Cerita Silat Baru : Golok Halilintar 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Rabu, 07 September 2011

Cerita Silat Baru : Golok Halilintar 2


tubuhnya, serta berjalan menjauhi. Sin Houw melesat dan
menggerakkan tangannya memukul pantat. oleh rasa sakit,
binatang buas itu mengaum dan memutar tubuh sambil
mencengkeram.
Thio Sin Houw mengelak dan melompat ke samping,
Kemudian tangannya bergerak hendak menyerang, akan
tetapi tiba-tiba saja ia merasakan suatu ancaman bahaya
datang dari belakang punggungnya. Tahulah dia, dirinya
sedang diserang dari jurusan lain. Tak sempat lagi ia memutar
tubuhnya. Dengan menjejak tanah ia melompat tinggi
kemudian dengan berjumpalitan ia turun diatas tanah dengan
tak kurang suatu apa.
Begitu membalikkan tubuhnya, ia melihat penyerangnya -
seekor macan kumbang sebenarnya, sejak berada di atas
gunung itu belum pernah ia berkelahi. walaupun demikian,
sama sekali ia tak takut menghadapi kedua binatang buas itu,
segera ia menyerang dengan menggunakan tipu-tipu ilmu
Hok-houw ciang, Menyaksikan perkelahiannya, Bok Jin Ceng
bergembira. Katanya didalam hati:
"Anak ini ternyata benar-benar tidak sia-siakan lelahku."
Tetapi setelah mengamat-amati sekian lamanya, Thio Sin
Houw ternyata hanya dapat menyakiti kedua binatang itu saja,
pukulannya sama sekali tak bertenaga, ia jadi heran, Apa
sebab demikian? Bok Jin Ceng tak tahu, bahwa dalam diri Sin
Houw mengeram racun jahat Hian-beng sin-ciang yang
memunahkan sebagian tenaganya!
"Sambut pedangku!" seru Bok Jin Ceng yang tak sempat
menyelidiki sebab sebabnya.
Thio Sin Houw melompat menyambut pedang, tetapi pada
saat itu kedua macan itu lari menerjang belukar, sin Houw
mengejar selintasan, tiba-tiba dua sosok bayangan

505
menyambar dari kiri kanan. cepat ia menggerakkan
pedangnya sambil melesat kesamping, Ternyata
penyerangnya adalah dua ekor kera hampir setinggi dirinya.
"Jangan bunuh!" tiba-tiba terdengar Bok-siang Tojin
berseru.
Thio Sin Houw mengangguk. Kemudian dengan
pedangnya ia mendesak. ia dapat bergerak dengan gesit.
Saban-saban ia menyabat atau menikam, Dan diserang
secara demikian, kedua binatang itu berlompat-lompatan
dengan gesit pula.
Sekiranya mau, Sin Houw dapat menikamnya dengan
mudah. Akan tetapi ia hanya melukainya saja pada lengan,
pundak, kepala dan kedua kakinya.
Diperlakukan demikian, kedua binatang itu nampaknya
mempunyai perasaan. Tatkala mereka melompat menjauhi
lawannya tidak mengejar, Sin Houw malahan berhenti
menggerakkan pedangnya, dan hanya mengawasi saja.
Bagaikan insan manusia, kedua kera itu memekik tinggi.
Kedua tangannya ditutupkan ke kepalanya, lalu merebahkan
diri sambil menyiratkan pandang memohon ampun.
Thio Sin Houw datang mendekati. ia mengerti, kedua
binatang itu menyerah kepadanya, Si bisu menjadi girang,
Dengan berlari-larian ia masuk ke dalam rumah dan keluar lagi
dengan membawa tambang untuk pembelenggu.
Mula-mula kedua binatang itu mencoba memberontak,
mereka memekik sambil memperlihatkan kedua baris gigi
mereka. Akan tetapi tenaga si bisu jauh lebih kuat. Akhirnya
mereka menyerah saja, dan sama sekali tak berani melawan.
Baik Bok Jin Ceng maupun Bok siang Tojin memuji
kegesitan Thio Sin Houw, Mereka menganjurkan agar dia

506
belajar lebih tekun lagi dan bersungguh sungguh - Sudah tentu
Sin Houw menjadi girang dan penuh syukur mendengar
pernyataan kedua orang tua itu, iapun merasakan sendiri
betapa bagus hasil latihannya.
Disamping itu, ia memperoleh dua binatang hutan, yang
seekor jantan dan yang satunya betina, oleh rasa girangnya,
Tliio Sin Houw mencarikan buah-buahan untuk diberikan
kepada kedua binatang itu,
Selang sepuluh hari, kedua binatang itu menjadi jinak
sekali. Kedua-nya mengerti akan kesayangan Sin Houw
terhadap mereka, dan mereka kemudian tak perlu diikat
tambang lagi, Tiada niatnya untuk kabur.
Sin Houw memberi nama A Leng kepada kera yang jantan,
dan A Yung kepada yang betina. Agar mereka paham akan
namanya masing-masing, sin Houw membiasakan memanggil
namanya setiap kali bertemu. Bok Jin Ceng dan Bok-siang
Tojin tertawa menyaksikan pekerti Sin Houw, dan ikut
bergembira menyaksikan kedua binatang itu telah menjadi
jinak.
Dan setelah Sin Houw yakin kedua binatang itu benarbenar
jinak,ia membebaskannya. Kini dengan merdeka A Leng
dan A Yung mencari makan sendiri . Kadang-kadang mendaki
sampai ke puncak gunung, kemudian terjadilah suatu peristiwa
yang membuat suatu penemuan yang aneh sekali.
Seperti biasanya, A Leng dan temannya mendaki puncak
gunung untuk mencari makanan. Dengan berani A Leng
memanjat dinding gunung, sampai mendadak saja kakinya
tergelincir. Tak ampun lagi lepaslah pegangannya, sehingga ia
jatuh ke dalam jurang.
Dinding gunung itu sangat curam dan mempunyai
kedalaman empat sampai limapuluh meter lebih. Keruah saja
A Yung menjadi kaget bukan main. segera ia menjenguk dari

507
tepinya, ia melihat A Leng tersangkut pada cabang pohon
yang tumbuh di-depan sebuah goa kosong.
Mulut goa itu nampak hijau berlumut, pada mulut goa itulah
A Leng berpegangan. Nampak tergantung~gantung pada
ketinggian tebing gunung.
Meskipun daya pikir dan perasaan seekor kera tidak
sesempurna manusia, akan tetapi binatang itu banyak akal.
Dalam sibuknya, A Yung lari pulang mencari Sin Houw.
Tatkala itu majikannya sedang berlatih ilmu pedang, ia lantas
memekik-mekik tinggi tiada hentinya sambil berjingkrakan.
Sin Houw heran, ia menghampiri dan mengamat-amati
tubuh A Yung. Disana-sini terdapat beberapa tusukan duri
pepohonan. sedang kesan wajahnya nampak ketakutan.
segera ia mencari Un Siang, si bisu, untuk diajak menyelidiki
kehendak binatang itu.
Ternyata A Yung memutar tubuh dan berlari-lari
menghampiri jurang, setibanya ditepi jurang, A Yung memekikmekik
sambil berjingkrakan, Kedua tangannya berserabutan
sambil menjenguk ke bawah, Sin Houw dan Un siang segera
menghampiri dan melihat A Leng dalam bahaya.
Dengan cepat Sin Houw lari pulang untuk mengambil
tambang. Kemudian dilemparkannya tambang itu ke dalam
jurang, sedang ia mengikat ujungnya pada lengannya dan
lengan Un Siang.
A Leng dalam keadaan sangat lelah, namun tatkala melihat
menyambarnya tali segera ia menangkapnya. Dan di
pegangnya erat-erat, Pada saat itu Sin Houw dan Un siang
menariknya ke atas, Ternyata ia terluka dibeberapa tempat,
syukur, tidak begitu hebat. Kemudian dengan
memperdengarkan pekikan ber-ulang-ulang ia memperlihatkan
kedua telapak tangannya. "

508
Thio Sin Houw menjadi heran ketika melihat dua benda
tajam menancap pada telapakan tangan A Leng, ia
mencabutnya, namun benda itu tertancap dengan sangat
kokohnya. A Leng lantas memekik kesakitan.
"Apakah disini ada musuh?" tanya Sin Houw kepada
dirinya sendiri. ia menjadi curiga, segera menghampiri tebing
jurang dan memperhatikan ke dalamnya. ia melihat sebuah
goa kosong.
Pada mulut goa itulah tadi A Leng terkatung-katung,
Apakah di dalam goa itu terdapat senjata bidik? Tetapi senjata
bidik tak akan dapat bekerja, tanpa ada yang
melemparkannya. Lantas siapa?
Mapnya tidak mungkin, karena letak goa itu sangat
terpencil.
Dengan berbagai macam pikiran,
Sin Houw mengajak Un siang pulang untuk mencari kedua
gurunya, setelah bertemu ia menc:eriterakan penga1amannya.
Mendengar keterangan Thio Sin Houw maka Bok Jin
Ceng berdua Bok-siang Tojin ikut merasa heran, Bok-siang
Tojin adalah seorang pendekar ahli senjata bidik. Melihat
bentuk senjata bidik yang tertancap pada telapakan tangan A
Leng, ia berkata:
"Aku seorang yang gemar sekali akan senjata bidik,
sehingga berbagai macam senjata bidik pernah kulihat.
Tetapi senjata bidik ini yang berbentuk kelabang, baru
untuk pertama kali inilah kulihat. Lauw-bok! Kali ini runtuhlah
kedudukanku sebagai seorang ahli senjata bidik."
Bok Jin Ceng menatap sahabatnya, kemudian berkata
mengusulkan:

509
"Coba keluarkan dahulu senjata bidik yang menancap
pada telapakan tangan binatang itu!"
Bergegas Bok-siang Tojin masuk ke dalam kamarnya
untuk mengambil sebilah pisau kecil, Dengan pisau itu ia
membedah telapakan tangan A Leng untuk mengeluarkan
senjata bidik yang aneh itu.
A Leng agaknya mengetahui maksud baik Bok-siang Tojin
hendak menolong dirinya. Sama sekali ia tidak memberontak,
setelah benda yang menancap pada telapak tangannya
tercabut, lukanya segera diobati dan dibalut, Binatang itu
nampak puas, dan segera mengikuti A Yung mencari makan.
Dua senjata bidik itu panjangnya kurang lebih tiga cun,
berbentuk seperti kelabang, bersungut dua. Kedua sungut itu
sekecil dan setajam jarum. warna keseluruhannya hitam
gelap, kotor berlumut, Tetapi setelah Bok-siang Tojin
membersihkan lumutnya, benda itu nampak mengkilat.
Ternyata terbuat dari perak !
"Pantas timbangannya berat, kiranya terbuat dari perak!"
seru Bok-siang Tojin.
Sekonyong-konyong Bok Jin Ceng terkejut, tak terasa ia
berseru:
"lnilah senjata bidik Gin-coa piao!"
"Gin-coa piao?" Bok-siang Tojin menegas dengan wajah
tercengang, ia terdiam sejenak, lalu berkata meneruskan: "Kau
maksudkan Gin-coa Long-kun pemiliknya? Bukankah
kabarnya dia telah wafat sejak belasan tahun yang lalu?"
sambil berkata demikian, sekali lagi ia memeriksa senjata bidik
yang berada, ditangannya, Kini wajahnya benar benar nampak
terkejut, Serunya:

510
"Tidak salah! Benar dia!"
Ia membolak-balikkan senjata bidik berbentuk kelabang itu,
di bagian perutnya tertera sebuah ukiran kecil berbunyi
"THAY". Dan pada bagian perut senjata bidik yang kedua
terdapat ukiran huruf: BENG.
"Suhu, siapakah Gin-coa Long-kun?" tanya Sin Houw
kepada Bok Jin Ceng, yang masih saja tercengang sejak tadi,
"Kelak akan kuberi keterangan..." sahut gurunya setelah
berdiam beberapa lama, setelah menimbang-nimbang
sebentar, ia meneruskan: "To-heng, coba katakan kepadaku,
mengapa senjata bidik ini bisa berada didalam goa itu?"
Sesuai dengan namanya, bentuk senjata itu seperti ular,
bukan kelabang seperti yang diduga oleh Bok siang Tojin, ia
tidak segera menjawab pertanyaan rekannya, sebaliknya ia
mengernyitkan keningnya, wajahnya jadi tegang, tak terkecuali
Bok Jin Ceng, Keruan saja Thio Sin Houw tak berani
mengulang pertanyaannya.
Malam itu selesai waktu makan, Bok Jin Ceng dan Boksiang
Tojin duduk sambil berbicara. Thio Sin Houw
mendengarkan dengan berdiam diri, sama sekali ia tak
mengerti tentang apa yang sedang dibicarakan. ia hanya
mendengar kata-kata: "pembunuhan akibat permusuhan dan
pembalasan dendam. Kalimat-kalimat lainnya, masih gelap
baginya.
"Jadinya, Gin-coa Long-kun datang memasuki daerahmu
untuk menyingkirkan diri dari musuh-musuhnya?" kata Boksiang
Tojin menegas.
Bok Jin Ceng tak berani menyatakan dengan pasti, ia
nampak berbimbang hati, sahutnya:
"Mengingat kepandaiannya, sebenarnya tak ada perlunya

511
ia menyingkir jauh-jauh sampai kemari, bersembunyi ditempat
yang sunyi sepi, Baginya, merupakan alasan yang kurang
kuat."
"Mungkinkah dia belum mati?" Bok-siang Tojin seperti
menguji.
"Dia seorang luar biasa." jawab Bok Jin Ceng, "Selama ini
kita hanya mendengar namanya belaka, dan belum pernah
bertemu dengan dirinya. Memang kabar berita mewartakan
bahwa dia telah meninggal dunia. Akan tetapi sebab-sebabnya
atau bagaimana caranya dia meninggal, tiada seorangpun
yang dapat memberi keterangan."
"Dia memang aneh sepak terjangnya..." Bok-siang Tojin
menghela napas. "Ada kalanya dia kejam sekali, tetapi tak
jarang pula dia berbuat mulia, Dengan demikian, apakah dia
seorang jahat atau seorang yang mulia hati orang hanya dapat
menduga-duga saja. Beberapa kali pernah aku mencoba
mencarinya, namun senantiasa gagal."
"Sudahlah! Tiada gunanya kita menduga-duga saja." Bok
Jin Ceng memutuskan. "Baiklah, besok pagi menjenguk goa
itu."
*****
KEESOKAN harinya Bok Jin Ceng mengajak Bok-siang
Tojin, Thio Sin Houw dan Un Siauw menjenguk goa dengan
membawa senjata dan tambang. Sin Houw berada didepan
sebagai penunjuk jalan lantaran dialah yang mengetahui
letaknya goa itu.
"Hati-hati!" pesan Bok Jin Ceng ketika Bok-siang lojin
mengatakan hendak turun sendiri.
Bok-siang Tojin mengangguk. Cepat ia mengikat
pinggangnya dengan ujung tambang yang tertambat pada

512
pohon. Kemudian dengan pertolongan Un siang dan Sin
Houw, ia dikerek turun perlahan-lahan. Didepan mulut goa
yang berlumut itu, ia berdiri memperhatikan.
Mulut goa penuh kabut, sehingga tanahnya tak nampak
jelas, Hatinya tercekat, meskipun ia seorang jago yang sudah
kenyang makan garam.
Dengan tertegun-tegun ia mengawaskan ke dalam goa
terus menerus.
Biasanya, pandang mata seseorang lambat laun bisa
menyesuaikan dalam kegelapan. Setidak-tidaknya akan bisa
menangkap penglihatan walaupun dalam samar-samar.
Namun penglihatan Bok-siang Tojin malahan makin menjadi
guram. Akhirnya ia memperoleh kesimpulan , tentulah goa itu
sangat dalam.
Ia kemudian maju meraba-raba menyelidiki ruang masuk,
Dan ternyata sempit, ia berbimbang-bimbang sebentar,
apakah dirinya bisa memasuki pintu sempit itu...?
Bok-siang Tojin adalah seorang yang keras hati, Tak sudi
ia mundur, sekalipun menghadapi kenyataan yang tidak
memungkinkan. setelah membungkus sebelah tangannya,
segera ia memasuki ke dalam mulut goa itu, Meskipun
seorang pemberani, namun tak mau ia berlaku semberono,
perlahan lahan tangannya meraba-raba dan tiba-tiba
membentur suatu benda tajam. Benda tajam itu menancap
pada mulut goa. ia menduga itulah Gin-coa piao, senjata bidik
berbentuk ular perak yang semula disangkanya berbentuk
kelabang, segera secara hati-hati ia mencabutnya, lalu
meraba-raba lagi dan mencabut yang kedua. Demikianlah,
sampai tujuh belas ia mencabut. ia berniat hendak maju
meraba lagi, akan tetapi teringatlah dia kepada Un siang dan
Sin Houw yang menahan tubuhnya dari atas tebing, Mereka
berdua tentu sudah merasa lelah.

513
"Tarik!" segera ia berteriak memerintahkan .
Te riak airnya terdengar oleh Bok Jin Ceng, Gurunya Sin
Houw itu segera memerintahkan agar menarik Bok-siang Tojin
keatas dengan perlahan-lahan. Kira-kira dua tombak dari atas
tebing, Bok-siang Tojin menjejakkan kakinya pada batu
lambing. Dengan begitu cepat sekali Bok-siang Tojin telah
berada di antara teman-temannya.
"Lihat ini!" katanya kepada Bok Jin Ceng sambil
memperlihatkan tujuh belas batang Gin-coa piao yang
dipegangnya erat-erat. Bentuknya sama dengan senjata bidik
yang menancap pada telapak tangan A Leng.
Bok Jin Ceng memperhatikan, lalu berkata dengan
sungguh-sungguh:
"Hantu itu menyimpan bendanya di dalam goa, apakah
maksudnya? Entah benda apa lagi yang terdapat di dalam
goanya? Biarlah aku yang melihat ..."
"percuma saja kau turun kebawah!" Bok-siang Tojin
mencegah. "Mulut goa terlalu sempit, tubuhmu tak akan dapat
memasukinya."
Bok Jin Ceng menundukkan kepalanya, ia diam berpikir,
Tiba-tiba Thio Sin Houw berkata minta pertimbangan:
"Suhu, apakah aku diperkenankan menyelidiki?"
"Betapa mungkin?" sahut Bok-siang Tojin dengan tertawa
panjang, "Jurang begitu dalam, apakah kau berani?"
"Aku berani, supeh!" kata Sin Houw, "Suhu, aku
diperkenankan ikut menyelidiki atau tidak?"
Bok Jin Ceng masih terbenam dalam pikiran, Kata guru
yang bijaksana itu didalam hati:

514
"Orang jahat itu menyimpan senjata bidiknya didalam goa,
pastilah mempunyai maksud-maksud tertentu. Sebaliknya,
apabila tidak diselidiki benar benar saya, Akan tetapi siapa
tahu justru didalam goa itu tersimpan suatu ancaman
bencana? Kalau anak ini kuijinkan pergi seorang diri, tidakkah
akan membahayakan jiwanya?" Memperoleh pertimbangan
demikian, ia lantas berkata:
"Aku mengkhawatirkan bencana yang mengancam dirimu!"
"Aku dapat berlaku waspada, suhu .,." Sin Houw
mendesak.
Melihat muridnya demikian berani dan bernapsu, akhirnya
Bok Jin Ceng mengangguk, katanya:
"Baiklah, tetapi kau harus mencoba menyalakan api
terlebih dahulu sebelum memasuki goa. Manakala api itu
padam, janganlah kau memaksa dirimu memasuki."
"Aku tahu suhu." sahut Sin Houw, Dan cepat-cepat ia
mempersiapkan sebatang obor, sedang pedangnya segera
dihunusnya, Dengan pedang dan obor di tangan, ia dikerek
turun perlahan-lahan seperti Bok-siang Tojin.
Cepat sekali Thio Sin Houw telah sampai dimulut goa.
Teringat pesan gurunya, ia menyulut obor terlebih dahulu,
ternyata tidak padam, ia jadi girang, Kemudian secara berhatihati
ia merayap memasuki mulut goa, tali yang mengikat
pinggangnya tak dilepaskannya, setelah merayap kira-kira
limabelas meter jauhnya, terowongan yang dilaluinya mulai
mendaki. ia maju terus perlahan dengan perlahan.
Kira-kira tiga meter lagi sampailah dia pada tempat
terbuka, sehingga dapatlah ia berdiri tegak, setelah mengatur
pernapasannya sejenak, ia maju terus.

515
Beberapa saat kemudian, jalan yang ditempuhnya
menikung dan memasuki kelokan serta tikungan, empat lima
kali, ia jadi semakin berwaspada. Dengan memegang
pedangnya erat-erat, ia maju terus. Tatkala berjalan kira-kira
lima belas meter lagi, ia tiba di sebuah kamar batu, segera ia
memasuki sambil memajukan obornya, Tiba-tiba ia terperanjat
sampai mengeluarkan keringat dingin.
Di atas sebuah batu yang berada ditengah-tengah kamar
duduk sesosok kerangka yang lengkap tak ubah manusia
hidup, Kedua tangannya terletak diatas pangkuannya, Dengan
mata tak berkedip dan jantung menekan-nekan, Sin Houw
mengawasi kerangka itu.
Setelah itu, barulah ia memeriksa ruang-ruang kamar.
syukurlah, tiada suatu penglihatan yang mengerikan lagi.
Belasan Gin-coa piao menancap malang-melintang diatas
tanah mengitari kerangka itu, sebatang pedang panjang
terletak disampingnya. Pada dinding kamar terdapat sederet
lukisan manusia berukir, sikapnya berlain-lainan, mirip
seorang yang sedang menghadapi tata-muslihat lawan. Sin
Houw memperhatikan dengan penuh perhatian akhirnya
tahulah dia bahwa lukisan-lukisan itu menggambarkan
seseorang sedang berlatih ilmu silat tertentu.
Hanya saja ia tak mengarti maksudnya apalagi letak
intisarinya, Pada ujung gambar terdapat tujuhbelas patah kata
berukir pula, Sin Houw mendekati dan membacanya:
"Mustika berharga ilmu sakti rahasia diberikan kepada
siapa yang memasuki pintu. Tetapi janganlah menyesal
Manakala kena bahaya ..."
Thio Sin Houw masih mengawasi dan memperhatikan hal
itu, tatkala tiba-tiba seseorang memanggilnya. itulah suara
gurunya yang memanggil namanya didepan mulut goa,
Dengan bergegas ia merayap balik.

516
Bok-siang Tojin berdua Bok Jin Ceng yang berada diatas
jurang, gelisah setelah menunggu sekian lamanya. Mereka tak
berani menarik tali pengikat lantaran takut Sin Houw telah
melepaskan diri dari ikatannya, Mereka menyabarkan diri
beberapa waktu lagi, Tetapi tetap saja Sin Houw tidak muncul.
Khawatir anak itu menemui bencana, Bok Jin Ceng
memutuskan untuk menyusul.
Demikianlah, setelah tiba dimulut goa segera ia
memanggil-manggil nama muridnya. Hatinya lega luar biasa,
begitu mendengar muridnya memberikan jawaban.
Dengan tanda teriakan, Bok Jin Ceng memerintahkan Boksiang
Tojin dan Un siang menarik tali pengikat. sebentar saja
Bok Jin Ceng berdua Sin Houw sudah berada diatas tebing,
seluruh tubuh Sin Houw berlepotan lumpur, debu dan lumut.
pakaian yang dikenakannya kotor dan wajahnya nampak
tegang.
Bok-siang Tojin dan Bok Jin Ceng tahu, bahwa hal itu
terjadi lantaran anak itu pasti menemukan atau melihat
sesuatu yang luar biasa. Maka mereka membiarkan anak itu
tenangkan hatinya terlebih dahulu. Dan benar saja, setelah
dapat menenangkan hatinya kembali , Sin Houw kemudian
menuturkan pengalamannya.
"Pastilah tidak salah lagi! itulah kerangka Gin-coa
Longkun." ujar Bok Jin Ceng, "Akh, tak pernah kusangka,
seorang pendekar yang sakti luar biasa akhirnya binasa
ditempat sesunyi ini, sungguh sayang!"
"Apakah arti tujuh belas patah kata pesannya itu?" tanya
Bok-siang To-jin minta pendapatnya.
Bok Jin Ceng tak segera menjawab, ia merenung beberapa
saat lamanya. Lalu menyatakan pendapatnya:

517
"Rupanya dia menyimpan suatu benda berharga dalam
goanya, Hanya kita tak tahu, mustika apa yang disimpannya
itu, Dia seorang pendekar yang memiliki ilmu maha sakti,
pastilah dia tidak akan membiarkan ilmu saktinya musnah dari
percaturan hidup.
Dengan cara cara tertentu, pastilah dia menyimpannya di
dalam goanya. Mungkin ia menunggu seorang yang berjodoh
dengan pengucapan hatinya, untuk mewarisi ilmu
kepandaiannya. Sayang, dia seorang yang hidup dengan
menuruti pertimbangan perasaan sendiri. ia sama sekali tak
beragama, lantas berkecimpungan diantara manusia-manusia
liar yang menamakan diri mereka kaum Beng-kauw!"
Hati Thio Sin Houw tercekat. Gin-coa Longkun yang binasa
didalam goa, ternyata orang yang digolongkan sebagai kaum
Beng-kauw, Keruan saja perhatiannya jadi bertambah. Dalam
pada itu Bok Jin Ceng meneruskan perkataannya:
"Rupanya ia menghendaki agar yang memasuki pintunya,
bisa melanjutkan cita-citanya. Jadi, istilah pintu itu bermakna
cita-cita atau kaumnya. Tetapi mungkin pula berarti benarbenar
pintu, yang mengancam malapetaka.."
Bok Jin Ceng menunda bicara dan menarik napas panjang,
lalu berkata lagi:
"Jelek-jelek kita ini manusia beragama, setidaknya kita
mengenal Tuhan, Karena itu tak boleh kita mengharapkan
warisan mustika dari orang kafir! Tetapi justru kita merasa
telah memilih jalan ke-Tuhan-an, kita harus menunjukkan
kebesaran dan kelapangan hati.
Biarlah Sin Houw esok pagi menjenguk goanya kembali,
untuk mengubur kerangkanya sebagai manusia yang pernah
hidup. Betapapun juga, kita harus menghormatinya sebagai
seorang cianpwee.

518
Karena itu, Sin Houw, pada waktu hendak mengubumya,
kau wajib berlutut padanya, Panjatkan doa kehadapan Tuhan
agar diampuni semua dosanya. Dengan cara demikian, kita
semua dapat menghormatinya sebagai manusia wajar dan
layak. Kita boleh tidak sepaham dengan pendiriannya, tetapi
sebagai manusia kita semua adalah mahluk Tuhan dan anak
Tuhan!"
Thio Sin Houw manggut, dan Bok-siang Tojin seiring
dengan perkataan Bok Jin Ceng, ia bahkan menyatakan rasa
kagumnya. Katanya:
"Kaupun seorang aneh pula! Seorang yang pandai
berkhotbah. Pantasnya harus hidup didekat sebuah kuil,
Kenapa kau justru bermukim diatas gunung sesunyi ini?"
"ltulah soal kenikmatan! Kenikmatan bersembah kepada
Tuhan!" jawab Bok Jin Ceng, Dan mendengar jawaban itu,
Bok-siang Tojin menjadi kagum, Dua tiga kali ia menarik
napas.
Keesokan harinya Thio Sin Houw membekal pacul dan
alat-alat lainnya untuk mengubur mayat, ia diantarkan Nie Un
Siang, Bok Jin Ceng berdua Boksiang Tojin tak ikut serta,
karena menganggap tiada bahayanya. Mereka hanya
menyertakan restunya, dan membekali lima batang obor yang
berisi minyak pembakar penuh-penuh.
Nie Un siang mengerek Sin Houw turun dengan perlahanlahan,
setelah tiba dimulut goa, dengan cekatan Sin Houw
merayap memasuki goa. Begitu sampai didalam ruangan
kamar, segera ia menancapkan batang obornya. Lalu mulai
menggali liang, Berbagai macam pikiran dan ingatan
berkelebat didalam benaknya. Teringatlah dia kenada nasib
ayah-bunda dan kakaknya yang binasa tak berkubur. Tak
dikehendaki sendiri mengucurlah air matanya. pikirnya di
dalam hati:

519
"Dia seorang maha sakti, begitulah kata suhu. Tetapi mati
disini.Kenapa? Apakah kena fitnah? Apakah untuk
menghindari musuh-musuhnya seperti yang dialami ayah dan
ibu?"
Tergetar hati Thio Sin Houw, ia menoleh mengawasi
kerangka, Tiba-tiba berkelebatlah bayangan Cie siang Gie
yang berkesan baik dihatinya.
"Dialah Gin-coa Long-kun, seorang tokoh Beng-kauw.
Meskipun berkesan liar, namun para anggautanya berwatak
ksatrya, sebenarnya, bagaimana sesungguhnya?" kata Sin
Houw didalam hati, Tentu saja ia tak dapat menjawab
pertanyaannya sendiri itu.
Demikianlah, setelah selesai ia menggali kubur, maka ia
berlutut kepada kerangka Gin-coa Long-kun. Katanya didalam
hati:
"Aku, Thio Sin Houw, secara kebenaran saja menemukan
jenazah Cian-pwee, Pada hari ini, aku hendak mengubur
jenazah Cianpwee. semoga tenanglah arwah cianpwee di
alam baka."
Baru saja ia mengucapkan kata kata demikian, hatinya
mendadak menjadi sedih. Teringatlah dia kembali kepada
kedua orang tuanya, kakaknya dan dirinya sendiri yang kini
hidup yatim piatu, ia lantas menangkis sedih.
Tiba-tiba saja tengkuknya seperti kena raba tangan halus
dan dingin. itulah angin lembut yang datang dari luar goa, Sin
Houw bergidik, bulu tengkuknya merinding. serentak ia
menegakkan kepala -dan berputar mengarah liang kubur.
Untuk menenangkan hati, ia menjajaki, Dirasanya, masih
kurang dalam, maka mulailah ia menggali lebih dalam lagi.

520
Tanah yang kena sentuh paculnya ternyata kian menjadi
lunak. ia jadi gembira dan bekerja dengan cepat.
Tiba-tiba paculnya memperdengarkan suara membeletuk.
itulah akibat suatu benturan dengan benda keras, rasanya
bukan batu, Lalu apa? Besi?
Ia mengambil obornya lalu menyuluhi, ia heran karena
pada dasar tanah itu terdapat selembar papan besi, Tertarik
akan hal itu, ia memacul sekitarnya. Benar-benar papan besi
yang berjumlah beberapa lembar. Lalu ia mulai
mengangkatnya, dibawahnya terdapat sebuah petih besar
berbentuk persegi.
Terbuat dari besi pula, Terdorong oleh rasa ingin
mengetahui, Sin Houw mengangkat peti besi itu, Timbangan
beratnya sedang, dapatlah ia mengira ngira bahwa isinya tidak
terlalu banyak. Lantaran tak terkunci, dengan mudah ia dapat
membukanya. Ternyata ke dalamnya dangkal. Kira-kira hanya
setinggi lima senti saja, Keruan saja Sin Houw jadi bertambah
heran.
"Mengherankan!" seru Sin Houw didalam hati, "ukuran
petinya besar dan tinggi, kenapa pendek saja dalamnya?"
Ia menemukan sepucuk surat bersampul, yang berisi
delapan patah kata diatas sampulnya. Bunyinya begini:
"Barang siapa memperoleh petiku, kuperkenalkan
membuka isi sampul suratku."
Didalam sampul terdapat dua pucuk surat bersampul pula
yang berukuran lebih kecil. semuanya terbuat dari kulit kerbau,
sampul surat yang pertama berkepala: Cara membuka peti,
Dan yang kedua: Bagaimana mengubur tulang tulangku.
Setelah membaca sampul surat itu, Thio Sin Houw baru
mengarti bahwa peti besi itu berlapis, ia mengangkat dan

521
menggoyang-goyangkannya. Kali ini ia mendengar suara
benda bersentuhan. Namun hatinya tak tertarik akan segala
warisan Gin-coa Long-kun yang disebutnya sebagai mustika.
Yang terasa dalam hatinya, hanyalah kepiluan dan keharuan.
Katanya didalam hati:
"Lo cianpwee! Kalau aku mengubur tulang-tulangmu,
sebenarnya kulakukan demi tulang-tulang kakakku, Thio Sin
Han, yang binasa didalam jurang, Moga-moga dengan
memakamkan tulang-tulangmu, seseorang memakamkan pula
tulang-tulang kakakku, oh, Tuhan. Demikianlah harapanku.
Tentang mustika yang kau janjikan, biarlah diwarisi oleh
seorang pendekar yang tepat."
Thio Sin Houw kemudian membuka sampul surat kulit yang
kedua. Didalamnya terdapat selembar kulit tipis yang
bertulisan. Bunyinya seperti berikut:
"Leluhurku dari marga Lie, pendiri persekutuan Beng-kauv.
sampai di tanganku sudah melalui ampat angkatan. orangorang
dikalangan Rimba persilatan memberikan gelar
kepadaku sebagai Gin-coa Long-kun, namaku sendiri adalah
Vo Han, Dan semenjak kini lenyaplah sudah keturunan
leluhurku, karena aku tak diberi kesempatan mempunyai
keturunan ..."
Sampai disini Sin Houw berhenti membaca, pikirnya
didalam hati:
"Apakah ini alasan suhu, apa sebab suhu mengelakkan
pertanyaanku tentang nama Gin-coa Long-kun, karena ia
adalah keturunan dari pendiri kaum Beng-kauw? Tetapi, apa
sebab kemarin suhu menyebut kerangka Lo-cianpwee ini
sebagai pendiri Beng-kauw, secara kebetulan aku
menyebutnya Lo-cianpwee, kiranya tak begitu salah jauh ..."
Dan ia meneruskan membaca:

522
"Sekiranya kau sudi memakamkan tulang-tulangku,
maukah mendengarkan pesanku? setelah kau gali lubang,
tolong galilah lebih dalam lagi kira-kira satu meter, Dan
tanamlah tulang-tulangku disitu, Berada didalam liang kubur
yang dalam, rasanya aku akan bebas dari gangguan segala
kutu-kutu dan semut ..."
Terharu hati Thio Sin Houw membaca surat Lim Po Han
atau Gin-coa Long-kun, Katanya didalam hati:
"Lo-cianpwee, aku akan membuatmu puas. Aku akan
menggali lebih dalam lagi, memenuhi pesan terakhirmu "
Dan kembali Thio Sin Houw menggali liang kubur lebih
dalam lagi, Kali ini tanah penuh batu, Tak mudah Thio Sin
Houw memacul seleluasa tadi, sebentar saja ia telah
bermandikan keringat. Tatkala paculnya hampir mencapai
enampuluh senti, mendadak ujungnya lagi lagi membentur
sebuah benda keras sehingga menerbitkan suara gemerincing
yang nyaring.
Karena telah memperoleh pengalaman, walaupun heran
Thio Sin Houw menggali terus. Dan kembali lagi ia
menemukan sebuah peti besi berbentuk persegi dan
berukuran lebih kecil.
"Pendekar gagah luar biasa ini benar-benar aneh," pikirnya
di dalam hati. "Entah benda apa lagi yang di simpannya
didalam peti ini?"
Ia mengangkat peti itu dan dapat membuka tutupnya
dengan mudah. Dan seperti tadi ia mendapatkan selembar
kulit tipis yang memuat beberapa deret kalimat. Manakala ia
membacanya, hatinya kaget bukan kepalang sehingga
keringatnya mengucur deras.
Beginilah bunyi tulisan itu:

523
"Kau benar-benar seorang yang baik hati dan jujur. Karena
kau mendengar pesanku, sudah selayaknya aku wajib
membalas kebaikan hatimu, Yang pertama dengan ramuan
obat mustika yang kedua benda mustika dan yang ke tiga ilmu
sakti warisanku.
Manakala kau membuka peti besar, dari dalamnya akan
menyambar anak-anak panah beracun. Surat dan peta yang
berada didalamnya palsu semua malahan beracun juga!
Biarlah orang-orang jahat menerima hadiahnya yang setimpal.
Barang yang tulen, berada di dalam peti kecil ini, pastilah
kau telah mandi keringat. Kau telanlah ramuan obat mustika
yang berada dalam lapisan atas!"
Meskipun bunyi surat itu meyakinkan, namun Thio Sin
Houw tak berani melancangi gurunya. Lagipula, tujuannya
memasuki goa bukanlah mengarah mustika yang terpendam
didalamnya. ia ditugaskan memakamkan kerangka seorang
leluhur, Maka tak boleh dirinya terpancing pada bunyi surat,
sehingga mengabaikan tujuan semula. sadar akan hal itu,
cepat-cepat ia meletakkan dua peti besi ditepi liang, lalu
dengan sikap hormat ia mengebumikan tulang-tulang Gin-coa
Long-kun. Kemudian dengan hati-hati ia memendam dan
meratakan sampai rapi, setelah meletakkan batu tempat
duduk almarhum diatas pekuburan sebagai nisan, ia berlutut
dan bersembah tiga kali, sedang pedang almarhum tidak
disentuhnya.
*****
SELESAI sudah ia melakukan kewajibannya, secara
langsung, sebenarnya ia sudah menjadi ahliwaris Gin-coa
Long-kun. Akan tetapi dia tidak memikirkan hal itu, Dengan
membawa dua peti almarhum, Thio Sin Houw keluar kamar,
sampai ditikungan ia berhenti karena terowongan menjadi
sempit, ia memperhatikannya. Hatinya lega, karena sempitnya

524
terowongan ternyata diatur oleh rencana bangunan. Rupanya
Gin-coa Long-kun sengaja mengatur demikian rupa, untuk
mencegah masuknya seseorang dengan leluasa kedalam
goanya.
Memperoleh pikiran demikian, dengan cekatan ia
membongkar susunan batu-batu penyempit. Dengan
demikian, apabila gurunya kini menghendaki, bisa leluasa
masuk ke dalam goa lantaran terowongan menjadi cukup
lebar.
Setibanya dimulut goa, Sin Houw memanggil Un siang
agar menarik -tali pengikat. Lalu dengan berlari larian ia
pulang mencari kedua gurunya.
Bok-siang Tojin memeriksa surat-surat wasiat, didalam hati
ia terperanjat Bok Jin Ceng yang ikut pula memeriksa suratsurat,
tak terkecuali. Tatkala membuka sampul surat petunjuk
membuka peti, ia membaca dengan nyaring:
"Untuk membuka peti terdapat pesawat rahasia, Untuk
membuka, ke dua tanganmu menyentak dengan berbareng.
Lalu bukalah penutupnya."
Bok-siang Tojin dan Bok Jin Ceng kagum bukan main,
itulah jebakan yang mengerikan. Coba, andaikata Sin Houw
serakah sehingga tidak memakamkan jenazah almarhum
terlebih dahulu, lalu membuka petinya lantaran bernapsu, ia
pasti bakal tersambar pesawat rahasia yang tentu mengancam
jiwanya.
Bok Jin Ceng memerintahkan Nie Un siang mengambil
sebuah tong besar yang ukurannya sama setinggi peti besi.
Lalu ia membuat dua lubang. Kemudian peti besi dimasukkan
kedalamnya, dan bagian atas tong itu ditutupnya dengan
papan.

525
"Mari!" Bok-siang Tojin mengajak Thio Sin Houw.
Berdua mereka memasukkan sebelah tangannya masingmasing,
lewat lubang tong dan memegang sisi peti bagian
pelatuk, setelah saling memberi isyarat dengan berbareng
mereka menyentakkan pelatuk yang dipegangnya.
Penutup peti terdengar menjeblak, lalu terdengar pula
suara beruntun membenam pada papan penutup. Dan tong
tergetar karenanya.
Thio Sin Houw menunggu beberapa saat. Apabila suara
getaran terhenti, ia hendak membuka papan penutup. Tibatiba
gurunya menarik lengannya sambil berseru mencegah:
"Tunggu!"
Baru saja Bok Jin Ceng menutup mulutnya, terdengarlah
kembali suara susulan seperti tadi, Thio Sin Houw jadi
mengarti maksud gurunya menarik lengannya. Sekarang, ia
berpaling kepada gurunya. Dan gurunya bersikap menunggu
sekian lamanya.
"Nah, sekarang balik !" akhirnya gurunya yang bijaksana itu
membuka suaranya, Dengan dibantu oleh Un Siang maka Sin
Houw membalikkan tong dan di angkatnya. Dan papan
penutup yang tertinggal diatas lantai penuh tertancap anakanak
panah. semuanya berjumlah duapuluh tujuh batang.
Bok Jin Geng, Nie Un siang dan Bok-siang Tojin mencabuti
semua anak panah yang tertancap itu dengan jepitan. setelah
diletakkan diatas meja, masih saja mereka takut
menyentuhnya.
Bok Jin Ceng menghela napas. Ka-tanya dengan suara
kagum:
"Gin-coa Long-kun benar-benar manusia yang pandai

526
berpikir jauh dan dalam sekali. Rupanya, ia khawatir serangan
pertama akan dapat dielakkan. Lalu diatur demikian rupa,
sehingga terjadi serangan susulan setelah serangan pertama
reda,"
Bok-siang Tojin mengeluarkan peti besi dari dalam tong,
setelah lapisan penutup terbuka, ia memeriksa dalamnya disini
terlihatlah olehnya, penuh dengan urat-urat kerbau kering
malang-melintang. inilah alat pesawat penjepret anak-anak
panah yang saling menyusul. Susunannya seperti jebakan
tikus yang saling menyukus. sekali kena tertarik, pesawatnya
segera bekerja menjepretkan anak panah puluhan batang
jumlahnya. Benar-benar hebat!
Dengan menggunakan jepitan, Bok-siang Tojin
menyingkirkan urat-urat kerbau yang tidak bekerja lagi,
Dibawahnya terdapat sejilid kitab berju-dul: Kitab sakti rahasia
Gin-coa pit-kip"
Dengan terus menggunakan jepitan, Bok-siang Tojin
membalik-balik halaman isi kitab. isinya penuh dengan hurufhuruf
kecil, gambar-gambart peta, keterangan dan contohnya
serta gambar berbagai macam senjata tajam, Dan semua
makin menjadi kagum.
setelah itu Bok Jin Ceng membuka peti besi lainnya yang
berukuran lebih kecil. ia menemukan sejilid kitab lagi - baik
bentuk dan isinya serupa. Akan tetapi apabila diamat-amati
dengan seksama, ternyata berbeda. Baik mengenai bentuk
hurufnya, gambar-gambarnya dan petanya. justru inilah kitab
warisan yang sebenarnya.
"Benar-benar Gin-coa Long-kun berotak luar biasa." puji
Bok-siang Tojin - "Untuk menghadapi orang yang tak sudi
mengubur kerangkanya, dia telah mengasah otaknya demikian
rupa hingga membuat kitab palsu serta panah beracunnya.
Bukankah semuanya itu dipersiapkan setelah ia meninggal
dunia.,.? Kenapa ia bersiaga begitu rupa terhadap orang yang

527
masih belum diketahui termasuk buruk atau baik?"
"Menurut khabar, ia memang seorang yang cupat
pandangannya." kata Bok Jin Ceng, "Baiknya ia tahu diri,
sehingga tidak menjadi terkebur, Tetapi akhirnya ia mengalami
kematian demikian rupa, disebuah goa yang sunyi sepi,
seakan-akan benar-benar anak setan atau siluman."
Bok-siang Tojin manggut sambil menarik napas. ujarnya:
"Aku sendiri bukan seorang yang tidak pernah melakukan
kesalahan, terbukti kau sendiri menamakan diriku sebagai
pendeta bangkotan. Tetapi rasanya apabila dibandingkan
dengan dia, masih lumayan diriku."
Bok Jin Ceng tertawa. Kemudian ia memberi perintah
kepada Sin Houw dengan sungguh-sungguh:
Sin Houw! Kau simpanlah dua peti ini dan semua isinya.
Gin-coa Long-kun adalah seorang yang berpemandangan
sempit, kitabnya pun pasti akan membuat sesat orang. Karena
tiada faedahnya, janganlah kau membacanya. Apalagi untuk
mempelajarinya."
Thio Sin Houw patuh kepada guru-nya. Kedua kitab
warisan Gin-coa Long-kun dikembalikan kepada tempatnya
semula, setelah menutup kedua peti besi, ia menyimpannya di
kamar tengah. Cara mengaturnya meniru Gin-coa Long-kun
mengatur kedua peti warisannya didalam goa.
*****
SEJAK KEJADIAN itU, Thio Sin Houw melanjutkan latihanlatihannya
bertambah tekun dan rajin. Bok-siang Tojin
demikian sayang kepadanya, sehingga mewariskan seluruh
ilmu kepandaiannya yang istimewa. itulah ilmu membidik dan
ilmu ringan tubuh, selang beberapa bulan kemudian orang tua

528
itu berpamit turun gunung untuk kembali hidup berkelana
seperti yang dilakukan sejak masa mudanya.
Thio Sin Houw sebenarnya merasa berat berpisahan,
namun tak dapat ia mencegah kehendak Bok-siang Tojin itu.
Selanjutnya, ia belajar terus dibawah asuhan tunggal: Bok
Jin Ceng, yang juga telah mewariskan seluruh ilmu
kepandaiannya kepada murid yang berbakat dan rajin serta
ulet itu. Dan empat tahun lewatlah sudah, Thio Sin Houw kini
sudah berusia duapuluh dua tahun.
Sepuluh tahun lamanya Thio Sin Houw berada diatas
gunung Hoa-san, sekarang dia tumbuh menjadi seorang
pemuda yang berkepandaian tinggi, Dari Bok Jin Ceng ia
memperoleh ilmu pedang dan pukulan tangan kosong. sedang
dari Bok-siang Tojin ia memperoleh seorang ahli pembidik
senjata jarak jauh dan ilmu ringan tubuh.
Empat ilmu kepandaian itu digabungkannya menjadi satu,
Dibandingkan dengan ilmu kepandaiannya si bisu atau bekasbekas
gurunya yang dahulu, ia berada jauh diatas mereka.
Hanya mengenai tenaga pantulan, ia masih sangat lemah.
itulah disebabkan lantaran racun Hian-beng Sin-ciang yang
masih menqeram didalam tubuhnya.
Pernah hal ini dibicarakan kepada kedua gurunya itu, akan
tetapi baik Bok Jin Ceng maupun Bok-siang Tojin tak dapat
mengatasi. Mereka hanya dapat membesarkan hatinya,
bahwa pada suatu saat, racun yang mengeram dalam dirinya
itu pasti akan menjadi susut dan akhirnya musnah sama
sekali.
Dalam pada itu karena belasan tahun Thio Sin Houw tidak
pernah turun gunung, maka ia buta mengenai percaturan
dunia. Apa yang terjadi di bawah gunung, sama sekali gelap
baginya. sebaliknya, percaturan dunia pun tidak mengetahui
bahwa Bok Jin Ceng berdua Bok-siang Tojin kini mempunyai

529
seorang murid penutup.
Pada suatu pagi pada permulaan musim semi, selagi Thio
Sin Houw bertekun berlatih dengan ditemani kedua ekor
keranya, A Leng dan A Yung, tiba-tiba muncul Nie Un siang
dengan menggerak-gerakkan tangannya. Tahulah Sin Houw
gurunya memanggilnya. Tidak ayal lagi, ia segera berhenti
berlatih. Kemudian dengan cepat ia masuk ke dalam kamar
gurunya, ia heran tatkala melihat dua orang asing bertubuh
tinggi besar berdiri disamping gurunya.
Selama berada diatas gunung Hoa-san, selain Bok siang
Tojin, tiada seorang pun yang pernah mendaki mengunjungi
pertapaan gurunya. siapakah mereka berdua, sama sekali ia
belum kenal.
"Sin Houw! inilah Ong toako dan Sie toako." Bok Jin Ceng
memperkenalkan kedua tamunya. "Nah, kau perkenalkanlah
dirimu."
Karena gurunya menyebut mereka sebagai "toako", Thio
Sin Houw menduga mereka berdua adalah sahabatsahabatnya
gurunya. lantas saja ia maju mendekati, memberi
hormat sambil berkata:
"Susiok, perkenalkan..."
Baru saja Sin Houw menyebut kata-kata "susiok", kedua
orang itu cepat-cepat membalas hormatnya sambil menyahut:
"Jangan memanggil kami susiok justru kamilah yang harus
menyebut dirimu susiok ..."
Thio Sin Houw tertegun. Bagaimana ini? Mungkinkah
mereka berdua memanggil dirinya susiok? ia jadi berteka-teki.
Bok Jin Ceng tertawa, katanya:

530
"Maril Kalian bertiga duduklah se jajar!"
Baik Thio Sin Houw maupun kedua tamunya lantas duduk
diatas kursinya masing-masing, yang sudah disediakan oleh
Un siang. Diam-diam Thio Sin Houw memperhatikan kedua
tamunya itu, Mereka berdua berpakaian seperti petani, gerakgerik
mereka gesit. Hanya kesan wajahnya tegang dan
pemalu.
Dalam pada itu Bok Jin Ceng masih tertawa, kemudian
memperkenalkan kedua I tamunya kepada Sin Houw.
Katanya:
"Belum pernah kau ikut aku turun gunung. Maka tak
mengherankan, Sin Houw, kau tidak mengetahui tingkat
derajatmu. Kedua tamu kita ini Ong Kie Po dan Sie Goan Liep
adalah murid-murid dari keponakanku. Mereka memanggil aku
sebagai Su-couw- Dengan sendirinya karena kau adalah
muridku, maka mereka akan memanggilmu sebagai susiok.
Tetapi karena usia mereka jauh lebih tua dari pada dirimu,
lebih baik kalian bertiga berkedudukan sesama saudara dan
sederajat saja, Sin Houw harus memanggil Ong Kie Po dan
Sie Goan Liep dengan sebutan "toako", sebaliknya Ong Kie Po
dan Sie Goan Liep hendak lah memanggil Sin Houw dengan
sebutah sutee."
Baik Thio Sin Houw maupun kedua tamu gurunya menjadi
lega hati kini, setelah mendengar penjelasan Bok Jin Ceng,
Menurut tingkatan, memang sudah sepantasnya kedua tamu
itu memanggil susiok atau paman kepada Sin Houw, karena
Sin Houw adalah muridnya Bok Jin Ceng yang berkedudukan
sebagai su-couw mereka.
Akan tetapi Sin Houw yang baru memasuki usia duapuluh
dua tahun, sudah barang tentu tak enak rasanya apabila
dipanggil paman oleh mereka yang sudah berumur
ampatpuluh tahun lebih - sekarang gurunya memutuskan

531
sederajat dan setingkat saja.
Keruan saja pemuda itu bersyukur didalam hati, Rasa
kekakuannya hilang sebagian besar. Dan yang dirasakannya
kini suatu keakraban yang nyaman.
"Kedua toakomu itu datang dari Shoasay atas perintah
Thio Su Seng,
Di Shoasay ada urusan penting yang harus dirundingkan,
oleh karena itu besok aku harus turun gunung."
"Suhu, apakah kali ini aku diperkenankan ikut serta?"
tanyanya, "Sekiranya belum diperkenankan menjenguk
sucouw dan sekalian susiok, biarlah aku mencari Thio susiok."
Bok Jin Ceng tertawa mendengar permohonan Sin Houw.
pemuda itu ternyata tak pernah melupakan mereka yang
pernah melepas budi kepadanya. Guru itu kemudian berkata
kepada muridnya:
"Pada waktu ini tentara rakyat sedang bergerak menuju
kedua propinsi Shoasay dan Siamsay, maka baiklah saat ini
kau turun gunung sekalian untuk menuntut balas kematian
ayah dan ibumu. Hanya saja masih berat hatiku untuk
mengijinkan..."
"Mengapa? Apakah kepandaianku belum cukup untuk
menuntut dendam ayah?"
^itupun termasuk salah satu alasanku," sahut Bok Jin
Ceng. "Kecuali itu masih ada alasan lain lagi yang lebih
penting. coba pertimbangkan!"
Bok Jin Ceng memberi isyarat mata kepada Ong Kie Po
dan Sie Goan Liep. Mereka berdua lantas keluar pendopo
supaya tidak mengganggu pembicaraan antara guru dan
murid itu, setelah berada berdua dengan muridnya, berkatalah

532
Bok Jin Ceng:
"Kematian kedua orang tuamu sangat menyedihkan.
sebaliknya, keadaan negara ini jauh lebih menyedihkan. Kini
sedang terjadi perpecahan antara para pejuang bangsa yang
berada dibawah pimpinan Thio Su Seng dan mereka yang
bernaung dibawah bendera Beng kauw. Kejadian ini
meramalkan alamat yang mengerikan dikemudian hari, apabila
tidak cepat-cepat kita tanggulangi bersama.
Bangsa kita belum lagi berhasil mengusir kaum penjajah
bangsa asing, sebaliknya diantara sesama kita telah terjadi
perpecahan. Kau hendak menuntut balas kematian ayah
bundamu, itulah bagus! Tetapi tahukah kau dengan pasti,
siapa sebenarnya pembunuh ayah-bundamu? Kedua orang
tuamu sendiri tatkala masih hidup masih belum memperoleh
pegangan. itulah menurut tutur-katamu dahulu. Apalagi
engkau!
Bagaimana kalau kau sampai salah membunuh ? jika
sampai terjadi demikian, maka kau akan menambahi
kekacauan dan kesuraman bangsamu. sedang urusan negara
merupakan perkara besar. Dan urusan pribadi menjadi sangat
kecil apabila dibanding. Aku yakin, arwah ayah-bundamu akan
mengutukmu pula bila perbuatanmu itu akan menambah
kemuraman perjuangan bangsamu."
Thio Sin Houw menjadi terkejut, perkataan gurunya itu
bukan tak mungkin terjadi, sebab musuh orang tuanya yang
sesungguhnya memang belum diketahuinya dengan pasti.
seketika itu juga tubuhnya dirasa menjadi panas dingin.
"Urusan negara adalah urusan besar ! Dan urusan pribadi
adalah urusan kecil, kataku tadi." Bok Jin Ceng mengulangi
perkataannya, "ltulah sebabnya aku berkeberatan mengijinkan
kau mengadakan balas dendam pada saat init siapa tahu,
musuhmu justru memegang kendali perjuangan yang
menentukan. Karena itu kau harus berani bersabar dan

533
berhati-hati.
Manakala demikianlah keadaannya, maukah kau
mengorbankan kepentingan pribadimu? jika kau berjanji akan
sanggup bersikap begitu aku akan mengijinkan. syukurlah,
apabila musuh besarmu itu, bukan salah seorang pejuang
yang penting kedudukannya."
Bergplak hati ttiio Sin Houw mendengar perkataan Bok Jin
Ceng, yang agung dan berwibawa. Tak terasa ia mengangguk
.
"Bagus!" seru gurunya setengah bersorak. "llmu
kepandaianmu kini telah mempunyai dasarnya. Memang,
segala bentuk ilmu kepandaian itu tiada batasnya. Akan tetapi
aku telah mewariskan seluruh kepandaianku kepadamu.
Aku percaya dengan berpegang kepada ilmu kepandaian
yang telah kau miliki itu, kau akan bisa berbuat lebih banyak
lagi, Hanya saja, jangan menganggap dirimu sudah sempurna
sehingga merasa tiada tandingnya. inilah pantangan yang
maha besar! sebaliknya bertekunlah disetiap waktu, agar
memperoleh kemajuan pesat. Besok aku akan berangkat.
setelah dirimu sudah merasa mendapat keyakinan, kau boleh
menyusul aku di markas Thio Su Seng!"
Thio Sin Houw girang bukan kepalang, segera ia berjanji
hendak patuh kepada segala pesan gurunya. Dan mendengar
janji serta kesanggupan Thio Sin Houw, maka Bok Jin Ceng
memberi tahu rahasia-rahasia pergaulan, dan berbagai
macam tanda-sandi kaumnya, setelah itu ia berkata
menambahi:
"Kau jujur dan berhati-hati. Aku percaya kepadamu. Akan
tetapi kau masih muda, semangatmu sedang berkobar-kobar.
Maka pesanku yang harus kau ingat-ingat adalah tentang
godaan paras cantik. Menghadapi godaan ini kau harus

534
waspada luar biasa, sejarah hidup manusia sudah banyak
membuktikan dan mewartakan tentang seorang gagah
perkasa yang akhirnya roboh di tangan seorang perempuan
cantik, sehingga dirinya kena malapetaka dan namanya rusak
untuk selama-lamanya. Kau ingat-ingat lah hal begini baikbaik!"
Pada keesokan harinya sebelum terang tanah, Thio Sin
Houw sudah bangun. Dengan dibantu oleh Un siang, ia
menyalakan api dan menanak nasi. setelah makanan siap, ia
pergi kekamar gurunya untuk mempersilahkan gurunya makan
pagi.
Tetapi kamar gurunya telah kosong. Rupanya, gurunya
telah berangkat pada tengah malam bersama-sama Ong Cie
fio dan Sie Goan Liep di luar pengetahuannya. ia jadi berdiri
mematung, dengan pandang kosong pula ia mengawasi
ranjang gurunya. Kesannya, sunyi menyayatkan hati,
*****
KEMUDIAN ketika teringat iapun bakal turun gunung,
hatinya sangat girang. Bukankah dia bakal bisa bertemu
dengan kakek-guru serta paman-paman gurunya di Bu-tong
san? Juga dengan siang Gie Coeh dan Lie Hong Kiauw? Oleh
rasa girangnya, ia berlari-larian mencari Un siang. Si bisa yvnq
baik hati itu, pasti akan ikut menjadi girang. Diluar dugaan, Nie
Un Siing ternyata sebaliknya, si bisu memutar tubuhnya dan
dengan wajah berduka keluar dari dapur.
Thio Sin Houw jadi terharu, sepuluh tahun lamanya ia
berkumpul, bersenda gurau dan bergaul bagaikan saudara
kandung sendiri. sekarang bakal berpisah. Tak
mengherankan, paman yang bisu dan baik hati itu jadi
berduka. Menimbang hal itu, hampir saja ia membatalkan
maksudnya hendak turun gunung.
Dengan cepat sembilan hari lewatlah sudah. selama itu Sin

535
Houw terus berlatih memahirkan semua pelajarannya dengan
rajin dan bersungguh-sungguh, sejak kanak-kanak ia hidup
dikejar kejar musuh, maka tahulah dia apa arti ilmu
kepandaian yang tinggi itu. Dengan berbekal ilmu kepandaian
yang tinggi, tak perlu lagi ia berkecil hati menghadapi bahaya
yang mengancam dengan tiba-tiba.
Malam hari itu, setelah makan malam ia duduk terpekur
menghadapi perdiangan, sebagai perintang waktu ia
membaca sejilid kitab pelajaran. Kira-kira satu jam lamanya, ia
terbenam dalam isi kitab, Tiba-tiba Un siang masuk dengan
menggerak-gerakkan tangannya. Si bisu hendak
mengabarkan, bahwa seseorang telah memasuki dataran
pertapaan Bok Jin Ceng dengan diam-diam.
"Oh begitu? Biarlah kuperiksa-nya." kata Sin Houw. Tetapi
baru saja bergerak hendak keluar pintu, Un siang
mencegahnya. si bisu itu memberi isyarat mata, bahwa ia
sudah memeriksanya dan ternyata tiada nampak jejaknya.
Meskipun demikian, Thio Sin Houw merasa belum puas,
Dengan mengajak A Leng dan A Yung, ia meronda sekeliling
pertapaan . ia tidak menemukan tanda-tanda yang
mencurigakan, setelah yakin tiada yang bakal menganggu
ketenteraman pertapaan, ia kembali dan menidurkan diri.
Kira-kira tengah malam, ia tersentak bangun mendengar
teriakan dari A Leng dan A Yung, serentak ia berlompat duduk
dan memasak pendengaran, sekonyong-konyong ia
mengendus bau wangi. Hatinya tercekat. sebagai murid Ouw
Gie Coen, walaupun dalam mimpi dan anak didik Lie Hong
Kiauw, tahulah dia arti bau wangi itu. itulah bau wangi ramuan
obat pembius.
Seperti yang pernah dilakukan oleh Lie Hong Kiauw, ketika
menghadapi saudara-saudara seperguruannya. Mereka
semua adalah ahli ahli racun yang tiada taranya di dalam

536
dunia ini. Keruan saja ia berteriak:
"Celakai"
"Cepat-cepat ia berusaha menahan napas, lalu meloncat
turun. Alangkah kagetnya, tatkala dirasakan tenaga ke dua
kakinya lenyap tak keruan. Tatkala menginjak lantai batu,
mendadak terhuyung dan hampir roboh.
"Cepat pemunah Palupi1" tiba-tiba suatu ingatan menusuk
benaknya. Tangannya meraba kantong bajunya, Baru saja ia
menelan sejumput, tiba-tiba pintu terjeblak, dan muncullah
sesosok bayangan melompat memasuki kamar, sebilah golok
menyambar kepadanya.
Kepala sin Houw terasa pusing sekali, akan tetapi tak sudi
ia membiarkan dirinya kena tabasan golok. sadar akan
ancaman bahaya, ia mengelak dengan mengendapkan
kepalanya. Tangannya yang kanan berkelebat membalas
menyerang, bayangan itu ternyata gesit. ia berputar dan
menyabatkan golok ke lengannya.
Menghadapi lawan gesit, Sin Houw tak mau bekerja
setengah matang. Terus saja ia melejit dan menyusulkan
tangan kirinya. Tepat bidikannya. Dengan menggunakan sisa
tenaganya, tangan kirinya berhasil menghantam pundak. Dan
bayangan itu berteriak kesakitan. tubuhnya menjadi limbung.
Nampaknya dia heran, apa sebab pemuda itu tidak segera
roboh setelah menghisap uap racunnya, Dia tidak tahu,
lawannya mengantongi bubuk ramuan obat dari tabib
istimewa. Sayang, baru menelan sedikit sudah terlibat dalam
suatu perkelahian.
"Apakah dia masih mampu melawan?" terdengar suara lain
bertanya.
Thio Sin Houw tak gentar menghadapi dua lawan, ia
bergerak hendak melakukan serangan. sekonyong-konyong

537
penglihatannya berputar, Kepalanya terasa menjadi berat, Tak
ampun lagi, ia roboh tak sadarkan diri.
Entah berapa lama ia tak berkutik tiba-tiba ia tersadar,
itulah akibat bekerjanya bubuk pemunah racun. Hanya sayang
ia tadi menelan sangat sedikit walaupun demikian, bubuk
pemunah yang hanya sejumput itu masih mampu mengusir
pengaruh hawa berbisa. seluruh tubuh Sin Houw terasa lemas
dan nyeri. Tatkala mencoba hendak menggerakkan ke dua
tangan dan kakinya, ia terperanjat bukan main, Ternyata
kedua tangan kakinya telah terbelenggu.
Dengan penasaran ia menyiratkan pandangnya, Kamarnya
telah menjadi terang benderang, dilihatnya kedua orang itu
sedang asyik menggeledah kamarnya, peti pakaian dan
segalanya yang tersusun rapi, dobongkarnya hingga menjadi
kacau-balau.
"Celaka!" dia mengeluh di dalam hati, Kemudian ia
mengutuki diri sendiri oleh rasa sesal dan kesal. Baru satu
minggu gurunya meninggalkan pertapaan, ternyata tempat
bermukimnya kena digerayangi para pencuri.
Dan ia sama sekali tak berdaya berbuat sesuatu. Kalau
nanti ada yang hilang, bagaimana ia hendak mempertanggung
jawabkan kepada gurunya?
"Nasibku ini memang sial, Baru menghadapi begini saja
aku tak mampu. Apalagi berangan-angan hendak menuntut
balas ayah-bunda segala. Huh! pantas guru belum
mengijinkan aku turun gunung. Nyatanya selain aku tolol, tak
berguna pula..."
Sekalipun demikian, ia sesungguhnya seorang pemuda
yang cerdik dan cepat reaksinya, segera ia berpura-pura
masih tak sadarkan diri, dan menutup kedua matanya kembali.
Lalu mengintai dari celah-celah pelupuk mata mengikuti gerakgerik
mereka berdua.

538
Yang sedang membungkuk i bongkahan peti, seseorang
yang berperawakan kurus kering, sedangkan yang lain
bertubuh pendek-gemuk dan berpakaian sebagai pendeta,
Yang kedua itulah, yang tadi kena pukulannya.
"Dalam pertapaan ini terdapat benda berharga apa sampai
mereka menggerayangi tempat ini?" pikir Sin Houw didalam
hati dengan mendongkol. "Paling juga aku mempunyai sisa
uang seratus tail perak pemberian suhu sebagai bekal
perjalanan. jangan-jangan mereka justru musuh-musuhnya
ayah yang mencium beradaku disini, celaka! Belum lagi aku
turun gunung, sudah kedahuluan ... Tetapi mengapa mereka
tidak segera membunuhku saja? Apa perlunya menggeledahi
peti pakaianku? pastilah ada yang dicarinya, Aku dibiarkan
hidup untuk persediaan, manakala mereka tak dapat
menemukan barang yang dicarinya, lantas mereka akan
menyiksa diriku. Kalau begitu, apakah musuh-musuh suhu?
Melihat gerak-geriknya, mereka bukan orang sembarangan ..."
Sambil berpikir, Thio Sin Houw berusaha merenggutkan
tali pengikat, ia mengerahkan tenaganya dengan diam-diam ia
terkejut setengah mati, karena ternyata tenaganya punah
sama-sekali, Pada saat itu, mendadak si gemuk berteriak
kegirangan:
"ini dia!"
Si kurus menoleh, wajahnya berubah cerah, ia melihat
kawannya sedang menyeret peti besi dari kolong ranjang,
itulah peti besi warisan Gin-coa Long-kun!
Berdua mereka mengangkat peti besi itu, dan diletakkan
diatas meja, Dari dengan berbareng mereka membuka tutup
besi itu, serta mengeluarkan sejilid kitab. setelah pelita
didekatkan, terbacalah judul buku itu: KITAB SAKTI RAHASIA
GIN-COA L0NG-KUN. Begitu terbaca judulnya, mereka lantas

539
tertawa gembira.
"Suko! Ternyata benar dugaanmu, benda itu memang
berada disini!" si kurus berseru girang. "Tak sia-sialah usaha
kita selama lima belas tahun!"
Pendeta yang bertubuh gemuk itu tertawa lebar. Lalu
dengan pandang melotot ia membuka-buka halamannya yang
penuh dengan huruf-huruf kecil, peta serta gambargambarnya.
saking girangnya, ia sampai menggaruk-garuk
punggung daun telinganya.
Sekonyong-konyong si kurus berteriak kaget:
"Hey! Mau lari kemana?"
Sambil berteriak demikian, ia menuding kearah Hii.o Sin
Houw. pemuda ini jadi terkejut. Tahulah dia, bahwa sikap
pura-puranya ketahuan. Dan saat itu, si pendeta menoleh pula
ke arah-nya. Diluar dugaan, si kurus menggerakkan tangan
kanannya.
Dalam sekejab, punggung pendeta gemuk itu tertancap
sebilah pisau belati sampai ujungnya muncul didadanya.
setelah itu, sikurus meloncat mundur sambil menghunus
pedangnya. Ia bersikap membela diri dengan mengandalkan
pedangnya pada tenggorokan Si pendeta!
Pendeta itu kaget kena tikam pisau belati dengan
mendadak, ia menoleh, kesan wajahnya tak terlukiskan.
Terkejut, menyesal, benci, muak, mengutuk, menangis dan
dendam. sesaat kemudian tertawa kosong melolong, lalu
berkata:
"Ha-ha-ha! Lima belas tahun kita mengikat tali
persahabatan. Lima belas, tahun bersatu padu mencari ini...
Sekarang berhasil ... ha-ha-hal lalu kau yang berhati mulia

540
hendak mengangkangi sendiri ... Benar-benar adil... ha-ha-ha!
Kenapa belum-belum sudah menurunkan tangan jahat..."
Dan si pendeta tertawa lagi, tawa yang hebat dan seram
kesannya sampai Sin Houw bergidik seluruh bulu romanya - ia
melihat pendeta itu menggerakkan tangan kanannya hendak
mencabut belati yang membenam punggung sampai
menembus dadanya. Akan tetapi tangan itu tak berhasil
mencapai gagangnya. Dengan serta-merta ia mendorong
ujung belati yang menembus dadanya, ke dalam. Dan pada
saat itu ia memekik tinggi, lalu roboh terguling, Terlihat kakinya
berkelejatan sebentar, lalu terdiam...
Si kurus menunggu beberapa saat lamanya. ia khawatir,
temannya itu sedang menggunakan tipu muslihat. Lantas saja
ia menikamkan pedangnya dua kali berturut-turut, untuk
meyakinkan hatinya. Dan menyaksikan hal itu, seluruh tubuh
Ihio Sin Houw menjadi panas dingin. Alangkah kejam orang itu
sampai tega membunuh sahabatnya sendiri!
Kemudian terdengar si kurus berkata:
"Maaf! Kita memang tidak hanya bersahabat, tetapi juga
merupakan sesama saudara seperguruan. ilmu kepandaianmu
berada diatasku, seumpama aku tidak mendahului, kau pun
akan membunuhku juga, Karena itu, terpaksa aku ...
hmmm...!"
Mendengar perkataan si kurus, hati Sin Houw kian
bergidik. Jadi, bukan hanya sahabat? Malahan sesama
saudara seperguruan! Alangkah bengis orang ini - benarbenar
bengis dan kejam!
Si kurus sebenarnya tidak mengetahui bahwa Sin Houw
sudah sadar sejak tadi, Dua kali ia tertawa seram, lalu ia
menyentil angus sumbu pelita agar nyalanya jadi kian terang.
Kemudian ia menganbil meja dan membalik-balik halaman
kitab peninggalan Gin coa Long-kun.

541
Dia begitu bergembira, sehingga membaca dengan
mulutnya. Lalu berkata:
"Hmm...! Bukankah ini rahasia ilmu sakti Gin-coa kun yang
kau bangga-banggakan? Akh, ternyata kau bisa membadut
juga ..."
Kembali ia membalik-balik halaman kitab itu, Diantaranya
terdapat dua tiga halaman yang saling melekat lantaran
tersimpan terlalu lama. Si kurus lantas menempelkan jari
tangannya ke lidahnya. Dengan kuluman ludahnya itu, ia
melepaskan halaman buku yang melekat. Demikianlah yang
dilakukan berulang kali, setiap kali menemui halaman yang
melekat.
Tiba-tiba teringatlah Sin Houw bahwa kitab yang berada di
peti besar itu beracun. Karena kitab itu sesungguhnya kitab
palsu. Kalau begitu si kurus bakal keracunan. Teringat akan
hal itu, ia kaget, Tak dikehendaki lagi ia berseru tertahan.
Mendengar suara Thio Sin Houw si kurus menoleh. Tepat
pada saat itu pandangnya tertumbuk pada kedua mata Sin
Houw yang menggambarkan rasa takut, lantas saja ia bangkit
dari kursinya kemudian menghampiri mayat si gemuk yang
mati menelungkup dilantai. Di cabutnya pisau belatinya yang
membenam dipunggung si gemuk, setelah itu ia mendekati
Thio Sin Houw.
"Kita berdua sebenarnya tidak pernah bermusuhan,"
katanya dengan suara bengis. "Akan tetapi pada hari ini,
terpaksalah aku membunuhmu."
Hebat ancaman kedua matanya,- dan sambil mengangkat
pisau belati ia tertawa melalui hidungnya. selagi hendak
membenamkan pisau belatinya kepada Sifi Houw, sekonyongkonyong
ia seperti teringat sesuatu. ia membatalkan niatnya,
kemudian berkata:

542
"Jika aku lantas saja membunuhmu, sampai di akhirat kau
pasti belum mengerti apa sebabnya. Baiklah aku terangkan
sejelas-jelasnya, Aku datang dari keluarga Thio di Kie-ciu,
Ciat-kang, pihak kami dengan Gin-coa Long-kun saling
bermusuhan. sedangkan namaku sendiri adalah Thio Kun Cu.
Baik kami maupun Gin-coa Long-kun telah memutuskan tak
sudi hidup bersama dalam dunia ini, kami atau dia yang harus
mati, Hal itu disebabkan karena dia telah memperkosa adik
seperguruanku kemudian kabur kemari.
Belasan tahun lamanya aku mencarinya hampir ke seluruh
jagat, tak tahunya ia meninggalkan warisan kepadamu. Entah
apa hubunganmu dengan dia, yang terang kau pastilah bukan
manusia baik-baik.
Itulah sebabnya, apabila kau tidak kubunuh, dikemudian
hari akan membuat onar pula. Karena itu, biarlah kau
menuntut balas kepadaku setelah kau menjadi hantu. carilah
aku ke Kie-ciu, tempat keluarga Thio!"
Baru saja Thio Kun Cu menyelesaikan perkataannya,
mendadak ia menjadi terhuyung mengarah Thio Sin Houw.
Tentu saja Sin Houw terkejut bukan main, inilah saat-saat
yang menentukan mati hidupnya. seketika itu juga datanglah
tenaganya secara gaib, Terus saja ia merenggutkan tali
pembelenggu tangan dan kakinya.
Entah dari mana datangnya tenaga dahsyat itu, Barang-kali
memang demikianlah yang terjadi pada setiap insan anak
manusia, apabila berada dalam bahaya yang mengancam
jiwa, itulah tenaga naluriah, tenaga mempertahankan
hidupnya.
Dan dengan tenaga itu Sin Houw berhasil merenggutkan
diri dari tali pembelenggunya, serentak ia melompat maju
hendak mendahului menyerang, tetapi sebelum dapat
melakukan sesuatu, Thio Kun Cu roboh terjengkang dengan

543
mendadak.
Belatinya terlempar jauh, kedua kakinya berkelejatan lalu
diam tak berkutik. Sesaat kemudian dari mata, hidung dan
telinganya mengalir darah hitam mirip buih kuda kelelahan.
Thio Sin Houw tercengang, itulah akibat racun pada kitab
palsu Gin-coa Iong-kun, pendekar besar yang sudah lama
pulang kealam baka tetapi masih dapat merenggut jiwa
manusia. Hebat ataukah dia jahat?
Dalam hal ini Thio Sin Houw merasa berhutang budi,
sebab andaikata Thio Kun Cu tidak mati keracunan, pastilah
dirinya yang kini mati terkapar dengan tubuh membenam
pisau belati seperti sigemuk tadi. Dan teringat betapa Thio Kun
Cu mati terkena racun, ia menjadi sangat kagum terhadap
perhitungan Gin-coa Long-kun.
Jelas bahwa Gin-coa Long-kun pasti telah mengenal tabiat
dan perangai musuh-musuhnya. seumpama Bok-siang tojin
sempat menyaksikan kekejaman Thio Kun Cu, tentu akan
hilang sebagian prasangka buruknya terhadap pendekar besar
Gon-coa Long-kun yang di anggapnya sebagai orang yang
tidak mengenal agama dan kebajikan.
Untuk beberapa saat lamanya Thio Sin Houw menjadi diam
terpukau, sampai tiba-tiba tenaganya yang tadi datang telah
menjadi sirna kembali dan ia segera roboh terkulai.
Lebih dari seperempat jam lamanya ia rebah tak berkutik
setelah bahaya yang mengancam jiwanya lenyap, seluruh
tubuhnya terasa lelah luar biasa, itulah akibat pudar-nya rasa
tegang. Tetapi ia menyadar bahwa dirinya tak boleh dalam
keadaan seperti itu terlalu lama, Rumah terlalu sunyi dan
mengerikan, dengan tidak munculnya si bisu sekian lamanya,
pastilah ia dalam keadaan gawat!
Dengan sisa tenaganya ia meraba saku celananya,

544
kemudian menelan obat pemunah yang tinggal beberapa butir,
itulah obat pemunah racun buatan Lie Hong Kiauw yang
dikirimkan satu tahun sekali lewat Thio Hian Cong, walaupun
belum dapat memunahkan racun Hian-beng sin-ciang yang
mengeram didalam tubuhnya, namun setidaknya dapat
membantu kesehatannya. Demikianlah, setelah menelan obat
pemunah itu tangan dan kakinya dapat digerakkan kembali
seperti biasa.
Segera ia lari keluar kamar dan melihat si bisu Nie Un
siang terbelenggu dengan kedua mata terbuka lebar, tubuh si
bisu itu tidak bergeming, sehingga Thio Sin Houw cepat-cepat
menolong membebaskannya.
Tak jauh dari tempat itu, A Leng dan A Yung menggeletak
tak berkutik pula. Dengan hati cemas pemuda itu mendekati,
ternyata kedua binatang itu telah terbang nyawanya akibat
tangan jahat.
Hati Thio Sin Houw terpukul penuh haru, Dengan kedua
binatang itu, ia bergaul tak ubah sebagai anggota keluarga
selama beberapa tahun lamanya. sekarang mereka mati
akibat malapetaka terkutuk. Jadi pekiknya semalam
merupakan suara mereka yang penghabisan -untuk
pendengaran Thio Sin Houw.
"Apakah yang telah terjadi?" tanya Thio Sin Houw setelah
Nie Un siang berhasil dibebaskan.
Si bisu menjawab dengan gerakan tangannya, ia
menceritakan bahwa ia di pukul dari belakang, sebelum dapat
melawan, ia telah dibelenggu. Gerakan tangannya
memberitahukan pula bahwa hidungnya mencium bau-bauan
yang melumpuhkan tenaganya. Thio Sin Houw tak berkatakata
lagi, satu-satunya yang dapat dilakukan hanyalah
menarik napas panjang. pengalaman si bisu tiada bedanya
dengan pengalamannya sendiri.

545
Tatkala pagi hari tiba, dengan bantuan si bisu, Thio Sin
Houw membawa keluar jenazah Thio Kun Cu berdua
temannya yang mereka kuburkan dalam sebuah liang,
Kemudian ia mengubur juga jenasah A Leng dan A Yung tak
jauh dari kuburan kedua orang jahat itu.
Pada malam harinya, oleh rasa sunyi maka Thio Sin Houw
jadi teringat dengan pengalamannya. ia bergidik dengan
sendirinya apabila membayangkan ancaman yang sangat
berbahaya itu, Ketika peti besi warisan Gin-coa Long-kun
diketemukan, ia belum lagi berumur duapuluh tahun.
Kini umurnya menanjak hampir duapuluh tiga tahun, oleh
kesibukan latihan-latihannya, hampir saja ia melupakan
tentang peti besi itu.
Sekarang setelah menyaksikan betapa Thio Kun Cu saling
memperebutkan dan saling mencurigai, hatinya tergerak untuk
ia melihat isi kitab warisan itu yang asli, pikirnya didalam hati:
"Limabelas tahun lamanya mereka mencari terus menerus,
mereka kemudian rela saling mengadu jiwa, seumpama
warisan Gin-coa Long-kun tidak berharga sekali, tidak akan
terjadi demikian sebenarnya, apakah yang tertulis di dalam
kitab itu?"
Tiba-tiba teringatlah Thio Sin Houw kepada kata-kata
kedua gurunya yang melarangnya membaca isi kitab warisan
pendekar luar biasa itu, ia menjadi bimbang sampai sekian
lamanya. Dalam hatinya timbul suatu pertengkaran yang seru,
sampai akhirnya ia menjenguk kolong ranjangnya.
Peti besi kecil itu disimpannya disebelah dalam, teraling
oleh peti yang besar sehingga tidak terlihat oleh kedua orang
jahat itu.
Thio Sin Houw kemudian menyeret peti kecil itu, yang

546
penuh debu bercampur sarang laba-laba. Dengan hati-hati ia
mengambil kitab warisan yang asli, ia membalik-balik
halamanya dan memberhatikan semuanya dengan sesungguh
hati.
Dalam hal ilmu pukulan dan cara melepaskan senjata
rahasia, keterangannya jauh berbeda dengan ajaran Boksiang
Tojin dan Bok Jin Ceng.
Bedanya terletak pada kelicinannya.
"Hampir saja aku mati ditangannya orang jahat.
Bagaimana aku harus melayani orang-orang semacam
mereka, kalau aku nanti sudah turun gunung?" pikir Thio Sin
Houw didalam hati,
"Kenapa aku tidak mau mempelajari warisan itu?
Setidaknya untuk pembelaan diri. Ke-cuali itu sebagai
tambahan pengetahuan pula, pastilah ada harganya dari pada
sama sekali tidak mengetahui ..."
Oleh pikirannya itu, Thio Sin Houw lalu membaca dengan
teliti dan seksama, diperhatikan gerak-gerik letak kaki dan
tangan yang tertera pada gambar. Tiga hari tiga malam ia
membaca terus-menerus. Makin lama keterangan maupun
gambar dan titik-tolak gerakan jurus-jurusnya terasa asing
baginya.
Syukurlah ia memiliki pembawaan alam yang cerdas luar
biasa. sekali mendengar apalagi sampai bisa membaca, lantas
saja meresap dalam ingatan dan perasaannya. Dahulu, tatkala
berada diatas gunung Siong-san, dikuil Siauw-lim sie,
ingatannya bisa menangkap yang diterimanya dengan sekali
mendengarkan saja, Juga tatkala berada di lembah Ouw-tiap
kok, ia memiliki ilmu keta-biban yang tinggi berkat
diperolehnya lewat mimpi belaka.
Demikian pula kali ini, Tanpa guru, otaknya yang cerdas

547
luar biasa telah menolongnya. Pada hari keempat, ia sudah
dapat melakukan berbagai ilmu pukulan menurut ajaran kitab
pendekar Gin-coa Long-kun menghadapi suatu kesulitan.
itulah pada bagian pelajaran yang tiada contoh contoh
gambarnya sama sekali.
ia mengulangi lagi dan membaca lebih tertib dan seksama,
namun tetap saja tak menolong. seperti orang buta yang
membentur jalan buntu. Akhirnya ia memutuskan untuk
memeriksa kunci rahasia ilmu pedangnya, barangkali ada
sangkut pautnya.
Dengan pikiran itu ia memeriksa bagian ilmu pedang.
Terus ia melatih diri, Pada mulanya semua berjalan dengan
lancar, tetapi lambat-laut ia terbentur lagi pada jalan buntu,
Sekonyong konyong teringatlah Thio Sin Houw dengan
gambar-gambar yang terukir pada dinding kamar Gin-coa
Long-kun, apakah gambar-gambar itu sebagai keterangan
tulisan, yang sama sekali tiada contohnya?
Teringat itu ia tak memperdulikan waktu lagi, dengan
ditemani oleh si bisu dan membekal obor serta tambang, ia
menuruni jurang, sebentar saja ia sudah berada didalam goa.
Karena mulut goa telah dilebarkan, maka dengan mudah saja
ia dapat menerobos masuk dengan berjalan tegak.
Setelah berada didalam kamar Gin-coa Long-kun, Thio Sin
Houw membesarkan nyala obornya, kemudian mengamati dan
memperhatikan lukisan-lukisan didinding yang
menggambarkan sikap seseorang menggerakkan tangan dan
kakinya.
Dasar berotak cemerlang, dengan cepat saja Sin Houw
memperoleh penjelasan tentang gambar-gambar itu,
semuanya merupakan bagian penjelasan dari ajaran Gin-coa
Long-kun yang tertulis didalam kitab warisannya, Keruan saja
ia menjadi girang bukan main.

548
Didalam kamar itu Sin Houw berlatih dengan mengikuti
petunjuk petunjuk yang terdapat pada gambar ukiran. Makin
lama makin ia merasa menjadi lancar, dan gerakan-gerakan
itu di ulanginya beberapa kali sampai didalam ingatannya.
"Terima kasih!" kata Sin Houw sambil berlutut kearah
makam Gin-coa Long-kun yang berada didepannya, Tiba-tiba
terlihatlah pedang kehitam hitaman yang masih menggeletak
diatas tempat duduk almarhum yang kini dijadikan nisan. Aneh
bentuk pedang itu, setengah berbentuk pedang dan setengah
melengkung, pada ujungnya terdapat semacam sungut atau
lidah bercabang dua!
"Pedang apakah ini?" pikir Sin Houw didalam hati, Dengan
obornya ia meneliti. Pada hulunya terdapat sebaris hurup
berbunyi: PEDANG ULAR PERAK.
Selagi memperhatikan dan mengagumi bentuk pedang itu,
pandang matanya melihat seonggok senjata bidik yang
berbentuk kelabang dan bor, itulah senjata bidik yang istimewa
sekali. Tanpa ragu-ragu lagi Sin Houw memungutnya dan
mengantonginya, ingatannya terus berjalan lagi.
Kini teringat kepada tulisan pendekar luar biasa itu yang
tertera pada sampulnya. Bahwasanya sebagai upah jasa,
diperkenankan menelan ramuan obat mustika. Ramuan obat
mustika apakah yang dimaksudkan? Sin Houw jadi bertekateki.
Tatkala kembali ke rumah pertapaan, segera ia mencari
bungkusan obat tersebut yang terletak dalam lapisan peti
sebelah atas, sebagai seorang yang biasa hidup mendampingi
Lie Hong Kiauw, dengan segera dapatlah ia membedakan
antara racun dan obat. Mengingat bahwa ramuan obat yang
disebutkan sebagai ramuan obat mustika itu berada dalam peti
kecil, pastilah bukan barang beracun. Dengan tak ragu-ragu
lagi ia terus menelannya.

549
Tetapi alangkah terkejutnya. Tiba-tiba kepalanya menjadi
pusing, seluruh tubuhnya terasa panas dingin. Beberapa saat
kemudian Sin Houw melontakkan darah kental hitam. Dengan
sekuat tenaga ia merangkak-rangkak menghampiri
ranjangnya. Tetapi belum lagi tangannya dapat meraba tepi
ranjang, ia telah roboh terkulai.
Entah berapa lama ia berada dalam keadaan pingsan,
tahu-tahu ia merasa diri berselimut diatas ranjangnya.
Dilihatnya Un siang duduk disisi ranjang dengan pandang
cemas. Begitu melihat Sin Houw menyenakkan mata, dengan
hati girang Un siang yang baik hati itu memeluk dan
menciumnya. Kemudian dengan gerak-gerik tangannya si bisu
yang baik hati itu menanyakan kesehatannya.
"Kenapa aku?" tanya Sin Houw.
Nie Un siang menunjukkan tiga jari tangannya didepan
hidungnya, Dan dengan tangannya juga ia memberitahukan
bahwa Sin Houw melontakkan darah terus-menerus dalam
tiga hari itu. Nie Un siang kemudian menunjuk pada bentongbentong
merah yang melumuri ranjangnya.
Dan memperoleh keterangan itu, serentak Sin Houw
bangkit, pemuda itu heran, mengapa dirinya tiba-tiba terasa
ringan sekali. Tak dikehendaki sendiri Sin Houw berseru
girang:
"Susiok! Lihat! Aku bisa bergerak begini lincah. Oh, susiok
apakah darah kental ini bukan racun Hian-beng sin-ciang yang
sekian tahun lamanya mengeram didalam tubuhku?"
Nie Un siang tidak mengetahui apa apa tentang masalah
racun yang dimaksud, ia hanya melihat wajah Sin Houw
bersinar cerah. itulah pernyataan suatu luapan rasa girang luar
biasa. Mengapa girang?

550
Thio Sin Houw kemudian minta ke pada Nie Un siang agar
membersihkan ia punya tempat tidur. setelah membersihkan
dirinyar dengan perlahan lahan ia berusaha menerangkan
tentang bisa racun yang telah lama mengeram didalam
tubuhnya. Memperoleh perasaan bahwa keadaan tubuhnya
kini tiba-tiba menjadi ringan dan gesit, ia menduga bahwa
gumpalan darah hitam kental itu pastilah bisa-racun yang
membawa malapetaka bagi dirinya.
Nie Un siang dapat menerima keterangan Sin Houw,
sekarang ia jadi mengerti. Apa sebab Sin,Houw berkurang
tenaganya setiap kali melontarkan pukulan-pukulan, ia jadi ikut
bersyukur dan girang hati, apabila benar-benar Sin Houw telah
menjadi sembuh oleh obat mustika warisan Gin-coa Long kun!
Untuk mengatur keseimbangan tenaganya, Sin Houw
membutuhkan istirahat enam hari lamanya. setelah itu dengan
tiada bosannya ia meyakinkan semua pelajaran yang terdapat
dalam kitab peninggalan Gin-coa Long-kun, Kemudian Sin
Houw juga mencoba menyelami ilmu pedang dengan
menggunakan pedang Gin-coa kiam.
Hasilnya sungguh mengagumkan, kecuali jauh lebih serasi
dan cocok, tajamnya luar biasa pula. Dengan sekali tabas,
terpotonglah batu pegunungan. Keruan saja Sin Houw girang
bukan main, benar-benar sebilah pedang mustika!
"Mungkin sekali pendekar Gin-coa Long-kun sesat
perjalanan hidupnya, akan tetapi ilmunya harus dikagumi."
Thio Sin Houw memberi pertimbangan dan penilaian terhadap
almarhum pendekar luar biasa Gin-coa Long-kun.
Dan makin Sin Houw menyelami ilmu-ilmu sakti almarhum,
makin ia menjadi kagum. Dalam hati pemuda itu menaruh
hormat setinggi tingginya.
*****

551
ENAM BULAN lewatlah sudah. sekarang sampailah Thio
Sin Houw pada tiga halaman terakhir, Tiba-tiba saja ia
menemukan jalan buntu seperti dahulu. Dengan seksama
pemuda itu mengulangi membaca kalimat-kalimatnya.
Kemudian berusaha memecahkan dan menyelami dengan
perbandingan ilmu silat warisan Bok Jin Ceng dan Bok-siang
Tojin, tetapi tetap saja ia terbentur pada masalah yang tak
terpecahkan ia menjadi heran dan kagum bukan main.
Benar-benar ilmu sakti Gin-coa Long-kun merupakan suatu
perbendaharaan ilmu kepandaian yang sangat tinggi. jangan
lagi menggunakan ajaran ilmu sakti pendekar-pendekar lain,
sedangkan ajarannya sendiri yang telah lampau tak dapat
memecahkan.
Tegasnya, seumpama seseorang telah dapat mewarisi
bagian ilmu saktinya yang telah terbaca, tak akan dapat
membentur bagian yang terakhir itu.
Tiga hari tiga malam penuh Sin Houw mencoba
menyingkap tabir teka-teki itu, waktu itu rembulan
memancarkan sinarnya diluar pertapaan. Teringatlah Sin
Houw akan pengalamannya, ketika Thio Kun Cu dan
temannya menyusup masuk. Hampir-hampir saja ia menemui
malapetaka, maka pikirnya di dalam hati.
"llmu sakti Gin-coa Long-kun ini bersifat luar biasa, aku tak
sanggup memecahkan teka-teki yang terakhir walaupun
demikian, aku sudah memiliki sebagian besar ilmunya, Aku
harus bersyukur dan berterima kasih. Dengan berbekal
sebagian besar ilmu saktinya,rasanya aku sanggup
menghadapi lawan-lawan berat betapa licinpun, sebaliknya
apabila kitab warisannya ini sampai terbaca oleh orang-orang
yang kejam dan bengis, berbahaya besar pula.
Dari pada terjatuh ditangan mereka, lebih baik kubakarnya
saja ..."

552
Oleh pikiran itu, Thio Sin Houw segera menyalakan api.
Kedua kitab warisan Gin-coa Long-kun lantas dibakar-nya,
sekian lamanya nyala api membakar kedua kitab warisan itu,
tetapi aneh, selagi halaman-halaman kedua kitab itu menjadi
hangus, bagian kulit penutupnya hanya menjadi hitam saja!
"Mengapa tidak terbakar?" pikir Sin Houw, ia mencoba
merobeknya, tetapi tak berhasil meskipun kedua tangannya
kini bertenaga kuat luar biasa.
Thio Sin Houw memperhatikan kulit buku itu dengan
seksama. setelah dipijit dan disentil pada tempat tempat
tertentu, tahulah Sin Houw bahwa kulit buku itu terbuat dari
tembaga bercampur logam. Kekuatannya mirip dengan baju
mustika hadiah Bok-siang Tojin, yang tak mempan senjata
tajam maupun api.
Dengan menggunakan pisau, Thio Sin Houw membuka
kedua lapisan kulit buku itu, ia heran tatkala menemukan dua
lembar kulit yang tipis sekali.
Setelah diperhatikan, ternyata merupakan kalimat dan
peta. Sin Houw membaca:
"Siapa saja yang memperoleh harta terpendam ini,
hendaklah mencari, seorang wanita bernama Shiu-shiu yang
bertempat tinggal di Kie-ciu, Ciat-kang. Berikanlah dia seratus
ribu tail perak agar dapat menyambung hidupnya seperti
layaknya seorang wanita yang mempunyai harga diri!"
"Apakah artinya ini?" pikir Thio Sin Houw didalam hati. ia
merasa Gin-coa Long-kun seorang yang tinggi hati, seakanakan
seorang pembesar yang mudah memerintah!
Sin Houw kemudian memeriksa halaman kulit yang kedua,
itulah merupakan gambar contoh-contoh ilmu pukulan, Ketika
diperhatikan dengan seksamar ia menjadi terkejut berbareng

553
girang, Ternyata itulah kunci jawaban jurus-jurus pada tiga
halaman terakhir yang memacetkan latihannya.
Sekarang, hatinya bersyukur dan berulangkali menarik
napas lantaran kagum, Terasa sekali bahwa semuanya sudah
diatur demikian rupa, sehingga ahliwaris yang dikehendaki
pendekar itu terpaksa harus mencari penjelasannya dalam
lipatan kulit buku, Benar-benar cermat dan hebat!
"Kalau begitu peta yang menggambarkan tentang adanya
harta terpendam, pastilah bukan suatu lelucon belaka." pikir
Sin Houw didalam hati, Sekiranya tidak demikian, apa
perlunya peta itu disimpan sangat rapi? pendekar itu
menghendaki membagi harta terpendam itu kepada seseorang
yang bernama Shiu Shiu, sebagai upah jasanya, dikabarkan
kunci jawaban jurus-jurus halaman terakhir yang memang
merupakan inti sari seluruh ilmu sakti warisannya.
Kedua halaman kertas itu lantas disimpannya dengan rapi
didalam kulit kitab semula, kemudian ia rajin berlatih. Enam
hari kemudian, sekali lagi ia memperhatikan pesan Gin-coa
Long-kun tentang seseorang yang bernama Shiu-shiu. Masih
hidupkah orang itu? Jangan-jangan sudah tidak ada lagi di
dunia ini!
Pada hari ketujuh ia memasukkan kulit kitab warisan itu
kedalam bungkusannya yang sederhana, kemudian
mengucapkan selamat berpisah kepada Nie Un siang. Dengan
air mata berlinangan, si bisu yang baik hati itu
mengantarkannya sampai dikaki gunung,
Berat rasa hati Thio Sin Houw ber-pisahan dengan Un
Siang, si bisu yang tak ubah ayah kandungnya sendiri. Tetapi
justru teringat akan hal itu timbullah semangat penuntutan
dendam didalam hati Sin Houw. Bukankah maksudnya yang
utama hendak mencari musuh ayah bundanya yang membuat
bencana maha besar terhadap keluarganya. Oleh ingatan itu

554
sekaligus berkobar-kobarlah darah mudanya, dan dengan
menegakkan dada ia meninggalkan gunung Hoa-san!
Inilah untuk pertama kalinya ia berjalan seorang diri,
setelah sepuluh tahun lamanya tersekap diatas gunung,
benar-benar membuat dirinya terasing dan asing dari semua
penglihatan yang berada didepan matanya. Semuanya,
seakan-akan serba baru baginya. Tatkala sampai dibatas kota
yang berada dikaki gunungr ia melihat gerakan tentara.
Pada tiap-tiap tempat tertentu terdapat penjagaan tentara
rakyat yang membantu perjuangan Cu Goan Ciang secara
sukarela. Mereka melakukan pemeriksaan terhadap orangorang
yang melintasi penjagaan.
Melihat penjagaan keras itu teringat kembali Sin Houw
kepada pengalamannya. Untuk menghindarkan rasa
kecurigaan, ia menyimpan pedang Gin-coa kiam secara rapi,
Lalu mengambil jalan pegunungan. Dengan demikian
beberapa kali ia bisa lolos dari pemeriksaan para penjaga.
Empatbelas hari Sin Houw berjalan terus menerus dengan
mengambil jalan berputar, ia beristirahat hanya pada malam
hari. Dan meneruskan perjalanan menjelang fajar. Dari dusun
Giok-sie cun ia mengarah ke timur laut, Dusun-dusun yang
dilaluinya tak terhitung lagi jumlahnya. setelah tiba di dusun
Sin-bun ia memasuki hutan belukar dan tiba di Kiang-sai. Akan
tetapi selama hidupnya belum pernah ia mengenal daerah itu,
sehingga tak mengherankan, ia tersesat sampai jauh ke timur
mendekati kota pelabuhan.
Tempat itu terletak ditepi sungai Kiang-tze, para pedagang
banyak yangmengangkut barang dagangannya lewat jalan air.
Ditempat itulah Sin Houw baru mengetahui bahwa ia telah
melewati daerah perbatasan tentara rakyat dari utara dan
selatan, tempat gurunya berada mendampingi Thio Su Seng,
pemimpin tentara rakyat dari wilayah selatan.

555
Untuk kembali kedaerah perbatasan itu, beberapa
pedagang menyarankan supaya Sin Houw menggunakan
perahu sewaan saja. Kecuali menghemat waktu perjalanan itu
tidak meminta banyak tenaga.
Demikianlah, setelah bersantap Sin Houw mencari perahu
sewaan yang berlayar mengarah ke barat. ia mendapat
sebuah perahu besar, pemiliknya seorang doyan duit,
namanya A Siong, Penyewanya seorang pedagang besar
bernama Lim Tek Lin, ia seorang peramah berusia kurang
lebih empat puluh sembilan tahun, oleh gerincinq uang.
Asiong memberanikan diri untuk minta idzin ke pada Lim
Tek Lin agar menerima Thio Sin Houw didalam perahu yang
telah di sewanya, Dan ternyata Lim Tek Lin tidak keberatan.
Pada waktu A siong hendak menjalankan perahunya,
seorang pemuda nampak berlari-lari kencang mendatangi dan
pemuda itu berteriak-teriak pula meminta tempat menumpang
sampai di Ciat-kang. Katanya ia mempunyai urusan yang
sangat penting.
Thio Sin Houw tertarik hatinya tatkala mendengar suara
teriakan pemuda itu, yang terdengar nyaring dan halus, iapun
heran pula tatkala melihat wajahnya, pikirnya didalam hati:
"Apakah benar di dunia ini terdapat seorang pemuda yang
begitu cakep?"
Pemuda itu umurnya kurang lebih duapuluh tahun, kulitnya
putih halus. Mukanya bersemu dadu dan membawa bawa
bungkusan dipunggungnya. Bungkusannya itu terbuat dari
kain mirip kantong beras, nampaknya terisi penuh.
Lim Tek Lin berkenan terhadap pemuda itu, dengan ramah
ia mengijinkan situkang perahu agar menerimanya sebagai
penumpangnya yang baru, Sudah barang tentu A siong yang
sangat doyan duit, girang bukan kepalang. Buru-buru

556
dipasangnya sebuah tangga papan untuk menyambut
kedatangan pemuda itu, Tetapi begitu pemuda itu
menempatkan kakinya diatas perahu, Sin Houw terkejut.
Ia merasakan betapa perahu tiba-tiba seperti melesak ke
dalam air. ia heran karena pemuda itu bertubuh kurus dan
berat tubuhnya tidak akan melebihi limapuluh kilo, Apa sebab
dia demikian berat? Apakah karena bungkusannya yang
nampak besar itu?
setelah berada diatas perahu, pemuda itu memberi hormat
kepada Lim Tek Lin dan Sin Houw, ia menyatakan terima
kasihnya, kemudian memperkenalkan namanya - Giok Cu,
Karena mendapat kabar ibunya sakit keras, maka pada hari itu
ia bermaksud cepat-cepat menyambangi.
Nampaknya pemuda itu menaruh perhatian khusus kepada
Sin Houw!
"Saudara Sin Houw," katanya menambahkan
keterangannya, "Mendengar suaramu, pastilah kau bukan
penduduk sini."
"Benar." sahut Sin Houw- "Aku dibesarkan disekitar kota
Hoa-an. inilah untuk yang pertama kalinya aku berada didekat
perbatasan."
"Dari Hoa-an? Kalau begituf pastilah kau mempunyai
urusan besar di sini."
"Akh, tidak ! Aku berjalan hanya untuk melihat dunia." Sin
Houw memberi keterangan.
Selama perahu berlayar, mereka berdua asyik berbicara.
Tiba-tiba dua buah perahu datang dengan cepat. Bagaikan
anak panah yang lepas dari busurnya, kedua perahu itu
melombai. Giok Cu mengawasi kedua perahu itu yang lenyap

557
ditikungan sungai sebelah depan dengan cepatnya.
Kira-kira menjelang jam dua tengah hari, saudagar Lim Tek
Lin yang baik budi itu mengundang mereka berdua menemani
makan siang. Sin Houw menghabiskan tiga mangkok nasi,
sedang Giok Cu hanya semangkok. selama makan dan
minum, gerak-gerik Giok Cu nampak berkesan semakin halus.
Ketika baru saja mereka selesai makan siang, terdengarlah
suara air terkayuh, Lalu nampaklah dua buah perahu lewat
disamping, sebuah diantaranya amat menarik perhatian,
seseorang yang bertubuh besar berdiri di ujung perahunya,
sambil mengerlingkan matanya beberapa kali, Giok Cu
nampak tak senang hati, sepasang alisnya terbangun dengan
tiba-tiba.
Matanya bersinar tajam dan wajahnya berubah merah
padam, Sin Houw heran menyaksikan perubahan wajah
kawan seperjalanan itu, pikirnya didalam hati:
"Dia begini muda dan cakep, apa sebab wajahnya bisa
berubah menjadi sengit dengan mendadak?"
Giok Cu melihat kesan wajah Sin Houw yang
memancarkan pandang heran. Cepat-cepat ia tersenyum, dan
kembali wajahnya berubah lemah lembut. sikapnya halus dan
menawan seperti sediakala.
Tatkala itu A siong datang menyuguhkan air teh hangat,
untuk mengalihkan kesan, Giok Cu segera menghirup air
tehnya, Tak disangkanya, rontokan tehnya masih terapungapung
seperti kerumun ratusan anak nyamuk. Dia
mengerutkan alis, dan cawan teh diletakkan diatas meja
pendek dengan perasaan kesal.
Semuanya itu tak luput dari pengamatan Sin Houw, Untuk
pertama kalinya ini, ia merantau seorang diri tanpa kawan
tanpa sanak keluarga. Kecuali berbekal pengetahuan yang

558
diperolehnya dari beberapa orang gurunya dan pengalaman
hidupnya semasa berumur delapan tahun, tiada sekelumit
pengalaman lain lagi, untunglah, dia seorang pemuda yang
memiliki karunia Tuhan. otaknya hidup dan perasaannya
tajam. Melihat kesan dan gerak-gerik Giok Cu, ia memperoleh
suatu perasaan bahwa antara pemuda itu dan penumpang
empat perahu yang lewat dan berpapasan tadi, pasti terselip
suatu urusan.
Hanya saja, tak dapat ia menebak urusan apa yang pernah
terjadi, oleh pikiran itu, diluar kehendaknya sendiri ia
mengawasi dua perahu yang tadi lewat dengan cepat.
Menjelang petang hari, perahu itu singgah disebuah dusun.
Karena haus kepada penglihatan, Sin Houw menyatakan diri
hendak turun ke darat, ia mengajak Lim Tek Lin menemani,
tapi saudagar itu menolak lantaran tak dapat meninggalkan
barang dagangannya, Katanya.
"Lagi pula apa keuntungannya mendarat disebuah dusun
yang sunyi? Apa yang dapat kita lihat dan nikmati? inilah
dusun mati tak ubah sebuah kuburan panjang, tiada lain
kecuali tegalan, sawah dan pengempangan ikan."
Jelas sekali maksud Lim Tek Lin, dia hendak mengatakan
bahwa hanya bagi orang yang hidupnya tak ubah seekor katak
didalam tempurung, yang masih bisa tertarik penglihatan
sekitar dusun yang sunyi itu.
Akan tetapi Thio Sin Houw tak bersakit hati, ia seorang
pemuda yang jujur terhadap dirinya sendiri, Memang,
bukankah seorang pemuda yang sekian tahun lamanya
tersekap di atas gunung, dirinya sama seperti seekor katak
berada didalam tempurung?
Maka ia bersenyum ikhlas menerima sindiran itu, dan
seorang diri ia turun ke darat. sampai lewat magrib ia berjalan
keliling dusun dan memasuki kedai minuman. setelah membeli

559
beberapa butir buah-buahan, barulah ia kembali ke
perahunya.
Hendak ia memanggil Lim Tek Lin dan Giok Cu untuk
menemani mengerumuti buah-buahnya, tetapi mereka berdua
ternyata sudah tenggelam di balik selimutnya, setelah
berenung-renung sejenak, iapun lantas merebah-kan diri pula.
Pada waktu tengah malam, terdengarlah suara suitan
panjang samar-samar, pendengaran Sin Houw tajam luar
biasa, segera ia terbangun dari mimpinya. Dan dengan diamdiam
ia merapikan pakaiannya.
Tak lama kemudian, terdengarlah suara pengayuh perahu
meraba permukaan air. Jelas, ada sebuah perahu mendatangi
dan dengan sekonyong-konyong Giok Cu terbangun dari
tidurnya, ia bangkit dan duduk dengan mendadak.
Wajahnya nampak tegang diantara cahaya pelita perahu
yang menyala remang-remang, Ternyata ia tidur tanpa
membuka pakaian luarnya, Dari bawah selimutnya, ia
menghunus sebatang pedang panjang, Kemudian berjalan
memburu bagian depan perahu, sikapnya garang dan ganas.
Keruan saja Sin Houw terkejut dan heran, pikirnya menebaknebak:
"Apakah dia salah seorang kaki-tangan pembajak yang
sengaja menyelundup ke dalam perahu ini untuk mengincar
barang-barang dagangan Lim susiok? Kalau begitu, tak boleh
aku berpeluk tangan saja..."
selama diperjalanan, Thio Sin Houw menyimpan pedang
Gin-coa kiam dengan sangat rapinya, ia berjanji pada diri
sendiri, tidak akan sembarangan memperlihatkan didepan
orang, sebab pedang itu ditangan majikannya dahulu, pasti
sudah sangat terkenal. Ia sendiri belum mengetahui pasti,
apakah majikan pedang pusaka itu dahulu seorang pendekar

560
budiman atau seorang pembunuh kejam yang dibenci orang.
Menimbang demikian, sedapat mungkin ia
menyembunyikannya dengan rapi. pendek kata ia tak bakal
menggunakannya, sekiranya tiddk terlalu terpaksa, itulah
sebabnya memperoleh rasa curiga terhadap Giok Cu, ia hanya
menyelipkan pisau belati dipinggangnya, dan memperlengkapi
beberapa butir senjata bidiknya. Kemudian dengan hati-hati ia
mengintai di balik gubuk perahu.
Beberapa saat kemudian, perahu yang terdayung dari arah
depan telah menghampiri perahu penumpang kian dekat.
Terdengar suara kasar diatas perahu itu:
"Hai, saudara Giok Cu! Apakah benar-benar kau tidak
menghargai suatu persahabatan?"
"Kalau benar, bagaimana? Kalau tidak, kau mau apa?"
balas Giok Cu dengan suara nyaring.
"Hm! Dengan susah payah kami menguntitnya, tetapi kau
dengan enak saja memegatnya dan memakannya." kata orang
itu.
Oleh suatu tanya jawab yang nyaring dan berisik itu, Lim
Tek Lin terbangun dari tidurnya, segera ia mengintai dari balik
gubuk perahu, ia kaget setengah mati ketika melihat suatu
pemandangan yang membangunkan bulu-romanya.
Empat perahu datang menghampiri berlerotan dengan
memasang puluhan obor yang menyala terang. Belasan orang
berdiri berjajar dengan membawa senjata andalannya masingmasing,
Keruan saja ia bergemetaran, dan mulutnya
berceratukan dengan tak dikehendaki sendiri.
Thio Sin Houw mendekati dan membesarkan hatinya,
katanya membujuk:

561
"Susiok tak usah takut, perselisihan itu bukan berkisar
memperebutkan diri paman."
Sebagai seorang pemuda yang memiliki kecerdasan luar
biasa, dengan cepat saja ia dapat menebak tujuh bagian
persoalan yang terjadi di depan matanya, pastilah hal itu
mengenai suatu perebutan "rezeki" antara Giok Cu dengan
gerombolan pembajak itu. Tapi selagi ia hendak memberikan
penjelasan kepada Lim Tek Lin, tiba-tiba terdengarlah
bentakan Giok Cu setengah berteriak:
"Harta dikolong langit ini, apakah milikmu?"
"Letakkan dua ribu keping emas itu digeladak! Mari kita
bagi seadil-adilnya, Kau sebagian dan kami sebagian !" ujar
seorang berperawakan pendek kecil yang berada di perahu
kedua, "Lihatlah! jumlah kami banyak, walaupun demikian,
kami rela menerima sebagian. Bukankah kami sudah mau
mengalah ?"
"Cis! jangan bermimpi yang bukan-bukan!" jawab Giok Cu
setelah menyemburkan ludah sejadi-jadinya.
Dua orang yang berdiri dibelakang si pendek kecil nampak
menjadi gusar, lalu berkata kepada orang yang membuka
mulutnya pertama tadi:
"Jie toako, buat apa kita mengadu mulut dengan bangsat
itu?"
Dan setelah berkata demikian, dengan tiba-tiba mereka
berdua melesat dan turun digeladak perahu penumpang.
Rupanya, mereka beradat berangasan dan mudah sekali
tersinggung kehormatan dirinya.
Menyaksikan kedua perampok melompat ke perahunya,
Lim Tek Lin roboh ketakutan, Katanya menggigil:

562
"Anakku ... eh, saudara Sin Houw! Lihat, mereka bakal
kalap ..."
Thio Sin Houw menarik lengan saudagar itu, dan
dibawanya mundur sambil membesarkan hatinya:
"Susiok, jangan takut, Masih ada aku."
Pada detik itu, Giok Cu mulai memperlihatkan aksinya,
Kakinya bergerak dan menendang seorang yang tiba terlebih
dahulu diatas geladak. Begitu kena tendangannya, orang itu
terbalik dan tercebur didalam sungai.
Giok Cu tidak hanya menggerakkan kakinya saja,
pedangnya menyambar orang kedua. Dia-lah orang yang
beradat berangasan. Dan melihat menyambarnya pedang,
buru-buru ia menangkis dengan goloknya, Tapi pedang Giok
Cu luar biasa tajam, begitu membentur goloknya terkutung.
Belum lagi dia dapat berbuat sesuatu, ujung pedang
menikam pundaknya, Tiada ampun lagi, dia roboh terjengkang
bermandikan darah.
"Jie Cu Pang! perahuku bukan panggung untuk
mempertontonkan badut-badut semacam mereka!" ejek Giok
Cu dengan tertawa menghina.
"Bangsat!" maki Jie Cu Pang, Kemudian berteriak kepada
salah seorang bawahannya yang berada disampan ketiga -
"Sun Ching! Angkat si Kan Ciang ke mari!"
Sun Ching mengajak seorang kawannya, dengan
berbareng mereka melompat diatas geladak dan memapah
Kan Ciang yang tadi tertikam lengan kanannya. Temannya
Kan Ciang yang tercebur tadi sudah berenang dan merangkaki
perahunya, itulah suatu tontonan yang menyakitkan hati
kawanan perampok itu.

563
"Kami yang bernaung dibawah bendera Liong-yu pang,
selamanya belum pernah bentrok dengan pihakmu keluarga
Thio dari Cio-liang pay. Mengapa kau main serampangan
saja? Apakah lantaran terlalu yakin pada kekuatan diri sendiri?
Hm! Meskipun keluarga Thio Liang Sun menjagoi di Kie-ciu,
namun pihak kami tidak pernah merasa takut, jangan kau
menganggap kami dapat dipermainkan ...!" teriak Jie Cu Pang.
Mendengar kata-kata keluarga Thio di Kie-ciu, hati Sin
Houw tercekat.
Teringatlah dia kepada Thio Kun Cu dan temannya yang
datang diatas gunung Hoa-san hendak mencuri kitab warisan
Gin-coa Long-kun, Katanya didalam hati
"Tatkala Thio Kun Cu hendak membunuhku, bukankah dia
menyatakan diri salah seorang anggauta keluarga Thio di Kieciu?"
Terus saja ia memasang telinganya tajam-tajam.
Giok Cu mendengus, lalu menjawab teriakan Jie Cu Pang.
"Kau mengangkat-angkat keluargaku, bagus! Tapi lebih
baik janganlah kau mencoba mengambil hatiku. Jago
gadungan biasanya memang pintar mengambil hati lawan,
setelah merasakan pedasnya sebuah dupakan saja!"
Diejek demikian, Jie Cu Pang meluap darahnya, namun
masih bisa ia menguasai dirinya, Menegas:
"Coba kau tegaskan sekali lagi! Kau bisa menghargai arti
suatu persahabatan atau tidak?"
"Persetan dengan semuanya itu! selamanya aku majikan
atas diriku sendiri. Kalau aku berkenan, tak perlu aku
memperdulikan segala pertimbangan, baik mengenai sahabat
atau bukan sahabat !" sahut Giok Cu.

564
"Bicaralah yang lebih jelas lagi...!" ujar Jie Cu Pang,
"jembatan yang kulalui jauh lebih banyak daripada kau pernah
lintasi. Sudah sewajarnya, aku harus berpegang pada tata
santun pergaulan. Tapi tata-santun bukan berarti aku sudah
merasa takut padamu, kau mengarti? Nah, katakan yang
tegas! Jangan menggunakan kata-kata berputar tak keruan!
Kalau memang tiada jalan lagi, nah, barulah kita mencobacoba
ketajaman senjata. Dengan begitu, di kemudian hari aku
tak bakal dituduh ketuamu main kuasa-kuasaan terhadap
bocah ingusan!"
Dengan kata-katanya itu, jelaslah bahwa Jie Cu Pang
segan dan menghargai keluarga Thio yang menjagoi di Kieciu,
sebaliknya Giok Cu malahan menjadi besar kepala.
Dengan tertawa melalui hidungnya, ia berkata:
"Dengan berbekal kepandaian badut, kalian mencoba
hendak menghinaku? Eh, kalian benar-benar tak tahu diri."
Sampai disitu tahulah sin Houw, bahwa mereka bakal
mengadu senjata. Baginya, latar belakang pembicaraan itu
sudah jelas. Jie Cu Pang dari pihak Liong-yu pang sedang
mengincar calon mangsanya, tetapi kedahuluan Giok Cu. Jie
Cu Pang jadi tak senang hati dan minta bagian, tapi Giok Cu
menolak, pemuda ini tipis perawakannya, dimanakah dia
menyimpan harta rampasannya? pastilah yang berada
didalam buntalannya itu, Pikir Sin Houw:
"Mereka berdua setali tiga uang, sama-sama jahat dan
sama-sama penyamun, biarlah mereka bercakar-cakaran, Apa
perduliku?"
Dalam pada itu perkelahian mulai terjadi, perahu
penumpang milik A siong cukup leluasa untuk dibuat
gelanggang mengadu senjata, Dengan membawa sepuluh
orang Jie Cu Pang melompat kedalam perahu penumpang, ia
membawa sebilah golok besar mirip golok penyembelih lembu.

565
Di depan Giok Cu, ia membungkuk hormat sebagai suatu
tata santun, rupanya ia mau mengesankan bahwa dirinya
adalah seorang yang mengarti tata-tertib, Katanya:
"Sekalian teman-temanku ini bukanlah tandingmu, aku
tahu! Karena itu, biarlah aku mewakili mereka mencoba
ketajaman pedangmu, pedang keluarga Thio yang menjagoi di
Kie-ciu!"
"Hm!" dengus Giok Cu. "Kau hendak maju seorang diri
atau main keroyok?"
Jie Cu Pang tercengang sejenak, kemudian tertawa.
sahutnya dengan mendongakkan kepalanya:
"Kau benar-benar bocah tak tahu diri, kau anggap apa aku
ini? Kalau masih mempunyai teman, suruhlah dia keluar dari
dalam gubuk perahuI Biarlah dia menjadi saksi agar di
kemudian hari aku tidak dituduh orang berbuat sewenangwenang
terhadap salah seorang anggauta keluarga Thio!"
setelah berkata demikian, ia berseru lantang: "Sahabat
seperjalanan! silahkan engkau menjadi saksinya!"
Dua orang bawahannya menghampiri gubuk perahu,
sambil menjengukkan kepalanya ke dalam gubuk, mereka
berkata mempersilahkan kepada saudara Lim Tek Lin dan Sin
Houw:
"Sahabat! Kami mengundang kalian untuk menjadi saksi
keramaian ini!"
Saudagar Lim menggigil ketakutan, tak dapat ia memberi
jawaban. Dengan pucat lesi ia berpaling kepada Thio Sin
Houw mencari pertimbangan. Kata Sin Houw meyakinkan:
"Susiok, mereka hanya menghendaki kita untuk menjadi
saksi saja, Marilah kita keluar!"

566
Thio Sin Houw menuntun lengan Lim Tek Lin keluar gubuk,
sementara itu, Giok Cu sudah tak sabar lagi, Lantang ia
berkata:
"Jadi kau benar-benar membutuhkan saksi? Baik! Tetapi,
tontonan apakahyang hendak kau pamerkan kepada saksi?"
Setelah berkata demikian, pedangnya terus saja menikam
pinggang. Jie Cu Pang bertubuh besar, tak ubah anak
raksasa, Meskipun demikian, gerakannya gesit dan ringan.
Dengan sebat ia menangkis, goloknya berkelebat kesamping,
kemudian berputar dan menabas, inilah suatu pembelaan diri
yang hebat sekali.
Tatkala mata golok hendak menabas leher, sekonyongkonyong
berbalik dan hanya bermaksud membenturkan
punggungnya, jelas sekali maksudnya, ia tak sampai hati
memenggal leher atau membelah kepala Giok Cu dengan
sekali tabas.
Tetapi Giok Cu tak sudi menerima budi baik itu, sambil
memberondongkan tiga tikaman sekaligus ia berteriak:
"Tak usah kau berlagak seperti seorang dermawan, Hayo,
keluarkan semua kepandaianmu!"
Berbareng dengan teriakannya, ia merangsak terusmenerus
sehingga Jie Cu Pang hampir tak mempunyak
kesempatan untuk menangkis. Tiba-tiba ia kaget tatkala ujung
pedangnya Giok Cu hampir saja menyentuh bajunya, itulah
terjadi lantaran hatinya terlalu panas menyaksikan kelakuan
Giok Cu yang congkak, dan tidak memandang mata
kepadanya.
Gugup ia melesat mundur ke samping sambil
membabatkan goloknya, hatinya tergetar mengingat kejadian
tadi, Nyaris dadanya tertembus pedang si congkak!

567
"Anak sambel ini benar-benar patut dihajar babak belur!"
makinya di dalam hati, Terus saja ia membalas menyerang
dengan dahsyat. Goloknya menabas dan berseliweran dengan
sebatnya.
Giok Cu juga tak kurang gesitnya, gerakan pedangnya
makin lama makin cepat, ia pandai mengelakkan diri dan
pedangnya tiada hentinya memunahkan se tiap bentuk
serangan. sudah begitu, berkali-kali ujungnya menyelonong
menusuk dada, pinggang dan perut!
Setelah lewat beberapa jurus, Sin Houw segera
mengetahui bahwa ilmu pedang Giok Cu lebih tinggi setingkat
dari pada ilmu golok Jie Cu Pang.
Meskipun Jie Cu Pang banyak makan garam dan goloknya
jauh lebih berat dari pada pedangnya Giok Cu, namun sama
sekali ia tak berdaya menghadapi kelincahan Giok Cu, Lambat
laun ia bahkan mulai merasa kewalahan.
Seperempat jam kemudian, pernapasannya mulai
terdengar mengorong, peluh membasahi sekujur tubuhnya
dan gerak geriknya mulai lamban. Sebaliknya, rangsakan Giok
Cu bertambah hebat.
Sekonyong-konyong Giok Cu berteriak melengking, dan
berbareng dengan teriakannya itu, maka ujung pedangnya
berhasil menikam paha Jie Cu Pang yang jadi menjerit kaget
sambil melompat mundur. wajahnya menjadi pucat, tangan
kirinya mengayun. Tiga batang paku menyambar beruntun!
Giok Cu benar-benar cekatan. Di serang dengan
mendadak, sama sekali ia tidak menjadi bingung, Dua kali
pedangnya menyapu dua batang paku yang menyambar
kearahnya, sedang paku yang ketiga dihindari dengan
mengelakkan diri.

568
Ia baru hendak mengumbar mulutnya, tatkala diluar
perhitungannya kedua paku yang dapat disapunya justru
meletik menyambar dada Sin Houw. Melihat kejadian itu, ia
memekik terkejut.
Tadinya ia mengira Sin Houw seorang pendekar muda
yang sedang menyamar. Tetapi melihat pemuda itu sama
sekali tak dapat bergerak, atau tidak berdaya sesuatu untuk
menghindari letikan dua paku yang akan menembus dadanya,
ia jadi kaget dan berkhawatir.
Pada detik itu juga, ia hendak melompat untuk menolong,
Tiba-tiba ia melihat suatu kejadian yang mengherankan, kedua
paku Jie Cu Pang itu tepat sekali mengenai dada Sin Houw,
tetapi runtuh dengan begitu saja diatas geladak. Sama sekali
tak melukai pemuda itu, dan ia kelihatan diam saja seakan
akan tidak pernah terjadi sesuatu.
Sementara itu tiga perahu Jie Cu Pang telah menyalakan
obor terang benderang, semua orang menyaksikan
bagaimana kedua paku Jie Cu Pang meletik dan mengenai
dada Thio Sin Houw, setelah melihat kesudahannya, mereka
semua tercengang dan saling pandang.
Kemudian dengan berbareng pula mereka mengawasi Sin
Houw, pemuda itu pasti memiliki ilmu kepandaian tinggi,
meskipun pakaian yang dikenakan mirip pakaian seorang
pemuda kota kecil.
Tentu saja, siapapun tidak mengetahui bahwa dada Sin
Houw terlindung baju mustika pemberian Bok-siang Tojin, baju
itu tak tertembusi, dan tidak mempan tertikam senjata tajam
betapa keraspun.
Jie Cu Pang seorang perampok berpengalaman, ia melihat
sin Houw tidak roboh terkena letikan senjata pakunya. Pada
saat itu, ia melihat pula Giok Cu tertegun karena kaget, itulah

569
kesempatan yang amat baik baginya, terus saja ia
menimpukkan tiga batang pakunya lagi.
Giok Cu menjerit lantaran kaget, serangan gelap itu sukar
sekali untuk dihindari, iapun tak berdaya untuk menangkis
dengan pedangnya. Satu-satunya gerakan yang dapat
dilakukan, hanyalah mengendapkan diri. Memang dapat ia
mengelakkan paku yang pertama, tapi dua paku lainnya tepat
sekali membidik sasarannya, secara wajar ia memejamkan
matanya menunggu nasib.
Mendadak pada detik itu, terdengarlah suara benturan
nyaring, ia menyenakkan matanya, dan melihat kedua paku itu
runtuh terpelanting diatas geladak.
Giok Cu seorang pemuda yang tajam mata, sekali
menggerakkan gundu mata-nya, ia melihat gerakan Sin Houw,
Dialah yang telah menolong jiwanya, Hal itu terjadi, karena Sin
Houw sebal menyaksikan Jie Cu Pang berlaku curang, segera
ia memungut dua batang paku yang tadi runtuh didepannya
setelah membentur dadanya, dan dengan dua batang paku itu
ia memunahkan serangan paku Jie Cu Pang yang hampir saja
mengenai sasaran !
Dengan rasa terima kasih sebesar-besarnya, Giok Cu
memanggut kepada Sin Houw, kemudian melemparkan
pandangnya kepada Jie Cu Pang dengan sengit, ia
mendongkol dan timbullah rasa bencinya - dengan serta merta
ia meletik tinggi dan menyerang Jie Cu Pang setengah kalap !
Meskipun Jie Cu Pang heran melihat gagalnya pakunya,
namun ia segera tersadar terhadap kedudukan Sin Houw,
siapa lagi kalau bukan perbuatan pemuda itu.
Itulah sebabnya, ia bisa mendahului gerakan dendam Giok
Cu. Golok-nya mendahului menabas, tatkala Giok Cu masih
berada diudara.

570
Giok Cu terkejut melihat berkelebatnya golok. Gesit ia
bergerak ke-samping untuk mengelak, setelah itu baru
mencecarkan pedangnya. Kali ini dia bersungguh-sungguh,
Beberapa saat kemudian, pedangnya berhasil menembus iga,
membuat Jie Cu Pang menjerit kesakitan dan goloknya runtuh
bergemelontangan.
Masih belum puas Giok Cu berhasil melukai iga lawan, ia
melompat menghampiri dan menabaskan pedangnya. Cres ...!
Paha Jie Cu Pang terkutung, dan pemimpin perampok itu
roboh pingsan.
Anak buahnya kaget bukan kepalang menyaksikan
pemimpinnya roboh pingsan, dengan berbareng mereka maju
menyerang sambil menolong Jie Cu Pang terhindar dari maut,
Giok Cu seolah-olah terbakar hatinya, ganas ia menyapu
semua senjata yang mengarah dirinya. Dan kembali lagi tujuh
orang kena dilukai, sehingga mereka roboh dengan
bercucuran darah.
Menyaksikan hal itu, Sin Houw tak sampai hati, serunya
setengah membujuk:
"Saudara Giok Cu! sudahlah ! Berilah mereka ampun!"
Tetapi Giok Cu sedang sengit-sengitnya, ia melukai dua
orang lagi.
Sisa perampok lainnya jadi kuncup hatinya, buru-buru
mereka mencebur ke sungai menyelamatkan diri. Tak
sanggup mereka menghadapi amukan pemuda itu yang sudah
menjadi kalap.
Dengan mundurnya sisa perampok, Jie Cu Pang jadi tak
dapat tertolong. Masih ia roboh pingsan dengan berlumuran
darah. Giok Cu mendekati dan mengayunkan pedangnya,
membuat seketika itu juga kepala Jie Cu Pang tertabas
kutung.

571
Dengan sekali menggerakkan kakinya, ia mendupak tubuh
Jie Cu Pang dan tercebur didalam sungai. Kemudian ia
menusuk kepala Jie Cu Pang, setelah disontek tinggi, ia
melemparkannya pula ke dalam sungai!
Itulah suatu perbuatan yang mengejutkan dan di luar
dugaan Sin Houw, ia jadi tak puas menyaksikan perangai Giok
Cu, perbuatannya keterlaluan! ia sudah memperoleh
kemenangan, apa sebab menuruti gelora hati yang panas
sehingga tak memberi kesempatan hidup pada lawannya?
Bukankah Jie Cu Pang sudah cukup tersiksa setelah pahanya
terkutung sebelah? Diapun tadi bersikap hati-hati pula,
sebelum memutuskan persoalan dengan mengadu senjata,
seumpama dialah yang menang, pastilah ia tidak berani
memperlakukan Giok Cu dengan sembarangan.
Dia tadipun bersikap degan dan hormat kepada ketua
keluarga Thio dari Cio-liang pay.
LIM TEK LIN duduk meringkuk didekat gubuk perahu,
dengan pandang muka pucat seperti patung. itulah merupakan
pandang mata yang tergempur oleh rasa takut dan ngeri. Dan
pandangan itu, menambah hati Thio Sin Houw pepat serta
penuh sesal.
Selagi demikian, pemuda itu melihat Giok Cu me-nabasi
ketujuh orang lawannya tadi, seorang demi seorang
dilemparkan ke dalam sungai, sehingga permukaan air
menjadi merah.
Menyaksikan perbuatan Giok Cu yang bengis dan kejam
itu, para perampok lainnya segera kabur dengan perahunya.
Masing-masing hendak berusaha menolong jiwanya sendiri.
Thio Sin Houw benar-benar tertegun menyaksikan sepakterjang
pemuda itu, yang ganas luar biasa, semenjak bayi ia
dikejar-kejar lawan, seringkali ia menyaksikan seorang mati

572
tertikam didalam suatu pertempuran. Akan tetapi belum
pernah ia melihat salah seorang lawannya sekejam Giok Cu.
"Mengapa kau perlu mengutungi kepala mereka?
Bukankah mereka hanya bertujuan hendak merampas
uangmu semata ...?" Thio Sin Houw ingin memperoleh
penjelasan.
"Merekapun gagal pula, Artinya, uangmu sama sekali tak
berkurang, Kenapa main bunuh?"
Giok Cu melotot. sahutnya dengan sengit:
"Apakah kau tidak melihat sendiri betapa licik mereka?
Mereka main kepung dan melakukan serangan gelap,
umpama aku terjatuh ditangan mereka, entah perlakuan apa
yang bakal menimpa diriku. Huh! setelah pernah menolong
jiwaku, jangan kau lantas menganggap diri bisa memberi
nasehat atau menegur aku dengan sembarangan saja, Tahu!"
Thio Sin Houw terbungkam, itulah jawaban yang tak
pernah diduganya, Katanya didalam hati:
"Benar perkataan Jie Cu Pang tadi, anak ini sama sekali
tak mengenal nilai-nilai budi..."
Giok Cu sendiri nampak tak perduli, ia sibuk menyusut
pedangnya pada tepi perahu, setelah mencelupkan di dalam
permukaan air, setelah bersih, ia menyarungkan dengan
cermat. Tiba-tiba saja kesengitannya hilang, kemudian tertawa
manis sekali. Katanya ramah:
"Saudara Sin Houw, kau telah menolong jiwaku, aku
sangat berterima kasih kepadamu."
Itulah perubahan dan pernyataan di luar dugaan pula,
Untuk yang kedua kalinya, Sin Houw terhenyak, Tanpa
membuka mulutnya, ia memanggut, Heran dia menyaksikan

573
perangai Giok Cu. Mula mula ia berkesan lemah lembut, tibatiba
saja berubah menjadi seorang pemuda yang kejam
bengis.
Dan setelah memenggali kepala lawan dan menyemprot
dirinya, kembali lagi ia bersikap manis serta lembut hati, Dia
seakan-akan manusia berhati srigala atau srigala berhati
manusia. selama hidupnya, baru untuk yang pertama kali
itulah ia berkenalan dengan seorang yang berperangai
demikian.
Dalam pada itu Giok Cu memanggil A siong dan ampat
pembantunya, yang selama dalam perjalanan bertugas
mendayung perahu. Dengan upah besar, ia memerintahkan
mereka membersihkan darah yang berceceran diatas geladak.
Mereka semua kecuali takut, sesungguhnya bermata
duitan, Lagipula bukankah perahu itu, perahunya sendiri pula?
walaupun tak diperintah, merekapun bakal membersihkan juga
noda-noda darah itu, Maka tanpa membuka sepatah kata
mereka segera bekerja.
"Setelah selesai, tolong sediakan makanan malam untuk
kita semua, inilah uangnya!" kata Giok Cu menambahkan
perintahnya kepada A siong.
Tatkala itu, obor disekitar sungai telah hilang pula. Geladak
hanya dipantuli cahaya pelita remang-remang. Untuk
menghindari pandangan orang. A siong melanjutkan
perjalanan, dan menjelang fajar hari hidangan telah selesai
dimasak.
Giok Cu mengundang Sin Houw dan Lim Tek Lin makan
bersama. sambil makan ia mengoceh, tetapi sama sekali tidak
menyinggung-nyinggung soal pertempuran tadi, Juga tidak
membicarakan tentang ilmu silat sedikitpun juga.

574
"Saudara Sin Houw!" katanya riang - "Angin meniup
lembut, hawa segar seolah-olah menembus perasaan kita,
apakah tidak tepat kalau kita bergadang? Kau
bersenandunglah, dan aku yang menimpali ! "
Thio Sin Houw pernah belajar memetik khim diatas gunung
Hoa-san. Senandung dan lagu, bukan merupakan hal asing
baginya, Tapi untuk melayani Giok Cu yang berperangai aneh
ini, hatinya terasa segan. sahutnya asal jadi saja:
"Sama sekali aku tak pandai bersenandung, maafkan!"
Giok Cu bersenyum, matanya berkilat tajam. Lalu
mengalihkan pembicaraan, katanya setengah memerintah:
"Kau minumlah suguhanku!"
Dengan tenang perahu penumpang itu meluncur diatas
permukaan air. Bulan yang bersemarak di udara, sudah
cenderung ke barat. itulah suatu tanda fajar hari berada
diambang. Meskipun demikian, Giok Cu dan Sin Houw masih
saja asyik berbicara dengan menenggak minumannya, Sin
Houw hidup beberapa tahun diatas gunung, ia biasa minum
minuman keras untuk mengusir hawa dingin yang meresapi
tubuhnya.
Karena itu, ia dapat melayani minum beberapa cawan
banyaknya. Sebaliknya, yang mengherankan adalah Giok Cu.
Masih muda usianya, tapi kuat pula menegak beberapa cawan
minuman keras. Apakah diapun hidup diatas gunung,
sehingga minuman keras tidak asing lagi baginya ?
Sekonyong-konyong Giok Cu melemparkan cawannya.
Dengan sekali menjejakkan kakinya ia meletik ke belakang
buritan dan merebut kemudi. setelah merampas pengayuhnya
pula, ia membelokkan ke kiri sehingga perahu bergeser arah.
Thio Sin Houw tercengang, Kenapa pemuda itu

575
mempunyai perangai yang bisa berubah dengan mendadak?
ia memejamkan mata dan telinga, samar-samar ia mendengar
perahu terkayuh, dan muncullah sebuah perahu yang laju
dengan sangat cepatnya. Apakah hubungannya dengan
sepak-terjang Giok Cu yang tiba-tiba menjadi kalap seperti
kerasukan roh jahat?
Teka-teki itu tak usah menunggu jawabannya terlalu lama,
Begitu perahu yang bertentangan arah itu mendekati perahu
penumpang, tiba-tiba Giok Cu menggerakkan kemudinya lagi,
perahu bergeser arah dan membentur perahu yang datang
sangat laju.
"Hei!" Sin Houw kaget sampai berteriak.
Sampan yang terbentur perahu A siong, memuat lima
orang. Anak buahnya mencoba mengelakkan. Tapi perahu
yang membentur sampan itu, terlalu besar perbandingannya.
Sia-sia saja mereka berusaha sekuat tenaga, Brak! Dan
bagian ujung sampan itu mendongak tinggi karenanya, ujung
lainnya tenggelam dalam.
Tepat pada saat itu, tiga bayangan melesat tinggi diudara
dan mendarat digeladak perahu A Siong, Gerakannya gesit
dan ringan sekali.
Kini tinggal dua orang, yang masih berada didalam
sampan. Mereka adalah juru-mudi dan pembantunya, Karena
terikat pada pekerjaannya, tak sempat lagi mereka menolong
dirinya, Dengan berteriak kaget, mereka tercebur didalam
sungai.
"Tolooonnggg!" mereka berseru nyaring.
Air yang datang dari kelokan berarus deras, oleh benturan
tadi permukaan air seperti terkocak, Arus sungai berubah
menjadi gelombang-pendek tapi kuat, Dalam keadaan
demikian, juru-mudi dan pembantunya itu terseret putaran air

576
sehingga menghadapi bencana, Kalau saja terdapat sarang
buaya di dalam sungai, bakal terjadi suatu pemandangan yang
mengerikan!
"Anak ini benar-benar kejam!" pikir Sin Houw didalam hati,
Dengan sekali tarik, ia menguraikan lingkaran dadung perahu,
kemudian ia menggigit ujungnya. sebentar ia menunggu
timbulnya dua orang itu yang tercebur ke dalam sungai, lalu
dengan menggigit bagian ujung dadung ia melesat tinggi di
udara. Kedua tangannya di kembangkan dan menyambar dua
orang itu yang muncul dipermukaan air, oleh pantulan dadung
yang terikat pada tiang perahu, tubuhnya balik kembali seperti
pegas.
Dan dengan membawa dua orang itu pada kedua
tangannya, ia mendarat di atas geladak, indah gerakannya,
sehingga mereka yang menyaksikan kagum luar biasa.
"Bukan main!" mereka berseru tertahan. Dan diantara
seruan ketiga orang yang baru saja tiba diatas geladak,
terdengar pujian Giok Cu pula.
Sin Houw meletakkan kedua orang itu diatas geladak, tak
ubah dua karung goni. Kemudian ia duduk kembali pada
tempatnya semula, Dia-diam ia mengerling kepada ketiga
penumpang sampan yang tenggelam.
Yang pertama seorang laki-laki berusia kurang lebih
limapuluh tahun. Tubuhnya kurus kering dan berkumis jarang,
Yang kedua berumur kurang lebih empat puluh tahun
tubuhnya kekar dan kasar. Dan yang ke tiga seorang wanita
berumur tigapuluh tahunan.
sambil tertawa guram, orang tua itu berkata kepada Sin
Houw:
"Anak muda, kau hebat sekali! siapakah gurumu? siapa

577
pula namamu?"
Thio Sin Houw bangkit dari tempat duduknya, dengan
memanggut hormat dia menyahut:
"Orang menyebut namaku Sin Houw, Kedua tuan itu
terancam bahaya, aku jadi tak sampai hati membiarkan
mereka mati tenggelam, Maafkan atas kelancanganku, sekalikali
bukan maksudku hendak memamerkan diri."
Orang tua itu tercengang mendengar suara Sin Houw yang
bernada sopan dan halus. Kemudian ia berpaling menghadapi
Giok Cu, berkata tajam:
"Pantas kau berkepala besar! Kiranya kau mempunyai
seorang pembantu, yang berkepandaian tinggi. Apakah dia
salah seorang sahabatmu?"
Wajah Giok Cu berubah merah padam - tegurnya:
"Kau seorang berusia tua, kau hargai dirimu sendiri agar
tak perlu menerima cacianku yang tak enak!"
Thio Sin Houw teringat akan ketajaman lidah Giok Cu. Dia
sendiri seorang pemuda yang selalu menghargai seorang tua
diatas kehormatannya sendiri. Karena itu, hatinya tak enak
apabila menyaksikan adu mulut yang akan menyeret dirinya,
pikirnya didalam hati:
"Mereka semua nampaknya bukan orang baik-baik,
rasanya tidak patut kalau aku membiarkan diriku terseret arus
..."
Terus saja ia berkata tegas:
"Aku dan saudara Giok Cu ini baru saja berkenalan. itupun
secara kebetulan pula, lantaran berada disebuah perahu yang
sama. Jadi, tidaklah tepat, apabila disebut sebagai suatu

578
sahabat. perkenalan bukanlah berarti persahabatan !
Meskipun demikian, ingin aku mengemukakan sebuah saran,
Apabila di antara kalian terjadi suatu perselisihan hendaklah
diusahakan agar menjadi damai saja. Dengan begitu kalian
semua tidak akan merusak sendi-sendi perdamaian yang perlu
kita himpun sesama hidup ... !"
Ini bukan saran, tapi sebuah pidato. Tak mengherankan
Giok Cu yang berwatak angin-anginan, mendadak membentak
sambil melotot:
"Geladak perahu bukan lantai sebuah kuil, mengapa kau
berkothbah dan mengoceh tak keruan? Jika kau takut, pergilah
kau lompat kedarat!"
Untuk yang kedua kalinya, Thio Sin Houw tertumbuk batu,
pikirnya di dalam hati:
"Belum pernah selama hidupku, aku bertemu dengan
seorang pemuda sekasar dia ..."
Begitu menyaksikan sikap galak Giok Cu terhadap Sin
Houw, yakinlah orang tua itu bahwa mereka berdua memang
bukan sahabat. Keruan saja hatinya girang bukan kepalang.
serunya kepada Sin Houw:
"Saudara Sin Houw! Kau tidak mempunyai tali
persahabatan dengan anak itu, bagus sekali! Aku
mengucapkan selamat. Tunggulah sebentar, kalau
persoalanku dengan anak itu sudah beres, nanti kita bicara,
Boleh kita mengikat tali persahabatan."
Thio Sin Houw tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan
mundur keluar gelanggang. Dan orang itu lantas menghadapi
Giok Cu, berkata menyabarkan diri.
"Anak! usiamu masih muda sekali, akan tetapi
perbuatanmu sangat bengis. Jie Cu Peng memang bukan

579
tandingmu tak mengapa kalau hanya kau lukai. Tapi mengapa
kau menghendaki jiwanya pula?"
"Aku seorang diri, sedang mereka berjumlah banyak.
perawakan tubuh merekapun kuat dan perkasa, Sudah begitu
mereka main keroyok pula, Kalau aku tidak melawan dengan
keras, apakah yang bakal terjadi atas diriku?" balas Giok Cu
dengan suara garang,
"Kau kini mendadak menegur pula. Hmm, apakah tidak
bakal ditertawai orang karena mau menang sendiri, terhadap
seseorang yang berusia jauh lebih muda? Jika kau merasa
mempunyai kepandaian, mengapa menunggu sampai aku
sudah berhasil? coba katakan, siapakah diantara kita ini yang
lebih jujur! Aku atau kau!"
Perkataan Giok Cu diucapkan dengan halus tetapi tajam,
dan orang tua itu jadi bungkam dibuatnya, Tiba-tiba seorang
perempuan tua yang berdiri di antara mereka, membuka
mulut:
"Hei, anak setan! Orang tuamu itu terlalu memanjakan
dirimu, sehingga kau tak mengerti tentang adat istiadat -
siapakah ayah-ibumu? Apakah mereka tak pernah
mengajarimu, agar kau bisa menghargai orang tua yang
usianya jauh diatasmu?"
"Huh!" dengus Giok Cu. "Tak usah dia perlu berusia lanjut,
kalau saja bisa menghargai diri sendiri aku tentu akan
menaruh hormat kepadanya? Orang tua semacam kalian,
harus aku hormati dan aku hargai apanya?"
Merasa kena dicaci, orang tua itu tak dapat lagi menguasai
rasa gusarnya, tangannya melayang dan menggempur hiasan
perahu, Kena gempurannya, hiasan kayu itu gempur
berantakan,

580
Melihat tenaga besi orang tua itu, Giok Cu berkata:
"Hei, kakek! siapa yang tak kenal kepandaianmu yang
hebat itu? semenjak dahulu aku tahu, Sekiranya ingin pamer
kepandaian, seyogyanya kau pertonton-kan dihadapan
sekalian paman-pamanku."
Rasa gusar orang tua itu kian meluap, bentaknya:
"Hem! Kau hendak menggertak dengan menyebut pamanpamanmu?
siapa paman-pamanmu itu? Sekiranya sekalian
paman-pamanmu dan kakekmu mempunyai kepandaian, tidak
bakal membiarkan ibumu kena diperkosa orang. Tak nanti
pula kau dilahirkan sebagai anak haram!"
Meluap hawa amarah Giok Cu. wajahnya merah padam.
Tetapi diantara luapan rasa amarahnya, terdapat rasa duka,
malu dan pedih. justru demikian, kesan wajahnya mendadak
menjadi suram seram. Matanya menyala bagaikan bara api!
Laki-laki yang bertubuh kekar dan perempuan yang berada
disampingnya tertawa berkakakan melihat kesan wajah Giok
Cu. Mereka seakan-akan melihat suatu tontonan yang lucu,
Dan pada saat itu, Sin Houw menatap wajah Giok Cu, ia
nampak mengalirkan air mata. Dan melihat air mata itu, diamdiam
Sin Houw heran dan terharu, pikirnya:
"Dia lebih berpengalaman daripada diriku, mengapa ia
menangis?"
Berpikir demikian, tiba-tiba Sin Houw seperti tersadar. Akh,
dia menangis lantaran terhina, pikirnya. Dia seorang diri, dan
diperlakukan rendah oleh segerombolan orang tua.
Memperoleh kesadaran ini, Thio Sin Houw merasa dipihak
Giok Cu, itulah disebabkan karena ia teringat akan nasib
sendiri, yang hidup sebagai anak yatim-piatu, segera timbul
keputusannya, hendak membantu pemuda itu.

581
Sebaliknya, orang tua itu yang sudah berhasil membuat
Giok Cu menangisi nampak jadi puas. Katanya menang:
"Hei! Apa perlu menangis? Apa gunanya? sekalipun kau
menangis seribu kali sehari, tetap saja dirimu seorang anak
yang dilahirkan dari suatu perkosaan, Bukankah begitu? Nah,
serahkan emas itu! Kamipun tidak akan serakah, kami akan
menyisikan sebagian sebagai hak hidupnya jandanya Jie Cu
Pang!"
Giok Cu mendongkol sampai tubuhnya menggigil. Akan
tetapi menghadapi mereka, ia merasa dirinya tak mampu.
Dengan menangis seru, Giok Cu berteriak:
"Jika kalian hendak membunuhku, bunuhlah!
Bagaimanapun akibatnya, aku tak akan menyerahkan emas
itu!"
"Hmm begitu?" dengus orang tua itu. Tiba-tiba sajar ia
menyambar jangkar besi yang beratnya dua ratus kati, Dengan
ringan, ia melemparkannya ketepi, dan perahu penumpang
lantas saja berputar-putar kena kait, Tak lama kemudian
berhenti sama sekali.
Tak usah dikatakan lagi, bahwa pameran kepandaian
untuk yang kedua kalinya ini, membuktikan bahwa tenaga
orang tua itu memang luar biasa kuatnya.
"Nah, kau serahkan tidak emas itu...?" gertaknya,
Dengan tangan kiri, Giok Cu menyusut air matanya.
Menyahut:
"Baiklah! Akan aku serahkan. Ka-lian tunggu sebentar!"
Setelah berkata demikian, ia lari memasuki gubuk perahu,
kemudian keluar lagi. Sambil membawa bungkusan sepanjang

582
guling yang nampaknya berat sekali, orang tua itu cepat-cepat
mengulurkan kedua tangannya, hendak menerima buntalan
itu.
"lh! Begitu mudah!" dengus Giok Cu. Dengan mendadak
saja, ia melemparkan bungkusan itu ke dalam sungai. Hebat
akibat lemparan itu, selain menerbitkan suara hebat,
permukaan air pun muncrat tinggi diudara. Kemudian ia
menantang dengan suara nyaring:
"Jika kalian berani membunuhku, nah bunuhlah aku
sekarang! Kalau kalian menghendaki emas, huh! jangan kalian
bermimpi!"
Laki-laki yang bertubuh besar itu menjadi gusar bukan
kepalang, terus saja ia mengayunkan goloknya hendak
membelah tubuh Giok Cu yang menjengkelkan hatinya, sudah
barang tentu, Giok Cu tidak tinggal diam.
Serentak ia menghunus pedangnya pula, dan menangkis,
sebentar saja, mereka bertempur dengan sengit.
Laki-laki bertubuh besar lawan Giok Cu itu, bernama Wong
Bun Cit, sebagai orang yang berperawakan tinggi besar,
sudah selayaknya kalau tenaganya besar pula, Namun gerak
geriknya kaku, Goloknya menyambar-nyambar membabat dan
menabas tiada hentinya, hanya saja tak pernah dapat
menyentuh Giok Cu yang bisa bergerak gesit, Malahan
setelah mengelak dua tiga kali.
Pemuda itu mulai membalas.
"Tahan! Tahan dulu!" seru orang tua itu,
Mendengar seruan orang tua itu, Wong Bun Cit terus
mundur. Dan orang tua itu maju selangkah dengan pandang
tajam, katanya:

583
"Seekor harimau memang melahirkan anak harimau. itulah
kau, anak! Ayahmu memang hebat, Kalau kau sekarang bisa
berkelahi, sudah selayaknya. Hanya saja, kalau dibiarkan
lambat laun kau bisa menjadi kurang ajar, Masakan kau tidak
menghargai aku?"
Tak jelas gerakannya, tahu-tahu ia sudah berada didepan
Giok Cu, Tapi Giok Cu sendiri sudah bersiaga penuh, Dengan
pedang panjangnya, ia menikam. Cepat tikamannya, sayang
orang tua itu terlalu tangguh baginya. Dengan bertangan
kosong saja, ia dapat mengelakkan diri, Kemudian mulai
merangsak.
Mau tak mau, Giok Cu berkelahi dengan mundur, ingin ia
membuat suatu pembalasan, akan tetapi desakan orang tua
itu demikian cepatnya, sehingga ia tak memperoleh
kesempatan sedikit pun juga.
Meskipun tangannya menggenggam pedang panjang,
namun tiada gunanya sama sekali!
Dengan sekali melihat, tahulah Sin Houw bahwa orang tua
itu bukan tandingnya Giok Cu. Dalam segala hal, dia berada
diatas pemuda itu, Dan dugaannya ternyata tepat sekali.
setelah melakukan serangan sepuluh kali, lengan Giok Cu
sudah kena dicengkeramnya sehingga seketika itu juga
runtuhlah pedang Giok Cu. Dengan lengannya mendadak saja
menjadi lemas.
Begitu pedangnya runtuh bergemelontangan diatas
geladak, orang tua itu menyontek dengan sebelah kakinya.
Kena sontekannya pedang Giok Cu membalik keatas. Tangan
kirinya bergerak menangkap ujungnya, kemudian tangan
kanannya bergerak dan pedang itu patah menjadi dua bagian.
Keruan saja Giok Cu kaget setengah mati, sampai wajahnya
menjadi pucat.

584
Dan orang tua itu kemudian berkata:
"Jika aku tidak memberimu tanda mata pada salah satu
bagian tubuhmu, pastilah kau makin meremehkan diriku,
jangan khawatir, aku hanya ingin menggores pipimu saja."
setelah berkata demikian, ujung patahan pedang itu bergerak
hendak menggores pipi Giok Cu.
Giok Cu kaget bukan kepalang. Dengan muka pucat pasi,
ia lompat mundur, tetapi dengan mudah saja orang tua itu
dapat mengejarnya. Tangan kirinya yang memegang patahan
pedang mulai bergerak menjangkau, dan Giok Cu menjerit
ketakutan.
"lh!" hati Sin Houw tercekat. "Jika pipinya yang putih halus
itu sampai kena tergores, dia bakal menderita cacad seumur
hidup!"
Pada saat itu itu Giok Cu sudah berteriak lagi dengan
suara putus asa, Cepat Sin Houw menggerayangi bajunya, ia
menemukan sebuah kancing, Dan segera direnggutnya, lalu
disentilnya.
"Trang!"
Orang tua itu terkejut selagi hatinya girang, lantaran akan
segera bisa menggores pipi Giok Cu yang montok. Tangan kiri
yang memegang patahan pedang tergetar, lengannya menjadi
kesemutan. Dan patahan pedang yang berada dalam
genggamannya runtuh di atas geladak.
Menyaksikan hal itu, Giok Cu lega luar biasa, Kalau sedetik
tadi ia dalam ketakutan, mendadak saja hatinya kini berbalik
menjadi beringas. Sekali melompat, ia berlindung di belakang
punggung Sin Houw, dan terus saja memegang lengannya.
Lalu memaki:
"Hei, kampret tua! Kau benar benar berlagak. Hayoo,

585
kemari kalau berani!"
Orang tua itu sebenarnya bernama Kie Song si, dialah
pemimpin dari gerombolan perampok "Macan, Kumbang" yang
bergerak disekitar pegunungan Leng-san, ilmu andalannya
terletak pada sepasang tangannya, sehingga ia terkenal
sebagai Si Tangan Besi. selamanya belum pernah ia
bertanding dengan menggunakan senjata, dengan kedua
tangannya yang tajam mirip sebuah gunting, cukup ia merajai
disekitar wilayahnya.
Sekarang, mendadak saja ia mempunyai pengalaman
baru, Karena timpukan sebutir kancing baju saja, pedang yang
berada dalam genggamannya bisa runtuh diatas geladak.
sedang lengannya jadi kesemutan pula, padahal ia memiliki
tenaga luar biasa besarnya. inilah suatu peristiwa yang belum
pernah terjadi selama hidupnya, pikirnya didalam hati:
"lh! Kenapa anak itu mempunyai tenaga sebesar ini?"
Wong Bun Cit yang berdiri di samping Su Eng Nio,
perempuan tua itu segera menyadari akan kehebatan Thio Sin
Houw, Dan Su Eng Nio mempunyai kesan yang sama pula,
pikirnya:
"Emas sudah terbuang didasar sungai. Kalau terpaksa
mengadu tenaga dengan pemuda itu, nampaknya akan
berlarut-larut, apa perlunya?" Dan dengan pertimbangan itu, ia
lantas berseru:
"Kie toako, sudahlah! Dengan memandang kepada
sahabat kita, Sin Houw, sebaiknya kau beri ampun saja anak
setan itu!"
"Huh!" dengus Giok Cu selagi Su Eng Nio belum selesai
bicara, "Setelah melihat orang berkepandaian tinggi, lantas
saja hendak mengangkat kaki, Ih, lagakmu benar-benar lagak

586
bangsat, terhadap orang yang kiranya lemah berani main hina,
Tapi begitu ketumbuk batu, buru-buru bersedia hendak bersimpuh,
Huuu ... mentang-mentang jadi begal pasaran ..."
Bukan main tajam mulut Giok Cu, sampai Sin Houw
mengerutkan dahinya. pikirnya didalam hati:
"Anak ini benar-benar seperti seorang bocah saja, Baru
saja lolos dari lobang jarum, mulutnya sudah begini jail,
apakah dia tak bisa melihat gelagat?"
Dilain pihak kena ketajaman kata-kata Giok Cu, Su Eng nio
terdiam, ia jadi serba salah. Melayani, salah. Tidak melayani,
salah juga. Sebaliknya, si Tangan Besi Wong Bun Cit yang
berpengalaman, bisa mencari jalan lain, Katanya ramah
kepada Sin Houw:
"Saudara Sin Houw, kau hebat...! Kebetulan sekali
rembulan sudah condong jauh ke barat. sebentar lagi udara
bakal terang benderang kena cahaya matahari, bagaimana
kalau kita berolah raga sebentar?"
Ketua gerombolan Macan Kumbang - Wong Bun Cit telah
menantang. Dalam
hatinya, memang ingin mencoba-coba ilmu saktinya yang
telah merajai di wilayahnya, Mengingat usia Sin Houw yang
masih muda belia, ia yakin bahwa dirinya bakal menang.
Thio Sin Houw jadi bimbang, pikirnya didalam hati:
"Jikalau aku melayaninya, meskipun belum tentu kalah,
akan tetapi setelah bergerak satu-dua jurus, berarti pula aku
telah membantu Giok Cu.
Kam Song Si ini, meskipun sudah keriputan, nampaknya
pendekar dan licin jalan pikirannya. Apakah gunanya aku
menanam bibit permusuhan kepadanya?"

587
Dan oleh pikiran itu, cepat-cepat ia membungkuk memberi
hormat. Katanya:
"Selama hidupku, baru untuk pertama kali inilah aku
merantau. Karena itu, aku belum tahu tingginya gunung dan
tebalnya bumi, Wong susiok. Bila dibandingkan dengan
kepandaianmu kepandaianku ini sama sekali tiada arti. Karena
itu, bagaimana aku berani melayani susiok?"
Kam Song si tersenyum, pikirnya didalam hati:
"Tak kusangka meskipun masih begini muda, pandai
membawa diri, inilah kesempatan sebaik-baiknya untuk
mengundurkan diri secara terhormat." Maka berkatalah dia:
"Sahabat Sin Houw! Kau bersegan-segan terhadap diriku,
mengapa?"
Tiba-tiba ia mendekati Giok Cu sambil mendelik, katanya
kasar:
"Dikemudian hari, meskipun tulang tulangku telah keropos,
masih ada waktu untuk menghajarmu, tahu?" setelah berkata
demikian, ia menggapai Jie Cu Pang dan berseru:
"Mari!" ajaknya.
Sekonyong-konyong Giok Cu, si mulut jail berseru:
"Hai, orang tua! Lagakmu saja seperti seorang locianpwee.
Melihat hebatnya kepandaian saudara Sin Houw,
terus saja kau mencari alasan mundur, Bukankah begitu?"
Giok Cu sengaja mengejeknya untuk melampiaskan rasa
mendongkolnya. Kecuali itu, ingin pula ia menyaksikan Kam
Song si bertempur melawan Thio Sin Houw, Didalam hati ia
percaya, bahwa ilmu kepandaian Sin Houw lebih tinggi dari

588
pada situa itu.
Kam Song si jadi serba salah, dadanya panas, serasa
hendak meledak.
Namun masih bisa ia menguasai diri, berkata kepada Sin
Houw:
"Saudara Sin Houw! Meskipun usiamu masih muda, akan
tetapi kau mengenal arti kata suatu persahabatan. itulah
sebabnya aku memanggil saudara kepadamu, Mari! Mari kita
bermain segebrak dua gebrak saja, biar anak setan yang tak
tahu diri itu tidak mengira bahwa aku tidak mempunyai
keberanian."
Thio Sin Houw sebenarnya tak senang hati pula
mendengar mulut jail Giok Cu, mendengar ucapan Kam Song
Si maka ia menyahut.
"Susiok! Mengapa kau mendengarkan ocehan seorang
anak kecil? Aku kira dia hanya melepaskan kata-kata sejadijadinya
saja."
"Kau tak usah khawatir, saudara Sin Houw! Akupun tidak
akan berkelahi dengan sungguh-sungguh." ujar Kam Song Si
mendesak.
Dan pada saat itu, Giok Cu berkata lagi dengan suara
tajam:
"Mulutmu memang bilang tidak takut, tetapi hatimu
sebenarnya berdegupan, Sekiranya tidak begitu, tanganmu
yang ganas masakan tinggal diam saja? Idiiih! Masih bisa kau
bicara tentang persahabatan segala? Tetapi memang,
memang lebih baik jangan bertempur saja! Tetapi demi Tuhan,
sampai seusia ini belum pernah aku menyaksikan kelicikan
seorang ketua gerombolan perampok seperti dirimu, Maka dari

589
itu lebih baik kau jangan bertempur saja."
Meluap hawa amarah Kam Song si . Diluar kehendaknya
sendirif tiba tiba tangannya bergerak menampar wajah sin
Houw, Akan tetapi belum sampai pada sasarannya, cepat ia
menarik tangannya kembali. Lantas berkata:
"Saudara Sin Houw, mari. Aku ingin belajar kenal dengan
ilmu kepandaianmu!"
Didesak demikian rupa, Sin Houw tak dapat mundur 1agi.
segera ia lompat ketengah gelanggang, dan berkata dengan
suara hormat:
"Baiklah, Hanya saja, sudilah susiok menaruh iba
kepadaku."
"Kau baik sekali, sahabat Sin Houw, silahkan!" sahut Kam
Song si dengan suara menantang.
Thio Sin Houw tertegun sejenak.
Meskipun ia baru untuk pertama kalinya merantau seorang
diri, tetapi sejak belum bisa beringus sudah kenyang
mengenal lagak-lagu seorang pendekar.
Maka tahulah dia, apabila tetap membawa sikapnya yang
merendahkan diri terus-menerus, berarti pula merendahkan
orang tua itu. segera ia mengayunkan pukulan jurus Hok-houw
ciang yang pertama, sasaran yang dibidiknya adalah dada
lawan.
Kam Song Si tercengang, Juga kedua rekannya. Tadinya
mereka bertiga mengira, pemuda itu berkepandaian sangat
tinggi. Sama sekali tak terduga, bahwa pukulannya begitu
sederhana saja, seperti diketahui jurus-jurus ilmu Hok-houw
ciang memang sangat sederhana. Pukulan-pukulannya mirip
pukulan-pukulan ajaran pengantar ilmu silat.

590
Sama sekali tiada tipu-tipu muslihat atau keistimewaannya,
seorang pendekar rendahan pun bisa memunahkan tiap
serangannya dengan mudah. Malahan seorang tukang pukul
biasapun, akan sanggup melawan dengan baik asal saja
memiliki tenaga jasmani yang kuat, itulah sebabnya, Giok Cu
pun yang sudah merasa diri terlanjur membuka mulut besar,
kecewa bukan main sampai dahinya pucat!
Sebaliknya Kam Song Si girang bukan kepalang, Dengan
hati mantap dia mulai menyerang, setiap pukulannya di sertai
himpunan tenaga sakti, sehingga terdengar angin menderuderu.
ia yakin dapat merobohkan Sin Houw dalam tiga jurus
saja. Sekiranya tidak demikian, paling tidak akan bisa
membuat pemuda itu kelabakan.
Diluar dugaan, gerakan-gerakan pemuda itu yang
nampaknya sederhana saja, ternyata gesit dan licin luar biasa,
Betapa dia menghujani pukulan-pukulan deras dengan
berbagai tipu-tipu muslihat tinggi, tetap saja tak mampu
menyentuh tubuh Sin Houw, Keruan saja ia jadi terkejut dan
terheran-heran, Dirasakannya suatu keanehan yang sangat
tak dapat dimengerti.
Mengapa pukulan-pukulan dan gerakan-gerakannya yang
sederhana itu, tak dapat terkejar oleh pukulan Tangan Besi
yang termashur kecepatannya sejak puluhan tahun yang lalu?
Sama sekali ia tak pernah mimpi, bahwa diatas puncak
gunung Hoa-san, seorang petapa sakti bernama Bok Jin
Ceng, telah berhasil meniupkan nyawa baru ke dalam jurusjurus
Hok-houw ciang yang sederhana. Dan pemuda itu telah
mewarisinya dengan sangat sempurna, ia pun tak pernah
mengira pula, bahwa seorang pendekar besar lainnya
bernama Bok-siang Tojin, telah mewariskan ilmu kepandaian
"Mengejar Angin" kepada pemuda itu, Maka ditangan pemuda
itu.
Hok-houw Ciang mendadak saja berubah kemujijatannya.

591
Tubuhnya berkelebatan tak ubah bayangan saja!
Keruan saja Kam Song Si makin lama makin menjadi
sibuk. Bagaimana ia berusaha, tetap saja tak dapat mendekati
tubuh Sin Houw, ia malah merasa diri kena libat terusmenerus.
Akhirnya ia berpikir didalam hati:
"Teranglah sudah, bahwa ia tidak bermaksud jahat
terhadapku agar aku tak usah menanggung malu, Meskipun
demikian kalau kesudahannya aku tak dapat berbuat sesuatu,
bocah setan itu akan memperolok aku juga, Lantas bagaimana
baiknya?"
Dirumun pikirannya sendiri , kesibukannya berubah
menjadi rasa cemas.
Dengan serta-merta ia menghimpun seluruh
kepandaiannya, lalu melancarkan serangan dengan sungguhsungguh
dan cermat. Gerakannya dipercepat, sedang tiap
pukulannya membawa ancaman maut, Meskipun demikian,
tetap saja nihil, seakan-akan tiada bedanya dengan
pukulannya yang pertama.
Pada saat itu Sin Houw berpikir didalam hati:
Sesungguhnya tidak mudah orang memiliki ilmu Tangan
Besi setinggi dia, aku harus berani mengalah, agar dia tak
usah menanggung malu menghadapi si mulut jail Giok Cu..."
Setelah memperoleh keputusan demikian, ia sengaja
menggelincirkan sebelah kakinya, seketika itu juga geraknya
menjadi lambat.
Kam Song si girang melihat adanya suatu lowongan.
Tetapi didalam hati tiada niatnya hendak mencelakai pemuda
itu, ia hanya ingin merobek kain bajunya saja, artinya ia sudah
memperoleh kemenangan. Demikianlah, dengan cepat

592
diterkamnya pundak Sin Houw, Bidikannya tepat, tetapi
kesudahannya ia heran bukan kepalang, Jelas sekali
terkamannya sudah berhasil mencekeram daging, tetapi tibatiba
daging yang dicengkeramnya itu menjadi keras dan licin.
ia kaget dan cengkeramannya itu menjadi luput seperti
seorang menangkap belut yang tiba-tiba lolos dari tangannya.
jelas ia tidak mengetahui bahwa hal itu terjadi, berkat baju
mustika Bok-siang Tojin yang dihadiahkan kepada pemuda itu
beberapa tahun yang lalu.
Sin Houw tahu diri, ia lantas lompat mundur sambil
berkata:
"Aku menyerah!"
"Akh! Kau sengaja mengalah!" sahut Kam Song Si
setengah mengeluh tetapi dengan rela hati ia tersenyum
sambil membungkuk hormat.
Justru pada saat itu, si mulut jail menimbrung:
"Memang dia mengalah, kau tahu atau tidak? syukur,
apabila kau tahu!"
Merah padam wajah Kam Song Si disemprot Giok Cu.
sebagai seorang pemimpin suatu perserikatan, tersinggunglah
kehormatannya, segera ia hendak membuka mulutnya untuk
mempertahankan kehormatannya, mendadak terjadilah suatu
peristiwa lain. Diseberang sungai beberapa puluh orang
datang berbondong-bondong dengan membawa obor
menyala. Mereka berteriak-teriak:
"Mana anak itu? Bawa kemari! Kami ingin mengiris
dagingnya demi menenteramkan arwah Jie Cu Pang!"
Giok Cu menoleh. Melihat datang puluhan orang hendak
menuntut balas kepadanya, mau tak mau hatinya menjadi
kuncup, segera ia memepetkan tubuh kepada Sin Houw.

593
"Kam Cay Sim! Bawalah seseorang kemari !" perintah Kam
Song Si.
Dengan cepat, sampai lah rombongan itu ditepi sungai.
Akan tetapi perahu A siong berada agak jauh dari tepi.
Dua orang lantas terjun kedalam air, mereka berenang
timbul-tenggelam seakan akan dua ekor ikan terbang. Dalam
sekejap saja sudah meloncat keatas geladak.
"Bungkusan emas sudah di lemparkan anak setan itu ke
dalam air, panggil teman-temanmu dan cari bungkusan emas
itu" teriak Wong Bun Cit sambil menuding kearah terlemparnya
bungkusan emas. Dan menerima perintah ketuanya mereka
berdua lantas saja terjun ke sungai lagi.
Ciok Cu yang memepetkan badannya pada Sin Houw,
menarik lengan pemuda itu dan berkata dengan suara
memohon:
"Mereka hendak membunuh aku tolonglah aku!"
Thio Sin Houw menoleh, ia melihat wajah Giok Cu yang
sedih mengibakan hati. Lantas saja ia memanggut.
"Kalau begitu, kau tariklah jangkarnya selagi mereka sibuk
mencari bungkusan emas itu!" bisik Giok Cu yang merasa
bersyukur.
Gerak-gerik Giok Cu sudah barang tentu tak lepas dari
perhatian Kam Song Si, segera ia bertindak, Akan tetapi ia
kalah sebat. Tiba-tiba saja Giok Cu menyambar sebuah
bangku tempat bergadang, yang terletak ditepi perahu lalu
dilemparkannya kearah ketiga musuhnya.
Inilah kejadian diluar dugaan. Su Eng Nio dan Wong Bun
Cit yang tidak menduga sama sekali bakal diserang secara

594
mendadak, tak sempat lagi mengelakkan diri, Mereka berdua
tercebur ke dalam air.
Kie Song Si masih sempat menangkis sambaran bangku
itu, Dengan tangannya yang kuat bagaikan besi, ia
menangkap kaki bangku itu, Lalu dengan sekali remas kaki
bangku itu patah berantakan. Berbareng dengan itu, ia
melompat ketepi perahu. ia bebas dari serangan Giok Cu,
akan tetapi bingung melihat kedua rekannya tercebur ke
dalam sungai.
Itulah sebabnya, lantaran ia tahu kedua rekannya itu tak
pandai berenang. sedangkan Kam Cay Sim dan kawannya
pada waktu itu sudah menyelam kedasar sungai, dan jaraknya
agak jauh, Tetapi ia seorang yang berpengalaman, segera ia
menjangkau sebuah bangku yang berada di tangannya, sambil
menggenggam sebelah kaki bangku itu erat-erat, Maksudnya,
agar mereka berdua dapat menyambar ujung kaki bangku
masing-masing sebelah. Kemudian segera akan dihentakkan
keatas,
Tiba-tiba saja hatinya menjadi panas ketika teringat
kepada Giok Cu.
Menuruti kata hatinya, tak sudi ia membiarkan anak itu tak
berbalas, Maka ia lemparkan bangku itu ke sungai sambil
berseru:
"Apungkan diri kalian dengan memegang bangku itu
sebagai alat pengapung! Anak itu biarlah kuhajarnya mampus
dahulu!"
Berbareng dengan seruannya, ia menyambar penggayuh
salah seorang anak buah A siong.
Giok Cu pun berbuat demikian pula dengan membolangbalingkan
penggayuh itu sebagai penggada, Giok Cu

595
melindungi mukanya rapat-rapat.
"Kau tariklah jangkarnya, cepat!" serunya kepada Sin
Houw.
Dengan sebat sekali Thio Sin Houw menyambar tali
jangkar, kemudian dihentakkan. Dan jangkar itu terangkat naik
dari gili-gili dan melayang keperahu, Hebat perbawa jangkar
yang sedang melayang itu, Nampaknya seperti wajar saja
akan jatuh diatas geladak, Tetapi sebelum itu, mendadak saja
bisa menyelonong menyambar dada Kam Song Si.
Keruan saja orang tua itu kaget.
Cepat-cepat ia melompat menyingkir Giok Cu pun berbuat
demikian pula.
Dengan demikian mereka jadi berpisah. Dan pada saat itu,
perahu bergerak mengikuti arus sungai. sedang Sin Houw
menyambar jangkar yang akan jatuh di atas geladak dengan
tenang-tenang saja.
Kam Song Si kagum menyaksikan tenaga Sin Houw, yang
dapat menyambut datangnya jangkar. selagi demikian, hatinya
tercekat pula melihat bergeraknya perahu makin lama makin
cepat. Kalau sampai terpisah dari kawan-kawan nya, bakal
celaka. Maka dengan sekali menjejakkan kakinya, ia melesat
ke tebing sungai.
Tetapi, perahu sudah terlanjur bergerak menjauhi tebing
sungai jaraknya melebihi limabelas meter.
Dengan sekali melihat, tahulah Sin Houw bahwa orang tua
itu tak akan mampu mencapai tebing. Cepat-cepat ia
mengangkat jembatan perahu dan dilemparkan keatas air.
Waktu itu Kam Song Si sudah mengeluh. Tak dapat dielakkan
lagi, bahwa ia bakal tercebur di dalam air. selagi demikian, ia
melihat kelebatnya selembar papan di depannya.

596
Betapa girang rasa hatinya, tak ter-katakan lagi. Terus saja
ia mendarat pada papan itu, kemudian dengan menjejakkan
kakinya, ia melompat ke darat.
Dalam hati ia merasa sangat berterima kasih kepada
pemuda itu, berbareng mengaguminya.
"Hai!" seru Giok Cu mendongkol, "Untuk kesekian kalinya
kau berbaik hati terhadap orang tua itu, Heh, sebenarnya kau
hendak membantu aku apa dia? Biarkan dia tercebur ke dalam
sungai, bukankah dia tidak bakal mati?"
Thio Sin Houw tahu bahwa tabiat pemuda itu aneh,
karenanya tak mau ia melayani. Terus saja ia masuk ke dalam
gubuk dan merebahkan diri. Giok Cu jadi kian mendongkol,
ingin ia mendampratnya tetapi Sin Houw bersikap
membungkam mulut. Maka terpaksalah dia merangkaki
gubuknya pula dengan muka bersungut.
*****
KEESOKAN HARINYA tatkala matahari hampir condong
ke barat, sampailah perahu A siong di Sin-bun. Thio Sin Houwmenghaturkan
terima kasih kepada Lim Tek Lin, kemudian
memberikan bayaran kepada A siong. Tetapi Lim Tek Lin
mencegah. Katanya:
"Jangan! Biarkan aku yang membayar."
Saudagar itu merasa berhutang budi terhadap pemuda itu.
seumpama tak ada dia, barang-barangnya bakal diludaskan
oleh perampok tadi malam.
Thio Sin Houw tak mau mengecewakan kehendak Lim Tek
Lin yang ingin membalas jasa, setelah menghaturkan terima
kasih, segera ia berpamit, Di luar dugaan, Giok Cu pun hendak
mendarat pula, Kata pemuda itu kepada Lim Tek Lin:

597
"Aku juga tahu, bahwa kau tak akan mengijinkan aku pula
untuk membayar sewa perahu. Tetapi aku tak sudi kau
perlakukan demikian, Aku seorang penumpang, dan aku akan
tetap membayar." dan setelah berkata demikian, ia meraup
segenggam uang emas dan ditariknya diatas meja.
"A Siong, inilah beaya perjalananku, Kau ambillah!"
A siong sebenarnya adalah seorang mata duitan, tetapi
setelah mengenal perangai dan tabiat penumpangnya yang
muda itu, tak berani ia menerima pembayaran itu lantaran
takut kena salah. Maka dengan lagak berpura-pura bodoh, ia
menyahut:
"Eh, siauw-ya, Aku tidak mempunyai uang pengembalian
..."
"Siapa yang kesudian menerima uang kembalian. itu
untukmu semua!"
A siong tercengang, Mulutnya sebenarnya sudah mengilar,
tetapi ia tak berani buru-buru menerima rezeki itu, ia jadi
nampak berbimbang, sahutnya dengan suara gemetar:
"Tak usah sebanyak itu ..."
"Akh! Kau juga termasuk bangsa cerewet!" bentak Giok
Cu. "Kalau kau tak mau menerima, aku akan membocorkan
perahumu!"
Diancam demikian, A siong kaget seperti disambar petir,
gugup ia menyahut:
"Oh, kalau begitu terima kasih."
Giok Cu kemudian membuka bungkusannya. Begitu

598
terbuka, sinar gemerlapan memantul keluar oleh cahaya
matahari. Dengan serta merta ia meletakkan di atas alas meja,
lalu dihitungnya, semuanya berjumlah tiga ratus potong emas,
ia membagi menjadi dua bagian, yang sebagian segera
dimasukkannya ke dalam bungkusan pakaiannya dengan
cekatan. Dan sebagian lagi disorongkan ke depan Sin Houw.
"lni bagianmu!" katanya.
"Apa?" Sin Houw tercengang.
Giok Cu tertawa puas, dan wajahnya mendadak saja
kelihatan manis. Katanya:
"Apakah kau mengira aku benar-benar telah membuang
emas rampasan ini ke dalam sungai? Huh! Masakan aku
sebodoh itu. Mereka boleh menggerayangi seluruh dasar
sungai. Sekiranya berhasil, mereka akan menemukan
sebungkusan batu saja ..." setelah berkata begitu, lantas saja
ia tertawa geli.
Thio Sin Houw menghela napas. Giok Cu lebih muda dari
pada dirinya, tetapi umur semuda itu sudah bisa mengelabui
Kam Song Si, seorang pemimpin gerombolan perampok yang
sudah banyak makan garam, Benar-benar mengagumkan!
"Saudara Giok Cu, aku tak membutuhkan uang emas itu,
Kau ambillah untukmu sendiri- Kalau tadi aku membantumu
bukan lantaran uang emasmu ...." kata Sin Houw.
"Tetapi ini pemberianku kepadamu" kata Giok Cu cepat,
"Uang emas ini, bukannya kau yang merampas. Jadi bagimu,
merupakan uang emas halal! Kenapa kau berlagak sebagai
seorang pendekar berhati palsu?"
Thio Sin Houw tetap menggelengkan kepala, ia tak mau
menerima uang emas pemberian Giok Cu.

599
Lim Tek Lin adalah seorang saudagar besar. Dalam tata
hidup persoalan harta benda, bukan merupakan hal asing
baginya, Dengan sendirinya, ia mengenal baik manusia dan
perangainya. Akan tetapi melihat kedua pemuda itu, ia heran
sekali.
Yang seorang tak dapat menghargai arti uang emas, dan
yang lainnya menganggapnya masalah ringan. Yang seorang
mendesak hendak memberi, dan yang lain menolak dengan
keras. selama hidup melampaui setengah abad, belum pernah
ia melihat peristiwa demikian !
"Tak perduli kau mau apa tidak, aku harus memberikannya
kepadamu!" kata Giok Cu dengan suara nyaring, Tiba-tiba ia
melompat ke darat.
Thio Sin Houw tertegun, tetapi segera tersadar, iapun
melompat memburu. Akan tetapi Giok Cu dapat berlari cepat,
Sayang, ia ketemu batunya, Dengan sekejapan saja Sin Houw
dapat melombainya.
"Tunggu!" kata Sin Houw sambil memegat larinya, "Kau
bawa sajalah emasmu ini!"
Giok Cu berusaha menerobos melalui samping kiri dan
kanan, namun sia-sia belaka, Tanpa mampu ia melintasi Sin
Houw, Dengan sengitnya, tiba-tiba ia menyerang muka Sin
Houw.
Thio Sin Houw menangis serangan-nya, dengan tangan kiri
ia menolak, sebenarnya ia tidak menggunakan tenaga
dalamnya, akan tetapi Giok Cu kena di dorong mundur tiga
langkah.
Merasa diri tak akan sanggup lolos dari pegatan Sin Houw,
mendadak saja Giok Cu menjatuhkan diri dan duduk
bersimpuh diatas tanah. Dengan tiba tiba pula ia menangis
tersedu.

600
"Apakah aku menyakitimu?" tanya Sin Houw dengan hati
cemas. ia mengira tangkisannya tadi, membuat Giok Cu
kesakitan lengannya.
"Siapa bilang aku kesakitan?" seru Giok Cu sambil
melompat bangun. Dengan tiba-tiba saja ia melesat tinggi
melampaui Sin Houw yang sedang berjongkok.
Thio Sin Houw jadi tercengang-cengang, Dengan mata tak
berkedip, ia mengawasi kepergian Giok Cu yang tak lama
kemudian lenyap dari penglihatan.
"Benar-benar aneh tabiatnya ...." Sin Houw bergumam
seorang diri, ia kagum akan kecerdikan pemuda itu. Tetapi ia
heran pula terhadap tabiatnya yang aneh, Dengan hati geli,
terpaksalah ia membawa bungkusan emas yang diperuntuk
kan baginya. pikirnya sambil berjalan memasuki kota:
"Tak enak hatiku, sebelum dapat mengembalikan emas ini
kepadanya. Aku membantunya semata-mata bukan karena
uangnya. Kalau aku menerima emasnya seolah-olah
menerima bagianku,Dikemudian hari, bukankah aku bisa
dituduh orang bersekutu dengan dia?"
PADA MALAM HARINYA Thio Sin Houw menginap di
sebuah rumah penginapan. Di dalam kamarnya, berbagai
pertimbangan memenuhi pikirannya. Tujuannya memasuki
wilayah perbatasan hendak mencari gurunya. Tak terduga
ditengah jalan ia menemukan suatu peristiwa yang mengikat.
Bagaimana kelak ia harus mempertanggung jawabkan
emas yang dibawanya itu kepada gurunya. Rasanya sukar ia
memberikan pertanggungan jawab, Maka makin kuatlah
ketetapannya hendak mencari Giok Cu sampai ketemu,
kemudian emas itu harus diserahkan kembali. Apabila ia
menolak, akan ditinggalkannya saja.

601
Kalau tak salah, pernah ia menyebut-nyebut nama dusun
Kie-lok cun, dan keluarganya disebut-sebut orang keluarga
Thio dari Cio-liang pay. Mengapa tidak kususul saja? pikirnya
didalam hati.
Keesokan harinya, ia segera berangkat mencari jalan
menuju ke dusun Kie-lok cun, Ternyata dusun itu berada
disebelah barat gunung Leng-san. Untuk mencapai dusun itu,
setidak-tidaknya membutuhkan waktu dua hari.
Dalam usahanya mencari keluarga Thio, didusun itu Sin
Houw bertanya kepada seorang petani perempuan:
"Subo, bolehkah aku minta petunjukmu?" tanyanya.
Petani perempuan itu menatap wajahnya, dengan ramah ia
menyahut:
"Tentu, Tetapi aku ini orang dusun , nak. petunjuk apa
yang akan kau minta?"
"Tahukah subo, dimanakah keluarga Thio dari Cio-liang
pay bertempat tinggal ?"
Mendadak saja wajah perempuan itu berubah,
keramahannya tadi lenyap. Lalu menyahut kasar:
"Aku tak tahu, cari saja sendiri ...!" setelah menyahut
demikian ia melanjutkan pekerjaannya.
Thio Sin Houw heran, apa sebab perempuan itu berubah
sikapnya? sambil berjalan, ia mencoba menebak-nebak teka
teki itu, Ditengah jalan ia bertemu dengan seorang pedagang
keliling, "Nah, mungkin dia bisa memberi petunjuk." pi-kirnya.
Lantas saja ia mendekati sambil bertanya:
"Heng-tiang, bolehkah aku numpang bertanya? Dimanakah
tempat tinggalnya keluarga Thio dari Cio-liang pay?"

602
Pedagang keliling itu berhenti, ia memperhatikan pemuda
yang menanya, kemudian menegas:
"Apa perlunya saudara menanyakan tempat tinggalnya
keluarga itu?"
"Aku hendak mengembalikan bungkusan titipannya."
"Kalau begitu, anda sahabatnya, bukan? sebaiknya anda
cari saja sendiri, apa perlunya bertanya kepadaku?"
Untuk kedua kalinya, Sin Houw menjadi heran. selain itu,
ada perasaan malu menyelomot lubuk hatinya. Mengapa
orang itu tiba-tiba jadi kasar. Apakah penduduk sekitar gunung
Leng-san memang manusia-manusia kasar?
Kemudian ia mencari seorang kanak kanak yang berusia
kurang dari sepuluh tahun untuk menanyakan keterangan.
seorang kanak-kanak dibawah umur sepuluh tahun, masih
bersih tabiatnya, setelah menyelipkan dua cie uang didalam
tangannya, ia bertanya ramah:
"Adik, tahukah kau tempat tinggal keluarga Thio dari Cioliang
pay?"
Anak itu sudah menggenggam mata uang pemberiannya,
tetapi tiba-tiba saja mengembalikannya sambil menuding:
"Kau mencari rumahnya? ItuI istana yang besar itu!" dan
setelah berkata demikian, bocah itu lari menjauhi.
Kembali Thio Sin Houw heran, Tetapi dia sesungguhnya
bukan pemuda yang tak pandai berpikir. Sejak ia bertemu dan
melihat perubahan sikap petani perempuan, segera dapat
menebak delapan bagian. Kalau saja ia minta keterangan lagi
kepada seorang pedagang keliling dan seorang bocah,
semata-mata lantaran ingin memperoleh keyakinan.

603
Bukankah orang yang memperkenalkan namanya Thio Kun
Cu dahulu itu, sepak-terjangnya bengis dan kejam, Terhadap
saudaranya sendiri, sampai hati ia membunuhnya demi
memperoleh kitab sakti warisan Gin coa Long-lun, juga Giok
Cu, adalah seorang pemuda yang kejam dan aneh tabiatnya.
Bagi orang dusun yang berwatak dan hidup sederhana,
tabiat Giok Cu yang aneh itu pastilah dibencinya.
Rumah yang disebut sebagai istana oleh sibocah cilik tadi,
sebenarnya bukanlah sebuah istana dalam arti kata yang
sebenamya, Rumah itu hanya besar dan berhalaman luas,
kesannya mentereng dan angker. letaknya disebuah bukit
yang terlindung oleh gerombol pepohonan lebat.
Dari dalam halaman yang luas, Sin Houw mendengar
suara riuh orang. Kemudian muncullah duapuluh ampat orang
petani dengan membawa pacul dan kapak. Para petani itu
berkerumun dan merundingkan sesuatu diluar pagar batu.
Kemudian masuk halaman lagi sambil berteriak-teriak:
"Hei! Kalian dari Cio-liang pay! Kalian telah membunuh tiga
orang teman kami! jangan enak-enak berpeluk lutut! Apakah
kalian boleh berbuat seenaknya? Hayo, ganti jiwa ketiga
teman kami itu ...! "
Diantara mereka, terdapat delapan orang perempuan yang
membiarkan rambutnya kusut masai dan terurai. Mereka
menangis menggerung-gerung sambil memaki. Melihat hal itu,
tergeraklah hati Sin Houw, ia jadi teringat pada
pengalamannya sendiri, yang merasa diperlakukan tidak adil
oleh hidup, Maka ia mendekati, kemudian bertanya:
"Sebenarnya, apakah yang telah terjadi?"
Seseorang menoleh kepadanya. Menjawab:

604
"Saudara agaknya seorang pendatang, pastilah tidak
mengetahui apa yang telah terjadi. Keluarga Thio dari Cioliang
pay merupakan tataran tinggi diantara penduduk sini,
sejak dahulu keluarga itulah yang memegang kendali
penghidupan. Mereka semua pandai berkelahi, sehingga
menjagoi wilayah sini,"
Seorang lain lagi, menambahkan keterangan itu:
"Mereka keluarga tuan tanah yang bengis, kekayaan
mereka adalah himpunan darah kami, Kemarin mereka
mendatangi nenek Jung Cin, menagih uang sewa tanah -
nenek Jung Gin minta waktu pelunasan pembayaran sewa
tanah dalam beberapa hari saja, Mereka menjadi gusar, nenek
yang sudah keropos tulang belulangnya itu, didorongnya
dengan kasar.
Tentu saja kena dorong mereka, ia mundur sempoyongan
dan jatuh terbalik. Kepalanya membentur batu, dan ia mati
pada saat itu juga, Anak dan keponakan nenek Jung Cin
menuntut balas, mereka melabrak dengan nekad tetapi kena
dihajar roboh sehingga luka-luka berat. Apakah tindakan
mereka itu tidak kejam?"
Selagi orang itu memberi keterangan kepada Thio Sin
Houw, seorang petani lain sedang menumbuk-numbukkan
bajaknya pada pintu depan yang tertutup rapat, Dan pemudapemuda
lainnya melempari batu.
Sekonyong-konyong terbukalah pintu depan, dan sesosok
bayangan melesat keluar, sebelum orang-orang melihat tegas
bayangan itu, tujuh orang temannya telah roboh terpelanting,
kepala mereka bermandikan darah!
"Dia keji sekali!" pikir Sin Houw yang lantas menajamkan
matanya, agar memperoleh penglihatan yang lebih jelas lagi.

605
Bayangan itu berperawakan jangkung kurus, kulit mukanya
bersemu kuning, Dengan sepasang alisnya yang berdiri tegak,
siapa saja akan segera memperoleh kesan bahwa dia seorang
pendekar yang memiliki ilmu kepandaian sangat tinggi.
"Kalian benar-benar sekumpulan anjing dan babi!"
bentaknya dengan garang . "Mengapa kalian merusak rumah
kami? Apakah kalian tak mengenal aturan ?"
Biasanya, orang memaki untuk memperoleh jawaban.
Tetapi sebelum para petani sempat membuka mulutnya, dia
bergerak lagi dengan gesit. Tujuh orang terlempar jatuh
menungkurup ditanah.
"Hebat tenaga orang ini," pikir Sin Houw, "seperti potongan
jerami saja ia melemparkan orangi pastilah dia adalah salah
seorang keluarganya Giok Cu, Kalau dia dahulu menyertai
Giok Cu tak perlulah aku membantunya. Kegesitan dan
kekuatannya, bisa menandingi Kam Song Si dengan leluasa
sekali ... "
Pada waktu itu, seorang petani berusia kurang lebih empat
puluh tahun, memajukan diri, ia diikuti oleh dua orang pemuda
yang berdiri di sampingnya - kata orang itu:
"Kalian telah membunuh orang. Apakah kami hanya
berhak menabuh kentongan saja? Benar, kami ini sekumpulan
manusia-manusia miskin, tetapi kami bukan sekumpulan
anjing atau babi seperti katamu itu, jiwa kamipun sama
harganya dengan jiwa kalian!Hidung sama-sama satu, dan
telinga sama-sama dua ..."
Orang jangkung kurus itu tertawa mendengus. sahutnya:
"Jika belum aku bunuh beberapa orang lagi, rasa-rasanya
kalian anjing-anjing ini masih saja menyalak terus."

606
Sekali berkelebat, ia menangkap petani yang membuka
mulutnya itu, Tiba-tiba tubuhnya kena dijunjung tinggi.
Kemudian dilemparkan keluar pagar batu.
"Enyah!" bentaknya nyaring.
Kedua orang pemuda yang menyertai petani itu, menjadi
gusar, Berbareng mereka menyerang dengan paculnya, Yang
diserang menangkis dengan tangan kirinya, dan kedua pacul
mereka kena dihentakkan tinggi diudara lalu jatuh di atas
tanah, selagi mereka berdiri terkejut, orang jangkung kurus itu
sudah berhasil menangkap tengkuknya masing-masing,
Kemudian diangkatnya tinggi-tinggi dan dilemparkan kearah
sebuah batu besar, Jelas sekali maksud orang jangkung kurus
itu, dia hendak menghancurkan kepala mereka pada batu,
Keruan saja gerombolan petani-petani lainnya menjerit kaget.
Thio Sin Houw mengambil keputusan hendak melihat
gelagat dahulu, meskipun hatinya ikut menjadi panas
menyaksikan kelakuan orang jangkung kurus itu, pikirnya:
"Aku ingin bertemu dengan Giok Cu, kalau belum-belum
aku menerbitkan perkara, bukankah bakal menghadapi
kesukaran?"
Tetapi pada waktu itu, dia melihat melayangnya tubuh
kedua pemuda itu hendak terbentur pada batu, Kalau
dibiarkan saja, kepala mereka berdua bakal pecah
berantakan. Meremanglah bulu tengkuknya, Mendadak ia lupa
kepada segala pertimbangannya.
Terus saja ia melesat dengan menggunakan ilmu mengejar
angin ajaran Bok-siang Tojin, lantaran kesempatannya yang
sempit. Dengan kedua tangannya, ia menangkap tubuh
mereka berdua dan diturunkan perlahan-lahan diatas tanah.
Orang jangkung kurus itu terkejut, pikirnya didalam hati:

607
"Anjing-anjing dan babi-babi itu berani memasuki
pekaranganku, tak tahunya mereka mempunyai jago
andalan..." memperoleh pikiran demikian, ia membentak
sengit:
"Hei, sahabat! Apakah kau jago undangan mereka untuk
mempersulit kami."
Thio Sin Houw memutar tubuh, membungkuk hormat
sambil menjawab:
"Maafkan kelancanganku, sebenarnya tiada sangkutpautku
dengan mereka. Kalau aku mengulurkan tangan,
semata-mata karena melihat adanya ancaman jiwa, saudara
mempunyai kepandaian begini tinggi, kenapa adatmu tiada
beda dengan orang-orang dusun itu?"
Menyaksikan sikap hormat Sin Houw, orang jangkung
kurus itu heran. ia pun mendengar tutur-kata Sin Houw yang
diucapkan dengan halus. ia memuji pula kepandaiannya. Rasa
curiga dan marahnya lantas saja lenyap sebagian. Tanyanya:
"Sebenamya siapakah kau, sahabat? Apa sebab kau ikutikutan
pula mengunjungi rumah kami?"
"Namaku Sin Houw, salah satu sahabatku mungkin tinggal
disini..."
"Siapakah sahabatmu itu? Akupun merupakan salah
seorang anggauta keluarga Thio dari Cio-lang pay."
"Sahabatku itu bernama Giok Cu, usianya kurang lebih
delapan atau sembilan belas tahun. Parasnya cakap sekali,
dan mengenakan pakaian seorang pelajar."
orang jangkung kurus itu lantas manggut memaklumi,
kemudian berputar menghadapi gerombolan petani yang
belum bubar juga, Dengan sikap bengis ia menantang:

608
"Apakah kalian hendak mencari mati ? Mengapa masih
saja berkumpul disini."
Melihat Sin Houw berbicara dengan si orang jangkung
kurus itu seperti sahabat lama, gerombolan petani jadi
bimbang hatinya, Mereka melihat, Sin Houw berkepandaian
tinggi pula, Maka seorang demi seorang lantas memutar tubuh
dan pergi. sebentar saja, mereka telah bubar seperti
sekawanan burung sawah kena halau.
"Sahabat, mari masuk!" undang si jangkung kurus.
Thio Sin Houw menerima baik undangan itu. segera ia
mengikutinya dari belakang, memasuki halaman rumah yang
luas, Rumah itu sendiri, memang seperti istana, Berpendopo
luas dan bertiang sentausa, Di dinding tengah, terbacalah
sederet tulisan yang berbunyi: Thio Kan Thong, lahir dan mati
seorang diri!
Alangkah sombong bunyi tulisan itu, akan tetapi penuh
keyakinan akan kekuatan diri sendiri. Thio Sin Houw segera
menyiratkan pandang kepada perabotan rumah yang serba
mentereng. Diam-diam ia heran. pikirnya:
"Perabotan ini terdiri dari barang barang mahal, sedang
rumah ini berada di dusun. perlengkapan demikian kalau
bukan karena besarnya pengaruh, pastilah lantaran
kekejamannya memaksa penduduk untuk mencari alat
mengangkutnya. Seumpama kedua-duanya tidak, tentunya
keluarga ini kaya raya sehingga mampu membeli dan
mendatangkan perabot rumah yang mahal-mahal dari jauh."
Thio Sin Houw menyadari bahwa hati tuan rumah masih
merasa tak senang terhadapnya, walaupun nampaknya ia
ramah, itulah sebabnya., ia bersikap merendahkan hati dan
berhati-hati.

609
"Aku harap saudara mau memanggil sahabatku Giok Cu,
agar aku bisa menyerahkan barangnya." katanya mencoba.
"Giok Cu adalah adikku," sahut orang itu, "aku sendiri
bernama Kun Jie, Adikku sedang bepergian, kau tunggulah
sebentar!"
Sebenarnya Thio Sin Houw tak sudi berada didalam rumah
keluarga itu lama-lama, tetapi ia harus mengembalikan
bungkusan emas itu kepada Giok Cu, maka terpaksalah ia
menyabarkan diri, Namun sampai siang hari, Giok Cu tak
muncul-muncul juga, ia menjadi gelisah.
Apakah bungkusan emas itu diserahkan saja kepada Kun
Jie? Akh, rasanya kurang kena, ia berpikir pulang-balik.
Dalam pada itu Kun Jie memanggil para pembantu rumah
tangganya, menghidangkan makan siang, Lezat laukpauknya,
terdiri dari masakan daging babi dan ayam. Benar-benar
keluarga itu memiliki harta bertimbun, Sin Houw menggurumiti
hidangan makan siang itu dengan berdiam diri. Dalam hati, ia
mencoba menjauhkan kesan-kesannya yang buruk. Namun, ia
tetap seorang pemuda jujur, Makin ia berusaha menjauhi,
makin merumunlah kesan kesan buruknya.
Sampai matahari condong ke barat, Giok Cu belum juga
muncul. Habislah sudah kesabarannya, Lantas ia meletakkan
bungkusannya diatas meja, Sekarang, ia memutuskan hendak
menyerahkan barang itu kepada Kun Jie saja, Bukankah dia
salah seorang anggauta keluarganya? Dan yang penting
didalam hal ini, yalah jangan sampai dirinya membawa-bawa
emas yang tidak syah. Maka katanya:
"Saudara Kun Jie! inilah bungkusan milik adikmu, Tolong,
sampaikan kepadanya, sekarang idzinkan aku ..."
Belum selesai ucapannya, ia mendengar suara orang

610
tertawa riuh datang dari luar rumah. Diantaranya terdengar
suara tertawa seorang perempuan, ia merasa kenal bunyi
tertawa itu, lantas saja ia menoleh. Bukankah itu suara tawa
Giok Cu? Dan benarlah dugaannya. Di antara mereka,
nampak Giok Cu berjalan bergandengan.
"Ha, itulah! Adikku sudah pulang!" kata Kun Jie. ia bangun
dari kursinya dan keluar pendopo hendak menyambut
kedatangan mereka, Sin Houw pun akan ikut serta, akan tetapi
Kun Jie buru-buru mencegahnya. Katanya dengan suara
memerintah:
"Saudara Sin Houw, duduk sajalah ditempatmu!"
Thio Sin Houw heran. Akan tetapi ia tak dapat
membangkang kehendak tuan rumah. setelah menunggu
sekian lamanya, tetap saja Giok Cu tak muncul dihadapannya,
sebaliknya yang menemuinya lagi adalah Kun Jie. sewaktu
hendak minta penjelasan, Kun Jie berkata ramah:
"Adikku sedang ganti pakaian. sebentar lagi ia akan keluar
menemui saudara."
Pemuda itu ternyata masih harus menunggu sampai sekian
lamanya, sampai kemudian Giok Cu muncul dengan wajah
nampak berseri-seri, Katanya setengah berseru:
"Saudara Sin Houw! Aku sangat girang, kau sudi
mengunjungi rumahku."
"Kau lupa membawa bungkusanmu .." sahut Sin Houw
sambil menuding kepada bungkusan yang tadi diletakkan di
atas meja.
Melihat bungkusan itu, wajah Giok Cu berubah. Tegurnya:
"Ternyata kau benar-benar tidak menghargai aku."

611
"Bukan begitu." sahut Sin Houw cepat, "Nah, sekarang
idzinkan aku pergi." segera ia bangkit dari kursinya dan
membungkuk hormat untuk berpamitan. Tetapi Giok Cu
menolak pemberian hormatnya , ia menekap pergelangan
tangan Sin Houw, Berkata:
"jangan! Kularang kau pergi!"
Sin Houw kaget berbareng heran. ia merasakan tangan
Giok Cu sangat lunak.
"Ada satu hal yang hendak kutanyakan kepadamu,
saudara Sin Houw, Maka kuharap kau sudi bermalam disini!"
"A... aku mempunyai urusan penting, tak dapat aku
bermalam disini... kelak, kalau urusanku sudah selesai aku
akan singgah dan bermalam disini." Sin Houw menolak
dengan suara gugup.
"Tidak! Kau harus bermalam disini ...!" Giok Cu memaksa.
Tiba-tiba Kun Jie yang selama itu duduk diantara mereka,
menimbrung:
"Kalau saudara Sin Houw memang mempunyai urusan
penting, tak dapat kita memaksanya. janganlah kita
menghambat perjalanannya."
Giok Cu bersungut, wajahnya muram - setelah menyenak
napas, ia berkata mengalah:
"Baiklah, kalau kau hendak segera berlalu. Tetapi bawalah
bungkusan ini serta, saudara Sin Houw, Rumahku memang
tak pantas, dari itu kau tak sudi bermalam disini. Artinya kau
tidak menghargai aku, Baiklah ... silahkan!"
Sin Houw jadi berbimbang-bimbang, Hatinya merasa tak

612
enak membuat kecewa kenalannya itu yang bermaksud baik,
Tetapi ia harus cepat-cepat berangkat mencari gurunya,
setelah berdiri menimbang beberapa saat lamanya, akhirnya
ia memutuskan:
"Saudara Giok Cu, kau sangat baik kepadaku, Baiklah,
biarlah malam ini aku menginap disini."
Mendengar keputusan Sin Houw, maka Giok Cu menjadi
girang bukan kepalang, wajahnya berubah berseri-seri dan
terus saja ia berteriak memanggil para pembantu rumah
tangganya, memberi perintah:
"Kau sediakan makanan dan minuman hangat!"
Kun Jie nampak tak senang hati mendengar keputusan Sin
Houw, Meskipun demikian, ia tak meninggalkan tempat itu,
Masih saja ia duduk menemani mereka. Hanya saja, ia
bersikap membungkam. Giok Cu sangat gembira. ia berbicara
tentang senandung, tentang dongeng rakyat, kepercayaan
penduduk, ilmu silat dan lain sebagainya.
Sebab pada waktu itu pikirannya sedang risau hendak
menyusul gurunya yang berada dimedan perang secepatnya
maka terhadap seni budaya dan segala yang diceritakan oleh
Giok Cu, ia merasa kurang tertarik. pikirnya:
"Giok Cu ini luas pengetahuannya, akan tetapi tabiatnya
aneh ..."
Sebaliknya perhatian Kun Jie berbeda dengan adiknya,
nampaknya ia paham benar akan ilmu silat, Akan tetapi
mengenai seni budaya, ia buta sama sekali - jelas sekali, ia
menjadi muak mendengarkan obrolan Giok Cu tentang seni
budaya dan lain sebagainya. Namun tetap saja ia duduk diatas
kursinya.
Lambat laun, Sin Houw menjadi perasa, setiap kali ada

613
kesempatan, ia mengalihkan pembicaraan kepada ilmu silat.
Kun Jie lantas merasa memperoleh tempat, Dengan penuh
semangat, ia lantas menyambung. Akan tetapi baru saja
setengah jalan, Giok Cu memotongnya dan kembali lagi Giok
Cu membicarakan seni budaya atau ilmu perang.
Mau tak mau Sin Houw merasa diri seakan-akan dipaksa
untuk mengenal tabiat dan perangai mereka berdua. Giok Cu
seorang pemuda periang hati, ia berbicara dengan
perasaannya. Sebaliknya Kun Jie, dia pendiam dan angkuh,
walaupun katanya kakak Giok Cu, namun nampak nya ia
segan terhadap adiknya itu.
Terasa sekali ia selalu menghindar bentrokan-bentrokan.
Malahan manakala Giok Cu menegurnya, tak berani ia
membantah.
Tak terasa sore hari datang diam-diam, hidangan sore
segera di antarkan para pelayan. Masakannya, minuman dan
lain sebagainya lebih lengkap dan hebat dari pada siang hari
tadi, semua serba istimewa.
setelah makan, Giok Cu yang berada dalam keadaan
gembira, segera hendak melanjutkan pembicaraan. ia ingin
berbicara sebanyak-banyaknya. Tentu saja menurut seleranya
sendiri. Sin Houw sebenarnya bersedia melayani. sebagai
seorang tamu, kedudukannya berada dibawah tuan rumah.
Tetapi melihat Kun Jie yang nampak tersiksa, ia jadi tak enak
hati. Maka cepat-cepat ia berkata:
"Saudara Giok Cu, aku lelah. Perkenankan aku beristirahat
terlebih dahulu."
Giok Cu nampak kecewa, tetapi segera ia sadar.
Menyahut:
"Saudara Sin Houw, sejak kanak-kanak, aku hidup di
dusun. jarang sekali dirumahku ada tamu seperti kau. Malahan

614
untuk yang pertama kali inilah, aku mempunyai tamu sendiri.
Begitu gembira dan terima kasih hatiku, sampai ingin mereguk
dan menikmati semua perasaanku sekaligus. Maafkan
perangaiku yang tak tahu diri ini. sebenarnya, aku ingin
menyalakan lampu sebesar besarnya untuk mengajakmu
berbicara, Tetapi ternyata kau lelah. Baiklah, esok hari saja
kita ngobrol lagi."
"Saudara Sin Houw! Mari kau tidur dikamarku saja." tibatiba
Kun Jie mengajak.
"Apa?" Giok Cu melotot, "Dalam kamarmu, mana ada
tempat untuk tetamu ? Biarlah dia tidur dikamarku!"
Wajah Kun Jie berubah.
"Apa?" menegas, seolah-olah tak percaya kepada
pendengarannya sendiri.
"Ya, Kenapa?" sahut Giok Cu. "Aku sendiri, biarlah tidur
bersama ibu."
Kun Jie bungkam. Tetapi ia tidak senang mendengar
ketetapan itu, Tanpa berkata lagi, ia meninggalkan ruang
tamu, Dan kembali lagi Sin Houw menjadi tak enak hati.
"Maafkan dia, orang dusun memang kerap kali kasar." Giok
Cu mengomel.
"Akupun orang desa. Tak perlu kau memikirkan diriku
berlebih-lebihan..." kata Sin Houw mencegah.
Giok Cu tersenyum. sahutnya tak perduli:
"Kau ikutlah aku."
Dengan membawa lentera ditangan ia mendahului

615
berjalan. Sin Houw mengikuti dari belakang, ia dibawa berjalan
melintasi dua pekarangan dalam. sampai di ruangan ketiga,
Giok Cu membelok kearah utara melalui lorong rumah yang
agak panjang, Dan setelah melintasi dinding batas pagar
halaman, sampailah ia pada sebuah kamar yang pintunya
segera dibukanya, Eh, benar-benar seperti istana raja-raja,
bentuk rumah keluarga Thio dari Cio-liang pay ini, pikir Sin
Houw didalam hati.
Dan begitu pintu terbuka, mata pemuda itu silau. Bau
harum menusuk hidungnya.
Kamar itu terang-benderang oleh nyala limabelas lampu
antik.Masing-masing terbuat dari bahan perak. Api menyala
terang, Pada tembok sebelah kiri, tergantung sebuah lukisan
pemandangan alam yang indah. Dan tempat tidurnya,
merupakan perabot yang mahal harganya.
Didepan ranjang terdapat sebuah meja kecil model
kerajaan Song, kemudian sebuah jairibangan dengan bunga
yang harum semerbak. Didekatnya berdiri sebuah kurungan
persegi panjang dengan dua ekor burung nuri yang selalu
bergerak gerak.
Sejak kanak-kanak Sin Houw tak pernah mempunyai
kesempatan melihat tata indah, setelah hidup sebagai yatim
piatu, ia berada diatas gunung. Tak mengherankan, melihat
keindahan itu ia menjadi kagum dan benar-benar merasa
seperti berada dalam sebuah istana.
"inilah kamarku," kata Giok Cu. "Malam ini kau tidur saja
disini." setelah berkata demikian, ia keluar kamar tanpa
menunggu ucapan tamunya.
Thio Sin Houw lantas memeriksa seluruh ruangan kamar
dengan cermat, ia merasa biasa hidup dikejar-kejar lawan.
Dan seringkali pula melihat tata muslihat orang. Maka
terhadap sesuatu yang baru dan asing, ia selalu menaruh

616
curiga.
Apabila tiada kesan-kesan yang mencurigakan, segera ia
menutup pintunya, Kemudian perlahan-lahan ia
membaringkan diri, Mendadak ia mendengar daun pintu
diketuk hati-hati dari luar.
"Siapa?" ia bangkit.
Pintu terbuka perlahan-lahan. Kemudian muncul seorang
pelayan cantik berusia enam belas tahun. wajahnya sedap
dan nampak cerdik. ia datang dengan membawa sebuah
nampan.
"Thio sianseng, sebelum tidur silahkan makan bubur halus
lebih dulu, Kami juga membawa seguci arak." kata pelayan itu
dengan suara halus. Dan ia meletakkan guci arak diatas meja.
Selamanya, belum pernah Sin Houw bergaul atau
berbicara ramah dengan seorang gadis cantik. Gadis cantik
yang pernah dilihatnya dulu hanyalah kekasih paman gurunya,
sedang yang pernah bergaul rapat dengannya, Lie Hong
Kiauw -seorang gadis dusun yang kebenaran berparas biasa
saja.
Keruan saja melihat seorang gadis rupawan memasuki
kamarnya - ia menjadi likat, ia membalas tersenyum dengan
muka bersemu merah.
"Namaku Ong Wu Lan, panggil saja namaku Wu Lan."
gadis itu memperkenalkan diri sambil tertawa manis. "Aku
diperintahkan majikan untuk melayani siangkong, Apabila
siangkong memerlukan sesuatu, jangan segan-segan
memanggil.
"Aku ... eh ... aku untuk sementara tak memerlukan
sesuatu." sahut Sin Houw kaku, Memang tiada acara lain pada
malam itu, kecuali hendak tidur.

617
"Baik, Kalau begitu perkenankan aku mengundurkan diri."
kata Ong Wu Lan, ia membalikkan tubuh hendak berlalu. Tibatiba
ia berputar menghadap lagi, sambil berkata: "Oh, ya. Yang
membuat ?bubur halus itu, majikan sendiri. siangkong silahkan
makan, pasti istimewa..."
Thio Sin Houw tercengang, ia seperti merasa ada sesuatu
yang meraba kedua belah pipinya, sehingga ia tak mengerti
apa yang harus dikatakan. Ong Wu Lan waktu itu telah
menjauhi sambil tertawa perlahan, kemudian menutup pintu
dengan hati-hati sebelum tubuhnya hilang dari penglihatan.
Sin Houw menghela napas yang terasa menjadi sesak.
Tanpa mengacuhkan semangkok bubur itu, ia melompat
diatas tempat tidur, segera berselimut Dan begitu berlimut,
bau harum menusuk hidungnya.
"Apakah pemuda diseluruh dunia ini, selain aku menaburi
wewangian di atas tempat tidurnya?" pikirnya didalam hati,
Dan karena pikiran itu, ia jadi malu sendiri merasa diri jorok,
Dan selagi pikirannya dirumun persoalan itu, ia telah tertidur
pulas dengan tak setahunya sendiri.
THIO SIN HOUW kini adalah seorang pemuda yang
berilmu kepandaian tinggi.
Meskipun sedang tidur lelap, panca inderanya perasa
sekali.
Menjelang tengah malam, tiba-tiba ia tergugah oleh
kepekaannya sendiri. ia seperti mendengar suara, lantas saja
dilemparkannya pandangnya pada jendela yang berada
didepannya.
"Tuk - tuk - tuk!" Daun jendela terketuk perlahan tiga kali,
Kemudian terdengar seseorang tertawa lembut. setelah itu

618
terdengar bisiknya:
"Saudara Sin Houw! Apakah kau masih berkelana dalam
alam mimpimu? Lihatlah, bulan menerangi bumi, Malam
begini, sungguh sayang kalau dilalui -tanpa bergadang terlebih
dahulu. Keluarlah, alam sangat indahnya ..."
Segera Sin Houw mengenali suara Giok Cu. ia
menajamkan penglihatannya, Diluar jendela, cahaya bulan
nampak cerah. Terus saja ia melompat bangun. Sambil
memperbaiki letak pakaiannya, ia menyahut:
"Baik, Tunggu sebentar!"
Sejak memasuki rumah keluarga Thio, diam-diam
perhatiannya tergerak, sekarang ia menyaksikan untuk ke
sekian kalinya, lagak lagu tuan rumah yang aneh, Terdorong
oleh rasa ingin tahu, terus saja ia membuka daun jendela.
Kemudian melompat keluar. Ternyata di depan kamar itu
adalah sebuah taman bunga yang sedang bermekaran.
"Mari!" ajak Giok Cu yang berada tujuh langkah didepan,
Sambil membawa guci arak, ia berjalan mendahului. Sin Houw
lantas mengikuti tanpa membuka mulut, sambil menebarkan
matanya.
Cekatan Giok Cu membawa Sin Houw keluar taman,
setelah berada di luar taman, ia berlari-lari cepat menuju ke
sebuah bukit yang berada disebelah barat daya. Pagar batu
diloncatinya, dan sepak terjangnya seakan-akan tidak
menghiraukan segalanya.
Thio Sin Houw terus mengikuti dengan tetap berdiam diri,
iapun meloncati pagar dinding itu, Giok Cu sendiri tidak pernah
menoleh. setelah sampai di puncak bukit, ia menikung dua
kali, Dan tibalah pada suatu tempat yang berpemandangan
luas. Dingin halus meraba tubuh, dan kebun bunga mawar

619
yang sedang bermekaran menebarkan keharumannya,
jenisnya merah merekah dan putih bersih bercampur-baur
seperti tersulam. Di tengah bulan cemerlang, alangkah jadi
indah bersemarak.
"indah benar tempat ini, Mirip sebuah pertapaan!" seru sin
Houw kagum didalam hati, Lalu berkata:
"Saudara Giok Cu, apakah aku sedang bermimpi?"
"Tidak!" sahut Giok Cu sambil tertawa manis. "Bungabunga
ini, aku sendiri yang menanamnya. Kecuali ibu, para
pelayan perempuan, aku larang memasuki petamanan ini."
"Kenapa?" Sin Houw heran.
"Laki-laki terlalu kasar bersin-tuhan dengan bunga."
"Akh!" Sin Houw terkejut, "Kalau begitu, tak berani aku ..."
"Aku yang membawamu kemari. siapapun tak dapat
melarangnya." potong Giok Cu cepat sambil tertawa, ia
melanjutkan perjalanan menyeberangi petamanan bunga.
Setelah mendaki gundukan pendek, nampaklah sebuah
rumah kecil muncul di antara gerombolan bunga sedap
malam. Di rumah kecil itulah tujuan Giok Cu terakhir ia
mempersilahkan Sin Houw duduk diserambi depan.
"Apakah kau pernah merasakan arak simpanan yang
sudah puluhan tahun?"
Sin Houw menggelengkan kepalanya, bersenyum.
"Kau cicipilah barang dua mangkok, nanti kau bakal
ketagihan."
Thio Sin Houw tertawa, ia melayangkan pandangnya ke

620
bawah. suatu keindahan meresap didalam dirinya, Tidak
hanya itu, dirasakannya suatu kehangatan yang manis sekali.
Entah apa sebab-nya. Dan untuk beberapa saat lamanya, ia
berdiri terpaku.
"Sekarang aku akan meniup seruling, kau boleh mencicipi
arakku." kata Giok Cu sambil memperlihatkan sebatang
seruling ditangan kanannya, Katanya lagi : "Apakah kau bisa
memetik khim?"
Tak terasa Sin Houw manggut.
"Bagus!" seru Giok Cu girang, terus saja ia lari memasuki
ruangan dalam dan keluar lagi sudah menjinjing sebuah alat
musik petik yang disebutnya khim.
Melihat alat tabuhan itu, teringatlah Sin Houw kepada
gurunya, Bok-siang Tojin, Hampir dua tahun lamanya, ia
dipaksa mengiringi kehendak gurunya yang bertabiat aneh itu,
Tetapi justru demikian, ia kini jadi bisa memetik tabuhan itu,
Namun didepan Giok Cu, berkata merendah:
"Aku belajar memetik Khim tanpa guru, kebiasaanku hanya
mengiringi senandung orang, sama sekali aku tak mengenal
sebuah lagupun."
"Akh! Kau terlalu merendahkan diri." Giok Cu tak percaya.
Kemudian secara acuh tak acuh ia mengangkat serulingnya
kedepan mulut. Pada saat itu juga Giok Cu meniup lagu
kegemarannya. Mula-mula perlahan seperti berbisik kemudian
mengalun tinggi dan melengking menembus kesunyian
malam.
Mendengar tiupan seruling itu Sin Houw tertegun sampai
lupa memetik alat Khim-nya. ia merasa dirinya terbawa
mengapung diantara awan yang bergerak. Aneh! selama
hidupnya, belum pernah ia memperoleh perasaan demikian.

621
Padahal seringkali ia mendengar gurunya meniup seruling,
Dan apabila Giok Cu meletakkan serulingnya diatas
pangkuannya kembali, ia menghela napas karena kagum -
katanya:
"Saudara Giok Cu! Tak pernah kusangka, kau seorang
pemuda serba bisa, Mengapa kau begini cerdas?"
"Akh, jangan memperolok aku! Mengapa kau tak memetik
khim-mu? Apakah tiupanku tadi, tak dapat kau iringi? Coba
katakan kepadaku, lagu apa yang kau sukai?"
"Saudara Giok Cu, aku berkata sebenarnya bahwa
kecerdasan dan pengetahuanmu jauh berada diatasanku,
Bagaimana aku bisa memilih sebuah lagu yang indah,
sedangkan rasa keindahan itu sendiri belum aku mengarti
sebaik baiknya?" kata Sin Houw sungguh-sungguh.
Mau tak mau Giok Cu tertawa senang, Didunia ini,
siapakah yang tidak senang memperoleh pujian setulus hati
demikian? sahutnya:
"Benarkah begitu? Kalau benar begitu, biarlah aku yang
memilih lagunya dan cobalah kau memetik "khim,"
Tanpa menunggu jawaban, Giok Cu lantas meniup
serulingnya kembali. Sin Houw menunggu sebentar, kemudian
mulailah ia memetik alat tabuhannya. Dan begitu kedua alat
tabuhan itu berpadu, malam sunyi dan bulan yang cemerlang
terasa menjadi agung.
Dua orang pemuda itu terpekur sejenak, setelah lagu yang
dibawakan telah selesai. Keindahannya yang halus -meresap
didalam perbendaharaan hati. Sin Houw sebenarnya sering
mengiringi Bok-siang Tojin bermain Khim.
Gurunya yang lain, Bok Jin Ceng pandai meniup seruling
pula, Akan tetapi, tiupan Giok cu mempunyai bentuk

622
keindahannya sendiri. Dan keindahan itu membawa suatu
perasaan yang aneh, sampai detik itu, belum juga ia
menemukan sebab-sebabnya.
"Bagaimana? Dapatkah kau menikmati keindahannya?"
tanya Giok Cu.
"Sungguh! selama hidupku, baru malam ini aku seperti
mengarti tentang keindahan hidup." sahut Sin Houw sejadi
jadinya, "Dahulu, aku mengira hidup ini penuh siksa dan
derita, Mimpipun tak pernah, bahwa pada suatu kali aku diberi
kesempatan mereguk keindahannya yang sejati walaupun
hanya sesaat saja, Akh, apakah begini kenikmatan sorga yang
di janjikan kepada umat manusia?"
Giok Cu tertawa geli, Kata-kata Sin Houw terlalu
berlebihan, namun ia segan mengusiknya. Bahkan ia duduk
beringsut mendekati. Dan begitu berdekatan - Sin Houw
mencium bau harum yang meremangkan bulu romanya. ini
bukan bau harum bunga yang bertebaran didepannya, tetapi
bau harum ... tak berani Sin Houw menyelesaikan dugaannya.
"Sebenarnya, kau senang atau tidak aku meniup seruling?"
tiba-tiba tanya Giok Cu.
"TentuI Kenapa kau tanyakan? Begitu mendengar tiupan
serulingku, ingatanku terbawa pada masa-masa lalu tatkala
masih berada diatas puncak gunung Hoa-san." sahut Sin
Houw.
Giok Cu menoleh dan menatap wajahnya. Mulutnya
bergerak-gerak hendak mengucap kata-kata, tetapi batal
sendiri. sebagai ganti, ia meniup serulingnya lagi, Dan Sin
Houw seakan-akan mempunyai kewajiban untuk segera
mengiringkan dengan petikan khim.
Selagi nada lagu memasuki kata-kata pertengahan, tibatiba
Giok Cu berhenti dengan mendadak. seruling yang berada

623
dimulut diletakkan kebawah, Ke-mudian dipatahkan menjadi
dua!
"Hei, kenapa?" Sin Houw kaget berbareng heran.
"Serulingmu sangat bagus, kaupun pandai meniupnya,
Mengapa kau ...?"
Giok Cu menundukkan kepala, Kata-nya perlahan:
"Belum pernah selama hidupku, aku meniup seruling untuk
seseorang, Mereka semua hanya gemar membicarakan
tentang senjata tajam dan berkelahi, serta uang dan cita-cita,
Hmm!"
"Tetapi aku senang sekali melihat dan mendengar kau
meniup seruling. Tak percayakah kau pernyataanku ini?" ujar
Sin Houw dengan suara tinggi.
"Seumpama benar demikian, kaupun esok pagi akan pergi
jauh, Dan begitu kau pergi, kesunyian hidup kembali lagi,
apakah perlunya aku meniup seruling malam ini?" sahut Giok
Cu dengan suara agak gemetar.
Thio Sin Houw tercengang, Dan oleh rasanya itu, ia
berpaling menatap wajah Giok Cu yang putih bersih.
"Memang, tabiatku sangat buruk, hal itu aku telah
menyadari," kata Giok Cu lagi, "Entah apa sebabnya, aku
seakan-akan tak dapat menguasai suatu rangsang yang
datang dengan tiba-tiba. Aku tahu, kau benci aku. walaupun
kau sangat baik kepadaku, akan tetapi hatimu tersiksa karena
sifat burukku, Bukankah begitu?"
Thio Sin Houw terdiam, mulutnya seakan-akan terkunci
rapat.
"Benar begitu, bukan?" Giok Cu mengulang kata sambil

624
menghela napas pendek. "ltulah sebabnya, mulai esok hari
kau tak bakal sudi melihatku lagi, Malahan, seumpama aku
tidak menahanmu, malam ini juga kau ingin sekali
meninggalkan rumahku."
Mendengar perkataan Giok Cu, mendadak saja Sin Houw
merasa menjadi bingung, itulah disebabkan semua perkataan
Giok Cu benar belaka, sulit ia mencoba berkata:
"Saudara Giok Cu, Dalam hidupku, inilah yang untuk
pertama kalinya, aku benar-benar merasa merantau. Kau
bilang aku benci melihat perangaimu. Memang, aku harus
membenarkan perkataanmu itu. Tadinya memang aku benci
terhadapmu tetapi kini, tidak!"
"Tidak? Kenapa?" Giok Cu menegas dengan suara
perlahan. ia mengawasi Sin Houw dengan hati yang cemas
dan penuh selidik.
"Sekarang aku tahu, apa sebab kau bertabiat aneh.
sekarang akupun mengerti, apa sebab kau merasa tak dapat
menguasai suatu rangsangan yang datang dengan tiba-tiba,
Aku yakin, hal itu terjadi lantaran hatimu selalu diliputi
perasaan duka-cita. Entah duka cita apa - aku tak tahu, Tetapi
pasgi begitu..." kata Sin Houw dengan suara yakin.
Kemudian meneruskan dengan hati-hati:
"Maukah kau menceritakan kedukaan hatimu kepadaku?"
Wajah muka Giok Cu berubah. Tiba-tiba saja matanya
berlinangan, Cepat ia menundukkan kepala dan membuang
pandang - sampai sekian lamanya ia terpekur dan mencoba
menguasai diri, setelah menegakkan kepalanya kembali, ia
menatap muka Sin Houw sambil berkata perlahan:
"Benar, Kau seperti dewa peramal, Pandang matamu
seperti kuasa menembus kabut rahasia hidup. Baiklah, aku

625
akan menceritakan kepadamu segala penderitaan batinku.
Tetapi ... tetapi jangan-jangan kau lantas memandang rendah
diriku, setelah mendengar keadaan diriku."
"Walaupun aku masih muda, seumpama seorang anak
yang belum pandai apa apa, aku berjanji kepadamu bahwa hal
itu tak mungkin terjadi!" seru Sin Houw dengan suara
menyala-nyala.
Beberapa saat lamanya, Giok Cu menatap wajah Sin Houw
mencari keyakinan, kemudian ia mengumpulkan
ketabahannya untuk menceritakan riwayat hidupnya, katanya:
"Baiklah, aku percaya kepadamu, biarlah aku ceritakan
siapa diriku."
Thio Sin Houw balas menatap wajah Giok Cu, Dengan
sungguh-sungguh ia menaruh perhatian dan siap
mendengarkan setiap patah kata-kata yang membersit dari
mulut Giok Cu.
"Tatkala ibumu masih muda remaja, aku sudah dihamilkan
olehnya..." Giok Cu memulai. "Maksudku, ketika ibu masih
remaja, ia kena diperkosa oleh seorang laki-laki busuk. Dan
akibat dari perkosaan itu, lahiriah aku, Kakek tentu saja tidak
tinggal diam. Dengan berbekal kepandaiannya, ia melabrak
lelaki busuk itu. Akan tetapi kakek kalah".
Karena penasaran, kakek mengumpulkan sepuluh orang
teman-temannya, dan barulah manusia busuk itu bisa terusir
dari rumah. Tetapi dengan demikian, aku jadi tak mempunyai
ayah lagi. Nah, tahulah kau kini bahwa aku ini anak seorang
manusia busuk. Hasil dari suatu perkosaan, sekarang hinalah
aku!"
Thio Sin Houw tahu tabiat Giok Cu aneh, tetapi tak pernah
menyangka bahwa jalan pikirannya pun aneh juga. Maka
cepat-cepat ia menjawab:

626
"Sudah tentu kau sendiri tak dapat disalahkan. Kalau
memang harus ada yang disalahkan, haruslah si manusia
busuk itu."
"Akh, kau hanya menghibur hatiku saja!" ujar Giok Cu
dengan suara dalam. "Seumpama kau berada diantara
sepuluh orang, yang sembilan orang berpikir lain, Kata
mereka, justru dirikulah yang menyebabkan dan yang
membuat ibu serta manusia busuk itu terangsang napsunya.
Memang, dihadapanku mereka tak berani berkata
demikian, tetapi dibelakang aku, mereka mencemooh,
mencaci dan mengutuk diriku, Merekapun memaki-maki ibu
pula."
"Hm! siapakah yang telah berani menghina kau dan
menghina ibumu?" tanya Sin Houw dengan mata menyala.
"Baik aku berjanji kepadamu, akan membantumu meng hajar
mereka sampai jera. Manusia jail mulut itu, tak pantas kita
kasihani, saudara Giok Cu, setelah mendengar kisah hidupmu,
kini tiada lagi sisa rasa benciku kepadamu, Dan demi Tuhan,
sekiranya kau sudi menganggap diriku sebagai salah seorang
sahabatmu, aku pasti akan datang lagi kepadamu dan
bersedia menyertaimu ke manapun kau pergi."
"Oh, benarkah itu?" seru Giok Cu girang. Dan karena rasa
girangnya, kedua matanya menjadi basah, Rasa haru
menyelinap ke dalam lubuk hatinya. Mendadak ia lompat
bangun dan memeluk Sin Houw, kemudian ia menari-nari
kegirangan !
Menyaksikan kelakuan Giok Cu, sejenak Sin Houw
menjadi tercengang, ia kaget tatkala kena dipeluk. Lengannya
lembut halus. Bau harum rambutnya, terasa sedap. selagi
demikian Giok Cu menari -nari, sehingga mau tak mau ia
tertawa geli juga.

627
"Saudara Sin Houw, lihatlah! Aku begini girang, tahukah
kau apa sebabnya ...?" kata Giok Cu menguji.
"Apakah karena aku bersedia menyertaimu ke manapun
kau pergi?"
"Benar! Kau berjanji dengan sesungguhnya, bukan?" Giok
Cu berhenti menari dan menegas.
"Tak pernah aku berdusta terhadap siapapun juga, Guruku
sering berkata, bahwa untuk suatu janji seorang laki-laki harus
berani mengorbankan diri sendiri. Kalau perlu, jiwa dan
hartanya ..." jawab Sin Houw dengan suara meyakinkan.
Sekonyong-konyong terdengarlah suara gemerisik
dibawah gundukan. Sin Houw lompat bangun dan menoleh ke
arah suara itu, sesosok bayangan muncul di antara gerombol
bunga, lalu terdengar ia mendengus menggerendeng:
"Hm! Di malam buta kalian mengadakan pertemuan."
Bayangan itu bertubuh jangkung kurus, siapa lagi, kalau
bukan Kun Jie?
Wajahnya muram, ia berdiri sambil bertolak pinggang.
Terang sekali, ia dalam keadaan marah.
Giok Cu terkejut, Tetapi begitu mengenali Kun Jie, segera
ia menegur dengan kata-kata pedas:
"Kau sendiri keluyuran sampai di sini, Kenapa?"
"Kau jawablah pertanyaanmu sendiri !" sahut Kun Jie.
"Aku sedang bergadang menikmati bulan purnama dengan
saudara Sin Houw, apa salahnya?" jawab Giok Cu cepat, "Dia
berada disini karena aku yang undang, sebaliknya kau? siapa

628
yang mengundangmu? Coba bilang, bukankah siapa saja
mengetahui, kalian kularang memasuki wilayah ini? Di dunia
ini, kecuali ibu, siapapun tak diperkenankan memasuki
pertamananku. Cu suciok sendiri yang menetapkan undangundangnya,
mengapa sekarang kau berani melanggar?"
Kun Jie mendengus. sambil menuding Sin Houw, ia
berkata:
"Dan dia? Kenapa dia datang ke mari?"
"Bukankah telingamu tadi sudah mendengar? Dia datang
kemari karena aku yang undang! Berani kau mencampuri
urusanku?" bentak Giok Cu.
Tak enak hati Sin Houw menyaksikan pertengkaran mulut
itu, lantaran ia sendiri. segera ia menengahi:
"Kukira sudah cukup kita bergadang menikmati sinar bulan.
Biarlah aku mengundurkan diri saja."
"Tidak, jangan pulang dulu!" Giok Cu mencegah. "Kau
duduk sajalah."
Sin Houw yang sudah berdiri, lalu kembali duduk ditempat
semula. ia melihat muka Kun Jie semakin muram. Meskipun
dia tak berani membantah kata-kata Giok Cu, namun jelas
sekali hatinya mendongkol.
"Bunga-bunga yang kutanam di sini adalah hasil jerihpayahku
sendiri, boleh aku cabuti atau aku jual atau aku
pertontonkan kepada orang lain," ujar Giok Cu galak.
"Siapapun tak dapat mengingkari hakku itu, sekarang,
kularang kau menonton bunga-bungaku!"
"Tetapi, aku terlanjur melihat semua tanaman bungamu!"
kata Kun Jie kekanak-kanakan. "Hanya saja, aku belum
pernah menciumnya, Sekarang, biarlah aku menciumnya."

629
"Tidak boleh!" Giok Cu melarang menjerit.
Kali ini Kun Jie berani membangkang, ia menghampiri
serumpun tanaman bunga itu lalu menciumnya.
Meluap amarah Giok Cu. Serta merta ia meloncat dari
tempatnya. sekali melesat ia menyambar tangkai bunga itu,
lalu dicabutnya, setelah dilemparkan ke tanah, ia mencabut
yang lain demikianlah sampai tiga-ampat kali.
"Nah, kau sekarang puas, bukan? Benar-benar puas?" jerit
Giok Cu.
"Kau menghina aku!" Giok Cu berteriak. "Kenapa kau cium
bungaku? Biar kucabuti saja, Biar kau dimarahi susiok -
bukankah kau tahu, siapa saja aku larang melihat bungaku?
Kenapa kau malahan telah menciumnya? Biar kucabuti sajal"
Tiba-tiba ia lantas menangis sambil masih mencabuti
tanaman bunganya. Hebat sepak-terjangnya, seperti tadi, ia
mengamuk. sebentar kemudian taman bunganya telah
menjadi rusak.
Thio Sin Houw tak dapat mencegah. ia seperti tergugu
melihat watak Giok Cu. Tanaman bunganya, benar-benar
diKun Jie tetap gusar, akan tetapi ia tidak berkata apa-apa,
Melihat kira-kira ada empatpuluh batang bunga yang tercabut
berantakan, ia memutar tubuh dan berjalan dengan
penasaran. Tatkala hendak menuruni gundukan, ia menoleh
dan berkata:
"Aku selalu bersikap baik terhadapmu kenapa kau
perlakukan aku begini rupa? Coba kau pikir baik-baik, Kau
mempunyai budi pekerti atau tidak?"
Giok Cu masih menangis, jawabnya dengan ketus:

630
"Siapa yang menghendaki kau bersikap baik kepadaku?
Jika kau tidak senang melihatku, silahkan kau mengadu
kepada paman. Biarkan aku diusir dari sini! Malam ini aku
akan tetap berada disini bersama saudara Sin Houw, nah,
adukanlah hal ini kepada paman. sama sekali aku tidak takut."
Kun Jie menghela napas. ia menundukkan kepala. Hatinya
pedih bukan main. Dengan berdiam diri, ia menuruni
gundukan.
Setelah bayangan Kun Jie hilang dari pengamatan, Giok
Cu kembali memasuki paseban dan duduk disamping Sin
Houw. Kedua pipinya basah dengan air mata.
"Mengapa sikapmu begitu keras kepada kakakmu sendiri?"
tanya Sin Houw.
"Dia bukan kakak kandungku," sahut Giok Cu diantara isak
tangisnya, "Dia anak pamanku yang menguasai rumah kakek,
dia kakak misanku. Akh, andaikata aku mempunyai ayah,
pastilah aku tidak akan tinggal di rumah ini. Dengan
mempunyai rumah sendiri, tak akan aku dihina orang."
Berkata sampai disitu, tangisnya kian menjadi-jadi, Sin
Houw tetap belum mengerti perangai Giok Cu yang
dianggapnya aneh, jalan pikirannya sukar dimengerti. Maka
terpikir oleh Sin Houw:
"Rumah ini adalah rumah kakeknya, kini dikuasai oleh
pamannya. Bukankah tetap satu keluarga? Mengapa dia
merasa dirinya dihina keluarga pamannya?" Berpikir demikian,
Sin Houw lalu berkata :
"Kulihat dia bersikap baik kepadamu, justru kau yang
terlalu galak terhadapnya."
Giok Cu mengangkat kepalanya, dan tiba-tiba ia tertawa,
Sahutnya:

631
"Sekiranya aku tidak bersikap galak kepadanya, pastilah
dia bakal memperlakukan aku yang bukan-bukan."
Jawaban Giok Cu terasa aneh bagi Sin Houw, ia bahkan
berkesimpulan Giok Cu bukan manusia lumrah, pemuda itu
bisa menangis menggerung-gerung dan tertawa riang secara
mendadak. inilah tanda-tanda seorang manusia berbahaya!
Walaupun demikian, karena Giok Cu seorang yatim seperti
dirinya, hatinya bersimpati juga.
"Ayahku juga binasa karena aniaya orang seperti ayahmu."
kata Sin Houw, menghibur, "Waktu itu, aku baru berumur tujuh
atau delapan tahun, ibuku juga binasa pada hari yang sama."
"Apakah kau sudah menuntut balas...?" tanya Giok Cu.
"Sampai hari ini, aku belum memperoleh kesempatan
untuk ..."
"Kalau begitu, catatlah namaku didalam hatimu! Bila kau
hendak menuntut balas, dengan sepenuh hati aku hendak
membantumu" Giok Cu memutus perkataan Sin Houw dengan
suara prihatin. "Tak perduli musuhmu sangat lihay ilmu
kepandaiannya, aku akan membantumu."
Mendengar ucapan Giok Cu, Thio Sin Houw geli
bercampur haru, Tadinya ia hendak menghibur dan
memberitahukan betapa sikapnya terhadap orang-orang yang
telah membunuh ayah dan ibunya. Bahwasanya walaupun hati
menyimpan dendam sedalam lautan, tak boleh mengumbar
adat seenaknya sendiri. Tetapi sekarang, dia justru dihibur
oleh Giok Cu, Tak terasa terucaplah kata-katanya kepada
teman barunya itu:
"Saudara Giok Cu, aku sangat berterima kasih
terhadapmu!"

632
Giok Cu memegang pergelangan tangan Sin Houw, dan
Sin Houw membalas pegangannya, Giok Cu membiarkan dan
berkata:
"Dalam hal ilmu silat, aku kalah beberapa puluh kali lipat
dari padamu, Akan tetapi mengenai sikap hidup didalam
pergaulan, rupanya kau belum berpengalaman banyak.
Dikemudian hari aku perlu menyumbangkan pikiranku."
"Akh, kau baik sekali kepadaku,." kata Sin Houw terharu,
"Selama hidupku - belum pernah aku mempunyai seorang
teman seusiamu."
"Benarkah begitu? Tetapi tabiatku sangat buruk." Giok Cu
mengakui dengan menundukkan kepalanya, "Yang aku
khawatirkan, janqan-jangan dikemudian hari aku akan berbuat
kesalahan terhadapmu."
"Aku telah mengenal tabiatmu sejak pertemuan kita yang
pertamar" sahut Sin Houw, "Umpama kau melakukan
kesalahan terhadapku, tidak akan aku masukkan ke dalam
hatiku benar-benar."
Mendengar ucapan Sin Houw, Giok Cu merasa bersyukur
bukan main sampai ia menghela napas lega, Tiba-tiba, di luar
dugaan ia berkata:
"Tetapi justru demikian, hatiku jadi merasa tak tenang."
"Mengapa?"
Giok Cu tak segera memberikan jawaban, ia semakin
menundukkan kepalanya.
Melihat sikap sahabatnya itu, Sin Houw semakin heran.
Mengapa sehabatnya kali ini begitu lembut? Kebengisan serta
kegalakannya lenyap sama sekali dari perbendaharaan

633
hatinya.
"Saudara Giok Cu!" kata Sin Houw dengan suara bergetar.
"Sebenarnya ingin aku mengajakmu berbicara. Tetapi entah
kau sudi mendengarkan atau tidak?"
Giok Cu menegakkan pandangnya lagi. Menjawab
meyakinkan:
"Di dalam dunia ini, hanya tiga orang saja yang kudengar
perkataannya, Yang pertama, ibuku. Kedua, pamanku, Cu
susiok. Dan yang ketiga adalah kau!"
Hati Sin Houw semakin tergerak. Berkata:
"Terima kasih. Kau ternyata menghargai diriku terlalu
tinggi. sebenarnya, perkataan siapapun asal memang pantas,
harus kau dengar."
"Tidak!" Giok Cu menolak dengan tegas. "Dalam dunia ini,
tiada suatu kewajiban yang mengatakan begitu. seorang yang
berbicara terlalu pantas, biasanya banyak ulatnya. sebab katakata
saja belum tentu membawa sikap dirinya. sebaliknya,
seseorang yang memperlakukan diriku sangat baik dan
akupun berkenan padanya, meskipun kadangkala katakatanya
tidak pantas, akan tetap kudengarkan perkataannya,
sebaliknya, apabila hatiku jemu terhadapnya, walaupun katakatanya
pantas didengar, aku akan bersikap tuli."
Thio Sin Houw tertawa geli, Katanya:
"Cara berpikirmu masih kekanak-kanakan, Sebenarnya,
berapa umurmu kini?"
"Delapan atau sembilan belas tahun. Dan kau?"
"Mungkin lebih tua tiga atau empat tahun."

634
Giok Cu menundukkan kepalanya lagi. wajahnya
mendadak bersemu merah lalu katanya dengan suara
perlahan:
"Sejak masih kanak-kanak, aku hidup sebatangkara
dengan ibu, Tidak mempunyai kakak maupun adik,
Bagaimana kalau kita mengangkat saudara? Maukah kau
menerimaku sebagai ..."
Thio Sin Houw seorang pemuda yang cermat, lantaran
digodok oleh pengalamannya yang pahit sejak masih kanakkanak,
itulah sebabnya, tak dapat ia menerima Giok Cu
dengan segera. Ia belum kenal Giok Cu sedalam da1amnya.
juga ibunya maupun keluarganya, Tercetaklah dalam
ingatannya siang tadi, bahwa keluar Giok Cu merupakan
musuh para penduduk setempat, oleh pertimbangan itu, ia jadi
ragu-ragu.
Giok Cu ternyata sangat perasa, ia seperti dapat meraba
keadaan hati Sin Houw, terus saja ia berputar tubuh dan lari
menuruni tanjakan, Keruan saja Sin Houw jadi terkejut, dan
cepat-cepat ia memburu. Dalam sekejap saja bayangan Giok
Cu terlihat sudah mulai mendaki bukit yang berada disebelah
depan.
"Dia mudah tersinggung, lantaran tabiatnya keras dan
aneh. Akh, tidak boleh aku mengecewakan hatinya, Dia bisa
bersakit hati, dan kalau sampai hatinya merasa kulukai,
jangan-jangan..." pikir Sin Houw selagi mengejar. ia khawatir,
Giok Cu akan nekat bunuh diri terjun ke dalam jurang. Menilik
adatnya yang aneh dan sukar diduga, bukan mustahil ia bisa
berbuat begitu,
Oleh pikirannya itu, segera Sin Houw menggunakan ilmu
sakti Bok-siang tojin, Dalam beberapa rintasan saja, ia sudah
dapat mendahului. Kemudian berdiri menghadang.
Benar saja dugaannya, Giok Cu berusaha mengelakkan

635
hadangannya dengan nyelonong ke sebelah kiri, Cepat Sin
Houw melompat menghadang kembali sambil berseru:
"Giok Cu Hiantee, apakah kau marah kepadaku?"
Mendengar Sin Houw memanggil adik kepadanya, Giok Cu
girang bukan kepalang, serentak ia berhenti, kemudian duduk
bersimpuh dan perlahan-lahan ia menegas dengan hati-hati:
"Benarkah kau sudi memanggil adik kepadaku? Bukankah
diriku tidak cukup berharga untuk kau panggil demikian?"
"Sejak kapan aku tidak menghargai dirimu?" sahut Sin
Houw terharu, "Mari! Di tempat ini kita saling mengangkat
saudara, Kau mau, bukan?"
Terus saja Giok Cu bangkit dan berdiri tegak, kemudian
masing masing mengiris kulit pergelangan tangannya sampai
keluar darah, setelah itu, mereka memanunggalkan darah
mereka masing masing dengan memipitkan pergelangan
tangan.
Dengan disaksikan oleh langit dan bumi, mereka
bersumpah saling mengangkat saudara. Lalu Sin Houw
memanggil adik kepada Giok Cu dan Giok Cu memanggil
kakak kepada Sin Houw, perlahan ia mengucapkan
perkataannya, lantaran hatinya terharu.
Lega hati sin Houw setelah selesai upacara itu, kemudian
ia mengajak pulang karena hari sudah larut malam. Giok Cu
tidak membantah, dan mereka saling berendeng berjalan
pulang, sampai didepan pintu kamar, Sin Houw berpesan:
"Jangan sampai ibu terbangun. Kita tidur disini saja!"
Mendengar perkataan Sin Houw, wajah Giok Cu merah
dengan mendadak. ia tertawa manis seraya menolak tangan

636
Sin Houw, Katanya:
"Kau... kau... sampai besok pagi ! " dan setelah itu, ia lari
keluar.
"Aneh!" pikir Sin Houw yang merasa tidak mengerti.
*****
SEPERTI BIASANYA, pada keesokan harinya Sin Houw
bangun pada pagi buta, ia bersemedi dulu agar memperoleh
kesegaran dalam dirinya. Satu jam kemudian, pelayan
perempuan yang semalam datang mengantarkan air teh
hangat.
Cepat-cepat Sin Houw melompat turun dari ranjangnya,
dan mengucapkan terima kasih. setelah mencuci muka, ia
makan pagi yang juga telah tersedia dihadapannya, Dan
selagi makan, Giok Cu muncul diambang pintu memasuki
kamarnya.
"Marilah kita makan pagi bersama ..." Sin Houw menawari.
Giok Cu tertawa, Sahutnya:
"Terima kasih. Apakah Sin-ko akan melihat suatu
keramaian?"
"Keramaian apakah itu?" tanya Sin Houw heran.
"Seorang gadis datang pada pagi hari buta tadi, untuk
menagih emas, Mari kita lihat!"
Sebenarnya Sin Houw ingin minta keterangan tentang
kata-kata "menagih" itu, Tetapi karena Giok Cu sudah
mengajaknya, ia lantas mangut dan berkata:
"Baik!"

637
Berdua mereka memasuki sebuah gedung yang
mempunyai ruangan olah raga, Di ruangan itu, mereka melihat
seorang gadis sedang bertempur melawan Kun Jie, Dan dua
orang lain, nampak duduk di atas kursi diluar gelanggang,
Yang seorang bersenjata sebatang tongkat, dan yang lainnya
bertangan kosong.
Giok Cu mendekati orang yang bersenjata tongkat, ia
membisik. Orang itu menoleh kepada Sin Houw, ternyata dia
seorang yang sudah berusia lima puluhan tahun lebih.
Rambutnya, kumisnya dan jenggotnya sudah banyak
ubannya, ia menatap Sin Houw beberapa saat lamanya
dengan penuh perhatian, kemudian memanggut-manggut.
Thio Sin Houw hanya membalas memandang beberapa
detik, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada gadis yang
sedang bertempur melawan Thio Kun Jie, ia seorang gadis
berumur sembilan belas tahunan, wajahnya cantik sekali.
Gerak-geriknya gesit, pakaiannya berwarna merah.
Diam-diam Sin Houw mencoba menduga duga siapakah
gadis itu, setelah pertempuran berlangsung sepuluh jurus.
Gadis berpakaian merah itu gesit gerakannya dan cantik
orangnya, hati Sin Houw tercekat, ia melihat sua tu gerakan
pedang yang sangat dikenalnya. ujung pedang itu menyambar
pundak Kun Jie, lalu dengan tiba-tiba berbelok sasaran
menikam leher, inilah gerakan salah satu jurus ajaran gurunya,
Bok Jin Ceng!
Mereka berdua memang bertempur dengan menggunakan
senjata, Gadis itu memegang sebatang pedang, dan Kun Jie
menggunakan sebatang golok. Masing-masing nampak mahir
sekali menggunakan senjata andalannya. Tadi gadis itu
menyambar pundak, Kun Jie segera menangkis dengan
mengadu tenaga.

638
Kena tangkisan Kun Jie, pedang gadis itu terpental. justru
pada saat itu, mendadak pedangnya menikam leher. Kun Jie
kaget sampai melesat mundur tiga langkah, namun gadis itu
tak sudi memberi waktu bernapas.
Gesit sekali, ia melesat, sebelah tangan dan kedua kakinya
bekerja saling menyusul. Menyaksikan hal ini, Thio Sin Houw
ber-bimbang hati, jurus itu jelas bukan merupakan ajaran
gurunya, Maka pikirnya didalam hati:
"Bagaimanapun juga, dia pasti sudah pernah menerima
jurus-jurus ajaran suhu. Setidak-tidaknya, termasuk golongan
suhu, Jangan-jangan dia adalah murid salah seorang saudara
seperguruanku. Sekiranya dia tidak memiliki ilmu pedang itu,
takkan mungkin ia bisa membuat Kun Jie benar-benar repot,"
Gerak-gerik gadis itu memang cepat dan gesit, pedangnya
berkelebatan. Namun dibandingkan dengan kepandaian Thio
Kun Jie, ia masih kalah ulet, Tak perduli pedangnya garang
bagaikan jari maut, namun dia bukan tanding Kun Jie.
Sin Houw melihat, dalam beberapa gebrakan lagi, gadis itu
akan segera terdesak. Dan penglihatannya ternyata tepat.
Beberapa jurus kemudian, Kun Jie yang sudah tenang
kembali, mulai melancarkan serangan-serangan yang
berbahaya. Dan gadis itu mundur selangkah demi selangkah
dengan berputaran.
"Hemm!" dengus Giok Cu. "Dengan berbekal kepandaian
begitu, dia sudah berani main labrak disini!" Giok Cu tertawa
tawar, "Dia bukan tanding kakak misanku, bagaimana menurut
pendapatmu ?"
Thio Sin Houw belum menjawab atau ia melihat
berkelebatnya babatan golok Kun Jie yang berbahaya sekali.
waktu itu, gerakan lawannya mulai kendor, itulah kesempatan

639
sebaik-baiknya bagi Kun Jie untuk memperkembangkan ilmu
goloknya. Setelah merangsak beberapa kali, goloknya
bergerak melintang. Dan gadis itu terancam pinggang serta
lengannya sekaligus!
Hati Thio Sin Houw tercekat, Melihat suatu kegentingan,
tanpa berpikir panjang lagi ia melompat memasuki gelanggang
pertempuran. Kedua tangannya menyekat garis tengah. Itulah
berbahaya sekali, karena kedua orang itu sedang
mengayunkan senjata, Giok Cu yang menyaksikan hal itu,
memekik kaget.
Dan kedua orang tua yang berada diluar gelanggang
meloncat bangun, tetapi baik Giok Cu maupun kedua orang
tua itu tak sempat lagi mencegah perbuatan Sin Houw.
Thio Sin Houw sudah barang tentu menyadari akan
ancaman bahaya itu, Tetapi pada detik yang menentukan
tangan kanannya menolak lengan Kun Jie dengan perlahan,
dan tangan kirinya menangkap pergelangan tangan si gadis
dengan perlahan pula. Berbareng dengan gerakannya itu, ia
mengendapkan diri, Dengan demikian, terbebaslah dirinya dari
ancaman maut.
Gerakan Thio Sin Houw nampaknya sederhana saja,
hanya akibatnya diluar dugaan siapapun. Tatkala
mengendapkan diri, ia menggempur tekanan tenaga mereka
dengan ilmu saktinya yang lunak.
Begitu terpotong, baik pedang maupun golok, gagal
mencapai sasaran. Dalam keadaan demikian, Thio Sin Houw
bisa leluasa merampas senjata mereka. Namun ia tak berbuat
begitu, karena khawatir akan menyinggung kehormatan diri
Kun Jie, sebaliknya karena gerakan ilmu saktinya utuh, kudakuda
mereka berdua kena digempur sampai mundur
sempoyongan dua-tiga langkah. Keruan saja mereka kaget
sampai memekik tertahan.

640
Setelah bisa memperbaiki diri, mereka menjadi gusar
dengan alasannya masing-masing.
Terlebih hati Thio Kun Jie yang memang sudah dengki
terhadap Sin Houw. Didepan adik misannya, harga dirinya
runtuh. ia malu sekali sampai tak dapat memejamkan mata
satu malam suntuk, sekarangpun dirinya diperlakukan sangat
ringan dihadapan adik misannya, malahan kedua orang tua
yang berada di luar gelanggang pula. Tak mengherankan
hatinya menjadi panas seperti dibakar.
Sebaliknya gadis itu gusar, lantaran mengira Sin Houw
membantu Kun Jie, Menurut kata hati, ingin ia menggerakkan
pedangnya, Tetapi segera ia menyadari, bahwa kepandaian
pemuda itu sangat tinggi. Maka dengan terpaksa ia
mengendalikan rangsangan hatinya, kemudian mundur dua
langkah dan hendak mengangkat kaki.
"Kouwnio, tunggu!" seru Sin Houw, "Aku ingin bicara
denganmu!"
"Tak dapat aku melawanmu!" sahut gadis itu diantara rasa
marahnya, "Tetapi seseorang berkepandaian beberapa kali
lipat tingginya dariku, akan datang mengambil emasnya
kembali. Mau berbicara apa lagi?"
Thio Sin Houw mendekati, memberi hormat dan berkata
lagi:
"Jangan kau menuruti kata hati saja, bersabarlah sedikit,
sebenarnya siapakah namamu, dan dari mana asalmu?
Bolehkah aku ..."
"Tak tahu malu!" gadis itu ber-sungut dan meludah dilantai,
lalu sekali loncat ia sudah keluar pintu,
Thio Sin Houw segera mengejarnya. Akan tetapi, ia
membiarkan gadis itu mencapai serambi depan dulu,

641
Kemudian, dengan sekali loncat ia melesat bagaikan terbang.
Tahu-tahu ia sudah menghadang didepan gadis itu, katanya
setengah membisik:
"Sst! jangan pergi dulu, Aku akan membantumu ..."
Gadis itu tercengang sampai menghentikan langkahnya,
sambil menatap wajah Sin Houw, ia menegas:
"Siapakah kau?"
"Aku Sin Houw!"
Gadis itu mengerutkan dahinya, ia menatap wajah Sin
Houw kian tajam, Menguji:
"Kenalkah dengan Nie susiok?"
Mendengar pertanyaan itu, Sin Houw menggigil. siapa lagi
yang disebut Nie susiok, kalau bukan si paman bisu? Terus
saja ia memperkenalkan nama lengkapnya:
"Aku Thio Sin Houw, bukankah kau Cie Lan?"
Mendadak saja, wajah gadis itu berseri-seri, oleh rasa
girang, ia lupa diri, Terus saja disambarnya tangan Sin Houw,
dan ditariknya mendekati serunya:
"Benar, aku Ci Lan! Dan kau ....? Benar-benarkah kau sin
Houw koko?" tetapi setelah mengucap demikian, justru ia
tersadar, Dengan wajah merah, ia melepaskan pegangannya.
Tepat pada saat itu, terdengar Thio Kun Jie berkata:
"Akh, kukira siapa kau saudara Sin Houw, Kiranya kau
adalah mata-mata dari Thio Su Seng yang merembes kemari!"

642
Thio Sin Houw tercengang. ia me mang mengetahui nama
Thio Su Seng sebagai pahlawan pejuang, dan gurunya
bahkan merupakan pembantu utama dari pahlawan pejuang
itu. Tetapi kalau dia kini datang ke rumah keluarga Thio
sebagai mata-mata dari pejuang itu, sama sekali tidak benar,
Maka berkatalah ia memberikan keterangan:
"Aku memang mengagumi pahlawan pejuang bangsa itu,
dan aku bahkan kenal dengan panglima Thio Hian Cong tetapi
tidak benar apabila aku dikatakan sebagai mata-mata dari
mereka. Mengapa kau bisa menuduh demikian? Apakah
karena aku kenal gadis ini? Dialah sahabatku sejak kami
masih kanak-kanak. sepuluh tahun lebih kami berdua tidak
pernah bertemu pandang. sekarang bolehkah aku minta
keterangan kepadamu, apa sebabnya kau bentrok dengan
sahabatku ini? Bagaimana pendapatmu mana-kala aku
memberanikan diri, untuk mendamaikan perselisihan kalian
berdua?"
"Apabila emas yang kuminta bisa dikembalikan, barulah
persoalan selesai!" kata Cie Lan.
"Hemm! Begitu gampang?" dengus Kun Jie.
"Saudara Kun Jie, mari kuperkenalkan ..." Sin Houw
mencoba meredakan ketegangan. "Dia bernama Cie Lan,
seperti kataku tadi, sejak kanak-kanak kami berdua pernah
hidup dibawah satu atap, sampai pada hari ini, lebih dari
sepuluh tahun lamanya kami tak pernah bertemu, Mari, aku
perkenalkan ..."
Kun Jie tetap bersikap dingin. ia mengawasi Cie Lan
dengan pandang tegang. Melihat hal itu, hati Sin Houw
menjadi tak enak, Cepat-cepat ia mengalihkan pembicaraan.
Katanya kepada Cie Lan:
"Bagaimana kau segera mengenali diriku?"

643
"Tanda bekas luka didahimu, sebelah kanan!"
"Tanda bekas luka?" Thio Sin Houw meraba dahinya
dengan tercengang.
"Bagaimana aku bisa melupakan kejadian dulu itu, tatkala
kau dilukai, penculik yang mencoba melarikan aku, seumpama
kau tidak berusaha menolong diriku dengan mati-matian,
entahlah bagaimana akibatnya. Apakah peristiwa itu tak
pernah terkenang lagi olehmu?"
Merah wajah muka Sin Houw, sambil menurunkan tangan
dari dahinya, ia menyahut:
"Tak mungkin kulupakan. Bukankah waktu itu kita sedang
bermain-main?"
Giok Cu yang selama itu mendengarkan pembicaraan
mereka, tiba-tiba ikut bicara:
"Kalau masih hendak berbicara berkepanjangan lagi,
masuklah ke dalam !"
Tetapi Sin Houw tidak menghiraukan, gelisah ia minta
keterangan kepada Cie Lan:
"Sebenarnya, bagaimana asal mulanya, kau sampai
bentrok dengan saudara Kun Jie?"
"Aku dan ciu suheng kena pegat." Cie Lan memberikan
keterangan.
"Ciu suheng? siapakah dia?" tanya Sin Houw.
"Dia adalah keponakan luar dari Siok-hu Thio Hian Cong."
kata Cie Lan menerangkan. "Kami berdua sedang
mengantarkan uang mas milik Thio Su Seng untuk propinsi
Ciat-kang. Dan orang busuk itu tiba-tiba merampasnya!" dan

644
Cie Lan menunjuk Giok Cu.
Sekarang, barulah jelas bagi Sin Houw bahwa uang emas
rampasan Giok Cu sesungguhnya milik laskar pejuang yang
dipimpin oleh Thio Su Seng, Dan setelah ia mengetahui uang
perbekalan itu kena dirampas, sudah seharusnya ia tidak akan
tinggal diam, jangan lagi terhadap pahlawan pejuang bangsa
itu, seumpama uang emas itu milik CieLan atau ibunya, dalam
keadaan demikian ia akan berpihak padanya. sekalipun
terhadap Giok Cu.
Lagipula, uang emas itu pasti sangat penting artinya untuk
perbekalan perjuangan bangsa. Karena itu sudah
seharuanyalah kalau ia membantu-nya!
Setelah memperoleh keputusan demikian, ia berkata
kepada Giok Cu:
"Hiantee! Maukah kau mengembalikan uang emas itu
kepadanya?"
"Hmm!" Giok Cu mendengus. "Menghadaplah sendiri
kepada kedua pamanku itu. Ajaklah beliau berbicara!"
Mendengar syarat itu, Thio Sin Houw segera menghampiri.
Karena dia telah menjadi saudara angkat Giok Cu dan
ternyata kedua orang tua itu adalah pamannya, maka tiada
jeleknya apabila dia berlutut untuk memberi hormat kepada
mereka, Demikian, setelah berhadapan maka Sin Houw
bergegas hendak berlutut.
Orang tua yang memegang tongkat cepat-cepat berkata:
"Hey! Tak berani aku menerima penghormatanniu. Anak
muda, kau bangunlah!"
Dimulut dia berbicara demikian manis, tetapi setelah ia
menyandarkan tongkatnya, dengan tangannya ia memegang

645
bahu Sin Houw, Kemudian diangkatnya sambil mengerahkan
himpunan tenaga saktinya.
Thio Sin Houw terperanjat tatkala kena angkat orang tua
itu, Apabila membiarkan diri, ia akan terlempar ke udara. Maka
iapun segera mengerahkan tenaga dalamnya agar badannya
jadi seberat gunung. Dengan menggunakan ilmu sakti itu, ia
berhasil tetap berlutut dengan tubuh tak bergeming.
Didalam hati, orang tua itu menjadi sangat terkejut,
Pikirnya:
"Hebat anak ini! sekian puluh tahun aku melatih
menghimpun tenaga sakti , namun masih tak sanggup aku
mengangkat tubuhnya," ia lantas tertawa berkakakan sambil
berkata:
"Selamat! selamat! pantas keponakanku memujimu
sebagai seorang pemuda yang memiliki ilmu tinggi. Benarbenar
tak tercela, dan aku telah membuktikannya sendiri!"
Giok Cu yang berada di belakang Sin Houw maju ke
samping dan berkata memperkenalkan
"lnilah pamanku yang ketiga, Sam-susiok. Dan ini adalah
pamanku yang ke lima, Go-susiok ..."
Baik sang paman yang ketiga maupun yang ke lima,
membungkam mulut. Mereka seperti tak senang
diperkenalkan kepada Thio Sin Houw.
Pemuda itu menjadi perasa, diam-diam ia merasa
mendongkol. Tetapi ia seorang pemuda yang pandai
membawa diri, segera ia menoleh kepada Giok Cu dan
berkata dengan suara tegas:
"Hiantee, aku minta dengan hormat agar emas itu segera

646
kau kembalikan ke pada adikku!"
"Adik! Adik!" Giok Cu jadi iri-hati, "selalu saja kau sebut dia
adik, Begitu besar perhatianmu kepadanya mengapa aku tak
memperoleh perhatianmu yang layak?"
"Giok Cu Hiantee! Kita semua adalah golongan ksatrya,
kalau tak mau di sebut sebagai golongan pendekar. Jangan
kau bergurau keterlaluan!" kata Sin Houw tak memperdulikan
ocehan Giok Cu, "Emas itu kau rampas, karena kau tidak
mengetahui siapa pemiliknya, Tak apalah! siapapun bisa
berbuat salah.
Dan hidup ini cukup lapang untuk me maafkan
kesalahanmu itu. Tetapi setelah mengetahui bahwa uang
emas itu adalah milik laskar perjuangan, sudah seharusnyalah
kau kembalikan dengan segera, Malahan kita wajib mohon
maaf yang sebesar-besarnya,"
Thio Ceng Sam yang menjadi Sam-susiok dari Giok Cu
dan Thio Ceng Go sang paman kelima, jadi tak enak hati.
Tadinya mereka mengira, bahwa uang emas itu milik
seorang saudagar besar yang sedang sial, Tak tahunya uang
emas itu milik laskar perjuangan yang dipimpin oleh Thio Su
Seng, sekarang setelah mereka mengetahui, seumpama gadis
itu dapat diusir pergi, Thio Su Seng pasti akan mengirimkan
laskarnya, siapa yang mampu menghadapi laskar yang besar
jumlahnya? inilah ancaman yang sangat membahayakan
kesejahteraan keluarga Co-liang pay!
Memperoleh pertimbangan demikian, kembali Thio Ceng
sam tertawa, lalu ia berkata kepada Giok Cu:
"Keponakanku, demi persahabatanmu dengan dia, kau
kembalikanlah uang emas itu!"
Girang hati Thio Sin Houw mendengar perintah Thio Ceng

647
Sam. inilah suatu keputusan yang bijaksana, Diluar dugaan,
Giok Cu menyahut galak:
"Tidak, paman! Tak dapat aku kembalikan uang emas itu"
Thio Sin Houw tercengang. Tiba-tiba suatu ingatan
menusuk benaknya, maka segera ia berkata:
"Oh, ya, Yang sebagian memang berada padaku, Biarlah
aku mengembalikan dahulu kepadanya, bagaimana?"
"Jika yang sebagian kau yang menghendaki, aku akan
segera menyerahkan kepadamu," kata Giok Cu. "Selamanya
tak pernah aku menganggap sebungkus emas sebagai barang
mustika dunia. Te- tapi kalau dia yang menghendaki aku
mengembalikan uang emas yang telah aku rampas, hmm ...
tak sudi aku menyerahkannya!" berkata demikian Giok Cu
menuding Cie Lan dengan mata berapi-api.
Cie Lan menjadi gusar, ia maju selangkah dan berkata
bengis:
"Kau mau mengembalikan atau tidak ? Atau kau ada
syarat-syarat tertentu? sebutkan!"
Giok Cu tak menghiraukan reaksi Cie Lan, masih saja ia
menatap Thio Sin Houw, Menegas kepada pemuda itu:
"Sebenarnya kau berpihak dimana? Dia atau aku?"
Memperoleh pertanyaan demikian, Thio Sin Houw jadi
bimbang, Hati-hati ia memberikan jawaban:
"Sebenarnya aku tidak memihak siapapun, hanya saja aku
patuh kepada guruku."
"Gurumu? siapakah gurumu itu?"

648
"Guruku salah seorang panglima penting dalam laskar Thio
Su Seng."
"Hemm!" dengus Giok Cu mendongkol. "Pulang-balik, kau
hanya membantu dia. Baiklah, Emas itu memang berada di
sini. Tetapi kau sendiri tahu, betapa sulitnya aku
mempertahankan emas itu. Malahan kalau tidak bernasib baik
dan berakal jitu, pastilah jiwaku sudah melayang ditengah
perjalanan. Karena aku memperoleh emas itu dengan akal
dan keringat, maka kaupun harus merebutnya kembali dengan
akal dan keringat pula, Aku beri waktu tiga hari, kau rebutlah
emas itu. Tetapi bila dalam waktu tiga hari kau tak berhasil
merebutnya, maka akupun tak akan bersegan-segan lagi
terhadapmu!"
Thio Sin Houw menyambar tangan Giok Cu, dan diajaknya
menyendiri. Katanya:
"Adikku, semalam kau berjanji mau mematuhi dan taat
kepadaku, tetapi belum lagi setengah hari kata-katamu sudah
berubah. Mengapa?"
"Jika kau perlakukan diriku dengan baik sekali, pastilah aku
akan patuh pada setiap patah perkataanmu. Bukankah aku
berkata begitu?" sahut Giok Cu cepat.
"Apakah aku bersikap tak baik kepadamu?" Sin Houw tak
mengerti. "Benarkah aku tak dapat mengambil uang emas itu
kembali?"
Kedua mata Giok Cu menjadi merah basah. Katanya:
"Baru semalam kau mengangkat diriku sebagai
saudaramu, Tetapi begitu bertemu dengan sahabat lama, kau
sudah tidak menaruh perhatian lagi kepadaku. seumpama aku
hendak mengangkangi emas Thio Su Seng, apa yang aku
andalkan? Paling-paling aku pasti mati, Ya, memang

649
sebenarnya aku harus tahu diri, bahwa didunia ini tiada
seorangpun yang menaruh belas kasih kepadaku.."
Hati Sin Houw tergetar. Tetapi jawaban Giok Cu tidak juga
membuatnya puas, maka ia berkata untuk memberikan
pengertian:
"Kau adakah adik angkatku, dan dia adalah puteri
sahabatku, Baik dia maupun kau, kupandang sebagai bagian
dari hidupku sendiri. Tiada sama sekali aku membedabedakan,
mengapa kau bersikap kaku begini?"
"Sudahlah, jangan bicara berkepanjangan!" bentak Giok
Cu. "Kalau mempunyai akal, kau ambil saja emas itu dalam
waktu tiga hari..." dan setalah berkata demikian, ia lari
kedalam.
Thio Sin Houw menarik napas. Hatinya masgul luar biasa.
Karena menumbuk suatu kegagalan, terpaksalah ia membawa
Cie Lan keluar dari rumah keluarga Thio, dan menginap
dirumah seorang keluarga petani. Di rumah ini, Sin Houw
minta keterangan asal-mula terjadinya perampasan uang
emas itu kepada Cie Lan, Dan Cie Lan memberi keterangan
terlalu sederhana. ia seperti belum percaya penuh kepada
Thio Sin Houw, Katanya, ia berdua Ciu suheng yang katanya
menjadi keponakannya Thio Hian Cong pada suatu kali
berpisah, dan pada saat itu enam kawalannya kena dirampas
Giok Cu. Karena emas itu menjadi tanggung jawabnya, ia
lantas menyusul ke rumah keluarga Cio-liang pay.
"Selanjutnya, kau sendiri menyaksikan bagaimana
kesudahannya," Cie Lan menutup ceritanya.
Melihat Cie Lan berbimbang-bimbang terhadap dirinya, Sin
Houw membatalkan maksudnya yang hendak mengetahui
latar belakang persoalannya, ia segera mempersiapkan diri
dalam usahanya, hendak merebut uang emas itu kembali dari
tangan Giok Cu.

650
Pada malam harinya, sekitar jam dua Sin Houw mengajak
Cie Lan untuk mengintai gerak-gerik pihak Cio-liang pay.
Begitu melompat diatas genting, ia melihat gedung pertemuan
terang-benderang oleh nyala api. Thio Ceng Sam dan Thio
Ceng Go duduk berhadap-hadapan dengan Giok Cu dan Kun
Jie mereka makan-minum diseling pembicaraan yang
menggembirakan, seolah olah sedang berpesta.
Sin Houw mencoba menguping pembicaraan mereka.
siapa tahu dengan tak sadar mereka menyinggung tentang
uang emas yang disembunyikan. selagi demikian, ia
mendengar Giok Cu berkata seperti kepada dirinya sendiri:
"Bungkusan emas memang ada disini - siapa saja yang
merasa diri mempunyai kepandaian, boleh ambil." dan setelah
berkata demikian, ia tertawa melalui dadanya.
Cie Lan menarik lengan Sin Houw, Bisiknya:
"Rupanya dia sudah mengetahui kita berada disini."
Thio Sin Houw mengangguk. Meskipun demikian, pandang
matanya tak beralih, ia melihat Giok Cu meletakkan dua buah
bungkusan diatas meja, segera ia membukanya, dan
terpantullah sinarnya yang bergemerlapan. itulah emas yang
dipertaruhkan. Kemudian ia meletakkan pedangnya
disampingnya. Kun Jie yang duduk disampingnya, meletakkan
pula goloknya diatas meja, Kemudian mereka meneguk
minumannya dan menikmati penganan yang disediakan.
"Mereka sengaja memperlihat emasnya, dengan
penjagaan yang rapi dan kuat, Tiada jalan lain, kecuali
mengadu kekerasan. perlukah aku berbuat begitu?" pikir Sin
Houw didalam hati, ia menoleh kepada Cie Lan untuk
memperoleh pertimbangan tetapi gadis itu hanya
membungkam mulut saja.

651
Setengah jam lamanya Sin Houw dan Cie Lan menunggu,
mereka yang berada didalam gedung tetap saja duduk
dikursinya masing-masing, Akhirnya terpaksa Sin Houw
mengalah. Dengan hati kesal ia mengajak Cie Lan pulang ke
tempat pemondokannya. Malam itu mereka merasa gagal
merampas emasnya kembali.
Keesokan harinya sikap Cie Lan agak beda, ia tak
menaruh sangsi lagi kepada Sin Houw, sekarang ia
menceritakan tentang keadaan ibunya yang katanya dalam
keadaan sehat dan seringkali membicarakannya.
Sin Houw lalu mengambil gelang emas kecil dari dalam
sakunya, yang diperlihatkan kepada Cie Lan. Katanya:
"lnilah gelang emas pemberian ibu mu, tatkala aku hendak
berangkat mendaki gunung Hoa-san. Dahulu, pergelangan
tanganku tidak sebesar sekarang, Karena itu gelang emas
pemberian ibumu hanya kusimpan didalam saku, Aku selalu
membawanya ke mana saja aku pergi."
Cie Lan tertawa. ia memperhatikan lengan Sin Houw dan
gelang emas itu, lalu katanya mengalihkan pembicaraan
mereka:
"Sepuluh tahun lebih kita tidak pernah bertemu, akupun tak
pernah mendengar beritamu, Sesungguhnya, selama itu apa
saja yang telah kau kerjakan?"
"Setiap hari aku hanya berlatih dan mendalami ilmu ajaran
suhu." jawab Sin Houw sederhana.
"Pantas saja ilmu kepandaianmu hebat sekali." Cie Lan
memuji. "Sewaktu kemarin kau menolak tubuhku,
kedudukanku gempur."
"Tetapi, dari mana kau memperoleh ilmu pedang itu?" Sin

652
Houw minta keterangan . "Siapakah yang memberimu
pelajaran ?"
Memperoleh pertanyaan itu, tiba-tiba kelopak mata Cie Lan
basah, jawabnya:
"Ciu suheng yang mengajari, Bukankah dia termasuk salah
seorang murid golongan Hoa-san?"
Hati Sin Houw tercekat melihat kelopak mata Cie Lan yang
menjadi basah dengan tiba-tiba. Tanyanya menebas:
"Apakah dia terluka dalam perjalanan ini?"
"Tak mungkin dia terluka ..."
"Kalau begitu, mengapa kau bersedih hati?"
"Aku dibiarkan berjalan seorang diri, dia berpisah dan
meninggalkan aku tanpa pamit." Cie Lan menundukkan
kepalanya.
Thio Sin Houw tak mau mendesak.
Ia lantas mengalihkan pembicaraan tentang kemungkinan
nanti malam, dalam usaha merebut kembali uang emas, Dan
apabila sudah memperoleh kata sepakat, mereka lalu
bersemedi menghimpun tenaga dalam masing-masing.
Larut malam, mereka mengintai lagi dari atas genting
gedung pertemuan, seperti kemarin malam, Meja itu tetap
terjaga oleh empat orang, Hanya saja kedudukan Thio Ceng
Go ditempati oleh lain orang, Pastilah mereka itu termasuk
pula anggauta keluarga Cio-liang pay.
Menurut keterangan Giok Cu, semua pamannya berjumlah
lima orang. Bila hanya dua orang memperlihatkan diri secara
terang-terangan, tentunya yang tiga orang sedang

653
bersembunyi di suatu tempat tertentu.
Thio Sin Houw seorang pemuda yang cermat, lantaran
tergodok oleh pengalaman hidupnya sejak kanak-kanak.
Memperoleh dugaan demikian, segera ia mengisiki Cie Lan:
"Waspadalah! Pasti ada beberapa orang yang
bersembunyi disekitar tempat ini, Kita mau mengintai mereka,
jangan-jangan justru kita yang mereka intai."
Cie Lan manggut. Sekonyong-konyong kedua alisnya
berkerut, Tanpa minta pertimbangan, ia melompat turun.
Gerakan itu membuat hati Sin Houw terkesiap, segera ia
mengejar dengan maksud mengawal dari belakang.
Cie Lan ternyata mengarah ke belakang gedung. ia
mencari dapur dan terus menyalakan api. sebelum Sin Houw
sempat memberi pertimbangan, dapur sudah dibakarnya,
sebentar saja api menjilat tinggi sampai keatap gedung,
seketika itu juga, seluruh anggauta rumah tangga menjadi
kacau-balau, Gugup mereka lari berserabutan mencari air dan
merobohkan ranting-ranting pohon untuk memadamkan api,
Dan pada saat itu, Cie Lan lari balik keatap gedung
pertemuan.
Tahulah Sin Houw akan maksud gadis itu. ia hendak
mengalihkan perhatian empat orang yang berada di dalam
gedung pertemuan itu, Dan akal itu memang tepat sekali.
Tatkala mereka berdua telah berada diatas atap gedung
pertemuan kembali, keempat orang tadi tiada nampak lagi. Cie
Lan girang, ia merasa dirinya cerdas dan akalnya berjalan
dengan baik sekali. Terus saja ia berseru kepada Sin Houw:
"Mereka sedang sibuk memadamkan api, mari kita
bekerja!" dan segera ia melompat turun melalui jendela,
Sin Houw mencontoh perbuatannya, tetapi ia berhenti
bergelantungan di luar jendela, untuk menjaga

654
kemungkinannya.
"lkut aku!" ajak Cie Lan.
Gadis itu tiba diatas lantai dan hendak segera
menghampiri meja. Sin Houw terpaksa pula mengikuti. ia
melihat bungkusan emas itu berada diatas meja tanpa
penjaga. Dan dengan bernapsu Cie Lan maju selangkah.
Tangannya menyambar. Mendadak saja Sin Houw merasakan
suatu keanehan. Lantai yang di injaknya terasa lunak dan
bergoyang, segera sadarlah dia, bahwa lantai itu merupakan
lobang jebakan.
Cepat tangannya bergerak menjangkau tubuh Cie Lan,
sambil melompat ke samping. Tetapi terlambat! sambaran
tangannya gagal, pada detik itu juga, Cie Lan terjeblos
kedalam lubang jebakan. Sin Houw menjejakkan kakinya pada
lantai yang menjeblak kedalam, tangannya menyambar dan
berhasil mencapai tiang yang berada di sebelah meja.
Kemudian ia menurunkan kakinya pada dasar tancapan tiang
itu, ia selamat, tetapi kaget dan cemas memikirkan nasib Cie
Lan.
Dengan jantung bertebaran keras ia berpaling kearah
jendela, Dan seseorang yang merasa terancam bahaya,
biasanya menjadi peka oleh rasa naluriahnya, Apalagi Sin
Houw seorang pemuda yang mempunyai pembawaan cerdas
luar biasa.
Tiba-tiba saja ia menaruh curiga terhadap jendela itu,
menurut dugaannya, pada jendela itulah terletak pesawat
penggerak lantai jebakan. Memperoleh dugaan demikian,
terus saja ia melompat hendak menyelidiki.
Selagi badannya terapung diudara, angin tajam
menyambar padanya. Tahulah dia, seseorang menyerang dari
belakang punggungnya, Cepat ia menangkis, suatu bentrokan

655
terjadi. Prak! Dan orang itu terdorong mundur, Namun dia
ternyata gesit, Begitu roboh diatas lantai, dia meletik bangun.
Thio Sin Houw tak sudi kena dilibat oleh perkelahian ia
melompat ke atas genting, Tetapi orang itupun menyusul
dengan sebat pula. pemuda itu mendongkol juga, ia memutar
pandang dan pada saat itu, bulu kuduknya menggeridik, sebab
dengan tiba-tiba saja, ia telah kena kepung. Beberapa orang
yang berperawakan tak rata memandang padanya dengan
bengis.
Yang langsung berhadapan dengan dia, seorang laki-laki
berperawakan pendek kecil setengah cebol. Disampingnya
seorang laki-laki pula, berperawakan tinggi besar. Orang itu
nampak perkasa sekali. Dua orang itu didampingi empat orang
lagi yang bersenjata lengkap. Dan karena mereka berdiri
membelakangi cerah bulan. Sin Houw tak dapat melihat
wajahnya dengan jelas.
Sin Houw lantas memperhatikan orang yang menyusulnya,
ternyata dia adalah Kun Jie, Dan begitu melihat Kun Jie,
segera ia menyadari siapakah mereka. Jelas mereka adalah
sisa tiga orang pamannya Kun Jie yang belum pernah
dilihatnya.
Hanya ia belum mengetahui apakah mereka benar-benar
hendak mencelakai dirinya. Memperoleh pikiran itu, ia
bersikap waspada dan hati-hati.
Diantara mereka yang mengepung kecuali Kun Jie, ia
mengenal tiga orang dengan segera. Yang pertama adalah
Thio Ceng Sam, kemudian Thio Ceng Go dan yang ketiga
Giok Cu, Tatkala ia bermaksud hendak menegurnya, tiba-tiba
orang yang berperawakan tinggi besar tertawa terbahakbahak.
Hebat perbawanya, atap yang diinjaknya bergetar dan
suara tertawanya nyaring sekali.
"Kami berlima tinggal di sebuah dusun yang sunyi!"

656
katanya nyaring.
"Tak pernah kami duga, bahwa pada hari ini salah seorang
bawahan Thio Su Seng sudi mengunjungi rumah kami."
Thio Sin Houw maju selangkah. ia memanggut hormat
seraya menyahut:
"Perkenankan aku memperkenalkan diri terhadap susiok
sekalian."
"Tidak usah. Bukankah kau bernama Thio Sin Houw?"
orang itu menukas dengan galak.
Giok Cu yang berdiri di belakang mereka, maju
menengahi, Katanya memperkenalkan paman-pamannya:
"inilah pamanku yang paling tua, Ceng It, Dan ini pamanku
yang kedua, Ceng Jie, Dan ini yang keempat, Ceng Sie. Dan
dia kakak misanku yang lain, Kun Cie, puteranya paman Ceng
it ..."
Thio Sin Houw memanggut hormat, setiap kali Giok Cu
menyebut nama mereka masing-masing. Didalam hati ia
berpikir:
"Rupanya keluarga mereka menggunakan nama Ceng
untuk golongan tertua, dan Kun untuk yang muda-muda. Entah
apalagi untuk generasi berikutnya, dan entah apa pula maksud
mereka,"
Diantara kelima bersaudara, Ceng Jie yang beradat
berangasan.Dengan segera ia menegur:
"Hey, anak muda! usiamu belum seberapa, tetapi sudah
pandai membakar rumah. Bagus! sesungguhnya kepandaian
apakah yang kau andalkan?"

657
"ltulah perbuatan temanku yang semberono." sahut Sin
Houw dengan sopan. "Aku sangat menyesal atas terjadinya
pembakaran itu. syukurlah, api tidak begitu besar. Biarlah esok
pagi, akan kuperintahkan ia menghaturkan maaf kepada
paman sekalian."
Ceng Jie melotot marah. Memang, api telah dapat
dipadamkan, akan tetapi hatinya masih saja panas. Ceng Sie
yang berperawakan tinggi jangkung dengan punggung agak
melengkung, maju ke depan. Katanya menimbrung:
"Puluhan tahun kami tinggal disini, selama itu belum
pernah kami terusik oleh pekerti siapapun. Mereka yang
datang kemari, hanyalah untuk menghaturkan rasa hormat
mereka. sebaliknya kau yang masih begini muda, berani
membuat onar disini, sebenarnya siapakah gurumu?"
"Guruku berada dalam laskar Thio pekhu." sahut Sin Houw
dengan tenang.
"Kedatanganku kemari semata-mata untuk memohon, agar
paman sekalian sudi mengembalikan emasnya Thio Pekhu.
Aku berjanji hendak membujuk guruku, agar beliau sudi
berkirim surat kepada paman sekalian untuk menyatakan rasa
terima kasih."
Thio Ceng Sie mendengus. sekian panjangnya pemuda
mengoceh, akan tetapi nama gurunya tidak pernah
disinggungnya, selagi hendak membuka mulut, kakaknya yang
tertua, Ceng It, membentak nyaring kepada pemuda itu:
"Siapakah gurumu?"
Thio Sin Houw mendehem. Menyahut:
"Guruku jarang sekali berkelana atau memperkenalkan diri,
Karena itu, tak berani aku menyebutkan nama beliau, lagi

658
pula, bagi paman sekalian tiada artinya sama sekali."
"Hemm!" Ceng Jie tak sabar lagi, Memang adatnya
berangasan. lantas saja ia memutuskan:
"Jadi kau masih hendak sembunyikan nama gurumu?
Apakah kau kira, kami tidak dapat mengenal gurumu? Kami
mempunyai cara lain, kau berhati-hatilah!" Dan dengan wajah
merah padam ia berseru kepada Kun Cie:
"Kun Cie! Coba kau bermain main sebentar dengan anak
itu!"
Seorang pemuda yang tadi diperkenalkan sebagai
puteranya Ceng It, dengan gesit masuk ke gelanggang, Terus
saja tangannya bergerak menampar pipi, kemudian kakinya
menyusul membuat suatu tendangan.
Thio Sin Houw mengelak, dan Kun Cie melepaskan tinju
kirinya. Pikir Sin Houw didalam hati:
"Mereka berjumlah banyak. "Kalau mereka maju satu demi
satu, aku bisa celaka karena lelah, Bila aku tidak melawannya
dengan cepat, sulit untukku meloloskan diri."
Oleh pikirannya itu, ia menyambut tinju kiri Kun Cie dengan
berhadap-hadapan, Tangan kanannya berkelebat menyambar
tinju itu, lalu dilemparkan ke belakang sambil melompat
kesamping.
Kun Cie tak berkesempatan lagi untuk membebaskan
dirinya yang kena disambar. Belum lagi ia menancapkan
kakinya, tubuhnya sudah tertarik ke depan, Tidak dikehendaki
sendiri, ia menyelonong ke depan. Tatkala kakinya menginjak
atap, genting yang diinjaknya pecah. Dan ia terjeblos ke
bawah.
Syukurlah pada saat itu, Ceng sam masih berkesempatan

659
menyambar dirinya.
Sekiranya tidak demikian, pastilah dia bakal terbanting
kelantai, Mukanya merah padam oleh rasa malu, dengan
penasaran ia menyerang lagi.
Thio Sin Houw sudah bersiaga, sama sekali ia tak
bergeming tatkala lawannya menyerang dengan dahsyat. ia
agaknya hendak mengadakan perlawanan dengan berhadaphadapan,
Tetapi mendadak saja, ia memutar tubuhnya
berbareng menarik kaki kirinya. Dak! Dan Kun Cie roboh
terjungkal.
Sin Houw ternyata tidak hanya mendupakkan kaki kirinya
saja, iapun menggerakkan tangan kanannya selagi kaki kirinya
ditarik, Dengan suara deras, tangan kanannya menyambar
pantat Kun Cie, ia mencengkeram dan mengangkatnya oleh
gerakannya itu, tak sampai Kun Cie mencium tanah. ia
malahan dapat berdiri kembali dengan tak kurang suatu apa.
Bukan main rasa mendongkol Kun Cie, Akan tetapi tak
dapat ia berkelahi lagi, ia harus tahu diri. Meskipun matanya
masih melototi terpaksa ia mengundurkan diri.
"Hey! Anak ini benar-benar hebat!" seru Ceng Jie dengan
hati gusar.
"Biarlah aku mencoba-coba mengadu kepandaian dengan
murid seorang sakti."
Setelah berseru demikian, ia maju sambil menggerakkan
kedua tangannya.
Tiba-tiba Giok Cu melompat ke samping orang tua itu, dan
membisik:
"Paman! Dia telah mengangkat saudara denganku.
janganlah paman melukainya .."

660
"Setan! Minggir!" bentak Ceng Jie dengan sengit.
Tetapi Giok Cu bahkan memegang tangannya. Katanya
setengah merajuk:
"Paman tidak akan melukainya, bukan ?"
"Kau lihat saja bagaimana nanti!" sahut Ceng Jie sambil
mengibaskan tangannya yang kena genggam, Dan oleh
kibasan itu, Giok Cu terpelanting mundur beberapa langkah.
Hampir saja ia roboh terguling.
Ceng Jie tidak menghiraukan keponakannya itu, ia maju
mendekati Sin Houw, Bentaknya.
"Kau majulah!"
"Akh, aku tidak berani." sahut Sin Houw sambil
membungkuk hormat.
"Kau tak mau menyebutkan nama gurumu, maka seranglah
aku tiga kali!" perintah Ceng Jie. "Aku ingin melihat sendiri,
apakah aku sanggup mengenal gurumu."
Panas juga hati Thio Sin Houw ketika mendengar dan
melihat sikap Ceng Jie yang besar kepala, Setelah
menimbang sejenak, akhirnya ia berkata dengan suara
merendah:
"Kalau begitu, terpaksalah aku mengiringi kehendak
paman. Tetapi kepandaianku hanya terbatas, aku mohon
paman berbelas kasihan kepadaku."
"Jangan ngoceh tak keruan!" bentak Ceng Jie. "Siapa sudi
mengobrol denganmu? Hayo, seranglah!"
Sekali lagi Thio Sin Houw membungkuk hormat, dan tibaKANG
ZUSI WEBSITE http://cerita-silat.co.cc/
661
tiba tangannya menyambar. serangan pendek itu membawa
kesiur angin keras. Keruan saja Ceng Jie terperanjat sama
sekali tak diduganya, bahwa pemuda itu memiliki tenaga
dalam begitu kuat, Buru-buru ia melintangkan tangannya dan
hendak menyambar lengan baju.
Thio Sin Houw tadi menyerang dengan tangan kiri, Begitu
melihat Ceng Jie membalas menyerang, gesit ia menarik
tangannya kembali. Kemudian dengan tiba-tiba pula, ia
menyerang raut muka !
"Hey!" Ceng Jie terperanjat lagi, itulah suatu serangan
yang terjadi sangat cepat, Tak sempat lagi ia menangkis.
Padahal ia seorang pendekar yang sudah terlalu banyak
makan garam. Ribuan kali ia menghadapi lawan-lawan berat
yang memiliki ilmu berkelahi yang berbeda-beda. Namun
serangan Sin Houw kali ini adalah yang terhebat.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri, hanyalah
melenggakkan tubuhnya kebelakang.
Thio Sin Houw tak sudi memberi kesempatan lawan untuk
dapat mengadakan serangan balasan, ia bergerak mundur
dan kemudian melingkarkan tubuhnya, gerakan itu seperti
memberi kesempatan kepada lawan untuk memperbaiki
kedudukan dan mengira bahwa Thio Sin Houw hendak
melarikan diri.
Cepat cepat Ceng Jie mengulurkan tangannya untuk
memberi hajaran, tetapi sebelum tangannya sampai pada
sasaran, sekonyong konyong ia merasakan suatu kesiur dari
angin serangan. Dilihatnya kedua tangan Sin Houw bergerak
dengan berbareng mirip sambaran seekor ular hendak
mematuk sasaran, sasaran itu mengarah kepada kedua tulang
iganya.
"Ha-ha ..." ia tertawa di dalam hati, "Meskipun kau berhasil
menyentuh igaku, apa artinya dibandingkan dengan

662
gempuranku?"
Cepat luar biasa ujung tangan Sin Houw tiba pada
sasarannya, dan mengenai pinggang Ceng Jie dengan jitu,
Dan terdengarlah suara gemeretak dua kali hampir berbareng,
Dan tepat pada detik itu, Sin Houw telah melesat mundur
sambil berputaran sebentar. Kemudian berdiri tegak
mengawasi lawannya.
Ceng Jie terperanjat dan mendongkol, ia kena tipu
kesombongannya sendiri. Temyata kekebalannya tak kuasa
membendung pangutan ujung tangan Sin Houw yang
nampaknya tak bertenaga. Tetapi nyatanya seluruh tubuhnya
merasa kesemutan. sebaliknya, walaupun merasa diri seorang
yang kenyang makan garam, namun masih tak dapat
mengenal corak tata berkelahi yang terlalu percaya ke pada
pagutan tenaga tangan.
Tapi dalam pada itu, Giok Cu kagum menyaksikan
kegesitan Sin Houw, hampir saja ia berteriak memujinya.
sebenarnya dalam jurus tadi, Sin Houw menggunakan
jurus gabungan. Mula-mula ia bergerak dengan ilmu ajaran
Bok Jin Ceng, lalu ia menggunakan ilmu kegesitan tubuh
ajaran Bok-siang to-jin. Dan yang terakhir ia memagutkan
tangannya dengan ilmu sakti warisan Gin-coa Long-kun. Maka
tak mengherankan, apa sebab Ceng Jie menjadi bingung.
Tetapi yang heran dan bingung ternyata tidak hanya Ceng
Jie seorang, juga Ceng It dan Ceng Sie tak kurang-kurang
pula. Mereka saling memandang dengan pandang penuh
pertanyaan.
Selamanya, Ceng Jie menganggap dirinya seorang
pendekar besar. Kali ini, ia kena tertipu dalam satu gebrakan
saja, Tak mengherankan kehormatan dirinya tersinggung
sekaligus. Dengan serentak ia melompat maju dan menyerang
dengan mendadak. wajahnya merah padam, alis dan

663
kumisnya bagun seluruhnya. Gerakan kedua tangannya lantas
saja membawa kesiur angin dahsyat.
Hebat perbawa Ceng Jie. Dibawah sinar bulan yang
cemerlang, kepalanya nampak mengepulkan asap, siapapun
mengerti, itulah akibat rasa amarahnya yang tak terkendalikan
lagi. Gerakan kakinya lambat, akan tetapi mantap. Itulah suatu
tanda, bahwa Ceng Jie memiliki himpunan tenaga dalam yang
sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Thio Sin Houw tak berani bermain-main lagi, Menghadapi
serangan Ceng Jie, ia mengendapkan diri sambil mendekat,
Dua kali berturut-turut, ia dadat membebaskan diri dengan
cara demikian, Pada jurus ketiga, diam-diam ia bersiaga
mengadakan perlawanan dengan ilmu sakti Hok-houw ciang.
Dan pada jurus keempat, pertempuran sengit terjadilah.
Tetapi justru menghadapi perlawanan Sin Houw, serangan
Ceng Jie tidaklah secepat tadi, Gerakannya kini agak kendor,
namun setiap pukulannya mengandung tekanan dahsyat.
setiap kali, apabila tangannya bergerak, angin dahsyat
mendahului atau mengiringi.
Menghadapi tekanan himpunan tenaga dalam demikian
dahsyat, Sin Houw tercekat hatinya. Namun sama sekali ia tak
gugup. sekonyong-konyong ia melihat cahaya merah kuning
berada dalam telapak tangan Ceng Jie, ia terkejut dan sempat
berpikir didalam hati:
"Apakah ia memiliki ilmu Ang-see ciang?"
Teringatlah ia kepada tutur kata gurunya tentang berbagai
ilmu sakti dengan tanda-tandanya, seperti ilmu Tiat-see ciang
(Tangan Pasir Besi), Cu-see ciang (Tangan Cu-se) dan Angsee
ciang (Tangan Pasir Merah). semua ilmu sakti itu
adakalanya mengandung bisa racun, dan juga merupakan
ilmu pukulan yang tak boleh mengenai sasaran. Barang siapa

664
kena gempurannya akan rontok tulang-tulangnya. Memperoleh
ingatan demikian, segera ia mengubah tata berkelahinya,
Untuk mencegah pendekatan, kedua tangannya di pukulkan
saling susul dengan cepat sekali.
Ceng Jie bersenyum mengejak, Tahulah dia, bahwa Sin
Houw segan terhadap ilmu saktinya. ia jadi berbesar hati,
lantas saja ia mendesak selangkah demi selangkah,
Mendadak saja, lengan kanannya terasa nyeri. Kaget ia
melesat mundur sambil memeriksa tangannya, ternyata
lengan yang tadi terasa nyeri kelihatan merah dan bengkak.
Tahulah dia, lengannya tadi kena sentuh tanpa diketahui
karena cepatnya, dan iapun segera mengerti bahwa Sin Houw
bermurah hati terhadapnya, Sekiranya menghantam dengan
benar-benar, tangan atau lengannya pasti sudah rusak.
Meskipun demikian, hatinya penasaran juga. Sayang, tak
dapat lagi ia melanjutkan pertempuran itu, Dalam peraturan
adu kepandaian, ia sudah jatuh !
Selagi pertempuran terhenti, Ceng Sam maju mendekati
Sin Houw, Katanya dengan suara tenang:
"Anak muda! Masih begini muda sekali umurmu, akan
tetapi ilmu kepandaianmu hebat sekali. Marilah, ingin aku
mencobamu dengan berbekal senjata."
Thio Sin Houw cepat-cepat membungkuk memberi hormat,
sahutnya dengan suara merendahkan hati:
"Waktu datang kesini, tak berani aku membekal senjata.
Aku datang dengan tangan kosong ..."
Ceng Sam tertawa dan memutus perkataan Sin Houw:
"Kau mengenal adat istiadat. Bagus! Memang, kulihat kau
tak membawa senjata, Hal itu terjadi, karena kau terlalu yakin
kepada kemampuanmu sendiri, Hatimu terlalu besar, sehingga
keberanianmu sangat mengagumkan. Tidak apalah, hanya

665
saja malam ini kau harus memperlihatkan kepandaianku
kepadaku. Marilah, kita melihat-lihat gedung Lian-bu thia.
(Lian-bu thia = semacam ruangan untuk berolah raga).
Apa yang disebut Lian-bu thia, sebenarnya tempat
anggauta Cio-liang pay berlatih, setelah berkata demikian,
Ceng sam mendahului melompat turun dari atas genting, Dan
rombongannya ikut turun pula. Maka tak dapat lagi, Sin Houw
menolak undangan itu. Terpaksalah ia melompat turun dari
atas genting, dan mengikuti mereka memasuki ruangan Lianbu
thia.
Tatkala hendak memasuki ambang pintu, tiba-tiba Giok Cu
mendekati dan membisik dekat telinga Sin Houw:
"Didalam tongkatnya tersembunyi senjata rahasia."
Tercekat hati Sin Houw mendengar peringatan itu,
seumpama tidak memperoleh pemberitahuan itu, sama sekali
ia tidak menyangka. Maka dengan hati waspada, ia
menebarkan penglihatannya.
Ruangan berlatih itu berukuran lebar dan luas sekali.
Didalamnya terdapat tiga panggung persegi panjang, para
anggau Cio-liang pay nampak berkumpul berkelompokkelompok.
Rupanya, mereka semua gemar akan ilmu silat.
Baik laki-laki maupun perempuan, Mereka hendak
menyaksikan adu kepandaian antara Ceng Sam melawan Sin
Houw, Malahan, diantara mereka terdapat beberapa kanakkanak
berusia tujuh atau delapan tahun.
Setelah mereka mencari tempat duduknya masing-masing,
muncullah seorang wanita setengah baya, usianya kurang
lebih empatpuluhan tahun. ia didampingi pelayan perempuan
yang semalam mengantarkan makanan untuk Thio Sin Houw.

666
"lbu!" seru Giok Cu yang mendekati wanita setengah baya
itu, wanita itu masih cantik wajahnya, namun mengandung
rasa duka, Mendengar seruan anaknya, ia hanya
mengerlingkan mata. Sama sekali tak menyahut memperlihat
wajah jernih. pandang matanya guram tak bersinar.
"Anak muda," kata Ceng Sam kepada Sin Houw, "Disini
banyak terdapat bermacam-macam senjata, Kau hendak
menggunakan senjata apa, boleh pilih sendiri !" setelah
berkata demikian, ia menunjuk sekitar ruangan, Pada dinding
gedung itu terdapat deretan berbagai macam senjata tajam.
Thio Sin Houw menyadari, bahwa ia sedang menghadapi
persoalan yang rumit sekali. Tak mudah baginya untuk
memperoleh penyelesaian tanpa kekerasan.
Namun, ia tak menghendaki akan terjadinya ketegangan
yang bertambah hebat,
Karena itu, tak boleh ia sampai melukai siapapun
meskipun dirinya seumpama terdesak kepojok. inilah
pengalamannya untuk yang pertama kalinya setelah
memasuki kancah penghidupan babak kedua, Dan masalah
yang sedang dihadapi itu, ternyata sulit luar biasa, ia
berbimbang-bimbang sejenak untuk menentukan sikapnya.
Giok Cu yang sejak tadi memperhatikan Sin Houw, melihat
pemuda itu berbimbang-bimbang. ia berserus "Pamanku yang
ketiga ini paling senang terhadap seorang muda yang
berkepandaian tinggi. pastilah dia tidak akan melukaimu ..."
"Tutup mulutmu!" tukas ibunya dengan suara sengit, Tak
usah dikatakan lagi, bahwa wanita itu tiba-tiba saja berpanas
hati.
Ceng sam menoleh kepada Giok Cu. Berkata:

667
"Kau lihat saja, bagaimana kesudahannya nanti." setelah
berkata demikian, ia melemparkan pandang kepada Sin Houw
dan berkata lagi: "Anak muda, kau menggunakan pedang atau
golok panjang?"
Thio Sin Houw terdesak. Mau tak mau ia harus
memberikan jawaban. segera ia menebarkan penglihatannya.
Tiba-tiba ia melihat seorang kanak-kanak berusia ampat tahun
berada di dekat seorang pelayan wanita, pastilah anak itu
salah seorang anggauta keluarga tuan rumah. ia hadir dengan
membawa alat-alat permainannya, diantaranya terdapat
sebatang pedang kayu yang di cat hitam, Melihat pedang kayu
itu, Sin Houw segera mendekati anak itu dan berkata lembut:
"Adik kecil, bolehkah aku meminjam pedangmu? sebentar
saja."
Anak itu ternyata pemberani. Sama sekali ia tak takut
terhadap orang asing, Dengan tertawa ia mengangsurkan
pedang kayunya, Dan setelah Sin Houw menerima
pedangnya, ia lari ke dekapan pengasuhnya.
"Sam susiok, tak berani aku menggunakan senjata benarbenar."
kata Sin Houw mendekati Ceng Sam, "Bukankah kita
hanya berlatih saja?"
Sebenarnya Sin Houw bermaksud merendahkan dirinya,
akan tetapi bagi Ceng Sam justru dianggap menghinanya.
Hampir saja orang tua itu tak sanggup mengendalikan rasa
marahnya. Untuk menghibur dirinya sendiri, ia tertawa
terbahak-bahak. Katanya diantara suara tawanya:
"Memang akulah yang lagi sial, puluhan tahun lamanya,
aku berkelana mencari lawan dan kawan. selama itu belum
pernah aku bertemu dengan seorang yang berani
merendahkan diriku.

668
Hem, pernahkah kau mendengar nama tongkatku: Liongtou
Koay-tung?" katanya.
"Baiklah! Jika benar-benar kau mempunyai kepandaian
dewa, hayo kau tabaslah tongkatku kutung!"
Yang disebut tongkat Liong-tou
Koay-tung terbuat dari campuran besi dan baja, siapapun
percaya bahwa tongkat itu tak akan mungkin tertatas kutung
oleh pedang kayu, kecuali apabila pedang kayu itu buah
tangan dewa sakti dan setelah berkata demikian, dengan hati
mendongkol Ceng sam menyambar tongkatnya dan
dibabatkan kearah pinggangnya Sin Houw. Hebat
sambarannya, didalam ruangan itu lantas saja terdengar suatu
suara berdengung.
Gidk Cu memekik cemas, menyaksikan sambaran tongkat
pamannya yang hebat tak terkatakan, pada saat itu, ia melihat
tubuh Sin Houw berputar seperti terseret putaran anginnya.
Akan tetapi belum sampai tubuh Sin Houw terlempar, tibatiba
pedang kayu ditangannya bergerak kencang dan
menikam pergelangan.
Ceng Sam mundur sambil menarik tongkatnya, sebagai
gantinya, ia maju selangkah dan menusuk ke arah dada.
"Akh!" seru Sin Houw didalam hati. "Kiranya tongkatnya
bisa dipergunakan untuk menikam pula, aku harus berhatihati."
Cepat-cepat ia mengelak dan pedang kayunya menotok
lengan. Ceng Sam terkejut, ia tahu, meskipun hanya pedang
kayu akan tetapi bila menabas lengan bisa mengutungkan.
Sebat ia melepaskan pegangannya, sehingga ujung tongkat
jatuh menusuk lantai. Tetapi tepat pada saat itu, serangannya
yang tak kalah dahsyatnya telah menyusul.

669
Hebat gerak-geriknya. selain cepat, mengandung ancaman
mengerikan, sedikit saja Sin Houw kena tersentuh, pasti akan
celaka.
Thio Sin Houw kagum melihat kegesitan dan kesehatan
Ceng Sam oleh rasa kagumnya, ia berkelahi dengan hati-hati
dan cermat. ia selalu mengelak atau menghindari. Dan
kemplangan tongkat yang tidak mengenai sasaran,
menghantam batu lantai hingga hancur berantakan.
Keping-kepingannya terpeleset kesana kemari bagaikan
titik hujan. Maka bisa dibayangkan betapa akibatnya, apabila
sampai mengenai tubuh manusia yang terdiri dari darah dan
daging.
Sin Houw tak sudi terpengaruh kedahsyatan tongkat Liongtou
Koay-tung, segera ia melayani kegesitan lawan dengan
ilmu kelincahan tubuh ajaran Bok-siang tojin, Tubuhnya
bergerak sangat lincah, gesit dan sebat luar biasa.
Tak ubah bayangan, ia melesat ke sana kemari. Dan setiap
kali memperoleh kesempatan, pedangnya menabas dan
menikam,
Tak terasa, pertempuran cepat itu telah memasuki jurus
duapuluh, setelah itu, Ceng Sam kelabakan sendiri. ia sudah
terlanjur membuka mulut besar.
Akan tetapi sampai sekian jurus, belum berhasil
merobohkan lawannya yang masih berusia muda sekali.
sekian puluh tahun lamanya, ia malang melintang tanpa
tandingan karena tongkatnya itu.
Akan tetapi pada malam itu, ia malah kena dipermainkan
seorang bocah cilik.

670
Masakan melawan pedang kayu saja, membutuhkan waktu
begitu lama? Dan oleh pikiran itu, ia menjadi gugup, Tak
dikehendaki sendiri, keringatnya membasahi seluruh
tubuhnya.
Oleh rasa gugup dan mendongkol, ia menjadi penasaran.
segera ia merubah tata-berkelahinya, Dengan gesit ia
mencoba melihat Sin Houw dengan tongkat andalannya.
Gerakannya membuat semua penonton mundur beberapa
langkah, karena tersapu angin yang datang bergulungan. Ada
diantaranya yang bersandar pada tembok untuk
mempertahankan diri.
Setelah merubah tata berkelahinya, Sin Houw mengakui
didalam hati bahwa orang tua itu merupakan lawannya yang
tertangguh selama hidupnya, Tak dapat ia mendekatinya.
sedang pedang kayunya tak dapat diharapkan bisa menabas
kutung tongkat Liong-tou Koay-thung bahkan apabila kurang
hati-hati, pedang kayunya sendiri yang bakal patah menjadi
dua tiga bagian.
"Akh, kalau begini terpaksa aku harus melawannya dengan
ilmu gabungan kedua guruku ..." pikir Sin Houw di dalam hati,
Berpikir demikian, iapun segera merubah tata berkelahinya,
Gerakannya jadi lambat dan nampak perlahan.
Ceng Sam bergirang hati menyaksikan gerakan Sin Houw
yang makin lama jadi makin lambat. Itulah suatu tanda bahwa
dia kehilangan tenaga. oleh pikiran itu, tak sudi ia sia-siakan
kesempatan yang bagus. Begitu memperoleh kesempatan,
dengan sebat ia menghantamkan tongkatnya.
Thio Sin Houw nampak lelah. Dengan gerakan lambat ia
menyambut serangan tongkat Ceng Sam yang dahsyat tak
mengenal ampun. Giok Cu yang berada diluar gelanggang
berseru cemas.
Tiba-tiba ia melihat suatu perubahan yang mengherankan.

671
Pada saat ujung tongkat lewat didepan dada, cepat, luar biasa
Sin Houw menggerakkan tangannya.
Tahu-tahu ujung tongkat kena ditangkapnya dengan
tangan kiri, Dengan tenaga penuh, ia menghentak sambil
menarik. Kemudian pedang kayunya menyambar. Bret! dan
bajunya Ceng Sam menjadi koyak!
Ceng Sam kaget bukan kepalang.
Pada detik itu pula, telapak tangannya panas luar biasa
oleh gentakan Sin Houw. Tak dapat lagi ia mengelakkan diri
atau mencoba mempertahankan diri.
Satu-satunya jalan, hanya melepaskan genggemannya.
Artinya, tongkat andalannya kena direbut lawan. Hal itu
sebenarnya sudah merupakan karunia meskipun memalukan
sekali. coba seumpama Sin Houw tidak mengenal belas kasih,
dadanya sudah kena tikam dengan telak!
Thio sin Houw tahu kegelisahan lawan. Hatinya yang mulia
tidak mengijinkan untuk ia membuat orang tua itu
menanggung malu, selagi menarik pedang kayunya, ia
menyodorkan tongkat yang kena dirampasnya kepada
pemiliknya lagi. Gerakan itu dilakukan dengan cepat dan
semu, sehingga hanya seorang ahli saja yang bisa
mengetahuinya.
Sebenarnya Ceng sam sudah merasa mati kutu, Akan
tetapi hatinya panas dan mendongkol, sambil menerima
tongkatnya kembali, ia berteriak tinggi sambil menyerang,
itulah kejadian diluar dugaan Sin Houw, ia heran, apa sebab
orang tua itu membandel? Bukankah dia sudah terkalahkan?
Apa sebab ia masih menyerang? Tapi tak sempat lagi ia
berpikir berkepanjangan, ia harus mengelakkan serangan tibatiba
itu, Dengan gesit ia melesat ke samping dengan
memiringkan badannya. Lalu melompat mundur.

672
Ceng sam tak mau mengerti. Sebenarnya, kalau mau Sin
Houw dapat menyerangnya dari samping, Tapi ia tak
memperdulikan kemuliaan hati pemuda itu. Dengan
penasaran, ia menarik pulang tongkatnya. Lalu menyerang,
tapi kali ini dibarengi dengan suara berdesir, Dan dari ujung
tongkatnya, melesatlah tiga batang paku beracun yang tipis.
sasarannya membidik atas, tengah dan bawah.
Jarak mereka sangat dekat. Maka bisa dibayangkan,
betapa berbahayanya.
Apalagi Ceng Sam membarengi dengan tusukan. Giok Cu
berseru kaget, Hampir saja ia melompat ke dalam gelanggang,
kalau saja tidak kena tarik ibunya.
Thio Sin Houw sudah berjaga-jaga sejak memperoleh
kisikan Giok Cu. Tapi serangan itu sendiri, sangat keji.
Gesit luar biasa, ia menyapu ketiga paku itu dengan
pedang dan ujung baju-nya, itulah jurus simpanan ilmu sakti
dari golongan Hoa-san pay ajaran guru-nya, Bok Jin Ceng
yang jarang sekali muncul didepan umum. Kalau saja tidak
merasa terpaksa, tidak akan Sin Houw menggunakan ilmu
simpanan tersebut.
Setelah itu, dengan geram ia maju selangkah dan
menekan ujung tongkat Ceng Sam dengan pedang kayunya
kelantai.
Itulah suatu peristiwa diluar dugaan Ceng Sam. ia tadi
sudah merasa pasti, bahwa serangan paku beracunnya akan
berhasil. Tak mengherankan, tongkatnya tidak perlu ditariknya
kembali cepat-cepat, sekarang tongkatnya kena tindih, Suatu
tenaga luar biasa besarnya menekan ujung tongkatnya ke
lantai.
Terus saja, ia berjuang mempertahankan tongkatnya, Akan

673
tetapi pedang kayu Sin Houw terus menekan ke bawah sedikit
demi sedikit, Dan tatkala ujung tongkat meraba lantai, kaki
kirinya menggantikan kedudukan pedang, Tongkat itu
diinjaknya.
Keringat dingin membanjiri seluruh tubuh Ceng Sam, ia
berkutat mati-matian untuk membebaskan tongkatnya.
Selagi mengerahkan sisa tenaganya, tiba tiba Sin Houw
melompat mundur, oleh perubahan itu, Ceng Sam terhentak
mundur beberapa langkah dan hampir saja ia roboh
terjengkang, ia berhasil mengangkat tongkatnya kembali. Akan
tetapi lantai yang terbuat dari batu pualam hijau meninggalkan
lobang besar sebesar tusukan ujung tongkatnya, Dan
menyaksikan hal itu, semua hadirin terperanjat dan
tercengang.
Tak usah diumumkan lagi, Ceng Sam telah kalah. ia
mendongkol bukan kepalang. Tak pernah terlintas di dalam
benaknya, bahwa pada suatu kali ia bakal dikalahkan lawan
yang hanya bersenjata pedang kayu, ia menggigil oleh rasa
marah, kecewa dan benci.
Dengan kedua tangannya ia melemparkan tongkatnya
keatas wuwungan gedung. Brak! Dan atap gedung itu
tertembus tongkatnya dengan suara berderakan.
"Tongkatku kena kau kalahkan dengan pedang kayumu,
Apa perlunya kusimpan lagi sebagai senjata mustika?"
teriaknya dengan wajah merah padam.
Thio Sin Houw tak bergerak dari tempatnya. ia tahu, orang
tua itu sedang mengumbar rasa mendongkolnya. sebenarnya
bukan tongkatnya yang buruk, akan tetapi karena ilmu
kepandaiannya kalah jauh dengan Thio Sin Houw. Semua
orang tahu akan hal itu, Dan sebenarnya tak perlu Ceng Sam
menutup nutupi kekalahannya.

674
Diantara keluarga Cio-liang pay yang berkumpul didalam
gedung itu, tinggal Ceng It, Ceng Sie dan Ceng Go yang
belum melawan Sin Houw, Ceng Go adalah seorang ahli
pembidik senjata rahasia. senjata yang digunakannya adalah
semacam pisau belati panjang yang tipis.
Bentuknya setengah golok setengah pisau, Tajamnya luar
biasa. selain itu mengandung racun jahat, Selama hidupnya,
belum pernah ia kehilangan sasaran bidikannya, selalu tepat
dan tak pernah meleset.
Senjatanya disimpan dalam sebuah kantong semacam
tempat anak panah. Masing-masing senjata mempunyai daya
berat setengah kilo, Biasanya senjata bidik terlepas tanpa
suara. Tapi senjata bidik Ceng Go yang istimewa itu, meraung
nyaring seperti seruling, itulah disebabkan pada ujung belati
terdapat sebuah lobang sebesar biji asam.
Suara itu sendiri dimaksudkan sebagai suatu santun.
Lawan diperingatkan terlebih dahulu agar bersiaga penuh
begitu mendengar suara raungan, Akan tetapi sebenarnya
raungan suara itu justru mengacaukan pemusatan lawan.
salah salah bisa membuat lawan yang kecil hati jadi bingung
dan gugup.
Melihat kakaknya gagal menguji ketangguhan Sin Houw,
tanpa berbicara lagi ia melompat kedalam gelanggang.
"Saudara Sin Houw!" katanya. "Tahun depan umurku
mencapai empat puluh tahun, jadi aku masih pantas menyebut
kau sebagai saudara. Kau hebat, saudara. Dengan senjata
kayu kau bisa mengalahkan tongkat mustika kakakku.
Bagaimana kalau sekarang aku mencoba-coba senjata
bidikku?"
Dan setelah ia berkata demikian, dialihkannya kantong kulit
yang berada dipunggung ke pinggang.

675
Sin Houw menatap gerak-gerik Ceng Go sebentar.
Rasanya tiada gunanya ia mencoba menolak. Maka
terpaksalah ia mengangguk. sahutnya:
"Baiklah, hanya saja tak berani paman menyebut diriku
dengan istilah saudara. sebab aku sudah mengangkat
saudara dengan kemenakanmu, Harap saja paman sudi
bermurah hati terhadapku "
Ia mengembalikan pedang kayu kepada anak yang
meminjami, kemudian balik kembali memasuki gelanggang, ia
tahu, kali ini bakal menghadapi pertempuran seru, apalagi ia
menghadapi orang termuda dari lima dedengkot Cio-liang pay,
pastilah dia lebih berangasan dari pada saudara-saudaranya
yang tua tadi.
Dalam pada itu, semua penonton mundur sampai
kedinding. Mereka tahu, senjata bidik Ceng Go tak boleh di
buat semberono, sekali terlepas, maka udara akan dipenuhi
pisau belati yang berterbangan dengan suara meraung.
Tak mengherankan suasana gelanggang jadi tenang
bercampur tegang, Sebab apabila Sin Houw terpaksa
mengelak, senjata bidik akan terus meluncur menikam salah
seorang penonton yang lagi bernasib sial.
Thio Sin Houw sendiri kala itu, terpaksa memeras otak,
Bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk melawan senjata
bidik Ceng Go? Kalau hanya main tangkap, rasanya kurang
kena. Karena gerakan itu hanya memperlihatkan suatu
kegesitan belaka, seumpama Ceng Go bisa dikalahkan
dengan cara demikian, tentunya dia belum puas.
Kecuali apabila sanggup menanamkan rasa segan
kedalam hati mereka semua, agar Cie Lan dibebaskan dengan
hormat.Pikirnya: "Dia hendak memperlihatkan kepandaiannya
dalam hal membidikkan senjata kenapa aku tak menirunya?"

676
dan memperoleh pikiran demikian, segera ia berkata:
"Go susiok, biarlah aku mengambil segenggam batu untuk
menghadapi senjata bidik paman yang dahsyat."
Setelah berkata demikian, ia keluar gelanggang dan
mengambil seraup batu-batu kerikil. ia sudah memperoleh
keputusan hendak melawan senjata bidik Ceng Go dengan
ilmu ajaran Bok-siang tojin!
"Silahkan!" katanya setelah memasuki gelanggang
kembali.
"Hati-hati!" Ceng Go memperingatkan.
Berbareng dengan peringatannya, sebatang pisau belati
menyambar dengan suara meraung, Hebat suara raungan itu,
gerakan Ceng Go tangkas pula. Maka cepat-cepat Sin Houw
menyentil sebuah batu, !Takk!" Batu membentur ujung pisau.
Dan suara raungan itu terhenti, karena batu menyumbat
lobang suara.
"Bagus!" Ceng Go memuji. "Kalau begitu, tak boleh aku
bersegan segan lagi, Hati-hatilah!"
Dua pisau belati terbang menyambar dengan sekaligus,
dan dua kali pula bentrokan terdengar nyaring, Yang pertama
terpukul miring dan membenam pada tiang, sedang yang
kedua runtuh bergelontangan dilantai, peristiwa itu benarbenar
mengejutkan Ceng it yang memperhatikan adu
kepandaian antara saudara-saudaranya melawan Sin Houw.
Betapa tidak? senjata bidik Ceng Go mempunyai berat
kurang lebih setengah kilo, Kena tenaga lontaran pembidiknya
akan mempunyai daya berat sekian kali lipat, Akan tetapi kena
di runtuhkan Sin Houw yang hanya menggunakan batu kerikil.
Tak usah dikatakan lagi, bahwa himpunan tenaga dalam Sin
Houw jauh berada diatas Ceng Go.

677
Wajah Ceng Go nampak berubah, begitu menyaksikan
runtuhnya dua pisau belatinya, Tapi pada saat itu pula, ia
memberondongkan ampat pisau belatinya sekaligus. Sin
Houw sudah mempunyai dugaan demikian, ia menyongsong
sambitan pisau belati Ceng Go dengan ampat butir kerikilnya,
Dan ampat pisau belati itu runtuh diatas lantai saling susul
seperti tadi, setelah terdengarnya suara benturan yang
nyaring.
"Akh, bagus! Bagus!" seru Ceng Go, ia seperti menyatakan
pujian dengan hati tulus, akan tetapi hatinya sesungguhnya
mendongkol bukan main. segera ia melepaskan enam pisau
belatinya sekaligus, kemudian dua batang lagi menyusul
beberapa detik.
Arah bidikannya memenuhi segenap penjuru akan tetapi
sasarannya satu. Teriaknya didalam hati: "Hem! Coba, ingin
kulihat apakah kau mampu meruntuhkan ke enam pisau-pisau
belati, berikut dua lagi yang menyusul belakangan ..."
Terbangnya delapan benda tajam itu membawa suara
meraung-raung berisik sekali, Kena pantulan sinar lampu, ke
delapan senjata bidik itu membawa cahaya berkilauan, Tetapi
sebentar saja, baik suara raungan maupun sinar berkilauan itu
padam dengan mendadak kena benturan enambelas batu
kerikil Sin Houw yang bersuing pula diudara!
"Akh, benar-benar hebat!" seru Ceng Go didalam hati,
sekarang ia jadi penasaran. Dengan semangat tempur yang
menyala, ia melepaskan enam batang pisau belati sampai tiga
kali berturut-turut saling menyusul, Tak usah dikatakan lagi,
betapa berisik suara raungan diudara!
Ceng It adalah seorang pendekar berpengalaman. Melihat
gerak-gerik Sin Houw yang gesit dan tangkas luar biasa,
tahulah dia bahwa pemuda itu pasti murid seorang pendekar
yang berkepandaian tinggi luar biasa. Kalau sampai pisaunya

678
Ceng Go melukainya, akan panjang ekornya. Maka cepatcepat
ia berteriak mencegah:
"Go-tee, jangan menuruti hati panas saja, Tahan!"
Akan tetapi pencegahan itu sudah kasep, Tiga kali
berturut-turut, Ceng Go melepaskan senjata bidiknya, setiap
kali ia melepaskan enam batang. Dengan demikian,
delapanbelas batang senjata bidik berkilauan memenuhi udara
tak ubah hujan gerimis. Adalah tak mungkin untuk menarik
kembali.
Thio Sen Houw sendiri bersikap tenang luar biasa,
menghadapi hujan senjata bidik. Mula-mula ia menebarkan
duabelas batu kerikilnya untuk meruntuhkan enam batang
golok. Kemudian ia melesat kesana kemari menangkap enam
pisau belati susulan. setelah kena tergenggam ditangannya, ia
menyambitkan kembali meruntuhkan enam senjata bidik yang
menyambar untuk yang ketiga kalinya.
Dengan tiga gerakan itu, ke delapan belas senjata bidik
Ceng Go rontok bergelontangan diatas lantai. Dan yang kena
bentur senjata kerikilnya terbang keluar gelanggang
menancap pada dinding. itulah suatu pemandangan yang
benar-benar mempesonakan. Mereka semua yang melihat,
memekik tertahan oleh rasa heran dan kagum.
Pandang mata Ceng It, Ceng Jie, Ceng Sam, Ceng Sie
dan Ceng Go mendadak menjadi bengis. Dengan serentak
mereka berteriak nyaring:
"Apakah kedatanganmu kemari atas perintahnya Gin-coa
Long-kun?"
Sin Houw tercengang, Memang, ia tadi menggunakan jurus
ilmu warisannya Gin-coa Long-kun selagi menghadapi
kerumunan senjata bidiknya Ceng Go. Tetapi bagaimana

679
mereka berlima bisa mengenal dengan sekali melihat saja?
Thio Sin Houw tidak mengetahui bahwa pada waktu muda,
Ceng It berlima pernah bertempur melawan Gin-coa Long-kun.
Ketika waktu itu Ceng Go menyerang dengan delapanbelas
senjata bidiknya, cara menangkap dan mengadakan
perlawanan Gin-coa Long-kun, benar-benar tak pernah
terlupakan oleh mereka berlima. Di dunia ini hanya dia
seorang, Bertahun-tahun lamanya, mereka membicarakan dan
merundingkan gerakan Gin-coa Long-kun yang ternyata
merupakan obat pemunah sambaran pisau terbang yang
ampuh, Gerakan itu tak pernah terhapus dari ingatan mereka.
Bahkan seringkali dibawanya bermimpi. Maka itulah
sebabnya, begitu melihat gerakan perlawanan Thio Sin Houw
segera mereka mengenali tanpa ragu-ragu lagi.
Thio Sin Houw tidak mengetahui adanya latar belakang
sejarah mereka berlima yang bersangkut-paut dengan Gin-coa
Long-kun. Melawan Ceng Jie dan Ceng Sam serta Ceng Sie,
ia hanya meng gunakan jurus-jurus ajaran kedua gurunya.
Tetapi setelah merasa terpojok oleh sambaran pisau terbang
Ceng Go, dengan tak dikehendakinya sendiri ia melakukan
perlawanan dengan jurus warisan Gin-coa Long-kun. Memang
warisan Gin-coa Long-kun sudah meresap didalam darah
dagingnya, seakan-akan miliknya sendiri. Karena itu cara
menggunakannya secara naluriah belaka.
Begitulah, tatkala mendengar pertanyaan itu segera ia
hendak memberi keterangan, Tetapi pengalaman hidupnya
yang pahit, menahannya. ia menaruh curiga terhadap bunyi
dan nada pertanyaan mereka. Cara mereka bertanya,
mengingatkan dirinya kepada musuh-musuh ayah bundanya
yang bersikap galak dan main paksa. Mulutnya yang sudah
bergerak, segera menutup kembali, selagi demikian, terlihatlah
tiga orang memasuki paseban, Yang berjalan di depan adalah
Cie Lan yang terbelenggu kedua tangannya. ia dikawal oleh
dua orang yang bersenjata terhunus. Rupanya, baru saja Cie
Lan dikeluarkan dari lubang jebakan.

680
Melihat munculnya Cie Lan, hati Sin Houw tergetar, Terus
saja ia melesat menghampiri. Ceng It dan Ceng Ji segera
memburunya dengan senjata andalan mereka.
Thio Sin Houw tak menghiraukan, ia menyusul Cie Lan,
Tiba-tiba dua pengawalnya menyerang dengan berbareng,
Cepat ia mengendapkan diri, dan pada detik itu
terdengarlah suatu bentrokan senjata tajam, itulah bentrokan
senjata antara dua pengawal Cie Lan dan Ceng lt.
"Minggir, tolol!" bentak Ceng It mendongkol.
Sin Houw tadi tidak mengadakan perlawanan tatkala kena
serang dua orang pengawalnya Cie Lan, ia hanya
mengendapkan diri, sehingga kedua pedang penyerangnya
menyelonong melalui punggungnya, justru pada saat itu Ceng
It dan Ceng Jie sedang menyerang pula. Dengan demikian
senjata mereka berempat jadi berbenturan. Keruan saja, dua
pengawal itu kaget setengah mati.
Mereka heran bukan kepalang, atas terjadinya benturan
itu, pada waktu itu Sin Houw mempunyai kesempatan untuk
mendekati Cie Lan. Dengan sekali tabas, ia memutuskan tali
pembelenggu dengan pedangnya Cie Lan yang masih
tergantung di pinggangnya. Kemudian berkata:
"lni pedangmu!"
"Sin-ko!" seru Cie Lan girang, Cepat ia membuang tali
pembelenggunya dan terus menerima pedangnya, Dan baru
saja pedangnya tergenggam, dua batang tombak pendek
Ceng It melintang di depannya, ia terperanjat Tetapi pada saat
itu, ia mendengar suara mengaduh. Cepat ia menoleh dan
melihat dua pengawal yang sialan tertusuk tombak Ceng It.
Untung, Ceng It masih sempat menyadarkan tikamannya

681
sehingga hanya menusuk paha. Kalau tidak, mereka berdua
pasti akan menjadi sate mentah.
Peristiwa itu terjadi oleh kecekatan Sin Houw yang bisa
mengambil keputusan diluar dugaan. Melihat ancaman
bahaya, sebat ia menyambar dua pengawal yang menyerang
dari samping dan dibenturkan pada tombak majikannya dan
setelah itu, ia merenggut tali pembelenggu Cie Lan untuk
dijadikan alat melawan keganasan tombak Ceng It.
Ceng It pada waktu itu mendongkol bukan main, Dengan
geram, ia menendang kedua pengawalnya,Kemudian
mengulangi tikamannya. Sin Houw menyambar tangan Cie
Lan dan dibawanya melompat mundur. Kemudian ia melihat
ujung tombak Ceng It dengan tali pembelenggu.
Sudah barang tentu, Ceng It tidak sudi kena libat, untuk
membebaskan libatan itu, ia melompat dengan menikamkan
tombaknya lagi untuk yang ketiga kalinya, Sin Houw memuji
kecekatannya, Tetapi otaknya yang cerdas dapat mengambil
tindakan diluar dugaan. Tadi, memang ia bermaksud menarik
tombak itu setelah melihatnya. Apabila Ceng it melompat maju
sambil melepaskan tikamannya, ia malah melepaskan tali
libatan, Dan dengan kecepatan luar biasa, ia melompat
kesamping sambil melindungi Cie Lan. Ceng It jadi kehilangan
keseimbangan.
Tubuhnya menyelonong ke depan sampai dua langkah
jauhnya. Kemudian dengan mati-matian ia
mempertahankannya dengan menjagangkan kedua kakinya.
Thio Sin Houw mempergunakan kesempatan yang baik itu,
Dengan membimbing tangan Cie Lan, ia lari keserambi depan,
ia membalikkan tubuhnya, berdiri tegak dan menunggu
kedatangan mereka dengan sikap tenang luar biasa.
Ceng It jadi panas hati, ia merasa diri kena dipermainkan

682
seorang pemuda seumpama bocah yang belum pandai apaapa.
Maka dengan penasaran dan penuh dengki, ia memburu.
Keempat saudara dan dua kemenakannya segera
menyusulnya. Dan sebentar saja, mereka bertujuh sudah
mengambil sikap mengurung.
"Kau jawablah pertanyaanku! Di mana Lim Beng Cin kini
berada?" bentak Ceng It dengan menudingkan tombaknya.
"Lim Beng Cin? siapakah Lim Beng Cin?" sahut Sin Houw
heran, Kemudian meneruskan dengan suara sabar: "Marilah
kita bicarakan dengan baik-baik. susiok sekalian tidak perlu
bergusar hati terhadapku."
"Apakah kau muridnya Lim Beng Cin yang terkenal dengan
sebutan Gin-coa Long-kun?" kata Ceng It yang tidak
menggubris. "Apakah kedatanganmu ke sini, atas
perintahnya?"
Belum lagi Sin Houw membuka mulutnya, Ceng Sie ikut
bicara, Katanya garang:
"Anak muda! sebelum terlanjur berilah kami keterangan
sejelas-jelasnya - coba jawab, dimanakah Gin-coa Long-kun
kini berada?"
Sepasang alis Sin Houw terbangun. Teringatlah dia, bahwa
dahulu Kun Cu dan temannya secara samar-samar pernah
menyebut Gin-coa Long-kun dengan nama Lim Beng Cin pula,
Maka oleh ingatan itu, segera ia menjawab:
"Dengan sesungguhnya, selama hidupku belum pernah
aku melihat wajah Gin-coa Long-kun. Bagaimana dia bisa
memerintahkan aku untuk datang ke sini?"
"Apa kata-katamu ada harganya untuk kami percaya?"
Ceng sie menegas.

683
"Hem! Meskipun aku bukan seorang ksatria besar, tetapi
selama hidupku belum pernah aku berbohong terhadap
siapapun." sahut Sin Houw mendongkol. "Secara kebetulan
aku bertemu dengan saudara Giok Cu, kemudian bersahabat
dan datang ke sini untuk mengunjungi dan menjenguk
kesehatannya, Apakah hal ini ada hubungannya dengan Gincoa
Long-kun?"
Mendengar perkataan Sin Houw Ceng It berlima agak
menjadi tenang, Namun rasa curiga mereka belum hilang,
setelah berdiam sejenak, Ceng It berkata mengancam:
"Kau bisa menyebut Gin-coa Long-kun dengan lancar,
pastilah kau mengetahui dimana tempat persembunyiannya,
janganlah kau mengharap bisa keluar dari dusun ini. Terus
terang saja, dia adalah orang buruan kami!"
Thio Sin Houw menjadi tercengang mendengar bunyi
ancaman Ceng It, ia menjadi teringat dengan nasib
keluarganya yang terus-menerus dikejar-kejar musuh dari
berbagai jurusan, Dan teringat hal itu, hatinya sengit, Namun
masih bisa ia bersikap sabar dan tenang, setelah
membungkuk hormat, ia menyahuti
"Aku memang kenal namanya, tetapi aku bukan sanak atau
keluarganya, Akupun belum pernah melihat dirinya dengan
berhadap-hadapan, apalagi berbicara dengannya. Hanya saja
memang aku tahu, di mana dia kini berada. Tetapi yang
kukhawatirkan, barangkali tiada seorangpun yang berani
menemuinya ..."
Itulah suatu penghinaan bagi Ceng It berlima, lantas saja ia
menggerung hebat. Teriaknya:
"Siapa bilang kami tak berani mencarinya ? Belasan tahun
sudah, kami berusaha mencari untuk menemukannya kembali.
Kami berlima boleh kau antarkan seorang demi seorang, atau
dengan berbareng. Sesukamulah! Biarpun dia bersembunyi di

684
ujung langit, kami tidak akan mundur selangkah pun juga..."
Nah, antarkan kami kepadanya! Atau berilah kami
keterangan di mana dia sekarang berada."
Thio Sin Houw tertawa tawar, sebagai seorang pemuda
yang banyak mempunyai pengalaman berhadapan dengan
musuh-musuh ayah-bundanya, lantas saja dia dapat menilai
budi pekerti Ceng It dan saudara-saudaranya, sahutnya
menggertak:
"Apakah benar-benar susiok hendak menemui dia?"
Dengan hati panas, Ceng It maju selangkah. Berteriak
nyaring:
"Tidak salah lagi! Aku memang mau menemui dia, Di
mana?"
Sin Houw mengkerutkan dahi, Ber-tanya menegas:
"Sebenarnya apa maksud susiok hendak menemuinya?"
"Hei, anak muda!" bentak Ceng It, "Kau anak kemarin sore,
janganlah kau mempermainkan aku yang sudah ubanan, kau
katakanlah, dimana dia sekarang berada!"
Sin Houw tersenyum melihat kelakuan orang tua itu, yang
masih berangasan, jawabnya:
"Kurasa susiok masih membutuhkan waktu beberapa
tahun, untuk bisa menemui dia."
"Apa maksudmu?" potong Ceng It.
"Karena dia sudah meninggal dunia..." ujar Sin Houw
dengan suara tenang.

685
Mendengar perkataan itu, mereka semua tercengang, Juga
seluruh anggauta keluarga Cio-liang pay yang ikut menyusul
ke serambi depan. Tiba-tiba terdengarlah pekik suara Giok Cu:
"lbu! ibu ...!"
Thio Sin Houw menoleh. Dan pada saat itu, ia masih
berkesempatan melihat ibunya Giok Cu jatuh pingsan di atas
kursi. Cepat-cepat Giok Cu mengangkat kepala ibunya, dan
diletakkan diatas pangkuannya, wajah ibunya pucat lesi,
kedua matanya tertutup rapat.
"Hemm ...!" dengus Ceng Sie dengan bersungut,
Ceng Jie berpaling kepada Giok Cu, menuding sambil
berkata memerintah.
"Kau bawalah ibumu masuk kedalam, Keluarga kita tak
boleh memperlihatkan kelemahannya!"
Giok Cu menangis dengan tiba-tiba, jawabnya dengan
sengit:
"lbu terkejut tatkala mendengar berita ayah, kenapa harus
malu? Apa yang harus disembunyikan? ibu bersengsara, ibu
pedih, Hatinya kena tertikam!"
Mendengar perkataan Giok Cu Sin Houw menjadi sangat
terkejut, pikirnya didalam hati:
"Jadi, Gin-coa Long-kun suami wanita itu? Jadi, Gin-coa
Long-kun ayahnya Giok Cu?"
Ceng Sam menegakkan pandangnya, mendengar
perkataan Giok Cu. Dengan menahan luapan marahnya, dia
membentak:

686
"Toako! Kau sayang kepada anak itu, nyatanya dia berani
melawan perintah Jie-ko. Idzinkanlah aku menghajar dia!"
Ceng It mencoba menengahi, Kata-nya sengit kepada Giok
Cu:
"Kau bilang, Gin-coa Long-kun itu ayahmu? Hayo, kau
bawa ibumu masuk ke dalam! Cepat!"
Giok Cu tak berani membantah perintah pamannya yang
tertua. Dengan memaksa diri, ia memapah ibunya hendak
dibawanya masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba ibunya Giok Cu
tersadar, perlahan-lahan ia berkata kepada Giok Cu:
"Katakan kepada anak Sin Houw, bahwa aku ingin
berbicara esok malam, Banyak yang hendak kutanyakan
kepada-nya."
Giok Cu memanggut dan segera mendekati Sin Houw.
Katanya.
"Masih ada satu hari lagi. Esok malam datanglah ke sini
lagi untuk mencari emasmu. ingin kutahu, kau mempunyai
kemampuan atau tidak." setelah berkata demikian, ia
mengeringkan matanya kepada Cie Lan.
Pandangnya sengit, Kemudian ia memapah ibunya masuk
ke dalam.
"Mari, Lan-moay. Kita pergi saja" ajak Sin Houw kepada
Cie Lan.
Dengan memanggut kecil, Cie Lan mendahului memutar
tubuhnya.
"Tunggu dulu!" seru Ceng Go dengan menghalangkan
kedua tangannya. "Jawab pertanyaanku satu kali lagi!"

687
"Hari sudah larut malam, susiok." sahut Sin Houw dengan
membungkuk hormat, "Lain kali aku datang ke sini untuk
memenuhi kehendak susiok."
"Tidak! Jawab pertanyaanku dulu! Waktu Lim Beng Cin
mati, siapa yang menyaksikan? Lagipula, di mana dia mati ?"
Dengan sesungguhnya, Gin coa Long-kun bukan sanak
keluarga Sin Houw, Tetapi mendengar lagak pertanyaan Ceng
Go, ia jadi panas hati. Entah apa sebabnya, Dan seketika itu
juga, teringatlah dia kepada Thio Kun Cu dan temannya yang
datang ke gunung Hoa-san hendak mencari warisan Gin coa
Long kun, pikirnya didalam hati:
"Hm... apakah aku tak tahu maksudmu sebenarnya? Kau
benci terhadap Gin-coa Long-kun, tetapi hatimu mengincar
warisannya. Bagus benar hatimu. walaupun sampai mati, tidak
akan aku memberi keterangan kepadamu."
Dan oleh pikiran itu, ia menjawab dengan mengulum
senyum:
"Sebenarnya aku hanya mendengar berita kematian Gincoa
Long-kun dari tutur-kata seorang sahabat. Kalau tak salah,
menurut sahabatku itu Gin-coa Long-kun meninggal disebuah
pulau di seberang sungai Tiang-kang, Nama pulau itu sendiri,
katanya Beng-to."
Ceng It berlima saling pandang dengan rasa heran penuh
pertanyaan. Mati di pulau Beng-to? Mengapa begitu jauh?
Sementara itu Sin Houw berkata lagi:
"Nah, bila susiok sekalian ingin melihat makamnya,
pergilah ke pulau Beng-to ... Sekarang, perkenankan kami
berdua beristirahat dulu, karena hari sudah jauh malam. Hawa
pegunungan terlalu dingin bagiku."

688
"Tunggu dulu!" cegah Ceng Jie. Kedua tangannya
dilintangkan menghadang kepergian Sin Houw, seperti
perbuatan Ceng Go tadi.
Tak senang Sin Houw dihadang dengan cara demikian.
segera ia menolak lengan Ceng Jie. Tetapi Ceng Jie tidak mau
mengerti, dan ia segera menekuk lengannya lalu
mencengkeram, sasarannya mengarah pergelangan tangan.
Thio Sin Houw tak sudi terlibat dalam suatu perkelahian
lagi. Begitu tangannya berbenturan, cepat-cepat ia
menyambar lengan Cie Lan, Dengan suatu isyarat, ia
mengajak Cie Lan melompat melalui hadangan kaki Ceng Jie.
Ternyata Cie Lan seorang gadis yang cerdas, ia mendahului
melompat dan berhasil melalui hadangan Ceng Jie dengan
selamat.
Ceng Jie jadi panas hati, Tangan kanannya bergerak
meraba pinggangnya, Dan tiba-tiba saja ia sudah
menggenggam sebatang cambuk lemas yang tadinya
dipergunakan sebagai ikat pinggang.
Cambuk itu termasuk senjata andalannya . Dibuat dari otot
lembu yang kuat luar biasa, karena terlapis dengan logam,
Kedahsyatannya melebihi cambuk yang dibuat dari logam
penuh.
Sebab daya gunanya jauh lebih baik dari pada logam yang
sifatnya kaku.
Kadang-kadang bisa kencang tak ubah sebatang tombak,
kadangkala bisa melingkari semacam gaetan setajam pisau
cukur. Dan dengan satu lecutan, ia menghantam punggung
Sin Houw yang telah melaluinya. Betapa bahayanya, tak usah
dikatakan lagi.
Thio-Sin Houw mendengar kesiur angin mengejar dirinya,

689
Tanpa menoleh, ia melesat maju sambil menyambar tangan
Cie Lan, Kemudian dengan mengerahkan enam bagian
himpunan tenaga dalamnya, ia membawa Cie Lan melompat
ke atas dinding. Dan cambuknya Ceng Jie menghajar tempat
kosong.
Ceng Jie semakin penasaran. Belasan tahun lamanya ia
telah melatih diri dengan cambuk andalannya, selama itu, tak
pernah sasarannya gagal. Tetapi anak muda itu ternyata bisa
mengelakkan diri dengan mudah saja. Maka ia mengulangi
lagi serangannya, kali ini mengarah kakinya Cie Lan yang baru
saja mendarat diatas tembok.
Mendongkol hati Sin Houw yang menyaksikan kelicikan
Ceng Jie, Mengapa menghantam Cie Lan yang
kepandaiannya kalah tinggi?
Sebat ia mengulur tangan kirinya menangkap ujung
cambuk, sambil ia melindungi Cie Lan. waktu itu, kedua
kakinya telah mendarat di atas tembokmaka dengan
mengerahkan tenaga, ia menghentak. Ceng Jie kaget bukan
kepalang . Sama sekali tak diduganya, bahwa Sin Houw
mampu menangkap ujung cambukny .
Ketika melecutkan cambuknya, ia melompat maju pula,
Kini tiba-tiba kena bentak Sin Houw dari atas tembok. Karena
kalah tenaga, ia terangkat naik, kedua kakinya jadi
bergelantungan, ia jadi kehilangan tenaga. Tak dapat lagi ia
berkutik.
Dalam detik itu juga, ia jadi menyesal atas
kesemberonoannya sendiri. Tadinya ia mengira, dengan
menjatuhkan Cie Lan dari atas tembok, kedudukan keluarga
Cio-liang pay jadi tidak terlalu suram. Tak tahunya, ia kini
malah kena digelantungkan diudara, tak ubah seorang
persakitan lagi menjalankan hukuman gantung. ia
mendongkol, panas hati, penasaran , malu dan menyesal.

690
Ceng Go menyadari kakaknya dalam kesulitan, Cepatcepat
ia melepaskan pisau terbangnya hendak menolong,
Bidikannya mengarah pada cambuk. sebaliknya Sin Houw
mengira, dirinya akan diserang, Cepat-cepat ia melepaskan
ujung cambuk yang berada dalam genggamannya sambil
membawa Cie Lan melompat turun melintasi tembok.
Tepat pada saat itu, sebatang pisau terbang menyambar
kearahnya. Dengan gesit ia mendupak selagi melompat, dan
pisau itu terpental balik membentur pisau kedua. Trang! Kedua
pisau terbang itu runtuh bergelontangan diatas tanah.
Dalam pada itu, Ceng Jie yang bergelantungan diatas
terbanting jatuh ketika Sin Houw melepaskan pegangannya,
Tepat pada saat itu, ia melihat berkelebatnya sebatang
pisauterbang yang terpental balik kena dupakan Sin Houw,
Kaget ia melencutkan cambuknya. Maksudnya, hendak
menggaet sebelum mengancam dirinya, Diluar dugaan,
cambuknya telah terpapas kutung.
Keruan saja hatinya tercekat, Dengan mati-matian ia
merobohkan diri di atas tanah sambil bergulingan justru pada
saat itu, kedua pisau yang saling berbenturan, meletik
memburu dirinya, ia selamat, tetapi tak urung bajunya masih
saja kena sambar sehingga menjadi koyak.
Ia bangkit tertatih-tatih, Mulutnya ternganga. Sama sekali
tak disangkanya, bahwa dalam keadaan demikian, masih Sin
Houw mampu mengadakan serangan balasan dengan
menggunakan pisau terbang lawan. cambuknya sendiri
terpotong menjadi dua bagian sehingga tak dapat
dipergunakan lagi!
Ceng It kagum bukan main, sampai ia menggelenggelengkan
kepalanya, juga adik-adiknya pun begitu juga, Kata
Ceng Go:
"Umur anak itu belum melebihi duapuluh lima tahun.

691
seumpama dia belajar ilmu sakti selagi masih di dalam
kandungan ibunya, kepandaiannya pun tentunya terbatas
pada masa latihannya, tetapi kenapa dia memiliki
kepandaiannya jauh melebihi diriku?"
Ceng Go yang masih penasaran, tak sudi mengakui
keunggulan Sin Houw, ia mencari kambing hitamnya.
Teriaknya:
"Bangsat Lim Beng Cin yang berkepandaian tinggi",
akhirnya roboh di tangan kita, Masakan kita kini kalah
melawan anak kemarin sore? Besok malam dia datang lagi
untuk mencoba mengambil emasnya kembali. Baiklah, besok
malam kita mengadakan perlawanan yang sungguh-sungguh!"
*****
THIO SIN HOUW dan Cie Lan sudah berada dalam rumah
pemondokannya, dengan tak kurang suatu apa. Mereka
menyalakan lampu penerangan. Cie Lan memuji dan
mengagumi kepandaian Sin Houw tiada hentinya. Katanya.
"Sin-ko! Ciu suheng biasanya memuji-muji kepandaian
gurunya, Tetapi kurasa, kepandaian gurunya tak akan bisa
menandingi kepandaianmu."
"Maksudmu, temanmu yang mengawal barang
perbekalan?" Sin Houw menegas.
"Ya." Cie Lan mengangguk, pipinya kelihatan agak
bersemu merah.
"Siapa gurunya?"
"Namanya Ciu suheng adalah Ciu San Bin," Cie Lan
menjelaskan. "Sedangkan gurunya adalah Tong-pit Thi-suipoa
Lauw Tong Seng, waktu mendengar julukannya Tong-pit atau
pit kuningan dan Thi-suopoa atau alat hitung besi, aku tertawa

692
karena merasa lucu..."
Thio Sin Houw mengangguk. pikirnya didalam hati:
"Kalau begitu gurunya San Bin itu adalah kakak
seperguruanku yang tertua..." dan teringatlah Sin Houw
dengan penuturan gurunya selagi mereka masih berkumpul,
yang sempat memberitahukan nama-nama saudara-saudara
seperguruannya.
Pada malam hari ketiga, Sin Houw meminta kepada Cie
Lan agar gadis itu menunggu saja ditempat pemondokan.
Seharian tadi, ia memikirkan tentang kemungkinankemungkinannya.
Rasanya, lebih baik apabila ia pergi
sendirian.
Dengan demikian, perhatiannya tidak terbagi. Apabila
terancam bahaya, tak usah lagi ia memikirkan keselamatan
Cie Lan.
Dilain pihak, Cie Lan menyadari kepandaian diri sendiri
yang belum ada artinya apabila dibandingkan dengan pihak
Ciu-liang pay. Kalau ikut pergi, malahan membuat susah Sin
Houw saja.
Meskipun maksudnya hendak memberi bantuan,
kenyataannya jatuh sebaliknya, maka iapun tak membantah
permintaan Sin Houw agar menunggu ditempat pemondokan.
Thio Sin Houw menunggu sampai larut malam, setelah itu
ia minta diri kepada Cie Lan dan berangkatlah ia seorang diri,
seperti kemarin malam, ia mengambil jalan masuk lewat
dinding pagar, setelah berada didalam pekarangan - ia melihat
rumah tiada penerangannya sama sekali. suasananya sunyi
senyap tak ubah suatu pekuburan. Hati-hati ia mendekati
serambi depan dari samping. Tiba-tiba terdengar suara
seruling mengalun tinggi.

693
"Akh! itulah serulingnya Giok Cu, yang agaknya memberi
isyarat agar aku datang kepadanya." pikir Sin Houw didalam
hati. "Keluarganya licin dan ganas, tetapi Giok Cu masih
mengingat azas persahabatan."
Dengan hati riang dan penuh rasa bersyukur, Thio Sin
Houw segera melompati tembok pagar mengarah datangnya
suara seruling, itulah bukit dengan dengan taman bunga dan
rumah pesanggrahannya, yang baru-baru ini pernah mereka
singgah dan bersenandung bersama.
Segera ia mendaki tanjakan, dan nampaklah dua sosok
tubuh sedang duduk diserambi pesanggrahan. Mereka berdua
adalah wanita, Sin Houw berhenti dan memperhatikan,
terpaksa ia harus menunggu sampai bulan bersinar dari balik
gumpalan awan, Dan begitu sinarnya memancar ke bumi,
nampaklah seorang di antaranya sedang meniup seruling.
"Siapakah itu?" pikirnya di dalam hati, Lagu yang
dikumandangkan adalah lagu kesayangan Giok Cu, juga gaya
dan cara meniup seruling itu adalah gayanya Giok Cu, ia
menjadi heran dan curiga, lalu secara berhati-hati ia lantas
mendekati.
"Sin koko!" seru wanita yang meniup seruling itu dengan
suara tertahan.
Thio Sin Houw menjadi terpukau, itulah suara Giok Cu!
Tetapi mengapa seorang gadis? Apakah ia sedang menyamar
setelah berdiam sejenak, barulah ia membuka mulutnya:
"Kau ... kau ... bukankah ...?"
Giok Cu memutus perkataan Sin Houw dengan tertawa
geli, Katanya:
"Mari! sebenarnya aku memang seorang wanita. sekian

694
lamanya aku telah menipu kau, Maafkanlah aku, Sin-koko,
Kau tidak marah, bukan?"
Keterangan Giok Cu ini menambah keheranan Sin Houw,
ia benar-benar jadi terpaku dan merasa diri seakan-akan
berada dalam suatu impian aneh, Tetapi sedetik kemudian,
teringatlah dia akan kelakuan dan sepak terjang Giok Cu
perangai dan sifatnya memang perangai dan sifat seorang
perempuan. ia menjadi geli sendiri, dan rasa curiganya lenyap
seketika!
Dengan mengenakan pakaian wanita, Giok Cu nampak
cantik luar biasa. Alisnya lentik, matanya jernih bening, pipinya
penuh, bibirnya tipis. Dan perawakan tubuhnya langsing
semampai. Melihat kesan demikian, Sin Houw tertawa geli
didalam hati. Pikirnya:
"Dasar aku tolol! sampai seorang gadis saja tidak segera
kukenal."
"Mari, Sin koko, Kuperkenalkan dengan ibuku. ibu ingin
bicara denganmu, kalau kau tidak keberatan." kata Giok Cu
menyambut tangan Sin Houw, Dan Sin Houw membiarkan
tangannya terbimbing, justru demikian, wajahnya terasa
menjadi panas, sambil berjalan menghampiri ibunya Giok Cu,
ia menarik tangannya perlahan-lahan. Giok Cu pun agaknya
tersadar. Dengan tersipu-sipu ia melepaskan genggaman
tangannya.
"Su-bbuw, perkenalkan diriku .... Thio Sin Houw," kata Sin
Houw dengan suara agak kaku.
Thio Sin Houw membungkuk hormat, dan ibunya Giok Cu
segera bangkit dari tempat duduknya. sahutnya:
"Anak, janganlah memakai adat-istiadat yang berlebihlebihan,
Duduklah."

695
Sin Houw mengamat-amati ibunya Giok Cu. Kedua
matanya merah seperti baru menangis. wajahnya kucal dan
tidak bersemangat. suatu tanda, bahwa wanita itu dalam
keadaan dukacita yang hebat. pikir Sin Houw didalam hati:
"Nyonya ini pada waktu mudanya telah kena diganggu
iblis. Kemudian lahiriah Giok Cu, Kalau begitu, iblis itu adalah
Gin-coa Long-kun. pantaslah keluarga Cio-liang pay benci luar
biasa terhadap Gin-coa Long-kun, Bahkan nampaknya
membenci nyonya ini pula, Tatkala Giok Cu menyebut Gin-coa
Long-kun sebagai ayahnya, dia telah dibentak.
Sebaliknya ketika mendengar kematian Gin-coa Long-kun,
nyonya ini lantas saja jatuh pingsan. itulah suatu tanda rasa
dukacita yang hebat! Kenapa diantara keluarga Cio-liang pay
terjadi suatu perpecahan? pastilah ada latar belakangnya yang
menarik. Mungkin pula menyangkut masalah hubungan antara
Gin-coa Long-kun dan nyonya ini.
Akh, biar bagaimanapun, aku harus berusaha menghibur
nyonya ini."
Setelah memperoleh keputusan demikian, ia menatap
wajah ibunya Giok Cu, Tetapi sekian lamanya, nyonya itu tetap
mengunci mulutnya, setelah menghela napas beberapa kali, ia
berkata memberanikan diri untuk meminta keterangan.
Tanyanya:
"Benarkah dia telah wafat? Anak Sin Houw, apakah kau
melihatnya sendiri ?"
Sin Houw tahu siapakah yang disebut itu, itulah pasti Gincoa
Long-kun, Dan ia memanggut.
Nyonya itu menatapnya sejenak. pandang matanya
berbimbang-bimbang lalu berkata meyakinkan:

696
"Anak, kau adalah sahabatnya anak Giok Cu, Karena itu,
tak dapat aku bersikap seperti sekalian pamannya.
percayalah, aku tidak mempunyai rasa permusuhan
terhadapmu. Maka kuminta sudilah kau menceritakan
wafatnya dengan sebenar-benarnya,"
Bagaimana sifat dan perangai Gin-coa Long-kun,
sebenarnya masih gelap bagi Sin Houw, ia hanya mendengar
tutur kata kedua gurunya belaka. Menurut kata kedua gurunya,
sepak terjang Gin-coa Long-kun sangat aneh serta luar-biasa,
Dia boleh digolongkan menusia sesat dan tak sesat. itulah
perkataan yang penuh teka-teki. sebab penilaian terhadap
Gin-coa Long-kun tergantung pada manusia-manusia yang
pernah mengenalnya.
Yang merasa dirugikan tentu saja akan mengutuknya
sebagai manusia iblis, sebaliknya yang merasa dilindungi,
memujanya sebagai juru selamat, Sin Houw pun mempunyai
pendapat sendiri. Kalau kedua gurunya yang dikenal
masyarakat sebagai manusia-manusia terkenal aneh
menyebut Gin-coa Long-kun berperangai luar biasa, maka
sudah dapat dibayangkan betapa hebat sepak terjangnya.
Akan tetapi, lepas dari persoalan buruk dan baiknya,
sesungguhnya Gin-coa Long-kun memang manusia luar biasa,
hal itu dapat dinilai dari warisan ilmu kepandaiannya. Kalau
bukan manusia yang memiliki otak cerdas luar biasa, mustahil
bisa menciptakan ragam ilmu kepandaian hebat bukan main,
Sin Houw mengagumi dengan diam-diam. Dan sejak
mempelajari kitab warisannya, ia mengakui Gin-coa Long-kun
sebagai gurunya yang ketiga didalam hati sanubarinya, itulah
sebabnya ia bersakit hati tatkala keluarga Cio-liang pay
menyebut dan memaki Gin-coa Long-kun sebagai bangsat.
Hanya karena belum mengetahui latar belakang
persoalannya, tak dapat ia mengadakan pembelaan, Benarkah
Gin-coa Long-kun seorang bajingan yang pantas dikutuk?

697
Kini ia mendengar suara ibunya Giok Cu yang lemah
lembut, Dia bersikap lain terhadap Gin-coa Long-kun, padahal
dia dikabarkan terusak masa gadisnya. Tetapi melihat
sikapnya pastilah cerita tentang dirinya adalah khabar isapan
jempol belaka. Maka ia memperoleh kesan lain terhadap Gincoa
Long-kun. Dan dengan kesan itu, ia memberikan jawaban
atas pertanyaan ibu nya Giok Cu.
"Sebenarnya, belum pernah aku bertemu dengan
orangnya. Meskipun demikian perhitungan kami seperti guru
dan murid. Beliaulah guruku, karena ilmu kepandaianku ini
kuperoleh dari beliau - lebih baik aku menutup mulut mengenai
kematian beliau. sebab aku khawatir makamnya akan dirusak
oleh tangan-tangan jahat."
Tiba-tiba ibunya Giok Cu roboh diatas kursinya. Giok Cu
melompat dan menggoncang-goncang tubuh ibunya, serunya
setengah meratap:
"lbu ... ibu! Kuatkan hatimu... bukankah ibu ingin
mendengarkan keterangan tentang ayah yang sebenamya?"
Kira-kira sepuluh menit, ibunya Giok Cu roboh dan tak
sadarkan diri di atas kursinya, Dan setelah memperoleh
kesadarannya kembali, dia menangis sedih, Ratapnya:
"Delapanbelas tahun lamanya, aku menunggu, setiap hari,
setiap malam. setiap detik, senantiasa aku berharap dan
berdo'a bahwa pada suatu hari dia akan datang membawa aku
dan Giok Cu pergi dari rumah terkutuk ini. akhirnya ... dia
sendiri yang telah mendahului isteri dan anaknya, Dan kau ....
Giok Cu, anakku. Kau belum pernah melihat wajah ayahmu,
Tak bolehkah aku meratapinya?"
Sudah terlalu sering, Sin Houw melihat dan mengalami
kepiluan demikian. Tatkala ayah-ibunya dan kedua kakaknya
mati dan hilang, betapa sedih hatinya tak dapat terlukiskan

698
lagi.
Karena itu, bisa ia menerima ratap tangis ibunya Giok Cu,
Tetapi adalah membahayakan, apabila membiarkannya dalam
keadaan demikian. Setidak-tidaknya kesehatannya akan
terancam bahaya.
Katanya menghibur:
"Su-bouw, sudahlah, jangan diper-turutkan rasa hati,
Akupun pernah merasakan kerisauan hati demikian.
seumpama aku tak dapat menolong diri, pada saat ini tiada
lagi Thio Sin Houw didalam dunia. suhu kini sudah tenteram
dialam baka, akulah yang mengubur tulang-tulangnya."
"Kau? Kau yang mengubur tulang-tulangnya?" ibunya Giok
Cu mengangkat kepalanya. Dan diantara tetesan air-matanya
nampaklah sepercik sinar tersembul diwajahnya, Katanya lagi:
"Oh, budimu sangat besar. Entah bagaimana caraku kelak
membalas budimu itu."
Setelah berkata demikian, segera ia bangkit dari kursinya.
Terus saja ia membungkuk hormat dan bahkan hendak
berlutut. Keruan saja Sin Houw kaget bukan kepalang, Cepatcepat
ia mencegah. Tetapi ibunya Giok Cu tak mau mengerti,
katanya memberi perintah kepada anaknya:
"Giok Cu, hayo, Kau berlutut kepada anak Sin Houw!"
Dan sebelum Sin Houw dapat berbuat apa-apa, Giok Cu
tiba-tiba saja menjatuhkan diri dan berlutut di hadapan Sin
Houw, Cepat-cepat Sin Houw membangunkannya dan
membalas memberi hormat. setelah itu ia mempersilahkan
ibunya Giok Cu kembali duduk di kursinya.
Beberapa saat kemudian, ibunya Giok Cu sudah dapat
menguasai diri, ia nampak tenang kembali, lalu mengajukan

699
pertanyaan:
"Apakah dia tidak menulis surat untuk kami berdua?"
Mendengar pertanyaan itu, Thio Sin Houw jadi teringat
dengan bunyi pesan Gin-coa Long-kun, ia harus mencari
seseorang yang bernama Shiu Shiu, dan ia diwajibkan
memberikan uang emas sebanyak seratus ribu keping.
Apakah ibunya Giok Cu ini yang bernama Shiu Shiu?
Menilik bunyi nama anaknya, Sin Houw jadi menebaknebak.
jumlah uang emas itu bukan main banyaknya,
siapapun akan mudah tergiur. Apakah Gin-coa Long-kun
binasa karena harta itu? ia pernah memeriksa peta
peninggalan Gin-coa Long-kun, namun tidak begitu menaruh
perhatian, karena seringkali manusia mati dan tersesat oleh
harta benda.
Dan sekarang pertanyaan ibunya Giok Cu seperti
menggugah ingatannya. Hati-hati ia minta ketegasan.
"Maaf, apakah su-bouw yang bernama Shiu Shiu?" ibunya
Giok Cu terkejut sekali.
Wajahnya berubah, dan sahutnya dengan suara agak
menggeletar:
"Benar, itulah nama kecilku. Dari manakah kau
mengetahui? siapa yang telah memberitahukan? Akh, ya.
pastilah kau mengetahui dari bunyi suratnya apakah suratnya
itu kini kau bawa?"
Agak tegang keadaan ibunya Giok Cu yang menunggu
jawaban dari Sin Houw, pandang matanya seakan-akan tidak
berkedip. selagi ia menunggu jawaban, tiba-tiba Sin Houw
lompat melesat ke luar serambi. Tangannya menyambar kearah
gerombol bunga-bunga yang berada didekat tanjakan.

700
Giok Cu dan ibunya menjadi terkejut dan heran. Dengan
pandang penuh pertanyaan, mereka mengikuti gerakan Sin
Houw, Kenapa pemuda itu tiba-tiba melarikan diri? Tetapi
kemudian terdengarlah suara mengaduh dari balik gerombol
pohon bunga, dan muncullah Sin Houw dengan menggusur
seorang laki laki yang mati kutu, Dia dijatuhkan di lantai
didepan Giok Cu.
"Hey, Cit-susiok!" seru Giok Cu heran dengan suara
tertahan.
Ibunya Giok Cu segera mengenalnya pula, ia menarik
napas panjang, Kata-nya prihatin kepada Sin Houw:
"Bebaskan dia, anakku! Di sini tiada seorangpun yang
memandang kami berdua sebagai manusia berharga, karena
itu mereka dengan enak saja main selidik dan main mengintai
semua gerak gerik serta pembicaraan kami berdua."
Suara ibunya Giok Cu terdengar lesu dan patah semangat.
Sin Houw segera membebaskan tawanannya dari totokannya
dengan sebuah tepukan. Dan tawanan itu yang bernama Thio
Ceng Cit, memekik perlahan dan tersadar. Dengan Ceng Cit,
belum pernah Sin Houw mengadu kepandaian. Dia adalah
salah seorang anggauta keluarga Cio-liang pay yang tidak
hadir pada pertempuran kemarin.
"Cit susiok!" tegur Giok Cu dengan bersungut, "Kami
sedang berbicara, kenapa susiok mengintai? Sama sekali Cit
susiok tidak menghargai martabatmu sendiri."
Sepasang mata Ceng Cit terbelalak, ia mendongkol namun
tak membuka mulutnya. Dengan berdiam diri, ia memutar
tubuhnya dan melangkah hendak meninggalkan serambi,
pengalamannya tadi menyadarkan dirinya, bahwa ia bukan
tandingan anak muda itu yang dapat mencekuknya dengan
sekali sambar. Namun setelah berada beberapa langkah diluar

701
serambi, ia menoleh dan berkata dengan sengit:
"Hey! Kalian yang seharusnya malu terhadap kami, karena
kau melahirkan seorang anak tanpa bapak. Huh! Kau
perempuan pandai mencuri laki-laki, Sekarang anak
perempuanmu kau ajari pula mencuri laki-laki."
Itu adalah suatu penghinaan besar terhadap Giok Cu
berdua. Maka dapat di mengerti, betapa tersinggung rasa
kehormatan ibunya Giok Cu dan anak gadis nya, Giok Cu
secara tiba-tiba bahkan telah menghunus pedangnya dan
melompat keluar serambi memburu pamannya, serunya
dengan suara penuh kebencian:
"Kau bilang apa? Cit susiok, mulutmu kotor sekali!"
Thio Ceng Cit memutar tubuhnya dan berdiri tegak, siap
bertempur. Bentaknya:
"Apa? Kau hendak melawan kami? Aku datang ke sini atas
perintah paman-pamanmu semua, tahu! Kau mau apa?"
"Jika susiok hendak berbicara dengan kami, bukankah
dapat menunggu esok hari dibawah matahari terang
benderang .,.?" Giok Cu balas membentak. , "Kenapa susiok
main selidik dan mengintai?"
"Hemm!" dengus Ceng Cit, Kemudian tertawa mengejek.
"Kalian memasukkan orang hutan ke sini, sejarah lama akan
kalian ulangi lagi! Delapan belas tahun sudah nama
kehormatan keluarga Cio-liang pay merosot akibat perbuatan
ibu mu. Kau malu, tidak?"
Giok Cu menjadi pucat mukanya. ia menoleh kepada
ibunya, berkata mengadu :
"lbu, dengarkanlah perkataannya, pantaskah ucapan itu
keluar dari mulut seorang laki-laki yang kusebut paman?"

702
Thio Ceng Cit hendak membalas dengan ucapan sengit,
tetapi ibunya Giok Cu mendahului memanggil anaknya.
Katanya perlahan:
"Giok Cu, jangan layani dia, Dan kau, Cit-ko, Kemarilah.
Aku ingin bicara denganmu."
Ceng Cit mendengus lagi, lalu menghampiri dengan sikap
tinggi hati, Shiu Shiu tidak menghiraukan. Katanya kemudian:
"Kami ibu dan anak, sudah lama hidup menderita,
Meskipun demikian kami berdua wajib berterima kasih kepada
kalian semua saudara-saudaraku, sebab kami berdua masih
dibolehkan bertempat tinggal didalam lingkungan keluarga
Cio-liang pay. Tentang Lim Beng Cin, belum pernah aku
berbicara sepatah katapun kepada Giok Cu. Tetapi sekarang,
setelah ayahnya itu sudah meninggal dan selagi kalian
mengetahui semua peristiwanya, sudilah Cit-ko menolong aku,
menuturkan semua yang Cit-ko ketahui tentang Lim Beng Cin
kepada anakku Giok Cu dan Sin Houw, sudikah Cit-ko
meluluskan permintaanku ini?"
"Mengapa aku yang harus menceritakan?" tanya Ceng Cit
dengan hati men-dongkol, "lnilah urusanmu, inilah perkaramu!
Maka kau sendirilah yang sebenarnya harus menceritakan
asal mulanya. Apakah karena merasa malu, sehingga kau
minta pertolonganku?"
Chiu Shiu menarik napas, sejenak ia berdiam diri,
kemudian berkata:
"Malu! Apa yang harus aku malukan ...? Kalau aku minta
pertolonganmu semata-mata karena Cit-ko adalah salah
seorang saksi yang pernah berhutang budi kepadanya.
Bukankah Beng Cin pernah menolong jiwamu? Hmm, apakah
didalam hatimu tiada lagi terdapat nilai-nilai budi seperti kalian
anggauta keluarga Cio-liang pay?"

703
Mendengar perkataan Chiu Shiu wajah Ceng Cit merah
padam, sahutnya dengan sengit:
"Baiklah! Memang benar, ia pernah menolong jiwaku.
Tetapi kenapa dia sudi menolong jiwaku? Huh! seorang
bajingan seperti Lim Beng Cin mana mau menolong orang
tanpa perhitungan yang matang demi kepentingan diri sendiri
? Baiklah, biar aku ceritakan semuanya. Memang, kalau kau
yang bercerita sendiri, pastilah akan kau tambahi bumbubumbu
penyedap!"
Setelah berkata demikian, Ceng Cit mengambil tempat
duduk. Kemudian mulailah dia berkata:
"Kau, saudara Sin Houw dan Giok Cu, dengarkanlah. Aku
akan mulai menceritakan mengenai seorang bajingan yang
bernama Lim Beng Cin. Biarlah aku ceritakan semuanya, agar
kalian bisa menilai dan mengetahui betapa jahatnya si
bajingan itu!"
"Apa? Kau bilang bajingan? Jika kau memburuk-burukkan
ayah, tak sudi lagi aku mendengarkan semua perkataanmu l"
damprat Giok Cu, dan kedua telinganya lantas ditutupnya
rapat-rapat.
"Giok Cu, dengarkan saja!" kata ibunya. "Ayahmu kini
sudah meninggal dunia. Meskipun ayahmu belum dapat di
katakan sebagai manusia baik, namun apabila dibandingkan
dengan keluarga Cio-liang pay - nilai budinya beratus kali lipat
lebih tinggi."
"Hemm! jangan lupa, kaupun termasuk keluarga Cio-liang
pay." ujar "Thio Ceng Cit dengan tertawa menghina. Tetapi
Shiu Shiu bersikap dingin. sama sekali ia tidak mengacuhkan
ejekan kakaknya. Dan mulailah Ceng Cit bercerita:

704
"Peristiwa itu terjadi pada dua puluh tahun yang lalu, waktu
itu aku baru berumur duapuluh satu tahun. pekerjaanku
membantu susiok Thio Kan Jie mengawal barang dagangan
..."
"Huhl Dagangan!" gerutu Giok Cu, "Katakan saja terusterang,
barang rampokan ...! Malu?"
"Giok Cu, jangan usil!" tegur ibunya.
Wajah Ceng Cit menjadi merah padam, akan tetapi ia
berusaha menguasai diri dan meneruskan ceritanya:
"Pada suatu hari aku membantu susiok Thio Kan Jie
mengawal semacam barang di Yang-ciu. Pada malam kedua,
aku memperoleh kesempatan untuk bekerja diluar, tetapi aku
gagal ..."
"Coba jelaskan, apakah yang susiok kerjakan pada waktu
itu." Giok Cu memutus dengan suara dingin.
Ceng Cit menjadi gusar. Dengan hati mendongkol, ia
berkata sengit:
"Baik! Jadi aku harus bicara terus terang? Hem ... aku
bukannya kau, Aku seorang laki-laki. Kalau berani berbuat,
mengapa tidak berani menjelaskan? waktu itu, aku melihat
seorang gadis cantik sekali. Dialah puteri Ti-koan di Yang-ciu.
untuk mengharap bisa mempersunting gadis secantik itu,
adalah mustahil bagiku. Satu-satunya cara hanyalah
mendekapnya ditengah malam dan memperkosanya.
Demikianlah malam itu, aku memasuki kamarnya.
Diluar dugaan, gadis itu menolak kehendaku dengan
angkuh. Karena jengkel, ia kubunuh. Ternyata dia masih
berkesempatan untuk memekik, dan pekikannya terdengar
oleh para penjaga gedung Ti-koan. Aku terkepung rapat, Dan
merasa tidak sanggup menghadapi orang begitu banyak - aku

705
lantas menyerah..."
Mendengar cerita Ceng Cit, bulu kuduk Sin Houw
merinding, ia heran cara Ceng Cit menceritakan perbuatannya
dengan enak saja, Sama sekali tak merasa malu atau
menyesal. Mengapa seorang seperti dia bisa kehilangan budi
pekertinya?
"Aku dijebloskan dalam penjara." Ceng Cit meneruskan
ceritanya. "Tetapi aku tidak takut, paman Kan Jie adalah
seorang gagah yang berkepandaian tinggi . Tak ada
seorangpun didaerah kami yang bisa menandingi. Aku
percaya asal susiok mendengar kegagalanku ini, pasti ia bakal
datang menolong.
Akan tetapi sepuluh hari sudah aku menunggu-nunggu,
susiok tidak juga muncul. sementara itu, surat keputusan
mengenai diriku telah datang, Aku diputuskan menjalankan
hukuman mati, didalam penjara Yang-ciu itu juga. Tatkala
orang penjaga penjara memberi khabar kepadaku tentang
keputusan itu, barulah aku merasa takut ..."
"Hmm! Aku kira susiok tidak mengenal rasa takut!" ejek
Giok Cu.
Ceng Cit tidak menggubris ejekan keponakannya itu, ia
meneruskan ceri-tanya:
"Tiga hari kemudian, kepala penjara datang menjenguk
kamar tempat aku ditahan dengan membawa nampan berisi
makanan dan arak, Aku tahu artinya. Esok pagi, aku harus
menjalankan hukumanku, Aku tahu, semua orang pasti bakal
mati, semua sama, akan tetapi cara mati itulah yang
menakutkan diriku. Akupun masih sayang kepada diriku
sendiri, aku masih muda dan merasa belum puas mereguk
kesenangan.
Namun, aku berusaha menguatkan dan mengeraskan

706
hatiku. Makan dan minuman keras itu, aku sapu habis.
Kemudian aku menidurkan diri, Tepat pada tengah malam,
aku tersadar oleh tepukan perlahan pada pundakku. segera
aku bangkit, dan terdengarlah bisikan ditelingaku:
"Sst! jangan bersuara. Aku akan menolong jiwamu!"
"Setelah berbisik demikian, ia menabas belenggu kaki dan
tanganku dengan pedangnya. Alangkah tajam pedangnya.
Dengan sekali tabas saja belenggu besi yang menelikung
diriku terpapas putus.
Setelah itu, ia menarik tanganku, dan aku diajak keluar
penjara. sebentar saja, kami berdua telah tiba di luar kota dan
berhenti disebuah surau.
Selama diajak lari, aku menurut saja, Memang tak dapat
aku berbuat apapun, selain menurut, Bukan main pesat
larinya. Tenaganyapun besar pula, sehingga tak dapat aku
melepaskan diri dari tekanan tangannya, Tetapi karena ditarik,
aku tidak terlalu lelah. Sesampai di surau itu, napasku tidak
memburu, ia melepaskan genggamannya, kemudian
menyalakan sebuah lilin, setelah cahaya menyibakkan
kegelapan malam, barulah aku dapat melihat wajahnya
dengan jelas.
Diluar dugaanku, ternyata dia seorang pemuda yang
sebaya dengan usiaku, tadinya kukira seorang tua yang sudah
berusia lanjut, menilik ilmu kepandaiannya yang sangat.Tinggi
perawakan tubuhnya tegap, wajahnya tampan luar biasa.
Dikemudian hari, ternyata ia baru berumur duapuluh tahun."
Berkata demikian, ia menyiratkan pandang kepada Shiu
Shiu bergantian untuk mencari kesan. setelah itu, ia
melanjutkan ceritanya lagi:
"Segera aku memberi hormat kepada pemuda itu sambil

707
menyatakan rasa terima kasihku, Hmm. Ternyata dia seorang
pemuda yang angkuh dan kepala besar, Sama sekali dia tidak
membalas hormatku. Katanya dengan singkat:
"Aku bernama Lim Beng Cin, Apakah kau salah seorang
keluarga Cie-liong pay?"
"Aku memanggut. Dalam pada itu, aku memperoleh
kesempatan untuk memperhatikan pedangnya yang dapat
menabas rantai belengguku dengan mudah. itulah sebatang
pedang berwarna hitam, Anehnya, ujungnya terpecah menjadi
dua semacam mulut ular."
Thio Sin Houw diam-diam bersenyum, katanya didalam
hati:
"Itulah pedang Gin-coa kiam!"
Ia bersikap membungkam mulut dan membiarkan Ceng Cit
melanjutkan ceritanya, Berkatalah orang itu:
"Kutanyakan tempat tinggalnya, akan tetapi ia menjawab
dengan suara menggerutu. Katanya: "Hm, Perlu apa kau
ketahui. Betapapun juga, dikemudian hari kau tidak akan
merasa berterima kasih kepadaku."
Mendengar ucapan itu, aku jadi sangat heran. Pikirku ia
telah menolong jiwaku, untuk seumur hidup, pastilah aku akan
selalu mengingat budinya, Agaknya ia mengerti jalan
pikiranku, Katanya lagi: "Aku menolong jiwamu, demi
kepentingan pamanmu yang ke enam, Thio Kan Jie! Kau
ikutlah aku!"
"Dengan hati menebak-nebak, aku ikuti dia, ia membawa
diriku ke tepi sungai Yang-ho. Dengan menutup mulut ia
melompat keatas sebuah perahu, dan aku mengikuti
dibelakangnya, Dengan suara pendek ia memberi perintah
kepada tukang perahu, agar berangkat mengarah ketimur.

708
Aku jadi berlega hati, karena perjalanan itu mendekati jalan
lintang yang menuju kemari. Artinya aku tak usah takut lagi
kepada tentara negeri yang berusaha mengejarku.
Lim Beng Cin mengeluarkan sebentuk senjata dari dalam
sakunya, senjata itu mirip sebuah cempuling pendek, itulah
senjata andalan Liok susiok. Dan melihat senjata andalannya
itu aku jadi bertambah heran. Biasanya tak pernah Liok susiok
berpisah dari senjatanya, kenapa senjatanya berada di tangan
penolongku?
"Semua pamanmu adalah sahabat-sahabat karibku !" kata
Lim Beng Cin, diantara suara tawanya, ia tertawa beberapa
kali lagi, Tiba-tiba pandang matanya berubah menjadi bengis.
Entah apa sebabnya, aku dihinggapi perasaan kaget dan
takut.
"Didalam gubuk itu, terdapat sebuah peti." katanya lagi,
"Aku menghendaki agar kau membawanya pulang. Kau
serahkan suratku ini kepada ayahmu dan sekalian pamanmu!"
"Dengan berdiam diri, aku mengikuti arah telunjuknya,
Didalam gubuk, kulihat sebuah peti besar yang tertutup rapat
sekali. Kecuali dilibat dengan ikatan tali, terpaku pula.
"Kau harus membawa peti ini pulang secepatnya. jangan
kau singgah di manapun juga!" ia berkata. "Peti ini harus
dibuka oleh tangan ayahmu sendiri !"
"Aku mengangguk, dan ia memberi pesan:
"Sebulan lagi aku akan datang ber kunjung ke rumahmu,
Berilah kabar kepada ayahmu dan semua pamanmu yang kau
hormati, agar menyambut kedatanganku dengan baik!"
"ltulah ucapan yang tak keruan juntrungnya, Meskipun
demikian, aku tanggapi dengan hati lega. setelah ia memberi

709
pesan demikian, sekonyong konyong ia menyambar galah
penggayuh dan dengan sekali menancapkan penggayuh di
atas permukaan air, ia melompat tinggi diudara dan mendarat
ditebing sungai dengan selamat."
"Bagus!" seru Giok Cu tanpa merasa.
"Hmm!" dengus Kan Jie dengan mendongkol. Dan tiba-tiba
ia meludahi lantai serambi. "Bajingan itu memang gesit dan
tenaganya besar luar biasa. Tetapi gerak-geriknya benarbenar
sukar kuduga, Barangkali ia keturunan malaikat
terkutuk."
Tak usah dikatakan lagi, ucapannya membersit dari hati
yang mendongkol. Tetapi baik Shiu Shiu maupun Giok Cu,
bersikap acuh tak acuh, Mereka seolah-olah tidak mengetahui
keadaan hati Ceng Cit,
"Waktu itu, kupandang dia sebagai penolongku." Ceng Cit
meneruskan ceritanya . "Melihat pandang matanya yang tajam
dan bengis, rupanya dia sangat membenci aku, Meskipun
demikian, aku tak mau percaya kepada penglihatanku sendiri.
Mungkin sekali memang demikian perangainya. sebab
biasanya, seseorang yang berkepandaian tinggi mempunyai
kelakuan yang aneh.
Karena itu, aku tidak terusik oleh pandang matanya yang
bengis, setelah mendarat segera aku membawa peti besar itu
pulang. Se-panjang jalan aku sibuk menduga-duga, tentang
peti yang kupanggul di atas pundakku. Alangkah beratnya!
pastilah isinya emas, atau perak, atau mungkin permata yang
tak ternilai harganya . Tentunya, inilah harta benda berkat
usaha Liok susiok. Aku percaya pula, bahwa semua paman
dan ayahku akan menyambut kedatanganku dengan girang.
Dan pastilah mereka akan memberi sebagian harta itu
kepadaku sebagai hadiah, dan karena keyakinan itu, aku jadi
bersemangat dan girang bukan kepalang. ternyata dugaanku

710
tidak meleset sama sekali. Ayah dan sekalian pamanku
memuji diriku setinggi langit. Kata mereka, baru pertama kali
aku keluar rumah, namun sudah memperoleh hasil yang tidak
tercela."
"Siapa bilang, paman tercela..?" potong Giok Cu dengan
suara mengejek. "setelah membunuh seorang gadis remaja -
kau pulang dengan membawa sebuah peti besar. Mustahil
kalau paman bukan kekasih malaikat."
"Giok Cu, diam!" tegur ibunya. "Dengarkan cerita
pamanmu baik-baik."
Ceng Cit sendiri tidak melayani ucapan keponakannya, ia
melanjutkan ceritanya:
"Malam itu kami berkumpul di pa-seban, Ayah menyuruh
kami semua menyalakan penerangan sebesar-besarnya.
setelah itu, empat orang pelayan menggotong peti besar itu
dan ditempatkan di tengah-tengah ruangan. Ayah duduk
dengan didampingi oleh empat isterinya.
Dengan satu isyarat mata, segera aku melepaskan ikatan
tali yang melibat peti besar itu, setelah itu, semua pakunya
kucabuti seluruhnya.
"Masih segar dalam ingatanku, ketika aku mencabuti pakupaku
itu, paman tertawa geli, Katanya diantara ter-tawanya:
"Sebenarnya, gadis manakah yang memikat Kan Jie sehingga
ia jadi lupa daratan? Dia hanya menyuruh seorang bocah
membawa pulang petinya, Mari! Mari kita lihat mustika apakah
yang dikirimkan pulang ini!"
"Segera aku membuka tutup peti, dan aku menemukan
sepucuk sampul yang bunyinya begini: Dipersembahkan
kepada seluruh keluarga Cio-liang pay."

711
Indah bentuk huruf-hurufnya. Terang sekali, bukan tulisan
Liok susiok. Maka surat itu kuserahkan kepada paman tertua."
"Kau maksudkan Kan Cing susiok?" potong Shiu Shiu.
Ceng Cit manggut membenarkan dan meneruskan
ceritanya:
"Toa susiok menerima surat itu, akan tetapi ia tidak segera
membukanya untuk dibaca. sebaliknya ia memberi perintah
kepada isterinya Liok susiok, agar membuka bungkusan
terlebih dahulu yang berada didalam peti besar. Bungkusan itu
terjahit rapih, Kata Toa susiok kepada Cit subo:
"Silahkan kau menggunting semua benangnya."
Heran aku mendengar perintah Toa susiok. Kenapa dia
perlu bertindak begitu cermat? sementara itu Cit-subo
mengambil gunting. Dan setelah menggunting benang-benang
pengikat, dengan kedua tangannya ia membawa bungkusan
itu kepada Toa susiok.
"Mari kita lihat apa isinya!" kata Toa susiok sambil
menjengukkan kepalanya.
"Temyata isi peti itu adalah mayatnya Liok susiok!" kata
Ceng Cit.
"Dengan cekatan, Liok subo membuka tutup bungkusan.
Tiba-tiba menyambarlah delapan atau sembilan anak panah
dari dalam bungkusan..."
Giok Cu kaget sampai memekik ketika mendengar
peristiwa itu, sebaliknya Sin Houw sama sekali tidak heran.
Teringatlah dia, akan pengalamannya di dalam goa dulu, itulah
kepandaian dan ciri Gin-coa Long-kun membuat jebakan.
"Syukurlah, aku tidak terburu napsu." kata Ceng Cit memuji

712
diri sendiri . "seumpama terburu napsu, dengan membuka
bungkusan itu, maka akulah yang akan mati terjengkang,
sebab sembilan batang anak panah itu terbagi dalam dua
jurusan, yang empat batang langsung membenam di dada
Liok subo, dan yang lima batang lagi menembus perut Toa
susiok. Hebat racun anak panah itu - hampir berbareng,
mereka berdua roboh ke lantai tanpa bersuara. Darah yang
mengalir berubah menjadi hitam. Dan mereka berdua mati
tiada berkutik lagi ..." berkata demikian, Ceng Cit menoleh
kepada Giok Cu. Katanya dengan suara mengandung dendam
dan ejekan:
"Itulah perbuatan ayahmu. Bagus, bukan? Hemm... dan
gemparlah seluruh ruangan. Jie susiok dan Sam susiok
serentak mengawasi aku. Mereka menduga buruk diriku, dan
memerintahkan aku membuka bungkusan besar itu, Dengan
terpaksa aku mematuhi perintah itu.
Namun tak berani aku menghampiri atau mencoba meraba
bungkusan besar itu, aku berdiri jauh-jauh dan membuka
penutup bungkusan dengan menggunakan gala bambu.
Ternyata kali ini tiada sebatang anak panahpun yang
menyambar. Dan, tahukah kalian apakah isi bungkusan itu?"
"Apa isinya?" Giok Cu balas menanya.
Tiba-tiba wajah muka. Thio Ceng Cit menjadi merah
padam, nampak sangat bengis. Dengan suara nyaring ia
memekik:
"ltulah mayatnya Liok susiok!"
Giok Cu terkejut, Parasnya pucat. itulah berita yang sama
sekali tak di duganya. Dan melihat kepucatan wajah Giok Cu,
ibunya merangkulnya. Dan beberapa saat lamanya mereka
berdua berdiam diri.
"Nah, kejam tidak perbuatan itu?" seru Ceng Cit.

713
"Sebenarnya, sudahlah cukup dengan membunuhnya saja,
Mengapa perlu membungkus mayat Liok susiok demikian rapi
untuk dikirimkan pulang kehadapan sekalian keluarga Cioliang
pay? Kenapa? Coba jawab!"
"Benarkah kau tidak dapat menjawab pertanyaanmu
sendiri?" jawab Shiu Shiu, "Benar-benarkah kau tidak
mengetahui apa sebabnya ia sampai berbuat demikian
terhadap keluarga Cio-liang pay?"
Ceng Cit mendengus. Air mukanya berubah merah padam
lagi, akhirnya ia berkata:
"Anggap saja aku memang tidak mengetahui. Dan kau
yang maha tahu, coba jawab pertanyaanku itu!"
Shiu Shiu melemparkan pandang ke udara bebas yang
penuh dengan bintang-bintang dan sinar bulan. Hatinya
nampak tertawan, dan lambat-lambat ia meruntuhkan
pandangnya kepada alam sekitarnya. Kemudian kepada Giok
Cu. sambil membelai rambut anaknya, ia berkata:
"Sekarang, biarlah aku yang meneruskan cerita pamanmu.
waktu itu, umurku satu tahun lebih tua dari usiamu sekarang.
Akan tetapi sifatku masih kekanak-kanakan. Aku kosong dari
segala masalah hidup, seluruh keluarga memanjakan diriku.
segala permintaanku pasti dikabulkan,
Tetapi kutahu, seluruh anggauta keluarga Cio-liang pay
adalah sekumpulan manusia-manusia jahat, semua bentuk
kejahatan pernah mereka lakukan. Karena itu, aku tidak
senang terhadap mereka. itulah sebabnya , sama sekali aku
tidak bersedih hati tatkala melihat jenazah Liok susiok, aku
hanya heran. Kukenal ilmu kepandaian Liok susiok. Dialah
yang tertinggi diantara saudara-saudaranya, bagaimana dia
dapat dibinasakan? Aku bersembunyi dibelakang punggung
ibu, tak berani aku berbicara sepatah katapun. Ayah

714
mengambil surat yang berada ditangan Toa susiok, beginilah
bunyinya:
"Kukirimkan mayat saudaramu ke sini, terimalah dengan
rasa syukur! Dia memperkosa kakak perempuanku, kemudian
dibunuhnya. Dia pun membunuh ayah-bunda dan dua kakakku
lagi, Jadi semuanya lima orang, yang hidup tinggal aku
seorang diri, karena kebetulan dapat meloloskan diri, Dan
hiduplah aku sebatang kara dari tempat ke tempat. Kini,
barulah aku muncul kembali dalam pergaulan.
Hutang darah harus terbayar Aku harus menuntut balas
sepuluh kali lipat. Dan hatiku baru puas, Karena keluarga Cioliang
pay hutang lima jiwa, maka aku harus membunuh lima
puluh jiwa dan memperkosa sepuluh anggauta wanitanya,
Karena itu, bersiagalah!
"Peristiwa itu merupakan lembaran sejarah hidupku yang
baru, sehingga bunyi surat Lim Beng Cin yang
menggemparkan terukir kuat dalam ingatanku. selama hayat
masih dikandung badan takkan tercicir walau sepatah katanya
pun..."
Sin Houw jadi teringat nasib sendiri. Kalau begitu jalan
hidup Gin-coa Long-kun sama dengan sejarah hidupnya.
Diapun kehilangan ayah-bunda dan dua saudarasekandung.
"Cit-ko, benar tidak perbuatannya Liok susiok? Dia
membunuh seluruh keluarga Lim Beng Cin atau tidak?" kata
Shiu Shiu kepada Ceng Cit.
Ceng Cit tidak menjawab. ia hanya memanggut. Tetapi
setelah memanggut, tiba-tiba meledak:
"Kami semua hidup sebagai laki-laki, Merampas,
merampok, membakar rumah atau membunuh adalah

715
pekerjaan laki laki, Kenapa aku harus memungkiri perbuatan
Liok susiok? ia melihat gadis cantik, hatinya tertambat tetapi
gadis itu mungkin tak mau mengerti pastilah dia menolak
ajakan Liok susiok yang bermaksud baik. Dia menyakiti hati
Liok susiok, sebelum diperkosanya, Kalau Liok susiok sampai
membunuhnya, itulah sudah semestinya."
"Kenapa yang lain-lain dibunuhnya pula?" damprat Shiu
Shiu,
"Kau anak kemarin sore, tahu apa?" Ceng Cit setengah
memaki. "ltulah justru merupakan suatu bukti, bahwa Liok
susiok terlalu disakiti hatinya."
"Eh, enak saja susiok berkata begitu." gerutu Giok Cu,
"Sesudah memperkosa, lantas main bunuh!"
"ltulah laki-laki!" sahut Ceng Cit dengan suara gagah.
Kemudian ia menyambung cerita Shiu Shiu:
"Setelah membaca suratnya Lim Beng Cin, ayah tertawa
berkakakan, Kata ayah: "Jadi, dia hendak datang ke sini...?
Bagus! Dengan begitu, kita tidak perlu bersusah-payah
mencarinya?" Dan pada hari itu juga, ayah mulai bersiap siap.
Ayah cermat sekali. Pada malam hari, seluruh keluarga
diwajibkan berjaga dengan bergantian. Malah pada hari
berikutnya ayah perlu memanggil kedua pamanku lagi yang
berada di lain tempat.
"Kedua susiok itu, yakni Cit susiok dan Pat susiok,
sebenarnya mereka berdua merupakan orang-orang sakti
yang tiada bandingnya di dunia ini." Ceng Cit menyambung
dengan suara bangga. "Tetapi Lim Beng Cin benar-benar tak
ubah iblis. Entah bagaimana caranya ia bisa mengetahui
maksud ayah memanggil kedua pamanku itu, Tiba-tiba saja
dua orang utusan ayah, disergapnya di tengah jalan dan
dibunuhnya.

716
Dan sejak itu, ia muncul seperti malaikat dan menghilang
seperti iblis. Setiap malam ia masuk ke dalam rumah kami dan
mula-mula mencuri lima puluh batang arit dan dengan arit itu
ia membunuhi keluarga kami. Kadang-kadang satu malam
sampai sepuluh orang. Mereka mati dengan dada membenam
arit, Maka tahulah kami, apa sebab ia mencuri lima puluh arit
itu.
Rupanya ia hendak membuktikan ancamannya, bahwa ia
perlu menbunuh limapuluh orang keluarga kami demi
memuaskan hatinya. Dan sebelum limapuluh orang terbunuh
ditangannya, ia tak akan berhenti mengancam kedamaian
hidup kami."
"Jumlah seluruh keluarga Cio liang pay lebih dari seratus
orang, Masakan tak dapat melawan seorang saja?" kata Giok
Cu.
"Soalnya, dia tak pernah memperlihatkan diri." sahut Ceng
Cit, "Dia main sembunyi seperti iblis, gerak-geriknya tak ubah
seekor kucing mengintai sarang tikus. ia menunggu dan
menerkam korbannya apabila kebetulan memencil, Keruan
saja, ayah gusar bukan kepalang.
Dalam kesibukannya, ayah mengundang belasan
pendekar pada setiap malamnya, dengan dalih sedang
mengadakan pesta. Dengan begitu, setiap malam kami
mengadakan pesta makan minum, Berapa banyak harta yang
telah dihamburkan, sudah tak terpikirkan lagi, Ayahpun
menyebarkan surat-surat pengumuman untuk menantang Lim
Beng Cin bertempur dengan terang-terangan agar
memperoleh keputusan.
Akan tetapi Lim Beng Cin membuta dan tuli, sama sekali ia
tak menggubris tantangan ayah, Karena itu satu-satunya jalan
hanyalah mengundang para pendekar sebanyak banyaknya

717
dengan melalui pesta pora, Dan agaknya Lim Beng Cin takut
melihat hadirnya demikian banyak pendekar.
Setengah tahun lamanya, ia tidak pernah muncul lagi, dan
para pendekar undangan ayahpun mulai berpamit pulang
seorang demi seorang.
"Tetapi begitu rumah kediaman kami kembali sunyi sepi,
kakak kami yang tertua, dan dua orang saudara sepupu kami
terdapat mati didalam kamarnya. Dan keesokan harinya, tiga
kemenakan kami, mati tenggelam didalam kolam, Di tubuh
mereka masing-masing membenam sebatang arit, Benarbenar
bajingan itu pandai menguasai diri. ia bisa menunggu
kesempatan dengan sabar sampai setengah tahun lamanya.
Dan sejak itu, setiap sepuluh hari sekali pasti ada seorang
diantara kami yang jadi korban balas dendam Lim Beng Cin.
"Tukang peti mati sampai kehabisan persediaan. Maka
terpaksalah kami membeli peti-peti mati dari luar kota. Tentu
saja, kami kabarkan bahwa di dusun kami sedang terserang
penyakit menular yang dahsyat. Dan untuk mengakali
penduduk, ayah perlu membuat selamatan yang maksudnya
untuk mengusir setan penyakit menular itu!"
"Waktu itu, seluruh dusun gempar karena rasa takut." Shiu
Shiu ganti bercerita. "Betapa ayah berusaha untuk menutupi
kejadian yang sebenarnya namun lambat laun tersiar juga.
seketika itu juga, penduduk lantas pada mengungsi kedesadesa
terdekat. Dengan demikian, ayah tidak mempunyai
pengharapan lagi untuk bisa memperoleh tenaga peronda.
Dan terpaksalah anggauta keluarga meronda dan berjagajaga
diri pada siang dan malam hari secara bergiliran seperti
dahulu. Anggauta anggauta wanita dan kanak-kanak
disembunyikan didalam rumah tertentu yang di jaga rapat.
Kami tidak diperkenankan meninggalkan pintu rumah
selangkahpun.

718
"Meskipun demikian, pada suatu malam dua iparku lenyap
tak keruan." sambung Ceng Cit dengan gigi bercatrukan.
"Kami semua menduga bahwa kedua iparku itu pasti telah
mati di tangan si bajingan. Eh, diluar dugaan selang satu
setengah bulan, mereka berdua mengirim surat dari kota
Yang-ciu. Ternyata mereka berdua telah dijual oleh si bajingan
kepada tengkulak perempuan, tegasnya, mereka harus
melayani tetamu laki-laki tiap malam dua puluh tetamu.
Dapat dibayangkan betapa menderita kedua kakak iparku
itu. Mereka disekap setiap harinya ..."
Mendengar tutur kata Ceng Cit hati Sin Houw jadi bergidik.
pikirnya didalam hati:
"Hebat cara pembalasan dendam Gin-coa Long-kun,
Memang, ia harus membalaskan sakit hati ayah bunda dan
ketiga kakaknya. Akan tetapi penyebabnya sudah kena
dibinasakan, seharusnya tak perlu lagi ia merajalela begitu
mengerikan ."
Sambil menghela napas, Ceng It melanjutkan ceritanya:
"Kedua kakakku mendongkol bukan main mendengar
berita itu, oleh rasa mendongkol dan sakit hati, mereka berdua
sampai jatuh pingsan. Ayah tak dapat berbuat suatu apa
kecuali mengirimkan uang tebusan kepada tengkulak
perempuan tersebut, agar membebaskan kedua menantunya.
"Dua tahun lamanya kami dirusak kedamaian hati kami.
Dan yang membuat kami mendongkol, setiap tiga bulan sekali,
ia mengirimkan surat perhitungan dan peringatan seakan-akan
kami mempunyai hutang yang wajib kami bayar.
Dalam waktu dua tahun itu, sudah berjumlah empatpuluh
tiga orang, Dengan begitu, dia masih menagih tujuh jiwa lagi .
"Kami keluarga Cio-liang pay biasanya malang melintang

719
tanpa tandingan sejak puluhan tahun yang lalu, Baik penduduk
maupun penguasa setempat tak berani mengganggu gugat
sepak terjang kami.
Tetapi sekarang, kami dipermainkan oleh seorang lawan
saja yang benar-benar bisa membuat hati kami sedih, lelah
dan gelisah. Menuruti hati, kami ingin menuntut balas pula
secepat cepatnya agar memperoleh penyelesaian.
Akan tetapi bangsat Lim Beng Cin adalah seorang musuh
yang sangat licin dan gagah. Ayah dan beberapa paman kami,
pernah bertempur seorang demi seorang. Ternyata mereka
bukan tandingan Lim Beng Cin yang memang berkepandaian
tinggi luar biasa.
"Kami semua jadi putus asa. Rasanya, tiada sesuatu yang
dapat kami lakukan, kecuali menunggu datangnya maut,
akhirnya kami bersepakat untuk membuat pembelaan diri
dengan cara bergabung. Akan tetapi asal kami sudah bersiaga
dan membuat penjagaan rapat, ia tak pernah muncul sampai
berbulan bulan lamanya. sebaliknya, bilamana lalai sedikit
saja, tiba-tiba ia muncul kembali dan membunuh jiwa kami.
Demikianlah, setelah melampaui masa dua tahun, hutang
jiwa kami tinggal tujuh orang. Nah, Giok Cu. cobalah jawab
secara terus terang! Layakkah kita apabila kita membencinya?
pantas atau tidak, kita mengusiknya sampai tujuh turunan!"
"Kemudian bagaimana?" tanya Giok Cu mengelakkan
pertanyaan pamannya.
"Biarlah ibumu saja yang meneruskan." sahut Ceng Cit
dengan suara lesu.
Thio Sin Houw mengalihkan pandang kepada Shiu Shiu,
wajah ibunya Giok Cu itu nampak berduka. seperti menahan
suatu penyakit dada, ia berkata perlahan:

720
"Anak Sin Houw, kau telah merawat dan mengubur
jenazahnya, Biarlah aku berkata terus terang saja mengenai
hubungan kami. Rasanya tiada perlunya untuk
menyembunyikan sesuatu hal, Hanya saja, setelah selesai aku
menceritakan sejarah hubungan kami, tolong kau kabarkan
sebab-sebabnya ia meninggal.
Dengan begitu kami, ibu dan anak jadi mengerti
keadaannya yang sebenarnya. Dengan begitu ..."
Shiu Shiu tak dapat menyelesaikan perkataannya. ia
menangis sedih sekali, sehingga perkataannya tertunda
beberapa saat lamanya, setelah hatinya lega, mulailah dia
berkata lagi:
"Waktu itu, aku tidak mengetahui sebab-sebabnya kenapa
dia demikian kejam terhadap keluarga kami. Bahkan aku tidak
ingin mengetahuinya. Ayahpun juga membungkam
terhadapku. Ayah hanya melarang aku keluar dari pekarangan
rumah, meskipun hanya selangkah. Karena ayah tidak
memberikan penjelasan, aku jadi masgul.
Kenapa ayah mendadak saja menawan diriku? Meskipun
ayah berusaha menemaniku dengan beberapa iparku, namun
hatiku merasa tersiksa. Sebab aku hanya diperkenankan
bermain-main didalam taman saja yang berukuran kecil.
"Pada bulan ketiga, tibalah musim bunga. Tamanku ini
penuh dengan bau harum yang segar. Hatiku tak terkendali
kan lagi karena ingin menjenguk bunga tanamanku. Tetapi
karena sepak terjang Lim Beng Cin yang ganas, terpaksa aku
bergulat mengatasi gejolak hatiku.
Aku harus menyekap diri didalam rumah, pada suatu kali
aku ingin membolos seorang diri, akan tetapi teringat betapa
sungguh-sungguh ayah melarangku keluar rumah - maka aku
batalkan niatku itu.

721
"Pada suatu hari, aku bermain-main didalam taman bunga
dengan dua orang iparku yang menempati kamar ke tiga dan
kelima. Pamanmu, Ceng Cit dan Ceng Pat ikut pula
menemani. Jadi kami jumlah lima orang. Aku tertarik kepada
permainan ayunan, sebab bila aku bisa berayun tinggi sampai
melampaui pagar dinding, pastilah bisa melihat pemandangan
yang berada diluar tembok.
Maklumlah, aku sudah cukup lama tersekap. Kira-kira
hampir dua tahun. Maka tak mengherankan, hatiku amat rindu
melihat kehijauan alam dan kesegaran penglihatan.
"Demikianlah, aku bermain ayun-ayunan dengan gembira.
setiap kali aku berayun, aku makin tinggi dan tinggi.
pemandangan alam diluar tembok dapat kujenguk dan
kureguk, Tiba-tiba saja, Fat susiokmu memekik menyayatkan
hati. sebatang piao membenam didadanya, Dan ia mati
seketika itu juga, Dan pada saat itu, kau, Cit-ko, lantas saja
kau melarikan diri, Dan kami bertiga, tidak kau perdulikan lagi.
Bukankah begitu?"
Merah wajah Ceng Cit, Cepat-cepat ia menjawab:
"Habis? seorang diri, tidak mungkin aku melawannya.
Maka aku lari masuk kerumah untuk mencari bantuan. coba
aku tidak cepat-cepat lari, pastilah aku akan mampus sia-sia
saja,"
"Hem ..." Giok Cu mendengus. sebaliknya ibunya bersikap
dingin saja, Katanya melanjutkan ceritanya:
"Aku menyaksikan peristiwa pembunuhan itu dari papan
ayunan yang masih berayun dengan cepat, Dan selagi aku
kebingungan karena belum jelas tentang sebab-sebabnya
terjadi pembunuhan itu,tiba-tiba kulihat berkelebatnya sesosok
bayangan mengarah padaku. Bayangan itu menuruti gerakan
ayunan. sewaktu aku terbawa papan ayunan menjangkau

722
ketinggian, ia menyambar diriku dan dibawanya terbang. Aku
memekik sekuat-kuatnya oleh rasa kaget dan cemas. Sebab
kakiku tidak lagi menginjak papan ayunan, sedangkan diriku
berada diudara hampir mencapai puncak pohon Yang-liu,
Celakalah, bila sampai terbanting ditanah. Apalagi ayunan
tadi, diriku dibuat terlambung seperti terlemparkan saja.
"Bayangan yang menyambar diriku, memegang tangan
kiriku kuat-kuat, ia membawa aku terbang melintasi tembok.
Tiba-tiba tangannya menyambar dahan pohon Yang-liu, dan
dengan begitu lambungan ayunan agak tertahan. Kemudian
dengan gesit, ia membawa aku mendarat di tanah.
"Aku terhindar dari mara bahaya. Tetapi kemudian, ia
membawaku lari dengan memelukku erat-erat. Dalam
Keadaan bingung, aku memukuli mukanya. Tatkala pundakku
kena ditekan, sekonyong-konyong lenyaplah tenagaku, dan
tak lama kemudian aku mendengar suara berisik
dibelakangku, itulah langkah ayahku beramai yang berusaha
mengejar diriku yang kena diculik.
"Dua jam lagi lenyaplah suara berisik itu. Tahulah aku,
bahwa mereka sudah ketinggalan jauh, Dan aku masih saja
dibawa lari makin lama makin cepat. Akhirnya, dia berhenti di
sebuah goa yang berada disamping jurang curam, jarak antara
goa dan seberang tebing kurang lebih duapuluh tombak.
"la menepuk pundakku seraya meletakkan aku diatas
sebuah batu, Tenagaku pulih kembali, dan ia memandang
diriku dengan bersenyum penuh kemenangan. Tiba-tiba
teringatlah aku kepada nasib dua iparku yang pernah terculik,
Apakah akupun akan dijualnya kepada tengkulak perempuan
untuk melayani duapuluh orang hidung-belang setiap harinya?
Daripada hidup demikian, lebih baik aku mati saja. Dan kini
barulah aku menyadari kehendak baik ayahku - dengan cara
menyekapku didalam rumah terpisah. Teringat hal itu, aku jadi
benci kepada diriku sendiri. Terus saja aku melompat
membenturkan kepalaku pada batu yang mencongak ditepi

723
jurang."
"Dia terperanjat bukan kepalang melihat perbuatanku itu,
sama sekali tak diduganya, bahwa aku hendak melakukan
bunuh diri, Meskipun demikian masih bisa ia mencegah
perbuatanku, dengan tangkas ia menyambar pinggangku -
namun kepalaku terbentur juga pada batu itu, meskipun tidak
keras. inilah bekas lukanya ..."
Shiu Shiu memperlihatkan ujung keningnya yang tertutup
rambut. Nampak sekali bekas lukanya. Melihat bekas luka itu,
pastilah ia dahulu menderita luka yang tidak enteng.
"Maksudnya hendak mencegah kenekatanku itu, mungkin
sekali terbersit dari hati nuraninya yang baik, Tetapi andaikata
ia membiarkan diriku membenturkan kepalaku pada batu,
pastilah di kemudian hari tidak akan terjadi peristiwa yang
berlarut-larut. Bagi dia sendiri, penggagalan itu mungkin baik
akibatnya, tetapi bagiku adalah sebaliknya." demikian Shiu
Shiu melanjutkan tutur katanya dengan menghela napas
beberapa kali. Meneruskan:
"Aku pingsan karena lukaku. Tatkala memperoleh
kesadaranku kembali, aku berada diatas sehelai permadani di
dalam goa. penglihatan itu masih asing bagiku, oleh rasa
kaget, hampir saja aku tak sadarkan diri lagi, Tetapi setelah
melihat pakaianku masih dalam keadaan rapih, legalah hatiku.
Ternyata dia tak memperkosaku. Mungkin sekali disebabkan
oleh kenekatanku hendak bunuh diri, ia malahan tidak
mengganggu aku."
"Rupanya dia dihinggapi rasa khawatir tentang diriku.
Jangan-jangan aku akan nekat hendak bunuh diri lagi. Maka
selama dua hari dua malam, dia menjagaku sangat cermat.
Dia masak sendiri untuk makanku. sebaliknya, aku tak sudi
menjamah masakannya. Aku menangis terus-menerus sampai
pada hari keempat, Dan pada hari kelima, aku jadi kurus
kering.

724
"la mencoba memasak hidangan lezat, dan dengan sabar
membujukku agar mau makan masakan yang dihidangkannya,
Tetapi tetap saja aku tak menghiraukan bujukannya,
sekonyong-konyong ia menjambak rambutku, kepalaku di
tengadahkannya, Hidungku dipencetnya rapat-rapat, mau tak
mau aku harus meneguknya. Barulah hidungku
dibebaskannya. Dan ia tidak menjambak lagi, Tetapi begitu
terbebas, aku menyemburkan sisa makanan dan kuah ke
mukanya. Dengan sengaja aku berbuat demikian, agar ia
membunuhku karena marah. Dalam hatiku aku mengharapkan
kematian daripada di perkosanya, pengalaman kedua iparku
terlalu mengerikan bagiku,
"Diluar dugaan, ia hanya tertawa saja. Dengan sabar, ia
menyusuti sisa makanan yang melekat dimukanya. ia menatap
diriku beberapa saat lamanya. Kemudian menghela napas.
"Aku hendak menyanyikan sebuah lagu untukmu, kau mau
mendengarkan atau tidak?" katanya kepadaku.
"Aku tak sudi mendengarkan!" dampratku.
Mendadak saja ia berlompat-lompat kegirangan, dan
menari-nari, katanya:
"Kusangka, kau gadis gagu, kiranya kau bisa berbicara
juga."
"Itulah pernyataan diluar dugaanku. Tiba-tiba saja aku
tertawa diluar kesadaran sendiri, karena perkataannya begitu
lucu dan menggelikan. Jadi tadinya ia menganggap aku ini
gadis bisu.
"siapa yang gagu!" dampratku lagi - "Aku membungkam
mulut karena tak sudi berbicara dengan orang jahat!"
Dia tak melayani berbicara. sebaliknya lantas saja

725
merebahkan diri di mulut goa. Kemudian menyanyi dan
menyanyi dengan suara tinggi mengalun di tengah malam,
sampai bulan bersinar tinggi diudara, ia masih saja menyanyi.
Senandungnya berisikan letupan asmara antara dua mudamudi
yang hidup dalam masa madu, Seumurku belum pernah
aku keluar rumah. Dan mendengar senandung cinta kasih itu,
hatiku tertarik.
"Hmm-" Ceng Cit menggerendeng dan berkata lagi: "Kau
bilang tak sudi kau dengarkan, tetapi akhirnya kau dengarkan
juga, bukan? siapa sudi mendengarkan ceritamu yang
memuakkan ini?" Dan setelah menggerendeng demikian,
serentak ia berdiri. Kemudian meninggalkan ruangan dengan
langkah lebar.
"Ibu!-Dia pasti hendak mengadu kepada paman yang lain."
kata Giok Cu.
"Biarkan saja, aku tidak takut. Apalagi kakekmu telah
meninggal dunia empat tahun yang lalu, Kedudukan sekalian
pamanmu dan diriku sejajar." sahut Shiu Shiu.
"Kalau begitu, lanjutkan cerita ibu." desak Giok Cu.
"Entah sampai jam berapa dia bergadang. Tiba-tiba saja
aku telah tertidur." Shiu Shiu melanjutkan ceritanya. "Tatkala
aku terbangun dipagi hari, dia tak kelihatan. Ha, baiklah aku
kabur saja, pikirku, Tetapi setelah kulihat keluar goa, aku jadi
putus asa. Ternyata goa itu berada pada puncak gunung yang
tinggi. sama sekali tiada jalan keluar.
Hanya orang-orang berkepandaian tinggi seperti dia, baru
bisa mencapai goa tempat beradaku dan sebaliknya.
"Dan malam itu, kembali lagi dia bersenandung untukku.
sebenarnya, tak sudi aku mendengarkan. Akan tetapi betapa
aku bisa menutup telinga terus-menerus, Sekali-kali aku

726
dengar bunyi senandungnya juga.
Dan keesokan harinya, ia menghilang kembali. Kali ini dia
datang dengan membawa main-mainan. Boneka, burungburungan
dan lain sebagainya, Melihat semua itu, tak sampai
hati aku melemparkannya ke dalam jurang.
"la jadi mengerti tata rasaku dan sejak itu, ia membawa
binatang hidup yang lembut sifatnya, seperti kucing dan lain
sebagainya. Kadang kadang ia ikut bermain boneka pula, Di
luar kehendakku sendiri, perasaanku terhadapnya jadi
berubah. Tidak lagi aku merasa ngeri atau takut bergaul
dengan dia..."
"Tetapi pada suatu hari, sekonyong-konyong sikapnya
berubah. ia menatap diriku lama sekali dengan pandang
bengis. Tentu saja, aku jadi ketakutan. Dan perasaan ngeri
kembali lagi mencekam sanubariku. Aku lalu menangis dan ia
menghela napas berulangkali. Kemudian berkata membujuk:
"Sudahlah, jangan menangis!"
"Tak berani aku menangis lebih lama, meskipun ingin
rasanya menangis sampai mati. Aku takut membuatnya kesal.
Jangan-jangan sikapnya yang telah menjadi lunak, bisa
kembali bengis dengan tiba-tiba. Tetapi pada malam hari itu
aku melihat dia menangis. Menangis seorang diri diluar pintu
goa.
Malam itu gelap pekat. sejak sore tadi guntur berdentuman
diantara kejapan kilat, Dan beberapa saat kemudian turunlah
hujan deras. ia tak memperdulikan semuanya itu. Tetap saja ia
menangis sedih dalam keadaan basah-kuyup.
"Aku jadi tak sampai hati, Sekarang, akulah yang ganti
membujuknya. Kataku:
"Masuklah, kau bisa masuk angin."

727
"Namun ia tidak menggubris bujukanku, Aku jadi tertarik,
kataku minta keterangan:
"Mengapa kau menangis?"
"Diluar dugaanku, mendadak ia menyahut dengan suara
bengis luar biasa. Katanya:
"Besok adalah hari peringatan tahun keempatbelas
matinya ayah-ibu, kakak dan kedua saudaraku. Dalam satu
hari saja, keluargaku musnah oleh tangan jahat salah seorang
keluargamu, karena itu, esok hari aku harus membunuh
anggauta keluargamu lagi, Setidak-tidaknya seorang! Tapi
rumahmu terjaga sangat kuat dan rapi, ayahmu mengundang
beberapa tokoh pendekar vang berkepandaian tinggi. seperti
Bok-siang tojin, Bok Jin Ceng dan Kang-lam hiap Ong Tiong
Kun, Akan tetapi aku tidak takut, biarlah, kalau aku harus
mati."
"Setelah berkata demikian, ia meninggalkan goa dalam
hujan deras. Dan dua hari lamanya, ia tak muncul lagi, Dan
entah apa sebabnya, aku jadi selalu teringat padanya. Diamdiam
aku berharap, moga-moga ia pulang dengan selamat ..."
Giok Cu mengerlingkan matanya kepada Sin Houw, untuk
mencari kesan. ia ingin membaca keadaan hati Sin Houw
terhadap ibunya. Akan tetapi Sin Houw duduk dengan sangat
tenang, perhatiannya tertarik kepada tutur kata ibunya. Diamdiam
ia bersyukur didalam hati.
*****
DALAM PADA ITU, Shiu Shiu meneruskan ceritanya:
"Cuaca kian menjadi gelap. itulah petanghari yang ketiga,
Dua tiga kali aku melongok ke mulut goa, yang kulihat
hanyalah awan gunung yang datang bergulungan, Tapi tatkala

728
aku melongok untuk yang kelima kalinya, nampaklah empat
orang berlari-lari mendaki puncak gunung. Gesit gerakan
mereka, seakan-akan empat sosok bayangan. Mereka saling
kejar-mengejar.
"Aku menajamkan penghilatanku syukur, petang hari
belum tiba benar-benar, Masih bisa mataku mengenal dua
orang diantara mereka. Orang yang lari paling depan adalah
dia, yang kedua dan ketiga berdandan sebagai pendeta.
Mereka bersenjata tajam, sedang yang ke empat, ayahku
dengan bersenjata Hok-mo thung yang terkenal sejak puluhan
tahun yang lalu.
"Dengan membawa pedang hitamnya, ia melayani
serangan mereka bertiga. Nampak olehku dengan tegas,
bahwa ilmu kepandaian kedua orang pendeta itu sangat tinggi.
Gesit cara mereka berdua menyerang, hampir saja senjata
mereka berhasil menghantam sasaran.
Aku terkejut sampai memekik diluar kehendakku sendiri.
Aku mencemaskan keselamatan jiwanya. Tapi dengan pedang
hitamnya, ia berhasil menangkis dan memunahkan serangan
mereka. Bahkan pedangnya dapat menabas kedua senjata
mereka dengan berbareng.
"Rupanya ayah mendengar suara pekik teriakku, ia
menengadah. Dan melihat diriku, ayah melompat keluar
gelanggang lalu lari mengarah ke goa hendak menghampiri
aku.
"Melihat hal itu, dia jadi sibuk sekali. Terus saja dia
meninggalkan ke dua lawannya. Kemudian mengejar ayah,
Tentu saja kedua lawannya mengejar pula.
"Tak lama kemudian, mereka tiba didataran ketinggian
yang berada di depan tebing seberang goa, Di dataran ini, dia
berhasil mengejar ayah, Dan dengan serta merta ia

729
menyerang ayah, Baru beberapa jurus, kedua pendeta itu
datang pula, dan dia lantas terkepung rapat lagi seperti tadi.
"Ayah tak sudi sia-siakan kesempatan, cepat-cepat ia
melompat mundur dan kembali lagi lari mengarah ke goa-ku,
Aku jadi girang sekali. Teriakku:
"Ayah, cepat! cepat!"
"Seperti kalap, dia mendesak kedua lawannya, kemudian
memburu ayah lagi, Dia berhasil mengejar dan menyerang
ayah dengan tikaman-tikaman dahsyat. sebentar saja ayah
terdesak, dan terancam bahaya.
"Shiu Shiu! Bagaimana keadaanmu?" teriak ayah.
"Aku selamat tak kurang suatu apa, ayah tak usah cemas l"
sahutku.
"Akh, syukur!" ayah bergembira. "Tunggu dulu, biar
kubereskan dahulu bajingan ini!"
Setelah berkata demikian, ayah menyerang dengan penuh
semangat. Dari pertempuran mati-matian terjadi sangat cepat.
"Lim Beng Cin!" seru salah seorang imam itu, "Baik diriku
maupun golongan kami dari Siauw-lim tidak mempunyai
permusuhan apapun denganmu.
Aku hanya mengharap agar kau mengerti, kami dari
golongan Siauw-lim ikut campur semata-mata terdorong oleh
rasa keadilan dan kemanusiaan. perbuatanmu benar-benar
keterlaluan. Kami berjanji tidak akan membantu pihak
manapun juga, asal kau sudi menyudahi permusuhanmu
dengan keluarga Cio-liang pay. Sudahi-lah rasa balas
dendammu pada hari ini."
"Tunggu dulu!" tiba-tiba Sin Houw memutus. "lmam itu

730
mengaku dari golongan Siauw-lim, tahukah subo nama imam
itu?"
"Dikemudian hari aku mengetahui bahwa imam itu
bernama Cie-kong taysu, dan imam yang satu lagi bernama
Lie-cwee tojin dari Ngo-bi pay," Shiu Shiu memberikan
penjelasan.
"Hemm ...! " Sin Houw bersuara di hidung, namun Shiu
Shiu yang tak mengetahui apa-apa telah meneruskan
bercerita:
"Hmm... enak saja kau mengumbar mulutmu!" dampratnya
dengan mengertak gigi. "Apakah tak boleh aku melakukan
balas dendam demi menenteramkan arwah ayah-bunda dan
sekalian saudaraku yang terbunuh tanpa dosa apapun?"
"Kami mengerti. Tetapi kau sudah banyak membunuh demi
memuaskan hatimu sendiri. Kukira, sudah lebih dari cukup !"
sahut Cie-kong taysu. "Sekarang - pandanglah kami! Kupinta
agar kedua belah pihak menyudahi persoalan ini!"
Tetapi dia tidak menggubris. Tiba tiba saja ia menyerang
Cie-kong taysu. Karena itu, pertempuran sengit terjadi lagi
kian menghebat. Masing-masing tak sudi mengalah. Tetapi
dua imam itu sangat gagah, apalagi dibantu oleh ayah.
Sebentar saja dia terancam bahaya, seluruh badannya
telah mandi keringat, dia terdesak dan terdesak. Tiba-tiba dia
mundur dengan sempoyongan, hampir-hampir ia roboh
terguling, justru pada saat itu, senjata Lie-cwee tojin
menyambar dirinya.
Dengan mati-matian ia berhasil mengelakkan, tetapi tepat
pada saat itu ia dipapaki oleh Cie-kong taysu. Kembali lagi ia
mengelak dengan memutar tubuhnya, dan pada detik itu, ia
melihat kesan diwajahku.

731
Itulah penglihatan yang menentukan baginya. Dikemudian
hari ia memberi keterangan tentang keadaan dirinya pada saat
itu. sebenarnya ia sudah kehilangan tenaga, tulang-tulangnya,
seakan-akan terlolosi, Tetapi begitu melihat kesan wajahku
yang menaruh perhatian kepadanya, tiba-tiba terbangunlah
semangat tempurnya.
Tenaganya serasa pulih kembali. Dengan galak, ia
memutar tubuhnya dan pedangnya berkelebatan mengancam
maut!
"Shiu Shiu, jangan takut! Pasti aku dapat menjungkalkan
mereka. Kau lihatlah!" serunya.
Entah bagaimana cara dia menggerakkan pedangnya,
Tiba-tiba saja Lie-cwee tojin memekik menyeramkan. Dia
roboh bergulingan, ternyata kepalanya terbelah dan tepat
didahinya tertancap sebatang Sin-coa piao, Keruan saja ayah
dan Cie-kong taysu kaget bukan kepalang. Dan pada detik itu,
dia menyerang ayah.
Saat itu digunakan sebaik-baiknya oleh Cie-kong taysu,
untuk menyerang dari belakang. Tapi dengan gesit, dia dapat
mengelakkan gempuran Cie-kong taysu, ia mendahului
memutar tubuhnya, dengan melompat kesamping.
Cie-kong taysu yang agaknya sudah gentar karena
gugurnya Lie-cwee tojin, mendadak lari meninggalkan
gelanggang pertempuran untuk menyelamatkan diri. Dan
setelah Cie-kong taysu tidak ada lagi, ia menyerang ayah
kembali. Tatkala itu, wajah ayah pucat lesi seperti tiada
berdarah. Tak usah dikatakan lagi, bahwa ayah kaget dan
ketakutan begitu melihat kedua rekannya menjadi pecundang.
Ayah membela diri dengan sembarangan saya. Karena
hatinya telah gentar, tak dapat lagi ayah memainkan
tongkatnya dengan sempurna. Melihat hal itu, aku berteriakKANG
ZUSI WEBSITE http://cerita-silat.co.cc/
732
teriak:
"Tahanl Tahan!"
Mendengar teriakanku, dia berhenti menyerang, dan aku
berteriak lagi:
"Bawa dia kemari! Dialah ayahku!"
Dengan pandang bengis ia menatap ayah, katanya
membentak:
"Kau pergilah! Aku ampuni dirimu."
Ayah tercengang, segera ia memutar tubuh hendak
meninggalkan tempat itu, Aku girang bukan kepalang melihat
ayah mendapat ampun, Tetapi sudah dua hari tiga malam aku
tidak makan dan minum, tubuhku terasa lemah. Karena kaget
melihat pertempuran dahsyat dan digejolakkan pula oleh rasa
girang mendadak aku roboh ditanah.
Melihat aku roboh, ia melompat ke dalam goa hendak
menolongku. Ayahpun ikut pula memburu, Dengan bengis
ayah memandang padanya tatkala menolongku bangun. Aku
tidak pingsan, hanya kehilangan tenaga saja. Karena itu,
dapatlah aku melihat segalanya yang terjadi dengan jelas.
selagi ia menolong membangunkan diriku, tiba-tiba ayah
mengayunkan tongkatnya menepuk punggungnya -tentu
sekali, serangan gelap itu tak diduganya. perhatiannya berada
padaku, penuh-penuh. Kaget aku berseru:
"Awas!"
Oleh peringatanku, ia kaget sekali, segera ia memutar
tubuhnya dan meloncat kesamping. Meskipun gerakannya
gesit, namun tongkat ayahku masih saja menghajar
punggungnya. syukur, ia tadi bergerak. sehingga serangan itu
tidak mengenai dirinya penuh-penuh. selagi memutar

733
tubuhnya, ia berhasil merampas tongkat ayah dan
dilemparkannya ke dalam jurang. Kemudian ia lompat dan
menyerang ayah dengan kedua tangannya.
Ayah gugup bukan main, ia tertegun dan menyesal karena
serangannya gagal. Tongkat andalannya terampas pula, itulah
suatu peristiwa yang tak pernah terbayangkan.
Biasanya, jangan lagi menyerang dengan cara gelap
sedangkan dengan berhadapan saja tak pernah ia gagal.
Tatkala menghadapi serangan balasan, sama sekali ayah
tidak berusaha mengelak atau menangkis. ia malahan berdiam
diri dengan menutup kedua matanya menunggu maut.
Dengan mendadak saja, ia membatal kan serangannya.
Dia menoleh kepadaku, lalu menghela napas. Kemudian ia
memandang ayah dan berkata bengis:
"Nah, pergilah cepat. jangan tunggu sampai pikiranku
berubah. Benar-benar aku tak akan memberimu ampun lagi !"
Tanpa berkata sepatah katapun juga ayah memutar
tubuhnya dan lari secepat-cepatnya.
Ia mengawasi kepergian ayah, lalu menoleh kepadaku.
Tiba-tiba saja ia melontakkan darah. Darahnya menyembur ke
bajuku.
Giok Cu memekik tertahan mendengar hal itu, Katanya
setengah menggerendeng:
"Yaya benar-benar tak tahu malu! secara berhadapan ia
tak berani melawan, tiba-tiba menyerang dari belakang, itulah
bukan perbuatan seorang ksatria."
(Ya-ya - engkong).
Ibunya menghela napas, sahutnya:

734
"Sebenarnya, dia adalah musuh kita, Empat puluh empat
anggauta keluarga kita mati dibunuhnya, Kalau sampai aku
memberi peringatan, semata-mata oleh rasa kaget begitu
melihat serangan gelap ayah, Mungkin inilah yang dinamakan
takdir! Takdir yang meramalkan masa depan yang gelap.
Karena peristiwa itu merupakan titik-tolak dan asal mula diriku
dijauhkan dari ikatan keluarga." ia berhenti sebentar.
Kemudian meneruskan ceritanya: "Dengan sempoyongan
ia masuk ke dalam goa. Mengambil ramuan obat dan
diminumnya. Beberapa kali ia masih mengeluarkan darah. Aku
kaget dan cemas, sehingga menangis diluar kehendakku
sendiri. Dan mendengar tangisku, ia menjadi girang.
Tanyanya:
"Jadi, kau menangis untukku?"
Oleh pertanyaan itu, tak dapat aku menjawab dengan
segera. Aku jadi berbimbang-bimbang dalam keadaan duka
cita, Katanya kemudian kepadaku:
"Sejak salah seorang pamanmu membinasakan seluruh
keluargaku, aku hidup sebatang kara, Tiada seorang pun di
dunia ini yang menaruh perhatian kepadaku, apalagi bersedih
atau menangis meratapi nasibku. Akan tetapi pada hari ini,
aku menyaksikan seseorang menangis untuk diriku, inilah
suatu peristiwa yang b^urga tinggi bagiku. pada hari ini pula,
aku telah membunuh empat puluh empat anggauta
keluargamu. sebenarnya, masih kurang enam orang lagi yang
harus kubunuh. Akan tetapi melihat air matamu, aku berjanji
tidak akan membunuh lagi."
Aku tidak menjawab. itulah suatu penghargaan bagiku. Air
mataku berharga enam jiwa. Pada saat itu, aku menangis.
Hanya saja, tak tahu aku titik berat tangisku itu, Entah
terdorong rasa syukur atau dukacita, Dan dalam pada itu ia

735
berkata lagi:
"Akupun tidak akan mengganggu anggauta perempuan
keluargamu, sejak hari ini, aku sudahi saja, Kau tunggulah
sampai lukaku sembuh, dan aku akan mengantarkan kau
pulang dengan tak kurang suatu apa."
Masih saja aku menangis. Akan tetapi kini tahulah aku,
membaca perasaanku sendiri. Aku merasa lega hati, syukur
dan berterima kasih. Karena oleh air mataku, ia tidak akan
melakukan pembunuhan dan mengganggu ipar-iparku.
Akupun ternyata tidak akan di ganggunya pula, Dan oleh rasa
terima kasih, keesokan harinya aku bersedia menanak nasi
baginya dan merawat lukanya.
Pada suatu hari, ia tak sadarkan diri selama satu hari, Tak
tahu aku, apa yang harus aku lakukan. Aku khawatir, ia akan
kehilangan jiwanya. Karena bingung, aku menangis dan
sampai kedua mataku bendul, selagi menangis, sekonyongkonyong
ia menyenakkan matanya , kemudian tertawa.
Katanya:
"Mengapa menangis ? Aku tidak akan mati."
Selang dua hari lagi, benar-benar dia pulih seperti
sediakala. Dia bisa bangun sendiri dan berjalan-jalan, pada
malam harinya ia mengatakan kepadaku, bahwa akibat
serangan ayah adalah hebat. Andaikata tidak tertolong oleh
ramuan obat dan ketabahan hatinya, pastilah dia akan mati.
Dan bila dia mati, akupun akan mati kelaparan pula, Sebab
aku tak bisa keluar dari goa seorang diri, Sebaliknya, tiada
seorangpun anggauta keluargaku yang berani menghampiri
goa. Aku percaya, ucapannya bukan suatu omong kosong
belaka, Sekiranya ada salah seorang anggauta keluargaku
yang berani menghampiri goa, pastilah hal itu sudah terjadi
beberapa hari yang lalu.

736
Bukankah dia dalam keadaan luka parah? jangan lagi
bertempur, sedang menggerakkan tangannya saja dia tak
mampu, Diapun sadar akan hal itu. Andaikata aku berniat
jahat, itulah kesempatan yang sebaik-baiknya untuk
membunuhnya.
"lbu," kata Giok Cu menyelak bicara. "Dia sangat baik
terhadap ibu, maka ibupun wajib membalas budi baiknya."
Dan setelah berkata demikian, ia menoleh kepada Sin Houw,
Pemuda itu bersikap dingin, sama sekali ia tidak
menghiraukan pandang mata Giok Cu.
"Dari hari ke hari, kesehatannya semakin pulih." Shiu Shiu
meneruskan ceritanya, "Selama itu, seringkali ia mengajakku
berbicara tentang masa kanak-kanaknya. Dikatakannya
kepadaku, betapa besar rasa kasih sayang ayah-bundanya.
Kedua kakaknya dan kakak perempuannya pun kasih
kepadanya pula, pernah pada suatu kali, ia sakit demam, dan
ibunya tidak tidur barang sekejap mata selama tiga hari tiga
malam. Akan tetapi pada suatu malam, datanglah malapetaka
itu.
Terharu aku mendengarkan tutur-katanya. ia kejam dan
bengis, akan tetapi bila membicarakan keadaan keluarganya,
mendadak saja sikapnya menjadi lemah lembut. itulah suatu
tanda, bahwa budi pekertinya sebenarnya baik dan halus. ia
memperlihatkan pakaian kanak kanaknya yang tersulam
indah. Katanya itulah sulaman almarhum ibunya tatkala dia
hampir mencapai umur satu tahun." Berkata demikian, Shiu
Shiu menarik sehelai pakaian kanak-kanak dari bawah tempat
duduknya dan diletakkannya di atas meja.
Sin Houw memperhatikan sulaman pakaian kanak-kanak
itu, sulaman seorang bayi montok yang telanjang bulat,
wajahnya manis, pandangnya menyenangkan. Rangkaian
warna sulaman itu sendiri, indah pula. Tiba-tiba ia jadi terharu
sendiri. Teringatlah dia kepada masa kanak-kanaknya. iapun
kini tidak ber-ayah-bunda lagi.

737
"Seperti beberapa hari yang lalu, ia bersenandung lagi
untukku." Shiu Shiu melanjutkan ceritanya, "Diwaktu
senggang, ia memotong dahan kayu dan mengukir bonekaboneka
untukku. Katanya, aku adalah seorang bocah yang
belum mengerti sesuatu ..."
Akhirnya sembuhlah dia, Akan tetapi meskipun sudah
sehat seperti biasa, tiada nampak lagi ketegaran hatinya. Aku
jadi heran. pada suatu hari, kutanyakan sebab-sebabnya.
jawabannya mengherankan aku. Katanya, dia tidak sampai
hati meninggalkan aku.
"Kalau begitu, biarlah aku berdiam terus disini menemani
kau." kataku tanpa berpikir.
Mendengar perkataanku, dia girang bukan kepalang.
Larilah dia mendaki puncak. ia memanjat pohon dan mendarat
dengan berjumpalitan dan iapun menari-nari, Kemudian ia
mendekati aku lagi dan memperlihatkan sehelai peta yang
menunjukkan harta karun terpendam. Katanya, itulah harta
benda almarhum Ciu Kong Bie yang gagal melakukan
perjuangan bangsa melawan pemerintah penjajah asing. Harta
itu disimpan pada suatu tempat yang dirahasiakan"
Mendengar tutur-kata Shiu Shiu, maka Sin Houw
memanggut dan berkata di dalam hati:
"Jadi itulah peta harta yang terdapat didalam kitab
warisan.pantas dulu Thio Kun Cu sampai hati menikam
saudaranya sendiri ..."
"Peta harta karun itu ia memperolehnya secara kebetulan
saja." Shiu Shiu meneruskan ceritanya. "Dia berjanji, setelah
berhasil membongkar harta karun itu, akan segera datang
meminang diriku. sekarang aku hendak di antarkan pulang."

738
Shiu Shiu berhenti sebentar. wajahnya tiba-tiba berubah.
Tatkala melanjutkan ceritanya, suaranya sengit, Katanya:
"Tatkala tiba dirumah, semua anggauta keluarga meludah
ketanah begitu melihat diriku, Aku jadi mendongkol dan juga
membenci. Akupun sebal terhadap mereka. Mereka semua
tidak mempunyai kesanggupan untuk melindungi keselamatan
keluarganya, Tapi melihat diriku pulang kerumah dengan
tubuh putih bersih, mereka bersikap merendahkan. Kenapa
mereka dahulu bisa bersikap belas kasih kepada kedua iparku
yang jelas sekali sudah terusak kesuciannya? Karena itu, aku
jadi muak, Dan sejak hari itu, tak sudi lagi aku berbicara
dengan mereka."
"lbu! sikapmu benar sekali!" kata Giok Cu. "Bukankah
begitu, Sin koko?"
Thio Sin Houw tidak menyahut. ia mendengarkan
kelanjutan cerita Shiu Shiu:
"Tiga bulan lamanya, aku menunggu kedatangannya. Dan
pada suatu malam aku mendengar suara senandung terpencil
dari dinding-dinding gunung. itulah suara dan senandung yang
kukenal. segera aku membuka jendela kamarku, Dan
datanglah ia. Dan pertemuan itu membuat perasaanku aneh
sekali. Rasa girang, bahagia, syukur dan lain sebagainya
berada dalam diriku. Itulah suatu rumun perasaan yang belum
pernah ku rasakan. Dan pada malam hari itu hiduplah kami
sebagai suami isteri."
"Kemudian lahirlah kau, peristiwa itu terjadi oleh
keinginanku sendiri. Jadi bukan karena aku kena diperkosa,
itulah sebabnya, aku tak pernah menyesal. Maka tidaklah
benar, apabila terbetik khabar, bahwa aku diperkosanya,
selama itu, ayahmu memperlakukan diriku dengan baik sekali.
Dia bersikap begitu hormat pula terhadapku, dan kami berdua
saling menyinta..."

739
Sin Houw terharu mendengar tutur kata Shiu Shiu, selain
berani, diapun jujur pula, itulah suatu kisah cinta-kasih yang
berliku-liku akan tetapi mengasyikkan, Lalu ia bertanya:
"Dan pada waktu itu, apakah subo mendapat kisikan
tentang harta karun yang terpendam?"
"Benar." sahut Shiu Shiu, "Dia berkata, bahwa belum ada
kesempatan untuk mencarinya, akan tetapi dia sudah
mengetahui dimana tempat beradanya, segera kami berdua
berunding untuk melarikan diri saja dari rumah. Tatkala pada
pagi harinya aku berkemas-kemas, tiba-tiba pintu terketuk,
Rupanya pembicaraan kami kena dicuri dengar orang. Cepatcepat
aku sembunyikan surat mohon diriku kepada ayah, Lalu
aku memegang lengannya. Hatiku kecul dan takut."
"Jangan takut l" katanya membujuk. "Meskipun terkepung
sepasukan tentara, kita akan dapat meloloskan diri,
percayalah !"
Setelah berkata demikian, dengan gagah ia membuka
pintu. Dan di depan pintu, berdirilah tiga orang yang
selamanya aku takuti dan aku hormati yakni ayah, Jie supeh
dan Sam supeh. Hanya saja, mereka tidak bersenjata sama
sekali, bahkan mereka mengenakan pakaian tidur. Wajah
mereka ramah pula sehingga aku tertegun keheranan. Kata
ayah:
"Kami sudah mengetahui persoalan kalian. Rupanya sudah
takdir, bahwa kalian sudah jodoh yang telah ditetapkan
sebelum lahir. sebenarnya hal ini merupakan masalah yang
sulit, Terus terang kukatakan, bahwa perhubungan kalian
merupakan peristiwa terkutuk. Tetapi karena perjodohan
kalian agaknya sudah ditakdirkan, maka biarlah kami
menerimamu sebagai anggauta keluarga kami. Dengan
begitu, selesailah sudah permusuhan yang kini terjadi. Kita
sekarang tidak perlu lagi saling mengangkat senjata."

740
Mendengar perkataan ayah, dia berdiam sejenak
menimbang-nimbang. Kemudian menyahut:
"Apakah kalian masih khawatir aku akan melakukan
pembunuhan lagi? percayalah, aku sudah berjanji kepada
Shiu Shiu, tidak akan membunuh atau mengganggu lagi salah
seorang anggauta keluarga Cio-liang pay!"
"Bagus!" seru ayah dengan gembira - "Karena itu, tak
dapat kau memper-isteri anakku dengan cara melarikan diri.
Marilah kita berbicara secara baik baik, Lamarlah anakku, dan
aku akan mengawinkan kalian berdua dengan suatu upacara
yang layak."
Itulah suatu keputusan diluar dugaan. Tadinya, kami
mengira akan melalui kesulitan yang berlarut-larut, Tak
mengherankan, ia jadi girang bukan kepalang. Memang,
sebenarnya tiada maksudnya hendak mengawini diriku
dengan paksa. Doa restu orang tua dengan segenap keluarga,
adalah jalan lurus paling baik, Tetapi ... akh! Ternyata ia kena
jebak ayahku!
"Apa?" Sin Houw sampai berseru di luar kehendaknya
sendiri. "Jadi ayahmu sedang melakukan tipu muslihat?"
Shiu Shiu manggut dengan lesu dan melanjutkan
ceritanya. Katanya:
"Ayah memberi kamar samping kepadanya, Dan secara
itu, persiapan upacara pernikahan mulai dilakukan. Tetapi dia
seorang yang hati-hati, cermat, dan berwaspada. Tak sudi ia
menerima minuman atau makanan pemberian ayah,
semuanya diperiksa dulu dan diberikan kepada anjing atau
kucing sebagai percobaan, walaupun demikian, masih ia tak
pernah menyentuhnya. Untuk makan minumnya, ia
membelinya sendiri, di kedai makanan."

741
pada suatu malam, ibu datang dengan membawa sepiring
bubur kepadaku. Berkatalah ibu kepadaku, bahwa bubur itu
sengaja dimasaknya sendiri untuk calon menantunya, sudah
barang tentu aku sangat bersyukur melihat sikap ibu yang
sudah bersedia menerimanya sebagai menantu penuh. Tanpa
curiga, aku membawa sepiring bubur itu kepadanya.
Dia bergembira melihat aku mengantarkan sendiri barang
makanan itu. ia mengira, akulah yang memasaknya sendiri.
Karena itu, tanpa curiga dan tanpa diperiksanya lagi, ia terus
menghirupnya. Tetapi sekonyong-konyong wajahnya berubah
menjadi pucat, segera ia bangkit dan berseru:
"Mengapa kau sampai hati kepadaku?"
Aku kaget sampai pucat pula, Sahutku dengan suara
menggeletar:
"Aku kenapa?"
"Mengapa kau meracuni aku?" teriaknya.
"Racun?" aku berteriak pula dengan suara tertahan.
Shiu Shiu berhenti sejenak. Napasnya memburu, dan
ruangan itu mendadak saja terasa menjadi tegang dan sunyi.
Tiba-tiba terdengarlah suara berisik. Ceng it berlima muncul
dari balik gerombol pohon. Teriaknya:
"Eh, Shiu Shiu! Kau tak malu menceritakan riwayatmu
sendiri yang kotor dan busuk itu?"
Wajah Shiu Shiu yang bernasib malang itu menjadi pucat
dan kemudian berubah menjadi merah padam, sahutnya
dengan suara tersendat-sendat:
"Sembilan belas tahun sudah aku tidak sudi berbicara
dengan kalian. akupun tak pernah berkata sepatah kata

742
sampai aku mati, Kenapa aku takut menghadapi semuanya
ini? Anakku, Sin Houw! Kau takut atau tidak, menghadapi
mereka?"
Thio Sin Houw hendak membuka mulutnya, tetapi Giok Cu
telah mendahu-luinya, Kata gadis itu:
"Sin-koko tak kenal takut terhadap siapapun!"
"Bagus." Shiu Shiu berlega hati, "Kalau begitu, tak perlu
aku menghiraukan mereka. Biarlah kulanjutkan ceritaku."
Hebat kata-kata Shiu Shiu, Tadi dia nampak sangat lemah
seperti orang berpenyakitan. Dan kini dengan tiba-tiba ia
bersikap gagah dan galak. suaranya tegas dan sengaja di
besarkan, Dengan nyaring ia meneruskan ceritanya:
"Aku lalu menangis, tak tahu aku apa yang harus
kulakukan. Dengan sesungguhnya aku tak mengerti bahwa
bubur itu beracun. siapakah yang menaruh curiga terhadap ibu
kandung sendiri? Hatiku susah bukan main, karena ia
menuduhku meracuni. selagi demikian, kulihat pintu kamar
terbuka, dan beberapa orang bersenjata lengkap menyerbu
masuk.
Yang berada didepan adalah lima pamanmu itu. Pada
tangan mereka masing masing memegang senjata andalan
mereka - garang sikapnya, seakan-akan pahlawan tanpa
tandingan. sebaliknya ayah, berdiri diluar pintu, Dia
memanggilku agar keluar, dan tahulah aku, begitu aku keluar
kamar, dia akan di serang berantai-ramai. Maka aku
menjawab seruan ayah:
"Tidak! Aku tidak akan keluar kamar! Kalau ayah hendak
membunuh dia, bunuhlah aku dahulu!"
"Tatkala itu, Beng Cin duduk di kursi dengan wajah

743
bersungut, ia mengira aku bersekutu dengan ayah semua.
Hatinya susah dan tiada niatnya hendak melawan. Tetapi
begitu mendengar jawabanku, dengan mendadak ia melompat
bangun, Tanyanya kepada dengan suara sabar:
"Jadi, kau tidak mengetahui kalau bubur itu beracun?"
Aku tak menjawab dengan segera, piring bubur lalu
kusambar dan sisa bubumya kuhirup sebagian. Kataku
meyakinkan:
"Sekiranya bubur ini mengandung racun, biarlah kita mati
bersama-sama!"
Aku hendak menghirup sisanya sampai habis, akan tetapi
ia menyampok mangkok itu sehingga hancur berantakan di
lantai. Kemudian ia tertawa sambil berkata:
"Bagus, Mari kita mati bersama." Dan setelah berkata
demikian terhadapku , ia berpaling kepada mereka, Katanya:
"Hmm, kalian menggunakan cara yang rendah sekali dan
kotor. Apakah kalian tidak malu?"
"Susiok Kuncu yang berangasan meledak:
"Siapa yang meracunmu? Kalau kau mempunyai
kepandaian, hayo keluar! Kita mengadu ilmu!"
"Baik." sahutnya. "Dan ia membimbingku keluar kamar. Di
ruangan latihan ternyata sudah dibangun sebuah panggung
yang semula dikatakan sebagai panggung tempat pertemuan
mempelai. Dan diatas panggung, sekalian paman dan mereka
berlima berdiri berjajar siap bertempur, Namun ia bersikap
acuh tak acuh, sama sekali ia tak menghiraukan jumlah
mereka yang banyak."
"Memang benar perkataan susiok Kun Cu, bahwa bubur

744
tidak beracun. Tetapi dikemudian hari tahulah aku, bahwa
bubur itu mengandung ramuan obat pulas serta pelarut
tenaga. Barang siapa menelan ramuan obat itu, akan terkuras
habis tenaganya sedikit demi sedikit. Kemudian akan tertidur
pulas dan baru tersadar setelah melampaui empat puluh
delapan jam lamanya. Dengan demikian, mereka bermaksud
merobohkan Beng Cin dengan berlagak melalui pertempuran.
Mula-mula aku heran, kenapa mereka memilih cara
demikian. Tetapi segera aku mengetahui alasannya, ternyata
didalam gedung itu hadir pula beberapa tokoh pendekar dari
Siao-lim, Ngo-bi dan lain sebagainya. Di hadapan para
pendekar itulah, mereka hendak menjual lagak secara ksatria.
Apabila Beng Cin roboh akibat obat tidur, mereka akan segera
menyiksanya."
Sampai disini, wajah Shiu Shiu berobah merah padam,
perkataannya sengit mengandung luapan rasa marah yang
sudah lama terpendam dan kini mempunyai kesempatan untuk
dilampiaskan Tatkala ia hendak meneruskan ceritanya, Ceng
Go berteriak kepada Sin Houw:
"Hey, saudara Sin Houw! Apakah kau berani melayani ilmu
sakti gabungan kami yang bernama Ngo-heng tin, atau tidak?"
Dua hari yang lalu, Sin Houw bersikap segan terhadap
mereka. Karena mereka adalah pamannya Giok Cu. Akan
tetapi setelah mendengar cerita Shiu Shiu, lenyaplah rasa
hormatnya, ia kini mendongkol dan muak terhadap mereka,
maka dengan sengit ia menyahut:
"Hmm, kamu hanya berlima saja, walaupun aku kalian
kepung sepuluh orang, tidaklah aku mundur selangkah pun ..."
Tepat pada saat itu, melesatlah sesosok bayangan
memasuki serambi sambil berseru nyaring:
"Anak tak tahu adat! Enyahlah kau dari sini !"

745
Dalam selintasan, Sin Houw melihat perawakan tubuh
bayangan itu yang tinggi dan kekar. Rambutnya dibiarkan
lepas tak beraturan dan terlilit gelang tembaga yang
berkilauan. pakaian yang dikenakannya terbuat dari kulit Kasee.
Kesan dirinya mirip dengan seorang pendeta tauw-to,
tetapi sebenarnya dialah seorang bandit besar yang
berkeliaran disekitar Ho-lam.
Namanya Teng Teng, ia baru saja datang untuk
mengunjungi keluarga Cio-liang pay hendak mengajak untuk
bekerja sama.
Ketika mengetahui keluarga itu sedang dipermainkan oleh
seorang anak muda, ia jadi panas hati dan penasaran.
sekarang ia akan memamerkan kemampuannya menghajar
anak muda itu. Begitu mendarat dilantai, terus saja tangannya
menyambar.
Thio Sin Houw melihat datangnya serangan mendadak.
Gesit ia mengelak, dan dengan sebat ia menerkam rambut
gondrong pendeta itu, Kemudian ia bergerak memutar,
sehingga tubuh pendeta itu terputar pula seperti sintir.
Tiba tiba terkamannya di lepaskan, dan Teng Teng
terlempar tinggi. Tak ampun lagi, dia terbanting jungkir balik
menelungkup di gerombol pohon-pohon yang berduri, seketika
itu juga, seluruh muka dan tubuhnya babak belur terkena duriduri
yang tajam ia terkaing-kaing seperti seekor anjing kena
pentung.
Sama sekali tak terbayangkan, bahwa dia bakal babak
belur hanya dalam segebrakan saja!
Menyaksikan kejadian itu, Giok Cu tertawa merendahkan.
Tanpa menghiraukan apa yang telah terjadi, ia lantas minta
ibunya meneruskan bercerita:

746
"Pada malam hari itu, mereka berlima mengepung Beng
Cin dengan ilmu gabungan Ngo-heng tin, ilmu sakti itu belum
pernah terkalahkan oleh siapapun juga. Tetapi sebenarnya,
dia sanggup melayani. Hanya sayang, ia sudah mereguk obat
bius pelarut tenaga. Makin lama gerakannya makin kendor.
Nampak sekali kelelahannya, sulitlah ia untuk meneruskan
perlawanannya lagi. Bahkan untuk bisa lolos saja tiada
harapan lagi ..."
"Shiu Shiu!" bentak Ceng Go, "Apakah kau hendak
membuka rahasia ilmu sakti keluarga kita kepada anak itu?"
Shiu Shiu tidak menghiraukan bentakan Ceng Go. Dengan
menatap wajah Sin Houw, ia meneruskan:
"Jelaslah, bahwa ia ingin merobohkan salah seorang
musuhnya, agar dapat memecahkan ilmu gabungan itu. Akan
tetapi kecuali tenaganya nyaris habis, ilmu gabungan itu
adalah suatu persenyawaan, Masing-masing mempunyai
kerja-sama yang rapi dan saling berhubungan dan saling
melindungi. Demikianlah, akhirnya dia hampir roboh
kecapaian, Tubuhnya sempoyongan semakin hebat, Dan aku
berteriak nyaring:
"Jangan pikirkan aku! Pergilah! cepat pergi! selama
hidupku, tak akan kulupakan dirimu, selamatkan dirimu
dahulu!"
Hebat suara Shiu Shiu tatkala menirukan pekik teriaknya
dahulu. Giok Cu sampai bergidik, sebab pekik teriak ibunya
mirip jeritan berbareng ratapan yang menyayat hati. seperti
orang membangunkan seseorang yang tidur pulas, ia lalu
berteriak:
"lbu!"
Sin Houw kaget juga, Bulu kuduknya meremang, Dengan

747
hati cemas ia memandang wajah Shiu Shiu, pandang mata
Shiu Shiu nampak kabur dan kuyu, napasnya memburu.
Tahulah dia, bahwa hati Shiu Shiu penuh duka, benci,
mendongkol dan penasaran. ia lantas tergugu beberapa saat
lamanya.
"Subo, sudahlah. Esok malam bisa disambung lagi,
sekarang beristirahatlah dahulu, aku sendiri hendak
menyelesaikan urusanku. Tapi esok malam aku berjanji akan
datang lagi, untuk mendengarkan sambungan ceritanya."
katanya.
"Tidak! Tidak!" seru Chiu Shiu seperti tersadar. ia
menyambar lengan baju Sin Houw dan ditariknya. Katanya:
"Sembilanbelas tahun lebih aku membisu, sekarang aku
mempunyai kesempatan untuk melontakkan semua isi hatiku.
Anakku, Sin Houw. Kau dengarkan dahulu ceritaku sampai
selesai..."
Suara itu mengandung suatu permohonan, maka terpaksa
Sin Houw memanggut seraya berkata:
"Baiklah, Akan kudengarkan sampai selesai."
Lega hati Shiu shiu, perlahan lahan ia melepaskan
cekalannya. Namun ujung jarinya masih menjepit lengan baju
Sin Houw. Katanya meneruskan:
"Mereka sebenarnya menghendaki jiwanya. Tapi kecuali
itu, yang terlebih penting lagi adalah harta karun! Harta karun
itulah yang mereka kehendaki dan Beng cin sudah dapat
menduga jauh-jauh sebelumnya. Kini dia sudah
mempersiapkan diri.
"Demikianlah, akhirnya ia terluka dan ia roboh terkulai.
Tapi di dalam keadaan setengah sadar itu, masih sempat ia

748
mengeluh: "Akh, petaku! Dan setelah itu, ia tak ingat sesuatu
lagi.."
"Hey, bangun dahulu!" teriak susiok Kun Cu, "Kau
tunjukkan dulu dimana harta karun itu!"
"Susiok Kun Cu berteriak demikian sambil melompat
memasuki panggung, jari tangannya menusuk tubuh Beng Cin
dibagian tertentu. Dan akibat tusukan jari itu, Beng Cin jadi
tersadar sebentar, sahutnya: "Oh, rupanya kau juga
menghendaki harta itu? Peta tak ada padaku. siapa yang
berani, ikutlah aku ,,." dan setelah berkata demikian, kali ini dia
benar-benar roboh tak sadarkan diri lagi.
"Mereka semua jadi gempar mendengar jawaban Beng
Cin. Juga mereka semua yang ikut menyaksikan perkelahian.
Bila Beng Cin disadarkan, hebat akibatnya. Betapa tidak?
Kalau obat bius itu punah, mereka semua bukan
tandingannya. sebaliknya, apabila dibunuhnya, peta harta
karun itu akan lenyap untuk selama-lamanya.
"Mereka lalu sibuk berunding, dan akhirnya ayah
mengusulkan suatu penyelesaian yang bagus sekali. Ya,
bagus sekali! Lim Beng Cin hendak digeledahnya dahulu,
Apabila peta itu ternyata tidak ada padanya, urat-urat kaki dan
tangannya hendak diputuskan. Kemudian baru dibebaskan.
Dua hari lagi, meskipun obat bius telah lenyap dari
tubuhnya, Beng Cin sudah menjadi orang cacad. semua ilmu
saktinya lenyap. Bukankah bagus sekali usul itu?
"Mereka kemudian melaksanakan pekerjaan itu, dan aku
lalu roboh tertidur karena juga terkena pengaruh obat bius itu.
"Entah berapa lama aku tertidur, setelah menyenakkan
mata, dihadapanku terjadi banjir darah. Banyak kulihat mayatmayat
bergelimpangan. Beng Cin tidak nampak lagi diatas

749
panggung.
Hatiku jadi berharap-harap cemas. Apakah dia berhasil
melarikan diri setelah membunuh lawan-lawannya?
Tetapimasih sempat aku menyaksikan, tatkala mereka berlima
memutuskan urat-urat kaki dan tangannya. Aku jadi
kebingungan. Tak ada yang bisa memberitahukan kepadaku.
Gedung nampak sunyi senyap.
Syukur, bubur yang kumakan tidak begitu banyak,
sehingga aku kehilangan kesadaranku hanya selama waktu
dua tiga jam saja. Akupun telah dapat berdiri dengan tegak.
Dan segera aku mengadakan pemeriksaan. Mayat-mayat itu
ternyata bukanlah mayat-mayat keluarga Cio-liang pay, tetapi
mayat-mayat tetamunya yang tadi menyaksikan pertandingan
Apa yang telah terjadi?
"Tiba-tiba aku mendengar suara mengerang. segera aku
menghampiri dan kulihat seorang tamu yang tertusuk kedua
matanya. Tak usah kukatakan lagi, bahwa bakal buta
dikemudian hari, meskipun jiwanya selamat.
Segera aku menolongnya. Tatkala kena raba tanganku, dia
bertanyakan siapa diriku. Mendadak saja dia berkata dengan
berani:
"Apakah kau calon mempelai?"
"Benar." sahutku, Ternyata dia seorang pendekar yang
tahan sakit.
Tanpa memperdulikan keadaan dirinya, dia berkata:
"Syukurlah kau telah tersadar sekarang, sudikah kau
membawaku keluar dari gedung ini? Aku bernama Wong San
Cong, berasal dari Kam-leng, Aku bukan teman maupun
musuh musuh keluargamu, Kedatanganku ke sini sematamata
memenuhi undangan ayahmu. Katanya, ayahmu hendak

750
mengawinkan dirimu dengan bekas musuhnya. Maka aku
datang bersama pendekar Thio Kim San, dari Bu-tong pay."
Mendengar Shiu Shiu menyebut nama Thio Kim San, hati
Sin Houw terperanjat seperti mendengar petir di siang hari,
itulah nama ayahnya, Hampir saja ia membuka mulutnya.
Sukur Shiu Shiu telah mendahului meneruskan ceritanya:
"Dari mulutnya, aku mengetahui bahwa Beng Cin berhasil
dilarikan, Tatkala pendekar Thio Kim San dan Wong San Cong
tiba, mereka masih sempat menyaksikan Beng Cin sedang
disiksa, itulah perlakuan yang sewenang-wenang dan sebagai
pendekar yang berbudi luhur, mereka tak dapat membiarkan
tindakan itu terjadi dihadapan mereka. serentak mereka
bergerak hendak melakukan pertolongan.
Dan tepat pada saat itu, terjadilah suatu peristiwa
perebutan peta yang terdapat pada tubuh Beng Cin, mereka
saling bertengkar dan akhirnya saling bunuh-membunuh.
"Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh
pendekar Thio Kim San, Dengan pertolongan Wong San
Cong, ia memanggul tubuh Beng Cin dan dibawanya pergi.
Tetapi tidak semua yang hadir kalap oleh peta harta karun itu,
itulah keluarga kami bagian wanita.
Mereka berteriak-teriak menyerukan tanda bahaya, dan
pendekar Thio Kim San lalu dikepung. syukur masih ada Wong
San Cong yang melindungi. selain itu kebanyakan diantara
tamu terpancing pada peta harta karun itu. Dengan demikian,
kepergian pendekar Thio Kim San tidak mengalami rintangan
terlalu sulit.
Tetapi walaupun demikian, kedua matanya Wong San
Cong kena tusuk senjata ayah, Dia masih bisa membalas
dengan menghamburkan senjata bidiknya. Ayah bisa
menyelamatkan diri, namun tak urung sebatang senjata bidik
itu dapat mengenai paru-parunya juga, Ayah tidak mati, tetapi

751
bidikan itulah yang kelak membawa mautnya beberapa tahun
kemudian.
"Dalam pada itu hawa pembunuhan masih bergolak. susiok
Kun Cu berhasil mempertahankan diri, Tapi ia terkejut, ketika
mengetahui Beng Cin lenyap ! tepat pada saat itu, ayah roboh
terkulai pula sambil menuding keluar, Dengan serentak paman
Kun Cu melesat keluar mengejar pendekar Thio Kim San.
Karena dialah yang membawa kabur Beng Cin, Maka sisa
para tamu ikut mengejar pula, Tetapi bukannya mengejar
pendekar Thio Kim San, melainkan semata-mata untuk
mencoba merebut peta.
"Entah bagaimana akhirnya, akan tetapi dikemudian hari
kudengar tutur kata mengenai pengejaran itu, Karena
memanggul orang, gerakan pendekar Thio Kim San terhalang,
Merasa diri bakal terkejar, ia menyembunyikan Beng Sin
dibalik gerombol belukar yang berada ditepi tebing, kemudian
ia mengadakan perlawanan dan pembelaan diri.
"Tetapi beberapa saat kemudian, corak dan tujuan
pertempuran jadi berobah tak keruan. itulah disebabkan
pengaruh peta harta karun. Kembali mereka saling berebut
dan saling bunuh dan pendekar Thio Kim San mempunyai
kesempatan untuk meninggalkan gelanggang.
Agar Beng Cin selamat, sengaja ia membuat penyesatan,
ia lari kearah yang bertentangan. Dan semenjak hari itu, ia
tiada kabar beritanya lagi..."
"Hey! Mengapa kau mengoceh tak keruan? Awas ...!" Ceng
Go memutus dengan berteriak nyaring.
"Hmm, apakah kalian kira aku takut mati? Kalian boleh
membunuhku. Bukankah kalian juga yang membunuh tamutamu
undangan dengan cara keji!" damprat Shiu Shiu dengan
pandang menyala.

752
"Keji bagaimana?"
"Kau pancing mereka memasuki tanah jebakan, kemudian
kalian habisi jiwa mereka. Bukankah begitu?"
"Ngaco! Thio Kim San yang membunuh mereka!" teriak
Ceng Go dan Ceng Sam dengan berbareng.
"Hmm!" dengus Shiu Shiu, "Apakah kalian sangka tak ada
seorangpun yang menyaksikan peristiwa itu?"
"Siapakah orang itu? siapa?"
"Aku sendiri. Tatkala membimbing pendekar Wong San
Cong keluar dari dusun !" sahut Shiu Shiu dengan tegas.
Thio Sin Houw tertegun mendengar perkataan itu. samarsamar
ia seperti memperoleh penjelasan dan latar belakang
sebab-sebabnya ayahnya dimusuhi para pendekar dari
berbagai penjuru.
Rupanya ayahnya disangkut pautkan dengan peristiwa
Gin-coa Long-kun dan masalah pembunuhan para pendekar
undangan yang sebenarnya dilakukan oleh keluarga Cio-liang
pay. Hanya bagaimana cara keluarga Cio-liang pay menjebak
dan membunuh mereka, belum jelas.
"Anakku, Sin Houw!" kata Shiu Shiu, "Peta yang berada
ditangan paman Kun Cu sebenarnya adalah peta yang palsu.
inilah yang kukatakan tadi, bahwa jauh sebelumnya Beng Cin
telah membuat persiapan yntuk mengakali mereka. Berbulanbulan
lamanya mereka menggali sana-sini, uang ratusan ribu
telah mereka keluarkan sebagai beaya pencarian harta karun
itu, tetapi sebiji kerikil emaspun tak mereka peroleh . Ha-ha ...!
Benar-benar memuaskan sekali. Dan setidak-tidaknya bisa
menghibur hatiku..."

753
Ceng It berlima menggeram mendengar ejekan Shiu Shiu,
Menuruti hati ingin mereka menerjang dengan serentak akan
tetapi mereka takut terhadap Sin Houw, Maka akhirnya
mereka hanya mengumpat kalang-kabut.
Shiu Shiu sendiri tidak menggubris, setelah tertegun
sejenak, ia meneruskan lagi:
"Dia telah disiksa, Urat-urat kaki dan tangannya telah
diputuskan. Walaupun pendekar Thio Kim San telah berhasil
menyelamatkan jiwanya, pastilah ia menjadi laki-laki yang
tidak berguna lagi, Aku tahu, hatinya keras dan angkuh,
sekarang aku mendengar berita dari kau, bahwa kau telah
merawat tulang-tulangnya, Artinya, dia benar-benar selamat
pada waktu itu, Untuk muncul kembali, pastilah dia tak
berdaya lagi. Kemudian mati oleh rasa hati dendam dan
mendongkol."
Thio Sin Houw tak bergerak dari tempatnya, seakan-akan
tersihir, otaknya yang cerdas sibuk merangkai-rangkai
peristiwa itu, sekarang, latar belakang sebab~sebab terjadinya
pengejaran terhadap ayahnya, seakan-akan lebih jelas lagi,
itulah mengenai peristiwa pembunuhan dan peta.
Ayahnya dahulu pernah menyebut-nyebut jembatan
penyeberangan di atas gunung Bu-tong san. Apakah
maksudnya bukan mengenai peta harta karun itu?
Terjadinya pengejaran terhadap ayahnya, terang sekali
suatu fitnah, sebab ayahnya sama sekali tidak melakukan
pembunuhan. juga tidak ikut serta merebut peta harta karun.
Demikianlah kalau menurut cerita Shiu Shiu.
Dan rupanya, setelah mengetahui peta itu palsu, rasa
mendongkol dan penasaran mereka ditimpahkan kepada
ayahnya. Maka telah terjadi pengejaran itu, Alangkah jahat
dan kejinya fitnah itu! Dengan mata menyala, ia lantas
mengalihkan pandang kepada Ceng It berlima.

754
Dari luar halaman, Ceng It menantang:
"Hey, anak muda! Kau tadi mendengar ilmu gabungan
Ngo-heng tin, itulah ilmu sakti kebanggaan keluarga kami.
Bagaimana? Apakah kau berani mencobanya ...? Kalau
berani, hayo keluarI"
Panas hati Shiu Shiu mendengar tantangan itu, akan tetapi
ia sadar ilmu gabungan itu memang hebat. Bahkan terlalu
hebat bagi Sin Houw, Maka dengan menahan diri, ia berkata
kepada Sin Houw:
"Kau pulanglah! jangan layani mereka."
Sin Houw tahu maksud ibunya Giok Cu, Memang, untuk
mencoba-coba ilmu gabungan Ngo-heng tin, bukanlah mudah,
tetapi kalau hanya berlawanan seorang demi seorang dari
mereka, ia sanggup mengalahkan. Almarhum Lim Beng Cin
sendiri sulit memecahkan rahasia ilmu sakti itu. Terhadap
dirinya, Ceng It berlima sudah bersikap memusuhi. Kuat
dugaan mereka, bahwa diri mempunyai hubungan dengan
almarhum Lim Beng Cin, Karena almarhum adalah musuh
besar mereka, maka dirinyapun dianggap demikian pula.
Mereka berlima adalah manusia manusia kejam, Dan tidak
akan segan-segan menggunakan segala macam tipu daya.
Kemungkinan sekali , dia akan mengalami malapetaka,
apabila tidak berhati-hati. itulah sebabnya dia berbimbang hati.
"Hm! Jadi kau tidak berani, bukan ?" ejek Ceng Go. "Kalau
begitu, kau berlututlah dihadapan kami tiga kali! Dan kami
akan mengijinkan kau pergi dengan selamat."
Itulah suatu ejekan yang menyakitkan hati, sebelum Sin
Houw menyahut, berkatalah Ceng Sam menyambung
perkataan saudaranya:

755
"Kau akan ijinkan dia pergi dengan selamat? Kukira,
meskipun sekarang dia sudi berlutut, sudah kasep!" setelah
berkata demikian, ia membentak kepada Sin Houw dengan
suara nyaring:
"Anak muda, malam ini kau harus mencoba-coba
kepandaian kami berlima!"
Panas hati Sin Houw mendengar kata kata mereka berdua,
Tak sudi ia kalah gertak, maka menyahutlah ia dengan nyaring
pula:
"Kudengar ilmu gabungan Ngo-heng tin ciptaan keluarga
Cio-liang pay, hebat sekali dan tak terkalahkan. Tetapi,
sebenarnya aku ingin mencobanya. sayang saat ini aku letih
sekali, sudikah kalian mengijinkan diriku beristirahat selama
satu jam saja?"
Thio Sin Houw mengganti sebutan paman dengan istilah
kalian, Artinya, ia memandang mereka sebagai musuhnya
pula, sebaliknya, mereka tak menghiraukan sama sekali.
Memang Sin Houw sudah dipandang sebagai musuh yang
harus di binasakan. Jawab Ceng Go dengan nada mengejek:
"Baik, satu jam! Tetapi meskipun kau beristirahat sampai
delapan hari, mustahil dapat lolos dari ilmu gabungan kami ! "
"Hey, nanti dulu!" seru Ceng Sam. Jangan-jangan binatang
ini sedang merencanakan suatu muslihat, Mari kita bereskan
sekarang saja!"
"Jangan!" cegah Ceng lt. "Kakakmu telah mengabulkan
permintaannya. Biarlah dia hidup satu jam lebih lama, Hanya
saja, kita harus menjaganya, jangan sampai dia kabur!"
"Kalau begitu, perintahkan dia beristirahat didalam ruangan
latihan!" Ceng Sie memberi saran. "Disana kita

756
mengurungnya."
"Baik." sahut Sin Houw, Kemudian ia bangun dari tempat
duduknya.
Shiu Shiu berdua Giok Cu menjadi bingung, ingin mereka
mencegah, akan tetapi sama sekali tak berdaya.
Ternyata diruang tempat latihan itu terdapat beberapa
orang bersenjata lengkap, Diantara mereka, Sin Houw
mengenal tiga orang, itulah si Tangan besi Wong Bun Cit,
bersama Kie Song Sie dan Su Eng Nio. Melihat Sin Houw,
Wong Bun Cit berkata:
"Saudara yang baik, Kami mendengar kau diberi
kesempatan beristirahat selama satu jam. Kau gunakanlah
sebaik-baiknya, apabila lilin-lilin itu padam, itulah tanda waktu
istirahatmu sudah habis."
Sin Houw tidak menjawab. ia hanya memanggut.
Setelah mengambil tempat duduk Sin Houw menebarkan
penglihatannya kepada Ceng It berlima yang ikut duduk
dengan sikap mengurung, pada penjuru tertentu yang telah
mereka perhitungkan pikirnya didalam hati:
"Memang sulit untuk memecahkan barisan mereka."
Kemudian iapun teringat bahwa Gin coa Long-kun yang
berkepandaian sangat tinggi, masih tak sanggup
memecahkan.rahasia ilmu Ngo-heng tin, Namun tiba-tiba
iapun teringat pada beberapa halaman terakhir buku warisan
ilmu sakti Gin-coa long-kun. Mungkinkah itu sengaja
dipersiapkan untuk melayani dan menghadapi serangan
musuh yang tiba dari berbagai penjuru?
"Syukurlah aku telah menemukan kitab itu dan dapat
memahami isinya,.." pikirnya lagi.

757
Memperoleh pikiran itu, Sin Houw jadi tenang hatinya.
Kedua matanya yang terpejam menyenak dan menyinarkan
cahaya berkilat, wajahnya nampak terang.
Selama itu Giok Cu terus memperhatikan keadaan Sin
Houw. ia ikut berlega hati ketika melihat wajah pemuda itu
terang-benderang.
Dan Thio Sin Houw yang telah memperoleh ketetapan hati,
segera bangkit dari kursinya dan berkata memutuskan:
"Cukup! Aku sudah cukup beristirahat silahkan kalian
mulai!"
*****
ITULAH KEPUTUSAN yang mengejutkan - karena lebih
cepat dari waktu yang telah ditentukan. Akan tetapi Ceng It
bersikap acuh tak acuh, Mereka segera memerintahkan anak
buahnya untuk menukar lilin-lilin yang baru, Kursi-kursi pun
segera disingkirkan. Kata Sin Houw:
"Marilah kita tentukan dahulu mengenai syarat-syarat
menang dan kalahnya."
"Hmm, Kalau kau menang, bawalah emas yang kau
kehendaki. sebaliknya kalau kau kalah, tak usah dibicarakan
lagi!" sahut Ceng It,
"Kalau begitu, bawalah emas itu ke sini, bila aku menang
segera akan ku bawa pulang."
"Hey, Giok Cu!" kata Ceng It dengan membusungkan
dada. "Bawalah kantong emas itu ke sini."
Didalam hati Giok Cu menyesali diri sendiri. Kalau tahu
bakal begini jadinya, pastilah dia akan mengembalikan

758
kantong emas itu ketika Sin Houw datang meminta, sekarang
pemuda itu di paksa mempertaruhkan jiwanya, itulah suatu hal
yang tidak dikehendaki. sekarang tak dapat ia berbuat lain
kecuali patuh kepada perintah pamannya.
Maka dengan lesu ia mengambil kantong emas yang
disimpannya, Kemudian di tempatkan diatas lantai, setelah itu,
Ceng It berlima segera berseru:
"Mari kita mulai!"
Merekapun dengan serentak menghunus senjata masingmasing,
Sin Houw segera bersiaga pula, Akan tetapi tatkala
hendak bergerak, tiba-tiba terdengarlah suara tertawa yang
disusul dengan kata-kata nyaring:
"Saudara Thio Ceng It! Aku Go Eng Cay datang
berkunjung untuk mengunjuk hormati"
Belasan orang segera memasuki tempat berlatih saling
susul. Perawakannya tidak rata, ada yang tinggi besar, pendek
, gemuk dan kurus. Dan yang berjalan didepan adalah Go Eng
Cay, pangcu atau ketua dari persekutuan Liong-yu pang.
Ceng It menyambut kedatangan Go Eng Cay dan
mempersilahkan duduk. Bertanya minta keterangan:
"Go hengtiang, sahabatku, Tengah malam buta kau
mengunjungi pondok kami. sebenarnya apakah maksud
kalian? Ha, kulihat pula rekan Buyung Hok datang pula, benarbenar
suatu kehormatan besar bagi kami."
Setelah berkata demikian, Ceng It membungkuk hormat
kepada seorang tetamu yang berada dibelakang Eng Cay,
Orang itu pesolek, usianya kurang lebih empat puluh tahun.
Pakaiannya rapih, sehingga mirip seorang laki-laki hidung
belang yang doyan perempuan.

759
Dengan menyertai tawa, Go Eng Cay berkata:
"Saudara Ceng It, kau berbahagia sekali. Kau mempunyai
keponakan perempuan yang cerdas dan berkepandaian
sangat tinggi, sehingga Wong Bun Cit dan beberapa
kawannya roboh ditangannya."
Ceng It menjadi heran mendengar perkataan itu, ia
memang belum menerima laporan tentang sepak terjang Giok
Cu mengenai perampasan emas. Kini ia sedang menghadapi
seorang lawan tangguh, maka tak ingin ia membuat persoalan
baru, sahutnya dengan sabar:
"Lauwheng, sebenarnya apakah yang telah dilakukan oleh
keponakanku? Percayalah, kami tidak akan melindungi pihak
yang bersalah."
Go Keng Cay tidak mengetahui latar belakang persoalan
keluarga Cio-liang pay. ia tak pernah menduga, bahwa pada
saat itu Ceng it berlima sudah memandang Giok Cu sebagai
musuh yang harus disingkirkan. Tatkala melihat Sin Houw
berada diantara keluarga Cio-liang pay, rasa herannya kian
bertambah.
Bukankah pemuda itu yang dilaporkan sebagai seorang
pendekar muda yang berkepandaian tinggi? Karena pikirannya
itu, ia lalu berkata:
"Kami dari pihak Liong-yu pang, belum pernah bentrok
dengan pihak kalian. Karena itu dengan memandang pada
kalian berlima, biarlah kuselesaikan persoalan Jie Cu Pang,
Kuanggap kematiannya terjadi karena kepandaiannya sendiri
yang masih dangkal. Hanya saja, mengenai emas itu, kami
telah mengikuti dari jauh.
Kami telah membuang tenaga dan beaya yang tidak
sedikit, Malahan kami kehilangan jiwa pula, Demi untuk

760
melangsungkan hidup kami, maka ..."
Mendengar perkataan itu, Ceng it menjadi lega hatinya,
jadi kedatangan Go Keng Cay bukan untuk mengadakan
perhitungan balas dendam, Kalau hanya soal emas, malah
kebetulan Mereka bisa di kaitkan dengan Sin Houw, Maka
katanya dengan suara terbuka:
"Emas yang kau inginkan berada di sini, Ambillah jika kau
kehendaki. Kami tidak akan menghalangi."
Go Keng Cay segera memberi perintah kepada anak
buahnya untuk memunguti emas yang bertebaran diatas
lantai.
Akan tetapi baru saja tangan mereka meraba potongan
emas, tiba-tiba suatu ke-siuran angin menolaknya, Mereka
terdorong mundur, Dengan serentak mereka menoleh, dan
dihadapan mereka berdiri Sin Houw yang berkata kepada
Keng Cay dengan suara tenang:
"Go pekhu, emas ini sesungguhnya merupakan perbekalan
tentara Thio Su Seng, Karena itu apabila kau rampas, akan
besar akibatnya dikemudian hari."
Nama Thio Su Seng memang sangat terkenal sebagai
pejuang bangsa, akan tetapi Go Keng Cay yang hidup sebagai
kawanan perampok diatas permukaan air, tidak
memperdulikan. sambil tertawa melalui dada, ia menoleh
kepada Buyung Hok. Katanya:
"Ha, kau dengar? Kita digertaknya dengan nama Thio Su
Seng!"
Buyung Hok membawa sebatang pipa panjang (hun-cwee).
Diisapnya per1ahan-lahan dan asapnya dikepulkan ke udara
beberapa kali. sikapnya tenang sekali dan tiada maksudnya
hendak menjawab ucapan Keng Cay, Dia hanya mengerling

761
lalu menatap wajah Sin Houw.
Thio Sin Houw membalas pandangnya, Buyung Hok yang
berusia pertengahan -nampak berkesan angkuh dan agung,
Entah apa sebabnya, mendadak saja timbul rasa bencinya.
Akan tetapi, masih dengan merendah ia berkata:
"Apakah supek ikut campur pula dalam persoalan ini?
siapakah nama su-peh?"
Buyung Hok tidak menjawab. ia mengepulkan asap
pipanya, Dan kali ini mengarah wajah Sin Houw dengan tepat.
Dan tatkala asap pipanya keluar dari tabungnya, nampak
seperti dua ekor ular yang bergerak-gerak ke udara. setelah
itu, Buyung Hok membuang sisa tembakaunya dengan
mengetuk-ketukkan pipanya yang panjang, setelah itu diisikan
lagi dengan tembakau yang baru, dan dinyalakannya,
Kemudian kembali ia mengisap dengan nikmat.
Akan tetapi, selagi Buyung Hok menjual aksi, tiba-tiba
melesatlah sesosok bayangan ke dalam ruangan sambil
berseru:
"Kembalikan emasku!"
Bayangan itu mendarat diatas lantai dengan manis sekali.
Ternyata dia seorang gadis. Hanya selisih beberapa detik,
mendarat pulalah seorang pemuda yang berperangai kasar,
Kemudian datang lagi seorang laki-laki berusia kurang lebih
limapuluh tahun, berdandan sebagai seorang pedang. wajah
mukanya berkesan lucu.
Thio Sin Houw segera mengenali gadis itu, Cie Lan, ia
girang berbareng khawatir dan kaget, ia girang karena
kedatangan mereka berarti membantu dirinya, hanya saja ia
belum mengetahui betapa kepandaian kedua kawan yang di

762
bawanya, iapun khawatir memikirkan Giok Cu dan ibunya,
sejak mereka berdua menentang keluarganya, pastilah Ceng it
berlima tidak akan segan-segan lagi menganggap mereka
sebagai musuh yang harus dibasmi.
Disamping Ceng It berlima, terdapat gerombolan Liong-yu
pang, Dengan demikian, ia harus melawan dua kelompok
musuh yang tangguh. Kecuali harus membela diri, iapun perlu
melindungi Giok Cu dan ibunya.
Pada waktu itu, beberapa anggauta keluarga Cio-liang pay
lantas saja menghadang Cie Lan dan kedua kawannya. Dan
pemuda yang berada dibelakang Cie Lan, lantas saja
berteriak:
"Hey, kembalikan emas kami !"
Pemuda itu kemudian membungkuki lantai hendak
mengambil potongan emas yang bertebaran, Dan
menyaksikan hal itu Sin Houw jadi prihatin. pikirnya di dalam
hati:
"Akh, mengapa pemuda itu begitu walaupun semberono,
pemuda itu ternyata bermata tajam dan gesit, ia melompat
kesamping untuk menghindar lalu balas menyerang dengan
kedua tangannya. Tentu saja Ceng Cit tidak sudi mengalah, ia
menangkis sehingga tangan-tangan mereka saling bentur.
Kemudian kedua-duanya terpental mundur beberapa langkah.
Pemuda itu menjadi penasaran, ia maju lagi hendak
mengulangi serangannya, tiba-tiba orang yang berpakaian
sebagai saudagar itu mencegah:
"San Bin, tahan!"
Sekarang Sin Houw mengetahui siapa pemuda itu, Dialah
Ciu San Bin yang mengawal emas bersama Cie Lan. Kalau
begitu orang yang berpakaian sebagai pedagang itu, pastilah

763
kakak seperguruannya sendiri: Tong-pit tie sui-poa Lauw Tong
Seng!
Tanpa bersangsi lagi, Sin Houw lalu mendekati dan
memberi hormat sambil berkata:
"Suheng, terimalah hormatnya adik seperguruanmu!"
Pedagang itu terbelalak. segera ia memegang kedua
tangan Sin Houw, wajahnya berseri-seri, selagi ia berkata:
"Thio Sin Houw! Kau masih begini muda. Akh, benar-benar
tak pernah kusangka kita akan bertemu disini!"
Cie Lan mendekati Sin Houw, berkata:
"Sin-koko, inilah Ciu suheng yang kukatakan kepadamu."
Cie Lan memperkenalkan si semberono, Sin Houw
memanggut. Juga San Bin.
Melihat San Bin hanya manggut Lauw Tong Seng menjadi
tak senang,
"Hey, San Bin! Kau harus memberi hormat sambil berlutut.
Dialah pamanmu ...! "
Ciu San Bin semakin merasa tak senang hati. Bukankah
Sin Houw lebih muda dari padanya? Kenapa dia harus
berlutut, Namun ia diperintah oleh gurunya.
Sementara itu Buyung Hok tak mau harus menjadi
penonton dalam menyaksikan kejadian itu, segera ia menegur
dengan tinggi hati:
"Kalian semua ini orang-orang macam apa?"
Ciu San Bin yang sedang merasa tak senang hati, menjadi

764
marah. Dia maju selangkah seraya menyahut dengan suara
sengit:
"Emas ini adalah emas kami. Kenapa kalian curi. Karena
itu, terpaksa aku mengajak guruku ke sini untuk mengambil
kembali!"
Buyung Hok tertawa mengejek, sambil mengepulkan asap
pipanya, Keruan saja San Bin mendongkol melihat lagaknya .
Katanya menegas:
"Coba katakan terus terang, sebenarnya kalian hendak
kembalikan atau tidak? Kalau tidak, hayo maju semua!"
Buyung Hok tertawa dua kali, suaranya aneh pula,
Kemudian menoleh kepada Go Keng Cay. Akan tetapi Ceng
Cit sudah tidak sabar. ia ikut maju sambil berkata mengejek:
"Eh, enak saja kau ngoceh seperti burung, Kau hendak
mengambil emasmu? Jika kau mempunyai kepandaian, kau
layani aku dulu, Kalau sudah, baru kita berbicara." Belum lagi
mulutnya membungkam, tangannya sudah melayang memukul
San Bin.
Itulah serangan mendadak yang sama sekali tak terduga.
Dan pundak San Bin terhajar telak. Buk"
Sudah tentu San Bin marah. segera ia membalas
menyerang, tepat mengenai perutnya Ceng Cit, Bluk!
Ceng Cit membungkuk karena perutnya sakit, sudah itu
terdengar suara: Blak-bluk-blak-bluk! Mereka saling
mengamuk, karena menuruti hati panas. Mereka tidak
memperdulikan pembelaan diri lagi, Mereka memukul asal
memukul dan tak pernah gagal pada sasarannya, sehingga
diam-diam Sin Houw jadi kesal di dalam hati:

765
"Mengapa muridnya Toa suheng begini bodoh? Kalau
menghadapi musuh tangguh, sekali pukul pasti dia terjungkal.
Apakah toa suheng tidak pernah memberi petunjuk?" pikirnya.
Kemudian tibalah pertempuran itu pada babak terakhir.
Dengan tinju kanan, San Bin menggempur Ceng Cit, Cepatcepat
Ceng Cit mengelakkan diri kekiri, Diluar dugaan, tangan
kiri San Bin bergerak dengan suatu kecepatan luar biasa.
serangan ini tak dapat dielakkan, Ceng Cit kena dihajar keras
sekali. Tubuhnya terbanting dan jatuh terkapar di atas lantai
dengan tak sadarkan diri.
Kemenangan ini membuat hati San Bin besar dan girang
sekali. ia berbangga hati karena bisa merobohkan lawannya,
Dengan mengharap pujian, ia menoleh kepada gurunya. ia
heran dan kaget tatkala melihat wajah gurunya merah padam
menahan rasa marah.
Cie Lan menghampiri. Melihat wajah San Bin bengap dan
kuping kanannya berdarah, segera ia menyusuti dengan sapu
tangannya. Kata Cie Lan setengah berbisik:
"Mengapa kau sama sekali tidak mengelak dari
pukulannya. Kenapa kau melawan keras dengan keras?"
"Untuk apa aku mengelak?" sahut San Bin. "Kalau aku
hanya mengelak, sudah tentu aku tak akan berhasil
menghajarnya."
Tiba-tiba terdengar suara Buyung Hok yang nyaring luar
biasa:
"Jangan kau terlalu cepat berbesar hati, setelah dapat
merobohkan seorang lawan. Eh, apakah kau benar-benar
menghendaki emas itu?"
Setelah berkata demikian, Buyung Hok lompat dan
mengekangi deretan emas yang berserakan di lantai. Katanya

766
dengan membusungkan dada:
"Tak perduli kau menggunakan tinju atau tendanganmu,
asal saja kau mampu menggeserkan kakiku, emas yang
berada dibawahku boleh kau ambil semua!"
Semua yang mendengar perkataan Buyung Hok menjadi
tercengang, Alangkah terkebur orang itu! Tak usah dikatakan
lagi, San Bin mendongkol bukan main, sahutnya dengan
sengit:
"Apakah mulutmu dapat dipercaya? Benarkah, dan sudah
kau pikirkan?"
Buyung Hok tertawa dengan mengangkat kepala, Berkata
kepada Go Keng Cay:
"Apakah anak itu waras otaknya? Dia berkata aku bakal
menyesal, lucu atau tidak?"
Go Keng Cay tidak menyahut. Dia hanya tertawa kering,
Keruan saja hati San Bin mendongkol bukan main, Teriaknya:
"Baik, Akan kucoba!"
Ia menghampiri Buyung Hok dekat-dekat, Kemudian
mengerahkan seluruh tenaganya dan mengayunkan kakinya
menghantam kaki Buyung Hok.
Pada saat kaki San Bin hampir tiba pada sasarannya, tibatiba
dengan sebat sekali Buyung Hok menggerakkan pipanya,
memapak tendangan kaki yang hampir tiba pada sasarannya,
"Tak!" tepat sekali ujung pipanya mengenai lutut. Dan San Bin
roboh dengan berlutut. Kakinya kejang tidak bertenaga lagi.
Buyung Hok membungkuk seakan-akan membalas hormat
sambil berkata:

767
"Hey, jangan berlutut dihadapanku!"
Bukan main rasa hati San Bin, Dadanya seakan-akan ingin
meledak. itulah suatu penghinaan besar baginya, Namun ia
tak bertenaga lagi, Diluar kehendaknya lututnya tertekuk tak
bertenaga. Cie Lan cepat-cepat mendekati, kemudian
memayangnya dan dibawanya menghadap kepada gurunya,
Kata gadis itu memohon:
"Susiok! orang itu harus susiok hajar biar jera!"
Lauw Tong Seng memijat pinggang dan punggung
muridnya, setelah itu memijit pahanya pula, Dan ia berkata
dengan suara perlahan:
"Masih beranikah kau berlaku semberono dikemudian
hari?"
San Bin membungkam mulut, sementara secara diamdiam
Buyung Hok kagum terhadap sipedagang, Sama sekali
tak di duganya, bahwa dengan suatu pijitan saja, San Bin
dapat dipulihkan tenaganya, selagi ia keheranan, tiba-tiba
Lauw Tong Seng berkata kepadanya:
"ini sudah masuk perhitungan!"
Dan setelah berkata demikian, tangan kanannya
mendorong biji sui-poanya sambil melangkah mendekati. ia
hendak menolong kehormatan muridnya. Dan melihat dia
maju, Sin Houw berpikir didalam hati:
"Toa-suheng adalah murid tertua, dan aku adalah adiknya.
sudah seharusnya akulah yang maju lebih dahulu!.
"Toa-suheng, biarlah aku maju da-hulu, Bila tak berhasil,
baru Toa suheng menggantikan!" teriaknya,

768
"Biarkan, aku saja yang maju ..." jawab Lauw Tong Seng
setelah sejenak berbimbang, ia merasa kurang yakin karena
melihat adiknya masih terlalu muda, walaupun gurunya pernah
memuji sang adik itu.
Akan tetapi Sin Houw tak mau mengerti, setelah mendekati
ia berkata dengan perlahan:
"Suheng, pihak mereka banyak memiliki orang pandai.
sedangkan barisan Ngo-heng tin keluarga Co-liang pay sangat
berbahaya. Mungkin sekali sebentar akan terjadi suatu
pertempuran dahsyat dan suheng seumpama seorang
panglima perang yang memegang pimpinan. Maka sebelum
suheng maju, biarlah adikmu mencobanya dahulu."
Lauw Tong Seng merasa kagum dengan alasan yang
diberikan oleh adik seperguruan itu, Muda usianya, tetapi
sangat pandai bersopan santun. oleh karena itu ia berkata:
"Baiklah, adikku, Hanya saja kau harus berhati-hati!"
Sin Houw manggut dan memutar tubuh menghadapi
Buyung Hok, Berkata:
"Akupun ingin memperoleh emasku kembali. Bolehkah aku
mencoba?"
Buyung Hok heran melihat Sin Houw yang maju, Baru saja
San Bin yang bertubuh kekar dapat dirobohkan dalam
segebrakan, Kenapa bocah ini tidak tahu diri? Maka ia
menjawab:
"Baik, tetapi kau harus berjanji, tidak akan berlutut
dihadapanku,"
Berkata demikian, ia menghisap pipa panjangnya dan
mengepulkan asapnya yang tebal ke udara. ia telah bersiaga
penuh. Dan seperti San Bin tadi, maka Sin Houw mendekati

769
tiga langkah. Kemudian mengangkat kaki kanannya hendak
menyapu.
Ciu San Bin kaget, tetapi tidak berdaya memperingatkan
Sin Houw, sebaliknya Ceng Cit beramai tidak mengerti apa
sebab Sin Houw yang memiliki kepandaian tinggi, bertindak
begitu semberono.
Mereka yang berada diluar gelanggang pertempuran,
mengarahkan pandang mata mereka kepada kaki Sin Houw,
Mereka ingin mengetahui, apakah kakinya Sin Houw tak
mempan kena totok pipa baja Buyung Hok. sebaliknya yang
diam-diam bersiaga adalah Lauw Tong Seng, ia sudah
mengambil keputusan, apabila Buyung Hok menghantamkan
pipanya ke kaki Sin Houw, ia hendak menolong adik
seperguruan itu.
Dalam pada itu kakinya Sin Houw sudah bergerak dengan
cepat luar biasa.
Dan seperti tadi, Buyung Hok segera memapaki dengan
pipanya. Diluar dugaan gerakan kaki Sin Houw sebenarnya
hanya suatu gertakan belaka, pada detik hendak kena totokan,
ia menarik kembali. sebagai gantinya, ia menyapu dengan
sebelah kakinya yang lain, Buyung Hok sudah terlanjur
memukulkan ujung pipanya.
Hatinya terkesiap tatkala pukulannya menumbuk udara
kosong. segera ia sadar akan ancaman bahaya. Tetapi pada
detik itu, emas didekat kakinya, sudah kena tersapu Sin Houw.
Ternyata Sin Houw tidak hanya puas memperoleh emas,
gerakan kakinya terus menyambar mencari bidikan yang
diarahnya, Keruan saja Buyung Hok mendongkol bukan main,
Mula-mula kena ditipu, sekarang ia diserang dengan tiba-tiba.
Maka dengan hati mendongkol dan panas, ia menikam
pantatnya Sin Houw!

770
Sin Houw merendahkan tubuhnya, sambil mengelak ke
kanan. Kembali lagi kakinya bergerak menyapu emas, Dan
dengan dibarengi serangan tangan kirinya, berhasil dia
merampas emas lagi, Hal itu terjadi karena tangan Buyung
Hok sedang bergerak menikam, sehingga daerah
pertahanannya kosong.
Lagi-lagi Sin Houw tak mau sudah. Sekarang, kaki kirinya
yang bergerak. Gerakannya sangat cepat sehingga
mendahului gerakan lawan sebelum sempat memperbaiki
kedudukannya. Dan untuk yang ketiga kalinya, ia berhasil
menyapu beberapa tumpuk emas lagi.
Dalam waktu yang pendek saja, pemuda itu sudah berhasil
menyapu tiga tumpuk kepingan emas, Dan yang
mengherankan kepingan-kepingan emas itu lenyap dari
penglihatan seperti tersulap, Tetapi sebenarnya dengan suatu
kecepatan luar biasa, ia berhasil memasukkan kepingankepingan
emas itu kedalam saku bajunya, setelah itu, ia berdiri
dengan tenang bersiaga menghadapi segala kemungkinan.
"Biarlah kukatakan kepadamu, bahwa aku hendak
mengambil semua kepingan emas yang berada dalam
penjagaanmu," ia berkata kepada Buyung Hok, "Bukankah kau
sudah berjanji? Barang siapa yang dapat merampas emas dari
penjagaanmu, maka emas itu boleh menjadi miliknya?"
Pemuda itu tidak menunggu jawaban dari Buyung Hok, dan
ia bergerak dengan suatu kesebatan yang mengherankan.
Karena untuk yang kesekian kalinya ia dapat mengantongi lagi
emasnya.
wajah muka berubah merah padam, tetapi ia tetap merasa
telah tertipu oleh pemuda lawannya, Hatinya yang
mendongkol mengandung rasa dengki. Lantas saja tangannya
melayang dan kakinya menendang pergelangan tangan Sin
Houw.

771
Sin Houw tak berani lantas menangkis serangan itu, ia
mundur kemudian ia memperhatikan gerakan dua tangan
serta dua kaki lawannya. itulah gerakan seekor burung.
Apakah ini yang dinamakan sejenis kuntao burung Ho dari
golongan Siauw-lim?
(Kuntao burung Ho atau Bangau ~ Ho-kun).
Menghadapi serangan Buyung Hok, Sin Houw tidak berani
merapatkan diri.
Dia bergerak dengan berputaran. setiap kali ia menghindar
atau mengelak sambil memperhatikan gerakan lawannya,
Buyung Hok menjadi kesal, ia memperhebat serangannya,
justru demikian, Sin Houw dapat mengelak atau
menghindarkan diri dengan cepat pula.
Ketika Lauw Tong Seng melihat cara perlawanan Sin
Houw, ia menganggap Sin Houw tak berani bertempur secara
berhadapan. selalu ia menghindarkan diri dan tak berani
mencoba mendekati karena agaknya ia hanya mengandalkan
pada kegesitannya semata.
Buyung Hok berpendapat demikian pula, Dan memperoleh
kesan itu, kesombongannya lantas membersit didalam hati,
lantas ia tertawa sambil melancarkan gempuran terusmenerus,
jelas sekali, bahwa ia menganggap Sin Houw
sebagai lawan yang enteng sekali. ia lupa betapa tadi Sin
Houw dengan kecepatan yang mengagumkan berhasil
menyapu kepingan emas yang berada didalam penjagaannya.
Beberapa saat kemudian, ia mulai menyulut tembakaunya
dan menikmati pipa panjangnya, Tapi pada saat itu, Sin Houw
sudah bisa memahami letak inti ilmu kepandaian lawan. Diamdiam
ia bergirang hati, karena kesombongan lawannya
kerapkali membawa suatu kelengahan. Dan kesempatan itu

772
dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Cepat luar biasa, tibatiba
tangan kirinya menyambar hidung.
Keruan saja Buyung Hok terkejut, Tadi lawannya yang
muda itu sama sekali tak berani mendekat. Diluar dugaan tibatiba
saja berani mendekati dan menyelonongkan tangan
kirinya. inilah suatu serangan yang tidak diduganya. Cepatcepat
ia menangkis tangan kiri Sin Houw dengan pipanya, dan
kakinya membarengi bergerak menyapu sasaran.
Diluar dugaan pula kali ini Sin Houw tak sudi menghindar
atau mengelakkan diri, ia membiarkan kepalanya kena incaran
tangkisan pipa. Tapi dengan tiba tiba saja, tangan kanannya
menyambar mencengkeram pipa itu.
Buyung Hok terkejut, ia dalam keadaan kepalang
tanggung. Pipanya sudah terlanjur ditangkiskan dengan cepat
dan kuat-kuat, Maka tiada kesempatan lagi untuk menariknya.
Dan terpaksalah ia merenggutkan keatas.
Gerakan itu justru termasuk dugaan Sin Houw, selagi
Buyung Hok menarik pipanya keatas, pinggang kanannya -
nampak terbuka. inilah kesempatan yang tak disia-siakan,
Sebat luar biasa, tangan kirinya menotok tulang iga. Plak!
Buyung Hok menggeliat mundur. ia terkejut dan menyadari
keteledorannya, Akan tetapi sudah kasep, Tahu-tahu
tenaganya pudar dan tubuhnya bergemetar diluar
kehendaknya sendiri. Dan pada saat itu, ia mendengar suara
tertawa Giok Cu, senang hati Sin Houw mendengar suara
tawa Giok Cu.
Dan seperti galib-nya seorang pemuda yang mendengar
tawa seorang gadis, timbullah gairah hidupnya, semangat
tempurnya terbangun sekaligus. Terus saja ia menyodorkan
pipa yang kena dirampasnya, balik ke mulut pemiliknya. Api
tembakau yang sedang menyala, menyelomot bibir atas dan
kumis. Keruan saja Buyung Hok kaget berjingkrak!

773
"Sin Houw, jangan bergurau!" seru Lauw Tong Seng, Akan
tetapi didalam hatinya ia kagum menyaksikan kepandaian adik
seperguruannya itu.
Mendengar tegoran kakak seperguruannya, Sin Houw
menarik pipanya kembali yang tadi menyelomot kumis
pemiliknya, Kemudian ia meniup api tembakaunya seolah-olah
hendak memadamkan. Tapi karena tiupannya terlalu keras,
api tembakau yang menyumpai lubang pipa justru jadi terbang
berhamburan mengenai wajah Buyung Hok, Dan kembali lagi
Buyung Hok berjingkrakakan!
Lauw Tong Seng segera lompat memasuki gelanggang.
Melihat Buyung Hok yang tadi bersikap sombong dan kini kena
diselomot seorang pemuda kemarin sore, mau tak mau
membuat dirinya tertawa juga.
Namun ia sadar, Buyung Hok tidak boleh dibuat gegabah.
Maka cepat cepat ia menolong membebaskan dari totokan Sin
Houw. Kemudian menyambar pipa yang masih berada
digenggaman Sin Houw dan dikembalikan kepada pemiliknya.
Dengan berbuat begitu ia berharap menyudahi adu
kepandaian itu agar tidak jadi ber-larut, Bukan karena takut
bermusuhan dengan orang itu, akan tetapi kehadiran nya
dipihak keluarga Cio-liang pay bisa menambah beban yang
tidak ringan. sebagai seorang pendekar yang berpengalaman
Lauw Tong Seng perlu menarik simpati terhadap lawannya
yang kemungkinan besar bisa menyeberang kepihaknya.
Buyung Hok sendiri, waktu itu masih saja terpukau oleh
kejadian yang menyakitkan hatinya, Sama sekali ia tidak
menghiraukan masuknya Lauw Tong Seng ke dalam
gelanggang, Tahu-tahu tangan kanannya telah menggenggam
pipanya kembali.
Selintasan saja ia melihat betapa ? sekalian hadirin

774
menertawakannya dengan nada geli dan merendahkan. ia
benar-benar jadi merasa terhina. Terus saja ia membanting
pipanya hancur berantakan -- kemudian dengan langkah
panjang meninggalkan gelanggang, sebentar saja, ia telah
melintasi pintu keluar dan bayangan tubuhnya lenyap digelap
malam.
Go Keng Cay terkejut melihat kepergian temannya. Buruburu
ia lari mengejar hendak mencegah. Tahu-tahu ia nampak
terpental balik memasuki ruang latihan, dan mati-matian ia
mencoba mempertahankan diri, sekalipun demikian, tetap saja
ia terhuyung mundur beberapa langkah. Maka jelaslah, bahwa
tenaga lontaran Buyung Hok sesungguhnya bukan
sembarangan. walaupun Sin Houw dapat mengalahkan
dengan mudah, namun tenaga saktinya ternyata masih
mampu melemparkan seorang pendekar semacam Go Keng
Cay, seorang pemimpin berandal yang kenamaan sejak
belasan tahun yang lalu.
Maka bisa dimengerti, apa sebab Lauw Tong Seng
bersikap hati-hati terhadapnya.
Ceng it dan semua saudaranya kagum menyaksikan
kepandaian Sin Houw, Akan tetapi mereka tidak terkejut,
Jauh-jauh tahulah mereka, bahwa pemuda itu memiliki
kepandaian tinggi. Hanya saja caranya menjatuhkan Buyung
Hok begitu cepat, benar-benar diluar dugaan. Sebaliknya,
tidaklah demikian kesan anak buahnya Go Keng Cay.
Melihat pemimpinnya kena dilontarkan Buyung Hok,
mereka kaget dan panas hati, Kalau Buyung Hok yang kena
dikalahkan bisa melontarkan pemimpinnya dengan mudah,
apalagi pemuda itu, pemimpinnya bukanlah tandingnya yang
berarti. Apakah yang diandalkan kecuali mengadu jumlah
banyak. Maka mereka bersiaga menunggu aba-aba.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara Lauw Tong Seng

775
berkata:
"Saudara Ceng lt. Tadi saudara sudah membuat semacam
sayembara, Bahwa emas akan dikembalikan apabila kami
mampu mengambil sendiri dari penjagaan Buyung Hok,
sekarang Buyung Hok meninggalkan gelanggang, Artinya dia
membiarkan emas tak terjaga lagi. Maka sebelum memunguti
emas, perkenankan kami mengucapkan terima kasih." Dan
setelah berkata demikian, ia memberi perintah kepada
muridnya: "Ambil semua emas yang berceceran dilantai!.
Hitung, apakah sudah cukup, Kurang sekeping, kita wajib
mengadakan perhitungan sendiri."
Sebenarnya emas rampasan itu tidak kurang barang
sekeping. Lauw Tong Seng yang berpengalaman, yakin hal
itu, Kalau dia berkata demikian, maksudnya semata-mata
untuk menaikkan harga diri saja. Didepan gerombolan
berandal, perlu ia menunjukkan sikap garang.
Ceng It yang banyak pengalamannya ternyata tak sudi
kalah gertak. ia membiarkan Ciu San Bin memunguti emasnya
dengan sikap acuh, Bahkan ia lantas memejamkan matanya,
sebaliknya tidak demikian dengan Go Keng Cay.
Didalam usahanya hendak merebut emas rampasan itu, ia
sudah berkorban jiwa, itulah sebabnya, ia tak rela melihat Ciu
San Bin memunguti dan mengantongi emasnya kembali tanpa
sanggahan, Diantara berkilaunya emas. pandang matanya
memancarkan sinar berapi-api. Mendadak saja ia melompat
menghampiri dan mendorongkan dan kena dorongan itu, Ciu
San Bin mundur sempoyongan.
"Hey, apa maksudmu? Apakah kau hendak coba-coba
mengukur tenaga?" bentak Ciu San Bin mendongkol.
Lauw Tong Seng maju, Berkata kepada muridnya:
"San Bin, mundur! Dia bukan tandingmu!" setelah berkata

776
demikian, Lauw Tong Seng membungkuk hormat kepada Go
Keng Cay. Katanya sambil tertawa:
"Selamat bertemu, kawan, Akhir-akhir ini usahamu
kudengar memperoleh kemajuan, sehingga daerahmu
bertambah luar, Bagaimana kalau kita main coba-coba?"
"Hm! siapa namamu?" bentak Go Keng Cay.
"Aku Lauw Tong Seng, mata pencarianku berdagang.
Mengapa? Apakah kau mempunyai barang dagangan yang
berharga?"
Go Keng Cay mendongkol. Terus saja ia berteriak kepada
bawahannya:
"Bawa kemari senjataku!"
Senjata andalan Go Keng Cay ternyata sebatang tombak
panjang dan besar, begitu menerima senjata andalannya,
terus saja ia menikam dengan tenaga penuh. Tak usah
diterangkan lagi, bahwa hatinya mendongkol luar biasa
terhadap Lauw Tong Seng.
Lauw Tong Seng memiringkan kepalanya sambil tertawa,
dan dengan gesit ia melompat menghindar, serunya girang:
"Bagus! Barang daganganmu lumayan juga. Mari kita uji,
apakah benar-benar ada harganya untuk diperjual belikan."
Murid Bok Jin Ceng itu ternyata seorang pendekar yang
besar nyalinya, sambil membungkuk mengelakkan setiap
serangan, ia memunguti emas yang masih tercecer diatas
lantai. Dan menyaksikan hal itu, sadarlah Ceng it bahwa Lauw
Tong Seng bukan sembarang orang. Go Keng Cay ternyata
bukan tandingnya.
"Kalau aku berpeluk tangan saja, emas itu benar-benar

777
akan hilang." pikirnya didalam hati, segera ia memberi isyarat
mata kepada Ceng Go dan Ceng Ji.
Dan Ceng Go berdua Ceng Ji melesat memasuki
gelanggang sambil berseru:
"Emas bukan batu kerikil yang tidak ada harganya. Kau
bayarlah jiwamu dahulu!"
Menghadapi rangsakan Ceng Go dan Ceng Jie, cepatcepat
Lauw Tong Seng mengendapkan diri, ia menggeserkan
tubuhnya kekanan dan tangan kirinya menyerang dari
samping. itulah salah satu jurus dari ilmu Hok-how ciang.
Serangan Ceng Go berdua Ceng Jie sebenarnya
merupakan jurus gabungan ilmu sakti Ngo-heng tin yang
dahulu pernah merobohkan pendekar besar atau tayhiap Lim
Beng Cin. Begitu mereka berdua melepaskan salah satu
jurusnya, terus saja bergerak hendak maju mendesak.
Tiba tiba mereka melihat Lauw Tong Seng menggeser ke
samping sambil melontarkan serangan, Cepat-cepat mereka
mundur dan tepat pada saat itu Ceng Sam dan Ceng Su
menggantikan kedudukannya dengan menangkis serangan
Lauw Tong Seng, Kemudian dengan kecepatan luar biasa
tangan Ceng Go menyelonong menghantam pinggang Lauw
Tong Seng.
Sejak Lauw Tong Seng menyelesaikan pelajarannya dan
berkelana seorang diri untuk mencari pengalaman, belum
pernah ia bertemu dengan lawan yang sebanding, walaupun ia
gemar bergurau dan berlaku jenaka, namun tabiatnya cermat
dan hati-hati.
Dengan berbekal kedua tabiatnya itu, belum pernah ia
gagal selagi menghadapi lawan. sekarang ia sadar bahwa ilmu
Ngo-heng tin keluarga Cio-liang pay hebat luar biasa. Ceng It

778
kini ikut pula memasuki arena, Dengan demikian ia
menghadapi lima orang sekaligus. Cepat ia menggeser
tubuhnya untuk menghindari serangan Ceng It.
Te-tapi tiba-tiba Ceng Su menggantikan kedudukan Ceng
Jie dan dengan cepat membawa Ceng It mundur. Dengan di
barengi gerakan lainnya, mereka berlima nampak seolah-olah
berubah menjadi beberapa puluh orang, Tubuh mereka
berkelebatan seperti bayangan.
Menghadapi tata pertempuran demikian, mau tak mau
Lauw Tong Seng menjadi terkejut, ia tak mengerti, ilmu
berkelahi apa yang sedang dilancarkan pihak lawannya itu,
Benar-benar serangan mereka dahsyat luar biasa.
Nampaknya kalut, akan tetapi maju dan mundurnya sangat
rapi. sekian lamanya ia mencoba menyerang, namun tiada
seorangpun yang dapat disentuhnya, ia kaget, heran dan
akhirnya menyadari.
Cepat-cepat ia mencoba merubah sikap. Dengan tenang,
ia menempatkan diri ditengah-tengah mereka. Sama sekali ia
tak mau menyerang. sebaliknya, ia hanya bertahan dan
menangkis apabila kena serang. Tentu saja ia membuat
dirinya kena terkurung rapat sekali.
Melihat Lauw Thong Seng hanya dapat membela diri,
diam-diam Go Keng Cay bergirang hati, ia tadi bersakit hati
karena kena dipermainkan pendekar itu. sekarang timbullah
niatnya hendak membalas dendam, ia menunggu saatnya
yang bagus, untuk menikam Lauw Tong Seng sehebathebatnya.
Dan sekaranglah saatnya yang paling baik, selagi
lawannya sibuk berjaga-jaga diri terhadap rang-sakan Ceng it
berlima.
"Lauw susiok, awas!" Cie Lan memperingatkan. Gadis itu
terkejut melihat berkelebatnya tombaknya Go Keng Cay.
Lauw Tong Seng adalah murid Bok Jin Ceng yang telah

779
mewarisi kepandaian gurunya. seumpama Ceng It tidak
menggunakan ilmu gabungan, mereka tidak akan bisa berbuat
banyak terhadapnya. Demikian pula menghadapi serangan
gelap Go Keng Cay, seorang pemimpin berandal.
Dengan sebat sekali, Lauw Tong Seng memutar tubuhnya.
Berbareng dengan itu, tangannya bergerak. Tombak Go Keng
Cay kena ditangkisnya dan kemudian di tangkapnya, itulah
salah satu jurus Hok houw ciang untuk menghadapi lawan
yang bersenjata. ilmu tata berkelahi dengan tangan kosong!
Kemudian terdengar pekik teriak Go Keng Cay yang
kesakitan, sedangkan tubuhnya nampak kehilangan
keseimbangan dan pada saat itu Lauw Tong Seng memukul
pundaknya. Krak! Go Keng Cay memekik tinggi, tulang
pundaknya patah!
"Bagus!" puji Thio Sin Houw.
Beberapa orang pengawalnya Go Keng Cay segera
menolong pemimpinnya sedangkan Wong Bun Cit, Kie Song
Sie dan Su Eng Nio menuntut bela, serentak mereka bertiga
menyerang Lauw Tong Seng, Juga kali ini Lauw Tong Seng
dapat menunjukkan keahliannya, Dengan kesehatan dan
kelincahannya, seorang demi seorang dibantingnya ke lantai
sambil mengelakkan setiap serangan Ceng It berlima.
Menyaksikan ketangguhan murid Bok Jin Ceng itu, anak
buahnya Go Keng Cay tidak berani berkutik lagi dari
tempatnya.
"Nah, sekarang aku bisa melayani kalian berlima tanpa
gangguan lagi." kata Lauw Tong Seng kepada Ceng It berlima
dengan menyertai tawa.
Ceng It berlima mendongkol, terus saja mereka
melancarkan serangan bertubi tubi, Bayangan mereka
berkelebatan Mau tak mau Lauw Tong Seng mengimbangi

780
dengan kecepatannya pula.
Akan tetapi ilmu gabungan Ngo-heng tin benar-benar hebat
dan berbahaya. Gerakan mereka pun nampak aneh sekali.
Adakalanya salah seorang menendang dari depan, kemudian
dengan sekonyong-konyong melesat kesamping, Dan pada
saat itu seorang lagi menyerang menggantikan kedudukannya.
Yang datang dari sebelah kiri mengangkat kedua tangannya
tinggi-tinggi, Lalu menyambar hendak memeluk. Mau tak mau
Lauw Tong Seng terpaksa mundur. Diluar dugaan lawan yang
berada dibelakangnya mengayun kakinya hendak menendang.
Makin lama makin hebat cara Ceng It berlima melakukan
penyerangan. Corak ragamnya makin beraneka macam,
membuat Lauw Tong Seng merasa diri benar-benar sibuk.
Untuk mengurangi ancaman bencana, segera ia
mengeluarkan dua senjata andalannya. sebatang tongkat
pendek dan sebuah alat seperti perisai. Dan ia kemudian
melakukan perlawanan makin gigih, setiap kali ia berusaha
mencari jalan keluar membobol pengepungan lawan dengan
tusukan serta tikaman tongkatnya yang berujung tajam
Tak lama kemudian, maka Ceng It berlima sibuk
menghadapi tikaman tongkat Lauw Tong Seng yang
berbahaya, sehingga hampir-hampir mata rantai mereka
bobol, Cepat-cepat Ceng It berseru dengan kata-kata sandi:
"Angin tiba! Mari kita pasang layar !"
Ceng Cit dan Kun Jie yang berada diluar gelanggang,
segera berlari-lari membawa senjata. Kemudian dilemparkan
seolah-olah sedang melancarkan suatu serangan rangsakan,
Tetapi dengan tiba-tiba saja, ruyung, tombak, golok, tongkat
besi dan cemeti baja sudah berada dalam genggaman
majikannya masing masing.
pertempuran kini makin menjadi seru dan sengit luar biasa,

781
masing-masing terancam bahaya maut, Mereka yang
menyaksikan diluar gelanggang menahan napas oleh rasa
tegang dan kagum.
Ciu San Bin sibuk bukan main melihat gurunya terancam
bahaya pengepungan yang sangat kuat, Terasalah didalam
hatinya, bahwa ilmu kepandaiannya sangat dangkal. Dan yang
sama sekali tak berdaya untuk memberikan bantuan.
Tetapi ia tak rela gurunya terancam bahaya begitu dahsyat,
Tiba-tiba saja ia melompat hendak memasuki gelanggang
dengan memutar goloknya. Diluar dugaan, baru saja ia
bergerak, sekonyong-konyong berkelebatlah sesosok
bayangan di depannya. Tahu-tahu pundaknya kenatekan, ia
kaget.
Dalam rasa kagetnya ia membabatkan goloknya. Heran!
Tangannya tak dapat digerakkan. pundaknya seperti kena
tindih batu sebesar gajah!
Ciu San Bin menoleh. Ternyata yang menekan pundaknya
adalah Sin Houw. Tadi ia menyaksikan betapa Sin Houw
dengan mudah saja dapat mengalahkan Buyung Hok, Dalam
hatinya, ia tidak yakin kegagahannya. Tetapi kini barulah ia
sadar, betapa dahsyat tenaga Sin Houw yang muda dan yang
menjadi paman gurunya dengan sekali tekan saja, kedua
tangannya seolah-olah lumpuh. Mau tak mau ia menjadi harus
patuh kepada tiap perkataannya.
"Jangan kau cemas, gurumu masih sanggup melayani
mereka." kata Sin Houw sambil menarik pulang tangannya.
San Bin mengkerutkan dahinya. Benarkah gurunya masih
sanggup melayani kelima lawannya itu? ia mencoba
menyabarkan diri dan berusaha yakin terhadap penglihatan
Sin Houw, Dengan seksama ia mengikuti jalannya
pertempuran.

782
Dalam pada itu Sin Houw sendiri mengikuti pertempuran
itu dengan penuh perhatian. Kadang-kadang ia mendongak
mengawasi arah genting dengan berdiam diri, Agaknya ia
terbentur pada suatu persoalan sulit.
Cie Lan yang sejak tadi memperhatikannya, mendekati
sambil berkata:
"Sin koko, kenapa kau tidak segera membantu Lauw
susiok?"
Sin Houw tidak menyahut. Dengan suatu gerakan tangan,
ia mengharapkan agar Cie Lan mundur. Dan Cie Lan benarbenar
mundur dengan wajah lesu, sebaliknya Giok Cu diamdiam
bersyukur hati melihat Sin Houw menolak kehadiran Cie
Lan. Dengan lapang dada, ia kini dapat mengikuti
pertempuran ditengah gelanggang yang makin menjadi seram.
Lauw Tong Seng mencoba menghantam salah seorang
musuhnya. Berulang kali dan makin lama makin cepat, Namun
tetap saja,musuhnya tak dapat disentuhnya bahkan senjata
mereka tak pernah bentrok, Masing-masing berusaha
menghindarkan suatu benturan.
Pada saat itu, tiba-tiba Sin Houw menghampiri Cie Lan.
Katanya dengan sua ra ringan:
"Lan-moay, maafkan sikapku tadi, aku sedang berusaha
memecahkan suatu teka-teki, sekarang aku sudah berhasil."
"Maaf? Apakah yang harus kumaafkan?" sahut Cie Lan,
"Kau bantulah Lauw susiok."
Sin Houw tertawa. pandang matanya berseri-seri.
sahutnya:
"Teka-teki itu sudah berhasil kupecahkan, sekarang tidak
perlu cemaslagi. Sekarang, coba pinjamkan aku tusuk

783
sanggulmu."
Dengan pandang penuh pertanyaan, Cie Lan memenuhi
permintaan Sin Houw, Kata pemuda itu menjelaskan:
"Akan kulayani mereka dengan tusuk sanggul ini!"
Cie Lan menjadi terpukau, akan tetapi Sin Houw tidak
menghiraukan. Dengan pandang tajam ia berteriak kepada
Lauw Tong Seng:
"Toa-suheng! Sut-touw menciptakan It-bok, maka injaklah
Kian-kiong dan jalan ke Kam-wie!"
Itulah istilah sandi yang hanya diketahui oleh pendekar
kelas utama.
Dan mendengar seruan itu, Ceng It berlima terkejut heran.
Jelas Sin Houw telah dapat mengetahui rahasia ilmu Ngoheng
tin. siapakah yang mengkisiki?
Sebaliknya Lauw Tong Seng tidak segera mengerti akan
kata-kata sandi itu, ia harus berpikir dua ka1i. Tetapi Sin Houw
tidak perdulikan apakah kakak itu mengerti atau tidak, ia terus
berteriak lagi:
"Phia-boh mengalahkan Khe-kim ambillah langkah ke Cinkiong,
keluar dari Lie-wie!"
Beberapa saat lamanya Lauw Tong Seng masih
memikirkan kata-kata sandi itu, kemudian ia menyadari bahwa
sang adik menghendaki ia mengambil langkah secara "patkwa",
Dan ia segera mencobanya.
Ia menunggu saatnya yang baik. Kemudian tiba-tiba ia
melesat ke kiri melalui Cin-kong, kemudian keluar dari Lie-wie,
Dan ia berhasil memperoleh lowongan!

784
Kemudian didengarnya lagi suara Sin Houw.
"Ambil jalan Kian-wie"
LAUW TONG SENG terkejut, Arti kata sandi itu adalah
barat daya, Tetapi di bagian itu Ceng Jie dan Ceng sam
menjaga dengan ketat. ia menjadi ragu ragu sejenak, tetapi
kemudian ia percaya penuh dengan petunjuk Sin Houw,
Segera ia melesat ke barat daya sambil melakukan
serangan,Ceng Jie dan Ceng sam mengetahui tugas mereka.
Apabila musuh datang menyerang, segera mereka
memisah diri, Kedudukannya akan diganti oleh Ceng It dan
Ceng Su. itulah rahasia ilmu mata rantai Ngo-heng tin. Tetapi
baru saja mereka hendak memecah diri, tahu-tahu Lauw Tong
Seng telah menerjang, Murid Bok Jin Ceng ini
menghantamkan perisainya kekiri dan ke kanan untuk
mencegah masuknya Ceng It dan Ceng Su.
Tongkat bajanya mengejar kedudukan Ceng Jie dan Ceng
sam yang bergerak hendak memecah diri, oleh serangan
diluar dugaan ini, mereka berempat terkejut. Cepat-cepat
mereka merapat hendak bergabung, tapi dengan gerakan
yang cepat luar biasa, Lauw Tong Seng berhasil lolos dalam
sekejab mata saja, Tahu-tahu ia sudah berdiri tegak disamping
Sin Houw.
Ceng It menjadi terpukau melihat kejadian itu, inilah untuk
yang pertama kalinya mereka kehilangan sasaran.
Bagaimana Lauw Tong Seng bisa lolos dari kepungan
yang rapat luar biasa? puluhan tahun mereka malang
melintang menguji ketangguhan ilmu Ngo-heng tin, selama itu
tak terkalahkan dan tak pernah gagal. oleh ingatan ini mereka
jadi penasaran.
Kenyataan tadi terlalu menyakitkan serentak mereka

785
mundur dan merapikan diri, Dan berkatalah Ceng It dengan
nyaring kepada Lauw Tong Seng:
"Kau bisa lolos dari mata rantai kubu-kubu ilmu Ngo-heng
tin, artinya ilmu kepandaianmu bukan sembarangan.
Ilmu itu mengingatkan kami kepada aliran Ngo-tay, Kau
pernah apa dengan Bok Jin Ceng?"
"Beliau adalah guruku." sahut Lauw Tong Seng,
"Bagaimana? Apakah aku menurunkan pamor rumah
perguruanku?"
Ceng It mendengus. Katanya mendongkol:
"Hm! Apakah kau kira kami tidak mengetahui aliran ilmu
silatmu?"
Lauw Tong Seng mengetahui bahwa Ceng It berlima masih
penasaran. Kemudian ia mengalihkan pembicaraan:
"Kita telah bertempur, Masing-masing sudah berusaha
menjatuhkan lawan. Kalian telah mengepung aku berlima, dan
ternyata aku tak sanggup merobohkan, Begitu juga kalian
berlima. inilah yang disebut setali tiga uang, sekarang,
bagaimana baiknya kita mengatur emas itu?" ia berhenti
sejenak dan mengawasi Go Keng Cay, Katanya:
"Urusan perdagangan kita sudah selesai, bukan? Nah, kau
boleh pergi!"
Hebat perkataan Lauw Tong Seng bagi Go Keng Cay,
sebagai seorang pemimpin berandal, ia biasa memerintah.
sekarang ia merasa diri tak sanggup melawan lagi, dan ia
diusir dihadapan orang banyak. ia menyahut:
"Lauw Tong Seng! jangan tergesa-gesa kau menepuk
dada! Pada suatu hari nanti- kau pasti akan jatuh ditanganku,

786
aku Go Keng Cay tak dapat kau permainkan sesuka hati, Hari
ini memang aku naas, tapi besok atau lusa aku bakal bangkit
lagi!"
Lauw Tong Seng tertawa, tetapi Ceng Go menyelak bicara:
"Urusan emas tak perlu diributkan lagi! Kau boleh
membawanya, asal bisa memenuhi dua syarat."
"Syarat apakah itu?" tanya Lauw Tong Seng,
"Syarat pertama, kau harus membawa barang semacam
alat penebus. itulah peraturan kami yang sudah berjalan sejak
aku belum lahir, Artinya, kau menghargai kami." Ceng Go
menjelaskan
Lauw Tong Seng berpikir sebentar.
"Baik. Aku akan mengirimkan barang penukar yang cukup
berharga. selain itu, aku akan mengadakan pesta perpisahan
sebagai pernyataan rasa terima kasih, Sekarang, bagaimana
syarat yang kedua ?"
"Yang kedua, kau harus tinggalkan Thio Sin Houw disini!"
sahut Ceng Go.
Lauw Tong Seng terkejut, ia tidak mengetahui latar
belakang persoalannya bahwa Sin Houw mempunyai sangkut
paut dengan kepentingan keluarga Cio-liang pay, yang
bertalian dengan urusan Gin-coa,Long-kun. Katanya:
"Adik seperguruanku ini, seorang yang doyan makan.
Kalau dia kalian harapkan tinggal disini, ia akan menghabiskan
persediaan makanan kalian. Apakah kalian tidak akan rugi?"
Ciu San Bin kenal akan watak dan kebiasaan gurunya. Bila
dia bergurau, artinya mengandung ancaman. pastilah

787
pertempuran akan terulang kembali. Maka dengan diam-diam
ia bersiaga dengan senjatanya.
Ceng It yang masih memegang tombaknya berkata dengan
suara tegas:
"Adik seperguruanmu tadi, pandai mengajari caramu bisa
lolos dari mata rantai ilmu kami. Agaknya dia mengenal ilmu
itu, maka biarlah kami mencoba-coba kepandaiannya."
Ciu San Bin mendongkol mendengar perkataan Ceng It,
Terus ia melompat maju tanpa persetujuan gurunya, katanya
membentak:
"Aku saja yang maju, Apakah kau kira kami gentar
menghadapi kalian?"
"Kalau begitu, silahkan!" sahut Ceng It tertawa mengejek.
Ciu San Bin benar-benar tak gentar sedikitpun, Kakinya
bergerak hendak melangkah maju, tetapi tiba-tiba tangannya
ditarik Sin Houw, Kata paman yang muda usia itu:
"Ciu suko, biarlah aku yang maju lebih dahulu, Apabila aku
gagal, barulah kau membantunya."
Ciu San Bin manggut, sahutnya:
"Baik, Begitu membutuhkan aku, panggillah namaku saja,
San Bin, Tidak perlu menyebut suko segala. Bukankah kau
justru paman guruku?"
Sin Houw tersenyum, ia manggut dan Cie Lan yang
tertawa geli.
"Apa yang kau tertawakan?" tanya San Bin setelah
mendekati.

788
"Akh, tidak apa-apa. Aku hanya ingin tertawa." jawab Cie
Lan bersenyum manis.
Sementara itu Sin Houw sudah melompat memasuki
gelanggang, Benar-benar dia hanya bersenjatakan sebatang
tusuk sanggul Cie Lan!
"Aku Thio Sin Houw! Dengan ini aku ingin berkenalan
dengan ilmu Ngo-heng tin dari keluarga Cio-liang pay!" seru
Sin Houw.
"Keluarkan senjatamu!" Ceng It membentak.
Sin Houw bersenyum, kemudian ia memperlihatkan tusuk
sanggul Cie Lan. Berkata:
"Susiok semua adalah angkatan tua, tak berani aku
melawan dengan menggunakan senjata tajam, Maka biarlah
aku menggunakan tusuk sanggul ini untuk menghadapi susiok
semua!"
Mendengar perkataan Sin Houw baik Ceng It berlima
maupun para hadirin lainnya menjadi sangat heran. Banyak
diantara mereka yang menganggap Sin Houw terlalu
mengunggulkan dirinya, apa artinya sebatang tusuk konde?
Semua orang tahu, bahwa tusuk sanggul sangat mudah
patah. Betapa mungkin dapat diadu dengan senjata Ceng It
berlima yang serba kuat?
Lauw Tong Seng yang tidak berkata apa-apa, diam-diam
mempersiapkan kedua senjata andalannya, untuk menolong
apa bila adik seperguruannya terancam bahaya. Kepada Ciu
San Bin dan Cie Lan, ia membisik:
"Musuh kita terlalu kuat, sedang jumlah kita hanya empat
orang, Apabila sebentar aku memberi tanda, kalian berdua
segera lompat ke atas genting dan larilah secepat-cepatnya,

789
Aku dan Sin Houw akan melindungi kalian untuk menghadang
musuh. janganlah kalian memperdulikan kami, walaupun kami
terancam bahaya apapun, janganlah kalian mencoba untuk
membantu. Mengerti?"
Lauw Tong Seng berpesan demikian, karena mempunyai
perhitungannya sendiri, walaupun Sin Houw mempunyai
kepandaian yang berarti, belum tentu dapat menandingi Ceng
It berlima. andaikata diapun membantu, juga belum berarti
banyak. Tetapi ia percaya, bahwa baik Sin Houw maupun
dirinya sendiri, pasti dapat lolos dari bahaya yang mengancam
mereka, sebaliknya, tidak demikian halnya dengan Ciu San
Bin berdua Cie Lan.
Apabila mereka berdua kena kepung, sukar untuk mereka
meloloskan diri. itulah sebabnya, mereka harus lari lebih
dahulu, Dikemudian hari, mereka berdua bisa diharapkan
melapor kepada Thio Su Seng, sedangkan dia sendiri akan
kembali setelah memperoleh bantuan dari sahabatsahabatnya,
pastilah gurunya dan Bok-siang tojin tidak akan
tinggal diam.
Dan jika mereka semua datang kembali, ilmu Ngo-heng tin
dari keluarga Cio-liang pay pasti bisa dirobohkan, Dia tidak
mengharapkan bantuan Sin Houw, sebab meskipun
berkepandaian cukup, pastilah masih kurang masa latihannya.
Dalam pada itu, semua yang berada didalam gelanggang
pertempuran sudah siap siaga. Tetapi Sin Houw masih belum
merasa puas. Nampaknya seakan-akan melihat sesuatu yang
masih kurang akhirnya ia berkata:
"Ceng It susiok, aku berterima kasih karena kalian sudi
memberi pengalaman kepadaku. Hanya saja menurut
tanggapanku, barisan kalian masih kurang lengkap. Kalau
tidak salah, apakah ilmu Ngo-heng tin ini masih kurang
lengkap pertahanannya?"

790
"Kurang lengkap bagaimana?" tanya Ceng It heran.
"Disebelah luar Ngo-heng tin, bukankah masih ada barisan
pembantu yang disebut Pat-kwa tin. Kenapa Pat kwa tin tidak
diatur sekalian, agar aku dapat memperoleh pengalaman lebih
luas lagi?
Ceng Sam yang tidak sabaran lantas membentak:
"Bagus! Kau sendirilah yang meminta, Kalau kau binasa,
jangan sesali siapapun juga." setelah membentak demikian, ia
berpaling kepada Ceng Cit dan Kun Jie. Memerintah:
"Semua maju!"
Oleh perintah itu, Ceng Cit berdua Kun Jie segera
mengangkat tangan, memberi aba-aba, dan muncullah lima
belas orang yang segera bergerak mengepung.
Melihat bertambahnya anggauta lawan yang bergerak
diatas gelanggang.
Lauw Tong Seng tertegun. Mulutnya bergerak hendak
menegur kesemberonoannya Sin Houw, akan tetapi pada saat
itu pula timbullah pikirannya bahwa tegurannya pasti tiada
guna lagi. oleh pikiran itu ia batal sendiri. sekarang ia
memperhatikan mereka semua yang sedang bergerak-gerak
dan berputar-putar mengurung Sin Houw, Mereka terdiri dari
laki-laki dan perempuan. Gerakan mereka rapi dan cekatan.
Mau tak mau ia jadi kagum, pikirnya didalam hati:
"Belasan tahun aku berkelana untuk menambah
pengalaman dan pengetahuan Tetapi baru hari ini aku melihat
barisan Ngo-heng tin yang dahsyat dan rapi sekali. Mereka
bergerak dan berlari-larian, Namun tak ada terdengar
langkahnya sama sekali. Akh, Sin Houw benar-benar
semberono, Melayani lima orang saja, sudah sulit. Apalagi

791
menghadapi belasan orang, Bagaimana aku harus menolong
menembus mereka? Mungkin sekali sudah tiada harapan lagi,
Akh, Sin Houw, benar-benar kau tak tahu diri!"
Benar-benar Lauw Tong Seng menjadi tertegun dalam
keraguan yang mencemaskan hatinya. Tetapi Sin Houw
sendiri nampak tenang-tenang saja, ia menjepit tusuk sanggul
Cie Lan dengan jari tangan kanannya. Tangan kirinya
dilencangkan ke depan dan ditekuk sedikit, seolah-olah seekor
ular hendak menerkam mangsa, Kemudian kedua kakinya
mulai melebar. sekonyong-konyong ia bergerak dan lari
berputaran, setelah empat lima kali, ia berbalik merubah
jurusan dengan mendadak pula.
Melihat gerakan Sin Houw, Ceng It berlima memusatkan
seluruh perhatian mereka. pandang mata mereka tak berani
beralih dari gerak-gerik Sin Houw yang penuh teka-teki. sebab
sudah sekian lamanya ia berputar-putar, masih saja belum
ada tanda-tanda hendak melakukan penyerangan.
Lauw Tong Seng maupun Ceng It tidak mengetahui bahwa
Sin Houw sebenarnya sedang melakukan ajaran-ajaran
warisan Gin-Coa Long-kun. Dahulu ketika Gin-coa Long-kun
lolos dari kepungan Ceng It berlima, ia mengeram diri didalam
goanya, Terus-menerus tanpa mengenal lelah, pendekar yang
mengandung dendam itu mencari-cari jalan keluar untuk dapat
memecahkan rahasia ilmu Ngo-heng tin. Pada tahun-tahun
pertama, belum juga ia berhasil menemukan titik-tolak apa
sebab pertahanan Pat-kwa tin dan Ngo-heng tin bergerak
terus saling menyusul, sampai lawannya kena dirobohkan.
Asal yang satu bergerak, empat lainnya menyusul bergerak
pula, Begitu terus-menerus, sehingga lambat-laun membuat
pandang mata lawan menjadi kabur. Benar-benar ia bingung
dan tak dapat mengerti.
Pada suatu hari Gin-coa Long-kun keluar dari goanya, ia
merangkak ke puncak gunung untuk mencari hawa segar.

792
Tiba-tiba ia melihat seekor ular bergerak melingkar begitu
mendengar suara ia merangkak. Kemudian berhenti dan
menegakkan kepalanya. itulah kodrati gerakan seekor ular
apabila merasa terancam bahaya. ia bersiaga melawan dan
berbareng menyerang. Tetapi dia tidak akan menyerang,
apabila tidak didahului.
Dan melihat tata laku ular itu, timbullah sepercik ilham
didalam benak Gin-coa Long-kun. Jadi itulah cara yang praktis
sekali untuk memecahkan ilmu Ngo-heng tin.
"Menunggu serangan lawan, kemudian baru bergerakgerak
untuk melawan..." katanya berulangkali didalam hati.
Hatinya menjadi girang, sebab lambat laun ia memperoleh
keyakinan. Dan dengan keyakinannya itu, ia kembali
memasuki goanya mengasah otak, satu bulan lamanya ia
mencoba memahami ilmu sakti kebanggaan keluarga Cioliang
pay, akhirnya diketahuilah kelemahannya.
Dengan ilmu ular itu sekarang ia sanggup memecahkan
pertahanan barisak Pat-kwa tin dan Ngo-heng tin, Dan
penemuannya itu segera dicatat di dalam buku warisannya.
setelah selesai timbullah pikirannya:
"Urat-uratku sendiri sudah terputus. Tak bisa aku berkelahi
seperti dahulu. Adakah gunanya aku memperoleh rahasia
perlawanan ilmu kebanggaan keluarga Cio-liang pay? Aku
sekarang berada didalam goa ini. seratus tahun lagi, atau
mungkin seribu tahun lagi,kitabku baru diketemukan orang,
Tetapi pada saat itu, mereka semua sudah mati hem! Benar!
Benar penasaran hatiku, tetapi baiklah, meskipun andaikata
Ceng it berlima sudah mampus, ilmu kebanggaan mereka
pasti ada yang mewarisinya.
Kalau tidak ada daya perlawanannya , anak keturunan
mereka pasti akan merajalela tanpa tandingan. Aku harap saja
kitabku ini akan diketemukan orang dikemudian hari. syukurlah

793
bila Tuhan mengabulkan bisa diketemukan oleh seseorang
yang bisa mewakili diriku membalas dendam selagi Ceng It
berlima masih hidup dalam keadaan segar-bugar. Bila hal ini
dikabulkan, ya Tuhan ... aku rela Kau masukkan ke neraka
sebagai penebusan.
Di alam bakapun, Gin-coa Long-kun tidak pernah mengira
bahwa pada hari itu seorang pemuda bernama Thio Sin Houw
sedang melakukan perlawanan terhadap ilmu Ngo-heng tin
keluarga Cio-liang pay dengan ilmu warisannya.
Dia berputar-putar terus tanpa menyerang, untuk
menunggu gerakan lawan. itulah dasar rahasia kitab
warisannya. Dia berputar-putar terus.
Dan karena ia berlari-larian, semua lawannya ikut berlarilarian
pula sambil mengawasi gerak-gerik dengan cermat.
Thio Sin Houw tidak menghiraukan gerakan lawan. ia terus
lari berputaran sekian lamanya. Sekonyong konyong ia
memperlambat diri, makin lama makin kendor, Namun sama
sekali tidak nampak adanya suatu maksud untuk menyerang.
Akhirnya, bahkan berhenti sama sekali.
Kemudian duduk memeluk lutut. wajahnya nampak berseriseri.
Tentu saja mereka semua yang melihat kelakuannya
menjadi heran. seluruh keluarga Cio-liang pay tidak
mengetahui, bahwa ini termasuk salah satu tipu daya untuk
melalaikan penjagaan. Disamping itu untuk membuat mereka
kehilangan kesabaran pula.
Benar saja, Ceng Go yang berangasan segera
menggerakkan kedua tangannya untuk menyerang, waktu itu
ia berada dibelakang punggung Sin Houw, sehingga dapat
menyerang secara gelap.
"Jangan! jangan mengacaukan jalur pembelaan!" Ceng Jie

794
memperingatkan.
Peringatan Ceng Jie itu menyadarkan Ceng Go, segera ia
menarik serangannya kembali. Dan mereka lantas
melanjutkan berlari-lari berputaran dengan penuh siaga
menerjang manakala lawannya menyerang.
Tetapi Sin Houw tetap duduk memeluk lutut. ia tak mau
membuat mereka mendongkol. Akhirnya saling memandang
meminta pertimbangan.
Ceng It sebenarnya sudah kehilangan kesabarannya pula,
ia ingin memberi idzin saudara-saudaranya untuk menyerang,
Tetapi hal itu bertentangan dengan dasar keharusan inti ilmu
gabungan Ngo-heng tin. Maka meskipun hatinya mendongkol
bukan main, tak berani ia melanggar inti keharusannya.
Satu-satunya yang dapat dilakukannya hanyalah
mempercepat larinya sambil menggertak, iapun memberi
isyarat mata kepada sekalian saudaranya agar meninggikan
kewaspadaan.
Thio Sin Houw tetap bersikap dingin saja, malahan tibatiba
ia menguap beberapa kali, Lalu tidur berbaring. Kedua
tangannya dibuat alas kepala semacam bantal. Matanya
menatap atap sambil diselingi menguap lebar-lebar.
Bukan main mendongkolnya Ceng It berlima. Kalau
mereka harus berlari-larian terus, sedangkan lawannya enakenak
bertiduran sambil menguap, bukankah napasnya lambutlaun
akan habis sendiri?
Enambelas orang pimpinan Ceng Cit yang harus berlarilarian
pula untuk mengaturkan penglihatan lawan, diam-diam
dihinggapi kegelisahan demikian juga, Namun secara naluriah
mereka seakan-akan tahu, bahwa lawannya itu lagi melakukan
suatu tipu muslihat. Karena itu, meskipun napas mereka
lambat laun mengangsur, tak berani mereka lalai sedikitpun.

795
Tetapi mereka bukan Ceng It berlima yang sudah
mempunyai masa latihan puluhan tahun lamanya. Sejam
kemudian, keringat mulai mengucur membasahi tubuh dan
napas mereka mulai tersengal-sengal.
Dalam pada itu Sin Houw masih enak saja melakukan
peranannya. Berkata di dalam hati:
"Hm, kuingin tahu sampai kapan mereka bisa bersabar.
Apakah mereka benar-benar memiliki napas kuda?" Dan diamdiam
ia mencuri pandang untuk melihat gerakan mereka yang
tak kenal henti. Kemudian berpura-pura merapatkan matanya
seolah-oleh hendak tidur pulas.
Ciu San Bin, Cie Lan dan Giok Cu serta ibunya heran
menyaksikan kelakuan Sin Houw. Dalam hati mereka merasa
lucu, akan tetapi sesungguhnya diam diam mereka cemas dan
gelisah. Bagaimana kalau tiba-tiba lawannya menyerang
dengan berbareng? Masih sanggupkah ia menolong diri?
Hanya Lauw Tong Seng seorang yang dapat menjajaki
maksud Sin Houw, pastilah adik seperguruan itu sedang
menguji kesabaran lawannya. Disamping itu hendak
memancing kelengahannya pula. walaupun begitu, perbuatan
adik seperguruan itu memang terlalu berani. Bahkan suatu
keberanian yang melampaui batas. Kalau saja lawannya
menyerang dengan mendadak, apakah dia sanggup terbang
menjangkau atap gedung untuk menyelamatkan diri?
Pada saat itu, Ceng it benar benar tidak bersabar lagi.
Diam-diam ia bersiap hendak menyerang apabila memperoleh
waktunya yang baik. Manakala Sin Houw tenggelam dalam
keasyikannya sendiri, tiba-tiba ia memberi isyarat kepada
Ceng Go dengan kibasan tangan kirinya.
Empat batang golok tahu-tahu menyambar dengan

796
mendadak. itulah golok terbang Ceng Go yang sudah terkenal
sejak belasan tahun yang lalu.
Ciu San Bin, Cie Lan, Giok Cu dan Lauw Tong Seng kaget
sampai memekik tertahan. sedangkan ibunya Giok Cu
menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, karena tak
sampai hati menyaksikan peristiwa itu, Betapa tidak, karena
ampat batang golok terbang itu membidik sasarannya dengan
jitu sekali.
Sebaliknya pihak Ceng It semuanya bersorak kegirangan.
Pikir mereka, matilah pemuda itu, empat batang golok terbang
Ceng Go menancap di punggung. Beberapa orang anggauta
barisan pertahanan Pat-kwa tin sampai menghentikan larinya.
Bukankah musuhnya sudah tidak berdaya?
Tetapi mereka tidak pernah menduga, bahwa tubuh Sin
Houw terlindungi baju sakti pemberian Bok-siang tojin yang
tidak mempan oleh senjata tajam macam apapun juga. Tibatiba
saja Sin Houw melesat bangun.
Dan empat batang golok runtuh bergelontangan di atas
lantai. Pada detik itu pula, Sin Houw berkelebat melintasi mata
rantai penjagaan Ceng It berlima yang masih tertegun
mengawasi akibat sambaran golok yang mengenai
serangannya.
Tahu-tahu terdengarlah jerit lengking Kun Jie - ternyata ia
kena tamparan Sin Houw dan melontakkan darah segar
dengan segera. selagi begitu, tubuhnya kena terangkat tinggitinggi
dan terlempar keluar dari garis pertahanan Pat kwa tin.
Sin Houw tak sudi berhenti sampai disitu saja, itulah
kesempatan yang sebaik-baiknya, selagi Ceng It berlima
tertegun-tegun dan kelima belas orang pembantunya terpaku
oleh rasa kaget, ia menghantarkan tangan dan menendangkan
kedua kakinya bertubi-tubi, seorang demi seorang roboh tak
berkutik. Kemudian dilemparkan ke dalam bidang Ngo-heng

797
tin.
Ceng Cit dan beberapa anggauta rombongannya
sebenarnya memiliki ilmu kepandaian yang tidak rendah. Akan
tetapi kepandaiannya seolah-olah terenggut oleh peristiwa
yang berada diluar dugaan mereka. Baru saja mereka
dilemparkan kedalam gelanggang dalam keadaan malangmelintang.
Dengan demikian, pecahlah mata rantai Pat-kwa tin
dan Ngo-heng tin, karena daerah geraknya kini tertutup oleh
mereka yang kena dirobohkan malang-melintang.
Tentu saja Ceng It berlima tidak tinggal diam, selama Sin
Houw merobohkan anggauta-anggauta pertahanan Patkwa tin
seorang demi seorang. Mereka mencoba bergerak seirama
dengan keharusan dan ketentuan gerakan Ngo-heng tin, Tapi
gerakan itu terpaksa macet, karena mereka terpaksa sibuk
menerima tubuh-tubuh yang dilemparkan Sin Houw kepada
mereka. itulah waktu sebaiknya, bagi Sin Houw selagi mereka
sibuk dalam kerepotannya. Terus saja ia lompat menyerang
Ceng Go yang tadi begitu gegabah berani melepaskan golok
terbangnya.
Waktu itu, Ceng Go baru saja menerima lembaparan tubuh
salah seorang anggauta pertahanan Pat-kwa tin, Tiba-tiba ia
melihat berkelebatnya Sin Houw mendekati dirinya, Hatinya
kaget setengah mati, ia jadi heran dan kecut hatinya, ketika
melihat keempat batang goloknya tidak mempan. Sekarang, ia
justru kena ancaman balas dendam. Dengan tergesa-gesa ia
melepaskan empat batang golok terbangnya lagi.
"Mampus, kau!" ia membentak untuk membesarkan
hatinya sendiri.
Sin Houw tahu, dadanya terancam golok terbang. Akan
tetapi ia tidak menghiraukan, karena dadanya terlindung baju
sakti. dan keempat batang golok terbang Ceng Go yang tepat
mengenai sasaran, runtuh bergelontangan.

798
Dan jari-jari tangan Sin Houw menerkam urat tenggorokan.
seketika itu juga, Ceng Go roboh dengan melontakkan darah
berhamburan.
Bukan main kagetnya Ceng Jie melihat saudaranya
terancam bahaya maut, segera ia menghantam Sin Houw
dengan tongkatnya. Bidikannya mengarah kaki kanan,
Biasanya, tidak perduli siapa saja, akan roboh begitu kena
terhantam tongkatnya yang disertai tenaga dahsyat .
Akan tetapi Sin Houw tertawa. ia bergerak cepat
menyambar seorang dan digunakan sebagai perisai!
Untuk kedua kalinya Ceng Jie terkejut, ia yakin, Sin Houw
tidak mempunyai kesempatan lagi untuk mengelak. Diluar
dugaannya, Sin Houw menyambar seseorang untuk dibuatnya
perisai. ia memaki didalam hati, Dengan mati matian ia
berusaha menarik pukulannya, Karena tidak mungkin lagi, ia
hanya dapat membuang tongkatnya kesamping.
"Toako, awas!" teriaknya bersakit hati apabila melihat
tongkatnya terbang mengarah ke dada kakaknya tertua.
Ceng It melihat berkelebatnya senjata adiknya. Dengan
terpaksa ia menangkis . Tombaknya dilintangkan Dan kedua
senjata itu saling bentur sangat nyaring, Api meletik bagaikan
kembang api yang kuncup padam.
Selagi mereka berdua sibuk, Sin Houw menerjang Ceng
Sie dengan tusuk sanggulnya. seperti seekor ular hendak
memagut musuhnya, tusuk sanggul Cie Lan berkilauan
didepan mata, membuat Ceng Sie terbang semangatnya.
Terpaksa ia mundur sambil melintangi cemeti rantainya,
Dengan mati-matian ia mengadakan pembelaan, tetapi
serangan Sin Houw saling susul dan merangsak terlalu cepat,
Tusuk sanggul itu seakan-akan berkilauan menebarkan

799
puluhan butir permata yang menyilaukan matanya.
Sekarang barulah ia sadar betapa hebat senjata istimewa
itu. Ke mana saja ia bergerak dan berpaling tusuk sanggul itu
tiba-tiba saja sudah berada didepan kelopak mata, Bagaimana
kalau tiba-tiba saja menusuk biji matanya? Benar-benar
mengerikan!
Dua kali tusuk sanggul itu menyentuh kelopak mata,
untunglah, masih bisa ia menolong diri oleh kesebatannya,
Tetapi semangatnya telah terbang. Tiba-tiba saja ia dihinggapi
perasaan takut luar biasa, itulah kejadian untuk yang pertama
kalinya sepanjang hidupnya.
Karena kehilangan semangat, ia jadi kehilangan
pengamatan diri, Gerakan pembelaan diri jadi kacau. Dengan
asal jadi saja, ia membalingkan cemeti rantainya untuk
mengusir rangsakan lawan. Akan tetapi Sin Houw seperti tidak
memperdulikan daya usahanya. sehingga dalam keadaan
terdesak, akhirnya ia melepaskan cemeti rantainya kemudian
cepat-cepat ia menutup kedua matanya dengan tangan.
Setelah itu dengan hati panas dingin, Ceng Sie
bergulingan di lantai dengan kedua tangannya tetap menutup
mata, ia memang bisa menyelamatkan matanya, akan tetapi
tak dapat mengelakkan hantaman tangan Sin Houw. Tahutahu
pinggangnya terasa nyeri, dan ia roboh terjerembab tak
berkutik lagi.
Ceng Sie terkenal dengan cemeti rantainya sejak puluhan
tahun yang lalu, Belasan kali ia merobohkan lawan-lawannya,
baik diatas panggung adu kepandaian maupun didalam
perkelahian, bahkan ia pernah merobohkan duabelas orang
sekaligus, dalam suatu pertandingan yang menentukan. Hal
itu terjadi, tatkala ia terlibat dalam suatu perkelahian matihidup
dengan kawanan garong yang bermukim di dekat
gunung Bu-tong san sebelah timur.

800
Dan sejak itu, namanya terkenal disegala penjuru,
dihormati dan disegani orang, Tapi kali ini ia menumbuk batu,
siapapun tak menduga, bahwa dia bakal roboh dengan mudah
sekali ditangan seorang muda yang baru saja muncul dalam
pergaulan. Tak mengherankan seluruh keluarga Cio-liang pay
yang menyaksikan peristiwa itu, heran dan kaget setengah
mati, Bagaimana mungkin! Tetapi kenyataannya memang
demikian. siapapun tak dapat mengingkari !
Lauw Tong Seng tidak terkecuali. setelah tertegun
keheranan, ia sekarang yakin akan kepandaian adik
seperguruan itu. Gerakan tangannya benar-benar aneh. suatu
gerakan tangan yang belum pernah dilihatnya. Dari siapakah
ia memperoleh kepandaian itu? pastilah adik seperguruannya
itu pernah menerima warisan sakti dari seseorang. Tapi siapa?
siapa lagi kecuali gurunya?
Tentu saja Ciu San Bin dan Cie Lan belum dapat berpikir
sejauh itu. Mereka hanya yakin, bahwa Sin Houw
berkepandaian tinggi. Nyanya, dia bisa unggul. Dan
menyaksikan hal itu, mereka berdua girang sekali. Begitu
girang, sampai mereka bersorak tak terasa.
Giok Cu dan ibunya lain pula kesannya, Meskipun mereka
ikut bersyukur didalam hati, namun tak berani menyatakan
rasa syukur itu dengan terang-terangan, Mereka sudah terlalu
lama kena larangan dan terkekang kemerdekaannya, sama
sekali mereka tak berani memperlihatkan rasa girangnya
bahkan diwajahnya pun.
Bagi Sin Houw sendiri, inilah pengalamannya untuk yang
pertama kalinya berlawanan dengan tokoh-tokoh kenamaan .
itulah sebabnya, ia bertempur dengan penuh semangat. ia
bersungguh-sungguh dan sama sekali tak bersegan-segan,
sebab menyadari akan mengalami bencana apabila lalai
sedikit saja.
Setelah merobohkan Ceng Sie dan Ceng Go, Sin Houw

801
beralih kepada Ceng Jie, Kembali lagi ia menggunakan
kegesitannya untuk mengancam kedua mata si berangasan
dengan membalingkan tusuk sanggul Cie Lan, Dan didesak
secara demikian, Ceng Jie kelabakan seperti dua saudaranya
tadi.
Ceng It kali ini tidak tinggal diam melihat adiknya terancam
bahaya.
segera ia mendorong salah seorang muridnya yang rebah
melintang didepannya keluar gelanggang. Ceng Sam yang
berada didekatnya, mengerti kehendak kakaknya yang ingin
membangun lagi pertahanan Ngo-heng tin. setelah murid
muridnya yang rebah merintang tiada lagi, ia berusaha untuk
mengadakan garis pembelaan, meskipun sudah kehilangan
dua orang anggauta.
Tentu saja Sin Houw tidak sudi memberikan kesempatan.
Terus menerus ia menyerang Ceng Jie dengan senjatanya
yang istimewa. Dengan demikian usaha Ceng Sam untuk
membangun garis pertahanan Ngo-heng tin selalu gagal. Dan
Ceng It dengan kedua saudaranya menjadi kebingungan.
Ceng Jie kemudian terhajar pundaknya.
Bukan main panas hati Ceng Sam, serentak dia
menghantarkan gadanya ke arah punggung, Dan Ceng It
membarengi dengan menusukkan tombaknya dari depan -
Ceng Jie yang sudah kena pukulan, barusaha pula
mengimbangi usaha kedua saudaranya dengan sebisabisanya.
ia tahu betapa pentingnya usaha membangun
kembali pertahanan Ngo-heng tin, itulah satu-satunya cara
perlawanan yang bisa diharapkan.
Sin Houw mengelakkan serangan kedua lawannya. Dan ia
tetap menyerang Ceng Jie yang sudah kena di gempurnya.
Tapi garis pertahanan ilmu Ngo heng tin memang hebat.

802
sekalipun anggautanya tinggal tiga orang, namun masih terasa
keangkerannya. Mau tak mau, Sin Houw terpaksa
mengandalkan kecepatannya bergerak. Tubuhnya
berkelebatan bagaikan bayangan. Dan tiba-tiba ia
menyelipkan tusuk sanggul Cie Lan pada rambutnya,
kemudian lompat tinggi diudara, tangannya menyambar
palang atap. Dan ia bergelantungan seperti seekor kera.
Ceng it bertiga tadi mengimbangi kecepatan lawannya
dengan gerakan yang cepat pula, Tubuh mereka berputar
putar dari tempat ke tempat. seluruh perhatian mereka
dipusatkan untuk memburu lawan. Tahu-tahu lawan lenyap
dari pengamatan mereka. selagi mereka melayangkan
pandang untuk mencari, tiba-tiba serangkum angin turun
bergelombang.
Mereka kaget dan cepat cepat mundur. pengalaman
mereka mengkisiki bahwa itulah angin bergelombang yang
mengandung serangan berbahaya. Tahu-tahu Ceng Jie dan
Ceng Sam menjerit dengan berbareng, Beberapa butir bola
timah menghantam mereka berdua, dan mereka berdua roboh
terkulai diatas lantai.
Gugup Ceng It melompat mendekati kedua saudaranya.
hendak memberi pertolongan, selagi membungkuk,
gelombang angin terasa datang menyerang. ia adalah orang
yang tertua. Kecuali sudah berpengalaman, kepandaiannya
jauh melebihi semua saudaranya. Maka dengan gesit ia
memutar tombaknya, dan belasan butir timah kena
ditangkisnya.
"Hm! jangan kau kira bisa mengumbar adat." bentaknya,
"Apakah kau kira aku bisa kau roboh kan dengan senjata
rahasia? Hm, jangan bermimpi!"
Khawatir kalau Sin Houw terus-menerus
memberondongkan senjata rahasianya, ia tetap memutarmutar
tombaknya yang digunakan sebagai perisai dan alat

803
pemukul. Diluar dugaan, tiba-tiba tangannya bergetar.
Rombaknya serasa tersangkut pada sesuatu kaitan yang kuat,
Kaget ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk merenggut.
Tapi kaitan itu sama sekali tak bergeming, Bahkan diluar
dugaannya tangannya tak kuasa lagi memegang tangkai
tombak. Kembali ia terkejut, Dan pada saat itu, mendadak saja
ia kehilangan pegangan, Gugup ia lompat ke samping, Kedua
tangannya diangkatnya, berbareng untuk melindungi dada dan
mukanya. Kemudian ia mundur beberapa langkah untuk
memperoleh penglihatan.
Dan, ternyata tombaknya kena terampas anak muda itu.
Betapa dahsyat tenaganya tak dapat diingkari lagi sehingga
dapat merampas tombak yang berada dalam genggamannya.
Namun ia tak sudi menyerah. Dengan kuatkan diri, ia berteriak
menantang:
"Kau ingin menggunakan tombakku? silahkan ! Aku Ceng It
belum pernah mundur walau selangkah!"
Dengan tertawa, Sin Houw turun ke lantai seraya
membawa tombak rampasannya, sebentar ia menggerakkan
tombak rampasannya seakan-akan hendak menusuk atau
menikam. Tiba-tiba ia berseru:
"Susiok, lihat!"
Dengan sekali ayun, tombak yang berada didalam
genggamannya melesat. Ceng It kaget setengah mati, Dengan
putus asa, ia menggerakkan badannya untuk mencoba
mengelak. Diluar dugaan, tombak itu bukan membidik dirinya,
tetapi lewat disamping kepalanya dan lalu membenam pada
tiang agung.
Hebat tenaga lontaran Sin Houw. Tombak itu sampai
membenam memasuki tiang, Tangkainya meraung
bergetaran. Gedung seakan-akan mau roboh berantakan. Dan

804
genting diatas rontok berhamburan. Tak mengherankan,
banyak diantara hadirin lari berserabutan karena takut
kerobohan dinding.
Ceng It berdiri terpukau. semangatnya runtuh sekaligus.
Lesu dan putus asa. Dan pandang matanya lantas saja
menjadi kuyu, Betapa tidak? Kalau saja tombak itu diarahkan
kepadanya, sanggupkah ia mengelakkan diri atau
menangkisnya? Maka tahulah dia, bahwa Sin Houw
bermaksud baik kepadanya. ia diampuni. Alangkah
menyakitkan hati! Rasanya lebih baik mati daripada terhina
demikian.
Lauw Tong Seng mengenal jurus itu dengan baik, karena
merupakan ilmu kebanggaan kaum Hoa-san pay. Gurunya
menurunkan jurus itu kepada muridnya, apabila tenaga
himpunannya sudah memenuhi syarat-syarat tertentu. ia pun
mewarisi jurus itu, akan tetapi tenaga dalamnya tidaklah
sebesar adik seperguruannya itu, Maka terasa ia berteriak
kagumi.
"Sutee! Benar-benar sempurna timpukkanmu, Mataku kini
benar-benar baru terbuka ..."
Sin Houw menoleh, ia tertawa, Kemudian melemparkan
pandang kepada Ceng It yang berdiri murung, Dengan rasa
pahit pendekar kawakan itu terpaksa menelan kenyataan.
Empat saudaranya telah terkapar rebah didepannya, Mau apa
lagi? Murid-muridnya pun tergeletak malang-melintang pula,
Tiba- tiba saja timbullah niatnya hendak membunuh diri, Akan
tetapi suatu pikiran menusuk benaknya:
"Hari ini aku benar-benar runtuh habis-habisan, Akan
tetapi, aku tidak boleh membiarkan kekalahan ini tak terbalas.
Aku memang sudah tua, namun bukankah aku bisa mendidik
murid-muridku untuk membangun keangkaran ilmu Ngo-heng
tin yang tiada keduanya di dunia ini?"

805
Oleh pikirannya itu, ia dapat bernapas lebih lapang. Lalu
berkata lantang kepada Lauw Tong Seng:
"Kau boleh membawa emasmu!"
Waktu itu Sin Houw sedang datang mendekati kakak
seperguruannya, setelah melihat Ceng It termenung
kehilangan semangat tempurnya, ia mencabut tusuk sanggul
yang berada dirambutnya, kemudian dikembalikan kepada Cie
Lan, Gadis itu menerima dengan hati girang, Dan pada saat itu
ia mendengar ucapan Ceng It, Tapi karena sasaran
ucapannya kepada Lauw Tong Seng, ia tidak menghiraukan.
Dengan penuh perhatian ia mengawasi gerakan tangan
Cie Lan mengenakan tusuk sanggulnya.
Ciu San Bin kemudian memunguti kepingan emas yang
bertebaran di atas lantai. sementara Ceng It menghampiri
Ceng Go yang terkena senjata rahasia Sin Houw, seluruh
anggauta badannya lumpuh tak bergerak, kecuali sepasang
biji matanya yang bergerak-gerak dengan rasa penasaran.
Ceng It mencoba menolong, Namun sekian lamanya ia
berusaha, tetap ia tak berhasil membebaskan totokan Sin
Houw.
Karena merasa penasaran, ia mencoba mengulangi
terhadap ketiga adiknya yang lain yang juga terkena totokan
Sin Houw, Namun tetap ia tidak berhasil, Akhimya ia
mengakui, bahwa ilmu kepandaian Sin Houw benar-benar
berada diatasnya. Hendak ia minta tolong, tapi hatinya segan.
Kemudian ia mengawasi Giok Cu agar mau menjadi orang
perantara.
Giok Cu kenal watak pamannya itu, ia berpura-pura tidak
mengetahui. Malahan membuang pandang kesamping,
Keruan saja orang tua itu mendongkol setengah mati, ia
mendeham, dan oleh deham itu, mau tak mau Giok Cu

806
terpaksa menoleh. Menegas:
"Apakah supeh memanggil aku?"
"Anak kurang ajar!" Ceng It memaki didalam hati, Tapi
demi menolong saudara-saudaranya, meskipun mendongkol
terpaksa ia berkata:
"Giok Cu, coba mintakan kesediaan sahabatmu, agar
menolong paman-pamanmu."
Giok Cu bangkit dari kursinya dan mencibirkan bibirnya.
"Baiklah, Akan kukatakan kepadanya. Hanya saja, jangan
supeh main paksa lagi." setelah berkata demikian, ia
mendekati Sin Houw, Berkata merendah:
"Sin koko. Supeh meminta kepadamu agar sudi menolong
paman-paman yang lain, Kau mau, bukan?"
Sin Houw manggut, jawabnya:
"Tentu saja, Tiada niat dalam hatiku, hendak membunuh
paman pamanmu.
Kalau aku menyerang mereka, semata-mata karena
terpaksa. Biarlah kutolongnya."
Berkata demikian, Sin Houw bergerak hendak
menghampiri. Diluar dugaan, Lauw Tong Seng mencegahnya.
Kata kakak seperguruannya itu:
"Sutee, kau benar-benar tak mengerti urusan dagang,
pada waktu ini, adalah kesempatan sebagus-bagusnya untuk
menaikkan harga barang. Untuk menjual tenagapun rasanya
cukup berharga pula. Apakah tenagamu sama sekali tiada
upahnya?"

807
Sin Houw tahu, Lauw Tong Seng jemu terhadap sepak
terjang keluarga Cio liang pay. Dia sendiri tak begitu
mendendam, mengingat Shiu Shiu dan Giok Cu termasuk
keluarga Cio-liang pay juga . Namun, tak dapat ia
mengabaikan kedudukan kakak seperguruannya.
"Suheng, aku adalah adikmu. sudah semestinya aku
tunduk dan patuh kepada setiap kata-katamu."
Lauw Tong Seng tertawa puas, Katanya:
"Keluarga Cio-liang pay sudah sejak puluhan tahun
membuat resah penduduk. Mereka menjadi lintah darat yang
menghisap darah rakyat jelata, Mereka seakan-akan keluarga
tuan tanah, yang membuat diri mereka majikan atas sekalian
penduduk. Tak ada serumpun keluarga pun yang dibiarkan
hidup merdeka diwilayahnya.
Didalam dua hari ini, aku berkesempatan berbicara dengan
penduduk. Mereka muak dan mual terhadap kelakuan
keluarga Cio-liang pay, yang sewenang-wenang, Karena itu
jika kau hendak menolong mereka, ingatlah akan nasib rakyat.
Mintalah uang dan beras sebagai upahnya. Dan uang serta
beras itu kau berikan kepada penduduk untuk meringankan
beban hidup mereka.
Sin Houw manggut membenarkan. ia percaya kata-kata
Lauw Tong Seng tentang penderitaan rakyat, ia sendiri pernah
menyaksikan pengalaman demikian - ketika mula-mula
hendak mengunjungi tempat tinggal keluarga cip-liang pay.
Mereka bersikap bermusuhan. Hanya saja mereka takut
terhadap kekuasaan Cio-liang pay.
Dengan mata kepala sendiri, ia menyaksikan betapa
bengis sepak terjang Kun Jie tatkala mengusir petani yang
datang untuk minta keadilan.

808
"Benar, Memang keluarga Cio-liang pay sudah lama
menindas rakyat," akhir ia berkata perlahan. "Hanya saja apa
yang harus kulakukan terhadap mereka?"
"Bukankah aku tadi sudah menyinggung tentang upah jasa
dan tata tertib perdagangan?" sahut Lauw Tong Seng seraya
mengelus janggutnya, "Pendek kata kau harus menuntut upah
jasa..."
"Upah jasa bagaimana?" tanya Sin Houw tidak mengerti.
"Sutee, sekarang aku telah memperoleh nilai harga yang
pantas. Upah menolong tiap jiwa seharga empat ratus pikul
beras putih." jawab Lauw Tong Seng.
"Dan mereka yang butuh pertolongan berjumlah empat
orang. Artinya seribu enamratus pikul beras!" seru Sin Houw.
"Benar!" sahut Lauw Tong Seng kemudian menoleh
kepada Ceng It, dan menambahkan perkataannya:
"Empat adikmu kini dalam keadaan setengah hidup, esok
pagi hendaklah kau sediakan beras sebanyak seribu enam
ratus pikul itu. Bila tiruangannya tepat, keampat adikmu baru
kita tolong, Kalau tidak, silahkan kau rawat sendiri. Hendaklah
kau ketahui, bahwa beras sebanyak itu bukan untuk
kepentingan pribadi kami sendiri, tetapi hendak kubagikan
kepada penduduk yang sudah lama kau isap darahnya!"
Ceng it tak berani berkutik. ia benar-benar seperti seorang
persakitan menunggu keputusan pengadilan. Meski-pun
hatinya memaki setinggi langit, ia terpaksa mengangguk
menyetujui. Tetapi ia masih mencoba:
"Tapi dalam waktu sesingkat ini, bagaimana caraku dapat
mengumpulkan beras sebanyak itu? Paling banyak persediaan
kami hanya ada tujuhpuluh atau delapanpuluh pikul."

809
"Maaf!" kata Lauw Tong Seng, "Keputusanku ini sudah tak
dapat dirobah lagi. Namun mengingat kau adalah paman gadis
itu, biarlah kuperkenankan main cicil-cicilan."
"Cicilan bagaimana?" Ceng It menegas dengan suara
mendongkol.
"Bila esok kau bisa mengumpulkan empat ratus pikul beras
putih, adikku akan menolong menyadarkan salah seorang
adikmu. Bila kau mampu mengumpulkan delapan ratus pikul,
adikku akan menolong menyadarkan dua orang, tapi
seumpama kau baru bisa mengumpulkan sisanya dalam
waktu satu bulan ... yah, kita tunda satu bulan. Kalau kau
minta mundur tiga bulan atau setengah tahun atau satu tahun,
boleh saja, percaya lah, adikku pasti akan datang menolong
pada waktu penglunasan itu, Dia tidak bakal mempermainkan
jiwa adik-adikmu, Bagaimana?"
Bukan main masgulnya hati Ceng it - katanya didalam hati:
"Keempat adikku benar-benar lumpuh. Tak dapat lagi
mereka menunggu waktu setengah bulan lagi, sekarang ia
menyediakan waktu pengunduran sampai setahun. Hm,
bangsat benar! Bukankah kau menghendaki mampusnya
keluarga Cio liang pay? Hm,.. rupanya aku benar-benar tidak
diberinya kesempatan bernapas. Apa boleh buat, Biarlah, esok
pagi kuusahakan untuk memenuhi. Kalau mereka sudah
tersadar kembali, keluarga Cio-liang pay pasti mampu
menuntut balas!"
Oleh pertimbangan itu, dengan hati berat Ceng It manggut
seraya berkata:
"Baiklah, Esok hari, beras yang kau minta akan kami
penuhi."
Lauw Tong Seng tertawa senang. sahutnya:

810
"Akh, benar-benar kau seorang tengkulak yang mengerti
ilmu dagang, Bagus, sejak hari ini aku akan selalu
berhubungan denganmu untuk mencari barang dagangan
yang bagusI"
Ceng It tidak menghiraukan, dan Sin Houw kemudian
mendekati Shiu Shiu, ia membungkuk hormat dan minta diri, ia
percaya, Ceng It tidak akan mengusiknya, karena masih
membutuhkan pertolongannya.
"Mari kita beristirahat dulu...!" kata Lauw Tong Seng
mengajak.
Berempat mereka segera meninggalkan gedung itu
dengan membawa emas perbekalan. Hati mereka girang
bukan main, dan bersyukur kepada kemurahan Tuhan,
Dengan langkah tenang, mereka kembali ke tempat
pemondokan. itulah rumah seorang penduduk yang miskin.
*****
WAKTU ITU fajar hari telah tiba.
Cie Lan masuk kedalam untuk mempersiapkan makan
pagi, ia membuat air teh dan bubur ayam, Dan sambil
bersantap mereka membicarakan kemenangannya. Rasa
girang dan syukur menyelimuti hati mereka masing-masing.
Setelah menikmati santapan pagi, mereka masing-masing
beristirahat dan tidur. Ketika matahari sudah condong ke
barat, seseorang mengetuk pintu kamar mereka:
"Siapa?" tanya Lauw Tong Seng.
"Utusan keluarga Cio-liang sudah datang." sahut Ciu San
Bin yang sudah bangun lebih dahulu.

811
Lauw Tong Seng tersenyum. Berkata:
"Ternyata mereka pintar menemukan tempat kita
bermondok."
Desa itu terletak dipinggang gunung. Meskipun termasuk
daerah makmur, akan tetapi untuk mengumpulkan beras
sejumlah itu tidaklah mudah. Ceng It tahu akan hal itu, ia
menyebarkan seluruh orang-orangnya ke berbagai daerah
sejak pagi-pagi sekali. Berkat kesungguhan dan pengaruh
uangnya, ia berhasil mengumpulkan jumlah beras yang
diminta Lauw Tong Seng, Tapi akibatnya harga beras naik,
rakyat jelata tak mampu lagi membelinya. Kegoncangan itu
berjalan sampai beberapa minggu lamanya, setelah peristiwa
itu terjadi.
Demikianlah, setelah rombongan Lauw Tong Seng tiba,
Ceng It mempersilahkan untuk memeriksa jumlah beras yang
dikehendaki. Tentu saja, Ceng It tak sudi membuang waktu. ia
memerintahkan agar beras itu dibagikan kepada penduduk
sambil menghitung jumlahnya.
Peristiwa itu sudah tentu mengherankan dan mengejutkan
seluruh penduduk. Apa sebab keluarga Cio-liang pay yang
terkenal sebagai lintah darat, mendadak berubah menjadi
dermawan, Mereka tak tahu peristiwa apa yang telah terjadi
didalam keluarga itu.
Kira-kira pukul tiga malam, gedung keluarga Cio-liang pay
telah sunyi kembali. penduduk pulang ke rumah masingmasing,
Karena keempat saudara Ceng It sudah sembuh
kembali, setelah memberikan pertolongan Sin Houw
bermaksud hendak mengundurkan diri, Dengan membungkuk
hormat, ia berkata kepada Ceng It:
"Susiok, hendaklah susiok sudi memaafkan diri kami,
sekarang perkenankan kami kembali ke pondokan."

812
Sebelum Ceng it membuka mulut,
Lauw Tong Seng menyambung. Katanya dengan setengah
tertawa:
"saudara Ceng It berlima. Kami tahu, kalian berlima sakit
hati karena terpaksa menghamburkan harta benda keluarga
seribu enam ratus pikul beras, bukanlah suatu jumlah yang
sedikit.
Tetapi meskipun demikian, mulai saat ini nama keluarga
Cio-liang pay tidak lagi seburuk dahulu. karena perbuatan
kalian tadi adalah suatu perbuatan amal, pastilah semua
penduduk disini memuji kebaikan kalian dihadapan Tuhan -
karena itu, aku minta keikhlasan hati kalian."
Lauw Tong Seng tidak menunggu jawaban Ceng lt. segera
ia mengajak rombongannya mengundurkan diri, Tiba-tiba ia
melihat Shiu Shiu dan Giok Cu berlari-lari ke serambi depan
menghampiri, kata Shiu Shiu kepada Sin Houw:
"Anakku Sin Houw! Apakah kau hendak meninggalkan
kami?"
Sin Houw manggut. jawabnya:
"Benar, subo. Tiada lagi yang kukerjakan disini, Maka
perkenankan kami berangkat sekarang juga."
Tiba-tiba Shiu Shiu nampak bergemetaran. Katanya
dengan suara tersendat-sendat:
"Sebenarnya ... di manakah makamnya ? Anakku Sin
Houw, bawalah serta aku untuk menyambangi makamnya."
Belum lagi Sin Houw menjawab permintaan Shiu Shiu,
mendadak saja ia mendengar angin menyambar. ia kaget
sampai berpaling kearah datangnya suara itu, segera ia

813
melompat dan menyambar empat batang golok terbang yang
mengarah Shiu Shiu, Tetapi pada saat itulah, ia mendengar
Shiu Shiu memekik nyaring. Dan tubuhnya roboh terkulai
diatas lantai. Ternyata masih ada sebatang golok yang
menikamnya. Golok yang membenam pada dirinya rupanya di
sertai dengan suatu tenaga yang dahsyat luar biasa, sehingga
membenam sangat dalam. Hampir saja gagangnya ikut
amblas ke dalam tubuh wanita itu.
Shiu Shiu rebah tak berkutik. Dengan setengah kalap Giok
Cu menerkam dan hendak mencabut golok yang membenam
dipunggung ibunya. Cepat-cepat Sin Houw mencegah.
Katanya:
"Jangan. Bila kau cabut, ibumu tak dapat membuka
matanya kembali."
Sin Houw tahu, siapa yang melakukan serangan gelap itu,
Dengan geram ia menimpukkan keampat golok terbang yang
berada di kedua tangannya kepada pemiliknya. Dialah Ceng
Go.
Watak Ceng Go tidak berbeda jauh derigan Ceng Jie yang
berangasan, dan bengis luar biasa. Mendengar Shiu Shiu
hendak mencari makam Gin-coa Long-kun, tak dapat lagi ia
menahan diri, Terus saja ia menimpukkan golok-golok
terbangnya, sebagai seorang pendekar yang berpengalaman,
masih sempat ia memperhitungkan hadirnya Sin Houw.
Tapi selagi kedua tangan Sin Houw bergerak menyambar
empat batang olok itu, dengan penuh napsu ia melepaskan
sebatang lagi. Kali ini, mengarah kepada Shiu Shiu -
perhitungannya ternyata tepat. Sin Houw sedang
memunahkan ampat batang goloknya, maka tak sempat lagi ia
menyambar sebatang golok lain yang di timpukkan hampir
berbareng.
Shiu Shiu roboh tak berkutik. Dan ia merasa puas luar

814
biasa,
Dengan menyertai senyum iblis ia mengawasi korbannya.
Mendadak ia melihat berkelebat empat batang goloknya
mengarah dirinya. inilah senjata makan tuan! Terus saja ia
bergulingan untuk menghindar. ia berhasil membebaskan diri
dari ancaman goloknya. Tapi di luar dugaan, mendadak saja
pantat dan pangkal pahanya menjadi kaku kejang, Dan ia
roboh terbanting ketika mencoba berdiri.
SIN HOUW mendongkol dan benci terhadap pekerti Ceng
Go. ia kena ditipu ahli golok itu, Maka iapun hendak membalas
dengan cara itu pula, sengaja ia melepaskan ampat batang
olok dengan sekaligus. ia tahu, sebagai seorang ahli golok
pastilah Ceng Go dapat memunahkan atau mengelakkan diri.
Tapi Ceng Go lupa, bahwa Sin Houw mempunyai senjata
bidik juga. itulah senjata rahasia yang membuat dirinya
kemarin lumpuh tak bergerak, selagi ia bergulingan belasan
senjata rahasia Sin Houw menghantam pantat dan pangkal
pahanya.
Ia terjungkal, dan kali ini Sin Houw tidak bersegan-segan
lagi, Terdorong oleh rasa mendongkol dan benci, pemuda ini
menimpuk dengan disertai tenaga dahsyat, seketika itu juga,
tulang sendi Ceng Go rontok patah. Urat- uratnya hancur. Dan
Ceng Go tewas seketika!
Dengan hati pedih, Sin Houw menoleh kearah Giok Cu.
Gadis itu memeluk tubuh ibunya erat-erat, oleh rasa sedih,
gadis itu sampai tak mampu mengeluarkan suara tangis lagi.
Apa yang dapat dilakukannya hanya menciumi dan mencoba
menyadarkan ibunya.
Sin Houw mendekati dengan hati remuk redam, ia jadi
teringat kepada pengalamannya sendiri, tatkala memeluk dan
menangisi jenazah ayah bundanya.

815
Dahulu ia memeluk dan menangisi jenazah ayah-bundanya
didepan orang banyak, sekarang Giok Cu mengalami nasib
yang sama. ibunya terkapar dihadapan para tamu dan seluruh
anggauta keluarga Cio-liang pay yang bersikap memusuhi.
Dan teringat akan hal itu, hatinya terharu bukan main,
Perlahan-lahan pemuda itu meraba tubuh Shiu Shiu,
Tahulah dia, bahwa wanita malang itu tak dapat tertolong lagi,
Satu-satunya harapan hanyalah mencoba menyadarkan
barang semenit dua menit, Maka segera ia memijit urat urat
tertentu untuk mengurangi rasa sakit.
Dan benar saja, Shiu Shiu sadar tanpa menderita rasa
sakit, Begitu membuka mata, ia dapat berkata tenang tenang
kepada anak satu-satunya itu, Katanya penuh kasih:
"Giok Cu, kau tak perlu bersedih hati, semua orang akan
kembali keasal mula, jaga dirimu, sekarang aku dapat
menyusul ayahmu, Dan aku akan mendampingi dan melayani
tanpa gangguan siapapun."
Shiu Shiu tersenyum puas, Dan Giok Cu mencoba
bersenyum pula seolah-olah ikut bersyukur terhadap
kepergian ibunya hendak menyusul ayahnya di alam baka.
Tetapi hatinya hancur luluh tak keruan. akhirnya dengan
menggigit bibirnya, tak dapat lagi ia membendung butiranbutiran
air matanya yang membasahi pipinya.
Shiu Shiu sendiri tidak memperhatikan keadaan Giok Cu,
ia mengalihkan pandang kepada Sin Houw. Katanya:
"Anak Sin Houw! Hanya sebuah pertanyaan yang hendak
kutanyakan kepadamu, Kupinta kepadamu, agar kau
menjawab sebenarnya, Maukah kau meluluskan permintaanku
ini?"
"Tentu saja, subo, Coba katakan apa yang hendak subo
tanyakan kepadaku" sahut Sin Houw.

816
"Apakah dia meninggalkan surat wasiat? Apakah dia
menyinggung namaku.
Air mata Sin Houw bercucuran tatkala ia terpaksa
menjawab:
"Susiok Lim Beng Cin menulis kitab wasiat, Dan dengan
bekal itu, aku dapat menghancurkan rahasia ilmu sakti Ngoheng
tin, Dengan demikian, aku berhasil mewakili dirinya
menuntut balas.
"Akh! Kau belum menjawab pertanyaanku. Apakah dia
tidak menulis surat kepadaku? Apakah dia sama sekali tidak
meninggalkan surat wasiat bagiku?"
Tiba-tiba Sin Houw teringat, Bu-kankah Gin-coa Long-kun
menulis surat peta? Dalam tulisannya ia menyebutkan nama
Shiu Shiu pula, Teringat hal itu, segera ia meraba sakunya dan
memperlihatkan sehelai kertas kulit:
"Subo, lihat!" katanya sambil memperlihatkan surat wasiat
itu di depan mata Shiu Shiu.
"Surat apa itu?" tanya Shiu Shiu.
"Ya, benar, itulah tulisan tangannya, Dia menulis apa?
Menulis tentang apa ... ?"
Bukan main terharunya Sin Houw menyaksikan perubahan
itu, Shiu Shiu nampak bergirang hati. Rasa girang yang
mendekati gejolak rasa girang kanak-kanak. Maka segera ia
mendekatkan bunyi tulisan yang tertera dipojok peta, agar
Shiu Shiu dapat membacanya sendiri.
Dengan napas sesak, Shiu Shiu membaca tulisan
suaminya, setelah itu ia berkata:

817
"Benar-benar akulah yang dimaksud dalam suratnya,
Kalau begitu ia mengetahui penderitaanku Dan aku ... akh,
jelas sekali aku diharapkan keluar dari kehidupan keluargaku,
Agar aku dapat hidup bebas merdeka seperti layaknya
seorang perempuan yang mempunyai harga diri, Akh, anak
Sin Houw, Kepadamu aku menyatakan rasa terima kasih... aku
tidak membutuhkan uang, Yang terpenting bagiku adalah...
ternyata dia masih ingat kepadaku, Dalam penderitaannya,
masih ia memikirkan keadaan diriku... sekarang biarlah aku
pergi menyusulnya..."
Sin Houw tahu, bahwa tenaga hidup Shiu Shiupun nyaris
pudar. Maka ia menoleh kepada Giok Cu hendak
menghiburnya, Tiba-tiba Shiu Shiu yang telah memejamkan
kedua matanya menyenak kembali. Dan berkata memohon:
"Ahak Sin Houw, dua hal lagi yang hendak kupinta
kesediaanmu, Dan aku mengharapkan kau menerimanya
tanpa menawar..."
"Katakan saja, subo." sahut Sin Houw, "Aku selalu
bersedia melakukan apa saja, asal yang aku mampu."
"Yang pertama, kuburlah aku di sampingnya. Dan yang
kedua ..."
"Yang kedua ... sebutkan, subo... sebutkanlah!" Sin Houw
mendesak sambil mendekatkan telinganya.
"Yang kedua, kamu ..." dan ia menunjuk Giok Cu,
kemudian membagi pandang kepada Sin Houw, Mulutnya
bergerak hendak mengucapkan sesuatu, Tetapi tiba-tiba ia
telah kehilangan tenaga.
Kepalanya runtuh kesamping, Dan ia meninggal dalam
keadaan tenang.

818
Gugup Sin Houw meraba dadanya benar-benar napas Shiu
Shiu tiada lagi, dan pada saat itu Giok Cu menerkam dan
memeluk ibunya erat-erat, ia memekik dan menangis
menggerung-gerung akhirnya pingsan tak sadarkan diri.
Sin Houw terkejut. ia memeluk tubuh Giok Cu dan
menggoyangnya.
"Giok Cu! Giok Cu!"
"Jangan kuatir, sutee, Dia pingsan oleh rasa duka yang
luar biasa." Lauw Tong Seng menghibur.
Setelah berkata demikian, ia memijit urat pernapasan Giok
Cu. Tidak lama kemudian, gadis itu telah memperoleh
kesadarannya kembali. Dengan pandang kosong, ia
menebarkan penglihatannya.
"Giok Cu, bagaimana perasaanmu?" Sin Houw bertanya
dengan cemas.
Giok Cu tidak menyahut. Dan kembali lagi Sin Houw
menegas, Tetapi tetap saja gadis itu membungkam mulut.
Lauw Tong Seng, Cie Lan dan Ciu San Bin memperoleh
kesan aneh, Mereka tidak mengetahui hubungan yang terjadi
antara Sin Houw dengan Giok Cu dan Shiu Shiu, Terang
sekali Shio Shio dan Giok Cu termasuk anggauta Cio-liang
pay tetapi apa sebab saudara-saudaranya telah
membunuhnya? Dan apa latar belakang persoalannya sampai
Shiu Shiu begitu dekat hatinya kepada Sin Houw?
Selagi mereka termenung, terdengarlah suara Sin Houw:
"Giok Cu, kau ikut kami. Tak dapat kau tinggal disini lagi."
Sin Houw berkata dengan suara hatinya. Kedua kelopak
matanya berkaca-kaca. Namun masih saja Giok Cu

819
membungkam mulut. Baru setelah menarik napas dua-tiga
kali, ia memanggut pendek.
Melihat Giok Cu manggut, tanpa segan-segan lagi Sin
Houw menolong Giok Cu berdiri tegak. Kemudian ia
memondong tubuh Shiu Shiu, sama sekali tak dihiraukannya
keadaan hati Ceng It berlima. perlahan-lahan ia keluar
halaman. Giok Cu, Cie Lan, Lauw Tong Seng dan ciu San Bin
mengikutinya dari belakang.
Memang, bukan main panas hati Ceng It bertiga. Mereka
merasa diri tidak lagi dianggap sebagai manusia. Mereka
dipaksa menyaksikan Ceng Go mati dihadapannya, sudah
begitu, kini melihat betapa Sin Houw dan kawan-kawannya
membawa pergi jenazah saudara perempuannya tanpa pamit.
Menurut kata hati ingin mereka melampiaskan rasa
mendongkolnya. Akan tetapi mereka insyaf, Sin Houw dan
Lauw Tong Seng memiliki kepandaian tinggi. pihaknya sendiri,
sudah kehilangan seorang anggauta keluarga yang tangguh.
Karena itu dengan menahan diri, mereka membiarkan Sin
Houw dan rombongannya meninggalkan rumah tak terusik.
Setelah berada ditengah jalan, Lauw Tong Seng berkata
kepada Ciu San Bin:
"Aku mempunyai uang perak. Bawalah uang ini kepada
pemilik rumah yang kita tumpangi. Kau berikan secukupnya
kepadanya, Katakan juga, sebelum pagi hari tiba, hendaklah
pindah tempat."
Lauw Tong Seng menyerahkan uang itu secukupnya
kepada San Bin, Muridnya itu menegas:
"Mengapa dia harus pindah tempat begitu cepat?"
"Apa kau kira keluarga Cio-liang pay memeluk tangan saja
setelah kita pergi? Mereka mendongkol terhadap kita, rasa
mendongkolnya pastilah akan di alamatkan kepada pemilik

820
rumah yang kita tempati." sahut Lauw Tong Seng memberi
keterangan.
"Terhadap kita, mereka tak dapat berbuat apa-apa. Tetapi
begitu kita pergi meninggalkan dusun ini, mereka segera turun
tangan. Dan, karena petani itu memberi tempat menumpang
kepada kita, Mereka pasti akan dihabisi!"
Sekarang barulah Ciu San Bin mengerti, apa sebab pemilik
rumah itu harus segera pindah. sambil menyampaikan uang
pemberian gurunya, ia bergegas menemui pemilik rumah. Dan
pemilik rumah itu berterima kasih terhadap maksud baik para
tamunya.
Demikianlah, setelah itu mereka meneruskan perjalanan,
Disepanjang jalan baik Lauw Tong Seng maupun yang lainnya
membungkam mulut, Tatkala sinar matahari mulai merekah
diufuk timur, mereka berhenti di sebuah gardu penjagaan yang
terletak jauh dari dusun, Gardu penjagaan itu telah keropos
dindingnya, tiang-tiangnya nampak tak terpelihara, Maka
jelaslah, bahwa gardu penjagaan itu sudah tak digunakan lagi,
Didalam gardu penjagaan inilah mereka beristirahat.
Siu San Bin dan Cie Lan membersihkan daun-daun kering
yang bertebaran diatas lantai. Kemudian dengan hati-hati Sin
Houw meletakkan jenazah Shiu Shiu. Mereka lantas
merubung jenazah itu dengan prihatin.
"Kita apakah jenazah nyonya ini?" Lauw Tong Seng minta
pertimbangan mereka, "Apakah akan kita kubur saja disini?
Atau akan kita bawa ke kota dahulu untuk dimandikan?"
Sin Houw tak kuasa menjawab. ia menyiratkan pandang
kepada Giok Cu, San Bin dan Cie Lan, Mereka bertigapun
membungkam mulut.
"Umpama kita membawanya pergi ke kota dahulu, rasanya

821
tak mudah." kata Lauw Tong Seng lagi, Pihak pemerintah
setempat tentu akan minta keterangan kita sejelas-jelasnya,
Barangkali kita bisa lolos dari pertanyaannya, akan tetapi kita
akan sibuk memberikan jawaban setiap kepala dusun yang
kita lalui. Lagipula, dimana kita akan memandikan jenazah
nyonya ini? Karena itu lebih baik kita makamkan saja disini."
"Tidak! ibu tak boleh dimakamkan disini!" bantah Giok Cu.
"Bukankah ibu menghendaki agar dimakamkan di samping
ayah? syukur bisa bersama-sama didalam satu liang kubur."
"Tetapi dimanakah kuburan ayahmu..?" Lauw Tong Seng
minta penjelasan.
Tak dapat Giok Cu memberi keterangan kepada Lauw
Tong Seng, sesungguhnya ia tak mengetahui dimana makam
ayahnya, ia lantas melemparkan pandang kepada Sin Houw.
"Ayahnya dimakamkan di puncak gunung Hoa-san kita."
Sin Houw memberikan penjelasan.
"Diatas gunung kita?" Lauw Tong Seng berseru heran. Dan
Sin Houw menambahkan keterangannya:
"Ayahnya adalah pendekar besar Gin-coa Long-kun,
Dialah yang dahulu terkenal gagah perkasa dan bertabiat
aneh. "
Usia Lauw Tong Seng tak jauh selisihnya dengan usia Lim
Beng Cin tatkala ia mulai berkelana, kegagahan Gin-coa Longkun
seringkali di dengarnya. ia menaruh hormat terhadap
pendekar besar itu, walaupun tidak selalu menyetujui sepak
terjangnya.
Karena itu pula hormatnya terhadap jenazah Shiu Shiu
naik setingkat, Jadi dialah isteri pendekar besar itu? pikirnya
didalam hati. Dan tiba-tiba saja timbullah semangatnya untuk
membuat jasa, setelah termenung sejenak, berkatalah dia

822
kepada Giok Cu:
"Aku ada usul, Mudah-mudahan kau bisa menerima usulku
itu."
Giok Cu menatap wajah Tong Seng, Usia Tong Seng
sebaya dengan paman-pamannya, maka menyahutlah dia:
"Pastilah usul susiok ada harganya untuk didengar.
silahkan, susiok."
Disebut paman, Lauw Tong Seng memberi keterangan
terlebih dahulu, Berkata sambil menunjuk Sin Houw:
"Usia Sin Houw sebaya denganmu, Meskipun demikian,
dia adalah adik-seperguruanku, Karena kau sahabatnya,
jangan kau memanggil paman kepadaku -panggil saja aku
toako."
Giok Cu menyiratkan pandang kepada Sin Houw, setelah
itu ia berkata:
"Baiklah, Mulai saat ini, aku akan memanggil toako, Aku
berjanji pula akan patuh dan taat kepada semua saran saran
toako."
Lauw Tong Seng tertawa. setelah itu berkata:
"ibumu ingin dimakamkan bersama ayahmu. Keinginan hati
ibumu ini pasti akan kita laksanakan. Kau tak perlu bercemas
hati, soalnya sekarang adalah tata pelaksanaannya, Kurasa
alangkah sulit."
"Apa yang menyulitkan?" Giok Cu tak sabar.
"Kita berada di tempat yang jauh terpisah dengan gunung
Hoa-san, sekarangpun sedang berkecamuk suatu perjuangan
rakyat yang menentukan. Maka sudah dapat dibayangkan,

823
betapa sulit perjalanan kita apabila membawa bawa sesosok
mayat. Lagipula puncak gunung yang kita maksudkan amat
terjal, licin dan sempit.
Mungkin sekali kau belum bisa membayangkan keadaan
digunung Hoa san, karena belum pernah kesana. Apakah kau
pernah melihat gunung itu?"
Giok Cu menggelengkan kepalanya, lalu minta ketegasan:
"Jadi, bagaimana baiknya?"
Lauw Tong Seng menghela napas. ia mengawasi Giok Cu
berdua Sin Houw, lalu berkata:
"Bila kau setuju, aku mengusulkan agar jenazah ibumu
dibakar saja, lalu kita bawa abunya untuk dimakamkan
bersama ayahmu."
Giok Cu dapat diberi pengertian, ia menyetujui usul Lauw
Tong Seng walaupun dengan hati pilu.
Lauw Tong Seng kemudian mengajak Ciu San Bin mencari
kayu bakar, Sin Houw dan Cie Lan mencari rurnput-rumput
kering, Matahari sudah sepenggalah tatkala mereka mulai
menyulut api. Dan jenazah Shiu shiu diletakkan hati-hati diatas
pancaka.
*****
HAMPIR mendekati petanghari, pembakaran mayat itu
selesai. Sin Houw mencari sebuah guci, Apabila api telah
padam, ia mengumpulkan abu dan sisa-sisa tulang Shiu Shiu
dan dimasukkan kedalam guci itu. Kemudian menutupnya
rapat-rapat, Dua kali ia berlutut sambil berkata:
"Subo, tenangkan hatimu? Pasti aku akan memenuhi

824
harapanmu, memakamkan kau disamping atau didalam satu
liang kubur suamimu."
Waktu petanghari tiba, semuanya sudah siap untuk
berangkat meneruskan perjalanan. Berkatalah Lauw Tong
Seng kepada Sin Houw:
"Sutee, aku hendak kemarkas Thio susiok. Mereka hendak
mengadakan pukulan terakhir terhadap pemerintah penjajah,
sebentar lagi gerakan penyerbuan itu bakal terjadi. Dan emas
ini merupakan perbekalan yang menentukan dari itu syukur
kau telah menyelamatkan, Sekiranya tidak, perjuangan kita
akan kandas ditengah jalan ..."
Mendengar perkataan kakak seperguruannya, Sin Houw
tahu kakak seperguruanya menghendaki dia ikut, akan tetapi
segera ia memutus dan berkata:
"Suheng, kurasa lebih baik aku pergi menemui suhu dulu
diperbatasan."
Lauw Tong Seng bersenyum, iapun menyadari pekerti Sin
Houw yang halus dan tak mau mengingkari janji kepada guru
mereka, Dari itu ia setuju, Mereka kemudian berpisah ditempat
itu, dan Lauw Tong Seng meneruskan perjalanan dengan
mengajak Cie Lan berdua San Bin.
"Sin koko, kau rawatlah dirimu." Cie Lan berkata selagi
berada di dekat Sin Houw.
Sin Houw manggut.
"Kau berjanji?" Cie Lan menegaskan.
Kembali Sin Houw manggut, dan Cie Lan nampak puas,
pandang matanya berseri. Katanya lagi:
"Kuingin melihat dirimu selalu di dalam keadaan segar."

825
"Akupun mengharapkan agar kau melatih dengan baik."
sahut Sin Houw.
"Tentu, aku pasti sudah menjadi manusia lain, kalau kelak
kita bertemu lagi." Cie Lan berjanji.
"Bagus! Aku senang mendengar janjimu, sampaikan salam
baktiku kepada subo, Katakan bahwa aku senantiasa teringat
kepadanya."
Cie Lan tersenyum lebar. Matanya bersinar, sahutnya:
"lbupun seringkali menyebut dirimu. Akh, bila ia
mengetahui bahwa kau sudah tumbuh menjadi seorang
dewasa, pastilah ibu akan sangat bergirang hati . Nah, Sin
koko, Kita berpisah dahu-lu."
Cie Lan kemudian memutar tubuhnya menyusul Lauw
Tong Seng dan Ciu San Bin yang sudah berjalan mendahului
mereka mengarah ke barat daya, Beberapa kali Cie Lan
menoleh. Dan Sin Houw membalasnya dengan lambaian
tangannya. Pada lambaian tangan yang ketujuh, bayangan
mereka bertiga lenyap.
"Hemm!" tiba-tiba terdengar Giok Cu mendengus. "Dari
pada selalu melambaikan tangan seperti itu, "kan lebih baik
menyusul saja!"
Sin Houw tercengang, inilah ucapan Giok Cu yang tak
diduganya sama sekali, sebagai seorang pemuda yang belum
berpengalaman, tak dapat ia menebak keadaan hati gadis itu,
sebaliknya melihat Sin Houw tergugu, Giok Cu berkata dengan
suara menekankan:
"Kenapa tak kau susul saja? sebenarnya, kaupun harus
pergi bersama dia. Dengan begitu, perpisahan ini tidak akan
mengharukan hatimu, bukan?"

826
Sekarang, barulah Sin Houw tersadar, apa sebab gadis itu
tiba-tiba marah padanya, Sama sekali ia tidak mendongkol
atau tersinggung. Bahkan ia jadi tertawa geli, Katanya
memberi keterangan:
"Kau belum tahu hubunganku dengan dia, bukan?
ibunyalah yang menolongku. sejak itu, aku bergaul dan
bermain-main dengan dia."
Giok Cu membuang pandang, Hatinya kian mendongkol.
Tiba-tiba saja ia memungut segenggam batu dan di lontarkan
asal jadi ke segala penjuru, sebuah batu menghantam dinding
tebing dan hancur, Katanya setengah berseru:
"Bagus! Jadi kalian berdua sudah bersahabat sejak kanakkanak.
Jadi sudah lama bergaul, bukan?"
Sin Houw mengenal tabiat Giok Cu yang luar biasa, ia
membiarkannya saja. justru demikian, Giok Cu semakin panas
hatinya, Berkata sengit:
"Dengan dia kau banyak bicara. Dengan dia, kau sering
tertawa, Tetapi aku, kau biarkan saja, Mengapa kau mau
membuatku mendongkol selalu?"
"Kapan? Kapan aku membuatmu mendongkol? Kapan aku
membiarkan dirimu." Sin Houw tercengang,
"Dia memang gadis manis. Apalagi sejak kanak-kanak kau
sudah bergaul.
Sudah menjadi kawan bermain. sebaliknya aku? Aku
seorang gadis sebatangkara, tiada ayah-bunda ..." setelah
berkata demikian, Giok Cu menangis.
Tentu saja hati Sin Houw jadi tidak enak melihat Giok Cu

827
menangis. Ka-tanya mencoba membujuk:
"Janganlah kau menuruti perasaanmu belaka. Marilah kita
berdamai. Bukankah kita berdua akan selalu berjalan
bersama-sama?"
Mendengar ucapan Sin Houw, hati Giok Cu agak terhibur.
Tangisnya berhenti dengan tiba-tiba, Dan wajahnya nampak
bersemu merah. sahutnya:
"Apa yang hendak kita damaikan? Kau pergilah menyusul
adikmu yang manis itu, Aku seorang anak sebatang kara, Apa
perlu kau perhatikan diriku?
Biarkan saja aku terombang-ambing dari ujung langit ke
ujung langit, Biarkan aku seperti sebuah perahu, tergulunggulung
ombak dari laut ke laut."
Bingung juga Sin Houw menghadapi gadis yang bertabiat
luar biasa ini, ia kehilangan akalnya, Tak tahu lagi ia apa yang
harus dilakukan. ia jadi membungkam mulut.
Giok Cu menjadi jengkel sekali melihat Sin Houw terteguntegun
kehilangan akal, Hatinya panas bukan main. Terus saja
ia menyambar guci abu ibunya. Dan pergi dengan langkah
lebar. Tentu saja Sin Houw tersentak kaget. serunya gugup:
"Hey, kau mau ke mana?"
"Apa perdulimu!" sahut Giok Cu sengit.
Mau tak mau Sin Houw terpaksa menyusul, ia mencoba
mengajak berbicara, tetapi gadis itu tetap membungkam
mulut, sikapnya sengit dan tak perduli, sampai mereka tiba
disebuah kota kecil yang sunyi.
Karena malam hari telah tiba, Sin Houw mencari sebuah
pondokan untuk menginap, Giok Cu membeli seperangkat

828
pakaian laki-laki, ia hendak menyamar sebagai seorang
pemuda seperti dahulu. Sin Houw tahu gadis itu tak membekal
uang cukup. Dahulu, ia meninggalkan rumah asal pergi saja,
Maka ia memberinya dua keping emas. Tetapi Giok Cu
menolaknya. Katanya:
"Aku tak butuh uangmu, Kau simpan saja untuk adikmu
yang manis. Kau tunggu saja disini, sebentar lagi aku akan
menjadi seorang hartawan. percaya atau tidak?"
Sin Houw tak dapat menebak hati-nya. segera ia menutup
pintu kamarnya, setelah gadis itu mengundurkan diri. Dan baru
pada keesokan hatinya ia mengerti makna kata-kata Giok Cu.
Pagi hari itu, tatkala ia meneruskan perjalanannya kembali,
terdengarlah percakapan orang sepanjang jalan, bahwa
seorang hartawan dikota itu semalam kebobolan, Sekantong
emas dan uang tunai hilang lenyap digondol maling!
Sin Houw mengerutkan kening, ia mengerling kepada Giok
Cu, Gadis itu sekarang nampak segar cerah. ia menyelipkan
sebuah kantong di pinggangnya. Dan kedua saku celananya
terdengar gemercik, Katanya, ia sekarang memiliki cukup
uang yang diterimanya dari sang dewa yang semalam turun
dari langit. Maka tahulah Sin Houw, bahwa kawannya berjalan
itulah yang semalam menjadi maling, Diam-diam ia mengeluh
di dalam hati.
Gadis itu cerdik dan gagah. Akan tetapi tabiatnya memang
luar biasa. ia merasa diri tak dapat melayani. ingin ia berjalan
seorang diri, tetapi ia tak sampai hati untuk meninggalkan
gadis itu seorang diri, Bukankah gadis itu seorang yatim piatu?
Bukankah ia sudah berjanji pula terhadap almarhum ibunya
...?
Hari itu tibalah mereka di Kim-hoa, Masih saja Giok Cu
membungkam mulut, ia berjalan seenaknya sendiri.
Kadang-kadang lewat pengempangan sawah, kadang pula

829
menyeberang sungai. Malahan dua tiga kali memanjat pohon
dan tidur beristirahat diatas dahan. Dan Sin Houw terpaksa
mengikuti serta menunggu dengan sabar hati, pikirnya dalam
hati:
"Sampai kapankah dia mengumbar adatnya ini? Mudahmudahan
aku dikaruniakan Tuhan usus panjang ...!"
Tatkala matahari condong ke barat - tiba-tiba terlihatlah
awan hitam datang berarak-arak. udara cepat sekali menjadi
hitam kelam, Hujan deras mulai mengancam. Angin
bergulungan menghantam dinding-dinding gunung, sehingga
memantulkan suara beraung.
Mereka berdua mempercepat langkah, agar dapat
mencapai sebuah dusun tak jauh di depannya, tetapi baru saja
berjalan lima atau enampuluh langkah, hujan telah turun
dengan derasnya.
Sin Houw tadi membeli payung. Dengan demikian ia tak
perlu khawatir kehujanan, Sebaliknya, Giok Cu yang sedang
mengumbar adat, terus saja berjalan cepat-cepat untuk
mencari tempat meneduh, Tetapi sudah sekian lamanya tetap
saja tak nampak olehnya sebuah rumah atau apa saja untuk
tempat berlindung.
Tak mengherankan ia jadi basah kuyup. Namun ia tak sudi
menyerah kalah. Masih saja ia berlari-larian ke sana ke mari
seperti seekor tikus hendak membebaskan diri dari sebuah
kubang air.
Sin Houw lari mendekati. Dengan cepat ia dapat
menyusulnya, bahkan melewatinya. Kemudian ia
menyerahkan payungnya sambil berkata:
"Pakailah payungku ini!"

830
Giok Cu membandel. Tak sudi ia menerima belas kasih
siapapun. Dengan mengatupkan bibir, ia menolak payung itu
kesamping.
"Giok-moay!" kata Sin Houw membujuk. "Bukankah kita
berdua sudah mengangkat saudara? Kita telah bersumpah
hendak sehidup semati. sedang dan susah akan kita pikul
bersama juga, Kenapa kau bersikap demikian terhadapku?"
Mendengar perkataan Sin Houw, kekerasan hati Giok Cu
luluh, Sahut gadis itu:
"Baik, Jadi kau tidak senang apabila aku marah
kepadamu? Jika begitu, kau harus berjanji kepadaku."
"Coba, sebutkan." kata Sin Houw, "Kau boleh mengikat
janji kepadaku dan aku akan selalu menerima dan taat kepada
janji yang mengikatku."
"Benar begitu?" Giok Cu mencibirkan bibir, "Kalau begitu,
dengarkan, Sejak hari ini kau harus berjanji tidak akan
bertemu lagi dengan Cie Lan, Bila kau terima syaratku ini,
segera aku akan mohon maaf kepadamu," Dan ia tertawa
manis-manis sekali.
Sin Houw tertegun. ia merasa diri sulit menerima perjanjian
itu, ia merasa berhutang budi terhadap Cie Lan. juga terhadap
ibunya. Kepada mereka berdua ia hendak membalas budinya,
Karena itu, tak dapat ia menerima syarat Giok Cu.
"Memang sudah kuduga, bahwa kau takkan dapat
mengabaikan Cie Lan yang manis luar biasa." Giok Cu
menggerutu Kemudian dengan mendadak, ia lari ke tengah
hujan lebat.
"Hey, Giok Cu!" Sin Houw gugup.
Giok Cu tidak menghiraukan. ia lari terus. Makin lama

831
makin menggila, syukurlah, pada sebuah tikungan, ia melihat
sebuah barak kosong, segera ia berteduh dan bermaksud
bersembunyi. Akan tetapi Sin Houw dengan tiba-tiba saja
sudah berada dibelakangnya.
Gadis itu dalam keadaan basah kuyup, padahal ia
mengenakan pakaian dari bahan tipis. Maka bentuk tubuhnya
yang ketat padat nampak menggiurkan.
"Kau memang senang menghina diriku." katanya
menggerutu.
"Menghina bagaimana?" Sin Houw heran.
"Sesudah tidak memperoleh perhatianmu, kau senang
sekali aku dalam keadaan begini."
Secara wajar Sin Houw meruntuhkan pandang kepadanya.
Dan kulit Giok Cu yang hanya teraling sehelai pakaian tipis,
tiba-tiba saja mendebarkan hatinya, ia jadi tahu diri, terus saja
ia menanggalkan pakaian rangkapnya dan diselimutkannya.
Mendadak saja Giok Cu menangis dengan sedih. Dan
kembali lagi Sin Houw jadi tercengang, Kesalahan apa lagi
yang telah diperbuatnya? ia tak tahu bahwa dengan tiba-tiba
saja Giok Cu teringat akan cinta kasih ibunya begitu Sin Houw
menyelimuti tubuhnya yang basah kuyup dengan kain rangkap
yang kering hangat. Dan ibunya kini telah tersimpan rapat
didalam guci yang di bawanya.
Sin Houw membiarkan gadis itu menangis sepuasnya.
Menghadapi gadis yang luar biasa itu, ia harus dapat menahan
diri.
Hanya saja, sampai hujan berhenti, masih saja Giok Cu
menangis sedih. suatu kali, ia melihat gadis itu mencuri
pandang kearahnya, Aneh, begitu beradu pandang, tangisnya
makin menjadi-jadi.

832
"Baiklah," pikir Sin Houw didalam hati. "Aku ingin tahu
sampai kapan kau betah menangis. Apakah air matamu
melebihi lautan Atlantik? Hm, benar benar aku ingin tahu!"
Tentu saja Giok Cu tak mengetahui apa yang terpikir
didalam hati pemuda itu. ia terus menangis dan menangis
sampai tiba-tiba terdengar suara langkah terantuk-antuk batu
mendekati barak. Dan lama kemudian, nampak seorang lakilaki
memayang seorang perempuan. Nampaknya perempuan
itu menderita sakit, ia merintih dan mengerang.
Laki-laki itu iba kepadanya. ia mencoba meringankan
penderitaannya dengan kata-kata bujukan. Dan oleh
munculnya mereka berdua, Giok Cu berhenti menangis. Tak
sengaja, ia memperhatikan gerak-geriknya, Juga Sin Houw tak
terkecuali. Dan tiba-tiba saja timbullah suatu pikiran didalam
benaknya.
Tak lama kemudian, sepasang suami isteri itu meneruskan
perjalanannya dengan tertatih-tatih, sebentar Giok Cu
mengikuti dengan pandang matanya.
Lalu bersiap-siap hendak meneruskan perjalanannya pula,
selagi hendak meninggalkan pintu keluar, tiba-tiba ia
mendengar Sin Houw memekik tertahan:
"Aduh ... aduuuuh!"
Kaget ia memutar tubuh. Dan pada saat itu ia melihat Sin
Houw meliuk-liuk menahan sakit. Kedua tangannya menekan
perut dan mengaduh terus-menerus oleh rasa kaget, Giok Cu
melompat dengan membawa gucinya, Kemudian diletakkan
diatas tanah sambil berseru gugup:
"Kenapa?"

833
Sin Houw tak menjawab. ia rebah terduduk diatas tanah,
Keringan dingin membasahi seluruh tubuhnya.
"Kenapa? Sakit perut?" Giok Cu menegas.
Tetap saja Sin Houw tak menyahut. ia meringis kesakitan
dan terus merintih . Tetapi didalam hatinya ia berkata - "sekali
bermain sandiwara, tak boleh kepalang tanggung...
memperoleh keputusan itu, ia menahan napas. sebagai
seorang pemuda berilmu tinggi ia dapat mengatur napasnya
sesuka hatinya. Dan begitu napasnya tertahan, sekujur
badannya dingin dengan mendadak.
"Sebenarnya kau kenapa?" Giok Cu gugup tak keruan. Kali
ini hatinya benar benar sibuk. ia meraba pergelangan tangan
Sin Houw, Dingin! Dan ia lantas menangis kebingungan.
Maklumlah, selamanya belum pernah ia merawat orang sakit.
Bahkan ibunyalah yang selalu merawat dirinya bila sakit,
Karena itu cepat sekali ia kehilangan akal.
Sin Houw benar-benar tak mau kepalang tanggung,
Dengan tersekat-sekat ia berkata:
"Giok-moay, agaknya sakitku ini tak dapat disembuhkan
lagi, Kau berangkatlah seorang diri, jangan perdulikan aku..."
"Tapi, kenapa? Kenapa kau mendadak sakit? Kenapa?"
Giok Cu setengah menjerit.
"Giok-moay, sebenarnya aku mempunyai penyakit
turunan." sahut Sin Houw dengan suara lemah. "Setiap kali
aku menjadi sedih atau merasa mendongkol penyakit itu
kambuh, sekarang hatiku pepat, sedih dan mendongkol.
perutku lantas sa ... aduh!"
Benar-benar Giok Cu kebingungan. Lupa dia kepada adat
zaman itu, terus saja ia merangkul, Kemudian mengurutngurut
dada dan perut Sin Houw.

834
Sin Houw jadi kegelian sendiri, ia malu dan kikuk kena
dipeluk seorang gadis. Apalagi kena peluk seorang gadis
basah kuyup yang membuat bentuk badannya jadi jelas dan
bergairah.
"Sin koko! Tak boleh kau mati ... Memang akulah yang
membuat hatimu sedih, mendongkol dan..." Giok Cu meratap.
"Memang aku seorang gadis tak tahu diri, seorang gadis
sebatang kara yang berkepala batu, Koko, aku berjanji tidak
akan membuatmu sedih dan mendongkol lagi."
Mau tak mau Sin Houw tertawa di dalam hati, ia berhasil
dalam peranannya, Berkata didalam hati:
"Aku kini kena peluknya, Kalau sandiwaraku bubar tengah
jalan, aku bakal dikecam sebagai seorang pemuda kurang
sopan ..." dan ia terus merintih-rintih panjang dan pendek.
Kemudian ia mengeluh mengambil hati:
"Tak dapat aku hidup lebih lama -Giok-moay ...kalau aku
sampai mati... jangan kau bakar diriku, Aku, takut panas.
Karena itu kubur saja dengan wajah tengkurup, Lalu ... carilah
.. suhengku dan kabarkan tentang nasibku .. yang buruk ini
aduuuuh!"
"Tidak! Tak boleh kau mati!" Giok Cu menangis.
"Sebenarnya aku hanya berbohong dan bermain sandiwara
kepadamu. Aku tidak marah kepadamu. Yang kuharapkan,
agar kau menaruh perhatian kepadaku. Koko... aku sayang
padamu... jika kau mati, akupun akan bunuh diri dan mati
didampingmu..."
Hati Sin Houw tergetar. Gadis itu berkata dengan sungguhsunggun
diantara tetesan air mata, Mustahil dia sedang
bersandiwara seperti dirinya. Maka ia berpikir didalam hati:
"Akh, aku tidak sangka bahwa dia menyintai aku." dan

835
aneh memperoleh pikiran demikian, mendadak saja hatinya
terselimut perasaan syukur dan bahagia. ia lantas jadi
bimbang. Apakah ia harus bersandiwara terus?
Dalam pada itu rangkulan Giok Cu terasa makin erat,
Gadis itu sedih dan cemas bukan kepalang. ia mengira Sin
Houw benar-benar tak tertolong lagi. ia mengeluh sedih:
"Koko ... jangan tinggalkan aku. Kau tak boleh mati, atau
matilah bersamaku !"
Hati Sin Houw benar-benar tergoncang, Tiba-tiba saja
berkelebatlah bayangan Hong Kiauw dan Cie Lan. Kemudian
ayah-bunda, kakak tertua dan saudara perempuannya,
seketika itu juga teringatlah dia kepada darma yang harus
dilakukan.
Oleh pikiran itu, ia jadi malu -kepada dirinya sendiri. Terus
saja ia menguraikan rangkulan Giok Cu. Kemudian berkata:
"Giok Cu. Kau mengaku hanya bermain sandiwara
terhadapku dengan berpura-pura marah, Akupun sebenarnya
sedang bersandiwara pula terhadapmu. Maafkan aku." setelah
berkata demikian ia tertawa terbahak-bahak untuk meyakinkan
gadis itu.
Tentu saja, pengakuan itu membuat hati Giok Cu kaget
dan malu bukan main, ia tercengang sejenak. Tiba-tiba ia
melayangkan tangannya menampar telinga Sin Houw,
Kemudian melompat bangun dan lari dengan membawa guci
abu.
Telinga Sin Houw terasa pengang, Tamparan itu benarbenar
tak terduga olehnya, Lagipula terlalu dekat, sebagai
seorang pendekar yang memiliki kepandaian tinggi,
sebenarnya dapat ia mengelak atau menangkis. Tapi ia tidak
sampai hati membuat gadis itu kecewa. Maka ia membiarkan

836
dirinya di tampar, Hanya saja tak pernah mengira, bahwa
tamparan Giok Cu terlalu keras. itulah suatu tanda, bahwa
gadis itu benar-benar marah.
"Akh, aku benar-benar semberono. Kalau kali ini ia marah
benar-benar... itulah akibat kesalahanku sendiri." ia mengaku
didalam hati, cepat ia melompat bangun dan terus mengejar,
Dengan ilmu ringan tubuhnya yang sempurna, ia tak
mengalami kesukaran sedikitpun untuk menyusul, sebentar
saja ia sudah berada satu langkah dibelakang gadis itu.
"Giok Cu, maafkan aku!" katanya berulangkali.
Tetapi Giok Cu tak sudi mendengarkan. Hatinya malu,
menyesal dan... marah. ia merasa benar-benar dipermainkan,
sebagai seorang gadis adalah tabu apabila membuka rahasia
hatinya begitu jelas dihadapan seorang pemuda yang justru
menjadi tambatan hatinya.
Tetapi setelah lari mengumbar adat selintasan lamanya,
mendadak saja kekerasan hatinya jadi lemah dengan tak di
kehendakinya sendiri, ia menoleh dan melihat pipi dan telinga
Sin Houw merah akibat tamparannya, Makin ia menjadi
perasa, Dan terjadilah suatu pergumulan hebat antara
penyerahan dan keangkuhannya. Akhirnya meletuslah perbendaharaan
hatinya:
"Kau menjemukan sekali ..."
Girang hati Sin Houw mendengar kata-kata Giok Cu.
Alangkah manis dan sedapnya, Semanis dan sesedap tetesan
madu, Bukankah kata-kata itu sendiri berarti suatu uluran
perdamaian, Maka sahutnya:
"Giok Cu, aku memang keterlaluan, Maafkan aku ..."
"Kalau sudah kumaafkan, lalu bagaimana?" Giok Cu
merengut.

837
"Aku senang!"
Giok Cu menundukkan kepalanya. ia memperlambat
larinya. Akhirnya berjalan dengan langkah terantuk-antuk, Dan
menjelang magrib mereka tiba di sebuah desa yang berada
tak jauh didepannya.
Mereka berdua mencari rumah makan dan didalam rumah
makan itu, barulah mereka dapat duduk berjajar dengan
perasaan damai. Dengan berdiam diri mereka saling pandang,
Giok Cu masih agak basah pakaiannya, sedang Sin Houw
tersenyum simpul.
"Hey, mengapa kau mengumbar mulut?" tegur Giok Cu.
"Apa yang kau gelikan?"
"Perutku." sahut Sin Houw seenaknya.
"Kenapa perutmu? sakit lagi?" dan gadis itu nampak
sengit.
"Bukan, Lapar! Yang sakit adalah pipiku."
Giok Cu tertawa, Tawa manis sekali. Sin Houw pun
tertawa. Akhirnya mereka tertawa berbareng, Dan pada detik
itu pula, hati mereka benar-benar berdamai. Mereka lantas
bercakap-cakap sambil makan dan minum.
Malam hari itu mereka menginap di rumah seorang
penduduk desa, Puas hati Giok Cu, karena Sin Houw ternyata
seorang pemuda yang sopan. Sama sekali ia tak menggoda
atau mencoba membawa pembicaraan kearah tertentu.
Bahkan ketika rasa kantuk tiba, ia tidur menggeletak diluar
gubuk, diatas seonggok jerami kering.
Keesakan harinya, mereka mandi disebuah sungai yang

838
jernih airnya. setelah ganti pakaian, berkatalah Sin Houw:
"Giok Cu. Kurasa tugas kita yang terpenting adalah
mengantarkan abu ibumu mendaki gunung Hoa-san,
Bagaimana pendapatmu?"
"Benar." Giok Cu membenarkan."Tetapi bagaimana
sebenarnya atau asal mulanya kau dapat menemukan makam
ayah."
"Nanti kuberitahukan sambil meneruskan perjalanan."
sahut Sin Houw.
Mereka mengisi perut dahulu. Kemudian meneruskan
mengarah ke barat dan sambil berjalan, Sin Houw
menceritakan pengalamannya tatkala mula-mula menemukan
goa Gin-coa Long-kun yang bersembunyi diatas puncak
gunung Hoa-san. Bagaimana ia memperoleh kitab dan peta
warisan yang akhirnya dapat dipergunakan untuk
menghancurkan ilmu kebanggaan keluarga Cio-liang pay.
Giok Cu girang berbareng berduka, ia girang karena
ayahnya ternyata seorang "tay-hiap" atau pendekar besar
yang pantas dikagumi. sebaliknya ia berduka mengenangkan
nasib ibunya yang malang. Mengapa ibunya dilahirkan hanya
untuk menderita? Mengapa di dunia ini seolah-olah tiada
kedamaian?
Masing masing membawa persoalannya sendiri yang
penuh duka-cita. Dan terasa sekali dalam hati manusia betapa
sempit dan terlalu pendek masa damai yang dapat terteguk
oleh insan yang benar-benar merindukan.
Kemudian Giok Cu berkata kepada Sin Houw:
"Sebenarnya bagaimana sih rupanya peta itu? Bolehkah
aku melihatnya?"

839
"Kenapa tidak? ini adalah warisan ayahmu. sebenarnya
harus kuserahkan kepadamu." sahut Sin Houw, Dan ia
menyerahkan peta itu.
Giok Cu menerima dengan tangan gemetar, ia berdiam diri
merenungi dan mempelajari. Hatinya berduka berbareng
girang, ia mencoba mengalihkan peta itu kedalam ingatannya,
Tentu saja ia membutuhkan waktu berhari-hari lamanya dan
pada suatu hari, tiba-tiba ia berkata:
"Sin koko, Lebih baik kita undur dahulu perjalanan kita
mendaki gunung Hoa-san, Kurasa harta warisan ini sangat
penting,"
Sin Houw heran.
"Penting bagaimana?" tanyanya.
"Bukankah peta ini menyebutkan tentang harta warisan?
Kata ayah, barang siapa memperoleh harta ini, diwajibkan
menyerahkan uang sebesar seratus ribu tail, Kalau begitu,
jumlah harta warisan ini pasti luar biasa banyaknya,
Barangkali kita mampu membeli sebuah pulau."
Sin Houw menghela napas. Diam-diam ia membenarkan
perkataan Giok Cu, bahwa harta warisan itu tak ternilai
harganya. Katanya perlahan:
"Akan tetapi, mengantarkan abu ibumu adalah suatu tugas
mulia dan juga penting, Lagipula sebenarnya aku mempunyai
kewajiban mencari saudara saudaraku yang hilang."
"Saudara-saudaramu?" Giok Cu menegas.
Sin Houw mengangguk. Kemudian ia menceritakan riwayat
hidupnya sejak kanak-kanak sampai berguru kepada Bok Jin
Ceng, Dan mendengar riwayat hidup Sin Houw, gadis itu jadi

840
terharu.
Akan tetapi atas saran Giok Cu, akhirnya Sin Houw
menyetujui untuk lebih dahulu mereka mencari harta warisan
itu yang akan mereka sumbangkan bagi kepentingan
perjuangan rakyat, setelah itu baru mereka mengantarkan abu
jenazah ke puncak gunung Hoa-san.
Sin Houw kemudian mengajak Giok Cu, untuk mereka
sama-sama mempelajari peta peninggalan Gin-coa Long-kun.
Ditengah-tengah peta itu terdapat bundaran merah.
Disampingnya tertera kalimat kata "KUNCI", Dan ditengahnya,
atau didalam lingkaran itu terdapat sederet kata-kata "ISTANA
GAK HUI",
"Menurut keterangan yang terdapat pada peta warisan itu,
dikatakan bahwa harta besar itu disimpan didalam tanah pada
sebuah kamar yang terpencil dipekarangan istana Gak Hui,
dan setahuku istana itu dahulu berada di kota Lam-khia, Asal
kita dapat mencari istana itu, tentu kita akan mendapatkan
sesuatu pengalaman lain." kata Sin Houw selagi melipat lagi
peta itu.
Setelah memperoleh kata sepakat, keduanya kemudian
merubah arah tujuan perjalanan mereka, Akan tetapi di
sepanjang perjalanan itu mereka tidak lagi pernah
membicarakan urusan harta warisan, karena mereka
menyadari bahwa kalau pembicaraan mereka dapat didengar
oleh lain orang, akan dapat menimbulkan kerepotan bagi
mereka.
Pada jaman dahulu, kota Lan-khia merupakan sebuah kota
besar yang ramai dan banyak penduduknya. Akan tetapi kini
kota itu merupakan sebuah kota tua yang kurang mendapat
perhatian dari pemerintah penjajah, Bangunan rumah dan lain
sebagainya kebanyakan masih merupakan bangunan tua yang
kurang di rawat maupun dipugar.

841
Sin Houw berdua Giok Cu menginap disebuah rumah
penginapan yang dinding bangunannya sudah banyak yang
cacat dan kotor. walaupun demikian, banyak juga
pengunjungnya mungkin sekali rumah penginapan itu
merupakan satu-satunya rumah penginapan yang dianggap
masih cukup baik dan besar bangunannya.
Sin Houw berdua Giok Cu tidak mengetahui dimana
tepatnya bekas istana Gak Hui itu, sehingga mereka sengaja
bergaul dengan para tamu lain maupun dengan para pelayan.
Mereka mencoba minta keterangan tentang bekas istana yang
mereka cari, tetapi diluar dugaan mereka ternyata orang-orang
yang mereka tanyakan tidak pernah mengetahui tentang
istana yang dimaksud.
"lstana? Dimanakah ada sebuah istana disini?" sahut
seorang pelayan heran, "Akh, sejak dilahirkan belum pernah
aku melihat istana itu disini."
"Kau bohong!" Giok Cu habis sabar.
"Barangkali di sekitar kota ini..."
"Kalau tak percaya, silahkan cari sendiri!" sahut pelayan
itu.
Giok Cu yang berwatak berangasan, hampir saja
menampar pelayan itu, Kata katanya dianggapnya
menghinanya. Untung, Sin Houw kenal watak kawan
seperjalanannya itu, segera ia mengajaknya berjalan-jalan
keluar penginapan mencari keterangan ditempat lain.
Tetapi sampai pada hari ke lima, usaha mereka tetap tak
berhasil. Kota tua itu memang tak memiliki sebuah istana, oleh
kekesalan hati, mereka berjalan-jalan sejadi-jadinya. Kini
mereka mendaki sebuah bukit untuk melihat matahari

842
tenggelam di barat. Namun di dorong oleh rasa kesal,
keindahan alam dipetang hari itu sama sekali tak merasuk
didalam perbendaharaan hati.
Tiba-tiba Sin Houw yang memiliki telinga tajam,
mendengar sesuatu yang mencurigakan. Cepat-cepat ia
memberi kisikan kepada Giok Cu:
"Bersembunyi!"
Giok Cu percaya benar kepada kawan seperjalanannya itu,
Terus saja ia melompat mengikuti dan bersembunyi ditengah
pekuburan. Dan tak lama kemudian terdengarlah suara
langkah dari dua penjuru yang datang hampir berbareng,
Belasan orang jumlahnya dan mereka semua menyandang
senjata tajam.
Waktu itu matahari telah tenggelam, sehingga mereka
nampak bagaikan bayangan yang tiba berduyun-duyun.
Selagi mereka datang saling mendekati, terdengarlah
tepuk tangan sandi dua kali berturut-turut dari arah barat dan
timur. Mereka lantas bergabung menjadi satu, kemudian
duduk di atas tanah dengan membungkam mulut.
Jarak antara mereka dan Sin Houw berdua, kira-kira
duapuluh langkah. Dan karena pendengaran Giok Cu tidak
setajam Sin Houw, ia bergerak maju mendekati.
"Tunggu!" cegah Sin Houw seraya menarik bajunya.
"Kenapa?" tanya Giok Cu tak senang hati.
Sin Houw memberikan aba-aba dengan menempatkan jari
tangan di bibirnya. Tak lama kemudian, terdengarlah
gelombang angin memukul daun-daun pohon. Rumput diatas
pekuburan nampak seolah-olah bergerak.

843
Berbareng dengan adanya suara itu Sin Houw menyambar
lengan Giok Cu.
Dan dibawa berlompat kearah sebuah batu nisan
bertembok keliling, Mereka bersembunyi dibaliknya. Dan pada
saat itu nampaklah sesosok bayangan yang tiba-tiba saja
sudah berada di depan rombongan. segera mereka berdua
menajamkan penglihatan dan pendengaran.
Didalam hati Giok Cu kagum terhadap kegesitan Sin Houw,
Hebat tenaganya dan cepat mengambil keputusan.
Sementara itu mereka mendengar suara seseorang yang
bersuara parau:
"Saudara-saudara sekalian. Dari jauh kalian datang,
pastilah kalian tidak hanya mengorbankan harta dan juga
waktu, bahkan tenaga."
Seseorang yang lain menyahut:
"Guruku sedang sakit, Hampir satu bulan beliau berada
diatas ranjangnya, Untuk memenuhi undangan kalian, beliau
mengirimkan susiok Lie Kong seng pemimpin kami, Lie susiok
mendapat perintah dari Hoa suhu, untuk mematuhi segala
perintah The Cuncu."
"Gurumu, Hoa Seng Kok benar-benar memperhatikan
kesulitanku, Perkenankan aku menghaturkan terima kasih tak
terhingga kepadanya." kata orang yang bersuara parau.
Dialah yang disebut The Cuncu, Nama lengkapnya The Sie
Ban.
Sin Houw tak dapat melihat wajah orang itu dengan jelas,
Akan tetapi, potongan tubuhnya tinggi ramping, dan gerakgeriknya
nampak gesit, pastilah dia seorang yang memiliki
kepandaian berarti.

844
Dan The Sie Ban terdengar berkata lebih lanjut:
"Saudara Lie Kong seng terkenal dengan ilmu pedangnya,
yang telah menggetarkan wilayan selatan. Kau sudi datang
membantuku, Karena itu, usaha kita pasti akan berhasil.
saudara Lie, hatiku benar-benar lega melihat kehadiranmu."
"Akh, janganlah Cuncu terlalu memuji." terdengar
seseorang menyahut, ia bertubuh kasar. "Kami, anggauta
Hay-see pay terlatih hidup sederhana sejak dahulu, sekarang
kami mencoba-coba diri untuk membantu kesulitan The cuncu,
Tapi yang kukhawatirkan, jangan-jangan kami semua tak
becus menyelesaikan kesulitan cuncu."
Tergetar hati Sin Houw mendengar orang itu menyebutnyebut
Hay-see pay.
Dahulu, semasa hidup dengan ayah bundanya, bukankah
anggauta Hay-see pay juga ikut mengganggu kedamaian
keluarganya? sekarang orang itu dan rombongannya datang
dari jauh, maka pastilah persoalan The Sie Ban merupakan
suatu masalah maha penting dan maha besar.
Oleh pikiran itu, segera ia menajamkan pendengarannya
agar dapat mengikuti pembicaraan mereka dengan jelas.
Tetapi ternyata mereka berbicara dengan kata-kata basabasi
belaka, Mereka saling segan dan berhati-hati dan pada
saat itu terdengarlah suara tepukan tangan yang datang dari
arah utara, kemudian muncullah rombongan ke tiga yang
datang saling menyusul. Tak lama lagi muncul dua rombongan
pula.
Dan melihat kedatangan kedua rombongan itu, mereka
berdiri menghormat serta menyebut-nyebut golongan Siauwlim,
Kun-lun dan Hoa-san pay, sedang rombongan ketiga
adalah para anggauta gerombolan yang bermukim disekitar

845
gunung Hing-san.
Tak lama kemudian masing-masing pemimpin rombongan
saling memperkenalkan diri. Lie Kong Seng memimpin
rombongan dari Hay-see pay, Thia Bu Bok dari Kun-lun pay,
sedangkan rombongan dari gunung Hing-san dipimpin oleh
Nio Cun Swie.
Mendengar nama-nama mereka, Sin Houw jadi semakin
heran. Bukankah mereka adalah orang-orang yang
kenamaan? Gurunya seringkali menyebut nama-nama
mereka. Masing-masing memiliki kepandaian tinggi dan
keistimewaannya, sehingga mereka bersikap angkuh dan tak
sudi saling mengenal.
Tetapi apa sebab tiba-tiba pada petanghari itu, mereka
berkumpul dan nampak bersatu padu untuk membantu
memecahkan kesulitan The Sie Ban yang mereka panggul
cuncu?
The Sie Ban bersikap mengambil hati terhadap mereka
semua. Tiada hentinya ia menyatakan rasa terima kasih
dengan membungkuk hormat. Maka jelaslah sudah, bahwa
kedatangan mereka adalah atas undangannya.
Diam-diam Giok Cu heran pula menyaksikan kehadiran
mereka. sebagai se orang yang biasa hidup berkelana untuk
mencari mangsa, tahulah dia siapa mereka . Meskipun belum
pernah melihat orangnya, tetapi ia mengenal nama mereka
sebagai orang-orang ternama.
Kepandaian mereka pasti tinggi dan tak boleh diremehkan,
sadar akan hal itu, tak berani ia bergerak. sedikit saja
menimbulkan kecurigaan mereka, akan berakibat runyam.
Sementara itu terdengar Thia Bu Bok dari Kun-lun pay
berkata:

846
"Saudara The, kami datang atas nama ikrar setia kawan.
Beberapa hari lagi, kawan-kawan dari Kong-tong pay, dan
beberapa rombongan lainnya, akan datang menyusul. Bahkan
beberapa saudara dari Hoa-san pay akan datang juga."
"Hoa-san pay? siapa yang bakal datang?" seru The Sie
Ban. "Akh, bagus sekali! Murid siapakah mereka?"
Sin Houw terkejut, berkata dalam hati dengan perasaan
heran:
"Siapakah mereka? Kenapa Hoa-san pay ikut pula didalam
persekutuan ini?"
Terdengar jawaban Thia Bu Bok:
"Mereka adalah yang dipimpin oleh Nie Sun Kiong dan Sie
Liu Hwa, Kabarnya mereka berdua adalah murid pendekar Pui
Tong Kim."
"Apakah Thia hiantee bersahabat dengan mereka berdua?"
Nio Cun Swie ikut bicara.
"Bersahabat sih tidak." jawab Thia Bu Bok, "Yang jelas,
mereka datang atas undangan The Cuncu, Dengan demikian,
mereka merasa diri ikut serta memperkokoh ikrar setia kawan
yang menjadi sendi dan cita-cita kita bersama, Bukankah
begitu?"
"Benar!" kata Nio Cun Swie. "Kakak seperguruannya yang
bernama Kiang Yan Bu adalah sahabat karibku. Dialah murid
pendekar Pui Tong Kim yang tertua. Kabarnya, diapun ikut
serta."
"Kiang Yan Bu?" seru Lie Kong Seng, "Bukankah dia
seorang ahli pedang yang tiada tandingnya? Kabarnya, dia
pernah mengalahkan tujuh pendekar pedang dari wilayah
barat."

847
"Benar, Memang dialah." The Sie Ban meyakinkan.
Mendengar serangkaian tanya jawab itu, hati Sin Houw
menjadi lega, Rasa tegangnya menurun. pikirnya didalam hati:
"Akh, aliranku ikut serta didalam persekutuan ini. Kalau
begitu, mereka adalah orang-orang yang bertujuan mulia.
sebaiknya akupun membantu mereka dengan diam-diam,
sebenarnya, kesulitan apakah yang diderita oleh The Sie Ban
sampai mendatangkan bantuan begini banyak ?"
Pada saat itu terdengarlah suara The Sie Ban:
"Cuwie hiantee, kakakku dahulu meninggal dengan hati
penasaran, sepuluh tahun lamanya aku berkelana hendak
menuntut balas, Tetapi orang yang membunuh kakakku itu
lenyap tiada kabarnya, seakan-akan iblis. Tetapi oleh
ketekunanku akhirnya Tuhan membuka mata dan telingaku.
Beberapa hari yang lalu, aku mendapat kisikan dua
sahabatku, Ang Siu Tim dan Nie Seng Kok, mereka berdua
menyebut seorang bajingan bernama Sim Pek Eng.
Pernahkah cuwie mendengar nama itu? Dia seorang bajingan
berkepandaian tinggi. Karena merasa diri tak ungkulan
melawan kepandaiannya, terpaksalah aku meminta bantuan
cuwie sekalian, Tolonglah! Rasanya, tak layak aku disebut
manusia hidup manakala tak dapat menuntut balas dendam
arwah kakakku."
"Siapakah Sim Pek Eng itu?" terdengar suara berbareng
minta keterangan.
"Dialah seorang bajingan yang memimpin laskar
perjuangan, Tadinya kukira ia seorang pendekar bangsa yang
berhati mulia, Tak tahunya, dialah seorang bajingan yang
mengotori azas tujuan kita bersama." jawab The Sie Ban
dengan suara berkobar-kobar.

848
Dan dengan tiba-tiba ia menghunus pedangnya, Dan
dihantamkan pada sebuah nisan, untuk menyatakan betapa
besar rasa dendamnya.
"Tunggu dulu!" Thia Bu Bok berseru sambil mengangkat
tangannya, "Meskipun aku bermukim jauh didaerah barat,
akan tetapi sepak terjang pendekar Sim Pek Eng kudengar
jelas. Dia seorang pejuang sejak masa mudanya, Benarkah
dia pembunuh kakakmu? Dari manakah rekan Ang Siu Tim
dan Nie Seng Kok memperoleh keterangan tentang tindak
jahatnya ?"
Mendengar kesangsian Thia Bu Bok, maka The Sie Ban
segera menjawab:
"Kedua sahabatku itu tidak hanya mendengar, tetapi
menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Merekapun
mempunyai bukti-buktinya, sehingga keterangannya tidak
meragukan, Thia hiantee, percayalah! Aku kenal rekan Ang
Siu Tim dan Nie Seng Kok, mereka bukan manusia yang
senang menfitnah.
Apalagi mereka tahu, bahwa si bajingan Sim Pek Eng
adalah salah seorang pejuang bangsa yang dahulu pernah
kukagumi pula."
Thia Bu.Bok nampak berbimbang-bimbang, setelah
menimbang sebentar, ia berkata:
"Baiklah, Mungkin kau mempunyai ulasan yang berdasar,
Tetapi Sim Pek Eng adalah seorang pejuang yang termashur
namanya, Sejak dahulu, dia bertempat tinggal di kota ini,
pastilah pengaruhnya sangat besar dan sudah berakar dalam
hati penduduk setempat. sekarang kita berada didalam
wilayahnya dan justru bertujuan hendak membunuhnya. Aku
harap saja kalian berhati hati dan waspada."

849
"Memang, kita harus hati-hati." sahut The Sie Ban,
"Pengaruhnya sangat besar dan berurat-akar disini, itulah
sebabnya, aku merasa diri tak berdaya menghadapinya. Maka
kuundang kalian untuk membantu kesulitanku ini. Kebetulan
sekali, besok pagi adalah hari ulang tahunku, ingin aku
merayakan hari ulang tahunku itu dikediamanku yang berada
di batas kota."
"Hey, sejak kapan toako membeli rumah di sini?" potong
Nio Cun Swie heran.
"Benar, Tempat tinggalku sebenarnya bukan di kota ini,
tetapi secara kebetulan aku tertarik untuk membeli rumah itu
yang letaknya berada di tepi hutan diatas ketinggian kaki bukit
dan rumah kuno semacam benteng yang benar-benar menarik
perhatian, Dan apa sebab aku membeli rumah itu, pastilah
mudah diterka, itulah sehubungan dengan tujuan balas
dendamku untuk memudahkan pelaksanaannya." jawab The
Sie Ban, ia berhenti sebentar mencari kesan , kemudian
meneruskan:
"Nah, dengan ini kuundang kalian semua menghadiri pesta
ulang tahunku, Dan kuharap pula malam ini kalian bermalam
dikediamanku yang baru itu, Bagaimana, apakah kalian sudi
memenuhi harapanku?"
Itulah suatu undangan yang menggembirakan. Mereka
datang dari jauh, Kecuali sudah kehilangan tenaga, ingin pula
menikmati makan-minum yang lezat sekedar pelibur hati,
Karena itu tak segan-segan mereka menerima undangan The
Sie Ban dengan segera. Kata Nio Cun Swie:
"Bagus, Memang kami bangsa tukang makan. pastilah The
toako tidak akan melupakan menyediakan sekedar minuman
keras untuk pelicin tenggorokan, bukan...? Hanya saja, kita
berjumlah cukup banyak, sedang kita berada di daerah lawan.
Apakah dengan kedatangan kita beramai-ramai tidak

850
menimbulkan kecurigaan anak buah Sim Pek Eng?"
"Benar, Hal itu sudah kupikirkan jauh-jauh sebelumnya."
sahut The Sie Ban, "Karena itu, sebaiknya kita menggunakan
tanda-tanda sandi untuk mengenal lawan dan kawan, kita
mengadakan gerakan tangan dengan tiga jari, Begitu masuk
kedalam gerbang rumahku, hendaklah kalian mengucapkan
kata-kata "masa bakti". Dan anak-anak buah kami akan
menjawab: "apakah bukan masa pembajakan?"
Saran itu segera memperoleh persetujuan. Kemudian
mereka memutuskan pula untuk menebarkan mata-mata
dengan tujuan menyelidiki keadaan keluarga Sim Pek Eng.
Dan pertemuan rahasia itu ber akhir sampai jauh malam.
Giok Cu jadi lega hati, sekian jam lamanya ia menahan diri,
Dan kini dapatlah ia bebas bergerak kembali, meskipun kedua
kakinya terasa kejang, sambil duduk menghempaskan diri
diatas bahu Sin Houw, ia berkata:
"Besok bakal ada keramaian. Apakah kita akan
menonton?"
"Boleh, asal kau harus mendengarkan setiap kataku."
sahut Sin Houwt "Sama sekali kau kularang menimbulkan
gara-gara."
"Memangnya aku seorang yang biasa membikin garagara?"
Giok Cu menggerutu.
Sin Houw tertawa. Tak berani membuat komentar lagi,
Dengan pandang berseri-seri ia membawa Giok Cu pulang ke
tempat penginapan. Waktu itu, malam sudah terlalu larut.
jangan lagi seorang penjual makanan, anjingpun agaknya
malas muncul di jalan raya.
*****

851
PADA ESOK harinya, mereka berusaha kembali untuk
menemukan bekas istana Gak Hui, seperti beberapa hari yang
lalu, usaha itu sia-sia belaka.
Giok Cu jadi uring-uringan, ia kini mengutuki seluruh
penduduk setempat sebagai manusia melarat dan tidak
berkebudayaan sama sekali. Tapi apabila teringat kepada
pertemuan rahasia semalam, rasa gairahnya membersit dalam
hati, Tiba-tiba saja ia nampak gembira dan kehilangan
kesabaran.
"Sin-ko, apakah kita nanti menyamar sebagai tamu yang
diundang?" tanya Giok Cu menegas.
"Benar, Apakah kau berani menghadapi mereka?" Sin
Houw menguji.
"Kenapa tidak? untukmu aku bersedia mengorbankan
jiwaku. Bukankah kau berbakti pula terhadap ayah-bundaku?"
Terharu Sin Houw mendengar jawaban Giok Cu. itulah
suatu jawaban yang membersit dari ketulusan hatinya, Terus
saja ia menyambar tangannya dan dibawanya berjalan
menyusur pengempangan sawah.
Anehnya, gadis yang galak itu, jadi penurut pula, justru
demikian, hati pemuda itu bergetar lembut oleh rasa bahagia
yang tak terlukiskan.
Petanghari itu tiba dengan diam-diam, setelah
mengenakan pakaian bersih, mereka berangkat meninggalkan
rumah penginapan. Giok Cu mengenakan pakaian laki-laki
berwarna biru muda. Dan ia berubah menjadi seorang pemuda
yang cakap luar biasa.
Dengan langkah tenang, mereka mendekati gerbang
kediaman The Sie Ban, segera mereka mengangkat tangan

852
dengan memperlihatkan tiga jarinya, kemudian membisikkan
kata-kata sandi seperti semalam mereka janjikan. Dan segera
mereka dipersilahkan dengan rasa hormat oleh para
penyambut tetamu.
Kemudian diantarkan oleh beberapa orang memasuki
ruangan yang cukup mewah dan berwibawa. setelah duduk,
dua orang datang membawa nampan penuh penganan dan
minuman, sama sekali mereka tidak menanyakan nama dan
alirannya.
"Silahkan." kata wakil tuan rumah dengan suara ramah,
"Sudah lama kami mendengar nama saudara yang besar,
Maka maafkan hidangan kami yang sangat sederhana ini."
Geli hati Sin Houw dan Giok Cu,
Bagaimana dia mengenal diri mereka?
Tapi mereka membungkam mulut. setelah memanggut
pendek, dengan senang hati mereka meneguk minuman dan
menikmati penganan yang disediakan diatas mejanya.
Sementara itu tamu-tamu datang tiada hentinya. Tak usah
menunggu lama ruangan itu telah penuh sesak. Para
penyambut tamu sibuk melayani makan dan minum. Hati Sin
Houw dan Giok Cu bersyukur, karena tiada yang
memperhatikan diri mereka.
Pertemuan itu dibuka dengan upacara meneguk minuman
keras tiga kali, The Sie Ban lantas berdiri tegak mengucapkan
selamat datang kepada para tetamunya, setelah itu ia duduk
delapan langkah didepan Sin Houw berdua.
Sekarang Sin Houw dapat melihat pribadinya dengan
tegas. Perawakannya cukup tinggi. Gerak-geriknya cekatan
dan gagah, suatu tanda memiliki kepandaian tinggi, umurnya
kurang lebih empatpuluh delapan tahun.

853
Wajahnya membayangkan suatu kecerdikan. pandang
matanya tajam, tetapi pada saat itu nampak bendul merah.
Raut wajahnya mengandung suatu kesedihan tak
tertanggungkan, Rupanya ia menangis dan sedih memikirkan
nasib kakaknya yang mati penasaran.
"Agaknya ia sangat menyintai saudaranya, Benar-benar
harus dipuji dan pantas dihormati." pikir Sin Houw di dalam
hati, "Demi untuk membalas dendam kematian kakaknya, ia
rela mengorbankan harta bendanya. Ia menyelenggarakan
pesta undangan dan ternyata memperoleh perhatian orangorang
gagah dari segala penjuru, pastilah dia seorang yang
besar pengaruhnya di dalam pergaulan hidup. Sebenarnya,
siapakah yang disebut Sim Pek Eng? Apakah dia orang yang
besar pengaruhnya pula, sehingga The Sie Ban perlu
memohon bantuan para sahabatnya?"
The Sie Ban kembali berdiri dan memberi hormat tiga kali
berturut turut kepada para tamunya. sama sekali ia tak
berbicara, kecuali mengucapkan kata-kata rasa terima kasih
tak terhingga. Ia mohon hendaknya sekalian ha dirin sudi
menghabiskan hidangannya dan para tetamu segera
membalas hormatnya dengan berdiri pula, Karena merasa
termasuk golongan muda, Sin Houw dan Giok Cu ikut serta
berdiri membalas hormatnya.
Sekonyong-konyong salah seorang murid The Sie Ban
datang menghadap gurunya tergesa-gesa. ia membisikkan
sesuatu. Dan wajah gurunya nampak cerah. Cepat-cepat ia
meletakkan cangkirnya, kemudian berjalan setengah lari
mengarah pintu gerbang, sebentar kemudian ia kembali
mengiringi tiga orang tamu yang diperlakukan dengan hormat
sekali.
Ia mempersilahkan ketiga tamunya itu duduk di kursi
kehormatan. Dan berpikirlah Sin Houw didalam hati:

854
"Pastilah mereka bertiga merupakan pendekar-pendekar
kenamaan, dan ia lalu memperhatikan mereka bertiga.
Seorang laki-laki yang hampir sebaya umurnya dengan
The Sie Ban, duduk menghadap tamu lainnya. ia berpakaian
seorang pelajar. Pedang panjangnya berada dipinggang.
Pandang matanya tajam luar biasa dan sikapnya tinggi hati.
Tamu yang kedua adalah seorang pemuda yang berumur kirakira
tigapuluh tahun, tubuhnya gagah dan kesan wajahnya
agak bengis. Sedangkan tamu yang ketiga adalah seorang
wanita yang berparas elok.
"Saudara Kiang Yan Bu, kedatanganmu benar-benar tepat,
Perkenankan aku mengucapkan rasa syukurku." kata The Sie
Ban.
Orang pertama yang disebut Kiang Yan Bu tertawa lebar.
sahutnya:
"Kita berdua adalah sesama golongan, sedangkan kami
bertiga adalah satu perguruan. Bagaimana aku bisa peluk
tangan saja, selagi kau berada dalam kesulitan?"
"Terima kasih." kata The Sie Ban, "Terimalah rasa
hormatku, Begitu juga terhadap saudara Nie Sun Kiong dan
nona Sie Liu Hwa."
Mendengar nama mereka bertiga, berpikirlah Sin Houw
didalam hati:
"Kalau begitu, mereka bertiga adalah murid Jie suhengku.
Kenapa mereka nampak begini sombong dan besar kepala?"
Dalam pada itu, terdengarlah The Sie Ban berkata lagi:
"Apakah guru saudara bertiga tidak ikut datang?"

855
"Guruku dari angkatan tua. Tentu saja beliau tidak
mempunyai semangat untuk mencampuri urusanmu, Tetapi
kami bertiga mempunyai pendapat sendiri, pendek kata, tak
dapat kami bertiga berpeluk tangan saja, Oh, ya, Kedua adik
seperguruanku ini sekarang sudah menjadi suami isteri."
"Hey, bagus. Kalau begitu perkenankan aku ikut serta
bergembira." seru The Sie Ban, Kemudian menoleh kepada
para hadirin dan berteriak:
"Saudara-saudara sekalian. inilah suatu berita yang benarbenar
tidak kita duga, Ternyata saudara Sun Kiong - saudari
Sie Liu Hwa sudah membentuk mahligai bahagia, Hayo, kita
menghabiskan minuman kebahagiaan ini demi kesehatan
mereka." seruan The Sie Ban disambut dengan sorak ramai
bergemuruh - dan suami isteri Nie Sun Kong - Sie Liu Hwa
buru-buru berdiri dan memanggut dengan tersipu.
Justru pada saat itu, Giok Cu mencubit lengan sin Houw
sambil berbisik:
"Tak kusangka, kemenakan muridmu adalah sepasang
pendekar pedang yang bisa malang-melintang diseluruh
penjuru dunia. Apakah kau tidak iri? lihatlah Liu Hwa, dia
cantik jelita dan galak. Bagaimana pendapatmu? Apakah aku
lebih galak daripada dia?"
Sin Houw tergugu, Tak dapat ia menjawab sindiran Giok
Cu, Akhirnya membalas cubitan dengan tertawa lebar, Merah
wajah Giok Cu kena dicubit sin Houw, itulah yang pertama
kalinya terjadi pemuda itu sendiri merasa malu pula, wajahnya
terasa panas.
Syukur para tetamu undangan lainnya pada saat itu
sedang sibuk mengurusi perut, sehingga tidak memperhatikan
perubahan wajah mereka.
Selagi demikian, seorang murid The Sie Ban mendekati

856
gurunya. ia menyerahkan dua helai kertas. segera The Sie
Ban membacanya, dan nampak wajahnya berubah. Kemudian
berkata setengah berseru:
"Hm, Sim Pek Eng benar-benar bermata dewa, Dia tahu
kehadiran kita dan rupanya ia tak mau pula ketinggalan.
Saudara-saudara sekalian, esok malam diapun
menyelenggarakan pesta perjamuan. Dia mengundang
kehadiran saudara saudara sekalian." ia berhenti sebentar
mencari kesan, Kemudian berkata kepada muridnya: "Coba
panggil pembawa surat ini."
Murid itu membungkuk hormat dan mengundurkan diri
dengan langkah lebar, suasana perjamuan lantas saja
berubah menjadi tegang, Semua hadirin menunda meneguk
minuman bahagia suami-isteri Nie Sun Kiong.
Dan tak lama kemudian masuklah seorang pemuda
berpakaian serba hitam. Pemuda itu berumur kurang lebih
duapuluh lima tahun. sikapnya tenang dan raut mukanya sama
sekali tak berubah menghadapi perbawa pesta perjamuan, ia
menghampiri The Sie Ban dengan hormat, kemudian berkata:
"Secara kebetulan saja, guru kami mendengar kedatangan
tuan-tuan sekalian. Karena daerah ini termasuk wilayah
perjuangan semesta, maka guru kami mengundang tuan-tuan
sekalian menghadiri perjamuan beliau, Kami diutus ke sini
untuk memperoleh kepastian apakah tuan-tuan besok sudi
memenuhi undangan guru..."
The Sie Ban tertawa, ia menganggap lucu kata-kata orang
itu, Tanyanya kemudian:
"Siapakah kau sebenarnya?"
"Aku bernama Pui Sie Liang, murid yang kesembilan belas.
Maafkan, apabila aku terlalu banyak bicara." sahut Sie Liang

857
dengan suara sopan.
"Hmm!" The Sie Ban menggerutu, "Sim Pek Eng
mengadakan pesta perjamuan, pastilah bukan karena
kebetulan saja. Bukankah begitu?"
Walaupun diperlakukan agak kasar, namun Pui Sie Liang
sikapnya tetap tak berubah. Masih saja ia berdiri hormat dan
menjawab dengan suara merendah:
"Aku hanya utusan belaka, Tidak dapat aku memberikan
jawaban atas pertanyaan Cuncu."
"Bagus!" tiba-tiba The Sie Ban membentak. "Gurumu
seorang bajingan, tahu? Dia sedang mengatur akal muslihat
untuk menjebak kami, bukan? Eh, coba katakan terus terang,
racun apakah yang bakal dibuat ramuan makanan pesta
perjamuan itu?"
Dibentak demikian, Pui Sie Liang tetap bersikap sopan.
sahutnya:
"Memang, guru menyelenggarakan suatu pesta perjamuan
yang khusus dipergunakan sebagai penyambut kedatangan
tuan-tuan di daerah ini, sebab guru kami sangat kagum
kepada keperkasaan dan kegagahan tuan-tuan sekalian.
Beliau ingin bertemu dan berkenalan dengan tuan-tuan
sekalian."
"Eh, kau pandai berbicara." ejek Kiang Yan Bu, murid Pui
Tong Kim yang tertua. "Coba, jawablah yang jelas! Ketika
gurumu menganiaya dan akhirnya membunuh kakaknya The
Cuncu, kau hadir atau tidak?"
"Mengenai persoalan itu, aku tidak mengetahui apa-apa."
jawab Pui Sie Liang dengan wajah berubah. "Mungkin pesta
perjamuan itu, akan memberi kesempatan kepada suhu untuk
menjelaskan masalahnya."

858
"Bagus! Gurumu bajingan dan kaupun pandai menarikan
lidah! " bentak The Sie Ban. "Gurumu hutang jiwa, Tidak cukup
ditebus dengan suatu penjelasan saja, Enak saja kau
mementang mulut!"
"Pada waktu itu, suhu dalam keadaan terdesak. Tak dapat
lagi suhu mengelak, Akhirnya peristiwa itu terjadi ..." Pui Sie
Liang mencoba memberi keterangan, "Dan sejak itu, suhu
selalu nampak bermurung serta bersedih hati, suhu sangat
menyesal apa sebab peristiwa itu harus terjadi."
"Kalau begitu, matamu melihat sendiri peristiwa
pembunuhan itu!" tiba-tiba Kiang Yan Bu ikut bicara.
"Tidak, Aku tidak melihat sendiri, akan tetapi aku percaya,
bahwa suhu tidak akan membunuh seseorang tanpa alasan
tertentu, Suhu adalah seorang pejuang yang mengabdikan
seluruh hidupnya pada perjuangan bangsa dan negara. Beliau
berhati mulia. jangan lagi sampai membunuh orang, sedang
jiwanya pun akan rela diserahkan bila perjuangan bangsa
memintanya." Sie Liang membela.
"Setan terkutuk!" maki Siu Lie Hwa, Tiba-tiba saja ia
melesat dari kursinya, pedangnya berkelebat dan menekan
dada Sie Liang dengan tangan kirinya, itulah gerakan yang
cepat luar biasa, Sie Liang terkejut, Dengan tangan kanan ia
menolak tangan kiri Siu Lie Hwa yang menekan dadanya.
Kemudian mencoba membebaskan ancaman itu dengan
mengerakkan tangan kirinya.
Sin Houw terkejut, "Tangan kanannya bakal putus!"
pikirnya. sebagai seorang pemuda yang berkepandaian tinggi,
tahulah ia sasaran pedang Siu Lie Hwa berikutnya. Dan
pembelaan Sie Liang sangat lemah. ia justru kena terjebak.
"Apakah kemenakanmu yang cantik itu benar-benar
hendak menabaskan pedangnya?" Giok Cu menegas.

859
Belum sempat Sin Houw menjawab, maka terdengarlah
pekik kesakitan Sie Liang, Sie Lie Hwa benar-benar
menabaskan pedangnya. Dan pundak Sie Liang terbabat
kutung, sudah barang tentu sekalian hadirin terkejut sehingga
mereka berdiri serentak dengan tak dikehendaki sendiri.
Wajah Sie Liang pucat lesi, Lengan kanannya jatuh
terpental di atas lantai. sekalipun demikian, masih bisa ia
menguatkan diri sehingga tidak roboh pingsan. Dengan
pandang penuh sesal, ia merobek ujung bajunya. Kemudian
membalut lukanya, setelah itu ia membungkuk memungut
lengannya yang kutung, Dan pergilah ia dengan langkah lebar.
Sekalian hadirin tercengang menyaksikan
ketangguhannya, Mereka saling pandang dan didalam hati
masing-masing menyesali perbuatan Sie Lie Hwa yang kejam
luar biasa, Bukankah ia seorang utusan belaka? Kenapa kena
dianiaya?
Sie Lie Hwa sendiri bersikap acuh tak acuh. Tenangtenang
saja ia menyusut darah Sie Liang yang melekat di
pedangnya. Kemudian kembali ke tempat duduknya, wajahnya
sama sekali tidak berubah.
"Bajingan itu menjerumuskan muridnya sendiri ke dalam
sarang harimau" kata Kiang Yan Bu. "Dia seorang pemuda
yang besar kepala tak mengerti sopan santun. Apa sebab
diutus mewakili dirinya? Hm! Kalau muridnya saja sudah
bandel, pastilah gurunya jauh lebih bandel dan galak. Nah,
bagaimana... apakah besok kita menghadiri pesta
perjamuannya?"
"Sudah tentu kita harus memenuhi undangannya." sahut
The Sie Ban, "Kalau tidak, kita tidak berharga lagi."
"Kalau begitu, kita sudahi saja pesta perjamuan ini." usul

860
Hiia Bu Bbk yang berpengalaman. "Malam ini lebih baik kita
pergunakan untuk menyelidiki keadaan mereka. siapa tahu,
dengan kejadian ini mereka benar-benar hendak meracuni
kita."
"Kau benar." The Sie Ban membenarkan, "Tak usah
diragukan lagi, Sim Pek Eng pasti membuat persiapan diluar
dugaan kita, Nah, siapakah diantara hadirin yang sudi
mengorbankan tenaga untuk menyelidiki keadaan mereka?"
"Akulah yang akan menyelidiki keadaan mereka." sahut
Kiang Yan Bu meyakinkan.
The Sie Ban menuang secawan arak. Kemudian
dibawanya mendekati jago pedang dari Hoa-san pay itu.
Katanya dengan memanggut hormat:
"Kiang hiantee, terimalah hormat-ku."
Senang Kiang Yan Bu memperoleh penghormatan dari
Cuncu itu, Dengan sekali teguk ia mengeringkan minuman
yang dipersembahkan kepadanya. Dan pesta perjamuan
berakhir dengan cepat, Sin Houw membawa Giok Cu
menyelinap diantara para tetamu yang sedang bubar. Dengan
diam-diam mereka mengikuti Kiang Yan Bu dari jarak tertentu,
Maksudnya hendak menguntitnya.
Waktu itu kira-kira pukul dua malam, Kiang Yan Bu kembali
ke tempat penginapannya, setelah mengenakan pakaian
serba hitam, ia melesat keluar jendela dan berlari-lari
mengarah ke barat daya. Gesit gerakannya. sebentar saja ia
lenyap ditikungan jalan. Akan tetapi Sin Houw tak sudi
kehilangan sasarannya. Dengan ilmu kepandaiannya yang
tinggi, dapat ia mengikuti gerakan Kiang Yan Bu. Giok Cu
yang berada disampingnya, terus dibimbingnya agar dapat
menyertai gerakannya.
Pada pagar tembok sebuah gedung Kiang Yan Bu berhenti

861
sebentar. ia menebarkan penglihatannya, kemudian
melompati pagar tembok itu dengan gerakan ringan dan
cekatan. Menyaksikan hal itu, berkata Sin Houw didalam
hatinya:
"la dikabarkan sebagai seorang ahli pedang tanpa
tandingannya. Nyatanya benar-benar gesit dan lincah. Jie
suheng patut merasa bangga mempunyai seorang murid yang
berkepandaian begitu tinggi. Setidak-tidaknya kepandaiannya
bisa menjaga pamor rumah perguruan Hoa-san. Akan tetapi
kenapa dia berhati kejam? Kedua adiknya seperguruan pun
benar-benar manusia tercela, Kenapa murid-murid Jie suheng
begitu kejam dan bengis?"
Dengan membimbing tangan Giok Cu, Sin Houw
melompati pagar tembok itu pula, ia menyelinap dibelakang
pohon yang cukup rindang, Masih sempat ia melihat Kiang
Yan Bu melintasi sebuah kamar yang nampak terang
benderang.
timbullah rasa ingin tahu Sin Houw dan Giok Cu tentang
kamar itu, segera mereka berdua menghampiri jendela dan
mengintai lewat celah dinding, Dan mereka melihat seorang
laki-laki berumur lebih kurang limapuluh tahun duduk
menghadap ke utara, wajahnya bermuram dan dengan suara
parau berkata:
"Bagaimana keadaan Swie Liang?"
"Beberapa kali Pui suheng tidak sadar, tetapi sekarang
darahnya sudah dibendung." sahut seseorang dengan suara
hormat.
Orang tua itu menghela napas. Dan Sin Houw lantas saja
dapat menebak bahwa orang itulah yang bernama Sim Pek
Eng. ia berada didalam kamarnya bersama dua orang
muridnya. Agaknya ia sedang membicarakan luka Sie Liang
yang tadi diutusnya membawa surat undangan kepada The

862
Sie Ban.
Muridnya yang kedua berkata: "Suhu, bagaimana kalau
kita mengadakan perondaan malam ini? Aku khawatir, bahwa
mereka tengah mengintai rumah kita."
Sim Pek Eng menghela napas, dan menjawab dengan
bergeleng kepala:
"Diduga atau tidak, akhirnya akan sama saja, Pada saat
ini, aku sudah menyerahkan nasibku kepada takdir. Dan esok
pagi, hendaklah kau berdua membawa bibimu mengungsi ke
Kee-hin, carilah tempat ciangkun Lie Hui Houw, dan katakan
kepadanya bahwa bibimu membutuhkan perlindungannya,
sedangkan kedua adikmu Cu Hwa dan Cu Jie, antarkan
mendaki gunung Bu-tong, ketempat Tie-kong Tianglo. Aku
percaya, guru besar itu pasti mau melindungi kedua adikmu."
Tergetar hati Sin Houw mendengar Sim Pek Eng menyebut
nama kakek gurunya. Benarkah Sim Pek Eng itu seorang
bajingan kejam seperti yang dikatakan Tlie Sie Ban? pikirnya
didalam hati, Nampaknya, ia seorang tua yang penyabar dan
murah hati.
Rasanya sukar dimengerti, apa sebab dia dahulu sampai
membunuh seseorang, selagi berpikir demikian, terdengarlah
murid Sim Pek Eng berkata membujuk:
"Suhu, hendaklah suhu jangan berputus asa, Kedudukan
suhu di wilayah ini bagaikan seorang panglima perang, Suhu
mempunyai murid dan pasukan dua ribu orang lebih yang
tersebar dimana-mana, Merekapun sudah terlatih menjadi
pejuang sejak dahulu, Dengan sepatah kata saja, suhu dapat
memanggil mereka, bilamana kita mengadakan perlawanan,
pastilah musuh kita tak berdaya."
Tetapi Sim Pek Eng tetap saja bermuka muram, ia seolahKANG
ZUSI WEBSITE http://cerita-silat.co.cc/
863
olah kehilangan semangat, Untuk ketiga kalinya ia menarik
napas. Katanya:
"Lawan kita bukan manusia lumrah. Mereka adalah jagojago
kenamaan, Kecuali kepandaiannya sangat tinggi,
pengaruhnya meliputi seluruh lapisan golongan dan aliran.
Tiada gunanya sama sekali kita melawan mereka, Bila sampai
terjadi banyak korban, adalah sia-sia belaka, Bukankah kini
masa perjuangan yang justru membutuhkan tenaga mereka?
Andaikata mereka bersatu padu membantu perjuangan kita
melawan tentara penjajah, pastilah akan besar artinya, Bila
terpaksa gugur, maka gugur lah sebagai pahlawan bangsa.
Sebaliknya, perselisihan ini adalah masalah pribadi. Baik
kalian ataupun mereka, akan mati yang tiada harganya sama
sekali. sudahlah, jangan kau berpikir yang tidak-tidak, Bila aku
mati, sudilah kalian merawat bibi dan kedua anakku. Aku
serahkan mereka bertiga kepada kalian, Dan di alam baka, arwahku
akan tenteram ..." dan setelah berkata demikian, orang
tua itu mengalirkan air mata, itulah suatu perpisahan yang
tidak dikehendaki, tetapi harus terjadi.
"Suhu, janganlah suhu berkata demikian." kata muridnya
yang duduk di sebelah kanan. "llmu kepandaian suhu sangat
tinggi. Sekiranya tidak demikian , mustahil suhu dapat
menguasai wilayah seluas ini. Baik Ciangkun Lie Hui Houw
maupun Thio Su Seng, mengandal kepada ketangguhan suhu.
Karena itu, suhu dapat mengadakan perlawanan.
Lie Hui Houw maupun Thio Su Seng pasti tidak akan
berpeluk tangan saja melihat kematian guru..." ia berhenti
mengesankan, terus meneruskan:
"Pada waktu ini kita berjumlah dua puluh empat orang,
karena Pui suheng belum sanggup bangun dari tempat tidur.
Apakah kita tidak sanggup melawan mereka? Bila suhu tidak
yakin, sahabat suhu banyak pula, pastilah mereka akan
datang bila suhu mengundangnya - dan kami yakin, mereka

864
akan membantu suhu secara sukarela."
Sim Pek Eng mendengus. Kemudian tertawa perlahan,
Berkata:
"Dahulu waktu aku masih muda, aku berdarah panas
seperti kau, Dan inilah kesudahannya, inilah akibatnya. justru
diwaktu perjuangan kita meminta perhatian kita penuh-penuh,
aku menerbitkan suatu huru-hara. Bukankah secara langsung,
aku mengacaukan jalannya perjuangan kita? Aku memang
berhutang jiwa, maka sudah sepantasnya aku membayar jiwa
pula, Dengan begitu persoalan ini jadi selesai dan arah
perjuangan bangsa tidak lagi terhambat oleh persoalan pribadi
..."
Terharu hati Sin Houw mendengar perkataan Sim Pek Eng,
pikirnya di dalam hati:
"la seorang yang berjiwa besar, dan jujur, Alangkah jauh
kesannya dengan kabar yang ditiupkan oleh The Sie Ban,
Mungkin pada zaman mudanya pernah ia salah, sekarang ia
penuh sesal terhadap dirinya sendiri, Kalau dipikir, siapakah
orang hidup dudunia ini yang tidak pernah salah?"
"Gurul" tiba-tiba seru seorang murid.
"Kau hendak berkata apa lagi?"
"Karena suhu tidak sudi melawan mereka, marilah kita lari
pada malam ini juga, Suhu bisa bersembunyi dengan aman
sentausa ..."
"Apa?" potong Sim Pek Eng, "Bersembunyi? Akh, betapa
kita berbuat begitu? Terhadap tentara penjajah, tidak pernah
kita mundur setapak, kenapa harus takut menghadapi maut?"
"Ya, benar!" sahut murid lainnya, "Tak dapat suhu
mengambil tindakan demikian, suhu seorang pendekar

865
kenamaan, tidak seharusnya lari terbirit-birit oleh ancaman
musuh."
"Hm! pendekar kenamaan?" gerutu Sim Pek Eng. "Apakah
arti kemashuran dan kenamaan itu, pada saat ini, aku justru
tidak memikirkan soal nama dan segala bicara kosong.
Menyingkir atau melarikan diri, kurasa tiada gunanya, umurku
sudah lanjut, apalagi yang aku inginkan? Umpama kata aku
bersembunyi sepuluh tahun lagi, kurasa tiada gunanya. Mati
sekarang atau besok, bukankah tiada bedanya bagi aku yang
sudah pikun ini? Karena itu, biarlah besok aku menghadapi
mereka seorang diri. Kalian sendiri, kuharap cepat-cepat
meninggalkan kota ini."
Kedua muridnya itu menjadi sibuk, Kata mereka hampir
berbareng:
"Suhu! Kami akan mati dan hidup disamping suhu."
"Apa?" bentak sang guru, "Dalam keadaan terpojok, apa
sebab kalian membangkang perintahku?"
Kena dibentak gurunya, kedua murid itu membungkam
mulut, Mereka jadi gelisah.
"Dalam keadaan begini, dengarkanlah perintahku." kata
Sim Pek Eng.
"Apa yang suhu kehendaki?" kedua murid itu nampak
terkejut.
"Aku meminta kepada kalian berdua agar taat dan patuh
kepada perintahku. jangan membangkang." kata Sim Pek Eng.
" selagi kita masih mempunyai kesempatan, maka bantulah
bibimu berkemas, jangan lupa, sediakan kereta."
Kedua murid itu manggut, tetapi tidak bergerak dari tempat

866
duduknya. Menyaksikan hal itu, Sim Pek Eng menarik napas
lagi, Akhirnya berkata kalah:
"Baiklah, kalian kumpulkan seluruh pasukan selatan,
biarlah aku berbicara yang penghabisan kali dihadapan
mereka."
Kedua murid itu segera berdiri melakukan perintah. Cepatcepat
Sin Houw dan Giok Cu mundur dari dinding kamar dan
bersembunyi dibalik gerombol pohon. Tepat pada saat itu,
mata Sin Houw melihat sesosok bayangan mendekam didekat
pagar dinding sebelah barat.
Melihat potongan tubuhnya, segera Sin Houw
mengenalnya, Dialah Kiang Yan Bu yang tadi lenyap melintasi
kamar, Dan diseberang belukar terdapat sesosok bayangan
lagi berpakaian biru muda. Dialah Sie Liu Hwa, sekarang
tahulah Sin Houw apa sebab Yan Bu tadi melintasi kamar
menuju kearah barat.
Rupanya dia sedang menjemput adik seperguruannya
yang datang dari arah barat, Dan pada saat-saat itu Sin Houw
dan Giok Cu mengintai kamar Sim Pek Eng, Umpama Yan Bu
dan Sie Liu Hwa datang kembali, pastilah mereka berdua akan
ketahuan.
Geram hati Sin Houw teringat akan kekejaman Sie Liu Hwa
tadi, Begitu enak saja menabas lengan Sie Liang seolah-olah
tak pernah terjadi sesuatu, sebagai anak murid Hoa-san pay
sebenarnya tidak boleh berbuat sekejam demikian, Maka
timbullah niatnya hendak memberi pelajaran padanya, Berkata
ia secara membisik kepada Giok Cu.
"Jangan bergerak sedikitpun juga, Aku hendak
Giok Cu memotong dengan pandang bersenyum. Katanya:
"Kau melarang, tapi aku justru ingin bergerak. Kau lihat!"

867
Dan benar-benar gadis itu membuktikan perkataannya.
Tiba-tiba saja ia menyelinap dibalik semak-semak dan berjalan
mengendap-endap memutari rumah. Tahulah Sin Houw
maksudnya, dia hendak menyerang Kiang Yan Bu dan Sie Liu
Hwa dari sebelah belakang.
Kiang Yan Bu dan Sie Liu Hwa berkepandaian tinggi. Jauh
lebih tinggi dari Giok Cu. walaupun kena di serang dari
belakang, belum tentu mereka tak dapat mengelak, pikir Sin
Houw dan memperoleh pikiran demikian, ia melepaskan
pandang tajam kepada kedua murid kakak seperguruannya
yang kedua itu.
Kiang Yan Bu dan Sie Liu Hwa sedang memusatkan
seluruh perhatiannya kepada Sim Pek Eng yang kini duduk
seorang diri didalam kamarnya. Gesit luar biasa Sin Houw
melesat mengitari taman, kemudian mendekati Kiang Yan Bu
dan Sie Liu Hwa dengan suatu kecepatan yang tak terlukiskan.
Dengan sekali gerak, ia berhasil menyambar pedang Sie Liu
Hwa yang tergantung dipunggungnya. Anehnya, pendekar
wanita itu sama sekali tak tersadar.
Giok Cu merandek melihat gerakan kawannya itu, Tatkala
Sin Houw datang padanya dengan membawa pedang Sie Liu
Hwa, hatinya terbakar oleh rasa cemburu.
"Kau simpanlah pedang ini." bisik Sin Houw seraya
menyodorkan pedang curian itu.
Sekarang tahulah Giok Cu akan maksud Sin Houw, Rasa
cemburunya sirna larut, Dan dengan gembira ia menerima
pemberian itu, Kemudian mengikuti Sin Houw mengintai dari
jendela sebelah utara.
*****
DUA PULUH empat orang memasuki kamar Sim Pek Eng,

868
Mereka memberi hormat setelah melintasi ambang pintu.
Kemudian berdiri berdesakan menghadap gurunya. Sim Pek
Eng sendiri hanya memanggut kecil. wajahnya muram dan
pandangnya resah. Dua tiga kali ia menghela napas, lalu
berkata dengan suara pedih:
"Anak-anakku. semasa mudaku, aku hidup sebagai
seorang penyamun. Benar, aku seorang penyamun. pastilah
perkataanku ini mengejutkan kalian. Akan tetapi pada saat
begini ini, aku harus berbicara terus terang kepada kalian."
Sin Houw mengalihkan pandang kepada sekalian muridnya
Sim Pek Eng. pandang mata mereka gelisah, itulah suatu
tanda bahwa sesungguhnya mereka tidak mengira sama
sekali bahwa gurunya dahulu seorang penyamun pada masa
mudanya.
Dan memperoleh kesan demikian ia jadi menaruh
perhatian pula, Pada saat itu, ia melihat Sim Pek Eng
menghela napas untuk yang kesekian kalinya, setelah itu
berkata lagi:
"Daerahku berada disekitar perbatasan Ouwlam-Ouwpak.
Pada suatu hari aku memperoleh kabar dari anggautaku,
bahwa suatu rombongan yang datang dari Lam-kay akan lewat
tak jauh dari kaki gunung. Itulah rombongan Phang Ce It,
seorang hartawan yang patut digolongkan seorang okpa
bahkan penghianat.
Ia baru pulang sehabis melakukan perundingan dengan
pihak pemerintah penjajah bangsa Mongolia. Bagi seorang
penyamun, berita itu sangat menggembirakan. Mereka pasti
membawa harta benda jauh lebih banyak dari pada
rombongan para pedagang, Lagipula, membegal seorang
penghianat bangsa, mempunyai nilai tersendiri, sedangkan
harta mereka itu berasal dari darah rakyat.

869
Dengan demikian, tidak terlalu jahat rasanya bila
merampas harta bendanya. Maka bulatlah tekadku untuk
menghadangnya, segera aku mengumpulkan para pembantu
dan kubawa menghadang perjalanan mereka. Diluar dugaan,
rombongan okpa itu dikawal oleh seorang pendekar
kenamaan - yakni The Sie Kam, kakaknya The Sie Ban..."
Sampai disini, Sin Houw dan Giok Cu segera dapat
menduga peristiwa balas dendam itu. pikir Sin Houw:
"Sim Pek Eng hendak membegal, dan The Sie Kam adalah
yang mengawal harta benda itu. Keduanya lalu bertempur
inilah persoalan wajar yang terjadi di kalangan rimba
persilatan."
Sambil mendengarkan, Sin Houw tak lupa pula membagi
pandang kepada Kiang Yan Bu dan Sie Liu Hwa. ia melihat
tangan Sie Liu Hwa bergerak meraba punggungnya. Dia
nampak terkejut, karena pedangnya hilang tanpa diketahui.
Begitu kagetnya, sampai ia berjingkrak, segera ia memberi
tanda gerakan tangan kepada Kiang Yan Bu. Lalu keduanya
melesat keluar pagar tembok meninggalkan rumah Sim Pek
Eng, Dan menyaksikan hal itu, Sin Houw geli didalam hati.
Dalam pada itu, terdengarlah suara Sim Pek Eng lagi:
"Telah kukatakan tadi, bahwa The Sie Kam adalah seorang
pendekar kenamaan. ia bahkan banyak sekali memiliki
sahabat, oleh pertimbangan itu, mula-mula tak berani aku
turun tangan. Kebetulan sekali, rombongan itu bermalam di
selatan kota, segera aku datang menyelidiki, Malam itu, aku
berada diantara rombongan itu, Tiba-tiba aku mendengar
suatu pembicaraan yang membuat hatiku mendongkol dan jijik
bukan main, siapa sangka bahwa The sie Kam seorang
pendekar kenamaan adalah seorang hidung belang, Rupanya
selama dalam perjalanan, ia menaruh hati kepada puteri okpa
itu.

870
Karena merasa mustahil dapat memeluk gadis itu dengan
cara baik-baik, apalagi karena gadis itu kabarnya sudah
bertunangan, Maka diam-diam ia merencanakan suatu
pembunuhan keji, ia bersekutu dan mengadakan perundingan
dengan seorang kepala begal bernama Sun Kong Cit.
Esok hari, apabila rombongan lewat ditikungan jalan
pegunungan, Sun Kong Cit harus menghadangnya. The sie
Kam akan berpura-pura melawan, ia nanti akan mundur jauh
meninggalkan rombongan. Dan saat itu, anak buah Sun Kong
Cit hendak membunuh seluruh keluarga okpa itu, kecuali
puterinya.
Menyaksikan pembunuhan itu, The Sie Kam akan menjadi
kalap, ia akan balik kembali memberikan pertolongan, Sun
Kong Cit dan anak buahnya harus mundur berantakan.
Dengan demikian akan mengesankan hati puteri okpa itu,
betapa gagahnya The Sie Kam melindungi dan membelanya.
Puteri itu akan merasa berhutang budi, akhirnya bersedia
diperisteri, Sun Kong Cit menyetujui perundingan itu, bukan
main panas hatiku, segera aku balik dan mengajak anak
buahku mengadakan pengintaian di sekitar jalan yang
dimaksud. Bulatlah tekadku hendak menggagalkan rencana
mereka yang busuk itu."
"lla, inilah lain jadinya." pikir Sin Houw didalam hati.
Tadinya ia mengira, bahwa pembunuhan itu terjadi lantaran
perebutan harta benda saja.
Tak tahunya, terselip suatu cerita latar belakang yang
menentukan.
"Memang aku termasuk seorang pemuda berdarah panas.
Meskipun hidup sebagai begal, belum pernah aku curang,
semuanya kulakukan dengan terang-terangan, Kalau berhasil,
itulah rejekiku, Kalau gagal, biarlah mampus. Apalagi seorang

871
pendekar sebagai The Sie Kam, ia sudah bersedia menjadi
pengawal rombongan. Apa sebab berhianat sebagai seorang
pengecut?" Sim Pek Eng meneruskan bercerita.
"Sebagai seorang pengawal, ia sudah melanggar
kewajibannya, sebagai seorang pendekar, ia sudah
merendahkan derajat kaumnya. Demikianlah, aku menunggu
terjadinya sandiwara itu, Tatkala rombongan mereka tiba
ditikungan yang dimaksud, Sun Kong Cit benar-benar muncul
dengan anak buahnya, pertempuran segera terjadi. The Sie
Kam menjerit-jerit dan berpura-pura sibuk mengatur suatu
pembelaan, ia lari kesana kemari dengan pedang terhunus,
justru hal itu, membuat hatiku mendongkol dan muak,
Mengingat akan terjadinya suatu pembunuhan, tak dapat aku
bersabar lebih lama lagi, segera aku membawa anak buahku
menyerbu gelanggang pertempuran.
Dan terlibat dalam suatu pertempuran seru, kuserukan
kepada rombongan si okpa, bahwa telah terjadi suatu
penghianatan keji, Dan sudah tentu seruanku membuat The
Sie Kam menjadi kalap. Dengan pedangnya ia mengejar dan
menerjang, Alangkah dahsyat ! Benar-benar ia seorang jago
kenamaan yang tak mengecewakan. syukur ia sedang kalap.
Dengan begitu, tak dapat ia mengendalikan diri sebaikbaiknya,
Dan kesempatan bagus itu, segera kupergunakan.
Akhirnya aku berhasil menabaskan pedangku. Dan ia roboh
menghembuskan napasnya yang penghabisan ..."
"Suhu! Manusia sekeji itu sudah selayaknya mati!" seru
seorang murid memotong perkataan Sim Pek Eng, "Kenapa
kita takut menghadapi rencana balas dendam adikhya? Bila
dia datang, kita bongkar rahasia keji itu di hadapan para
sahabatnya, Mungkin sekali, dia pantang mundur dan tetap
menuntut balas. Akan tetapi mustahil sekali di antara
rombongannya tiada terdapat beberapa orang yang jujur?"

872
"Benar." kata Sin Houw didalam hati, "Asal saja keterangan
Sim Pek Eng ini benar, pantas mendapat penghargaan,
jangan-jangan masih terselip suatu masalah lagi di antara
mereka."
Sim Pek Eng menarik napas lagi. ia termenung sejenak,
kemudian meneruskan:
"Setelah berhasil membunuh Hie Sie Kam, sadarlah aku
akan ancaman bahaya, pastilah tidak mudah aku
menceritakan peristiwa yang sebenarnya di hadapan adiknya
yang akan menuntut balas, untunglah pada saat itu anak
buahku berhasil menangkap Sun Kong Cit hidup-hidup.
Aku paksa dia agar menulis surat pernyataan
persekutuannya, Bahwa The Sie Kam bermaksud
mengganggu puterinya okpa itu, Ternyata Sun Kong Cit tidak
berkeberatan, Didalam surat kesaksiannya, ia bahkan berani
mengangkat sumpah pula ...
"The Sie Kam dan adiknya sebenarnya adalah murid-murid
dari aliran Siauw-lim, guru mereka adalah Cie-keng Taysu,
oleh karena itu, setelah memperoleh surat kesaksian dari Sun
Kong Cit yang juga telah diperkuat oleh si okpa, maka aku
menghadap Cie-keng Tay-su untuk mengakui perbuatanku
dan memperlihatkan surat kesaksian itu,
"Akan tetapi, diluar dugaanku berita pembunuhan itu telah
terdengar oleh Cie-keng Taysu beberapa hari sebelum aku
tiba di kuil Siauw-lim, Di tengah perjalanan aku berpapasan
dengan rombongan mereka, sama sekali aku tak diberi
kesempatan untuk bicara untunglah, pada saat aku terpojok,
datanglah seorang pendekar luar biasa dengan pedangnya
yang istimewa ia dapat melumpuhkan mereka semua,
Kemudian aku diantarkan menghadap Cie-keng Taysu.
Dengan bantuan pendekar luar biasa itu, dapatlah aku
memberi keterangan kepada Cie-keng Taysu tentang kejadian

873
yang sebenarnya, Ternyata Cie-keng Taysu dapat menerima
pengakuanku. Akan tetapi demi menjaga nama baik aliran
Siauw-lim pay, Cie-keng Taysu minta kepadaku agar jangan
membocorkan perbuatan The Sie Kam. Aku bersedia dan
berjanji.
Dan sejak itu, benar benar aku menutup mulut, itulah
sebabnya tiada seorangpun yang mengetahui peristiwa
matinya The Sie Kam dan siapa pembunuhnya. Pada waktu
itu, adiknya baru berumur belasan tahun. Sudah tentu ia tidak
mengetahui perbuatan The Sie Kam yang sebenarnya,
sebagai seorang adik yang menghormati kakaknya, sudah
selayaknya kuhargai, pantaslah ia menuntut dendam. Hanya
saja ..."
"Itulah suatu balas dendam yang kurang tepat!" potong
seorang muridnya - "Kakaknya patut mengalami nasib
demikian Suhu, apakah surat kesaksian itu masih berada
ditangan suhu?"
"Justru hal itulah yang kini menjadi kunci kesulitanku."
sahut Sim Pek Eng, "Surat kesaksian itu kini tidak berada lagi
padaku. Hilang!"
"Hilang?" seru muridnya menegas.
Sim Pek Eng menarik napas dan memanggut, lalu
memberikan keterangan:
"Aku memang harus menyesali diri sendiri. Mataku lamur
sampai tak dapat mengenal wajah manusia. setahun yang
lalu, salah seorang sahabatku menyampaikan berita kepadaku
tentang sepak terjang The Sie Ban, yang katanya mencari
pembunuh kakaknya sejak sepuluh ihun yang lalu, Menurut
kabar The Sie Ban katanya sudah mengetahui tentang siapa
pembunuh kakaknya, itulah aku sendiri, Tentu saja aku segera
mencarinya untuk menyelamatkan diri,

874
Teringatlah aku kepada dua orang sahabatku, Tan Hok Cin
dan Khu Cing San yang mempunyai hubungan dekat dengan
pihak Siauw-lim pay. Bila mereka berdua sudi menjadi
perantaraku, pastilah perselisihan itu akan selesai. Maka
berangkatlah aku mencari mereka berdua.
"Aku berhasil menemukan mereka dirinya, dan
kusampaikan maksud perjalananku itulah masalah
perselisihan antara diriku dengan The Sie Kam. Dan aku
memohon pertolongan mereka berdua agar bisa memberi
penjelasan kepada The Sie Ban.
Kedua sahabatku itu menyatakan kesediaan untuk menjadi
perantaraku, dan kuserahkan surat, kesaksian kepadanya,
Akan tetapi belakangan aku mengetahui bahwa dua
sahabatku itu justru telah menjadi kaki-tangan pihak
pemerintah penjajah, Mereka telah melaporkan aku sebagai
pemberontak, dan mereka bahkan telah memutar balik
peristiwa yang terjadi dihadapan The Sie Ban, sehingga The
Sie Ban bertambah panas terhadapku. Hal itu benar benar tak
kuketahui selama delapan bulan yang lalu."
MENDENGAR perkataan Sim Pek Eng, sekalian muridnya
marah bukan main,
Dengan serentak mereka menyatakan hendak bertempur
sampai titik darah penghabisan. Mereka memaki dan
mengutuk perbuatan Tan Hok Cin dan Khu Cing San yang
mereka anggap sebagai penghianat yang patut dibinasakan!
"Sabarlah!" kata Sim Pek Eng mengatasi rasa marah
mereka. "Aku tidak mengidzinkan kalian menuruti perasaanmu
belaka, Yang penting, aku sudah membuka rahasia perbuatan
The Sie Kam kepada kalian semua. Artinya aku sudah
mengingkari janjiku kepada Cie-keng Taysu, Karena itu,
kuminta kalian jangan menyebar luaskan berita kebusukan
The Sie Kam.

875
Biarlah mereka berbicara apa saja tentang diriku. Tapi aku
sendiri jauh lebih senang diperlakukan begitu, dari pada aku
mengingkari janji . Kalau kini aku membuka rahasia ini juga,
lantaran laskar perjuangan rakyat terancam perbuatan
terkutuk Tan Hok Cin dan Khu Cing San. Kepada mereka
berdualah sasaran kalian yang benar."
Ia berhenti dan menarik napas. "Sekarang, panggillah
kedua adikmu, Cu Hwa dan Cu Jie."
Dengan wajah murung, murid-muridnya keluar
meninggalkan kamar, dan tak lama kemudian masuklah
seorang gadis berusia kurang lebih tujuhbelas tahun dengan
seorang pemuda tanggung berumur sebelas atau dua belas
tahun. Merekalah Cu Hwa dan Cu Jie, putera-puteri Sim Pek
Eng.
"Ayah!" teriak Cu Hwa sambil menubruk pangkuan Pek
Eng, dan gadis itu lantas menangis terisak.
Sim Pek Eng tidak berkata apa-apa tetapi membelai
rambut Cu Hwa dengan tangan kanannya. sedang tangan
kirinya memeluk Cu Jie yang berdiri di dampingnya.
"Apakah ibumu sudah siap?" akhirnya ia menanya.
Cu Hwa memanggut.
"Bagus." kata Pek Eng. "Sekarang dengarkan pesan
ayahmu, Jika adikmu sudah mendekati usia dewasa,
hendaklah kau ajari bekerja yang layak. Jadikanlah dia
seorang petani atau pedagang, jangan kau bawa dia
memimpikan kedudukan tinggi atau pangkat yang mentereng,
Kularang dia mempelajari ilmu kepandaian atau ilmu sakti
macam apapun. Dengan begitu, hidupnya akan damai dan
tenteram,"
"Tidak, ayah." bantah Cu Hwa, "Dia harus belajar ilmu silat

876
agar dapat menuntut dendam ayah."
"Kau bilang apa?" bentak Pek Eng, wajahnya menjadi
merah padam, Akan tetapi hanya sedetik dua detik. setelah itu
kembali muram dan penyabar, Kata-nya dengan suara rendah:
"Cu Hwa, dengarkan baik-baik, pesan ayahmu ini,
semuanya ini kupesankan kepadamu, agar anak keturunan
kita selamat, sebab didalam pergaulan hidup ini, seringkali
terjadi penyakit angkara manusia yang tiada habis habisnya.
itulah rasa dendam kesumat, iri hati, jelus, cemburu dan
dengki. Karena itu, aku menghendaki Cu Jie hidup sebagai
rakyat jelata kelak.
Lagi pula adikmu tidak memiliki bahan bagus. seumpama
belajar ilmu silatpun tidak akan dapat mencapai tataran
kesempurnaan. Tegasnya dia tidak akan dapat mencapai
setengah kepandaianku. Apa yang bisa di lakukan dengan
bekal sekerdil itu? lihatlah ayahmu sendiri! Meskipun memiliki
ilmu agak berarti, akhirnya tidak berdaya juga
mempertahankan hidup damai sejahtera.
Mati itu sendiri, tidak begitu mengusik hatiku. sebab setiap
orang hidup, pasti akan mati. Tetapi alangkah besar sesalku,
bahwa aku tidak diberi kesempatan melihatmu membangun
rumah tangga... setelah kepergianku, hendaklah kau
menghadap panglima Lie Hui Houw, Katakan pada beliau
bahwa aku menunjuk muridku The Seng Kian sebagai
penggantiku. Dan mulai detik ini pula, sekalian murid dan para
pembantuku harus tunduk dan patuh padanya. Mengerti?"
Thio Sin Houw menjadi heran, Mengapa Sim Pek Eng
sampai menjadi putus asa? Dia merupakan seorang pemimpin
dari ribuan tentara rakyat. Meskipun The Sie Ban memperoleh
bantuan dari teman-temannya, dapatkah mereka melawan
tentara rakyat yang berjumlah ribuan orang itu. Mustahil dan
benar-benar sangat aneh!

877
Sementara itu terdengar Cu Hwa bertanya:
"Apakah aku harus memanggil The susiok menghadap
ayah?"
"Apakah kau belum jelas menanggapi perkataanku ini?"
Pek Eng menyesali anak gadisnya. "Pamanmu itu keras
hatinya, Dia sedang pulang kekampung. Bila kau panggil dia
untuk menghadap ayahmu dan mengetahui masalahnya,
apakah dia akan berpeluk tangan saja melihat diriku terhina
begini rupa? sekali ia bertindak, maka pertempuranpun akan
terjadi. Berapa jiwa yang akan melayang? Dan aku tak
menghendaki mereka mati demi untukku.
Didepan mereka menanti suatu gerbang yang pantas
sekali menuntut telaga dan jiwa mereka, itulah perjuangan
bangsa dan negara. Karena itu, aku hanya menghendaki agar
kau menghadap panglima Lie Hui Houw membawa pesanku.
Kemudian umumkan keputusanku ini kepada sekalian murid
muridku. Jadi aku tidak meminta kau memanggil The Seng
Kian menghadap. Sudah jelas?"
Cu Hwa manggut. isak tangisnya semakin menjadi.
Kemudian dengan membimbing tangan adiknya, ia mundur
sampai ke pintu, Berkata mencoba:
"Ayah, apakah tiada jalan lain untuk menghindari ancaman
mati ini?"
"Hal itu sudah kupikirkan sejak beberapa hari yang lalu."
sahut Sim Pek Eng menghela napas. "Apakah kau kira aku
tidak bergirang hati serta bersyukur apabila terhindar dari
kematian, didalam dunia ini, hanya ada seorang saja yang
bisa menolong diriku. itulah pendekar luar biasa yang dahulu
pernah menolongku dari kepungan orang orang Siauw-lim.
Tetapi kukira, pendekar itu sudah tiada lagi dalam dunia ini..."

878
Mendengar perkataan ayahnya, wajah Lu hwa berseri
dengan tiba-tiba. ia mendekati lagi dan bertanya menegas:
"Ayah, siapakah orang itu? siapa tahu, barangkali dia
belum meninggal dunia."
"Dialah Gin-coa Long-kun!" sahut sini Pek Eng. "Dialah
yang kusebut pendekar luar biasa, Dia juga yang mengetahui
masalahku, Ketika pihak Siauw-lim menghadangku ditengah
perjalanan, ia mengundurkan mereka seorang diri, Dan
dengan seorang diri pula ia menjelaskan masalahku. Akan
tetapi kudengar ia mengalami aniaya berat belasan tahun
yang lalu, pasti lah dia tiada lagi dalam dunia ini, seumpama
masih hidup, akh . . . sudahlah . Kau pergilah menghadap
Panglima Lie Hui Houw."
Dengan hati duka, kembaIi Lu Hwa membimbing adiknya
meninggalkan kamar. Sin Houw memberikan isyarat tangan
kepada Giok Cu untuk mengikuti kepergian Cu Hwa. Waktu Cu
Hwa meIintasi sebuah taman, sekonyong-konyong Sin Houw
melompat menghadang didepannya, Keruan saja Cu Hwa
terkejut bukan main, Serentak ia menghunus pedangnya,
membentak:
"Siapa kau?"
"Kau ingin menolong ayahmu? ikutlah aku!" sahut Sin
Houw, Dan dengan sekali bergerak, ia melompati dinding
pagar. Giok Cu mencontoh perbuatan kawannya itu.
Cu Hwa tertegun keheranan. ia kagum menyaksikan
betapa gesit Sin Houw, segera ia mengkisiki adiknya agar
menunggu dikamar ibunya. Kemudian ia melompat pagar
tembok itu pula, menyusul Sin Houw dan Giok Cu. ia mengejar
beberapa rintasan, Melihat Sin Houw dan Giok Cu telah
meninggalkannya sangat jauh, ia menghentikan langkah, lalu
memutar tubuh hendak kembali. Tapi baru saja ia berpaling,
sekonyong-konyong lengannya teraba sesuatu. Tahu-tahu

879
pedangnya telah terampas. Sin Houw sudah berada
disampingnya,
Sudah barang tentu Cu Hwa terkejut bukan main, Betapa
mungkin, seseorang bisa bergerak begitu cepat, ia tertegun
keheranan, terdengarlah sin Houw berkata meyakinkan:
"Adik, janganlah kau sangsi kepadaku, seumpama aku
berniat mencelakaimu dapat kulakukan dengan mudah tadi,
Akulah salah seorang sahabat ayahmu. Maka dengarlah
semua perkataanku."
Cu Hwa manggut, meskipun hatinya masih ragu-ragu. Sin
Houw agaknya dapat menebak keadaan gadis itu, Berkata
meyakinkan lagi:
"Ayahmu terancam bahaya maut, Beranikah kau
menempuh bahaya untuk menolongnya? sanggupkah kau?"
"Asal ayah tertolong, aku bersedia hancur lebur." sahut Cu
Hwa.
"Bagus! Ayahmu sesungguhnya seorang mulia hati,
Ayahmu lebih senang mengorbankan diri sendiri daripada
mengorbankan beberapa jiwa demi persoalannya. Dialah
seorang pendekar yang jarang terdapat didunia ini, Karena itu,
aku hendak membantunya. jangan takut."
Sekarang Cu Hwa tidak sangsi lagi, pemuda yang berada
didepannya itu benar-benar meyakinkan hatinya. Maka ia
membungkuk hormat sambil menyatakan rasa terima
kasihnya.
"Jangan begitu!" sin Houw mencegahnya . "Belum tentu
pula aku dapat menolong, semuanya ini tergantung pada
nasib yang baik, Sekarang, bawalah aku ke kamarmu.
Dapatkah kau menyediakan alat tulis?"

880
Cu Hwa terhenyak sejenak. Tetapi melihat Giok Cu berada
disamping pemuda itu, kecurigaannya pudar. pikirnya didalam
hati:
"Dia membawa seorang teman, Mustahil ia hendak berbuat
tak senonoh terhadap diriku. Lagipula tenaga sambarannya
dahsyat luar biasa diwaktu mencegah gerakanku menyatakan
hormat padanya. Kalau saja ia benar-benar hendak menolong
ayah, pastilah mampu." dan dengan pertimbangan ini ia
bertanya:
"Sebenarnya" siapakah kakak berdua?"
"Waktu kita sangat sedikit, Hayo, kau sediakan saja alat
tulis dan kertas. Aku hendak menulis surat kepadanya. Bila
ayahmu membaca surat itu, ku harap saja tidak berputus asa
lagi." sahut Sin Houw menyimpang.
Cu Hwa sudah berada dalam pengaruh Sin Houw,
Berkatalah gadis itu:
"Baiklah, Mari!"
Ia berjalan mendahului. Dan Sin Houw berjalan mengikuti
dengan di dampingi Giok Cu. Berkata:
"Kau ingin mengetahui nama kami berdua, bukan? Biarlah
tetap merupakan rahasia dahulu, Bahkan kupinta padamu,
agar merahasiakan pula pertemuan kita ini. Kau sanggup?"
Cu Hwa manggut, ia sekarang mengerti maksud Sin Houw,
Dan wajahnya lantas saja menjadi cerah. Dengan penuh
gairah, ia membawa Sin Houw berdua melintasi taman bunga
memasuki kamarnya, cepat ia menyediakan alat tulis dan
kertas. Kemudian duduk berjarak empat langkah didekat pintu
masuk.

881
Sin Houw membubuki kertas yang berada diatas meja, ia
menulis, Giok Cu yang berada disampingnya terkejut melihat
apa yang ditulisnya, Akan tetapi oleh isyarat mata, ia
membungkam.
"Adik," kata Sin Houw kepada Cu Hwa. "Esok pagi pergilah
kau menemui kami di rumah penginapan "Sin Sin" jam
sembilan, Kami akan menunggumu."
Cu Hwa manggut sambil menerima lipatan kertas yang
diberi kan kepadanya. Kata Sin Houw lagi:
"Sampaikan surat ini kepada ayahmu secepat mungkin!
hanya saja kau harus berjanji kepadaku."
"Katakanlah!"
"Hendaknya kau rahasiakan pertemukan kita ini. bila
ayahmu minta keterangan tentang diriku, jangan kau katakan.
Kularang kau melukiskan potongan tubuhku dan usiaku, Kau
mengerti? Cu hwa heran. Menegas:
"Kenapa?"
"Apabila kau sebutkan kesan diriku, tidak akan
membantumu lagi . " Sin Houw mengesankan.
Sebenarnya Cu Hwa masih ingin memperoleh penjelasan.
Akan tetapi karena melihat Sin Houw bersungguh-sungguh
terpaksa ia manggut. Katanya: "Baiklah, Aku berjanji."
Sin Houw menarik lengan Giok Cu. Dengan membawa
gadis itu, ia melesat keluar melalui jendela, Gesit gerakannya,
sehingga untuk kedua kalinya Cu Hwa kagum bukan main,
sebentar kemudian, ia tersentak oleh lipatan kertas yang
berada ditangannya, Cepat-cepat ia berlari menuju ke kamar
ayahnya hatinya memukul, tatkala melihat pintu dan jendela
kamar ayahnya tertutup rapat.

882
Dengan menghimpun tenaga ia meng-gempur jendela
sampai terbuka. Lalu melompat kedalam sambil
mengacungkan surat .
"Ayah!" serunya, "Lihat!"
Ia melihat ayahnya sedang memegang sebuah cawan,
Tahulah dia apa isi cawan itu, Pastilah ayahnya hendak
mengambil jiwanya sendiri dengan meminum racun, Karena
itu, wajahnya jadi pucat dan suara menggeletar tatkala
mengulangi seruannya:
"Ayah, lihat! surat ...!" Sim Pek Eng menurunkan
cawannya. ia menoleh dengan pandang kosong, Dan Cu Hwa
berkata lagi sambil membuka lipatan kertas:
"Ayah surat, Bacalah dulu!"
Sim Pek Eng menyadarkan pandang matanya, ia melihat
lukisan sebilah pedang, Dengan tiba-tiba saja cawan yang
dipegangnya terlepas jatuh dan hancur berantakan di lantai.
Cu Hwa terkejut menyaksikan hal itu, Kenapa ayahnya
sampai kehilangan, tenaganya? Tapi setelah melihat
perubahan wajah ayahnya, hatinya bersyukur bukan main,
Wajah ayahnya yang suram, mendadak berubah berseri-seri
penuh cahaya gairah hidup.
"Siapa? siapa yang memberimu surat ini?" Sim Pek Eng
menegas dengan suara gemetar. Kedua tangannya meraih
surat ditangan Cu Hwa. "Apakah dia datang?"
Cu Hwa tak dapat menjawab dengan segera, ia mendekati
pelita untuk memperoleh penglihatan lebih jelas. Kemudian
ikut memperhatikan surat Sin Houw sama sekali tiada
hurufnya, kecuali lukisan sebilan pedang yang aneh
bentuknya.

883
Mirip seekor ular yang siap menerkam mangsa, ia tidak
mengerti apa sebab ayahnya kegirangan begitu melihat
gambar itu. Bertanya:
"Gambar pedang siapa?"
"Asal dia datang, ayahmu bakal tertolong. inilah pedang
Gin-coa kiam. Apakah dia datang menemuimu?"
"Dia siapa ?" Cu Hwa heran.
"Pemilik pedang ini. Maksudku yang melukis bentuk
pedang ini." kata Sim Pek Eng.
Sekarang barulah Cu Hwa mengerti maksud ayahnya. ia
manggut seraya berkata:
"Besok pagi aku disuruh mencarinya disuatu tempat."
"Dimana?"
Dirumah penginapan Sin sin."
"Akh! Apakah dia tidak berkata bahwa akupun perlu ikut?"
"Tidak, ia tidak berkata begitu." jawab Cu Hwa.
Pek Eng menarik napas. Tetapi wajahnya cerah. Katanya
setengah berbisik seperti kepada dirinya sendiri:
"Orang gagah luar biasa itu memang aneh perangainya.
Kalau dia tidak berkata sesuatu, pasti ada maksudnya.
sebaliknya bila membuka mulutnya, siapapun harus taat dan
mendengarkan setiap patah perkataannya dengan sungguh
sungguh, Baiklah, kau pergilah esok pagi mencarinya. Akh,
sedetik saja kau kasep, ayahmu kini sudah berada di tengah
awan..."

884
Mendengar ucapan ayahnya, keringat dingin membasahi
tengkuk Cu Hwa. Maka berkatalah dia dengan hati-hati:
"Sekarang, sebaiknya ayah tidur saja."
Pek Eng manggut, ia kini menjadi seorang penurut dengan
mendadak. Dan kabar yang menggirangkan itu sebentar saja
telah tersiar luas diantara murid muridnya, Isterinya Pek Eng
girang dan bersyukur bukan kepalang.
Hanya saja ia masih bimbang terhadap pendekar itu yang
katanya hendak datang menolong. Benar-benarkah dia akan
datang esok hari? Tapi melihat kecerahan wajah suaminya, ia
percaya bahwa bahaya maut telah teratasi. Karena itu, ia tak
jadi berkemas.
Waktu itu Sin Houw dan Giok Cu sudah jauh meninggalkan
rumah Pek Eng, Giok Cu tadi melihat Sin Houw menggambar
sebatang pedang yang aneh bentuknya, waktu itu tak berani ia
membuka mulut untuk minta keterangan. sekarang tak perlu ia
khawatir akan ada lain orang yang mengetahui. Maka
bertanyalah ia:
"Sebenarnya pedang apakah yang kau lukis tadi?"
"Bukankah kau telah mendengar keterangan Pek Eng
tentang seorang pendekar luar biasa yang memiliki pedang
aneh? itulah pedang Gin-coa Kiam milik almarhum ayahmu,
Dia yakin, bila ayahmu datang pastilah jiwanya bakal tertolong,
Dengan melihat bentuk pedang, dia akan teringat ayahmu,"
Terharu hati Giok Cu mendengar keterangan Sin Houw,
Namun ia heran apa sebab Sin Houw bermaksud menolong
jiwa Pek Eng, Tanyanya:
"Kau hendak menolong jiwanya. Apakah keuntunganmu?"

885
"Kulihat Pek Eng seorang ksatria yang luhur budi." jawab
Sin Houw. "Dia kena fitnah dua sahabatnya yang dipercayai.
Kalau sampai mati, itulah mati sia-sia belaka. Dapatkah kita
menyaksikan dia mati penasaran? Apalagi dia ternyata
sahabat ayahmu."
"Oh, begitu? Kukira kau sudi menolong karena melihat
puterinya yang cantik jelita." kata Giok Cu berlega hati.
"Giok Cu! sebenarnya aku kau golongkan manusia apa
sampai kau mempunyai pikiran demikian." Sin Houw
mendongkol.
"Hey, kenapa kau marah, sayang? siapapun akan curiga
kepadamu. Kau seorang pemuda dan dia seorang gadis
cantik. Kenapa kau suruh mencarimu di penginapan ?"
Tepat kata-kata Giok Cu, sehingga Sin Houw tak kuasa
menjawab. Akhirnya mau tak mau ia tertawa geli juga. katanya
:
"Pandang matamu tajam sekali. Hm, bagaimana aku harus
mengobatimu? Baiklah, mari kutunjukkan padamu, apa sebab
aku memintanya mencariku ke penginapan."
Giok Cu menggerutu, Hendak ia membuka mulutnya, akan
tetapi Sin Houw telah menyambar tangannya. pemuda itu lari
pesat mengarah ke timur. Dan terpaksalah ia lari sekuatkuatnya
untuk bisa mendampingi.
Tak lama kemudian, sampailah mereka digedung
kediaman The Sie Ban. Dengan menarik tangan Giok Cu, Sin
Houw melompati tembok halaman. Dan dibalik gerombol
tanaman, ia membawa gadis itu bersembunyi. Bisiknya:
"Didalam rumah ini banyak terdapat orang-orang pandai.
Karena itu kita harus berhati-hati. sekali mereka melihat

886
kehadiran kita, akan gagallah rencanaku."
"Baik." sahut Giok Cu, "Tapi kau harus berjanji, bahwa
tujuanmu menolong Sim Pek Kng bukannya disebabkan
pandang puterinya. Kalau kau menolong orang tua itu demi Cu
Hwa, aku akan berteriak biar gagal usahamu."
Sin Houw tertawa mendongkol. Akan tetapi ia percaya,
Giok Cu hanya mengancam dimulutnya saja. Dan hati-hati ia
membawa gadis itu mendekati rumah penginapan. Tatkala itu
suasana sudah sunyi. Maklumlah, hari hampir mendekati fajar.
walaupun demikian, perlu ia berhati-hati.
Tiba-tiba ia melihat seorang pelayan lewat melintasi taman.
Cepat ia melompat dan menyumbat mulutnya. Berkata
mengancam:
"Dimana letak kamar tamu yang datang menginap disini?"
Pelayan itu ketakutan melihat mata Sin Houw yang
berwibawa. segera ia memberi keterangan.
"Bukan semuanya yang kumaksudkan." potong Sin Houw,
"Tapi dua orang tamu bernama Tan Hok Cin dan Khu Cing
San."
Pelayan itu menuding kearah sebuah kamar yang terletak
disebelah barat, Sin Houw berterima kasih, Katanya:
"Tetapi maaf, Kau terpaksa kutawan juga disini, Menjelang
pagi hari, kau akan bebas sendiri tanpa pertolongan."
Setelah berkata demikian, ia memijit salah suatu urat
tertentu. Kemudian mcmondongnya dan diletakkan di balik
gerombol belukar . Setelah itu dengan hati-hati. ia mendekati
kamar sebelah barat. sudah tentu Giok Cu tidak sudi
ketinggalan. Tatkala Sin Houw sedang membongkar jendela,
ia ikut memperhatikan keadaan disekelilingnya .

887
Hebat cara kerja Sin Houw. Dengan tenaga dalamnya yang
sempurna, ia menempelkan tangannya. Tiba-tiba saja jendela
terbuka dengan sendirinya. Kemudian ia melompat masuk.
Giok Cu melompat masuk pula.
Sebenarnya, gerakan mereka tiada membersitkan suara
sedikitpun juga. Tetapi Tan Hok Cin dan Khu Cing San sangat
tajam telinganya. Begitu mendengar desir angin, mereka
tersentak bangun. tetapi begitu bergerak, Sin Houw
mendahului mereka membuat tak berdaya.
Dengan leluasa Sin Houw menggeledah isi kamar. semua
diaduknya sehingga bertebaran diatas lantai. Giok Cu lantas
menyalakan lilin, ia membantu menyuluhi. Namun apa yang di
kehendaki Sin Houw belum juga diketemukan.
Tiba-tiba terdengarlah langkah kaki di seberang kamar.
Cepat-cepat ia memadamkan lilin, Dan didalam gelap, Sin
Houw terus mengadakan penggeledahan.
Akhirnya ia menggerayangi saku Tan Hok Cin. Hatinya
girang, karena menemukan segumpal kertas. Terus saja ia
memasukkannya didalam sakunya. bisiknya kepada Giok Cu:
"Sudah kutemukan."
"Bagus!" sahut Giok Cu girang dengan berbisik pula, "Mari
kita keluar, Diluar kudengar langkah kaki."
"Tunggu sebentar." kata Sin Houw masih berbisik. ia lantas
mendekati meja, Dengan mengerahkan tenaga dalamnya , ia
menulis dengan jari tangannya. pendek saja: "Hormat dan
salam dari sahabatmu, Sim Pek Eng, "Tetapi yang
mengagumkan adalah bekas jari tangannya. Alas meja seperti
melesak kedalam!

888
Berbareng mereka melompat keluar jendela. Bulan sipit
tiada lagi, sehingga malam jadi gelap pekat, Tiba-tiba saja
sebatang pedang menyambar dada Sin Houw, pemuda itu
sama sekali tak gentar. Cepat ia menyambar pergelangan
tangan penyerangnya. Diluar dugaan, penyerangnya dapat
bergerak dengan cepat pula, Tahu-tahu ujung pedang
menikam ulu hati!
Sin Houw tidak menghiraukan. ia mengandal pada baju
pusaka pemberian Bok siang Tojin yang tak mempan senjata
betapa tajampun, ia tak takut akan terluka. Tangannya terus
bergerak mencengkeram lengan.
Sudah tentu penyerangnya kaget bukan kepalang,
Benarkah didunia ini terdapat seseorang yang kebal? selagi
dalam keadaan demikian, tahu-tahu lengannya tercengkeram,
Hebat hasilnya. Maka cepat-cepat ia mengerahkan tenaga
hendak membebaskan diri. Tapi suatu tamparan mengarah
mukanya. Gugup ia melompat mundur.
Diluar kehendaknya, pedangnya terampas. Oleh rasa
kaget dan takut, ia lari dengan jumpalitan. sebentar saja
tubuhnya lenyap dibalik kegelapan malam.
Sin Houw membiarkan penyerangnya kabur dengan
selamat. ia tahu siapa ia, dialah pendekar pedang Lie Kong
Seng dari Hay-see pay, yang pernah malang-melintang tiada
tandingnya sejak belasan tahun yang lalu. Sekarang pedang
andalannya terampas orang dalam satu gebrakan saja,
Keruan saja ia mendongkol bukan kepalang, Kecuali malu,
gentar juga.
Sie Liu Hwa mengalami nasib seperti Lie Kong Seng pula,
Ketika ikut mengintai rumah Sim Pek Eng, ia kehilangan
pedangnya. pendekar wanita yang genit itu, hampir saja
menangis oleh rasa marah dan penasaran. Meskipun
perampas pedangnya tidak berniat jahat, namun perampasan
itu sendiri cukup menghinanya.

889
Malam itu, baik Sie Liu Hwa maupun Lie Kong Seng, tidak
sanggup tidur, mereka berdua diamuk berbagai dugaan dan
pikiran. pendekar dari manakah sebenarnya yang sanggup
merampas pedangnya? Hampir-hampir saja mereka tidak mau
percaya, bahwa pedang andalan masing masing kena
terampas.
Sebenarnya Lie Kong Seng keluar kamar tanpa tujuan. ia
berjalan mondar mandir dihalaman mencari angin. Tiba-tiba ia
melihat cahaya menyala didalam kamar Tan Hok Cin. segera
ia menghampiri dan bersembunyi dibelakang tanaman .
Telinganya yang tajam mendengar suatu kesibukan didalam
kamar itu, Cepat ia menghunus pedangnya. inilah pencuri
yang bosan hidup, pikirnya di dalam hati. ia percaya akan
dapat merobohkan pencuri itu dalam satu gebrak saja, Diluar
dugaan, ia gagal. Bahkan pedangnya kena terampas!
Dengan sesungguhnya, Lie Kong Seng adalah seorang
ahli pedang, Didalam Hay-see pay keahliannya tiada yang
dapat menandingi. Tak mengherankan, ia disegani lawan dan
kawan. Pedang andalannya termasuk sebatang pedang
pusaka pula.
Belum pernah pedang itu gagal menembus sasaran. Tapi
malam ini, pedang itu terpental balik. Apakah bukan hantu?
Maka bisa dimengerti, apa sebab ia lari lintang-pukang, Dan
begitu memasuki kamarnya, segera ia membangunkan temantemannya.
Dalam pada itu, Sin Houw dan Giok Cu cepat-cepat lari
mendekati pagar tembok. Mereka tak usah takut bakal terlihat,
karena sekitar tempat itu gelap pekat, Halaman gedung
kediaman The sie Ban luas pula, Banyak pohon-pohonan yang
tumbuh dengan suburnya, sehingga menutupi penglihatan.
Tetapi tatkala hendak melompati pagar, kaum Hay-see pay
sudah terbangun. Dan kesibukan itu menjalar dari tempat ke
tempat . Dan terpaksalah Sin Houw mengurungkan niatnya.

890
"Kita bersembunyi dulu!" ajak Sin Houw, ia tak berani
semberono, karena gedung The Sie Ban penuh dengan
pendekar berilmu tinggi. Maka perlahan lahan ia membawa
Giok Cu mendekati tembok dan mendekam rendah diatas
tanah.
Perasaan Sin Houw memang luar biasa. Tiba-tiba saja
diatas genting bermunculan beberapa orang ronda, Coba
sekiranya tadi ia tergesa-gesa melompati pagar tembok,
mereka akan kepergok dengan ronda-ronda yang berada di
atas genting sebelah depan.
"Hey, apa ini?" tiba-tiba Giok Cu berkata. "Coba, rabalah!"
Gadis itu membawa tangan Sin Houw ke tempat yang
dikehendaki. Mula-mula pemuda itu tak mengerti maksud Giok
Cu tetapi setelah meraba beberapa saat lamanya, hatinya
mulai tertarik. Kaki pagar tembok itu berlumut sangat tebal -
tapi aneh! Diantara banyak terdapat lubang-lubang ukiran
huruf. ia terus meraba dan meraba.
"Hey, rangkaian huruf!" ia berseru tertahan dengan
berbisik. "Coba benar tidak dugaanku ini ?"
Giok Cu mengikuti titik tolak rabaan Sin Houw, ia lantas
mengeja, Eh , benar-benar terbaca. pikirnya di dalam hati. Dan
setelah sekian lamanya meraba, akhirnya membaca : "GAK
HUl" .
"Akh! Bukankah tanda ini yang kita cari?" seru Giok Cu
berbisik.
Hampir sepuluh hari lamanya, mereka mencari istana Gak
Hui. Mulai matahari terbit sampai jauh malam, Sekarang, tibatiba
saja mereka menemukan secara kebetulan sekali. Keruan
saja mereka girang dan bersyukur bukan main.

891
Gak Hui hidup pada jaman kerajaan Song. Ketika
mengalami kekalahan, ia memasuki hutan dan mendaki
gunung. Pan Gak Hui yang mengikuti raja Song dengan setia,
kemudian menyusun laskar tentara rakyat disekitar kota itu, ia
mendirikan markas gerilya, Karena peristiwa itu terjadi sudah
terlalu lama, maka tidaklah mengherankan bila gedung markas
besarnya lenyap ditelan oleh sejarah.
Sin Houw terpaku oleh rasa girang, tiba-tiba tengkuknya
kena hembusan halus hangat, ia menoleh dan melihat Giok Cu
tersenyum lebar. ia jadi sadar, meskipun kesadaran itu sendiri
belum dikehendaki. Gerutunya:
"Dalam keadaan begini, masih saja kau bergurau."
"Bergurau? justru tidak!" Giok Cu membantah. "Apakah
kau akan membiarkan diri kena tangkap?"
"Akh!" Kini Sin Houw tersadar benar benar. "Mari kita
pergi!"
Mereka mendekam beberapa saat lamanya, setelah yakin
tiada lagi ronda diatas genting, cepat-cepat mereka melompati
tembok halaman dan lari secepatnya, tepat jam empat pagi,
tibalah mereka dirumah penginapan dengan selamat tak
kurang suatu apa.
Tiba dikamar penginapan, Giok Cu segera menyalakan
lilin, Sin Houw mengeluarkan gumpalan kertas dari dalam
sakunya. Kertas itu sudah kuning kotor oleh usianya, setelah
diperiksa, ia merasa gembira.
Benar-benar dua helai surat kesaksian yang dikehendaki
dalam urusan Sim Pek Eng! Dengan hilangnya surat itu, Sim
Pek Eng jadi berputus asa, karena dia tidak mempunyai
pegangan lagi untuk menghadapi kekalapan The Sie Ban yang
mengundang begitu banyak orang-orang gagah kenamaan.

892
"Kau benar-benar berhasil menolong jiwa ayah sigadis
yang cantik jelita itu!" seru Giok Cu menyindir. "Entah dengan
apa gadis itu hendak balas budimu."
"Gadis siapa?"
"Akh, berlagak lupa lagi. Bukankah Cu Hwa?" Giok Cu
mendengus.
Sin Houw tertawa geli, Tak sudi ia melayani sifat Giok Cu
yang masih kekanak-kanakan. ia lantas mengalihkan
perhatiannya kepada bunyi surat kesaksiannya itu, Katanya
setelah membaca surat-surat itu:
"Benar-benar Sim Pek Eng tidak berdusta. Apa yang
dikatakan benar belaka. Bacalah sendiri! Hm, umpama dia
berdusta sedikit saja, tak sudi aku membantunya. Apa
keuntungannya bentrok dengan beberapa orang gagah
angkatan tua dan yang sebaya dengan usiaku. Diantara
mereka bahkan terdapat pula murid muridnya Jie suheng."
Setelah berkata demikian, ia memeriksa lembaran kertas
lainnya, Tiba-tiba wajahnya berubah menjadi merah padam,
Heran Giok Cu melihat perubahan itu, Biasanya pemuda itu
selalu tenang wajahnya, meskipun hatinya panas dan marah
bukan main. Apa sebab kali ini tidak demikian?
"Surat apa?" tanyanya ingin tahu.
"Bacalah sendiri," jawab sin Houw yang menyerahkan
lembaran kertas itu.
Itulah surat tugas rahasia Tan Hok Cin dan Khu Cing San,
surat tugas yang di tanda tangani oleh pihak pemerintah
penjajah bangsa Mongolia, terbagi atas dua bagian. Yang
pertama, membunuh Sim Pek Eng dengan cara apapun juga,
Yang kedua menyusup dan menghancurkan laskar rakyat,

893
menghimpun mereka agar mau menjadi kaki tangan
pemerintah penjajah. Dengan demikian, diharapkan dapat
melumpuhkan perjuangan Thio Su Seng!
Giok Cu adalah seorang gadis yang sejak kanak-kanak
hidup terasingkan dari percaturan masyarakat, Meskipun
demikian, membaca surat tugas rahasia itu - nalurinya
berontak. Tiba-tiba saja dadanya serasa hendak meledak oleh
rasa marahnya, Terus saja hendak merobek surat rahasia itu.
Cepat-cepat sin Houw merebutnya, cegahnya:
"Jangan! Kenapa kau begini semberono? Kalau sampai
terobek, kita tidak mempunyai bukti penghianatannya lagi."
"Akh, ya." Giok Cu tersadar, lalu menambahkan lagi:
"Hampir saja aku merusak pekerjaan besar. Tapi kenapa Tan
Hok Cin dan Khu Cing San membawa bawa surat ini?
Bukankah surat ini dapat mencelakakan dirinya?"
"Maksudnya untuk mempengaruhi The Sie Ban dan orangorang
gagah lainnya. Tegasnya, peristiwa The Sie Ban dan
Sim Pek Eng hanyalah suatu dalih belaka yang penting, inilah
suatu kesempatan untuk bisa mengumpulkan para orangorang
gagah dari segala penjuru." jawab Sin Houw.
"Bila mereka sudah berada dalam genggamannya, adalah
mudah sekali untuk menghancurkan laskar rakyat. "Ya, pasti
begitu jalan pikiranya mereka berdua." Giok Cu menghela
napas dan menjadi muram mukanya.
*****
KIRA-KIRA jam sembilan esok paginya, Sin Houw turun
dari ranjang. ia gembira karena merasa dirinya memperoleh
kemajuan. jalan darahnya lancar dan sempurna, segera ia
mandi dan ganti pakaian. Melihat makan pagi telah tersedia
diatas meja, hatinya bersyukur. Terasa suatu kemanisan
meresap didalam perasaannya. Tatkala tangannya hendak

894
meraih gelas, tiba-tiba saja Giok Cu muncul diambang pintu
sambil tertawa manis, Kata gadis itu:
"Yaya, apakah sudah selesai sembahyang?"
"Sudah, naynay, Apakah naynay sudah segar kembali?"
Sin Houw membalas menggoda dengan tertawa.
(Yaya ^ kakek. Naynay - nenek) .
"Sudah, yaya, Akupun sudah ganti pakaian." kata Giok Cu.
"Apakah aku benar-benar mirip seorang pemuda?"
"Seorang pemuda yang terlalu cakep." jawab Sin Houw
dengan wajah merah.
Giok Cu diam-diam menyesali pertanyaannya sendiri.
wajahnya terasa panas. Akan tetapi hatinya senang, Entah
apa sebabnya.
Mereka berdua lantas bersantap berbareng tanpa berkata
sepatah kata lagi. Masing-masing seperti lagi berusaha
menyembunyikan perasaan hatinya.
Belum selesai mereka bersantap, datanglah seorang
pelayan mengantarkan seorang gadis. Dialah Cu Hwa yang
segera memberi hormat begitu melihat Sin Houw dan Giok Cu.
Sin Houw cepat-cepat membalas hormat. sedang Giok Cu
lantas saja memegang tangannya dan diajaknya duduk
berdamping, Cu Hwa tidak mengetahui, bahwa pemuda yang
mengajaknya duduk disampingnya sebenarnya seorang gadis
seperti dirinya, Keruan saja ia malu dan segan bukan main,
Akan tetapi tak berani ia membangkang, mengingat mereka
berdualah nanti yang hendak menolong menyelamatkan
nyawa ayahnya.

895
"Benarkah namamu Cu Hwa?" Giok Cu menegas.
"Benar." jawab Cu Hwa dengan wajah bersemu dadu, "Dan
siangkong sendiri?"
Giok Cu membuang pandang sambil tertawa lebar.
Katanya mengarah kepada Sin Houw:
"Kau tanyalah padanya, sudah beberapa hari ini dia sangat
galak kepadaku. Aku dilarangnya memperkenalkan nama
sendiri."
Cu Hwa mengira Giok Cu sedang bergurau dengan
kawannya. Maka tak berani ia mendesak. Katanya
mengalihkan pembicaraan :
"Siangkong berdua hendak menolong menyelamatkan jiwa
ayahku. Bukan main besar budi ini untukku. Meskipun tubuhku
hancur lebur, rasanya kurang termadai sebagai penebus."
"Ayahmu seorang pendekar yang luhur budi." sahut Sin
Houw, "Sudah seharusnya kami berdua berbuat sesuatu, tak
usahlah kau pikirkan sebagai suatu jasa yang berlebihan!
Bukankah ayahmu nanti sore hendak menyelenggarakan
suatu pesta perjamuan?"
"Benar. Akan tetapi pesan ayah, semuanya terserah
kepada siangkong berdua." jawab Cu Hwa.
"Begitukah pesan ayahmu? Kalau begitu sampaikan
pesanku, agar ayahmu melanjutkan maksudnya untuk
menyelenggarakan pesta perjamuan itu. Kami berdua
mempunyai dua bungkus sebagai hadiah ... atau katakan
sebagai barang sumbangan, Hendaklah dua bungkusan itu
dibukanya dihadapan para tetamu, manakala suasana sudah
menjadi genting. Kurasa, akan sangat berharga, Maka jagalah
jangan sampai kena hadang orang."

896
Cu Hwa menerima kedua bungkusan pemberian Sin Houw
dengan hormat, Heran, ia memperhatikan bentuk dua
bungkusan yang diterimanya itu. Yang pertama berbentuk
panjang dan berat, Mirip sebatang senjata. sedang yang
kedua, kecil dan ringan, Tapi tak berani ia minta keterangan.
setelah menghaturkan rasa terima kasih, segera ia
mengundurkan diri.
"Mari kita ikuti dia! Kita lindungi dia dengan diam-diam."
ajak Sin Houw, "Kita harus menjaganya aqar tak terampas
kembali oleh pemiliknya."
Giok Cu mengangguk. Dan demikianlah, setelah pintu dan
jendela kamar tertutup kuat-kuat, mereka segera berangkat,
sampai diruang tengah, tiba-tiba mereka melihat Cu Hwa
masih berada diruangan depan. Entah apa sebabnya - gadis
itu tidak segera pulang, Maka cepat mereka berdua
bersembunyi dibalik dinding, Kemudian mengintai. Terdengar
Cu Hwa berkata kepada pengurus penginapan:
"Panggillah pemilik rumah penginapan. Majikanmu,
maksudku. Katakan padanya, umbul-umbul turun dari celah
gunung. Dan dia pasti akan segera datang kemari."
Heran Sin Houw memandang Giok Cu. Katanya membisik:
"Dia berkata apa?"
Giok Cu adalah seorang gadis yang mempunyai
pengalaman luas dalam perantauan, segera menjawab:
"ltulah kata-kata sandi. Apakah kau tidak mengetahui?"
Pengurus rumah penginapan tadi bersikap angkuh. ia tidak
begitu mengacuhkan terhadap seorang gadis seusia anaknya,
Tapi begitu mendengar perkataan gadis itu, berubahlah
sikapnya. Gugup ia memberi hormat, kemudian cepat-cepat
melintasi pekarangan, dan memasuki sebuah rumah yang

897
berada di seberang sana, Tak lama kemudian, datanglah ia
kembali mengantarkan majikannya menghadap Cu Hwa.
"Siocia memanggil kami? Ciangkun ada perintah apakah
kepadaku?"
(Siocia si nona, untuk seorang gadis bangsawan. Ciangkun
= panglima).
"Aku Cu Hwa, anak perempuannya Sim Pek Eng." jawab
Cu Hwa. "Pergilah kau ke markas, katakan kepada penjaga
bahwa aku memerlukan tenaga beberapa orang."
Berubah wajah pemilik rumah penginapan begitu
mendengar gadis itu menyebutkan namanya. Sama sekali tak
dikiranya bahwa gadis yang berada dihadapannya adalah
puterinya Sim Pek Eng, Kaget ia, sampai hatinya tergetar.
segera memberi hormat dua kali, kemudian memberi perintah
dua pelayannya agar menyediakan seekor kuda balap, Begitu
kuda balapnya siap, ia melompat keatas punggung kuda dan
membedalkan bagaikan terbang.
Heran dan kagum Sin Houw menyaksikan peristiwa itu,
Sama sekali tak diduganya, bahwa pengaruh Sim Pek Eng
sangat besar. pikirnya didalam hati.
"Kalau begitu, tak perlu aku melindunginya lagi."
Benar saja, Tak lama kemudian datanglah duapuluh laskar
bersenjata lengkap. Mereka diantar oleh pemilik rumah
penginapan menghadap Cu Hwa. Dan melihat kedatangan
mereka, Sin Houw segera kembali ke kamarnya. Katanya
kepada Giok Cu:
"Siapa mengira, begini besar pengaruh Sim susiok. Kalau
begitu, benarlah ucapan muridnya, Bila saja Sim susiok mau,
dengan sepatah katanya seluruh laskar rakyat siap

898
dibelakangnya, Kalau sampai terjadi demikian, betapa The Sie
Ban mampu menuntut balas dendang Bahkan dia dan kawankawannyalah,
yang terancam kemusnaan."
"Lalu, apa yang hendak kaulakukan sekarang?" tanya Giok
Cu.
"Tidur. Bukankah kau semalam kurang tidur pula? sebentar
sore kita dapat hadir dalam keadaan segar."
Benar-benar mereka memasuki kamar masing-masing,
sementara Cu Hwa pulang dengan membawa bungkusan
pemberian Sin Houw, Duapuluh orang anggauta laskar rakyat
mengawalnya dengan rapat berwaspada.
Menyaksikan hal itu, baik Sin Houw maupun Giok Cu puas,
Dengan hati lapang, mereka merebahkan diri di atas
ranjangnya, Dan tak lama kemudian, mereka tertidur lelap.
Sore hari itu tiba dengan diam-diam sebelum mandi, Sin
Houw bersemadi diatas ranjang, Jalan darahnya terasa lancar.
pernapasannya lega dan untuk kesekian kalinya selalu saja ia
memperoleh kemajuan. Rasa segar bugar menyelimuti
hatinya, sehingga ruang benaknya menjadi jernih. Terus saja
ia melompat turun dari ranjang, Dan tiba-tiba saja Giok Cu
telah berada di dekatnya.
"Baru saja aku membelikan seperangkat pakaian
untukmu." katanya, "Bukankah kita perlu mengenakan pakaian
agak mentereng sebagai tamu undangan? Mungkin pula, kita
berdua akan merupakan tamu yang istimewa sebentar
malam."
Sin Houw tertawa. Meskipun ia tidak menghendaki menjadi
tamu yang istimewa, namun pakaian itu sendiri tiada celanya
untuk dikenakan. Demikianlah, setelah mandi benar-benar ia
mengenakan pakaian yang disediakan Giok Cu. pandai benar
Giok Cu mengukur bentuk dan perawakan tubuhnya, sehingga

899
enak dipakai. ia jadi kagum dan terharu oleh kecermatannya.
"Kita makan dulu, kemudian baru berangkat," katanya.
Giok Cu tidak menolak. Dan seperti tadi pagi, mereka
berdua berbareng makan, sebenarnya jenis makan siang itu
tidaklah mewah, akan tetapi karena makan siang itu baru
dimakannya setelah sehari tiba, mereka berdua jadi bernapsu
oleh rasa lapar dan dahaga. sebentar saja semua makanan
dan minuman ikut tersapu bersih pula.
Kesan perjamuan jauh berlainan dengan pesta perjamuan
yang diselenggarakan The Sie Ban. semuanya serba teratur
dan sopan, Maklumlah, Sim Pek Eng adalah seorang
pemimpin tentara rakyat. persediaan makan minum serba
lengkap, Dan anak buahnya biasa terlatih cekatan, sopan dan
pandai bergaul.
Maka suasananya serasa cerah serta meyakinkan. Tatkala
lampu-lampu mulai dinyalakan, serambi depan rumah Pek Eng
berubah layak sebuah istana.
"Saudara-saudara! silahkan minum!" kata Sim Pek Eng
dengan hormat.
The Sie Ban berdiri mengangkat cawan araknya. Tiba-tiba
saja, ia mem-bantingnya di lantai hingga hancur berantakan.
Lalu berteriak bengis:
"Sim Pek Eng! Enak saja kau mempersilahkan kami
meneguk minumanmu, Apakah kau bermaksud menyuap
kami? Apakah harga jiwa kau samakan dengan segala
minuman dan makanan ini? Disini telah berkumpul beberapa
belas orang-orang gagah kenamaan.
Bicaralah didepan mereka, bagaimana cara kita
menyelesaikan masalah hutang jiwa ini, Bicaralah yang jelas!
jangan lagi perkara makan minum yang dibicarakan!"

900
Itulah suatu serangan tiba-tiba yang tak terduga sama
sekali. Meskipun Sim Pek Eng tahu, bahwa perjamuan itu
akhirnya akan menjadi tegang, namun ucapan The Sie Ban
yang garang itu telah membuat mulutnya terbungkam.
Pui Kun Giok, murid Sim Pek Eng, tak senang melihat
gurunya terdorong ke pojok. Terus saja ia berdiri tegak dan
berteriak mewakili gurunya:
"Saudara The Sie Ban! Benar-benar kau manusia yang tak
mengenal tata-santun, Kita lagi makan minum, sama sekali
belum sampai pada acara kata-kata, Apa sebab kau lantas
saja membuka mulut begitu besar? Apakah pekertimu itu tidak
akan merosotkan derajat kaum pendekar lainnya? Lagipula,
dengarkanlah baik-baik, bagaimana peristiwa kakakmu terjadi.
Kakakmu, mati karena perbuatannya yang keji, Dengan licik ia
hendak mengadakan pembunuhan, semata-mata tergiur paras
cantik belaka... Guruku ..."
Sekonyong-konyong terasa ada segumpal angin
menyambar.Cepat-cepat Pui Kun Giok menundukkan
kepalanya. ia melihat sesuatu yang berkeredep diatas
kepalanya. Tatkala menoleh, dilihatnya tiga batang paku
berbulu tertancap pada dinding dalam, ia kaget dan gusar.
Sin Houw pun demikian pula. sebab segera ia mengenal
siapakah pembidiknya, itulah senjata rahasia kaum Hoa-san
pay, siapa lagi kalau bukan milik Sie Liu Hwa? Atau Nie Sun
Kiong dan Kiang Yan Bu.
"Bagus benar!" teriak Pui Kun Giok sambil menghunus
goloknya. "Wajahmu, memang cantik. Kabarnya kau kaum
Hoa-san pay, kenapa begitu keji? Kau pulalah yang
mengutungi lengan kanan adikku seperguruan. Benar-benar
perempuan kejam!"
Dengan menghunus goloknya, Pui Kun Giok hendak

901
melompat maju menghampiri Sie Liu Hwa, tetapi Sim Pek Eng
buru-buru mencegahnya, Katanya mengalah:
"Jangan! Aku tak mengidzinkan kau berbuat begitu!"
setelah berkata demikian, ia menoleh kepada Sie Liu Hwa,
Berkata lagi dengan suara hormat:
"Kouwnio, kau murid golongan Hwa-san pay, Kenapa
perangaimu tiada beda dengan muridku?"
Halus ucapan Sim Pek Eng, tetapi tajamnya tiada beda
dengan suatu tikaman pedang, Keruan saja The Sie Ban tidak
rela membiarkan tamu undangannya kena hina, Tiba-tiba saja
ia menyerang dengan sambitan dua batang pisau, sambil
memaki:
"Bangsat! Enak saja kau mengumbar mulut!"
Sim Pek Eng sama sekali tak gugup kena serangan tibatiba,
Dengan tenang ia menyambut dua batang pisau itu
dengan jepitan dua jarinya. Kemudian meletakkan kedua pisau
itu diatas meja dengan sabar sekali. Katanya:
"Kenapa saudara The Sie Ban sangat marah kepadaku?
Kita masih cukup mempunyai waktu untuk berbicara sambil
makan minum, perbuatan yang tergesa-gesa seringkali tak
ada faedahnya."
The Sie Ban kaget menyaksikan kepandaian Sim Pek Eng.
pikirnya, pantaslah saudaraku mati ditangannya, Tetapi ia tak
gentar. selagi hendak membuka mulut, Lie Kong Seng yang
berada dekat Sim Pek Eng melompat, Jago itu menyambar
lengan kanan Sim Pek Eng teriaknya:
"Saudara Sim Pek Eng! Kau hebat ! Aku ingin menjabat
tanganmu!"

902
Sim Pek Eng yang berpengalaman dapat menebak
maksud lawannya. Apabila membiarkan lengannya kena
sambar, tulang sendinya akan patah. Maka cepat luar biasa ia
mengelak sambil melompat mundur. itulah gerakan yang sama
sekali tak terduga. Maksud Lie Kong Seng hendak
menjangkau. Tapi yang kena tersambar tangannya adalah
sebuah kursi. Kena gemburan tenaga dalamnya, kursi itu
patah berantakan.
Mau tak mau Sim Pek Eng sibuk juga menyaksikan
tamunya begitu galak. Kawan-kawan The Sie Ban dengan
serentak mencabut senjatanya masing-masing. Muridmuridnya
dan beberapa sahabatnya demikian pula, ia khawatir
pertempuran akan segera terjadi, sedangkan pendekar Gincoa
Long-kun yang diharapkan belum tiba.
Ia percaya, pendekar luar biasa itu pasti dapat melerai
perselisihan itu. Dengan demikian, tidak akan terjadi korban
sia-sia, oleh pikiran itu, ia mengerlingkan mata kepada Cu
Hwa dengan pandang penuh pertanyaan.
Cu Hwa mengerti maksud ayahnya. ia jadi sibuk pula, Dua
bungkusan yang diperolehnya dari Sin Houw dipeluknya
dengan erat, Diluar kehendaknya sendiri, ia mengharapkan
terjadinya suatu kejadian gaib yang membersit dari dua
bungkusan itu.
Kegaiban apa ia tidak tahu sendiri. Tadi pagi Sin Houw
berpesan kepadanya, bahwa dua bungkusan itu baru boleh
dibukanya, apabila suasana berubah menjadi tegang, Hal itu
telah dikatakan pula kepada ayahnya, tiba-tiba pada saat itu ia
melihat ayah nya memberi isyarat mata.
Terus saja ia bangkit sambil membuka dua bungkusan
pemberian Sin Houw, Ternyata bungkusan itu yang pertama
berisikan dua batang pedang. Dan segera ia meletakkan dua
batang pedang itu diatas meja.

903
Sim Pek Eng heran melihat dua batang pedang itu. Tak
dapat ia menangkap maksud Gin-coa Long-kun, pikirannya
jadi sibuk menerka. Sebaliknya, dipihak The Sie Ban terjadi
suatu kesibukan. Lie Kong Seng dan Sie Liu Hwa yang segera
mengenal pedangnya masing-masing malu bukan kepalang,
Mereka itu sampai berseru tertahan.
Sie Liu Hwa adalah seorang pendekar wanita yang mudah
sekali tersinggung, Terus saja ia menyambar pedangnya,
Kemudian menantang:
"Kalau kau memang seorang pendekar, marilah kita
bertempur mengadu kepandaian dengan berhadapan. Bukan
mencuri seperti maling kesiangan, Hayo siapa yang berani
mengadu pedang denganku?"
Sim Pek Eng tergugu, Benar-benar ia tak mengerti likulikunya.
Dengan pandang minta keterangan, ia menatap wajah
puterinya, sebaliknya Sie Liu Hwa tidak mau mengerti. sekali
bergerak pedangnya menikam dada.
Sim Pek Eng mundur selangkah sambil mengelak. Salah
seorang muridnya datang mengantarkan sebatang golok. ia
menerima goloknya itu, akan tetapi sama sekali tak membalas.
Dan diperlakukan demikian, Sie Liu Hwa merasa dirinya
direndahkan, Terus saja ia menusuk pundak kiri.
Sim Pek Eng mengeluh. Mau tak mau ia harus menangkis,
Dengan suatu tabasan pendek, tiba-tiba goloknya berbelok
dan menyapu dari samping di luar kehendaknya sendiri. itulah
ancaman bagi Sie Liu Hwa. Kalau dia berani menangkis,
pedangnya pasti tergempur jadi runtuh.
Alangkah ia akan malu, Tetapi ia salah seorang murid
pendekar besar dari aliran Hoa-san pay. Cepat luar biasa ia
berkelit menghindar. Dan pada detik itu pula, pedangnya
menikam perut mengadakan pembalasan.

904
Sim Pek Eng terkejut, inilah serangan balasan yang hebat,
walaupun ia sudah berpengalaman, namun serangan itu
sendiri di luar perhitungannya. Tak sempat lagi ia mengadakan
pembelaan, Satu- satunya jalan hanya melompat. Maka
dengan mengerahkan tenaga, kakinya menjejak lantai.
Tubuhnya lantas terbang. tinggi melintasi kepala Sie Liu
Hwa, ia berhasil menyelamatkan perutnya,sekalipun demikian,
celananya kena terobek juga, untung hanya sebesar ujung
pedang.
"Benar-benar berbahaya." pikirnya didalam hati. ia
menabaskan goloknya beberapa kali untuk berjaga-jaga.
Siapa tahu, Sie Liu Hwa menyusuli serangan baru, Kemudian
turun diatas lantai dengan memutar tubuhnya. Indah dan
ringan gerak tubuhnya.
Sebenarnya, tepat dugaan Sim Pek Eng. Sie Liu Hwa
benar-benar hendak menyusuli serangannya. Akan tetapi ia di
pegat dua orang murid Sim Pek Eng. Sudah tentu pendekar
wanita itu gusar bukan kepalang. Dengan bengis ia menikam,
menusuk dan membabat. Akan tetapi dua muridnya Sim Pek
Eng urusan makanan empuk baginya. Apalagi mereka berdua
menyimpan dendam terhadapnya, karena Sie Liang terkutung
lengannya akibat pedangnya . walaupun ilmu kepandaian
mereka kalah tinggi, akan tetapi betapapun tak mudah
diundurkan.
Pada saat itu, Sim Pek Eng memperhatikan Cu Hwa, Gadis
itu sedang membuka bungkusan yang kedua. ia heran tatkala
melihat dua helai berkas kertas.
"Ayah, apakah ini ?"
Melihat kertas itu, Sim Pek Eng girang bukan kepalang,
itulah warna kertas yang di kenalnya seperti warna tangannya
sendiri. Terus saja ia menyambar kertas itu. Kemudian

905
berteriak dengan suara keras:
"Tahan! Tahan! Aku hendak berbicara dulu!"
Mendengar teriakan gurunya, kedua muridnya yang
sedang mengepung Sie Liu Hwa menunda gerakan
senjatanya. Mereka mundur dengan berbareng. sebaliknya Sie
Liu Hwa yang penasaran tidak menghiraukan seruan
penundaan. Melihat dua pengepungnya mundur, segera ia
melayangkan kakinya, Duk! salah seorang muridnya Sim Pek
Eng kena tendangan. Dan murid itu terjungkal dengan me1ontakkan
darah.
"Bangsat! perempuan tak punya malu !" maki rekannya.
Sie Liu Hwa tidak memperdulikan. Hatinya terlalu
mendongkol, mengingat pedangnya kena terampas lawan
semalam, itulah suatu penghinaan besar baginya. Rasa
penasaran dan mendongkolnya di alamatkan kepada Sim Pek
Eng, selagi memperoleh kesempatan, gerakan pedangnya
kena dirintangi mereka berdua.
Keruan saja ia menjadi jengkel. Mereka berdua harus
mendapat hajaran yang setimpal . Demikianlah ia berhasil
menendang salah seorang diantara mereka, sewaktu bergerak
mundur oleh seruan gurunya.
Sim Pek Eng tahu, perlakuan Sie Liu Hwa terhadap
muridnya adalah keterlaluan. Tetapi sedapat mungkin ia
menguasai diri. Dialihkan pandangnya kepada rombongan The
Sie Ban. Berseru:
"Saudara-saudara tolong dengarkan permohonanku ini !"
Pada waktu itu suasana tegang sekali. Kedua belah pihak
seakan akan tidak sudi lagi suara ketiga. Karena itu, Sim Pek
Eng harus mengulangi seruannya beberapa kali, Baru setelah
ia mengulangi seruannya beberapa kali suasana dapat

906
ditindihnya, Dan berkatalah ia lagi:
"saudara The Sie Ban! Dengan ini perkenankan diriku
menyatakan rasa sesalku karena dahulu aku membunuh
saudaramu. percayalah, aku benar-benar menyesal, Nah,
saudara-saudara sekalian dan sahabat-sahabatku dari
segenap penjuru, kuakui bahwa kakaknya saudara The sie
Ban mati oleh tanganku ini..."
Mendengar perkataan Sim Pek Eng, suasana pesta
perjamuan menjadi sunyi-senyap. Tiba-tiba The sie Ban
meledak.
"Bagus! Jadi kau telah mengakui. Karena kau berhutang
jiwa, maka wajiblah kau membayarnya dengan jiwa pula!".
"Benar! Hutang jiwa harus dibayar dengan jiwa!" seru
beberapa teman temannya. Dan makin lama makin riuh
sehingga suasana pesta perjamuan kembali jadi berisik.
"Para sahabatku, sabarlah sebentar !" Sim Pek Eng
mencoba mengatasi. Kemudian sambil memperlihatkan dua
helai surat yang sudah kuning, ia berseru nyaring:
"Lihatlah! Aku membawa dua helai kertas yang sudah tua.
inilah surat kesaksian. sudikah diantara sahabat membaca
surat kesaksian ini? setelah itu, adililah diriku! Bila aku
diharuskan tetap membayar jiwa, segera aku akan bunuh diri,
Percayalah, meskipun aku bukan seorang pendekar, tidak
akan kusesali perbuatan bunuh diri ini!"
Keterangan Sim Pek Eng tentang dua helai surat itu
membuat mereka heran dan ingin tahu, Surat apa itu? Masingmasing
lantas memberi tafsiran, Dan untuk kesekian kalinya
suasana pesta jadi berisik.
"Bagaimana kalau aku saja yang menunjuk ?" Sim Pek
Eng minta pertimbangan. "Atau biarlah saudara The sie Ban

907
menunjuk tiga orang untuk membaca surat ini."
The Sie Ban tidak tahu menahu tentang surat kesaksian
itu, Apakah tuan rumah hendak mengulur waktu? Meskipun
demikian, tidak akan luput dari tangannya. Biarlah ia memberi
kesempatan untuk menunda kematiannya. Maka berkatalah ia
dengan lega hati:
"Baiklah, sekarang atau nanti kau harus membayar jiwamu
juga. Aku akan memenuhi permintaan terakhirmu, Kiang-heng,
tolong kau mengajak dua teman untuk memenuhi
permohonannya. Coba baca-lah surat itu dengan berbareng,
Kamisemua ingin mendengarnya."
selagi Kiang Yan Bu bertiga bangkit dari kursinya, Tan Hok
Sin dan Khu Cing San saling berbisik dengan wajah pucat.
Mereka berdua segera mengenal surat kesaksian Sim Pek
Eng yang semalam kena rampas orang.
Mereka lantas saja merasa diri terjepit dipojok, Tak tahu
apa yang harus mereka lakukan, mirip persakitan menunggu
keputusan hakim.
Nio Cun Swie yang mula-mula membaca, lalu berkata
kepada Sie Ban:
"Menurut pendapatku, lebih baik kita sudahi saja
permusuhan ini. Kalian berdua mulai saat ini justru harus
bersahabat."
The Sie Ban heran berbareng penasaran, ia sendiri lantas
maju untuk membaca dua lembar surat itu, Membaca bunyi
surat pengakuan kakaknya, ia masih ragu-ragu, sebab dia
mungkin bisa dipaksa. Akan tetapi begitu membaca surat
kesaksian pejabat pemerintah yang hampir menjadi korban
perbuatan kakaknya, hatinya terpukul, perasaan malu, kecewa
dan bingung berkecamuk dalam da danya, ia jadi tertegun
dengan resah. , Tiba-tiba Kiang Yan Bu yang ikut membaca

908
dari belakang punggung Nio Cun Swie berteriak:
"PalsuI siapapun dapat membuat surat semacam ini,
Saudara-saudara jangan sampai kena ditipu manusia terkutuk
inil" dan setela berkata demikian, tiba-tiba ia menyambar dua
helai surat kesaksian itu dan dirobeknya,
BUKAN kepalang terkejutnya Sim Pek Eng melihat kedua
surat kesaksiannya kena dirobek, Pada saat itu gelaplah
pandang matanya.Maklumlah, kedua surat kesaksian itu
merupakan senjata satu-satunya untuk mengatasi fitnah.
Dengan dirobeknya surat itu, tiada lagi ia mempunyai
pegangan. serentak ia mencekal goloknya erat-erat sambil
berteriak bengis:
"Kiang Yan Bu! Kau datang ke sini membawa nama rumah
perguruanmu. Kenapa kau merobek surat seseorang yang
bukan milikmu sendiri? Benar-benar kau manusia tak
beradab."
"Tak beradab?" Kiang Yan Bu tertawa, "Sebenarnya aku
atau kau yang pantas disebut manusia tak beradab? Terangterangan
kau telah membunuh kakak rekan The Sie Ban, Lalu
kau mengada-ada dengan membuat surat kesaksian palsu.
Coba bilang, apakah kau tidak malu pada diri sendiri? surat
kesaksian semacam ini, siapapun dapat membual. Andaikata
aku mengeram satu hari saja didalam kamar, aku bisa
membuat puluhan lembar yang sama rupa dan sama
bentuknya. Apakah kau kira, aku tak dapat meniru bentuk
huruf-hurufnya?"
Tatkala membaca surat kesaksian tadi, Nio Cun Swie dan
seorang temannya tersadar bahwa The Sie Ban telah terburu
napsu dalam masalah balas dendam itu, Akan tetapi setelah
mendengar ucapan Kiang Yan Bu yang masuk akal, mereka
jadi bimbang. Apakah dua helai surat kesaksian itu benarbenar
asli atau palsu? Adalah sulit sekali untuk membuktikan
palsu tidaknya. Maka mereka berdua mendadak terbungkam

909
mulutnya, sehingga tertegun kehilangan pegangan.
Seketika itu juga suasana didepan rumah Sim Pek Eng
sunyi senyap. Rasa tegang menggerayang perasaan setiap
orang, Dan Cu Hwa yang mengharapkan terjadinya suatu
kegaiban, menjadi putus asa, ia tahu, dalam kekalahannya
ayahnya akan nekat atau melakukan bunuh diri.
"Ayah!" jeritnya putus asa.
Pui Kun Giok sejak tadi menahan diri. sekarang
menyaksikan gurunya di hina demikian rupa, meluaplah
darahnya, terus saja ia menabaskan goloknya kepada Kiang
Yan Bu. Hebat dan dahsyat serangannya. Tetapi Kiang Yan
Bu bukan sembarang orang, Tiba-tiba saja tangan dan
pedangnya berkelebat. Tahu-tahu golok Pui Kun Giok
terlempar dan jatuh bergelontangan di lantai. Dan ujung
pedang Kiang Yan Bu mengancam tenggorokannya.
"Hm! Kau ingin mencoba ilmu pedang Hoa-san pay. jangan
bermimpi." bentak Kiang Yan Bu, "Sekarang bertekuk lututlah,
Kalau tidak, terpaksa kau harus membayar lelucon ini dengan
jiwa mu!"
Menyaksikan Pui Kun Giok terancam jiwanya, rekannya
tentu saja tidak berpeluk tangan saja. Dengan serentak
mereka menghunus senjatanya masing masing . Kemudian
menyerbu berbareng.
Serbuan murid-murid Sim Pek Eng itu seolah-olah aba-aba
bagi pihak The Sie Ban, Merekapun dengan serentak
menyongsong gegap gempita. Dan pertempuran kacau segera
terjadi. Kursi dan meja pesta perjamuan hancur berserakan -
piring dan mangkok terpental berhamburan sehingga
terdengar berisik sekali.
Pui Kun Giok terus mundur sampai beberapa langkah. ia
mencoba membebaskan diri, Akan tetapi ujung pedang dari

910
Kiang Yan Bu terus menempel tenggorokan seakan-akan tak
sudi terenggang serambutpun.
"Eh, kau jangan bermimpi yang bukan bukan!" ejek Kiang
Yan Bu. "Kuhitung sampai tiga kali. Kalau kau membandel,
tenggorokanmu bakal tertikam."
"Kau tikamlah aku!" teriak Pui Kun Giok. "Kau kira murid
Sim Pek Eng takut mati? Manusia boleh mati, tapi tak boleh
kau hina. Hayo, bunuhlah aku!"
Panas hati Kiang Yan Bu, iapun tak sudi kalah gertak. Tapi
selagi hendak menusukkan pedangnya, ia melihat Sim Pek
Eng melompat ditengah-tengah gelanggang sambil berteriak:
"Semua mundur! Biarlah aku yang bertanggung jawab!"
Setelah berkata demikian, mengancamkan goloknya ke
lehernya sendiri berseru kepada murid-muridnya:
"Kalian mundurlah". Aku tidak menghendaki kalian ikut
serta mengorbankan jiwa, Masalah balas dendam ini adalah
masalahku sendiri . Karena aku berhutang jiwa, biarlah aku
sendiri yang membayarnya . Nah, mundurlah!"
Sekalian muridnya patuh padanya. walaupun hatinya
pedih, namun mereka mundur juga. seketika itu juga, ruang
serambi depan menjadi sunyi tegang. Mereka tahu, gurunya
sudah mengambil keputusan karena sudah merasa terdorong
kepojok.
Memang, Sim Pek Eng sudah putus asa. Tadinya, ia
mengharapkan dapat mengatasi ketegangan setelah
memperlihatkan dua helai surat kesaksiannya. Ternyata
harapannya gagal, karena adanya Kiang Yan Bu merobeknya.
ia masih bisa mengendalikan diri. siapa tahu pendekar Gincoa
Long-kun akan muncul oleh peristiwa.

911
Sebab, bukankah dua helai surat kesaksian itu dialah yang
mengembalikan? Dengan terobeknya surat kesaksian itu,
pastilah dia tersinggung kehormatannya. ia tahu, Gin-coa
Long-kun aneh wataknya. setiap patah katanya harus didengar
siapapun, siapa yang berani mencoba-coba membangkang,
pasti terenggut jiwanya.
Tapi nyatanya - sampai pertempuran kacau itu terjadi
pendekar itu tidak muncul juga, Karena itu demi membatasi
terjadinya korban yang siasia, ia memutuskan untuk
mengakhiri persoalan. Tiba-tiba selagi ia hendak menggorok
lehernya sendiri terdengarlah suara Cu Hwa:
"Ayah! Bukankah ayah menyimpan surat itu? perlihatkan
kepada merekai Dia pasti datang!"
Untuk membuat lega puterinya, Sim Pek Eng merogo
sakunya dengan kepala kosong. ia mengeluarkan sehelai
kertas yang berisikan sebuah lukisan sebilah pedang aneh,
itulah surat Sin Houw. Kemudian diperlihatkan kepada hadirin.
Didalam hatinya, sama sekali ia tidak mengharapkan
sesuatu. Hal itu dilakukan semata-mata untuk membuat
puterinya senang dan berlega. Lalu berseru nyaring:
"Tayhiap Gin-coa Long-kun! Kau datang terlambat. Tapi
sama sekali aku tidak menyesalimu, semuanya ini harus
terjadi, karena nasibku yang buruk!"
Tentu saja hadirin tidak mengerti apa hubungannya lukisan
pedang aneh itu dengan disebutnya nama Gin-coa Long-kun.
Mereka hanya tercengang sejenak. Dan selintasan mencoba
menerka apa maksud Sim Pek Eng. Tiba-tiba mereka terkejut
oleh suatu perubahan yang membuat hati mereka tergetar.
Golok yang hampir saja menabas leher, sekonyongkonyong
terpental dan runtuh bergelontangan, Dan pada saat

912
itu, berdirilah seorang pemuda cakap disamping Sim Pek Eng.
Dialah Sin Houw yang tak lama kemudian disusul Giok Cu
yang mengenakan pakaian laki-laki.
Sebenarnya Sin Houw mengharap bakal terjadi suatu
perubahan, setelah pihak The Sie Ban melihat dua helai su rat
kesaksian. Lalu persengkataan itu akan dapat diatasi. Dengan
demikian, tak perlu ia muncul. Diluar dugaan Kiang Yan Bu
yang justru mengacaukan harapannya. ia mendongkol dan
mau tak mau terpaksa muncul juga, karena melihat Sim Pek
Eng benar-benar hendak melakukan bunuh diri.
Tepat selagi golok hampir menyentuh tenggorokan, ia
menyentilkan senjata rahasianya berupa Gin-coa piao,
Kemudian melesat ke tengah gelanggang setelah memberi
isyarat mata kepada Giok Cu.
Selagi hadirin tercengang oleh kehadirannya , ia berkata
sambil menunjuk Giok Cu:
"Tayhiap Gin-coa Long-kun berhalangan datang, Kami
berdualah yang di utus menghadiri pertemuan ini. Dialah
puteranya Tayhiap Gin-coa Long-kun,dan aku saudara
mudanya."
Sengaja ia tak memperkenalkan diri sebagai murid Gin-coa
Long-kun, karena banyak diantara pihak The Sie Ban berumur
sebaya dengan ayahnya sendiri. Dengan begitu dapatlah ia
berbicara sama tinggi dengan mereka, apabila menyebut diri
sebagai adiknya Gin-coa Long-kun. Bukankah Gin-coa Longkun
seangkatan dengan guru-guru mereka?
Beberapa orang baik diantara pihak The Sie Ban maupun
Kiang Yan Bu, pernah mendengar sepak terjang Gin-coa
Long-kun yang aneh dan luar biasa. Tetapi merekapun pernah
mendengar kabar, bahwa pendekar itu akhirnya kena dianiaya
dan mati penasaran.sekarang tiba-tiba ia muncul dalam
percaturan hidup lagi dengan mengirimkan kedua wakilnya,

913
Apakah berita kematiannya tidak benar?
Cu Hwa menghampiri ayahnya. Berkata berbisik:
"Ayah! Dialah yang datang menemuiku,"
Sim Pek Eng tertegun. Melihat usia Sin Houw, ia jadi
bimbang, ia kecewa dan geli, Dapatkah ia mempertaruhkan
kepercayaannya kepadanya? Apakah yang dapat dilakukan
oleh seorang pemuda tanggung dalam menghadapi masalah
yang pelik ini?
Sie Liu Hwa yang berdarah panas, lantas saja membentak:
"Hey! siapa kau? siapa yang memerintahkan kau ke sini?"
Sakit hati Sin Houw kena tegur Sie Liu Hwa, karena
pendekar wanita ini justru salah seorang anggauta rumah
perguruannya Didalam hati ia berkata:
"Meskipun usiamu lebih tua dari padaku, namun kau harus
menyebut diriku paman guru, Bukankah kau muridnya Jie
suheng? Baik, tunggulah sebentar. Apabila aku sudah
memperkenalkan diri, apakah kau masih bersikap kurang ajar
terhadapku..." kemudian berkatalah dia dengan tenang:
"Aku bernama Thio Sin Houw. Su-hengku, Lim Beng Cin
yang memberi perintah padaku, agar aku datang kemari.
sayang, karena terhenti oleh suatu soal ditengah jalan, aku
datang agak terlambat. Sim in-heng, maafkan
keterlambatanku ini."
Sie Liu Hwa baru berumur sekitar duapuluh lima tahun.
Karena itu belum mengenal siapakah Lim Beng Cin. iapun
bertabiat tinggi hati dan bengis sepak terjangnya, Maka
kembali lagi ia membentak:
"Lim Beng Cin siapa? Didepan para pendekar janganlah

914
kau bergurau. Enyah kau, sebelum aku bertindak. Apakah kau
kira aku bisa digertak dengan nama putera raja segala?"
Thio Sin Houw masih dapat menyabarkan diri terhadap
ketajaman lidah Sie Liu Hwa, meskipun hatinya kian
mendongkol, sebaliknya Giok Cu merasa tersinggung
kehormatannya, karena Lim Beng Cin adalah ayah
kandungnya. Dasar ia bertabiat panas pula, maka tanpa
memikirkan akibatnya ia membalas mengejek:
"Kau sendiri memakai nama Liu Hwa - bunga apakah
sebenarnya kau ini? Huh"
Dan tiap wanita akan terbakar hatinya, begitu mendengar
dirinya diejek lain wanita. Begitu pulalah hati Sie Liu Hwa.
Maka seketika itu juga, mendidihlah darah pendekar wanita
itu. seperti iblis ia melompat dan menusukkan pedangnya
dengan ilmu ciptaan Bok-Jin Ceng yang dahsyat dan
berbahaya.
Sebagai murid Bok Jin Ceng, sudah tentu Sin Houw kenal
jurus itu. Dahulu gurunya selalu mengesankan bahwa jurus itu
tidak boleh dipergunakan dengan sembarangan saja, Kecuali
apabila sangat terpaksa. sebab jurus itu mengancam maut.
Dan susah sekali dielakkan, Sekarang, hanya soal selisih
kata-kata saja, Sie Liu Hwa sudah menggunakannya, Sin
Houw tak tahu, bahwa menyinggung perasaan seorang wanita
adalah tabu bagi seorang wanita, wanita yang kena di hina,
bersedia mati dan bila berontak akan mempertaruhkan
segenap jiwanya. Karena itu, betapa Giok Cu dapat
mengelakkan jurus yang luar biasa tersebut, meskipun
andaikata dengan tiba-tiba kepandaiannya naik sepuluh kali
lipat, masih belum tentu dapat mengelak tanpa menderita luka.
Sin Houw jadi tak dapat bersabar lagi. Terus saja ia
mengangkat kakinya dengan ilmu warisan Gin-coa Long-kun,

915
Dan tiba-tiba saja ujung pedang Sie Liu Hwa sudah kena
diinjaknya.
Semua hadirin heran menyaksikan kejadian itu, Dengan
jurus apakah dia berhasil menindih serangan Sie Liu Hwa
yang berbahaya itu? Sim Pek Eng pun kagum bukan main. Dia
sendiri tak sanggup berbuat demikian.
Tentu saja yang paling terkejut dan penasaran adalah Sie
Liu Hwa sendiri. Dengan jurus itu, entah sudah berapa banyak
musuh yang dirobohkannya, selama itu belum pernah ia gagal,
meskipun kepandaian musuhnya berada di-atasnya.
Tapi kali ini kenapa tiba-tiba macet? Kenapa dengan sekali
gerak saja Sin Houw dapat menginjak ujung pedangnya ?
Dengan mengerahkan tenaga, ia mencoba menarik
pedangnya. Akan tetapi usahanya siasia belaka.
Pada saat itu, tangan kiri Sin Houw justru menyambar
mukanya. Tak dapat ia menghindar dengan membuang
mukanya saja, karena lengan Sin Houw dapat menjangkaunya
dengan leluasa. Maka terpaksalah ia melepaskan pedangnya
dengan melompat dengan demikian, dua kali sudah pedang
nya kena dirampas lawan!
Sin Houw benar-benar mendongkol. ia sambar pedang itu,
Dan dengan kedua tangannya, mematahkan menjadi
beberapa bagian. Kemudian dilemparkan ke lantai
bergelontangan. setelah itu ia menyapu hadirin dengan
pandang mata yang berkilat.
Kiang Yan Bu dan Nie Sun Kiong adalah saudara
seperguruan Sie Liu Hwa. Dengan mata kepala sendiri,
mereka menyaksikan betapa adik seperguruannya itu kalah
dalam sejurus saja.
Keruan saja mereka marah, karena pamor rumah
perguruannya terbawa runtuh oleh kekalahan itu. seketika itu

916
juga Kiang Yan Bu hendak melompat ke gelanggang, Akan
tetapi Nie Sun Kiong mencegahnya. Bisiknya:
"Tunggu, sejak tadi dia belum bicara. Biarlah dia
menerangkan maksud kedatangannya. setelah itu kita
bertindak . "
Benar dugaan Nie Sun Kiong.. Sin Houw lantas membuka
mulutnya. Katanya:
"Saudaranya The Sie Ban dulu adalah seorang yang
tercela perbuatannya. Karena itu terpaksa Sim enghiong
membunuhnya. Hal itu adalah untuk menjaga martabat dan
kehormatan golongan para enghiong lainnya. Peristiwa itu,
diketahui dengan jelas sekali oleh kakakku seperguruan, Lim
Beng Cin. Kecuali itu, sudah ada para saksi lain yang menulis
surat kesaksiannya. Surat itulah merupakan surat kesaksian
yang asli, bukan surat paIsu seperti yang dituduhkan oleh
Kiang enghiong?"
Sin Houw menunda bicara dan menuding Kiang Yan Bu.
Dilain pihak, puas dan tergetar hati Sim Pek Eng
mendengar perkataan Sin Houw. Sekarang ia percaya, bahwa
pemuda itu benar-benar utusan Gin-coa Long-kun. Kalau
bukan utusannya, betapa mungkin mengetahui peristiwa
persengkataan itu dengan jelas? Tanpa merasa, ia menekap
pergelangan tangan Cu Hwa erat-erat.
Dan Kiang Yan Bu tertawa mengejek, dengan suara
menggertak, ia berkata:
"Aku berkata surat itu adalah palsu. Dan sekali aku berkata
demikian, akan tetap berlaku sepanjang masa. itulah hasil tipu
daya Sim Pek Eng yang curang untuk mengelabui kita
semuanya. Apakah keberatannya apabila aku robek -robek
berhamburan?"

917
Sin Houw menatap keponakan muridnya itu, Menyahut
dengan bersenyum:
"Ketika kami hendak berangkat kemari, Lim suheng telah
membaca surat itu dihadapan kami berdua. Tadi, Nio
enghiong dan seorang temannya l&Lah ikut membacanya.
Kukira mereka berdua masih ingat bunyi surat itu, Nah, biar
sekarang puteranya Lim suheng ini membacanya diluar
kepala."
Setelah berkata demikian Sin Houw membungkuk hormat
kepada Nio Cun Swie dan temannya, dengan maksud
mengangkat mereka berdua sebagai saksi, kemudian berkata
kepada The Sie Ban:
"The enghiong, maafkan kami. Terpaksa aku membuka
rahasia almarhum kakakmu didepan umum."
"Kakakku adalah seorang pendekar berhati bersih.
Rahasia apakah yang hendak kau beberkan didepan kami?
Silahkan!" sahut The Sie Ban dengan membusungkan
dadanya.
Thio Sin Houw bersenyum, ia menoleh kepada Nio Cun
Swie dan temannya untuk minta idzin, Kata mereka berdua
hampir berbareng:
"Silahkan! Barangkali kami masih ingat dengan bunyi surat
itu."
Sin Houw menyatakan terima kasih, Kemudian berpaling
kepada Giok Cu. Kemarin malam, teringatlah dia betapa gadis
itu berkali-kali membaca bunyi surat kesaksian, Mengingat
otak Giok Cu tajam luar biasa, pastilah dia hafal akan bunyi
kata-katanya diluar kepala, Ta bersyukur dan mantap setelah
melihat wajah Giok Cu yang membalas pandangnya dengan
yakin.

918
"Kau masih ingat bunyi surat kesaksian itu tatkala ayahmu
membaca di depan kita, bukan?"
Giok Cu manggut, Terus saja mulai ia membaca surat itu
diluar kepala dengan lancar, selagi membaca, hatinya memuji
dirinya sendiri. Coba, andaikata ia tak usilan membaca
berulang kali dan menghafalkannya, pastilah akan
menanggung malu dihadapan hadirin.
Diam-diam ia mengerling kepada Sin Houw pemuda itu
nampak puas sekali. Dan menyaksikan hal itu, mendadak saja
sifat kewanitaannya timbul diluar kehendaknya sendiri. ia
lantas membaca dengan suara merdu, halus dan jelas seolaholah
sedang menyanyikan lagu cinta.
Hebat adalah kesan The Sie Ban. ia melihat Nio Cun Swie
dan temannya tertegun heran. Akhirnya manggut kecil
membenarkan, Hadirin lantas saling bicara bisik-bisik
mengadili sepak terjang dan kelakuan The Sie Kam. Keruan
saja The Sie Ban jadi malu bukan main, Belum selesai Giok
Cu membaca, lantas saja ia memekik:
"Berhenti! siapakah kau?"
Belum sempat Giok Cu menjawab atau Kiang Yan Bu
sudah menyambung:
"The sieheng dan kawan-kawan sekalian, mereka pasti
adalah anak buahnya Sim Pek Eng. Sekiranya bukan, pastilah
salah seorang sahat undangannya, siapa tahu, diantara
mereka sudah memperbincangkan kemungkinannya? Jauh
sebelumnya, mereka itu nampaknya sudah bersedia-sedia."
The Sie Ban tersadar oleh perkataan Kiang Yan Bu, lalu
berseru sambil menentang mata kepada Sin Houw berdua.
"Akh, ya! Kau bilang bahwa Lim Beng Cin yang

919
memerintahkan kau datang kesini. Bagaimana akan kau
buktikan, benar tidaknya terhadap kami?" tanyanya .
"Sebenarnya, apa yang kau kehendaki agar kau percaya?"
Sin Houw mendongkol .
The Sie Ban menghunus pedang panjangnya dan
membalingkan didepan matanya . Katanya menantang:
"Aku sendiri belum pernah bertemu dengan pendekar yang
menamakan diri Gin coa Long-kun. Tetapi menurut kabar, ia
berkepandaian sangat tinggi. Huh, betapa aku bisa percaya
begitu saja sebelum menyaksikannya sendiri? Karena kalian
menyatakan diri sebagai adik seperguruan dan putoranya,
kalau begitu kali an pasti sudah mewarisi ilmu kepandaiannya.
Coba, tangkislah pedangku bila dapat menangkis pedangku,
barulah aku mau percaya."
The Sie Ban memandang enteng Sin Houw, mengingat
usia pemuda itu jauh berada dibawahnya, juga terhadap Ciok
Cu yang menyatakan diri sebagai putera Gin-cia Long-kun,
Andaikata mereka benar telah mewarisi kepandaian Gin-coa
Long-kun, masa latihannya pun terlalu pendek.
Mustahil mereka berdua sudah berlatih sejak dalam
kandungan. Sebab sesuatu ilmu kepandaian baru mencapai
kesempurnaan apabla sipewaris sudah memiliki masa latihan
paling tidak tiga puluh tahun lamanya. Maka ia yakin akan
dapat merobohkan mereka berdua dalam beberapa jurus saja,
Dengan demikian , akan dapat meyakinkan kawan-kawannya
bahwa dua helai surat kesaksian itu memang palsu.
Pada waktu itu Sin Houw duduk di atas kursi, begitu
mendengar tantangan The Sie Ban. ia meneguk minumannya
beberapa kali. Kemudian memasukkan sepotong daging ayam
ke dalam mulutnya. Berkata sambil mengunyah:
"Untuk melawan pedangmu, kurasa tidak perlu sampai

920
menggunakan warisan Lim suheng, Kau telah dipermainkan
dan diperalat seseorang. Namun tidak menyadari juga,
sungguh sayang..."
"Siapa yang memperalat aku? siapa yang mempermainkan
aku?" teriak The Sie Ban dengan mendongkol, "Hey, kau
benar benar tak tahu diri. Kau enyahlah sebelum aku
menghajarmu benar-benar."
Sin Houw tetap saja bersikap acuh, dengan meram-melek
ia mengunyah daging ayamnya, sambil menelan, ia menyahut
dengan tenang meyakinkan:
"Sebentar lagi aku akan membuktikan betapa kau kena
diperalat oleh mata-mata musuh. sekarang biarlah aku
membicarakan pertaruhannya, sebelum aku menggerakkan
pedangku."
"Kau menghendaki pertaruhan apa?"
"Bila kau kalah, hendaklah kau menyudahi
persengkataanmu dengan Sim Pek Eng, Bagaimana? Kalau
setuju, nah berkatalah dengan suara nyaring dihadapan para
hadirin." kata Sin Houw.
"ltulah pasti!" teriak The Sie Ban dengan suara penuh,
"Biarlah mereka semua menyaksikan! Sebaliknya, bagaimana
kalau kau tak dapat melawan pedangku?"
"Kalau kalah, segera aku akan berlutut beberapa kali
dihadapanmu, Kemudian aku tak mau campur tangan lagi
masalah ini." sahut Sin Houw sambil terus mengunyah sisa
ayam goreng yang menyumpal sebagian mulutnya.
"Baik!" seru The Sie Ban. "Nah... majulah. jangan cuma
mengumbar mulut yang bukan-bukan,"

921
Berkata demikian, The Sie Ban memutar pedangnya
sehingga perdengarkan suara mendesing, Tak usah dikatakan
lagi, bahwa hatinya sengit dan sengaja hendak
mempertontonkan himpunan tenaga saktinya.
Didalam hatinya ia berpikir: "Kalau aku tidak memberi
tanda mata kepadamu, pastilah kau akan memandang rendah
terhadapku, jangan kau berteriak seperti babi, kalau ujung
pedangku menikam tubuhmu!"
Tetapi Sin Houw masih tetap duduk di kursinya. Tetapi
tiba-tiba berkelebatan sesosok bayangan. Berkata bayangan
itu:
"Aku ingin menyaksikan, betapa tingginya ilmu saktinya
Gin-coa Long-kun!"
Dia ternyata seorang laki-laki berusia kira-kira limapuluh
tahun. Dengan sebilah pedang, terus saja ia menikam Sin
Houw yang masih duduk diatas kursinya.
Dengan gesit Sin Houw melompat ke tengah gelanggang
sambil berkata:
"Sabar, totiang, sebenarnya siapa kah nama totiang?"
penyerang itu memang seorang imam atau tojin.
"Pinto adalah Pian Cong tojin." jawab imam itu, "Dahulu
Gin-coa Long-kun dan Ma San totiang telah saling
memperkenalkan Liang-gie Kiam-hoat, ilmu pedang itu adalah
ciptaan Oey Bok totiang, yang mengatakan bahwa didalam
kalangan rimba persilatan tidak ada tandingannya, Tetapi
waktu itu Gin-coa Long-kun hanya tertawa, tidak ia
membantah maupun membenarkan. untunglah kita saling
bertemu disini, sehingga untuk angkatan muda dapat terbuka
kesempatan untuk mencoba-coba ilmu itu."
Dan Pian Cong tojin menyudahi perkataannya dengan

922
memberikan isyarat kepada The Sie Ban yang menjadi adik
seperguruannya, sehingga seketika itu kedua-
Gesit luar biasa Sin Houw mengelakkan serangan mereka.
Belum sempat ia menghunus pedangnya, mereka berdua
sudah merangsak, Giok Cu tidak mengenal corak ilmu pedang
Liang-gie Kiam-hoat yang memang harus dilakukan oleh dua
orang berbareng, ia memandang pertempuran itu berat
sebelah. Maka ber-serulah dia:
"Tahan! Sin-koko tadi bersedia bertempur seorang lawan
seorang, Kena-pa kalian berdua main kepung?"
Pian Cong tojin melototkan matanya. Membentak:
"Kalau begitu, kau memalsu nama Gin-coa Long-kun. Kau
mengaku sebagai anaknya. Apakah ayahmu tidak pernah
berkata kepadamu, bahwa ilmu pedang kami harus dilakukan
oleh dua orang? sebenarnya , apakah kau hanya mengaku
sebagai anaknya?"
Merah wajah Giok Cu dimaki demikian, Memang, ilmu
pedang yang harus di lakukan oleh dua orang, baru untuk
pertama kali itu didengarnya. untunglah Sin Houw
berpengetahuan luas, ia pernah membaca buku warisan Gincoa
Long-kun, Maka berkatalah pemuda itu:
"Totiang dan The tayhiap. ilmu pedang Liang-gie Kiamhoat
berdasar kepada himpunan tenaga kosong dan berisi.
karena itu harus dilakukan oleh dua orang, Tetapi, siapa yang
telah mahir himpunan tenaga saktinya, bisa melakukan
dengan seorang diri, Karena itu se ruan puteranya Gin-coa
Long-kun sebenarnya tidak terlalu salah. Dia mengira,
himpunan tenaga sakti kalian berdua sudah sempurna.
sehingga masing-masing dapat menggunakan ilmu pedang
Liang-gie Kiam-hoat seorang diri saja!"
Itulah jawaban Sin Houw yang sama sekali tidak terduga

923
oleh Pian Cong to jin dan The Sie Ban. Didalam hati mereka
berkata: "Tidak pernah suhu memberi penjelasan banwa jurus
ilmu pedang itu sesungguhnya dapat dilakukan oleh seorang
saja. Apakah pemuda ini sengaja ngoceh tak keruan?"
Memang dugaan mereka berdua terhadap Sin Houw
setengah benar. Sin Houw memberi alasan, sesungguhnya
terdorong semata-mata untuk menutupi ketololan Giok Cu.
sebaliknya, melihat Pian Cong tojin bimbang, gadis itu
mendapat hati.
Ketenangan dan kepercayaannya kepada diri sendiri timbul
kembali. Dengan membusungkan dada, ia berkata:
"Karena pertempuran harus kalian lakukan dengan berdua,
maka syarat taruhannya harus berlipat pula."
"Kau ingin bertaruh apa?" damprat Pian Cong tojin
mendongkol.
"Aku tak sudi berbicara dengan tampangmu." Giok Cu
membalas dampratnya, "Prakarsa persengketaan ini adalah
The Sie Ban. Maka aku juga ingin berbicara dengan dia, Hai,
bagaimana?"
"Katakanlah!" sahut The Sie Ban singkat.
Giok Cu tertawa menang. Berkata seperti seorang guru
kepada muridnya:
"Bila kalian kalah, kecuali harus menyudahi persengketaan
ini, harus menyerahkan pula gedungmu lengkap dengan
taman dan isinya. Bagaimana? Berani tidak?"
*****
PANAS hati The Sie Ban mendengar perkataan Giok Cu.
pikirnya di dalam hati: "Biarlah kuterima saja permintaannya.

924
Tak mungkin ilmu pedang Liang-gie Kiam-hoat dapat dia
kalahkan. seumpama mereka tidak mati diujung pedangku,
setidaknya aku bisa melukai." Oleh pertimbangan itu, ia lalu
menjawab yakin:
"Baik, Aku terima pertaruhan ini. Umpama masih merasa
belum puas, kau boleh maju juga. Dengan begitu kau tidak
akan merasa kami kepung."
Giok Cu tak mau kalah. Sahutnya dengan sengit:
"Aku maju atau tidak, soal mudah. Yang harus dibicarakan
adalah gedung itu sendiri. Benar-benarkah itu gedung milikmu
sendiri atau sebenarnya kau hanya salah seorang
penunggunya? Coba sebutkan, berapa harga gedung itu?"
Bukan main mendongkolnya hati The Sie Ban kena dihina
demikian. Dengan mata merah, ia berpaling kepada Sin Houw,
kemudian membentak:
"Apakah kau juga sependapat dengan kawanmu itu ?
Benar-benarkah kau tidak menghargai gedung milikku itu?"
Sim Pek Eng yang sejak tadi membungkam mulut, lalu ikut
bicara:
"The Tayhiap, Sebenarnya berapa harga gedungmu itu?"
"Dua bulan yang lalu kubeli dengan harga tiga ratus keping
emas." Sahut The Sie Ban.
"Karena Thio siauhiap hendak melawanmu atas namaku,
biarlah aku wakili pula dirinya. Kau mempertaruhkan
gedungmu seharga tigaratus keping emas, Akupun akan
bertaruh pula atas nama Thio siaohiap sebesar tigaribu keping
emas." kata Sim Pek Eng.

925
"Bila Thio siaohiap tak sanggup melawan kedua
pedangmu, uang sebanyak tigaribu keping emas, boleh kau
ambil. Sekiranya masih puas, boleh kau menuntut padaku."!
setelah berkata demikian, ia berbisik kepada Cu Hwa, dan Cu
Hwa kemudian masuk kedalam, Kemudian keluar lagi sambil
membawa uang emas tigaribu keping, di susun rapi diatas
sebuah nampan.
Didalam hati, sesungguhnya Sim Pek Eng masih sangsi
terhadap kemampuan Sin Houw, ia hanya tahu, Sin Houw
datang untuk mencoba melindungi dirinya. itulah suatu
perbuatan yang tak ternilai harganya, ia tak menghendaki
pemuda itu mengorbankan jiwa bagi dirinya. Karena itu ia
melipatkan nilai harga pertaruhan. Maksudnya, dengan uang
sebesar itu, Sie Ban berdua akan bisa mengatasi diri dengan
melukainya saja.
Sie Liu Hwa yang sejak tadi terbungkam mulutnya karena
pedangnya kenadipatahkan oleh Sin Houw, tiba-tiba
mengambil sisa pedangnya yang buntung. Dilemparkannya
pedang buntung itu di atas meja sambil berkata:
"Aku juga ikut bertaruh, inilah taruhanku."
"Siapa kesudian bertaruh dengan pedang buntung?" Giok
Cu menyindir.
"Kau tak mengerti maksudku? Aku pun bertaruh satu lawan
tiga. Bila pihakku kalah, tikamlah aku tiga kali, sebaliknya bila
pihakmu kalah, aku akan menikammu sekali saja dengan
pedang buntungku ini. Jelas?"
Sudah barang tentu sekalian yang mendengar menjadi
heran. itulah macam pertaruhan yang belum pernah mereka
saksikan. Jago-jago kenamaan yang ikut mendengar
pertaruhan itu sampai bergeleng kepala. Hebat benar
pendekar wanita Hoa-san pay itu, Agaknya ia terlalu bersakit
hati terhadap puteranya Gin-coa long kun yang memperolok
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat Baru : Golok Halilintar 2 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat Baru : Golok Halilintar 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-baru-golok-halilintar-2.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat Baru : Golok Halilintar 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat Baru : Golok Halilintar 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat Baru : Golok Halilintar 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-baru-golok-halilintar-2.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar