Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Rabu, 07 September 2011

Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 1


Lencana Pembunuh Naga
Khu Lung
Diceritakan oleh Tjan ID
Jilid I
DITENGAH-TENGAH remangnya cuaca senja, sebuah perahu sampan melaju dengan
cepatnya dari mulut telaga Tong-ting-ou menuju ke arah bukit Kun-san.
Diujung geladak duduk seorang bocah laki-laki berusia empat lima belas tahunan, ia
mempunyai potongan badan yang bagus dengan bibir yang merah, sebaris gigi yang putih
dan pakaian serba putih.
Ia duduk diujung geladak dengan wajah riang, matanya melihat kesana kemari,
menyaksikan perahu-perahu sampan yang hilir mudik bagaikan kunang-kunang, sekulum
senyuman segera menghiasi bibirnya.
Dibelakang bocah laki-laki berbaju putih itu, berdiri seorang pemuda baju hijau yang
berusia dua puluh tahunan, alis matanya melentik ke atas dengan mata yang jeli,
tubuhnya tegap kekar, mukanya tampan menawan hati.
Cuma sayangnya, pemuda berbaju hijau itu tidak berniat untuk menikmati keindahan
malam di telaga tersebut mukanya dingin serius tak tampak senyuman, malah dahinya
berkerut, rupanya banyak persoalan yang merisaukan hatinya sehingga mengurangi
minatnya untuk memperhatikan alam semesta di sekelilingnya.
Memandang air yang koyak terbelah oleh dayung ia berdiri termenung dengan mulut
membungkam.
Di tengah keheningan malam yang menyelimuti sekitarnya tiba-tiba bocah laki-laki
berbaju putih itu berbisik, “Toako, ada perahu mendekati kita!”
Yaa, dari depan sana muncul dua titik sinar lentera yang makin lama makin dekat ke
arah mereka.
Pemuda baju hijau itu mendesis lalu mengalihkan sorot matanya yang jeli ke arah
depan, memandang sampan-sampan di kejauhan sana.
Murungkah dia? Atau sedihkah dia? Apa yang menyebabkan dia bersikap demikian?
Tiba-tiba dua buah sampan kecil itu memisahkan diri, kemudian satu dari sebelah kiri
yang lain dari sebelah kanan, dengan kecepatan yang luar biasa langsung menerjang
perahu yang mereka tumpangi.
Agaknya kejadian tersebut diluar dugaan sibocah baju putih itu, dengan kaget dia
lantas membentak, “Hei, kenapa kalian tumbuk perahu kami……”

Sepasang telapak tangannya segera diayun ke depan menyongsong datangnya
terjangan sampan-sampan tersebut.
Hembusan angin pukulan menderu-deru, termakan oleh pukulan yang begitu dahsyat
kedua buah sampan tadi terseret hingga meluncur lewat dari kedua belah samping
sampan mereka.
Suara tertawa dingin segera berkumandang dari atas sampan-sampan tersebut.
Begitu mendengar suara tertawa dingin, paras muka si anak muda berbaju hijau yang
semula hambar tanpa emosi berubah hebat, hawa pembunuhan yang tebal mencorong
keluar dari balik matanya, ia mendengus lalu bagaikan burung elang yang mencari mangsa
tubuhnya melambung ke udara dan langsung menerkam sebuah sampan yang sudah
berlalu dari sampingnya itu…….
Saat tubuhnya melambung di udara, tangannya diayun ke muka berulangkali, dan tiga
rentetan cahaya putih yang menyilaukan mata langsung mengenai ke atas sampan itu.
Jerit kesakitan yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan kesunyian, sesosok
bayangan manusia tiba-tiba melambung ke udara dan kabur ke arah telaga.
Pemuda berbaju hijau itu tertawa dingin, begitu badannya melayang turun diatas
geladak, telapak tangan kirinya langsung diayun ke muka.
“Aduuh…….!” kembali suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang
memecahkan keheningan, bayangan manusia yang mencoba kabur itu terhajar telak oleh
pukulan musuh hingga tubuhnya tercebur ke dalam air telaga.
Tiba-tiba bentakan nyaring menggelegar di angkasa, “Kalian mau kabur kemana……..”
Ternyata pembunuhan yang terjadi di sampan itu menimbulkan kepanikan pada
sampan lainnya, orang-orang yang berada dalam sampan itu segera mengambil keputusan
untuk melarikan diri.
Tapi si bocah berbaju putih yang bermata jeli tidak berpeluk tangan belaka, mengikuti
di belakang pemuda berbaju hijau, tubuhnya langsung menerjang ke arah sampan
tersebut.
Tiga orang laki-laki berbaju ringkas berwarna hitam segera berlompat keluar dari
ruangan sampan masing-masing bersenjatakan sebilah pedang tajam, begitu musuhnya
tiba, serentak menyerang dari tiga jurusan yang berbeda.
Selincah kijang gerak-gerik bocah berbaju putih itu, tubuhnya berputar bagaikan
gasingan, tiba-tiba lengan kirinya diayun ke muka dan langsung melepaskan sebuah
pukulan gencar.
Salah seorang laki-laki berbaju hitam yang ada di tengah menjerit kesakitan,
pedangnya terlepas dan jatuh diatas geladak.
Bocah berbaju putih itu bergerak cepat, sambil memutar badan, ujung jarinya kembali
menotok jalan darah Cian-keng-hiat di tubuh laki-laki yang lain.

Baik memukul jatuh senjata musuh, maupun menotok jalan darah lawan kedua gerakan
itu sama-sama dilakukan dengan kecepatan yang hampir bersamaan waktunya.
Terkesiap laki-laki yang pedangnya terpukul jatuh itu setelah menyaksikan kelihayan
kungfu musuhnya, mereka tak sempat memperdulikan nasib rekannya yang tertotok lagi,
tanpa komando serentak orang-orang itu melompat ke dalam telaga untuk melarikan diri.
Bocah berbaju putih itu membentak keras, pedangnya berkelebat menusuk ke muka,
sekilas cahaya putih membelah angkasa.
Ditengah jerit kesakitan yang memilukan hati, darah berhamburan membasahi seluruh
permukaan tanah, tahu-tahu laki-laki itu sudah mati terpapas senjata.
Tapi pada saat yang bersamaan pula, laki-laki di depan sana sudah melompat masuk ke
dalam air telaga.
Detik terakhir sebelum laki-laki itu lenyap di bawah permukaan air, suara tertawa dingin
kembali berkumandang, pemuda baju hijau yang berada di sampan sebelah kiri telah
menyergap tiba secepat meteor, telapak tangannya langsung diayun menghantam
permukaan air telaga.
“Plaaak……! Byuuar…! Percikan butir-butir air bermuncratan keempat penjuru, tubuh
laki-laki itu mencelat beberapa kaki ke udara, lalu dengan lemas badannya tercebur
kembali ke dalam air dan tenggelam ke dasar telaga.
Setelah berhasil membinasakan orang itu, menggunakan tenaga pantulan yang masih
tersisa pemuda berbaju hijau tadi melayang kembali ke atas sampan, kemudian
memandang bocah baju putih itu, diapun tertawa.
“Adik Liong, ilmu silatmu telah mendapat kemajuan yang amat pesat…….!”
Tampan sekali senyuman itu, lagipula begitu polos dan halus, siapapun tidak akan
percaya kalau pemuda sehalus itu sebetulnya memiliki ilmu silat yang amat tinggi dan baru
saja secara beruntun membinasakan empat orang musuh tangguh.
Bocah berbaju putih itu tertawa merdu, “Aah…..toako yang lebih cerdik dan cekatan,
hampir saja aku terkecoh oleh mereka!”
Tiba-tiba kekesalan dan kemurungan kembali menyelimuti wajah pemuda berbaju hijau
itu, begitu suram wajahnya hingga mendatangkan perasaan yang sayu bagi siapapun
yang melihat, ia menghela napas ringan.
“Aaai…..! Tampaknya jago-jago lihay dari dunia persilatan sudah mendapat pula berita
tentang soal itu!”
Kembali suatu kemurungan menyelimuti raut wajah anak muda itu.
Mendadak bocah berbaju putih itu seperti teringat akan sesuatu, ia berpaling lalu
serunya, “Toako, apa salahnya kalau kita tanyai orang ini?”

Sambil berkerut kening pemuda berbaju hijau itu mengangguk, tindakan semacam itu
tanpa terasa membuat suasana di sekelilingnya bertambah guram.
Setelah mendapat persetujuan, bocah berbaju putih itu lantas membebaskan jalan
darah laki-laki yang tertotok tadi, kemudian tegurnya, “Hei! Engkau berasal dari perguruan
mana?”
Laki-laki itu berwajah keren gagah dan jelas merupakan orang gagah yang tak takut
menghadapi kematian, dengan pandangan gusar ditatapnya sekejap kedua orang itu,
kemudian menengadah dan tertawa terbahak bahak.
“Haahh…..haahh…..haahh….. bagi seorang ksatria lebih baik mati terbunuh daripada
hidup terhina, bocah bocah kunyuk, tak usah banyak bicara lagi, kalau mau bunuh hayo
cepat laksanakan keinginanmu itu.
“Hmm… memangnya kau anggap siauya tak berani membunuh engkau?” teriak bocah
baju putih itu dengan wajah melotot penuh kemarahan.
“Hidup sebagai enghiong, matipun sebagai hohan mau bunuh mau cincang cepat
lakukan tak nanti toaya mu bakal kerutkan dahi”
Sepasang mata pemuda baju hijau itu kontan mendelik, mukanya juga berubah
sedingin es, dengan sinar mata yang menggidikkan hati ditatapnya laki-laki berbaju hitam
itu tanpa berkedip.
“Apakah engkau ingin merasakan bagaimana nikmatnya kalau otot-ototmu dipisahkan
dan tulang-tulangmu dialihkan posisinya?” dia mengancam.
Bertemu dengan sinar mata si pemuda baju hijau yang begitu tajam, bergidik seluruh
perasaan laki-laki berbaju hitam itu, dia merasa betapa buas keji dan kejamnya sorot mata
itu hingga melebihi sinar mata majikannya.
Setelah merenung sebentar, laki-laki berbaju hitam itu tertawa dingin.
“Heeehhh…..heeehhh…..heeehhh……aku tahu otot-ototku dipisahkan dan tulangtulangku
dialihkan posisinya, aku akan merasakan kesakitan yang bukan kepalang tapi
percuma kalau hendak diterapkan diatas diriku, sebab penyiksaan semacam itu masih
terhitung enteng dalam pandangan kami!”
Dengan kening berkerut, pemuda berbaju hijau itu lantas menengadah memandang
bintang-bintang di langit, lama sekali dia membungkam.
Mungkin ia sedang merasa heran, apa sebabnya laki-laki itu tak takut mati? Bukankah
kematian adalah suatu kejadian yang paling ditakuti oleh setiap manusia?
Tiba-tiba pemuda berbaju hijau itu berkata, “Adik Liong, totok jalan darahnya,
kemudian mari kita pergi!”
“Jangan! Jangan!” mendadak laki-laki itu menjadi ketakutan, mukanya berubah hebat,
“lebih baik bunuhlah diriku…..”

Suaranya begitu tegang, membuat orang jadi keheranan atas sikapnya itu. Ketika
jiwanya diancam dengan kematian, dia sama sekali tak takut, tapi ketika pemuda baju
hijau itu tak jadi membinasakannya, kenapa laki-laki berbaju hitam itu malah ketakutan
setengah mati…..?
Rupanya pemuda berbaju hijau itu bukan seorang laki-laki yang bodoh, dengan
kecerdasan otaknya, cukup dipikir sebentar saja dia lantas mengerti kenapa laki-laki
berbaju hitam itu rela dirinya dibunuh.
Maka sambil tertawa ujarnya lagi, “Adik Liong, waktu sudah tidak pagi, cepat kerjakan!”
Bocah berbaju putih itu segera menggerakkan jari tangan kanannya siap menotok jalan
darah musuhnya.
“Tunggu sebentar!” laki-laki itu berseru cemas, kumohon kepada kalian bunuhlah diriku
ini, dan apa yang kalian tanyakan pasti akan kujawab sejujurnya!”
“Bagus sekali!”pelan-pelan pemuda berbaju hijau itu putar badannya, “sekarang akan
kuajukan satu pertanyaan, kuminta kaupun segera menjawab pertanyaanku itu,
mengerti?”
Laki-laki berbaju hitam itu menghela napas sedih.
“Aaai…. tanyalah!”
“Mengapa kau tak mau hidup?”
“Sebab lolos dari cengkeraman kalian justru lebih mengerikan daripada mati secara
konyol!”
Pelan-pelan pemuda berbaju hitam itu mengangguk.
“Lantas apa maksud dan tujuan kalian mencari gara-gara dengan kami….?” tanyanya
pula.
Laki-laki berbaju hitam itu tertegun.
“Masa kalian tidak tahu kalau Tok liong-cuncu (datuk naga beracun) mau datang ke
bukit Kun-san untuk menerima To-liong-leng-pay (lencana pembunuh naga)? Padahal
berita besar itukan sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan?!”
“Hei, apa yang kami tanyakan jawab saja secara langsung! Mengapa kau singgungsinggung
urusan yang tak ada gunanya?” bentak si bocah cilik itu.
“Kami mendapat tugas untuk menghadang serta membinasakan kawanan jago
persilatan yang berdatangan ke bukit Kun-san!” jawab laki-laki berbaju hitam itu
kemudian.
Tiba-tiba diatas wajah pemuda berbaju hijau itu melintas kembali rasa kesal yang
dalam.
“Adik Kiu-liong, binasakan orang itu!”ujarnya kemudian.

Si bocah berbaju putih yang bernama Ji Kiu liong itu segera mengayunkan telapak
tangannya ke depan, ujung jarinya yang tajam menyambar hanya setengah depa di depan
dada laki-laki berbaju hitam itu.
Meski begitu, laki-laki berbaju hitam itu segera mendengus dan tubuhnya langsung
tergeletak ke atas geladak dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Pemuda berbaju hijau itu menghela napas, pelan-pelan ia melangkah kembali ke
sampannya, sementara paras mukanya makin lama berubah makin layu seakan-akan
dalam waktu yang amat singkat ia sudah mengidap penyakit yang amat parah hingga tak
sanggup berdiri tegak lagi, ia terduduk diujung geladak.
Sementara itu Ji Kiu-liong sudah melompat kembali ke perahunya setelah
menenggelamkan kedua buah sampan itu, tapi ia jadi tertegun setelah menyaksikan raut
wajahnya itu. Sebab sekalipun ia tahu betapa menyedihkan asal usul toakonya, namun tak
diketahui olehnya apa yang menyebabkan toakonya jadi begini putus asa.
“Toako!” Ji Kiu-liong lantas menegur “Jangan sampai merusak kesehatanmu sendiri!”
Pemuda berbaju hijau itu seperti tidak mendengar teguran tersebut, air matanya
meleleh keluar membasahi pipinya, memandang air ditengah telaga tiba-tiba ia berteriak
keras, “Aku Gak Lam-kun juga manusia yang dilahirkan ayah dan ibu, aku juga manusia
yang berhati bersih, tapi mengapa semua orang di dunia ini memandang hina kepadaku?”
Mengikuti teriaknya itu, air matanya semakin deras membasahi pipinya…….
Saat itulah, kenangan lama bagaikan sambaran kilat melintas dalam benaknya.. ..dia
teringat kembali pengalamannya yang getir sewaktu masih bocah dulu.
Ibunya sudah lama meninggal, sedang ayahnya adalah seorang guru ilmu sastra yang
rudin dan mengajar disebuah sekolahan yang letaknya dalam dusun lain.
Ketika ia berusia tujuh tahun, ayahnya dipecat dari jabatannya karena usianya yang
sudah lanjut dan sakit-sakitan.
Karena kehilangan mata pencaharian, sedang keahlian lain tidak dimiliki terpaksa sambil
mengemis ayahnya pulang kembali ke rumah, tapi sakitnya disepanjang jalan makin
bartambah parah, tiga tahun kemudian sampai juga ayahnya didesa kelahirannya, tapi
sakitnya yang parah akhirnya merenggut juga selembar jiwanya.
Sejak itulah ia menjadi seorang pengemis cilik yang bergabung dengan pengemis
lainnya untuk meminta-minta disepanjang rumah, bajunya dekil dan tubuhnya penuh
dengan kutu, keadaannya waktu itu tak ubahnya dengan pengemis lainnya, tak ada orang
yang memperhatikan keadaannya…..
Hidup sebagai pengemis kembali dilewatkan selama tiga tahun, entah lantaran
hidupnya terlalu kotor atau terkena penyakit aneh, tiba-tiba sekujur tubuhnya timbul
bintik-bintik bisul kecil yang menjalar sampai Wajahnya, mula-mula bisul itu berwarna
merah akhirnya pecah dan bopeng-bopeng menjijikkan.

Waktu itu dia masih kecil, tentu saja tak tahu apa yang telah menimpa dirinya, tapi
sejak itu pengemis-pengemis yang lain selalu menghindari dirinya, waktu meminta-minta
semua orang juga menjauhi dirinya, ini menyebabkan bocah itu seringkali menderita
kelaparan.
Seorang pengemis tua yang baik hati memberitahu kepadanya, ia bilang begini,
“Agaknya kau sudah mengidap penyakit kusta, lebih baik janganlah meminta-minta di
tempat yang banyak orangnya, sebab orang bisa menghajar dirimu sampai mampus!”
Mendengar peringatan tersebut, dia jadi sangat ketakutan, sekarang dia baru mengerti
apa sebabnya rekan-rekan pengemis yang lainpun menjauhi dirinya.
Sejak itu dia tak berani meminta-minta lagi, bila malam sudah tiba, diam-diam dia baru
keluar dari tempat persembunyiannya dan mencuri buah-buahan serta sayur-mayur di
kebun orang untuk mengisi perutnya yang lapar.
Suatu hari ia tertangkap dan dihajar sampai setengah mampus, beberapa bulan dia
harus beristirahat sebelum tubuhnya menjadi kuat kembali.
Setiap kali dia munculkan diri di pagi hari, maka orang memakinya sebagai ’si kusta’
yang bernyali kecil pada kabur sedang yang bernyali agak besar mengejarnya sambil
berteriak-teriak hendak menguburnya hidup-hidup, untung larinya cukup cepat hingga
setiap kali berhasil lolos dari kematian.
Begitulah, setelah beberapa bulan ia hidup bagaikan orang liar, siksaan batin yang
dialaminya ketika itu sungguh amat sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Makin dipikir ia merasa semakin tak berarti hidupnya di dunia ini, suatu hari dia
mendaki ke atas puncak gunung yang tinggi, perutnya dan badannya kedinginan, setelah
berteriak memanggil nama ayahnya dan memanggil nama ibunya, tiba-tiba ia jadi nekad
dan melompat masuk kedalam jurang yang dalam.
Dibawah tebing itu adalah sebuah air terjun yang dalamnya ratusan kaki lebih, dengan
jiwa yang tertekan dan perasaan yang hancur lebur, terjunlah bocah itu ke bawah untuk
menghabisi nyawanya.
Ketika tubuhnya meluncur kebawah, kesadarannya hampir hilang tiba-tiba ia merasakan
ada sebuah tangan yang amat besar menyambar tubuhnya dari tengah udara dan
menariknya keluar dari lembah Kematian.
Ia merasa seperti mendapat suatu impian buruk yang menakutkan, badannya seakanakan
dilempar ke atas awan, tapi seakan-akan pula diceburkan ke dalam samudra yang
dalam, secara lapat-lapat telinganya mendengar suara gulungan ombak yang memekikkan
telinga.
Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba ia mendengar seperti ada orang berbisik,
“Aaaah…..bocah yang patut dikasihani!”
Sejak itu nasibnya telah dirubah oleh seorang kakek yang luar biasa, dan kakek itu
bukan lain adalah orang yang paling dihormati sepanjang hidupnya.

Tapi delapan tahun kemudian, kakek itu telah tewas secara mengenaskan, sesaat
sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, ia telah menyerahkan tugas yang maha
besar kepadanya.
Itulah dendam kesumat yang lebih dalam dari samudra……. maka dengan membawa
sikap yang pongah, ia mulai menantang terhadap dunia yang pernah menganiaya dirinya,
ia mulai melakukan pembalasan dendam!
Dalam tiga tahun belakangan ini, sudah banyak jago lihay yang dirobohkan, nama
besar Tok liong Cuncu (Datuk naga beracun) juga sudah termashur diseluruh dunia
persilatan, baik jago-jago dari golongan putih maupun jago-jago dari golongan hitam pada
menyingkir jauh-jauh bila mendengar nama besarnya.
Setiap kali ia berhasil mengalahkan musuhnya, suatu perasaan bangga selalu muncul
dalam hatinya, tapi kemudian dia merasa kesepian dan bersedih hati, karena semakin
menang dia, semakin sedih pula hatinya.
Sebab keganasan dan keangkuhannya, mengikuti setiap kali kemenangan yang berhasil
diraih bertambah makin dalam, setiap kemenangan dan rasa bangga yang diperolehnya
ibarat bianglala diujung langit.
Kesepian, kesedihan dan kedukaan yang dalam selalu dan selamanya menyelimuti
perasaan pemuda itu.
Suatu senja, ia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita, dia tak lain adalah
kakak perempuan Ji-Kiu-liong yang bernama Ji-Cing-peng.
Sejak bertemu dengan gadis itu, ibaratnya sebuah lembah gersang yang ketimpa
cahaya matahari, mendatangkan suasana yang hangat dan nyaman bagi hatinya yang
beku, sebab di dunia ini kecuali gurunya yang sudah tiada, hanya dia seoranglah yang
dapat merubah wataknya yang aneh dan kaku itu……
Tapi, gadis cantik yang amat jelita itu hanya mendatangkan luka yang semakin tak
tertahan dalam hati kecilnya, sebab jiwa gadis itu telah direnggut oleh sekawanan
penyamun……
Yaa, pengalaman getir yang dialaminya sejak kecil ditambah lagi kematian
kekasihnya…. membuat pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan itu selalu murung,
selalu kesal dan selalu bersedih hati.
Justru karena itu, dia semakin membenci dunia ini, ia semakin ganas, semakin keji dan
tak kenal apa artinya perikemanusiaan…….
Ia membenci langit, membenci bumi, membenci semua orang jahat di dunia ini, bahkan
hampir saja membenci dirinya sendiri, kesemuanya itu membuat pikirannya bertambah
cupat, membuat pemuda itu merasa bahwa setiap orang yang berani mencari gara-gara
dengannya, tak boleh dilepaskan dengan begitu saja.
Sampan bergerak maju membelah air telaga, kenangan Gak Lam-kun semasa kecilpun
lewat bagaikan air telaga yang mengombak.

Ditengah kegelapan malam, dari kejauhan muncul kembali sebuah perahu besar yang
pelan-pelan berlayar mendekat, tak lama kemudian perahu itu sudah tiba didekat mereka,
berbareng itu juga dari sebelah kanan meluncur kembali empat buah sampan.
“Lam-kau toako!” bisik Ji Kiu liong kemudian mari kita kasih pelajaran yang setimpal
kepada mereka”
Sementara Ji Kiu-liong masih berbisik, keempat buah sampan itu dengan formasi satu
garis telah menghadang di depan perahu kecil itu, pada ujung geladak masing-masing
perahu berdirilah seorang laki-laki berbaju pendek.
Sambil tertawa dingin Ji Kiu-liong segera membentak, “Hei! Kalian tidak kenal dengan
kami, dan kamipun bukan perompak-perompak yang membegal harta kekayaan milik
orang lain, apa maksud kalian semua menghadang di depan perahu kami ini?”
Diatas sampan cepat sebelah kiri berdiri seorang laki-laki berusia empat puluh tahunan,
sambil balas tertawa dingin sahutnya, “Andaikata kalian berdua adalah kaum pedagang
kaya, kamipun tak usah bersusah-payah menggerakkan anggota kami sebanyak ini.
Tolong tanya sobat, siapakah diantara kalian yang bernama Gak Lam-kun sauhiap?”
Paras muka Gak Lam-kun agak berubah, tapi sebentar kemudian sudah pulih kembali
seperti sedia kala, sambil menjura dia tertawa.
“Tolong tanya ada persoalan apa kalian mencari aku orang she-Gak?”
tegurnya kemudian.
Laki-laki kekar itu tertawa ringan.
“Tidak berani!” Tidak berani! Nama besar Gak sauhiap sudah menggetarkan seluruh
kolong langit kami tak ada urusan lain, hanya nona kami berhubung sudah lama
mengagumi nama besar sauhiap maka sengaja mengundang kedatangan sauhiap untuk
berkenalan”
Gak Lam-kun berkerut kening, hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya,
ia berpikir, “Walaupun sudah banyak jago persilatan yang pernah kujumpai, tapi aku rasa
belum pernah berhubungan dengan orang-orang dari suatu perkumpulan, apalagi namaku
memang tak banyak yang tahu, darimana bisa muncul seorang perempuan yang kenal
dengan diriku? Biasanya yang datang itu selalu membawa maksud tak baik, kali ini aku
harus lebih waspada”
Kalau sikap Gak Lam-kun tadi murung, kesal dan sedih, maka sekarang wajahnya
tampak tampan dan gagah, perubahan sikapnya itu sungguh diluar dugaan orang.
Ji Kiu-liong sendiri juga berkerut kening, tiba-tiba ia menegur, “Siapakah nama siocia
kalian?”
“Cerdik betul bocah cilik ini!”pikir Gak Lam-kun.
Ternyata Ji Kiu-liong sendiri juga merasa tercengang, sebab sejak encinya tewas,
toakonya selalu membawa dia bergelandangan kesana kemari, sangat jarang orang
mengetahui namanya, sekalipun julukan Tok-liong Cuncu juga merupakan julukan suhu

toakonya yang dicatut, padahal kemunculan kembali Tok-liong Cuncu dalam dunia
persilatan teramat rahasia, tentu saja orang lebih-lebih tak akan menyangka kalau Datuk
naga beracun yang muncul saat ini tak lain adalah penyaruan Gak Lam-kun.
Laki-laki kekar itu tersenyum.
“Saudara cilik, kau memang hebat! Pada hakekatnya siocia kami memang belum pernah
kenal dengan Gak sauhiap, beliau cuma mengagumi saja nama besar sauhiap…..”
“Empat penjuru adalah saudara, ujung langit adalah tetangga, kalau toh siocia kalian
mengagumi diriku, sudah sepantasnya, kalau aku Gak Lam-kun juga datang
menyambanginya” kata anak muda itu sambil tertawa.
“Bagus sekali” laki-laki itu mengangguk, Nio-nio yang mendampingi siocia telah
berangkat sendiri kemari untuk menyambut kedatangan sauhiap….!”
Seraya berkata, laki-laki itu lantas menuding ke arah belakang.
Mengikuti arah yang ditunjuk Gak Lam-kun melihat perahu besar itu sudah membuang
sauh dihadapannya, pintu ruang perahu terbentang lebar cahaya lampu memancar terang
benderang dari dalam. Empat orang laki-laki berpakaian ringkas warna hijau dengan
memegang golok besar berdiri tegak ditepi pintu.
Saat itulah dari balik ruangan perahu pelan-pelan muncul empat orang dayang berbaju
hijau, mereka berdua membawa dua buah lentera yang indah.
Dibelakang dua orang dayang itu, mengikutlah seorang kakek berjenggot panjang yang
rambutnya telah beruban semua, menyusul kemunculan kakek itu, perahu besar pelanpelan
bergerak kembali mendekati sampan.
Kepada Gak Lam-kun, kakek tersebut segera menjura sambil tertawa.
“Tanpa sebab kami telah menghalangi perjalanan saudara, untuk menebus kesalahan
itu bagaimana kalau kupersilahkan naik ke perahu untuk meneguk secawan arak lebih
dahulu?”
Sebenarnya Gak Lam-kun mengira nona itu berada diatas perahu besar, maka
terdorong oleh perasaan ingin tahunya, ia menerima tawaran tersebut…….
Tapi kemudian, setelah mendengar bahwa nona itu tidak hadir di perahu, rasa ingin
tahunya segera tersapu lenyap, namun kakek itu keburu munculkan diri dalam keadaan
demikian ia merasa kurang leluasa untuk menolak tawaran orang.
Kepada Ji Kiu liong yang berada disisinya, dia lantas berkata, “Adik Liong, tunggulah
disini, aku sebentar akan balik lagi kemari!”
Begitu selesai berkata, dia lantas melompat naik ke atas perahu besar.
Dikala tamunya sedang melompat naik ke atas perahu, kakek berjenggot panjang itu
lantas berpaling ke arah dua orang dayang baju hijau di belakangnya seraya berkata,
“Berilah laporan kedalam! Katakan kalau tamu sudah tiba di atas perahu…..”

Dua orang dayang cilik yang membawa lentera itu segera mengiakan dan masuk ke
ruangan dalam.
Sepeninggal dua orang dayang tersebut, kakek berjenggot panjang itu baru berkata
kepada Gak Lam-kun sambil tertawa, “Silahkan Gak sauhiap, dalam ruang perahu sudah
disiapkan arak, bagaimana kalau meneguk beberapa cawan dulu?”
“Terima kasih banyak atas jamuan yang disiapkan, tapi sebelum itu, bolehkah aku tahu
siapa nama saudara?”
Sambil mengelus jenggotnya yang panjang, tergelaklah kakek itu.
“Haaahhh……..haaahhh……..haaahhh………. aku she Siangkoan bernama It. Mari masuk
ke dalam ruangan untuk minum arak, majikan kami masih ada beberapa urusan yang
hendak dirundingkan”
Diam-diam terkesiap juga Gak Lam-kun setelah mengetahui bahwa kakek itu bukan lain
adalah Siangkoan It, dia tak mengira kalau kakek itu adalah Tam-ciang-teng-kan-kun
(telapak tangan tunggal penenang jagad)
Siangkoan It yang namanya termashur di utara maupun selatan sungai besar, lebihlebih
lagi karena orang itu sudah sejak dua puluh tahun berselang mengundurkan diri dari
keramaian dunia, sungguh tak disangka malam ini bisa muncul di telaga Tang-ting-ou,
bahkan sudi menjadi budaknya orang lain, dari kesemuanya itu terbuktilah sudah bahwa
majikannya sudah pasti adalah seorang jago silat yang amat lihay.
Sebenarnya Gak Lam-kun mempunyai rencana akan mengundurkan diri setelah
mengucapkan beberapa patah kata, tapi untuk mengetahui asal usul majikannya, maka
diapun tersenyum.
“Selamat bertemu, selamat bertemu, sudah lama kudengar nama besar Sam-ciang-lamkok
(sukar lewati tiga buah pukulan) yang telah menggetarkan seluruh dunia persilatan itu
Siangkoan lo sianseng, perjumpaan ini sungguh menggembirakan hatiku”
Telapak tangan tunggal penenang jagad Siangkoan It tertawa ringan.
“Tidak berani tidak berani itulah julukan yang dihadiahkan sahabat-sahabat persilatan
kepadaku, padahal lohu malu untuk menggunakannya!”
Sambil melangkah masuk kedalam ruangan, diam-diam Gak Lam-kun menyumpah
dalam hati, “Huuuh….jangan keburu bersenang hati dulu, suatu waktu aku pasti akan
menjajal sampai dimanakah kepandaian silat yang kau miliki!”
Ruang perahu dihiasi dengan aneka barang antik yang indah dan mahal-mahal,
permadani merah menutupi lantai, hiasan mahal tergantung didinding, dibawah pantulan
cahaya yang terpancar dari dua buah lilin besar, tampaklah horden hijau menjadi latar
belakang hiasan ruang perahu itu, disisi jendela tertera pula sebuah meja perjamuan
dimana dua orang bocah laki-laki berbaju hijau berdiri dengan tangan terjulur ke bawah.
Setelah Tam-ciang-teng-kan-kun Siangkoan It mempersilahkan tamunya duduk, Gak-
Lam kun segera menjura sambil bertanya, “Tolong tanya Siangkoan lo sianseng, siapakah
nama besar dari majikanmu……?”

Mendengar pertanyaan itu, dengan wajah serius telapak tangan tunggal penenang
jagad Siangkoan It segera menjawab, “Majikan ada perintah, maafkanlah lohu bila tak bisa
mengatakannya secara berterus-terang”
Diam-diam Gak Lam-kun mengerutkan dahinya.
“Lalu, apakah aku dapat berjumpa dengan Nio-nio dan siocia kalian yang berada di
perahu ini?” ujarnya pula.
Sekali lagi air muka Siangkoan It menunjukkan perasaan keberatan.
Kebetulan dari belakang ruangan muncul dua orang dayang cilik berbaju hijau yang
segera berkata, “Nio-nio ada perintah, harap Siangkoan loya saja yang melayani tamu
kita!”
Gak Lam-kun adalah seorang jagoan berwatak tinggi hati, menyaksikan sikap
memandang rendah musuhnya, dia jadi mendongkol, kontan saja ia bangkit berdiri.
“Kalau toh majikan kalian tidak berada diatas perahu” demikian ujarnya sambil menjura
ke arah Siangkoan It, “harap maafkan diriku lebih tak bisa menemani lebih lama lagi,
sebab aku sendiripun masih ada urusan”
Tiba-tiba dari luar ruang perahu terdengar jeritan dari Ji Kiu-liong, “Toako……kau
hendak pergi kemana?”
Suara itu penuh kekuatiran dan gelisah, jelas perahu besar itu sudah mulai bergerak.
Gak Lam-kun mengerutkan dahinya! kemudian melangkah keluar dari ruang perahu itu.
Empat orang laki-laki berpakaian ringkas yang menjaga di depan pintu itu mendadak
melintangkan golok besarnya dan menghadang jalan pergi si anak muda itu.
Gak Lam-kun tertawa dingin, ia bersikap seolah-olah tidak melihat gerakan tersebut,
bahkan langkahnya sedikitpun tidak nampak gugup atau panik.
Suara seruan dari Siangkoan It kembali berkumandang dari belakang, “Perahu sudah
bergerak jauh meninggalkan tempat semula, Gak sauhiap, apa salahnya kalau duduk saja
dalam ruangan dengan tenang sambil minum beberapa cawan arak?”
Mendengar ucapan tersebut, tiba-tiba napsu membunuh menyelimuti seluruh wajah
Gak Lam-kun pelan-pelan ia putar badan lalu berkata dengan hambar, “Kuperintahkan
kepadamu untuk menjalankan kembali perahu ini ketempat semula, kalau tidak jangan
salahkan kalau aku akan bermain kasar”
Siangkoan It tertawa tergelak-gelak.
“Haaahhh. …..haaahhh…….haaahhh…… di dunia ini belum pernah ada orang yang
bernyali begitu besar untuk memandang hina diriku, bila Gak sauhiap enggan untuk
bercakap-cakap diperahu ini kenapa tidak segera angkat kaki…….?”

Gak Lam-kun menggerakkan bahunya, sekali lompat tahu-tahu ia sudah menerobos
keluar dari ruangan perahu itu.
Empat orang laki-laki berbaju ringkas itu serentak menggerakkan pula senjata mereka
untuk melancarkan serangan, diantara kilauan cahaya berwarna keperak-perakan, senjata
mereka langsung membacok tiga bagian tubuh yang berbeda dari Gak Lam-kun.
Sepintas lalu, gaya Gak Lam-kun seperti seseorang yang sama sekali tak siap, tapi
kenyataannya serangan yang kemudian dilancarkan lebih cepat dari sambaran kilat.
Dua dengusan tertahan berkumandang susul menyusul, dua orang laki-laki berbaju
ringkas yang ada dipaling depan serentak tergeletak tak berkutik dilantai.
Demikian cepatnya serangan itu dilancarkan, sampai-sampai Siangkoan It yang nama
besarnya menggetarkan di utara maupun di selatan sungai besarpun tak sempat melihat
jelas dengan cara apakah Gak Lam-kun menyarangkan serangan-serangannya itu.
Menyaksikan rekannya roboh, dua orang laki-laki yang lain segera membentak keras,
golok besarnya diputar sedemikian rupa menciptakan dua jalur cahaya perak yang segera
menutup pintu keluar ruang perahu itu.
Gak Lam-kun tertawa dingin, tangan kirinya berkelebat kemuka dan tahu-tahu ia sudah
mencekal pergelangan tangan kanan salah seorang laki-laki berpakaian ringkas itu, lalu
menggunakan kesempatan itu tangannya diayun kedepan dan. bentrokan nyaringpun
berkumandang memecahkan kesunyian, golok besar lainnya kena ditangkis sampai
mencelat ke belakang.
Gak Lam-kun tidak berdiam sampai disitu saja, lutut kirinya segera diangkat dan sikut
kanannya menyodok ke belakang, kembali dua kali dengusan tertahan menggema diudara,
dan robohlah dua orang laki-laki tersebut.
Begitu beres menghabisi keempat orang musuhnya, Gak Lam-kun melompat keluar dari
ruang perahu, tapi sepanjang pandangannya ke depan yang tampak hanya air telaga yang
menggulung, dari kejauhan sana tampak setitik cahaya lentera, tapi letaknya sangat jauh,
dari arah titik cahaya itulah lapat-lapat terdengar suara teriakan Ji Kiu-liong yang
memilukan hati……..
Hawa napsu memburuh tiba-tiba membakar di rongga dada Gak Lam-kun, pelan-pelan
ia putar badannya lalu memandang sekejap ke sekeliling tempat itu dengan pandangan
tajam.
Dua belas orang Laki-laki berbaju hitam sudah mengelilingi geladak, ditangan mereka
masing-masing tersoren sebilah pedang yang memancarkan cahaya perak, terutama posisi
dari belasan orang itu jelas merupakan sebuah barisan pertahanan yang cukup tangguh.
Gak Lam-kun sama sekali tak menggubris kedua belas orang laki-laki bersenjata pedang
itu, orang-orang berbaju hitam yang berdiri dengan napsu membunuh membara itu
seakan-akan dianggapnya sebagai patung yang tak berguna malah sinar matanya yang
tajam langsung mencorong kedalam ruangan perahu, sementara kakinya pelan-pelan
melangkah maju mendekati Siangkoan It.

Angin malam menderu-deru, deburan ombak memekikkan telinga, suasana syahdu
yang semula menyelimuti perahu itu, kini sudah berubah jadi tegang dan penuh dengan
hawa pembunuhan.
Siangkoan It tertawa dingin tiada hentinya, dengan suara yang menyeramkan ia
berseru, “Setelah berada di perahu kami, berarti hanya ada dua jalan yang bisa kau
tempuh, yakni tunduk dibawah perintah majikan kami, atau mampus dalam keadaan
mengerikan. Gak sauhiap, aku percaya engkau adalah seorang yang cerdik, aku rasa
pilihan yang kau caripun seharusnya pilihan yang cerdik dan tepat”
“Heeehhh……..heeehhh…….heeehh…….bagus sekali, bagus sekali”
Gak Lam-kun tertawa dingin tiada hentinya, “kalau begitu biarlah kupilih jalan kematian
saja, ingin kulihat jalan kematian macam apakah yang akan kulalui?”
Telapak tangan tunggal penenang jagad Sang kwan It memang seorang jagoan yang
termashur namanya dalam dunia persilatan, entah berapa banyak sudah jago lihay yang
telah ditundukkan olehnya selama ini, dia merasa sedikit kewalahan dibuatnya.
Terutama kemampuan Gak Lam-kun yang berhasil menaklukkan empat orang anak
buahnya dalam sekali gebrakan, ilmu selihay itu sungguh membuat hati jago kawakan
tersebut jadi bergidik.
Siangkoan It tertawa kering, kemudian berkata, “Gak-sauhiap, kalau toh engkau tetap
membandel, jangan salahkan kalau akupun tak akan sungkan-sungkan lagi”
Begitu selesai berkata, tiba-tiba ia menerobos maju sambil melancarkan serangan,
telapak tangan kirinya menyerang dengan jurus tui-poh-cu-lan (mendengar riak
membantu ombak), sedang telapak tangan kanannya menyodok dengan gerakan Liu-imcha-
san (awan hitam menutupi bukit), sekali menyerang menggunakan dua jurus yang
berbeda, bahkan kekuatan yang digunakanpun tak sama, hal ini semakin menunjukkan
betapa lihaynya si kakek tersebut.
Gak Lam-kun tak berani gegabah menghadapi serangan yang begitu dahsyatnya
dengan telapak tangan kiri dia pancing serangan musuh miring ke arah lain, sementara
tubuhnya segera melompat tiga depa ke samping, darimana sebuah pukulan segera balas
dilancarkan pula.
Tapi dua orang laki-laki baju hitam yang ada disampingnya tidak berpeluk tangan
belaka, diantara kilatan cahaya tajam, dengan menciptakan berkuntum-kuntum bunga
pedang, mereka tusuk tubuh si anak muda itu dari dua arah.
Gak Lam-kun tertawa dingin, sepasang kakinya melayang ke atas melancarkan
beberapa buah tendangan berantai.
Dua buah tendangan dilepaskan dengan suatu gerakan yang sangat aneh, tak sempat
dua orang laki-laki berbaju hitam itu menghindarkan diri masing-masing terkena sebuah
tendangan yang bersarang telak di dadanya.
Diiringi jerit kesakitan yang memilukan hati, dua orang itu mencelat ke belakang dan
roboh tak bernyawa lagi.

Betapa gusarnya Siangkoan It melihat anak buahnya tewas, sambil membentak penuh
kemarahan sepasang telapak tangannya melancarkan sebuah pukulan dahsyat menghajar
punggung Gak Lam-kun, serangan itu belum tiba, angin pukulannya sudah terasa
menyayat badan.
Gak Lam-kun agak kaget menyadari akan hal itu, segera pikirnya, “Sungguh sempurna
tenaga dalam yang dimiliki kakek ini!”
Tiba-tiba ia tarik ke belakang sepasang kakinya kemudian berjumpalitan di udara,
setelah itu badannya menerobos kesamping dan menumbuk seorang laki-laki berbaju
hitam yang kebetulan berada di sampingnya.
Setelah menyaksikan kelihayan Gak Lam-kun yang dalam sekali gebrakan berhasil
membinasakan dua orang rekannya, kedua belas orang laki-laki berbaju hitam itu merasa
terkesiap, maka ketika Gak Lam-kun menyambar tiba, pedang mereka serentak diayun
kedepan menciptakan selapis bayangan pedang menyongsong tibanya tubuh Gak Lamkun.
“Mundur ke belakang dan pertahankan sudut barisan!” tiba-tiba Siangkoan It
membentak.
Terhadang oleh belasan pedang sekaligus, terpaksa Gak Lam-kun harus tarik kembali
terjangannya, sepasang telapak tangannya melancarkan serangan berantai, dua gulung
angin puyuh yang menusuk telinga berhembus keluar memaksa belasan orang laki-laki
berbaju hitam itu harus menarik kembali serangannya sambil mundur ke belakang.
Siangkoan It mendengus dingin, dia menerobos maju kemuka, sepasang telapak
tangannya melancarkan serangan berulangkali untuk merangsek lawannya…….
Gak Lam-kun tertawa panjang, nyaring sekali suaranya, dengan sinar mata mencorong
keluar dia himpun tenaga murninya ke dalam lengan kiri untuk membendung tibanya
ancaman tersebut.
Selincah ular sakti telapak tangan kirinya melambung ke atas menerobos kebawah,
dengan jurus yang lihai dan tersakti, dan secara beruntun dia hujani sekujur badan
Siangkoan It dengan delapan buah pukulan.
Memang hebat tenaga pukulan yang dimiliki Siangkoan It, setiap pukulan yang dia
lepaskan tentu membawa desingan angin tajam yang memekikkan telinga, belasan
gerakan kemudian, daya pantulan yang terpancar keluar dari serangannya telah mencapai
beberapa depa.
Gak Lam-kun memang berhasrat menyaksikan kehebatan lwekang Siangkoan It,
dengan sedikitpun tak jeri disambutnya semua pukulan itu dengan keras lawan keras.
Sebagaimana diketahui, Siangkoan It terkenal sebagai Telapak tangan tunggal
penenang jagad, itu berarti hawa pukulannya lebih mengandalkan pada tenaga Yang-kang
yang maha dahsyat.
Justru karena kehebatan itu, setiap orang yang bertarung melawan dirinya, tentu
berusaha untuk menghindari suatu bentrokan secara kekerasan.

Tapi kini, Gak Lam-kun malahan berani menerima pukulannya itu dengan keras lawan
keras, kejadian ini segera menimbulkan hawa napsu membunuh didalam hati Siangkoan It.
Tiba-tiba hawa murninya dihimpun menjadi satu kemudian melepaskan serangan
dengan sepenuh tenaga. Otomatis dua gulung tenaga murni yang terpancar keluar dari
balik telapak tangannya juga semakin dahsyat ibaratnya bacokan kampak yang membelah
bukit.
Melihat kakek itu makin bertarung makin gagah, angin pukulannya makin lama semakin
gencar, tanpa terasa Gak Lam-kun memuji dalam hatinya, “Memang hebat orang tua itu,
nama besarnya ternyata bukan nama kosong belaka!”
Siangkoan It sendiri diam-diam juga terkesiap, sepanjang masa berkelananya dalam
dunia persilatan, belum pernah angin pukulannya itu mendapat tandingan yang setimpal,
tapi malam ini, setelah berjumpa dengan jago muda tersebut, ternyata tenaga pukulannya
beberapa bagian lebih dahsyat dari apa yang dimilikinya, bahkan jurus serangan yang
digunakannya juga jauh lebih sempurna.
Dalam kaget dan ngerinya, tanpa terasa ia berpikir, “Menurut majikan, ilmu silat yang
dimiliki orang ini sudah menggetarkan sungai telaga, diapun merupakan jagoan paling
lihay diantara kelompok kaum muda, setelah kubuktikan sendiri malam ini, ternyata
ucapan tersebut memang bukan nama kosong belaka, tapi apa julukannya dalam dunia
persilatan?”
Meskipun Siangkoan It mengetahui nama Gak Lam-kun, tapi mereka tak tahu kalau dia
adalah Tok-liong Cuncu yang telah muncul kembali dalam dunia persilatan.
Karena ada yang dipikirkan dalam benaknya, tanpa sadar perhatian Siangkoan It juga
ikut bercabang, tiba-tiba ia merasa ada segulung angin pukulan yang maha dahsyat
menerjang dadanya, dalam kagetnya cepat-cepat ia menyingkir kesamping.
Gak Lam-kun tidak mengejar karena keberhasilan itu, dia malah menarik kembali
serangannya sambil berdiri dengan wajah gagah, ujarnya sambil tertawa nyaring, “Kuakui
bahwa tenaga pukulan yang kau miliki terhitung nomor satu dalam dunia persilatan, aku
orang she-Gak menyesal tak mampu menandinginya, untuk menghindari pertikaian lebih
lanjut yang tak berguna, harap Siangkoan lo-sianseng segera menjalankan perahu ini
kembali ke tempat semula, tapi jika engkau menolak permintaan ini terpaksa aku orang
she-Gak pun tak akan sungkan-sungkan lagi”
Ucapannya itu setengah bernada lembut setengah bernada keras, seperti juga suatu
sindiran, seperti juga suatu cemoohan.
Siangkoan It yang mendengar sindiran itu jadi naik pitam, kontan saja ia tertawa
seram.
“Heeehhh……. heeehhh…….. heeehbh……… meskipun ilmu silatmu terhitung lihai dalam
dunia persilatan, tapi kalau ingin paksa lohu menyerahkan diri…..oohoo….. kau musti
melatih diri beberapa tahun lagi”
Gak Lam-kun tertawa dingin.

“Di dunia ini memang terlampau banyak terdapat manusia-manusia bandel, Siangkoan
sianseng, kalau begitu jangan kau salahkan lagi jika aku bertindak kejam”
Begitu selesai berkata, Gak Lam-kun segera melangkah maju ke posisi tiong kiong dan
menerobos kedepan, telapak tangan kirinya langsung dikebaskan ke tubuh lawan.
Siangkoan It tidak menyangka kalau pemuda itu segera menyerang begitu mengatakan
akan menyerang, sedikit kurang cermat, ia sudah terjatuh dibawah angin.
Untung pengalamannya dalam menghadapi serangan lawan cukup sempurna, meski
menghadapi mara bahaya, ia tak sampai gugup.
Dengan cepat pinggangnya ditekuk kebawah, lalu memakai jurus Gi-san-tiam-hay
(memindahkan bukit menimbun samudra) sepasang telapak tangannya didorong kemuka
sejajar dengan dada, disambutnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
“Blaaaaang….!” desingan angin berpusing memancar keempat penjuru menyusul
terjadinya bentrokan itu.
Seketika itu juga Siangkoan It merasakan darah dalam dadanya bergolak keras, hampir
saja ia tak sanggup berdiri tegak.
Dengan mata mencorongkan sinar tajam, Gak-Lam kun tertawa dingin tiada hentinya,
kemudian ia berseru, “Suatu kekuatan yang luar biasa, hayo sambutlah pukulan lagi……!”
Tanpa mengubah posisi telapak tangan kirinya, ia membalik tangan itu ke belakang lalu
dikebaskan ke tubuh lawannya dengan gerakan aneh.
Siangkoan It terkesiap, buru-buru dia tarik napas sambil menghimpun tenaga murninya
guna menyambut datangnya ancaman tersebut.
00000O00000
TAPI, sebelum niat tersebut dilaksanakan, mendadak terdengar suara bentakan yang
amat merdu bagaikan suara keleningan menggelegar memecahkan kesunyian, “Siangkoan
sianseng, cepat hentikan pertarungan…!”
Begitu ucapan tersebut timbul, tiba-tiba muncullah segulung tenaga pukulan yang
lembut menerjang ke tengah-tengah mereka berdua, dimana angin pukulan Gak Lam-kun
yang amat tangguh tersebut segera tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Menggunakan kesempatan itu Siangkoan It menarik kembali serangannya dan
melompat mundur ke belakang, sambil memberi hormat buru-buru serunya lirih, “Menanti
perintah dari Nio-nio!”
Gak Lam-kun mendengar, meski suara itu merdu bagaikan kicauan burung nuri tapi
dibalik kemerduan tersebut terkandung kewibawaan yang luar biasa, ini membuat anak
muda itu tanpa terasa berpaling ke arah mana berasalnya suara.
Seorang perempuan berbaju hijau diiringi empat orang dayang berbaju hijau pula
pelan-pelan memunculkan diri dari balik ruangan perahu.

Dibawah cahaya lentera yang dibawa keempat orang dayang itu, tampaklah perempuan
itu mempunyai sepasang alis mata yang lentik dengan bibir yang mungil, dibalik sepasang
matanya yang bulat mencorong keluar sinar mata yang memikat hati, hidungnya mancung
dan sekulum senyuman manis menghiasi bibirnya.
Kepada Gak Lam-kun ia berkata lembut, “Aaaah……! Kamu ini sungguh tak tahu
suasana, dimalam yang romantis seperti ini, bukannya menikmati arak wangi sambil
memandang alam yang indah, apakah tidak kau rasakan bahwa berkelahi hanya akan
merusak suasana yang bagus ini?”
Diantara suara pembicaraannya itu terselip kerlingan mata yang mendatangkan gairah
orang, memang daya pikat dari seorang perempuan yang sudah matang.
Gak Lam-kun berusaha menenangkan hatinya, lalu berkata dengan nada yang dingin.
“Aku masih mempunyai seorang saudara cilik yang tertinggal di sampan, karena itu
maafkan daku bila tak dapat menikmati keromantisan ditempat ini. Kalau toh Nio-nio
majikan dari perahu ini harap segera turunkan perintah untuk menjalankan perahu ini balik
ke tempat semula daripada pertarungan ini harus dilanjutkan”
Perempuan berbaju hijau itu tertawa, dengan mata yang memikat ia mengerling
pemuda itu sekejap kemudian berkata, “Jika kau hanya menguatirkan saudara cilikmu
menunggu sendirian di sampannya, kalau begitu biarlah kuutus tiga orang untuk
menemaninya”
Gak Lam-kun semakin mengerutkan dahinya.
“Tolong tanya nio-nio, dengan maksud apakah kau menahan diriku dengan paksa?
Kalau tidak kau terangkan…….”
Agaknya perempuan berbaju hijau tak menyangka kalau ia bakal mendapat pertanyaan
semacam itu, tanpa terasa pipinya jadi merah, setelah termenung sebentar dia baru
tertawa ewa.
“Kalau tidak, bagaimana? Jika engkau merasa kurang leluasa diatas perahuku ini,
silahkan pergi!”
Gak Lam-kun tahu bahwa perahu besar yang sedang melaju ini tak bisa dihentikan lagi,
dengan sinar mata yang menggidikkan dia lantas menatap ke arah musuhnya, mendadak
pemuda itu menerobos maju kemuka dan telapak tangan kanannya diayun kedepan
melepaskan sebuah pukulan yang amat gencar.
Sedikit saja perempuan berbaju hijau itu menggerakkan bahunya, tahu-tahu dia sudah
bergeser tiga depa dari posisinya semula, kemudian sambil tertawa cekikikan katanya,
“Hiiihh….. hiiihh….. hiiihh…. dalam sepuluh gebrakan mendatang, jika engkau sanggup
menjawil ujung bajuku, maka segera kuhantar engkau untuk kembali ke tempat semula”
Gak Lam-kun ikut tertawa dingin.
“Dalam tiga jurus, bila aku tak berhasil melukai dirimu aku orang she-Gak juga akan
menyerahkan diri untuk kau jatuhi hukuman.”

Begitu selesai berbicara, tiba-tiba ia tarik kembali pukulannya lalu sambil memutar
badan, sebuah totokan dilancarkan.
Perempuan berbaju hijau itu mengegos kesamping, dengan suatu langkah yang enteng
dan lincah tahu-tahu ia sudah melepaskan diri dari ancaman totokan tersebut.
Indah dan menawan hati gerakan tubuhnya itu, meskipun menghadapi suatu
pertarungan yang mempertaruhkan jiwa raganya, gerak-geriknya sama sekali tidak
kehilangan kebagusan serta daya tariknya.
Begitu berhasil melepaskan diri dari serangan yang pertama, perempuan berbaju hijau
itu tertawa terkekeh-kekeh.
“Heehhh…. heeehhh…. heeehhh…. masih ada delapan gerakan lagi, gunakanlah
dengan lebih berhati-hati!”
Begitu gagal dengan serangan yang pertama, tiba-tiba Gak Lam-kun menarik tangan
kanannya ke belakang, kemudian ia menyerang sejajar dengan dada, secepat kilat ia
menerobos kemuka melakukan pengejaran.
Sekulum senyuman masih tersungging diujung bibir perempuan berbaju hijau itu ketika
tangan kiri anak muda itu diayun kedepan melepaskan sebuah pukulan dengan jurus Huijian-
cing tham (Menyapu debu berbicara santai).
Rupanya perempuan berbaju hijau itu mengetahui bahwa dibalik jurus serangan
tersebut terkandung dua perubahan yang berbeda, ditengah lengkingan gelak tertawanya
kembali ia melejit kesamping untuk melepaskan diri dari ancaman.
Padahal ketika itu, jurus serangan yang digunakan Gak Lam-kun belum mencapai pada
puncaknya, ia lantas mendengus, mumpung perempuan musuhnya belum melayang turun
ketanah, telapak tangan kirinya dengan mengandung hawa pukulan yang maha dahsyat
tiba-tiba dilontarkan kedepan.
Sungguh tepat penggunaan waktu yang dilakukan dalam serangan tersebut, pada saat
sepasang kaki perempuan berbaju hijau itu hampir menempel diatas permukaan tanah,
serangan dari Gak Lam-kun yang ibaratnya gulungan ombak dahsyat itu sudah melanda
tiba.
Jangan dilihat perempuan baju hijau itu genit dan meliuk-liuk manja, pada hakekatnya
dia memiliki ilmu silat yang maha dahsyat.
Ketika serangan tersebut menyergap datang, cepat lengannya dikebaskan, lalu
badannya melambung keudara secara tiba-tiba, setelah berjumpalitan beberapa kali, ia
melayang turun kembali ditempat lain yang jauh lebih aman.
Tapi, Gak Lam-kun juga bukan orang bodoh, tampaknya ia sudah memperhitungkan
sampai disitu, buktinya dalam serangan itu terkandung lima jalur desingan angin tajam
yang memekikkan telinga…….
“Sreeeeet ……! akhirnya gaun panjang yang dikenakan perempuan berbaju hijau itu
kena tersambar juga hingga robek sebagian, maka terlihatlah paha kakinya yang putih
mulus seperti salju.

Tiba-tiba Gak Lam-kun menghela napas sedih.
“Aaaai… aku sudah menggunakan setengah jurus lebih banyak dari seharusnya,
terserah hukuman apa yang hendak kau jatuhkan atas diriku!” katanya.
Ketika gaun panjangnya tersambar robek, perempuan berbaju hijau itu merasa amat
jengah hingga seluruh wajahnya berubah jadi merah padam, lama sekali dia termangumangu
tanpa mengetahui apa yang harus dilakukan.
Setelah mendengar helaan napas dari Gak Lam-kun, ia baru terkejut dan merasa
seperti baru sadar dari impian, setelah berhasil menenangkan hatinya perempuan itupun
menghela napas panjang.
“Aaaai…..Sungguh tak nyana kalau ilmu silatmu amat lihay pergilah dari sini!”
“Hmm…..! Perkataan seorang laki-laki sejati lebih berat dari batu karang, aku Gak Lamkun
mengaku kalah!”
“Huuuh….. Memangnya ucapan pun-kiong (aku) tidak masuk hitungan…..?” perempuan
berbaju hijau itu mengernyitkan sepasang alis matanya.
Sekalipun perempuan berbaju hijau itu telah berjanji, bahwa anak muda itu akan
dihantar pulang andaikata dalam sepuluh gebrakan ujung bajunya berhasil dijawil, tapi
Gak Lam-kun sendiripun baru berhasil merobek gaun lawannya dalam tiga jurus setengah,
padahal pemuda itu mengatakan dia akan berhasil dalam tiga gebrakan belaka.
Mereka berdua sama-sama merupakan tokoh persilatan yang punya nama besar,
mereka berduapun sama-sama berwatak angkuh dan tinggi hati, setelah apa yang
disumbarkan tak terwujud, kedua belah pihak sama-sama tak mau mengingkari janjinya.
Dengan wajah murung baik Gak Lam-kun maupun perempuan berbaju hijau itu samasama
termenung dan berdiri melamun.
Untuk sesaat lamanya, suasana di sekeliling tempat itu diliputi keheningan, seandainya
tiada suara air telaga yang menyampok perahu, mungkin jatuhnya sebatang jarumpun
akan kedengaran dengan jelas.
“Toako, aku datang membantumu!” tiba-tiba terdengar suara jeritan memecahkan
kesunyian.
Menyusul kemudian sesosok bayangan manusia melompat naik ke atas perahu, siapa
lagi orang itu kalau bukan Ji Kiu-liong?
Kemunculan Ji Kiu-liong secara tiba-tiba membuat Gak Lam-kun terkejut bercampur
gembira, dia tidak habis mengerti kenapa adiknya bisa muncul disitu secara tiba-tiba.
Sementara dia masih termenung, mendadak dari balik perahu besar menggema lagi
gelak tertawa yang amat nyaring.

“Haaaahhh……haaahhh……haaahhh…….Si Tiong pek dari barisan Tiat-eng tui
perkumpulan Tiat-eng-pang (elang baja) sengaja berkunjung datang, harap Han Nio-nio
sudi memaafkan kedatanganku yang tidak terduga ini!”
Seorang pemuda tampan berbadan kurus dan berbaju warna biru melompat naik ke
perahu, lalu pelan-pelan maju kedepan.
Ji Kiu liong segera menuding ke arah pemuda baju biru itu seraya berseru, “Toako, Si
toako itulah yang menghantar aku sampai kesini!”
Gak Lam-kun berpaling dan memandang sekejap wajah Si Tiong-pek, lalu dia menjura.
“Terima kasih banyak atas bantuan saudara yang telah menghantar adikku sampai
disini, aku orang she Gak mengucapkan banyak-banyak terima kasih…….”
“Aaaaaaah ……mana, mana” Si Tiong pek tertawa, “sudah selayaknya kalau orang
persilatan itu saling membantu, urusan sekecil itu kenapa harus dipikirkan terus? Boleh
aku tahu siapa nama saudara?”
“Aku she-Gak bernama Lam-kun!” sahut si pemuda sambil tertawa ewa.
Betapa kecewanya Si Tiong pek setelah mendengar kalau nama itu masih terlampau
asing dalam dunia persilatan, namun ia tersenyum juga.
“Selamat berjumpa, selamat berjumpa!”
Han Nio-nio atau perempuan berbaju hijau itu rupanya sudah tidak sabaran, mendadak
dengan paras muka serius ia berkata, “Si Tiong pek, berani betul engkau mencari garagara
dengan kami!”
Kalau tertawa, perempuan cantik ini tampak genit dan mempesonakan hati, tapi setelah
serius, kelihatanlah betapa agung dan berwibawanya dia.
Gak Lam-kun merasa seakan-akan dalam waktu sekejap perempuan itu sudah berubah
menjadi seorang manusia yang lain, dibalik keagungannya secara lapat-lapat terpancar
pula kewibawaan yang sangat tebal.
Si Tiong pek mengangguk lirih sebagai tanda hormatnya kemudian berkata, “Han Nionio,
kau jangan salah paham, aku orang she Si tidak lebih hanya manusia diluar garis yang
cuma ingin menonton keramaian belaka lihatlah sendiri, perahuku sudah berada sepuluh
kaki jauhnya dari sini, bila Han Nio-nio tak senang menyambut kedatanganku, lebih baik
aku orang she Si mohon diri saja”
Selesai berkata, dia lantas putar badan dan siap berlalu dari tempat itu.
“Berhenti!” bentakan nyaring menggelegar memecahkan kesunyian.
Tiba-tiba Han Nio-nio melompat kedepan secepat sambaran kilat, jari-jari tangannya
yang lentik langsung mencengkeram ke arah bahu Si Tiong-pek.

Sekalipun ketika itu Si Tiong-pek berdiri membelakanginya, namun seakan-akan
dipunggungnya juga tumbuh mata baru saja Han Nio-nio beraksi tiba-tiba dia putar
badannya dan melejit enam depa kesamping untuk menghindarkan diri.
“Haaahhh…haaahhh…haaahhh…Han Nio-nio” serunya sambil tertawa tergelak, lebih
baik kita jangan bergerak dulu, kalau ingin beradu kekuatan tunggu sesampainya di bukit
Kun-san, perkumpulan elang baja kami pasti akan melangsungkan suatu pertarungan yang
seru melawan perguruan Ciang-ciam-bun kalian!”
Kembali Gak Lam-kun merasa terkesiap, konon ia dengar orang berkata bahwa dalam
dunia persilatan telah muncul sebuah perguruan rahasia yang disebut Ciang-ciam-bun
(perguruan panah bercinta) siapakah ciangbunjinnya? Ternyata tak seorang manusia
persilatanpun yang tahu.
Dia tak pernah mengira kalau perempuan berbaju hijau serta Siangkoan It yang
dijumpainya sekarang ternyata adalah anggota perguruan panah bercinta, dari sini dapat
diketahui bahwa Ciang-ciam-bun memang terhitung sebuah perguruan besar yang
mempunyai kekuatan amat tangguh.
Dengan kening berkerut Han-Nio-nio sudah tertawa dingin.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh…memang pada tiga puluh tahun berselang perkumpulan
Tiat eng pang kalian menjagoi seluruh daratan Tiong-goan, tapi sekarang…Hmm!
Perkumpulan Tiat eng-pang kalian tak akan bisa menandingi kehebatan Ciang ciam-bunkami…”
Perlu diterangkan disini, semenjak dua puluh tahun berselang, perkumpulan Tiat-engpang
memang merupakan suatu perkumpulan yang amat besar dalam kalangan hek-to di
dunia persilatan, banyak jago tangguh dan pandai yang bergabung dalam perkumpulan
itu, ini menyebabkan kekuatan mereka pada hakekatnya jauh melampaui kekuatan
sembilan partai besar.
Ketua mereka Tiat eng sin siu (kakek sakti elang baja) Oh Bu hong adalah seorang
tokoh persilatan yang berilmu tinggi, dia merupakan seorang manusia berbakat yang
muncul belum lama berselang, namun kemampuannya memimpin para anak buahnya
sangat hebat, orang ini merupakan seorang tokoh persilatan yang paling susah dihadapi
dalam golongan hitam maupun putih.
Si Tiong-pek adalah murid kesayangan Oh Bun-hong, dengan kedudukannya sebagai
komandan pasukan Elang Baja, bukan saja namanya termashur sampai dimana-mana,
pengaruhnya juga menyebar luas baik diutara maupun diselatan sungai besar.
Dalam pada itu Si Tiong-pek sudah tersenyum seraya berkata, “Kalau memang begitu,
mari kita saksikan saja!” katanya sambil berjalan.
“Hmm…!” Han Nio-nio mendengus, “barangsiapa sudah naik keperahu ini, maka dia
harus menyambut sepuluh buah seranganku lebih dulu sebelum bisa tinggalkan tempat ini
dengan selamat, Si Tiong-pek! Bersiap sedialah menerima seranganku ini!”
Tiba-tiba ia menerobos maju kedepan sambil menyerang, jari tangannya menotok jalan
darah juga sikutnya menyodok ulu hati, dua serangan yang berbeda namun memiliki
kekuatan yang hampir sama.

Si Tiong-pek tertawa dingin lalu berseru, “Han Nio-nio, kalau engkau mendesak terus
menerus diriku, janganlah dianggap aku Si Tiong-pek jeri kepadamu!”
Berbicara sampai disitu, tubuhnya lantas miring kesamping menghindarkan diri dari
terjangan sikut Han Nio-nio, lalu bukannya mundur dia malah mendesak maju kedepan,
tangan kanannya dengan jurus Kim-cian toam-bwe (memotong sakura dengan gunting
emas) langsung menyodok ketubuh Han Nio-nio pula.
Tapi pada saat itulah tendangan kaki kanan dari perempuan itu sudah mengancam lutut
kanan Si Tiong-pek…
Agaknya Si Tiong-pek tidak menyangka kalau ilmu silatnya itu begitu lihay, dengan
terkesiap dia mundur dua langkah untuk menghindarkan diri dari serangan dua buah
pukulan dan sebuah tendangan kilat itu.
Mendadak hembusan angin tajam menyambar lewat, tahu-tahu kelima jari tangan Han
Nio-nio bagaikan kuku garuda sudah menyambar tiga inci diatas wajah Si Tiong-pek.
Kali ini Si Tiong-pek benar-benar merasa terkesiap, bahunya langsung dibuang
kesamping seraya melompat mundur, tapi gerakan itu toh masih terlambat satu langkah…
“Sreeeet…!” baju putih dibahu kiri Si Tiong-pek segera tersambar oleh jari-jari tangan
Han Nio-nio yang lentik hingga robek besar sekali…
Kejut dan gusar Si Tiong-pek menghadapi kenyataan tersebut, sepanjang masa
berkelananya dalam dunia persilatan belum pernah ia dipecundangi orang seperti kali ini,
sambil membentak keras, sepasang telapak tangannya segera diayun kedepan melepaskan
pukulan-pukulannya yang amat dahsyat…
Sedikit miring kesamping, tubuh Han Nio-nio sudah berada empat depa disisi
gelanggang, mendadak ia menerobos maju lagi ke depan.
Bayangan manusia melintas lewat, tiba-tiba Gak Lam-kun menerobos masuk kedalam
arena dan menghadang dihadapan Han Nio-nio seraya berseru, “Saudara Si, sisanya enam
jurus biar aku orang she Gak saja yang menyambutnya!”
Ketika menyaksikan Gak Lam-kun terjun kearena, tiba-tiba Han Nio-nio menghentikan
gerakan tubuhnya lalu tertawa merdu.
“Bagus sekali, bagus sekali, boleh saja kalau engkau hendak mewakilinya untuk
menerima sisa enam jurus itu”
Sebenarnya Si-Tiong-pek tidak pandang sebelah matapun atas diri Gak Lam-kun, tapi
setelah menyaksikan gerakan tubuhnya sekarang, dia baru terperanjat.
“Masa seorang pemuda yang tak ternama semacam dia, sebetulnya adalah seorang
jago lihay?” demikian dia berpikir.
Sementara itu Gak Lam-kun sudah berkata dengan dingin, “Tadi aku sudah kebagian
menyerang tiga setengah jurus, maka sekarang adalah giliranku untuk menerima keenam
jurus seranganmu tanpa menggeserkan sepasang kakiku”

Ketika Han-Nio-nio berangkat ketelaga Tong-ting ou, majikannya telah berpesan: Gak
Lam-kun merupakan seorang tokoh persilatan yang amat lihay!
Waktu itu dia masih tidak percaya, tapi setelah terjadi bentrokan fisik barusan, dia baru
mengakui bahwa si pemuda pada hakekatnya adalah seorang musuh tangguh yang belum
pernah dijumpainya.
Misalnya, ucapan semacam itu diucapkan orang lain kepadanya, Han-Nio-nio pasti tidak
akan membiarkan dirinya dihina begitu saja, tapi keadaannya sekarang justru berbeda, dia
sudah menderita kalah ditangan Gak Lam-kun, meskipun dalam pertarungannya itu dia
cuma bertahan tanpa menyerang, namun pada hakekatnya tiga setengah jurus serangan
yang dilancarkan Gak Lam-kun itu betul-betul luar biasa bebatnya.
Kendati begitu, ia tersenyum juga melihat kepongahan orang. Hendak menerima enam
jurus serangannya tanpa menggeserkan sepasang kakinya?
Kecuali orang goblok, rasanya tak mungkin dia berani mengucapkan kata-kata
sesumbar seperti itu.
Sekulum senyuman lantas menghiasi wajah Han Nio-nio, ia berkata dengan hambar,
“Cukuplah sudah asal kau mampu menerima enam jurus seranganku itu, mau
menggeserkan kaki atau tidak, aku tak ambil perduli. Nah, sambutlah seranganku ini!”
Dengan kelima jari tangan yang direntangkan, secepat kilat tangan kirinya menyambar
kedepan Gak Lam-kun sama sekali tidak bergeser dengan jari tengah dan jari telunjuknya
dia balas menotok urat nadi dari Han Nio-nio.
Cepat-cepat perempuan berbaju hijau itu merentangkan pukulannya jadi totokan, dan
dia ganti menotok urat nadi penting diatas pergelangan tangan kanan Gak Lam-kun.
Serangan itu bukan saja dilancarkan dengan kecepatan luar biasa perubahan yang
dilakukan juga sangat mendadak…
Gak Lam-kun terperanjat, dalam keadaan demikian terpaksa telapak tangan kanannya
membalik kebawah kemudian memapas pergelangan tangan Han Nio-nio.
Serangan ini berhasil juga memaksa Han Nio-nio harus menarik pergelangan tangan
kirinya untuk menghindari bacokan anak muda itu, tiba-tiba ia melompat kesamping,
telapak tangan kanannya secepat kilat menerjang jalan darah penting dibahu lawan.
Demikianlah, suatu pertarungan sengit segera berkobar, kedua belah pihak sama-sama
menggunakan serangan yang tercepat dan terlihay untuk berusaha menundukkan pihak
lawan, dalam waktu singkat lima gerakan sudah lewat.
Meskipun hanya lima jurus tapi kecepatan berubah jurus yang berlangsung sukar diikuti
dengan pandangan mata, semua jurus serangan yang dipakai, otomatis merupakan pula
serangan yang paling tangguh.
Tiba-tiba Han Nio-nio melepaskan sebuah tendangan kilat, gaun yang robekpun lantas
menyingkap hingga tampak pahanya yang putih dan mendatangkan gairah birahi.

Tendangan tersebut boleh dibilang dilancarkan dengan suatu gerakan yang sangat
aneh, sekalipun ilmu silat Gak Lam-kun lebih lihaypun jangan harap dia bisa hindari
serangan itu tanpa menggeserkan kakinya.
Gak Lam-kun yang lihay memang tak malu disebut jagoan kosen, ketika ujung kakinya
Han Nio-nio hampir menyentuh tubuhnya, tiba-tiba Gak Lam-kun menjatuhkan tubuh
bagian atas ke belakang sementara telapak tangannya disilangkan di depan dada untuk
menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan.
Jilid 2
MEMANG aneh dan lihay gerakan tersebut malahan sama sekali diluar dugaan
siapapun. Si Tiong-pek yang menonton jalannya pertarungan itu dari tepi gelanggang
segera berseru tertahan, jelas dia sudah dibikin terkesiap oleh gerakan Gak Lam-kun yang
aneh dan diluar dugaan itu.
Setelah Gak Lam-kun mengeluarkan gerakan aneh untuk menghindari tendangan
lawan, Han Nio-nio tak sanggup melancarkan tendangan yang kedua kalinya, dalam posisi
begini terpaksa ia tarik kembali kakinya sambil mundur ke belakang.
Enam jurus pertarungan jarak dekat yang baru saja berlangsung ini memang
keliarannya tidak seberapa hebat, tapi dalam pandangan mata seorang ahli pertarungan
tersebut justru merupakan sengit yang menentukan mati hidup seseorang……..
Tiba-tiba Han Nio hio menghela napas panjang katanya, “Gak siauhiap, ilmu silatmu
memang sangat lihay Pun Kiong merasa benar-benar takluk dengan hati yang rela, Nah,
kalian boleh segera berlalu.”
Pada waktu itulah, Si Tiong-pek ikut tertawa tergelak. “Haaah…… haaah…….. haaah……
sudah lama Han Nio-nio malang melintang dalam dunia persilatan nama besar juga sudah
tersohor sampai di mana-mana, Sungguh beruntung pada malam ini aku orang she Si
berkesempatan menyaksikan kelihayanmu”
Han Nio-nio melotot sekejap ke arah Si Tiong-pek dengan mata lebar, kemudian
mendengus.
“Hmmm…..! Seandainya aku tidak memandang diatas wajahnya pada malam ini, jangan
harap kau Si Tiong-pek bisa tinggalkan perahu ini dalam ke adaan selamat!”
Berkerut sepasang alis mata Si Tiong-pek sesudah mendengar perkataan itu, hawa
amarah tertera ternyata diwajahnya, tapi secara tiba-tiba kemarahan itu ditahan kembali
kemudian tertawa tergelak. “Haaahhh……. aaahhh……….. aaahhh…….. bagus, bagus, bila
lain waktu ada kesempatan aku orang she-Si pasti akan berkunjung lagi kesini untuk
merasakan kelihayanmu”
Selesai berkata dia lantas menjura kepada Gak Lam-kun seraya berkata. “Saudara Gak
jika engkau tak ada urusan, apa salahnya kalau duduk sebentar diperahu kami?”
“Atas kebaikan saudara Si rasanya tidak pantas kalau kutolak tawaranmu itu, baiklah
lebih baik aku turut perintah saja”

Selesai berkata pelan-pelan dia berjalan menuju ke tepi perahu.
“Gak singkong, harap tunggu sebentar!” Tiba-tiba teguran lembut berkumandang lagi
dari belakang.
Gak Lam-kun segera berpaling, dilihatnya Han Nio-nio dengan rambutnya yang panjang
terurai sebahu sedang berdiri dibelakangnya dengan agung wajahnya tampak begitu
cantik dan sikapnya begitu agung membuat orang merasa kagum dibuatnya.
“Ada urusan apa Nio-nio memangil aku?” tegur Gak Lam-kun kemudian dengan suara
hambar.
“Pun-kiong benar-benar ada urusan penting yang hendak dibicarakan denganmu,
bagaimana kalau kita masuk keruang belakang dulu untuk membicarakan persoalan ini?”
“Aku rasa kalau ada persoalan katakan saja di sini, toh disini atau disana juga sama
saja”
Dari belakang terdengar suara Si Tiong-pek berseru sambil tertawa ringan, “Saudara
Gak, siaute berjalan setindak dulu kutunggu kedatanganmu dalam perahu!”
“Si toako tunggu sebentar” suara teriakan Ji Kiu-liong berkumandang pula, “siaute ikut
engkau lebih dulu!”
Habis berkata Ji Kiu liong melompat turun pu la keperahu kecil, dan kedua orang itupun
mendayung sampannya menuju ke sebuah perahu besar yang membuang sauh beberapa
puluh kaki jauhnya.
Sepeninggal kedua orang itu, Han Nio-nio baru berkata lagi sambil tertawa, “Kalau toh
engkau tak mau masuk ke dalam ruangan, baiklah kita bercakap cakap di luar sana,
silahkan Gak siangkong”
Dengan tubuhnya yang tinggi semampai perempu an itu menuju ke belakang perahu
lebih dulu kepada seorang pelaut dia ulapkan tangannya memerintahkan orang itu
mengundurkan diri.
Setelah suasana disekitar sana jadi hening, Han Nio-nio baru membereskan rambutnya
yang awut-awutan lalu sambil tersenyum ia berbatuk. “Kehebatan ilmu silatmu, keketusan
watakmu di tambah pula kebesaran nyalimu, sungguh merupakan suatu perpaduan yang
baru pertama kali ini, aku Han Hu-hoa jumpai!”
“Kelihayan ilmu silat yang dimiliki Han Nio-nio juga baru kali ini kujumpai dalam dunia
persilatan” sahut anak muda itu ketus.
Segulung angin berhembus lewat menyingkapkan gaun bajunya yang robek, hingga
pahanya yang putih mulus kembali terlihat jelas.
Cepat tangannya menyambar gaun yang berobek itu dan menutupi pahanya yang
kelihatan, pelan-pelan ia pejamkan matanya lalu berkata dengan sedih, “Selama malang
melintang dalam dunia persilatan hampir tiga puluh tahunan, aku cuma pernah takluk
kepada dua orang”

“Dua orang tokoh silat macam apakah yang bisa peroleh kehormatan dari Nio-nio?”
tanya Gak Lam-kun dengan perasaan ingin tahu.
Ha Hu-Hoa tertawa. “Yang satu adalah engkau dan yang lain adalah majikanku!”
Mula-mula Gak lam-kun agak tertegun, tiba-tiba selapis kemurungan melintas diatas
wajahnya.
Ha-Hu-hoa tertawa kembali ujarnya. “Kalau kulihat dari kemurungan keputusan yang
menyelimuti wajahmu tampaknya engkau punya kenangan masa lalu yang cukup
menyedihkan hati, tapi kau musti tahu bahwa diantara sepuluh bagian di dunia ini ada
delapan sampai sembilan bagian yang tak bisa diselesaikan dengan lancar. Sebagai anak
muda kenapa pikiranmu tak bisa terbuka. Terus terang kukatakan kepadamu belasan
tahun berselang kedaan kupun semua seperti dirimu sekarang, aaii..!”
Tiba-tiba ia menghela napas sedih, titik air mata mendadak mengembang dibalik
kelopak matanya.
“Terima kasih atas petunjukmu” kata Gak Lam-kun cepat, “ Bila Nio-nio masih ada
urusan cepatlah utarakan keluar”
Titik air mata mengembang dalam kelopak ma ta Hau Hu-hoa, dan akhirnya meleleh
keluar membasahi pipinya.
“Sebenarnya aku ingin mengundang dirimu masuk ke perguruan panah bercinta kami,
agar bisa menanggulangi masalah besar bersama sama majikan kami, tapi sekarang aku
rasa kau pasti menolak tawaranku itu” ujarnya dengan sedih.
Gak Lam-kun tertawa ewa. “Terima kasih atas kebaikanmu, jika sudah habis
perkataanmu, aku orang she-Gak segera akan mohon diri”
Setelah merangkap tangannya memberi hormat, dia putar badan dan berlalu dari
sana.
“Gak siangkong, tunggu sebentar!” teriak Han Hu-hoa lagi.
Gak Lam-kun berhenti seraya berpaling, kemudian tegurnya, “Masih ada perkataan apa
lagi yang hendak kau Ucapkan?”
Pelan pelan Han Hu-hoa maju ke depan lalu menyahut, “Apakah engkau sedikit
memandang hina diriku karena aku menjadi budak orang lain?”
“Aku tidak tahu!”
Kembali Han Nio-nio menghela napas sedih “Setelah berpisah pada malam ini, entah
dikemudian hari masih ada kesempatan untuk berjumpa lagi atau tidak, sekalipun kita
hanya bertemu tanpa sengaja, aku Han Hu hoa mengucapkan semoga kau menjaga diri
baik baik……. Oya, masih ada satu urusan hendak kuperingatkan kepadamu, Si Tiong-pek
dari perkumpulan Tiat-eng-pang adalah seorang manusia licik dengan akal busuk yang
berbahaya. kau musti berjaga-jaga atas manusia sema-cam itu”

Gak Lam-kun bukan manusia sembarangan sudah tentu diapun merasakan betapa
liciknya manusia yang bernama Si Tiong-pek itu, terutama melihat bagaimana caranya
menghindari kobaran hawa amarah akibat sindiran dari Han Hu-hoa tadi.
Perlu diterangkan disini, Si Tiong-pek bisa memimpin pasukan elang baja, tentu saja
ilmu silat yang dimilikinya bukan termasuk golongan yang lemah, tindakannya tak mau
bertarung melawan Han Nio-nio tadi memang merupakan suatu tindakan yang cerdik,
sebab ia telah mengesampingkan kekuatan yang sebenarnya untuk digunakan merebut
lencana pembunuh naga dibukit Kun-san. Ia tak mau lantaran dua harimau yang berkelahi
mengakibatkan dua belah pihak terluka hingga memberikan peluang yang baik bagi orang
lain untuk mendapatkan keuntungan.
Gak Lam-kun sebagai orang yang berhak menerima Lencana Pembunuh Naga, sudah
tentu mempunyai ilmu silat yang tinggi serta kecerdasan yang seimbang dengan
kecerdikan gurunya Tok liong Cuncu dimasa lalu dengan kecerdasannya itu, masa ia tak
dapat menebak jalan pikiran orang lain?
“Aku sudah tahu!” seru Gak Lam-kun kemudian sambil tersenyum.
Dia menjura lantas berlalu pergi, tapi baru beberapa langkah, Han Hu-hoa sudah
berseru lagi dengan manja, “Gak sianngkong, bagaimana kalau kuperintahkan anak
buahku untuk menyiapkan perahu bagimu?”
“Tak usah repot repot!”
Tiba-tiba dari belasan kaki sebelah depan sana berkumandang suara dari Si Tiong-pek,
“Gak heng, siaute telah siapkan perahu untuk menyambut kedatanganmu…..!”
Menyusul teriakan itu, perahu besar tersebut pelan-pelan bergerak maju kedepan dan
sekejap kemudian sudah berada empat kaki dari perahu Han Nio-nio.
“Gak siang kong, baik baiklah jaga diri!” kata Han Hu-hoa kemudian sambil tertawa
sedih.
Gak Lam-kun segera merangkap tangannya memberi hormat, kemudian sekali loncat
dia sudah be rada diatas perahu elang raksasa yang berada dua kaki jauhnya itu.
Begitu anak muda tersebut sudah melayanag pergi, Han Hu hoa segera memerintahkan
anak buah nya untuk menaikkan layar, kemudian dalam sepeminuman teh perahu itu
sudah lenyap dari pandangan mata…….
Perahu tiang raksasa dari Si Tiong-pek terang ben derang bagaikan ditengah hari,
sambil tersenyum simpul pemuda itu menyambut kedatangan Gak Lam-kun ditengah
geladak.
Ji Kiu-liong juga mengikuti dibelakangnya, sedang dibelakang sipemuda berbaris
delapan belas orang laki-laki bertubuh kekar, beralis mata tebal dan berbaju biru dengan
sebilah pedang bergagang burung rajawali yang sedang merentangkan sayapnya tersoren
di punggung.
Menyaksikan kedelapan belas orang manusia ber baju biru itu, Gak Lam-kun segera
berpikir. “Aku pikir kedelapan belas orang itu pastilah delapan belas elang baja yang

dipimpin Si Tiong-pek dalam pasukan elang bajanya, aku lihat mereka rata-rata gagah
perkasa dengan sorot mata yang tajam, jelas ilmu silat yang dimilikinya amat tinggi, tak
heran kalau pasukan elang baja bisa populer dan disegani orang dalam dunia persilatan”
Ketika dia masih termenung, Si Tiong-pek sudah berseru sambil tertawa nyaring,
“Haaahh…….haaah………haaahh…….. Saudara Gak sedia menumpang diperahu kami
kejadian tersebut merupakan suatu kebanggaan bagi kami semua, sambutlah
penghormatan diri delapan belas elang baja anak buah kami……!”
Cepat-cepat Gak Lam-kun menjura, “Kemampuan dan keehebatan apakah yang dimiliki
aku orang she Gak, tak berani aku menerima sambutan dari delapan belas elang baja yang
ramanya tersohor di dunia”
Sementara itu dari dalam ruang perahu berjalan seorang kakek cebol yang berbaju
hitam dengan jenggot putih, badannya kurus seperti lidi dan senjatanya adalah sebuah
tongkat berkepala ular hitam.
Dengan senyum tak senyum ia lantas berseru, “Si lote, jago muda dari manakah yang
telah datang sehingga memerlukan sambutan semeriah ini.
Suara teriaknya itu menyeramkan, ditambah pula badannya yang kurus kecil
melambung seperti setan gentayangan, membuat siapapun yang melihatnya merasa
kurang begitu senang.
Sedingin salju panas muka Gak Lam-kun bahkan melirik sekejappun ke arahnya tidak,
dia malahan menengadah sambil memandang bintang bintang yang bertaburan di
angkasa.
Menyaksikan kecongkakan orang, kakek cebol itu semakin naik pitam, ia tertawa dingin
tiada hentinya dengan suara yang menggidikkan hati….
Si Tiong-pek yang menyaksikan kejadian itu alis matanya kontan berkenyit, tapi cepat
ia tertawa nyaring. “Ou thamcu, saudara ini adalah Gak Lam-kun sauhiap, dialah yang
barusan mengalahkan Han Nio-nio dari perguruan panah bercinta!”
Kakek cebol yang kurus kering itu tertawa dingin tiada hentinya dengan suara yang
mengerikan, “Heehh.…. heeeeh…. Heeeh….. ombak di belakang sungai Tiangkang
mendorong ombak yang di depannya, kembali dalam dunia persilatan telah muncul
seorang toa-enghiong yang gagah perkasa”
Sengaja perkataan yang terakhir itu diucapkan dengan nada memanjang, sudah tentu
nadanya adalah nada mencemooh.
Diatas wajah Gak Lam-kun yang dingin tiba-tiba tersungging sekulum senyuman ia
bertanya, “Saudara Si konon anggota elang bajamu itu terdiri dari manusia-manusia gagah
yang kosen dan berilmu tinggi, tolong tanya apakah dia juga seorang anak buahmu?”
Kakek cebol berambut putih itu merupakan seorang jagoan yang angkuh dan tinggi
hati, sudah tentu dia tak tahan mendengar sindiran dari Gak Lam-kun, maka sebelum Si
Tiong-pek menjawab dia sudah membentak lebih dulu dengan nyaring, “Bagus sekali! Kau
si bocah kunyuk memang pingin mampus!”

