, ia merasa benak maupun dadanya serasa hampa belaka, ia
merasa seluruh semangat dan kehidupannya seakan-akan telah dibawa pergi oleh Gak
Lam kun, membuatnya berdiri termangu sekian lama ditempat…
Entah berapa lama sudah lewat, helaan napas panjang yang sedih tiba-tiba
menyadarkannya kembali dari lamunan.
“Nenek Siau…”
Ji Cin peng segera memutar badannya dan menjatuhkan diri kedalam pelukan seorang
perempuan berambut putih yang menggembol sepasang pedang dibelakangnya.
Dengan lembut perempuan berambut putih itu berkata, “Anak peng, kau jangan
bersedih hati sehingga merusak tubuhmu sendiri, kendalikanlah perasaan cintamu yang
meluap-luap itu”
“Nenek, aku tak mampu…” keluh Ji Cin peng.
Perempuan tua berambut putih itu menghela napas panjang.
“Aaaai… kalau memang demikian, mengapa waktu itu kau latih ilmu Ciat eng kang (ilmu
menolak cinta)?”
Ucapan tersebut segera menyadarkan kembali Ji cin peng dari lamunannya ia menjadi
teringat kembali dengan sumpahnya… ia tidak mencintainya ia harus membunuhnya dan
membalaskan dendam bagi kematian dua orang tuanya…
Tapi hal ini bukan suatu pekerjaan yang gampang, ia telah berusaha sepenuh tenaga
untuk menenteramkan hatinya tapi tidak berhasil.
Ia tahu bahwa dihadapannya telah terpentang suatu masa percobaan yang menakutkan
sekali, terutama beberapa hari belakangan ini ia harus lebih dapat mengendalikan
perasaan cintanya, sebab ia mulai merasa bahwa dirinya makin lama semakin terjerumus
kembali kedalam lautan cinta, sekali bertindak kurang hati-hati, akibatnya ia betul-betul
akan tenggelam ditengah samudra cinta yang tak bertepian itu.
Sementara itu Gak Lam kun sudah kabur menuju kearah daerah pegunungan disebelah
utara pulau gersang tersebut…
Dibawah sinar matahari, tampaklah aneka warna bunga liar tumbuh dengan suburnya
disana sini, persis seperti perasaan hatinya ketika itu, beraneka warna dan saling
bercampur aduk menjadi satu.

Tapi sesudah keindahan akan datang kegelapan, yang membuat kau tak dapat
menyaksikan lagi semua keindahan tersebut, karena sinar matahari telah condong kelangit
barat.
Dengan termangu-mangu Gak Lam kun berdiri dibawah sinar senja, memandang aneka
bunga dihadapannya dengan terpesona…
Pikiran maupun perasaannya ketika itu adalah kosong, hampa, tiada sesuatu yang
melintas.
Dalam waktu singkat, matahari telah tenggelam dibalik samudra jauh didepan sana.
Senja pun menjelang tiba dan menyelimuti seluruh jagat.
Angin musim gugur berhembus lewat, malam terasa lebih dingin dan menusuk tulang.
Pelan-pelan Gak Lam kun sadar kembali dari pikirannya yang gundah dan kalut.
Rembulan telah muncul diufuk timur, menembusi lapisan awan hitam dan
memancarkan sinarnya yang keperak-perakan kepermukaan jagad.
Gak Lam kun menghela nafas ringan, kemudian gumamnya lirih.
“Malam bulan purnama, malam yang indah dan cerah, itulah malam bulan delapan
tanggal lima belas… malam bulan Tiong ciu… aaa! Nyawaku akan berakhir pada tengah
hari tanggal enam belas.”
Timbul kembali kemurungan serta kepedihan yang amat tebal dalam hati kecilnya.
Sekonyong-konyong… ditengah keheningan malam yang mencekam, tiba-tiba
berkumandang suara harpa yang indah dan merdu.
Suara itu meski lirih dan lembut, tapi kedengaran begitu merdu dan mempesonakan
hati.
Seperti suara yang datang dari swargaloka seperti suatu lamunan kosong dan bukan
kenyataan.
Tapi begitu mendengar suara harpa tersebut, kontan saja Gak Lam kun merasakan
hatinya bergetar keras.
Ia merasa suara permainan khim itu justru merupakan irama Mi tin loan hun ki dari
Soat san Thian li, suatu kepandaian khusus dari perguruan See Thian san.
Tapi, bukankah malam ini baru tanggal empat belas? Apakah ia mengundang aku
sehari lebih pagian?”
Tapi, sekarang ia berada ditengah bangunan loteng yang aneh dan misterius itu,
dengan cara apa dirinya akan masuk kedalam?

Berpikir sampai disini, cepat-cepat Gak Lam kun memusatkan semua pikiran dan
perhatiannya lalu menentukan arah darimana datangnya irama khim tersebut.
Tiba-tiba sekilas perasaan kaget dan tercengang melintas diatas wajah Gak Lam kun.
Ternyata ia menemukan bahwa irama permainan khim dari Soat san thian li itu berasal
dari sekitar tempat dimana ia berada sekarang, mungkin berasal dari pantai samudra
sebelah utara yang jaraknya kurang lebih masih ada beberapa ratus kaki dari situ.
Mula-mula pemuda itu kuatir salah mendengar, sepasang telinga dan
memperhatikannya lagi dengan seksama, terbukti suara itu memang berasal dari arah
yang dimaksud.
Gak Lam kun tidak ragu-ragu lagi, ia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
dan bergerak menuju keutara pantai laut.
Irama khim itu makin lama semakin lirih dan melemah mengikuti semakin majunya
tubuh Gak Lam kun mendekati asal, suara tadi malah akhirnya begitu lirih dan pelan
hingga sukar ditangkap dengan pendengaran.
Untungnya Gak Lam kun tahu bahwa gejala aneh itu akan ditangkap oleh pendengaran
manusia bila seseorang makin mendekati tempat berasalnya sumber suara Mi tin loan hun
ki.
Sekalipun suara irama khim itu sedemikian lirih dan lembut, tapi dibalik kelembutan
tersebut justru terkandung suatu kekuatan daya pengaruh yang luar biasa, membuat
pikiran dan perasaan orang menjadi tenang, hampir saja ingin menari dan berjoget
mengikuti irama tersebut.
“Irama musik dari Soat san thian li memang betul-betul luar biasa sekali, aku yang
begini hapal dengan irama musik itupun nyaris terpengaruh, apalagi orang lain, mana
mungkin mereka bisa mempertahankan diri?”
Tiba-tiba permainan khim itu berhenti sama sekali.
Gak Lam kun tahu bahwa ia sudah mendekati sumber dari irama khim itu dalam jarak
ratusan kaki, oleh sebab itu permainan khim, tadi malah tidak terdengar sama sekali
olehnya, atau dengan perkataan lain bukan orang itu yang menghentikan permainan
khimnya.
Ternyata irama Mi tin loan hun ki adalah semacam kepandaian maha sakti dari tingkat
atas, bukan saja dapat mengaburkan pendengaran orang, lagi pula memiliki semacam
daya pengaruh iblis yang tebal sekali.
Satu-satunya titik kelemahan yang dimiliki irama tersebut adalah mereka yang berada
dekat dengan pemetik khim itu justru malah tak dapat mendengarnya sama sekali, apalagi
setelah berada seratus kaki dari sumber permainan itu, suaranya malah betul-betul lenyap
tak berbekas.
Gak Lam kun tahu bahwa ia sudah semakin dekat dengan diri Soat san thian li, buruburu
pemuda itu berhenti, melepaskan jubah hijaunya dan mengenakan dandanan dari
Tok liong Cuncu Yo long.

Kemudian selangkah demi selangkah pelan-pelan ia berjalan mendekati sumber irama
khim itu…
Tak lama kemudian, Gak Lam kun mendengar suara gulungan ombak samudra
berkumandang dengan nyaringnya dari sebelah samping sana.
Cepat ia mendongakkan kepalanya, maka tampaklah didepan sana terbentang tanah
datar seluas puluhan kaki, kedua belah sampingnya berupa tebing-tebing karang yang
tingginya mencapai ratusan kaki dan langsung berhubungan dengan permukaan samudra.
Disudut sebelah utara menghadap kesamudra sana justru terdapat sebuah batu karang
besar yang mirip dengan sebuah penahan angin, bukan saja telah membendung deburan
ombak yang meninggi sebukit, menghalangi pula pemandangannya kearah samudra
bebas.
Gelombang yang berlapis-lapis menggulung dan menghantam diatas batu karang
memercikkan butiran air keempat penjuru dan menciptakan selapis kabut yang tebal,
dipandang dari kejauhan tampak seperti selapis kabut tebal yang membeku diudara.
Semakin dekat ia menghampiri tanah datar itu getaran-getaran akibat memecahnya
ombak diatas batu karangpun terasa makin besar.
Gemuruh suaranya memekikkan telinga ibaratnya guntur yang menggelegar diangkasa.
Pohon siong, rerumputan hijau penuh tumbuh diatas permukaan tanah sesungguhnya
tempat itu adalah sebuah tempat yang indah.
Tiba-tiba sorot mata Gak Lam kun menyapu kearah belasan kaki didepan sana, dibawah
sebatang pohon siong, diatas sebuah batu karang datar yang luasnya beberapa kaki,
duduk bersila seorang gadis berbaju warna perak yang mempunyai rambut sepanjang
bahu.
Ia duduk dengan menghadap keutara, dalam pangkuannya memeluk sebuah khim antik
dan sedang memetiknya dengan penuh kesungguhan.
Oleh karena Gak Lam kun datang dari selatan menuju keutara, tentu saja dia tak dapat
melihat jelas raut wajahnya, yang dapat dikenal hanya potongan badannya yang
dipandang dari belakang.
Tapi kalau dipandang dari potongan badan bagian punggungnya, bisa diketahui bahwa
gadis itu memang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.
Diam-diam Gak Lam kun mengerutkan dahinya, sebab ia merasa bahwa potongan
tubuh gadis itu kalau dilihat dari belakang, ternyata mirip sekali dengan potongan badan si
gadis yang telah melukai Si Tiong pek dalam gedung mungil beberapa hari berselang.
Puluhan tombak dibelakang gadis tersebut Gak Lam kun menghentikan langkahnya, lalu
berkata dengan lantang, “Yo long telah datang sendiri untuk memenuhi undangan dari
Thian li..!”

Perkataan itu diucapkan dengan mempergunakan nada suara dari Yo Long, berat,
parau tapi nyaring.
Namun gadis berbaju perak itu masih juga duduk membelakanginya, bahkan
berpalingpun tidak, hanya tubuhnya agak bergetar, seakan-akan merasa agak tergolak
perasaannya.
Lama sekali Gak lam kun menunggu, ketika belum juga mendengar suara jawaban, ia
berkata sekali lagi, “Yo Long datang berkunjung sendiri untuk memenuhi janji dari Thian
li..!”
“Kau adalah Yo Long?” sementara suara yang halus dan lembut berkumandang
memecahkan keheningan.
Mendengar teguran itu, Gak Lam kun merasa terkejut, segera pikirnya, “Jangan-jangan
ia sudah ragu kalau aku bukan guruku sendiri?”
Berpikir sampai disitu. Gak Lam kun lantas menjawab.
“Memangnya masih ada orang lain?”
“Baru tanggal berapakah malam ini, kembali gadis berbaju perak itu bertanya dengan
suara lirih.
“Bulan delapan tanggal empat belas!”
“Lebih pagi seharipun boleh juga baiklah! Kau boleh kemari”
Gak Lam kun merasa nada ucapannya terlalu menyombongkan diri, hal mana membuat
hatinya merasa kurang senang, tapi diapun tak berani membangkang sebab Soat san thian
li adalah orang yang setingkat dengan gurunya.
Pelan-pelan Gak Lam kun maju kedepan lalu berhenti tiga kaki dibelakangnya setelah
itu, katanya lagi, “Apakah Thian li telah membawa datang Lencana pembunuh naga..?”
“Sudah!” kembali gadis berbaju perak itu menjawab sambil membelakanginya.
Jawabannya singkat jelas dan bernada ketus namun dibawah irama suaranya yang
merdu seperti kicauan burung nuri, justru, kedengarannya begitu merdu dan membuat
hati orang berdebar.
Yaa, suara orang itu adalah suara pembicaraan dari seorang gadis yang masih muda,
suara seorang gadis yang cantik jelita.
“Kalau memang sudah kau bawa kemari, tolong Thian li suka menyerahkan Lencana
pembunuh naga itu kepadaku” kata Gak Lam kun lebih lanjut”
Mendengar perkataan itu, tiba-tiba saja gadis berbaju perak itu mendengus dingin…
Mendadak ia memutar tubuhnya dan melayang keudara, lalu tahu-tahu sudah berada
tujuh delapan depa dihadapan Gak Lam kun.

“Hei, kau bukan Soat san thian li!” si anak muda itu segera berpekik kaget.
Gadis itupun mendengus dingin.
“Hmm! Kau sendiripun bukan Yo Long, siapa kau?!” balas hardiknya.
Ternyata gadis berbaju perak itu adalah seorang gadis cantik jelita yang baru berusia
delapan sembilan belas tahun, ia cantik sekali kecantikannya tidak mirip manusia biasa
melainkan lebih mirip dengan bidadari yang baru turun dari kahyangan.
Menyaksikan kecantikan gadis itu Gak Lam kun merasakan jantungnya berdebar keras,
pikirnya, “Benarkah didunia ini terdapat seorang gadis yang sedemikian cantiknya..?”
Tanpa terasa gadis itu kembali diamatinya dengan lebih seksama.
Muka seperti bunga tho, alis matanya lentik dan indah, hidungnya mancung dan
bibirnya kecil mungil.
Tak salah lagi, kecantikan wajahnya memang luar biasa sekali, membuat siapapun yang
melihatnya tanpa terasa akan dibikin termangu olehnya.
Gadis berbaju perak itu segera mendengus dingin, bentaknya.
“Siapa kau? Sudah bosan hidup rupanya?”
Tiba-tiba Gak Lam kun tersadar kembali dari lamunannya, diam-diam ia merasa malu
sendiri dengan keadaan dirinya yang mirip orang kehilangan sukma itu.
Dengan cepat ia memusatkan kembali semua perhatiannya, lalu dengan dingin
membentak, “Siapa pula kau?”
Dengan alis mata berkernyit gadis itu tertawa terkekeh-kekeh, “Haaah… haaaah…
haaaah… siapakah aku? Aku adalah Bi ji..!”
Dari suara tertawa cekikikannya yang merdu itu Gak Lam kun segera mengetahui
bahwa dia adalah seorang gadis polos yang masih belum hilang sifat kekanak-kanakannya.
“Apakah nona mendapat tugas dari Thian li untuk datang kemari?” tegur Gak Lam kun
dengan suara dalam.
Gadis berbaju perak itu tidak menjawab, ia malah balik bertanya, “Apakah kau juga
datang untuk melaksanakan tugas dari Yo long?”
“Yo long adalah guruku yang mewariskan ilmu silat kepadaku, aku memang datang
kemari untuk menyambut Lencana pembunuh naga atas perintah guruku, jika nona
memang sedang mendapat tugas dari Soat san thian li, maka aku harap Lencana
pembunuh naga agar segera diserahkan kepadaku agar aku pun dapat menyelesaikan
tugas ini”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa dingin.

“Heehhh… heeehhh… heeehhh… Lencana pembunuh naga? Hmm! Bagaimanapun juga
Yo Long harus datang kemari sendiri”
Permintaannya itu memang suatu permintaan yang menyulitkan, kemana ia harus pergi
mencari Yo Long kedua?
Gak Lam kun segera menghela napas panjang, katanya, “Guruku telah tiada lagi!”
Mendengar jawaban itu, tubuh si nona berbaju perak agak menggigil kencang,
wajahnya menjadi amat sedih mulutnya berkemak-kemik seperti sedang berdoa kepada
seseorang…
Melihat itu Gak Lam kun menghela napas sedih katanya, “Suhuku telah dikerubuti
orang dibukit Yan po gan dibukit Hoasan pada delapan belas tahun berselang, kemudian
racun yang mengeram dalam tubuhnya kambuh dan pada musim gugur empat tahun
berselang telah berpulang kealam baka…”
Sementara Gak Lam kun hendak melanjutkan perkataannya mendadak dengan wajah
diliputi hawa napsu membunuh gadis berbaju perak itu menukas dengan nada dingin,
“Kau tak usah melanjutkan kata katamu itu aku telah berdoa kepada ibuku dan
memberitahukan bahwa musuh besarnya telah mati tapi sekarang aku hendak menuntut
balas terhadap muridnya.”
Gak Lam kun menjadi tertegun dan melongo, ia tidak habis mengerti dengan duduknya
persoalan yang sedang dihadapinya.
“Nona, apa yang sedang kau bicarakan?” tegurnya keheranan.
Gadis berbaju perak itu kembali tertawa terkekeh-kekeh.
“Terus terang kuberitahukan kepadamu, Soat san thian 1i adalah ibuku, sedang Yo
Long adalah musuh besar ibuku, sebelum meninggal dunia ibuku telah berpesan agar
kucari Yo Long sampai ketemu serta membalaskan sakit hatinya. Ibuku pun berpesan agar
Yo Long jangan dibunuh melainkan seluruh ilmu silat yang dimilikinya harus dipunahkan
kemudian menembusi tulang pipa kutnya dengan emas murni dan merantainya didepan
kuburan ibuku sampai mati. Sekarang, andaikata Yo Long sudah mati maka kau harus
serahkan jenasahnya kepadaku agar kubawanya kedepan kuburan ibuku dan berlutut
dihadapannya, biar mayatnya dihembus angin diterpa hujan hingga badannya membusuk
dan tulang baunya kusebarkan kesekeliling kuburan. Kau adalah muridnya, tentu saja kau
dapat menunjukkan letak jenasah itu kepadaku, bila kau tak mau menyerahkannya
kepadaku maka kau pun tak akan kubiarkan hidup, atau kalau tidak kau akan kubunuh,
lalu setelah kutemukan jenasah Yo Long maka jenasah kalian berdua kurantai didepan
kuburan ibuku agar sepanjang masa merasakan penderitaan hebat”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam kun merasa mendongkol bercampur gusar, selain
daripada itu dia pun merasa terkejut bercampur curiga.
Mendongkol dan marah tentu saja disebabkan gadis itu amat mencemooh dan
menghina gurunya yang telah tiada.
Kaget dan curiga karena pesan terakhir dari Soat san thian li ini, kenapa perempuan itu
sedemikian bencinya kepada Yo Long?

Heran dan curiganya ini menimbulkan perasaan ingin tahu, sebab semasa masih
hidupnya dulu belum pernah Yo Long menceritakan soal budi dendamnya dengan Soat san
thian li.
Gak Lam kun tertawa seram, katanya, “Haaah… haaah… haaah… nona, aku pikir
perkataanmu itu mungkin cuma gurauan belaka.”
Yaa, sebab ketika gadis berbaju perak itu mengucapkan kata-kata tersebut, dia
mengucapkannya dengan suara begitu ringan dan santai, maka Gak Lam kun mengira
bahwa perkataannya itu tak mungkin terjadi.
“Kenapa? Kau mengira aku sedang membohongimu?” ejek si nona berbaju perak sambil
tertawa merdu.
Gak Lam kun ikut tertawa ringan.
“Aku pikir nona cantik seperti nona tak mungkin adalah seorang manusia yang kejam
dan berhati busuk!”
Tiba-tiba nona berbaju perak itu mengerutkan dahinya, lalu dengan dingin ia berkata,
“Aku ingin bertanya kepadamu, sesungguhnya kau bersedia untuk menyerahkan jenasah
Yo Long kepadaku atau tidak?”
Ketika menyaksikan perubahan wajahnya itu Gak lam kun merasakan hatinya bergetar
keras, sekarang ia baru tahu bahwa dugaannya meleset, ternyata ia berbicara sungguhsungguh,
dengan demikian maka Gak Lam kun segera terseret dalam lembah lamunan
yang amat kalut.
Triing! Triing..! dua kali dentingan khim yang membetot sukma menggetar dalam
hatinya…
Gak Lam kun segera merasakan hawa darah dalam dadanya mengalami pergolakan
hebat, kejadian ini mengejutkan sekali hatinya, buru-buru dia memusatkan pikirannya dan
hawa murni dihimpun menjadi satu, dengan mata terpejam ia duduk bersemedi.
Triiing! Triiing… Traaang! Traaang… jari jemari si nona baju perak yang lembut kembali
menari diantara senar-senar khimnya dan memetikkan empat kali dentingan merdu.
Akan tetapi keempat dentingan pencabut nyawa tersebut ternyata sama sekali tidak
mendatangkan manfaat apa-apa bagi Gak Lam kun.
Melihat itu, kembali si nona berbaju parak tertawa cekikikan, katanya kemudian,
“Ditinjau dari kemampuanmu untuk menahan enam dentingan irama Siang simci, hal ini
membuktikan bahwa kau memang benar-benar ahli waris dari Yo Long!”
Pelan-pelan Gak Lam kun membuka matanya kembali, kemudian berkata, “Nona, tak
mungkin aku akan serahkan jenasah Yo Long kepadamu, sekalipun Soat san thian li benarbenar
mempunyai ikatan dendam dengan guruku sebelum aku berhasil menyelidikinya
sampai jelas, tak ingin kuberikan banyak komentar mengenai persoalan tersebut. Dan kini
satu persoalan yang harus dilakukan adalah memohon kepada nona agar menyerahkan

Lencana pembunuh naga itu kepadaku, sedangkan mengenai persoalan selanjutnya
terserah apa yang hendak nona lakukan”
“Sebelum meninggal ibuku memang berpesan agar Lencana pembunuh naga
kuserahkan kepada Yo Long, tapi sekarang ia sudah tiada lagi, itu berarti benda mustika
itu sudah tak ada pemiliknya lagi, atau dengan perkataan lain siapa kuat siapa yang akan
memperolehnya. Nah, bila sekarang kau menginginkan Lencana pembunuh naga itu, boleh
saja! Kecuali kau berhasil mengalahkanku!”
Tertegun Gak Lam kun setelah mendengar perkataan itu.
“Nona, apakah kau hendak mengingkari janji?” tegurnya.
Gadis berbaju perak itu balas tertawa dingin.
“Heeehhh… heehhh… heeehh… kalau toh nona berkata demikian, terpaksa aku harus
menuruti perkataanmu dengan merebutnya mempergunakan kekerasan” Gak Lam kun
tertawa seram.
“Tunggu sebentar!” cegah si nona berbaju perak itu tiba-tiba, “boleh saja kalau ingin
beradu kekuatan, tapi lakukan itu setelah duduknya persoalan menjadi jelas”
“Hmm! Apalagi yang hendak kau ucapkan? Hayo katakan saja berterus terang”
“Lencana pembunuh naga adalah benda mestika yang tiada ternilai harganya, setiap
umat persilatan dalam dunia persilatan tak seorangpun yang tidak ingin mendapatkannya,
padahal diatas pulau terpencil ini sekarang telah berkumpul begitu banyak gembong iblis
dari pelbagai tempat, maka andaikata orang yang berhasil mendapatkan Lencana
pembunuh naga itu bukan seorang jago silat yang berilmu tinggi dan memiliki kecerdasan
yang luar biasa, pasti mustika tersebut bakal dirampas lagi oleh orang lain.”
“Selanjutnya walaupun Lencana pembunuh naga mengandung suatu partai harta
pusaka yang tak terhitung nilainya, tapi dimanakah letak harta karun tersebut disimpan?
Untuk menemukan letak tempat itu, tentu saja harus menguntungkan pula pada
pengalaman serta pengetahuan dari orang yang mendapatkannya. Maka dari itu, didalam
pertarungan yang bakal berlangsung diantara kita berdua hari ini, bukan ilmu silat saja
yang harus diadu, melainkan kecerdasan, pengetahuan serta pengalaman juga musti diuji,
apakah kau dapat menerima pendapatku ini?”
“Entah nona hendak beradu semua hal tersebut dengan cara apa?” tanya Gak Lam kun
hambar.
0000O0000
“Dalam soal pengetahuan, kita harus beradu untuk membuat sebait syair, pertama kali
kau yang hanya mengajukan persoalan lalu aku yang ajukan soal, sekalipun hanya beradu
dalam satu hal, sesungguhnya adu kepandaian semacam ini membutuhkan juga
kecerdasan” demikian si nona berbaju perak berkata sambil tertawa.
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan kembali, “Karena untuk membuat sepasang
Lian, hanya seorang manusia yang berotak encerlah yang dapat melakukannya, jika kau
setuju maka sekarang juga kita boleh mulai beradu membuat Lian itu”

Sudah belasan tahun lamanya Gak Lam kun mengikuti Tok liong cuncu Yo Long yang
orang berbakat setan, kecuali ilmu silat, dalam ilmu pengetahuan pun tak luput ia peroleh
gemblengan dari Yo Long.
Maka setelah mendengar perkataan itu jawabnya, “Kalau begitu harap nona ajukan
pertanyaan lebih dulu!”
Tampaknya nona berbaju perak itu seperti sudah mempunyai rencana yang matang, ia
segera tertawa hambar.
“Kau adalah tamu sedang aku adalah tuan rumah, sudah sepantasnya kalau kau dulu
yang mengajukan persoalan!” katanya.
Gak Lam kun manggut-manggut ujarnya kemudian.
“Kalau begitu biar aku pamerkan kejelekanku.
Setelah termenung sejenak katanya, “Lembah sepi bukit sunyi, sinar rembulan
berwarna keperak-perakan…”
Nona berbaju perak itu tersenyum katanya, “Lian itu rada susah untuk dicarikan
pasangannya, untung See Thian san kami mempunyai pemandangan alam yang terwujud,
baiklah kupinjam hal tersebut saja”
Maka diapun bersenandung, “Akar ganggang daun teratai, titik air hujan berbunyi
merdu” Gak Lam kun segera manggut-manggut.
“Pengetahuan nona memang amat hebat, Lembah sepi bukit sunyi dan akar ganggang
daun teratai memang merupakan sepasang Lian yang ideal, betul sekali! Nah, sekarang
kau boleh mengajukan persoalan, aku akan mencoba untuk menjawabnya”
Nona berbaju perak itu sendiri juga tahu bahwa Gak Lam kun adalah seorang pemuda
yang berpengetahuan luas, kalau cuma membuat Lian sederhana saja jelas tak akan
menyulitkan dirinya, maka sesudah termenung sejenak ia bersenandung lagi, “Kecerdasan
menangkan kemurungan, bukit kosong udara hampa, sekalipun rembulan bersinar cerah
manusia bermuram durja…”
Mendengar persoalan yang diajukan gadis itu, paras muka Gak Lam kun agak berubah,
ia merasa persoalan itu benar-benar sulit sekali, ia menghela napas sedih.
Baru saja pemuda itu akan mengaku kalah tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya
memandang angkasa dan menemukan lapisan awan yang bergerak diangkasa, satu
ingatan lantas melintas dalam benaknya.
Dengan cepat ia bersenandung, “Awan tipis laksana samudra perak, terbang melayang
ditengah udara, tiada jalan menuju sorgaloka, dunia makin sesat…”
“Suatu jawaban yang bagus sekali, tepat sekali!” puji nona berbaju perak itu dengan
rasa kagum, “didalam soal pengetahuan kita anggap seri, nah mari kita beradu kepandaian
silat sekarang”

“Ilmu silat itu terdiri dari beraneka ragam, tolong tanya nona ingin beradu tenaga
dalam, atau ilmu pukulan tangan kosong? Ataukah ilmu pedang…”
Nona berbaju perak itu tertawa.
“Sekalipun beraneka ragam, lebih baik lagi kalau kita bisa memilih suatu jenis yang
meliputi semua jenis kepandaian tersebut..!”
“Apakah nona ingin beradu ilmu pedang?”
“Bagi seorang yang berlatih silat, kalau ingin mencapai tingkatan yang tinggi dia
memang harus berlatih ilmu pedang, lagipula dalam beradu ilmu pedang kitapun bisa
beradu tenaga dalam maupun aneka macam ilmu pukulan tangan kosong lainnya”
“Tapi aku tidak membawa pedang…”
Sambil tersenyum gadis berbaju perak itu menukas, “Aku memiliki dua bilah pedang,
tak menjadi soal kalau kupinjamkan sebilah untukmu, cuma aku pikir kalau kita musti
beradu jurus pedang hanya mengandalkan gerakan belaka, hal ini rasanya terlalu
sederhana, lagipula selesai bertarung menang kalah segera ditentukan dan tidak mungkin
akan terjadi kesempatan untuk seri, maka aku pikir dalam beradu ilmu silat, lebih baik kita
bagi menjadi dua macam pertandingan saja”
Setelah mendengar perkataan tersebut, Gak Lam kun merasakan bahwa gadis itu
adalah seorang jago yang cerdik dan berakal banyak, mungkin saja ia sedang
melaksanakan suatu siasat untuk menjebak.
Tapi sebagai seorang laki-laki sejati yang berwatak tinggi hati, ia tak ingin menyerah
dengan begitu saja, dia ingin tahu permainan setan apakah yang sedang dimainkan gadis
tersebut.
Maka tanyanya, “Bolehkah aku tahu dua macam pertandingan yang bagaimanakah itu?
Apakah kau dapat menerangkan lebih dahulu?”
Gadis berbaju perak itu tertawa.
“Semacam adalah beradu ilmu silat secara lisan sedang semacam lagi adalah beradu
kepandaian dengan gerakan”
Gak Lam kun segera tersenyum.
“Bagus, bagus sekali, kalau begitu mari kita beradu kepandaian secara lisan lebih
dahulu. Nona silahkan kau untuk melancarkan lebih dahulu”
Sikap nona berbaju perak itu betul-betul amat santai setelah tertawa merdu katanya.
“Baiklah! Harap kau perhatikan baik-baik, pada jurus yang pertama kugunakan gerakan
Kiam hay leng po (pecahan ombak ditengah samudra pedang) untuk menyerang jalan
darah Khi si hiat dikaki kananmu, kemudian menukik keatas menusuk jalan darah Tay ing
hiat diatas pelipis dan menyapu kebawah menyambar jalan darah Gwa leng hiat
dipinggang”

Diam-diam Gak Lam kun merasa terperanjat, jurus serangannya itu betul-betul hebat
sekali, bukan saja perubahan jurusnya sakti bahkan aneh dan susah diduga sebelumnya.
Sesudah berpikir sejenak, ia lantas menjawab, “Jurus serangan Kiam hay leng po dari
nona memang betul-betul lihay sekali, tapi kugunakan jurus Sin ki hou sian (kesempatan
hidup muncul kembali) untuk membacok nadi penting dipergelangan tangan kananmu
yang menggenggam pedang, dengan gerakan tersebut dua perubahan saktimu bisa
kubendung, kemudian badanku menerobos kedepan, pedangku dengan jurus Sin liong
sam sian (naga sakti muncul tiga kali) menyerang atas, tengah dan bawah tiga tempat
penting ditubuhmu”
Jilid 12
Nona berbaju perak itu tertawa.
“Suatu jurus serangan Sin ki hou sias yang hebat, dengan menyerang menolong diri
bahkan sekalian memunahkan dua gerakan serangan lainnya, tapi meski gerakanku kena
kau kunci, pedangku segera kutarik kembali kebelakang, lalu dengan jurus Im hay toan
gak (lautan awan memotong bukit) kusambut gerakanmu, ingin kulihat apakah jurus Sin
liong sam sianmu bisa kau kerahkan lebih jauh atau tidak?”
“Bagus sekali! Bagus sekali!” puji Gak Lam kun, “jurus im hay toan gak itu memang
tandingan dari jurus Sin liong sam sian, cuma ditengah jalan gerakannya kurubah menjadi
Ciau ta kim ciong (memukul keras genta emas), bukan saja gerakan ini bisa memunahkan
hawa pembunuhan yang terkandung dalam jurus Im hay toan gak mu itu, lagipula aku
bisa gunakan jurus Sin liong tiau tau (naga sakti palingkan kepala) untuk memburu dirimu,
ingin kulihat apakah kau bisa menghindarkan diri dari serangan kilatku ini?”
Tergetar juga perasaan nona berbaju perak itu, jawabnya.
“Jurus Sin liong tiau tau memang khusus untuk mendahului lawan sambil melancarkan
sergapan, bila kugunakan jurus Shia ta kim ling (memukul miring genta emas) untuk
mundur sambil menutup diri, aku rasa jurus seranganmu itu pasti dapat kuhindari.”
Sekarang posisi Gak Lam kun sudah berada diatas angin, sambil tertawa hambar
katanya.
“Setelah jurus Sin liong tiau tau secara beruntun kulancarkan tiga buah serangan
berantai dengan gerakan-gerakan Hud kiam cian huan (seribu ciptaan pedang Buddha),
Siau ci thian lam (matahari tenggelam bianglala menyelimuti angkasa), ingin kulihat
dengan cara apa kau hendak menyambut serangan-serangan ini?”
Sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibir nona berbaju perak itu, jawabnya,
“Seandainya kau tidak mempergunakan tiga jurus berantai itu untuk mendesakku,
mungkin aku benar-benar akan terperosok dibawah angin, ketika kau sedang
menggunakan jurus Hud kiam cian huan untuk diganti menjadi jurus Siau ci thian lam,
kugunakan jurus To coan im yang (memutar balikan im dan yang) untuk merebut posisi
denganmu, lalu dengan jurus Pek im jut siu (awan putih muncul dari bukit) kubacok
sepasang kakimu, ingin kulihat apakah kau mampu untuk menahan diri?”

Betapa terperanjatnya Gak Lam kun dengan kesudahan tersebut, sekalipun rangkaian
jurus serangannya cukup ketat dan kuat toh muncul juga titik kelemahan dibaliknya
dengan begitu posisinya kembali kena didesak dibawah angin.
Demikianlah pertarungan secara lisan berlangsung amat seru, berpuluh-puluh jurus
sudah berlangsung namun menang kalah sukar ditentukan, setiap jurus serangan yang
mereka sebutkan selalu mengandung perubahan gerakan yang luar biasa.
Dibawah desakan si nona berbaju perak setelah ia berbasil merebut posisi diatas angin,
Gak Lam kun benar-benar terdesak hebat, sekalipun ia masih menyebutkan terus jurusjurus
serangannya tapi setiap kali keadaannya selalu terancam bahaya ini semua membuat
peluh membasahi sekujur tubuhnya.
Mendadak ia berpekik nyaring serunya keras-keras, “Sekalipun jurus Ci kiam hui sian
(pedang sakti terbang berputar) mu membacok pergelang tangan dengan menelusuri
pedangku tapi aku bisa membuang pedang untuk menarik tangan sementara tangan kiriku
dengan ilmu sentilan Tan ci sin thong kugetar kutung pedang ditanganmu itu”
Nona berbaju perak itu tertawa dingin.
Dalam genggaman masih ada separuh pedang sebaliknya kau sudah bertangan
telanjang, nah dalam pertarungan lisan ini apakah kau tidak segera mengaku kalah?”
Gak Lam kun tertawa dingin pula, jawabnya, “Sekalipun tangan kananku membuang
pedang, tapi kaki kananku masih bisa mencongkel pedang itu keatas, bukankah tanganku
masih bisa memegang pedang lagi? Coba pikirlah dulu, yang menang kau atau aku?”
Nona berbaju perak itu mendengus dingin.
“Hmm..! Memangnya kau anggap begitu gampang? Ketika kau mencongkel pedang
untuk menangkapnya, kutungan pedang ditanganku bisa kutimpuk kearah bagian
mematikan ditubuhmu, dengan jarak sedekat ini lagipula perhatianmu sedang bercabang,
memangnya kau bisa meloloskan diri dengan selamat?”
Mendengar itu Gak Lam kun segera menghela napas panjang.
“Aaaai… aku tidak menyangka kalau kau akan bertindak demikian” katanya, “tapi aku
toh bisa membuang pedang sambil mundur kebelakang, aku pikir untuk menyelamatkan
diri masih bukan suatu pekerjaan yang sulit bagiku”
Nona berbaju perak itu segera tertawa cekikikan.
“Bagus, bagus sekali, sepasang pedang telah terjatuh ketanah, aku lihat pertarungan
silat secara lisan pun berakhir dengan seri!”
Gak Lam kun manggut-manggut.
“Yaa, anggap saja seri. Sekarang kita boleh bertarung dengan menggunakan gerakan
sesungguhnya nah mulailah melancarkan serangan!”
Pelan-pelan gadis berbaju perak itu mendekati batu datar didepan sana dan mengambil
dua bilah pedang, katanya sambil tertawa, “Pilih sebilah untukmu!”

Gak Lam kun melepaskan cakar naga perenggut nyawa serta topeng kepala naga, lalu
melepaskan pula jubah hijaunya sehingga raut wajahnya yang tampan.
Nona berbaju perak itu segera tertawa merdu, serunya, “Sejak semula aku sudah tahu
kalau dirimu!”
Gak Lam kun tetap tenang seperti tak pernah terjadi sesuatu apapun, sambil tersenyum
ia menerima sebilah pedang, menyentilnya sehingga berbunyi nyaring.
Lalu sambil berdiri didepan nona itu katanya, “Silahkan nona melancarkan serangan!”
Nona berbaju perak itu segera menggerakkan pedangnya secepat sambaran kilat
mendadak saja ia menciptakan beberapa kuntum bunga pedang yang memancarkan sinar
tajam.
Dengan wajah pucat pias Gak Lam kun melejit keudara beberapa depa tingginya,
cahaya pedang segera menyambar lewat dari bawah kakinya itu.
Nona berbaju perak itu berseru tertahan, ternyata jurus pedang yang barusan
dipergunakan ini merupakan salah satu jurus aneh didalam ilmu pedang Thianli kiam hoat,
meski dalam satu gerakan tapi secara terpisah dapat mengancam tiga buah jalan darah
kematian ditubuh lawan.
Selama ini belum pernah ada orang yang bisa lolos dari serangannya itu dalam keadaan
selamat, sungguh tak disangka ternyata Gak Lam kun dapat menghindarinya dengan
tepat.
Si anak muda itu segera berpekik nyaring, pedangnya digerakkan berulangkali
melancarkan dua buah tusukan berantai, dua tusukan kearah kanan dan setusukan
dilancarkan kearah tengah.
Dalam lima buah tusukan itu, dia telah menggunakan lima macam gerakan ilmu pedang
yang semuanya berbeda antara yang satu dengan lainnya.
“Bagus!” seru gadis berbaju perak itu.
Pedangnya diputar ditengah udara lalu menusuk dari kiri kearah kanan, tiba-tiba
ditengah jalan gerakan itu berubah, mendadak saja gerakan pedangnya berputar miring
kesamping.
Serangannya itu dilancarkan dengan kecepatan luar biasa dan bisa dirubah kesana
kemari sesuai dengan keinginan hatinya, boleh dibilang ilmu pedangnya telah berhasil
mencapai tingkatan yang luar biasa sekali.
Terlihatlah cahaya pedang sebentar berputar kekiri sebentar lagi kekanan lalu melejit
keudara dan menyambar tenggorokan Gak Lam kun.
Untungnya si anak muda itu tidak gugup dalam menghadapi keadaan tersebut, kembali
ia berhasil lolos dari serangan si nona berbaju perak itu secara jitu.

Kemudian pemuda itu membentak nyaring, tubuhnya bergerak maju mengikuti gerakan
pedang, serangannya dipergencar dengan jurus-jurus yang buas dan kasar, bukan saja
kecepatannya bagaikan sambaran petir, lincah dan gesit pula seperti awan yang bergerak
diangkasa.
Kedua orang muda mudi itu benar-benar merupakan sepasang musuh yang sama-sama
tangguhnya dan sama-sama berbakatnya.
Sesudah melancarkan serangkaian serangan kilat, tiba-tiba gadis berbaju perak itu
merubah kembali jurus pedangnya, cahaya pedang segera memancar keempat penjuru
bagaikan air raksa yang memancar kemana-mana, dalam waktu singkat empat arah
delapan penjuru telah dipenuhi oleh bayangan tubuhnya.
Gak Lam kun tidak mengira kalau seorang nona cantik yang masih polos dan manja itu
sesungguhnya memiliki ilmu silat yang luar biasa lihaynya, tubuhnya yang harus bergerak
kesana kemari diantara kilatan cahaya pedang, persis seperti sebuah sampan yang
diombang-ambingkan ditengah amukan gelombang dahsyat.
Gerakan tubuh kedua orang itu kian lama bergerak kian cepat, tak lama kemudian
selapis cahaya tajam telah menyelimuti seluruh angkasa, dalam keadaan demikian sulitlah
untuk membedakan mana Gak Lam kun dan mana si nona berbaju perak.
Sekalipun pertarungan berlangsung amat seru, namun selama ini tak pernah terdengar
suara senjata tajam yang saling membentur, rupanya kedua belah pihak sama-sama telah
menggunakan ilmu silat tingkat tinggi untuk saling menghindar.
Tampak cahaya pedang menyilaukan mata, bayangan manusia saling menggulung
kesana kemari, keadaan berlangsung makin seru.
Gak Lam kun betul-betul terkesiap menghadapi kenyataan ini pikirnya dihati.
“Rupanya ilmu silat See thian san mereka betul-betul merupakan ilmu pedang yang
manunggal, bukas saja jurusnya ampuh lagipula aneh dan diluar dugaan bikin orang sama
sekali tidak menduga sebelumnya dibandingkan dengan ilmu pedang aliran Tionggoan,
betul-betul jauh sekali bedanya…”
Dalam pada itu nona berbaju perak tersebut kembali sudah merubah gerakan
pedangnya, kali ini dia menggembangkan suatu jurus serangan yang semuanya
merupakan jurus-jurus mematikan.
Tiba-tiba ujung pedangnya seperti menuding keatas sebentar lagi tahu-tahu sudah
menuding kebawah langkahnya sempoyongan dan ilmu pedangnya seperti kacau balau
tidak beraturan, tapi justru dibalik kekalutan yang tidak beraturan itu tersimpanlah jurusjurus
ampuh yang luar biasa dahsyatnya.
Kali ini Gak Lam kun betul-betul tercekat, mendadak ia berdiri tak berkutik, pedangnya
dikembangkan menciptakan selapis cahaya pedang yang amat tebal untuk melindungi
tubuhnya.
Dalam waktu singkat, nona berbaju perak itu merasakan hawa pedang yang melindungi
badannya begitu kokoh bagaikan sebuah bukit karang, sekalipun berulangkali dia mencoba

untuk menerjang pertahanan tersebut, namun usahanya selalu gagal, sekarang nona
itupun baru merasa terkesiap.
Tiba-tiba nona berbaju perak itu menarik kembali pedangnya kebelakang, kemudian
tangannya didorong kemuka dan secara beruntun melancarkan tiga buah serangan
berantai yang maha dahsyat, jurus-jurus serangan yang dipergunakan adalah jurus Thian
li san hoa (gadis suci menyambar bunga) See thian Hud co (Buddha suci dari langit barat)
serta Sian li ki poh (dewi cantik melangkah maju).
Jurus-jurus serangan berantai itu semuanya mengandung daya penghancur yang luar
biasa, gerakannya pun sukar diduga sebelumnya.
Dalam waktu singkat, diantara lapisan pedang yang kokoh bagaikan batu karang itu
mendadak muncul sinar putih yang tahu-tahu meluncur masuk kedalam lapisan
pertahanan dan menyambar tubuh si anak muda itu.
Gak Lam kun segera menggerakkan pergelangan tangannya, jurus ampuh kembali
dipergunakan, dengan memakai jurus Hay sim an liu (aliran maut ditengah samudra) dari
ilmu pedang aliran Hay sim pay, pedangnya berputar kencang menciptakan kembali
berlapis-lapis hawa pedang yang seketika itu juga menyelimuti tubuh anak muda itu.
Hawa pedang menusuk tulang, cahaya kilat menyilaukan mata, namun tak kedengaran
sedikit suarapun.
Jelas kedua orang itu telah mempergunakan tenaga dalam tingkat atas untuk
melangsungkan pertarungan tersebut, tapi ujung pedang masing-masing terpancarlah
hawa pedang yang kuat.
Tanpa terjadinya bentrokan secara kekerasan membuktikan bahwa kedua belah pihak
sama-sama berusaha untuk menyimpan tenaga dan sedapat mungkin mengalahkan
musuhnya dengan mempergunakan keampuhan jurus pedang masing-masing.
Pertarungan ini boleh dibilang benar-benar merupakan suatu pertarungan sengit yang
belum pernah terjadi sebelumnya.
Ditengah pertarungan seru, tiba-tiba terdengar suara dengusan tertahan memecahkan
kesunyian, cahaya pedang sirap dan pertarunganpun segera terhenti.
Tampaklah gadis berbaju perak itu secara beruntun mundur sejauh dua tiga langkah,
pedang yang ditanganpun kini tinggal sebuah gagang pedang saja.
Diatas bajunya yang berwarna perak telah muncul empat buah robekan yang cukup
panjang.
Sekalipun demikian paras muka Gak Lam kun pun pucat pias seperti mayat, peluh
dingin membasahi sekujur tubuhnya ia berdiri tegak dengan pedang digenggam ditangan
kiri, rupanya cukup parah luka yang dideritanya ini terlihat dari sepasang alis matanya
yang berkernyit serta bibirnya yang terkatup rapat rupanya sedang berusaha keras untuk
menahan penderitaan serta rasa sakit itu yang dialaminya.
Gadis berbaju perak itu menghela napas panjang lalu katanya, “Kenapa aku tidak
sekalian kau bunuh?”

Ternyata ditengah gumpalan hawa pedang yang menggulung-gulung tadi, dalam
melancarkan sebuah jurus serangan mematikannya, tiba-tiba Gak Lam kun menyerang
dengan menggunakan pedang ditangan kirinya untuk membabat lengan kanan gadis
berbaju perak itu.
Pada saat itu, serangan mematikan dari gadis berbaju perak pun telah dilepaskan,
dengan mendatar pedangnya menusuk kelambung Gak Lam kun, tapi ketika itu Gak Lam
kun telah menghimpun tenaga Tok liong ci jiau nya didalam telapak tangan kanan serta
merta ditekankan kepedang yang menusuk tiba itu.
Pedangnya secara langsung digetarkan oleh ilmu sakti Tok liong ci jiau dari Gak Lam
kun hingga hancur berkeping-keping, sementara pedang ditangan kiri pemuda itu telah
merobek-robek baju yang dikenakan gadis berbaju perak itu, bahkan kemudian telapak
tangan kanan pemuda itu sempat menggetarkan pula dadanya, untung pemuda itu tak
tega dan pada saat terakhir telah menarik kembali sebagian dari tenaga pukulannya…
Dalam keadaan kalah, dari rasa malunya si nona berbaju perak itu menjadi naik darah
hawa murninya segera dihimpun kedalam telapak tangan kirinya dan langsung disodokkan
keatas dada Gak Lam kun.
Si anak muda itu tertawa getir, katanya, “Apa yang kuharapkan adalah mendapatkan
Lencana pembunuh naga tersebut, kenapa kita musti saling melukai?”
Paras muka gadis berbaju perak itu agak berubah, lalu katanya, “Dalam pertarungan
adu kepandaian yang berlangsung sekarang kau yang berhasil mendapat kemenangan,
asal kau bisa menangkan pula pertarungan dalam adu kecerdikan dan pengetahuan,
Lencana pembunuh naga ini segera akan kupersembahkan kepadamu”
Seraya berkata, tiba-tiba gadis berbaju perak itu mengeluarkan sebuah kotak kumala
persegi panjang dari sakunya dan diletakkan diatas tanah, katanya kemudian.
“Sekarang kita akan beradu dalam kemampuan tentang pengetahuan..!”
Sekujur badan Gak Lam kun menggigil keras tiba-tiba ia menjatuhkan diri keatas tanah
dan duduk bersila, sepasang tangannya ditekankan keatas dada sendiri… napasnya
tersengal-sengal dan wajahnya berubah makin pucat pasi seperti mayat.
Setelah terengah-engah sekian lama, akhirnya Gak Lam kun berkata, “Bagaimana pula
kita harus bertanding dalam soal pengetahuan serta daya tahan?”
Sambil berkata sepasang matanya yang tajam itu mengawasi kotak kumala tersebut
tanpa berkedip ia saksikan kotak itu berwarna putih bersih bagaikan salju, diatas
permukaannya terukir seekor naga sakti, ukiran itu sangat indah dan hidup seakan-akan
sedang terbang diudara, bentuknya persegi panjang dan panjangnya lima inci dengan
lebar tiga inci.
“Criiing..!” diiringi bunyi nyaring tiba-tiba kotak kumala itu terbuka lebar, dari balik
kotak tersebut si gadis berbaju perak itu mengeluarkan sebuah lencana berwarna-warni
dengan bentuk bulat memanjang, panjang lencana itu kira-kira empat inci dengan lebar
dua inci.

Pelan-pelan gadis berbaju perak itu menyentil permukaan lencana berwarna-warni itu,
lalu katanya, “Lencana inilah merupakan lencana mustika yang telah menggemparkan
seluruh dunia persilatan, Lencana pembunuh naga adanya!”
Gak Lam kun segera merasakan hatinya bergetar keras, tiba-tiba dadanya terasa sakit
sekali dan… “Uaak!” ia muntah darah segar, tubuhnya jatuh terduduk dan bergoyang tiada
hentinya.
Dengan wajah yang berkerut kencang menahan rasa sakit yang luar biasa, Gak Lam
kun berusaha keras untuk mengendalikan golakan perasaan dalam hatinya, kemudian
pelan-pelan berkata, “Dapatkah kau pinjamkan lencana pembunuh naga itu kepadaku
barang sejenak saja?”
Gadis berbaju perak itu tertawa merdu, “Kau harus perhatikan Lencana pembunuh naga
itu baik-baik, sebab adu pengetahuan yang akan berlangsung nanti meliputi pengetahuan
tentang Lencana pembunuh naga itu.”
Sambil berkata ia angsurkan lencana pembunuh naga itu dengan kedua belah
tangannya kehadapan Gak Lam kun.
Agak gemetar Gak Lam kun menyambut lencana mustika itu, diamatinya benda yang
digilai banyak orang itu dengan sorot mata yang tajam.
Tampaklah Lencana mustika yang membuat hati orang persilatan jadi hampir gila itu
terdiri dari panca warna yang berkilauan, bentuknya sangat indah dan mempesona hati,
entah terbuat dari bahan apa? Tapi kalau ditinjau dari bobotnya jelas bukan besi atau
tembaga, tapi bukan pula terbuat dari bahan kemala, atau kayu ataukah kertas.
Pada pemukaan yang pertama terukirkan seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari
dari kahyangan, lukisan itu lembut sekali dan tampak sangat hidup.
Terutama senyuman yang tersungging diujung bibir gadis itu, kendatipun hanya sebuah
lukisan tapi tampak sangat hidup bagaikan orang hidup biasa, baik matanya, alis matanya,
bibirnya, terutama sepasang lesung pipi yang menambah keayuan dan kelembutan dari
dara itu.
Ia memang benar-benar seorang gadis cantik rupawan yang sukar dicarikan
tandingannya didunia ini.
Gak Lam kun yang memperhatikan lukisan gadis diatas lencana itu semakin
memandang senyuman gadis itu ia merasa senyuman tersebut makin memiliki daya tarik
yang amat luar biasa, membuat jantungnya berdebar semakin keras.
Makin dipandang makin tertarik, bagaikan orang yang minum arak saja, semakin
minum semakin nikmat tapi semakin cepat pula menjadi mabok.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu menegur dengan suara yang merdu dan lembut,
“Hei… rupanya kau sudah terkesima olehnya?”
Bagaikan baru sadar dari impian, Gak Lam kun berseru tertahan, betapa terperanjatnya
dia setelah menyaksikan paras muka dari dara berbaju perak itu, ternyata ia menemukan

bahwa senyuman yang tersungging diujung bibir gadis berbaju perak itu persis seperti
gadis yang tertera pada lencana tersebut.
Tanpa sadar ia menundukkan kepalanya dan memandang sekejap lukisan dara diatas
lencana tersebut, tapi ia tak berani melihat terlalu lama, buru-buru kepalanya didongakkan
kembali untuk memandang gadis berbaju perak itu, sesudah menghela napas katanya,
“Aaai… Thian memang maha kuasa dan maha luar biasa, aneka peristiwa yang serba aneh
bisa saja terjadi didalam dunia ini”
Gadis berbaju perak itu tertawa, “Apakah kau merasa gadis itu mirip sekali denganku?”
Gak Lam kun manggut-manggut.
“Yaa, memang rada mirip, tapi tak bisa dikatakan terlalu mirip… katanya, “Ehmm…
benar tapi tahukah kau apa maksud dari lukisan sang gadis diatas Lencana pembunuh
naga itu?”
“Aku tidak tahu!” Gak Lam kun gelengkan kepalanya berulangkali.
“Dapatkah kau menebak maksud dan tujuan sebenarnya?” kembali gadis berbaju perak
itu bertanya.
Satu ingatan melintas dalam benak Gak Lam kun segera pikirnya, “Kalau didengar dari
pembicaraan Si Tiong pek, katanya Lencana pembunuh naga ini menyangkut seorang
gadis yang amat cantik jelita, jangan-jangan benar juga perkataan itu, tapi benarkah
didunia ini terdapat seorang gadis seperti itu…”
Berpikir demikian ia lantas berkata, “Konon barang siapa yang mendapatkan Lencana
pembunuh naga itu, ia akan berbasil pula mempersunting seorang gadis yang cantik jelita
bak bidadari dari kahyangan, apakah gadis ini yang dimaksudkan?”
“Hei, aku kan sedang bertanya kepadamu? kenapa kau malah sebaliknya bertanya
kepadaku?”
“Aku tak mau menebak maksud dan tujuan yang sebenarnya!”
“Kalau begitu coba kau perhatikan kembali lukisan dibalik lencana itu, bila kau kembali
tidak berhasil menebak jitu maksud dan arti yang tertera disana, maka dalam
pertandingan adu pengetahuan ini kaulah yang berada dipihak kalah”
“Jadi kalau begitu, nona sendiri memahami maksud dan arti dari lukisan gadis yang
berada diatas lencana itu?”
Gadis berbaju perak itu termenung sebentar, kemudian sahutnya, “Aku sendiripun
merasa kurang jelas!”
“Kalau memang begitu, kenapa kau mengatakan bahwa dalam pertandingan adu
pengetahuan aku kalah darimu?”
“Sebab aku mengetahui arti dan maksud dari lukisan dibaliknya…”

Mendengar jawaban tersebut, Gak Lam kun tidak berbicara lagi, ia membalikkan
lencana itu dan memeriksa isinya, ternyata permukaan lencana itu penuh dengan lukisanlukisan
yang kacau balau tak karuan, sulit untuk mengetahui lukisan apakah itu?”
Yang lebih hebat lagi, semakin diperhatikan lukisan tersebut kepala terasa makin pusing
tujuh keliling, ditambah lagi matanya berkunang-kunang.
Sekalipun demikian, garis lukisan yang tertera diatas lencana itu tampak amat jelas.
Gadis berbaju perak itu membiarkan Gak Lam kun memperhatikan lukisan itu beberapa
kejap, kemudian baru bertanya, “Kau pahami maksud dan artinya?”
“Maksud dalam soal apa?” tanya Gak Lam kun dengan wajah tertegun.
“Maksud dari gambaran diatas lencana itu!”
“Aku pikir lukisan tersebut pastilah suatu penjelasan peta yang mengandung makna
yang mendalam sekali”
“Ya betul! Tapi tahukah kau dimanakah letak dari tempat yang dimaksudkan itu?”
Satu ingatan segera melintas dalam benak Gak Lam kun, tiba-tiba saja ia teringat
dengan kata-kata dari Jit poh lui sim ciam (panah inti geledek tujuh langkah pencabut
nyawa) Lui seng thian ketika berada diatas pohon siong, serta kata-kata dari Si tosu setan
Thian yu Cinjin dan Hoa Kok khi ketika berada dimulut masuk menuju kebangunan loteng
yang misterius itu.
Sambil tersenyum segera sahutnya, “Aku rasa letak dari tempat tersebut berada diatas
pulau ini!”
Gadis berbaju perak itu segera tetawa dingin, “Heeeh… heeeeh… heeeehh… kalau
begitu, dapatkah kau memahami kunci rahasia yang menyangkut dalam penjelasan peta
rahasia ini?”
“Apakah nona sendiri telah memahaminya?”
“Belum!” sahut gadis berbaju perak itu hambar.
Gak Lam kun segera tertawa dingin.
“Kalau begitu kita sama-sama tidak tahu, dalam soal adu pengetahuan kita hanya bisa
dibilang seri!”
“Yaa, hanya bisa bilang seri” gadis berbaju perak itu tertawa dan manggut-manggut,
“nah, sekarang mari kita adu persoalan yang terakhir, yakni mengadu kecerdikan dan daya
tahan”
“Bagaimana caranya kita harus beradu kecerdikan dan daya tahan?”
“Lantas menurut pandanganmu sendiri, bagaimana kita harus melakukannya?” gadis itu
malah balik bertanya.

“Tampaknya nona sudah mempunyai suatu rencana yang matang maka lebih baik
kuturuti kehendakmu saja”
“Sungguhkah perkataanmu ini? Jangan menyesal akhirnya”
“Sebagai seorang laki-laki sejati, apa yang telah diucapkan tak akan disesali kembali”
Gadis berbaju perak itu segera tersenyum.
“Untuk beradu kecerdasan maka hal ini tidak terbatas dalam bidang apapun juga
dimanapun kau berada apa yang ada dihadapanmu bisa kita gunakan untuk beradu
kecerdasan, aku pikir dalam soal ini tak usah kita pertandingkan lagi, sekarang aku hanya
minta kepadamu untuk mendengarkan sebuah lagu yang indah, asal kau sanggup
menahan daya pengaruh dari irama khim tersebut Lencana pembunuh naga ini segera
akan kuserahkan kepadamu.”
Mendengar perkataan tersebut, diam-diam Gak Lam kun segera berpikir, “Irama iblis
dari Soat san thian li merupakan suatu kepandaian yang maha sakti, untungnya suhu
pernah mendapat warisan ilmu tersebut, sekarang aku sudah tak takut terhadap pengaruh
irama iblis itu lagi, apa salahnya kalau kudengarkan permainan khimnya itu?”
Berpikir sampai disini, diapun segera manggut-manggut, sahutnya, “Baiklah kita
tetapkan dengan sepatah kata ini akan kudengarkan permainan khim mu itu”
Tiba-tiba saja paras muka gadis berbaju perak itu berubah menjadi amat serius,
senyuman yang manis dan menawan hati itu seketika lenyap tak berbekas, sambil
memeluk khim antiknya ia duduk bersila diatas tanah.
Gak Lam kun ikut bersemedi pula dihadapan gadis berbaju perak itu, meski isi perutnya
terluka sekarang, tapi tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna lagi pula ia telah
mengerahkan ilmu Huan bu hwe kong dari Yo Long sekalipun luka yang betapa parahnya
untuk sementara waktu semua luka itu dapat ditekan lebih dulu.
Hawa murninya segera disalurkan mengelilingi seluruh badan, seluruh perhatiannya
dipusatkan menjadi satu dan siap menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi.
Ia telah bertekad, bagaimanapun juga tugas yang dibebankan suhu kepadanya harus
diselesaikan, dan Lencana pembunuh naga itu harus dimenangkan olehnya…
Pada saat itulah, tiba-tiba berkumandang dua kali dentingan nyaring yang
menggetarkan sukma.
“Criing..!” “Criing..!”
Gak Lam kun segera merasakan hatinya bergetar keras oleh dua dentingan nyaring itu,
bahkan tubuhnya yang sedang duduk bersila pun ikut bergetar keras, hal ini membuat
hatinya amat terperanjat, paras mukanya seketika berubah menjadi pucat pias.
Menyaksikan perubahan wajahnya itu, si nona berbaju perak menghela napas panjang,
katanya, “Apakah kau sanggup untuk mempertahankan diri? Ketahuilah yang bakal
kumainkan bukan irama sebangsa Mi tin loan hun ci atau Sang goan ci melainkan sejenis
irama maut dari tingkatan paling tinggi yang dinamakan Kiu hian tay boan yok sin im”

Tak terlukiskan rasa kaget Gak Lam kun setelah mendengar nama itu, serunya
tertahan, “Apa? Kau telah menguasai ilmu sakti Kiu hian tay boan yok sin im yang maha
dahsyat itu?”
Kiranya ia pernah teringat dengan perkataan dari suhunya Yo Long kepadanya, waktu
itu ia berkata demikian, “Penyakit cacad yang kuderita sekarang baru akan bisa sembuh
dan nyawaku baru dapat diselamatkan andaikata ada seseorang yang dapat memainkan
irama sakti Kiu hian tay boan yok sin im, irama sakti ini adalah semacam irama maut yang
maha dahsyat, tapi apabila sipendengar dapat mempergunakan irama pembunuh manusia
itu untuk menembusi nadi-nadi penting ditubuhnya, maka bukan saja akan terhindar dari
kematian, malahan berbagai penyakit cacad yang dideritanya akan menjadi sembuh
malah, sekalipun aku sudah bisa mempergunakan kepandaian untuk memanfaatkan irama
maut menjadi kekuatan untuk mengobati luka, sayang sekali belum ada seorang
manusiapun didunia ini yang dapat mempergunakan irama Kiu hian tay boan yok sin im,
coba kalau tidak maka kekuatanku pasti akan menjadi tak terkalahkan didunia ini”
Entah apa sebabnya, ketika selesai mendengar perkataan dari Gak Lam kun itu, gadis
berbaju perak itu segera mendengus dingin, selapis hawa napsu membunuh yang
mengerikan dengan cepat menyelimuti wajahnya diawasinya senar-senar khim itu dengan
pandangan tajam.
Jari jemari yang lencir dan lembut pelan-pelan menari diatas senar khim dan
memainkan irama musik yang merdu merayu.
Rupanya ia telah memetik irama Kiu hian tay boan yok sin im tersebut untuk
menyerang musuhnya.
“Crring..! Crring..! Crring..!” bunyi gemerincingan nyaring menggema menyelimuti
seluruh angkasa.
Mengikuti permainan irama khim tersebut, tubuh Gak Lam kun mulai goncang dan
bergetar keras.
000000O00000
Mukanya yang sudah pucat kini makin memucat, kulit tubuhnya mengejang keras
menahan penderitaan yang luar biasa, peluh sebesar kacang kedelai bercucuran
membasahi jidatnya.
Serentetan irama merdu merayu yang menawan hati berkumandang diangkasa
mengikuti gerakan jari tangan gadis berbaju perak itu, suaranya mana merdu, indah
menawan lagi.
Irama tersebut sepintas lalu tampak sama sekali tiada pengaruh daya iblis yang
mengerikan, irama itu kedengaran begitu lembut, begitu indah dan mendatangkan
kedamaian dalam hati.
Tapi jauh berbeda bagi perasaan Gak Lam kun, benaknya seakan-akan dipenuhi oleh
aneka macam lamunan yang aneh-aneh karena pengaruh irama tersebut, sekujur
badannya terasa seakan-akan sedang terbang melayang diudara.

Yang lebih membuatnya menderita adalah peredaran darah dalam tubuhnya kian lama
kian membeku kesatu arah, penderitaan tersebut adalah begitu hebat dan begitu
dahsyatnya, membuat Gak Lam kun harus menggertak giginya kencang-kencang, seluruh
kulit tubuhnya mengejang keras menahan rasa sakit yang luar biasa.
Lamat-lamat noda darah mulai mengalir keluar dari ujung bibirnya ia merasakan
tubuhnya yang sedang duduk bersila itu bagaikan berada dalam gudang es, sekujur
tubuhnya gemetar keras.
Bila keadaan semacam ini dibiarkan berlangsung lebih jauh, tak dapat disangsikan lagi
Gak Lam kun pasti akan mati secara mengerikan.
Gadis berbaju perak itu melirik sekejap kearah Gak Lam kun yang sedang menderita
kesakitan itu, lalu sambil menghela napas sedih ia menghentikan permainan seraya
berkata, “Aku tak ingin mencelakai jiwamu, lebih baik kau mengaku kalah saja!”
Gak Lam kun tidak berbicara ataupun bersuara, ia masih tetap duduk bersila ditempat
semula.
Ketika dilihatnya pemuda itu tidak juga menjawab, bahkan penderitaan yang dialaminya
berangsur-angsur menjadi tenang kembali, ia menghela nafas panjang, dan jari jemarinya
pun mulai memetik kembali senar-senar khim tersebut.
Alunan lagu yang indah dan merdu sekali lagi berkumandang memenuhi seluruh
angkasa.
Tapi kali ini Gak Lam kun duduk tenang bagaikan seorang pendeta tua, kejangankejangan
yang semula mencekam kulit tubuhnya dan badan yang semula gemetar keras
kini sudah menjadi tenang semuanya.
Bahkan diatas wajahnya yang pucat pias seperti mayat itu kini sudah mulai bersemu
merah.
Ia tampak begitu tenang, begitu santai dan seolah-olah tidak merasakan penderitaan
apapun.
Malah kemudian, sekulum senyuman yang penuh ejekan tersungging diujung bibirnya.
Betapa terkejutnya gadis berbaju perak itu, apalagi setelah menyaksikan paras
mukanya begitu tenang dan sama sekali tidak terpengaruh oleh irama iblis yang dimainkan
itu, muka yang cantik jelita itu mulai berubah pucat pasi jari jemarinya menari semakin
kencang diatas senar-senar khimnya.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, keadaan Gak Lam kun masih tetap tenang dan
sedikitpun tidak nampak terpengaruh, bahkan begitu tenangnya bagaikan air dikolam.
Menyaksikan keadaan tersebut, gadis berbaju perak itu segera tertawa dingin lalu
serunya, “Untuk mempertahankan keutuhan diri Lencana pembunuh naga ini, jangan kau
salahkan kalau terpaksa aku harus bertindak keji kepadamu!”
Begitu selesai berkata tangan kanannya segera bergerak cepat dan memetik senar khim
itu dengan gerakan mendatar.

“Crring..!” dentingan nyaring kembali menggeletar diudara…
“Uuaak..!” tidak ampun Gak Lam kun muntahkan darah kental.
“Criiing! Criiing..! Criiing..!” sekali lagi terdengar tiga kali dentingan yang amat nyaring.
Ketiga buah dentingan tersebut kedengarannya sangat lembut dan merdu sekali, akan
tetapi bagi pendengaran Gak Lam kun ibaratnya tiga bunyi geledek yang meledak diatas
batok kepalanya, kontan saja ia kehilangan seluruh daya kendalinya.
Ia memuntahkan darah kental yang menyembur keluar sangat deras, tubuh yang
semula masih duduk bersila kini roboh keatas tanah, suasana pun pulih kembali dalam
keheningan.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu melepaskan khim antik itu dari pondongannya
kemudian berjalan kesamping Gak Lam kun, setelah memeriksa hembusan napasnya, tibatiba
saja paras mukanya berubah sangat hebat…
Ternyata napas Gak Lam kun telah berhenti, peluh dingin membasahi jidatnya, muka
yang pucat pias kini berubah menjadi kelabu, tubuhnya kaku seperti sesosok mayat.
Memandang paras mukanya yang amat memedihkan hati itu, tanpa terasa dua titik
airmata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Mendadak ia merangkap sepasang tangannya didepan dada, lalu dengan suara lirih
mulai berdoa, “Oooh… Gak siangkong wahai Gak siangkong… maafkanlah daku!
Sesungguhnya aku tidak bermaksud membunuhmu tapi engkau terlalu keras kepala, hal
ini mau tak mau memaksaku untuk turun tangan keji kepadamu, tapi sekarang aku
merasa menyesal sekali, untuk menebus dosaku ini, aku telah bertekad untuk sepanjang
tahun mendampingimu disisi kuburanmu.”
“Ooooh ibu! Wahai ibuku! Biji tak akan melanggar pesan terakhirmu, sepanjang
hidupku sekarang tak akan kucintai seorang lelaki darimana pun, tapi sekarang, lantaran
memainkan irama Kiu hian tay boan yok sin ing, aku telah mencelakai jiwanya, maka aku
mohon kepada kau orang tua agar menyetujui tekadku ini untuk menemaninya sepanjang
masa, karena ia telah mati, bukankah kau orang tua tidak melarangku untuk mencintai
seseorang yang telah mati?”
Selesai berdoa, ia membungkukkan badannya dan memungut lencana pembunuh naga
itu, kemudian dimasukkan kembali kedalam kotak kumala tersebut…
Kemudian diambilnya kembali Khim antik itu dan… “Criing! Criing!” dia memainkan
irama yang memilukan hati.
Irama tersebut bernada sedih, penuh kedukaan kemurungan dan kemasgulan.
Diantara gulungan ombak yang menghantam diatas batu karang, irama khim itu
sungguh mengharukan hati siapapun.
Angin laut berhembus lewat menggoyangkan rambutnya yang lembut, bunyi pohon
siong yang terhembus angin menambah sedih dan murungnya pemandangan waktu itu.

Ditengah sinar rembulan yang purnama, tiba-tiba muncul seorang gadis berbaju putih
yang pelan-pelan menuju ketanah datar tersebut.
Gadis berbaju putih itu melirik sekejap kearah Gak Lam kun yang tergeletak ditanah lalu
tampak agak tertegun.
Tiba-tiba saja ia menjerit kaget, lalu secepat kilat menubruk kearah depan.
Dipeluknya Gak Lam kun erat-erat, lalu teriaknya keras-keras, “Engkoh Gak..!”
Teriakan tersebut segera menyadarkan gadis berbaju perak itu dari kesedihannya,
dengan sepasang matanya yang jeli dia melirik sekejap kearah gadis berbaju putih itu,
kemudian setelah menghela napas sedih katanya, “Kau kenal dengan orang ini?”
Siapa gadis berbaju putih itu? Dia tak lain adalah Ji Cin peng.
Dalam cemas dan gugupnya, ia tak sempat untuk menjawab pertanyaannya lagi,
dengan cepat dia meraba denyutan nadi Gak Lam kun, ketika dirasakan bahwa denyutan
jantungnya masih bergerak, dia segera mengerahkan tenaga dalamnya dan menguruti
disekeliling dada si anak muda itu.
Sudah berulangkali Ji Cin peng menguruti dada si anak muda ini, akan tetapi belum
juga sadar kembali, hal mana membuat gadis itu mulai gelisah, pikirannya menjadi kalut
sekali.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu menghela napas panjang, katanya kemudian dengan
lirih, “Ia sudah meninggal dunia!”
Ji Cin peng membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, ditatapnya gadis berbaju
perak itu sekejap, kemudian hardiknya, “Apakah kau yang telah mencelakainya?”
Sekali lagi gadis berbaju perak itu menghela nafas panjang.
“Yaa, benar! Tapi aku amat menyesal sekali!”
“Dengan menggunakan kepandaian apakah kau telah melukainya?” Ji Cin peng kembali
bertanya.
“Nadi-nadi pentingnya sudah terluka oleh getaran irama Kiu huan tay boan yok sin im
yang kulancarkan akibatnya ia meninggal dunia!”
“Heeeh… heeeh… heeeeh… masakah irama sakti Kiu huan tay boan yok sin im bisa
dipakai untuk membunuh orang?”
Mendengar pertanyaan itu, gadis berbaju perak tersebut menjadi tertegun, kemudian ia
balik bertanya, “Apakah kau sanggup untuk menerima permainan irama sakti dari Kiu
huan tay boan yok sin im ini?”
“Heeeh… heeeh… heeeh… sekalipun aku tidak mempunyai kepercayaan tersebut, akan
tetapi sebentar lagi aku pasti akan mencoba kelihayanmu itu”

Sehabis berkata, gadis itu segera menepuk pelan jalan darah Mia bun hiat dipunggung
Gak Lam kun, setelah itu hawa murninya segera disalurkan kedalam tubuhnya.
Dalam waktu singkat hawa murninya itu telah menembusi jalan darah Hu ciat hiat, Pek
hwei hiat dan Hian ki hiat ditubuh Gak Lam kun.
Akan tetapi, sekalipun ia sudah bekerja keras selama seperminum teh lamanya, kecuali
denyutan jantung didada Gak Lam kun masih berdetak, sekujur badannya hampir sudah
menjadi dingin dan kaku persis seperti sesosok mayat.
Sampai disini, Ji Cin peng benar-benar merasa kecewa sekali, ia menghela napas sedih
dan katanya, “Betulkah kau telah mempergunakan irama sakti Kiu huan tay boan yok sin
im melukai nadi-nadi penting didalam tubuhnya?”
Gadis berbaju perak itu mengangguk.
“Ilmu silat yang dimilikinya terlalu tinggi kecuali mempergunakan kepandaian ini, aku
tak akan sanggup untuk menangkan kehebatan ilmu silatnya…
Sekuat tenaga Ji Cin peng berusaha untuk mengendalikan rasa sedih yang mencekam
hatinya, kembali ia bertanya, “Apakah kau dapat mencarikan akal untuk menyembuhkan
luka yang dideritanya itu?”
Gadis berbaju perak itu gelengkan kepalanya berulangkali.
“Sekalipun ibuku masih hidup didunia, belum tentu ia sanggup untuk mengobati
lukanya itu!”
“Kenapa kau begitu tega untuk mencelakai jiwanya?” bisik Ji Cin peng dengan airmata
bercucuran saking sedihnya.
Mendengar perkataan itu, gadis berbaju perak itu tertegun, lalu diam-diam gumamnya,
“Yaa, benar, kenapa aku begitu tega untuk mencelakai jiwanya..?”
Dalam pada itu Ji Cin peng duduk dengan tenang disana tanpa bergerak ataupun
mengucapkan sepatah katapun sambil membopong tubuh Gak Lam kun yang sedang
menderita luka parah itu.
Tiada airmata yang jatuh bercucuran membasahi wajahnya, tiada pula suara isak tangis
yang memecahkan keheningan.
Tiba-tiba saja Ji Cin peng menundukkan kepalanya dan mencium noda darah diujung
bibir Gak Lam kun, ia tak takut kotor ia tak takut perbuatannya itu ditertawakan orang.
Dengan sepasang mata terbelalak besar gadis berbaju perak itu mengawasi gerak gerik
gadis itu wajahnya amat tenang dan wajar, sama sekali tiada rasa dengki atau iri.
Pemandangan itu benar-benar merupakan suatu pemandangan yang penuh dengan
kepedihan dan keseriusan.

Tapi dibalik ketenangan yang mencekam sekeliling tempat itu justru terkandung suatu
kekuatan yang merangsang perasaan orang membuat siapapun juga yang menyaksikan
adegan semacam ini akan merasa ikut terharu dan bersedih hati…
Lama, lama sekali…
Tiba-tiba Ji Cin peng berkata dengan suara dingin, “Aku akan membalaskan dendam
bagi sakit hatinya!”
Pelan-pelan Ji Cin peng menurunkan tubuh Gak Lam kun dari pelukannya, selapis hawa
napsu membunuh yang mengerikan telah menyelimuti seluruh wajahnya.
Gadis berbaju perak itu menghela napas sedih, tiba-tiba tanyanya, “Apakah
hubunganmu dengannya?”
“Aku adalah istrinya!” jawab Ji Cin peng dingin.
Mendengar jawaban tersebut, sekujur tubuh gadis berbaju perak itu gemetar keras,
tapi hanya sebentar kemudian wajahnya telah pulih kembali menjadi tenang, ia tertawa
getir lalu katanya.
“Kalau memang demikian, silahkan kau turun tangan!”
Ji Cin peng bukan orang yang ceroboh, diapun tahu bahwa orang yang sanggup
melukai kekasihnya hingga terluka parah pasti mempunyai kepandaian silat yang sangat
lihay dari sakunya dia mengeluarkan pedang Giok siang kut kiam yang amat tajam itu,
sambil meloloskan dari sarungnya ia berkata dengan suara dingin, “Cabut keluar senjata
tajammu !”
Gadis berbaju perak itu kembali menghela napas sedih.
“Terus terang kuberitahukan kepadamu, setelah melukai jiwanya tadi aku merasa amat
menyesal sekali, tapi kalau kau belum juga bisa memahami keadaanku, akupun tak bisa
berbuat apa-apa lagi!”
Sambil berkata dia mengambil kembali khim antiknya dan mulai memetik dua kali…
“Criiing! Criiing!”
Walaupun tenaga dalam yang dimiliki Ji Cin peng sangat sempurna, daya tahannya pun
sangat tinggi, akan tetapi dua kali dentingan bunyi irama khim itu membuat jantungnya
berdebar keras dan peredaran darahnya bergolak keras, buru-buru ia membuang semua
pikiran kalut untuk memusatkan diri menghadapi musuh.
Pedang pendek didalam genggamannya itu segera digetarkan keras, kemudian secara
beruntun melancarkan tiga buah serangan berantai.
Walaupun ketiga buah serangan tersebut dilancarkan tidak bersamaan waktunya,
namun kecepatannya luar biasa sekali sehingga hampir bersamaan waktunya tiba ditubuh
lawan.

Gadis berbaju perak itu segera bergerak kesamping, dengan suatu gerakan tubuh yang
enteng dan gesit dia menghindarkan diri dari ketiga bacokan pedang itu.
“Criiing..! Criiing..! Criiing..!” kembali terdengar suara dentingan khim berbunyi diudara.
Sambil menghimpun tenaga dalamnya kembali Ji Cin peng melancarkan sebuah tusukan
kedepan, tiba-tiba saja hawa murninya terasa mengendor, tubuhnya bergetar dan mundur
dua langkah dengan sempoyongan.
Sambil membopong khim antiknya, gadis berbaju perak itu kembali berkata dengan
suara hambar.
“Kau sanggup menahan enam dentingan irama sakti dari Kiu hian tay boan yok sin im
yang kulancarkan, ini menunjukkan bahwa tenaga dalam yang kau miliki benar-benar
hebat, aku hendak memperingatkanmu, jika kau harus menyerang dengan hawa murni
yang buyar, maka akibatnya hawa murni akan menyerang kedalam nadi-nadi pentingmu
sendiri…”
Belum lagi perkataan itu selesai diucapkan, Ji Cin peng telah menerjang kembali,
pedangnya menggunakan jurus Thian li hui ko (gadis langit mengayunkan tombak) tibatiba
dari gerakan membacok berubah menjadi gerakan menotok yang diancam adalah
jalan darah diatas bahu kanan gadis berbaju perak itu.
Dibalik serangannya itu lamat-lamat mengandung beberapa gerakan membunuh yang
luar biasa sekali.
Baru saja gadis berbaju perak itu berkelit kesamping, Ji Cin peng tidak sudi memberi
kesempatan baginya untuk memetik senar tali khimnya lagi, ia menerjang maju lebih
kedepan, pedangnya secara beruntun melancarkan beberapa buah bacokan.
Dalam waktu singkat bayangan pedang membumbung tinggi keangkasa, hawa pedang
yang tajam menyusup keempat penjuru.
Dalam sekejap mata Ji Cin peng telah melancarkan delapan buah serangan maut.
Dibawah desakan yang gencar dan dahsyat dari ilmu pedang maha sakti itu, gadis
berbaju perak tersebut betul-betul tidak mempunyai kesempatan untuk memetik tali senar
khimnya, malah sebaliknya setiap kali harus menghadapi keadaan yang sangat berbahaya.
Kejut dan heran Ji Cin peng menghadapi kenyataan tersebut, ia tak menyangka kalau
delapan belas buah serangan pedang kilatnya yang sangat luar biasa itu belum berhasil
juga untuk melukai lawannya, itu berarti jika jurus pedangnya tak dapat disambung lebih
lanjut, akibatnya dia sendirilah yang akan terluka oleh irama maut tersebut. Maka Ji Cin
peng segera menerjang maju kedepan, menggunakan kesempatan itu ia melancarkan
sebuah tusukan dengan mempergunakan jurus Cuan im ci seng (menembusi awan
memetik bintang).
Gadis berbaju perak itu segera mementalkan serangan pedang itu dengan
mempergunakan khim antiknya, lalu sepasang kaki menjejak tanah dan ia melompat
ketengah udara.

Ji Cin peng tidak memberi kesempatan bagi musuhnya untuk kabur dari jangkauan
serangannya, melihat dia melompat keudara gadis itupun ikut melompat ketengah udara,
pedang pendeknya dengan menciptakan selapis cahaya pelangi berwarna putih langsung
menerobos maju kedepan.
Tiba-tiba ia menyaksikan gadis berbaju perak itu menarik keatas sepasang kakinya, lalu
dalam beberapa kali jumpalitan saja ia sudah berada ditempat semula.
Mimpipun Ji Cin peng tidak menyangka kalau gerakan tubuhnya secepat itu, dia tahu
apabila musuhnya dibiarkan kabur dari jangkauan serangannya, maka begitu irama khim
mulai dipetik, niscaya dia tak akan mampu untuk menahan datangnya serangan tersebut.
Didalam gugup dan cemasnya, dari tengah udara ia mengeluarkan tiga biji tasbeh dan
segera diayunkan kedepan.
Itulah senjata rahasia khas dari Lam hay sin ni, sambaran tasbeh tersebut sedemikian
cepatnya bak sambaran kilat ditengah udara.
Pada waktu itu, jari tangan gadis berbaju perak itu sudah menempel diatas tali senar
khim dan siap memetiknya, tapi lantaran ketiga biji tasbeh itu sudah keburu menyambar
datang lebih dahulu terpaksa mau tak mau dia harus menggeser badan untuk
menghindarkan diri.
Didalam kesempatan itulah Ji Cin peng telah menerjang maju kedepan dan secara
beruntun pedang pendeknya kembali melancarkan tiga buah serangan berantai.
Akibat dari serangan Ji Cin peng yang bertubi-tubi itu terpaksa si gadis berbaju perak
itu harus mundur sejauh beberapa langkah.
Diam-diam ia merasa terkejut dan keheranan juga menghadapi kejadian ini, pikirnya,
“Sungguh hebat dan luar biasa sekali kepandaian silat yang dimiliki gadis ini, terutama
sekali permainan ilmu pedangnya suugguh tidak lebih lemah dari permainan pedang
Malaikat pedang Siang hong im…
Diatas wajah Ji Cin peng yang dingin, lamat-lamat sudah mulai muncul hawa napsu
membunuh yang mengerikan, ia mendengus dingin tiba-tiba pedang dan telapak
tangannya melancarkan serangan.
Pedangnya melancarkan serangan dengan jurus Bang hong jut ciau (selaksa kumbang
dari sarang) suatu jurus serangan yang mematikan dari ilmu pedang Tay ik tiu bun kiam
hoat aliran Lam hay, sementara telapak tangan kirinya melancarkan serangan dengan
jurus Sin liong huan hay(naga sakti menggulung samudra) yang disertai dengan tenaga
sakti Boan yok sinkang.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras berkumandang memecahkan kesunyian, menyusul
kemudian muncul segulung tenaga pukulan yang maha sakti langsung menyergap
belakang punggung Ji Cin peng.
Berada dalam keadaan seperti ini, mau tak mau Ji Cin peng harus melindungi diri
sendiri, tubuhnya segera bergeser empat depa kesamping ketika berpaling maka
tampaklah kurang lebih dua kaki dibelakangnya berdiri seorang kakek berbaju hijau yang

rambutnya telah memutih semua dilihat dari dandanannya, tak salah lagi kalau dia adalah
seorang tokoh silat yang berilmu tinggi.
Kakek berbaju hijau itu menggembol sebilah pedang antik pada punggungnya dengan
sepasang mata yang tajam bagaikan kilat ia memandang Ji Cin peng sekejap, kemudian
pelan-pelan berkata, “Tolong tanya apakah kau adalah murid dari Lam hay sin ni?”
Begitu menyaksikan kakek tersebut, tanpa ditanyapun Ji Cin peng sudah tahu bahwa
kakek tersebut adalah See ih kiam seng (malaikat pedang dari wilayah See ih) Siang Bong
im.
Ia lantas tertawa dingin dan balik bertanya, “Bolehkah aku tahu bahwa kau adalah See
ih kiam seng Siang losianseng..?”
Kiam seng Siang Bong im mengelus jenggotnya dan tersenyum.
“Benar, itulah lohu!” sahutnya.
“Siang lo sianseng!” kata Ji Cin peng dengan dingin, “namamu sudah menggetarkan
seluruh dunia persilatan, sungguh beruntung kita bisa jumpa muka pada malam ini, aku
seorang pelajar yang belum tamat belajar ingin sekali memohon petunjuk beberapa jurus
kepandaian silatmu yang maha sakti itu”
Mendengar perkataan tersebut, See ih kiam seng Siang Bong im segera tertawa
terbahak-bahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… selamanya orang baru akan menggantikan orang
lama, kaum generasi yang muda memang selalu lebih hebat dan pemberani…”
Belum habis perkataan itu, mendadak dari kejauhan berkumandang suara gelak tertawa
yang menggetarkan seluruh angkasa ditengah malam tersebut.
Ketika Ji Cin peng mendongakkan kepalanya, maka tampaklah Thi eng sin siu (kakek
sakti elang baja) Oh Bu hong dibawah iringan Kim, Gin dan Lan tiga orang thamcunya
sedang bergerak mendekat dengan kecepatan luar biasa.
Dibelakang mereka mengikuti pula delapan belas orang elang baja yang tersohor itu.
Langkah Thi eng sin siu Oh Bu hong amat santai dan tenang, jenggot panjangnya
bergoyang keras terhembus angin malam, sekali lagi ia tertawa terbahak-bahak dengan
nyaringnya.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… tak kusangka kalau kalian semua telah datang
selangkah lebih dahulu, maaf jika kami dari Thi eng pang datang agak terlambat!”
Belum habis perkataan itu, serentetan suara dingin lain yang mengerikan kembali
berkumandang, “Sungguh pagi amat kedatangan kalian, biarlah aku si tua bangka yang
tidak mati-mati ikut datang meramaikan suasana ini”
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, tampaklah sesosok bayangan manusia
bagaikan sesosok sukma gentayangan yang telah menerjang masuk kedalam gelanggang,
orang itu bukan lain adalah Ji poh lui sim ciam Lui Seng thian adanya.

Dalam waktu singkat, tempat yang amat sempit itu telah berkumpul sekian banyak
jago-jago yang berilmu tinggi.
Ketika semua kawanan jago itu menyaksikan diri Gak Lam kun yang tergeletak kaku
diatas tanah, mula-mula mereka agak tertegun, terutama sekali Kim eng thamcu Ki Li soat
dari perkumpulan Thi eng pang.
Terdengar ia menjerit kaget lalu serunya, “Haah, rupanya dia…”
Mungkin penemuan tersebut sangat menggetarkan perasaannya sehingga sekujur
tubuhnya yang indah itu tampak agak menggigil keras.
Berbareng dengan berkumandangnya jeritan kaget itu, tiba-tiba terdengar seseorang
menghela napas panjang, lalu berseru, “Oooh… betapa lihaynya irama khim tersebut…”
Kontan saja gadis berbaju perak itu menjerit keras, lalu teriaknya dengan suara panik,
“Ada setan… ada setan…”
Paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti mayat, sekujur tubuhnya gemetar
keras.
Ternyata Gak Lam kun yang mula-mula berbaring dengan tubuh kaku itu secara tibatiba
bangun dan berduduk.
Kejut dan girang Ji Cin peng menyaksikan kejadian itu, serta merta ia memutar
badannya sambil berseru, “Kau… kau tidak apa-apa..?”
Suaranya penuh dengan rasa kuatir, kasihan dan sayang, sekalipun nadanya agak
gemetar.
Gak Lam kun manggut-manggut.
“Ya, aku masih sanggup bertahan!” sahutnya.
Melihat pemuda itu tidak mati, gadis berbaju perak itupun dapat tersenyum kembali
serunya sambil tertawa, “Hei, rupanya kau belum mati?”
“Ehmmm..! Aku memang belum mati, maka aku minta agar kau dapat memenuhi
janjimu itu” kata Gak Lam kun sambil menarik muka.
Menggunakan kesempatan sedang berbicara, dengan suatu gerakan yang cepat Gak
Lam kun menyapu sekejap keadaan disekeliling tempat itu…
“Hei, sebenarnya kenapa kau bisa bangun kembali?” terdengar gadis berbaju perak itu
bertanya dengan wajah penuh kecurigaan.
“Sesungguhnya didunia ini penuh dengan kejadian yang aneh serta benda-benda yang
janggal, karena itu aku sendiripun tak tahu kenapa bisa hidup kembali” sahut pemuda itu
hambar.

Sebagaimana telah diucapkan tadi, sebenarnya Gak Lam kun sendiripun merasa heran
dan tercengang ketika mengetahui bahwa ia dapat sadar kembali dari pingsannya, sebab
sejak dulu sampai sekarang ia telah tahu bahwa ilmu irama Kiu hian tay boan yok sin im
adalah suatu irama iblis yang lihay sekali.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu berpaling kewajah Ji Cin peng, setelah menghela
napas sedih katanya, “Sungguh tak kusangka kalau dalam dunia persilatan dewasa ini
masih ada orang yang sanggup menyembuhkan penyakit semacam ini”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam kun segera menyadari bahwa hidupnya kembali
disaat ini adalah berkat pertolongan dari Bwe Li pek, dengan cepat ia berpaling kearah Ji
Cin peng dan katanya sambil menghela napas panjang, “Aaai… Nona Bwe, selama
kehidupanku sekarang, entah dengan cara apakah Gak Lam kun dapat membalas budi
kebaikanmu itu”
Mendengar perkataan itu, sekali lagi si gadis berbaju perak itu merasa tertegun, tibatiba
ia berpaling kearah Ji Cin peng memandangnya sekejap dan berkata sambil tertawa,
“Ooo… rupanya kau sedang berbohong tadi”
Mendengar perkataan itu, merah padam selembar wajah Ji Cin peng karena jengah, ia
segera menundukkan kepalanya.
Oleh tanya jawab yang tiada ujung pangkalnya ini, semua orang yang hadir ditempat
itu menjadi kebingungan dan tak habis mengerti dengan apa yang mereka bicarakan,
demikian juga halnya dengan Gak Lam kun sendiri, ia tak tahu apa arti dari pembicaraan
kedua orang gadis tersebut.
Perasaan Ji Cin peng pada saat ini amat menderita, kiranya yang dimaksudkan oleh
gadis berbaju perak tadi adalah soal pengakuannya sebagai istri Gak Lam kun.
Ji Cin peng kuatir sekali jika gadis berbaju perak itu membongkar rahasianya secara
langsung, maka sambil mendongakan kepalanya ia berkata kembali, “Dibalik persoalan ini
sesungguhnya terdapat latar belakang yang sangat kalut sekali, aku harap agar kau
jangan menambah kesulitan bagiku saja!”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa dingin, katanya, “Siapakah yang akan
menambah kesulitanmu? Hmm…”
Paras muka Gak Lam kun ikut berubah menjadi serius, tiba-tiba katanya, “Nona, lebih
baik kau selesaikan dengan segera pekerjaan yang harus kau lakukan”
“Persoalan apa?”
Hawa amarah sudah mulai menyelimuti seluruh wajah Gak Lam kun, tegurnya, “Apakah
kau hendak mengingkari janji?”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa berderai-derai.
“Haaah… haaah… haaah… setelah kau ambil benda tersebut, apakah tidak takut kalau
dirampas orang lagi? Baiklah! Kalau toh aku yang telah kalah pada malam ini, terpaksa
benda itu harus kuserahkan kepadamu.”

Seraya berkata gadis berbaju perak itu mengambil keluar sebuah kotak kumala dari
dalam sakunya.
Sementara itu semua jago lihay yang berada disekitar gelanggang serta merta telah
maju beberapa langkah kedepan.
Thi eng sin siu Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak, sepasang matanya yang lebih
tajam dari sembilu itu menatap kotak kumala ditangan gadis berbaju perak itu tajamtajam
kemudian tegurnya, “Tolong tanya, apakah nona berasal dari perguruan See thian
san pay..?”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa merdu.
“Benar!” sahutnya, “apakah kau ingin tanya apa isi dalam kotak kumala ini?”
Thi eng sin siu Oh Bu hong segera tersenyum.
“Nona memang cerdik sekali” katanya, “tolong tanya apa benar isi kotak kumala itu
adalah Lencana pembunuh naga?”
Gadis berbaju perak itu manggut-manggut.
“Ehmm, kaupun amat cerdas! Benda yang berada didalam kotak kumala ini memang
benar Lencana pembunuh naga yang dapat membuat setiap orang persilatan berubah
muka, eeeh… kau menanyakan persoalan ini sampai sedemikian jelasnya, apa maksud dan
tujuanmu?”
Oh Bu hong kembali tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahhhh… haaahhh… walaupun Lencana pembunuh naga adalah benda
mustika yang tiada taranya dalam dunia persilatan, akan tetapi aku Oh Bu hong masih tak
kesudian untuk merampasnya dengan kekerasan dewasa ini tak sedikit jumlah jago lihay
yang berkumpul dipulau ini, bila sampai terjadi pertarungan maka tidak sedikit nyawa
manusia yang akan melayang ditempat ini. Lolap rasa kita harus mencari sebuah akal yang
adil untuk menyelesaikan persoalan ini yakni mempergunakan kehebatan ilmu silat
masing-masing untuk menetapkan milik siapakah Lencana pembunuh naga itu, entah
bagaimana menurut pendapat nona..?”
Gadis berbaju perak itu segera tersenyum.
“Usulmu itu memang adil sekali cuma sayangnya Lencana pembunuh naga itu sudah
menjadi milik Gak siangkong, dalam hal ini aku sudah tak dapat mengambil keputusan lagi
karena itu lebih baik kau ajukan saja persoalan itu kepadanya”
Gak Lam kun segera maju dua langkah kedepan menerima kotak kemala tersebut dari
tangan gadis berbaju perak itu lalu sambil tertawa dingin katanya, “Cara yang diusulkan
Oh pangcu memang terhitung bagus sekali, cuma sayangnya aku tak dapat menyetujui
usulanmu itu”
Seraya berkata anak muda itu berpaling dan memberi tanda kepada Ji Cin peng untuk
berangkat meninggalkan tempat itu.

Sambil tertawa terbahak-bahak, Oh Bu hong segera maju kedepan dan menghadang
jalan perginya.
“Sekalipun kau maju kedepan juga percuma, sebab kepergianmu itu pasti akan
dihadang oleh orang-orang lain, itu berarti walaupun lohu tidak turun tangan, toh akhirnya
Lencana pembunuh naga itu tak akan berhasil kau pertahankan”
Gak Lam kun segera tertawa dingin.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… peringatan maupun maksud baik Oh pangcu biar
kuterima dalam hati, terima kasih banyak atas kebaikan hatimu itu” katanya.
Thi eng sin siu kembali tertawa, tanyanya kemudian, “Andaikata orang lain telah turun
tangan untuk merampas Lencana pembunuh nagamu apakah pihak Thi eng pang juga
boleh ikut memeriahkan keramaian ini?”
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… tentu saja boleh!” sahut Gak Lam kun sambil tertawa
dingin, “seandainya Oh pangcu mempunyai kegembiraan untuk turut ambil bagian,
silahkan saja untuk turun tangan”
Oh Bu hong segera menyingkir kesamping dan memberi jalan, katanya sambil tertawa,
“Lebih baik kita tentukan dengan sepatah kata itu saja, apabila orang lain tidak merampas
badanmu itu, pihak Thi eng pang pasti tak akan secara sengaja menyulitkan dirimu”
Gak Lam kun tidak menyangka kalau Oh Bu hong bisa bersikap demikian terbuka atas
peristiwa ini, padahal Oh Bu hong sekalian masih belum tahu kalau Tang hay coa siu
(kakek ular dari lautan timur) Ou Yong hu telah tewas ditangannya.
Baru saja Gak Lam kun dan Ji Cin peng hendak melanjutkan kembali perjalanannya
kedepan, tiba-tiba terdengar kembali suara tertawa dingin yang mengerikan
berkumandang diudara.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… Gak lote harap jangan pergi dulu” katanya, “aku Lui
Seng thian ingin merundingkan suatu persoalan denganmu”
Gak Lam kun merasa terkejut sekali menyaksikan jalan perginya dihadang oleh kakek
dengan panah mautnya, apalagi setelah menyaksikan tabung maut itu ditujukan
kearahnya serta Ji Cin peng.
Setelah termenung sejenak, diapun bertanya dengan suara dingin, “Lui locianpwe,
perundingan apakah yang hendak kau bicarakan dengan diriku?”
Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian tertawa seram, kemudian katanya pelan, “Gak lote,
aku rasa kaupun seorang yang pintar, dan situasi diatas pulau inipun telah kau ketahui
dengan jelas, maka apabila kau bersedia mengijinkan lohu untuk turut serta dalam
membahas rahasia lencana itu, lohupun bersedia membantu dirimu untuk menghadapi
hadangan-hadangan dari musuh tangguh yang telah berada didepan mata sekarang”
Gak Lam kun tertawa.
“Lui locianpwe, biarlah maksud baikmu itu kuterima didalam hati saja, sayang aku Gak
Lam kun selamanya enggan berlutut dihadapan orang sambil memohon bantuannya!”

Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian kembali tertawa seram.
“Heehhh… heehhhh… heeehhh… Gak lote, kau pasti sudah mengetahui betapa lihaynya
panah inti geledek yang bisa membunuh korbannya dari jarak tujuh langkah ini bukan?
Aku harap kau suka berpikir tiga kali lebih dulu sebelum bertindak”
Thi eng sin siu Oh Bu hong kembali tertawa terbahak-bahak, katanya, “Haaahhh…
haaahhh… haaahhh… Gak lote, sekarang kami orang-orang dari Thi eng pang terpaksa
harus ikut serta didalam keramaian ini…!”
Sambil berkata pelan-pelan ia berjalan maju kedepan.
Jilid 13
Lui Seng Thian segera mengalihkan panah inti geledek Jit poh lui sim ciamnya
mengarah
diri Oh Bu hong, lalu bertanya dengan keras.
“Oh Bu hong, jika kau berani maju selangkah lagi, jangan salahkan kalau lohu tak akan
bertindak sungkan-sungkan lagi kepadamu….”
Ji Cin peng pun sadar bahwa peristiwa yang telah terjadi hari ini tak mungkin bisa
diselesaikan secara baik-baik, maka begitu panah inti geledek milik Lui Seng thian beralih
ditujukan kearah Oh Bu hong, ia merasa bahwa kesempatan baik ini tak boleh dibiarkan
lewat dengan begitu saja….
Ia tidak ragu-ragu lagi, sambil membentak keras tubuhnya menerjang maju kemuka,
telapak tangan kirinya dengan jurus Hui tim cing tam (mengebut debu mencari
ketenangan) segera dikebaskan kedepan sementara kedua jari tangannya dengan disertai
tenaga penuh langsung disodokkan kearah jalan darah Khi bun hiat.
Lui seng thian adalah seorang gembong iblis tua yang sangat lihay sepasang bahunya
segera digetarkan dan tahu-tahu ia sudah mundur delapan depa dari posisi semula, kini
tabung bulatnya kembali ditujukan kearah gadis tersebut.
000000O00000
Begitu sudah lepas dari incaran musuh, sudah barang tentu Ji Cin peng tak sudi
membiarkan dirinya diancam oleh lawan lagi, dengan suatu kecepatan yang luar biasa ia
memutar badannya dan langsung menerjang kesisi Lui Seng thian.
Gerakan itu bukan cuma menghindarkan diri dari ancaman saja bahkan sekaligus telah
melancarkan serangan, gerakan tersebut benar-benar dilakukan dengan kecepatan yang
luar biasa.
Perputaran badannya sambil disertai gerakan maju kedepan itu sungguh dilakukan
dengan menempuh bahaya maut nyaris tabung bulat itu mampir diatas tubuhnya meski
hanya selisih beberapa inci saja untung saja gerakan tubuhnya itu digunakan secara tepat

dan bagus, coba kalau tidak sekalipun tidak terluka parah oleh tabung bulat tersebut,
paling tidak diapun akan ditawan kembali dibawah ancaman musuh.
Lui Seng thian sesungguhnya adalah seorang jago lihay yang sudah lama tersohor
namanya dalam dunia persilatan, mana pengalamannya menghadapi musuh sudah cukup
banyak, tak sedikit pula jago lihay yang pernah dijumpainya, tapi sayang sekali gerakan
tubuh dari Ji Cin peng terlalu aneh dan sakti, kali inipun ia baru menjumpai untuk pertama
kalinya, tak urung dibuat tertegun juga ia oleh kejadian tersebut.
Gerakan tubuh yang barusan dipergunakan oleh Ji Cin peng itu bernama Lam hay peng
po leng im sin hoat (ilmu gerakan tubuh menyeberangi awan tenang dilautan selatan),
gerak geriknya bukan cuma aneh, sakti dan lihay lagi, gerakan itu agak sedikit mirip
dengan gerakan Ji gi heng jit seng liong heng sin hoat dari Gak Lam-kun.
Dikala Lui Seng thian masih tertegun itulah, Ji Cin peng telah menerjang kesamping
tubuhnya, dengan menggunakan jurus Peng hong tiang kang (salju menutup sungai
tiangkang) tangan kanannya dihantam kedepan dengan disertai tenaga yang luar biasa,
begitu tabung bulat milik Lui Seng thian dipukul sampai menyingkir kesamping, telapak
tangan kirinya, secepat kilat melancarkan empat buah pukulan dahsyat secara beruntun. 6
Keempat buah serangan itu meski dilancarkan dengan jarak yang berbeda, tapi karena
kecepatannya terlalu hebat, sehingga sepintas lalu tampaknya keempat buah pukulan itu
dilancarkan secara berbareng, ini semua membuat pandangan mata orang menjadi kabur
dan sukar untuk menghindarkan diri.
Lui Seng thian merasa amat terkejut, dengan cepat tubuhnya melompat mundur
kebelakang, menanti punggungnya hampir menempel dengan permukaan tanah, kakinya
segera mengerahkan tenaga penuh dan seluruh tubuhnya mencelat sejauh delapan
sembilan depa lebih dari posisi semula dengan tubuh hampir menempel diatas permukaan
tanah.
Akibat dari serangan tersebut, walaupun Lui Seng thian berhasil meloloskan diri dari
serangkaian ancaman tersebut, akan tetapi tabung panah inti geledeknya kena dihantam
oleh pukulan Ji Cin peng sehingga terjatuh keatas tanah.
Sekalipun kedua belah pihak hanya bergebrak dalam satu jurus belaka, akan tetapi
masing-masing pihak telah mempergunakan jurus paling tangguh yang jarang dijumpai
dalam dunia persilatan hal mana membuat para jago yang menyaksikan jalannya
pertarungan dari sisi gelanggang sama-sama terkejut dan menghela napas panjang.
Cara yang telah dipergunakan oleh Ji Cin peng untuk menghindari sergapan, menerjang
kedepan, mendesak mundur tabung panah, melancarkan serangan dan mendesak musuh,
semuanya mempergunakan jurus-jurus serangan yang tangguh, terutama sekali dikala
melancarkan sebuah pukulan untuk memaksa Lui Seng thian untuk membuang senjata Jit
poh lui sim ciamnya tadi, gerakan tersebut betul-betul luar biasa sekali.
Setelah berhasil meloloskan diri dari serangan Ji Cin peng tadi, hawa amarah yang
membara dalam dada Lui seng thian benar-benar tak terkendalikan sambil tertawa dingin
dengan suara yang menyeramkan ia berseru, “Ilmu silat yang dimiliki nona benar-benar
luar biasa sekali, kau merupakan satu-satunya jago tangguh yang pernah kujumpai selama
hidupku ini, sungguh tak kusangka dalam usia tuaku ini lohu masih sempat untuk bertemu
dengan jago setangguh nona….”

Setelah tertawa serak dengan nada menyeramkan ia berkata lebih jauh, “Cuma, aku
harap nona bersedia untuk menjelaskan asal usul perguruanmu agar bisa menambahkan
pengetahuan lohu untuk kali ini, aku ingin tahu ilmu silat dari perguruan manakah yang
sesungguhnya begitu sakti dan luar biasa”
Sebagaimana diketahui, Lui Seng thian adalah seorang jago kawakan yang sudah sering
melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, pengetahuan serta pengalamannya cukup
luas, iapun seringkali menjumpai pelbagai ilmu silat dari pelbagai aliran dalam dunia ini,
sekalipun tidak hapal seratus persen, tapi asal pihak lawan telah melancarkan
serangannya, dengan cepat dia akan mengetahui asal usul dari perguruannya itu….
Gak Lam-kun sendiri walaupun sudah tahu jelas kalau gadis ini mempunyai hubungan
dengan Lam hay sin ni tapi dia sendiripun tidak berhasil mengetahui asal usul dari ilmu
silat yang dipakai gadis tersebut, dia hanya merasa bahwa tangan gadis itu diayunkan
sekali dan tahu-tahu jurus serangan yang sangat aneh tapi lihay itu telah dipergunakan.
Sementara itu Ji Cin peng sedang tertawa dingin lalu berkata, “Ilmu silat yang
kugunakan ini tidak berasal dari partai manapun, buat apa kau musti menanyakannya?”
Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian adalah seorang gembong iblis tua yang ternama,
ilmu silatnya amat menonjol dalam deretan jago kenamaan dalam dunia persilatan, selama
hidup belum pernah dihina dan dicemooh orang dengan cara serendah ini.
Kontan saja hawa amarah dalam tubuhnya berkobar, dengan tubuh gemetar keras ia
tertawa dingin tiada hentinya.
“Heeeh…. heeeh…. heeeh…. bocah perempuan kau benar-benar amat takabur, begitu
berani kau pandang hina diriku”
Sambil berkata, selangkah demi selangkah ia berjalan kedepan dan menghampiri gadis
tersebut.
Tiba-tiba Ji Cin peng menggunakan ujung kakinya untuk mencukil tabung bulat berisi Jit
poh lui sim ciam itu, begitu berhasil diterima dalam genggamannya ia lantas membentak
nyaring, “Hayo majulah jika kau memang tidak takut mampus”
Lui Seng thian benar-benar menghentikan langkah tubuhnya, ia tertawa seram lalu
katanya, “Lohu tidak percaya kalau dalam dunia persilatan dewasa ini masih terdapat
orang kedua yang bisa mempergunakan tabung anak panah ini.”
“Jawab saja kau pingin hidup atau mati?” kata Ji Cin peng dingin, “terserah
kemauanmu sendiri, aku tahu bahwa suatu pertarungan sengit tak akan terhindari lagi bila
ditinjau dari situasinya sekarang ini, jika kubunuh dirimu berarti aku akan kehilangan
seorang musuh tangguh”
Sekalipun Lui Seng thian adalah seorang gembong iblis yang membunuh orang tak
berkedip, akan tetapi menghadapi ancaman jiwa yang mempertaruhkan mati hidupnya, ia
tak berani bertindak secara sembarangan.
Bila meninjau keadaan yang terbentang didepan mata sekarang, aku tidak percaya
kalau nona bisa melindunginya untuk meninggalkan tempat ini dengan selamat.

Ji Cin peng tidak menggubris ucapan itu, tiba-tiba ia berpaling kearah Gak Lam-kun
seraya berkata, “Gak siangkong, mari kita pergi dari sini!”
Selesai berkata ia lantas melangkah kearah samping kiri.
Sementara pembicaraan itu sedang berlangsung secara diam-diam Lui Seng thian telah
menghimpun segenap hawa murni yang dimilikinya, terdengar gelak tertawa seram
berkumandang memecahkan kesunyian tahu-tahu sepasang telapak tangannya secara
beruntun telah melancarkan serangkaian pukulan berantai.
Sementara itu, delapan belas orang elang baja dari Thi eng pang telah membentak
bersama lalu maju kedepan sambil melakukan pengurungan yang ketat.
Hawa pedang serasa memancar kemana-mana, kedelapan belas bilah pedang itu
meluncur datang dari empat arah delapan penjuru dan langsung ditujukan ketubuh gadis
tersebut.
Berada dalam keadaan seperti ini Ji Cin peng segera tertawa dingin, telapak tangannya
disilangkan didepan dada sambil berdiri serius, sementara tabung bulat yang berada
ditangan kanannya diputar sedemikian rupa menciptakan selapis bayangan hitam yang
menerjang kearah delapan belas orang anggota Thi eng pang itu.
Delapan belas elang baja dari Thi eng pang sudah pernah menyaksikan keganasan dari
Jit poh lui sim ciam, ketika mereka saksikan Ji Cin peng memutar tabung bulatnya
sedemikian rupa seakan-akan hendak melancarkan serangan dengan panah itu, serta
merta mereka membuyarkan diri dan mencari selamatnya masing-masing.
Ji Cin peng berdiri dengan telapak tangan kiri disilangkan didepan dada, ketika hendak
saling bertemu dengan kekuatan dari Lui Seng thian, tiba-tiba saja ia menghantam
serangan itu kesamping, rupanya ia hendak memancing serangan lain kearah sana.
Tiba-tiba ia merasakan kembali datangnya segulung angin pukulan yang sangat kuat
langsung menerjang kearahnya.
Kiranya Lui Seng thian telah membagi segenap kekuatan yang diraihnya menjadi dua
bagian yang masing-masing dihimpun kedalam kedua belah telapak tangannya.
Dasar cerdik ia menyerang secara beruntun dengan cara tenaga yang meluncur secara
berlapis-lapis, hal ini membuat Ji Cin peng sama sekali tidak menyangka ataupun bersiap
sedia, kontan saja ia kena diterjang oleh gulungan angin pukulan yang datang secara
berlapis-lapis itu….
Untung saja reaksinya cukup cepat, sepasang kakinya segera menjejak tanah lalu
dengan mengikuti arah meluncurnya angin pukulan tersebut, tubuhnya meluncur kedepan
dan baru melayang turun tiga kaki jauhnya dari tempat semula.
Lui Seng thian terkejut sekali menghadapi kenyataan tersebut, segera pikirnya, “Ilmu
silat yang dimiliki orang ini benar-benar sukar diduga dengan akal biasa tampaknya ia
sudah terkena oleh pukulanku yang maha dahsyat itu kenapa ia tampak biasa saja dan
sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda terluka?”

Darimana dia bisa tahu kalau sebelum berlangsungnya pertarungan tadi, secara diamdiam
Ji Cin peng telah menghimpun tenaga khiekang pelindung badan Sian thian
khikangnya untuk melindungi badannya?
Tenaga dalam semacam itu termasuk tenaga yang bersifat lunak, begitu terkena
serangan yang datangnya dari luar maka tenaga itu segera akan memberikan reaksi yang
hebat mengikuti datangnya aliran tenaga itu, gadis tersebut segera melayang keudara dan
atas gerakannya inilah maka terhindarlah dia dari getaran keras yang mengakibatkan
terlukanya isi perut gadis tersebut.
Sementara Lui Seng thian masih tertegun dan berdiri termangu-mangu, Ji Cin peng
telah melompat turun dari atas udara sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Lui Seng thian cukup tahu akan kelihayan musuhnya ia tak berani menyambut
datangnya serangan dengan keras lawan keras, ujung baju kanannya dengan cepat
dikebaskan kedepan, sementara tubuhnya bergeser sembilan depa jauhnya kesebelah kiri.
Cepat-cepat Ji Cin peng menekuk pinggangnya dan secara tiba-tiba berjumpalitan
diudara, dengan kecepatan bagaikan sambaran petir ia mengejar langsung kemana
kaburnya Lui Seng thian, angin jari setajam pisau langsung dilontarkan kedepan untuk
menghajar belakang bahunya.
Waktu itu sepasang kaki Lui Seng thian belum sempat berdiri tegak ketika merasakan
datangnya desingan angin jari dari Ji Cin peng, betapa terkesiapnya jago tua itu, buruburu
badannya menjatuhkan diri kedepan, lalu dengan jurus Hui tau wang gwat (berpaling
sambil memandang rembulan) ia melepaskan sebuah serangan balasan.
Rupanya dia tahu bahwa tak mungkin baginya untuk menghindarkan diri dari serangan
kilat Ji Cin peng itu, maka timbulnya niatnya untuk beradu jiwa.
Telapak tangannya segera dibalik sambil meluncur kedepan, segenap kekuatan
tubuhnya yang dimilikinya disalurkan keluar, angin pukulanpun menggulung dengan
hebatnya.
Sekalipun, Ji Cin peng memiliki ilmu silat yang amat sakti sayangnya ia masih cetek
dalam pengalaman suatu pertarungan, menghadapi sikap nekat Lui Seng thian yang
mengajak beradu jiwa ini sedikit banyak ia menjadi panik juga.
Betul juga serangan nekad dari Lui Seng thian tersebut segera memaksa Ji Cin peng
harus menarik kembali serangannya untuk melindungi diri, pinggangnya lantas
direndahkan kebawah dan tubuhnya yang sedang menerjang kemuka dihentikan secara
paksa, kemudian mengikuti hembusan angin pukulan yang menggulung datang itu
tubuhnya melayang sejauh enam tujuh depa kebelakang.
Begitu lolos dari bahaya maut setelah melancarkan serangan sambil menyerempet
bahaya peluh dingin segera membasahi setujur tubuh Lui Seng thian saking kagetnya.
Tiba-tiba Thi eng sin siu Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak, tubuhnya melayang
diudara bagaikan seekor burung elang raksasa, begitu melayang melewati atas kepala Ji
Cin peng sambil rentangkan sepasang lengannya, pedang dan tongkat Thi eng kiam
serentak digetarkan kemuka untuk menyerang diri Gak Lam-kun.

Sungguh cepat serangan tersebut, belum sirap gelak tertawanya, desingan toya pedang
itu sudah mengurung sekeliling batok kepalanya.
Gak Lam-kun terperanjat, ia merasa hawa murni dalam tubuhnya sekarang telah
mencapai keadaan yang paling lemah, tubuhpun serasa melayang-layang diatas awan
dengan entengnya, darimana mungkin ia dapat membendung tibanya serangan dahsyat
itu.
Dalam cemas dan gugupnya, cepat-cepat ia gunakan ilmu gerakan tubuhnya yang aneh
untuk berputar kesebelah kiri.
Oh Bu hong menekuk pinggang, tiba-tiba saja tubuhnya maju beberapa depa kedepan
toya pedang Thi eng kiamnya melepaskan sebuah serangan kosong sementara tangan
kirinya melepaskan cengkeraman.
Menanti sepasang kakinya telah mencapai permukaan tanah, tahu-tahu tangan kirinya
telah mencengkeram urat nadi diatas pergelangan tangan kanan Gak Lam-kun.
Semua kejadian ini hanya berlangsung didalam waktu yang amat singkat….
Baik Ji Cin peng maupun kawanan jago lainnya yang ada didalam gelanggang,
semuanya tidak menyangka kalau Gak Lam-kun bisa ditangkap oleh Oh Bu hong dengan
cara yang begitu mudah, menanti Ji Cin peng bersiap-siap hendak melakukan pertolongan.
Oh Bu hong telah berhasil menangkap korbannya.
Sekalipun demikian, gerakan Ji Cin peng dikala melakukan tubrukan itu dilakukan
dengan kecepatan luar biasa, baru saja Oh Bu hong berhasil mencengkeram pergelangan
tangan kanan Gak Lam-kun, angin serangan jari tangan dari Ji Cin peng tahu-tahu sudah
tiba dibelakang punggungnya.
Rupanya Oh Bu hong telah menduga bahwa Ji Cin peng pasti akan melakukan
pertolongan, maka begitu berhasil mencengkeram pergelangan tangan kanan Gak Lamkun,
segera ia menyingkir kesamping.
Sekalipun gerakan itu dilakukan cukup cepat, toh punggungnya kena disapu juga oleh
angin jari tangan Ji Cin peng….
“Breeet….!” pakaiannya segera tersambar robek dan punggungnya muncul sebuah
guratan sepanjang beberapa senti.
Gagal dengan serangannya tersebut, Oh Bu hong telah berhasil mantapkan dirinya,
dengan sentakan keras ia membetot Gak Lam-kun kedepan.
Termakan oleh kekuatan tersebut Gak Lam-kun yang pada dasarnya sudah lemah itu
segera tertarik kedepan, dan tubuhnya melintang dihadapan mukanya.
Dalam pada itu serangan kedua dari Ji Cin peng baru saja dilancarkan, Oh Bu hong
segera mengerahkan tenaga dalamnya kelengan kiri dan mendorong tubuh Gak Lam-kun
untuk menyongsong datangnya, ancaman dari gadis tersebut.
Yang satu menyerang yang lain menyongsong gerakan tersebut benar-benar dilakukan
dengan kecepatan luar biasa, menunggu Ji Cin peng menyadari bahwa Oh Bu hong telah

mempergunakan Gak Lam-kun untuk menyongsong tibanya serangan itu, serangan jarinya
yang dahsyat tahu-tahu sudah berada dimuka dada Gak Lam-kun.
Keadaan menjadi gawat, agaknya jari tangan Ji Cin peng yang tajam dan runcing itu
segera akan menempel diujung baju Gak Lam-kun….
Disaat yang amat kritis inilah, mendadak gadis itu menarik kembali serangan tangan
kanannya.
Tiba-tiba Oh Bu hong tertawa dingin, lalu bentaknya, “Gak lote, kau menginginkan
Lencana pembunuh naga ataukah menginginkan jiwa sendiri?”
Gak Lam-kun membentak gusar, ia mengibatkan tangannya keras-keras dengan
maksud hendak melepaskan diri dari cengkeraman Oh Bu hong, andaikata hal ini terjadi
dihari-hari biasa maka kebasan yang dilakukan sekuat tenaga itu pasti dapat membuatnya
lepas dari cengkeraman orang.
Berbeda jauh dengan keadaan pada saat ini dalam keadaan hawa murni yang
membuyar, kebasannya itu bukan saja gagal memenuhi harapan, bahkan daya tekanan
yang menekan pergelangan tangan kanannya terasa makin berat, ibaratnya dijepit dengan
tanggem besi yang kuat, cuma anehnya ternyata tidak terasa sakit.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ji Cin peng, dengan cekatan ia mengegos
kesamping kanan menghindari Gak Lam-kun lalu diantara getaran tangannya secara
beruntun ia melancarkan tiga buah serangan kilat dengan gerakan-gerakan yang aneh dan
sakti.
Termakan oleh tiga buah pukulan berantai itu, Oh Bu hong terdesak mundur sejauh
empat langkah lebih, tapi tangan kirinya masih mencengkeram pergelangan tangan kanan
Gak Lam-kun erat-erat, sementara tongkat pedang elang bajanya yang berada ditangan
kanan, diayunkan berulangkali untuk membendung datangnya ancaman tersebut, setelah
bersusah payah sekian lama akhirnya berhasil juga ia menghindari ketiga buah serangan
dahsyat itu.
Betapa terkesiapnya Oh Bu hong ketika menundukkan kepalanya dan tidak menjumpai
Gak Lam-kun dalam keadaan kesakitan. Sebab sebagaimana yang ia ketahui, barangsiapa
nadinya tercengkeram, maka sekalipun tenaga dalamnya amat sempurna, dalam keadaan
begini akan membuyar juga kekuatannya, badan akan terasa kaku dan sakitnya bukan
kepalang.
Tapi yang dijumpai sekarang, sekalipun Gak Lam-kun tidak memberikan perlawanan
namun sikapnya cukup santai.
Thi eng sin siu Oh Bu hong segera tertawa dingin, ancamnya, “Jika kau berani
melancarkan sebuah serangan lagi kepadaku, segera kuhancurkan tulang pergelangan
tangannya!”
“Hmm….!” Ji Cin peng mendengus dingin, menyandera orang sambil mengancam,
terhitung manusia macam apakah kau ini? Kalau berani hayolah kita berduel satu lawan
satu….

Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak, sebelum Ji Cin peng menyelesaikan perkataannya
ia segera menukas.
“Antara lohu dengan nona tak pernah terikat oleh dendam sakit hati ataupun
perselisihan lain, kenapa aku musti beradu jiwa dengan dirimu….”
Mendadak Gak Lam-kun membentak marah, “Bagi seorang laki-laki sejati lebih baik
dibunuh daripada dihina, bila bersikap semacam ini kepadaku, jangan salahkan kalau aku
hendak memakimu!”
Dalam pada itu, ketiga orang Thamcu dari Thi eng pang berserta kedelapan belas orang
elang bajanya telah menyebarkan diri keempat penjuru dengan mengambil posisi
mengepung.
Menyaksikan keadaan semacam ini, sadarlah Ji Cin peng bahwa dirinya amat terjepit
malam ini, anehnya sampai sekarang tak seorangpun dari anggota perguruannya tiba
disana.
Dalam menghadapi keadaan seperti ini tiba-tiba ia membentak keras, “Lui Seng thian,
sambutlah ini!”
Tiba-tiba ia melempar tabung panah inti geledek Jit poh lui sim ciam itu kepada Lui
Seng thian.
Begitu menerima kembali tabung bulatnya, Lui Seng thian segera tertawa seram.
“Heehhh…. heeehhh…. heeehhh…. tua bangka Oh, panah inti geledek yang bisa
mencabut nyawa orang dalam tujuh langkah ini telah kutujukan kepadamu!”
Perubahan ini terjadi sangat mendadak dan sama sekali diluar dugaan para jago Thi
eng pang. Mimpipun mereka tak mengira kalau Ji Cin peng bakal menyerahkan kembali
senjata ampuh tersebut kepada Lui Seng thian.
Mendengar ancaman itu, Oh Bu hong segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh….haaahhh….haaahhh…. kau musti tahu, bukan aku seorang yang kau tuju,
disini masih ada seorang Gak lote”
Sekali lagi Lui Seng thian tertawa seram.
“Heeehh…. heeehh…. heeehh…. tua bangka Oh, mungkin kaupun sudah tahu dengan
tabiatku selamanya lohu hanya memikirkan bagaimana caranya mencapai tujuan, aku tak
pernah mempersoalkan tindakan apa yang musti kuambil”
Ou Bu hong tertawa dingin, “Heeehh…. heeehh…. heeehh…. kalau begitu lakukanlah
sekarang juga….!”
Dalam waktu singkat situasi yang terbentang didepan mata berubah menjadi amat
tegang, diam-diam Ji Cin peng segera mengerahkan tenaga dalam untuk bersiap sedia, dia
kuatir Lui Seng thian benar-benar akan membidikkan panah inti geledeknya kearah
mereka berdua.

Situasi ketika itu sungguh menjadi amat serius dan mengerikan, pertarungan sengit
setiap saat bisa meletus.
Lui Seng thian sama sekali tidak menekan tombol tabungnya, diapun hanya bersiap
siaga penuh dengan sikap yang was-was, hal ini sudah barang tentu menambah tegang
dan seramnya suasana disana.
Entah sedari kapan, gadis berbaju perak dan See ih kiam seng Siang Bong im telah
mengundurkan diri dari daerah disekitar tempat itu….
Gulungan ombak samudra berkejaran dilautan bebas dan memecah diatas batu karang,
peredaran darah didalam tubuh semua orang terasa begitu bergelora dan bertambah
cepat.
Tiba-tiba Lui Seng thian tertawa seram, suaranya yang keras memecahkan keheningan
dan suasana tegang disekeliling tempat itu.
“Tua bangga Oh!” katanya dengan dingin, “apakah kau tidak merasakan sesuatu yang
aneh dan mencurigakan?”
Oh Bu hong tertawa dingin.
“Tua bangka Lui, kau anggap aku bisa termakan oleh siasat busukmu yang licik itu?”
Thi eng sin siu mengira dia akan melancarkan sergapan dan sengaja mengucapkan
kata-kata itu untuk mengalihkan perhatiannya.
Lui Seng thian kembali tertawa dingin katanya
“Tua bangka Oh, seandainya aku orang she Lui hendak menyergap dirimu, sejak tadi
hal mana telah kulakukan”
“Haaaa…. haaaa…. haaaa…. kalau begitu apa yang hendak kau bicarakan?” Thi eng sin
siu tertawa terbahak-bahak.
“Menurut dugaanku, Lencana pembunuh naga yang berada disaku Gak lote pasti adalah
lencana palsu”
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, paras muka semua orang segera berubah
hebat.
Gak Lam-kun mengejek sinis.
“Palsu juga boleh, asli juga boleh, kecuali aku sudah mampus kalau tidak jangan harap
kalian bisa mendapatkannya” ia berseru.
Thi eng sin siu tertawa dingin pula.
“Gak lote, kenapa pikiranmu tidak lebih kau buka? Ketahuilah, Lencana pembunuh naga
bukan terhitung sebuah rahasia besar lagi, tidak sedikit orang persilatan yang sudah
mengetahui tentang persoalan ini sudah begitu banyak manusia lihay yang telah
berdatangan kepulau terpencil ini dengan harapan bisa mendapatkan mustika itu,

sekalipun Gak lote berhasil kabur pada malam ini, aku rasa juga tak mungkin bisa
menghindari pengejaran serta pencarian dari kawanan jago persilatan dari pelbagai
golongan didunia ini. Apalagi sekalipun lencana tersebut berhasil kau dapatkan, toh belum
tentu mustika tersebut akan kau dapatkan dengan gampang.”
Gak Lam-kun mendengus dingin, bentaknya tiba-tiba, “Hei, mau apa kau
mencengkeram terus pergelangan tanganku ini?”
Oh Bu hong tertawa.
“Kecuali kau bersedia mengambil keluar lencana pembunuh naga itu dan membiarkan
kami memeriksa keasliannya.”
“Hmm….! Kau anggap aku orang she Gak sudi kau ancam dengan cara begini? Buat
seorang lelaki sejati, lebih baik mati daripada dihina.”
Mendadak Thi eng sin siu melepaskan cengkeramannya pada pergelangan tangan
kanan Gak Lam-kun, lalu sambil mundur dua langkah katanya, “Aku tidak kuatir kalian bisa
kabur dari sini!”
Ji Cin peng dengan cepat maju kedepan dan menghampiri Gak Lam-kun, lalu dengan
suara lembut katanya, “Gak siangkong, bolehkah kau pinjamkan sebentar lencana
pembunuh naga itu kepadaku!”
Gak Lam-kun manggut-manggut dari dalam sakunya ia mengeluarkan kotak kumala
tersebut.
“Tunggu sebentar!” mendadak seseorang membentak keras.
Gan tiong ciang (pukulan batu karang) Kwan kim ceng dari perkumpulan Thi eng pang
segera melompat kedepan dan melancarkan sebuah bacokan kilat kedepan.
Ji Cin peng segera memutar balik telapak tangan kanannya, kemudian menyambut
datangnya ancaman tersebut sambil membentak, “Mundur kau!”
“Blaang….” ketika dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat bertemu satu sama
lainnya ditengah udara, segera terjadilah ledakan keras yang mengakibatkan timbulnya
pusaran angin kencang, pasir dan batu kerikil segera beterbangan keudara.
Manusia yang bernama Pukulan batu karang Kwan Kim ceng itu segera mencelat
kebelakang dan tergetar sejauh satu langkah lebih.
Sementara itu, Ji Cin peng telah menerima kotak kumala tersebut segera ujarnya
dengan dingin, “Lencana pembunuh naga yang kalian kehendaki berada didalam kotak
kosong”
Kotak yang sementara itu sudah dibuka oleh Ji Cin peng tampak kosong melompong
tak ada isinya sementara Lencana pembunuh naga yang berwarna warni itu entah sudah
kabur kemana.
Tak terkirakan rasa gusar Gak Lam-kun sesudah menyaksikan kejadian itu, ia
mendengus dingin lalu makinya.

“Budak liar kau berani menipu aku.”
Lui Seng thian pun tertawa seram.
“Heeeh…. heeeh…. heeeh…. Gak lote, dugaanku tidak salah bukan? Tak nanti orangorang
dari See thian san menyerahkan Lencana mustika itu kepadamu dengan segampang
ini”
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah Thi eng sin siu sambil melanjutkan,
“Tua bangka Oh? Lohu ada satu persoalan yang hendak dirundingkan denganmu, apakah
kau punya keberanian untuk menjawabnya?”
“Persoalan apa?” tanya Oh Bu hong sambil tertawa dingin, “harap kau mengatakannya
lebih dulu, setelah kupikirkan baru dibicarakan lebih lanjut….”
Mendengar itu, diam-diam Lui Seng thian memaki didalam hati, “Tua bangka bajingan
ini betul-betul seorang bangsat tua yang berhati licik”
Berpikir sampai disitu katanya kemudian dengan dingin, “Tua bangka Oh, aku rasa kau
pasti telah bertekad untuk mendapatkan lencana pembunuh naga itu bukan?”
“Betul!” sahut Oh Bu hong ketus, “jauh-jauh dari ribuan li lohu datang kemari, kalau
tidak bertekad untuk memperolehnya lantas dengan maksud apa aku datang kemari?”
“Kalau begitu kita adalah sama-sama setujuan. Tapi, seperti kau lihat sendiri, disinipun
hadir kawanan jago dari See thian san, dari Perguruan panah bercinta serta sekawanan
jago lihay lainnya, yakinkah kalian Thi eng pang untuk memperoleh mustika?”
Walaupun ucapan tersebut ditujukan kepada Oh Bu hong, tapi sinar matanya dialihkan
kewajah Ji Cin peng serta memperhatikan perubahan mimik wajahnya itu.
Tapi paras muka Ji Cin peng amat dingin dan kaku bagaikan es, ia seperti tidak merasa
murung tidak pula merasa gembira, tapi jelas terlihat memancarkan sikap anggun yang
membuat setiap orang yang melihat merasa tunduk dan menaruh hormat.
Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…. haaahh…. haaahh…. asal saudara Lui bersedia untuk menggabungkan diri
dengan perkumpulan kami, sembilan puluh sembilan persen Lencana pembunuh naga itu
akan menjadi milik perkumpulan kita”
Lui Seng thian tertawa dingin.
“Heeehh…. heeehh…. heeehh…. apakah maksudmu hendak menarik aku menjadi
anggota Thi eng pang? Sayang sekali aku orang she Lui tak sudi menerima perintah orang
lain!”
Bukan menjadi marah. Oh Bu hong kembali tertawa, katanya kembali, “Kalau begitu,
apa maksud saudara Lui dengan perkataanmu tadi?”

“Menurut maksud lohu, ada baiknya jika Thi eng pang bekerja sama dengan perguruan
panah bercinta untuk bersama-sama menghadapi perguruan See thian san.”
Mendengar ucapan itu Oh Bu hong segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haaah…. haaah…. jadi andaikata lencana pembunuh naga itu berhasil
didapatkan, maka pihak Thi eng pang kami harus bertarung melawan perguruan panah
bercinta untuk menentukan siapakah pemenangnya yang berhak untuk mendapatkan
Lencana pembunuh naga? Lantas bagaimana dengan kau sendiri dan Gak lote?”
“Kami berdua? Tentu saja yang satu bergabung dengan Thi eng pang sedang yang lain
bergabung dengan perguruan panah bercinta tapi bukan dalam arti kata masuk menjadi
anggota.”
Ketika mereka berbicara sampai disitu, diam-diam Ji Cin peng dan Gak Lam-kun telah
berlalu dari sana.
Oh Bu hong tertawa tergelak.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. saudara Lui, pintu gerbang Thi eng pang selalu
terbuka bagimu, bila kau bersedia masuk kedalam perkumpulan kami, dengan senang hati
lohu akan menyambut kedatanganmu untuk bersama-sama menciptakan suatu pekerjaan
besar. Kini semua orang sudah pergi dari sini, kita tak boleh kehilangan kesempatan baik
ini sehingga didahului orang lain.
Berbicara sampai disitu, dia lantas memimpin kawanan jago Thi eng pang berangkat
meninggalkan tempat itu.
Bulan bersinar cerah diangkasa, sinar yang keperak-perakan memancar keempat
penjuru.
Gak Lam-kun dan Ji Cin peng melakukan perjalanan bersama dengan santainya….
Ji Cin peng menghela napas panjang, katanya, “Gak siangkong, benarkah kau bertekad
untuk mendapatkan Lencana pembunuh naga itu?”
Gak Lam-kun menghela napas pula dengan suara lirih, sahutnya, “Didalam Lencana
pembunuh naga terkandung suatu rahasia yang maha besar dan rahasia itu menyangkut
suatu mustika dunia yang tiada taranya didunia ini, setiap orang berusaha untuk
mendapatkan, bahkan dengan pelbagai cara berusaha untuk merebutnya, aaai….”
Sekali lagi Gak Lam-kun menghela napas lanjutnya, “Tapi aku bukannya menjadi merah
mata lantaran mustikanya melainkan….”
Ketika berbicara sampai disini, tiba-tiba Gak Lam-kun menghentikan kata-katanya.
“Apakah pesan gurumu menjelang kematiannya mengharuskan kau untuk
mendapatkannya?” tanya Ji Cin peng.
Gak Lam-kun gelengkan kepalanya berulangkali.

“Walaupun suhu berpesan agar Lencana itu kudapatkan, lalu mengasingkan diri dari
dunia persilatan dan berusaha memecahkan rahasia lencana ini, tapi aku adalah seorang
yang sudah hampir mati, aku tak dapat melaksanakan lagi tugas tersebut”
“Benarkah kau bakal mati?” Ji Cin peng bertanya dengan sedih.
Gak Lam-kun berpaling dan memandang Ji Cin peng sekejap tampak wajahnya telah
basah oleh airmata.
Gak Lam-kun segera menghela napas panjang.
“Masa matipun bisa pura-pura, aai…. kini aku sudah merasakan sekujur badanku lemas
tak bertenaga tubuhnya menjadi enteng seperti mau terbang, rencana yang sebenarnya
telah kususun dengan rapi selama dua hari ini tampaknya sudah tak mungkin untuk
diselesaikan lagi”
Ji Cin peng yang pada dasarnya sudah sedih kini makin sedih lagi sehabis mendengar
perkataan itu.
“Mati, bukan suatu peristiwa yang menakutkan”, Gak Lam-kun berkata lagi, “sebab tiap
manusia tentu akan mati bila usianya telah mencapai tua, sekalipun demikian aku merasa
bahwa tidak seharusnya kalau aku mati pada saat seperti ini.”
“Benar! Tidak seharusnya kau mati dengan begitu saja”
Gak Lam-kun tertawa getir.
“Tapi sekarang, urusan sudah menjadi begini apalagi yang bisa dilakukan?”
Perasaan mereka berdua pada saat ini dicekam oleh rasa sedih yang luar biasa mereka
berjalan dengan mulut membungkam dan perasaan yang kosong, seakan-akan pikiran dan
perasaan mereka telah tercebur kedalam samudra luas yang tak terkirakan dalamnya.
Entah berapa lama sudah lewat, dengan perasaan yang kosong mereka berjalan sampai
disuatu tanah perbukitan.
Ditengah keheningan malam yang mencekam, tiba-tiba berkumandang suara petikan
khim yang amat merdu.
Dentingan khim yang merdu itu segera menyadarkan kembali Gak Lam-kun dan Ji Cin
peng dari lamunannya, cepat mereka alihkan pandangannya kearah mana berasalnya
suara itu.
Tapi apa yang kemudian terlihat membuat mereka merasakan hatinya bergetar keras.
Gak Lam-kun segera menyumpah dengan suara lirih, “Budak sialan, rupanya kau
bersembunyi disini!”
Ditengah sebuah tebing bukit yang sunyi dan dibawah sinar rembulan yang cerah,
tampak seorang gadis berbaju perak berdiri angker disitu, dihadapan gadis tadi berdiri
pula puluhan orang manusia.

Waktu itu gadis berbaju perak tersebut sedang memainkan khimnya dengan
membawakan sebuah lagu yang merdu, irama tersebut amat merdu dan nyaring membuat
puluhan orang jago yang berada dihadapannya berdiri termangu-mangu.
Tentu saja orang-orang itu bukan terkesima karena mendengarkan permainan khimnya
yang merdu, sebaliknya justru orang-orang itu terpengaruh oleh daya iblis dari irama khim
gadis baju perak itu hingga terpesona dan tidak sadar.
Diantara puluhan orang tersebut ada empat orang diantaranya yang duduk bersila,
mereka adalah Jit poh toan hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To dari perguruan
panah bercinta, Tam ciang ceng kan kun (telapak tangan tunggal penggetar jagad)
Siangkoan It, Giok bin sin ang (kakek sakti berwajah pualam) Say Khi pit dan Kiu wi hou
(rase berekor sembilan) Kongsun Po.
Diantara gerombolan manusia itu ada pula delapan belas orang manusia baju putih
yang kurus kecil dengan busur ditangan anak panah sudah siap dibidikkan cuma wajah
mereka kini kelihatan aneh sekali.
Tak usah dipikirpun Ji Cin peng dan Gak Lam-kun sudah tahu bahwa gadis berbaju
perak itu tentu sudah terkepung disitu, maka diapun mainkan irama khim untuk
mempengaruhi mereka.
Tapi anehnya See ih kiam seng Siang Bong im yang bertugas melindungi gadis berbaju
perak itu entah telah kemana, padahal darimana mereka tahu kalau sekeliling tanah
perbukitan itu sesungguhnya telah dikepung oleh kawanan jago lihay, akan tetapi
berhubung mereka kuatir dipengaruhi oleh irama khim yang maha dahsyat tersebut maka
orang-orang itu pada menyingkir semua sambil menunggu kesempatan baik untuk turun
tangan.
Gak Lam-kun berpaling kearah Ji Cin peng lalu katanya, “Nona Bwe, irama khimnya
amat jahat dan lihay sekali, lebih baik kau berdiam disini saja, aku akan kesana untuk
menengok keadaan sebentar.”
“Apakah kau sanggup menghadapi pengaruh dari irama khim yang membetot sukma
itu?”
Gak Lam-kun segera tersenyum.
“Meskipun irama khimnya sangat lihay tapi suhu telah mewariskan kepandaian
melawan pengaruh irama iblis kepadaku”
“Tapi tenaga dalam yang kau miliki sekarang telah punah sama sekali” kata Ji Cin peng
lagi dengan dahi berkerut.
Setelah mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun baru tahu kalau tenaga dalam yang
dimilikinya telah punah sama sekali, sudah barang tentu sulit baginya untuk melawan
pengaruh irama tersebut.
Haruslah diketahui, irama khim yang berkumandang diudara sekarang adalah suatu
pancaran irama yang disalurkan dengan pengerahan tenaga dalam yang sempurna,
sekalipun Gak Lam-kun mengetahui cara untuk menghadapinya, tapi setelah tenaga

dalamnya buyar sekarang, ia tak sanggup lagi untuk mengerahkan tenaganya untuk
melawan pengaruh irama musik itu….
Gak Lam-kun tertawa lebar, katanya dengan cepat, “Walaupun tenaga dalamku telah
buyar tapi suhuku telah mewariskan suatu kepandaian istimewa kepadaku, jadi tanpa
tenaga dalampun aku sanggup untuk melawan irama tersebut.
Padahal Gak Lam-kun sengaja mengucapkan kata-kata itu dengan tujuan
membohonginya sebab ia tahu tak nanti gadis tersebut mengijinkan dirinya pergi dari situ.
Selama beberapa hari ini, sudah dua kali Ji Cin peng memeriksa denyutan nadi Gak
Lam-kun dan mengetahui bahwa denyutan nadinya telah putus tapi setiap kali pula
pemuda itu dapat sadar kembali secara aneh.
Oleh karena itu ia menjadi setengah percaya setengah tidak sesudah mendengar
perkataan itu, ujarnya setelah berseru tertahan, “Baiklah! Kalau begitu marilah kutemani
dirimu kesitu”
Melihat tekad sang gadis, Gak Lam-kun menghela napas panjang.
“Nona Bwe!” katanya, “Budi kebaikanmu tak akan kulupakan untuk selamanya, tapi
kau….”
“Jangan kuatir” tukas Ji Cin peng dengan sedih, kecuali dia mainkan irama Kiu hian tay
boan yok sin im, aku percaya masih sanggup untuk mempertahankan diri”
Sekalipun Gak Lam-kun tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki Ji Cin peng amat tinggi, tapi
ia tidak percaya kalau dalam dunia dewasa ini masih ada orang lain yang mampu melawan
pengaruh iblis dari permainan khim Sot san thian li.
Padahal darimana dia tahu dimasa dulu Yo Long dan Lam hay sin ni sesungguhnya
adalah sepasang kekasih tidak mungkin kalau Yo Long tidak mewariskan kepandaian
menahan pengaruh irama sakti itu kepada Lam hay sin ni.
Sementara Gak Lam-kun telah menghela napas sedih dengan langkah lebar ia
meneruskan perjalanannya kedepan.
Ji Cin peng dengan sikap yang amat santai mengikuti dibelakang Gak Lam-kun mulamula
anak muda itu masih kuatir, tapi setelah dua kali berpaling dan tidak menemukan
gejala aneh atas dirinya, iapun mulai merasa lega hati.
Tapi, pada saat itu pula mendadak Gak Lam-kun merasa keheranan ternyata dia
sendiripun sanggup bertahan terhadap pengaruh irama iblis itu bukankah tenaga
dalamnya telah punah? Yang lebih aneh lagi peredaran darah didalam tubuhnya menjadi
tegang, sekujur tubuhnya terasa makin enteng seperti melayang diudara.
Dalam keadaan seperti ini tak sempat lagi baginya untuk mencari sebab musababnya
dia hanya menganggap kejadian itu merupakan suatu kejadian aneh.
Sementara itu paras muka gadis berbaju perakpun rada berubah ketika menyaksikan
Gak Lam-kun dan Ji Cin peng muncul disitu.

“Cring!” ia segera menghentikan permainan khimnya.
Selapis hawa dingin menyelimuti wajah Gak Lam-kun, dengan sinar mata memancarkan
hawa amarah ditatapnya gadis itu lekat-lekat.
Gadis berbaju perak itu segera tersenyum katanya, “Eeeeh…. kenapa kau musti
bersikap begitu galak kepadaku?”
Senyumannya itu jauh berbeda dengan manusia biasa, tapi persis seperti senyuman
gadis cantik diatas Lencana pembunuh naga itu, bukan cuma indah saja bahkan seperti
mengandung suatu kekuatan yang dapat membetot sukma, hal mana membuat Gak Lamkun
merasakan kepalanya seperti kosong dan hampa.
00000O00000
Hanya sebentar Gak Lam-kun berdiri kehilangan semangat, dengan cepat kesadarannya
telah pulih kembali seperti sedia kala.
Ji Cin peng sendiri walaupun masih merupakan seorang gadis, tapi diapun dibuat
terkesima oleh keindahan senyuman dari gadis berbaju perak itu.
Dengan suara dingin Gak Lam-kun segera menegur.
“Kenapa kau mengingkari janji?”
Gadis berbaju perak itu menggetarkan bibirnya pelan, serentetan suara yang merdu
pun segera berkumandang diudara, “Mengingkari janji apa?”
“Kenapa kau menyerahkan kotak kosong kepadaku?” bentak Gak Lam-kun dengan
gusarnya.
Paras muka gadis berbaju perak itu segera berubah menjadi serius, senyuman indah
menawanpun seketika lenyap tak berbekas.
“Seandainya Lencana mustika itu kuserahkan kepadamu, maka semenjak tadi mustika
itu sudah dirampas orang” katanya dengan dingin, “mendingan kalau cuma barangnya
saja yang kena dirampas bagaimana kalau sampai selembar nyawamupun ikut melayang?
Hmm! Aku bermaksud baik kepadamu kenapa kau malah menuduh aku mengingkari
janji?”
“Maksud baik nona biar kuterima dalam hati saja, sekarang harap kau serahkan dengan
segera lencana itu kepadaku.”
Gadis berbaju perak itu mengangguk.
“Baik!” katanya kemudian, “kalau memang kau tidak takut dirampas orang, segera
kuserahkan mustika itu kepadamu, cuma aku hendak menjelaskannya lebih dulu,
seandainya lencana itu sampai terjatuh ketangan orang lain, maka akupun mempunyai hak
untuk memperebutkannya”
“Tentu saja kau mempunyai hak untuk ikut memperebutkannya” jengek Gak Lam-kun
dingin.

Dari dalam khim antiknya, gadis berbaju perak itu mengambil sebuah lencana
berwarna-warni dan diserahkan kepada pemuda itu sambil berkata, “Baik-baiklah lindungi
benda ini, jangan sampai ada orang yang merebutnya”
Tapi, sebelum dia masukkan kotak kumala itu kedalam sakunya, tiba-tiba terdengar
beberapa kali suara tertawa dingin berkumandang memecahkan keheningan, belum lagi
suara tertawa itu sirap, tahu-tahu orangnya sudah berada beberapa depa dihadapannya.
Ji Cin peng segera berpaling kearah mana berasalnya suara itu, ternyata dia adalah
Thiat kiam kuncu (laki-laki sejati berpedang baja) Hoa Kok khi serta Kui to (tosu setan)
Thian yu Cinjin.
Kedua orang itu berdiri berjajar dengan sekulum senyuman dingin menghiasi ujung
bibirnya.
Menyusul kemudian suara gelak tertawa yang nyaring bagaikan suara genta
menggelegar diudara dan menggoncangkan seluruh tanah perbukitan itu, Thi eng sin siu
Oh Bu hong dengan memimpin para jago andalannya muncul pula disitu.
“Criiing….! Criiing….!” kembali terdengar dua kali suara dentingan khim menggema
diudara.
Menyusul dentingan nyaring itu, dari balik tanah perbukitan segera muncul dua orang
dayang cantik yang berbaju indah laksana kupu-kupu yang terbang diantara bunga,
dibelakang mereka mengikuti pula tiga orang kakek, ketiga orang itu adalah See ih sam
seng (tiga malaikat dari wilayah See ih)
Sementara itu, Jit poh toan hun Kwik To, Siangkoan It, Kiu wi hou Kongsun Poh dan
Giok bin sin ang Say Khi pit yang semula duduk bersila, kini telah melompat bangun
semua.
Dari arah barat bukit situ muncul pula dua sosok bayangan manusia, mereka adalah
Han Hu hoa dan nenek berambut putih dari perguruan panah bercinta.
Dengan demikian, semua jago lihay dari pelbagai aliran telah berdatangan semua dan
berkumpul menjadi satu disitu.
Tiba-tìba gadis berbaju perak itu berseru dengan suara merdu, “Sungguh ramai sekali
pertemuan ini, kami orang-orang dari See thian san untuk sementara waktu akan
mengundurkan diri lebih dulu untuk menonton keramaian ini”
“Betul!” sindir Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi sambil tertawa ringan, “memang lebih
enak kalau pihak See thian san menyingkir dulu, kemudian menjadi nelayan beruntung
yang tinggal memungut hasil”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, serentak kawanan jago yang mula-mula sudah
mulai bergerak itu menghentikan gerakan masing-masing, lalu dengan perasaan bergetar
keras semua pihak bersiap sedia untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak
diinginkan.

Pelan-pelan sinar mata semua orang dialihkan kearah Gak Lam-kun dan mengawasi
gerak geriknya dengan seksama, demikian pula terhadap orang-orang dari perguruan
panah bercinta, karena semua orang sudah tahu bahwa Gak Lam-kun berdiri dipihak
perguruan panah bercinta.
Suasana hening mencekam tanah perbukitan yang mengerikan itu, dalam waktu singkat
selapis hawa pembunuhan yang menggidikkan hati menyelimuti sekitar sana.
Thi eng sin siu Oh Bu hong memandang sekejap sekeliling gelanggang lalu
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…. haaahh…. haaahh…. Gak lote aku rasa kau pasti sudah melihat jelas situasi
yang kau hadapi sekarang, bagaimana keputusanmu dengan apa yang diusulkan Jit poh
lui sim ciam tadi? Mau diputuskan sekarangpun rasanya juga belum terlambat”
Gak Lam-kun sendiripun sadar bahwa persoalan yang dihadapinya malam ini tak bisa
dibereskan dengan cara baik-baik, sekalipun demikian diapun tak sudi untuk bekerja sama
dengan pihak Thi eng pang walaupun diapun tahu kendatipun pihak perguruan panah
bercinta mendukungnya untuk melindungi lencana mustika itu, bakal banyak korban yang
akan berjatuhan dari pihaknya.
Untuk sesaat ia menjadi kesulitan untuk memberi jawaban, dia tak tahu bagaimana
musti mengambil keputusan, maka tanpa terasa sinar matanya dialihkan kearah Ji Cin
peng.
Tentu saja Ji Cin peng mengetahui maksud hatinya itu, tapi bagaimana pula dia bisa
mengambil keputusan?
Sementara sepasang muda mudi itu masih mengalami kesulitan untuk memberi
jawaban, mendadak dari luar lembah kembali berkumandang suara pekikan panjang yang
memekikkan telinga.
Si Tosu setan Thian yu Cinjin yang berada dalam gelanggangpun tiba-tiba
mendongakkan kepalanya sambil berpekik nyaring, suaranya tinggi melengking tak sedap
didengar tapi justru seirama dengan pekikan panjang tadi.
Terdengarlah pekikan itu mula-mula berasal dari tempat yang jauh tapi kian lama kian
bertambah dekat.
Mendadak tampak dua sosok bayangan manusia berkelebat diangkasa dan mendekati
arena, bila dilihat dari kecepatan gerak kedua orang itu dapat diketahui bahwa ia memiliki
ilmu silat yang amat tinggi.
Dua sosok bayangan manusia itu bekelebat tiba dari kejauhan dan berhenti kurang
lebih beberapa kaki jauhnya dari arena.
Ji Cin peng mencoba untuk mengawasi kedua orang pendatang itu, terlihatlah orang
yang berada disebelah kiri adalah seorang laki-laki yang bertubuh gemuk dengan muka
bulat bibir lebar, kepalanya gundul dan memakai baju berwarna hitam.
Sedangkan yang berada disebelah kanan adalah seorang laki-laki berusia empat puluh
tahunan yang berpakaian ringkas dengan perawakan yang tinggi besar, punggungnya

agak bungkuk, sepasang matanya besar seperti gundu dengan sinar yang tajam,
lengannya panjang sekali dan berbulu putih.
Oh Bu hong memperhatikan sekejap kedua orang itu, lalu sambil tertawa katanya,
“Tong heng, tajam amat pendengaranmu. Siapa dia?”
Sambil berkata ia menuding kearah laki-laki bungkuk itu.
Kakek berbaju hitam itu hanya mementangkan mulutnya lebar-lebar dan tertawa tanpa
suara, diapun tidak menjawab pertanyaan dari Oh Bu hong tersebut.
Pukulan batu karang Kwan Kim ceng dari Thi eng pang yang menyaksikan kejumawaan
orang menjadi naik darah, tiba-tiba ia maju beberapa langkah sambil membentak dengan
gusar, “Tong Bu kong, besar amat lagakmu, kau memangnya sudah tuli? Ataukah purapura
berlagak pilon?”
Begitu nama ‘Tong Bu kong’ disebut, Ji Cin peng maupun Gak Lam-kun merasakan
hatinya bergetar keras, ternyata orang itu adalah ciangbunjin dari partai Thian san pay
yang disebut orang Bu seng sianseng (tuan yang tak pernah menang) Tong Bu kong.
Belum lagi Tong Bu kong menjawab, laki-laki bungkuk itu sudab berkata lebih dulu.
“Apa pekerjaan saudara yang barusan berbicara itu? Dewasa ini banyak jago kenamaan
yang hadir disini, rasanya masih belum pantas buatmu untuk ikut berbicara ditempat
semacam ini, bila tahu diri lebih baik cepatlah mengundurkan diri dari sini”
Pukulan batu karang Kwan Kim ceng adalah salah satu dari empat orang Thamcu
perkumpulan Thi eng pang, selama malang melintang dalam dunia persilatan, nama
maupun kedudukannya amat terhormat, belum pernah satu kalipun ia menderita
penghinaan semacam ini.
Kontan saja ucapan tersebut mengobarkan hawa amarah dalam hatinya, hawa murni
segera dihimpunkan menjadi satu, kemudian sambil membentak gusar ia melepaskan
sebuah pukulan dahsyat kedepan.
Laki-laki bungkuk itu memang benar-benar takabur, terhadap datangnya angin pukulan
dari Kwan Kim ceng itu tidak dianggapnya sebagai suatu ancaman, malah sambil
busungkan dada ia sambut datangnya hantaman tersebut….
“Blaaaang….!” suatu benturan keras tak terhindarkan lagi, oleh pukulan dahsyat itu lakilaki
bungkuk tersebut hanya mundur selangkah, kemudian dengan badan yang tegak lurus
seperti sebatang pit pelan-pelan menghampiri Kwan Kim ceng.
Sejak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah Kwan Kim ceng menghadapi jago
selihay ini, ia tidak habis mengerti mengapa laki-laki bertubuh bungkuk itu sanggup
menerima pukulan udara kosongnya yang bertenaga delapan bagian itu, padahal dalam
anggapannya serangan tersebut cukup untuk membinasakan dirinya.
Kini Laki-laki bungkuk itu sudah melancarkan serangan belasan dengan kecepatan luar
biasa, ia tak tahu bagaimana caranya untuk menghindari ancaman tersebut.

Disaat yang kritis itulah mendadak Oh Bu hong membentak keras, telapak tangan
kirinya segera diayunkan kedepan melepaskan sebuah pukulan yang dahsyat kearah lakilaki
bungkuk itu.
Agaknya laki-laki bungkuk itu tahu lihay, cepat-cepat ia menjatuhkan diri bergelinding
sejauh beberapa kaki, lalu dengan wajah marah serunya keras-keras, “Hei, apakah kalian
hendak merebut kemenangan dengan andalkan jumlah banyak?”
Gagal dengan serangan yang pertama, Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…. haaahhh…. haaahhh…. suatu ilmu soat him kang (beruang salju) yang
bagus! Haaahhh…. haaahhh…. rupanya kau berandal dari aliran Tiang pek pay”
Agak kaget juga laki-laki bungkuk itu setelah asal usul perguruannya diketahui orang ia
ganti membentak, “Siapa kau? Apakah masih ingin mencoba beberapa jurus sakti dari
perguruanku?”
Oh Bu hong tersenyum.
“Andaikata kau berniat, tentu saja lohu akan menemanimu untuk bermain tiga
gebrakan”
Laki-laki bungkuk itu dasarnya memang jumawa, tak terkirakan rasa gusarnya setelah
mendengar bahwa dia hanya mampu menerima tiga pukulannya.
“Bangsat rupanya kau sudah bosan hidup? Akan kucabut nyawamu dalam tiga
gebrakan”
Tiba-tiba si Tosu setan Thian yu Cinjin maju kedepan dan melerai sambil tertawa.
“Saudara Mao Tam, harap jangan marah dulu, lebih baik kita hadapi dulu masalah
penting!”
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi pun ikut tertawa nyaring, lalu menyambung, “Saudara
Mao Tam, bagaimana keadaanmu selama ini? Aku lihat ilmu Soat him kangmu sudah maju
pesat, rasanya tak sampai beberapa tahun lagi, susiokmu sekalian pasti dapat kau
ungguli.”
Mao Tam si laki-laki bungkuk itu seperti orang bodoh, ketika mendengar pujian dari
Hoa Kok khi itu dia tampak gembira sekali terkekehlah dia dengan anehnya.
“Bagus! Bagus sekali! Apakah Hoa lote juga ingin beradu tenaga dalam denganku?”
Ji Cin peng dan Gak Lam-kun yang mendengarkan pembicaraan itu diam-diam
mengerutkan dahi.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi kembali tertawa, sahutnya kemudian, “Aaah, masa
dengan saudara sendiripun musti beradu? Lebih baik kau rampas dulu kotak kumala yang
berada ditangan pemuda berbaju hijau itu”
Sambil berkata ia menuding kearah Gak Lam-kun.

Mendengar ucapan tersebut, Mao Tam si laki-laki bungkuk itu segera memandang
kearah Gak Lam-kun dengan sepasang matanya yang sebesar gundu itu, kemudian sambil
tertawa aneh katanya, “Bocah muda itu maksudmu? Kenapa musti merepotkan aku?”
Gak Lam-kun adalah seorang pemuda yang tinggi hati, tak terlukiskan rasa marahnya
setelah mendengar perkataan itu, tapi hawa murninya telah punah sekarang, tak mungkin
lagi baginya untuk turun tangan, terpaksa rasa mangkelnya itu hanya disimpan dalam hati.
“Saudara Mao Tam, kau jangan anggap enteng dirinya, kami semua tak ada yang
sanggup menangkan dia?”
Haruslah diketahui bahwa Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi adalah seorang manusia yang
berhati busuk dan berakal licin.
Kiranya Moa Tam adalah murid kesayangan dari Tiang pek sam him (tiga beruang dari
tiang pek) yang tersohor namanya diluar perbatasan, ilmu silat yang dimiliki Tiang pek
sam him amat lihay tapi enggan melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, mereka
selalu menetap diwilayah Tiang pek dan kerjanya hanya mendalami ilmu silat belaka.
Berulangkali Hoa Kok khi memancing mereka untuk menggerakkan hati mereka maka
kali ini diajaknya murid mereka mendatangi wilayah Tionggoan.
Pertama ia dapat mempergunakan tangannya untuk kepentingan pribadi, dan kedua
andaikata murid dari Tiang pek sam him ini sampai tewas didaratan Tionggoan, niscaya
ketiga beruang dari Tiang pek itu akan mendatangi Tionggoan untuk menuntut balas,
maka diapun akan mempergunakan kekuatan mereka untuk menaklukkan semua aliran
didunia persilatan dan merajai kolong langit.
Jadi sesungguhnya tujuan dari Hoa Kok khi ini betul-betul licik, jahat dan terkutuk.
Sementara itu Mao Tam telah tertawa geram setelah mendengar perkataan itu,
mendadak ia melompat ketengah udara dan langsung menerjang kearah Gak Lam-kun.
Ji Cin peng yang berdiri disamping Gak Lam-kun telah bersiap sedia semenjak tadi,
begitu musuh melancarkan tubrukan tiba-tiba ia mengernyitkan alis matanya dan
menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan suatu gerakan aneh.
Telapak tangannya diputar sedemikian rupa lalu ditolak kemuka melepaskan sebuah
pukulan, hanya saja serangan tersebut sama sekali tidak menimbulkan suara.
Mao Tam sama sekali tidak menyangka kalau orang yang menyongsong kedatangannya
adalah seorang gadis muda yang berwajah cantik, sementara ia masih tertegun pukulan
itu sudah menyambar datang.
Waktu itu Ji Cin peng memang ada maksud untuk meruntuhkan semangat kawanan
jago disitu! Maka serangan yang dilancarkan itu disertai dengan tenaga yang kuat.
Walaupun pukulannya meluncur kemuka tanpa menimbulkan suara, tapi justru dibalik
semuanya itu terkandung suatu daya kekuatan yang maha dahsyat, ditengah kelembutan
tersimpan kekerasan, begitu telapak tangannya menempel ditubuh musuh hawa pukulan
yang disimpan dibalik telapak tanganpun segera menggulung keluar dan melukai orang.

Setelah tubuhnya termakan pukulan, Mao Tam baru merasakan munculnya segulung
tenaga tekanan yang maha dahsyat menghantam isi perutnya keras-keras, ia menjadi
amat terperanjat, sambil mengerahkan tenaga sakti Soat him kangnya untuk melawan
serangan itu, buru-buru tubuhnya berkelit kesamping.
Sekalipun telapak tangan Ji Cin peng mengena pada tubuh lawan lebih dahulu, hawa
serangan baru dipancarkan menanti lawan berusaha melakukan perlawanan, ia telah
menarik kembali pukulannya sambil menubruk maju lagi dengan kecepatan luar biasa.
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata, sekalipun reaksi Mao Tam cukup
cepat, tapi ia terkena juga getaran hawa pukulan yang dilancarkan oleh Ji Cin peng itu.
“Uaak….!” ia kesakitan dan muntah darah.
Walaupun Mao Tam seorang bodoh, terkesiap juga hatinya setelah melihat kelihayan
lawan, seketika itu juga sikap takaburnya hilang lenyap tak berbekas.
Maka begitu dilihatnya Ji Cin peng menerjang lagi dengan kecepatan luar biasa buruburu
tubuhnya melompat kesamping untuk berkelit, sementara hawa murninya telah
dihimpun kedalam telapak tangan kanannya.
Menanti sepasang kaki Ji Cin peng baru saja menempel diatas permukaan tanah,
pukulan dahsyat itu segera dilontarkan.
Segulung angin pukulan yang sangat kuat ibaratnya gulungan gelombang disamudera
segera menumbuk kemuka.
Dikala kedua orang itu sedang terlibat dalam pertarungan yang amat seru, si Tosu
setan Thian yu Cinjin mendadak maju kedepan dan menerjang kearah Gak Lam-kun….
Ji Cin peng dapat menyaksikan kejadian itu dengan jelas, ia tertawa dingin, telapak
tangan kirinya segera memancing datang tenaga pukulan dari Mao Tam, kemudian
diantara putaran pergelangan tangannya, tenaga serangan itu segera dilontarkan ketubuh
si Tosu setan Thian yu Cinjin.
Gak Lam-kun mengenali kepandaian tersebut adalah suatu jenis ilmu meminjam tenaga
yang maha dahsyat, kepandaian itu khusus digunakan untuk meminjam tenaga orang
untuk memukul orang lain.
Segulung angin topan yang maha dahsyat pun segera melesat diudara, mengikuti
perputaran pergelangan tangan Ji Cin peng tenaga itu langsung menerjang ketubuh Thian
yu Cinjin. Sedemikian dahsyatnya angin pukulan itu hingga menimbulkan angin yang
menderu-deru.
Si Tosu setan Thian yu Cinjin mempunyai pengalaman selama puluhan tahun berkelana
dalam dunia persilatan tak sedikit jago lihay yang telah dijumpainya itu membuat
pengetahuannya tentang pelbagai ilmu silat didunia menjadi amat luas.
Sekalipun demikian belum pernah ia jumpai kepandaian seaneh yang dipergunakan Ji
Cin peng sekarang, dimana dalam suatu perputaran pergelangan tangan saja telah
sanggup untuk mengalihkan tenaga pukulan dahsyat dari musuh kearahnya.

Kepandaian semacam ini dianggapnya betul-betul merupakan suatu kepandaian sakti
yang jarang ditemui dalam dunia persilatan.
Dalam terkejutnya, tak sempat lagi baginya untuk bergeser kesamping, terpaksa hawa
murninya dihimpun kedalam pusar, sepasang lengannya digetarkan dan ia melompat
ketengah udara bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya.
Jit poh toan hun Kwik To yang berada disamping arena segera menyindir sambil
tertawa dingin, “Thian yu to heng, sungguh enteng benar ilmu meringankan tubuhmu!”
Si tosu setan Thian yu Cinjin berjumpalitan ditengah udara sebanyak beberapa kali, lalu
melayang turun satu kaki jauhnya dari tempat semula, ketika mendengar sindiran tersebut
dia lantas membentak, “Tua bangka She kwik, kurangi mulutmu yang busuk itu, suatu
ketika aku pasti akan -mengajak kau untuk berduel sampai mampus.”
Kwik To tertawa terbahak-bahak, baru saja dia hendak menyindir lagi, mendadak
terdengar seseorang mendengus tertahan….
Ternyata Mao Tam sudah jatuh terduduk diatas tanah dengan peluh membasahi
sekujur tubuhnya, ia tampak kesakitan hebat sampai-sampai menggigit bibir untuk
menahan diri, tak terdengar sepotong suara rintihan pun yang muncul dari mulutnya.
Paras muka Ji Cin peng pun pucat pias seperti mayat, Han Hu hoa dan nenek berambut
putih yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat terperanjat, serentak mereka
melompat kedepan untuk memberi pertolongan.
Tiba-tiba gadis itu berteriak, “Nenek Siau…. kalian cepat lindungi Gak siangkong….”
Mendadak si Tosu setan Thian yu Cinjin membentak keras, lalu melepaskan sebuah
pukulan dahsyat kearah Ji Cin peng.
Didalam serangan yang dilancarkannya ini telah disertai dengan tenaga dalam yang
maha dahsyat, tentu saja kehebatannya tak terkirakan.
Diantara desingan angin tajam yang menderu-deru, muncullah segulung angin pukulan
bagaikan gelombang dahsyat ditengah samudra.
Siapa tahu ketika angin pukulan itu tiba ditempat sasarannya, Ji Cin peng telah
melompat keudara, lalu berputar badan diangkasa dan secepat sambaran petir menerjang
Thian yu cinjin yang berada dibawahnya.
Thian yu cinjin merasa terperanjat sekali menyaksikan gerakan tubuhnya yang sangat
sakti itu, buru-buru Hud timnya diputar sedemikian rupa untuk melindungi badan,
kemudian buru-buru ia melompat sejauh satu kaki lebih untuk menyelamatkan diri.
Mendadak kembali terdengar suara tertawa dingin yang mengerikan berkumandang
memecahkan keheningan, tiba-tiba ketua dari Thian san pay, Bu seng siangseng Tong Bu
kong mencabut pedangnya dan melompat keudara, lalu senjatanya digetarkan
menciptakan selapis cahaya pedang yang tebal untuk melindungi sekujur badannya, lalu
dengan kecepatan bagaikan kilat mengurung kearah Han Hu hoa, nenek berambut putih
dan Gak Lam-kun.

Mendadak nenek berambut putih itu mencabut keluar pedangnya baru saja ia hendak
mengerahkan senjatanya kearah serangan pedang dari lawan, tiba-tiba tampak Ji Cin peng
memutar tubuhnya telapak tangan kiri dan ujung jari tangan kanan bersama-sama
dibacokan kedepan.
Terdengar Tong Bun kong mendengus dingin kabut pedang yang sedang menyerang
kebawah itu mendadak lenyap tak berbekas, lalu tubuhnya berputar satu lingkaran diudara
dan melayang turun dua kaki jauhnya dari posisi semula dengan wajah hijau membesi ia
berdiri membungkam disana….
Jilid 14
Beberapa pertarungan yang berlangsung secara beruntun ini membuat semua orang
mulai terperanjat oleh kehebatan ilmu silat yang dimiliki Ji Cin peng, meski demikian ilmu
silat dari Thian yu Cinjin, Tong Bu kong dan Mao Tam pun mengejutkan pula semua
orang.
Terutama tusukan pedang dari Tong Bu kong tadi telah memperlihatkan pula inti
kekuatan yang luar biasa dari ilmu pedang Thian san kiam hoat, hal mana membuat
semua orangpun menaruh penilaian yang lain terhadap aliran Thian san pay.
“Li nay nay dan Han cici harap melindungi keselamatan Gak siangkong, Kwik toako,
Siangkoan toako dengan memimpin delapan belas pemanah panah bercinta harap
membuat lingkaran disekeliling Gak siangkong bertiga guna menghadapi kemungkinan
yang tak diinginkan, malam ini aku hendak membuka pantangan membunuh sepuasnya”
Begitu komando diumumkan terpancarlah kewibawaan yang besar, serentak para jago
dari perguruan panah bercinta menyebarkan diri dan mengambil posisi, sementara Ji Cin
peng tiba-tiba mencabut keluar pedang pendek Giok siang kiamnya.
Gak Lam-kun merasa kagum sekali dengan kepandaian silat yang dimiliki Ji Cin peng
terhadap cinta kasihnya ia pun merasa amat terharu, pemuda itu tak habis mengerti
kenapa ia bersedia mengorbankan segala-galanya demi melindungi keselamatannya.
Dengan menitikkan airmata haru, Gak Lam-kun segera berteriak keras, “Nona Bwe,
jangan….”
“Tak usah kuatir, aku tak bakal mati” sahut Ji Cin peng sambil berpaling.
Sementara ia sedang berbicara, tiba-tiba kawanan jago yang berada disana telah
bergerak maju menghampirinya.
Sambil menggenggam pedang Giok siang kiam dan memandang sekejap kawanan jago
itu dengan pandangan dingin, hardiknya dengan suara yang amat dingin, “Semuanya
berhenti!”
Walaupun Ji Cin peng hanya seorang gadis remaja akan tetapi justru memiliki
kewibawaan serta keagungan yang luar biasa, bentakan tersebut segera memaksa
kawanan jago itu menghentikan langkahnya.

Si rase berekor sembilan Kongsun Po segera berpaling dan memandang sekejap Say
Khi pit yang berada disisinya kemudian sambil tertawa dingin katanya
“Saudara Say, tampaknya kedatangan kita bakal sia-sia belaka, coba lihat orang lain
yang bakal menikmati hasil tersebut!”
Seperti telah diketahui, Kongsun Po adalah seorang jago yang banyak sekali akal
busuknya dan panjang pula pikirannya. Dengan mengandalkan kekuatannya seorang tak
nanti sanggup menghadapi jika tidak menggunakan pancingan-pancingan dengan katakata
agar ia mau turun tangan.
Say Khi-pit tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahh…. jauh-jauh kami datang kepulau terpencil ini dengan
harapan bisa mendapat mustika, bila kita biarkan orang lain mendapatkan lencana
tersebut tanpa mengeluarkan sedikit tenagapun hal ini benar-benar merupakan suatu
penghinaan besar untuk kita semua.”
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi jauh lebih licik lagi daripada rekan-rekannya, sejak tadi
sampai sekarang ia tak pernah bertarung dengan orang, tapi begitu mendengar perkataan
yang bernada adu domba tersebut, kontan saja ia tertawa terbahak-bahak, lalu
sambungnya, “Saudara Say, saudara Kongsun, perkataan kalian berdua memang benar
bagaimanapun juga kita harus ikut melihat bagaimanakah macamnya Lencana pembunuh
naga dan benda apakah itu serta apa rahasianya sehingga bisa menarik perhatian
kawanan jago dari dunia persilatan dan membuatnya menjadi tergila-gila, kalau tidak,
tentu saja kami akan meraca kecewa sekali!”
Pembicaraan yang saling bersahut-sahutan ini segera membuat suasana dalam arena
menjadi tegang, napsu ingin mendapatkan lencana pembunuh naga pun semakin besar,
tapi siapapun tak ingin turun tangan lebih dulu.
Tiba-tiba seseorang tertawa merdu, kemudian berkata, “Hei, apakah kalian ingin tahu
benda macam apakah lencana tersebut? Aku bersedia memberitahukan kepada kalian”
Ternyata yang berbicara adalah si gadis berbaju perak yang menonton jalannya
pertarungan dari sisi arena itu.
“Bila nona bersedia memberi keterangan kepada kami, tentu saja hal ini jauh lebih baik
lagi” seru Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi sambil tersenyum.
Gadis berbaju perak itu tertawa.
“Sesungguhnya Lencana pembunuh naga adalah suatu benda yang membawa alamat
jelek bagi pemiliknya, itu bisa kita lihat dari sebutannya Pembunuh naga….”
“Hmm! Siapa yang tidak tahu tentang soal itu” mendadak seseorang menanggapi
dengan suara yang menyeramkan.
Dari luar gelanggang pelan-pelan berjalan datang seorang kakek berwajah jelek, orang
itu bukan lain adalah Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian….!

“Hei, kamu si jelek kenapa berkaok-kaok tak karuan? Masa kau pernah menjumpai
lencana pembunuh naga?”
Entah mengapa ternyata Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian tidak dibikin marah oleh
ejekan tersebut, malahan secara tiba-tiba ia bertanya, “Nona siapa namamu?”
“Cis! Buat apa kau menanyakan namaku? Kita toh bukan sanak bukan keluarga, kenapa
aku musti memberitahukan namaku kepadamu?”
Ternyata Lui Seng thian merasa bahwa raut wajah gadis ini terlalu mirip dengan Soat
san thian li serta Yo long.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi kembali manfaatkan suasana itu, tiba-tiba serunya
kepada Lui Seng thian, “Hei kalau ogah mendengarkan yaa sudah kenapa musti cerewet
melulu?”
Sementara itu sinar mata orang yang berada dalam gelanggangpun sama-sama
ditujukan kearah Jit poh lui sim ciam dengan perasaan amat mendongkol.
Hal mana kontan saja menimbulkan kemarahan yang meluap-luap bagi Lui Seng thian
ia tertawa seram, sambil mendekati Hoa Kok khi tegurnya dengan nada sinis.
“Hei, kamu yang bernama Hoa Kok khi?”
Walaupun diluaran Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi masih tetap bersikap tenang, padahal
ia telah mengerahkan tenaga dalamnya sambil besiap sedia menghadapi segala
kemungkinan yang tak diinginkan.
“Ada urusan apa kau menanyakan soal itu?” sahutnya kemudian.
Tiba-tiba Lui Seng thian mengacungkan tabung bulat itu kearahnya sambil berseru
dengan dingin, “Aku ingin menyuruh kau untuk merasakan bagaimana hebatnya panah inti
geledek yang membawa maut buat korbannya dalam tujuh langkah!”
Mendengar itu, Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi baru terperanjat, tak pernah disangka
olehnya kalau iblis tua itu yang telah diganggunya malam ini.
Kiranya sebelum itu dia sama sekali tidak kenal dengan Lui Seng thian.
Hoa Kok khi segera tersenyum, ujarnya, “Sungguh tak kusangka kalau saudara adalah
Jit poh lui sim ciam yang tersohor namanya didalam dunia persilatan itu, maaf, maaf jika
aku bersikap kurang hormat”
Hoa Kok khi memang seorang manusia yang luar biasa, kalau pada umumnya para jago
persilatan amat menjaga nama baik serta wajahnya, maka ia tidak terlalu mementingkan
hal tersebut malah sebaliknya dari ucapan tersebut seakan-akan ia memperlihatkan
kelemahan diri sendiri.
Lui Seng thian tertawa seram, katanya, “Belakangan ini aku dengar orang berkata
bahwa dalam dunia persilatan telah muncul seorang manusia luar biasa, setelah bertemu
hari ini, kubuktikan bahwa ucapan tersebut memang tidak salah”

Hoa Kok khi segera tersenyum.
“Aah, tidak berani, tidak berani kalau dibandingkan nama besar anda, diriku tak lebih
hanya sinar kunang-kunang yang dibandingkan dengan sinar rembulan, kaulah yang
sesungguhnya adalah seorang manusia luar biasa dari dunia persilatan”
Mendadak Lui Seng thian melotot kearahnya lalu berkata dengan suara menyeramkan,
“Aku Lui Seng thian paling tidak doyan dengan permainan mengumpak semacam itu
sekarang juga ingin kusaksikan sendiri sampai dimanakah kehebatanmu itu”
“Oooh…. jika kau merasa tidak terlalu canggung untuk bertarung melawan manusia
semacam aku ini, dengan senang hati aku orang she Hoa akan mengiringi keinginanmu
itu”
Lui Seng thian menarik kembali tabung bulatnya secepat sukma gentayangan ia
bergerak kedepan….
Hoa Kok khi tidak menyangka kalau orang itu demikian keras kepalanya dan memaksa
juga untuk bertarung melawannya, melihat ia menerjang datang hawa napsu membunuh
segera menyelimuti wajahnya.
Tiba-tiba ia mundur setengah langkah, telapak tangan kanannya yang melindungi
badan mendadak ditekan pelan kedepan.
Lui Seng thian segera mendengus tertahan dengan tubuh menggigil keras ia mundur
tiga langkah dengan sempoyongan.
Sambil tertawa dingin Hoa Kok khi segera berkata, “Kau sudah terkena pukulan Tay siu
im khi ku dalam tujuh jam mendatang sari racun akan menyerang kedalam tubuhmu yang
akan mengakibatkan kematian.”
“Bagus sekali!” seru Lui Seng thian sambil tertawa seram, “tidak kusangka kalau pada
akhirnya lohu bakal kena kau pecundangi tapi kau tak usah kuatir, lohu tak nanti akan
mati dengan begini saja, sekarang kau telah menyadari bahwa lohu adalah anggota
perguruan Pek kut bun, itu berarti kau telah mencari kematian buat diri sendiri.
Ditengah pembicaraan tersebut, Lui Seng thian telah melancarkan serangkaian pukulan
yang gencar dan dahsyat.
Desingan angin yang tajam dan kuat segera menderu-deru diudara dan menyelimuti
seluruh angkasa.
Dalam waktu singkat kedua orang itu telah terlibat dalam suatu pertarungan yang
sengit sekali, yang tampak hanyalah dua bayangan manusia yang saling menyerang dan
saling memukul, sedemikian cepatnya gerakan itu membuat pandangan orang menjadi
kabur.
Walaupun Lui Seng thian telah menendang dengan kakinya, membacok dengan telapak
tangannya dan menyodok dengan jari tangannya, dan semua serangan tersebut adalah
pukulan-pukulan yang gencar, akan tetapi bukan suatu pekerjaan yang gampang bila ingin
melukai Hoa Kok khi dalam waktu singkat.

Pada waktu itu, sinar mata semua orang telah ditujukan kearah mereka berdua,
sedemikian terpesonanya orang-orang itu sehingga mereka berdiri dengan mata terbelalak
dan mulut melongo.
Mendadak terdengar jeritan kaget yang tinggi melengking dan memekikkan telinga
berkumandang diudara.
“Kau…. rupanya kaulah pembunuh yang telah mencelakai Yo Long….”
Menyusul kemudian…. menggema pula jerit kesakitan. Tahu-tahu Gak Lam-kun sudah
roboh terkapar diatas tanah.
Entah sedari kapan, ditengah arena telah muncul seorang perempuan gila berambut
panjang yang bertampang jelek, perempuan itu begitu muncul lantas menghantam Gak
Lam-kun sampai roboh ketanah.
Sejak kapan ia muncul disitu? Dengan cara apa Gak Lam-kun dirobohkan? Ternyata Ji
Cin peng sama sekali tidak merasa.
Mungkin memang beginilah nasib Gak Lam-kun, sebab perempuan gila itu tak lain
adalah perempuan sinting yang pernah dijumpainya dulu.
Kiranya ia telah kembali kedalam gua ditepi samudra serta bertanya kepada Si Tiong
pek, siapa yang telah membunuh Yo Long, dan Si Tiong pek pun menjawab bahwa Yo
Long telah dibunuh oleh Gak Lam-kun.
Pada dasarnya perempuan berambut panjang atau Hay Sim li adalah seorang
perempuan yang kurang waras otaknya, tentu saja ia tidak mencurigai perkataan dari Si
Tiong pek itu.
Begitu berhasil merobohkan Gak Lam-kun, tiba-tiba Hay sim li atau perempuan jelek
berambut panjang itu membopong tubuhnya dan dibawa kabur dari situ….
Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini segera menggemparkan semua orang, tanpa
terasa merekapun sama-sama melakukan pengejaran, karena Lencana pembunuh naga
justru berada disaku Gak Lam-kun.
Ji Cin peng yang paling kaget dan cemas menghadapi kejadian ini, ia tak tahu Gak Lamkun
masih hidup atau telah mati?
Sambil menjerit keras, telapak tangan kirinya secepatkilat melancarkan sebuah pukulan
kedepan….
Tapi dengan suatu kebasan ujung bajunya perempuan jelek berambut panjang Hay sim
li telah memaksa Ji Cin peng terpental sejauh tiga langkah kebelakang.
Disaat itu pula mendadak Lui Seng thian melepaskan panah inti geledeknya membidik
perempuan jelek berambut panjang Hay sim li serta Gak Lam-kun.
Tak terkirakan rasa kaget Ji Cin peng, ia menjerit keras lalu melepaskan sebuah
pukulan hawa panas yang maha dahsyat menghantam ketiga titik cahaya bintang hijau itu.

Tapi senjata rahasia dari Lui Seng thian itu memang aneh sekali kecepatannyapun tak
terkirakan dalam sekali berkelebat saja tahu-tahu sudah tiba disasaran.
Sungguh lihay perempuan gila berambut panjang itu, belakang kepalanya seperti ada
tumbuh matanya, begitu senjata rahasia berkelebat lewat, dia cepat-cepat mundur sejauh
tiga empat kaki dari posisi semula.
Pada saat itulah Thi eng sin siu Oh Bu hong mulai bertindak, pedang Khi ing kiamnya
disapu keluar dengan jurus Heng im toan gak (lapisan awan memotong perbukitan).
Dalam keadaan yang kritis itu, perempuan gila berambut panjang tersebut justru
bergeser tempat sambil memutar badan, dengan enteng dan gampangnya ia berhasil
meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Diam-diam Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi menerjang kemuka dan melepaskan sebuah
sergapan maut dengan ilmu Tay siu im khi nya.
Siapa tahu baru saja pukulan dilontarkan keluar tiba-tiba kekuatan tersebut ditahan dan
dipentalkan kembali oleh segulung tenaga lain yang jauh lebih kuat.
Hoa Kok khi tahu bahwa kekuatan tersebut adalah sejenis khikang tingkat tinggi, jika
serangan itu ditahan secara paksa, niscaya isi perutnya akan tergetar luka maka dengan
perasaan apa boleh buat ia buyarkan kembali serangannya sambil melayang pergi.
Sementara itu Ji Cin peng telah menerjang kedepan, sepasang telapak tangannya
bergerak cepat melancarkan serangkaian serangan kilat.
Tapi oleh karena ia kuatir pedangnya akan melukai Gak Lam-kun maka senjata pendek
itu disimpannya kembali.
Ji Cin peng sangat menguatirkan keselamatan si anak muda itu, maka segenap
kepandaian yang dimilikinya dikerahkan keluar, semua serangannya mempergunakan
jurus-jurus yang terhebat dan terampuh.
Akan tetapi sekalipun Ji Cin peng telah menyerang dengan mempergunakan pelbagai
perubahan jurus yang paling lihay, namun perempuan gila berambut panjang itu masih
saja dapat melayaninya secara jitu.
Ji Cin peng mulai sadar bahwa ilmu silat yang dimilikinya masih terpaut jauh sekali
darinya, dengan cemas ia berteriak, “Locianpwe, dia adalah murid kesayangan Yo Long,
kau tak boleh melukai dirinya….”
Tiba-tiba cahaya pedang berkelebat lewat….
See ih kiam seng Siang Ban im, Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi serta Bu seng sianseng
Tang Bu kong dengan ketiga bilah pedangnya bagaikan tiga buah kilatan cahaya pedang
bersama-sama menyerang tubuh si perempuan gila berambut panjang itu.
Serangan dari tiga orang jago pedang dengan mengerahkan ilmu pedang andalan
masing-masing ini betul-betul luar biasa hebatnya, seketika itu juga seluruh angkasa
diliputi oleh hawa pedang yang menggidikkan hati.

Tiga bilah pedang membawa tiga jalur kilatan cahaya berwarna keperak-perakan dalam
waktu singkat telah mengancam atas tubuh lawan.
Agak tertegun si perempuan gila berambut panjang tersebut menghadapi tibanya
cahaya pedang yang maha dahsyat itu, rupanya sudah lama sekali ia tak pernah berjumpa
dengan jago-jago setangguh ini.
Ia tertawa panjang dengan suara yang mengerikan, menyusul kemudian telapak tangan
kirinya diayun kedepan secara beruntun melancarkan dua buah pukulan hawa lembut yang
kuat.
Berbareng dengan berhembusnya dua gulung angin pukulan itu, See ih kiamseng Siang
Bong im serta Tang Bu kong segera menarik kembali pedangnya dengan cepat.
Sedangkan hawa pedang dari Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi telah meluncur kedepan
dan berada hanya tiga inci didepan dada perempuan gila berambut panjang itu.
Disaat yang palirg kritis dan berbahaya itulah….
Tiba-tiba perempuan gila berambut panjang itu menggerakkan telapak tangan kirinya
kebawah, lalu secepat sambaran kilat mencengkeram pedang dari Hoa Kok khi tersebut.
Sungguh suatu kepandaian tangan kosong yang mengerikan hati, gerakan aneh
tersebut kontan saja mengejutkan hati Hoa Kok khi sehingga sekujur tubuhnya bergetar
keras.
Diam-diam pikirnya dihati, “Heran, kepandaian tangan kosong apaan yang dia
gunakan? Belum pernah kujumpai kepandaian seaneh ini!”
Berpikir sampai disitu, ia semakin kuatir bila perempuan gila berambut panjang itu
melancarkan balasan yang akan mengakibatkan dirinya terluka, buru-buru hawa murninya
dikerahkan lalu mengipatkan lengannya keras-keras.
Siapa tahu perempuan gila berambut panjang itu telah memanfaatkan tenaga
kebasannya itu, tahu-tahu sambil membopong tubuh Gak Lam-kun dia melayang keudara,
tangan kirinya masih tetap menjepit punggung pedang Hoa Kok khi, kemudian
menggunakan gerakan tersebut ia menarik serta memutarkan keras-keras.
Oleh tenaga lawan yang maha dahsyat itu tak bisa dikuasai lagi tubuh Hoa Kok khi ikut
berputar mengikuti gerakan pedangnya, kemudian tubuhnya terlempar kebelakang dan
langsung menumbuk kearah si Tosu setan Thian yu Cinjin.
Gerakan lawan betul-betul tak terlukiskan hebatnya, dengan begitu maka tenaga yang
dikerahkan Hoa Kok khi sama sekali tidak terbuang dengan sia-sia, sebab seluruhnya telah
dimanfaatkan lawan untuk melayang pergi sembari melakukan serangan balasan.
Mendadak si tosu setan Thian yu Cinjin melejit keudara dan berjumpalitan beberapa
kali, kemudian dengan kepala dibawah dan kaki diatas dia langsung menubruk kearah
perempuan gila berambut panjang itu.

Senjata Hud timnya disaluri hawa murni sehingga bulu-bulu emas terbuat dari bulu
singa yang berwarna keemas-emasan itu merentang besar, kemudian dengan membawa
desingan angin tajam yang luar biasa hebatnya langsung menyambar kedepan.
Serangan ini cukup tangguh dan mengerikan, dalam dunia persilatan lebih dikenal
sebagai gerakan Toan hun yu si (benang-benang halus pemutus nyawa).
Seandainya orang yang melancarkan gerakan tersebut memiliki tenaga dalam yang
sangat sempurna maka kehebatannya akan meningkat, sebaliknya bila hanya memiliki
tenaga sedang saja, jangan harap gerakan itu bisa digunakan.
0000O0000
Terdengar perempuan gila berambut panjang itu tertawa terbahak-bahak, tubuhnya
sama sekali tidak bergeser dari posisi semula, telapak tangan kirinya segera diangkat
keatas kemudian menyambut datangnya serangan dari Thian yu Cinjin tersebut
Entah bagaimana caranya, tahu-tahu bulu senjata Hud tim milik si tosu setan Thian yu
Cinjin tersebut seluruhnya sudah berada didalam cengkeramannya.
Menyusul kemudian, pergelangan tangannya segera digetarkan kedepan.
Tubuh Thian yu Cinjin ibaratnya sebuah bola, kontan saja meloncat keluar dan
melayang jauh dari tempat semula, sedangkan senjata Hud timnya kena dirampas oleh
perempuan gila berambut panjang itu.
Perlu diketahui bahwa Si tosu Setan Thian yu Cinjin terhitung pula seorang jago
tangguh yang namanya amat populer dalam dunia persilatan, tapi nyatanya sekarang,
dalam sekali bentrokan saja tahu-tahu senjata Hud timnya kena dirampas perempuan gila
itu bahkan tubuhnya kena terlempar jauh kebelakang, kontan saja kejadian ini
menggemparkan seluruh gelanggang, para jago yang ada disekeliling tempat itu pada
terbelalak lebar dengan mulut melongo.
“Locianpwe!” terdengar Ji Cin peng berseru kembali dengan suara yang merdu, “kau
tak boleh melukai dirinya locianpwe….”
Dengan mengerahkan ilmu gerakan tubuhnya yang lihay, dalam dua kali kelebatan Ji
Cin peng sudah berada belasan kaki jauhnya dari posisi semula lagi ia berhasil
menghadang jalan perginya perempuan gila berambut panjang itu.
Setelah berulangkali jalan perginya dihadang orang, lama kelamaan hawa amarah
dalam dada perempuan gila tersebut berkobar juga tangan kirinya mendadak bergerak
cepat secara beruntun ia lancarkan tiga buah pukulan dahsyat kearah Ji Cin peng.
Sungguh dahsyat ketiga buah serangan tersebut, sekalipun berbeda waktu
serangannya tapi seakan-akan dilancarkan dalam waktu yang bersamaan bukan saja
kecepatannya luar biasa, lagipula menyerang tiba dari tiga arah yang berbeda, hal mana
segera memaksa Ji Cin peng harus melompat mundur kebelakang.
Perempuan gila berambut panjang itu tertawa seram, serunya kemudian.

“Aku hendak menyiksa dan mencincang tubuhnya berkeping-keping, karena dia telah
mencelakai Yo Long ku kau…. kau…. bajingan busuk yang tak berliangsim, aku hendak
membunuh kau, mencincang tubuhmu dan menghisap darahmu….”
“Oooh Yo Long…. wahai Yo Long sungguh mengenaskan sekali kematianmu itu.”
“Aku hendak membalaskan dendam bagi kematianmu, suhu hendak mencincang tubuh
musuh besarmu ini hingga hancur berkeping-keping.”
Mengikuti suara teriakan-teriakan gilanya yang memekikan telinga, dengan suatu
gerakan tubuh yang amat cepat ia berkelebat pergi dari tempat itu.
Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya telah lenyap dibalik kegelapan sana.
Ditengah keheningan malam yang mencekam seluruh jagad, masih terdengar jeritan Ji
Cin peng yang berkumandang hingga jauh dari tempat itu.
“Locianpwe…. oh Locianpwe, dia adalah murid Yo Long…. dia bukan pembunuh Yo
Long….”
Sambil berlarian menyusul dibelakang perempuan gila itu, Ji Cin peng ikut berteriakteriak
dengan suara keras.
Tapi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki perempuan gila berambut panjang itu telah
mencapai pada puncaknya, dalam waktu singkat ia dengan membawa tubuh Gak Lam-kun
telah lenyap dibalik ujung pulau disebelah depan sana.
Ji Cin peng sadar bahwa tak mungkin baginya untuk menyusul perempuan gila itu,
terpaksa dengan hati yang remuk redam dan airmata yang jatuh bercucuran membasahi
wajahnya, ia menghentikan pengejaran tersebut.
Kejadian demi kejadian yang pernah dialaminya dimasa lampau terkenang kembali
dalam benaknya….
Sepasang sejoli yang sesungguhnya dapat hidup bahagia, kini harus berpisah satu
sama lainnya dan entah sampai kapan baru bisa bertemu kembali….
Dialam bakakah? Atau dialam semesta….?
Ia benci, ia membenci diri sendiri! Ia pun membenci pada takdir yang tak berperasaan.
Terbayang kembali putra kesayangannya yang hidup tanpa ayah, hampir saja hatinya
hancur lebur karena sedihnya….
Kesedihan yang kelewat batas membuat pendengaran maupun penglihatannya menjadi
kabur dan kehilangan ketajamannya seperti biasa, ia lupa berada dimanakah dirinya
sekarang.
Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang suara helaan napas sedih, kemudian
terdengar seseorang berkata, “Inilah yang dinamakan takdir, jangan menyalahkan
manusia, jangan pula membenci langit!”

Bagaikan baru bangun dari lamunan dengan cepat Ji Cin peng berpaling kebelakang.
Tampaklah seorang nyonya berambut putih telah berdiri disampingnya dan
menggenggam tangannya yang lembut pelan-pelan, wajah perempuan tua itupun penuh
diliputi kesedihan.
“Oooh nenek!” seru Ji Cin peng dengan suara yang memilukan hati, “kau suruh hidup
dengan cara apa? Bagaimana mungkin aku bisa hidup lebih lanjut?”
“Bagaimanapun juga akhir dari kalian berdua adalah suatu kematian disalah satu pihak,
toh bagaimanapun juga dia harus mati” bisik perempuan itu lirih.
“Oh nenek, kau…. kenapa kau tidak menghalangi kepergiannya tadi? Dengan
kepandaian yang dimiliki nenek dan Peng ji, kita pasti dapat menghalangi jalan perginya,
kau…. kenapa kau tidak berbuat demikian….? Kenapa….?”
“Oh Peng ji tahukah kau siapa perempuan tadi?” tanya perempuan berambut putih itu
sambil menghela napas.
“Betul dia adalah suhunya Yo Long locianpwe yang disebut orang Hay sim li, tetapi
dengan ilmu silat nenek yang begitu tinggi, asal kau bersedia turun tangan maka tak nanti
dia akan bisa kabur dari sini dengan sedemikian mudahnya”
Sekali lagi perempuan berambut putih itu menghela napas panjang.
“Aai….! Anak Peng, kau menilai terlampau tinggi kepandaian silat yang dimiliki nenek….
Betul andaikata aku turun tangan dan bekerja sama denganmu mungkin jalan perginya
bisa dihadang, tapi tahukah kau bahwa aku tak dapat melanggar sumpahku sendiri?”
Pucat pias selembar wajah Ji Cin peng setelah mendengar perkataan itu, dengan suara
gemetar katanya, “Nenek…. aku menyesal…. aku menyesal sekali telah mengangkat
sumpah tersebut….”
Dengan penuh kasih sayang perempuan berambut putih itu membelai rambutnya yang
lembut, kemudian katanya dengan suara pelan, “Anak Peng kau jangan terlampau
bersedih hati bila penglihatanku tidak salah, mungkin nasibnya tidak akan sejelek itu, dan
usianya tak mungkin akan berakhir dengan begitu cepat”
Ucapan tersebut dengan cepat mendatangkan setitik harapan keputus asaan yang
mencekam perasaan Ji Cin peng sebelumnya.
Haruslah diketahui bahwa perempuan berambut putih itu adalah pelayan dari Lam hay
sin ni, bukan saja kepandaian silatnya sudah mencapai puncak kehebatan, lagipula ia
pandai sekali melihat raut wajah.
Dasar-dasar ilmu silat yang dipelajari Ji Cin peng, hampir boleh dibilang sebagian besar
adalah hasil pelajaran dari perempuan berambut putih ini mungkin dahulunya perempuan
itupun pernah mengalami suatu kejadian yang memilukan hatinya, sehingga tak pernah
ada orang yang tahu siapa nama sebetulnya dari perempuan itu, Ji Cin peng sendiripun
hanya memangil perempuan berambut putih itu sebagai Siau Nay nay.

Dengan sorot mata tajam Ji Cin peng menatap wajahnya lekat-lekat, kemudian katanya
lirih.
“Nenek, kau tak akan membohongi diriku bukan!”
Perempuan berambut putih itu menghela napas panjang.
“Anak bodoh, nenek sudah berusia lanjut masakah membohongimu dengan kata-kata
yang bukan-bukan, aai…. kau si bocah cilik, betul-betul berhati bajik dan lembut, cuma
sayang kau tak dapat menembusi rintangan dalam soal cinta….”
Mendadak dia menghela napas panjang, kemudian sambil mendongakkan kepalanya
dan memandang rembulan yang telah condong kesebe1ah barat, gumamnya seorang diri.
“Tapi, siapakah dikoiong langit dewasa ini yang sanggup menghindarkan diri dari soal
cinta?”
Ji Cin peng membungkam dalam seribu bahasa, ia tahu Siau Nay nay amat
mencintainya, tak mungkin ia akan berbicara bohong dengannya, diam-diam iapun
bersyukur atas ucapan itu.
Tiba-tiba berkumandang suara langkah manusia yang memecahkan keheningan.
Ketika Ji Cin peng menengadah, maka tampaklah Jit poh toan hun Kwik To sekalian
anak buahnya dari perguruan panah bercinta telah berbondong-bondong datang kesana.
Dengan suara lantang terdengar Jit poh toan hun berseru, “Nona Ji, pelbagai perguruan
telah mengirim orang untuk mencari jejak perempuan gila tersebut, bagaimana dengan
kita? Harap siocia segera memberi petunjuk!”
“Aaai…. Kwik toako, mari kitapun melakukan pencarian disekitar pulau ini!”
Maka dipimpin langsung oleh Ji Cin peng berangkatlah sekalian anak buah perguruan
panah bercinta untuk melakukan pencarian disetiap sudut pulau tersebut, namun jejak dari
perempuan gila berambut panjang maupun Gak Lam-kun belum juga ditemukan.
Tiga hari sudah mereka lakukan pencarian disegala penjuru pulau tersebut, sementara
kawanan jago dari perguruan lain mulai melakukan pencarian diluar pulau tersebut.
Selama ini hanya pihak See thian san saja yang tetap diam dalam bangunan megah
ditengah pulau tersebut tanpa melakukan suatu gerakan ataupun tindakan apapun.
000O000 ooOoo oooCooo
Disudut timur dari bangunan megah yang amat luas itu, terdapat sebuah bangunan
menyendiri yang menghadap kesebelah barat, seorang perempuan berambut panjang
yang berwajah jelek tampak sedang duduk bersila disana.
Dibalik sepasang biji matanya yang jeli, terpancar suatu sinar termangu-mangu yang
lebih mirip dengan orang yang sedang melamun, ia sedang mengawasi seorang pemuda
berbaju emas yang tergeletak diatas tanah tanpa berkedip.

Tanpa berkutik barang sedikitpun pemuda berbaju emas itu tergeletak diatas tanah,
dada maupun lambungnya sudah tidak bergerak naik turun lagi seperti layaknya orang
bernapas, keadaan semacam itu tak ubahnya seperti orang yang telah putus nyawa.
Namun, paras muka pemuda berbaju emas itu masih belum berubah menjadi pucat
pias seperti wajah sesosok mayat.
Siapa gerangan kedua orang itu? Mereka tak lain adalah Gak Lam-kun dan perempuan
gila berambut panjang Hay sim li yang telah bikin heboh para jago persilatan tiga hari
berselang ketika terjadi perebutan Lencana pembunuh naga.
Sejak berhasil menangkap Gak Lam-kun dan melarikannya, selama tiga hari beruntun
Hay sim li hanya mengendon dalam ruangan tersebut tanpa berkutik barang sedikitpun
jua, tentu saja Ji Cin peng maupun kawanan jago lainnya tidak mengira kalau perempuan
gila berambut panjang yang mereka cari-cari selama ini ternyata hanya berada dalam
gedung.
Gak Lam-kun sendiripun berada dalam keadaan tak sadar semenjak dibekuk dan
dilarikan kesitu, keadaan anak muda tersebut tak berbeda jauh dengan sesosok mayat.
Setelah membawa Gak Lam-kun kedalam ruangan tersebut, dan semenjak perempuan
gila berambut panjang itu menemukan baju warna emas yang dikenakan sang pemuda
dibalik jubah hijaunya, iapun terlelap dalam lamunan yang panjang yang tiada habisnya.
Ia seperti kehilangan ingatannya sama sekali, sepanjang hari dan malam hanya duduk
disamping Gak Lam-kun sambil memandangi tubuhnya yang tergeletak ditanah itu tanpa
berkedip.
Bayangan dari si setan berbakat yang termashur dalam dunia persilatan, Tok liong
cuncu Yo Long pun terkenang kembali dalam benaknya, ia merasa pemuda yang
tergeletak itu seakan-akan adalah kekasih hatinya, beberapa kali dia hendak menubruk
kedepan serta memeluk tubuh Gak Lam-kun.
Sambil menangis terisak bisiknya berulangkali, “Yo Long…. ooh Yo Long….!”
Senjapun kembali menjelang tiba….
Mendadak Hay sim li menubruk kedepan dan memeluk tubuh Gak Lam-kun erat-erat
serunya sambil menangis tersedu-sedu.
“Oooh Yo Long, wahai Yo Long. Sungguh mengenaskan kematianmu ini….”
“Kenapa kau tak mau hidup saja? Kenapa kau begitu tega meninggalkan gurumu yang
kau cintai itu? Ooh Yo Long…. Yo Long sayangku…. jangan kau tinggalkan diriku….”
Ia menangis tersedu dengan penuh kesedihan….
Ia merintih dan berteriak seperti orang gila….
Airmatanya bagaikan mutiara yang putus benang setetes demi setetes meleleh keluar
dan jatuh dibawah Gak Lam-kun.

Dunia serasa menjadi kelabu, jagad serasa menjadi sepi…. suatu siksaan batin yang
benar-benar mengenaskan….
Dalam keadaan beginilah, Gak Lam-kun yang telah empat hari tak sadarkan diri itu
mulai meronta dan menggerakkan tubuhnya.
Sekalipun gerakan tersebut sangat lirih, tapi perempuan gila berambut panjang itu
segera merasakannya ia menjerit penuh rasa kaget bercampur gembira.
“Oooh…. Long ji…. Long ji kusayang…. kau tidak mati? Kau tak akan mati!”
Rasa cinta Hay sim li terhadap Tok liong cuncu Yo Long boleh dibilang telah mendarah
daging, sewaktu mendengar berita kematian Yo Long dari mulut Si Tiong pek, rasa sedih
yang kelewat batas menimbulkan kembali tingkah polahnya yang sinting dan setengah
sadar, selama empat hari belakangan ini lantaran Gak Lam-kun mengenakan dandanan
dari Yo Long dimasa lalu, ternyata ia telah salah menganggap Gak Lam-kun sebagai Tok
liong Cuncu Yo Long.
Setelah menjerit kegirangan, Hay sim li segera menyambar tubuh Gak Lam-kun dan
memeluknya erat-erat, secara beruntun ia lepaskan dua totokan yang menepuk jalan
darah Thian leng hiat dua buah jalan darah penting.
Biasanya, kendatipun seseorang menderita luka dalam yang bagaimanapun parahnya,
asal kedua buah jalan darah penting tersebut ditepuk, maka penderita segera akan sadar
kembali, tapi Gak Lam-kun masih belum juga berkutik.
Hal mana dengan cepat membuat Hay sim li menjadi tertegun dengan rasa cemas ia
tekan nadi Gak Lam-kun dan memeriksa denyutan nadinya tiba-tiba ia menjerit keras.
Dengan cepat perempuan itu terlelap kembali kedalam lamunannya yang tak terhingga.
Sejak terkena pukulan Tay siu im khi dari Hoa Kok khi, kemudian anak muda itu
mengerahkan ilmu sakti Huan pu hwe kong untuk memperpanjang usianya selama dua
hari, sesungguhnya bila saatnya telah tiba, niscaya selembar nyawanya akan lenyap dari
raganya.
Tapi beruntunglah dia menemukan suatu peristiwa lain, yaitu sewaktu melawan
pengaruh ilmu Kiu hian tay boan yok sin im dari gadis berbaju perak itu, tiba-tiba saja ia
dapat memahami pelajaran sim hoat ilmu Hian im kok meh (menggunakan irama
menembusi nadi) yang pernah diterangkan Yo Long kepadanya.
Sim hoat Hian im kok meh tersebut merupakan semacam kepandaian untuk
menyembuhkan luka yang sangat lihay, oleh karena itu dia telah memanfaatkan pengaruh
gelombang irama dari Kiu hian tay boan yok sin im tersebut untuk menembusi urat-urat
penting dalam tubuhnya yang terluka.
Ketika gelombang irama tersebut dikerahkan Gak Lam-kun menembusi nadi penting
dan delapan urat utama, tiba-tiba saja gelombang irama berhawa panas itu saling
berbenturan dengan hawa jahat Tay siu im khi yang mengendon dalam tubuhnya, akibat
dari benturan tersebut ia segera jatuh tak sadarkan diri.

Ketika sadar kembali dari pingsannya, betul hawa racun Tay siu im khi dalam tubuhnya
telah penuh, tapi berhubung hawa murni yang berada dalam kedelapan urat utamanya
ikut tergetar buyar oleh gelombang irama Kiu hian tay boan yok sin im, akibatnya hawa
murni ditubuhnya jadi mengambang dan tak sanggup dipersatukan kembali dalam waktu
singkat.
Untung saja keadaan tersebut bukan suatu keadaan yang terlampau serius, asal ada
cukup waktu baginya untuk mengatur kembali hawa murninya, ataupun ia paham sim hoat
kepandaian untuk menggiring hawa murninya kembali kepusat, maka segenap hawa murni
yang membuyar tersebut akan terhimpun, bukan cuma tenaganya saja yang bakal pulih
kembali seperti sedia kala bahkan tenaga dalamnya akan bertambah sempurna lagi, hal
mana tentu saja jauh diluar dugaan siapapun.
Sayangnya, ketika hawa murni Gak Lam-kun yang membuyar belum terhimpun
kembali, ternyata ia terkena sebuah pukulan lagi dari Hay sim li yang berat dan
mematikan, justru karena hawa murni Gak Lam-kun tidak terhimpun dipusar, ia dapat
menahan pukulan dari Hay sim li tanpa tewas, akan tetapi, akibatnya hawa murni yang
telah membuyar tersebut segera menyebar kedalam ketiga ratus enam puluh delapan
buah jalan darahnya dan tercerai berai tak karuan.
Dalam keadaan begini, ia merasa tubuhnya seperti terlepas sama sekali dari daya tarik
bumi, kesadarannya punah, napasnya seperti tak ada dan perasaannya ikut hilang
sekalipun ia masih hidup segar bugar namun sepintas lalu keadaannya tak berbeda jauh
dari sesosok mayat.
Selama empat hari belakangan ini, keadaan tubuh Gak Lam-kun kembali mengalami
perubahan, hawa murni yang telah tersebar kedalam jalan darahnya pelan-pelan mulai
menggumpal dan mengalir kembali kearah pusat, karenanya anak muda itu menunjukan
gejala meronta belum lama berselang.
Untuk beberapa saat lamanya Hay sim li termenung sambil memutar otaknya, tiba-tiba
timbul ingatan bahwa hawa murni yang dimiliki Gak Lam-kun mungkin telah punah sama
sekali, ia lantas bertekad hendak mempergunakan hawa saktinya untuk menyalurkan hawa
murni dalam tubuhnya kedalam nadi-nadi penting si anak muda itu.
Demikianlah, Hay sim li lantas duduk bersila dengan tangan kirinya ditempelkan diatas
jalan darah Thian leng hiat ditubuh Gak Lam-kun, sementara tangan kanannya merangkul
pinggang pemuda itu matanya melotot besar dan hawa murni disalurkan keluar.
Lewat beberapa saat kemudian, segulung aliran hawa panas telah menembusi jalan
darah Jin meh dan tok meh ditubuhnya lalu melewati jalan darah Thian leng hiat segera
menyebar keempat penjuru dan mengitari sekujur badan Gak Lam-kun.
Tak sampai sepertanak nasi kemudian, isi perut Gak Lam-kun telah digerakkan kembali
oleh hawa murni Hay sim li dan pulih kembali kegunaannya seperti sedia kala, darah yang
membekupun lambat laun bisa mengalir kembali mengitari seluruh tubuhnya.
Cuma hawa murni yang ia miliki semula masih tetap tersumbat didalam setiap jalan
darah penting ditubuhnya.

Walaupun demikian, keempat anggota badan Gak Lam-kun, yang telah mengejang
keras itu tiba-tiba saja dapat bergerak kembali, peluh mulai bercucuran dari ronggarongga
tubuhnya, wajah yang memucatpun kini sudah memerah kembali.
Mendadak sekujur tubuh Hay sim li gemetar keras, tangan kirinya yang menempel
diatas jalan darah Thian leng hiat pada tubuh Gak Lam-kun tiba-tiba saja dialihkan keatas
jalan darah Mia bun hiat diatas punggung pemuda itu.
Uap putih yang mengepul keluar dari atas kepala Hay sim li kian lama kian bertambah
tebal, tak sampai satu jam kemudian, lapisan uap putih yang menyelimuti seluruh
badannya sudah sedemikian tebalnya sehingga berupa kabut putih yang amat tebal.
Suhu udara panas makin lama makin tinggi, mendadak paras muka Hay sim li
mengalami suatu perobahan.
Kulit wajahnya yang jelek dan menyeramkan itu seakan-akan kulit kerak yang kering
tahu-tahu mengelupas selembar demi selembar….
Waktu itu Hay sim li masih belum merasa bahwa kulit wajahnya mulai mengelupas,
seluruh perhatiannya hanya tertuju untuk menyembuhkan luka yang diderita Gak Lamkun.
Mendadak sepasang telapak tangannya yang dirangkap didepan dadanya itu berpisah
kekedua belah sisi, kemudian secepat kilat menepuk dua buah jalan darah penting ditubuh
Gak Lam-kun.
Namun sepasang tangannya itu tidak segera disingkirkan dari tempat itu, sebaliknya
malah menempel lekat-lekat pada setiap jalan darah yang baru ditepuknya itu, hawa
panas yang mengelilingi tubuh mereka berduapun kian lama kian bertambah kurang.
Seperminum teh kemudian ia baru menyingkirkan sepasang tangannya dari atas jalan
darah tersebut.
Begitulah hal tersebut dilakukan berulang-ulang sampai enam kali banyaknya, sudah
dua belas buah jalan darah kematian ditubuh Gak Lam-kun yang ditepuk olehnya.
Peristiwa ini boleh dibilang merupakan reaksi bagi Gak Lam-kun, sekalipun hawa
murninya tak akan pulih kembali dalam waktu singkat sesudah mendapat pengobatan, tapi
dua puluh empat jam kemudian bila hawa murninya telah terhimpun kembali kedalam
pusar, maka kehebatan tenaga dalamnya ketika itu hampir boleh dibilang satu kali lipat
daripada kemampuannya sekarang.
Mendadak berkumandang suara helaan napas panjang….
Pelan-pelan Gak Lam-kun membuka matanya, tiada rasa girang yang memancar diatas
wajahnya, ia hanya bertanya dengan suara hambar, “Siapa kau?”
Begitu mendengar suaranya, bagaikan baru mendusin dari impian, Hay sim li berseru
tertahan, ia melemparkan tubuh Gak Lam-kun keatas tanah lalu mundur beberapa depa
dari situ.

Sinar rembulan memancarkan cahaya keperak-perakannya melewati daun jendela,
ketika Gak Lam-kun mencoba untuk memperhatikan wajah Hay sim li, ia menjadi tertegun
sebab raut wajah tersebut seingatnya begitu siang dan belum pernah dijumpai
sebelumnya.
Raut wajah perempuan itu begitu cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, sedemikian
ayunya sehingga siapapun yang memandang wajahnya pasti akan terpikat dan terpesona
dibuatnya.
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh angkasa si anak muda itu mulai
memeras otaknya dan mengingat kembali peristiwa demi peristiwa yang telah dialaminya
selama ini….
Malam itu, ia menyaksikan perempuan gila berambut panjang ini berjalan
menghampirinya tiba-tiba diapun jatuh tak sadarkan diri….
Berpikir sampai disitu, apalagi melihat rambut Hay sim li dan baju yang dikenakan
olehnya, kontan saja Gak Lam-kun menjerit kaget, “Haah, kau…. kau adalah dia….”
Ternyata wajah Hay sim li pada saat ini sudah tidak jelek atau menyeramkan lagi
seperti tempo hari, tapi begitu cantik dan jelita bak bidadari dari kahyangan.
Wajah tersebut bukan wajah seorang perempuan tua yang berusia enam puluh tahunan
tapi merupakan seraut wajah perempuan yang masih muda.
(Tentang hubungan kasih antara Hay sim li dan Yo Long, akan diceritakan pada bagian
lain).
Ketika memandang untuk pertama kalinya tadi, Gak Lam-kun masih belum merasakan
sesuatu yang aneh, tapi setelah memandangnya agak lama tiba-tiba ia mulai merasakan
jantungnya berdebar keras, terasa olehnya betapa menarik dan memikatnya wajah Hay
sim li tersebut.
Daya pesona perempuan Hay sim li tersebut, tak kalah dari daya tarik si gadis cantik
yang tertera diatas lencana pembunuh naga, sudah barang tentu jauh melebihi si nona
berbaju perak dari perguruan See thian san tersebut.
Ia merasa bahwa daya pikat yang dimiliki ketiga orang perempuan itu hampir sama
satu sama lainnya, terutama sekali antara Hay sim li dengan si nona yang tertera diatas
lencana pembunuh naga tersebut, satu-satunya perbedaan hanyalah pada alis mata nona
dalam lencana pembunuh naga terdapat sebuah tahi lalat merah, dan lagi wajahnya lebih
bersih dan polos.
Terkesiap Gak Lam-kun mendengar bentakan tersebut, ia jumpai paras muka Hay sim li
telah berubah hebat, dengan sepasang mata yang tajam ia sedang mengawasinya lekatlekat,
sementara hawa napsu membunuh yang tebal menyelimuti wajahnya.
Diam-diam Gak Lam-kun bersiap juga menghadapi kejadian tersebut, tapi ketika
teringat kembali bahwa dirinya sudah terkena hawa pukulan Tay siu im khi dari Hoa Kok
khi, hatinya menjadi jauh lebih tenang.

Sesudah menghela napas ringan, pemuda itupun berkata, “Locianpwe, ada sedikit
persoalan ingin boanpwe utarakan kepadamu!”
Agaknya jalan pikiran Hay sim li ketika itu telah berada dalam keadaan normal kembali,
katanya dingin, “Persoalan apa yang hendak kau katakan cepat diutarakan sekarang juga!
Sebab sebentar lagi tubuhmu akan kucincang menjadi berkeping-keping….”
Tertegun Gak Lam-kun mendengar ancaman tersebut, pikirnya, “Heran, dengan kau toh
aku tak pernah punya dendam atau sakit hati, kenapa kau hendak mencincang tubuhku
menjadi berkeping-keping….”
Tiba-tiba saja ia teringat kalau otak perempuan itu kurang waras, maka katanya
kemudian, “Locianpwe, apakah kau kenal dengan baju berwarna emas yang kukenakan
ini? Kalau kenal, tolong tanya milik siapakah baju tersebut?”
“Kau manusia yang pantas dibunuh” teriak Hay sim li dengan geramnya, “kau telah
membunuh Yo Long, merampas pula pakaian miliknya, kau…. kau….”
Tampak jelas kalau perasaannya ketika itu sedang mengalami goncangan keras,
dengan sorot mata yang berapi-api, dia awasi Gak Lam-kun tanpa berkedip.
Tentu saja Gak Lam-kun menjadi kebingungan setengah mati mendengar ucapan lawan
yang penuh luapan rasa dendam itu, setelah menghela napas sedih, katanya, “Locianpwe,
Yo Long adalah guru boanpwe masa aku tega membunuh guru sendiri….”
“Apa? Kaupun muridnya?” seru Hay sim li dengan perasaan terkejut.
Ternyata Hay sim li telah menganggap Si Tiong pek sebagai murid Yo Long oleh sebab
itu ketika mendengar Gak Lam-kun pun mengaku sebagai murid Yo Long, ia menjadi
terkejut dan mengajukan pertanyaan tersebut.
Gak Lam-kun sendiripun agak tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, segera
pikirnya, “Kalau didengar dari perkataannya jelas ada seorang yang lain telah mengaku
sebagai murid suhu, tapi siapa orang itu….?”
Berpikir demikian pemuda itupun manggut-manggut, sahutnya, “Betul locianpwe,
akulah murid yang sebenarnya dari Tok liong Cuncu Yo Long!”
“Tidak, aku tidak percaya kau pasti sedang membohongiku, kau harus mampus” seru
Hay sim li sambil menggelengkan kepalanya berulangkali.
Gak Lam-kun menghela napas panjang, kembali ujarnya.
“Locianpwe, boanpwe tidak membohongi, apakah ada orang lain yang mengaku-ngaku
murid suhu”
Kali ini Hay sim li yang dibuat tertegun oleh perkataan itu, gumamnya kemudian, “Kalau
itu gadungan, kenapa bisa mengetahui kalau aku berada dalam gua itu….”
Tentu saja yang dia maksudkan adalah perkataan dari Si Tiong pek yang ditujukan
kepadanya itu.

Tiba-tiba perempuan itu membentak gusar, “Bajingan cilik, kau bukan murid Long ji,
kau bukan!”
Sekali lagi Gak Lam-kun menghela napas panjang.
“Aaaai…. locianpwe! Jika kau kenal guruku, tentu saja mengetahui juga dengan
wataknya, mungkinkah dia akan menyerahkan pakaian miliknya ini kepada orang lain?
Terus terang kukatakan kepadamu, adapun kedatangan boanpwe kali ini adalah untuk
melaksanakan pesan terakhir dari suhu untuk menerima Lencana pembunuh naga dibukit
Kun san serta membalaskan dendam bagi perguruan….”
Tiba-tiba Hay sim li menerjang maju kedepan lalu sambil mencengkeram urat nadi pada
pergelangan Gak Lam-kun, serunya dengan penuh rasa cemas, “Apa kau bilang? Long ji
telah mati cepat katakan, cepat katakan kepadaku!”
Gak Lam-kun merasakan betapa cepatnya gerak maju perempuan itu, gerak
serangannya ketika mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangannya pun aneh
sekali, baik ditinjau dari sudut manapun, tak mungkin bagi sang korban untuk meloloskan
diri dari cengkeraman itu.
Padahal tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun waktu itu belum pulih kembali, begitu
nadinya dicengkeram Hay sim li, kontan saja ia merasa kesakitan setengah mati sehingga
peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya.
Tapi pemuda itu tidak meronta, ia menahan rasa sakit tersebut sebisanya kemudian
setelah menghela napas sedih katanya, “Delapan belas tahun berselang, suhu kena
disergap orang ketika bertarung ditebing Yan po gan dibukit Hoa san, pada musim gugur
tiga tahun berselang, tiba-tiba racun dalam tubuhnya kambuh, ia tewas dalam keadaan
yang mengenaskan….”
Berbicara kembali soal kematian suhunya yang mengenaskan itu, tak kuasa lagi titik
airmata jatuh bercucuran membasahi wajah Gak Lam-kun, rasa sedihnya sukar dilukiskan
dengan kata-kata.
Sebagaimana diketahui, Yo Long adalah tuan penolongnya yang paling dia cintai!
Ketika mendengar cerita itu Hay sim li merasakan kepalanya seperti dipukul dengan
martil berat pandangan matanya menjadi gelap nyaris ia jatuh tak sadarkan diri….
Cengkeramannya pada urat nadi ditangan kiri Gak Lam-kun mendadak diperkencang,
lalu sambil berteriak sekeras-kerasnya ia berseru, “Kau bohong, dia tak akan mati, dia tak
mungkin mati, kalau akan mati dia bakal mati disisi tubuhku….”
Oleh cengkeraman yang luar biasa kencangnya itu, Gak Lam-kun merasakan tulang
pergelangan tangannya sakit hingga merasuk ketulang sumsum tapi ia masih tetap
berusaha keras untuk menahan rasa sakitnya itu.
“Locianpwe!” kembali ia berkata, “aku berbicara sesungguhnya, suhu betul-betul sudah
tiada”
“Cepat katakan kepadaku! Cepat katakan kepadaku, jenasahnya kau kubur dimana
sekarang?” jerit Hay sim li.

“Sebelum ajalnya suhu telah berpesan tak mau dibakar, juga tak mau dikubur, maka
sampai sekarang jenasahnya masih berbaring dalam sebuah gua karang dibawah air terjun
tebing Yan po gan dibukit Hoa san….”
Belum habis Gak Lam-kun berbicara, teriakan keras yang memilukan hati telah
berkumandang memecahkan keheningan, “Oh Long ji wahai Long ji ku, kau jangan mati
dulu! Aku pergi mencarimu Long ji….”
Seperti seekor burung rajawali dengan suatu gerakan yang amat cepat Hay sim li
menerjang keluar dari jendela dan berkelebat pergi dari situ….
“Locianpwe, tunggu sebentar!” teriak Gak Lam-kun keras-keras, “tempat itu sukar
carinya….”
Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Hay sim li, dalam waktu singkat ia telah
berada seratus kaki jauhnya dari tempat semula, betul ia mendengar teriakan dari Gak
Lam-kun, tapi dalam keadaan seperti ini hakekatnya ia sudah dibikin gila oleh berita
kematian Yo Long, sudah barang tentu tak akan balik kembali kesana.
Gak Lam-kun berjalan keluar dari dalam ruangan, lalu menengadah dan memandang
bintang-bintang yang bertaburan diangkasa, tak kuasa lagi ia menghela napas panjang….
Teringat kembali nasibnya yang buruk dan jiwanya yang sudah tak akan hidup lama ia
merasa pikirannya kosong dan hampa….
Bangunan rumah yang megah dan bersusun-susun terasa dalam keadaan yang hening,
sedih dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Angin dimusim gugur ini terasa dingin dan menggidikkan tubuh, daun dan ranting
bergoyang dipermainkan bayu, suasana benar-benar terasa mengenaskan.
Gak Lam-kun berjalan pelan menelusuri bangunan megah itu tanpa tujuan….
Tiba-tiba anak muda itu merasa perutnya lapar sekali, sekujur tubuhnya lemas tak
bertenaga, kakinya gontai dan hampir saja tak mampu berjalan lagi.
Darimana anak muda itu bisa tahu kalau sudah empat hari empat malam ia jatuh tak
sadarkan diri tanpa makan atau minum air setetespun.
Dari dalam buntalan yang menggembol dibahunya Gak Lam-kun mengeluarkan sisa
ransum kering yang sudah tak seberapa lagi jumlahnya itu dan menangsal perutnya yang
lapar.
Setelah agak kenyang, ia baru menghela napas sedih, pikirnya.
“Sekalipun harus mati, aku harus mati sebagai setan yang kenyang…. aku tak ingin
menjadi setan kelaparan….”
Coba kalau bukan lagi berada dipulau yang terpencil, sudah pasti dia akan mencari
rumah makan dan makan minum sepuasnya.

“Aaai….!” sekali lagi Gak Lam-kun menghela nafas panjang.
Belum habis helaan nafasnya, tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang suara
teguran yang merdu.
“Kenapa kau menghela nafas. Sebagai seorang lelaki sejati, seorang hohan tidak
malukah kau menghela nafas tanpa sebab-sebab tertentu!”
Mendengar teguran itu, dengan perasaan hati yang kaget anak muda itu segera putar
badan dan berpaling kebelakang.
Dibawah sinar bintang, tampaklah tak jauh dibelakang tubuhnya sana berdiri seorang
gadis muda berbaju emas yang cantik jelita.
Siapakah gadis itu?
Dia tak lain adalah jago tangguh nomor dua dalam perkumpulan Thi eng pang, Kim eng
thamcu Ki Li soat adanya.
Begitu berjumpa dengannya, Gak Lam-kun segera menegur dengan suara dingin,
“Nona Ki tolong tanya apakah kau datang kemari lantaran Lencana pembunuh naga itu?”
Paras muka Ki Li soat berubah hebat, lalu sambil tertawa dingin jengeknya, “Bila aku
memang menginginkan lencana tersebut, bersediakah kau untuk memberikan kepadaku?”
“Bila aku tidak bersedia memberikan kepadamu, apakah kau hendak merampasnya
dengan kekerasan?”
Ki Li soat manggut-manggut, “Tentu saja!”
“Kalau begitu coba rampas dari tanganku!” kata Gak Lam-kun dingin.
Selesai berkata, pemuda itu segera memutar tubuhnya dan berlalu dari situ.
“Berhenti kau!” tiba-tiba bentakan nyaring kembali berkumandang memecahkan
keheningan.
Tapi Gak Lam-kun pura-pura tidak mendengar, dengan langkah lebar ia berjalan
meninggalkan tempat itu.
Paras muka Ki Li soat berubah hebat, dia mendengus dingin kemudian tubuhnya
menerjang kedepan dan sebuah cengkeraman dilancarkan untuk mengancam bahu anak
muda itu.
Meskipun hawa murni yang dimi1iki Gak Lam-kun saat ini telah buyar ilmu silatnya
sama sekali tidak berkurang, kakinya cepat melangkah kesamping, dengan suatu gerakan
yang sangat aneh ia telah meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Sampai detik itu, Gak Lam-kun masih juga belum berpaling untuk menengok sekejap
kearahnya.

Kemarahan yang berkobar dalam hati Ki Li soat sungguh tak terlukiskan, bagaikan
seekor burung walet yang terbang diudara, ia meluncur kedepan melampaui diatas kepala
Gak Lam-kun, kemudian berjumpalitan dan menghadang tetap dihadapan pemuda
tersebut, bentaknya.
“Berhenti kau!”
Sreet! Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.
Segulung angin pukulan yang sangat kuat, bagaikan gulungan gelombang dahsyat
langsung menerjang kedepan.
Dalam keadaan seperti ini, tentu saja Gak Lam-kun tak berani menyambut datangnya
ancaman itu dengan kekerasan, tubuhnya segera bergerak kesamping kiri sejauh
beberapa depa untuk menghindarkan diri dari tibanya ancaman itu.
Ketika Ki Li soat menyaksikan pemuda itu tidak melancarkan serangan balasan,
melainkan hanya berkelit melulu, dalam anggapannya pemuda tersebut sengaja
memandang enteng dirinya, kontan saja hawa amarahnya memuncak, sambil tertawa
dingin serunya, “Bagus sekali! Malam ini ingin sekali kuminta beberapa petunjuk darimu,
ingin kuketahui sampai dimanakah taraf kehebatan ilmu silat yang kau miliki itu”
Dalam pembicaraan itu, Ki Li soat bergerak maju dengan kecepatan luar biasa, secara
beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai.
Ketika segulung angin pukulan berhembus lewat, hawa serangan yang berlapis-lapis
pun segera menekan kedepan dan berhamburan keempat penjuru….
Berubah hebat paras muka Gak Lam-kun menghadapi kejadian tersebut, dengan
kecepatan serangan yang dimiliki gadis itu, sekalipun dalam keadaan normal dengan
tenaga dalam yang penuhpun belum tentu ia sanggup menghadapinya, apalagi dalam
keadaan seperti sekarang.
Dengan sekuat tenaga Gak Lam-kun mengerahkan kembali ilmu gerakan tubuh Ji gi
ngo heng jit seng liong heng sin hoat untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Sekalipun demikian, tubuh Gak Lam-kun terlanggar juga oleh ekor serangan ketiga dari
gadis itu, tubuhnya kontan menjadi sempoyongan dan nyaris tertelungkup.
000000O000000
Ki Li soat lebih gusar lagi setelah anak muda tersebut kembali berhasil menghindarkan
diri dari serangkaian serangan tanpa melancarkan serangan balasan, dengan gusar
bentaknya, “Akan kulihat berapa gebrakan lagi yang sanggup kau hindari?”
Sementara masih berbicara, tidak diketahui gerakan apa yang telah dilakukan gadis
tersebut, tahu-tahu ia sudah menerjang tiba dihadapan Gak Lam-kun, kemudian….
“Weess!” sebilah pukulan telah dilontarkan keatas dada pemuda tersebut.
Menghadapi gerak serangan si nona yang begitu cepat dan aneh itu, untuk sesaat
lamanya Gak Lam-kun menjadi tertegun.

“Blaang!” pukulan yang dilontarkan Ki Li soat tersebut dengan telak bersarang didada
Gak Lam-kun.
Si anak muda itu mendengus tertahan, tubuhnya terlempar sejauh beberapa kaki dari
posisi semula dan terkapar diatas tanah.
Ki Li soat sama sekali tak mengira kalau Gak Lam-kun tak dapat menghindarkan diri
dari serangannya itu, maka begitu serangannya mengenai sasaran, dia malah tertegun
dan berdiri melongo ditempat.
“Uuakk!” Gak Lam-kun yang tergeletak diatas tanah itu muntah-muntah darah segar
dengan susah payah ia merangkak bangun, kemudian dengan wajah penuh rasa dendam
katanya dingin, “Pukulan yang sangat bagus! Pukulan yang sangat bagus! Kini aku sudah
tak bertenaga lagi untuk melakukan perlawanan, hayo cepat bunuhlah aku dan rampas
lencana pembunuh naga itu!”
Ucapan tersebut sangat menyakitkan hati Ki Li soat, dengan suara gemetar katanya,
“Kee…. kenapa…. kenapa kau tidak mencoba untuk menghindarkan diri?”
Gak Lam-kun mendengus dingin.
“Hmm! Jika aku dapat menghindarkan diri, sebuah pukulanmu itu pasti akan kubalas”
Tiba-tiba Ki Li soat merasa bahwa gerakan tubuhnya sewaktu menghindar tadi meski
tampaknya sangat aneh dan sakti, tapi sesungguhnya amat lambat, seakan-akan ia sama
sekali tiada berkekuatan barang sedikitpun untuk melakukan perlawanan.
Paras muka Ki Li soat kontan saja berubah hebat, bisiknya kemudian dengan suara
gemetar, “Kau…. kau…. kau sudah tidak memiliki ilmu silat lagi….?”
Tanpa rasa jeri barang sedikitpun Gak Lam-kun mengangguk.
“Yaa benar! Sekararg tenaga dalamku telah punah sama sekali, maka bila kau
menghendaki lencana pembunuh naga tersebut, jangan kau lewatkan kesempatan baik
ini”
Airmata mulai bercucuran membasahi wajah Ki Li soat, katanya sambil menahan
sesenggukan, “Kau jangan salah paham, aku…. aku tidak tahu kalau tenaga dalammu
telah punah sama sekali….”
Melihat gadis itu melelehkan airmata, Gak Lam-kun malah tertegun dibuatnya.
“Apakah ia menyesal setelah salah memukul orang….?” demikian ia berpikir.
Tiba-tiba Ki Li soat mengeluarkan sebutir pil dari sakunya, kemudian berkata, “Gak
siangkong, aku tidak bermaksud untuk merampas lencana pembunuh nagamu, kau jangan
membenci diriku, aku betul-betul menyesal setelah melukaimu tadi, cepatlah telan butiran
pil ini”
Gak Lam-kun gelengkan kepalanya berulangkali, kembali ia berpikir, “Sungguhkah
perkataan itu?”

Butiran airmata kembali jatuh bercucuran membasahi pipi Ki Li soat, keluhnya dengan
penuh kesedihan, “Apakah kau tak bersedia memaafkan diriku?”
Tiba-tiba Gak Lam-kun menghela napas panjang, ia memutar tubuhnya dan berlalu dari
situ dengan langkah lebar.
Sambil berjalan pergi, pemuda itu bergumam kembali, “Kalau memang kesalahan
tersebut tidak dilakukan dengan sengaja, aku tak akan membencimu, bagaimanapun aku
sudah hampir mati, sekalipun diberi tambahan sebuah pukulan juga tidak menjadi soal!”
Setelah memandang bayangan punggung dari Gak Lam-kun, lenyap ditempat kejauhan
sana, tiba-tiba Ki Li soat berjongkok lalu menangis tersedu-sedu dengan amat sedihnya.
Isak tangisnya begitu menyedihkan hati seakan-akan jagad hendak ambruk dan dunia
hendak kiamat saja, membuat siapapun bila kebetulan mendengarnya ikut merasa sedih.
Tubuh Gak Lam-kun bagaikan sesosok bayangan sukma gentayangan berjalan
sempoyongan dibawah sinar rembulan….
Sambil berjalan terus tanpa tujuan, dalam hatinya ia berpikir tiada hentinya, “Gak Lamkun
wahai Gak Lam-kun, kau hendak mati dimana? Tempat manakah yang cocok bagimu
untuk beristirahat sepanjang masa…. aai, adik peng…. mungkin sudah lama kau nantikan
kedatanganku…. tahukah kau bahwa aku hendak datang….? Apakah kau telah siap
menjemput kedatanganku…. adik peng…. selama hidup hanya kau seorang yang
mencintai…. adik peng…. cepatlah datang menjemput diriku….! Selanjutnya kita berdua
tak akan berpisah lagi untuk selamanya….
Tiba-tiba ia menjadi sempoyongan, kemudian roboh terjengkang keatas tanah.
Sesosok bayangan tubuh yang ramping, dengan suatu gerakan yang amat cepat segera
menerjang datang.
Dengan wajah merah dadu ia bopong tubuh Gak Lam-kun, ketika memandang
wajahnya yang pucat pias serta noda darah yang membekas diujung bibirnya, gadis itu
merasa amat bersedih hati, ia menangis tersedu-sedu dengan suara lirih.
Selang sejenak kemudian dengan paksa ia membuka mulut Gak Lam-kun lalu
menjejalkan sebutir pil kedalam mulutnya.
Tak lama kemudian, Gak Lam-kun telah sadar kembali dari pingsannya.
Dengan cepat pemuda itu mengendus bau harum semerbak yang aneh tersiar dari
sekeliling tubuhnya, ia merasa ada sesosok tubuh yang lembut dan hangat memeluknya.
Cepat ia berseru dengan suara lirih.
“Adik Peng, kaukah yang telah datang menjumpaiku?”
Tiba-tiba ia membuka matanya lebar-lebar, setelah mengetahui siapa yang berada
dihadapannya, pemuda itu menghela napas panjang.

“Aaaai! Nona Ki, aku tidak membencimu!” bisiknya.
Ternyata gadis itu adalah Ki Li soat!
Setelah melukai Gak Lam-kun dan menangis tersedu-sedu mendadak teringat olehnya
bahwa anak muda itu berjalan dengan sempoyongan, karena merasa tak tega maka buruburu
ia menyusul pemuda tersebut.
Setelah mendengar perkataan dari Gak Lam-kun barusan, Ki Li soat segera membesut
airmatanya dan menunjukkan wajah berseri, dengan wajah merah dan senyuman yang
manis menghiasi ujung bibirnya ia bertanya lirih, “Siapa sih adik Peng yang kau panggilpanggil
tadi?”
Gak Lam-kun meronta bangun dari pelukannya lalu bangkit berdiri, sahutnya sambil
tertawa ewa,
Jilid 15
“Dia adalah nama dari istriku yang telah tiada!”
Ki Li soat menghela napas panjang sedih, bisiknya kemudian, “Sungguh tak kusangka
kalau kau adalah seorang laki-laki yang hidup kesepian dan mempunyai pengalaman yang
memedihkan hati, aai!”
Sekali lagi ia menghela napas sedih.
“Terima kasih atas perhatian nona Ki,” ucap Gak Lam-kun sambil tertawa sedih, “bila
masih ada jodoh, kita pasti akan berjumpa lagi dikemudian hari”
Sehabis berkata ia putar badan dan siap pergi meninggalkan tempat itu.
“Gak siangkong, kau hendak kemana” tanya Ki li soat.
“Aku sendiripun tak tahu kemana akan pergi!”
Ki Li soat mengejar lebih jauh, katanya lagi, “Sekarang…. lebih baik aku saja yang
mengiringi kepergianmu?”
Dengan cepat Gak Lam-kun menggelengkan kepalanya berulangkali.
“Aku mohon kepadamu agar jangan mengikuti diriku lagi, bila kau menghendaki
Lencana pembunuh naga itu, sekarang juga benda tersebut boleh kau ambil!”
Paras muka Ki Li soat berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, serunya,
“Apakah kau anggap aku datang kemari karena Lencana pembunuh naga? Kau anggap
aku baru akan pergi setelah benda tersebut kudapatkan?”
Agaknya Gak Lam-kun pun merasakan juga bahwa perkataannya terlampau menusuk
hati orang, cepat-cepat ia menjura seraya berkata, “Maksud baik nona Ki biarlah kusimpan

didalam hati, aku kuatir budi kebaikanmu itu tak dapat kubalas lagi dalam penghidupanku
kali ini.”
Ki Li soat menghela nafas panjang.
“Aaai….hatiku merasa tak tenang setelah mencelakai dirimu menjadi begini rupa, kau
tidak membenciku, aku sudah merasa amat puas, siapa yang mengharapkan balas jasa
darimu”
Ucapan tersebut amat merdu didengar dan sedap dirasakan, sikap maupun tingkah
lakunya yang lembut semakin menambah segarnya suasana.
Gak Lam-kun agak tertegun untuk sesaat lamanya, cepat ia berpaling, ditemuinya
dibalik sinar matanya yang jeli itu terpancar kelembutan hatinya yang menawan, titik-titik
airmata mengembang dalam kelopak matanya itu.
Menyaksikan keadaan Ki Li soat yang menggenaskan, ditambah teringat olehnya sikap
yang ketus dan dingin darinya tadi, membuat pemuda itu merasa amat menyesal.
Setelah menghela nafas panjang katanya, “Nona pernah menyelamatkan selembar
jiwaku, budi kebaikan itu masih belum kubalas hingga kini.”
Baru berbicara sampai disitu, mendadak terdengar suara gelak tertawa yang amat
nyaring berkumandang datang dari sisi mereka, menyusul kemudian seseorang berseru,
“Haaahh….haaahh….haaaahh…. sungguh diluar dugaan, ternyata Gak lote masih berada
dipulau ini.”
Ketika Ki Li soat menengadahkan kepalanya tampaklah Thi kiam kuncu Hoa Kok khi
dengan sikap yang santai pelan-pelan sedang berjalan mendekat, kejadian ini segera
mengejutkan hatinya.
“Sungguh tak kusangka orang persilatan begitu licik dan berbahaya” demikian ia
berpikir, “ternyata diapun masih berada dipulau. Kalau begitu, dari setiap golongan pasti
ada jago-jagonya yang sengaja ditinggalkan disini untuk berjaga dipulau ini.”
Kiranya sebagian besar dari kawanan jago yang hadir disana telah meninggalkan pulau
untuk mencari jejak Gak Lam-kun, tapi ketika mereka saksikan orang-orang See thian san
sama sekali tidak meninggalkan tempat itu, timbullah kecurigaan dihati mereka, maka
masing-masing pihak lantas mengutus seorang jago tangguhnya untuk secara diam-diam
mengawasi gerak gerik dari orang-orang See thian san.
Diam-diam Gak Lam-kun merasa terkejut bercampur terkesiap setelah mengetahui
bahwa orang yang muncul adalah Hoa Kok khi, tapi diapun merasa mendongkol sekali,
ditatapnya orang she Hoa itu dengan sorot mata penuh penuh kegusaran, sementara
mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Thi kiam kuncu Hoa Kok khi memandang sekejap kearah Gak Lam-kun, lalu sambil
tersenyum katanya, “Gak lote, sudah sembuhkah luka parah yang kau derita?”
Gak Lam-kun masih berdiri dengan wajah penuh kegusaran, ia tetap membungkam
dalam seribu bahasa.

Tiba-tiba Ki Li soat berjalan kesamping Gak Lam-kun. kemudian katanya dengan suara
merdu, “Gak siangkong mari kita pergi tinggalkan tempat ini!”
Thi kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haaahh…. haaahh…. sungguh tak kusangka Kim eng thamcu dari
perkumpulan Thi eng pang juga melindunginya, mungkin lencana pembunuh naga itu
sudah berada dalam saku nona Ki?”
Ki Li soat mengerutkan alis matanya, lalu mendengus dingin.
“Kalau memang sudah ditanganku, lantas mau apa kau? Kalau punya kepandaian hayo
cobalah merampasnya dari tanganku”
“Bagus sekali, bagus sekali” jawab Thi kiam kuncu Hoa Kok khi sambil tersenyum,
“daripada kita bentrok sendiri, aku harap nona bersedia menyerahkannya kepadaku”
“Ki Li soat berpaling kembali kearah Gak Lam-kun, lalu tanpa menggubris ocehan lawan
katanya, “Gak siangkong, lebih baik kau pergi lebih dahulu!”
Belum lagi terdengar jawaban, tiba-tiba terdengar lagi suara tertawa kering yang
mengerikan.
“Heeehh…. heeehhh…. heeehhh…. kau anggap dia masih mampu untuk pergi
meninggalkan tempat ini?”
Berbareng dengan selesainya ucapan tersebut, dari belakang tubuh Gak Lam-kun tibatiba
muncul Kiu wi hou Kongsun Po dan Giok bin sin ang Say Khi pit yang menghadang
jalan perginya.
Thi kiam kuncu Hoa Kok khi kembali tertawa katanya, “Nona Ki, aku nasehatkan
kepadamu lebih baik sedikitlah tahu diri, cepat tinggalkan tempat ini sebelum terjadi
sesuatu hal yang tak diinginkan atas dirimu”
Ketika menyaksikan pihak Iawan berjumlah banyak, diam-diam Ki Li soat mengeluh,
“Waah, habis sudah kali ini!”
Berpikir demikian, sambil menarik muka ia lantas berseru dengan suara dingin, “Apakah
kalian hendak mengandalkan jumlah yang lebih banyak….”
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba Kongsun Po dan Say Khi-pit telah
maju bersama menghampiri Gak Lam-kun.
Dengan gerakan cepat K i Li soat memutar badannya menghadang dihadapan kedua
orang itu kemudian bentaknya, “Jika kalian berani maju selangkah lagi, jangan salahkan
jika aku tak akan sungkan-sungkan kepada kalian!”
Si Rase berekor sembilan Kongsun Po tertawa dingin.
“Heeehh…. heeehh…. heeehh…. sedari dulu sampai sekarang yang ada hanya
pelindung bunga, belum pernah kudengar ada bunga melindungi laki-laki gede!”

Jelas perkataan itu bernada menyindir, mengejek mencemooh dan menghina, kontan
saja mengobarkan hawa amarah dalam hati Ki Li soat.
“Hmm….! Seorang ketua dari suatu perguruan besar, tak tahunya punya selembar
mulut yang tidak bersih betul-betul manusia berhati bedebah….”
Tiba-tiba ia bergerak maju kedepan, lalu melancarkan sebuah pukulan untuk
membacok tubuh lawan.
Giok bin sin ang (kakek sakti berwajah pualam) Say Khi pit yang berada disisinya
mendadak maju kedepan menyongsong, telapak tangan kirinya dibalik keluar lalu
menyambut datangnya serangan dari Ki Li soat tersebut dengan keras lawan keras.
Ketika dua gulung tenaga pukulan itu saling membentur antara yang satu dengan
lainnya paras muka Say Khi pit segera berubah hebat, sekujur tubuhnya gemetar keras,
bajunya bergoncang keras, tapi ia berhasil juga untuk menerima datangnya ancaman
tersebut.
Ki Li soat tertawa dingin, tiba-tiba lengan kirinya menekan diatas pergelangan lengan
tangan kanannya yang sedang membacok itu, dengan adanya tekanan tersebut maka
tenaga pukulannya atas diri Say Khi pit secara tiba-tiba bertambah tangguh, seakan-akan
gelombang dahsyat yang datang berlapis-lapis, dengan hebatnya langsung mendesak
kemuka.
Haruslah diketahui, Ki Li soat adalah seorang gadis yang cerdik sekali, setelah rneninjau
sejenak situasi yang sedang dihadapinya, ia sadar bahwa keadaan ini tak mungkin bisa
diselesaikan secara baik, maka andaikata ia gagal untuk melukai salah seorang diantara
mereka, niscaya semakin sulitlah bagi dirinya untuk meloloskan diri dari kepungan mereka
itu….
Giok bin sin ang Say Khi pit segera merasa angin pukulan yang menumbuk datang
secara berlapis-lapis ini makin lama semakin kuat dan berat, bahkan serangan yang satu
lebih tangguh dari serangan berikutnya, itupun datangnya secara beruntun tanpa
berkeputusan, ibaratnya air sungai Huang ho yang mengalir lewat.
Tak terlukiskan rasa kaget yang mencekam perasaannya, dalam waktu singkat peluh
telah bercucuran bagaikan hujan gerimis jangankan meloloskan diri, untuk menggeserkan
tubuhnya barang selangkahpun sudah tak mungkin ia lakukan.
Say Khi pit tidak menyangka kalau kehebatan Tamcu elang emas dari perkumpulan Thi
eng pang ini betul-betul bukan nama kosong belaka, berhubung serangan musuh
datangnya berlapis-lapis dan bersambung tiada hentinya, bahkan pukulan demi pukulan
datang semakin hebat maka sebagai seorang jago tangguh yang berilmu tinggi dan
berpengalaman, cukup dalam hal pertarungan, ia sadar bila tenaga perlawanan pada
telapak tangan kirinya ditarik kembali, niscaya dia akan tewas oleh terjangan musuh yang
maha dahsyat itu.
Sebaliknya bila pertarungan ini harus dilangsungkan lebih jauh, maka akhirnya diapun
akan mati karena kehabisan tenaga.
Karena itu, posisinya sekarang boleh dibilang serba salah, mau maju tak bisa mau
mundurpun tak mungkin, keadaannya benar-benar menggenaskan sekali.

Dalam pada itu, Hoa Kok khi serta Kong-sun Po dapat menyaksikan pula keadaan Say
khi pit yang terdesak hebat dan berada dalam keadaan runyam, bila orang itu tidak diberi
bantuan lagi, maka tak sampai seperminuman teh kemudian, sudah pasti dia akan tewas
dalam keadaan mengerikan.
Baru saja bantuan akan diberikan, mendadak ia saksikan tangan kiri Ki Li soat yang
menekan diatas pergelangan tangan kanannya itu ditarik kembali lalu melepaskan sebuah
tepukan.
Tiba-tiba saia Giok bin sin ang Say Khi Pit merasa bahwa tenaga tekanan yang
mendesak tubuhnya itu sebentar berkurang sebentar bertambah, goncangan demi
goncangan yang terjadi secara beruntun itu dengan cepat menimbulkan pergolakan darah
didalam dadanya, kepala menjadi pusing tujuh keliling, napas serasa sesak, dan tak bisa
dicegah lagi tubuhnya kena digetarkan sehingga mencelat sejauh tujuh delapan langkah
lebih.
“Uuakk….!” akhirnya Say Khi pit tak sanggup menahan diri, ia muntahkan darah segar.
GakLarn kun yang mengikuti jalannya peristiwa itu diam-diam merasa kagum sekali, ia
tak menduga kalau K i Li soat memiliki ilmu silat sedemikian lihaynya.
Kiu wi hou Kongsun Po segera bertindak tangan kanannya diayunkan kedepan
melepaskan sebuah angin pukulan kuat yang menyergap datang secara tiba-tiba.
Pada saat yang bersamaan, Say Khi pit yang telah terluka dalam itu membentak pula
keras-keras, sebuah pukulan dahsyat dilontarkan juga kearah Ki Li soat dengan membawa
hawa serangan yang mengerikan.
Dalam waktu singkat hawa pukulan dari Kongsun Po telah meluncur tiba disisi tubuh
sementara pada saat yang bersamaan, dari kanan serangan maut Say Khi pit membacok
pula keatas batok kepalanya.
Ki Li soat bukan orang bodoh, ia dapat menyaksikan betapa dahyatnya tenaga
gabungan dari kedua orang itu, tubuhnya segera berkelit kesamping, telapak tangan
kirinya membacok dada Say Khi pit sedangkan telapak tangan kanannya berputar dan
menyambut datangnya serangan dari Kongsun Po itu dengan kekerasan.
“Braaak….!” benturan keras tak bisa dihindari lagi.
Oleh tenaga benturan yang amat keras itu, Kong sun Po tergetar mundur sejauh tiga
langkah, tapi Say Khi pit menerjang maju lebih kedepan telapak tangan kirinya menangkis
tangan kiri Ki Li soat, sedang telapak tangan kanannya melanjutkan bacokan semula.
Hawa pukulan menderu-deru, kekuatannya sungguh hebat hingga sukar dilukiskan
dengan kata-kata.
Ternyata setelah terluka dalam tadi, hawa amarahnya segera berkobar, ia bertekad
ingin menghancurkan Ki Li soat diujung telapak tangannya.
Ki Li soat sendiripun bukan orang kemarin sore, ilmu silat yang dimilikinya cukup dapat
diandalkan.

Ketika menyaksikan tibanya ancaman musuh yang dahsyat, dengan suatu gerakan
manis ia menghindarkan diri dari ancaman itu. lalu tangannya diputar dan berbalik
membacok jalan darah Yu bun hiat ditubuh kakek sakti berwajah pualam itu.
Perubahan itu terjadi dalam waktu singkat, tapi akibatnya sukar diduga sebelumnya.
Say Khi pit adalah seorang ketua dari suatu perguruan besar yang amat termashur
namanya dalam dunia persilatan sekalipun lantaran kebodohannya membuat isi perutnya
terluka, tapi sekarang sambil menahan rasa sakit dalam tubuhnya ia bertekad ingin
membunuh lawan.
Tampaklah jari tangan dan ujung telapak tangan berkelebat silih berganti, dengan
cepat ia berubah gerakan dan membabat urat nadi pada pergelangan tangan gadis itu.
Si Rase berekor sembilan Kongsun Po tertawa dingin, sekali lagi ia menerjang maju
sambil melancarkan serangan.
Ketiga orang jago lihay itupun segera terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru,
dalam waktu singkat beberapa jurus telah lewat tanpa terasa.
Untuk menghadapi kerubutan dari dua orang jago tangguh tersebut. Ki Li soat segera
mengembangkan pula serangkaian ilmu pukulan yang aneh sekali, dengan hawa pukulan
lembut berhawa dingin sebagai pangkal kekuatan, ia manfaatkan sistim ‘Menempel’ dan
‘membuang’ untuk menghadapi perubahan-perubahan gerak serangan musuh.
Setiap kali menghadapi ancaman yang berbahaya cepat-cepat gadis itu meminjam
kekuatan lawan untuk memunahkan tenaga lawan, dengan demikian, sekalipun Say Khi pit
dan Kongsun Po telah mengembangkan sistim pertarungan dengan tenaga gabungan yang
rapat dan hebat, kedua orang itupun tak mampu berbuat apa-apa terhadap lawannya.
Gak Lam-kun terpesona dibuatnya menyaksikan jalannya pertarungan itu, mendadak ia
mendengar suara tertawa ringan berkumandang dari belakang tubuhnya….
Dengan perasaan terkesiap Gak Lam-kun segera melangkah kesamping lalu dengan
suatu gerakan cepat menghindarkan diri dari tempat itu.
Ketika ia menengok kebelakang, maka tampaklah Hoa Kok khi dengan sekulum
senyuman licik menghiasi ujung bibirnya sedang memandang kearahnya tanpa berkedip.
Ki Li soat yang sedang bertempur sengit tak pernah mengendorkan perhatiannya
kearah Gak Lam-kun, maka sewaktu Hoa Kok khi bergerak menghampiri Gak Lam-kun ia
lantas membentak nyaring, sepasang telapak tangannya berbareng melancarkan tujuh
buah pukulan berantai kearah dua orang lawannya, kemudian sambil mundur sejauh lima
depa, bentaknya lantang.
“Hoa Kok khi, sambut dulu sebuah pukulan Sam im ciang hoatku ini!”
Ketika telapak tangannya dilontarkan kemuka, segulung angin pukulan berhawa dingin
yang amat dahsyat langsung menggulung kearah Hoa Kok khi….

Sam im ciang adalah sejenis pukulan beracun yang sangat lihay, barangsiapa terkena
serangan hawa dingin itu, paru-parunya akan hancur dan mati dalam keadaan
menggenaskan.
Walaupun Hoa Kok khi memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna, toh ia tak berani
bertindak gegabah.
Napasnya segera dihentikan kemudian sepasang telapak tangannya didorong sejajar
dengan dada, menggunakan tenaga Tay siu im kang khi yang dimilikinya ia sambut
pukulan Sam im ciang hoat dari Ki Li soat dengan keras lawan keras.
Ketika dua gulung tenaga pukulan itu saling bertemu, segera terjadi gulungan angin
puyuh yang amat dahsyat.
Tenaga dalam yang dimiliki Ki Li soat masih kalah setingkat bila dibandingkan dengan
lawannya ketika pukulan Sam im ciang yang dilepaskan itu termakan oleh hantaman
tenaga musuh, kekuatannya segera membuyar keempat penjuru sementara segulung
angin serangan lainnya yang dingin menggidikkan langsung menghantam tubuh Ki Li soat.
Rupanya Ki Li soat tahu Iihay dalam kejutnya ia melompat mundur beberapa kaki dari
posisi semula.
Kendatipun ia berkelit cukup cepat, toh badannya sempat tersambar juga oleh sisa
kekuatan itu tubuhnya menjadi sempoyongan dan nyaris jatuh tertelungkup ketanah.
Menggunakan kesempatan itu, Giok bin sin ang Say Khi pit menerjang maju kemuka,
secepat kilat ia menubruk ketubuh Ki Li soat.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu segera menjerit kaget, “Nona Ki, hatihati!”
Sekalipun ia tak bertenaga barang sedikitpun tapi menghadapi kejadian seperti itu serta
merta tubuhnya menerkam kedepan, sepasang telapak tangannya didorong sejajar dada
untuk menahan tubuh Say Khi pit.
Alhasil, dalam dorongan itu Gak Lam-kun merasa munculnya sedikit kekuatan dari
tubuhnya meski tenaga tersebut masih relatif lemah sekali.
Dalam hati kecilnya Say Khi pit amat membenci Ki Li soat, maka ketika menyaksikan
gadis itu sempoyongan, tiba-tiba timbul niatnya untuk membunuh gadis tersebut.
Maka ketika dilihatnya Gak Lam-kun menerjang datang, hawa amarahnya kontan
berkobar, tiba-tiba hawa pukulannya diperhebat, telapak tangan kirinya diputar kemudian
menghantam kedepan.
Begitu telapak tangan saling bertemu, menang kalahpun segera dapat diketahui.
Dalam keadaan tenaga dalamnya belum pulih, oleh pukulan Say Khi pit tersebut
tubuhnya langsung mencelat keudara dan terbanting kembali ketanah.
Ki Li soat menjerit kaget, ia melompat kedepan dan menyambut tubuh Gak Lam-kun
yang sedang meluncur kebawah itu.

Kiu wi hou (Rase berekor sembilan) Kongsun Po membentak keras, secepat kilat ia
menubruk kedepan dan menghantam dua orang tersebut.
“Wees! Wees!” sepasang telapak tangannya diayunkan bersama.
Baru saja Ki Li soat membopong tubuh Gak Lam-kun, tenaga serangan dari Kongsun Po
telah tiba dibelakang tubuhnya jika dia ingin menghindarkan diri maka satu-satunya jalan
adalah melepaskan tubuh Gak Lam-kun.
Maka sambil menggigit bibir ia bersiap sedia menggunakan punggungnya untuk
menyambut dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat itu.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang mengerikan berkumandang memecahkan
keheningan.
Dari balik kegelapan sana melompat keluar sesosok bayangan biru yang segera
menghadang dihadapan Kongsun Po.
Betapa terkejutnya si Rase berekor sembilan Kongsun Po menyaksikan kemunculan
orang yang tiba-tiba dengan kecepatan tubuh yang luar biasa, buru-buru ia buyarkan
pukulan sambil melompat kebelakang, kemudian mendongakkan kepalanya….”
Ternyata pendatang itu adalah seorang pemuda tampan berbaju biru, sikapnya amat
romantis, cuma sayang lengan kirinya sebatas sikut telah kutung hingga kini tinggal lengan
kanannya belaka.
Begitu melihat kemunculan pemuda berbaju biru itu, Ki Li-soat segera berteriak dengan
manja, “Engkoh Si, kiranya kau….”
Mendengar seruan itu, pemuda berbaju biru tersebut memutar badannya, tapi ketika ia
menyaksikan Ki Li soat masih juga membopong tubuh Gak Lam-kun, selintas perasaan
aneh yang sukar dilukiskan dengan kata-kata muncul diatas wajahnya yang pucat.
Ketika Ki Li soat menyaksikan lengan kiri pemuda berbaju biru itu kutung, dengan kaget
ia berseru kembali, “Engkoh Si, lengan kirimu telah kutung.”
Pemuda berbaju biru itu tertawa ewa, tiba-tiba ia bertanya, “Adik Soat, siapa yang kau
bopong itu?”
Akibat tenaga pukulan yang dahsyat dari Say Khi pit tadi, Gak Lam-kun jatuh tak
sadarkan diri, tapi setelah lewat sekian lama, lambat laun ia telah sadar kembali dari
pingsannya, ketika mendengar suara pembicaraan dari seorang yang dikenalnya, tiba-tiba
ia membuka matanya kembali.
Sementara itu paras muka Ki Li soat telah berubah menjadi merah padam setelah
mendengar teguran dari pemuda baju biru itu, ketika ia menundukkan kepalanya,
kebetulan Gak Lam-kun telah membuka matanya kembali.
Hal mana membuat gadis itu tambah malu dengan wajah merah padam ia lepaskan
bopongannya dan mundur kebelakang.

Waktu itu Gak Lam-kun telah mengetahui siapakah pemuda itu, dengan perasaan
terkejut bercampur girang segera teriaknya, “Saudara Si, kiranya kau….”
Pemuda baju biru pun telah melihat jelas wajah Gak Lam-kun, sekulum senyuman yang
amat dingin segera menghiasi wajahnya. Ia berkata, “Oooh…. aku kira siapa? Ternyata
adalah saudara Gak, sedari kapan kau berdandan demikian? Hampir saja aku tidak
mengenali dirimu lagi”
Pemuda berbaju biru itu tak lain adalah Si Tiong pek, komandan pasukan elang baja
dari perkumpulan Thi eng pang yang telah lenyap selama beberapa hari.
Ternyata Si Tiong pek kena disekap dalam gua batu oleh Hay sim li, sudah lama ia
mencari akal untuk membebaskan diri dari sekapan tersebut, akhirnya pemuda itu
berkesimpulan bahwa kecuali memotong lengan sendiri, jangan harap ia bisa lolos dari
sana.
Sebab bagaimanapun ia mencoba meronta gelang baja yang membelenggu
pergelangan tangannya itu makin menyusut makin kencang, jepitannya pun makin dalam
menjepit kulit badannya, tak terlukiskan rasa sakitnya, maka sambil menggigit bibir Si
Tiong pek memutuskan lengan sendiri….
Sejak kecil, Ki Li soat memang tumbuh menjadi dewasa bersama Si Tiong pek,
hubungan mereka bagaikan saudara sendiri, maka tak terlukiskan rasa girang gadis
tersebut setelah mengetahui kalau Si Tiong pek belum mati.
“Engkoh Si” tanyanya kemudian dengan manja, “kemana saja kau pergi selama
beberapa hari ini? Siapa yang mengutungi lengan kirimu?”
“Aku yang mengutungi lenganku sendiri!”
“Mengapa kau musti mengutungi lengan sendiri?” tanya Ki Li soat lagi dengan wajah
tertegun.
Si Tiong pek tertawa pedih, sahutnya, “Kenapa aku musti mengutungi lenganku sendiri?
Memangnya kau anggap lengan kutung itu bagus dilihat?”
Seperti yang diketahui, Si Tiong pek adalah seorang pemuda yang berjiwa sempit,
ketika menyaksikan Ki Li soat membopong Gak Lam-kun tadi, sudah timbul perasaan
cemburu dihati kecilnya. Ternyata secara diam-diam Si Tiong pek telah jatuh cinta kepada
Ki Li soat.
Mendengar ucapan tersebut, dengan cepat Ki Li soat dapat meresapi jalan pikirannya.
Sekarang ia baru merasakan hatinya bergetar keras….
Dalam dasar hatinya, gadis itu selalu menganggap Si Tiong pek sebagai kakak sendiri
tanpa diembeli rasa cinta asmara antara seorang pemuda dengan seorang gadis.
Entah mengapa sejak bertemu dengan Gak Lam-kun tiba-tiba saja ia merasakan
pikirannya jadi kalut bayangan wajah Gak Lam-kun seringkali muncul dalam benaknya
bagaimana pun ia berusaha untuk mengendalikan diri, usaha itu selalu gagal.

Keadaan itu ibaratnya sebuah permukaan telaga yang tenang, tiba-tiba bergelora
karena kejatuhan sebutir batu cinta dari Gak Lam-kun.
Apa lacur gelombang tersebut makin lama makin membesar dan melebar, sehingga
pada akhirnya menyeret gadis itu tercebur kedalam samudra cinta yang tak bertepian.
Sekarang, suatu kenyataan yang tak dapat disangkal telah muncul didepan mata! diamdiam
ia telah jatuh cinta kepadanya.
Tapi dalam keadaan seperti inilah tiba-tiba Si Tiong pek muncul pula didepan mata,
kemunculannya membuat ia menjadi kalut, dan pikirannya menjadi gundah.
Ia tahu Si Tiong pek amat mencintainya, bahkan selama ini dengan segala cinta
kasihnya selalu menjaga dan merawatnya….
Tiba-tiba helaan napas Gak Lam-kun menyadarkan kembali dirinya dari lamunan,
terdengar pemuda itu sedang berkata, “Perubahan cuaca sukar diramalkan, rejeki atau
bencana dari manusiapun sukar diduga, aai…. Saudara Si! Selama belasan hari ini,
peristiwa yang menimpa dirimu tentu amat tidak berkenan dihati bukan!”
Si Tiong pek tersenyum.
“Masih terhitung tidak jelek” sahutnya, “meskipun kehilangan sebuah lengan tapi, ada
hasil yang cukup berharga, baik-baikkah saudara Gak selama ini?”
Gak Lam-kun menghela napas sedih.
“Aaai….! Kalau tempo hari siaute yang menyaksikan saudara Si mendekati ambang
kematian, maka sekarang hal itu sudah tiba pada giliran siaute”
Bergetar keras hati Ki Li soat setelah mendengar perkataan itu, tanpa terasa tanyanya,
”Gak siangkong, kau bilang apa?”
Ucapannya penuh dengan rasa kuatir dan rasa cemas yang amat tebal. Si Tiong pek
yang menyaksikan kejadian itu merasakan hatinya sangat tak enak, diam-diam ia berkerut
kening, tak disangka olehnya hanya beberapa hari saja dirinya tersekap dalam gua
ternyata perubahan yang amat pesat telah terjadi diluaran.
Gak Lam-kun menghela napas panjang, katanya lagi, “Tak lama kemudian aku bakal
mati”
“Gak heng, kenapa kau bicara demikian” seru Si Tiong pek dengan perasaan
tercengang.
Gak Lam-kun melirik sekejap kearah Si Tiong pek, kemudian tertawa getir.
“Memangnya aku sendiri kepingin cepat mampus?” ia berbisik.
Diam-diam Si Tiong pek lantas berpikir, “Tentu saja kau tak bakal ingin cepat mampus,
tapi demikianpun lebin baik, kalau tidak, bila sampai kau menceburkan diri pula dalam
pertikaian cinta segitiga ini, akupun akan menggunakan segala cara untuk membinasakan
dirimu”

Ketika Ki Li-soat .mendengar kekasihnya berada diambang kematian, pikiran dan
perasaannya menjadi sangat kalut, tanpa disadari dua titik airmata jatuh berlinang
membasahi pipinya.
Menyaksikan kejadian itu, api cemburu yang berkobar dalam hati Si Tiong pek makin
membara, tiba-tiba ia perhatikan pakaian yang dikenakan Gak Lam-kun, kemudian dengan
terkejut pikirnya, “Bukankah pakaian yang dikenakan itu adalah dandanan dari Tok liong
Cuncu Yo Long seperti yang sering tersiar dalam dunia persilatan?”
Baru saja ia berpikir sampai disana, mendadak terdengar seseorang tertawa ringan,
kemudian menyapa, “Lote, tolong tanya apakah kau adalah Si Tiong pek dari pasukan
elang baja?”
Si Tiong pek segera berpaling, terlihatlah seorang sastrawan tampan berusia setengah
umur telah berdiri dihadapannya.
Dengan kening berkerut ia bertanya, “Siapa kau?”
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. atas sanjungan dari rekan-rekan persilatan,
mereka menghadiahkan julukan Thiat kiam kuncu kepadaku” kata Hoa Kok khi sambil
tertawa tergelak.
Terkejut juga Si Tiong pek sesudah mendengar nama itu, ia tak mengira kalau Thiat
kiam Kuncu yang termashyur dalam dunia persilatan tak lain adalah sastrawan yang
berada didepan matanya sekarang.
Sekulum senyuman dingin segera menghiasi wajah Si Tiong pek yang pucat, katanya
kemudian, “Ooh…. kiranya kaulah Hoa Kok khi yang termashur itu, maaf maaf! Cuma….
mumpung ada kesempatan berbicara, aku ingin bertanya kepadamu sekitar perbuatan
kalian yang mengerubuti Ki thamcu dari perkumpulan kami, apakah kau bisa memberikan
suatu keterangan yang bisa dipertanggung jawabkan?”
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa.
“Tidak berani, tidak berani, selamanya antara kami dengan pihak Thi eng pang tak
pernah terikat dendam sakit hati apapun, sesungguhnya yang sedang kami cari adalah
saudara Gak Lam-kun yang merupakan murid kesayangan dari Tok liong Cuncu Yo Long
itu”
Dengan sinar mata yang tajam Si Tiong pek menatapi sekejap wajah Gak Lam-kun,
kemudian sambil berseru kaget, katanya, “Saudara Gak, tidak kusangka kalau kau adalah
muridnya Yo Long yang menggetarkan dunia persilatan itu”
Gak Lam-kun menghela napas panjang.
“Aai…. aku harap kau bisa memaklumi kesulitanku sehingga tidak memberi keterangan
yang sejelasnya kepadamu tempo hari”
Diam-diam Si Tiong pek tertawa dingin, pikirnya, “Bagus sekali! Selama hidup aku Si
Tiong pek selalu mengembara dalam dunia persilatan, aku percaya kecerdikanku
melampaui siapapun, tak kusangka akhirnya jatuh kecundang juga ditanganmu….”

Dihati ia berpikir demikian, dimulut ia berkata lain, “Aah, mana, mana…. saudara Gak
terlalu serius”
Thiat kiam Kuncu tersenyum, lalu kembali berseru, “Si lote, dengan perkumpulan kalian
boleh dibilang aku tak bermaksud bermusuhan malam ini kami mencarinya karena ingin
melenyapkan bibit bencana dikemudian hari harap Si lote mau mencuci tangan dalam
persoalan ini….”
“Engko Si!” tiba-tiba Ki Li soat berseru sambil tertawa dingin, “mereka mempunyai
tujuan lain, mereka berniat untuk merampas lencana pembunuh naga milik Gak
siangkong!”
“Lencana pembunuh naga?” tiba-tiba Si Tiong pek membelalakkan sepasang matanya
lebar-lebar.
“Benar, Lencana pembunuh naga itu berada disakuku!” jawab Gak Lam-kun hambar.
Si Tiong pek, pemuda berakal licik yang pintar ketika mengetahui rahasia tersebut tibatiba
saja paras mukanya yang pucat berubah, lalu sambil tertawa dingin ujarnya kepada
Hoa Kok khi, “Gak Lam-kun adalah sahabat karibku, selama aku orang she Si masih bisa
bernapas, tak nanti akan kubiarkan sahabatku dipermainkan orang, hmm! Hmm….! Jika
kalian tahu diri pergi dari sini!”
Dalam pembicaraan tersebut tiba-tiba Si Tiong pek meloloskan pedang elang baja yang
tersoren dipunggungnya.
Gak Lam-kun merasa terharu sekali setelah menyaksikan kegagahan dan kesetiaan
kawannya untuk melindungi keselamatan jiwanya.
Kiu wi hou Kongsun Po segera tertawa seram katanya, “Bocah keparat yang tak tahu
diri, kau bejul-betul jumawa dan tekebur, kau sangka setelah ada perkumpulan Thi eng
pang sebagai tulang punggung kalian, maka kau bersikap sombong dan tidak pandang
sebelah matapun kepada orang lain?”
00000O00000
Haruslah diketahui, walaupun setiap Thamcu dari perkumpulan Thi eng pang adalah
seorang jago persilatan yang menggetarkan dunia persilatan, tapi kecuali keempat orang
thamcu tersebut, konon Si Tiong pek dari pasukan elang baja merupakan seorang pemuda
yang berhasil pula.
Sekalipun demikian, dalam bayangan mereka ilmu silat yang dimiliki pemuda itu paling
banter cuma setaraf dengan seorang thamcu.
Berbicara sebenarnya, kalau meninjau dari ilmu silat yang dimiliki Si Tiong pek tempo
hari, paling tidak ilmu silatnya setaraf dengan kepandaian silat Tang hay coa siu (kakek
ular dari lautan timur), tapi sekarang, setelah mengalami penemuan diluar dugaan, ilmu
silatnya telah mencapai berkaIi-kali lipat bila dibandingkan dengan kepandaiannya dulu.

Selapis hawa napsu membunuh menyelimuti wajah Si Tiong pek, dengan dingin
katanya, ‘Sewaktu berada dalam bangunan gedung tempo hari, berulangkali kau berusaha
membunuhku, mengapa malam ini kau bersembunyi terus macam cucu kura-kura?”
Ucapan tersebut segera membangkitkan hawa amarah dihati Kiu wi hou Kongsun Po
bentaknya, “Bocah keparat, ingin kubuktikan apa yang berhasil kau pelajari selama
belasan hari belakangan ini.”
Pedangnya segera diloloskan, kemudian dengan jurus Hun im peng gwat ( memisah
awan mencari rembulan), ia bacok tubuh lawan.
Sementara pembicaraan tersebut masih berlangsung secara diam-diam Ki li soat telah
mengatur pernafasannya untuk menyembuhkan luka yang dideritanya, ia tahu ilmu silat
yang dimiliki Si Tiong pek bukan tandingan Kongsun Po sebetulnya ia hendak
menghalanginya, kemudian dengan suatu serangan kilat menghajarnya hingga terluka.
Siapa tahu belum sempat dia mengucapkan kata-katanya, Si Tiong pek telah tertawa
dingin dengan suara yang melengking, pedang elang bajanya sebentar menusuk kekiri
sebentar menyerang kekanan, dalarn sekejap mata ia telah melancarkan empat buah
serangan berantai.
Keempat buah serangan tersebut, semuanya merupakan ilmu sakti yang tercantum
dalam kitab pusaka Hay ciong kun boh, jurus-jurus serangannya mana aneh, sukar pula
diduga arah tujuannya.
Dalam waktu singkat, keempat buah serangan tersebut telah memaksa Kongsun Po
mundur.
Tertegun juga si Rase berekor sembilan Kongsun Po menyaksikan keanehan dari jurus
pedangnya, yang dalam sekejap mata saja telah memaksanya mundur berulangkali.
Ki Li soat dan Gak Lam-kun yang berada disisi gelanggang menjadi kaget bercampur
girang setelah melihat kejadian itu.
Si Tiong pek sendiripun merasa gembira sekali setelah terbukti jurus pedang yang
dipelajarinya dari kitab pusaka Hay ciong kun boh tersebut memiliki kelihayan yang luar
biasa.
Keberaniannya makin memuncak, dengan dingin segera serunya, “Hmm…. Ngakunya
saja seorang ketua dari suatu perguruan besar, tak tahunya cuma berilmu begitu-begitu
saja…. Huuh, masih pingin menjajal beberapa jurus tusukan pedangku lagi tidak?”
Sesungguhnya Kongsun Po telah dibikin terkesiap oleh kelihayan jurus pedang
lawannya, tapi sesudah mendengar perkataan itu hawa amarahnya segera berkobar,
sambil tertawa dingin ia berteriak, “Bagus sekali! Rupanya kau benar-benar berhasil
mencuri belajar beberapa jurus ilmu kucing kaki tiga!”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, pedangnya telah diayunkan berulangkali
melancarkan dua jurus serangan dahsyat.
Kedua jurus serangan tersebut semuanya merupakan jurus-jurus pedang dari ilmu
simpanan aliran Hoa-san, kelihayannya bukan kepalang.

Kepandaian silat dari Si Tiong pek saat ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan
kepandaian dulu, setelah menekuni kitab silat Hay ciong kun boh selama belasan hari ia
telah memperoleh banyak tambahan dalam ilmu silat tingkat tingginya otomatis dalam
gerak menghindar dan berkelitpun tak terlukiskan hebatnya.
Tampak sepasang bahunya sedikit bergerak tahu-tahu ia sudah lolos dari lingkaran
pedang yang diciptakan oleh Kongsun Po.
Dengan sepasang mata yang tajam, Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi mengawasi terus
gerak gerik Si Tiong pek. namun ia toh masih tetap gagal untuk melihat jelas gerakan apa
yang telah ia gunakan untuk menghindari kedua buah serangan kilat tersebut.
Dengan perasaan bergetar keras, segera pikirnya, “Jika dilihat dari keanehan gerakan
tubuhnya, jelas kepandaian yang dimilikinya sudah iauh lebih hebat daripada kepandaian
dulu, waah…. kalau ditinjau dari keadaan tersebut, tampaknya untuk mendapatkan
lencana pembunuh naga tersebut, aku musti melalui suatu pertempuran yang amat
seru….”
Tiba-tiba terdengar Si Tiong pek tertawa tergelak, kemudian katanya, “Coba sekali lagi
ilmu kucing kaki tigaku ini menggenjot seorang ketua partai….”
Belum habis ucapan tersebut, pedang elang bajanya telah digetarkan untuk menusuk
tubuh Kongsun Po.
Sementara itu si Rase berekor sembilan telah mengetahui kalau selama beberapa hari
belakangan ini Si Tiong pek telah mempelajari semacam ilmu pedang yang lihay, ia tak
berani gegabah lagi ketika dilihatnya pedang elang baja tersebut menusuk dadanya, ia
kuatir pihak lawan menyembunyikan perubahan gerak lain yang lebih menggidikkan hati,
ia tak berani menangkis dengan pedangnya, hawa murni segera dihimpun tiba-tiba
tubuhnya melayang keudara dan mundur sejauh empat depa dari posisi semula.
Gerakan tubuhnya untuk menghindarkan diri ini merupakan sejenis ilmu sakti dari Hoa
san yang disebut Wan Kau biau (monyet melayang).
Melotot besar sepasang mata Giok bin sin ang Say Khi pit setelah menyaksikan kejadian
itu, teriaknya keras-keras, “Kongsun heng, suatu ilmu Wan kau biau yang amat hebat, hari
ini sepasang mata siaute benar-benar terbuka lebar”
Gak Lam-kun sekalipun diam-diam menghela napas panjarg, pikirnya dihati,
“Bagaimanapun juga seorang ketua dari suatu partai besar memang jauh berbeda jika
dibandingkan dengan kawanan persilatan pada umumnya”
“Mana, mana, saudara Say terlalu memuji!” demikian Kiu wi hou Kongsun Po berkata
sambil tertawa.
Walaupun ia berbicara amat enteng, sesungguhnya ia merasa tegang dan berat,
sepasang matanya yang tak diinginkan.
Mendadak Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi berjalan ketengah arena dengan langkah
pelan.

Ki Li soat kuatir kalau Hoa Kok khi menyergap Si Tiong pek dengan ilmu pukulan Tay
siu im khinya, sambil membentak nyaring ia lancarkan dua buah pukulan dahsyat untuk
menghalangi jalan pergi Hoa Kok khi.
Secara tiba-tiba Hoa Kok khi merasakan tibanya segulung tenaga pukulan yang sangat
aneh menerjang kearahnya, dengan cepat ia himpun hawa murni sendiri untuk
menyingkirkan ancaman tersebut.
Tiba-tiba ia merasakan tibanya kembali segulung tenaga pukulan yang jauh lebih
dahsyat menekan dadanya, pukulan itu tibanya sangat mendadak dan diluar dugaan untuk
sesaat Hoa Kok khi menjadi gelagapan. Dalam keadaan begini terpaksa ia musti
menghimpun tenaganya diatas dada untuk menyambut serangan tersebut dengan keras
lawan keras.
Terasalah dadanya bergetar keras, kuda-kudanya gempur dan ia mundur dua langkah
dengan sempoyongan untung saja tenaga dalamnya terhitung sempurna, lagi pula hawa
murninya keburu dikerahkan lebih dulu, coba tidak begitu niscaya isi perutnya sudah
menderita luka yang cukup parah.
Perlu diterangkan disini, ilmu pukulan yang dimiliki Ki Li soat itu terhitung aneh sekali,
dikala ia melancarkan dua pukulan tadi tangan kiri dan tangan kanannya masing-masing
melepaskan sebuah pukulan yang menggulung datang secara berlapis dengan satu
didepan yang lain dibelakang.
Hoa Kok khi yang tidak memahami keistimewaan dari pukulan tersebut, hampir saja
menderita kerugian besar.
Setelah melompat kebelakang. sambil tersenyum Thiat kiam kuncu berkata lagi, Tenaga
pukulan yang dimiliki nona Ki memang amat lihay, malam ini pengalaman aku orang she
Hoa betul-betul telah bertambah luas.
Ki Li soat hanya menghimpun tenaga dalamnya sambil bersiap sedia, ia sama sekali
tidak menjawab pertanyaan itu.
Kongsun Po sekalian yang menyebar disekeliling arena tampaknya sudah tak sabar
menunggu lebih lama, tiba-tiba mereka berebut maju sambil melancarkan serangan lebih
dulu.
Pedangnya dengan jurus Siau ci thian lam (sambil tertawa menuding langit selatan)
langsung menyerang tubuh lawan.
Si Tiong pek tidak melayani serangan tersebut, dengan cepat ia mundur kebelakang
sambil berkelit dari ancaman itu.
Kiu wi hou Kongsun Po sudah merasakan kelihayan dari jurus pedang anehnya, tidak
memberi kesempatan lagi bagi musuhnya melancarkan serangan balasan, tiba-tiba
pedangnya dengan jurus Hi ang say kang (nelayan menyebar jala) mengurung tubuh
lawan dengan selapis hawa pedang yang tebal.
Si Tiong pek tertawa dingin, pedangnya diangkat keatas untuk menangkis, disambutnya
serangan dari Kongsun Po itu dengan keras lawan keras.

Dua buah serangan yang dilancarkan Kong sun Po tersebut semuanya merupakan
jurus-jurus biasa yang bertujuan memancing musuh, maka ketika dilihatnya Si Tiong pek
mengangkat pedangnya untuk menangkis, ia menjadi sangat girang, pergelangan
tangannya direndahkan dan pedang yang sedang melancarkan serangan itu ditarik
kembali, tiba-tiba saja ia lepaskan kembali tiga buah serangan berantai.
Bayangan pedang menyambar-nyambar, hawa tajam memenuhi angkasa, seperti
gelombang samudra dengan hebatnya langsung menggulung kernuka.
Terkesiap juga Si Tiong pek menghadapi kilatan cahaya pedang yang menggulunggulung
itu, pikirnya, “Jurus pedang apaan ini? Kenapa begitu hebat dan mengerikan
hati….?”
“Aku tak boleh bertindak gegabah!”
Berpikir sampai disini, Si Tiong pek segera menggerakkan pedang elang bajanya
membentuk lingkaran cahaya perak untuk melindungi badan….
Tiba-tiba saja pedang Kongsun Po berubah arah ditengah jalan, dengan jurus Pek im
jut siu (awan putih muncul dari bukit) tampaklah bayangan pedang yang bergetar
memenuhi seluruh angkasa itu bersatu dalam waktu singkat, kemudian secepat kilat
menusuk kedada Si Tiong pek.
Tak sempat bagi Si Tiong pek untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut, tibatiba
satu ingatan melintas dalam benaknya, bukan mundur ia malah maju, sambil
memiringkan badan ia keluarkan jurus Pah long yu hi (ikan berenang ditengah ombak)
yang tercantum dalam kitab pusaka Hay ciong kun boh.
Tangan kirinya dikebaskan kuat-kuat melancarkan segulung tenaga pukulan, sementara
tubuhnya menerobos lewat dari balik kilatan pedang yang amat rapat itu.
Gerakan itu memang suatu gerakan yang aneh dan sakti, tidak banyak orang didunia ini
yang sanggup mematahkannya.
Sementara Kongsun Po masih tertegun, Si Tiong pek telah menyusup kesisi tubuhnya,
sambil membuang pedang tangan kanannya menyambar kedepan mencengkeram
persendian tulang pada sikut kanan Kongsun Po yang memegang senjata itu.
Serangan semacam itu meski bukan termasuk suatu gerakan aneh yang berada diluar
dugaan, tapi kebagusannya justru terletak pada saat yang tepat serta sasaran yang
menakjubkan, membuat orang sukar untuk menghindarkan diri.
Tampaknya serangan tangan kanan Si Tiong pek segera akan menyentuh sikut kanan
Kongsun Po.
…. tiba tiba menggulung tiba segulung tenaga pukulan dari samping yang langsung
menghajar bahu kiri Si Tiong pek….
Pemuda she Si itu mendengus tertahan, tubuhnya termakan telak oleh pukulan tersebut
hingga mencelat kebelakang.
Kongsun Po segera memutar pergelangan tangan dan membacok dengan pedangnya.

Bentakan nyaring berkumandang memecahkan keheningan, Ki Li soat mengayunkan
telapak tangannya melepaskan sebuah pukulan yang amat dahsyat untuk membendung
pedang Kongsun Po, sementara tubuhnya melayang keudara bagaikan burung walet,
dengan suatu gerakan yang manis ia berhasil menyambut tubuh Si Tiong pek.
Tapi pada saat itulah tiba-tiba Kongsun Po melejit keudara, lalu sambil menghimpun
tenaga murninya, sekuat tenaga ia menebas kedepan dengan jurus Pek hong koan jit
(pelangi putih menutupi matahari) mengancam tubuh Gak Lam-kun.
Perubahan ini berlangsung terlalu cepat sehingga Ki Li soat pun tak sempat memberi
pertolongan, tampaknya Gak Lam-kun segera akan tewas tertusuk dadanya oleh serangan
itu.
Disaat yang paling kritis inilah, suatu bentakan keras tiba-tiba menggelegar diudara,
“Kembali kau!”
Dari sisi gelanggang tiba-tiba menyambar datang sesosok bayangan manusia dengan
kecepatan bagaikan kilat, dari tengah udara sebuah pukulan segera dilontarkan kebawah.
Ketika merasakan betapa dahsyatnya serangan tersebut buru-buru Kongsun Po
berjumpalitan ditengah udara untuk menghindarkan diri, tapi sayang terlambat, tahu-tahu
dadanya sudah terasa sesak sekali.
Tak dapat dikuasai lagi tubuh berikut pedangnya segera mencelat sejauh dua kaki
kebelakang.
Walau begitu tenggorokannya toh terasa anyir, tak bisa ditahan lagi ia muntah darah
segar.
Tubuhnya dengan sempoyongan kembali mundur sejauh tiga empat langkah, saat
itulah ia baru sempat melihat jelas raut wajah penyerangnya, ternyata ia adalah Ji Cin
peng.
Sementara itu, suara pekikan nyaring berkumandang sahut menyahut, menyusul
kemudian bayangan manusia berkelebat lewat.
Perempuan tua berambut putih dari perguruan panah bercinta bersama Han Hu hoa, Jit
poh toan hun Kwik To, Tam ciang ceng kan kun Siangkoan it dan delapan belas pemanah
panah bercinta secara beruntun telah tiba pula disana.
Tapi dari pihak Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi telah berdatangan pula si tosu setan
Thian yu Cinjin dan ketua Thian san pay, Bu seng sianseng Tang Bu kong.
Walaupun demikian, ketika Hoa Kok khi melihat semua jago lihay dari perguruan panah
bercinta telah berdatangan semua, diam-diam ia mengeluh dihati.
Sesudah melepaskan sebuah pukulan tadi dengan suatu gerakan tubuh yang indah Ji
Cin peng melayang turun dihadapan Gak Lam-kun, sambil menatap tajam raut wajahnya,
tak terlukiskan rasa gembira yang bergelora dalam hatinya ketika itu.

Gak Lam-kun sendiripun merasakan hatinya bergolak keras, berjumpa dengan Ji Cin
peng bagaikan berjumpa dengan sanak keluarga sendiri, airmata terharu sempat
mengembang dibalik kelopak matanya.
Empat mata saling bertemu dan berpandangan lama, lama sekali….
Akhirnya Gak Lam-kun menghela nafas panjang, katanya, “Tak kusargka kalau aku
masih bisa bertemu untuk terakhir kalinya dengan nona Bwee!”
Ji Cin peng dapat menangkap maksud lain dari ucapannya tersebut, dengan sedih ia
bertanya, “Kenapa kau…. apakah lukamu belum sembuh?”
Gak Lam-kun menggeleng.
“Aku tahu, jarakku dengan saat kematian sudah tidak terlalu jauh lagi”
Sekalipun Ji Cin peng adalah seorang gadis yang cantik ibaratnya burung hong diantara
manusia, namun iapun tak sanggup mengendalikan rasa sedih yang amat mencekam itu.
Tergetar keras tubuhnya sehabis mendengar ucapan itu.
Ketika Ki Li soat menjumpai kemunculan Ji Cin peng disitu, dari dalam hatinya tiba-tiba
muncul suatu perasaan getir yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, mendadak iapun
berjalan menghampiri dengan langkah pelan-pelan.
Melihat kehadirannya, dengan dahi berkerut Ji Cin peng segera maju kedepan
menghadang didepan Gak Lam-kun, kemudian bentaknya, “Mau apa kau? Hayo minggir
kesanal”
Si Tiong pek menjadi marah sekali., sambil tertawa dingin serunya, “Siapakah orang ini?
Mirip betul seorang perempuan judas”
Sambil berkata ia telah bergerak maju kedepan.
Waktu itu pikiran Ji Cin peng sedang kalut begitu mendengar Si Tiong pek memakinya
seorang perempuan judas, napsu membunuhnya kontan saja berkobar, sambil bertekuk
pinggang secepat kilat ia melompat kesamping Si Tiong pek, lalu bentaknya, “Kau yang
mencari mati sendiri, jangan salahkan kalau aku bertindak keji kepadamu”
Dalam pembicaraan tersebut, tangan kirinya secara beruntun telah melepaskan tiga
buah pukulan.
Dengan cekatan Si Tiong pek menghindar kekiri berkelit kekanan, ketiga buah serangan
tersebut berhasil dihindari semua dengan manis, malah sambil memutar pergelangan
tangannya ia lancarkan sebuah serangan balasan.
Ji Cin peng tidak mau mengalah, pergelangan tangannya diputar sambil dibalik entah
gerangan apa yang dipergunakan, tahu-tahu secara manis ia berhasil memaksa pedang
elang baja milik Si Tiong pek berbalik mental kebelakang.
Lalu menggunakan kesempatan itu, jari tangannya menyentil kedepan beberapa kali,
segulung desingan angin tajam yang maha dahsyat langsung menerjang kedada pemuda
itu.

Mimpipun Si Tiong pek tidak menyangka kalau gadis tersebut memiliki ilmu silat
sedemikian lihaynya.
Desingan angin jari itu jelas merupakan sejenis ilmu sentilan jari sebangsa Tan ci sin
tong yang maha lihay, kepandaian semacam itu jelas merupakan suatu ancaman yang
cukup serius bagi korbannya.
Si Tiong pek ingin berkelit, tapi keadaan tak sempat tiba-tiba satu ingatan melintas
dalam benaknya, ia teringat kembali akan suatu jurus sakti yang tercantum dalam kitab
Hay ciong kun boh.
Maka bukannya mundur dia malah maju sambil menyergap tubuh Ji Cin peng dengan
sebuah serangan dahsyat.
“Nona Bwee, jangan lukai dia!” tiba-tiba bentakan keras berkumandang memecahkan
keheningan.
Secara tiba-tiba Gak Lam-kun sudah menyusup kedepan dan menghadang dihadapan Si
Tiong pek.
Ji Cin peng merasa amat terperanjat, segera teriaknya, “Cepat menyingkir….”
Tapi belum habis teriakan itu, dengusan tertahan telah berkumandang memecahkan
keheningan sambil mendekap perutnya Gak Lam-kun jatuh kebawah dan berjongkok
ditanah karena kesakitan.
Tak terlukis rasa kaget dalam hati Ji Cin peng, segera teriaknya lagi keras-keras,
“Engkoh kun….”
Seperti anak sungai, airmatanya jatuh bercucuran membasahi seluruh wajahnya….
Haruslah diketahui, serangan jari yang dilepaskan Ji Cin peng barusan merupakan suatu
serangan yang amat lihay, setelah terkena serangan semacam itu, mana mungkin Gak
Lam-kun bisa hidup lebih jauh didunia ini? Bila sampai terjadi demikian, bukankah sama
pula artinya dengan Ji Cin peng telah membunuh sendiri kekasihnya?
Siapa tahu apa yang kemudian terjadi ternyata jauh diluar dugaan siapapun, terdengar
Gak Lam-kun berkata lagi dengan suara gemetar, “Nona…. nona Bwee, dia adalah sahabat
karibku…. barusan akupun telah berhutang banyak budi kepada mereka atas pertolongan
yang telah diberikan….”
Ketika mengetahui kalau Gak Lam-kun masih bisa berbicara, Ji Cin peng merasa
terkejut bercampur gembira, katanya dengan sedih, “Kee…. kenapa kau lari kemari,
kau….”
Semua jago yang hadir disekitar gelanggang tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki Gak
Lam-kun telah punah tapi buktinya sekarang meski sudah termakan oleh sebuah serangan
maut dari Ji Cin peng, ternyata ia tak sampai tewas, peristiwa tersebut segera
menggemparkan semua orang yang berada disana.

Bahkan Ji Cin peng sendiripun tidak percaya kalau dia sanggup menerima serangan
jarinya yang sangat lihay itu.
Pelan-pelan Gak Lam-kun yang berjongkok bangkit kembali, kemudian ujarnya, “Nona
Bwe, aku…. aku tidak apa-apa cuma barusan aku merasa sangat tersiksa….”
Ketika dilihatnya paras muka Gak Lam-kun yang semula memucat kini telah memerah
kembali, Ji Cin peng merasa agak lega, tapi dengan penuh rasa kuatir tanyanya kembali,
“Kau benar-benar tidak apa-apa?”
Gak Lam-kun gelengkan kepalanya berulangkali, sahutnya sambi! tertawa getir,
“Sekalipun aku harus mati diujung jari nona, aku akan mati dengan perasaan lega”
Dari ucapan tersebut dapat ditangkap betapa besarnya cinta kasih pemuda tersebut
kepadanya.
Ketika Ji Cin peng mengetahui kalau anak muda itu sangat mencintainya, ia merasa
sedih bercampur gembira, tapi dengan cepat pula pikirannya terjerumus dalam lamunan
yang penuh penderitaan.
Gak Lam-kun mengira dia masih marah, buru-buru sambil minta maaf ujarnya, “Nona
Bwee maafkanlah aku bila telah salah berbicara….”
Airmata telah membasahi seluruh wajah Ji Cin peng, dengan gemetar ia berkata “Aku….
aku bukan….”
Si Tiong pek yang menyaksikan pula cinta kasih antara dua orang itu tiba-tiba merasa
cemburu sekali sehingga kemarahannya meluap. Tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak-bahak, suara tertawanya begitu keras hingga menggetarkan
kesunyian yang mencekam dimalam itu.
“Apa yang kau tertawakan?” bentak Ji Cin peng dengan wajah gusar, “apakah kau
hendak mempergunakan suara tertawamu itu untuk memanggil semua orang-orang dari
Thi eng pang untuk membantumu?”
Si Tiong pek segera menghentikan gelak tawanya, lalu menjawab dengan dingin, “Aku
tertawa sesuka hatiku sendiri, mau apa kau?”
Lagi-lagi Gak Lam-kun kuatir mereka sampai bentrok sendiri buru-buru ia menengahi.
“Nona Bwe, jika kau bersedia melihat wajahku….”
Sebenarnya Ji Cin peng hendak mengumbar kembali hawa amarahnya, tapi setelah
menyaksikan Gak Lam-kun berkata demikian terpaksa ia pun rnembungkam diri.
Tiba-tiba Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi tertawa licik, kemudian katanya, “Gak lote, kau
menganggap dia sebagai sahabat karibmu, tapi sebentar lagi dia akan menganggapmu
sebagai musuh bebuyutan, haahhh…. haahh…. haahh…. Gak lote, masih ingatkah kau
ketika membantai seorang jago lihay dari Thi eng pang yakni Tang hay coa siu kakek ular
dari lautan timur Ou Yong hu?” Rupanya sampai sekarang, peristiwa ini belum diketahui
oleh para jago dari Thi eng pang?”

Begitu ucapan tersebut diutarakan, paras muka Si Tiong pek maupun Ki Li soat kontan
berubah hebat, empat buah mata mereka bersama-sama dialihkan kewajah Gak Lam-kun
dan menatapnya lekat-lekat.
“Gak siangkong, betulkah perkataannya….?” Ki Li soat bertanya dengan suara gemetar.
Gak Lam-kun manggut-manggut, sahutnya dengan sedih, “Maaf sekali nona Ki dan
saudara Si, Ou Yong hu terpaksa harus kubunuh karena kalian telah mengetahui semua
bahwa Ou Yong hu adalah musuh besar pembunuh guruku, aku Gak Lam-kun pun berani
berbuat berani betanggung jawab”
Sementara itu paras muka Si Tiong pek telah berubah menjadi hijau membesi sambil
tertawa dingin katanya, “Saudara Gak hubungan persahabatan kita hanya sampai disini
saja, mulai detik ini hubungan kita telah putus! Nah, sekarang aku akan menuntut balas
bagi kematian Ou Thamcu”
Padahal, semenjak Si Tiong pek mendengar kalau Lencana pembunuh naga berada
disaku Gak Lam-kun, dalam hatinya telah mempunyai suatu rencana, dia ingin merangkul
Gak Lam-kun untuk sementara kemudian diam-diam menyelakainya.
Tapi sekarang keadaannya berbeda, para jago dari perguruan panah bercinta telah
berdatang semua, ia yakin dengan kekuatannya berdua tak mungkin bisa mendapatkan
lencana mustika tersebut sebab itulah mumpung ada kesempatan, ia lantas
memperlihatkan sikap bermusuhan.
Ji Cin peng berkerut kening lalu sekali melompat, tubuhnya telah berada disamping Si
Tiong pek katanya, “Kini ilmu silat yang dimilikinya telah punah, jika kau berani
mengganggu seujung rambutnya pun aku segera akan membinasakan dirimu”
Ki Li soat yang berada disisinya, ikut pula menasehati dengan suara lembut.
“Engkoh Si lebih baik persoalan ini kita tunda dulu untuk sementara waktu, menanti
Liong tau pangcu sudah tiba, barulah kita meminta nasehatnya lagi”
Si Tiong pek sendiripun sadar bahwa mustahil baginya untuk membunuh pemuda itu,
setelah ia menimbang sejenak situasi yang dihadapinya, maka setelah tertawa dingin
katanya, “Saudara Gak, jika kau sampai mati tentu saja urusan jadi beres, tapi selama kau
masih hidup maka selama hayat masih dikandung badan aku Si Tiong pek pasti akan
menuntut balas atas sakit hati ini”
Gak Lam-kun tertawa ewa, “Tak usah kuatir saudara Si, Gak Lam-kun lak akan hidup
sampai esok pagi”
Selesai berkata, ia lantas berpaling kearah Ji Cin peng sambil berkata, “Nona Bwe, ada
satu persoalan aku orang she Gak ingin minta bantuanmu, tolong terimalah adik Kiu liong
sebagai murid, atau rawatlah dia baik-baik”
Ucapan tersebut pada hakekatnya seperti pesan terakhir menjelang saat kematiannya,
Ji Cin peng yang mendengar itu menjadi sedih sekali, hingga kau musti mengangguk
sambil menahan airmatanya.

Untuk sesaat Gak Lam-kun merasa gembira, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak….
Suara tertawanya amat keras dan tinggi melengking…. penuh kesedihan yang membuat
siapapun ikut berduka….
Selesai tertawa, dari sakunya Gak Lam-kun mengeluarkan sebuah kotak yang terbuat
dari kumala, kemudian secepat kilat menyodorkannya ketangan Ji Cin peng setelah itu
dengan langkah cepat dia berlalu dari situ.
Tindakan yang dilakukan ini sangat mendadak dan sama sekali diluar dugaan, dengan
kaget Ji Cin peng segera berteriak keras, “Engkoh Kun, berhentilah dulu….”
Tapi Gak Lam-kun pura-pura tidak mendengar dengan langkah cepat ia berlalu dari
sana.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras bergetar diudara, menyusul kemudian muncul dua
gulung angin pukulan yang amat keras menerjang ketubuh Ji Cin peng.
Perempuan berambut putih yang berdiri disamping Ji Cin peng segera membentak
keras, “Kembali kau!”
Ketika telapak tangan kanannya diayunkan kedepan segulung angin desingan yang
lunak menyambar kemuka dan tanpa menimbulkan getaran barang sedikitpun tahu-tahu
telah berhasil memunahkan datangnya ancaman yang maha dahsyat tersebut.
Tapi dari pihak lain, Thiat kiam kuncu serta Thian yu Cinjin telah menerjang datang
seperti sukma gentayangan, kemudian….
“Weess! Weess!” masing-masing melancarkan dua buah pukulan yang berat dan
dahsyat.
Ketika menyaksikan Gak Lam-kun pergi meninggalkan tempat itu, Ji Cin peng merasa
amat sedih sekali, menanti ia tersadar kembali dari kesedihannya, serangan dahsyat dari
Hoa Kok khi dan Thian yu Cinjin telah tiba didepan mata.
Dalam keadaan demikian, sekalipun Ji Cin peng bermaksud untuk menangkispun sudah
tak sempat lagi terpaksa tubuhnya yang kecil mungil itu harus berjumpalitan beberapa kali
ditengah udara dan melayang turun tiga kaki dari posisi semula.
Han Hu hoa menjerit kaget, dia langsung melompat kesamping Ji Cin peng sementara
perempuan berambut putih itupun buru-buru menyusul kesitu….
Meskipun pada akhirnya sepasang kaki Ji Cin peng berhasil melayang turun dengan
selamat keatas tanah, tapi begitu mencapai permukaan tanah, secara beruntun tubuhnya
mundur empat lima langkah lagi dengan sempoyongan, akhirnya ia tak sanggup berdiri
tegak dan jatuh terduduk diatas tanah.
Tampaknya tidak ringan luka yang dideritanya, setelah jatuh terduduk ditanah, ia
muntahkan darah segar.

Cepat-cepat perempuan berambut putih itu merogoh sakunya dan mengeluarkan
sebutir pil berwarna merah kemudian dicekokkan kedalam mulut Ji Cin peng, katanya,
“Anak Peng, cepat kau telan pil itu! Bangkitkan semangatmu, dan pertahankan
kehidupanmu.”
“Aku tidak mengapa….” kata Ji Cin peng sambil tersenyum.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata kembali, “Siau Nay nay, anak Peng
mohon kepadamu untuk memberitahukan kepadaku sejujurnya, apakah dia bisa mati atau
tidak?”
Ketika menyaksikan gadis itu sudah sedemikian terseretnya kedalam lembah cinta,
perempuan berambut putih itu menghela nafas panjang, sahutnya kemudian, “Jangan
kuatir anak Peng, dia pasti akan menjumpai kejadian-kejadian aneh yang menguntungkan
dirinya”
Dua bilah pedang dari Hoa Kok khi dan Tang Bu kong dengan kecepatan bagaikan kilat
langsung meluncur ketubuh Ji Cin peng.
Setelah mendengar perkataan dari perempuan berambut putih itu, bagaikan baru saja
menelan sebutir pil yang mustajab, dalam waktu singkat semangatnya telah berkobar
kembali, sambil membentak keras, tubuhnya segera melayang kedepan.
Perempuan berambut putih yang berada disisinya segera bertindak cepat, ketika dua
bilah pedang itu meluncur tiba, ujung bajunya tiba-tiba dikebaskan kedepan, segulung
angin pukulan yang sangat kuat segera menerobos keluar lebih duluan.
Hoa Kok khi maupun Tang Bu kong segera merasakan tusukan pedangnya seakan-akan
terhalang oleh selapis dinding baja yang sangat kuat, dalam kejutnya buru-buru mereka
menarik kembali serangannya sambil mengundurkan diri.
Sementara itu si Tosu setan Thian yu Cin jin, Giok bin sin ang Say Khi pit dan Kiu wi
hou Kongsun Po telah menerjang kearah Ji Cin peng dengan kecepatan luar biasa.
“Siapa berani mendekati aku mati, yang jauh dari aku hidup!”
Ia telah meloloskan pedang Giok siang kiamnya yang amat tajam itu, hawa nafsu
membunuh menyelimuti wajahnya, tiba-tiba ia menggetarkan pergelangan tangannya,
pedang dan badan segera bersatu padu dan meluncur lurus kedepan.
Sesungguhnya kepandaian ini merupakan suatu ilmu pedang terbang yang amat lihay
ilmu pedang terbang terhitung sejenis kepandaian tertinggi dari ilmu pedang lainnya, bila
tenaga dalam yang dimiliki sipenyerang tersebut sangat lihay, maka ia dapat membunuh
orang dari jarak sepuluh kaki dari posisinya.
Sekalipun Ji Cin peng tidak memiliki tenaga dalam sesempurna itu, namun kehebatan
ilmu pedang terbangnya cukup menggetarkan perasaan setiap orang.
Tampak olehnya serentetan cahaya putih menyambar lewat secepat kilat, tahu-tahu
senjata tersebut telah mengurung sekujur badan Thian yu cinjin, Say Khi pit serta Kong
sun Po.

Agak gugup juga ketiga orang itu ketika merasakan tibanya segulung sinar putih yang
segera mengurung sekujur tubuh mereka dibawah ancaman hawa pedang lawan tanpa
berhasil mengetahui dimanakah musuhnya berada, untuk sesaat mereka menjadi bingung
bagaimana caranya untuk menghadapi ancaman itu.
Dalam gelisah dan gugupnya, tiba-tiba Say Khi pit mengayunkan sepasang telapak
tangannya kedepan melancarkan dua gulung tenaga pukulan yang dahsyat, Thian yu cinjin
memutar senjata Hudtimnya menciptakan selapis bayangan senjata, sedang Kongsun Po
menggetarkan pedangnya membentuk selapis bukit pedang.
Walaupun demikian, mereka bertiga masih tetap berusaha untuk melompat mundur
dari situ.
Suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang memecahkan
keheningan, menyusul kemudian darah kental memancar keempat penjuru….
Didalam pertarungan tersebut, ternyata Si kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit
telah kehilangan sebuah lengannya, pedang Kongsun Po tersayat kutung menjadi tiga
bagian, sedangkan si tosu setan Thian yu Cinjin yang berilmu silat paling tinggi hanya
mengalami sedikit kerugian, yakni sebagian dari bulu senjata Hudtimnya kena tersapu
rontok.
Sementara hal pertarungan baru saja diketahui, Hoa Kok khi dan Tang Bu kong telah
menyergap kembali dengan mempergunakan senjatanya.
Perlu diterangkan disini, ilmu pedang terbang memang merupakan sejenis ilmu pedang
yang sangat lihay, akan tetapi ilmu tersebut justru paling banyak pula menyerap tenaga
penyerangnya.
Jilid 16
Barusan Ji Cin Peng menderita luka dalam yang tidak enteng, kemudian harus
melancarkan serangan kembali dengan ilmu pedang terbang hawa murni yang dimilikinya
saat ini boleh dibilang telah berkurang banyak, menghadapi serangan musuh yang sangat
lihay itu, meski dia ingin mengeluarkan ilmu pedang terbangnya lagi guna melakukan
perlawanan, sayang sekali kemauan ada tenaga kurang.
Dalam keadaan demikian terpaksa dia harus melompat kesebelah kanan untuk
menghindarkan diri lebih dulu dari serangan Hoa Kok khi, kemudian sambil membalikkan
tubuhnya ia menyerang balik dengan jurus Hay si sinlo (pandangan fatamorgana ditengah
Laut).
Pedangnya dengan menciptakan selapis cahaya tajam pelindung badan segera
menghadang pula serangan kilat dari Tang Bu kong.
Si Tosu setan Thian yu Cinjin membentak keras, sepasang telapak tangannya secara
beruntun melancarkan beberapa buah serangan berantai, dua gulung desingan angin
pukulan tajam langsung saja menerjang kedepan.

Ji Cin peng tak berani menyambut ancaman tersebut dengan keras lawan keras,
dengan gesit dia melejit ketengah udara untuk menghindarkan diri.
Baru saja badannya melambung keudara segulung hembusan angin puyuh telah
menggulung lewat dari bawah kakinya, kalau dibilang berselisih maka selisih tersebut
hanya beberapa milimeter saja, nyaris saja gadis itu terhajar telak.
Sementara Ji Cin peng baru saja melayang turun empat kaki jauhnya dari posisi
semula, para jago dari perguruan panah bercinta telah bergerak kedepan.
Delapan belas orang ahli pemanah dari perguruan panah bercinta itu masing-masing
melancarkan dua buah panah kilat untuk menghadang pengejaran dari sekawanan jago
persilatan itu.
“Hei, orang-orang dari perguruan panah bercinta, dengarkan baik-baik! Kalian
menginginkan Lencana pembunuh naga? Ataukah menginginkan selembar jiwanya?”
Ketika Ji Cin peng berpaling tampak lengan Si Tiong pek telah mencengkeram urat nadi
pada pergelangan kiri Gak Lam-kun, sementara ujung lengan kirinya yang kutung
menempel diatas jalan darah Mia bun hiat dipunggung pemuda tersebut.
“Besar amat nyalimu!” bentak Ji Cin peng dengan gusar, jika kau berani mengusik
seujung rambutnya pun jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dengan selamat!”
0000O0000
Si Tiong Pek tak mau kalah, sambil tertawa dingin iapun balas mengancam, “Jika kau
berani maju selangkah lagi, aku segera hancurkan isi perutnya….”
Barusan, para jago lihay yang hadir disana hanya tahu memusatkan semua perhatian
pada pertarungan, siapapun tak ada yang tahu kalau secara diam-diam Si Tiong pek telah
ngeloyor pergi dan membekuk Gak Lam-kun sebagai sandera.
Kiranya Si Tiong pek telah merasa bahwa ia sama sekali tak berkemampuan untuk ikut
memperebutkan Lencana pembunuh naga tersebut, sebagai seorang pemuda licik yang
memiliki tipu muslihat, satu ingatan segera melintas dalam benaknya.
Cinta kasih Ji Cin peng terhadap Gak Lam-kun telah menimbulkan suatu ide bagus
dalam benaknya, ia merasa asal pemuda tersebut berhasil dibekuknya niscaya Ji Cin peng
akan menyerahkan lencana pembunuh naga tersebut dengan begitu saja kepadanya.
Maka tanpa sepengetahuan semua orang, diam-diam ia menyusul diri Gak Lam-kun dan
berusaha membekuknya.
Tentu saja dengan keadaan Gak Lam-kun pada saat ini, dengan sangat mudah ia
berhasil mewujudkan maksud hatinya itu.
Tanpa membuang tenaga yang terlalu besar Si Tiong pek telah menundukkan Gak Lamkun
dan membawanya kearena.
Ki Li soat yang menyaksikan kejadian itu menjadi sedih sekali, serunya dengan lirih,
“Engkoh Si kau jangan berbuat demikian!”

Si Tiong pek tertawa dingin.
“Adik Soat, kau lebih baik berdiri saja disana tanpa bergerak, kau musti tahu apa yang
telah kuucapkan bisa pula kulakukan. Demi Lencana pembunuh naga, aku tak akan segansegan
melakukan tindakan macam apapun juga!”
Ki Li soat tidak berdiam diri, selangkah demi selangkah ia berjalan menghampiri Si
Tiong.pek katanya lagi dengan lembut, “Engkoh Si perbuatanmu itu terlalu rendah dan
memalukan hal mana akan sangat mempengaruhi nama baik dari perkumpulan Thi eng
pang kita!”
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring berkumandang memecahkan keheningan tahutahu
Han Hu hoa telah melambung ketengah udara lalu dengan menggunakan ikat
pinggangnya ia menyambar lengan Si Tiong pek.
Dengan cekatan Si Tiong pek melejit kesamping untuk menghindarkan diri, kemudian
ditariknya tubuh Gak Lam-kun kedepan tubuhnya.
“Perempuan rendah, cepat hentikan perbuatanmu!” bentaknya “kalau kau berani
bertindak satu jurus lagi jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji”
Terpaksa Han Hu hoa menarik kembali ikat pinggangnya, setelah tertawa dingin ia
berkata,
“Jika kau berani membunuhnya, maka kaupun jangan harap bisa meninggalkan tempat
ini dengan selamat!”
Dalam pada itu Ji Cin peng tidak bisa banyak berkutik, sambil menggigit bibir dia hanya
bisa mengikuti jalannya peristiwa itu dengan mata melotot besar penuh kegusaran.
Sementara itu Ki Li soat telah berada satu kaki dihadapan Si Tiong pek, dengan suara
lembut ia lantas berkata, “Engkoh Si, kumohon kepadamu lepaskan dia”
Si Tiong pek tertawa dingin.
“Adik Ki, aku betul-betul merasa kuatir sekali bagi perbuatanmu yang ‘pagar makan
tanaman’ ini, jika kau berani maju selangkah lagi, hati-hati kalau segera kubunuh dirinya
secara mengerikan….”
Tiba-tiba terdengar Gak Lam-kun mendengus tertahan, kulit wajahnya segera
mengejang keras.
Tak terlukiskan rasa kaget Ki Li soat menghadapi kejadian tersebut, buru-buru ia
hentikan langkahnya dan menatap wajah si anak muda itu tanpa mengucapkan sepatah
kata pun.
Mendadak terdengar Ji Cin peng berkata, “Delapan belas pemanah panah bercinta, jaga
mereka semua baik-baik, siapa yang berani menerjang kemari, panah dia sampai mampus.
Siau Nay nay, sekarang aku ingin memohon bantuanmu, apakah kau orang tua bersedia
memenuhi keinginanku?”

Perempuan berambut putih itu menghela napas panjang.
“Aaai…. serahkan saja Lencana pembunuh naga itu kepadanya!” ia berkata, “aku tak
tega menyaksikan ia dibunuh orang dengan isi perut yang hancur remuk.”
Dengan wajah sedingin es Si Tiong pek memandang sekejap kearah kawanan jago
yang berada disekeliling tempat itu, kutungan lengan kirinya yang menempel diatas jalan
darah Mia bun hiat dipunggung Gak Lam-kun telah disaluri dengan tenaga dalam,
sementara sekulum senyuman dingin yang penuh perasaan bangga tersungging diujung
bibirnya.
Pelan-pelan Ji Cin peng maju kedepan, kemudian sambil menatap wajah Si Tiong pek
katanya dengan dingin, “Bila kau berani menyelakainya secara diam-diam maka jangan
harap kau bisa tinggalkan tempat ini dengan selamat!”
Dengan sigap Si Tiong pek menarik tubuh Gak Lam-kun dihadangkan dihadapannya lalu
sambil tertawa ia berkata, “Nona tak usah kuatir, aku cuma menginginkan Lencana
pembunuh naga!”
Ji Cin peng menggetarkan pergelangan tangannya, kotak kumala yang berada
ditangannya itu segera dibuang keatas tanah dua depa disisinya.
“Ambillah!” ia berkata.
Pada saat itulah tiba-tiba berkumandang dua kali suara dentingan khim yang
memekikkan telinga.
Paras muka Si Tiong pek berubah hebat dengan cepat ia menggerakkan kaki kirinya
untuk mencungkil kotak berisi Lencana pembunuh naga itu dari atas tanah, kemudian
mengempitnya dengan ketiak.
Tapi pada saat itu juga Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi, Bu seng sianseng Tang Bu kong
dan Kiu wi hou Kongsun Po telah berlompatan kedepan dengan kecepatan, bagaikan kilat.
Sreet! Sreet! Sreet….! Delapan belas pemanah dari perguruan panah bercinta, secepat
kilat membidikkan sebaris panah bercinta kearah kawanan jago persilatan itu.
Sekalipun panah-panah bercinta itu sangat lihay dan menyambar datang dengan
kecepatan Iuar biasa namun tiga orang tersebut merupakan jago-jago lihay dari dunia
persilatan.
Menghadapi ancaman tersebut masing-masing segera melancarkan sebuah pukulan
dahsyat kearah panah-panah yang sedang menyambar tiba itu, begitu hujan panah
berhasil ditanggulangi, merekapun menerjang kearah pemanah-pemanahnya.
“Wees….! Wees….!” kembali mereka lancarkan pukulan dahsyat untuk menghantam
kedelapan belas pemanah tersebut.
Ternyata delapan belas orang pemanah dari perguruan panah bercinta itu cukup gesit
dan cekatan masing-masing orang segera membuyarkan diri kesamping untuk
menghindarkan diri.

Tapi dengan demikian maka ketiga orang jago lihay itupun langsung menerjang kearah
perempuan berambut putih, Jit poh toan hun Kwik To serta Lam ciang ceng kan kun
Siangkoan lt.
“Delapan pemanah panah bercinta, cepat bubar!” tiba-tiba bentakan gusar
berkumandang memecahkan keheningan.
Sambil mengayunkan sepasang telapak tangannya, perempuan berambut putih atau
Siau Nay nay itu menerjang kemuka dan membabat tiga orang musuh yang telah tiba
didepan mata itu.
Seperti diketahui, ilmu silat yang dimiliki perempuan berambut putih itu sangat lihay,
sekalipun serangan yang ia lancarkan ini tampak enteng seperti sama sekali tidak
membawa kekuatan apa-apa, sesungguhnya itulah ilmu pukulan Boan yok ciang lip dari
kalangan Budha yang amat dahsyat.
Jika Hoa Kok khi, Tang Bu kong dan Kongsun Po berani menangkis serangan tersebut
niscaya ketiga orarg itu akan terpental oleh tenaga pantulannya yang maha dahsyat itu,
bahkan kemungkinan juga akan mengakibatkan juga mereka terluka.
Apalagi jika tenaga tangkisan mereka makin besar, maka tenaga pantulan yang
munculpun akan semakin hebat pula.
Rupanya Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi cukup mengetahui akan kelihayan pukulan dari
perempuan itu, segera teriaknya keras-keras, “Saudara Tong, saudara Kongsun, jangan
kalian sambut serangan tersebut dengan kekerasan”
Mendengar peringatan tersebut, Tang Bu kong serta Kongsun Po segera miringkan
badannya sambil mundur kebelakang dengan cepat mereka menghindarkan diri sejauh
satu kaki lebih.
Haruslah diketahui bahwa Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi telah berhasil menguasai ilmu
Tay Siu im khi yang sangat lihay, maka dia segera lepaskan sebuah pukulan dahsyat untuk
membendung datangnya terjangan dari tenaga pukulan Boan yok ciang lip tersebut.
“Blaaam….!” suatu benturan keras yang memekikkan telinga segera menggelegar
diudara….
Akibat dari tenaga benturan tersebut, baik Hoa Kok khi maupun perempuan berambut
putih itu sama-sama merasakan bahunya bergetar keras dan mundur tiga empat langkah,
terutama sekali Hoa Kok khi, paras mukanya sampai berubah menjadi pucat pasi.
Sekilas rasa kaget dan tercengang segera tampil diatas wajah perempuan berambut
putih itu, dari bentrokan yang barusan berlangsung, kedua belah pihak sama-sama dibikin
terkejut oleh kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki lawannya, untuk sesaat mereka
tak berani melancarkan serangan lagi secara gegabah.
Dalam pada itu si gadis berbaju perak dari aIiran See thian san dengan diiringi See ih
sam ceng (tiga malaikat dari wilayah See ih) dan empat orang dayang cantik telah muncul
diarena, dengan cepat mereka berdiri tiga kaki dibelakang Si Tiong pek dan menghadang
jalan perginya.

Si Tiong pek memperhatikan sekejap sekeliling ternpat itu, kemudian sambil tertawa
dingin katanya kepada Ji Cin peng.
“Terpaksa aku orang she Si harus merepotkan nona dan anggota partai nona untuk
menghantarkan diriku meninggalkan tempat ini”
Ji Cin peng mendengus dingin, “Hmm….! Sekalipun kau kabur keujung langit toh sama
saja, pasti ada orang yang akan mengejarmu”
“Kau menyanggupi tidak?” tukas Si Tiong pek dengan dingin.
Rasa benci Ji Cin peng kepadanya saat ini sudah merasuk sampai ditularg, tapi oleh
sebab nyawa Gak Lam-kun berada dicengkeramannya, maka ia tak berani sembarangan
mengumbar hawa amarahnya.
Terpaksa sambil mengendalikan rasa geram dalam hatinya ia berkata, “Aku akan
berusaha dengan sepenuh tenaga untuk melindungimu, tapi kaupun harus menyanggupi
pula untuk tidak melukai nyawanya walau dalam keadaan apapun”
Sejak kemunculan para jago dari aliran See thian san, Ji Cin peng sudah mulai was-was
dan siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, ia tahu jika sampai bekerja
sama dengan komplotan dari Hoa Kok khi untuk melancarkan sergapan, niscaya para
jagonya dari perguruan panah bercinta akan kewalahan untuk menghadapi serbuan
mereka.
Dalam keadaan demikian, hal pertama yang paling menguatirkan hatinya adalah
tindakan Si Tiong pek bila sampai mencelakai jiwa Gak Lam-kun terlebih dulu.
Padahal perasaan Si Tiong pek ketika itu jauh lebih gelisah dibandingkan dengan Ji Cin
peng ia tahu ilmu silat yang dimiliki kawanan jago dari See thian san rata-rata amat tinggi
jika mereka sampai turun tangan, sekalipun ada pihak perguruan panah bercinta yang
melindunginya, belum tentu perlindungan mereka akan banyak membantu dirinya.
Berpikir sampai disitu, iapun tertawa dingin katanya.
“Seandainya kalian semua mau berusaha dengan sepenuh tenaga tentu saja kekuatan
mereka bisa dibendung, heehh…. heehh…. heehh…. kalau tidak…. hati-hati saja dengan
selembar nyawanya!”
Entah apa sebabnya tiba-tiba sekujur tubuh Gak Lam-kun gemetar keras kulit mukanya
mengejang keras, sepasang matanya melotot besar dan mukanya merah membara, sikap
semacam itu seperti seseorang yang sedang menahan rasa sakit yang luar biasa.
Menjumpai kejadian tersebut, dengan gusar Ji Cin peng segera membentak keras,
“Apakah kau telah mencelakainya?”
Padahal Si Tiong pek sendiripun tidak tahu, kenapa secara tiba-tiba Gak Lam-kun bisa
rnemperlihatkan kesakitan seperti itu.
Belum sempat dia memberikan jawabannya, dengan suara gemetar Gak Lam-kun telah
berkata, “Nona Bwe…. ra…. racun yang mengeram dalam tubuhku telah mulai kambuh….
jiwaku sebentar lagi pasti melayang, aku minta…. aku minta kepadamu untuk turun

tangan dengan segera untuk merampas kembali Lencana pembunuh naga itu…. jangan
biarkan benda itu dirampas orang…. Lencana pembunuh naga itu kuperoleh dengan
taruhan nyawa, semoga kaupun bisa menghargai pula benda itu…. kau…. kau tak usah
memikirkan keselamatanku lagi….”
Remuk redam rasanya hati Ji Cin peng menyaksikan penderitaan yang dialami pemuda
tersebut, tak bisa dibendung lagi airmatanya jatuh bercucuran dengan deras.
Melihat, gelagat tidak menguntungkan, sambil tertawa Si Tiong pek segera berseru,
“Nona! Jika kau tidak menyanggupi permintaanku tadi, saat ini juga akan kubunuh
dirinya!”
Kiranya Si Tiong pek kuatir kalau Gak Lam-kun keburu mati sehingga ia tak sempat
mempergunakan dirinya lagi, maka dia ingin menggunakan kesempatan dikala jiwanya
belum melayang, kalau bisa meloloskan diri dari kepungan tersebut dengan selamat.
Mendadak Gak Lam-kun mengayunkan tangan kirinya dan secepat kilat melancarkan
sebuah bacokan ketubuh Si Tiong pek.
Semenjak pertama kali tadi, Si Tiong pek memang telah mempersiapkan diri untuk
menghadapi serangan kilat dari Gak Lam-kun maupun usaha pemuda itu untuk bunuh diri,
maka dengan sama sekali tak gugup ia miringkan tubuhnya kesamping, setelah serangan
musuh dibiarkan lewat, cengkeraman pada tangan kirinya tiba-tiba diperkeras.
Dengusan tertahan bergema diangkasa, kepala Gak Lam-kun segera terkulai lemas
kebawah.
Melihat itu, Ji Cin peng segera menjerit kaget teriaknya, “Kau si pembunuh kejam….!”
Hawa sakti yang telah dihimpun dalam telapak tangan kanannya segera diayunkan
kedepan….
Dengan gerakan yang gesit dan lincah, Si Tiong pek menyeret tubuh Gak Lam-kun dan
bergeser sejauh enam depa lebih dari posisi semula, bentaknya, “Jangan bergerak kalau
aku tidak membuatnya tak sadarkan diri, ia akan bunuh diri”
Mendengar bentakan itu, buru-buru Ji Cin peng menarik kembali tenaga pukulan yang
telah dilontarkan itu.
Sesudah berhenti sebentar Si Tiong pek berkata lebih jauh, “Harap nona segera
membukakan jalan bagiku kalau kau masih sangsi juga, segera kuhancurkan isi
perutnya….”
Dalam keadaan seperti ini, tiada pilihan lagi buat Ji Cin peng kecuali menerima syarat
musuh, maka ujarnya dengan nyaring, “Siau Nay nay kalian bertugas membendung
pengejaran dari orang-orang itu”
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu tertawa cekikikan, suaranya merdu dan merayu
membuat orang terpesona rasanya.
Setelah itu katanya dengan merdu, “Barangsiapa merasa tak sanggup untuk melawan
pengaruh iblis dari irama khim, harap segera mundur dari sini”

Begitu ucapan dilontarkan, See ih sam seng serta empat orang dayang cantik dari
partai See thian san segera melayang mundur dari situ.
Paras muka Si Tiong pek berubah hebat, perintahnya dengan cepat, “Nona cepat
halangi perempuan itu untuk memetik khimnya”
Pada saat ini, Ji Cin peng boleh dikata sudah berada dalam kekuasaan Si Tiong pek,
tanpa berpikir panjang ia lantas membentak, secepat kilat tubuhnya menubruk kearah
nona berbaju perak itu, sementara tangan kirinya diayun kedepan melepaskan sebuah
pukulan dahsyat langsung menerjang ketubuh nona berbaju perak itu.
Sekulum senyuman manis yang mempesonakan menghiasi wajah si nona berbaju perak
yang cantik, dengan gesit dia melejit kesamping dan meloloskan diri dari ancaman itu,
kemudian….
“Criing! Criing….”
Kelima jari tangan kanannya telah memetik senar tali khim dan berkumandanglah dua
dentingan nyaring yang membetot sukma.
Ji Cin peng merasakan hawa darah didalam dadanya segera bergelora keras, tenaga
pukulan yang telah dipersiapkan untuk dilancarkan, tiba-tiba membuyar dengan begitu
saja.
Si Tiong pek pun merasakan kedua dentingan irama khim tersebut ibaratnya, dua
gulung desingan angin serangan yang tajam menyergap jalan darah dan urat-urat penting
disekujur tubuhnya, serta merta ia mundur dengan sempoyongan, cengkeramannya atas
pergelangan tangan kanan Gak Lam-kun pun tiba-tiba mengendor.
Sesungguhnya jalan darah ditubuh Gak Lam-kun telah ditotok oleh Si Tiong pek, ia
berada dalam keadaan tak sadar waktu itu, tapi setelah mendengar irama khim tersebut,
tiba-tiba saja sepasang matanya terpentang lebar, menyusul kemudian ia mendengus
pelan….”
Mendadak telapak tangannya diayun kedepan, langsung menghantam tubuh Si Tiong
pek.
Peristiwa ini sungguh diluar dugaan orang sambil tertawa dingin Si Tiong pek segera
berseru, “Bangsat, kau kepingin mampus?”
Telapak tangan kanannya segera diayunkan kedepan, segulung tenaga pukulan yang
maha dahsyat langsung menggulung kedepan.
“Blaaang….!” benturan nyaring menggelegar diudara.
Ketika serangan dahsyat dari Si Tiong pek itu bersarang ditubuh Gak Lam-kun ternyata
pemuda itu hanya mundur tiga langkah, kemudian dengan wajah kosong ia
mendongakkan kepalanya memandang bintang dan rembulan diangkasa.

Si Tiong pek amat terkejut, ia tak mengira, kalau Gak Lam-kun yang telah kehilangan
tenaga dalamnya, ternyata masih mampu menerima serangan mautnya barusan. Janganjangan
tenaga dalamnya belum punah….? Atau mungkin….
Dia tidak berpikir panjang lagi, sambil tertawa dingin tubuhnya menerjang kemuka.
Tiba-tiba bayangan putih berkelebat lewat, Ji Cin peng dengan kecepatan luar biasa
telah melejit keudara, melewati atas kepala Si Tiong pek dan menghadang jalan perginya.
“Kau masih berani bertindak keji?” bentaknya.
Si Tiong pek mendengus dingin, telapak tangannya segera diayunkan kemuka
melepaskan sebuah bacokan.
Sesungguhnya Ji Cin peng sendiripun merasa kaget bercampur tercengang ketika
melihat Gak Lam-kun sanggup menerima sebuah pukulan dari Si Tiong pek, apalagi ketika
dilihatnya pemuda itu berdiri termenung dengan wajah kosong, entah apa yang sedang
dipikirkan?
Walau begitu, diam-diam iapun merasa girang sekali, sebab paras muka Gak Lam-kun
menunjukkan sikap yang begitu tenang dan mantap, sedikitpun tidak mirip seseorang
yang lagi menderita penyakit parah.
Dengan gerakan yang amat licik Ji Cin peng menyingkir kesamping, lalu jari tangannya
disentilkan kedepan, segulung desingan angin tajam langsung saja menyergap nadi
penting ditubuh Si Tiong pek.
Sungguh amat dahsyat serangan tersebut dengan rasa kejut bercampur ngeri buruburu
Si Tiong pek melompat lima depa kebelakang kemudian memandang kearah gadis itu
dengan wajah terpesona.
Ternyata dia kenali serangan jari tersebut bukan lain adalah ilmu Tam ci ta hiat
(menyentil jari memukul jalan darah) yang merupakan sejenis ilmu jari paling sukar untuk
dipelajari didunia ini.
Sementara itu Ji Cin peng telah berpaling sambil berseru.
“Siau Nay nay, kalian cepat melindungi keselamatan Gak siangkong….”
Ditengah seruan tersebut, bahunya kembali bergerak, sambil menerjang kemuka secara
beruntun ia lancarkan tiga buah serangan berantai.
Dengan gerakan yang aneh tapi sakti, Si Tiong pek berkelit kesana kemari meloloskan
diri dari ketiga buah serangan tersebut, kemudian telapak tangannya dibalik menyodok
kedepan dan seperti roda berputar tiba-tiba saja lengan tunggalnya itu membalas dengan
beberapa buah serangan.
Serangkaian pukulan berantai dari Si Tiong pek ini sungguh hebat dan ampuh, bahkan
Ji Cin peng yang berilmu silat sangat lihaypun seketika terdesak hingga berada diposisi
bawah angin.

Tapi dua puluh gebrakan kemudian, Ji Cin peng mendapatkan kembali ketenangannya,
begitu serangan dari Si Tiong pek dilontarkan, ia segera mematahkannya dengan suatu
pukulan yang tak kalah hebatnya.
Ternyata Ji Cin peng telah nempergunakan ilmu Cing po sim hoat yang terhitung
sejenis kepandaian tingkat tinggi dari perguruan Lam hay.
Cing po sim hoat ini adalah sejenis ilmu tenaga dalam tingkat tinggi yang amat sulit
dipelajari, tapi bila telah berhasil dengan pelajaran tersebut, maka dengan
mempergunakan sim hoat tersebut, ia dapat menyalurkannya kedalam jurus-jurus
serangan dikala sedang terlibat dalam suatu pertarungan.
Oleh sebab itulah, sekalipun secara beruntun Si Tiong pek telah berganti dengan
belasan macam ilmu pukulan yang berbeda-beda, ia selalu kena dikuasai oleh gerakan Ji
Cin peng yang tenang, hal mana membuatnya tak sanggup melancarkan serangan
mematikan lagi.
Dalam pada itu, para jago dari See thian san serta Hoa Kok khi sekalian telah berdiri
kurang lebih tiga kaki disisi kalangan sambil menyaksikan kedua orang itu bertarung,
jurus-jurus aneh yang sama-sama dipergunakan kedua orang itu segera mendatangkan
rasa kaget dan heran dihati beberapa orang itu.
Perlu diketahui, bahwasanya beberapa orang yang hadir disekitar gelanggang saat ini
adalah jagoan kelas satu dari dunia persilatan, hal ini sudah tak bisa diragukan lagi,
dengan sendirinya pengetahuan yang mereka milikipun sangat luas sekali maka
terkesiapnya mereka setelah menyaksikan ilmu silat aneh yang digunakan kedua orang itu.
Ki Li soat merasa amat terkejut bercampur keheranan, ia tak habis mengerti sedari
kapankah ilmu silat yang dimiliki Si Tiong pek telah mencapai taraf setinggi ini, apalagi
setelah melihat dari jurus-jurus serangan yang dipergunakan, mana aneh, sakti lagi jelas
bukan ilmu silat yang diajarkan ayah angkatnya.
Dari sekian banyak orang yang hadir disekitar arena hanya Gak Lam-kun seorang yang
berdiri tenang sambil memandang angkasa dengan terpesona, entah apa yang sedang
dipikirkan, meskipun pertempuran yang berlangsung amat seru, dia tidak melihat maupun
menegur.
Makin bertempur Si Tiong pek merasa makin takut, perduli jurus serangan apapun yang
ia gunakan ternyata semuanya berhasil dikuasai lawan, sadarlah dia bila tidak cepat-cepat
mencari kesempatan untuk melarikan diri, mungkin lebih banyak bahayanya daripada
keberuntungan.
Maka dia lantas membentak keras sesudah melancarkan dua buah serangan berantai
tiba-tiba tubuhnya melompat mundur sejauh satu kaki empat lima depa lebih.
Ji Cin peng tak rela musuhnya kabur dengan begitu saja, sambil bertekuk pinggang
tubuhnya melambung kembali keudara, lalu seperti sesosok bayangan saja, ia menerjang
kedepan dan menyambar tubuh Si Tiong pek….
Sewaktu mengundurkan diri tadi, Si Tiong pek telah meloloskan pedang elang bajanya
maka menghadapi serangan musuh, dengan tenang ia putar senjata lalu seperti menotok
seperti juga membacok, ia menyerang pula kedepan dengan serangan aneh.

Berubah hebat paras muka Ji Cin peng setelah menyaksikan gerakan serangan lawan
ujung baju sebelah kirinya buru-buru dikebaskan, segulung tenaga dahsyat segera
memaksa serangan Si Tiong pek itu tertangkis kesamping, mempergunakan kesempatan
ini tubuhnya menerjang lagi kebawah.
Sungguh hebat dan sakti jurus-jurus pedang Si Tiong pek, tampak ia memutar
pergelangan tangannya, tiba-tiba dengan suatu tusukan kilat ia membacok lambung Ji Cin
peng.
Akibat dari serangan ini, Ji Cin peng terdesak hebat dan mau tak mau dia harus
mundur.
Si Tiong pek tertawa terbahak-bahak, ia melejit kebelakang dan melayang sejauh dua
kaki lebih dari posisi semula.
Tiba-tiba dengusan dingin menggema diudara, lalu seseorang menegurnya, “Jangan
pergi dulu saudara Si, siaute harap kau tinggalkan dulu lencana pembunuh nagamu”
Entah sedari kapan tahu-tahu Gak Lam-kun sudah berdiri dihadapan Si Tiong pek dan
menghadang jalan perginya.
Terkesiap hati Si Tiong pek menghadapi kejadian tersebut, serunya tanpa terasa,
“Apa…. apakah tenaga dalammu telah pulih kembali seperti sediakala….?”
Gak Lam-kun tertawa hambar.
“Sekalipun belum pulih kembali seperti sedia kala, akupun tak akan biarkan Lencana
pembunuh naga itu kau bawa pergi dengan begitu saja”
Si Tiong pek tertawa terkekeh-kekeh.
“Haaahh…. haaahh…. haaahh…. bagus, bagus sekali, cuma andaikata saudara Gak
gagal untuk merampas lencana pembunuh naga tersebut dengan kepandaian sendiri
lantas bagaimana?”
“Bila aku gagal untuk merampasnya kembali, saat itu juga aku akan gorok leher bunuh
diri dihadapanmu!”
Si Tiong pek segera tersenyum.
“Oooh…. bunuh diri sih tak perlu, aku cuma minta kepadamu andaikata kepandaian
silatmu tak bisa menangkan diriku maka tolong lindungilah aku meninggalkan tempat ini”
Seperti yang diketahui Si Tiong pek adalah seorang pemuda licik yang banyak akal
muslihatnya, ia tahu Ji Cin peng pasti akan melindungi keselamatan Gak Lam-kun matimatian,
karena itu seandainya Gak Lam-kun sampai tewas, sudah pasti dia tak akan lolos
dari kejarannya.
Diapun tahu tenaga dalam milik Gak Lam-kun belum pulih kembali seperti sedia kala, ia
yakin pasti dapat menangkan pemuda itu seandainya Gak Lam-kun bisa dipaksa untuk
melindunginya meninggalkan tempat itu, hal mana sama pula dengan ia telah meminjam

kekuatan perguruan panah bercinta untuk membantunya melawan musuh-musuh
tangguh.
Ji Cin peng mengerutkan dahinya setelah mendengar perkataan itu, tiba-tiba ia
melompat kedepan dan menerjang kesamping Si Tiong pek, lalu sambil mendengus
serunya, “Kau tak usah memperhitungkan segala sesuatunya dengan seenak hatimu
sendiri, kalau kau bisa menangkan dulu diriku, aku akan biarkan kau tingalkan tempat ini!”
Paras muka Si Tiong pek berubah hebat, buru buru ia mundur lima depa, lalu ujarnya
kepada Gak Lam-kun sambil tertawa, “Apakah saudara Gak hendak mengundurkan diri
dan digantikan oleh dia….?”
Gak Lam-kun segera tertawa dingin.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. sebagai seorang laki-laki sejati, lebih baik hancur
sebagai kumala daripada utuh sebagai batu bata, kalau kau punya kepandaian, hayo
bunuhlah aku!”
Berbicara sampai disana, ia lantas berpaling kearah Ji Cin peng sembari katanya, “Nona
Bwe, tolong pinjamkan pedangmu kepadaku!”
Ji Cin peng menghela nafas sedih, katanya dengan lirih.
“Luka dalammu sangat parah, tenaga dalammu belum pulih kembali seperti sedia
kala….”
Gak Lam-kun segera tersenyum.
“Mati hidup seseorang semuanya telah digariskan oleh takdir” ia menukas, “jika batas
usianya belum sampai, ingin matipun tidak bakal mati. Nona Bwe, kau menaruh budi
kebaikan yang sangat besar kepadaku, aku orang she Gak merasa tak sanggup untuk
membalasnya, semula aku ingin menghadiahkan Lencana pambunuh naga itu kepadamu,
tapi kena dirampas orang lain, karena itu bagaimanapun juga aku harus merampasnya
kembali dari tangannya, lalu akan kuhadiahkan kembali untuk nona”
Mendengar perkataan itu, Ji Cin peng merasa girang bercampur terharu, dari ucapan
yang pertama tadi dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah
pulih kembali, apalagi setelah menyaksikan kebulatan tekad pemuda itu, ia tahu
dinasehatipun tak ada gunanya, terpaksa ia harus putar otak untuk mencari sesuatu akal
guna membantunya.
Maka pedang Giok siang kiam tersebut diambil keluar dari sakunya dan diserahkan
kepada Gak Lam-kun.
“Soal perselisihan diantara kita, lebih baik diperhitungkan dikemudian hari saja, sedang
dalam pertarungan hari ini lebih baik disudahi setelah saling menutul, begitu menang
kalah diketahui pertarungan segera dihentikan. Seandainya siaute yang kalah nanti, tentu
saja akan kuserahkan Lencana pembunuh naga itu kepadamu, sebaliknya bila siaute yang
beruntung bisa menangkan pertarungan, maka aku terpaksa harus minta tolong kepada
saudara Gak untuk menghantarku pergi dari sini, entah bagaimanakah pendapatmu?”

Gak Lam-kun tidak menjawab, pelan-pelan ia menghampiri Si Tiong pek, kemudian
katanya, “Saudara Si, silahkan turun tangan!”
Si Tiong pek tidak mengalah lagi, ia menggetarkan pedangnya dan segera melancarkan
sebuah tusukan.
Gak Lam-kun berdiri tenang ditempat, pedang giok siang kiam pelan-pelan diangkat
keudara lalu dengan jurus To coan im yang (memutar balikkan im dan yang) dia paksa
mundur pedang Si Tiong pek.
Melihat itu, Si Tiong pek tertawa dingin, pedang elang bajanya berputar diudara
menciptakan selapis hawa tajam, kemudian menusuk keatas, tengah dan bawah tubuh
Gak Lam-kun, dalam sekejap mata tiga belas tusukan telah dilancarkan.
Terkejut juga Gak Lam-kun menghadapi serangan maut sedahsyat itu, ia miringkan
tubuhnya dan buru-buru mundur lima depa.
Siapa tahu belum lagi tubuhnya berdiri tegak pedang elang baja dari Si Tiong pek
dengan membawa desingan angin tajam telah menyambar kembali, sedemikian cepatnya
serangan itu hingga sukar dilukiskan dengan kata-kata, keanehan dan kehebatan jurus
serangannya betul-betul diluar dugaan orang.
Gak Lam-kun tak sempat untuk berkelit lagi, terpaksa ia harus mengayunkan
pedangnya untuk menyambut serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Tiba-tiba Si Tiong pek tertawa dingin ditengah jalan ia buyarkan serangan, pedangnya
bergoyang kencang dan secara beruntun melepaskan tiga buah serangan maut dengan
jurus-jurus Ya pan hong yan (asap tebal ditengah malam), Liu seng liok tee (bintang
luncur jatuh ketanah) serta Thian le tee wong (jaring langit jembatan bumi).
Seketika itu juga Gak Lam-kun merasakan empat arah delapan penjuru penuh dengan
bayangan pedang elang baja, hatinya merasa amat terkesiap ia tak berani menyongsong
ancaman tersebut dengan kekerasan dengan cekatan tubuhnya berkelebat kesana kemari
menghindarkan diri, tahu-tahu ia sudah terlepas dari kurungan cahaya pedang lawan.
Gerakan tubuh yang amat lihay tersebut tidak lain adalah gerakan tubuh Ji gi ngo heng
jit seng liong heng sin hoat.
Si Tiong Pek segera tertawa dingin, serunya, “Saudara Gak, cepat amat gerakan
tubuhmu itu!”
Ditengah pembicaraan tiba-tiba pedangnya digetarkan dan menusuk kembali kedalam
lawan.
Tusukan tersebut dilancarkannya dengan mempergunakan jurus pedang ampuh yang
tercantum dalam kitab pusaka Hay ciong kun boh, meskipun sepintas lalu tampaknva biasa
tiada yang aneh, sesungguhnya dibalik serangan tersebut terkandung tiga jurus
perubahan yang luar biasa, perduli apakah Gak Lam-kun akan menangis dengan
pedangnya, atau melompat untuk menghindari, sulit baginya untuk meloloskan diri dari
kepungan jurus-jurus ampuh tersebut.

Siapa tahu ketika serangan itu sudah hampir mendekati tubuhnya, tiba-tiba Gak Lamkun
memutar badan, lalu dengan mempergunakan ilmu langkah Liong heng sin hoat dia
menyelinap kebelakang Si Tiong pek dan melancarkan sebuah tusukan.
Ketika serangannya mengenai sasaran kosong Si Tiong pek sudah tahu bahwa keadaan
bakal celaka, mempergunakan kesempatan itu dia lantas bertekuk pinggang dan melompat
maju sejauh sembilan depa, sebab itulah dengan mujur ia berhasil meloloskan diri dari
tusukan Gak Lam-kun itu.
Dengan kecepatan luar biasa kedua belah pihak saling bergebrak beberapa jurus, kedua
belah pihak sama-sama menjaga diri dan tak berani memandang enteng musuhnya lagi,
dengan memusatkan segenap perhatian dan melintangkan pedangnya kedepan dada
mereka berdiri sambil menantikan tibanya kesempatan yang menguntungkan.
Dalam pada itu Ji Cin peng baru merasa lega setelah menyaksikan pertarungan tersebut
berjalan seru, ia tahu tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah pulih kembali seperti
sedia kala, wajah yang semula menegangpun kini mengendor kembali.
Sebaliknya Gak Lam-kun merasakan juga kemajuan yang amat pesat dari kepandaian
silat yang dimiliki Si Tiong pek setelah berlangsungnya pertarungan, diam-diam ia berpikir,
“Dari sini terbuktilah sudah kalau tenaga dalamku telah pulih kembali seperti sedia kala,
bahkan tampaknya tenaga dalamku makin lama semakin sempurna…. tapi jurus-jurus
pedang yang dipergunakan Si Tiong pek aneh juga, bahkan tenaga dalamnya telah
memperoleh pula banyak kemajuan, apakah didalam belasan hari yang amat singkat ini
dia telah menjumpai penemuan aneh”
Berpikir sampai disitu, Gak Lam-kun segera menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya, untuk bersiap sedia menghadapi serangan lawannya….
Sesudah kedua belah pihak sama-sama dibuat terperanjat oleh kelihayan ilmu lawan
mereka tak berani melancarkan serangan lagi secara gegabah, kurang lebih
seperminuman teh kemudian, Si Tiong pek mulai habis kesabarannya, pelan-pelan ia
berjalan mendekati diri Gak Lam-kun.
Melihat musuhnya mendekat, Gak Lam-kun mendengus dingin, tiba-tiba pedangnya
digetarkan keras, kemudian dengan jurus Thian heng peng lui (guntur dan salju diujung
langit) pedang pendeknya berkelebat menciptakan berlapis-lapis hawa dingin yang
membawa desingan angin tajam….
Sungguh dahsyat serangan ini, sampai-sampai Ji Cin peng yang dari samping arenapun
diam-diam terkejut oleh kemajuan pesat yang dicapainya didalam tenaga dalam.
Si Tiong pek tak berani memandang enteng terhadap datangnya ancaman itu, tenaga
dalamnya segera dihimpun, kemudian dengan jurus Peng hong thian san (salju
menyelimuti bukit thian san) salah satu serangan yang tercantum dalam Hay ciong kun
boh, ia sambut datangnya serangan tersebut.
Pedang Thi eng kiamnya diputar menciptakan satu lingkaran cahaya biru yang
menyilaukan mata, seluruh tubuhnya dengan cepat terlindung dibalik cahaya tersebut.

“Traang! Traang! Traang!” benturan demi benturan nyaring bergema memecahkan
kesunyian, secara beruntun sepasang pedang itu sudah saling membentur dengan
hebatnya.
Si Tiong pek segera merasakan akibatnya dari bentrokan itu, oleh getaran tenaga
dalam yang sempurna dari Gak Lam-kun, seluruh pergelangan tangan kanannya menjadi
kaku dan kesemutan.
Betapa terkesiapnya dia, buru-buru pedangnya diputar dengan jurus Sin liong jut im
(naga sakti muncul dari mega), lalu ditusukkan kedepan….
Serangan ini sangat aneh dan mencengangkan hati, sasarannya adalah dada, tapi
ancamannya seperti juga tusukan seperti pula bacokan.
Gak Lam-kun tercengang, bahunya bergerak cepat dengan suatu gerakan manis ia
meloloskan diri dari sergapan itu.
Namun Si Tiong pek yang licik telah memperhitungkan sampai kesitu, walaupun
serangannya amat ganas tapi bisa dipakai untuk serangan tipuan, bisa juga untuk
serangan sungguhan, ia telah menduga kalau Gak Lam-kun tidak akan mempergunakan
pedangnya untuk menangkis serangan tersebut.
Ia segera tertawa dingin, tidak menanti Gak Lam-kun sampai memutar pedangnya,
cepat-cepat ia sudah melompat mundur sejauh lima depa selapis hawa napsu membunuh
segera menyelimuti wajahnya, dengan dingin ia berkata, “Sungguh tidak kusangka kalau
secepat ini tenaga dalammu pulih kembali, rupanya dalam pertarungan ini, kalau bukan
kau yang harus mampus, akulah yang bakal mati?”
“Memandang pada persahabatan yang pernah kita jalani asal kau serahkan kembali
lencana pembunuh naga itu kepadaku malam ini….”
Si Tiong pek marah sekali ia tertawa dingin dan menukas, “Siapa menang siapa kalah
saja masih belum dapat diduga, buat apa kau musti omong besar….
Tidak sampai selesai perkataan itu diucapkan tiba-tiba tubuhnya telah menerjang lagi
kedepan.
Bayangan manusia berkelebat lewat, hawa dingin menyelimuti angkasa, tiba-tiba ia
melancarkan enam buah tusukan berantai.
Hawa pedang segera membumbung diangkasa, bukan cuma serangannya saja yang
hebat, ternyata dikombinasikan pula dengan kelincahan gerak tubuh Si Tiong pek yang
sukar diduga sebelumnya, hal mana bukan mengakibatkan rasa terkejut bagi Gak Lam-kun
saja, Ki Li soat sendiripun ikut terkesiap.
Paras muka Gak Lam-kun berubah menjadi amat serius, pedang pendeknya diputar
keras menciptakan selapis hawa pedang untuk melindungi badan serta merta ia bendung
keenam buah serangan kilat dari Si Tiong pek tersebut.
Pada waktu itu Gak Lam-kun merasakan hawa murni yang bergelora didalam tubuhnya
makin lama semakin menghebat, saking tak kuatnya mengendalikan golakan hawa murni
yang menumpuk itu, tiba-tiba ia membentak keras….

Sebuah tusukan maut secepat kilat dilontarkan kedepan….
Bentakannya itu sungguh amat nyaring bagaikan guntur yang membelah bumi disiang
hari bolong, segera semua jago merasakan hatinya bergetar keras….
Ditengah bentakan yang amat keras itu, secepat kilat Si Tiong pek melompat mundur
sejauh tujuh delapan depa untuk menyelamatkan diri, tapi….
“Breet!”
Tahu-tahu ujung baju sebelah kirinya sudah kena disambar kutung oleh hawa pedang
Gak Lam-kun yang amat tajam itu.
Kejut dan gusar Si Tiong pek menyaksikan kejadian ini, ia membentak nyaring sambil
maju ia melancarkan serangan balasan.
Pedangnya digerakkan seperti orang kalap, tubuhnya berputar kencang bagaikan
sedang terbang.
Inilah suatu pertempuran yang jarang ditemui dalam dunia persilatan kedua belah
pihak sama-sama mempergunakan gerakan tubuh yang cepat untuk berusaha saling
merobohkan, kejadian ini membuat para jago yang berada ditepi arena menjadi tertegun
dan melongo saking terpesonanya….
Tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun saat itu telah memperoleh kemaluan yang
amat pesat, setiap bacokan yang ia lancarkan segera membawa hawa pedang yang amat
dahsyat dan selalu berhasil memaksa Si Tiong pek mundur dengan kaget oleh karena
itulah walaupun Si Tong pek memiliki rangkaian jurus mematikan yang lihay, selalu saja
gagal untuk dikembangkan sebagaimana mestinya.
Sebenarnya kepulihan tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun baru akan terjadi dua
puluh empat jam kemudian, tapi totokan keras dari Ji Cin peng yang diterimanya tadi
justru telah berhasil menembuskan kembali kebekuan yang mencekam nadi-nadi
pentingnya, oleh karena itu hawa murninya mengalir kembali kepusar jauh lebih cepat dari
jadwal yang telah ditentukan.
Sebagaimana diketahui, untuk menyadarkan Gak Lam-kun dari pingsannya, perempuan
gila berambut panjang Hay sim li telah beberapa kali mengerahkan tenaga murninya untuk
menembusi jalan darah Jin meh dan tok meh ditubuhnya untuk memasuki Tam thian
(pusar), sekalipun gagal usahanya waktu itu, tapi asal hawa murni dari Gak Lam-kun telah
terhimpun kembali, maka hawa murni yang pernah disalurkan Hay sim li itu segera akan
dilebur oleh kekuatannya dan dihisap semua.
Oleh karena itulah, Gak Lam-kun merasakan betapa makin lama tenaga dalamnya
makin kuat dan sempurna, hanya saja waktu itu dia sama sekali tidak memahami gejala
tersebut.
Ditengah pertarungan sengit yang sedang berlangsung, tiba-tiba Gak Lam-kun
membentak keras, “Lepaskan pedangmu!”

“Cring!” tahu-tahu pedang Si Tiong pek sudah terjatuh ketanah, sedang pemuda itu
dengan wajah kaget bercampur ngeri mundur sejauh dua kaki lebih.
Gak Lam-kun melihat pedangnya didepan dada berdiri dengan wajah serius, sikapnya
mantap dan wajahnya berwibawa.
Tiba-tiba ia turunkan pedang pendek itu, lalu menghela napas panjang, katanya,
“Saudara Si, harap kau serahkan dulu Lencana pembunuh naga itu kepadaku…. seorang
lelaki saja dapat membedakan mana budi mana dendam, jika saudara Si ingin
membalaskan sakit hati Ou Yong hu , lakukan saja dikemudian hari!”
oooooOooooo
Sebelum terjadinya pertarungan antara Si Tiong pek melawan Gak Lam-kun tadi, ia
pernah membekuk Gak Lam-kun dengan mudah dan tanpa mengeluarkan sedikit
tenagapun, tak disangka olehnya setelah tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun pulih
kembali bukan saja tenaga dalamnya jauh lebih sempurna darinya, bahkan iapun tak
sanggup menangkan lawannya itu.
Lencana pembunuh naga sebagai benda mustika yang digilai oleh jago persilatan dalam
dunia bahkan dengan pertaruhkan nyawapun berusaha untuk dimiliki tentu saja tak akan
ia serahkan kepada Gak Lam-kun dengan demikian saja apalagi Si Tiong pek pada
dasarnya memang seorang manusia licik.
Karena itu setelah termenung sejenak katanya kemudian sambil tertawa.
“Apa yang saudara Gak katakan memang benar, heehh…. heehhh…. heehhh…. Lencana
pembunuh naga adalah benda mustika yang diinginkan oleh setiap umat persilatan dunia
ini, jika kau yang menyimpan benda tersebut, apakah tidak kuatir kalau akan dirampas
oleh orang lain….”
“Soal ini kau tak usah kuatir” tukas Gak Lam-kun dingin, “sekarang harap kau serahkan
kotak kumala itu dengan segera kepadaku”
Si Tiong pek tertawa dingin, ia merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan kotak
kumala tersebut, kemudian katanya, “Kalau kau bersikeras menginginkan kotak ini lebih
dulu sebelum menyerahkannya kepadamu”
Gak Lam-kun menjadi teramat gusar, bentaknya, “Kenapa kau begitu tak memegang
janji?”
Si Tiong pek tertawa hambar.
“Aku toh cuma mengabulkan untuk memberikan Lencana pembunuh naga ini
kepadamu. Sedari kapan aku menyanggupi untuk tidak menghancurkannya….?”
Ji Cin peng serta Gak Lam-kun segera membentak keras sambil tiba-tiba menerjang
kemuka….
Si Tiong pek telah mempersiapkan diri, tiba-tiba ia melompat kebelakang sambil
membentak, “Bila kalian berani maju selangkah lagi, segera kumusnahkan lencana ini!”

“Hei jangan kau musnahkan lencana itu bila ada persoalan mari kita rundingkan secaia
baik-baik!” teriak Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi dengan suara lantang.
Bu sin Sian seng Tong Bu kong menghimpun hawa murninya lalu berpekik nyaring,
pedangnya dengan menciptakan selapis bianglala tiba-tiba melancarkan sebuah sergapan
kepunggung pemuda she Si itu.
Ki Li soat sepera membentak nyaring, ia sambut kedatangan Tong Bu kong dan secara
beruntun sepasang telapak tangannya melancarkan serangkaian serangan berantai dalam
waktu singkat ia telah melancarkan lima buah serangan yang memaksa Tong Bu kong
mundur terbirit-birit.
Dengan suatu gerakan cepat gadis itu meloloskan pedang bambu tipisnya dari atas
punggung, lalu sambil mendekati Si Tiong pek, ia berseru, “Engkoh Si, serahkan lencana
itu kepada Gak siangkong!”
“Adik Soat, lucu amat perkataanmu itu!” jengek Si Tiong pek segera sambil tertawa
dingin, “aku mau bertanya kepadamu, jauh-jauh dari ribuan li datang kemari sebenarnya
untuk apa sih kau ini?”
“Engkoh Si meskipun kita datang untuk mendapatkan Lencana mustika itu tapi apa pula
yang dipegang teguh oleh setiap umat persilatan? Apakah kau hendak mengingkari
janjimu sendiri dan melanggar peraturan perkumpulan….!”
Mendengar ucapan tersebut, paras muka Si Tiong pek segera berubah hebat, tapi
sejenak kemudian sambil tertawa dingin katanya, “Asal bisa kudapatkan lencana mustika
ini sekalipun harus melanggar peraturan perkumpulan aku akan menggunakan
keberhasilanku ini untuk menebus dosa tersebut!”
“Bajingan tengik!” Ji Cin peng telah membentak pula, “Jika lencana pembunuh naga
tidak kauserahkan, hanya ada jalan kematian untukmu!”
Bayangan putih berkelebat lewat, sepasang telapak tangannya secara beruntun telah
melancarkan pukulan dahsyat….
Dua gulung angin pukulan yang sangat kuat, dengan cepatnya segera menggulung
tubuh Si Tiong pek.
Tiba-tiba Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa terbahak-bahak, kemudian katanya,
“Jangan takut Si lote, aku datang membantumu!”
Ditengah bentakan, telapak tangan kanannya diayunkan kedepan, segulung angin
pukulan berhawa dingin segera menyambar ketubuh Ji Cin peng….
Tong Bu kong serta Kiu wi hou Kongsun Po tidak ambil diam saja, merekapun
mengerahkan tenaga dalamnya dan melancarkan sebuah pukulan yang amat dahsyat
kearah Ji Cin peng.
Perubahan yang terjadi sangat tiba-tiba ini sama sekali diluar dugaan orang-orang
perguruan panah bercinta.

Seperti diketahui golongan Hoa Kok khi adalah musuh bebuyutan dari perkumpulan Thi
eng pang jadi sama sekali tak terduga oleh mereka bahwa kedua kelompok kekuatan
tersebut bisa bersatu padu.
Gak Lam-kun membentak keras, pedangnya dialihkan ketangan kiri, sedangkan tangan
kanannya melepaskan sebuah bacokan.
Segulung angin pukulan yang keras segera menyambar kedepan, ketika saling
membentur dengan beberapa kekuatan lainnya, segera timbullah segulung angin
berpusing yang menerbangkan debu dan pasir serta menggetarkan pepohonan yang
berada disekeliling tempat itu.
Didalam pertarungan adu tenaga dalam semacam ini, masing-masing pihak tak nanti
bisa mencari kemenangan dengan mengandalkan kelicikan ataupun akal muslihat, maka
setelah Tong Bu kong dan Kongsun Po bersama-sama menerima sebuah tenaga gabungan
dari Gak Lam-kun serta Ji Cin peng, mereka segera rasakan sekujur tubuhnya bergetar
keras.
Terutama sekali tenaga pukulan yang dilancarkan Gak Lam-kun, sedemikian kuat dan
hebatnya sehingga walaupun puncak dari kekuatan tersebut sudah digetarkan oleh
pukulan Tay siu im khi yang dilancarkan Hoa Kok khi, akan tetapi sisa kekuatannya masih
mampu untuk mendobrak segala-galanya.
Tenaga dalam yang dimiliki Tong Bu kong dan Kongsun Po terhitung paling lemah,
maka kekuatan gabungan dari Gak Lam-kun dan Ji Cin peng segera menerjang kearah
mereka berdua.
Begitu merasakan keadaan tidak menguntungkan. Tong Bu kong dan Kongsun Po
segera berteriak keras, “Cepat mundur!”
Kedua orang itu bersama-sama melancarkan lagi beberapa buah pukulan, kemudian
cepat-cepat tubuhnya mundur sejauh tiga kaki lebih.
Pada saat itulah, Thiat Kiam kuncu Hoa Kok khi ibaratnya sukma gentayangan tahutahu
menerjang kesisi tubuh Si Tiong Pek tanpa menimbulkan suara, kemudian
mencengkeram pergelangan tangan kanannya.
Kepandaian silat yang dimiliki Si Tiong pek sekarang telah peroleh kemajuan yang
pesat, lagipula diapun sadar bahwa bantuan dari Hoa kok khi tadi pasti terselip maksudmaksud
tertentu, maka baru saja cengkeraman orang menyambar tiba, ia sudah
menyingkir sejauh lima depa lebih dari posisi semula.
Si Tiong pek segera tertawa dingin, serunya, “Orang she Hoa, tidaklah kau merasa
bahwa caramu itu sedikit terlampau kasar?”
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. kalau begitu, anggap saja memang terlalu kasar!”
sahut Hoa Kok khi sambil tertawa licik.
Dalam pembicaraan itu, tiba-tiba ia melancarkan sebuah bacokan lagi dengan
kecepatan luar biasa.

Kiranya menggunakan kesempatan dikala tanya jawab itu sedang berlangsung, Hoa Kok
khi telah menghimpun tenaga dalam yang dimilikinya, jadi serangan yang kemudian
dilepaskan ini boleh dibilang merupakan sebuah pukulan yang disertai dengan segenap
tenaga yang dimilikinya….
Si Tiong pek tak sempat untuk berkelit lagi, terpaksa ia harus menghimpun pula hawa
murninya dan mengayunkan telapak tangan kanan untuk menerima datangnya ancaman
tersebut dengan kekerasan.
Siapa tahu, setelah pukulan itu dilancarkan, ternyata dari serangan lawan itu sedikitpun
tidak dijumpai daya perlawanan, karena tercengang, tanpa sadar ia menarik kembali
tenaga pukulannya itu….
Siapa sangka, pada saat itulah tiba-tiba ia merasa ada segulung hawa dingin ikut
menyusup masuk kedalam tubuhnya mengikuti tenaga dalamnya yang ditarik kembali tadi,
kenyataan ini sangat mengejutkan hatinya, buru-buru ia mengerahkan tenaga untuk
melindungi isi perut dan menutup semua jalan darah pentingnya dari ancaman hawa racun
musuh.
Hoa Kok khi tertawa terbahak-bahak.
“Haahh…. haahh…. haaahh…. kau telah terluka oleh pukulan Tay siu im khi ku,
sekalipun kau memiliki tenaga dalam yang sempurna, jangan harap bisa melewati tujuh
hari, kini hanya ada satu jalan kehidupan bagimu, yakni serahkan Lencana pembunuh
naga itu kepadaku….!”
Si Tiong pek tertawa dingin, ia memutar badannya dan segera melayang mundur
sejauh beberapa kaki.
“Mundur kau” tiba-tiba bentakan nyaring menggelegar.
Cian seng (malaikat pukulan) Nian Eng hau dari pihak See thian san telah melepaskan
sebuah pukulan yang maha dahsyat ketubuh Si Tiong pek.
Menyaksikan ancaman itu datangnya amat dahsyat, terpaksa Si Tiong pek harus
melayang mundur kembali kebelakang, belum lagi sepasang kakinya berdiri tegak, para
jago kembali sudah mengepungnya rapat-rapat.
Dengan keadaan tersebut, sadarlah Si Tiong pek bahwa tiada harapan lagi baginya
untuk melarikan diri….
Disaat yang kritis itulah tiba-tiba berkumandang gelak tertawa yang amat nyaring,
menyusul kemudian dari tengah udara meluncur datang belasan sosok bayangan manusia
yang berkelebat tiba, dalam sekejap mata mereka telah berada diluar lingkaran kepungan
kawanan jago tersebut.
Ketika semua orang berpaling kearah kawanan jago yang datang itu, bergetarlah hati
mereka semua, tampak Thi eng sin siu (kakek sakti elang baja) Oh Bu hong dipimpin
kedua orang thamcu serta kedelapan belas orang elang bajanya telah tiba disana.
Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak.

“Haaahh…. haaahhh…. haaahhh…. selamat berjumpa, selamat berjumpa, kiranya kalian
semua telah tiba duluan daripada aku”
Ketika dilihatnya lengan Si Tiong pek kutung sebelah, dengan cepat ia melanjutkan,
“Pek ji, kenapa kau? Siapa yang telah melukaimu?”
Pertanyaan itu diajukan dengan penuh kasih sayang dan nada memperhatikan.
“Sungguh kebetulan sekali kedatangan suhu” kata Si Tiong pek cepat, “tecu sedang
dikejar-kejar mereka hingga tak ada jalan mundur lagi….”
Betapa tajamnya sepasang mata Oh Bu hong, dalam sekilas pandangan saja ia telah
melihat kotak kumala yang ditangan Si Tiong pek, diapun segera tahu bahwa lencana
pembunuh naga yang digilai orang telah berada ditangan muridnya.
Maka biji matanya segera mengerling sekejap memberi tanda, delapan belas orang
elang baja beserta Gin eng tamcu (thamcu elang perak) Kwan Kim ceng, dan Lan eng
thamcu Wan kiam ciau secepat kilat menyebarkan diri keempat penjuru sambil bersiap
sedia menghadapi serangan-serangan para jago yang bermaksud merampas kotak kumala
itu.
Kemudian pelan-pelan Oh Bu hong berjalan masuk ketengah arena dan mendekati Si
Tiong pek.
Seketika itu juga, suasana dalam gelanggang berubah jadi amat tegang hingga untuk
bernapaspun rasanya sesak, setiap jago yang hadir disitu sama-sama menghimpun tenaga
dalamnya sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Suatu pertempuran yang menentukan antara mati dan hidup segera akan berlangsung
didepan mata.
Tiba-tiba Ji Cin peng mengayunkan tangannya kedepan, tiga biji Bodhi sian cu dengan
membelah angkasa segera menyambar kemuka dan secara berpisah mengancam tiga
buah jalan darah penting ditubuh Oh Bu hong, sungguh cepat serangan tersebut hanya
dalam sekilas sambaran saja tahu-tahu sudah lenyap.
Agaknya Thi eng sin siu Oh Bu hong dibikin terpesona oleh kekuatan serta kehebatan Ji
Cin peng dalam melancarkan serangan dengan senjata rahasianya itu, tiba-tiba ia
berhenti, kemudian pedang Thi eng kiamnya diayunkan kemuka.
Seketika itu juga muncullah selapis angin serangan yang maha dahsyat, ketiga biji
Bodhi sian cu tersebut segera terpukul rontok.
Gan tiong ciang (pukulan batu karang) Kwik Kim ceng membentak keras, telapak
tangan kanannya segera diayun kemuka melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat.
Karena serangan yang menggulung datang amat hebat dan dahsyat mau tak mau Ji Cin
peng harus memutar juga telapak tangannya sambil melepaskan sebuah pukulan.
Menggunakan kesempatan diatas pikiran Ji Cin peng sedang terpecah kearah lain, tibatiba
Oh Bu hong melompat kedepan dan langsung menerjang kesisi Si Tiong pek,
maksudnya dia hendak merampas kotak kumala tersebut.

Siapa tahu baik Gak Lam-kun maupun Thi kiam kuncu Hoa Kok khi telah
memperhatikan hal tersebut dengan seksama baru saja Oh Bu hong bergerak, dua orang
itu sudah membentak keras kemudian dari arah yang berlainan menubruk kedepan.
Betapa cepatnya gerakan tubuh kedua orang itu, dalam waktu singkat mereka telah
tiba ditempat tujuan. Dalam keadaan demikian sekalipun Oh Bu hong berilmu tinggi mau
tak mau dia harus juga berusaha untuk menghindarkan diri.
Sambil tertawa terbahak-bahak, tongkat elang bajanya dengan jurus Hong sau cian kun
(menyapu rata selaksa prajurit) secepat kilat menyambut datangnya bacokan dari kedua
orang itu.
“Blaang….!” suatu benturan keras segera menggelegar diudara, Gak Lam-kun dan Hoa
Kok khi masing-masing saling berhantaman dengan tongkat elang baja itu hingga suatu
adu tenagapun tak terhindarkan lagi.
Akibat dari benturan tersebut Gak Lam-kun serta Hoa Kok khi segera melayang turun
kembali ketanah.
Sebaliknya Thi eng sin siu Oh Bu hong kena digetarkan sehingga mundur tiga langkah
dengan sempoyongan.
Akibat bentrokan ini sangat mengejutkan hati Oh Bu hong ia tak menyangka kalau
tenaga dalam yang dimiliki kedua orang ini sedemikian sempurnanya.
Thi kiam kuncu Hoa Kok khi memandang sekejap kearah Gak Lam-kun, lalu sambil
tertawa katanya.
“Gak lote, jika kita berdua mau bekerja sama sudah pasti musuh tangguh itu bisa kita
atasi!”
Mendengar perkataan itu, Oh Bu hong tertawa tergelak.
“Haaaahhh…. haaahh…. haaahhh…. Hoa Kok khi, hampir saja lohu memandang enteng
dirimu.”
Ditengah pembicaraan, pedang Thi eng kiamnya sedemikian rupa melepaskan sebuah
serangan lagi dengan jurus Lip say ngogak (menyapu rata lima bukit)….
Hoa kok khi tertawa ringan, cepat-cepat dia melompat kebelakang untuk menghindar….
Tapi Gak Lam-kun bukannya mundur malahan maju, sekali lompat ia sudah berebut
menduduki tiang kiong.
Setelah tenaga dalamnya peroleh kemajuan pesat gerakan tubuh pemuda itu jauh
bertambah cepat, telapak tangan kirinya dibabat kemuka menangkis senjata lawan
kemudian tangan kanannya dengan jurus Pek thian khi hong (bianglala putih kilat
menyambar) menusuk dada musuh dengan pedang giok siang kiam.
Oh Bu hong merasa terperanjat, cepat ia melompat mundur kemudian menubruk maju
lagi bagaikan harimau kelaparan, pedang Thi eng kiam koaynya diputar sedemikian rupa

bagaikan angin ribut, tampaknya serangan tersebut dilancarkan dengan hawa amarah
yang meluap-luap.
Dalam waktu singkat bayangan senjata, desingan angin serangan telah menyelimuti
seluruh angkasa.
Gak Lam-kun tak mau kalah, dia pun kembangkan serangan pukulan dan bacokan
pedangnya untuk melepaskan serangkaian serangan ketat yang rapat dan hebat.
Untuk sesaat kawanan jago yang berada disekitar sana dibuat tertarik dan terpesona
oleh serangkaian serangan yang dilancarkan kedua belah pihak.
Ji Cin peng amat menguatirkan keselamatan Gak Lam-kun ia kuatir pemuda itu
menderita kekalahan akibat lukanya yang baru sembuh, sepanjang pertarungan
berlangsung sepasang matanya mengawasi terus jalannya pertarungan tanpa berkedip.
Demikian pula kawanan jago dari Thi eng pang serentak mereka bergerombol ditepi
arena sambil bersiap sedia memberi pertolongan bilamana diperlukan.
Pada waktu itulah, Si Tiong pek yang licik secara diam-diam mengundurkan diri keluar
arena pertarungan….
Tiba-tiba terdengar seseorang tertawa dingin, tahu-tahu si nona berbaju perak dari
aliran See thian san telah menghadang dihadapannya.
Berjumpa muka dengan gadis tersebut, mau tak mau Si Tiong pek mengundurkan diri
sejauh tiga langkah dengan rasa jeri.
Sambil membopong alat petiknya, gadis berbaju perak itu tertawa manis, kemudian
katanya, “Berikanlah kotak kumala itu kepadaku!”
Menyaksikan senyumannya yang menawan hati itu, Si Tiong pek merasakan jantungnya
berdebar lebih keras, ditatapnya gadis itu dengan terpesona, pikirannya terasa kosong dan
sepasang matanya menatap keatas wajah nona itu lekat-lekat.
Harus diketahui disini, bahwa Si Tiong pek sudah sejak lama kagum dan terpikat oleh
kecantikan gadis tersebut, apalagi senyuman sang nona berbaju perak itu mengandung
daya sihir yang membetot sukma, otomatis semakin terpesona pemuda itu dibuatnya.
Pelan-pelan dengan tubuh yang lemah gemulai gadis berbaju perak itu maju kedepan
lalu tangannya bergerak mencengkeram kotak kumala ditangan Si Tiong pek….
Seperti baru sadar dari impian, Si Tiong pek terkejut dan cepat-cepat ia melompat tiga
depa kebelakang….
“Criing! Criing….!”
Berapa kali dentingan irama khim segera menyadarkan diri Gak Lam-kun dan Oh Bu
hong yang sedang terlibat dalam pertarungan.
Entah sedari kapan Si Tiong pek telah tergeletak lemas diatas tanah….

Dengan tanpa mengeluarkan banyak tenaga nona berbaju perak itu berhasil mengambil
kembali kotak kumala itu dari tangannya.
Sewaktu dentingan irama khim mulai berbunyi tadi, Gak Lam-kun telah memutar
tubuhnya, kebetulan saat itulah si nona berbaju perak baru akan memungut kembali kotak
kumala tersebut, cepat-cepat telapak tangan kirinya diayunkan kedepan menghantam
kotak tersebut….
Ilmu silat yang dimiliki nona berbaju perak itu terhitung juga berkepandaian kelas satu,
ia segera tertawa terkekeh-kekeh dan melompat kesamping untuk menghindar.
Gak Lam-kun menjadi tertegun menyaksikan gerakan tubuhnya itu, ternyata gerakan
tubuh yang dipergunakan olehnya untuk menghindarkan diri tadi adalah ilmu Liong heng
sin hoat miliknya, bahkan saat dipergunakan kecepatannya sama sekali tidak berada
dibawahnya.
Sementara ia masih tertegun, sambil tertawa merdu nona berbaju perak itu sudah balik
kembali kerombongan See thian san.
Empat orang laki-laki elang baja dari perkumpulan Thi eng pang segera membentak
keras, serentak mereka melompat kemuka dan menghadang jalan perginya.
Gadis berbaju perak itu sama sekali tidak menghadapi kesulitan, dengan suatu gerakan
tubuh yang gesit, ia menerobos keluar dari antara bayangan pedang keempat orang itu,
lalu alat musik pi pa khimnya dituding kebelakang dan… beberapa dengusan tertahan
segera berkumandang memecahkan keheningan.
Ketika termakan oleh ayunan senjata Pie pa khim tersebut, keempat orang laki-laki
kekar itu segera tergetar keras hingga tubuhnya mencelat beberapa kaki kebelakang…
“Bruuuk!” ketika mencium tanah kembali, ternyata keempat orang itu tak berkutik lagi
untuk selamanya…
Empat orang laki-laki elang baja lainnya segera maju kembali menggantikan rekanrekannya
untuk melancarkan serangan.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu memutar balik telapak tangan kanannya, untuk kedua
kalinya empat orang laki-laki yang tinggi besar dan kekar itu mencelat kebelakang dan
tidak berkutik lagi diatas tanah…
Demonstrasi tenaga pukulan yang maha dahsyat itu segera menimbulkan rasa kaget
yang luar biasa dihati para jago, Ji Cin peng merasa tercengang juga, karena ia pernah
bertempur melawan gadis berbaju perak itu, meskipun ilmu silat yang ditampilkan olehnya
ketika itu termasuk ilmu pilihan, tapi bila dibandingkan dengan kemampuannya untuk
membunuh delapan orang laki-laki kekar dalam sekali kebasan tangan, sudah tentu jauh
sekali bedanya.
Seperti yang diketahui delapan belas elang baja dari perkumpulan Thi eng pang bukan
terhitung manusia-manusia biasa, mereka semua rata-rata berilmu silat tinggi sekalipun Ji
Cin peng sendiri juga belum tentu sanggup untuk melukai delapan orang dalam waktu
singkat.

Tapi kenyataannya sekarang hanya dengan dua kali kebasan yang sangat enteng, gadis
berbaju perak itu telah berhasil menaklukan kedelapan orang laki-laki kekar itu, ini semua
membuktikan bahwa nona itu sudah menggetar putus jantung kedelapan orang itu dengan
getaran tenapa dalamnya.
Sesudah melukai delapan orang jago lihay seperti tak pernah terjadi sesuatu hal, gadis
berbaju perak itu segera berpaling kearah Gak Lam kun dan tertawa manis…
Thamcu elang perak, Gak tiong ciang (pukulan batu karang) Kwan Kim ceng ikut
merasa terkejut juga setelah menyaksikan kecepatan pukulan lawan yang belum pernah
didengar ataupun belum pernah dilihatnya ini, tanpa memikirkan kedudukan dan nama
baiknya lagi ia melompat kedepan dan secara tiba-tiba melancarkan sebuah serangan dari
belakang punggung lawan…
Begitu serangan sudah dilancarkan dia baru berteriak keras, “Bocah perempuan,
sambut dulu sebuah pukulan ini!”
Gadis berbaju perak itu sama sekali tidak menghindar maupun berkelit, ternyata ia
telah manfaatkan desingan angin pukulan yang membacok ketubuhnya itu untuk
melayang maju jauh kedepan.
Dalam pemikiran Can tiong Kwan Kim ceng waktu itu, sekalipun pukulan yang
dilepaskan gagal membinasakan gadis berbaju perak itu, paling tidak ia dapat memukulnya
sehingga terluka parah…
Siapa sangka gadis berbaju perak itu masih bersikap seolah-olah tidak merasakan
apapun, malahan sebaliknya ia telah manfaatkan tenaga pukulan itu untuk melayang
kemuka.
Thi eng sin siu Oh Bu hong segera membentak keras, pedang Eng kiam koaynya diayun
kemuka menyapu tubuh si gadis berbaju perak itu.
Gadis berbaju perak itu segera mengayunkan ujung bajunya kedepan, kakinya sebelum
menepuk diatas tanah tahu-tahu sudah melambung kembali setinggi satu kaki lebih secara
manis ia berhasil meloloskan diri dari sapuan maut dari Oh Bu hong itu.
Thian san ciangbunjin Bu sin siangseng Tong Bu kong secepat kilat menerjang pula
kedepan, pedangnya dengan menciptakan sebuah bianglala berwarna putih langsung
meluncur kemuka…
Gadis berbaju perak itu segera melengkungkan sebagian tubuhnya kemudian
berjumpalitan diudara dengan suatu gerakan indah…
“Ciiit…” segulung desingan angin jari yang tajam berbalik menyerang kearah Tong Bu
kong.
Menghadapi terjangan maut tersebut, terpaksa Tong Bu kong harus buyarkan kembali
serangan pedangnya dan melayang turun keatas tanah.
Dengan lompatan maut, Thi eng sin siu Oh Bu hong segera maju kedepan telapak
tangan kirinya diayun kemuka melepaskan sebuah pukulan dahsyat, seketika itu juga

hawa pukulan yang tajam menyelimuti daerah seluas satu kaki disekeliling gadis berbaju
perak itu, rupanya ia berniat untuk menggetarkan musuhnya sehingga terjatuh kembali
keatas tanah.
Siapa tahu seluruh tubuh gadis berbaju perak itu enteng bagaikan selembar bulu,
mengikuti hembusan angin pukulannya yang maha dahsyat itu, pelan-pelan tubuhnya
melambung empat lima kaki lagi ketengah udara…
Kemampuannya yang maha lihay itu, sekali lagi menimbulkan rasa kaget yang luar
biasa bagi kawanan jago lihay yang hadir disitu.
Haruslah diketahui, bila seseorang tidak menempel ditanah, sulit baginya untuk
berganti napas, sekalipun ilmu meringankan tubuhnya sangat lihay, toh diapun harus
melayang dulu kebawah sebelum bisa berganti napas lagi.
Seperti yang telah diketahui orang bisa melayang diudara, hal ini semua sesungguhnya
mengandalkan hawa murni didalam tubuhnya yang dihimpun dalam tubuh sambil menutup
napas, dengan cara itulah sang badan bisa melayang, melambung dan berkelebat
seenteng burung walet.
Namun demikian, sesempurnanya tenaga dalam seseorang, kecuali ia sanggup
menahan napas jauh lebih lama daripada orang lain, toh pergantian napas masih
diperlukan juga untuk tetap mempertahankan gerakan tubuhnya itu.
Tapi kenyataannya sekarang, hanya dengan meminjam tenaga pukulan orang untuk
berganti napas, gadis berbaju perak itu sanggup bertahan terus diudara sekian lamanya,
tak heran kalau semua orang menjadi tercengang dan tertegun dibuatnya.
Padahal darimana mereka bisa tahu kalau semenjak masih kecil gadis berbaju perak ini
telah melatih ilmu Kiu hian tay boan yok sin ing yang maha lihay itu? Sudah lama jalan
darah penting Jin meh serta Tok mehnya telah berhubungan langsung dengan Im meh
serta Yang meh, otomatis dengan tertembusnya nadi-nadi penting tersebut,
kemampuannya untuk menahan napaspun berkali-kali lipat lebih hebat daripada orang
lain.
Gak Lam kun yang menyaksikan demonstrasi ilmu sakti dari si nona berbaju perak itu,
pelbagai pertanyaan yang mengalutkan pikiranpun segera bermunculan memenuhi
benaknya.
Dia tidak habis mengerti, kenapa dikala gadis berbaju perak itu sedang beradu
kepandaian dengan dirinya ternyata enggan mengeluarkan semua ilmu silat simpanannya
untuk mengalahkan dia? Ataukah mungkin ia sedang menuruti perintah dari ibunya untuk
menyerahkan Lencana tersebut kepadanya, kemudian baru merampasnya kembali dari
tangannya?
Sementara itu Ji Cin peng dengan alis mata berkernyit telah berkata pula dengan suara
lirih, “Tenaga dalam yang dimilikinya sangat lihay, sungguh tak kusangka seorang yang
belajar Kiu hian tay boan yok sin ing maka tenaga dalamnya bisa mencapai taraf kelihayan
seperti ini…
Sesudah mendengar perkataan itu, Gak Lam kun baru seperti sadar dari impian, ia
berseru tertahan.

Kiranya secara tiba-tiba ia teringat kembali dengan perkataan gurunya, kata gurunya
barangsiapa bisa menguasai ilmu Kiu hian tay boan yok sin ing maka tenaga dalam yang
dimiliki orang itu pasti akan mencapai puncak kesempurnaan yang tak terhingga, meski
demikian hanya dia seorang yang mengerti ilmu Hian ing kok meh (irama maut melewati
nadi) itu berarti hanya orang yang bisa ilmu tersebut baru bisa pula membawa tenaga
dalamnya hingga mencapai tingkatan yang luar biasa dikolong langit…
Waktu itu, tubuh si nona berbaju perak itu sudah meluncur turun kebawah secara lurus
dari ketinggian lima enam kaki.
Oh Bu hong adalah seorang jago kawakan yang sudah terbiasa menghadapi
pertarungan meskipun hatinya merasa terperanjat oleh kehebatan musuhnya, bukan
berarti pikirannya ikut menjadi kalut.
Tongkat pedang Thi eng kiam koay nya kembali diayun kedepan melancarkan sapuan
kilat, desingan angin serangan yang amat tajam pun segera menderu-deru diudara.
Betul ilmu silat si nona berbaju perak itu amat lihay, namun timbul pula rasa ngeri dan
jeri sesudah menyaksikan sapuan tongkat pedang musuh yang sedemikian hebatnya itu, ia
tak berani bergerak maju lagi lebih kedepan, hawa murninya dibuyarkan dan tubuhnya
segera melayang turun keatas tanah.
Thamcu elang perak si pukulan batu karang segera membentak keras, ia melompat
keudara dan menubruk ketubuh sang nona tersebut.
Baru saja sepasang kaki gadis berbaju perak itu menempel ditanah, angin pukulan dari
Kwan Kiu ceng telah menyambar tiba.
Selapis hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah gadis itu, senjata Pi pa khim
nya diayunkan kemuka.
“Criiing! Criiing! Criiing!” beberapa dentingan irama maut berkumandang membelah
angkasa.
Seperti tiga gulung desingan angin tajam yang maha dahsyat dengan kecepatan luar
biasa serangan irama itu menyergap ketiga buah jalan darah penting ditubuh Kwan Kim
ceng…
Si pukulan batu karang Kwan Kim ceng sangat terperanjat, terpaksa dia harus
menggunakan ilmu bobot seribu untuk mengelabui musuhnya dan melayang turun
kebawah, setelah itu ia melompat tujuh depa kesamping untuk meloloskau diri dari
ancaman.
Detik itu juga bayangan manusia saling menyambar, tahu-tahu kawanan jago dari
aliran See thian san telah berlompatan datang secepat kilat dan melindungi gadis berbaju
perak itu.
Tapi merekapun segera dikepung juga oleh para jago lainnya yang berada disekitar
arena.

Dengan sikap yang tenang dan mantap gadis berbaju perak itu menyapu sekejap
kawanan jago yang berada disekeliling sana, tiba-tiba ia memperdengarkan suara tertawa
cekikikannya yang merdu merayu.
Oleh suara tertawa cekikikannya itu semua jago yang hadir dalam arena segera
merasakan hatinya bergetar keras…
Seperti diketahui paras muka gadis berbaju perak itu dasarnya memang cantik maka
ditambah pula senyumannya yang mempesonakan dengan cepat hal ini semakin
menambah daya pikatnya yang merangsang orang.
Jangankan lelaki, bahkan para gadis yang hadir diarenapun sampai tergetar hatinya
oleh kecantikan gadis tersebut.
Tiba-tiba Gak Lam kun membentak keras, “Apa yang sedang kau tertawakan?”
Bentakan tersebut amat keras bagaikan guruh yang membelah bumi, bukan saja
memekikkan telinga, kabutpun rasa-rasanya ikut dibuyarkan oleh bentakan tadi.
Tiba-tiba gadis berbaju perak itu menghentikan gelak tertawanya yang merangsang.
Dengan suara dingin Gak Lam kun berkata, “Hari ini para jago dari seluruh dunia telah
berkumpul semua disini, apakah kau anggap bisa pergi lagi dari sini dengan membawa
serta Lencana pembunuh naga itu?”
Waktu itu, paras muka si gadis berbaju perak itu dingin bagaikan es, sepasang matanya
memancarkan sinar tajam dan menatap wajah Gak Lam kun lekat-lekat.
Baik sedang tersenyum maupun sedang marah, perubahan dari gadis itu segera
menimbulkan getaran keras dihati semua orang, semua jago seakan-akan merasa bahwa
bila gadis itu sedang tersenyum maka udara serasa hangat bagaikan dimusim semi, tapi
jika sedang marah maka udara menjadi dingin bagaikan dimusim salju…
Mendadak gadis berbaju perak itu menghela napas sedih, bisiknya, “Begitu bencikah
kau kepadaku?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Gak Lam kun menjadi tertegun dan berdiri termangumangu,
ia tak tahu apa yang dimaksudkan gadis tersebut…
Tiba-tiba sekulum senyuman kembali menghiasi wajah si nona yang dingin, tanyanya
pelan, “Kau bilang aku tak dapat membawa pergi Lencana pembunuh naga ini…?”
Gak Lam kun mengerutkan dahinya lalu berkata lagi dengan dingin, “Dapatkah kau
mengembalikan Lencana pembunuh naga itu kepadaku?”
“Tentu saja!”
Jawaban si nona yang begitu cepat dan enteng segera menimbulkan keraguan dihati
Gak Lam kun untuk sesaat lamanya ia tak berani mempercayai perkataan tersebut.
Kembali gadis berbaju perak itu berkata.

“Boleh saja kuberikan kepadamu tapi kaupun harus menuruti perkataanku!”
“Perkataan apa?”
Sambil tersenyum jawab gadis berbaju perak itu.
“Kau tak boleh menghadiahkan Lencana pembunuh naga itu kepadanya!”
Sambil berkata dengan jarinya yang lembut ia tuding kearah Ji Cin peng.
Mendengar perkataan itu, dengan sepasang matanya yang memancarkan rasa cinta Ji
Cin peng segera menatap wajah Gak Lam kun lekat-lekat agaknya ia sedang menantikan
jawabannya.
Sedingin salju selembar wajah Gak Lam kun katanya dengan ketus.
“Aku telah menyanggupi untuk menghadiahkan Lencana pembunuh naga ini
kepadanya, perkataan seorang lelaki sejati lebih berat dari sembilan bukit, aku tak bisa
mengingkari kembali janji ini!”
Paras muka gadis berbaju perak itu segera berubah hebat, dengan wajah dingin
katanya, “Kalau begitu, jangan harap kau bisa mendapatkan Lencana pembunuh naga
tersebut”
“Kau anggap aku tak sanggup untuk merampasnya dari tanganmu?” tanya Gak Lam
kun hambar.
Gadis berbaju perak itu tertawa terkekeh-kekeh.
“Kau hendak merampasnya dari tanganku” dia mengejek “tapi aku justru sengaja akan
menyuruh kau untuk merebutnya dari tangan orang lain!”
Seraya berkata, tiba-tiba dia ayunkan tangannya kedepan sambil berseru, “Hei!
kukembalikan kotak kumala ini kepadamu!”
Tiba-tiba ia melemparkan kotak kumala tersebut kearah Si Tiong pek yang sedang
duduk bersila diatas tanah.
Tindakan dari gadis berbaju perak itu sama sekali diluar dugaan para jago yang hadir
disitu, dengan gerakan ringan dan pelan, kotak kumala tersebut segera melayang kearah
pangkuan Si Tiong pek.
Waktu itu, Thi eng pangcu Oh Bu hong berdiri paling dekat dengan Si Tiong pek, sekali
melompat ia telah menerjang kesisi tubuhnya.
Ketika Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi menyaksikan Oh Bu hong siap menyambar kotak
kumala tersebut serta merta dia melompat pula kedepan sambil menghadang jalan
perginya.
Oh Bu hong memutar tongkat pedang Thi eng kiam koaynya untuk menyodok tubuh
musuh, serangan ini dilancarkan amat cepat dan disertai dengan tenaga serangan yang
maha dahsyat.

Hoa Kok khi amat terperanjat, segera pikirnya, “Orang ini memiliki tenaga dalam yang
amat sempurna, kehebatannya benar-benar jarang dijumpai dalam dunia persilatan
sungguh tak disangka sebuah ayunan senjatanya saja ternyata mengandung tenaga
serangan sedemikian hebatnya”
Hoa Kok khi adalah seorang manusia berotak cerdik dan berakal banyak, tentu saja ia
tak berani gegabah menghadapi serangan lawan, tubuhnya segera berputar setengah
lingkaran untuk menghindari tusukan lawan, sesudah itu lengan kanannya diayunkan
kedepan dan melancarkan sebuah bacokkan kilat.
Oh Bu hong ingin cepat-cepat mendapatkan kotak kumala tersebut hawa murninya
segera dihimpun kedalam tangan kirinya, menanti serangan maut dari Hoa Kok khi hampir
mengenai dadanya, secepat kilat tangan kirinya diayun kedepan, lalu sambil membentak
keras disambutnya serangan tersebut dengan kekerasan.
Tenaga dalamnya yang amat sempurna amat membantu didalam pertarungan adu
kekerasan semacam ini, kontan saja Hoa Kok khi merasakan hawa darah didadanya
bergolak keras, tanpa sadar tubuhnya mundur setengah langkah kebelakang.
Pada detik itulah, jago lihay dari Thi eng pang ini telah mencukilkan ujung pedangnya
kedepan, kotak kumala tersebut segera melompat keudara dan disambarnya dengan
tangan kiri, sebelum musuh yang lain sempat tiba disana, benda tersebut buru-buru
dimasukkan kedalam sakunya.
Thian San ciangbunjin, Bu sin sianseng (tuan yang tak pernah menang) Tong Bu kong
membentak keras pedangnya menyambar kedepan melepaskan tusukan.
Oh Bu hong memutar senjatanya sedemikian rupa untuk melindungi keselamatan
tubuhnya, kemudian ia membentak keras, “Semua anggota Thi eng pang menerjang
keluar dari kepungan dan menuju ketimur!”
Ditengah bentakan tubuhnya menerjang kemuka, tangan kirinya diayun berulang kali
dan menghajar dada orang dengan jurus Jin hui pie pa (mengayunkan Pie pa).
Bertarung dengan cara begitu merupakan suatu cara pertarungan yang langka terjadi
dalam dunia persilatan, sebab bukan saja seseorang harus memiliki tenaga dalam yang
sempurna, lagi pula diapun harus sanggup untuk membendung serangan senjata dari
lawan.
Tong Bu kong tertawa dingin, dia miringkan badannya menghindarkan diri dari
serangan tersebut kemudian pergelangan tangan kanannya menekan kebawah,
pedangnya pun dibawa untuk menghindari sergapan senjata musuh, kemudian tangan
kanannya diayun kedepan, tiga titik cahaya bintang yang tajam secara terpisah
mengancam tiga buah jalan darah penting ditubuh Oh Bu hong.
“Suatu cara pertarungan yang amat kasar!” bentaknya.
Siapa tahu Oh Bu hong memang benar-benar memiliki ilmu silat yang melebihi orang,
ketika tongkat pedang Thi eng kiam koaynya sampai ditengah jalan, tiba-tiba ia
menariknya kembali dengan begitu saja, ternyata dengan tarikan serta dorongannya itu ia
berhasil membendung serangan dari Tong Bu kong.

Menyusul kemudian, ayunan cepat kembali dilancarkan, kali ini dia menyapu pinggang
lawan. Angin serangan yang tajam dan dahsyat, sungguh mengerikan bagi siapapun yang
melihatnya.
Tong Bu kong cukup mengetahui betapa sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki Thi
eng pangcu, ia tak berani menyambut secara gegabah, maka sambil mundur tiga langkah,
dengan suatu gerakan yang manis ia menghindarkan diri dari sapuan itu.
Dalam pada itu, Ji Cin peng telah menghampiri Gak Lam kun, lalu bisiknya lirih, “Untuk
sementara waktu, lebih baik kita jangan turun tangan lebih dulu, yang penting kita harus
menghimpun tenaga untuk menghadapi orang-orang See thian san!”
Gak Lam kun bukan seorang yang bodoh, tentu saja diapun tahu akan maksud tujuan
dari si nona berbaju perak itu.
Padahal bukan hanya dia seorang yang tahu tentang tipu muslihat ini, bahkan semua
jago yang hadir disitupun tahu, namun Lencana pembunuh naga tersebut mendatangkan
daya tarik yang terlampau besar, meskipun mereka sadar kalau termakan oleh tipu daya
orang, toh semua pihak berusaha untuk secepatnya mendapatkan mustika tersebut.
Dalam waktu yang teramat singkat ini, situasi dalam arena kembali terjadi perubahan
yang sangat besar, para jago dari pihak See thian san segera menyebarkan diri sejauh
sepuluh kaki dan membuat posisi pengepungan setengah lingkaran, secara kebetulan
berbentuk satu lingkaran pengepungan dengan pihak orang-orang perguruan panah
bercinta.
Thi kiam kuncu Hoa Kok khi, Bu seng sin eng Tong Bu kong, Kui to Thian yu Cinjin, Kiu
wi hou Kongsun Po serta Say Khi pit yang telah kehilangan sebuah lengannya ternyata
telah mengepung para jago dari Thi eng pang ditengah arena.
Waktu semua orang telah menghentikan pertarungan, Hoa Kok khi diam-diam
memperhatikan gerak gerik pihak Thi eng pang, iapun mengawasi si nona berbaju perak
serta Ji Cin peng sekalian yang berada diluar lingkaran pengepungan, dia tahu jika
pertempuran sampai berkobar hari ini, menang kalah tak akan bisa diketahui sebelum
banjir darah menodai seluruh permukaan tanah.
Ketika mengawasi pula wajah para jago dari Thi eng pang, tampaklah raut muka
mereka diliputi keseriusan, hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajah mereka,
tampaknya setiap orang telah bertekad untuk beradu jiwa, ini membuktikan bahwa
pertempuran yang bakal berlangsung pasti akan jauh lebih mengerikan daripada apa yang
diduganya semula.
Sekalipun semua pihak sudah mempersiapkan diri dengan baik, pembagian tugas untuk
menghadapi musuhpun sudah diatur, tapi karena setiap orang mempunyai maksud pribadi
sendiri, maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi?
Asal dua orang saja diantara pihaknya mengambil keputusan untuk menarik diri
ditengah jalan, sudah bisa dipastikan pihaknya akan mengalami kekalahan total.
Itulah sebabnya, untuk beberapa waktu lamanya ia tak berani mengambil keputusan
apapun.

000o000
Thi eng pangcu Oh Bu hong menyapu sekejap kawanan jago yang hadir diarena,
kemudian mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
Kalau didengar dari gelak tertawa Oh Bu hong yang penuh disertai hawa amarah itu,
suatu pertarungan sengitpun setiap saat bakal berkobar.
Terdengarlah suara gelak tertawa dari Oh Bu hong itu mulai dari rendah kian lama kian
meninggi, pantulan suaranya yang mendengung diangkasa membuat telinga menjadi
sakit, dalam waktu singkat seluruh perkampungan itu sudah dipenuhi dengan gelak
tertawa nyaring.
Thian san ciang bunjin Tong Bu kong paling tak sabar diantara sekian banyak jago,
pertama-tama ia yang berpekik panjang lebih dulu, kemudian bentaknya.
“Oh pangcu, sungguh amat sempurna tenaga dalammu, cuma setiap orang yang hadir
sekarang kebanyakan adalah jago-jago lihay dari dunia persilatan, aku rasa kau tak perlu
memamerkan ilmu silatmu lagi untuk menggertak hati orang”
Benar juga, Oh Bu hong segera menghentikan gelak tertawanya, ia berkata, “Mati atau
hidup suatu pertarungan tak dapat dihindari lagi, apa salahnya kalau kamu berlima
mencoba-coba dulu kelihayan dari perkumpulan Thi eng pang kami?”
Tong Bu kong mengayunkan pedangnya, kemudian menjawab, “Kalau memang begitu,
biar kami mencoba lebih dahulu sampai dimanakah kelihayan ilmu silat dari orang-orang
Thi eng pang?”
Selesai berkata, dengan pedang terhunus ia menerjang lebih dulu kedalam arena.
Hoa Kok khi, Thian yu Cinjin, Kongsun Po serta Say Khi pit serentak menggerakkan pula
senjatanya untuk menerjang maju kedepan, kiranya dalam waktu singkat para jago dari
Thi eng pang telah membentuk sebuah barisan.
Ketika Oh Bu hong memutar pedang Thi eng kiam koaynya keudara, sembilan orang
sisa dari delapan belas elang baja yang masih hidup itu mendadak bergerak saling
bersimpangan dan membentuk satu barisan, masing-masing berjaga disuatu sudut
tertentu, sementara Ki li Soat, Oh Bu hong, Cian seng khi su Wan Kiam ciu serta Gan tiong
ciang Kwan Kim ceng masing-masing berdiri disudut timur, barat utara dan selatan.
Tong Bu kong bergerak paling dulu, gerakan tubuhnya paling cepat pula, secepat
sambaran kilat pedangnya sudah menyambar kedepan menusuk tubuh Ki li Soat.
Tiba-tiba Ki li Soat mundur kebelakang, secepat kilat dari sisi tubuhnya menyambar
datang sebatang toya pedang yang menangkis datangnya tusukan tersebut, sedemikian
cepat dan kuatnya serangan itu, hampir saja membuat pedangnya tergetar lepas dari
cekalan.
Hal mana segera membuat Tong Bu kong menjadi tertegun.

Dalam sekejap mata itulah, serangan balasan lawan telah berada didekat tubuhnya,
toya pedang itu dengan membawa desingan angin tajam langsung menyambar
kepinggangnya.
Kiranya sewaktu Ki li Soat mundur kebelakang tadi, bersamaan waktunya Oh Bu hong
sudah maju kedepan menggantikan kedudukan gadis tersebut, kerja sama mereka
ternyata amat rapat dan luar biasa, sedikitpun tidak meninggalkan peluang yang bisa
dimanfaatkan oleh musuh untuk melukai mereka.
Termakan oleh tangkisan toya pedang dari Oh Bu hong sehingga pedangnya hampir
terlepas, Tong Bu kong merasa amat terperanjat, cepat-cepat ia melompat mundur sejauh
lima depa kesamping kanan sambil pikirnya.
“Dalam dunia persilatan tersiar berita yang mengatakan bahwa Oh Bu hong berilmu
tinggi dan berkekuatan mengejutkan hati orang, tampaknya berita tersebut bukan berita
kosong belaka, aku tak boleh beradu kekuatan lagi dengannya, lebih baik kumanfaatkan
kelincahan untuk mencari kemenangan…”
Setelah mengambil keputusan, ia mempersiapkan kembali pedangnya, ia bermaksud
menggunakan beberapa jurus sakti dari ilmu pedang Ciat mia kiam hoat aliran Thian san
untuk mencoba ilmu silat lawan.
Tapi sebelum hal itu dilakukan, tiba-tiba terasa bayangan manusia berkelebat lewat,
posisi barisan lawan kembali mengalami perubahan.
Terdengar seseorang tertawa dingin lalu berseru, “Sambut dulu sebuah pukulan Gan
tiong ciang ku ini.”
Selesai berkata, tiba-tiba terasa segulung angin pukulan yang dingin dan lembut
menyergap tiba dengan kekuatan yang betul-betul mengerikan sekali.
Tong Bu kong adalah ketua dari perguruan Thian san pay, kesempurnaan tenaga dalam
yang dimilikinya boleh dibilang sejajar dengan kepandaian ketua sembilan partai besar,
ketika merasakan datangnya angin pukulan yang sangat aneh, buru-buru ia mengerahkan
tenaga dalamnya untuk melindungi badan, kemudian disambutnya serangan dari Kwan
Kim ceng tersebut dengan keras lawan keras.
Ilmu pukulan Gan tiong ciang dari Kwan Kim ceng termasuk suatu ilmu pukulan yang
beraliran lain, serangannya mengandung tenaga pukulan yang bersifat dingin dan lunak,
sama sekali tidak membawa desingan angin tajam, tapi begitu mengena disasaran, tenaga
getarannya luar biasa sekali.
Akibat dari tangkisan Tong Bu kong yang melakukan pertarungan keras lawan keras itu,
seketika itu juga tubuhnya tergetar keras sehingga mundur tiga langkah kebelakang.
Walaupun demikian, tenaga getaran yang terpancar keluar dari tubuhnya sempat pula
menggetarkan lengan Kwan Kim ceng hingga terasa kaku dan kesemutan.
Kenyataan ini segera membuat kedua belah pihak sama-sama merasa terperanjat,
keangkuhan dan kejumawaan merekapun berkurang banyak.
Sementara itu serangan gabungan dari Hoa Kok khi berlima sudah mulai beraksi.

Dalam waktu singkat, angin pukulan menderu-deru bagaikan hembusan angin puyuh,
cahaya golok berkilauan, hawa pedang membumbung keangkasa, bayangan manusia
saling menyambar kian kemari, keadaan betul-betul mengerikan…
Pertarungan ini merupakan pertempuran tingkat tinggi yang melibatkan sekawanan
jago persilatan yang berilmu tinggi, sedemikian serunya pertarungan itu berlangsung,
membuat para penonton merasakan matanya menjadi berkunang-kunang.
Sudah sekian lama Hoa Kok khi berlima bersama-sama melancarkan serangan
gabungan namun kenyataannya, bukan saja barisan dari Thi eng pang tak berhasil
ditembusi, bahkan oleh gerakan para jago Thi eng pang yang bersimpang siur dan selalu
berganti posisi ini, kekuatan gabungan mereka berlima itu segera kena ditekan dan
terkendalikan, dari posisi bertahan kini Thi eng pang mengambil alih pucuk pimpinan dan
mulai melancarkan serangkaian serangan balasan.
Terutama sekali Oh Bu hong, keampuhan dan keberaniannya betul-betul mengerikan,
sapuan-sapuan toya pedangnya tak pernah disambut lawan dengan kekerasan.
Sambil melancarkan serangkaian serangan gencar Hoa Kok khi mulai meninjau kembali
situasi yang sedang dihadapinya.
Ia saksikan pihak Thi eng pang selalu mengandalkan perubahan barisannya yang sakti
dan tangguh untuk setiap saat berganti kedudukan sambil mengatasi keadaan, tiba-tiba
mereka menyerang dengan kekerasan, tiba-tiba pula mereka bertahan dari sergapan.
Sebaliknya orang-orang dari pihaknya harus berjuang mati-matian untuk melawan
serangan dari tiap penjuru yang datang secara bertubi-tubi, sistim pertarungan ini paling
banyak membuang tenaga, terutama Say Khi pit yang baru sembuh dari lengannya yang
kutung, ia paling kepayahan dan keteter hebat.
Ia mulai sadar bila keadaannya sudah mulai payah dan menunjukkan tanda-tanda
keletihan, pihak lawan pasti akan membuka serangan terbuka dengan pengerahan
segenap tenaga yang dimilikinya, itu berarti keadaan pihaknya akan bertambah gawat.
Menyadari akan hal tersebut, Hoa Kok khi mulai memutar otaknya untuk mencari akal
guna mengatasi situasi yang serba tidak menguntungkan ini.
Tapi, walau otaknya sudah diperas sampai habis belum juga ia menemukan cara terbaik
untuk menanggulangi kesulitan itu, ia mulai gelisah bercampur cemas, peluh dingin mulai
bercucuran membasahi sekujur badannya.
Haruslah diketahui, Oh Bu hong adalah seorang jagoan yang pintar dan cerdas baik
dalam ilmu silat maupun dibidang sastra, ia memiliki kemampuan yang melebihi orang
lain.
Sampai saat ini ia belum juga melancarkan serangan dahsyat yang mematikan lawan,
ini bukan disebabkan ia tak mampu, melainkan ia tahu jika gabungan dari kelima orang ini
berhasil dirobohkan, niscaya musuh berikut yang harus dihadapi adalah pihak Thian san
pay atau mungkin juga Ji Cin peng serta Gak Lam kun.

Waktu itu posisinya yang lebih lemah pasti akan terdesak ditawan angin, bahkan
kemungkinan besar dapat dihancurkan oleh musuh bila pihak Gak Lam kun sampai bekerja
sama dengan pihak si nona berbaju perak.
Itulah sebabnya sebelum ia berhasil mendapatkan cara paling tepat untuk menghadapi
kelompok nona berbaju perak, Ji Cin peng serta Gak Lam kun ia ingin menghancurkan
gabungan dari Hoa Kok khi berlima secara tergesa-gesa, sehingga ia kehilangan
kesempatan baik untuk mempertahankan diri.
Agaknya Ki li Soat dapat membaca jalan pemikiran dari Oh Bu hong, cepat ia berpurapura
mengikuti perubahan dari gerak barisan itu untuk menyelinap kesamping ketuanya
setelah itu bisiknya lirih, “Gihu (ayah angkat) mengulur waktu terus menerus bukan suatu
cara yang paling sempurna, lebih baik kita berganti barisan dan berjalan sambil bertarung,
asal kita sudah mundur dari perkampungan ini posisi kita akan lebih menguntungkan.”
Ditengah pertarungan tiba-tiba Oh Bu hong berpekik nyaring toya pedangnya berputar
satu lingkaran diatas kepalanya, posisi barisanpun seketika mengalami perubahan besar.
Kali ini masing-masing berdiri dengan punggung menghadap kedalam, wajah
menghadap keluar, sambil bertempur membendung serangan musuh, mereka mulai
menerjang maju kedepan.
Tapi Ji Cin peng, Gak Lam kun serta si nona berbaju perak yang berada diluar
gelanggangpun segera ikut menggeserkan pula kepungan mereka mengikuti setiap
pergeseran yang terjadi.
Mendadak… pada saat itulah Ki li Soat mulai unjukkan kelihayannya, ia loloskan pedang
bambunya lalu dengan sistim membabat, menotok, membacok dan menyapu ia
menghamburkan serangkaian serangan yang benar-benar amat dahsyat, hawa pedang
yang tajam dan dingin menggidikkan hatipun segera menyebar keempat penjuru.
Keadaan itu ibaratnya seekor naga sakti yang keluar dari awan, kelihayannya susah
dibendung secara gampang.
Permainan toya pedang Thi eng kiam koay dari Oh Bu hong lebih dahsyat lagi, dimana
angin toya itu menyambar, segera terasalah hembusan angin serangan yang dahsyat
bagaikan gulungan ombak yang menghantam karang.
Termakan serangan-serangan dahsyat dari Oh Bu hong dan Ki li Soat yang amat
mengerikan itu. Kongsun Po, Say khi pit dan Tong Bu kong terdesak hebat sehingga harus
mundur berulangkali kebelakang, keadaan ini menambah kritisnya keadaan dari Say khi
pit, tampaknya asal diserang beberapa jurus lagi, niscaya dia akan terluka parah.
Sesungguhnya waktu itu Hoa Kok khi sedang menyerang sayap kiri, ketika dijumpainya
Tong Bu kong bertiga tak sanggup membendung tenaga gabungan dari Oh Bu hong serta
Ki li Soat tiba-tiba ia berpekik panjang, pedang bajanya segera diloloskan, kemudian
teriaknya, “Saudara Tong, jangan gugup, siaute datang membantu”
Pedang bajanya diayunkan berulangkali melancarkan tiga buah serangan kilat, dalam
waktu singkat hawa pedang menyelimuti seluruh gelanggang bagaikan awan hitam
diangkasa Cian seng khi su Wan Kiam ciu kontan terdesak mundur selangkah.

Berhasil dengan serangannya, ia segera melejit keudara… lalu dengan jurus Ku ing
heng hui (Burung manyar terbang sendiri), ia melompat sejauh satu kaki keudara, belum
lagi kakinya mencapai permukaan tanah, pedang bajanya secepat kilat telah menyambar
kebawah mengancam jalan darah Thian leng hiat diubun-ubun Oh Bu hong.
Ketika itu Oh Bu hong sedang mempersiapkan pedang toya Thi eng kiam koaynya
untuk mendesak Iong Bu kong, sewaktu merasakan tibanya sergapan angin pedang dari
atas kepala, mau tak mau dia harus menyelamatkan diri lebih dahulu, toya pedangnya
segera diputar dan langsung menyapu kearah batok kepala Hoa Kok khi.
Hoa Kok khi cukup mengetahui betapa dahsyatnya sapuan toya tersebut, ia tak berani
menyambut dengan kekerasan, mendadak pedangnya ditarik kembali, kemudian tubuhnya
melayang turun ketanah…
Begitu kakinya menempel ditanah, kali ini dia menyerang diri Ki li Soat…
Menggunakan kesempatan itu, si Tosu setan Thian yu Cinjin membentak keras dan
menerjang kemuka, Wees! Wees! Wees! pukulan gencar dilepaskan untuk membendung
gerak maju Oh Bu hong, sementara senjata Hudtimnya melancarkan tiga buah sapuan.
Sementara itu, Ki li Soat yang menyaksikan Hoa Hok khi menyerang tiba sambil
mengayunkan pedangnya, dengan cepat menghimpun tenaga dalamnya kedalam lengan
kiri, sedangkan tangan kanannya mengeluarkan jurus ampuh Liok jit cay shia (Pelangi
indah dikala senja) untuk mendesak mundur Kongsun Po, tendangan yang berantai
memaksa Say Khi pit melompat kesamping, kemudian pedang ditangan kanannya yang
telah dipersiapkan, segera ditusukkan kedada Hoa Kok khi begitu musuhnya mendekat.
Bukan begitu saja, dengan menyerempet bahaya ia menerjang maju lebih kedepan,
pedangnya ditempelkan kebadan sambil badannya berputar, begitu tiba disisi Hoa Kok khi,
pedang bambu ditangan kanannya sama sekali tak bergerak, hawa murni dengan cepat
dihimpun kedalam senjata itu.
Jari tengah dan telunjuk tangan kiri Ki li Soat tiba-tiba menyambar kemuka menotok
jalan darah Im bun hiat di bahu kanan Hoa Kok khi, kaki kanannya menyusul kemudian
melancarkan sebuah tendangan menghajar jalan darah tok pit hiat dipersendian tulang
lutut kaki kiri lawan.
Hoa Kok khi sangat terkejut, segera pikirnya, “Ilmu silat yang dimiliki gadis ini betulbetul
jauh berbeda dengan kepandaian yang lain”
Tangan kirinya segera balas melancarkan sergapan menotok jalan darah Tee khi hiat
dikaki kanan Ki li Soat, badannya berjongkok menghindari sepasang jari tangannya musuh,
bahu kanannya dengan kekuatan besar ditumbukkan kejalan darah Koat hun hiat ditubuh
sang gadis.
Kedua orang itu sama-sama merupakan jago persilatan paling top dalam dunia
persilatan dewasa ini, kecepatan gerak mereka sungguh cepat sekali, setiap serangan
maupun serangan balasan semuanya tertuju kejalan darah penting ditubuh lawan.
Ki li Soat sama sekali tidak menyangka kalau serangan balasan dari lawan dilancarkan
dengan kecepatan serta keganasan yang luar biasa, tendangan kaki kanannya tiba-tiba

miring kesamping menghindari serangan tangan kiri lawan yang menghantam kebawah,
lalu menyapu keatas kaki kanan Hoa Kok khi yang sedang menghantam tiba.
Sekalipun demikian, Ki li Soat termakan juga oleh tumbukan bahu Hoa Kok khi yang
cepat itu persis diatas lengan kirinya.
Masing-masing pihak segera mundur kebelakang sambil berbisik dihati, “Sungguh
berbahaya!”
Sedemikian tegang dan berbahayanya pertarungan jarak dekat yang berlangsung
antara kedua orang itu, membuat Oh Bu hong serta si tosu setan Thian yu Cinjin lupa
untuk meneruskan pertarungan mereka.
Menanti kedua orang itu sama-sama sudah melompat mundur, Oh Bu hong baru
menggerakkan lengannya untuk melancarkan sebuah totokan ketubuh Thian yu Cinjin.
Si Tosu setan Thian yu Cinjin tidak menyangka kalau dirinya bakal diserang secara tibatiba,
ia terdesak hingga terpaksa memutar badan sambil menjatuhkan diri ketanah,
kemudian menggelinding sejauh tiga empat depa kesamping kanan.
Untung Tong Bu kong dan Kongsun Po segera maju sambil melancarkan serangan
sehingga Thian yu Cinjin lolos dari bahaya, seandainya Oh Bu hong memanfaatkan
kesempatan itu untuk mengejar lebih jauh, walaupun Thian yu Cinjin bisa lolos dari
sergapannya, paling tidak ia akan dipaksa hingga berada dalam keadaan mengenaskan.
Hoa kok khi tertegun sejenak, kemudian membentangkan kembali pedangnya sambil
melancarkan serangan.
Ki li Soat segera menyambut ancaman itu dengan ayunan pedang bambunya yang
tajam.
Suatu pertarungan sengit kembali berkobar, kali ini masing-masing pihak telah sadar
bahwa mereka sudah bertemu dengan musuh tangguh yang belum pernah dijumpai
sebelum ini, mereka tak berani bertindak gegabah, kedua belah pihak segera
mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk saling merobohkan, pertarungan
berlangsung seru, semua ancamanpun tertuju pada tempat-tempat mematikan ditubuh
lawan.
Sedemikian sengitnya pertarungan itu berlangsung, tanpa disadari Ki li Soat telah
melepaskan diri dari barisan dan membentuk suatu pertarungan satu lawan satu yang
tersendiri.
Dengan kepandaian silat mereka yang seimbang untuk beberapa waktu keadaan
berlangsung seri, menang kalahpun sukar ditentukan.
Dipihak lain, pertarungan antara si Tosu setan Thian yu Cinjin melawan Oh Bu hong
telah masuk pula kebabak yang paling menegangkan.
Pukulan batu karang Kwan Kim ceng bertempur melawan Bu seng siangseng Tong Bu
kong, sastrawan aneh seribu bintang Wan Kiam ciu bertarung melawan Kongsun Po serta
Say Khi pit.

Dia yang musti bertarung melawan empat tangan sekaligus tampak keteter sehingga
mundur terus kebelakang, untung saja delapan orang laki-laki elang baja setiap kali selalu
membantu, sehingga mara bahaya selalu berhasil diatasinya.
Dalam pada itu, Si Tiong pek yang duduk bersila diatas tanah mendadak melompat
bangun, wajahnya tampak segar kembali, tidak seperti sewaktu terkena pukulan Tay siu
im khi dari Hoa Kok khi tadi.
Kiranya setelah terkena pukulan Tay siu im khi dari Hoa Kok khi tadi Si Tiong pek yang
cerdik segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk mendesak hawa jahat itu kepelbagai
nadi penting, kalau tidak demikian hawa racun dingin itu niscaya akan langsung
menyerang kedalam isi perutnya.
Setelah melewati sekian waktu, dengan ilmu penyembuhan rahasia yang tercantum
dalam kitab pusaka Hay ciong kun boh, setelah mengatur pernapasan sejenak, akhirnya
tenaga dalam yang dimiliki telah pulih kembali seperti sedia kala.
Dengan sepasang matanya yang tajam dia awasi sekejap sekeliling arena, diiringi
kilatan cahaya tajam yang menyilaukan mata, secepat kilat Si Tiong pek melancarkan
sebuah sergapan kilat kepunggung Say Khi pit…
Tusukan itu dilancarkan dengan kecepatan tinggi dan menyergap dari belakang,
agaknya tak mungkin buat Say Khi pit untuk menyelamatkan diri lagi dari serangan
tersebut.
“Traaang…!” tiba-tiba terdengar suara bentrokan nyaring yang memekikkan telinga,
dengan pedang Giok siang kiam yang tajam Gak Lam kun telah menangkis tusukan Si
Tiong pek yang ditujukan kejalan darah Hong gan hiat dipunggung Say Khi pit itu.
Begitu Gak Lam kun turun tangan, delapan orang laki-laki elang baja dengan delapan
bilah pedangnya segera menyerbu pula kedepan.
Ji Cin peng kuatir Gak Lam kun mendapat celaka, sambil membentak nyaring dia ikut
menyerbu pula kedalam gelanggang pertarungan, Weess! Weess..!
Dua pukulan dahsyat yang membawa serangan angin puyuh segera menggulung
kemuka.
Delapan orang laki-laki elang baja dengan delapan bilah pedangnya segera merubah
posisi mereka, dalam sekejap mata cahaya tajam yang berkilauan bagaikan bendungan
sungai yang jebol, dengan dahsyatnya menghantam ketubuh Ji Cin peng.
Menyaksikan kejadian ini Ji Cin peng mengerutkan dahinya, lalu membentak keras,
“Manusia yang tak tahu diri, kau anggap aku tak berani melukai orang..?”
Selesai berkata, secepat kilat ia menyerbu kedalam barisan pedang, dimana jari
tangannya berkelebat, dua orang laki-laki elang baja segera roboh terkapar ketanah.
Si Tiong pek menjadi amat mendongkol ketika dilihatnya Gak Lam kun menangkis
pedangnya, sambil tertawa dingin ia berkata, “Saudara Gak, kau terlalu menghina orang”

“Aku tidak rela musuh besarku mati diujung pedang orang lain” kata Gak Lam kun
dingin.
Si Tiong pek segera tertawa dingin tiada hentinya.
“Bagus sekali! Tidak kusangka kau begitu keras kepala…”
Pedangnya segera diayunkan melepaskan sebuah bacokan kilat.
Gak Lam kun tahu bahwa ilmu silatnya telah memperoleh kemajuan pesat, ia tak berani
memandang enteng, pedang segera diputar melepaskan serangan balasan, pertarungan
sengit segera berkobar.
Begitu pertarungan antara kedua orang ini berlangsung, diam-diam Oh Bu hong merasa
terperanjat.
Semua gerakan pedang yang dilancarkan Si Tiong pek rata-rata adalah gerak serangan
aneh yang sukar diduga sebelumnya, jelas jurus-jurus pedang itu bukan ajarannya sendiri,
gerakan tubuhnya yang lincah dan gesit, enteng bagaikan hembusan angin membuat ia
terheran-heran, ia tak tahu darimana pemuda itu mempelajari ilmunya.
Ketika memperhatikan gerak tubuh Gak Lam kun, ternyata jauh lebih ampuh lagi,
bagaimanapun sempurna dan saktinya gerakan pedang Si Tiong pek, asal ia
menggerakkan sedikit tubuhnya, serangan tersebut segera berhasil dihindari.
Terutama sekali dua serangan balasan yang kemudian dilancarkan Gak Lam kun,
ternyata disertai dengan tenaga dalam yang kesempurnaannya sangat mengerikan.
Tiba-tiba terdengar dua kali dengusan tertahan berkumandang memecahkan
keheningan…
Dengan perasaan terperanjat, Oh Bu hong berpaling…
Tampak kedelapan orang laki-laki elang bajanya telah dihajar oleh Ji Cin peng sehingga
kocar kacir tak karuan.
Waktu itu si Tosu setan Thian yu Cinjin sedang mengerahkan segenap tenaga yang
dimilikinya untuk menyerang Oh Bu hong, tiba-tiba ia berpekik nyaring, toya pedang Thi
eng kiam koaynya menyapu kedepan dengan tenaga dahsyat disamping angin tajam
terasa memekikkan telinga.
Thian yu Cinjin terkesiap, pikirnya, “Begini dahsyat serangan toya pedang ini, benarbenar
tak pernah kujumpai sebelumnya”
Sambil membuang tubuhnya kebelakang ia melompat mundur sejauh delapan depa
lebih.
Setelah berhasil mendesak mundur Thian yu Cinjin, menggunakan kesempatan itu Oh
Bu hong melejit keudara dan menerkam Ji Cin peng, berada ditengah udara pedang toya
Thi eng kiam koaynya diputar menciptakan selapis bayangan senjata yang memenuhi
seluruh angkasa, diiringi suara guntur yang memekikkan telinga segera menghantam
keatas kepalanya.

Ketika merasakan betapa dahsyatnya serangan musuh yang ibaratnya bukit Thaysan
menindih kepala itu, Ji Cin peng tak ingin beradu kekerasan dengannya, cepat ia
menyelinap beberapa kaki kesamping untuk menghindarkan diri.
Sesudah kakinya menempel ditanah, Oh Bu hong tertawa dingin, lalu tegurnya, “Kami
perkumpulan Thi eng pang belum pernah berselisih atau bermusuhan dengan perguruan
anda, sesungguhnya apa maksud nona dengan melukai anggota perkumpulan kami?”
“Dalam suatu pertarungan, yang luka atau yang mati tak dapat dihindari, jika Oh
pangcu menegur aku pada saat seperti ini hmm… hmm… sungguh membuat aku sukar
untuk menjawab”
Tak terlukiskan rasa gusar Oh Bu hong ketika didengarnya pihak lawan malah
menyindir dirinya, dengan dingin ia menukas, “Masih begitu muda bermain kayu
didepanku, hmm! Kau anggap kami orang-orang Thi eng pang betul-betul takut
kepadamu?”
“Peristiwa yang terjadi hari ini jauh berbeda dengan peristiwa dimasa lalu” kata Ji Cin
peng dengan dingin, “meskipun antara perkumpulanmu dengan perguruanku tiada ikatan
dendam atau perselisihan, tapi yang kita perebutkan sekarang adalah Lencana pembunuh
naga, seandainya Oh pangcu bersedia mempersembahkan Lencana pembunuh naga itu…”
Oh Bu hong segera tertawa dingin, tukasnya, “Dengan mengandalkan kekuatan dari
perguruan panah bercinta kalian ingin memaksa lohu mempersembahkan Lencana
pembunuh naga itu?”
Mendadak toyanya diputar dan menyapu ketubuh Ji Cin peng dengan kecepatan
bagaikan kilat.
Dengan sepasang alis mata berkenyip, Ji Cin peng melompat kesamping untuk
menghindarkan diri…!
Gak Lam kun segera membentak keras, serunya, “Oh pangcu, sungguh hebat tenaga
seranganmu itu!”
Telapak tangan kirinya melancarkan sebuah pukulan dahsyat untuk memukul mundur Si
Tiong pek, setelah itu badannya melompat kedepan, pedangnya diputar dengan jurus Ki
hong teng ciat (burung hong terbang ular membelit) kemudian langsung ditusukkan
kedepan.
Oh Bu hong merasa amat terperanjat, ia saksikan tusukan pedang dari Gak Lam kun itu
segera menciptakan selapis jaringan pedang yang amat rapat, sedemikian rapatnya
sehingga burung gereja sukar melewati, ikan diair pun sukar menyeberangi.
Dengan cepat ia mengerahkan tenaga dalamnya sambil membentak keras, “Ilmu
pedang bagus!”
Toyanya dengan cepat diputar menciptakan selapis bayangan toya yang melindungi
seluruh badan.

“Traang! Trang! Traang!” suara benturan-benturan nyaring yang memekikkan telinga
segera berkumandang tiada hentinya.
Percikan bunga api menyebar keempat penjuru, bayangan sinar yang menyilaukan
mata memancar kemana-mana…
Dalam bentrokan itu, kedua belah pihak sama-sama merasa bahwa tenaga dalam yang
dimiliki musuhnya sungguh jarang ditemui didunia ini seandainya tidak menyaksikan
dengan mata kepala sendiri, sungguh amat sulit untuk dipercayai, darah didalam dada
segera terasa bergetar keras.
Seandainya bentrokan ini terjadi beberapa hari berselang niscaya Gak Lam kun sudah
dibikin terluka oleh getaran tenaga dalam Oh Bu hong yang sempurna, tapi kini tenaga
dalamnya telah memperoleh kemajuan yang pesat, sekalipun tubuhnya dipaksa mundur
tiga langkah akan tetapi isi perutnya sama sekali tidak terluka.
Oh Bu hong maju selangkah kedepan, telapak tangan kirinya tiba-tiba diayun kedepan
membacok tubuh Gak Lam kun, pedang Thi eng kiam koay ditangan kanannya menusuk
kejalan darah Tam thian hiat dilambung, sedangkan kaki kanannya melayang kedepan
menendang jalan darah Hu hau hiat dikaki kirinya.
Sambil bergerak maju, secara beruntun ia lancarkan tiga jurus serangan yang secara
beruntun mengancam tiga buah jalan darah penting ditubuh lawan.
Gak Lam kun merasakan juga kelihayannya, buru-buru ia mempergunakan ilmu langkah
Liong heng sin hoat yang sakti itu untuk berkelit kesamping, pedang pendek Giok siang
kiamnya menyambar kebawah lalu membacok kaki kanan Oh Bu hong yang sedang
melancarkan tendangan.
Kaki kanan Oh Bu hong yang sedang melancarkan tendangan itu tiba-tiba berubah
menjadi sapuan melintang, begitu terhindar dari bacokan pedang lawan, kembali ia
menyapu tubuh Gak Lam kun.
Sedangkan telapak tangan kirinya ditarik kembali, sambil berganti jurus ia totok jalan
darah Sin hong hiat didada Gak Lam kun.
Dari serangan lurus dibuyarkan menjadi melintang, sambil menghindar melancarkan
serangan balasan, semua serangan tersebut dilancarkan dengan kecepatan luar biasa,
perubahannya sungguh sukar diduga, kelihayannya tiada tandingannya.
Gak Lam kun merasa amat terperanjat, pedang pendeknya segera diputar dan
membabat tubuh Oh Bu hong.
Dengan cepat Oh Bu hong memandang pergelangan tangannya kebawah sambil
berubah jurus, dari totokan berubah menjadi pukulan telapak tangan, segulung angin
pukulan tak berwujud segera dipancarkan keluar.
Gak Lam kun membentak keras, mendadak pedangnya dipindahkan ketangan kiri,
sementara kelima jari tangan kanannya dipentangkan lebar-lebar dan mencengkeram
kedepan.

Sreeet..! Sreeet..! Lima gulung desingan angin tajam yang berhawa dingin dari ilmu
Tok liong ci jiau segera memancar keluar dan menyambar kemuka.
Oh Bu hong mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, ia telah
mengalihkan pedang toya Thi eng koay kiamnya ketangan kiri, sedangkan tangan
kanannya mengepal kencang dan disodokkan kedepan.
“Blaaam..!” suatu ledakan keras yang memekikkan telinga berkumandang memecahkan
kesunyian.
Baik Oh Bu hong maupun Gak Lam kun sama-sama tergetar keras oleh benturan
tersebut sehingga masing-masing mundur empat lima langkah kebelakang, rasa kaget dan
terkesiap segera menghiasi wajahnya.
“Uuaaak..!” tak bisa dicegah kedua orang itu muntah darah segar.
Oh Bu hong tertawa hambar serunya, “Suatu ilmu cengkeraman jari Tok liong ci jiau
sinkang yang amat lihay..!”
Gak Lam kun mendengus dingin katanya pula, “Suatu ilmu pukulan Jit gwat it sian kun
(pukulan matahari dan rembulan satu garis) yang mengerikan.
Tiba-tiba Oh Bu hong merogoh kesakunya dan mengeluarkan kotak kumala itu
kemudian sambil diletakkan diatas tangan kirinya, dengan sinar mata memancarkan hawa
napsu membunuh, ia tertawa dingin, pelan-pelan katanya, “Jika kau sanggup menerima
sebuah pukulan Jit gwat it sian kun ku lagi maka dengan sukarela aku orang she Oh akan
menyerahkan Lencana pembunuh naga ini kepadamu, dan kami orang-orang Thi eng pang
berjanji tak akan ikut memperebutkannya lagi”
Gak Lam kun tertawa dingin.
“Bagus sekali!” serunya, “kalau begitu sambut dulu sebuah pukulanku ini”
Ji Cin peng yang mendengar perkataan itu menjadi amat terperanjat, segera teriaknya,
“Tunggu sebentar, biar aku saja yang menyambut serangannya itu!”
Oh Bu hong mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… perduli siapapun, asal dapat merampas kotak kumala
ini dari tanganku, Thi eng pang segera akan mengundurkan diri dari sini”
Gak Lam kun tidak memperdulikan jeritan dari Ji Cin peng, pelan-pelan ia berjalan
mendekati kearah Oh Bu hong.
Oh Bu hong tertawa angkuh kepalan tangan kanannya ditujukan kearah Gak Lam kun
sepasang matanya memancarkan sinar yang menggidikkan hati dengan sorot mata tajam
diawasinya Gak Lam kun dan Ji Cin peng yang selangkah demi selangkah berjalan
mendekati itu tanpa berkedip.
Langkah kaki Gak Lam kun lambat sekali, setiap melangkah setindak kedepan, segera
muncullah sebuah bekas telapak kaki sedalam setengah inci diatas permukaan tanah
berumput.

Kiranya menggunakan kesempatan maju kedepan, setiap langkah ia maju tenaga
dalamnya segera dihimpun satu bagian lebih hebat, ia telah bersiap sedia menggunakan
segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menerima pukulan dahsyat Jit gwat it sian kun
dari Oh Bu hong itu.
Mendadak Si Tiong pek melompat kesamping Oh Bu hong seraya berkata dengan
nyaring, “Suhu, untuk sementara waktu serahkan saja kotak kumala itu kepada tecu!”
Dengan suatu gerakan yang aneh tangan kanannya segera menyambar kearah kotak
kumala yang berada ditangan kiri Oh Bu hong itu.
Mimpipun Oh Bu hong tidak menyangka kalau Si Tiong pek begitu berani merampas
kotak kumala tersebut dari tangannya, lagipula gerakan menyambar yang dilakukan itu
memakai suatu gerakan yang sangat aneh dan belum pernah dijumpainya sebelum itu, Oh
Bu hong merasakan hatinya bergetar amat keras.
Tahu-tahu kotak kumala yang berada ditangan kirinya itu sudah kena disambar oleh Si
Tiong pek.
Kelicikan dan kebusukan hati Si Tiong pek betul-betul sukar diduga sebelumnya, ketika
Lencana Pembunuh naga itu berhasil dirampasnya, ia segera mempergunakan suatu
gerakan tubuh yang cepat untuk berjumpalitan sejauh empat lima kaki dari posisi semula.
Ji Cin peng serta Gak Lam kun segera membentak bersama, “Berhenti!”
Dengan suatu gerakan yang amat cepat, kedua orang itu bersama-sama melompat
kedepan sejauh empat lima kaki lebih.
Begitu dua orang itu bertindak, kawanan jago lainnya baru seperti sadar dari impian
masing-masing segera melakukan pengejaran pula dari belakang.
Thi eng pangcu Oh Bu hong, Ki li Soat, Kwan Kim ceng serta Wan Kiam ciu masingmasing
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya segera meluncur kedepan…
Gerakan tubuh dari Si Tiong pek sungguh teramat cepat, tampak bayangan biru
berkelebat lewat dalam waktu sekejap mata ia sudah berada empat lima kaki jauhnya,
dalam keadaan demikian sulitlah buat kawanan jago lainnya untuk mengejar lebih
mendekat.
Ji Cin peng serta Gak Lam kun mengejar paling depan, meski begitu jaraknya dengan Si
Tiong pek pun masih ada tujuh delapan kaki jauhnya.
Tampaknva Si Tiong pek segera akan berhasil membawa kabur Lencana pembunuh
naga itu!
Tiba-tiba dari antara kawanan jago itu melompat keudara sesosok bayangan manusia
dengan kecepatan yang luar biasa.
“Siapakah orang itu?”

Dia bukan lain adalah Siu Nay nay, perempuan beramhut putih dari perguruan panah
bercinta, tubuhnya bergerak kemuka dengan melintas diudara kecepatan geraknya
bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dalam waktu singkat ia telah berada
dibelakang tubuh Si Tiong pek.
Hoa Kok khi yang mempunyai pengetahuan amat luas, begitu menyaksikan ilmu
gerakan tubuh yang digunakan si perempuan berambut putih itu kontan saja merasa amat
terkesiap, teriaknya tak tertahan, “Ilmu meringankan tubuh maha sakti Thian ti leng gong
(tangga langit menjulang diangkasa yang amat luar biasa, hari ini aku benar-benar sempat
menyaksikannya sendiri!”
Karena teriakan tertahannya itu, kawanan jago lainnya menjadi tertegun dan samasama
mengalihkan sorot matanya kedepan.
Karena pikirannya bercabang itulah, Si Tiong pek serta perempuan berambut putih itu
sudah berada tujuh delapan belas kaki lebih kedepan.
Ketika berhasil menyusul dibelakang tubuh Si Tiong pek, perempuan berambut putih itu
segera mengayunkan telapak tangannya melancarkan sebuah bacokan.
Agaknya Si Tiong pek tahu bahwa saat itu jiwanya berada diujung tanduk, hawa
murninya telah dipersiapkan semenjak tadi, maka begitu perempuan berambut putih itu
melepaskan bacokan, ia segera meningkatkan kewaspadaannya, tiba-tiba ia berpaling,
telapak tangan kanannya melancarkan sebuah pukulan balasan.
Perempuan berambut putih itu tertawa dingin, ejeknya, “Suatu ilmu pukulan yang luar
biasa!”
Hawa murninya disalurkan kebawah, begitu kakinya mencapai permukaan tanah
telapak tangan kanannya kembali diayunkan kedepan.
Serangan yang dilancarkan Si Tiong pek itu bisa berupa serangan sungguhan, bisa pula
sebagai serangan tipuan, selesai melancarkan pukulan tadi, tiba-tiba ia membuyarkannya
ditengah jalan, pedang Thi eng kiam yang tersoren dipunggung pun dengan suatu
kecepatan luar biasa dicabut keluar kemudian membacok kedepan dengan suatu gerakan
aneh.
Berbarengan itu pula, tangan kirinya menyusul tiba dari arah samping dengan suatu
gerakan aneh.
Menyaksikan kelihayan musuhnya, perempuan berambut putih itu merasa amat
terperanjat, bentaknya, “Suatu ilmu serangan Hay ciong tui hun kiam ciang yang amat
lihay…”
Ditengah bentakan, telapak tangan kanannya menyerang kedepan sambil menyapu
punggung pedang, hawa murninya segera dihimpun kemudian menyentil ujung pedang
tersebut dengan jari telunjuk serta jari tengahnya, sementara telapak tangan kirinya
dengan jurus soat hong wu soh (salju menutup kabut mengunci) ia bendung kebasan
tangan kiri Si Tiong pek sehingga serangannya terbendung keluar.
Ketika Si Tiong pek mendengar perempuan berambut putih itu berhasil menyebutkan
nama ilmu pedangnya, ia merasa terperanjat sekali, belum lagi ingatan kedua sempat

berkelebat lewat, tahu-tahu pergelangan tangan kanannya sudah terasa menjadi kaku,
dan pedang Thi eng kiam itupun terlepas dari tangannya.
Didalam melancarkan pukulan maupun serangan pedang itu, Si Tiong pek telah
mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, tak terlukiskan rasa terperanjatnya
setelah menyaksikan pedangnya mencelat dan pukulannya mengenai sasaran yang
kosong.
Tanpa berpikir panjang lagi ia segera melompat kemuka dan kabur kedalam bangunan
gedung yang berjumlah delapan buah itu.
Gedung dimana ia datangi tersebut, bukan lain adalah tempat yang paling berbahaya
dan paling mengerikan dari seluruh bangunan gedung itu.
Empat penjuru merupakan bangunan berloteng yang bersusun-susun, setiap bangunan
semuanya diatur dan disusun menurut suatu sistim, menurut ilmu barisan yang sangat
lihay…”
Dengan suatu gerakan tubuh yang sangat cepat, perempuan berambut putih itu
menyusul kesana, tapi setelah memandang sekejap bangunan gedung yang terbentang
didepan mata, hatinya kontan saja merasa bergetar keras, pikirnya, “Alat rahasia yang
disusun dalam gedung itu amat banyak dan berlapis-lapis, setiap batang rumput dan
benda yang berada disana, sudah cukup untuk merenggut nyawa orang, bila Si Tiong pek
dibiarkan kabur kedalam sana, bukan saja aku tak akan berhasil membekuknya, sekalipun
orang lain juga jangan harap bisa mendapatkan lagi Lencana pembunuh naga itu…”
Ia saksikan tubuh Si Tiong pek makin lama pergi semakin jauh, jaraknya dengan
bangunan gedung yang misterius itupun tinggal beberapa langkah saja.
Ia segera menggerakkan tubuhnya sambil menyusul kedepan, bentaknya keras-keras,
“Disitu terdapat banyak sekali alat rahasia, kau lebih baik mundur saja dari sana daripada
menyesal!”
Sambil berseru, dengan jurus Long li che hoa (percikan bunga ditengah ombak) ia
cengkeram punggung Si Tiong pek dengan suatu gerak serangan yang luar biasa.
Si Tiong pek merasakan hatinya bergetar keras, sepanjang jalan dia hanya tahu kabur
terus ia sama sekali tidak berniat mendatangi gedung yang misterius itu dengan sengaja,
tapi kini sekalipun ia hendak menghentikan gerakkan tubuhnya juga sudah terlambat.
Begitu merasakan datangnya desingan angin tajam dari belakang tubuhnya, ia segera
mengebaskan telapak tangan kanannya sambil membentak keras, “Kau menyusahkan
diriku terus menerus, terhitung jagoan lihay darimanakah kau ini!”
“Praaak!” ketika sepasang telapak tangan saling membentur kedua orang itu samasama
bergetar keras, Si Tiong pek segera manfaatkan kesempatan itu untuk meluncur
masuk lebih kedalam.
ooooooo
Perempuan berambut putih itu mendengus dingin.

“Hmm! Tinggalkan Lencana pembunuh naga itu aku akan memberi sebuah jalan
kehidupan untukmu!”
Si Tiong pek mendengus berat, ia malahan semakin mempercepat gerakan tubuhnya
untuk meluncur kedepan.
Perempuan tua berambut putih itu menjadi sangat marah, sambil membentak keras,
sebuah pukulan dahsyat kembali dilontarkan kedepan.
“Hari ini sekalipun kau kabur keujung langit, aku tetap akan membekukmu hiduphidup!”
bentaknya dengan penuh kebencian.
Si Tiong pek segera tertawa seram.
“Haaahh… haaahh… haaahh… bagus, sekali, kalau begitu mari kita langsungkan
pertarungan itu didalam bangunan gedung tersebut..!”
Sehabis berkata itu ia lantas melompat masuk kedalam bengunan gedung itu, dalam
sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata…
Ternyata perempuan tua berambut putih itu tak berani mengejar lebih lanjut buru-buru
ia menghentikan gerakan tubuhnya sambil berpikir.
“Tempat ini sangat berbahaya dan tak bisa diduga akibatnya, apabila aku menerjang
masuk secara gegabah, niscaya akan termakan oleh jebakan rahasia tempat itu, atau
paling tidak akan disergap secara licik olehnya, lebih baik aku menyusun rencana yang
lebih matang lebih dulu, sebelum masuk kedalam…
Sementara ia masih termenung, dari belakang tubuhnya, secara beruntun melayang
datang lima enam sosok bayangan hitam…
Belum lagi menghentikan gerakan tubuhnya Ji Cin peng telah bertanya dengan suara
lantang, “Siau Nay nay, apakah Si Tiong pek telah menerobos masuk kegedung itu?”
“Betul, ia telah menerobos masuk kedalam gedung itu!” jawab perempuan tua
berambut putih itu dengan wajah berubah.
Mendengar jawaban tersebut, selapis perasaan murung dan sedih segera menyelimuti
wajah Ji Cin peng, ia menghela napas sedih dan diliriknya sekejap diri Gak Lam kun tanpa
berbicara, entah bagaimanakah perasaan hatinya waktu itu?
Saat itulah tiba-tiba terdengar Thi kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa terbahak-bahak.
Haaahhh… haaahhh… haaahhh… saudara Thian yu, kita harus berangkat selangkah
lebih duluan! serunya.
Si Tosu setan Thian yu Cinjin tertawa seram pula.
“Benar, benar sekali, kita semua memang tak boleh berdiri melulu disini sambil
menghirup angin barat laut!”

Seraya berkata, secepat sambaran petir kedua orang itu segera meluncur masuk
kedalam bangunan gedung itu.
Tong Bu kong yang menjumpai kejadian tersebut menjadi amat terperanjat, segera
teriaknya, “Hey, saudara berdua, siaute bersedia mengekor dibelakang kalian..!”
Dengan kelicikan dan kecerdasan otaknya, setelah mempertimbangkan sejenak untung
ruginya, ia lantas menghimpun tenaga dan mengikuti dibelakangnya.
Tak lama kemudian Kongsun Po serta Say Khi pit menyusul kemudian memasuki
gedung bangunan itu.
Triiing..! Triiing..! dua kali suara dentingan berkumandang memecahkan keheningan.
Sambil tertawa cekikikan terdengar si nona berbaju perak itu berkata lembut, “Gak Lam
kun Lencana pembunuh naga milikmu selamanya tak akan dapat direbut kembali!”
Gak Lam kun mendengus dingin.
“Hmmm! Selama aku tak bisa mendapatkannya kaupun jangan harap bisa
mendapatkan pula!”
Nona berbaju perak itu tertawa merdu.
“Benarkah itu..? Hiiihhh… hiiihhh… hiiihh… apa salahnya kalau kita mencoba lebih
dulu.”
Sambil berkata, dengan lemah gemulai dia berjalan kedepan, diikuti oleh See ih sam
seng dibelakangnya, segera merekapun berangkat memasuki gedung yang misterius itu,
malahan sebelum pergi ia sempat melemparkan sekulum senyuman kepada Gak Lam kun.
Lirikan mata itu terlalu tajam dan mendebarkan hati orang yang melihat, tentu saja Gak
Lam kun tak berani beradu pandangan dengannya, buru-buru ia berpaling kearah lain
dengan perasaan yang amat gundah dan tak karuan…
Ji Cin peng yang menyaksikan kejadian itu segera merasakan api cemburunya
berkobar, diam-diam ia mendesis gusar sambil memaki, “Perempuan yang tak tahu malu!”
Sekalipun rasa cemburunya berkobar-kobar, bagaimanapun juga dia adalah seorang
ketua dari suatu perguruan besar, sikap gagah dan supelnya masih tercermin jelas diatas
wajahnya, cuma saja selapis senyuman dingin tersungging diujung bibirnya, hal mana
membuat orang segera tahu kalau gadis itu sudah dibuat gusar.
Sengaja gadis itu mempertinggi suaranya sambil berseru, “Siau Nay nay, bagaimana
caranya untuk merampas kembali Lencana mustika itu?”
Perempuan tua berambut putih itu termenung sebentar, kemudian jawabnya pelan,
“Satu-satunya jalan hanyalah memasuki pula gedung bangunan yang misterius itu!”
“Baik!” ucap Ji Cin peng sambil tersenyum, “mari kita segera memasuki gedung ini!”

Ia bisa diangkat sebagai ketua perguruan panah bercinta, karena gadis itu memang
memiliki suatu kelebihan yang melampaui orang lain.
Dia tahu dalam gedung bangunan tersebut penuh dengan alat jebakan yang sangat
berbahaya, bila terlalu banyak orang yang memasukinya justru malahan akan mempersulit
kedudukan sendiri, korban yang berjatuhanpun mungkin akan lebih banyak, maka buruburu
ia memberi tanda kepada kedelapan belas pemanah panah bercintanya agar
mengundurkan diri dari situ, sementara dia hanya membawa Jit poh toan hun Kwik To,
Siau Nay nay, Han Nio nio serta Siangkoan It berempat.
Keempat orang ini semuanya merupakan jago-jago paling top dari perguruan panah
bercinta, mereka rata-rata merupakan seorang jagoan yang sanggup mengatasi sendiri
setiap perubahan situasi yang bakal terjadi, maka dengan hadirnya keempat orang ini,
otomatis pihak Thi eng pang tak berani memandang rendah kekuatan mereka lagi.
Ketika Thi eng pangcu Oh Bu hong menyaksikan ketua perguruan panah bercinta
menyusun kekuatannya begitu rupa, diam-diam merasa amat terkejut, buru-buru ia
berpesan kepada Ki li Soat dengan suara lirih, kemudian berangkat seorang diri
melanjutkan perjalanannya.
Pelan-pelan Ki li Soat berjalan mendekati Gak Lam kun, kemudian panggilnya pelan,
“Gak siangkong…”
Akan tetapi berhubung Ji Cin peng yang ada disampingnya melotot terus dengan sorot
matanya yang tajam dan menggidikkan, setelah menghela napas panjang dihatinya, Ki li
Soat buru-buru menelan kembali ucapannya yang hendak diutarakan itu.
Gak Lam kun agak tertegun, kemudian tegurnya, “Apakah nona Ki ada sesuatu
persoalan?”
Ki Li soat hanya menggelengkan kepalanya berulangkali, dengan hati yang sedih dan
murung ia menundukkan kepalanya kemudian pelan-pelan berjalan meninggalkan tempat
itu.
Malam seraya bertambah sunyi dan sepi, bintang-bintang bertaburan diangkasa dan
memancarkan sinar yang redup…
oOo
00O00 00O00
Sambil memegang kencang-kencang Lencana pembunuh naganya, dengan suatu
gerakan cepat Si Tiong pek melayang masuk kedalam gedung bangunan itu.
Baru saja kakinya menempel diatas permukaan tanah, mendadak ia merasakan suasana
disekeliling tempat itu menjadi gelap gulita, kenyataan tersebut sangat membuat hatinya
tertegun.
Tanpa terasa dengan perasaan keheranan ia bergumam, “Dengan jelasnya aku masih
ingat kalau saat ini hari masih terang benderang, kenapa secara tiba-tiba bisa berubah
menjadi gelap gulita sepekat ini…”

Cepat ia mendongakkan kepalanya untuk memeriksa keadaan cuaca, tampak udara
amat bersih, bintang-bintang tersebar diangkasa dan berkedip-kedip, rembulan dengan
sinarnya yang redup memancar keseluruh angkasa, kalau bukan malam telah menjelang
tiba, apa pula namanya itu..?
Si Tiong pek benar-benar merasa tercengang dan tidak habis mengerti, kalau
diperhatikan waktu itu maka bisa diperkirakan kentongan ketiga tengah malam sudah
menjelang tiba, tapi bukankah ia baru tiba belum lama? Mengapa sedemikian cepatnya
cuaca berubah dari siang menjadi malam?
Semakin berpikir ia merasa hatinya semakin terkejut, sehingga untuk sesaat lamanya
menjadi termangu.
Tiba-tiba ia menyaksikan sesosok bayangan hitam sedang bergerak maju kedepan
sana.
Si Tiong pek amat terkejut, sambit mempersiapkan pukulannya, ia membentak, “Siapa
disitu?”
Orang itu segera menghentikan gerakan tubuhnya lalu tertawa terkekeh-kekeh dengan
seramnya.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… kau sudah terjerumus dalam istana rembulan, itu
berarti selama hidup jangan harap kau bisa melihat matahari lagi!”
Si Tiong pek semakin terperanjat, bentaknya keras-keras, “Apa kau bilang?”
Kembali orang itu tertawa seram.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… aku yakin kau seorang bocah muda masih belum
mempunyai pengetahuan seluas itu, istana Kiu ciong kiong sudah amat tersohor dalam
dunia persilatan, sekalipun kau memiliki Lencana pembunuh naga juga jangan harap bisa
keluar dari istana ini, selama hidup kau akan selalu terkurung dalam istana rembulan ini!”
Kiranya bangunan gedung ini bernama istana Kiu ciong kiong, semuanya terbagi
menjadi sembilan ruangan yang terdiri dari Gwat kiong (istana rembulan), Jit kiong (istana
matahari), Kiam kiong (istana emas), Gin kiong (istana perak), Sik kiong (istana batu), Im
kiong (istana Im), Leng kiong (istana dingin), Sui kiong (istana air), dan Hwee kiong
(istana api).
Semua istana tersebut dibangun dengan letak yang beraturan mengikuti kedudukan
bintang, arsiteknya adalah Ku yang cu, pemilik istana Kiu ciong kiong itu sendiri.
Sedemikian hebatnya bangunan tersebut, membuat barangsiapa yang terjerumus
kedalam istana itu, maka selama hidup jangan harap bisa meninggalkan istana tersebut
dengan selamat.
“Jadi kau sendiripun terjebak pula didalam istana Gwat kiong..?”

“Benar!” jawab manusia itu sambil tertawa seram, “sekalipun nasib kita sama namun
ada pula perbedaannya, lohu datang kemari lebih duluan serta mengetahui cara untuk
meninggalkan tempat ini, sebaliknya kau… heeehh… heeehh… heeehh…”
Si Tiong pek menjadi amat penasaran setelah mendengar perkataan itu, diapun tertawa
dingin.
“Aku tidak percaya kalau ruangan ini sedemikian lihaynya!”
Selesai berkata ia lantas melompat kedepan dan meluncur dari situ dengan kecepatan
luar biasa.
Tapi baru saja tubuhnya bergerak maju, mendadak dirasakan hawa murni dalam
tubuhnya tersendat-sendat, seakan-akan telah menjumpai daya tekanan suatu kekuatan
yang amat besar dan menggetarkannya sehingga balik kembali ketempat semula.
Tapi begitu ia mundur ketempat tadi tenaga tekanan itupun lenyap dengan sendirinya,
Kenyataan ini membuat Si Tiong pek merasa amat terperanjat, ia menjadi gugup dan tak
tahu apa yang musti dilakukan.
Menyusul kemudian ia mencobanya kembali beberapa kali, tapi apa yang dialaminya
ternyata sama dan tak jauh berbeda, sekarang dia baru tahu lihay dan tertunduk sedih
dengan kening berkerut.
Terdengar orang itu tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… bagaimana? Tidak salah bukan perkataanku tadi?”
Si Tiong pek adalah seorang yang suka menyembunyikan kelihayan sendiri, mengetahui
kalau istana Gwat kiong mempunyai suatu keanehan yang tersendiri, satu ingatan dengan
cepat melintas dalam benaknya, ia tertawa tergelak-gelak hingga suaranya memantul
ketempat yang jauh sekali.
Selesai tertawa, dia maju kedepan dan berkata, “Cianpwe, siapa namamu? Terimalah
salam hormat dari boanpwe…”
Belum habis dia berkata, orang itu sudah berkata kembali dengan suara yang dingin,
“Si Tiong pek, secara tiba-tiba kau bersikap begitu menghormat kepadaku, bukankah kau
mengandung maksud tertentu…”
Suaranya dingin, kaku dan tak berperasaan, bahkan kedengaran begitu sinis dan
mengandung nada menghina.
Si Tiong pek terkesiap, segera pikirnya, “Siapakah orang ini? Kenapa ia bisa mengetahui
namaku…”
Berpikir sampai disitu, diapun lantas tertawa seram seraya menjawab, “Saudara,
seorang manusia sejati tak akan menyembunyikan indentitas sendiri, kenapa aku tak bisa
teringat siapa gerangankah dirimu itu…”
Meskipun istana Gwat kiong diterangi sinar rembulan yang menyorot keempat penjuru,
tapi oleh karena orang itu menyembunyikan diri dibalik kegelapan, maka sulitlah baginya

untuk mengenali raut wajah orang itu, secara lamat-lamat dia hanya menyaksikan sesosok
bayangan tubuh manusia yang berwarna hitam belaka…
Orang itu segera tertawa seram, katanya, “Siapakah diriku, aku rasa kau tak perlu tahu,
cuma…”
Diam-diam Si Tiong pek mendengus dingin tiba-tiba ia membentak sangat keras.
“Saudara benar-benar terlalu menghina orang!”
Dengan kelicikan serta kebusukan hatinya menggunakan kesempatan dikala ia
membentak keras itu, mendadak tubuhnya bergerak maju kedepan, telapak tangan
kanannya direntangkan lebar-lebar, kelima jari tangannya dengan membawa desingan
angin tajam langsung mencengkeram kearah tubuh orang itu.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… rupanya kau ingin mampus..!” seru orang itu sambil
tertawa seram.
Ditengah kegelapan, tidak nampak bagaimana caranya ia menghimpun tenaga, tahutahu
segulung angin pukulan yang maha dahsyat telah dilontarkan kedepan menyambar
datangnya serangan dari Si Tiong pek yang sedang menerjang tiba itu.
Belum lagi tubrukan Si Tiong pek mencapai sasarannya, ia sudah merasakan segulung
tenaga pukulan yang sangat kuat dan dahsyat menyergap kearah tubuhnya, diam-diam ia
merasa terperanjat, buru-buru gerak majunya ditahan dan tubuhnya segera melompat
kesamping untuk menghindarkan diri…
Orang itu kembali tertawa seram.
“Lebih baik jangan turun tangan secara sembarangan, kepandaian silat yang kau miliki
itu masih selisih jauh sekali dari puncak kesempurnaan..!”
Semenjak mempelajari ilmu pedang dan ilmu pukulan dari kitab pusaka Hay ciong kun
boh, tenaga dalam yang dimiliki Si Tiong oek telah memperoleh kemajuan yang amat
pesat, dengan kepandaian tersebut ia sudah dapat terhitung sebagai seorang jagoan lihay
kelas satu dalam dunia persilatan.
Siapa tahu serangan Ngo ci tian goan yang dipergunakannya tadi, bukan saja tidak
menghasilkan apa-apa malahan sebaliknya kena dipaksa mundur oleh lawannya.
Buat seorang yang ahli, begitu pertarungan berlangsung itu segera akan diketahui lihay
atau tidaknya seseorang, maka dari serangan yang barusan dilakukan, Si Tiong pek segera
menyadari bahwa ia masih bukan tandingan orang itu, terutama sekali terhadap tenaga
pukulannya jauh begitu sempurna, jelas ia masih selisih jauh sekali.
Maka sambil tertawa seram, katanya, “Kepandaian yang kumiliki memang masih jauh
ketinggalan ketimbang kepandaian anda, cuma…”
Orang itu segera mendegus dingin.
“Hmmm! Jika kau masih kurang puas, silahkan saja untuk melancarkan serangan
berikutnya!”

Si Tiong pek tertawa seram.
“Heeeehhh… heeehhh… heeehhh… aku memang merasa sangat tidak puas, tapi
sekarang bukanlah saatnya untuk turun tangan, bagaimana kalau pertarungan dilanjutkan
setelah aku keluar dari istana Gwat kiong ini?”
“Hmmmm… kau anggap bisa keluar dari sini dengan gampang?” ejek orang itu sambil
tertawa seram.
Si Tiong pek balas tertawa dingin.
“Heeehh… heeehh… heeehh… didunia ini tiada persoalan yang sulit, yang ada hanya
orang yang tidak berniat, asal aku mau melakukan pemeriksaan yang seksama dan teliti,
pada suatu hari toh akhirnya aku bisa keluar juga dari sini!”
Orang itu menghela napas panjang, sampai lama sekali ia membungkam dalam seribu
bahasa.
Si Tiong pek menjadi tercengang dan keheranan ketika dilihatnya orang itu tiba-tiba
membungkam diri, pikirnya, “Asal usul orang ini sukar diduga, dengan jelas dia tahu kalau
Lencana pembunuh naga itu berada ditanganku, mengapa ia tidak mencobanya untuk
merampas dariku? Sebaliknya malahan bersedia mengulur waktu denganku disini? Apakah
kedatangannya kemari bukan lantaran Lencana pembunuh naga… sebaliknya oleh karena
sebab-sebab tertentu?”
Semakin dipikir ia merasa semakin curiga, akhirnya sambil tertawa katanya, “Apakah
kedatanganmu kepulau terpencil inipun dikarenakan Lencana pembunuh naga?”
Orang itu mendengus.
“Hmmm..! Kalau bukan karena Lencana pembunuh naga, memangnya lohu mau
melakukan perjalanan sejauh ini datang kemari… hmm..! Untungnya saja kedatanganku
tidak sia-sia, sebentar lagi Lencana pembunuh naga itu akan segera terjatuh
ketanganku…”
Mendengar perkataan itu Si Tiong pek merasakan hatinya seketika menjadi dingin
separuh, ternyata apa yang diduganya semula tak salah, orang itu memang datang untuk
mendapatkan Lencana pembunuh naga, padahal Lencana mustika itu berada disakunya,
itu berarti suatu pertarungan sengit untuk mempertahankan Lencana pembunuh naga itu
segera akan berlangsung kembali!
Berpikir sampai disitu, ia lantas tertawa dingin katanya, “Lencana pembunuh naga yang
kau cari-cari sekarang berada disakuku, kenapa kau masih belum juga turun tangan untuk
merampasnya?”
Orang itu tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhhh… haaahhhh… haaahhhh… sekalipun lohu tidak merampasnya, toh benda itu
pada akhirnya akan terjatuh pula ketanganku!”
“Mana mungkin?” seru Si Tiong pek tidak percaya.

Kembali orang itu tertawa seram.
“Heeehhhh… heeehhhh… heeehhhh… Istana Gwat kiong hanya ada jalan masuk tanpa
jalan keluar, kalau toh kau sudah masuk kemari maka jangan diharapkan bisa keluar lagi,
tempat ini kecuali rembulan yang bersinar sepanjang masa, hanya batu kerikil yang
melapisi permukaan tanah, coba bayangkan sendiri, seandainya kau terkurung sampai
delapan sepuluh hari, apa yang hendak kau makan?”
Setelah berhenti sebentar, katanya lebih lanjut, “Waktu itu kau akan kelaparan
sehingga tenaga untuk menggerakkan tanganpun tidak dimiliki, andaikata lohu hendak
mengambil Lencana pembunuh naga itu, bukankah ibaratnya merogoh saku sendiri? Coba
pikirkanlah, betul tidak perkataanku ini?”
Dari perkataan tersebut, Si Tiong pek segera menyadari bahwa kelicikan serta
kebusukan hati orang ini jauh melebihi dirinya.
Pepatah bilang: “Manusia adalah besi, nasi adalah baja, sekali tidak makan laparnya
bukan kepalang!”
Betul dia memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa, tapi kalau tidak makan
maka beberapa hari kemudian dirinya akan mati kelaparan disini, sekalipun Lencana
pembunuh naga dimilikinya juga apa pula gunanya..?
Berpikir sampai disitu, dia lantas mendengus dingin, katanya, “Caramu itu memang
suatu cara yang bagus dan sempurna, tetapi… haaahh… haahh… haaahhh… jika aku tidak
makan, apakah kau bisa..?”
Kembali orang itu tertawa seram.
“Heeehhh… heeehhh… heehhh… soal ini tak perlu kau kuatirkan, lohu sudah
mempersiapkan segala sesuatunya dengan komplit!”
Blaaam! Orang itu menepuk-nepuk sebuah kantong karung goni yang dibawanya,
kemudian merogoh kedalamnya dan mengeluarkan seekor ayam goreng yang besar dan
gemuk, bau harum semerbak segera tersiar sampai kemana-mana.
Si Tiong pek merasa amat terperanjat, diam-diam ia mengeluh, katanya dengan gemas.
“Dengan kepandaian yang kau miliki, sesungguhnya tak perlu berbuat demikian, jika
ingin merampas lencana pembunuh naga ini, rampas saja dengan kekerasan, buat apa…
Orang itu tertawa seram lagi.
“Menggunakan kesempatan lohu akan melatih semacam ilmu silat yang maha sakti,
menanti kau sudah kelaparan setengah mati dan ilmu saktiku telah selesai kulatih, maka
kau akan membawa lencana pembunuh naga itu untuk keluar dari sini…”
Mendadak ia merasa bahwa dirinya telah salah berbicara, cepat-cepat mulutnya ditutup
dan kata-kata yang belum selesai diucapkan segera ditelan kembali.

Mendadak terdengar suara tertawa yang tajam berkumandang datang memecahkan
keheningan.
Dengan sekujur tubuh bergetar keras, Si Tiong pek segera berpaling kearah mana
berasalnya suara itu.
Tampaklah dari balik kegelapan muncul Jit poh toan hun (tujuh langkah pemutus
nyawa) Kwik To yang berwajah kuning kaku, ia berdiri disitu sambil tertawa dingin tiada
hentinya.
Si Tiong pek menjadi amat terperanjat, buru-buru dia himpun segenap tenaga dalam
yang dimilikinya kedalam telapak tangan untuk bersiap sedia menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan…
Kwik To kembali tertawa seram katanya, “Orang she Si, cepat serahkan Lencana
pembunuh nagamu kepadaku!”
Si Tiong pek tertawa dingin.
“Kau sedang mimpi rupanya”
Kwik To kembali mendengus dingin.
“Lohu, berani datang kemari, berarti aku mempunyai cara untuk membekuk batang
lehermu!”
Mendadak seseorang tertawa panjang dengan suara yang dingin menyeramkan.
“Heeehh… heeehh… heeehh… Kwik To, kau berani merampas barang daganganku?
Hati-hati dengan senjata Jit poh lui sim cianku ini, aku bisa menyuruh kau mampus saat ini
juga”
Ditengah kegelapan, orang itu mengangkat tangannya keatas, benar juga panah inti
geledek Jit poh lui sim ciam telah ditujukan ketubuh Jit poh toan hun Kwik To.
Setelah mendengar ancaman ini, Si Tiong pek merasa makin terperanjat, ia tidak
menyangka kalau orang itu adalah Lui Seng Thian.
Kwik To segera tersenyum katanya, “Oooh… rupanya saudara Lui yang berada disitu,
maaf kalau lohu tidak mengenalinya tadi!”
“Heeehhh… heeehhh… mana, mana” jawab Lui Seng Thian sambil tertawa aneh,
“asalkan saudara Kwik bersedia mengundurkan diri dari sini, lohu pasti tak akan
menyusahkan diri Kwik heng…”
Kwik To berpikir sebentar, kemudian jawabnya, “Sekalipun lohu mengundurkan diri dari
sini, belum tentu saudara Lui akan berhasil mendapatkan Lencana pembunuh naga…”
“Kenapa?” tanya Lui Seng Thian tertegun.
Kwik To tersenyum.

“Dewasa ini semua jago lihay dari segala penjuru dunia telah berkumpul semua disini,
sekalipun kau Lui Seng Thian mempunyai kegagahan yang luar biasa juga tak nanti bisa
mengangkangi benda itu sendirian, bukan saja perguruan panah bercinta bertekad untuk
mendapatkan Lencana pembunuh naga tersebut, sekalipun perguruan dan perkumpulan
lainnya juga sama saja”
Lui Seng Thian mendengus dingin menukas pembicaraannya yang belum selesai,
katanya, “Soal ini tak perlu kaurisaukan, lohu yakin masih sanggup untuk mengatasi
persoalan ini…”
Setelah berhenti sebentar, bentaknya, “Saudara Kwik, harap kau segera mengundurkan
diri, kalau tidak panah inti geledek Jit poh lui sim ciamku tak akan mengenal belas kasihan
lagi..!”
Jit poh toan hun Kwik To mendengus dingin.
“Hmm! Kalau begitu silahkan saja saudara untuk mencobanya!”
“Creeeet!” tiba-tiba kilatan cahaya api memancar dalam istana Gwat kiong, mengikuti
ayunan tangan kiri Jit poh toan hun, kabut hitam yang sangat tebal segera memancar
keempat penjuru, dalam waktu singkat seluruh istana Gwat kiong telah diselimuti oleh
asap berwana hitam itu.
Tiba-tiba sinar rembulan menjadi lenyap, empat penjuru hanya diliputi oleh kegelapan
yang pekat…
Tiba-tiba terdengar Kwik To tertawa seram, katanya, “Saudara Lui, coba lihatlah!
Bukankah panah inti geledek Jit poh lui sim ciam tak mampu mengapa-apakan diriku”
Jit poh lui sim ciam Lui Seng Thian tidak menyangka kalau secara tiba-tiba Jit poh toan
hun Kwik To bakal melepaskan kabut hitam, melihat bayangan orang lenyap dari
pandangan, ia menjadi teramat gelisah.
“Saudara Kwik!” serunya sambil tertawa seram, “siasatmu Boan thian kok hay
(mengelabuhi langit menyeberangi samudra) ini tak akan berhasil membuat aku orang she
Lui menjadi terkecoh!”
Seraya berkata, panah inti geledek Jit poh lui sim ciam ditangannya pelan-pelan
dialihkan kearah luar.
Semangat Si Tiong pek kontan saja berkobar, dikala ia sedang merasa kepepet dan
merasa tak kuat menahan kejaran dari dua orang jago lihay, tahu-tahu Kwik To
mengeluarkan ilmu mengelabuhi orang yang sangat lihay itu dengan cepatnya pula dia
melemparkan tubuh sendiri keluar.
Mendadak… sebuah cakar raksasa yang bergerak lincah menyambar keatas tubuhnya.
Si Tiong pek merasa amat terkesiap, buru-buru ia membuang bahunya kesamping
sambil melayang kesebelah kiri, tapi belum lagi tubuhnya sempat berdiri tegak, bayangan
hitam itu sudah menyusul pula dari arah belakang.
Dalam gelisahnya ia lantas membentak, “Kwik To kau berani!”

Tiba-tiba tubuhnya bergeser keluar, secepat kilat telapak tangan kanannya melepaskan
sebuah pukulan dahsyat keatas dada orang itu.
Kwik To tertawa seram, ejeknya, “Kalau ingin tak mampus, serahkan saja Lencana
pembunuh naga itu kepadaku!”
Kelima jari tangannya yang terpentang lebar-lebar mendadak diayunkan ketengah
udara… dengusan tertahan berkumandang memecahkan keheningan, tak bisa dihindari
lagi, Si Tiong pek sudah kena dicengkeram oleh Kwik To dengan ilmu cengkeramannya
yang maha lihay.
Karena kesakitan, si anak muda itu mendengus tertahan, secepat sambaran kilat
sebuah tendangan dilancarkan.
Waktu itu Jit poh lui sim ciam Lui Seng Thian sedang kesal mencari tempat
persembunyian Jit poh toan hun Kwik To, maka begitu mendengar suara bentakan dari Si
Tiong pek, tanpa terasa ia mengambil keputusan dihati, hawa napsu membunuhpun
segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Terdengar ia tertawa dingin, lalu teriaknya, “Kalian berdua tak usah saling berebut
lagi!”
“Blaaam..!”
Suatu ledakan keras menggelegar menggetarkan seluruh angkasa, percikan bunga api
tersebar kemana-mana, diantara kilatan cahaya emas, beberapa jalur panah berapi telah
meluncur keluar dengan cepatnya.
“Lui Seng Thian kau sungguh teramat keji!” teriak Kwik To dengan suara lantang.
Dalam keadaan demikian, tak sempat lagi baginya untuk merampas Lencana pembunuh
naga tersebut, dengan cepat ia melemparkan tubuh Si Tiong pek keluar, sementara ia
sendiri menjatuhkan diri ketanah dan bergelinding sejauh beberapa kaki dari tempat
semula…
Sreet..! Sreeet..! Diantara desingan panah geledek, benda-benda penyebar maut itu
berseliweran diatas tubuh Kwik To yang masih mendekam ditanah itu.
Dalam pada itu, baru saja tubuh Si Tiong pek terlempar keudara oleh tenaga lemparan
Jit po toan hun Kwik To, dua jalur cahaya api secepat kilat meluncur datang kearahnya
dengan kekuatan yang mengerikan.
Pemuda itu menjadi amat terkesiap, bisiknya dihati.
“Habis sudah riwayatku kali ini..!”
Berhubung anak panah geledek menyambar datang dengan kecepatan yang luar biasa,
Si Tiong pek sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk berpikir panjang.

Dia tahu bila melompat keatas maka bahaya yang mengancam keselamatan jiwanya
akan makin bertambah besar, satu-satunya jalan hanya bisa membuyarkan hawa murni
seraya meluncur turun kebawah.
“Criit..!” dua jalur sinar emas menyambar lewat dari atas kepalanya dengan membawa
desingan angin tajam, menanti ia membuka matanya kembali, tampaklah sinar bintang
berkilauan, setelah memandang sekejap sekeliling sana, pemuda itu baru sadar bahwa ia
telah terlepas dari kurungan istana rembulan.
Pelan-pelan rasa kaget dan rasa ngerinya mereda, tanpa sadar ia menghembuskan
napas panjang.
Tapi belum lagi helaan napasnya selesai, mendadak dilihatnya berpuluh-puluh sosok
bayangan manusia berdiri tak jauh dari dirinya berada.
Tampak olehnya See ih samseng (tiga malaikat dari wilayah See ih) masing-masing
berdiri disatu arah yang berlawanan, sedangkan si nona berbaju perak dari Thian san
berada ditengah, waktu itu dia sedang memandang kearahnya sambil tersenyum manis.
Hal mana dengan cepat membuat Si Tiong pek berdiri tertegun.
Pelan-pelan gadis berbaju perak itu maju kedepan menghampirinya, lalu sambil tertawa
ringan katanya, “Kau baru saja keluar?”
Mendengar perkataan itu Si Tiong pek menjadi tertegun, pikirnya dengan cepat.
“Darimana dia bisa tahu kalau aku baru saja keluar dari istana rembulan? Nona ini
memiliki kecantikan yang tak terlukiskan oleh kata-kata, bila aku bisa kawin dan
memperistri dirinya, tidak sia-sia hidupku dalam dunia dewasa ini!”
Berpikir demikian, ia lantas tertawa lirih, sahutnya, “Kau telah mengetahui segala
sesuatunya”
“Tentu saja” jawab si nona baju perak sambil tertawa terkekeh-kekeh, “Ketika kau
terjerumus kedalam istana rembulan, lalu menerjang keluar secara paksa, semua kejadian
ini dapat kuikuti dengan jelas.”
Tercekat perasaan Si Tiong pek oleh ucapan tersebut.
“Kalau segala sesuatunya dapat kau lihat, kenapa kau sendiri tidak masuk, kedalam…”
Kembali nona berbaju perak itu tertawa terkekeh-kekeh.
“Dengan otak setanmu yang licin aku sudah tahu kalau istana rembulan tak akan
berhasil mengurung dirimu, telah kuperhitungkan bahwa kau pasti akan keluar dari tempat
ini.”
Si Tiong pek tahu bahwa gadis berbaju perak ini adalah satu-satunya ahli waris dari
aliran See Thian san, dengan dimilikinya Lencana pembunuh naga tersebut, sudah barang
tentu dia jauh lebih hapal terhadap tempat-tempat tersebut daripada orang lain, bahkan
segala gerak geriknya selama inipun tak dapat mengelabuhi dirinya…

Melihat pemuda itu hanya membungkam saja, nona berbaju perak itu berkata lagi
sambil tertawa, “Dapatkah kau serahkan kembali Lencana pembunuh naga itu
kepadaku..?”
Ucapan tersebut diutarakan dengan suara datar lagi pelan, sama sekali tiada nada
paksaan atau suara bengis yang tak sedap didengar.
Si Tiong pek yang pada dasarnya memang sudah terpikat oleh kecantikan wajahnya itu,
kontan saja merasakan hatinya bergetar keras sesudah mendengar ucapan tersebut…
Ucapan yang pelan dan lembut ibaratnya sebuah nyanyian merdu, bukan cuma
menggetarkan hatinya, bahkan menimbulkan pula pasang surut yang keras dalam hati
kecilnya…
Tak sedikit gadis cantik yang pernah dijumpai selama ini, tapi belum pernah ia
kehilangan semangat seperti hari ini, ia merasa dirinya tidak memiliki alasan yang cukup
kuat untuk menampik permintaan orang, sekalipun Lencana pembunuh naga tak ternilai
harganya, tapi gadis cantik rupawan yang berada dihadapannya sekarang agaknya
mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi daripada Lencana pembunuh naga tersebut,
seluruh perasaannya mulai mabuk dan terbuai.
Tanpa ragu-ragu lagi ia merogoh kesakunya dan mengeluarkan kotak kumala tersebut,
kemudian sambil diangsurkan kehadapan gadis berbaju perak itu, katanya, “Ambillah
nona!”
Gadis berbaju perak itu tertawa ringan, ia membuka sebentar kotak kumala tersebut
tapi segera menutupnya kembali, sambil tertawa katanya kemudian, “Terima kasih
banyak, lebih baik kau simpan sendiri benda itu secara baik-baik!”
Selesai berkata, dengan memimpin See ih sam seng, pelan-pelan ia berlalu dari situ.
Untuk sesaat lamanya Si Tiong pek berdiri termangu ditempat tanpa mengetahui apa
yang musti dilakukan, nona itu hanya menerimanya sebentar lantas dikembalikan kembali
kepadanya, apa maksud sesungguhnya dari gadis tersebut? Sepintas lalu sikapnya tanpa
berperasaan tapi tampak pula seperti tak berperasaan, pikiran dan perasaannya segera
saja berubah menjadi makin kacau…
Dalam perasaan gundahnya tanpa sadar Si Tiong pek mulai bersenandung, ia tak tahu
bagaimanakah perasaan hatinya sekarang, dia hanya merasa bahwa gadis berbaju perak
itu merupakan gadis idaman hatinya…
Langkah si nona baju perak itu sangat lamban ia dapat mendengar pula suara
senandung Si Tiong pek, sambil tertawa serunya kemudian, “Orang goblok itu sungguh
amat romantis…”
Malaikat telapak tangan Nio Go hau yang berada disisinya segera tertawa seram.
“Sejak dulu sampai sekarang, orang yang selalu romantis hanya akan menerima
kekesalan, biarkan saja ia merasa gundah seorang diri!”
Malaikat racun Lo Kay seng terbahak-bahak pula.

“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… si nona, apakah kau telah berhasil menukar Lencana
pembunuh naga itu?”
Sambil tertawa gadis berbaju perak itu mengangguk.
“Tentu saja telah kutukar, sekarang Lencana pembunuh naga sudab muncul dua buah,
walaupun mereka berpengetahuan dan pengalaman amat luas, jangan harap bisa
mengetahui rahasia tersebut, biar saja mereka saling berebut benda yang salah…”
Malaikat pedang Pek Bong in tertawa terbahak-bahak pula.
“Haaahh… haaahh… haaahh… semua tempat dalam istana Kiu tiong kiong sudah kita
hapalkan diluar kepala, sekalipun tanpa lencana pembunuh naga kitapun bisa pergi
kemana-mana sambil memejamkan mata, buat apa nona menukarnya kembali..?”
“Aku harus menyerahkannya kepada Gak Lam kun!” jawab si nona baju perak itu
sambil mendengus.
Ucapan ini segera membuat tiga malaikat dari wilayah See ih menjadi tertegun mereka
tidak habis mengerti apa sebabnya nona berbaju perak itu berbuat demikian?
Sementara gadis berbaju perak itupun hanya tertawa misterius, dengan cepatnya ia
berlalu dari sana.
Sisa matahari telah tenggelam dilangit barat, senja mulai mencekam seluruh jagad…
Sambil memegang kotak kumala tersebut Si Tiong pek berdiri termangu-mangu sambil
mengawasi bayangan punggung si nona yang pergi jauh, akhirnya ia menghela napas
sedih.
Mendadak…
Sesosok bayangan hitam menubruk datang dari belakang tubuhnya dan secepat kilat
menyambar kotaK kumala yang berada ditangannya itu.
Si Tiong pek terkesiap, cepat-cepat ia menarik tangannya sambil berputar kian kemari,
secara beruntun kakinya telah berpindah dua posisi yang berbeda.
Tapi berhubung lengan kirinya sudah kutung, gerak geriknya menjadi kurang leluasa,
maka belum lagi tubuhnya sempat berhenti, segulung angin pukulan telah berhembus
datang.
“Uaaak..!” tak bisa dicegah lagi Si Tiong pek muntah darah segar, dengan
sempoyongan tubuhnya mundur beberapa langkah berulangkali, sementara kotak kumala
tersebut lantaran terhajar oleh angin pukulan yang amat keras itu, segera mencelat
ketengah udara.
“Kiranya kalian…” teriak Si Tiong pek dengan gusarnya.
Setelah berhasil melukai Si Tiong pek dengan pukulan dahsyatnya, diam-diam terkesiap
juga hati Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi sewaktu dilihatnya kotak kumala tersebut

mencelat ketengah udara, dengan suatu kecepatan luar biasa ia segera menerjang
kemuka dan menyambar kotak kumala tersebut.
Tampak bayangan manusia berkelebat menyusul kemudian terdengar si Tosu setan
Thian yu Cinjin tertawa seram sambil berseru.
“Haaahh… haaahh… haaahh… saudara Hoa, tak usah repot-repot, biar lohu yang
mewakilimu untuk mengambil kotak kumala tersebut…”
Ketika telapak tangan raksasanya diayunkan pelan ketengah udara, secepat kilat kotak
kumala tersebut sudah terjatuh ketangannya.
Terkesiap Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi menyaksikan kejadian itu, sambil tertawa
terkekeh katanya kemudian, “To heng, harap kau simpan benda itu untuk sementara
waktu, tapi jangan lupa benang seutas tak akan mampu menjadi kain, tanpa lohu pun
Lencana pembunuh naga tak lebih cuma sebuah benda yang tak berguna. Bukankah
begitu to heng.”
ooooooo
Tercekat juga perasaan si Tosu setan Thian yu cinjin sesudah mendengar perkataan itu,
pikirnya, “Rase tua ini sungguh amat lihay, aku tak boleh sampai menyalahi dirinya…”
Berpikir demikian, sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya, “Haaahhh… haaahhh…
haaahhh… tentu saja, tentu saja kita toh sudah bertekad untuk bekerja sama, hidup
bersama matipun bersama, apalagi begitu banyak jago persilatan yang tersebar disini
dewasa ini, masih banyak hal yang harus membutuhkan bantuan dari saudara Hoa…”
Bukan hanya sekali saja Si Tiong pek menderita kerugian besar ditangan Thiat kiam
kuncu Hoa Kok khi, luka lama ditambah dengan luka baru, tak urung keadaan tersebut
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 2 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-mandarin-terbaru-lencana_07.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-mandarin-terbaru-lencana_07.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar