Cerita Silat Terbaik : Pendekar Cacat 4

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Rabu, 07 Desember 2011

447
Sambil tersenyum Thia Leng-juan berjalan menghampiri
mereka, lalu membungkukkan badan mengambil pedang
sembilan naga yang tergeletak di tanah, katanya, "Hari ini
mata orang she Thia baru terbuka, serangan pedang Mosiaucengcu
benar-benar dahsyat, sedangkan pukulan Cuangcu
ini pun hebat. Kalian berdua sama-sama tangguh dan hebat,
setali tiga uang, siapa pun tak ada yang kalah."
Sembari berkata dia membawa pedang sembilan naga itu
dan diangsurkan ke depan Mo Siau-pak.
Tiba-tiba Mo Siau-pak menghela napas panjang, lalu
berbisik, "Ai, aku telah kalah, cuma yang membikin hatiku tak
puas adalah mengapa saudara membiarkan aku kalah dalam
satu gebrakan, tiada jago lihai yang mampu mengalahkan aku
dalam satu gebrakan, kecuali ... kecuali ayahku sendiri."
Setelah menyerahkan pedang, Thia Leng-juan membalik
badan dan mengalihkan pembicaraan ke soal lain, kepada
Bong Thian-gak dia bertanya, "Mungkinkah saudara datang
untuk mencari aku orang she Thia!"
Tergerak hati Bong Thian-gak ketika dilihatnya Thia Lengjuan
tidak mengenali dirinya, pikirnya, "Ya, benar! Dulu aku
telah menyaru wajah dan sekarang muncul dengan wajah asli,
tak heran Thia Leng-juan tak mengenali diriku lagi!"
Kemudian sambil tersenyum dia menyahut, "Benar, aku
memang ingin menyambangi pendekar sastrawan dari Im-ciu!"
Thia Leng-juan tertawa terbahak-bahak, "Hahaha,
kepandaian silat yang kau miliki sangat hebat, tak usah
bertarung pun aku orang she Thia mengakui aku bukan
tandinganmu."
Rupanya Thia Leng-juan mengira Bong Thian-gak
mencarinya untuk menantang duel.
Perbuatan Thia Leng-juan sebelum bertarung sudah
mengaku kalah pun merupakan perbuatan yang mustahil

448
dilakukan orang lain, mungkin di kolong langit ini tiada
manusia yang bisa berbuat seperti ini.
"Ai," Bong Thian-gak menghela napas. "Jian-ciat-suseng
bukan seorang yang gemar mencari gara-gara tanpa alasan,
harap Thia-tayhiap jangan salah sangka."
"Kalau begitu, ada urusan apa kau mencariku? Aku orang
she Thia siap mendengar penjelasanmu," kata Thia Leng-juan
sambil tertawa.
Pelan-pelan Bong Thian-gak berkata, "Seingatku, tiga tahun
lalu Thia Leng-juan pernah berada di gedung Bu-lim Bengcu di
kota Kay-hong."
Sampai di situ, dia lantas membungkam dan tidak
melanjutkan kembali kata-katanya.
Sementara paras muka Thia Leng-juan berubah hebat, tapi
hanya sebentar saja sekulum senyuman sudah kembali
menghiasi wajahnya, dia berkata pula, "Ya, aku pun merasa
seakan-akan pernah bersua denganmu di suatu tempat."
Hati Bong Thian-gak bergetar, sebenarnya ia ingin
mengungkap asal-usul sendiri, tapi entah mengapa tiba-tiba
saja dia merasa di balik sorot mata Thia Leng-juan seakanakan
terpancar serentetan sinar membunuh yang mengerikan.
Maka dengan kening berkerut, sahutnya hambar, "Tengah
hari kemarin, kita pernah bersua di tempat makan."
"Bukan hanya kemarin."
"Kalau begitu, dapatkah Thia-tayhiap menerangkan
dimanakah kita bersua lagi?" Bong Thian-gak balik bertanya.
Thia Leng-juan tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, justru
aku orang she Thia tak bisa mengingatnya kembali."
"Padahal kita baru bersua pertama kali di kota terlarang
ini."

449
"Hahaha, aku orang she Thia memang tidak pandai
melayani tamu, silakan saudara dan Mo-siaucengcu masuk
untuk minum teh!"
Sembari berkata, Thia Leng-juan segera berjalan lebih dulu
menuju ke ruang tamu.
Tapi secara tiba-tiba Mo Siau-pak merangkap tangan
menjura seraya berkata, "Mo Siau-pak masih ada urusan lain
yang mesti diselesaikan, karena itu ingin mohon diri."
Begitu selesai berkata, dia lantas membalik badan dan
melompat keluar tembok pekarangan.
Thia Leng-juan tidak bermaksud menahan tamu, dia
meneruskan perjalanannya menuju ke halaman depan diikuti
Bong Thian-gak di belakangnya.
Tak selang lama mereka berdua sudah tiba di depan
undak-undakan pintu kamar.
Sembari membuka pintu, Thia Leng-juan berkata, "Tahukah
kau, semalam di rumah penginapan ini sudah terjadi peristiwa
besar?"
"Soal direnggutnya dua sukma sepasang manusia jelek dari
Hek-liong-kang oleh Si-hun-mo-li?" sahut Bong Thian-gak
hambar.
Thia Leng-juan tertawa ringan, kemudian mendorong pintu
dan mendonggakkan kepala.
Tiba-tiba saja suara tawa Thia Leng-juan terhenti.
Bong Thian-gak mendonggakkan kepala, tapi apa yang
kemudian terlihatnya membuat dia terperanjat.
Rupanya sembilan pedang darah yang berwarna menyala
telah mengancam tenggorokan Thia Leng-juan.
Pedang darah itu muncul dari balik kamar dan sama sekali
tidak menimbulkan sedikit suara pun.

450
Oleh karena peristiwa ini terjadi sangat mendadak dan
sama sekali di luar dugaan, lagi pula teknik yang digunakan si
penyergap untuk melancarkan serangan terlampau lihai, oleh
karena itu pada hakikatnya tidak sempat lagi bagi Thia Lengjuan
untuk menghindar, dia segera kena ditawan.
Orang yang memegang pedang Hiat-kiam adalah
perempuan berkerudung kain merah.
Rambutnya yang hitam memanjang terurai ke belakang
bahu, kecuali matanya yang jeli, sepasang tangan yang putih
halus, hampir anggota tubuh lainnya terbungkus di balik kain
berwarna merah itu.
"Kau adalah anggota perguruan pedang darah?" Thia Lengjuan
menegur dengan tenang.
Hiat-kiam-bun atau Perguruan pedang darah merupakan
suatu organisasi paling rahasia yang muncul di Bu-lim
semenjak lenyapnya Put-gwa-cin-kau dari peredaran dunia.
Kay-pang dan Hiat-kiam-bun merupakan dua perkumpulan
yang paling termasyhur di Bu-lim saat ini.
Hiat-kiam-bun termasyhur di Bu-lim karena
penyergapannya dan teknik membunuh orang yang tidak
meninggalkan bekas, membuat orang tak menduga
sebelumnya.
Siapakah ketua mereka? Ternyata tak seorang pun tahu.
Anggota mereka selalu membawa pedang berwarna merah
darah dan mengenakan pakaian berwarna merah, sehingga
nampak begitu menyeramkan dan menggidikkan.
Terdengar perempuan berkerudung merah memerintah
dengan suara sedingin es, "Cepat masuk ke dalam atau
pedang ini akan segera menembus tenggorokanmu!"

451
Oleh karena ancaman itu, Thia Leng-juan tak bisa berkutik,
terpaksa dia harus menurut perintah dan masuk ke dalam
kamar.
Pelan-pelan perempuan itu ikut mundur ke dalam, namun
ujung pedang merahnya tetap menempel di tenggorokan Thia
Leng-juan.
Bong Thian-gak ikut melangkah masuk, mendadak
terdengar perempuan berkerudung merah memerintah,
"Tutup pintu dan jangan punya pikiran lain atau tenggorokan
orang ini akan segera berlubang."
Perkataan itu jelas merupakan peringatan, terpaksa Bong
Thian-gak harus turut perintah dan menutup pintu, kemudian
berdiri di samping sambil menanti perubahan situasi.
Dia merasa anggota Hiat-kiam-bun selain memiliki
kepandaian silat lumayan, orangnya pun amat cekatan, tenang
dan pandai melihat gelagat.
Dengan suara masih tenang, Thia Leng-juan bertanya,
"Apakah Hiat-kiam-bun hendak merenggut nyawaku?"
"Bila Buncu kami menghendaki nyawamu, kau sudah tak
dapat bicara sedari tadi," sahut perempuan itu dingin.
Thia Leng-juan tersenyum.
"Kalau begitu, mengapa pedang nona masih menempel
terus di tenggorokanku?"
"Buncu menginginkan kau mengucapkan beberapa patah
kata, bila menolak, nyawamu akan segera kurenggut!"
"Mana Buncu kalian?"
"Buncu kami bukan sembarangan orang dapat
menjumpainya." Thia Leng-juan tertawa ringan.
"Sekarang nona menempelkan pedang di tenggorokanku,
apakah bermaksud hendak memaksaku berbicara?"

452
Baru selesai dia berkata, mendadak dia meringankan
kepalanya ke samping dengan maksud hendak menghindari
tudingan ujung pedang lawan.
Siapa tahu baru saja ia menggerakkan kepala, tahu-tahu
terasa tenggorokan sakit sekali.
"Jika kau berani bergerak lagi secara sembarangan,
pedangku tidak akan kenal ampun."
Rupanya pedang pendek yang berada di tangan perempuan
berkerudung merah itu sudah menggores luka kulit
tenggorokannya,
darah segar segera memancar keluar.
Agak berubah paras muka Bong Thian-gak menyaksikan
kejadian itu, dia merasa perempuan ini memiliki kecerdasan
luar biasa.
Kenyataan sukar bagi Thia Leng-juan untuk melepaskan diri
dari ancaman bahaya begitu saja.
Berpikir sampai di sini, diam-diam timbul keinginan Bong
Thian-gak untuk membantu Thia Leng-juan terlepas dari
cengkeraman lawan.
Terdengar perempuan berkerudung merah berkata, "Thiatayhiap
pentang matamu lebar-lebar, orang-orang Hiat-kiambun
berani datang mencarimu, berarti kami memiliki
kemampuan menghadapimu, oleh sebab itu baik-baiklah
menjawab pertanyaanku, kemungkinan besar kau masih dapat
mempertahankan selembar nyawamu."
Dengan senyum manis masih menghiasi wajahnya, Thia
Leng-juan berkata, "Nona, kau ada urusan apa? Katakan saja
terus terang."
Mendadak terdengar Bong Thian-gak berkata, "Nona,
pedangmu belum dapat dipakai membunuh orang."

453
"Mengapa belum dapat dipakai membunuh orang?"
tanyanya dengan tertegunnya.
Paras Bong Thian-gak sama sekali tidak mengunjuk
perubahan, hanya katanya dengan suara hambar, "Pedang
nona kalau memang bisa dipakai untuk membunuh orang, apa
salahnya coba ditusukkan ke depan?"
Sembari berkata pemuda itu berjalan mendekat ke
arahnya.
"Berhenti!" bentak perempuan itu dengan suara
menggelegar. "Bila kau berani maju selangkah lagi, dia ...."
Belum habis dia berkata, Bong Thian-gak sudah mendesak
ke arahnya dengan kecepatan bagaikan sukma gentayangan.
Perempuan itu terperanjat, belum pernah dia saksikan
kepandaian silat semacam ini, cepat dia menggerakkan tangan
kirinya melepaskan sebuah pukulan yang amat dahsyat ke
arah jalan darah Ciang-tay-hiat di dada Bong Thian-gak.
Bong Thian-gak segera menggerakkan lengan kirinya,
tangan yang kuat seperti jepitan baja itu mencengkeram
pergelangan tangan gadis itu dengan kencang, sementara
lengan kosongnya melancarkan bacokan.
"Cring", dentingan nyaring bergema memecah keheningan.
Dengan terperanjat gadis berkerudung merah itu mundur
tiga-empat langkah, sementara matanya mengawasi pedang
pendeknya yang kutung sebagian dengan wajah tertegun dan
melongo.
Rupanya pedang pendek yang berada di tangan kanannya
itu sudah digetarkan oleh pukulan Bong Thian-gak hingga
patah menjadi dua bagian.
Demonstrasi tenaga dalam ini kontan membuat setiap
orang yang hadir di situ menjadi terperanjat dan pecah
nyalinya.

454
"Siapa kau?" dengan terkesiap dan kaget gadis itu
menegur.
Thia Leng-juan tertawa, mewakili Bong Thian-gak
sahutnya, "Dia adalah Jian-ciat-suseng."
Sambil bicara, secepat kilat Thia Leng-juan berkelit ke
samping.
Kepandaian silat Thia Leng-juan memang sudah lama
termasyhur di Bu-lim, kalau tidak bergerak, tubuhnya tetap
kaku seperti batu karang, namun jika sudah bergerak,
kecepatannya melebihi sambaran petir.
Dalam terkejut dan terkesiapnya, cepat perempuan itu
memutar pedang kutung di tangan kanannya menciptakan
serentetan cahaya pelangi berwarna cerah, kemudian
langsung membacok ke bahu kanan Thia Leng-juan.
Di tengah gelak tertawa yang memekakkan telinga, Thia
Leng-juan mengeluarkan ilmu simpanan Siau-lim-pay yang
disebut Poh-liong-jin (Ilmu menangkap naga).
Dengan gerakan yang luar biasa, dia mencengkeram urat
nadi pergelangan tangan kanan gadis itu, sementara kaki
kanan pada saat bersamaan menendang alat kelamin gadis
itu.
Satu serangan terdiri tiga gerakan berbeda, serangan Thia
Leng-juan ini selain cepat, sempurna juga keji dan tidak
berperi-kemanusian.
Terutama yang membikin orang terperanjat adalah
tendangan Thia Leng-juan yang secara langsung mengarah
bagian rahasia gadis itu, pada hakikatnya tindakan keji ini tak
mungkin bisa dilakukan oleh seorang pendekar besar sejati,
sebab serangan itu selain terkutuk, rendah, sadis, juga
amoral.

455
Lawan adalah seorang wanita, bila pria, maka perbuatan
Thia Ieng-juan mengarah alat kelamin lawan masih belum
terhitung amoral.
Berubah wajah Bong Thian-gak menyaksikan kejadian itu,
serunya dengan suara dalam, "Thia-tayhiap, jangan bertindak
keji."
Dari jurus serangan yang digunakan Thia Leng-juan, Bong
Thian-gak mengerti orang berniat menghabisi nyawa
musuhnya.
Sayang seruan Bong Thian-gak ini agak terlambat,
walaupun gadis itu dapat menghindari cengkeraman dan
pukulan ke arah dadanya, namun gagal menghindari
tendangan ke arah kelaminnya.
"Aduh!" jeritan kesakitan yang menyayat hati
berkumandang.
Gadis berkerudung merah berikut pedangnya tahu-tahu
sudah mencelat hingga menumbuk dinding, kemudian pelanpelan
terduduk di tanah.
Bong Thian-gak dapat menyaksikan dengan jelas semburan
darah segar memancar dari tubuh bagian bawahnya.
Dia belum mati, sepasang matanya yang sayu mengawasi
Bong Thian-gak tanpa berkedip, dilihat dari mimik wajahnya,
gadis itu seperti hendak mengutarakan sesuatu kepada anak
muda itu.
Bong Thian-gak berjalan ke depan, namun Thia Leng-juan
telah mendahului, dengan menggenggam kutungan pedang di
tangan kanan dia tusuk dada gadis itu hingga tembus.
Dengusan tertahan kembali bergema, dengan sorot mata
penuh kebencian, gadis itu menatap wajah Thia Leng-juan
lekat-lekat, lalu serunya tertahan, "Kau ... kau sungguh amat
keji."

456
Dengan dua serangan yang mematikan bersarang di
tubuhnya, gadis berkerudung merah itu tak mampu bertahan
lagi, kepalanya segera terkulai lemas dan putus nyawa.
Bong Thian-gak segera maju ke muka dan pelan-pelan
melepas kain kerudung yang menutupi wajah gadis berbaju
merah itu.
Dia berwajah bersih dan cantik, tapi sekarang tewas
dengan wajah penuh perasaan dendam dan benci.
Menyaksikan semua ini, Bong Thian-gak menghela napas
sedih, ujarnya, "Thia-tayhiap, mengapa kau harus
membunuhnya?"
Thia Leng-juan tertawa dingin.
"Hehehe, orang-orang Hiat-kiam-bun termasyhur karena
kebuasan dan kekejamannya, mereka senang menyergap dan
membunuh orang, salahkah jika kulenyapkan seorang
pembunuh dari muka bumi? Hahah..selama tiga bulan lebih
malang melintang dalam Bu-lim, orang yang terbunuh di
tangan Jian-ciat-suseng pun mencapai ratusan orang lebih!"
Ketika mendengar perkataan itu, pelan-pelan Bong Thiangak
membalikkan badan, tiba-tiba saja ia menyaksikan selapis
perasaan licik dan sinis menghiasi wajah Thia Leng-juan,
tergerak hatinya, diam-diam dia berpikir, "Thia Leng-juan
telah berubah, dia sudah tidak mirip Thia Leng-juan tiga tahun
lalu."
Menyaksikan kenyataan ini, Bong Thian-gak semakin tak
berani mengungkap keadaan yang sebenarnya.
Mendadak dia membalikkan badan dan beranjak pergi.
"Eeh, saudara! Harap tunggu sebentar," tiba-tiba Thia
Leng-juan berteriak.
"Masih ada urusan apa?" tanya Bong Thian-gak sembari
berpaling. Thia Leng-juan tertawa terbahak-bahak.

457
"Hahaha, saudara memang seorang aneh, bukankah kau
sengaja kemari untuk mencariku orang she Thia?" Bong
Thian-gak manggut-manggut.
"Benar, tapi sekarang aku sudah tidak memerlukan hal ini
lagi."
"Apakah saudara marah lantaran menyaksikan aku
membunuh seorang anggota Hiat-kiam-bun?"
"Tendanganmu itu terus terang sangat memuakkan."
Sekali lagi Thia Leng-juan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha, aku tidak memiliki kepandaian silat selihai
saudara, oleh sebab itu dalam melancarkan serangan mau tak
mau harus kupakai nerangan keji yang mematikan, padahal
orang-orang Hiat-kiam-bun ...."
Dia tidak berkata lebih lanjut, sedangkan Bong Thian-gak
tahu dia hendak berkata, "Terhadap orang-orang Hiat-kiambun,
kita tak perlu membicarakan peraturan dunia persilatan
lagi."
Bong Thian-gak menengok sekejap ke arahnya, lalu
berkata, "Aku lihat gadis ini berwajah bersih dan menarik,
tampaknya bukan jenis penjahat berhati keji."
"Paras muka Si-hun-mo-li cantik jelita seperti bidadari,
orangnya pun mulus dan cerah, tapi kenyataannya dia justru
perempuan berhati ular yang membunuh orang tanpa
berkedip."
"Kau pernah bersua Si-hun-mo-li?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Bong Thian-gak.
Thia Leng-juan tertawa.
"Kalau pernah bertemu, aku tak akan hidup sampai
sekarang."

458
Bong Thian-gak menghela napas panjang. "Ai, aku rada
tidak percaya."
"Tidak percaya apa?"
Bong Thian-gak tidak berkata lebih lanjut.
Tapi Thia Leng-juan telah salah mengartikan maksud Bong
Thian-gak sebagai, "Aku tidak percaya, setelah bertemu Sihun-
mo-li, aku akan mati."
Maka gelak tertawanya semakin bertambah keras, ucapnya,
"Hahaha, kalau kau tidak percaya, mengapa tidak
mencobanya sendiri?"
Mendadak tergerak hati Bong Thian-gak mendengar
perkataan itu, segera tanyanya, "Bagaimana caraku
menjumpainya?"
"Aku bukan si perantara, tentu saja aku tak dapat
mengajakmu bertemu dengannya," kata Thia Leng-juan
sambil tertawa. "Tapi aku pernah mendengar orang bilang,
asal di hatimu berkeinginan bertemu Si-hun-mo-li, maka
perempuan itu akan datang sendiri menjumpaimu."
"Ah, masa di kolong langit terdapat kejadian seaneh ini?"
seru Bong Thian-gak dengan kening berkerut.
"Banyak kejadian aneh akan kau jumpai di dunia ini, sebab
tidak percaya pun kau pasti akan menjadi percaya akhirnya."
"Baik! Aku memang ingin bertemu dengannya, bahkan
maksud] kedatanganku kemari memang ingin bertemu
dengannya."
"Wah, itu lebih baik lagi, siapa tahu tengah malam nanti Sihu:
mo-li akan berkunjung ke dalam kamarmu."
"Tengah malam nanti dia benar-benar akan datang?"
kembali sepasang mata Bong Thian-gak berkilat.
Thia Leng-juan tertawa.

459
"Asal kau ingin bertemu dengannya, perasaan halusnya
pasti a merasakan hal itu."
"Kalau begitu aku mohon diri."
Sembari berkata Bong Thian-gak menjura, kemudian
membalik badan dan berlalu dari situ.
Tiba-tiba saja Bong Thian-gak merasakan suatu firasat
aneh terhadap Thia Leng-juan, dia dapat melihat sorot mata
Thia Leng-juan berkedip tiada hentinya sepanjang
pembicaraan, ini menunjukkan dalam hati mempunyai suatu
maksud dan tujuan tertentu.
Sebenarnya Bong Thian-gak masih berniat mencari tahu
kabar tentang Pa-ong-kiong Ho Put-ciang sekalian kakak
seperguruannya, tapi sekarang niat itu harus diurungkan
untuk sementara waktu.
Karena dia tahu dunia persilatan adalah suatu dunia yang
penuh dengan mara bahaya, tiga tahun terakhir ini bisa jadi
Thia Leng-juan telah berubah, berubah menjadi seorang
laknat licik, kejam dan banyak akal muslihatnya.
Sambil berjalan Bong Thian-gak memutar otak.
Mendadak dari depan sana terdengar seseorang bersuara,
"Lapor, Bong-hwecu!"
Dia lihat Yu Hong-hong sedang berlarian mendekat dengan
wajah gugup dan kebingungan.
"Hong-hong, apa yang telah terjadi?" Bong Thian-gak
segera menegur dengan wajah keheranan.
"Bu Siau-hong dan The Goan-ho telah ditangkap orangorang
Kay-pang."
"Hah? Apa yang telah terjadi hingga mereka tertangkap?"
tanya Bong Thian-gak dengan perasaan bergetar.

460
"Sewaktu melakukan pemeriksaan atas kamar nomor
sembilan puluh sembilan, The Goan-ho menemukan di dalam
kamar itu berdiam banyak orang, dia pun menghubungi Bu
Siau-hong untuk melakukan penyelidikan, siapa tahu orang
yang berdiam dalam kamar itu adalah anggota Kay-pang,
sewaktu mereka menyaksikan munculnya Bu Siau-hong dan
The Goan-ho di sana, dianggapnya ada musuh sedang
memata-matai mereka, maka ditangkaplah kedua orang itu."
"Terjadi pertarungan?" tanya Bong Thian-gak dengan
kening berkerut.
"Secara beruntun Bu Siau-hong dan The Goan-ho telah
melukai lujuh orang Kay-pang, tapi akhirnya mereka
dikalahkan oleh seorang Jago muda."
Mendengar sampai di sini, Bong Thian-gak menghela
napas.
"Ai, Kay-pang merupakan perkumpulan yang sedang jayajayanya
dalam Bu-lim dewasa ini, dengan tindakan Bu Siauhong
dan The Goan-ho yang telah melukai ketujuh anggota
mereka, niscaya akan besar sekali kesulitan yang bakal
dijumpai."
"Hwecu, sesungguhnya kami tak seharusnya mencari garagara
untukmu, apa lagi dalam situasi seperti ini, tapi orangorang
Kay-pang tidak tahu aturan."
Diam-diam Yu Hong-hong merasa amat girang, namun ia
tidak memperlihatkan rasa girangnya itu, katanya setelah
menghela napas panjang, "Hwecu adalah seorang ketua
perkumpulan, mana boleh kita jumpai mereka begitu saja?"
"Kemunculan Tiong-yang-hwe dalam Bu-lim, cepat atau
lambat tentu akan berakibat bentroknya kita dengan orangorang
Kay-pang, tak usah banyak bicara lagi, sekarang juga
kita harus pergi menemui orang-orang Kay-pang, kalau tidak,
niscaya Bu Siau Bong dan The Goan-ho akan menderita."

461
Yu Hong-hong tidak bicara lagi, lekas saja mereka pun
berangkat menuju ke kamar nomor sembilan puluh sembilan.
Kamar nomor sembilan puluh sembilan adalah kamar
terbesar di Hong-tok-ciu-lau, dalam halaman tersendiri itu
terdapat tujuh buah bilik dan sekelilingnya terdapat pagar
pekarangan yang tingginya mencapai beberapa kaki.
Ketika Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong tiba di depan
pintu, terdengarlah suara yang amat mereka kenal sedang
berseru dengan suara lantang, "Kalian orang-orang dari Kaypang
benar-benar kelewatan menghina orang, aku she Tio
sudah minta maaf kepada kalian, mengapa kalian masih juga
belum melepas orang?"
Bong Thian-gak tahu itu suara Gin-ho-eng Tio Im, maka dia
mempercepat langkahnya menuju ke sudut dinding.
Pada saat itulah Yu Hong-hong berseru, "Ketua Tiong-yanghwe
telah tiba, harap orang-orang Kay-pang muncul untuk
menyambut."
Di halaman terlihat ada sembilan orang berbaju putih
penuh tambalan berdiri tegak, Tio Im sedang berdiri dikurung
oleh mereka.
Ketika mendengar seruan Yu Hong-hong tadi, kesembilan
orang berbaju putih itu nampak tertegun, lalu bersama-sama
mengalihkan sorot matanya.
"Tiong-yang-hwe!"
Nama itu terasa sangat asing dalam Bu-lim, oleh sebab itu
setelah memandang ke arah Bong Thian-gak dan Yu Honghong,
tiba-tiba saja kepalanya mendongak dan terbahakbahak
dengan kerasnya.
Gelak tawa itu penuh dengan nada menghina, mengejek
dan memandang rendah.

462
Jelas keadaan Bong Thian-gak yang cacat dan buntung
tangannya membuat mereka memandang hina kepadanya.
Menyaksikan kesembilan orang itu tertawa terbahak-bahak,
tanpa terasa Yu Hong-hong mengerutkan dahi, kemudian
bentaknya nyaring, "Hei, sudah tuli semua kalian? Hwecu kami
telah datang, mengapa kalian tidak mengundang penerima
tamu untuk menyambut kedatangan beliau?"
Tiba-tiba Bong Thian-gak berbisik, "Hong-hong, jangan
gusar, mari kita saja yang menghampiri mereka."
Sembari berkata Bong Thian-gak berjalan mendekati
mereka.
Tatkala Gin-ho-eng Tio Im menyaksikan Bong Thian-gak
berjalan mendekat, dia segera membalikkan badan hendak
memberi hormat kepadanya, tapi tiba-tiba saja salah satu
orang berbaju putih itu telah membentak keras, "Mundur!"
Sebuah pukulan dahsyat langsung ditujukan ke arah dada
Gin-ho-eng Tio Im.
Dengan cekatan Gin-ho-eng Tio Im berkelit ke samping
sambil membalikkan pergelangan tangannya ke kanan, belum
sempat pedang dilolos keluar, tiba-tiba Bong Thian-gak sudah
berteriak, "Tio Im, jangan bertindak gegabah!"
Kemudian sambil menjura kepada kesembilan orang
berbaju putih itu, katanya lagi, "Sembilan saudara pelindung
hukum Kay-pang, bila aku Bong Thian-gak melakukan
kesalahan sukalah memberi petunjuk."
Benar juga, kesembilan orang ini memang benar-benar
pelindung hukum Kay-pang, salah seorang di antaranya
berwajah putih dan gemuk pendek, agaknya merupakan
komandan kesembilan orang itu.
Dia memutar sepasang mata elangnya mengawasi Bong
Thian-gak beberapa kejap, kemudian tanyanya dengan suara
dingin, "Jadi kau adalah ketua Tiong-yang-hwe?"

463
"Benar memang aku!" jawab Bong Thian-gak tertawa.
"Apakah Hui-eng-su-kiam adalah anak buahmu?" kembali
kakek gemuk pendek itu bertanya.
"Tiong-yang-hwe belum lama didirikan, jumlah anggota
kami baru lima orang."
"Saudara sebagai ketua perkumpulan, mengapa
memerintahkan anak buahmu melakukan perbuatan terkutuk
dengan menyusup ke halaman rumah orang, kemudian
mengintip rahasia orang?"
Senyum manis masih tetap menghiasi wajah Bong Thiangak,
katanya, "Kami tidak tahu tempat ini sudah disewa
perkumpulan kalian, coba kalau tahu, tak nanti kami
menyusup kemari."
Beberapa patah kata Bong Thian-gak ini boleh dibilang
sudah cukup mengalah dan memberi muka kepada pihak Kaypang.
Sayang kakek gemuk itu tak tahu diri, sambil tertawa dingin
katanya lagi, "Setiap orang yang berani melanggar peraturan
Kay-pang, maka dia harus menerima pemeriksaan lebih
dahulu dan menjalani hukuman, walaupun kau adalah seorang
ketua, sayang kami tidak memberi muka padamu, kuanjurkan
lebih baik cepat tinggalkan tempat ini."
Mendadak Bong Thian-gak menarik muka dan menegur,
"Siapa yang ditugaskan untuk mewakili perkumpulan kalian di
kota ini?'
Kakek gemuk itu tertawa dingin.
"Seorang pelindung hukum Kay-pang mempunyai hak
untuk bicara, setiap satu perkataan kami berarti perintah,
kuharap kau segera angkat kaki."
Mencorong sinar tajam dari balik mata Bong Thian-gak,
dengan suara dalam tanyanya lagi, "Siapa yang ditugaskan

464
mengepalai tempat ini? Kalau kalian masih membungkam,
terpaksa aku menggunakan kekerasan."
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, dia sengaja
mengerahkan tenaga dalam, setiap patah kata yang keluar
dari mulutnya seperti guntur menggelegar, mendengung
hingga jauh, membuat semua hadirin merasakan hawa darah
di dada bergelora dan terasa tak nyaman.
Sembilan orang berbaju putih itu terhitung pelindung
hukum yang tangguh, kepandaian silat mereka tidak lemah,
akan tetapi mendengar perkataan Bong Thian-gak dengan
suara auman singa itu, tak terlukis rasa terkejut di hatinya,
sadarlah mereka kalau kepandaian silat orang ini cukup lihai.
Sambil tertawa dingin kakek gemuk pendek itu berkata,
"Auman singa saudara tak akan mengejutkan Tongcu kami,
Giok-bin-giam-lo To Siau-hou pun sudah cukup lama
mendampingi Pangcu kami."
Begitu nama To Siau-hou disebut, Bong Thian-gak
tertegun, pikirnya, "Oh, rupanya dia, To Siau-hou tidak tewas
oleh pukulan Jit-kaucu Thay-kun, tentu saja kejadian ini
merupakan suatu keajaiban, kalau begitu ketua Kay-pang
benar-benar seorang yang maha sakti."
Sementara itu si kakek gemuk pendek yang menyaksikan
paras muka Bong Thian-gak berubah tak menentu,
disangkanya pemuda ini dibikin keder oleh nama besar To
Siau-hou, tanpa terasa serunya dengan perasaan bangga,
"Bagaimana? Bila saudara pernah mendengar nama besar To
Siau-hou, lebih baik cepat mencawat ekor dan enyah dari
tempat ini!"
Tiba-tiba Bong Thian-gak tertawa dingin, serunya, "Tio Im,
beri pelajaran kepada manusia takabur ini, tapi jangan sampai
merengut jiwanya, cukup melukainya saja."

465
Sejak tadi Gin-ho-eng Tio Im sudah dibikin mendongkol
oleh tingkah-laku pongah musuh, tapi tiada tempat untuk
melampiaskan rasa dongkolnya.
Begitu mendengar perintah, dia segera membalikkan
pergelangan tangan dan "Cring", ia melolos pedang dari
sarungnya.
Di antara getaran pergelangan tangannya, tampak setitik
cahaya bintang menusuk ke perut kakek gemuk itu dengan
kecepatan luar biasa.
Agaknya kakek bertubuh gemuk pendek itu tidak
menyangka serangan pedang Tio Im dilancarkan sedemikian
cepatnya, dalam kaget dan ngerinya, cepat dia memutar
badan sambil bergeser ke sisi kiri.
Siapa tahu Gin-ho-eng Tio Im sudah bertekad melukai
musuhnya, maka dia sudah bersiap mengeluarkan ilmu Coatin-
toh yang diwariskan Bong Thian-gak kepadanya.
"Kena!" bentaknya dengan lantang.
Gin-ho-eng Tio Im membungkukkan tubuh, sementara
pedangnya yang berada di tangan kanan sudah bergerak dari
bawah secara aneh langsung menusuk secepat kilat.
Jeritan tertahan bergema, bahu kiri kakek gemuk pendek
itu benar-benar terkena tusukan, darah segar segera
memancar keluar dan membasahi pakaiannya yang berwarna
putih.
Betapa terkejut dan gusarnya delapan orang berbaju putih
lainnya menyaksikan komandannya menderita kalah dalam
dua gebrakan saja, diiringi bentakan nyaring, serentak
kedelapan orang itu melabrak maju bersama.
Mendadak terdengar bentakan nyaring, "Kalian lekas
mundur!"

466
Kedelapan orang berbaju putih itu bersama-sama
menghentikan gerakan tubuh mereka yang sedang menerjang
ke muka, lalu berpaling ke samping.
Di atas undak-undakan pintu kamar telah berdiri seorang
pemuda berbaju putih yang berwajah tampan, bertubuh kekar
dan gagah perkasa, sebilah pedang bersarung bambu
tersoreng di pinggangnya.
Sekilas pandang saja Bong Thian-gak segera mengenali
pemuda di atas undak-undakan itu adalah Giok-bin-giam-lo To
Siau-hou, raut wajahnya tidak banyak mengalami perubahan,
tapi sikapnya jauh lebih tenang, serius dan kereng.
Dengan sorot mata tajam To Siau-hou mengawasi wajah
Bong Thian-gak lekat-lekat, bahkan mengamati dari atas
kepala sampai ke ujung kaki, setelah itu dia baru berkata
sambil tertawa dingin, "Sungguh tak kusangka Jian-ciatsuseng
telah menjadi ketua Tiong-yang-hwe."
Ketika kesembilan Huhoat Kay-pang mendengar nama Jianciat-
suseng, serentak paras muka mereka berubah hebat,
mimpi pun mereka tak pernah mengira ketua Tiong-yang-hwe
ini bukan lain adalah Jian-ciat-suseng yang amat termasyhur
dalam Bu-lim dewasa ini.
"Ah, syukur aku selamat!" seru kakek gemuk pendek itu.
Dia bersyukur cukup bernasib baik hingga bukan Jian-ciatsuseng
yang dihadapinya tadi, kalau tidak, niscaya selembar
jiwanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Sambil tersenyum, Bong Thian-gak berkata, "Tiong-yanghwe
baru didirikan tiga hari berselang, tentu saja bila nama
dan kedudukan kami dibandingkan perkumpulan kalian,
keadaannya ibarat rembulan dengan kunang-kunang."
Paras muka To Siau-hou berubah serius sekali, ujarnya
kemudian, "Kalau Tiong-yang-hwe dipimpin Jian-ciat-suseng,
sudah pasti masa depannya akan semakin cerah."

467
"Terima kasih, terima kasih!" Bong Thian-gak tertawa.
Dengan kening berkerut, kembali To Siau-hou berkata,
"Dengan kehadiran saudara sendiri untuk minta kembali
orangmu, semestinya To Siau-hou harus segera
menyerahkannya kepadamu, namun aku tahu nama besar
Jian-ciat-suseng akhir-akhir ini ibarat matahari di tengah
angkasa, setiap umat persilatan yang berjumpa denganmu tak
urung pasti akan menantangmu berduel, oleh sebab itu
mumpung ada kesempatan, aku pun ingin minta petunjuk
darimu."
"To-siauhiap masih muda dan berjiwa panas, masalah
bertanding ilmu silat memang suatu hal yang tak bisa
dihindari, cuma aku rasa pertarungan pada saat dan keadaan
seperti ini kelewat sembrono dan tidak cocok, maka aku ingin
memilih waktu lain saja untuk menantikan petunjuk darimu."
To Siau-hou termenung sebentar, tiba-tiba ucapnya kepada
kesembilan orang berbaju putih itu, "Kalian lepaskan Boan
Thian-eng serta Siau Hiang-eng!"
Buru-buru Bong Thian-gak menjura seraya katanya,
"Kesediaan To-tongcu memberi muka padaku, tak pernah
oraing she Bong lupakan."
"Tengah hari besok, kita bertemu di Hong-leng, pintu kota
sebelah utara," ucap To Siau-hou dingin.
"Baik, sampai waktunya aku pasti datang."
Baru selesai berkata, Boan Thian-eng, Bu Siau-hong serta
Siau-hiang-eng dan The Goan-ho sudah berjalan keluar dari
ruang tengah. Selain pakaian mereka yang terkena percikan
darah, segala sesuatunya tetap normal dan lengkap seperti
sedia kala.
Dengan cepat mereka menemui Bong Thian-gak.
"Mari kita pergi," ucap Bong Thian-gak dengan suara
dalam.

468
Seusai berkata, dia melangkah keluar lebih dulu dari pintu
halaman dan langsung kembali ke kamar nomor tiga puluh
enam.
Hui-eng-su-kiam tidak banyak komentar, mereka
membuntuti di belakangnya, lalu duduk di kamar mereka.
Sesudah duduk, Bong Thian-gak memandang mereka
sekejap, lalu pelan-pelan berkata, "Tampaknya kota terlarang
sudah menjadi pusat perkumpulan segenap jago lihai dari
berbagai aliran dan perguruan yang ada saat ini, menurut apa
yang kuketahui, dua perkumpulan raksasa dewasa ini, Hiatkiam-
bun dan Kay-pang telah menampakkan diri secara
terang-terangan."
"Padahal Tiong-yang-hwe kita baru saja didirikan,
anggotanya cuma kita berlima, dengan kekuatan ini, mustahil
kita bisa menandingi kekuatan lawan yang begitu besar,
karenanya kusarankan kepada kalian agar mengurangi segala
tindak-tanduk yang menyolok mata, kalau tidak, kita bisa
dikeroyok dan Tiong-yang-hwe bisa mati dalam rahim sebelum
dilahirkan."
Ucapan Bong Thian-gak barusan membuat Hui-eng-su-kiam
menundukkan kepala rendah-rendah, serentak mereka
berkata, "Kami berempat merasa bersalah kepada Hwecu atas
peristiwa yang terjadi, kami bersedia menerima hukuman dari
Hwecu."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Kalian tidak membuat gara-gara, tiada kesalahan yang
perlu dijatuhi hukuman. Apa yang barusan kuucapkan tidak
lebih hanya memperingatkan kalian saja agar tahu diri."
Terhadap sikap terbuka, bijaksana dan kebesaran jiwa
Bong Thian-gak, Hui-eng-su-kiam merasa amat kagum dan
menaruh hormat, mereka betul-betul tunduk atas keagungan
pemimpinnya ini.

469
Tiba-tiba Hwe-im-eng Yu Hong-hong berkata, "Lapor
Hwecu! Dari dalam kamar nomor seratus delapan, kutemukan
banyak perempuan asing berkumpul di situ, sebelum aku
melakukan penyelidikan, Jiko sudah terlibat dalam
pertarungan, oleh karena itu aku belum sempat menyelidiki
lebih jauh."
Tergerak hati Bong Thian-gak mendengar perkataan itu,
ujarnya kemudian, "Hong-hong, mari ikut aku menengok ke
situ, sedang Tio Im bertiga segera mencari berita ke kota!"
Dengan memisahkan diri dalam dua rombongan,
berangkatlah mereka meninggalkan tempat itu.
Yu Hong-hong dan Bong Thian-gak dengan langkah pelan
berjalan menuju halaman besar paling belakang sana.
Kamar nomor seratus delapan merupakan kamar besar
terpojok dalam rumah penginapan itu, letaknya di sudut barat
dan sekeliling ruangan dilapisi dinding pendek.
Dinding perkarangan sebelah barat merupakan dinding
yang paling tinggi, makin ke belakang makin rendah.
Kamar itu termasuk terpencil dan tersepi dalam penginapan
itu.
Dengan pelan Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong berjalan
menuju ke depan tembok pekarangan itu, sekeliling halaman
itu sunyi senyap tak terdengar sedikit suara pun.
"Aneh!" Yu Hong-hong berbisik. "Baru saja kutemukan
perempuan berlalu-lalang di sini, mengapa dalam waktu
singkat sudah sepi?"
"Tentu mereka mengawasi gerak-gerik kita dari balik
tembok pekarangan sana, kalau kita melakukan penyelidikan
dengan cara begini, mustahil kita dapat memperoleh berita
yang diperlukan, mari kita berjalan mengitari tembok
pekarangan saja."

470
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba pintu halaman dibuka
orang.
Dengan terbukanya pintu, dari balik halaman muncul
seorang gadis muda, langsung berjalan menghampiri Bong
Thian-gak dengan langkah cepat.
"Majikan kami mempersilakan saudara minum teh," ujarnya
sambil tersenyum.
Yu Hong-hong berkerut kening, lalu bertanya, "Siapakah
majikan kalian? Mungkin salah orang?"
"Tak bakal salah," sahut nona berbaju hijau itu sambil
tertawa merdu. "Biarpun jago persilatan banyak berkumpul di
kota terlarang ini, namun hanya seorang yang berlengan
tunggal."
Waktu menjawab, nona itu tidak menyinggung sama sekali
nama majikannya.
Bong Thian-gak tersenyum.
"Harap nona menunjuk jalan!"
"Kita akan masuk?" Yu Hong-hong berbisik.
"Kita tak dapat menampik undangannya begitu saja?"
"Tapi undangan semacam ini tampaknya sedikit tak beres."
Bong Thian-gak memandang sekejap ke arah Yu Honghong,
lalu sahutnya lagi, "Setelah datang, mengapa harus
menolak?"
Yu Hong-hong tersenyum penuh arti, sementara dalam hati
pikirnya, "Ilmu silat yang memiliki Hwecu sangat lihai, buat
apa aku menguatirkan keselamatannya? Kalau tidak memasuki
sarang harimau, bagaimana mungkin bisa memperoleh anak
macan? Kita memang berniat mencari tahu siapa gerangan
yang berdiam dalam halaman itu?"

471
Sementara itu si nona berbaju hijau yang berjalan di muka
sudah memasuki pintu halaman dengan langkah cepat.
Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong segera ikut masuk ke
dalam, tiba-tiba saja pandangan mereka terasa silau.
Ternyata dalam ruangan itu dipasang tujuh batang lilin
besar, terangnya seperti berada di siang hari bolong, setiap
sudut dan orang yang berada dalam ruangan itu terlihat jelas.
Pada sisi dinding utara dan selatan masing-masing berderet
delapan belas orang perempuan berbaju dan berkain cadar
merah membawa pedang pendek berwarna merah darah pula.
Sementara itu dari arah belakang kembali terdengar suara
langkah manusia, menyusul sembilan orang perempuan
berkerudung merah dengan membawa pedang pendek
berjalan masuk ke dalam ruangan.
Pintu ditutup rapat, sedang kesembilan perempuan
berkerudung merah itu berdiri berjajar di depannya,
menghadang jalan pergi orang.
Dari keadaan yang terpampang di depan mata, Yu Honghong
segera tahu pihak lawan tidak berniat baik, namun
berhubung dilihatnya sikap Bong Thian-gak masih tetap
tenang seolah-olah seperti tidak pernah terjadi sesuatu,
terpaksa dia harus menenteramkan perasaannya sambil
menunggu perubahan selanjutnya.
Nona berbaju merah tadi menunjuk ke arah meja dan kursi
di ruang tengah, lalu katanya, "Harap kalian berdua duduk
lebih dulu, sebentar lagi majikan kami akan muncul."
Bong Thian-gak tersenyum, "Bila aku dapat bersua dengan
ketua Hiat-kiam-bun hari ini, tidak sia-sia perjalananku kali
ini."
Seraya berkata, dia dan Yu Hong-hong lantas duduk di
kursi sudut tenggara.

472
Baru saja duduk, dari bilik sebelah berat terdengar suara
langkah kaki manusia berkumandang datang.
Orang pertama yang berjalan masuk lebih dulu adalah
seorang gadis berbaju merah berkerudung merah pula.
Perempuan itu tidak membawa pedang pendek, namun di
balik bahunya tersoreng sepasang pedang panjang,
rambutnya yang mulus terurai di bahu, tubuhnya ramping dan
menawan hati, kalau dilihat dari umurnya mungkin tak lebih
dari dua puluh empat tahun.
Mengikut di belakangnya bukan wanita, melainkan tiga
orang aneh berperawakan tinggi besar berjubah merah darah
dan berjalan kaku seperti mayat hidup.
Ketiga orang aneh berjubah merah itu tidak membawa
senjata, namun tampang serta perawakannya mengerikan dan
menggidikkan, mendatangkan daya pengaruh yang lebih
mengerikan ketimbang perempuan-perempuan berkerudung
merah lainnya.
Perempuan berkerudung merah yang menyoreng pedang
berjalan menuju ke tempat duduk tuan rumah, kemudian
tanpa mengucapkan sepatah kata pun duduk di situ,
sementara ketiga orang aneh tadi berdiri berjajar di
belakangnya.
Pikir Bong Thian-gak, "Perempuan inikah ketua Hiat-kiambun?
Belum habis berpikir, terdengar perempuan berkerudung
merah yang menyoreng pedang berseru dingin, "Gotong
kemari mayat itu!"
Bersama dengan suara mengiakan, dari halaman belakang
muncul empat orang gadis berkerudung merah, mereka
menggotong sebuah papan persegi panjang, di atasnya
berbaring sesosok mayat perempuan berbaju merah pula.

473
Di atas dada mayat tertancap sebilah kutungan pedang,
sementara di antara belahan pahanya, tepatnya di atas
kemaluanya tampak darah masih mengucur dengan derasnya.
"Oh, dia!" pekik Bong Thian-gak dalam hati.
Sang korban adalah nona berkerudung merah yang
dibunuh secara keji oleh Thia Leng-juan dalam kamar nomor
tujuh tadi, tapi mengapa secepat itu mayatnya sudah digotong
kemari?
Bagaimana dengan Thia Leng-juan sendiri? Apakah dia
telah lertimpa suatu musibah?
Ingatan itu dengan cepat melintas dalam benak Bong
Thian-gak.
Dalam pada itu keempat gadis berkerudung merah itu
sudah menggotong masuk mayat tadi dan diletakkan di
tengah ruangan, kemudian mengundurkan diri ke samping.
Pada saat itulah si nona berkerudung merah yang
menyoreng pedang mencorongkan sepasang matanya yang
dingin mengawasi wajah Bong Thian-gak lekat-lekat,
kemudian tegurnya dingin, "Hari ini, Hiat-kiam-bun telah
kehilangan seorang pembantu setia, atas kematian yang
mengenaskan itu segenap anggota Hiat-kiam-bun bertekad
hendak membalas dendam baginya, benar-benar tak disangka
arwah sang korban telah membantu usaha kita dan
pembunuhnya bisa datang dengan segera."
Berubah paras muka Bong Thian-gak mendengar perkataan
itu, cepat tegurnya, "Maksud Buncu, aku yang telah
membunuhnya?"
"Aku bukan ketua Hiat-kiam-bun, aku tak lebih hanya wakil
ketua kedua, sedang yang tewas adalah wakil ketua
kesembilan."
"Oh, kalau begitu siapakah Buncu Hiat-kiam-bun?"

474
"Sampai sekarang kedudukan ketua Hiat-kiam-bun masih
lowong, untuk sementara waktu semua persoalan perguruan
ditangani oleh Cong-hubuncu. Aku adalah wakil ketua kedua,
boleh dibilang pentolan nomor dua perguruan Hiat-kiam-bun,
biarpun kau menjadi ketua Tiong-yang-hwe, namun
kedudukanmu tak jauh dari kedudukanku sekarang."
"Mengapa kursi ketua Hiat-kiam-bun masih tetap lowong?"
tanya Bong Thian-gak.
"Selama berkecimpung dalam Bu-lim, Hiat-kiam-bun tidak
punya rahasia yang kuatir diketahui orang, apa sebabnya
kedudukan ketua Hiat-kiam-bun masih kosong? Adalah karena
pendiri Hiat-kiam-bun masih belum diketahui jejaknya sampai
sekarang, maka kedudukan itu tetap lowong sampai saat ini,
nah, semua keterangan sudah aku berikan, kau Jian-ciatsuseng
pun termasuk manusia yang tahu keadaan, siapa
membunuh orang dia harus membayar dengan nyawa,
bersiaplah untuk menerima kematian!"
Tiba-tiba Yu Hong-hong membentak gusar, "Enak amat
kalau bicara, kau anggap Tiong-yang-hwe bisa dipermainkan
semaumu?"
Sebaliknya Bong Thian-gak bertanya sambil tersenyum, "Jihubuncu,
tolong tanya, apakah kau saksikan sendiri aku orang
she Bong yang membunuh Kau-hubuncu partai kalian?"
Agaknya pertanyaan ini mencengangkan Ji-hubuncu Hiatkiam-
bun, ia tertegun dengan berdiri melongo untuk beberapa
saat, kemudian baru berkata, "Biar pun tidak kuketahui,
namun Thia Leng-juan jelas tidak mempunyai kemampuan
untuk membunuhnya."
Mendengar perkataan itu, Bong Thian-gak berkerut kening
sambil pikirnya, "Jika kukatakan Kau-hubuncu tewas di tangan
Thia Leng-juan, dengan kemampuannya bagaimana mungkin
Thia Leng-juan dapat menandingi sedemikian banyak jagoTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
475
jago lihai Hiat-kiam-bun? Bila kuakui, maka mereka pun tak
akan melepaskan diriku."
Saat ini Bong Thian-gak benar-benar dibuat serba susah
dan tak mampu mengambil keputusan, tak heran dia
membungkam.
Kembali Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun berkata, "Kau-hubuncu
sedang mendapat tugas menyelidiki suatu rahasia besar,
mungkin dia telah menemukan rahasia besar itu sehingga
musuh membunuh secara keji."
"Mula pertama musuh menggunakan tendangan yang
terkutuk Kou-im-tui untuk menendangnya, kemudian
menancapkan kutungan pedang di jantungnya hingga
menyebabkan kematian, cukup dilihat dari jurus serangan itu,
jelas sudah pembunuh adalah manusia laknat yang buas dan
biadab!"
Tiba-tiba mencorong sinar aneh dari mata Bong Thian-gak,
tanyanya, "Bila aku mau membunuh Kau-hubuncu, perlukah
kugunakan jurus Kou-im-tui?"
"Kalau memang bukan perbuatanmu, siapa
pembunuhnya?"
Bong Thian-gak tertegun sejenak, lalu balik bertanya,
"Dimana kau temukan jenazahnya?"
"Di dalam kamar nomor tujuh, Thia Leng-juan yang
mengutus orang datang mengabarkan musibah ini."
"Menurut Thia Leng-juan, siapakah pembunuhnya?"
"Kau, Jian-ciat-suseng!"
Jawaban Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun ini amat dingin dan
hambar. "Apakah Ji-hubuncu percaya dengan perkataan Thia
Leng-juan?" dengan tenang Bong Thian-gak tersenyum.
"Aku memang rada tak percaya!"

476
Yu Hong-hong yang mendengar perkataan itu segera
menyahut, "Kalau tidak percaya, mengapa kau menuduh
Hwecu kami sebagai pembunuhnya?"
"Aku tidak mengatakan aku sama sekali tidak percaya,"
kata Jihubuncu dengan suara dingin.
"Terus terang saja kukatakan padamu, di saat Kau-hubuncu
partai kalian tewas secara mengenaskan, aku orang she Bong
memang hadir di arena, tapi bukan aku pembunuhnya,
percaya atau tidak, terserah kepadamu."
"Mengapa tidak kau katakan siapa pembunuhnya?"
Bong Thian-gak menghela napas sedih, sahutnya
kemudian, "Ai, aku hanya berharap kau percaya bahwa
pembunuhnya bukan aku."
"Bila tak kau katakan siapa pembunuhnya, berarti kau
pembunuh Kau-hubuncu kami," ujar Ji-hubuncu dengan suara
menyeramkan. "Karenanya kau harus meninggalkan selembar
nyawamu hari ini."
Kembali Bong Thian-gak tersenyum.
"Jika kalian ingin menahanku, maka hal ini harus kalian
lakukan dengan membayar sangat mahal."
Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun manggut-manggut, sahutnya,
"Ya, ucapanmu memang benar, itulah sebabnya sampai
sekarang aku masih belum menurunkan perintah untuk
menyerang,"
"Kau tidak memerintahkan penyerangan, karena kau ingin
tahu lebih dulu rahasia apakah yang berhasil diselidiki oleh
Kau-hubuncu, bukankah demikian?"
Bong Thian-gak tersenyum.
Ucapan itu mengejutkan Ji-hubuncu, namun ia
mengangguk juga. "Dugaanmu benar, aku memang ingin
mengetahui rahasia itu."

477
Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Sayang sekali aku sendiri pun tak mengetahui rahasia itu,
kecuali kau katakan dulu masalah apakah yang kau
perintahkan kepada Kau-hubuncu untuk diselidiki, dari sana
mungkin aku bisa menebaknya."
Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun termenung beberapa saat,
kemudian ujarnya, "Aku memerintahkan Kau-hubuncu kami
untuk menyelidiki jejak Buncu kami."
Kembali Bong Thian-gak berkerut kening.
"Dia sedang mencari jejak ketua Hiat-kiam-bun?"
Ji-hubuncu itu mengangguk.
"Benar, Hiat-kiam-bun tak boleh tiada ketua, semenjak tiga
tahun berselang setiap saat kami selalu mencari jejak ketua
kami itu, namun hingga kini masih merupakan tanda tanya
besar, oleh sebab itu aku bersikap sungkan kepadamu hari ini
tak lain adalah berharap agar kau mau bicara sejelas-jelasnya,
agar rahasia yang ditemukan Kau-hubuncu diketahui pula oleh
kami, dari situ mungkin kami bisa menemukan jejak Buncu
Hiat-kiam-bun."
Mendengar perkataan itu, Bong Thian-gak segera berpikir,
"Kalau begitu Thia Leng-juan mengetahui jejak ketua Hiatkiam-
bun, kalau tidak, mengapa Kau-hubuncu itu mencarinya
untuk berbicara?"
Mendadak pemuda itu bertanya, "Siapakah nama ketua
kalian? Bersediakah kalian ungkapkan, apakah kukenal
dengannya atau tidak."
"Sebelum jejak ketua kami diketahui, tak akan kami
sebutkan namanya," jawab Ji-hubuncu tegas.
Bong Thian Gak menghela napas panjang.
"Ai, tampaknya aku pun tak dapat membantu kalian."

478
Dengan suara berat dan dalam Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun
berkata lagi, "Bicara soal ilmu silat Jian-ciat-suseng memang
sangat lihai, tapi jika segenap jago lihai Hiat-kiam-bun
mengepungmu, biar kau punya sayap pun jangan harap bisa
terbang meninggalkan ruangan ini, maka kunasehati,
berpikirlah tiga kali sebelum bertindak."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Aku merasa logat bicara nona sangat kukenal, seperti
pernah berjumpa di suatu tempat, bersediakah kau melepas
kain kerudungmu agar dapat kulihat raut wajah aslimu?"
Tergerak hati Ji-hubuncu, katanya pula, "Betul, nada
suaramu serta potongan badanmu seperti pernah kujumpai di
suatu tempat, namun tak dapat kuingat secara pasti."
"Benar, mungkin tiga tahun lalu nona pernah bersua
denganku," kata Bong Thian-gak dengan suara dalam. "Dan
mungkin juga aku pun pernah bersua denganmu, cuma
sekarang masing-masing merahasiakan paras muka yang dulu,
maka biarpun sekarang bersua kembali, kedua belah pihak
sama-sama tidak mengetahui siapakah lawan."
"Tak usah banyak bicara lagi," tukas Ji-hubuncu dingin.
"Hari ini kau akan mati ataukah ingin hidup?"
"Tentu saja masih ingin hidup," jawab Bong Thian-gak
dengan suara hambar.
"Kalau ingin hidup, cepat katakan siapa pembunuh Kauhubuncu
kami?"
"Boleh saja," Bong Thian-gak tertawa dingin. "Cuma kau
harus memperlihatkan dulu paras mukamu." Ji-hubuncu
mendengus dingin.
"Selamanya aku tak pernah bertukar syarat dengan orang
lain."

479
Mendadak Bong Thian-gak bangkit, kemudian katanya,
"Kalau begitu terpaksa aku mohon diri lebih dulu."
Yu Hong-hong turut bangkit, kemudian bersama Bong
Thian-gak membalikkan badan dan berjalan keluar ruangan
itu.
Tiba-tiba Ji-hubuncu membentak nyaring, "Berhenti!"
Pelan-pelan Bong Thian-gak membalikkan badan,
mendadak ia menyaksikan Ji-hubuncu sudah melolos pedang.
Pedang berwarna merah darah, jauh lebih menyolok
daripada pedang-pedang lainnya, seolah-olah sebilah pedang
yang baru saja digunakan membunuh orang dan masih
berlepotan darah.
Dengan pedang itu Ji-hubuncu menuding ke langit sambil
melakukan gerakan-gerakan aneh, menyusul gerakan itu, tiga
orang aneh yang berdiri di belakangnya mengawasi pedang
darah itu dengan sorot mata yang mengerikan dan
menggidikkan.
Tampaknya apabila pedang Ji-hubuncu itu menunjuk ke
depan, maka tiga orang aneh itu akan melaksanakan
perintahnya seperti orang kalap.
Sambil tertawa dingin Ji-hubuncu berkata, "Hiat-kiam-bun
bisa menggetarkan seluruh kolong langit antara lain karena
kami ditunjang oleh lima algojo yang tangguh, bila pedang
darah ini kutudingkan ke arahmu, maka penjagal-penjagal
berbaju merah ini akan membunuhmu secara keji dan kalap."
"Algojo-algojo berbaju merah ini bukan manusia, melainkan
setan iblis, biarpun kau Jian-ciat-suseng mempunyai
kepandaian silat yang lebih hebat pun, jangan harap bisa
membunuhnya, karena mereka mempunyai beribu lembar
jiwa, mati satu tumbuh seribu dan setiap kali mati mereka bisa
hidup kembali."

480
Setengah percaya setengah tidak, Bong Thian-gak tanpa
terasa bertanya, "Sungguhkah itu?"
"Aku tidak bohong."
Tiba-tiba Yu Hong-hong melolos pedang dan berdiri di sisi
kiri Bong Thian-gak dengan siap siaga.
"Aku tak ingin bermusuhan dengan Hiat-kiam-bun, aku pun
tak ingin mencoba kekuatan algojo-algojo berbaju merah itu,
namun bila Ji-hubuncu mendesak terus, terpaksa kami harus
membela diri sepenuh tenaga."
Sembari berkata dia mundur ke belakang selangkah demi
selangkah, sedangkan Yu Hong-hong yang berada di sisi
kirinya ikut mundur pula dengan hati-hati dan tak berani
gegabah.
Menyaksikan hal ini, ujung pedang darah Ji-buncu Hiatkiam-
bun yang menuding ke langit pun pelan-pelan
digerakkan turun ke bawah.
Tiga pasang mata orang berjubah merah itu pelan-pelan
bergerak pula ke bawah mengikuti gerakan pedang darah itu.
Mendadak Ji-hubuncu berteriak keras, "Ma Kong, bunuh
mereka!"
Berbareng dengan teriakan itu, pedang darahnya segera
menuding ke arah Bong Thian-gak.
Jeritan keras seperti teriakan setan segera berkumandang.
Orang berjubah merah yang berada di posisi tengah melejit
ke depan secepat terbang, kemudian dengan cepat menerkam
tubuh Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong.
Yang mengerikan adalah gerak-gerik orang berjubah merah
itu sedikit pun tidak mirip manusia, gayanya sewaktu
menerkam seolah-olah sedang terbang.

481
Yu Hong-hong membentak nyaring, pedangnya
menciptakan titik cahaya bintang segera membacok tubuh
orang berjubah merah itu.
Mendadak orang berjubah merah itu memutar lengan
kanan menangkis datangnya bacokan pedang itu.
"Cring", Yu Hong-hong merasa pergelangan tangan
kanannya sakit, senjatanya tahu-tahu sudah dipukul mental
oleh tangkisan lawan.
Kejadian ini benar-benar menggidikkan, ternyata lengan si
orang berjubah merah itu tidak mempan ditusuk atau pun
dibacok,
Selesai mementalkan pedang lawan, orang berjubah merah
itu segera mengayunkan pula telapak tangan kanannya
mencengkeram tubuh Yu Hong-hong.
Yu Hong-hong segera melejit ke samping dan memutar
tubuh, sekali lagi pedangnya melancarkan tusukan ke depan.
"Cring", bunyi dentingan nyaring kembali bergema.
Kali ini tusukan pedang Yu Hong-hong persis menusuk ke
lambungnya, tapi pedang yang terbuat dari baja asli itu malah
patah menjadi dua bagian.
Rupanya sekujur tubuh si algojo berbaju merah itu kebal
tusukan senjata, kejadian ini kontan membuat Yu Hong-hong
tertegun, dia lupa cakar kanan orang sudah berada tiga inci di
depan tenggorokannya.
Bong Thian-gak yang menyaksikan mara bahaya itu segera
membentak, secepat kilat tangan kirinya menyambar pinggang
Yu Hong-hong sambil melompat mundur, dengan gerakan
manis dia telah menyelamatkan si nona dari cengkeraman
maut lawan.

482
Gagal dengan cengkeraman mautnya, orang berjubah
merah itu menjerit aneh, kali ini dia menerkam Bong Thiangak
.
Bong Thian-gak sudah menduga musuh akan menerkam ke
arahnya, cepat dia menurunkan Yu Hong-hong. Sambil
membentak gusar, segulung tenaga pukulan yang amat
dahsyat segera dilontarkan.
"Blam", ledakan keras yang memekakkan telinga
berkumandang.
Dada si orang berjubah merah terhajar telak, sedemikian
dahsyat serangan itu membuat orang aneh itu terdorong
mundur tiga-empat langkah.
Bong Thian-gak berkerut kening menyaksikan itu, padahal
kekuatan tadi mengandung ribuan kati, betapa pun hebatnya
seorang tokoh persilatan mustahil bisa menyambut dengan
kekerasan.
Tapi kenyataan lawan malah menerima serangannya itu
sambil membusungkan dada tanpa takut.
Agaknya pukulan yang maha dahsyat tadi telah
mengobarkan api kebuasan dan keganasan orang berjubah
merah itu, sambil berpekik keras, sekali lagi dia menyerang
Bong Thian-gak.
Kali ini Bong Thian-gak sudah menggenggam gagang
pedang kayunya, apabila orang berjubah merah itu
menyerang lagi, dia akan membalas dengan mempergunakan
jurus pedangnya.
Sejak Bong Thian-gak muncul di Bu-lim, belum pernah ada
orang yang sanggup menerima jurus serangannya, maka
setiap kali pedangnya digunakan, korban pasti berjatuhan.
Betul pedangnya hanya terbuat dari kayu, namun disaluri
tenaga dalam yang sangat sempurna, pada hakikatnya pedang
itu lebih tajam daripada pedang mestika.

483
Mendadak Bong Thian-gak berkata dengan suara dalam,
"Hong-hong, di bahumu masih terdapat sebilah pedang lain,
cepat cabut keluar apabila pedangku tidak mendatangkan
manfaat yang kuharapkan, terpaksa aku harus meminjam
pedangmu itu."
Mendengar perkataan itu, dengan cepat Yu Hong-hong
melolos pedangnya yang tersoreng di bahu.
Sementara itu si orang berjubah merah sudah menjerit
keras dan menerkam dengan ganas.
Diiringi bentakan nyaring, Bong Thian-gak melolos
pedangnya.
"Crit", desingan tajam mendesis, kemudian bergema
teriakan setan yang menggidikkan hati.
Pedang kayu Bong Thian-gak telah menembus tiga inci di
bawah pusar orang berjubah merah itu hingga tembus,
menyusul dengan suatu gerakan cepat kaki kanan Bong Thiangak
melepaskan tendangan yang membuat tubuh musuh
mencelat.
Orang berjubah merah itu tewas, namun dari mulut lukanya
tiada cairan darah yang meleleh keluar.
Mencorong sinar aneh dari balik mata Ji-hubuncu Hiatkiam-
bun, tiba-tiba ujarnya, "Benar-benar jurus pedang yang
luar biasa, tak nyana tubuh si algojo berbaju merah pun
tembus. Namun jangan keburu bangga, sebentar lagi Ma Kong
akan bangkit kembali, sekarang dia cuma jatuh semaput."
Paras muka Bong Thian-gak segera berubah serius,
serunya, "Hong-hong, berikan pedangmu kepadaku."
Ternyata tusukan pedang kayu Bong Thian-gak dengan
cepat sudah ditarik dan dimasukkan ke sarungnya, sementara
lengannya menerima angsuran pedang dari Yu Hong-hong.

484
Setelah menggenggam pedang baja, ia berseru lantang,
"Ji-hubuncu, kau adalah seorang yang cerdik, pedang kayuku
saja bisa menembus tubuh si algojo berbaju merah itu apalagi
dengan pedang baja di tangan. Aku orang she Bong percaya
masih bisa mematahkan seluruh bagian tubuhnya. Aku tidak
percaya bila seseorang sudah tercincahg menjadi tujuhdelapan
bagian, dia masih dapat hidup kembali."
Sambil tertawa dingin, Bong Thian-gak berkata lebih lanjut,
"Untuk mendididk dan melatih lima algojo berbaju merah ini,
aku yakin pihak Hiat-kiam-bun telah banyak mengeluarkan
pikiran dan tenaga, bila Ji-hubuncu menginginkan kerja
kerasmu selama ini porak-poranda dalam sekejap mata, maka
terpaksa aku akan memusnahkan mereka dari muka bumi."
"Padahal sesungguhnya, antara aku orang she Bong
dengan perguruan kalian tidak mempunyai ikatan dendam
ataupun sakit hati, aku pun tak ingin melenyapkan algojoalgojo
kalian itu, nah Ji-hubuncu, aku sudah cukup memberi
penjelasan, harap kau jangan mendesak diriku lebih jauh."
Setelah itu Bong Thian-gak berkata kepada Yu Hong-hong,
"Ayo kita segera mundur dari sini!"
Mendadak kesembilan gadis berkerudung merah yang
berdiri di depan pintu menggerakkan senjata dan maju
menyambut kedatangan mereka.
Tiba-tiba terdengar Ji-hubuncu berseru nyaring, "Mundur,
biarkan mereka mengundurkan diri dari sini!"
Mendapat perintah itu, kesembilan gadis berkerudung
merah segera menyingkir ke kiri dan ke kanan.
Dengan suara lantang Bong Thian-gak berseru, "Terima
kasih Ji-hubuncu atas kemurahan hatimu, sampai jumpa di
lain waktu."
Dia membuka pintu dan bersama Yu Hong-hong
mengundurkan diri dari situ.

485
Setibanya di luar pagar halaman, Yu Hong-hong
mendongakkan kepala memandang matahari yang bersinar
terik, tak tahan lagi gumamnya, "Ai, seperti baru saja
bermimpi buruk!"
"Siapa bilang bermimpi buruk? Kita mengalami semua
sebagai kenyataan," kata Bong Thian-gak sambil
mengembalikan pedang baja gadis itu.
"Tapi hakikatnya melebihi setan iblis dari neraka, benarbenar
menggidikkan," bisik Yu Hong-hong dengan jantung
masih berdebar. Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Ai, seandainya tidak kusaksikan dengan mata kepalaku,
aku benar-benar tak percaya akan peristiwa yang mengerikan
ini."
Yu Hong-hong bertanya pula dengan polos, "Hwecu,
bukankah kau dapat memusnahkan kelima setan iblis itu?
Mengapa kau tidak memanfaatkan kesempatan tadi untuk
membinasakan mereka?"
Bong Thian-gak kembali menghela napas panjang, "Tadi
sebenarnya aku sendiri pun tidak yakin akan berhasil
memotong-motong tubuh mereka dengan menggunakan
pedangmu, sesungguhnya Ji-hubuncu termakan oleh gertak
sambalku."
Yu Hong-hong mengedipkan mata berulang-kali, lalu
bertanya lagi, "Bukankah pedang kayu Hwecu berhasil
menembus tubuh setan iblis itu? Bila diganti dengan sebilah
pedang baja, masakah tak mampu mencabik-cabik tubuh
mereka?
Bong Thian-gak menggeleng kepala, "Untuk mengerahkan
tenaga melepaskan tusukan, tenaga yang kita gunakan akan
jauh lebih besar, terutama bagi seorang jago yang bertenaga
dalam sempurna, memakai pedang kayu atau pedang
sungguhan sebenarnya tidak berbeda jauh, kecuali pedang

486
yang kita pergunakan adalah sebilah pedang mustika yang
dapat mematahkan benda apa saja."
"Wah, jika di kemudian hari Hiat-kiam-bun melepas kelima
algojonya malang-melintang dalam Bu-lim, bukankah akan
tercipta bibit bencana besar bagi umat persilatan."
"Sekarang aku sedang berusaha menanggulangi kejadian
itu, untung saja kita diberi kesempatan mengetahui rahasia
Hiat-kiam-bun itu, kalau tidak, akibatnya di kemudian hari
tentu akan semakin serius."
Bicara punya bicara, Bong Thian-gak dan Yu Hong-hong
sudah sampai di halaman kamar nomor tiga puluh enam.
0oo0
Malam semakin kelam, suasana amat sepi dan tidak
terdengar suara apa pun.
Cahaya lentera masih memancar keluar dari bilik kamar
nomor tiga puluh enam.
Bong Thian-gak duduk di depan meja sambil terpekur dan
merenung seorang diri.
Tiba-tiba di luar kamar terdengar suara gemerisik yang
amat lirih.
Biarpun ada daun kering yang rontok terhembus angin pun
tidak akan lolos dari pendengaran Bong Thian-gak, apalagi
suara gemerisik yang mengundang kecurigaan.
"Siapa di situ?" sambil membentak sorot mata Bong Thiangak
dialihkan keluar jendela dengan cepat.
Mendadak ia menyaksikan sesosok bayangan tubuh yang
ramping dan indah berdiri di tengah halaman.
Bagaikan disambar geledek Bong Thian-gak membatin.
"Ah! Si-hun-mo-li! Ia benar-benar telah datang."

487
Sementara itu bayangan indah di luar jendela masih diam
tak bergerak, namun sepasang matanya yang jeli justru
memancarkan cahaya tajam yang indah, sorot mata itu
sedang mengawasi Bong Thian-gak yang berada di balik
jendela tanpa berkedip.
Dengan suara rendah Bong Thian-gak menegur, "Kalau
sudah datang, mengapa tidak masuk? Pintu tidak ditutup!" v
Siapa tahu baru selesai perkataan itu diucapkan, terdengar
suara cekikikan merdu, lalu bayangan indah di luar sana
lenyap.
Bong Thian-gak terkejut, dengan cepat dia melompat
keluar melalui jendela dan naik ke atas wuwungan rumah.
Di bawah cahaya bintang dan rembulan, tampak sesosok
bayangan tubuh indah sedang bergerak di ujung atap rumah
sebelah sana.
Bong Thian-gak mengembangkan Ginkangnya dan
melakukan pengejaran secara ketat.
"Bagaimana pun juga aku tak boleh membiarkan dia lolos
dari pengejaranku."
Inilah keputusan yang diambil Bong Thian-gak, oleh karena
ia tak sempat melihat jelas paras muka Si-hun-mo-li, maka
tidak diketahui olehnya apakah Si-hun-mo-li itu benar Thaykun
atau bukan.
Pengejaran dilakukan Bong Thian-gak dengan kecepatan
bagaikan sambaran petir.
Bayangan indah di depan sana pun berlari tak kalah
cepatnya. Dalam waktu singkat keduanya sudah berada di luar
kota, akan
tetapi Bong Thian-gak belum juga berhasil memperpendek
jarak di antara mereka.

488
Sekarang pemuda itu baru terperanjat, segera pikirnya, "Ai,
tak nyana ilmu meringankan tubuh yang dia miliki begitu
cepat, tapi aku tak boleh kehilangan jejak, tidak gampang
mengundang kehadirannya ... bila kali ini aku tak berhasil
menjumpainya, maka selamanya tak akan berjumpa lagi."
Sementara berbagai ingatan berkecamuk dalam benak
Bong Thian-gak, ia semakin mempercepat gerak tubuhnya,
seperti sedang terbang saja kaki tidak menempel tanah.
Akhirnya jarak antara mereka berhasil diperpendek.
Di hadapan mereka tiba-tiba muncul sebuah gedung
berloteng yang amat megah.
Bayangan langsing di depan sana menerobos masuk ke
dalam rumah yang berlapis-lapis itu dan sekejap kemudian
bayangan tubuhnya sudah lenyap.
Bong Thian-gak menerjang masuk ke dalam bangunan itu,
namun suasana di sekeliling sana sepi dan hening, seolah-olah
sebuah kota mati saja.
Tentu saja bayangan Si-hun-mo-li turut lenyap, dia seolaholah
tertelan oleh kegelapan malam.
Ketika Bong Thian-gak menginjak daun-daun kering yang
berserakan di tanah, segera disadari olehnya bahwa di
perkampungan itu sudah lama ditinggalkan orang dan tak
berpenghuni lagi.
Si-hun-mo-li tentu bersembunyi di dalam sana ... ya, dia
pasti berada di dalam gedung itu.
Bong Thian-gak tidak putus-asa, pelan-pelan dia menelusuri
bangunan itu dan melakukan pencarian dengan seksama.
"Heran, mengapa Si-hun-mo-li tak berani menjumpai
diriku? Ya, dia sudah mengenali aku ... kalau begitu dia tentu
Jit-kaucu Thay-kun."

489
Teringat akan Thay-kun, dalam benak Bong Thian-gak
terlintas kembali pengalamannya pada tiga tahun lalu, di kaki
bukit Cui-im-hong di luar kota Lok-yang, dimana mereka
berdua sama-sama mengunjungi rumah si tabib sakti Gi Jiancau.
"Ai, bila Thay-kun sampai tertimpa sesuatu musibah,
tanggungjawabku akan bertambah berat."
Diam-diam Bong Thian-gak menghela napas, sementara
tubuhnya sudah melalui tiga lapis halaman dan hampir setiap
ruangan sudah diperiksa dengan seksama, namun ia belum
juga menemukan bayangan perempuan itu.
Biarpun saat ini Bong Thian-gak sudah jadi suami Song
Leng-hui, namun dalam hati masih tetap dipenuhi bayangan
Thay-kun.
Semua peristiwa yang dialami, tubuhnya yang indah dan
cantik, serta pesan wanti-wanti Ku-lo Sinceng, pendeta agung
Siau-lim-si itu.
Biarpun suasana dalam Bu-lim dewasa ini sudah mengalami
perubahan besar, tapi Bong Thian-gak percaya Put-gwa-cinkau
tak akan lenyap begitu saja.
Selama tiga bulan terakhir ini, dia sudah menyelidiki
keadaan dunia persilatan secara diam-diam, Bong Thian-gak
tahu Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau memang telah berkunjung
ke markas besar Kay-pang di wilayah Sucwan.
Itulah sebabnya tersiar berita yang mengatakan Congkaucu
Put-gwa-cin-kau telah dikalahkan oleh Pangcu kaum
pengemis dalam suatu duel yang sengit, akibatnya dia terikat
dan tak berani mengembangkan sayapnya lagi.
Ikatan itu adalah pihak Put-gwa-cin-kau wajib
mengasingkan diri dan tak boleh muncul kembali di Bu-lim.
Bisa jadi ikatan itu berlaku dalam batas waktu tiga tahun.

490
Sebab dari kemunculan Si-hun-mo-li yang baru tiga bulan,
Bong Thian-gak mengambil kesimpulan bahwa Si-hun-mo-li
bisa jadi adalah salah satu alat Put-gwa-cin-kau untuk
melenyapkan umat persilatan dari dunia ini.
Pada tiga tahun berselang, Thay-kun telah ditangkap oleh
Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau.
Tak mungkin Cong-kaucu melepaskan Thay-kun begitu
saja, bisa jadi Thay-kun dijadikan iblis wanita pembetot
sukma.
Walaupun semua peristiwa itu merupakan dugaan Bong
Thian-gak, namun apa yang diduganya itu memang cukup
beralasan, untuk membuktikan kebenaran dugaannya itu
terpaksa dia harus menemui Si-hun-mo-li.
Gedung itu sangat besar, bisa jadi pemiliknya di masa
lampau adalah seorang pembesar kaya, biarpun sudah lama
gedung itu ditinggal penghuninya, namun semua gununggunungan,
gardu, loteng dan pagar, masih mencerminkan
keindahan dan kemegahan seperti dulu.
Setiap sudut bangunan telah diperiksa Bong Thian-gak
dengan seksama, namun dia tak berhasil menemukan
bayangan perempuan itu.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Bong Thiangak,
bagaikan sukma gentayangan Bong Thian-gak melompat
naik ke atas loteng tertinggi, kemudian menyembunyikan diri
di situ.
Pemandangan di bawah loteng terbentang luas, ia dapat
dengan jelas mengawasi setiap gerak-gerik sekeliling
bangunan itu.
Mendadak Bong Thian-gak seperti mengendus selapis bau
harum bunga anggrek yang amat tipis.
Bau harum itu seolah-olah datangnya dari ujung langit sana
yang menyebar kemana-mana.

491
Bong Thian-gak mendongakkan kepala dan memandang
sekejap sekeliling tempat itu, namun di seputar sana tiada
bunga anggrek, tiada pula bunga lain, tapi bau harum itu
makin lama makin tajam, Bong Thian-gak merasa seolah-olah
pernah mengendus bau harum itu. Mendadak pula paras muka
Bong Thian-gak berubah hebat. Ia teringat sekarang, bau
anggrek itu pernah diendusnya tiga tahun berselang, tatkala
dia berada di kaki bukit Cui-im-hong di luar kota Lok-yang,
tepatnya di rumah tabib sakti Gi Jian-cau. Waktu itu Congkaucu
Put-gwa-cin-kau muncul. Belum habis ingatan itu lewat,
Bong Thian-gak telah menyaksikan munculnya sebuah tandu
besar di tengah kebun di depan sana, tandu itu berhenti di
atas sebuah gardu.
Apa yang dilihat sekarang sungguh mengejutkan Bong
Thian-gak hingga jantungnya berdebar keras.
"Mungkin Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau muncul." Dendam
kusumat yang dipendam sejak tiga tahun lalu segera berkobar
kembali, Bong Thian-gak merasakan darah dalam tubuhnya
mendidih, hampir saja dia hendak menerkam ke depan.
Untung selama tiga tahun melatih diri secara tekun di bukit
terpencil membuat wataknya lebih tenang dan pandai
mengendalikan diri, akhirnya ia berhasil mengendalikan
gejolak perasaan benci dan dendam yang berada di dalam
dadanya.
Rupanya pada saat itu Bong Thian-gak menyaksikan
munculnya berpuluh sosok bayangan orang di sekeliling tandu.
Biarpun ilmu silat Bong Thian-gak sekarang sudah
mencapai tingkat yang luar biasa, namun dia belum yakin
dapat menandingi kekuatan Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau,
apalagi musuh berjumlah lebih banyak, ia semakin tak berani
bertindak gegabah.
Tiga tahun berselang, hampir saja ia tewas di tangan
lawan.

492
Sungguh tak disangka kemunculan kembali tiga tahun
kemudian dengan cepat mempertemukan dia dengan Congkaucu
Put-gwa-cin-kau.
Tiba-tiba dari balik tandu besar berkumandang suara
seseorang dengan nada merdu.
"Sam-kaucu, selama tiga bulan ini, tugas yang kau
laksanakan amat memuaskan hatiku, bertambahnya pembantu
semacam kau di dalam Put-gwa-cin-kau, hakikatnya seperti
harimau tumbuh sayap."
Mendengar panggilan "Sam-kaucu", Bong Thian-gak
terkejut, pikirnya, "Bukankah Sam-kaucu Put-gwa-cin-kau
sudah terbunuh tiga tahun lalu di pagoda Leng-im-po-tah di
luar kota Kay-hong? Waktu itu aku bersama Toa-suheng Ho
Put-ciang dan Thia Leng-juan yang melaksanakan
pembunuhan ini, dimana jenazahnya dihancurkan Thia Lengjuan
dengan obat penghancur mayat. Mengapa bisa muncul
Sam-kaucu lagi sekarang? Jangan-jangan dia adalah Samkaucu
baru yang belum lama bergabung dengan mereka."
Berpikir sampai di sini, Bong Thian-gak segera
mengarahkan pandangan matanya ke arah depan sana.
Di muka tandu besar itu berlutut seorang berperawakan
biasa sedang menjura pada Cong-kaucu yang berada di dalam
tandu besar, lalu katanya dengan hormat, "Terima kasih,
Cong-kaucu."
Mendengar logat suara orang itu, Bong Thian-gak tertegun,
pikirnya dalam hati, "Heran, suara ini amat kukenal,
sebenarnya siapakah Sam-kaucu yang baru itu?"
Sementara itu Cong-kaucu yang berada di dalam tandu
telah berkata kembali, "Sam-kaucu, mengenai tugas yang kau
lakukan di kota terlarang, sudah sebagian besar kau
rampungkan, saat ini sebagian jago lihai dari berbagai
perguruan telah muncul di dalam kota, yang masih tersisa pun
tinggal beberapa pentolan saja, mungkin tak sampai setengah

493
bulan lagi, sebagian besar akan berkumpul di wilayah Hopak
ini."
"Bukan suatu tugas yang sederhana bagi Put-gwa-cin-kau
kita menghadapi jago lihai sedemikian banyak, maka aku
sengaja berkunjung ke wilayah Hopak untuk memberi
komando inti kekuatan Put-gwa-cin-kau kita. Ji-kaucu serta
komandan pertama pasukan pengawal tanpa tanding sekalian
dalam waktu singkat akan datang semua ke Hopak, sampai
waktunya orang yang akan memberi komando adalah aku, Jikaucu,
Sam-kaucu, komandan pertama pasukan pengawal
tanpa tanding serta komandan kedua pasukan tanpa tanding."
"Baik, terima kasih banyak atas perhatian Cong-kaucu yang
telah mencantumkan pula diri hamba dalam kelompok
komandan," jawab Sam-kaucu dengan hormat.
Kembali Cong-kaucu berkata, "Sam-kaucu, belakangan ini
di Bu-lim telah muncul Jian-ciat-suseng, apakah kau tahu asalusul
orang itu?"
Bong Thian-gak yang mendengar perkataan itu menjadi
amat terperanjat, segera pikirnya, "Benar-benar tak kusangka
Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau telah menaruh perhatian
kepadaku."
Sementara itu Sam-kaucu termenung sejenak, kemudian
sahutnya, "Lapor Cong-kaucu, malam ini Si-hun-mo-li
berangkat mengunjungi Jian-ciat-suseng, hamba rasa dia tak
akan lolos dari cengkeraman Si-hun-mo-li."
Mendengar perkataan itu, pelan-pelan Cong-kaucu
menyahut, "Sam-kaucu, dalam melaksanakan pekerjaanmu
kali ini kau bertindak kelewat gegabah dan menyerempet
bahaya, dewasa ini Jian-ciat-suseng sudah termasuk di antara
deretan jago lihai dalam Bu-lim, sebelum kau selidiki dengan
jelas asal-usul Jian-ciat-suseng, sudah kau utus Si-hun-mo-li
menghadapinya, jika Si-hun-mo-li tak mampu menyelesaikan

494
tugasnya atau menemui celaka di tangan Jian-ciat-suseng,
bukankah usaha kita selama ini akan sia-sia belaka."
Teguran itu membuat Sam-kaucu menundukkan kepala,
tanpa menjawab ia berdiri kaku di tempat.
Setelah berhenti sesaat, Cong-kaucu berkata lagi, "Samkaucu,
aku tahu, kau percaya setiap lelaki yang bertemu Sihun-
mo-li, dia tak akan mampu memberi perlawanan,
bukankah demikian?"
"Lapor Cong-kaucu, hamba memang berpendapat begitu,"
jawab Sam-kaucu agak tergagap.
"Tak heran Sam-kaucu mempunyai pendapat begitu, terus
terang kukatakan, sepasang mata Si-hun-mo-li sebetulnya
sudah melatih ilmu Si-hun-tay-hoat (Ilmu pembetot sukma)
yang merupakan kepandaian rahasia perguruan Mi-tiong-bun
di Tibet, setiap umat persilatan yang memandang sepasang
matanya pasti akan terpikat dan terpengaruh pikirannya, tapi
di Bu-lim ini masih terdapat dua tokoh silat yang memiliki
kemampuan untuk mematahkan pengaruh Si-hun-tay-hoat
itu."
"Siapakah kedua orang itu?" tiba-tiba Sam-kaucu bertanya.
"Dia adalah Kay-pang Pangcu dan Cengcu Kim-liong-kiansan-
ceng!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan, "Aku
rasa Jian-ciat-suseng pun bisa jadi memiliki kemampuan untuk
mematahkan pengaruh Si-hun-tay-hoat itu."
"Darimana Cong-kaucu bisa tahu Jian-ciat-suseng memiliki
kemampuan itu?" tanya Sam-kaucu
Cong-kaucu termenung sejenak, kemudian ujarnya,
"Senjata yang digunakan Jian-ciat-suseng adalah pedang, bagi
seorang jago lihai ahli pedang, kepandaian yang harus dilatih
terlebih dahulu adalah melatih ketajaman mata dan ketepatan
hati, ditinjau dari kemampuan Jian-ciat-suseng mengalahkan

495
begitu banyak jago lihai dalam tiga bulan terakhir ini, sudah
jelas ilmu pedangnya tidak kalah dibanding ilmu pedang
Cengcu Kim-liong-kian-san-ceng Mo Hui-thian dan Kay-pang
Pangcu. Ketiga orang ini sama-sama mengandalkan ilmu
pedang mereka yang lihai."
"Biarpun aku belum tahu dengan jelas asal-usul Jian-ciatsuseng,
namun aku memuji kehebatan ilmu pedangnya, dia
merupakan salah satu musuh tangguh Put-gwa-cin-kau kita."
"Nasehat Cong-kaucu akan hamba camkan dalam hati,"
sahut Sam-kaucu dengan hormat
Tiba-tiba Cong-kaucu bertanya lagi, "Beberapa bulan lalu,
Sam-kaucu pernah mengatakan bahwa perkampungan ini
punya peralatan lengkap dan bisa digunakan sebagai kantor
cabang perkumpulan kita di wilayah Hopak, harap Sam-kaucu
mengajak diriku melihat-lihat keadaan di sekitar sini!"
"Perkampungan ini adalah bekas istana raja muda Mo-laycing-
ong di masa lampau, biarpun bangunan megah ini enak
dipandang, namun belum merupakan yang terhebat, karena
bangunan utama terletak di bawah tanah."
Pelan-pelan Cong-kaucu berkata pula, "Raja muda Mo-laycing-
ong, adik sepupu kaisar Ching Ko-cou, orang ini berotak
cerdas dan kepandaiannya jauh melampaui kaisar Ching Kocou
sendiri. Tatkala kaisar Ching Ko-cou melakukan
pembersihan terhadap bekas-bekas pembesar setianya, hanya
Mo-lay-cing-ong yang lolos dari pembersihan itu, ia tidak pergi
jauh, melainkan bersembunyi di dalam istana bawah tanah
ini?"
"Cong-kaucu memang cerdas dan cermat, jauh melampau
siapa pun, betul waktu itu Mo-lay-cing-ong bersembunyi di
istana bawah tanah ini."
"Aku pernah berkunjung ke dalam istana itu serta
menemukan delapan belas sosok kerangka, satu di antaranya
berperawakan tinggi besar, sedang yang lain berperawakan

496
kecil dan lembut, kemungkinan adalah kerangka raja Mo-laycing-
ong beserta ketujuh belas selirnya."
"Aku dengar kekayaan raja muda Mo-lay-cing-ong tiada
taranya, apakah Sam-kaucu berhasil menemukan sesuatu di
bawah istana sana?"
"Menurut daftar yang dibuat kaisar Ching Ko-cou atas
orang-orang yang dikehendakinya, nama raja muda Mo-laycing-
ong terdaftar sebagai musuh nomor satu, konon yang
paling menakutkan adalah harta kekayaan raja muda itu."
"Setelah kusaksikan bangunan istana dalam perkampungan
ini, terpikir olehku bisa jadi semua harta kekayaan raja muda
Mo-lay-cing-ong berada di istana bawah tanahnya, tapi karena
istana itu dilengkapi alat rahasia, aku belum sempat
menggeledah setiap ruangan yang berada di situ, itulah
sebabnya hingga kini aku belum menemukan harta karun
peninggalan raja muda Mo-lay-cing-ong itu."
"Sam-kaucu tak usah kuatir, aku telah mengundang
seorang ahli bangunan dan ilmu tanah untuk menangani
persoalan ini, mungkin dalam beberapa hari mendatang
rahasia istana tanah Mo-lay-cing-ong akan berhasil kita
temukan."
"Cong-kaucu telah mengundang seorang ahli bangunan dan
ilmu tanah?"
Baru selesai ucapan itu diutarakan, mendadak terdengar
seseorang menyambung dengan suara dingin, "Aku Jikauculah
orangnya!"
Bersama dengan selesainya ucapan itu, dari balik bangunan
lain tiba-tiba muncul sekelompok bayangan orang yang
langsung berjalan menuju ke arah gardu itu.
"Oh, cepat amat kedatangan Ji-kaucu!"
Cong-kaucu yang berada dalam tandu berseru kegirangan,
"Aku malah menduga besok malam Ji-kaucu baru akan tiba di

497
Hopak, tak disangka kau bisa datang sehari lebih awal, mari ...
mari ... mari ... Sam-kaucu belum pernah bicara dengan Jikaucu,
biar kuperkenalkan dahulu kalian berdua."
Sementara pembicaraan berlangsung, Ji-kaucu beserta
ketujuh-delapan anak buahnya telah berkumpul di depan
tandu besar itu.
Ji-kaucu memberi hormat lebih dulu kepada tandu besar
itu, ujarnya, "Ji-kaucu menyampaikan salam sejahtera untuk
Cong-kaucu."
"Tak usah banyak adat, kedatangan Ji-kaucu memang
sangat kebetulan, baru saja aku tiba di Hopak dan belum
mencari tempat pemondokan, harap Ji-kaucu mencarikan
sebuah ruangan dalam istana ini sebagai tempat
pemondokan."
Sementara itu Sam-kaucu telah memberi hormat kepada Jikaucu,
"Sam-kaucu menyampaikan selamat bertemu pada Jikaucu."
"Tak usah banyak adat," kata Ji-kaucu pula dingin. "Sudah
begini lama Cong-kaucu tiba di sini, mengapa Sam-kaucu
belum mencarikan tempat pemondokan bagi Cong-kaucu?"
"Hamba memang mengundang Cong-kaucu untuk
memasuki ruang bawah istana."
"Mengapa Sam-kaucu masih belum menunjuk jalan?" tegur
Ji-kaucu dingin.
"Kalau begitu dipersilakan Cong-kaucu dan Ji-kaucu
mengikuti diriku."
Selesai berkata, dia beranjak lebih dulu menuju ruangan
sebelah barat.
Tandu besar serta kedua puluh orang serentak mengikut di
belakangnya, tak selang beberapa saat kemudian bayangan
mereka telah lenyap di balik kegelapan sana.

498
Dengan menyembunyikan diri di atas wuwungan loteng,
Bong Thian-gak dapat menyaksikan rombongan itu memasuki
sebuah ruangan gedung kecil di tengah halaman lapis
keempat.
Sementara itu cahaya lentera memancar keluar dari gedung
tadi.
Menyaksikan rahasia besar itu, berbagai pertanyaan yang
mencurigakan dan tidak dipahami olehnya bermunculan
menyelimuti benak anak muda itu.
Sebenarnya siapakah Sam-kaucu itu?
Mengapa suaranya begitu dikenal?
Berhubungan jarak mereka kelewatan jauh, maka Bong
Thian-gak tidak sempat menyaksikan dengan jelas paras muka
setiap orang yang hadir di sana.
Dari pembicaraan mereka, bisa jadi Si-hun-mo-li, si momok
perempuan yang disegani dan ditakuti setiap umat persilatan
tak lain adalah Jit-kaucu Thay-kun.
Tapi mengapa Thay-kun bisa berubah jadi manusia seperti
itu?
Tatkala Jit-kaucu Thay-kun belum mengkhianati Put-gwacin-
kau, kedudukannya dalam partai begitu tinggi dan
terhormat sehingga pada hakikatnya hanya berada pada
urutan kedua setelah Cong-kaucu, tapi kini dia justru
dikendalikan oleh Sam-kaucu, dari sini dapat disimpulkan
bahwa gadis itu memang sudah dicelakai oleh ketuanya
sendiri.
Bila jadi Thay-kun yang sekarang hanya robot hidup tanpa
pikiran dan kesadaran.
Yang paling mengejutkan Bong Thian-gak adalah di gedung
itu ternyata masih terdapat sebuah istana yang konon sangat
megah.

499
Mo-lay-cing-ong adalah seorang panglima perang
kenamaan ketika tentara Ching menyerbu daratan Tionggoan,
konon sewaktu raja muda Mo-lay-cing-ong membawa tentara
menyerbu daratan, dia telah merampok semua harta kekayaan
rakyat kecil hingga dalam waktu singkat dia telah menjadi
panglima perang terkaya di seluruh negeri.
Ketika Ching Ko-cou naik tahta, dia mendapat laporan
bahwa raja muda Mo-lay-cing-ong sedang mencari tentara dan
membeli kuda dengan niat melakukan pemberontakan,
kejadian ini mengejutkan sang raja sehingga dia bertindak
lebih dulu dengan menjatuhi hukuman pancung kepala atas
semua keluarga raja muda itu.
Tapi kaisar Ching Ko-cou tak pernah berhasil membunuh
raja muda Mo-lay-cing-ong, karena tak seorang pun yang tahu
dimanakah dia menyembunyikan diri.
Ketika Mo-lay-cing-ong hilang, tahta kerajaan waktu itu
telah beralih ke tangan kaisar Yong Cing, ini membuat sang
kaisar tak pernah tenang dan memerintahkan anak buahnya
lebih giat melakukan pencariannya atas jejak si raja muda itu.
Dari pembicaraan Cong-kaucu dengan Sam-kaucu,
tampaknya raja muda Mo-lay-cing-ong telah menyembunyikan
diri di istana bawah tanahnya ketika itu.
Bila rahasia besar ini sampai tersiar, bisa dibayangkan
betapa gemparnya seluruh dunia.
Intan permata dan emas perak hasil rampokan raja muda
Mo-lay-cing-ong dari rakyat bangsa Han bisa jadi disimpan
juga di dalam istana bawah tanah ini, siapakah yang tidak
silau menyaksikan harta karun yang tak ternilai harganya itu?
Barang siapa berhasil menemukan harta karun itu, dia akan
segera menjadi jutawan yang tiada bandingannya di seluruh
negeri.

500
Bila harta karun itu sampai dikuasai pihak Put-gwa-cin-kau,
maka Put-gwa-cin-kau akan segera menguasai seluruh dunia
persilatan dan menjadi pemimpin dunia.
Itu berarti kekacauan dan kekalutan akan merajarela di
seluruh negeri, hidup rakyat kecil tak pernah tenang, bencana
manusia pun akan muncul berulang-ulang.
Bong Thian-gak segera menyadari betapa beratnya
kewajiban dan tugasnya setelah berhasil menyadap rahasia
besar itu, karena bukan cuma menyangkut dunia persilatan
saja, tapi sudah mencapai kolong langit.
Bagaimana pun juga, dia tak boleh membiarkan pihak Putgwa-
cin-kau mendapatkan harta karun raja muda Mo-lay-cingong
itu.
Dia pun tak dapat membiarkan harta karun itu jatuh ke
tangan kerajaan Ching.
Sebab harta karun itu milik bangsa Han, hasil rampokan
raja muda Mo-lay-cing-ong dari rakyat bangsa Han ketika dia
menyerbu daratan Tionggoan dulu.
Sekarang dia sebagai bangsa Han wajib melindungi
keutuhan harta karun milik rakyatnya, sehingga tidak
dikangkangi pihak kerajaan Ching.
Harta karun itu sudah sewajarnya dikembalikan kepada
rakyat yang berhak memilikinya, rakyat bumi putera anak
keturunan kaisar Hong Te.
Dalam waktu singkat Bong Thian-gak merasa darah yang
mengalir dalam tubuhnya mendidih, pikirannya kalut, dia telah
mengambil keputusan melakukan usaha besar bagi umat
persilatan.
Mendadak terdengar beberapa kali jerit kesakitan
berkumandang dari arah gedung kecil di sebelah barat.

501
Perubahan ini terjadi sangat mendadak, sama sekali di luar
dugaan, untuk beberapa saat Bong Thian-gak tidak
mengetahui apa gerangan yang telah terjadi?
Dengan cepat pemuda itu menengok ke arah sumber
suara.
Tiba-tiba tiga sosok bayangan orang meluncur keluar dari
balik gedung kecil itu dengan kecepatan tinggi.
Salah seorang di antaranya bergerak cepat dan gesit,
bagaikan sambaran petir dia melampaui dua orang yang lain
dan langsung meluncur ke arah Bong Thian-gak berada.
Bersamaan dengan berkelebatnya tiga sosok bayangan
orang itu, dari arah belakang muncul pula seorang berbaju
hijau yang melakukan pengejaran dengan pedang terhunus.
Gerakan tubuh orang itu pada hakikatnya jauh lebih cepat
daripada gerakan burung elang, tampak dia melejit dengan
enteng dan tahu-tahu sudah melewati kepala kedua orang
berbaju hitam di mukanya.
Cahaya pedang berkelebat, dua kali jeritan ngeri yang
menyayat hati bergema memecah keheningan malam.
Tahu-tahu kedua orang berbaju hitam itu sudah kena
tusukan pedang dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Selesai membunuh kedua orang itu, orang tadi mengangkat
kepala memandang ke depan, ketika dilihatnya korban ketiga
sudah kabur ke depan sana, ia tertawa dingin, lalu sambil
melejit dia melakukan pengejaran secepat kilat.
Ilmu meringankan tubuh orang itu benar-benar sangat
lihai, di saat sang korban sudah kabur ke gedung dimana
Bong Thian-gak menyembunyikan diri, orang itu sudah bisa
melampaui orang berbaju hitam dan melayang turun di
mukanya, sementara pedangnya langsung dibabatkan ke
muka.

502
Tampaknya kepandaian silat orang berbaju hitam itu tidak
lemah, melihat jalan perginya dihadang orang, tubuhnya yang
hampir menumbuk orang itu segera berputar setengah
lingkaran dan berhenti, dengan begitu dia pun berhasil lolos
dari tusukan pedang orang itu.
Bong Thian-gak dapat melihat dengan jelas bahwasanya
orang itu tak lain adalah Ji-kaucu.
Sedangkan orang berbaju hitam yang sedang melarikan diri
itu adalah seorang kakek kurus kering.
Bertemu Ji-kaucu, kakek berbaju hitam tadi nampak sedikit
tegang, gugup dan ketakutan, tapi sebagai seorang jago
kawakan Bu-lim, dengan cepat pula dia berhasil
mengendalikan perasaan dan bersikap tenang kembali.
"Permainan pedangmu sungguh cepat dan buas!"
jengeknya sambil tertawa dingin. "Tujuh anak buahku mati di
tanganmu!"
Paras muka Ji-kaucu dingin menyeramkan, sama sekali tak
nampak perubahan apa pun, katanya kaku, "Kau pun jangan
harap bisa lolos dari kematian!"
Mendadak kakek berbaju hitam itu tertawa seram.
"Kau adalah satu-satunya orang paling buas dan kejam
yang pernah aku orang she Long jumpai sepanjang hidup."
"Hm, Hek-ki-to-cu Long Jit-seng terhitung seorang buas
dan keji pula di sekitar kepulauan di laut timur."
Mendengar perkataan itu, kakek berbaju hitam itu nampak
terkejut dan berubah paras mukanya, "Tajam amat
pandangan matamu, ternyata kau masih mampu mengenali
diriku."
"Ilmu silat Hek-ki-to-cu Long Jit-seng hanya biasa saja,
namun ilmu lain seperti iNgo-heng-pat-kwa, ilmu perbintangan

503
dan ilmu bangunan, ilmu tanah dan ilmu membaca peta justru
termasyhur di seluruh kolong langit."
Bong Thian-gak yang menyadap pembicaraan itu dari atas
wuwungan rumah dapat menangkap semua pembicaraan itu
dengan jelas, dia memang pernah juga mendengar nama
besar Long Jit-seng sebagai seorang ahli dalam ilmu-ilmu itu.
Padahal Long Jit-seng berdiam di pulau Hek-ki-to yang
berada di tengah lautan timur, jauh-jauh dia mendatangi kota
terlarang dan muncul di gedung penuh rahasia itu, sebagai
orang yang cerdas Bong Thian-gak segera dapat menebak
maksud dan tujuan.
Jangan-jangan Long Jit-seng sendiri pun mengetahui juga
tentang rahasia harta karun Mo-lay-cing-ong?
Sementara itu Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak,
"Hahaha, kau terlampau memuji, biarpun ilmu kepandaian itu
amat kukuasai, sayang masih belum cukup untuk melindungi
keselamatan jiwaku sendiri."
Ji-kaucu tertawa dingin.
"Ai, jika kau bersedia menjawab beberapa pertanyaanku
dengan sebaik-baiknya, bisa jadi ilmu yang kau miliki itu dapat
menjamin pula keselamatan jiwamu."
"Pertanyaan apa yang hendak kau ajukan? Cepat
diutarakan!"
"Kau mendapat perintah dari siapa untuk menyusup ke
dalam istana bawah tanah?"
Long Jit-seng tertawa tergelak.
"Selama hidup belum pernah Long Jit-seng diperintah
orang, apalagi tunduk di bawah lutut orang lain."
Ketika mendengar perkataan itu, mencorong sinar
membunuh dari balik wajah Ji-kaucu, kembali dia berkata
dengan suara sedingin salju, "Rahasia istana bawah tanah MoTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
504
lay-cing-ong ditemukan oleh Sam-kaucu perkumpulan kami,
kecuali dia membocorkan rahasia itu, mustahil ada orang bisa
mengetahui."
"Mengapa kau tidak menuduh Sam-kaucu kalian yang telah
bersekongkol denganku?"
"Sam-kaucu baru saja menggabungkan diri dengan
perkumpulan kami, Cong-kaucu sangat menaruh kepercayaan
kepadanya dan aku pun amat percaya kepadanya."
"Jika demikian, mengapa kau masih curiga?" Ji-kaucu
tertawa dingin.
"Lantas darimanakah pihak Hek-ki-to memperoleh rahasia
ini?"
"Harta karun Mo-lay-cing-ong sudah diketahui orang
seantero jagad. Hehehe, apalagi ketika Mo-lay-cing-ong
membangun istana bawah tanah ini, dia telah mengundang
seorang ahli tukang kayu."
"Siapakah orang itu?" tukas Ji-kaucu.
"Dia adalah Susiok-co, adik kakek!"
"Jadi karena itu kau mengetahui rahasia itu?"
"Betul, sejak tiga puluh tahun berselang aku sudah
mengetahui rahasia itu."
"Lantas mengapa kau tidak melakukan pencarian sejak
dulu, namun hari ini baru dilakukan?"
"Ilmu bangunan Susiok-co tiada bandingan di dunia ini,
terutama ilmu alat rahasia, ya, boleh dibilang tiada
kemungkinan bagi orang lain untuk memecahkan."
"Jadi maksudmu, alat rahasia dalam bangunan istana
bawah tanah itu cuma dia seorang yang bisa membuka dan
mencapai dimana harta karun itu tersimpan?" seru Ji-kaucu
sambil tertawa dingin tiada hentinya.

505
Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha, kalau dilihat dari kemampuan menemukan alat
rahasia dalam ruang gedung begitu masuk tadi... terbukti kau
pun seorang yang mahir di dalam ilmu bangunan, hehehe ...
cuma saja bila kau ingin membuka kedelapan puluh satu bilik
bawah tanah serta keempat puluh sembilan lorong rahasianya,
aku pikir seumur hidup tak akan dapat kau lakukan."
"Kau telah membantuku melaksanakan sebagian besar
tugasku, rasanya aku tak perlu banyak membuang tenaga lagi
dengan percuma," jengek Ji-kaucu dingin.
Paras muka Long Jit-seng berubah hebat mendengar
perkataan itu, segera tanyanya, "Apa maksud ucapanmu?"
"Aku tahu kau sudah membuang banyak tenaga dan pikiran
untuk meraba peta dasar bangunan bawah tanah itu, asal
kuperoleh peta rahasia yang telah kau persiapkan itu,
bukankah aku bisa membuka setiap bilik dan lorong rahasia itu
secara mudah dan cepat?"
Ucapan itu mengejutkan Long Jit-seng, namun paras
mukanya sama sekali tak berubah, katanya cepat sambil
tertawa dingin, "Kau benar-benar sangat lihai, betul aku
memang sudah mempersiapkan sebuah peta lengkap tentang
seluruh bangunan istana bawah tanah itu, namun peta itu tak
berada di sakuku sekarang."
"Peta itu pasti ada di sakumu," seru Ji-kaucu. Long Jit-seng
sadar, bilamana dia ingin meloloskan diri dari cengkeraman
maut Ji-kaucu, kuncinya terletak pada peta itu. Menyadari hal
itu, Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, engkau
selalu yakin tebakanmu selamanya tepat, namun kau gagal
menebak secara tepat kali ini?"
"Bila aku berani membunuhmu, buat apa banyak bicara
hal-hal yang tak berguna denganmu?"

506
"Jadi mati-hidupku tergantung pada keputusanku bersedia
bekerja sama atau tidak?" Long Ji Seng tertawa semakin
keras.
"Hek-ki-to-cu termasyhur sebagai manusia licik dan banyak
akal muslihatnya, tentu saja kau dapat membedakan bukan,
mana yang menguntungkan dan yang merugikan sebelum
mengambil keputusan yang menguntungkan bagi dirimu
sendiri."
Long Jit-seng kembali tertawa terbahak-bahak. "Kau amat
licik, berhati busuk dan berbahaya, bila tujuanmu sudah
tercapai, akhirnya aku bakal mati juga di tanganmu." "Tapi
sedikit banyak kau bisa hidup lebih lama." Dari pembicaraan
kedua orang itu, bisa diketahui betapa licik dan berbahayanya
kedua orang ini, mereka sama-sama cerdas dan bertujuan
dalam, kedua belah pihak sama-sama tidak saling percaya.
Ibarat dua ekor rusa bertemu, mereka saling menipu, saling
memasang perangkap untuk menjebak lawan.
Sudah barang tentu Long Jit-seng berada pada posisi yang
tidak menguntungkan, sebab dia tahu, bagaimana pun juga
kepandaian silatnya masih belum sanggup menandingi lawan.
Dalam sekali gebrakan saja pihak lawan mampu
menghabisi ketujuh anak buahnya yang berilmu tinggi,
peristiwa ini sudah menggidikkan hati Long Jit-seng, apalagi
dalam istana bawah tanah masih terdapat begitu banyak jagojago
lihai.
Andaikata pihak Put-gwa-cin-kau benar-benar menghabisi
nyawa Long Jit-seng, biarpun dia hendak kabur ke ujung
langit pun jangan harap bisa lolos dalam keadaan selamat.
Bong Thian-gak yang mengamati semua peristiwa itu dari
atas wuwungan rumah dengan cepat dapat menebak jalan
manakah yang bakal dipilih Long Jit-seng.
Sudah jelas jalan "kehidupan" yang bakal dipilih olehnya.

507
Mendadak Bong Thian-gak memperdengarkan suara
dinginnya yang menggidikkan dari atas wuwungan rumah.
Tertawa seram itu muncul sangat mendadak dan sama
sekali di luar dugaan orang, seketika itu juga Ji-kaucu dibuat
terkesiap dan kaget setengah mati.
Mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau di situ bakal
hadir pihak ketiga yang bersembunyi di atas wuwungan rumah
yang berjarak sedemikian dekat dengannya tanpa disadari.
Padahal ia percaya pada ketajaman mata maupun
pendengaran sendiri, daun rontok pada jarak sepuluh tombak
pun takkan lolos dari pendengarannya, suasana gelap gulita
pun bisa dilihat olehnya dengan jelas, tapi mengapa ia tak
menangkap suara apa pun?
Nyatanya orang itu dapat lolos dari pendengaran maupun
penglihatannya, dari sini bisa diketahui bahwa ilmu silat lawan
betul-betul sangat lihai.
"Jago lihai darimanakah yang bersembunyi di atas? Harap
segera menampilkan diri."
Dengan suara menyeramkan dan mata bersinar tajam Jikaucu
mengawasi wuwungan dengan pandangan tak
berkedip.
"Mengapa Ji-kaucu tidak berani naik ke atas?" sahut Bong
Thian-gak dingin.
"Jadi engkau tak berani turun?" jengeknya.
"Siapa bilang aku tak berani?"
Selesai bicara, tubuh Bong Thian-gak segera meluncur
turun dari wuwungan rumah, langsung menerkam Ji-kaucu.
Tubrukan Bong Thian-gak dilakukan dengan kecepatan
bagaikan kilat, dalam sekejap tubuhnya sudah sampai di atas
kepala Ji-kaucu, segulung tenaga maha dahsyat langsung
menekan ke atas kepala lawan.

508
Sesungguhnya ilmu silat Ji-kaucu sangat lihai, namun
sekarang dia pun tak mempunyai keyakinan untuk berhasil
lolos dari ancaman maut itu.
Dalam keadaan begini, Ji-kaucu segera memutar
pedangnya menciptakan selapis kabut pedang melindungi
batok kepalanya, lalu secepat kilat tubuhnya menyingkir ke
samping.
Long Jit-seng adalah seorang cerdas, dia tak mau
membuang kesempatan yang sangat baik ini untuk meloloskan
diri, secepat kilat dia melejit dan kabur dari tempat itu.
Sesungguhnya tujuan Bong Thian-gak menampakkan diri
tadi adalah memberi kesempatan kepada Long Jit-seng untuk
melarikan diri, maka dia sama sekali tidak memberi
kesempatan kepada Ji-kaucu untuk berganti napas, angin
pukulan kedua kembali dilontarkan dengan kekuatan luar
biasa.
Cepat Ji-kaucu melejit ke samping, tapi angin pukulan lain
tahu-tahu sudah menyambar datang dari arah kiri.
Ji-kaucu benar-benar tidak menduga gerakan lawan begitu
cepat, aneh dan luar biasa.
Pada serangan pertama, ancaman datang dari atas ke
bawah, maka pada serangan kedua dia telah mengubah arah
dengan menerjang dari sisi kiri.
Ji-kaucu tertawa dingin, kali ini dia tidak menghindar,
segulung angin pukulan dilepaskan dari sisi kiri untuk
menyongsong datangnya ancaman lawan.
"Blam", kedua gulung angin pukulan itu saling bentur,
terjadilah angin berputar yang menerbangkan dedaunan
kering dan debu.
Akibat bentrokan ini, sepasang kaki Ji-kaucu goyah dan
mundur liga langkah secara beruntun.

509
Sepanjang hidup belum pernah dia menghadapi pukulan
dahsyat seampuh ini, dalam gusarnya Ji-kaucu segera melolos
pedang dan melejit ke arah sisi lawan sambil melancarkan
sebuah tusukan.
Reaksinya cukup cepat, tapi gerakan tubuh Bong Thian-gak
jauh lebih cepat lagi.
Bong Thian-gak menjejakkan kaki kanannya dan melompat
ke atas wuwungan rumah, dengan demikian cahaya pedang
Ji-kaucu hanya menyambar lewat di bawah kakinya saja.
Gagal dengan serangan pedangnya, Ji-kaucu dongkol
setengah mati, sambil menjejakkan kaki dia mengejar ke atas
wuwungan rumah.
Tapi gerakan Bong Thian-gak jauh lebih cepat, begitu
tubuhnya berkelebat, tahu-tahu dia sudah berada jauh di
sana.
"Hei, kalau jantan kenapa tidak kau hentikan langkahmu?"
bentak Ji-kaucu mendongkol.
Sambil membentak dia mengejar terus secara cepat.
Dalam pada itu dari arah gedung bermunculan beberapa
sosok bayangan orang, tampaknya orang itu dibuat terkejut
oleh ledakan! dahsyat akibat benturan dua kekuatan angin
pukulan tadi.
Di antara bayangan-bayangan itu, nampak sesosok
bayangan orang bergerak paling cepat, langsung hendak
menghadang di depan Bong Thian-gak.
Sayang sekali gerakan tubuh Bong Thian-gak masih jauh
lebih cepat lagi, ia tak sampai terhadang oleh lawan.
Sementara itu Ji-kaucu telah menyusul pula ke sana,
mendadak dia berteriak keras, "Sam-kaucu, tak usah dikejar
lagi"

510
Ternyata bayangan orang yang mengejar paling cepat
adalah Sam-kaucu, ia menghentikan gerakan tubuhnya begitu
memperoleh perintah, tapi segera tegurnya, "Ji-kaucu,
mengapa kita biarkan musuh kabur begitu saja?"
Ji-kaucu tertawa dingin.
"Ilmu meringankan tubuh orang itu amat cepat, yakinkah
Sam-kaucu berhasil menyusulnya?"
Sam-kaucu mendongakkan kepala, empat penjuru amat
sepi tak terdengar suara apa pun, sementara bayangan tubuh
Bong Thian-gak yang semula berada di depan sana, kini sudah
lenyap.
Dengan wajah tertegun Sam-kaucu berkata, "Wah, cepat
benar gerakan tubuh orang itu, siapakah dia?
Paras muka Ji-kaucu berubah sangat tak sedap dilihat,
namun dia menjawab dengan suara dingin, "Jika dilihat dari
ujung lengan baju kanannya yang kosong terhembus angin,
tampaknya dia adalah seorang berlengan tunggal."
Walaupun saat kejar mengejar tadi Ji-kaucu belum berhasil
melihat raut wajah lawan, namun bayangan tubuh Bong
Thian-gak, terutama ujung lengan baju kanannya yang kosong
dapat terlihat olehnya dengan nyata.
"Ah, dia adalah Jian-ciat-suseng!" seru Sam-kaucu tanpa
terasa dengan paras muka berubah.
"Sam-kaucu, bukankah kau mendapat perintah untuk
menyusun persiapan besar di wilayah Hopak, bagaimana
persiapan yang telah kau lakukan hingga jejak kita dapat
dibuntuti lawan?"
"Selama aku berada di kota terlarang, yakin belum ada
seorang pun yang menemukan jejakku, apalagi identitasku."
"Lantas bagaimana Jian-ciat-suseng bisa sampai di gedung
ini?"

511
"Barusan kulihat Si-hun-mo-li kembali ke istana bawah
tanah, bisa ditebak Si-hun-mo-li gagal dalam tugasnya dan
justru dialah yang memancing kehadiran Jian-ciat-suseng."
Berubah hebat air muka Ji-kaucu.
"Kalau begitu pembicaraanmu dengan Cong-kaucu serta
segala macam rahasia kita telah diketahui oleh Jian-ciatsuseng!"
"Tentang masalah itu, kita baru bisa menganalisanya
setelah tahu bagaimana cerita Ji-kaucu sampai menemukan
jejak Jian-ciat-suseng."
Ji-kaucu tertawa dingin.
"Sam-kaucu mengapa kau tidak berterus terang saja
mengatakan bahwa aku pun turut terkecoh oleh kehadiran
Jian-ciat-suseng sehingga gerak-geriknya tidak kuketahui
sama sekali?"
"Tidak berani, aku tak berani berpendapat demikian."
"Sam-kaucu, apakah kau mengetahui tempat tinggal Jianciat-
suseng?" tiba-tiba Ji-kaucu menegur dengan suara dingin
menyeramkan.
"Kamar nomor tiga puluh enam Hong-tok-ciu-lau."
"Dalam tiga hari, Sam-kaucu harus berhasil membunuh
Jian-ciat-suseng dengan cara apa pun."
"Cong-kaucu telah berpesan, sementara kita tak akan
membunuh Jian-ciat-suseng."
Ji-kaucu segera menarik muka mendengar perkataan itu,
katanya kemudian, "Kalau begitu segera kubicarakan masalah
ini dengan Cong-kaucu, mungkin saja dia mau berubah
pikiran."

512
Selesai berkata dia lantas meluncur turun dari atas
wuwungan rumah dan langsung menuju ke gedung kecil tadi,
Sam-kaucu mengikut di belakangnya.
Mendadak Ji-kaucu berpaling seraya berkata, "Long Jitseng
telah melarikan diri, harap Sam-kaucu segera mengirim
orang mengejarnya, bila gagal membekuknya hidup-hidup,
mati pun tak apalah."
"Harap Ji-kaucu mengutus orang untuk membantuku,"
sahut Sam-kaucu cepat.
Sementara itu enam orang berjubah hijau telah
bermunculan dari balik gedung.
Mendadak Ji-kaucu berseru kepada seorang berjubah hijau
yang gemuk pendek.
"Ang Teng-siu, lekas bawa tiga orang dan bersama Samkaucu
pergi mengejar Long Jit-seng!"
"Baik!" jawab orang gemuk pendek itu dengan sikap
hormat.
Dengan cepatnya dia telah memilih tiga orang rekan untuk
mendampinginya, lalu sambil berjalan ke depan Sam-kaucu
dia berkata dengan lantaYig, "Ang Teng-siu siap menerima
komando Sam-kaucu!"
"Tak usah banyak bicara, ayo kita berangkat," seru Samkaucu.
Kelima orang jago lihai Put-gwa-cin-kau itu dengan cepat
berangkat meninggalkan gedung itu mengejar Long Jit-seng.
Long Jit-seng keluar dari gedung dengan kecepatan luar
biasa, ia kabur secepatnya meninggalkan tempat itu.
Long Jit-seng mengerti, bila orang-orang Put-gwa-cin-kau
telah berhasil membunuh orang yang membantunya, dengan
cepat mereka akan mengejarnya kemari, maka dia memilih
daerah yang sepi di barat kota untuk menyelamatkan diri.

513
Sesudah menempuh perjalanan setengah jam dengan
kecepatan tinggi, sampailah dia di tanah kuburan di sebelah
barat kota, di situlah Long Jit-seng baru menghentikan
perjalanannya.
Suasana di kompleks pekuburan itu hening, sepi dan
mengerikan. .
Batu-batu nisan yang terbengkalai porak-poranda
menjadikan sekeliling sana sebagai tempat persembunyian
yang paling ideal.
Dengan langkah mantap Long Jit-seng langsung menerobos
masuk ke dalam kompleks tanah kuburan itu.
Mendadak dari atas sebuah batu nisan Long Jit-seng
menyaksikan munculnya sesosok bayangan orang.
Long Jit-seng terperanjat, cepat ia mendongakkan kepala.
Orang itu berperawakan jangkung dengan wajah cakap,
termasuk seorang pemuda yang bermata tajam.
Sebilah pedang tersoreng di pinggangnya, sementara
lengan baju kanannya nampak kosong, mengikuti hembusan
angin malam, ujung baju itu bergoyang tiada hentinya.
Waktu itu dia sedang memandang ke wajahnya dengan
senyum di kulum.
Seandainya tiada senyumannya yang ramah, niscaya Long
Jit-seng akan menyangka dia sebagai setan gentayangan di
tanah kuburan itu.
Dengan terkesiap dan jantung berdebar keras Long Jit-seng
menegur, "Kau ini sebetulnya manusia atau setan?"
"Manusia," sahut Bong Thian-gak sambil tersenyum.
"Kalau begitu kau ini musuh atau sahabat?"
"Musuh atau sahabat tergantung pada keputusanmu."

514
Paras muka Long Jit-seng berubah hebat, tanyanya lagi
dengan gemetar, "Jadi kau adalah anggota Put-gwa-cin-kau?"
"Tidak, aku bukan anggota Put-gwa-cin-kau."
Rupanya Hek-ki-to-cu menjadi ketakutan setengah mati
karena mengira Bong Thian-gak adalah anak buah Put-gwacin-
kau, hatinya baru merasa lega setelah mengetahui
dugaannya meleset.
Sambil menghela napas pelan-pelan dia bertanya, "Ada
urusan apa kau menghadang jalan pergiku?"
Bong Thian-gak tersenyum.
"Baru saja aku mendirikan sebuah perkumpulan baru dan
sekarang sedang 'mencari umat persilatan yang bisa diterima
sebagai anggota baru perkumpulan, aku tertarik denganmu."
Tergerak hati Long Jit-seng mendengar tawaran itu, segera
tanyanya, "Apa nama perkumpulan itu? Siapa pemimpinnya?"
"Tiong-yang-hwe, akulah Hwecunya."
Mendadak Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak, "Hahaha,
kau tahu siapakah aku?"
"Long Jit-seng dari lautan timur, seorang tokoh persilatan
mahir banyak ilmu."
"Ah, jadi engkau yang membantu meloloskan diriku tadi?"
Long Jit-seng terkejut.
Kembali Bong Thian-gak tersenyum.
"Aku tak ingin melihat kau terbunuh atau diperalat Jikaucu."
"Hahaha, mengapa tidak kau katakan bahwa kau tak
ingin melihat harta karun raja muda Mo-lay-cin-ong terjatuh
ke tangan orang-orang Put-gwa-cin-kau?" Long Jit-seng
tergelak makin keras.
Tiba-tiba Bong Thian-gak menarik muka, kemudian
berkata, "Orang-orang Put-gwa-cin-kau tak akan melepas

515
dirimu begitu saja, orang yang menurunkan perintah
membunuh atas dirimu adalah Ji-kaucu. Padahal jagoan
berilmu tinggi seperti Ji-kaucu banyak terdapat dalam Putgwa-
cin-kau, sedang anak buahmu? Adakah jagoan dari Hekki-
to yang memiliki kepandaian untuk menandingi Ji-kaucu?"
"Perkataanmu memang benar," Long Jit-seng tertawa, "tapi
sayang, biarpun aku bergabung dengan perkumpulan kalian
pun sulit rasanya untuk meloloskan diri dari kematian."
Mencorong sinar tajam dari mata Bong Thian-gak, ujarnya
dengan suara nyaring, "Biarpun Tiong-yang-hwe belum
berkekuatan untuk melawan kekuasaan Put-gwa-cin-kau,
namun aku yakin masih sanggup melindungi keselamatan
jiwamu."
"Engkaukah Jian-ciat-suseng yang belakangan ini
termasyhur namanya dalam Bu-lim?"
"Betul," Bong Thian-gak tertawa, "aku memang seorang
cacat." Tiba-tiba Long Jit-seng berkata lagi, "Sepanjang
hidupku, aku hanya tahu menurunkan perintah dan
memerintah orang lain, belum pernah kuperoleh perintah
orang lain untuk mengerjakan sesuatu. Oleh sebab itu, aku
ingin melihat dahulu kepandaianmu." Bong Thian-gak tertawa.
"Bila kau bersedia menggabungkan diri dengan Tiong-yanghwe,
berarti kau adalah Kunsu (juru pikir) Tiong-yang-hwe,
hal ini sama artinya kau hanya memberi perintah kepada
orang lain dan bukan orang lain yang memberi perintah
kepadamu."
Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak.
"Kau adalah ketua Tiong-yang-hwe, berarti seorang Kunsu
masih tetap di bawah tingkatan seorang Hwecu bukan?"
"Long-kunsu," Bong Thian-gak tertawa, "kau ingin mencoba
keistimewaanku? Boleh saja, cuma dibanding kecerdasan otak
dan akal muslihatmu, aku mengaku kalah darimu."

516
Long Jit-seng tertawa nyaring.
"Soal mengatur siasat dan menyiapkan tipu muslihat, tentu
saja bidang itu merupakan pekerjaan seorang Kunsu.
Sedangkan sebagai ketua, syarat yang dibutuhkan selain ilmu
silat yang tinggi dia mesti memiliki budi pekerti yang baik.
Sebab biarpun ilmu silat seseorang sangat tinggi, bila dia tidak
memiliki kemampuan seorang pemimpin dan kebajikan serta
budi pekerti yang baik, jadinya sebuah perkumpulan yang
kaku, sebuah perkumpulan tanpa nyawa, biasanya
perkumpulan semacam ini tak pernah bisa menggetarkan
dunia persilatan."
"Aku mempunyai semacam kemampuan untuk menilai
orang dari wajah seseorang dan aku mengerti kau memang
memiliki budi pekerti serta kewibawaan sebagai seorang
pemimpin. Yang belum kuketahui sekarang adalah kepandaian
hebat yang kau miliki."
"Dengan cara apa Kunsu hendak mencoba kepandaian
silatku?" tanya Bong Thian-gak sambil tersenyum.
Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak.
"Sesungguhnya bidang ilmu silat tak perlu dicoba lagi,
sebab dengan nama besar Jian-ciat-suseng, rasanya sudah
lebih dari cukup untuk menggetarkan seluruh dunia
persilatan."
"Sungguh tak kusangka begitu cepat Long Jit-seng bersedia
menggabungkan diri dengan Tiong-yang-hwe, kejadian ini
sungguh merupakan suatu keberuntungan bagi Bong Thiangak,"
pemuda itu berseru dengan nada terharu.
Long Jit-seng membenahi pakaiannya, lalu maju ke
hadapan Bong Thian-gak dengan hormat, dia
membungkukkan badan menjura sambil berkata nyaring,
"Hwecu di atas, Long Jit-seng memberi salam atas kebesaran
Hwecu."

517
Buru-buru Bong Thian-gak membangunkan Long Jit-seng
sambil menyahut, "Long-kunsu tak usah banyak adat...."
Belum habis dia berbicara, tiba-tiba Bong Thian-gak
merasakan urat nadi pada pergelangan tangan kirinya
dicengkeram orang, dengan lima jari tangannya yang kuat.
Pada saat bersamaan, telapak tangan kiri Long Jit-seng
disodokkan ke muka.
Mimpi pun Bong Thian-gak tak menyangka Long Jit-seng
bakal melancarkan serangan dengan cara sedemikian kejinya.
Perlu diketahui, urat nadi pergelangan tangan merupakan
salah satu dari tiga tempat mematikan di tubuh manusia,
begitu urat nadi dicengkeram orang, betapa pun besarnya
kekuatan tidak mungkin bisa dikerahkan lagi.
Masih mending bagi mereka yang bertangan utuh, Bong
Thian-gak hanya berlengan tunggal, bagaimana mungkin dia
bisa meloloskan diri?
Itulah sebabnya serangan Long Jit-seng benar-benar
merupakan sergapan maut yang kejam dan tak berperikemanusiaan.
Bong Thian-gak tidak tahu bagaimana cara untuk
menghindarkan diri ataupun berbuat sesuatu, namun dia tetap
berdiri tegak dengan senyum di kulum, dengan dada
dibusungkan dia menyambut datangnya sergapan Long Jitseng
itu.
"Blam", pukulan dahsyat Long Jit-seng menghajar telak di
atas dada Bong Thian-gak.
Dengan cepat Long Jit-seng merasakan telapak tangan
kirinya sakit panas dan pedas, seolah-olah baru saja
menghantam sepotong lempengan besi baja.
Pada saat itulah Bong Thian-gak memutar pergelangan
tangan kirinya dengan leluasa, seakan-akan pergelangan

518
tangannya terdiri dari kapas yang lunak, tahu-tahu saja sudah
terlepas dari cengkeraman baja kelima jari tangan kanannya!
Long Jit-seng tertegun, mimpi pun dia tak menyangka ilmu
silat Bong Thian-gak telah mencapai tingkatan begitu hebat.
Sambil tersenyum Bong Thian-gak berkata, "Tipu muslihat
Long-kunsu benar-benar hebat, jika caramu ini digunakan
untuk mencoba kepandaian orang, memang sulit bagi orang
lain untuk menghindar."
Long Jit-seng menghela napas panjang, "Hwecu memang
pantas disebut seorang Tay-enghiong. Bukan cuma
berkepandaian silat tinggi, Hwecu pun welas-asih dan
bijaksana."
"Sesungguhnya barusan aku berniat jahat dengan niat
menghabisi nyawa Hwecu dalam sekali pukulan. Sedangkan
Hwecu pun sudah dapat meraba niat jahat diriku, namun
kenyataan kau sama sekali tidak mengungkapnya."
"Ai ... atas kejadian ini Long Jit-seng sungguh merasa
menyesal, aku tidak pantas menjadi anggota Tiong-yanghwe!"
Beberapa patah kata Long Jit-seng itu diucapkan dengan
tulus hati dan sejujurnya.
Bong Thian-gak pada dasarnya memang pemuda yang
berjiwa besar, sungguh ia dibuat sangat terharu oleh kejadian
itu.
Akhirnya sambil tersenyum Bong Thian-gak berkata, "Kata
Nabi besar, tiada orang yang luput dari kesalahan. Asal kau
bersedia bertobat, dosa apa pun bisa dimaafkan. Tiong-yanghwe
sangat membutuhkan orang-orang berbakat seperti Hekki-
to-cu."
Berkilat mata Long Jit-seng, segera ujarnya dengan suara
lantang, "Sekarang dan detik ini juga Long Jit-seng bergabung
dengan Tiong-yang-hwe, selama hidup aku bersumpah akan

519
setia sampai mati kepada Hwecu dan selalu mendampingimu,
bila suatu hari aku melanggar sumpah, biar Thian
menjatuhkan hukuman berat kepadaku dan mati dengan hulu
hati tertembus pedang."
Selesai mengucapkan sumpah, Long Jit-seng segera
menjatuhkan diri berlutut dan menyembah tiga kali ke arah
langit.
"Long-sianseng, kesetiaan dan ketulusan hatimu
mengharukan hatiku," kata Bong Thian-gak kemudian.
Air mata jatuh berlinang membasahi wajah pemuda itu,
dengan cepat dia membimbing bangun Long Jit-seng yang
masih berlutut, kemudian pelan-pelan ujarnya, "Longsianseng,
mari kita pulang!"
"Hwecu tinggal dimana?"
"Rumah penginapan Hong-tok-ciu-lau."
"Tempat itu tak boleh didiami lagi."
"Ehm, ucapanmu memang benar," Bong Thian-gak
mengangguk, "entah bagaimanakah pendapat Sianseng?"
"Lebih kurang tiga li di luar kota terlarang terdapat kuil
Hong-kong-si, Hongtiang kuil itu Hong-kong Hwesio adalah
sahabat karibku, bila Hwecu tidak keberatan lebih baik markas
Tiong-yang-hwe dipindahkan saja untuk sementara waktu ke
situ."
Bong Thian-gak termenung beberapa saat, kemudian
sahutnya,
"Kuil Hong-kong-si pasti merupakan kompleks kaum
ibadah, rasanya kurang pantas bagi kita orang-orang kasar
dunia persilatan untuk mengganggu ketenangannya." Long Jitseng
tersenyum.
"Di dalam kuil Hong-kong-si hanya berdiam Hong-kong
Hwesio serta kedua muridnya saja," tukasnya.

520
"Dalam kuil yang begitu luas hanya didiami mereka
bertiga?" Bong Thian-gak heran.
Long Jit-seng manggut-manggut sambil tertawa.
"Hong-kong Hwesio adalah seorang berwatak aneh, belum
pernah ada seorang Hwesio pun yang cocok hidup
bersamanya, maka itulah kuil Hong-kong-si tak pernah
menerima anggota baru."
"Apakah dia akan setuju bila kita menempati kuilnya?"
tanya pemuda itu sambil berkerut kening.
Long Jit-seng tertawa.
"Dalam satu tahun ada tiga ratus enam puluh lima hari,
boleh dibilang sepanjang hari Hong-kong Hwesio dan kedua
orang muridnya hidup mengasingkan diri dalam sebuah kamar
gelap tak tembus cahaya, biar langit ambruk atau permukaan
tanah merekah mereka bertiga tak bakal meninggalkan
kamarnya. Oleh sebab itu kita tak usah meminjam kepada
mereka, kita secara langsung pindah saja ke situ."
Makin mendengar, Bong Thian-gak semakin terkejut,
tanyanya kemudian, "Apakah mereka tidak bersantap?"
"Rangsum yang disimpan dalam kamar membukit,
sepanjang tahun mereka tidak bakal kekurangan rangsum
atau air."
'Ai, cara hidup mengasingkan diri Hong-kong Hwesio ini
benar- . benar mengagumkan," tanpa terasa Bong Thian-gak
menghela napas.
"Hwecu, kalau begitu kita putuskan demikian saja," kata
Long Jit-seng kemudian, "besok sebelum senja tiba, kita
semua pindah ke kuil Hong-kong-si."
"Kini Long-sianseng adalah Kunsu Tiong-yang-hwe, tentu
saja segala sesuatunya akan berjalan menurut perkataanmu,"
Bong Thian-gak tertawa.

521
Long Jit-seng tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, Hwecu
begitu percaya menyerahkan beban berat itu kepadaku,
mungkin aku tak bisa memikul tanggung jawab ini."
Mendadak paras Bong Thian-gak berubah, serunya cepat,
"Ssstt, ada orang datang, bisa jadi mereka adalah anggota
Put-gwa-cin-kau."
Baru selesai dia berkata, empat sosok bayangan orang
telah menerobos masuk ke dalam kompleks tanah kuburan itu.
Jelas orang-orang itu sudah mengetahui jejak Bong Thiangak
maupun Long Jit-seng, maka tanpa berhenti mereka
langsung menuju ke arah mereka berada.
Bong Thian-gak diam-diam terkejut, pikirnya, "Heran,
mengapa para pendatang segera mengetahui lokasi kami
secara tepat?"
Belum habis ingatan itu melintas, keempat sosok bayangan
orang itu sudah berhenti di hadapan mereka.
Mereka berempat adalah orang berjubah panjang hijau,
sebilah pedang tersoreng di pinggang masing-masing, sebagai
pemimpin adalah seorang pemuda gemuk pendek berkulit
putih.
Sementara itu orang gemuk pendek itu tampak tertegun
juga setelah bertemu Bong Thian-gak serta Long Jit-seng.
Berkilat sepasang mata Bong Thian-gak, dia merasa orang
gemuk pendek itu seakan-akan pernah bersua di suatu
tempat, paras mukanya sangat dikenal, setelah tertegun
sejenak, berbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya.
"Hehehe, tampaknya kehadiran kalian berempat bermaksud
untuk membekuk diriku?" jengek Long Jit-seng sambil tertawa
dingin.

522
Salah seorang menengok sekejap ke arah pemuda gemuk
pendek itu, lalu berkata, "Komandan regu Ang, orang inilah
Hek-ki-to-cu Long Jit-seng!"
Mendadak Bong Thian-gak berseru tertahan, lalu pikirnya,
"Ang Teng-siu! Kalau begitu dia adalah orang kepercayaan
Thay-kun."
Tiga tahun berselang di suatu perkampungan petani, Ang
Teng-siu dan seorang dayang Thay-kun telah bekerja sama
membunuh seorang pembantu Ji-kaucu, waktu itu Ang Tengsiu
pernah memberi pertanyaan kepada Bong Thian-gak
bahwa Thay-kun adalah majikannya.
Sementara itu Ang Teng-siu telah berseru dengan suara
dalam, "Bunuh mereka semua!"
Begitu perintah diberikan, ketiga orang berjubah panjang
itu serentak melolos pedangnya sambil berjalan mendekat.
"Berhenti!" bentak Bong Thian-gak dengan suara dalam.
Di tengah bentakan, Bong Thian-gak melompat ke muka
dan menghadang di hadapan Long Jit-seng.
Tiga bilah pedang panjang ketiga orang itu serentak
menusuk tubuh Bong Thian-gak dengan kecepatan bagaikan
sambaran petir.
Bong Thian-gak tertawa dingin, tubuhnya selincah ikan
melejit lewat di antara celah-celah ketiga pedang itu,
kemudian telapak tangan kirinya diayunkan ke muka dan ...
dua kali dengusan tertahan bergema.
Kedua orang berjubah hijau itu masing-masing terhajar
dadanya oleh serangan Bong Thian-gak sehingga terdorong
mundur sejauh tiga-empat langkah, pedang mereka terlilit
oleh lengan baju kanan Bong Thian-gak yang kosong sehingga
sebilah di antaranya mencelat ke udara.

523
Dalam satu gebrakan saja Bong Thian-gak berhasil
menaklukkan ketiga orang berjubah hijau itu, kesempurnaan
ilmu silat orang ini segera menggetarkan hati semua orang.
Untung saja Bong Thian-gak masih punya belas kasihan
dengan meringankan tenaga serangannya, coba tidak, bisa
jadi ketiga orang berjubah hijau itu akan tewas.
Berubah hebat paras Ang Teng-siu, dengan cepat ia
menyerbu ke muka, sebuah pukulan dilontarkan ke arah Bong
Thian-gak dengan kecepatan luar biasa.
Bong Thian-gak menggeser langkah kakinya ke samping,
tahu-tahu tubuhnya sudah beralih ke samping, setelah itu
bentaknya, "Tahan!"
"Apa lagi yang hendak kau ucapkan?" tanya Ang Teng-siu
dengan wajah tertegun.
"Bukankah kau she Ang bernama Teng-siu?" tegur Bong
Thian-gak sambil menarik muka.
"Betul!" jawab Ang Teng-siu terkejut, "darimana kau bisa
tahu namaku? Siapa pula kau?"
Sambil tertawa dingin Long Jit-seng segera menimbrung,
"Ketua Tiong-yang-hwe... Jian-ciat-suseng!"
Mendengar nama itu, air muka Ang Teng-siu berubah
hebat, serunya kemudian, "Sudah lama kudengar nama
besarmu, apakah kau kenal diriku?"
"Apakah Ang-heng mendapat perintah untuk menangkap
Hek-kito-cu?" kembali Bong Thian-gak bertanya dengan suara
dalam.
Ang Teng-siu termenung sambil berpikir sejenak, kemudian
baru menjawab, 'Dengan kehadiran saudara, bagaimana
mungkin kami bisa melakukan penangkapan terhadap Tocu?"
"Kalau memang begitu, cepat kalian berempat
mengundurkan diri dari sini!"

524
Sebelum Ang Teng-siu sempat menjawab, mendadak dari
balik kompleks tanah kuburan yang amat luas itu
berkumandang suara seseorang dengan suara merdu.
"Jian-ciat-suseng, kalian sudah terkepung."
Seruan ini sungguh mengejutkan Bong Thian-gak, dia tak
pernah mengira di kompleks tanah kuburan itu pun sudah
tersembunyi musuh yang siap menyerang.
Dengan cepat Long Jit-seng berpaling.
Dari balik nisan yang porak-poranda dan menyeramkan itu,
sekejap mata telah bermunculan dua puluh sosok bayangan
orang berbaju merah, mereka semua berdiri di depan nisan
kuburan.
Memandang dari kejauhan, yang terlihat hanya sorot mata
mereka yang hijau berkilat seperti api setan.
Dari posisi mereka berada, Bong Thian-gak dan Long Jitseng
memang benar-benar sudah terkepung.
"Apakah Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun yang berada di situ?"
Bong Thian-gak segera menegur nyaring.
Yang berdiri paling dekat dengan Bong Thian-gak adalah
seorang perempuan berkerudung merah, dia segera
menjawab dengan merdu, "Betul, memang aku."
"Ji-hubuncu, dengarkan baik-baik," seru Bong Thian-gak
dengan suara lantang, "aku orang she Bong tak ingin
mempunyai perselisihan dengan pihak Hiat-kiam-bun, bila Jihubuncu
adalah orang pintar, harap kau segera
mengundurkan diri dari sini!"
"Mundur boleh saja," sahut Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun
sambil tertawa seram. "Asal kau tinggalkan Long Jit-seng di
sini."
Mendengar ucapan itu, tiba-tiba Long Jit-seng terbahakbahak.

525
"Hahaha, aku orang she Long sudah tua dan tak bertenaga,
bila nona menginginkan aku, aku tak berani menerima!"
"Yang kami inginkan adalah harta karun Mo-lay-cing-ong,"
kata Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun dengan suara dingin, "asal kau
Hek-ki-to-cu bersedia bekerja sama, Hiat-kiam-bun tak bakal
melupakan jasamu itu."
"Mana ... mana ...." Hek-ki-to-cu tertawa, "sayang sekali
Hiat-kiam-bun datang terlambat, sebab aku sudah bergabung
dengan perkumpulan Tiong-yang-hwe."
"Soal itu aku bisa membicarakan dengan Hwecu kalian."
Sebagai orang pintar, Bong Thian-gak segera dapat meraba
duduknya persoalan mendengar pembicaraan itu, agaknya
pihak Hiat-kiam-bun juga sudah mengetahui tentang rahasia
harta karun milik raja muda Mo-lay-cing-ong itu dan agaknya
Long Jit-seng juga telah membicarakan syaratnya dengan
pihak Hiat-kiam-bun.
Maka setelah tertawa dingin, Bong Thian-gak berkata,
"Cara menyerobot yang dilakukan Hiat-kiam-bun tak bisa
diterima kami."
"Biarpun ilmu silat Jian-ciat-suseng tiada tandingan, namun
jangan harap bisa menandingi kerja sama tiga orang penjagal
berbaju merah kami. Tempo hari ketika masih berada di
rumah penginapan, tentunya kau sudah pernah merasakan
kelihaian penjagal berbaju merah bukan? Jadi aku tak usah
memperkenalkan lagi."
Dengan sorot mata tajam Bong Thian-gak memandangnya
lekat-lekat, lamat-lamat dia dapat melihat di belakang Jihubuncu
Hiat-kiam-bun tiga pasang mata yang menggidikkan
sedang mengawasi dirinya dengan sorot mata hijau
menyeramkan.
Penjagal berbaju merah memang merupakan algojo-algojo
andalan Hiat-kiam-bun.

526
Kalau di dalam pertarungan kemarin Bong Thian-gak masih
punya keyakinan, maka sekarang dia sama sekali tidak
berkeyakinan untuk bisa menandingi ketiga algojo itu.
Melihat pemuda itu bungkam dan sampai lama belum
menjawab, Ji-hubuncu berkata lagi sambil tertawa, "Di bawah
pimpinanmu, aku percaya dalam waktu singkat Tiong-yanghwe
bisa tampil sebagai suatu perkumpulan besar dalam Bulim,
sebagai seorang Tay-enghiong, Tay-hokiat, dia mesti
seorang yang tahu gelagat dan bisa menyesuaikan diri dengan
keadaan. Jian-ciat-suseng masih bisa mencari kedudukan
besar di kemudian hari, kali ini kau mesti menerima dulu
keadaan."
Bong Thian-gak mendongkol bercampur geli, dia lantas
berkata, "Aku benar-benar berhasrat menyaksikan raut
wajahmu, ingin kulihat bibir macam apakah yang kau miliki
sehingga begitu pandai bicara."
"Asal kau bersedia melepaskan Hek-ki-to-cu, aku pun
bersedia memperlihatkan wajah asliku."
"Aku tahu wajahmu sangat jelek, karenanya aku tak ingin
melihatnya lagi," tukas Bong Thian-gak sambil tertawa dingin.
Ternyata perkataan itu membuat Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun
terbungkam, sampai lama sekali dia tak bicara lagi.
Untuk beberapa saat suasana di sekeliling tempat itu
menjadi sunyi senyap, tegang dan mengerikan.
Ang Teng-siu dan ketiga orang berbaju hijau berdiri di
tempat semula, mereka juga membungkam.
Mendadak terdengar Ji-hubuncu berkata, "Ang Teng-siu,
kau sudah berhasil menemukan Buncu?"
Mimpi pun Bong Thian-gak tak mengira kalau Ang Teng-siu
pun berkomplot dengan pihak Hiat-kiam-bun, berarti
kedatangan Ang Teng-siu berempat ke situ tadi bukan
sungguh-sungguh hendak mencari Long Jit-seng, melainkan

527
sebelum kejadian Ang Teng-siu memang sudah punya janji
dengan pihak Hiat-kiam-bun.
Dengan sikap menghormat, sahut Ang Teng-siu, "Lapor Jihubuncu,
jejak Buncu sudah kami ketahui dengan jelas, cuma
saat ini bukan saatnya untuk bicara, maaf kalau aku tak bisa
memberi laporan sekarang."
Mendadak Bong Thian-gak tertawa terbahak-bahak,
kemudian katanya lantang, "Ji-hubuncu, untuk menyusupkan
Ang Teng-siu ke dalam Put-gwa-cin-kau memang bukan suatu
pekerjaan gampang, bisa jadi banyak tenaga dan pikiran telah
digunakan. Malam ini, bila aku bisa lolos dari pengejaran
kalian dan kulaporkan kejadian ini kepada pihak Put-gwa-cinkau,
dapat dipastikan Ang Teng-siu tak bisa melanjutkan
pekerjaannya menyusup ke dalam tubuh Put-gwa-cin-kau."
"Hm, tampaknya reaksi pikiranmu benar-benar cepat!"
jengek Ji-hubuncu dingin.
Bong Thian-gak tertawa.
"Mana ... mana ... ikan dan telapak beruang tak mungkin
bisa diperoleh bersama-sama, Ji-hubuncu, kau jangan kelewat
tamak!"
Tiba-tiba Ji-hubuncu Hiat-kiam-bun menghela napas, lalu
berkata, "Jian-ciat-suseng, silakan bawa Hek-ki-to-cu
meninggalkan tempat ini!"
"Terima kasih atas kemurahan hati Ji-hubuncu!"
Selesai berkata, pemuda itu berpaling ke arah Long Jit-seng
dan berkata lebih lanjut, "Long-sianseng, mari kita pergi!"
Tapi baru saja Bong Thian-gak berjalan dua langkah,
mendadak dia berpaling lagi sambil bertanya kepada Ang
Teng-siu, "Ang Teng-siu, masih kenal padaku?"
Ang Teng-siu tertegun, lalu menggeleng kepala.

528
"Kita baru bersua untuk pertama kali ini, bagaimana
mungkin bisa kenal?"
Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh Bong Thiangak
berkata, "Kita pernah bertemu walau Ang-heng belum
ingat. Siapa tahu dengan Ji-hubuncu kalian pun merupakan
sahabat lama? Waktunya memang sudah lama sehingga tidak
ingat lagi."
Habis berkata dia lantas beranjak pergi.
Long Jit-seng mengikut di belakang Bong Thian-gak dengan
mulut membungkam, setelah menempuh perjalanan beberapa
saat Long Jit-seng berkata, "Hwecu benar-benar seorang naga
sakti di antara manusia, sungguh tak nyana Ji-hubuncu Hiatkiam-
bun yang paling sukar dihadapi pun bersedia memberi
muka padamu."
Bong Thian-gak menghela napas, "Ai, Ji-hubuncu
membiarkan kita pergi dengan selamat lantaran jejak Buncu
mereka dipandang jauh lebih berharga dari apa pun. Ai,
semoga mereka bisa menemukan Buncunya."
"Siapa Buncu mereka?" tanya Long Jit-seng tercengang.
Sekali lagi Bong Thian-gak menghela napas, "Bila dugaanku
tak salah, bisa jadi Buncu Hiat-kiam-bun adalah Si-hun-mo-li."
Long Jit-seng terkejut.
"Maksud Hwecu, Si-hun-mo-li adalah Buncu Hiat-kiambun?"
Untuk kesekian kalinya Bong Thian-gak menghela napas
panjang, "Apa yang barusan kukatakan hanya merupakan
dugaan saja, tapi tujuh puluh persen mungkin benar, ai ...
mengenai hal ini baru bisa jelas bila dirunut kejadian tiga
tahun berselang ... baiklah persoalan ini kita bicarakan di
kemudian hari saja."

529
Ternyata setelah berjumpa Ang Teng-siu hari ini, dia segera
memperoleh jawaban yang tepat atas beberapa teka-teki yang
selama ini belum terjawab olehnya.
Tiga tahun berselang, di dalam perkampungan petani yang
menjadi markas kantor cabang Put-gwa-cin-kau kota Kayhong,
dia telah bertemu Ang Teng-siu.
Ang Teng-siu adalah anak buah Jit-kaucu Thay-kun, sedang
Ang Teng-siu pun anggota Hiat-kiam-bun, dengan cepat Bong
Thian-gak jadi teringat ucapan Thay-kun serta Keng-tim
Suthay waktu itu.
"Sembilan hari lagi di Bu-lim bakal muncul sebuah
perkumpulan baru."
Ketika Bong Thian-gak muncul kembali di Bu-lim, dia
memang sudah berkunjung ke gedung Bu-lim Bengcu di kota
Kay-hong serta Keng-tim-an, namun orang-orang yang
menghuni di kedua tempat itu tak satu pun yang berhasil
ditemukan, tempat tinggal mereka dalam keadaan kosong,
sedang kabar penghuninya seolah lenyap begitu saja.
Tiga tahun kemudian, di Bu-lim muncul sebuah partai baru
yang disebut Hiat-kiam-bun.
Ketika itu Bong Thian-gak berpikir dalam hati, "Janganjangan
Hiat-kiam-bun adalah partai baru yang didirikan Toasuheng
Ho Put-ciang atau Keng-tim Suthay sekalian?"
Setelah dua kali perjumpaannya dengan Ji-hubuncu Hiatkiam-
bun, Bong Thian-gak merasa baik nada suara maupun
perawakan tubuhnya seakan-akan pernah bersua di suatu
tempat.
Akhirnya setelah kemunculan Ang Teng-siu pada hari ini,
Bong Thian-gak baru dapat menebak bahwa Ji-hubuncu itu
tidak lain adalah puteri Keng-tim Suthay, si gadis jelek.
Hong-leng terletak di atas tanah perbukitan di sebelah
utara kota terlarang.

530
Waktu itu seorang pemuda berbaju putih berdiri di atas
undak-undakan pintu gerbang, sebilah pedang tersoreng di
pinggangnya, ia berwajah tampan.
Sebentar-sebentar ia mendongak mengawasi sang surya
yang semakin lama bergeser semakin ke tengah awangawang.
Akhirnya tepat berada di atas kepala, tengah hari telah
tiba.
Pada saat itulah dari jalan raya di kejauhan sana muncul
seekor kuda yang dilarikan cepat, kuda itu menuju ke depan
undak-undakan batu sebelum penunggang kudanya melejit ke
udara dan turun di depan undak-undakan batu pertama.
Orang itu adalah seorang pemuda berlengan tunggal
berusia tiga puluhan, berwajah tampan, terutama sorot
matanya yang memancarkan sinar kewibawaan.
Melihat kemunculan pemuda berlengan tunggal itu,
pemuda berbaju putih tadi berseru sambil tertawa terbahakbahak,
"Hahaha, Jian-ciat-suseng benar-benar memegang
janji tidak datang lebih awal, tidak pula terlambat, persis
tengah hari."
"To-tongcu sudah menanti lama rupanya," kata Bong
Thian-gak sambil tersenyum.
Rupanya tengah hari ini adalah saat dilangsungkannya duel
antara Sin-tong Tongcu Kay-pang yakni To Siau-hou dan Bong
Thian-gak.
Mendadak To Siau-hou menarik muka, kemudian berkata,
"Hari ini aku orang she To dapat bertarung dengan saudara,
hal ini sungguh merupakan suatu kebanggaan bagiku."
Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Kedatanganku memenuhi janji ini sesungguhnya bukan
untuk berduel denganmu."

531
"Lantas mau apa kau kemari?" seru To Siau-hou dengan
wajah berubah.
"Aku datang untuk minta maaf kepada To-tongcu, bila
kemarin Hui-eng-su-kiam bersaudara dari perkumpulan kami
telah mengusik perkumpulan kalian, harap kau sudi
memaafkan."
To Siau-hou tertawa dingin.
"Apakah kau beranggapan sebagai ketua suatu
perkumpulan besar akan kehilangan pamor dan derajat bila
berduel denganku?" "Oh, tidak!"
"Hm! Selama sastrawan berkelana di Bu-lim, kau selalu
berusaha mencari jago-jago lihai kenamaan untuk diajak
berduel, selama tiga bulan terakhir ini entah berapa banyak
jago lihai yang telah keok di tanganmu ... cuma selama ini kau
belum pernah mencari gara-gara terhadap jago Kay-pang,
entah lantaran kau jeri pada nama besar Kay-pang ataukah
memang tak ingin berselisih dengan pihak kami."
"Aku memang tak ingin berselisih dengan orang-orang Kaypang,"
kata Bong Thian-gak sambil tersenyum.
"Seandainya Jian-ciat-suseng berkeinginan menjadi tenar,
maka cara yang terbaik adalah mengalahkan para jago Kaypang,
dengan cara ini bisa jadi Tiong-yang-hwe akan berhasil
menancapkan kaki untuk selamanya dalam Bu-lim."
"To-tongcu masih muda dan berkepribadian,
keberhasilanmu di kemudian hari pasti akan luar biasa,
sebagai anak muda yang berjiwa panas, kuanjurkan janganlah
kelewat banyak mencari gara-gara, sebab cara ini bukan cara
yang baik."
Bong Thian-gak mengucapkan kata-katanya dengan wajah
serius dan bersungguh-sungguh.
To Siau-hou tertawa dingin, "Sejak enam bulan lalu
kuterima jabatan Tongcu bagian Sin-tong partai kami, belum

532
pernah kujumpai seorang jago lihai yang pantas
melangsungkan duel denganku, hari ini aku tertarik duel
denganmu. Bila kau enggan berduel melawanku hari ini,
silakan kau umumkan pembubaran perkumpulan Tiong-yanghwe
dari dunia persilatan. Kau mesti tahu, tidak semua umat
persilatan senang menyaksikan munculnya partai baru."
"Bila kuterima tantangan untuk berduel ini?" tanya Bong
Thian-gak sambil menarik wajah.
To Siau-hou tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, bila kau
sanggup melawanku, To Siau-hou akan mengundurkan diri
dari Kay-pang dan selama hidup membaktikan diri untuk
Tiong-yang-hwe."
"To-tongcu, kau sedang bergurau rupanya?!' tanya Bong
Thian-gak dengan kening berkerut.
"Seorang lelaki sejati tak pernah bicara tanpa tanggung
jawab."
"Ai, tidakkah To-heng pikirkan bahwa taruhanmu kelewat
besar?"
To Siau-hou tertawa dingin, "Hehehe, jangan kuatir, aku
pun mempunyai sebuah syarat."
"Apa syaratmu?"
"Bila kau keok, Tiong-yang-hwe harus dibubarkan dengan
segera dan Jian-ciat-suseng pun harus menggabungkan diri
dengan kaum pengemis."
"Sayang aku tak bisa menerima syaratmu," kata Bong
Thian-gak dengan tersenyum.
"Mengapa kau menampik?" To Siau-hou berkerut kening.
"Suatu pertandingan adu kepandaian boleh dibilang suatu
perbuatan yang baik bagi kaum persilatan untuk mengukur
kepandaian silatnya, buat apa kita mesti bertaruh dengan

533
taruhan yang begitu besar? Apakah To-tongcu sudah yakin
dapat menangkan diriku?"
Tertegun si To Siau-hou mendengar perkataan itu, katanya
kemudian, "Bila kau yakin bisa menangkan diriku, mengapa
tidak kau terima keuntungan ini."
"Bila kau melepaskan diri dari Kay-pang, sudah dapat
dipastikan Pangcu kalian tak akan melepaskan diriku," ucap
Bong Thian-gak dengan suara dalam.
"Ya, betul," To Siau-hou manggut-manggut, "tapi bila
Tiong-yang-hwemu makin hari makin bertambah kuat, Kaypang
pun tak dapat melepaskan dirimu."
"To-tongcu, kalau kau sudah bertekad hendak adu
kepandaian, cabut pedangmu."
Ucapan anak muda itu hambar tanpa emosi.
"Kau tidak melolos pedang?" tanya Giok-bin-giam-lo dingin.
"Pedangku dilolos bila keadaan sudah membutuhkan."
Tampaknya To Siau-hou tidak sesombong Mo Sau-pak dari
perkumpulan Kim-liong-kiam-san-ceng, dengan cepat tangan
kanannya melolos sebilah pedang mustika yang memancarkan
cahaya tajam.
Begitu pedang dilolos, To Siau-hou segera miringkan tubuh
ke samping, kemudian tubuh berikut pedangnya langsung
menyerang sisi kanan Bong Thian-gak.
Jurus serangan yang dipergunakan olehnya sangat lamban
dan tiada keistimewaan, seolah-olah serangan dilancarkan
dengan santai.
Tapi Bong Thian-gak yang menyaksikan serangan itu justru
hatinya begetar, batinnya, "Ah! Tay-kek-kiam, ilmu silatnya
seperti beberapa kali lipat lebih maju daripada tiga tahun
berselang."

534
Seperti burung walet terbang di udara, Bong Thian-gak
melejit ke atas undak-undakan batu ketiga dan meloloskan diri
dari serangan itu.
Dengan demikian posisi yang ditempati kedua belah pihak
persis pada garis undak-undakan yang sama.
Gagal dengan serangannya, To Siau-hou berseru, "Jianciat-
suseng memang benar-benar bukan orang sembarangan!"
Sementara berbicara pedangnya kembali diputar, pelanpelan
membacok lagi ke sisi kanan Bong Thian-gak.
Belum lagi serangannya tiba, terasa segulung hawa dingin
yang menusuk tulang menyergap wajahnya.
Sesudah menyaksikan jurus kedua ini, Bong Thian-gak baru
paham apa sebabnya To Siau-hou memandang begitu serius
pertaruhan yang diusulkannya tadi, ternyata Giok-bin-giam-lo
yang sekarang sudah bukan Giok-bin-giam-lo tiga tahun yang
lalu, kepesatan ilmu silat telah mencantumkan namanya di
antara jago-jago lihai.
Dalam tiga tahun yang singkat ternyata To Siau-hou
berhasil mendalami ilmu silatnya, maju beberapa puluh kali
lipat lebih hebat dari semula, maka dapat dibayangkan
kepandaian silat ketua Kay-pang yang mewariskan ilmu silat
itu kepadanya benar-benar tak terlukiskan.
Tiba-tiba Bong Thian-gak bergeser dua undak-undakan lagi
untuk menghindarkan diri dari tusukan lawan.
Tapi To Siau-hou pun tak malu disebut jago lihai, dia tidak
memberi kesempatan kepada Bong Thian-gak untuk
menempati posisi di atas yang lebih menguntungkan.
Dengan cepat dia bergeser berebut naik dua undakundakan,
angin serangan dingin diiringi desingan cahaya
tajam secara beruntun dan tiada habisnya mengurung Bong
Thian-gak di bawah bungkusan kabut cahaya pedangnya.

535
Ilmu pedang itu bukan lain adalah Tay-kek-kiam-hoat,
adalah ilmu pedang Bu-tong-pay, ilmu pedang ciptaan Thio
Sam-hong cikal-bakal Bu-tong-pay.
Ilmu pedang ini mengutamakan tenaga lembut dan halus,
dengan tenang menguasai keras.
Seandainya ada orang bisa melatih ketenangan dan
kelembutan Tay-kek-kiam-hoat hingga puncak kesempurnaan,
maka jangan harap umat persilatan di dunia ini bisa
meloloskan diri dari kurungan cahaya pedang itu dengan
selamat.
Tay-kek-kiam-hoat termasuk ilmu andalan Bu-tong-pay,
biasanya hanya para Ciangbunjin yang memperoleh warisan
ilmu itu, Bong Thian-gak sungguh tak habis mengerti
darimanakah Giok-bin-giam-lo bisa mewarisi kepandaian itu.
Jian-bin-hu-li (rase sakti seribu li) Ban Li-biau telah mencuri
kitab pusaka seantero perguruan yang ada di dunia ini, sudah
barang tentu Tay-kek-kiam-hoat pun tidak terkecuali, itulah
sebabnya Bong Thian-gak juga menguasai taktik dan rahasia
ilmu itu.
Di tengah kepungan cahaya pedang To Siau-hou yang
rapat, dengan gaya yang tak cepat maupun lambat, jurus
demi jurus Bong Thian-gak memunahkan semua ancaman
lawan.
Dalam waktu singkat To Siau-hou telah mengeluarkan tiga
puluh sembilan jurus Tay-kek-kiam-hoat.
Makin bertarung To Siau-hou makin kaget, tiba-tiba dia
berpekik nyaring, permainan pedangnya segera berubah, dari
ilmu pedang Tay-kek-kiam kini dia pergunakan jurus-jurus
pedang yang ganas, cepat dan luar biasa.
Di bawah desakan tiga jurus serangan kilat To Siau-hou,
Bong Thian-gak terdesak mundur sejauh tiga undak-undakan.

536
Sekali lagi To Siau-hou berpekik nyaring, tubuh dan
pedangnya bersatu-padu, kemudian dari bawah menuju ke
atas secepat kilat dia lancarkan tusukan ke tubuh Bong Thiangak.
Di dalam jurus serangannya kali ini dia telah
mempergunakan ilmu pedang terbang yang merupakan ilmu
pedang tingkat tinggi.
Tergerak hati Bong Thian-gak, cahaya pedang berkelebat,
mau tak mau dia harus melolos pedangnya.
"Trang", benturan nyaring bergema memecah keheningan.
Tiba-tiba saja cahaya pedang sirap, To Siau-hou terdorong
sampai undak-undakan batu terakhir, dengan wajah terkejut
bercampur seram dia mengawasi pedangnya yang tinggal
setengah.
Di atas undak-undakan ketiga belas, berdirilah Bong Thiangak
dengan wajah serius.
Di tangannya terpegang sebilah pedang kayu yang tak
bersinar, sementara sorot mata Bong Thian-gak yang tajam
sedang mengawasi pedang kayunya yang gumpil sebagian,
akhirnya dia menghela napas seraya berkata, "To-tongcu, kau
telah tertusuk pedangku ini!"
Sembari berkata, Bong Thian-gak segera menggetarkan
tangan kirinya dan patahlah pedang kayu itu menjadi dua
bagian.
To Siau-hou membuang juga kutungan pedangnya ke
tanah, lalu berkata dengan nada yang amat sedih dan duka,
"Aku kalah, aku kalah ... tiga tahun berlatih dengan tekun
ternyata aku tak mampu menghadapi serangan pedang kayu."
Ketika mengucapkan kata-kata yang terakhir, nada
suaranya berubah menjadi sangat lemah seolah-olah setiap
saat dia akan menangis tersedu-sedu.

537
Dengan suara lantang Bong Thian-gak berkata, "Menang
atau kalah adalah wajar dalam suatu pertarungan, To-tongcu,
mengapa kau memandang begitu serius masalah menang atau
kalah ini."
To Siau-hou tertawa seram, "Kau berada di pihak yang
menang, tentu saja tak akan kau pahami bagaimana rasanya
menjadi orang yang kalah."
"Lengan kananku pernah kutung, bukankah ini pertanda
suatu kekalahan?" Bong Thian-gak berkata dengan suara
dalam, "padahal To-tongcu tidak kalah di tanganku, apa yang
terjadi tak lebih hanya senjata yang menjadi kutung belaka."
Tertegun To Siau-hou mendengar perkataan itu, serunya,
"Kau berhasil menang tapi tidak sombong maupun tinggi hati,
sikapmu jauh berbeda dengan apa yang tersiar selama ini."
Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ai, apa yang
tersiar di Bu-lim memang selalu ditambah dengan bumbu di
sana sini supaya kedengarannya hebat dan menggemparkan."
Mendadak paras muka To Siau-hou berubah serius,
kemudian ujarnya dengan nada bersungguh-sungguh, "Di
antara kelompok kaum pengemis, ilmu silatku ada pada urutan
keempat, seandainya kau ingin mengalahkan pula ketiga
orang jago lihai kami, rasanya kau mesti berlatih diri lagi
selama sepuluh tahun sebelum niatmu itu terlaksana."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Menurut cerita orang, Liong-thau Pengcu dari Kay-pang
adalah seorang hebat di dunia persilatan, sudah barang tentu
kepandaian silatnya menempati urutan pertama, tapi siapa
pula kedua jago lainnya?"
"Dua orang jago lihai Kay-pang lainnya adalah para
pelindung Pangcu, orang kedua bernama To-pit-coat-to (Golok
sakti lengan tunggal) Liu Khi, sedang orang ketiga adalah

538
kakak seperguruanku, Put-mi-kiam (pedang tanpa nyawa) Han
Siau-liong."
"Oh, tidak heran pada tiga tahun berselang pihak Kay-pang
berhasil memaksa Put-gwa-cin-kau mengasingkan diri dari
keramaian dunia, rupanya kalian mempunyai dukungan jagojago
lihai semacam ini untuk menekan Put-gwa-cin-kau."
To Siau-hou tertawa dingin, "Peristiwa Kay-pang
mengalahkan orang-orang Put-gwa-cin-kau sudah lama
tersebar luas dalam Bu-lim, tapi siapa pula yang tahu kalau
tiga tahun berselang Put-gwa-cin-kau dan Kay-pang telah
melangsungkan pertarungan besar-besaran?"
"Aku ingin tahu duduk persoalan yang sesungguhnya dari
pertarungan itu, bersediakah kau memberi keterangan
kepadaku?"
To Siau-hou termenung dan berpikir sebentar, kemudian
ujarnya, "Sebenarnya peristiwa ini merupakan sebuah rahasia
dunia persilatan, tapi bolehlah kuberitahukan kepadamu."
"Terima kasih atas kebaikan To-tongcu."
"Tiga tahun berselang, Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau
memimpin Ji-kaucu dan sekalian jago lihainya berangkat ke
wilayah Sucwan dimana markas besar Kay-pang berada untuk
mengadakan suatu pertandingan ilmu silat, taruhannya waktu
itu adalah siapa yang kalah, maka dia wajib mengasingkan diri
dari keramaian dunia persilatan selama tiga tahun."
"Jadi Liong-thau Pangcu dari Kay-pang berhasil
mengalahkan Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau?" kata Bong Thiangak
dengan kening berkerut.
To Siau-hou tertawa dingin.
"Pangcu kami sama sekali tidak turun tangan, sedangkan
pihak Put-gwa-cin-kau juga hanya menurunkan Ji-kaucu."

539
"Kepandaian silat Ji-kaucu luar biasa sekali," seru Bong
Thian-gak dengan perasaan bergetar keras.
Belum habis berkata, To Siau-hou telah menyambung,
"Tapi kepandaian silat To-pit-coat-to Liu Khi jauh lebih hebat
lagi."
"Betul, betul!" Bong Thian-gak mengangguk, "To-pit-coatto
Liu Khi sanggup mengalahkan Ji-kaucu, paling tidak
kepandaiannya pasti luar biasa sekali."
"Aku bicara sebanyak ini, tujuanku adalah menganjurkan
padamu untuk membubarkan Tiong-yang-hwe dan bergabung
dengan pihak Kay-pang, daripada mendatangkan bibit
bencana bagi diri sendiri."
"Apa maksud perkataan To-tongcu ini?"
Dengan wajah serius To Siau-hou berkata lagi, "Baik To-pitcoat-
to Liu Khi, maupun kakak seperguruanku si Put-mi-kiam
Han Siau-liong, keduanya sudah berhasil melatih kepandaian
silat mereka hingga mencapai tingkatan yang luar biasa,
kecuali Pangcu kami, mereka tidak berharap ada orang yang
sanggup mengungguli mereka, oleh sebab itu cepat atau
lambat mereka berdua tentu akan datang mencarimu untuk
diajak adu kepandaian."
Baru selesai ucapan itu diutarakan, mendadak terdengar
seseorang berseru dengan suara nyaring, "Sekarang juga aku
telah datang mencarinya."
Ucapan itu sangat mengejutkan Bong Thian-gak maupun
To Siau-hou, serentak mereka mendongakkan kepala.
Pada puncak undak-undakan batu, muncul orang berbaju
abu-abu yang tinggi besar, berwajah kasar dan bermata bulat,
sedang melangkah menghampiri mereka.
Pada punggungnya tersoreng sebilah pedang yang panjang
tebal, bobotnya pun kelihatan amat berat, membuat setiap
langkah kakinya menimbulkan suara denting nyaring.

540
Lekas To Siau-hou memburu ke depan, sambil
membungkukkan badan memberi hormat, katanya, "Suheng
telah datang rupanya? Bila Sute tak menyambutmu dari jauh,
harap kau sudi memaafkan."
Sementara itu Bong Thian-gak juga sedang berpikir,
"Agaknya si pendatang ini tak lain adalah jago lihai ketiga Kaypang
... Put-mi-kiam Han Siau-liong."
Dari sepasang biji mata Han Siau-liong yang jeli dan
berkilau, dengan cepat B6hg Thian-gak tahu bahwa ilmu silat
orang ini beberapa kali lipat lebih lihai daripada To Siau-hou.
Sepasang mata Han Siau-liong tajam dan bersinar seperti
mata harimau kumbang, di balik ketajaman terselip cahaya
kebuasan, kekejian dan keseraman, sementara dari tubuhnya
seolah-olah memancar pula bau keliaran yang menggidikkan,
membuat orang teringat bau khas binatang buas.
Han Siau-liong memandang sekejap ke arah To Siau-hou,
setelah tertawa terbahak-bahak, katanya, "Hahaha, Siau-hou,
rupanya kau sudah memberitahukan semua kejelekan
kakakmu kepadanya."
Terhadap kakak seperguruannya ini, To Siau-hou seperti
menaruh perasaan jeri, dengan sikap yang sangat hormat
lekas sahutnya, "Siau-hou tak lebih hanya mengatakan bahwa
Suheng adalah seorang yang gila ilmu."
Gelak tawa Han Siau-liong semakin menjadi-jadi, "Betul,
betul sekali, Suhu pun sering mengatakan aku adalah orang
yang gila ilmu silat."
Sesudah berhenti sejenak dan mendongakkan kepala
memandang sekejap ke arah Bong Thian-gak, dia kembali
bertanya, "Siau-hou, kau telah dikalahkan olehnya?"
Dengan cepat To Siau-hou menjawab, "Kami baru selesai
bertarung dan hasilnya adalah seimbang."

541
"Kau bohong, apakah kau tak ingin Suhengmu
membalaskan dendam bagimu?" seru Han Siau-liong sambil
melotot.
"Suheng menganggap aku kalah di tangannya?" To Siauhou
balik bertanya sambil tersenyum.
Pertanyaan ini kontan membuat Han Siau-liong tertegun,
segera pikirnya, "Benar juga perkataan ini, tiga tahun terakhir
ini Sute telah memperoleh gemblengan ketat dari Suhu,
bagaimana mungkin dia kalah dengan mudah di tangan orang
lain."
Sementara kedua orang itu berbicara, diam-diam Bong
Thian-gak naik ke atas kudanya dan berlalu dari situ.
Siapa tahu sesosok bayangan orang berwarna abu-abu
telah menyambar ke arahnya dengan kecepatan tinggi,
sementara kelima jari tangannya dengan cepat menyambar
tali kudanya.
"Mundur!" bentak Bong Thian-gak.
Lengan kirinya setajam golok langsung membacok ke arah
belakang.
Jurus-jurus serangan Bong Thian-gak ini dilepaskan
belakangan, tapi tiba lebih duluan pada sasaran, bayangan
orang yang sedang melambung di udara itu buru-buru
menarik kembali cengkeramannya, sementara tangannya
dibalik dan menyongsong datangnya ancaman telapak tangan
kiri Bong Thian-gak.
"Blam", suara benturan keras menggelegar, di tengah
ringkik kuda yang nyaring, Bong Thian-gak berikut kudanya
telah menerjang maju.
Sebaliknya Han Siau-liong melayang turun, kini dia berdiri
dengan wajah sangat terkejut.
Dengan cepat To Siau-hou memburu ke depan.

542
Bong Thian-gak yang berada di atas kudanya berkata
sambil tersenyum, "Kekuatan serangan saudara benar-benar
hebat dan kau merupakan jago lihai pertama yang kujumpai
selama ini, bila kau anggap ada kepentingan untuk
melangsungkan pertarungan, lebih baik kita memilih tempat
lain saja di kemudian hari, kita bertarung tiga ratus gebrakan
sampai puas."
Dalam bentrokan tadi, Han Siau-liong merasakan gejolak
darah dalam tubuhnya, biarpun dia nampak kasar di luar,
sesungguhnya orang ini sangat cermat dan berhati-hati, walau
baru satu gebrakan saja, namun dia pun sadar telah bertemu
jago lihai.
Sepanjang hidupnya, belum pernah Han Siau-liong
menderita kekalahan, dia tak ingin menderita kekalahan di
tangan musuh dengan cepat, ketika mendengar ucapan tadi,
ia bertanya, "Kaukah Jian-ciat-suseng?"
"Betul, akulah orangnya," Bong Thian-gak tertawa, "selama
berada di dalam kota terlarang, mungkin kita akan sering
bertemu, nah, sampai berjumpa di lain kesempatan."
Selesai berkata dia lantas menjura, kemudian melarikan
kudanya meninggalkan tempat itu.
Memandang bayangan punggungnya yang menjauh, tibatiba
Han Siau-liong menghela napas panjang, lalu ujarnya,
"Kepandaian silat orang benar-benar sangat hebat, mungkin
aku atau To-pit-coat-to Liu Khi juga bukan tandingannya."
To Siau-hou tertegun mendengar ucapan itu, serunya
dengan cepat, "Han-suheng, kau anggap tenaga dalam Jianciat-
suseng masih jauh lebih hebat daripadamu?"
"Menurut cerita yang tersiar dalam Bu-lim, Jian-ciat-suseng
saat ini bagaikan Suhu ketika terjun ke dunia persilatan
puluhan tahun berselang, kedahsyatan dan kehebatannya
hampir tak berbeda. Mula-mula aku tidak percaya Jian-ciatsuseng
itu sanggup dibandingkan dengan kehebatan serta

543
keampuhan Suhu di masa lampau, namun setelah bentrokan
hari ini, aku baru menyadari bahwa kesempurnaan tenaga
dalamnya memang tak mungkin bisa dilawan oleh siapa pun."
To Siau-hou menyadari bahwa kepandaian silat kakak
seperguruannya ini masih beberapa kali lipat lebih hebat
daripada dirinya, namun dia masih tetap tidak percaya Jianciat-
suseng benar-benar memiliki kemampuan seperti apa
yang dikatakan Suhengnya itu, bahkan Liu Khi pun tak mampu
mengungguli dirinya.
To Siau-hou tertawa terbahak-bahak, kemudian ujarnya,
"Suheng, nampaknya keangkuhan dan ketinggian hatimu di
masa lampau telah berubah? Betul, kepandaian silat Jian-ciatsuseng
memang sangat lihai, namun tak nanti sehebat apa
yang dilukiskan Suheng barusan."
"Kalau dalam melancarkan serangan tadi Suheng
menyerang dari udara, dan ancaman mencengkeram berubah
menjadi pukulan, tenaga yang digunakan otomatis selisih lebih
banyak ketimbang lawan, apalagi Jian-ciat-suseng melepas
pukulannya dengan duduk di atas pelana kuda, dengan
tambahan tenaga terjangan kuda, tidak heran kekuatan yang
dia hasilkan lebih sempurna daripada orang lain."
Sesudah mendengar penjelasan To Siau-hou ini, Han Siauliong
berpendapat ucapan itu memang benar, maka setelah
menghela napas, katanya dengan suara rendah, "Semoga saja
apa yang kau duga memang betul, kalau tidak, Suhu akan
mendapat seorang musuh tangguh!"
Tiba-tiba To Siau-hou berpaling dan memandang sekejap
ke arahnya, lalu bertanya, "Suheng, Suhukah yang mengirim
kau untuk membantuku?"
"Ketika Suhu menerima surat kilat Sute yang mengatakan
bahwa pihak Put-gwa-cin-kau sedang mencari sejumlah harta
karun ... tampaknya dia orang tua pun segera teringat bahwa
harta karun itu bisa jadi merupakan harta peninggalan raja

544
muda Mo-lay-cing-ong seratus tahun lalu, itulah sebabnya
beliau lantas mengutus aku datang
membantu Sute guna melaksanakan tugas besar ini." To
Siau-hou manggut-manggut.
"Apa yang diduga Suheng memang tepat sekali, beberapa
hari ini aku memang telah berhasil menyelidiki persoalan itu
hingga jelas, harta karun yang dimaksud memang benarbenar
merupakan harta karun peninggalan raja muda Mo-laycing-
ong."
"Harta karun Mo-lay-cing-ong mempunyai sangkut-paut
yang sangat besar dengan Kay-pang kita, maka kita bertekad
mendapatkannya walaupun dengan pengorbanan apa pun,
To-sute, cepat kau tuturkan keadaan yang sebenarnya
kepadaku."
"Dalam penyelidikanku selama beberapa hari ini, dapat
diketahui bahwa pihak yang mengetahui rahasia tentang harta
karun Mo-lay-cin-ong ini selain Put-gwa Cin Kua tampaknya
masih ada orang-orang Hiat-kiam-bun, ditambah kita berarti
ada tiga kekuatan yang mengincarnya."
Han Siau-liong termenung dan berpikir beberapa saat, lalu
tanyanya, "Apakah Jian-ciat-suseng mengetahui rahasia ini?"
"Tahu atau tidak bukan masalah, sebab dengan
kekuatannya seorang, rasanya mustahil untuk mendapatkan
harta karun Mo-lay-cing-ong itu."
"Dimanakah letak harta karun itu dipendam?"
"Soal ini tampaknya kita pihak Kay-pang kalah selangkah,
sebab hingga kini masih belum begitu jelas. Tapi yang pasti
berada pada radius sepuluh li seputar kota terlarang ini."
"Semalam aku berhasil memperoleh berita gembira, orangorang
Hiat-kiam-bun sedang mencari orang ini, seorang umat
persilatan yang pertama mengetahui harta karun itu."

545
"Siapakah dia?"
"Long Jit-seng dari lautan timur."
"Apakah orang ini masih berada di sekitar kota terlarang?"
"Konon orang ini sudah berhasil menyusup masuk ke dalam
wilayah harta karun itu, sudah barang tentu dia berada di
seputar kota terlarang."
"Tugas pertama kita sekarang adalah menemukan jejak
Long Jit-seng," ujar Han Siau-liong kemudian dengan kening
berkerut. To Siau-hou manggut-manggut.
"Benar, konon bangunan penyimpanan harta karun Mo-laycing-
ong adalah hasil bangunan Susiok-co Long Jit-seng.
Tempat harta karun itu disimpan dipasang berbagai alat
rahasia yang amat hebat, di dunia saat ini hanya Long Jit-seng
yang sanggup mematahkan alat-alat itu, oleh sebab itulah
orang-orang Hiat-kiam-bun dengan cepat telah mengadakan
hubungan dengan Long Jit-seng."
"Kalau begitu bukankah usaha kita akan sia-sia belaka?"
To Siau-hou menggeleng.
"Biarpun pihak Hiat-kiam-bun sudah mengadakan
hubungan dengan Hek-ki-to-cu, namun syarat yang mereka
kemukakan tidak ada kecocokan, sehingga kerja sama itu
nampaknya batal!"
Han Siau-liong termenung sebentar, kemudian katanya
dengan suara dalam, "Bagaimana pun juga kita harus
melindungi Long Jit-seng."
"Telah kuutus segenap anggota ruang Sin-tong untuk
menyebar diri dan mencari kabar Long Jit-seng, mari kita
cepat pulang sambil menanti kabar."
0oo0

546
Hong-kong-si adalah sebuah kompleks kuil yang terdiri dari
dua ruang besar dan belasan bilik kecil, di balik tembok
pekarangan yang tinggi, tumbuh rimbun pepohonan bambu
nan hijau.
Dipandang dari jauh, tempat pengasingan ini sepi dan
tenang.
Ketika orang memasuki bangunan itu, maka terlihatlah
daun kering melapisi seluruh permukaan tanah, debu tebal
menyelimuti lantai ruangan, sarang laba-laba menghiasi
patung arca dan peralatan, pada hakikatnya kuil ini yang
sudah lama terbengkalai.
Dalam satu tahun, belum tentu nampak cahaya lentera di
dalam kuil itu, tapi malam ini, dari tujuh buah bilik di belakang
ruang depan berkedip cahaya lilin.
Rupanya selewat tengah hari tadi, ada enam orang laki
perempuan yang secara diam-diam masuk ke dalam kuil
Hong-kong-si, mereka terdiri dari Jian-ciat-suseng Bong Thiangak,
Long Jit-seng serta Hui-eng-su-kiam.
Malam semakin bertambah larut, Long Jit-seng dan Huieng-
sukiam
telah memasuki bilik masing-masing untuk
beristirahat, hanya tinggal Bong Thian-gak yang nampak
masih duduk menepekur di depan jendela sambil
mendengarkan bunyi daun bambu yang bergoyang terhembus
angin.
Sementara dalam benaknya terlintas bayangan tubuh
seorang gadis yang lemah lembut tak bertenaga.
"Ai, sudah hampir empat bulan aku meninggalkan Leng-hui,
saat ini mungkin kehidupannya akan dilewati bagaikan
bertahun-tahun."
Bong Thian-gak adalah seorang lelaki sejati yang romantis,
namun penuh dengan tanggung jawab, Song Leng-hui telah

547
menjadi istrinya, setiap waktu dia selalu merindukannya,
menguatirkan nasibnya ... terutama bila tengah malam tiba, di
saat suasana menjadi hening dan tak terdengar suara sedikit
pun, bayangan Song Leng-hui selalu muncul di hadapannya.
Ada kalanya Bong Thian-gak kuatir akan keselamatan Song
Leng-hui, gadis yang hidup menyendiri di tengah gunung
terpencil, mungkinkah dia diserang serigala ganas, diterkam
harimau buas.
Bila semua ini mulai muncul, ingin sekali secepatnya dia
kembali ke sisinya.
"Ai, Leng-hui, wahai Leng-hui, seandainya kau bisa
meninggalkan gunung dan hidup mendampingiku, betapa
bahagianya aku."
"Ah, tidak! Setiap hari aku hidup bergelimpangan di ujung
golok, aku tak boleh membiarkan dia kuatir ... harus kutunggu
sampai Tiong-yang-hwe kuat dan digdaya sebelum dia
kujemput kemari."
Berpikir sampai di situ, mendadak Bong Thian-gak menaruh
suatu harapan aneh terhadap kuil Hong-kong-si itu.
Andaikata Hong-kong Hwesio bersedia memberikan tempat
ini kepadanya, dia hendak menjadikan tempat ini sebagai
markas besar Tiong-yang-hwe.
Teringat akan diri Hong-kong Hwesio, tanpa terasa Bong
Thian-gak berpikir kembali, "Aku telah pindah kemari, menurut
aturan, sudah sepantasnya bila kujumpai dulu Hong-kong
Hwesio."
Pelan-pelan dia bangkit, kemudian beranjak dari ruangan.
Sejak pindah ke situ tiga hari lalu, Bong Thian-gak belum
sempat memperhatikan keadaan sekeliling tempat itu, maka
saat ini dia berjalan di tengah kegelapan malam dengan
santai.

548
Tiba di ruang tengah bagian belakang, tanpa terasa
pemuda itu menghentikan langkahnya.
Rupanya gedung belakang ini merupakan tempat tinggal
Hong-kong Hwesio bersama ketiga muridnya, dari Long Jitseng
diketahui bahwa Hong-kong Hwesio berempat tidak
senang kalau ketenangan mereka diusik orang lain.
Maka Bong Thian-gak tak berani maju lebih ke depan,
apalagi suasana di ruangan itu gelap gulita dan tak terdengar
sedikit suara pun.
Coba kalau Long Jit-seng tidak memberitahukan hal itu
lebih dahulu kepadanya, siapakah yang akan menduga kalau
di dalam ruangan itu berdiam Hong-kong Hwesio dan muridmuridnya?
Setelah berhenti beberapa saat di situ, Bong Thian-gak
sudah siap membalikkan badan untuk berlalu dari situ.
Mendadak dari halaman gedung sebelah selatan
berkumandang suara langkah kaki seseorang.
Dengan kening berkerut Bong Thian-gak segera menyelinap
ke balik sebuah tiang penyangga gedung, tepat di samping
pintu gerbang yang gelap gulita.
Tidak selang lama kemudian dari balik pintu telah muncul
dua sosok bayangan orang.
Ketika Bong Thian-gak dapat melihat jelas wajah kedua
orang itu, tanpa terasa ia berpikir dalam hati, "Ah, Thia Lengjuan
dan Long Jit-seng."
Benar, orang yang baru muncul dari balik pintu tak lain
adalah seorang sastrawan berbaju biru berusia tiga puluh
tahun serta seorang kakek berbaju hitam.
Mereka memang Thia Leng-juan serta Long Jit-seng.

549
Kedua orang itu seperti sudah saling mengenal satu sama
lain, keadaan itu segera menimbulkan kecurigaan Bong Thiangak.
Mendadak terdengar Thia Leng-juan berbisik, "Long-tocu,
aku benar-benar tidak habis mengerti apa sebabnya kau
bertindak begitu gegabah, bergabung dengan Tiong-yang-hwe
memang bukan masalah, tapi mengapa kau mengajak Jianciat-
suseng sekalian datang ke kuil Hong-kong-si ini?"
Long Jit-seng tertawa dingin, "Jian-ciat-suseng telah
mengetahui rahasia harta karun Mo-lay-cing-ong, barang siapa
mengetahui rahasia itu, dia tak dapat dibiarkan hidup terus."
"O, jadi kau ingin mempergunakan kekuatan Hong-kong
Hwesio untuk membunuh Jian-ciat-suseng? " tanya Thia Lengjuan.
Long Jit-seng tersenyum.
"Kepandaian silat Jian-ciat-suseng tidak di bawah
kemampuan siapa pun dalam Put-gwa-cin-kau, bila ingin
menghabisi nyawanya, kecuali Hong-kong Hwesio, mampukah
kita menghabisi nyawanya?"
Peluh dingin segera keluar membasahi tubuh Bong Thiangak
sesudah mendengar perkataan itu, mimpi pun dia tak
mengira kalau Long Jit-seng telah memperhitungkan dengan
sebaik-baiknya bagaimana melenyapkan dirinya dari muka
bumi.
Coba kalau rencana keji Long Jit-seng ini tidak terbongkar
secara kebetulan pada malam ini, bisa dibayangkan dia bisa
terperangkap dan mati konyol.
"Ai, aku benar-benar kelewat ceroboh dan gegabah," ia
berpikir, "mengapa aku begitu menaruh kepercayaan kepada
Long Jit-seng?"
Saat itu juga Bong Thian-gak telah mendapat semacam
pelajaran, yaitu tak boleh mempercayai orang begitu saja.

550
Pelan-pelan Thia Leng-juan berkata lagi, "Setelah melalui
suatu pertimbangan yang mendalam, aku pikir kita tidak usah
seawal ini menghabisi nyawa Jian-ciat-suseng."
"Mengapa?"
"Pihak yang mengetahui harta karun ini selain Put-gwa-cinkau,
masih ada lagi orang-orang Hiat-kiam-bun dan Kay-pang,
orang-orang dari kedua partai itu pun sudah mulai menelusuri
jejakmu sekarang, tampaknya mereka bertekad untuk
mendapatkan dirimu dengan cara apa pun."
"Bila sekarang juga kita pergunakan Hong-kong Hwesio
bertiga untuk melindungimu, maka kita tak akan berhasil
mendapatkan harta karun itu."
Long Jit-seng segera manggut-manggut.
"Benar, Hong-kong Hwesio bertiga sedang memusatkan
segenap pikiran dan perhatian untuk mempelajari peta harta
karun itu, mereka memang belum punya waktu untuk
menampakkan diri."
Mendengar ucapan itu, sekali lagi Bong Thian-gak berpikir,
"Oh, rupanya Hong-kong Hwesio dan murid-muridnya bukan
sedang mengasingkan diri dalam ruangan itu. Hahaha,
sungguh tak kusangka pikiranku begitu polos, dengan amat
mudahnya berhasil dikelabui oleh Long Jit-seng."
"Tapi siapakah Hong-kong Hwesio yang sebenarnya?
Lihaikah ilmu silatnya. Dari pembicaraan Thia Leng-juan dan
Long Jit-seng, kepandaian silat Hong-kong Hwesio pasti amat
sempurna."
Belum habis ingatan itu melintas, terdengar Thia Leng-juan
telah berkata lagi, "Itulah sebabnya untuk sementara waktu
kita tak perlu menghabisi nyawa Jian-ciat-suseng."
"Tapi bila Jian-ciat-suseng lama berdiam di sini dan suatu
saat dia akan mengetahui rahasia kita, bagaimana kita mesti
menghadapinya?"

551
"Selama Hong-kong Hwesio bertiga tidak menampakkan
diri, bagaimana mungkin Jian-ciat-suseng dapat mengetahui
rahasia mereka bertiga?"
Hek-ki-to-cu merasa ucapan itu ada benarnya juga, maka
sesudah termenung sebentar dia bertanya lagi, "Benarkah Jikaucu
Put-gwa-cin-kau mempunyai kemampuan untuk
menghadapi alat-alat rahasia itu dan menemukan harta
karun?"
"Ji-kaucu ahli ilmu falak yang hebat, dia pun mahir ilmu
bangunan tanah serta berbagai kepandaian lainnya, namun
tanpa peta rahasia itu, betapa pun lihainya dia, jangan harap
bisa mendahului kita."
"Tampaknya Ji-kaucu sudah tidak mempercayai dirimu
lagi," kembali Long Jit-seng berujar.
Mendengar ucapan terakhir ini, tiba-tiba saja hati Bong
Thian-gak bergetar keras, segera pikirnya, "Thia Leng-juan,
mungkinkah dia yang menyelundup ke dalam tubuh Put-gwacin-
kau?"
Satu ingatan cepat melintas dalam benak Bong Thian-gak,
ia teringat nada suara, bentuk badan serta gerak-gerik Samkaucu
Put-gwa-cin-kau yang dijumpainya semalam.
Teringat semua itu, hampir saja Bong Thian-gak menjerit
keras.
Rupanya Sam-kaucu Put-gwa-cin-kau tak lain tak bukan
adalah Thia Leng-juan.
Dalam waktu singkat teka-teki yang sukar dijawab melintas
dalam benak Bong Thian-gak.
Dengan cara apakah Thia Leng-juan menjadi Sam-kaucu
Put-gwa-cin-kau? Bagaimana mungkin dia bisa memperoleh
kepercayaan Cong-kaucu?

552
Sebagaimana diketahui, Thia Leng-juan pernah bekerja
sama dengan Bong Thian-gak membunuh Sam-kaucu di masa
lalu, bukan saja dia musuh bebuyutan Put-gwa-cin-kau,
bahkan termasuk salah seorang yang tercantum dalam daftar
hitam Put-gwa-cin-kau untuk dibunuh.
Bagaimana mungkin Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau bisa
menerima dirinya?
Lantas kemana perginya Ho Put-ciang beserta segenap
orang-orang dari Bu-lim Bengcu?
Saat ini Bong Thian-gak sudah banyak curiga terhadap Thia
Leng-juan.
Sementara itu Thia Leng-juan telah berkata lagi, "Long-tocu
tak perlu kuatir, ketika menjabat sebagai Sam-kaucu Put-gwacin-
kau, aku masih tetap Thia Leng-juan, nyatanya Congkaucu
sangat menaruh kepercayaan kepadaku, biarpun Jikaucu
rada kurang percaya. Dalam anggapan Cong-kaucu, Jikaucu
hanya merasa kedudukannya terancam oleh
kehadiranku, jadi reaksi spontan yang wajar, mustahil dia
akan mencurigai diriku."
Dengan ucapan itu, Thia Leng-juan telah menjelaskan pula
bagaimana caranya dia memperoleh kepercayaan dari Congkaucu.
Long Jit-seng tertawa, "Apakah kau sudah berhasil
menyelidiki identitas serta riwayat hidup Cong-kaucu?"
Thia Leng-juan segera menggeleng.
"Belum berhasil, tapi bisa jadi aku akan berhasil melihat
raut wajah aslinya malam nanti."
"Hehehe, hati-hati, kau jangan sampai terpikat olehnya,"
seru Long Jit-seng sambil tertawa.

553
"Perempuan yang ada di dunia ini hanya Si-hun-mo-li
seorang yang paling memikat hati, bagaimana mungkin aku
bisa tergoda setelah saban hari bergaul dengannya? "
"Kau ingin berjumpa dengan Hong-kong Hwesio?"
Thia Leng-juan mendongakkan kepala memandang cuaca,
lalu menjawab, "Saat kentongan ketiga tinggal setengah jam
lagi, aku sudah tak punya banyak waktu lagi."
"Beberapa hari ini Hong-kong Hwesio sedang sibuk,
alangkah baiknya bila kita tak mengganggu konsentrasi dan
perhatiannya."
"Baiklah, kalau begitu aku mohon diri lebih dulu. Kau harus
baik-baik menghadapi Jian-ciat-suseng, paling penting harus
kau selidiki dulu asal-usulnya."
Selesai berkata dia membalikkan badan dan segera berlalu.
Long Jit-seng memperhatikan pula keadaan sekeliling
tempat itu, kemudian dia pun turut berlalu dari sana.
Bong Thian-gak sendiri seperti sukma gentayangan
mengejar ke gedung belakang. Di bawah cahaya rembulan dia
saksikan sesosok bayangan orang sedang bergerak di depan
sana, Bong Thian-gak tahu orang itu adalah Thia Leng-juan,
maka dia segera menguntitnya secara diam-diam.
Dia harus mengikuti Thia Leng-juan, sebab dia ingin turut
menyaksikan muka asli Cong-kaucu.
Dia pun ingin mengetahui nasib para jago yang semula
berdiam dalam gedung Bu-lim Bengcu.
Bong Thian-gak perlu keterangan langsung dari Thia Lengjuan,
tapi pemuda itu pun menaruh perasaan ngeri bercampur
seram, dia kuatir Ho Put-ciang serta rekan-rekannya sudah
terbunuh.
Bagaimana pun juga dia pernah menyaksikan kekejaman
serta kebuasan Thia Leng-juan ketika membunuh KauTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
554
hubuncu Hiat-kiam-bun, apalagi caranya memerintah Si-hunmo-
li untuk mencelakai umat persilatan.
Dilihat dari segala gerak-gerik serta perbuatan itu,
tampaknya Thia Leng-juan bukan seorang Enghiong yang
berjiwa lurus.
Mungkin dia telah mengubah pendirian dan takluk kepada
kekuasaan kaum siluman dan iblis.
0oo0
Di tepi jalan raya Hong-sia, tepatnya berada di sebidang
tanah perkebunan yang luas, berdiri anggun sebuah gedung
mungil yang indah dan megah.
Di sebelah kiri bangunan itu berdiri sebuah loteng
bertingkat tiga, cahaya lentera memancar keluar dan
menyinari sekitarnya seperti siang hari saja.
Dalam keheningan malam, tiba-tiba muncul sesosok
bayangan orang melompat ke atas sebatang pohon Pek-yang
dengan lincah seperti seekor monyet, tubuhnya enteng, gerakgeriknya
cepat seperti kilat, dalam waktu singkat bayangan
tubuhnya sudah lenyap.
Baru saja bayangan orang itu menyembunyikan diri,
seorang pemuda berbaju biru sudah muncul dari balik
pepohonan dan menuju ke arah gedung itu.
Dengan cepatnya sastrawan berbaju biru itu menuju ke
arah loteng bertingkat tiga tadi.
Melihat hal itu, orang yang berada di pohon Pek-yang tadi
segera berpikir, "Mungkin gedung itu adalah tempat tinggal
Thia Leng-juan."
Di dalam kota terlarang ternyata Thia Leng-juan memiliki
tempat tinggal sedemikian banyaknya, mau tak mau Bong
Thian-gak segera berpikir dengan kening berkerut.

555
"Thia Leng-juan benar-benar licik dan banyak akal
muslihatnya."
Beberapa saat kemudian, Thia Leng-juan telah muncul di
tepi jendela loteng tingkat ketiga. Kini dia telah berganti
pakaian dengan satu stel jubah biru yang baru dan di tangan
kirinya membawa sebuah kipas, gayanya tak beda dengan
seorang lelaki romantis.
Senyuman cerah menghiasi wajah Thia Leng-juan pada
saat itu.
Ia mendongakkan kepala memandang keadaan cuaca,
kentongan ketiga telah menjelang.
Mendadak Bong Thian-gak yang berada di atas pohon Pekyang
mengendus bau harum bunga anggrek yang tersiar
kemana-mana.
Bau harum bunga anggrek itu sangat tajam dan merupakan
ciri khas kehadiran Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau.
Sementara itu Thia Leng-juan telah berkata dengan suara
nyaring, "Sam-kaucu dengan hormat menantikan kehadiran
Cong-kaucu!"
Baru selesai ucapan itu, Bong Thian-gak telah menyaksikan
sesosok bayangan orang melayang turun di hadapannya dan
berjalan masuk ke dalam loteng tingkat tiga, langsung menuju
ke depan Thia Leng-juan.
Ilmu meringankan tubuh Peng-poh-cim-im (melangkah
datar awan hijau) Cong-kaucu benar-benar sangat hebat,
bagaikan bidadari yang baru turun dari kahyangan.
Bong Thian-gak tertegun menyaksikan kejadian itu, sebab
di kolong langit dewasa ini rasanya belum terdapat orang
kedua yang memiliki ilmu meringankan tubuh sehebat ini.
Di tambah lagi udara di sekeliling tempat itu seakan-akan
diliputi bau harum bunga anggrek yang begitu lembut, hal itu

556
membuat orang beranggapan Cong-kaucu adalah jelmaan dari
bidadari kahyangan.
Cong-kaucu Put-gwa-cin-kau yang serba misterius kini
berdiri membelakangi jendela, sayang Bong Thian-gak tak
sempat melihat jelas paras mukanya.
Perempuan itu mengenakan pakaian sutera warna putih
yang lembut, perawakan tubuhnya nampak sedikit agak
gemuk, namun montok dan kenyal, mendatangkan suatu daya
rangsang aneh bagi pria yang melihatnya.
Rambutnya disanggul model keraton, untaian mutiara
menghiasi lehernya, sedangkan sebutir batu kemala hijau
yang tak ternilai harganya tersisip di ujung tusuk kondenya.
Thia Leng-juan seakan-akan dibuat terkesima oleh paras
muka Cong-kaucu, sepasang matanya mengawasi perempuan
itu dengan terkesima, tak sepatah kata pun sanggup
diucapkan.
Bong Thian-gak ingin sekali menyaksikan paras muka
Cong-kaucu, apa mau dikata, perempuan itu justru berdiri
membelakanginya.
Dari bentuk tubuhnya arah belakang, usia perempuan ini
sekitar tiga puluh tujuh-delapan tahun.
Mendadak suara merdu merayu bergema dari mulut Congkaucu,
"Sam-kaucu, mengapa seperti bertemu orang asing
saja?"
Teguran itu segera menyadarkan Thia Leng-juan dari
lamunan, dengan cepat dia berseru tertahan, "Paras muka
Cong-kaucu benar-benar anggun, cantik dan menawan hati,
jauh di luar dugaanku, ai ... mungkin hal ini disebabkan baru
sekali ini kusaksikan wajah asli Cong-kaucu."
Mendadak Cong-kaucu tertawa cekikikan, "Sam-kaucu tak
usah banyak adat, perjumpaan malam ini hanya kita berdua."

557
Suara tawanya penuh dengan kekuatan daya pikat yang
membetot sukma, tidak ada pria yang tak terpengaruh oleh
keadaan itu.
Kecuali Thia Leng-juan sudah buta matanya atau dia sudah
menduga maksud tujuan undangan Cong-kaucu malam ini,
kalau tidak, mustahil dia bisa menahan diri.
Sebaliknya bagi wanita yang sudah lama hidup menyendiri,
perjumpaan berduaan semacam begini pasti akan
menimbulkan gairah yang luar biasa, apalagi Cong-kaucu
adalah perempuan berpengaruh, bagaimana mungkin dia
mampu berpuasa lama?
Dengan senyuman penuh arti, Thia Leng-juan segera
berkata, "Silakan duduk Cong-kaucu, aku telah menyiapkan
sayur dan arak."
Seusai berkata, dia membalikkan badan dan masuk ke
ruang dalam, beberapa saat kemudian dia telah muncul
dengan membawa baki berisi hidangan yang lezat, hidangan
memang telah disiapkan.
Cong-kaucu duduk dekat jendela, sedang Thia Leng-juan
duduk persis di hadapannya.
Bong Thian-gak yang bersembunyi di luar jendela dapat
menyaksikan gerak-gerik kedua orang itu dengan jelas, dia
pun dapat melihat bagaimana Thia Leng-juan melayani
pimpinannya itu dengan gaya sehalus mungkin.
Setelah perjamuan berlangsung beberapa saat, rayuan
Cong-kaucu kian merangsang, tiba-tiba dia berbisik, "Samkaucu,
bersediakah kau menghiburku malam ini hingga aku
puas?"
Mendadak Thia Leng-juan bangkit, lalu merangkul tubuh
Cong-kaucu dan membopongnya.

558
Ia merasakan tubuh perempuan itu halus lembut seolaholah
tidak bertulang, terutama bau harum yang teruar dari
tubuhnya membuat setiap pria terangsang.
"Cong-kaucu, kau sungguh amat cantik," bisik Thia Lengjuan
sambil tertawa lirih.
"Ehmm ... bagian yang tercantik belum sempat kau lihat..."
"Tapi sebentar lagi akan kulihat juga."
"Cukup satu kali, selama hidup kau takkan melupakannya."
"Hihihi, aku rada kurang percaya."
"Tidak percaya? Sekarang kau buktikan, kau akan
mengetahui bagaimana rasanya."
"Mimpi pun aku orang she Thia tak pernah mengira suatu
hari Cong-kaucu bisa berada dalam pelukanku."
"Aku kan seorang perempuan!"
"Betul, kau seorang perempuan, perempuan yang paling
aneh, dan misterius di dunia ini."
"Tapi bagian yang terahasia belum kau temukan?"
"Sebentar lagi tempat rahasiamu akan kumasuki ... ooh ...
rayuan semacam ini sungguh membuat aku tak tahan."
Sebuah pembaringan, selembar kain kelambu ....
Kain kelambu tertutup rapat....
Thia Leng-juan telah berubah ganas, seganas serigala atau
harimau kelaparan, sedangkan Cong-kaucu berubah begitu
lemah dan lembut, seperti gadis perawan yang sedang
diperkosa orang.
Suara tertawa jalang, kata-kata porno yang jorok, serta
rintihan yang memikat, membuat darah orang mendidih.
Bong Thian-gak yang bersembunyi di atas pohon Pek-yang
sampai memejamkan mata, namun suara cabul yang begitu

559
merangsang membuat pikiran dan perasaannya menjadi
kacau.
Ia sangat menyesal, kenapa bersembunyi sedemikian
dekat.
"Cong-kaucu ... ampunilah aku ... ampunilah, aku sudah
hampir mati...." seruan lirih mendadak bergema.
Bong Thian-gak mendongakkan kepala dan terkejut.
Ia saksikan tubuh Cong-kaucu sedang melilit tubuh Thia
Leng-juan seperti seekor ular berbisa, melilit dengan
kencangnya.
Sekarang Bong Thian-gak baru dapat melihat jelas
perawakan tubuh Cong-kaucu yang indah serta selembar
wajah yang cantik molek.
Tapi sekarang pada hakikatnya perempuan itu telah
berubah menjadi seorang perempuan jalang penghisap darah.
Suara tertawanya yang jalang serta getaran tubuhnya yang
amat keras hakikatnya telah menindas Thia Leng-juan
sehingga tak berwujud manusia lagi.
Peluh sebesar kacang bercucuran membasahi tubuh Thia
Leng-juan, wajahnya tampak gembira serta nikmat luar biasa.
Bong Thian-gak tidak menyangka akan menyaksikan
adegan semacam ini, Cong-kaucu benar-benar mirip iblis
perempuan, siluman perempuan dan perempuan jalang....
Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Bong Thiangak,
"Mengapa tak kumanfaatkan kesempatan di saat dia
sedang terpengaruh hawa napsu untuk menghabisi nyawanya
... biasanya perempuan yang bagaimana pun hebatnya, bila
sedang berada dalam keadaan seperti ini, kepandaian saktinya
tidak nanti bisa dikembangkan."
Belum habis ingatan itu melintas, mendadak terdengar Thia
Leng-juan menjerit kaget.

560
Tampak matanya terbelalak, sekujur tubuhnya gemetar
keras.
Bong Thian-gak tahu, keadaan seperti ini hanya dialami
oleh seorang yang sedang mencapai puncak kenikmatan.
"Betul-betul manusia yang tidak berguna!" umpat Congkaucu
sambil tertawa.
Dengan cepat dia mendorong tubuh lelaki itu, dengan
lemas tak bertenaga Thia Leng-juan segera berguling,
sepasang matanya yang memukau itu tiba-tiba dialihkan ke
atas pohon Pek-yang di luar jendela.
Terkesiap hati Bong Thian-gak menyaksikan kejadian itu,
pikirnya, "Wah, jangan-jangan dia sudah menemukan
jejakku?"
Akhirnya Cong-kaucu buka suara, katanya dengan suara
lembut, "Aku benar-benar tidak percaya di dunia ini masih
terdapat lelaki yang sama sekali tak tergerak hatinya
menyaksikan adegan panas yang berlangsung di depan
hidungnya."
Mendengar perkataan ini, diam-diam Bong Thian-gak
membatin, "Aduh celaka, ternyata dia telah mengetahui
jejakku. Hmm! Aku tak percaya dalam keadaan bugil kau bisa
berbuat sesuatu kepadaku ...."
Diiringi suara tawa menyeramkan, Bong Thian-gak
melompat keluar dari atas pohon Pek-yang dan menerobos
masuk melalui jendela.
Sekarang ia dapat menyaksikan dengan jelas paras muka
asli Cong-kaucu, bukan hanya wajah aslinya, bahkan setiap
bagian rahasia tubuhnya dapat terlihat dengan nyata.
Cong-kaucu sungguh merupakan seorang perempuan tidak
tahu malu, tanpa canggung dia turun dari pembaringan dan
berjalan ke hadapan Bong Thian-gak dalam keadaan bugil.

561
Bong Thian-gak tak berani memandang lebih jauh, dia
meludah dan katanya dingin, "Kalau disuruh mencari
perempuan manakah di dunia ini yang paling tak tahu malu,
orang itu sudah pasti kau!"
Cong-kaucu tertawa terkekeh-kekeh, "Kalau aku tak tahu
malu, kau lebih-lebih tak tahu malu."
Merah padam wajah Bong Thian-gak mendengar umpatan
itu, serunya, "Hei, mengapa kau belum juga mengenakan
pakaian?"
Cong-kaucu tertawa jalang
"Sepasang matamu sudah kaku dan mendelong, aku
berpakaian atau tidak, rasanya sudah bukan masalah lagi."
"Kau tahu siapa aku?" tegur Bong Thian-gak dingin.
"Jian-ciat-suseng."
Kembali Bong Thian-gak tertawa dingin.
"Andaikata aku uarkan kejadian memalukan yang
kusaksikan malam ini, tentu segenap umat persilatan akan
tahu, akan aku lihat apakah kau punya muka untuk memimpin
Put-gwa-cin-kau atau tidak?"
"Kau tak nanti bisa berbuat demikian."
"Mengapa?"
"Bila kau tidak bersedia takluk kepadaku malam ini, hanya
jalan kematian yang akan kau hadapi."
"Kau yakin pasti berhasil?"
"Tiada lelaki di dunia ini yang tidak pernah terbayang dan
tergila-gila setelah bermain cinta denganku, aku yakin tiada
lelaki yang akan terlepas dari cengkeramanku."
"Tampaknya kau mempunyai keyakinan yang luar biasa
atas kecantikan wajahmu?" jengek Bong Thian-gak dingin.

562
"Aku yakin kecantikan Se Si pun tak akan bisa mengungguli
aku."
Bong Thian-gak mengamati sejenak wajah perempuan itu,
lalu manggut-manggut, "Ya, sayangnya kau sudah tua!"
Gemetar keras sekujur badan Cong-kaucu sesudah
mendengar perkataan itu, tanyanya, "Benarkah aku sudah
tua?"
Bong Thian-gak memang ada maksud menghina dan
mencemooh perempuan itu, paling baik bila dapat melukai
hatinya.
"Menurut pandanganku, biarpun kau pergunakan minyak
wangi dan pupur serta gincu yang terbaik dan termahal di
dunia ini untuk mendandani wajahnya, tetap tidak bisa
menghilangkan kerutan tuamu yang makin nyata, yang lebih
menggelikan lagi, masa kau menganggap dirimu masih
mempunyai daya tarik dan daya rangsang yang luar biasa?
Hm, terus terang saja aku beritahukan, manusia macam Thia
Leng-juan bisa takluk di bawah ketiakmu, hal ini bukan
dikarenakan dia\tergiur oleh kecantikanmu, sesungguhnya dia
terpesona oleh rangsangan napsu dan terbuai dalam
pelampiasan hawa napsu belaka."
Agaknya Cong-kaucu takut mendengar orang lain
mengatakan dia tua dan tidak cantik.
Sekarang ia benar-benar membenci Bong Thian-gak,
sedemikian bencinya hingga kalau bisa merobek-robek
tubuhnya, mencorong sorot mata tajam penuh kebencian dari
balik matanya.
Mendadak dia berkelebat maju, lalu menyambar
pakaiannya yang berserakan di atas pembaringan.
Melihat tingkah-lakunya yang konyol itu, Bong Thian-gak
tertawa terbahak-bahak.

563
Di tengah gelak tawanya yang keras, pemuda itu melejit
dan melayang keluar jendela.
Pada dasarnya ilmu meringankan tubuh Bong Thian-gak
sudah mencapai puncaknya, dengan sikap yang sinis dan
memandang rendah dia tertawa seram, secepat kilat tubuhnya
berkelebat pergi dan menjauh dari situ.
Dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap di
balik kegelapan malam.
Baru pertama kali Cong-kaucu menerima hinaan dan
cemoohan paling besar bagi seorang wanita.
Selama puluhan tahun terakhir ini, seingatnya hanya
seorang lelaki yang bisa membuatnya marah dan dendam, tapi
hari ini telah bertambah dengan seorang lagi.
Orang ini tidak lain adalah Jian-ciat-suseng.
Ia bersumpah akan mencincang tubuh Jian-ciat-suseng
hingga hancur-lebur, dia akan menggunakan siksaan yang
paling kejam dan paling buas untuk menghukum lelaki laknat
itu.
0oo0
Dengan mengerahkan Ginkangnya yang sempurna, Bong
Thian-gak berlarian sejauh tiga-empat li sebelum berhenti.
Ternyata di tengah jalan kecil di padang yang sunyi itu, dia
saksikan munculnya serombongan orang.
Orang-orang itu bergerak sangat enteng dan cepat
bagaikan hembusan angin, sama sekali tak menimbulkan
suara.
Dalam waktu singkat mereka telah berlalu di hadapan Bong
Thian-gak.

564
Bong Thian-gak dapat melihat dengan jelas bahwa
rombongan itu terdiri dari gadis-gadis berbaju merah, pedang
pendek tersoreng di punggung dan pakaiannya amat ringkas.
Di antara mereka terdapat delapan orang yang
menggotong sebuah tandu kecil, jendela di empat penjuru
tandu itu tertutup oleh selapis kain hitam, agaknya seseorang
duduk di baliknya.
Tergerak hati Bong Thian-gak menyaksikan semua itu,
diam-diam ia berpikir, "Bukankah mereka adalah anggota Hiatkiam-
bun?"
Rasa ingin tahunya segera muncul dalam benaknya,
dengan cepat pemuda itu menyusuri pepohonan yang rindang
dan membuntuti secara diam-diam.
Setelah berjalan lebih kurang tujuh-delapan li, mendadak
bergema suara tawa yang amat keras bagaikan suara guntur
menggelegar, sedemikian kerasnya suara itu membuat
kawanan gadis berbaju merah tertegun.
Serempak ketiga belas orang gadis berbaju merah itu
melolos pedang pendek mereka, sebuah gerakan dilakukan
cepat dan enteng, sebuah barisan segera terbentuk tepat di
depan tandu kecil itu.
Sementara kedelapan gadis pemikul tandu itu pun
menurunkan tandu, lalu melolos pedang pendeknya berjagajaga
di sekeliling tandu, sikap mereka serius seakan-akan
sedang menghadapi musuh besar.
Di bawah sinar rembulan, tampak seorang lelaki kekar
berbaju abu-abu, beralis tebal, bermata besar dan
bercambung seperti kawat, berdiri tegak di tengah jalan.
Dengan mata Bong Thian-gak yang tajam, sekilas pandang
saja ia sudah dapat mengenali lelaki kekar ini, Han Siau-liong
dari Kay-pang, yang lebih dikenal dengan julukan Put-mi-kiam.

565
Kemunculan Han Siau-liong membingungkan Bong Thiangak,
pikirnya, "Seandainya orang yang berada di dalam tandu
kecil itu bukan tokoh lihai Hiat-kiam-bun, hari ini anak murid
Hiat-kiam-bun pasti akan mati konyol."
Sementara itu Han Siau-liong telah menghardik, "Siapa
yang duduk di dalam tandu?"
Salah seorang gadis bertubuh langsing di antara ketiga
belas gadis berkerudung merah itu segera tampil ke depan,
tampaknya dia adalah pimpinan rombongan.
"Siapa pula engkau?" dia balik bertanya, "di dalam tandu
adalah majikan kami."
"Kalau begitu panggil Hiat-kiam-buncu agar tampil dan
bicara."
"Masa orang yang berada di dalam tandu bukan Long Jitseng,
aku tahu kalian orang-orang Hiat-kiam-bun pun sedang
berusaha keras menemukan jejaknya."
Bong Thian-gak yang mengikuti jalannya pembicaraan itu
amat terkejut, segera pikirnya, "Masakah orang yang berada
di dalam tandu adalah Long Jit-seng?"
Sementara si gadis berkerudung merah menjawab, "Kau
salah terka, orang yang berada dalam tandu bukan Hek-ki-tocu."
Han Siau-liong tertawa dingin, "Hehehe, kecuali aku diberi
kesempatan untuk melihat dengan mata kepala sendiri, kalau
tidak, jangan harap aku akan melepas kalian pergi begitu
saja."
Jelas anggota Hiat-kiam-bun memiliki iman yang cukup
tebal, dia masih tetap sabar.
"Boleh saja kau berniat melihatnya, tapi seandainya orang
yang berada di dalam tandu itu bukan Long Jit-seng, kau
harus mundur dengan segera!"

566
"Hahaha, kalian tahu, siapakah aku?"
"Dari bentuk badan maupun sikapmu, sudah pasti kau
punya kedudukan cukup tinggi dalam Kay-pang."
"Orang-orang persilatan menyebutku Put-mi-kiam!" Han
Siau-liong memperkenalkan diri dengan suara dalam.
Tampaknya para anggota Hiat-kiam-bun yang hadir
sekarang rata-rata sudah pernah mendengar nama tokoh
penting Kay-pang itu, gadis itu seperti terkejut mendengar
nama itu, serunya tanpa sadar, "Tidak kusangka kau telah
sampai di Hopak!" Kembali Han Siau-liong tertawa dingin.
"Han Siau-liong, tentu kalian pernah mendengar nama ini
bukan? Bila kalian bersedia menuruti perkataanku, hari ini Han
Siau-liong tidak bakal melukai seorang pun di antara kalian."
Biarpun gadis itu terkejut dan ngeri mendengar nama Putmi-
kiam, namun dia bukan seorang yang sudi bertekuk lutut
begitu saja, ia tertawa cekikikan, "Sampai sekarang pihak
Hiat-kiam-bun masih belum berniat mencari permusuhan
dengan pihak Kay-pang, namun bila kalian terus menerus
memojokkan kami, segenap anggota Hiat-kiam-bun rela mati
daripada membuat malu nama perguruan."
Han Siau-liong tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, punya
semangat juga kalian, anggota Hiat-kiam-bun rata-rata adalah
wanita yang bersemangat baja, sayang kalian telah salah
menerima kematian pada malam ini."
Sembari berkata, selangkah demi selangkah ia berjalan
menuju ke hadapan mereka.
Mendadak tiga gadis berkerudung di depannya
menggetarkan pergelangan mereka, tiga batang pedang
pendek dengan kecepatan bagaikan sambatan petir segera
menusuk ke depan.
"Berhenti!" bentak mereka serentak.

567
Mencorong cahaya membunuh yang amat tebal dari balik
mata Han Siau-liong, sambil mendengus ia lepaskan sebuah
pukulan dengan telapak tangan kirinya.
Tiga kali jeritan ngeri yang memilukan hati bergema.
Termakan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat,
ketiga orang gadis berkerudung yang sedang menerjang ke
muka itu mencelat dan kemudian roboh ke tanah sambil
muntah darah.
Beberapa saat kemudian mereka sudah tewas dalam
keadaan mengerikan.
Tenaga pukulan Han Siau-liong yang mengejutkan dan keji
ini kembali membuat suasana menjadi heboh, segenap
anggota Hiat-kiam-bun menjadi terkejut dan mundur
selangkah tanpa terasa.
Tak terlukiskan hawa amarah yang membara di dada si
nona pemimpin rombongan itu setelah melihat kematian yang
mengenaskan dari ketiga orang rekannya, ia segera
membentak nyaring.
Bagaikan kilat, pedangnya langsung ditusukkan ke muka.
"Hm, cari mampus rupanya kau!" jengek Han Siau-liong
sambil tertawa dingin.
Telapak tangan kirinya yang dibacokkan ke depan tadi,
mendadak direndahkan ke bawah dan mencengkeram urat
nadi pergelangan tangan kanan gadis itu.
Gadis ini adalah Pat-hubungcu Hiat-kiam-bun, ilmu
pedangnya tidak lemah, di antara perputaran pergelangan
tangannya, cahaya pedang bagaikan bianglala, di tengah
desingan tajam tahu-tahu hawa serangan telah menyambar ke
sisi tubuh lawan, di antara titik-titik cahaya bintang, kembali
mengurung seluruh badan Han Siau-liong.

568
Mata Han Siau-liong terbelalak lebar, bentaknya, "Bagus
sekali, kepandaianmu benar-benar hebat."
Dengan mengeluarkan jurus Nu-hay-poh-liong (menangkap
naga di samudra luas) dan masih tetap memakai ilmu Kim-najiu-
hoat, dia berusaha merampas pedang pendek lawan.
Biarpun serangan yang digunakan Han Siau-liong terhitung
amat cepat, akan tetapi Pat-hubuncu terhitung jago nomor
dua di dalam partainya, serta-merta serangan Han Siau-liong
luput mengenai sasaran.
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun tahu bahwa lawan adalah
seorang jago yang amat lihai, dengan cepat pedang
pendeknya dikembangkan, serangan itu seperti menutul,
seperti juga menusuk, menggunakan aliran yang berbeda.
Dalam waktu singkat secara beruntun dia telah
melancarkan dua belas jurus serangan.
Han Siau-liong tidak menyangka gadis ini sanggup
menghindar dari dua belas jurus ilmu Kim-na-jiu-hoat yang
lihai, dengan suara menggeledek ia membentak, tangan
kirinya mengeluarkan jurus Kim-si-liau-wan (mencengkeram
urat nadi lawan).
"Aduh!" jerit kesakitan bergema, pergelangan tangan Pathubuncu
sudah tercengkeram hancur, pedang pendeknya
terjatuh ke tanah, bersamaan itu pula Han Siau-liong
mengayunkan telapak tangan kanannya siap menghabisi
nyawa perempuan itu.
Di saat yang amat kritis inilah tiba-tiba terdengar suara
bentakan, "Kau telah membunuh tiga orang, apakah jumlah
itu masih belum cukup?"
Dari balik kegelapan malam, pelan-pelan berjalan keluar
seorang sastrawan berlengan tunggal.
Setelah dapat melihat jelas wajah pendatang itu, Han Siauliong
segera menghentikan gerakan tangan kanannya,

569
kemudian tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, bagus, bagus
sekali! Benar-benar tidak kusangka Jian-ciat-suseng muncul di
sini."
Bong Thian-gak memandang sekejap tangan kiri Han Siauliong
yang masih menelikung lengan kanan Pat-hubuncu Hiatkiam-
bun, kemudian ujarnya dengan suara dingin, "Kita
sebagai lelaki sejati, rasanya kurang gagah bila mesti
menganiaya seorang wanita lemah."
Tiba-tiba Han Siau-liong melepas tangan kanannya dan
melempar tubuh Pat-hubuncu, lalu jengeknya, "Bila kau
memang bernyali, jangan coba kabur lagi malam ini."
"Aku memang tak pernah bermaksud melarikan diri."
Han Siau-liong mundur selangkah, tiba-tiba ia melolos
pedang raksasanya yang tersoreng di belakang punggung,
pedang ini empat kaki panjangnya, pedang itu tampaknya
tumpul, berwarna hitam, persis seperti besi tua.
Sebagai tokoh silat berkepandaian tinggi, cukup
memandang pedang Han Siau-liong, Bong Thian-gak tahu
musuh terhitung tokoh lihai dalam ilmu pedang.
Keningnya berkerut, kemudian dengan suara hambar dia
berkata, "Aku pikir masih kelewat awal bila kita mesti
menentukan mati hidup di antara kita berdua sekarang juga."
"Put-mi-kiam begitu terlolos dari sarungnya, ia tak akan
kembali sebelum menjilat darah," seru Han Siau-liong ketus.
Bong Thian-gak tertawa dingin, "Sudah sering kudengar
orang berkata demikian, sebelum menjilat darah, pedang tak
akan kembali ke sarungnya, namun kenyataan ... hm, pedang
itu menjilat darah mereka sendiri."
"Mengapa tidak kau lolos pedangmu?" bentak Han Siauliong
dengan lantang.

570
"Pedangku telah dipatahkan oleh Sutemu, sekarang aku
sudah tidak memiliki pedang yang bisa kucabut lagi."
"Jadi kau hendak menghadapi pedangku dengan tangan
kosong?" teriak Han Siau-liong marah.
"Oh, tidak, maksudku andai pertarungan nanti
dilangsungkan, aku akan meminjam pedang orang lain."
Kemudian dia berpaling dan memandang sekejap ke arah
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun, tanyanya, "Nona, benarkah orang
yang ada dalam tandu adalah Hek-ki-to-cu?"
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun ini sudah dua kali bertemu
Bong Thian-gak, tentu saja dia kenal pemuda ini, apalagi Bong
Thian-gak telah menyelamatkan jiwanya kali ini, meski
kejadiannya di luar dugaan, diam-diam dia amat berterima
kasih kepada pemuda ini.
Begitulah sambil mengedipkan matanya yang jeli, Pathubuncu
berkata, "Benar Hek-ki-to-cu atau bukan, aku rasa
kau pasti lebih mengerti daripada kami."
Tentu saja Bong Thian-gak memahami maksud
perkataannya, kemudian ia bertanya, "Lalu siapakah dia?"
Pat-hubuncu termenung sebentar, kemudian menjawab,
"Dia adalah Buncu kami, ketua Hiat-kiam-bun."
"Ketua Hiat-kiam-bun? Kalau begitu dia ...." paras muka
Bong Thian-gak berubah hebat.
Ternyata Pat-hubuncu amat cerdik dan cekatan, dia pun
bertanya, "Jadi... kau tahu siapa Buncu kami?"
"Ya, aku tahu," pemuda itu mengangguk.
Jawaban ini mengejutkan Pat-hubuncu, serunya,
"Sungguh?"
"Sungguh! Sebab aku pun sedang mencarinya."

571
"Kalau begitu kau pun mengetahui rahasia Hiat-kiam-bun
kami?" tanya Pat-hubuncu semakin terkejut.
"Aku malah mengetahui juga asal-usul Cong-hubuncu dan
Ji-hubuncu perguruan kalian."
"Aku tak pernah ditipu orang secara begini gampang," kata
Pat-hubuncu dengan suara dalam.
"Aku bukan penipu," Bong Thian-gak tersenyum, "nona bisa
membuktikannya dengan segera."
"Bagaimana cara membuktikannya?"
"Aku dapat menjelaskan asal-usul Cong-hubuncu dan Jihubuncu
perguruan kalian."
Pat-hubuncu termenung sebentar, kemudian dia berkata,
"Coba kau katakan secara garis besarnya saja."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Hubungan antara Cong-hubuncu dan Ji-hubuncu adalah
hubungan antara ibu dan anak. Masih ada satu hal lagi,
seandainya orang yang berada di dalam tandu benar-benar
Buncu Hiat-kiam-bun, maka dia datang dari gedung raja muda
Mo-lay-cin-ong."
Pat-hubuncu terbungkam seketika mendengar penjelasan
ini.
"Darimana kau tahu semua ini sedemikian jelasnya?"
Bong Thian-gak tersenyum.
"Sebab musababnya tak mungkin bisa dijelaskan, pokoknya
sudah kuterangkan sedari dulu, Tiong-yang-hwe tidak akan
memusuhi Hiat-kiam-bun, itulah sebabnya aku tak pernah
melukai anggota Hiat-kiam-bun seorang pun."
"Bagaimana dengan Kiu-moayku? Bukankah Kau-hubuncu
tewas di tanganmu?"

572
"Bukan."
Tampaknya Pat-hubuncu mempercayai kata-kata Bong
Thian-gak, katanya, "Seandainya kau adalah sahabat Hiatkiam-
bun, tolong bantu kami, bantulah kami hingga tiba di...."
Sampai di sini, mendadak ia membungkam.
Bong Thian-gak sendiri pun tidak mendesak lebih jauh, dia
segera menyahut, "Aku sanggup melakukannya, harap nona
pinjamkan pedang itu kepadaku."
Pat-hubuncu mendekat sambil menyodorkan pedang
pendeknya kepada Bong Thian-gak.
"Pihak lawan adalah tokoh silat hebat dari Kay-pang, kau
mesti menghadapinya hati-hati," ia berpesan.
Setelah menyambut pedang pendek itu, Bong Thian-gak
baru berpaling ke arah Han Siau-liong sambil berkata,
"Kuharap kau suka menuruti nasehatku, apakah pertarungan
kita dapat ditunda lain saat?"
"Sejak berlatih ilmu pedang, cita-citaku adalah merebut
gelar jago pedang nomor wahid, berarti cepat atau lambat kita
pasti akan saling tempur, kulihat malam ini adalah malam
yang tepat untuk berduel, mengapa kita mesti menyia-nyiakan
kesempatan baik ini?"
"Bila dua ekor harimau saling bertarung, satu di antaranya
tentu akan terluka. Apalagi di sekitar kita sudah bersembunyi
harimau ketiga."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, tiba-tiba terdengar
seorang berkata dengan suara dingin, "Tajam amat
penglihatanmu, agaknya kemampuanmu masih setingkat lebih
unggul daripada Put-mi-kiam."
Di tengah pembicaraan, dari balik semak belukar di sisi
kanan mereka berjalan keluar seorang lelaki berbaju hijau, ciri
khas yang paling menyolok daripada orang itu adalah

573
terdapatnya sebuah tahi lalat di atas alis kirinya dan sebilah
pedang tembaga tersoreng di pinggangnya.
"Kehadiran Ji-kaucu memang tepat sekali," seru Han Siauliong
sambil tertawa terbahak-bahak, "tiga tahun berselang
aku orang she Han tidak berkesempatan mencoba kepandaian
saktimu, hal ini membuatku tak senang siang dan malam, aku
harap Ji-kaucu dapat memenuhi keinginanku malam ini."
Han Siau-liong memang seorang jagoan yang gila nama,
kalau dapat dia ingin menantang semua jago lihai yang ada di
dunia ini, baik dari golongan putih maupun hitam, asal musuh
termasuk jago lihai, dia berusaha mencoba kepandaiannya.
Bong Thian-gak sendiri dapat mengenali orang itu adalah
Ji-kaucu Put-gwa-cin-kau, cuma dia tak banyak komentar.
Dalam pada itu Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun merasa terkejut
bercampur ngeri, tiba-tiba bisiknya kepada Bong Thian-gak,
"Orang-orang Put-gwa-cin-kau telah mengejar sampai di sini."
"Aku lihat hanya Ji kuacu seorang yang telah sampai, kalian
cepat bersiap melarikan diri, biar aku menahan dirinya."
Sementara itu Ji-kaucu Put-gwa-cin-kau telah
menghentikan langkah, katanya dengan suara yang
menyeramkan, "Han Siau-liong, sikapmu yang sombong dan
takabur membuat dirimu tak bisa hidup lama di dunia ini."
Han Siau-liong tertawa terbahak-bahak, "Hahaha, semenjak
aku belajar pedang, aku memang sudah tak ingin hidup lama
di dunia ini."
Sepanjang pembicaraan berlangsung, Bong Thian-gak
dengan sepasang mata yang tajam mengawasi seluruh gerakgerik
Ji-kaucu tanpa berkedip.
Tiba-tiba pemuda itu berteriak, "Cepat mundur, Ji-kaucu
telah melepaskan racun jahat!"

574
Ternyata Bong Thian-gak telah melihat munculnya
segumpal kabut tipis yang pelan-pelan berhembus keluar dari
semak belukar sebelah utara, kabut itu menggulung datang di
atas permukaan rumput, tak ubahnya seperti kabut malam
yang terhembus angin.
Sejak awal Pat-hubuncu telah memerintahkan anak
buahnya agar bersiap sedia. Begitu mendengar suara
bentakan Bong Thian-gak, kedelapan gadis muda itu segera
menggotong tandu kecil itu dan segera kabur menuju ke arah
selatan.
Dengan gerakan cepat Bong Thian-gak ikut mengundurkan
diri pula ke arah selatan.
Menyaksikan hal ini Ji-kaucu tergelak, pedangnya segera
dilolos, kemudian bagaikan seekor bangau raksasa dia
melompat dan menerkam dari tengah udara, hardiknya, "Kau
memang benar-benar cekatan, tapi aku ingin tahu apakah kau
sanggup lolos dari seranganku atau tidak."
Di tengah pembicaraan, pedang Ji-kaucu telah membacok
datang dengan membawa segulung hawa serangan dingin dan
mengerikan.
Tiga tahun berselang, Bong Thian-gak pernah terluka di
ujung pedangnya, terutama disebabkan pedang Ji-kaucu ini
memiliki rahasia besar.
Maka dari itu Bong Thian-gak tidak menyambut serangan
itu dengan kekerasan, sebaiknya malah melompat mundur.
Ji-kaucu tidak menyangka Bong Thian-gak memilih mundur
daripada menerima serangannya, sambil tertawa dingin dia
menjengek, "Mengapa kau tidak menyambut seranganku?"
Kembali pergelangan tangan kanannya digetarkan,
pedangnya menciptakan selapis bunga pedang, seperti
membacok dan menusuk langsung menyambar tubuh Bong
Thian-gak.

575
Biarpun Bong Thian-gak memegang pedang di tangan
kirinya, dia masih saja mundur tanpa menyambut datangnya
ancaman.
Dia mundur dengan mengambil langkah segitiga, sebentar
ke kiri sebentar ke kanan, agaknya dia berjaga-jaga atas
serangan racun yang dilancarkan Ji-kaucu, itulah sebabnya dia
selalu mundur dengan mengikuti arah angin.
Ketika Ji-kaucu melancarkan serangan keempat, mendadak
dari sana berkumandang beberapa kali jeritan yang menyayat
hati.
Dengan terkejut Bong Thian-gak segera berpaling, apa
yang kemudian terlihat segera membuat darahnya mendidih.
Rupanya Han Siau-liong telah memanfaatkan kesempatan
itu untuk menghadang jalan pergi anggota Hiat-kiam-bun,
pedang bajanya diputar sedemikian rupa membentuk
gelombang angin pedang yang menderu-deru dan amat
memekakkan telinga.
Tak seorang pun di antara anggota Hiat-kiam-bun yang
mampu menahan serangannya itu.
Jerit lengking yang memilukan bergema susul menyusul,
suara orang sekarat yang mendekati ajal, membikin siapa pun
yang mendengar berdiri bulu kuduknya.
Bong Thian-gak berpekik nyaring dengan nada pedih, dia
melejit ke tengah udara dan meluncur ke muka, bentaknya,
"Han Siau-liong, serahkan nyawamu!"
Selesai bentakannya itu, secepat kilat Bong Thian-gak
menyambar ke depan, cahaya pedang yang kemerah-merahan
ikut menyambar pula dengan hebatnya.
"Hahaha," Han Siau-liong terbahak-bahak, "Jian-ciatsuseng,
kau memang seharusnya turun tangan sejak tadi."

576
Diiringi desingan tajam, pedang bajanya dibabatkan ke
muka menyambut datangnya ancaman itu.
"Trang", dentingan nyaring disertai percikan bunga api
segera memancar ke empat penjuru.
Dengan pedang pendeknya Bong Thian-gak berhasil
mementalkan pedang baja lawan yang beratnya mencapai
seratus kati itu.
Akibat bentrok ini, Han Siau-liong mundur tiga langkah
dengan sempoyongan sebelum berhasil berdiri tegak kembali.
Bong Thian-gak mengunjuk rasa terkejut, rupanya dalam
bentrok tadi ia merasakan pergelangan tangan kirinya sakit,
linu dan kesemutan.
Dari sini dapatlah diketahui tenaga serangan Han Siau-liong
memang benar-benar sangat tangguh.
Padahal Han Siau-liong jauh lebih terperanjat lagi
ketimbang Bong Thian-gak.
Seingatnya, kecuali gurunya seorang, belum pernah di
dunia ini ada orang yang sanggup menggetarkan pedang
bajanya sampai terpental, mimpi pun dia tak pernah
menyangka laki-laki berlengan tunggal yang berwajah pucat
dan penyakitan ini memiliki kekuatan begitu dahsyat.
Padahal bagi dua jago yang bertarung, teledor dan
kehilangan konsentrasi merupakan pantangan paling besar.
Sementara dia masih terkejut bercampur keheranan, Jikaucu
telah memanfaatkan kesempatan itu untuk menerobos
masuk, dalam waktu singkat tujuh-delapan gadis berbaju
merah telah roboh tergeletak di tanah tanpa bersuara,
sementara Ji-kaucu sendiri telah menerjang ke muka tandu
kecil.
Bentakan nyaring bergema memecah keheningan Pathubuncu
segera menyusul ke muka.

577
"Nona, jangan mendekati dia," teriak Bong Thian-gak
cemas.
Belum lagi ucapan itu selesai, tangan kiri Ji-kaucu telah
mengayun ke arah belakang.
Dengusan tertahan bergema, sekujur badan Pat-hubuncu
bergetar keras, kakinya menjadi lemas dan roboh terduduk ke
atas tanah.
"Lihat pedang!" bentak Bong Thian-gak.
Hawa pedang bagai bianglala menyambar dan menusuk ke
depan.
Tampaknya Ji-kaucu mengetahui kehebatan serangan itu,
sambil memutar badan ia mundur ke sisi kiri.
Akhirnya Bong Thian-gak berdiri di muka tandu kecil itu
dengan pedang disilangkan di depan dada.
Ji-kaucu memandang sekejap ke sekeliling tempat itu, lalu
ujarnya, "Orang-orang Hiat-kiam-bun sudah banyak menjadi
korban, kau anggap dengan kemampuanmu seorang bisa
meneruskan perjalanan untuk melindungi tandu ini?"
Memandang mayat yang berserakan di atas tanah, Bong
Thian-gak merasa sedih sekali. Gadis-gadis muda yang segar
dan lincah tadi dalam waktu singkat menjadi korban di tangan
keji Ji-kaucu dan Han Siau-liong, peristiwa ini merupakan
kejadian yang mengenaskan.
Tiba-tiba terdengar suara rintihan lirih, Pat-hubuncu
mengangkat kepala dan berbisik pelan, "Siangkong, kau ...
kau tak usah tinggal di sini lagi... sebentar Buncu akan ... akan
mendusin ... bila sampai begitu, maka dia ... dia masih tetap
akan menjadi orang Put-gwa-cin-kau."
"Aku tak dapat membiarkan dia terjatuh kembali ke tangan
orang-orang Put-gwa-cin-kau," tukas Bong Thian-gak dengan
suara dalam.

578
"Kali ini kita gagal, tapi lain kali kita masih ada kesempatan
untuk menolongnya, bila ia sadar nanti, kesadarannya tetap
hilang, dia hanya tahu mentaati perintah Put-gwa-cin-kau,
berarti kau akan mendapat seorang musuh tangguh lagi."
Sementara itu Han Siau-liong telah menerjang masuk
melalui belakang, pedang bajanya segera bergetar.
"Sreet", kain hitam penutup tandu segera tersambar hingga
robek dan terbuka.
Orang yang berada dalam tandu pun segera terlihat jelas.
Mendadak Han Siau-liong menjerit kaget, "Ah, rupanya dia
adalah Si-hun-mo-li?"
Mendengar seruan itu, Bong Thian-gak mendesak maju,
tampak di balik tandu itu duduk seorang wanita cantik.
Biarpun wajah perempuan itu sudah berubah menjadi abuabu,
Bong Thian-gak masih dapat mengenali dengan pasti.
Agaknya Han Siau-liong belum pernah menjumpai
perempuan yang begitu cantik sepanjang hidupnya, dia
tertegun dan berdiri dengan mata terbelalak.
Perempuan itu sedang tidur, tidur amat nyenyak dan
nampak begitu cantik menawan hati.
Tak tahan Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Ah,
ternyata memang dia, rupanya Si-hun-mo-li adalah Thay-kun.
Ai! Rupanya Cong-kaucu benar-benar telah mencelakai
dirinya."
Belum habis ingatan itu, sebilah pedang dingin
menggidikkan diam-diam telah menusuk ke arah tubuhnya.
Tanpa pikir panjang Bong Thian-gak memutar pedang
pendeknya ke depan sementara tubuhnya berputar tiga kali.
"Kau dapat menghindari seranganku ini?" seru Ji-kaucu
tertahan dengan sorot mata memancarkan rasa kaget dan
tercengang.

579
Amarah sedang berkobar dakam dada Bong Thian-gak,
segera ia membentak keras, "Ji-kaucu, Han Siau-liong, kemari
kalian berdua, biar lenganku cuma satu, aku masih mampu
menandingi kedua bilah pedang kalian bersama-sama."
Bentakan itu amat keras hingga menggetarkan seluruh
angkasa.
Han Siau-liong maupun Ji-kaucu tertegun, serentak mereka
mendongakkan kepala.
Bong Thian-gak dengan pedang terhunus di depan dada
dan sorot mata memancarkan cahaya setajam sembilu sedang
mengawasi mereka berdua tanpa berkedip.
Menyaksikan sikap angker Bong Thian-gak yang berdiri
bagaikan batu karang dan hawa membunuh menyelimuti
seluruh wajahnya, Ji-kaucu maupun Han Siau-liong samasama
terkesiap dibuatnya.
Ternyata mereka sudah dapat melihat Bong Thian-gak
sedang mempersiapkan tenaga dalamnya berniat melancarkan
serangan dengan pedang terbang.
Dalam posisi demikian, Han Siau-liong maupun Ji-kaucu
menjadi ragu, mereka tak tahu apakah serangan dahsyat yang
dilepaskan Bong Thian-gak itu dapat disambut oleh mereka
berdua ataukah tidak.
Sebagai jagoan yang punya nama besar, tentu saja Han
Siau-liong serta Ji-kaucu enggan bekerja sama, mereka pun
enggan bersama-sama menghadapi serangan dahsyat Bong
Thian-gak.
Sikap kereng dan berwibawa Bong Thian-gak sekarang
memaksa keduanya mau tidak mau harus mengangkat pedang
bersiap siaga.
Keheningan yang mencekam menyelimuti sekitar tempat
itu, tapi suasana seram, ngeri dan tegang menekan perasaan

580
setiap orang dan hal ini makin lama makin menebal bersama
dengan berkembangnya sang waktu.
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun tidak percaya ilmu silat Bong
Thian-gak dapat dipakai untuk melawan serangan gabungan
Ji-kaucu serta Han Siau-liong, sambil menahan rasa sakit dari
luka yang dideritanya, tanpa berkedip dia mengawasi gerakgerik
mereka.
Tiba-tiba Bong Thian-gak dengan pedang tersilang di depan
dada, selangkah demi selangkah maju dan pelan-pelan
mendekati kedua orang lawannya.
Dengan cara ini, siapa mampu meloloskan diri dari
sergapan Bong Thian-gak itu? Akan tetapi Ji-kaucu mampuh
Han Siau-liong tetap tidak menggerakkan tubuh, seolah-olah
sedang menunggu datangnya serangan lawan.
Ji-kaucu serta Han Siau-liong terbilang tokoh silat yang
sangat berpengalaman dalam Bu-lim, jangan dilihat gerak
Bong Thian-gak sangat lamban, bila musuh berani bergerak,
maka pedang pendek Bong Thian-gak akan meluncur
bagaikan anak panah terlepas dari busurnya, tak seorang pun
yang mampu menerima serangan itu.
"Sret, sret", dua kali desingan nyaring berkumandang.
Akhirnya Bong Thian-gak tiba di depan kedua orang itu,
pedang pendeknya dengan sangat ringan membacok ke dada
Ji-kaucu serta Han Siau-liong.
Pada saat bersamaan pedang baja Han Siau-liong
membacok pula ke depan, sedang pedang hijau Ji-kaucu
meluncur secepat petir.
Dalam waktu singkat cahaya pedang menyelimuti hawa
dingin yang menusuk tulang, serasa menyakitkan.
Dua kali dengusan tertahan segera bergema.

581
Bayangan orang menyambar dan berkelebat ke samping ...
diikuti lenyapnya cahaya pedang.
Bong Thian-gak berjumpalitan dan mundur, cahaya tajam
dari balik matanya sudah berkurang, sementara pedangnya
entah sudah mencelat kemana.
Pedang baja yang semula berada di tangan kanan Han
Siau-liong kini sudah menancap di atas tanah, bahu kirinya
tertancap sepotong kutungan pedang, darah segar bercucuran
keluar dengan derasnya.
Pedang kanan Ji-kaucu masih tersilang di depan dada,
namun di dada kanannya tertancap sepotong kutungan
pedang berikut gagangnya, darah segar pun bercucuran
membasahi pakaian.
Rupanya Ji-kaucu dan Han Siau-liong sama-sama terluka,
kedua orang itu terkena pedang pendek Bong Thian-gak yang
patah menjadi dua dan menusuk dua sasaran yang berbeda.
Pat-hubuncu Hiat-kiam-bun mengikuti dengan jelas
bagaimana Bong Thian-gak mematahkan pedangnya jadi dua,
dan secara terpisah menancapkan di bahu kiri Han Siau-liong
dan dada kanan Ji-kaucu.
Ji-kaucu dan Han Siau-liong sendiri pun tidak ada tahu cara
bagaimana Bong Thian-gak melukai mereka.
Dalam pertarungan sengit yang berlangsung tadi, Ji-kaucu
dan Han Siau-liong sama-sama menggetarkan pedang
menyambut ancaman itu, mereka pun merasa seakan-akan
pedang pendek Bong Thian-gak terpapas kutung oleh senjata
mereka.
Tapi ketika lengan tunggal Bong Thian-gak digetarkan,
tahu-tahu Han Siau-liong dan Ji-kaucu telah terluka oleh
tusukannya.

582
Agaknya di saat pedang patah menjadi dua, Bong Thiangak
telah mencengkeram kedua kutungan pedang itu dengan
lengan tunggalnya, kemudian disambitkan ke depan.
Han Siau-liong mencabut kutungan pedang dari bahunya,
lalu setelah tertawa, dia berkata, "Lihai, benar-benar amat
lihai, Jian-ciat-suseng memang terhitung manusia tangguh.
Kalau ditanya senjata apa di dunia ini yang tercepat, maka
itulah golok sakti si lengan tunggal, tapi kulihat ilmu pedang
Jian-ciat-suseng masih berada di bawah To-pit-coat-to Liu
Khi."
"Rupanya Liu Khi terhitung jago nomor dua perkumpulan
kalian?" jengek Bong Thian-gak tertawa dingin.
Biarpun bahu kirinya sudah basah oleh darah, Han Siauliong
masih tetap tertawa, "Hahaha, benar-benar, Liu Khi
memang jago nomor dua Kay-pang, Ji-kaucu sendiri pun
pernah keok di tangannya."
Dalam pada itu Ji-kaucu telah mencabut kutungan pedang
dari dadanya, tampaknya dia terluka parah, secara beruntun
beberapa buah jalan darahnya telah ditotok hingga darah
tidak mengalir lagi.
Setelah tertawa seram, dia berkata, "Serangan yang kau
lancarkan benar-benar cepat, pedang Ji-kaucu memang tak
akan bisa melukaimu untuk selamanya."
Bong Thian-gak tersenyum.
"Ah, mana, aku telah mengerahkan segenap
kemampuanku, namun kenyataannya tak sanggup merenggut
nyawamu, setelah berpisah malam ini, entah kapan aku baru
bisa membinasakan kalian."
Di tengah pembicaraan, dengan suatu gerakan cepat Bong
Thian-gak telah memungut kembali sebilah pedang pendek
dari atas tanah. Suasana di sekeliling tempat itu segera
berubah kembali menyusul gerak-gerik Bong Thian-gak,

583
selapis hawa membunuh dengan cepat menyelimuti tempat
itu.
Dengan perasaan tegang dan serius Han Siau-liong dan Jikaucu
sekali lagi bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Jelas Bong Thian-gak telah diliputi oleh hawa membunuh.
Rupanya dalam bentrokan tadi, Bong Thian-gak telah
berhasil mengetahui rahasia pedang panjang Ji-kaucu, dia
yakin kemampuannya sanggup melenyapkan Ji-kaucu,
bagaimana pun juga Ji-kaucu adalah musuh besarnya yang
harus dibunuh.
Kini kekuatan Put-gwa-cin-kau sudah meningkat hebat,
mumpung dia masih berkeyakinan melenyapkan kekuatan
lawan, mengapa tidak ia manfaatkan peluang itu untuk
menggerogoti kekuatan musuh? Itulah sebabnya Bong Thiangak
memusatkan kembali kekuatan melepaskan serangan
berikut.
Kali ini Bong Thian-gak berdiri sambil memeluk pedang di
depan dada, pelan-pelan ia berkata, "Han Siau-liong, kau
sudah keok di ujung pedangku, bila ingin membalas dendam,
kesempatan masih cukup banyak, kuanjurkan kepadamu
cepatlah meninggalkan tempat ini!"
Han Siau-liong tertawa terbahak-bahak, "Biarpun aku sudah
terluka, aku masih mampu untuk merobohkan dirimu."
"Kau telah membunuh banyak orang, aku memang tak
akan melepas kau begitu saja," ucap Bong Thian-gak dingin,
"apalagi pihak Kay-pang memang tidak mengizinkan aku
menancapkan kaki dalam Bu-lim, maka boleh dibilang setiap
saat bisa jadi kita akan berduel kembali."
"Hahaha, bagus, bagus sekali," Han Siau-liong tertawa
nyaring. "Malam ini Han Siau-liong terpaksa harus menuruti
nasehatmu untuk mengundurkan diri."

584
Selesai berkata, Han Siau-liong segera menggerakkan
badan beranjak pergi.
Jangan dilihat perawakannya yang tinggi besar, kehebatan
ilmu meringankan tubuhnya tidak malu disebut jago lihai kelas
satu dari dunia persilatan, dengan dua kali lompatan saja
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Sepeninggal Han Siau-liong, Bong Thian-gak baru berkata
sambil tertawa dingin, "Ji-kaucu, hari kematianmu sudah tiba!"
"Bukan hari kematianku, tapi hari kematianmu," sahut Jikaucu
dengan suara menyeramkan.
"Benar, siapa unggul siapa kalah memang susah untuk
diketahui, tapi aku percaya kau sudah berada di tepi jurang
kematian."
"Selamanya Ji-kaucu bukan orang yang gampang mati,
percaya atau tidak terserah padamu."
Bong Thian-gak tertawa.
"Gerak pedangmu jauh lebih lamban daripada aku, ilmu
racunmu susah untuk dikembangkan lagi, bahkan rahasia
pedangmu sudah dapat kuketahui, kepandaian apa lagi yang
akan kau andalkan? Memangnya kau masih memiliki ilmu
menyusup ke tanah atau terbang ke langit?"
Pucat keabu-abuan paras muka Ji-kaucu mendengar
perkataan itu, dia seperti belum mau percaya begitu saja,
kembali tanyanya, "Apa benar kau sudah mengetahui rahasia
pedangku?"
"Apa sebabnya pedangmu bisa merenggut nyawa musuh?
Kan karena pedangmu itu dapat menusuk setengah kaki lebih
ke depan, karena di balik pedangmu itu kau sengaja
menyisipkan sebilah pedang kecil setipis daun, bila tombol
rahasianya kau pencet, pedang kecil itu akan melejit keluar
dari ujung pedang dan menusuk korban."

585
Rasa kaget dan tercengang dengan cepat menyelimuti
wajah Ji-kaucu, dia terbungkam dan hanya bisa memandang
anak muda itu dengan termangu.
Malam ini merupakan kali kedua Bong Thian-gak bertarung
melawan Ji-kaucu.
Sesungguhnya yang lebih banyak bahayanya daripada
selamat bukan Ji-kaucu, melainkan Bong Thian-gak.
Sebab Bong Thian-gak masih belum mengetahui pasti akan
rahasia dan kehebatan pedang Ji-kaucu itu.
Bong Thian-gak memang tidak seharusnya kalah untuk
kedua kalinya di tangan Ji-kaucu, namun pada saat itulah Sihun-
mo-li yang berada di dalam tandu kecil sudah mulai
membuka matanya.
Bagaikan segulung angin perempuan itu melompat keluar
dari balik tandu.
Sepasang matanya yang jeli segera berputar kian kemari
sebelum akhirnya berhenti pada tubuh Bong Thian-gak.
"Thay-kun!" bisik Bong Thian-gak.
Ia merasa perempuan itu seperti orang baik, wajahnya
cantik, matanya jeli dan manis menawan hati, terutama
sekulum senyum manis yang menghiasi wajahnya.
Begitu cantik dan lembut gadis itu, bagaikan bidadari yang
baru turun dari kahyangan.
Panggilan lembut Bong Thian-gak tentu dapat terdengar
olehnya, tapi gadis itu tidak menjawab ataupun menunjukkan
suatu perubahan sikap, sekulum senyuman yang menawan
masih menghiasi wajahnya.
Sepasang matanya seolah-olah sedang tertawa pula,
tampak begitu indah, lembut dan menawan hati.

586
Bong Thian-gak menghela napas lirih, serunya, "Thay-kun,
kau tidak kenal aku?"
Senyum dan pancaran sinar mata Si-hun-mo-li semakin
memikat, dengan langkah gemulai dia berjalan menghampiri
Bong Thian-gak.
Pat-hubuncu yang menyaksikan hal itu menjadi sangat
terkejut, segera serunya, "Bong-siangkong, kesadaran otaknya
sudah punah ....kau ... kau cepat lari...."
Jeritan yang begitu keras dan melengking ini cepat
menyadarkan Bong Thian-gak bahwa orang yang dihadapi
bukan Thay-kun melainkan Si-hun-mo-li.
Dengan langkah lembut gadis itu makin lama semakin
mendekati Bong Thian-gak.
Bong Thian-gak sendiri tidak tahu bagaimana harus
menghadapi semua ini, bagaimana tidak? Paras muka gadis itu
sama sekali tidak memancarkan rasa gusar ataupun
permusuhan, yang ada cuma senyum yang memukau.
Siapa lelaki di dunia ini yang mampu melawan daya
pesonanya? Lebih-lebih tiada seorang pun yang tega turun
tangan dan menghabisi nyawa seorang gadis yang polos.
"Cepat mundur ... cepat mundur ... dia akan
membunuhmu," sekali lagi Pat-hubuncu menjerit keras.
Bong Thian-gak terkejut, tanpa sadar ia menggeser
langkahnya dan mundur setengah tindak.
Pada saat itulah Si-hun-mo-li dengan gerakan seperti
hendak menjatuhkan diri ke dalam pelukannya telah
menerjang tiba.
Pada saat yang bersamaan pula Bong Thian-gak dapat
melihat betapa merah membaranya telapak tangan kirinya itu,
kelima jari tangan yang direntangkan lebar langsung
diarahkan ke tubuh bagian bawahnya.

587
Bong Thian-gak benar-benar sangat terperanjat, dia
menjatuhkan diri ke belakang, lalu melejit ke samping.
Dengan gerakannya itu, maka serangan Kau-ji-ti-tho
(monyet sakti memetik buah Tho) Si-hun-mo-li mengenai
tempat kosong.
Padahal selama ini belum pernah ada lelaki di dunia ini
yang sanggup melepaskan diri dari cengkeraman tangan
mautnya.
Si-hun-mo-li kelihatan agak tertegun, lalu sambil
mendongakkan kepala dia tertawa cekikikan, suaranya begitu
merangsang membuat napsu birahi orang bangkit.
Siapa pun yang mendengar suara tawa itu, hatinya pasti
akan bergejolak, darahnya mendidih dan tanpa sadar akan
terbayang kembali adegan hubungan mesra antara laki dan
perempuan.
Begitulah di tengah suara cekikikan yang penuh kejalangan,
Si-hun-mo-li mulai melepas kancing bajunya dan
membentangkannya hingga terbuka lebar.
Yang mengejutkan adalah di balik baju luarnya ternyata ia
tidak mengenakan secuwil baju pun, kulit badannya yang
putih menawan, serta liukan badannya yang aduhai....
Pokoknya Bong Thian-gak dapat menyaksikan semua
bagian rahasia tubuh Si-hun-mo-li secara jelas.
Dengan suatu gerakan cepat mendadak Bong Thian-gak
mengegos ke samping, lalu melompat ke sisi tubuh Pathubuncu,
dengan suatu gerakan cepat ia menyambar
pinggangnya dan siap melarikan diri.
Tapi bayangan orang kembali berkelebat, tahu-tahu Si-hunmo-
li sudah mengejar ke muka.
Terpaksa Bong Thian-gak harus bergeser ke samping kiri
dan kabur kembali.

588
Tapi untuk kesekian kalinya Si-hun-mo-li kembali mendesak
ke muka, kali ini Bong Thian-gak sempat melihat telapak
tangan gadis itu sudah muncul di hadapannya, bahkan
segulung angin pukulan yang membuat sesak napas menekan
ke arah dadanya.
Bong Thian-gak merasa sekujur badannya menjadi dingin,
dada kanannya termakan pukulan itu secara telak, saking
sakitnya hampir saja tubuh Pat-hubuncu yang berada dalam
bopongannya terjatuh ke tanah.
Walaupun Bong Thian-gak sudah termakan oleh pukulan Sihun-
mo-li, namun dia tak sampai roboh, malahan dengan
memanfaatkan tenaga pantulan itu dia melejit jauh dan
melarikan diri dari sana.
Di tengah kegelapan malam, terdengar suara Ji-kaucu
berseru dengan suara bangga, "Wahai Jian-ciat-suseng, kau
tak bakal hidup melampaui satu jam lagi, sekarang kau telah
termakan sebuah pukulan maut Si-hun-mo-li."
Benar, memang tiada seorang pun di dunia yang mampu
menahan serangan maut Si-hun-mo-li, bahkan Ku-lo Hwesio
yang termasyhur pun akhirnya tewas setelah terkena pukulan
itu tiga tahun berselang.
Sebab pukulan yang melukainya adalah Soh-li-jian-yangsin-
kang yang tiada duanya di dunia ini.
0oo0
Di tengah keheningan yang mencekam, terdengar seorang
dengan nada lirih dan lemah berkata, "Siangkong, kau sudah
terkena pukulan."
Di bawah sebatang pohon di sisi hutan, duduk bersandar
seorang gadis berkerudung berbaju merah.
Di hadapannya berjongkok seorang pemuda berlengan
tunggal.

589
"Benar," Bong Thian-gak manggut-manggut, "aku memang
sudah terkena pukulannya."
Dua baris air mata bercucuran membasahi wajah Pathubuncu
yang tertutup kain kerudung, katanya sesenggukan,
"Siangkong, gara-gara aku, kau harus mengorbankan
nyawamu."
"Aku tak bakal mati!" Bong Thian-gak tersenyum.
"Aku tahu, di dunia ini belum ada seorang pun yang
mampu bertahan atas pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang
Buncu."
Sekali lagi Bong Thian-gak mengangguk.
"Benar, Soh-li-jian-yang-sin-kang memang ilmu pukulan
hebat."
"Oh, Siangkong," Pat-hubuncu menangis tersedu-sedu,
"mengapa kau kabur tadi? Kau kan tahu, kepandaian silat
Buncu begitu lihai."
"Sudah kubilang, aku tak bakal mati!" Bong Thian-gak
tersenyum.
"Kau membohongi aku."
"Soh-li-jian-yang-sin-kang memang sangat lihai," Bong
Thian-gak kembali berkata dengan wajah bersungguhsungguh,
"setiap orang yang terkena pukulannya akan merasa
kesakitan pada sekujur badannya, dia akan menggigil
kedinginan, wajah memucat dan seluruh kulit badan berkerut
kencang, tapi kenyataan aku tetap sehat walafiat sekarang,
mengapa kau belum mau percaya?"
Pat-hubuncu segera membuka mata lebar-lebar dan
mengamati paras muka Bong Thian-gak dengan seksama, lalu
katanya dengan wajah tidak mengerti, "Dengan jelas kulihat
dada kananmu terhajar oleh serangannya, mengapa kau ...."

590
Bong Thian-gak menghela napas panjang, "Sesungguhnya
aku telah berhasil melatih ilmu Tat-mo-khi-kang yang sangat
dahsyat, daya serangan Soh-li-jian-yang-sin-kang tak akan
mampu melukai isi perutku, itulah sebabnya aku sama sekali
tidak terluka tadi."
"Benarkah itu?" Pat-hubuncu kegirangan.
"Aku tidak bermaksud membohongimu, sekarang kau tak
perlu kuatir, yang perlu dirisaukan sebenarnya adalah
nyawamu sendiri." Pat-hubuncu tertawa rawan.
"Tiada berharga untuk merisaukan nyawaku, karena
nyawaku memang tiada harganya."
"Nyawa setiap manusia adalah sama, tidak dibedakan mana
yang berharga dan yang tidak. Lepaskan kain kerudungmu,
akan kulihat apakah kau keracunan atau tidak."
Pelan-pelan Pat-hubuncu melepas kain kerudungnya,
kemudian menjawab, "Perut bagian bawahku terkena
pukulan."
Dengan menggunakan sepasang matanya yang mampu
melihat dalam kegelapan, ujarnya sambil tertawa, "Wajahmu
amat cantik, beruntung sekali kau pun tidak terkena serangan
racun Ji-kaucu."
"Ah, Siangkong pandai menggoda orang."
"Ayo kemarilah, kubantu dirimu mengobati luka yang kau
derita."
Sambil berkata pemuda itu lantas menempelkan telapak
tangan kirinya ke atas perut bagian bawah nona itu, segulung
hawa panas segera memancar keluar dari telapak tangannya
dan menyusup serta menyebar ke dalam tubuh Pat-hubuncu.
Tindakan yang diambil anak muda itu kontan saja membuat
berdebar jantung Pat-hubuncu, merah padam wajahnya
lantaran jengah.

591
Selama hidup belum pernah dia berdempetan dengan lelaki
mana pun, apalagi telapak tangan Bong Thian-gak menempel
di atas perut bagian bawahnya yang merupakan daerah rawan
dan menimbulkan napsu birahi.
Dengus napas Pat-hubuncu segera bertambah cepat, dia
pejamkan matanya dan hampir lupa dengan rasa sakit yang
dideritanya, suatu perasaan yang tak terlukiskan dengan katakata
segera menyelimuti perasaannya.
Secara diam-diam ia menyambut kenikmatan itu tanpa
berkata-kata, sayang sekali keadaan itu tidak berlangsung
lama karena Bong Thian-gak menarik kembali tangannya
sambil berbisik, "Nah, sudah selesai, keadaan lukamu
sekarang sudah tidak membahayakan lagi, kau boleh pulang."
Merah padam wajah Pat-hubuncu, untung saja pada waktu
itu malam sangat gelap sehingga keadaannya tidak kentara.
Diam-diam ia menarik napas panjang, "Betul juga, hawa
sudah dapat berjalan lancar tanpa hambatan." Hal itu
membuatnya sangat kagum.
"Budi pertolongan Siangkong takkan kulupakan untuk
selamanya, aku ...."
"Kau tak perlu memikirkan hal itu dalam hati," tukas Bong
Thian-gak sambil menggeleng kepala, "korban yang jatuh
pada malam ini cukup besar, hal itu membuat hatiku amat tak
enak ... oya betul! Aku belum bertanya siapa nama nona dan
jabatanmu dalam perguruan Hiat-kiam-bun."
"Aku adalah Pat-hubuncu, sejak kecil sudah mendampingi
Cong-hubuncu, dia memanggil aku Siau Gwat-ciu!"
"Selama ini Cong-hubuncu kalian selalu mengosongkan
jabatan ketua, kesetiaan kalian benar-benar mengagumkan."
"Siangkong," tiba-tiba Pat-hubuncu bertanya. "Darimana
kau tahu tentang asal-usul perguruan Hiat-kiam-bun kami
dengan begitu jelas?"

592
Bong Thian-gak tersenyum.
"Gwat-ciu, kau cepat pulang saja, kita pasti akan bersua
kembali di masa mendatang, maaf kalau aku harus mohon
pamit terlebih dahulu."
Seusai perkataannya, dia lantas pergi dari situ.
Tentu saja dia lantas pulang ke kuil Hong-kong-si.
Setelah menempuh perjalanan semalam suntuk, ditambah
pula menderita pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang dari Si-hunmo-
li secara telak, kendati tidak mengakibatkan Bong Thiangak
terluka, dia belum lega rasanya sebelum bersemedi
barang setengah jam.
Oleh karena itu begitu usai bersemedi dia tertidur nyenyak
saking lelahnya.
Ketika ia mendusin beberapa waktu kemudian, suara
ketukan pintu bergema dari luar ruangan. "Siapa?" tegurnya
kemudian.
"Aku, Hong-hong," suara merdu terdengar dari luar.
"Ada urusan apa?"
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat Terbaik : Pendekar Cacat 4 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat Terbaik : Pendekar Cacat 4 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cerita-silat-terbaik-pendekar-cacat-4.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat Terbaik : Pendekar Cacat 4 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat Terbaik : Pendekar Cacat 4 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat Terbaik : Pendekar Cacat 4 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cerita-silat-terbaik-pendekar-cacat-4.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar