“Memang! tapi maju lebih selamat dan pada mundur!”
sahut Koan San gwat.
“Apa maksud ucapan Ling cu?” bertanya Lu Bu wi tidak
mengerti.
Kata Koan San gwat: “Aku menyesal membawa kalian
berdua masuk kedalam pertikaian ini, tapi urusan sudah
terlanjur, meski sekarang masih ada kesempatan mundur, tapi
mereka pasti tidak tinggal diam, mereka di pihak gelap kita
menjadi empuk belaka, ada istilah lebih baik nekad menerjang
masuk, mari kita lihat apa sih yang terdapat didalam sana?”
“Kalau begitu terserah perintah Ling cu,” kata Lu bu wi.
Lau Sam thay menimbrung: “Jiwaku ditolong oleh Ling cu,
selanjutnya apa yang Ling cu ingin lakukan bolehlah….”
Dengan langkah lebar Koan San gwat mendahului masuk
kedalam pintu, unta sakti juga mau ikut, segera Koan San
gwat menepuk lehernya seraya berkata : “Sahabat tua, kau
tunggu saja disini, jikalau aku tidak bisa ke luar, kau tahu
bagaimana kau harus berbuat bukan?”
Unta sakti manggut manggut. Maka rombongan mereka
lantas lenyap dibalik pintu.
Di dalam ruang pendopo yang amat luas, banyak orang
sedang duduk berkeliling, mereka duduk berhadapan satu
sama lain .
Lok Saiu hong duduk disamping Koan San gwat,
sebelahnya Lu Bu wi dan Lau Sam thay, dibelakang mereka
duduk pula Ban li bu in dan It lun bing gwat, mereka duduk
setengah bundar.
Dihadapan mereka Ki Houw, hanya Rasul ungu yang berdiri
tegak di dampingnya, setelah hening sejenak, Ki Houw mulai
buka suara, katanya : “Apa saja yang ingin kau ketahui?”
Koan San gwat berpikir sebentar lalu bertanya “Dimanakah
Siau se thian berada?”
Di puncak Sin li hong di gunung Bu san dalam kabut mega
nan putih!”
“Apakah guruku juga ada di sana?”
“Sudah tentu! Dia sudah satu Hwe cu periode yang lalu.”
“Untuk apa dia berada disana?”
“Menikmati hidup bahagia.”
“Apa gerangan yang terjadi dengan Liong hwa hwe?”
“Sebuah serikat atau organisasi yang sangat rahasia dan
menakjupkan, anggotanya segala golongan dari tokoh tokoh
silat aneh berbagai tempat, hanya beberapa gelintir orang
punyu nama, di Kangouw, umpamanya gurumu adalah salah
satu diataranya…”
“Masih ada siapa lagi ?”
“Hal itu tidak bisa kujelaskan!”
“Apa pula yang terjadi dengan Hong sin pang ?”
“Liong hwa hwe ada seratus delapan anggota, terbagi Sian
( dewa ), Mo ( iblis ) dan Kui (setan ) san pang (tiga tingkat).
Sian pang ada tiga puluh enam, Mo pang ada tujuh puluh dua,
kedua pang jni dinamakan Hong sin pang. Masih ada lagi wakil
pang. Ia yang disebut Kui pang, para petugas macam Sip cay
yu hun dan lain lain itu termasuk anggota Kui pang…..”
Apa yang didengarnya persis dan hampir sama dengan
dugaan Koan San gwat semula, maka ia bertanya lebih
mendalam: “Bagaimana membedakan Mo pang dan Kui pang
?”
“Menurut kepandaian silat mereka, yang berkepandaian
tinggi masuk daftar Siang pan, kalau sedang masuk Mo pang,
kalau lebih jelek lagi Kui pang, tapi dalam hal ini ada batas
yang cukup keras. Liong hwa hwe membuka rapat anggota
setiap dua puluh tahun sekali, pada waktunya tentu terjadi
banyak perubahan, misalnya ada anggota Sian pang yang
melorot, ada pula anggota Mo pang yang naik pangkat…”
“Kau sendiri ditingkat mana?”
“Aku disebut Thian ki mo kun, sudah tentu berkedudukan di
Mo pang, malah aku menjadi pemimpin dari kawanan iblis ini,
bagi seluruh warga Mo pang, aku punya hak kuasa yang tak
dapat dilawan mereka.”
“Ibuku, bibi dan pamanku adakah juga termasuk tingkat Mo
pang?” tiba tiba Lok Siau hong menyeletuk.
“Benar, maka mereka pun harus perintahku.”
“Kalau Ouw hay it siu bagaimana?”
“Dia termasuk tokoh dalam Sian pang!”
Lok Siau hong mendengus, jengeknya menjebi bibir :
“Manusia keparat yang tidak becus itu juga bercokol di Sian
pang?”
Ki Houw tertawa besar, ujarnya : “Benar, maka tadi
kukatakan Mo belum tentu lebih rendah dari Sian. Kehidupan
kaum iblis semestinya jauh lebih menyenangkan dari alam
kedewaan, kalian sudah melihat dua bait syair diatas pintu
gerbang itu bukan, itu lebih membuktikan bahwa ucapanku
bukan bualan belaka.”
Koan San gwat merenung lalu tanyanya pula : “Kecuali
punya hak kuasa di Mo pang, dapatkah kau mengurus orang
lain?”
“Dalam hal ini perlu kujelaskan, kecuali kedudukan mereka
dalam Mo pang akupun menjadi Si hoat ciang sing ( pelaksana
hukum) dalam Hong sin pang, maka semua tokoh tokoh dalam
Sian dan Mo aku dapat bertindak terhadap mereka, cuma
terhadap tokoh tokoh dalam Sian pang sedikit banyak aku
berlaku rada sungkan …”
“Apakah guruku iuga dapat kau kekang dengan jabatanmu
itu?”
Sedikit berubah air muka Ki houw, sahutnya tersekat
“Tidak! Kedudukannya sebagai Hwe cu, tingkat ini sejajar
dengan aku, siapapun tiada hak mengurusi orang lain!”
Mendadak it lun bing gwat menyeletuk bicara: “Tapi Hwe
cu punya hak membatasi segala gerak gerikmu bila perlu
kaupun harus mendengar perintah Hwe cu.”
Ki Houw kelihatan marah serunya: “Liong hwa hwe yang
akan datang, aku punya banyak kesempatan untuk merebut
kedudukan Hwe cu itu, tatkala itu aku tidak akan dicemooh
dan dirintang oleh mereka.”
Tiba tiba Koan San gwat meninggikan suaranya bertanya :
“Siapakan pendiri Liong hwa hwe ini?”
Berubah air muka Ki Houw, It lun dan lain lain, malah Ban li
lebih emosi teriaknya bengis : “Bocah keparat! Kau dilarang
tanya hal itu!”
Koan San gwat jadi heran, katanya : “Apakah benar tidak
boleh tanya hal itu?”
“Benar.” Ki Houw dengan muka kelam. “Ini larangan yang
paling keras, sekarang kau sudah belum masuk anggota,
maka kau tidak terhukum, kau sudah melanggar larangan
paling besar!”
“Kulau begita ganti pertanyaan lain, Kuasa yang paling
tinggi dalam Hong sin pang?”
Sejenak ragu ragu akhirnya Ki Houw menjawab : “Su tay
hwe cu. Mereka tidak punya kuasa kupersilakan renungkan
arti dari pada kedua hurup “Thian ki” itu.”
Koan San gwat mengejek dengan seringai dingin, katanya :
“Jadi hak kuasamulah yang tertinggi di Siau se thian !”
Benat! “sahut Ki Houw takabur, “Kecuali Thian gwat Thian
(langit diluar langit) …”
Koan San gwat melanjutkan : “Apa yang dinamakan Thian
gwat thian?”
Berubah pula air muka Ki Houw, seolah olah sudah
melanggar suatu kesalahan paling besar, kedua matanya
jelalatan celingukan kian kemari, demikian juga It lun dan Ban
li sama berubah pucat dan gemetar, mereka pasang kuping
mendengar apa apa dengan cermat.
Sesaat kemudian ditengah angkasa sayup sayup
berkumandang irama musik yang mengalun tinggi merusak
pendengaran.
Tersipu sipu Ki Houw melorot turun berlutut demikian juga
Rasul ungu seluruh tubuhnya ikut mendekam dilantai,
kepalapun tidak berani bergerak.
Irama musik itu semakin jelas dan dekat, hidung semua
orang sudah mengendus wangi semerbak. Koan San gwat dan
lain lain hanya tercengang, ditempatnya.
It lun bing gwat dan Ban Ii bu berdiri tegak meluruskan
tangan, badannya gemetar keras seperti kedinginan.
Selang sejenak pula, tampak bayangan berkelebat
diambang pintu, masuklah sepasang dayang kecil yang
menggelung rambutnya dikedua pinggir kepalanya wajah
mereka ayu rupawan, setiap orang menentang lampion
berkaca yang memancarkan cahaya terang benderang.
Dibelakang dua dayang kecil yang seraya pula, masing
masing menyanggul sebuah anglo berbentuk binatang, dari
hidung ini mengepul keluar asap wangi warna hijau. Dan yang
terakhir masuk pula seorang dara cantik rupawan
mengenakan pakaian yang molek dan cemerlang, langkahnya
enteng dan lembut tak bersuara, gayanya lemah gemulai
mempesonakan.
Pakaian yang dikenakan dara ini terbuat dari bila burung
merak yang halus dan warna warni sangat menyolok dan
indah. Sehingga tindak tanduknya bak umpama dewi
kahyangan sedang berlenggang turun memperlihatkan
keagungannya.
Begitu berada ditengah pendopo melihat Koan San gwat
duduk tegak, dara itu mengerut alis, dengan suara yang
menyedot sukma ia bertanya : “Siapakah dia ini?”
Sambil berlutut Ki Houw menjawab : “Dia ahli waris Tokko
Bing!”
“Ahli waris Tokko Bing?” tanya gadis itu menegas,
“Siapakah TokkoBing?”
Kejadian diluar dugaan dan menegangkan urat syiraf, ia
tahu akan kedudukan gadis itu tentu sangat tinggi, maka
segera ia mendahului menjawab, “O, kiranya Ui ho….” ujar si
gadis, “Hebat benar dia memilih akhli waris.”
Ucapan yang terakhir ditujukan kepada Koan San gwat,
sementara kedua matanya pelirak pelirik dari atas kebawah
mengawasi Koan San gwat, saking risi Koan San gwat balas
bertanya, “Siapa kau?”
Gadis itu tertawa nyaring, katanya. “Pertanyaan ini kurang
hormat!”
“Usiaku tidak terpaut banyak dengan kau selamanya belum
kenal lagi, tidak perlu aku sungkan dan rikuh terhadap kau.”
Gadis itu tersenyum lebar, ujarnya, “Bukankah kau hendak
bertanya Thian gwat thian, Aku inilah…”
Jawabannya ini sudah diduga oleh Koan San gwat,
munculnya gadis ini di luar dugaannya Liong Hwa hwe, Hong
sin pang, Siau se Thian dan nama nama lain sudah cukup
membuat kepalanya pusing, untunglah hari ini ia memperoleh
jawaban seluruhnya, namun diluar dugaan muncul lagi
seorang Thian gwat thian, inilah sikap dan kelakuan Ki Houw
dan lain lain menunjuk bahwa kedudukan gadis ini sangat
tinggi atau istimewa. Sementara itu gadis itu sudah berpaling
kearah Ki Houw katanya sambil tertawa manis “Mo kun
mengundang kami, entah ada petunjuk apa?”
Ki Houw berlutut kaku dilantai, suaranya gemetar: Hamba
ceroboh, usil lagi sehingga membuat kaget tuan putri…”
Gadis itu bersuara dalam tengorokan lalu katanya. “Jadi
hanya karena usil maka Mo kun mengundang kemari?”
Pucat pasi muka Ki Houw, ratapnya dengan ketakutan,
“Berat ucapan Sian cu bukan begitu maksud hamba.”
Tiba tiba sigadis muka, katanya bersungut : “Aku tidak
peduli apa maksudmu! Untung kau sebagai pelaksana hukum,
hukuman apa harus dijatuhkan terhadap orang orang yang
suka melanggar aturan dan disiplin kau paling apal! Silahkan
kau putuskan sendiri!”
Biasanya sikap Ki Houw terhadap orang lain galak dan
takabur, namun dihada pan gadis ini, ternyata bertekuk lutut
tak berani bergeming, mukanya pun pucat pias seperti mayat,
serunya gemetar : “Hamba akan mengutungi sabelah tangan
saja, bagaimana menurut Sian cu?”
Gadis itu tersenyum, ujarnya : “Bukankah putusan sudah
kuserahkan kepada kau kenapa harus tanya lagi kepadaku!”
Ki Houw kertak gigi, jari tangannya dirangkap terus
mengetuk kesiku tangan yang lain, tempat yang diarah adalah
urat pencacad tepat disaat ujung jarinya hampir mengenai
sasarannya, gadis itu mendadak membentak : “Tahan!”
Ki Houw merasa lega seperti memperoleh pengampunan,
dengan haru ia pandang sekilas kearah segadis.
Gadis iti. tertawa cekikikan katanya: “Pertemuan besar
sudah menjelang kalau sekarang lenganmu cacad tentu
membawa pengaruh besar terhadap para kerabat di Mo pang
kalian, mungkin mereka mengatakan hukuman ini kurang
adil.”
“Terima kasih sian cu” seru Ki Houw girang.
Tapi gadis ku menarik muka, katanya kereng “Jangan
sangka bahwa aku ampuni kau, undang undang harus
dilaksanakan secara ke keras dan tidak mengenal belas
kasihan baru semua orang akan menaruh hormat dan patuh.
Maka hukuman putusan lengan boleh dilaksanakan setelah
pertemuan besar itu berlangsung!”
“Hamba menerima hukuman dengan setulus hati,
mempunyai tangan kalau tidak dimanfaatkan adalah
merupakan suatu siksaan. Lalu bagaimana kau akan
mengembalikan dirimu…. bagaimana pula aku tahu bahwa
sebelum pertemuan besar itu kau benar benar tidak
melanggar laranganku?”
Seketika Ki Houw mengunjuk rasa bingung dan serba sulit,
tanyanya: “Bagaimana menurut maksud Sian cu?”
“Begini saja!” ujar gadis itu setelah berpikir sebentar, untuk
sementara kau serahkan saja padaku, nanti setelah waktunya
tiba akan kuserahkan kembali kepada kau.”
Sikap Ki Houw seperti sangat menderita, namun ia tidak
berani membangkang, terpaks ia mengiakan, Koan San gwat
keheranan dan tak habis mengerti, hanya karena menyebut
Thian gwat thian tiga huruf Ki Houw harus memperoleh
ancaman berat. Peraturan itu memang cukup kejam, apalagi
lengan merupakan salah satu anggota badan yang penting,
gadis itu berkata hendak menyimpanya sementara waktu,
akan dikembalikan pula setelah waktunya tiba, ini betul betul
merupakan suatu kejadian yang aneh dan jarang terlihat maka
dengan mendelong ia mengawasi, bagaimana cara orang akan
bekerja.
Terdengar sigadis tertawa nyaring lalu bertanya: “Kau
suduh siap belum?”
Lekas Ki Houw menekuk lengan kirinya, gadis itu memberi
tanda dengan kedipan mata salah seorang dayang membawa
lampion maju kedepan Ki Houw melolos seutas benang warna
merah amat kecil, lalu mengikat lengan Ki Houw dengan
benang merah itu.
Baru sekarang Koan San gwat paham duduk persoalannya
hatinnya: “Kiranya disimpan demikian, gadis ini berjiwa
sempit, daripada dihukum siksa demikian lebih baik dikuntungi
saja lengannya kan beres.”
Soalnya benang merah itu sangat kecil getas, dan sedikit
bergerak pasti putus, diikat kencang dan ditali pati lagi, tak
mungkin dibuka… benang sekecil itu tentu tidak kuasa
membelenggu sebuah lengan, maka dia paham betapa besar
tenaga belenggu dari seutas benang sekecil itu serta
artinya. ..”
Setelah memberi hukuman kepada Ki Houw, gadis itu
mendekat kedepan It lun dan Ban li, katanya tertawa
“Kusampaikan selamat kepada kalian, hari baik kailan sudah
hampir tlba !”
“Sampai pada waktunya, mohon bantuan Siang cu yang
berharga !” demikian sabda Ban li sambil menjura.
“Kau terlalu sungkan, aku tidak berguna yang penting
kalian sendirilah yang harus berusaha, tapi akan kuberi
kelonggaran kepada kalian, sehingga nama kalian dapat
dicantumkan lagi diatas daftar dan menghadapi i rintangan
yang tidak berarti.”
“Terima kasih Sian cu!” seru It lun bin gwat dengan haru.
Sambil tertawa halus gadis itu maju ke depan Koan San
gwat, kedua biji matanya yang bening laksana jamrud dengan
tajam mengawasi Koan San gwat rada lama kemudian baru
mulutnya mendesis perlahan “Em, baik sekali! Sikapnya
gagah dan perkasa, melebihi Ui ho, tak heran dia selalu
memuji terhadap ahli warisnya, kalau tidak, sejak dulu,
seharusnya aku sudah menjenguk kau !”
Meski Koan San gwat tahu bahwa gadis ini berkedudukan
luar biasa sikapnya yang agung dan tindak tanduknya yang
tegas, kata katanya seolah olah menjadikan dirinya sebagai
angkatan muda belaka, sudah tentu hati nya kurang senang,
maka dengan muka keteng ia bertanya lagi : “Hai, siapa
namamu?”
Gadis itu rada melengak agaknya selama hidupnya belum
pernah ia menghadapi, sikaP karang ajar seperti ini, It lun
bing gwat segera berkata : “Bocah, jangan kau berkata kasar
terhadap Sian cu…”
Gadis itu mengulapkan tangan, katanya tersenyum manis :
“Tidak jadi soal. Dia belum terhitung orang dalam, tak perlu
dikekang oleh aturan aturan dan lagi aku suka ada seseorang
bicara sama derajat dengan aku…. aku bernama Liu Ih yu!”
Dengan sikap wajar dan tenang Koan San gwat berkata :
“Aku harus panggil Sio cia atau Hujin?”
Merah wajah Lio Ih yu, sahutnya : “Soal ini tidak perlu
kujawab !”
Kata Koan San gwat tawar : “Hanya sekedar menyusuaikan
panggilan saja, kenapa tidak usah? Kalau langsung memanggil
nama rasanya rada rikuh, kalau aku harus memanggil Sian cu
seperti orang lain, aku tidak sudi.”
“Hm, baru pertama kali ini kudengar orang mengeritik aku.”
“Ya, dikata agung kau belum setaraf, dikata dewi kau
belum setimpal”
‘“Dari penilaian apa kau bilang aku tidak setimpal?” tanya
Liu Ih yu.
Koan San gwat menunjuk keempat dayang itu, katanya :
“Keluarga dewa mengutamakan kebesihan dan kesucian yang
tinggi, mana ada tontonan seperti itu.”
“Orang menjadi dewa belum tentu seperti Li Ti koay
menjadi pengemis, bukan kah dewi Koan im sendiripun
membawa pembantu yang dinamakan Sian jay dan Liong li.
Menurut hematku aturanku ini tidak keterlaluan !”
Koan San gwat jadi sebal diajak debat secara langsung ia
bertanya “Bisakah kau menjelaskan apa yang terjadi dengan
Thiaa gwat thian?”
“Suatu badan yang lebih tinggi dari Hong sin pang!
termasuk kami suheng moay tujuh orang!”
“Apa pula hubungan Thian gwat thian dengan Liong hwa
hwe?”
“Kami bertujuh yang mendirikan Liong hwa hwe, calon
Hong sin pang kami pula yang memilih….”
Koan San gwat manggut manggut ujarnya “Aku paham
sekarang. Liong hwa hwe berpusat di Siau se thia, dan kalian
menamakan diri sebagai Thian gwat thian, diatas Hong sin
pang, jadi kalian dewa diantara dewa,”
“Uraianmu hanya benar separo,” tukas Liu Ih yu. “Diantara
Thian gwat thian hanya adalah tiga orang dewa diantara
dewa, tiga yang lain adalah iblis diantara iblis, dan satu lagi
setan diantara setan, maka Hong sin pang pun terbagi atas
“Dewa”, “Iblis”, “Setan” tiga tingkat.”
Tak tertahan Koan San gwat bertanya pula “Bagaimana
azasi tujuan kalian mendirikan Liong hwa hwe ini?”
Liu Ih yu tersenyum manis katanya: “Pertanyaan ini aku
tidak mampu menjawabnya.”
Koan San gwat kecewa, ujarnya “Lalu siapa yang bisa
menjawab?”
Liu Ih yu berpikir sebentar lalu menjawab. “Persoalan di
Sian pang harus tanya kepada dewa diantara dewa, persoalan
di Mo pang tanya kepada iblis diantara iblis….”
Cepat Koan San gwat bertanya pula “Kau termasuk bagian
yang mana?”
“Orang memanggil aku Sain cu, menurut pendapatmu aku
termasuk bagian yang mana?”
“Kalau begitu baiklah aku bertanya soal yang ada sangkut
paut dengan Sian Pang saja bolehkan ?”
“Tidak boleh!” Lin Ih yu geleng kepala. “Dewa diantara
dewa ada tiga orang, aku hanya nomor dua kalau hanya
urusan sepele sih aku boleh menjawab, kalau urusan yang
lebih penting lagi, terpaksa harus bertanya kepada Suciku!”
“Dimana ia berada?”
“Tentunya di Siau se thian, api kau tidak mungkin bisa
bertemu dengan dia kecuali disaat Liong hwa hwe dibuka dia
akan tnrun dan hadir serta berhadapan dengan semua
hadirin.”
“Kapan pertemuan besar itu diadakan??”
“Tanggal sembilan belas bulas sembilan”. “Apakah kau
akan datang?”
“Ya, aku akan datang, karena aku ingin bertemu dengan
guruku.”
“Baiklah, kami bertemu pula pada waktu itu. Meski kau
bukan orang dalam, ambil lah tanda pengenalku ini segala
rintangan tiada menjadi persoalan bagi kau, sekarang harus
kembali,” lalu dari ikat pinggangnya ia melepas sebentuk
mainan kalung terbuat dari batu jade terus diangsurkan, tanpa
sungkan Koan San gwat menerimanya, sekali berkelebat
badan Lin Ih yu tiba tiba lenyap dari depan matanya.
Demikian juga kempat dayang kecil itupun ikut lenyap.
Sekian lama Koan San gwat duduk terbengong seperti
orang linglung, sementara itu Ki Houw merangkak bangun dari
lantai, karena lengannya terikat benang maka gerak geriknya
sangat lamban dan hati hati sekali, seolah olah takut kalau
benang itu putus. Dengan mendelik ia mengawsai mainan
kalung kalung ditangan Koan San gwat, matanya
memancatkan dendam sakit hati yang berlimpah limpah.
Terdengar Ban li bersuara, dengan rasa iri “Bocah,
sungguh besar rejekimu, kau berkesempatan jumpa dengan
Sian cu, malah Liong hwa giok pwe miliknya itu diberikan
kepada kau……..”
“Apa gunanya Giokpwe ini?” tanya Koan San gwat tidak
mengerti.
Bang li menjelaskan. “Giokpwe taau merupakan simbul
kebesaran tertinggi, hak kekuasaannya teramat besar, seluruh
tokoh Hong sin pang harus patuh dan tunduk akan
perintahmu, sampai gurumu sendiripun tidak terkecuali!”
Koan San gwat, kurang percaya : “Hanya sebuah Goik gu
ini masa mengandung kebesaran sedemikian besarnya?”
“Melihat Giok hu atau simbul kebesaran itu berarti
berhadapan langsung dengan Sian cu!”
Koan San gwat terlngong sebentar, lalu menghitung waktu,
katanya “Hari ini tanggal Sembilan, sisa waktu tinggal sepuluh
hari, dapatkah kita menyusul tiba pada saatnya ?”
“Waktu masih cukup lama asal kita melakukan perjalanan
lewat darat dan tak sudah sepuluh hari kita sudah tiba di Bu
san,” demikian Ban li menjelaskan pula “Waktu memang
masih cukup panjang tapi jangan ayal ayalan, kalau kau tiada
urusan lain sekarang juga kita harus berangsur, toh
pertanyaan yang ingin kau ketahui sudah cukup kau ketahui,
pertanyaan yang lain ku kira tiada orang yang bisa menjawab
lagi…” demikian It lun ikut menimbrung.
Koan San gwat merenung sebentar lalu berkata kepada Ki
Houw “Apakah kau juga hadir dalam Liong hwa hwe nanti?”
Ki Houw menjengek gusar : “Kau sudah tahu masih tanya
segala, sebagai pertolan Mo pang, mustahil bila aku tidak
hadi.”
“Baik sekali! Tiba saatnya kuperintahkan kau bawa Khong
Ling ling, pertikaiannya dengan pihak Ciong lam pay harus
kuselesaikan!”
Ki Houw bermuka masam, sahutnya dingin : “Berdasar apa
aku harus dengar perintah mu!”
Koan San gwat anggap Giok hu pemberian Liu Ih yu, Ki
Houw bungkam dan tak tunduk tidak berani bersuara lagi,
kata Koan San gwat tertawa : “Disamping soal itu, kau harus
bertanggung jawab pula pada dua urusan lain!”
Ki Houw kertak gigt, desisnya : “Sekarang kau bisa main
kuasa, coba katakan!”
Koan San gwat dengan sikap sungguh sungguh : “Pertama,
sebelum tiba saatnya pertemuan besar itu, Giok hu
ditanganmu itu tidak berlaku lagi, tatkala itu……”
“Tatkala itu aku akan mencarimu, untuk membuat
perhitungan, “ tukas Koan San gwat “Kau harus siap
membereskan persoalan kita!”
“Lalu bawa orang orangnya keluar dari pendopo besar ini
langsung keluar dari Thian ki piat hu, alat rahasia dan segala
aral rintang yang terdapat dì hutan pekatpun sudah ditarik
semua, maka dengan gampang mereka bisa melintas lewat
dan sampai diluar dengan selamat.”
“Untung Giok hu itu melindungi kita kalau tidak jalan
kembali ini entah harus menghadapi bahaya apa saja…”
begitulah ujar Bin li sambil menghela napas lagi.
Mendadak tergerak hati Koan San gwat, tanyanya: “Masih
ada sebuah pertanyaan, apa boleh kuajukan?”
“Kau membawa Giok hu itu, kan kuasa memerintah kami
melakukan apapun yang kau inginkan!” sahut Ban li tertawa.
“Main perintah aku tidak berani. Aku hanya teringat suatu
kejadian aneh, tadi Ki Houw ketelanjuran mengatakan Thian
gwat thian, tak lama kemudian Lan Ih yu lantas muncul
bagaimana dia tahu secepat itu?”
Ban li menjawab hidmat: “Ini, Lohu tidak tahu, tapi ketiga
huruf itu tidak boleh sembarangan diucapkan, hanya di Liong
hwa hwe saja boleh bicara secara bebas, kalau sebaliknya
hukumannya adalah mati, dalam Hong sin pang, lapis
mengendalikan lapis, jadi yang bawah selalu digencet dari
atas, gerak gerik harus hati hati, maka rahasia ini bisa
dikendalikan sampai lama …”
Koan San gwat mengeleng kepala katanya: “Maksudku
dengan cara bagaimana Liu Ih yu bisa kebetulan datang !”
Berubah air muka Ban li, sahutnya “Hal ini Lohu benar
benar tidak tahu, seluruh anggota Liong hwa hwe selamanya
tidak berani menyinggung ketiga huruf itu, karena
hukumannya berat. Para Sian cu seolah olah setiap waktu
selalu mengontrol dan mengawasi segala gerak gerak kita….”
Koan Sangwat uring uringan, katanya:
“Mereka hanya bertujuh mana mungkin dapat
mengendalikan ratusan orang ….”
Ban li gemetar dan berubah pucat, sahut nya: Maaf Lohu
tidak berani banyak bicara kau dilindungi oleh Giok hu itu,
sebaliknya Lohu masih ingin hidup beberapa tahun lagi.”
Terpaksa Koan San gwat tidak banyak tanya lagi, setelah
mereka tahu meninggalkan sarang iblis itu, lalu ia berkata
kepada Lu Bu wi: “Khong Ling ling tiada disini segala rencana
yang kita atur itupun tiada gunanya lagi harap Ciangbunjin
mengumpulkan seluruh anak murid kalian, mau membuat
rencana lain,” lalu ia tarik Lu Bu wi kesamping diajak bicara,
kelihatannya Lu Bu wi mengalami kesulitan.
Maka Koan San gwat berkata : “Ciangbunjin, tidak usah
kuatir, aku sudah berpesan kepada Ki Houw, mereka pasti
tidak akan berani bertindak terhadap kalian.”
Lu Bu Wi mangut mangut terus membalikkan tubuh tinggal
pergi, Lau Sam thay ikut bersamanya.
Lok Siau hong yang suka usil ini bertanya : “Koan toako
apa yang tsdi kau rundingkan dengan mereka?”
Koan san gwat tertawa tawa ujarnya “Hal ini tidak boleh
bocorkan, Liong hwa hwe selalu bertindak misterius, maka aku
pun perlu berlaku ketat dan main sembunyi untuk menghadapi
mereka bila sampai waktunya pasti kita bisa memperoleh
perlindungan!”
Lok Siau hong jadi mangkel sambil membanting kaki ia
berlari berjalan didepan seorang diri.
Tanggal sembilan belas bulan Sembilan, Tabir misteri di
puncak Sin li hong akan segera tersingkap, disaat pertemuan
besar yang serba misterius itu Koan San gwat menunggu unta
saktinya di sampingnya Lok Siau hong bercokol dipunggung
kuda, mereka berjalan pelan pelan dibawah petunjuk It lun
dan Ban li yang jalan di muka jalan pegunungan sunyi senyap,
lewat jalan yang berliku liku tidak rata itu hanya terdengar
derap kaki kuda tunggangan Lok Siau hong membelah
kesunyian dialam pegunungan.
Sepanjang jalan ini, banyak orang aneh yang bertindak
tanduk aneh mereka jumpai ia tahu betapa penting dan
gentingnya peretemuan besar itu, maka Lu Bu wi dan Lau San
thay ia tugaskan dalam urusan lain, karena ikut akan
merupakan beban saja, malah sebelumnya ia sudah mengatur
rencana yang cukup baik, bila perlu rencana ini dapat
membawa banyak bantuan bagi mereka.
-oo0dw0oo-
Jilid 11
SEMAKIN menanyak tinggi perjalanan semakin sukar, angin
pegunungan menghembus semangkin keras, It lun dan Ban li
melangkah mangkin cepat lagi, unta sakti dapat berlenggang
seenakanya saja tanpa kepayahan adalah kuda Lok Siau hong
mangkin ketinggalan jauh, napas sudah engos engosan kuda
itu tidak kuasa berjalan ditempat sukar.
Koan San gwat lantas berseru kearah depan: “Cianpwe
mohon berjalan pelan pelan saja…”
Ban li berteriak dengan gelisanh. “Liong hwa hwe akan
dibuka nanti lohor, sekarang hampir setengah hari kalau
terlambat kita tidak bisa masuk, harapan kita selama
beberapa tahun akan menjadi nihil sama sekali.”
Terpaksa Koan San gwat berkata kepada Lok Siau hong,
“Tinggalkan kudamu, duduklah dibelakangku “
Memang Lok Siau hong sudah mangkel menghadapi
kudanya yang bandel ini, dengan tertawa riang segera ia
melompat naik kepunggung unta dan duduk dibelakang Koan
San gwat, kedua tangannya menyikap pinggang orang.
Meski ditambah satu orang lagi, langkah unta sakti masih
ringan dan cepat laksana terbang, dua orang didepan itu
malah berlari makin kencang.
Waktu matahari tepat bercokol ditengah cakrawala
merekapun sudah tiba didepan sebuah papan baru besanyang
berdiri tegak di pinggir jalan, diatas batu diukir tiga huruf yang
bercoret indah dan dalam, ketiga huruf itu berbunyi “Siau ae
thian!”.
Kecuali dua barisan anak anak kecil berdiri jajar terbagi
dua, seorang whesio berdiri tegak ditengah jalan, whesio ini
bukan lain adalah Go hai ci hang yang telah menuntun mereka
memasuki hutan pekat di Kiam bun san tempo hari. Sambil
menghela napas lega Ban li berkata: “Untung belum
terlambat!”
Memandang kearah mereka Go hay cu hang berkata sambil
menarik napas: “Baru saja Lolap bersyukur kukira kalian sudah
melihat keseluruhannya, siapa tahu ternyata masih….”
“Kepala gundul.” tukas Ban li dingin : “Tak usah kau umbar
budi darmamu terhadap kami, memang kami sengaja
menjebloskan diri! nanti malah kami mengharap kau memberi
kelonggaran atau bila sebalikanya kami mohon supaya kau
suka mempersembahkan demi arwah kami!”
Go hai chiang menghela napas tanpa bersuara, matanya
beralih kearah Koan San gwat dan Lok siau hong, “untuk apa
kalianpun datang kemari?”
Koan San gwat sudah merasa simpati padanya, lekas saja
ia berkata ”Wanpwe datang untuk tambah pengalaman!”
“Omitohud! Tempat terlarang ini paling banyak
memusingkan kepala, kenapa kalian mencari kesukaran
malah!’
“Baik buruk tergantung mulut berkata, kesulitan karena
tingkah laku yang suka ugal ugalan, soalnya wanpwe tidak
dapat mengendalikan diri, aku ingin menyelidiki beberapa hal
yang mencurigakan, terpaksa kami ikut menerobos
kemari!” demikian.
“Gampang masuk kedalam pintu, keluar sesulit manyat
langit. Kebetulan Lolap ditugaskan menyambut tamu, kuberi
nasehat kepada kalian berdua lekaslah kembali saja, persoalan
dunia ini memang…..”
Cepat Koan San gwat menyambung. “Ti dak seperti
kehidupan bebas para dewata Harap loa suhu suhu memberi
jalan!”
“Dengan baik hat Lelap menasehati kalian tapi kalian masih
berkukuh terpaksa kujalani aturan disiplin disini.”
“Kepala gundul! Jangan kau banyak cingcong, mereka
membawa Giok hu milik Sian cu, berani kau melarang mereka
masuk?” Ban berseru gusar.
Terpaksa Koan San gwat keluarkan Giok hu dan
diangsurkan kedepan, Go hay ci hang, berubah air mukanya,
katanya menghela napas panjang : “Ai, takdir menghendaki
demikian, buat apa kau banyak kata lagi. Mari, silakan !”
sembari berkata ia membungukan tubuh lalu menyingkir
kesamping. Lekas Koan San gwat membalas hormat. Anak
anak kecil laki perempuan itupun ikut menjura hormat. Maka
terdengarlah musik mengalun mengiringi perjalanan mereka
yang dipimpin dua anak kecil laki perempuan yang membawa
taburan kembang.
“Untuk apa itu?” tanya Koan San gwat melengak.
“Kalian ada membawa Giok hu milik Sian cu maka termasuk
tamu agung dalam pertemuan besar ini, menurut aturan
taburan kembang harus menunjuk jalan diiringi alunan musik
gembira. Silakan!” Koan San gwat mengatakan sambil
menyatakan terima kaih, lalu sambil menarik untanya ia
mendahului melangkah kedepan menerobos kabut tebal yang
mengembangkan di jalan berliku, tak berapa lama kemudian
tiba tiba pandangan mereka menjadi lebar dai terang, kabut
dan mega hilang sama sekali, kiranya mereka sudah dipinggir
lapangan luas.
Dilapangan besar ini hadir banyak terdiri dari berbagai rupa
dan golongan, kebanyakan berusia lanjut atau pertengahan
umur hanya beberapa pemuda yang hadir, mereka terbagi
beberapa kelompok dan sedang mengobrol atau tercakap
cakap, entah duduk entah berdiri.
Dilapangan besar sudah berderet meja kursi yang sudah
siap ditaruh makanan dan buah buahan yang aneh, perjamuan
belum di mulai, maka meja meja itu masih penuh dan
lengkap.
Banyak pelayan pelayan kecil laki perempuan berpakaian
seragam yang hilir mudik mempersilahkan para hadirin
menempati meja kursi itu.
Karena mendengar iringan musik, semua hadirin kaget dan
menoleh heran dengan pandangan aneh dan sikap yang lucu.
Koan San gwat bersikap wajar dengan sorot matanya ia
menjelajah keseluruh pelosok, tiba tiba dilihatnya Peng Kiok
jin Lok Heng kun, Lok Siang kun dan Liu Ju yang berkumpul
dengan beberapa orang pertengahan umur lainnya, entah apa
yang mereka bicarakan dengan bisik bisik. Tergerak hati Koan
San gwat, baru saja ia hendak menghampiri, lekas Peng Kiok
jin memberi syatat dengan kelapan tangan merintangi
maksudnya.
Demikian juga Lok Sian hong dìdelikì oleh Lok Hang kun
sehingga tidak berani banyak bertingkah, dengan uring
uringan ia menggerutu : “Kenapa ibu tidak hiraukan aku lagi?”
“Mana aku tahu, tapi kukira mereka punya alasan, sekarang
tak usah kau gelisah, nanti kalau ada kesempatan tanyakan
kepada mereka….” Saat mana mereka sudah tiba dihadapan
sebuah meja batu, Koan San gwat melompat turun, di sini
Koan San gwat dibuat melongo dan kaget, karena tidak jauh
disebelah sana dilihatnya Thio Hun cu juga sedang menduduki
sebuah meja tersendisi, dengan nanar matanya sedang
mengawasi diri nya.
Tampak oleh Koan San gwat air muka Thio Hun cu pucat
dan badannya rada kurus namun semangatnya kelihatan lebih
menyala kulit mukanya yang kekuning kuarngan itu kelihatan
bersemu merah setelah saling berpandangan sekian saat,
akhirnya Koan San gwat maju menyapa : “Paman Thio!
Bagaimana kau pun disini?”
Thio Kun cu bergelak tawa ujarnya: “Hah kiranya kau
adanya, sejak tadi kuamat amati kau, kelihatannya mirip tapi
aku belum yakin….”
Koan San gwat melongo, tanyanya : “Paman! Kami
berpisah baru setahun lebih, apakah Siautit ada banyak
perobahan?”
“Perubahan sih tidak begitu besar, cuma aku sulit percaya
kau masih bidup…… kalau begitu, nenek tua di Kun lun san
itu memang cukup lihay?”
Koan San gwat terlongong sejenak lalu katanya
“Kepandaian pengobatan Soat lo Thay thay memang cukp
lihay, setelah makan waktu satu tahun baru berhasil
menyembuhkan seluruh penyakitku…”
Thio Hun cu bersuara dalam tenggorokan wajahnya
menunjuk mimik yang aneh dan lucu, lalu dengan sikap acuh
tak acuh ia bertanya: “Dimana Ceng ji? Kenapa kau tidak ikut
kemari?”
Menyinggung Thio Ceng Ceng Koan San gwat jadi
melengak, betapa besar cinta gadis itu terhadap dirinya,
sebalikanya selama perjalanan dirinya terlalu sibuk memikirkan
persoalan Liong bwa hwe jarang sekali ia teringat dan
memikirkan keselamatannya, kini setelah ditanyakan baru ia
benar benar merasa menyesal, setelah berpikir ia baru
menyahut: “Adik Ceng beberapa waktu yang lalu sudah
berpisah dengan aku, entah kemana dia pergi…”
Sikap Thio Hun cu masih tenang dan wajar, katanya “O,
bukankah dia begitu terpincut kepada kau? Terhadap ayah
kandung nya sendiripun dia berani membangkang dan
mendurhakai, bagaimana mungkin dia rela berpisah dengan
kau?”
Koan San gwat jadi mendongkol, suaranya meninggi dan
ketus, katanya “Justru gara gara paman pula sehingga adik
Ceug nekad meninggalkan aku…”
Thio Han cu tertawa sambil menggelengkan kepala,
katanya : “Masa terjadi hal demikian, setahun yang lalu dia
sudah mengakui aku ayah kandungnya ini….”
Persoalan lama itu Koan San gwat tahu jelas, maka melihat
sikap dingin Thio Hun cu ia kurang senang, debatnya : “Meski
adik Ceng mengingkari maksud dan kehendak paman, tulisan
yang dia tinggalkan untuk paman kan sudah menjelaskan
secara gamblang, semestinya paman mamaafkan dia……”
“Bukan soal memberi maaf, soalnya aku anggap urusan
sudah terlanjur, apa itu hubungan kandung sedarah daging,
kenyataan palsu belaka, yang paling penting dan diutamakan
bagi anak gadis sekarang bukan lain adalah pujaan hatinya,
dengan susah payah orang tuanya mengasuh dan
membimbingnya menjadi besar, setelah besar rela minggat
dengan seorang laki laki yang bara saja dikenalnya, budi
kebaikan orang tuanya, sudah dilupakan sekali, anak
perempuan diseluruh kolong langit kebanyakan demikian,
maka akupun tidak perlu merasa sedih bagai urusan anak
Ceng lagi!”
Karuan merah muka Koan san gwat, ucapan Thio hun cu
terang sepihak dan berat sebelah, namun apa yang diucapkan
menang ada benarnya, setelah termenung sebentar akhirnyi
Koan San gwat menjawab: “Asal paman sudi mengingat
perjodohan paman dengan bibi diwaktu muda dulu, maka
semestinya kau ikan merasa iba dan simpati akan nasib adik
Ceng sekarang…”
Berubah air muka Thio Hun cu, katanya: “Terhadap
pengalamanku dulu agakanya kau sudah tahu semunya?”
“Benar Soa lo Thay thay sudah mengakui adik Ceng
sebagai cucunya malah seluruh kepandaian keluanga Soat
sudah beliau ajarkan kepada adik Ceng….
Kecuali ilmu pengobatan, kepandaian lain keluanga Soat
lumayan saja tiada perlu dibanggakan… oh, tadi kau katakan
anak Ceng lari pergi lantaran aku sebetulnya apakah yang
terjadi?”
“Seharusnya tanya kepada paman sendiri, apa saja yang
paman lakukan selama bulan bulan lalu?”
“Tiada apa apa yang kulakukan!”
Sesaat Koan San gwat tidak berani memastikan bahwa
kejadian itu memang perbuatan Thio Hun cu, maka dengan
menekan sabar ia bertanya lebih lanjut: “Apakah dalam waktu
dekat ini paman bertanding keberbagi partai golongan besar?”
“Tidak salah! bertanding, aku cuma memilih beberapa
diantaranya untuk jalan jalan saja!”
“Jadi betul kalau begitu!”
“Betul atau tidak apa segala, coba jelaskan lebih lanjut!”
“Mencelakai para Ciangbunjin dari berbagai partai dan
golongan besar, merebut barang pusaka atau buku rahasia
pelajaran silat mereka …”
“Uraiamu kedengarannya seperti menusuk kuping, duduk
perkara sebenarnya tidak begitu penting dan seberat apa yang
kau katakan…”
“Anak murid berbagai partai dan golongan itu tersebar luas
mencari jejak paman….”
“Silahkan kau pergi mencari kabar pula, para Ciangbunjin
itu sudah kembali, malah memperoleh hasil yang baik dan
bermanfaat bagi mereka, perbuatanku itu bertujuan baik dan
menguntungkan mereka…”
Sambil menahan amarah Koan San gwat menekankan
“Tiong sian Taysu dari Siauw lim si diracun hingga lumpuh,
Thian Ki Totiang dari Butong mati keracunan, apakah
perbuatan paman itu baik dan menguntungan mereka ?”
“Hal itu ada sebab musabab lainnya, kalau kau tidak
percaya silahkan kau meluruk kesana dan tanyakan sendiri,
merek sudah memilh Ciang bunjin yang baru, asal mereka
membaca surat warisan kedua tokoh itu, pasti mereka tidak
akan benci kepadaku!”
Melihat orang bicara dengan tenang dan mantap Koan San
gwat ragu ragu dan tertegun sesaat kemudian ia bersuara
pula: ‘“’Lalu peristiwa yang menyangkut pihak Bu khek kiam
pay dari Im san, cara bagaimana paman memberi
penjelasan?”
Thio Hun cu membalikan matanya, dengusnya “Apa itu Bu
Khek kiam pay dari Im san bahwasannya aku belum dengar
adanya golongan pedang itu ?”
Koan San gwat berkata gusar. “Disana …… memperkosa
putrid terkecil Ciang bun jin Im Siok kun yang bernama Im Le
hoa, gadis itu kau guna guna, sedang tekun dan penuh kasih
mesra menunggu kedatanganmu…”
“Bohong!” sentak Thio Han cu dengan berubah marah,
“Kau anggap apa aku ini?”
“In Siok kun teramat benci ketulang sumsummu, apakah
kejadian ini hanya tipuan belaka?”
“Selamanya aku belum pernah melihat Im Siok kun, dan
tak mungkin aku Melakukan perbuatan lakanat macam itu,
mungkin mereka salah melihat orang.
“Menurut apa yang digambarkan Im Siok kun aku yakin
bahwa orang itu memang benar kau adanya.”
Thio Hun cu berpikir sebentar lalu katanya: Urusan ini
masih banyak segi liku liku nya yang harus kuselidiki, nanti
sebentar mungkin bisa dibikin jelas …. sungguh tidak nyana
terjadi peristiwa macam itu, kelihatan nya, memang tahu,
orang tahu muka tidak tahu hatinya…”
Koan San gwat tertegun dibuatnya, tanyanya: “Pa……man,
apakah yang telah terjadi?”
Sekarang jangan banyak tanya, cepat atau lambat aku pasti
akan menyelesaikan urusan ini… . jadi karena urusan ini anak
Ceng…“
“Benar!” sahut Koan San gwat manggut, “Urusan ini
merupakan pukulan berat bagi sanubari adik Ceng, dengan
nekad dan marah marah ia tinggal pergi, begitu saja katanya
hendak mencari paman….“
“Buset! “dengus Thio Hun cu, “Terhadap ayah sendiripun ia
kurang pengertian,” berhenti sejenak lalu ia bertanya pula
“Kalau kaupUn membiarkan dia pergi begitu saja ?”
“Tidak! Hwi thian ya ce Peng Kiok jin cianpwe ada ikut dan
memberi perlindungan. Akulihat Peng cianpwe juga ada disini,
sebentar nanti akan kutanyakan, dimana sekarang adik Ceng
berada?”
“Sabar! Sabar!” ujar Thio Hun cu geleng kepala, “Masih
banyak urusan yang harus di selesaikan, sementara tak usah
perdulikan urusan kecil itu!”
Koan San gwat bertanya : “Untuk apa paman kemari? Apa
kau pun sudah menjadi anggota Liong hwa bwe?”
“Boleh dikatakan demikian,” sahut Thio Hun cu, “Sekarang
aku belum menjadi anggota nanti sebentar akan. …jangan
bicara soal ini! kau sendiri sudah tiba disini, tentu kau tahu
tidak boleh sembarangan omong tentang persoalan itu, duduk
dan menontonlah dengan tenang? kau akan paham
sendirinya.”
Bimbang Koan San gwat dibuatnya, duduk menepekur
sebentar, tiba tiba didengarnya suara gendrang dipukul
bertalu talu, suasana seketika menjadi sepi dan hening, semua
berdiri meluruskan tangan, wajah kelihatan tegang dan
hikmat.
Thio Han cu ikut berdiri, dengan lirikan mata ia memberi
isyatat kepada Koan San gwat supaya ia berdiri, terpaksa ia
menurut. Diatas panggung batu besar ditengah lapangan
berdiri dua baris anak anak kecil laki perempuan berseragam
mewah dan perlente, salah seorang anak perempuan dengan
nada melengking suaranya yang tinggi memberi
pengumuman: “Liong hwa hwe dimulai, harap para hadirin
berdiri menurut urutan masing masing supaya diabsensi!”
Hadirin bergerak serabutan tanpa suara dalam sekejap
mereka sudah berkelompok sendiri sendiri terdiri dari tiga
barisan.
Waktu Koan San gwat menjelajah pandang, tampak dalam
barisan Sian pang ia hanya kenal Ouw hay ih siu pok iang cun
saja. Demikian juga dalam kelompok Mo pang yang dikenal
hanya Lok Heng kun dan Liu Jiu yang bertiga. Sementara Hwi
thian ia ca Peng Kiok jin berada dalam Kui pang, Sip tha yu …
yang kelihatan hanya si Rasul ungu Siau It ping.
Suara lengking anak perempuan itu terdengar pula: “Para
pimpinan dari barisan silahkan keluar mengabsen anggotanya”
Tampak Go hay ci hang melayang turun dari luar lapangan
dan berseru paling dulu dengan suara rendah kuat “Kecuali
dua Ling cu yang tercantum, dan dua calon penggantinya,
Sian pang hadir selurahnya!”
Anak perempuan itu bertanya pula “Calon penggantinya
apa sudah tiba?”
Go hay ci hang menjawab “Dua orang tercoret untuk
diganti, serta tiga calon yang mendaftarkan diri semuanya
hadir!”
Anak perempuan itu menepukan tangan nya kebawah dari
gombrong lengan bajunya mengepul segulung asap yang
terhembus angin terus naik ketengah udara, lama kelamaan
asap itu membentuk sebuah huruf “Sian”, seperti digantung
ditengah udara layakanya asap itu berhenti tidak sampai
buyar, warnanya hijau pupus.
Ki Houw mengenakan pakaian serba putih, sebuah
tangannya masih tertekuk dan terikat, memasuki gelanggang
dari jurusan lain, seirunya lantang: “Mo pang hadir
seluruhnya!”
Seperti yang pendahulu, anak perempuan itu melepaskan
segumpal asap warna merah yang mengepul tinggi menjadi
huruf “Mo”
Terdengar Ki Houw berseru pula: “Pimpinan Mo pang
mohon diberi ijin membuka ikatan benang merah, supaya
dapat memimpin barisan menyambut kedatangkan para Sian
cu!”
Tanpa bersuara anak perempuan itu mendongak kelangit,
seolah olah sedang menunggu petunjuk, sekejap kemudian
baru terdengar ia menjawab dengan suara bocah: “Ijin
diberikan!”
“Terima kasih akan kemurahan hati Sian cu!” seru Ki Houw
sambil membungkuk tubuh, air mukanya kelihatan lega.
Di waktu ia meluruskan badan pula tangan yang tertekuk
itupun sudah turun lutut cuma tidak bisa lempang, mungkin
karena tertekuk terlalu lama.
Dari luar lapangan sebelah samping meluncur masuk
seorang perempuan berpakaian serba hitam, raut mukanya
tertutup cadar hitam pula, dari rambutnya yang panjang serta
porongan tubuhnya yang langsing gemulai tentu orang tahu
bila dia seorang perempuan.
Sambil membungkukkan tubuh ia berseru : “Anggota Kui
pang seluruhnya berjumlahsembilan puluh dua orang! Siap
menunggu perintah !”
Anak perempuan itu mengerutkan alisnya: “Kenapa tidak
dibikin genap seratus.”
Perempuan berkedok membungkuk lagi serta menjawab
hormat: “Sulit mencari orang!”
Anak perempuan itu mendongak kelangit lagi, sebentar
kemudian baru berkata: “Di ijinkan hadir, di perintahkan untuk
bikin genap selekasnya.”
“Terima kasih akan kemurahan hati Sian cu!” perempuan
berkedok itu menyahut riang.
Jantung Koan San gwat berdebar keras, pikirnya Liong hwa
hwe ternyata sangat mengesankan, anak perempuan itu
usianya masih kecil, latihan lwekangnya ternyata sudah
mencapai tingkat tinggi. Hanya menepuk tangan
mengeluarkan asap yang berkumpul sehingga tidak sampai
buyar, jelas ia menggunakan ilmu khikang dari aliran lwekeh
yang hebat. Di dalam sari hawa murni dari pusar disalurkan ke
jalan darah Thian kim maka warnanya menjadi hijau. Kalau
melalui urat darah dan dilandasi dari jantung mengepul warna
merah. Sebalikanya kalau dikepulkan dari pori pori kulit maka
warnanya berubah hitam.
Anak perempuan kecil yang berusia dua belas dapat
membentuk tiga warna asap, benar benar tidak boleh
dipandang ringan, setiap kali ia menghadapi kesulitan dan
tidak dapat memberi jawaban lalu mendongak ke langit,
menerima petunjuk, mungkinkah orang yang memberi
petunjuk itu benar berada diatas awang awang yang diselimuti
mega tebal itu?
Sedang ia bertanya tanya dalam hati, anak perempuan itu
sudah berseru lantang ke atas langit “Harap para Hwe cu
turun ke panggung memimpin upacara besar!”
Maka terdengarlah irama musik mengalun halus ditenagah
udara, semakin tegang hati Koan San gwat. Sebab ia tahu
bahwa gurunya termasuk salah satu Hwe cu, sebentar lagi ia
bakal melihat beliau.
Awan tebal ditengah udara ini tiba tiba tersibak kesamping
dan tampaklah sebuah lubang, dari lubang itu beruntun
melayang turun empat orang badannya meluncur dengan
lambat lambat saja, kain baju mereka melambai terhembus
angin, seolah olah malaikat yang turun dari langit.
Sebagai seorang ahli segera Koan San gwat tahu bahwa
ginkang keempat Hwe cu ini sudah mencapai tingkat yang
paling sempurna, mereka kuat mengepos napas
mengembangkan tubuh, seringan mungkin.
Keempat orang itu melayang turun pelan pelan, dikala
hampir tiba diatas panggung, Koan San gwat membuka lebar
matanya, ia hendak mencari gurunya diantara keempat orang
itu, namun ia menjadi kecewa. Keempat orang itu
pertengahan umur dua diantaranya mengenakan baju panjang
warna hijau, wajahnya putih bersih, rambutnya dan
jenggotnya masih hitam gelap, seorang yang lain mengenakan
jubah merah, jambang hitam tebal, sikapnya kereng, seorang
lagi mengenakan pakaian hitam, badannya kurus kering tanpa
berjenggot…
Tokko Bing tidak ada diantara mereka, seluruh hadirin
saling berbisik dan suasana rada ribut, agakanya hal ini diluar
dugaan hadirin.
Anak perempuan itu segera membentak: “Hwe cu tiba
dilarang ribut! Yang melanggar dihukum sesuai aturan !”
Seketika sirap dan tenang di bawah panggung, dua barisan
anak kecil diatas panggung serempak membungkuk tubuh
menunduk kepala, demikian jaga anak perempuan yang
mengeluarkan perintah itu ikut membungkuk serta katanya :
“Hamba beramai menyambut kedatangan para Hwe cu!”
Salah seorang laki laki baju hijau berseru : “Terima kasih!
Membikin repot Ling koh saja ?”
Anak perempuan yang dipanggil Ling koh tersenyum lebar
iapun mengundurkan diri kesamping.
Semua hadirin dibawah panggung membungkuk tubuh
serta berseru lantang : “Hormat kepada yang mulia para Hwe
cu.”
Laki laki baju hijau menyambut pemberian hormat ini,
sahutnya tertawa : “Terimakasih akan perhatian saudara
saudara sekalian… sang waktu berjalan dengan cepat, tanpa
terasa dua tahun sudah berselang, saudara baik baik saja
selama berpisah?” terdengar pula menyahut bersama dari
bawah panggung : “Berkat kebijaksanaan para Hwe cu!”
Dengan tujuan laki laki berbaju hijau menjelajah keseluruh
lapangan, katanya: “Para sahabat lama dalam Liong hwa hwe
kini sudah tidak lengkap lagi, patah tumbuh hilang berganti,
beruntung para ketua yang sudah lanjut mangkat punya
penerus, generasi muda jauh lebih perkasa. Demikian pula
para sahabat yang baru saja menjadi anggota kulihat tidak
kalah pula gagah dan Perwiranya, Losiu berani merasa
beramat beruntung dan bersyukur pula !” Dari berbagai
pelosok lapangan dibawah Panggung terdengar penyahut
yang tidak rata: “Terima kasih akan perhatian Hwe cu !”
Laki laki baju hijau tertawa lebar, kata nya
pula?”’Perempuan hari, ada sedikit perubahan, soalnya terjadi
dalam keadaan mendadak sehingga Losiu belum sempat
mengumumkan, adanya kesempatan ini baiklah kita saling
beramah tamah satu sama lain, Ketua Hwa cu kali ini Ut ho
Siang jin berhalangan hadir karena suatu keperluan,, terpaksa
Losiu mengundang Kih Cu seng untuk menjabat sementara…”
Tiba tiba Koan San gwat berteriak : “Suhu pergi kemana?”
Semua hadiran melengak demikian juga laki laki baju hijau
tercengang, sekilas, ia melirik dengan pandangan penuh tanda
tanya karena tak tahu asal usul Koan San gwat. Anak
perempuan yang bernama Ling koh maju berbisik dipinggir
telingannya.
Baru sekarang laki laki baju hijau unjuk senyum lebar serta
menyahut. “Tak lama lagi gurumu pasti akan datang, harap
saudara sadar jangan banyak tanya supaya tidak mengganggu
jalannya acara.”
Dengan tercengang Koan San gwat berdiri diam, laki laki
baju hijau itu angkat tangan kembali bicara kepada semua
hadirin: “Silahkan saudara saudara sekalian menempati
tempat duduknya masing masing setelah perjamuan selesai
Thian gwat thian dan para pimpinan Sian, Mo dan Kui harap
naik kedepan pangung mulai mengadakan pembetulan serta
koreksi terhadap barisan masing masing.”
Selesai bicara ia memberi tanda dengan lambain tangan,
maka terdengarlah irama musik mengalun pula, seluruh
barisan kembali menempati meja meja perjamuan kini tiada
perbedaan tinggi rendah kedudukan, tua muda bergaul dan
campur aduk menjadi satu, suasana mulai ramai dengan
percakapan dan senda gurau.
Barisan anak kecil diatas panggung masih ditempatnya,
sementara keempat Hwe cu sudah turun panggung dan
berpencar dalam perjamuan dibawah, tampaklah pelayan
pelayan kecil laki perempuan sibuk hilir mudik membawa arak
menambah hidangan.
Lok Siau hong berada disamping Koan San gwat tak tahan
berteriak : “Koan toako, kemanakah ibuku?”
Tanya menanti jawaban sekali berkelebat cepat sekali ia
menyelinap kearah tempat Lok Heng kun tadi berada, baru
saja Koan San gwat hendak menyusul, tahu tahu sebuah
bayangan melayang di depannya, kiranya laki laki baja salah
satu dan Hwe cu tadi menghadang jalan, sapanya : “Siheng!
Jangan pergi, mari kita mengobrol!”
Memang Koan San gwat hendak tanya keadaan
gurunya, sudeh tentu ia setuju akan ajakan orang cepat ia
bersoja serta berkata : “Cianpwe silakan duduk, memang
wanpwe ingin mohon sedikit petunjuk!”
Sambil tertawa lebar si baju hijau duduk, dikursi batu
depannya, sementara Ling koh menghampiri sambil membawa
poci arak dan dua cangkir serta mangkok dan sumpit, katanya
berdiri disamping : “Hamba akan melayani!”
Laki laki baju hijau segera menjiwil pipinya serta katanya
tertawa “Budak kecil, kau selalu mengawasi gerak gerikku,
jangan kuatir, orang tua ini tidak akan sembarangan omong!”
Ling koh memicingkan mata, godanya: “Banyak bicara pasti
bisa terlanjur omong, apalagi bila Lyacu kebanyakkan air kata
kata (arak), mulut tentu usil, maka Liu Ih yu Sian cu
menyuruh aku kemari menemani kau, untuk mengontrol
mulutmu yang cerewet.”
laki laki baju hijau kelihatan tertegun, “Siapa bilang tiada
hubungan, Koan kongcu adalah tamu agung undangan Ih yu
Sian cu, kalau tidak mana bisa dia duduk ditempat ini.”
“O,jadi begitu duduk perkaranya. San dara kecil, benar
benar kejadian yang menggembirakan, selamanya Ih yu Sian
cu tidak pernah pandang mata terhadap orang, namun
kelihatannya begitu besar perhatian terhadap kau, betul
betul….”
Ling koh segera mendengus, tukasnya “Lo yacu, kau
belum minum arak! Kenapa sudah mulai ngelantur!”
Laki laki baju hijau meleletkan lidahnya, katanya : “Maaf!
Kakek tua ini kelupaan.”
Melihat sikap tua dan muda yang bebas tidak terikat ini
Koan San gwat jadi heran, tapi perhatiannya sedang tertarik
pada persoalan lain, karena Thio Hun cu yang duduk tidak
jauh berkumpul sama Kih Cu seng, mereka bicara menunduk
dan bisik bisik, kelihatannya sedang mendebak sesutu, laki laki
jubah merahpun ikutpun dalam perdebatan ini….
Laki laki baju hitam menarik bajunya serta berkata
“Saudara muda! Mari minum arak dan mengobrol, jangan kau
melihati kunyuk kunyuk iblis itu, ular tikus satu sarang kerjaan
apa pula yang mereka lakukan!”
Suaranya keras seperti sengaja biar didengar oleh pihak
sana. Laki laki tua jubah mereka hanya tersenyum geli tanpa
bersuara. Tapi Kih Ca seng marah, segera ia menanggapi : “It
ouwheng! Kalau bicara harap kenal sopan santun!”
Laki laki baju hijau terbahak bahak, serunya : “Kih Cu seng!
Jangan kau kira aku menghargaimu maka kuangkat kau
sebagai pejabat Hwe cu, ketahuilah dalam pandanganku kau
tidak lebih seperti anjing busuk yang sudah sekarat, jikalau Ui
ho tidak pesan wanti wanti, aku lebih suka mengundang Ouw
hay sibelut licin itu…”
Agakanya Kih Cu seng marah luar biasa, sambil
menggebrak meja ia berjingkrak bangun, hendak melaharak
kemari.
Laki laki baju hijau segera mencegah : “Duduk, duduk,
sekarang bukan saatnya berkelahi, nanti masih ada waktu,
cuma aku kuatir kau tidak tahan pada detik terakhir, jangan
lupa kau cuma pejabat sementara, kalau orang lain ingin naik
tingkat dan melewati ujian harus berhadapn dulu dengan kau,
bila seseorang dari Kui pang dapat merobohkan dari panggung
akan kulihat kemana kau akan menyembunyikan mukamu
yang lonjong itu!”
Kata kata “muka lonjong” diucapkan lebih keras, sehingga
seluruh hadirin tertawa ramai.
Soalnya bentuk muka Ki Cu seng memang panjang
menyerupai muka kuda, maka olok olokanya itu rada tepat
sesuai keadaan.
Gusar Kih Cu seng bukan kepalang: “Plak” ia mengeprak
meja teriakanya: “Lo…”
“Cepat laki laki jubah merah menariknya serta menarik:
“Menghadapi urusan kecil tidak sabar dan menggagalkan
urusan besar, tempat ini terlalu berisik, mari kita pindah
tempat saja!” lalu ia tarik Kih Cu seng bersama Thio Hun cu
ketempat lain.
“Kau tidak takut mereka berkelompok menghadapi kau !”
“Takut apa!” jengek laki laki baju hijau dengan sombong,
“Menang aku sudah lama ingin membuat perhitungnan deagan
para cecunguk iblis ini!”
Ling koh mengulurkan tangannya menekuk jari seperti
huruf delapan, katanya lirih, “Kau tidak takut dia mencari gara
gara kepada kau ?”
Tergerak hati laki laki baju hijau setelah menghela napas, ia
berkata pelan pelan “ Kau memang pintar mengolok …
memang, aku tak kuat melawan mereka tapi, para Sian…”
Berubah kereng sikap Ling koh, tukasnya “Loya Cu, hati
hatilah kau bicara!” walau nadanya kereng tapi suaranya lirih.
Laki laki baju hijau terkejut, sesaat ia menjublek kalau
katanya, “ Yah tak perlu banyak mulut lagi. Setan kecil
tugasmu melayani kami makan minum, mana araknya,
makananpun tidak kau hidangkan apa kami harus tangsel
angin melulu…”
Ling koh terawa geli, sahutnya “Lo yacu ! kau adalah
pentolan Sian pang, minum angin atau gegares batu adalah
kebiasannmu!”
“Huh! pentotan Sian pang apa, Ui ho memang cerdik, ia
minggat diam diam, menyerahkan tugas dan tanggungjawab
ini kepada aku dan hwesio tua yang satu ngurus atas yang
lain ngurus bahwa, begitu letih seperti kuda ….”
Ling koh cekikikan sambil mengisi cangkir mereka katanya:
“Ya, Lo yacu ! Silahkan minum, kenapa cerewet saja!”
Baru sekarang laki laki baju hijau sempat angkat cawan
mengajak Koan San gwat minum “Benar saudara muda, mari
minum, lebih baik minum sampai mabuk!”
Koan San gwat angkat gelasnya, tanyanya “Harap tanya
siapakah sebutan Cianpwe yang mulia?”
Sekali tenggak laki laki baju hijau habiskan araknya lalu
menepuk kepala sendiri serta sahutnya, “Benar benar konyol
aku ini, bicara sekian lama lupa perkenalkan diri! Aku bernama
“Sian yu cu kang sian It sah ouw” nama ini terlalu panjang
dan tidak enak diucapkan maka kalanya kusingkat menjadi
Sian yu it ouw, lebih gampang lagi boleh panggil It ouw…”
Dengan ramah Koan San gwat mengiakan, kantanya
tertawa : “Cianpwe setaraf dengan guruku mana boleh ….”
Ling koh menimbrung “Lo yacu memang suka terus terang
tanpa ikatan. Apa yang dia katakan turuti saja, kalau kau
panggil dia Cianpwe, dia makin takkabur dan ponggah…”
It ouw terkekeh kekeh, ujarnya “Setan keparat, mulutmu
memang pandai mengoceh olok olokmu tepat menggaruk
jantungku yang gatal…”
Ling koh mengunjuk senyum penuh arti ejekanya : “Tempat
yang paling gatal ditubuh Lo yaco, kukira siapapun tiada yang
bisa menggarukanya…”
Merah muka It ouw, dengusnya merengut : “Setan kecil,
kau harus dihajar,” sembari berkata tangannya menepuk pelan
dipundak Ling koh, Ling koh cekikikan kesenangan, hampir
saja ia terjatuh kedalam pelukan It ouw, tua muda berkelakar
bebas dan riang seolah olah tiada perbedaan tingkat
kedudukan.
Orang orang sekelilingnya berpaling sambil tersenyum
manis dan geli mendengar banyolan yang lucu ini, tiada
orang yang berani menimbrung, agakanya kedudukan mereka
terpaut cukup jauh, diam diam Koan San gwat perhatikan
tingkah laku orang disekitarnya. lalu bertanya kepada Ling koh
: “Siapakah adik cilik ini?”
Ling koh menunduk kepala, sahutnya : “Hamba adalah
pelayan Sian cu saja.”
“Gendut cilik kenapa sungkan!” olok It ouw, “Kenapa tidak
kau katakan sebagai lawan tangguh dari para malaikat.”
Angkat kepala Ling koh angkat tangan seperti hendak
memukul kepala It ouw. Mendadak suara genta bertalu talu
diangkasa, begitu keras bunyi genta itu sampai menusuk
telinga dan menggetar hari semua hadirin, semua hadirin
melongo dan menghentikan makan minum serta percakapan
mereka, semua menengadah ke angkasa.
It ouw tertegun katanya : “Kenapa King sian ciong (tanda
bahaya) bisa bergema?”
Kedua lengan baju It ouw mengebas ke bawah laksana
burung kuntul badannya melejit menembus mega, disusul laki
laki tua jubah merah serta Kih Cu seng dan yang terakhir laki
laki kurus tua berpakaian hitam itu gerak badan mereka
enteng seperti meteor meluncur dengan gaya yang indah.
Kontan Koan San gwat berseru memuji : “Bagus ! Ling hun
sin hoat seperti itu sulit dicari tandingan dalam dunia ini…..”
Ling koh juga keliharm gelisah dan was was, kepalanya
mendongak keangkasa dengan harap harap cemas, setelah
keempet Hwe cu itu naik keatas gema genta berhenti namun
orang orang di bawah lantas dicekam kesunyian yang
menekan sanubari setiap orang.
Melihat keadaan orang yang gugup itu, berkatalah Koan
San gwat “Adik cilik! Kenapa kau tidak ikut naik melihat
keadaan di sana ?”
Ling koh memonyongkan mulut kata nya “Hari ini adalah
pembukann pertemuan besar, Thian gwat thian menjadi
daerah terlarang, hanya para Hwe cu yaag diijinkan naik
kesana…”
Koan San gwat tahu aturan, aturan disini sangat keras
maka iapun tidak berkata lebih lanjut.
Setelah berpikir sebentar berkatalah Ling koh “Ah, Kau saja
yang bawa aku keatas mau tidak?”
Koan San gwat terkejut, katanya : “Kau sendiri tidak boleh,
apalagi aku?”
Ling koh malah menggeleng, ujarnya “Tidak jadi soal kau
belum jadi anggota, jika kau naik belum terhitung melanggar
larangan, dan lagi Ih yu Sian cu pasti akan membela dan
melindungi kau. Kau boleh lari di muka aku pura pura
mengejar kau tentu kita bisa sama sama naik!”
Ling koh makin gopoh, katanya “Tentu bisa, tingginya cuma
dua puluh tombak, di balik awan ada tempat berpijak, walau
kau tidak mampu lompat setinggi itu nanti aku bantu kau !”
Mana Koan San gwat mau dibantu anak kecil, cepat ia
gentakkan kedua lengan laksana bangau melejit badannya
terbang menjulang tinggi ketengah awan, kontan terdengatlah
seruan ramai diseluruh lapangan.
Awan yang bergulung gulung itu ternyata hanya selapis
saja, begitu badan menembus masuk, maka ia dihadapi
sebuah puncak yang lebih tinggi, begitu kakinya berhasil
berpijak pada sebuah batu menonjol, sementara Ling kohpun
sudah menyusul tiba diatas ngarai dan tebing tinggi itu tiada
kelihatan bayangan seorangpun juga.
“Sebelah kanan “ ajak Ling koh lirih sambil menarik
lengannya, “Ikut aku!”
Tubuh kecil itu meleset terbang bagaikan meteor dan
berloncatan segesit kera, Koan San gwat berkeringat mengintil
dibelakangnya hampir saja jantungnya copot dari rongga
dadanya saking tegang dan gugup.
Kiranya tempat berpijak Koan San gwat adalah puncak
runcing sebuah batu yang menonjol sendirian di tengah awan,
disebelah dengan mega tebal bergulung gulung, beruntun
berjajar dan tersebar tidak teratur puluhan puncak puncak
gunung ditengah awan itu, puncak runcing itu paling besar
hanya sebesar kepalan tangan, jarak satu dengan yang lain
kira kira ada puluhan tumbak.
Untung sejak kecil Koan San gwat sudah mendapat pupuk
dasar ilmu kepandaian yang cukup hebat dibawah
gemblengan gurunya, jangan kata harus berdiri dan
berloncatan ditempat tinggi dan gunung yang begitu
berbahaya, hembusan angin dahsyat di tengah ombak merah
yang bergelombang itu cukup melempar tubuh segede gajah
tanpa bekas.
Karena Koan San gwat tidak sempat menikmati
pemandangan alam yang menakjupkan ini, yang terpikir
hanyalah mengatur napas menentramkan gejolak jantungnya,
belum lama ia berhenti, dilihatnya Ling koh sudah berdiri
dibawah sebuah pohon besar sambil meleletkan lidahnya
kearah dirinya, katanya “Maaf Koang kongcu! Aku terburu
napsu lupa memberitahukan kepada kau bahwa aku berada
dibelakangmu melindungi kau, untunglah aku dapat tiba disini
dengan selamat, bila sampai terpeleset dan jatuh kebawah
sana, wah aku bakal menjadi orang yang paling berdosa
didunia ini…”
Karena godaan ini muka Koan San gwat merah mau malu,
ujarnya tertawa “Adik cilik sungguh hebat kau, paling tidak
aku lebih lama belajar silat sepuluh tahun dari kau, tapi
meihat Ling khong hwe toh yang kau lakukan tadi, sungguh
aku harus malu diri…”
Ling koh mengedipkan mata, sahutnya : “Jangan kau
agulkan diriku, jalan ini setiap hari sudah biasa kulewati,
sudah tidak perlu dibikin heran atau aneh lagi, adalah kau
sendiri baru pertama kali ini, namun bisa bergerak begitu
lincah dan cekatan, para kakek tua dari barisan Sian pang itu
cuma beberapa orang saja yang berani naik kemari, tidak
kalah heran In yu Sian cu menghargai dirimu….”
Koan San gwat tidak ingin membuang waktu, cepat ia
bertanya “Dimana mereka berada?”
“Didepan itulah!” sahut Ling koh menunjuk kedepan, “Aku
sedang menunggu kau menunjuk jalan!”
Koan San gwat melengak, katanya. “Apa aku yang harus
menunjuk jalan?”
Ling koh cekikikan, sahutnya: “Aku mengejar kau masa
yang mengejar lari didepan.”
Baru sekarang Koan San gwat tahu bahwa sebenarnya
bocah ini takut dihukum karena melanggar larangan, maka
dengan tertawa ia berkata “Baiklah aku berada didepan
kuharap kau memberi petunjuk dari belakang, supaya aku
tidak kesasar jalan!”
“Tidak akan salah, didepan hanya terdapat sebuah jalan
datar!”
Dilain saat Koan San gwat melesat kedepan, setelah
melewati beberapa puncak, tampak depan terdapat sebuah
hutan pohon siong tumbuh rimbun dan tinggi menembus
langit di tengah hutan ini terdapat sebuah jalan liku liku,
karena tiada jalan lain dia terus memerjang kerah sana, cukup
lama enam lompatan ia sudah menerobos masuk, tiba tiba
didengarnya Ling Koh berteriak memperingatkan dia: “Awas
atas …”
Koan San gwat segara menghentikan langkanya, namun
dari atas kepalanya terasa samplokan angin yang menindih
berat, dari dia sosok beyangan putri, dalan keadaan gawat
dan tidak siaga belum lagi ia melihat jelas benda apa secara
reflek kedua tangannya memukul kearah dua bayangan putih
itu.
Siapa nyana kekuatan terjangan kedua bayangan putih itu
ternyata begitu bear dan dahsyat, kontan ia merasa telapak
tangannya luka kesakitan, kontan ia terdorong mundur dan
roboh terguling ditanah, maka terdengarlah bayangan putih
itu berpekik panjang terus melambung lebih tinggi ketengah
angkasa.
Begitu melejit dan menjejakan kakinya cepat sekali Koan
San gwat sudah melompat berdiri, baru sekarang ia tahu
bahwa yang menyerang dirinya barusan adalah sepasang
burung bangau yan teramat besar, keduanya berputar putar
ditengah udara siap menukik dan menyerang dirinya pula.
Dari belakang terdengar Ling koh memaki bengis:
“Binatang kurang ajar! Dia adalah tamu agung undangan Ih
yu Sian cu, kalian sudah bosan hidup ya, berani melukai dia!”
Terdengar kedua burung bangau itu berpekik panjang
hinggap di pucuk pohon siong yang tertinggi. Lingkoh
menghampiri serta bertannya penuh perhatian “Koan kong cu,
kau tidak terluka bukan?”
Karena pertanyaan ini baru Koan San gwat sadar akan rasa
sakit di kedua telapak tangannya yang belepotan darah,
kiranya tangannya sudah berlobang besar dan darah mengalir
deras, tersipu sipu Ling koh membuka tali pinggangnya untuk
membalut luka luka itu, katanya dengan rasa menyesal :
“Maaf!
Aku lupa beritahu kepada kau…”
Koan San gwat merasa heran dan aneh katanya : “Cuma
dua ekor binatangpun ternyata begitu lihay…”
Sahut Ling koh sambil membalut luka nya “Untung
lwekangmu cukup tangguh, kalau tidak dibawah serangan Lui
thing It kip besi bajapun dicakar hancur olehnya…”
Tengah mereka bicara, sesosok bayangan melayang tiba,
tahu tahu Ih yu Sian cu sudah berdiri dihadapan mereka,
begitu melihat Koan San gwat ia melengak dan katanya heran
“Bagaimana kau bisa naik kemari, terluka lagi…”
Bergegas Ling koh melangkah mundur sambil
membungkuk, sahutnya: “Koan kong cu terluka oleh cakar Lui
ji…”
Lekas Liu Ih yu melangkah maju membuka balut, dengan
seksama ia periksa luka luka itu, lalu dari dalam kantong
bajunya mengeluarkan sebutir pil warna merah terus remas
hancur dan dipoleskan pada luka lukanya.
Koan San gwat tidak sabaran, katanya : “Sian cu luka
sekecil ini tidak menjadi soal! Bagaimana dengan guruku…”
Liu Ih yu tidak menjawab pertanyaan malah mendelik dan
berkata bengis kepaaa Ling koh “Goblok kau! Besar nyalimu
berani bawa dia naik kemari!”
Ling koh tidak berani menjawab, cepat Koan San gwat yang
bicara, sahutnya “Bukan urusannya, aku sendiri yang naik
kemari.”
Liu Ih yu mendengus hidung, katanya pula kepada Ling koh
: “Apa orang orang di bawah itu sudah mati semua, kenapa
tidak ada yang merintangi….”
Baru sekarang Ling koh menjawab dengan muka cemberut:
“Gema King sian ciong, terlalu mendadak, sehingga semua
orang tidak memperhatikan dia, gerakan Koan kongcu teramat
cepat lagi, terpaksa hamba mengejar di belakangnya, tapi tak
berhasil menyusulnya…”
Sekilas Liu Ih yu melirik ke arah Koan San gwat, katanya :
“Kau cukup hebat, bisa melesat terbang melewati lautan
mega….”
Ling koh menimbrung “Kepandaian Koan kongcu amat
tingg, di bawah serangan Lui thing it kip ia hanya terluka
sedikit ditangan nya!”
“Apa gunanya!” dengus Lio Ih yu, “Kalau aku sedikit
terlambat tiba, jiwanya tidak akan tertolong lagi….”
“Mana mungkin? Hamba segera menyusul datang….”
“Kau mapu apa ?” semprot Lio Ih yu gusar, “Kau tahu cakar
Lui ji sudah dipolesi racun yang amat jahat.”
“Kenapa?” Ling koh kelihatan lebih kaget. “Apa…”
“Banyak mulut lagi !” teriak Lio Ih yu gusar, “Kecil kecil
besar nyalimu, kau sangka permainanmu dapat mengelabui
aku… jelas kau sendiri yang ingin naik, kau seret Koan
kongcu kemari alasan belaka….!”
Ling koh berlutut dan minta ampun : “Harap Sian cu tidak,
hamba sangat kuatir…”
Tiba tiba Liu Ih yu menghela napas, ujarnya : “Sudahlah!
Kedatanganmu memang diperlukan, lekas kau putar
kebelakang, pergilah kekamar Toa suci dan ambillah Pek hong
kiam kemari, hati hati jangan sampai terlihat orang lain…”
Berubah hebat air muka Ling koh. Cepat Liu Ih yu
membentaknya pula “Masih ayal ayalan lagi, kalau terlambat
kita semua…!”
Pucat muka Ling koh, tersipu sipu ia berlari bagai angin
lesus.
Dengan heran Koan San gwat bertanya “Apakah yang telah
terjadi, apakah ada sesuatu ?”
“Bukan hanya perubahan belaka, huru hara telah terjadi,
semua gara gara guru mestikamu itu membuat celaka orang
lain… “
Dengan berjingkrak kaget Koan San gwat bertanya
“Bagaimana dengan guruku?”
“Dia tinggal pergi habis perkara, malah menipu Toa suci
ikut dia pergi, perkara besar ini ditinggalkan untuk kami
hadapi sendiri…”
Koan San gwat semakin heran dan kejut lekas Liu Ih yu
mengulapkan tanganya katanya : “Aku tiada tempo
menjelaskan, lekas kesana! Setindak terlambat mereka akan
menyergap dan mengeroyok Ji suci…”
Sambil menggosok tangan Koan San gwat berkata “Obat
Siancu sungguh mustajab, sekarang sudah tidak sakit lagi..”
Lega juga Liu Ih yu, katanya “Syukurlah. Mungkin nanti kau
harus menjaga keselamatan dirimu sendiri!”
“Sebetulnya apakah yang telah terjadi di atas?”
“Sebentar kau akan tahu dan jelas duduk perkaranya!”
Sembari bicara mereka melesat terbang kedepan, langkah
Lu Ih yu seperti berlenggang seenakanya, namun Koan San
gwat harus mengerahkan tenaga baru bisa mengejarnya,
setelah membelok dan melewati sebuah tanah lapang
berumput, didepan terlihat pintu bertuliskan “Ci bi sian hu”
tulisan warna kuning emas mengkilap, dari kejauhan sudah
terlihat jelas.
Di depan deretan rumah gedung terdapat sebuah tanah
lapang luas, dua kelompok rombongan orang saling
berhadapan, rombongan disebelah kanan jumlahnya sedikit,
hanya seorang nenek tua beruban dan laki laki baju hijau yang
menyebut namanya sebagai Sian yu it ouw.
Kelompok lain terdiri berbagai bentuk manusia. Koan San
gwat hanya kenal Kih cu seng, laki laki tua jubah merah dan si
kurus berpakaian hitam, selain itu terdapat dua orang
berpakaian putih seorang tua muda dan seorang perempuan
jelek berpakian hitam.
Ditengah kedua kelompok dua orang berpedang panjang
sedang beradu kepandaian, seorang perempuan pertengahan
masih kelihatan cantik molek, lawannya adalah laki laki
pertengahan umur berpakaian merah, mukanya kelihatan
cakap dan kedua matanya bersinar terang.
Melihat kedatangan Koan San gwat, It ouw memapak serta
bertanya : “Lui thing memberi peringatan, apakah yang
teijadi?”
“Bukan apa apa!” Liu Ih yu menjelaskan “Dia ini naik
kemari.”
It ouw melirik Koan San gwat, lalu berkata sambil
menghela napas: “Ai! saudara kecil, sunguuh kebetulan
keributan disini dapat kau saksikan. Kalau terjadi sesuatu nanti
mungkin kau akan menjadi sahabatku di tengah memaju
akherat. Sebenarnya kuharap kau tidak kemari kali ini.”
Koan San gwat heran, tanyanya “Lo ouw Sebenarnya
apakah yang telah terjadi? Katanya guruku sudah pergi apa
benar?”
“Benar! Dia memang pintar, akhirnya ia insaf dan tahu
persoalannya kelana sesuka hati tanpa ada yang melihat
dirinya. Tapi tindakannya ini justru mempersulit orang lain,
entah kenapa dia pergi dalam detik yang gawat ini.”
Liu Ih yu uring uringan, semprotnya : “Lo ouw kau cerewet
apa. Setelah aku pergi, beberapa gebrak sudah mereka
lewatkan?”
It ouw menyahut:” Baru tiga jurus, kelihatannya masih
perlu makan waktu lama …”
Liu Ih yu manggut mangut tanpa bersuara dengan seksama
ia ikuti jalannya pertempuran, sebetulnya masih banyak ingin
Koan San gwat tanyakan, lekas It ouw mencegah dengan
gerakan mulut keruan Koan San gwat melengek terpaksa ia
batalkan niatnya dan menonton pertempuran di tengah
lapangan.
Gerak gerik kedua lawan sangat lambat, setiap tindak
langkah mereka sangat hati hati dan diperhitungkan kadang
kala sepihak melancarkan jurus ilmu pedang, sementara pihak
lain menangkis atau balas menyerang pula dengan tipu jurus
yang menakjubkan serangan menyerang dilakukan dengan
gerakan lambat namun penuh perhatian dan tumplek penuh
semangat.
Bagi orang yang pasti anggap mereka sedang latihan atau
senda gurau belaka. Akan tetapi para penonton disekelilingnya
kelihatan lebih tegang dari kedua orang yang sedang
betempur. Malah Koan San gwat juga merasa gatal dan
berkesan. Bagi pandangan seorang akhli akan tahu bahwa
lawan ditengah gelanggang sedang mengadu jiwa dengan
mainan ilmu pedang tingkat tinggi, bagi tokoh mempalajari
ilmu pedang pasti tahu, semangkin lambat gaya pertempuran
berarti semangkin mantap dan tinggi kepandaian ilmu pedang
mereka, apa lagi adu kepandaian macam kerbau tua merusak
keren ini jauh lebih membuktikan bahwa kepandaian mereka
sudah mencapai tingkat tinggi.
Setiap jurus pedang yang dilancarkan pelan pelan itu
sebetulnya mengandung banyak perubahan yang tidak bisa
dihitung dan dilukis dengan kata kata, tapi cara mematahkan
serangan lawan ini pun tidak kalah pula lihai dan hebatnya.
Dati situasi yang dihadapi ini Koan San gwat menduga
perempuan itu pasti salah seorang suci Liu Ih yu, ini berarti
diapun salah satu dari Thian gwat thian yaitu dewa diantara
dewa ! Sebalikanya lawan itu kalau bukan iblis diantara ablis
tentu setan diantara setan namun ia lebih condong bahwa laki
laki pakaian merah itu adalah iblis diantara iblis, karena dalam
beberapa kejap saja ia menghadiri pertemuan besar ini ia
sudah dapat menyelami sampai dimana batas perbedaan
antara dewa, iblis dan setan dalam Liong hwa hwe ini. Para
anggota Sian pang mengadakan pakaian hijau, sebalikanya
Tokoh Kui pang mengenakan pakaian hitam. Hanya orang Mo
pang mengenakan warna merah atau putih.
Laki laki pertengahan ini mengenakan pakaian merah tentu
dia pimpinaan Mo pang kalau tidak masa ada harganya
berhadapan dengan tokoh tertinggi dari Thian gwat thian.
“Bukankah tujuh anggota dari Thian gwat thian adalah Suheng
moay? Bagaimana mereka, saling bentrok dan berkelahi
sendiri? Malah dari gaya serangan kedua pihak jelas diketahui
bahwa mereka bertempur mati matian…” Demikian Koan San
gwat menduga duga dan curiga, namun dengan seksama
matanya mengikuti jalannya perkelahian ini.
Dari pertempuran pedang yang hebat ini Koan San gwat
mencangkok banyak inti dari permainan mereka, hingga
lubang permainan ilmu silat sendiri bisa ia tambal dan
sempurnakan dengan menyeluruh, jelasnya dia dapat
menghayati kepandaian silat sendiri dari hasil serta
perkelahian orang lain. Sementara pertempuran sudah terjalan
kira kira setengah jam, tapi kedua pihak baru melancarkan
lima enam jurus serangan pedang.
Lambat laun Koan San gwat dapat memyaksikan bahwa laki
laki pakaian merah itu lebih unggul sedikit, karena setiap jurus
perubahan ilmu pedangnya lebih banyak menyerang dari pada
menjaga diri, akan tetapi pertahanan pihak perempuan itupun
cukup tangguh dan rapat, betapapun gencar dan hebat
rangsakan pedang lawan, sedikitpun tidak, berdaya
mengalahkan dia.
Dengan gugup terdengar Lui In yu berseru : “Suci! Kenapa
kau tidak gunakan Tay lo jit sek saja?”
Belum sempat perempuan itu memberi jawaban, laki laki
pakaian merah itu menjawab tersenyum “Tay lo.jit sek adalah
inti dari ilmu pedang, tapi dibawah permainan ka lian, akupun
anggap sepele saja. Kecuali Lim Hiang ting, tidak pernah
memikirkan lawanku yang kedua!”
Liu Ih yu mendengus gusar, serunya marah marah : ‘“Cia
Ling Im ! Jangan takabur, Siu lo su tay sek kebanggaanmu itu
kapan dapat menandingi kami “
Sekarang Koan San gwat tahu lebih lanjut bahwa laki laki
berpakaian merah itu bernama Cia Ling Im. Terdengar orang
itu menjawab sambil menyengir “Soalnya aku tidak ingin Lim
Hiang ting tahu titik kelemahanku maka tidak pernah
kumainkan sampai puncak kemampuanku, Lim Hiang ting
sudah merasa, kalau kalian penasaran boleh silahkan
lancarkan Tay lo jit sek, aku berani tanggung dalam tiga jurus
Siu lo su sekku, kalau dia tidak melepaskan pedangnya, aku
terima dipotong kepala, bagaimana? Li Sek hong! Kuanjurkan
kau menyerah dan serahkan Cu sian ling kepadaku!”
Perempuan lawannya itu bernama Li Sek hong, kelihatan
napasnya sudah memburu, dengan kertak gigi ia menjawab
“Cia Ling Im Bakan satu dua hari kau mengincar senata
pusaka itu. Kalau Cu sian ling terjatuh ketanganmu, apakah
kami bisa hidup aman?”
Cia Ling Im gelak gelak, serunya “Mengingat kita masih
terhitung saudara seperguruan, aku tidak akan bunuh kalian,
namun sedikit derita dan sengsara sih terpaksa kalian resapi
bersama,”
“Cis!” Li Sek hong berludah, makinya bengis : “Jangan
mimpi disiang hari bolong, lebih baik aku mati di bawah
pedangmu dari pada kau hina.”
“Mana boleh hal ini dianggap menghina! Hubungan kita
sudah puluhan tahun, lagi bukan sekali ini saja bukan, dulu
sebelum ini bukankah kita baik baik saja? Begitu Suhu
meninggal, Lim Hian ting pegang kuasa, maka kaitan lantas
tumbuh diatas kepala….”
“Tidak malu kau menyinggung persoalan lama ….?” bentak
Li Sek hong gusar.
“Kenapa malu menyinggungnya, dulu ada Suhu yang
menekan, sehingga aku tidak berdaya menghadapi kalian
dengan seluruh perhatian dan kekuatan, sejak detik ini aku
berjanji tidak akan bikin kalian kecewa…..”
-oo0dw0oo-
Jilid 12
KARUAN LI SEK HONG makin gugup dan gusar, pedang
ditangannya mendadak diputar kencang, laksana kepala ular
tiba tiba mematuk, cepat laksana kilat Cia Ling im memelintir
pedang, pedang menjurus keposisi Tiong king dan sedikit
digentak keatas kontan terdengar suara benturan nyaring,
pedang di tangan Li Sek hong terpental terbang dari
cekalannya, terdengar ia terloroh loroh, serunya : “Kenapa kau
begitu tidak becus, masa permainan membacok kayu juga
dipamerkan dihadapan seorang ahli…….” gerak pedangnya
membuncar, mulutnya menyeringai lebar, ujarnya pula : “Kini
tibalah saatnya kau menyerahkan Cu sian ling!”
Li Sek hong sudah tidak bersenjata lagi, badannya
terancam ujung pedang lawan, namun sikapnya masih begitu
tegas dan berani, katanya sambil angkat kepala “Tidak akan
kuserahkan! Meski kau bunuh aku juga tidak akan
kuserahkan!”
Liu Ih yu dan It ouw sangat gugup, namun mereka tidak
berani maju. Sementara ujung pedang Cia Ling im masih
mengancam, seringainya makin sadis, desis nya : “Aku tidak
perlu harus mendapatkan Cu sian ling itu menurut situasi
sekarang, cukup mengandal pedangku ini, aku dapat
menguasai Sian pang, menempatkan diri dalam Thian gwat
thian…”
Dengan ketus Li Sek hong menukas : “Tanpa memegang
Cu sian ling, paling sedikit separuh dari seluruh anggota tidak
akan tunduk kepada kau.”
“Itupun tidak sulit! Yang menentang kebijaksinannku,
cakup sstu hukuman bagi mereka, mati!”
Li Sek hong tertawa dingin, jengekanya “Dapatkah kau
membunh nabi mereka?”
Dengan sombong Cia Ling im menjawab : “Asal aku dapat
menguasai separuh diantaranya, tak usah kuatir mereka
terbang kelangit.”
“Berani kau berbuat demikian? Meski Toa suci pergi
meninggalkan urusan duniawi ini, tapi bila kau bersimaharaja
secara kejam, akan datang suatu ketika dia akan meluruk
kepada kau…”
Cia Ling im jadi tertegun, agakanya ucapan terakhir ini
memang menusuk perasaan hatinya, sejenak ia berdiam diri,
akhirnya berteriak dengan murka : “Asal kubunuh kalian,
memangnya Cu siang ling tidak menjadi milikku kalau Lim
Hiang ting berani datang, dia akan berlutut dihadapan Ci sian
ling!”
“Tapi kau harus tahu Cu sian ling hanya lambang
kekuasaan tertinggi, bila orang tidak mau mematuhi aturan,
maka perintah atau undang undang itu tidak akan berguna
lagi, sekarang aku sebagai pejabat kekuasaan ini, kau berani
beri ku kurang ajar dan mentang mentang terhadap aku
Memangnya Lim Hiang ting takut pula menghadapi kau?”
Cia Ling im gelak gelak, ujarnya: “Analisamu salah. Cu sian
ling tidak membawa pengaruh bagi diriku, sebalikanya
terhadap dia yang sangat patuh itu, kau tahu ia paling benci
terhadp aku, tapi karena terkekang oleh undang unding Cu
sian liang kenapa, selanjut nya dia tidak akan tunduk pula….”
“Orang rendah hina dina, entah begaimana Suhu angkat
kau sebagai muridnya.” demi kian maki Li Sek hong gusar.
Sikap Cia Ling im semakin pongah dan sombong, ujarnya
sambil terkekeh kekeh “Ucapanmu salah dan lebih payah lagi.
Ketahuilah bahwasanya guru kita sebenarnya seorang
sontoloyo, manusia keparat, kalau tidak tak mungkin
mendirikan perkumpulan sesat macam Liong hwa hwe ini,
mendirikan undang undang dan aturan aturan tengik, yang
lebih celaka dia suruh kalian mempelajari kepandaian hitam
yang makin menjerumuskan nurani dan nalar manusia
sehat…. sebenarnyalah dia ialah kakek moyang dari
iblis durjana, setelah tiba hari tuanya entah bagaimana jalan
pikirannya, ia berangan angan gila ingin menetapkan dirinya
dalam kehidupan dasata, kuat nya dia Cau hwe jip mo dan
modar. Meski ia serahkan Cu sian ling kepada Lim Hiang ting
sebagai pegang kekuasaan, tapi ia menentukan sipaya Sian,
Mo dan kui tiga pang berdiri sejajar dari sini menandakan pula
bahwa jiwa iblisnya tersesat masih mendarah daging dalam
sanubarinya.
Berubah hebat air mukanya Li Sek hong teriakanya
baringas : “Mau bunuh silahkan bunuh! Cu sian ling sudah
menyembunyikan pada suatu tempat yang cukup aman. aku
berani bertaruh selama hidupmu kau tidak akan berdaya
memperolehnya.”
Omong kosong! Kalau aku obrak abrik atau membongkor
seluruh Ci hi thian hu ini masa tidak bisa mendapatkannya.”
Li Sek hong membusungkan dada jengekanya, “Kau tidak
percaya silahkan kau cari saja.”
Cia Ling im jadi gusar dan beringas, teriakanya: “Kau tidak
mau serahkan !”
“Tidak!”
Sikap Cia Ling im semakin bengis dan buas, pedang
panjang ditangannya kontan bergetar mengeluarkan suara
medengung betapa hebat getaran ujung pedang ini, baju
didepan dada Li Sek hong koyak koyak tidak karuan dan
beterbangan dadanya yang montok segera mencelat keluar.
Seluruh hadirin menonton dengan perasaan cemas dan
mencelos hatinya, tapi mereka tidak berani berbuat apa apa,
Koan San gwat yang tidak tahan lagi segera tampil ke depan
seraya membentak “Nanti dulu! Begitu hina tidak tahu malu
dan caramu mempermainkan kaum hawa, terhitung orang apa
?”
Dengan lirikkan mencemoohkan hina Cia Ling im melirik
kepadanya, dengusnya “Bocah keparat yang tidak mengenai
mati dari mana kau?”
Teriakanya Koan San gwat dengan lantang “Bing tho ling
cu, murid Ui ho itulah aku, hari ini ingin aku menggasak iblis
lakanat macam tampangmu ini,”
Sambil bicara ia membungkukkan tubuh, memungut
pedang panjang Li Sek hong yang tadi jatuh didepannya.
Sambil menenteng pedang dan mengangkat dada Koan San
gwat menerjang maju.
Tindakan Koan San gwat ini benar benar diluar dugaan
semua hadirin, karuan semua orang heran dan terkejut yang
paling gugup justru Liu Ih yu, sambil memburu dibelakangnya
ia berseru “Hai jangan kau antar kematianmu!”
Tapi hati Koan San gwat sudah dibikin gusar, sedikitpun dia
tidak hiraukan seruan orang, setengah tombak dihadapan Cia
Ling im. Sedang ia tudingkan kemuka orang ia lalu memaki
dengan sikap gagah dan garang “Iblis lakanat! mungkin ilmu
silat aku orang she Koan tidak setanding melawan kau. Tapi
menghadapi manusia durjana macammu ini Tuhanpun tidak
akan memberi ampun kepadamu, sebadai seorang laki laki
sejati aku orang she Koan tidak mandah membiarkan
perbuatanmu yaag terkutuk ini, kupenggal kepalamu….”
Caci maki Koan San gwat cukup pedas dan menusuk
kuping, Cia Ling im melongo dan menjublek ditempatnya,
akhirnya ia berpaling dan bertanya: “Siapakah bocah liar ini?”
Orang orang di belakangnya itu tiada seorangpun yang
kenal Koan San gwat maka mereka hanya mendelong saja
tiada yang memberi jawaban, akhirnya Liu Ih yu yang
menjawab: “Dia adalah murid Ui ho Siang jin! Kalau kau
berani melukai dia hari hari suatu ketika Ui ho dan Toan suci
pasti akan membuat perhitungan terhadapmu!”
Cia Ling im bergelak tawa, ujarnya: “Ui ho orang itu
sebetulnya cakup cerdik dan seksama, kenapa bisa mengambil
murid dungu dan kurang ajar ini….”
Koan San gwat tidak kuasa menahan gejolak hatinya lagi,
semprotnya mendelik “Iblis lakanat! Jangan cerewet majulah
terima kematianmu.”
Cia Ling im masih gelak gelak seperti orang gla, ujang
pedangnya menunjang tubuhnya yang bergoyang goyang
melarikpun ia tak sudi kearah Koan San gwat.
“Iblis durjana, angkat pedangmu awas aku mulai.”
Ciang Ling im menghentikan tawanya jengekanya dingin
“Bocah keroco! kuseratkam bocah ini kepada kau.”
Terdengarlah Kih Cu seng mengankan lalu tampil kedepan,
Cia Ling im serahkan pedangnya kepadanya serta tertawa
dingin: “Kalau kau tidak mampu menundukan dia dilam tiga
jurus kedudukanmu sebagai Hwe cu terpaksa kucabut.”
Dengan sikap acuh tidak acuh Kih Cu seng terima pedang
itu, sambil menyeringai serta pelirikan memandang rendah ia
menghadapi Koan San gwat, ejeknya “Bocah keparat silahkan
serang. Sin lo cun cia memberi batat tiga jurus padaku sudah
terlalu banyak, satu gebrak bila tetap bisa mempertahankan
batok kepalamu serta merta kuserahkan jiwa Lohu
kepadamu.”
“Tidak! Aku bukan menantang kau!” ujar Koan San gwat
menggeleng.
Kih Bu seng menarik muka, gerungnya gusar: “Kau kira Siu
lo cun cia sudi menghadapi kau! Lohu saja rada merendahkan
derajat melawanmu.”
Berkilat mata Koan San gwat, tanyanya berpaling
kebelakang : “Apakah orang ini patut digasak?”
It ouw segera menyahut “Orang orang yang berdiri dipihak
sana patut dibunuh semua !”
Koan San gwat berpaling pula menghadapi Kia Cu seng,
jengekanya “Baik kubereskan kau dulu baru kuhadapi iblis
lakanat itu.”
Saking gusar muka Kih Cu seng sampai membesi hijau,
sambil melintangkan pedang didepan dada ia berteriak:
“Bocah keparat! Laporkan kematianmu kehadapan Giam lo
ong !”
Tanpa banyak bicara Koan San gwat gerakkan pedangnya,
“Sret” pedang panjang tiba tiga kaki, namun sinarnya dapat
mulur sampai setengah rumbak. Kih Cu seng menjengek
dingin, pedangnyapun terangkat balas menyerang dengan
sebuah tebasan, kedua pihak sama menggukan jurus
serangan mematikan. Cepat sekali sambaran sinar pedang
kedua pihak, kontan keduanya surut mundur setindak. Semua
hadirin melongo, belum lagi batang pedang mereka saling
bentur kenapa bisa terjadi perubahan yang ganjil ini? Kejap
dilain saat semua hadirin bersuara kaget dan heran.
Bahwasanya cara permainan pedang Koan San gwat benar
benar di luar dugaan mereka sejurus pedang tadi dari jarak
yan masih cukup jauh namun sinar mencorong keluar dari
hawa pedangnya dapat mencapai jarak yang cukup jauh,
laksana sinar melampaui bayangan mantap dan tenang
laksana air rawa sekokoh dinding besi, sekali gerak
mengandung dua inti sari perubahan yang hebat antara
tenang dan aksi, kedua unsur ini dapat di satu padukan dalam
kilasan gerakan pedangnya itu.
Berubah hebat air muka Khi Cu seng waktu menunduk
tampak dadanya sudah tergores luka berdarah, jelas kena
tertabas oleh kilasan ujung pedang lawan. Seketika suasana
sangat hening. Akhirnya dia bersuara sambil membelalakan
mata. “Bagus bocah keparat jiwa Lohu kuserahkan kepada
kau!” begitu melintangkan pedang terus menusuk dada
sendiri. Cepat Cia Ling im melejit tiba seraya menjentik,
“Trang” pedang itu kena diselentik jatuh ditanah.
Sejenak Khi ca seng terlongong, lalu menjerit dengan
penuh derita : “Cun cia apakah Lohu tidak malu menyambung
jiwa ini…”
“Kau tidak salah” ujar Cia Ling im menggeleng, “Akulah
yang pandang rendah bocah bagus ini!” lalu ia menggumam :
“Bocah ini menyembunyikan kepandaian, jurus serangannya
itu kalau aku sendiri yang menghadapi, mungkin juga tidak
akan mampu…….”
“Baik sekali, boleh kau mempersiapkan diri menyambut
jurusku yang kedua,” tantang Koan San gwat.
Terpancar sinar aneh dari biji mata Cia Ling im, dengusnya:
“Anak muda jangan sombong, jurus pedangmu tadi cuma
untung untungan belaka, kalau kau berani melancarkan nya
sekali lagi, jangan kau kira bisa mempersulit Cun cia. Aku
cuma heran, kemampuan Ui ho belum setimpal dia
menciptakan ilmu pedang yang selihay itu, jurus seranganmu
tadi kau pelajari dari siapa…?”
Koan San gwat tertawa besar, ujarnya: “Kalau dikatakan
mungkin kau tidak percaya, jurus tadi tercipta setelah
kucangkok dari permainan pedangmu dan Sek hong Sian cu.”
“Anak muda! Jangan kau main lidah, baru hari ini kulihat
tampangmu….”
“Bukankah tadi kalian bertanding pedang, ilmu pedang
kalian memang tiada tandingan nya, tapi jangan kau anggap
tiada lubang kelemahannya aku hanya mengombinasikan inti
sari dari kedua unsur ini…”
Berubah air muka Cia Ling im, tanyanya : “Apa benar
ucapanmu?”
“Menitik beratkan pada ucapanmu ini, dapat kusimpulkan
bahwa latihan dan pengetahuan didalam ilmu pedang ternyata
masih cetek, cobalah kau periksa dan layangkan kembali
pikiranmu pada permainan jurus pedang tad i, pasti kau dapat
memperoleh jawaban dari pertanyaanmu sendiri?”
Cia Ling im terlongong sebentar, akhir nya ia berkata pula.
“Bagus, anak muda. Ingin aku lihat berapa banyak hasil curian
mu ini !”
“Sekali kau mengucapkan perkataan bodoh, ilmu pedang
yang tinggi dan bebat itu, mana bisa ditiru dan dipelajari
sepersis mungkin, sedikit banyak pendapatan dari sekilas
pandang orang itu hanya tergantung dari bakat dan
kecerdikan orang, mana kau melansir dengan istilah mencuri
belajar! Jurus yang sama bila dilancarkan oleh orang lain,
dalam taraf dan tingkatan tertentu ada batas dan
perbedaannya, apalagi permainanku tadi sudah
kukombinasikan dengan permainan ilmu pedang lain…”
Beruntun kena dicemooh dan diolok begitu rupa bocah ini
memberi kuliah pula dalam pelajaran ilmu pedang, dari malu
ia menjadi gusar, entah bagaimana tangannya menggape
pedang yang terjatuh diatas tanah melejit naik dan kembali
ketangannya, lalu dengan suara keras dan bengis ini mendesis
: “Anak muda mulutmu manis, pintar putar lidah lagi. Aku
akan menggunakan Siu lo su sek supaya kau dapat
memperoleh pelajaran lebih banyak.”
Liu Ih yu menjadi gelisah, teriakanya. “Siu lo? Apa kau tidak
mulu, mana boleh kau gunakan keempat jurus permainan itu
menghadapi dia ….”
Cia Ling im menyeringi ia sadis, ejekanya dingin : “Adikku
cilik, selamanya belum pernah kulihat kau begini prihatin
terhadap pemuda, hari ini diluar biasanya, jangan lupa dia
murid Ui ho, apa kau tak takut menyungsang sumbel aturan
dan tingkat kedudukan….”
Muka Lu Ih yu seperti melebar saking marah dan berubah
pucat, giginya berkerutukkan, namun sepatah katapun tidak
kuasa diucapkan saking menahan gusar.
Cia Ling im terkekeh dingin pula, ujanya “Selama beberapa
tahun ini ingin aku melawan sesuatu yang membuat hatimu
menderita sedih, tak duga hari ini aku memperoleh
kesempatan ini…”
Mendengar kata kata orang makin menusuk perasaan,
Koan San gwat merasa sebal sambil membentak pedang
berputar mengikuti gerak badannya terus merangsak maju,
sekali ujung pedangnya melancarkan lima serangan tipu tipu
pedang yang cukup berat kuat dan aneh perubahannya.
Meskipun Cia Ling im bisa mematahkan dan menangkis
seluruh serangan ini, namun gerak geriknya kelihatan rada
runyam, saking gugup ia berteriak keras “Anak muda
permainan pedang apa pula ini…”
Permainan pedang Koan San gwat tidak ubahnya seperti
main sulapan belaka, namun mulutnya menyahut : “Kau
punya mata, masa kau sendiri tak bisa melihat jelas…”
Tiba tiba Cia Ling im membacok pedang memuntahkan
jurus rangsakan Koan San gwat seraya berteriak : “Bocah
keparat! Kau gunakan Kim sin cap pwe lun ciptaan Ui ho untuk
menggertak dan mengelabui orang!”
Tergerak hati Koan San gwat, diam diam ia kagum akan
pandangan dan kecerdikan otaknya. Karena serangan yang
sesungguhnya serabutan tidak beraturan itu memang Kim sin
cap pwe lun (delapan belas jurus ilmu gada mas) ciptaan
Tokko Bing, Kim in (patung mas) adalah senjata berat, setiap
tipu tipu serangannya dilandasi kekuatan hebat dengan
ayunan yang kuat pula, yang berbeda dengan permainan
pedang yang berintikan kelincahan itu.
Soalnya Koan San gwat tahu bahwa kepandaian silat lawan
sudah mencapai tingkat hampir sempurna keseluruhannya.
Walaupun diam menonton dua pedang tadi ia dapat
mencangkok satu dua jurus ilmu pedang, tapi bila orang
menaruh sedikit perhatian dan menyelami dengan cermat hasil
kombinasi ilmu pedangnya itu tidak akan ada gunanya.
Maka jalan satu satunya ia harus main gertak, sehingga
lawan ciut nyalinya namun betapa sulit untuk menggertak dan
main ancam terhadap seorang ahli dalam bidangnya ini.
Setelah ia pikir bolak balik akhirnya baru dia berkeputusan,
yaitu menggunakan permainan gada masnya yang berat itu
dialancarkan secara lucu dan aneh dalam permainan ilmu
silatnya. Maka permainan gada dan senjata pedang harus
menghayati permainan yang betul betul bisa di selami oleh
akal sehat.
Kim sin cap pwe lun adalah ilmu gada ciptaan Tokko bing,
tiap kali dimainkan laksana kuda sembrani terbang diangkat,
seperti cahaya surya pagi yang cemerlang, sekitar tubuhnya
diliputi cahaya terang yang menyilaukan mata. Sekali gebrak
usaha Koan San gwat ternyata berhasil, namun baru sampai
jurus ketujuh sudah konangan oleh lawan. Meski ia terkejut,
namun lahirnya masih berlaku tenang jengekanya dingin
“Berani kau mengagulkan diri sebagai seorang ahli, ternyata
mengeluarkan kata kata yang memalukan!”
Cia Ling im melengak, serunya: “Masa ucapanku salah.
Dengan Cap pwe lun, dua puluh tahun yang lalu, Ui ho
mampu melawan Kui thing sam ki dalam ujian masuk Liong
hwa hwe, maka dia diangkat jadi salah satu Hwe cu, adegan
waktu itu masih segar dalam ingatanku…”
“Melakukan perjalanan berapapun jauhnya, pasti ada titik
permulannnya, perubahan segala tindak tanduk terletak di
paling belakang. Silahkan kau belajar kenal keseluruhan
permainanku dulu baru nanti memberi keririk atau boleh
kemukakan analisamu.”
Digoda sedemikian rupa merah padam muka Cia Ling im,
gerungnya gusar: “Anak muda! Berapa jurus permainan ilmu
pedangmu ini?”
“Sembilan jurus, tadi sudah kulancarkan tujuh jurus, inti
sari dan kehebatannya terletak pada jurus terakhir!”
“Sebetulnya sejak tadi aku dapat balas menyerang,
mengingat ucapanmu ini terpaksa aku harus menunggu dua
jurus yang terakhir, setelah itu baru aku gunakan Siu lok su
sek untuk menghadapi kau!”
“Boleh! Setelah kau menyaksikan permainanku, menjadi
giliranku menonton permainanmu. Tapi lebih baik kau berlaku
waspada kedua jurus terakhir ini mengandung banyak
perubahan yang tak mungkin dapat kau selami dalam waktu
singkat, aku kuatir kau tidak akan mampu meloloskan
jiwamu!”
Lahirnya Cia Ling im bersikap marah marah dan menghina
serta tak acuh, padahal dalam hatinya sudah terpengaruh oleh
gerakan orang, pengetahuan dan kepandaian serta keberanian
anak muda ini jauh melebihi kemampuan gurunya, Ui ho Siang
jin tidak boleh dibuat mainan, anak muda ini kelihatannya jauh
lebih unggul lagi. Karena timbulnya rasa kuatir ini, serta merta
dengan tekun dan seksama ia perhatikan gerak gerik musuh
mudanya ini.
Koan San gwat mandah tersenyum, lagi lagi pedangnya
terayun kedepan dengan jalan melingkar dan meliuk seperti
sedang menulis satu huruf tulisan, benar benar aneh dan sulit
diraba, tergerak hati Cia Ling im, dia tahu separuh dari
permainan lawan mencangkok ilmu pedangnya sendiri, sedang
separuh yang lain entah hasil curian dari mana, tapi kombinasi
kedua ilmu pedang ini ternyata hebat perbawanya, cepat ia
melejit menghindar, tapi otakanya seperti terkuras untuk
menyelami permainan pedang yang lucu ini. Serangan pedang
Koan San gwat ini bukan saja cepat juga tepat, dalam
permainan pedang ia campur adukan permainan cambuk
lemas Liok Siau hong yang bergerak seperti ular sakti,
ternyata hasilnya amat mengesankan sekali karena Cia Ling im
di desakanya mundur berulang ulang untuk menyelamatkan
diri.
Diam diam Cia Ling im bersyukur dalam hati. “Untung aku
tidak kena, kalau tidak pasti sudah cidera oleh serangan lihay
ini.”
Bahwasanya permainan Koan San gwat tidak dilandasi inti
sari ilmu pedang, dia cuma bermodal kecerdikan otak dan
bakatnya saja, sewaktu waktu mengkombinasikan satu jurus
ilmu pedang orang lain yang pernah di lihat dan sudah apal
dalam ingatannya, ingat satu tipu melancarkan satu jurus
begitu seterusnya.
Maka terdengarlah It ouw berteriak memuji : “Bagus sekali
anak muda! Sungguh menyenangkan dan berarti.”
“Hanya sejurus kau bisa mendesak Sin lo cua cia seperti
kera joget, cukup setimpal kau bercokol dalam barisan Siang
pang….”
Cia Ling im mendengus dongkol mendengar olok olok itu,
dalam hati ia berharap supaya lawan mudanya ini cepat
melancarkan jurus permainan yang terakhir. Bagi seorang ahli
pedang yang benar benar sudah mencapai tingkat yang paling
tinggs setiap kali menghadapi dengan semangat yang ber
gelora, gairahnya luar biasa, sambil mecari akal untak
mengatasi dan mematahkan serangan musuh, disamping
iapun ingin mencangkok kelebihan ilmu lawan untuk
menambah perbendaharaan ilmu pedangnya sendiri.
Sebetulnya tidak petlu dibikin heran bahwa permainan gado
gado Koan San gwat tiada dilandasi aturan, tapi waktu
menghadapi Kih Cu seng tadi, dibanding permainan terakhir
itu betul betul terpaut amat jauh dan berbeda besar.
Untuk selanjutnya Koan San gwat harus memeras otakanya
baru pedang panjangnya terulur kedepan dan lambat lambat
menusuk Cia Ling im terlongong. Besar harapan nya terhadap
jurus paling terakhir ini, di luar dugaan Koan San gwat
melancarkan sejurus ilmu pedang yang paling umum, yaitu Ka
ceng jit hou.
Sembari menerawang, diam diam kedua mata Cia Ling im
menatap layu pedang lawan dengan seksama.
Tapi pedang panjang Koan San gwat tetap maju lambat
lambat, kira kira satu dim didepan dadanya, keadaan tetap
semula tanpa menunjukan sesuatu perubahan. Cia Ling im jadí
sulit mengambil keputusan dan menentukan tindakan dirinya,
maka dia diam saja namun sudah ia kerahkan hawa murninya
sehingga tubuhnya sekeras basa, diam diam ia
memperhitungkan andai kata lawan menusukan pedang nya,
dirinya tentu tidak luka.
Setelah ujung pedang Koan San gwat menyentuh dadanya,
baru dengan suara tegas ia berkata: “Kau sudah kalah!
Pedangku sudah menusukmu!”
Dengan tertegun Cia Ling im bertanya: “Jurus apa ini?”
“Ka ceng jit hou ( Ka ceng menusuk harimau)!”
Hampir saja Cia Ling im berjingkrak saking gusarnya,
teriakanya beringas : “Apa! Jadi benar Ka ceng jit hou, kenapa
kau gunakan jurus yang paling umum ini…..”
“Meskipun jurus ini terlalu umum, tapi besar manfaatnya
untuk menundukan musuh.”
“Kentut! Bila tahu kau menggunakan jurus bau ini,
sekaligus aku bisa melancarkan dua belas perubahan serangan
pedang menggasakmu, kau akan mampus dengan badan
hancur tercerai berai…”
“Aku percaya kau mampu melakukan, tapi kau tidak berani,
karena kau sendiri tidak punya keyakinan, pengetahuan ilmu
pedang amat luas dan tinggi, seseorang tak dapat memyelami
keseluruhannya meski orang melancarkan jurus biasa yang
paling umum, bila penggunannya tepat pada kondisi dan
situasinya merobah yang biasa menjadi sesuatu yang ajaib
dan hasilnya pasti biasa dan tanpa disadari oleh pihak lawan.”
Terdengar It ouw memuji berteriak memuji: “Hebat!
Saudara cilik! Aku orang tua betul betul tunduk lahir bathin
terhadap kau.”
Maka berkatalah Koan San gwat lebih lanjut: “Kehebatan
setiap jurus ilmu pedang tergantaung pada orang yang
menggunakan nya, jurus tadi kalau di lancarkan orang lain,
melirikpun kau tídak sudi melayani, tapí di saat ini di tempat
seperti ini dalam keadaan seperti ini pula, kau sulit bertindak
meletakkan keputusan hatimu. Bukan sedikit tokoh kosen
yang berhadapan di medan laga, yang terjungkal oleh tipu
permainan musuh karena dia lena memperhatikan titik yang
paling tidak menyolok pandangan, seumpama naga besar
terbenam mati dalam air kubangan. Meski yang kuuraian ini
hanya pengetahuan cetek yang paling umum, namun
merupakan suata kenyataan pula yang tidak bisa disangkal.”
Bukan kepalang berang Cía Ling im, teriakanya mencak
mencak “Bocah busuk! Kau memang cerdik. Kau sudah
memperoleh kesempatan yang baik, kenapa kau tidak
menusuk aku?”
“Tidak…!” ujar Koan San gwat tertawa. “Tadi sudah
kukatakan aku hendak memenggal kepalamu, jadi bukan
menusuk jantungmu.”
“Kau kira mudah melaksanakan ancaman mu ?”
“Aku tahu, hawa murni pelindung badan mu sudah kau
latih begitu hebat, maka aku tidak akan ambil keuntungan,
kau tahu kapan aku menggunakan tenaga dalam batang
pedang ku? Tindakanku ini merupakan peringatan saja,
supaya kau tidak selalu mengagulkan diri sebagai tokoh atau
ahli pedang, begitu picik pandanganmu merendahkan kaum
persilatan!”
Merah padam muka Cía Ling im, lekas ia kendorkan tenaga
serta membubarkan pertahanan hawa murninya, sebagai
orang yang mempunyai kedudukan dan tingkat kepandaian
tinggi, keadanannya yang runyam menghadapi anak muda ini
sudah memalukan, kalau dia tetap keras kepala bisa
meruntuhkan gengsi dan menjatuhkan nama belaka.
Mendadak Koan San gwat menegakkan pergelangan tangan
dan menyarung pedang, kontan ujung pedang amblas
menembus sela sela, tulang iganya. Cia Ling im menjerit
ketakutan, badanay meacelat terbang jumpalitan kebelakang,
begitu besar daya kekuatan kedua kakinya, Koan San gwat
ikut terseret maju beberapa langkah hingga pedang yang
dipegang nyapun terlepas.
Dengan badan tertancap pedang Cia Ling im berputar satu
lingkaran di tengah udara, di kala kakinya menginjak tanah
dan berdiri tegak pula, raut mukanya berubah kaku dan
membesi hijau, suaranya seperti binatang buas “Bedebah!
Perbuatanmu rendah hina dina…”
Hadirin ikut kaget dan berubah air mukanya, mereka tidak
menduga Koan San gwat bakal bertindak begitu memalukan.
Dengan tenang Koan San gwat berkata. “Aku orang she
Koan selamanya tak pernah berbuat curang, aku bertindak
dengan hati nurani polos, aku tidak kenal apa yang dinamakan
licik atau picik, tapi menghadapi raja iblis macam tampangmu
ini….”
Cia Ling im menjublek, mematung oleh caci maki itu.
Berkata pula Koan San gwat sambil tertawa, “Kudengar
gelarmu adalah Siu lo cun cia, dari julukan ini aku tahu bahwa
kau pentolnya lingkungan iblis laknat, kenapa dinamakan iblis
karena tindak tanduk dan sepak terjangmu nyeleweng dari
jalan kemanusiaan, salahmu sendiri megendorkan
pertahananmu kalau aku bertindak karena adanya
kesempatan baik ini merupakan perbuatan iblis untuk
menundukkan iblis pula, kenapa kau memaki tindakan aku
rendah atau hina dina segala?”
Dengan kedua tangannya Cia Ling im lalu mencabut
pedang yang menancap didadanya menutup lubang lukanya
dengan telapak tangan, bentakanya keras “Kalau keparat ini
tidak dilenyapkan, Mo pang kita tidak akan angkat diri dan
menjagoi Kangouw!”
Orang orang dibelakangnya serempak bergerak dan siap
bertindak, mereka berpencar mengepung Koan San gwat Li
Sek hong dan Liu Ih yu menghadapi bersama, sarentak
mereka menyerbu ketengah demikian juga It ouw tidak mau
ketinggalan ikut menerjang kedepan merintangi aksi mereka.
Cia Ling im menuding seraya berteriak: “Kau sudah terluka,
anak buahmu mampu menghadapi kami.”
Berubah air muka Cia Ling im, mulutnya bungkam seketika,
situasi tidak menguntungkan pihakanya kecuali dirinya anak
buahnya tiada yang boleh diketengahkan, meski mereka main
keroyak, belum tentu bisa mengalahkan Li Sek hong dan Liu
Ih yu berdua, apalagi pihak musuh ada Koan San gwat dan It
ouw adalah lawan yang paling tangguh.
Suasana tegang melingkup sanubari setiap hadirin, sesaat
saling berhadapan dengan kaku akhirnya Cia Ling im buka
suara: “Li Sek hong! Anggaplah kau beruntung hari ini aku
ditipu oleh keparat ini, tapi kau harus waspada, lukaku ini
dalam tiga hari pasti bisa kusembuhkan, datang pada
waktunya akan kulihat bagaimana cara kau hendak
menyembunyikan diri.”
“Tiga hari lagi, aku pun punya cara untuk menghadapi
kau,” Li Sek hong dengan berani.
Dingin muka Cia Ling im, jengekanya. “Baik kau tunggu
saja! mundur!”
Orang orang yang mengepung diluar lingkaran itu
serempak mengundurkan diri, berbondong bondong mereka
mengintil dibelakang Cia Ling im menuju kepuncak luar,
setelah mereka puluhan tumbak jauhnya, baru Koan San gwat
bicara, “melenyapkan kejahatan harus tegas dan secepat
mungkin, kenapa Sian cu menanam bibit bencana ini?”
“Kau tidak tahu!” sahut Li Sek hong seraya geleng kepala
dan menghela napas.
Tengah mereka bicara bayangan Ling koh tampak
menerobos keluar dari bawah loteng, teriaknya dengan tangan
kosong “Sian cu! Celaka, Pek ….”
Li Sek hong segera menghardikanya dengan gusar. “Setan
Cilik! Kenapa kaupan naik kemari?”
Karena dampratan yang keras ini Ling koh menghentikan
langkah dan tidak berani melanjutkan kata katanya.
Lekas Ih yu bicara dengan nada berat. “Suci! Urusan
agakanya makin runyam, Toa suci agakanya pergi membawa
Pek heng kiam pula.”
Berkatalah Li Sek hong prihatin : “Sejak tadi sudah kutahu,
maka aku bertahan mati matian, kalau tidak…”
Lekas Liu Ih yu angkat jarinya kedepan mulut sambil
mendesis : “Jangan keras keras, supaya tidak kedengaran
mereka! Sekarang bagaimana kita bertindak?”
Li Sek hong berpikir sebentar lalu katanya: “Bekerja
menurut situasi saja. Yang penting sekarang lekas selesaikan
urusan dibawah! Mari kita pun turun kesana, jangan terlambat
supaya mereka tidak bertindak diluar batas…”
Liu Ih yu manggut sambil mengiakan, ia lepas baju luarnya
diserahkan kepada Li Sek hong, mereka berlari lari kecil
menuju keluar, Ling koh mengintil di belakang mereka.
Berkatalah It ouw sambil menepuk pundak Koan San gwat :
“Saudara kecil, untung kau ikut memburu keatas, kalau tidak
entah bagaimana akibatnya…”
Koan San gwat berdiri terlongong katanya “Lo ouw, aku
masih merasa heran!”
“Nanti kami bicara lagi! Liong hwa hwe tiada rahasianya
lagi, nanti bila ada waktu biar aku tua bangka ini memberi
perjelasan kepadamu, kini tugas kita masih banyak dibawah
sana!” lalu ia gandeng tangan Koan San gwat memburu
keluar.
Mereka berloncatan pula dilautan mega setelah keluar dari
lapisan awan, mereka melayang turun diatas panggung batu,
tampak orang orang dibawah panggung sudah terbagi dalam
dua kelompok, kedua kelompok berhadapan.
Keadaan sudah morar marit tidak terbagi atas barisan Sian,
Mo atau Kui lagi mereka berkumpul tercampur baur tanpa
teratur.
Kelihatannya Li Sek hong belum lama turun ke bawah, ia
heran dan melengak akan keadaan yang dihadapinya ini, sunyi
sebentar lalu dengan muka dingin Li Sek hong membuka
suara. “Maksud siapa yang menyuruh kalian membagi diri
dalam dua kelompok ini?”
Segera Go hay ci hang tampil dari kelompok sebelah kiri,
sahutnya sambil merangkap tangan : “Lolap lah yang
mengatur demikian:”
Li Sek hong melengak, katanya : “Dari mana kau tahu?”
Wjah Go hay ci hang menunjuk rasa iba yang
menyedihkan, katanya : “Sebulan yang Lolap sudah mendapat
petunjuk Ui ho dan Hiang ting Sian cu, aku tahu bahwa Liong
hwa hwe hari ini pasti bubar…”
“Apa!” hardik Li Sek hong, “Jadi kalian sudah berunding
sebelumnya!”
Bersabdalah Go hay ci hang : “Derita tiada ujung
pangkalnya, kembali mencapai tepian. Hian ting Sian cu sudah
menyadari segala kebejatan duniawi ini, Sian cu kenapa kau
sendiri malah belum menyadari akan hal ini…”
“Sudah berantakan bagaimana aku harus bertanggung
jawab dan membereskan persoalan ini ….”
“Yang bijaksana memperoleh keberuntungannya, yang
jahat pasti terhukum sesuai dengan perbuatannya, bajik atau
jahat hati nurani manusia, terletak pada kepribadian orang itu
sendiri, untuk membaurkan bijak dan jahat itu harus dalam
suatu godokan, memang tekad Hoat hoa Seng cia harus
dipuji, sayang sepak terjangnya keluar batas kehendak yang
kuasa. Lolap sudah menjelaskan pada para sahabat, untuk
selanjutnya Dewa, Iblis dan Setan boleh mengambil jalan
hidupnya sendiri, kalau Sian cu punya minat menyadarkan
pikiran sesat mereka, Lolap dan sekalian sahabat yang
sehaluan rela menghambakan diri….”
Lalu ia menghampiri kearah Cia Ling im serta menudingnya,
ujarnya “Selama puluhan tahun Lolap berjerih payah, baru
hari ini terhitung berhasil usahaku, bila Cun cia memilih jalan
benar menempuh jalan suci, kemana pun kau berada
bukankah bisa bertindak bebas dan hidup laksana dalam dunia
kedewaan. Atau sebalikanya kau akan tenggelam dalam
kebejadan iblis….”
“Keparar gundul! Tidak kukira bila kau punya angan angan
begitu besar, mencerai beraikan Liong hwa hwe yang besar
dan berwibawa dalam sekejap mata belaka. Kau tunggu saja,
cepat atau lambat aku akan membuat perihitungan dengan
mu…”
Go hay ci hang menghela napas, sahut nya “Selama hayat
masih dikandung badan, sebelum ajal, Lolap tidak akan
menyia nyia kan setiap kesempatan, harapan masih ada untuk
menyadarkan Cun cia dari kesesatan dan mengambil pada
jalan suci….”
“Boleh kau tunggu dan buktikan! Mungkin akulah yang
akan menarik kau kedalam dunia iblis!”
Go hay ci hang merangkap kedua telapak tangan kedepan
dada. tiba tiba badannya memancarkan cahaya kuning mas
yang cemerlang menyilaukan mata, serunya lantang “Kalau
aku tidak masuk neraka, siapa yang masuk neraka…….”
“Omong kosong !” sentak Cia Ling im naik pitam, “Siapa
sehaluan ikut aku pergi!”
Sambil angkat tangan ia beranjak pergi kamrat kamratnya
berbondong bondong berderap mengikuti jejakanya. Kejap
lain suasana hening lelap mencekam sanubari mereka yang
berdiri menjublek tanpa bergerak.
Setelah bayangan Cia Ling im para begundalnya lenyap dari
puncak Sin li bong, Koan San gwat alihkan pandangannya It
ouw, sorot matanya mengunjuk pertanyaan tentang seluk
beluk dan lantaran belakang Liong hwa hwe ini.
Beruntun pandangan matanya menyapu raut wajah
beberapa orang, rona wajah mereka tampak hampa dan
mendelu, seperti seseorang yang kehilangan sesuatu, gegetun
dan sayang pula. Sulit dilukiskan satu persatu mimik mereka
yang berlainan.
Akhirnya It ouw menghela napas dan membuka kesunyian:
“Sungguh tidak nyana, organisasi yang jaya dan digdaya ini,
akhirnya bubar demikian saja…”
Go hay ci kang tertawa, ujarnya “Bubar lebih baik. Dalam
kolong langit ini tiada perjamuan yang tidak akan bubar,
apalagi perkumpulan macam ini, naga dan ular atau sarang
baik yang jahat sulit dibedakan. Dua tiga ratus tokoh tokoh
silat Bulim, membawa dendam sakit hati serta budi pekerti
mereka dalam suatu wadah yang sulit diselesaikan, kalau
pertikaian dilanjutkan, entah apa pula yang bakal terjadi, ada
lebih baik sebulum terlanjur dibubarkan saja, demikian kita
semua bebas dari belenggu dan ikatan!”
“Kepala gundul!” seru It ouw sambil mendelik, “Pandai kau
menyembunyikan diri, bila tahu aku sehebat ini keduduken
Hwe cu segala tak pecuma ku jabat, sejak kapan kau berhasil
menyempurnakan Kong cing sin hoat!”
“Sejak lama Lolap sudah berhasil melatihnya!” sahut Go
hay ci hang tertawa, “Karena kuatir kebentur kesulitan maka
tidak pernah kukembangkan ilmu itu, kalau tidak mana bisa
aku berlenggang bebas, mana ada kesempatan mengatur
segala rencana ini…”
It ouw mendengus katannya “Keparat gundul! agakanya
sejak lama kau berniat membubarkan Liong hwa hwe, kenapa
kau tidak mau merebut kedudukan Hwe cu, bukankah
mengandal kedudukanmu itu kau lebih bebas bergerak
mengatur segala rencanamu.”
“Bukankah sudah Lolap katakan tadi, dengan segala
kebebasan dari ikatan dan dinas aku bisa bekerja lebih
banyak! apalagi meski Lolap tidak menghambat Hwe cu sepak
terjang orang orang Liong hwa hwe tidak lepas dari
pengawasan Lolap.”
Seperti tertawa It ouw berkata “Aku tahu, sejak lama
memang kau sudah sekongkol dengan Ui ho…”
“Bukan Ui ho saja,” sela Go hay,” Hiang ting Siau cu juga
punya maksud yang sama, cepat atau lambat Liong hwa hwe
harus bubar, soalnya kekuatan iblis makin lebar dan kuat,
jalan kesucian bakal terdesak bila kekuatan dan pengaruh
mereka sudah besar makin kuat, untuk membubarkannya
tentu tidak mudah lagi. Titik tolak persoalan ini kukira kau
cukup jelas, tak perlu Lolap banyak mulut lagi!”
Baru sekarang Li hong menimbrung bicara “Cia Ling im
manusia serigala berhati harimau, diam diam ia menumpuk
kekuatan dan mengincar senjata pusaka, tindak tandukanya
sebagai bukti. Sudah lama Toa suci menyinggung hal ini
kepada aku dan Ih yu. Sayang sekali dalam saat yang
menentukan dia justru pergi meniggalkan tugas berat ini….”
Go hay menjelaskan “Sebetulnya Hian ting Sian cu sudah
mengatur segalanya, demikian juga Lolap sudah mengatur
rencana untuk mengadakan akibat ini, cuma kami tidak
mengira ambisi Cia Ling im sedemikian besar dan bertindak
sedemikian cepat, belum lagi pertemuan besar dibuka dia
sudah bertindak lebih dulu, hingga Lolap tidak sempat
melaksanakan rencana semula, untunglah Koan suheng
cukup cerdik….”
Li Sek hong mengulapkan tangan, ujarnya . “Omong
kosongku tak usah kau bicarakan lagi. Kemana Toa suci dan
Ui ho memyembunyikan diri?”
“Hal ini Lolap kurang jelas, yang terang mereka sudah
mendapatkan kemurnian hidup jiwa manusia, mungkin mereka
tidak akan muncul pula dalam masyarakat.”
Li Sek hong melenggong, lalu katanya dengan hambar
”Memang mereka merupakan pasangan yang setimpal… cuma
tidak seharusnya ia membawa Pek hong kiam, hampir aku
mati konyol oleh perbuatan Cia Ling im.”
“Kiranya Sian cu marah kerena hal ini, kalau begitu
pengertianmu terhadap Hiang ting Sian cu salah, ketahuilah
justru untuk membantu dan menyelamatkan jiwa kalian maka
dia bawa serta Pek hong kiam itu!”
“Omong kosong!” sentak Li sek hong muring, “Pek hong
kiam merupakan barang pantangan peninggalan guru, justru
karena takut menghadapi kehebatan senjata pusaka itu maka
Cia Ling im dan begundalnya takut berontak!”
“Itu hanya tipu daya peninggalan Hoa Seng cia belaka,
ketahuilah Pek hong kiam tidak lebih seperti senjata tajam
umumnya, jangan kalian percaya bahwa pedang itu digjaya
atau sakti seperti kabar angin itu. Hal ini baik kujelaskan
sekarang, tapi bila sampai di ketahui oleh gerombolan iblis itu,
tanggung dunia ini, bakal geger…”
“Apa benar?” tanya Li Sek hong dan Ih yu melengak.
“Sedikitpun tidak salah, sebelum Hiang ting Sian ca pergi
beliau ada memberi tahu rahasia ini, maka diapun membawa
serta, supaya gembong gembong iblis itu merasa jeri dan was
was, hingga mereka tidak berani bersimaharaja….”
Sek hong menjublek ditempatnya, sekian lama baru
bersuara sambil menghela napas: “Payah kalau begitu, tiga
hari lagi bila Cia Ling im meluruk datang, cara bagaimana kita
menghadapi mereka?”
“Sian cu tidak usah kuatir, Lolap punya cara untuk
memukul mundur mereka!”
Li Sek hong ingin bertanya lebih lanjut namun Go hay ci
hang menggoyang tangan ujarnya “Harap Sian cu percaya
pada Lolap cara ini belam bisa kuumumkan!”
“Sungguh sulit untuk dipercaya bahwa Pek ho kiam hanya
tipuan belaka,” kata Li sek hong “Karena terpaksa Seng cia
(guru Li sek hong dll) melakukan hal itu, dulu waktu dia
menerima lima murid, sebetulnya paling sayang pada Sin lo
cun cia, maka dia turunkan seluruh kepandaiannya,
maksudnya akan mendidikanya sebagai ahli waris….”
“Hal itu aku sudah tahu” ujar Li Sek hong tidak sabar,
“Buktinya Suhu memang menurunkan Siu lo su sek kepadanya
saja !”
“Rencana semula memang demikian, tapi akhirnya dalam
usaha mencapai Dewa melalui jalan iblis Seng cia melihat
tindak tanduk serta angan angannya yang berambisi besar,
baru beliau sadar dan insyaf bahwa tidak mungkin murid laki
laki ini dapat memperoleh sukses besar. Soalnya Seng cia
sendiri saat mana sudah Cau hwe jip mo, tak mampu
menundukkan dia, terpaksa ia ciptakan ilmu lain yaitu Tay lo
jit sek, diturunkan kepada Sian cu bertiga, tujuan untuk
mengekang dan memundukkan Siu lo su sek itu, alhasil Tay lo
jit sek sebetulnya merupakan ilmu yang mengandung
kekerasan, harus dilandasi dengan tenaga positip, jauh
berlainan dengan kondisi badan Sian cu bertiga maka sulitlah
dilatih sampai puncak yang sempurna….”
“Hal itu memang benar, Toa suci mendapat anugrah yang
begitu besar dengan paksa ia gunakan tiga macam hawa
murni dalam tubuhnya untuk meleburnya kedalam hawa
pedang, paling hanya dapat mengembangkan tujuh bagian
perbawanya saja, aku dan Ih yu jauh ketinggalan malah…..”
“Bahwa Hiang cing Sian cu memperoleh ajaran asli dari Tay
lo jit sek adalah kjadian terakhir, tapi latihannya itu paling
paling hanya berimbang melawan Cia Ling im. Dikala Seng cia
mangkat dulu, dengan tenaga kalian bertiga mungkin juga
belum tandingannya!”
Li Sek hong menunduk bungkam, mungkin ia mengakui
akan apa yang dikatakan ini.
Berkata pula Go hay ci hang : “Setelah Seng Cia Ling im
tidak setimpal menerima warisan itu, maka Hiang ting Sian cu
lah yang di pilih, namun beliau masih kuatir kalian tidak akan
mampu menundukkan dia, bukan mustahil selalu
dipermainkan olehnya, maka ia menggunakan akal bulus atas
Pek hong kiam itulah, waktu menganugrahkan pedang dulu,
Sian cu juga hadir, kukira masih segar dalam ingatan kalian
adegan waktu itu.”
Li Sek hong menunduk lebih dalam orang di sekitarnya jadi
gelisah ingin mendengar seluk beluk persoalan ini namun
mereka tidak berani minta penjelasan. Terutama sikap Koan
San gwat paling menyolok, melihat kelakuan ini terpaksa Liu
Ih yu menjelaskan. “Tatkala itu akupua hadir…”
“Aku dan Sian Cu sudi memberi penjelasan?” pinta Koan
San gwat:
Liu Ih yu mulai bercerita, “Waktu itu aku berusia enam
belas, baru beberapa tahun belajar kepandaian dari Suhu.
Suatu hari mendadak Suhu mengumpulkan kami beramai
dengan tegas dan hikmat mengumumkan :
“Aku tahu ajalku tidak lama lagi, sayang Ling hwa hwe
belum lama kudirikan, tokoh tokoh kosen yang ditarik masuk
anggotapun belum sempurna, tanggung jawab dan tugas
berat ini terpaksa kalian harus pikul bersama. Cu sian ling
merupakan lambang kekuasaan tertinggi dari Liong hwa hwe,
dengan memegang lencana sebesar ini, tentu mati hidup jiwa
seluruh anggota tergenggam ditangannya, maka aku harus
menyerahkan kepada seorang ahli waris yang benar benar
pilihan! tatkala itu kami menduga pilihan yang dimaksud Suhu
pasti Cia Ling im, demikian pula sikapnya waktu itu sangat
pongah dan takabur, seolah olah jabatan tertinggi sudah bakal
menjadi milikanya…” sampi disini ia bementi untuk ganti
napas, semua orang mendengar dengan perasaan tegang.
Maka Liu Ih yu melanjutkan “Siapa tahu akhirnya Suhu
justru memilih Toa suci waktu Toa suci bertutur menerima
lencana kebesaran itu, berubah hebat air muka Cia Ling im,
kedua biji matanya melotot keluar saking gusar, hampir saja
dia menerjang maju merebutnya. Soalnya guru sudah Cau
hwe jip mo, badannya sudah cacad dan lumpuh separuh, apa
lagi Se bun Bu yam sekelompok dengan dia, sungguh kami
sangat kuatir mereka bisa berontak, tak nyana Suhu sudah
tahu maksud mereka setelah begitu menyerahkan Cu sian ling,
lalu beliaupun mengeluarkan sebatang pedang, itu lah Pek
hong kiam adanya… sambil menyoren pedang itu guru berkata
lantang “Walau cu sian ling sebagai lambang kekuasaan
tertinggi, namun tidak lebih medali itu cuma bersipat simbolis
belaka, tidak punya kekuatan mengekang sesama mausia
supaya Cu sian ling dapat mengembangkan hak
kekuasaannya, aku anugrahkan pula Pek hong kiam sebagai
dasar kekuasan itu. pedang ini teramat manjur dan sakti,
sesuai dengan namanya, setiap kali pedang keluar dari
serangkanya harus mendapatkan korban darah yang setimpal,
sekarang biar kucoba kekuatan pedang pusaka ini. Sembari
berkata Suhu melolos pedang cahaya putih kemilauan
menyilaukan mata, Suhu melemparkan pedang kedepan
tampak tertarik sinar terang mencorong kedepan, kontan
gugusan gunung batu puluhan tombak didepan nya terbutuk
bolong delapan sembilan kaki lebarnya, akhirnya pedang itu
terbang kembali sendiri ketangan Suhu. Pertunjukan hebat
inilah yang menindas sikap pedang Cia Ling im, Suhu
menyerahkan Pek hong kiam kepada Toa suci, kata beliau:
Hian ting dengan memegang medali dan pedang ini, kau
adalah orang pertama dalam Liong hwa hwe kuharap kau
dapat pegang setiap kesempatan baik dan menyebar luas
kekuasan Liong hwa hwe yang digjaya tak peduli siapa saja
bila tidak tundukan petunjuk atau perintahmu, bunuh saja
habis pekara.”
“Sambil berlutut Toa suci menerima pedang, selanjutnya
Suhu suruh kita berlutut dan menyembah kepada Toa suci,
kami sama bersumpah menerima dan patuh akan pimpinan
nya. Mesti dalam hati merasa tidak senang, namun takut
menghadapi wibawa Pek hong kiam yang luar biasa itu,
terpaksa Cia Ling im dan Sebun Bu yam juga berlutut! Suhu
tertawa senang dan riang, beliau mangkat begitu saja….”
bercerira sampai disini suaranya rada tersendat haru, semua
pendengarnyapun menghela napas pendek, mengendor rasa
tegangnya.
Berkatalah Go hay ci heng pelan pelan. “Apa yang diuraikan
Sian cu jauh lebih lengkap dan jelas dari apa yang telah Lolap
ketahui….”
Li Sek hong menimbrung: “Kekuatan Pek hong kiam sudah
kami saksikan bersama, mana bisa merupakan tipuan belaka?”
“Kecuali Hian ting Sian cu mungkin hanya Lolap yang tahu
akan hal ini. Dan lagi memperoleh pedang itu Hiang ting Sian
cu sendiri masih belum tahu, di luar tahu orang diam diam ia
mencobanya, baru ia sadar jerih payah dan maksud Seng cia.”
“Bagaimaaa penjelasan hal itu?” tanya Li Sek hong.
Kini ganti Go hay ci hang yang menutur “Setelah Hiang ting
Sian cu pegang kuasa, sesuai dengan janji dan tugas tugas
yang diterimanya, dia mengembang luaskan liong hwa hwe,
waktu itu Lolap dan Ui ho belum masuk anggota. Suatu ketika
dia bersua dengan lolap di Lu ling sub, sungguh harus dipuji
pandangan Hiang ting Sian cu, dia tahu bahwa Lolap
membekal kepandaian silat, maka dia paksa aku masuk
anggota, sudah tentu Lolap keberatan dan menolak, karena
tidak sepakat, akhirnya berkelahi dengan Kong bing hoat sin
untung Lolap kuat menandingi Tay lo ju sek sudah tentu
lwekang Hiang ting waktu itu masih belum setinggi sekarang,
sampai akhirnya saking kewalahan ia mengeluarkan Pek hong
kiam hendak membunuh Lolap, semula Lolappun merasa
keder melihat pancaran sinar Pek hong kiam yang mencorong
benderang itu agakanya Hiang ting Sian cu sudah dipengaruhi
oleh kemarahan hatinya, hendak menunjukkan wibawa
pedang itu menundukkan Lolap, alhasil sekali gebrak malah ia
memperlihatkan kelemahan sendiri….”
“Bagaimana kejadiannya?” tanya Li Sek hong terkejut.
“Watu itu Hiang ting Sian cu ingin mencoba pedangnya itu
pada batu gunung akibat nya batu itu memang tertusuk
bolong, tapi bukan karena kedigjayaan pedang itu sendiri, tapi
karena kekuatan lwekang Hiang ting Sian cu yang
melandasinya, pedang itu amblas sampai satu kaki lebih,
dinilai dari kekuatan lwekang seseorang, hasil pertunjukkan ini
boleh dikata merupakan suatu kejadian yang cukup hebat….”
“Kau ngelantur kemana, bagaimana kesudahannya?” desak
Li Sek hong tak sabar.
“Kwalitet besi untuk membuat pedang itu agakanya kurang
baik dan terlalu keras ujung pedang ternyata, putus !”
“Putus!” teriak Li Sek hong dan Liu Ih yu berjingkrak.
“Ya, ujung pedang putus kira kira satu dua dim, ternyata
pedang itu terbikin dari semacam tembaga pilihan yang bisa
mengeluarkan cahaya bila digosok halus… maka sejak
kejadian itu Hiang ting Sian cu tidak pernah meninggalkan Pek
hong kiam, dan sejak itu pula ia tontonkan permainan kepada
yang lain!”
“Tak heran Toa suci selalu menolak bila membicakan
pedang itu, malah dia lebih giat berlatih memperdalam ilmu
silatnya….” demikian ujar Li Sek hong lesu.
“Bakat dan kecerdikan Hiang ting Sian cu melebihi orang
lain, sukses yang bakal dicapainya kelak jauh lebih besar dari
perhitungan Lolap semula.”
“Kepala gundul!” tiba tiba It ouw menimbrung, “Bahwa
Hing ting Sian cu tidak kuasa menundukan dengan ilmu
pedangnya, cara bagaimana pula dia berhasil mengajak kau
jadi anggota?”
“Hebat memang Hiang ting Sian cu, akhir nya Lolap tundak
akan bujukannya.”
“Percakapan kalian itu tentu sangat berkesan, bolehkah Lo
siansu mengisahkan kejadian masa lalu itu, supaya kami
beramai tambah pengalaman.”
Go hay ci hang berpikir sebenrar, lalu katanya dengan sikap
serius “Untuk ini Lolap tidak bisa melulusi!”
Koan San gwat tahu ia tak bisa memaksa, maka dengan
hambar ia menghela napas, semua orang berdiri diam, semua
dicekam rasa kuatir dan gelisah, sepeminum teh kemudian
baru Koan San gwat membuka kesunyian “Kini aku masih
setengah mengerti tentang seluk beluk Liong hwa hwe, siapa
diantara kalian yang sudi memberi penjelasan selengkap nya?”
“Seluk beluk Liong hwa hwe tidak akan habis dijelaskan
dalam dua tiga patah kata saja.” demikian ujar Go hay
tertawa, “Kalau Koan si heng ingin tahu segala asal usul dan
seluk beluk Liong hwa hwe, serta cara bagaimana gurumu
masuk menjadi anggota, cuma kedua Sian cu dan Lolap saja
yang tahu paling jelas.”
“Hwesio tua,” seru Liu Ih yu, “Apa yang kau tahu juga
terbatas biar aku yang manjelaskan kepadanya.!”
“Kalan Sian cu sudi mencapaikan diri lebih baik, Lolap tidak
berani banyak mulut…”
Mata Li Sek hong mendelik, lekas Liu Ih yu menambahkan :
“Suci, aku hanya mengatakan beberapa persoalan yang bisa
dibicarakan saja.”
Mendad k Li Sek hong tertawa getir, katanya: “Kalan mau
bicara tidak usah pakai tedeng aling, buat aku tidak menjadi
soal.”
Agakanya Liu Ih yu cukup prihatin, kata nya lirih “Mari kita
bicara diatas…! banyak persoalan yang tidak boleh didengar
orang banyak.”
Berpikir Koan San gwat, ini betul betul suatu pertemuan
rahasia, tempat yang misterius, dibelakang misterius itu ada
pula rahasia nya, maka makin besar hasratnya untuk
membuka tabir rahasia ini, cepat ia menganggukkan kepala.
Baru saja Liu Ih yu bergerak, Go hay berkata “Sian cu,
kuharap kalian jangan bicara lama Lolap masih ada urusan
yang perlu dirundingkan dengan Ciheng.”
“Hwesio tua,” seru Liu Ih yu mendelik “Tak usah kau
bertingkah, siapa pun yang hendak kau temui, pasti bukan
urusan baik.”
“Ui ho ada pesan sesuatu kepadaku supaya disampaikan
kepada Koan siheng, urusan ini persoalan besar, kalau tidak
Lolap tidak akan minta minta kepada kau. Lolap kuatir Sian
cu…”
“Hwesio tua, coba kau bicara sekejap lagi!” demikian
ancam Lin Ih yu dengan gusar.
“Aku merendah diri demi jiwa ratusan orang yang hadir ini.
Harap Sian cu maklum…”
‘“Apa katamu?”
“Sarat peninggalan Hiang ting Sian cu untuk kalian, sudah
menjelaskan secara terang tak perlu Lolap banyak bicara lagi
!”
Dengan rasa tidak percaya Liu Ih yu mendesak “Benarkah
dia! Jangan kau salah duga! Tadinya untung untungan
belaka…”
Segera Go hay bicara dengan sikap serius “Tiada untung
untungan yang terjadi dalam dunia ini, setiap kerja yang
membawa hasil tentu ada sebab musababnya, waktu Lolap
mendapat petunjuk Hiang ting Sian cu pun tidak percaya,
kini….”
Liu Ih yu mengertak gigi, katanya : “Sudahlah, tak perlu
kau cerewet lagi, dua jam kemudian boleh kau menyusul
keatas, ku tanggung….”
“Sepatah kata Sian cu laksana ribuan karat mas beratnya,
Lolap mengucapkan terima kasih. Sebetulnya hal ini tidak
merugikan Sian cu, sesuatu hal yang ingin diselesaikan biarlah
terjadi menurut hukum alam, kelak pasti akan membawa
kekuatiran. Pandangan Sian cu cukup lihay dan tahu
persoalan, seperti Ui ho dan Hiang ting Sian cu, betapa
bahagia dan gembira mereka hidup sekarang.”
Merah muka Li Ih yu ujarnya malu malu “Omong kosong,
kau tidak usah cerewet !”
Koan san gwat bingung dibuatnya, lekas Go hay berkata
padanya : “Si heng boleh silahkan. Dua jam lagi Lolap akan
menyusul ke atas, waktu itu ada beberapa persoalan mohon
petunjukmu….” lalu ia membalik tubuh mengajak seluruh
hadirin mengundurkan diri.
“Adik Ih yu,” ujar Li sek hong, “Kau dengar nasehatnya!
dulu kami salah mata, tidak tahu bahwa kepala gundul ini
punya kemauan besar. Ambilah diriku sebagai contoh kerena
ceroboh dan bertindak keluar batas ak hirnya aku mengalami
impian buruk belaka.”
Liu Ih yu termenung sebentar baru memgangguk dan
berkata kepada Koan San gwat “Marilah keatas!” lalu ia
mendahului melejit ke dalam gumpalan mega, Li sek hong ikut
dibelakangnya lekas Liong koh menarik lengan Koan San gwat
terus diseretnya melompat tinggi meleset kedalam awan.
-oo0dw0oo-
Jilid 13
SETELAH MELAMPAUI lautan mega yang bergulung gulung,
mereka beranjak didalam hutan pohon siong, kedua ekor
bangau besar itu masih bertengger dipucuk pohon. Akhirnya
mereka tiba dilapangan pertemuan yang menegangkan tadi
terus memasuki pintu gerbang Ci hi sian hu yang megah dan
agung.
Beberapa kejap lalu Liu Ih yu dan Li Sek hong sudah
menghilang dibalik pintu, Ling koh terus menarikanya masuk,
sembari berjalan Koan San gwat berkata “Dipuncak yang
tinggi mendirikan gedung besar nan megah ini, sungguh
merupakan jerih payah yang tidak ternilai!”
“Jangan kau tertipu oleh keadaan luarnya yang megah ini,
setelah didalam nanti mungkin kau akan kecewa.”
Tanpa kuasa Koan San gwat mengikuti langkah orang
memasuki sebuah pendopo besar, baru saja ia heran kemana
juntrungan kata Liong koh, sementara Liong koh masih
menyeretnya terus kesebelah dalam.
Setelah melewati pendopo besar itu mereka menyelusuri
serambi panjang yang belak belok, akhirnya Ling koh
menyingkap kerai terus menarikanya masuk kedalam.
Begitu berada di dalam betul juga seketika Koan San gwat
melongo dibuatnya, baru sekarang ia paham kenapa Ling koh
berkata demikian. Bahwasanya bentuk bangunan gedung
besar ini adalah sedemikian megah dan angker dilihat dari
sebelah luar, namun keadaan dalam justru sangat jorok dan
bobrok sekali, kapur dinding sudah luntur dan ngelotok sarang
gelegasi bertaburan dimana manana debu diatas lantai tebal
beberapa mili, rasanya lembab dan basah lagi, didalam
ruangan ini, kosong melompong, disebelah samping sana
terletak anyaman kasur dari rumput.
Liu Ih yu dan Li Sek hong masing masing menduduki
sebuah kasur rumput bersimpuh dengan tenang dan
menunggu, berita ia masuk Liu Ih yu segera menunjuk sebuah
kasur rumput yang lain dibadannya, katanya “Silakan duduk!”
Menurut gaya duduk orang pelan pelan Koan San gwat
duduk menurut permintaan orang, namun wajahnya
mengunjuk rasa heran dan tidak mengerti, Liu Ih yu
tersenyum simpul, katanya “Mungkin merasa tempat ini terlalu
bobrok bukan?”
Koan San gwat merandek sebentar, lalu sahutnya “Kata
kata bobrok sulit diberikan penilaian, cuma keadaan di sini
jauh berbeda dengan keadaan luarnya, seperti bumi dan langit
layakanya!”
Li Sek hong tersenyum, selanya : “Kau tahu tempat apakah
ini? “
Koan San gwat menggeleng, Kata Li Sek hong tertawa :
“Disinilah tempat Suci moay berlatih kepandaian, setahun ada
tiga ratus enam puluh hari, sedikitnya tigi ratus lima puluh
sembilan hari kami menghabiskan waktu ditempat ini…..”
“Kenapa begitu!” ujar Koai San gwat tidak paham, “Banyak
tempar diluar yang lebih bagus, disana lebih nyaman dan
bersih untuk berlatih ilmu, tidak perlu mengurung diri disini,”
“Itulah jalan menjadi dewa, dalam ke royalan mengajar
kemiskinan diantara “Ke” dan “Ke” itu, baru kita dapat
menggembleng diri kearah kesempurnaan hidup, dan biasa
dalam ketenangan nan sepi lelap.”
Seperti paham tapi kurang mengerti, Koan San gwat
manggut manggut.
“Bukan kau saja yang tak mengerti,” demikian sambung Li
Sek hong, “Seluruh manusia di kolong langit ini tiada
seorangpun yang paham kecuali Nabi, karena hal hal seperti
itu tidak menjadi suatu dalil yang tetap, sesuatu yang indah
didalam dunia ini tidak akan tetap bertahan dimakan waktu,
demikianlah seperti bentuk rumah ini, indah diluar keropos
didalam. Dewa itulah palsu, itulah dalil yang benar, dalil dalil
lapuk itulah yang merupa kehidupan manusia….” ia terloroh
loroh rawan nadanya sedemikian sedih dan hampa. Koan San
gwat terlongong mematung.
Enam puluh tahun yang lalu, tengah malam Pekli Put ping
si sastrawan Rudin yang gagah menempuh ujian memanjat
puncak Sin li hong. Tatkala itu ia berusia tiga puluhan, sastra
dan ilmu silat yang diyakinkan kepalang tanggung, setelah
gagal ujian ia mengembara menghabiskan waktu.
Konon kabarnya di puncak Sin li hong pernah terjdi suatu
legenda Dewi bertemu dengan raja, maka besar hasiatnya
naik keatas puncak untuk menikmati impian yang muluk muluk
dikalangan dewata.
Dikala dia kehabisan tenaga dan napas ngos ngosan, tiba
diatas puncak, dilihatnya seorang perempuan sedang berdiri
diujung batu yang menjorok keluar sedang menikmati cahaya
rembulan, karuan hatinya girang dan kejut pula, sebab
ditengah malam buta rata, seorang perempuan berani tinggal
sendirian di puncak gunung yang sepi dan di tempat
ketinggian yang berbahaya lagi, kecuali bidadari siapa lagi?
Prempuan itu berdiri membelakangi dirinya, perawakan
tubuhnya kelihatan ramping langsing, seperti bidadari dari
khayangan, karena kedatangannya memang ingin bertemu
dengan bidadari, segera ia menghampiri dan menyapa dengan
rasa hormat.
Begitu perempuan itu membalik tubuh, seketika dia
berjingkrak kaget setengah mati. Karena beda dengan bentuk
tubuhnya yang elok, raut muka perempuan ternyata begitu
jelek, lebih buruk dari wajah setan.
Karena dia yang menyapa lebih dulu, tidak enak tinggal
pergi begitu saja maka setelah sekedar basa basi, akhirnya
tahu bahwa perempuan itu bernama Oen Kiau. Sejak lahir
bentuk mukanya memang sudah teramat buruk maka orang
tuanya lantas membuangnya dibawah gunung, untung ketemu
oleh seorang sakti, lalu mengasus, membimbing serta
mendidikanya sampai besar, orang aneh itu she Oen, dia
diangkat menjadi putri angkamya, Oen Kiau adalah asma yang
diberikan oleh tokoh aneh yang sakti itu.
Setelah orang aneh itu meninggal belia meninggalkan
pelajaran ilmu silat yang amat tinggi dan hebat sekali, tahu
bahwa bentuk mukanya yang buruk maka Oen Kiau tidak
berani muncul didunia ramai, dia mengasingkan diri di
pedalaman gunung nan sepi dan tenang.
Sudah tentu Pekli Put ping tidak tertarik kepada Oen Kiau,
namun ia sangat takjub dan mengiri akan kepandaian ilmu
silatnya, maka dia berdiam cukup lama dipuncak gunung itu
orang mengobrol panjang lebar, sebesar itu Oen Kiau belum
pernah berdekatan dengan laki laki muda apa lagi dengan
sikap yang mesra pula, sudah tentu mati matian ia mencintai
laki laki pujaan hatinya ini. Beginikah akhirnya mereka menjadi
suami istri, mereka lebarkan hari hari bahagia itu beberapa
bulan lamannya.
Hasrat Pekli Put ping untuk mempelajari berbagai ilmu
kepandaian itu teramat besar, dengan tekun ia merangkai
semua peninggalan orang aneh itu, alhasil diketemukan
olehnya beberapa buku catatan mengenai ilmu silat, Oen Kiau
sendiri tidak pandai membaca ia tidak tahu akan rahasia
peninggilan ayah angkatnya itu, sebalikanya Pek Put ping
seperti memperoleh lotre jutaan besarnya, girang bukan main,
namun timbul rasa tamaknya untuk mengangkangi sendiri.
Dengan tekun ia pelajari ilmu ilmu yang tercatat didalam
buku peninggalan itu tanpa memberi tahu atau menurunkan
pula kepada istrinya. Sampai akhirnya setelah kepandaian
silamya jauh melampaui kemampuan istrinya, lama kelamaan
ia menjadi sebal dan muak melihat tampang istrinya mesrapun
menjadi kasar dan ketus.
Oen Kiau tahu sebab musababnya dan perubahan sikap
suaminya itu, semula ia masih berlaku manis diri selalu
mengalah saja tapi orang sabar ada batasnya, suatu ketika
terjadi perang mulut yang sengit, suami istri berkelahi dan
saling serang tidak kenal kasihan lagi, dengan nekad Pekli Put
ping melancarkan ilmu ilmunya yang ganas, tujuannya hendak
membunuh Oen Kiau. Untunglah orang sakti yang aneh itu
sebelumnya meramal bakal terjadi tragedi yang memalukan
ini, sebelum ajal dan lumpuh dan semua ilmu peninggalannya
yang dipelajari Pekli Put ping, akhirnya Pokli Put ping dibekuk
oleh Oen Kiau, namun betapapun hati perempuan rada lemah,
apalagi kehidupan suami istri sudah berlangsung sekian lama,
maka ia tidak hendak melukai atau menyakiti suaminya,
setelah memakinya kalang kabut terus tinggal pergi begitu
saja.
Setelah Oen Kiau pergi, pengan ilmu yang dipelajarinya,
Pekli Pua ping melakukan perbuatan kotor dan jahat, namun
selama ia malang melintang sekian lama menjelajah seluruh
dunia tidak pernah menemui seorang lawan yang tangguh,
lama kelamaan ia jadi bosan sendiri akan kehidupan Kangouw,
setelah puas akhirnya ia kembali ke Sin li hong dan menetap
disana melanjutkan pelajaran ilmunya yang masih belum
sempurna keseluruhannya.
Buku pelajaran silat peninggalan orang aneh itu terdiri tiga
jilid, meski apa yang tercatat didalamnya kurang lengkap dan
tidak berurutan, namun setelah dipelajari serta diraba raba
lambat laun terjadilah suatu rumus yang dapat dijadikan
landasan.
Tay lo sian kip mencatat pelajaran sara menjadi dewa.
Thian mo po lok adalah merupakan inti sari dari kumpulan
segala macam ilmu sesat. Sedang Yu Oing hian ki adalah
pelajaran cara herlatih mengawasi mayat serta setan yang
serba ganjil dan magik.
Ajaran yang tercatat didalam Thian mo po lok dan Yu bing
hian king rada gampang dipelajari, rapi bagian Tay lo sian kip
lebih su kar diselami.
Setelah mengasingkan diri beberapa tahun memperdalam
ilmunya Pekli Put ping menjadi bosan dan kesepian, lalu ia
menerima empat murid, yaitu Lim Hiang ting, Cia Ling im Li
Sek hong dan Sebun Bu yam, diantara mereka hanya Cia Ling
im saja murid laki kaki.
Lim Hiang ting dan Li Sek hong berparas cantik dan
berbentuk elok lagi, sebalikanya paras Sebun Bu yam jelek
sekali, bahwa Pekli Put ping mau menerima dia sebagai murid
mungkin timbul kenangannya terhadap sang istri Oen Kiau.
Diantara keempat murid ini Cia Ling im paling cerdas,
berbakat lagi, tapi sifatnya suka ugal ugalan, maka
kepandaian yang dipelajari dari Thian mo pok lok pun maju
teramat pesat, adalah Sebun Ba yam paling bodoh, terpaksa
dia hanya mempelajari ajaran yang ada di Yu bing hian kiang,
ilmu rendahan belaka.
Pekli Put ping sendiri belum banyak memahami pelajaran
Tay lo sian dip, maka pelajaran yang dia turunkan kepada
muridnya hanya terbatas pada Thian mo pok lok dan Yu bing
hian kiang saja, karena pelajaran jalan iblis itu mengutamakan
kombinasi antara negatif dan positif, maka setiap kali latihan
perlu adanya campur baur, begitulah diantara mereka guru
dan murid terjadi sesuatu hubungan yang sulit diketahui orang
luar, Pekli Put ping tertarik pada Lim Hiang ting, maka Cia Ling
im terpaksa gaul dengan Li Sek hong dan Sebun Bu yam,
karena itulah Sebun Bu yan sangat setia terhadap Cia Ling im,
dan patuh lahir batin.
Sudah tentu tidak pernah timbul hasrat Cia Ling im
terhadap Sebun Bu yam, karena ia sudah terpincut pada Lim
Hiang ting dan Li Sek hong, tapi Lim Hiang ting adalah idaman
gurunya, ia tidak berani menjamahnya, boleh dipandang tidak
boleh disentuh, bagi Li Sek hong karena ada tekanan dan
perintah sang guru, meski sering latihan bersama, namun
hatinnya teramat benci sekali, biasanya ia bersikap adem dan
dingin. Demikian juga keadaan Lim Hiang ting, karena
perintah dan kehendak sang guru sulit dibangkang ia dipaksa
untuk menyerahkan kesuciannya, sudah tentu iapun sangat
bermusuhan terhadap Cia Ling im.
Begitulah dalam hubungan yang ruwet diantara kelima
murid itu, mereka hidup bersama beberapa lamanya, lambat
laun terjadi tiga kelompok didalam kehidupan mereka, Lim
Hiang ting dan Li Sek hong satu pihak, Cia Ling im dan Sebun
Bu yam pihak kedua, sementara Pekli Put ping merupakan
pihak yang lain pula, tapi ia suka memberi angin dan membela
kepentingan Cia Ling im, kecuali dilarang menyentuh Lim Kian
ting, apapun yang diinginkan tentu disokong, maka Li Sek
hong lah yang dijadikan kambing hitamnya, betapa derita
hatinnya, tak perlu dikatakan lagi.
Sampai itu Pekli Put ping terus memperdalam Tay lo sian
kip, sampai hari tuanya, tiba tiba tumbuh sebuah pikiran aneh
dalam benakanya diselaminya bahwa jalan kedewaan tiada
harapan ditempuh dengan kekuatan manusia oleh karena itu
timbullah hasratnya untuk menghimpun dan mendirikan Liong
hwa hwe.
Maka mulailah dia menyebar muridnya dia sendiripun
bekerja menarik dan menciduk para tokoh tokoh persilatan
diseluruh kolong langit puncak Sin li hong mereka ganti
bernama Sian se thian, sebagai tempat tinggal dan tempat
pertemuan para orang orang gagah jelasnya sebagai markas
besar, setelah berjerit payah setengah tahun, akhirnya Liong
hwa hwe berdiri secara resmi, dan saat itupun ia mengadakan
pertemuan besar yang pertama.
Pertama kali mereka berhasil mengumpulkan sembilan
puluh delapan tokoh tokoh kosen, namun pertemuan kali ini
kurang begitu meriah, karena waktunya yang terlalu pendek
dan kurang persiapan lagi, lebih banyak orang orang gagah
diseluruh dunia ini belum empat ditarik menjadi anggota. Di
antara sembilan puluh delapan kosen itu terdiri berbagai
golongan dan aliran, kerbau setan serta ular dan malaikat
berkumpul bersama, sudah tentu keadaan menjadi kurang
serasi dan tidak cocok satu sama lain. Pekli Put ping
memempatkan diri di Thian gwat thian sebagai pimpinan
dalam dewa diantara dewa, namun ia merasa masih belum
puas akan hasilnya ini, maka, kesembilan puluh delapan orang
itu di uji dan dipilih, lwekangnya yang hebat dan tinggi ada
tujuh belas orang, mereka masuk dalam barisan Siang pang,
dia sendiri yang menjadi pimpinan Tingkat kedua adalah Mo
pang tanggung jawab pimpinan diserahkan kepada Cia Ling
im. Dan yang paling rendah tingkatannya ada empat lima
orang yang dimasukkan dalam barisan Kui pang Sebun Bu
yam sebagai pimpinan, sementara ketiga pang ini di bawah
pengawasan dan petunjukanya pula.
Kesembilan puluh delapan tokoh tokoh kosen itu
merupakan tokoh Bu lim yang cukup tinggi kedudukan dan
kepandaiannya, namun Pekli Put ping berpendapat tokoh
kosen yang betul betul tulrn belum tentu punya nama diluar,
dirinya sebagai contoh, maka ia mengeluarkan perintah, lima
tahun yang akan datang membuka pertemuan lagi ia tugaskan
semua orang mengumpulkan dan menarik sebanyak mungkin
kaum cendikia dan kaum persilatan, kalau sejak itu ia
membuat aturan aturan dan tara tertib yang ketat dan keras.
Pertemuan besar dihadiri sembilan puluh delapan orang,
banyak diantaranya mareka hasil kerja berat Cia Ling im dan
Sebun Bu yam menarikanya menjadi anggaota, malah tidak
sedikit yang datang sendiri tanpa diundang. Sementara kaum
lurus karena terdesak oleh keadaan ancaman terpaksa terjun
dalam kanca organisasi yang tak benar ini. Tapi Cia Ling im
merasa punya sandaran yang cukup kuat tindak tandukanya
semakin berani dan mengembangluaskan kekuasaannya,
lambat laun ia pun berani menentang atau tak mau dengar
semua perintah Pekli Put ping lagi.
Lim Hiang ting dan Li Sek hongpun menyadari situasi yang
gawat ini, kalau mereka tinggal diam dan tidak mencari bala
bantuan, tentu kelak mereka terdesak dan disudutkan oleh Cia
Ling im, maka merekapun giat menarik dan mengumpulkan
anggota. Memang jerih payah mereka tidak sia sia, beruntun
mereka berhasil mencari beberapa tokoh kosen, yang lama
mengasingkan diri, umpamanya Sian yu ti ouw, Ban li bu in, It
lun bing gwat dan lain lain.
Sudah tentu Cia Ling impun tidak berpeluk tangan, demi
menyebar luas kekuasaan dan wibawanya, tanpa mengenal
tata dan menggunakan segala pengorbanan dia menarik entah
secara suka rela atau paksa kamrat kamratnya, beruntung
usahanya tidak sia sia, iapun berhasil memperoleh bantuan
yang cukup tangguh pula, umpamanya Thian mo kun Ki Thian
ting dan lain sebagainya….”
Pada hari tuanya Pekli Put ping menerima murid
perempuan lagi, itulah Liu Ih yu adanya waktu masuk
perguruan ia baru berusia empat belas tahun, terhadap murid
kecilnya ini Pekli Put ping termasuk teramat sayang dan
memanjakannya, malah dianggapnya sebagai putri sendiri,
dalam tempo yang pendek kira kira dua tahun, dengan segala
jerih payah sendiri, ia gembleng gadis kecil ini, karena usianya
masih kecil, banyak ilmu yang tertera didalam Thian mo pok
lok, dimana ilmu yang harus dilatih secara gabungan antara
pria dan wanita tidak diturunkan kepadanya, paling hanya
diajarkan ilmu yang memperkuat kondisi badan dan ilmu
bagian luar yang cukup lihay, oleh karena itu sampai detik ini
Liu Ih yu masih gadis suci bersih .
Sementara itu Pak Put ping sudah sedikit demi sedikit
menyelami pelajaran Tay lo sian kip, waktu dan perangainya
banyak berubah timbul hasratnya meninggalkan jalan iblis
yang sesat ini. Tapi karena ajaran iblis sudah mendalam
daging dalam tubuhnya, apalagi antara jalan dewa dan iblis itu
sendiri saling bertentangan, latih punya latih akibatnya ia
tersesat dalam latihan, bagian bawah badannya menjadi
lumpuh.
Setelah latihannya tersesat dan menjadi cacad itulah baru
dia menyadari bahwa akibat hakikatnya jalan iblis itu tidak
mungkin bisa ditempuh dengan sempurna, diinsyafinya pula
Cia Ling im kini tidak bisa dipercaya lagi karena kesesatan
ilmunya itu. Sayang sekali ia sadar dan bertobat setelah
terlambat, tak mungkin lolos dari belenggu kesesatan yang
dilandasi oleh nafsu nafsu iblis itu. Oleh karena itu dalam taraf
terakhir ia lebih giat menciptakan Tay lo jit kiam yang khusus
menundukan Sian to su sek kebanggaan Cia Ling im, Li Sek
hong Liu Ih yu bertiga dan tak lupa ia serahkan Cu sian ling
kepada Lim Kiang ting.
Kuatir Cia Ling im tidak terima patuh ia berlaku nekad
meski jiwa sendiri akhirnya sulit dipertahankan, dia tunjukan
kehebatan Pek hong kiam. Sebetulnya jerih payahnya ini
merupakan tipuan belaka, karena kejadian itu melulu
mengandal kekuatan tenaga dalamnya untuk mengelabui
semua orang. Memang Cia Ling im kena digertak dan diapusi
mentah mentah, namun dia sendiri mampus tak lama
kemudian karena kehabisan tenaga.
Setelah mendengar kisah panjang lebar ini, sekian lama
Koan San gwat duduk terlongong, betapapun ia sudah paham
asal usul dan seluk beluk Liong hwa hwe tapi asal mula
terbentukanya organisasi liar yang mengandung kekuatan
besar ini betul betul aneh dan sulit dipercaya….
Setelah termenung sekian lama, akhirnya Koan San gwat
bertanya: “Go hay ci hang menyebut Pekli Put ping Ciangwe
sebagai Hoat hoa Sing cia…”
“Itu nama gelar luhi sudah dalam Liong hwa hwe,” sahut Li
Sek hong. “Untuk seraresahan dengan nama organisasi, setiap
anggota dalam Liong hw hwe diharuskan mengganti nama
aslinya dengan gelar atau julukan, dilarang keras
menggunakan nama aslinya, yang melangsir hukumannya
amat berat……”
“Oleh karena itu guruku lantas dinamakan Ui Sianjin.”
Li Sek hong manggut. Tanya Koan San gwat pula “Lalu
bagaimana dengan Oen lo ciánpwe ?”
“Entah selanjutnya beliau tidak pernah muncul lagi,
dihitung usianya mungkin sekarang sudah hampir seratus
tahun, kemungkinan besar beliau sudah wafat “
Koan San gwat merasa kasihan pada pengalaman Oen Kiau
yang menyedihkan itu, di saat kemudian dia berkata pula
“Bagaimana Hoe hoa Seng cia menyelesaikan ketiga jilid Pit
kip itu ?”
Li Sek hong menjelaskan: “Yu bing cin king dan Thian mo
pok lok masih ada, tetapi ilmu yang tertera didalamnya sudah
kami pelajari semua, tak ada manfaatnya lagi, sedang Tay lo
sian kip sudah dibakar oleh Suhu.”
“Bagus sekali, kalau buku itu sampai terjatuh ditangan Cia
Ling im dunia akan geger diobrak abrik olehnya.”
“Tapi kalau jatuh ketangan kami, bukankah dapat
mengekang dan menundukkan dia?” sanggah Li Sek hong.
“Tay lo itu hanya namanya saja sebagai dewa bukan
mustahil merupakan ilmu sesat pula, bagi yang
mempelajarinya bakal tersesat.”
Bercekat hati Li Sek hong, tanyanya “Darimana kau tahu?”
Berpikir sebentar barulah Koan San gwat menjawab
“Secara tiba tiba timbul keinginan Pekli canpwe untuk
mendirikan Liong hwa hwe kuduga ia mendapat ilham dari Tay
lo sian kip itu, karena kedua buku setan dan iblis itu tak
mungkin mencatat hal hal macam ini!”
“Uraianmu memang tidak salah, setelah Subhu
memperdalam Tay lo sian kip itu baru timbul pikiran anehnya
itu.”
Koan San gwat tertawa tawa tanyanya “Cara bagaimana
pula guruku menjadi anggota…..?
“Ui ho adalah undangan Toa suci, bagaimana kejadannya
kami tidak tahu. Dua puluh tahun yang lalu Liong hwa hwe
dibuka untuk kedua kalinya jauh lebih ramai, tokoh tokoh
kosen berkumpul jadi satu, tatkala itu kami bertiga sudah naik
pangkat sebagai dewa diantara dewa, sementara Cia Ling im
sebagai iblis diantara iblis, pimpinan barisan Mo pang adalah
Thian ki mo kun, Sebun Bu yam sebagai ketua setan diantara
setan, dan kami jarang mengurus tugas dalam organisasi dari
para tokoh yang tercantum dalam Hong sin pang dipilih pula
empat Hwe cu, Yi ho adalah salah satu diantaranya, bernama
Sian yu it ouw dia termasuk dalam barisan Sian pang dan dua
orang yang lain adalah Se gak mo sin dan Pak hong kui si…”
Koan San gwat manggut, ujarnya “Kedua orang inipun
pernah kulihat!”
Li Sek hong menjelaskan lebih bnjut : “Semula mereka
adalah pimpinan dari berbagai Pang itu, dinaikkan pangkatnya
menjadi Hwe cu, oleh karena itu pimpinan Sian pang terjatuh
pada Go hay ci hang, begitu pula pimpinan Mo pang dijabat
oleh Thian ki mo kun, sementara Kui pang di pimpin oleh Im
hong kui si. Jumlah anggota Sian pang ada tiga puluh enam,
Mo pang tujuh puluh dua, paling banyak Kui pang harus
lengkap seratus orang, boleh dikata merupakan wadah dari
kumpulan tokoh tokoh silat yang amat besar.”
“Cara bagaimana pula memilih nama nama yang
dicantumkan pada tiap tiap barisan itu ?”
“Semula ditentukan oleh kepandaian silat masing masing,
tapi tidak semua dilaksanakan dalam cara yang sama, ada
kalanya seseorang yang berkepandaian tinggi, tapi dia rela
menempatkan dirinya dibarisan kedua, umpamanya Thian ki
moi kun…”
“Aku malah paham akan maksud tujuannya, kalau berada
dalam urutan Sian pang paling dia terhitung kelam dua, kalau
menempatkan diri di Mo pang, maka dia dapat malang
melintang main kuasa!”
“Itu hanya salah satu sebab saja,” ujar Li Sek hong, “Yang
penting karena tunduk pada Cia Ling im. Melihat pertemuan
Liong hwa hwe kedua Toa suci dapat mengudang tokoh tokoh
silat tingkat tinggi, dibanding kekuatannya tidak lebih asor dari
dirinya maka dia meneggakkan banyak aturan dan undang
undang, kekuasaan dari pertemuan besar ia serahkan pada
Mo pang meski kedudukan orang orang dari barisan, Sian
pang cukup tinggi, namun hanya bernama kosong begini
adalah salah satu perbutan sewenang wenangnya setelah
pegang kekuasaan, karena Thian ki mo kun adalah tangan
kanannya yang paling setia!”
“Kenapa Lim siancu diam saja?”
“Begitu juga pikiranmu,” Li Sek hong kertak gigi, “Semula
akupun tidak paham kenapa Toa suci diam saja mengumbar
segala perbuatannya yang keluar batas, baru sekarang aku
paham, meski waktu itu ia memegang Pek hong kiam, tapi ia
tidak kuasa menundukkan Cia Ling im terpaksa ia tinggal diam
tidak tahu menahu!”
Sampai sekarang baru Koan San gwat paham seluruh seluk
beluk Liong hwa hwe, segala rahasia dan kecurigaan hatinya
gusar sirna, cuma masih ada persoalan yang mengganjel
dalam hatinya, yaitu hubungan antara gurunya dengan Lim
Hiang ing.
Li Sek hong mengerti akan ksangsiaannya ini, sambil
menghela napas ia berkata : Liong hwa hwe pada waktu itu
betul betul merupakan pertemuan besar amat meriah, Ui ho
siangjin dapat mengalahkan beberapa lawan lawannya, hanya
dia saja yang mampu bertahan dari rangsakan Liu thing sam
ki tanpa cidera.”
“Apa yang dinamakan Lu thing sam ki itu?” tanya Koan San
gwat,
“Ujian ilmu silat, Lui thing pertama adalah menerima
sergapan kedua burung bangau dari tengah udara, kedua
burung itu sudah terlatih, baik kekuatannya luar biasa
….”
Li Sek hong mengunjuk rasa heran dan percaya. Cepat Liu
Ih yu menyela “Memang dia pernah menghadapi rangsakan
bersama dari Toa pek dan Ji pek, tapi lebih asor dibanding Ui
ho, telapak tangannya tercakar bolong, untung aku tiba tepat
pada waktunya memberi obat pemunahya kalau tidak sejak
tadi jiwanya sudah melayang”
“Kau tahu apa?” dengan Li Sek hong dengan sikap serius,
“Untuk menghadapi Cia Ling im selama dua puluh tahun
mendatang Toa suci sudah berjerih payah mendidik dan
mengasuhnya, kemauan Toa suci membubuhi racun Poh Pang
san di kedua cakar masing masing tujuan untuk melenyapkan
beberapa begundal Cia Ling im. Koan lote bisa melawan
sekali sergapannya terbukti bahwa lwekangnya unggul
dibanding Ui ho dulu.
Koan San gwat merasa kikuk, cepat ia menyela, “Harap
tanya apa pula kedua ujian yang lain?”
“Yang lain menghadapi Siu lo it kiam Sek Cia Ling im dan
Tay lo it kiam sek Toasuci. Kedua ujian terakhir ini kukira
paling sulit dihadapi!”
“Sudah tentu Meski keempat Hwe cu dapat menghadapi
ketiga ujian itu, hanya Ui ho seorang yang dapat lulus dengan
gemilang, oleh karena itu bukan saja dia memperoleh
kedudukan istimewa dalam Liong hwa hwe, diapun sudah
mencuri sanubari Toa Suci!”
Terbayang betapa gagah dan perwiranya sepak terjang
gurunya dulu, tak urung Koan San gwat merasa bangga dan
senang, namun sampai disini Li Sek hong lantas bungkam
tidak mau bicara lagi, setelah menunggu sekian saat, terpaksa
Koan San gwat bertanya : “Bagaimana keadaan selanjutnya?”
“Mengadu kepandaian serta mengatur tingkat, setelah
berkumpul satu hari satu malam hari kedua semua orang
bubar, sebetulnya semua orang setuju setiap lima tahun
kumpul satu kali, cuma Ui ho Siangjin seorang yang tidak
setuju, dia mengusulkan supaya dua puluh tahun sekali
berkumpul, Toa suci menyokong usulnya ini, maka akhirnya
diputuskan hari inilah sebetulnya pertemuan yang ketiga.”
Koan San gwat kurang paham, tanyanya “Kalau begitu,
sebetulnya Liong hwa hwe tiada sesuatu rahasia yang harus
disembunyikan mengapa terhadap luar berlaku begitu
misterius ?”
“Itulah salah satu tipu daya Cia Ling im yang culas, demi
mengekang barisan yang lain maka sengaja ia membuat tata
tertib yang keras, karena kekuasanan tangan Thian ki mo kun,
terhadap sesama kawan dalam satu barisan suka memberi
kelonggaran, tapi cukup berat. Coba pikir dalam jangka waktu
yang sedemikian panjang bukan mustahil banyak mulut usil
yang bakal membocorkan rahasia….”
“Anggota Liong hwa hwe tersebar luas dimana mana, siapa
yang punya kemampuan begitu besar dapat mengawasi
mereka satu persatu….”
“Thian ki mo kun sering berkeliling ke mana mana mata
kupingnya tersebar luas pula setiap gerak gerik dan jejak para
anggota tiada yang lepas dari genggaman tangannya, hanya
beberapa orang terbatas saja yang bebas dari
pengawasannya. Sudah tentu gurumu adalah salah satu
diantaranya.”
“Tapi guruku belum pernah membocorkan hal itu
kepadaku!”
“Tindak randuk Ui ho memang sangat cermat dan teliti, tapi
ia sudah mengatur sempurna bagi kau, ada maksud kau
menjadi anggota untuk menggantikan kedudukan dan
jabatannya, mungkin tidak terpikir bahwa urusan berubah
begini cepat….”
Koan San gwat melengak, kata Li Sek hong pula tertawa
“Untuk tahu lebih jelas silahkan tanya kepada Go hay ci hang,
hubungan gurumu amat kental dengan dia. Hal ini aku dengar
dari bisikan Toa suci.”
Koan San gwat menjublek, hatinya sedang menerawang
dan mencari putusan, dia tahu pesan apa saja yang tertera
didalam surat peninggalan Lim Hiang ting, tapi sulit ia mencari
alasan untuk menanyakan hal ini.
Sementam didengarnya Li Sek hong bertanya: “Sekarang
apa pula yang ingin kau ketahui?”
“Aku ingin tahu bagaimana Hiang ting Siancu menarik
guruku sebagai anggota? “
“Hal itu aku kurang jelas, setiap orang menggunakan
caranya sendiri, kebanyakan digunakan kepandaian silatnya
menundukkan atau membujuk pihak lawan, lalu menarikanya
menjadi anggota, tapi ada pula yang mengggunakan cara lain
umpamanya cara aku menarik Hiai Lo Sat, Pek kut sin mo dan
lain lainnya…”
“Jadi Sian cu yang menarik mereka jadi anggota ?”
“Benar, bagaimana kau kenal mereka?”
“Aku pernah mewakili mereka melabrak Ouw hay ih siu tua
bangka keparat itu.”
“Kalau begitu tentu kau sudah tahu sebab musabab mereka
masuk jadi anggota? “
“Aku tidak tahu, yang jelas permusuhan mereka teramat
mendalam”
“Itupun mungkin, selamanya mereka merahasiakan asal
mula permusuhan itu, tapi kau pernah bergebrak dengan Pok
Sian cun, paling tidak sudah paham akan cacad itu!”
“Ya, tapi aku belum mengerti, aku hanya merasa
kepandaian Pok Sian cun merupakan suatu aliran sesat yang
aneh, kebutuhan hari itu aku baru saja minum semacam obat
penenang, maka sedikitpun aku tak terpengaruh.”
“Lumayan juga bagi kau,” ujar Li Sek hong, “Ilmu silat Pok
Sian cun sebetulnya tidak tinggi, namun dia bisa masuk
barisan Sian pang, karena dia punya keistimewaan. Pertama
dia tidak gampang dilukai atau dibunuh orang. Kedua silatnya
mengandung kekuatan yang dapat mengelabui dan seperti
menyedot sukma lawannya. Waktu muda dia kepincut pada
Lok Heng kun dan adikanya, tapi kedua kakak beradik itu
memandang rendah dirinya setelah berkelahi kedua orang ini
dibikin oleh maunya yang sesat itu seperti terbius secara tidak
sadar kedua kakak beradik ini membuka seluruh pakaian
sendiri sampai telanjang bulat, baru saja Pok Sian cun
bemaksud menodai kesucian mereka, kebetulan Coh san si Lu
Ju yang dan Suhengnya lewat di tempat kejadina kedua
Suhengte ini segera melabrak Pok Sian cun mengusirnya
pergi, karena pertolongan ini maka Lok Heng kun menikah
dengan Si yok hong, sedang Lok Sian kun menikah dengan Li
Ju yang, sejak mana kedua keluarga ini mengikat permusuhan
yang lebih mendalam dengan Pok Siang cun. Pok Sian cun
masuk Liong hwa hwe wajib tolong menolong soal dendam
kesumat dan permusuhan pribadi boleh diselesaikan disaat
pertemuan besar seluruh anggota. Ilmu silat mereka bertiga
rada rendah, terpaksa hanya masuk dalam setan Mo pang,
untuk membalas dendam terbuka harus minta bantuan orang,
mereka jadi anggota tujuannya memang ingin minta bantuan.”
Tambah pula sedikit pengertian Koan San gwat mengenai
latar belakang yang rumit ini.
Terdengar Li Sek hong menghela napas : “Bahwasanya
seluruh anggota Liong hwa hwe yang berjumlah seratus lebih
itu. kalau tidak tanam budi tentu saling bermusuhan, maka
sewajarnya terjadi dua kelompok yang saling bertentangan,
karena terkekang oleh aturan aturan dalam perkumpulan
sehingga sulit mereka menyelesaikan urusan pribadi.
Pertemuan besar hari ini kalau benar benar terjadi pasti akan
banyak tontonan yang ramai, Cia Ling im sudah membawa
seluruh kamrat kamratnya, maka perbedaan keda kelompok
yang saling berhadapan ini lebih jelas lagi….”
Koan San gwat tidak ingin tahu budi atau dendam orang
lain, maka ia hanya bertanya “Bagaimana pula hubungan
antara guruku dengan Lim siancu?”
Li Sek hong berpikir sebentar lalu menjelaskan: “Ui ho
menerima undangan Toa suci, ia tinggal diatas gunung sekian
lamanya, setiap hari bergaul erat dan hubunganpun semakin
intim keadaan ini diperhatikan Ca Ling im sudah tentu ia
merasa jelas, karena sejak lama dia sudah menaruh hati pada
Toa suci, dulu karena masih ada suhu, setelah beliau wafat ia
menyangka sikap Toa suci bakal berubah terhadapnya, tak
nyana muncullah Ui ho yang menjadi penentang utamanya
karuan rasa cemburu membakar hatinya, tapi ia masih takut
akan kelihatan Pek hong kiam ditangan Toa suci, maka ia
gunakan cara lain untuk merusak hubungan mesra mereka.
Dia buka rahasia pribadi Toa suci yang dulu sudah pernah
dinodai oleh guru sendiri kepada kepada Ui ho!”
Sek hong manggut manggut, ujarnya “Gagal yang pertama
Cia Ling im menggunakan akal nya kedua, kali ini jauh lebih
keji secara kekerasan ia putuskan hubungan intim mereka.”
“Tipu daya keji apa?”
Merah muka Li Sek hong, sesaat ia berdiam diri baru pelan
pelan melanjutkan : “Dalam mengatur tipu daya ini akupun
tersangkut, malah aku sendirilah yañg melaksankan.”
Koan San gwat menatapnya tajam, tapi sikap Li Sék hong
sudah wajar, katanya “Tidak usah malu kau tertawakan, terus
terang sebetulnya ákupun jatuh hari kepada gurumu sebab
laki laki macam dia memang jarang ada dan sulit
diketemukan, tapi karena dia berhubungan intim dengan Toa
suci, sehingga aku harus menyembunyikan perasaan hatiku,
tapi bisikan hatiku ini tidak dapat mengelabui mata Cia Ling
im, maka dia menggunakan tak tik kelemahanku ini….”
Biji mata Koan San gwat membelak semakin besar.
Tak tertahan Liu Ih yu menimbrung: “Suci! Apa kau harus
membeber rahasia itu?”
“Ya” sahut Lì Sek hong manggut manggut “Aku harus
mencurahkan ganjalan hatiku selama ini, apalagi peristiwa
memalukan itu sudah lama mencekam sanubariku, sehingga
aku merasa bersalah terhadap Toa suci, meskipun dia
memaafkan aku, namun ku tak bisa memaafkan diriku
sendiri….”
Malam terang bulan, puncak Sin li hong di tabur cahaya
nan redup, di mana sedang berkumpul lima orang makan
riang gembira.
Lim Hiang ting elok rupawan laksana bidadari, Li Sek hong
cantik molek seperti kuntum kembang yang baru mekar,
sementata Liu Ih yu seperti seekor burung yang lincah dan
senang mengoceh, suara tawa dan senda gurau kumandang
dalam perjamuan yang meriah ini, Cia Ling im juga bicara dan
senda gurau secara bebas tiada ikatan atau janggalan, Tokko
Bing adalah seorang gagah dan kereng. Pertamuan yang
dihadiri orang orang penting Liong hwa hwe.
Cia Ling im menuang setengah cangkir arakanya seraya
berkata “Sinar rembulan nan cemerlang laksana mencuci
bersih alam semesta, minum arak riang gembira, benar benar
merupakan kejadian yang paling menggirangkan hatiu,
untunglah Ba yan tahu diri tidak keadaan yang semarak ini
akan menjadi janggal karena keburukannya itu.”
Toko Bing tersenyum lirih, katanya, “Cia heng sebenarnya
tidak boleh kau berkata demikian, bukankah dia begitu baik
terhadap kau !”
“Itu persoalan lain, dalam perjamuan semarak ini tanpa dia
hadir lebih baik, diantara kami berlima dapat dikisahkan dalam
sair dan dilukis pula, kalau terdapat muka buruknya itu,
bukankah menghilangkan selera belaka…”
“Suheng!” tak tahan Liu Ih yu ikut bicara “Omonganmu
tidak adil bagi Sebun suci”
“Buruk ya buruk, memang aku harus membangkang
kenyataan dan mengatakan cantik. Suhu mengganti namanya
menjadi Bu yam (tanpa garam), beliaulah orang pertama yang
berlaku tidak adil, kenapa kau cuma salahkan aku saja?”
Li Sek hong mendengus hidung, selanya : “Begitu merasuk
perhatiannya terhadap kau sikapnya ternyata kasar
terhadapnya, apa kau tidak kuantir dia bersedih
mendengarkan ucapanmu ?”
“Kalau dia sedih karena kukatakan dia jelek, berarti dia
lebih tidak tahu diri, aku boleh berterima kasih akan
perhatiannya itu, ia tidak bisa mengatakan buruk menjadi
cantik….”
Tergerak hati Lim Hing ting, “Kemana Bu yam sumoy?”
“Siapa tahu? Mungkin turun gunung, sudahlah jangan
perdulikan dia….”
Tengah mereka bicara tiba tiba didengarnya suara pekik
burung bangau, pekikanya seperti gugup dan gelisah jelas dia
sedang menghadapi bahaya, serempak semua orang pasang
kuping mendengarkan kata Cia Ling im: “Suaranya
kedengaran dari kamar latihan siapa yang berani naik keatas
Bu yam….”
“Untuk apa dia kekamar latihan?” tanya Lim Hiang ting.
“Itu kurang jelas,” sahut Cia Ling im “Mungkin ingin melihat
lihat Pek hon kiam itu…..”
Seketika berubah air muka Lim Hiang ting sebat sekali
tubuhnya mendadak melejit terus berlari kearah datangnya
suara.
Cepat Cia Ling im berkata : “Kalau be Bu yam adanya,
terpaksa aku harus mengulangi perbuatannya, supaya dia
tidak bentrok dengan Hiang ting suci!” habis berkata bergegas
iapun tinggal pergi.
Li Ih yu adalah gadis kecil yang suka melihat keramaian,
cepat iapun berseru, “Aku ikut kesana!”
Li Sek hong segera menarikanya, sahutnya: “Ui ho! Kamar
latihan Suci merupakan tempat terlarang, meski hubunganmu
kental tapi rasanya kurang pantas kau kesana, dan lagi urusan
kami antara saudara seperguruan, kau kesanapun tak bisa
turut campur!”
Terpaksa Tokko bing duduk kembali.
Li Sek hong berkata sambil tertawa “Jangan pedulikan
mereka mari kita minum sepuasnya.”
Beruntun mereka menghabiskan beberapa cawan, perasaan
Tokko Bing makin tidak tentrem. Li Sek hong lantas
melirikanya katanya : “Apa kau kuatir akan keselamaran Toa
suci?”
Merah muka Tokko Bing, sahutnya: “Siapa bilang…”
“Kalau begitu kenapa tingkah lakumu begitu linglung, mari
tenggak lagi secawan besar ini, selamanya aku belum pernah
senang seperti hari ini! Ui ho! Apa kau sudi mengiringi aku
minum secawan besar ini?”
Tokko Bing tidak tahu kenapa dia menjadi begitu riang,
namun tiada alasan menolak terpaksa ia mengerutkan kening,
katanya sambil menuding saji perjamuan : “Bukan tidak rela,
soalnya tiada cawan besar di sini!”
“Apa kau minum, tentu aku bisa mencari akal!” sembari
berkata telapak tangannya membabat miring kedepan, kontan
dua poci arak yang bundar buntak cakup itu terpapas persis
diperutnya sepeti diiris senjata tajam layakanya, lalu ia ulur
sebelah tangan yang lain memencet mulut poci sehingga
cawan besar, dalam bekas poci arak ini masih ada sisa
setengah cawan arak, sambil mengulum senyum aneh Li Sek
hong mengangsurkan satu diantaranya kepada Tokko Bing,
katanya “Sayang bersua agak lamban, senang dapat minum
bersama?”
Tokko Bing melengak heran, katanya : “Sian cu! Apa
maksud ucapanmu?”
“Itulah perasaan hatiku” ujar Li Sek hong tertawa getir,
“Mungkin sulit dicari orang kedua seperti kau, tapi sayang kau
sudah terpilih oleh Toa suci lalu ada apa lagi yang perlu
kaucapkan?”
Bukan pertama kali Tokko Bing menghadapi pandangan Li
Sek hong yang membawa perih mengandung kamesraan, tapi
tak ia sangka secara berhadapan ia berani melimpahkan isi
hatinya, sesaat lamanya ia melenggong tak tahu bagaimana
harus menjawab.
Li Sek hong tertawa tawar, ujarnya : “Ui ho, legakan
hatimu, kecuali secawan arak ini, tanda sesuatu permintaanku
yang lain terhadap kau! Silakan habisi arak ini untuk
selanjutnya kita hidup dalam arah masing masing.”
Suaranya begitu sedih memilukan, Tokko Bing jadi iba dan
tak tahan lagi, sekali raih ia angkat cawan terus
ditenggakanya habis, Li Sek hong juga mengadah kepala,
sekaligus ia habiskan sisa arakanya, lalu membanting cawan
arak itu hancur berantakan diatas lantai.
Dengan gaya yang mempersona ia duduk gemelai, pelan
pelan satu persatu mulai membuka pakaiannya selama ini
Tokko Bing menatap dengan mata terbelak. Li Sek hong
membuka baju luar lalu digelar diatas lantai kiranya bagian
dalamnya ia sedikitpun tidak mengenakan pakaian, pelan
pelan ia merebahkan diri, sepasang matanya memancarkan
cahaya hawa nafsu tenggorokannya berbunyi, genit katanya
“Aku letih, tapi hatiku panas sekali, aku hendak tiduran disini,
Ui ho! Apakah kau tidak merasa gerah?”
Mendengar kata katanya ini, Tokko Bing segera merasa
seluruh badanya seperti dibakar, keringat seperti air hujan
membasahi selurh badan.
“Menepuk sisinya yang kosong Li sek hong berkata: “Ayolah
jangan lambat lambat lagi! Temani aku tiduran disini, rasanya
cukup nyanan dan silir…”
Tanpa sangsi sedikitpun bergegas Tokko Bing mencopoti
seluruh pakaiannya, terus rebah disampingnya, Kejap lain dua
badan yang hangat membara, dua hati yang terbakar, saling
peluk dengan mesranya…
Entah berapa lama berselang, disaat pikiran menjadi
jernih, setelah dari impian sorga dunia, beberapa orang sudah
berdiri disekeliling mereka. Maka Cia Lim im dan Sebun Bu yan
mengulum senyum sinis aneh sebaliknya sikap Lim Hiang ting
tenang dan wajar, Cuma Lau Ih yu yang menjerit malu dan
kaget.
“Sumoay !” ujar Cia Ling Im seraya menyeringai dingin,
“Kuhaturkan selamat kepada kau, hati nan rindu ini sudah
tercapai…”
Li Sek Hong terlolong tak bersuara, pelan pelan ia
mengenakan pakaiannya.
Sebaliknya Tokko Bing tersipu sipu mengenakan
pakaiannya, lalu ia menjura kepada Lim Hiang ting katanya:
“Maafkan! Hiang ting….”
Lim Hiang ting mengulapkan tangan, katanya, “Tak apa
apa! kejadian yang sudah kuduga sebelumnya, kau tidak perlu
salahkan dirimu sendiri siapa yang kuat bertahan dibawah
pengaruh obat bius yang keras itu….”
Tokko Bing menghela napas, katanya mendelu “Betapapun
karena aku tidak becus, kalau tidak mana bisa terjadi… ai!
Apapun tidak usah dibicarakan lagi, aka harus segera pergi!
Kelak bicara lebih lanjut!”
Berubah air muka Lim Hiang ting, katanya. “Kau tidak perlu
tergesa gesa. Aku tidak ambil parhatian kejadian ini, secara
kebesaran jiwa dan kelapangan dadamu pernah kau
memaafkan aku, bahwa kejadian lalu karena terpaksa
bukankah keadaanmu sekarang juga demikian! Hatiku malah
senang karena terjadi peristiwa ini, diantara kita bukankah jadi
berimbang….”
“Tidak! terima kasih, Hiang ting, bagaimana juga aku tidak
bisa memaafkan diriku sendiri!”
“Kukuh benar kau ini, baiklah, kalau benar tekadmu hendak
pergi terserah, aku pun tidak kuasa menghalangi kau, tapi
dapatkah kau kembali lagi?”
Tokko Bing melirik kearah Li Sek hong tanpa bersuara.
Lim Hiang ting maklum akan maksud orang, katanya
tersenyum : “Baiklah kita batasi sampai dua puluh tahun,
kalau dalam jangka panjang ini kau dapat melupakan
peristiwa ini, aku akan setia menunggu kedatanganmu kalau
tidak terpaksa kita bertemu pula pada pertemuan besar yang
akan datang.”
Setelah berpikir Tokko Bing berkata. “Aku akan berlatih
mengatasi ikatan mati ini kapan aku dapat memaafkan, sesaat
itulah aku akan datang, atau pada pertemuan besar yang akan
datang aku akan mengutus wakilku kemari, sebab mungkin
saat itu aku sudah tidak didunia fana ini…” habis berkata
segera ia melayang pergi.
“Tujuh bulas tahun sudah berlalu sejak peristiwa itu, kira
kira tiga tahun yang lalu baru dia kembali ketempat ini, tatkala
itu ia sudah berobah, perawakkannya tidak segagah dan
seganteng waktu mudanya dulu, tekad dan watakanya jauh
lebih keras dan tegas agakanya tidak sia sia Toa suci
menunggu dia akhirnya mereka merangkap jodoh yang
setimpal…..” demikian Li Sek hong mengakhiri ceritanya.
Koan San gwat terlongong sesaat, lalu katanya “Cerita Sian
cu cukup jelas, tapi aku masih kurang paham, dalam kejadian
ini agaknya tiada persoalan yang menyangkut Cia Ling im
bukan?”
“Ketahuilah Cía Ling im dapat menyelami rasa rindu
sepihakku terhadap Ui ho, maka ia mengatur tipu daya ini
bersamaku, perjamuan hari itu dia yang mengandalkan obat
bius yang digunakan itu adalah Hiang bong sim un san yang
keras sekali daya kerjanya, dulu kami pun ternoda karena
obatbius ini, tapi menghadapi kecerdikan dan ketelitian Ui ho,
sengaja ia mengatur rencana dengan sempurnanya, maka
arak itu tidak menunjukkan kegajanjilan apa apa, Toa suci
sendiripun diketahui. Poci ku kupapas jadi dua dan buat
minum sehingga obatbius itu seketika terbuat dalam arak
Sebun Bu yam pura pura membuat onar di kamar latihan,
dikala Toa suci memburu ke sana ternyata dia memang
sedang menggoda sepasang bangau itu, waktu Toa suci tiba
dia merasa dirugikan dan tersinggung lalu merengek kepada
suci, maka aku berkesempatan melaksanakan tipu dayaku…
aku memang ceroboh dan terbawa nafsu, begitu mudah aku
dipedaya……”
“Apa betul Lim sian cu tidak ambil perhatian akan peristiwa
ini?”
“Toa suci seorang yang berpandangan luas dan berjiwa
besar, iapun maklum akan lihaynya, obatbius itu, sudah tentu
dia tidak bisa mengalahkan Ui ho, tapi Ui ho adalah seorang
yang jujur dan paling tinggi menjaga gengsi, betapapun ia
tidak akan bisa memaafkan diri sendiri. Cia Ling im sudah
meraba titik kelemahannya ini, tujuannya adalah mendesak
dan mengusir Ui ho, aku sendiri itu memang diapusi olehnya,
kukira apa yang kulakukan bakal memperoleh sedikit bagian
cinta Tokko Bing kepadaku, namun begitu Ui ho pergi, aku
menyesalpun sudah kasep …”
“Selama tujuh belas tahun guruku pergi, bagaimana sikap
Cia Ling im terhadap Lim Sian cu ?”
Li Sek hong berkata dengan penuh kedongkolan: “Sudah
tentu ia berusaha mengambil hati Toa suci, namun Toa suci
sudah dapat meraba akal bulusnya yang licik itu, dengan setia
dan penuh kepercayaan ia menunggu kedatangan Ui ho,
demikian juga aku teramat benci kepadanya, sejak kejadian
itu aku tidak hiraunan dia lagi, akhirnya jerih payah Toa suci
ternyata tidak sia sia, aku….. malah menelan pil pahit.”
Koan San gwat menghela napas, ujarnya “Harap Hian cu
tidak salah paham akan sikap guruku selama berapa lama itu
beliau pun hidup dalam penderitaan, menyembunyikan diri
ditengah gurun pasir, tutup pintu mereres diri, apa yang
kulakukan bakal memperoleh sedikit hati, mungkin diapun
menyesali perbuatannya itu merasa bersalah pula terhadap
Sian cu…”
“Tidak perlu dia merasa bersalah terhadapku, karena
akulah yang mengatur tipu daya itu menjebloskan dia, syukur
kalau dia tidak membenci aku.”
“Tidak! Suhu hanya kenal kesalahan sendiri selamanya
tidak pernah mengomel terhadap orang lain setelah
meninggalkan tempat ini, dengan tunggangan untanya ia
menjelajah seluruh dunia, dengaja mencari perkara pada
sembilan partai besar, tiga keluarga persilatan besar dan tujuh
lembah empat belas pedepokan tujuannya supaya kaum
persilatan gusar, mengeroyoknya dan membunuhnya. Soalnya
pandangan Suhu terlalu tinggi akan gengsi mesti dengan
berbagai usaha ia mencari kematian namun ia tidak akan
menggunakan cara yang kotor dan tercela, bahwasanya
kepandaian silatnya gembong gembong persilatan di
Tionggoan memang terlalu rendah, bukan saja tercapai
keinginannya beliau nama Bing tho ling cu malah menggetar
kan Kengouw !”
Li Sek hong, manggut msnggut ujarnya pelan “Ilmu silat
gurumu saat itu tidak perlu dipersoalkan, berapa banyak tokoh
tokoh kosen dalam Liong hwa hwe, siapa mampu menandingi
dia. Terhitung apa aliran dan golongan besar itu, tiada
seorangpun dari mereka yang setimpal menduduki salah satu
dari barisan kami…..”
Sambung Koan San gwat: “Setelah jemu menjelajah
seluruh Tionggoan, tujuanpun tidak tercapai, guru makin
berputus asa, malah beliau menerima aku menjadi murid,
beliau ajarkan semua kepandaiannya kepadaku tanpa
ketinggalan sedikitpun, mungkin beliau ada maksud mengirim
aku sebagai wakil dalam pertemuan besar kali ini, senentara
beliau sendiri berkeputusan menghabisi jiwa sendiri untuk
menyatakan terima kasih kepada Sian cu berdua, entah
bagaimana guru akhirnya sadar dan membatalkan niatnya
itu…”
Dengan rasa lega Li Sek hong berkata: “Untung akhirnya
dia sadar, kalau tidak berapa besar rasa benciku terhadap
diriku sendiri, entah bagaimana setelah tujuh belas tahun ini
baru dia berhasil membuka ikatan mematikan yang
mengganjel sanubarinya itu…”
Sampai disiini mendadak dari luar ada orang menyambung
“Karena Lolap turur campur, jauh ribuan li membawa surat
darah Hiang ting Sian cu kepadanya, surat itulah yang
menyadarkan kepalanya yang sekeras batu itu.” seiring
dengan suaranya Go hay hang yang gundul pelontos berjalan
masuk.
“Hweshlo tua! “Liu Ih yu menghardik, “Tempat apa ini?
Kenapa kau terobosan masuk kemari?”
Go hay ciheng menyengir, ujarnya : “Liong hwa hwe sudah
berantakan, daerah terlarang bagai Thian gwat thian sudah
tidak berlaku lagi.”
“Bukankah kau minta waktu dua jam baru datang? “ Liu Ih
yu.
“Lolap tidak ingkar janji, tampak sang surya doyong
kesebelah barat, pembicaraan yang panjang lebar tanpa
terasa sudah menghabiskan waktu dua jam lebih.” Liu Ih yu
mengunjuk rasa malu dan jengah, gugup lagi.
Go hay ci hang tertawa, godanya : “Sian cu tidak usah
gelisah, kutanggung urasan ini bakal beres…”
Bertaut alis Lin Ih yu, semprotnya : “Ada urusan apa yang
aku harus minta bantuanmu?”
“Sudah tentu kenapa harus tanya, hati Sian cu sendiri
sudah paham, urusan ini tidak boleh terburu napsu,
pertemuan Koan Siheng jangan dibanding keadaan Ui ho dulu,
harus di lakukan setapak demi setapak, meleset sedikit bakal
menyesal seumur hidup….”
Gusar Lin Ih yu, dibuatnya baru saja ia hendak mengumbar
adat, cepat Go hay cihang maju kesampingnya, berbisik bisik
dipinggir kupingnya, pelan Pelan Lin Ih yu sabar kembali
katanya terlongo: “Apa benar! lalu bagaimana aku baikanya?”
“Pelan pelan! pelan! pelan kalau air tiba bendunganpun
jadi, kalau lolap sudah berani bertanggung jawab, Sian cu
pasti tidak akan kecewa, kini serahkan Koan siheng selama
dua hari ini……”
Lin Ih yu melengak, katanya : “Satu dua hari, kenapa
begitu lama?”
“Kalau Sian cu sudah pernah melihat sabar peninggalan Lim
siancu, seharusnya ku tahu tempo dan hari ini bahwasanya
terlalu cepat batasnya….”
Lin Ih yu tidak banyak bicara lagi, tapi Koan San gwat
sendiri yang dibuat keheranan.
Go hay tertawa nyengir, katanya “Koan siheng, urusan
jangan terlambat, mari ikut Lolap pergi!”
Koan San gwat sangsi, lekas Go hay menambahkan “Kalau
Si heng tidak lekas berangkat, semua rencana yang aku atur
diluar gunung itu bakal kocar kacir semua, agakanya Siheng
terlalu rendah menilai persoalan ini beberapa orang itu mana
bisa menunaikan tugas berat ini. Seandainya mereka bentrok
dengan gerombobrolan Cia Ling im….”
Berubah air muka Koan San gwat, cepat ia berseru “Ya
benar Lo siansu mari lekas berangkat!”
Li Sek hong melengak, tanyanya tidak mengerti “Koan
siheng mengatur rencana apa di luar gunung?”
“Kedatangan Koan siheng sudah bertekad gugur bersama,
disekirar Bu san sudah tersebar kawan kawannya yang berani
mati, bila pada mereka akan melakukan sergapan dengan
nekad….”
Merah muka Koan San gwat, katanya : “Lo siansu, jangan
kelakar, waktu itu aku masih buta terhadap seluk beluk Liong
hwa hwe maka timbul angan anganku yaag bodoh itu kini kita
harus cepat keluar!”
Baru sekarang Go hay bicara sungguh sungguh : “Ada
sebuah jalan rahasia dibelakang gunng, lewat jalan itu bisa
menghemat banyak waktu suruh budak kecil ini menunjukkan
jalan!”
Ling koh memicingkan mata, godanya “Hweshio tua,
kelihatannya kau amat jelas sekali mengenai segala sesuatu
Thian gwat thian!”
Go hay ci hang pelototkan matanya, sentakanya pura pura
marah : “Hus! genduk cilik! jangan mentang mentang, awas,
akan kubeber caramu mencuri daging anjing tempo hari,”
seraya menyabitkan kedua kuncir ramburnya cepat ia
menerobos keluar lebih dulu.
Liu In yu tertegun, ujarnya “Agakanya Ling koh banyak
mengelabui aku!”
“Somoy,” ujar Li Sek hong, “Kita betul betul orang paling
bodoh, Toa suci dan Cia Ling im sama sama mengelabui kita.”
“Sian cu berdua tidak usah banyak curiga,” demikian ujar
Go hay, “Ada kalanya mengelabui atau ngapusi seseoang itu
ada manfaatnya, sekarang Lolap tidak sempat beri
keterangan, nanti setelah mengatur beres orang orang
disebelah bawah harap kalian berdua suka mencapaikan diri,
bila datang waktunya Lolap dan Koan siheng akan
menyelesaikan seluruh urusan ini….” lalu sambil menyeret
Koan San gwat ia mendahului melangkah keluar, langkah
kakinya laksana terbang, sekejap saja sudah menghilang
diluar pintu.
Koan San gwat diam saja diseret Hweshio tua ini maju
kedepan menerjang gumpalan mega, tampak Ling koh sedang
duduk di atas batu yang diselimuti awan mengembang
menunggu mereka, begitu mereka mendekat cepat sekali dia
melompat kebalik batu sebelah sana terus terjun didalam
lautan mega yang tebal.
Go hay menggandeng Koan San gwat ikut melompat batu
besar itu, telinganya merasa angin menderu keras, tubuhnya
meluncur turun semakin pesat, cepat ia mengempos hawa
meringankan tubuh, sehingga daya luncur tubuhnya menjadi
enteng dan lambat.
Maka terdengar Go hay ci hang berkata tertawa : “Tidak
usah gugup ada setan cerdik itu menyambut kedatangan kita,
terbanting ke bawah pun tidak akan luka!”
Tengah mereka berbicara tiba tiba dirasakan kakinya
tergetar seperti menyentuh suatu benda yang lunak, kiranya
itulah sebuah jalan besar yang terbuat dari tali rotan begitu
mereka masuk jala rotan, jala yang besar itut lantas bergerak
kesamping dan meluncur cepat menembus lautan mega, tak
lama kemudian pandangan menjadi terang benderang.
Ternyata, mereka sudah berada dibawah gunung.
-oo0dw0oo-
JILID 14
TAMPAK CIONG LAM Ciangbunjin Lu Bu wi dan Lau Sam
thay sedang berdiri di kejauhan dengan terlonjong. Tidak jauh
disebelah kanan Ling koh berdiri dengin cengar cengir bangga.
Disebelah kiri terlihat pula Thian ki mo kun Ki Kouw dan It
ping ketua dari Sip coa ya kun sirasul Ungu sedang bertempur
sengit melawan Ban li bu in dan It lun bing gwat.
Serangan Ki Houw amat culas, kepandaiannya memang
hebat, dengan satu melawan dua ia masih bermain dengan
santai malah balas mendesak lawan hingga kerepotan seperti
badut melucu belaka. begitu Go hay ci hai g muncul Ban li se
gera berteriak : “Hweshio tua! Kau terlambat datang sedetik
lagi, kami berdua sudah tidak kuat bertahan lagi!”
“Genduk cilik!” ujar Go hay ci hang ke pada Ling koh
“Harap kau melelahkan diri menggebah pergi cecunguk iblis
ini!”
Ling koh mengiakan terus tampil kedepan. Agaknya Ki
houw tahu kelihayannya, seraya bersuit ia bawa si Rasul Ungu
lari terbirit birit.
Lekas Lu Bu wi maju memapak serta bersoja kepada Koan
San gwat, katanya: “Ling cu! Losiu …”
“Sudah jangan cerewet lagi !” tukas Ban li bu in sambil
terngangah, “Lekas tarik mundur semua anak buahmu serta
bongkar semua bahan peledak yang kalian pendam, kalau
terlambat kita hancur lebur!”
Lu Bu wi menjadi sangsi, lekas Koan San gwat
menimbrung” Silahkan Ciangbunjin keluarkan perintah, duduk
perkaranya nanti kujelaskan lebih lanjut”
“Ya lebih cepat lebih baik, “sela Go hay, “Meski Lolap sudah
minta bantuan orang untuk merintangi segala sepak terjang
para iblis itu, tapi kalau Ciangbunjin atau bentrok dengan bala
bantuanku ini …”
Terpaksa Lu Bu wi membawa Lau Sam thay.
Kata Ban li bu in kepada Koan San gwat: “Anak muda tidak
kuduga kau mengatur sedemikian rapihnya. Untung Hweshio
tua mengetahui segala rencanamu ini, kalau tidak kita bakal
terkubur diatas gunung. Cara bagaimana kau gunakan cara
yang buntu begini!”
Merah muka Koan San gwat, sahutnya “Sebelum aku naik
keatas gunung, aku belum paham benar akan seluk beluk
Liong hwa hwe karena kupapari banyak anggota dari Liong
hwa hwe berdiri para gembong gembong iblis, buaya darat
serta gembong gembong penjahat lainnya …”
“Kau sendiripun diatas gunung, apa kau tidak takut
terkubur bersama mereka? ” senggak Ban li bu in.
“Kita dapat memberantas kejahatan bagi umat manusia,
tidak perlu saya adu jiwa sendiri. Soalnya kalian tokoh tokoh
silat lihay dan berkepandaian tinggi, hanya jalan yang
kutempuh inilah satu satunya cara untuk memberantas
gembong gembong iblis itu …” demikian ujar Koan San gwat
dengan sikap kereng. Go hay ci hang tertawa, karanya :
“Sekarang silahkan buang panah peledak tanda bahaya yang
kau simpan dalam lengan bajumu, meski rencana kerjamu
amar rahasia, namun mana bisa mengelabui anak buah Thian
ki mo kun, untuk Lolap mendapat bisikan, kalau dedak bahan
peledak yang kau sebar diempat penjuru itu, terbalik akan
mereka gunakan untuk menjebak kita, orang gagah yang
tinggal diatas gunung bakal ajal semua, seluruh jagat akan
dikuasai gembong gembong iblis yang bersimaharaja!”
Merah padam muka Koan San gwat, mulutnya terkancing
rapat.
“Koan kongcu!” Ling koh menimbrung. “Gurumupun
mungkin berada diatas gunug apa kau tidak kuatir beliau ikut
menjadi korban dari ledakan hebat itu?”
“Berdasar pengertianku semula terhadap Liong hwa hwe,
sebagai organisasi sesat, maka aku siap melaksanakan
rencana aku itu dengan segala tekad dan resiko.”
“Tidak sudah Siheng terangkan lagi,” ujar Go hay, “Maksud
baikmu memang harus dipuji. Kalau Liong hwa hwe seperti
dugaan mu, sekali meledak seluruhnya bakal hancur lebur,
dunia selanjutnya bakal aman tentram dan sentosa, meski
yang tidak berdosa ikut cidera umpamanya juga setimpal!”
“Agaknya Losiansu dapat menyelan sanubariku!” ujar Koan
San gwat bersoja.
“Tekadmu memang baik, cuma caramu yang kurang dapat
dihangai, malah terlalu berbahaya, dan lagi kau mengerahkan
tenaga begitu banyak sehingga menyolok mata dan
membocorkan rahasia. Begitu kau tiba diatas gunung Ki Houw
sudan membekuk seluruh anak buahmu yang kau pendam itu,
malah menggunakan bahan peledak yang sudah tersedia itu
berbalik hendak menghadapi kita beramai..”
Sungguh sesal dan gegetun lagi Koan San gwat d buatnya,
katanya “Wanpwe harus mengakui kesalahan ini, untung
Losiansu cukup cermat dan bisa bertindak cepat lagi, sehingga
kesalahan besar ini bisa terhindar …”
“Urusan tidak perlu diperbincangkan lagi, masih ada tugas
lain yang lebih penting, kawan kawan tua harap naik
kegunung tunggu disana sementara waktu, harap sampaikan
pula pada sahabat lainnya supaya melegakan hati, tiga hari
lagi bila Cia Ling im meluruk datang Lolap sudah punya cara
mengatasi mereka!”
Sekias Ban li dan It lun saling pandang dengan bimbang,
namun tanpa bicara mereka terus putar tubuh tinggal pergi.
Sementara sambil berdiri menjublek hati Koan San gwat
dirundung berbagai pertanyaan yang tidak habis dimengerti,
“entah apa pula yang hendak dilakukan oleh Hweshio tua yang
serba misterius ini!”
Sikap Ling koh serius, cepat ia putar tubuh jalan depan
dengan rasa heran Koan San gwat mengintil dibelakang, kira
kira satu li kemudian tibalah mereka dipinggir sungai Tiang
kang, dari semak alang alang Ling koh menyeret sebuah
sampan kecil terus lompat ke atasnya pegang dayung sudah
siap untuk berangkat, segera Go hay merangkap tangan
bersoja bersabda : “Siheng silahkan naik kesampan, dua hari
lagi Lolap akan tunggu kedatanganmu ditempat ini pula!”
“Losiansu!” tanya Koan San gwat bingung, “Kau tidak ikut?
”
“Lolap tiada jodoh! Disebelah depan tentu ada orang
menyambut kedatanganmu, Si heng memikul tugas berat,
kuharap kau dapat menjag diri.”
Dengan bingung dan heran Koan San gwat melompat
keatas sampan, cepat Ling koh kerjakan dayungnya, sanpan
kecil itu laju dengan pesatnya menerjang gelombang sungai
Tiang kang yang besar.
Koan San gwat bertanya : “Adik cilik, apa yang terjadi,
kemana pula kami hendak pegi? ”
Ling oh tertawa cekikikan sambil mengerjakan dayung nya
lebih cepat lagi tanpa suara kira kira satu jam kemudian,
magrib sudah menjelang, mendadak Ling koh membelokan
sampannya kearah tepi, sekilas pandangan daerah ini semak
belukar melulu, daun welingi tumbuh subur setinggi manusia,
menutupi sebuah jalan kecil yang berliku liku.
Sampai disini tiba tiba Ling koh menjura dengan laku
hormat katanya “Hamba hanya bisa menngantar sampai disini,
silahkan Kongcu maju lebih lanjut lewat jalan kecil ini didepan
akan kau temukan sesuatu. Dua hari lagi hamba akan
manunggu ditempat ini menyambut Kongcu! Selamat
bertemu!”
Lalu ia putar haluan sekejap saja sampan sudah
menghilang dibawa arus sungai yang deras.
Seorang diri Koan San gwat terlongong dipinggir sungai
yang sunyi senyap, sekian lama ia bingung dan hambar, sebab
pengalaman hidupnya semakin lama semakin aneh dan sulit
dipercaya, dengan segala jerih payah akhir nya ia
membongkar seluk beluk Liong hwa hwe yang serba misterius
itu, kini dia dipermainkan oleh Hwesio tua yang serba
misterius, Ling koh yang nakal dan pintar itu membawanya
ketempat yang asing dan semak belukar begitu, mulailah ia
memasuki suatu persoalan yang serba rahasia lagi.
Tempat apakah ini! Siapa yang menetap ditempat terasing
ini? Sudah tentu sia sia pertanyaan ini, karena tiada orang
yang memberi jawaban. Ada satu kepastian yang tidak bisa d
bantah lagi, yairu tiga hari yang akan datang Siu lo cun sia Cia
Ling im bakal meluruk datang beserta seluruh begundalnya
untuk merebut kekuatan yang sudah ludes di puncak Sin li
hong, kedatangannya itu laksana airbah yang sangat sulit
dibendung, dan agaknya tiada seorangpun yang nampu
mengendalikan serbuan besar ini.
Go hay ci hang bilang punya pegangan yang cukup
diandalkan, kepercayaan ini tergantung pada diriku, akulah
yang bakal dijadikan tameng atau bendungan untuk menahan
arus besar itu. “Dapatkah kekuatanku menahan serbuan Cia
ling im ing itu? ”
Sudah tentu tidak mungkin. Pertempuran didepan gunung
Gi hi thia hit Cia Ling im tidak pandang diriku sebelah
matanya, memandang rendah itulah cacat yang terbesar
sehingga dia kukelabuhi. Bila bentrok lagi untuk kedua kalinya
tentu sulit memperoleh kesempatan sebaik itu.
Sudah tentu Go hay ci hang juga maklum akan hal ini,
namun ia masih meletakan harapan satu satunya pada dirinya,
malah sekarang dirinya diantar ketempat ini, seperti dia tahu
dirinya bakal menemukan sesuatu yang berhanga disini.
Pertemuan macam apakah? “Siapapun tidak akan
mungkin, dalan jangka tiga hari menggembleng diriku berlipat
ganda, mencapai setingkat atau unggul dari Ci Ling im.”
Meski hatinya diiundung berbagai pertanyaan yang sulit
dijawab, namun kakinya tidak berhenti melangkah, menyusuri
jalan kecil yang sudah belukar itu ia terus maju kedepan
menyibak pohon yang tumbuh subur.
Jalan kecil ini benar benar sudah belukar, agaknya hutan ini
sudah lama tidak diinjak manusia, beberapa kali ia kesasar,
keadan memang seperti sebuah jalanan, namun setelah
diselusuri baru dia tahu jalan itu menuju ke lubang binatang
kecil, seperti kelnci atau musang yang kaget dan lari
seraburan menyembunyikan diri. Terpaksa ia kembali
ketempat semula mulai lagi mencari jalan yang tepat.
Malah setelah pulang pergi bolak balik ia menyadari akan
kesalahannya, sebab setiap kali ia menuju kejalanan yang
salah dihadapinya lantas dihadang gumpnlan kabut tebal dan
tidak mungkin maju lebih lanjut.
Lambat laun ia baru menyadari bahwa semak belukar yang
dihadapi ini bukan semak belukar biasa, jelas didalam semak
belukar ini diatur semacam barisan yang dapat menyesatkan
padangan orang.
Diantara sekian banyak jalan jalan itu hanya satu yang
benar, jalan lurus yang benar ini baru ia dapat melepas
pandangannya yang terang benderang dan melalui jalan lurus
yang benar ini pula dia bisa tiba disatu tempat. Karena ia
menginsafi akan kelihayan barisan itu, maka setiap kali ia
masuk kejalan sesat dan sebelum terlanjut lekas mundur balik
ketempat semula sehingga ia tidak terjebak dan mati kutu
ditengah barisan.
Setelah mengalami kesalahan langkah berulang kali, lama
kelamaan tersimpul oleh Koan San gwat cara pemecahannya,
teraba olehnya sebuah jalan yang tepat untuk mengatasi
segala kesesatan itu. Setiap kali ia menghadapi jalan sesat
yang membingungkan, setiap kali kepala ia memutar dan
menyelusuri jalan sebelan pinggir kanan dan itulah jalan lurus
yang benar, begitulah jalan punya jalan ia tidak terpengaruh
lagi akan keajaiban barisan yang menyesatkan itu, akhirnya
dengan leluasa ia menyelusuri jalanan yang dia harus tempuh.
Entah berapa lama ia menghabiskan waktu, di ufuk timur
sudah menunjukkan setitik sinar terang, air embun sudah
membasah kuyup seluruh pakaiannya, baru dia lolos dari
semak belukar yang menyesatkan itu dan berdiri di atas
sebuah lereng bukit yang rendah. Selayang pandang
menjelajah, seketika ia terbelalak, dan berjingkrak kaget,
napaspun seperti sulit ditarik.
Dari cahaya pagi yang menerangi jalan raya ini, dikejauhan
sana ia melihat tempat di mana kemarin petang mendarat,
jarak dengan tempatnya berdiri ini cuma satu li lebih,
damparan ombak disungai terdengar jelas olehnya.
Jadi semalam suntuk aku menggerayangi dalam semak
belukar ini tidak lebih hanya tiga empat bau saja.
Semak belukar sekecil ini menghabiskan waktu semalam
suntuk, naga naganya orang yang menciptakan barisan ini
amat lihay, sungguh tidak bisa diukur betapa hebat daya
ciptanya. Untung secara serampangan aku bisa menembus
barisan yang menyesatkan itu.
Setelah terlongong sejenak, ia melanjutkan kesebelah
depan.
Pandangan didepan berganti rupa dan bentuknya pula.
Kelompok demi kelompok tanaman kembang seruni sedang
mekar semerbak dan subur sekali, beraneka warna lagi bulan
sembilan memang musim kembang seruni mekar, pandangan
didepan mata tidak perlu dibikin heran, dari deretan kelompok
kembang kembang ttu mengalir air jernih dalam sebuah anak
sungai yang bening, sepanjang sungai pohon itu berbaris
meliuk dahan dengan lambaian daunnya yang lemah gemulai,
melepas pandang kesebelah depan, di sana keadaan lebih
menakjubkan.
Begitu takjub Koan San gwat menghadap keadaan didepan
matanya sampai ia lupa diri dan mulutpun ternganga lebar,
perasaan menjadi nyaman dan lega.
Entah berapa lama ia terlongong, akhir nya ia menghela
napas, ujarnya “Tempat bagus! Dan menetap ditempat
seindah ini sungguh hidup laksana dewata!”
Sekonyong konyong didengarnya suara perempuan berkata
“Angan angan bocah ini ternyata sama dengan kau!”
Lalu disambung oleh suara laki laki berkata: “Keparat ini
terlalu tebal diliputi hawa membunuh dan napsu asmara, tidak
setimpal dia menetap ditempat macam ini.”
Suara perempuan itu masih asing bagi pendengaran Koan
San gwat, tapi suara laki laki itu membuat hatinya seperti
terpukul godam, itulah suara gurunya yang berbudi, Tokko
Bing yang selalu dikenangkannya.
Sambil berlinang air mata, suara Koan san gwat gemetar,
teriaknya: “Suhu … dimanakah kau …”
Percakapan mereka kedengarannya dekat, kemana Koan
San gwat sudah mencari ubek ubekan tidak menemukan jejak
atau bayangannya, saking gugup ia terus berlutut dan berseru
sambil sesenggukan, “Suhu Tecu kangen benar terhadap kau
orang tua, mengapa tidak memberi kesempatan bagi Tecu
untuk menghadap padamu? ”
Cukup lama ia menangis, namun sekelilingnya masih sepi.
Entah berapa lama kemudian akhirnya terdengar pula suara
perempuan itu berkata: “Sudah jangan kau permainkan dia,
lihat betapa kasihannya!”
“Biarkan saja !” terdengar sahutan Tokko Bing, “Bocah itu
perlu diajar adat kalau tidak siapa kelak yang mampu
mengendalikan dia.”
“Kau tidak perlu banyak mulut? Perangaimu dulu lebih jelek
dari dia, hanya selama dia dapat memecahkan Kiu gan toa mi
tin, ini bukti bahwa dia lebih kuat dari kau. Dan lagi dia sudah
letih semalaman, lahir dan batin sudah diperas habis habisan,
kalau terlambat istirahat bila diserang penyakit tentu runyam
akibatnya.”
“Hiang ting kau selalu tergesa gesa, coba lihat hatimu
masih kamaruk kerinduan duniawi halangan besar yang harus
kita hadapi kuduga sulit ditembus!”
“Kalau memang sudah dekat tentu segera dapat kita
hadapi, aku sendiri sudah jemu dan pasrah nasib saja. Seiring
dengan perkataan ini, pandangan Koan San gwat seperti
kabur, diatas batu dipinggir kali sebelah sana entah kapan
tahu tahu duduk dua orang dengan angker nya yang
perempuan cantik rupawan laksana bidadari, laki lakinya
kereng dan gagah seperti …
Tersipu sipu Koan San gwat memburu maju menjatuhkan
diri berlutut, serunya haru “Suhu …” mendadak pandangaan
mata menjadi gelap hampir saja ia jatuh semaput. Cepat
perampuan itu mengebaskan lengan baju nya mengangkat
pundaknya, katanya tertawa “Nak, jangan hanyut oleh
perasaan, tuntun hawa muri kedalam pusar …”
Terasa oleh Koan San gwat kebasan lengan baju orang
mengandung tenaga kuat yang menahan gejolak hawa dalam
dadanya, cepat ia menggiring tenaga dari luar yang merembes
masuk terus berputar sehaluan diseluruh badan, akhirnya
kembali kedalam pusat, sekuat tenaga ia mengendalikan
perasaan hatinya hingga tenang kembali.
Pelan pelan Tokko Bing berdiri, ujarnya “Hiang ting, kau
tergesa gesa lagi lwekang harus dilatih secara tekun dan
makan waktu, hasil yang diperoleh tanpa bekerja ini, hanya
akan mencelakakan dia belaka.”
“Banyak sekali persoalan yang harus kuminta bantuannya.
Sudah kau tidak usah turut campur!”
Melihat guru sehat Walafiat tidak kurang suatu apa, gagah
serta jauh lebih matang, sungguh hati Koan San gwat girang
bukan main, baru saja ia hendak buka mulut, didengar nya
Tokko Bing sudah membentak dengan ketus: “Binatang! Lim
sian cu sudah menganugrahi bekal kepadamu, masih kau
melantur kemana lagi!”
Tercekat hati Koan San gwat, lekas ia hilangkan pikiran
tetek bengek, memusatkan semangat serta menyalurkan hawa
digabung dengan tenaga lunak yang merembes dari luar,
kejap lain, terasa segulung hawa hangat menggulung gulung
menyusup kesegala badan dan urat nadinya, perasaan hati
pun terasa sangat segar dan sejuk, Tidak lama kemudian tiba
tiba Tokko Bing mengulur sebelah tangannya mendorong
lengan baju yang menempel di pundak Koan San gwat,
katanya: “Sudah cukup! Kalau di lanjutkan apa kau tidak suka
hidup lagi!”
Perempuan itu menarik lengan bajunya, mukanya lesu
seperti keletihan, katanya menghela apas pelan pelan : “Kau
memang suka ngaku sendiri? ”
Dengan badan segar dan semangat bergairah lekas Koan
San gwat menyembah kepada gurunya, sapanya: “Suhu …
Tecu …”
Dengan sikap kereng Tokko Bing berkata “Tak perlu banyak
adat lagi, ucapkan terima kasih kepada Sian cu, untuk kau dia
sudah mengeluarkan pengorbanan besar!”
Koan San gwat menggeser badannya menyembah pula
kepada perempuan itu, lekas perempuan itu memapahnya
bangun seraya berkata tertawa : “Sudah, sudah! Lekas
bangun, jangan kau hiraukan ucapan gurumu!”
Tapi Koan San gwat menyembah sekali baru bangkit
berdiri, perempuan itu berkata tersenyum “Nak! Kau lebih baik
dari apa yang pernah kami bayangkan! Mari duduk di sini,
kukira kau sudah tahu siapa aku ini bukan ?”
Koan San gwat menyahut sambil soja : “Tecu sudah dengar
cerita Li siancu, kau adalah …”
“Aku adalah Lim Hiang ting!” tukasnya perempuan itu
tersenyum, “ Perkelahianmu melawan Cia Ling im benar benar
mengagumkan ilmu sadar serta kepandaian otak sama
bagusnya maka segera aku membantu …”
Koan San gwat unjuk rasa bingung dan tak mengerti. Lekas
Lim Hiang ting menjelaskan tidak tahu. Aku tahu Cia Ling im
terlalu liar dan sulit ditunduk, mana mungkin aku bisa
membiarkan Li sek hong menempuh bahaya! Untuglah
kesulitan itu dapat kau tanggulangi dengan baik sehingga
kami tak perlu unjukan diri.”
Baru sekarang Koan San gwat paham namun masih ada
setitik persoalan yang belum dia ketahui. yaitu bahwa bantuan
Lim Hiang ting terhadap dirinya sendiri tadi kelihatannya dia
begitu letih, malah menurut gurunya dia sudah berkorban
besar bagi dirinya entah …
Agaknya Tokko Bing cepat meraba jalan pikiranya ini,
dengan sikep garang ia berkata “Lim Siancu menggunakan In
giok sin kang, menyalurkan tenaga dalam yang dilatih selama
dua puluh tahun kedalam tubuhmu …”
Dengan rasa haru lekas Koan San gwat berkata : “Terima
kasih Sian cu, begitu baik kau menyempurnakan diriku …”
“Ai, jangan sungkan, tindakanku ini ada maksudnya lho.
Karena apa yang akan kuminta terhadap kau teramat banyak!”
Tokko Bing menggeleng kepala, ujarnya “Kau serahkan
kepadanya saja, kenapa memberi imbalan dan kebaikan
segala …”
Koan San gwat berkata :” Perintah apapun silakan Sian cu
beritahu kepadaku, seumpama harus berkorban jiwapun Teccu
akan melaksanakan dengan senang hati, kenapa harus
mengorbankan tenaga sendiri …”
“Ah, bagaimana, bocah keparat ini tidak mau terima
kebaikanmu bukan!” sela Tokko Bing tertawa.
“Sekali kali Teccu tiada maksud demikian,” cepat Koan San
gwat menambahkan.
Lim Hiang ting mengulapkan tangan, katanya “Ui ho,
jangan kau campur bicara, kau tahu untuk apa aku salurkan
lwekangku kepadanya? ”
“Bukankah karena Cia Ling im dan kamrat kamratnya? ”
“Bukan! cara untuk menghadapi Siu lo, Lolo sudah memberi
pesan khusus, tidak perlu aku sendiri yang merepotkan diri!”
“Lalu ada urusan lain apa lagi? ”
“Demi Ih yu!”
“Apa! Soal itu lagi bukankah sudah betapapun tidak
boleh…”
“Ui ho, aku mohon kepada kau, hanya inilah satu satunya
permintaanku.”
“Jangan kau mohon kepada aku,” ujar Tokko Bing sedih,
“Urusan ini aku tidak punya hak memutuskan, meski dia ialah
muridku, tapi aku tidak bisa perintahkan dia atau memaksanya
untuk menerima, karena ini …”
“Aku hanya mohon supaya kau tidak turut campur dan
menentang!”
Tokko Bing tenggelam dalam pikirannya, sesaat kemudian
baru menjawab : “Baik, aku tidak akan turut campur, tapi aku
harap kau berpikir lebih cermat, jangan nanti kejadian menjadi
ruwet dan tiada kesudahannya, bukankah menimbulkan
keributan belaka!”
“Pernyataanmu sudah cukup. Aku bsa mencari kesempatan
yang paling tepat untuk mengaturnya dengan sempurna dan
rapi!”
Koan San gwat garuk garuk kepala keheranan, tanyanya :
“Ada tugas, silakan Sian cu perintahkan kepada Tecu? ”
“Suatu tugas tidak perlu banyak mengeluarkan tenaga dan
pikiran.”
“Asal Tecu mampu dan bisa melaksanakan, Tecu tidak akan
bikin Sian cu kecewa!”
“Anak muda harus bicara hati hati, jangan tergesa gesa
menerima permintaannya, lebih baik kau tanya dulu tugas apa
yang harus kau lakukan !”
“Ui ho!” senggak Lim Hang ting gugup, “Tadi kau sudah
berjanji tidak akan turut campur.”
“Baik! Aku tidak perduli lagi, coba kulihat cara bagaimana
kau jelaskan kepada dia!”
Lim Hiang ting tertawa getir, katanya : “Sebenarnya juga
bukan tugas berat, hanya sebuah urusan pribadi, jangan
karena urusan pribadi aku mengabaikan kepentingan umum,
maka lebih baik dibicarakan kelak saja, sekarang kuajak kau
menghadap Lolo!”
Tokko Bing manggut manggut. Dengan heran Koan San
gwat bertanya : “Siapakah Lolo?”
“Bukankah kau tahu seluk beluk mengenai persoalan kita?”
tanya Lim Hiang ting.
“Lim siancu sudah bercetita kulitnya saja, tapi belum
lengkap seluruhnya!”
“Ada persoalan apa pula yang hendak kau tanyakan? ”
“Banyak persoalan, umpamanya kenapa Sian cu dai Suhu
mengundurkan diri dari pertemuan besar itu? Cara bagaimana
pula menyembunyikan diri ditempat ini? Untuk apa pula Go
hay ci bang mengantar aku ketempat ini? ”
“Banyak benar pertanyaanmu.” ujar Lim Hiang ting tertawa.
“Setelah kau bertemu dengan Lolo, dengan sendirinya kau
akan paham seluruhnya!”
Koan San gwat sudah membuka mulut hendak bertanya,
Lim Hiang ting sudah bicara lebih lanjut: “Lolo adalah
penghuni atau majikan tempat ini, beliau adalah Sunioku (ibu
guru)!”
Koan San gwat menjerit kaget, teriaknya:
“Beliau adalah Oen locian we … masih hidup kah beliau?”
“Tidak salah! Agaknya Li Sek hong cu kup jelas
menerangkan kepada kau.”
“Li siancu tidak tahu bila Oen locianpwe masih hidup!”
“Benar, kecuali aku dan gurumu, tiada orang ketiga yang
tahu perihal ini.”
“Sungguh sulit dipercaya, bahwa Oen lo cianpwe …”
Tokko Bing mengoreksi, katanya “Kau sebut Lolo saja, tidak
perlu dengan istilah Cianpwe segala.”
Koan San gwat mengiakan, katanya : “Usia Lolo tentu
sudah amat lanjut.”
Lim Hiang ting menjawab : “Lolo sudah seratus lebih,
guruku terburu nafsu ingin menjadi dewa, akhirnya malah
celaka dan berumur pendek, sebaliknya Lolo yang
meninggalkan dunia keramaian, menggunakan kesadaran otak
dan kebajikan sanubarinya, membina diri menempuh jalan
suci menuju kesempurnaan jiwa.”
“Apakah benar manusia bisa menjadi dewa? ” tanya Koan
San gwat bingung.
“Pertanyaan ini sulit kujawab. Kalau ku jawab benar, jelas
aku menipu kau, kalau sebaliknya, padahal keadaan Lolo
sekarang tak ubahnya seperti dalam kehidupan kedewaan.”
“Jangan kau bikin otaknya butek,” timbrung Tokko Bing.
“Dewa hanya terdapat dalam dongeng, kehidupan manusia
tak ubahnya seperti pelita, kalau minyaknya habis maka pelita
itu pun makin guram dan akhirnya padam sendiri, semakin
besar nyala api pelita minyak nya akan lebih cepat kering.
Bahwa Lolo bisa hidup sampai lanjut melampaui orang biasa,
karena beliau paham cara manusia mensucikan diri dan
membina jiwa batinnya, sehingga minyak pelita itu tidak
terhambur percuma, tapi cepat atau lambat akhirnya
beliaupun akan meninggal jua!”
“Pendapat mu betapapun setingkat lebih unggul dari aku,
jadi menutur uraianmu, berarti kedatangan kami
menyembunyikan diri di sini adalah berkelebihan belaka, tiada
artinya!” demikian ujar Lim Hiang ting tertawa. “Juga bukan
begitu saja arti dari ucapan ku, kehidupan itu masing masing
mempunyai dasar dan haluan, selama kehidupan, manusia
tentu mengejar kesempurnaan sendiri, ada kalanya seseorang
hidup sambil meraba raba jalan yang harus ditempuhnya tapi
tanpa hasil, terhitung beruntung, sebelum ajal kami
menemukan suatu cara yang tepat meski penemuan ini agak
terlambat, betapapun masih sempat digunakan untuk
menikmati kehidupan abadi nan suci dan kebahagiaan nan
murni!”
Begitu lenggang Koan San gwat mendengar uraian yang
mendalam ini, sampai dia terlongong, mendadak Tokko Bing
menarik muka, sentaknya “Melamun apa kau! Setiap orang
punya pengalaman hidup sendiri sendiri punya cara kehidupan
masing masing, yang cocok bagi kami belum tentu cocok
untuk kau! Kehidupanmu harus kau tempuh dan aku cari dulu
di Kangouw”
Berkatalah Koan San gwat setulus dan jujur hatinya :
“Suhu, Tecu berkelana belum terlalu lama, menghadapi
kehidupan yang penuh nafsu dan angkara murka bunuh
membunuh melulu sudah cukup jemu, bilamana Suhu
mengijinkan, Tecu ingin ikut Suhu disini …”
Tokko Bing mendengus, ujarnya “Ucapanmu belum
setimpal dengan usiamu, masih terlalu pagi kau berkeputusan
menentukan hidupmu, dua puluh tahun lagi, kalau kau masih
punya pikiran yang sama, akan kusambut kedatanganmu
ditempat ini, tatkala itu kita tidak terikat sebagai guru atau
murid, anggap saja sebagai kawan seperjalanan dalam
menempuh jalan suci itu.”
Koan San gwat sudah membuka mulut, namun Lim Hiang
ting mendahului berkata dengan halus “Nak! Ucapan gurumu
memang benar, pengalaman hidup seperti yang kami alami ini
tidak akan bisa diselami oleh orang muda sebaya kau, baru
setelah pertangahan umur kau akan mengerti makna yang
sebenar nya. Kin bila kau melepas pandang tentu merasa
kehidupan disini teramat tenang dan tentram, rasanya tempat
ini sesuai untuk menghabiskan waktu sampai hari tua, namun
lama kelamaan kau akan merasa jemu dan kau tidak akan bisa
menahan sabar lagi!”
“Aku tidak akan berpikir demikian!” sahut Koan San gwat.
Tokko Bing dan Lim Hiang ting hanya tertawa tak bersuara
lagi. Dalam keheningan terdengar suara Bokhi yang nyaring
disebrang kali sana.
Cepat Lim Hiang ting berkata : “Tuh Lolo memanggil kami!”
“Ya, Lolo memberi peringatan, supaya kau tidak banyak
bicara.”
“Lekas turun kebawah, kalau terlambat bisa dimaki nanti!”
demikian desak Lim Hiang ting. Cepat sekali mereka sudah
sampai di pinggir sungai, mereka melesat terbang seperti
burung walet, Tokko Bing pun ikut melesat kedepan dengan
entengnya, baru saja Koan San gwat bergerak hendak melihat
perbuatan mereka di dengarnya Tokko Bing berkata dengan
berteriak : “Lewat jembatan, kau tidak mampu lompat kemari
!”
Terlihat oleh Koan San gwat lebar sungai ini tidak lebih
hanya satu setengah tombak, mengandal kekuatan dan
kemampuannya sekarang pasti tidak akan terjadi apa apa.
Bukankah Lim Hiang ting dan gurunya seenaknya melompat
kesebrang. Maka ia kurang percaya akan peringatan Tokko
Bing, cepat ia mengempos semangat dan menarik hawa,
badan seenteng asap melambung kedepan, menurut
tafsirannya sekali lompat sedikitnya mencapai lima enam
tombak jauhnya, dikala badannya merorot turun dilihatnya
dirinya sedang meluncur ditengah sungai.
Disaat tubuhnya hampir kecebur kedalam sungai itulah
cepat dia menggentak kedua lengannya serta mengganti
napas dua kali, sehingga tubuhnya melejit mumbul kembali
satu tombak, sekuat tenaga ia berusaha meluncur kedepan
pula, luncuran kedua ini mencapai dua tiga tombak lagi,
namun dimana kakinya meluncur tempat berpijaknya masih
merupakan sungai yang mengalirkan air bening.
Karuan kejutnya bukan kepalang, padahal hawa sudah
tidak mungkin diempos, tenaga pun sudah ludes, tak mungkin
melejit keatas lagi, terpaksa ia menggerakkan kepala, telapak
kakinya menutul permukaan air, harapannya menggunakan
tenaga tutulan badannya bisa melambung kedepan lebih
lanjut.
Tapi begitu kakinya menyentuh air, tempat yang dipijak
ternyata seperti kosong tak bisa buat menggentakkan tenaga,
karuan badan nya amblas kebawah, kakinya sudah basah oleh
dinginnya air sungai, jelas bahwa kakinya sudah menyentuh
air, baru sekarang hatinya menjadi gugup, secara reflek kedua
tangannya berhasil meraih sebuah benda besar cepat ia
kerahkan tenaga terus mengangkat badannya keatas, waktu ia
melepas pandang, hampir ia tidak percaya akan kenyataan ini,
entah kapan tahu tahu dihadapannya di hadang sebuab
jembatan panjang, sementara kedua tangan nya berpegangan
kencang padada tonggak diatas jembatan itu, dikala ia
memanjat naik dan berdiri diatas jembatan baru ia melihat
bahwa kedua kakinya sudah basah.
Maka dapat dipastikan bahwa kakinya sebenarnya sudah
masuk air, tapi kenapa air sungai ini tidak mengandung daya
mengembang? Bagaimana pula cara jembatan ini muncul
secara mendadak dihadapannya? Tadi sama sekali aku tidak
melihat adanya jembatan ini? Akhirnya iapun berpikir dengan
tidak habis mengerti “Sungai kecil yang lebarnya cuma satu
tumbak ini, kenapa aku tidak mampu melompatinya? ”
Meski hatinya dirundung berbagai pertanyaan, tapi Tokko
Bing dan Lim Hiang Ting berpeluk tangan sedang mengawasi
dirinya dengan tersenyum senyum, terpaksa mereka
menundukan kepala ia terbang menghampiri dengan beberapa
kali lompat dari jembatan. Kali ini ia berlaku hati hati, menurut
perhitungannya dirinya tepat berada ditengah jembatan,
panjang jembatan ini hanya setumbak lebih, setiap kali
langkah kakinya berjarak dua kaki, tapi ia harus berlari
sebanyak tiga puluh langkah baru sampai diujung jembatan
sebelah sana, maka timbul pula setitik pertanyaan dalam
benaknya.
Waktu ia sampai dihadapan Tokko Bing berdua belum lagi
ia bersuata Lim Hiang ting sudah bicara, sambil tersenyum :
“Nak, sekali lompat kau dapat mencapai sepuluh tombak
ginkangmu sudah sulit dicari keduanya …”
“Sepuluh tumbak lebih? ” teriak Koan San gwat terbelalak.
“Mana bisa Tecu cuma meleompat begitu jauh? ”
Kata Tokko Bing : “Sudah sepuluh tahu dia belajar,
dasarnya cukup kuat untuk melompat enam tujuh tumbak,
setelah kau tambah dengan salura lwekang selama dua puluh
tabun, lompat sepuluhan tumbak tidak perlu dibuat heran …”
Semakin lebar mata Koan San gwat memandang.
“Nak, apakah kau masih bingung dan tidak mengerti? ”
tanya Lim Hiang ting.
“Benar” sahut Koan San gwat mengangguk, Tecu
dirundundung banyak pertanyaan seolah olah aku hidup dalam
impian …”
“Bukan nak, bukan dalam impian, seharusnya kau cukup
bangga akan dirimu menurut perhitunganku, lompatmu
pertama kira kira mencapai dua belas tumbak, waktu badan
mu melambung tinggi untuk kedua kalinya kira kira melesat
pula empat lima tumbak, di seluruh kolong langit ini, hanya
beberapa orang yang dapat menyamai hasil latihan
gingkangmu ini”
Kaget dan heran pula Koan San gwat di buatnya, “Lalu
berapa lebar sungai itu?”
“Empat puluh tombak!” sahut Lim Hiang ting tersenyum.
Koan San gvvat hampir berjingkrak saking terkejut, sungai
sekecil ini ternyata seluas empat puluh tumbak, bagaimana ia
hampir percaya! Namun Lim Hiang ting menjelaskan dengan
sikap sungguh bukan kelakar. Melihat sikap kagetnya ini Tokko
Bing lantas menyentaknya lagi “Binatang! Dulu banyak kuajar
berbagai kepandaian dan pengertian kepada kau kenapa kau
lupa sama sekali!”
Sebsntar Koan San gwat berpikir, tiba tiba ia berteriak kejut
“Apakah ini yang dinamakan Siok te sut (ilmu mengkerettkan
bumi).”
“Didunta ini mana ada Siok te sut,” jengekTokko Bing
“Tiada dianggap ada tidak perlu dipercaya, seperti sesuatu
kenyataan yang dihayalkan sama saja brutalnya.”
Koan San gwat menjublek, “Nak,” ujar Lim Hiang ting,
“agaknya kau makin bingung akan uraian gurumu,
mengkeretkan bumi menjadi pendek adalah tidak mungkin,
yang kau hadapi sekarang ini adalah semacam barisan yang
mengelabuhi pandangan matamu sehingga kau melihat yang
panjang menjadi pendek, demikianlah analisa kenyataan ini, di
mana kau sendiri sudah menghadapi kenyataan, secara
mendadak munculnya jembatan itu. Sejak tadi jembatan
berada di sana, namun dalam aling alingan barisan serba
rumit dan ajaib, sehingga pandanganmu seperti di kelabui.
Semua benda yang kenyatataan didunia ini tidak mungkin
berubah sedemikian saja, yang berubah hanyalah pandangan
manusia itu sendiri …”
Koan San gwat baru paham dan mengerti, ujarnya “Tak
heran, kau dn Suhu bicara disebrang, tapi Tecu tidak
melihatnya.”
“Benar! Setelah kami menarik barisan itu baru kau melihat
kami, sebetulnya kalau kau gunakan kecerdikanmu untuk
berpikir secara teliti sebentar saja kau bisa paham. Semalam
bukankah kau meraba raba dan maju mundur semalam suntuk
disemak belukar itu? ”
“Hal itu Tecu sudah paham, tapi kenapa air ini tiada punya
daya mengembang? ”
“Itulah air lemak Bulu burung pun tak akan mengembang
diatas air!”
Ketukan Bokhi berkumandang ditengah udara, jelas
mendengung dipinggir kuping.
“Ketukan Bokhi Lolo makin gencar, menyuruh kita lekas
pulang!” demikian desak Lim Hiang ting lalu ia mendahului
berlari ke depan. Koan San gwat mengintai dipaling belakang,
akhirnya mereka tiba disebuah gubuk yang terbuat dari
anyaman rumput alang alang. Tiba didepan gubuk sikap Tokko
Bing dan Lim Hiang ting menjadi hikmat dan hormat, kata
Tokko Bing: “Lapor Lolo, muridku yang bodoh sudah datang!”
Dari dalam gubuk terdengar sebuah sua a tua yang serak:
“Bawa dia masuk! Ingin aku lihat bocah ini lebih baik dari apa
yang kalian katakan.”
Tokko Bing mengiakan, pelan pelan dia menyingkap kerai,
terus menyelinap masuk membawa Koan San gwat.
Dari cerita Li Sek hong, Koan San gwat tahu bahwa Oen
Kiau bermuka amat buruk, tapi disaat ia melihat dengan mata
kepalanya sendiri tak urung dia masih berjingkrak kaget.
Karena wanita tua yang satu ini benar benar amat buruk.
Kepala besar bermuka gepeng, diatas kepalanya tinggal
beberapa lembar rambut saja yang sudah ubanan alisnya
malah banyak dan menjuntai turun memanjang tergantung di
kedua pinggir matanya, sementara kedua biji mata nya
melotot keluar seperti mata ikan mas, hidungnya yang besar
terbalik menghadap ke atas, bulu hidungnya menjulur keluar
beberapa dim, bibirnya tebal giginya prongos tumbuh dua
siung dikedua samping mulutnya, putih mengkilat mengerikan
seperti dracula.
Kalau bentuk wajahnya ini diibaratkan betul sesuatu yang
lain tak ubahnya seperti patung kuntilanak dibiara gunung.
Meski hatinya giris namun secara adat dan kesopanan Koan
San gwat tidak berani berlaku lena, cepat ia maju berlutut
serta menyapanya: “Tecu menghadap Lolo.”
Oen Kiau mengulurkan lengm tangan yang seperti cakar
burung menghembus pelan pelan, ujarnya : “Nak! Tak usah
banyak peradatan, duduklah biar aku melihat tegas. Hiang
ting, Tokko Bing kalian pun jangan berdiri saja, mari duduk
sekalian. Hari ini terhitung gubukku dikunjungi banyak orang.”
Panjang dalam gubuk amat sederhana Oen Kiau duduk
bersimpuh diatas tikar, didepannya terletak sebuah meja kecil
pendek, di atas meja menggeletak sebuah Bokhi kecil, se jilid
buku Hud king, serenteng tasbih beliau pun mengenakan
seperakat pakaian kasa sebagai pemeluk agama Budha.
Sekeliling dinding kosong melompong, kedua sampingnya
menggeletak dua kasur rumput, Tokko Bing dan Lim Hiang
Ting masing masing menduduki sebuah. Sambil tertawa Oen
Kiau berkata : “Tempatku iin tidak siap untuk menyambut
tamu lain, maka terpaksa kau duduk saja diatas lantai untung
tempatku ini cukup kering …”
Cepat Koan San gwat “Tidak menjadi soal dimana saja Tecu
boleh duduk.!”
Sementara itu Lim Hian ting dan Tokko Bing sama
bersimpuh, maka Koan San gwat segera duduk bersila, tapi ia
tidak bisa menerima kata kata kering yang dikatakan oleh tuan
rumah, karena dimana tanah ia duduk lembab dan dingin,
sungguh risi dan tak enak bagi perasaannya.
Dan perubahan air muka Koan San gwat agaknya Oen Kiau
bisa menebak isi hatinya katanya tertawa mengunjuk gigi
yang prongos “Nak! apakah kau tidak merasa bentukku ini
amat menakutkan? ”
“Sedikitpun Tecu tidak takut!”
“Kau yang lebih jujur dari gurumu. Waktu pertama kali
gurumu melihat aku, katanya aku ini tidak begitu jelek, kupikir
bila aku tidak jelek, pasti diduma ini tidak akan ada manusia
buruk rupa.”
Merah jengah muka Tokko Bing sementara Koan San gwat
menjadi kurang tentram katanya : “Tecu memang berdosa,
harap Lolo luka memberi ampun.”
“Nak, kaulah orang pertama yang bicara sejujurnya
kepadaku, meskipun bicaramu pakai diplomasi segala, kau
katakan tidak takut kepadaku, padahal kenyataan aku buruk
setengah mati, cakup membuat takut seorang pemberani pun,
betul tidak? ”
“Lolo,” ujar Koan San gwat dengan setulusnya : “
Bagaimana sikap otang lain terhadap kau orang tua aku tidak
tahu, tapi Tecu benar benar tidak takut …”
Berkata Oen Kiau lemah lembut “Terima kasih Nak! Kau
bicara sejujurnya. Kejadianku mungkin kau sudah jelas!”
Koan San gwat manggut manggut.
Kata pula Oen Kiau seraya menghela napas “Nak,! Jarang
ada orang seperti kau dalam dunia ini, selama hidupku aku
hanya pernah berjumpa dua orang saja. Yang pertama adalah
orang aneh yang mengasuh dan mendidik aku sampai besar,
selalu dia memberi wejangan kepada aku, beliau menyuruh
aku menyembunyikan diri dalam hidupku, aku sudah
melakukan suatu tindakan yang salah …! Untunglah beliau
menyuruh aku menyembunyikan diri dalam hidup kesunyian
saja, aku melanggar petuahnya sehingga begini lah akhir
hidupku, aku sudah melakukan suatu tindakan yang salah!
Untunglah sebelum ajal aku masih bisa jumpa dengan orang
macam kau …”
Baru saja Koan San gwat hendak buka mulut, lekas Oen
Kiau menggoyangkan tangan mencegah, katanya “Nak!
Jangan kau menukas omonganku, masih banyak perkataan
yang perlu kuucapkan, malah semua adalah urusan penting,
kau harus perhatikan benar benar”
Koan San gwat mengangguk dengan prihatin.
Tapi Oen Kiau tidak membuka suara lagi, sepasang
matanya menatap nanar sekian lamanya kepada dirinya,
akhirnya menarik napas dan berkata terhibur: “Nak! Kau
memang hebat! Ui ho dapat menemukan kau, benar benar
lihay pandangannya.”
Cepat Tokko Bing menyahut “ Kalau begitu silahkan Lolo
membimbingnya!”
Oen Kiau manggut manggut, ia ulur tangan menyingkirkan
meja pendek didepannya lalu menyingkapkan tikar dan
mengeduk tanah dibawah meja, dari dalam tanah ia keluarkan
sebuah buntalan kertas minyak, lalu katanya halus : “Nak, kau
kemarilah!”
Bergegas Koan San gwat maju kedepan serta sahutnya :
“Lolo ada petunjuk apa? ”
Oen Kiau angsurkan buntalan kertas minyak itu serta
berkata “Kau bukalah!”
Dengan hormat Koan San gwat menerima lalu pelan pelan
membuka buntalan kertas minyak yang terbungkus
didalamnya adalah sebilah pedang berserangka, serangka
pedang terbuat dari kulit ikan hiu yang dibalut tembaga putih,
bentuknya amat kuno, sekilas pandangan dapatlah dinilai
bahwa pedang pusaka kuno yang tidak ternilai.
Sambil memegangi pedang Koan San gwat bingung dan
tidak paham.
Kata Oen Kiau sambil tertawa : “Nak, Kau tahu pedang
apakah itu? ”
Diatas serangka pedang itu terukir dua hurup yang bergaya
kuno dan sudah buram Tokko Bing barteriak “Pek hong kiam!”
Lim Hiang ting juga tidak kalah kejutnya serunya : “Pek
hong kiam! Lolo, sebenarnya apakah yang telah terjadi? ”
“Kalau kau sudah tahu perihal Pek hong kiam, masih tanya
apa lagi? ”
Kata Lim Hiang ting : “Meski suhu mewariskan Pek hong
kiam kepada Tecu, malah beliau juga pernah menjajal
kehebatan pedang ini, tapi pedang itu hanya tiruan belaka!”
“Ya, pedang yang diwariskan kepada kau oleh Suhumu
adalah pedang tiruan, tapi apa yang dia tuturkan mengenai
seluk beluk pedang ini pun tidak salah, ada sejilid buku
pedang dimana ada tercatat sangat jelas…”
“Buku catatan pedang itu kami perlu melihatnya, bahwa Cia
Ling im amat takut terhadap aku karena diapun pernah
membaca buku catatan itu, tapi Tecu….”
Oen Kiau menukas kata katanya : “Karena pedangmu palsu
maka kau anggap catatan buku pedang itupun palsu.”
“Benar, maka Tecu bakar buku catatan pedang itu !”
Berubah air muka Oen Kiau agaknya terketuk sanubarinya,
akhirnya ia menghela napas. ujarnya “Baik juga dibakar,
pedang yang tercatat didalam baku pedang itu mungkin tidak
akan muncul dalam dunia ini, bilamana pedang pedang itu
tenggelam ditelan masa, kehilangan buku catatan pedang lagi,
biarlah wibawa dan nilai pedang itu sendiri tersembunyi
selamanya begitupun baiklah.”
Tak tahan Tokko Bing lantas bertanya : “Lolo, masih ada
pedang ternama apa saja yang tercantum dalam buku catatan
pedang itu? ”
“Ui ho, apa kau ketarik pada pedang pedang ternama itu? ”
“Tidak! Aku cuma ingin paham terhadap sesuatu yang
belum ku ketahui.”
“Dalam buku catatan itu ada tercantum lima bilah pedang,
yaitu Ci seng, Ceng so, Bek tai, Ui tiap dan Pek hong, siapa
pencipta serta bentuk dan manfaat dari masing masing
pedang itu ada dijelaskan secara terperinci …”
“Kenapa hanya lima bilah? ” tanya Tok ko Bing heran.
“Seperti Liong cwan, Thay ah, Hu yang, Ceng bing, Ceng sian,
Ci tian, Mo sia, Kan ciang dan lain lainnya bukankah termasuk
pedang pedang kuno ternama? ”
“Benar pedang pedang itu memang amat tenar, tapi
pedang pedang itu hanya lebih tajam dan kuat dari pedang
pedang biasa, kecuali dapat memotong besi seperti mengiris
sayur, tiada kemujijatan lainnya, jauh berlainan dengan lima
pedang yang kusebutkan tadi.”
Tiga orang menaruh perhatian dan mendengarkan dengan
cermat, tapi Oen Kiau malah menghela napas, katanya :
“Sudahlah, Pedang lain kita tidak perlu persoalkan, karena aku
sendiri tidak tahu apakah yang lain itu kenyataan seperti yang
tertera dalam keterangan buku itu. Tapi Pek hong kiam ini
sesuai dengan apa yang tcrcsuat didalarn buku keterangan
pedang itu”
“Dari sini dapatlah dipastikan bahwa keterangan terperinci
mengenai kelima bilah pedang itu tentu bukan bualan belaka.”
demikian sela Lim Hiang ting.
Oen Kiau meliriknya sekali. Lekas Lim Hiang ting
menambahkan : “Lolo, bukan Tecu suka mengobrol, buku
catatan pedang itu kami berlima pernah membacanya, Tecu
memang berotak tumpul kini tidak begini ingat lagi keterangan
yang tercatat dalam buku iru tapi Cia Ling im mempunyai
kepandaian yang lain dari yang lain, apa yang pernah
dilihatnya tentu tidak akan terlupakan olehnya.”
“Kau kuatir bila dia memperoleh salah satu diantara kelima
pedang itu? ”
“Tidak bisa Tecu harus menguatirkan hal ini! Karena sesuai
dengan apa yang tercatat di dalan buku itu, Pek hong kiam
ini….”
“Wibawa dan ketajaman Pek hong kiam tidak lebih unggul
dari empat bilah pedang yang lain, maka namanya tercantum
pada urutan terakhir. Namun kau tidak usah kuatir, pasti Cia
Ling im tidak bakal memperoleh pedang yang lain!”
Lin Hiang ting. tidak mengerti. Maka Oen Kiau menjelaskan
“Sudah lama gurumu memeras otak tapi hasilnya nihil,
terpaksa ia membuat sebilah pedang tiruan yang diberikan
kepadamu itu, Pek hong kiam adalah yang terakhir dari kelima
pedang itu, kenapa guru mu memilih pedang ini? ”
“Tecu bodoh, Tecu tidak tahu!” sahut Lim Hiang ting
“Tecu sebaliknya bisa menerka, entah betul atau tidak?”
ucap Koan San gwat
“Coba kau terangkan “ ujar Oen Kiau tersenyum.
Berpikir sebentar Koan San gwat lantas menjelaskan: “
Menurut apa yang diuraikan Lolo bahwa ketajaman sinar Pek
hong kiam paling menonjol diantara kelima pedang pusaka itu
sekilas pandang orang akan tahu bahwa itulah sebilah pedang
pusaka, karena itulah sehingga dia masih tetap patuh sampai
sekarang, empat bilah yang lain meski kwalitetnya lebih bagus
namun luarnya tidak begitu menonjol, kalau terjatuh ketangan
seorang yang tidak kenal nilai barang, tentu akan dibuat
memotong kayu atau sebangsa senjata tajam umumnya, Cie
Ling im adalah seorang yang cerdik, untuk mengelabuhi dia,
terpaksa harus membuat tiruan Pek hong kiam, paling tepat..”
“Wah hebat kau bocah ini. Pendpatmu ini benar benar
melebihi pandangan seorang akhli, Ui oh menurut pendapatku
dia lebih kuat dari kau!”
“Benar maka kubawa dia kemari untuk menemui orang
tua.”
Mata Oen Kiuu mengandung pandangan welas asih,
katanya pelan pelan: “Nak! Sebetul nya masih ada sebuah lain
kenapa Pek li Put ping harus menirukan sebilah pedang Pek
hong Kiam yaitu karena dia tahu bahwa Pek hong kiam yang
asli berada ditanganku, dia pun perah merasakan bahwa dan
pedang pusaka itu, dulu waktu ia bertekad mencelakai jiwa ku
menggunakan pedang itu baru aku menundukan dia,
mengingat hubungan kami suami istri aku tidak bertindak
kejam kepadanya, tapi beberapa tahun ini aku mengasingkan
diri di tempat ini, secara diam diam aku selalu mengawasi
sepak terjangaya yang tidak genah itu…”
Timbul perasaan acuh tak acuh pada muka Koaa San gwat.
Melihat sikapnya ini Oen Kiau tertawa, katanya “Mungkin kau
tidak puas akan tindakanku bukan? ”
Terpaksa Koan San gwar manggut manggut, katanya :
“Benar! Kau tidak perlu kasihan dan memberi hukuman
setimpal bagi perbuatananya”.
“Benar, Nak! Ucapanmu memang benar “demikian ujar Oen
Kiau, “Tapi masih berliku liku dalam persoalan ini yang tidak
kau pahami, ilmu yang dipelajari Pekli Put ling meski didapati
dari aku, tapi semua ilmu pelajaran itu adalah peninggalan
dari tokoh kosen yang membimbing aku, demi membalas budi
dan kebaikkannya, apalagi aku sendiri tidak mampu
mengembangkan ajaran dan nama perguruan, sebaiknya Pekli
Put ping sudah melaksanakan hal itu dengan baik, betapapun
aku tidak bisa merintangi usahanya!”
Sulit Koan San gwat mengutarakan apalagi, tapi
sanubarinya tidak bisa mengakui sikap dan kelakuan Oen Kiau
bisa dinyatakan benar.
Berkata pula Oen Kiau sembari menghela napas “Apalagi
perbuatan Pekli Put piog tidak begitu jahat, karena ajaran
yang ditinggalkan oleh tokoh kosen aneh sendiripun termasuk
aliran sesat, perguruan kita sama, ajaran yang kita pelajaripun
sealiran, sudah tentu secara lahir batin aku tidak merasakan
bahwa apa yang dipelajari itu merupakan ilmu sesat!”
Cepat Koan San gwat menyela : “Ya, sesat atau lurus biar
umum yang memberi penilaian.”
“Orang yang pernah kutemui teramat sedikit, pandanganku
terhadap sesuatu soal tidak sama dengan kau, apalagi ajaran
sesat yang kami pelajari secara lahiriah terkekang oleh nalar
kita sendiri, betapapun tidak akan melakukan sesuatu
perbuatan yang durhaka atau jahat. Begitulah tokoh kosen
aneh itu, demikian juga aku, Pekli Put ping pun tidak
ketinggalan yang paling ditakuti hanyalah bila ilmu ini terjatuh
pada seseorang yang benar benar culas dan jahat seratus
persen, kekangan nalar terhadap perbuatannya dengan
sendirinya tak akan membawa hasil lagi!”
“Cia Ling im adalah orang macam itu.” kata Koan San gwat
menyambung.
“Benar. Pekli Put ping kurang cermat dalam memilih ahli
waris, dia turunkan semua kepandaiannya kepada murid
murtad itu, akhirnya setelah ia insyaf orang macam apa
sebetulnya muridnya itu, Cia Ling im sudah tamat mempelajari
ilmu yang ia turunkan, tidak mampu lagi untuk
mengekangnya.”
“Cianpwe membawa Pek hong kiam seharusnya bisa
mencegah hal ini terjadi!”
“Aku tidak mampu, latihanku jauh dibandingkan Pekli Put
ping. Pek hong kiam meski berada ditanganku, aku tidak
kuasa menggunakannya.”
Koan San gwat mengunjuk rasa tidak percaya. Oen Kiu
lantas melanjutkannya dengan sikap serius : “Aku tidak
membual, bukan saja aku tidak mampu, Hiang ting pun tidak
becus ilmu yang kita latih hanya berguna bagi laki laki kekar
yang kuat. Cia Ling im paham akan intisari tersembunyi ini,
kalau dia tidak gentar adanya Pek hong kiam yang hebat,
sejak lama ia sudah mengumbar kejahatannya. Hanya Hiang
ting seorang yang jelas mengenai seluk beluk ini, cuma
sifatnya lebih tenang dan mantap sehingga selama itu tidak
pernah menunjukkan gejala gejala yang mencurigakan maka
Cia Ling im dikelabui, tapi kertas tidak bisa membungkus api,
urusan akan tiba saat nya dibongkar orang, maka dia sangat
kuatir akan hal ini, akhirnya ia mencari Suhumu, pikirnya
hendak minta bantuan untuk menghadapi Cia Ling im, tapi
Suhumu sendiri memandang rendah ilmu yang kita pelajari …”
“Agaknya Lolo salah paham.” demikian tukas Tokko Bing,
“Bukan aku memandang rendah kalian, adalah karena Kan
thian cin khi yang kulatih jauh berlawanan dengan ajaran
kalian, kalau dipaksakan tentu akibatnya sangat fatal!”
“Aku tahu akan teori ini, maka aku tidak paksa kepada
kau.” demikian jawab Oen Kiau tertawa.
“Syukurlah bila Lolo paham, dan lagi aku menerima
muridku ini bukankah sama saja?” demikian ujar Tokko Bing
tertawa.
“Suhu!” kata Koan San gwat mengarti, “Tak heran selama
ini kau orang tua tidak mau mengajarkan Kan thian cin khi itu
kepadaku, ternyata …”
“Tidak salah! Waktu pertama kali aku mengajarkan ilmu
silat, aku memang sudah mengandung maksud ini, apakah
kau sekarang menyesal karena sudah ku peralat?” demikian
tanya Tokko Bing.
Koan San gwat termenung sebentar lalu berkata dengan
sungguh : “Tecu menerima budi guru setinggi gunung
sedalam lautan, mana berani punya maksud dan prasangka
demikian, hanya …”
“Hanya apa? ” desak Tokko Bing tersenyum.
“Seharusnya jauh jauh hari Suhu beritahu aku, supaya Tecu
punya persiapan.”
“Waktu itu aku sudah menjadi anggota Liong hwa hwe,
sebagai anggota terkekang dan harus patuh akan segala
aturan aturan yang ada, sudah tentu aku tidak bisa beritahu
kepada kau. Cia Ling im menyebar luar kaki tangannya
kesegala penjuru, mata kupingnya amat tajam, kalau sampai
diketahui olehnya menggunakan undang undang kedisiplinan
organisasi untuk menindak diriku, bukankah bakal
meggagalkan usaha belaka. Tapi untuk memandang kau
masuk kedalam organisasi memang banyak mengorbankan
jerih payahku, malah sengaja aku menandingi berbagai
golongan dan aliran besar kecil diseluruh jagat, ku ciptakan
keagungan Bing tho ling cu yang digjaya menggetarkan dunia
sebagai warisanku kepada kau, tujaanku adalah supaya kau
ternama dan disegani, pasti datang suatu ketika ada
seseorang bakal menarik kau menjadi anggota Liong hwa hwe
pula.”
Koan San gwat manggut manggut, tanya nya: “Putra Thian
ki mo kun Ki Houw juga membuat Hwi tho ling, tujuannya
adalah menandingi Bing tho ling cu.”
“Aku tahu, malah itu usul Go hay ci hang si gila itu”
“Kenapa?”
“Belenggu yang mengikat seluruh anggota teramat banyak,
betapa sulitnya untuk menarikmu masuk tanpa menunjukan
sesuatu gejala yang mencurigakan, maka kepala gundul itu
memikirkan suatu akal yang cukup sempurna, secara gosok
dan bujuk ia anjurkan Ki Houw menampilkan diri menjadi
penantang yang utama, menggunakan Ki Houw sebagai
umpan lalu menarikmu menjadi anggota tentu tidak
menimbulkan curiga orang lain. Kalau tidak Cia Ling im tentu
sudah merintangi dan menghadapi kau lebih dulu”
“Benar, otak Cia Ling im teramat cerdas dan licik sekali,
sulit dilayani, maka dalam surat peninggalanku kepada Li Sek
hong pun hanya kuberitahu bahwa tidak lama lagi bakal
muncul sesorang yang akan berhadapan langsung dengan Cia
Ling im, tidak berani kusebut atau menjelaskan bahwa kau
adanya. Urusan ini kecuali aku dan gurumu, hanya kepala
gundul itu yang tahu!”
-oo0dw0oo-
JILID 15
KOAN SAN GWAT terlongong, tanyanya: “Hwesio tua itu,
sebenarnya orang macam apakah dia? ”
“Kitapun tidak tahu, sebenarnya betapa kemampuan kepala
gundul itu tiada seorang pun yang dapat meraba secara jelas.
Waktu pertama kali bertanding dengan aku jelas dia lebih
unggul, tapi sebaliknya ia menyerah kepadaku, secara suka
rela mau tunduk dan menjadi anggota. Lolo mengasingkan diri
disini juga kepala gundul itu yang menuntun kami kesini maka
kami sendiri tidak mengerti orang macam apakah dia
sebenarnya!”
“Hwesio tua punya asal usul yang luar biasa,” demikian sela
Oen Kiau tertawa. “Kalian tidak perlu menyelidiki riwayat
hidupnya kini pembicaraan sudah selesai, tiba Santnya kita
membicarakan pokok penting. Nak, beberapa urusan yang
kuajarkan kepada kau tadi, kau punya pendapat apa? ”
Koan San gwat menyembah seraya menyahut: “Tecu tidak
menampik dan akan bekerja sekeras tenaga.”
“Bagus! Sejak sekarang kau adalah majikan baru dari Pek
hong kiam ini, kuharap kau bisa memanfaatkannya!” demikian
pesan Oen Kiau.
“Tecu bersumpah mati untuk memberantas kawanan iblis
dengan wibawa pedang ini, tanpa sembarangan membunuh
seseorang yang tidak berdosa!”
“Ai,” Oen Kiau menghela napas, “Biar kuberitahu pada kau,
pedang ini adalah senjata iblis, begitu pedang ini muncul
pembunuhan berdarah bakal terjadi dimana mana, dikala kau
menggunakannya mungkin kau sendiri tidak akan mampu
mengendalikan diri pula!”
Koan San gwat bercekat tertegun.
Oen Kiau malanjutkan tertawa “Kau tidak usah takut! Dari
hawa ditengah alismu, aku dapat melihat bahwa hatimu suci
dan lurus, mungkin pedang akan mendapat perbaikan sifatnya
dari kemurnian jiwamu, hilangkanlah sifat sifat iblisnya.
Sekarang cabutlah pedang itu!”
Segera Koan San gwat menekan gagang pedang, serangka
pedang segera mencelat lepas. Gubuk yang suram itu seketika
ditaburi cahaya pedang yang gemerlapan menyilaukan mata,
begitu cemerlang cahayanya sehingga hawa terasa dingin.
Berkatalah Oen Kiau dengan kereng : “Sin lo su sek dan
Tay lo jit sek merupakan pedang perguruan kami yang maha
sakti, seluruh ilmu pedang dikolong langit ini, intisarinya sudah
tercakup didalamnya. Sekarang kumulai menurunkan Siu li
kiam sek kepada mu, sementara Hiang ting nanti akan
memberi ajaran Tay lo kiam sek, betapa tumit dan luas
pelajaran ini, temponya teramat mendesak lagi, maka kau
harus rajin, giat dan tekun memperhatikan ajaran ilmu silat
ini, jangan kau menyia nyiasan harapan besar kami kepada
kau!”
“Anak muda, kau sudah dengar belum.” tiba tiba Tokko
Bing menimbrung, “inilah satu anugrah besar yang tiada
bandingannya bagi kau!”
“Ui ho! Jangan kau berkata demikian,” Oen Kiau melirik,
“Siu lo su sek akupun menyelami kulitnya saja, bicara
kesempurnaan dan mendalam aku masih kalah dibanding Cia
Ling im, cuma kuharap dengan bakat dan kecerdikan otaknya
yang melebihi orang lain dapat mempelajari intisarinya, dapat
pula mengembangkannya secara bebas dan lebih luas. Kalau
tidak aku tidak berani tanggung apakah nanti bisa
mengalahkan Cia Ling im!”
“Ucapan Lolo memang benar, biarlah aku mengundurkan
diri lebih dulu, silahkan kalian mulai mengajar kepadanya,”
demikianlah ujar Tokko Bing terus mengundurkan diri. Setelah
dia keluar, Koan San gwat pun mulai menempuh titik tolak
permulaan dari kehidupan selanjutnya.
Puncak Sin li hong di Bun san sedang suasana ketegangan
yang memuncak, pihak lurus dan sesat saling berhadapan,
dua kelompok kekuatan yang sedang berlawanan sedang
bersitegang leher, seumpama air dan api tidak mungkin
bercampur baur menjadi satu. Akan tetapi secara kenyataan
dua kekuatan yang berlawan ini sebelumnya pernah terbentuk
dalam satu badan secara aneh.
Itulah Liong hwa hwe.
Diantara ketiga tingkat X susunan dari bagian, anggotanya
yaitu Sian, Mo, Kui, tiga barisan diantara mereka terdapat
kaum pendekar dan para kesatria gagah yang benar benar
berhaluan lurus, tapi adapula gembong iblis dan para penjahat
yang berhaluan sesat dan nyeleweng. Namun mereka
terkekang dan dibatasi oleh undang undang kumpulan,
lahirnya mereka berkumpul dan tercampur aduk dalam satu
wadah. Akan tetapi pergaulan yang tidak wajar ini akan tiba
Santnya bubar. Maka suatu ketika bila kekuatan yang
mengingat dan membelenggu itu hilang, orang orang itu
lantas terpecah menjadi kelompok.
Bahwasannya negatip dan positip tidak mungkin akur,
demikian juga lurus dan sesat tidak mungkin hidup bersama,
maka keadaan yang saling bertentangan ini sudah tidak
mungkin hidup bersama, maka keadaan yang saling
bertentangan ini sudah tidak mungkin dihindari lagi, bentrokan
yang tidak mungkin dielakan hanya bisa daselesaikan dengan
satu cara yaitu berkelahi.
Tapi walau kedua kelompok sudah berhadapan secara
langsung, namun mereka belum bentrok secara kekerasan.
Mereka sedang menunggu.
Mengawasi puncak yang terbungkus awan tebal, kelihatan
sikap Cia Ling im sudah tidak tegas lagi, sebaliknya sikap Go
hay ci hang yang ada didepannya kelihatan sangat tenang dan
acuh tak acuh.
Suasana yang hening hawa yang panas hanya terdengar
dengus napas orang banyak, sinar surya yang cemerlang dari
warna merah semakin meninggi dan berubah kuning menyorot
makin panas.
Akhirnya Cia Ling im tidak tahan lagi, serunya sambil
menggeram “Gundul tua! Pimpinan kalian kapan akan tiba? ”
“Segera tiba!” sahut Go hay ci hang membalik mata,
“Sebelum lohor dia akan tiba!”
“Siapakah dia? ” tanya Cia Ling im sambil menengadah
melihat cuaca.
“Kalau dia datang kau akan tahu sendiri.. Sekarang Lolap
tidak leluasa menjelaskan lebih dulu.”
Cia Ling im berpikir sebentar, lalu kata nya mencemooh
“Dapatkah dia menandingi aku? ”
“Hal ini Lolap tidak berani memutuskan. Tapi kalau dia
berani memikul tanggung jawab keselamatan jiwa sekian
baayak orang, sudah tentu Lolap pribadi mengharap dia dapat
mengalahkan kau!”
Cia Ling im terloroh loroh, serunya : “Harapanmu itu hanya
kosong belaka. Dalam dunia ini, termasuk Ui ho, Lim Hiang
ting, aku percaya tiada seorangpun yang dapat melampaui
kemampuanku!”
Dengan tawar Go hay ci hang menatapnya sekilas, ujarnya
“Ucapanmu masih terlalu pagi kau katakan.”
Cia Ling im menyeringai dingin, dengar memicingkan mata
ia menyapu pandang semua rombongan orang dihadapannya,
“mungkin pimpinan yang kau istilahkan tadi hanya bualan
belaka, sengaja kau mencari kesempatan untuk mengulur
waktu belaka!”
“Berapa lama Lolap dapat mengulur waktu? Kalau hari ini
kita tidak menentukan kalah menang, pasti kau tidak akan
melepas kami semua!”
“Mungkin kau sedang mengatur tipu daya lain, maka
sengaja mengulur waktu, supaya akal muslihatmu itu dapat
diselesaikan dengan sempurna. Kalau demikian
perhitunganmu, kau hanya mencari penyakit sendiri. Kau tahu
bahwa sekitar gunung ini sudah kupasang penjagaan yang
ketat, permainan itu tidak bakal mengelabui aku.”
“Apakah Lolap orang macam yang kau maksudkan itu? ”
“Sulit dikatakan, kau menamakan diri sebagai orang ibadah
hanya sebagai alasan belaka yang benar perut mu itu penuh
tipu muslihat yang keji. Tiga hari yang lalu bukankah Liong
hwa hwe, bubar gara gara kau?”
Go hay ci hang malah tertawa saja tanpa bicara lagi,
namun timbul prasangka jelek dari rombongannya sehingga
perasaan mereka kurang tertawa, Sian yu it ouw segera tampil
kedepan dan berbisik dipinggir telinganya : “Hweshio tua,
jangan kau berkelakar dalam suasana seperti ini …”
Entah berapa banyak pasang mata menatap kearah dirinya,
termasuk yang mengandung permusuhan atau tanda tanya
persahabatan yang jelas semua pandangan mata itu juga
mengandung rasa curiga yang berkelebihan …
Akhirnya Go hay menghela napas, katanya : “Mana bisa
Lolap memegang urusan demikian besarnya untuk main
main!”
Meski sikapnya sangat teguh dan besar keyakinannya,
nauun pandangan curiga orang orang itu tidak menjadi sirna
karenanya, malah terasa sang waktu terulur semakin lama,
sampai pada akhirnya Go hay ci hang sendiri pun goyang dan
hampir kehilangan kepercayaan. Pada Sant itulah tiba tiba
ditengah angkasa didengarnya pekik burung bangau yang
berkumandang nyaring.
Seperti terlepas dari belenggu, Go hay ci han menarik
napas lega, serunya : “Sudah datang! Kenyataannya Lolap
tidak menipu kalian!”
Semua hadirin serempak mengadah memandang awan,
ingin mereka tahu siapakah sebenarnya yang bakal mewakili
keadilan dan menjadi pimpinan pihak golongan lurus ini?
Dari balik awan pelan pelan melayang turun seokor burung
bangau besar, dipunggung nya duduk seorang gadis kecil,
setelah dekat kelihan jelas itulah Ling koh adanya. Menyusul
disebelah belakang melayang pula dua perempuan berpakaian
serba putih, mereka tidak lain adalah Li Sek hong dan Liu Ih
yu. Dan paling belakang melayang turun pula seorang laki laki
muda memanggul pedang, dia bukan lain adalah Koan San
gwat.
Pandangan seluruh hadirin maih tertuju keatas. Tapi
setelah Koan San gwat hinggap ditanah, dibelakang tidak
kelihatan pula orang lainnya.
Sementara itu Ling koh sudah melompat turun dari
punggung bangau, wajah Li sek hong dan Liu ih yu
menampakkan perasaan kurang tentram dan was was, meski
mereka sudah berusaha agar tenang dan sewajar mungkin,
namun mimik mereka yang masam itu mana dapat
mengelabui pandangan semua orang.
Setelah mereka maju mendekat, tak tahan lagi segera Cia
Ling im berseru tanya : “Kepala gundul! Mana orang yang kau
maksudkan itu? ”
Gu hay ci hang menunjuk Koan San gwat, sahutnya : “Dia
ini bukan? ”
Seluruh hadirin mengeluarkan suara kaget dan heran
dengan nada yang berlainan, ada yang tertawa mengejek, ada
pula yang menghela napas putus asa.
Gelak tawa yang paling keras adalah Cia Ling im, seSant
kemudian baru dia bicara menuding Koan San gwat : “Kepala
gundul, sudah setengah harian kau bermain sandiwara,
kiranya hanya unruk menonjolkan bocah mestika ini? ”
Wajah Koan San gwar tidak menunjukkan perasaan apa
apa. Sebaliknya Ling koh melengking tajam “Cia supek!
Jangan kau memandang ringan Koan kongcu, tiga hari yang
lalu bukankan kau tertusuk oleh pedangnya.
Merah muka Cia Ling im bentaknya mendelik : “Budak
setan! Berani kau cerewet lagi kubeset kulitmu nanti!”
Ling koh meleletkan lidah, ujarnya: “Su pekli! Pintamu
hanya menindas bocah kecil memangnya ucapanku salah …”
Cia Ling im mengulur tangan hendak mencengkeram
kepadanya, lekas Ling koh sembunyi di belakang Koan San
gwat. Koan San gwac lantas unjuk senyum geli katanya : “Ling
koh! Jangan kau tidak tahu aturan!”
Lalu ia berputar kearah Cia Ling im, katanya: “Kau pentolan
dari kawanan iblis, sedikit banyak tahu aturan dan sikap
berwibawa, buat apa muring murang terhadap anak kecil,
apakah tidak terlalu iseng? ”
Karuan Cia Ling im malu, teriaknya keras “Bocah busuk!
Kau menggelinding pergi, Cun cia tak ada semangat ngobrol
dengan kau!”
Koan San gwat tertawa lebar, ujarnya “Memangnya kau
sangka aku datang untuk mengobrol kesini? ”
“Lalu untuk apa kedatanganmu? ”
“Aku datang untuk membunuhmu bila perlu. Watakmu
bejat, kejam dan culas lagi, namun belum menunjukkan
kejahatan keliwat batas, maka kuanjurkan kau …”
“Tutup mulut!” hardik Cia Ling im murka. “Bocah busuk!
Apa kemampuanmu berani bicara takabur dengan Cun cia,
meski aku sudah pernah kau tipu sekali, karena aku tidak
pandang sebelah matamu …”
“Benar! Tusukan pedangku tiga hari yang lalu memang
kulakukan untung untugan, namun aku insaf tidak akan ada
keuntungan kedua kali, maka hari ini tiada niatku mencari
kesempatan untung untungan itu …”
Karena Koan San gwat bicara dengan suara tegas penuh
keyakinan lagi, Cia Ling im melengak, sejenak ia termenung
lalu katanya: “Agaknya dalam tiga hari ini kau banyak
memperoleh kemajuan ….”
Koan San gwat tersenyum lebar tidak menanggapi. Maka
Lok Siau hong berkesempatan berteriak dengan riangnya: “
Koan toako, Kemana saja kau tigi hari ini! Wah sulit dan capai
benar aku mencari kau …”
“Nona cilik,” ujar Go hay ci hang, “Sant ini dalam keadaan
tegang, kau tunggu lain kesempatan untuk bicara dengan
Koan toako.”
Bergegas Lok Heng kun memburu maju menarik mundur
Lok Siau hong kesebelah belakang. Cia Ling im termenung
bimbang, dari sebelah belakangnya Ouw hay ih siu tampil
kedepan serta katanya sambil menyeringai iblis “Cin cia!
Ijinkanlah Losia tampil pada babak pertama ini? ”
Cia Ling im manggut manggut. Sebalik nya Koan San gwat
lantas mencegah “Jangan tiada waktu kuberikan kepadamu
untuk campur dalam soal ini.”
Pek Sian cun terkekeh dingin, ujarnya “Anak muda! Jangan
terlalu pongah, betapa tinggi kedudukan Siu lo kun cia, masa
beliau sudi bergebrak dengan dedengkot macammu yang tidak
kenal asal usulnya. Lohu terpaksa tampil boleh dikata sudah
memberi muka kepada kau.”
Koan San gwat menarik muka, katanya kereng :
“Mengingat perbuatan jahatmu yang tidak senonoh, dosa mu
sudah bertumpuk, hari ini bisa aku potong kepalamu lebih
dulu sebagai hukuman setimpal.”
Pek siang cun terkekeh kekeh dingin, jengeknya : “Anak
muda! Jangan sombong. Memang Lohu sudah sebal hidup,
tapi tiada cara untuk membikin mati diriku.”
“Pok ciang cun! Jangan terlalu percaya pada ilmu sesatmu
yang aneh itu, kau sangka badanmu kebal dari senjata tajam,
kalau aku segan turun tangan sih menuding sekali turun
tangan kutanggung kepalamu bakal copot dari badan
kasarmu.”
“Koan San gwat! Thian ki mo kun Ki Houw menimbrung
seraya tertawa ngakak, “Ucapanmu terlalu mengagulkan diru,
jelek Lo po salah satu tokoh dari Sian pang dulu dia pun kuat
menghadapi ujian Lui thing sam ki, masa dia tidak kuasa
menandingi sejurus seranganmu”
“Kau tidakpercaya, silahkan tunggu dan saksikan sendiri!”
ujar Koan San gwat tersenyum lalu ia tampil satu langkah
kedepan serta serunya pula : “Pok Siang cun, kalau kau
hendak menggunakan senjata lebih baik lekas keluarkan,
supaya kau mati dengan rela”
Dibawah pancaran mata Koan San gwat yang berkilat tajam
tanpa sadar Pok Siang cun menyurut mundur selangkah,
suaranya gemetar jeri “Kalau dalam sejurus kau tidak mampu
bunuh aku bagaimana?”
“Kepalaku akan kupotong dan kupersembahkan kepada
kau!” sahut Koan San gwat tertawa lebar.
Kata katanya diucapkan dengan teguh dan kuat, seketika ia
mendapat sambutan berbeda beda, ada yang menjerit kaget,
ada tarikan napas dalam, banyak diantara hadirin yang tiada
percaya akan pernyataan itu, Cia Ling im daa Ki Houw sendiri
pun menarik senyum tawanya.
Tampak Pok Siang cun menunjuk rasa gentar, dia tidak
percaya Koan San gwat mampu membunuh dirinya dalam satu
gebrakan belaka, namun sikap Koan San gwat yang tenang
penuh ketenangan itu bisa tidak bisa ia harus dipercaya.
Dalam suasana hening lelap terdengarlah suara kertakan
yang menyolok pendengaran, Pok Siang cun sedang
mengerahkan tenaga dan menghimpun semangat, tak lama
kemudian suara kertakan itu sudah lenyap. Maka terlihatlah
badan Pok Siang cun yang gemuk itu makin menjadi tambun
dan buntak, itulah pertanda bahwa ilmu khikang dari aliran
sesat yang dia pelajari sudah dikerahkan sampai puncak
kesempurnaannya, demikian pula tenaga Cun yun ci dijari jari
tangannya sudah dikerahkan dengan setekat tenaganya pelan
pelan setindak demi setindak ia meluruk maju.
Koan San gwat berdiri tegak sambil menggendong tangan
tanpa bergeming, katanya tertawa ringan: “Kau tidak
menggunakan senjata ?”
Pok Siang cun membentak “Selama hidup Lohu tidak
pernah menggunakan senjata, akupun tidak gentar
menghadapi senjata apa pun!” lenyap suara kelima jari jari
tangannya sudah berkembang terus menubruk maju, di mana
jari jarinya menyambar, masing masing mengarah lima jalan
darah mematikan didada lawan, Koan San gwat tahu bahwa
Cun yang ci lawan amat lihay, meski dirinya pernah menelan
pil Ping si san dan tidak usah kuatir tarpengaruh hawa nafsu
yang menyesatkan itu, namun demikian, melihat lawan
melancarkan ilmu dengan sepenuh tenaga, berasa hebat
keluaran musuh sungguh mengejutkan, sudah tentu tidak
berani pandang ringan dan menghadapi secara kekerasan.
Sebat sekali badannya melesat, pertama ia berkelit
menghindarkan jari lawan, berbareng dengan kecepatan
melebihi kilat, mencabut pedang, menabas, tahu tahu pedang
sudah kembali kedalam serangkanya mengeluarkan suara
“Tak!” yang menyolok pendengaran hadirin.
Tiga gerak serangkai sekaligus dilannarkan bersama dalam
waktu yang singkat, sementara tubuhnya berdiri tegak seperti
tidak pernah berbuat apa apa, cuma kali ini ia sudah pindah
kedudukan.
Pok Siang cun masih menyelonong maju tiga empat
langkah lalu berhenti tidak berggerak, kedua lengannya terulur
kedepan, gayanya masih tetap seperti semula dengan jari jari
tangan mencengkeram. Semetara Koan San gwat sudah
kembali kesamping Li Sek hong dan lain lain.
Beberapa tokoh kosen yang berkepandaian tinggi sempat
melihat tegas apa yang telah terjadi, selebihnya hanya melihat
berkelebatnya selarik sinar putih laksana kilat, siapa menang
siapa kalah belum ada kepastian, mereka tidak paham kenapa
Koan San gwat mengundurkan diri dari gelanggang.
Terdengar Li Sek hong dan Liu Ih yu mengeluarkan jerit
tertahan. Cia Ling im dan Sebun Bu yan berpekik dalam
tenggorokan, jerit dan pekik masing masing kedengaran
berbeda secara nyata karena tiada suara lain yang terdengar.
Tidak lama kemudian baru Cia Ling im bertanya dengan
muka dingin: “Anak muda ! Senjata apa yang kau gunakan? ”
Koan San gwat menyahut tawar: “Seharusnya kau sudah
tahu, kenapa tanya segala?”
Berubah air muka Cia Ling im, serunya “Tak heran kau
berani bertingkah, ternyata kau sudah mendapatkan pedang
itu. Tapi belum tentu kau dapat menggertak diriku.”
“Kau sendiri yang menentukan!” Koan San gwat, yang
menyahut tawar.
Cia Ling im tidak buka mulut lagi, ia tarik Sebun Bu yam
kesamping lalu berbisik bisik entah apa yang sedang mereka
rundingkan.
Dalam pada itu Pok Siang cun masih berdiri ditengah
gelanggang mendadak batok kepala diatas lehernya itu
mencelat terbang sendiri, dari lubang lehernya yang kutUng
darah segar menyemprot bagai air ledeng pelan pelan baru
jasadnya rubuh terbanting.
Hadirin gempar dan kaget, baru sekarang hadirin paham
selarik sinar putih tadi adalah pedang Koan San gwat yang
membunuh orang secara gemilang, meski hadirin
menyaksikan dengan mata kepala sendiri namun banyak
diantaranya yang masih tidak percaya akan kenyataan ini.
Maklum ilmu sesat yang dilatih Pok Siang cun sangat kebal
akan segala senjata tajam kekebalan tububnya itu sudah
diketahui oleh hadirin, tapi sesuai apa yang dikatakan Koan
San gwat, cukup segebrak ia benar benar mengatungi batok
kepalanya, jurus apa yang digunakan. Yang digunakan senjata
apa? Tidak seorangpun yang melihat jelas.
Lok Heng kun dan Lok Siang kun mendadak berlutut dan
menyembah, serunya “Syukurlah dendam kematian suami dan
penghinaan kami berdua mendapat bantuan Koan kongcu
sehingga sakit hati ini terlampias …”
Tersipu sipu Koan San gwat memapah bangun mereka, ujar
nya “Cianpwe lekas bangun. Aku hanya menjalankan
kewajiban saja …”
Mata Li Sek hong terbelalak, Lok Heng kun benar melihat
sikapnya yang ganjil ini lekas mengundurkan diri tidak berani
banyak bicara lagi pada Koan San gwat. Setelah mendengus
terdengar Li Sek hong bersuara : “Yang kau gunakan tadi
adalah Pek hong kiam ?”
Koan San gwat manggut manggut. Berubahlah air muka Li
Sek hong, Koan San gwat maklum apa yang terisi dalam
benaknya, lekas ia menjelaskan : “Pedang milik Lim siancu
adalah barang tiruan, pedang asli ini kuperoleh dari seorang
lain.”
“Siapa? ” bertanya Li Sek hong, suaranya tenggelam dalam
tenggorokan.
“Oen Kiau Locianpwe !”
“Apa? Sunio masih hidup. …” itulah teriakan bersama Li
Sek hong dan Liu Ih yu.
“Benar!” sahut Koan San gwat, terpaksa ia menjelaskan.
“Oen locianpwe mengasingkan diri di tempat yang tak jauh
dari sini, guruku itu dan Lim siancu berada disana.”
Mendadak Li Sek hong tertawa dingin, katanya . “Aku dapat
membayangkan apa yang hendak kau ucapkan, kau tidak
perlu bicara bagi mereka, dalam dunia mereka bahwasanya
tiada orang macam diriku ini tapi … aku tidak merasa jelas
pada mereka, hidup manusia menurut takdir masing masing …
sekarang bicaralah jujur kepada aku, apakah kau yakin dapat
mengalahkan Cia Ling im? Meskipun kau pegang Pek hong
kiam.
Koan San gwat menjawab sejujurnya: “Siu lo su sek dan
Tay lo ji sek hanya kuselami kulitnya saja, soalnya waktu
sangat mendesak jelas latihankn masih kurang matang, maka
pertempuran hari ini, aku sendiri belum berani memastikan
…”
Li Sek hong manggut manggut katanya “Bekerjalah
menurut kemampuanmu, bila perlu dari samping aku bisa
membantu kau!”
Bergairah semangat Koan San gwat, ujar “Baiklah sekali,
dengin mendapat bantuanmu paling tidak pihak kita tidak
akan terdesak dibawah angin. Sebetulnya Lim sian cu
menyuruh aku jangan bicara sejujurnya, karena kuatir
kausalah paham….”
“Lalu kenapa kau bicara sejujurnya?”
“Aku tidak bisa membual, dan lagi aku pun merasa tidak
enak mengelabui kau.”
Li Sek hong terharu, ujarnya: “Terima kasih, Kongcu!
Pengertian Toa suci terhadapku agaknya kurang mendalam
dari pada kau, dengan ketulusan hati, adalah setimpal bila aku
pertaruhkan jiwaku untuk membalas kebaikan budimu.”
Hidung Koan San gwat terasa masam, dadanyapun terasa
sesak karena haru. Tapi rombongan Cia Ling im, mulai
bergerak, terpaksa Koan San gwat harus tumplek perhatian
siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Berkata Li Sek hong tertawa “Kau tidak usah tegang, Cia
Ling im tidak akan keluar menghadapi kau sendiri, jiwanya
licik dan licin”
“Yang lain masa hanganya dihadapi?”
“Jangan kau pandang ringan orang lain, kalau Sebun Bu
yam Se gak mo sin Pak hong kui si dan Thian ki mo kun
sendiripun adalah musuh utama yang cukup lihay, bila mereka
main keroyok, betapapun tokoh tokoh kosen dari pihak
kitapun sedikit jumlahnya, seperti kau Liu siancu, Go hay
cihang, Sian yu It ouw, malah Ling koh sendiripun boleh di
tampilkan bila perlu, kukira tenaganya cukup menggetarkan
nyali musuh juga.”
“Cia Ling im tidak sebodoh perkiraan mu, dia pasti
menyuruh orang orangnya satu persatu menantang kepada
kau.”
“Cara demikianpun tidak usah dikuatirkan, Cia Ling im
sendiri tidak ditakuti apalagi orang lain …”
“Namun orang orang itu jangan kau anggap seperti Pek
Siang cun, bila setiap orang harus kau layani tiga puluh jurus
baru menentukan kalah menang, seandainya kau dapat
menang seluruh nya, apa kau mampu menandingi Cia Ling im
yang masih bertenaga baru?”
Koan San gwat menggeleng tanda tidak mengerti Li Sek
hong lalu menjelaskan : “Berapa cerdik kepandaiannya Cia
Ling im, setelah kau melawan tiga orang secara beruntun
seluk beluk kepandaianmu sedikit banyak sudah dialami
olehnya, apalagi tenagamu sudah terkuras berapapun tajam
Pek hong kiam, masa kuat merobohkan dia …”
Tak tertahan Liu Ih yu mejelaskan bicara. “Begitupun tidak
perlu kuatir, bila orang lain menantang biar kami saja ynag
menghadapi mereka.”
“Dalam hal ini Cia Ling im pun tentu sudah memikir secara
sempurna, bila dia menantang, mungkin Koan kongcu tidak
alasan menolak, lebih tidak mungkin minta bantuan orang lain
mewakilinya.” demikian sanggah Li Sek hong.
Koan San gwat bimbang dan memeras otak, sementara dari
rombongan musuh tampil Thian ki mo kun Ki Houw, bibirnya
menyebir tiba tiba ia bersuit nyaring, maka dari belakang sana
menerjang keluar seekor unta besar bertubur kekar warna
hitam, dipunggung unta terselip sebatang tumbak panjang
terbuat dari baja.
Ki Houw melayang naik kepunggung unta sambil
mengacungkan tumbak bajanya, ia berteriak dengan bengis :
“Koan San gwat! keluarlah, mari kita selesaikan dulu persoalan
Hwi tho ling dan Cing tho ling cu.”
“Nah, bagaimana!” ujar Li Sek hong tersenyum, “Siapakah
yang mewakili tangtangan nya? ”
Cepat Kaon San gwat pun bersuit rendah unta sakti itu
segera berlari masuk gelanggang membawa gada mas sakti
berkaki satu, sambil menenteng gada masnya, Koan San gwat
melejit kepunggung tunggangannya, serunya tertawa lantang
“Baik! Memang urusan kita harus diselesaikan lebih dulu!”
Ki Houw melengek, serunya “Aku mohon petunjuk dengan
pedang dipinggangmu itu”
Koan San gwat bersikap tenang, sahutnya tersenyum:
“Bing to ling cu kenamaan dan menggetarkan dunia karena
unta sakti dan gada masku ini, orang lawan orang, unta lawan
unta, itulah cara yang paling baik untuk menyelesaikan
pertikaian ini, meski pedangku ini amat tajam, tapi tidak akan
kugunakan untuk menghadapi kau.”
Ki Houw mengertak gigi, untanya segera dikeprak
menarjang kedepan, sementara tumbaknya teracung kedepan
menusuk dengan dahsyat. Lekas Koan San gwat menangkis
dengan gada masnya, “Trang!” benturan kedua senjata berat
mengeluarkan suara keras menusuk kuping, kedua tergetar.
Koan San gwat terkejut, perawakan Ki Houw tidak sekekar
dan segagah dirinya, namun kekuatan lengannya benar benar
diluar perhitungannya.
Mengingat kebesaran Bing tho ling cu pantang dikalahkan,
cepat ia kertak gigi, Kim sia cap pwe lun ajaran guru,
dikembangkan dengan keras, angin mendesu laksana hujan
badai terus merangsak kepada musuhnya.
Mulut Ki Houw mengulum senyum ejek, bahwa Koan San
gwat tidak menggunakan Pek hong kiam memang membuat
kecewa, namun mempertebal keyakinan dirinya pula, tumbak
bajanya dimainkan begitu gencar, seumpama hujan anginpun
tidak akan tembus begitulah ditengah gelanggang diatas
tunggangan, masing masing mereka bertempur sengit mati
matian.
Kim sin pap pwe lun sudah seluruhnya dimainkan oleh Koan
San gwat namun ia masih belum mampu menjebol pertahanan
cahaya kuning dan putaran tumbak baja lawan, dalam
perasaan kejut dan heran, lambat laun ia merasa kuatir dan
gugup, sekonyong konyong ia ayun gadanya seraya
menghardik keras, senjatanya mengrpuruk kepala lawan.
Keprukan senjata berat ini mengguna selurah kekuatannya. Ki
Houw tertawa dingin, cepat ia lintangkan tumbak terus
menangkis keatas, maka terdengar pula benturan keras, leletu
api berpercik, benturan keras laksana geledek mengguntur
menggetarkan gelanggang.
Tumbak baja besar ditangan Ki Houw terpukul putus
menjadi dua, sementara gada mas Koan San gwat mencelat
lepas dari cekalannya ini pertanda bahwa kedua pihak sudah
mengerahkan seluruh tenaganya.
Melihat Koan San gwat tangan kosong Ki Houw
menyeringai dingin, dua kutungan tumbaknya segera
dimainkan untuk menerjang pula, yang satu menindih dari
atas sementara yang runcing menusuk dari depan, dari dua
sasaran menyerang Koan San gwat. Karena sedikit lalai, Koan
San gwat bermaksud menggunakan kekuatan tenaganya
untuk menundukkan Ki Houw, diluar perhitungannya meski
luar nya perawakan Ki Houw tidak sekuat dirinya, tapi
kekuatan lengannya ternyata tidak lebih asor dari dirinya.
Pertempuran itu belum lagi berhenti, Ki Houw
menggunakan kedua senjata kutungan, menusuk dan
mengepruk melanjutkan serangannya.
Banyak orang tumplek harapan kepada Koan San gwat jadi
mencelos hatinya serangan Ki Houw hampir mengenai Koan
San tapi Koan San gwat masih bimbang belum ambil
keputusan, ia menjadi bingung apakah perlu dia mencabut Pek
hong kiam, karena senjata ampuh ini khusus hanya untuk
melawan Cia Liog im, jurus permainan pedangnya pun tidak
banyak, apa yang dinamakan Tay lo kiam sek tidak lebih
hanya mencakup empat jurus setiap kali dia melancarkan satu
jurus berarti Cia Ling im bertambah setitik harapan …
Tapi serangan Ki Hoaw tidak menjadi kendor karena rasa
bimbangnya, kedua senjata musuh terpaut beberapa senti dari
atas kepalanya, tubuh Koan San gwat mendadak mencelat
naik keatas, badannya terbang melintang ditengah udara,
sebelah kakinya menendang keatas, telapak kakinya tepat
menahan ujung tumbak, kontan dia mengerahkan kekuatan
yang maha dahsyat.
Agaknya Ki Houw tidak mengira Koan San gwat bakal
mendemonstrasikan kepandaian yang aneh dan lucu ini, sudah
tentu betapapun besar kekuatan lengannya, mana kuat
menahan injakan kaki Koan San gwat yang hebat, ujung
tumbaknya mental keatas dan telak sekali membentur
kutungan tumbak lain yang mengepruk turun. “Trang!” lelatu
api beterbangan ditengah udara.
Kali ini walau kedua senjatanya sendiri yang beradu,
namun kekuatan benturannya justru jauh lebih besar dari
benturan pertama tadi, maka mulutnya mengeluarkan suara
menguak yang keras, kedua potongan tumbak
ditangannyapun terepas dari pegangan, celaka ke dua telpak
tanganpun Sakit bukan main karena kulitnya pecah berdarah.
Dalam pada itu Koan San gwat sudah kembali pada
tempatnya bertengger dipunggung untanya, katanya sambil
tertawa berseri “Agaknya kau lebih bersemangat untuk
menggempur diri sendiri dari pada menghadapi musuh. Kalau
toh demikian sebetulnya tadi aku tidak perlu turun tangan,
silahkan kau labrak dirimu sendiri, pertunjukkan tentu lebih
menaiik.”
Selamanya Koan San gwat tidak pernah mengolok olok
orang setajam itu bagi orang yang berangasan dan bertabiat
kasar tentu sudah murka, tapi kelicikan Ki Houw benar benar
diluar dugaannya, kedua telapak tangan saling genggam
untuk mencegah darah keluar, sahutnya dingin: “Orang she
Koan! tidak perlu kau mengejek, pertandingan kita masih
belum selesai.”
“Kurasa baik dihentikan saja, apa artinya kalau diteruskan
dengan bertangan kosong! Kedua telapak tanganmu terluka,
jangan! nanti kau katakan aku mengambil keuntungan.”
“Cara apa pun boleh, yang terang aku tidak sudi
mengambil senjataku pula, pertikaian Hwi tho ling dan Bing
tho ling cu betapapun hari ini harus diselesaikan.”
“Kalau aku jemput gada kaki tunggalku, apakah kau pun
melawan dengan bertangan kosong? ”
“Benar!” sahut Ki Houw bandel, “Hari ini kalau kau tidak
mampu menjatuhkan aku dari punggung unta, aku tidak akan
menyerahkan Whi tho ling. Dan lagi aku bukan bertangan
kosong, matamu kan belum picak dipinggangku masih
menyoren sebilah pedang! “Sreng!” segera ia mencabut
pedang yang diselipkan dipinggangnya, dibawah cahaya
matahari tampak pedangnya itu bekilau menyilaukan mata.
Koan San gwat tahu bahwa lawan sedang mendesak
dirinya untuk menggunakan Pek hong kiam. Sejenak ia pikir
tiba tiba ia keprak untanya menghampiri gadanya lalu melorot
turun menjemput senjatanya itu, sambil melintangkan
senjatanya itu ia berkata “Baiklah mari kita tentukan!”
Agaknya Ki Houw tidak mengira akan Koan San gwat,
setelah tercengang makinya: “Apa kau tidak tahu malu? ”
Koan San gwat tertawa lebar, sahutnya “Hari ini kita
selesaikan Hwi tho ling dan Bing tho ling cu, kau punya otak
kau dapat berpikir bahwa Bing tho ling cu angkat nama dan
menggegarkan dunia karena membekal gada mas berkaki
tunggal ini, maka akupun tidak akan melindungi kebesarannya
dangan senjata lain.
Karuan Ki Houw melongo dan bungkam kalau pedang
melawan gada Koan San gwat dalam ukuran senjata jelas ia
sudah dirugikan namun ia jadi bingung cara bagaimana untuk
mengatasi persoalan pelik ini …
“Ki Houw!” Cia Ling im segera berseru “Kau kembali! kalau
nama Bing tho ling cu diciptakan dengan sepak terjang macam
itu, memang tiada harganya kau memperjuangkan usahamu
ini!”
Cemoohan ini terlalu menusuk kuping tapi perbuatan Ki
Houw jauh menusuk perasaan, dengan rasa jijik ia merogoh
keluar sebentuk Bing tho ling cu milik Koan San gwat yang
diberikan sebagai tantangan tempo hari, diatas lencana
kebesaran itu ia berludah lalu ditusuk dengan ujung pedang
terus dilempar kedepan, serunya “Silahkan ambil kembali,
itulah Bing tho ling cu yang menyorot cemerlang diseluruh
jagat, pertanda gemilang Bing tho ling cu menegakkan gengsi
dan memanggul nama!”
Koan San gwat meraih dan menangkap lencana itu, air
mukanya menunjuk kegusaran yang meluap luap. Itulah rasa
gusar kerena dihina keluar batas, semua orang ikut merasakan
betapa pedih perasaan hatinya.
Tapi kejap lain perasaan Koan San gwat sudah wajar dan
tenang, ia bersihkan lencana itu dengan bajunya lalu disimpan
kedalam baju, katanya sambil menghela napas. “Cia Ling im!
Apapun yang kau katakan aku tidak peduli, yang terang Pek
hong kiam baru akan keluar dari serangkanya bila aku
berhadapan langsung dengan kau!”
Cia Ling im tertegun, lalu ia berpaling kebelakang memberi
tanda lirikan, kepada Pek bong kui si.
Bagaikan bayangan setan Pek bong kui si yang
mengenakan kedok hitam segera melayang ketengah
gelanggang, dengan suara yang ketus dan kereng berseru :
“Koan San gwat! Kalau aku tantang kau, dengan senjata apa
kau menghadapi aku? ”
Koan San gwat meliriknya, lalu menyahut dengan tegas :
“Aku menolak!”
Agaknya Pek bong kui si tengetar kaget, dari balik
kedoknya terdengar kekeh tawanya yang aneh, serunya “Tak
nyana Ui ho Siang jin mendidik murid yang lemah penakut
tidak becus!”
Koan San gwat tidak ambil perhatian, ia balas mengejek
“Anggapanmu aku tidak berani menerima tantanganmu? ”
“Apakah kau punya penjelasan? ”
Tiba tiba Koan San gwat tertawa lantang, serunya : “Kau
hanya pentolan dari barisan Kui pang, kedudukanmu jauh
dibawah Thian ki mo kun, terhadap Ki Houw saja aku acuh tak
acuh masa tidak berani menghadapi tantanganmu? ”
“Lalu kenapa kau menolak tantanganku? ” teriak Pek bong
kui si gusar.
“Alasannya cukup sederhana, persoalan ini menyangkut
kedudukkan dan tingkatan. Sekarang aku mewarisi kedudukan
guruku dengan kedudukkan dan tingkat beliau didalam Liong
hwa hwe, bahwasanya baru tidak setimpal menantang kepada
aku!”
“Liong hwa hwe sudah bubar, kau masih punya
kedudukkan kentut apa? ”
“Ucapanmu memang beralasan, tapi aku she Koan adalah
manusia sejati, aku tidak punya mianat main tangan terhadap
bangsat cecunguk rendah yang tidak berani mengunjuk muka
aslinya …”
Pek bong kui si naik pitam akan olok oloknya ini, sembari
menjerit keras tiba tiba badannya menubruk maju kedua cakar
tangan nya menjalur kedepan mencolok kedua biji mata Kaon
San gwat.
Koan San gwat diam saja seakan akan tidak melihat dan
tidak terjadi apa apa, unta tunggangannya itu benar benar
seekor binatang yang cerdik, lekas ia angkat kaki depan terus
menggeser kesamping berputar arah dengan gesit sekali.
Sergapan Pek bong kui si mengenai tempat kosong, namun
ia tidak putus asa, dengan tangkas ia berputar dan menubruk
maju pula. Pada Saat inilah dari arah samping berkelebat
sesosok bayangan abu abu tahu tahu menghadang
didepannya, orang ini bukan lain Go hay ci han, katanya “Koan
kongcu tidak sudi membuat keramaian dengan kau, lekas
menggelinding balik!”
“Kepala gundul! minggir kau, tiada urusanmu di sini!”
“Kau bikin keributan, Loceng ada hak untuk menindak kau
kalau kau memang berkelahi biar Loceng mengiringi kau!”
demikian tentang Go hay ci hang sungguh sungguh.
“Kepala gunpul! Kau tiada hak campur persoalanku dengan
orang she Koan, suruh dia tampil kedepan untuk
menyelesaikan, urusannya dengan aku!” demikian damprat
Pek bong kui si dengan gusar yang meluap luap.
“Kenapa? ” tanya Go hay ci hang dengan muka membesi.
Tiba tiba Pek bong kui si menanggalkan kedok hitam yang
menutupi kepalanya, maka tampaklah muka yang pucat dan
rambut panjang, teriaknya bengis “Tanyakan sendiri kepada
orang she Koan itu!”
Karuan Go hay ci hang melengak, serunya heran “Ei, kau
bukan Pak tong kui si? ”
Setan diantara setan Sebun Bu yam tertawa dingin,
timbrungnya “Pik ong kui si membangkang perintah, tadi
sudah kubereskan secara rahasia, kutunjuk dia mewakili
kedudukannya, semua urusan dalam Kui pang aku ada hak
memutuskan nya …”
“Meski demikian, kau harus memberitahu kepada pihak lain
lebih dulu …” debat Go hay ci hang.
“Kalau undang undang dan peraturan Liong hwa hwe masih
berlaku, mungkin tindakanku itu salah, tapi sekarang tidak
perlu berbuat demikian!” demikian sahut Sebun Bu yam.
Sudah tentu Go hay ci hang bungkam, maka Koan San
gwat turun dari punggung untanya, katanya “Harap Taysu
minggir, persoalan ini memang harusku selesaikan sendiri.”
Go hay ci heng masih ragu ragu, Koan San gwat
menambahkan: “Dia bernama Khong ling ling, ayahnya Khong
Bun thong mampus ditangan Cayhe!”
Go hay ci hang manggut manggut ujarnya : “Hal ini
memang Loceng tidak leluasa ikut campur …” lalu ia mundur
kebelakang.
Sambil menatap Koan San gwat, Khong ling ling
menantang, “Sekarang kau masih menampa tantanganku? ”
“Bapakmu memang setimpal dihukum mati, namun
kematiannya bukan lantaran perbuatanku saja, akan tetapi
dendam orang tua jauh lebih berat dari segalanya, memang
aku harus memberi kesempatan kepada kau!”
Khong Ling ling mendengus semprotnya: “ Kalau aku
menantang bertanding melawan Pek hong kiammu itu
bagaimana sikap mu.”
Koan San gwat menepekur sejenak, akhirnya ia berpaling
kearah Cia Ling im katanya: “Siau lo cun cia! Memang hebat
muslihatmu, akhirnya kau paksa aku mengeluarkan Pek hong
kiam!”
Cia Ling im menengadah tertawa besar sepuasnya. Sambil
menantang pedang Ki Houw segera tampil pula kedalam
gelanggang, sementara Khong Ling ling juga suda mencabut
sebatang pedang dari punggungnya, cahaya pedangnya suram
bentuknya persis dengan pedang ditangan Ki Houw.
Dengan marah Koan San gwat segera bertanya kepada Ki
Houw: “Kenapa kaupun ikut maju.”
“Dia adalah istriku, betapa mendalam cinta suami istri,
sudah tentu persoalannya merupakan urusanku pula, apalagi
menantu boleh termasuk sebagai putra sekandung pula maka
aku harus menuntut balas bagi sakit hati mertua, kau tiada
alasan menolak diriku dalam penyelesaian dendam kesumat
ini!”
Kelihatanya perasaan Koan San gwat bergolak, namun ia
menyeringai dingin, katanya “Baiklah kalian suami istri maju
bersama!”
Lalu ia mundur beberapa langkah menyelipkan gada
masnya kepunggung untanya, lalu ia mencabut pedang,
seketika terdengar suara nyaring mendengung seperti keluhan
naga, cahaya cemerlang seketika melingkupi seluruh
gelanggang Pek hong kiam benar benar menyilaukan
pandangan setiap hadirin!
Seluruh hadirin meugeluarkan suara kagum dan helaan
napas yang berbeda nada, Ki Houw dan Khong Ling ling
menyurut mundur, pedang ditangan mereka adalah pasangan,
dari pancaran cahayanya yang tajam tentu bukan pedang
sembarangan pedang, ketajamannya luar biasa pula, namun
bila dibanding Pek hong kiam, maka tampaklah perbedaan
yang menyolok, seperti kunang kunang dibanding rembulan …
Ki Houw dan Khong Ling ling angkat tangan sebelah lalu
menggeser langkah mencari posisi, kakinya memasang kuda
kuda siap menggunakan langkah tujuh bintang, kelihatannya
seperti gaya permulaan dari Siu lo jit sek karuan Koan San
gwat tercengang dibuatnya sikapnya jauh lebih prihatin.
Perhitungan Cia Ling im memang cukup lihay, bukan saja ia
berhasil mendesak Koan Sin gwat mengeluarkan Pek hong
kiam, malah tanpa sayang ia turunkan pula Siu lo jit sek
kepada orang luar, secara tidak langsung ia memaksa Koan
San gwat menggunakan Tay So su sek untuk melawan.
Tay lo kiam sek mengandung ajaran pedang yang rumit
sekali, adalah bukan soal bagi Koan San gwat untuk menang
dalam babak pertarungan ini, namun untuk menghadapi Cia
Ling im, Tay lo kiam sek nya itu kurang meyakinkan lagi.
Kedua pihak saling pandang sebentar, kejap lain kedua
pihak mulai serang menyerang dengan ilmu pedang tingkat
tinggi yang tiada taranya, namun pada saat itu pula mendadak
terdengar sebuah seruan nyaring “Tahan Tunggu dulu!”
Sesosok bayangan meluncur, itulah Liu Ih yu, ubahnya
hinggap kesamping Koan San gwat, tangannya pun menyoren
pedang, mata nya memancarkan sorot tajam, katanya “Dua
lawan satu kurang adil, mari aku pun ambil bagian, dua lawan
dua baru terhitung adil dan setimpal!”
Perbuatan Liu Ih yu yang mendadak ini membuat Cia Ling
im berubah hebat rona wajahnya, cepat ia berseru “Sumoy!
Apa apaan perbuatanmu ini? ”
Liu Ih yu unjuk senyuman manis, sahut nya “Untuk
menambah keramaian. Supaya peradaban Tay lo kiam sek
tersimpan, bila turun tangan menghadapi kau kami tambah
sebagian harapan pula.”
Cia Ling im mencemooh “Mereka adalah suami istri yang
mengurus sakit hati mertua dan ayahnya, kau terhitung apa
menyelip diantara mereka? ”
Bersemu merah muka Liu Ih yu, sahutnya “Sebagai calon
istrinya boleh saja aku ikut Loa suci sudah menjodohkan aku
kepadanya!”
Dikala bicara jari telunjuknya menunjuk kesamping, keruan
Koan San gwat berjingkrak kaget seperti disengat kala, lekas
ia berseru “Liu siancu! Ini … jangan kau berkelakar!”
Berubah air muka Liu Ih yu, katanya bersuara dalam
tenggorokkan “Kelakar apa? Apakah Toa suc tidak
menjelaskan kepada kau? ”
Baru saja Koan San gwat hendak menyangkal, Go hay
cihang sudah tampil kedepan serta menariknya kepinggir,
katanya “Koan siheng! Hiang ting siancu sudah beritahu
kepada Loceng, dia mohon aku jadi comblang, katanya kau
sendiri sudah menyetujui, kenapa pura pura untuk mengakui
…”
Saking gugup hampir saja Koan San gwat hendak
membanting kaki, lekas Go hay ci hang berbisik dipinggir
telinganya : “Siheng! Segala urusan baiklah dibicaraka
belakangan saja, JIWA RATUSAN ORANG INI BERADA DALAM
GENGGAMANMU, kuharap kau bertindak demi kepentingan
umum lebih dulu, jangan menimbulkan huru hara lainnya!”
Terpaksa Koan San gwat melawan kembali sangkalannya
yang sudah menerjang ke ujang mulutnya.
Lekas Go hay mengedip mata pula, lalu serunya lantang
mengumumkan : “Jodoh ini sudah putus oleh Hiang ting
siancu dan Ui ho berdua, sebetulunya Loceng diserahi tugas
ini untuk mengumumkan kepada para hadirin sekalian, namun
karena kejadian di luar dugaan selama beberapa hari ini,
Loceng tidak punya kesempatan untuk mengumumkan berita
gembira ini, kepada saudara saudara sekalian!”
Berubah hebat wajah Cia Ling im, serunya. “Benar benar
perbuatan liar dan membabi buta.”
Go hay ci hang tertawa, ujarnya : “Ih yu siancu cantik
rupawan, Koan siheng tampan dan perwira, perjodohan ini
cukap setimpal, mendapat restu dari angkatan tua lagi,
kenapa dikatakan perjodohn liar atau menababi buta segala,
apa lagi Koan siheng baru saja memperoleh gemblengan dari
sorang tokoh aneh yang tingkat dan kedudukannya sejajar
dengan Hoat hwa sengjin, itu pendiri Liong hwa hwe maka
bolehlah mereka terhitung satu perguruan.”
Wajah Liu Ih yu bersemu merah, suaranya menyindir
katanya kepada Cia Ling im : “Apa pula yang dapat kau
katakan? ”
Cia Ling im tidak menujukkan reaksi khusus, tapi
pandangan Ki Houw memancarkan sorot aneh yang luar biasa,
apa makna yang terkandung didalam sorot pandangannya itu
hanya Cia Ling im seorang yang tahu, maka segera dia
membentak “Ki Houw! Bekerjalah sekuat tenaga. Apapun yang
terjadi aku yang bertanggung jawab …”
Cara bagaimana bertanggung jawab? Apa pula yang harus
ditanggungnya? Sudah tentu hanya mereka berdua yang tahu.
Yang terang setelah Ki Houw mendengar seruannya ini,
semangatnya berkobar, air mukanya kembali menampilkan
sikap kasar dan keberanian yang menyala nyala, sembari
mengabitkan pedang ia berseru : “Dua lawan duapun tak
menjadi soal! Lekas dimulai saja!”
Lekas Go hay mundur ketempatnya semula, sebaliknya
Khong Ling ling tidak begitu bersemangat seperti semula, Ki
Houw segera melirik dengan gusar, bentaknya marah “Hayo
jangan melamun saja! Kalau kucapai bagianku, tidak
ketinggalan pula bagianmu!”
Agaknya bentakannya ini menyadarkan Khong Ling ling,
lekas iapun mengempos semangat dan mengerahkan tenaga
dan semua perhatian untuk menghadapi pertarungan yang
menentukan ini.
Terasa oleh Koan San gwat bahwa sikap kedua suami istri
ini rada aneh dan janggal, mereka menggunakan alasan yang
sama untuk menuntut balas bagi kematian khong Bun chong,
namun jelas bahwa maksud tujuan mereka tidak sesuai
dengan alasan yang dikemukakan.
Hal ini diketahui oleh semua orang, karena kedua sumi istri
ini jelas mendapat petunjuk Cia Ling im, untuk mengorek inti
sari Tay lo kiam sek yang dipelajarinya dari Oen Kisu, namun
dari pembicaraan mereka yang mencurigakan itu, dapat pula
disimpulkan bahwa masih ada latar belakang tersembunyi di
dalam intrik mereka …
Dalam pada itu Ki Houw dan Khong Ling ling sudah
mengambil posisi dan bergaya siap untuk melancarkan
labrakan pertama. Liu Ih yu menggenggam pedangnya
dengan kencang, siap menghadapi rangsakan musuh, sudah
tentu perhatiannya tidak boleh terpecah dengan tekun dan
waspada ia siaga.
Suasana tegang mencekam sanubari seluruh hadirin,
didalam keheningan yang sekejap itu, mendadak Ki Houw dan
Khong Ling ling menghardik bersama, kedua suami isteri
melancarkan serangan pertama.
Itulah jurus permulaan dari Siu lo kiam sek yang
dinamakan Hun jan cu jiu, (awan mengenaskan kabut
berduka) apalagi jurus ini dilancarkan dua pedang bersatu
padu, maka perbawanya hebat jauh lebih mengejutkan lagi.
Ditengah hawa pedang yang remang remang kehijauan,
mengandung tekanan besar bagai gugur gunung, damparan
angin pedang laksana hujan badai diprahara seperti teriakan
dan keluhan setan dineraka …
Meski Liu Ih yu termasuk satu dewi diantara dewi,
menghadapi rangsakan ilmu pedang yang hebat ini sedikitpun
ia tidak berani pandang rendah, lekas ia mainkan pedang
ditangannya menaburkan gelombang perak yang
membungkus dirinya rapat sekali disamping menjaga diri
dengan rapat, sasaran pedangnya mengarah kepada Khong
Ling ling karena ia melihat titik kelemahan dari rangsakan
pedang lawan, sementara Ki Houw yang merangsak lebih kuat
ia serahkan kepada Koan San gwat mendapat gemblengan
singkat secara keras itu, ilmu pedanguya jauh lebih unggul
dari kemampuan semula. Sikap Koan San gwat sangat tenang
dan mantap, lincah dan enteng, Pek hong kiam ia katukkan,
maka terdengarlah oenturan nyaring menerbitkan lelatu api,
kejap lain tampak Ki Houw menyurut mundur menarik pedang
dengan muka dingin membeku.
Gaya permainan pedang Koan San gwat adalah jurus
permulaan dari Tay lo kiam sek yang dinamakan ka gan si ung
(maya pada mulai menentu), meski Tay lo kiam sek yang
termasuk ajaran nyeleweng dari aliran iblis, namun sedikit
banyak rada mendekati kelurusan, itulah jurus ampuh khusus
dari ketenangan untuk mengatasi gerakan, sederhana
mengatasi kerumitan, meski hanya gerakan sederhana yang
biasa tapi cukup sejurus saja ia lelah berhasil menutup pedang
Ki Houw yang mengurung gelanggang.
Apalagi ketajaman Pek hong kiam jauh lebih besar
dibanding pedang kuno warna hijau milik Ki Houw itu,
benturan keras dibawah rekanan tenaga raksasa, bibir pedang
Ki Houw yang tajam itu gumpil sebesar kuku jari.
Begitulah jurus pertama sudah berlangsung, namun cukup
menimbulkan berbagai reaksi yang berlainan dari sekeliling
gelanggang.
Bagi orang orang yang berpihak kepada Koan San gwat,
mengeluarkan suara sorak yang kegirangan dan lega, hanya Li
Sek hong saja yang diam diam menghela napas.
Kawanan iblis yang menjadi begundalnya Cia Ling im mulai
kuatir dan was was, hanya Cia Ling im dan Sebun Bu yam
berdua yang saling pandang serta mengunjnk senyum penuh
arti.
Dalam pada itu mengandal keampuhan lwekang Liu Ih yu
serta permainan ilmu pedang yang amat mahir serta inggi itu
ia berhasil membendung rangsakan Khong Ling ling yang
hebat, namun perasaannya masih rada bimbang dan kurang
tentram, dengan suara lirih segera ia bertanya kepada Koan
San gwat: “Benarkah pedang itu Pek hong kiam? ”
“Tidak salah …!” sahut Koan San gwat, “Kukira Oeu Kiau
Locianpwe tidak akan menipu aku.”
Liu Ih yu tertawa getir, katanya : “Kurasa masih ada latat
belakang yang belum terang, agaknya dia tidak begitu sakti
dan digjaya seperti apa yang pernah kutahu.”
Sahut Koan San gwat tenang: “Wibawa pedang ini
tengantung pada orang yang menggunakan aku hanya
mampu mengembang pada taraf yang kulakukan ini.”
Jawaban Koan San gwat ini tidak selirih pertanyaan Liu Ih
yu, bagi orang yang berdiri rada dekat dapat mendengar
dengan jelas. Karuan Liu Ih yu jadi gugup “Bicaralah perlahan
sedikit, jangan sampai terdengar oleh Siu lo !”
Koan San gwat tertawa tawa, ujarnya: “Didengar
olehnyapun tidak menjadi soal, aku toh tidak mengandal
kekuatan Pek hong kiam ini secara keseluruhannya untuk
mengatasi dan melawan dia.”
Ujung mulut Cia Ling im segera menampilkan senyum licik
yang penuh arti, segera ia bersuara pula mendesak Ki Houw
“Thian Ki! lancarkan jurus kelima dan keenam, paksa dia
melancarkan tiga jurus yang lain itu”
Pandangan Ki Houw memancarkan kebencian yang meluap
luap, sambil menggerung ia kabitkan pedangnya yang sudah
cacat terus merangsak maju pula. Sementara disebelah sana
Khong Ling ling segera mengiringi perbuatannya, melancarkan
serangan yang sama merangsak dari jurusan lain.
Kali ini mereka menyerang dengan jurus jurus Liat yam
teng siau dan Mo hwe lian thian, jurus kelima dan keenam dan
Siu lo jit sek, kedua jurus ini merupakan serangan membadai
dengan kekerasan dan panas, ditengah tengah bayangan sinar
pedangnya menyemburlah bara api yang berwarna kehijauan,
membayangkan api membara didalam neraka yang
menghukum kejahatan, sungguh mengerikan.
Betapapun Siu lo kiam sek memang ilmu pedang iblis yang
amat lihay meski lwekang Khong Ling ling jauh dibawahnya
namun angin panas yang merembes keluar dari batang
pedangnya itu dapat menembus pertahanan hawa dingin Liu
Ih yu begitu panas tekanan hawa pedang lawan sehingga ia
merasa tertekan dan mandi keringat.
Keadaan Koan San gwat tidak seperti gebrak pertama tadi,
tiba tiba ia menghardik. Pek hong kiam seketika
mengembankan cahaya perak satu kaki luasnya, begitu hebat
tenaga yang di salurkan sampai mendengung keras pertama
menusuk kedalam bayangan pedang Ki Houw, lalu sebat sekali
ia lancarkan jurus kedua dari Tay lo kiam sek yang dinamakan
Si jit tang seng ( surya terbit diufuk timur).
Jurus ini dilandasi kekuatan positip yang maha hebat,
begitu serangan membentur pertahanan lawan, Pek hong
kiam segera menerjang kearah bara iblis yang menyala
kehijauan, laksana cahaya surya menyapu habis kabut te bal
di pagi hari, sekejap saja semua sirna tanpa bekas, disusul
batang pedangnya menyusul dengan jurus ketiga Pek hong
koan jit, laksana geledek menyambar, “Trang!” pedang Ki
Houw terpapas kutung, disusul ia putar kesebelah samping,
bukan saja membebaskan Liu Ih yu yang terdesak sekaligus
patahkan pula pedang panjang Khong Ling ling.
Memang bukan kepalang wibawa Pek hong kiam dilandasi
ilmu Tay lo kiam sek, bukan saja berhasil mengobrak abrik
rangsakan kedua musuhnya serta mematahkan kedua senjata
musuh, malah kekerasan sambe ran angin pedangnyn.
berbasil mencabik pakaian Ki Houw dan Khong Ling ling,
sekaligus menusuk jalan darah mereka pula.
-oo0dw0oo-
JILID 16
HANYA TIGA GERAKAN serangkai yang seenakanya, Koan
San gwat berhasil memperoleh kemenangan gilang gemilang,
begitu Tay lo kiam sek, secara kenyataan sudah menunjukkan
wibawa dan kesaktiannya.
Semula semua hadirin terpesona dan terbelalak keadaan
hening sebentar, dilain saat terdengarlah sorak sorai gegap
gempita menyambut kemenangan Koan San gwat.
Pelan pelan Koan San gwat mengendorkan tenaga menarik
hawa murninya, mengawasi Ki Houw dan Khong Ling ling
yang serba ngenas itu, ia berkata : “Sebetulnya aku bisa
bunuh kalian, namun aku tidak ingin berbuat demikian!”
Ki Houw tidak bicara, ia membalikkan badan terus pergi.
Khong Ling ling mendelik, teriakanya : “Kenapa? Kenapa
kau tidak bunuh kami berdua? ”
“Mungkin karena tantangmu kepadaku, karena kau hendak
menuntut balas bagi kematian ayahmu, terpaksa aku harus
memberi kesempatan pula pada kau.”
Gigi Khong Ling ling berkerutukan, bibir sampai tergigit
pecah berdarah, teriakanya “Kelak kau akan menyesal, akan
datang saat nya kau terjatuh ditanganku, aku tidak akan
sungkan terhadapmu!”
“Terserah! Aku punya prinsip dalam setiap tindakkanku
masih ada sebab lain kenapa aku tidak membunuh kau, waktu
di Kun lun san dulu, kau pernah merawat aku menurut apa
yang pernah kudengar, maka aku rasa bahwa aku masih
berhutang budi kepada kau!”
Berubah air muka Khong Ling ling sekian saat ia
terlongong, lalu tanpa bersuara lagi ia mengundurkan diri.
Berkata lah Liu Ih yu: “Tujuanku bantu kau, kenyatan
malah kau yang membantu aku. Begitu hidup leluasa kau
menghadapi musuh sebetulnya tidak perlu aku membikin sulit
kepada kau.”
“Tidak, bantuanmu cukup berarti, betapa pun hebat
keampuhan Tay lo kiam sek baru pertama kali kugunakan
untuk menghadapi musuh, kalau kau tidak menghadapi Khong
Ling ling, bila aku tergencet dari dua jurusan, mungkin tidak
bisa menyelaminya begitu cepat!”
“Kukira babak selanjutnya Siu lo sendiri bakal tampil,
apakah punya keyakinan, perlukah kubantu pula! Bila perlu
biar kuminta Ji suci keluar membantu…”
“Tidak perlu!” sahut Koan San gwat menggeleng, “Jurus
keempat dari Tay lo kiam sek kekuatannya berlipat ganda,
mungkin sendiri tidak kuasa menguasainya, kalian menyelip
diantara kami mungkin sulit mengembangkan seluruh
kekuatan dan keampuhanya.”
Terpaksa Liu Ih yu mengundurkan diri. Sementara Cia Ling
im, sudah beranjak maju dengan sikap percaya pada diri
sendiri, setelah berada dihadapan Koan San gwat ia berdiri,
“Akhirnya kau sendiri yang keluar!” demikian cemooh Koan
San gwat tenang.
“Ya! Sejak mula tidak pernah terpikir olehku untuk tampil
sendiri menghadapi kau!”
“Salahmu sendiri kau memelihara sekawanan anjing anjing
ajak yang tidak becus!”
Cia Ling im menjadi berang oleh olok olok ini, alisnya
bertaut serunya : “ Anak muda! Kau hanya mengandal
ketajaman pedang dan beberapa jurus Tay lokiam hoat
belaka, sikapmu sudah pongah, meski kau sudah menang satu
babak, belum dapat dikatakan bahwa Siu lo jit sek tidak
ungkulan melawan Tay lo kiam …”
“Dalam hal ini aku cukup mengerti, ilmu pedang tergantung
pada manusia, aku percaya bila Siu lo kiam hoat kau yang
mengembangkan, kekuatannya tentu jauh lebih hebat dari
tadi.”
Sikap Cia Ling im semakin takabur, jengekanya: “Kalau kau
sudah tahu akan kenyataan ini kau masih berani bergebrak
dengan aku? ”
“Situasi hari ini tiada pilihan lagi bagi aku meski aku tahu
kurang becus, namun harus mencoba juga, karena ratusan
jiwa manusia tiada seorangpun yang bisa lolos dari
kekejianmu!”
Mendengar bicara orang lemas, Cia Ling im makin takabur,
ujarnya: “Penilaianmu terhadapku terlalu berkelebihan,
membunuh orang aku tiada minat, asalkan mereka tidak
membangkang keinginanku, Liong hwa hwe masih boleh
dipertahankan, keadaan tetap seperti dulu kita boleh hidup
rukun bersama!”
“Tidak mungkin, Liong hwa hwe sendiri merupakan
organisasi gila, dulu mereka terpaksa karena tekanan dan
ancaman, maka mereka gampang dibelenggu dalam kandang
…”
“Bohong!” semprot Cia Ling im gusar, “Gurumu sendiri dulu
tidak ditekan atau diancam, kenapa dia suka rela masuk
menjadi anggota Liong hwa hwe selama dua puluhan tahun!”
“Karena Liong hwa hwe pada waktu itu dibawah pimpinan
Hang tiang sian cu masih mengenal keadilan dan kebenaran,
bilamana Liong hwa hwe berada didalam genggamanmu kau
pernah berantas orang orang yang berhaluan lurus, mereka
bakal merasakan hidup tidak matipun sulit…”
“Kentut!” damprat Cía Ling ím murka, “Binatang! Kau sudah
bosan hidup ya!”
Sikap Koan San gwat tetap tawar, sahut nya tawar “Benar!
Aku sedang menunggu cara bagaimana kau hendak
membunuh aku? ” tiba tiba Cia Ling im tersentak sadar, ia
tahan hati nya, katanya pelan pelan “Anak muda! Kau tahu
aku selamanya tidak bekerja kepalang tanggung …”
“Aku amat jelas, justru karena kau tidak rela dipimpin
orang dalam Liong hwa hwe karena kaupun menyadari bahwa
Hiang Ting sian cu sulit dihadapi, maka kau menekan ambisi
ini sampai sekarang!”
“Tepat sekali! Sampai pada tahap terakhir baru aku
menyadari bahwa sebetulnya Hiang ting sebetulnya tidak perlu
ditakuti, rencanaku semula hendak minta dia menyerahkan
hak kekuasaan pada pertemuan besar Liong hwa hwe kali ini,
tak nyana dia cukup cerdik …”
“Hiang ting sian cu sudah tahu akan ambisimu maka siang
siang ia sudah siap siaga!”
“Dia menyingkir adalah tindakannya pertama, karena dia
tahu bahwa dia tidak akan mampu menundukan aku …”
Cia Ling im bergelak tertawa, serunya : “Lalu apa
tindakannya yang kedua! Apakah memilih kau sebagai tameng
untuk menindas aku? ”
“Benar! Dia percaya bahwa aku mampu menundukan
engkau!”
Cia Ling im tercengang, lalu terloroh loroh latah, serunya :
“Dia memilih kau justru memperlihatkan kebodohannya … aku
percaya kau paham akan arti perkataanku ini!”
“Mungkin aku paham, namun orang lain justru sebalikanya,
tiada halangan kau jelaskan kepada hadirin!”
Cia Ling im mulai heran dan kebingungan serta menebak
nebak dalam hati, dengan rasa curiga ia menegas “Kau benar
berat ingin sku mengumumkan secara terbuka? ”
“Bagi aku tiada halangananya, Secara diam diam kau main
akal dan berebut kekusaan dengan Hiang ting sian cu
usahamu bukan sekali dua kali saja, dia sangat mengerti akan
perangaimu, demikian pula kaupun sangat jelas seluk
belukanya, kilau kau buka tsbir rahasia ini dihadapan umum,
hal ini dapat membuktikan betapa kecerdikan otakmu …”
Sekian lama mata Cia Ling im main selidik dan menjelajah
perubahan muka dan gerak gerik Koan San gwat, akhirnya
dengan nada kurang percaya ia berkata . “Yang diandalkan
oleh Lim Hiang ting untuk mengatasi aku hanyalah Pek hong
kian dan Tay lo kiam hoat, tapi setelah kuselami dan kuselidiki
selama beberapa tahun terakhir ini, baru kudapati bahwa
kedua pusaka itu bersifat positip, ditangan perempuan
betapapun tidak akan berkembang keampuhannya serta
kesaktiannya …”
Koan San gwat segera menyela “Kata katamu tepat sekali,
karena kau sudah menemukan rahasia ini, ambisimu makin
berkobar, maka Hang ting sian cu terpaksa harus sembunyi
dan menghindari bentrokan, tapi kini ia sadah menurunkan
ilmu pedang Tay lo kiam hoat dan Pek hong kiam kepadaku
…”
Cia Ling im menukas “Justru di situlah letak kebodohannya,
meski Pek hong kiam ampuh dan Tay lo kiam hoat amat lihay,
harus dilandasi lwekang tinggi baru bisa mengembangkan
kesaktiannya, melihat pertunjukanmu tadi, memang aku harus
memuji padamu, karena hanya tiga hari kau memperoleh
pedang dan ajaran ilmu itu namun sudah mampu melancarkan
kekuatan setaraf itu, memang sulir dicari bandingan yang
kedua …”
Tergerak hati Koan San gwat kini sikap nya semakin serius
dan tegang, Cia Ling im dapat meraba akan perubahan mimik
wajahnya ini, tertawalah dia terloroh loroh kepuasan, serunya
: “Kuberi waktu tigi tahun untuk kau berlatih secara giat
mungkin aku bisa keder menghadipi kau, sekarang tak perlu
aku bersikap demikian …”
Ucapan selanjutnya sudah tidak terdengar lagi karena gelak
tawanya, namun beberapa patah kata itu, membuat gempar
seluruh hadirin, banyak orang yang yakin akan kemenangan
Koan San gwat tadi mulai tenggelam dalam perasaan was was
dan gelisah.
Sejenak Koan San gwat menepekur, lalu katanya :
“Pengamatanmu sungguh amat cermat, namun kau masih
melalaikan satu hal!”
“Soal apa? ” tanya Cia Ling im menghentikan tawanya.
Sepatah demi sepatah dengan tandas dan tegas Koan San
gwat berseru lantang : “Tekad dan keyakinan!”
“Tekan dan keyakinan! Memangnya kau bisa berbuat apa?
”
“Tekad dan keyakinan bisa menciptakan suatu keajaiban!
Dapat merubah segalanya!”
Cia Ling im berpikir sebentar lalu terloroh loroh pula,
serunya “Bagus sekali, bila kalian ingin lolos dari tanganku,
mungkin harus mengandal keajaiban saja! Matilah anak muda,
ingin kulihat keajaiban apa yang kau ciptakan “
Dengan keteguhan dan penuh keykinan Koan San gwat
menambahkan : “Justru karena aku bertanggung jawab akan
keselamatan jiwa akan banyak orang, maka timbullah
keyakinan harus menang, dilandasi oleh tekad dan keyakjaan
ini bukan mustahil bisa terjadi suatu keajaiban. Kau tunggu
saja akibatnya!”
Ci Ling im tidak bisa tertawa lagi, dari kata kata Koan San
gwat ia menyadari sesuatu pemuda ini merupakan lawan
tangguh yang menakutkm, Karena dia berjuang dengan
semangat pengorbanan diri, demi kepentingan umum!
Didalam keadaan lupa diri karena semangat pengorbanan,
orang dapat mengesampingkan keselamatan dan kepentingan
diri sendiri semua ini demi tujuan dan keyakinan membaja
serta cita cita masa depan maka dia bertempur.
Hal ini mungkin bisa mempercepat kematian seseorang,
tapi kemungkinan pula bisa melahirkan suatu kekuatan yang
tiada taranya untuk menciptakan keajaiban itu. Maka dia harus
hati hati serta prihatin menghadapi pertarungan yang
menentukan ini.
Lambat lambat Cia Ling im mencabut pedang, terpancar
cahaya terang serta suara nyaring, dari senjatanya dapat
dipastikan bahwa pedang kuno ini jauh lebih baik dari pedang
yang digunakan Khong Ling ling dan Ki Houw sudah tentu
tidak lebih unggul dari Pek hong kiam!
Pelan pelan Cia Ling im menyentil sayap pedangnya
sehingga mengeluarkan suara “Ting, ting!” yang menusuk
kuping, lalu ia berkata dengan sikap sungguh sungguh: “Inilah
Ceng ping kiam, milik Sun Kian pada jaman Sam Kok masih
kalah dibanding Pek hong kiam tapi aku percaya dalam gebrak
tujuan delapan jurus dia tidak akan gampang dikutungi!”
“Tidak salah! Bila Siu lo jit sek dilancarkan seluruhnya
umpama pedang tidak kutung, kutanggung kau sulit
mempertahankan batok kepalamu!”
“Benar! Ratusan jiwa pihakmu itu tergantung pada
keyakinan dan tekadmu, sementara ratusan jiwa pihakku
tergantung pada latihan ku selama puluhan tahun, ini
merupakan pertempuran yang seadil adilnya!”
“Kau salah! Kalau aku kalah berapa banyk orang akan
meninggal, aku tidak tahu, sebalikanya kalau kau kalah, darah
mengalir cuma lima langkah, yang mampus sudah pasti hanya
kau seorang…”
“Persetan dengan urusanmu, tiada sangkut pautnya dengan
aku, kalau aku mati, aku tidak perduli keselamatan mereka,
mau dibunuh atau dilepaakan terserah. Yang jelas nilai
pertarungan ini cukup adil.”
Kata kata yang harus diucapkan sudah habis seluruhnya,
mata kedua orang sama pandang dengan tajam, sementara
kaki mereka pelan pelan bergerak, tapak sepatu kedua orang
terdengar berkeresekan mengosok tanah dan batu kerikil,
sehingga menyolok pendengaran.
Suasana hening lelap. Ditengah kesunyian yang mencekam
perasaan ini mendadak meledaklah bentakan menggeledek,
Cia Ling im menggetar pedang di tangannya, melancarkan
jurus yang pertama.
Jurus yang sama yaitu Hun jan ou jiu (awan ngenes kabut
berduka), namun perbawanya jauh lebih hebat, ujung pedang
mengepul tabir asap hitam yang bergulung gulung, lama
kelamaan seluruh gelanggang menjadi gelap tertutup rapat
oleh asap hitam yang pekat, pandangan hadirin menjadi
gelap, seluruh hadirin terbungkus didalam kegelapan yang
menakutkan, yang terdengar hanya teriakan dan keluhan
setan.
Keadaan yaag seram ini benar benar seperti didalam
neraka, siapa pun tiada yang menyangka bahwa Siu lo kiam
hoat Cia Ling im sudah dilatih mencapai taraf yang begitu
tinggi, ada orang yang bersorak dalam hati, sudah tentu ada
pula yang menjadi lesu dan kuatir. Sudah tentu antara yang
bersorak dan mengeluh ini berdiri pula kedudukan yang
berlawanan. Bagi yang mengeluh benar benar ber kuatir.
“Bagaimana keadaan Koan San gwat yang menempur Cia Ling
im Hadirin gelisah didalam kegelapan, tiada seorangpun yang
mendapat jawaban karena keadaan begitu gelap sampai lima
jari sendiri tidak kelihatan, mana bisa mengetahui kedudukan
dan keadaan Koan San gwat.
Yang jelas kegelapan itu tidak berlangsung lama, lambat
laun mulai tampak setitik terang menembus lapisan mega
yang gelap pekat ini, seperti sinar surya menembus lapisan
mega sehingga setitik sinar terang itu begitu menyolok dan
jelas sekali. Lama kelamaan titik sinar itu semakin besar dan
terang, semula sebesar cangkir menjadi sebesar mulut
mangkok terus membesar semakin gede, seperti gentong air
… akhirnya! Seperti bara api yang menyala dalam kegelapan
malam, jalur api yang menyala nyala itu seperti mendadak
meledak. Awan pekat menjadi sirna, kabut pun hilang, dunia
kembali dalam keadaan yang semula terang benderang, udara
cerah dan nyaman.
Setelah sekian lama tertekan baru sekarang semua orang
menarik napas panjang dan lega, waktu mereka mencurahkan
perhatian ke tengah gelanggang tampak Pek hong kiam di
tangan Koan San gwat memancarkan cahaya kemilau yang
cemerlang, meski jidatnya basah oleh keringat, namun masih
kelihatan gagah teguh dan penuh keyakinan.
Cía Ling im kelihatan memburu napasnya orang orang yang
berkuatir dan mengeluh tadi sudah berlega hati, mereka tahu
bahwa Koan San gwat sudah berhasil menggempur total jurus
pertama lawannya, maka tersimpul senyum cerah diwajah,
mereka rada lama kemudian baru Cia Ling im unjuk senyum
tawar, katanya “Hebat! hebat! Aku terlalu rendah menilai
kemampuanmu! Agaknya waktu menghadapi Ki Houw tadi kau
masih banyak menyimpan kemampuan yang berkelebihan!”
Koan San gwat, mengusap keringatnya suaranya terdengar
tegas dan tandas : “Lwekang tidak mungkin disimpan! Hanya
keyakinan dan tekadlah melandasi aku berhasil lolos dari ujian
pertama!”
Seperti tertawa tidak tertawa Cia Ling im berkata “Masih
ada enam jurus lagi. Dapatkah tekad dan keyakinan bertahan
selama itu? ”
“Selama hayat masih dikandung badan keyakinan dan
tekad itu tidak akan padam!”
“Bagus! Sungguh gagah perwira! Jurus selanjutnya akan
kubuat kau tidak sempat bernapas atau berkesempatan
istirahat, akan kulihat dimana kau dapat pertaruhkan tekad
dan keyakinanmu!”
Terlihat sinar pedang tersebar mengitari tubuh, jurus kedua
ini dirubah menjadi Siu hun loh pek (menagih sukma
merebut), kali ini ia tidak mengagulkan perbawaan dan
kekuatan seluruh kekuatan hawa pedangnya terpusat meluruk
kebadan Koan San gwat, setiap hadirin melihat dengan jelas,
namun yang kelihatan bukan Koan San gwat dan Cia Ling im.
Karena Koan San gwat sudah digubah oleh cahaya pedang
kehijauan, demikian pula Cia Ling im sudah terbungkus
didalamnya.
Lingkaran sinar hijau semakin ketat kecil, perasaan hadirin
makin ciut dan tegang. Waktu berlangsung dalam sekejap
saja, namun terata seperti bertahun tahun lamanya.
Sementara lingkaran sinar hijau makin kecil hampir sebesar
bentuk badan seseorang, mendadak berhenti tidak mampu
mengkerut lebih kecil lagi didalam sinar hijau yang terhenti
itu, tangan Cia Ling im yang memegang pedang mulai
gemetar, sebalikanya keadaan Koan San gwat kelihatan bebas
dan tenang.
Banyak hadirin ingin tahu apa yang telah terjadi, cuma
terdengarlah Cia Ling im bersuara lebih dulu: “Anak muda!
Kulihat kau sedang berpura pura dam bermuka muka apakah
kau mengandal tekad dan keyakinanmu pula bertahan dari
jurus kedua ini? ”
“Benar! Cuma asal mula tekad dan keyakinan kali ini tidak
sama!”
“Tidak sama bagaimana? Anak muda jangan kau jual
mahal !”
“Kali ini bersumber pada tekad dan keyakinanku terhadap
jurus jurus tipu pedang, itulah jurus keempat dari Tay lo kiam
hoat yang dinamakan San gak ing si (gugus gunung kokoh
abadi, seluruhnya merupakan jurus pertahanan, betapapun
keji dan ganas serangan pedangmu, betapapun tidak akan
mampu menagih sukma merebut raga segala!”
“Betul! Anak muda agakanya kau beruntung! Empat jurus
selanjutnya akan kulancarkan beruntun, meski kau sekokoh
gunung aku akan melelehkanaya, setenang lautan teduhpun
akan kubakar kering seluruhnya!”
Ditengah suaranya yang sengit mulai kalap itu beruntun
pedangnya bergerak dengan Hong hong pu hi (hujan badai
mengamuk) Niu lui kip san (geledek murka kilat menyarn bar),
Mo hwe lian thian (api iblis membakar langit), Liat gam teng
saiu (bara membara uap mendidih). Angin, hujan, kilat dan
bara sekaligus bekeja, itulah kekuatan perusak paling hebat
didunia bergabung dan meletus bersama.
Bumi bergoyang, gunung guguran, seluruh kekuatan
perusak yang dahsyat itu tumplek kearah Koan San gwat,
sepintas pandang kelihatan dia begitu lemah, begitu kecil,
seolah olah setiap saat bisa pudar dan lenyap ditelan bencana
tanpa bekas …
Rambut dikepalanya mulai awut awutan, pakaiannya di
badannya mulai mengepulkan asap dan percikan api.
Wajahnya saja yang kelihatan tegas, keras penuh dilandasi
keyakinan, badannya berdiri tegap tak bergeming.
Perlahan lahan ia mulai mengacungkan Pek hong kiam,
pertama ia menggaris setengah lingkaran, cahaya padang
cemerlang laksana surya difajar menyingsing, ditengah
berbagai lipatan dan kepungan, mendadak memancarkan
warna kemerahan yang mencorong.
Hadirin sudah apal akan jurus yang pernah dia lancarkan
tadi yaitu Si jit tang seng (surya menyingsing diufuk timur)
Setiap pagi surya menyingsing disebalah timur, itu kenyataan
abadi, maka jurus pedangnya inipun biasa dan sederhana saja
tiada seluk beluk atau liku liku lainnya.
Dibawah pancaran sinar surya yang cemerlang dan cerah,
hujan angin dan kilat maupun bara seketika sirna tanpa
terasa. Tiba tiba pergelangan tangan Koan San gwat tergetar,
gaya serupa itu sudah terlihat tadi. itu jurus serangan satu
satunya dari Tay lok kiam sek yang dinamakan Pek hong koan
it ( pedang putih menembus matahari ). Ki Houw dan Khong
Ling ling membagi pedangnya yang patah dan tertusuk jalan
darahnya oleh jurus itu bagaimana pula pengalaman Cia Ling
im menghadapi serangan telak ini?
Bagaimana juga dia tidak akan percaya akan pengalaman
ini, demikian juga hadirin yang tidak percaya begitu saja.
Pancaran sinar Pek hong kiam mendadak menyala lebih
terang, laksana bintang meteor membawa ekor panjang
menjurus kedepan menusuk kearah Cia Ling im!
Cia Ling im berusaha melawan, namun baru saja Ceng ling
kiam terangkat, kontan tersampok hancur berkeping
mengetarkan suara gemeretak disapu oleh cahaya cemerlang
Pek hong kiam. Untung ada tangkisan pedang sehingga ia
selamat dari babatan putus badan menjadi dua. Sebatas
pinggang, lekas ia melambung tinggi badannya jungkir balik
sejauh lima enam tumbak.
Koan San gwat tidak berhenti sampai disitu, Pek hong kiam
masih mengejar kedepan. Terdengar Sebun Ba yam menjerit
keras, tanpa hiraukan keselamatan sendiri mendadak ia
menerobos kedepan, dengan kedua tangan kosong
mencengkeram kebatang pedang terdengar lengking yang
menyayat hati disertai hujan darah yang berceceran kemana
mana. Cia Ling im tidak roboh, yang roboh malah Sebun Bu
yam, kedua tangannya hancur luluh tak berbekas, seluruh
badannya berlepotan darah, demikian juga mukanya yang
buruk oleh darahnya sendiri.
Dengan mendelong Koan San gwat menarik pedang, tanpa
bergerak ia awasi Sebun Bu yam yang berlintingan ditanah
menahan sakit yang bukan kepalang. Wajah Cia Ling im kaku
seperti tanah, rada lama kemudian baru ia menarik napas
serta katanya : “Anak muda! Sungguh keji kau! Begitu ketat
kau menyembunyikan kepandaianmu …”
“Ya, aku menyembunyikan serangan dahsyat yang terakhir,
tujuanku untuk membunuh kau, dapat melenyapkan kau dari
muka bumi, orang lain pasti tidak akan berani berbuat
kejahatan “Lalu apa pula yang kau tunggu! Lekaslah turun
tangan. Sungguh tidak nyana aku terjungkal di tanganmu …
salah mataku sendiri yang kurang tajam menilai lawanku,
sejak mula aku tidak percaya kau mampu mengembangkan
seluruhnya kekuatan Pek hong kiam !”
Napas Koan San gwat sendiri belum mereda, meski ia
menang dalam babak penentuan namun ia merasa teramat
sulit dan menderita pula, namun menghadapi musuh yang
pasrah nasib terima ajal ini ia menggeleng kepala, katanya
pelan : “Tidak! Aku tidak dapat membunuh kau!”
Sudah tentu ucapannya menimbulkan reaksi hebat, Cia Ling
im sendiri tidak percaya dengan pendengaran kupingnya. Li
Sek bong, Liu Ih yu serta Sian yu it ouw segara memburu ke
depan, kata Li Sek hong geliah : “Koan kongcu! Bila sekarang
kau tidak bunuh dia, kelak bakal meninggalkan bibit bencana
…”
Koan San gwat menggeleng, sahutnya “Siapapun yang
ingin membunuhnya silahkan aku tidak sudi turun tangan lagi
!”
“Kenapa?” desak Liu Ih yu uring uringan, Koan San gwat
angkat Pek hong kiam katanya : “Waktu aku menerima
pedang ini pernah bersumpah, demi menjaga keselamatan
jiwa ratusan orarg baru aku akan menggunakan pedang ini,
setiap kali kugunakan pedang cukup menghirup darah satu
orang saja. Hari ini darah sudah membasahi pedang ini, meski
melukai orang yang tidak ingin kubunuh, namun aku tidak
akan menggunakannya lagi!”
Li Sek hong dan Liu Ih yu saling pandang, mereka tak tahu
apa yang harus mereka lakukan. Untuk melenyapkan jiwa Cia
Ling im, hanya Kon San gwat seorang yang mampu
melakukan, meski Koan San gwat sendiri harus mengandal
kesaktian Pek hong kiam, siapa tahu dia justru menepati
sumpahnya yang bertele tele itu. Tahu Koan San gwat tidak
akan membunuh dirinya, air muka Cia Ling im menampilkan
perasaan yang sulit dilukiskan dengan kata kata. Akhirnya dia
baru bergelak tawa yang menusuk pendengaran, serunya :
“He … siapa akan menduga! Aku…! Iblis diantara iblis dalam
Liong hwa hwe, siu lo sun cia yang besar diagungkan,
akhirnya diampuni oleh bocah keparat bebau pupuk bawang
…” gelak tawa nya jauh lebih buruk dalam pendengaran dari
suara tangis. Memang dia tertawa untuk mewakili tangisnya,
tawa menangis untuk melampiaskai keperihan dan duka lara
hatinya yang tercampur kemarahan pula.
“Siu lo sun cia!” ujar Koan San gwat, “Kau tidak perlu
bersedih, bicara terus terang tekadku membunuh kau jauh
lebih besar dari segala keinginanku. Cuma aku harus menepati
sumpahku, sulit aku turun tangan! Setelah hari ini semoga kau
tidak kebentur di tanganku pula!”
Muka Cia Ling im berkerut kerut gemetar, namun mulutnya
terkancing tak bersuara segera ia membungkuk membopong
Sebun Bu yam, terlebih dulu ia tutuk jalan darah mancer
darah menyemprot lebih lanjut, terus tinggal pergi!
Baru beberapa langkah, Go hay ci hang memburu
dibelakangnya serta berkata merangkap tangan “Cun cia,
derita tiada batasnya, kembalilah ketepian, kuharap kau suka
mendengar beberapa patah kata Loceng!”
“Kepala gundul!” maki Cia Ling im sambil melotot, “Cukup
sepatah kata kuberitahu kepada kau, sukmaku selalu akan
tenggelam dalam kesesatan, aku tidak usah berjerih payah
menyadarkan aku!”
“Can ciu sungguh bandel dan tidak dengar nasehat … apa
boleh buat! Loceng tidak minta banyak, paling tidak kuharap
membubarkan kumpulan orang jahat ini, supaya Lolap
berkesempatan menyebarluaskan ajaran Budha kelain tempat
…” sembari bicara ia tunjuk ke begundal Cia Ling im.
Cia Ling im tertawa getir katanya: “Kau tidak usah kuatir,
apakah mereka bakal dapat kau taklukan aku tidak peduli,
paling sedikit setelah mengalami kekalahan yang
mengenaskan ini, aku tiada muka untuk memimpin mereka
lagi!”
Go hay ci hang merangkap tangan serta bersabda :
“Omitohud! Cun cia punya pikiran ini, betul betul merupakan
jasa terbesar bagi umat nanusia”
Cia Ling im tidak menghiraukan dia lagi, sambil
membopong Sebun Bu yam cepat melangkah pergi. Di
belakangnya mengintil Ki Houw dan Khong Ling ling, disebelah
belakangnya lagi rombongan orang banyak, semua tertindak
seperti ayam jago kalah dalam gelanggang aduan, seperti
balon kempes, tinggal pergi tanpa bersuara. Tiada seorangpun
yang tinggal, memang tiada orang yang bersuara menahan
mereka.
Setelah mereka mengundurkan diri dari puncak Sin li hong,
Koan San gwat segera dirubung orang banyak sorak sorai
gegap gempita, semua unjuk rasa girang yang berlimpah
limpah.
Hanya Lan Ih yu Saja yang masih mengomel dengan nada
kurang senang : “Kau ini memang keras kepala, kukuh seperti
gurumu. Sumpah apa segala, hari ini kau melepaskan dia, lain
kali…”
Liu Sek.hong segera menukas “Kau takut apa! Kau kan
punya sandaran!”
Liu Ih yu menjadi malu dan rasa jengah. Lekas It ouw
menyela sambil tersenyum.
Pendapa Losiu sesuai dengan perkataan Liu siancu, sehari Cia
Ling im belum ajal, kelak merupakan bibit bencana. Mendadak
Koan San gwat tertawa getir katanya merendahkan suaranya
“Biar kuberi tahu pada kalian, bahwasanya tidak pernah aku
bersumpah segala, tapi aku tidak punya maksud hendak
melepaakan Cia Ling im, hanya …”
Karuan pernyataan Koan San gwat membuat semua orang
kaget, lekas Liu Ih yu mendesak : “Kenapa kau tidak
membunh diri? ”
“Hakikatnya aku tidak mampu membunuh dta, sebalikanya
bila hendak bunuk aku, segampang membalikkan tangan …”
Orang banyak terkejut. Sambil menggeleng Koan San gwat
coba menjelaskan. “Dengan bekal lwekangku, aku hanya
mampu mengembangkan keampuhan pedang ini sekali saja,
sampai sekarang aku tidak berani membayangkan akibat apa
yang bakal terjadi. Untung Sebun Bu yam menjadi korban,
bukan menolong dia malah menolong aku…”
Banyak orang yang mengerti, namun banyak pula yang
kurang paham. Terpaksa Koan San gwat melanjutkan
keterangan : “Keampuhan Pek hong kiam tiada taranya, asal
cahaya pedangnya dapat mencapai sasaran, tiada orang bisa
hidup, akhirnya aku hanya mampu mengutungi kedua tangan
Sebun Bu yam, maka dapatlah kalian bayangkan sampai
dimana taraf kekuatanku, namun aku tidak berani
menampilkan pada lahirku …”
“Jadi ucapanmu tadi hanya untuk menipu saja? ” tanya Liu
Ih yu.
“Benar! Untung dia tidak tahu bualanku, waktu itu aku
menyerempet bahaya, mulutku bicara, namun punggungku
sudah basah kuyup oleh keringat, kukira kalian juga melihat
aku bicara ambil bernapas ngos ngosan.”
Perasaan longgar semua orang menjadi tertekan lagi.
Orang orang gagah yang ketinggalan sudah bubar, mereka
tidak pamit kepada Koan San gwat saking lelah saat itu ia
tertidur pula beralaskan bongkot pohon, hanya beberapa
orang saja yang menjaga disekeliling nya, Liu Ih yu, Li Sek
tiong, It ouw dan Ling koh mereka dengan setia dan penuh
perhatian menjaga keselamatannya.
Mengawasi punggung orang orang yang bubar itu,
perasaan menjadi hambar dan mendelu. Pelan pelan It ouw
berkat sambil menghela napas “Kali ini benar benar bubar,
Liong hwa hwe … ketiga huruf ini sejak hari ini tidak akan
menjadi timbul kebesaran lagi, selanjutnya tinggal menjadi
kenangan belaka!”
Pada saat itu ada beberapa orang menghampiri, ternyata
mereka adalah Hiat lo at Lok Heng kun, Coh san sin Liu Ju
yang dan Pak kut sin mo Lok Siang kun suami istri serta Lok
Siau hong It ouw sedikit mengangguk sambil bertanya
tersenyum . “Apakah kalian hendak pergi? ” Lok Heng kun
manggut manggut, katanya perlahan : “Dendam kesumat
beberapa tahun sudah terlampiaskan oleh Koan kongcu. Koan
kongcu tidak akan bangun dalam waktu dekat terpaksa harap
Ouw lo suka menyampaikan rasa terima kasih kami!”
It ouw tidak menjawab, ia cuma meng nggak Segera
mereka menjura terus putar tubuh tinggal pergi. Hanya Lok
Siau hong yang merasa berat, katanya : “Bu, kenapa tidak
tunggu sebentar, aku ingin bicara dengan Koan toako!”
Lekas Lok Heng kun menarikanya serta di bawa lari. Liu Ih
yu mengantar punggung mereka dengan pandangan penuh
perasaan gusar dengusnya “Anak perempuan itu sangat
menyebalkan…”
Li Sek hong melirikanya sekali, katanya : “Sumoy! Kalau
kau ingin mendapatkan laki laki ini, lebih baik jangan sampai
dia mendengar ucapanmu…”
Berubah air muka I.iu Ih yu, sejenak ia termangu
mendadak berkata dengan suara ganjil : “Jikalau ada orang
ingin memecah belah hubungan kami, akan ku …” ucapan
selanjutnya tidak diteruskan, namun jelas sekali sudah
melimpahkan perasaan hatinya.
Li Sek hong terperanjat, katanya menghela napas :
“Sumoy! Kau belum lagi mendapatkan dia, belum apa apa kau
sudah melepaakan kesempatan baik ini …”
Berubah sikap Liu Ih yu, hidung mendengus serta tertawa
dingin, suasana jadi begitu dan tegang, tiada seorangpun
diantara mereka yang buka mulut lagi.
Kecuali Li Sek hong, Liu Ih yu, Siao yu at ouw dan Go hay
ci hang serta Ling koh yang melindungi Koan San gwat yang
sedang tidur pulas ini, puncak Sin li hong sudah kosong
melompong tiada seorang lagi.
Mendadak pandangan banyak orang tertuju kearah bayang
bayang batu cadas besar disebelah depan sana, dikegelapan
sana tampak bayangan tubuh manusia yang berdiri
mematung. Lekas It ouw memburu kesana, setelah melihat
tegas raut muka orang itu, segera ia bertanya dengan heran.
“Eh! Kenapa kau belum pergi? ”
Orang ini terayata Hwi thian ya ce Peng Kiok jin mukanya
tidak menunjukkan perasaan berdiri tegak tak bergerak,
sesaat baru ia menjawab “Aku sedang menunggu Koan San
gwat!”
Memangnya Liu Ih yu sedang uring uringan, tiba saatnya ia
lampiaskan kedongkolan hatinya meleset kedepan ia
menbentak: “Kenapa kau berani langsung memanggil
namanya? ”
Peng Kiok jin menyahut rawar: “Dia memanggilku toanio!
kenapa aku tidak boleh memanggil namanya! Dihadapannya
juga aku memanggil namanya!”
Tegak berdiri alis Liu Ih yu. Lekas Go hay ci hang maju “Liu
sian cu, Koan siheng pernah terluka parah, berkat asuhan dan
perawatannya sehingga kesehatannya pulih kembali, apa
salahnya memanggil langsung namanya? ”
Maka, berkatalah Peng Kiok jin dingin “Liong hwa hwe
sudah bubar, bubungan kita tidak terikat lagi, tiada perbedaan
tinggi dan rendahnya …”
Liu Ih yu menahan amarah dan menahan sabar, tanyanya:
“Untuk apa kau menunggu dia!”
“Akan kutanya sebuah persoalan dan kuberi tahu satu
urusan !”
“Tanya apa dan memberi tahu apa? Bicara saja padaku
sama saja!”
Membalik biji mata Pek Kiok jin, jengek nya: “Dengan apa
kau akan mewakili dia? ”
Berubah hebat air muka Liu Ih yu, sentakanya”Kenapa
tidak bisa, memangnya aku belum dengar…”
Pek Kiok jin menyeringai dingin, jengek nya “Sudah tentu
aku pernah dengar, tapi kam belum resmi?”
Tangan Liu Ih yu sudah meraba gagang pedang, tanyanya
mendesis dingin: “Cara bagaimana baru dianggap resmi? ”
Pek Kiok jin acuh tak acuh, sahutnya: “Aku ingin dia
langsung bicara kepada aku!”
Liu Ih yu tidak kuat lagi menahan amarah, tiba riba ia
mencabut pedang seraya berteriak bengis: “Nenek tua
keparat! Kau terlalu menghina orang.”
Sebelum pedang terayun pergelangan tangannya sudah
digenggam erat oleh Li Sek hong, alisnya tegak dan
menegurnya:”Sumoy! Jangan gegabah …”
Sembari meronta Liu Ih yu berteriak “Manusia rendah dari
kawanan iblis berani berlaku kurang ajar terhadapku, apakah
pantas …”
Lekas Go hay ci hang membujukanya perlahan “Liu sian cu,
Liong hwa hwe sudah bubar batas kedudukan dan tingkat
dewi, iblis dan setan sudah dihapus, kau perlu mencuci bersih
pengertian ini …”
Sedikit banyak Liu Ih yu masih merasa jerih terhadap
Hweshio tua ini, menahan gejolak hatinya, dengan kuat kuat
menyentak lepas tangannya dari cengkraman Li Sek hong, lalu
menyarung pedangg menghampiri Koan San gwat serta
menggoncang badannya yang sedang tidur pulas, teriakanya:
“Bangun ! Bangun !”
Koan San gwat menyingkat bangun, tangan mengucek
ngucek kedua matanya yang masih kantuk ia bertanya, heran
“Ada urusan „„ apa..?”
Maka Liu Ih yu merah membara, napas pun memburu
turun naik.
Karuan semakin heran Koan San gwat di buatnya, tanyanya
: “Apakah yang terjadi? Agakanya kalian bentrok sendiri …”
Peng Kiok jin batuk batuk ringan, katanya “Akulah yang
bertengkar dengan Liu sian cu …”
Heran Koan San gwat, tanyanya “Toanio? Kenapa kau
bertengkar dengan Liu sian cu”
Karena sebutan “Liu sian cu” yang ganjil dari mulut Koan
San gwat, berubah pula air muka Liu Ih yu, ia meluruk maju
seraya berteriak kalap: “Koan San gwat soal jodoh kita
sebetulnya sudah masuk hitungan belum? ”
Dalam hati Koan San gwat sudah maklum kemana
juntrangan persoalan ini, namun lahirnya pura pura tidak
mengerti “Urusan apa?” tanyanya.
Amarahnya sudah bergejolak dirongga dada Liu Ih yu,
tangan sudah meraba pedang namun belum mencabut keluar,
badannya tiba tiba ambruk pelan pelan.
Saking marah dan merasa terhina akhir nya ia semaput.
Cepat Li Sek hong memapah tubuhnya katanya dengan
penuh kekuatiran. “Koan kong Cu, berkat petunjuk Toa suci
Sumoy pasrah nasibnya kepadamu, hal ini sudah diumumkan
secara terbuka dihadapan orang banyak jangan kau anggap
main main …”
Koan San gwat gugup sekali, katanya “Darimana harus
dibicarakan persoalan ini.”
Li Sek hong tertegun, katanya “Apa! Masa Toa suci tidak
pernah membicaran hal ini kepadamu?”
Koan San gwat garuk garuk kepala, sahut nya “Kukira tidak
pernah …”
“Lalu kenapa diam saja dihadapan sekian banyak orang ..?”
Koan San gwat berpaling kearah Go hay ci hang, tanyanya
: “Taysu! Harap kau saja yang memberi penjelasan, waktu itu
kaulah yang menyuruh aku.”
Terbuka lebar mulut Go hay, suaranya tersekat, sesaat
baru ia mampu bicara : “Lolap mendapat petunjuk Hiang ting
siancu untuk merangkap perjodohan ini, sedang Hiang ting
sian cu melalui Ling koh memberi kabar bahwa Koan siheng
katanya sudah setuju!”
Li Sek hong mendelik kearah Ling koh, dampratnya : “Setan
cilik! Bicaralah yang jelas, apakah benar Toa suci beritahu
kepada kau?”
Mendelong matanya Ling koh, sahutnya tergagap : “Ya.. ya
begitulah!”
“Bohong! Kapan aku pernah menyetujui!” teriak Koan San
gwat!
Lingkoh mencebirkan bibir, katanya “Hiang ting sian cu
katanya kau pernah melulusi sesuatu kepadanya, malah
katanya tidak akan ingkar janji …”
Koan San gwat menjelajah lagi pengalamannya beberapa
lari ini, akhirnya ia paham dua jawaban, “mana bisa salah
paham segala…”
Koan San gwat menhela napas, katanya: “Lim sian cu minta
aku melakukan sesuatu untuk dia tidak menjelaskan tentang
persoalanya, demi membalas kebaikan budi Lim sian cu maka
tanpa ragu ragu aku menyetujui permintaannya!”
“Ai!” desah Li Sek hong membanting kaki “Sungguh
menyulitkan, kenapa Toa Suci begitu ceroboh …”
“Hal ini tidak bisa salahkan Lim sian cu,” lekas Ling koh
menyanggah, “Meski beliau sudah ambil keputusan, tapi
diapun beri tahu kepadaku, katanya waktu belum matang,
minta ku memberitahu kepada Go hay Taysu supaya bekerja
melihat gelagat …”
Pandangan orang banyak tertuju kepada Go hay, hweshio
tua menghela napas serta sahutnya “Sebetulnya Lolap tidak
ingin mengemukakan, Liu sian cu sendiri yang terlalu bernafsu
kemukakan isi hatinya.”
Li Sek hong menghela napas, pandangan nya tertuju
kearah Koan San gwat, katanya: “Urusan sudah terlanjur,
kuharap kau mengambil sikap yang tegas …”
Koan San gwat jadi serba sulit.
Kata Li Sek hong pula:”Bagaimana keputusanmu? ”
Koan San gwat berpikir mendalam, akhir nya ia menjawab
perlahan: “Aku tidak bisa menikah dengan dia …”
Suaranya lirih namun orang mendengar jelas, kecuali Peng
Kiok jin perasaan orang banyak tertekan. Maka sambil
mendengus berkatalah Li Sek hong “Kenapa? Apakah dia
tidak setimpal menjadi istrimu? ”
“Bukan soal setimpal atau tidak, aku tidak akan menikah
dengan perempuan yang tidak kucintai…”
“Busyet! cintanya begitu mendalam, jauh lebih hangat dari
api membara!”
“Bukan dia yang kumakaud, aku sendiri lah yang tidak
punya rasa cinta.”
Li Sek hong geleng kepala, gelap sinar mukanya, ujarnya
“Jodoh ini sulit dipaksakan!”
“Li sian cu aku salut setinggi tingginya kepada kau …”
“Aku termasuk orang luar, sedikitpun tiada sangkut
pautnya, tapi ingin kuberi nasehat kepada kau!”
“Harap siancu cu memberi petunjuk!”
Mengawasi Liu Ih yu yang pingsan berkatalah Li Sek hong
penuh haru, “Kalau kau tidak ingin mengawininya, lebih baik
sekarang juga kau bunuh dia …”
Koan San gwat berjingkrak kaget, sulit ia menerima
maksud kata kata Li Sek hong. Namun Li Sek hong segera
menambahkan “Aku tidak berkelakar perasaan perempuan,
entah cinta atau benci yang ditempuh adalah jalan paling
ujang, sian sumoy justru menempuh jalan ujung yang buntu,
cintanya bisa berubah menjadi kebencian yang keluar batas,
hari ini kau menolak cintanya dibawah rangsangan perasaan
yang kecewa dan gagal ini, mungkin dia akan jauh lebih
menakutkan dari Cia Ling im? ”
Koan San gwat mundur sambil geleng kepala.
Li Sek hong menambahkan: “Meski dia Sumoyku tapi aku
tidak menyalahkan kau ku kira orang lain pula demikian, aku
percaya pandangan mereka tentang hal ini sama seperti
pendapatku …”
It ouw mengangguk kepala, Ling kohpun manggut
manggut, sedang Go hay ci hang tidak mengangguk tapi dia
pun tidak menentang. Sementara pandangan Peng Kiok jin
malah memberi dorongan kepadanya.
Ini pertanda bahwa ucapan Li Sek hong bukan gertak
belaka tapi kenyataan seratus prosen.
Namun Koan San gwat masih menggeleng katanya tegas :
“Tidak! Aku tidak bisa mengawininya, tapi akupun tidak bisa
membunuhnya. Malah siapa saja akan kurintangi bila hendak
melukai seujung rambutnya!”
“Kau tahu akibat sikapmu itu? ” desak Li Sek hong dengan
suara gemetar.
“Apapun akibatnya aku yang bertanggung jawab, kalau dia
menjadi manusia baik baik akan kusampaikan salut
setingginya, tapi bila dia berbuat kejahatan, dengan Pek hong
kiam akan kubunuh dia!”
“Apakah tidak terlalu terlambat waktu itu?”
“Ya, mungkin rada terlambat, tapi kita tidak bisa
membunuh orang tanpa alasan, apa lagi orang itu tidak punya
dosa, apakah kita tidak berdosa malah bila membunuhnya? ”
Li Sek hong merandek, akhirnya merebahkan Liu Ih yu
diatas tanah, katanya menghela napas : “Aku tidak tahu
apakah tindakkanmu ini benar, namun kejujuran dan
kepolosan hatimu membuat aku takluk, bicara soal aturan aku
tiada ungkulan, baiklah kuserahkan dia kepada kau!”
Lahirnya ia bicara halus, namun Koan San gwat melihat
sorot matanya mengandung napsu membunuh, demikian juga
Ling koh dan It ouw, Go hay merangkap tangan serta
bersabda katanya “Baiklah Lolap saja yang membawa nya
pergi!” sembari berkata ia membungkuk menarik pakaian Liu
Ih yu, sementara tangan yang lain menyelonong menepuk ulu
hatinya. Untung Koan San gwat cukup tajam dan cekatan,
lekas ia dorong telapak tangannya menekan punggung sikut
hweshio tua, sehingga tangannya tersampok miring,
bentakanya:” Taysu! Apa yang kau lakukan….”
Lwekang Go hay amat tinggi, meski ia tersuluk dua tiga
tindak oleh dorongan Koan San gwat, tapi Koan San gwat
sendiripun terpental setengah tumbak, Go hay tidak ayal, ia
lancarkan pukulan jarak jauh kearah Liu Ih yu yang rebah
ditanah. Koan San gwat tidak sempat menolong, saking gugup
mulutnya menggerung seperti harimau gila.
Tak nyana begitu badan Liu Ih yu terpukul badannya
mencelat tetrbang lima enam tumbak, namun dengan ringan
badannya jatuh di tanah sedikitpun tidak mendapat luka apa
apa. Matanya memancarkan amarah yang mengandung
dendam dan kebencian, Katanya dengan suara serak : “Kalian
kurang mengerti terhadapku pribadiku, demikian pula
pengertianku terhadap kalian ternyata kurang mendalan.”
Koan San gwat menjerit tertahan, ujarnya “Aih! Kau …
tidak pingsan …”
Liu ih yu menyeringai.
“Maksudmu karena persoalan ayahnya dia jatuh sakit? ”
Peng Kiok jin manggut manggut.
Koan San gwat menghela napas , ujarnya: “Sungguh bodoh
dia! apa sangkut pautnya perbuatan ayahnya dengan dia!
didalam Liong hwa hwe kali ini aku bertemu Thio Hun cu,
pernah kutanyakan duduk persoalannya kelihatan nya
kejadian itu bukan perbuatannya”
“Dia sudah menyikapi, yang bertanding ke semua golongan
dan aliran silat besar memang dia, namun yang mencuri buku
ajaran silat dan melukai orang adalah perbuatan orang lain.”
“Sungguh sulit dimengerti, lalu apa pula yang dia
kuatirkan.”
“Tapi peristiwa yang menimpa Bu khek pay di Im san
memang benar Thio Hun cu lah yang memelet putrinya Im Le
hwa.”
“Dari mana dia memperoleh berita ini”
“Boleh nanti kau tanya langsung kepadanya! aku sendiri
tidak tahu, memang aku juga berani pastikan bahwa Thio Hun
cu kena fitnah, namun ia bergaul dengan orang orang Mo
kiong memang kenyataan, maka sulit membela Thio Hun cu.”
“Untuk apa Ceng Ceng berada di Tay pa san? ”
“Bukankah sudah kukatakan dia sakit, sudah tentu ia
merawat penyakitnya disana,” demikian jawab Peng Kiok jin
uring uringn.
Koan San gwat tertawa, dengar sabar ia berkata “Aku
merasa heran hanya untuk merawat penyakit kenapa mesti ke
tempat yang sepi itu!”
Peng Kiok jin mendengus “Kecuali tempat itu tiada tempat
lain ia bisa menempatkan dirinya. Aku tidak perlu banyak
omong, nanti kau akan mengerti dengan jelas, bicara terang
atas makaudku sendirilah kau kubawa kemari untuk
menemuinya, menurut tabiatnya, selama hidupnya ini ia tidak
mau bertemu dengan kau!”
“Toanio, kata katamu makin membingungkan, aku tidak
mengerti …”
“Tidak perlu kau mengerti, cukup asal kau melimpahkan
perasaanmu yang murni, mungkin uluran cintamu bisa
menolongnya dari penderitaan!”
Koan San gwat geleng kepala denpan hambar, sejak
mengetahui seluk beluk Liong hwa hwe, dia sudah
berkecimpung dalam banyak persoalan serba rahasia, ia tahu
bila bertanya lebih lanjut tidak akan membawa hasil. Terpaksa
ia tutup mulut, menggebah tunggangannya berlari lebih pesat.
Akhirnya Peng Kiok jin tidak lahan, tanya : “Kenapa kau
tidak bicara? ”
“Apa gunanya bicara? Urusan yang harus ku ketahui kan
tidak bisa memberi tahu makin tanya membuat hatiku gundah
dan ruwet malah, lebih baik berlaku tenang menunggu
perkembangan selanjutnya …”
Peng Kiok jin menjadi gusar, dampratnya “Paling tidak kau
harus menyatakan rasa prihatinmu terhadap kesehatannya!”
“Begitu mendengar beritanya, segera aku menyusul kemari
bersama kau apakah aku masih kurang perhatian?”
“Begitu saja? Kau tahu betapa dia mengorbankan diri diri
untuk kesehatanmu dulu? Untuk menolong jiwamu dia
pertaruhkan jiwanya membawa Kau ke Kun lun san di tanah
bersalju dia kira kau tidak tertolong lagi menangis sejadi
jadinya berusaha menimbun tubuhnya dengan air matanya,
sekarang dia lebih …”
“Sekarang dia bagaimana? ”
Peng Kiok jin sadar sudah kelepasen omong, cepat ia tutup
mulut, kata nya : “Kau tak usah tanya, yang terang ia telah
mengorbankan segalanya, tenggelam dalam penderitaan!”
“Begitu besar dan dalam cintanya terhadapku, kenapa tidak
ingin bertemu dengan aku? ”
“Ai, akulah yang sudah linglung karena gelisah, bicaraku
tidak genah, putar balik di mulut ia mengatakan tidak mau
bertemu dengan kau, namun perasan hatinya tidak dapat
mengelabui aku, rasa rindunya terhadap kau jauh lebih besar
lebih membara dari apa saja …”
“Aku mengerti! Akupun tidak menyia nyiakan cintanya, di
Sian li hong secara tandas kutolak perjodohan dengan Liu Ih
yu..”
“Karena sikapmu itu baru aku berketetapan untuk
memberitahu jejakanya kepada kau!”
Tiba tiba Koan San gwat berkata sungguh: “Toanio, bila
kau percaya kepadaku, harap kau suka menuturkan keadaan
yang sebenarnya! Sebetulnya bagaimana keadaan Ceng Ceng
di Tay pa san…”
Peng Kiok jin menggeleng dengan perasaan pedih dan
rawan, sahutnya. “Harap maaf kan aku, tidak bisa aku banyak
bicara, membawa kau kesanapun aku sudah bersalah besar,
tapi demi nona Ceng, demi membalas kebaikan Soat lo Thay
thay, aku banyak bisa menyumbangkan sekedar tenagaku ini!”
Koan San gwat maklum akan kesulitan orang, maka ia tidak
mendesak lebih lanjut tunggangannya ia bedal lebih kencang,
berlari lari kencang dialas pegunungan dengan bebas tanpa
mengenal rintangan.
Untung jarak Tay pa san dengan Bu san hanya seribu li,
sepanjang jalan ini mereka harus melewati alas pegunungan
yang belukar jarang diinjak manusia, kekuatan lari unta Sakti
memang tidak diragukan, naik gunung lompat jurang berlari
seperti dijalan datar kira kira satu hari mereka menghabiskan
waktu perjalanan, akhirnya mereka tiba ditempat tujuan.
Tujuan mereka ialah puncak Tay pa san yang utama yaitu
yang dinamakan Tay pi hong setelah tiba dibawah gunung,
perasaan Peng Kiok jin kelihatan tidak tenang katanya: “Aku
tidak bisa turut keatas, boleh kau bekerja menurut keadaan!
tapi rintangan apa serta kejadian memalukan apapun harus
dapat kau terima dengan kebesaran jiwa demi nona Ceng.”
“Jangan kau putus asa jangan patah semangat, maju terus
pantang mundur, semoga Thian selalu melindungi kau…”
Habis berkata ia melompat turun dari punggung unta terus
meleset terbang tinggi pergi.
Koan San gwat terlongong heran melihat tingkah lakunya
yang aneh, tapi setelah maju lebih lanjut tiga empat li jalan
disini semakin sempit dan sulit dilewati cukup untuk lewat satu
orang.
Jalan gantung ini dibangun ditengah himpitan dua dinding
gunung yang curam, dinding licin dan rata banyak tumbuh
lumut hijau, kalau dia nasih bisa berlari, namun unta nya yang
bertubuh tinggi besar sudah tidak mungkin maju lebih lanjut,
terpaksa ia tinggalkan untanya, memanggul gada masnya
serta menyoreng pedang di pinggang, ia maju lebih lanjut
menyelusuri jalan pegunungan ini terus naik keatas.
Jalan gunung ini berputar membundar berbeatuk seperti
kiong, semakin berputar semakin tinggi, kira kira tujuh
delapan li kemudian baru dia melihat sebuah panggung datar
dari batu gunung, awan mengembang angin gunung
menghembus sepoi sepoi.
Koan San gwat mengeluarkan keringat panas, berjalan
begitu lama diatas pegunungan yang sempit memang amat
payah, apalagi ia harus selalu waspada menjaga
keseimbangan tubuh. Setelah berada diatas panggung baru, ia
menarik napas panjang, setelah menjelajahkan
pandangannya, tanpa menarik alis. Ternyata jalan
pegunungan ini sampai disini sudah putus, untuk maju lebih
lanjut harus memanjat ke atas seperti kera, dengan akar akar
pohon yang tumbuh lebat.
Akar akar rotan memang cukup besar, cukup kuat menahan
berat badan satu orang, namun ia merasa sangsi. Soalnya
terletak pada gada masnya ini, beratnya ada tiga empat ratus
kati, dia sendiri sih tidak keberatan, namun kuatkah akar akar
rotan itu menunjang berat sedemikian besarnya.
Tebing ini cukup tinggi dan disebelah bawah adalah jurang
yang tidak kelihatan dasarnya masakah ia harus bekerja
mempertaruhkan jiwa sendiri, kalau gada masnya harus
ditinggalkan begitu saja, rasanya berat dan tidak mungkin.
Begitulah sekian lama ia memeras otak mencari akal
mengatasi kesulitan ini. Dasar otakanya encer, mendadak
timbul aksinya, lekas ia turunkan senjata beratnya, ambil
mengerahkan tenaga saktinya, ia tancapkan malaikat mas
berkaki tunggalnya diatas panggung batu gunung, begitu
hebat tenaganya, gadanya itu sampai amblas seleher patung
malaikat berkaki tunggalnya, lalu dikeluarkan pula sebentuk
lencana Bing co ling. Diporotkan diatas batu pula.
Ia membayangkan untuk mencabut gadanya itu dari dalam
batu, memerlukan tenaga lwekang yang luar biasa, orang
yang membekal lwekang sedemikian tinggi tidak akan ketarik
oleh patung malaikatnya.
Umpama orang benar benar mencabutnya keluar itu
pertanda bahwa orang itu menantang dirinya, dan untuk itu
pasti dia akan mencari dan menemui dirinya, paling tidak pasti
meninggalkan tanda pengenalnya dicari tentu tidak sukar.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, terasa hatinya lega dan
longgar. Tapi waktu ia angkat kepala, seketika hatinya terkejut
bukan main.
Entah sejak kapan dihadapannya tahu tahu berdiri seorang,
orang ini tiba tanpa mengeluarkan suara, entah datang dari
bawah atau dari atas.
Orang ini berusia tiga puluhan, mukanya cakap dan cerah,
mengenakan pakaian sekolahan, sikapnya sopan santun lemah
lembut.
Tapi Koan San gwat tidak demikian, perduli orang datang
dari bawah atau atas, kenyataan orang berada dihadapannya
tanpa mengeluarkan suara dia tidak diketahui olehnya, jelas
membuktikan bahwa orang ini bukan sembarangan orang.
Dengan kaku orang itu menghampiri matanya mengawasi
tulisan jari Koan San gwat dipinggir patung malaikatnya yang
berbunyi: “Peninggalan Bing tho ling cu? ”
Koan San gwat bersoja, sahutnya: “Aku yang rendah Koan
San gwat …”
Perhatian orang itu tidak tertuju pada perkenalan namanya,
matanya masih menatap tajam tulisan tulisan itu, katanya
“Goresan jari saudara sungguh menakjubkan, kekuatan jari itu
lebih harus dipuji!”
“Ah tulisan ceker ayam belaka, tidak perlu diperhatikan …”
“Ai, kenapa sungkan, hobyku juga menulis, bisa bertemu
dengan seseorang yang punya gaya tulisan sebagus ini
kesempatan tidak kusia siakan, kuharap selanjutnya kami bisa
sling belajar dan mamberi petunjuk!”
Sudah tentu Koan San gwat tiada hasrat msmbicarakan
soal tulisan, cepat ia kerkata. “Kelak kalau ada waktu pasti
akupun mohon petunjuk pada saudara. Cuma hari itu…”
“Bagus sekali,” tukas orang itu, “Aku tinggal diatas,
sewaktu waktu saudara boleh datang untuk memberi
pelajaran.”
Koan San gwat melongo, tanyanya: “Jadi saudara juga
tinggal dipuncak sana? ”
“Benar … eh, kata kata “juga” yang saudara ucapkan
kedengapannya aneh, apakah tempat tinggal saudara
bertetangga dengan Siau te!”
“O, bukan, aku punya seorang kenalan yang tinggal
disebelah atas.”
Orang itu manggut, ujarnya: “begitu! orang yang menetap
diatas tidak banyak entah siapa sahabat saudara itu? ”
“Seorang anak perempuan, dia bernama Thio Ceng Ceng…”
Berubah air muka orang itu, matanya menatap tajam
katanya: “Memang ada orang yang kau maksudkan, jadi
saudara kemari mencari dia? Adalah urusan apa? ”
Koan San gwat dongkol akan pertanyaan orang yang melit,
namun ia menahan sabar sahutnya: “Aku yang rendah adalah
sahabat karib nona Ceng, sengaja kemari untuk
menjenguknya …”
-oo0dw0oo-
JILID 17
ORANG ITU MENURUNKAN bibir matanya, katanya : “Thio
siocia tidak mau terima tamu!”
Koan San gwat benar benar marah, kata nya: “Jawabanmu
tidak pantas seharusnya nona Thio sendiri yang
mengucapkannya!”
Orang itu tertawa, lalu sahutnya tawar: “Aku yang bicara
juga sama, sejak nona Thio berada diatas gunung, ia bertekad
putus hubungan dengan dunia ramai, siapapun tidak mau
menemui aku!”
“Aku hanya omong saja, kalau tidak percaya, silahkan kau
tanya sendiri.”
Koan San gwat tertawa dingin, ujarnya: “Meski tiada jalan
tembus keatas, masa dapat mempersulit diriku? ”
“Sudah tentu! Kau bisa sampai disini, meski memiliki
kepandaian yang lumayan, mari perlihatkan!”
Koan San gwat melotot sekali kepadanya kedua kaki
menjejak, badan segera melambung dua tambak lebih, lekas
kedua tangannya menarik akar rotan yang menjulur turun,
waktu ia turun kebawah, dilihatnya orang itu sudah mencabut
keluar gada malaikat mas nya, sedang bolak balik memeriksa
dengan teliti, sudah tentu terkejut Koan San gwat di buatnya,
lekas ia lepas tangan serta berteriak: “Hai! Itu barang milikku,
jangan kau sentuh!”
Baru saja tubuhnya melayang turun di panggung batu
orang itu tersenyum sambil mengacungkan malaikat mas
keatas, tiba tiba ia melayang tinggi melampaui kepala Koan
San gwat, terus hinggap diatas akar rotan, beberapa kali
lompatan, ia sudah berkelebat lenyap dibalik awan.
Melihat gerak gerik orang yang begitu enteng dan lincah
serta tangkas itu, diam diam Koan San gwat meleletkan lidah,
sejak orang itu muncul, dia sudah menduga bahwa dia tentu
bukan sembarangan orang, cuma tidak terpikir olehnya bahwa
orang berkepandaian setinggi itu.
Yang lain tidak perlu dipersoalkan, bahwa orang dapat
mencabut keluar malaikat masnya yang amblas seluruhnya
kedalam batu dengan gampang, lalu membawanya pula dari
… lari bagai terbang naik keatas, betapa lincah dan cekatan
gerak gerikanya, walaupun dirinya bertangan kosong belum
tentu dapat memadai.
Apakah diatas puncak berpenghuni orang orang kosen yang
lihay pula? Dari bicara orang itu jelas bahwa bukan dia
seorang yang menetap di sana membuktikan pula bahwa Thio
Ceng Ceng memang berada diatas puncak.
Cara bagaimana pula Thio Ceng Ceng bisa bergaul dengan
orang orang itu?
Lalu terbayang akan tingkah laku serta kata Peng Kiok jin
yang serba takut dan rahasia, lambat laun ia mulai paham.
Didunia ini banyak tokoh tokoh kosen yang mengasingkan
diri dan tidak suka namanya tersiar di luar, Liong hwa hwe
yang kocar kacir itu merupakan contoh yang nyata. Dilihat dari
kepandaian orang tadi, bekal ilmu silatnya tentu lebih tinggi
dari beberapa to tertentu dari anggota Liong hwa hwe, tak
heran mereka melarang Peng kiok jin membocorkan rahasia …
Karena analisanya ini, maka Koan San gwat, menghadapi
persoalan pelik.
“Manjat keatas? Atau cuci tangan sampai di sini saja? ”
Kalau keatas jelas tidak akan memperoleh sambutan bukan
mustahil timbul pertikaian yang sulit diselesaikan. Kalau turun
tak bisa menemui Thio Ceng Ceng. Teringat akan
pengorbanan gadis yang harus dikasihani, dia merasa tidak
pantas menyia nyiakan kebaikan nya itu.
Dari penuturan Peng Kiok jin ia berkesimpulan bahwa Thio
Ceng Ceng tidak ditekan atau diancam, namun pasti hatinya
amat berduka. Kalau tidak masa Peng Kiok jin membawa
dirinya kemari …
Setelah direnungkan bolak balik, akhirnya ia berkeputusan
untuk manjat keatas. Pertama untuk menjenguk Thio Ceng
Ceng, meski perasaannya terhadap gadis yang harus
dikasihani ini tidak sehangat cinta Thio Ceng Ceng terhadap
dirinya. Kehidupan mengasingkan diri sejak kecil sudah
mendarah daging dalam relung hatinya sehingga ia merasa
tawar terhadap hubungan kaum adam dan hawa, tapi demi
keadilan antara cinta dan budi, ia mewajib menjengukanya.
Tujuan kedua karena orang itu membawa pergi senjatanya,
bagaimina juga secara tradisi perguruannya pantang hilang di
tangannya, di harus memintanya kembali.
Setelah berkeputusan, mulai ia mempersiapkan diri
memanjat keatas, waktu kakinya bergerak lututnya sedikit
ditekuk, perlahan lahan ia menarik napas panjang, tiba tiba
badan nya melambung tinggi meraih akar rotan, seperti kera
layakanya ia manjat keatas.
Rotan yang tumbuh memanjang itu berbeda beda ada yang
besar ada yang kecil bergoyangnya sudah tentu berlainan
pula, yang besar tidak bergeming yang kecil bergoyang gontai.
Koan San gwat merasa tindakannya benar meninggalkan
senjata malaikat masnya dibawah, kalau membawa benda
yang begitu besar, mungkin ia bisa terjungkal jatuh dibawah,
karena berat yang tidak tertahan oleh akar akar rotan itu.
Namun orang itu bisa membawanya naik begitu gampang, dari
sini dapatlah dibuktikan bahwa kepandaian silat orang itu pasti
sulit diukur.
Penghuni puncak gunung ini adalah orang kosen yang lihay
menurut perkiraan Koan San gwat, maka ia berlaku sangat
hati hati dan waspada. Lambat laun ia merasa sudah hamipir
tiba diatas puncak, karena pandangan matanya cukup terang,
dilihatnya langit nan terang dan biru cemerlang ditimpa
cahaya bulan sabit yang redup.
Awan tebal dibawah kakinya menjadi lautan gelap yang
bergulng gulung, dua tiga umbak tak jauh dimukanya tumbuh
sepucuk pohon siong, yang amat tua, kokoh dan kekar, lebih
atas sudah tidak kelihatan sesuatu benda lagi.
Meski tidak terlalu letih, namun Koan San gwat cukup
payah, maka perasaannya lambat laun menjadi kendor, begitu
ia mengerahkan tenaga pada lengannya terus menggentak
keatas, badannya melejit jumpalitan keatas, sekali raih ia
pegang sebatang dahan pohon liong.
Dahan pohon itu sebesar lengan tangan nya, mestinya kuat
menahan berat badannya tapi waktu tenaga dikerahkan,
mendadak didengarnya suara “Krak!” yang keras dahan pohon
itu patah tepat disebelah ujung tangannya, kontan badan dan
dahan pohon itu melorot kebawah dan terjungkal kedalam
jurang.
Mimpi juga Koan San gwat tidak menduga, bila terjadi hal
ini, karena tidak siaga, sementara tubuhnya sudah meluncur
tiga tumbak ke bawah, dalam gugupnya timbul akal
cerdikanya, lekas ia lemparkan dahan ditangannya meminjam
daya lemparan ini ia jejakkan tubuhnya diatas merapat
kedinding gunung. Lekas ia mengerahkan tenaga kelima
jarinya mencakar amblas kedalam dinding batu cadas.
Ternyata dinding batu cadas ini teramat empuk, tangannya
amblas seluruhnya, sementara ia bisa bertahan tidak sampai
terjungkal kehawah. Tapi dinding yang empuk itu tidak kuat
menahan badannya, batu kerikil sudah berjatuhan,
kelihatannya sebentar lagi ia bakal melorot turun pula
kebawah. Untunglah Koan Ssn gwat sudah digembleng serta
dipupuk dasar pengalaman yang matang, meski menghadapi
bahaya tidak menjadi gugup, segera ia melolos Pek hong kiam
dari pinggangnya, beruntun ia menusuk dan membacok diatas
dinding.
Pek hong kiam memang tajam luar biasa sebentar saja
berhasil dikeduknya setuah lubang lubang yang cukup besar,
menggunakan ilmu cecak merambat Koan San gwat
merapatkan badannya didinding batu lalu kakinya berpijak
masuk lubang yang dibuatnya pelan pelan ia menghirup
napas, tiba tiba tumit kakinya mengerahkan tenaga, badannya
melejit tiga empat tumbak tingginya badannya jumpalitan
hinggap diatas dahan pohon siong.
Kali ini dia lebih hati hati, badannya tidak berhenti lama
diatas dahan, sedikit meminjam tenaga, badannya melayang
turun di tanah datar. Menurut perhitungannya dahan pohon
tidak akan patah sebab, kecuali terkena suatu tekanan besar
atau dikerjakan orang.
Betul juga baru saja ujung kakinya meninggalkm dahan
pohon itu, dahan tempat ia berpijak itu patah mengeluarkan
suara nyaring. Matanya yang tajam melihat berkelebatnya
selarik sinar putih. Terbukti akan perbuatan seseorang yang
disengaja.
Koan San gwat berkobar amarah, baru berdiri tegak kontan
memaki “Kunyuk dari mana yang suka membokong orang,
menggelindinglah keluar!”
Suaranya menggelepar diatas, namun keadaan tenang
tidak ada reaksi apa apa, di hadapannya terbentang serumpun
hutan bambu, keadaan sepi hanya terdengar keretakan daun
bambu yang dihembus angin Koan San gwat menduga orang
yang membokong Itu pasti sembunyi didalam hutan bambu
itu, maka ia berteriak memaki lagi “Bangsat rendah yang
penakut, berani membokong kenapa bersembunyi? ”
Baru saja lenyap suaranya dari hutan bambu terdengar
sebuah suara berat berkata “Barang tak berguna, sekedar
permainan saja sudah ketakutan begitu rupa!”
Mendengar suara amat dekat terbakar amarah Koan San
gwat, sambil menghardik ia menyerbu seraya mengobat
abitkan Pek hong kiam, dimana sinar perak menyambar
terdengarlah suara keresekan yang riuh, empat lima kaki
sekitar tubuhnya, pohon bambu terbabat tumbang berserakan,
ditengah ramainya pohon pohon bambu itu tumbang tidak
terlihat bayangan seorangpun.
Keruan Koan San gwat melongo heran kepandaian dengar
suara menubruk bayangan sudah ia latih beberapa tahun, ia
percaya akan kepandaiannya dia tidak mungkin gagal, namun
kenyatannya ia menubruk tempat kosong. Bahna herannya ia
jelajahkan pandangannya, maka dilihatnya diantara batang
pohon bambu yang roboh berserakan itu ditengah sana
terdapat sebuah batu hijau yang datar seperti sebuah meja,
dikedua sampingnya. terdapat pula dua bongkah baru sebagai
kursi duduk, diatas meja berserakan biji biji catur warna hitam
dan putih.
Setelah dekat dilihatnya diatas meja batu itu diukir garis
garis catur, permainan agaknya belum selesai, jelas ada orang
sedang main catur disini, orang yang membokong dirinya
tentu berada disini, sementara senjata rahasia yang digunakan
adalah biji catur ini pula, cuma kedua orang itu cekatan
melarikan diri menghindari serangannya.
Tengah ia berpikir, dari hutan sebelah sana terdengar
seorang berkata “Sui ki! Kelakarmu keterlaluan, hutan sebaik
ini kau obrak abrik akan kulihat cara bagaimana kau laporkan
hal ini kepada Gwat hoa hujin.”
Menyusul dari belakang hutan bambu beruntun muncullah
dua bayangan orang.
Meminjam sinar bintang Koan San gwat melihat kedua
pendatang ini seorang tinggi yang lain penedek buntek, yang
pendek bercambang bauk lebar seperti duri duri landak, kedua
mata orang ini bersinar tajam.
Koan San gwat tahu satu diantara kedua orang ini adalah
yang membokong diri nya, dari percakapan tadi ia tahu orang
itu bernama Sui Ki, entah yang mana diantara ke dua orang
ini, maka dengan suara keras dan kereng ia bertanya “Siapa
yang membokong aku? ”
Siorang pendek mendelik mata, sahutnya : “Aku. Bocah kau
memang sembrono, aku cuma berkelakar, kenapa kau lantas
marah hutan bambu ini kau babat semua, cara bagaimana kau
mengganti kerugian ini? ”
Sipendek mengelus cambang baukanya lalu berkata : “Anak
muda, jangan kau memaki orang ya, bilang guyon ya guyon,
kalau aku ingin menamatkan jiwamu, kedua biji caturku tadi,
tidak akan mengincar dahan pohon …”
Mendengar orang berani berdebat, berubah air mukanya,
amarahnya sudah tak tertahan lagi. Lekas setinggi
menggoyangkan tangan katanya “Siheng tidak usah marah
marah, Sui Ki memang hanya mempermainkan belaka tiada
niat mencelakai jiwamu, seandainya Siheng terjauh juga tidak
akan mati!”
Koan San gwat mendelikkan mata, semprotnya penuh
kebencian : “Bohong! Tempat setinggi itu kalau terjatuh …”
Sitinggi tertawa, ujarnya : “Dibawah ada dipasang jaring
besar, paling Siheng menderita kaget setengah mati saja “
Koan San gwat melongo, sikap si tinggi ini ramah dan supel
lagi maka ia percaya ucapan orang bukan bualan, dengan
masih sangsi ia berkata “Mana aku tahu …”
Sipendek mendengus, jengekanya “Huh, jika kau tahu,
maka kelakar inipun tiada artinya lagi!”
Koan San gwat teramat benci terhadap sipendek ini
katanya : “Meski ada jaring di bawah kau tidak pantas berbuat
begitu, berapa tinggi tebing curam ini, kalau seorang yang
tidak bisa silat terjatuh kesana, tanggung mampus ketakutan
…”
“Orang yang tidak bisa silat jangan harap bisa manjat
kemari,” demikian jengek si pendek. “Menurut Tay Su kau
kelihatan pintar, tak tahunya goblok melebihi kerbau dungu!”
Koan San gwat benar benar kena didebat, mulutnya
terkancing, sipendek senang, ujarnya “Anak muda! Masih ada
omongan apa yang hendak kau katakan! Begitu ceroboh kau
menggunakan pedang hendak melukai orang, cari bagaimnaa
kau mengganti hutan bambu ini, kau tahu untuk menanam
pohon bambu diatas puncak ini, memerlukan jerih payah …”
Koan San gwat hendak mengumbar amarahnyi lagi, lekas
lekas si tinggi bicara “Sui Ke jangan kau mengingkari
tanggung jawab, meski dia yang membabat habis bambu
disini diusut asal mulanya kau tidak lepas dari tanggung
jawab, siapa suruh kau berkelakar dengan jiwa orang.”
Sipendek jadi gugup, teriakanya . “Jing Tho kenapa kau
membela orang luar.”
“Aku bicara menurut aturan, kesalahan memang padamu,
meski dilaporkan kepada Gwat hoa hujin, aku percaya kau
tetap berada dipihak yang salah.”
Sipendek mencibirkan bibir, lalu menggerutu “Salah, paling
lari ke Tay ceng san kerja berat tiga bulan membantu
sibunguk itu memegangi sibotak air sumber hidup kembali,
untuk menyambung bambu bambu ini!”
“Pikiranmu sederhana, pertama sibungkuk itu tiada
gampang diajak bicara, mau tidak mau memberi kepada kau
sulit dikatakan, meski dia mau memberi, kerja berat selama
tiga bulan rasanya cukup membuat kau menderita !”
“Apa boleh buat, siapa suruh aku mencari gara gara,
beginilah akibatnya!”
“Meski kau memperoleh air sumber hidup kembali, tiga
bulan kemudian, bambu bambu inipun sudah kering dan mati
layu….”
Karuan si pendek semakin gelisah, katanya sambil garuk
garuk kepala “La.. lu bagaimana baikanya? Anak muda! Kau
benar benar membuat aku serba susah …”
Melihat keadaan orang yang runyam, Koan San gwat jadi
tidak tega, amarahnya menjadi tawar katanya lembut: “Lo
siansing ini tak usah gelisah, aku yang rendah terlalu
sembrono menghancurkan bambu bambu ini, akupun punya
kesalahan….”
“Apa gunanya ucapanmu ini, seperti kentut belaka, kalau
Gwat hoa Hujin betul betul mengusut perkata ini, kau mau
mewakili aku menanggung akibatnya!” demikian teriak si
pendek.
Tergerak hati Koan San gwat, Sudah beberapa kali ia
mendengar nama Gwat hoa Hu jin, sesuai dengan namanya
Gwat hoa Hujin sudah tentu seorang perempuan …
Laki laki dibawah puncak yang menggelari dirinya “Gila
buku” bernama Tay Su, si pendek ini bernama Sui Ki,
sementara sitinggi bernama Jing Tho, kelihatannya tingkat
kedudukan mereka sama rata, sementara Gwat hoa hujin jelas
berkedudukkan lebih tinggi dari mereka, orang orang macam
apa dan apa pula hubungan mereka satu sama lain? Demikian
Koan San gwat bertanya tanya dalam hati, maka ia berkata
“Tidak jadi soal, seluruh kesalahan biar aku yang tanggung.”
“Cara bagaimana kau hendak menanggung kesalahan ini? ”
“Akan kukatakan bambu ini akulah yang membabatnya
hancur, sekecappun tidak ku singgung soal kelakarmu.”
Dari bersungut si pendek menjadi tertawa lebar, katanya:
“Baik sekali kalau kau mau berbuat demikian … baik sih baik,
lalu bagaimana kau hendak mencari alasan?”
“Gampang saja, katakan saja aku bentrok dengan kalian,
lalu berkelahi dan kubabat habis seluruh hutan bambu ini …”
Si tinggi tertawa, ujarnya “Tindakan Siheng memang dapat
membantu kesulitan Sui Ki ketahuilah Khong ham kong
mempunyai sepuluh pemandangan alam, Gwat hoa Hujin
justru paling menyukai hutan bambu ini, kalau kesalahan
ditimpahkan Sui Ki memang cukup menderita untuk memikul
hukumannya, namun Siheng adalah orang luar, Gwat hoa
Hujin mungkin tidak akan mempersulit dirimu! Dan lagi aku
dan Sui Ki kan bisa minta ampun bagi kesalahan tidak sengaja
ini …”
Saking girang sipendek tertawa lebar, katanya “Begitu saja
rencana kita, setelah berhadapan dengan Gwat hoa Hujin,
jangan kau bicara ketus!”
“Sudah tentu , tapi … orang macam apakah Gwat hoa Hujin
itu? ”
Kedua orang itu tertegun, sesaat baru sipedek menyahut
“Siapa Gwat hoa Hujin kau tidak tahu, kenapa kau manjat
kepuncak gunung ini? ”
Ganti Koan San gwat yang melengak, sahutnya :
“Kedatanganku bukan untuk mencari Gwat hoa Hujin, aku
hendak menjenguk seorang nona Thio!”
“Thio Ceng ceng!” teriak kedua orang bersama.
Koan San gwat manggut manggut, kata nya “Tidak salah!
kudengar dia berada di …”
“Aneh !” mata sipendek berputar, “Kenapa Tay Su tidak
bicara sejelasnya …”
Lekas si tinggi memberi tanda dengan tangannya, katanya
lirih: “Jangan banyak mulut! aku tahu maksudnya …” lalu ia
berputar menghadap Koan San gwat dan bertanya “Dari mana
saudara tahu bila nona Thio berada disini ?”
Koan San gwat sangsi untuk menjelaskan karena ia tahu
Peng Kiok jin sengaja hendak menyembunyikan rahasia ini,
tentu ada sebab musababnya, mungkin akibatnya tidak
menguntungkan bagi dia.
Tanpa menanti jawaban sitinggi sudah menyanbung:
“Kuduga tentu nenek tua she Peng yang beritahu kepada kau,
sementara kau she Koan, Koan toako yang selalu disebut oleh
nona Thio dan tak pernah dilupakan itu!”
Mendengar orang sudah bicara blak blak kan, tak enak
rasanya mengingkari, maka Koan San gwat manggut
manggut, sahutnya “Benar. Aku yang rendah Koan San gwat
…”
Sikap sitinggi serius, katanya menekan suara: “Setelah
bertemu dengan Gwat hoa Hujin lebih baik jangan kau sebut
nama aslimu, jangan pula kau singgung nenek tua she Peng
itu, lebih penting lagi jangan kau menyinggung nona Thio.”
“Kenapa? ” Tanya Koan San gwat heran.
“Jangan tanya kenapa,” timbrung sipendek, “Kalau kau
ingin bertemu dengan nona Thio, kau harus patuh pesan
kami! Kelak kita akan bantu kau mencari akal secara pelan
pelan …”
Koan San gwat menjadi bingung, ingin ia bertanya lebih
lanjut, namun sikap sipendek kelihatan gelisah, ujarnya “Ada
orang datang, kemungkinan adalah Jip Hoat, biarlah aku
melihatnya kesana. Jing Tho, boleh kau memberi pesan
beberapa hal yang harus diketahui, jangan membuang waktu
terlalu lama.” Selesai berkata bergegas ia berlari pergi.
Cepat sitinggi menuding pedang Koan San gwat sambil
berkata “Kau simpan dulu pedangmu, dengarlah beberapa
keteranganku…..”
Lekas Koan San gwat menyarungkan pedangnya, sitinggi
segera berkata :” Didalam Khong kam kiong Gwat hoa Hujin
ini, semua ada tujuh orang pembantu, aku Sui Ki dan Tay Sui
kau sudah melihatnya, selain itu masih ada Cio Bing, Jip Hoat,
Tan Kiam dan Hwi Kak berempat, diantaranya cuma Tam Kiam
seorang laki laki diapun akan membantu kau, kepada tiga
cewek yang lain itu, jangan sekali kali kau membocorkan
rahasia asal usulmu, masih ada satu …”
Belum habis ia bicara dari hutan bambu sebelah sana
terdengar jeritan Jip Hoat. Sitinggi menjadi kaget dan tutup
mulut, lalu menepuk pundakanya, makaudnya dia berlaku hati
hati.
Maka didengarnya suara perempuan berkata : “Hujin
memberi perintah supaya bocah itu lekas dibawa menghadap!
Apa kalian lakukan di sini, main sembunyi? ”
Tampak bayangan orang melayang tiba, tahu tahu Sui Ki
hinggap dihadapan mereka membawa seorang perempuan
berpakaian mewah berusia delapan sembilan likuran, parasnya
elok, bertubuh montok berpinggang ramping. Begitu tiba
kedua matanya laksana aliran listrik mengawasi Koan San
gwat dari atas sampai kebawah, sekian lamanya baru
mulutnya berkecek, katanya : “Tay Su mangatakan anak muda
ini bertubuh ganteng dan gagah, jarang terlihat dalam dunia
ini, semula aku tidak percaya, kini setelah menyaksikan
sendiri, memang kelihatannya cukup tampan dan hebat,
saudara kecil! Apakah kau ini Bing Jian li? ”
Koan San gwat menjublek, lekas Tay Sui buka suara “Benar
Bing lote berwajah tampan ilmu silatnyapun amat hebat dari
aliran tersendiri, beberapa jurus permainan pedangnya
membuat aku dan Jin Tho terdesak keripuhan …”
Sembari berkata matanya berkedip kedip memberi isyarat
kepada Koan San gwat. Baru sekarang Koan San gwat paham
bahwa “Bing Jian li nama barunya yang mereka pilih, tentu
buah karya Yay Sui itu, digubah jadi Bing tho jian li, meski
hatinya kurang senang terpaksa harus mengakui, lekas ia
bersoja katanya : “Cayhe Bing Jian li, harap tanya..”
Siu Ki lekas memperkenalkan “Inilah Jip Hoat, usianya lebih
besar dari kau, boleh kau memanggilnya Toa suci saja!”
Jip Koat tertawa terkekeh kekeh, seru nya : “Toa suci ya
Toa cilah, siapa suruh usiaku lebih tua dari kau! Bing hengte,
menurut Tay Su kau pandai menulis, kedua tua bangka ini
memuji kau pintar main pedang, kau masih bisa apa lagi? ”
Jing Tho segera menyela :”Bing Iote serba bisa, ahli
memetik harpa, pemain catur yang tiada lawannya, bersanjak
membuat syair juga mahir, cuma minum arak dan teh saja
yang kami belum sempat uji!”
Mulut jip Hoat berkecek memuji, katanya “Tentu kau tidak
asor kedua bidang itu. Khong ham kiong ketambah Bing hente
menjadi lengkap seluruhnya. Aku harus cepat laporkan kepada
… oh ya, kami setiap orang hanya bisa sebuah bidang,
sebalikanya Bing heng te serba bisa, bagaimana seharusnya
kita memanggilnya? ”
“Itu urusan Hujin,” ujar Sui Ki tertawa kering, “Kau tidak
perlu ribut? ”
“Benar” ujar Jip Hoat manggut. “Aku tiada hak
menentukan, Bing hengte, lekas jalan!”
“Setelah ia memutar tubuh, baru dilihat potongan bambu
yang berserakan itu, mendadak ia menjerit “Wah! siapa yang
mengobrak abrik Jui hong yu king, kalau Hujin tahu
bagaimana baikanya …? ”
Lekas Sui Ki menggerakkan mulut kearah Koan San gwat
sikapnya mohon bantuan. Koan San gwat lekas maju
beberapa langkah, katanya : “Akulah yang merusakanya.”
“Heh!” seru Jip Hoat gugup, “Kenapa kau membuat
kesalahan sebesar ini!”
Sui Ki batuk batuk kering, katanya terta tawa “Untuk
menguji ilmu silat Bing lote, kami merintangi ia di sini, Bing
lote marah, lalu cabut pedang menyerang kami berdua,
untung kami keburu melarikan diri. Celaka adalah rimbun
bambu ini yang menjadi kocar kacir….”
Jip Hoat membanting kaki, serunya : “Kalian keparat,
ditempat mana saja kalian boleh membuat keributan, kenapa
mesti ditempat ini …”
Sui Ki pura pura getir, sahutnya : “Kami tidak tahu adat
Bing lote yang keras! Lihatlah usianya masih muda, siapa
menyangka ilmu pedangnya demikian hebat …”
Jip Hoat angkat pundak dan membuka kedua tangannya,
ujarnya: “Ini … bagaimana harus lapor kepada Hujin! Baru
saja Bing lote tiba lantas terjadi keonaran besar …”
Dengan lantang Koan San gwat berkata : “Urusan sudah
ketelanjur, apa pula yang disesalkan, dihukum atau dibunuh
akulah yang bertanggung jawab!”
Lekas Jip Hoat mengulap tangan, katanya! “Bing hangte!
Kalau berhadapan dengan Hujin sikapmu jangan kasar dan
ketus, bicaralah sopan, dari samping kita akan membela dan
mohon pengampunannya, mungkin Hujin tidak mengusar
panjang perkara ini …”
“Benar!” timbrung Sui Ki, “Hujin paling suka denagar kata
katamu, pada waktunya harap kau suka bicara demi
keselamatan Bing lote, sedapat mungkin kau puji kebaikan
dan kepintaran, Bing lote, bila Hujin ketarik padanya urusan
mudah diselesaikan …”
Jip Hoat berpikir sejenak lalu katanya , menghela napas
“Ya, begitulah caranya yang terang aku akan berusaha sebisa
mungkin, siapa suruh aku menjadi Toa cinya tadi! Bing
hengte! Jangan kau kira aku suka mengagulkan diri, aku sekali
melihat kau aku lantas …”
Tampak oleh Koan San gwat dalam bicara orang
memicingkan mata, menunjukkan sikap genit yang
memalukan, kuatir orang bicara tidak genah lekas ia menjura
serta berkata. “Sekali bertemu seperti sahabat lama! Harap
Toa ci suka memberi perlindungan kepadaku!
“Benar! Sekali lihat lantas tidak asing lagi, seperti sahabat
kental! Meski bara pertama kali melihat kau, sebetulnya sudah
lama aku ingin berkenalan dengan kau. Selanjutnya kuharap
kita bisa bergaul lebih intim!”
Sui Ki mengelus jenggotnya, katanya: “Kita bergaul sudah
lama, kenapa kau tidak berlaku mesra dan intim kepada
kami!”
“Cis tidak tahu malu!” damprat Jip Hoat dengan muka
merah, “Setan pendek jangan kau cerewet, awas kucomot
hancur seluruh cambang tikusmu itu!”
Lekas Sui Ki mengkereteken lehernya Jip Hat jadi geli
sendiri, secepat ia berkata kepada Koan San gwat: “Bing
hengte! Kau tidak merasa Toa sucimu terlalu kasar bukan? ”
Koan San gwat serba runyam, tak tahu apa yang harus
dikatakan. Lekas Jin Tho menimbrung “Jip Hoat ayo lekas
jalan. Jangan kau bikin Hujin marah karena terlalu lama
menunggu!”
“Benar!” seru Jip Hoat sadar, “Hujin suruh aku menyusul
kemari supaya kalian lekas menghadap! Mari lekas.”
“Jip Hoat!” ujar Jing Tho tertawa berseri, “Silahkan kau lari
lebih dulu memberi lapor kepada Hujin segera kami membawa
Koan lote kesana. Ingat agulkan Bing lote lebih dulu, supaya
Hujin menaruh kesan baik kepadanya!”
Jin Hoat manggut manggut, katanya: “Aku tahu, kalau
Hujin marah, kalian berduapun pasti menerima akibatnya!”
Sembari bicara ia menggerakan pinggang nya , tahu tahu
badannya berpusar seperti angin lesus lalu lenyap. Meski Koau
San gwat merasa lega, namun melihat gerak tubuh orang
waktu melayang pergi, diam diam bersekat sa ubarinya.
“Lote!” kata Sui menghampiri Koan San gwat, “Kau bakal
ketiban rejeki, perempuan gila itu agakanya kepincut kepada
kau, agakanya sekali pandang lantas jatuh cinta. Asal kau
berhubungan intim dengan dia, didalam Khong ham kiong
leluasa berbuat apa saja!”
Merah padam muka Koan San gwat.
Lekas Jing Tho menegor temannya itu “Sui Ki! Kau
membual apa, orang sudah memikul tangung jawab
kesalahanmu, tapi kau masih menggodanya, Koan siheng,
kulihat gendik itu memang jatuh hati kepada kau. Sudah tentu
kau tidak akan ketarik padanya namun kami harap kau jangan
membuat runyam dan malu, di dalam Khong ham kiong
kecuali Gwat hoa Hujin, dialah yang berkepandaian paling
tinggi …”
“Apa? Jadi aku harus memberi hati dan merayu dia? Tidak
bisa begitu melilat dia aku lantas mual. Sungguh aku tidak
mengerti apa yang sedang kalian ributkan, tanpa hujan dan
angin tahu tuhu mengganti namaku seenak udel sendiri kini
aku harus …”
“Koan siheng, sabarlah.. sabar” demikian bujuk Jing Tho,
“Soal ganti nama mungkin adalah maksud Tay Sui, harap kau
percaya bahwa kami sedang bantu kau, bantu nona Thio, kini
tiada tempo kujelaskan, kelak kalau ada waktu, kami akan
memberi penjelasan kepada kau…”
Koan San gwat marah marah, katanya “Urusan lain aku
tidak perlu tahu tapi kalian harus jelaskan kepadaku. Gwat hoa
Hujin siapa bila berhadapan supaya aku bisa bertindak
menurut keadaan!”
Jing To menghela napas, lalu berkata pelan pelan, aku
cuma bisa beritahu kepadamu bahwa ilmu silatnya sudah
mencapai puncak tertinggi! Cukup kau tahu akan hal ini saja.
Marilah kita berangkat, kalau terlambat Hujin bisa marah,
harus ku betitahu pula kepadamu, bahwa Jip Hoat sebetulnya
orang yang baik hati, tindak tandukanya mambuat kau sebal
dan mual, tapi sebetulnya amat bijaksana dan saleh, jangan
kau pandang rendah dirinya.” Sampai disini ia menghela napas
pula, lalu angkat tangan mendesak : “Lekas berangkat tabiat
Hujin amat keras, bila beliau menunggu terlalu lama, memang
bisa runyam akibatnya!”
Sui Ki lantas tarik lengan baju Koan San gwat terus diseret
kedepan seperti menuntun binatang layaknya, setelah
melewati rumpun bambu mereka terus beranjak kedepan.
Terasa oleh Koan San gwat tenaga orang amat besar, tanpa
kuasa ia ditarik maju kedepan, rasanya kurang biasa, namun
tenaga tarikan Sui Ki amat aneh, tangan menarik disebelah
depan, namun tenaga nendorong disebeleh belakang seolah
olah dirinya didorong dari belakang sehingga ia tidak mampu
mengerahkan tenaga untuk berontak.
Setelah keluar dari hutan sampailah mereka disebuah
taman kembang yang amat luas, berbagai tanaman kembang
berkelompok berbeda beda, disebelah taman kembang adalah
sederetan bangunan rumah berpetak petak yang serba indah
dan megah, berloteng lagi deretan paling depan berpintu
gerbang besar dengan daun pintu terbuat dari batu pualam
putih, di atas belandar tergantung sebuah pigura besar yang
bertuliskan Khong gam kiong tiga huruf emas.
Disaat mereka tiba didepan pintu gerbang menaiki tangga
batu, tampak oleh Kon San gwat laki laki bernama Tay Su
yang pernah dilihatnya dibawah gunung itu memapak maju,
air mukanya gelisah. Belum lagi Koan San gwat sudah angkat
tangan dan berkata “Tay Sui, Aku maklum akan kesulitanmu
tak usah dikatakan lagi.”
Sedikit berubah air muka Tay Su, katanya: “Aku hanya
ingin mendarma baktiku tenagaku, kuharap kau memberi
maaf karena aku mengganti namamu soalnya terpaksa, baru
kuajak kau naik kemari untuk bertemu dengan Hujin, jangan
kau manyinggung nona Thio ..!”
Jing Tho menyala “Kita sudah manjelaskan kepadanya, kau
tidak usah rewel lagi …” belum lagi Koan San gwat mengambil
sikap, Jip Hoat muncul dengan suara keras berseru lantang
“Hujin memberi ijin Bing Jian li segera menghadap!”
Meski Koan San gwat tahu bahwa Gwat hoa Hujin seorang
tokoh yang segani, tapi dirinya harus munduk munduk
didepan seorang tokoh yang disegani, betapapun tidak sudi.
Maka dengan sikap acuh tak acuh ia beranjak dengan lekas.
Begitu memasuki balairung, pandangannya menjadi terang.
Balairung besar dan panjang ini perasis istana raja, sangat
hebatnya dibuat dan batu Tay li, lantainya batu hijau yang
mengkilap di tengah balairung dibangun sebuah panggung
batu persegi, sekeliling panggung dikeliling pagar pendek
setengah tumbak terbuat dari emas, disebelah depan terdapat
sembilan tangga batu dari jade, diatas panggung terletak
sebuah kursi kebesaran yang terukir dan bertatakan perhiasan
berbagai macam bentuk dari jambrud, manikam dan berlian
yang tak ternilai harganya, diatas kursi kebesaran bercokol
seorang perempuan pertengahan umur yang berpakaian
mewah dan perlente, tak usah disangsikan lagi bahwa
perempuan ini Gwat hoa Hujin adanya.
Usia Gwat hoa Hujin kelihatan baru empat puluh, rambut
kepalanya tersanggul, menggunakan jubah panjang warna
putih yang terbuat dari sutra kembang, wajahnya cantik
mengandung wibawa, sikapnya angker dan agung, benar
benar orang menaruh hormat dan tunduk kepadanya.
Di belakangnya berdiri dua perempuan berpakaian seperti
Jip Hoat, usia mereka tiga puluhan, mereka adalah Hui Kak
dan Coa Ping, dipanggung sebelah kiri berdiri seorang laki laki
pertengahan umur, sikapnya garang gagah, mukanya
bercambang bauk tebal warna hitam, berpakaian Bucu (kaum
persilatan) mengenakan sepatu panjang, pinggangnya
menyoren pedang panjang, jelas bahwa orang inilah yang
bernama Tam Kiam.
Biasanya Koan San gwat amat sombong, namun ia tertekan
oleh sikap agung dan wibawa sinar mata Gwat hoa Hujin, air
mukanya mengunjuk sikap hormat, segera ia bersoja, serta
berseru “Cayhe, Bing … Jian li menghadap Hujin!”
Hampir suji ia memperkenalkan nama aslinya sebagai Bing
tho ling cu Koan San gwat, Tay Su, Jing Tho dan Sui Ki, yang
mengintil dibelakangnya menarik napas lega.
Sikap Gwat hoa Hujin amat tawar, tidak menunjukkan
sesuatu reaksi, salah satu perempuan yang berada
dibelakangnya membentak sambil melotot. “Kenapa tidak
berlutut? ”
Berdiri alis Koan San gwat, timbul sikap pongahnya,
serunya angkat dada : “Kenapa aku harus berlutut? ”
Perempuan itu menegur, baru saja hendak mengumbar
amarah, mendadak Gwat hoa Hujin mengulap tangan serta
berkata perlahan. “Hwi Kik! Tidak perlu cerewet, dia baru
datang sebelum paham tata krama disini, kelak harus
diajaikan padanya.”
“Bing jian li! coba kau maju lebih dekat!”
Koan San gwat maju beberapa tindak, terpaut setengah
tumbak dari kaki tangga di depan panggung, dengan cermat
Gwat hoa Hujin mengamat amati sebentar lalu manggut
manggut ujarnya “Ehm, perawakkanmu kekar dan gagah, Tay
Su mengatakan tulisanmu amat bagus, tadi Jip Hoatpun
mengatakan dengan pedangmu kau berhasil mengalahkan Sui
Ki dan Jing Tho, kelihatannya kau serba pandai dalam ilmu
sastra dan ilmu silat!”
Suaranya merdu, namun mengandung wibawa yang tidak
boleh dibangkang, namua bagi Koan San gwat hal ini tidak
dianggapnya, dengan tertawa sombong ia berkata “Cayhe
sekolah belajar kungfu kepalang tanggung pujianmu ini
sungguh tidak berani kuterima.”
“Bing Jing li,” seru Jip Hoat gugup melihat sikapnya yang
kurang ajar, “Mana boleh kau bicara kasar dengan Hujin? ”
Koan San gwat anggap lupa pesan tadi tanyanya dengan
pongah: “Bagaimana aku harus bicara?”
Seau sudah tahu? ”
“Ya, pernah kudengar:”
Jip Hoat menjadi gugap dan membanting kaki, sebalikanya
Gwat hoa Hujin tertawa, katanya : “Hoat! Kaupun tidak usah
turut campur, sikapnya terang tidak mau tunduk, kalau tidak
tunduk tentu ada alasannya, sebab sampai detik ini, kalian
tiada berhasil membuatnya takluk”.”
Kali ini bicara lebih lembut dan halus, tidak mengandung
wibawa sewajarnya, karuan Jip Hoat dan lain lain menjadi
heran dan tercengang.
Sembari tertawa berkata pula Gwat hoa Hujin : “Ketujuh
pembantuku ini memiliki semacam kepandaian, yang berbeda
mungkin kau sudah tahu ?”
“Ya, pernah kudengar.”
“Nama mereka ditentukan sesuai dengan kepandaian
masing masing, aku menganggap mereka ahli ahli didalam
dunia ini, namun kudengar kau lebih unggul dari mereka …”
Koan San gwat rikuh katanya tertawa kikuk : “Terima kasih
akan pujian yang berkelebihan ini Yang benar aku pernah
menulis beberapa huruf, sebalikanya gaya tulisan Su sinseng
amat kuat dan bagus, nila nila karyanya itu betapapun tidak
memadai!”
Gwat hoa Hujin berpaling kesamping Tay Su menjadi gugup
dan berkeringat, katanya tersipu sipu : “Hujin! Bing lote
memerlukan latihan yang lebih matang, padahal bakat bakat
dan kepandaiannya amat hebat, bila berlatih beberapa
lamanya pasti dapat melampaui hamba …”
“Maka itu! Dengan latihannya dalam usia begini muda, aku
percaya tiada tandingannya diseluruh kolong langit, terhadap
nya kau merendah kuduga penilaian mu tentu tidek meleset!
Mengenai kekalahan Sui Ki dan Jing Tho …”
Bergegas Sui Ki tampil kedepan katanya, membungkuk
“Ilmu pedang Bing lote benar benar hebat …”
Gwat hoa Hujin tersenyum tanyanya. “Yang kutanyakan
bukan soal pedang, dalam bidang ini kalian memang jauh …”
Sui Ki mengkeretekan leher, sahutnya tertawa. “Dalam
bidang musik dan catur sebetul nya kami belum pernah
bertanding, namun dalam percakapan Bing lote dapatlah
dinilai sampai dimana tingkatnya …”
“Baik, kau tidak usah banyak omong, aku hanya heran,
kalian biasanya tidak mau tunduk pada orang lain, kenapa
terhadap anak muda ini belum bertanding sudah mengaku
asor? ”
Kata kata terakhir suaranya menjadi ketus dan kereng
penuh wibawa, karuan Sui Ki, Jing Tho dan lain lain mencelos
hatinya, bergegas Tay Su tampil kedepan serta katanya:
“Hamba sekalian melihat Bing lote punya bakat yang luar
biasa dan merupakan pilihan yang tiada bandingannya, maka
kami ingin mengundangnya kemari untuk dihadapkan kepada
Hujin!”
“Apa persoalannya begitu saja?” jengek Gwat hoa Hujin,
“Kalian memujinya setinggi langit, aku jadi kurang percaya,
Tan Kiam cobalah kau gebrak beberapa jurus dengan dia. Tam
Kiam yang berpakian Busu segera mengiakan sambil menjura,
dari pinggangnya ia melolos sebilah pedang panjang, batang
pedangnya bersinar hijau gelap, kelihatannya tidak menyolok,
cuma bentuknya kelihatan kuno!
Koan San gwat melengak, katanya “ Aku kemari bukan
untuk bertanding pedang.”
Gwat hoa Hujin melirikanya, tanyanya:”Lalu untuk apa kau
kemari!”
Saking gelisah muka Tay Su basah oleh keringat, Koan San
gwat melihat kelakuan orang gagap dan kuatir, maka dengan
tawar ia berkata: “Tay Su sianseng mengundangku kemari
untuk berkenalan dengan beberapa orang kosen!”
Tay Su kelihatan bernapas lega, cepat ia menimbrung
“Hamba mematuhi petunjuk Hujin, tidak berani sembarangan
memberi keterangan keadaan di sini kepadanya, namun
betapa sulit mendapat seseorang seperti Bing lote yang
berbakat dan bertulang begitu bagus, sengaja kuundang
kemari ingin kuperkenalkan dengan Hujin ….”
Gwat hoa Hujin mendengus, katanya:
“Jadi tadi kau ngapusi aku ?”
Gemetar badan Tay Su, lekas Jing Tho menyela: “Tay Su
tidak ngapusi Hujin, dia memberi pesan setelah kami, bertemu
dengan Bing lote, baru akan menjelaskan keadaan disini
kepadanya, hal ini sudah kami terangkan kepada Bing lote!”
Gwat hoa Hujin beralih kepada Koan San gwat tanyanya:
“Kalau kau sudah tahu kenapa tidak ingin diuji menurut
ketentuan? ”
“Ujian apa?” tanya Koan San gwat melengak.
“Sute kenapa kau begitu pelupa,” lekas Jing Tho berseru.
“Bukankah tadi sudah kuberitahu, untuk menetap di Khong
ham kiong diharuskan mempunyai suatu kepandaian khusus,
Hujin menyuruh Tam Kiam bertanding pedang dengan kau
merupakan salah satu ujian bagi kau.”
Melihat tampang orang yang harus dikasihani, Koan San
gwat jadi kasihan. Untuk membongkar bualannya, segera ia
tertawa, katanya. “Kiranya begitu, aku tidak jelas, tadi hanya
kudengar katanya harus adu senjata, tidak dijelaskan soal
ujian segala. Dan lagi aku kemari bukan untuk adu jiwa, tanpa
sebab kenapa harus menggerakkan senjata? ” Sikap acuh tak
acuh amat takabur, karuan Gwat hoa Hujin dongkol,
hidungnya mendengus.
“Mari silahkan!” Tam Kiam merangkap kedua tangan lalu
bergaya, pedangnya melintang menunggu serangan Koan San
gwat. Melihat gaya kuda kuda orang Koan San gwat jadi
melongo dan terkejut, karena gaya kuda kuda itu amat
dikenalnya, itulah gaya permulaan dari Siu la kiam hoat jurus
pertama.
Siu lo jit sek adalah bekal kepandaian Cia Ling im yang
diajarkan pekli Put ping ilmu pedang tunggal perguruan
mereka rahasia, dari mana orang inipun dapat
mempelajarinya? Tapi justru selanjutnya belum lagi
dilancarkan jadi belum berani memastikan.
Perlahan lahan Koan San gwat melolos Pek hong kiam,
dibawah sinar pancaran pedangnya yang menyilaukan mata,
dilihatnya rona wajah Gwat hoa Hujin berubah.
Melihat Koan San gwatpun sudah melolos, segera Tam
Kiam berkata enteng “Silahkan Bing heng memberi petunjuk!”
Untuk membuktikan jurus jurus pedang orang adalah Siu lo
kiam hoat, Koan San gwat menjawab sambil geleng kepala :
“Tidak Silahkan Sianseng mulai!”
Tam Kiam tidak sungkan lagi, pedang diangkat kedepan,
sebelah kakinya maju selangkah terus menyerang. Gaya
serangannya tidak salah persis dengan tipu tipu pedang Siu lo
jit sek, jurus pertama adalah Hau jan cu jiu yang berbeda
hanyalah batang pedangnya tidak merembes gulungan asap
tebal serta suara seperti jeritan setan neraka, namun perbawa
dan kekuatan nya jauh lebih besar.
Tiada pilihan bagi Koan San gwat terpaksa harus keluarkan
ajaran Tay lo kiam hoat untuk melayani, Pek hong kiam
bergerak dengan jurus Kao kun sip ting.
Dua jalur hawa seketika berputar dan saling bentrok
dengan hebatnya, namun benrokan kali ini tidak
mengeluarkan suara, namun kejap lain tahu tahu kedua pihak
mental mundur berpencar.
Koan San gwat menarik napas lega, diam diam merasa
beruntung. Karena Siu lo jit sek dibawah permainan Tam Kiam
hakikatnya jauh lebih hebat dan besar kekuatannya dari Cia
ling im tempo hari, namun karena tiada asap tebal menutupi
udara hingga mengelabui pandangan mata, maka ia melihat
jelas gerak perubahan ilmu pedang lawan, justru Tay lo su sek
memang diciptakan khusus untuk mematahkan dan mengatasi
segala gerak perubahan rumit dari siu lo su sek, maka
beruntung ia dapat menandingi jurus pertama tadi.
Tapi lain pandangan mereka yang menonton, kecuali Gwat
hoa Hujm, termasuk Tam Kiam sendiripun mengeluarkan
sorak pujian malah Jing Tho, Siu Ki dan Tay Su bertiga
memberi reaksi lebih hebat lagi.
Hening sejenak, Tam Kiam mulai melancarkan jurus kedua,
yang dilancarkan adalah jurus pedang dari Siu lo kiam hoat
pula yaitu Siu hun toh pek.
Tanpa ayal atau ragu sedikitpun Koan San gwat melawan
dengan jurus San gak eng si. Hawa pedang saling gubat dan
untuk kedua kalinya, kali ini Koan San gwat tidak kelihatan
enak dan enteng seperti jurus pertama, lwekang Tam Kiam
masih diatas kemampuan Cia Ling im, kekuatan lwekangnya
yang hebat menggerakan pedangnya dengan berat hingga
menekan amat hebat, hampir saja ia tidak kuasa bergerak,
untunglah San gak eng si merupakan jurus pertahanan yang
maha ampuh, ia berhasil menangkis dan mengatasi jurus
serangan lawan Tam Kiam menarik pedang lalu mundur dua
langkah, air mukanya menunjukan yang sulit dilukiskan.
Demikian juga Gwat hoa Hujin tidak menguasai ketegangan
hatinya, tak tertahan hidungnya bersuara keheranan.
Sejenak Koan San gwat mengatur napas dan
mengembalikan semangat, tiba tiba ia bergerak lebih dulu,
mendadak Pek hong kiam memancarkan cahaya lebih terang
dan melebar dengan kecepatan kilat beruntun mendesak maju
melancarkan dua jurus serangan sekaligus, yaitu Si jit tang
sang seng dan Pek hong koan ju. Kedua jurus ilmu pedang ini
termasuk tipu penyerangan yang maha dasyat namun
tindakannya ini justru melanggar kebiasaannya.
Tempo hari waktu berhadapan dengan Cia Ling im, ia
menunggu pihak lawan menyerang lebih dulu, baru ikut
bergerak menyesuaikan gerak serangan musuh. Dalam
prakteknya Tay lo su sek memang harus demikian, karena
keempat jurus ilmu pedang berinti ketenangan untuk
mengatasi gerakan, terutama untuk mengatasi rangsakan
musuh lalu manyusup lobang kelemahan lawan dan
memunahkan serangan lawan.
Akan tetapi Koan San gwat tidak mau mematuhi ketentuan
itu, serangan pedang Tam Kiam kelihatannya tidak
menunjukan lubang kelemahan yang diharapkan kalau dia
harus menunggu orang menyerang, terpaksa dia harus
bertahan dan membela diri belaka, kalau tidak kuat bertahan
berarti dirinya bisa kalah secara konyol.
Bekal lwekang yang dimiliki Tam Kiam, bagaimana juga
Koan San gwat tidak akan mampu melawannya, kecuali ia
menyerang lebih dulu, tindakkan ini secara untung untungan
belaka.
Jurus Si jit tang eng merupakan serangan menyeluruh yang
amat dahsyat, lekas Tam Kiam angkat pedang mentabirkan
cahaya pedang yang amat kokoh didepan badannya, laksana
lapisan mega membendung sinar matahari, sehingga serangan
Koan San gwat seluruhnya dibendung dan dipunahkan.
Namun jurus kedua Pek hong koan jit merupakan titik
serangan yang dirobah menjadi tusukan lurus, serangannya
teramat cepat lagi sehingga Tam Kiam tidak sempat lagi
merubah gerakkan permainan pedangnya untuk menghadapi
tusukkan lawannya, tusukkan lawannya bagaikan airbah yang
dilandasi ketajaman Pek hong kiam yang menembus
pertahanan cahaya tabir pedangnya.
“Trang!” dua senjata sakti itu saling bentur dengan keras
sekali sehingga memercikkan kembang kembang api yang
sangat terang.
Koan San gwat tergentak mundur selangkah, telapak
tangannya terasa pedas dan kesemutan, sekuatnya ia
memegang kencang senjatanya supaya jangan sampai
terlepas jatuh, namun rona wajahnya tampak terkejut
keheranan, yang dikejutkan bukan gaya permainan pedang
lawan namun, adalah kehebatan lwekangnya yang amat aneh
sekali.
Jelas bahwa tusukkan pedang Koan San gwat sudah
berhasil menembus kelemahan lawan sungguh tidak terpikir
olehnya pada saat yang sangat kritis itu Tam Kiam masih
mampu menyalurkan kekuatan lwekangnya di batang
pedangnya sehingga pedang kuno yang sakti itu berubah
menjadi semacam besi sembrani, dan keluarlah tenaga sedot
yang amat besar, maka Pek hong kiam tersedot balik dan
membentur batang pedang lawan dengan keras.
Pedang lawan yang berwarna hijau gelap itu memang
kelihatannya aneh, bentrokkan yang begitu kerasnya dengan
pedang Pek hong kiam tapi tidak mendapat cidera sedikitpun,
malah mengeluarkan daya sentulan yang amat keras pula,
sehingga pedangnya hampir terlepas dari pegangannya.
Keadan Tam Kiam begitu tidak runyam, pedang panjangnya
teracung tinggi lalu menukik terus berputar dan masuk
kedalam serangkanya dengan berdiri tegak, lalu ia menghadap
kearah Koan San gwat dan menjura, serta katanya “Ilmu
pedang Bing heng memang teramat hebat, hamba bukan
tandingan!”
Koan San gwat melengak, dalam gebrak yang berlangsung
tadi, jelas dirinyalah yang berada dipihak yang kalah, kenapa
orang itu mengaku kalah. Sejenak ia berpikir akhirnya ia
teringat akan pesan Jing Tho, bahwa Tam Kiam akan
membantu dirinya, bukan mustahil orang sengaja mengalah
kapadanya. Dapatkah aku menerima kebaikannya? Segera
Koan San gwat berkata tertawa dingin: “Sianseng terlalu
sungkan pedangku tidak sampai lepas, aku sudah mendapat
muka …”
Tam Kiam tertawa ngeri tanpa bersuara lagi.
Segéra Jip Hoat tampil kedepan, serunya “Bing heng, tidak
kira ilmu pedangmu begitu lihay, kecuali Hujin, Tam Kiam
biasanya mengagulkan ilmu pedangnya, namun kau berhasil
mengalahkan dia …”
“Aku mengalahkan dia?” teriak Koan San gwat.
“Tidak salah,” ujar Jip Hoat cekikikan, “Kalau dia tidak
menggunakan Ceng so kiam sudah pasti tusukan pedangmu
mungkin sudah mengenai kepalanya! Hal ini membuktikan
bahwa ilmu pedangmu berada diatas tingkatannya, boleh
dikata ahli pedang nomor wahid diseluruh jagat …”
Sampai disini ia sadar ucapannya sudah keliru, lekas ia
mènambahkan “Sudah tentu yang kumaksud kecuali Hujin …”
Maka Gwat hoa Hujin berbicara “Jip Hoat! Kau salah lagi!
Mungkin aku bisa mengalahkan dia dengan lwekang. namun
bila dinilai permainan pedangnya, aku sendiri belum unggul
melawan Tam Kiam, mana mungkin aku dapat mengalahkan
dia!” kata kata ini membuat semua orang jadi melongo, cuma
Koan San gwat kelihatan heran, karena seluruh perhatiannya
tumplek pada nama Ceng so kiam yang berada ditangan Tan
Kiam itu.
Diwaktu Koan San gwat menerima Pek hong kiam dari Oen
Kiau, orang tua itu pernah menjelaskan kepada Kaon San
gwat kecuali Pek hong kiam yang sakti ini diatasnya masih ada
Ci seng, Ceng so kiam dan lain lainnya yang kesaktiannya
melebihi Pek hong kiam, sungguh tidak nyana ternyata Ceng
so kiam berada ditangan Tam Kiam …
Kalau demikian jurus Pek hong koan jit tadi memang benar
benar membuat lawan sukar untuk menandingi serangan
pedangnya, bahwa Tan Kiam bisa selamat dari tusukkan
pedangnya tidak lain karena ia mengandalkan dari
keampuhannya Ceng so kiam, tidak heran kalau dia mau
mengaku kalah.
Sementara itu tampak Gwat hoa Hujin mengulum senyum
lebar, katanya: “Bing Jian li, sejak saat ini kau sudah termasuk
salah satu penghuni Khong ham kiong kita!”
“Tidak!” teriak Koan San gwat tegas, “Aku … ..tidak
mungkin …”
“Kenapa tidak mungkin? ”
“Aku tidak mungkin menjadi pembantu Hujin…”
“Sudah tentu aku tahu kau berbakat dan mempunyai ilmu,
jabatan pembantu sudah tentu merendahkan derajatmu,
benar tidak? ”
“Bukan begitu maksudku.”
“Aku maklum akan maksudmu, kau punya kepandaian
mencakup berbagai bidang, kedudukan kecil tidak akan
memuaskan hatimu, namun kau perlu berpikir secara obyektif,
kau hanya unggul dalam bidang permainan pedang, kecuali
dari itu seperti memetik harpa main catur, dan menggambar
… Cukup meletihkan untuk kau pelajari, anak muda kau
bersikap tinggi hati adalah baik, tapi kalau berkelebihan
akhirnya akan menjadi sombong dan ponggah …”
Berkerut alis Koan San gwat mendengar komentarnya, baru
saja hendak bicara Gwat Hujin melanjutkan lagi, “Aku tahu
kau belum puas aku jadi kehilangan akal, tapi… aku memang
ketarik akan bakat dan kepandaianmu, begini saja, kau
kuangkat sebagai Hu hoat Su cia (duta pelindung) Khong ham
kiong kita ketujuh pembantuku ini kuserahkan kepada kau
bisa untuk memimpinnya, bagaimana sudah puas belum!”
Melihat Koan San gwat masih ingin menolak, lekas Jip Hoat
menimbrung: “Bing heng te! Begitu tinggi penghargaan Hujin
kepadamu mungkin kami bertujuh tidak terpandang dalam
matamu, tapi dapat selalu mendampingi Hujin, setiap saatkan
dapat mohon petunjuknya berapa besar manfaat yang kau
peroleh…” sembari bicara ia mengedipkan mata seperti
membujuk dia lekas menerima anugrah ini. Begitu pula Tay Su
dan lain lain mengunjuk rasa kuatir.
Koan San gwat menjadi geli, kalau urusan berlarut, kapan
ia bisa menyelesaikan tujuannya, akhirnya ia nekad, katanya
bergelak apapun lantang: “Bicara memang begitu, bagaimana
pun tinggi jabatanku tetap sebagai orang bawahan, aku tidak
Paham dalam hal apa Hujin memberi manfaat diriku …”
Berubah air muka Jip Hoat, teriakanya “Bing lote! Gila kau!
Jangan kau kurang ajar terhadap Hujin …”
Koan San gwat tertawa lebar tanpa bersuara.
Diluar dugaan Gwat hoa Hujin malah tersenyum manis,
katanya: “Dalam hal ini tidak bisa salahkan dia, keadaan
sudah berlarut, kalau aku tidak menunjukan sejurus dua
permainan, memang sulit menundukan dia. Anak muda,
menurut kau dalam bidang apa kau lebih unggul untuk
bertanding dengan aku?”
“Aku tahu Hujin punya kemampuan apa maka sulit
menjawab pertanyaan ini!”
Gwat hoa Hujin tertawa katanya: “Judul apapun yang kau
ajukan pasti kuladeni!”
Amat sombong, tapi sikap Koan San gwat tebih pongah
katanya bergelak tertawa: “Apa yang Hujin bisa! Aku yakin
dapat mencobanya.”
Baru sekatang Gwat hoa Hujin tretegun dalam Khong ham
kiong baru pertama ini ia mendengar orang bicara demikian
kepadanya tujuh orang lainnya juga berdiri menjublek sepihak,
mereka kuatir akan keselamatan Koan San gwat, dilain pihak
merekapun takjup oleh kesombongannya, tak tahu apa yang
harus mereka lakukan …
-oo0dw0oo-
Jilid 18
Terdengarlah gwat hoa Hujin berkata tertawa : “Bagus
sekali, mungkin kau memang serba bisa, maka berani takabur,
Khong ham kiong memiliki tujuh kepandaian biar
kuperlihatkan satu diantaranya saja. Jing Tho! Keluarkan
harpa dan siapkan pertandingan!”
Jing Tho mengiakan bergegas kepojok mengeluarkan
sebuah harpa, setelah membuka kain sutra, dikeluarkannya
sebuah alat musik yaitu harpa model kuno diletakan dibawah
panggung batu, terus mengundurkan diri.
Lemah gemulai pelan pelan Gwat hoa Hujin bangkit lalu
melangkah turun kedekat harpa, katanya tertawa: “Untuk
bertanding main harpa tidak perlu susah susah dengarkan saja
petikan harpaku sampai selesai, bila tidak terpengaruh
sedikitpun, baru aku mau percaya kau sebagai pemetik harpa
nomor satu tanpa tandingan diseluruh jagat …”
“Urusan sudah terlanjur, tidak mungkin dirinya mundur,
terpaksa Koan San gwat harus menghadapi kenyataan. Sejak
kecil ia sudah mendapat bimbingan Tokko Bing, tentang musik
bakatnya memang cukup berbobot, apalagi menghadapi
seorang ahli dalam bidang ini, sekali jiwa lena bisa celaka,
seorang ahli lwekang dapat menyalurkan tenaga dalam
permainan alat musiknya, melukai orang tanpa membawa
bekas …
Tapi Koan San gwat tidak kelihatan takut. Pertama dia
percaya bahwa Gwat hoa Hujin tiada niat mencabut jiwanya,
kedua nada musik dapat melukai orang karena
membingungkan alam pikiran orang itu lalu menguasai
sanubari dan semua gerak geriknya. Asal dapat mendengar
seperti tidak mendengar, tentu ia tidak akan terpengaruh oleh
segala suara yang mengelabui semangatnya.
Maka segera ia duduk bersimpuh, kedua telapak tangan
diletakkan di atas kedua lutut nya seperti hwesio yang semedi,
matanya di picingkan lalu katanya: “Silahkan Hujin mulai!”
Gwat hoa Hujin tersenyum melihat gaya dudukanya itu,
katanya perlahan “Kelihatanya kau mamang ahli dalam bidang
ini, awas yaa!”
Seiring dengan kata katanya, jari jarinya yang runcing halus
sudah mulai memetik senar harpa, begitu suara senar
berbunyi, badan Koan San gwat seperti tersentak perlahan
diam diam ia terkejut, terasa irama harpa ini luar biasa, seolah
olah ujung jarum yang runcing menusuk telinga meski tidak
terasa sakit, namun babak selanjutnya sulit dikatakan. Gwat
hoa Hujin memperhatikan reaksi nya , iapun sangat heran,
karena selentikan senarnya yang pertama, jarang ada orang
yang kuat bertahan, sebalikanya anak muda dihadapannya ini
hanya mukanya saja yang mengkeret sedikit, badan sedikitpun
tidak bergeming.
Sesaat ia menjublek, tiba tiba hatinya mangkel, seolah olah
wibawa dan keagungannya tergempur, beruntun jari jarinya
segera bergerak, irama musik yang mengalun panjang dan
tinggi…
Semula Koan San gwat terpengaruh oleh gelombang musik
itu, namun belakangan ia makin tenang dan akhirnya seperti
tidak mendengar sama sekali, mengulum senyum manis
malah.
Bukan saja keadaan ini membuat Gwat hoa Hujin melengak
heran dan kaget, Jing Tho yang menonton disebelah
sampingpun tidak percaya akan apa yang dilihatnya. Diantara
tujuh bawahan Gwat hoa Hujin hanya dia seorang yang bahwa
irama yang dipetik Gwat hoa Hujin adalah gelombang musik
pembunuhan yang tiada taranya diadunia ini, meski beliau
belum mengerahkan seluruh kemampuannya, tapi taraf yang
diperlihatkan ini sudah bukan olah olah hebatnya.
Namun anak muda ini bukan saja tidak terluka, malah
seolah olah sedang menikmati musik yang mengasikan
pendengaran, tersenyum senyum lagi. Hanya satu
penjelasannya bahwa anak muda ini memang benar benar
seorang ahli dalam bidang musik, seorang yang berbakat
tinggi dan orang kosen pula dalam pedang.
Hilang senyum tawa yang terkumpul di wjah Gwat hoa
Hujin, rona wajahnya amat serius dan kelam, jarinya bergerak
semakin cepat seperti menari saja diatas senar. Tiba tiba
gema suara rendah berat dan kuat berkumandang semakin
keras dan bertenaga. Diantara tujuh pembantu itu, kecuali
Jing Tho, semua sudah menutup kuping, tidak berani
mendengar lebih lanjut.
Koan San gwat duduk tenang seperti tidak terjadi apa apa,
ketenangan dan senyuman nya makin mengobarkan marah
Gwat hoa Hujin, kulit mukanya yang putih halus makin merah
padam dan matanya memancarkan napsu membunuh yang
terkobar, kelima jari nya tertekuk bersama, ia sudah siap
bergaya untuk menjentik senar senar diatas harpa di
depannya.
Saking kejut tak tahan Jing Tho menjerit kuatir: “Hujin
jangan !”
Bentak Gwat hoa Hujin dengan amarah yang meluap luap:
“Memangnya aku harus mengaku kalah terhadap bocah
sekecil ini? ”
Sudah tentu Jing Tho tidak berani menjawab, Gwat hoa
Hujin mendengus, jari jari dilanjutkan menjentik senar.
Agakanya dia sudah berkeputusan untuk gugur bersama,
tindakan yang nekad.
Wajah Jing Tho pucat pasi, ia menunggu gelombang suara
yang mengandung pembunuhan itu berkumandang … tapi
tunggu punya tunggu sekian lamanya, masih belum terdengar
suara yang dinanti nantikan, keruan ia jadi heran cepat ia
angkat kepala memandang kearah Gwat hoa Hujin, tampak
orang duduk menjublek tak bergerak.
Ternyata disaat ia siap menjentik senar yang menentukan,
senar dihadapannya tiba tiba putus sendiri, putusnyapun
aneh, putus tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Terlongong sekian lamanya, mendadak berubah air muka
Gwat hoa Hujin, lekas tangan nya menuding keluar pintu,
tujuh pembantu nya paham apa maksud tudingan itu, cepat
sekali mereka melejit terbang keluar.
Baru saja mereka tiba diambang pintu, didengarnya suara
lantang yang keras berkata tertawa: “Aku ini tamu yang tidak
diundang kenapa mencapaikan kalian menyambut
kedatanganku!”
Tujuh pembantu itu terkejut, serta merta mereka berhenti,
segera Jip Hoat beteriak “Si Bungkuk yang tiba!”
Baru suaranya berbunyi, diambang pintu muncul seorang
tua bungkuk yang berperawakan besar, selebar mukanya
merah menyala, tertawa terkekeh kekeh, sekali ulur tangan ia
jewer pipi Jip Hoat, katanya: “Budak tidak punya aturan,
apakah kau sesuai memanggil aku Si Bunguk segala?”
Meski sakit Jip Hoat cuma mengerutkan alis, namun ia tidak
berani meronta.
Gwat hoa Hujin menarik muka, katanya dingin “Tho ong
berlakulah yang genah, jangan kau bersikap seperti mereka!”
Orang tua bungkuk bergelak tawa sambil melepas serunya:
“Bagus! Bagus Hujin ada perintah, mana berani tidak dengar!”
Sambil mengusap pipinya segera Jip Hoat minggir
kesamping, matanya mendelik.
Terdengar Gwat hoa Hujin berkata dingin, “Dari mana
hasrat Tho ong untuk datang kemari? ”
“Kudengar Hujin sakit, Losiu meluruk jauh ke ci ta bok ho
diperbatasan Tibet, untuk meminta obat sumber air sakti …”
“Terima kasih akan jerih payahmu, penyakitku sudah
sembuh lama!”
“Dari bawah puncak Losiu mendengar Hujin memetik harpa
dengan lwekang yang hebat, jelas memang sudah
memperoleh obat mustajap, agakanya jerih payah Losiu ini sia
sia …”
Gwat hoa Hujin menarik muka, katanya “Jerih payahmu
mengambil sumber air sakti kuterima dengan tulus hati, cuma
Tho ong …”
“Hujin menyalahkan Losiu kenapa memutus kesenangan
Hujin …”
Gwat hoa mendengus sambil bersungut gusar.
Orang tua bungkuk berseri tawa, katanya “ Kuharap Hujin
memberi maaf, sudah lama Losiu mendengar Hujin ahli
pemetik harpa, sungguh beruntung dapat menikmati buaian
musik yang mengisikan sehingga hati terasa gatal, tak
tertahan lantas bersenandung untuk mengiringi …”
Melotot mata Gwat hoa Hujin lalu berpaling kearah Koan
San gwat katanya gegetun: “Aku sudah menduga seorang
membuat gara gara, kalau tidak mana bisa bocah ini kuat
melawan petikan …”
Ucapan ini menyentak, sadarkan ketujuh pembantunya itu,
demikian pula Koan Sin gwat paham sekarang.
Ternyata disaat Gwat hoa Hujin memetik tadi, tusukan
irama yang tajam seperti ujung jarum sungguh membuatnya
menderita bukan main, namun sampai babak terakhir lapat
lapat mendengar sebuah senandung yang amar lirih dan jelas
terngiang dipinggir kupingnya, nada senandung ini enteng
nyaman dan lembut, sehingga petikan harpa yang keras
menusuk itu berubah menjadi gelombang halus, sehingga
perpaduan kedua suara ini begitu mengasikan, maka raut
mukanya lantas menampilkan senyum dikulum. Waktu itu ia
pun heran dan tidak tahu duduk perkara sebenarnya, kini
setelah dikatakan oleh orang tua bungkuk ini, baru dia tahu
bahwa dirinya mendapat bantuan yang berarti dari orang tua
ini tak tahan segera ia dengan perasaan penuh terima kasih.
Diam kiam ia merasa kagum dan takluk terhadap lwekang
orang yang ampuh dan tinggi itu.
Berkatalah siorang tua bungkuk: “Dari irama harpa Hujin
yang semula lembut itu, Lo siu merasakan napsu membunuh
Hujin semakin besar, terpaksa Losiu memberanikan diri”
“Kau memberanikan diri menggerit putus senar harpaku!”
demikian tukas Gwat hoa Hujin dingin.
“Ya karena Hujin sudah marah besar dan hendak
menggunakan Cun thian sin mo Losiu maklum tidak kuat
menandingi gempuran hebat itu, terpaksa aku bertindak lebih
dulu!”
“Tho ong terlalu sungkan, Cun thian im memang lihay ,
namun aku tahu belum mampuh membuat kau cidera….”
“Jangnlah terbawa nafsu Losiu tidak ingin membuat gara
gara dengan Hujin, Cun thian im itu banyak menguras tenaga
dan hawa murni, apalagi penyakit Hujin baru sembuh kenapa
harus mengorbankan jiwa orang dengan sia sia!”
Semestinya Gwat hoa Hujin hendak mengumbar adatnya,
tapi agakanya ia gentar terhadap orang tua bungkuk ini, maka
akhirnya ia bersabar, katanya “Ya, memang ada. Tentang
urusan yang paling ingin diketahui Hujin, Losiu sudah
meadapat sedikit sumber penyelidikan.”
Berubah hebat wajah Gwat hoa Hujin, cepat ia ulapkan
tangan menyuruh tujuh pembantunya keluar. Lekas Jing Tho
menghampiri Koan San gwat serta hendak menariknya ke luar.
Tapi sibungkuk berseru mencegah, seru nya “Biar dia tetap di
sini!”
Koan San gwat sudah berkesan baik terhadap orang tua
bungkuk ini, diam diam dia sudah maklum bahwa sibungkuk
ini tentu bukan orang sembarangan orang.
Dari pertandingan pedang melawan Tam Kiam tadi Koan
San gwat menginsafi bahwa penghuni Khong ham kiong rata
rata berkepandaian tinggi, terutama Gwat hoa Hujin, entah
berapa lipat lebih tinggi kepandaiannya. Untunglah sibungkuk
telah membantunya secara diam diam melawan petikan
harpanya, sehingga ia kuat bertahan. Adalah lebih hebat pula
sibungkuk ini, dari kejahuan ia kuat menggetarkan putus
senar harpa Gwat hoa Hujin, dari sini dapatlah dinilai bahwa
ilmu kepandaiinnya benar benar sulit diukur, Tidaklah heran
kalau ketujuh pembantu Khong ham kiong menaruh hormat
dan jerih terhadapnya.
Namun yang betul betul mengetuk sanubari Koan San gwat
adalah kata kata terakhir si bungkuk ini. Semula ia hanya
mengatakan urusan penting yang amat ingin diketahui dan
bersangkut paut dengan Gwat hoa Hujin. Sementara Gwat hoa
Hujin segera menyuruh para pembantunya keluar, dari sini
dapatlah dabayangkan bahwa urusan ini amat rahasia, namun
sibungkuk justru menyuruh dirinya tetap tinggal …
Gwat hoa Hujin juga tidak mengerti, ini hanya melorot dan
bertanya. “Kenapa dia harus tetap tinggal disini? ”
Si bungkuk tertawa, katanya “Sudah tentu Losiu punya
alasan, kerena persoalan yang Bu jin ketahui, bocah ini bisa
memberi keterangan, malah jauh lebih jelas dari apa yang
Losiu ketahui!”
“Bohong!” sentak Gwat hao Hujin tidak percaya, “Baru saja
dia naik ke …”
“Kenapa Hujin tidak dengar dulu penjelasanku baru
memberi keputusan.”
“Baik! Katakanlah!”
Si bungkuk mengelus jenggot kambingnya, lalu berkata
pelan pelan: “Pertama Losiu akan menyampaikan sebuah
berita duka kepada Hujin. Bahwa orang yang ingin ketahui
jejaknya sudah meninggal di Khong ay san dua puluh tahun
yang lalu …”
Berkerut kerut wajah Gwat hoa Hujin, sedapat mungkin ia
menahan perasaan hatinya, akhirnya tercetus pertanyaan
gemetar: “Apakah benar?”
Si bungkuk manggut manggut, dari dalam bajunya ia
mengeluarkan kutungan gelang jade, katanya sambil
mengacung kedepam “Hal ini pasti tidak salah, untuk
membuktikannya Losiu pernah berkunjung ketempat
makamnya kukeduk kuburan dan kubongkar peti mati nya,
tulang belulang sudah tiada.”
Gwat hoa Hujin menerima kutungan gelang itu, lalu di elus
elus dan diamati dengn seksama. kelopak matanya lambat
laun mengembang air mata, katanya dengan hambar “Aku
tahu dia tidak dapat hidup lama, waktu meniggalkan aku, luka
lukanya cukup berat”
Rona wajah Koan San gwat tiba tiba berubah, maju
selangkah ia berkata. “Hujin! kutungan gelang ditanganmu
bolehkah aku melihatnya? ”
“Minggir kau!” bentak Gwat hoa Hujin gusar, “Jangan kau
cerewet!”
Si bungkuk tertawa, katanya: “Anak muda! Urusan ini tiada
bagianmu, tunggulah sebentar ada urasan lain yang perlu
penjelasan mu !”
Koan San gwat membandel, katanya: “Tidak! Aku harus
memeriksanya sebab …”
Gwat hoa Hujm sudah penarik muka dan hampir
mengumbar nafsunya, si bungkuk mengerutkan alis, katanya:
“Anak muda! kenapa kau harus memeriksanya? ”
“Karena kuingat dulu akupun memilik benda yang hampir
sama dengan itu!”
Gwat hoa Hujin dan sibungkuk tertegun Gwat hoa bertanya
“Dimana? ”
“Entahlah, waktu aku berusia sembilan, guruku
menyimpannya, selanjutnya tidak pernah dikembalikan
kepadaku. Sekarang mungkin masih ada pada guruku …”
“Siapa gurumu? Dimana dia sekarang? ” desak sibungkuk
lebih lanjut.
“Guruku adalah Bing tho ling cu Tokko Bing, sekarang …
jejakanya menghilang” Hampir ia menjelaskan jejak Tokko
Bing, untung segera mengubah kata katanya, sebab ia tahu
bahwa gurunya tidak sudi diganggu oleh sembarangan orang.
Si bungkuk menatap mukanya dengan tajam, sementara
sikap Gwat hoa Hujin menjadi lemah lembut, segera ia
angsurkan potongan gelang serta berkata “Coba kau lihat!
Apakah mirip dengan milikmu itu? ”
Koan San gwat mengulur tangan menerima, gelang jade itu
terlalu lama terpendam dalam tanah, sehingga kelihatan kotor
dan guram, setelah digosok mengkilap lapat lapat masih
kelihatan lukisan irisan berlingkar lingkar. Setelah memeriksa
sekian lamanya, ia kembalikan kepada Gwat hoa Hujin serta
berkata “Bentukanya hampir sama, tapi agak berbeda dengan
milikku itu …”
Wajah Gwat hoa Hujin kelihatan tegang teriakanya:
“Apanya yang berbeda? Coba terangkan? ”
Koan San gwat tidak tahu kenapa orang bersikap begitu
aneh, setelah berpikir ia menjelaskan : “Aku sudah lupa, tapi
gelang jadeku itu terukir pemandangan gunung, diujung atas
nya terdapat bulan sabit! Tidak sama ukiran melingkar ini …”
Mulut Gwat hoa menjerit tertahan, tubuhnya tergeliat dan
gemetar, Koan San gwat jadi heran, tanyanya : “Hujin, kenapa
kau? ”
Gwat hoa berusaha menenangkan perasaannya, katanya
pelan pelan sambil menggeleng: “Tidak apa apa! Lanjutkan
penjelasanmu, dari mana kau peroleh gelang jade itu? ”
“Aku kurang terang, kuingat sejak kecil sudah tergantung
dileherku, waktu kecil dulu aku tidak paham apa maksud
ukiran kembang disebelah bawahnya sampai usiaku genap
sembilan tahun, mendadak, teringat olehku namaku adalah
Koan San gwat, bukan mustahil ada hubungannya dengan
gambar ukiran itu. Waktu kutanyakan hal ini kepada Suhu
menjadi marah besar dan memaki aku lalu merampas gelang
jade itu, sejak itu tidak pernah dikembalikan lagi kepadaku!”
“Bukankah kau bernama Bing Jian li, kenapa ganti nama
Koan San gwat segala!” tanya Gwat hoa Hujin heran.
Kon San gwat merandek sebentar, lalu sahutnya “Tay Su
mengganti namaku sementara waktu!”
Gwat hoa Hujin tidak pedulikau penjelasannya, tanyanya
lebih lanjut: “Adakah gurumu menjawab pertanyaanmu? ”
“Tidak! Dia hanya suruh aku jangan berpikir sembarangan!”
“Apakah kau memang she Koan? Bagaimana sal usulmu
…”
“Entah! Sejak kecil aku ikut Suhu, sedikitpun tidak tahu
menahu tentang asal usulku, nama Koan San gwat adalah
pemberian Suhu pula!”
“Kenapa Suhumu memberi nama itu kepada kau?”
“Mana aku tahu!” sahut Koan San gwat geleng kepala.
“Kenapa kau tidak tahu apa apa.” hardik Gwat hoa Hujin
uring uringan.
“Memang aku tidak tahu. Suhu mengajarkan ilmu
kepadaku, tapi tidak mau memberitahu asal usulku, cuma
dikatakan bahwa aku anak yatim piatu, sejak kecil sudah
diasuh dan dibesarkan beliau.”
“Berapa umurmu tahun ini? ”
“Tahun ini dua puluh enam!”
Gwat hoa Hujin menekuk jari menghitung hitung, air mata
menetes deras, katanya perlahan : “Tidak salah! Duapuluh
enam tahun. Aku matipun dia masih membenci aku!”
Sibungkuk berseru sambil menepuk belakang lehernya :
“Sungguh kebetulan! Aku hampir tidak percaya, didunia ini
ada kejadian sedemikian kebetulan …”
“Tho ong,” ujar Gwat hoa Hujin angkat kepala, “Soal itu
harus ditanyakan biar jelas.”
“Tidak usah tanya! Aku berani tanggung tidak salah lagi!”
“Tidak! Aku merasa kita hati hati. Perasaanku amat risau
dan gundah, dan lagi …”
Sibungkuk manggut manggut, katanya “Losiu paham,
silahkan Hujin menyingkir dulu, setelah Losiu mencari tahu
dan memang cocok dengan kabar yang kuperoleh diluaran,
baru akan kusampaikan kepada Hujin mengenai kejadian dulu
apakah perlu juga kukataan? ”
“Kalau tidak salah!” demikian kata Gwat hoa Hujin setelah
berpikir sebentar, “Silahkan Tho ong menyampaikannya, meski
sekarang aku tidak punya beban dan kekuatiran apa namun
bila urusan lama disinggung pula betapapun rada …”
“Hal itu Losiu tahu, Hujin silahkan!”
Sekilas Gwat hoa pandang Koan San gwat lagi, lalu pelan
pelan masuk kedalam.
Koan San gwat keheranan dibuatnya, setelah Gwat hoa
Hujin tidak kelihatan, berkatalah sibungkuk dengan kereng.
“Anak muda! Duduklah kau! Losiu akan bercerita sebuah kisah
lama kepadamu. Cerita ini mungkin ada hubungannya dengan
kau, kau harus mendengar dengan cermat!”
Koan San gwat tidak tahu permainan apa yang hendak
dilakukan orang, namun melihat sikap kerengnya itu, terpaksa
ia duduk di lantai, siap mendengarkan ceritanya. Sibungkuk
menengadah sebentar lalu meaarik napas panjang dan mulai
bercerita “Kisah ini harus diamulai sejak tiga puluh tahun yang
lalu, waktu itu Losiu masih muda, baru lima puluhan…”
Mendengar orang berusia lima puluh masih di katakan
muda, hampir saja Koan San gwat tertawa. Lekas si bungkuk
melototkan mata, katanya: “Jangan tertawa! Meski sudah
berusia lima puluh namun rambut Losiu masih hitam pekat,
kelihatan tidak lebih tua dari kau, kenapa tidak terhitung muda
… Ah kenapa aku ngelantur, baiklah kumulai saja.. Tiga puluh
tahun yang lalu, Lohu berkenalan dengan seorang sahabat,
temanku itu jauh lebih hebat dari aku, ilmu sastra atau ilmu
silat sama sama hebat melebihi orang lain. Usianyapun baru
tiga puluhan begitu bertemu dengan Lohu lantas menjadi
sahabat kental. Waktu itu Losiu punya dua musuh buyutan
kedua musuh buyutan ini terdiri suami istri, meski usia mereka
rada muda dari aku, namun kepandaian silatnya tidak lebih
asor dari Losiu, sejak mula sampai yang terakhir Losiu sudah
bertanding puluhan kali dengan mereka belum pernah
sekalipun aku bisa mengalahkan mereka!”
Koan San gwat menahan geli, katanya “Cianpwe tidak kenal
putus asa selalu mengajak mereka bertanding, keberanian itu
sungguh harus dipuji!”
“Losiu seorang diri menghadapi mereka berdua, sudah
tentu tidak akan terima.”
“Kenapa Caianpwe tidak mencari pembantu? ”
“Siapa bilang Losiu tidak punya pikiran demikian? Cuma
dunia seluas ini, untuk mencari pembantu yang setingkat
dengan Losiu, betapa sulitnya? ”
Dalam hal ini Koan San gwat percaya, selama tiga puluh
tahun ini betapapun pesat kemajuan kepandaiannya tidak
mungkin mencapai tingkatan yang lebih unggul dari kedua
lawannya.
Melihat orang tidak menyela, sibungkuk segera
meneruskan: “Lohu mengembara menjelajah dunia, akhirnya
memperoleh seorang yang dapat kujadikan pembantu yang
ampuh betapa girang hatiku tidak perlu kulukiskan, segera
kubawa dia dan menantang mereka suami istri…”
Semakin ketarik Koan San gwat dibuatnya tanyanya
“Bagaimana akhirnya? ”
“Akhirnya pertandingan itu tidak jadi!”
“Kenapa? ”
“Diwaktu kami meluruk kerumahnya, kebetulan suaminya
tidak berada dirumah!”
“Semula Losiu hendak mengajakanya berduel satu lawan
satu, tak kira temanku itu sekali bicara dengan perempuan itu
satu sama lain ternyata cocok.”
“Kalau begitu cianpwe dirugikan, kalau mereka menjadi
intim, bila suaminya kembali bukankah cianpwe bakal
menghadapi mereka bertiga? ”
Ternyata si bungkuk menjadi marah, katanya uring uringan
“Anak muda, kalau kau tidak ingin mendengar ceritaku, Losiu
tidak akan melanjutkan.”
“Justru wanpwe amat ketarik, sehingga merasa kuatir bagi
cianpwe!”
“Sudah tentu kawanku itu tidak akan bertolak belakang
membantu musuh, kami bicara sambil menunggu suaminya
kembali, baru akan bertanding satu lawan satu, maka Lohu
berdua menunggu sampai satu bulan….”
“Apakah suaminya kembali? ”
“Kalau suaminya kembali, urusan tidak bakal berlarut dan
gampang diselesaikan.”
“Apakah terjadi peristiwa lain? ”
“Kita menunggu satu bulan, suami perempuan itu tidak
kembali, namun ia menerima sepucuk surat suaminya, karena
mendadak kebentur urusan amat penting dia harus pergi
ketempat yang jauh, kapan pulang belum dapat ditentukan.
Sudah tentu kami tidak bisa menunggunya terus dirumahnya
itu, terpaksa kami berpamitan, siapa tahu setelah mengalami
pergaulan yang amat intim selama satu bulan ini, kawanku itu
ternyata jatuh hati pada perempuan itu, berat untuk berpisah,
waktu itu ia terpaksa ikut Losiu pergi, beberapa hari
kemudian, ia kembali kerumah perempuan itu!”
Kali ini Koan San gwat tidak menyela bicara, ia mandengar
dengan penuh perhatian, tak nyana si bungkuk juga berhenti
bicara. Setelah tunggu punya tunggu, tak tahan Koan San
gwat bertanya “Akhirnya bagaimana? ”
Si bungkuk menghela napas, ujarnya “Bagaimana keadaan
mereka Losiu kurang jelas, karena secara kebetulan Losiu
memperoleh sebuah i kip buku ilmu silat, aku getol berlatih
dan menggembleng diri di Tay Ceng san, tempat kediamanku,
tiga tahun lamanya aku memperdalam ilmuku baru sempurna,
lalu aku meluruh kerumah suami istri itu, baru aku tahu apa
yang terjadi selama tiga tahun ini …”
“Apa yang terjadi?
“Pergaulan kawanku dengan perempuan itu terlalu erat
bebas, akhirnya mereka tidak bisa mengendalikan diri,
perempuan hamil …”
“Suaminya tidak kembali selama itu? ”
“Tidak! Tapi mengirim surat pula, katanya tak lama lagi ia
bakal pulang!”
“Wah urusan bakal berabe, bagaimana perempuan itu
menyelesaikan persoalan ini? ”
“Memang mereka sedang kehabisan akal dan tidak tahu
apa yang harus dilakukan kebetulan aku tiba, mereka mohon
bantuan ku untuk mengatasi kesulitan ini.”
“Cianpwe memberi saran apa kepada mereka? ”
“Losiu punya saran baik apa? Aku tanya kepada perempuan
itu siapa sebenarnya yang dia cintai, kalau dia cintai kawanku
itu, jangan sangsi lagi ikut kawanku dan minggat ketempat
jauh, atau sebalikanya segera putuskan hubungan kalian,
mumpung bocah itu belum lahir gugurkan saja habis perkara,
tunggulah suamimu pulang dengan tentram!”
“Ya, memang hanya cara itu saja yang baik, bagaimana
keputusan perempuan itu!”
“Ai, dalam dunia ini memang tiada yang abadi, tiada
sesuatu yang sempurna! Waktu suaminya pulang dari luar
lautan, tahu istrinya hilang sudah tentu tidak bepeluk tangan
segera ia keluar mencari kemana mana, seluruh pelosok dunia
telah diobrak abrikanya, kira kira setahun kemudian jerih
payahnya tidak sia sia, waktu itu anak yang dilahirkan dari
hubungan gelap itu sudah berusia lima bulan …”
Koan San gwat menjadi tegang, tanyanya: “Setelah ketemu
bagaimana? ”
“Bagaimana lagi, sudah tentu terjadi perkelahian yang
sengit, sayang waktu itu Losiu tidak hadir, sehingga tidak bisa
nonton pertempuran yang benar benar hebat dan ramai!”
“Akhir pertempuran adu jiwa itu, siapa yang menang? ”
“Ilmu silat kawanku amat tinggi, meski suaminya itu diluar
lautan mendapat pengalaman aneh, namun belum mampu
mengalahkan dia, disaat elmaut mengancam, perempuan itu
mendadak sadar akan hubungan kasih suami istri, ternyata ia
turun tangan mengeroyok kawanku itu!”
“Hati seorang perempuan memang suka dijagai, sungguh
luar biasa…”
“Ya, maka Losiu beruntung dikaruniai bentuk badan jele ini,
selama hidupku aku tidak bakal dibikin susah oleh urusan cinta
tetek bengek begitu …”
“Akhirnya bagaimana? ”
“Kawanku tidak menduga perempuan yang dicintainya
bakal melawan dirinya, meski ia tidak sudi turun tangan
didalam keadaan serba runyam begitu, akhirnya ia membawa
orok yang belum satu tahun turun gunung dengan
mendongkol …”
Melihat orang menghentikan ceritanya Koan San gwat jadi
getol, tanyanya “Cerita ini habis sampai disitu saja? ”
“Sudah tentu belum berakhir, tapi kejadian selanjutnya
Losiu sendiri juga kurang jelas, yang kutahu bahwa suami istri
itu rujuk kembali, menetap ditempat ini, dua tahun kemudian
mereka melahirkan lagi, beberapa tahun kemudian suaminya
itu meninggal dunia sementara perempuan itu masih tetap
tinggal disini, mengasuh dan membesarkan putranya, dengan
bekal kepandaiannya, ia menerima beberapa pembantu
pilihan, menetap di sini untuk menghabiakan waktu …”
“Aku tahu perempuan yang kau maksud adalah Gwat hoa
Hujin, bagaimana jejak kawanmu? ”
“Dengan amarah yang meluap luap ia pergi, selanjutnya
tidak terdengar kabar beritanya, Losiu pernah mencarinya
kemana mana tapi seperti batu kecemplung dilautan, hingga
beberapa waktu yang lalu, secara kebetulan karena suatu
urusan Losiu lewat di Khong ay san, baru kudapat berita
mengenai kawanku itu, ternyata setelah pergi, kawanku,
menetap di tempat itu, tidak lama kemudian diapun
meninggal, mereres diri, sementara putranya diserahkan
kepada seorang pelajar dan dibawa pergi …”
“Orang macam apa pelajar itu?” tanya Koan San gwat
tegang.
“Kejadian sudah terlalu lama, orang orang yang menetap
disekitarnya sudah lupa, mereka hanya tahu bahwa pelajar itu,
secara kebetulan lewat disana, namun berhubungan sangat
kental dengan temanku itu, lima enam hari kemudian temanku
itu meninggal, setelah pelajar itu mengurus penguburannya
sampai selesai baru tinggal pergi membawa bocah itu, tanpa
meninggalkan nama memberi tahu tempat tinggal…”
Koan San gwat kecewa, katanya: “Apakah pelajar itu tidak
menunjukkan sesuatu yang luar biasa pada dirinya!”
“Ada! Orang memberitahu kepadaku bahwa jari tangan kiri
pelajar itu ada enam!”
“Benar! Itulah guruku!” teriak Koan San gwat.
“Jadi kaulah orok kecil yang dibawa oleh temanku itu!”
sibungkuk berteriak.
KoanSan gwat amat haru, perasaannya bergolak, tak tahu
bagaimana harus membuka mulut. Sesaat kemudian bara si
bungkuk berkata “Begitu kudengar kau memiliki sebuah
gelang jade, lantas kuduga kemungkinan ini gelang jade ini
memang sepasang, yang satu terukir bulan, dan yang lain
diukir kembang seruni, semua milik Gwat hoa Hujin, ukiran
melingkar itu adalah nama mereka berdua, Gwat hoa Hujin
bernama Se Ciu kiok, kawan ku itu … anu ayahmu bernama
Bun Sin Gwat. Le Cia kiok bergelar Gwat hoa Hujin, nama
untuk mengenang ayahmu …”
Koan San gwat terlongong sekian lama baru berkata sambil
mengalirkan air mata: “Jadi seharusnya aku she Ban, kenapa
guruku mengganti namaku menjadi Koan San gwat? ”
“Untuk itu kau harus bertanya langsung kepada gurumu.”
“Tidak perlu ditanyakan lagi,” tiba tiba Gwat hoa Hujin
menerobos masuk sambil berlinang air mata. “Aku tahu, Sin
gwat tentu benci kapadaku, diapan tidak suka putranya kelak
bertemu dengan aku, maka nama anak nya sendiripun ia
ganti, Koan San gwat (hubungan gunung dan bulan) jelas di
ibaratkan bahwa asal usul bocah itu ada hubungannya dengan
gunung dan rembulan, dia membawa potongan gelangku
kedalam liang kubur … tentu ingin melupakan aku sama sekali
…”
Si bongkok tertawa ringan, katanya : “Hujin! Segalanya
sudah jelas, kalian ibu beranak silahkan bicara baik baik! Losiu
harus mengundurkan diri!” habis berkata ia goyang tubuh
melesat terbang keluar.
Cepat Gwat hoa Hujin berseru: “Tho ong Terima kasih!
Harap kau suka duduk dulu diruang sebelah, sebentar aku
harus menjamu secawan arak pada kau.”
“Sudah tentu!” seru si bungkuk tua sambil tertawa lebar,
“Kau suruh aku pergi, aku tidak akan pergi! Beruntung hari ini
aku bertemu dengan putra Sin gwat akupun perlu berkumpul
dengan dia!”
Setelah dia pergi, tinggal Gwat hoa Hujin dan Koan San
gwat saling berhadapan, hati mereka dirasuk haru yang tidak
tertahan lagi, mereka terbungkam sekian lamanya, tak tahu
apa yang harus dibicarakan. Akhirnya Gwat hoa Hujin
bersuara perlahan lahan “Nak! Sudikah kau memanggil aku
ibu? ”
Dengan kebanjiran air mata lekas Gwat hao Hujin maju
memeluknya erat erat, sambil mengelus rambutnya, ia berkata
lemah lembut dan penuh kasih sayang: “Nak! Sungguh aku
tidak kira bisa jumpa dengan kau, dua puluh lima tahun
sudah, waktu kau pergi, kau baru berusia setengah tahun,
tidak heran kita tidak saling kenal, mari biar kulihat, seperti
siapa kau sebenarnya? ”
Sembari berkata dia angkat muka Koan San gwat dengan
kedua tangannya, serta di amat amati dengan seksama,
sesaat kemudian berkata pula kalem. “Matamu seperti ayah,
demikian juga hidungmu, hanya alismu seperti aku bentuk
mukamu kombinasi dari kami berdua. Aku sungguh bodoh,
kenapa waktu bertemu tadi sedikitpun aku tidak teringat akan
hal ini.. ai, waktu memang sudah terlalu lama, kesan ayahmu
sudah makin pudar dalam benakku, adakalanya aku
memejamkan mata, seolah olah kulihat dia berdiri
dihadapanku, begitu aku membuka mata bayangan lantas
hilang menghilang begitu saja, sehingga aku sulit mengingat
bentuk mukanya lagi …” lalu dielus elus pula kepala Koan San
gwat, katanya: “Nak! Asal usulmu sekarang sudah terang, tiba
waktunya kau mengganti she dan nama!”
Entah kenapa tiba tiba rasa benci dalam benak Koan San
gwat, mendadak ia meronta lepas dari pelukan ibunya,
serunya : “Tidak kupikir nama itu adalah maksud ayah sendiri!
Lebih baik kita tetap mematuhi kehendaknya saja!”
Gwat hoa Hujin melengak, lalu katanya menghela napas :
“Begitu baik! Sampai ajal ayahmu masih membenci aku!
Apakah kaupun membenci aku?”
Koan San gwat tidak mampu menjawab selama dua puluh
tahun belum pernah ia memikirkan asal usul dirinya, kini
mendadak harus mengakui seorang ibu, dia masih bingung
bagaimana perasaan hatinya sekarang.
Waktu Jin Tho bertujuh dipanggil masuk kedalam
balairung, mereka terkejut dan heran akan sikap dan kelakuan
Gwat hoa Hujin yang berdiri dekat dengan Koan San gwat
mereka melihat sebelah tangan Gwat hoa Hujin, pegang
pundak Koan San gwat, sementara si tua bungkuk
menunjukan mimik aneh.
Pandangan Gwat hoa Hujin menyapu ke tujuh
pembantunya, katanya: “Coa Ping, kau paling lama ikut aku,
terhadap peristiwa yang lalu kau paling jelas, aku pernah
bercerita secara sembunyi sembunyi kepada yang lain bukan
?”
Coa ping ketakutan ratapnya “Mana hamba berani …”
“Kau tidak usah takut! Aku tidak akan menghukum kau aku
cuma tanya pernah kau berbicara rahasia aku itu?”
Dengan ketakutan akhirnya Coa Ping mengaku “Diwaktu
mengobrol, mungkin hamba pernah bicara sedikit dengan Jip
Hoat dan Hwi Kak …”
“Perkara sudah sampai ditelinga Jip Hoat budak cerewet ini,
mana bisa dirahasiakan. Aku percaya ketujuh orang ini sudah
tahu semua.” Demikian si bungkuk menyela bicara.
Keruan ketujuh pembantu itu tercekat hatinya, terutama Jip
Hoat menjadi pucat mukanya, namun sedikitpun Gwat hoa
Hujin tidak memperlihatkan rasa gusar, katanya dengan muka
jengah “Kalian tidak perlu takut kalau kalian sudah tahu
pengalamanku yang lalu, maka tidak perlu banyak penjelasan
lagi, kalian tahu kecuali ilmu silat aku masih mempunyai
seorang putra yang hilang pada dua paluhan tahun yang lalu
…”
Ketujuh pembantunya saling pandang, tidak tahu apa
makaudnya.
Segera sibungkuk tua menimbrung: “Sekarang putranya itu
sudah ketemu dia inilah…” sembari bicara ia menunjuk Koan
San gwat.
Berubah air muka ketujuh pembantu saking terperanjat
Gwat hoa Hujin menjadi kikuk.
Setelah menjublek sekian lama akhirnya Jip Hoat berteriak :
“Aduh! Bing hengte! Jadi kau adalah Toa kongou … payah,
payah! Kalau begitu selanjutnya aku tidak bisa panggil Bing
hengte…”
Koan San gwat berseru”Aku bernama Koan San gwat …”
“Apa? Koan San gwat? ” Jip Hoat tercengang dibuatnya.
Koan San gwat manggut manggut.
“Benar!” Gwat hoa Hujin menegas, “Tay Su kau tidak usah
kuatir, kau mengganti namanya untuk mengelabui aku,
sungguh besar nyalimu, tapi kali ini aku boleh ampuni
dosamu.” Sampai disini tiba tiba raut mukanya menjadi
tegang, perlahan mengguman: “Koan San gwat! Koan San
gwat … Jadi Koan San gwat yang selalu digaukan oleh Ceng
Ceng adalah kau? ”
“Benar! Aku kemari untuk mencarinya!” sahut Koan San
gwat.
“Darimana kau tahu bila dia berada disini? ”
Koan San gwat ragu ragu untuk menjelaskan.
“Tidak apa apa nak!” ujar Gwat hoa Hujin, “Katakan saja,
hari ini aku bisa menemukan kau, perkara apapun boleh ku
kesampingkan!”
“Peng Kiok jin Toanio yang membawa kemari,” terpaksa
Koan San gwat menjelaskan.
Berubah air muka Gwat hoa Hujin, Tay Su tampil
menjelaskan “Hujin! Tujuan Peng Kiok jin memang baik,
melihat nona Thio menerjang naik keatas gunung, waktu itu
kebetulan penyakit jantung Hujin sedang kumat, ilmu
pengobatan nona Thio memang lihay dengan resep obatnya
penyakitnya Hujin bisa disembuhkin oleh …”
“O,” seru si bungkuk heran, “Nona kecil itu ternyata mampu
menyembuhkan penyakit lama Hujin, sungguh harus dipuji!”
“Beruntung Siautitpun pernah ditolong dua kali olehnya …”
demikian timrung Koan San gwat.
“Hubungan kalian cukup intim bukan, kalau, tidak kenapa
sejauh itu kau meluruk kemari hendak mencari dia!” Demikian
goda si bungkuk itu.
Koan San gwat tidak menjawab, Tay Su pula yang bersuara
: “Nona Thio amat cinta dan merindukan Koan kongcu, sering
dalam tidurnya ia mengigau namanya…”
“Tidak salah lagi. Bocah ini memper (mirip) bapakanya,
paling menonjol dikalangan perempuan, kawanku punya
keturunan, sungguh aku situa bangka ini girang setengah mati
…”
Tiba riba dilihatnya air muka Gwat hoa Hujin ganjil, cepat ia
hentikan tawanya serta bertanya: “Hujin! Kenapa kau murung
jadinya! Putramu sudah kembali keharibaan, malah membawa
calon istri yang cantik lagi …”
Perlahan lahan Gwat hoa Hujin menghela napas, mulutnya
terkanciig, demikian juga sikap ketujuh pembantunya ikut
prihatin dan menunduk diam, karuan keadaan janggal mem
buat si bongkok tua daun Koan San gwat heran dan tidak
mengerti.
Tak tahan si bongkok tua mendesak “Hujin, apakah yang
terjadi sebetulnya? ”
“Kelak saja dibicarakan!” demikian ujar Gwat hoa pelan
pelan, “Tho ong! Aku pernah mengundang kau makan minum,
sekarang juga boleh dimulai, Hwi Kak keluarkan Pek ho a lok
yang tersimpan digudang kamar satu guci, Jip Hoat pergilah
menyiapkan makanan!”
Kedua perempuan itu mengiakan bersama sama terus
mengundurkan diri melaksanakan perintah.
Sementara Coa Ping mendekati Koan San gwat, karanya
rada terpengaruh oleh perasaan harunya: “Kongcu! Tentu kau
tidak ingat aku lagi. Waktu kecilmu akulah yang sering
membopongmu!”
“Waktu itu dia berusia lima bulan, mana mungkin bisa ingat
kepada kau!” demikian ujar si bongkok tua dengan riang
gembira.
“Kongcu, kau tumbuh demikian besar dan kekar, lebih
tegap dari Ban loya dulu, apakah Ban loya baik….”
Gwat hoa menarik muka, sentakanya: “Coa Ping! Jangan
cerewet!”
Si bongkok menghela napas, katanya”. “Coa ping! Ban loya
sudah meninggal !”
Kesilat Coa Ping mendengar berita duka ini, kelopak
matanya mengembang air mata, katanya tetharu: “Sudah
meninggal… Ban loya begitu baik hati, kenapa tidak hidup
lebih tua beberapa tahun lagi! Bila beliau masih hidup sampai
sekarang betapa menyenangkan…”
“Coa Ping!” Bentak Gwat hoa Hujin, menggebrak meja,
“Berani mati kau …”
“Ya Hujin!” sahut Coa Ping sambil menyeka air mata,
suaranya gametar “Hamba memang… kurang sopan. Setelah
hamba melihat Kongcu, hatiku amat senang.”
“Hujin, kenapa kau salahkan dia?” demikian bujuk si
bungkuk dengan suara lembut, “Dulu Sin gwat amat baik
terhadapnya adalah jamak kalau dia kasih kepada bocah ini,
anak muda, tiada halangannya kau memanggil suci
kepadanya. Karena dulu pernah berkelakar hendak menerima
dia sebagai murid. Kalau kau ingin tahu perihal ayahmu boleh
kau minta penjelasannya dia lebih jelas dari aku.”
Memang Koan San gwat simpatik terhadap perempuan ini,
dengan hormat ia menyapa “Suci!”
“Kongcu terlalu sungkan, mana hamba berani terima.” Kata
Coa Ping sambil menekuk dengkul.
“Anak muda! Aku berhasil menemukan ibu kandangmu cara
bagaimana kau hendak menyatakan terima kasih kepadaku ?”
“Cianpwe …” tersipu sipu Koan San gwat berlutut.
“Cianpwe apa? Ayahmu adalah sahabat kentalku, cukup
panggil paman saja.”
“Paman!”
Si bungkuk lekas menarikanya bangun, tanya: “Anak baik,
jangan berlaku bodoh, paman hanya berkelakar dengan kau,
bagaimana latihan silatmu? bungkuk tua tidak berguna seperti
aku ini ingin memberi ajaran kepada kau !”
Gwat hoa Hujin tertawa, timbrungnya “Ilmu pedang Tam
Kiam bukan tandingannya, silahkan Tho ong membeli
bimbingan…”
“Putra Sin gwat masa tidak jempol? Aku tidak punya ahli
waris, kecuali dia siapa lagi yang mau kuberi ajaran silatku
yang rendah ini, harap Hujin jangan marah, putramu yang lain
itu aku justru kurang senang …”
Sedikit berubah air muka Gwat hoa Hujin. Si bungkuk
segera menyambung “Hujin, sama sama putramu, kalau aku
berat sebelah namun kau tidak boleh berat sebelah!”
“Aku tahu kau masih membenci Liu Ih yu” demikian ujar
Gwat hoa Hujin!
“Aku Pek Thio kun memang musuh buyutnya. Tak mungkin
aku bicara demi kebaikannya.”
“Orangnya sudah meninggal, apanya lagi yang dapat kau
benci? ”
“Sudah mati ya sudah, tapi aku tidak suka melihat tampang
putranya yang sama dengan bapakanya!”
“Kalau begitu silahkan kau membimbing putraku yang ini,
soal ilmu pedang kau tidak perlu jerih payah, cuma dalam
bidang tenaga saja, ia masih kurang, jika kau sudi
mengajarkan Kay san kun hoat kepadanya, cukup menjadi
bekal hidupnya.”
“Masa perlu dikatakan lagi! Kepandaian ku akan kuajarkan
seluruhnya sampai akar akarnya, bagaimana juga dia tidak
boleh kalah dengan bocah she Liu itu!”
Gwat hoa Hujin tidak bersuara, sebentar ia berpikir,
mendadak berkata : “Tho ong! Seharusnnya ada persoalan
lain yang hendak kau beritahu kepadaku, dan lagi urusan ini
ada sangkut pautnya dengan bocah ini!”
Sejenak Pek Thi hun melengak, sahut nya tersekat “Ti …
tidak.”
“Bohong! Sebelum ini kau belum tahu bila dia putra Sin
gwat, namun kau menyuruh dia tetap tinggal, dari sini …”
“Ya, memang begitulah Lohu mengenai urusan kedua yang
kau suruh aku menyelidiki”
“Apa! Jadi kau sudah tahu jejak orang itu? ”
“Ya, sebetulnya aku tidak sudi turut campur urusan ini, tapi
kau mencurigai Sin gwat wafat sudah dua puluh lima tahun,
kecurigaan itu sudah tersapu bersih, maka akupun tidak perlu
banyak urusan lagi.”
“Apakah kau tidak sudi membantu sedikit kesulitanku?”
tanya Gwat hoa Hujin menarik alis.
“Bukan membantu kau, tapi membantu Lau Ih ya. Apa lagi
urusan ini ada sangkut pautnya dengan bocah ini, maka aku
lebih tidak sudi mengatakan! coba kau pikir, apakah putra Sin
gwat bisa membantu kesulitan Lau Ih yu? ”
“Bu, paman Pek, persoalan apakah yang sedang kalian
debatkan? ” tanya Koan San gwat.
“Anak muda! Jangan kau banyak urusan. Bapakmu
meninggal membawa dendam derita, meski kau tidak perlu
membalas dendam namun pantaskah kau mencelakai jiwa
orang yang membalaskan dendam bapakmu? ”
“Sebetulnya bagaimana persoalannya?” tanya Koan San
gwat.
Gwat hoa Hujin mendelik mencegah Pek thi hun membuka
mulut, lalu katanya: “Nak pamanmu sudah menjelaskan duduk
perkara dulu, ayahmu adalah Ban Sin gwat, Lau Ih yu adalah
suamiku berdiri pada posisimu sekarang, kau membela Lau Ih
yu tidak? ”
Koan San gwat berpikir sebentar, sahut nya “Kupikir tidak
perlu aku membencinya sebab perbuatan dan sepak
terjangnya cukup dimengerti”
“Bocah keparat!” teriak Pek Thi hun. “Ceritaku tadi belum
selesai seluruhnya, ketahuilah di waktu ayahmu pergi dia
terluka parah, Liu Ih yu menusuk secara licik Coa ping melihat
kejadian itu!”
Berubah air muka Koan San gwat. Sementara Gwat hoa
Hujin melirik kearah Coa ping dan jengeknya. “Coa ping kau
lagi yang cerewet!”
“Ya …” Coa ping mengiakan dengan muka pucat, “Soalnya
pek loyacu mendesak hamba untuk mengatakannya”
“Seharusnya kau bicara secara gamblang!” damprat Gwat
hoa Hujin.
Coa ping menjadi gugup, katanya “Belum sempat hamba
bicara habis, Hujin dan Loya keburu datang, selanjutnya pek
loya tidak pernah menanyakan lagi!”
“Kalau begitu hari ini kau harus sejelas nya, kebetulan
Kongcupun berada disini …”
Coa ping menenangkan hati lalu katanya pelan “Waktu
terjadi perkelahian sengit itu ilmu pedang Ban loya kelihatan
amat tinggi, sehingga Lau terdesak mundur berulang ulang,
akhirnya Hujin keluar dan terjun diantara mereka, karena
kuatir tusukan pedangnya mengenai Hujin Ban loya
menariknya saat itu Loya kebetulan menyerang dengan
sebuah tusukan dan melukai pundak Ban loya. Sekecap pun
Ban loya tidak bersuara, melempar pedang merebut Kongcu
dari gendongannu terus tinggal pergi!”
Pek Thi hun menyeringai dingin mendengar penjelasan ini.
Gwat hoa Hujin segera menghadapi Koan San gwat serta
bertanya: “Kau percaya akan uraiannya itu? ”
Koan San gwat manggut manggut Pak Thi hun semakin
gusar teriakanya: “BanSin gwat tidak mungkin mati karena
gusar, tusukan pedang itupun tak bisa membuat ajal. Karena
sedih dan berduka, apalagi membawa luka berat menempuh
perjalanan jauh tanpa istirahat, darah mengalir terlalu banyak,
berapa sebab itulah hingga dia menemui ajal nya.”
Tiba tiba Gwat hoa Hujin menghela napas, ujarnya “Kecuali
Ban Sin gwat bangkit kembali dari liang kubur untuk memberi
penjelasan kepada kalian, kalau tidak selamanya kalian tidak
akan paham sebab kematiannya yang sebenarnya!”
“Maksudmu kematiannya itu karena sebab lain? ” Pek Thi
hun menegas.
“Benar! Sebab utama karena berduka, tapi sebab dari
dukanya itu bukan seperti yang kalian bayangkan, dia berduka
karena dia kalah. Tho ong, kau yang paling menyelami
wataknya, dapatkah dia mendapat penghinaan begitu rupa? ”
“Ya, dia meninggal karena hatinya hancur, kalau kau
mengatakan sebab dukanya itu karena kekalahannya, itulah
karena kau pula yang menyebabkan, kau membuatnya patah
arang.”
Gwat hoa Hujin menggeleng, katanya:
“Tidak, dalam permainan asmara dia sebagai pemenang,
dalam ilmu pedang, dia dipihak yang kalah, aku bukan bual,
perasaanku waktu itu, mengharapkan Sin gwat dapat
membunuh Lau Ih yu …”
“Lalu kenapa kau terjun dalam pertempuran itu? ” teriak
Pek Thi hun.
“Karena aku harus menolong Sin gwat!”
Pek Thi hun menjublek. Koen San gwat pun menjublek
mematung.
Kata Gwat hoa Hujin meneruskan “Mungkin kalian tidak
percaya, kalau waktu itu aku tidak lekas menerjang
menerjunkan diri dalam gelanggang, Sin gwat pasti menemui
ajalnya saat itu juga. Karena jurus yang dimainkan Lau Ih yu
amat lihay, perbawanya dapat mencapai kemenangan dalam
posisi yang terdesak, karena aku mendesak ditengah mereka,
sehingga ujung pedangnya menceng sedikit, maka Sin gwat
cuma tertusuk pundak nya!”.
Pek Thi hun masih kurang percaya, katanya : “Jadi ilmu
silat Sin gwat lebih asor dibanding Lau Ih yu sulit dipercaya!”
“Ilmu pedang Sin gwat sudah mencapai puncak
kesempurnaannya, seperti pula orang nya, didalam nilai nilai
tertentu dia lebih unggul dari Lau Ih yu maka ilmu pedangnya
itu dapat mengalahkan musuh tapi tidak bisa melukai musuh
…”
“Tidak Salah! Sering San gwat berkata, ilmu pedang adalah
ilmu kebaikan, ilmu cinta kasih memang ilmu pedangnya
termasuk pedang yang bijaksana yang mengenal cinta kasih
terhadap sesamanya….”
“Justru karena watak dan perangainya itulah yang
menundukan sanubariku sehingga aku minggat bersamanya.
Kalau kita bicara kesucian atau cinta kasih, maka janganlah
kita bertempur mempertaruhkan jiwa, menaruh cinta kasih
dan bijaksana terhadap musuh berarti berbuat kejam terhadap
diri sendiri. Ilmu pedang Liu Ih yu justru mengutamakan
kekejaman dan culas, waktu berkelali, meski Sin gwat menang
juga tidak akan mampu merobohkan dia!”
Pek Thi hun terbungkam sekarang. Berkata pula Gwat hoa
Hujin: “Maka kesudahan dari pertempuran waktu itu Sin gwat
maklum bahwa dia sudah kalah, waktu dia pergi dia
membuang senjatanya. Bagi seorang ahli pedang, itu berarti
bahwa selama hidup ini dia tidak akan menggunakan pedang
lagi.
Koan San gwat tetap bersikap wajar, katanya: “Kalah satu
kali terhitung apa? Bangkit kembali dan ajak berkelahi satu
kali lagi!”
Gwat hoa Hujin tertawa getir, ujarnya “Pek tho cu boleh
punya pambek demikian, tapi tidak demikian bagi ayahmu,
kecuali dia membuang ajaran ilmu pedangnya semula, berlatih
pula dari semula, berlatih dari permulaan ilmu pedang yang
bisa membunuh orang. Kalau tidak betapapun tinggi ilmu
pedangnya sampai setinggi langit umpamanya, kalau dia tidak
membunuh orang, orang sebalikanya ingin membunuh dia!”
Akhirnya Pek Thi hun menghela napas, uarnya “Waktu itu
tidak seharusnya kau tampil kedepan, biar dia ajal tertusuk
oleh pedang Liu Ih yu, keadaan mungkin jauh lebih baik!”
Jelas ia percaya akan keterangan Gwat hoa Hujin. Bahwa
kejadian memang seperti apa yang diuraikan itu, Gwat hoa
Hujin tertawa rawan, katanya : “Memang, maka dia begitu
benci terhadap aku, benci kerena aku menolong dia, dia lebih
rela mati tertusuk pedang, betapapun tidak sudi mendapat
pengampunan musuh!”
Koan San gwat belum paham, katanya “ Itupun belum
terhitung minta pengampunan!”
“Nak! Kau masih belum paham sebagai ahli pedang seperti
ayahmu dan Lau Ih yu, setelah melancarkan satu jurus kecuali
punya maksud merubah ditengah jalan kekuatan luar tidak
mampu mengganggu tekad mereke. Maka tusukan Lau Ih yu
yang menceng itu karena aku terjun kedalam gelanggang!
Jadi kau jangan salah paham bahwa tusukan itu memang
sengaja dimencengkan kerena takut melukai aku!”
“Kalau dia tidak takut melukai kau, kenapa ujung
pedangnya menceng?” tanya Koan San gwat.
“Begitu melihat aku tampil melindungi nya, maka dia
paham maksudku bahwa aku tidak rela dia membunuh
ayahmu, meski dia amat membenci ayahmu, namun demi aku
maka dia mengabaikan kesempatan yang paling baik itu.
Sudah tentu ayahmu pun paham akan hal ini, maki ia
membuang senjatanya dan pergi tanpa bersuara … waktu aku
mendapat kabar kematiannya ayahmu sedikitpun aku tidak
terpengaruh, aku paham bahwa waktu itu sebetulnya dia
sudah meninggal.”
Koan San gwat bungkam sekian lamanya akhirnya ia
menyeletuk “Apakah ilmu pedang Lau Ih yu itu ada ahli
warisnya.”
“Ada!” cepat Pek Thi hun menjawabnya: “Putranya yang
bernama Lau yu hu!”
“Tho ong!” ujar Gwat hoa Hujin sambil mengawasinya.
“Apakah kau ingin mereka dua saudara bentrok dan
bertanding sekali lagi? ”
Pek Thi hun hanya tertawa tidak bersuara. Sebalikanya
Koan San gwat menjawab dengan tegas. “Bu! Hal itu tidak
bisa terhindar lagi. Tapi legakan hatimu, asal aku menang,
pertandingan ini tidak akan terjadi banjir darah. Meski aku
tidak sempat mendapat kan warisan ilmu pedang ayah yang
menempuh cinta kasih dan bijaksana itu, tapi aku mewarisi
watak dan peranggainya yang bajik dan penuh kasih sayang
terhadap sesamanya!”
“Bagus!” Pek Thi hun menggembor ketus dengan
bersemangat. “Memang kau putra Sin gwat sejati! Hujin
apakah anjing kecilmu itu punya pambek demikian? Anak baik
sungguh kau membuat paman mati kegirangan.”
Gwat hoa Hujin menghela napas, katanya pelan pelan:
“Nak, kau … baru setengah hari Khong han kiong seolah olah
seperti milik mu sendiri!”
“Sudah tentu! Tempat ini memang milik San gwat, kini
harus diwarisi olehnya..”
Gwat hoa Hujin mendelu, katanya menggeleng: “Adikmu
mungkin tidak sebanding kau tapi usianya lebih muda kau
harus mengasuhnya.”
Membeku wajah Koan San gwat kata nya “Bu! Aku tidak
punya adik!”
Gelap air muka Gwat hoa Hujin, namun ia bungkam seribu
bahasa, sekian lama mereka berdiam diri, akhirnya bersuara
lagi: “Baiklah! Sementara kita tidak usah membicarakan ini.
Kini kuminta kau menjelaskan tentang orang itu!”
“Siapa? ” tanya Koan San gwat heran.
“Sudah tentu orang yang membunuh Lau ih yu!”
Berubah air muka Koan San gwat.
“Lau Ih yu mati dibunuh orang,” demikian tutur Gwat hoa
Hujin. Hal itu terjadi dua puluh tahun yang lalu, kebetulan
kami sedang bertamasya sekitar Bing kang, disana kau
bentrok dengan seorang berkedok, ilmu pedang orang itu
aneh sekali, bergerak baru tujuh jurus, Lau Ih yu tertabas
kutung lengan kirinya, begitu pulang gunung lantas
meninggal. Sejak kejadian itu aku mencari tahu kemana
mana, namun tidak berhasil. Soalnya aku tidak kenal
wajahnya, terpaksa main selidik bersumber dari permainan
pedangnya.”
Koan San gwat melongo, katanya:”Bagaimana aku bisa
tahu? ”
Pek Thi hun sertawa katanya tandas “Kau pasti tehu,
karena kau pernah melawan ilmu pedangmu itu, ditas Bu San
sekali, menghadapi Tam Kiam sekali lagi, dua kali kau
menang.”
Gwat hoa Hujin menyambung : “Beberapa jurus ilmu
pedang itu aku pernah melihatnya, samar samar, masih
kuingat sebagian, sekembaliku lantas kuajarkan kepada Tam
Kiam, siapa yang kau temui di Bu san? ”
-oo0dw0oo-
JILID 19
MENDENGAR YANG DIPERSOALKAN adalah Siu lo jit sek,
Koan San gwat melengak, heran bahwa peristiwa itu Sin li
hong di Bu san bagaimana PekThi hun bisa tahu?
Melihat anakanya tenggelam dalam keraguan Gwat hoa
Hujin kecewa, katanya : “Nak.. mungkin kau tidak ingin
memberitahu, aku pun tidak memaksa!”
“Tidak!” Bukan aku tidak mau mengatakan, tapi aku belum
jelas siapa sebenarnya yang membunuh Lau Ih yu, menurut
apa yang kutahu, diatas dunia ini yang bisa menggunakan
ilmu pedang ada beberapa orang …”
“Orang dari barisan Dewa, iblis dan setan dalam Liong hwa
hwe banyak yang mempelajari ilmu pedang itu!”
Gwat hoa Hujin makin heran dan ketarik katanya : “Liong
hwa hwe? Apa pula dewa iblis dan setan itu? ”
Kian San gwat tahu bila dijelaskan satu persatu betapa
panjang dan memakan waktu, maka setelah berpikir ia
berkata “Bu! Kau tidak perlu tanya sebanyak itu! Cukup sal
kau melukiskan perawakan orang berkedok pada dua puluh
tahun yang lalu, mungkin aku tahu siapa dia? ”
“Perawakan orang itu tidak terlalu tinggi suaranya serak
kasar, sulit kutentukan dia laki atau perempuan, namun dari
gerak gerik dan tingkah lakunya, mungkin kaum hawa!”
Koan San gwat melengak, pikirnya, Kaum hawa dalam
Liong hwa hwe yang bisa melancarkan Siau lo jit sek tidak
banyak, apalagi dua puluh tahun yang lalu, Lim Hiang ting
belum setingkat duduk dalam barisan dewa, sementara Li Sik
hong tidak pernah mempelajari ilmu pedang itu, sedang Liu Ih
yu masih gadis kecil! Sedang Sebun Bu yam pun tidak
mungkin, sulit menentukan siapa sebenarnya perempuan itu.
Melihat orang masih termenung sekian lamanya, Gwat hoa
Hujin mendesak:”Sudah terpikir alehmu siapaka dia? ”
“Sulit ditentukan, meski aku tahu ada beberapa
perempuan, tapi mereka jelas tidak mungkin …”
Pek Thi hun mempertegas “Benar!” Beberapa orang
perempuan, itu meski ilmu silatnya cukup baik, tapi tidak
mungkin lebih kuat dari Lau Ih yu!”
“Paman Pek! kau kenal beberapa orang itu? ”
“Mana bisa aku kenal mereka? ”
“Lalu dari mana kau tahu perbuatan Siau tit di Bu san? ”
“Aku mendapat tahu dari orang, orang itu boleh dikata
seorang sahabatku! Dia tahu jelas tentang dirimu, waktu aku
menanyakan persoalan ini kepadanya, dia menyinggung kau
kepadaku, katanya cuma kau seorang saja yang tahu. Semula
aku tidak kenal siapa kau, cuma waktu berada di bawah
gunung kulihat kau naik kemari menunggang unta putih …”
“Siapakah kawanmu itu? ” tanya Koan San gwat heran.
“Kuberi tahu sekarang tidak menjadi soal dia adalah
Hweshio tua!”
“Go hay ci hang!” Koan San gwat berteriak.
“Kepala gundul itu pandai membadut, dengan watakanya
yang edan edanan itu berani menggunakan Suci macam itu? ”
“Hweshio tua ini memang aneh, setiap kejadian tentu ada
bagiannya, orang macam apakah dia? ”
“Aku sendiri kurang jelas, kita berkenalan setelah berkelahi.
Pada suatu hari dia melancong ke Tay ceng san, tempat
kediamanku dia hendak mencuri sumber air hidup mujarab
kembali miliku, sudah tentu tidak kuberi ijin, akhirnya
berkelahi. Begitu Kay san kun kang bentrok dengan Tau lik
kim kong ciangnya, dia tergetar luka dalam, namun aku rasa
dia orang baik, maka kuberi pengobatan, sejak itu terjalinlah
hubungan kental, dia memanggil aku sibungkuk, aku
memanggilnya kepda gundul …
Gwat hoa Hujin tidak sabar, selanya “Tho ong! Persoalan
belum selesai!”
“Apa yang kutahu hanya begitu saja, sisanya kau tanya
kepada putramu.” demikian ujar Pek Thi hun Gwat hoa Hujin
berpaling kearah Koan San gwat menggeleng, katanya”Aku
juga kurang jelas, beberapa perempuan yang kukenal itu
mahir beberapa gerakan ilmu pedang itu lwekangnya jelas
tidak memadai untuk mengidahkan Liu Ih yu!”
Gwat hoa Hujin memejamkan mata, merenung sebentar,
mendadak ia berseru “Bukan saja lwekang orang berkedok itu
amat tinggi, usianya pun sudah cukup tua, badannya kurus
kering seperti kayu, kulitnya hitam …”
“Tahu aku sekarang!” teriak Koan San gwat, tentu dia
adanya !”
“Siapa dia?” tanya Gwat hoa Hujin tersipu sipu.
Koan San gwat serba sulit teringat olehnya akan Mo li Oen
Kiau, menurut bentuk yang digambarkan, jelas menyerupai
keadaannya, tapi agakanya kurang tepat dan tidak mungkin
pula, Oen Kiau mengasingkan diri puluhan tahun lamanya
mana mungkin keluyuran di luar melukai orang? ”
“Siapakah dia?” desak Gwat hoa gugup “Teringat olehku
seorang Cianpwe, tapi selamanya dia tidak pernah keliaran,
lebih tidak mungkin mengikat permusuhan dengan orang …”
“Jangan urus begitu banyak” Gwat hoa Hujin naik pitam,
“Beritahu dimana dia tinggal, biar kucari dia, asal aku
berhadapan dengan dia, tentu aku tahu apakah dia orang
yang dulu berkedok itu!”
Koan San gwat melengak. katanya “Bu! Harap kau maafkan
aku …”
“Kenapa?” teriak Gwat hoa Hujin mendelik, “masa kau
tidak mau beritahu kepadaku? ”
“Tidak, aku pernah mendapat bantuan yang berharga dari
dia, pernah berjanji supaya tidak membocorkan tempat
pengasingannya kepada orang lain, dan lagi tempat itu amat
tersembunyi tak pernah diinjak manusia, meski kukatakan,
belum tentu kau bisa menemukan tempat itu!”
Berubah air muka Gwat hoa Hujin, tapi akhirnya ia
manghela napas, katanya: “Nak aku tahu apa maksudmu
sebenarnya, tapi akut tidak hak memaksa kau untuk
mengadakannya cukup asal aku tahu adanya orang itu, pasti
aku akan berusaha menemukan dia.”
“Tidak! Bu, Harap kau percaya kepadaku, aku pernah
bersumpah kepada Cianpwe itu, aku tidak boleh ingkar janji,
tapi aku bisa berjanji kepada kau akan menyelidiki peristiwa
itu sampai terang duduk perkaranya”
“Bagaimana rencanamu? ”
“Aku akan menghadap Cianpwe itu sekali lagi, akan
kutanyakan padanya apakah pernah terjadi peristiwa itu? ”
“Kalau benar? ”
“Akan kuminta dia keluar membuat penelesaian dengan
kau!”
“Bila sampai bergebruk, pihak mana yang kau bantu? ”
“Pihak manapun tiada yang kubantu!”
“Bila kau melihat aku bukan tandinganya, kaupun tidak sudi
membantu? ”
“Benar!” sahut Koan San gwat mendelu “Bu, kau menuntut
balas bagi suamimu, aku terhitung apa?” Gwat hoa Hujin
menarik napas, katanya : “Tindakanmu memang betul, aku
tidak bisa mohon terlalu benyak kepadamu!”
Berkerut muka Koan San gwat, katanya dengan suara
rendah berat: “Bu! Kalau kau terbunuh aku akan menuntut
balas bagi kau hanya dalam keadaan demikian baru aku punya
alasan untuk turun tangan.”
Pek Thi hun menggebrak meja, serunya: “Bocah bagus!
Budi dan dendam berbeda tegas, benar benar sepak terjang
seorang laki laki sejati, sahabatku akan meram dialam baka.”
Mendengar orang menyinggung ayahnya almarhum, Koan
San gwat tak tahu bagaimana perasaan hatinya, sebelum jelas
akan asal usulnya sendiri tidak timbul perasaan apa apa, kini
terasa kesunyian mencekam sanubarinya Jip Hoat melangkah
masuk sambil membawa sebuah keranjang bersusun, dari
dalam keranjang makanan ia keluarkan tujuh delapan macam
masakan dijajar diatas meja, serta katanya lirih kepada Gwat
hoa Hujin “Sebentar Kongcu akan tiba”
“Siapa sruh kau memberitahu dia!” damprat Pek Thi hun,
“Bintang kecil itu membuat orang mual dan muntah muntah
belaka!”
Gwat hoa Hujin mengerut alis, omelnya “Jip Hoat, kau
memang banyak tingkah, apa kau tidak tahu bila Tho ong
tidak cocok dengan dia!”
“Hwi kak yang memberitaku kepadanya, hamba tak berhasil
mencegahnya!”
“Hujin! Lekas suruh orang merintangi bocah itu kemari,
kalau tidak Lohu akan pergi !”
Gwat hoa Hujin mengerut kening, katanya “Tho ong !
Pandanglah muka Sin gwat, bersabarlah sementara waktu!”
Belum Pek Thi hun menjawab, dari luar pintu sudah
kumandang suara dingin : “Bu! Biarkan saja tua Bungkuk itu
pergi!” seiring suaranya, diambang pintu berkelebat masuk
seorang pemuda yang mengenakan jubah berbulu, pinggang
menyoren pedang, sikapnya angkuh dan sombong sekali.
Koan San gwat tahu, bocah ini adiknya yang bernama Lau
Yu hu, maka dia mengawasinya penuh perhatian, usianya
lebih muda, berparas cakap ganteng alisnya panjang lentik,
membusung dada bertingkah takabur.
“Yu hu!” segera Gwat hoa Hujin membentak, “ Tidak tahu
aturan terhadap tamu!”
Lau Yu hu menjengek dingin: “Selamanya Khong ham kiong
tidak menerima tamu liar!”
“Binatang kecil!” damprat Pek Thi hun “Kau bicara dengan
siapa? ”
Lau Yu hu melotot, sahutnya dingin : “Sudah tentu
terhadap kau Bungkuk tua!”
Keruan Pek Thi hun. berjingkrak marah, seperti kebakaran
jenggot, teriakanya beringas “Binatang, kupandang kau
sebagai bocah ingusan, kalau tidak sekali pukul biar hancur
lebur!”
“Bungkuk tua!” ejek Lau Yu hu tertawa terkekeh kekeh,
jangan tidak tahu malu di Khong han kiong jangan
mengagulkan diri sebagai Cianpwe segala!”
Melihat putranya terlalu kurang ajar Gwat hoa Hujin marah
serunya menggebrak meja “Yu hu! masih ada ibumu dalam
matamu? ”
Sikap Lau Yu bu makin pongah, matanya melirik kearah
Koan San gwat, katanya : “Bu! Kau punya seorang putra lagi,
masakah peduli sama putramu ini ?”
Gwat hoa Hujin tertegun diam.
Lau Ya hu mendapat angin, jengeknya “Dia ini putramu
yang tersayang lihatlah betapa gagah tampangnya, Bu!
Penyakit rindumu sekian tahun sudah terobati …”
Saking marah Gwat hoa Hujin gemetar dan berkeringat
dingin, sepatah katapun tidak mampu diucapkan lagi.
Mendadak Pek Thi hun bergelak tertawa serunya: “Hujin!
Lau Ih yu punya putra macam ini, suatu hal yang patut
dibanggakan juga !”
“Tutup mulutmu!” hardik Lau Yu bu, “Jangan kau
menyinggung nama ayahku, ayah ku mati lantaran kalian …”
“Binatang kecil!” damprat Pek Thi hun “Kau mengoceh
apa…?”
“Jangan kau kira aku tidak tahu, aku tahu lebih jelas dari
kalian!” Mendadak Gwat hoa Hujin melonjak berdiri,
tangannya menuding Lau Yu hu dampratnya dengan suara
gemetar, “Kau paham apa? katakan coba kau katakan!”
Lau Yu hu menyeringai dingin, ujarnya: “Bu, urusan
menyangkut dirimu masa kau tidak Paham, kalau akU yang
membeber borokmu, Kurang enak rasanya, lebih baik
menutup borok sendiri saja supaya …”
Mendadak Gwat hoa Hujin menyemburkan darah segar,
orangnyapun meloso duduk kehabisan tenaga lekas Jip Hoat
memayangnya tapi didorong pergi.
“Baik …” katanya dengan suara lirih dan pedih, “Yu hu!
Diwaktu ayah mu meninggal kau baru berusia empat tahun,
dengan jerih payah aku mengasuh kau sampai besar, tak
nyana beginilah imbalan sikapmu yang kurang ajar …”
Lau Yu hu berdiri diam sambil menyeringai dingin.
Koan San gwat tidak tahan lagi, hardik nya dengan keras:
“Bedebah! Anak durhaka. Hayo berlutut!”
Lau Yu hu melirik mata, jengekanya dingin. “Jangan
berkaok kaok terhadapku, walau kau lebih besar dari aku,
dilahirkan satu ibu lagi, tapi aku tidak punya kakak semacam
dirimu.”
“Siapa sudi menjadi abangmu!” damprat Koan San gwat
gusar.
“Baik sekali, lalu berdasar apa kau suruh akan berlutut!”
“Akan kuajarkan kepadamu bagaimana menjadi manusia
yang tahu aturan, supaya kau tahu menghormati ibumu!”
demikian damprat Koan San gwat marah.
Lau Yu hu tertawa sambil menuding Gwat hoa Hujin,
katanya “Dia ini ibumu, tapi bukan ibuku, karena kau hanya
dari hubungan cinta murni yang serong, sedangkan aku …
Hahaha … aku terpaksa harus lahir setelah dia mengingkari
suaminya …”
Pek Thi hun tidak kuasa mengekang amarahnya lagi, sambil
menggebrek meja, ia melompat bangun, lekas Lau Yu hu
merogoh secarik kain sutra dari kantong bajunya terus
dibuang ketanah, serunya “Pek tho cu!”
“Inilah surat berdarah peninggalan ayahku, secara diam
diam ia serahkan kepada Hwi kak, waktu aku berusia lima
belas tahun, baru diserahkan kepadaku, setelah kalian melihat
surat berdarah itu, tentu paham sebab musabab tingkah
lakuku hari ini!”
Koan San gwat melengong, ia membungkuk hendak
menjemput kain sutra itu, lekas Lau Yu hu mencabut pedang
seraya berteriak “Nanti dulu!” Sinar pedang berkelebat
dihadapan Koan San gwat, mendesakanya mundur selangkah.
Kata Lau Yu hu kemudian sambil menarik pedang: “Setelah
persoalan kami diselesaikan belum tarlambat kau
membacanya!”
“Ada persoalan apa diantara kita? ” tanya Koan San gwat
heran.
“Meski kita belum pernah ketemu selama ini, tapi
pertempuran hari ini sudah diatur oleh kodrat, sejak aku tahu
adanya orang macam kau ini, aku selalu menunggu datangnya
hari ini!”
“Apakah dalam surat peninggalan ayahmu ada menyuruh
kau bertanding melawan aku? ”
“Tidak! Bukan saja ayahku tidak menyuruh aku mengajak
kau bertanding, malah dia menganjurkan aku mencari kau,
merubah permusuhan menjadi persaudaraan, beliau suruh aku
anggap kau sebagai saudara kandung sendiri …”
“O,” Koan San gwat melengak heran.
Lau Yu hu menyeringai dingin, katanya.
“Aku menantang kau karena alasan pribadiku, selama
hidupku aku hanya berkeinginan mencari dua orang untuk
bertanding, beruntung kedua orang ini ternyata gabung
menjadi satu, keduanya terpusat pada dirimu seorang …”
Penjelasan ini makin membingungkan Koan San gwat,
segera ia melolos Pek hong kiam serunya “Berkelahi ya
berkelahi! Dua orang atau satu orang apa segala …”
Lau Yu hu mendengus “Soal ini harus dibicarakan dulu biar
jelas, kedua orang yang kumaksud adalah putra Ban hin gwat
yang di lahirkan ibuku, karena orang yang belum pernah
dilihatnya itu.. sehingga diriku tiada kedudukan dalam relung
hati ibuku …”
Kebetulan Gwat hoa Hujin siuman, mendengar kata kata
putranya segera ia berteriak: “Yu hu! Kau membual apa,
beberapa tahun ini, sikapku masih kurang baik terhadap kau?
”
“Baik atau tidak persoalan ini,” demikian jengek Lua Yu hu,
“Beberapa tahun ini kecuali Ban Sin gwat dan putra yang baru
hari ini kau temukan, pernah kau memikirkan orang lain? ”
Gwat hoa Hujin tercengeng. Lau Yu hu tertawa dingin,
berkata kepada Koan San gwat “Orang kedua yang hendak
aku cari Koan San gwat, sungguh kebetulan kaulah orangnya.”
“Kenapa? Aku membuat kesalahan kepadamu.”
Terbayang rasa kebencian pada tawa sinis Lau Yu hu,
katanya bengis : “Meski kita baru bertemu hari ini, namun
namamu tidak asing lagi bagiku, boleh dikata setiap hari aku
mendengar namamu empat lima kali dari mulut Ceng Ceng.
Meski aku mengorek hatiku dihadapannya dia tidak pernah
melupakan Koan toakonya, pernah aku bersumpah pada diri
ku sendiri, asal aku ketemu Koan San gwat aku akan
bertempur …”
Baru sekarang Koan San gwat paham duduk persoalannya,
Tay Su berjerih payah mengganti namanya menjadi Bing Jan li
kenapa Jinhg Tho bertiga minta dirinya jangan membicarakan
dan jangan membocorkan asal usuluya yang sebenarnya,
ternyata semua itu hanya untuk menghindari pertikaian.
Koan San gwat menghela napas, ujarnya: “Lau Yu hu, aku
tidak keberatan menempur kau, tapi tidak karena dua alasan
yang kau kemukakan tadi. Aku tidak ingin merebut kedudukan
direlung hati ibu, lebih tidak sudi mengadu jiwa hanya demi
seorang perempuan …”
Lau Yu bu merasa terpukul, serunya berkaok kaok: “Demi
alasan apa …”
Koan San gwat berkata dengan kereng “Karena kau putra
Lau Ih yu, maka kutempur kau, tapi hari ini aku menempurmu
untuk menghajar adat kepada kau sebagai putra yang durhaka
kepada ibunya….”
Sikapnya yang kereng penuh wibawa membuat Lau Yu hu
jeri, namun kilas lain sikapnya kembali congkak, teriakanya
sambil mengayun pedang “Peduli apa alasanmu, yang terang
kalau bukan kau biar aku yang mampus! Marilah .” menerjang
terus menusuk.
Koan San gwat menangkis serunya keras “Kau salah, hari
ini kau berhasrat membunuh aku, aku tidak akan membunuh
kau. Dulu pedang bajik ayahku mangalah kepada ayahmu,
hari ini aku tidak akan membuatmu cidera.”
Amarah Lau Yu hu berkobar, tiba tiba pedangnya terayun
membacok, teriakanya keras “Kentut jangan pura pura bajik,
kalau bapakmu orang baik, tidak pantas dia merebut istri
orang …”
Koan San gwat merah mendengar ocehannya, sekali lagi
dia menangkis dengan pedang, kini mulai dia balas menyerang
dengan ilmu pedangnya, pertempuran berlangsung dengan
seru.
Permainan ilmu pedang Lau Yu hu amat aneh, kekuatan
pergelangan tangannya amat besar. Biasanya Koan San gwat
membanggakan tenaganya yang besar, namun ia merasa
berat menghadapi rangsakan lawan yang bertubi tubi terpaksa
ia keluarkan Tay lo kiam sek untuk melawan.
Tay lo kiam hoat diciptakan khusus untuk menghadapi Siu
lo kiam hoat, tapi untuk melawan ilmu pedang lain juga
mempunyai wibawa yang besar, Kas kun sip ting. San gak eng
si, dua jurus pertahanan sekokoh gunung dengan mudah
menghalau seluruh rangsakan dahsyat lawan. Akhirnya
terdengar ia membentak laksana geledek, tangannya terayun
melancarkan pek jon koan ji, Pek Hong kiam memancarkan
cahaya cemerlang seluas satu tumbak sekitar badannya, Lau
Yu hu terbendung didalam tabir cahaya terang itu.
Agakanya Lau Yu hu tidak menyangka serangan lawan
begitu dahsyat dan ganas pula sejenak ia terpaku, sesaat ia
bingung bagaimana harus melawan. Pada saat gawat itu
terdengar jeritan kuat r Gwat hoa Hujin, sebetulnya Koan San
gwat tidak berniat melukai Lau Yu hu, maka disaat sinar
pedangnya mengenai badan Lau Yu hu, segera ia hentikan
permainannya serta membentak, dengan suara tendah:
“Lemparkan pedangmu? ”
Mendadak Lau Yu hu tertawa dingin, pedang panjang
berwarna merah gelap di tangannya itu menyandal keatas
mengeluarkan gentakan tenaga yang maha dahsyat, Pek hong
kiam Koan San gwat dihantamnya jatuh.
Berhasil melucuti senjata lawan, pedang Lau Yu hu
berputar lalu menukik turun menusuk balik. Keruan kejut Koan
San wat bukan kepalang, lekas berusaha menarik Pek hong
kiam untuk membela diri, namun pedangnya tidak bisa
bergeming seperti tersedot kekuatan yang maha besar, tanpa
mengenal kasihan pedang Lau Yu hu menusuk tiba, terpaksa
Koan San gwat melepaskan senjata dan memiringkan tubuh
berkelit.
“Rebahlah kau!” bentak Lau Yu hu. Pedangnya berputar
satu lingkaran, terbitlah cahaya merah berlapis lapis laksana
sebuah jala yang terkembang lebar menungkup ke seluruh
badan Koan San gwat.
Koan San gwat bertangan kosong, dengan sepasang
kepalan sudah tentu tidak mampu melawan, apalagi ia tahu
pedang ditangan Lau Yu hu adalah pedang pusaka, betapa
tajam pedang sakti itu. meski hawa pelindung badan
betapapun sakti dan tinggi, takkan mungkin dapat melawan
ketajaman pedang pusaka itu, terpaksa ia memejamkan mata
menghela napas menunggu ajal.. ..
Disaat yang amat genting tulah, dari sebelah samping
melesat sesosok bayangan menerjang ketengah gelanggang
sembari membawa taburan cahaya hijau, maka terdengarlah
suara gemerinting yang keras, cahaya hijau itu tepat
menangkis pedang Lau Yu hu, sekaligus menyelamatkan jiwa
Koan San gwat.
Koan San gwat membuka mata kembali dengan rasa kejut
dan heran seperti baru sadar dari mimpi, ternyata yang
menubruk datang menolong dirinya bukan lain adalah Tam
Kiam, salah satu dari tujuh pembantu Khong ham kiong.
Tampak rona Lau Yu hu menampilkan amarah yang tidak
tertahankan, dampratnya bengis: “Tam Kiam! Sungguh besar
nyalimu!”
Tanpa bersuara Tam Kiam tarikan pedang di tangannya
memancarkan cahaya hijau menubruk kearah Lau Yu hu. Lau
Yu hu terkekeh kekeh dingin, cahaya merah gelap dari
pancaran sinar pedangnya mendadak muncul menjadi satu,
lekas menerjang kedalam lingkaran cahaya hijau. Maka
terjadilah cahaya merah terpecah berhamburan, dibarengi
darah muncrat kemana mana.
Badan Tam Kiam tertebas kutung menjadi dua sebatas
pinggang, gerak pedang Lu Yu hu belum berhenti sampai
disitu saja, pedang ditangannya yang menyala merah gelap itu
mengejar datang menabas leher Koan San gwat.
Maka terdengarlah bentakan dan jerit kaget yang riuh
didalam balairung itu. Serempak Jing Tho, Sui Ki, Tay Su dan
lain lain bergerak, ingin menolong Kon San gwat.
Lau Yu hu tidak peduli, beruntun pedangnya berpencar
keberbagai arah, sekaligus perang empat orang penyerbu ini
dengan empat kali tabasan pedang. Diantara penyerang, Gwat
hoa Hujin bergerak paling cepat.
Pek Thi hun ikut merangsak pula.
Luncuran Gwat hoa Hujin tiba lebih dulu, sebelah
lengannya dikebutkan, lengan bajunya menggulung kedepan
mengubat batang pedang Lau Yu hu terus ditarik ke samping.
Sementara itu Pek Thi hun juga menubruk tiba, kontan
kepalanya menjotos dua kali ditubuh Lau Yu hu, sehingga
munduy sempoyongan dua tindak.
Lau Yu hu menyeringai dingin, desisnya “Bagus! Kalian
barmusuhan denganku!”
“Yu hu!” suara Gwai hoa Hujin gemetar, “Kau ……”
Tanpa bicara Lau Yu hu putar tubuh terus melesat pergi
lewat pintu.
Pek Thi hun mengajar tiba dibelakag nya terus melompat
tinggi pula hinggap menghadang jalan larinya, begitu kakinya
menginjak tanah sementara kepalan tangannya menggenjot
pula, kekuatan angin pukulannya menahan daya luncuran
tubuh Lau Yu hu, seketika ia berdiri dan tidak mampu maju
lebih lanjut.
Lau Yu hu mundur dua langkah, matanya memancarkan
dingin dan sadis, seringai nya dingin “Setan bungkuk! Apa
keinginanmu? ”
“Akan kubunuh binatang cilik macam ini!” desis Pek Thi
hun.
“Betul! Mumpung pihak kalian lebih banyak lekaslah bunuh
aku saja, kelak kalian akan mendapat bagian yang setimpal.”
“Kentut!” damprat Pek Thi hun, “Untuk menjegal binatang
macam tampangmu segampang membalikan telapak tangan,
masa perlu dibantu orang.”
“Setan bungkuk!” teriak Lau Yu hu sambil bergelak
tertawa. “Jangan takabur, kalau kau punya kemampuan, tidak
bakal kau terjungkal ditangan ayahku. Meski aku belum
setaraf dengan ayahku almarhum, tapi bila satu lawan satu,
masakan aku gentar menghadapi si bungkuk tua macam
tampangmu.”
Bukan kepalang gusar Pek Thi hun “Wut” kepalannya
menjotos kedepan, angin pukulannya deras menerpa kedepan,
lekas Lau Yu hu berkisar minggir menghindari tenaga pokok
berbarengan kedua tangannya terpencar dari atas dan bawah
menggencet ketengah.
Seketika Pek Thi hun melongo dan tersurut mundur,
serunya : “Binatang! Kepandaian yang kau pelajari darimana
ini? ”
Lau Yu hu menyeringai dingin tanpa meladeni ocehan
orang, kedua telapak tangannya menari seperti kupu kupu,
kejap saja beruntun sudah melancarkan puluhan pukulan
tangan yang lihay dan aneh.
Serentetan pukulan aneh yang lihay. Ini bukan hanya
perobahan yang sulit diselami malah kecepatan gerak amat
mengejutkan.
Beruntun Pek Thi hun harus berkelit dan menghindar,
syukur dapat melayani rangsakan lawan dengan selamat,
suatu kesempatan ia melancarkan pula sebuah pukulan,
kelihatannya pukulan ini bisa saja tidak mengandung
kekuatan, namun disaat ia melancarkan pula pukulan ini mimik
mukanya sangat prihatin seperti urat syarafnya menjadi
tegang.
Namun Lu Yu hu menyambutnya dengan senyum dikulum,
jengekanya “Tua bangka! Keluarkan seluruh kepandaian
simpanan mu” mulut bicara badan tidak menunjukan reaksi.
Diwaktu pukulan Pek Thi hun terpaut dua kaki didepan
badannya, baru kekuatan tenaganya dikerahkan, maka
terdengar sebuah ledakan dahsyat seperti gempa bumi.
Seiring dengan suara keras ini, Lau Yu hu roboh celentang
datar ditanah, hingga kekuatan pukulan dahsyat laksana
gugur gunung itu menyerempet hidungnya, sisa kekuatan
yang menyerang kedepan menerjang tembok pagar hingga
jebol, balairung yang besar itu sampai hureg.
Cepat sekali kedua tangan Lau Yu hu menekan tanah,
badannya mencelat kedepan menubruk lawan, kedua kaki
terpentang, seperti gunting layakanya menggunting kedua
kaki Pek Thi hun.
Agaknya Pek Thi hun tidak menduga lawan kecil ini bisa
menggunakan jurus aneh dan lucu ini, sesaat ia kehilangan
akal, kedua kakinya dililit dan keras, ia tidak mampu berdiri
tegak pula, badannya roboh kesamping. Beruntung ia
terguling guling lima enam tumbak jauhnya baru
mengendalikan badannya.
Sigap sekali Lau Yu hu sudah melejit badan berdiri tegak
lebih dulu melihat Pek Thi hun mampu merangkak bangun
tanpa kurang suatu apa, air mukanya menampilkan rasa heran
dan terkejut, tapi wajahnya masih mengulum senyum ejek
dan menghina, katanya: “Bungkuk tua! Ilmu kekerasan
badanmu ternyata sudah sempurna, kau mampu menerima
serangan Kim Kiau Cian tui (guntingan kaki naga laut mas )
…”
Pek Thi hun mengeretak gigi, jenggot dan rambut
kepalanya berdiri dan berkembang seluruh tulang badanya
berbunyi keretekan, jelas ia memusatkan tenaga mengerahkan
lwekang yang lihay.
Gwat hoa Hujin menjadi terbelak, teriaknya: “Tho ong!
pandanglah mukaku, ampunilah jiwanya…”
“Dia mampu menedang Lohu berarti tahu akan dosa
dosanya, tapi sengaja melakukannya. Banyak yang harus
dibanggakan atas dirinya!” begitulah jengek Pek Thi hun
saking gusar.
“Tho ong!” Gwat hoa Hujin semakin gelisah, “betapapun
usianya masih muda, apa kau tidak pandang mukaku …”
“Jadi ditendang tanpa diberi kesempatam membalas …”
“Yu hu!” segera Gwat hoa Hujin berseru kepada putranya,
“Lekas minta maaf kepada paman, mintalah pengampunannya
ketahuilah Poh giok kun kang paman Pek sudah mencapai
sekali jotos meremukan batu gunung.. Bagaimana juga kau
bukan tandingannya!” nada perkataannya mengandung
permohonan yang amat dikasihani, disamping itu secara
langsung ia beberkan rahasia ilmu pukulan Pek Thi hun
kepada putranya.
Tak nyana sikap Lau Yu hu lebih pongah ujarnya “Putra Lau
Ih yu hanya tahu mengadu jiwa, pantang minta maaf kepada
lawan!”
“Hujin!” teriak Thi hun, “Kau sudah dengar sendiri, jangan
kau salahkan Lohu bertangan gapah!” lenyap suaranya,
kepalannya sudah menjotos kedepan. Gaya pukulan kali isi
kelihatan lebih mantap dan tenang, pukulan nya tidak
membawa kesiur angin atau suara.
Lahirnya La Yu hu bersikap takabur, sebenarnya ia
menginsafi bahwa pukulan Pek Tai hun amat lihay, belum lagi
serangan musuh melayang tiba ia sudah bersiap lebih dulu,
kedua tangan menyentuh ujung kakinya, ia biarkan punggung
sendiri terbuka dan kena pukulan dahsyat lawan.
Gaya perlawanan yang lucu dan aneh ini membuat hadirin
melongo heran, sementara kepalan Pek Thi hun sudah telak
mengenai punggungnya, namun ia merasa pukulannya
menjotos diatas tumpukan bulu bulu burung yang empuk
sedikitpun tidak menimbulkan daya perlawanan apa apa.
Sementara badan yang tertekuk membundar seperti bola itu
menggelundung jauh diatas tanah terdorong oleh kekuatan
angin pukulan yang dahsyat itu.
“Bagus sekali anak muda!” teriak Pek Thi hun, “Hebat juga
kepandaianmu, mari rasakan lagi dua pukulanku ini!”
Belum lagi pukulannya dilancarkan, tahu tahu Lan Yu hu
melenting keudara setinggi satu tumbak, samentara cahaya
merah membara ditangannya terus menungkrup keatas batok
Pek Thi hun.
Ternyata disaat ia menggelundung di tanah itu, sekaligus ia
menjemput pedang panjangnya yang tadi digulung jatuh oleh
lengan baju Gwat hoa Hujin, ia insaf bahwa kekuatan pukulan
Pek Thi hun bukan olah olah hebatnya, maka kali ini ia
merangsak lebih dulu Pek Thi hun tertawa panjang, nadanya
dingin dan menusuk kuping, secepat kilat pukulannya
dilancarkan lagi. Ditengah udara Lau Yu hu angkat pedang
dan mengayunnya, membundar, maksudnya hendak
menuntun kekuatan tenaga pukulan lawan kesamping serta
memunahkannya.
Siapa duga pukulan Pek Thi hun kali ini hanya gertak
sambal belaka, sehingga ayunan pedangnya tidak membawa
saluran tenaga yang berarti. Baru saja Liu Yu hu menginsafi
kesalahannya, merubah gerak pedang jelas tidak keburu lagi,
terpaksa ia kertak gigi pedangnya terayun kedepan sementara
tubuhnya meluncur turun menusuk Pek Thi hun.
Kesempatan yang bagus ini, Pek Thi hun menghardik
laksana geledek : “Menggelindinglah!” pukulan tanganpun
menyongsong kedepan.
Begitu keras dan hebat angin pukulannya, sehingga badan
Lua Yu hu yang terapung dan meluncur turun itu diterjang
membal balik ketengah udara pula, tapi dia sendiripun
menghadapi elmaut.
Tusukan pedang Lau Yu hu mengadu jiwa, belum lagi
menusuk tiba pedangnya memancarkan kabut merah
sepanjang lima kaki, kabut merah ternyata menembus
kekuatan angin pukulannya dan menyapu keras melanda
badannya.
Untung Pek Thi hun siaga dan bermata jeli, begitu pukulan
dilancarkan, sebat sekali kakinya menyurut mundur, kabut
merah itu hanya menyapu disebelah bawah dagunya
memapas jenggot panjangnya.
Sementara Lau Yu hu kena telak oleh jotosan, untung ia
berada di tengah udara daya pukulan yang mengenai
badannya sudah banyak berkurang kekuatan, namun demikian
badannya terbang seperti layang layang putus benang
melampaui pagar tembok, sedetik sebelum badannya
melewati tembok, ia masih sempat mengayun pedangnya
kedepan. Kekuatan babat pedang yang ampuh itu membuat
tembok tebal dan kokoh itu gugur berlubang besar, dari
lubang besar inilah tubuhnya jatuh keluar.
Agakanya Pek Thi hun belum puas dengan menggerung
seperti harimau kelaparan ia memburu keluar, Koan San gwat
dan Gwat hoa Hujin menyusul dibelakangnya. Tampak Liu Yu
hu merayap bangun dengan susah payah dari runtuhan
tembok, ujung mulutnya melelehkan darah segar.
“Binatang cilik!” hardik Pek Thi hun, “Kau tidak boleh
diampuni!” kedua kepalan tangan siap dihantamkan tiba tiba
sesosok bayangan meledat datang menghadang didepannya.
Melihat penghadang ini adalah Koan San gwat, Pek Thi hun
semakin berjingkrak gusar “Anak muda! Apa apaan
kelakuanmu ini? ”
“Paman!” ujar Koan San gwat kalem. “ Harap lepaskan saja
dia!”
“Apa? ” terjak Pek Thi hun, “Kaupun ingin melepas dia? ”
“Ya! Ayahku meninggal dengan tekanan batin karena kalah
dibawah pedang Lau Ih yu, kalau kau bunuh dia, ayahku tidak
bisa meram dialam baka!”
Pek Thi hun menjadi heran dan tidak mengerti, serunya :
“Bagaimana maksud ucapanmu ini? ”
Berkatalah Koan San gwat dengan lantang dan prihatin:
“Kekalahan yang memalukan dibawah pedang harus ditebus
dengan pedang pula. Lau Ih yu sudah mati, untung ada
keturunannya ini, kalau aku tidak dapat mengalahkan dia
dengan ilmu pedang! Maka aku menjadi anak yang durhaka
terhadap mendiang ayahku!”
Baru sekarang Pek Thi hun mengerti keruan maksud
perkataannya, namun matanya terbelalak dan bertanya “Kau
mampu? ”
“Waktu kami saling gebrak tadi kaupun sudah
menyaksikan, bukan karena ilmu pedangku tidak mampu
menandinginya, cuma pedangnya itu amat aneh! Bila gebrak
lagi untuk kelanjutannya, aku akan jauh lebih hati hati dan
waspada …”
Terpaksa Pek Thi hun menurunkan kepalannya, ujarnya
menghela napas “Baiklah! Kuterima permohonan! Tapi bocah
keparat ini amat culas dan berbahaya, kalau kau di rubuhkan
oleh dia, jangan kau salahkan aku!”
Koan San gwat tertawa enteng, ujarnya: “Siauit tahu!
Bagaimana juga tidak akan menyalahkan kau orang tua.”
Lau Yu hu menenteng pedang menunggu kesempatan
untuk bertarung dengan Koan San gwat.
Tak nyana Koan San gwat hanya tersenyum saja, katanya:
“Kau sudah terluka, meski aku dapat mengalahkan kau tiada
artinya lagi, lebih baik kutunggu setelah luka lukamu sembuh
barulah diadakan pertandingan yang benar benar adil!”
Lau Yu hu tidak bersuara lagi, putar tubuh terus tinggal
pergi, baru melangkah lima enam langkah badannya tampak
terhuyung sempoyongan hampir roboh. Gwat hoa Hujin
hendak memburu maju memayangnya, tapi ia acungkan
pedang mengancam katanya: “Jangan sentuh aku!”
Gwat hoa Hujin melengak, ujarnya, “Yu hu … kau … ibumu
sendiri sudah kau tidak pandang lagi….”
Air mata tak terbendung lagi membasahi kedua pipi Gwat
hoa Hujin, saking haru ia sampai tidak kuasa mengeluarkan
suara.
Lau Ya hu kendalikan darah yang menerjang naik kerongga
dada, teriakanya terbatuk batuk “Hwi Kak! Kemari payang
akan turun gunung? ”
Hwi kak bermuram durja, sambil mengiakan ia memburu
maju cepat ia raih lengan nya, katanya “Kongcu! Kau hendak
turun gunung?”
Lau Yu ha mendengus, sahutnya “Sudah tentu harus turun
gunung bisakah aku menetap ditempat ini pula? ”
“Yu hu!”tenak Gwat hoa Hujin, “Kenapa kau bicara macam
itu?”
“Tempat ini memang sarang rahasia Ban Sin gwat bersama
kau, kenapa aku orang she Lau menetap disini? ”
Saking marah Gwat hoa Hujin membanting kaki dan
menangis sesenggukan. Sementara Hwi Kak sudah memayang
Lau Yu hu turun gunung tanpa menoleh pula Setelah mereka
pergi jauh, tak tahan Gwat hoa Hujin ingin memburu dan
memanggil nya pulang, cepat Jing Tho membujuk dengan
lemah lembut “Hujin! Biarlah dia pergi! Dia pergi bukan
lantaran tega meninggalkan engkau!”
“Apa maksudmu? ”
“Karena nona Thio!”
Tergetar badan Gwat hoa Hujin, ia ber paling kearah Koan
San gwat, katanya menggeleng pelan “Ai Nak! Kenapa kau
justru Koan San gwat.”
Koan San gwat paham, tapi ia tak dapat berbuat apa apa.
Pek Thi hun kelihatan senang: “Hujin.” katanya, “Putra
yang selalu kau kenang sudah ketemu, kehilangan seorang
putra mendapat ganti seorang putra, terhadap kau ganti
mengganti ini tiada ruginya. Malah putramu yang ini jauh lebih
baik dari putramu yang satu itu …”
“Tho ong!” ujar Gwat hoa Hujin menyeka air mata, “Kau
tidak paham, dalam sanubari seorang ibu, putra putri mana
bisa tukar menukar seperti barang layakanya …”
“Jadi kau tidak mau mengakui putramu yang ini? ”
“Tidak! Tho ong! Kau salah mengerti!” Sahut Gwat hoa
Hujin cepat, “Terhadap putraku yang kembali setelah berpisah
sekian lamanya betapa senang hatiku, tapi akupun amat berat
kehilangan Yu hu, sebab diapun anak kandungku sendiri.”
Pek Thi hun melongo sekian lamanya, akhirnya ia menarik
napas sambil meraba jenggotnya yang putus “Memang Lohu
tidak tahu, untung aku ini sebatang kara, tidak punya
tanggungan keluarga jadi tidak perlu memeras keringat
memikirkan segala tetek bengek itu, marilah kita masuk saja
kita baca surat peninggalan Lau Ih yu, pesan apa yang dia
tulis kepada putranya!”
Gwat hon Hujin masih menjublek mendelong ke bawah
gunung, air mata masih bercucuran dari kelopak matanya. Hwi
Kak dan Lau Yu hu sudah tidak kelihatan bayangan nya,
dengan rawan dan hambar ia masih menjublek sekian
lamanya akhirnya tangannya tekan pundak Koan San gwat,
pelan pelan ia ajak putranya kembali ke balairung.
Kain sutra yang dilempar Lau Yu hu masih menggeletak di
lantai, warna kain sutra itu sudah luntur dan menguning, jelas
sudah sekian tahun tersimpan tak pernah disentuh tangan
manusia.
Pandangan semua orang tertuju kearah kain sutra itu,
semua menunduk tanpa ada seorangpun yang bergerak untuk
menjemput nya.
Pek Thi hun yang berangasan kurang sabar untuk lekas
mengetahui isi surat itu, terpaksa ia suruh Koan San gwat,
katanya : “Hiantit! Coba kau saja yang membacanya.”
Dengan rawan Gwat hoa Hujin birkata getir: “Aku tidak
suka melihatnya, kau bacakan saja.” Jing Tho, Sui Ki berlima
segera bergerak hendak meninggalkan balairung itu. Lekas
Gwat hoa menambahkan: “Kejadian dulu kalian kalian sudah
tahu, tak usah kalian menyingkir, kalian boleh mendengar!”
Sui Ki berlima menghentikan langkah dan mengurungkan
niatnya keluar. Dari sinilah dimengerti betapa besar keinginan
mereka untuk mengetahui pesan yang tertera didalam kain
sutra peninggalan Lau Ih yu itu.
Pelan pelan Koan San gwat membeber kain sutra itu lalu
dibaca lantang perlahan lahan “Disampaikan kepada anak Yu
untuk diketahui… Aku sudah akan mati! Sebab musabab
kematianku sulit diselami orang lain, sebenar nya hatiku tidak
bisa tentram karena marah, dan sedih dan penasaran!… Kalau
membicarakan pengalaman dulu, menambah perih dan
membangkitkan amarah belaka! Untuk ini anakku boleh
bertanya kepada Hwi kak, dia tahu jelas semua seluk beluk
peristiwa ini, sedemikian setianya kepadaku, tentu dia bisa
menjelaskan segala rahasia apapun yang kan ketahui… kini
biar kukisahkan pengalaman pahit getirku,. Kebencianku
meliputi tiga persoalan : Pertama Ban Sin gwat merupakan
sasaran yang terbesar, Pek Thi hun sebagai pembantu
perbuatan tidak senonoh yang tidak dapat diampuni pula,
namun sebagai orang luar tidak perlu kau menuntut terlalu
banyak kepadanya, cukup asal dapat membunuhnya saja..
Yang paling sulit dipercaya adalah ibu kandungmu sendiri,
dikala aku cidera berbaring diatas ranjang, dia malah
terkenang pada orang lain, hal ini merambah perih dan
gusarku yang tidak tertahan lagi sehingga sulit penyakitku
diobati, akan tetapi betapa besar cintaku kepadanya, tidak
pantas bila kau berbuat durhaka membunuh ibu kandung mu
sendiri, maka cukup asal kau menista dan memakinya saja
sebagai pembalas dendam penasaranku… Ibumu melahirkan
seorang putra dari Han Sin gwat, usianya lebih tua dua tahun
dari kau, ibumu amat merindukan dan prihatin pada putra
besarnya itu. Boleh setelah kau membunuh Ban Sin gwat,
menyeretnya kehadiran ibumu, mengorek jantungnya dan
mencacah hancur jasatnya. Pembalasan ini.. Kukira cukup
setimpal untuk membalas sakit hati dan melampiaskan rasa
penasaran selama ini… Dari luar lauran aku pernah
memperoleh sejilid buku ilmu pedang, sejak kembali belum
sempat kupelajari secara mendalam, kini sudah kubungkus
secara rahasia dan kuserahkan kepada Hwi Kak untuk
disimpannya nanti setelah kau berusia lima belasan, kau
sudah cukup dewasa untuk memulai mempelajari ilmu
pelajaran itu, carilah satu tempat yang sunyi untuk
mempelajari ilmu peninggalanku ini secara sembunyi
sembunyi, bekal ini kelak untuk menuntut balas bagi dendam
sakit hatiku ini, sepuluh tahun mendatang kau sudah cukup
matang untuk memulai usaha ini. Sebelum latihanmu berhasil
jangan kau sembarangan bertindak, karena Ban dan Pek
kedua musuh amat tinggi dan lihay ilmu silatnya jangan
sampai kau menjadi konyol… Dan lagi orang yang melukai aku
ilmu pedangnya teramat lihay, kelak bila ilmu silatmu sudah
sempurna kau latih boleh kau cari dia dan balaskan sakit hati
tusukan pedang pada diriku ini. Jelasnya orang itu adalah
seorang nenek tua yang berparas amat buruk menakutkan,
boleh kau gunakan sim yang sio kang dari ce sia kau untuk
melawannya …”
Setelah Koan San gwat membaca surat itu, semua orang
berdiam diri dan tenggelam dalam pikiran masing masing.
Akhirnya terdengar Gwat hoa Hujin, berkata pilu : “Tak
nyana sedemikian dalam dan besar rasa benci Lau Ih yu
terhadapku, sebelum ajal ia sudah mengatur semua ini …”
Pek Thi hun juga menimbrung dengan prihatin : “Tak heran
bocah keparat itu berani melawan dua jurus pukulan Bok giok
kun yang kulancarkan tadi, ternyata secara diam diam Lau Ih
yu ada meninggalkan warisan pelajaran silat kepadanya.
Tahun ini ia baru berusia dua puluh empat, kurang satu tahun
lagi baru latihannya sempurna, tatkala itu mungkin Lohu
sendiri tidak akan unggulkan melawannya.”
Gwat hoa Hujin masih berdiri terlongo ujarnya: “Sejak kecil
dia selalu berada disampingku, setelah ia berusia belasan
tahun, mendadak ia minta menepati sebuah villa tersendiri di
puncak Ce kwi hong sana, semula kukira bocah jika sudah
menanjak dewasa, tidak mau lagi bergaul terlalu rapat dengan
ibu kandungnya, siapa tahu secara diam diam ia
membelakangi aku melatih silat secara rahasia …”
Suasana kembali hening lelap, tiada seoranpun yang buka
suara tak lama kemudian Pek Thi hun, pula jauh membuka
kesunyian: “Ai , urusan sudah keterlanjur, bicarapun tidak
berguna, yang jelas Lau Yu hu tidak akan kembali kehari
depanmu!”
“Ya,” ujar Gwat hoa Hujin dengan berlinang air mata,
“Kalau tiada kejadian Thio Ceng Ceng. mungkin tidak begitu
besar tekad nya unruk meninggalkan aku.”
“Siapakah Thio Ceng Ceng itu!” tanya Pek Thi hun,
“Kejadian apa yang telah terjadi?”
“Thio Ceng Ceng adalah anak gadis yang cantik rupawan,
ilmu pengobatannya yang sangat tinggi dan lihay, suatu ketika
secara tidak sengaja ia menerobos naik keatas gunung
bersama seorang nenek tua she Peng, waktu itu kebetulan
penyakitku sedang kumat, kedatangannya amat kebetulan dan
berhasil menyembuhkan menyakitku. Akan tetapi kecantikan
serta sikapnya yang lembut sekaligus telah menambat
sanubari Lau Yu hu terhadap nya, begitu besar rasa cintanya
sehingga seperti orang sinting saja, bicara terus terang
akupun amat suka dan sayang padanya maka kuminta dia
tetap tinggal disini, semula aku hendak membujukanya supaya
sudi menikah dengan Yu hu, namun genduk ayu itu ternyata
sudah punya pujaan hatinya sendiri …”
“Kini paham aku,” ujar Pek Thi hun, “Pujaan hatinya itu
adalah Koan San gwat, martabat dan karakter keponakanku
ini jauh dari bocah keparat itu, mana bisa gadis ayu itu
mengalihkan cinranya kepada pemuda ini!”
“Tepat dugaanmu! Berapa baik sikap Yu hu kepada Thio
Ceng Ceng, namun setiap buka mulut tutup mulut Thio Ceng
Ceng selalu tidak melupakan Koan toakonya, saking
kewalahan akhirnya aku suruh nenek she Peng itu turun
gunung mencari Koan San gwat …”
Mendadak Pek Thi bun menjengek dingin “Tujuanmu
mencari Koan San gwat adalah hendak membunuhnya bukan?
”
Gwat hoa Hujin bungkam tidak mampu menjawab Pek Thi
hun cepat mendesak: “Kenapa kau tidak mau bicara? ”
Gwat hoa Hujin menggigit bibir, katanya “Ya, semula
memang aku punya maksud demikian! Soalnya aku tidak tega
melihat Yu hu menderita batin! Seorang ibu demi kebahagiaan
putranya dia dapat saja melakukan apa saja tanpa mengingat
segala akibatnya …”
“Bu! segera Koan San gwat berseru dengan “Mungkin tidak
pantas aku mengeritik kau, namun perbuatanmu ini jelas salah
dan amat tercela, persoalan cinta asmara sekali kali pantang
dipaksakan, terutama menggunakan cara yang tidak senonoh
dan memalukan …”
Gwat hoa Hujin amat menyesal, ujarnya “Nak mana aku
tahu bahwa Koan San gwat adalah kau!”
“Peduli kau tahu atas tidak yang jelas parbuatan ini amat
hina dina, seumpama kau berhasil membunuh aku dan
merangkap jodoh mereka, akhirnyapun akan terjadi suatu
tragedi yang menyedihkan, kau sendiri sudah mengecap
penderitaan yang menjadi kenyataan hidupmu kenapa pula
harus melakukan kesalahan tumbal yang memalukan ini …”
Gwat hoa Hujin tertunduk bungkam, sementara Koan San
gwat, masih uring uringan, tanyanya “Dimana Geng Ceng
sekarang? ”
“Berada digedung kaca, lekas kau kesana menengoknya!”
sahut Gwat hoa Hujin.
“Dimana letak gedung kaca? ”
“Hamba suka membawa Kongcu kesana! “lekas Tay Su
maju menyediakan diri.
Begitulah dengan Tay Su sebagai penunjuk jalan Koan San
gwat berdua menyelusuri sebuah jalan pegunungan kecil yang
berliku liku kira kira beberapa li jauhnya, tak lama kemudian
dari kejauhan tampuk didepan sana diatas puncak sebuah
gunung mencorong reflek sinar putih kemilau yang menutupi
sebuah bangunan berloteng kecil, setelah tiba dibawah
puncak, lekas Tay Su menjura dan menunjukkan jalan yang
harus ditempuh terus mengundurkan diri.
Terpaksa Koan San gwat melanjutkan naik keatas seorang
diri, baru saja ia tiba disamping gunung, dari kejauhan lantas
dia tarik suara dan berteriak lantang:” Ceng ceng Adik Ceng!
Aku telah datang! Koan toakomu sudah datang.”
Tapi keadaan bangunan loteng kecil itu tetap sunyi lengang
tiada terdengar suara apapun juga, keruan Koan san gwat
menjadi gelisah, dengan langkah lebar cepat ia memburu
kearah bangunan loteng tanpa sempat mengamati keadaan
sekelilingnya, langsung menentang masuk kedalam.
Bawah loteng sunyi senyap tiada tampak bayangan
seorangpun, lekas ia berlari naik keatas, kain sutra lembut
semampai, sinar lilin masih menyala terang, segala perabot
masih teratur rapi, namun tiada kelihatan bayangan atau jejak
seorangpun. Keruan hatinya semakin gugup dan gelisah.
“Kemana dan dimana Ceng ceng berada ?” demikian ia
bertanya. Sementara kakinya berlari kian kemari sambil
menggeladah kesegala tempat, akhirnya disebuah kamar
berloteng sebelah belakang ditemukan dua anak perempuan
berusia lima belasan tahun rebah ditanah. Seorang
diantaranya batok kepalanya pecah terbacok senjata tajam,
darah berceceran kemana mana, jiwanya sudah lama
melayang. Sementara seorang yang lain cuma rebah tak
berkutik kena tertutuk jalan darahnya tanpa kena cidera apa
apa.
Mencelos hari Koan San gwat, serta merta ia merasakan
firasat jelek, lekas ia jinjin kesamping perempuan kecil yang
belum ajal itu serta memeriksa keadaannya, akhirnya
diketahui bahwa Hiat tou Ciang tai hiat dibelakang kepalanya
kena ditabok keras keras oleh seseorang sehingga ia jatuh
semaput.
Untuk mengetahui jejak dan kejadian apa yang dialami Thio
Ceng ceng, terpaksa ia harus menekan gejolak perasaan
hatinya, dengan sabar ia membuka pakaian perempuan kecil,
itu kedua tangannya mulai mengurut dan menekan memberi
pertolongan sekedarnya untuk membuatnya siuman. Tak lama
kemudian terdengar mulut si dara kecil ini mengeluh lalu pelan
membuka mata dan siuman, begitu ia melihat jelas seketika ia
menjerit ngeri dan ketakutan.
Dengan lembut segera Koan San gwat berkata “Adik cilik!
Jangan takut! Lekas beri tahu padaku, kemana nona Ceng
ceng pergi? ”
Dara kecil itu membelalakkan matanya. Sikapnya masih
takut dan ngeri.
Sudah tentu Koan San gwat semakin gagap, teriakanya
keras “Lekas katakan! Dimana nona Thio? Apa yang telah
terjadi disini? … Aku bernama Koan San gwat.”
Begitu mendengar namanya dara cilik ini lantas melompat
bangun dan menunjuk kearah jendela, teriakanya”,”Jadi kau
adalah Koan toako … Koan siangkong yang sering dikatakan
Siaucia…”
Lekas Koan San gwat manggut manggut, tanyanya cepat:
“Dimana nona Thio? ”
“Siocia diusir pergi oleh bibi Hwi Kak, dia lari dari sana, aku
bernama Siau hong, masih seorang lagi bernama Siao lik, dia
dibunuh oleh bibi Hwi Kak…”
Dada Koan San gwat seperti dipalu godam, tak sempat
mendengar penuturan lebih lanjut, sebab sekali badannya
melayang menerobos keluar jendela terus berlari kencang
kedepan, sementara Siau hong memburu ke jendela dan
berteriak:”Koan siankong, kau salah jalan, menuju sebelah
kiri!”
Sejak Koan San gwat menghentikan langkahnya, sesaat
jadi ragu ragu dan kurang percaya karena sekitarnya cuma
sebuah jalan yang terbentang dearah depannya saja, letak
bangunan berkaca ini dibangun dipuncak gunung yang kedua
sampingnya merupakan jurang terjal yang amat curam.
Terdegar Siu hong berseru pula dengan gugup: “Sedikitpun
tidak akan salah, dia diusir siocia dan melompat turun kesana
bersama.”
Soalnya sebelah kiri adalah jurang, menurut tafsiran Koan
San gwat tingginya ada tiga empat puluh tumbak, maka dia
tambah kurang percaya. Namun Si hong berteriak meyakinkan
lagi “Koan siangkong, aku tidak akan ngipusi kau, Hwi Kak
menenteng pedang dengan sikap kasar dan bengis
mengancam nona Thio, semula nona Thio melawan, lekas
Siau lik maju hendak memisah, namun dia kena dibunuh oleh
bacokan pedang Hwi Kak, sementara aku sendiri pun lantas
ditutuknya …”
“Nanti dulu!” Koan San gwat sadar “Kala toh kau kena
tertutuk, darimana kau bisa tahu bahwa mereka lompat tutun
dari sini? ”
“Meski aku tertutuk jalan darahku kuping ku masih bisa
mendengar dan matapun bisa melihat, kulihat nona Thio
lompat dari jendela dikejar Hwi kak, malah kudengar pula
suara mengancam sambil mengudak.. ‘Kau terjun kejurangpun
akan kukejar kau!’ saking gugup, aku sampai jatuh pingsan!”
Melihat sikap orang tidak seperti orang berbohong, namun
Koan San gwat bertanya lebih tegas “Tempat apakah dibawah
jurang sana? ”
“Disebelah bawah sana terdapat sebidang hutan, diluar
hutan terdapat sebuah aliran sungai yang bisa tembus keluar
gunung …”
Tanpa bertanya lebih lanjut Koan San gwat melompat
kedepan dan terjun kebawah jurang. Lompat turun dari
tempat dan terjun kebawah jurang, Lompat turun dari tempat
yang sedemikian tinggi baru pertama kali ia lakukan, namun
terpikir olehnya kalau Thio Ceng ceng berdua bisa lompat
turun kebawah kenapa aku sendiri tidak mampu?
Tepat kakinya dapat menginjak sebuah batu gunung yang
menonjol keluar semetara sebelah bawah adalah jurang yang
amat dalam tak terduga sebelum ia bisa berdiri tegak tiba tiba
batu gunung tempat ia berpijak bergeming dan runtuh
seluruhnya, kontan ia ikut terjungkal kebawah, tanpa kuasa ia
terjun masuk kedalam aliran arus sungai yang deras dan
tergulang gulung kebawah gunung, Koan San gwat tidak
terlihat menongol pula keluar dari permukaan air.
Siau hong yang berdiri dipinggir jurang melihat kejadian ini
tiba tiba ditambah seorang lain, bukan lain adalah Hwi kak,
mengawasi Koan San gwat, yang tertelan gelombang sungai,
ia tepuk tepuk pundak Siau hong pujinya: “Siau hong! Bagus
sekali kau menjalankan tugas! Sekarang lekas kita tinggalkan
tempat ini!”
Dari bayangan besar dipinggir jurang sebelah sana mereka
angkat bersama Thio Ceng ceng yang tidak sadarkan diri, Hwi
Kak melolos ikat pinggangnya, terus mengangkat Thio Ceng
ceng diatas punggungnya tak lama kemudian mereka sudah
berlari lari kearah semula Koan San gwat tadi hendak menuju,
sekejap bayangan mereka sudah tidak kelihatan lagi.
Semua hadirin di Khong ham kiong sama mengunjuk rasa
prihatin dan membeku, hal ini terjadi kira kira setengah hari
setelah Koan San gwat terjungkal kedalam jurang.
Dengan marah marah Pek Thi hun segera berteriak “Hujin!
Sampai detik ini kau masih berusaha mengeloni bocah keparat
itu, menurut dugaanku pasti putra bangsatmu sekongkol
dengan Hwi Kak yang melakukan perbuatan tercela itu …”
-oo0dw0oo-
JILID 20
ALIS GWAT HOA HUJIN BERTAUT kencang, katanya “Bukan
mustahil secara diam diam Koan San gwat membawa Thio
Ceng ceng tinggal pergi secara diam diam?”
“Kau hanya mencari cari alasan belaka. Apa lagi alasannya
dia harus tinggal minggat secara diam diam! Dan lagi bila
hendak meninggalkan apa pula alasannya dia harus turun
tangan keji membunuh orang yang tidak berdosa!”
Jing Tho juga mengerut kening, timbrungnya : “Hambapun
berpendapat demikian tidak mungkin Koan Kongcu minggat
secara diam diam. Pertama Koan Kongcu tiada alasan berbuat
demikian, kedua jejak Siau hong yang menghilang amat
mencurigakan, biasanya Siau hong dan Siau lik adalah dayang
Hujin yang terpercaya, namun dari apa yang dapat kutahu
biasanya Siau hong jauh lebih rapat dan dekat kepada Hwi
Kak, bukan mustahil mereka bersekongkol menculik lari nona
Thio …”
“Katakan!” sentak Gwat boa Hujin dengan marah marah,
“Dalam detik detik macam ini kau masih main ulur waktu dan
jugal mahal segala.”
Jing Tho mengiakan, lalu katanya lebih lanjut “Yaitu bahwa
kemungkinan Koan kongcu sendiri sudah mengalami
kecelakann.”
“Bohong! Seumpama dia meninggal paling tidak mayatnya
pasti dapat diketemukan.”
“Dibawah jurang terdapat sebuah aliran sungai yang amat
deras arus airnya, dan lagi batu menonjol disamping
jurangpun telah hilang, hamba berpendapat kedua amat besar
kemungkinannya”
Gwat hoa Hujin menarik muka dan tertunduk diam.
Pek Thi hun segera berteriak “Kalau Kaon San gwat benar
benar kena dibokong celaka, betapapun aku tidak akan
mengampuni bocah keparat itu.”
“Tho ong! duduk perkaranya belum lagi jelas …”
“Lalu bagaimana dengan Koan San gwat?” sentak Gwat hoa
Hujin dengan murka.
“Jejak Koan kongcu ada dua kemungkinan, pertama, begitu
dia mendapat nona Thio menghilang, dilihat gelagat
disekitarnya ia tahu hahwa telah terjadi sesuatu atas diri nona
Thio, lekas lekas mengejar menurut apa yang dia dapat
disana. Soal kedua hamba jadi kurang leluasa menjelaskan …”
“Keduanya adalah putra kandungmu, tapi Koan San gwat
adalah keturunan sahabat kentalku, segera aku harus
menemukan bocah keparat itu. Asal Koan San gwat benar
tidak kurang suatu apapun, dapat kuampuni jiwanya, atau
sebalikanya akan kuhancurkan leburkan anak keparat dan
durhaka itu. Aku tidak perduli bagaimana sikapmu terhadapku
atas segala sepak terjangku ini, yang jelas keputusan dan
tekadku tidak dapat ditawar lagi.” Habis bicara dengan marah
marah ia tinggal pergi dengan langkah lebar.
Gwat hoa Hujin tidak berusaha merintang, setelah
bayangan Pek Thi hun menghilang barulah dia manghela
napas, dan ujarnya “Oh Thian! Kenapa kau mengatur nasib ku
sedemikian mengenaskan. Yu hu, perbuatanmu memilukan
hatiku …” tak tertahan air mata bercucuran sesaat ia
menambahkan: “Jing Tho, Sui Ki! Kalian berdua segera
mencari sepanjang sungai dan temukan jenasahnya bila ia
benar benar mati kecemplung ke air, Coh bing tinggal di
rumah menunggu rumah, sementara Tay Su dan Jip Hoat ikut
aku turun gunung!”
“Hujin hendak turun gunung?” tanya Coh bing dengan rasa
berat. Gwat hoa Hujin manggut manggut, ujarnya “Ya, aku
harus turun gunung! Aku harus menemukan dia sebelum Pek
Tho ong menyandaknya, akan kutanya biar jelas duduk
perkara sebenarnya, bilamana dia memang melakukan
perbuatan yang tercela ini bagaimana juga aku tidak bisa
membiarkan Pek Tho ong membunuhnya.”
Jing Tho tergagap, tanyanya “Hujin! maksudmu …”
“Ya,” ujar Gwat hoa dengan pilu, aku sendiri yang akan
merenggut nyawanya.”
Sesaat kemudian Jing Tho segera minta diri, katanya:
“Hujin, biarlah kami berangkat lebih dulu, semoga Thian yang
maha besar melindungi jiwa Koan kongcu …”
Gwat hoa Hujin manggut manggut, ujarnya: “Harapannya
terlalu kecil, kalau kalian berhasil menemukan jenazahnya
bawalah keatas dan kebumikan disini, kalau tidak berhasil
lekaslah susul kami disebelah selatan, Yu hu pasti menuju ke
Ni hay di Tian lam, kampung halaman ayahnya…”
Jing Tho manggut manggut. Begitulah beberapa
rombongan segera berpencar melaksanakan tugas masing
masing.
Dijalan raya yang menembus ke propinsi Hun lam, tampak
di kejauhan sana bayangan orang yang mengendarai empat
tunggangan.
Gwat hoa Hujin menunggang seekor kuda hitam tinggi
besar berada paling depan, Jip hoat berada di tengah, Tay Su
berada di belakang, tunggangannya terakhir ternyata adalah
unta sakti tunggangan Koan San gwat, tampak patung mas
kaki tunggal terselip di punggung unta.
Unta sakti dan patung emas kaki tunggal adalah pertanda
khas dari Bing tho ling cu, namun unta sakti masih ada
sementara majikannya tidak kelihatan jejakanya, sungguh
sukar dimengerti, sepanjang jalan ini sudah menimbulkan
perhatian dan rasa heran dan curiga bagi kaum persilatan.
Meski Gwat hoa Hujin tidak punya pengalaman kangouw
namun pedang yang tersoren dipinggangnya begitu menyolok,
walau usianya rada lanjut namun sikap dan perbawanya amat
agung dan kereng, para pengikutnya sama gagah dan
bersemangat, terutama unta sakti yang mengintil di belakang
mereka. Maka orang orang persilatan yang tidak tahu asal usul
mereka, sama tidak berani mengganggu sepanjang jalan ini
mereka jadi aman dan tentram tanpa mendapat gangguan
sedikitpun juga.
Setengah bulan kemudian, mereka sudah mulai memasuki
daerah Hun lam, keadaan sini jauh berbeda. Setelah mereka
melewati kota Ih ping, didapatinya serombongan orang yana
tidak dikenal juntrungannya mengintil rada jauh di belakang
mereka, malah ada beberapa rombongan orang berkuda sama
mencongklang pesat tunggangannya lewat kearah depan.
Rombongan itu kebanyakan terdiri kakek tua, tapi terdapat
juga beberapa perempuan dan dara cilik berusia tiga empat
belasan. Akan tetapi dalam pandangan Gwat hoa Hujin
mereka lama adalah tokoh tokoh kosen yang memiliki
kepandaian silat dan lwekang yang amat tinggi, mau tidak
mau ia mulai meningkatkan kewaspadaannya.
Rombongan terahir yang melampaui mereka terdapat pula
seorang perempuan pertengahan umur, kata Gwat hoa Hujin
dengan muka berubah “Aku parcaya disebelah depan kita
bakal menghadapi kesulitan!”
“Darimana Hujin bisa tahu?” tanya Jip Hoat.
“Hari ini sudah beberapa rombongan melampaui kita
kelihatannya mereka bukan kaum lemah dan lagi sikapnya
amat memperhatikan tindak tanduk kita, terutama perempuan
dalam rombongan terakhir ini, jelas kelihatan memiliki
kepandaian yang jauh lebih matang dari orang orang yang
lain. Kalau dugaanku tidak meleset, mereka tentu satu
komplotan. Perempuan pertengahan umur tadi pasti pentolan
mereka, rombongan rombongan itupun sedang menunggu
kedatangannya untuk menerima perintah baru turun tangan.”
“Selamanya kita sendiri tidak punya pertikaian dengan para
sahabat kangouw, untuk apa mereka mencari kesulitan kita.”
“Sepak terjang kaum persilatan biasanya memang serba
aneh dan sulit diselami, maka sejak dulu aku tidak sudi
berkeliaran dilur. Waktu bicara dilihatnya jauh disebelah depan
terdapat sebidang hutan palawija, didepan hutan terdapat
sebuah tanah lapang yang kosong. Terlihat beberapa kuda
tertambat di batang pohon, ditengah lapang berkerumun
beberapa puluh orang. Perempuan penengahan yang lewat
terakhir tampak berada ditengah tengah mejeka agakanya
seperti sedang merundingkan apa apa, begitu Gwat hoa Hujin
bertiga mendatangi semakin dekat, serempak mereka
berpencar keempat penjuru, seolah olah sengaja hendak
mencegat jalan.
“Bagaimana, tepat bukan ucapanku?” ujar Goat hoa lirih.
Dasar suka usil segera Jip hoat keprak kudanya memburu
kedepan, seraya berteriak: “Minggir! Minggir jangan
menghadang ditengah jalan!!
Kuda tunggangannya terus menerjang ke tengah
rombongan orang yang berdiri jajar ditengah jalan. Diantara
rombongan orang banyak segera tempil dara cilik, dengan
gerak yang amat lincah dan tangkas langsung ia memapak
maju sambil ulur tangan meraih tali kekang kuda Jip hoat,
serunya : “Turunlah! Ada urusan yang perlu kita tanyakan
kepada kalian!”
Kuda yang dibedal kencang sekali kena diraih dan ditarik
oleh dara cilik itu seketika berhenti dan tidak mampu laju
kedepan, karuan ia besrseru panjang dan berdiri dengan kaki
belakangnya, hampir saja Jip hoat terjengkang.
Keruan ia menjadi gusar, kontan pecut pecut ditangannya
disabetkan kearah dara cilik itu semenjara mulutnya memaki:
“Setan! Cari mampus kau!”
Namun gerak gerik dara cilik ini amat gesit, cukup
memikirkan kepala ia berhasil meluputkan diri terus
menerobos lewat dari bawah perut kuda, sudah tentu lecutan
pecut Jip Hoat mengenai tempat kosong, gagang pecutnya
menggares luka leher kuda tunggang nya sendiri. Mulut
kesakitan kena dicekam tali kekangnya oleh dara cilik, kini
tergores luka pula, karuan kuda itu kesakitan dan berjingkrak
liar, kaki belakangnya segera mencak mencak dan melompat
lompat tinggi, keruan Jip Hoat yang tidak menduga tersuruk
kedepan dan terbanting jatuh, untuk ilmu silatnya cukup tinggi
ditengah udara ia jumpalitan mengendalikan tubuh terus
hinggap berdiri tanpa kurang satu apapun.
Waktu itu ia berhasil berdiri tegak, dilihatnya dara cilik itu
sedang menerobos lewat dari perut kuda sebelah sana sambil
tertawa cengar cengir, cukup kedua jarinya menjawil dipinggir
setelinganya, kontan kuda itu bertekuk lutut dan tidak mampu
bergerak lagi.
Sambil tertawa menggoda dara cilik itu membuang pecut
yang berhasil di rampasnya serta berkata “Tabiat kudamu ini
terlalu jelek, jangan kau naik kuda macam ini lagi, carilah
tunggangan yang lain saja.”
Dari cara dara cilik ini menundukkan kuda dapatlah dinilai
bahwa bekal kepandaian nya cukup hebat, Jip hoat juga tahu
bahwa orang memang sengaja hendak menahan dan
mempersulit dirinya, karena sekian banyak orang yang hadir
itu cuma tersenyum malahan ada yang bersorak dan bertepuk
tangan memberi pujian.
Dalam pada itu Gwat hoa Hujin bersama Tay Su telah
semakin dekat, dan ditempat yang cukup jauh mereka
menghentikan tunggangan, tanpa memberi reaksi akan apa
yang telah terjadi.
Tahu Gwat hoa Huj in tidak mencegah dirinya membuat
keributan, tambah besar nyali Jip hoat, dengan muka
membesi dan tanpa bersuara “Sreng” segera dia cabut
pedangnya dari bawah perut kudanya, sambil menuding dara
cilik itu dia membentak “Setan kecil! Kenapa kau melukai kuda
tungganganku?”
Dara cilik itu tertawa cekikikan, ujarnya? “Bukankah sudah
kukatakan tabiat kudamu terlalu liar, untung aku pernah
belajar cara menundukkan kuda liar, sehingga tidak kena
cidera olehnya, kau sendiri untung tidak sampai terbanting
jatuh, kenapa kau kelihatan malah begitu sayang terhadap
kuda bawel ini? Biar nanti kuganti seekor kuda lain.”
“Baik, kau gantilah, kau tahu berapa harga kudaku ini?”
“Kudamu ini bukan kuda tunggangan, paling paling
dagingnya yang gemuk dapat di potong dan dijual diwarung
arak, sepuluh kali seharga lima sen, paling paling kudamu ini
cuma seharga dua tiga tail perak…”
“Kentutmu busuk! Kau tahu aku membelinya seharga seribu
tail perak …. “
“E, eh, kau jangan pura pura menjadi hartawan
meninggikan nilai kudamu, termasuk dirimu sendiri, belum
sampai seharga seribu tail.”
Memang Jip hoat sedang menunggu alasan untuk
melampiaskan kedongkolan hatinya, lekas ia kiblatkan
pedangnya diatas kepala orang serta semprotnya gusar “Setan
kecil, berani kau melukai perasaan orang!”
Dara itu mengkeretkan kepalanya, agak nya seperti takut
terhadap tajam pedangnya, setelah mundur rada jauh baru
dia berteriak “Aduh! Perampok kuntilanak! Kau hendak main
kekerasan membunuh orang …” bahwa nya gerak caranya
menghindar dari samberan pedang Jip Hoat amat tangkas dan
lincah sekali, tidak mungkin pedang Jip Hoat dapat mengenai
dirinya.
Jip Hoat menyengir dingin, dimana sinar pedangnya
terangkat dan berputar sekaligus ia bungkus bayangan dara
itu didalam lingkaran sinar pedangnya serunya : “Jangan kau
lari, kalau tidak kau ganti seribu tail perak, biarlah jiwamu
sebaga penebus hutangmu!”
Dara itu berbelit kekanan dan menghindar kekiri, meski ia
sudah bergerak dengan setangkas dan segesit mungkin,
namun tidak kuasa membebaskan diri dari ancaman ujung
pedang lawan, terpaksa akhirnya ia menghentikan langkah
kakinya, dan berdiri tegak lalu papakkan dadanya sendiri
keujung pedang lawan, katanya sambil menubruk maju. “Kau
bunuh akupun tidak akan mampu mengganti seribu tail uang
perak, silahkan kau cabut nyawaku sebagai penebus kudamu!”
Untunglah sebelum urusan menjadi ke telanjur, keburu
Gwat hoa Hujin dan perempuan pertengahan sama berteriak
memanggil. Jip Hoat dan dara kecil itu mundur menghentikan
pertempuran. Berbareng dengan itu mereka berduapun
melayang maju ketengah kalangan. Kini jadi Goat hoa Hujin
dan perempuan pertengahan umur itu yang saling berhadapan
dalam jarak setumbak lebih, usia Gwat hoa Hujin lebih tua
namun sikapnya agung dan berwibawa berwajah halus lagi,
segera perempuan pertengahan sedikit menekuk lutut membri
hormat serta menyapa lebih dulu :” Harap tanya Hujin …”
“Aku bernama Liu Ciu kiok!” sahut Gwat hoa Hujin tawar.
“Aku yang rendah Li Sek hong,” perempuan pertengahan
umur memperkenalkan diri. Sedikitpun Gwat hoa Hujin tidak
mengunjuk reaksi apa apa, malah tanyanya! “Kalian sengaja
mencegat jalan dan mencari gara gara, apa maksudnya?”
Li Sek hong berkata pelan pelan “Pernah apa Toaci itu
dengan Hujin? Apakah ilmu pedangnya ajaran Hujin sendiri?”
sembari bertanya tangannya menuding Jip Hoat.
“Dia adalah pelayanku, ilmu bedangnya memang ajaranku”
Sedikit berubah air muka Li Sek hong mulutnya kemak
kemik lalu bertanya pula “Lalu apa sangkut paut Hujin dengan
Cia Ling im?”
“Siapa Cia Ling im itu? Aku tidak kenal dia! Belum pernah
kudengar namanya.” tercengang Li Sek hong dibutnya,
katanya ragu ragu “Gerak gerik permainan pedang toaci tadi
adalah salah satu jurus dari Siu lo it sek, kecuali Cia Ling im
tiada orang kedua yang mampu memainkannya, adalah
mustahil bahwa Hujin berkata tidak kenal dengan Cia Ling im.”
“Tidak kenal ya tidak kenal, memangnya aku ngapusi kau.
Bicara soal ilmu pedang tadi, aku jadi ingin tahu orang macam
apakah sebenarnya Cia Ling im itu?”
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru Cerita Silat Seru Baru : Unta Sakti 1, cersil terbaru Cerita Silat Seru Baru : Unta Sakti 1, Cerita Dewasa Cerita Silat Seru Baru : Unta Sakti 1, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru Cerita Silat Seru Baru : Unta Sakti 1,Cerita Dewasa Terbaru Cerita Silat Seru Baru : Unta Sakti 1, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cerita Silat Seru Baru : Unta Sakti 1
{ 6 komentar... read them below or add one }
bagus sekali saya suka
informasi yang sangat bagus untuk disimak..terimakasih pak.
thanks atas info yang telah diberikan pasti bermanfaat banget dan berguna banget bagi saya thnks banget yah gan
makasih wawasan saya bertambah denganmembaca artikel bapa.. sukses selalu y!!!!
Informasinya boleh banget nih.
terimakasih ya atas informasinya
informasi yang sangat bagus untuk disimak..terimakasih pak.
Posting Komentar