Begitu selesai berkata, tongkat kepala ularnya langsung menyokot kemuka dengan
jurus hui-pau-bong-cwen (air terjun merupakan sumber mata air)
Ji Kiu-liong yang berdiri disamping Gak Lam-kun bertindak cepat, sebelum saudaranya
bertindak tiba-tiba dia cabut keluar pedangnya, kemudian pergelangan tangannya
digetarkan menciptakan dua kuntum bunga pedang yang langsung manabas tubuh lawan.
“Kakek cebol, rupanya kau gemar bertarung? Hayo hadapilah seranganku ini!”
hardiknya.
Kakek cebol berambut putih itu tertawa dingin tubuhnya mengigos kesamping
kemudian menerobos maju kemuka secara tiba-tiba, jari tengah dan jari telunjuknya di
kakukan bagaikan tombak, kemudian disodoknya jalan darah Hian-ki-hiat di tubuh Ji Kiuliong
dengan keras.
Ji Kiu-long tak berani gegabah, cepat dia mundur setengah langkah, kemudian
pedangnya dengan menciptakan selapis cahaya yang menyilaukan mata balas menusuk ke
depan.
0000000000
KAKEK berambut putih itu kembali menyelinap ke samping melepaskan diri dari
ancaman tersebut, tiba-tiba ia membentak, “Lepas tangan!”
Toya kepala ularnya menyodok pergelangan tangan kanan Ji Kiu- liong yang memegang
pedang, dan ….
“Criiing!” Diiringi dengusan tertahan bocah laki-laki itu, pedangnya benar-benar terjatuh
dari genggaman.
“Kau juga lepas tangan!” tiba-tiba bentakan lain berkumandang memecahkan
kesunyian.
Bagaikan sambaran sukma gentayangan, tahu tahu Gak Lam-kun sudah menyusup
datang, tangan kirinya membabat pergelangan tangan kanan si kakek cebol, sedang
tangan kanannya melancarkan sebuah totokan aneh.
Sambil berkerut kening cepat-cepat kakek cebol itu mundur dua langkah, begitu
terhindar dari kebasan tangan kiri dan sodokan jari lawan, dengan membawa deruan
angin pukulan yang tak kalah cepatnya dia lepaskan pula sebuah serangan balasan.
Sungguh dahsyat tenaga serangannya itu. Ibaratnya bendungan yang jebol dilanda air
bah, bisa dilayangkan berapa besar tenaga dorongan yang dihasilkan oleh pukulan itu?
Ketika dua gulung angin pukulan saling bertemu jadi satu, tidak terjadi benturan
apapun, bahu si kakek cebol itu cepat bergoyang untuk membuang daya tekanan yang
menekan dirinya, namun toh badannya terdorong mundur juga dua langkah.
Sebaliknya Gak Lam-kun juga tidak berhasil meraih keuntungan apa apa, sambil
mendengus, tubuhnya terdorong mundur setengah langkah.

Setelah terjadi bentrokan kekerasan, kedua belah pihak sama sama mengagumi
kehebatan tenaga dalam yang dimiliki musuhnya, merekapun tahu bahwa musuh yang
sedang dihadapi adalah musuh yang paling tangguh, untuk sesaat kedua belah pihak tak
ada yang berani melancarkan bentrokan untuk kedua kalinya.
Saat itulah Si Tiong-pek menyela sambil tertawa tergelak, “Haaahhh….. haaahhh…..
haaahhh….. kagum, kagum! Ternyata tenaga dalam yang dimiliki kalian berdua memang
seimbang! Itulah yang dinamakan kalau tidak saling bertarung tidak akan saling mengenal,
kebanyakan orang persilatan baru akan kenal jika sudah terjadi pertarungan. Saudara Gak,
untuk kejadian tersebut harap engkau jangan marah. Saudara ini juga merupakan seorang
jagoan yang ternama dalam dunia persilatan, orang menyebutnya sebagai Tang-hay coasiu
(kakek ular dari lautan timur) Ou Yong-hu, kini jabatannya adalah Thamcu ruang elang
sakti dari perkumpulan kami. mari…… mari….. mari ….. kita semua bersama sama minum
seteguk arak dalam ruangan”
Ketika mendengar disinggungnya nama “Tang-hay-coa-siu Ou Yong-hu” paras muka
Gak Lam-kun agak berubah, dendam sakit hati karena kematian gurunya Tok-liong Cuncu
segera berkobar kembali dalam rongga dadanya, tanpa sadar ia bergumam, “Diantara
tujuh belas orang musuh besarku, ada sepuluh orang yang sudah tewas ditanganku,
sisanya yang tujuh orang sukar dilacaki jejaknya, sungguh tak disangka sekarang aku
berhasil temukan seorang Ou Yong-hu lagi jadi, selama ini dia bersembunyi dalam
perkumpulan elang baja… pantas jejaknya sukar ditemukan…… Ou Yong-hu wahai Ou
Yong-hu….. saat kematianmu sudah tiba”
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba dalam benaknya terlintas kembali pesan Tok-liong
Cuncu sebelum tiba ajalnya, “…….diantara tujuh belas orang musuh besarku rata-rata
mereka merupakan gembong iblis yang berilmu silat amat tinggi terutama sekali Si kakek
ular dari lautan timur Ou Yong-hu mereka merupakan jago-jago yang berilmu paling
tinggi, bahkan kungfu mereka yang satu lebih hebat dari yang lain Dalam catatan musuh
besarku sudah kucatat masing-masing keistimewaan ilmu silat yang mereka miliki, bila kau
jumpai salah seorang diantara ke tujuh orang itu, maka sebelum membalas dendam lebih
baik periksalah dulu catatan musuh besarku!”
Teringat sampai disitu, hawa amarah dan rasa dendam yang semula berkobar di rongga
dada Gak Lam-kun, tiba-tiba berhasil dikendalikan kembali, lagi pula dia tahu bahwa dialah
yang mencatut nama gurunya untuk menuntut balas bila rahasianya terbongkar, niscaya
orang persilatanpun akan mengetahui pula rahasia dibalik kemunculan Tok liong Cuncu
dalam dunia persilatan.
Begitu selesai mempertimbangkan untung ruginya, dengan cepat paras muka Gak Lamkun
pulih kembali seperti sedia kala.
Baik Si Tiong-pek maupun Ou Yong-hu sama-sama merasakan pula perubahan wajah
Gak Lam-kun, cuma mereka mengira anak muda itu sedang terperanjat setelah
mengetahui nama besar dari Tang-hay-coa-siu, maka sekulum senyuman tanpa terasa
tersungging diujung bibir Ou Yong-hu.
“Sungguh hebat ilmu silatmu” demikian ujarnya kemudian, “aku Ou Yong-hu merasa
amat kagum!”
Gak Lam-kun tersenyum. “Aaah….. cuma ilmu silat kucing kaki tiga, malu untuk
dibicarakan!” cepat Gak Lam-kun menyanggah.

“Heeeehhh….. heeeehhh….. heeeehh…….. mana, mana…..” Tang hay-coa-siu Ou Yonghu
tertawa seram, “Aku Ou Yong-hu sudah memastikan diri untuk bersahabat lote!”
“Hmmm…….! Ou Yong-hu, engkau telah perkenalan dengan setan pencabut nyawa dari
mereka!” menyumpah Gak Lam-kun dalam hati kecilnya.
Betul senangnya Si Tiong-pek setelah menyaksikan suasana yang semula serba kaku
kini berubah jadi tenang kembali, ia lantas berseru dengan lantang, “Saudara Gak betulbetul
seorang jagoan lihay yang sukar ditemui di dunia ini, sungguh beruntung aku bisa
berkenalan dengan dirimu. Mari-mari kita masuk ke dalam ruangan dan minuman arak
sambil bercakap-cakap!”
Berbicara sampai disitu, Si Tiong-pek melangkah masuk ke dalam ruangan lebih dahulu
diiring salam hormat dari ke delapan belas elang baja yang berjajar di sekeliling sana.
Perlu diterangkan disini bahwasanya ke delapan belas elang baja itu adalah jago jago
berilmu tinggi, hal ini rasanya tak perlu diterangkan lagi selain itu mereka juga berwatak
tinggi hati. Dihari-hari biasa mereka tak pernah pandang sebelah matapun terhadap
kawanan jago silat yang ditemuinya.
Tapi keampuhan angin pukulan yang didemontrasikan Gak Lam-kun tadi telah
menimbulkan rasa hormat dihati kecil mereka, maka tanpa sadar timbul pula rasa
kagumnya dihati mereka semua untuk menghormati jagoan muda itu.
Gak Lam-kun segera merangkap tangannya balas memberi hormat. “Terima kasih
banyak atas perhatian saudara sekalian!” ujarnya.
Ruang dalam perahu itu luas sekali, kemewahan dan kemegahannya tidak kalah
dengan perahu milik Han Nio-nio. Si Tiong-pek, Ou Yong-hu, Gak Lam-kun dan Ji Kiu-hong
serentak masuk ke dalam ruangan.
Mereka duduk disebuah ruangan mungil yang dia tur dengan arsitek tinggi, empat
dilapisi kain hor den berwarna biru langit, sebuah meja yang indah teratur ditepi jendela
dan aneka masakan yang lezat telah dihidangkan di depan meja.
“Silahkan saudara Gak!” ujar Si Tiong-pek.
Maka diiringi pembicaraan yang amat santai, keempat orang itu duduk berbicara sambil
menikmati hidangan.
Ji Kiu-liong tak pandai minum arak, setelah mereguk beberapa cawan, ia lantas
berhenti, sebaliknya Gak Lam-kun, Si Tiong-pek maupun Ou Yong-hu mempunyai takaran
minum yang luar biasa. Dalam waktu singkat puluhan cawan sudah di teguk ke dalam
perut.
Si Tiong-pek adalah seorang jago kawakan yang sudah berpengalaman, ia berkenalan
dengan Gak Lam-kun memang disertai dengan suatu rencana besar yakni menariknya
masuk kedalam perkampungannya, tapi sampai perjamuan di langsungkan, niat tersebut
sama sekali tak disinggung, bahkan pembicaraan yang berlangsungpun hanya
pembicaraan yang santai-santai.

Akhirnya Gak Lam-kun tak kuasa menahan diri, mendadak dia alihkan pembicaraan ke
pokok persoalan yang sebenarnya tanyanya, “Saudara Si, konon aku dengar Tok-liong
Cuncu yang namanya pernah menggetarkan dunia persilatan dimasa lalu telah
memunculkan diri kembali, malah katanya pertengahan bulan delapan ini akan datang ke
bukit Kun-san untuk menerima lencana pembunuh naga, benarkah ada kejadian seperti
itu……..?”
Berbicara sampai disitu, dengan ujung matanya Gak Lam-kun melirik sekejap ke arah
Tang-hay-coa-siu. Betul juga paras muka kakek cebol itu segera diliputi oleh kemurungan
dan kekesalan yang sangat tebal.
Si Tiong-pek segera menghela napas panjang seraya menjawab, “Kemunculan Tokliong
Cuncu dalam dunia persilatan sudah mulai tersiar sejak tiga tahun berselang,
mengenai kehadiran Tok-liong Cuncu di bukit Kun-san untuk menerima lencana pembunuh
naga pada pertengahan bulan delapan nanti, hal ini merupakan suatu janji Tok-liong cuma
dengar Soat san thian li yang telah berlangsung dua puluh tahun berselang, tapi sejak
Tok-liong Cuncu tewas dibelakang tebing Yan-po-gan dibukit Hoa-san peristiwa itu juga
sudah dilupakan oleh orang-orang persilatan, tapi anehnya dua puluh tahun kemudian
tiba-tiba si Datuk naga beracun itu muncul kembali dalam dunia persilatan, ini
mengakibatkan kawanan jago dari pelbagai perguruan telah berkumpul semua di wilayah
Siang-pek. Aku dengar tidak sedikit jumlah manusia yang berkumpul disini. Yaa beberapa
hari kemudian suatu perebutan mustika tak bisa dihindari lagi, entah berapa banyak
manusia lagi yang bakal tewas peristiwa akibat Lencana Pembunuh naga? bagaimanakah
keadaan yang sebenarnya, aku sendiripun kurang begitu jelas, tapi terus terang saja
kukatakan kedatangan siaute kesini juga lantaran Lencana Pembunuhan naga itu, Apakah
kehadiran saudara Gak dan saudara Ji juga disebabkan benda mustika tersebut…….?”
“Aaaah……. aku orang she-Gak dengan adik Liong ku ini cuma mengembara didalam
dunia persilatan tanpa tujuan tertentu, adapun kehadiran kami kesini pun tak lebih cuma
ikut menonton keramaian belaka. Mengenai soal Lencana pembunuh naga….. Haaahh…..
haaahhh….. Aku orang she-Gak tak lebih hanya mempunyai perasaan ingin tahu.”
Mendengar jawaban tersebut Si Tiong-pek segera menengadah dan tertawa terbahakbahak.
“Haaahhh….. haaahhh…… haaahhh….. bagus sekali, bagus sekali sebagai anak
muda memang harus mempunyai perasaan ingin tahu, cuma kalau toh kedatangan
saudara Gak bukan lantaran lencana pembunuh naga, maka ada baiknya kalau jejak lain
mulai kini lebih dirahasiakan, daripada mengundang datangnya segala kerepotan yang tak
inginkan haahh….. haaahh……… haaahh……”
Si Tiong-pek kembali tertawa bergelak, dengan sepasang matanya yang jeli dia melirik
sekejap wajah Gak Lam-kun, kemudian lanjutnya lebih jauh, “Haaahh…. haaahh….
haaahh….. ilmu silat yang dimiliki saudara Gak sangat tinggi, tentu saja kau tak takut
urusan, cuma saudara Gak harus waspada terhadap segala kelicikan serta kebusukan hati
orang-orang persilatan, seringkali mereka lebih mengutamakan tercapainya tujuan
daripada mengindahkan keselamatan serta kebajikan, sebab banyak urusan yang tak bisa
dihadapi hanya mengandalkan dengan kekuatan ilmu silat belaka”
Perkataan tersebut betul-betul berpengalaman dan bermaksud luas, selain memberi
peringatan ke pada Gak Lam-kun, diapun seakan-akan sedang berusaha menyelidiki suara
hati lawannya, dari sini dapat diketahui bahwa Si Tiong-pek memang seorang manusia
yang amat licik.

“Terima kasih banyak atas petunjukmu!” jawab Gak Lam-kun hambar.
Sementara itu, Ji Kiu-liong yang berada disisinya ikut menimbrung pula dengan mata
melotot besar , “Sebetulnya watak toako lembut dan baik hati, tapi bila ada orang berani
mencari urusan dengannya, maka dia akan menjatuhkan hukuman yang berat kepadanya,
tapi bila orang tidak memusuhinya, diapun segan untuk mencampuri urusan orang lain.
Maka Si toako, bila kau masih ada persoalan katakan saja cepat-cepat, sebab kami masih
ada urusan lain yang perlu diselesaikan!”
Si Tiong-pek tertawa nyaring. “Saudara cilik. Kau memang orang pintar pandai
berbicara, tindakanmu itu tak malu disebut sebagai tindakan seorang jagoan muda,
kemanakah kalian berdua akan pergi selanjutnya? Mari sekalian kuhantar, dengan
demikian bukan saja tak usah membuang waktu dengan percuma, kitapun bisa
memanfaatkan waktu dalam perjalanan sambil bercakap cakap”
“Kami akan berhenti di kota Gak-ciu dekat bukit Kun-san” jawab Gak Lam-kun cepat,
“tolong saudara Si hantar kami kesana saja”
“Aaah…… kita memang sejalan dan setujuan,
apa salahnya kalau kita menempuhnya bersama?” ujar Si Tiong-pek seraya tertawa dan
gelengkan ke palanya berulang kali.
Sejak Gak Lam-kun menyinggung tentang diri Datuk naga beracun, Si kakek ular dari
lautan timur Ou Yong-hu cuma membungkam diri tanpa berbicara, dengan sendirinya Gak
Lam-kun juga tak dapat menebak begaimana jalan pikirannya itu.
Ditengah keheningan, tiba-tiba Ji Kiu-liong bertanya. “Si Toako. Barusan kau
mengatakan bahwa kawanan jago persilatan berbondong-bondong telah mendatangi
sekitar bukit Kun-san untuk ikut memperebutkan Lencana pembunuh naga, tolong tanya
benda macam apakah Lencana pembunuh naga itu sehingga demikian berharganya
sampai semua orang tak segannya menempuh perjalanan jauh demi benda itu?”
Si Tiong-pek tertawa ringan. “Saudara Ji, kamu sudah tahu pura-pura bertanya ataukah
sungguh sungguh tidak tahu?”
“Tentu saja tidak tahu, tolong Si toako bersedia memberi penjelasan…..”
Si Tiong-pek seperti takut rahasianya yang berharga itu sampai diketahui orang. Dia
termenung sebentar sebelum akhirnya menjawab, “Berita tentang betapa berharganya
Lencana Pembunuh naga terdiri dari aneka macam raganya. Tiap orang persilatan
mempunyai versi cerita yang berbeda. Aku tak bisa memberi jawaban yang sesungguhnya
kepadamu……”
Ji Kiu-liong memang seorang setan cerdik yang cilik, dia tahu Si Tiong-pek enggan
membicarakan rahasia itu, maka dia sengaja mendesaknya lebih lanjut, kembali ujarnya
sambil tertawa, “Kalau begitu bicarakanlah secara singkat, Si-toako tentunya engkau tidak
keberatan bukan?”
Si Tiong-pek benar-benar dibuat serba salah hingga mau menangis tak bisa mau
tertawapun enggan, tapi diapun tahu jika dirinya menolak untuk memberi keterangan,
orang pasti akan menuduh jiwanya terlalu sempit.

Akhirnya sesudah merenung sebentar, dia lantas menengadah ke arah Gak Lam-kun
dan balik bertanya sambil tertawa, “Saudara Gak, apakah engkau mengetahui raha sia
tentang Lencana Pembunuh Naga itu?”
“Tidak!”
Si Tiong-pek segera terbahak bahak. “Haaahhh….. haaahhh….. haaahhh….. konon
dimana tersimpan harta karun didalam petunjuk lencana pembunuh naga terdapat juga
sejilid kitab pusaka yang tak ternilai harganya serta sebilah pedang emas yang tajam
sehingga rambut yang ditiupkan ke atasnya akan putus, juga terdapat seorang gadis
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan serta emas permata yang tak terhitung
jumlahnya”
“Kalau dikatakan lencana pembunuh naga menyimpan kitab pusaka, dengan mustika
dan emas permata siapa saja akan percaya, bagaimana mungkin menyangkut pula
seorang gadis yang cantik jelita?” sela Ji Kiu-liong keheranan.
Si Tiong-pek kembali tertawa misterius. “Apa yang kudengar hanya terbatas pada
berita yang tersiar dalam dunia persilatan tentu saja keadaan yang sebenarnya tidak
kuketahui”.
“Tapi…. tentu saja tanpa angin pohon tak akan bergoyung, masa orang akan
menyiarkan berita bohong tanpa wujudnya?” gumam Ji Kiu-liong seorang diri, kalau bilang
ada pedang dan kitab si orang percaya saja, tapi kalau dibilang bisa mendapatkan gadis
cantik… aaah, aku tak akan percaya!”
Si Tiong-pek tidak memperdulikan gumaman orang, ujarnya lebih jauh, “Saudara Gak
kita sudah berbicara lama sekali, tapi belum kuketahui siapakah nama gurumu?”
Ketika mendengar pertanyaan itu, sepasang mata Tan-hay coa-siu Ou Yong-hu yang jeli
segera menatap tajam wajah Gak Lam-kun, dia ingin sekali mengetahui asal perguruan
dari Gak Lam-kun setelah ia gagal untuk menebaknya sendiri terutama setelah pemuda itu
berhasil memunahkan pula sebuah pukulan dahsyat yang lancarkan tadi.
Gak Lam-kun menghela napas sedih sahutnya, “Guruku sudah lama tutup usia, maaf
bila aku tak akan sebutkan namanya daripada menambah kepedihan hatiku”
Jawaban itu sungguh bikin hati orang kecewa tapi Ou Yong-hu yang licik dan banyak
tipu muslihatnya mendadak teringat akan sesuatu. kecurigaannya segera timbul.
Kepada Si Tiong-pek tiba-tiba tanyanya dengan nada menyeramkan, “Si lote, kau
selamanya adalah orang yang pintar, tahukah engkau bahwa berita tentang kemunculan
kembali Tok-liong Cuncu dalam dunia persilatan adalah sebuah berita yang patut
dicurigai?”
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut, dengan ujarnya matanya Ou Yong-hu melirik
sekejap ke wajah Gak Lam-kun.
Diam diam Gak Lam-kun tertawa dingin didalam hati, pikirnya, “Ou Yong-hu kau jangan
harap bisa mendapatkan keterangan apapun dari perubahan wajahku!”

Yaa, memang! Paras muka Gak Lam-kun ketika itu amat dingin dan kaku, sedingin salju
ditengah bukit yang tinggi membuat orang sukar untuk merasakan perubahan wajahnya.
Si Tiong-pek manggut-manggut lirih. “Ketika berada di puncak Hong-po-gan bukit Hoasan
tempo dulu, Tok-liong Cuncu sudah terkena delapan buah tusukan pedang yang
mematikan, tiga buah pukulan beracun yang amat jahat, dua belas batang senjata rahasia
yang amat beracun selain obat pemutus usus yang diminumnya lebih dulu sebelum
pertempuran, kemudian sesudah terluka parah tubuhnya terjatuh pula ke dalam jurang
dengan air terjun yang amat dahsyat, aku pikir sekalipun dia dewa juga jangan harap bisa
lolos dari lubang kematian……”
Mendengar kembali kisah pembunuhan terhadap gurunya yang mengerikan, hawa
amarah serasa mendidih dalam dada Gak Lam-kun, hampir saja ia menjerit dan menghajar
musuh besar yang berada dihadapannya, meski demikian, paras mukanya sedikitpun tidak
berubah.
Setelah selesai berkata Si Tiong-pek lantas berpaling ke arah Gak Lam-kun sambil
bertanya, “Saudara Gak, apakah engkau tahu juga tentang peristiwa berdarah di bukit
Hoa-san tebing Yan-po-gan tersebut?”
Gak Lam-kun tertawa. “Kalau dibicarakan kembali, sesungguhnya memalukan sekali,
sebab walaupun aku orang she-Gak termasuk salah seorang anggota dunia persilatan, tapi
oleh karena kurang suka bergaul, maka pengetahuanku mengenai peristiwa dalam dunia
persilatan juga picik sekali. Tentang Tok-liong Cuncu, aku cuma tahu kalau dia telah
dikerubuti oleh orang-orang persilatan yang mendendam kepadanya, mengenai
lainnya….. aku kurang begitu tahu”
Perkataan itu diucapkan dengan kata-kata yang sejujurnya, ditambah pula mukanya
yang polos dan tidak berpura-pura, membuat orang jadi percaya bahwa perkataannya
bukan kata-kata bohong.
Tang-hay-coa-siu Ou Yong hu tertawa dingin, “Ilmu silat yang dimiliki Tok-liong Cuncu
waktu itu memang sangat luar biasa, bila orang lain yang terkena pukulan dan tusukan
sebanyak itu mungkin jiwanya akan segera melayang tapi dia memang jauh berbeda
dengan orang lain”
“Waaah……..jadi kalau begitu, dia benar-benar masih hidup di dunia ini…….?” seru Si
Tiong-pek dengan kaget.
Ou Yong-hu kembali tertawa dingin. “Jika dia masih hidup, buat apa kukatakan kejadian
ini sedikit mencurigakan?”
“Aduuh mak, kalau begitu aku malah dibikin tak mengerti dengan teka teki dibalik
ucapan Ou thamcu!”
“Si lote tahukah kau racun pemutus usus yang diminum Tok liong Cuncu tempo hari
adalah buatan siapa?”
Si Tiong-pek menggeleng.

Sambil tertawa seram Ou Yong-hu berkata lebih jauh, “Dalam dunia dewasa ini masih
ada siapa lagi yang mampu membuat obat racun lebih dahsyat daripada Jit-poh-toan-hun
(tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To sianseng?”
“Bagus sekali!” pikir Gak Lam-kun dalam hati kecilnya dengan gemas, “Jadi Jit-pohtoan-
hun Kwik To lah pembunuh utama yang menyebabkan kematian guruku!”
Ketika Ou Yong-hu menyebutkan nama orang itu, sepasang matanya dengan cepat
melirik sekejap ke atas wajah Gak Lam-kun, tapi ia kembali ia merasa kecewa.
Kembali Tang-hay-coa-siu berkata lagi, “Arak beracun pemutus usus itu dibuat oleh
Kwik To sianseng sebagai sejenis arak beracun yang bersifat amat keras, besar sekali daya
pengaruhnya bila terteguk kedalam perut seseorang. Pada mulanya kami kuatir Tok-liong
Cuncu tahu rencana busuk kami dan tak sudi meneguk habis arak beracun yang telah
dipersiapkan, maka ketika menciptakan racun itu kami membubuhkan racun yang berdaya
kerja sangat hebat, dimana asal Tok-liong Cuncu hanya meneguk setetes saja, sekalipun ia
mencoba untuk mendesak keluar racun itu dari tubuhnya namun tak akan bisa
menghindari suatu kematian yang mengerikan setelah racun tersebut mengeram selama
belasan tahun dalam tubuhnya. Yaa, waktu itu Tok-liong Cuncu memang tidak
menghabiskan arak racun yang kami siapkan, sekalipun demikian bukan berarti Tok-liong
Cuncu tak akan mati apalagi tubuhnya yang terkena tiga buah pukulan rata-rata pukulan
beracun yang amat dahsyat”
“Kalau memang begitu, lantas menurut anggapan Ou Thamcu, siapakah yang telah
muncul diri didalam dunia persilatan sebagai Tok-liong Cuncu itu?”
“Kalau ditinjau dari tanda-tanda kematian yang dialami Kang lam Tiat-san-cu sekalian
bersepuluh….. mereka memang terkena oleh Ton-liong jin (cakar naga perenggut nyawa)
itu senjata rahasia andalan Tok-liong Cuncu dimasa lalu, konon menurut orang melihat
kemunculannya, baik potongan badan maupun dandannya persis dengan Tok-liong Cuncu.
Wajahnya juga mengenakan topeng kulit berkepala naga yang sama. Meski begitu aku
berani yakin bila Tok-liong Cuncu sudah lebih banyak mampusnya daripada hidupnya
kalau belakangan ini dalam dunia persilatan tersiar berita yang mengatakan bahwa Tokliong
Cuncu telah muncul kembali, sudah pasti hal itu merupakan perbuatan dari
muridnya”
Si Tiong-pek melirik sekejap ke arah Gak Lam-kun, kemudian gelengkan kepalanya
berulang kali. “Seandainya Tok-liong Cuncu mempunyai anak murid kenapa dalam dunia
persilatan tidak tersiar berita tentang hal ini?”
Dalam pembicaraan yang berlangsung selama ini rupanya Tang-hay-coa-siu Ou Yonghu
tidak berhasil mendapatkan sesuatu yang mencurigakan diwajah Gak Lam-kun, dan
agaknya kejadian ini membuat hatinya jadi mendongkol, dia lantas menghela napas. “Lohu
yakin kalau kejadian ini besar kemungkinannya adalah demikian. Cuma tentu saja masih
terbatas pada perkiraan belaka”
Diam-diam Gak Lam-kun tertawa dingin. pikirnya, “Heeehhh….. heeeehh…..
heeeehh…… sekalipun Cuma anak muridnya, jangan harap kalian bisa lolos dari
cengkeraman mautnya”
Sementara dia masih termenung, Si Tiong-pek sudah berkata sambil tertawa ringan,
“Ou thamcu. sekarang kau adalah seorang thamcu dari perkumpulan elang baja, ilmu

silatmu juga luar biasa lihaynya, sekalipun Tok-liong Cuncu itu berilmu tinggi, tak nanti dia
berani mengganggu seujungpun rambut dari anggota anggota Tiat-eng-pang”
Dengan perkataannya jelas dia mengartikan bahwa seandainya Tang hay coa siu Ou
Yong-hu sampai dicari oleh Tok-liong Cuncu untuk dibunuh. maka seluruh jago lihay dari
Tiat-eng-pang akan serentak membantu dipihaknya……..
Tiba-tiba Tang-hay-coa-siu Ou Yong-hu menengadah sambil tertawa seram.
“Haaahhh…. haaaahh…. haaahhh…. masih mendingan kalau Tok-liong Cuncu tidak datang
kebukit Kun-san, asal ia berani berkunjung kebukit Kun-san, akan kami buat orang itu tak
mampu lolos dari jebakan langit dan bumi yang kami atur”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun merasa hatinya agak tergerak, segera pikirnya,
“Masa mereka sudah mengadakan persiapan? Suhu sendiri juga tewas oleh siasat busuk
yang mereka susun, aku tak boleh terlalu gegabah menghadapi mereka……”
Ji Kiu-liong mengetahui jelas asal usul dari Gak Lam-kun, diapun dengan jelas
menyaksikan adu otak yang sedang berlangsung antara ketiga orang itu, maka cepatcepat
dia unjukkan pula sikap seakan akan tidak tahu urusan.
Tiba-tiba Gak Lam-kun buka suara, ujarnya ke pada Si Tiong-pek, “Pengetahuan yang
dimiliki saudara Si sungguh amat luas, apa yang kudengar malam ini ibaratnya bersekolah
selama sepuluh tahun, semua kebodohanku selama ini dapat diungkapkan sedikit demi
sedikit. Oya, ada satu urusan ingin kutanyakan kepada saudara Si, apakah kau bersedia
memberi petunjuk?”
“Aaah….. mana tahu” Si Tiong pek tertawa lirih, “saudara Gak terlalu sungkan, tentu
saja kalau aku mengetahui tentang persoalannya, akan kuterangkan sejelas-jelasnya”
Gak Lam-kun merenung sebentar dengan wajah membesi, kemudian ujarnya, “Atas
kebaikan dan kepercayaan nona Han yang kujumpai malam tadi, sebenarnya dia hendak
mengajak siaute untuk masuk menjadi anggota perguruan panah bercinta, padahal siaute
boleh dibilang merasa asing terhadap segala sesuatu yang menyangkut perguruan Cingcian-
bun tersebut, maka bila saudara Si tidak keberatan, bersediakah kau terangkan
segala sesuatu yang menyangkut perguruan itu?”
Agak terperanjat Si Tiong-pek ketika mendengar perkataan itu, segera pikirnya:
Meskipun asal-usul orang ini tidak begitu jelas, tapi kelihayan ilmu silat yang dimilikinya
mungkin tidak lebih lemah daripada Ou Yong hu pada hal sejak Cing-cian-bun muncul
dalam dunia persilatan, pengaruhnya meluas sampai dimana-mana, terutama sebagai
saingan utama dari perkumpulan kami, bila manusia berbakat semacam Gak Lam-kun
sampai kena ditarik oleh pihak Cing-cian-bun, maka peristiwa ini tanpa serasa justru akan
menambah daya pengaruh mereka, yaa, bagaimanapun, juga aku harus berusaha untuk
menariknya ke pihakku”
Ingatan tersebut secepat kilat melintas dalam benak Si Tiong-pek. dia lantas
tersenyum. “Saudara Gak” ujarnya kemudian, “jadi engkau sudah menyanggupi tawaran
dari Han Nio- nio untuk bergabung dengan pihak Cing-cian-bun?”
Gak Lam-kun segera menggeleng tanda belum.

Jangan dilihat usia Si Tiong-pek masih muda. Pada hakekatnya dia adalah seorang
manusia yang berotak cerdas, begitu menyaksikan gerak gerik Gak Lak-kun, dia lantas
tahu bahwa manusia semacan ini bukanlah manusia yang gampang dipergunakan
tenaganya, sudah tentu tanpa ditanyapun dia sudah tahu kalau Gak Lam-kun tidak secepat
itu menggabungkan diri dengan pihak Cing-cian-bun.
Paras muka Si Tiong-pek berubah jadi serius, ujarnya dengan suara rendah, “Saudara
Gak! bukannya aku sengaja menjelek-jelekkan orang, tapi jika saudara Gak sudah
menyanggupi untuk menjadi anggota Cing-cian-bun, maka runyamlah keadaannya. Orang
persilatan dewasa ini jarang sekali ada yang tahu tentang perguruan panah bercinta
tersebut, tapi siaute bukan sombong nih! Sedikit banyak soal rencana busuk organisasi
perguruan itu masih mengetahuinya juga. Mereka adalah suatu organisasi perkumpulan
yang khusus menggunakan perempuan-perempuan cantik sebagai umpannya untuk
membohongi kawanan jago di dunia ini agar bersedia menjual tenaganya bagi mereka
serta bantuan mereka untuk mencapai suatu ambisi yang jahat terhadap umat persilatan!”
“Oya, lalu rencana ambisi apakah mereka tuju?”
Si Tiong-pek merenung sebentar sebelum akhirnya menjawab, “Ambisi itu adalah suatu
rencana yang busuk begitu kejam begitu, buas dan begitu jahatnya untuk menumpas
seluruh umat persilatan di dunia ini. Kalau dibicarakan pada hakekatnya betul-betul
membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri”
Diam-diam Gak Lam-kun tertawa dingin dalam hal kecilnya, ia membatin, “Huuh……
aku rasa engkau sendiri tak tahu keadaan mereka yang sebenarnya, maka sengaja
menjual kecap dan mengaco belo tak karaun…. sialan!”
Tapi diluaran dia pura-pura bertanya lagi, “Apakah saudara Si tahu, siapakah ketua
pergurua panah bercinta itu…….?”
Dengan cepat Si Tiong-pek menggeleng. “Tentang soal ini aku rasa kecuali beberapa
orang pentolan dalam perguruan Cing-cian-bun, tak seorangpun yarg akan tahu. Sebab
orang luaran tak seorangpun yang tahu siapa gerangan ciangbunjin mereka, maaf,
tentang soal ini siaute sendiripun kurang begitu jelas,”
Satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benak Gak Lam-kun, dia kembali berpikir, “Yaa
benar, ketika kuajukan pertanyaan kepada Telapak tangan tunggal penenang jagat
Siangkoan It, jago tersebut segera menunjukkan perasaan keberatan dan mengemukakan
alasannya waktu itu bahwa dia mendapat perintah untuk merahasiakan hal itu. Atau
mungkin Siangkoan It sendiripun tak tahu siapa nama majikannya? Wah, kalau begitu
perguruan panah bercinta memang terhitung sebuah perguruan yang amat misterius”
Perahu melaju dengan lancarnya, waktu itu kentongan kelima sudah menjelang tiba, itu
berarti fajar hampir menyingsing dari ufuk sebelah timur
Tiba-tiba seorang laki-laki berbaju ringkas warna biru masuk kedalam seraya lapor,
“Komandan Si kota Gak-ciu sudah tiba!”
Si Tiong-pek mengangguk seraya mengulapkan tangannya mengundurkan orang itu.
Gak Lam-kun segera berkata sambil tertawa, “Waktu berlalu dengan cepat, berbicara
setengah malaman tanpa terasa kota Gak-ciu sudah di depan mata, sayang siaute masih

ada urusan yang harus diselesaikan, terpaksa aku harus minta diri dulu ke pada saudara
Ou thamcu”
“Haaahhh….. haaahhh…. haaahhh….” Si Tiong-pek tertawa tergalak, Mumpung perahu
belum merapat, siaute ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan sesuatu
kepada saudara Gak cuma sukur rasanya untuk membuka suara”.
Gak Lam-kun sudah dapat menebak persoalan apakah yang hendak disampaikan, maka
berkata, “Tak apa saudara Si, katakanlah!”
Dengan raut wajah yang bersungguh-sungguh Si Tiong pek berkata, “Aku lihat saudara
Gak gagah perkasa dan jiwa besar, sekalipun baru bertemu untuk pertama kalinya dengan
saudara Gak, namun aku merasa engkaulah sahabatku yang paling berkenan dihati…….”
Setelah berhenti sebentar, lanjutnya, “Dan engkaulah yang paling mencocoki watak ku
maka setelah kuketahui bahwa saudara Gak mengembara tak menentu tanpa tempat
tinggal yang tetap, dengan memberanikan diri siaute ingin menawarkan diri untuk
mengajak saudara bergabung dengan perkumpulan kami. Ilmu silat yang dimiliki saudara
Gak amat lihay. Ditambah pula masih muda usia, asal kau setuju untuk menggabungkan
diri dengan Tiat-eng-pang, Oh pangcu kami pasti akan menyelenggarakan suatu upacara
besar dengan memimpin keempat thamcu kami untuk menyambut kedatanganmu….
Apalagi Saudara Gak juga tahu, dewasa ini dunia persilatan sedang mengalami goncangan
besar dengan ancaman badai berdarah yang setiap saat bisa melanda seluruh jagad,
padahal mereka yang menganggap dirinya sebagai sembilan partai besar dalam dunia
persilatan tak pernah memandang sebelah matapun kepada kita, bila kita manusiamanusia
persilatan tidak bersatu padu dalam wadah yang sama, niscaya kita-kita juga
yang bakal menjadi sasaran pembunuhan bagi mereka yang kuat. Karena itu, bersediakah
saudara Gak untuk bergabung dengan kami serta bersama sama angkat senjata melawan
penindasan dari perguruan perguruan besar lainnya?”
Meskipun hanya suatu ajakan, namun tanpa di sadari pemuda itu sudah menerangkan
pula tujuan dari perkumpulan Tiat-eng-pang ini membuat Gak Lam-kun diam-diam merasa
terkejut.
Sekarang dia baru tahu kalau beginilah keadaan yang sebenarnya dari dunia persilatan
tapi dari situ pula dia menjadi tahu bahwa ketua Tiat-eng-pang, Tiat eng-sin-siu (kakek
sakti elang baja) Oh Bu-bong sebenarnya adalah seorang pemimpin dunia persilatan yang
tak boleh dianggap remeh.
Tang-hay-coa-siu Ou Yong-hu ikut pula berkata “Saudara Gak, apa yang dia ucapkan
memang benar, sekarang pertikaian dalam dunia persilatan telah dimulai, sekalipun kau
memiliki ilmu silat yang tinggi, jangan harap kau bisa melawan anggota persilatan yang
begitu banyak jumlahnya. Memang perkumpulan Tiat-eng-pang yang sekarang bukan
suatu perkumpulan orang-orang pandai belaka, tapi pada hakekatnya hampir semua
orang pandai dari sembilan partai besar telah bergabung dalam perkumpulan Tia-tengpang
kami bukan saja ilmu silat pangcu kami sangat lihay, lagi pula dia berjiwa besar
dan penuh kebijaksanaan…….”
Gak Lam-kun cuma tertawa ewa belaka, sementara dalam hati dia berpikir iapun
berkata pula. “Tiat-eng-sin-siu Oh Bu-hong ternyata memang seorang manusia luar biasa,
buktinya orang yang bisa mengalahkan Teng-hay-coa-siu Oh Yong-hu tunduk seratus
persen hanya dia seorang saja. “Saudara Si, Ou-thamcu, maksud baik kalian biarlah

kusimpan saja didalam hati. Sementara ini masih banyak urusan yang harus kuselesaikan,
maka maaf kanlah daku jika tak bisa cepat-cepat mengambil keputusan”
“Haaahhh…. Haaahhh…. haaahhh…. apakah saudara Gak bersedia menggabungkan diri
dengan Tian-eng-pang kami atau tidak, tentu saja kami tidak akan memaksa” kata Si
Tiong-pek sambil tergelak, “kalau toh begitu, harap saudara Gak bersedia
mempertimbangkan kembali persoalan ini sebaik-baiknya. Yang pasti pintu Tiat-eng-pang
selalu terbuka lebar lebar untuk menyambut kedatangan para jago dari seluruh kolong
langit yang ingin menggabungkan diri. Nah, mari kita keringkan cawan yang terakhir demi
kesejahteraan kita semua”
“Terima kasih atas kebaikan saudara Si!” sambil tersenyum Gak Lam-kun menjura,
kemudian ia sambar cawan arak dimeja dan sekali teguk menghabiskan isinya.
Perahu elang raksasa sudah menepi ke pantai, di antar sendiri oleh Si Tiong-pek dan
Ou Yong-hu, Gak Lam-kun. serta Ji Kiu-liong segera berpamitan sambil melompat ke
daratan.
“Semoga menjaga diri baik-baik!” masing-masing saling memberi hormat sebagai tanda
perpisahan.
Maka perahu besar itupun meneruskan kembali pelayarannya menuju ketengah telaga,
sekejap kemudian bayangan mereka sudah lenyap dibalik kegelapan.
Waktu itu fajar belum menyingsing, orang yang berlalu lalang ditengah jalan masih
amat sedikit, Gak Lam kuu serta Ji Kiu liong segera mencari sebuah penginapan didekat
dermaga untuk beristirahat, setengah harian lewat tanpa kejadian apa apa.
Kota Gak-ciu betul-betul merupakan sebuah kota yang amat besar diselatan sungai
Tiang-kang dan diutara telaga Tong-ting-ou, bukan saja letak kota itu ditepi telagapun
berdempetan dengan bukit yang permai, ini menyebabkan pemandangan disekitarnya
tampak sangat indah menawan hati.
Tengah harinya, Gak Lam-kun serta Ji Kiu-liong kembali menyewa sebuah sampan
untuk berpesiar di telaga.
Sampai itu hilir mudik kurang lebih tujuh li di luar dermaga, Gak Lam-kun duduk ditepi
jendela sambil menikmati keindahan alam di sekeliling telaga, dalam keadaan seperti ini
mukanya tetap dingin dan penuh diliputi kemurungan, sebaliknya Ji Kiu-liong masih
kekanak-kanakan berdiri di ujung geladak sambil celingukan kesana kemari.
Tiba-tiba…. dari arah sebelah barat sana muncul sebuah sampan berwarna merah yang
meluncur datang deagan kecepatan tinggi.
Ketika Ji Kiu-liong menyaksikan sampan berwarna merah itu indah menawan hati, dia
lantas memerintahkan tukang perahu untuk menjalankan sampannya menyongsong
kedatangan sampan merah itu.
Yang satu meluncur datang yang lain menyongsong pergi, ibaratnya dua buah anak
panah yang terlepas dari busurnya, sekejap kemudian selisih jarak kedua buah perahu itu
tinggal dua kaki saja.

Betapa terperanjatnya kedua orang tukang perahu itu setelah melihat sampan merah
tersebut langsung menerjang keperahu mereka, cepat-cepat mereka mendayung dengan
sekuat tenaga untuk memutar haluan perahu dengan menyingkir ke sebelah kiri.
Tapi rupanya sampan merah itu memang bermaksud mencari gara-gara, mendadak
mereka putar haluan kembali dan meluncur pula ke muka untuk meneruskan terjangannya
ke atas perahu yang ditumpangi Gak Lam-kun.
Merasakan gelagat tidak baik, terutama setelah dilihatnya orang hendak merusak
mangkuk nasi mereka, serentak dua orang tukang perahu itu melompat bangun lalu
dengan menggunakan dayung ditangan, mereka siap membela diri.
Ji Kiu liong tidak berpeluk tangan belaka, dia melompat keluar lalu merampas sebuah
dayung dari tangan tukang perahu itu dan bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Ketika selisih jarak antara kedua buah perahu itu tinggal dua tiga depa belaka, serentak
Ji Kiu-liong menggerakkan lengan kanannya dan menutul ujung perahu merah itu dengan
dayung.
Pada saat itulah, tiba-tiba cahaya putih berkelebat keluar menyilaukan mata, tahutahu
muncul sebilah pedang yang langsung menebas ke arah dayung Ji Kiu-liong diiringi
gelak tertawa yang merdu. “Hei, hati-hati dengan dayungmu, awas kalau kena di papas
kutung…..”
“Aaaah…..belum tentu!”
Cepat si anak muda itu putar pergelangan tangannya memutar dayung itu ke samping,
kaki kirinya menginjak dipinggir perahu sementara kaki kananya menyongsong datangnya
terjangan perahu itu sambil putar dayung dengan jurus Hong-im-pit-gwat (menyegel awan
menutup rembulan).
Serangan itu ditujukan untuk memaksa lawan menarik kembali senjatanya. Setelah itu
sepasang kakinya direntangkan dan diapun melompat ke atas perahu lawan.
Bentakan nyaring segera menggelegar memecahkan keheningan jendela segera
terpental lebar dan sesosok bayangan manusia berikut pedangnya menerobos keluar
dengan kecepatan yang luar biasa.
Dengan lompatnya itu, orang tak justru sudah mendahului pemuda kita untuk berdiri
lebih dulu diatas perahu yang ditumpangi Gak Lam-kun.
Ketika itu Ji Kiu-liong baru saja berdiri tegak ketika pedang lawan sudah menerobos
tiba dengan membawa kilatan cahaya yang menyilaukan mata.
Buru buru Ji Kiu-liong menarik tubuhnya sambil melompat mundur ke belakang,
dayungnya menyapu kedepan untuk menghalau serangan tersebut, tapi pergelangan
tangan lawan sudah keburu berputar, ujung pedangnya dengan membawa getaran cahaya
keperak perakan yang menyilaukan mata tahu-tahu mengancam urat nadi penting diatas
pergelangan tangan kanan Ji Kiu-liong.
Sungguh cepat serangan pedang itu. Rasanya jarang ditemui dikolong langit dewasa
ini.

Ji Kiu-liong sangat terperanjat, ia merasa dua buah serangan pedang yang dilancarkan
orang itu sedemikian cepatnya, sampai-sampai dia tak empat menyaksikan raut wajah
lawannya yang sebenarnya.
Ketika pikirannya bercabang, sekali lagi dia kena didesak sehingga mundur selangkah
ke belakang. Lebar sampan kecil itu cuma beberapa kaki saja setelah didesak berulang kali
oleh si baju merah, ia sudah mundur sampai ditepi perahu, tapi saat itu juga pemuda
tersebut dapat melihat juga kalau musuhnya tak lebih hanya seorang nona cilik berusia
empat lima belas tahunan yang mengenakan baju warna merah dengan muka seperti
bunga Tho, rambut tergulung menjadi satu, mata yang jeli bibir yang mungil serta
senyuman yang polos.
Setelah berhasil dengan serangan-serangannya nona kecil berbaju merah itu semakin
tak mau mengalah, sambil tertawa cekikikan, pedangnya sekali lagi menggulung kedepan
membacok tubuh bagian tengah dari anak muda itu.
Padahal Ji Kiu-liong sudah berdiri ditepi perahunya, bila ia sampai terdesak mundur
selangkah saja, niscaya tubuhnya akan tercebur ke dalam te laga padahal pemuda itu
masih bingung dan tak tahu bagaimana caranya untuk memecahkan jurus serangan
lawan.
Gak Lam-kun yang berada dalam ruangan dengan wajah murung, kali ini tampil dengan
sikap keheranan dia tahu ilmu silat yang dimiliki Ji-Kiu-liong cukup tangguh sebab
sendirilah yang mendidik anak muda itu sejak kecil, tapi nyatanya untuk menghadapi
seorang bocah perempuan dengan usia sebaya saja ia tak sanggup mempertahankan diri,
malahan secara berulang-ulang kena didesak sampai tak bertenaga untuk melancarkan
serangan balasan, siapa tak jadi kaget karenanya?
Dengan dahi berkerut Gak Lam-kun segera memberi petunjuk, “Lam-hay-poh-liang
(menangkap naga dilaut selatan)!”.
Waktu itu Ji Kiu-liong sedang gugup dan gelagapan setengah mati, maka demikian
mendapat petunjuk dari Gak Lam-kun, seperti baru sadar dari impian, secepat sambaran
petir tubuhnya melejit ke udara, lalu berputar keselatan mengikuti gerakan pedang, begitu
berhasil merebut posisi ti-ong kiong, tangan kirinya segera menyambar kemuka balas
mencengkeram pergelangan tangan kanan si nona baju merah yang memegang pedang.
Jurus serangan tersebut memang tangguh dan luar biasa, si nona berbaju merah itu
benar-benar tak mampu menghindarkan diri.
Hampir saja telapak tangan kanan Ji Kiu-liong mencengkeram diatas pergelangan
tangan nona itu ketika satu ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya, cepat dia tarik
kembali tangannya, lalu menggunakan kesempatan tersebut badannya berputar satu
lingkaran dan menyelinap ke belakang punggung si nona.
Merah padam selembar wajah si nona berbaju merah itu lantaran jengah, ia segera
membentak gusar, “Kau tak usah berlagak sok gagah, huuh! Tak tahu malu!”
Ditengah bentakan nyaring, pedangnya melancarkan serangan semakin gencar, maka
tampaklah cahaya bayangan setinggi bukit dan menekan tiba tiada hentinya, semua
serangan tertuju pada jalan darah penting di sekujur badan Ji Kiu-liong.

Ji Kiu-liong mendengus dingin. “Hmm….. budak sialan, siapa yang kau maki?”
tegurnya.
Serangannya dipergencar, dalam waktu singkat tiga buah pukulan berantai sudah
dilepaskan secara beruntun, ini membuat gadis tersebut terdesak hebat sehingga harus
mundur dua langkah untuk menyelamatkan diri…….
Saking marahnya sepasang alis mata sinona kecil berbaju merah itu sampai melentik,
dengan mata melotot karena gusar bentaknya, “Kunyuk kecil, siapa yang kau maki?
Memangnya kalian sudah bosan hidup semua?”
Permainan pedangnya segera berubah, kali ini dia menyerang dengan jurus serangan
yang jauh lebih dahsyat, sekejap kemudian ilmu jurus sudah lewat tanpa terasa.
Dasar masih muda dia berjiwa panas, sementara pembicaraan baru saja berlangsung,
kedua orang itu sudah saling bertempur belasan gebrakan banyaknya, yang dipakaipun
rata-rata merupakan jurus serangan terkeji dan arah yang dituju juga jalan darah
kematian di tubuh manusia.
Gak Lam-kun yang menyaksikan jalannya pertarungan itu, mengerutkan dahinya
semakin rapat, namun sepasang matanya masih tetap mengawasi jalannya pertarungan
tanpa berkedip.
Ji Kiu liong diam-diam mengakui juga akan kelihayan ilmu pedang lawannya, waktu dia
rada lega karena mendapat petunjuk dari Gak Lam-kun hingga bisa lolos dari jebakan
lawan, tahu-tahu si nona berbaju merah itu sudah menyerang lagi dengan jurus Pek-imjut-
siu (awan putih muncul dari lembah).
Dengan cepat Ji Kiu-liong berkelit ke samping sambil melancarkan serangan balasan,
telapak tangan kirinya menggunakan jurus Tui-bung-kian-san (mendorong pintu melihat
bukit), sedang tangan kanannya menggunakan jurus Sam-seng-cut-gwat (tiga bintang
mengejar rembulan), yang atas menyerang jalan darah Thian-leng-hiat, yang bawah
mengikut Ci-jit-hiat di lengan.
Si nona berbaju merah itu segera membuyarkan pedang sambil berkelit kesamping Ji
Kiu-liong menerobos maju makin kedepan, begitu tiba di samping si nona, telapak tangan
kanannya secepat kilat membacok kebawah dengan jurus Pang-hoa hud-liu(disini bunga
pohon liu melambai)……..
Jurus serangan itu adalah salah satu diantara tiga jurus yang ampuh diajarkan Gak
Lam-kun kepada anak muda tersebut, jurus itu paling tetap di gunakan untuk suatu
pertarungan jarak dekat.
Serentak si nona berbaju merah itu merasakan pergelangan tangan kanannya yang
memegang pedang jadi kaku, dan tahu-tahu dia sudah termakan sebuah sapuan ujung jari
pemuda itu.
Gak Lam-kun kuatir kalau Ji Kiu-liong melancarkan serangan mematikan tiba-tiba ia
berseru, “Adik liong, cepat tahan!”

Mendengar seruan itu, Ji Kiu-liong benar-benar tak berani turun tangan keji, ia tarik
kembali serangan sambil melompat mundur ke belakang sementara cekalan si nona baju
merah atas senjatanya mengendor, pedangnya itu lantas terjatuh ke atas geladak.
Tapi menggunakan kesempatan itulah mendadak nona itu melompat kedepan, secepat
kilat telapak tangan kirinya melepaskan sebuah pukulan ke depan.
Mimpipun Ji Kiu-liong tidak menyangka kalau nona itu tak mau menghentikan
pertarungan sampai disini saja. untuk sesaat sulitlah baginya untuk menghindarkan
diri…….
Tak ampun sebuah pukulan keras dengan telak bersarang diatas dadanya……..
Ji Kiu-liong menjerit tertahan lalu muntah darah segar, seluruh tubuhnya mencelat ke
belakang dan tercebur kedalam telaga.
Betapa terkejutnya Gak Lam-kun ketika dilihatnya Ji Kiu-liong tercebur kedalam telaga
dengan tubuh menderita luka parah, lalu tangannya berkelebat dan menyambar tubuh Ji
Kiu-liong yang baru tercebur kedalam telaga itu.
Begitu korbannya berhasil disambar, telapak tangan kirinya kembali menepuk
permukaan air telaga, menggunakan tenaga pantulan tersebut sambil memandang tubuh
Ji Kiu-liong, tubuhnya melambung lima depa ke udara, kemudian berjumpalitan dan
melayang turun dengan tenangnya diatas geladak.
Ketika itu si nona kecil berbaju merah berdiri termangu-mangu disana dengan wajah
tercekat rupanya dia tak mengira kalau serangannya berhasil melukai lawannya, maka
waktu Gak Lam-kun menyalamatkan dirinya saudaranya dari air telaga dia malah berdiri
mematung.
Setelah diatas geladak, Ji Kiu-liong yang berada dalam bopongan Gak Lam-kun tiba-tiba
melejit bangun, lalu sambil membentak marah dia menerjang ke arah si nona berbaju
merah itu…….
“Duuub…….!” sebuah pukulan dahsyat bersarang pula diatas dada si nona cilik berbaju
merah sambil mendengus tertahan, nona itu mundur tiga langkah dengan sempoyongan,
kemudian roboh kejengkang ke atas geladak dengar wajah pucat pias bagaikan mayat.
Ji Kiu-liong sendiri, begitu berhasil menyerangkan pukulan di tubuh lawan dia mundur
dengan sempoyongan, setelah muntah darah segera pelan-pelan tubuhnya roboh
terjengkang pula ke atas geladak
Yaa, pada hakekatnya kedua orang muda-muda itu sama-sama tak ada yang mau
mengalah, akibatnya kedua belah pihak sama-sama berluka parah.
Sambil gelengkan kepalanya Gak Lam-kun menghela napas panjang, dia maju dan
membopong tubuh Ji Kiu-liong.
Belum habis helaan napas panjangnya, tiba-tiba terdengar suara helaan napas lain
berkumandang pula dari belakang.

Dengan cepat Gak Lam-kun berpaling, ia lihat seorang pemuda berbaju putih berada
diatas sebuah sampan kecil kurang lebih lima kaki disisi sara pan merah tersebut, waktu
itu dengan melangkah diatas ombak orang itu sedang bergerak mendekat
Sepintas lalu, orang itu tampak berjalan sangat lambat, padahal cepatnya bukan
kepalang, dalam waktu singkat dia membopong tubuh si nona berbaju putih itu dan
melayang kembali ke atas sampan merah tersebut
Lalu beberapa dayungan saja, sampan itu berlalu pula dari sana dan lenyap ditengah
gulungan ombak.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu merasa amat terkejut padahal ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya memang, sempurna dan tak sulit baginya untuk
berjalan pula diatas ombak seperti apa yang dilakukan orang itu.
Tapi cara pemuda berbaju putih itu berjalan diantara gulungan ombak mempunyai
kelainan dibandingkan dengan cara pada umumnya, yang lebih sulit lagi ternyata
langkahnya begitu santai dan lembut hingga sepintas lalu orang akan menganggap dia
berjalan dengan sangat lambat, padahal kecepatannya tak terkirakan.
Sejak orang itu menghela napas sampai dia pergi sambil memandang nona berbaju
merah itu, boleh dibilang waktu yang dipakai teramat singkat, jelek-jelek begini Gak Lamkun
termasuk juga seorang jago persilatan yang amat lihay, tapi kenyataannya dia tidak
berhasil menyaksikan raut wajahnya.
Rasa kejut dan heran menyelimuti seluruh benak Gak Lam-kun, pikirnya, “Ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki orang ini sungguh amat lihay dan jelas setingkat diatas
kepandaianku, siapakah dia? Kenapa belum pernah kudengar kalau dalam dunia persilatan
terdapat seorang jagoan muda selihay itu?”
Tanpa sadar Gak Lam-kun mengawasi berlalunya orang itu dengan terpesona, hampir
saja dia lupa untuk memeriksa luka yang diderita Ji Kiu-liong.
Dua orang tukang perahunya waktu itu sedang berlutut sambil menyembah ke arah
dimana orang tadi lenyap, mulut mereka berkemak-kemik seperti sedang berdoa rupanya
mereka sudah menganggap pemuda berbaju putih tadi sebagai malaikat yang baru turun
dari kahyangan. Tiba-tiba Ji Kiu-liong merintih, “Toako… aku…. aku kedinginan…..?
Seperti baru sadar impian, Gak Lam-kun segera memeriksa keadaan tubuh saudaranya
itu, ia merasa jidatnya dingin bagaikan salju kenyataan ini membuat jago muda kita
merasa amat terperanjat, ia tak tahu ilmu pukulan apakah yang telah dipergunakan lawan
untuk melukai Ji Kiu-liong itu?
Jilid 3
KETIKA dia masih melamun, Ji Kiu-liong sudah merintih lagi dengan penuh penderitaan,
‘Toako…Oh toako… sekujur urat nadiku terasa sakit, darah yang mengalir seperti mendidih
tapi badanku kedinginan sekali, seperti terjatuh kedalam liang bawah tanah yang dingin
dan membeku.

Mendengar ucapan tersebut Gak Lam-kun menjerit kaget, secepat kilat tangan kirinya
menotok delapan buah urat penting disekujur badan Ji Kiu-liong kemudian terakhir
sepasang tangannya menempel diatas pusar anak muda itu…
Bagaimana hasilnya? Rasa kedinginan yang dialami Ji Kiu-liong sama sekali tidak
berkurang, dia malah merintih kesakitan, sekujur badannya makin lama makin membeku
membuat Gak Lam-kun makin gelisah dibuatnya.
Secara beruntun dia telah mencoba dengan berbagai cara pengobatan untuk
mengurangi penderitaan dari saudaranya, namun hasilnya tetap nihil, pengobatannya tidak
berhasil juga untuk mengurangi penderitaan yang dialami Ji Kiu-liong. bocah muda itu
tetap kesakitan dan kedinginan bahkan selang sesaat kemudian ia malah jatuh tak
sadarkan diri.
Gak Lam-kun yang memondong tubuhnya seakan-akan memondong sebuah batu
pualam yang amat dingin.
Percuma Gak Lam-kun memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, nyatanya ia tak
berhasil mengetahui luka apakah yang diderita Ji Kiu-liong mendadak satu ingatan
melintas dalam benaknya sambil memondong tubuh Ji Kiu-liong yang dingin kaku dia
melompat ke arah sampan kecil yang masih terombang-ambing dipermainkan ombak itu.
Rupanya dia bermaksud membawa Ji Kiu-liong yang tak sadarkan diri untuk menyusul
si anak muda berbaju putih itu..
Tapi belum jauh ia berjalan tiba-tiba diantara gulungan ombak nan hijau, dari puluhan
ombak sebelah depan situ meluncur datang sebuah sampan berwarna merah, sampan itu
meluncur datang ibaratnya anak panah yang terlepas dari busurnya dan sastrawan
berbaju putih itu berdiri diujung geladak.
Tak selang sesaat kemudian, sampan itu sudah mendekati perahu yang ditumpangi Gak
Lam-kun.
Ketika mencapai jarak empat kaki dari sampan itu, mendadak sampan merah itu putar
haluan dan berhenti, sementara sastrawan berbaju putih yang berdiri diujurg perahu
dengan setengah melirik Gak Lam-kun tiba-tiba tersenyum.
“Aliran hawa murni mengalir terbalik dalam delapan nadi penting, bila ditembuskan
sampai Hian kwan, hawa itu akan balik kembali ke pusar!” ujarnya dari kejauhan dengan
suara lembut.
Dibalik senyuman manisnya tersimpan beberapa bagian keanehan yang misterius, ia
tampak demikian tampannya dibawah sorot cahaya matahari, membuat Gak Lam-kun
sedikit tergetar juga hatinya setelah menyaksikan hal itu.
“Oooh…belum pernah kujumpai pemuda setampan dia didunia dewasa ini!”
Dalam pada itu, sastrawan berbaju putih itu sudah memutar kembali sampan merahnya
sambil menjauh dari sana, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap ditempat
kejauhan sana.

Menunggu bayangan orang sudah tak kelihatan lagi, Gak Lam-kun baru menghela
napas ringan, dengan mengikuti cara pengobatan yang diterangkan pemuda berbaju putih
tadi dia menyalurkan tenaga dalamnya kedalam kedelapan buah nadi penting ditubuh Ji
Kiu-liong, kemudian sesudah berputar satu lingkaran hawa murni itu ditembuskan
langsung ke Hian kwan kemudian digiring lagi masuk kedalam tiam-tam yang terletak
dipusar.
Betul juga, setelah hawa panas mulai mengalir didalam pusar Ji Kiu-liong, hawa hangat
itu segera membumbung ke atas dan menyusup kedalam keempat anggota badannya,
dimana hawa dingin yang membekukan badan lambat laun terdesak keluar, paras muka
yang pucat piaspun berubah jadi merah kembali, hanya saja ia belum sadarkan diri.
Untunglah tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun cukup sempurna, kendatipun cara
pengobatan semacam itu paling banyak membutuhkan tenaga, tapi dengan tenaga
murninya yang amat sempurna pemuda itu tidak nampak kecapaian kecuali diatas paras
mukanya yang tampan semakin diliputi oleh kemurungan yang makin menebal.
Sebagaimana diketahui, kedatangan Gak Lam-kun kebukit Kun-san kali ini adalah demi
mengemban tugas penting dari gurunya untuk menerima Lencana Pembunuh Naga yang
dibawa oleh Soat-san Thian-li (perempuan langit dari bukit salju).
Pada mulanya, dia merasa tugas itu tidak akan terlalu banyak menemui kesulitan, tapi
belakangan ini, orang-orang persilatan pada hakekatnya sudah dibuat mata gelap oleh
kemustikaan Lencana Pembunuh Naga itu, malah jagoan yang berkumpul disekitar bukit
Kun-san tak terhitung jumlahnya, hal ini mengakibatkan perasaannya menjadi bertambah
berat.
Kendati demikian, dasar sebagai pemuda yang angkuh, ditambah lagi ia merasa bahwa
ilmu silatnya tiada tandingan dikolong langit, sekalipun harus berhadapan dengan sekian
banyak jago silat yang mengincar mustika itu, ia tak pandang sebelah matapun kepada
mereka.
Tapi sekarang, dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan betapa lihaynya sastrawan
berbaju putih itu, meskipun ia belum menyaksikan kepandaian silatnya, tapi demontrasi
berjalan diatas ombak yang dilakukan orang itu sudah cukup membuktikan bahwa ilmu
meringankan tubuhnya sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Dan sekarang, sastrawan tersebut memberitahukan pula bagaimana caranya mengobati
luka kedinginan yang diderita saudaranya, dari kesemuanya itu semakin terbuktilah sudah
bahwa ilmu silat yang dimiliki orang itu benar-benar luar biasa.
Demikianlah, kurang lebih seperminuman teh kemudian, Ji Kiu-liong telah sadar kembali
dari pingsannya.
Dengan kepala tertunduk Gak Lam-kun memeriksa sebentar keadaan lukanya, lalu
bertanya, “Adik Liong, apakah kau merasa ada sesuatu bagian tubuhmu yang kurang
enak?”
Sambil menggigit bibir menahan gemasnya, Ji Kiu-liong segera berseru, “Toako, bila
aku sampai berjumpa lagi dengan dayang itu, pasti akan kusuruh dia rasakan penderitaan
yang jauh lebih hebat!”

Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari arah belakang berkumandang
suara bisikan lembut, “Saudara cilik, pukulan yang kau lancarkan tadi sudah cukup
membuat dia menderita!”
Dengan terperanjat Gak Lam-kun berpaling ia lihat sampan merah yang, sudah berlalu
itu entah sejak kapan sudah balik lagi, bahkan berlalu kurang lebih sepuluh kaki
dibelakang sampannya.
Sekalipun selisih jarak antara kedua buah perahu itu masih jauh akan tetapi suara
pembicaraan dari sastrawan si baju putih itu seakan-akan berkumandang disisi telinganya,
dari sini semakin terbukti bahwa tenaga dalam yang dimiliki lawan memang benar-benar
amat sempurna.
Agak tertegun Gak Lam-kun menyaksikan kesemuanya itu, sepasang matanya
berkerenyit.
Sebelum dia sempat mengucapkan sesuatu Ji Kiu-liong sudah membentak lebih dulu,
“Siapa kau? Darimana bisa tahu kalau pukulan yang kulancarkan itu sudah cukup
membuat dayang tersebut menderita?”
Mendengar pertanyaan itu, si sastrawan berbaju putih itu tertawa berderai-derai.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…ilmu Sau-yang-tong-im sin-kang (ilmu jejaka hawa
panas)yang saudara cilik miliki memang luar biasa lihaynya, andaikata dia tidak melatih
ilmu Soh-li ciat-im sin-kang (hawa dingin gadis perawan), niscaya jiwanya sudah kabur ke
alam baka sejak tadi”
Sekali lagi Gak Lam-kun merasa terkejut sesudah mendengar nama Soh-li-ciat-imsinkang
tersebut, sebab dia tahu bahwa ilmu sakti itu merupakan kepandaian ampuh
aliran Lam-hay, bukankah itu berarti pula bahwa kedua orang itu masih mempunyai
hubungan dengan Lam-hay sinni?
Tertebak jitu ilmu kepandaian andalannya, untuk sesaat Ji Kiu-liong berdiri terbelalak
dengan mulut melongo, dia tak mampu berkata-kata yang bisa dilakukan tak lebih hanya
memandang ke arah Gak Lam-kun dengan sinar mata bodoh.
Gak Lam-kun sendiri setelah tertegun sesaat dia seperti hendak mengucapkan sesuatu,
tapi sebelum kata-katanya meluncur keluar dengan suara yang nyaring sastrawan berbaju
putih itu sudah berkata lebih jauh, “Duduk diatas sampan yang sempit hanya akan
membiarkan tubuh basah oleh percikan ombak yang berhamburan, sungguh merusak
suasana. Jika tidak keberatan, bagaimana kalau naik ke atas perahu kami?”
Terhadap kemunculannya yang secara tiba-tiba itu, Gak Lam-kun memang berhasrat
untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, maka mendengar tawaran tersebut tanpa
berpikir panjang lagi dia berpaling ke arah tukang perahu itu sambil ulapkan tangannya.
“Hei tukang perahu!” serunya, “lebih baik kalian kembali dulu…”
Habis berkata, tiba-tiba Gak Lam-kun melompat kedepan dan melayang diatas
permukaan telaga dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna,
dalam beberapa tindakan saja tahu-tahu ia sudah mencapai diatas sampan merah.

Ji Kiu-liong terpaksa harus cepat-cepat mendayung sampan kecilnya untuk menyusul
kedepan.
Tampaknya demontrasi ilmu meringankan tubuh yang dilakukan Gak Lam-kun itu
mendatangkan rasa terkejut pula dihati sastrawan berbaju putih itu, sebab pada
hakekatnya gerakan yang dilakukan pemuda itu jauh berbeda dengan ilmu meringankan
tubuh pada umumnya, dan kepandaian tersebut sedikitpun tidak berada dibawah
kepandaian berjalan diair dari sastrawan berbaju putih tadi.
Padahal untuk menyeberangi permukaan telaga seluas beberapa kaki itu, orang harus
memiliki hawa murni yang betul-betul sempurna, dan berarti pula bahwa tenaga dalam
yang dimiliki Gak Lam-kun betul-betul sudah amat sempurna.
Ji Kiu-liong melompat naik ke atas sampan disusul kemudian oleh Gak Lam-kun, begitu
sepasang kakinya menginjak diatas geladak, bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya, sampan itu bergerak kedepan membelah ombak.
“Hebat benar ilmu silat yang kau miliki” kata sastrawan berbaju putih itu sambil
tertawa, “hari ini aku merasa beruntung sekali dapat naik sampan bersama-samamu”
Gak Lam-kun tersenyum.
“Tidak berani, tidak berani, justru akulah yang merasa beruntung dapat berkenalan
dengan jago tangguh selincah harimau segesit naga macam dirimu!”
Menggunakan kesempatan dikala pembicaraan masih berlangsung, Gak Lam-kun
mengamati sastrawan berbaju putih yang berada dihadapannya itu.
Pemuda itu memang menarik hati, alis matanya ibarat semut beriring, mukanya seperti
buah Tho yang masak, kulitnya halus dan putih seperti sakura ditengah salju, demikian
menawannya hingga sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Ada sesuatu yang istimewa diantara keagungannya itu, yakni dia mempunyai sepasang
mata setajam sembilu, membuat siapapun tak berani menengoknya lebih jauh.
Sastrawan berbaju putih itu supel sekali, dia tertawa tergelak dan berkata, “Saudara,
pertemuan ditelaga Gak-ciu terhitung juga suatu jodoh yang tak bisa dibantah, untuk
mempererat hubungan, bolehkah tahu siapa namamu?”
“Aku bernama Gak Lam-kun, dan saudara?”
Sastrawan berbaju putih itu tersenyum, biji matanya berputar sebentar kemudian baru
menjawab, “Aku bernama Bwe Li-pek!”
Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, tapi dengan cepat dia tertawa lagi.
“Saudara Bwe, namamu memang bagus sebagus orangnya, suatu perpaduan yang
serasi”
Sastrawan berbaju putih itu tertawa ewa, dia tidak menjawab malah mengalihkan sorot
matanya ketempat kejauhan, memandang ombak telaga yang saling berkejaran, lambatlaun
timbul suatu kemasgulan diantara kerutan alis matanya.

Gak Lam-kun tertegun, sekalipun dia cerdik toh dibuat kebingungan juga oleh sikap
rekan barunya jtu.
Akhirnya setelah berpikir sebentar, dengan nada menyelidik dia bertanya kembali,
“Bwe-heng, bolehkah kutahu, jauh-jauh dari Lam hay kau datang kedaratan Tionggoan,
sebenarnya ada urusan apa?”
Bwe Li-pek berpaling, ditatapnya wajah Gak Lam-kun dengan sepasang biji matanya
yang bening seperti kaca lalu lambat-lambat jawabnya lirih, “Darimana kau bisa tahu kalau
aku datang dari Lam-hay? Aaai… aku datang kemari untuk mencari seseorang!
Berdebar jantung Gak Lam-kun ketika sorot matanya saling membentur dengan sinar
mata orang, dia merasa betapa menawannya sorot mata orang itu, demikian keren dan
berwibawanya sehingga mirip sekali dengan sepasang biji mata Ji Cin-peng, kekasihnya
yang telah tiada.
Terbayang kembali akan kekasihnya yang telah tiada, kesedihan, kemurungan dan
kepedihan tiba-tiba saja menyelimuti seluruh perasaannya, ia menjadi murung dan
masgul, ditatapnya permukaan telaga dengan termangu dan terpesona…
“Yaa, betapa sedih dan murungnya pemuda itu!
Helaan napas panjang dari Bwe Li-pek menyayat keheningan disekeliling tempat itu,
ketika Gak Lam-kun berpaling kembali sastrawan itu sudah beranjak, pelan-pelan
dia berjalan menuju keujung perahu, berdiri membelakanginya dan memandang nun
jauh disana dengan termangu. Tiada suara yang terdengar, kecuali kibaran ujung bajunya
yang terhembus angin.
Tiba-tiba satu ingatan kembali melintas dalam benak Gak Lam-kun, dia merasa
potongan badan sastrawan berbaju putih itu terlalu mirip dengan punggung Ji Cin peng.
Sang surya sudah condong diujung langit sebelah barat, tak lama kemudian senja pun
menjelang tiba.
Sampan itu bergerak makin lama semakin lambat, ternyata setelah melaju satu
putaran, kini mereka sudah berada didermaga sebelah timur kota Gak-ciu.
Bwe-Li-pek berpaling, kemudian katanya sambil tertawa, “Sisa sinar senja yang terbias
dari sang surya sungguh tampak indah menawan, sayang malam yang gelap sebentar lagi
akan menjelang tiba. Saudara Gak terpaksa siaute harus berpisah denganmu”
Waktu itu Gak Lam-kun sudah tahu kalau sastrawan yang tampaknya lemah gemulai itu
pada hakekatnya adalah seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi.
Padahal Gak Lam-kun juga orangnya angkuh, buktinya terhadap Han Nio nio yang
cantik jelita dan mempesona hati, serta Si-Tiong-pek dari Tiat eng-pang yang hangat
dalam pergaulan, dia tidak menaruh kesan apa-apa.

Entah mengapa, sikapnya terhadap Bwe Li pek ternyata lain daripada yang lain, ia
merasa kagum dan berkesan sekali, karena itu ketika sastrawan tersebut hendak mohon
diri, dia jadi tertegun.
“Saudara Bwe, apakah kita harus berpisah dengan begini saja?” serunya setengah
berbisik.
Bwe-Li-pek tertawa.
“Orang yang terlampau berkesan akhirnya cuma mendapatkan kekecewaan, apakah
tidak seharusnya aku berpisah dengan dirimu?”
Gak Lam-kun tertegun, ia tak dapat menangkap arti lain dari perkataan itu.
“Meskipun kita baru berjumpa muka” demikian katanya kemudian “tapi aku sudah
merasa cocok dengan dirimu, saudara Bwe, apa salahnya kalau kita mengangkat cawan
untuk menggalang persahabatan yang jauh lebih akrab lagi?”
Bwe Li-pek tidak menjawab, sebaliknya malah bergumam seorang diri, “Arak yang
mengalir dalam usus kemurungan, paling gampang menimbulkan air mata kenangan
daripada bertemu lebih baik tak bertemu, hubungan yang akrab hanya menimbulkan
kesan mendalam, aai..! Kalau sudah tahu bakal berpisah kenapa harus diadakan suatu
pertemuan?”
Ucapan itu amat lirih, lembut bahkan hampir tak kedengaran, bukan ditujukan untuk
diri sendiri, seakan-akan dia memang sengaja mengucapkan kata-kata tersebut khusus
ditujukan buat permukaan telaga…
Gak Lam-kun segera menghela napas panjang.
“Aaa! Saudara Bwe siaute tahu bahwa aku ini orang yang tak becus, aku memang tidak
pantas menggalang persahabatan dengan orang pandai seperti saudara Bwe ini. Yaa kalau
memang begitu terpaksa siaute harus…”
Tiba-tiba Bwe Li-pek berpaling helaan napasnya yang pedih memotong perkataan Gak
Lam-kun lebih jauh. Dari balik matanya memancar keluar sinar kelembutan yang penuh
kemesraan, bukan sinar mata setajam sembilu yang menggidikkan hati melainkan sorot
mata yang murung, sorot mata yang sedih, kehangatan yang tak terkirakan bagaikan
dalamnya samudra bagaikan bersihnya sinar rembulan.
Tertegun Gak Lam-kun ketika sinar matanya bertemu dengan sorot mata Bwe Li-pek
dia berdiri termangu lupa untuk kata-kata selanjutnya yang akan diutarakan…
Bwe Li-pek tersenyum kembali dia berkata, “Bila engkau bersedia menerima
kemurungan lebih mendalam pada perpisahan nanti, baiklah malam ini mari kita minum
arak ditengah telaga sambil menikmati indahnya bulan purnama”
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari balik ruang perahu berkumandang suara sapaan
yang merdu “Bwe siocia…”

Seorang nona kecil berbaju merah melompat keluar dari dalam ruangan ketika melihat
kehadiran Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong dalam perahu tersebut, tiba-tiba ia tahan kembali
kata-katanya.
Dengan sepasang matanya yang jeli dia melotot sekejap ke arah Ji Kiu-liong, kemudian
mendengus dingin.
“Hmm…! Bocah keparat, setelah puas mempermainkan aku, berani betul kau datangi
perahu kami ini?”
Ji Kiu-liong tertawa dingin.
“Budak ingusan, kau belum puas, bagaimana kalau kita lanjutkan pertarungan lagi?”
“Adik Liong, jangan kurangajar!” hardik Gak Lam-kun.
Sementara itu dipihak lain Bwe Li pek juga menegur nona kecil berbaju merah itu.
Karena ditegur, si nona baju merah itu menjulurkan lidahnya sambil membuat muka
setan.
“Waduh rupanya Bwe…Bwe toako sudah saling berkenalan?” godanya.
Tiba-tiba Ji Kiu-liong berkata sambil tertawa ringan, “Nona, itu namanya kalau tidak
berkelahi kita tak akan berkenalan, bila kau bersedia melupakan sakit hati, aku Ji Kiu-liong
juga bersedia untuk mengikat tali persahabatan denganmu”
Nona kecil berbaju merah itu mendesis lirih.
“Huuuh…! Masa kau tidak tahu kalau antara lelaki dan perempuan itu ada batasbatasnya?
Tak sudi aku Pek Siau-soh berkenalan dengan monyet kecil seperti kau”
Kena diserobot dengan kata-kata yang pedas dari nona tersebut, kontan saja air muka
Ji Kiu-liong berubah menjadi merah padam, dengan tersipu-sipu dia tundukkan kepalanya
rendah-rendah.
Untung Bwe Li-pek menengahi, sambil tertawa ringan dia berkata, “Saudara cilik,
saudara Gak! Harap kalian jangan marah, adikku ini memang nakal, sifat kekanakkanakannya
belum hilang, jadi kalau kurang sopan yaa tolong dimaafkan!”
Gak Lam-kun gelengkan kepalanya sambil menghela napas.
“Dua orang bocah itu sama-sama lincahnya, sama-sama polosnya, aaai…..!Jarang
dijumpai manusia-manusia seperti mereka”
Suara air telaga yang membelah kesamping mendadak terdengar dari belakang,
ternyata sampan tersebut pelan-pelan kembali bergerak menuju ketengah telaga.
Sekarang Gak Lam-kun baru menaruh perhatian, rupanya kecuali Bwe Li-pek dan Pek
Siau-soh, diatas sampan tersebut masih ada seorang lagi yakni si tukang perahu, rasa
kejutnya bukan alang kepalang.

Apa yang dia kejutkan? Ternyata sampan itu dapat bergerak cepat menerjang ombak
dan meluncur bagaikan sambaran kilat tak lain tak bukan kesemuanya adalah berkat
dayungan dari si tukang perahu atau perkataan lain, tenaga dalam yang dimiliki orang itu
betul-betul mengerikan.
Dengan perasaan terkejut Gak Lam-kun memperhatikan tukang perahu itu sayang dia
duduk membelakanginya kecuali bajunya yang berwarna abu-abu, ia tak dapat
menyaksikan bagaimanakah raut wajahnya.
Orang itu duduk dengan wajah menghadap kebelakang sekalipun sedang mendayung
dengan tangan sebelah, tampaknya tidak terlampau kepayahan, sudah jelas kalau orang
itu tidak mempunyai ilmu silat yang lihay, tak mungkin hal itu bisa dilakukan.
“Saudara Gak! kata Bwe Li pek kemudian sambil tersenyum, maaf kalau kami tidak
mempunyai persiapan yang cukup untuk menyambut kedatanganmu silahkan, silahkan,
mari duduk lebih dulu diatas geladak…!”
Dia masuk kedalam ruang perahu dan mengambil sebuah permadani putih yang tebal,
permadani itu diletakkan diatas geladak lalu Pek Siau-soh muncul dengan membawa
sebuah keranjang bambu, dari dalam keranjang dia mengeluarkan delapan macam sayur,
satu poci arak dan satu baskom penuh bakpao dingin.
“Saudara Gak” ujar Bwe Li-pek kemudian sambil tertawa, “diatas perahu tidak tersedia
api, karena itu harap kau jangan mentertawakan jika kami hanya bisa menghidangkan
sayur dingin dan arak dingin saja…”
Diangkatnya poci arak itu dan memenuhi cawan Gak Lam-kun serta Ji Kiu-liong, setelah
itu dia penuhi pula cawan arak sendiri.
Perasaan Gak Lam-kun agak tergerak terutama ketika menyaksikan jari-jari tangan Bwe
Li pek yang runcing, kulit badannya yang halus serta bau harum yang tersiar keluar dari
tubuh sastrawan tersebut.
Tapi perasaan itu hanya melintas sebentar saja, karena waktu itu tiada kesempatan
baginya untuk berpikir lebih jauh.
Bwe Li-pek mengangkat cawannya dan memberi hormat kepada rekannya, kemudian
bersama Gak Lam-kun mereka teguk habis beberapa cawan arak.
Sambil memenuhi kembali cawan masing-masing, Bwe Li-pek berkata lagi sambil
tertawa, “Selama hidup jarang kita bisa mabok beberapa kali saudara Gak! Apa salahnya
kalau kita manfaatkan kesempatan ini untuk minum arak sampai sepuasnya?”
Demikianlah, dengan diliputi perasaan yang gembira dan penuh gelak tawa dalam
waktu singkat mereka sudah menghabiskan puluhan cawan arak.
Bulan yang bulat dan memancarkan sinarnya yang bening benar-benar muncul dari
permukaan telaga sebelah timur, sinar yang lembut memancar keempat penjuru dan
mendatangkan suasana yang romantis.
Bwe Li-pek berhenti minum arak, ujarnya sambil tertawa, “Ditengah malam yang kelam,
ditengah telaga yang sunyi suasana begitu paling romantis dalam kehidupan seorang

manusia. Saudara Gak! Bagaimana kalau kau nikmati sebuah permainan serulingku
sebagai pelipur hati yang lara?”
Sambil tertawa Gak Lam-kun manggut-manggut.
Maka Bwe Li-pek masuk kedalam ruang perahu dan mengambil sebuah seruling kemala
yang halus tapi panjang.
Seruling kemala itu putih bersih dan tiada cacad, ukiran naga dan burung hong yang
menghiasi disekelilingnya tampak hidup dan indah, dalam sekilas pandangan saja Gak
Lam-kun sudah tahu kalau seruling itu adalah sebuah seruling kemala yang tak ternilai
harganya, kenyataan tersebut diam-diam mengejutkan hatinya.
Bwe-Li-pek dapat menyaksikan ketertegunan orang, dia tertawa ewa.
“Saudara Gak!” demikian ujarnya, “kendatipun seruling kemala ini mahal harganya,
sayang selama ini sukar kujumpai orang yang benar-benar memahami irama seruling,
sehingga tersia-sialah nilai tinggi seruling itu”
“Seruling mustika dapat bertemu dengan Bwe-heng, pada hakekatnya hal ini
merupakan suatu perpaduan yang amat serasi,” kata Gak Lam-kun sambil tertawa “jadi
aku rasa, seandainya seruling itu bisa merasakan dia pasti akan bersyukur atas pertemuan
ini”
Bwe-Li-pek tertawa, dia tempelkan seruling itu disisi bibir dan berkata, “Bila kau dapat
memahami irama serulingku itu baru benar-benar tidak menyia-nyiakan seruling ini”
Begitulah dia lantas meniup seruling kemala itu dan muncullah serentetan irama yang
merdu merayu.
Pada mulanya irama seruling itu lembut dan datar, tapi lama-kelamaan irama tersebut
kian bertambah tinggi, akhirnya irama lagunya begitu menyedihkan hati, membuat orang
jadi sedih dan sangat menderita.
Sejak pertama kali mendengar permainan seruling itu, Gak Lam-kun sudah merasa
hatinya pedih, apalagi setelah permainan seruling tersebut mencapai puncak kepedihan,
pemuda itu merasa tenggorokannya menjadi tersumbat, hidungnya keluar ingusnya dan
hampir saja airmatanya meleleh keluar.
Akhirnya kesadaran Gak Lam-kun hampir boleh dibilang sudah hilang sama sekali,
seluruh pikiran maupun perasaannya telah terpengaruh oleh permainan seruling itu.
Mendadak…irama seruling berhenti dan permainan yang memedihkan hatipun ikut
membuyar ditengah keheningan malam.
Gak Lam-kun menghela napas panjang katanya, “Irama lagu ini hebat sekali, aaai…!
Rasanya hanya dilangit saja dapat menjumpai permainan semacam ini, beruntunglah hari
ini aku sempat menikmatinya”
Bwe Li-pek tertawa.

“Saudara Gak toh mengerti soal irama seruling bukan? Bagaimana kalau memberi
sedikit komentar atas permainanku tadi?” pintanya.
“Iramanya sangat membetot sukma, bagaikan hujan rintik ditengah malam yang sunyi,
aaai…! Membuat orang beriba saja. Bagusnya memang bagus, cuma sayang lagunya
bernadakan kesedihan, membuat orang menjadi terkenang kembali masa sedih dimasa
lalu”
Bwe-Li-pek tertawa lagi.
“Permainan serulingku bisa mendapatkan sahabat sehati, tidak sia-sia jerih payah siaute
pada malam ini”
Baru saja dia menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari balik ketenangan yang
mencekam telaga itu, berkumandang suara dentingan musik yang merdu dan nyaring,
dentingan tersebut entah berasal dari alat musik apa, tapi setelah mendengar suara
tersebut, tiba-tiba saja paras muka Bwe-Li pek berubah hebat.
Gak Lam-kun merasakan juga sesuatu yang aneh dia segera alihkan perhatiannya ke
arah mana berasalnya suara itu.
Sebuah perahu naga yang berbentuk sangat aneh muncul dari permukaan telaga
sebelah barat laut perahu itu, muncul tanpa menimbulkan sedikit suarapun, lalu dengan
kecepatan yang sangat tinggi melesat lewat dalam jarak belasan tombak dari sampan
cepat berwarna merah itu.
Ternyata suara dentingan musik yang nyaring itu berasal dari balik perahu aneh
tersebut.
Dengan alis mata berkenyit Bwe Li-pek berbisik kepada Gak Lam-kun, “Saudara Gak,
sebenarnya siaute merasa gembira sekali karena dapat menemani engkau bergadang
sampai pagi, sayang aku telah menjumpai suatu peristiwa yang sama sekali diluar
dugaanku, terpaksa aku harus mohon maaf dan minta diri lebih dulu. Nah, saudara Gak!
Kuhadiahkan sebuah sampan kecil untukmu, silahkan engkau kembali sendiri kedermaga!”
Gak Lam-kun sendiri juga merasa keheranan atas terjadinya peristiwa itu, setelah
tertegun sejenak, sambil merangkap tangannya memberi hormat dia berkata, “Kalau
begitu, terima kasih banyak atas layanan saudara Bwe selama setengah malam ini,
bolehkah aku tahu Bwe-heng berdiam dirumah penginapan yang mana dalam kota Gakciu?
Bila ada waktu, aku pasti akan datang untuk menyambangi dirimu”
“Aku ibaratnya burung manyar yang terbang sendirian, tempat tinggalku tak tetap,
ujung langit empat samudra adalah tempat kediamanku, apabila saudara Gak memang
berniat sungguh-sungguh untuk menganggap siaute sebagai sahabatmu, maka tidak
sepantasnya kalau engkau berterimakasih kepadaku”
“Semoga Thian yang maha adil bersedia memberi kesempatan, agar siaute dapat
bersua kembali dengan dirimu” kata Gak Lam-kun seraya menjura.
Selesai memberi hormat. Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong bersama-sama melompat naik
ke atas sampan kecil itu.

Baru saja mereka berdiri tegak diatas sampan itu, dengan kecepatan luar biasa sampan
merah yang ditumpangi Bwe-Li-pek itu sudah membelah ombak dan meluncur kedepan
mengejar ke arah mana perginya perahu aneh berbentuk naga itu.
Dengan termangu-mangu Gak Lam-kun mengawasi sampan merah itu hingga lenyap
dari pandangan, lama…lama sekali dia baru menghela napas panjang.
Tiba-tiba Ji Kiu-liong berbisik lirih, “Hei toako cepat lihat! Begitu banyak perahu yang
bergerak menuju ke arah barat laut!”
Gak Lam-kun segera menengadah betul juga dari antara dua puluh tombak disamping
mereka, berkumandang suara ombak yang memecah kesamping, disusul kemudian
muncul sebuah perahu berbentuk elang raksasa bergerak menuju kebarat laut. Perahu itu
tak lain adalah perahu yang ditumpangi Si Tiong pek bersama pasukan elang raksasanya,
mengikuti pula enam-tujuh buah titik cahaya lampu, jelas ada tujuh buah perahu layar
yang mengikuti jejak perahu pertama tadi, bergerak menuju kebarat-laut.
Kesemuanya itu segera menimbulkan kesan dalam benak Gak Lam-kun, dia merasa
tentu ada hal-hal yang luar biasa sedang terjadi dibarat laut, satu ingatan dengan cepat
melintas dalam benaknya.
“Adik Liong duduk yang baik” bisiknya kemudian, “kita akan menyusul dibelakang
mereka mari kita tengok apa gerangan yang telah tejadi disana”
Setelah Ji Kiu-liong duduk, Gak Lam-kun mengambil dan mendayung sendiri sampan
itu. Dengan cepat dan mantap sampan itu bergerak mengikuti dibelakang perahu yang
didepannya itu.
“Toako” kata Ji Kiu-liong ditehgah jalan, “aku rasa Bwe Li-pek pasti adalah seorang
tokoh persilatan yang berilmu tinggi, terutama laki-laki berbaju abu-abu yang mendayung
perahu dengan tangan tunggal itu, kekuatan tangannya sungguh mengerikan sekali. Aku
rasa seandainya dia tidak memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, tak mungkin ia
dapat mendayung perahu tersebut dengan cara yang istimewa begitu”
Gak Lam-kun mengangguk.
“Apa yang adik Liong terangkan memang tepat sekali, jika kita tinjau dari kemampuan
si orang berbaju abu-abu itu mendayung perahunya, aku rasa tenaga dalam yang dimiliki
orang itu tidak berada dibawah Bwe-Li-pek maupun aku. Cuma anehnya, kalau toh dia
seorang jago persilatan yang berilmu tinggi, kenapa dia rela dirinya diperintah Oleh Bwe-
Li-pek? Tidakkah kau rasakan bahwa kejadian ini aneh sekali?”
“Toako, padahal tujuanmu kebukit Kun-san adalah untuk menerima Lencana pembunuh
naga, jikalau Bwe-Li-pek sendiri juga berniat dengan benda itu, waaah! Kita benar-benar
mendapat seorang musuh yang amat tangguh sekali.”
Gak Lam-kun mendengus dingin.
“Sebetulnya ilmu silat yang kumiliki sekarang sudah tiada tandingannya lagi dalam
dunia persilatan tapi setelah kejadian demi kejadian menimpa diriku aku baru tahu kalau
diluar langit masih ada langit didalam dunia persilatan yang begitu luas, banyak jago-jago
silat yang tak terhitung banyaknya. Yaa walaupun aku merasa bukan tandingan dari jago

tangguh yang ada dalam dunia persilatan, akan tetapi akupun tidak akan membiarkan
orang lain menghalang-halangi atau merusak perintah yang dibebankan suhu kepadaku.
Aku tahu asal usul diri Bwe Li-pek memang mencurigakan, tetapi sebelum aku yakin kalau
kedatangannya adalah untuk memusuhi kita, aku tak ingin menimbulkan pelbagai
bentrokan atau perselisihan dengannya”
“Toako!” tiba tiba Ji Kiu-liong bertanya, menurut pendapatmu, mungkinkah Soat-santhian-
li(perempuan langit dari bukit salju) mengingkari janjinya dan tidak menghantarkan
Lencana pembunuh naga itu ke bukit Ku-san?”
Gak Lam-kun menghela napas sedih.
“Aaa…! sebelum menghembuskan napasnya yang penghabisan, suhu pernah
membicarakan soal janjinya dengan Soat-san-thiat li, meskipun penjelasannya ketika itu
tidak terperinci, tapi menurut pendapatku antara suhu dengan Soat-san-thian-li tentu
mempunyai suatu hubungan yang luar biasa, karena itu aku yakin kalau dia pasti datang
memenuhi janji. Hari ini baru tanggal sembilan, berarti tinggal enam hari menjelang bulan
Tiong-ciu tanggal lima belas. Menggunakan sedikit sisa waktu yang masih ada ini, kita
harus selidiki baik-baik jago persilatan dari mana saja yang telah berdatangan dibukit Kunsan
ini, dengan demikian kita bisa hindari segala hal yang tidak diinginkan”
“Hingga kini Soat-san-thian-li masih belum tahu kalau toakolah yang akan datang untuk
menerima Lencana Pembunuh Naga itu, bagaimana caranya untuk menemukan toako?”
kembali Ji Kiu-liong bertanya.
Gak Lam-kun tersenyum.
“Kau tak perlu kuatir adikku, irama Mi-tin-loan-hun-ci (Irama Sakti Pembingung Sukma)
dari Thian-san-soat-li tiada keduanya didunia ini, dan didunia ini kecuali mendiang guruku,
hanya aku seorang yang memahami inti sari dari irama sakti itu. Maka apabila dia mainkan
irama tadi, maka dengan mudahnya aku akan menemukan sumber dari suara
permainannya itu”
Sementara mereka masih bercakap-cakap! beberapa buah perahu besar yang bergerak
dimuka sudah lenyap dibalik kegelapan.
Dengan sorot mata yang tajam, Gak Lam-kun mencoba untuk memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu, namun kecuali ombak yang berwarna keperak-perakan, tiada
suatupun yang kelihatan, termasuk jejak dari rombongan perahu besar tadi.
Gak Lam-kun keheranan dengan perasaan tercengang dia mengernyitkan sepasang alis
matanya.
“Aneh betul!” demikian dia berpikir “kemana larinya perahu-perahu itu? Masa mereka
dapat melenyapkan diri dengan begitu saja? Kecuali lampu-lampu mereka dipadamkan
semua, tak mungkin jejak perahu yang berada sekitar satu li disekeliling tempat ini tak
dapat diketemukan dengan jelas”
Dengan tertinggalnya anak muda itu ditengah telaga tanpa petunjuk sesuatu apapun,
terpaksa Gak Lam-kun melanjutkan kembali perjalanannya menuju ke arah barat laut.

Kurang lebih setengah jam kemudian, dibawah cahaya rembulan yang berwarna
keperak-perakan, tampaklah munculnya setitik cahaya lampu ditengah permukaan telaga
yang tak bertepian, Gak Lam-kun segera memutar kemudinya dan menjalankan perahunya
menuju ke arah mana sumber dari cahaya tersebut.
Kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun tak perlu disangsikan lagi,
meskipun harus mendayung sekian lama, dia tidak nampak lelah atau kehabisan tenaga.
Sampan itu masih meluncur kedepan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, jaraknya dengan sumber cahaya itu tinggal
tiga empat puluh tombak saja.
Sekarang, Gak Lam-kun sudah dapat melihat jelas sumber dari cahaya itu, ternyata
tempat itu tak lebih adalah sebuah perahu yang sedang membuang sauh ditepi pantai.
Perahu itu besar sekali, dan yang paling penting perahu itu bukan lain adalah perahu
aneh berbentuk naga yang bergerak tanpa menimbulkan suara itu.
Gak Lam-kun terkesiap. Segera pikirnya?
“Tak heran kalau aku kehilangan jejak, rupanya perahu-perahu itu sudah kehilangan
jejak dari perahu aneh ini. Yaa, siapa yang menduga kalau perahu naga ini sudah berlabuh
ditempat ini?”
00000O00000
Dengan perhatian yang seksama Gak Lam-kun memeriksa keadaan disekeliling tempat
itu, rupanya didepan itu merupakan sebuah pulau kecil yang luasnya mencapai puluhan
hektar lebih, kedua belah sisinya merupakan tebing karang yang saling berhadapan,
sekitar pulau juga merupakan tebing-tebing karang yang terjal dan licin hanya ditengah
pulau terdapat sebuah tanah datar yang sempit dan menjorok jauh kedalam pulau.
Semak belukar yang rindang dengan bukit yang sambung menyambung dan
menciptakan suatu pemandangan alam yang sangat indah, tempat itu tepat sekali kalau
digunakan sebagai tempat mengasingkan diri.
Gak Lam-kun mendayung perahunya dengan sangat berhati-hati, dia berputar menuju
ke arah kanan, dari sisi tebing tersebut pelan-pelan ia menepi kepantai.
Tiba-tiba…dari balik ruang perahu naga yang berlabuh nun jauh disana berkumandang
suara bentakan yang rendah tapi bernada berat, “Tangkap dua orang penyusup itu gusur
kemari!”
Berbareng dengan bentakan itu, empat orang bocah laki-laki berbaju hitam berkelebat
keluar dari balik perahu naga, lalu dengan kecepatan tinggi menerjang ke arah Gak Lamkun
serta Ji Kiu-liong.
Gak Lam-kun tidak panik menghadapi serbuan itu pelan-pelan dia mengalihkan sinar
matanya dan memandang sekejap ke arah empat orang bocah baju hitam itu.
Mereka semua baru berusia empat sampai lima belas tahunan, mukanya bersih dan
termasuk kategori tampan.

Begitu mencapai perahu musuh serentak mereka berempat meloloskan pedangnya.
Sreeet…! Senjata-senjata itu disilangkan didepan dada dengan sikap yang keren, tangan
kiri ditekuk sejajar dada dan pedang mereka ditumpangkan diatas lengan kiri yang
menyilang, begitu gagah dan berwibawanya mereka sehingga menimbulkan hawa napsu
membunuh yang mengerikan.
“Hayo ikut kami!” bentak bocah berbaju hitam yang berada diujung kanan dengan
suara keras.
Gak Lam-kun hanya tertawa dingin tiada hentinya, ia sama sekali tidak menghiraukan
teguran orang.
Lain halnya dengan Ji Kiu-liong, dia tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan,
kemudian dengan gerakan cepat dia meloloskan pedang dan membabat ketubuh lawan.
“Kurangajar, kau berani melawan? Hmm, rupanya sudah bosan hidup…?” bentak bocah
berbaju hitam diujung kanan itu semakin naik darah.
Ditengah bentakan nyaring pedang yang dipalangkan diatas lengan kirinya itu meluncur
kedepan, dengan gaya Tay-tiauw-tian-gi (rajawali raksasa mementangkan sayap) dia kunci
ancaman tersebut dengan cara keras lawan keras.
Dalam pikiran bocah berbaju hitam itu, serangan tersebut kendatipun tidak memukul
rontok senjata yang dipegang Ji Kiu-liong, paling sedikit senjata yang berada dalam
genggamannya itu akan berhasil dipukul sampai miring dari posisi semula.
Padahal Ji Kiu-liong bukan anak kemarin sore yang tak punya kepandaian apa-apa,
melihat cara orang menahan serangannya dia tertawa dingin, gerak pedang yang semula
main membabat tiba-tiba dimiringkan sedikit kesamping, lalu menggeliat sambil menusuk
kedalam.
Mengikuti gerakan pedangnya dia ikut menerobos kedepan, pedang digunakan untuk
melindungi badan dan… “Traaang!” dalam suatu benturan nyaring yang memekakkan
telinga, pedang si bocah berbaju hitam kena dikunci tergetar kesamping.
Bocah berbaju hitam kaget dia tak menyangka kalau musuhnya tangguh sekali dan
diluar dugaannya, tak sempat lagi untuk menghindarkan diri, pedangnya kena dikunci
diluar lingkaran serangan.
Dalam keadaan begini buru-buru dia melompat mundur sejauh tiga langkah untuk
menyelamatkan diri.
Ji Kiu-liong merendahkan tubuhnya lalu menerobos maju lebih kedepan, dengan jurus
Po-kong-liu-im (cahaya ombak bayangan mengalir) pedangnya digetarkan keras-keras
menciptakan selapis cahaya pedang yang menyilaukan mata.
Tak sampai si bocah berganti gerakan tubuhnya ia sudah meryerang lebih jauh, kali ini
pedangnya disertai kilatan cahaya tajam menusuk kedepan dengan jurus Giok-li-to-sou
(gadis perawan memegang jarum).

“Aduuh…!” jerit kesakitan yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan
kesunyian, si bocah berbaju hitam yang berada dihadapannya tak sempat menyelamatkan
diri dadanya kena ditusuk hingga tembus kepunggungnya, darah kental seperti pancuran
menyembur keluar dan berceceran disepanjang sampan. Tewaslah orang itu dalam
keadaan yang mengerikan.
Peristiwa berdarah ini menimbulkan kemarahan yang luar biasa bagi rekan-rekannya,
dua bentakan nyaring memecahkan kesunyian, dua orang bocah berbaju hitam lainnya
serentak menerjang maju dua bilah senjata dengan membawa desingan angin yang
memekakkan telinga serentak menyerang tubuh Ji Kiu-liong.
Menghadapi serangan dahyat Ji Kiu-liong tertawa terbahak-bahak, pedangnya
membalik seraya menebas, tubuhnya ikut maju bersamaan dengan menyambarnya
senjata tersebut, begitu terhindar dari bacokan senjata lawan, pedangnya kembali
berputar, sambil membiaskan selapis bunga bunga pedang yang menyilaukan mata secara
beruntun dia balas melancarkan serangan dengan jurus Im-liong san-sian (Naga berwarna
muncul tiga kali).
Bocah berbaju hitam yang ketiga ikut bertindak sambil memutar senjatanya tiba-tiba ia
menusuk kebahu kiri Ji Kiu-liong.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh…bagus sekali!” ejek Ji Kiu-liong sambil tertawa dingin
“kau akan menjadi setan kedua yang mampus diujung pedangku!”
Kaki kirinya maju selangkah kemuka, pedangnya yang berada ditangan kanan balik
menebas dengan jurus Liu-im-si gwat (aliran mega menutupi rembulan), pedangnya
menciptakan selapis hawa pedang yang menggidikkan tubuh.
Selapis cahaya putih dengan cepatnya menyergap kemuka, sementara telapak tangan
kirinya yang bersembunyi dibalik cahaya pedang diam-diam disentil kemuka melancarkan
sebuah sentilan maut yang mengejar jalan darah sim-kan-hiat ditubuh musuh.
Bocah berbaju hitam itu mendengus tertahan, lalu roboh terjungkal ketanah dan tewas
seketika itu juga.
Berhasil dengan serangannya, Ji Kiu-liong semakin bersemangat, pedangnya berputar
bagaikan naga sakti yang bermain diawan, pergelangan tangannya berputar kencang, lalu
dengan jurus It-huan-bu-tok (menyeberang dengan perahu layar) dia tangkis tibanya dua
ancaman yang membacok dari sebelah kiri.
Tidak sampai disitu saja, berbareng itu juga badannya menerobos maju kedepan, ujung
pedangnya menyusup masuk dari celah-celah kelemahan lawan kemudian melepaskan
sebuah bacokan.
Jeritan ngeri yang menyayatkan hati kembali berkumandang memecahkan kesunyian,
bocah berbaju hitam yang ada disebelah kanan kembali terbacok bahunya sehingga putus
menjadi dua bagian.
Sekarang tinggal seorang bocah barbaju hitam yang masih hidup, saking terkejutnya
karena menyaksikan ketiga orang rekannya mampus secara mengerikan diujung pedang Ji
Kiu-liong, dia hanya berdiri melongo seperti orang kehilangan ingatan, untuk sesaat dia

lupa untuk melancarkan serangan, dia lupa untuk bertindak lebih jauh, bahkan untuk
kaburpun lupa…
Setelah membinasakan korbannya yang ketiga Ji Kiu-liong memutar senjatanya siap
melancarkan bacokan lagi, tapi setelah menyaksikan ketertegunan lawan apalagi
musuhnya masih muda belia, dia menjadi tak tega serangannya lantas ditarik kembali
menyusul kemudian tubuhnya ikut melompat mundur.
“Pergilah!” dia berkata dengan dingin “aku tak akan mencabut selembar jiwamu!”
Saat itulah dari atas perahu naga tiba-tiba berkumandang suara tertawa dingin yang
menggidikkan bati.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh… bocah kunyuk kau cukup keji! Hmm, rupanya kau
harus diberi tandingan yang setimpal. Ciu Hong! Beng Gwat! Kalian maju bersama dan
bunuh bajingan yang takut mati itu, kemudian tangkap bangsat sombong tersebut dan
gusur ke atas perahu akan kuberi siksaan yang berpuluh-puluh kali lipat lebih keji
untuknya.”‘
Baru selesai seruan itu, dua sosok bayangan manusia muncul dari balik perahu naga,
satu warna merah yang lain berwarna putih, dengan kecepatan luar biasa menerjang
kehadapan Ji Kiu-liong.
Dua orang itu adalah bocah-bocah lelaki berusia dua tiga belas tahunan, mereka berdiri
berjejer, mukanya bersih, putih dan masih kebocah-bocahan, wajah mereka cukup tampan
terutama matanya yang jeli. Seorang memakai baju berwarna merah dan seorang lagi
memakai baju berwarna putih.
Berkrenyit sepasang alis mata Ji Kiu-liong menghadapi dua orang musuh yang usianya
jauh lebih muda daripada dirinya itu, dia tak menyangka kalau bocah-bocah itu berwajah
tampan dan menarik hati, timbul perasaan sayang dihati kecilnya.
Gak Lam-kun juga kaget sesudah menyaksikan kegesitan dua orang bocah itu, segera
pikirnya.
“Hebat betul ilmu silat mereka, kalau ditinjau dari gerak-geriknya jelas kedua orang
bocah cilik ini memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna!”
Dalam pada itu dengan sepasang matanya yang jeli tapi mtmancarkan sinar
menggidikkan, bocah berbaju putih itu sedang melototi rekannya yang berbaju hitam
dengan wajah mengerikan, kemudian selangkah demi selangkah dia maju
menghampirinya.
Air muka si bocah berbaju hitam yang pada dasarnya sudah memucat, kian bertambah
pucat lagi setelah menyaksikan rekannya makin mendekati tubuhnya mungkin saking
takutnya, sekujur tubuhnya yang kecil tampak gemetar keras, bibirnya membiru dan
matanya menjadi sayu, menggenaskan sekali keadaannya.
Sekilas pandangan menghina menghiasi raut wajah si bocah berbaju putih yang dingin,
tiba-tiba ujarnya dengan nada mengerikan, “Hmm…kenapa belum juga bunuh diri? Apalagi
yang kau nantikan…?”

“Oooh…Beng Gwat! Aku…aku…toh aku bukannya tidak berani, kau bisa melihat sendiri
bahwa kepandaian silatku memang bukan tandingan lawan, masakah hanya kesalahan ini
kau… kau…”
“Aaah! Kau tak usah banyak bacot lagi” tukas Beng Gwat atau bocah berbaju putih itu
sambil membentak, “kau berani membangkang perintahku…?”
Diiringi bentakan nyaring, tubuhnya yang kecil meluncur kedepan dan langsung
menerjang kehadapan bocah berbaju putih itu.
“Tahan!” bentak Ji Kiu-liong sangat marah, “kalau merasa punya kepandaian, hayo!
sambut dulu beberapa buah bacokan pedangku ini!”
“Sreeet..!” sambil maju dia melepaskan sebuah tusukan kilat kedada lawan dengan
jurus Thian-li-hui-ko (perempuan langit menangkis tombak), satu serangan yang cukup
ampuh.
Beng Gwat si bocah berbaju putih itu tidak berkutik dari posisinya semula, meskipun
ujung pedang sudah hampir mengancam dadanya, ia tidak melawan ataupun menghindar,
sinar pedang tersebut malah diamatinya tanpa berkedip.
Terkejut Ji-Kiu-!iong menjumpai ketenangan musuhnya, tanpa sadar pergelangan
tangannya disentak dan menarik kembali serangannya.
“Hei bocah keji, mengapa tidak kau cabut keluar senjatamu?” bentaknya dengan
marah.
Beng-Gwat si bocah berbaju putih tidak menjawab mendadak telapak tangan kirinya
diayunkan ketubuh bocah berbaju hitam, sementara telapak tangan kanannya menyerang
Ji Kiu-liong.
Cara penyerangan ini memang tepat sekali, bukan saja diluar dugaan bahkan sekaligus
mematahkan juga pertahanan orang terhadap niat jahatnya.
Sebetulnya Ji Kiu-liong hendak melepaskan serangan untuk melindungi keselamatan
bocah berbaju hitam, tapi lantaran desingan angin tajam yang dilancarkan Beng Gwat
sudah menyambar datang, mau tak mau dia harus mengutamakan keselamatan sendiri
lebih dahulu.
Dalam terkejutnya, dia tekuk pinggangnya sambil bergeser empat depa kebelakang
baru saja serangan tersebut dapat dihindari dari pihak lain jerit kesakitan sudah
berkumandang memecahkan kesunyian.
Ternyata bocah berbaju hitam itu terhajar telak oleh serangan rekannya, darah kental
bercucuran dari ketujuh lubang indranya, tanpa banyak berkutik nyawanya sudah
melayang pergi meninggalkan badannya.
Sesudah membinasakan rekannya sendiri Beng Gwat si bocah berbaju putih itu baru
berpaling katanya dengan ketus, “Dengan mengandalkan beberapa jurus ilmu pedangmu
itu, masih belum pantas untuk memaksa kami menggunakan senjata!”

Sejak terjun kedalam dunia persilatan belum pernah Ji Kiu-liong dibina orang secara
begini, sekalipun dia merasakan juga keanehan serta kesaktian ilmu silat yang dimiliki
musuhnya namun cemoohan semacam itu menggelitik hatinya sebelum dilampiaskan
keluar, maka diapun tertawa dingin.
“Bocah ingusan yang masih berbau tetek teriaknya jangan takabur dulu! Sebelum
sesumbar, buktikan dulu sampai taraf yang bagaimanakah ilmu silatyang kau miliki itu”
Pedangnya dimasukkan kembali kedalam sarungnya, lalu dengan tangan kosong
telapak tangan kanannya didorong kemuka melepaskan sebuah pukulan, berbareng itu
juga dengan jari tengah dan jari telunjuk tangan kirinya dia menyodok jalan darah Miabun-
hiat ditubuh lawan dengan jurus Hua liong-tiam-cing (melukis naga menulis mata).
Selincah ular kecil Beng Gwat si bocah berbaju putih berkelit kesamping. sepasang
telapak tangannya bergantian melancarkan serangan, dalam sekejap mata dia sudah
melancarkan empat buah serangan berantai, bahkan jurus serangan yang satu lebih hebat
dari yang lain.
Seketika itu juga Ji Kiu-liong terdesak mundur tiga langkah.
Gak Lam-kun yang mengikuti jalannya pertarungan dari tepi gelanggang merasa
terkesiap, mimpipun dia tak menyangka kalau seorang bocah semuda itu ternyata memiliki
jurus serangan yang begitu ganas dan hebatnya sehingga adiknyapun kena didesak.
Sementara itu Ji Kiu-liong menggunakan kesempatan itu untuk mengatur pernapasan,
lalu sekali lagi menerjang kedepan, kali ini diapun melancarkan serangan berantai, deruan
angin pukulan yang dahsyat menyapu seluruh angkasa.
Beng-Gwat si bocah berbaju putih tidak jeri, dia membentak nyaring, sebuah pukulan
telapak tangan kirinya yang membawa deruan angin tajam segera membendung ancaman
dari Ji Kiu-liong, sementara telapak tangan kanannya dengan jurus Cuan-im-teh gwat
(menembusi awan memetik rembulan) melepaskan sergapan kilat.
Ji Kiu-liong meraung keras, hawa sakti Sau-yang-tongcu-kang andalannya disalurkan
kedalam telapak tangan kanan, kemudian dengan gerakan Lek sau ngo gak (menyapu
rontok lima bukit) dia membacok kemuka menyambut datangnya ancaman itu.
“Braaak…!” benturan keras tak dapat dihindari lagi, tiba-tiba dua sosok bayangan
manusia saling berpisah.
Dengan telapak tangan disilangkan didepan dada Ji Kiu-liong berdiri dengan wajah
serius, sebaliknya sepasang bahu Beng Gwat si bocah berbaju putih bergetar keras, tak
tertahan lagi badannya mundur sejauh lima langkah dengan sempoyongan telapak tangan
kirinya memegang dada kanannya.
Wajah yang memerah kini berubah jadi pucat pias meski demikian dari balik sorot
matanya yang pudar terpancar sinar kegusaran yang menyala-nyala, dia sedang
mengawasi musuhnya tanpa berkedip.
Ciu Hong si bocah berbaju merah selama ini cuma berdiam diri mendadak tanpa
menimbulkan sedikit suarapun maju sambil menyerang.

Setelah terjadi bentrokan kekerasan dengan Beng Gwat si bocah berbaju putih, Ji Kiuliong
merasakan darah panas dalam rongga dadanya bergolak keras, dalam keadaan
demikian ia tak berani gegabah.
Maka ketika menghadapi serangan yang muncul secara tiba-tiba, serentak dia
mencabut keluar pedangnya, lalu dengan jurus Long kian-liu-san (gulungan ombak
membawa pasir mengalir) dia lancarkan sebuah bacokan kilat.
Siapa tahu sebelum tusukan pedangnya sempat dilancarkan, tiba-tiba serentetan
cahaya emas berkelebat lewat didepan matanya, menyusul kemudian bau amis menerpa
hidungnya.
Dalam gugupnya dia tak sempat memperhatikan benda apakah itu, kepalanya segera
dimiringkan kesamping, lalu dengan pedangnya dia mencoba melindungi diri.
Mendadak pergelangan tangan kanannya terasa sakit, ketika diperiksa, pemuda itu
menjerit keras karena kaget tanpa disadari pedangnya ikut terlepas dari genggaman.
Terlihatlah seekor ular kecil berwarna emas yang panjangnya empat lima inci, dengan
empat buah taring berbisanya menggigit pergelangan tangannya kencang-kencang. Tubuh
ular tersebut masih melingkar diatas lengannya dan sama sekali tak berkutik.
Ji Kiu-liong merasa mulut luka bekas gigitan ular gatalnya bukan kepalang, selain itu
terlihat juga beberapa jalur hitam pelan-pelan sedang merambat naik ke atas lengannya,
ia semakin terkesiap, seluruh tenaganya tiba-tiba menjadi buyar, secara beruntun dia
mundur beberapa langkah kebelakang hampir saja tubuhnya roboh terjengkang.
Gak Lam-kun juga tak kalah terkejutnya setelah menyaksikan ular emas kecil yang
melilit pergelangan tangan Ji Kiu-liong saking sedihnya hampir saja dia melelehkan
airmata.
Secepat sambaran kilat tubuhnya melompat kedepan, lalu dengan jari tengah dan jari
telunjuknya dia totok beberapa jalan darah penting ditubuh saudaranya itu.
“Saudara Gak! harap tahan!” mendadak dari tempat kejauhan berkumandang suara
bentakan keras. “jangan kau sentuh binatang itu, awas ular beracun benang emas!”
Dari belakang tebing karang yang gelap gulita melayang turun dua sosok bayangan
manusia, yang satu berperawakan tinggi sedang yang lain berperawakan pendek.
Kedua orang itu ternyata bukan lain adalah Tang-hay-coa-siu (kakek ular dari lautan
timur) Ou Yong-hu serta Si Tiong-pek, komandan pasukan elang baja dari perkumpulan
Thiat-eng-pang.
Terdengar kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu berkata lebih lanjut, “Bila engkau
membinasakan ular yang menggigit diatas pergelangan tangannya, dalam keadaan terluka
ular beracun itu pasti akan menyemprotkan seluruh cairan beracun yang berada dalam
tubuhnya ke atas mulut luka itu, tak sampai satu jam maka saudaramu tentu akan mati
secara mengerikan”
Ciu Hong, si bocah berbaju merah yang mendengar perkataan itu segera mendengus
dingin.

“Hmmm! Sungguh tak kusangka kalau disini masih terdapat seorang ahli ular,
heeehhh…. heehh…. heehhh…. menggelikan sekali, jadi kalian masih mengira bendaku ini
adalah seekor ular beracun benang emas sungguhan?”
Dengan sepasang matanya yang tajam Tang-hay coa-siu Ou Yong hu kembali
memperhatikan sang ular yang membelenggu diatas pergelangan tangan Ji Kiu-liong itu,
sekarang dia baru kaget, ternyata benda itu memang bukan ular sungguhan tetapi sebuah
senjata rahasia yang bentuknya persis seperti ular.
Dalam pada itu Ciu-Hong si bocah berbaju merah telah berkata kembali, “Dia sudah
terkena senjata rahasia ular berbisa benang emasku, racun yang terkandung dalam benda
ini sepuluh kali lipat lebih ganas dari bisa ular hidup, barangsiapa yang terkena maka tujuh
hari kemudian akan mampus dengan seluruh tubuhnya membusuk. Bukan begitu saja,
selama saat-saat menjelang kematiannya dia harus merasakan siksaan dan penderitaan
yang paling hebat, heehh…heeehhh…heeehh…nah, selamat menikmati hadiahku ini”
Tersirap darah panas Gak Lam-kun setelah mendengar keterangan itu hawa napsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, mendadak dia himpun segenap kekuatan yang
dimilikinya, lalu telapak tangan kirinya diayun kedepan…
Gulungan angin pukulan yang maha dahsyat ibaratnya gulungan ombak besar ditengah
samudra dengan mengerikan sekali menyapu ketubuh Ciu Hong si bocah berbaju merah.
Ciu Hong cukup mengetahui akan kelihayan musuhnya. cepat-cepat dia berjumpalitan
diudara dan berusaha menghindarkan diri.
Tentu saja Gak Lam-kun tidak sudi memberi kesempatan hidup bagi lawannya, begitu
bocah itu mencoba untuk berkelit, pukulan yang sudah disiapkan ditangan kanannya sejak
tadi segera dilontarkan kedepan.
Disaat yang kritis inilah pekikan nyaring mendadak berkumandang mencabik-cabik
kesunyian, sesosok bayangan putih melayang datang dari udara, menyusul kemudian
munculnya segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat menyongsong datangnya
ancaman dari Gak Lam-kun.
Padahal Ciu Hong si bocah berbaju merah sudah berjumpalitan untuk mengundurkan
diri, sayang nasibnya memang lagi busuk, bukannya mundur untuk menyelamatkan diri,
secara kebetulan tubuhnya justru terjatuh diantara gencetan tenaga pukulan dari Gak
Lam-kun maupun pendatang itu…bayangkan saja apa yang bakal terjadi?
Jerit lengking menggelegar diudara, termakan oleh dua gulung angin pukulan yang
maha dahsyat, tubuh Ciu-hong mencelat keudara dan terlempar sejauh puluhan kaki dari
tempat semula.
Jangankan pukulan dari Gak Lam-kun memang sanggup menghancurkan batu karang
merjadi bubuk, cukup termakan hembusan angin dingin yang dilancarkan si pendatang
saja sudah cukup untuk menghantar nyawanya keneraka, apalagi pukulan itu beracun dan
sekaligus terkena dua pukulan lagi.
Setinggi-tingginya tenaga dalam yang dimiliki Ciu-Hong si bocah berbaju merah,
bagaimana mungkin dia bisa menahan gencetan dari dua buah kekuatan besar? Isi

perutnya kontan terhajar sampai hancur, ketika tubuhnya melayang kembali ketanah,
jiwanya sejak tadi sudah kabur kealam baka.
Peristiwa ini semakin menggusarkan pendatang itu, sambil membentak keras dia
lancarkan sebuah pukulan yang memaksa Gak Lam-kun tergetar mundur sejauh tiga depa
lagi kemuka, tangan kanannya diputar lalu menjojoh jalan darah Yu-bun-hiat ditubuh
orang itu, tapi kemudian ia menyadari kalau musuhnya terlampau tangguh, maka
menyusul serangan tadi, dia lancarkan kembali sebuah bacokan dengan telapak tangan
kirinya.
Semua perubahan terjadi diluar dugaan, siapapun tidak mengira kalau kejadian
tersebut bakal berkembang menjadi begini.
Ilmu silat yang dimiliki orang itu terlampau tinggi, ketika merasa terancam oleh
serangan musuh dia menangkis ancaman dari Gak Lam-kun dengan tangan kanannya
yang memainkan jurus Hui-tim-ciang-tham (membersihkan debu berbicara santai)
sementara telapak tangan kirinya dengan jurus Sin-liong-sian-jiau (naga sakti unjukkan
cakar) dengan membawa sapuan angin yang tajam berusaha mencengkeram tubuh lawan.
Gak Lam-kun menggerakkan sepasang bahunya miring kesamping dan terhindar dari
cengkeraman lawan sementara kaki kanannya melepaskan sebuah tendangan kilat.
Berada dalam gencetan tendangan-tendangan maut membetot sukma ini mau tak mau
orang itu harus melompat kebelakang untuk menyelamatkan diri…
Waktu itu Gak Lam-kun terlampau menguatirkan keselamatan Ji Kiu-liong, maka setelah
musuhnya terdesak mundur, dia tidak mengejar lebih lanjut sebaliknya melayang kembali
kesamping saudaranya.
Keadaan Ji Kiu-liong cukup parah, warna hitam lamat-lamat menghiasi kerutan alisnya,
sekalipun senjata rahasia ular benang emas yang melilit pada pergelangan tangannya
sudah dilepaskan oleh Tang-hay-coa-siu Ou Yong-hu, tapi mulut luka pada pergelangan
tangan kanannya itu telah berubah menjadi semu biru.
Betapa sedihnya Gak Lam-kun, sambil menghela napas bisiknya, “Adik Liong cepat
duduk bersila sambil mengatur pernapasan, tutup dahulu jalan darah Ci-ti-hiat pada sikut
kananmu jangan membiarkan racun itu menjalar sampai kejantung!”
Ji Kiu-liong tertawa ewa, pelan-pelan dia duduk bersila pejamkan mata dan mengatur
napas.
Kakek ular dari lautan timur Ou Yonghu yang ada disampingnya sedang mengawasi
senjata rahasia ular benang emas dengan seksama, setelah termenung lama sekali, dia
baru menghela napas.
“Aaai…! Tampaknya racun yang terkandung diujung senjata rahasia ini merupakan
campuran antara racun ular benang emas ditambah beberapa macam rumput beracun
lainnya, yaa, racun semacam ini memang mengerikan sekali”
“Ou-Thamcu, dapatkah kau punahkan pengaruh racun itu?” tanya Si Tiong pek.

“Masih merupakan sebuah tanda tanya besar” jawab Kakek ular dari lautan timur Ou-
Yong-hu sambil gelengkan kepalanya berulangkali. “cuma, kalau sudah kita ketahui racun
apa yang bersarang ditubuhnya, mungkin bisa kita coba-coba”
Sebagaimana diketahui. Kakek ular dari lautan timur adalah seorang ahli dalam soal
racun, terutama dalam masalah bisa racun, dia mempunyai kepandaian yang luar biasa.
Tapi seorang ahli racun ularpun sudah berkata demikian, dari sini dapatlah diketahui
bahwa racun yang terkandung dalam tubuh Ji Kiu-liong bukan racun sembarangan.
Diam-diam Gak Lam-kun berpikir dihati, “Ou-Yong-hu wahai Ou-Yong-hu. jika kau
sanggup menolong nyawa adik liong, aku Gak Lam-kun juga akan mengampuni selembar
nyawamu!”
Dalam pada itu kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu telah mengeluarkan sebuah
botol kemala putih dari sakunya, dari dalam botol itu dia mengeluarkan dua butir pil
penawar racun lalu katanya, “Pil Keng-giok-ciat-tok-wan milikku ini khusus untuk
menawarkan bisa dari berbagai racun ular, bila terpagut ular beracun macam apapun, asal
minum sebutir pil ini niscaya racunnya akan tawar. Sekarang akan kugunakan daya kerja
dari sebotol obat Keng-giok-ciat-tok-wan ini untuk melindungi jalan darah penting dalam
isi perutnya, daya kerja obat ini cuma untuk mencegah agar racun ular tak sampai
menyerang kejantung, dalam keadaan demikian mungkin nyawanya masih bisa
dipertahankan selama beberapa hari lagi”
Sambil berkata dia mengeluarkan dua butir pil Keng-giok ciat tok wan dan dijejalkan
kemulut Ji Kiu-liong.
Tiba-tiba manusia berbaju putih itu tertawa dingin.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh… Kalau kau ingin mencegah sari racun ular berbisa itu
menyerang isi perut orang itu, sampai habis sepuluh botol pil Keng giok ciat tok wan juga
percuma, menggelikan betul! Jangan kau anggap kepandaianmu itu sudah cukup untuk
memunahkan pengaruh racun dari perguruanku”
Karena gelak tertawa dinginnya kedengaran mengerikan dan tak sedap, dengan
sepasang matanya yang sipit Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu mengawasi
lawannya.
Orang itu sudah tua usianya antara enam puluh tahunan badannya jangkung tapi kurus
hingga tinggal kulit pembungkus tulang, jubah yang dikenakan panjang dan berwarna
putih keabu-abuan.
Si Tiong-pek segera tertawa ringan.
“Luas amat pengetahan saudara katanya, kalau dugaanku tak keliru, rupanya kau
adalah seorang tokoh persilatan yang punya nama?”
Dengan sepasang mata yang melotot, tiba-tiba kakek berjubah putih melotot sekejap
ke arah Si-Tiong-pek, kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
“Se-ih-Sam-seng (Tiga malaikat dari wilayah Se-ih), masa kau tak pernah
mendengarnya?” dia berseru.

Baik Si Tiong-pek maupun Ou Yong hu yang mendengar nama itu segera berseru
tertahan.
Se-ih-Sam-seng atau tiga malaikat dari wilayah Se-ih adalah jago-jago lihay diluar
perbatasan, mereka bertiga memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, perguruan yang mereka
bentuk kemudian dinamakan Se-thian-san.
Ketiga malaikat itu terdiri dari: Tok-seng (malaikat racun). Ciang-seng (malaikat
pukulan) dan Kian-seng (malaikat pedang).
Setelah termenung sebentar, sambil tersenyum Si Tiong-pek lantas berkata, “Oooh…!
Rupanya kau toh yang bernama Tok seng (malaikat racun) Lo Kay-seng?”
Kakek berbaju putih itu tertawa dingin.
“Jika aku adalah malaikat racun, masa kalian masih bisa hidup hingga sekarang?”
Ternyata kakek berbaju putih ini adalah malaikat pukulan Nian Eng-hau, salah seorang
anggota Se-ih-sam-seng.
Diantara tiga bersaudara, konon ilmu silat malaikat pedang Siang Ban-im paling tinggi,
dan malaikat racun Lo Kay-seng menduduki urutan kedua, jadi dengan begitu kakek
berjubah putih tersebut pada hakekatnya adalah anggota yang terbuncit.
“Haaahhh…haaahhh…haaahh… belum tentu begitu” kedengaran Si Tiong-pek tertawa
ringan, “segarang-garangnya Malaikat racun Lo Kay-seng, masa dia bisa menandingi
keganasan dari Jit-poh tui-hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To yang namanya
sudah amat termashur didaratan Tionggoan?”
Malaikat pukulan Kian Eng-hau tertawa dingin.
“Tak usah ngebacot yang bukan-bukan lagi” tukasnya “kalian tahu, barangsiapa yang
berani mengikuti jejakku sampai disini, jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dalam
keadaan selamat”
Tiba-tiba ujung bajunya dikebut kemuka, tidak tampak bagaimana caranya dia
menggerakkan badan, tahu-tahu tubuhnya sudah berada dihadapan Si Tiong-pek.
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong-hu tidak banyak bicara lagi, begitu dilihatnya Nian
Eng bau mengejar kedepan, telapak tangannya segera diayun pula kedepan melepaskan
sebuah pukulan.
Malaikat pukulan Nian Eng-hau bukan bocah dungu, sudah tentu sergapan Ou Yong-hu
tak ada gunanya, baru saja si kakek ular dari lautan timur menggerakkan telapak tangan
kirinya, berbareng juga dia melancarkan serangan balasan, telapak tangan kanannya
menghadang ancaman lawan, sementara tangan kirinya bersiap-siap menghadapi sapuan
dari tongkat kepala ular yang ada ditangan kanan lawan.
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu terperanjat, buru-buru dia menekuk pinggang
sambil menarik Kembali serangannya, lalu melompat mundur sejauh tiga depa. Mimpipun
dia tak menyangka kalau serangan balasan musuh bisa datang secepat itu, hampir saja
tubuhnya termakan oleh sapuan tersebut.

Tiba-tiba Se-ih Ciang seng (malaikat pukulan dari Se-ih) merentangkan sepasang
tangannya kekiri dan kekanan, yang satu menyerang Si Tiong-pek sedang yang lain
menghantam Ou Yong hu, bukan saja cepat dalam serangan, tepat pula pada ancaman.
Buru-buru kakek ular dari lautan timur Ou-Yong hu memutar tongkat kepala ularnya,
senjata itu sebentar disapu kekiri sebentar lagi disodok kekanan, secara beruntun dia
lancarkan beberapa buah serangan.
Berbeda dengan Si Tiong pek, menghadapi ancaman itu dia tertawa tergelak, tubuhnya
menyurut mundur sejauh tujuh depa, begitu lolos dari ancaman dengan gerakan cepat dia
meraih kebelakang bahunya dan meloloskan pedang elang bajanya.
Setelah bersenjata dia menerjang maju pula kedepan, secara beruntun ia lancarkan
beberapa buah serangan mematikan untuk mengimbangi permainan tongkat dari Ou
Yong-hu.
Sebagaimana diketahui dari julukannya yakni malaikat pukulan, permainan sepasang
tangan Nian Eng-hau betul-betul sudah mencapai taraf yang luar biasa, mengikuti gerakan
pedang dan sambaran tongkat musuh, sepasang tangannya melepaskan serangkaian
pukulan yang gencar, ditambah lagi posisinya memang lebih menguntungkan, praktis
seluruh gelanggang berhasil dia kuasai.
Sia-sia saja Si Tiong pek dan Ou Yong hu menggunakan senjata masing-masing, sebab
bagaimanapun mereka berusaha untuk memecahkan pertahanan musuh, toh akhirnya
kena didesak mundur juga ketempat semula.
Jilid 4
Begitulah dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan
yang amat seru.
Untuk menghadapi kerubutan dua orang musuhnya ini, Malaikat pukulan Nian Eng-hau
khusus menggunakan ilmu Liu si ciang (pukulan serat mengalir) suatu kepandaian sakti
aliran See thian san tapi puluhan jurus kemudian ternyata tidak juga mendatangkan hasil,
hal ini menimbulkan rasa heran dihati kecilnya.
Liu si ciang atau yang lebih dikenal sebagai pukulan serat mengalir adalah sejenis ilmu
silat yang sangat aneh, kepandaian itu berintikan tenaga im atau dingin yang lembut,
kepandaian khusus yang paling diandalkan adalah “menempel” serta “menghisap” senjata
musuh.
Biasanya dia menggunakan kekuatan yang terpancar dari tubuh musuh untuk
memunahkan serangan musuh, bila salah satu unsur kekuatannya sudah berhasil
menguasai serangan lawan, maka jangan harap musuh bisa mendahuluinya, karena
serangannya selalu mendahului, jadi setiap kali pihak musuh belum bertindak ia sudah
dapat merasakan lebih dahulu kemudian mendahuluinya.
Berbicara sesungguhnya, ilmu silat yang dimiliki Si Tiong-pek maupun Ou Yong-hu tidak
kalah jika dibandingkan dengan kepandaian musuh, tapi lantaran kepandaian mereka

sudah didahului terlebih dulu oleh pukulan serat mengalir dari Nian Eng-hau, serta merta
setiap serangan yang mereka lancarkan selalu berhasil dipatahkan oleh Nian-Eng-hau.
Percuma saja mereka mempunyai ilmu silat yang tinggi, karena kepandaian itu tak bisa
dikembangkan sebaik-baiknya, sebagai gantinya mereka malah tak punya kekuatan untuk
melancarkan serangan balasan, mereka cuma terdesak mundur terus.
Andaikata didalam keadaan begini Si Tiong-pek atau Ou Yong-hu mengundurkan
diridan membiarkan rekannya bertarung seorang diri, mungkin situasinya tak akan
serunyam ini, karena ilmu Liu si ciang akan semakin tampak daya kehebatannya bila
menghadapi musuh dalam jumlah yang lebih besar…
Si Tiong-pek tertawa dingin, pedang ditangan kanan telapak tangan ditangan kiri tibatiba
melancarkan belasan jurus serangan berantai.
Ou Yong hu juga tak mau kalah, dia ikut membentak keras, tongkat berkepala ularnya
menyerang secara gencar, dalam waktu singkat bayangan pedang bersimpang siur kesana
kemari, deruan angin tongkat memekikkan telinga, keadaan mengerikan sekali.
Berada dibawah desakan kedua orang musuhnya itu, Nian eng hau jadi kewalahan
sendiri, dia tak mampu mendesak mundur musuhnya lagi, walau hanya satu langkah.
Pertarungan berlangsung lagi tapi keadaan tetap seimbang, lama kelamaan habislah
kesabaran Malaikat pukulan Nian eng hau setelah melancarkan dua buah pukulan untuk
mendesak mundur musuhnya mendadak dia mundur lima depa kemudian berdiri tegak
disitu sambil menghimpun segenap kekuatan yang dimiliki.
Dari cara orang bersikap, Si Tiong-pek dan Ou Yong-hu tahu kalau musuhnya sedang
menyiapkan suatu serangan yang maha dahsyat, mereka tak berani gegabah, segenap
hawa murni yang dimilikipun dihimpun menjadi satu, lalu bersiap siaga menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan.
Pada saat itulah, pelan-pelan Gak Lam-kun maju kedepan, lalu dengan wajah sedingin
es dia berkata, “Saudara, tolong tanya apakah See-ih Tok-seng (malaikat racun dari Seeih)
Lo Kay seng berada diatas perahu?”
Malaikat pukulan Nian Eng-hau amat mendendam terhadap Gak Lam-kun karena dia
telah membinasakan Ciu Hong murid kesayangannya, maka ketika dia maju kedepan,
hawa napsu membunuhnya segera berkobar, tiba-tiba sambil meraung keras, telapak
tangan kanannya langsung dibacokkan ke tubuh si pemuda.
Kiranya pada waktu itu Gak Lam-kun sedang berpikir, “Racun jahat yang terdapat pada
senjata rahasia ular benang emas pasti hasil bikinan dari malaikat racun Lo Kay seng, itu
berarti diapun membawa obat penawarnya, kenapa aku tidak berusaha minta darinya?”
Karena berpikir demikian, timbullah niatnya untuk naik keperahu dan menjumpai sendiri
orang yang bernama malaikat racun itu, asal bisa bertemu, menurut anggapannya tak sulit
untuk mendapatkan obat penawar racun itu.

Maka ketika dia diserang secara tiba-tiba dengan cekatan Gak Lam-kun berkelit
kesamping lalu membentak, “Hei, jawab dulu pertanyaanku, sebenarnya Lo Kay seng
berada diatas perahu naga atau tidak?”
“Ada atau tidak bukan urusanmu” jawab malaikat pukulan Nian eng hau setengah
membentak, “yang pasti, jangan harap kalian bisa tinggalkan pulau ini dalam keadaan
selamat!”
Begitu selesai bicara, secepat sambaran kilat kembali dia menerjang kedepan. Telapak
tangan kanannya tiba-tiba membengkak satu kali lipat lebih besar dari keadaan
normalnya, kemudian dengan suatu gerakan yang aneh sekali dia menyambar tubuh Gak
Lam-kun.
Cahaya setajam sembilu memancar keluar dari balik mata Gak Lam-kun, ketika
serangan aneh itu hampir kena ditubuhnya, dengan tak kalah cepatnya dia menggerakkan
pula tangan kirinya untuk menyongsong datangnya ancaman dari Nian eng hau tersebut.
Sejak mendendam terhadap Gak Lam-kun, sudah timbul niat jahat dihati malaikat
pukulan Nian eng hau untuk membinasakan Gak Lam-kun dalam sekali gebrakan, karena
itu dalam serangan yang dilancarkan kali ini secara diam-diam ia telah menghimpun
segenap kekuatan beracun yang dimilikinya.
Untunglah Gak Lam-kun bukan orang bodoh sedikit banyak dia adalah seorang jago
persilatan yang mempunyai tenaga dalam amat sempurna.
Ketika tangannya menyentuh angin serangan dari Nian eng hau, dia segera merasakan
sesuatu yang aneh, sadarlah pemuda kita bahwa disamping tenaga dalam yang sempurna,
rupanya pihak musuh telah menyertakan pula ilmu pukulan beracunnya yang ganas.
Dengan cepat pemuda itu membentak nyaring, dia himpun hawa sakti Tok liong ci jiau
(cakar jari naga beracun) yang paling diandalkan dalam kelima jari tangan kanannya,
kemudian disambutnya ancaman pukulan beracun dari Nian eng hau itu.
Pukulan Cian tok ciang (pukulan racun seribu) dari aliran See thian san merupakan
sejenis ilmu pukulan yang amat berbisa, bila seseorang melancarkan serangan dengan
menggunakan ilmu tadi, maka dibalik angin serangan biasa akan terkandung hawa
beracun yang amat jahat.
Sekalipun seseorang bertenaga dalam sempurna, bila pukulan itu disambut dengan
tangan telanjang maka akibatnya kendatipun serangan itu sendiri bisa dibendung, tapi
justru dengan menggunakan kesempatan itu menyusuplah racun seribu yang amat jahat
itu ketubuh korbannya.
Betapa girangnya malaikat pukulan Nian Eng hau ketika menyaksikan Gak Lam-kun
sama sekali tidak menghindari ancamannya malahan menyambut pukulan itu dengan
keras lawan keras.
“Bajingan keparat” demikian dia membatin “tampaknya kau memang sudah bosan
hidup…

Baru saja ingatan tersebut melintas dalam benaknya, tiba-tiba terdengar suara
bentakan keras menggelegar diangkasa, himpunan hawa sakti Tok Liong ci jiau yang
disiapkan Gak Lam-kun telah dilancarkan kedepan…
“Haaaaaah? Tok liong ngo ci…” pekik Nian Eng-hau dengan takutnya, tapi sebelum dia
sempat berbuat sesuatu telapak tangannya sudah tertempel dengan telak.
Seketika itu juga Nian Eng-hau merasakan munculnya lima jalur aliran panas yang
menyusup kedalam lengannya, hawa panas itu menembusi urat nadinya langsung
menerjang kedada, bukan saja seluruh kekuatannya menjadi buyar, bahkan jalan darah
Pit-ji-hiat yang sengaja dibuntu untuk mencegah berbaliknya hawa racun menyerang ke
jantungpun ikut tergetar lepas.
Dengan keadaan seperti ini maka terjadilah peristiwa “senjata makan tuan” hawa
beracun yang telah terhimpun itu bukannya memancar keluar, sebaliknya malah mengalir
balik dan menerjang isi perutnya sendiri.
Sekarang Nian Eng-hau baru merasa ketakutan setengah mati, nyalinya seperti menjadi
pecah, secara beruntun tangan kirinya menotok jalan darah Ki-siau dan Thian-cu-hiat
ditubuh sendiri, setelah itu dia mundur lima enam langkah kebelakang.
“Kau…kau adalah Tok-liong…”
“Kenapa tidak cepat-cepat kau serahkan obat penawar ular benang emas itu
kepadaku?” tukas Gak Lam-kun sambil membentak marah.
Perlu diterangkan disini, Cian tok ciang dari aliran See thian san adalah sejenis pukulan
yang sangat ampuh dalam dunia persilatan, kecuali ilmu Tok liong ci jiau dari Tok liong
Cuncu, boleh dibilang dalam dunia persilatan dewasa ini tiada ilmu silat kedua yang dapat
mematahkannya.
Kalau Nian Eng hau dengan Cian tok ciangnya mengandung unsur dingin atau Im,
maka pukulan dari Gak Lam-kun berunsur panas atau yang, tentu saja sebagai seorang
jago yang berpengalaman, Nian Eng hau segera mengenali ilmu yang dipakai anak muda
itu, begitu dia mengeluarkan ilmu Tok liong ci jiau tersebut.
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu termasuk salah seorang pembunuh yang ikut
mengambil bagian dalam pengerubutan atas Tok liong Cuncu ditebing Yan po gan bukit
Hoa san. Tentu saja nama Tok liong Cuncu sudah terukir dalam benaknya
Dulu ia pernah menyaksikan sendiri kehebatan dari Tok liong ci jiau tersebut, karena
itu setelah dilihatnya Gak Lam-kun dapat menggunakan pula kepandaian tersebut,
paras mukanya berubah hebat.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan cepat dia melompat
kesamping Ji-Kiu liong.
Gak-Lam-kun yang menyaksikan peristiwa itu hatinya menjadi berdebar, ilmu Tok liong
ci jiau dihimpun hingga mencapai pada puncaknya, setiap saat suatu serangan yang
mengerikan siap dilancarkan.

Akan tetapi ketika pelan-pelan dia memutar badannya, paras muka pemuda itu tampak
begitu tenang, begitu kalem, sedikitpun tidak terlihat tanda-tanda panik atau gelisah.
“Ou cianpwe” katanya kemudian, “apakah racun jahat yang mengeram dalam tubuhnya
telah mengalami perubahan?”
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu tertegun, dengan cepat dia berpikir,
“Mungkinkah dia bukan ahli waris dari Tok liong Cuncu? Atau mungkin dia memang
sengaja sedang berlagak pilon?”
Berpikir demikian dalam hatinya, dia lantas berkata, “Yaa, keadaannya memang
terdapat sedikit perubahan, kemungkinan besar hawa racunnya sudah menyusup kedalam
aliran darah”
Menggunakan kesempatan baik dikala Gak Lam-kun sedang bercakap-cakap dengan Ou
Yong hu, secara diam-diam Malaikat pukulan Nian Eng hau dengan membawa serta Beng
Gwat si bocah berbaju putih itu ngeloyor pergi dari situ, kemudian kabur kedalam pulau.
“Berhenti!” bentak Gak Lam-kun.
Tapi malaikat pukulan Nian Eng hau sama sekali tidak menggubris bentakan itu, dalam
waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan.
Gak Lam-kun segera menutulkan kakinya ketanah, segesit burung elang dia melayang
naik keatas perahu naga itu dan memeriksa sekejap sekeliling tempat itu.
Tiada seorang manusiapun ditemukan diatas perahu naga termasuk juga tukang-tukang
perahunya, yang tertinggal sekarang hanya sebuah perahu yang kosong tanpa penghuni.
Ou Yong hu sambil membopong Ji Kiu liong, beserta Si Tiong-pek ikut melompat naik
pula keatas perahu.
Melihat saudaranya berada dalam gendongan kakek ular dari lautan timur, tiba-tiba dari
sepasang mata Gak Lam-kun memancar keluar sinar mata yang amat lembut.
“Ou cianpwe” demikian dia berkata, “dapatkah kau sembuhkan luka beracun yang
dideritanya itu”
Diam-diam kakek ular dari lautan timur menempelkan telapak tangan kirinya diatas
jalan darah Mia-bun-biat dari Ji Kiu-liong, diluarnya dia berusaha bersikap sewajar
mungkin.
“Bisa atau tidak tak berani kupastikan, tapi aku Ou Yong-hu bersedia untuk berusaha
dengan segala kemampuan!”
Gak Lam-kun kembali mengalihkah pandangan matanya keudara, memandang bintang
yang bertebaran nun jauh disana, lalu ujarnya perlahan, “Dia adalah satu-satunya sanak
keluargaku yang masih hidup, bila dia sampai mati aku Gak Lam-kun bersumpah tak akan
melepaskan seorang bajingan yang manapun jua, sebab aku orang she Gak cukup jelas
membedakan manakah budi dan manakah dendam, jika ada orang yang pernah
melepaskan budi kepadaku, tak nanti aku bayar air susu dengan air tuba!”

Tentu saja perkataannya itu sengaja diucapkan khusus ditujukan untuk Ou Yong-hu.
Kakek ular dari lautan timur bukan orang bodoh, arti yang sebenarnya dari perkataan
itu sudah tentu dipahaminya juga.
Padahal Si Tiong-pek itu sebenarnya juga termasuk manusia cerdik, tapi dia tak
menyangka kalau waktu itu sedang berlangsung pertandingan adu kecerdikan antara dua
orang dihadapannya. Sudah barang tentu sebagian besar alasannya adalah karena dia tak
pernah menyangka kalau Gak Lam-kun adalah ahli waris dari Tok-liong Cuncu.
Tiba tiba Gak Lam-kun berpaling kearah Si Tiong-pek, lalu bertanya, “Saudara Si,
apakah perahumu sudah membuang sauh dipantai pulau ini? Siaute ingin meminjam
sebentar perahumu itu untuk beristirahat, boleh bukan?”
“Silahkan!” kata Si Tiong-pek sambil tersenyum, “perahu siaute berlabuh dipantai
sebelah tenggara!”
Tiba-tiba Tang-hay-coa-siu si kakek ular dari lautan timur Ou Yong-hu menimbrung,
“Gak lote, jika kau bersedia mempercayai lohu, biar akulah yang menghantar adikmu ini
naik keperahu”
“Bagus sekali?” perkataan Gak Lam-kun agak hambar, “aku orang she Gak merasa lega
hati setelah Ou cianpwe menyatakan kesediaannya untuk merawat adikku. Sekarang aku
musti cepat-cepat mengejar See-ih Ciang seng (malaikat pukulan dari See-ih) Nian Eng
hau, karena itu terpaksa musti mohon diri lebih dulu”
“Tunggu sebentar saudara Gak!” teriak Si Tiong-pek, “biar siaute jalan bersamamu
siapa tahu kalau aku dapat membantu dirimu dalam hal-hal yang mendesak?”
Dengan kecepatan bagaikan kilat, dua orang itu bergerak meninggalkan pantai, setelah
menembusi beberapa tempat hutan lebat, akhirnya ditengah kegelapan yang mencekam
seluruh jagad, tampaklah berderet-deret bangunan rumah yang kokoh dan megah muncul
didepannya.
Gak Lam-kun tertegun, cepat dia menghentikan gerakan tubuhnya.
Si Tiong-pek ikut berhenti, lalu menghela napas ringan.
“Aaaai…ternyata dugaanku memang tepat”
gumamnya, “diatas pulau terpencil ini memang terdapat sebuah perkampungan yang
kokoh dan megah…”
“Si-heng, masa didalam perkampungan itu ada penghuninya?” bisik Gak Lam-kun.
“Sebenarnya pulau kecil ini adalah sebuah pulau yang tak berpenghuni, sudah barang
tentu bangunan itu hanya sebuah bangunan rumah kosong yang tak ada manusianya”
jawab Si Tiong-pek dengan suara lirih pula, “tapi aku lihat hari ini keadaannya luar biasa,
jika dugaanku tidak keliru, sekarang tempat tersebut sudah menjadi sarang naga gua
harimau yang berbahaya buat kita semua!”
Gak Lam-kun mengerutkan dahinya.

“Saudara Si, perkataanmu cuma membuat orang menjadi bingung saja, tolong tanya
apakah diatas pulau ini sudah terjadi suatu peristiwa yang maha besar?”
Dengan sepasang mata yang tajam bagaikan sembilu Si Tiong-pek mengawasi wajah
lawannya tanpa berkedip, kemudian ia tersenyum.
“Gak heng, ilmu silatmu tinggi dan keberanianmu luar biasa, lagipula kau tiba disini
selangkah lebih awal dariku, masa kedatanganmu disinipun lantaran tak terduga?”
Gak Lam-kun tahu, lawannya sudah menaruh curiga, dianggapnya dia sudah tahu tapi
pura-pura bertanya lagi, maka sambil tertawa ia menerangkan, “Aaaai…kalau dibicarakan
kembali, sesungguhnya memalukan sekali, sebetulnya siaute sedang bersampan sambil
menikmati keindahan rembulan, tiba-tiba kutemui bergeraknya perahu aneh berbentuk
naga dengan kecepatan tinggi, kemudian kujumpai pula perahu Si heng beserta beberapa
buah perahu lain mengikuti dibelakangnya aku menjadi keheranan dan ingin tahu, maka
cepat-cepat akupun menyusul kemari. Terus terang saja, sungguh mati siaute tak tahu
rahasia dibalik kesemuanya ini, itulah sebabnya kumohon kepada saudara Si agar sudi
memberi penjelasan kepada siaute…”
Kembali Si Tiong-pek tersenyum.
“Kagum! Kagum! Sungguh mengagumkan! Dengan sebuah sampan kecil saudara Gak
bisa demikian cepatnya tiba ditempat ini, kecepatan gerakmu memang luar biasa”
“Ooooh, rupanya saudara Si curiga kepadaku?”
000000O00000
“Ooooh…tidak, tidak, masa aku berani mencurigai saudara Gak?” kata Si Tiong-pek
sambil tertawa ringan, “aku hanya kagum, yaa hanya kagum saja atas kehebatan ilmu silat
yang saudara miliki”
“Hmmm…! Toh ilmu silat dari saudara Si juga tak ketinggalan jaman…?”
Si Tiong-pek kembali tertawa.
“Saudara Gak memang gemar berseloroh, masa cahaya kunang-kunang kau
bandingkan dengan cahaya rembulan? Wah, tentu saja aku ketinggalan jauh. Pada
hakekatnya memang banyak jago persilatan yang berdatangan kesini pada malam ini, tapi
kalau mau membandingkan mereka dengan kepandaian saudara Gak? Oh, mungkin cuma
satu dua yang bisa memadahinya…”
“Saudara Si terlampau sungkan!”
“Saudara Gak, memangnya kau anggap aku lagi berseloroh?” tiba-tiba Si Tiong-pek
menghela napas panjang, “aaai…Terus terang saja kuberitahukan kepadamu, konon
menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, Soat-san Thian-li sudah sampai dikota
Gak-ciu!”
“Aaah, betulkah kabar itu?” tanya Gak Lam-kun dengan perasaan bergetar keras.

“Betul atau tidak, aku yakin berita itu bukan berita isapan jempol belaka, sebab cepat
atau lambat Soat san Thian-li pasti akan tiba dibukit Kun-san, cuma kita tak bisa melacaki
jejaknya saja”
“Jadi kalau begitu, kawanan jago persilatan termasuk juga saudara Si, mempunyai
anggapan bahwa Soat san Thian-li bercokol, diatas pulau ini?”
Si Tiong-pek manggut manggut.
“Konon tiga malaikat dari See-ih telah menyanggupi permintaan Soat san Thian-li untuk
menjadi pembantunya, dan bertugas melindungi keamanan selama berlangsungnya
penyerahan Lencana Pembunuh Naga dibukit Kun-san…”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun semakin terperanjat, cepat dia berpikir, Masa
Soat-san Thian-li mempunyai rencana lain? Kalau tidak, dengan kepandaian silat serta
pamornya aku rasa cukup untuk melindungi keamanan sendiri selama berlangsungnya
penyerahan lencana pembunuh naga, kenapa dia musti minta bantuan Tiga malaikat Seeih…?”
Tiba-tiba Si Tiong-pek berkata lagi, “Saudara Gak aku sangat ingin meminjam
tenagamu untuk bersama-sama menanggulangi suatu rencana besar, entah bersediakah
kau untuk memenuhinya?”
“Masalah apa saudara Si? Katakan saja secara terperinci, agar Siaute bisa
mempertimbangkannya, andaikata Siaute memang mampu, sudah tentu akan kubantu
sedapat mungkin”
Si Tiong-pek tersenyum katanya, “Sebetulnya masalahnya bukan masalah besar, sebab
hanya sekitar penyerahan lencana pembunuh naga dari Soat san Thian-li ke tangan Tok
liong Cuncu dibukit Kun san. Aku sama sekali tak menyangka kalau urusannya seberat ini,
aku lebih-lebih tak menduga kalau para jago kenamaan baik dari golongan putih maupun
dari golongan hitam ikut pula dalam perebutan ini, terutama orang-orang dari perguruan
panah bercinta!
Lantaran Waktu berangkat semuanya serba cepat-cepat dan mendadak, siaute tak bisa
membawa pembantu yang terlampau banyak, dewasa ini kecuali delapan belas elang baja
bawahanku serta Ou Thamcu dibawah panji elang baja, boleh dibilang segenap kekuatan
perkumpulan kami belum tiba disini, jadi kalau dinilai dari situasinya sekarang ini pada
hakekatnya kekuatan kami terlampau minim. Sebab itulah dengan memberanikan diri,
siaute memohon bantuan dari saudara Gak untuk bersama-sama menanggulangi situasi
ini, bila berhasil tentu saja kita nikmati bersama!”
“Bagus sekali!” pikir Gak Lam-kun, rupanya kalian memang lagi putar otak untuk
menghadapi diriku, hmm! Tak nanti aku Gak Lam-kun menderita kekalahan total dalam
permainan catur ini”
Sementara sipemuda termenung Si Tiong-pek telah tertawa ringan.
“Haahhh…haahhh…haaahhh…tentu saja jika saudara Gak merasa keberatan, siaute pun
tak berani terlalu memaksa, marilah kita selidiki bersama keadaan perkampungan itu”

Selesai mengucapkan kata-kata tersebut, tanpa menantikan jawaban dari Gak Lam-kun
lagi dia sudah melompat setinggi tiga kaki ketengah udara, lalu meluncur kedalam
bangunan rumah yang berdiri angker ditengah kegelapan itu.
Dalam sekali lompatan, ia sudah mencapai sejauh lima kaki lebih, bukan saja tidak
menimbulkan suara, bajunyapun tidak menimbulkan suara kibaran. Enteng lincah dan luar
biasa!
Menyaksikan itu, Gak-Lam-kun menghela napas, pikirnya, “Sudah lama kudengar orang
berkata bahwa Si Tiong-pek adalah seorang jago lihay diantara kalangan muda, setelah
perjumpaan hari ini terbukti sudah kalau berita tersebut bukan berita kosong belaka.
Cukup dinilai dari ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna ini, bisa diketahui kalau dia
memang terhitung seorang jagoan kelas satu dalam dunia persilatan…”
Dihati dia berpikir begitu, badannya ikut melompat keudara, lalu dengan beberapa kali
jumpalitan badannya ikut melayang turun sejauh empat lima kaki dari tempat semula.
Kegelapan serasa menyelimuti seluruh angkasa, bintang bertaburan diudara dan
memancarkan kerlipan sinarnya yang redup.
Kecuali bangunan rumah yang berderet-deret serta bangunan loteng yang menjulang
keangkasa, dalam perkampungan yang luas dan megah itu hanya dipenuhi oleh pohon
Pek-yang yang tinggi besar dengan dedaunannya yang lebat, suasana menyeramkan
gelap, sepi dan tak nampak setitik cahayapun.
Si Tiong-pek bersama Gak Lam-kun melompat masuk kedalam pekarangan rumah,
mereka mencoba untuk menengok sekelilingnya, tapi cuma kegelapan yang ditemui. Angin
musim gugur yang berhembus lewat, yang menggugurkan dedaunan kering, menambah
seramnya suasana dalam perkampungan tersebut…
Si Tiong-pek berpaling, dan ujarnya kepada Gak Lam-kun sambil tertawa lirih, “Saudara
Gak, coba kau lihat! Semua jendela dan pintu dalam perkampungan ini tertutup rapat,
seolah olah tiada penghuninya, tapi aku rasa justru keadaan semacam ini harus
mengundang kewaspadaan yang lebih tinggi buat kita” Gak Lam-kun mendengus dingin.
“Hmm…! Toh kita sudah sampai disini, perduli apa yang hendak mereka lakukan atas
diri kita?”
Si Tiong-pek ikut tertawa.
“Untuk suksesnya pencarian ini, bagaimana kalau saudara Gak melakukan tugas
pemeriksaan dari timur menuju keselatan, sedang aku dari barat menuju keselatan? Bila
tidak menemukan sesuatu, kita berkumpul lagi disini?”
Gak Lam-kun tidak menjawab, lalu dia kerahkan hawa murninya melambung keudara
dan melayang turun diatas atap rumah dengan entengnya.
“Siaute akan berangkat duluan!” kata Gak-Lam-kun sambil berpaling.
Lalu dia kerahkan hawa murninya dan melejit keudara, sekali melompat tubuhnya
sudah mencapai sejauh tiga empat kaki dari tempat semula. Dia hinggap diatas sebatang
pohon Pek-yang, dari situ dengan meminjam tenaga pantulan dari dahan pohon, ibaratnya

kuda langit yang terbang diangkasa, secara beruntun dia lewati tiga lapis bangunan rumah
dan melayang turun nun jauh disana.
Lompatan ini hampir mencapai jarak sejauh belasan kaki, bukan saja cepat bagaikan
kilat, langkah lompatannya pun luar biasa.
Si Tiong-pek yang ada dibelakangnya cuma bisa berdiri melongo menyaksikan
kesemuanya mimpipun tak pernah ia sangka jika ilmu meringankan tubuh dari Gak-Lamkun
sudah mencapai taraf sedemikian tingginya, sehingga kalau dibandingkan maka
hampir sejajar dengan kemampuan gurunya sendiri…
Sebagai pemuda yang panjang pikiran dan banyak tipu muslihat, dia lantas mengambil
satu keputusan dalam hatinya, bagaimanapun juga dia harus berusaha untuk merangkul
pemuda itu agar mau berpihak kepadanya…
Begitu keputusan diambil, secepat sambaran petir Si Tiong-pek berangkat menuju
kebarat.
Dalam waktu singkat Gak Lam-kun telah melewati beberapa buah halaman luas, tapi
yang aneh sepanjang jalan hanya keheningan yang ditemui, tiada jejak manusia yang
tampak, tiada cahaya lampu yang terlihat, segala sesuatunya sepi, gelap dan
menyeramkan.
“Aneh benar, masa perkampungan ini tiada penghuninya? Kalau tidak, kenapa sunyi
senyap suasana disini?”
Keheningan yang luar biasa, yang berada diluar dugaan ini, mendatangkan perasaan
ngeri, perasaan seram bagi siapapun yang kebetulan berada disana.
Terdiam beberapa saat, tiba-tiba Gak Lam-kun menyaksikan sesosok bayangan manusia
berkelebat lewat dari puluhan kaki dihadapannya, cepat nian gerakan tubuh orang itu,
hanya sekilas pandangan saja tahu-tahu sudah lenyap tak berbekas.
Serta merta ia melakukan pengejaran kesana tapi apa yang ditemukan hanya
keheningan ditengah malam buta, tak sesosok bayangan manusiapun yang ditemui.
Kenyataan tersebut makin mengejutkan Gak Lam-kun, dia lantas berpikir, “Bila ditinjau
dari gerakan tubuhnya, sudah pasti ilmu silatnya amat tangguh, aaai…jago lihay dalam
dunia persilatan memang tak terhitung jumlahnya”
Malam semakin kelam, suasana semakin hening hanya bintang bertaburan diangkasa,
dan rembulan memancarkan sinarnya yang keperak-perakan.
Tiba-tiba dari balik sebuah ruangan, dalam bangunan perkampungan itu muncul
seberkas sinar lilin, tanpa berpikir panjang Gak Lam-kun melompat kedepan dan melayang
kearah mana berasalnya cahaya tersebut.
Tiba-tiba ia mendengar sesuatu dari balik ruangan. Kedengaran seseorang sedang
berkata, “Dapatkah kau sembuhkan luka racun yang dideritanya itu?”
Suara lain yang nyaring segera menjawab, “Ou Yong-hu, jika kau dapat
menyembuhkannya, kenapa harus datang untuk mohon bantuan Kwik To sianseng?”

Mendengar perkataan itu, kembali Gak Lam-kun berpikir, “Aneh benar, kenapa Ou
Yong-hu bisa berada dalam bangunan ini? Kalau didengar dari suara yang nyaring,
tampaknya seperti suara dari Bwe Li-pek tapi kalau didengar dari pembicaraan selanjutnya
seperti Ou Yong hu membawa adik Ji Kiu liong kesitu untuk mohon bantuan Kwik To
sianseng guna meyembuhkan racun Jit-poh-toan-hun(tujuh langkah pemutus nyawa)…”
Semua kejadian yang berada diluar dugaan ini membuat Gak Lam-kun kebingungan,
membuat si pemuda tertegun dan tak tahu apa yang sebetulnya telah terjadi.
Dari dalam ruangan kembali terdengar suara dari Tang-hai coa-siu Ou Yong-hu,
“Benarkah kau dapat menemukan Kwik To sianseng bagiku?”
“Ou Yong-hu! Jika kau tidak percaya kepadaku, bawa dia pergi dari sini…!”
“Aku bukannya tidak percaya kepadamu, cuma soal ini menyangkut soal nyawa
manusia…”
“Yaa, sekali orang ini mampus, berarti kau Ou Yong hu juga tak ada harapan untuk
hidup lebih lanjut!” sambung suara nyaring itu dengan cepat.
Gak Lam-kun yang mendengar perkataan itu sekali lagi tertegun dibuatnya.
“Aneh benar darimana Bwe Li-pek bisa meraba suara hatiku…?” pikirnya kemudian.
Dalam pada itu, Kakek ular dari lautan timur Ou Yong-hu sedang tertawa seram.
“Heeehhh…heeehh…heeehh…aku Ou Yong hu tak dapat hidup, memangnya Kwik To
sianseng masih bisa bernyawa?”
“Hmmm…! Seorang jago persilatan yang gagah perkasa, berani berbuat berani pula
bertanggung jawab, Kwik To sianseng tak akan sepengecut kau Ong Yong-hu!”
Rupanya kakek ular dari lautan timur ini sangat jeri terhadap orang itu, meskipun
berulangkali dia dicemooh dan dihina, namun sedikitpun tak marah, dia malah berkata lagi
sambil tertawa seram, “Baik! Baik! Rupanya kalian orang-orang perguruan panah bercinta
memang lebih berani menghadapi muridnya Tok-liong Cuncu, bagus! Orang ini kuserahkan
kepadamu, bila ia sampai mengalami sesuatu yang tak beres, murid Tok-liong Cuncu, Gak
Lam-kun pasti akan membuat perhitungan sendiri dengan kalian”
Selesai mengucapkan kata-kata tersebut tampak Ou Yong hu keluar dari ruangan
dengan langkah lebar, kemudian sekali melompat dia sudah berada diatas rumah dan
kabur dari situ.
Gak Lam-kun merasa terperanjat, sekarang dia baru tahu kalau Bwe Li-pek adalah
anggota perguruan panah bercinta, itu berarti Kwik To sianseng juga merupakan anggota
dari perguruan panah bercinta.
Gak Lam-kun memandang sekejap sekeliling tempat itu, setelah merasa bahwa
disekitarnya tak ada orang, diam-diam menyelinap kebawah lalu menyusup kedalam
ruangan, bau harum semerbak tersiar keluar masuk penciuman, tampaknya ruangan ini
adalah kamar tidur seorang perempuan.

Cahaya lilin bergetar pelan lalu pulih kembali menjadi terang, dalam ruangan terdapat
meja dari kayu cendana, mainan dari batu pualam, tirai dari kain sutra warna biru dan alas
lantai dari permadani putih suatu dekorasi yang mewah dan megah.
Pada sudut dekat dinding membujur sebuah pembaringan berukiran indah, kelambunya
tergulung rapi, seprei dan sarung bantalnya bersulamkan bunga mawar yang indah, sudah
pasti kamar pribadi seorang nona.
Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, dia melirik sekejap kearah pembaringan disudut
ruangan.
Seorang bocah lelaki berbaju putih berbaring diatas pembaringan, dia tak lain adalah Ji
Kiu liong seorang pemuda berbaju putih sedang menguruti jalan darah penting
ditubuhnya.
Cukup memandang baju putihnya, tak usah melihat wajahpun Gak Lam-kun sudah tahu
bahwa dia bukan lain adalah Bwe-Li-pek yang misterius itu…
Dia sedang pusatkan segenap perhatiannya untuk menguruti jalan darah penting
disekujur tubuh Ji Kiu liong, sekalipun Gak Lam-kun sudah berada dibelakangnya, ternyata
ia sama sekali tidak merasakan.
Tiba-tiba Bwe Li pek menghentikan perbuatannya, kemudian berpaling seraya tertawa.
“Kenapa kau juga sampai disini?” tegurnya.
Sekarang Gak Lam-kun sudah tahu kalau Bwe Li pek sedang mengobati luka racun dari
Ji Kiu liong, meski begitu tanpa sadar dia bertanya kembali, “Bwe-heng, apa yang sedang
kau lakukan?”
Bwe Li pek mengerlingkan matanya lalu tertawa kembali.
“Kau telah menipu Ou Yong-hu untuk mengantarnya kemari, dan sekarang aku telah
menotok delapan nadi urat aneh ditubuh adik Liongmu, ketiga ratus enam puluh empat
buah persendiannya sudah kukendorkan, dalam keadaan begini, bila kau sentuh sedikit
saja tubuhnya, niscaya semua tulangnya akan copot dan rontok”
Gak Lam-kun tertegun, dia berdiri melongo. Sepatah katapun belum sempat diucapkan,
kembali Bwe Li pek berkata, “Keadaan Ji Kiu liong sekarang, kecuali isi perutnya masih
berjalan normal seperti biasa, pada hakekatnya bagian organ tubuh lainnya sudah tak
berguna lagi, racun jahat itu sudah meresap kedalam tulang belulangnya, kini secara
perlahan tapi pasti merembes keluar dari sendi-sendi tulangnya dan mengikuti aliran darah
mengalir keseluruh badan. Dengan demikian racun tersebut akan mengikuti darah masuk
kejantung, tanpa harus mengalami siksaan dan penderitaan yang keji selama tujuh hari,
racun itu secara langsung akan menyerang jantung!”
Gak Lam-kun sangat terkejut, teriaknya, “Kalau begitu, kau memang sengaja membuat
racun itu menyerang jantungnya?.”
“Yaa… apa boleh buat?” jawab Bwe Li pek sambil tersenyum, “kecuali berbuat begitu,
apalagi yang bisa kita lakukan?”

Sambil berkata, pelan-pelan dia menuju kedepan pintu, memandang bintang yang
bertaburan diangkasa dan menghembuskan napas panjang.
Gak Lam-kun tampaknya telah salah mengartikan perkataan itu, dia mengira Bwe Li pek
memang bermaksud hendak mencelakai jiwa Ji Kiu liong dengan mempercepat kerjanya
racun itu menyerang kejantung, kontan saja hawa amarahnya berkobar.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh…saudara
Bwe” tegurnya sambil tertawa dingin, “mati hidup seorang manusia adalah masalah
besar, memangnya kau anggap kejadian tersebut cuma bahan suatu gurauan?”
“Kau tidak mengerti maksud hatiku!” kata Bwe Li pek sambil berpaling, sepasang alis
matanya berkrenyit.
“Hmm! Sekalipun dia harus merasakan siksaan dan penderitaan selama tujuh hari, aku
tak rela kalau kau matikan kesempatan hidupnya selama tujuh hari itu, sekarang kau telah
mencelakai jiwanya, maka kaupun harus mengganti dengan nyawamu!” teriak Gak Lamkun
ketus.
Perasaan anak muda tersebut ketika itu dipengaruhi oleh emosi yang meluap, ia tidak
memperhatikan bagaimanakah murung dan sedihnya Bwe Li pek, ia tak sudi memberi
kesempatan kepadanya untuk memberi keterangan apapun juga.
Begitu selesai berkata tiba-tiba ia turun tangan dicengkeramnya urat nadi pada
pergelangan tangan Bwe Li pek dengan jurus Lam-hay-po-liong(menangkap naga dilaut
selatan).
Serangan cepat dan lagi tepat, dalam perkiraan Gak Lam-kun ancaman itu pasti
mendatangkan hasil yang diinginkan.
Siapa tahu, baru saja tangan kanannya digerakkan, tiba-tiba bayangan manusia
berkelebat lewat dihadapan matanya, tahu-tahu Bwe Li pek sudah melompat keluar dari
ruangan.
Gak Lam-kun tertawa dingin, dia menyusul keluar, tapi dalam waktu yang amat singkat
Bwe Li pek sudah lenyap tak berbekas.
Tak terkirakan rasa kaget Gak Lam-kun, cepat-cepat dia melompat keatap rumah dan
memeriksa keadaan sekeliling tempat itu.
Dibawah sorotan cahaya rembulan, tampaklah sesosok bayangan manusia sedang
berlarian diatas atap kurang lebih belasan kaki jauhnya.
Kejut dan marah Gak Lam-kun, dia merasa diejek, tanpa berpikir panjang dengan suatu
gerakan cepat dia mengejar kearah bayangan tersebut…
Rupanya orang didepan merasa kalau dikejar makin cepat Gak Lam-kun mengejarnya,
semakin cepat pula orang itu melarikan diri.

Dalam waktu singkat mereka sudah berada diluar kompleks perumahan tersebut, tapi
orang itu masih lari terus dengan kencangnya.
“Bwe Li pek!” Gak Lam-kun segera berteriak keras, “sebagai seorang lelaki sejati, berani
berbuat harus berani tanggung jawab, kalau melarikan diri, terhitung jago apaan kamu
ini?”
Sambil membentak, Gak Lam-kun berkelebat kemuka, lalu dengan gerakan Pat-pohteng-
gong(delapan langkah mencapai langit), bagai burung elang mencari mangsa secepat
kilat dia menyusul keatas, lalu telapak tangan kanannya dengan jurus im-gwat-tian-kong
(awan rembulan cahaya kilat) dia hantam punggung orang.
Setelah pukulan dilancarkan, Gak Lam-kun baru mengetahui kalau orang itu bukan Bwe
Li pek dengan perasaan terkejut buru-buru ia menarik kembali serangannya.
Siapa tahu, mendadak orang itu tertawa panjang, sambil putar badan kaki kirinya
diangkat dan menendang lambung si anak muda.
Memutar badan, melancarkan serangan, gerakan tersebut dilakukan hampir bersamaan
waktunya dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Gak Lam-kun terperanjat, buru-buru dia melompat mundur dan mengawasi lawannya
lebih seksama. Ternyata dia adalah seorang laki-laki berbaju abu-abu dengan sebuah kain
cadar menutupi wajahnya, orang itu tak lain adalah si lelaki berbaju abu-abu yang
mendayung perahu Bwe Li pek.
Terdengar orang berbaju abu-abu itu berkata sambil tertawa tergelak, “Gak siangkong,
besar amat luapan amarahmu! Jangan kau anggap dengan andalkan beberapa macam
kepandaian silat yang kau peroleh dari Tok liong Cuncu, maka kau bisa seenaknya merajai
dunia persilatan. Hmm…! Jika pada malam ini aku si orang tua tidak mengeluarkan sedikit
kepandaian agar kau tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, entah sampai dimana
kesombonganmu dikemudian hari?”
Ketika melihat orang adalah sekomplotan Bwe Li pek, dan mendengar perkataannya
seketika hawa napsu membunuh dihati Gak Lam-kun berkobar, sambil tertawa dingin
katanya, “Bwe Li pek telah mencelakai adikku, dan sekarang kujumpai kau sebagai
komplotannya, maka lebih baik kuringkus lebih dulu dirimu”
Selesai berkata, Gak Lam-kun segera menggerakkan sepasang telapak tangannya untuk
melancarkan dua buah serangan berantai, angin pukulan menderu-deru, terasalah betapa
dahsyatnya tenaga pukulan itu.
Rupanya si orang berbaju abu-abu tahu serangan itu lihay, dia tak berani menyambut
serangan tersebut dengan kekerasan badannya melompat kesamping lalu melambung
keudara bagaikan segulung angin dia menyambar lewat dari bawah kakinya, dengan
demikian terhindarlah dia dari ancaman.
“Hmm, jangan kau anggap bisa lolos dari cengkeramanku!” bentak Gak Lam-kun.
Tiba-tiba dia melambung keudara, tangan kirinya mencengkeram tubuh lawan dengan
jurus Sin-liong-tham-jiau(naga sakti unjukkan cakar), sedang tangan kanannya secepat

kilat mencengkeram pergelangan tangan kanan lawan dengan jurus Boan koan-huan
poh(hakim pengadilan meringkas catatan).
Berkilat sepasang mata laki-laki berbaju abu-abu itu, pergelangan tangannya segera
ditekan kebawah, lalu dengan gerakan yang aneh sepasang telapak tangannya menotok
seperti juga membacok menghantam jalan darah Hian ki, Tong-bun dan Ciang-tay tiga
buah jalan darah penting.
Jurus serangan ini anehnya luar biasa, sekalipun Gak Lam-kun berilmu tinggi toh sulit
juga baginya untuk memunahkan ancaman tersebut, terpaksa ia menarik kembali
serangannya dan mundur tiga langkah kebelakang…
Tiba-tiba menyelinap dalam pikirannya, Gak Lam-kun segera membentak nyaring,
“Apakah kau adalah Jit-poh toan-hun(tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To?”
Orang berbaju abu-abu itu tertawa tergelak, tiba-tiba dia menjura, “Maafkanlah daku
Gak lote!”
Tanpa menantikan jawaban dari Gak Lam-kun, dia putar badan dan segera berlalu dari
situ.
Gak Lam-kun tertawa seram, kembali dia membentak, “Kwik To, sebelum kabur
tinggalkan dulu nyawamu!”
Tubuhnya berkelebat kemuka dengan cepatnya, dengan menghimpun hawa sakti Tongliong-
ci-jiau dalam telapak tangan kanannya, secepat kilat dia melancarkan serangan
maut.
Agaknya orang berbaju abu-abu itu dibuat keder oleh kedahsyatan serta keganasan
ilmu maha sakti itu, dengan hati tercekat dia terbelalak, untuk sesaat orang itu tak tahu
apa yang harus dilakukan?
Ketika dia masih tertegun, lima gulung angin serangan sedahsyat amukan taupan
menggulung tiba dan menerjang dadanya.
Untunglah disaat yang amat kritis, orang berbaju abu-abu tersebut masih sempat
mengempos tenaga dalamnya, cepat dia melindungi dadanya dan melepaskan sebuah
serangan kedepan.
Kebetulan pada waktu itu muncul pula segulung angin pukulan yang lembut dari arah
kanan yang langsung menyerang kearah gulungan hawa sakti Tok-liong-ci-jiau…
“Blaaang…!” benturan nyaring tak dapat dihindari lagi.
Dengan sempoyongan orang berbaju abu-abu itu mundur tiga empat langkah
kebelakang.
Terdengar seorang perempuan membentak dengan marah, “Kau tua bangka yang tak
tahu malu, urusan yang serius tidak dilakukan malah berkelahi dengan orang disini.
Memangnya matamu sudah buta hingga maksud hati majikan pun tidak kau pahami?”
Setelah berhasil menenteramkan hatinya, orang berbaju abu-abu itu tertawa tergelak.

“Haaahhh…haaahhh…haaahhh…lihay benar-benar sangat lihay, ilmu penghancuran dari
Tok-liong-ci-jiau tidak berkurang dari kedahsyatannya seperti tempo hari”
Dia putar badan kabur dari situ, dalam beberapa kali lompatan saja bayangan tubuhnya
sudah lenyap dari pandangan.
Untuk melancarkan serangannya tadi, Gak Lam-kun telah menggunakan hawa sakti
Tok-liong-ci-jiaunya sebesar tujuh bagian, setelah serangan dilepaskan dalam
perkiraannya kalau tidak mampus orang berbaju abu-abu itu tentu luka parah.
Siapa tahu ketika terjadi bentrokan, ia merasakan munculnya segulung tenaga pantulan
yang maha dahsyat menekan kedadanya membuat darah ditubuhnya bergolak keras.
Memang pukulan itu tidak diterima semua oleh orang berbaju abu-abu tapi ada seorang
yang membantunya dari samping, tapi sejak terjun kedalam dunia persilatan baru kali ini
Gak Lam-kun menjumpai orang yang memiliki tenaga dalam sesempurna itu…
Dalam kejut dan geramnya Gak Lam-kun berpaling, beberapa tombak jauh didepannya
berdiri seorang nyonya tua yang rambutnya telah beruban, mukanya masih tampak cantik,
sepintas lalu usianya seperti baru mencapai empat puluh tahunan, tapi rambutnya sudah
beruban.
Dia memakai jubah panjang berwarna putih dengan celana hitam, sebuah handuk
bersulamkan bunga melilit pada pinggangnya, sepasang pedang tersoren dipunggung dan
tampak gagah perkasa.
“Gak siangkong! kata nyonya berambut uban itu sambil tertawa, “kau tak usah
berurusan dengan setan tua itu, dia memang selamanya berangasan macam anak-anak
saja. Biar kumohonkan maaf baginya!”
Selesai berkata dia lantas menjura, kemudian putar badan siap berlalu dari situ, Gak
Lam-kun tertegun, dia seperti orang bodoh yang tak tahu urusan, meski otaknya cerdik
toh dibuat kebingungan juga oleh keadaan tersebut, waktu dia masih tertegun nyonya
berambut uban sudah berada tujuh delapan kaki jauhnya. Buru-buru dia menyusul
kedepan sambil berteriak, “Eeeh…nyonya, harap tunggu sebentar, aku masih ada urusan
lain yang hendak dibicarakan denganmu!”
Nyonya berambut putih itu berhenti dan tertawa.
“Ada urusan apa Gak siangkong? Silahkan bicara”
“Tolong tanya apakah nyonya anggota perguruan panah bercinta..?” tanya Gak Lamkun
dengan dahi berkerut.
Sambil tersenyum nyonya berambut putih itu mengangguk.
“Yang kalian sebut sebagai majikan! apakah Bwe Li pek?” desak anak muda itu lebih
jauh.
Nyonya berambut putih itu hanya tersenyum, tidak menjawab.
Kontan saja Gak Lam-kun tertawa dingin.

“Heeehhh…heehh…heeehh… bagus! Jadi kau maupun Jit-poh-toan-hun hendak
membekukmu dulu”
Paras muka nyonya berambut putih itu agak berubah, tapi dia berusaha sedapat
mungkin untuk menahan diri.
“Gak siangkong” tegurnya, “usiamu masih muda, kenapa mulutmu tajam dan suka
melukai perasaan orang?”
“Bwe Li pek telah mencelakai adikku, aku bersumpah tak akan hidup berdampingan
dengannya!” bentak anak muda itu marah.
Setelah medengar perkataan itu, tiba-tiba saja nyonya berambut putih itu tertawa
terkekeh-kekeh.
“Gak siangkong, kali ini kau telah membalas air susu dengan air tuba adikmu telah
ditolong majikanku kalau tidak percaya silahkan memeriksa sendiri!”
Begitu selesai berbicara, dia lantas mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang
sempurna dalam dua tiga kali lompatan bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Dibawah cahaya rembulan, nyonya berambut putih itu lenyap bagaikan segumpal asap.
Agak termangu Gak Lam-kun memandang bayangan punggungnya yang lenyap
dikejauhan itu, lama sekali dia termenung, kemudian baru pikirnya, “Ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki perempuan ini sungguh mengerikan, pergi datangnya ibarat kilat yang
berkelebat diudara…aaai, rupanya Bwe Li pek adalah seorang manusia yang luar biasa!”
Ditinjau dari jurus serangan yang barusan dipergunakan orang berbaju abu-abu itu
sudah jelas ilmu tersebut adalah ilmu Kiam-goan-ciang dari Jit-poh-toan-hun(tujuh langkah
pemutus nyawa) Kwik To. Dan seandainya Kwik-To adalah dalang dari sebab kematian
gurunya, itu berarti pula antara dia dengan Bwe Li pek akan berhadapan sebagai musuh
bebuyutan.
Terbayang kembali tentang keadaan tersebut Gak Lam-kun menghela napas panjang,
setelah menentukan arah dia lari kembali kekomplek perkampungan tadi.
Ruangan itu terang benderang bermandikan cahaya, semua benda yang ada didalam
ruang masih tetap seperti sedia kala, tapi Bwe Li pek maupun Ji Kiu liong yang berbaring
diatas pembaringan telah lenyap tak berbekas.
Diatas meja tiba-tiba Gak Lam-kun menemukan secarik sapu tangan berwarna putih,
saputangan itu penuh tulisan, segera diambilnya kain itu dan diperiksa isinya, “Ji Kiu liong
adik kecilmu sudah terkena racun jahat yang bersumber dari bukit Leng san diwilayah Seeih,
dengan ilmu sinkang tingkat atasku, semua racun yang mengeram dalam tubuhnya
berhasil kudesak keluar bila diberi perawatan yang lebih rutin maka semua pengaruh
racun jahat itu akan lenyap dan menjadi sehat kembali. Komplek perkampungan dipulau
ini telah diliputi hawa pembunuhan yang hebat, setiap langkah berarti bahaya mengintai
dari mana-mana, semoga kau baik-baik menjaga diri…

Diujung bawah surat tersebut tidak nampak tanda tangan, tapi jelas tulisan seorang
perempuan.
Selesai membaca tulisan itu, Gak Lam-kun berdiri termangu-mangu, lalu menghela
napas panjang, pelan-pelan ia keluar dari ruangan dan memandang bintang yang
bertaburan diangkasa, kemudian tubuhnya melompat keatas atap rumah dan berkelebat
menuju ke utara.
Dalam waktu singkat beberapa buah bangunan besar telah dilewati, tiba-tiba ia
menyaksikan sebuah bangunan mungil di depannya, bangunan itu sangat indah dan
dikelilingi kebun bunga yang menawan hati.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Gak Lam-kun, pikirnya, “Aneh, mengapa
ditengah kompleks perkampungan yang kosong terdapat sebuah bangunan taman bunga
yang demikian indahnya, masa disini ada penghuninya? Oya… Bwe Li-pek bukankah
muncul juga dalam kompleks perkampungan ini? Jangan-jangan dialah pemilik
perkampungan ini.Tapi menurut Si Tiong-pek, Soat san Thian-li telah tiba pula dipulau ini,
atau mungkin dia yang berada dalam perkampungan ini?”
Mendadak terdengar suara gemersak muncul di balik semak, lalu berkumandanglah
suara teguran, ”Saudara Gak kah yang berada disitu? Sudah lama siau-te mencari
jejakmu!”
Gak Lam-kun kenali suara itu sebagai suara Si Tiong-pek, cepat dia melompat turun.
Waktu itu Si Tiong-pek duduk bersandar dibalik semak, Gak Lam-kun menghampirinya
seraya bertanya, “Saudara Si, berhasil kau temukan jejak musuh?”
Si Tiong-pek menghela napas panjang.
“Aaaai… meski musuh tangguh tidak kujumpai, tapi dari dalam perkampungan ini siaute
telah menjumpai seorang nona muda yang sangat cantik bak bidadari dari kahyangan”
“Lantas bagaimana?” tanya Gak Lam-kun dengan dahi berkerut.
Agaknya Si Tiong-pek tidak mendengar pertanyaannya, setelah berhenti sejenak, ia
berkata kembali, “…selama hidup, tak terhitung jumlah gadis cantik yang pernah
kujumpai, lapi belum pernah kutemui gadis rupawan seperti apa yang kutemui barusan…”
Berdebar juga jantung Gak Lam-kun setelah mendengar pujian Si Tiong-pek atas gadis
yang dimaksudkan, segera pikirnya, “Benarkah didalam semua ini terdapat gadis cantik
seperti apa yang ia lukiskan?
Kalau tidak, mengapa Si Tiong-pek bisa kesemsem macam orang kehilangan sukma?”
Berpikir sampai disitu, Gak Lam-kun kembali bertanya, “Kini berada dimana gadis itu?”
Agak merah wajah Si Tiong-pek lantaran jengah tapi ia toh tersenyum juga.
“Gadis cantik itu berada dalam komplek perumahan didepan sana. Apakah saudara Gak
juga ingin melihat wajahnya? Mari, kuantar engkau kesana!”

Setelah berkata, tanpa memperdulikan apakah Gak Lam-kun setuju atau tidak, ia
bangkit dan beranjak lebih dulu.
Dengan sekali lompat dia naik keatas atap rumah, lalu bergerak menuju kedepan, Gak
Lam-kun bimbang sebentar, akhirnya dia menyusul dari belakang.
Waktu itu Si Tiong-pek sudah melayang turun kedalam sebuah halaman, dengan cepat
Gak Lam-kun menyusul dibelakangnya.
Tempat itu adalah sebuah halaman rumah yang indah, sepi dan bersih, sebatang pohon
berbunga putih tumbuh dekat dinding pekarangan, lalu disepanjang dinding penuh dengan
pot-pot bunga yang terdiri dari aneka macam bunga.
Ketika angin malam berhembus lewat, bau harum bunga serasa memabokkan, harum,
segar dan mempesonakan.
Si Tiong-pek bersembunyi dibelakang beberapa buah pot bunga dideretan sebelah kiri,
dia sedang mengintip ruangan diujung selatan.
Menyaksikan perbuatannya itu, dengan dahi berkerut Gak Lam-kun segera berpikir,
“Sudah jelas dia tahu kalau ruangan itu dihuni seorang gadis, masa ditengah malam buta
begini dia datang mengintip kamar tidur orang, aah…perbuatan semacam ini terlampau
memalukan!”
Belum habis dia melamun suara tertawa cekikikan berkumandang memecahkan
kesunyian, diantara bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu ditengah halaman
telah bertambah dengan empat orang gadis cantik bak bidadari dari kayangan, mereka
berempat mengenakan gaun tipis berwarna hijau, biru, kuning dan merah.
Makin terkejut Gak Lam-kun setelah menyaksikan gerakan tubuhnya, dia tahu keempat
orang nona itu berilmu silat tinggi, ini dapat dilihat dari gerakan tubuh mereka yang
enteng, lincah dan cepat.
Si nona bergaun biru tampil kemuka dengan wajah garang, lalu membentak dengan
lantang, “Hei, mau apa kamu berdua disitu? Kenapa begitu lancang memasuki halaman
rumah kami?”
Sambil cengar cengir Si Tiong-pek memberi hormat.
“Oh, maaf! Maaf! Harap kalian bersedia memberi maaf bila malam buta begini kami
mengganggu ketenangan kalian.”
“Yaa… maklumlah, dipulau kosong ini tiada tempat berteduh lain kecuali tempat ini,
maka kami datang kemari untuk ikut numpang berteduh”
“Oooh… rupanya begitu!” nona berbaju hijau yang ada disudut timur menyahut, “kalau
begitu cepatlah kalian berdua tinggalkan tempat ini! Jika menunggu sampai nona kami
bangun, untuk meninggalkan tempat ini mungkin tak segampang saat ini”
Si Tiong-pek tersenyum.
“Bolehkah aku tahu siapa nama nona kalian? Masa sejelek itu adatnya…?”

Air muka keempat orang itu tiba-tiba berubah hebat, senyuman yang semula menghiasi
ujung bibir mereka seketika lenyap tak berbekas, sebagai gantinya muka mereka menjadi
sedingin es, alis matanya berkrenyit dan kelihatan kalau mereka sedang naik pitam.
Pada saat itulah terdengar suara merdu bagaikan burung nuri berkumandang dari balik
ruangan, “Masuk rumah orang ditengah malam buta, sudah mengganggu nyenyaknya
orang tidur, menjelekkan orang lagi. Hmm! Jika mereka keberatan untuk meninggalkan
tempat ini, bunuh saja dan kubur disitu! Biar selamanya bisa berada disana”
Suaranya merdu merayu, cukup didengar dari suaranya yang indah menawan dapat
dibayangkan betapa cantiknya perempuan itu.
Si Tiong-pek segera tertawa tergelak.
“Haaahhh…haaahhh…haaahah…maaf, maaf! Aku tak tahu kalau nona berada ditempat
ini, bila kedatangan kami telah mengganggu ketenangan nona, harap kau bersedia
memaafkan!”
Suara yang merdu merayu itu kembali berkumandang, “Orang yang barusan berbicara
itu licik, banyak tipu muslihat dan pandai berbohong, tak ada gunanya manusia seperti dia
dibiarkan hidup didunia ini. Nah, sekarang kuhadiahkan kematian dengan bunuh diri
kepadamu, sedang orang yang satu lagi boleh tinggalkan tempat ini dengan segera…”
Sejak masuk keruangan tersebut, Gak Lam-kun hanya berdiam diri tanpa berbicara, dia
hanya berdiri dengan wajah kebingungan.
Disaat itulah si nona baju merah yang berada disebelah utara membentak kepada Gak
Lam-kun dengan suara lantang, “Hei, nona kami telah menghadiahkan pengampunan
bagimu, kenapa tidak cepat-cepat kau ucapkan terima kasih kepadanya?”
Paras muka Gak Lam-kun sedikitpun tidak berubah, malah ia tidak ambil perduli
terhadap bentakan tersebut.
Sikap seperti ini membuat si nona berbaju merah itu menjadi tertegun, sekali lagi dia
membentak, “Hei, Memangnya kau tuli?”
Gak Lam-kun masih juga tidak menggubris, Si Tiongpek yang berada disampingnya
segera terbahak-bahak, “Haaahhh…haaahhh…haaahhh…kami berdua tidak bisu ataupun
tuli, mulut dan telinga kami normal senormal manusia biasa, cuma…ya kami merasa
sangat terharu oleh pemberian nona kalian maka untuk sesaat menjadi kaget dan tak tahu
bagaimana harus mengucapkan rasa terimakasih?”
“Bagaimana?” nona berbaju merah itu mengerdipkan matanya, “jadi kalian berani
membangkang perintah nona?”
Berbareng dengan ucapan tersebut tiba-tiba ia lancarkan sergapan kilat.
Secepat anak panah yang terlepas dari busurnya tahu-tahu sudah bergerak maju, dia
langsung menerjang kehadapan Si Tiong-pek dan mencengkeram pergelangan tangan
lawan dengan tangan kirinya.

Jurus serangan yang dipakai adalah jurus serangan yang aneh, tapi cepat, dahsyat, dan
mengerikan.
Dengan rasa kaget yang meluap Si Tiong-pek menghindar kesamping, nyaris dia
termakan oleh serangan yang maha dahsyat itu.
Walaupun Si Tiong-pek dapat meloloskan diri dari cengkeraman itu dengan egosan
badan, nona baju merah itu tidak kaget ataupun tercengang malah serangan kedua segera
dilancarkan.
Si Tiong-pek dibikin kaget oleh ancaman itu, yaa, pada hakekatnya nona berbaju merah
itu menyerang dengan kecepatan yang luar biasa, kecepatan seperti itu belum pernah
ditemuinya sepanjang hidupnya. Bayangkan saja, seorang gadis muda belia ternyata
mempunyai gerakan tubuh yang luar biasa cepatnya mana mungkin dia tidak menjadi
kaget? Untung dia sudah bersiap sedia menghadapi ancaman tersebut, coba kalau tidak?
Niscaya sudah tertangkap lawan.
Gak-Lam-kun yang menyaksikan dari samping pun merasa terperanjat, cuma yang
membuat dia terperanjat adalah nona yang berada dalam ruangan itu…
Secara beruntun si nona berbaju merah itu melancarkan tiga buah serangan berantai,
dari serangan mencengkeram tiba-tiba saja ia merubahnya menjadi serangan pukulan,
diantara berkelebatnya telapak tangan kiri, secara beruntun ia melepaskan lima buah
serangan dahsyat.
Dengan perubahan tersebut, maka semakin menyerang serangannya makin gencar,
tangannya yang putih, kecil dan halus ibaratnya kupu-kupu yang berterbangan diantara
bunga, semua pukulan tertuju pada bagian-bagian yang mematikan ditubuh Si Tiong-pek.
Makin terperanjat Si Tiong-pek menghadapi serangan yang kian lama kian bertambah
hebat, terutama gerakannya yang aneh serta arah tujuan yang sukar diraba, dalam waktu
singkat kembali ia terdesak mundur sejauh empat lima langkah.
Si nona baju biru yang berada disudut barat daya tiba-tiba bertindak cepat, sambil
menekuk pinggang ia lepaskan sebuah sapuan kearah Si Tiong-pek.
Mengikuti sapuan tersebut, gaun birunya tersingkap lebar sehingga paha dan betisnya
yang putih mulus kelihatan semua. Kulit yang halus merangsang itu cukup membikin hati
orang berdebar.
Ooo)*(ooO
Si Tiong-Pek sama sekali tak menduga akan kejadian ini, ia kena tersapu sehingga
mundur tiga langkah dengan sempoyongan.
Si nona baju kuning yang berada disebelah selatan tak tinggal diam, dia tertawa
terkekeh-kekeh lalu melancarkan pula sebuah tendangan kilat.
Semua peristiwa ini seketika menimbulkan kobaran amarah didada Si Tiong-pek,
dengan telapak tangan kanannya dia lepaskan sebuah bacokan kearah musuhnya.

Gagal dengan tendangannya, Si nona baju kuning segera manfaatkan kesempatan itu
untuk melompat mundur, dengan demikian ketika Si Tiong-pek melancarkan bacokannya,
si nona sudah berada empat depa jauhnya dari gelanggang.
Gelak tertawa cekikikan berkumandang dari belakang, si nona baju hijau yang berada
disudut timur tiba-tiba bertindak cepat.
Gak Lam-kun dapat menyaksikan semua peristiwa itu dengan jelas, lebih-lebih setelah
Si Tiong-pek dipermainkan empat orang nona itu.
Dia tak tega, maka sambil melompat kedepan serunya, “Saudara Si, keempat nona ini
terlampau binal dan nakal, biar aku yang hadapi mereka!”
Dengan cekatan dia menerjang kegelanggang pertempuran lalu tangan kirinya
berkelebat secepat kilat menyodok jalan darah Oi-ji-hiat dilengan kanan nona berbaju
hijau.
Nona berbaju hijau itu menjerit kaget, buru-buru dia buyarkan serangannya sambil
melompat mundur.
Pada saat itu Si Tiong-pek sedang kelabakan dipermainkan keempat orang nona itu.
untunglah disaat yang kritis Gak Lam-kun bertindak cepat dengan menahan seranganserangan
musuh.
Dengan demikian maka, ia memperoleh kesempatan untuk mengatur kembali
napasnya.
Baru saja Gak Lam-kun mendesak mundur si nona baju hijau, tiba-tiba terdengar
bentakan nyaring, disusul kemudian si nona baju biru dan si nona baju merah
melancarkan serangan bersama dari kiri dan kanan.
Diantara berkelebatnya bayangan tangan, jari-jari tangan mereka mengurung keempat
bagian jalan darah penting ditubuh Gak Lam-kun.
Memang cepat dan tepat ancaman kedua orang nona itu, serangan mereka dahsyat
lagi, ini semua membuat Gak Lam-kun harus berkerut kening, terpaksa dia harus
menghindar kesamping dengan gerakan yang aneh tapi lihay.
Gerakan dari Gak Lam-kun itu, sangat aneh dan mencengangkan, untuk sesaat kedua
orang nona itu menghentikan serangannya.
Sesaat kemudian, si nona berbaju merah baru tertawa terkekeh-kekeh, seraya maju
kedepan katanya, “Hei, rupanya kau tidak bisu, kau memang jahat, kau lebih jahat dari
dia”
Waktu mengucapkan kata-kata itu wajahnya penuh senyuman dan sifat kekanakkanakannya
masih belum hilang.
“Bagaimana jahatku?” tegur Gak Lam-kun dingin.

Tiba-tiba air muka si nona berbaju merah berubah, sambil tertawa dingin katanya,
“Orang jahat pantas dibunuh! Untung siocia kami menghadiahkan kehidupan kepadamu,
Nah cepatlah tinggalkan tempat ini sebelum terlambat!”
Gak Lam-kun menyipitkan sepasang matanya lalu tertawa, “Tak ada artinya memang
seseorang hidup terlampau lama didunia ini, seandainya kalian punya kepandaian untuk
membunuhku, aku rela mati satu kali dihadapan kalian, ingin kuketahui bagaimana
rasanya kalau orang itu mati!”
“Hiiihhh…hiiihhh…hiiihhh…bodoh amat kau ini” geli rasanya si nona baju merah, setelah
mendengar perkataan tersebut, “sebagai manusia didunia ini, siapa yang bisa mati lebih
dari sekali? Kalau seseorang sudah mati maka tak ada persoalan atau melihat benda
didunia ini bayangkan sendiri enakkah kalau mati?”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun menjadi tertegun, segera pikirnya dihati, “Gadis
ini masih polos dan kebocah-bocahan kalau tidak tak mungkin dia akan mengucapkan
kata-kata seperti itu”
“Crriing…! Criing…! Crriing…!” tiba-tiba terdengar suara dentingan harpa. Paras muka
keempat orang nona itu kontan berubah hebat.
Gak Lam-kun juga terperanjat, sebab dia masih mengenali suara harpa tersebut
sebagai suara harpa yang didengar ditengah telaga tadi, yakni suara yang muncul dari
perahu aneh berbentuk naga.
Tiba-tiba Si nona berbaju merah menunjukkan perasaan kasihan dan iba kepada Gak
Lam-kun pintanya, “Hei, aku mohon kepadamu sudikah kiranya kau tinggalkan tempat ini?
Sebab kalau tidak kau tinggalkan tempat ini nona kami pasti akan membinasakan dirimu”
Dilihat dari sikap maupun wajahnya memang amat menggenaskan, air mata sempat
mengembang dikelopak matanya.
Gak Lam-kun malah menunjukkan sekulum senyuman diujung bibirnya, ia bertanya
dengan lembut, “Apakah suara harpa itu dimainkan oleh nonamu.”
“Tak usah banyak cerewet dengan orang itu,” tukas si nona baju biru yang lebih tua
dengan dingin, “hayo kita bunuh dulu orang itu, lalu menangkap orang ini dan diserahkan
kepada nona”
Dengan diucapkannya perkataan tersebut, serempak keempat orang nona itu bergerak
kemuka untuk menyerang Si Tiong-pek.
Dengan marah Si Tiong-pek membentak keras, tangan kirinya mainkan jurus Lo-hansiu-
pit (lo-han luruskan lengan) sementara tangan kanannya mainkan jurus Hui-poh-ciongcong
(sekop terbang menumbuk lonceng), serentak dia menyerang keempat orang gadis
itu secara berbareng.
Dalam gelisah dan gusarnya ia telah menggunakan segenap tenaga dalam yang
dimilikinya, angin pukulan menderu-deru, keadaannya mengerikan sekali.
Keempat orang nona itu cepat memisahkan diri, begitu lolos dari ancaman Si Tiongpek,
telapak tangan dan tendangan kilat beterbangan memenuhi angkasa.

Kekalahan demi kekalahan yang dialami Si Tiong-pek telah menggusarkan hatinya,
segenap tenaga murni yang dimilikinya dihimpun menjadi satu, bukannya mundur dia
malah mendesak kedepan, dengan jurus Im-liong-bengwu (naga awan menyemburkan
kabut) telapak tangan kanannya disodok kemuka.
Angin pukulan menderu-deru dan menyapu semua benda dihadapannya, hebatnya
bukan kepalang.
Secepat kilat empat orang nona itu mengundurkan diri kesamping, si nona berbaju biru
menjerit tertahan, “Oooh…aneh, rupanya secara mendadak ilmu silatnya menjadi
beberapa kali lipat lebih tinggi?”
Sebagaimana diketahui, Si Tiong-pek adalah seorang manusia licik yang mempunyai
perhitungan mengenai segala persoalan, dihari-hari biasa ia tak suka terlampau
menonjolkan ilmu silatnya, padahal yang benar kepandaian silatnya sudah pantas
disejajarkan dengan jago persilatan kelas satu.
Jangankan orang lain, sekalipun gurunya sendiri yakni Tiat-eng sin-siu (kakek sakti
elang baja) Oh Bu-hong belum tentu mengetahui dengan jelas berapa tinggi kepandaian
silat yang dimiliki Si Tiong-pek sekarang.
Si Tiong-pek memang cerdas orangnya dan lagi sangat gemar belajar silat, sepanjang
hidupnya boleh dibilang semua waktu yang disisihkan ia gunakan sebaik-baiknya untuk
mendalami ilmu silatnya.
Selama banyak tahun mengembara dalam dunia persilatan, tak terhitung jumlahnya
jagoan lihay yang ditemuinya, dan setiap kali ia menyaksikan serangkaian ilmu tangguh
yang dimiliki orang lain dengan segala tipu muslihatnya yang lihay dia selalu berusaha
untuk mempelajarinya, oleh sebab itulah meskipun usianya masih sangat muda, namun
taraf kepandaian silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang amat tinggi.
Sejak pertama kali bertemu dengan Si Tiong-pek Gak Lam-kun sudah tahu kalau
rekannya ini memiliki ilmu silat yang lihay sekali meskipun tidak dia perlihatkan secara
terang-terangan, ternyata dugaannya memang benar!
Begitulah, setelah berhasil memukul mundur keempat orang nona tadi, Si Tiong-pek
melompat mundur kesisi Gak Lam-kun, kemudian katanya, “Saudara Gak, keempat orang
nona ini terlampau lihay, siaute yakin kepandaianku masih belum mampu untuk
menghadapi serangan gabungan mereka berempat”
Kalau diartikan maksud perkataannya, maka orang akan mengartikan sebagai
permohonan kepada Gak Lam-kun agar mewakilinya untuk menghadapi kerubutan
tersebut.
Padahal, secara diam-diam dia mempunyai suatu tujuan tertentu. Rupanya dia sangat
tertarik oleh gerakan tubuh Gak Lam-kun ketika menghindarkan diri dari kerubutan dua
orang gadis tadi. Ia merasa gerakan tubuhnya amat lihay dan cekatan, jelas merupakan
kepandaian tingkat tinggi.
Hatinya jadi tergerak, dia ingin menggunakan kecerdasan otaknya untuk menyadap
kelihayan gerakan dari kepandaian tersebut.

Sudah barang tentu Gak Lam-kun tak akan menyangka kalau ilmu saktinya hendak
disadap lawan.
“Saudara si, kau terlalu sungkan!” demikian katanya sambil tersenyum, pelan-pelan dia
masuk kembali ke gelanggang.
Si nona baju biru, si nona baju hijau, si nona baju kuning dan si nona baju merah
segera membentak keras, tiba-tiba mereka memisahkan diri keempat penjuru lalu serentak
menyerang Gak Lam-kun, dalam waktu singkat bayangan telapak tangan dan tendangan
kilat memenuhi seluruh angkasa, mengerikan sekali keadaannya.
Jilid 5
GAK LAM-KUN tidak gugup ataupun cemas dengan sangat entengnya dia berkelit
kesamping dan tahu-tahu semua ancaman tersebut berhasil dihindari.
Betapa penasarannya keempat orang nona itu sewaktu Gak Lam-kun berhasil
menghindari serangan gabungan mereka dengan begitu gampang karena panas hatinya
maka serangan yang mereka lancarkan pun makin lama makin bertambah cepat.
Bayangan telapak tangan memenuhi seluruh angkasa bagaikan beribu-ribu ekor kupukupu
yang berterbangan diatas bunga, dalam waktu singkat sekujur badan Gak Lam-kun
sudah terkurung dibawah ancaman musuh…
Gak Lam-kun sedikitpun tidak membalas, dia kembali menggunakan gerakan tubuhnya
yang aneh dan sakti itu untuk menerobos kesana kemari diantara lapisan bayangan
telapak tangan lawan.
Caranya menghindarkan diri dari serangan memang sangat lihay, kendatipun keempat
orang nona itu sudah mengerahkan segenap kemampuan yang mereka miliki, jangankan
melukai pemuda tersebut, untuk menjawil ujung bajunya pun susah.
Dengan sepasang mata yang terbelalak lebar Si Tiong pek mengawasi terus gerakan
tubuh rekannya, ia merasa langkah sakti dari Gak Lam kun tersebut mengandung
perubahan yang berdasarkan langkah Ngo-heng(lima unsur) setiap langkahnya membawa
gerakan yang dalam artinya jauh berbeda bila dibandingkan ilmu meringankan badan pada
umumnya karena tempat yang digunakan hanya beberapa meter persegi saja.
Memang, sepintas lalu gerakan Gak Lam-kun tampaknya santai, lambat dan tak ada
artinya padahal kecepatannya bagaikan sambaran kilat. Sekalipun Si Tiong pek telah
memperhatikan langkah kakinya dengan seksama, toh belum juga berhasil untuk
menyadap kepandaian tersebut.
Angin puyuh mederu-deru serasa memekikkan telinga, dari keempat orang penyerang
tersebut masing-masing telah melancarkan tiga sampai empat puluh jurus serangan,
ketika mereka saksikan Gak Lam-kun sama sekali tidak membalas walau hanya satu
gebrakanpun, si nona baju merah yang paling muda pertama-tama melompat mundur
paling dulu, teriaknya, “Cici bertiga, kita tak usah bertempur lagi!” Ketiga orang nona itu
menurut dan segera menghentikan serangan.

Si nona baju merah yang paling muda diantara rekan-rekannya itu kembali berkata
lebih jauh, “Kita toh tak mampu menangkap dia!”
“Siapa bilang tak bisa?” tanya nona baju biru agak penasaran.
“Dia tak pernah membalas serangan kita, malah cuma menghindar terus, coba kalau
dia sampai membalas, habis sudah kita berempat”
“Yaa, kepandaian yang dimiliki orang ini memang keliwat hebatnya!” tiga orang nona
lainnya mengangguk setuju.
Maka dengan suatu lompatan mereka mengundurkan diri kebelakang.
Suara merdu merayu yang lembut dan enak didengar tadi kembali berkumandang dari
dalam ruangan, “Suatu ilmu gerakan tubuh Ji gi ngo heng jit seng liong heng sin
hoat(gerakan naga dua urusan ilmu wujud tujuh bintang) yang sangat hebat! Tak nyana
kalau dalam dunia persilatan didaratan Tionggoan ini masih terdapat seorang jago
persilatan yang mempunyai kepandaian sedahsyat itu. Baiklah, sekarang akan kumainkan
sebuah lagu dengan harpa untuk kamu berdua, asal kalian sanggup mendengarkan
permainan harpaku ini, maka nyawa kalian berdua akan kuampuni”
Gak Lam-kun yang mendengar perkataan itu merasa amat terperanjat, ia kaget sebab
sejak terjun kedalam dunia persilatan hingga kini, belum pernah ada orang yang
mengenali gerakan tubuh Ji gi ngo heng jit seng liong heng sin hoat yang dia pergunakan,
tapi sekarang, nona tak dikenal dapat mengenalinya, sedikit banyak kaget juga
perasaannya…tanpa sadar dia mengangkat kepalanya.
Cahaya lampu memercik keluar dari ruangan sebelah selatan, daun jendela dibuka
orang dan muncullah seorang nona berbaju perak yang cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan, duduk ditepi jendela sambil membawa sebuah harpa.
Sekalipun nona berbaju perak duduk dalam posisi miring sehingga Gak Lam kun berdua
tak dapat melihat jelas seluruh raut wajahnya, tapi ditinjau dari tangannya yang putih
mulus, separuh wajahnya yang mungil menawan hati serta potongan badannya yang
ramping jelita, siapapun akan tahu bahwa dia adalah seorang nona cantik jelita.
Berdebar keras jantung Gak Lam-kun setelah menyaksikan kejadian itu, pujinya dalam
hati, “Betapa cantiknya gadis itu, wajahnya ayu badannya ramping, suatu perpaduan yang
amat serasi.
Jika Gak Lam-kun hanya mengutarakan kekagumannya dalam hati, maka berbeda
dengan Si Tiong-pek, dia berdiri tertegun dengan mata terbelalak lebar, rupanya seperti
orang kehilangan sukma. Maklumlah gadis itu memang terlampau cantik sedemikian
cantiknya sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Gak Lam-kun kembali berpikir, “Kalau dilihat dari kelembutan, keayuan serta kemanjaan
nona berbaju perak ini, tampaknya dia seperti seorang gadis yang tak pernah belajar ilmu
silat, tapi bila kita lihat dari kepandaian silat yang dimiliki keempat orang dayangnya, jelas
dia bukan manusia sembarangan, mungkinkah ilmu silatnya telah mencapai ketingkatan
yang paling luar biasa sehingga kelihayannya itu sama sekali tak nampak dari luar?”

Setelah berhenti sejenak, dia berpikir lebih jauh, “Waaah…kalau memang begitu,
jelaslah sudah bahwa permainan harpanya bukan permainan biasa, dia pasti akan
membawakan irama yang tak sedap didengar…”
Baru saja berpikir sampai disitu tiba tiba harpa itu disentil lagi dua kali…
“Criiiiiing…! Criiiiiing…!”
Gak-Lam-kun merasakan jantungnya bergetar keras mengikuti suara dentingan
tersebut, dan Si Tiong pek malah terpukul sampai badannya bergoncang keras
Sekarang si pemuda baru sadar kalau permainan harpa si nona tak boleh dianggap
enteng, buru-buru dia menjura kearah jendela seraya serunya, “Nona, jangan kau
lanjutkan permainan harpamu!”
“Kau takut untuk mendengarkan?” tegur si nona baju perak dengan suara yang lembut,
tubuhnya masih tetap duduk miring ditepi jendela.
Si Tiong-pek segera tertawa ringan.
“Haaahhh…haaahha…haaahhh…nona demikian menaruh perhatian kepada kami,
sepantasnya kalau kami nikmati permainan indahmu itu, cuma sayang aku adalah seorang
pemuda bodoh yang tak mengerti irama musik, aku kuatir kalau permainan tersebut malah
akan menyia-nyiakan harapan nona saja”
“Sekalipun kau tidak mengerti soal irama musik, orang lain toh memahaminya” kata
nona baju perak lagi dengan hambar.
Si Tiong-pek terbahak-bahak. “Haaahh…haaahh…haaahhh…kalau begitu biarlah aku
mohon diri terlebih dulu”
Begitu selesai berkata, dia lantas putar badan dan mengambil langkah seribu.
Perlu diketahui disini, bahwa Si Tiong pek adalah seorang pemuda yang cerdas
otaknya, sekalipun ia kesemsem oleh kecantikan nona berbaju perak, tapi disaat bahaya
yang menyangkut soal mati hidupnya ini, rasa kesemsemnya dapat diatasi dan otaknya
segera menjadi sadar kembali.
Tampaknya si nona berbaju perak tidak rela membiarkan musuhnya pergi, jari
jemarinya segera menarik diantara senar-senar harpanya.
Dentingan-dentingan nyaring menyebar keangkasa. Si Tiong-pek merasakan kepalanya
seperti dipukul dengan martil besar, kaki kanannya segera ditarik kembali, sebab
dentingan harpa itu ibaratnya panggilan ibu buat putranya, begitu halus, lembut membuat
hati menjadi iba.
Dengan dahi berkerut, Gak Lam-kun segera berbisik, “Saudara Si, cepat duduk bersila
dan mengatur pernapasan, pusatkan pikiranmu dan matikan perasaan”
Si Tiong-pek mengetahui pula kalau jiwanya berada diujung tanduk, dia lantas
tersenyum.

“Saudara Gak, bagaimana dengan kau sendiri? Sanggupkah menahan irama iblis
tersebut?” ia balik bertanya.
“Aku tidak tahu!”
Si nona berbaju perak yang duduk disisi jendela kembali membuka suara, ucapnya
dengan suara yang lembut, “Kalian tak usah takut, akan kupilihkan irama yang paling
datar untuk kalian berdua!”
Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Si Tiong-pek, tiba-tiba saja ia
teringat dengan kabar yang tersiar dalam dunia persilatan, kabar tentang irama Sanggoan-
ci(irama peluka hawa murni) dari Soat-san Thian-li yang telah menggetarkan seluruh
dunia.
Dia ingin berteriak, ingin mengutarakan perkataan itu…
Sayang waktu tidak mengijinkan, gadis berbaju perak itu sudah mainkan kelima jari
tangan kanannya dan menyentil senar-senar harpa tersebut…
Suara detingan nyaring, berkumandang diangkasa dan menggetarkan perasaan
siapapun, dalam keadaan demikian sudah barang tentu ia tak berani cabangkan pikiran
untuk berbicara, cepat-cepat ia pejamkan matanya dan duduk bersila untuk mengatur
napas guna melawan pengaruh iblis irama tersebut.
Terdengar suara harpa yang merdu dan lembut teruar keluar mengikuti gerakan jari
jemari si nona baju perak yarg lembut, iramanya lembut dan menggetarkan sukma.
Meskipun iramanya merdu merayu, namun mengandung kekuatan yang seolah-olah
mampu membetot sukma setiap orang.
Dalam waktu singkat Si Tiong-pek telah dipengaruhi oleh alunan musik aneh tersebut,
pelbagai pikiran ataupun angan-angan yang serba aneh seketika mempengaruhi segenap
pikiran maupun perasaannya, dia seperti lagi terbang dilangit, seperti menyaksikan apa
yang diimpikan, seperti melakukan apa yang diangankan…
Gak Lam-kun pejamkan matanya pula rapat-rapat, dahinya berkerut dan butiran
keringat membasahi jidatnya, jelas sudah diapun terpengaruh oleh gelombang irama iblis
yang maha dahsyat itu.
Selang sesaat, Si Tiong-pek merasakan isi perutnya bergolak keras, ia tak dapat duduk
lagi dengan tenang, sambil berteriak keras tiba-tiba ia bangkit berdiri lalu ingin kabur
meninggalkan tempat itu.
Criing…! Criiing..! Criiing..! secara beruntun nona berbaju perak itu menyentilkan jari
tangannya, suara nyaring seketika mengalun memecahkan keheningan…
“Uuaak…!” Si Tiong pek memuntahkan darah segar, kaki yang sudah melangkah pergi
tiba-tiba terhenti kembali.
Oleh dentingan irama harpa tersebut, Gak Lam-kun ikut merasakan pula bergolaknya
darah yang menggulung didalam dadanya ia merasa sempoyongan dan tak bisa bertahan

lebih lama pemuda itu sadar jika permainan harpa tersebut dilanjutkan oleh si nona
berbaju perak, niscaya dia sendiripun tak akan tahan.
Makin lama pengaruh yang dirasakan dari permainan harpa itu makin menghebat,
akhirnya Gak Lam-kun tak tahan, dia bermaksud minta kepada nona itu agar
menghentikan permainannya.
Tapi sebelum ucapan tersebut sempat diutarakan, tiba-tiba nona berbaju perak
menghela napas panjang, permainan harpa itupun serentak berhenti.
Daun jendela ditutup kembali dan lampu lilinpun dipadamkan, suasana kembali menjadi
hening.
Keempat orang dayang cantik yang berada dihalaman luarpun ikut putar badan dan
masuk kedalam ruangan.
Dengan demikian suasana makin hening, makin sepi hingga tak kedengaran sedikit
suarapun.
Si Tiong-pek yang semula terpengaruh oleh permainan harpa, kini telah sadar kembali
namun lamat-lamat dia merasa dada maupun lambungnya menjadi sakit si pemuda segera
sadar bahwa isi perutnya telah mengalami luka yarg sangat parah.
Dengan wajah yang lemas dan tak punya tenaga dia berpaling kearah Gak Lam kun,
lalu bisiknya, “Saudara Gak, kau tidak terluka bukan?”
Sambil gelengkan kepalanya Gak Lam-kun menghela napas panjang.
“Aaaai… irama iblis itu memang kelewat lihay!” Sekali lagi Si Tiong-pek berusaha untuk
mencoba mengerahkan tenaga dalamnya, siapa tahu begitu hawa murninya disalurkan,
rasa sakit didada maupun lambungnya semakin menghebat, sadarlah dia bahwa hawa
murninya telah menggumpal dalam pusar dan mengakibatkan luka dalam yang parah, luka
semacam ini bila tidak cepat-cepat disembuhkan, niscaya akan berakibat fatal yaitu selama
hidup jangan harap bisa berlatih ilmu silat lagi.
“Saudara Gak, siaute akan berangkat duluan!” bisik Si Tiong-pek.
Dia beranjak dan berusaha berlalu dari sana, apa mau dikata baru saja kakinya
melangkah pergi, dada serta lambungnya terasa sakit bukan kepalang, hingga saking tak
tahannya dia menjerit keras badannya makin sempoyongan.
Cepat-cepat Gak Lam-kun memburu kedepan serta memayarg tubuhnya, kemudian
bertanya, “Saudara Si, parahkah luka yang kau derita?”
Sepucat kertas air muka Si Tiong pek, ia tertawa getir.
“Aaaaai…kurasa siaute sudah tak berguna tak kusangka kalau dia berbuat sekeji itu”
Kiranya ketika Si Tiong pek menghimpun segenap tenaga murninya untuk menahan
pengaruh irama musik tersebut, tiba-tiba ia melompat bangun sambil menyalurkan hawa
murni yang dimilikinya itu kedalam dada serta lambung, siapa tahu tenaga tersebut justru
sukar disalurkan lagi…

Dengan keadaan semacam ini, bila dalam waktu enam jam tidak mendapat pengobatan
semestinya, maka hawa murni itu akan membeku, menvusup kedalam jalan darah dan
mengakibatkan luka dalam yang fatal, hal ini bisa mengakibatkan kematian atau paling
entengpun akan mendatangkan tubuh Cacad selama hidup.
Keadaan tersebut pada lazimnya disebut ‘jalan api menuju neraka’ oleh kalangan
persilatan, semakin tinggi kepandaian yang dimiliki seseorang semakin parah pula luka
yang dideritanya bila sampai mengalami jalan api menuju neraka.
Gak Lam-kun yang menyaksikan keadaan tersebut segera mengernyitkan alis matanya,
ia lantas menegur, “Saudara Si, apakah kau mengalami jalan api menuju neraka?”
Sambi! tertawa sedih Si Tiong-pek mengangguk.
“Yaa, aku tahu kehidupanku sudah tak lama lagi!”
Gak Lam-kun memayang rekannya itu berjalan keluar dari halaman rumah yang luas,
lalu bisiknya lirih, “Saudara Si, untuk sementara waktu cobalah untuk mengatur
pernapasanmu disini!”
“Percuma!” Si Tiong-pek tertawa getir, “setiap kali kucoba untuk mengatur pernapasan,
dada serta lambungku seketika terasa amat sakit bagaikan ditusuk-tusuk dengan pisau”
Gak Lam kun menghela napas panjang.
“Aku tahu, dan kebetulan siaute mempunyai suatu cara untuk mengobati luka dalam,
duduklah bersila lebih dulu”
Gak-Lam-kun mempersilahkan Si Tiong pek agar duduk bersila dulu, kemudian baru
mewariskan rahasia ilmu itu kepadanya.
Si Tiong pek berlatih mengikuti cara yang diwariskan Gak Lam-kun kepadanya itu,
kurang lebih sepertanakan nasi kemudian ia merasakan lukanya agak enteng juga, ini
membuat hatinya sangat gembira cepat-cepat latihan dilanjutkan untuk mengobati luka
tersebut.
Siapa tahu, ketika hawa murni dicoba untuk mengikuti seluruh tubuhnya lagi dada serta
lambungnya sekali lagi terasa sakit sekali, malah tenggorokannya terasa anyir dan darah
kental kembali tersembur keluar, mukanya yang pucat seperti mayat kini diikuti pula
dengan kejang-kejang keras.
Sesungguhnya, ketika itu Gak Lam-kun sedang memandang bintang diangkasa dengan
wajah murung betapa terperanjatnya setelah mendengar jeritan tersebut, telapak tangan
kanannya bertindak cepat menepuk jalan darah Hiang-ki-hiat ditubuh Si Tiong pek,
kemudian tegurnya, “Saudara Si kenapa kau?”
Si Tiong pek menghembuskan napas panjang, sahutnya dengan suara gemetar,
“Saudara Gak, aku…aku benar-benar tidak tahan, kini nadi-nadiku mulai terasa kaku dan
membatu…”

Diam-diam terkejut juga Gak Lam kun sesudah mendengar perkataan itu, pikirnya,
“Masakah begitu lihay irama iblis tersebut…? Irama apa itu…?”
Berpikir sampai disitu, dengan suara rendah segera hiburnya, “Tak usah kuatir saudara
Si, apabila siau-te tidak berhasil menemukan cara pengobatan yang baik, pasti akan kucari
nona berbaju perak itu untuk menanyakan cara pengobatannya”
Si Tiong-pek menghela napas panjang.
“Aaaai…tak kusangka saudara Gak begitu mulia hatinya dan bijaksana, siau-te merasa
sangat beruntung dapat berkenalan denganmu, maksud baik saudara Gak akan kuingat
selalu dalam hati. Aaaai…saudara Gak tahukah kau lagu apakah yang telah melukai isi
perutku itu?”
“Aku tidak tahu!” jawab Gak Lam-kun sambil gelengkan kepalanya.
Pancaran sinar sedih menghiasi wajah Si Tiong pek, ia menghela napas panjang.
“Aaaai… itulah lagu pukulan isi perut Sang-goan-ki dari Soat-san Thian-li!”
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari tempat gelap tak jauh disisi
tubuhnya berkumandang suara tertawa dingin.
“Sang-goan-ki…! Sang-goan-ki…! Sudah belasan tahun lamanya aku tak pernah
mendengar lagi lagu ini, bocah muda, kau bisa nikmati lagu tersebut mendahului
siapapun, sekalipun mati kenapa musti susah?”
Ketika Si Tiong pek mendengar ucapan tersebut ia agak tertegun lalu tanyanya
tercengang, “Bukankah yang datang adalah Kiu-wi-hou (rase berekor sembilan) Kongsun
po locianpwe?”
Gelak tertawa yang amat nyaring bagaikan suara gembrengan berkumandang
memecahkan kesunyian, “Haaahhh…haaahhh…haaahhh… betul, tak kusangka kau si
bocah dapat mengenali suaraku”
Sesosok bayangan melompat keluar dari tempat kegelapan, dia adalah seorang kakek
bertubuh kurus kering, berjubah panjang bermuka kuda dan bermata tajam bagaikan
sembilu.
Ketika mendengar nama orang itu, Gak Lam kun merasakan sekujur badannya bergetar
keras, hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, tapi sesaat kemudian
lenyap kembali tak berbekas.
Dengan sikap yang hambar ia berpaling memandang bintang-bintang yang bertaburan
diangkasa, terhadap kehadiran kakek tersebut jangankan menatapnya, melirik sekejappun
tidak.
Yang muncul dihadapan mereka tak lain adalah ketua dari perguruan Hoa-san-pay yang
menggetarkan seluruh dunia… Kiu-wi-hou(Rase berekor sembilan ) Kongsun Po.
Dengan sepasang sinar matanya yang tajam menggidikkan ia melirik sekejap kearah Si
Tiong pek, kemudian mendengus dingin.

“Hei bocah kecil, apakah setan tua gurumu juga ikut datang?” tegurnya sinis.
Sementara itu Si Tiong-pek, sedang menggerutu dalam hati kecilnya, dia tahu si Rase
berekor sembilan ini bukan saja memiliki ilmu silat yang amat sempurna, jadi orangpun
licik, keji dan berbahaya.
Konon dalam peristiwa keributan atas diri Tok-liong Cuncu ditebing Yanpo gan tempo
dulu dialah otak yang menyusun semua siasat dan perangkap, dan kini dia telah muncul
juga disini itu berarti kedatangannya pasti disertai d«ngan suara rencana tertentu.
“Siapa tahu kalau kedatangannya untuk menyatroni aku?” demikianlah Si Tiong pek
berkuatir “Jika ia tahu kalau guruku belum datang, kemungkinan besar aku bisa dibunuh
lebih dahulu sehingga menghilangkan seorang saingan beratnya untuk memperebutkan
lencana pembunuh naga…”
Berpikir sampai disitu, dengan memaksakan diri Si Tiong pek merangkak bangun,
kemudian setelah memberi hormat katanya, “Sungguh tak kusangka Kongsun locianpwe
telah muncul disini, boanpwe Si Tiong pek menyampaikan salam hormat kepada cianpwe!”
Rase berekor sembilan Kongsun po mendehem beberapa kali, lalu katanya sambil
tertawa, “Jangan sungkan-sungkan, jangan sungkan-sungkan, Sejak kapankah komandan
pasukan elang baja dari perkumpulan Thi-eng pang begitu menaruh perhatian terhadap
aku Kongsun po?”
Keadaan Si Tiong pek pada saat ini amat
lemah setelah isi perutnya terluka parah, sekalipun disindir orang ia masih tetap
mengendalikan amarahnya didalam bati, katanya sambil tertawa, “Thi-eng pangcu si kakek
sakti elang baja Oh-Bu-hong merupakan orang yang paling dimusuhi oleh perguruanperguruan
besar dalam dunia persilatan dewasa ini, hanya Kongsun Po locian-pwe dari
Hoa-san yang mempunyai hubungan akrab dengannya, siapakah manusia-manusia dalam
dunia persilatan dewasa ini yang tidak mengetahui akan bal tersebut…”
Paras muka Rase berekor sembilan Kongsun Po berubah membesi, setelah tertawa
dingin ia menukas ucapan Si Tiong-pek, “Semua orang mengatakan kau berotak cerdas
banyak tipu muslihatnya dan merupakan seorang manusia pilihan dari golongan muda,
tampaknya berita ini memang tidak keliru, tapi kau tak usah kuatir, aku tak bakal
membalikkan perahuku dalam selokan”
Si Tiong-pek tertawa.
“Kongsun locianpwe adalah orang yang cerdas dan bijaksana, pengetahuannya luas
pengalaman banyak, namanya menggetarkan baik disungai bagian utara maupun dibagian
selatan, siapakah dalam dunia persilatan dewasa ini yang tidak kagum oleh kecerdasan
locianpwee, malah Tok liong Cuncu yang dikenal sebagai seorang manusia berbakatpun
berhasil tewas ditanganmu, siapa yang tidak akan ngeri setelah berjumpa dengan kau?”
Ketika mendengar perkataan itu, tiba-tiba diatas paras muka Rase berekor sembilan
Kongsun Po melintas napsu membunuh bentaknya, “Bocah keparat, lebih baik kau tak
usah mencekoki kuah pemabuk kepadaku…?”

Ditengah bentakan itu. Kongsun Po mengayunkan telapak tangan kirinya kedepan,
segulung tenaga pukulan yang sangat hebat segera menggulung keluar dan langsung
menghajar kedada Si Tiong-pek.
Sebagai seorang pemuda yang cerdas dan cekatan, semenjak tadi Si Tiong-pek telah
menaruh perhatian terhadap segala gerak gerik Kongsun Po.
Dalam keadaan terluka parah, sudah barang tentu ia tak berani menyambut datangnya
serangan tersebut dengan kekerasan, sesungguhnya dia ingin melompat mundur
kebelakang untuk
menghindarkan diri, sayang luka dalamnya terlampau parah, luka tersebut telah
menyebabkan ia tak sanggup mengerahkan tenaganya walau hanya sedikitpun.
Dengan begitu maka tampaklah angin pukulan yang maha dahsyat tersebut segera
akan menghantam didada Si Tiong pek.
Untunglah Gak Lam kun yang berada disisinya bertindak cukup sigap, tiba-tiba dia
melompat kemuka dan menghadang dihadapannya. Lalu dengan telapak tangan kirinya
dia membabat keatas urat nadi pergelangan tangan Kongsun po.
Betapa terkejutnya si Rase berekor sembilan Kongsun po menyaksikan kecepatan gerak
Gak Lam-kun, cepat-cepat ia buyarkan tenaga pukulan pada telapak tangan kirinya lalu
ditarik kebelakang, sementara telapak tangan kanannya secepat sambaran kilat
mencengkeram bahu Kiri Si Tiong pek.
Gak Lam kun miringkan sedikit tubuhnya, tiba-tiba tangan kirinya yang sedang
membacok berputar satu lingkaran, kemudian berbalik menghantam pergelangan tangan
kanan Kongsun po.
Kongsun po semakin terperanjat lagi menyaksikan keanehan gerakan yang
dipergunakan Gak Lam kun ketika melancarkan serangan balasan itu, terutama terhadap
serangan jari tangannya yang kesemuanya tertuju pada jalan darah jalan darah penting
ditubuhnya.
Dengan suatu gerakan terpaksa ia tarik kembali lengan kanannya mentah-mentah,
meskipun cepat ketika melancarkan serangan, sewaktu menarik kembalipun tak kalah
cepatnya.
Dengan begitu kendatipun sapuan yang dilancarkan Gak Lam kun dilakukan dengan
kecepatan tinggi, akan tetapi tidak berhasil menyentuh ujung baju lawannya.
Kongsun po menarik kembali tangan kanannya, sementara tangan kirinya telah
dikembangkan kembali untuk melancarkan sebuah sapuan.
Mencorong sinar pembunuh dari sepasang mata Gak Lam kun, sumpahnya dihati,
“Bagus sekali! Rase berekor sembilan Kongsun po, kau berani berbuat demikian sama
artinya dengan mencari kematian buat diri sendiri…Hmm bersiap-siaplah untuk menerima
kematianmu.”
Ketika ingatan tersebut sudah melintas lewat dari benaknya, dengan menghimpun
tenaga pukulannya kedalam telapak tangan kanan, dia hantam dada Kongsun Po.

Rase tua tersebut sungguh memang amat licik dan cerdik. Jikala sorot matanya
berbenturan dengan sinar pembunuhan yang memancar dari mata Gak Lam-kun, segera
timbul kecurigaan dalam hatinya.
Maka dari itu dikala Gak Lam-kun melepaskan sebuah pukulan dan segulung angin
tajam yang menggidikkan hati ikut menerpa tiba, ia menjadi amat terkejut.
Dalam keadaan begitu, ketua dari Hoa san pay itu tak berani menyambut datangnya
ancaman dengan keras lawan keras, sambil membuyarkan tenaga pukulannya, ia
melompat dua kaki ketengah udara.
“Pleetaakk…baaam!”suatu benturan keras terjadi disusul terdengarnya suara gemuruh
yang memekikkan telinga.
Tenaga pukulan Gak Lam-kun yang amat dahsyat bak kuda liar yang terlepas dari
kendali meluncur kedepan dengan kecepatan tinggi dan langsung menghantam diatas
sebuah pohon Pek-yang yang tinggi besar tiga tombak didepannya.
Padahal pohon Pek-yang itu besar lagi kuat, namun begitu tersambar oleh angin
pukulan langsung terhajar patah dan tumbang keatas tanah.
Tiba-tiba berkumandang suara pekikan nyaring yang amat memekikkan telinga, dari
atas pohon Pek-yang yang tumbang ketanah itu melayang turun sesosok bayangan
manusia, orang itu ternyata adalah seorang kakek gemuk pendek yang berwajah merah
seperti bayi tapi berambut putih keperak-perakan…
Dengan entengnya kakek gemuk pendek itu melayang turun keatas permukaan tanah,
dengan sepasang matanya yang tajam menggidikkan ia perhatikan Gak Lam kun dari atas
kepalanya hingga kebawah kaki.
Waktu itu, Si Rase berekor sembilan Kongsun po serta Si Tiong pek masih berdiri
termangu-mangu ditempatnya, rupanya mereka tidak menyangka kalau serangan dari Gak
Lam kun sedemikian dahsyatnya.
Untuk sesaat suasana disekeliling tempat itu menjadi sepi dan hening, seakan-akan dia
merasa murung dan sedih lantaran pukulannya tidak berhasil mengenai tubuh lawannya.
Yaa, memang begitulah keadaan sesungguhnya, Gak Lam-kun memang sedang merasa
mUrung dan sedih karena serangan mautnya tidak berhasil membinasakan Kongsun po, ia
merasa musuhnya terlampau licin dan banyak tipu muslihatnya, keadaan itu semakin
menipiskan harapannya untuk berhasil menuntut balas.
Gurunya, Tok-liong Cuncu pernah berkata kepadanya bahwa diantara ketujuh belas
orang musuh besarnya, mulai dari Tang hay coa siu(kakek ular dari lautan timur) Ou
Yong-hu sekalian bertujuh merupakan musuh-musuh paling berbahaya yang kian keatas
kian tinggi ilmu silat yang mereka miliki!
Selapis awan mendung melintas dalam benak Gak Lam-kun, diam-diam pikirnya, “Dari
tujuh orang musuh tangguh yang musti kuperhatikan, secara beruntun sekarang telah
kujumpai Tang hay coa siu(kakek ular dari lautan timur), Jit poh toan hun(Tujuh langkah
pemutus nyawa) dan Kiu wi-hou(rase berekor sembilan), menurut Catatan musuh besar

yang ditinggalkan suhunya, Jit poh toan hun Kwik To merupakan jagoan nomer tiga, Kiuwi-
hou Kongsun Po merupakan jago nomer enam dan Tang hay-coa siu merupakan jago
yang paling belakang, sekalipun ketujuh orang musuh utamaku belum kujumpai semua,
tapi berbicara dari taraf ilmu silat yang dimiliki Kwik To bertiga, dapat dibuktikan bahwa
ilmu silat yang mereka miliki rata-rata memang amat lihay, seandainya ketujuh orang itu
sampai bersatu padu, mungkinkah aku bisa menahan mereka bersama…?”
Dalam pada itu, setelah si kakek gemuk pendek itu memperhatikan Gak Lam-kun sekian
lama, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, Suaranya
nyaring bagaikan genta yang dibunyikan bertalu-talu, bukan saja menggetarkan daerah
disekitarnya bahkan sangat menyakitkan telinga.
Rase berekor sembilan Kongsun Po mendehem ringan, setelah melirik sekejap kearah
kakek gemuk pendek itu, katanya, “Say loji, sejak berpisah ditebing Yan-Po gan tempo
hari, aku dengar belasan tahun belakangan ini kau tak pernah meninggalkan bukit Siau
Ngo Tay barang selangkahpun, setelah hari ini muncul kembali diwilayah Kanglam, aku
rasa tentu ada urusan penting yang hendak kau selesaikan bukan…?”
Gak Lam-kun yang mendengar perkataan itu merasakan hatinya bergetar keras
pikirnya, “Jangan-jangan orang ini adalah orang keempat dari ketujuh orang musuh
utamaku yang disebut Giok-bin-sin-ang (kakek sakti berwajah pualam) Say Khi pit dari
bukit Siau-ngo-tay? Sungguh tak kusangka secara beruntun aku telah berjumpa dengan
empat orang musuh besarku diatas pulau yang terpencil ini”
Kakek gemuk pendek itu memang tak lain adalah Kakek sakti berwajah pualam Say Khipit
dari bukit Siau ngo tay, medengar perkataan itu dia lantas tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…haaahh…haahh…wahai rase tua, bukan aku seorang yang tiba disini,
mungkin semua sobat-sobat lama yang pernah berkumpul ditebing Yan po gan belasan
tahun berselang akan berkumpul semua disekitar bukit Kun san ini, waktu itu suasana
tentu ramai sekali…haaahh…haaah…haaah…”
“Jadi kalau begitu kedatangan Say-heng pun untuk ikut serta dalam keramaian ini?”
sambung Kongsun-Po dengan ketus.
Kakek sakti berwajah pualam Say Khi-pit tertawa tergelak.
“Haaahhh…haaahhh…haaahhhh…tidak berani tidak berani, aku cuma mengiringi saja
dari samping, kedatanganku tak lebih cuma ingin menonton keramaian”
Rase berekor sembilan kongsun Po tertawa dingin, katanya lagi, “Say loji, kau tak usah
berlagak, keadaan dalam dunia persilatan dewasa ini sudah berbeda jauh dengan keadaan
dulu, si kakek ular dari lautan timur Ou Yong-hu telah menjadi anggota Thi eng pang, ia
sudah mempunyai tulang punggung yang cukup kuat, sedang kau dan aku masih
bujangan tanpa teman, untuk mengangkat diri dalam pertarungan dibukit Kun san ini…”
Rase berekor sembilan Kongsun Po tertawa lebar.
“Aku memang bermaksud demikian, asal kita mau bersatupadu maka urusan lebih
gampang diselesaikan, sebaliknya kalau tercerai berai maka pasti akan ditunggangi orang
dan hancur musnah dengan sendirinya. Maka…kalau begitu akan kuusahakan bantuan
semaksimal mungkin..” kata Say Khi-pit kemudian sambil tertawa.

Si Tiong pek diam-diam menjadi terkejut, dia tahu kedua orang itu semuanya
merupakan jago-jago tangguh yang memimpin suatu golongan tertentu, ilmu silat mereka
boleh dibilang sudah mencapai taraf yang sangat tinggi, terutama Giok-bin sin-ang Say Khi
pit, kepandaiannya setingkat lebih tinggi daripada Kongsun po.
Bisa dibayangkan apa jadinya bila kedua orang tokoh persilatan itu sampai bersatu
padu?
Si Tiong pek cukup mengerti, kerja sama kedua orang tokoh ini memang masih belum
sanggup untuk mengalahkan perkumpulannya, meski demikian pasti akan merupakan
halangan yang menjengkelkan bagi perkembangan ambisi perkumpulannya sebab itu dia
mengambil keputusan untuk berusaha memecah belah kerja sama tersebut.
Karena itu setelah berpikir sebentar, Si Tiong pek pun memberi hormat kepada Say Khipi
sambil katanya, “Ilmu silat Say cianpwe menggetarkan dunia persilatan, selama ini
menjagoi pula wilayah sekitar Lam san, kegagahan tersebut sudah lama membuat hatiku
amat bangga, maka beruntunglah hari ini aku bisa bersua dengan cianpwe, Boanpwe Si
Tiong-pek dari pasukan elang baja mempersembahkan salam hormatku kepada locianpwe”
Selesai berkata ia lantas membungkukkan badannya dan memberi hormat.
Giok bin-sin-ang Say Khi-pit mengelus jenggotnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…haaahhh…haaahhh…semua orang bilang Oh Bu-hong mempunyai seorang
ahli waris yang cerdik dan bisa diandalkan, setelah perjumpaan hari ini dapat kubuktikan
bahwa perkataan itu memang ada benarnya, haahh…haahh…haahh… kalau kulihat dari
sikap hormatmu kepadaku, tentunya ada urusan yang hendak kau sampaikan kepadaku
bukan?”
Si Tiong-pek tersenyum.
“Oooh…tidak berani merepotkan Say locianpwe”
Rase berekor sembilan Kongsun Po yang ada disampingnya segera tertawa dingin.
“Si Tiong-pek, siapakah dia?”
“Dia adalah seorang sahabat karibku!” jawab Si Tiong-pek sambil tersenyum lebar.
“Paras muka Kongsun Po berubah menjadi amat dingin, katanya ketus, “Apabila kau
masih mempunyai perasaan hormat kepada angkatan tua, maka harus kau katakan asal
usulnya.”
Tiba-tiba dari balik mata Gak Lam-kun memancar keluar sinar buas yang menggidikkan
hati. Pelan-pelan maju kemuka mendekati Kongsun Po, lalu sambil mendengus katanya,
“Apabila kau ingin tahu asal usulku, pergilah keakhirat dan tanyakan sendiri soal itu
kepada Giam-lo-ong!”
Secara tiba tiba saja anak muda itu berubah menjadi ganas seperti seekor binatang
buas, wajahnya penuh diliputi hawa napsu membunuh yang mengerikan.

Rupanya hawa amarah yang berkobar dalam dada Konsun Po telah memuncak juga,
sambil tertawa serak katanya, “Bocah keparat yang bau, berani betul kau pandang hina
diriku..Hmm..! Agaknya kau sudah bosan hidup?”
Si Tiong pek sendiri, ketika secara tiba-tiba menyaksikan paras muka Gak Lam kun
berubah seseram itu, hatinya ikut terperanjat pula, pikirnya, “Watak orang ini sungguh
sulit diraba oleh siapapun, apalagi sikapnya yang begitu tinggi hati dan congkak,
tampaknya sulit untuk kupergunakan tenaganya. Mumpung sekarang ada dua orang sakti
disini, kenapa tidak kubiarkan mereka berdua bekerja sama untuk menghadapi Gak Lam
kun. Asal orang she Gak ini sudah mampus, berarti pula aku akan kehilangan seorang
musuh tangguh”
Berpikir sampai disitu, dengan dingin dia lantas berkata, “Kongsun locianpwe, ibaratnya
rumput jerami ditumpuk sebukit, jangan harap bisa menindih mati seekor tikus, sekalipun
kau sudah hidup sekian lamanya, belum tentu ilmu silatmu akan lebih tangguh daripada
orang lain… jangan takabur dulu”
000000O000000
DALAM dunia persilatan, Kiu-wi-hou Kongsun po terhitung juga seorang jagoan yang
bisa diandalkan sekalipun merasa bahwa Gak Lam kun adalah seorang musuh tangguh
yang berilmu tinggi, terutama setelah terjadi pertarungan beberapa jurus tadi, tapi sebagai
orang yang sombong dan sudah biasa bersikap latah, sudah barang tentu tak mau
mengundurkan diri dengan begitu saja, terutama dalam ucapannya tadi Si Tiong pek jelas
memandang hina kepadanya.
“Bocah keparat!” ia lantas membentak, “begitu berani kau menghina diriku? Hmm, akan
kurenggut dulu selembar nyawamu!”
Sambil membentak, telapak tangan kanannya segera diayun membacok ketubuh Si
Tiong pek.
Gak Lam kun tidak merasa kalau dibalik serangannya terdapat tipuan, cepat telapak
tangan kirinya diayun kedepan untuk menyambut pukulan yang tertuju ketubuh Si Tiong
pek itu.
Dalam melancarkan serangannya, tidak terjadi desingan angin tajam maupun tidak
terjadi gelombang hawa tekanan yang dahsyat, gerakan itu enteng dan sederhana.
Ternyata serangan tangan kanan dari Rase berekor sembilan Kongsun po itu cuma
serangan tipuan, ia telah menghitung bahwa Gak Lam kun pasti akan melancarkan
serangan untuk menyambut ancaman itu.
Maka begitu Gak Lam kun melepaskan bacokannya kedepan, tiba-tiba ia menarik
kembali telapak tangan kanannya dan menerobos maju kedepan…
Telapak tangan kirinya dengan membawa desingan angin pukulan yang kuat segera
meluncur kedepan dengan jurus Sin-liong jut-im(naga sakti keluar dari awan), dasar
memang licik, ternyata dibalik deruan angin puyuh yang sangat keras itu diam-diam ia
sembunyikan sebuah serangan totokan secara keji mengancam dibawah ketiak Gak Lam
kun.

Serangan semacam ini sungguh merupakan Suatu serangan yang keji, ganas dan licik.
Gak Lam-kun sendiri bukan orang bodoh, ia telah menduga kalau si Rase berekor
sembilan bakal melancarkan serangan dahsyat dikala ia menyambut pukulan yang tertuju
ketubuh Si Tiong-pek, karenanya diam-diam hawa murninya sudah dikerahkan kedalam
telapak tangan kanan, meskipun begitu mimpipun dia tak menyangka kalau dibalik
serangan dahsyat tersebut si Rase berekor sembilan ini bakal menyembunyikan sebuah
serangan mematikan lainnya.
Disaat telapak tangan kiri Kiu-wi-hou membacok kedepan, telapak tangan kanan Gak
Lam-kun ditekan pula kedepan, tapi rupanya dia tak ingin telapak tangannya berbenturan
dengan telapak tangan Rase berekor sembilan itu, ketika serangan sudah dilontarkan tibatiba
ia menarik kembali telapak tangannya.
Si Rase berekor sembilan Kongsun Po sendiri diam-diampun merasa terkejut ketika
telapak tangan kirinya baru saja dilancarkan, mendadak segulung tenaga pukulan yang
maha dahsyat telah menggulung tiba, segera pikirnya dihati, “Ilmu silat yang dimiliki
pemuda ini betul-betul tak boleh dipandang enteng, ia bisa menyembunyikan angin
pukulan sedemikian dahsyatnya dalam telapak tangan tanpa diketahui orang, bahkan
sewaktu dilontarkan kedepan kedahsyatannya mengerikan waah,..aku musti bertindak
lebih waspada lagi…”
Baru ingatan tersebut melintas dalam benaknya serangan jari yang tersembunyi dibalik
serangannya tadi telah bersarang dibahu Gak Lam kun yang dengan sigap telah berkelit
kesamping dikala merasakan tibanya ancaman maut.
Kedengaran Gak Lam kun mendengus tertahan tulang diatas bahu kirinya terasa amat
sakit seperti mau remuk, dengan sempoyongan mundur tiga langkah kebelakang.
Sekalipun begitu, si Rase berekor sembilan Kongsun po sendiripun tidak berhasil
meloloskan diri dengan begitu saja, ketika angin pukulan dari Gak Lam kun yang maha
dahsyat itu menyentuh telapak tangannya, segulung hawa dingin yang tajam terasa
menyengat badan menembusi nadinya dan ia langsunglah kebelakang.
Tak terlukiskan rasa kaget dan ngeri yang mencekam perasaan Kongsun po ketika itu,
cepat-cepat ia berjumpalitan beberapa tombak kebelakang…
Untung ia menghindar dengan cepat sehingga luka yang lebih parah bisa dihindari,
kendatipun demikian isi perut Kongsun Po toh mengalami juga goncangan yang sangat
keras, jelas ia sudah menderita luka ringan.
Adegan demi adegan dahsyat yang berlangsung secara beruntun ini membuat orangorang
yang hadir berdiri tertegun, semua orang membelalakkan matanya dengan wajah
kaget, untuk sesaat tak seorangpun yang turun tangan lagi, masing-masing mengerahkan
tenaga dalamnya untuk mengendalikan golakan darah didalam dadanya.
Pada saat itulah tiba-tiba dari dalam sebuah bangunan loteng disebelah barat
berkumandang serentetan suara teguran yang dingin dan menyeramkan, “Bila kalian tidak
segera meninggalkan tempat ini, hmm! Barangsiapa berani berdiam lebih lama lagi disini,
akan kusuruh kalian mampus tanpa kuburan.”

Sesungguhnya Giok-bin-sin ang(kakek sakti berwajah pualam) Say Khi-pit ada niat
untuk melenyapkan Gak Lam-kun setelah menyaksikan ilmu silatnya yang sakti dan lihay
itu daripada meninggalkan bibit bencana dikemudian hari.
Akan tetapi setelah mendengar suara peringatan tersebut, tak kuasa lagi ia
menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…haaahhh…haaahhh…siapakah kau? Takabur amat perkataanmu itu, tidakkah
kau takut bahwa ucapanmu itu akan ditertawakan oleh umat persilatan?”
Setelah menyampaikan suara peringatan tadi, suasana dalam bangunan rumah
berloteng itu pulih kembali dalam keheningan, tak kedengaran sedikit suarapun.
Karena tiada yang menggubris teriakannya, Giok-bin sin-ang Say Khi pit pun tidak
mendesak lebih lanjut, kembali ia berpaling kepada Gak Lam-kun kemudian tanyanya
sambil tertawa, “Lote, bolehkah aku tahu kau berasal dari perguruan mana?”
Gak lam-kun hanya memicingkan sepasang matanya, ia membungkam dalam seribu
bahasa.
Paras muka Say Khi-pit segera berobah hebat, katanya lagi dengan suara dalam,
“Jikalau kau congkak dan tinggi hati selalu, jangan salahkan bila aku akan berbuat kurang
ajar”
“Silahkan!” kata Gak Lam-kun hambar.
Bergetar juga perasaan Giok-bin-sin-ang Say Khi pit sebab dalam dunia persilatan
dewasa ini belum pernah ada orang yang berani menantangnya secara terus terang
macam begini, sekalipun dia adalah Oh Bu hong ketua perkumpulan elang baja.
Setelah tertegun beberapa saat, Say Khi pit mendengus dingin lalu katanya, “Besar
amat bacotmu, dengan maksud baik aku bertanya kepadamu, tak kusangka kalau kau
begini sombong dan tinggi hati, Hmm… tampaknya jika aku tidak memberi sedikit
pelajaran kepadamu, kau masih belum tahu diluar langit masih ada langit, diatas manusia
masih ada manusia yang lebih pintar”
Selesai berkata, tiba-tiba ia menerjang maju kedepan dan melancarkan sebuah
bacokan.
Dengan cekatan Gak Lam-kun merendahkan tubuhnya kebawah, sekalipun pukulan itu
berhasil dihindari, ia tidak melepaskan serangan balasan, sikapnya masih tenang dan
seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun…
Betapa gusarnya Giok-bin sin-ang Say Khi pit menyaksikan kelatahan dan
kesombongannya itu, pikirnya, “Betapa sombongnya orang ini, bila tak kuberi sedikit
pelajaran kepadanya pasti dianggapnya bahwa dia paling hebat dan didunia ini cuma ada
dia seorang yang pintar dan hebat”
Hawa murninya diam-diam dihimpun menjadi satu, lalu dengan satu dorongan telapak
tangan kanan ia lepaskan serangan tersebut.

Gak Lam kun mengebaskan telapak tangan kanannya, tanpa menimbulkan sedikit
suarapun ia sambut datangnya ancaman tersebut.
Padahal didalam melancarkan serangannya tadi, Say Khi pit telah mengerahkan tenaga
dalamnya sebesar delapan bagian, kekuatan angin pukulannya cukup untuk memukul
hancur batu cadas.
Dalam perkiraannya semula, kendatipun serangan tersebut belum tentu bisa menghajar
Gak Lam-kun sehingga terluka parah, paling sedikit kuda-kudanya pasti akan tergempur
dan tubuhnya akan mundur beberapa langkah dengan sempoyongan.
Siapa tahu apa yang kemudian terjadi ternyata diluar dugaan Say Khi pit, setelah
menyambut serangan itu tubuh Gak Lam-kun masih tetap tegak bagaikan bukit Tay-san,
jangankan bergerak mundur, bergerak sedikitpun tidak…
Sementara itu secara tiba-tiba timbul segulung angin pukulan yang tajam langsung
menghantam kedadanya.
Say Khi-pit tertegun, sepasang ujung bajunya dikebaskan untuk memunahkan
datangnya ancaman tersebut.
Pada saat itulah tiba-tiba Gak Lam-kun menerjang maju kedepan, telapak tangan dan
kakinya melancarkan serangan bersama, dalam waktu singkat lima buah pukulan
dilepaskan.
Kelima jurus serangannya bukan saja dilancarkan dengan kecepatan tinggi, bahkan
jurus serangannya aneh dan tenaganya dahsyat sedikit kurang waspada seketika Giok-binsin-
ang Say Khi-pit terdesak mundur sejauh tiga langkah.
Diantara tujuh belas orang jago tangguh yang mengerubuti Tok-liong Cuncu dibukit
Yan-po gan belasan tahun berselang, Giok-bin-sin-ang Say Khi-pit merupakan jago
tangguh keempat.
Bukan saja ilmu silatnya sangat tinggi, diapun terhitung jago nomor satu dalam dunia
persilatan dewasa ini.
Belasan tahun berselang ia sudah lihay apalagi belasan tahun kemudian, sudah barang
tentu kemajuan yang dicapainya dalam ilmu silat sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Siapa menyangka dalam kemunculannya kembali dalam dunia persilatan dia harus
berjumpa dengan musuh setangguh ini.
Selama hidup belum pernah ia menerima penghinaan dan rasa malu seperti yang
dialaminya sekarang, kontan saja hawa amarahnya berkobar sambil mendengus dingin
telapak tangannya diayun kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Dalam waktu singkat bayangan telapak tangan menyelimuti angkasa, segulung angin
pukulan yang kuat dan berat tiba berlapis-lapis.
Dari catatan ‘Ciu jin-liok’ yakni catatan yang berisi keterangan tentang musuh-musuh
besarnya. Gak Lam kun telah mendapat tahu bahwa Say Khi-pit merupakan jago keempat
diantara tujuh jago lihay lainnya, dengan dasar keterangan itu tentu saja ia tak berani

bertarung secara gegabah, semua serangan-serangannya dilancarkan dengan aneh dan
sakti bahkan beberapa gebrakan kemudian ia telah berhasil membendung semua serangan
tangguh dari Giok bin sin ang.
Pertarungan yang berlangsung ini sungguh merupakan suatu pertarungan indah yang
jarang ditemui dalam dunia persilatan, hal ini membuat Si Tiong pek yang menyaksikan
kejadian itu merasa terkejut bercampur tercekat.
Ia tak mengira kelihayan Gak Lam-kun ternyata jauh diluar dugaannya semula, ia lebihlebih
tak menyangka dengan usia Gak Lam kun yang beberapa tahun lebih muda darinya
ternyata memiliki ilmu silat sedemikian sempurna.
Untuk sesaat ia menjadi getun sendiri, bahkan makin dilihat rasa iri dan dengkinya
semakin menghebat.
Ketika serangan berantai yang dilancarkan Giok bin-Sin-ang Say Khi pit berhasil
dibendung semua oleh Gak Lam-kun, hatinya merasa kaget dan marah sambil membentak
keras sekali lagi dia menyerbu kedepan sambil melancarkan serangan.
Semua bacokan telapak tangannya dan totokan jari tangannya tertuju pada jalan darah
kematian disekujur badan Gak Lam-kun, bukan saja serangan itu amat dahsyat dan luar
biasa, bahkan datangnya berantai bagaikan gulungan ombak yang saling berkejaran.
Gak Lam kun mengernyitkan sepasang alis matanya, dibawah serangan dan desakan
Say Khi-pit yang bertubi-tubi, mendadak ia gunakan jurus serangan yang aneh dan sakti
untuk membacok urat nadi ditubuh lawan.
Dengan terjadinya ancaman tersebut, maka secara tiba-tiba saja semua serangan
ganas dari Giok bin-sin ang Say Khi-pit mengalami kemacetan total, bukan saja ia tak
mampu melukai musuhnya bahkan oleh ilmu bacokan nadi yang dipakai Gak Lam kun
seluruh kepandaian silatnya tak mampu dikembangkan kembali.
Sementara itu setelah mengatur pernapasan sekian lama, si Rase berekor sembilan
Kongsun po telah berhasil menenangkan kembali golakan hawa darah dalam dadanya
betapa terkesiapnya dia setelah menyaksikan pertarungan sengit antara Say Khi pit
melawan Gak Lam kun, pikirnya kemudian dengan hati kebat-kebit, “Sepintas lalu orang ini
tampaknya baru berusia dua puluh tahunan, tak nyana kalau kepandaian silatnya telah
mencapai taraf setinggi ini bila ia diberi kesempatan untuk hidup sepuluh tahun lagi entah
bagaimana jadinya nanti? Aaai…kenapa tidak kugunakan kesempatan yang sangat baik ini
untuk bekerja sama dengan Say Khi-pit dan melenyapkannya dari muka bumi? Lebih baik
bersusah payah sekarang, daripada menjadi bibit bencana yang besar buatku dikemudian
hari…”
Berpikir sampai disitu, nafsu membunuh dihati Kongsun Po segera berkobar kembali,
katanya sambil tertawa kering, “Say loji, bocah keparat ini terlalu hebat, mari kubantu
untuk menaklukannya.”
Begitu ucapan diutarakan secepat sambaran kilat Kongsun Po menerjang maju kedepan
dan melepaskan serangkaian pukulan dan tiga kali tendangan kilat, bukan saja gerakannya
penuh bertenaga bahkan jurus-jurus serangan yang digunakan semuanya merupakan
serangan yang ganas dan mengerikan hati.

Sesungguhnya semenjak tadi Giok bin sin ang Say Khi-pit memang mempunyai ingatan
tersebut maka dia cepat-cepat menarik napas panjang, kemudian sepasang telapak
tangannya melancarkan serangan-serangan untuk mengimbangi kerja samanya dengan si
Rase berekor sembilan.
Kendatipun Gak Lam-kun berilmu tinggi, tapi dibawah serangan berantai dari dua orang
tokoh kelas satu yang amat lihay itu, terdesak juga dia sehingga harus mundur sejauh
empat lima langkah dari kedudukannya semula.
Ditengah sengitnya pertarungan yang sedang berlangsung pada kegelapan menjelang
fajar tiba-tiba dari dalam bangunan loteng itu berkumandang suara suitan aneh yang
panjang tapi rendah dan berat. Suara itu sangat aneh dan seakan-akan membawa daya
pengaruh iblis yang sanggup membetot sukma orang.
Bersamaan dengan berkumandangnya suara suitan aneh itu, mendadak dari balik
semak belukar disekitar gelanggang itu berkumandang suara desisan yang ramai.
Dengan terkejut Si Tiong pek berpaling kearah mana berasalnya suara itu, tiba-tiba
segulung bau amis berhembus lewat, menyusul kemudian muncullah beberapa ekor ular
beracun yang bersisik emas dari balik semak belukar.
Ular-ular beracun yang menjijikkan sekali tampangnya itu dengan sigap dan sangat
terlatih langsung menyerbu kedalam gelanggang pertarungan.
Sementara itu Gak Lam-kun yang berada dalam kancah pertarungan, kendatipun ikut
mendengar suara suitan aneh tersebut akan tetapi berada dalam desakan dua orang
musuh besarnya yang datang secara bertubi-tubi, meluap juga hawa amarahnya. Ia tak
sempat untuk memikirkan persoalan lain lagi, sambil membentak keras sebuah pukulan
dahsyat dilancarkan kearah depannya…
Dengan penuh kegusaran kakek sakti berwajah pualam Say Khi-pit mendengus dingin,
ia melancarkan pula sebuah pukulan dahsyat untuk menyambut datangnya ancaman
tersebut dengan keras lawan keras.
“Blaaang..!” dikala dua gulung angin pukulan saling bertemu satu sama lainnya,
terjadilah suatu ledakan dahsyat yang memekikkan telinga, akan tetapi justru karena itu
gerak maju kedua belah pihakpun menjadi tertahan hingga jauh lebih lambat.
Gak Lam-kun tidak berhenti sampai disitu saja telapak tangan kirinya kembali
melancarkan sebuah pukulan untuk menghantam kedada lawan, sementara tangan
kanannya berputar mencengkeram urat nadi diatas pergelangan tangan Say Khi-pit.
Sesudah berlangsungnya adu kekuatan secara kekerasan tadi, Say Khi-pit merasakan isi
perutnya tergetar keras, meskipun diwajahnya ia masih dapat mempertahankan
ketenangannya seakan-akan tak pernah terjadi suatu kejadianpun, padahal isi perutnya
sudah tergoncang keras, bukan saja hawa darah sudah bergolak keras, diapun sudah tak
sanggup lagi untuk menyambut serangan lawan dengan kekerasan.
Oleh sebab itu, dikala serangan dari Gak Lam-kun yang maha dahsyat itu meluncur
datang dengan cepat-cepat dia melompat mundur kebelakang.

Gagal dengan serangannya yang pertama, Gak Lam kun mengangkat kaki kirinya dan
menyusul kedepan.
Pada saat itulah si Rase berekor sembilan Kongsun Po membentak keras, dua gulung
angin pukulan yang sangat kuat segera menggulung kedepan.
Gak Lam-kun tertawa dingin, ia merangkap sepasang telapak tangannya kedepan dada,
setelah berputar satu lingkaran ditolaknya serangan tersebut kearah dada Kiu-wi-hou.
Sepanjang karirnya sebagai jagoan dalam dunia persilatan, sudah banyak jago lihay
yang pernah ia temui belum pernah ia saksikan pukulan seaneh serangan yang dilancarkan
Gak Lam-kun ini.
Buru-buru ia menarik napas panjang dan menekan tubuhnya yang sedang menyerbu
kedepan itu sehingga merosot kebawah, lalu sepasang telapak tangannya yang penuh
berisikan tenaga pukulan itu pada saat yang hampir bersamaan dilancarkannya kedepan,
sementara Giok-bin-sin ang Say Khi-pit yang berada disebelah kanan ikut pula menyerbu
kedepan…
Gak Lam-kun mendengus dingin, dengan jurus Giok liong hun-sim (naga kemala
memecah perhatian) tiba-tiba sepasang telapak tangannya direntangkan kesamping,
tangan kirinya digunakan untuk menangkis serangan dari Say Khi-pit, sedang telapak
tangan kanannya bagaikan sambaran kilat cepatnya menghantam kedada Rase berekor
sembilan.
Perubahan jurus serangan ini sangat diluar dugaan orang, lagi pula datangnya ancaman
sedemikian cepatnya, peluh dingin segera membasahi sekujur badan Kongsun Po saking
kagetnya.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang rase tua yang sudah berpengalaman luas dalam
menghadapi musuh, sekalipun peluh dingin telah membasahi tubuhnya karena kaget,
gerak geriknya sama sekali tidak menjadi kalut, ia menarik napas panjang kemudian
menyurut mundur kebelakang.
Waktu itu api dendam dan kebencian sedang membara dalam hati Gak Lam-kun, tentu
saja ia tak sudi membiarkan musuhnya kabur dengan begitu saja dari cengkeramannya, ia
tahu diantara ketujuh orang musuh besarnya Jit-poh-toan-hun (tujuh langkah pemutus
nyawa) Kwik To dan Tang-hay-coa-siu (kakek ular dari lautan timur) Ou Yong-hu telah
mengetahui asal usulnya yang sesungguhnya.
Ia cukup mengerti, apabila ia membiarkan mereka semua bersatu padu maka niscaya ia
tak akan sanggup untuk menghadapi mereka sekaligus.
Oleh sebab itulah bagaimanapun juga dua orang musuh besar yang sedang
dihadapinya ini harus dibinasakan dibawah telapak tangannya, daripada memberikan
mereka pulang gunung dan meninggalkan bibit bencana kemudian hari.
Berpikir sampai disitu Gak Lam-kun segera menghimpun hawa sakti Tok-liong-ci jiau
(cakar jari naga beracunnya kedalam telapak tangan…
Pada saat tenaga sakti yang maha dahsyat itu siap dilancarkan tiba-tiba terdengar Si
Tiong pek membentak keras, “Ular beracun!!”

Berbareng dengan teriakan itu, Gak Lam-kun merasa tumit kirinya amat sakit, ketika ia
mencoba untuk memeriksanya maka tampaklah seekor ular beracun yang berbadan bintikbintik
merah sedang melingkar diatas kakinya erat-erat.
Tak terkira rasa kaget dan terkesiap Gak Lam-kun menghadapi kejadian tersebut, cepat
kelima jari tangan kanannya disapu kebawah.
Termakan oleh pukulan yang sangat dahsyat itu kontan saja ular beracun yang
menggigit tumitnya itu hancur berkeping-keping, tapi Gak Lam-kun keburu merasakan
tumitnya menjadi panas seperti dibakar dengan api, dengan terkejut ia segera,
menghimpun tenaga dalamnya untuk mendesak keluar racun ular tersebut.
Pekikan nyaring yang amat tajam dan tak sedap didengar tadi kembali berkumandang
datang dari kejauhan.
“Sreeet..! Sreeet..!” bunyi desisan aneh berkumandang dari mana-mana, lalu tampaklah
beratus-ratus ekor ular berbisa bermunculan dari balik semak belukar disekelilingnya, ularular
tersebut sambil menjulurkan lidahnya yang merah membara, secara berpencar
mendekati tubuh Si Tiong pek, Say Khi-pit, Kongsun Po dan Gak Lam-kun.
Gak Lam-kun marah sekali menyaksikan ancaman itu, sepasangtelapak tangannya
dibacok kedepan berulang kali, gulungan angin puyuh yang disertai dengan batu dan
kerikil segera menggulung kemuka serta membinasakan beberapa ekor ular beracun.
Pada saat yang hampir bersamaan, Say Khi-pit serta Kongsun po telah melancarkan
juga pukulan-pukulan udara kosong untuk membinasakan ular-ular beracun yang
menyerbu kearah mereka.
Tapi sayang ular-ular beracun itu sangat banyak Jumlahnya, apalagi dibawah komando
suara lengkingan tajam yang sangat aneh itu, mereka bermunculan dari balik semak
belukar disekitar tempat itu dan menyerbu kearah musuh-musuhnya secara ganas dan
mengerikan.
Menyaksikan kejadian itu, si Rase berekor sembilan Kongsun po tertawa kering
kemudian katanya, “Say loji, hari ini secara beruntun kita harus menghadapi beberapa
kejadian aneh, benar-benar sedang sial!”
Tentu saja yang dimaksudkan sebagai beberapa persoalan aneh adalah masalah ilmu
silat yang dimiliki Gak Lam-kun serta penyerbuan oleh ular beracun atas diri mereka
berempat.
Kakek sakti berwajah pualam Say Khi-pit berkata, “Hei Rase tua, aku dengar Si Kakek
ular dari lautan Timur adalah seorang ahli dalam menangkap ular apabila hari ini Ou loji
juga berada disini, ingin kusaksikan dengan cara apakah dia akan menangkap gerombolan
ular-ular beracun ini”
Rase berekor sembilan Kongsun po tertawa dingin.
“Sekalipun Ou Yong-hu terhitung seorang ahli dalam menangkap ular, tapi bila
dibandingkan dengan orang ini, hmm…dia masih ketinggalan jauh sekali coba dengarkan

irama musik yang mengendalikan gerakan maju ular-ular beracun itu, sungguh hebat dan
mengagumkan coba terka siapakah orang itu?”
“Haaahhh…haaahhh…haaaahh…rase tua masa kau tahu siapakah pawang ular itu?”
“Say loji, kau pernah mendengar kalau dari See Thian san terdapat tiga orang manusia
latah? Nah salah satu diantaranya adalah See hi Tong-seng malaikat racun dari See-hi Lo
Kay seng…”
Sementara pembicaraan masih berlangsung gerombolan ular-ular beracun itu sudah
berada beberapa kaki saja dihadapan kedua orang itu, terpaksa mereka harus
mengayunkan telapak tangan masing-masing untuk menghajar ular-ular beracun itu.
Tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun cukup sempurna, kendatipun ia kena digigit
oleh ular beracun itu, namun pukulan-pukulan yang dihasilkan dari sepasang telapak
tangannya masih mantap dan penuh bertenaga dahsyat, ular-ular beracun yang berada
disekitar tiga kaki darinya tak seekorpun berhasil meloloskan diri dalam keadaan selamat.
Si Tiong-pek paling menggenaskan keadaannya, setelah isi perutnya menderita luka
yang cukup parah, ia telah kehilangan seluruh kekuatan hawa murninya, dikala ular-ular
beracun itu menyerbu tiba, dia cuma bisa berkelit kesana kemari secara gelagapan, tapi
sayang ular-ular beracun yang menyerbu datang terlampau banyak jumlahnya, tak selang
beberapa saat kemudian sekeliling tubuhnya telah dipenuhi oleh ular-ular beracun yang
ganas itu.
Tiba-tiba muncul seekor ular kecil berwarna hitam, sambil mendesis aneh ular itu
melompat keatas secepat kilat menggigit lengan kanan Si Tiong pek.
“Aduuuh..!” saking sakit dan kagetnya, pemuda itu menjerit tertahan lalu jatuh
terjerembab diatas tanah.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu dengan cepat melayang datang, ujung
bajunya dikebaskan berulangkali, seketika itu juga berpuluh-puluh ekor ular beracun yang
sedang menyerbu ketubuh Si Tiong pek berhasil dibinasakan.
Sungguh tak terlukiskan rasa kaget dan ngeri yang mencekam perasaan Si Tiong pek
ketika itu buru-buru dia merangkak bangun.
Ular kecil berwarna hitam yang cuma beberapa depa panjangnya itu masih menggigit
lengan kanannya kencang-kencang Gak Lam kun bergerak cepat, dengan jari tengah dan
jari telunjuk tangan kirinya dia jepit ular hitam itu lalu ditarik hingga terlepas dari gigitan,
kemudian setelah digencet sampai mati, bangkai ular itu dibuangnya jauh-jauh dari sana…
“Saudara Si cepat kerahkan hawa murnimu untuk mencegah menjalarnya sari racun
tersebut!” serunya.
Si Tiong pek menghela napas panjang.
“Aaaaai…luka yang kuderita sudah terlampau parah, aku tak mampu untuk
mengerahkan tenaga lagi, apalagi setelah digigit ular beracun sekarang, sudah pasti aku
bakal mampus. Saudara Gak, cepat tinggalkan tempat ini, kau tak usah menggubris diriku
lagi”

Gak Lam-kun mengerutkan dahinya mendengar perkataan itu, katanya, “Saudara Si,
apabila kau cepat tinggalkan tempat ini dan berhasil menemukan Ou Yong hu tham cu dari
perkumpulanmu itu, mungkin jiwamu masih dapat diselamatkan, akupun sudah digigit oleh
ular beracun, siapa tahu kalau sebentar lagi bakal mampus pula diujung mulut ular-ular
beracun itu?”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, Gak Lam-kun telah mengerahkan tenaga
dalamnya untuk melancarkan beberapa buah pukulan dahsyat untuk membinasakan lagi
beberapa ekor ular beracun.
Si Tiong-pek tertawa terbahak-bahak, katanya, “Saudara Gak, kendatipun kita hanya
berjumpa dalam sekali perjumpaan belaka, tampaknya antara kau dan aku memang
mempunyai kecocokan, bila saudara Gak tidak keberatan, beruntunglah aku bila saudara
Gak bersedia mengangkat saudara denganku. Sekalipun kita tidak dilahirkan hari yang
sama, aku bersedia mati pada waktu yang bebarengan, sayang keadaanku sekarang
sudah amat payah, sekalipun berbasil menemukan Ou thamcu dan racun ular dalam
tubuhku berhasil dipunahkan, luka parah yang kuderita dalam perutku belum tentu bisa
disembuhkan maka dari itu saudara Gak, lebih baik kau saja yang tinggalkan tempat ini,
temukan Ou thamcu dan mintalah kepadanya untuk mengobati luka racun ular itu…
Sungguh gagah dan perkasa sekali perkataan itu bukan saja bijaksana dan lagi pula
amat tulus dan ikhlas, hal ini membuat Gak Lam kun merasa sangat terharu.
Tiba-tiba ia berpekik nyaring, sambil menahan rasa sakit dikakinya dia kerahkan hawa
murninya sedemikian rupa untuk melepaskan pukulan-pukulan jauh lebih ganas, kontan
berpuluh-puluh ekor ular beracun disekitar tempat itu berhasil dibinasakan.
Si Tiong-pek kembali dibikin tertegun oleh kejadian itu, mimpipun dia tak menyangka
kalau tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah mencapai pada taraf setinggi itu.
Begitulah, setelah Gak Lam kun mengerahkan segenap tenaga dalamnya untuk
membinasakan gerombolan ular beracun disekitar empat lima kaki disekeliling mereka,
iapun berpaling seraya berkata, “Saudara Si, mari kubopong dirimu untuk meninggalkan
tempat ini!”
Tanpa menunggu jawaban disambarnya tubuh Si Tiong pek, kemudian dibopong.
Sementara itu pekikan nyaring yang sangat aneh tadi mendadak semakin melengking
tinggi, bukan saja tajam bahkan amat tajam bagaikan lolongan serigala atau jeritan setansetan
gentayangan.
Berbareng dengan munculnya suara itu, dari balik semak belukar disekitar tempat itu
muncullah gerombolan demi gerombolan ular beracun yang menyerbu ketengah
gelanggang bagaikan gulungan ombak dahsyat ditengah samudra.
Kali ini ular-ular beracun yang melancarkan serangan bukan ular-ular kecil saja
diantaranya ada yang besar mengerikan seperti ular sanca, ada pula yang amat kecil
bagaikan anak ular yang baru saja dilahirkan…

Yaa, kejadian ini aneh tampaknya padahal dalam kenyataan hal ini kemungkinan besar
bisa terjadi.
Rase berekor sembilan Kongsun po tertawa tergelak, katanya mendadak, “Say loji ularular
beracun makin lama semakin banyak, kalau begini terus keadaannya, kendatipun
tubuh kita terbuat dari baja murni akhirnya bakal mampus juga karena kehabisan tenaga”
“Hei, rase tua!” sahut Kakek sakti berwajah pualam Say Khi-pit, “aneh benar
kedatangan ular-ular beracun itu, lebih baik kita cepat-cepat tinggalkan tempat ini”
Tiba-tiba paras muka rase berekor sembilan Kongsun po berubah hebat, katanya lagi,
“Say loji, pernahkah kau baca kitab San hay keng yang membicarakan bahwa dijaman
dahulu terdapat seekor naga aneh pemakan racun yang bisa mengeluarkan bunyi sangat
aneh? Konon bunyi aneh itu bisa memancing datangnya beribu-ribu ekor ular beracun dan
binatang beracun lainnya untuk menghampirinya”
Satu ingatan melintas dalam benak Giok-bin-sin-ang Say Khi-pit, seperti teringat akan
sesuatu katanya, “Wahai rase tua, apakah ilmu yang digunakan See ih tok seng Lo Kay
seng adalah ilmu Seh hun liong ing (irama naga pembetot sukma) yang sudah lenyap dari
peredaran semenjak seribu tahun berselang?”
“Say loji, lebih baik cepat-cepat kita kabur dari sini, sekalipun tanpa memiliki ilmu irama
naga pembetot sukma yang maha lihay itu, dewasa ini Si malaikat racun dari See-ih Lo
Kay-seng telah memiliki irama suitan yang tampaknya mempunyai daya pengaruh iblis
yang luar biasa. Yaa…bila dugaanku tidak keliru kemungkinan besar disetiap sudut
bangunan gedung ini telah dipersiapkan berpuluh-puluh laksa ekor ular beracun yang siap
melancarkan serangan setiap saat”
Baik Gak Lam-kun maupun Si Tiong-pek yang mendengar pembicaraan kedua orang
itu, diam-diam merasa kaget dan terkesiap juga.
Sambil membopong tubuh Si Tiong-pek, Gak Lam-kun sudah mengundurkan diri sejauh
beberapa kaki, mendadak dari balik semak belukar didepan sana terjadi kembali suara
yang amat gaduh ternyata segerombolan ular beracun telah muncul kembali untuk
melancarkan serbuan maut.
Menyaksikan itu, Gak Lam-kun menghela napas panjang, keluhnya, “Aaaai..tampaknya
hari ini kita benar-benar akan tewas dimulut ular-ular beracun ini”
Kiranya pada waktu itu Gak Lam-kun telah merasakan betapa panas dan gatalnya
sekitar mulut luka di tumitnya yang terpagut ular tadi, bukan saja telah membengkak satu
kali lipat daripada keadaan semula, bahkan sedemikian kakunya sehingga tak medengar
perintahnya lagi.
Jilid 6
PERLU kiranya diterangkan disini bahwa ular berbintik bintik merah itu merupakan jenis
ular beracun yang jahat dan ganas sekali sari racunnya, meskipun Gak Lam kun telah
mengerahkan tenaga dalamnya untuk mendesak racun itu terkumpul disuatu tubuhnya,
akan tetapi lantaran dia barus mengerahkan tenaga saktinya untuk membinasakan ularTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
ular beracun tadi, maka karena kurang waspada racun ular yang berhasil disudutkan itu
berhasil menjalar kembali kedalam isi perutnya mengikuti aliran darah.
Karena daya kerja racun yang berhasil lolos ketubuhnya itulah menyebabkan pemuda
itu merasakan dadanya menjadi kaku, segenap tenaga murninya membuyar dan badannya
menjadi lemas.
Masih untung tenaga dalamnya cukup sempurna, hingga sebelum keadaan bertambah
fatal, ia sudah keburu menutup kembali semua saluran jalan darah dibagian kakinya.
Si Tiong pek tertawa sedih katanya, “Aku bisa mati bersama-sama saudara Gak
sekalipun harus mati sekarang, mata juga akan meram!”
Sementara pembicaraan sedang berlangsung gerombolan ular beracun itu telah tiba
didepan mereka terpaksa Gak Lam kun mengayunkan kembali telapak tangan kanannya
untuk menghajar binatang-binatang tersebut.
“Blaaang…!” dimana angin pukulannya menyambar lewat, belasan ekor ular beracun
yang bergerak dibarisan terdepan segera terhantam sampai hancur berkeping-keping.
Setelah melancarkan serangan dengan telapak tangan kanannya tadi Gak Lam kun
merasakan dadanya kaku dan kesemutan, segenap kekuatannya punah tak berbekas, ia
menjadi sempoyongan lalu bersama Si Tiong pek jatuh terjerembab diatas tanah.
“Saudara Gak, kenapa kau?” Si Tiong pek segera bertanya dengan perasaan cemas.
Gak Lam kun menghela napas panjang.
“Aaaai…racun ular yang berada dalam tubuhku telah menyerang dalam isi perut”
Selesai mengucapkan kata-kata dengan cepat Gak Lam kun duduk bersila untuk
mengatur pernapasan, dengan kaki kanannya dia berusaha menopang seluruh badannya.
Si Tiong pek yang mendengar perkataan itu ikut merasa terperanjat pikirnya, “Tenaga
dalam yang dia miliki beberapa kali lipat lebih tinggi daripadaku, kenapa aku yang digigit
ular dengan isi perutku sudah terluka parah tidak merasakan apa-apa kecuali tak mampu
mengerahkan kembali tenaga dalamnya sedangkan dia yang tidak terluka isi perutnya
malah menunjukkan gejala keracunan? Jangan-jangan ular hitam kecil yang menggigitku
itu sama sekali tak beracun.”
Padahal mana dia tahu kalau racun dari ular hitam kecil itu jauh lebih jahat daripada
racun ular berbintik-bintik merah yang menggigit Gak Lam kun itu?
Barangsiapa sampai tergigit oleh ular hitam kecil itu maka dalam waktu singkat jiwanya
tentu akan melayang, tapi kenapa Si Tiong pek tidak mampus?
Alasannya yakni karena sebagian urat nadi dalam tubuhnya sudah membeku dan
tembusan racun jahat itu tak sanggup menyerbu sampai kedalam tubuhnya karena itu dia
masih tetap segar tanpa banyak menunjukkan gejala keracunan.

Akan tetapi, justru karena kejadian ini maka luka dalam yang diderita Si Tiong pek akan
semakin sukar disembuhkan, sekalipun sembuh nantinya, dia harus menderita kembali
suatu penyakit jahat yang tak ada sembuhnya…
Sementara itu desisan tajam berkumandang lagi silih berganti, segerombolan ular racun
muncul lagi dari semak belukar dan menyerbu kearah Gak Lam-kun serta Si Tiong pek.
Betapa gelisah dan cemasnya Si Tiong pek, cepat dia menarik bahu Gak Lam kun
seraya teriaknya, “Saudara Gak, rada baikkah keadaanmu?”
Ketika sinar matanya dialihkan kewajah Gak Lam-kun, maka tampaklah pemuda itu
memejamkan matanya rapat-rapat, mukanya tenang tapi dingin dan hambar, sama sekali
tidak tampak rasa murung ataupun bersedih hati.
Puluhan sosok ular beracun yang besar kecil tak menentu itu sudah bergeser kurang
lebih satu kaki dihadapan kedua orang itu, tampaknya sulit bagi mereka untuk meloloskan
diri dari gigitan ular-ular tersebut…
Mendadak disaat yang kritis itulah bergema suara desisan kacau yang memecahkan
kesunyian, ular-ular beracun yang berada disekitar tiga tombak dari kedua orang itu pada
bergelut sendiri seperti kegilaan, lalu setelah saling gigit menggigit dengan kalap,
binatang-binatang itu jumpalitan dan tewas secara misterius.
Sedangkan ular-ular beracun yang berada diluar radius tiga kaki, seakan-akan telah
bertemu dengan raja iblis tandingannya, dengan ketakutan mereka putar badan dan lari
tercerai-berai.
Saat itulah Si Tiong-pek sempat mencium bau harum yang tipis tersebar disana, bau itu
seperti bau harum bunga anggrek, tapi jelas bukan bunga anggrek, dengan tercengang ia
berpaling kearah Gak Lam kun.
Rupanya Gak Lam kun sendiripun mengendus bau harum yang tipis itu, segera ia
membuka matanya dan memutar badan dengan sigap…
Kurang lebih empat kaki didepannya berdiri seorang manusia berbaju abu-abu yang
mengenakan kain cadar diatas wajahnya, orarg itu tak lain adalah manusia berbaju abuabu
pendayung sampan Bwe Li-pek.
Tangannya waktu itu membawa sebuah botol yang berisi penuh bubuk putih setiap kali
tangan kanannya menyebarkan bubuk putih keatas tanah ular-ular beracun yang berada
beberapa kaki disekelilingnya segera melejit-lejit seperti kesurupan setelah terjadi adegan
saling menggigit, binatang-binatang itu tewas semua dalam keadaan yang menggenaskan.
Ular-ular beracun yang memenuhi seluruh permukaan tanah, kini sudah terkendalikan
oleh irama aneh tadi, masing-masing berebut melarikan diri keempat penjuru.
Suasana demikian kacaunya hingga serangan ular yang sesungguhnya sudah hampir
berhasil itu segera terbengkalai dan menderita kegagalan total…
Saat itulah dari atas loteng gedung rumah itu berkumandang suara teguran yang dingin
dan mengerikan.

“Siapa kau? Bila kulihat dari bubuk hatinya yang kau miliki, tampaknya kau bukan
manusia sembarangan!”
Manusia berbaju abu-abu itu segera tertawa tergelak.
“Haaahhh…haaahhh…haaahhh..Lo Kay-seng ilmu irama naga pembetot sukmamu telah
mencapai tingkat yang keberapa?”
Orang yang berada diatas loteng gedung itu mendengus dingin.
“Hmm aku dengan saudara tak pernah saling mengenal, kenapa kau hancurkan barisan
ularku?”
“Lo Kay seng, aku hanya mohon bantuan agar menyampaikan pesan kepada Soat-san
Thian-li bahwa aku dengan membawa perintah dari pemimpin perguruan panah bercinta
ingin menghadap dirinya”
Berbicara sampai disitu, manusia berbaju abu-abu itu selangkah demi selangkah
berjalan mendekati Gak Lam kun serta Si Tiong-pek berdua.
Sementara itu orang yang berada diatas loteng gedung tersebut tertawa seram dengan
suaranya yang melengking setelah mendengar perkataan itu, bukan saja suaranya tak
sedap didengar bahkan bagaikan angin dingin yang berhembus datang dari gudang es,
membuat siapapun yang mendengarnya menjadi bergidik dan seram.
Gelak tertawa itu berlangsung seperminum teh lamanya, setelah berhenti orang itu
baru berkata, “Sungguh tak kusangka kaulah yang telah datang belasan tahun tak pernah
muncul dalam dunia persilatan, siau-te mengira kau sudah kembali kebukit To san atau
mungkin mengasingkan diri ditengah gunung yang terpencil dan jauh dari keramaian
dunia. Hmmm… Sungguh tak kusangka kau begitu tak becus dan memalukan sehingga
dengan kedudukan sebagai seorang Tokoh kenamaan dalam dunia persilatan kau rela
menggabungkan diri dengan perguruan panah bercinta serta menjadi budaknya…
heeeh…heeehh…heeehhh… siau-te sungguh merasa sayang untuk nama baikmu…”
Manusia berkerudung berbaju abu-abu itu mendengus dingin.
“Hmmm..! Lo Kay seng, aku rasa kemunculanmu kembali dalam dunia persilatan
dewasa ini adalah untuk mencari diriku, bukankah demikian? Baiklah, hutang-hutang lama
kita memang sudah seharusnya diselesaikan secepatnya, sebab dilain waktu mungkin
sudah tak ada kesempatan lagi”
Orang yang berada diatas loteng tertawa dingin.
“Bagus sekali, bagus sekali, malam ini aku Lo-Kay-seng akan menanti petunjukmu
didepan gudang sebelum bertemu tak akan bubar”
Semenjak semula Gak Lam kun sudah tahu kalau orang yang berada dihadapannya
sekarang adalah satu diantara musuh-musuh besar gurunya yang bernama Jit poh-toan
hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To, dengan perasaan gelisah buru-buru dia
himpun segenap tenaga dalamnya siap melancarkan serangan.

Sayang racun ular itu sudah menyerang kedalam tubuhnya, sekalipun dia telah
berusaha untuk menghimpun segenap tenaganya, akan tetapi setiap kali dadanya menjadi
kaku tenaga yang telah terhimpun itu lenyap kembali tak berbekas.
Tiba-tiba manusia berbaju abu-abu itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebutir
obat berwarna merah, lalu sambil diangsurkan kehadapan Gak Lam kun katanya, “Gak
siangkong, obat ini adalah obat penolak racun yang kubuat sendiri secara khusus cepat
telanlah obat ini untuk menawarkan racun yang berada dalam tubuhmu”
Gak Lam kun hanya mendengus dingin tiga kali ia tidak menjawabpun tidak menyambut
obat itu.
Si Tiong-pek yang berada disisinya segera tersenyum katanya, “Locianpwe, aku merasa
amat berterima kasih sekali atas bantuan yang telah kau berikan untuk membebaskan
kami dari mara bahaya budi kebaikan ini tak akan kulupakan untuk selamanya. Bolehkah
aku tahu siapa namamu, sehingga kemudian hari dapat kubalas budi kebaikan ini?”
Setajam sembilu sorot mata manusia berbaju abu-abu itu, setelah menatap sekejap
wajah Si Tiong pek katanya dengan nada ewa, “Dua jam lagi, racun ular yang mengendon
dalam tubuhmu akan menembusi nadi-nadimu yang membeku dan menyerang kedalam isi
perut, lukamu tak mungkin bisa disembuhkan lagi, lebih baik carilah tempat yang cocok
sebagai tempat istirahatmu untuk selamanya!”
Si Tiong-pek yang mendengar perkataan itu menjadi amat terkejut, namun paras
mukanya masih tetap tenang seakan-akan tak pernah terjadi suatu kejadian apapun.
“Haaaahhh…haaahhh…haaaahhh…” ia tertawa tergelak, “sebagai seorang laki-laki sejati
apa yang musti ditakuti sewaktu mati dan apa yang musti digembirakan dikala hidup?
Sejak dulu sampai sekarang tak ada manusia yang bisa melepaskan diri dari kematian,
yang berbeda hanya selisih waktunya saja, ada yang mati lebih duluan ada pula yang mati
belakangan. Si Tiong-pek hanya menyesal karena tak sempat menyaksikan keramaian
yang bakal berlangsung dalam dunia persilatan”
Sehabis berkata, ia lantas memutar badan dan memberi hormat kepada Gak Lam kun,
katanya lagi, “Saudara Gak, dewasa ini usia siau-te sudah tak akan lama, lebih baik kita
berpisah disini saja!”
Kedengaran sekali kalau ucapan tersebut mengandung nada sedih yang amat sangat.
Selesai mengucapkan kata-kata itu, dengan sempoyongan Si Tiong pek memutar
badannya dan berlalu dari situ.
Dengan satu kali lompatan, Gak Lam-kun menghadang dihadapannya, lalu serunya,
“Saudara Si, lukamu bukan tak dapat ditolong lagi!”
Si Tiong-pek tertawa sedih.
“Saudaraku, aku cukup memahami bahwa maut sudah tak jauh lagi dari hadapanku”
Manusia berbaju abu-abu yang ada dibelakangnya dengan cepat ikut menambahkan,
“Gak siangkong, ia benar-benar sudah tak dapat ditolong lagi, sebab irama ‘Sang goan-ki’

telah membuatnya mengalami jalan api menuju neraka, seluruh jalan darah dalam
tubuhnya telah tersumbat dan membeku, apalagi dalam keadaan demikian ia terpagut
pula oleh ular ‘Hek giok- coa’ (ular pualam hitam) yang amat jahat itu…”
Si Tiong pek yang ikut mendengar keterangan itu, perasaannya yang sudah putus asa
kini kian bertambah putus asa, sambil memutar badan ia berlalu dari sana dengan langkah
lebar.
“Saudara Si!” kata Gak Lam-kun lagi, “kalau kau harus pergi dengan begini saja, mana
mungkin hatiku bisa tenang?”
Sambil berpaling Si Tiong-pek tertawa.
“Dari sekian banyak orang yang kukenal didunia ini, hanya beberapa orang saja yang
benar-benar bisa akrab, walaupun siaute dan saudara Gak bertemu belum lama, tapi aku
merasa cocok sekali denganmu. Perduli bagaimanapun jalan pikiran saudara Gak, siaute
tetap menaruh perasaan persahabatan yang erat denganmu.
Aaai…cuma sayang kita harus menghadapi perpisahan antara hidup dan mati, hingga
persahabatan ini tak bisa berlangsung lebih mendalam andaikata aku beruntung bisa lolos
dari kematian, suatu hari kita tentu bisa bertemu lagi. Kenapa saudara Gak musti
mengesampingkan masalah penting hanya untuk mengurusi diriku?”
Tiba-tiba ia berpaling sekejap kearah manusia berbaju abu-abu itu, kemudian sambil
putar badan pelan-pelan ia berlalu dari situ.
Dari sikapnya ini, Gak Lam kun tahu kalau dia ada persoalan yang bendak dibicarakan
secara pribadi terpaksa dia mengikutinya sehingga sejauh tujuh delapan kaki dari tempat
semula.
Setelah jauh dari orang banyak. Si Tiong pek baru berkata dengan nada rendah,
“Saudara Gak, apabila kau tidak percaya penuh dengan orang itu lebih baik jangan kau
makan obat tersebut, sebab sudah menjadi kejadian umum dalam dunia persilatan bahwa
orang saling tipu menipu, semakin licik orang itu semakin beruntung posisinya didunia ini,
siapa tahu kalau ia mengandung maksud jahat untuk mencelakai jiwamu”
Sehabis berkata dia lantas memberi hormat, lalu memutar badan dan berlalu dengan
langkah lebar.
Si Tiong-pek memang seorang manusia yang berhati keji seperti binatang buas, dengan
wataknya yang licik dan banyak tipu muslihatnya ia merasa tak enak hati seandainya tidak
mencelakai orang lain.
Padahal dia tahu kalau Gak Lam-kun sudah terpagut ular beracun yang sangat
berbahaya, kendatipun tenaga dalamnya cukup sempurna, akan tetapi racun ular itu
sudah menyerang kedalam isi perutnya, andaikata tidak cepat-cepat makan obat pemunah
maka akibatnya akan fatal, yaitu tak sampai setengah jam jiwanya bakal melayang.
Si Tiong-pek cukup menyadari bahwa jiwanya sudah hampir berakhir, meski begitu ia
tak lupa untuk mencelakai orang lain, maka kalau bisa dia akan berusaha untuk
menghalangi Gak Lam-kun untuk menelan obat pemunah yang mujarab tersebut.

Dengan termangu-mangu Gak Lam-kun memandang bayangan punggung Si Tiong pek
lenyap dibawah sinar matahari disenja itu, akhirnya ia menghela napas panjang dan
memutar badan.
Tiba-tiba terdengar suara dari manusia berbaju abu-abu itu berkumandang dari
belakang, “Gak siangkong, Si Tiong pek adalah seorang manusia yang licik dan berbahaya
lebih baik kau jangan bersahabat dengannya”
Mencorong sinar tajam dari balik mata Gak Lam kun, sambil memutar tubuhnya ia
berkata dengan dingin, “Jikalau kau kuatir pembalasanku dikemudian hari, mumpung aku
sedang keracunan cepat-cepatlah turun tangan untuk membunuhku”
Manusia berbaju abu-abu itu tertawa dingin, “Hutang uang bayar uang hutang nyawa
bayar nyawa, lebih baik makan dulu obatku ini Gak siangkong, bila dikemudian hari kau
ingin menuntut balas kepadaku, silahkan datang setiap saat aku pasti akan menaruhkan
selembar nyawaku untuk melayanimu”
00000O00000
“Kalau memang demikian mari kita bertarung sekarang juga!” tantang Gak Lam kun.
“Sekarang kau sudah tak punya sedikit tenagapun untuk bertarung, aku tak akan
menggunakan kelemahan orang untuk melakukan sesuatu tindakan..!”
Keadaan Gak Lam-kun pada saat ini memang sangat lemah dan sama sekali tak
berkekuatan, ketika mendengar ucapan tersebut, ia segera mendengus dingin.
“Berpura-pura sok baik hati. Hmm… perbuatan semacam ini hanya dapat membohongi
anak kecil! Baiklah, bila kau memang tak mau berkelahi pada saat ini, jangan menyesal
kau dikemudian hari”
Selesai berkata ia lantas memutar tubuhnya dan berlalu dari sana.
Giok bin-sin-ang Say Khi-pit dan Kiu wi hou Kongsun po serentak melompat kedepan
dan menghadang jalan pergi Gak Lam-kun.
Sambil tertawa dingin jengek si Rase berekor sembilan itu, “Saudara apakah kau pergi
dengan begitu saja?”
Gak Lam kun sama sekali tidak menggubris bahkan melirik sekejappun tidak, pelanpelan
ia melanjutkan langkahnya.
Rase berekor sembilan Kongsun po tertawa seram tiba-tiba ia menerjang kedepan,
kelima jari tangan kirinya dipentangkan lebar-lebar untuk mencengkeram bahu Gak Lam
kun.
Manusia berbaju abu-abu yang berada dibelakangnya mendadak bergerak kedepan
secepat sambaran setan gentayangan ia menerkam kearah Rase berekor sembilan itu
kemudian mengayunkan telapak tangan kanannya mengirim sebuah pukulan dahsyat.
Sungguh hebat angin pukulan itu, bukan saja cepat dibayar bahkan membawa daya
penghancur yang sangat kuat.

Untuk seaat si Rase berekor sembilan Kongsun po kehilangan posisinya ia sambut
pukulan dari manusia berbaju abu-abu itu sementara cengkeraman tangan kirinya ketubuh
Gak Lam kun sama sekali tidak berubah.
“Baaang..!” suatu benturan keras menggelegar diudara.
Termakan oleh tenaga tersebut, si Rase berekor sembilan Kongsun po tergetar mundur
sejauh dua langkah, sedangkan manusia berbaju abu-abu itu hanya merasakan getaran
pada bahunya.
Hampir pada saat yang bersamaan, Gak Lam kun telah mengeluarkan juga ilmu
langkah Ji gi ngo heng jit seng liong heng sin hoat nya untuk menghindari cengkeraman
dari Kongsun po itu secara manis, kemudian dengan langkah lebar dia meneruskan
perjalanannya.
Betapa terkesiapnya Giok-bin sin-ang Say Khi-pit menyaksikan cara Gak Lam kun untuk
menghindarkan diri dari serangan itu, dengan jurus To pit kim kong (membacok malaikat
raksasa) ia menghantam pemuda itu.
Dengan suatu gerakan berputaran yang cepat manusia berbaju abu-abu itu memutar
badannya, lalu telapak tangannya dikebaskan keluar melancarkan sebuah pukulan untuk
membendung serangan dari Say Khi-pit, sementara tangan kirinya dengan jurus Hui-hong
hud liu (pusaran angin melambaikan pohon Liu) melepaskan serangan balasan.
Kakek sakti berwajah pualam Say Khi-pit merasa amat gusar sekali karena manusia
berbaju abu-abu itu ikut melibatkan diri dalam pertarungan itu segera bentaknya, “Bagus
sekali, siapa kau? Berani benar tak tahu diri dihadapanku..?”
Sambil berkata dengan cepat ia menyerbu kedepan dan melancarkan sebuah sodokan
kejalan darah manusia berbaju abu-abu itu.
Dengan cekatan manusia berbaju abu-abu itu berkelit kesamping, kemudian secara
beruntun melancarkan tiga buah bacokan berantai.
Sungguh dahsyat dan buas pertarungan yang berlangsung antara kedua orang itu,
perubahan jurus pukulan maupun tendangan yang tertuju dalam serangan ganas, buas
dan sakti, tentu saja arah sasaran yang tertuju dalam serangan itu adalah tempat-tempat
yang mematikan ditubuh manusia, tampaknya mati hidup mereka berdua telah ditetapkan
pertarungan maut tersebut.
Sementara Gak Lam kun telah lenyap dibalik tikungan rumah sebelah depan sana.
“Weess..! Weess..!” secara beruntun manusia berbaju abu-abu itu melancarkan dua
buah pukulan berantai yang memaksa Giok bin sin ang harus melompat mundur sejauh
tiga langkah.
Begitu musuhnya berhasil dipaksa mundur, sambil tertawa terbahak-bahak kata
manusia berbaju abu-abu itu, “Haaaahhh…haaahhhh…haaahhh sudah lama
kudengar ilmu silat yang dimiliki Say Khi pit sangat lihay melebihi siapapun, setelah
perjumpaan hari ini kubuktikan sendiri bahwa nama besarmu memang bukan nama

kosong belaka, haaahhh…haaahh… haaahhh… kini orangnya sudah pergi, dan lagi kitapun
tak punya perselisihan atau sakit hati apa-apa, aku rasa pertarungan juga tak perlu
dilanjutkan lagi”
Sehabis berkata dia lantas melompat keudara, bagaikan burung elang yang terbang
keangkasa tahu-tahu ia sudah berada diatas atap rumah dan berlalu dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat.
Meskipun baru bertarung beberapa gebrakan saja, namun Giok-bin-sin ang Say Khi-pit
dapat merasakan betapa tangguhnya ilmu silat lawan, bahkan tidak berada dibawah taraf
kepandaiannya, dia menjadi heran dan tidak habis mengerti, siapa gerangan orang itu?
“Heran, siapakah orang tadi?” demikian ia berpikir, “padahal tidak terlalu banyak jago
persilatan yang memiliki ilmu silat setangguh ini kenapa aku tidak kenali orang itu?”
0000O0000
Dikala Say Khi-pit terlibat pertarungan sengit melawan manusia berbaju abu-abu itu,
menggunakan kesempatan yang sangat baik Gak Lam-kun telah berjalan keluar dari
perkampungan tersebut dengan langkah cepat, selewatnya beberapa buah halaman,
akhirnya ia menyelinap kedalam halaman sebelah barat.
Setelah menderita luka keracunan akibat pagutan ular berbisa, gerak gerik Gak Lam
kun sudah tidak segesit dan secepat tadi, dia cukup menyadari mara bahaya yang sedang
mengancamnya, apabila secara langsung dia keluar dari gedung itu. Kongsun Po atau
musuh-musuh tangguh lainnya berhasil menyusulnya, tak bisa disangsikan lagi, jiwanya
pasti akan terancam maut.
Gak Lam-kun berjalan terus dengan sekuat tenaga, lambat laun dadanya terasa sesak
dan sukar bernapas, langkah kakinya makin lama makin berat dan susah, kepalanya
pening dan matanya berkunang-kunang, terutama kaki. Anak muda itu makin sadar bahwa
racun ular dalam tubuhnya segera akan mulai bekerja.
Sekalipun begitu, kesadarannya masih belum hilang, dalam hati kecilnya masih terlintas
tekadnya yang kuat, sambil menahan penderitaan dan siksaan yang hebat ia berjalan
terus menuju kearah barat.
Perkampungan itu betul-betul luasnya bukan kepalang, halamannya saja mencapai
angka seratus, ketika Gak Lam-kun tiba digedung paling barat, tampaklah dihadapannya
terbentang tanah perbukitan yang tandus dan sepi.
Waktu itu, racun ular yang mulai bereaksi dalam tubuhnya makin lama semakin parah,
ia merasa dadanya makin sesak, perutnya mual sekali seperti mau tumpah, sepasang
kakinya seakan-akan sudah tidak menuruti perintah lagi.
Pemuda itu menghela napas panjang, dia tahu andaikata racun ular itu tidak
mendapatkan pengobatan tepat pada waktunya, besar kemungkinan ia akan tewas.
Terbayang akan kesemuanya itu semangat jantannya hampir buyar semua, dengan
sempoyongan ia berjalan kebawah sebuah pohon siong dan duduk bersila disana.

Tiba-tiba Gak Lam kun merasakan segulung angin sejuk berhembus lewat, sungguh
terperanjat perasaannya telapak tangannya cepat disilangkan didepan dada siap
melancarkan serangan, tapi sebelum ia keburu melakukan suatu tindakan, tahu-tahu urat
nadi pada pergelangan tangan kanannya sudah dicengkeram orang.
Gak Lam kun segera menengadahkan kepalanya, ternyata orang itu adalah Jit-pohtoan-
hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To atau manusia berbaju abu-abu tadi.
Betapa geramnya pemuda itu dengan penuh emosi hardiknya, “Kwik To mau apa
kau..?”
Belum habis kata-katanya, manusia berbaju abu-abu itu sudah mengayunkan telapak
tangan kirinya sebiji obat yang dijepit dengan jari tengah dan jari telunjuknya itu tahutahu
sudah dimasukan dalam mulut Gak Lam kun.
Begitu terkena air liur, obat itu segera melumer dan berikut air liurnya mengalir
kedalam perut.
Selesai dengan perbuatannya itu, manusia berbaju abu-abu itu baru tertawa tergelak.
“Haaahhh…haaahhh…haaahhh… Gak siangkong, memangnya kau anggap julukan Jitpoh-
toan hun hanya panggilan kosong belaka bagiku? Haaahh…haaahhh… haaahhh…”
Betapa tercekatnya perasaan Gak Lam kun sehabis mendengar perkataan itu, ia
pentangkan mulutnya lebar-lebar dan berusaha menumpahkan obat tersebut, tapi
walaupun sudah muntah tiga kali dan perutnya hampir terkuras, cairan obat itu belum
berhasil juga dikorek keluar.
Pada saat itulah, mendadak lambungnya terasa sakit sekali seperti dililit-lilit, sedemikian
dahsyatnya rasa sakit yang menyerang perutnya membuat pemuda itu merasa lebih baik
mati daripada tersiksa.
“Uuaak..?” Gak Lam-kun muntah darah kental, kemudian tubuhnya tersungkur dan tak
berkutik lagi.
©ooooo
Setelah meninggalkan Gak Lam-kun, dengan pikiran yang bingung dan kosong Si Tiong
pek berjalan keluar dari gedung tersebut, berhadapan dengan maut yang setiap saat akan
merenggut nyawanya, ia tak tahu harus kemanakah dia pergi?
Tiba-tiba telinganya menangkap suara gulungan ombak yang membentur batu karang,
ketika ia menengadah kedepan, tampaknya tanpa disadari ia telah tiba diatas sebuah
tebing curam yang berada disebelah timur pulau tersebut.
Dibawah tebing itu merupakan sebuah jurang beratus-ratus kaki tingginya dengan batu
karang yang mencuat kesana sini, jika ia berdiri kurang hati-hati hingga terpeleset
kebawah, tidak bisa disangsikan lagi, tubuhnya pasti akan remuk berkeping-keping.
Dengan pandangan sayu ditatapnya ombak yang saling berkejar-kejaran ditengah
samudra, dibawah sorot cahaya sang surya, burung manyar dan burung laut terbang kian
kemari mencari mangsa, suatu perpaduan pemandangan yang indah sekali.

Tak kusangka lagi Si Tiong pek menghela napas sedih.
“Aaaai…mungkinkah aku Si Tiong pek harus mati dalam keadaan seperti ini?” keluhnya.
Setelah berpikir sebentar, tiba-tiba timbul kembali niatnya untuk mencari hidup, ia
segera duduk bersila diatas tanah dan pelan-pelan mengerahkan hawa murninya.
Tapi begitu ia mencoba untuk mengatur napas, dadanya segera menjadi sesak dan
hawa murninya bagaikan tersumbat, nyaris ia tak dapat bernapas, hatinya menjadi
tercekat dan harapannya untuk hidup segera terputus sama sekali, perasaan bergidik
muncul dari dasar hatinya dan mencekam seluruh perasaannya.
“Entah berapa lama lagi aku bisa hidup?” demikian pikirnya, “bila racun ular dan luka
dalam yang kuderita kambuh bersamaan waktunya, niscaya aku bakal mati dalam keadaan
yang mengerikan, daripada tersiksa pada akhirnya kenapa tidak kubereskan dulu nyawaku
mumpung racun ular dan luka dalamku belum mulai kambuh?”
Berpikir sampai disini, pelan-pelan ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ketepi tebing.
Sedetik menjelang perpisahannya antara mati dan hidup, pemuda itu merasakan
hatinya pedih dan hampa, tanpa terasa airmata jatuh berlinang membasahi pipinya.
“Mendadak… Si Tiong-pek menangkap suara nyanyian yang amat memedihkan hati
diantara gulungan ombak yang menerjang batuan karang, lamat-lamat nyanyian itu
kedengaran sebagai berikut,
“…bertanya pada masyarakat, apakah cinta itu?
Haruskah mati atau bidup untuk mendapatkannya..?
Oh, jagat yang luas, mega yang tebal…
Langit selatan bumi utara, burung walet saling beterbangan…”
Suara nyanyian itu amat memedihkan hati, membuat orang amat berduka.
Untuk sesaat lamanya Si Tiong pek menjadi tertegun, menyusul kemudian pikirnya,
“Aneh! Kenapa suara nyanyian itu bisa berasal dari dasar telaga..?”
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya. Si Tiong-pek segera menghela napas
panjang, gumamnya, “Kemungkinan besar suara nyanyian itu berasal dari dalam sebuah
gua dekat tebing karang sana, tapi siapa pula perempuan itu? Kenapa dia menyanyikan
lagu yang begini sedih dan memedihkan hati?”
Nyanyian perempuan itu sekali demi sekali diulang terus menerus, tapi yang
dinyanyikan melulu hanya bait lagu itu saja, bahkan suaranya makin lama semakin
memedihkan hati…
Yaa, demikian mengharukannya suara nyanyian tersebut, membuat siapapun yang
mendengarnya akan ikut melelehkan airmatanya karena sedih.

Kembali Si Tiong pek berpikir, “Kini aku sudah menjelang menemui ajal, apa salahnya
kalau kugunakan kesempatan baik ini untuk menambah pengalamanku yang terahir
kalinya.”
Setelah berpikir sampai disitu, dia lantas memperhatikan keadaan tebing disekeliling
tempat itu kemudian pelan-pelan turun kebawah.
Tak lama kemudian, ia sudah mengitari tebing curam itu dan menuruninya, sekarang
yang terbentang dihadapannya cuma batu-batu karang ditepi pantai. Ombak yang
menggulung-gulung diatas permukaan laut menggempur diatas batu karang dan
memercikkan butiran-butiran air keseluruh penjuru…
Karena perasaan ingin tahunya, Si Tiong pek tak ambil perduli akan sulitnya jalan yang
dihadapinya, pelan-pelan dengan berpijak pada batu-batu karang yang licin ia sampai juga
didasar jurang sementara itu suara nyanyian yang memedihkan hati itu sudah tak
kedengaran lagi.
Menggunakan sepasang matanya yang tajam Si Tiong pek memperhatikan kembali
keadaan disekelilingnya, mendadak ia temukan sebuah mulut gua yang lebarnya tiga depa
dan tingginya enam depa berada kurang lebih dua kaki dari atas permukaan air segera
pikirnya kembali, “Rasanya suara nyanyian itu kecuali berasal dari dalam gua tak mungkin
datang dari arah lain!”
Berpikir demikian, dengan langkah yang lebih berhati-hati lagi Si Tiong pek menelusuri
tebing dan mendekati mulut gua itu.
Suasana dalam gua itu gelap gulita hingga susah untuk melihat kelima jari tangan
sendiri, pelan-pelan ia berjalan masuk kedalam, kurang lebih sepuluh kaki kemudian ia
sudah harus menikung sebanyak tiga kali, sementara lorong tersebut masih terbentang
jauh kedalam sana.
Semakin kedalam suasananya semakin gelap gulita, entah berapa jauh lagi baru akan
sampai didasar gua tersebut?
Akhirnya ia berhenti dan berusaha menenangkan kembali hatinya, kemudian ia berpikir,
“Biasanya gua-gua karang dipulau yang terpencil banyak digunakan sebagai tempat
bersembunyinya ular-ular beracun atau binatang-binatang buas, kini ilmu silatku sudah
punah, kalau sampai diserang…waah, celakalah aku…”
Teringat sampat disitu, hatinya menjadi ragu-ragu, tapi bila teringat kembali
bahwasanya ia sudah bakal mati pemuda itu segera tertawa pedih dan melanjutkan
kembali perjalanannya.
Ternyata gua itu panjang sekali, diam-diam Si Tiong-pek telah mengukur bahwa pada
saat itu ia sudah berada dalam kedalaman empat puluh kaki lebih, tanahnya makin lama
sekali makin becek, angin dingin yang menggidikkan hati berhembus datang dari depan
sana, entah angin tersebut asal mulanya darimana?
Mendadak terdengar suara teguran seorang perempuan yang bernada girang dan
setengah gemetar berkumandang dari balik gua itu, “Kekasihku kau disitu?”
Si Tiong pek tertegun.

“Siapakah perempuan itu? Siapakah kekasihnya?” demikian ia berpikir.
Ketika perempuan itu tidak mendengar suara jawaban, tiba-tiba ia menghela napas
sedih seraya bergumam, “Oooh… Yo-long, kau sungguh amat keji! Tahukah kau, mengapa
suhu berdiam seorang diri selama delapan belas tahun ditempai semacam ini? Hakekatnya
aku sedang menantikan kedatanganmu untuk kembali kedalam pelukan suhu”
Mendengar perkataan itu, Si Tiong pek merasa hatinya terperanjat, segera pikirnya, “Yo
long..? Yo long..? Bukankah dia adalah si bakat setan yang tersohor dalam dunia
persilatan sebagai manusia paling aneh dikolong langit Tok liong Cuncu Yo-long? Wah,
kalau benar-benar demikian, perempuan ini pastilah gurunya Tok liong Cuncu yang penuh
diselimuti teka teki itu…”
Sementara itu, dari dalam gua karang itu kembali terdengar suara yang memilukan hati
dari perempuan itu.
“Yo-long suhu tidak menaruh perasaan dendam apapun juga kepadamu, aku hanya
berharap kau suka kembali lagi dalam pelukanku dan hidup bersama-sama disini… Yolong,
cepatlah datang kemari! Tahukah kau suhu sudah delapan belas tahun menantikan
kedatanganmu, merindukan kasih sayangmu”
Si Tiong pek segera mengerutkan dahinya, ia berpikir lagi, “Aneh benar wah… janganjangan
hubungan
Tok-liong Cuncu dengan perempuan ini bukan cuma hubungan antara guru dan murid
saja, rasa-rasanya dibalik kesemuanya itu masih terselip hubungan cinta kasih..?”
Yaa benar, tokoh aneh nomor satu dalam dunia persilatan, Tok-liong Cuncu Yo long
memang mempunyai kisah percintaan yang lain daripada yang lain dan penuh dengan
kisah duka nestapa yang mengharukan.
Suara yang menggenaskan dari perempuan itu lagi-lagi kedengaran, “Yo long, apakah
pikiran dan perasaanmu belum berubah? Apakah hatimu masih sebeku es, wajahmu
sekeras baja..?”
Sewaktu mengucapkan kata-kata tersebut, tampaknya perempuan itu sedang
terpengaruh emosi suaranya sampai kedengaran begitu parau dan gemetar.
Mendadak Si Tiong pek merasakan separuh badan bagian kanannya menjadi
kesemutan, linu dan sakitnya bukan kepalang, betapa terkesiapnya pemuda itu, dia sadar
luka dalam yang telah menjalar sampai kedalam urat syarafnya itu sudah mulai kambuh,
berarti jiwanya sebentar lagi akan berakhir, saking pedihnya tanpa terasa ia menghela
napas lirih…
Meskipun helaan napas itu lirih sekali, tapi perempuan yang berada dalam gua itu dapat
mengenali sebagai bukan suara Yo long.
Tiba-tiba dengan suaranya yang keras bagaikan geledek ia membentak nyaring, “Siapa
kau?”

Belum sempat Si Tiong pek menjawab, tiba-tiba ia merasakan munculnya segulung
angin pukulan lembut berhembus keluar dari balik gua, baru saja ia berusaha untuk
menghindarkan diri kesamping tahu-tahu sekujur badannya sudah terkurung oleh tenaga
pukulan itu.
Ia merasa hawa murni yang membelenggu tubuhnya itu mendadak dihisap kembali,
seperti besi yang terkena pengaruh besi semberani, dengan sempoyongan ia terhisap
maju kedalam sana.
Sebagaimana diketahui, waktu itu luka dalam yang diderita Si Tiong-pek sudah mulai
bekerja, rasa sakit yang dideritanya sekarang sukar ditahan lagi, setelah tubuhnya terhisap
oleh tenaga murni yang maha kuat itu, ia merasakan badannya lebih payah lagi, bukan
saja semua persendian tulangnya menjadi kesemutan, lemas dan bunyar, badannya jadi
lemah tak bertenaga, ia cuma bisa tergeletak ditanah tak mampu berkutik barang
sedikitpun juga.
Tiba-tiba ia mendengar suara teguran yang menyeramkan berkumandang datang,
“Hey bocah cilik, siapa kau? Kenapa datang kemari?”
Si Tiong-pek adalah seorang pemuda yang licik dan panjang akalnya, ia tahu jika
kedudukan dan asal usulnya yang sebenarnya sampai diutarakan keluar, kemungkinan
besar perempuan aneh itu akan membinasakannya, atau paling tidak akan membiarkan
racun keji dalam tubuhnya bekerja hingga merenggut selembar jiwanya.
Sebaliknya jika ia berbohong, dengan kemampuannya sebagai gurunya Tok liong Cuncu
siapa tahu kalau racun ular dan luka dalam yang dideritanya bisa disembuhkan malah?
Berpikir sampai disitu Si Tiong pek segera menghela napas sambil berkata, “Oooh…
Sucou, oh…Sucou! Ampunilah kesalahan tecu ini…”
Sambil berkata ia lantas berpaling kearah perempuan tersebut.
Terlihatlah seorang perempuan yang buruk sekali rupanya dan rambut yang panjang
kulit yang hitam berkilat seperti setan buas duduk disampingnya.
Tampang wajahnya memang jelek dan menyeramkan akan tetapi bila kau perhatikan
potongan badannya, maka tampak langsing, montok dan padat berisi payudara
perempuan itu, apalagi kulit tangannya dibalik pakaian tampak putih mulus, bersih dan
halus sekali.
Si Tiong-pek yang menyaksikan kejadian itu menjadi tertegun ia merasa perempuan itu
aneh sekali.
Mendadak sinar matanya terhenyak sebentar dilengan kanan perempuan aneh itu, ia
temukan sebuah gelang baja membelenggu pergelangannya itu sementara sebuah rantai
yang panjang sangat panjang menghubungkan gelang tersebut dengan dinding batu
kemala putih yang berada empat kaki jauhnya dari situ.
Kiranya suasana dalam ruang gua itu tidak segelap lorong gua didepan sana, sebab
empat buah dindingnya terbuat dari batu marmer yang putih berkilat, lagipula diatap

dinding gua terdapat pula sebiji butir mutiara sebesar buah kelengkeng yang
memancarkan sinar berkilauan.
Dibawah pancaran sinar bening yang dingin suasana dalam ruangan batu itu dapat
terlihat jelas, ternyata dibagian bawah sekeliling ruangan itu terdapat ruang kecil dengan
airnya berwarna hijau, begitu beningnya air tersebut sehingga ikan-ikan yang berenang
dapat terlihat jelas.
Jelas dasar kolam kecil itu berhubungan dengan dasar lautan, atau dengan perkataan
lain airnya adalah air laut.
“Apakan kau adalah muridnya Yo-long?” terdengar perempuan aneh berambut panjang
itu membentak keras, “mengapa ia tidak datang sendiri?”
Sekali lagi Si Tiong-pek tertegun sesudah mendengar perkataan itu, pikirnya kemudian,
“Konon Tok-liong Cuncu Yo Lak-long masih hidup didunia ini, bahkan telah muncul kembali
dalam dunia persilatan, jika kukatakan padanya bahwa ia sudah mati lantas suatu ketika ia
bertemu lagi dengan Tok-liong Cuncu, bagaimana jadinya nanti..?”
Dalam pada itu, ketika perempuan aneh berambut panjang itu melihat lawannya hanya
membungkam diri, telapak tangan kirinya segera berkelebat kedepan dan mencengkeram
jalan darah Ki-thiam hiat disikut kanan Si Tiong pek, kemudian bentaknya, “Hayo cepat
katakan! Hayo cepat katakan! Kenapa Yo-long tidak datang sendiri?”
Ketika persendian tulang sikutnya kena dicengkeram, Si Tiong-pek segera merasakan
hawa darah dalam isi perutnya bergolak keras, sedemikian hebatnya pergolakan tersebut
sehingga hawa sesat itu menyumbat tenggorokannya, bukan kepalang sakitnya dada dan
isi perutnya ketika itu, tanpa sadar ia merintih.
Perempuan aneh berambut panjang itu berseru tertahan, lalu teriaknya keheranan,
“Hey, jika kau adalah muridnya, mengapa demikian tak becusnya kau?”
Sambil berkata dia lantas mengendorkan cengkeramannya.
Si Tiong-pek menghembuskan napas panjang, sahutnya dengan napas tersengkal, “Aku
sudah terkena sergapan orang jahat, luka yang kuderita sekarang parah sekali, sebentar
lagi jiwaku bakal melayang…”
Dengan tatapan sorot mata yang tajam, perempuan aneh berambut panjang itu
menatap wajah Si Tiong-pek tanpa berkedip, kemudian dirabanya pula sekujur badan
pemuda itu sekian lama, akhirnya dengan suara dingin ia berkata, “Betul, luka dalam yang
kau derita memang parah sekali, tapi aku sanggup menyembuhkan luka yang kau derita
itu”
Betapa girangnya Si Tiong pek setelah mendengar perkataan itu, tapi rasa gembiranya
hanya dirahasiakan didalam hati, sedang diluar ia pura-pura menghela napas.
************http://ecersildejavu.wordpress.com/***************
“Aaaai…Sucou, luka yang kuderita bukan luka sembarangan luka, mungkin sudah tiada
harapan lagi bagiku untuk melanjutkan hidupku didunia ini…”

Dengan suara dingin kembali perempuan aneh berambut panjang itu berkata, “Memang
tidak banyak jagoan tangguh dalam dunia persilatan yang bisa menyembuhkan luka yang
kau derita itu, lukamu disebabkan karena serangan dahsyat tenaga dalam musuh yang
dilancarkan dikala kau sedang berusaha menghimpun tenaga dalammu, sebab itu hawa
murni yang terhimpun menjadi beku didalam urat nadi, itulah yang dikatakan orang
sebagai Jalan api menuju neraka. Kalau keadaan itu saja yang kau alami masih mendingan
tampaknya setelah menderita jalan api menuju neraka kau dilukai lagi olah sejenis
makhluk yang amat beracun, mungkin orang lain tak akan bisa menyembuhkan luka parah
ini tapi aku masih mampu untuk menolong.
Ketika Si Tiong pek mendengar bahwa apa yang dilukiskan tentang keadaan lukanya
memang persis seperti apa yang dialaminya, diam-diam diapun lantas berpikir, “Kalau
dilihat dari apa yang dikatakan, rupanya selembar jiwaku memang masih dapat
diselamatkan, aku harus berusaha agar ia mau menyembuhkan luka parahku ini”
Setelah berpikir sampai disitu harapannya untuk hidup muncul kembali, katanya
kemudian, “Sucou, aku dilukai oleh irama Sang goan ki yang lihay itu, lalu dipagut pula
oleh ular beracun.”
Mendengar kata-kata itu, perempuan aneh berambut panjang itu segera
mendongakkan kepalanya lalu bergumam, “Sang-goan-ki! Sang-goan-ki! Ternyata kau
dilukai oleh Soat-san-thian-li perempuan siluman itu…”
Ketika menggumamkan kata-kata tersebut wajahnya berkejang keras sehingga kulit
mukanya pada berkerut semua, lama sekali ia duduk termangu-mangu dengan mulut
membungkam, rupanya sedang ia kenang kembali kisah pengalamannya dimasa lampau
yang penuh dengan penderitaan dan kedukaan itu.
Tiba-tiba perempuan aneh berambut panjang itu membentak keras, “Hey, kau bilang
Yo long masih berbaikan dengan siluman perempuan itu..?”
Ucapan tersebut diutarakan dengan nada emosi sampai-sampai rambutnya yang
panjang ikut bergetar keras.
Tiba-tiba telapak tangan kirinya ditekankan keatas dada Si Tiong pek, persis diatas
jalan darah Hian-ki-hiatnya, asal tenaga dalamnya dipancarkan keluar, tak bisa diragukan
lagi Si Tiong pek pasti akan mati dalam keadaan yang mengerikan.
Si Tiong pek agak tertegun sewaktu mendengar ucapan yang tidak dipahami ujung
pangkalnya itu, tetapi sebagai seorang pemuda yang cerdas, ia sadar bahwa keadaannya
saat ini berbahaya sekali, satu kali dia salah berbicara berarti jiwanya akan melayang
meninggalkan raga.
Maka sesudah termenung beberapa saat lamanya, diapun bertanya, “Sucou,
perempuan yang manakah yang kau maksudkan sebagai perempuan siluman itu?”
Aneh! Ketika mendengar pertanyaan itu, pergolakan emosi dalam hati perempuan aneh
berambut panjang itu segera menjadi tenang kembali, malah ia bergumam, “Yo Lak-long
wahai Yo Lak-long, mungkin kau sudah melupakan perempuan itu, maka tidak kau
ceritakan keadaan tersebut kepada muridmu…”

Setelah berhenti sebentar, ia menghela napas panjang lalu katanya kembali, “Aaaaai…
beritahu kepadaku, apakah Yo long pernah membicarakan tentang diriku kepadamu?”
Si Tiong-pek termenung sejenak, lalu menjawab, “Sucou, apabila suhu tak pernah
membicarakan tentang dirimu kepadaku, mana mungkin aku bisa sampai disini?”
Betapa girangnya perempuan aneh berambut panjang itu, tiba-tiba ia tertawa terkekehkekeh…
Dibalik gelak tertawanya yang amat nyaring itu terselip begitu banyak perasaan, baik
itu perasaan sedih, duka..
Kesepian, seorang diri…
Gembira, bangga…
Selama ini Si Tiong-pek memperhatikan terus perubahan mimik wajahnya, dikala gelak
tertawanya berakhir, terlihatlah butiran air mata jatuh berlinang membasahi pipinya…
Gelak tertawa telah berakhir, kini yang kedengaran hanya isak tangis yang
mengharukan.
Didalam waktu yang relatif singkat ini, Si Tiong pek berhasil meraba garis besar
keadaan yang sedang dihadapinya ia tahu perempuan aneh itu bukan saja menjadi
gurunya Yo long diapun menjadi kekasihnya, kemudian mungkin disebabkan suatu
kejadian tertentu Yo-long tidak mencintainya lagi, maka diapun mengurung diri selama
delapan belas tahun disana.
Aaaai..!Perempuan yang menggenaskan ternyata cintanya kepada Yo long telah
mencapai taraf sedemikian hebatnya.
Isak tangis perempuan aneh berambut panjang itu makin lama semakin menggenaskan
kian lama kian mengharukan hati orang.
Mula pertama Si Tiong-pek masih tidak merasakan apa-apa terhadap isak tangis
tersebut tapi akhirnya menjadi kecut dan tanpa terasa airmatanya jatuh bercucuran
membasahi pipinya.
Si Tiong-pek sendiri tidak bisa mengatakan mengapa dia sampai ikut menangis ia cuma
merasa bahwa dibalik isak tangis perempuan aneh berambut panjang itu terkandung suatu
daya pengaruh aneh yang membuat orang ikut terpengaruh.
Mendadak perempuan aneh berambut panjang itu berhenti menangis, bentaknya lagi,
“Apakah semua perkataanmu tak ada sepotong katapun yang palsu?”
Setelah dibentak olehnya, Si Tiong-pek baru merasa bagaikan sadar dari impian, ia
menjadi tertegun.
“Heran, kenapa aku ikut menangis..?” pikirnya.

Paras muka perempuan aneh berambut panjang itu kembali berubah, dicengkeramnya
tubuh Si Tiong-pek dengan tangan kirinya, lalu bentaknya kembali, “Hay,sudah kau dengar
perkataanku?”
“Perkataan apa?” tanya pemuda itu kebingungan.
“Benarkah Yo-long masih rindu kepadaku?” bentak perempuan aneh berambut panjang
itu dengan mata mendelik.
Ingin tertawa rasanya Si Tiong-pek setelah mendengar perkataan itu, pikirnya,
“Perempuan ini terlalu mencintai Yo Lak long, sehingga cintanya itu hakekatnya lebih
mendekati kalap”
Dalam benak anak muda itu sekarang sudah tersusun suatu rencana matang, maka
dengan wajah yang bersungguh-sungguh dia menjawab, “Suhu benar-benar amat rindu
kepadamu, jika ada sepotong kataku yang bohong, biar aku mati secara menggenaskan!”
“Kalau memang begitu, mengapa ia tidak datang menjengukku?” kembali perempuan
aneh berambut panjang itu membentak.
Si Tiong-pek menghela napas panjang.
“Aaaai… suhu merasa malu dan menyesal, ia merasa tak punya muka untuk menjumpai
kau orang tua lagi!”
Begitu mendengar ucapan tersebut, perempuan aneh berambut panjang itu tertawa
terkekeh-kekeh.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh… bocah cilik, pandai amat kau berbicara yang bukanbukan”
Dari gelak tertawa tersebut, Si Tiong-pek dapat merasakan bahwa ia sedang merasa
gembira,
“Cucu murid mana berani berbohong kepada sucou?”
“Lantas sekarang dia berada dimana? Aku segera akan pergi mencarinya..!”
“Suhu berada pula diatas pulau ini, cuma aku lihat Sucou tidak dapat bergerak dengan
leluasa…”
“Kalau begitu cepat bebaskan aku dari rantai kunci kecintaan ini?” seru perempuan ini
ketus.
“Apa? Rantai kecintaan?” pikir Si Tiong pek dengan wajah tertegun dan mulut melongo.
Tiba-tiba paras muka perempuan aneh berambut panjang itu berubah hebat,
bentaknya, “Bagaimana? Apakah Yo Lak-long tidak berpesan kepadamu agar membukakan
rantai kecintaan?”
“Tidak!” sahut pemuda itu tanpa sadar.

Kontan saja perasaan perempuan aneh berambut panjang itu bergolak keras, lalu
sambil tertawa seram teriaknya, “Bagus…bagus sekali! Kau harus mampus”
Si Tiong pek ikut tertawa dingin, katanya pula lambat-lambat, “Jika kau ingin
membinasakan diriku, cepatlah turun tangan dengan segera, aku tidak akan menyesal
barang sedikitpun juga”
Mendadak sikap perempuan aneh berambut panjang itu berubah seratus delapan puluh
derajat dan hangat katanya, “Anak kunci untuk membuka rantai kecintaan berada dalam
ruang rahasia disudut timur sana, kesanalah dan ambil anak kunci tersebut..!”
Si Tiong pek menurut, dia menuju keruang timur betul juga diatas dinding yang
berwarna putih terdapat sebuah tombol rahasia, ketika tombol tersebut ditekan dengan
ujung jarinya terdengarlah suara gemerincingan yang nyaring berkumandang
memecahkan kesunyian.
Diatas dinding ruang berwarna putih yang tertutup rapat itu, tiba-tiba muncul sebuah
pintu rahasia ternyata dibalik pintu ada sebuah ruangan rahasia yang lain.
Dalam ruangan tersebut ternyata berisikan kitab-kitab kuno yang banyak sekali,
sepintas lalu mirip dengan kamar baca, disebelah kiri ruangan terdapat sebuah meja tulis,
diatas meja tergeletak beberapa jilid kitab dan diantara keliling kitab itu terletak sebuah
anak kunci yang berwarna emas.
Dengan langkah cepat Si Tiong pek menghampiri meja tulis itu dan mengambil anak
kunci emas itu, tanpa sadar matanya melirik sekejap tumpukan kitab disampingnya.
Mendadak sorot matanya tertarik oleh empat huruf besar yang tercantum dihalaman
terdepan dari sejilid kitab tipis, tulisan itu berbunyi demikian, “HAY-CIONG-KUN-BOH”
“Hay-ciong-kun-boh!” Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, “Bukankah kitab
ini ada hubungannya dengan manusia aneh yang pernah menggetarkan dunia persilatan
pada tiga ratus tahun berselang..?” demikian pikirnya.
Sementara dia masih melamun! perempuan aneh beramput panjang yang berada diluar
ruangan telah membentak, “Hey, sudahkah kau dapatkan anak kunci emas untuk
membuka rantai kecintaan?”
Si Tiong-pek tidak berpikir panjang lagi, sambil menyelam minum air, ia sambar juga
kitab pusaka “Hay ciong kun boh” tersebut dan segera dimasukkan kedalam sakunya.
“Sudah, anak kunci itu sudah kudapatkan!” sahutnya.
Dengan sikap yang santai selangkah demi selangkah ia berjalan balik kesamping
perempuan itu.
“Aduuuh..!” tiba-tiba Si Tiong pek menjerit kesakitan, lalu sambil mendekap perutnya ia
terhuyung-huyung, mukanya berubah menjadi hitam pekat, ternyata racun ular yang
berada dalam tubuhnya telah mulai bekerja.
Dalam keadaan setengah sadar setengah tidak lamat-lamat Si Tiong-pek merasa
perempuan aneh berambut panjang itu menekankan telapak tangannya diatas tubuhnya,

segulung aliran hawa murni yang panas segera merembes masuk lewat jalan darah Miabun
hiat dan tersebar kesegala penjuru tubuh…
Kemudian ia jatuh tak sadarkan diri.
Ketika Si Tiong-pek sadar kembali dari pingsannya, ia merasa seluruh tubuhnya yang
semula sakit dan tersiksa kini sudah tak terasa lagi, cuma badannya menjadi lemas tak
bertenaga, seakan-akan baru saja sembuh dari penyakit berat.
Si Tiong pek segera melompat bangun dari atas tanah…
“Criing..! Criing..!” tiba-tiba ia mendengar bunyi gemerincingan memecahkan kesunyian
dilanjutkan pergelangan tangan kanannya terasa berat sekali sehingga gerak geriknya
tidak leluasa.
Ketika ia perhatikan lengan kanannya dengan penuh keheranan, kontan saja hatinya
menjadi terperanjat. Ternyata sebuah gelang baja yang sangat kuat telah membelenggu
lengan kanannya itu.
“Tak usah keheranan!” tiba-tiba terdengar suara lembut dari perempuan aneh
berambut panjang itu menggema dari sisi telinganya, “gelang baja itu terbuat dari inti lima
jenis logam yang dicampur menjadi satu, bukan saja tak mempan dibacok dengan senjata,
gelang yang membelenggu pergelangan tanganmu itu mempunyai sifat per yang sangat
kuat, bagaimanapun kau berusaha untuk melepaskan diri, jangan harap gelang itu bisa
kau copot dari situ lagipula semakin keras kau meronta semakin kencang pula gelang itu
membelenggu tanganmu. Nah, sekarang aku hendak pergi mencari Yo Lak long bila ia
tidak berhasil kutemukan maka kau boleh hidup sepanjang masa dalam gua batu itu, air
dalam kolam adalah air tawar, bila lapar boleh kau tangkap sendiri ikan-ikan disana, mau
minum juga ada air tawar yang tersedia, pokoknya kau terjamin tak sampai mati
kelaparan.
Beristirahat saja disini dengan tenang, asal suhumu berhasil kutemukan dengan
sendirinya dia akan datang kemari untuk membebaskan dirimu. Waktu itu akupun bersedia
pula mewariskan ilmu silat tinggi kepadamu agar kau bisa menjagoi dalam dunia
persilatan”
Perkataan dari perempuan aneh berambut panjang yang kedengarannya begitu enteng
dan santai justru ibaratnya guntur yang membelah bumi disiang hari bolong bagi
pendengaran Si Tiong pek siksaan dan penderitaan yang tiada akhirnya ini bukan
sembarangan orang bisa mengalaminya.
Tak terlukiskan rasa marah, benci dan dendam Si Tiong pek menerima kenyataan
tersebut, ia segera tertawa dingin.
“Heeeehh…heeehhh…heeehhh…siluman iblis bertampang jelek, kau tak usah
berbangga dulu, terus terang kuberitahukan kepadamu, kekasihmu Tok-liong Cun-cu Yo
Long telah tewas ditebing Yan-po-gan dibukit Hoa-san pada delapan belas tahun
berselang, selama hidup jangan harap kau bisa berjumpa lagi dengannya”
Sekarang gilirannya perempuan aneh berambut panjang yang terbelalak kaget,
matanya melotot lebar penuh kekosongan, ditatapnya Si Tiong-pek dengan termangumangu…

Lama, lama sekali, akhirnya ia memperdengarkan suara tertawanya yang panjang tapi
seram bagaikan tangisan setan iblis.
“Haaahhh…haaahh…haaahhh…haaahhh… ia benar-benar sudah mati…siapa yang telah
membinasakan dirinya… haaahhh… haaahhh… Yo Long, wahai Yo Long… aku tidak
menginginkan kematianmu… siapakah… siapakah pembunubmu? Haahh.. haahh dia belum
mati, Lak-long, tidak akan mati… Yo Long wahai Yo Long aku tak dapat kehilangan
dirimu…haahhh… haaahh…haaahh…”
Dalam waktu singkat, perempuan aneh berambut panjang itu sudah berubah seperti
orang gila, ia berkaok-kaok sejadi-jadinya, sebentar tertawa tergelak sebentar menangis
tersedu, keadaannya semakin mengerikan.
Mimpipun Si Tiong-pek tidak menyangka kalau beberapa patah katanya itu sudah cukup
membuatnya menjadi gila, untuk sesaat pemuda itu menjadi tertegun dan tak tahu apa
yang musti dilakukan.
Tiba-tiba perempuan aneh berambut panjang itu melotot kearah Si Tiong-pek dengan
penuh kebencian, sambil tertawa dingin katanya, “Kau pasti adalah pembunuh dari Yo
Long, aku hendak membinasakan dirimu… aku hendak mencincang tubuhmu…”
Sambil mengancam, perempuan aneh berambut panjang itu mengayunkan telapak
tangan kanannya segulung angin pukulan yang sangat kuat dan dahsyat secepat
sambaran kilat menerjang ketubuh Si Tiong pek.
Sejak mendengar kata-kata ancaman tadi, Si Tiong-pek sudah waspada dan bersiapsiap
menghadapi serangan maut dari lawannya, maka begitu angin pukulan yang
menyesakkan napas itu menindih tubuhnya buru-buru ia berkelit kesamping untuk
menghidarkan diri.
Sekalipun pukulan yang mengarah langsung kedadanya berhasil dihindari anak muda
itu, rupanya sisa angin pukulan yang melebar kesamping telah menyerempet
pinggangnya…
Tidak ampun lagi pemuda itu menjerit kesakitan, sambil muntah darah segera
badannya tergeletak ditanah dan tak bisa berkutik lagi.
Perempuan aneh berambut panjang itu segera terkekeh kekeh dengan seramnya.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh… mampus!
Sudah mampus! Haaahhh… haaahhh… haaahhh… Yo Long wahai Yo Long, kau berada
dimana? Kau tak dapat meninggalkan diriku seorang Yo Long.”
Secepat sambaran kilat perempuan aneh berambut panjang itu berkelebat keluar
ruangan, jeritan-jeritan kalapnya yang memilukan hati makin lama semakin menjauh dari
pendengaran sehingga akhirnya lenyap sama sekali.
Bagaimanakah dengan nasib Si Tiong-pek yang dirantai dalam gua? Untuk sementara
waktu baiklah kita tinggalkan lebih dulu.

0000O0000
Bintang-bintang bertebaran dilangit yang kelam, cahaya yang lembut dan redup
berkelip-kelip menyinari jagat, rembulan yang purnama mulai tampak dari balik awan di
ufuk sebelah timur.
Sinar keperak-perakan yang lembut menyoroti sebatang pohon siong dan memantulkan
cahayanya diwajah seorang pemuda tampan berbaju hijau yang sedang duduk bersila
disitu.
Pemuda itu duduk bersila tak berkutik bagaikan seorang pendeta, uap putih mengepul
dari atas kepalanya dan menciptakan awan yang amat tebal, rupanya ia sedang
mengerahkan tenaga dalamnya untuk menembusi seluruh jalan darah penting dalam
tubuhnya.
Kurang lebih seperminum teh kemudian ia membuka kembali sepasang matanya yang
memancarkan cahaya tajam, lalu menghela napas panjang.
“Aaaai…aku tak sudi menerima budi kebaikan dari musuh besarku, sungguh tak
kusangka ia memaksa untuk melepaskan budinya kepadaku, Kwik To wahai Kwik To!
Meskipun aku Gak Lam kun telah menerima bantuan kali ini, akan tetapi aku tak akan
melupakan dendam sakit hati atas kematian yang menimpa guruku”
Dengan pandangan termangu, sorot matanya dialihkan keangkasa dan memandang
awan yang berkejaran, ia merasakan perasaannya, hampa dan pikirannya kosong.
Mendadak…serentetan suara nyanyian yang memilukan hati lamat-lamat
berkumandang dari tempat kejauhan dan memecahkan keheningan yang mencekam
sekeliling tempat itu.
Mula-mula nyanyian itu masih berada ditempat kejauhan, makin lama semakin dekat
sehingga akhirnya bait-bait nyanyian itu dapat terdengar olehnya dengan jelas.
“…..Bertanya pada masyarakat, apakah cinta itu?
Haruskah mati atau hidup untuk mendapatkannya..?
Oh, jagat yang luas, mega yang tebal…
Langit selatan bumi utara, burung walet saling beterbangan…”
Begitu mendengar suara nyanyian tersebut. Gak Lam-kun merasakan hatinya terkesiap,
sebab nyanyian itu terasa begitu kenal begitu hapal dalam benaknya sehingga ia sediripun
dapat membawakan diluar kepala.
Bukan hanya sekali dua kali saja ia mendengar nyanyian tersebut, hampir setiap hari
nyanyian itu pasti berkumandang, sebab tiap hari bila tengah malam telah tiba, gurunya
selalu menyanyikan lagu tersebut.
Bagaimana mungkin Gak Lam-kun tidak terperanjat setelah mendengar kembali
nyanyian tersebut ditengah keheningan malam seperti ini? Mimpipun tak pernah disangka

olehnya bahwa nyanyian tersebut bakal didengarnya kembali diatas pulau yang terpencil
ini.
Tiba-tiba suara nyanyian tersebut terputus sampai ditengah jalan.
Menyusul kemudian suara tertawa panjang yang menyeramkan dan mendirikan bulu
kuduk orang menyayat-nyayat keheningan yang mencekam seluruh jagad, ditengah gelak
tertawa tersebut menggema pula teriakan-teriakan yang amat nyaring,
“Oooh…kekasihku…ooooh…sayangku… dimanakah kau sekarang? Dimanakah kau
berada…”
Suara orang itu amat memilukan hati, bagaikan anak domba yang mencari induknya
seperti juga ibu yang menangisi anaknya, membuat siapapun yang mendengar suara itu
ikut merasa terharu dan melelehkan airmatanya…
Gak Lam kun tertegun, secara sigap ia segera menyadari bahwa nyanyian, gelak
tertawa dan teriakan tersebut dipancarkan seseorang dengan menggunakan tenaga
dalamnya yang sempurna.
0000000O0000000
Kalau ditinjau dari daya pengaruh yang diakibatkan dari suara nyanyian, gelak tertawa
dan teriakan tersebut, jelaslah terbukti bahwa tenaga dalam orang itu sudah mencapai
puncak kesempurnaan yang tiada taranya didunia ini.
“Siapakah dia?”
Tiba-tiba gelak tertawa aneh yang tinggi melengking dan tak sedap didengar
berkumandang datang dari kejauhan.
Pelan-pelan Gak Lam-kun bangkit berdiri, lalu melongok kearah mana berasalnya suara
itu, sesosok bayangan manusia laksana sambaran petir sedang meluncur datang
kearahnya.
Ketika tiba beberapa kaki dihadapan Gak Lam kun, tiba-tiba bayangan manusia yang
sedarg melintas dengan cepatnya itu menghentikan gerakan tubuhnya.
Dibawah cahaya rembulan tampak orang itu adalah seorang perempuan yang berwajah
jelek berbaju compang camping dan mempunyai rambut sepanjang pinggang.
Sesudah melihat jelas tampang orang itu, Gak Lam kun baru merasa terperanjat,
pikirnya dengan cepat, “Mungkinkah suara nyanyian tadi berasal dari perempuan gila
itu..?”
Sementara pemuda itu masih termenung, dengan sepasang matanya yang jeli
perempuan aneh berambut panjang itu sudah mengamati wajah Gak Lam kun dengan
seksama, lalu sambil tertawa dingin tegurnya, “Hey, siapakah kau? Mengapa berada disini?
Pernahkah kau jumpai kekasihku?”
Pertanyaan yang diajukan tanpa ujung pangkalnya itu disampaikan dengan kata-kata
yang cepat, hal ini membuat Gak Lam-kun diam-diam harus mengerutkan dahinya.

Betapa geramnya perempuan aneh berambut panjang itu setelah menyaksikan wajah
Gak Lam-kun yang ketus sikapnya yang enggan menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba
bentaknya lagi, “Hey, rupanya kau yang telah membinasakan kekasihku? Kau…kau harus
mampus!”
Tanpa banyak membuang waktu, sebuah bacokan keras segera diayunkan ketubuh Gak
Lam-kun…
Mengikuti gerakan bacokan tersebut, segulung angin pukulan yang sangat kuat segera
menyambar kedepan dan menindih dada lawan.
Sungguh tercekat perasaan Gak Lam-kun, mimpipun ia tak menyangka kalau
perempuan aneh berambut panjang itu bakal melancarkan serangan secepat itu, lagipula
angin yang dihasilkan orang itu ternyata belum pernah dijumpainya selama ini.
Ia tak berani menyambut pukulan itu dengan keras lawan keras, dengan cekatan
tubuhnya berkelit tiga langkah kesamping dan menghindarkan diri dari ancaman tersebut,
kemudian serunya dengan lantang.
“Hey locianpwe, tunggu sebentar..! Jangan
melancarkan serangan dahulu!”
Rupanya perempuan aneh berambut panjang itupun merasa terkejut bercampur heran
setelah menyaksikan Gak Lam-kun berhasil menghindarkan serangannya semudah itu,
sambil mengayunkan kembali telapak tangan kirinya ia membentak, “Kekasihku telah kau
bunuh, apalagi yang hendak kau katakan? Apalagi yang hendak kau katakan?”
Dari kejauhan kembali dia lancarkan sebuah pukulan dengan telapak tangan kirinya.
Dalam serangannya yang dilancarkan kali ini ternyata tidak membawa sedikitpun hawa
pukulan yang mendesis, malah sepintas lalu seperti orang yang sedang berpura-pura
melancarkan serangan.
Namun paras muka Gak Lam-kun segera berubah menjadi serius, dengan telapak
tangan kirinya melindungi badan, kelima jari tangan kanannya dipentangkan lebar-lebar
untuk melancarkan pula sebuah pukulan kearah depan.
“Blaaamm…!” ketika dua gulung angin pukulan itu saling bertemu ditengah udara,
terjadilah ledakan dahsyat yang memekikkan telinga.
Jilid 7
Dalam waktu singkat hawa murni memancar keempat penjuru, gulungan angin puyuh
tersebar keempat penjuru dan menerbangkan debu dan pasir disekelilingnya, dalam radius
tujuh kaki benda apapun terbawa semua keudara.
Ledakan dahsyat memekikkan telinga ini belum pernah dijumpai dalam dunia persilatan
sebelumnya.

Setelah menyambut hawa pukulan bersifat lembut yang dipancarkan perempuan aneh
berambut panjang itu, Gak Lam-kun merasakan hawa darah di rongga dadanya bergolak
keras, betapa terperanjatnya pemuda itu, cepat-cepat telapak tangan kirinya diayunkan
kembali kemuka dengan kecepatan tinggi, ia berusaha untuk memusnahkan sisa kekuatan
yang masih tersisa dari pukulan lawan itu dari sekitar badannya.
Kemudian setelah bebas dari ancaman, Gak Lam-kun baru menegur dengan suara
dingin, “Siapakah nama kekasihmu itu? Aku sama sekali tidak kenal dengannya, kenapa
aku mesti mencelakai dirinya?”
Ketika perempuan aneh berambut panjang itu menyaksikan Gak Lam-kun berhasil
memunahkan serangannya yang kedua, mimik wajahnya agak bergerak, lalu sekulum
senyum menghiasi ujung bibirnya.
“Kenapa?” katanya, “masa kau tidak kenal dengannya, lantas tahukah kau siapa yang
kenal dengannya?”
Diam-diam Gak Lam-kun menyadari bahwa perempuan yang sedang dihadapinya
adalah perempuan gila, tapi harus diakui ilmu silatnya memang cukup menggentarkan
perasaan siapapun, sekalipun sewaktu tersenyum mukanya kelihatan jelek dan
menyeramkan, tapi dua baris giginya kelihatan begitu putih, bersih dan rata.
Diam-diam ia berpikir, “Aneh benar perempuan ini, bila ditinjau dari potongan
badannya, jelas dia adalah seorang perempuan cantik, tiada sebagianpun dari tubuhnya
yang cacad atau kurang sempurna, tapi justru raut mukanya berwarna merah hitam tak
menentu, ditambah lagi daging merah terkuar dimana-mana membuat tampangnya
kelihatan begitu jelek dan mengerikan lagi, disamping itu suaranya juga kadangkala tinggi
melengking amat menusuk pendengaran, bagaikan jeritan setan dari neraka, tapi
kadangkala merdu merayu bagaikan burung Nuri yang sedang berkicau, siapakah
sebetulnya orang ini..?”
Ingatan tersebut berputar tiada hentinya dalam benak Gak Lam-kun, setelah pusing
dibuatnya diapun tersenyum sambil berkata, “Locianpwe, bolehkah aku tahu siapa nama
kekasihmu itu?”
Paras muka perempuan aneh berambut panjang itu berubah menjadi serius, hardiknya,
“Hey, ngaco belo, apaan kamu ini? Long ji adalah kekasihku, calon suamiku, tapi ia pun
merupakan muridku.” Gak Lam-kun menjadi kaget dan tertegun lalu menghela napas
panjang, pikirnya, “Jelaslah sudah perempuan ini memang perempuan gila, sayang sekali
dengan ilmu silatnya yang tinggi… aaai, setelah kuketahui bahwa dia adalah perempuan
edan, kenapa aku musti berdebat terus, dengan perempuan edan semacam dia?”
Mimpipun Gak Lam-kun tidak menyangka kalau perempuan yang berada dihadapannya
sekarang adalah Sucounya, sayang sebelum ajalnya tiba Tok-liong Cuncu Yo Long sama
sekali tidak mengungkapkan kisah cintanya dengan perempuan tersebut.
Demikianlah, setelah berpikir sebentar, Gak Lam-kun lantas memberi hormat sambil
berkata, “Locianpwe, aku tidak kenal dengan Long ji mu, akupun tidak tahu siapa yang
kenal dengan dirinya, maaf aku masih ada urusan yang harus kukerjakan sekarang, jadi
terpaksa aku harus mohon diri terlebih dahulu…”
Selesai berkata, dia lantas putar badan dan siap meninggalkan tempat itu.

Bagaikan bayangan setan saja tahu-tahu perempuan aneh berambut panjang itu sudah
berkelebat kemuka dan menghadang tiga depa dihadapan Gak Lam-kun, dengan hawa
nafsu membunuh menyelimuti wajahnya, ia membentak nyaring, “Nama besar Long-ji ku
menggetarkan seluruh dunia, tak seorang umat persilatanpun yang tidak kenal dengannya,
kalau kau tidak kenal dengan Long-ji ku, apa pula gunanya tetap hidup dikolong langit?”
Tangannya diayunkan dan sebuah pukulan dahsyat kembali dilancarkan ketubuh Gak
Lam-kun.
Segulung hawa pukulan yang dingin menggidikkan hati, mengikuti gerakan telapak
tangan tersebut langsung menerjang ke dada Gak Lam-kun.
Berubah hebat paras muka anak muda itu, dengan suatu gerakan aneh ia mengegos
kesamping dan berputar ke sisi kanan perempuan aneh berambut panjang itu, kemudian
dengan serius katanya, “Locianpwe, jika kau bertindak secara sembrono terus menerus,
maaf bila boanpwe terpaksa harus bertindak kurangajar!”
Perempuan aneh berambut panjang itu sama sekali tidak menggubris, sebelum Gak
Lam-kun sempat melancarkan serangannya, telapak tangan kirinya sudah dikebaskan tiga
kali masing-masing mengancam tiga buah jalan darah penting di dada lawan.
Tak terlukiskan rasa kaget Gak Lam-kun menghadapi serangan tersebut, untuk kedua
kalinya dia gunakan kembali ilmu langkah yang sangat ampuh itu untuk melepaskan diri
dari ancaman, kemudian jari tangan kirinya direntangkan, dengan gerak serangan yang
tak kalah anehnya ia cengkeram persendian tulang sikut ditangan perempuan itu.
Agaknya perempuan aneh berambut panjang itu dapat merasakan datangnya bahaya,
tangan kanannya segera dikebaskan kebawah, sementara tangan kirinya melancarkan
sebuah pukulan lagi mengarah jalan darah penting di pinggang Gak Lam-kun.
Dengan suatu lompatan si anak muda itu menghindarkan diri dari ancaman, lalu telapak
tangannya berputar membacok kebawah dengan kecepatan tinggi.
Baik menghindar maupun dikala melancarkan serangan balasan semua gerakan
tersebut dilaksanakan dengan kecepatan serta ketepatan yang mengagumkan.
Sebaliknya, jurus serangan yang digunakan perempuan aneh berambut panjang itu
sepintas lalu seperti jurus serangan biasa, tapi jurus-jurus serangan biasa itu dalam
penggunaannya ternyata berubah menjadi satu ancaman yang disertai dengan tenaga
penghancur yang mengerikan, seolah-olah dari balik gerak serangan yang sederhana,
sesungguhnya mengandung perubahan jurus yang amat sakti.
Dalam keadaan demikian, kendatipun, jurus serangan balasan yang dipergunakan Gak
Lam-kun mempunyai perubahan yang bagaimanapun saktinya namun setiap kali selalu
berhasil dipunahkan dengan begitu saja oleh jurus sederhana yang dipergunakan
perempuan aneh berambut panjang itu.
Untung Gak Lam-kun masih mempunyai ilmu gerakan tubuh Ji gi ngo heng Jit eng liong
heng sin hoat, coba kalau tidak, sejak tadi ia sudah terluka ditangannya.
Beberapa saat kemudian, dua orang itu sudah bergebrak sebanyak belasan jurus lebih.

Setiap kali didesak oleh pukulan-pukulan gencar dari perempuan aneh berambut
panjang itu, tiap kali pula Gak Lam-kun harus mundur untuk menghindarkan diri, lama
kelamaan hal ini menimbulkan kemarahannva.
Telapak tangan kiri pukulan tangan kanan segera dilancarkan bersamaan waktunya,
tentu saja serangan-serangan itu dilancarkan dengan disertai tenaga pukulan yang
dahsyat.
Serangkaian pertarungan yang sedang berlangsung ini benar-benar merupakan suatu
pertarungan sengit yang jarang dijumpai dalam dunia persilatan, terlepas dari jurus
serangan yang dipergunakan perempuan aneh tersebut, cukup meninjau dari setiap
pukulan, setiap sodokan dan setiap tendangan yang dipergunakan Gak Lam-kun,
semuanya merupakan jurus-jurus serangan yang jarang dijumpai dikolong langit.
Dibawah desakan dan terjangan Gak Lam-kun dengan pukulan dan tendangannya yang
bertubi-tubi, perempuan aneh berambut panjang itu segera memperlihatkan pula rasa
kaget dan tercengangnya.
Tiba-tiba ia meluruskan sepasang telapak tangannya ke depan, pergelangan tangannya
agak ditekuk ke bawah, kemudian segulung angin pukulan lembut pelan-pelan dilontarkan
ke depan.
Tapi setiap kali angin pukulan itu terbentur dengan jurus serangan yang dipergunakan
oleh Gak Lam-kun, hawa pukulan itu seakan-akan terbendung sama sekali, setiap kali
pukulan itu terpental dan tak mampu dikembangkan.
Akhirnya dengan jengkel perempuan aneh berambut panjang itu menarik kembali
serangannya.
“Hey, siapakah kau?” bentaknya kemudian.
“Aku She Gak bernama Lam kun!” jawab pemuda itu hambar.
“Gak Lam-kun…Gak Lam-kun..?” seperti orang yang sedang mengigau, perempuan
aneh berambut panjang itu mengulangi nama tersebut sampai berpuluh-puluh kali,
suaranya lirih sekali.
Entah beberapa lama sudah lewat, tiba-tiba ia membentak keras, “Gak Lam-kun, kau
harus mampus!”
Kena dibentak oleh perempuan itu, Gak Lam-kun tersentak kaget, serunya tanpa
terasa, “Kenapa aku harus mampus?”
Perempuan aneh berambut panjang itu manggut-manggutkan kepalanya, lalu dengan
lembut berkata, “Kenapa kau harus mampus? Sebab kau bisa mempergunakan ilmu silat
dari Long-jiku!”
“Ilmu silatku berasal dari ajaran guruku sendiri, ilmu silat dia orang tua sudah mencapai
taraf yang luar biasa, jurus silat dari perguruan manapun didunia ini telah dikuasai semua
olehnya, tentu saja termasuk juga ilmu silat dari Long ji mu itu”

“Wahai Gak Lam-kun, siapa nama gurumu? Aku hendak membunuh dirinya..!” bentak
perempuan aneh berambut panjang itu dengan penuh kegusaran.
Gak Lam-kun segera menghela napas panjang.
“Aaaaai…guruku sudah tiada, jangan harap kau bisa beradu kepandaian dengannya”
Mendengar jawaban tersebut, tiba-tiba perempuan aneh berambut panjang itu
menengadah dan tertawa seram.
“Haaahhh… haahhh… haaahhh… sudah mampus? Haahhh… haahhh… haaahhh…
rupanya semua orang dikolong langit sudah pada mampus, Long-ji juga sudah mampus.
Oooh…Long-ji ku yang patut dikasihani, kau berada dimana? Kau berada dimana? Yo
Long, Yo Long, begitu tegakah kau tinggalkan aku seorang? Yo Long…oooh Yo Long
betapa kejamnya hatimu, Yo Long…”
Sambil menjerit-jerit seperti orang gila, secepat sambaran kilat perempuan aneh
berambut panjang itu menjejakkan kakinya ke atas tanah dan berkelebat menuju ke arah
timur.
Teriakan-teriakannya dan jeritan-jeritannya penuh diliputi nada duka nestapa yang
tebal, bukan saja mengharukan perasaan siapapun yang mendengarkan, bahkan bikin
orang melelehkan air mata tanpa terasa…
Sewaktu Gak Lam-kun mendengar perempuan aneh berambut panjang itu, menyebutnyebut
nama gurunya, ia merasa terkejut sekali, segera teriaknya dengan suara lantang.
“Eeeh… locianpwe… locianpwe..! Tunggu sebentar, tunggu sebentar!”
Tapi gerakan tubuh dari perempuan aneh berambut panjang itu memang terlalu cepat
dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Yang masih terdengar hanya suara jeritannya yang memilukan hati, “Yo Long! Oooh…
Yo Long! Jangan kau tinggalkan diriku, jangan kau tinggalkan aku seorang diri, Yo Long…”
Menyaksikan kesemuanya itu. Gak Lam-kun hanya bisa menghela napas sedih pikirnya,
“Bila kutinjau dari ilmu silat yang dimiliki perempuan ini, jelas ia sudah berhasil mencapai
taraf paling sempurna yang tiada taranya didunia ini, mungkinkah Yo Long yang sedang
dicari-cari olehnya adalah guruku?
Tidak! Tidak mungkin! Mungkin masih ada Yo Long yang lain, memang terlalu banyak
manusia didunia ini, yang mempunyai nama marga dan nama kecil yang sama”
Setelah termenung beberapa waktu. Gak Lam-kun menengadah dan memandang awan
diangkasa, lama kemudian ia baru menghela napas panjang.
“Diantara musuh-musuh besar pembunuh suhuku, sudah ada empat orang diantaranya
yang muncul dipulau terpencil ini, diantara mereka berempat, ada dua orang yang sudah
mengetahui asal usulku, apabila mereka sampai bekerja sama untuk menghadapi
diriku,tentu aku tak kuat menghadapi mereka, aaaai… jika tidak kulenyapkan dulu
beberapa orang diantara mereka, malu rasanya aku terhadap kebaikan suhu selama ini”

Akhirnya setelah menghela napas panjang dia mengeluarkan sebuah topeng kepala
naga dari sakunya dan dikenakan diatas wajahnya secara sempurna, kemudian ia lepaskan
jubah hijaunya sehingga tampaklah pakaian berwarna emas yang berada dibaliknya.
Sesudah itu, Gak Lam-kun merogoh pula kedalam saku jubah berwarna emas itu dan
mengeluarkan senjata Toh-hun-liong-jiau (cakar naga perenggut nyawa) senjata andalan
Yo Long dikala masih menjelajahi dunia persilatan tempo dulu.
Ternyata senjata itu berupa sepasang sarung tangan berwarna kuning emas, cuma
sarung tangan ini jauh berbeda dengan sarung tangan biasa, yakni pada ujung kelima
jarinya tersembul cakar emas yang panjangnya satu setengah cun dengan bentuk yang
melengkung seperti cakar naga.
Dengan cekatan Gak Lam-kun mengenakan sarung tangan itu ditangannya, dibawah
sorot sinar rembulan terlihatlah sepuluh jari cakar mautnya memantulkan sinar gelap yang
gemerlapan, sekilas pandangan semua orang akan mengetahui bahwa cakar itu tajamnya
luar biasa.
Perlu diterangkan disini, kesepuluh buah jari cakar naga yang berada pada ujung
sarung tangan Toh-hun-liong-jiau tersebut, dibuat Tok-liong Cuncu Yo Long dengan
campuran baja dan emas murni, bukan saja tajamnya melebihi sebilah pedang mestika,
bahkan sarung tangan itupun kebal terhadap segala bacokan ataupun tusukan pedang
mestika.
Selesai berdandan, dengan sangat hati-hati Gak Lam-kun menyusupkan baju hijaunya
kedalam saku, lalu sekali melompat, laksana sambaran kilat ia meluncur kembali ke arah
bangunan gedung tersebut.
Setelah mengenakan dandanan istimewa semacam ini, Gak Lam-kun tak berani terlalu
gegabah sehingga jejaknya ketahuan orang dengan langkah yang sangat berhati-hati ia
menyusup dari satu halaman ke halaman yang lain, dalam waktu singkat ia telah tiba
diluar halaman dimana mereka pernah dikurung oleh barisan ular beracun kemarin.
Ia menghimpun tenaga dalamnya, kemudian setelah mengincar sebatang pohon siong
dekat pekarangan sana, bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya segera melesat
kepuncak pohon itu, sementara sepasang matanya yang tajam menyapu sekejap sekeliling
tempat itu.
Suasana halaman itu sepi dan tak nampak sesosok bayangan manusiapun, jangankan
manusia, bangkai ular yang penuh berserakan ditanah kemarinpun kini sudah tersapu
bersih.
Gak Lam-kun tak berani bertindak gegabah, ditunggunya sejenak dari atas pohon siong
sambil mengamati situasi disekeliling tempat itu…
Tapi suasana tetap hening dan sepi, diantara hembusan angin musim rontok yang
sepoi-sepoi, hanya bayangan daun yang bergoyang diatas permukaan tanah serta pasir
yang mendesis terhembus angin.
Meski suasana terasa hening, tapi keheningan tersebut membawa suasana seram yang
menggidikkan hati.

Ketika Gak Lam-kun merasa suasana disana amat tenang dan tidak nampak sesosok
bayangan manusiapun, dengan enteng ia melayang turun kembali keatas tanah, lalu sekali
melompat pemuda itu menyusup ke arah gedung dimana perempuan berbaju perak yang
memetik khim semalam berdiam.
Setelah melampaui dua buah halaman luas, sampailah pemuda itu diluar gedung
dimana gadis itu tinggal.
Halaman diluar gedung itu luas sekali, pohon-pohon siong tumbuh berjajar di empat
penjuru, Gak Lam-kun segera memilih sebatang pohon siong yang tumbuh dekat halaman
bagian barat, lalu dengan hati-hati sekali melompat kebawah pohon tadi.
Pemuda itu merasa perlu berhati-hati, dalam gerak-geriknya, sebab dia tahu empat
orang dayang yang tinggal digedung itu adalah jago-jago tangguh yang berilmu tinggi.
Sebelum melompat keatas, Gak Lam-kun memperhatikan lebih dahulu dahan pohon
tersebut ternyata dari akar sampai ranting yang pertama tingginya mencapai lima kaki,
bila seseorang tidak memiliki ilmu peringan tubuh yang sempurna, jangan harap dengan
sekali lompatan bisa mencapai ranting pohon itu.
Dengan cekatan Gak Lam-kun memperhatikan keadaan pohon itu lalu menimbang pula
kekuatan yang dimilikinya, setelah menghimpun hawa murninya ia getarkan sepasang
lengannya lalu meluncur naik keatas, ketika tiba ditengah jalan, tangan kirinya menyambar
sebatang ranting bercabang dan sekali berjumpalitan tahu-tahu tubuhnya sudah berdiri
diatas dahan pohon.
Berbicara dari taraf ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Gak Lam-kun, sesungguhnya
ia dapat mencapai dahan pohon siong itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun, sayang
sepasang tangannya mengenakan sarung tangan cakar naga perenggut nyawa, ketika
ujung cakarnya yang tajam menggurat dahan pohon, segera berkumandanglah suara
guratan yang lirih sekali.
Padahal suara itu lirihnya bukan kepalang, jangankan orang yang berada dikejauhan
sekalipun berdiri disampingnya belum tentu bisa menangkap suara tersebut.
Akan tetapi, baru saja sepasang kakinya berdiri tegak, mendadak dari dua kaki
disamping kiri, dari balik rimbunnya daun siong yang lebat, berkumandang suara tertawa
aneh yang menyeramkan.
Suara itu tidak terlalu keras, namun membawa nada menyeramkan yang cukup
menggidikkan hati orang.
Walaupun Gak Lam-kun dibuat tertegun oleh gelak tawa seram yang munculnya sangat
mendadak itu, tapi ia masih dapat mengenali suara tersebut sebagai suara manusia.
Diam-diam hawa murninya segera dihimpun untuk bersiap siaga menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan, sementara diluar ia bersikap seakan-akan tak pernah
terjadi suatu apapun, seolah-olah suara tertawa aneh tadi sama sekali tidak terdengar
olehnya.

Setelah suara tertawa aneh tadi berkumandang, suasana pulih kembali dalam
keheningan. Kecuali angin berhembus lembut dan daun yang saling bergoyang, tak
kedengaran suara aneh yang lainnya.
Kurang lebih seperminum teh kemudian karena tidak mendengar juga suara aneh
lainnya, lama kelamaan Gak Lam-kun tak dapat menahan diri, dia lantas memutar
tubuhnya dan siap menghampiri ke arah mana berasalnya suara tertawa aneh tadi.
Siapa tahu, baru saja dia menggerakkan tubuhnya, mendadak terdengar seseorang
membentak dengan suara yang dingin, rendah dan berat, “Jangan sembarangan bergerak,
kau telah berada dibawah ancaman panah geledek Jit poh-lui-sim-ciam-ku, nah kemarilah
dengan tenang, ada beberapa persoalan hendak kutanyakan kepadamu!”
Ucapan itu bukan saja bernada berat, dan lagi kedengaran dingin dan menyeramkan.
Sejak pertama kali tadi Gak Lam-kun sudah memperhatikan dengan seksama tempat
persembunyian dari si pembicara tersebut, ia telah bertekad jika tempat
persembunyiannya sudah diketahui dengan pasti maka sebuah serangan tiba-tiba mungkin
akan berhasil menaklukkan orang itu.
Maka setelah mendengar ancaman tersebut dia hanya mendengus dingin tiada
hentinya.
Dengusan itu sangat aneh, nadanya dingin kaku dan membuat orang merasa sangat
tidak enak hati, tapi rendah dan berat bagaikan suara itu bisa terdengar oleh siapapun
juga yang berada tiga kaki disekeliling tempat itu.
Ternyata Gak Lam-kun telah menggunakan kepandaian Liong-gin-heng (dengusan naga
sakti) ajaran gurunya untuk menggetarkan perasaan musuh, sementara sepasang
matanya dengan tajam mengawasi terus tempat persembunyian orang itu.
Kiranya tempat yang digunakan orang itu sebagai tempat persembunyiannya
mempunyai daun yang istimewa rimbunnya, sekalipun dibawah cahaya rembulan, yang
terlihat cuma sesosok bayangan manusia belaka, bagaimanakah bentuk badan dan raut
wajah orang itu ternyata sukar ditentukan.
Mendengar ‘pekikan naga’ dari Gak Lam-kun tersebut, kembali orang itu tertawa dingin
dengan suara yang menyeramkan katanya, “Dandanan atau dengusan naga saktimu
memang mirip sekali dengan gaya Tok-liong Cuncu Yo Long, sayang kau tak bisa
membohongi aku, Heeehh… heeehhh… bocah cilik, bukankah demikian?”
Mendengar ucapan tersebut, Gak Lam-kun merasa terperanjat yang tak terkirakan
hebatnya, dia tak mengira kalau jejak atau rahasia penyaruannya ketahuan orang.
“Siapa kau?” akhirnya dia menegur, kalau kau memang ingin menjumpai aku untuk
menanyakan suatu masalah, kenapa tidak segera munculkan diri..?”
Pelan-pelan orang itu berkata, “Sekalipun kusebutkan namaku, belum tentu kau akan
mengetahuinya. Justru lantaran kusaksikan ilmu meringankan tubuhmu sewaktu melompat
naik keatas pohon siong tadi melampaui kehebatan orang lain, maka kulanggar
kebiasaanku dengan datang menjumpaimu, coba kalau diam-diam melepaskan serangan

mautku, niscaya pada saat ini nyawamu sudah lenyap di ujung anak panah Jit poh lui sim
cian (panah tujuh langkah pencabut nyawa) ku”
Ketika didengarnya perkataan orang itu makin lama semakin tidak sungkan-sungkan
Gak Lam-kun naik darah, tapi dia bukan seorang pemuda yang bodoh, ia tahu dari
kepandaian orang itu untuk mengenali penyamarannya hanya dalam sekejap mata, ini
sudah membuktikan kalau dia bukan manusia sembarangan.
Sambil menahan rasa mangkel, kesal dan golakan perasaannya ia menjawab, “Kalau
memang demikian, aku akan menyambangi dirimu!”
Seraya berkata tangan kanannya dikebaskan, kemudian tubuhnya meluncur ke arah
mana berasalnya suara tadi.
Benar juga, orang yang menyembunyikan diri dibalik pepohonan itu sama sekali tidak
turun tangan melancarkan sergapan, sebagai pemuda yang berilmu tinggi dan bernyali
besar, Gak Lam-kun menerobosi daun-daun pohon yang lebat dan berdiri diatas sebuah
dahan kurang lebih tiga depa diluar gerombolan daun tadi.
Ketika ranting-ranting pohon disingkapnya dengan kedua belah tangannya, hampir saja
Gak Lam-kun menjerit kaget setelah menyaksikan orang yang berada disana.
Pada salah sebuah dahan pohon dengan daun yang lebat, duduklah seorang kakek
bertampang jelek, berambut putih sepanjang punggung, mempunyai raut wajah jelek
mengerikan dengan bibir yang tebal, hidung yang datar, mata rada juling, jidat lebar serta
masing-masing sebuah codet diatas pipinya, sebuah tabung bulat berwarna hitam berada
dalam genggamannya…
Tabung bulat itu besarnya selengan dengan panjang dua depa, sesungguhnya bukan
suatu benda yang terlalu menarik perhatian, tapi siapapun tahu bahwa benda yang amat
sederhana itu justru merupakan sebuah alat pembunuh yang sangat jahat, keji dan
menggetarkan hati siapapun jua.
Tabung bulat itu kosong tengahnya dan terdapat tujuh buah lubang kecil, didalam
setiap lubang kecil itu masing-masing tersimpan sebatang anak panah Jit-poh-liu-sim cian
yang maha lihay.
Kakek aneh itu meletakkan tabung bulat tersebut disampingnya, lalu sambil menunjuk
kesebuah dahan pohon disisinya dia berkata, “Duduklah disana, ada persoalan hendak
kutanyakan kepadamu!”
Gak Lam-kun menurut dan duduk diatas dahan pohon yang dimaksudkan, ia masih
tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Dengan tatapan mata yang tajam kakek aneh itu mengamati Gak Lam-kun beberapa
kejap, kemudian sambil tertawa katanya, “Bila dilihat dari ilmu meringankan tubuhmu
yang sempurna serta dandananmu yang aneh, tentunya kau adalah murid kesayangan dari
Tok liong Cuncu Yo Long bukan?”
“Rupanya saudara pernah berjumpa dengan guruku?” tanya Gak Lam-kun agak
tertegun.

“Benar…” jawab kakek aneh itu dengan mata yang membalik-balik keatas.
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, giginya saling bergemerutuk keras, jelas ia
menaruh perasaan dendam dan benci yang amat mendalam sekali terhadap Tok liong
Cuncu Yo Long.
Menyaksikan kejadian itu, diam-diam Gak Lam-kun menghimpun segenap tenaga dalam
yang dimilikinya untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan.
Kemudian pelbagai ingatan melintas kembali dalam benaknya, ia berpikir, “Dari tujuh
belas orang musuh guruku yang tercantum dalam kitab catatan musuh-musuh besar,
kecuali sepuluh orang diantaranya yang sudah tewas, dari sisa tujuh orang yang masih
ada, kini telah muncul Jit-poh toan-hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To, Giok-bin
sin ang (kakek sakti berwajah kemala) Say khi pit, Kiu wi hou )rase berekor sembilan)
Kongsun Po dan Tang hay coa siu (kakek ular dari lautan timur) Ou Yong hu diatas pulau
terpencil ini, sementara tiga orang lainnya yang hingga kini belum muncul.
Kui to(imam setan) Thian yu Cin jin yang merupakan orang paling dahsyat kepandaian
silatnya, menyusul kemudian adalah Yan lo sat (iblis perempuan cantik) Hong im, dan
akhirnya adalah jago yang menduduki urutan kelima Che kiam kuncu (Laki-laki ksatria
pedang uang) Hoa kok khi, kecuali mereka semua, belum pernah kudengar kalau suhu
masih mempunyai musuh lainnya…”
Sementara itu si kakek aneh itu sudah tertawa dingin dengan seramnya, kemudian
katanya lebih jauh, “Yo long adalah musuh cintaku, akupun tidak takluk dengan kehebatan
ilmu silatnya, berulangkali aku ingin menjajal kepandaiannya, sayang tak ada kesempatan,
namun aku kagum juga oleh kehebatan ilmu silatnya, akupun merasa kasihan atas tragedi
serta musibah yang menimpanya dalam dunia persilatan, cuma kejadian itu sudah
berlangsung pada dua puluh tahun berselang, kini Yo long sudah mati tapi perempuan
rendah itu masih tetap hidup”
Berbicara sampai disitu tiba-tiba ia menghela napas panjang matanya tertuju keatas
awan dan kepalanya bergeleng berulangkali, bisa dirasakan betapa sedih dan murungnya
perasaan orang itu.
Agak terperanjat Gak Lam-kun setelah mendengar perkataan itu, pikirnya, “Darimana
dia bisa tahu kalau guruku sudah tiada? Siapa orang ini? Mengapa suhu tak pernah
membicarakan tentang dirinya?”
Gak Lam-kun melakukan perjalanan dalam dunia persilatan semenjak tiga tahun
berselang, hanya sebagian besar ia bergerak disekitar daratan Tionggoan, jadi terhadap
budi dendam yang menyangkut tentang kakek aneh ini boleh dibilang ia sama sekali tak
tahu.
Kakek aneh itu melirik sekejap ke arah Gak Lam-kun, kemudian setelah tertawa dingin
katanya lagi, “Rupanya kau masih curiga dengan perkataanku bukan? Terus terang
kuberitahukan kepadamu, kekasihku tempo hari telah direbut oleh Yo long, sebenarnya
beberapa kali aku ingin membunuhnya secara diam-diam, latar belakang mengenai
kehidupan Yo Long pun sudah banyak yang berhasil kuselidiki, maka ketika belakangan ini
tersiar kabar yang mengatakan bahwa ia muncul kembali dalam dunia persilatan, aku
segera mengecek kebenaran dari kabar itu, akhirnya berhasil kuketahui bahwa Tok-Liong

Cuncu yang konon telah muncul kembali itu sesungguhnya adalah kau…yaaa, tak
kusangka memang dengan usiamu yang demikian muda ternyata berhasil memiliki
kecerdasan serta tingkat ilmu silat yang sedemikian tingginya…”
Setelah mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun baru mengakui bahwa dunia persilatan
memang terlalu banyak jago lihay yang tersembunyi. Tipu muslihat serta kejahatan yang
terjadi dalam dunia persilatan sukar diduga asal datangnya.
“Cianpwe!” kata Gak Lam-kun kemudian dengan suara lembut, “siapakah perempuan
yang kau maksudkan itu?”
“Dia bukan lain adalah Soat san thian li yang telah tiba digedung ini. Kecantikan
wajahnya tiada bandingan didunia ini, cuma cintanya tidak setia, dia suka ganti-ganti
pacar dan lagi pikirannya terlampau cupat, ia hanya tahu ingin menangnya sendiri…”
Diam-diam Gak Lam-kun mengernyitkan alis matanya, pikirnya, “Bila didengar dari
pembicaraan suhu mengenai Soat-san thian-li, agaknya suhu pernah berhutang budi
kepada perempuan itu, sebaliknya manusia aneh ini malah menjelek-jelekkan Soat-santhian-
li, jelaslah sudah bahwa dia sendirilah yang sempit jalan pikirannya”
Berpikir sampai disitu, dengan suara tawar dia lantas bertanya, “Locianpwe, apakah kau
mengundangku kemari karena ingin memberitahukan persoalan ini saja?”
Agaknya manusia bertampang jelek sedang terkenang kembali pengalamannya dimasa
silam, kepalanya terdongak keatas sambil memandang awan dengan termangu-mangu,
ketika selesai mendengar perkataan dari Gak Lam-kun, tiba-tiba ia berpaling sambil
membelai dua buah codet dipipinya, lalu katanya dengan dingin, “Kau jangan menuduh
aku yang bukan-bukan, apa yang kukatakan tentang watak Soat San-thian-li adalah
pengakuan yang sesungguhnya, kau tahu, pipiku ini justru rusak ditangannya”
“Oooh…kalau begitu kedatanganmu pada malam ini adalah untuk menunggu
kesempatan guna melampiaskan rasa dendam dalam hatimu?” tanya Gak Lam-kun
hambar.
“Soal membalas dendam adalah soal kedua selain itu masih ada satu tujuan lagi”
“Apakah tujuanmu itu?”
Dengan sinar mata setajam sembilu kakek bertampang jelek itu menatap lekat-lekat
topeng naga di wajah Gak Lam-kun, setelah itu dengan sikap serius tanyanya, “Jangan
kau tanyakan dulu apa tujuanku yang lain, sekarang tolong jawab dulu kepadaku,
bersediakah kau membantu usahaku?”
“Itu tergantung pada urusan apakah yang bisa kubantu!”
Dengan suara agak marah kata kakek bertampang jelek itu, “Tahukah kau tentang
rahasia perkampungan ini?”
Gak Lam-kun tertegun, pikirnya, “Masa didalam perkampungan ini ada rahasianya?”
Karena keheranan dan ingin tahu maka tanyanya, “Rahasia apakah itu?”

Si kakek bertampang jelek itu berpikir sebentar, lalu jawabnya, “Rahasia itu
sesungguhnya adalah suatu rahasia yang sangat berharga, yang dapat bikin orang
persilatan menjadi gila. Hingga kini hanya beberapa gelintir manusia saja yang mengetahui
rahasia ini, maka bila kau bersedia membantuku, tentu saja rahasia tersebut akan
kujelaskan kepadamu seterperinci mungkin, tapi bila kau tidak bersedia membantu,
akupun tak akan memaksa”
Timbul juga kecurigaan dalam hati Gak Lam-kun, katanya kemudian setelah berpikir
sebentar, “Terangkan dulu rahasia apakah yang kau katakan amat berharga itu, dan
berilah kesempatan kepadaku untuk mempertimbangkannya, setelah itu baru bisa
kuputuskan apakah bersedia membantumu atau tidak”
Kakek bertampang jelek itu tertawa angkuh.
“Mau membantu atau tidak, lebih baik sekarang juga kau putuskan. Hmm! Jangan kau
anggap Jit poh lui sin ciam (panah inti guntur) Lui Seng thian adalah seorang manusia
yang sudi minta bantuan orang!”
Gak Lam-kun mendengus dingin.
“Hmmm! Kau tak sudi minta bantuanku, kenapa aku harus membantu dirimu pula?”
Sehabis berkata tiba-tiba ia berputar badan dan melompat ke dahan lain, kini jaraknya
dengan Jit-poh-lui sim-ciam Lui Seng-thian berselisih antara satu kaki lebih.
Demikianlah, untuk sesaat kedua orang itu duduk saling berhadapan dari tempat
kejauhan, siapapun tidak berbicara lagi melainkan termenung memikirkan rahasia hati
sendiri-sendiri.
Tiba-tiba dari sudut kegelapan disebelah utara sana berkumandang suara gelak tertawa
yang amat nyaring menyusul kemudian seorang berseru dengan lantang, “Saudara Lo,
dimanakah kita akan beradu kekuatan?”
“Didepan sana, ditengah lapangan kosong” jawab orang yang lain dengan suara
mengerikan.
Berbareng dengan selesainya perkataan itu seorang manusia berkerudung berbaju abuabu
dan seorang kakek kurus pendek berbaju hitam masing-masing melayang datang dari
bawah pohon dimana Gak Lam-kun berada, kemudian dengan kecepatan luar biasa
berkelebat menuju ke arah tanah lapang kurang lebih empat lima kaki jauhnya.
Kedua orang itu bukan lain adalah Jit poh tui hun Kwik To dan See ih Tok seng Lo Kay
seng yang semalam berjanji akan mengadakan pertarungan satu lawan satu.
See ih tok seng (malaikat racun dari See ih Lo Kay seng yang berbaju hitam berdiri
menghadap ke selatan, dengan suara dingin ia berkata, “Kwik heng, apakah kalian orangorang
dari perguruan Cing cian bun telah berdatangan semua?”
Jit poh toan hun Kwik To tertawa ringan.
“Sebentar lagi mungkin mereka akan berdatangan, cuma kau tak usah kuatir,
perselisihan kita diselesaikan juga oleh kita sendiri, orang lain tak akan mencampuri

urusan ini semisalnya saja See ih sam seng lainnya dan Soat san Thian li sekalian
berdatangan semua kemari, tentu saja mereka juga tak akan mencampuri urusan ini
bukan?”
“Tepat sekali, tepat sekali!” jawab See ih tok seng Lo Kay seng dengan nada
mengerikan, “selama orang-orangmu tidak turun tangan, tentu saja kamipun tak akan
menyergap orang lain secara diam-diam”
Mendadak Jit poh toan hun Kwik To berpaling ke arah gedung sebelah barat, kemudian
tegurnya dengan suara dalam, “Jago lihay darimanakah yang telah datang? Setelah
berada disini, mengapa harus menyembunyikan diri macam cucu kura-kura?”
Baru habis teguran tersebut, gelak tertawa seram berkumandang kembali memecahkan
kesunyian.
“Haaahhh…haaahhh…haaahhh… Selamat bertemu kembali saudara Kwik, sejak
perpisahan kita ditebing Yan po gan pada belasan tahun berselang, tak kusangka kau
telah berubah menjadi anteknya perguruan panah bercinta”
Dua sosok bayangan manusia bagaikan burung rajawali terbang diangkasa menyambar
kebawah dengan kecepatan luar biasa, ternyata yang muncul adalah Giok bin sin ang
(kakek sakti berwajah pualam) Say Khi pit serta Kiu wi hou (rase berekor sembilan)
Kongsun Po.
Sambil tersenyum kembali si Rase berekor sembilan Kongsun Po berkata lantang,
“Saudara Kwik, kau benar-benar bersikap kurang bersahabat, setelah berjumpa dengan
sobat-sobat lama yang telah berpisah belasan tahun lamanya, mengapa kau mengenakan
terus kain cadarmu itu, atau jangan-jangan wajahmu telah mengalami perubahan?”
Jit poh toan hun Kwik To tertawa terbahak-bahak, ia menarik lepas kain cadarnya
sehingga terlihatlah raut wajahnya yang merah bercahaya dengan alis mata yang tebal
dan mata yang besar, gagah sekali tampang wajahnya itu.
Setelah puas tertawa, dengan wajah membesi Kwik To berkata lagi.
“Saudara Say, saudara Kongsun, mau apa kalian datang kemari?” Kongsun Po terkekeh
dengan suara parau.
“Heeee…heeee…heeee…ketika kudengar bahwa sahabat lama yang telah terpisah
selama belasan tahun ada janji dengan orang lain, sebagai sesama saudara tentu saja
kami datang untuk menyaksikan apakah ilmu silat yang dimiliki sahabat kita ini telah
peroleh kemajuan yang pesat atau tidak?”
“Kongsun-heng” kata Jit poh toan hun Kwik To hambar, “kalau hendak mengucapkan
sesuatu, mengapa tidak kau utarakan saja secara berterus terang..?”
“Aaah…mana, mana…” Kiu wi hou Kongsun Po kembali tertawa kering, “baiklah, setelah
kau berkata demikian maka kamipun akan buka kartu bicara secara blak-blakan
sesungguhnya kedatangan kami berdua adalah ingin menyaksikan wajah Soat san thian li
yang cantik jelita itu serta wajah dari ketua perguruan panah bercinta yang cuma kami
dengar namanya tapi belum pernah kami saksikan raut wajahnya itu”

Malaikat racun dari See ih Lo Kay-seng tertawa dingin.
“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… apakah saudara ini tidak merasa terlalu sungkansungkan?
Seandainya dipulau gersang yang terpencil letaknya ini tiada lencana pembunuh
naga, mungkinkah kalian bakal terpancing untuk datang kemari?”
Kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit tertawa lebar.
“Lencana pembunuh naga memang merupakan benda mestika yang dapat membuat
mata orang menjadi merah, tapi belum tentu kami datang kesini hanya lantaran benda
semacam itu”
Jit poh toan hun Kwik To lantas berpaling ke arah Say Khi pit dan Kongsun Po seraya
katanya, “Kalian berdua adalah orang-orang kangouw berpengalaman, tentunya kalian
juga mengetahui bukan pertarungan dunia persilatan tentang suatu duel satu lawan satu!”
“Saudara Kwik, kau tak usah kuatir,” kata si Rase berekor sembilan Kongsun Po dengan
cepat, “aku dan Say-heng hanya ingin menonton keramaian saja, kedua belah pihak samasama
tidak akan dibantu”
Pada saat itulah, mendadak dari balik keheningan berkumandang suara dengusan naga
yang menggetarkan sukma…
Ketika mendengar suara dengusan naga tersebut, Giok bin sin ang Say Khi pit dan Kiu
wi hou Kongsun Po sama-sama berubah wajahnya, dengan cekatan mereka memutar
badannya, lalu dengan dua pasang biji mata yang memancarkan perasaan takut mereka
menyapu sekejap sekeliling tempat itu…
Akhirnya mereka temukan Tok liong Cuncu yang mengenakan topeng naga dengan
sepasang tangannya mengenakan cakar naga perenggut nyawa serta mengenakan baju
naga berwarna kuning, bagaikan sebuah patung arca berdiri kurang lebih dua kaki
dibelakang mereka.
See ih tok seng Lo Kay seng sendiripun tampak agak tertegun ketika menyaksikan
kemunculan Tok liong Cuncu ditempat itu.
Diantara sekian banyak orang, hanya Jit poh toan hun Kwik To seorang tetap berdiri
dengan wajah sedingin es, sedikitpun tidak menampilkan perasaan kaget atau ngeri.
Sesaat kemudian, Kongsun Po dan Say Khi pit baru berhasil menenangkan kembali
hatinya, si Rase berekor sembilan itu lantas berpaling ke arah Kwik To seraya ujarnya,
“Saudara Kwik, langganan lama kita telah datang…”
Gak Lam-kun kembali memperdengarkan dengusan Liong leng heng yang dingin dan
rendah untuk menukas pembicaraan si Rase berekor sembilan yang belum habis,
kemudian bagaikan sukma gentayangan pelan-pelan ia mendekati kedua orang itu.
0000000o000000
Seketika itu juga suasana dalam arena tersebut berubah menjadi kaku dan tegang…

Dengan menirukan suara Yo Long seperti dulu, pelan-pelan Gak Lam-kun menegur,
“Kenapa kalian tidak segera bunuh diri? Mau menunggu sampai kapan lagi..?”
Sekalipun rasa ngeri dan ketakutan menghadapi maut menyelimuti perasaan Kakek
sakti berwajah pualam Say Khi pit serta Rase berekor sembilan Kongsun Po, akan tetapi
dalam keadaan tercekam oleh perasaan takut tersebut kadangkala akan muncul juga
sebercak harapan untuk mempertahankan hidupnya, mereka tak sudi menyerahkan
jiwanya dengan begitu saja, mereka harus melakukan perlawanan dengan segenap
kemampuan yang dimilikinya.
Apalagi setelah melalui latihan yang tekun dan bersungguh-sungguh selama belasan
tahun, mereka yakin masih mempunyai kemampuan untuk beradu kekuatan dengan Tok
liong Cuncu yang cukup membuat pecah nyali setiap umat persilatan itu, lagipula
bukankah disitu masih ada Kwik To dan Say Khi pit?
Selain dari pada itu, mereka tahu semenjak terjatuh kedalam jurang ditebing Yan po
gan, Tok liong Cuncu Yo Long telah menderita luka yang cukup parah, ini ditambah lagi
dengan racun jahat yang telah diminum sebelum pertarungan dimulai, berarti meski tidak
sampai tewas, ilmu silatnya sudah jelas tak mungkin bisa pulih kembali seperti sedia kala.
Ingatan tersebut bagaikan sambaran kilat cepatnya melintas dalam benak mereka,
kemudian sambil tertawa seram Si Rase berekor sembilan Kongsun Po berkata,
“Heeehhh… heeehhh… heeehh… bagus… Yo Long! Belasan tahun tidak berjumpa rupanya
kau makin lama semakin bertambah ganas..!”
Sekali lagi Gak Lam-kun mendengarkan dengusan naga Liong Gin heng nya, lalu seperti
sukma gentayangan ia menyerang maju kedepan, pergelangan tangan kirinya berkelebat
lewat dan langsung mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan kanan Kongsun
Po, cepat nian ancaman tersebut.
Semenjak tadi si Rase berekor sembilan Kongsun Po telah bersiap sedia menghadapi
serangan lawan sekalipun Gak Lam-kun menyerang dengan kecepatan luar biasa, namun
ia berhasil juga menghindarkan diri dari ancaman tadi.
Dengan gerakan yang tak kalah cepatnya telapak tangan kirinya menangkis serangan
Gak Lam-kun dengan jurus Tui po cut lam (mendorong membantu ombak).
“Say loji saudara Kwik” teriaknya “malam ini mari kita bersama-sama menyaksikan ilmu
silat dari manusia latah ini setelah belasan tabun tidak bersua”
Jelas sudah maksud dari kata-katanya itu, yakni minta kepada dua orang itu agar
bersama-sama membantunya untuk mengerubuti Tok liong Cuncu.
Dengan dingin Gak Lam-kun berkata, “Kongsun Po. lebih baik kau berkumpul saja
dengan ketujuh belas orang yang lain didalam neraka!”
Secara beruntun sepasang tangannya melancarkan empat buah serangan berantai.
Keempat buah serangan tersebut rata-rata sangat lihay dengan gerakan yang sakti
serta sukar diduga, empat buah pukulan dilancarkan berangkaian seakan-akan dilepas
secara bersamaan…

Kongsun Po menjadi kelabakan setengah mati untuk menangkis seluruh ancaman
tersebut jelas tidak gampang, terpaksa ia melompat kebelakang dan mundur sejauh tujuh
langkah.
Gak Lam-kun mendengus dingin, bagaikan bayangan ia menyusul maju kemuka,
telapak tangan kirinya dibabat kemuka melancarkan sebuah pukulan aneh maha sakti
dengan jurus Long tai cau gan (gulungan ombak menghantam karang).
Begitu jalan mundur Kongsun po tergencet, telapak tangan kanannya dengan kelima
jari yang dibentangkan menyerang lagi kedepan dengan jurus Im siau ngo gak (awan
tebal menyelimuti lima bukit), dibalik ancaman itu disertakan juga hawa sakti Tok liong ci
jiau (cakar maut naga beracun) yang mengerikan itu.
Sungguh dahsyat ancaman dari Gak Lam-kun itu, bukan saja jurus serangannya ampuh
membuat orang sukar menahannya, bahkan dilancarkan dengan mempergunakan
beberapa macam tenaga yang berbeda besar kecilnya.
Dalam waktu singkat, dari atas bawah depan dan belakangnya seakan-akan muncul
selapis kekuatan yang mengunci jalan mundur musuhnya, ini semua memaksa Kongsun Po
mau tak mau harus menyambut serangan Tok liong ci jiau ditelapak tangan kanan Gak
Lam-kun secara keras lawan keras.
Sebenarnya si Kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit sedang memperhatikan ilmu
silat Gak Lam-kun sambil mengambil kesimpulan-kesimpulan, tapi setelah menyaksikan
dalam beberapa gebrakan saja Kongsun Po berhasil dipaksa sehingga tak sanggup
melakukan perlawanan lagi, hatinya mulai terperanjat.
Dikala ia masih terkesiap sambil berdiri tertegun, hawa sakti Tok liong ci jiau dari Gak
Lam-kun yang dilancarkan dengan jurus Im so ngo gak (awan tebal menyelimuti lima
bukit) telah mengurung segenap batok kepala Kongsun Po.
Untung Say Khi pit telah mengadakan persiapan jauh sebelumnya, begitu dilihatnya
Kongsun Po menjumpai bahaya maut, dia segera berpekik nyaring kemudian sambil
melompat keudara sepasang telapak tangannya berbareng didorong kedepan.
Segulung tenaga pukulan yang lebih dahsyat dari ombak ditengah samudera dengan
cepatnya menumbuk punggung Gak Lam-kun.
Serangan tersebut telah dilancarkan dengan mempergunakan segenap kekuatan yang
dimilikinya, sebab berhadapan dengan Tok liong Cuncu Yo long yang disegani setiap umat
persilatan ia harus bertindak cepat, karena bila lawan sampai diberi kesempatan untuk
mengadakan persiapan, maka akibatnya kendatipun ia dan Kongsun Po serta Kwik To
turun tangan bersama, belum tentu mereka sanggup menghadapi serangan maut dari Yo
Long, atau dengan perkataan lain jiwa mereka bertiga pada hakekatnya berada dalam
cengkeraman lawan.
Oleh sebab itulah begitu turun tangan ia lantas mempergunakan tenaganya sebesar
dua belas bagian, ia berharap dikala Gak Lam-kun tidak siap pukulan itu berhasil
membinasakan dirinya atau paling tidak melukai isi perutnya.
Berbareng disaat Giok bin sin ang Say Khi pit melancarkan serangan mautnya, si Rase
berekor sembilan Kongsun Po telah menghimpun pula segenap kekuatan tenaga dalamnya

untuk menyambut ancaman lawan, sebab keadaaan memaksanya mau tak mau harus
menerima pukulan itu secara keras lawan keras.
Dan pukulan ini menyangkut soal mati hidupnya, maka dia musti berjuang dengan
sungguh-sungguh untuk mempertahankan kehidupannya.
Terkesiap juga Gak Lam-kun menghadapi kejadian semacam ini, ia tahu sekalipun
pukulan saktinya pasti dapat membinasakan Kongsun Po atau paling sedikit membuatnya
terluka parah, tapi sergapan Giok bin sin ang Say Khi pit dari belakang yang disertai
dengan hawa pukulan yang maha dahsyat, itu mungkin akan membinasakan juga dirinya
atau paling tidak mengakibatkan isi perutnya bergoncang.
Situasi menjadi sangat gawat, pemuda itu agak sulit untuk menentukan pilihannya
dalam waktu singkat…
Sementara itu angin pukulan Kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit yang kuat telah
tiba dibelakang punggungnya, sedangkan tenaga perlawanan yang dilancarkan Kongsun
Po bagaikan amukan ombak samudra juga telah menggulung tiba…
Gak Lam-kun tak bisa berpikir panjang lagi tiba-tiba tenaga sakti Tok liong ci jiau nya
ditarik kembali, lalu dengan gerakan sangat aneh badannya bergeser tiga depa kesamping
kanan.
“Weees..! Weeees..!” pukulan kiri kanan dari Gak Lam-kun telah membabat keluar
dengan kecepatan tinggi.
Sesungguhnya perubahan gerak badan dari anak muda tersebut sudah berada dalam
dugaan Kwik To, tapi ketika pukulan yang dilancarkan setelah badannya bergeser tiga
depa kesamping dengan kecepatan tinggi itu jauh diluar dugaannya, diam-diam ia merasa
kagum juga oleh kelihayan ilmu silat yang dimiliki Gak Lam-kun.
Kwik To juga tahu bahwa Tok liong Cuncu yang berada dihadapannya sekarang
merupakan penyaruan dari Gak Lam-kun, andaikata Yo Long sendiri yang memiliki
kepandaian semacam itu, dia tak akan terkejut atau keheranan lagi.
Say Khi pit dan Kongsun Po yang menyaksikan Gak Lam-kun berkelit kesamping juga
merasa amat terkejut, sebab dengan demikian tenaga pukulan mereka berdua justru akan
saling berpapasan.
Untunglah kedua orang itu merupakan jago nomor satu dalam dunia persilatan dewasa
ini, dalam kejutnya buru-buru mereka menarik kembali serangannya lalu sambil memutar
badan mereka muntahkan kembali segulung tenaga pukulan dahsyat untuk menyongsong
datangnya ancaman dari Gak Lam-kun yang tiba dari arah samping itu.
Sekalipun gerakan mereka berdua untuk membuyarkan serangan, dilakukan dengan
kecepatan yang cukup tinggi, namun akhirnya serangan dari Gak Lam-kun tiba pada
sasarannya lebih duluan.
Tenaga lwekang yang dimiliki kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit jauh lebih
sempurna daripada rekannya, maka disaat gerakan yang pertama telah dilancarkan tadi,
serangan kedua yang disertai tenaga pukulan yang maha dahsyat telah dimuntahkan
keluar lagi.

Akan tetapi disaat dua gulung tenaga pukulan tersebut saling menumbuk antara yang
satu dengan lainnya, tubuh Say Khi-pit segera tergetar keras sehingga mencelat tujuh
delapan depa jauhnya keudara, ketika mencapai permukaan tanah lagi, dia harus mundur
tiga empat langkah lagi dengan sempoyongan, hampir saja tubuhnya tak terbendungkan.
Bukan matanya saja yang berkunang-kunang, telinganya ikut terasa mendengung keras
seperti ditusuk-tusuk dengan jarum.
Menanti ia dapat mengatur napas kembali serta mendongakkan kepalanya, tampaklah
Si Rase berekor sembilan Konsun Po sedang berjongkok dengan tangan sebelah menguruti
dada, napasnya tersengal-sengal dan mukanya sangat pucat, agaknya tidak enteng luka
dalam yang dideritanya itu.
Gak Lam-kun sendiri berdiri disamping dengan tenang, sikapnya amat biasa seolah-olah
tak pernah terjadi suatu peristiwa apapun.
Selang sejenak kemudian, Gak Lam-kun mendengus dingin, kemudian pelan-pelan ia
maju kedepan menghampiri si Rase berekor sembilan Kongsun Po yang masih berjongkok
itu.
Sekonyong-konyong…pekikan nyaring yang amat memekikkan telinga berkumandang
dari kejauhan, menyusul kemudian bayangan manusia saling berkelebat lewat, dalam
waktu singkat delapan belas orang laki-laki berbaju biru yang menggembol pedang elang
baja dipunggungnya telah munculkan diri dalam gelanggang, mereka adalah kedelapan
belas elang baja yang tergabung dalam pasukan Thiat eng tui dibawah pimpinan Si Tiong
pek.
Sebagai kepalanya ternyata adalah seorang kakek kurus yang kecil dan pendek, dia
bukan lain adalah Tang hay coa siu (kakek ular dari lautan timur) Ou Yong hu.
Begitu munculkan diri, dengan kecepatan paling tinggi kedelapan belas elang baja itu
meloloskan pedang masing-masing, cahaya perak gemerlapan dan menyiarkan hawa
dingin yang menggidikkan hati, pelan-pelan mereka menggeserkan tubuhnya menyebar
kesamping, agaknya orang-orang itu bermaksud hendak mengepung Gak Lam-kun.
Menyaksikan peristiwa tersebut, Gak Lam-kun menjadi tertegun dan segera
menghentikan langkah kakinya, sebab dia tahu kalau si Kakek ular dari lautan timur Ou
Yong hu telah mengetahui rahasia penyamarannya.
Sementara itu betapa leganya perasaan Kiu wi hou dan Giok bin sin ang setelah
menyaksikan kemunculan Ou Yong hu dengan membawa serta kedelapan belas elang baja
dari pasukan Thiat eng tui tersebut, mereka sadar kendatipun orang-orang tersebut masih
bukan tandingan Tok liong Cuncu, akan tetapi dengan kehadiran mereka justru akan
mempermudahkan niat mereka untuk mencari kesempatan mengambil langkah seribu dari
situ.
Giok bin sin ang Say Khi pit mengatur napasnya sebentar untuk mengendalikan hawa
darahnya yang bergolak, setelah itu sambil tertawa terbahak-bahak katanya, “Saudara Ou,
tidak kusangka kalau kau akan muncul tepat pada saatnya..haaha… haaahhh… haaahhh…”

“Bukan cuma aku saja yang telah datang coba lihatlah! Orang-orang dari perguruan
panah bercintapun telah berdatangan semua” kata si Kakek ular dari lautan timur dengan
suara ewa.
Baru selesai perkataannya itu, bayangan manusia tampak berkelebat dari arah timur
menyusul kemudian muncullah empat orang manusia dengan gerakan tubuh yang enteng.
Sebagai kepala rombongan adalah seorang sastrawan berbaju putih, dia bukan lain
adalah Bwee Li-pek, dikiri kanan kedua belah sampingnya mengikuti seorang perempuan
berambut putih yang menggembol sepasang pedang dipunggungnya, pakaian mereka
amat bagus dan mentereng, sedangkan dibarisan terbelakang adalah seorang kakek
berjenggot panjang sedada, dia bukan lain adalah Tan ciang ceng kan kun (Telapak
tangan tunggal yang menggetarkan jagad) Siangkoan Ik.
Menyusul kemunculan keempat orang itu, dari belakang muncul kembali delapan belas
orang manusia berbaju putih, potongan badan kedelapan belas orang itu secara kebetulan
justru merupakan kebalikan dari delapan belas elang baja dari pasukan Thiat eng tui
tersebut, karena tubuh mereka rata-rata kurus kering seperti lidi.
Bwe Li pek membawa anak buah perguruan panah bercintanya bergeser ke arah
selatan, Jit poh toan hun Kwik To segera memberi hormat kepada Bwe Li pek dan
mengundurkan diri kesamping perempuan tua berambut putih.
Senjata yang digembol oleh kedelapan belas manusia berbaju putih dari perguruan
panah bercinta adalah sebuah gendewa besar dengan tabung panah yang penuh dengan
anak-anak panah, cuma bentuk panah itu lain daripada yang lain, bukan saja tidak berbulu
pada tangkainya, bentuknya jauh lebih panjang dan ramping daripada anak panah biasa.
Setelah berdiri mengambil posisi, kedelapan belas orang manusia berbaju putih itu
cepat melepaskan gendewanya dan memasang dua batang panah mereka diatas busur
tersebut, ujung anak panah semuanya tertuju ke arah tubuh delapan belas elang baja dari
Thiat eng tui.
Paras muka Bwe Li pek, ketua dari perguruan panah bercinta amat dingin tanpa emosi,
sulit buat orang untuk menduga bagaimanakah perasaan hatinya waktu itu.
Kemunculan sekian banyak orang secara tiba-tiba serta pelbagai perubahan yang
berlangsung secara beruntun dengan cepat membuat suasana ditengah gelanggang
berubah menjadi beku dan kaku.
Meski demikian dibalik benak masing-masing orang justru berputar pelbagai ingatan
yang beraneka ragam.
Karena perubahan yang berlangsung diluar dugaan itu, untuk sementara waktu Gak
Lam-kun menghentikan pula semua kegiatannya.
Akan tetapi suasana hening dan sepi semacam ini tidak bertahan terlalu lama…
Mendadak dari tempat kejauhan berkumandang lagi suara tertawa panjang yang
menggidikkan hati.

Disela-sela tertawa panjangnya yang memilukan dan menggidikkan hati itu, terdengar
pula jeritan-jeritan seram yang mendebarkan sukma, “Long ji… oh Long ji… kau berada
dimana? Yo long… wahai Yo long… kembalilah kesisiku, aku tak dapat kehilangan kau”
Mendengar teriakan tersebut, Gak Lam-kun menjadi amat terperanjat, ia tak berani
tinggal terlalu lama lagi disitu, bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya ia
melompat setinggi enam kaki ke tengah udara, kemudian bersalto beberapa kali bagaikan
kuda langit terbang di awan, dengan kecepatan bagaikan petir ia kabur keluar dari
halaman gedung tersebut…
Sungguh amat luar biasa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si anak muda itu, untuk
sesaat lamanya para jago yang hadir dalam gelanggang menjadi berdiri terbelalak dengan
mulut melongo.
Baru saja bayangan tubuh Gak Lam-kun lenyap dari pandangan mata, sesosok
bayangan manusia lain bagaikan seekor burung elang menerobos hutan menyambar
datang dan muncul di arena, ternyata dia adalah seorang perempuan aneh berambut
panjang.
Semua orang segera merasakan suara tertawanya itu bukan saja jauh membumbung ke
angkasa, lagi pula suaranya tajam memekikkan telinga, apabila tenaga dalam yang
dimilikinya tidak sempurna, jelas tak mungkin bisa melakukan kesemuanya itu.
Mereka lebih terperanjat lagi setelah menyaksikan gerakan tubuh orang itu lebih gesit
dari burung elang. Jangankan Giok bin sin ang dan lain-lainnya, bahkan Bwe Li pek dari
perguruan panah bercinta serta Jit poh lui sim ciang Lui Seng thian yang bersembunyi
diatas dahan pohon pun mengakui bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki
perempuan itu jauh berada diatas kepandaian mereka sendiri.
Dengan sepasang matanya yang jeli perempuan aneh berambut panjang itu
memandang sekejap sekeliling gelanggang, mendadak ia berpaling ke arah Giok bin sin
ang Say Khi pit kemudian pelan-pelan menghampirinya.
Terkejut juga si kakek sakti berwajah pualam ini, segera pikirnya dengan perasaan
tercekat, “Aku merasa tak pernah kenal dengan perempuan ini, dalam dunia persilatan
juga tak pernah kudengar namanya, waah… kalau begitu kedatangannya menghampiriku
jelas tidak mengandung maksud baik…”
Untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan, Say Khi pit segera
menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk bersiap sedia menghadapi
segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Perempuan aneh berambut panjang itu berhenti lebih kurang satu kaki didepan Say Khi
pit, lalu tegurnya dengan dingin, “Hey! tua bangka, kau pernah melihat Long ji ku?”
Giok bin sin ang Say Khi pit tertegun. Lalu tanyanya dengan keheranan. “Siapakah Long
ji mu itu?”
“Long ji adalah kekasihku, siapa kau?” bentak perempuan aneh berambut panjang itu
dengan marah, “tua bangka sialan, kau pantas dibikin mampus, masa cuma soal itu saja
tidak tahu”

Telapak tangannya segera diayun kedepan segulung angin pukulan yang maha dahsyat
segera meluncur kedepan dan menerjang ketubuhnya.
Kecepatan gerak si perempuan aneh berambut panjang dalam melancarkan
serangannya itu sungguh cepat bagaikan sambaran kilat karena terlalu cepat ancaman itu
tiba didepan matanya, untuk sesaat sulit bagi Kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit
untuk menghindarkan diri, terpaksa sepasang telapak tangannya didorong kemuka untuk
menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
Tapi baru saja hawa murninya disalurkan ia segera merasakan gelagat kurang
menguntungkan, sebab kekuatan angin pukulan yang dihasilkan lawan hampir boleh
dibilang belum pernah dijumpai sebelumnya.
Dalam kejut dan terkesiapnya buru-buru ia menarik kembali pukulannya sambil
melompat mundur kekelakang.
Kendatipun demikian, ekor angin serangan yang dilancarkan perempuan aneh
berambut panjang itu sempat mementalkan tubuhnya sejauh lima enam langkah, isi
perutnya menyusul ikut bergetar keras dan…
‘Uaaak!’ ia muntah darah kental.
Peristiwa ini sungguh diluar dugaan siapapun juga, kontan saja membuat suasana
disekitar gelanggang menjadi gempar, semua orang terkejut dan semua orang merasa
jantungnya berdebar keras.
Sebagaimana diketahui, ilmu silat yang dimiliki kakek sakti berwajah pualam Say Khi pit
termasuk golongan jago yang cukup lihay, akan tetapi nyatanya sekarang, ia tergetar
sampai muntah darah kental hanya karena tersambar oleh kebasan si perempuan aneh
berambut panjang yang amat enteng dan sederhana itu. Kejadian tersebut, sungguh
membuat orang lain tercengang dan diluar dugaan.
Seketika itu juga suasana menjadi gempar, para jago pada berbisik membicarakan
persoalan itu.
Sementara semua orang masih dibuat terkesiap oleh kelihayan lawan, perempuan aneh
berambut panjang itu pelan-pelan sudah berjalan kembali menghampiri Malaikat racun
dari See ih Lo Kay-seng.
Paras muka si Malaikat racun dari See ih Lo Kay seng segera berubah menjadi amat
serius, dengan sepasang matanya yang lebih tajam dari sembilu ditatapnya perempuan
aneh berambut panjang itu lekat-lekat, kemudian tegurnya ketus, “Kau adalah anggota
perguruan Hay sim pay?”
Perempuan aneh berambut panjang itu tertegun, tiba-tiba ia balik bertanya, “Siapa
kau? Darimana kau bisa tahu kalau dalam dunia persilatan terdapat juga ilmu silat aliran
Hay sim it pay? Pernahkah kau berjumpa dengan Long ji ku?”
Menghadapi rentetan pertanyaan yang balik diajukan kepadanya itu, Malaikat racun
dari See ih Lo Kay seng menjadi tertegun, untuk sesaat ia terbungkam dan tak tahu
bagaimana musti menjawab.

Perlu diterangkan, perguruan Hay sim it pay bersumber dari pulau Hay sim to yang
berada diwilayah Cing hay, konon pada tiga ratus berselang dalam dunia persilatan telah
muncul seorang manusia aneh maha sakti yang bernama Hay Ciong ji, dialah pendiri dari
perguruan Hay sim it pay tersebut. 58
Tapi semenjak kemunculan Hay Ciong ji pada tiga ratus tahun berselang, dalam dunia
persilatan tak pernah dijumpai orang dari aliran Hay sim it pay lagi, sebab itu ilmu silat
aliran Hay sim it pay jarang sekali diketahui dalam dunia persilatan.
Begitu mendengar tentang Hay sim it pay satu ingatan dengan cepat melintas dalam
benak Bwe Li pek, ia menjadi teringat kembali dengan kata-kata gurunya, “Tok liong
Cuncu (rasul naga beracun) Yo Long adalah seorang jago dari perguruan Hay sim it pay,
sejak kecil ia dibesarkan oleh Hay sim li dan diberi pula pelajaran ilmu silat, tapi pada
akhirnya Hay sim li justru jatuh cinta sendiri kepada Yo Long…”
Teringat sampai disitu, paras mukanya berubah hebat, kembali pikirnya, “Janganjangan
perempuan aneh berambut panjang itu adalah Hay sim li yang dikatakan amat
cantik bak bidadari dari kahyangan dengan ilmu silatnya yang tiada tandingannya dikolong
langit?”
Ditengah keheningan tersebut seorang pemuda berbaju hijau diam-diam berjalan
menghampiri arena dan berdiri dipihak perguruan panah bercinta, orang itu bukan lain
adalah Gak Lam-kun.
Ternyata Gak Lam-kun yang mendengar suara dari perempuan aneh berambut panjang
itu berkumandang dari kejauhan, segera merasakan gelagat tidak menguntungkan
baginya, dia kuatir Yo Long yang sedang dicari perempuan itu adalah gurunya, sebab jika
dugaannya benar, maka pertemuannya dengan perempuan itu pasti akan mengakibatkan
ia dianggap sebagai gurunya, itu berarti banyak kesulitan yang bakal dijumpainya.
Selain daripada itu, disekitar gelanggang telah bermunculan pula sekian banyak jago
lihay, apabila orang-orang itu sampai bekerja sama untuk mengerubutinya, hal itu akan
sangat berbahaya bagi keselamatan jiwanya.
Maka setelah mempertimbangkan sejenak untung ruginya, Gak Lam-kun memutuskan
untuk cepat-cepat mengundurkan diri dari sana, disuatu tempat yang tiada manusia lain ia
berganti pakaian hijaunya, lalu memburu kesitu untuk menonton keramaian.
Sementara itu Bwe Li pek telah menjura kepada Gak Lam-kun setelah mengetahui
kemunculan anak muda itu.
“Saudara Gak, baik-baiklah kau? Sehat-sehatkah selalu selama ini?” Gak Lam-kun
tersenyum.
“Waaah…rupanya siaute datang terlambat satu langkah, sedang Bwee heng sekalian
sudah tiba lebih duluan”
Han Hu hoa menunjukkan pula sekulum senyumannya yang manis, seraya memberi
hormat kepada Gak Lam-kun katanya, “Gak lote, lagi-lagi kita berjumpa muka!”
Gak Lam-kun segera menengadah dan tertawa terbahak-bahak.

“Haaaah… haaah… haaah… yaa, itulah yang dikatakan orang jika memang berjodoh
berselisih seribu li akhirnya juga ketemu, tapi kalau tidak berjodoh bertemu mukapun tidak
saling mengenal sejak berpisah dengan nona Han diatas telaga Tong ting ou, tidak
kusangka kalau kita kembali akan bersua diatas pulau terpencil ini, aku merasa benarbenar
amat beruntung karena bisa bersua kembali dengan wajah cantikmu”
Ketika mendengar suara dari Gak Lam-kun tiba-tiba perempuan aneh berambut
panjang itu memutar badannya kemudian pelan-pelan menghampirinya.
Menyaksikan Hay sim li, atau perempuan aneh berambut panjang itu mendekati ke arah
mereka, serentak kedelapan belas orang manusia berbaju putih dari perguruan panah
bercinta itu menarik gendewa masing-masing sambil mengarahkan ujung anak panahnya
ke arah perempuan tersebut.
“Berhenti!” bentak mereka serentak, “kalau berani maju selangkah lagi, jangan
salahkan kalau panah bercinta tidak berperasaan”
Menyaksikan situasi tegang itu, buru-buru Gak Lam-kun membentak, “Panah bercinta
jangan buru-buru dilepaskan!”
Mendengar itu. Bwe Li pek segera mengulapkan tangan kanannya yang putih halus
sambil berkata, “Delapan belas panah bercinta, jangan bertindak secara gegabah!”
Serentak kedelapan belas orang manusia berbaju putih itu menurunkan kembali busur
masing-masing, cuma pengawasan sama sekali tidak dikendorkan, gerak-gerik perempuan
aneh itu masih saja diikuti dengan seksama.
Perempuan aneh berambut panjang itu berjalan kehadapan Gak Lam-kun, kemudian
setelah tertawa merdu tegurnya, “Gak Lam-kun, rupanya kau juga datang kemari, heeeh…
heeeh…”
Dia setengah waras setengah tidak, entah apa yang sedang dibayangkan waktu itu,
tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Sekali lagi semua orang dibuat terkesiap sehabis mendengar gelak tertawanya itu,
sebab bukan saja suara tertawanya sangat merdu dan sedap didengar, bahkan
mengandung pula semacam daya pengaruh iblis yang dapat mencekam perasaan orang.
Gak Lam-kun mengernyitkan alis matanya, tapi ia masih tertawa kembali katanya,
“Locianpwe, rupanya kau juga datang, apakah sedang mencari Long ji mu itu?”
Tiba-tiba perempuan aneh berambut panjang itu menghentikan gelak tertawanya,
kemudian dengan suara yang lembut dan merdu merayu sahutnya, “Yaa! Gak Lam-kun,
apakah kau telah bertemu dengan Long ji ku?”
Suaranya begitu merdu merayu, seandainya semua orang tidak menyaksikan dengan
mata kepala sendiri, siapapun tidak akan percaya kalau suara tersebut berasal dari mulut
seorang perempuan bertampang jelek.
Sementara itu sejak tadi Bwe Li pek mengawasi terus raut wajah perempuan aneh
berambut panjang itu, tiba-tiba ia menemukan setitik bagian yang mencurigakan, sambil
menghela napas pikirnya kemudian, “Tak dapat diragukan lagi perempuan itu pastilah Hay

sim li, gurunya Tok liong Cuncu Yo Long, menurut kata suhu kecantikan Hay sim li tiada
bandingannya dikolong langit kesemuanya ini karena dia mengandalkan ilmu
menyamarnya yang sangat hebat. Perempuan aneh bertampang jelek yang berada
dihadapanku sekarang jelas adalah merupakan salah satu dari penyamarannya, atau
mungkin ia mengenakan selembar kulit manusia diatas wajahnya…”
Jilid 8
Dipihak lain Gak Lam-kun telah berkata lagi setelah menghela napas panjang,
“Locianpwe, bolehkah aku tahu julukan Long ji mu didalam dunia persilatan? Asal
boanpwe, mengetahui julukannya itu pasti akan kubantu Locianpwe untuk menemukannya
atau menyampaikan kabar kepadanya” Tiba-tiba perempuan aneh berambut panjang itu
berubah menjadi amat murung dan sedih setelah menghela napas panjang jawabnya,
“Long ji ku itu tak lain adalah Tok liong Cuncu Yo Long yang tersohor namanya dalam
dunia pesilatan!”
Sungguh tak sedap suara helaan napasnya itu membuat setiap orang yang
mendengarnya menjadi ikut murung kesal dan sedih.
Dengan cepat Bwe Li pek dan Gak Lam-kun menyadari bahwa setiap perubahan sikap
dari perempuan yang berada dihadapannya ini sesungguhnya tersembunyi suatu daya
pengaruh iblis yang cukup menggetarkan sukma dan perasaan siapapun.
Setelah mendengar julukan gurunya disebut oleh perempuan itu, Gak Lam-kun tidak
ragu lagi kalau orang yang sedang dicari olehnya tidak lain adalah gurunya sendiri tapi ada
satu hal yang tidak dipahami Gak Lam-kun, mengapa gurunya tak pernah menjelaskan
kepadanya tentang perempuan ini serta apa hubungan diantara mereka?
Seingatnya sepanjang hidup didunia ini gurunya pernah mengadakan hubungan cinta
dengan tiga orang perempuan saja, pertama adalah Soat san Thian li, kedua adalah Lam
hay sin ni yang kini hidup mengasingkan diri sebagai pendeta, dan ketiga adalah Yan lo
sat (perempuan iblis cantik) Hong Im yang lantaran cinta menjadi dendam.
Sebetulnya rasa cinta Yan lo sat Hong Im terhadap gurunya paling besar, tapi
cemburunya justru paling besar juga, ia tak sudi membiarkan gurunya mengadakan
hubungan cinta dengan orang lain, ketidak berhasilannya untuk mencegah Yo long
berhubungan dengan perempuan lain mengakibatkan timbulnya perasaan dendam dalam
hatinya, sebab itulah ia bertekad untuk turut serta dalam peristiwa ditebing Yan po gan
serta mencelakai jiwa kekasihnya.
Keempat orang jago lihay yang pernah terlibat dalam pembunuhan atas Tok liong
Cuncu ditebing Yan po gan segera merasakan jantungnya berdebar keras, terutama
setelah mengetahui bahwa kekasih dari perempuan aneh berambut panjang yang sangat
lihay itu bukan lain adalah korban yang telah mereka kerubuti.
Mereka mulai was-was, seandainya dia tahu jika Yo Long tewas ditebing Yan po gan
akibat ulah mereka, dengan kepandaian silatnya yang maha dahsyat jelas perempuan
tersebut merupakan bibit bencana terbesar bagi keselamatan jiwa mereka.

Si Rase berekor sembilan Kongsun Po yang terkenal karena kelicikan serta kebusukan
hatinya segera merenungkan kembali kejadian tersebut, tiba-tiba suatu rencana busuk
timbul dalam hatinya.
Gak Lam-kun telah memusatkan kembali pikirannya, dengan suara lantang ia lantas
berkata, “Locianpwe, konon Tok liong cuncu Yo Long masih hidup didunia ini, malah
katanya tak lama kemudian dia akan datang kebukit Kun san untuk menyerahkan Lencana
pembunuh naga tersebut, waktu itu locianpwe pasti akan bersua kembali dengannya, apa
gunanya kau musti mencari dia orang tua dengan sikap macam orang kehilangan sukma?”
Sekali lagi perempuan aneh berambut panjang itu menghela napas panjang.
“Aaaai..! Gak Lam-kun, aku tahu hatimu sangat baik, cuma muridnya Yo Long pernah
berkata kepadaku kalau Yo Long telah mati dipuncak Yan po gan dibukit Hoa san,
mungkinkah ia berbohong kepadaku?”
Si Kakek ular dari lautan timur serta tujuh langkah pemutus nyawa Kwik To yang
mengetahui asal usul Gak Lam-kun sebenarnya diam-diam mengernyitkan alis matanya
setelah mendengar perkataan itu, pikirnya kemudian, “Murid Yo Long bukan lain adalah
Gak Lam-kun yang berada didepan mata, darimana mungkin bisa muncul kembali seorang
murid yang lain..? Aneh, benar-benar sangat aneh!”
Gak Lam-kun sendiripun lagi berpikir, “Entah bajingan keparat siapa yang mengakungaku
sebagai murid Yo Long untuk berbuat onar..?”
Tiba-tiba si Rase berekor sembilan Kongsun Po menyambung setelah tertawa serak, “Yo
Long belum mati, kau ditipu oleh muridnya!”
Perempuan aneh berambut panjang itu menjadi tertegun, tiba-tiba bentaknya,
“Mengapa muridnya membohongi aku? Kalau Yo Long belum mati, sekarang ia berada
dimana?”
Rase berekor sembilan Kongsun Po sudah mempunyai perhitungan sendiri didalam
hatinya, sambil tertawa seram kembali ia berkata, “Tok liong Cuncu Yo Long betul-betul
belum mati, baru saja ia berada disini, bila kau bersedia menunggunya disini, maka dia
pasti akan datang kemari untuk menjumpaimu.
Agaknya perempuan aneh berambut panjang itu merasa gembira sekali, dengan berseri
katanya, “Kau tidak bohong bukan? Yo Long telah pergi kemana?” “Mengapa aku musti
membohongimu? Setiap orang yang hadir disekitar gelanggang menyaksikan sendiri
bagaimana Tok Liong cuncu Yo long mmuncul ditempat ini, tentu saja aku tidak tahu
kemana ia telah pergi”
Mendengar jawaban tersebut, airmata segera jatuh bercucuran membasahi wajah
perempuan aneh berambut panjang itu, segera gumamnya dengan amat sedih, “Yaa, aku
tahu… dia pasti pergi karena tahu kalau aku hendak datang… ya, dia pasti enggan
bertemu lagi denganku…”
Tiba-tiba ia mendengarkan jeritan lengking, kemudian teriaknya seperti orang kalap,
“Ooo… Yo long, betapa kejamnya hatimu… Yo long wahai Yo long… kau berada dimana?
Cepatlah keluar… Yo long… cepat keluar… aku ingin bertemu denganmu…”

Ditengah jeritan lengkingnya yang amat memilukan hati, tiba-tiba perempuan aneh
berambut panjang itu berlalu dari sana dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Gak Lam-kun hanya bisa menghela napas setelah menyaksikan kejadian tersebut,
bisiknya dengan lirih, “Orang yang pantas dikasihani, aaiiii…”
Sebetulnya si Rase berekor sembilan Kongsun Po sedang berencana untuk menahan
perempuan aneh berambut panjang itu disitu, sebab ia tahu kepergian Tok liong Cuncu
tadi kemungkinan besar untuk menghindari pertemuannya dengan perempuan ini, maka
apabila ia tetap tinggal disana, Yo Long yang amat menakutkan itu tak nanti akan muncul
kembali disitu, bila urusan disana telah beres, dengan segala akal muslihat serta mulutnya
yang manis dia hendak menipunya dan mempergunakan tenaganya.
Tapi kenyataannya sekarang, dengan berlalunya perempuan aneh berambut panjang
itu berarti rencananya berantakan pula.
Sepeninggal perempuan aneh berambut panjang itu, tiba-tiba Malaikat racun dari See
ih berpaling kearah Gak Lam-kun kemudian berjalan menghampirinya, dengan suara yang
dingin menyeramkan ia berkata, “Apakah engkau adalah jago lihay yang telah melukai
Nian Eng hau sute ku itu?”
“Tidak berani, tidak berani” jawab Gak Lam-kun ketus, “dalam kejadian waktu itu, Ou
thamcu dari Thiat eng pang juga ikut menyaksikan, siapa benar siapa salah rasanya ia
juga tahu. Meski demikian aku merasa menyesal sekali telah salah melukai Nian tayhiap,”
Malaikat racun dari See ih memperdengarkan suara tertawanya yang amat dingin dan
rendah, lalu katanya, “Aku orang She Lo merasa kagum sekali oleh ilmu sikat saudara
yang melampaui orang lain itu, kalau bisa ingin sekali kumohon beberapa jurus petunjuk!”
“Setiap waktu tentu kulayani keinginanmu itu” kata Gak Lam-kun dengan ketus,
“merupakan suatu kebanggaan bagiku dapat menyaksikan ilmu silat aliran See thian san,
andaikata harus matipun aku akan mati dengan hati tentram.
Pelan-pelan ia lantas maju ketengah arena.
“Berhati-hatilah Gak sauhiap” kata malaikat racun dari See ih kemudian sambil menjura,
“lohu segera akan mulai melancarkan serangan!”
Mendadak ia menerjang maju kedepan sambil melancarkan sebuah pukulan yang maha
dahsyat.
Gak Lam-kun menggerakkan pula telapak tangannya sambil berkata dengan nada
hambar, “Ingin kuketahui sampai dimanakah kehebatan tenaga pukulanmu itu?”
Ketika sepasang telapak tangan saling beradu, segera terjadilah suatu ledakan yang
memekikkan telinga, Gak Lam-kun terdorong mundur sejauh tiga langkah sebaliknya Lo
Kay seng masih berdiri tenang ditempat semula, namun sekilas perasaan tercengang
segera menyelimuti wajahnya.
Sekalipun dipandang dari kejadiannya Gak Lam-kun seolah-olah masih kalah setingkat
bila dibandingkan dengan kekuatan yang dimiliki Lo Kay seng, namun dalam pandangan

para jago ahli justru sebaliknya, kiranya dalam bentrokan yang pertama tadi, Lo Kay seng
telah menderita sedikit luka ringan akibat serangan pantulan yang digunakan oleh si anak
muda itu.
Setelah berhasil dengan serangannya, Gak Lam-kun mempertahankan gayanya sebagai
seorang laki-laki ksatria, ia tidak melancarkan serangan lebih jauh sebaliknya cuma berdiri
tenang ditempat semula.
Lo Kay seng mengatur sebentar hawa murninya, ketika diketahui bahwa kerugian yang
dideritanya tidak terlalu besar, cepat badannya menerjang maju lagi dengan kecepatan
tinggi, sebuah tendangan segera dilancarkan mengarah lambung Gak Lam-kun.
Gak Lam-kun menggoyangkan tubuhnya menghindar kesamping lalu sepasang telapak
tangannya melancarkan serangkaian pukulan berantai.
Lo kay seng tertawa dingin, telapak tangan kanannya dikebaskan melancarkan sebuah
pukulan dahsyat untuk membendung ancaman dari Gak Lam-kun, kemudian telapak
tangan kirinya dengan jurus Thiat khi to jut (penunggang baja muncul mendadak)
melancarkan serangan balasan.
“Wees..! wees..!” begitu berhasil merebut kedudukan diatas angin, secara beruntun
telapak tangan kanannya melepaskan tiga buah serangan berantai diiringi tendangan kaki
kiri dan kanannya.
Bukannya mundur Gak Lam-kun malah menerobos maju kedepan, sepasang telapak
tangannya mengembangkan pula serangkaian pukulan dahsyat untuk membendung
tendangan-tendangan maut itu, semua gerakan yang dipergunakan boleh dibilang
merupakan jurus-jurus serangan untuk bertarung dalam jarak dekat.
Makin lama pertempuran berlangsung makin sengit, pukulan demi pukulan, tendangan
demi tendangan semuanya dipergunakan bukan saja dengan kecepatan tinggi, tenaga
pukulan yang disertakan pun luar biasa hebatnya…
Pertarungan antara mereka berdua hakekatnya merupakan pertarungan untuk
menentukan mati hidup mereka, semua ancaman hampir tak sebuahpun yang tidak tertuju
pada bagian badan yang mematikan, ini membuat para jago yang ikut menyaksikan
jalannya pertarungan itu merasa jantungnya berdebar keras.
Ditengah serunya pertarungan tersebut, tiba-tiba malaikat racun dari see ih Lo Kay
seng mengeluarkan jurus See lay tok ing (irama sunyi dari barat) menghantam kedada
lawan.
Jurus serangan tersebut merupakan salah satu jurus mematikan dalam aliran See thian
san, bukan saja aneh dan sakti gerakannya bahkan membuat musuhnya menjadi bingung
sebab sepintas lalu serangan tersebut seperti suatu totokan tapi mirip pula sebuah
babatan.
Gak Lam-kun terkesiap, buru-buru dia mengeluarkan ilmu gerakan tubuh Jit gi ngo
heng jit seng liong heng sin hoat untuk bergeser tiga depa kesamping kiri.
“Gak sauhiap, hati-hati!” tiba-tiba Lo Kay seng berseru sambil tertawa dingin.

Ditengah seruan tersebut, jurus mematikan yang sengaja disembunyikan dibalik jurus
See lay tok ing tersebut segera dilancarkan, tampak telapak tangan kanannya tiba-tiba
terbalik keatas kemudian mengancam urat nadi pada pergelangan tangan kanan Gak Lamkun.
“Hmm… Tidak segampang itu” jengek si anak muda ketus.
Tiba-tiba kelima jari tangan kanannya berputar menyambar diatas pergelangan tangan
kanan Lo Kay seng, oleh sambaran tersebut Lo Kay seng segera merasakan urat nadi pada
pergelangan tangan kanannya menjadi kaku, akibatnya tangan kanan yang sesungguhnya
sedang mengancam pergelangan tangan musuhpun menjadi miring kesamping dan tidak
menemui sasarannya…
Perubahan jurus serangan ini sungguh amat manis dan sedap dipandang, tanpa terasa
semua jago berpekik dihati masing-masing, “Sebuah serangan yang amat bagus!”
Gak Lam-kun dengan demikian berhasil menang satu gebrakan dari lawannya, cepat Lo
Kay seng mundur dua langkah, dengan tangan kirinya memegang pergelangan tangan
kanan ia berkata dengan dingin, “Gak sauhiap, ilmu silatmu benar-benar amat sempurna,
dengan tebalkan muka lohu ingin minta petunjuk lagi dalam kepandaian senjata”
Sebelum Gak Lam-kun mengucapkan sesuatu, Jit poh toan hun Kwik To telah maju
kemuka sambil tertawa terbahak-bahak, katanya, “Lo Kay seng, kau jangan melayani
orang lain terus menerus, bagaimana dengan pertikaian diantara kita? Bagaimanapun juga
urusan kita musti diselesaikan pada malam ini juga, maka kuanjurkan kepadamu lebih baik
pertarungan babak berikutnya ditiadakan saja”
Malaikat racun dari See ih tertawa seram.
“Kwik To!” demikian katanya, “sekalipun aku harus bertarung tiga babak lagi
memangnya kau anggap aku tak punya keyakinan untuk memenangkan dirimu..?”
Jit poh toan hun Kwik To kembali mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahakbahak.
“Haahh…haahh…haahh…sulit! Sulit! Tiga hari tidak bertemupun bisa mengakibatkan
perubahan yang besar apalagi kita sudah dua puluh tahunan tak pernah bersua muka..?”
“Yang kau katakan tentang kau atau diriku?” tukas Malaikat racun dari See ih ketus.
“Kau atau aku adalah sama saja, cuma aku orang she Kwik tidak ingin mempergunakan
keuntungan tersebut”
“Baiklah!” kata Lo Kay seng kemudian “bagaimana kalau penyelesaian diantara kita
diundur tiga hari lagi?”
Jit poh toan hun Kwik To tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…haaahhh…haaahhh…bagus sekali, bagus sekali! Cuma sebelumnya aku
hendak berkata lebih dulu, ujung senjata itu tak bermata, bagaimana seandainya kau mati
dalam pertarungan itu?”

“Hmmm..! Kalau mampus anggap saja nasibku lagi jelek, atau mungkin kau lebih suka
kalau melihat aku mati ditangan orang lain saja?”
“Aaah..! Kita sama-sama tidak mempunyai dendam sakit hati apa-apa, kalau cuma ingin
mencoba kepandaian silat saja, kenapa harus mempergunakan nyawa sebagai taruhan?”
sela Gak Lam-kun tiba-tiba.
Jit poh toan hun Kwik To sama sekali tidak menggubris perkataan dari Gak Lam-kun itu,
lagi-lagi dia berkata, “Tidak berani! Tidak berani! Loheng tersohor sebagai malaikat racun,
aku percaya kau masih mempunyai kepandaian simpanan untuk menolong jiwamu sendiri”
Terkesiap juga Gak Lam-kun setelah mendengar perkataan itu, pikirnya diam-diam.
“Kwik To berulangkali membantuku, entah apa maksud sesungguhnya? Coba kalau
tidak diingatkan olehnya, hampir saja aku lupa kalau Lo Kay seng masih mempunyai ilmu
racun yang maha sakti…”
Malaikat racun dari See ih Lo Kay seng mendengus dingin.
“Hmmm..! Kwik To, seandainya aku orang she Lo hendak merebut kemenangan dengan
mengandalkan ilmu racunku, aku yakin kau Tionggoan tok hu (si Tabib keji dari
Tionggoan) tak akan lolos dari cengkeramanku”
Dari pembicaraan tersebut dapat diketahui bahwa dalam pertarungannya melawan Gak
Lam-kun dia tidak ingin menyergap si anak muda itu dengan mengandalkan kepandaian
racunnya.
Mendengar itu, Jit poh toan hun Kwik To segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…haaah…haaah…mana, mana, kalau begitu aku orang she Kwik telah
mempergunakan hati kecil seorang siaujin untuk menilai kebijaksanaan seorang kuncu”
Tiba-tiba dari sakunya Malaikat racun dari See ih Lo Kay seng mengeluarkan sebuah
senjata Kim seng lun (roda bintang emas), diantara rentangan telapak tangannya kekiri
dan kekanan, ternyata roda tersebut telah berubah menjadi lima buah roda bintang emas
yang amat tipis, lantaran kelima roda itu besarnya sama dan lagi menempel antara yang
satu dengan yang lainnya, maka sulit buat orang lain untuk membedakan satukah senjata
roda itu atau limakah?
“Gak sauhiap, silahkan kau siapkan senjatamu, demikian Lo Kay seng berkata, “lohu
hendak mempergunakan kelima buah roda bintang emas itu untuk menyambut permainan
beberapa jurus seranganmu”
o0o
Terkesiap juga Gak Lam-kun setelah menyaksikan senjata lawan, pikirnya dengan
cepat. “Tampaknya ilmu silat yang dimiliki Lo Kay seng benar-benar sudah mencapai
tingkatan yang luar biasa, ia merupakan seorang musuh yang tangguh dalam dunia
persilatan dewasa ini, biasanya orang yang menggunakan senjata tersebut kebanyakan
cuma menggunakan dua biji senjata roda yang lebih dikenal sebagai Jit gwat lun (roda
matahari dan rembulan) tapi sekaligus Lo Kay seng dapat mempergunakan lima buah roda
bintang emas. Jelas sulit bagiku untuk melayani kelima senjata rodanya dengan tangan

kosong belaka padahal kecuali Toa hun liong jiau (cakar naga perenggut nyawa) aku tidak
membawa senjata lainnya, wah bagaimana enaknya sekarang…”
Sementara Gak Lam-kun masih sangsi dan tidak dapat mengambil keputusan, tiba-tiba
terdengar seseorang menegur dengan suara yang merdu, “Saudara Gak entah pedang ini
cocok dengan seleramu atau tidak?”
Bersama dengan berkumandangnya ucapan itu, tampak ketua dari perguruan panah
bercinta Bwe Li pek muncul sambil ditangan kirinya membawa sebilah pedang pendek, lalu
sambil tersenyum senjata itu diangsurkan kehadapan si anak muda.
Gak Lam-kun tersenyum.
“Terima kasih banyak saudara Bwe atas pinjaman pedangmu itu” katanya.
Dengan sepasang tangannya ia menyambut pedang pendek itu mendadak ia
mengendus bau harum semerbak yang amat menusuk hidung, Gak Lam-kun segera
tertegun, pikirnya kemudian, “Sudah tiga kali kucium bau harum aneh semacam ini dari
tubuhnya, jangan-jangan..?”
Ketika Gak Lam-kun berpaling kembali, Bwe Li pek telah memutar badannya sambil
mengundurkan diri dari situ.
“Criiing..!” bunyi lengking tajam yang memekikkan telinga berkumandang memecahkan
kesunyian, diantara berkelebatnya segulung cahaya putih, pedang pendek itu sudah
diloloskan dari sarungnya.
Pedang itu putih mulus bagaikan kumala, tajam dan berkilau, sekilas pandangan saja
orang akan tahu bahwa pedang tersebut adalah sebuah pedang mustika yang amat tajam.
“Pedang bagus, pedang bagus!” puji Gak Lam-kun dalam hati kecilnya.
Setelah meloloskan pedangnya, Gak Lam-kun mundur tiga langkah kebelakang dan
berdiri dengan pinggang ditekuk, lima jari tangan kanannya direntangkan sejajar dada
sedang tangan kirinya memegang pedang sebatas alis mata, dengan sinar mata setajam
sembilu ditatapnya Lo Kay seng tajam-tajam.
“Nah saudara, silahkan turun tangan!” katanya.
Lo Kay seng yang menyaksikan gaya pembukaan dari Gak Lam-kun pun merasa amat
terkejut, pikirnya, “Orang ini benar-benar seorang manusia berbakat aneh dari dunia
persilatan tampaknya dalam pertarungan adu senjata tajampun aku harus terlibat lagi
dalam suatu pertarungan yang amat seru”
Tergerak juga perasaan Bwe Li pek setelah menyaksikan jurus pedang dari Gak Lamkun,
terutama kemampuan pemuda tersebut memainkan pedang ditangan kiri dan tangan
kanannya tak lupa menyerang dengan kepandaian Tok liong ci jiau, hal ini sungguh
merupakan suatu kejadian yang jarang dijumpai dikolong langit.

Mendadak… Suara desingan nyaring berkumandang memenuhi seluruh angkasa,
sebuah roda Kim seng lun yang berada ditangan kiri Lo Kay seng dilontarkan kearah Gak
Lam-kun.
Ketika anak muda itu membacok dengan pedang kirinya, diiringi desingan angin tajam
tiba-tiba roda Kim seng lun tersebut berputar kebelakang punggungnya, lalu kembali
ketangan Lo Kay seng. Dengan sendirinya bacokan itupun mengenai sasaran yang kosong.
“Ngiing…ngiing…ngiing…ngiing..!” bunyi desingan tajam kembali berdesing memenuhi
seluruh angkasa, cahaya emas berkilauan darimana-mana diiringi biasan cahaya perak,
lima batang roda Kim seng lun dari lima arah yang berbeda menerjang datang hampir
bersamaan waktunya…
Serangan tersebut merupakan sebuah serangan yang maha dahsyat gerakan itu
dinamakan gerakan Ban lun hud (selaksa roda membiaskan sinar sang Buddha).
Paras muka Gak Lam-kun agak berubah, pergelangan tangannya digoyangkan
berulangkali, tiba-tiba ia menggunakan pula sebuah jurus tangguh yang merupakan suatu
jurus pedang tingkat tinggi yakni Yang Kong bu ciau (sinar matahari memancar kemanamana).
Diantara perputaran pedang pendek ditangan kirinya itu, terciptalah berlapis-lapis
cahaya tajam yang melindungi sekujur tubuhnya.
Kendatipun Yang Kong bu ciau dinamakan satu gerakan, pada hakekatnya terselip
berbagai perubahan yang beruntun, bukan saja perubahannya dahsyat, gerakannya juga
tangguh.
Serentetan cahaya bianglala berwarna putih dengan cepat melesat keudara dan
mengelilingi kelima buah roda Kim seng lun tersebut, suasananya waktu itu ibaratnya
selapis awan tebal yang mengelilingi rembulan dan bintang.
Begitu turun tangan, kedua belah pihak segera terlibat dalam suatu pertarungan sengit
yang menentukan mati hidup mereka, kejadian tersebut dengan cepat menarik perhatian
para jago disekitar gelanggang untuk mengikuti jalannya pertarungan dengan lebih
seksama lagi.
Lima gumpal cahaya emas dan selapis hawa pedang yang mengerikan hampir
memenuhi seluruh angkasa, meski demikian ternyata sama sekali tidak kedengaran sedikit
suarapun.
Mendadak… lima buah roda dari Lo Kay seng itu mempersatuksn diri lalu, berbareng
menerjang kedada Gak Lam-kun, tentu saja kekuatannya ibarat lima ekor kerbau yang
menyerbu bersama kesatu arah.
Gak Lam-kun membentak keras, cahaya putih berputar mengikuti arah pergeseran
langkah kakinya yang maju mundur, diantara getaran ujung pedangnya, tiba-tiba lima
jalur sinar putih memancar keluar, sedang selaksa roda membiaskan sinar Buddha
mendadak menjadi sirap…

Gak Lam-kun berdiri serius sambil memeluk pedang, sementara Lo Kay seng hanya
berdiam diri sambil memperhatikan kelima buah roda Kim seng lunnya yang tergeletak
diatas tanah.
Akhirnya setelah menghela napas katanya, “Gak sauhiap, ilmu silatmu benar-benar
sudah mencapai tingkat kesempurnaan yang luar biasa, aku orang she Lo sungguh merasa
amat kagum, baiklah kita akhiri pertarungan malam ini sampai disini saja.
Sehabis berkata ia memungut kembali kelima buah roda Kim seng lunnya dari tanah
dan dimasukkan kembali kedalam saku.
Gak Lam-kun menyarungkan pula pedangnya lalu sambil tertawa dan menjura katanya,
“Terima kasih banyak atas petunjuk ilmu silat yang telah Lo tayhiap berikan pada malam
ini, kesemuanya tersebut sungguh mendatangkan manfaat yang tak terhingga buat aku
orang she Gak.”
Kemudian sambil mengangsurkan pedang pendek itu kehadapan Bwe Li pek, katanya
lagi sambil tertawa.
“Terima kasih banyak untuk pinjaman pedang dari saudara Bwe, harap pedang ini suka
diterima kembali.”
Bwe Li pek tertawa ramah, katanya, “Saat ini adalah saatnya banyak urusan dalam
dunia persilatan, apa salahnya kalau saudara Gak meminjamnya untuk beberapa waktu
lagi.”
“Baiklah, daripada kutampik maksud baikmu, terpaksa siaute akan meminjamnya untuk
sementara sampai besok.
Dari balik sinar mata Bwe Li pek yang tajam seperti sembilu, tiba-tiba terpancar sekilas
cahaya lembut bagaikan hembusan angin sepoi, katanya lagi, “Bila saudara Gak merasa
tidak keberatan, biar kuhadiahkan pedang itu sebagai kenang-kenangan untukmu,
anggaplah hal ini sebagai tanda mata untuk mempererat jalinan hubungan kita.”
“Tidak berani, tidak berani, setiap orang yang termasuk kuli silat tidak pantas untuk
menyoren pedang mustika semacam ini” ujar Gak Lam-kun tertawa.
“Kalau begitu, kembalikanlah pedang itu bila kita bertemu kembali besok malam.”
Gak Lam-kun menyimpan pedang pendek itu kedalam sakunya, lalu berkata dengan
lantang, “Kentongan kelima esok, siaute pasti akan tiba tepat pada waktunya!”
Sementara itu Jit poh toan hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To pelan-pelan
maju kedepan, sambil memberi hormat kepada Lo Kay seng ia berkata, “Saudara Lo,
bagaimana dengan permintaan aku orang she Kwik semalam mengenai masalah Soat san
Thian li?”
“Dalam soal ini hanya terbatas untuk Buncu seorang” jawab See ih tok Seng Lo Kay
seng dengan suara menyeramkan, “bila kalian ingin datang bergerombol, maka maaf jika
hal ini tak bisa dikabulkan”
Bwe Li pek segera tertawa angkuh.

“Adapun maksud aku orang she Bwe tidak lebih cuma ingin menyambangi Soat san
Thian li, kami tidak mempunyai rencana atau tujuan lain, dan segenap anggota
perguruanku akan menanti disini!”
“Bwe ji, biar aku ikuti dirimu” bisik perempuan berambut putih yang berada disamping
kanannya dengan lembut.
Bwe Li pek segera berpaling dan tertawa.
“Nenek, legakan hatimu, tak nanti Soat san Thian li akan nenelan diriku bulat-bulat”
Berbicara sampai disitu ia lantas memberi hormat kepada Gak Lam-kun, kemudian
pelan-pelan menghampiri Lo Kay seng, katanya, “Tolong bawalah aku kesana”
“Blaaam…” mendadak terdengar ledakan nyaring menggeletar memecahkan
keheningan…
Dalam waktu singkat muncullah serentetan cahaya hijau yang menyambar ketubuh Bwe
Li pek dengan kecepatan luar biasa.
Cahaya hijau itu meluncur tiba dengan kecepatan yang sukar dilukiskan dengan katakata,
bagaikan serentetan benang hijau yang berada tujuh delapan kaki jauhnya tahu-tahu
dalam sekejap mata telah melesat dihadapan mata Bwe li pek.
Terkesiap juga Buncu dari perguruan panah bercinta itu, tidak sempat melihat jelas lagi
senjata rahasia apakah itu, pergelangan tanganrya digetarkan cepat dan jari tangannya
segera menyentil kedepan.
“Blaaam..!” termakan oleh tenaga sentilan Tan ci sin thong (jari tunggal yang tembus
kemana-mana) dari Bwe Li pek, cahaya hijau yang telah berada tiga depa dihadapannya
itu segera terbendung dan terpental keempat penjuru.
“Blaam..!” sekali lagi benang hijau yang terpental itu meledak dan kemudian berubah
menjadi tujuh buah titik bintang api berwarna hijau yang segera menyebar keempat
penjuru.
Dua diantaranya langsung meluncur kearah Bwe Li pek, sedangkan lima buah titik hijau
lainnya segera memancar mengancam Malaikat racun dari See ih Lo Kay seng serta dua
orang laki-laki kekar dari Thi eng pang dengan kecepatan tinggi.
Baik Bwe Li pek maupun Lo Kay seng tidak berani menerima serangan tersebut dengan
kekerasan, dengan perasan bergetar keras masing-masing berkelit kesamping.
Lain halnya dengan dua orang lelaki kekar dari pasukan delapan belas elang baja,
untuk berkelit sudah tak sempat lagi, yang satu segera terkena pada lengannya sedang
yang lain terkena pada paha kanannya, kedua-duanya bukan termasuk tempat yang
mematikan.
Akan tetapi, dua orang laki-laki kekar dari perkumpulan elang baja itu serentak roboh
ketanah, jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memecahkan kesunyian
mengikuti bergulingnya tubuh kedua orang itu kesana kemari.

Senjata rahasia yang demikian lihay dan beracunnya belum pernah didengar ataupun
disaksikan sebelumnya dalam dunia persilatan, kontan saja peristiwa itu mendatangkan
kegemparan serta kepanikan bagi seluruh orang yang berada disekitar arena.
Kedua orang laki laki bertubuh tegap itu masing-masing memperdengarkan jeritan
lengking yang mengerikan serta lolongan minta tolong, itulah pekikkan terakhir menjelang
hidupnya didunia Ini, sedemikian menggenaskannya membuat bulu kuduk orang pada
bangun berdiri semua.
Jeritan ngeri yang memilukan hati itu masih juga berkumandang tiada hentinya,
kesemua ini semakin menambah seramnya suasana.
Akan tetapi semua jago yang hadir dalam arena tak berhasil mengetahui apa sebabnya
kedua orang itu menjerit ngeri, mereka hanya menyaksikan tubuh kedua orang itu secara
lamat-lamat memancarkan cahaya hijau, mungkin itulah penyebab yang mengakibatkan
mereka menemui ajalnya.
Mendadak dari luar arena berkumandang suara tertawa panjang yang memekikkan
telinga, menyusul kemudian dua sinar emas yang menyilaukan mata meluncur keudara
dan langsung menyambar ketubuh laki-laki yang sedang berguling diatas tanah itu.
Diikuti dua kali jeritan kesakitan, kedua orang, laki-laki kekar itu telah berhenti
berguling, akan tetapi cahaya hijau ditubuh mereka masih juga menggulung-gulung tiada
hentinya.
Diantara berkelebatnya bayangan manusia, kini ditengah arena telah bertambah
dengan seorang kakek berjubah panjang yang berambut putih diiringi tiga orang manusia
yang berpakaian aneka macam.
Kakek itu berwajah bersih, berjenggot putih sepanjang dada, jubah hijau selutut,
bermuka merah bercahaya dan sedikitpun tidak tampak ketuaannya terutama sekali
matanya besar alisnya yang tebal dan sorot matanya yang tajam menggidikkan hati.
Dalam genggaman tangan kanannya membawa sebuah tongkat toya bukan toya yang
pada gagangnya berukirkan elang baja yang sedang mementangkan sayap dengan ekor
yang sangat panjang, inilah senjata andalan dari Thi eng sin siu (kakek sakti elang baja).
Dari antara tiga orang yang ikut datang, terlihat orang pertama adalah seorang
sastrawan berusia setengah umur yang berjubah biru, orang kedua adalah seorang kakek
kurus kering seperti bambu yang memakai jubah berwarna putih keperak-perakan,
sedangkan orang ketiga adalah seorang gadis cantik jelita yang seluruh badannya seperti
memancarkan sinar keemas-emasan.
Sekalipun tidak ditanyakan semua orang juga tahu bahwa kakek itu adalah pentolan
dunia persilatan yang ternama dalam dunia dewasa ini, pangcu dari perkumpulan Thi eng
pang, Thi eng sin siu Ou Bu hong.
Sastrawan berbaju biru adalah salah seorang diantara empat thamcu dibawah panji
perkumpulan elang baja, yang merupakan thamcu dan panji elang biru, orang menyebut
sebagai Cian seng khi si (sastrawan aneh seribu bintang) Wan Kiam ciu.

Si kakek kurus kering adalah Thamcu panji elang perak Gan tiong ciang (telapak tangan
ditengah karang) Kwan Kim ceng.
Sedangkan gadis cantik jelita itu adalah jago lihay nomor dua dalam perkumpulan Thi
eng pang Kim eng ki thamcu atau Thamcu panji elang emas Ki Li soat.
Kakek sakti elang baja Ou Bu hong menyapu sekejap sekeliling arena dengan sorot
matanya yang tajam, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak tegurnya, “Diantara yang
hadir disini, siapakah yang merupakan anak murid Jit poh lui sim ciam panah inti geledek
yang mencabut nyawa dalam tujuh langkah) Lui seng thian?”
Dari balik kegelapan segera terdengar seseorang menjawab sambil tertawa
menyeramkan.
“Heehhh…heehhhh…heehhh…Ou Bu hong lohu sendiri yang telah datang!”
Kakek sakti elang baja segera berpaling kearah mana berasalnya suara tersebut, maka
tampaklah seorang kakek berwajah jelek pelan-pelan memasuki gelanggang, ditangannya
menggenggam sebuah tabung bulat yang terbuat dari tembaga.
Gak Lam-kun cuma menonton semua peristiwa itu dari samping, ia kenali kakek
bertampang jelek itu tak lain adalah Lui seng thian yang bersembunyi dibalik pohon itu.
Sekarang ia baru terkejut dan ngeri atas keganasan, kekejian serta kehebatan dari anak
panah inti geledek yang dapat mencabut nyawa dalam tujuh langkah itu, seandainya Lui
seng thian sampai turun tangan jahat kepadanya tadi, peristiwa itu sungguh merupakan
suatu kejadian yang amat menakutkan.
Kecuali Gak Lam-kun, kakek sakti elang baja serta Malaikat racun dari See ih yang
sedikit mengetahui tentang diri Lui Seng thian, hampir boleh dibilang tak seorang jagopun
mengetahui asal-usulnya, tapi semua orang dapat merasakan bahwa manusia tersebut
pasti merupakan seorang gembong iblis yang susah dihadapi, terutama setelah
menyaksikan senjata rahasianya yang cukup menggetarkan sukma itu.
Kakek sakti elang baja Ou Bu hong segera tertawa dingin, lalu katanya ketus.
“Bagus! Bagus sekali! Tak nyana setelah kau Lui Seng thian muncul kembali didalam
dunia persilatan, ternyata berani memusuhi diriku.
Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian berhenti kurang lebih tiga kaki dihadapannya,
dengan dingin ia menjawab, “Ou pangcu adalah seorang enghiong yang termashur
diseluruh dunia persilatan, jago darimanakah yang berani mencari urusan dengan dirimu?
Sebelum persoalan ini berkembang lebih lanjut, perlu aku terangkan lebih dulu bahwa
kedua sosok nyawa anggota perkumpulanmu bukan sengaja mampus oleh Lak hap im
hwee (enam gabungan api dingin) yang kulepaskan, aku sama sekali tidak berniat untuk
membinasakan mereka, akan tetapi jika kau Ou Bu hong ingin mencari balas kepadaku
tentu saja setiap saat aku Lui Seng thian bersedia untuk melayaninya.
Perlu diterangkan bahwa semua jago yang hadir digelanggang ketika itu hampir
sebagian besar merupakan jago-jago kenamaan yang termashur dalam dunia persilatan,
setiap orang kalau bukan memiliki ilmu silat yang tinggi tentu memiliki kecerdasan yang
luar biasa.

Dengan kemunculan kakek sakti elang baja beserta ketiga orang thamcunya serta
merta ikut merubah pula kekuatan dalam gelanggang, secara otomatis antara perguruan
panah bercinta dengan perkumpulan elang baja pun tercipta dua kekuatan paling besar
yang seimbang.
Ou Bu hong merupakan seorang pemimpin yang cerdik dan mempunyai otak encer,
sudah barang tentu diapun cukup memahami situasi yang sedang dihadapinya waktu itu,
dia juga tahu bahwa Jit poh lui sim ciam Lui seng thian adalah seorang iblis yang sukar
dihadapi, kendatipun ia telah mengucapkan kata-kata tantangan bukan berarti
perkumpulan Thi eng pang harus menghadapi lebih dahulu.
Maka setelah mempertimbangkan sejenak untung ruginya. Ou Bu hong segera
mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Haahhh…haahhh…haahhh…bagus, bagus, kalau begitu utang ini akan kucatat atas
namamu Lui Seng thian!”
Mendadak…Sreet! Sreet! Sreet!… serentetan hujan panah mendesing memenuhi
angkasa.
Secara tiba-tiba kedelapan belas orang manusia berbaju putih dari perguruan panah
bercinta telah melepaskan masing-masing dua batang anak panah, diantara kilatan cahaya
putih yang menyilaukan mata, tiga puluh enam batang panah secara berbareng meluncur
kearah tubuh Lui seng thian.
Kiranya para jago dari perguruan panah bercinta merasa marah sekali setelah
menyaksikan Bwe Li pek diserang oleh kakek berwajah jelek itu, maka serentak mereka
melancarkan serangan balasan.
Sungguh dahsyat dan cepat dua batang panah yang masing-masing dilepaskan oleh
kedelapan belas orang manusia berbaju putih itu, tiga puluh enam batang panah itu
dengan cepatnya memenuhi daerah sekitar tiga kaki disekeliling tubuh Lui Seng thian,
sungguh mengerikan sekali keadaannya ketika itu.
Tapi Lui Seng thian sendiri juga bukan orang bodoh, ia telah menduga bahwa orangorang
dari perguruan panah bercinta bakal melancarkan sergapan kearahnya, maka baru
saja suara gendewa berbunyi, secepat kilat tubuhnya sudah melambung lima enam kaki
tingginya keudara dan langsung menerjang kearah orang-orang dari perguruan panah
bercinta berada…
Bwe Li pek mengetahui bahwa ilmu silat yang dimiliki kakek jelek itu sangat lihay, dan
lagi ia membekal senjata rahasia yang maha dahsyat, apabila orang itu dibiarkan
mendekati orang-orangnya niscaya akan banyak jago perguruan panah bercinta yang
terluka bahkan tewas.
Oleh karena itu baru saja Lui Seng thian melompat keudara seperti bayangan hitam
Bwe Li pek menyusul pula dari belakang, jago tersebut melompat setinggi enam tujuh kaki
keudara dan menghadang jalan pergi Lui Seng thian diudara.
Sekalipun menyusul belakangan, ternyata Bwe Li pek berhasil tiba lebih dulu ditempat
tujuan, sebuah pukulan dahsyat secepat kilat dilancarkan kedepan.

Sebetulnya Lui seng thian bermaksud untuk melepaskan panah inti geledeknya dari
tengah udara dengan maksud ingin melukai beberapa orang anggota perguruan panah
bercinta, akan tetapi berhubung jalan perginya terhadang oleh Bwe Li pek dan lagi pula
sebuah pukulan dahsyat telah dilontarkan kearahnya, terpaksa ia harus menggetarkan
telapak kirinya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.
“Blaang…suatu ledakan nyaring kembali menggelegar ditengah udara.
Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian berjumpalitan beberapa kali ketengah udara sebelum
melayang turun keatas permukaan tanah, sebaliknya Bwe Li pek melayang turun dengan
tenangnya seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu peristiwa apapun.
Dengan terjadinya peristiwa ini maka dengan cepat menimbulkan pula pandangan baru
kawanan jago lainnya terhadap kekuatan perguruan panah bercinta, semula mereka
memandang rendah kekuatan yang dimiliki Bwe Li pek karena dianggapnya masih ingusan
dan tak tahu apa-apa, tapi sekarang terbukti bahwa kekuatannya ternyata tidak berada
dibawah kekuatan perkumpulan Thi eng pang yang maha besar itu.
Dalam pada itu perempuan berambut putih dan Han Hu hoa dari perguruan panah
bercinta secepat kilat telah melompat kekiri dan kanan Bwe Li pek, kedua orang itu
masing-masing menghimpun tenaga dalamnya bersiap sedia melancarkan serangan.
Jit poh lui sim ciam Lui seng thian tidak berani melakukan serangan untuk kedua
kalinya setelah serangan yang pertama kali tadi, ini disebabkan karena terlalu pandang
rendah kekuatan lawannya sehingga cuma mempergunakan tenaga sebesar empat bagian,
akibatnya isi perutnya kena digetarkan oleh kekuatan Bwe Li pek yang menyebabkan
terluka ringan.
Dengan sorot mata setajam sembilu kakek sakti elang baja Ou Bu hong mengamati
wajah Bwe Li pek sekian lama, kemudian tegurnya, “Nona, meskipun hanya sebuah
pukulan tapi cukup untuk membuka lebar-lebar sepasang mataku, boleh aku tahu nona
berasal dari perguruan mana dan murid siapa?”
Gak Lam-kun merasakan jantungnya berdebar keras, kendatipun para jago lainnya juga
sama-sama tertegun sebab mereka tidak mengira kalau ketua perguruan panah bercinta
ternyata adalah seorang nona.
Bwe Li pek sendiripun mengernyitkan alis matanya sambil berpikir, “Semenjak kecil aku
sudah terbiasa mengenakan pakaian lelaki, lagi pula sudah kupelajari sedikit kepandaian
menyamar, selama beberapa tahun ini berkelana dalam dunia persilatan, belum pernah
ada orang yang mengetahui penyamaranku, hanya dalam sekilas pandangan saja?”
Berpikir sampai disitu tanpa terasa lagi ia menundukkan kepalanya sambil
memperhatikan beberapa kejap dandanan sendiri.
Ou Bu-hong segera tertawa terbahak-bahak, sambil menuding kearah Thamcu elang
emas Ki Li soat katanya, “Penyaruan nona memang terhitung sangat hebat andaikata Ki
thamcu tidak memberitahukan hal ini secara diam-diam kepadaku, sampai melamur pun
aku tidak akan mengetahui rahasia ini, apalagi semua gerak gerik nona tak ubahnya
seperti pria-pria sejati lainnya.

Setelah rahasianya dibongkar, tentu saja Bwe Li pek merasa tak enak hati untuk
menyangkal lebih jauh, setelah tertawa dingin katanya dengan gusar.
“Hmm..! Sekalipun aku suka mengenakan pakaian pria, apa sangkut pautnya dengan
kalian semua?”
Bagaimanapun jua kebiasaan seorang gadis tidak terlepas dari tubuhnya, dimana
rahasianya berhasil dibongkar dihadapan umum, serta merta berkobar juga hawa amarah
dalam hatinya.
Ou Bu-hong tersenyum.
Seorang perempuan mengenakan pakaian pria bagi dunia persilatan merupakan suatu
kejadian yang lumrah, haaah… haaah… haaah… putri angkatku Ki thamcu juga sering
mengenakan pakaian pria untuk berkelana dalam dunia persilatan.
Bwe Li pek cuma tertawa dingin sambil mengalihkan sinar matanya memandang awan
diangkasa terhadap pertanyaan dari Ou Bu hong itu, dia tak mendengarkan maupun
menjawab.
Kakek sakti elang baja Ou Bu hong kembali memandang sekejap sekeliling gelanggang,
tiba-tiba tanyanya kepada Ou Yong hu, “Ou thamcu, kemana perginya komandan pasukan
elang baja?”
Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu mengalihkan sinar matanya kewajah Gak Lamkun,
kemudian sambil menjura katanya, “Gak sauhiap, tolong tanya kemana perginya Si
Tiong pek dari perkumpulan kami saat ini?”
Pelan-pelan Gak Lam-kun maju kedepan lalu menghela nafas sedih.
“Semalam Si heng bersama siaute datang menyelidiki perkampungan ini, sayang ia
kena dilukai oleh irama Sang goan ki yang mengakibatkan jalan api menuju neraka, pagi
tadi ia telah berpisah denganku, tidak kuketahui kemana ia telah pergi?”
Agak tergetar perasaan kakek sakti elang baja dan sekalian anggota perkumpulan Thi
eng pang setelah mendengar perkataan itu, terutama sekali Kim eng thamcu Ki Li soat,
wajahnya berubah dan airmata mengambang dalam kelopak matanya, semua orang tahu
bahwa jalan api menuju neraka merupakan pantangan terbesar bagi seseorang yang
belajar ilmu silat sebab kendatipun luka dalam tersebut berhasil disembuhkan, sekalipun
tidak sampai mati paling sedikit akan mengakibatkan cacad.
Tiba-tiba Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu membentak dengan suara lantang,
“Gak Lam-kun, bukankah kau telah mencelakainya secara diam-diam? Kenapa sekarang
kau katakan…”
Jit poh toan hun Kwik To segera tertawa dingin dan menukas pembicaraannya yang
belum selesai, katanya, “Ou Yong hu, kau jangan memfitnah orang yang bukan-bukan,
dengan mata kepalaku sendiri aku orang she Kwik menyaksikan betapa Si Tiong pek
memasuki perkampungan ini untuk melakukan penyelidikan, kemudian bagaimana ia
terluka oleh Sang goan ki dan diserang gerombolan ular beracun dimana tubuhnya
terpagut seekor ular beracun. Bukan aku saja. Say Khi pit dari Siau ngo tay serta Kongsun
Po dari Hoa san pun mengalami nasib yang sama.”

Setelah mendengar perkataan itu, kakek sakti elang baja merasakan kepalanya seperti
disambar petir disiang hari bolong, untuk sesaat lamanya ia berdiri termangu.
Sebagaimana diketahui, Si Tiong pek adalah murid kesayangannya yang paling dimanja
dan merupakan satu-satunya, bahkan dia pula yang merupakan tumpuan harapannya
selama ini, bagaimana mungkin hatinya menjadi tidak pedih setelah mengetahui keadaan
Si Tiong pek yang mendekati setengah mati itu?
Gak Lam-kun menghela napas panjang, katanya, “Aku merasa amat bersedih hati atas
nasib buruk yang telah menimpa diri Si Tiong pek, tapi Thian selalu melindungi umatnya,
semoga saja ia berhasil menemukan keberuntungan”
Pada saat itulah secara tiba-tiba Kakek ular dari lautan timur Ou Yong hu membisikkan
sesuatu ketepi telinga Ou Bu hong.
Menyusul kemudian Kakek sakti elang baja Ou Bu hong dengan sorot mata yang tajam
dan buas menatap wajah Gak Lam-kun lekat-lekat.
Terkesiap hati Gak Lam-kun, dia tahu apa yang telah dibisikkan kakek ular dari lautan
timur Ou Yong hu kepada Kakek sakti elang baja.
Tiba-tiba Ou Bu hong menengadah dan tertawa panjang, suaranya keras memekikkan
telinga telapak tangan kirinya segera didorong kemuka melancarkan sebuah pukulan
dahsyat kearah Gak Lam-kun.
Sepintas lalu pukulan itu seolah-olah tidak mempergunakan tenaga besar, malah seperti
sebuah pukulan mainan, padahal justru mengandung himpunan tenaga murni yang maha
dahsyat.
Gak Lam-kun pun tahu bahwa gembong iblis tersebut mempunyai ilmu silat yang
sangat dahsyat dari perubahan wajahnya dapat diketahui bahwa orang itu bermaksud
membinasakannya dalam sekali pukulan, untung ilmu silat yang dimilikinya cukup tangguh,
kalau tidak, sulit rasanya untuk mempertahankan diri dari ancaman tersebut.
Dalam keadaan gawat dan jiwanya terancam oleh mara bahaya tersebut, Gak Lam-kun
tidak terlalu memikirkan soal rahasia dirinya lagi, hawa sakti Tok liong ci jiau segera
dihimpun dalam telapak tangan kanannya diantara rentangan kelima jari tangannya,
segulung desiran angin tajam segera memancar kedepan.
“Aaaah..! Tenaga sakti Tok liong ci jiau?” Pekik Say Khi pit yang berada disisi arena
dengan terperanjat.
Ketika tenaga pukulan yang dilancarkan kakek sakti elang baja Ou Bu hong saling
bertemu dengan tenaga sentilan Gak Lam-kun yang maha dahsyat itu diudara, tiba-tiba
saja dia merasakan hatinya bergetar keras, sepasang matanya melotot besar dan maju
selangkah kedepan, mendadak telapak tangan kirinya didorong kembali setengah depa
lebih kemuka.
Gak Lam-kun segera merasakan timbulnya suatu gulungan tenaga yang maha kuat
bagaikan gulungan ombak disamudra memantul balik ketubuhnya, ia merasa sangat
terperanjat, telapak tangan kirinya ikut dikebaskan pula kedepan…

Tiba-tiba saja Ou Bu hong merasakan timbulnya segulung tenaga tekanan yang maha
dahsyat menghantam tubuhnya mengikuti kebasan telapak tangan kiri dari Gak Lam-kun.
Rasa kaget dihati kakek sakti elang baja Ou Bu hong sukar dilukiskan lagi dengan katakata,
cepat toya elang baja ditangan kanannya dibuang kesamping lalu cepat-cepat
telapak tangan kanannya dikebaskan kedepan…
“Blaaang..? suatu benturan nyaring mengakibatkan terjadinya ledakan yang
memekikkan telinga, tenaga pukulan dari Ou Bu hong segera mendesak mundur tenaga
pukulan Gak Lam-kun itu.
Berhasil dengan serangannya itu, kakek sakti elang baja membentak keras bagaikan
guntur, pukulan dahsyatnya yang kedua kembali dilontarkan kedepan.
Terdengar Gak Lam-kun mendengus tertahan, badannya mundur setengah langkah,
tapi tenaga pukulannya toh berhasil juga untuk membendung dorongan angin pukulan Ou
Bu hong yang kuat.
Dengan demikian maka antara kedua orang segera terlibat dalam suatu pertarungan
adu tenaga dalam yang amat sengit keempat orang thamcu dari Thi eng pang dengan
cepat menyebarkan diri kebelakang Ou Bu hong sambil bersiap sedia, mereka takut ada
orang yang tiba-tiba melancarkan serangan dari belakang.
Tiba-tiba si Rase berekor sembilan Kongsun Po melompat kebelakang punggung Gak
Lam-kun dengan suatu gerakan cepat, tapi sebelum kakinya sempat menempel diatas
permukaan tanah, tiba-tiba terdengar seseorang membentak sambil tertawa dingin.
“Kembali kau!”
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepat menerjang kemuka
menyongsong kedatangan tubuhnya.
Oleh karena masih berada diudara, sulit bagi Kiu wi hou Kongsun po untuk
menghindarkan diri dari ancaman tersebut, terpaksa ia harus mendorong sepasang telapak
tangannya kedepan untuk menyambut datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan
keras.
“Blaaang…” ternyata tenaga pukulan itu amat dahsyat, oleh bentrokan tersebut
badannya terpental sampai sejauh lima enam langkah lebih, hatinya semakin tercekat.
Setelah berhasil menenangkan hatinya, Kongsun Po baru mendengus dingin, katanya,
“Kwik To, sebenarnya apa maksudmu dengan perbuatan tersebut?”
Jit poh toan hun Kwik To tertawa dingin.
“Bagaimanapun juga saudara Kongsun adalah seorang jago kenamaan dalam dunia
persilatan, bila perbuatanmu melakukan sergapan ini sampai tersiar luas dalam dunia
kangouw, hal ini akan sangat mempengaruhi nama baik serta martabat saudara Kongsun
dimata orang banyak…”
Si Rase berekor sembilan Kongsun po tertawa seram.

“Heeehhh… heeehhh… heeehhh… masih ingatkah kau dengan peristiwa dipuncak Yan
po gan? Digunung Hoa san? Tujuh belas orang jago mengerubuti seorang jago, hmm,
apakah perbuatan itu merusak nama baik kita semua?”
“Saudara Kongsun” kata jit poh toan hun Kwik To dengan ketus, “bila kau singgung
kembali peristiwa dipuncak Yan po gan, jangan salahkan kalau aku Kwik To tidak akan
mengenal teman dan bersikap keji kepadamu…”
Betapa gemas dan mendendamnya si rase berekor sembilan Kongsun po, kalau bisa
ingin sekali ia lumatkan manusia yang bernama Kwik To itu. Tapi iapun menyadari bahwa
situasi yang terbentang dihadapannya sekarang sangat tidak menguntungkan posisinya,
dengan jumlah jago yang begitu banyak dari perguruan panah bercinta jelas ia akan
konyol sendiri kalau berani mencari urusan.
Sebab itu terpaksa ia harus mengendalikan perasaan dendam dan benci dalam hatinya,
setelah tertawa kering katanya,
“Bagus! Bagus! Suatu hari aku Kongsun Po ingin menyaksikan bagaimanakah nasib
akhir dari manusia yang bernama Kwik To!”
Dipihak lain, Gak Lam-kun yang masih kalah setingkat tenaga dalamnya dibandingkan
dengan Ou Bu hong, telah terdesak mundur berulangkali kebelakang, ia tahu bila keadaan
tersebut dibiarkan berlangsung terus, maka akhirnya Gak Lam-kun pasti akan mati
kehabisan tenaga.
Jit poh lui sin ciam Lui seng thian segera berseru dengan suara menyeramkan, “0u Bu
hong, bila orang itu kau bunuh, jangan harap lencana pembunuh naga bisa kau
dapatkan!”
Mendengar perkataan itu, kakek sakti elang baja Ou Bu hong segera tertawa terbahakbahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… keadaanku sekarang ibaratnya sedang menunggang
dipunggung harimau, mau turun juga susah sekali bagaimana baiknya menurut
pendapatmu?”
Lui seng thian merasa ucapan itu ada benarnya juga, sebab dalam suatu pertarungan
beradu tenaga dalam, kecuali salah satu pihak terluka atau tewas sulit memang untuk
menghentikannya ditengah jalan.
Gak Lam-kun segera mendengus dingin.
“Diantara kita berdua tak pernah terikat dendam sakit hati atau perselisihan apa pun
pertarungan adu jiwa semacam ini sangat tidak menguntungkan kedua belah pihak,
sebaliknya justru menguntungkan orang lain, seandainya kau bersedia mendengarkan
perkataanku, aku mempunyai suatu cara untuk mengatasi kesulitan ini.”
Ou Bu hong sendiri juga tahu bagaimana peliknya suasana waktu itu, apabila pemuda
itu berhasil dibinasakan olehnya, kemungkinan besar Soat san thian li akan membatalkan
perjanjiannya dan tidak jadi menyerahkan lencana pembunuh naga tersebut, dan otomatis
diapun akan tidak berhasil merampasnya dari tangan Gak Lam-kun lagipula tenaga dalam

yang dimiliki pemuda itu tidak terpaut banyak darinya, sekalipun ia berhasil membinasakan
dirinya paling tidak dia sendiripun akan banyak sekali mengorbankan kekuatan sendiri.
Berbicara sesungguhnya, tenaga dalam yang dimiliki Ou Bu hong lebih tinggi tiga empat
puluh tahun hasil latihan bila dibandingkan dengan Gak Lam-kun, tapi berhubung Gak
Lam-kun melawan tenaga dalamnya dengan ilmu sakti dari aliran yang bersifat lembek,
maka kekuatan dari Ou Bu hong berhasil dibendung olehnya.
Hal mana hanya dipahami oleh dua orang saja dari sekian banyak jago yang hadir
dalam gelanggang dewasa itu, seandainya rahasia tersebut sampai terbongkar maka
akibatnya Gak Lam-kun segera akan binasa diujung telapak tangan Ou Bu hong.
Kedua orang itu bukan lain adalah Thamcu dari Panji emas Ki Li soat serta Bwe Li pek
dari perguruan panah bercinta.
Sementara itu si kakek sakti elang baja telah berpikir sejenak, kemudian sambil tertawa
katanya, “Bagaimanakah caramu itu? Coba kau katakan!”
“Cukup asal kau tarik kembali lima bagian tenaga dalammu!” kata Gak Lam-kun.
Ou Bu hong segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaah… haaah… haaah… apakah kau mempunyai niat jahat terhadapku?”
Thamcu panji elang emas Ki Li soat yang berada disamping segera berseru dengan
suara merdu, “Gihu (ayah angkat), ikuti saja perkataannya andaikata ia bermaksud jahat,
putrimu percaya masih sanggup untuk mendesak balik kekuatannya…!”
Perlu diketahui, selama hidupnya Ou Bu hong tidak pernah kawin, setelah menerima
gadis tersebut sabagai anak angkatnya, dihari biasa dia selalu memanjakan dan
menyayanginya terutama atas kecerdasan serta bakat ilmu silat yang dimilikinya, boleh
dibilang Ou Bu hong selalu mengagumi dan menyanjungnya.
Karenanya setelah mendengar perkataan itu ia lantas tertawa sambil mengangguk.
“Baiklah, akan kuturuti perkataanmu itu!” katanya.
Gak Lam-kun yang mendengarkan perkataan itu merasa terperanjat, segera pikirnya
pula.
“Jangan-jangan ia pun mengetahui caraku mengerahkan tenaga..?”
Sementara ia masih termenung, Ou Bu hong telah berkata kepada si anak muda itu,
“Pada hitungan yang ketiga, bersiap-siaplah… satu… dua… tiga..”
Begitu angka ketiga diucapkan, Gak Lam-kun segera merasakan berkurangnya tenaga
tekanan ia tak berani berayal lagi telapak tangan kirinya segera dibalik sambil dikebaskan
keatas…
“Weess…” gulungan tenaga pukulan Ou Bu hong yang kuat bagaikan gulungan
gelombang itu segera terpancing keudara, entah kepandaian apa yang telah dipergunakan
tahu-tahu tenaga tadi telah terpelanting kearah lain hingga lenyap.

Sepasang bahu Gak Lam-kun bergetar keras… dan secara beruntun ia mundur tujuh
delapan langkah kebelakang.
Sekonyong-konyong… pada saat itulah dari tempat kejauhan tiba-tiba terdengar suara
dentingan nyaring… ting tang ting… bunyi irama khim yang tajam.
Suara tabuhan khim itu berasal dari tempat yang amat jauh sekali…
“Blaang..!” suatu ledakan keras terjadi, tiba-tiba gumpalan asap berwarna merah
meluncur keudara dari langit sebelah barat dan meledak disana.
Ou Bu hong segera berpaling kearah Gak Lam-kun sambil memberi hormat, katanya,
“Ilmu silat yang dimiliki murid Yo Long memang cukup tangguh, bila dikemudian hari ada
kesempatan aku pasti akan mohon petunjuk lagi”
Sehabis berkata ia melompat pergi dari situ, dalam waktu singkat tubuhnya sudah
berada empat kaki jauhnya dan tempat semula diikuti para jago Thi eng pang lainnya.
Jit poh lui sim ciam Lui seng thian ikut tertawa dingin dengan seramnya tiba-tiba ia
melompat keudara dan menyerbu kedalam bangunan yang berlapis-lapis itu.
Kiranya See ih tok seng Lo Kay seng beserta Giok bin sin ang dan Kiu wi hou yang
semula berada diarena, entah semenjak kapan telah ngeloyor pergi dari situ.
Bwe Li pek mengernyitkan alis matanya, dengan suara yang merdu ia berkata,
“Perubahan terjadinya peristiwa ini sangat tiba-tiba, Kwik To! Apakah beritamu bisa
dipercaya?”
“Lapor nona Bwe, berita itu sedikitpun tidak salah!” jawab Jit Poh toan hun dengan
nada bersungguh-sungguh.
Mendengar itu, dengan wajah serius Bwe Li pek segera berkata, “Kwik To. Siau naynay,
kalian sekalian membawa segenap anggota perguruan menyusul kesana untuk
mengadakan pengecekan bila benar-benar sudah pergi usahakan mengadakan kontak,
jangan sampai terkena siasat memancing harimau turun gunung, sedang aku dan Han Hio
nio akan tetap tinggal dipulau ini.”
Selesai berkata, Kwik To, nenek berambut putih, Siangkoan It beserta delapan belas
orang manusia berbaju putih itu berlalu dari situ dengan kecepatan tinggi.
Sepeninggal anakbuahnya Bwe Li pek segera menjura kepada Gak Lam-kun sambil
berkata, “Gak siangkong, sampai jumpa lagi esok pagi!”
Dua orang perempuan itupun berlalu dari situ menyusul kearah mana Jit poh lui sim
ciam melenyapkan diri.
Gak Lam-kun benar-benar tak dapat menebak kejadian misterius apakah yang telah
terjadi disana ketika ditinggal seorang diri ditempat tersebut tiba-tiba ia merasakan suatu
kesepian dan keheningan yang amat mencekam.

Akhirnya setelah mengatur hawa murninya, Gak Lam-kun melompat masuk kedalam
halaman dimana gadis berbaju perak berdiam semalam, pemandangan disana tetap
seperti sedia kala, tapi suasananya amat sepi, hening dan tak kedengaran sedikit
suarapun.
Dengan enteng dia melompat naik keatas atap rumah, diperhatikannya sebentar
suasana sekitarnya, ketika terbukti bahwa disitu benar-benar tiada seorang manusiapun,
anak muda itu mulai berpikir, “Jangan-jangan Soat san thian li telah berlalu? Tapi kalau
didengar dari arah permainan khim tersebut, jelas suara itu berasal dari belakang halaman
sana.”
Terpikir sampai disitu, dengan sorot matanya yang tajam Gak Lam-kun segera
berpaling kebangunan dibelakang halaman sana.
Dibawah sinar rembulan dan bintang tampaklah delapan buah bangunan loteng yang
sangat megah bertengger disudut timur barat utara maupun selatan.
Gak Lam-kun berhenti untuk merenungkan sejenak arah berasalnya irama khim Mi tin
loan hun ki (irama pembingung tenaga pengalut sukma) yang dimainkan Soat san thian li
tadi, kemudian secepat sambaran kilat tubuhnya melayang kearah delapan buah
bangunan loteng itu.
Ternyata Soat san thian li telah berjanji pada saat penyerahan lencana pembunuh naga
nanti, ia akan mainkan irama Mi tin loan hun ki tersebut sebagai pertanda.
opoooOooooo
Sejak irama khim tadi berkumandang, Gak Lam-kun telah mengetahui bahwa
permainan khim tersebut dipancarkan dengan ilmu Mi tin loan hun ki, lagi pula bersumber
dari dalam loteng yang menjulang kelangit atau daerah sekitarnya.
Pada saat Gak Lam-kun bergerak menuju kearah delapan buah bangunan loteng itu,
dari atas atap bangunan tersebut berdirilah seperti sesosok bayangan sukma, kakek
berwajah jelek dan berambut putih sepundak, dia tak lain adalah Jit poh lui sim ciam Lui
Seng thian.
Setelah tertawa dingin berulangkali dengan suara menyeramkan, secepat kilat ia
menguntit kearah mana Gak Lam-kun pergi.
Dalam waktu singkat Gak Lam-kun telah tiba didepan kedelapan buah bangunan loteng
itu, diantara hembusan angin semilir dan dibawah cahaya bintang yang gemerlapan serta
rembulan yang separuh bulat, tampak kedelapan buah bangunan loteng itu begitu megah,
kokoh dan menyeramkan.
Atap rumah yang berjajar serta saling bersambungan berdempetan langsung dengan
delapan buah bangunan loteng tersebut, bangunan itu benar-benar luar biasa, cukup
dilihat dari kesemuanya itu dapat diketahui bahwa luas bangunan mencapai berhektarhektar
luasnya.
Gak Lam-kun menengok sekejap sekeliling tempat itu, kemudian dengan kening
berkerut ia melayang turun kebawah dan masuk kebalik bangunan tersebut.

Halaman bangunan yang kokoh dan megah kecuali dipenuhi dengan bangunan rumah
dan berjejer serta loteng yang menjulang keangkasa, disekeliling tembok pekarangan yang
lebar telah dipenuhi dengan pohon-pohon bunga yang rapat.
Yang lebih istimewa lagi ternyata setiap gerombolan bebungahan tersebut secara
kebetulan menutup setiap pintu masuk menuju kebangunan loteng tadi dan diantara
setiap gerombolan bunga yang lebat berdiri sebatang pohon siong yang tinggi dan besar
membuat halaman itu tampak lebih megah dan menawan.
Diam-diam Gak Lam-kun menghela napas panjang, pikirnya, “Sungguh tak kusangka
diatas pulau yang terpencil ini ternyata terdapat sebuah bangunan semegah itu…”
Berpikir demikian, pelan-pelan Gak Lam-kun masuk melalui sudut barat daya, setelah
melewati gerombolan semak dan bunga serta membeloki juga beberapa tikungan akhirnya
ia sudah melampaui semak belukar itu sejauh belasan kaki lebih.
Akan tetapi, menanti Gak Lam-kun memperhatikan kembali keadaan disekelilingnya,
kontan saja ia berdiri tertegun dengan wajah penuh rasa kaget…
Ternyata dihadapannya tidak terlihat lagi kedelapan buah bangunan loteng itu, dimana
ia berdiri sekarang tidak lain adalah pintu masuk dimana ia berjalan masuk tadi, kedelapan
buah bangunan loteng itu justru berada dibelakangnya.
Gak Lam-kun pada dasarnya adalah seorang pemuda yang cerdik dan cekatan dengan
cepat ia tahu bahwa gerombolan semak dan bunga itu ditanam menurut kedudukan suatu
ilmu barisan yang amat sakti.
Sekalipun demikian Gak Lam-kun yang tinggi hati tidak percaya kalau barisan selihay itu
sanggup membelenggu dirinya. Ia merasa cukup mempunyai bekal dalam ilmu barisan
terutama dibawah petunjuk gurunya Tok liong cuncu Yo Long.
Setelah termenung sambil memperhatikan sekejap posisi ilmu barisan itu akhirnya Gak
Lam-kun memutuskan untuk menerobos masuk lewat bagian tengah gerombolan semak
itu.
Setelah berputar melalui beberapa tikungan akhirnya ia muncul dari mulut semak tadi
tapi kembali ia menjadi tertegun setelah memperhatikan keadaan disekitar sana.
Apa yang terjadi? Ternyata ia telah balik kembali kemulut masuk semula, bahkan
sepasang kakinya balik kembali keatas bekas telapak kaki semula.
Gak Lam-kun segera putar badan sambil memperhatikan kembali barisan bunga itu
dengan seksama, sepasang keningnya tiba-tiba berkerut kencang, karena terbukti sudah
kalau barisan tersebut benar-benar amat rumit dan kalut.
Kalau dibilang seperti barisan pat kwa, ternyata tidak mirip pat kwa, kalau dibilang
seperti barisan Ngo heng nyatanya bukan ngo heng, untuk sesaat dia tak tahu barisan
apakah itu?
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Gak Lam-kun.
“Kenapa aku tidak melompat keatas atap rumah untuk coba memecahkan barisan ini?”

Berpikir sampai disitu si anak muda itu segera melompat keatas rumah dan melewati
dua buah bangunan rumah sekaligus.
Beberapa bangunan sudah dilewatkan kembali menurut perhitungan Gak Lam-kun ia
sudah melewati belasan buah bangunan selama ini, tapi jaraknya dengan bangunan loteng
disebelah selatan yang selisihnya cuma tujuh delapan buah rumah itu masih tetap terpaut
lima enam buah bangunan rumah.
Kali ini Gak Lam-kun benar-benar merasa terperanjat, mimpipun ia tidak menyangka
kalau bangunan rumahpun dibangun sesuai dengan kedudukan suatu ilmu barisan.
Kini ia sudah terjebak ditengah-tengah barisan rumah, mau masuk tidak bisa mau
keluar juga tidak dapat, ia sungguh-sungguh menjadi bingung dan tidak habis mengerti.
Pada saat itulah dari balik kegelapan kurang lebih beberapa kaki disebelah kiri
terdengar seseorang sedang tertawa dingin dengan suara yang menyeramkan.
“Gak Lam-kun, lebih baik duduklah untuk beristirahat malam ini, anggap saja kita
buang tenaga dengan percuma!”
Gak Lam-kun kenali suara itu sebagai suara dari Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian,
pelan-pelan ia lantas berjalan menghampirinya.
Tampak seorang kakek berwajah jelek sedang duduk diatas atap rumah sambil
mengatur napasnya yang terengah-engah, dia bukan lain adalah Jit poh lui sim cim Lui
Seng thian.
Gak Lam-kun menjadi tertegun ia tidak menyangka kalau Lui Seng thian pun mengerti
irama Mi tin loan hun ki sehingga ia ikut terpancing pula sampai disitu.
Agaknya si panah inti geledek yang membunuh orang dalam tujuh langkah Lui Seng
thian dapat menebak isi hati Gak Lam-kun, ia lantas menengadah dan memperdengarkan
gelak tertawa yang seram dan memekikkan telinga.
Sesungguhnya Gak Lam-kun memang tidak menaruh kesan baik terhadap keganasan
serta kekejian senjata rahasia milik Lui Seng thian, ia lebih-lebih tak senang sehabis
mendengar gelak tertawanya yang mengerikan itu sepasang alis matanya kontan
berkernyit.
Baru saja ia hendak menegur kenapa dia tertawa, Jit poh lui sim ciam telah berkata
dengan suara menyeramkan, “Gak Lam-kun, apakah kau menaruh curiga bahwa akupun
memahami irama Mi tin loan hun ki (irama pengalut tenaga pembingung sukma) dari Soat
san thian li? Haaahh… haaahh… haahh ketahuilah, aku bisa sampai disini karena diamdiam
menguntil dibelakangmu, waktu itu lantaran aku lihat kau masuk kedalam barisan
bunga tapi muncul kembali ditempat semula, maka kudahului dirimu naik keatas atap
rumah, siapa tahu… haaahh… haaahh… haaahh… aku toh tetap terkurung disini”
Diam-diam terkejut juga Gak Lam-kun setelah mendengar perkataan itu, pikirnya,
“Orang persilatan memang, kebanyakan licik, banyak tipu muslihatnya dan berbahaya
sekali, coba kalau Lui seng thian bermaksud untuk mencelakai diriku, sudah pasti aku
sudah terkena sergapan mautnya”

Jilid 9
Jit Poh Lui sim ciam telah tertawa dingin sambil menegur lagi, “Gak lote, tidakkah kau
merasakan bahwa bangunan ini aneh sekali….?!”
“Kau toh sudah mencobanya sendiri, buat apa kau tanyakan kembali kepadaku….?”
jawab Gak Lam kun ketus.
“Bangunan ini sangat aneh, tapi yang aneh justru terletak pada halaman bangunan ini
sendiri aku rasa dibalik kesemuanya itu pasti ada hal-hal yang tidak beres.
Gak Lam kun tidak memahami apa maksud perkataannya itu, ia lantas bertanya, “Maaf,
aku terlalu bodoh dan tak dapat memahami perkataanmu itu….!”
Kembali Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian tertawa seram.
“Haaah….haaah….haaah….Gak lote masa kau lupa. Aku toh pernah berkata bahwa
dibalik bangunan ditengah pulau terpencil ini sesungguhnya tersimpan suatu rahasia
besar?”
Gak Lam kun balik tertawa dingin.
“Lui locianpwe apakah kau maksudkan rahasia besar itu terdapat didalam bangunan
besar ini?”
Mendengar perkataan itu, sekarang ganti Jit poh lui sim ciam Lui seng thian yang
merasa terperanjat, pikirnya dengan cepat, “Jangan-jangan ia sudah tahu kalau rahasia
besar yang tersimpan dibalik lencana pembunuh naga sesungguhnya terdapat dalam
bangunan gedung ini….?”
Tiba-tiba Lui seng thian melompat bangun, dengan wajah yang menyeramkan dia
acungkan tabung tembaga itu kehadapan Gak Lam kun, kemudian setelah tertawa dingin
katanya, “Gak Lam kun, aku sudah mengetahui jelas tentang asal usulmu, sekarang aku
ingin menanyakan sesuatu hal kepadamu, jika kau berani membohongi aku atau sengaja
merahasiakan dihadapanku, jangan salahkan kalau kusuruh kau rasakan betapa dahsyat
dan beracunnya Jit poh lui sim ciam ku ini….!”
Terkesiap juga Gak Lam kun menghadapi ancaman senjata rahasia beracun yang telah
diarahkan kedadanya itu, tapi wajah tetap dingin dan dihiasi senyuman menghina.
“Lui locianpwe!” katanya, “apakah kau memang khusus mencari kemenangan dengan
andalkan senjata rahasiamu itu?”
Lui Seng thian tertawa seram.
“Haaahhh….haaahhh….haaahhh…. mana…. mana, setiap jago yang hidup dalam dunia
persilatan sudah lumrah kalau khusus melatih sejenis senjata atau kepandaian sebagai
kekuatan andalannya, heeehhh…. heeehhh…. heeehhh…. seperti juga senjata panah inti
geledek ini, sesungguhnya sengaja kuciptakan untuk menghadapi Yo Long serta Soat san
thian li si perempuan rendah itu, tapi situasi dalam dunia persilatan dewasa ini telah

berubah, siapakah yang tidak ingin merebut kedudukan tinggi dan nama besar dalam
dunia persilatan dengan mengandalkan kemampuan serta kepandaian silatnya….”
“Oh, kalau begitu Lui locianpwe hendak mempergunakan senjata rahasia yang sangat
beracun itu untuk menghadapi diriku”
Lui Seng thian tertawa.
“Tidak berani, tidak berani, aku cuma berharap agar Gak lote bersedia menjawab
beberapa buah pertanyaanku!”
“Sebelum kudengarkan pertanyaan yang hendak kau ajukan itu, terlebih dulu aku ingin
memberitahukan sesuatu hal pula kepadamu, aku Gak lam kun tidak akan menjawab
pertanyaan yang kau ajukan.”
Perlu diketahui, Gak Lam kun adalah seorang yang keras kepala, bertekad besar dan
tinggi hati sudah barang tentu ia tidak tahan untuk menerima gertakan dari Lui Seng thian
yang memaksanya untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dibawah ancaman
senjata rahasia beracun andalannya.
Betul juga, selapis hawa amarah yang diliputi nafsu membunuh menyelimuti seluruh
wajah Lui Seng thian yang jelek, jelas ia murka sekali setelah mendengar perkataan itu.
Mendadak Gak Lam kun melompat keudara dengan kecepatan luar biasa.
“Berhenti!” bentak Lui Seng thian, “kau benar-benar kepingin mati?…. lihat serangan!”
Ditengah bentakan nyaring, tujuh buah senjata rahasia segera dilontarkan kedepan.
Bagaimanapun juga Lui Seng thian tidak sampai mempergunakan senjata rahasia
mautnya yakni Jit poh lui sim ciam, tapi mengayunkan tangan kirinya melepaskan tujuh
buah panah pendek dari ujung bajunya.
Perlu diterangkan disini, bahwa panah inti geledek adalah suatu senjata rahasia yang
maha dahsyat, apabila senjata rahasia itu telah dilepaskan maka korbannya pasti akan
tewas tak tertolong.
Sekalipun dimulut Lui Seng thian mengancam akan membunuhnya, padahal dihati
kecilnya ia masih belum berharap untuk membinasakan anak muda itu.
Terkesiap juga Gak Lam kun ketika merasakan tibanya ancaman dari ketujuh batang
senjata rahasia tersebut ia pernah menyaksikan kedahsyatan dari senjatanya, maka bisa
dibayangkan betapa mengerikannya kedatangan tujuh batang senjata secara berbarengan
itu….
Sedikit banyak pemuda itu menguatirkan juga keselamatan jiwanya, ia tak tahu apakah
ia sanggup meloloskan diri dari ancaman tersebut atau tidak….
Dalam kaget dan ngerinya, Gak Lam kun tidak berayal lagi, tubuh yang sedang
melambung diudara itu segera meluncur kebawah dengan kecepatan tinggi kemudian

sepasang kakinya kembali menjejak permukaan rumah dan untuk kesekian kalinya ia
melambung lagi keatas.
Dalam lompatannya kali ini, Gak Lam kun telah mengerahkan segenap tenaga dalam
yang dimilikinya.
Harus diketahui, seorang yang lemah tidak bertenaga apabila sedang menghadapi
bahayapun bisa memiliki kekuatan sebesar beberapa ratus kati, apalagi Gak Lam kun yang
terancam bahaya kematian?
Ternyata daya lompatnya itu merupakan suatu lompatan yang tak mungkin bisa
diulangi kembali kendatipun ilmu meringankan tubuhnya telah dilatih sepuluh tahun lagi,
dalam sekejap mata ia sudah melewati permukaan rumah sejauh belasan kaki….
“Blaaang….!” tiba-tiba kaki Gak Lam kun menginjak tempat kosong, sebelum hawa
murninya sempat dirubah tubuhnya sudah terperosok jatuh kebawah.
Gak Lam kun membersihkan debu yang menempel ditubuhnya lalu memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu, ternyata ia telah berbasil melepaskan diri dari kurungan ilmu
barisan yang aneh itu sekarang tubuhnya berada ditengah sebuah halaman kecil.
Gak Lam kun memeriksa kembali keadaan disekitarnya ditemuinya pada tiga bagian
halaman rumah itu semuanya terdapat sebuah jalan tembus, cuma setiap jalan tembus itu
luasnya cuma satu kaki, kedua belah sisinya merupakan dinding bangunan yang tidak
berjendela atau pintu lain, hanya pada bagian tengah bangunan besar terdapat dua buah
pintu besar berwarna merah cuma pintu itu tertutup rapat.
Dibawah sinar rembulan, terasa suasana disekeliling tempat itu sunyi sepi dan terasa
agak menyeramkan.
Gak Lam kun kembali memperhatikan sekejap sekeliling sana, akhirnya pelan-pelan ia
berjalan menuju kearah jalan disebelah barat sana….
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, tiba-tiba Gak Lam kun menghentikan
langkahnya dan memandang kearah depan dengan wajah tertegun.
Ternyata ia telah tiba lagi disebuah halaman kecil dengan tiga buah jalan tembus
dihadapannya, bentuk halaman tersebut persis seperti halaman yang pertama tadi, ketika
hal ini dicocokkan dengan letak bintang diangkasa pemuda itu semakin terkejut lagi.
Tadi ia merasa berjalan menuju kebarat, tapi sekarang ia berada diarah tenggara,
sepasang alis mata Gak Lam kun makin berkernyit, karena sepasang jalan yang dilaluinya
barusan jelas tanpa tikungan atau belokan sama sekali bahkan jalan itu sangat lurus dan
datar kenapa tanpa disadari ia sudah berada diarah tenggara?
Gak Lam kun kembali memutuskan untuk mengambil jalan tembus yang menuju
ketimur, kurang lebih setelah berjalan, sejauh enam tujuh puluh kaki didepan sana muncul
lagi sebuah halaman dengan tiga buah jalan tembus, hanya saja kali ini anak muda
tersebut telah berada disudut barat laut….

Gak Lam kun benar-benar keheranan, coba kalau bukan dialami sendiri, ia tak akan
percaya kalau didunia ini terdapat sebuah bangunan rumah dengan segala sesuatu yang
diatur menurut kedudukan sebuah ilmu barisan.
Pemuda itu mulai bingung, mau dilanjutkan perjalanan itu, ia tak tahu bagaimana
caranya memecahkan barisan tersebut, tidak dilanjutkan jelas tak mungkin, akhirnya
saking murungnya ia menengadah memandang rembulan diudara dan menghela napas
panjang….
Mendadak ia mendengar desingan angin lembut berhembus datang dari arah belakang.
Dengan cekatan Gak Lam kun memutar badannya memandang kearah mana
berasalnya desingan angin lembut tadi….
Seorang kakek berjenggot panjang berwajah merah bercahaya dan menggembol
sebilah pedang antik dipunggungnya telah berdiri tiga kaki dihadapan mukanya, orang itu
sedang memandang kearahnya dengan sinar mata yang tajam.
Ketika empat mata saling bertemu, mereka hanya saling berpandangan lama sekali,
kedua belah pihak sama-sama tidak mengucapkan sepatah katapun.
Diam-diam Gak Lam kun berpikir, “Entah darimana datangnya kakek ini? Ilmu
meringankan tubuhnya pasti lihay sekali, kalau tidak kenapa tidak kurasakan kehadirannya
meski sudah berada tiga kaki dibelakangku? Yaa, dia pasti adalah seorang jago persilatan
yang berilmu sangat tinggi.”
Lama…. lama, sekali, Gak Lam kun masih juga tidak mendengar suara teguran ataupun
suatu gerakan, orang itu tetap berdiri kaku ditempat semula.
Timbul juga perasaan tercekat dalam hatinya, segera pemuda itu berpikir dihati,
“Jangan-jangan dia adalah sesosok sukma gentayangan atau sukma penasaran….?”
Terhadap bangunan gedung itu Gak Lam kun memang sudah menaruh perasaan waswas,
sekarang setelah menyaksikan kemunculan orang tanpa menimbulkan suara, apalagi
muncul pula ingatan tersebut, tanpa terasa ia mundur beberapa langkah kebelakang.
Tapi iapun kuatir dirinya disergap secara tiba-tiba maka ia tak berani memutar badan.
Tapi, kendatipun ia sudah mundur sejauh tujuh delapan kaki, kakek berwajah bersih
seperti dewa itu belum juga melakukan suatu gerakan, Gak Lam kun segera bertekad
untuk kabur dari situ, tiba-tiba ia putar badan dan kabur kearah jalan tembus kesebelah
utara.
Dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat ia bergeser sejauh enam
tujuh puluh kaki dari tempat semula, tapi begitu ia mendongakkan kepalanya, hampir saja
Gak Lam kun menjerit kaget….
Kurang lebih delapan kaki didepan sana kembali muncul sebuah halaman kecil, si orang
tua yang membawa pedang antik itu tahu-tahu sudah berdiri menanti ditengah halaman
itu.

“Berhenti!” terdengar kakek berbaju hijau itu membentak dengan suara yang rendah
tapi berat.
Berdebar keras jantung Gak Lam kun, tapi ia menurut dan menghentikan juga langkah
kakinya kemudian pelan-pelan memutar badannya.
Kakek berbaju hijau yang menggembol pedang antik itu selangkah demi selangkah
maju menghampiri kearahnya, kurang lebih delapan sembilan depa dari hadapan pemuda
itu ia haru berhenti. Tegurnya dengan suara dingin bagaikan es.
“Apakah kau bernama Gak Lam kun?”
Sekali lagi Gak Lam kun merasakan hatinya bergetar keras, tapi jawabnya juga, “Aku
adalah Gak Lam kun, tolong tanya siapa nama saudara?”
Paras muka kakek berbaju hijau itu agak tergerak, ia tidak menjawab pertanyaan
tersebut sebaliknya malah berkata dengan suara hambar, “Sanggupkah kau sambut tiga
jurus serangan pedangku?”
“Kita tak pernah saling mengenal, antara kitapun tak punya dendam sakit hati atau
perselisihan apa-apa, buat apa musti bermain kekerasan dengan senjata?”
“Jika kau tak bersedia menyambut tiga jurus pedangku, maka untuk selamanya kau
akan terkurung ditempat ini” kata kakek berbaju hijau itu lagi dengan suara dingin.
Mendengar perkataan itu Gak Lam kun segera berpikir, “Sekalipun ilmu silatku masih
belum menandingimu, tapi untuk tiga puluh gebrakan rasanya masih sanggup untuk
mempertahankan diri, apalagi ia cuma minta menghadapi tiga jurus serangannya belaka….
kalau didengar dari perkataannya itu agaknya bila aku sanggup menahan ketiga buah
serangan pedangnya, dia akan memberi petunjuk kepadaku untuk keluar dari kepungan
ini….”
Berpikir sampai disitu, Gak Lam kun yang keras kepala segera tersenyum, katanya,
“Kalau toh lotiang berharap agar boanpwe menyambut ketiga jurus serangan, akupun
akan menyanggupinya, cuma setelah kejadian, aku harap kau jangan menghalangi
kepergianku”
Kakek berbaju hijau itu segera tertawa dingin.
“Heeehh…. heeehh…. memangnya kau masih ingin tetap tinggal disini?”
“Kedatangan boanpwe ditengah malam buta ini bukan lantaran tanpa sebab, aku rasa
lotiang pasti mengetahui pula maksud kedatanganku”
“Selama hidupku belum pernah aku berbicara sebanyak ini dengan orang lain, tapi
malam ini aku telah melanggar kebiasaanku dengan berbicara lebih banyak kepadamu.
Ketahuilah halaman ini penuh diliputi alat rahasia yang berlapis-lapis, setiap rumput kayu,
batu bahkan kerikil kecilpun diatur menurut suatu posisi ilmu barisan yang maha sakti, jika
kau tidak bersedia mengundurkan diri dari sini, maka hal ini akan mendatangkan kerugian
untukmu”
Gak Lam kun tertawa ewa.

“Maksud baik lotiang biar kuterima dalam hati saja, mati hidup seorang manusia aku
rasa tak akan bisa diduga oleh siapapun”
Mendengar perkataan itu, si kakek berbaju hijau itu menjadi tertegun, lalu katanya
sambil tertawa, “Baik! Kalau begitu sambutlah lebih dahulu tiga buah tusukan pedangku
ini!”
Baru selesai perkataan itu diucapkan, Gak Lam kun merasakan pandangan matanya
menjadi silau dan tahu-tahu kakek berbaju hijau itu sudah berada dihadapannya, ia berdiri
dengan mencekal sebilah pedang panjang yang memancarkan cahaya kebiru-biruan.
Gak Lam kun merasa terkejut juga menyaksikan kecepatan orang itu dalam mencabut
pedangnya, ia tahu kakek berbaju hijau itu pasti seorang ahli pedang yang berilmu tinggi.
Tentu saja pemuda itu lebih-lebih tak berani berayal lagi, pedang pendek yang berada
dalam sakunya segera dicabut keluar.
Sekilas cahaya putih dengan cepat memancar keempat penjuru berpadu dengan cahaya
biru dari pedang kakek tersebut, ini menunjukkan kalau kedua bilah pedang tersebut
sama-sama merupakan pedang mustika yang mahal harganya.
Kakek berjubah hijau itu pelan-pelan mengangguk, lalu pujinya dengan suara pelan,
“Sudah lama kudengar orang berkata bahwa pedang Giok siang kiam milik Lam hay sin ni
adalah sebilah pedang mustika yang langka dalam dunia persilatan, setelah kulihat sendiri
sekarang terbuktilah bahwa berita tersebut bukan berita kosong belaka”
Gak Lam kun kembali merasa terkejut, pikirnya, “Aaah…. ternyata dugaanku memang
tidak salah ketua perguruan panah bercinta Bwe Li pek memang muridnya Lam hay sin ni,
kalau tidak tak mungkin Lam hay sin ni akan menyerahkan pedang mustika miliknya itu
kepada orang lain”
Dalam pada itu si kakek berjubah hijau itu sudah menyiapkan pedangnya, lalu sambil
tertawa ia berkata, “Gak Lam kun dalam dunia dewasa ini jarang sekali ada orang yang
sanggup menerima tiga buah serangan pedangku, kau harus perhatikan baik-baik karena
ketiga buah seranganku justru merupakan tiga jurus inti yang mencakup segenap
kekuatan serta kehebatan dari ilmu pedangku”
Gak Lam kun berdiri dengan pedang disilangkan didepan dadanya, ia berdiri sekokoh
batu karang jawabnya dengan dingin.
“Silahkan menyerang dengan sepenuh tenaga! Boanpwe akan pertaruhkan nyawaku
untuk menerima seranganmu itu!”
Menyaksikan cara Gak Lam kun memegang pedangnya sambil berdiri angker diam-diam
kakek berjubah hijau itu manggut berulangkali.
Tiba-tiba kakek berbaju hijau itu meluruskan pedangnya sejajar dengan dada sepasang
matanya terpejam rapat, wajahnya berubah menjadi serius sekali.
Waktu itu Gak Lam kun telah menghimpun pula segenap tenaga dalamnya kedalam
telapak tangan, ia sudah bersiap sedia menyambut serangan pertama dari lawannya.

Sebelum melakukan persiapan tadi, sesungguhnya ia sedikit memandang enteng ketiga
jurus serangan lawan, tapi sekarang ia tak berani gegabah ia merasa bahwa musuhnya
mungkin benar-benar memiliki ilmu pedang yang tiada tandingannya didunia ini.
Mendadak kakek berjubah hijau itu mementangkan sepasang matanya, setajam sembilu
sorot matanya dan pandangan itu tertuju pada ujung pedang yang berada dalam
genggamannya itu.
Berbareng dengan gerakan itu pelan-pelan si kakek berjubah hijau itu menggetarkan
pedang birunya lalu ditusuk kedada Gak Lam kun dengan suatu gerakan mendatar.
Serangan itu kelihatannya sederhana tanpa sesuatu yang aneh, tapi bagi penglihatan
seorang ahli pedang, serangan tersebut justru merupakan suatu serangan pedang tingkat
tinggi.
Tiba-tiba paras muka Gak Lam kun berubah hebat, mimik wajahnya menunjukkan
perasaan ngeri, kaget, kagum dan tercekat.
Tapi dalam waktu singkat paras mukanya kembali berubah, yaitu perasaan kecewa,
perasaan nekad dan semangat yang berkobar.
Sementara paras muka Gak Lam kun mengalami dua kali perubahan, ujung pedang
yang memancarkan sinar biru itu sudah berada tiga inci didepan dadanya.
Gak Lam kun segera menggerakkan pedang pendeknya untuk menyongsong datangnya
ancaman tersebut.
Criing! Criing! Criing…. tiga kali dentingan nyaring berkumandang memenuhi angkasa.
Kilatan warna biru dan bianglala warna putih dalam sekejap mata yang singkat telah
saling membentur sebanyak tiga kali….
Hawa pedang segera membumbung tinggi keangkasa, tapi sekejap kemudian tiba-tiba
lenyap tak berbekas….
Tubuh Gak Lam kun terdesak mundur sejauh tiga kaki, tapi ia masih berdiri sambil
memeluk pedang, tapi sorot matanya telah pudar, peluh sebesar kacang membasahi
jidatnya.
Jelas dalam bentrokan itu ia merasa betapa ngototnya serta mengalami rasa kaget
serta ngeri yang kelewat batas.
Kakek berbaju hijau itu sendiri masih tetap berdiri dengan sikap tenang, namun sekilas
rasa kaget sempat menghiasi wajahnya, jelas ia kagum atas kehebatan Gak Lam kun yang
masih muda namun telah berhasil mencapai kepuncak kesempurnaan dalam permainan
pedangnya itu.
Mendadak kakek berbaju hijau itu masukan kembali pedangnya kedalam sarung, lalu
dengan dingin berkata, “Tiga jurus sudah lewat, kau memang benar-benar murid seorang
kenamaan. Bila kau sedia meninggalkan gedung ini, silahkan mundur dulu lewat timur
kemudian berputar kebarat, dengan cepat barisan ini akan kau tinggalkan, bila berjumpa

lagi dikemudian hari mungkin kita akan menjadi musuh yang saling bertentangan bagaikan
api dan air, nah sekarang kau boleh tinggalkan tempat ini!”
Selesai mengucapkan kata-kata tersebut kakek berbaju hijau itu lantas menuju
kelorong sebelah selatan dan pelan-pelan mengundurkan diri dari situ.
Gak Lam kun meraba rambut diatas jidatnya yang kutung dengan tangan kirinya,
kemudian menghela napas panjang, pedangnya dimasukkan kembali kedalam sarung.
Bagaimanapun juga, perasaannya telah bergetar keras karena dalam menghadapi
ketiga jurus serangan tersebut, hampir saja nyawanya lenyap diujung pedang lawan.
Tak bisa dibantah lagi ilmu pedang dari kakek berbaju hijau itu telah dilatih hingga
mencapai tingkat yang tiada tandingannya didunia ini, coba ia menyerang satu jurus lebih
banyak, sudah pasti dia tak akan mampu untuk menghadapinya.
Sesungguhnya semangat Gak Lam kun berkobar-kobar, akan tetapi sekarang ia merasa
agak lemas dan putus asa, ia tak mau tinggal terlalu lama lagi disitu, maka menurut
petunjuk dari kakek berbaju hijau tadi iapun mengundurkan diri dari situ.
Mendadak…. beberapa ucapan terakhir dari kakek berbaju hijau itu membangkitkan
kembali sikap ingin menangnya, ia mendengus dingin lalu bergumam, “Baiklah! Bila ada
jodoh aku pasti akan minta petunjuk darinya…. aku ingin tahu apakah ilmu silatnya
memang betul-betul tiada tandingannya didunia ini!”
Gak Lam kun segera sadar dari lamunan, tanpa terasa kembali dia berpikir, “Siapakah
kakek itu? Siapakah diantara jago-jago silat dewasa ini yang memiliki ilmu pedang selihay
itu?”
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya tanpa terasa serunya tertahan.
“Dia adalah See ih kiam seng (malaikat pedang dari See ih) Siang Ban im?! Hanya dia
seorang yang dapat memiliki ilmu pedang selihay itu…. kalau tidak siapa lagi didunia ini
yang berhak mendapatkan gelar sebagai malaikat pedang lagi?”
Tiba-tiba kedengaran seseorang membentak nyaring, “Siapa disitu?”
Mendengar teguran tersebut Gak Lam kun merasakan hatinya bergetar keras, buruburu
badannya berkelebat lewat dan menyembunyikan diri disisi dinding rumah sebelah
kanan.
Ternyata pada waktu itu Gak Lam kun telah berjalan dilorong terakhir yang menuju
kesebelah utara, jaraknya dengan jalan keluar tinggal tiga empat puluh kaki lagi dan
bentakan itupun berkumandang datang dari luar lorong.
Agaknya orang itu menunggu cukup lama, tapi setelah dilihatnya tiada jawaban yang
terdengar dia lantas bergumam pula.
“Jangan-jangan telingaku yang salah mendengar, Hoa heng, kau mendengar suara
manusia atautidak?”

Perlu diterangkan disini, gumaman Gak Lam kun tadi diucapkan dengan suara yang
amat lirih, sekalipun ditengah malam y»ng sunyi tapi bila seseorang tidak memiliki tenaga
dalam yang amat sempurna jangan harap bisa menangkap suara orang lain dari jarak
sejauh tiga empatpuluh kaki itu.
Kedengaran seseorang menyahut dengan suara yang nyaring, “To heng, lebih baik
jangan panik begitu, gedung ini penuh dengan ilmu barisan serta alat jebakan, kecuali kau
seorang, siapa pula yang bisa jalan-jalan seenaknya didalam sana sekalipun kau tidak
salah dengar tapi orang itupun belum tentu bisa keluar dari kurungan dengan selamat!”
Orang itu segera tertawa kering.
“Hoa heng, lebih baik kurangi jilat pantatmu nyaris kita akan terkurung malam ini
disini.”
“Lihay, sungguh teramat lihay” lanjut orang she Hoa itu, “coba kalau ilmu kepandaian
yang dimiliki To-heng tidak hebat dan luar biasa, siaute betul-betul akan terkurung disini
dan mati kelaparan.”
Tampaknya orang yang lain adalah seorang tosu, dia termenung sejenak kemudian
baru berkata, “Hoa heng, bukan aku sengaja menyombongkan diri, dalam dunia persilatan
dewasa ini boleh dibilang jarang sekali ada orang yang pandai segala ilmu barisan
semacam aku.”
“Bukan cuma jarang hakekatnya sama sekali tiada yang kedua!” sambung orang she
Hoa itu cepat-cepat.
Tosu itu termenung lagi sebelum melanjutkan kembali kata-katanya.
“…. tapi alat jebakan serta barisan yang diatur dalam gedung ini benar-benar sudah
memusingkan kepalaku”
“Terlalu sungkan, terlalu sungkan….” orang she Hoa itu tertawa ringan.
Rupanya tosu itu sudah dibuat marah, katanya cepat dengan suara yang dingin, “Hoa
heng, aku bicara sungguh-sungguh, antara kita berdua toh sudah terikat oleh perjanjian,
masakah aku bakal membohongi dirimu dengan kata yang sengaja kubuat-buat?”
Orang she Hoa itu segera tertawa.
“Tidak berani, tidak berani, harap to heng jangan salah paham dengan maksudku
pula?”
“Kita telah berhasil melewati barisan dalam kebun bunga dan bangunan gedung diluar
sana, segala sesuatunya meski sakti dan aneh untung semuanya telah kita lewati dengan
aman, tapi tahukah kau bahwa ilmu barisan yang lebih lihay dan alat jebakan yang lebih
hebat masih ada dibelakang sana? Konon alat-alat jebakan yang dipasang disekitar tempat
penyimpanan mustika sedemikian hebatnya, sehingga walaupun kau memiliki peta
petunjuk dari Lencana pembunuh naga, toh masih tetap setengah incipun sukar dilewati,
yaa…. percuma memang walaupun kita mempunyai lencana itu, sebab bagaimana pun hal
ini masih menyulitkan sebelum diadakan suatu penyelidikan yang seksama tak nanti aku
berani sembarangan memasukinya”

Gak Lam kun yang sempat mencuri dengar pembicaraan itu menjadi amat terkejut, dia
tidak mengira kalau lencana pembunuh naga sesungguhnya menyimpan begitu banyak
rahasia dunia persilatan.
Perlu diterangkan disini, menjelang saat kematiannya meskipun Yo Long menerangkan
kepadanya bahwa Lencana pembunuh naga adalah suatu mustika dunia yang diincar dan
menjadi idaman setiap umat persilatan, namun ia sama sekali tidak menerangkan rahasia
apakah yang tersimpan dibalik lencana tersebut.
Oleh sebab itu terhadap pelbagai macam rahasia yang berada dibalik lencana
pembunuh naga, Gak Lam kun masih tetap bingung dan tidak habis mengerti.
Siapakah dua orangitu? Tak disangka olehnya kalau dunia persilatan demikian licik dan
berbahayanya, padahal tidak sedikit jumlah jago persilatan yang berkumpul diatas pulau
terpencil itu, tapi kedua orang itu secara diam-diam bisa sampai disini, kalau didengar dari
pembicaraan mereka rupanya sebelum itu mereka sudah tahu tentang rahasia didalam
gedung itu.
Kedengaran orang she Hoa itu tertawa ringan, lalu berkata.
“Kalau begitu bagaimana pun juga kita harus mendapatkan lencana pembunuh naga
itu?”
Tosu tersebut tertawa dingin.
“Hoa heng dewasa ini para peserta yang telah berdatangan kemari untuk saling
memperebutkan lencana pembunuh naga terdiri dari pihak Thi eng pang, Cing ciam bun
beserta para jago dari aliran See thian san, aku lihat kekuatan kita betul-betul paling
minim dan lemah.”
“Jangan khawatir saudara To” jawab orang she Hoa itu sambil tertawa “siaute
mempunyai sebuah rencana bagus yang tanggung bisa menjirat beberapa orang jago
lihay”
Tosu itu tertawa kering.
“Heee…. heeehh…. heeh…. apakah kau maksudkan Say loji serta Kongsun Po….?”
“Toa heng kecerdasanmu memang luar biasa” puji orang she Hoa itu lagi sambil
tertawa “tapi kau lupa, toh masih ada seorang Yan lo sat (iblis perempuan cantik) Hoang
Im?”
“Saudara Hoa, yakinkah kau bahwa beberapa orang itu pasti dapat kaujerat?”
“Kini keadaan situasinya telah berubah, tentu saja dengan senang hati mereka bersedia
untuk bekerjasama dengan kita, apalagi aku masih mempunyai daya pikat lain yang tentu
akan merangsang mereka semua”
Mendengar perkataan itu, tosu tersebut tertawa bangga.

“Haaahhh…. haaahhh…. haaaahhh…. bagus, bagus sekali, kalau begitu kuserahkan
persoalan ini kepada saudara Hoa”
Orang she Hoa itu ikut pula tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haaahhh…. saudara To, mari kita tinggalkan tempat ini”
Selesai dengan ucapan tersebut, secara lamat-lamat Gak Lam kun mendengar suara
langkah kaki itu makin lama makin menjauh dan akhirnya lenyap dibalik keheningan.
Gak Lam kun menghembuskan napas panjang, pelan-pelan diapun berjalan keluar dari
tempat persembunyiannya.
Tapi kini satu persoalan berkecamuk dalam benaknya, sambil berjalan ia berpikir,
“Kedua orang itu je1as semuanya adalah jago-jago yang bernama besar dalam dunia
persilatan, entah siapakah dia?”
Pelan-pelan Gak Lam kun berjalan keluar dari mulut lorong itu, dihadapannya
terbentang sebuah lembah bukit yang sepi, rupanya tempat itu merupakan sudut tenggara
gedung besar itu.
Baru saja si anak muda itu keluar dari lorong, mendadak muncul sesosok bayangan
hitam yang bagaikan sesosok sukma gentayangan berkelebat menghampirinya, kelima jari
tangannya bagaikan cakar setan langsung mencengkeram urat nadi pada pergelangan
tangan kirinya.
Sergapan yang dilakukan sangat mendadak ini mempunyai gerakan yang amat cepat
dan luar biasa.
Seketika itu juga Gak Lam kun merasakan datangnya ancaman, tapi gerakan tangan
musuh sungguh teramat cepat, tahu-tahu pergelangan tangannya sudah tersentuh
olehnya.
Dalam terkejutnya, buru-buru Gak Lam kun mengeluarkan ilmu gerakan tubuh Ji gi ngo
heng jit seng liong heng sin hoat, dengan suatu gerakan manis ia menghindar sejauh lima
enam depa dari posisi semula.
Tapi baru saja kakinya berdiri tegak, kembali datang segulung angin pukulan yang
sangat berat menghantam jalan darah Hong hu hiat pada bahu kirinya.
Tercekat hati Gak Lam kun, dia tidak mengira kalau sergapan musuh dilakukan
sedemikian cepatnya hingga tidak memberi kesempatan kepada lawan untuk berganti
napas, satu ingatan melintas dalam benak anak muda itu, sekali lagi dia gunakan gerakan
Liong heng sin hoat yang maha sakti itu untuk berkelebat lewat sejauh satu kaki lebih dari
posisi semula.
Kali ini dia kuatir kalau musuhnya menguntil terus dibelakang, maka seraya
menghindarkan diri, telapak tangan kirinya diputar kebelakang melancarkan pula sebuah
pukulan, setelah itu secepat kilat badannya berputar kebelakang dan mengawasi sekeliling
tempat itu.

Kurang lebih satu tombak dihadapannya berdirilah seorang tosu setengah umur
berjubah warna kuning, bertubuh kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang, berwajah
pucat seperti mayat dan membawa sebuah senjata hudtim yang terdiri dari benang emas.
Disampingnya berdiri pula seorang pelajar berusia empat puluh tahunan berwajah
tampan, romantis dan menggembol sebilah pedang diatas bahunya.
Hanya sekilas pandangan saja Gak Lam kun sudah tahu kalau mereka berdua adalah
dua orang yang bercakap-cakap tadi, tak terlukiskan rasa kaget dan ngerinya pemuda itu,
dia tidak menyangka kalau mereka berdua sedemikian liciknya sehingga meski sudah
berlalu dari situ, ternyata secara diam-diam melakukan sergapan.
Sekalipun demikian, dari sini dapat diketahui pula bahwa ilmu meringankan tubuh yang
mereka miliki telah mencapai puncak kesempurnaan, sebab dengan ketajaman
pendengarannya ternyata ia tidak mengetahui akan kehadiran kembali mereka berdua.
Tosu berjubah kuning itupun kelihatan tertegun kemudian sambil tertawa seram
katanya, “Aku lihat ilmu silatmu cukup sempurna, kecerdasanmu pun boleh juga dipupuk?”
Waktu itu Gak Lam kun sudah merasa amat marah karena tanpa sebab kedua orang itu
menyergapnya dan nyaris ia kena dipecundangi, dengan suara dalam serunya kemudian,
“Aku rasa kamu berduapun merupakan jago-jago persilatan yang punya nama dan
kedudukan, kenapa kalian lakukan tindak penyergapan yang rendah dan memalukan itu”
Sastrawan ganteng tertawa tergelak.
“Haaahh…. haaah…. haaah…. siapa pula dirimu? Kalau bicara begitu tak tahu diri?
Hmmm…. kalau menyergappun suatu perbuatan rendah, lantas aku ingin bertanya kalau
menyadap pembicaraan rahasia orang lain merupakan perbuatan yang rendah atau tidak?”
Gak Lam kun mengerutkan dahinya, kembali ia berseru dengan marah, “Saudara,
ucapanmu itu terlalu dibuat-buat, kau anggap hanya kalian saja yang boleh mendatangi
gedung ini dan orang lain tidak boleh mendatanginya”
Tosu berjubah kuning itu tertawa seram, senjata hudtimnya disisipkan kebelakang
bahunya, kemudian selangkah demi selangkah dia menghampiri si anak muda itu.
Dibalik wajahnya yang kurus dan jelek, terlintas kebuasan, kelicikan, kekejaman,
kesombongan dan keangkeran yang tebal membuat mimik wajahnya kelihatan begitu
seram dan menggidikkan hati.
Menyaksikan perubahan wajahnya itu, Gak Lam kun mendengus dingin dengan segala
kemungkinan yang tidak diinginkan.
Tiba-tiba tosu berjubah kuning itu tertawa dingin tubuhnya menubruk kedepan, kelima
jari tangan kirinya secepat kilat mencengkeram tulang persendian pada sikut lengan kanan
pemuda itu.
Gerakan serangan tersebut bukau saja dilakukan dengan suatu jurus yang aneh lagi
pula jauh berbeda dibandingkan dengan ilmu Kin na jiu yang berlaku pada umumnya.

Gak Lam kun sangat terperanjat, buru-buru dia miringkan tubuhnya kesamping untuk
menghindarkan diri.
Tapi tosu berjubah kuning itu langsung menerjang maju kedepan lutut kanannya
segera diangkat dan disodokkan ketubuh bagian bawah lawan.
Tendangan maupun pukulan itu bukan saja dilakukan dengan kecepatan luar biasa, dan
lagi disertakan juga tenaga pukulan yang sangat kuat.
Tampaknya tidak sempat lagi Gak Lam kun untuk menghindar ataupun membendung
datangnya ancaman tersebut, kelihatan sebentar lagi dia bakal terluka ditangan tosu
berjubah kuning itu.
Mendadak Gak Lam kun mengangkat kaki kanannya lalu kaki kirinya bergeser keluar,
tubuhnya berputar kesamping begitu menghindar diri dari serangan gabungan yang
datang dari depan, telapak tangan kanannya berputar kesamping dan balas melancarkan
sebuah pukulan yang tak kalah dahsyatnya.
Tindakan dari Gak Lam kun ini bukan saja aneh lagi pula diluar dugaan orang, bukan
saja serangan musuh dapat dihindari, serangan balasanpun amat gencar, hanya dalam
satu gebrakan ia berhasil memperbaiki posisinya yang terdesak menjadi kedudukan yang
menguntungkan.
Rupanya tosu berjubah kuning itu tidak menyangka kalau musuhnya demikian cekatan,
oleh serangan balasan yang dilancarkan dengan tenaga besar itu ia malah berbalik
kedesak mundur sejauh tiga langkah lebar.
Dengan penasaran tosu berjubah kuning itu menerjang maju lagi kedepan, sekali lagi
telapak tangannya disapu kemuka melancarkan serangan balasan, diiringi suara tertawa
dingin yang menyeramkan, bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya dia
menerjang maju kemuka.
Kali ini gantian Gak Lam kun yang merasa tertegun, dia tidak menyangka kalau gerakan
menubruk yang dilakukan musuhnya untuk kedua kalinya ini jauh lebih cepat daripada
serangan yang pertama, bahkan dilakukan hampir bersamaan waktunya dengan gerak
mundur tadi.
Ia merasa bahwa tenaga pukulan yang menghembus keluar dari telapak tangan lawan
mengandung unsur kekuatan panas yang kuat, tenaganya jauh berada diatas kepandaian
Giok bin sin ang (si kakek sakti berwajah pualam).
Gak Lam kun tak berani bertindak gegabah ia tak mau menyambut serangan itu dengan
keras lawan keras, kaki kanannya lantas diangkat dan tubuhnya bergeser kesamping,
dalam sekejap mata ia sudah menyingkir sejauh lima depa dari posisi semula.
Bagaikan sesosok bayangan tosu berjubah kuning itu menguntil dari belakang, sebuah
pukulan kembali dilancarkan mengimbangi gerakan tubrukannya ketubuh pemuda itu.
Dengan jurus Tham lip ki cu (merogoh saku mengambil mutiara) tangan kiri si tosu
berjubah kuning itu menyambar sepasang mata Gak Lam kun sementara tangan kanannya
dengan mempergunakan ilmu Ki na jiu hoat yang sangat aneh mencengkeram
pergelangan tangan kiri pemuda itu.

Rupanya tosu berjubah kuning itu sudah berhasil menyusul baik rencana penyerangan,
bukan saja semua serangan dilakukan dengan kecepatan yang mengagumkan, apalagi
ilmu ki na jiu hoat tersebut boleh dibilang merupakan suatu kepandaian maha sakti yang
jarang ditemui dalam dunia persilatan.
Dari sini semakin terbuktilah bahwa tosu berjubah kuning itu tak lain adalah seorang
tokoh persilatan yang mempunyai nama serta kedudukan yang amat tinggi.
Meskipun ilmu silat yang dimiliki Gak Lam kun sendiri tidak termasuk lemah, akan tetapi
oleh karena terlalu memandang enteng musuh, akibatnya ia kehilangan posisi yang
menguntungkan, dalam keadaan demikian tak mungkin lagi baginya untuk menghindarkan
diri dari ancaman musuh.
Dalam keadaan kritis ia lantas mengeluarkan jurus Tay bong tian gi (burung elang
raksasa mementangkan sayap) untuk menangkis ancaman tangan kiri si tosu berjubah
kuning yang mengancam sepasang biji matanya itu….
oooOooo
Sayang seka1i pemuda itu lupa serangan Ki na jiu yang dilancarkan musuhnya lewat
tangan kanan justru berlipat kali lebih membahayakan tahu-tahu pergelangan tangan
kirinya terasa menjadi kaku, dan urat nadinya sudah terjatuh ditangan lawan.
Gak Lam kun merasa sangat terkejut, menggunakan kesempatan ketika tangan kanan
tosu berjubah kuning itu belum mengerahkan tenaga, jari tengah dan jari telunjuk tangan
kirinya segera disentik kedepan.
Segulung desingan angin serangan yang tajam dan kuat segera menyambar urat nadi
pada pergelangan tangan kanan tosu tadi.
Perubahan ini jauh diluar dugaan siapapun, tosu berjubah kuning itupun tidak
menyangka kalau kepandaian silat yang dimiliki Gak Lam kun telah mencapai taraf
sedemikian tingginya, urat nadi pada pergelangan tangan kanannya tahu-tahu merasa
kesemutan dan ia sudah kena diserang oleh tenaga sergapan anak muda itu.
Setelah jari-jari tangan kirinya melancarkan sentilan tadi, Gak Lam kun lantas memutar
telapak tangan kanannya satu lingkaran dan kemudian dilontarkan kebelakang, tosu
berjubah kuning itu kena didesak lagi sehingga mundur sejauh tiga empat langkah.
Dengan demikian, kedua belah pihak sama-sama dikejutkan oleh kelihayan ilmu silat
lawannya, empat mata saling bertemu dan bertatapan tanpa berkedip, untuk sesaat
mereka berdua sama-sama tidak berani melakukan sergapan untuk ketiga kalinya.
Sastrawan tampan yang mengikuti jalannya pertarungan dari samping menunjukkan
pula perasaan kaget dan tercengang, sambil tertawa tergelak dia lantas mengejek, “Thian
yu to heng, rupanya ilmu silatmu belakangan ini telah peroleh kemajuan pesat, malam ini
siaute benar-benar merasa puas dengan kehebatanmu?”
Ucapan yang setengahnya mengandung ejekan dan sindiran itu sesungguhnya
bermaksud untuk memanasi hati lawan.

Mendengar ucapan itu, paras muka Gak Lam kun berubah hebat, ia merasa yaa kaget
yaa marah.
Ternyata ia telah berhasil menebak siapa gerangan orang yang berada dihadapannya
sekarang.
Tosu berjubah kuning itu mungkin adalah Kui to (tosu setan) Thian yu cinjin yang
merupakan musuh paling tinggi ilmu silatnya diantara sisa tujuh orang musuh besar
gurunya, sedangkan sastrawan ganteng itu mungkin adalah orang kelima yang dinamakan
orang sebagai Thiat kiam kuncu (lelaki sejati berpedang baja) Hoa Kok khi.
Kenyataannya manusia yang bernama Kui to (tosu setan) Thian yu cinjin memang
berilmu silat amat lihay, tapi yang mengherankannya adalah Thiat kiam kuncu (lelaki sejati
berpedang baja) Hoa Kok khi, menurut catatan Cin jin liok, jelas dikatakan bahwa ilmu
silatnya hanya bisa menangkan Kongsun Po serta Ou Yong hu, tapi kenyataannya ternyata
jauh diluar sangkaan.
Ditinjau dari tenaga sergapan yang ia lancarkan tadi, bisa diketahui bahwa ilmu silatnya
jauh diatas kepandaian Giok bin sin ang (kakek sakti berwajah pualam) Say khi pit,
mungkinkah dia sengaja menyembunyikan ilmunya? Kalau memang demikian, jelaslah
sudah bahwa lelaki sejati berpedang baja Hoa kok khi sesungguhnya adalah seorang
manusia licik yang banyak sekali tipu muslihatnya.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Gak Lam kun, diam-diam pikirnya, “Setiap
orang yang berada dalam dunia persilatan memang amat licik dan sukar diraba jalan
pikirannya, untuk membalaskan dendam bagi guruku aku musti tahu keadaannya lebih
dulu sebelum melakukan tindakan”
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa pemuda itu tertawa dingin kepada Thiat kiam kuncu
Hoa Kok khi katanya, “Hei, bukankah kau adalah laki-laki sejati berpedang baja yang
banyak disebut-sebut oleh orang persilatan?”
Agak tertegun si lelaki berpedang baja Hoa kok khi setelah mendengar perkataan itu,
tapi sebentar kemudian ia telah tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haaah…. haaaah…. sungguh mengagumkan, sungguh mengagumkan, boleh
aku tahu siapa namamu?”
Sekuat tenaga Gak Lam kun berusaha mengendalikan kobaran api dendam yang
membara dalam hatinya, dengan suara yang amat tenang dia menjawab, “Aku hanya
seorang prajurit tak bernama dalam dunia persilatan, apa gunanya kau menanyakan soal
namaku?”
Thian kiam kuncu Hoa kok khi tertawa ringan.
“Sudah belasan tahun aku Hoa kok khi jarang melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan sungguh tak kusangka keadaan dalam dunia telah mengalami banyak
perobahan, seorang prajurit tak bernama dari dunia persilatanpun memiliki kepandaian
silat selihay ini”

“Belum tentu setiap orang yang sehari penuh melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan mengetahui keadaan dalam dunia persilatan jauh lebih jelas dari mereka yang
mengasingkan diri” sambung Gak Lam kun “mengenal namaku juga bukan suatu yang luar
biasa sebagai orang muda dari dunia persilatan siapa yang tidak tahu bahwa peristiwa
besar ditebing Yan po gan dimasa lalu telah mengangkat nama Kui to Thian yu Cinjin serta
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi sekalian?”
Mendengar perkataan itu, paras muka Thian yu cinjin maupun Thiat kiam kuncu Hoa
Kok khi segera berubah hebat.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Thiat kiam kuncu Hoa Kok Khi mencorong
sinar tajam dari balik matanya, ia bertanya, “Aku dengar belakangan ini dalam dunia
persilatan telah muncul seorang jago muda yang mempunyai ilmu silat amat tinggi,
tampaknya kaulah yang bernama Gak Lam kun.”
Terkesiap hati Gak Lam kun sesudah mendengar perkataan itu, dia tak menyangka
kalau berita tersebut sudah tersiar demikian cepatnya keseluruh dunia persilatan.
“Jangan-jangan orang persilatan juga tahu kalau aku adalah muridnya Yo Long dan
selama ini aku pula yang telah munculkan diri sebagai Tok liong cuncu?” kekuatiran
tersebut segera mencekam seluruh perasaan anak muda itu.
Gak Lam kun tersenyum.
Aku tak lebih cuma seorang anak muda yang baru terjun dalam dunia persilatan,
sebutan yang terlalu muluk tak berani kuterima.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi kembali tertawa terbahak-bahak.
“Haaah…. haaah…. haaaah…. kau terlalu sungkan, kau terlalu sungkan, dengan
andalkan beberapa jurus saktimu tadi, sebutan sebagai seorang jago lihay pantas kau
gunakan hanya saja aku orang she Hoa juga ingin sekali mencoba ilmu silatmu yang
sebenarnya.”
“Aku bisa memperoleh kesempatan untuk mencoba kepandaian silatku dengan seorang
jago kenamaan bagiku hal ini sungguh merupakan suatu keberuntungan.”
Rupanya secara diam-diam Gak Lam kun telah menyusun rencana baik, ia tahu ilmu
silat yang dimiliki Kui to Thian yu cinjin teramat lihay mungkin bukan suatu pekerjaan yang
gampang untuk mengalahkannya, apalagi sekarang ditambah pula seorang Hoa Kok khi,
semakin tipislah harapannya untuk meraih kemenangan.
Oleh karena itu, bila ilmu silat yang dimiliki Thiat kiam kuncu terbukti seperti apa yang
ditulis dalam kitab catatan musuh-musuh besar, maka dengan mempergunakan
kesempatan itu dia akan membinasakannya, kemudian baru menghimpun segenap
kekuatan yang dimiliki untuk menghadapi jago yang maha sakti ini.
Jalan pikiran Gak Lam kun memang bagus tapi mana dia tahu kalau Tniat kiam kuncu
pun ketika itu sedang menyusun rencananya.

Perlu diterangkan disini, meskipun tenaga dalam dan ilmu silat merupakan inti kekuatan
yang diandalkan jago-jago persilatan, tapi biasanya kecerdasan jauh lebih hebat daripada
ilmu silat.
Ketika Gak Lam kun baru saja menyelesaikan kata-katanya, Thiat kiam kuncu Hoa Kok
khi telah melancarkan terjangan kedepan.
Ia tidak menggerahkan telapak tangannya, pun tidak menggerakkan kakinya, ia hanya
bergerak menghampiri kehadapan Gak Lam kun seakan-akan ia memang bersiap-siap
menghantarkan tubuhnya untuk digebuk.
Gak Lam kun agak tertegun tapi ia segera tertawa dingin, sambil memutar badan
kakinya bergeser kesamping, sebuah pukulan dahsyat segera dilancarkan kebahu kanan
orang itu.
Bagi seorang ahli silat serangan yang dilancarkan dapat diketahui bahwa ia berilmu atsu
tidak, semenjak Gak Lam kun menyaksikan gerakan tubuhnya yang aneh tadi, dia sudah
tahu kalau Thiat kiam kuncu adalah seorang musuh tangguh yang tak boleh dipandang
enteng.
Betul juga, gerakan aneh yang dilakukan Thiat kiam kuncu tadi seakan-akan memberi
gambaran kepada orang kalau ia tidak mengerti ilmu silat tapi, begitu serangan tiba,
sepasang bahunya segera diturunkan kebawah dan secara kebetulan sekali berhasil
menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Dengan demikian meskipun seandainya serangan tadi mengenai bahu Thiat kiam kuncu
namun tenaga pukulannya sudah banyak yang punah, dan seranganpun menjadi lemas.
Pada saat itulah, Thiat kiam kuncu telah manfaatkan kesempatan baik itu untuk
menerjang maju kedepan, sepasang telapak tangannya secara beruntun melancarkan
bacokan berantai….
Dalam sekejap mata ia telah melepaskan dua belas buah pukulan yang mematikan.
Bayangan telapak tangan meluncur kesana kemari, desingan angin pukulan menderuderu
bagaikan putaran roda.
Gak Lam kun segera terdesak hingga mundur berulangkali, saat ini dia cuma bisa
menangkis dan tak mempunyai tenaga untuk melancarkan serangan balasan.
Diam-diam berkerut juga alis mata Thiat kiam kuncu, dia tak menyangka kalau Gak
Lam kun sanggup menghindari kedua belas buah pukulan yang dilancarkan secara
berantai itu dengan selamat.
Sementara ia masih tertegun, Gak Lam kun telah membentak gusar.
“Sreeet! Sreeet! Sreeet!….” secara beruntun telapak tangan kirinya melepaskan pula
tiga buah bacokan kilat yang memaksa gerak maju Hoa Kok khi menjadi terhalang.
Sekali berhasil merebut posisi yang menguntungkan, Gak Lam kun tak mau melepaskan
kesempatan baik itu dengan begitu saja, tiba-tiba ia menerjang maju kedepan sambi1
melancarkan sebuah tendangan kilat ketubuh Hoa Kok khi dengan kaki kirinya.

Deruan angin tajam menyambar-nyambar, secepat kilat Gak Lam kun telah
melancarkan tujuh buah tendangan kilat.
Tendangan cepat yang dilakukan oleh Gak Lam kun ini merupakan serangkaian ilmu
tendangan yang dahsyat dan jarang ditemui dalam dunia persilatan.
Kecepatannya benar-benar sangat mengagumkan, ibaratnya gulungan ombak yang
saling susul menyusul menghantam tepian karang.
Karena posisinya mulai terdesak sehingga pihak lawan memegang peranan untuk
melakukan desakan, terpaksa Thiat kiam kuncu Hoa kok khi harus memutar sepasang
telapak tangannya sedemikian rupa untuk menciptakan selapis bayangan telapak tangan
yang tebal guna melindungi seluruh badannya.
Pertarungan mereka berdua kian lama berlangsung kian sengit, setiap pukulan yang
mereka gunakan rata-rata diarahkan pada jalan darah kematian ditubuh lawan, deruan
angin serangannya hampir menyelimuti wilayah seluas beberapa depa disekeliling sana.
Daun dan ranting berguguran, suara gemerisik karena pepohonan yang goncang
menambah ramainya suara disekeliling sana.
Ketika itu, mereka berdua telah saling berebut posisi dengan sepenuh tenaga, hampir
semua perubahan jurus serangannya dilakukan dengan gerakan paling aneh dan paling
tangguh.
Si tosu setan Thian yu Cinjin yang mengikuti jalannya pertarungan dari sisi gelanggang
diam-diam merasa terkejut, pikirnya, “Pinto sudah menduga kalau Hoa Kok khi itu licik dan
banyak tipu muslihatnya, ia jarang mengunjukkan taraf kepandaian yang dimilikinya tak
nyana kalau kepandaiannya telah mencapai taraf sehebat ini. Tapi Gak Lam kun itulah
menakutkan lagi dengan usia semuda ini taraf kepandaian silatnya sudah mencapai
sedemikian hebatnya, coba kalau diberi kesempatan lama sepuluh tahun lagi, dunia
persilatan niscaya akan berada dibawah kekuasaannya….”
Berpikir sampai disitu timbul niatnya untuk turun tangan serta melenyapkan pemuda itu
dari muka bumi.
Tapi karena diapun ingin mengetahui sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang
dimiliki Hoa Kok khi, untuk sementara waktu niatnya yang pertama tadi diurungkan, sambil
berpeluk tangan diam-diam ia mulai mengamati jurus jurus serangan yang digunakan
Thiat kiam kuncu.
Kui to Thian yu cinjin bukan seorang yang bodoh, diapun seorang imam yang berakal
licik, sejak bekerja sama dengan Hoa Kok khi, ia sudah tahu bahwa begitu lencana
pembunuh naga berhasil didapatkan, atau begitu mereka berhasil memasuki tempat
penyimpanan harta, suatu pertarungan sengit diantara mereka tak akan terhindarkan lagi,
sebab itu sebelum kejadiannya berlangsung, dia musti mendalami lebih dulu taraf
kepandaian yang sesungguhnya dimiliki Hoa Kok khi.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi bukan manusia sembarangan, tentu saja diapun cukup
memahami siasat licik dari Thian yu cinjin yang ingin menyadap jurus serangannya dalam
pertarungan ini.

Ditengah berkobarnya pertarungan seru, tiba-tiba Hoa kok khi melancarkan sebuah
serangan kedepan, sampai ditengah jalan gerakan itu mendadak berputar dan menerobos
lewat sepasang telapak tangan Gak Lam kun dan langsung menghantam dada si anak
muda itu.
Melihat datangnya terobosan tersebut, Gak Lam kun mencoba hendak menangkisnya
sayang tak sempat lagi. Terpaksa segenap tenaga dalamnya dihimpun kedalam bahu lalu
secepat kilat dilontarkan kedepan.
Pukulan itu secara kebetulan menghantam tepat diatas bahu Gak Lam kun….
Rupanya Thiat kiam kuncu Hoa kok khi cukup memahami sampai dimanakah kehebatan
dari bahu lawan, dalam gugupnya ia membuyarkan dua bagian tenaga dalamnya.
Ketika telapak tangan dan bahu saling bertemu, segera terasalah segulung tenaga
pantulan yang amat kuat menerjang keluar, mau tak mau Hoa kok khi terdorong juga
kebelakang sejauh dua langkah lebih.
Ternyata didalam melancarkan tangkisan dengan bahunya itu Gak Lam kun telah
mempergunakan ilmu Tan suai cian (bantingan bahu) semacam ilmu pantulan yang amat
dahsyat.
Sebagaimana diketahui, apabila bahu orang dirapatkan satu sama lain, maka akan
timbullah sebuah tulang yang menongol keluar, dengan tulang itulah dia telah menahan
serangan musuh kemudian tenaga dalam yang terkandung dalam bahu menyusul
memantul keluar.
Dengan cara ini bukan saja serangan musuh dapat ditahan, sekaligus bisa mementalkan
pula serangan musuh sebesar tenaga yang dipergunakan lawan, atau dengan perkataan
lain, semakin besar serangan yang dipergunakan lawan, semakin besar pula tenaga
pantulan yang dihasilkan.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tidak mengetahui apakah Gak Lam kun telah berhasil
menguasai ilmu Tan suai cian tersebut atau tidak, maka tenaga pukulannya buru-buru
dibuyarkan beberapa bagian.
Setelah benturan terjadi, Hoa Kok khi baru merasa terperanjat, sebab terbuktilah sudah
kalau Gak Lam kun telah melatih kepandaian tersebut hingga mencapai tingkatan kelima.
Setelah memantulkan kembali tenaga lawan, Gak Lam kun ikut menubruk kedepan,
secepat kilat telapak tangan kanannya ditolak kedepan menghantam tubuh musuh.
Serangan tersebut boleh dibilang dilancarkan berbarengan dengan gerakan bahu yang
dilakukan tadi.
Berbicara menurut keadaannya ketika itu sesungguhnya sulit bagi Hoa Kok khi untuk
menghindarkan diri dari ancaman lawan.
Namun Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi yang banyak akal busuknya ini tidak gugup
menghadapi ancaman maut, ia tahu keadaan sudah kepepet sekali, mau tak mau dia
musti mengeluarkan ilmu simpanannya.

Seperti juga apa yang dilakukan Gak Lam kun tadi ternyata Hoa Kok khi pun
mempergunakan ilmu Tan suai cian untuk menyambut serangan tangan kanan si anak
muda itu dengan bahunya.
Gak Lam kun tidak menyangka kalau Hoa Kok khi dapat pula mempergunakan jurus
kepandaian itu untuk membuyarkan serangannya jelas tak mungkin lagi, dan…. “Blaang!”
telapak tangannya langsung beradu keras dengan bahu lawan.
Terdengar suara dengusan tertahan menggema memecahkan kesunyian, Thiat Kiam
kuncu terhantam sehingga mundur tujuh delapan langkah dari posisinya semula.
Gak Lam kun masih tetap berdiri ditempat semula tapi lengan kanannya terasa linu dan
kesemutan sakitnya bukan kepalang.
Waktu itu pemuda tersebut merasa keheranan, ia dengan pasti mengetahui bahwa Hoa
Kok khi telah memantulkan seluruh tenaga pukulannya dengan ilmu Tan suai cian, bahkan
lengan kanannya menjadi kesemutan dibuatnya, tapi diluar dugaan ternyata isi perutnya
tidak ikut terluka, ataukah mungkin tenaga dalamnya kurang sempurna?
Atau mungkin….?
Teringat akan yang terakhir ini Gak Lam kun merasa amat terkejut, buru-buru dia
mengatur hawa murninya untuk mengelilingi sekujur badannya, terbukti isi perutnya sama
sekali tidak terluka, hal ini semakin meyakinkan dia bahwa tenaga dalam dari Hoa Kok khi
lah yang kurang sempurna.
Padahal Gak Lam kun mana tahu kalau Hoa Kok khi ketika itu sedang beradu
kecerdasan dengan Thian yu cinjin! Ia memang sengaja menyembunyikan kepandaian
silatnya agar tidak terlalu menyolok.
Coba kalau Hoa Kok khi benar-benar memantulkan tenaga pukulannya yang disertai
dengan kekuatan mautnya tak bisa diragukan lagi Gak Lam kun pasti akan terluka parah.
Kiu to Thian yu Cinjin segera memburu maju kedepan, tegurnya, “Saudara Hoa,
bagaimana keadaanmu?”
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa lebar.
“Masih mendingan dan tak sampai terluka dalam, bocah keparat ini memang rada
hebat!”
“Hoa heng, biar pinto yang membalaskan sakit hatimu itu!” seru Thian yu Cinjin
kemudian dengan suara dingin.
Selesai berkata, si tosu setan segera meloloskan hudtim bulu emasnya dan pelan-pelan
menghampiri Gak Lam kun….
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi segera tertawa terbahak-bahak, serunya dengan lantang,
“Thian yu to heng, sakit hati atas sebuah pukulan ini bila tidak siaute balas malu aku
menjadi seorang pria!”

Dari tempat kejauhan kembali ia lepaskan sebuah bacokan kilat ketubuh Gak lam kun.
Gak Lam kun bukan seorang bodoh, sudah barang tentu diapun mengetahui bahwa
kedua orang itu bermaksud jelek terhadapnya, jelas lantaran mereka adalah jago-jago
kenamaan, maka kalau secara terang-terangan mengatakan hendak menghadapinya
bersama, hal ini pasti akan menurunkan derajatnya, maka digunakanlah sandiwara
tersebut untuk menyelimuti rencana mereka yang sesungguhnya.
Benar juga, serangan yang dilancarkan Hoa Kok khi segera mengunci jalan mundur Gak
Lam kun sementara bersamaan waktunya hudtim bulu emas ditangan Kui to Thian yu
cinjin secepat kilat telah menyambar datang mengancam batok kepalanya.
Serangan gabungan dari dua orang jagoan lihay ini boleh dibilang keji, ganas dan
mengerikan, didalam perkiraan kedua orang itu, Gak Lam kun pasti tak akan mampu
meloloskan diri dengan selamat.
Paras muka Gak Lam kun berubah juga setelah menyaksikan hebatnya serangan
gabungan tersebut, buru-buru dia keluarkan ilmu gerakan tubuh Liong heng sin hoat yang
maha sakti itu untuk menghindarkan diri dari sabetan senjata hudtim dari Thian yu Cinjin.
Ilmu gerakan tubuh Ji gi ngo heng liong sin hoat memang suatu gerakan tubuh yang
sakti dan mengagumkan, Thian yu cinjin betul-betul dibikin tidak habis mengerti, padahal
ia tahu kalau semua jalan mundur bagi Gak Lam kun telah tertutup, tapi nyatanya pemuda
itu toh berhasil meloloskan diri dari kepungan.
Untuk sesaat lamanya, tosu setan itu sampai terkesima dibuatnya.
Sementara dia masih termenung, Gak Lam kun telah meloloskan pedang pendek Giok
siang kiam dari sakunya.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tidak memberi kesempatan bagi musuhnya untuk
melancarkan serangan lebih dulu, ia segera membentak keras, sepasang telapak
tangannya secara beruntun dibabat keluar, dua gulung tenaga pukulan yang dahsyatnya
bagaikan ambruknya bukit tay san langsung menerpa kedepan.
Gak Lam kun tidak berani menyambut datangnya serangan dengan keras lawan keras,
cepat tubuhnya melejit keudara, segulung hembusan angin puyuh segera menggulung
lewat dari bawah kakinya, coba sedikit ia terlambat menghindar, niscaya tubuhnya akan
hancur termakan serangan itu.
Baru saja lolos dari ancaman Hoa Kok khi, Kui to Thian yu Cinjin telah menubruk lagi
dari belakang, telapak tangan kirinya dengan jurus Sin liong Tham jiau (naga sakti
unjukkan cakar) mencengkeram kepalanya sementara senjata hudtim ditangan kanannya
dengan jurus Poan koan boan poh (hakim pengadilan memeriksa catatan) menggulung
pergelangan tangan kanan pemuda itu.
Gak Lam kun menggetarkan pergelangan tangannya dan menyerang dengan
menggunakan jurus aneh, pedang pendeknya dengan gerakan seperti menotok seperti
juga sedang membacok dibawah kilatan cahaya yang menyilaukan mata secara beruntun
mengancam jalan darah Hian ki, Tong bun, Ciang tay tiga buah jalan darah kematian.

Jitu sekali serangan tersebut, kendatipun Thian yu Cinjin memiliki ilmu silat tinggi, sulit
juga baginya untuk mematahkan serangan tersebut, karena posisi tidak menguntungkan,
buru-buru tosu itu menarik kembali serangannya dan mundur tiga langkah.
Menggunakan kesempatan itu Gak Lam kun menciptakan segulung hembusan angin
pedang yang tajam untuk melindungi tubuhnya, tubuhnya melejit keudara lalu
menggunakan pancaran dari angin pedang tadi ia keluarkan ilmu Leng gong siu tok
(menyeberang lewat tengah udara) dan melayang sejauh enam tujuh kaki dari tempat
semula.
Ternyata Gak Lam kun tahu bahwa kepandaian silatnya seorang diri teramat minim, tak
mungkin ia bisa menghadapi dua orang musuh tangguh sekaligus sebab itu timbullah
pikirannya untuk kabur dulu dari situ, untuk kemudian bila ada kesempatan dilain saat
kedua orang itu baru akan dibunuhnya…. siapa tahu, baru saja kakinya menginjak
permukaan tanah dari samping tubuhnya telah berkumandang suara tertawa dingin dari
Hoa kok khi.
Menyusul suara tertawa dingin tadi sebuah pukulan dahsyat telah dibabat kearah
tubuhnya dari belakang.
Mimpipun Gak Lam kun tidak mengira kalau ilmu meringankan tubuhnya yang demikian
sempurna ternyata masih kalah satu tingkat bila dibanding dengan kepandaian Hoa kok
khi untuk sesaat sulit bagi pemuda itu untuk menghindarkaa diri.
Dalam keadaan begini ia menjadi nekad, hawa murninya segera dihimpun menjadi satu
lalu telapak tangan kirinya didorong kebelakang dan bersiap sedia menerima pukulan itu
dengan keras lawan keras.
Siapa tahu pukulan yang dilancarkan itu ternyata sama sekali tidak menjumpai
halangan, karena keheranan maka tanpa terasa dia menarik kembali serangannya itu.
Pada saat itulah segulung tenaga pukulan berhawa dingin mengikuti tenaga yang
ditarik kembali itu memyusup kedalam tubuhnya, kenyataan tersebut sangat mengejutkan
hatinya, buru-buru ia menyalurkan hawa murninya untuk melindungi isi perut, semua jalan
darah penting ditutup dan hawa dingin yang sudah terlanjur menyusup kedalam tubuhpun
berusaha didesak keluar.
Sayang sebelum usahanya itu mendatangkan hasil Kui to Thian yu Cinjin telah
menyusul kedepan dan menghadang disehelah kanan belakang Gak Lam kun, sebuah
pukulan dilepaskan pula dengan telapak tangan kirinya.
Waktu itu Gak Lam kun telah terkena sergapan maut Hoa Kok khi, serta merta
serangan dahsyat dari Thian yu Cinjin sulit pula baginya untuk menghindarinya, apalagi
serangan itupun merupakan sejenis ilmu pukulan berhawa dingin, yang mengerikan.
Tampaknya sebentar lagi Gak Lam kun bakal terluka parah oleh pukulan mematikan itu.
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 1 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-mandarin-terbaru-lencana.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-mandarin-terbaru-lencana.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar