Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Sabtu, 10 Desember 2011

Si Racun Dari Barat
See Tok Ouw Yang Hong Tay Toan

Karya Jin Yong (Chin Yung)

Bab 1
Orang selalu berlalu lalang dari Selatan ke Utara, buku merupakan
harta yang tak ternilai, jalanan berliku-liku penuh bahaya.
Konon pada Dinasti Tay Song, ketika Siauw Cong naik tahta, terjadi
peperangan di perbatasan. Pasukan Kini (Tatar) menyerbu ke dalam
perbatasan Kerajaan Tay Song, sehingga menduduki beberapa
wilayah kerajaan Song, menimbulkan kesengsaraan para rakyat
jelata.
Di daerah Selatan panorama sangat indah. Di sana terdapat tempat
pelesiran dan rumah makan mewah, maka tidak heran daerah itu
amat ramai. Di kotaraja, para pejabat dan hartawan hidup
bersenang dengan minuman keras serta makanan lezat, sedangkan
di jalanan justru terdapat begitu banyak mkyat jelata yang
menderita, menahan lapar dan kedinginan.
Konon ketika Kaisar Kauw Cong melalui sebuah sungai di daerah
selatan, pernah mencetuskan sumpah akan menghancurkan pasukan
Kim (Tatar). Maka rakyat pun bersatu hati menghancurkan pasukan
Kim yang menyerbu ke dalam perbatasan Kerajaan Tay Song.
Memang tidak begitu sulit melaksanakan itu, sebab di dalam istana
terdapat seorang menteri bernama Lie Kang yang amat setia,
sedangkan di perbatasan terdapat seorang jenderal yang amat
gagah berani bernama Gak Hui.
Kalau mereka bersungguh hati untuk menghancurkan pasukan Kim,
bukankah pasukan Kim yang menduduki beberapa wilayah Kerajaan
Tay Song dapat diusir sekaligus dihancurkannya?
Akan tetapi, di dalam istana justru terdapat seorang menteri dorna,
sehingga membuat Kerajaan Tay Song menjadi berantakan.
Sedangkan kaisar hanya tahu bersenang-senang dengan para selir
yang cantik jelita. Sudah barang tentu Kerajaan Tay Song menjadi
bobrok tidak karuan, rakyat jelata sengsara dan menderita.
Secara tidak langsung, kotaraja telah berubah menjadi kota

pelesiran. Para pejabat dan para hartawan bersenang-senang siang
malam, sebaliknya rakyat jelata hidup menderita dan kelaparan.
Di sudut sebuah jalanan, terdapat sebidang tanah yang amat luas
dan di sana tampak beberapa buah gubuk yang keadaannya sangat
memperihatinkan.
Di depan salah satu gubuk itu, terlihat belasan orang mengerumuni
seseorang. Orang itu memakai jubah panjang yang dibikin dari
bahan kasar. Dia sedang bercerita dan bernyanyi, tangannya
menggenggam dua potong belahan bambu, sekaligus
membunyikannya mengiringi suara nyanyiannya.
Belasan orang mendengarkan dengan mulut ternganga lebar,
bahkan beberapa orang tampak terbelalak pula, sedangkan orang itu
terus bernyanyi.
Sejak dahulu para menteri setia pasti mati penasaran, menteri dorna
yang hidup senang dan mewah.
Menteri setia mati meninggalkan nama harum, menteri dorna mati
meninggalkan nama busuk.
Perang di sungai, membunuh musuh dua ribu orang/ Tentara Kim
berjumlah empat laksa, tentara Song hanya ratusan, tapi dapat
melawan pasukan Kim. Begitu mendengar nama Gak Hui, pasukan
Kim sudah gentar. Pasukan Kim mengakui akan kegagahan Jenderal
Gak Hui. . .
Mendengar sampai di situ, para pendengar langsung bertepuk
tangan sambil berseru.
"Bagus! Bagus!"
Sungguh mengherankan, orang itu dan para pendengar berani
mencela kebusukan menteri dorna! Padahal ketika itu, siapa yang
berani mencela para pejabat, pasti ditangkap dan langsung dijatuhi
hukuman berat. Sementara orang yang bernyanyi itu melanjutkan.

Menteri dorna Cing Kwei memfitnah Jenderal Gak Hui di hadapan
kaisar, sehingga Gak Hui yang gagah berani dijatuhi hukuman mati .
. .
Ketika orang itu bernyanyi sampai di situ, mendadak terdengar suara
bentakan sengit.
"Orang bermarga Cing, aku sudah buta bersahabat denganmu!
Menteri dorna Cing Kwei berpihak pada musuh demi hidup senang
dan mewah! Aku tidak menyangka orang marga Cing berakhlak
seperti itu!"
Orang yang membentak sengit itu adalah teman baik orang
bermarga Cing tersebut. Orang bermarga Cing diam saja sebab Cing
Kwei memang menteri dorna, sedangkan dia bermarga Cing.
Setelah orang itu membentak, yang lain pun menatap gusar kepada
orang bermarga Cing tersebut.
"Hajar dia! Orang marga Cing memang harus mampus!"
Terdengar suara seruan di sana-sini. Di saat bersamaan, mendadak
terdengar suara tawa dingin.
Pada hal saat itu, hati semua orang sedang panas, namun suara
tawa dingin itu membuat hati semua orang berubah dingin seketika.
Kemudian terdengar salah seorang membentak.
"Siapa? Siapa yang tertawa? Cepat tampil untuk bicara!"
Wajahnya berseri tapi kelihatan angkuh sekali.
Dia memandang semua orang yang berada di situ, kemudian berkata
dengan suara lantang.
"Kelihatannya hati kalian telah tergerak semua!"

"Siapa kau?" tanya salah seorang dari mereka yang berkerumun.
Orang itu sama sekai tidak memandang sebelah mata pun kepada
orang yang bertanya. Dia menyahut dengan angkuh.
"Siapa aku, tidak perlu kau tahu!"
Orang yang bertanya diam seketika, tapi semua orang yang berada
di situ mulai memperhatikan orang yang berbicara itu.
Orang tersebut berusia dua puluhan. Wajahnya tampan tapi
kelihatan lemah seperti seorang sastrawan. Tangannya memegang
sebuah kipas dan memakai jubah panjang warna abu-abu. Semua
orang tertegun menyaksikannya, dan dalam hati mereka memuji
akan ketampanannya.
Berselang sesaat, salah seorang memandangnya seraya bertanya.
"Setelah kau mendengar Tay Song menghancurkan pasukan Kim,
kenapa kau kelihatan acuh tak acuh?"
Orang itu tertawa, lalu menyahut.
"Memang bagus cerita itu, namun tidak perlu dibanggakan. Tay
Song melaksanakan sesuatu, setelah Kaisar Kauw Cong
menyeberang sungai, sudah tiada yang berharga untuk diceritakan
lagi. Aku justru tidak habis berpikir, kalian semua hanya bisa
menceritakan Tay Song, bahkan pandai mengeritik pihak lain pula!"
Usai orang itu menyahut, tampak seorang berbadan gemuk berteriak
dengan gusar.
"Sungguh penasaran! Sungguh penasaran!"
Salah seorang yang berdiri di sisinya segera bertanya.
"Kenapa kau penasaran?"

"Jelas Kerajaan Tay Song punya pahlawan dan jenderal yang gagah
berani, tapi orang itu malah bilang tidak perlu dibanggakan.
Bukankah itu sungguh keterlaluan?" jawab si Gemuk.
Ketika berbicara, si Gemuk mengangkat kedua tangannya saking
nafsunya. Tampak sepasang tangannya berwana hitam, pertanda dia
ahli ilmu pukulan Hek Sah Ciang (Pukulan Pasir Hitam).
Apa yang dikatakan si Gemuk tadi memang benar, maka semua
orang langsung menatap pemuda tampan itu dengan bengis, seakan
ingin menelannya bulat-bulat
Semula orang yang bercerita itu juga merasa gusar terhadap
pemuda tampan tesebut. Dia berharap semua orang menghajarnya.
Namun kini menyaksikan semua orang kelihatan begitu gusar, dia
khawatir akan terjadi sesuatu. Karena itu, dia segera berkata untuk
menenangkan semua orang.
"Apa yang dikatakan pemuda ini juga ada benarnya. Tay Song kita
memang sudah bobrok, tidak heran dia mengatakan begitu."
Dia bermaksud baik, yakni ingin menenangkan semua orang. Namun
ketika dia baru mau melanjutkan ceritanya, mendadak si Gemuk
membentak gusar.
"Kau kira di bawah kaki kaisar, sudah boleh bicara sembarangan?"
Semua orang langsung membungkam dan berpikir, mungkin si
Gemuk adalah perwira dalam istana, maka berani membentak
begitu.
Akan tetapi, pemuda tampan itu malah tertawa dingin dan
memandang si Gemuk seraya bertanya.
"Siapa kau?"
Si Gemuk memang berharap pemuda tampan itu bertanya demikian,
karena itu, dia tertawa gelak, lalu menyahut.

"Siapa aku? Aku justru adalah pengawal dalam istana, Tiat Ciang
(Pukulan Tangan Besi) Sui Peng!"
Orang tersebut tahu namanya cukup terkenal di dalam atau di luar
istana, maka dia memandang remeh terhadap pemuda itu.
"Sebetulnya siapa kau?" bentaknya.
Pemuda itu tertawa nyaring, lalu menyahut.
"Aku adalah orang yang tak terkenal. Maka kalaupun aku
beritahukan, kau pasti tidak akan tahu."
Tiat Ciang Sui Peng manggut-manggut, kemudian membusungkan
dada sambil berkata besar.
"Tentunya kau bukan orang yang terkenal, sebab aku tidak
mengenalmu! Dalam istana hingga dunia persilatan, aku banyak
mengenal orang terkenal, maka bagaimana aku tidak tahu tentang
dirimu? Aku yakin kau bukan warga kotaraja! Sebetulnya kau berasal
dari mana?"
Pemuda itu tidak menjelaskan, hanya tertawa ringan seraya berkata.
"Memang benar, aku bukan warga kotaraja, melainkan datang dari
daerah lain."
Tiat Ciang Sui Peng bergirang dalam hati mendengar itu. Pemuda itu
datang dari daerah lain, maka sudah pasti bukan sanak famili
pejabat tinggi kotaraja, karena itu, nyali orang tersebut menjadi
besar.
Dadanya terangkat sedikit, kemudian tertawa seraya berkata.
"Baik, sebut namamu!"
"Tidak apa-apa kuberitahukan padamu, aku berasal dari Tho Hoa To
(Pulau Bunga Persik) di Tong Hai (Laut Timur). Mengenai namaku,
kau juga ingin mengetahuinya?" sahut pemuda itu acuh tak acuh.

Pemuda itu memberitahukan tempat tinggalnya, membuat Tiat Ciang
Sui Peng mengira dia takut kepadanya, maka timbullah pikiran jahat,
ingin menangkap pemuda itu untuk dijebloskan ke dalam penjara,
lalu menghukum mati padanya!
Setelah timbul pikiran jahatnya, Tiat Ciang Sui Peng mendengus
dingin dan membentak.
"Hei! Aku bertanya, sebetulnya siapa namamu?"
Pemuda itu mengerutkan kening, sama sekali tidak menyahut, hanya
tertawa dingin.
Tiat Ciang Sui Peng tampak gusar sekali, lalu membentak lagi.
"Cepat beritahukan namamu!"
Pemuda itu tersenyum dingin, kemudian menyahut dengan hambar.
"Namaku Oey Yok Su!"
Tiat Ciang Sui Peng tertegun dan terheran-heran mendengar nama
pemuda itu. Kemudian dengan mata agak terbelalak dia bertanya.
"Sapa namamu? Oey Yok Su? Kau Yok Su (Ahli Obat) apa? Kau mirip
seorang sastrawan, bagaimana mungkin kau adalah Yok Su? Apakah
kau tukang obat keliling?"
Tiat Ciang Sui Peng salah menduga. Dia tidak tahu bahwa Tho Hoa
To di Tong Hai merupakan tempat yang amat terkenal di kolong
langit, dan Oey Yok Su adalah majikan pulau itu. Salah seorang dari
lima pesilat tangguh dalam dunia persilatan, ilmu silat Pulau Tho Hoa
To merupakan aliran tersendiri, sama terkenalnya dengan Ong Tiong
Yang, ketua Coan Cin Kauw dan Toan Hong Ya dari Tayli. Akan
tetapi, sungguh sayang sekali. Tiat Ciang Sui Peng merupakan
pengawal rendahan dalam istana, sama sekali tidak tahu pesilat
tangguh dalam dunia persilatan. Tidak heran ketika mendengar
nama Oey Yok Su, malah mentertawakannya.

Wajah Oey Yok Su berubah tak sedap dipandang, lalu dia tertawa
dingin seraya berkata.
"Tidak salah, namaku memang mirip tukang obat keliling. Aku
adalah tukang obat, tentunya tidak melanggar hukum yang berlaku
di kotaraja. Ya, kan?"
Pada hal sesungguhnya, Oey Yok Su sudah berkata sungkan
terhadap Tiat Ciang Sui Peng, sebab di sini bukan Pulau Tho Hoa To,
melainkan adalah kotaraja.
Akan tetapi, Tiat Ciang Sui Peng justru tidak tahu diri, bahkan juga
tidak tahu bahwa Oey Yok Su sudah naik darah, dia malah
membentak.
"Hei! Kau tukang obat, kenapa berani tertawa dingin di hadapanku?"
Kening Oey Yok Su langsung berkerut. Seandainya dia mau
menyudahi urusan itu, cukup baginya berkata sungkan. Namun dia
adalah Oey Yok Su, majikan Pulau Tho Hoa To, sudah pasti tidak
akan membiarkan Tiat Ciang Sui Peng bertingkah di hadapannya.
Oleh karena itu, Oey Yok Su tertawa dingin lagi dan berkata.
"Aku tertawa dingin lantaran melihat orang-orang Tay Song
menganggap dirinya amat setia kepada kerajaan! Tapi
sesungguhnya cuma bersifat seperti kaum wanita, melihat tanah
Kerajaan Tay Song akan jatuh ke tangan suku Kim, namun masih
dapat bersabar seakan tiada urusan! Di sini hanya terdengar cerita
akan kegagahan orang-orang Tay Song, mengapa tidak
menceritakan kebusukan menteri Cing Kwei, serta kebobrokan
Kerajaan Tay Song, juga tidak menceritakan Tay Song harus
mempersembahkan upeti-upeti kepada Bangsa Kim? Itu disebabkan
apa?"
Semua orang yang mendengar kata-kata itu, bersorak penuh
kegirangan. Mereka sama sekali tidak menyangka, bahwa pemuda
yang tampak lemah itu ternyata begitu berani. Semula semua orang

amat gusar kepadanya, tapi kini justru malah menaruh hormat
karena keberaniannya itu.
Akan tetapi, orang yang di hadapan pemuda itu adalah pengawal
dalam istana, tentunya pemuda itu akan celaka.
Namun di saat semua orang mencemaskannya, Oey Yok Su malah
tertawa dingin, sudah barang tentu membuat Tiat Ciang Sui Peng
melotot.
"Baik, kau sungguh berani! Kalau begitu, kau harus mampus di
dalam penjara!"
Usai berkata, Tiat Ciang Sui Peng memukul meja yang berada di
sisinya.
Bukan main terkejutnya semua orang, ternyata Tiat Ciang Sui Peng
berkepandaian tinggi, sebab meja yang dipukulnya menimbulkan
bekas telapak tangannya berwarna hitam, kelihatannya seperti
hangus terbakar. Apabila pukulan itu menghantam Oey Yok Su,
bukankah nyawa pemuda itu akan melayang?
Namun Oey Yok Su tidak tampak terkejut, hanya tertegun
memandang Tiat Ciang Sui Peng sambil tertawa dan tangannya
mengusap-usap meja tersebut sambil berkata.
"Tuan, mengapa harus merusak meja ini?"
Oey Yok Su mengusap meja itu perlahan, namun meja itu justru
telah berubah rata. Melihat kejadian itu, semua orang berseru.
"Lihat! Lihat! Lihat meja itu!"
Ternyata Oey Yok Su memperlihatkan kungfu tingkat tinggi. Walau
tangannya mengusap begitu perlahan, namun bekas telapak tangan
Tiat Ciang
Sui Peng di meja itu telah hilang, rata seperti semula.

Seandainya Tiat Ciang Sui Peng berpengalaman, pasti tahu bahwa
itu merupakan kungfu tingkat tinggi, maka dia harus tahu diri dan
segera mundur.
Akan tetapi, orang tersebut justru berpengalaman cetek dan
berpengetahuan dangkal, lagi pula menganggap dirinya adalah
pengawal dalam istana, sehingga selalu berlaku sok, tidak ingat akan
suatu pepatah, bahwa di luar langit masih ada langit, di atas gunung
masih terdapat gunung lain.
Ketika menyaksikan perbuatan Oey Yok Su, dia malah tampak gusar
sekali, dan membentak keras.
"Kau berani mempermainkanku?"
Biasanya tiada seorang pun berani bersikap demikian terhadapnya,
karena itu, kegusarannya sudah tak tertahan lagi, dan dia langsung
menggerakkan sepasang tangannya untuk menyerang Oey Yok Su.
Oey Yok Su sama sekali tidak bergerak, juga tidak
memperdulikannya, hanya berdiri diam di tempat, tapi keningnya
berkerut-kerut.
Sedangkan Tiat Ciang Sui Peng hanya menggunakan tujuh bagian
tenaganya karena tidak bermaksud membunuh Oey Yok Su, hanya
ingin menghajarnya.
Orang-orang langsung menyingkir, karena pukulannya menimbulkan
angin yang menderu-deru.
Perlu diketahui, Tiat Ciang Sui Peng memang mahir ilmu pukulan
Tiat Sah Ciang (Ilmu Pukulan Pasir Besi).
Ketika semua orang menyaksikan pukulannya, segera bertepuk
tangan memujinya, itu agar Tiat Ciang Sui Peng merasa puas.

Ternyata benar, orang tersebut merasa girang. Dia yakin namanya
akan lebih terkenal, sebab semua orang pasti akan menyebar
luaskan tentang kejadian itu.
Lagi pula dia pun mempunyai alasan tertentu untuk menghajar Oey
Yok Su, karena Oey Yok Su berani menghina kaisar.
Berpikir sampai di situ, Tiat Ciang Sui Peng semakin merasa puas,
sehingga membuatnya ingin merobohkan Oey Yok Su dalam sekali
pukul.
Sedangkan Oey Yok Su tetap berdiri diam di tempat, kelihatannya
seperti tidak berani melawan, dan itu sungguh mencemaskan semua
orang. Sungguh sial pemuda yang berasal dari Pulau Tho Hoa To itu,
hari ini dia pasti celaka di tangan Tiat Ciang Sui Peng! Pikir semua
orang. Kalau tidak mati, dia pun pasti akan terluka parah!
Tiat Ciang Sui Peng tidak tahu, bahwa Oey Yok Su masih berusaha
mengendalikan diri. Sebaliknya dia malah ingin memamerkan
kepandaiannya, agar namanya lebih terkenal.
Oey Yok Su mundur, tapi Tiat Ciang Sui Peng terus menyerangnya.
Itu membuat Oey Yok Su terpaksa mundur dan terus mundur,
akhirnya punggungnya membentur tembok, maka dia sudah tidak
bisa mundur lagi.
Di saat itulah dia memandang Tiat Ciang Sui Peng, lalu tertawa
seraya berkata dengan lantang.
"Baiklah! Kegusaranmu telah dilampiaskan. Dari tadi kau terus
menyerangku, tapi aku sama sekali tidak membalas! Kini sudah
cukup kau menyerang, aku pun sudah harus pergi!"
Semua orang langsung bersoraksorai. Mereka sudah melihat jelas,
bahwa Oey Yok Su memiliki kungfu tingkat tinggi. Kalau tidak,
bagaimana mungkin dia tidak terluka ketika terkena pukulan Tiat
Ciang Sui Peng?

Seandainya semua orang tidak bersorak-sorai, mungkin Tiat Ciang
Sui Peng akan menyudahi urusan itu. Namun dikarenakan semua
orang bersorak-sorai, kelihatannya seakan memuji Oey Yok Su, itu
membuat Tiat Ciang Sui Peng menjadi penasaran sekali. Sebab dari
tadi dia terus menyerang dan memukul, tapi Oey Yok Su tidak
membalas dan tidak tampak terluka, maka Tiat Ciang Sui Peng
menganggap semua orang sedang men t er lawakannya.
Di saat bersamaan, terdengar seseorang berkata sambil tertawa,
sehingga membuat Tiat Ciang Sui Peng bertambah penasaran dan
kegusarannya pun memuncak.
"Memukul tak kena malah kelelahan! Ha ha ha . . .!"
Sesungguhnya saat itu, semua orang memang ingin melihat Oey Yok
Su menghajar Tiat Ciang Sui Peng, karena para pengawal dalam
istana, selalu bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat jelata.
Sementara Tiat Ciang Sui Peng menatap Oey Yok Su dengan mata
melotot, kemudian mendadak menyerang lagi dengan pukulan
dahsyat.
Sedangkan Oey Yok Su sudah tidak bisa mundur, maka terpaksa
mengangkat sebelah tangannya untuk menangkis pukulan Tiat Ciang
Sui Peng.
Plak!
Terdengar suara benturan. Tiat Ciang Sui Peng terhuyung-huyung ke
belakang beberapa langkah. Sepasang matanya yang melotot
bertambah melotot, namun mulutnya menutup rapat.
Bukan main terkejutnya Tiat Ciang Sui Peng. Dia tahu dirinya telah
terluka dalam, sebab dadanya terasa sakit sekali. Maka dia tidak
berani membuka mulut, sebab apabla membuka mulut, pasti
menyemburkan darah segar. Itu membuatnya mengeluh dalam hati.
"Habislah! Tak kusangka akan kalah di tangan pemuda berasal dari
Pulau Tho Hoa To! Aku memperoleh ilmu pukulan Tiat Sah Ciang

dari partai Tiat Sah Ciang, tapi justru dilukai oleh pemuda ini,
selanjutnya bagaimana aku menaruh kakiku di kotaraja lagi?"
Sambil menahan rasa sakit di dadanya, dia terus melotot i Oey Yok
Su, namun nyalinya telah ciut.
Pemuda itu berkepandaian begitu tinggi. Sebetulnya tempat apa
Pulau Tho Hoa To itu? Kepandaiannya begitu tinggi, dia berasal dari
partai mana?
Tiat Ciang Sui Peng bertanya dalam hati. Setelah rasa sakit di
dadanya agak berkurang, barulah dia berkata dengan lemah.
"Kepandaian Anda sungguh tinggi, di luar dugaanku. Aku tun . . ."
Karena membuka mulut berbicara, akhirnya Tiat Ciang Sui Peng
memuntah darah segar.
Semua orang tahu, Tiat Ciang Sui Peng sudah terluka parah. Betapa
kagumnya mereka terhadap Oey Yok Su, sebab yang menyerang
adalah Tiat Ciang Sui Peng, sedangkan Oey Yok Su cuma mundur
dan akhirnya menangkis, tapi justru tangkisannya membuat Tiat
Ciang Sui Peng terluka parah. Kalau tidak menyaksikan dengan mata
kepala sendiri, siapa pun tak akan percaya.
Tiat Ciang Sui Peng tahu apabila saat ini tidak pergi, tentunya akan
memperoleh ejekan dari semua orang. Oleh karena itu, dia segera
berjalan pergi dengan sempoyongan.
Semua orang tahu dia sudah terluka parah, maka membiarkannya
pergi tanpa mengejeknya.
Akan tetapi, ketika Tiat Ciang Sui Peng baru berjalan beberapa
langkah, mendadak terdengar suara bentakan.
"Berhenti!"
Apa boleh buat, Tiat Ciang Sui Peng terpaksa berhenti. Ternyata
yang membentak itu adalah Oey Yok Su. Karena hawa kegusarannya
belum reda, dia berkata dengan lantang.

"Sui Peng, katakanlah! Kau orang Tay Song, namun bukankah
seorang tolol?"
Tiat Ciang Sui Peng tidak dapat menyahut, hanya melototi Oey Yok
Su dengan mulut membungkam.
Semua orang saling memandang. Sudah barang tentu suasana di
tempat itu berubah menjadi hening sekali. Akan tetapi tiba-tiba
terdengar suara sahutan.
"Omitohud! Kalau Sui Tayjin berniat bertobat Oey Siauhiap juga
harus mengampuninya! Hud Couw (Sang Buddha) pun pernah
melakukan kekeliruan, apalagi orang awam?"
Semua orang tersentak, tidak menyangka akan ada orang
menyahut. Mereka segera menoleh, ternyata yang menyahut itu
adalah seorang padri muda, wajahnya agak merah dan tampan,
tampak lembut dan welas asih.
Oey Yok Su menatap padri muda itu, dan seketika tahu bahwa dia
bukan merupakan padri biasa.
"Apakah padri ingin memberi petunjuk kepadaku?" tanyanya sambil
tertawa dingin.
Saat ini, orang belum tahu bahwa ilmu silat Pulau Tho Hoa To yang
di laut Timur amat tinggi. Sudah barang tentu kaum rimba persilatan
pun tidak tahu dan tidak kenal akan Oey Yok Su, majikan pulau
tersebut, hanya tahu dalam dunia persilatan terdapat seorang tosu
muda dari Coan Cin Kauw bernama Ong Tiong Yang, berkepandaian
tinggi dan amat harum namanya.
Tosu muda Ong Tiong Yang pernah memimpin rakyat melawan
pasukan Kim, namun gagal. Maka sejak itu, Ong Tiong Yang kembali
ke Cong Lam San untuk memperdalam ajaran Coan Cin Kauw dan
tidak pernah berkecimpung dalam dunia persilatan lagi.
Masih terdapat keluarga Toan di Kerajaan Tayli. Keluarga Toan turun
temurun merupakan raja di Tayli, juga amat terkenal dalam dunia
persilatan, karena memiliki ilmu It Yang Ci (Jari Sakti), ilmu yang
amat tinggi dalam dunia persilatan.

Konon di Gunung Pek Tho San, di daerah See
Hek (Bagian Barat Luar Tionggoan) terdapat satu aliran yang
memiliki ilmu silat tinggi. Aliran tersebut tergolong tidak lurus dan
tidak sesat. Ilmu silat yang dimiliki aliran itu tidak berada di bawah
keluarga Toan maupun Ong Tiong Yang dari Coan Cin Kauw di
Gunung Cong Lam San.
Sementara padri muda itu tersenyum, kemudian menyahut.
"Aku tahu di Laut Tong Hai terdapat sebuah Pulau Tho Hoa To. Aku
pun tahu tidak lama lagi Pulau Tho Hoa To akan terkenal dalam
dunia persilatan, semua kaum rimba persilatan akan mengetahuinya.
Karena aku tahu di pulau itu terdapat seseorang, orang itu adalah
kau bernama Oey Yok Su."
Semua orang terheran-heran, sebab kemunculan padri muda itu
bukan untuk melawan Oey Yok Su, melainkan hanya ingin berbicara
panjang lebar saja.
Akan tetapi, wajah Oey Yok Su justru berubah ketika mendengar apa
yang dikatakan padri muda itu, perubahan yang menaruh hormat
kepada padri muda tersebut.
Oey Yok Su cepat-cepat menjura, lalu berkata dengan sopan.
"Terimakasih atas ucapan padri, di sini aku memberi hormat!"
Dengan sopan padri muda itu pun cepat-cepat balas memberi
hormat, kemudian tersenyum dan berkata lembut.
"Apa yang kuucapkan tadi merupakan hal sesungguhnya, harap
Tocu (Majikan Pulau) dapat mawas diri, dan jangan berkepandangan
seperti orang lain!"
Seusai padri muda itu berkata demikian, wajah Oey Yok Su tampak
berubah tak sedap dipandang.
"Taysu telah keliru. Aku paling tidak mau mengerjakan dua
pekerjaan di dunia ini, perlukah aku memberitahukan kepada
Taysu?" katanya dingin.

Padri muda itu tercengang. Padahal tadi sikap Oey Yok Su begitu
sopan, tapi kenapa mendadak sontak berubah menjadi begitu?
Apakah aku telah salah bicara? Padri muda itu bertanya dalam hati.
Kalaupun aku salah bicara, tidak seharusnya dia berubah menjadi
begitu dingin.
Padri muda itu memandang Oey Yok Su, kemudian memberi hormat
dan berkata lembut
"Harap Anda sudi memberitahukan!"
Oey Yok Su tetap tertawa dingin.
"Aku tinggal di Pulau Tho Hoa To, tentunya tidak berpengetahuan
luas. Namun aku paling benci dua macam orang. Kesatu adalah
sastrawan, karena orang macam itu selalu berbicara tentang
kebenaran, keadilan dan kebijaksanaan, namun begitu berhasil
meraih kedudukan, langsung pula menjadi kaki tangan pejabat
tinggi, berlaku sewenang-wenang menindas rakyat jelata. Aku paling
benci orang macam itu. Kedua adalah orang yang berpura-pura
berbaik hati, pada hal sesungguhnya hanya ingin mengorbitkan
nama mereka, lalu mengeruk keuntugan yang berlimpah-limpah.
Mereka adalah penjahat yang bertopeng dermawan. Aku sungguh
penasaran karena lahir terlambat, kalau tidak, pasti sudah kubunuh
mereka semua!"
Mendengar itu, padri muda malah tertawa seraya berkata.
"Oey Tocu berkata terbuka, tapi bukankah akan membunuh orang?"
"Orang semacam itu memang harus dibunuh. Namun di kolong
langit justru terdapat begitu banyak orang semacam itu, maka tidak
akan habis dibunuh. Karena itu, aku menjadi penasaran sekali!"
sahut Oey Yok Su.
Padri muda itu tersenyum.
"Omitohud! Bagaimana menurut pendapat Oey Tocu tentang itu?"

"Menurutku, pengawal dalam istana ini harus mati!" sahut Oey Yok
Su.
Semua orang tertegun mendengar itu. Semula mereka semua
berharap Oey Yok Su menghajar Tiat Ciang Sui Peng, namun kini
pemuda tersebut justru ingin membunuhnya. Mereka semua masih
terdapat nurani dan rasa prikemanusiaan, maka ketika Oey Yok Su
mengatakan mau membunuh
Tiat Ciang Sui Peng, timbullah rasa tidak senang terhadap Oey Yok
Su, majikan Pulau Tho Hoa To itu.
Sedangkan padri muda itu hanya tersenyum, memandang Oey Yok
Su seraya berkata.
"Bagaimana Oey Tocu memandang mukaku mengampuni orang itu?"
"Mudah-mudahan Taysu dapat mencegahku!" sahut Oey Yok Su
perlahan.
Itu merupakan jawaban yang menantang, maka membuat hati
semua orang berdebar-debar dan membatin. "Padri muda, mengapa
kau begitu usil mencampuri urusan itu? Tadi Oey Yok Su hanya satu
kali menangkis, membuat Tiat Ciang Sui Peng terluka parah,
bagaimana kau sanggup melawannya?"
Sementara Oey Yok Su memandang padri muda. Dia tahu padri
muda itu berkepandaian tinggi, maka tidak berani menyerang
sembarangan, melainkan perlahan-lahan menggerakkan tangannya
sambil membaca dua baris puisi.
Bayangan bunga persik rontok
pedang sakti terbang,
ombak menderu-deru
dahan pohon meluncur.
Semua orang tahu dia sedang membaca dua baris puisi, namun
tidak tahu itu adalah dua baris puisi yang bergantung di depan
rumahnya di Pulau
Tho Hoa To.

Ketika Oey Yok Su menggerakkan tangannya, tampak membentuk
tiga kuntum bunga, sungguh indah sekali!
Akan tetapi, semua orang tidak tahu, itu adalah ilmu Koan Hoa Kin
Na Ciu (Ilmu Cengkeram Bunga Jari). Ilmu itu ciptaan keluarga Oey
di Pulau Tho Hoa To, tentunya tiada seorang kaum rimba persilatan
mengenali ilmu tersebut.
Padri muda yang berdiri diam, begitu melihat Oey Yok Su
menggerakkan tangannya, langsung bergerak ringan ke belakang
beberapa langkah, dan sepasang matanya tampak terbelalak.
"Ih? Oey Tocu, bukankah itu ilmu Hud Ci Kou Hoa (Buddha
Menunjuk Bunga)?"
"Pengetahuan Taysu sungguh dangkal, tentunya tidak tahu di Pulau
Tho Hoa To terdapat semacam ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu (Ilmu
Cengkeram Bunga Jari)!" sahut Oey Yok Su sambil tertawa.
Usai menyahut, Oey Yok Su mulai menyerang lagi mendesak padri
muda itu, sedangkan padri muda itu terus mundur.
Menyaksikan pertarungan itu hati semua orang bertambah berdebardebar.
Akan tetapi, mendadak padri muda itu mengangkat sebelah
tangannya, dan tampak jari telunjuknya menyentil. Sungguh luar
biasa, sentilan itu berhasil menghalau serangan
Oey Yok Su.
"Ha ha ha!" Oey Yok Su tertawa gelak. "Aku sudah tahu dari tadi,
bahwa taysu berkepandaian tinggi! Ternyata Anda marga Toan dari
Kerajaan Tayli, aku harus memberi hormat!"
Walau di mulut mengatakan memberi hormat, namun di wajah Oey
Yok Su tidak memperlihatkan rasa hormatnya.
Dia terus menatap padri muda itu, kemudian berkata lagi.

"It Yang Ci (Ilmu Jari Sakti) dari keluarga Toan di Tayli sungguh
membukakan mataku!"
Padri muda tersenyum lalu berkata.
"Aku dengar Pulau Tho Hoa To di Laut Tong Hai memiliki ilmu silat
tinggi. Sesungguhnya aku ingin ke sana, tapi tidak mahir
mengemudikan kapal. Itu amat sayang sekali, namun kini bisa
bertemu Oey Tocu di sini, merupakan suatu keberuntungan bagiku!"
Oey Yok Su hanya tertawa, sama sekali tidak mengucapkan sepatah
kata pun.
"Kelihatannya Oey Tocu bersedia menerima pendekatanku!" kata
padri muda itu lagi.
"Kalau Taysu setuju, aku pasti melayanimu!" sahut Oey Yok Su.
Semua orang semakin tertarik, sebab yang satu tampak seperti
sastrawan lemah, sedangkan yang satu lagi adalah seorang padri,
pasti akan terjadi suatu tontonan yang amat menarik.
Oey Yok Su dan padri muda segera duduk berhadapan di meja.
Sepasang tangan mereka ditaruh di atas meja pula, sehingga
kelihatan seperti dua orang sahabat yang akan bercakap-cakap.
Mendadak Oey Yok Su menjulurkan sebelah tangannya, kemudian
digerak-gerakkannya. Itu adalah ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu yang
berjumlah tujuh puluh dua jurus. Sungguh lemas dan indah gerakan
tangannya, namun mengarah pada padri muda yang duduk di
hadapannya.
Sedangkan padri muda pun mulai menggerakkan jari telunjuknya
menunjuk ke sana ke mari dengan perlahan.
Semua orang terbelalak menyaksikannya, sebab kedua orang itu
tidak seperti sedang mengadu kepandaian, melainkan kelihatan
seakan bermain-main seperti anak kecil bermain tepuk tangan.

Akan tetapi, makin lama gerakan tangan mereka berdua makin
cepat, membuat kabur penglihatan semua orang. Walau cuma
sebentar, namun sesungguhnya mereka berdua sudah bergebrak
beberapa jurus.
Wajah Oey Yok Su berubah serius. Dia menatap padri muda seraya
berkata dengan suara dalam.
"Sungguh hebat dan luar biasa ilmu It Yang Ci milik keluarga Toan!"
Padri muda itu bangkit berdiri, lalu menyahut sambil tertawa.
"Oey Tocu, kaum rimba persilatan harus tahu, ada seorang bernama
Oey Yok Su dari Pulau Tho Hoa To, memandang kejahatan bagaikan
musuh."
Oey Yok Su tertawa gelak, begitu pula padri muda. Berselang sesaat,
Oey Yok Su bertanya.
"Bolehkah aku tahu sebutan Taysu?"
"Maaf, aku hanya merupakan padri muda dari Tayli, lagi pula padri
biasa!" sahut padri muda.
"Buddha mengurusi laksaan masalah. Meskipun Taysu punya laksaan
perubahan, tapi aku cuma punya satu kebiasaan," kata Oey Yok Su
sambil tertawa.
Padri muda manggut-manggut, lalu berkata sambil tersenyum.
"Tidak salah, hanya ada satu kebiasaan! Tidak tahu mati hidup, tidak
tahu kemewahan, namun tahu kebajikan."
Mereka berdua tertawa gelak. Sementara Tiat Ciang Sui Peng sudah
tidak kelihatan batang hidungnya, dia sudah pergi dari tadi.
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat dan anda bisa menemukan artikel Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cersil-pendekar-pemanah-rajawali-seri.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cersil-pendekar-pemanah-rajawali-seri.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...