“Dia seorang laknat yang jahat …”
“Peduli dia jahat atau baik yang kutanya dia laki laki atau
perempuan?”
“Cia Ling im adalah seorang laki laki, ini dia berada di Ngo
tai san mendirikan Thian mo kau …”
“Seorang laki laki busuk, perlu apa kau mencari dia. Ingin
aku tahu apa maksud kalian mencegat jalan kami?”
Segera Li Sek hong menuding unta sakti dan berkata “Unta
itu cara bagaimana bisa terjatuh ketangan Hujin, dimana pula
majikan nya?”
“Untuk apa kau menanyakan hal itu?”
“Kami beramai ramai sedang mencarinya kekuatan Thian
mo kau sedang berkembang dengan pesat, hanya Koan San
gwat sedang yang mampu mengatasinya …”
Gwat hoa Hujin jadi tersirap darahnya, serunya “Adakah
Koan San gwat punya kemampuan begitu besar?”
“Sudah tentu, Bing tho ling cu menggetarkan seluruh jagat,
dimana ia tiba memberantas kejahatan melenyapkan
kesesalan bila Hujin tahu jejakanya, harap suka segera
memberitahu …”
“Aku sendiri juga tidak tahu kemana dia pergi …”
“Bohong” sentak Li Sek hong dengan muka beringas, “Bing
tho ling cu selamanya tidak pernah meninggalkan
tunggangannya, kini unta dan senjata tunggalnya berada di
tangan kalian, mustahil kalian tidak tahu jejakanya … apakah
Kalian sudah mencelakai jiwanya?”
Belum lagi Gwat hoa Hujin menyahut, Jip Hoat sudah
menyela bicara: “Kaulah yang membual, Koan kongcu adalah
putra Hujin kami, mana bisa kami membuatnya celaka malah
…”
Kata katanya ini seketika membuat Li Sek hong serta orang
orang dibelakang mengunjuk rasa sangsi dan keheranan
setengah tidak percaya. Terpaksa Gwat hoa Hujin
menegaskan sambil menghela napas. “Koan San gwat adalah
memang putraku!”
Sikapnya Li Sek hong segera berubah ramah, cepat ia
menjura serta berkata “Kami yang rendah tidak tahu bahwa
Hujin adalah ibunda Koan kongcu, soalnya Koan kongcu
sendiri belum pernah menyinggung hal ini …”
“Sudah sekian lama kami ibu beranak berpisah, selama ini
tidak tahu berita masing masing, baru setengah bulan yang
lalu, secara kebetulan kami jumpa dan berkumpul, namun
tidak lebih dua jam kami berkumpul, mendadak ia menghilang
tanpa meninggalkan bekas!”
“Menghilang!” teriak Li Sek hong terkejut.
Gwat hoa Hujin manggut manggut ujarnya “Kuharap dia
menghilang, kalau tidak aku tidak akan memberi ampun
kepada anak keparat itu!”
Li Sek hong amat gelisah sudah tentu ia tidak sempat
hiraukan kata kata orang yang kurang dimengerti itu,
katanya:” Bagaimana pun kita harus cepat cepat menemukan
Koan kongcu, kekuatan Thian mo kau dibawah pimpinan Cia
ling im hari kehari bertambah besar, kalau tidak lekas lekas
ditumpas seluruh jagat ini bakal tergenggam di telapak tangan
iblisnya..”
“Maksudmu ilmu pedang orang she Cia itu amat mirip
dengan jurus pedang permainan pembantuku ini?” tadi tiba
tiba Gwat ho Hujin menegas.
“Ya, memang ada beberapa orang yang bisa memainkan
Siu lo ji sek, namun hanya Cia Ling im seorang yang paling
sempurna”
Gwat hoa Hujin menggeleng dengan tidak percaya,
katanya: “Belum tentu! Dari penuturan Koan San gwat
kudengar masih ada seorang perempuan lain …”
“Tidak mungkin! Cia Ling im adalah Suhengku, diantara
kami berempat bersaudara perguruan, tiada seorangpun yang
lebih unggul dari dia, kalau tidak, tak perlu kami mengandal
tenaga bantuan Koan kongcu.”
“Aku percaya putraku tidak akan ngapusi aku, kalau begitu,
biarlah aku ikut kalian mencari orang she Cia itu, mungkin dari
mulutnya aku dapat menemukan jejak perempuan yang
kumaksud itu…”
Li Sek hong menjadi bingung dan gopoh oleh berbagai
persoalan dan urusan yang dihadapinya ini, sesaat dia menjadi
kehilangan akal untuk bertindak, adalah Ling koh sinona kecil
yang cerdik ini tampil bertanya : “Untuk apa Hujin mencari
perempuan itu?”
Sejenak Gwat hoa Hujin melongo dan merandek, katanya :
“Perempuan itu pernah menggunakan ilmu pedang itu
membunuh suamiku, aku hendak mencarinya untuk menuntut
balas kepadanya.”
“Apa?” teriak Ling koh, “Maksudmu perempuan itu
membunuh ayah Koan San gwat?”
“Apa kau tahu dimana perempuan itu sekarang berada?”
Cepat Ling koh menggoyangkan kedua tangan, serunya
“Tidak! Tidak …”
Berubah tegang muka Gwat hoa Hujin katanya mendesak
“Aku percaya, kau pasti tahu!”
Dibawah tatapan tajam sorot mata Gwat hoa Hujin, nyali
Ling koh menjadi kuncup, tanpa sadar akhirnya ia berseru
“Jangan kau bertanya kepadaku, Koan kongcu jauh lebih tahu
dan jeli dari aku…”
Gwat hoa Hujin menggeleng, ujarnya “Dia tidak mau
mengatakan!”
Ling koh mengunjuk rasa heran, tanyanya “Kenapa,
masakah Koan kongcu sudi melepaakan musuh besar
pembunuh ayahnya?”
“Biarlah aku bicara terang Koan San gwat memang putra
kandungku, namun dia bukan anak suamiku, malah diantara
mereka ada terikat permusuhan yang amat mendalam soal ini
amat rumit tidak perlu kujelaskan disini, Gwat tidak mau
menjelaskan karena dia punya permusuhan dengan suamiku,
tidak bisa aku mendesak dan minta keterangan kepadanya
untuk menuntut balas sakit hatinya sumiku … “ Perasaan Ling
koh rada longgar, ujarnya : “Hujin, kalau begitu duduknya
perkara bolehlah kubantu kau mencari orang itu, bahwasanya
orang itu sedang menunggu nunggu untuk menyelesakan
persoalan ini.”
“Apa katamu!” tanya Gwat hoa Hujin tidak mengerti
“Selama hidupnya Lolo hanya pernah melukai satu orang
selama hidupnya ini ia amat tidak tentram dan ganjal dalam
sanubarinya karena peristiwa itu. Pernah beliau menceritakan
hal ini kepada kami, minta kami supaya mencari tahu dan
menemukan seseorang yang terkutung sebelah lengannya,
menurut anggapannya ilmu pedang itu amat tingg, pasti tidak
rela menyekam diri menyembunyikan nama … sungguh tidak
nyana orang yang dimaksud itu ternyata adalah suami Hujin”
Li Sek hong segera menyela bertanya “Ling koh, maksudmu
orang itu adalah Sunio?”
Ling koh mangut mangut sesaat ia termenung lalu katanya:
“Tempat bersemayam Lolo dalam waktu dekat tidak akan
pindah cepat atau lambat kau kesana, tiada halangannya,
kami harap Hujin bantu kami dulu melenyapkan persoalan kita
dengan Cia Ling im bagaimana?”
Gwat hoa Hujin menyahut kurang semangat, “Aku tidak
ingin terlibat dalam pertikaian orang orang kangouw …”
“Setiap anggota dari Thian mo kau sama mengikat
permusuhan mendalam dengan Koan kongcu, musuh utama
yang hendak mereka hadapi adalah Koan kongcu pula, kau
adalah ibunda Koan kongcu, masakah mandah berpeluk
tangan saja?” demikian desak Ling koh.
Gwat hoa Hujin mendengus hidung, jengeknya “Jadi kau
mengajarkan aku cara bagaimana harus bertindak?”
“Mana hamba berani, namun sebelum permusuhan dengan
Thian mo kau dapat dibikin selesai, hamba tiada waktu
meluangkan tempo mengingat Hujin mencari Lolo, apakah kau
sudi menunggu beberapa waktu lagi.”
Gwat hoa Hujin mengawasinya sambil tersenyum, katanya:
“Sangkamu aku harus kau tuntun untuk menemukan tempat
nya itu?”
Ling koh tertawa, ujarnya “Kecuali hamba dengan Koan
kongcu seluruh jagat tiada orang ketiga yang tahu tempat
tinggal Lolo, kecuali kau bisa menemukan Koan kongcu dan
minta padanya menemani kau, kalau tidak kau harus melulusi
permintaan hamba ini.”
Terpaksa Gwat hoa Hujin bepikir sejenak, akhirnya berkata
tertawa “Budak kecil kau ini cukup licin, agakanya terpaksa
aku harus melulusi permintaanmu, tapi coba aku pikir dulu,
apakah aku mampu menghadapi manusia she Cia itu?”
“Yang diandalkan Cia Ling im tidak lebih hanyalah Sin lho jit
sek nya itu, bahwa suamimu terluka dibawah ilmu pedang itu,
menurut pikiran hamba, bila kau tidak punya pegangan yang
cukup kuat, betapapun tidak akan keluar menuntut balas!”
Gwat hoa Hujin tidak mampu banyak mulut lagi, katanya
manggut manggut: “Baiklah setan kecil, biar aku ikut kalian
meluruk ke Ngo tai san. Tay Su! Urusan sudah ketemu
sumbernya, kita tidak perlu main terobosan kemana mana,
lekas kau memberi kabar pada Jing Tho dan Sui Ki, suruh
mereka segera menyusul kesana. Ingat bila kalian ketemu Yu
hu, jangan sekali sekali kalian bentrok dengannya, suruh dia
segera berangkat ke Ngo tai san pula, sakit hati ayahnya
sudah sepantas nya dia yang menyelesaikan!”
Tay Su mengiakan, ia serahkan kuda Gwat hoa Hujin
kepada Jip Hoat lalu membedal tunggangannya sendiri tinggal
pergi.
Dalam pada itu Li Sek hong sudah pimpin rombongan maju
mendekat, satu persatu Li Sek hong memperkenalkan orang
orang tua bawahannya itu. Gwat hoa Hujin hanya manggut
manggut tawar, namun ia jadi ketarik dan keheranan
mendengar nama It ouw, Ban li bu in dan It lun bing gwat
segala. Tanyanya mengerut alis: “Kenapa kalian menggunakan
nama nama yang begitu aneh?”
Li Sek hong menjelaskan: “Mereka adalah tokoh tokoh dari
Sian Pang, didalam Liong hwa hwe ditentukan suatu undang
undang hanya memanggil julukan tanpa mengenakan nama
aslinya.”
Tempo hai aku sudah dengar dari penjelasaan Koan San
Gwat mengenai apa itu Dewi, iblis dan setan, sebetulnya
apakah yang telah terjadi?” tanya Gwat hoa Hujin.
Li Sek hong menghela napas, ujarnya: “Ceritanya amat
panjang, silahkan Hujin naik kuda, biar kujelaskan sambil
berjalan.”
Begitulah semua orang sama naik keatas kuda masing
masing, rombongan besar ini langsung putar balik keutara.
Disepanjang jalan ini Li Sek hong menemui Gwat hoa Hujin
bicara, sementara Ling koh menemui Jip hoat, sembari
berjalan mereka mengobrol panjang pendek, sudah tentu
pembicaraan mereka berkisar dalan persoalan Liong hwa hwe
serta Koan San gwat. Mereka sama menguatirkan keselamatan
Koan San gwat yang menghilang tanpa jejak.
Mereka melampaui Cin tiong memasuki wilayah Siam say,
letak Ngo tai san berada di perbatasan antara Siam say dan
Hopak, dalam perjalanan ini mereka menghabiskan waktu satu
bulan, setelah diperhitungkan, kira kira satu hari lagi baru
mereka bisa tiba di bawah Ngo tai san. Kekuatan Thian mo
kau sudah berkembang luas dan bercokol dimana mana,
sepanjang jalan ini tidak sedikit orang orang persilatan yang
mengawasi gerak gerik mereka dengan mata mencong, jelas
mereka adalah mata mata Thian mo kau yang berani
bertindak terang terangan secara sewenang wenang, memang
rombongan besar ini terlalu menyolok mata, namun kalau
mereka tidak mengenal Gwat hoa Hujin dan Jip Hoat, siapa
pula ymg tidak kenal pada Li Sek hong dan tokoh tokoh besar
dalam Liong hwa hwe dulu, maka sepanjang jalan ini dapatlah
mereka menghindari banyak kesulitan.
Hari itu mereka tiba disebuah desa kecil yang terletak, di
kaki Ki san, karena di tempat ini tidak ada hotel, mereka
terpaksa minta menginap disebuah rumah gedung yang cukup
besar milik hartawan setempat, namun toh hanya terdapat
dua sisa kamar lain yang cukup besar untuk tidur pulahan
orang, kedua kamar tidur ini terbagi untuk kaum pria dan
wanita. Setelah cuaca sudah gelap dan berlarut malam, Li Sek
hong dan Gwat hoa Hujin bersimpuh samadi, demikian juga
Ling koh tidak ketinggalan berlatih lwekang, hanya Jip hoat
seorang yang pulas dalam mimpinya.
Sekonyong konyong dari sebelah kandang kuda di luar sana
terdengar sedikit keributan suara, Li Sek hong dan Gwat hoa
Hujin membuka mata bersama, gerak gerik Ling koh ternyata
jauh lebih cepat dan lincah, sejak tadi ia sudah menerobos
keluar pintu berlari kearah sana.
Disaat berdua menyusul tiba disana, tampak kejauhan
melesat sebuah bayangan putih besar, di belakangnya
mengejar ketat setitik hitam kecil. Tak perlu dijelaskan bahwa
bayangan itu adalah unta sakti milik Koan San gwat,
sementara titik hitam kecil adalah Ling koh yang menguntit
dengan tangkas.
Unta sakti adalah binatang cerdik yang pandai, kenapa
mendadak bisa berlari kabur begitu cepat? Sekilas mereka
saling pandang tanpa berjanji secepat kilat berbareng mereka
pun melesat mengejar.
Malam amat gelap, mengandal kelap ke lip sinar bintang,
mereka menguntit kerat ke arah bayangan yang bergerak
gerak dikejauhan depan sana, begitulah kejar mengejar
berlangsung cukup lama, dataran semakin tinggi menanjak,
agakanya mereka sedang menuju keatas gunung.
Di waktu mereka tiba disebuah pengkolan sebuah puncak
gunung, bukan saja kehilangan bayangan putih unta sakti
yang besar dan samar samar itu, bayangan Ling kohpun
menghilang. Dinding batu gunung yang tinggi melintang
disebelah depan, kesebelah depan lagi tiada jalan yang bisa
ditempuh.
Gwat hoa Hujin segera menghentikan langkah dengan
heran dan bingung, Li Sek hongpun berkata tak kalah
herannya : “Aneh sekali! Sepanjang jalan ini kita tidak
menemukan jalan bercabang lainnya bukan?”
Gwat hoa Hujin tidak bersuara, dengan cermat ia periksa
keadaan sekelilingnya akhir nya ia menuju sebuah celah celah
kecil dinding batu sebelah samping sana, katanya : “Kukira
binatang dan gadis kecil itu lari lewat jalan sini”
Li Sek hong melengak, katanya “Hujin jangan berkelakar,
badan kasar unta itu lebih tinggi dari kuda, celah celah ini
hanya satu kaki lebih lebarnya, mana mungkin bisa mendesak
masuk kesana.”
Sebalikanya Gwat hoa Hujin bicara dengan serius : “Aku
tidak akan membual, kecuali binatang itu tumbuh sayap bisa
terbang melampaui lamping gunung setinggi ratusan tumbak
ini, kalau tidak, pasti dia lewat tempat ini. Karena disini ada
ketinggalan sebuah tapak kakinya.”
Malam itu ada hujan rintik rintik, maka unta sakti ada
meninggalkan bekas tapak kaki nya ditanah berlumpur,
terakhir meninggalkan bekas kotoran berlumpur pula diatas
batu cadas pegunungan, kelihatannya analisa Gwat hoa Hujin
memang cukup beralasan.
Sudah tentu Li Sek hong menjadi keheranan, katanya :
“Celah yang sedemikian sempitnya bagaimana mungkin bisa
diliwati binatang berbadan sebesar itu.”
Tengah mereka keheranan dari celah celah sebelah dalam
sana mendadak terdengar sebuah suara dingin yang
mengerikan . “Betapa besar dunia ini, tiada sesuatu yang tidak
aneh, kaliai memang jarang melihat bayang keheranan.”
Keruan Li Sek hong berdua tarsentak kaget, mereka
celingukan kian kemari, namun tiada kelihatan bayangan
seorangpun, jelas suara itu terdengar di celah celah sebelah
dalam tidak kelihatan begitu jelas.
Untuk masuk ke sebelah dalam mereka harus memiringkan
tubuh namun mana meraka mau menembus bahaya, musuh
atau kawan orang yang bersuara didalam itu belum diketahui,
bila menghadapi bokongan secara menggelap didalam celah
celah kecil itu, jangan kata mengelit balas menyerang tidak
mungkin.
Tidak menjawab jawaban orang didalam celah itu bersuara
pula “Seekor unta besar dan seorang gadis kecil memang kena
kupancing masuk kedalam lembahku ini, kalau kalian tidak
percaya, silahkan masuk sendiri memeriksa kemari.”
“Siapa kau?” tanya Li Sek hong.
Orang didalam celah itu berkata, seru nya : “Setelah kalian
masuk, belum terlambat kita saling berkenalan”
Dengan pandangan tajam Li Sek hong mengawasi Gwat
hoa Hujin, seolah olah bertanya apakah mereka harus masuk?
“Sudah tentu kami harus masuk” demikian jengek Gwat
hoa Hujin dingin. “Tetapi aku tidak akan masuk dari celah
celah kecil secara berdesakan.”
Orang didalam dinding itu bersuara tertawa “Hanya celah
celah kecil itulah satu satunya jalan untuk masuk kedalam
lembahku ini.”
“Bohong!” damprat Gwat hoa Hujin. “Meski kau punya
kepandaian menembus langit menelan bumi, betapapun aku
tak akan percaya kau bisa menggeret unta sebesar itu masuk
dari celah celah sekecil ini. Lebih tidak percaya pula bila kau
bisa masuk melalui celah celah kecil ini seperti ular berlegat
legot mendesak masuk kedalam.”
Agakanya orang didalam dinding tertegun sebentar,
sejenak ia termenung lalu bertanya dengan suara lirih: “Cara
bagaimana kau bisa berpikir mengumpamakan manusia
seperti ular?”
“Karena diatas dinding celah celah kecil ini ada ketinggalan
kulit ular, jelas sekali bahwa binatang sejenis ular tentu keluar
masuk lewat celah celah ini.”
Orang didalam tersumbat mulutnya, sesaat kemudian baru
bersuara pula “Ucapan mu setengah benar setengah salah.
Untuk masuk kedalam Jian coa kok (lembah ribuan ular) ini,
memang ada sebuah jalan lain, unta besar itu memang masuk
dari jalan lain itu, akan tetapi aku sediri memang kenyataan
keluar masuk dari celah celah kecil itu, kulit ular itu justru
bekas kulit yang brungsungi dan rontok dari badanku”
Kontan tersentak dan merinding Gwat hoa Hujin berdua,
dengan setengah percaya Li Sek hong bertanya “Kau ini
manusia atau ular? Bagaimana mungkin dari tubuhmu bisa
menelotok kulit ular …?”
Orang dalam dinding itu tertawa ringan ujarnya “Setelah
kalian masuk kemari, tentu akan jelas duduk perkaranya”
Menunggu sebentar baru Gwat hoa Hujin berkata pula :
“Kita tentu akan masuk, dan lewat jalan yang lain itu.”
“Bagus sekali!” seru orang didalam dinding tertawa.
“Silahkan kalian cari sendiri jalan yang lain itu.”
Segera Gwat hoa Hujin mulai bekerja mencari
kesekelilingnya, beberapa lama berselang mendadak ia
mencabut pedang yang tergantung di pinggangnya, dimana
sinar pedang berkelebat, mengincar rumput rumput rotan
diatas dinding ia bolang balingkan pedangnya pulang pergi.
Terdengar orang dalam dinding itu memperingatkan :
“Awas, hati hatilah, tempat itu amat berbahaya.”
Sedikitpun Gwat hoa Hujin tidak hiraukan peringatan orang,
begitu tusukan pedang nya menembus kerumpunan daun
daun rotan mendadak menyandal dengan keras, daun dan
dahan dahan rotan semua sama berantakan. Sekonyong
konyong dari rontokan daun itu menerjang selarik bayangan
abu abu menyongsong kearah ujung pedangnya. Lekas Gwat
hoa Hujin menyapukan dan mengiriskan pedangnya menapak
kearah bayangan itu, namun tahu tahu pedangnya kena
digubat kencang oleh bayangan abu abu itu.
Lekas ia menyendalkan pedangnya kearah samping, namun
tidak kuasa melepaskan libatan bayangan abu abu itu,
dibawah cahaya bintang yang kelap kelip, akhirnya baru ia
melihat jelas yang menggubat pedangnya adalah seekor ular
hijau yang bertubuh kecil panjang badan ular melingkar tujuh
delapan gubatan, rasanya berat, kepalanya yang besar persegi
tiga sedang tegak berdiri dan berdesis menjulurkan lidah
kearah mukanya.
Takut ular adalah menjadi kodrat bagi kaum perempuan,
betepapun tinggi kepandaian Gwat hoa Hujin, sifatnya tidak
ketinggalan akan kebiasaan ini, seketika ia menjerit keras,
pedang bersama ularnya ia lemparkan ke atas tanah.
Begitu menyentuh tanah, ular hijau panjang itu segera
melepaskan libatannya dan …”Wut” tahu tahu menerjang
datang kearah Gwat hoa Hujin. Lekas Li Sek hong mendesak
maju, secepat kilat ia mencabut pedang, mengincar kepala
ular terus membacok.
Badan ular itu cukup liat dan kuat, sedikitpun tidak takut
terkena senjata tajam, akan tetapi letak lehernya adalah
tempat yang paling lemah, sudah tentu ia tidak kuasa
membiarkan dirinya disembelih begitu saja, lekas lekas ia
mengkeretkan kepalanya ditengah udara terus melejit
kesamping menghindarkan diri.
Mengincar titik kelemahannya ini Li Sek hong merangsak
lebih lanjut, pedang panjang nya berkelebat pula, yang diincar
tetap adalah batok kepala ular itu, lekas ular itu melingkarkan
badannya membundar serta menyusupkan kepalanya
kebawah lingkaran badannya. Pedang Li Sek hong dengan
telak mengenai badan ular, namun sedikitpun tidak
meninggalkan bekas luka.
Lekas Gwat hoa Hajin memburu kesana menjemput lagi
pedangnya. “Binatang!” ma kinya kearah ular itu dengan
kebencian, “Dua bilah pedang sekaligus mengincar jiwamu,
cara bagaimana kau hendak menyembunyikan diri pula”
sembari berkata dengan ujung pe angnya ia menyongkel
lingkaran badan ular itu, lalu dari celah celah disebelah
bawahnya ia menuduk kearah kepalanya.
Agaknya ular itu insaf jiwanya sedang terancam, sembari
mengkeretekan kepalanya semakin kencang, mulutnyapun
berdesis keras, kejap lain tiba tiba dari dinding batu yang
bersemak daun tebal itu berbondong menjalar keluar puluhan
ular yang bersuara mengerikan tanpa kuasa mereka berdua
sudah terkepung ditengah.
Agakanya kawanan ular itu tiada maksud menyerang,
namun Li Sek hong berdua sudah menjadi kerepotan untuk
terjaga jaga tanpa sempat melukai ular tadi, cuma semakin
lama mereka terdesak mundur kearah sebelah kanan.
Sekonyong konyong mereka sama tempat berpijak mereka
mendadak menjadi amblas kebawah, kontan mereka sama
terjungkal masuk kedalam jebakan, bersama ular ular itu
mereka sama meluncur kebawah.
Mengandal bekal kepandaian Li Sek hong dan Gwat hoa
Hujin sudah tentu tidak begitu gampang mereka kena dijebak
begitu saja, soalnya mereka tidak menduga dan kurang
waspada, sehingga terlena menginjak jebakan dan yang jelas
bahwa jebakan ini terang di kendalikan oleh seseorang, tanpa
menunggu mereka bergerak berusaha mengendalikan diri
akan terangkat tubuh kebawah, tutup disebelah atas dengan
bersuara keras tiba tiba menutup pula.
Sejak semula mereka berdua memang sudah menahan
napas dan mengerahkan tenaga, cepat mereka meringankan
tubuh sehingga luncuran badan kebawah dapat tertahan
sedikit, lalu mereka berusaha melejit keatas mencapai keatas
namun sudah terlambat bagian atas sudah tertutup, terpaksa
mereka meluncur turun kebawah pelan pelan.
Ular ular yang ikut kejeblos jatuh itu entah kemana tahu
tahu sudah menghilang semua, begitu meluncur mencapai
jarak tertentu tiba tiba tergerak hati Gwat hoa Hujin, cepat ia
berteriak: “Calaka kita tidak bisa meluncur kebawah lagi …”
Li Sek bong menginsafi hal ini, tanpa berjanji keduanya
segera menggunakan daya luncur kebawah melayang
kesebelah samping untunglah jurang jebakan ini tidak terlalu
lebar, tak lama kemudian tangan mereka sudah berhasil
menyentuh dinding yang menonjol keluar.
Disaat dinding secara alamiah tumbuh bata batu cadas
yang menonjol diatas dinding curam itu, untunglah mereka
berdua berhasil memeluk batu batu gunung bergelantungan di
tengah udara sehingga badan tidak amblas ke awah.
Sesaat lamanya keduanya berdiam diri menghimpun
semangat mengerahkan tenaga, Li Sek hong layangkan
pandangan nya kesekelilingnya, keadaan amat gelap tidak
kelihatan apa apa, maka dengan perasaan kuatir ia berkata
“Dinding batu ini terlalu curam dan tinggi, kalau ada tempat
tempat untuk berpijak sudah tentu tidak menjadi soal, kalau
tidak, jarak sejauh empat lima puluh tumbak ini, mengandal
Yu liong sut saja cara bagaimana bisa merambat sedemikian
jauh.”
“Tidak menjadi soal,” ujar Gwat hoa Hujin. “ Menurut
dugaanku, jebakan ini pasti ada jalan lain yang dikatakan
orang itu, cuma jalan itu tentu berada diatas. kalau sekali
tidak berhasil, marilah kita bagi menjadi dua atau tiga kali”
“Benar, waktu melayang jatuh tadi kulihat didinding batu
sebelah samping terdapat sebuah lubang besar, tentu
disanalah letak ujung jalan yang dimakaud itu, cuma sayang
jarak sedemikian jauh Yu Iiong sut yang hanya mengandal
pertahanan napas panjang, kalau tiada tempat berpijak untuk,
mengganti napas mana bisa dibagi menjadi tiga kali.”
Mendadak Gwat hoa Hujin tertawa, ujar nya “Dalam hal ini
kau tidak perlu kuatir. Silahkan kau naik lebih dulu, biar
kukuntit di belakangmu, disaat kau sudah tidak kuat bertahan
lekas kau beritahu kepadaku, aku bisa menyanggah kakimu,
supaya kau bisa istirahat mengganti napas.”
Li Sek hong heran, tanyanya “Lalu Hujin bertahan dengan
apa, meski Yu liong sut mampu menahan seseorang sehingga
tidak terjungkal jatuh namun merupakan usaha yang amat
berat juga, jangan kata menahan berat badan dua orang …”
“Sudah tentu aku punya caraku sendiri, lekaslah kau
bekerja saja menurut petunjuk ku.”
Li Sek hong tahu dalam keadaan genting ini Gwat hoa Hujin
tidak akan bicara main main, maka tanpa banyak pikir lagi
segera ia mengiakan : “Baiklah aku jalan lebih dulu.” lalu dia
membalikkan tubuh menempelkan punggungnya kedinding,
dia menarik napas panjang, baru saja ia hendak gunakan
kekuatan kaki tangannya pelan pelan mendorong tubuhnya
mumbul keatas, tiba tiba didengarnya Gwat hoa Hujin
membentak: “Tunggu dulu kumurlah benda ini dalam
mulutmu,” dalam kegelapan terbang datang selarik sinar putih
kemilau, karena tidak menduga Li Sek hong jadi kurang hati
hati dan tidak sempat mengulur tangan menyambuti, maka
titik sinar kemilau itu hancur membentur dinding, seperti
percikan bintang bintang kecil yang beterbangan sama jatuh
kedalam jurang.
Li Sek hong tidak tahu benda apakah ini tapi Gwat hoa
Hujin hendak memberikan kepadanya, tentu punya manfaat
yang berguna sanggah hatinya amat menyesal, sayang baru
saja dia hendak bersuara, Gwat hoa Hujin sudah berkata pula
“Untunglah masih ada sebutir, kali ini jangan kau lena lagi!”
dilain saat selarik sinar putih melayang tiba pula, sudah tentu
Li Sek hong sudah waspada lekas ia ulurkan sebelah
tangannya menyambut, begitu berada didalam genggamannya
baru dia tahu, itulah sebutir mutiara bintang yang sebesar
telur burung mengeluarkan cahaya putih kemilau, keadaan
sekelilingnya menjadi terang benderang dan lapat lapat
terlihat rada jelas.
Saat mana Gwat hoa Hujin bergelantungan diatas sebuah
batu disebelah kanan bawahnya, katanya sambil mendongak
“Itu adalah Ya bing cu, kau kumur dalam mulut, tonjolkan
sebagian keluar mulutmu, ingat harus sering sering kau basahi
dengan ludahmu, maka cahayanya akan semakin terang
menyala.”
Li Sek hong menurut saja, lekas ia masukan kedalam
mulut, dengan giginya ia gigit separuh sementara lidahnya
terjulur keluar menahan sebelah luar, benar juga begitu basah
oleh ludahnya cahaya semakin terang menyala, jarak
setumbak lebih dapat dilihatnya dengan jelas.
Kecuali tempat mereka berpijak ini ada batu batu menonjol
yang lekak lekuk, kesebelah atas lagi keadaan amat licin
seperti kaca. Malah bisa mereflek cahaya sinar mutiara
sehingga kelihatan dindingnya bercahaya putih seperti perak.
“Untung kita cukup waspada,” demikian ujar Gwat hoa
Hujin tertawa, “Kalau sampat jatuh kedasar jurang sana,
jangan kata untuk merambat keatas, mungkin tenaga untuk
mengerahkanpun tidak mampu lagi! Sungguh kejam keparat
itu …”
Karena mengulum mutiara maka Li Sek hong tidak berani
buka suara, namun hatinya pun kebat kebit, setelah
menenangkan hati, pelan pelan ia mulai menggeremet naik
keatas pula, kaki tangan bekerja sama terus merambat keatas.
Untuk mengetahui keadaan sebelah atas, ia dapat mungkin
mendongakan kepala meminjam cahaya mutiara menyinari
sebelah atas, sudah tentu caranya bekerja ini amat memakan
tenaga, kira kira merambat naik empat lima tumbak
kemudian, ia sudah kehabisan tenaga dan lelah sekali.
Dari gerak gerikanya Gwat hoa Hujin dapat mengetahui
keadaan nya, lekas ia merambat maju mendekati, dia sangah
sebelah bawah kakinya serta menghibur “Jangan kau terlalu
memaksa diri, sekali kau menghabiskan tenaga sulit untuk
menghimpunnya pula dalam waktu dekat, urusan bisa menjadi
berabe.”
Karena kakinya mendapat tempat berpijak, barulah Li Sek
hong berkesempatan menggerakkan sebelah tangannya
menggenggam mutiara dari mulutnya, setelah napasnya
teratur ia berkata: “Terima kasih Hujin, aku sedang gelisah
cara bagaimana untuk menjelaskan kepada Hujin!”
“Aku lupa mulutmu mengulam mutiara maka tidak leluasa
bersuara, selanjutnya bila kau merasa lelah, gunakanlah
hidungmu mendengus keras keras, aku akan segera menolong
mu!”
Li Sek hong manggut manggut, waktu ia menunduk melihat
kebawah, tampak sebelah tangan Gwat hoa Hujin
menyanggah kedua kakinya, sementara sebelan tangan yang
lain turun semampai, demikian juga kedua kakinya goyang
gontai ditengah udara, cuma bagian pinggang saja yang
melekat didinding, malah mukanya menghadap kearah dinding
lagi.
Menggunakan cara yang aneh dan lucu ini, ternyata dapat
bertahan dibebani berat badan dua orang, karuan Li Sek hong
merasa amat kagum. Sesaat kemudian baru dia berkata : “Tak
nyana lwekang Hujin ternyata sudah dilatih begitu sempurna
…”
“Salah terkaanmu, mungkin memang aku lebih kuat dari
kau, tetapi belum mencapai tingkat seperti yang kau
bayangkan.”
“Lalu dengan cara apa Hujin bisa menahan berat badan kita
berdua?”
“Itu merupakan rahasia, saat ini tidak leluasa kujelaskan
kepadakau, setelah tiba diatas kau akan paham sendiri”
Li Sek hong setengah percaya setengah curiga, setelah
istirahat sekian lamanya, tenaganya sudah pulih kembali, lalu
katannya : “Marilah kita mulai maju lagi.”
Gwat hoa Hujin mendongak dan tertawa kepadanya, belum
lagi ia bergerak tiba tiba sebelah tangannya mengarahkan
tenaga terus menyentak mendorongnya mencelat mumbul
beberapa tumbak, sementara mulut berbareng membentak:
“Rapatkan tubuhmu kedinding jangan banyak bergerak!”
Li Sek.hong tidak tahu apa yang terjadi namun keadaan
tiada memberi kesempatan padanya banyak berpikir, baru saja
ia mengerahkan tenaga dan menempelkan badannya merapat
kedinding, tampak Gwat hoa Hujin menyebal sebilah pedang
pendek berwarna merah gelap, terus menghujamkan di dalam
dinding hingga amblas seluruhnya secepat itu pula tiba tiba
badannya terayun bergelantung kesamping meninggalkan
dinding batu.
Bersamaan dengan itu tampak pula selarik cahaya
kehijauan menyambar lewat dari pinggir badannya terus
melayang ketanah.
Dalam pada itu Gwat hoa Hujia sudah tersenyum balik lagi,
kini menempel rapat pada dinding lagi katanya menjengek
dingin “Tidak lepas dari dugaanku, keparat itu memang amat
keji, dalam keadaan yang serba bahaya ini dia berlaku curang
main bokong segala …”
Semangat Li Sek hong serasa sudah amblas, cepat ia
bertanya “Hujin, apakah yang telah terjadi?”
“Keparat diatas itu melepaskan seekor ular berkepala segi
tiga membokong kita, sejak tadi sudah kuduga sebelah atas
pasti akan bertindak jabat, maka tadi kuperintahkan
kepadamu untuk hati hati. Tak nyana disaat kita berbicira
itulah dia melancarkan serangan membokong dengan keji,
untunglah aku cukup berwaspada, kalau tidak kaulah yang
menjadi korban lebih dulu …” Menyesal dan terima kasih pula
Li Sek hong katanya tergagap “Terima kasih akan pertolongan
Hujin atas jiwaku …”
Sekonyong konyong dari sebelah atas terdengar seorang
berkata dingin “Jiwa kalian berdua memang cukup panjang,
ternyata berhasil dari dua kali tipu dayaku …”
Gwat hoa Hujin menjadi gusar damprat nya: “Bisamu hanya
main bokong, terhitung Enghiong apa kau. Kalau punya
kepandaian marilah bertanding secara berhadapan …”
Orang diatas itu menjengek tawa : “Kenapa tergesa gesa,
menghadapi manusia aku punya kebiasaan yang tidak boleh
dirubah, bagi orang yang mampu selamat dari tiga kali tipu
dayaku, baru setimpal dia berhadapan dengan aku. Kalian
sudah dua kali lolos, ketiga kali nya akan segera kalian hadapi,
tunggu sajalah.”
Mendengar ancaman itu, kontan mereka berdua
meningkatkan kewaspadaan, terutsma Li Sek hong
mengangkat mutiara lebih tinggi diatas kepalanya menyinari
sebelah atas. Tapi setelah ditunggu setengah harian, keadaan
tetap tening tiada gerak gerik apa apa. Li Sek hong hanya
mengandal menahan napas sehingga dapat menempel diatas
dinding, setelah bertahan sekian lamanya akhir nya ia
kepayahan lagi, lekas ia lemparkan mutiara ditangannya
kepada Gwat hoa Hujin seraya berteriak “Hujin harap sambut
…” belum habis ia bicara badannya sudah melorot turun.
Sebelah tangan Gwat hoa Hujin berpegang diatas gagang
pedang pendek, cuma sebelah tangan yang lain bisa bergerak,
baru saja ia menyambuti mutiara itu, badan Li Sek hogpun
sudah melorot turun, terpaksa ia layangkan sebelah kakinya
merendang, kebetulan berhasil menyetop daya luncurannya
kebawah.
Berbareng menggunakan sebelah tangan nya yang bebas
itu dia meraih baju pakaian Li Sek bong. Tapi karena tergesa
gesa sehingga dia lupa bahwa tangannya menggenggam
mutiara, beruntung dia berhasil menahan badan Li Sek hong,
namun mutiara itu tidak kuasa digenggamnya, terus melayang
jatuh kebawah.
Keadaan sekelilingnya menjadi gelap gulita, Li Sek hong
insyaf bahwa dirinya berhasil diselamatkan sekali lagi oleh
Gwat hoa Hujin, tanpa terasa dia menarik napas panjang.
Katanya penuh penyesalan : “Lwekangku memang tidak
becus, sehingga membebani Hujin belaka, kenapa pula Hujin
tadi menolongku lagi.”
Gwat hoa Hujin menjinjing tubuhnya ke atas, serta berkata:
“Jangan banyak mulut, lekas istirahat dan memulihkan tenaga,
kita harus naik lebih lanjut. Kali ini biar aku berada diatas,
gunakan gigimu menggigit ujung bajuku, bila kau tidak lahan
lagi, tentu aku akan merasakan juga, barulah saat itu kita
berhenti istirahat pula!”
“Kalau kita dibokong lagi dari sebelah atas bagaimana?”
“Peduli begitu banyak urusan, kalau kuat bertahan itulah
untung, kalau tidak pasrah nasib saja.”
“Ya, marilah Hujin mulai!”
“Li siancu, bahwa berulang kali kutolong jiwamu, karena
aku harap setelah tiba diatas kau dapat membantu
kepentinganku, janganlah kau rewel dan putus asa!”
Sesaat Li Sek hong melongo sebetulnya disaat Gwat hoa
Hujin mulai bergerak, dia sudah siap hendak memutuskan
usaha hidupnya keatas, pura pura tangan terlepas dari
pegangan dan terjungkal mampus kebawah, supaya tidak
menjadikan beban bagi Gwat hoa Hujin. Tak nyana Gwat hoa
Hujin seperti meraba isi hatinya.
Mendengar orang tidak bersuara, Gwat hoa Hujin tahu
bahwa terkaannya tepat mengenai lubuk hati orang, maka
berkatalah dia menghela napas “Li sian cu! Karena sikap dan
tindak tandukmu terhadap anak Gwat selama ini, maka
akupun tidak akan membiarkan kau meninggal dengan cara
yang tidak setimpal ini, apalagi kelak masih kuperlukan tenaga
bantuanmu, maka kuharap kau tidak bercabang pikiran lagi,
kerahkan tenaga dan himpunlah gairah semangatmu!”
Habis bicara ia mulai bergerak naik ke atas tanpa kuasa Li
Sek hong terseret naik juga, kira kira empat lima tumbak
kemudian Li Sek hong sudah tidak kuat bertahan lagi, Goat
hoa Hujin juga merasakan hal ini, cepat ia berhenti, katanya
tersekat “Cara ini akan membikin Hujin kecapaian !”
“Tidak menjadi soal, aku bisa meminjam pedang pendek ini
untuk mengerahkan tenaga, rasanya tidak begitu meletihkan.”
Tergerak hati Li Sek hong, cepat iapun melolos pedang,
terus menusuk kedinding gunung, sementara dalam hatinya
membodohkan diri sendiri, kenapa sejak tadi tidak pernah
memikirkan hal ini. Siapa nyana terdengar suara “Pletak” daa
“Trang,” tangannya tergetar hebat, ternyata ujung pedangnya
patah dan batang pedangnyapun tidak kuasa menusuk masuk
kedalam dinding. Begitu mendengar suara, Gwat hoa Hujin
sudah tahu apa yang terjadi, katanya tertawa ringan : “
Jangan kau membuang tenaga dinding batu disini betapa
sangat kuat dan kerasnya, kecuali pedang pendekku ini,
senjata tajam apapun jangan harap bisa menyentuhnya.”
Terpaksa Li Sek hong memasukkan kembali pedang
buntungnya kedalam serangkanya.
Sejenak keduanya berdiam diri. Mendadak Li Sek hong
berkata”Keparat diatas itu bukankah hendak berlaku licak
sekali lagi? Kenapa sampai sekarang tiada kelihatan gerak
gerikanya?”
“Entah, mungkin ia belum mendapat akal cara bagaimana
hendak menghadapi kita lebih lanjut.”
Tengah bicara mendadak Li Sek hong mendongak, segera
mulutnya berseru “Itulah sudah datang!”
Dari sebelah atas pelan pelan melorot turun dua titik sinar
kehijauan, setelah berjarak kira kira lima enam tumbak, baru
terlihat jelas itulah dua titik sepasang mata seekor ular
berkepala segi tiga sebesar mengkok.
“Berikan pedangmu kepadaku!” pinti Gwat hoa Hujin.
“Ular aneh macam ini kebanyakan berkulit kebal, pedangku
ini tiada gunanya …”
“Aku tahu, aku hanya hendak menggantikan pedang
pendekku ini.”
-oo0dw0oo-
JILID 21
LI SEK HONG PAHAM maksudnya, lekas ia keluarkan
pedang buntungnya, lalu ia menggeremet naik kesebelah atas
katanya. “Biarlah kugantikan bertahan disana, Hujin bisa
bebas bergerak untuk menghadapinya.”
Gwat hoa Hujin manggut serta mengiakan, tiba tiba ia
mencabut pedangnya, sementara secepat kilat Li Sek hong
melesat naik memasukkan pedangnya kedalam bekas lubang
pedang pendek itu, sebelah tangan memegang kencang
gagang pedang sementara tangan lain memeluk kedua kaki
Gwat hoa Hujin serta mengangkatnya keatas, sehingga badan
dan kedua tangannya tergerak leluasa.
Gerakan ini dilakukan dalam waktu yang amat singkat dan
lagi mencabut pedang dan mengganti pedangnya semua
dilakukan dengan meminjam cahaya sinar kedua mata ular
yang mendatangi, semakin dekat, sehingga mereka bisa
bekerja secara sempurna.
Jarak kedua pihak sudah cukup dekat, luncuran ular itu
juga semakin cepat seperti angin lesus saja mendadak
menerjang kearah mereka berdua. Kebetulan Gwat hoa Hujin
bisa memapak kedatangannya, pedang pendeknya terangkat
keatas menusuk tujuh dim bawah lehernya, gerak gerik kedua
pihak sama cepat, maka dengan telak pedang pendek
kedalam badan siular, tujuh dim dibawah leher ular justru
letak kelemahannya yang mematikan.
Mulut ular terpentang lebat dan berdesis beberapa kali,
cahaya matanya semakin guram dan sirna. Gwat hoa Hujin
merasakan badan ular meronta ronta dan akhirnya menjulur
turun bergerak lagi, untunglah ia bekerja cekatan, hampir saja
pedang pendeknya ikut terbawa jatuh kebawah.
Dari sebelah atas didengarnya helaan napas panjang,
disusul cahaya guram bergerak turun lambat lambat. Gwat
hoa Hujin menyangka ular beracun lagi yang meluncur turun
lekas ia menyedot napas meningkatkan kewaspadaan. Tapi
setelah jarak menjadi dekat baru mereka melihat jelas, cahaya
itu ternyata adalah sebuah kutungan lilin yang menyala.
Karuan Gwat Hoa Hujin melengak heran, serunya keatas. “Apa
apaan maksudmu ini?”
Dari atas terdengar jawaban dingin. “Kalian bisa tidak
mampus dalam sumur jebakan lolos pula dari tipu dayaku,
ketiga kali jebakkanku berhasil kau hindari, sudah tentu aku
harus menyambut kalian keatas sesuai dengan janjiku tadi ...”
Gwat hoa Hujin jadi ragu ragu dan melongo, apakah dia
harus percaya atau tidak.
“Menghemat tenaga kalian, kalau kalian tidak percaya,
masakah aku sudi memberikan pertolongan cuma cuma,
silahkan kalian merambat naik pelan pelan saja.” habis berkata
pelita lilin itu pelan pelan terangkat naik lagi.
Karuan Gwat hoa Hajin gugup, cepat ia berteriak.”Tunggu
sebentar!” sebelah kakinya terangkat menjungkir pundak Li
Sek hong sehingga badan orang mencelat naik kearah kayu
melintang itu.
Sementara Gwat hoa Hujin sendiri pun melejit jumpalitan
meraih kayu itu sehingga keduanya terayun ayun goyang
gontai di tengah udara.
Kayu itu pelan pelan terangkat naik, dari atas terdengar
pula suara dingin itu berkata.”Nyali kalian sungguh tidak kecil,
masakah tidak takut aku mencelakai pula jiwa kalian?”
Bercekat hati Gwat hoa Hujin, namun mulutnya
berteriak.”Kami percaya akan ucapanmu, mana berani naik
keatas kayu ini, kalau kau memang hendak main main dengan
segala akal licikmu silahkan lakukan saja, kami tidak akan
perduli!”
Tengah bicara kayu itu terangkat semakin cepat, sekejap
saja sudah tiba dilubang besar yang dikatakan oleh Li Sek
hong tadi, disini kayu berhenti, namun tiada kelihatan
bayangan seorangpun disini.
Tak tahan segera Gwat hoa Hujin berteriak.”Hai, dimana
kau!”
Lubang besar itu amat gelap dan tidak terdengar reaksi apa
apa, sinar lilin diatas kayu lintang itu memancarkan cahaya
kekuningan, menyinari empat lima kaki sekeliling nya, kiranya
di sebelah depan sana adalah tanah datar cukup untuk
berpijak.
Kejap lain mereka sudah melompat turun dipinggir lubang
besar itu, Gwat hoa Hujin angkat lilin diatas kepalanya
berjalan kesebelah depan. Karena orang tadi mengatakan
tempat itu adalah Jian coa kok, malah beruntun mereka
disergap oleh ular ular berbisa, maka dengan rasa was was
dan kebat kebit mereka maju terus kedepan dengan langkah
hati hati dan pelan pelan.
Akan tetapi mereka sudah jalan setengah harian, sepanjang
jalan ini tiada seekor ularpun yang mereka lihat, demikian juga
tiada nampak bayangan seorangpun. Sedang orang yang
bicara disebelah atas tadi entah kemana pula.
Lorong panjang yang mereka lewati cukup lebar dan besar,
cuma keadaan disini amat lembab, sehingga hawanya amat
apek dan mengganggu pemapasan. Mereka naik lebih lanjut,
tak lama kemudian jalanan menanjak naik semakin tinggi,
keadaan disini rada kering, waktu Gwat hoa Hujin angkat
kepala, tampak tak jauh didepan sana tampak sebuah lubang
keluar, meski cahayanya masih remang remang, namun hati
menjadi lega dan senang. Dengan langkah lebar mereka
mempercepat kearah sana.
Jarak menuju kearah lubang terang itu ternyata masih
cukup jauh dan harus melewati beberapa jalan bercabang
entah menembus kemana, sepanjang jalan ini mereka tidak
buka suara, namun baru saja Li Sek hong berkata, tiba tiba
didengarnya suara keresekan dari sebelah samping sana,
begitu ia memandang kearah sana, tak tahan lagi segera ia
menjerit kaget.
Gwat hoa Hujin juga mendengar suara ini, cepat ia
mencegat disebelah depan dan membentak.”Jangan takut!
biar aku yang menghadapinya!” dimulut ia berlaku garang,
sebenarnya hatinyapun sudah gugup dan kebingungan.
Karena dari sebelah kiri sana sedang mendatangi seekor
mahluk aneh yang belum pernah meraka lihat selama
hidupnya. Badannya tinggi seperti manusia, dibawah sinar
bintang yang kelap kelip, tampak seluruh tubuhnya dilumuri
sisik sisik warna hijau kehitaman, kepala dan kaki tangannya
menyerupai bentuk manusia, namun seluruh kulitnya tertutup
rapat oleh lembaran sisik yang kecil kecil Gwat hoa Hujin
sudah mengacung pedang pendeknya, baru saja ia hendak
menyerang mendadak mahluk aneh ini bersuara.”Jangan
bergerak! Aku tidak ingin bergerak dengan kau ditempat dan
disaat ini juga” suaranya juga dingin, namun bukan suara
yang bicara disebelah atas tadi.
Batal menyerang Gwat hoa Hujin masih berlaku waspada,
pedang melintang didepan dada, bentakanya.”Jangan kau
maju mendekat!”
“Li Sek hong!” mahluk aneh itu tiba tiba tertawa dingin
suaranya jelas adalah seorang perempuan,.”Adalah jamak
kalau kau tidak menalar bentuk rupaku yang menakutkan ini,
masakah suara akupun kau tidak mengenalnya lagi?” sembari
bicara mahluk aneh itu angkat sebelah tangan meraih keatas
muka nya.
Ternyata mukanya mengenakan kedok kulit ular, setelah
kedok kulit ularnya itu ditanggalkan, maka terlihatlah seraut
wajah yang rupawan, kedua biji matanya yang bundar besar
memancarkan cahaya kilat yang dingin.
Begitu melihat raut muka itu, seketika Li Sek hong
melengking pula. “Sumoy!! Bagaimana bisa kau adanya!”
ternyata mahluk aneh yang mengenakan kulit ular ini bukan
lain adalah sumonya Liu Ih yu.
Kata Liu Ih yu tertawa dingin.”Li Sek hong, jangan kau
panggil aku sumoy lagi, di atas Sin li hong mulai kau bertekad
hendak membunuh aku maka hubungan persaudaraan kami
sejak kecil sudah putus!”
Li Sek hong menjadi tercengang, ia terdiam
membayangkan tindakannya waktu itu yang memang cukup
kejam, sesaat ia jadi bingung bagaimana ia harus bicara,
setelah merandek dia berkata. “Sumoy, cara bagaimana kau
bisa tiba ditempat ini?”
“Aku bukan sumoymu!” sentak Liu Ih yu.
“Sumoy, terserah betapa bencimu kepadaku, bagaimana
juga kau masih menjadi sumoy ku!”
“Waktu diatas Sin li hong, kaulah yang pertama yang
mengusulkan untuk membunuh jiwaku!”
“Memang, karena sejak kecil kulihat kau tumbuh dewasa,
aku teramat paham akan segala galamu. Sejak dilahirkan kau
mempunyai bawaan watak yang kejam, kalu ada Toa suci dia
masih kuasa menekan sepak terjangmu, kalau Koan San
gwatpun suka mengawini kau, mungkin mereka bisa merubah
watakmu ini tapi begitu orang ini ada di sampingmu maka
terpaksa aku harus bertindak tegas. …”
Sorot dingin kedua biji mata Liu Ih yu memancar semakin
menyala desisnya bengis.”Apakah kau sekarang masih juga
mau membunuh aku?”
“Ya, asal tenagaku mampu aku tidak akan mengubah
niatku itu. Tapi hubungan persaudaraan kita masih tetap ada,
mungkin setelah aku berhasil membunuh kau, aku pun bisa
menyusul kealam baka. Kubunuh kau supaya kejahatan tidak
tumbuh, demi keadilan dan kebenaran, kususul kau mati
adalah karena hubungan pribadi.” Ucapannya ini boleh dikata
cukup merasuk dan mengetuk sanubari, tetapi sedikitpun Liu
Ih yu tidak terpengaruh oleh kata katanya jengeknya
dingin.”Masakah benar kau sudi mampus bersamanaku?”
Li Sek hong menghela napas ujarnya. “Kenapa tidak? Masa
depan bagaikan mimpi kehidupan akan datang kosong dan
hampa, kehidupan jiwa bagi aku sudah tidak perlu di gandoli
lagi....”
Kata katanya ini agakanya cukup berpengaruh dan
meluluhkan kekerasan hati Liu Ih yu, dengusnya. “Li Sek
hong, orang lain tidak perlu dibicarakan, hanya kau seorang
boleh kuberi sedikit maaf, aku percaya didalam tekadmu untuk
membunuh aku sedikitpun tidak terkandung rasa jelus atau
demi kepentingamu pribadi, akan datang suatu hari disaat aku
sudah tidak ingin hidup lebih lama lagi, pasti aku akan
menyempumakan keinginanmu, supaya aku mampus di
tanganmu, tapi sekarang belum tiba saatnya, masih banyak
urus an yang belum sempat kuselesaikan....”
Melihat nada bicara orang sudah lembek segera Li Sek
hong bertanya. “Cara bagaimana kau bisa berada di tempat
ini?”
Liu Ih yu menjadi marah pula, katanya.”Tidak ketempat ini
dimana aku bisa menempatkan diriku. Kelompok Cia Ling in
tidak mau melepaskan diriku, demikian pula kalian mengejar
ngejar aku hendak mencabut jiwaku. Mengndal lwekang dan
kepandaianku sekarang belum setimpal aku berlawanan
dengan kalian, sudah tentu aku harus menyembunyikan diri
disuatu tempat yang tidak mungkin bisa kalian temukan.”
“Maksudku cara bagaimana kau bisa berubah bentuk
seperti itu?”
“Jangan kau menghina bajuku yang menjijikan ini, asal aku
mengenakan pakaian kulit ular sakti ini, siapa saja jangan
harap bisa melukai aku.”
Pada waktu itu juga di tengah udara terdengar suara
desisan yang keras. Liu Ih yu segera mengulap tangan dan
berkata. “Coa Ki (selir ular) suruh aku membawa kalian!
Hayolah ikut aku!”
“Siapakah Coa Ki itu?” tanyangwat hoa Hujin.
Liu Ih yu mendelikkan mata tanyanya.”Siapakah Hujin itu?”
“Dia adalah Le Hujin ibu kandung Koan kongcu!”
Liu Ih yu melengak, ujarnya. “Koan San Gwat masih punya
ibu, kenapa dia tidak pernah membicarakan hal ini
kepadaku....”
Tergetar hati Li Sek hong sama Gwat hoa Hujin,
tanyanya.”Kau tahu dimana sekarang Koan kongcu berada?”
Liu Ih yu tersenyum manis, sahutnya. “Sudah tentu tahu !”
“Dimana?” hampir berbareng Gwat hoa Hujin berdua
bertanya.
“Disini juga!” sahut Liu Ih yu kalem.
Lega hari Gwat hoa Hujin, paling ia sudah mengetahui jejak
putranya, namun ia masih rada kuatir juga, lalu tanyanya pula.
“Cara bagaimana dia bisa sampai disini?”
“Kalau dikatakan memang kebetulan.” demikian tutur Liu Ih
yu.. “Aku mendapat perintah dari Coa Ki pergi ke Toa cu ho
untuk menangkap seekor ular berbisa, hasilnya aku berhasil
menjala jenasahnya dari dalam air….”
“Dia sudah meninggal....” Gwat hoa Hujin menjerit.
“Waktu kuangkat dari dalam air, seluruh badannya penuh
luka luka, memang keadaannya seperti orang mati, cuma
badannya masih rada hangat, untunglah aku berhasil
menangkap ular yang kucari itu empedu ular ini bisa
mengobati orang yang sudah hampir menemui ajalnya,
beruntunglah aku berhasil merenggut nyawanya dari jurang
elmaut….”
“Oh, terima kasih kepada Thian Yang Maha Esa, bahwa aku
masih diberi kesempatan untuk melihat putraku lagi….”
demikian Gwat hoa Hujin berdoa.
“Jangan kau keburu senang,” demikian kata Liu Ih yu..
“Mungkin tidak mudah kau dapat menemui dia.
“Kenapa?” tanyangwat hoa Hujin melongo.
“Karena ular yang menolong jiwanya itulah, empedu ular
yang membawa pengaruh yang amat besar bagi Coa sin
(malaikat ular) karena gelisah dan putus asa tanpa pikir aku
berikan empedu untuk mengobatinya, sekembalinya hampir
aku tidak bisa menyampaikan tugasku, maka Coa sin akan
mengeluarkan empedu ular itu dari dalam badan nya!”
“Siapa pula Coa sin itu?”
“Coa sin adalah majikan dari Jian coa kok ini, mahluk aneh
yang berbadan setengah ular setengah manusia!”
Gwat hoa Hujin ingin bertanya lagi, namun suara desisan
ditengah udara kedengaran semakin gencar, cepat Liu Ih yu
berkata.”Lekas Coa ki sedang mendesak kita, aku tidak bisa
berlaku lambat lambat lagi, urusan yang belum dimengerti Coa
ki akan menjelaskan kepada kalian…. dan lagi kuperingatkan
kepada kalian, kalau kalian ingin melindungi jiwa Koan San
Gwat, jangan sekali kali kalian berbuat salah atau bersikap
kasar terhadap Coa ki saat ini hanya dia sajalah yang mampu
menghalangi Coa sin membunuh Koan San Gwat....” habis
berkata bergesa ia putar badan terus berlari kedepan, hati
Gwat hoa Hujin dan Li Sek hong dirundung berbagai
pertanyaan, namun merekapun tidak berani berayal, cepat
mengintil ketat dibelakang.
Setelah melewati dataran lembah yang gelap gulita,
sekelilingnya hanya melingkar ular ular besar kecil yang
beraneka jenis, namun ular ular itu sudah dijinakan, tiada
seekorpun yang menyerang mereka. Tak lama kemudian
mereka tiba dibawah sebuah tebing, diatas tebing ini dibangun
beberapa kamar berbatu, dari dalam beberapa kamar itu
menyorot keluar sinar lampu. Diatas pintu kamar batu
terbesar melintang sebuah batu besar, diatas batu ini
melingkar berbagai jenis ular besar ada pula yang
menjulurkan badannya yang besar dan panjang panjang itu
diluar pintu seperti kerai.
Dengan tangannya Liu Ih yu menyingkap badan ular teras
menerobos masuk. Sementara Gwat hoa Hujin menggunakan
pedang karena kepala kepala ular itu mendongak sambil
menjulurkan lidahnya, mulutnyapun berdesis amat
menakutkan.
Dari dalam kamar terdengar Liu Ih yu berkata. “Jangan
kuatir masuk saja, ular ular ini tidak dan menggigit kalian,
mereka hanya dibuat pajangan untuk menakuti orang saja,
tapi bisa kalian bikin mereka gusar sulitlah dibayangkan
akibatnya”
Gwat hoa Hujin merandek sebentar, akhirnya ia simpan
pedangnya terus menerobos masuk saja, benar saja diwaktu
ia maju mendekat ular ular itu lantas melingkarkan badan
kesebelah atas memberi jalan kepadanya. Li Sek hong
mengintil dibelakangnya, saking ngeri mukanya sudah pucat
pias.
Keadaan dalam kamar ternyata cukup bersih dan teratur,
luas lagi, perabot kursi dan meja serta segala keperluan dalam
kamar ini semua terbuat dari batu batu, cuma semua perabot
itu semua dilembari kulit kulit ular.
Diatas sebuah ranjang duduk bersimpuh seorang
perempuan muda yang telanjag bulat berusia sekitar enam
tujuh likuran, parasnya amat cantik ayu, terutama seluruh kulit
badan nya, boleh dikata laksana batu jade yang tiada
cacatnya, putih halus mengkilap lagi.
Yang membuat orang merasa ngeri dan giris di atas
badannya itu melingkar seekor ular aneh, ular ini selurah
badannya berwarna putih hitam, badannya rada gepeng lebar
satu dim lebih, entah berapa panjang badannya, karena
melingkar lingkar dibadan gadis rupawan itu, secara kebetulan
badannya membelit bagian vital dari badan gadis.
Dalam pada itu Liu Ih yu sudah menanggalkan seluruh
pakaian anehnya, sebelah dalam ia mengenakan pakaian sutra
warna putih yang ketat, sebetulnya bukan pakaian lagi tepat
kalau dikatakan mengenakan bikini, karena hanya pada dada
dan bagian bawahnya saja yang tertutup, kedua paha dan
perut serta pundakanya kelihatan putih halus juga.
Begitulah Li Sek hong berdua melangkah masuk, gadis itu
secara halus dan penuh hormat segara berdiri serta berseri
tawa, sapanya. “Silahkan kalian duduk!” tangannya menunjuk
kursi kursi batu.
Sekilas Gwat hoa Hujin sedikit membungkuk badan terus
duduk tanpa sungkan sungkan. Sementara Li Sek hong amat
jijik akan kulit ular itu, dia terima berdiri saja. Dengan
tangannya Liu Ih yu menunjuk gadis itu serta
memperkenalkan..”Dia adalah Coa ki….”
“Ih yu” tukas Coa ki.”Coa ki hanyalah nama yang
kugunakan didalam Jian coa kok terhadap orang luar mana
boleh kau memperkenalkan namaku demikian? Sebutkan saja
nama asliku kepada mereka....”
Liu Ih yu tertegun katanya.”Hampir satu bulan aku berada
disini, belum pernah Coa ki, beritahu kepadaku nama aslimu!”
Coa ki tertawa geli ujarnya.”O.. Kalau begitu akulah yang
teledor, namaku hanya pernah kuberitahukan kepada Koan
San Gwat kukira dia bisa memberitahu kepada kau!”
Rona muka Liu Ih yu rada berubah namun cepat kembali
seperti biasa katanya tertawa.”Sejak Koan San Gwat tiba disini
aku hanya berkesempatan melihatnya dua kali setiap kali pasti
ada Coa sin disampingku perkataan yang bisa kami
bicarakan!”
Coa ki manggut manggut, katanya”Kalau begitu biarlah aku
memperkenalkan diri sendiri. Aku she Kang bemama Pan,
kukira nama ini jauh lebih enak didengar dan gampang
diucapkan dari pada Coa ki. Cuma selama puluhan tahun
menetap didalam Jian coa kok ini, jarang ada orang
memanggil nama asliku ini....”
Pertama kali mendengar nama Coa ki semula Li Sek hong
menyangka dia pasti seorang perempuan tua buruk rupa yan
jahat dan kejam melebihi kuntilanak, kini setelah beradu
muka, kesannya jadi tampak beruban malah merasa simpatik
pula kepadanya, segera ia tersenyum manis dan berkata.”Aku
yang rendah Li Sek hong....”
“Aku tahu!” ujar Kang Pan,.”Tadi Liu Ih yu ada melihat
kalian datang Ke Ki san.”
Li Sek hong melengak Kang Pan berkata pula dengan
tertawa.”Karena kalian membawa unta sakti inilah, menurut Ih
yu binatang itu adalah peliharaan Koan San Gwat yang paling
disayangi, untuk mengambil hatinya, sengaja aku minta Coa ki
untuk memancingnya kemari, siapa tahu membuat geger
kalian pula, semula orang gadis kecil….”
“Itulah dayangku bemama Ling koh, bagaimana dia
sekarang....”
“Dia baik baik saja! Coa sin paling suka pada anak anak
perempuan, dia tidak akan disakiti! Nyonya ini adalah....”
pandang mataya tertuju kepada Gwat hoa Hujin.
Gwat hoa Hujin tertawa ringan, katanya.”Aku bemama Le
Ciu kiok, Koan San Gwat adalah putraku!”
Kang Pan berseru heran, kata nya haru.”Ternyata kaulah
ibunya, Gwat hoa Hujin yang belum lama ini dia temukan
bukankah kau bersemayam di Tay pa san? Kenapa
berkecimpung juga didunia ramai?”
Tergerak hati Gwat hoa Hujin, katanya.”Apakah putraku
sudah menjelaskan kepada kau!”
Kang Pang tertawa sahutnya.”Kami hanya pernah bicara
sekali, sungguh aku amat tertarik akan pengalaman hidupnya
yang aneh penuh liku liku dan aneh, aku pun merasa sedih
pula akan nasibnya, untunglah tak lama lagi kalian ibu
beranak bakal berkumpul kembali.”
“Terhadap putraku itu akupun amat menyesal, sebab aku
belum menunaikan tanggung jawab seorang ibu kepada
putranya, maka masa hidup selanjutnya sampai hari ajal aku
bersedia berjerih payah demi kebahagiaannya….”
“Dia sendiri sih cukup mampu berjuang dalam kehidupan,
dia cukup mampu berdiri sendiri, kau tidak perlu kuatir
baginya…”
“Bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Gwat hoa Hujin
penuh prihatin.
“Jauh lebih baik.” sahut Kang Pan..”Cuma tenaganya saja
yang belum pulih, luka luka yang dia derita amat parah,
untunglah dia terjungkal jatuh kedalam air dari tempat
ketinggian, namun terlanda batu besar pula sehingga seluruh
badannya lecet dan penuh luka luka. Sungguh aku menjadi
kurang paham, mengandal lwekangnya yang ampuh itu, cara
bagaimana dia bisa berlaku begitu ceroboh!”
Berkerut kulit muka Gwat hoa Hujin, namun dengan
perlahan ia menyahut.”Aku sendiripun tidak tahu! Ingin nanti
aku tanyakan hal ini kepadanya!”
“Sekarang tak perlu dikuatirkan lagi, mungkin Liu Ih yu
memberi makan empedu ular yang kasiatnya bisa
menghidupkan orang diambang kematiannya. Baru tadi kuberi
minum darah ular sanca yang amat berguna, beberapa hari
lagi tentu kesehataanya bisa sembuh seluruhnya.”
“Terima kasih akan rawatanmu! Bisakah aku bertemu
dengan Coa sin?” tanya Gwat hoa Hujin.
Hujin tidak perlu susah bercapek lelah, sebentar lagi Cia sin
akan keluar menemui kalian!”
“Untuk apa dia hendak bertemu dengan kami?”
“Masakah Hujin lupa bukankah kalian punya janji yang
belum ditepati sama Coa Sin!”
“Jadi Coa sin adalah mahluk aneh yang berulang kali
mengatur tipu daya hendak mencelakai kami itu….”
Berkerut alis Kang Pan, ujarnya. “Bila berhadapan dengan
Coa sin aku harap kalian bersikap cukup hormat kepada
beliau.”
“Kenapa?” omel Li Sek hong.”Hampir saja dia merenggut
nyawa kami....”
“Sekali kali Coa sin tiada berniat mencelakai jiwa kalian,
tipu dayanya itu tidak lebih hanyalah untuk menjajal sampai
dimana tingkat kepandaian silat kalian. Bila kalian benar benar
terjebak didalam sumur itu, pasti Coa sin akan menolong
kalian.”
Li Sek hong masih kurang terima, katanya. “Lalu
bagaimana dengan ular berbisanya yang dia lepas hendak
menyerang kami?”
“Ular ular itu hanyalah jenis ular yang tidak begitu jahat
bisanya, dibanding dengan ular diatas badanku ini, entah
betapa kali lipat bedanya. Ular ular itu paling paling hanya
membuat kalian sedikit terluka, apalagi Coa sin punya obat
pemunahnya yang mustajab, betapapun jiwa kalian tidak
sampai dikorbankan!”
“Aku tidak percaya !” dengus Li Sek hong uring uringan.
“Kalau tidak percaya boloh kau tanya kepada Ih yu!”
Liu Ih yu mencebirkan bibir, katanya.”Ucapannya memmg
tidak salah, sekali kali Coa sin tidak akan melukai seorang
perempuan. Terutama perempuan yang rada cantik dan bisa
main silat, dia ingin mengumpankan seluruh perempuan
didunia ini tak perduli tua muda asal cantik dan bisa main silat
didalam Jian coa kok ini.”
“Apakah ilmu silat Coa sin amat tinggi?” tanya Gwat hoa
Hujin.
“Bukan maha tinggi, malah tidak terukur tingginya. Maka
kuperingatkan kepada Hujin lebih baik kau tidak bermusuhan
dengan Coa sin.”
Gwat hoa Hujin berpikir sebentar, lalu berkata “Asal dia
tidak melukai putraku, sudah tentu aku tidak bermusuhan
dengan dia tapi kudengar ....”
“Soal itu bisa diselesaikan dengan lain cara!”
“Cara apa?”
“Sekarang aku belum tahu, tapi pelan pelan pasti akan
dapat kita pikirkan cara yang cukup sempuma demi kebaikan
kedua belah pihak Belum lenyap suaranya, dari kamar sebelah
dalam tiba tiba kumandang suara dingin. “Sekali kali tidak
akan terjadi cara sempuma yang menguntungkan kedua
pihak. Dalam dunia ini hanya terdapat seekor ular wulung
bertanduk tunggal, akupun hanya punya kesempatan bagus
lagi sekali saja untuk pulih menjadi manusia biasa, maka
betapapun aku tidak akan melepaskan bocah itu!”
Gwat hoa Hujin dan Li Sek hong membalik badan bersama,
berbareng pula mereka menjerit ngeri. Kalau tidak
menyaksikan dengan mata kepala sendiri, sudah tentu mereka
tidak akan mau percaya bahwa didunia ini terdapat mahluk
aneh macam ini.
Itulah mahluk aneh yang berkepala manusia berbadan ular.
Rambut diatas kepalanya awut awut dan kaku seperti duri
landak, selebar mukanya tumbuh jambang bauk tebal, mulut,
kuping, mata dan hidungnya persis seperti dengan manusia,
malah perawakannya kelihatan kereng dan gagah, badan
sebelah atas telanjang, daging ototnya keras bergempal,
kedua lengannya kelihatan besar dan bertenaga, dari sebatas
dada bentuknya mirip seperti manusia umumnya. Akan tetapi
tubuh bagian bawah mirip benar dengan ular berekor cabang
dua. Sebatas pinggang terus kebawah badannya tumbuh sisik
sisik binatang yang memancarkan sinar kemerahan, meski
kedua kakinya melempang ketanah, namun kenyataan
merupakan dua ekor ular yang bercabang. Dari atas semakin
bawah mengecil dan lembut, tempat yang menyanggah tanah
cuma sebesar ibu jari.
Dari sikap dan kelakuan kedua orang ini mahluk aneh itu
sudah paham akan perasaan hati mereka. Ditengah jengek
tawa air mukanya mengandung perasaan hampa dan sedih,
katanya dengan rasa penasaran “Kalian sudah melihat jelas
belum. Aku inilah Coa sin, manusia diantara ular, malaikat
diantara manusia !” Saking kaget dan ngeri Gwat hoa Hujin
dan Li Sek hong sekian lamanya belum mampu bersuara. Coa
sin bergelak tertawa, serunya.”Maka aku suka pada
perempuan yang bisa main silat, nyali mereka jauh lebih
besar, tidak bakal begitu melihat aku lantas jatuh semaput,
terutama kalian berdua sungguh harus dipuji cukup hanya
menjerit saja. Masih kuingat pertama kali Ih yu melihat aku,
saking kaget ia jatuh kelenger.”
Setelah menenangkan hati, berkatalah Gwat hoa
Hujin.”Kalau sebelum ini aku tidak mendengar cerita mereka,
begitu melihat kau secara mendadak, tidak urung pasti jatuh
semaput juga....”
Coa in menjadi rada kecewa, ujarnya.”Kalau begitu, tiada
seorangpun dalam dunia ini yang melihat diriku tak akan
ketakutan!”
Rasa takut Li Sek hong sudah lenyap, segera ia menyela
bicara.”Bentuk seperti tampangmu ini, kalau tidak mau dikata
tidak menakutkan orang, masakan bukan sesuatu hal yang
lucu belaka.”
“Bohong !” sentak Coa sin sambil angkat
kepala..”Kenyataan ada orang yang setelah melihat aku bukan
saja tidak takut malah sikapnya amat aleman terhadapku.”
Li Sek hong tidak percaya, katanya. “Kalau benar ada
manusia seperti itu, nyalinya itu sungguh keliwat besar!”.
“Kenapa tidak, bukankah gadis cilik itu kemaren masih
berada sama kalian ?”
Li Sek hong melengak, tanyanya.”Gadis Cilik maksudmu
Ling koh?”
“Tepat! Gadis kecil ini adalah gadis lincah yang
menyenangkan yang pertama kali ku temui selama hidupku
ini, jikalau bukan dia yang minta pengampunan bagi kalian,
sikapku tidak akan begitu sungkan terhadap kalian.”
Li Sek hong tertawa dingin, baru saja ia hendak mendebat,
keburu Gwat hoa Hujin menyela bicara.”Kami datang tanpa
mengandung maksud maksud jahat, tujuan kami adalah
mengejar unta itu sehingga masuk kelembah ini tanpa
sengaja....”
Coa sin tertawa aneh, ujarnya.”Akhirnya kalian tahu juga
bahwa bocah itu berada didalam lembah ku ini, lantas ingin
menolong nya keluar bukan?"
Gwat hoa Hujin manggut mangggut, sahut nya.”Benar,
maka kami harap Coa sin suka memberi pengampunan
kepadanya, melepasnya keluar.”
“Tidak mungkin!” sahut Coa sin tegas.”Gadis kecil itu juga
minta pengampunannya kepadaku, tapi aku tidak bisa
menyetujui!”
Sedapat mungkin Gwat hoa Hujin menahan sabar, pintanya
lagi. “Bukankah ia tak berbuat sesuatu kesalahan terhadap
kau.”
“Meski tidak berbuat salah terhadapku, namun ia sudah
melanggar dua laranganku.”
“Bagaimana harus menjelaskan ucapamu ini?”
Coa sin menggaruk garuk rambutnya yang awut awutan,
lalu pelan pelan menggeser ekor ular yang menyanggah
badannya, katanya.”Pertama, dia adalah seorang laki laki,
selama hidupku paling membenci laki laki. Laki laki di dalam
Jian coa kok ini melulu umpan ular piaraanku, tiada seorang
pun yang pernah hidup meninggalkan tempat ini.”
Tak tahan lagi Gwat hoa Hujin menjadi gusar,
dampratnya.”Perbuatan ini boleh dikata keluar batas bagi
seorang yang sudah pikun dan menjdi gila....”
Coa sin terbahak bahak serunya.” Hal itu masih merupakan
urusan kecil, laranganku ini kutegakkan sendiri, boleh pula
kubatalkan juga, Kang Pan dan Ih yu sama mintakan ampun
bagi jiwanya, bukannya tidak boleh kulepas dia, cuma dia
sudah menelan empedu ular wulung bertanduk tunggal,
sehingga kedua ekorku ini tidak bisa sembuh menjadi kaki
seperti manusia umumnya…”
Gwat hoa Hujin lantas menjengek dingin,
debatnya.”Tampangmu ini memang sudah terjadi sejak kau
dilahirkan mana mungkin disembuhkan lagi?”
“Kurang ajar kau!” maki Coa sin murka.”Siapa bilang
tampangku ini sejak dilahirkan, sebetulnya akupun seorang
manusia normal seperti kalian pula….”
“Masakah keadaanmu sekarang adalah perbuatan manusia
pula?” tanya Gwat hoa.
“Sudah tentu perbuatan manusia, aku kena ditipu dan
dijadikan percobaan sehingga menjadi bentukku sekarang.”
“Siapa dia?” Tanya Gwat hoa Hujin mencelos dan heran.
“Dia Ibuku.....” gerang Coa sin dengan penuh amarah.
“Ibumu? Kenapa dia berbuat sekeji itu?”
Sikap Coa sin menjadi kasar dan marah marah, suaranya
keras dan lantang.”Tidak perlu kau tahu hal itu! Yang terang
untuk memulihkan badanku seperti manusia normal
menelannya, maka aku harus berusaha mengembalikan
kembali!”
“Empedu itu sudah sekian lama ditelan kedalam perutnya,
kasiat obat sudah bekerja dan terbaur didalam badannya, cara
bagaimana kau bisa mengambilnya?”
Coa sin menyeringai dingin, jengeknya, “Sudah tentu aku
punya caraku sendiri kasiat obat empedu ini meski berhasil
merengut nyawanya dari jurang kematian namun
yang bekerja hanyalah satu persepuluh saja kasiatnya yang
asli justru makin tersekam didalam badannya...”
“Meski masih tersekam didalam badannya, namun tentu
berpencar disegala sendi sendi tulang dan urat nadinya,
kecuali kau menelannya bulat bulat, kalau tidak tidak mungkin
kau bisa mengambil sisa kasiat obat empedu itu dari dalam
badannya.”
“Menelan bulat terang tidak bisa, kalau mengunyahnya
sampai hancur lulu masakah tidak bisa kulakukan.”
“Apa!” sela Li Sek hong. “Berarti kau menggunakan cara
yang begitu keji untuk menghadapinya?”
Sebaliknya Gwat hoa Hujin berlaku amat tenang ujarnya
“Kukira tiada gunanya, kasiat empedu yang tersekam didalam
badan itu tentu sudah berakar didalam tubuhnya asal, kau
mematahkan sebuah tangan atau kakinya, yang berada
dibagian lainpun akan ikut buyar dan tiada gunanya lagi,
paling paling hanya bisa memperoleh sebagian kecil saja dari
seluruh kasiat obat yang kau kehendaki!"
Memembalik biji mata Coa sin, katanya” Agaknya kau
cukup paham didalam bidang ini.”
“Maka itu kunasehatkan pada kau, jangan kau melakukan
perbuatan yang merugikan orang lain dan tidak
menguntungkan dirimu sendiri !”
“Kau anggap aku ini seorang bodoh, ucapanmu ini masih
berguna untuk menipu orang lain...”
Gwat hoa Hujin menarik muka katanya. “Aku bicara secara
kenyataan siapa bilang menipu orang?”
“Kau masih berpura pura pikun, bicara secara terus terang.
Untuk menyedot kasiat obat empedu didalam badannya itu
aku tidak perlu banyak memeras keringat, malah tidak perlu
aku melukai sedikitpun kulit nya sudah tentu aku tidak perlu
pula merenggut nyawanya ....”
“Maksudmu, kau hendak menggunakan Siap liong ci hoat?”
“Akhirnya kau sendiri yang mengatakan”
“Apakah yang dinamakan Siap hong ci hoat?” tanya Kang
Pan dengan tak mengerti.
Gwat hoa Hujin menarik muka tanpa bicara sebaliknya Coi
sin bergelak tertawa, serunya.”Siap hong ci hoat amat
gampang yaitu diwaktu dia tidur berkecukupan, semangat dan
tenaganya penuh gairah, disaat hawa positif dalam tubuhnya
bergelora karena sentuhan dari luar yang membangkitkan
hawa nafsu nya, aku berkesempatan bisa menyedot
kekuataanya itu. Mungkin cukup satu bulan saja, bukan saja
bisa kusedot seluruh kasiat obat empedu itu, malah daya
gunanya jauh lebih besar dan berharga.”
Kang Pan masih kurang paham, adalah ketiga perempuan
yang lain sama berubah air mukanya, terutama Li Sek hong
karena ilmu latihannya justru mengutamakan kekuatan
perpaduan antara negatif dan positif dari aliran sesat yang
nyeleweng, bagaimana baik buruk terhadap ilmu macam itu
dia paling paham. Maka dia dulu berteriak.”Perhitunganmu ini
mungkin bisa gagal total, Koan kongcu berjiwa murni dan sulit
terpengaruh oleh kekuatan luar, pertahanannya amat kuat dan
suci bersih terutama Lwekangnya sudah mupuk dasar
kekuatan yang luar biasa dalam ajaran yang lurus segala
gempuran dari luar jangan harap bisa meluluhkan sanubarinya
!”
“Tepat sekali omonganmu,” ujar Coa sin tertawa lebar.
“Sudah dua hari ini kuselidiki kondisi bocah itu, memang dia
tak lain tak bukan laksana sebuah batu jade asli yang sudah
gemblengan, semakin murni hasil yang kucapai semakin
besar…”
“Besarpun tidak berguna dan tidak bisa membangkitkan
nafsu birahinya maka caramu itupun tidak akan berguna!”
Tidak menjawab, tapi mata Coa sin melirik ke arah Kang
Pan sambil berseri tawa.
Tergerak hati Li Sek hong, cepat ia berkata kepada Kang
Pan. “Nona Kang! Katamu setiap hari kauberi Koan kongcu
minum darah ular sanca….”
Kang Pan melongo, sahutnya tidak mengerti “Ya, Coa sin
yang menyuruhku berbuat demikian.”
Li Sek hong semakin gugup, tanyanya.”Coa sin masih
menyuruh kau melakukannya lagi?”
“Tiada cara lain,” kata Coa sin “bila ada kerjaan apa apa,
dia suruh aku ajak dia bicara!”
Dengan muka serius berkata pula Li Sek hong “Nona Kang,
kalau kau tidak ingin menceritkannya, dan yang penting lebih
baik mulai sekarang jangan kau menemui dia lagi.”
“Kenapakah sebetulnya?” tanya Kang Pang tidak mengerti.
“Darah ular sanca dapat membantu dia menyehatkan
badan….”
“Mungkin maksudmu baik, namun tanpa kau sadari kau
malah mencelakai dia. Memang darah ular sanca dapat
mempercepat memulihkan kesehatannya, tapi sifat darah
Koan kongcu seorang kuncu, karena dibawah pengaruh obat
obatan, menghadapi kau yang berwajah begitu ayu rupawan,
tentu tidak akan kuasa mengendalikan diri lagi...”
“Lalu apakah yang akan terjadi ?” tanya Kang Pan lebih
lanjut masih belum paham. Dapat membuatnya sulit
mengekang kesadaran dan birahinya, kalau itu sampai terjadi
kebetulan masuk perangkap yang diatur mahluk tua
bangkotan ini, satu bulan kemudian, walau Koan kongcu tidak
mati, badannya menjadi kurus tinggal kulit pembungkus
tulang, meski ada obat dewatapun tidak akan bisa
menolongnya....”
“Dengan rasa curiga Kang Pan berpaling kearah Coa sin,
tanyanya.”Coa sin! Benarkan seperti yang diucapkan?”
“Kira kira memang demikian, tapi Coa ki soal ini
menyangkut cita cita dan harapanku selama hidup ini, aku
percaya kau pasti akan membantu aku.”
Kang Pan tertunduk merenung, agakanya ia tenggelam
dalam perang batin.
“Coa ki!” Coa sin coba membujuk. ''Bukankah kau merasa
hidup didalam pengasingan ini terlalu sunyi, kau selalu minta
padaku untuk keluar melihat dunia ramai? Setelah badanku
menjadi normal kembali, kita akan bisa keluar dengan bebas
dan leluasa....”
Kang Pan termenung cukup lama, akhir nya ia
berkeputusan bulat. “Coa sin! Kau merawat dan mengasuh
aku selama puluhan tahun mempelajari ilmu silat tingkat tinggi
kepadaku lagi, sudah sepantasnya aku membalas budimu ini !”
Coa sin bergelak tertawa, serunya puas dan bangga. “Coa
ki, kau benar benar anak yang baik, kelak aku akan lebih baik
terhadap kau, akan kudidik kau menjadi seorang tokoh nomor
satu tanpa tandingan diseluruh jagat ini, kau akan menjadi
wanita tercantik pula diseluruh dunia….”
Tapi alis lentik Kang Pan berkerut, katanya dengan
berlinang air mata.”Tapi Coa sin! Aku tidak mau disuruh
mencelakai Koan kongcu...”
Coa sin melongo sejenak, teriaknya keras. “Kenapa?”
“Akupun tidak tahu, cuma hatiku tidak tega untuk
mencelakai Koan kongcu, dia adalah seorang yang baik
hati...”
Coa sin berjingkrak gusar serunya.”Jadi kau suka melihat
aku cacat seumur hidup! Masih kurangkah kebaikanku
terhadap kau?”
“Coa sin! Kau sendiri tidak kena dirugikan apa apa, paling
paling tidak menjadi manusia normal, kau lepaskan saja Koan
kongcu, aku akan menemanimu didalam lembah ini seumur
hidup......”
Berubah air muka Coa sin, katanya dengan seringai sadis
“Baik! Coa ki sungguh kau amat baik! Selama sepuluh tahun
kutanamkan budi kepada kau, namun kau tidak ungkulan
dibanding pertemuan hanya tiga empat hari belaka.
Sebetulnya aku hanya membenci laki laki, hari ini terpaksa aku
harus membenci perempuan pula.”
Tiba tiba Kang Pan menangis gerung gerung, kata nya
tersendat. “Coa sin… apapun yang kau minta kaulakukan pasti
kulaksankan, cuma jangan kau suruh aku mencelakai Koan
kongcu, kalau tidak, kau bunuh aku saja....”
Sekian lama rona muka Coa sin berganti ganti, mendadak
berubah sabar lagi, katanya tertawa lebar “Jian ca kok
selamanya tidak pernah membunuh perempuan, aku tak akan
melanggar undang undang ini meski sudah terdesak seperti
ini. Sudahlah, jelas kau tak mau membantu aku, akupun tidak
perlu harus minta bantuanmu.”
Mendengar nada bicaranya sudah lembek semua orang
menyangka orang sudah merubah niatnya. Siapa nyana dia
masih tetap tidak mau melepakan Koan San gwat.
Cepat Gwat Hoa hujin bertanya.”Kau masih punya cara
apa?”
“Caranya masih cukup banyak!”
Sela Kang Pan dengan keheranan “Apakah kau hendak
menggunakan perempuan lain?”
“Kecuali kau, dalam Jian coa kok ini tiada perempuan lain
yang dapat kuperalat.”
Mendadak Liu Ih yu bersuara tegas.”Ada saja! Aku....”
“Sumoy! Kau...” teriak Li Sek hong.
“Aku kenapa! Koan San Gwat pernah menolong aku,
akupun pernah menolong dia hutang piutang ini sudah lunas,
budi hilang dendam semakin membara !”
“Sumoy. Koan kongcu punya dendam apa terhadap kau?”
“Siapa bilang tidak, dia menolak lamaran ku, membuat
malu dihadapan orang banyak ingin rasanya aku menyiksanya,
kini tibalah saatnya ...”
“Sumoy, aku tahu kau tidak bicara menurut keinginanmu
dan sanubarimu, kau bisa menolongnya dari air, terima
dimarahi kau berikan empedu ular itu untuk mengobatinya, ini
membuktikan bahwa cintamu masih belum pudar....”
Kaku dan dingin seraut wajah Liu Ih yu dengusnya. “Lain
dulu lain sekarang, keparat itu memang keterlaluan. Terhadap
Coa ki yang baru bertemu dua hari saja ia menerocos seperti
burung beo ajak bicara dengan dia aku yang telah menolong
jiwamu malah menyapapun tidak terhadapku!” lalu ia
berpaling kearah Coa sin, sambungnya.”Coa sin! Dengan suka
rela aku mohon biarlah aku yang mewakili Coa ki
melaksanakan tugas itu!”
Coa sin berpikir sebentar, mendadak ia tersenyum, ujarnya.
“Ih yu! Orang sering bilang manusia paling jahat adalah jiwa
perumpuan, keadaanmu sekarang merupakan bukti yang
nyata.”
“Tapi aku tidak bisa mempercayai kau!”
“Kenapa!” seru Liu Ih yu.
“Tidak percaya ya tidak percaya, kaupun tak perlu cerewet
lagi, kalau aku menyerahkan tugas ini kepada kau, bukan
mustahil menjual kepercayaanku kepada kau!”
Liu Ih yu melotot berapi api kearahnya terus putar badan
tinggal pergi.
“Kau hendak kemana?” Coa sin berteriak.
“Toh kau tidak percaya kepadaku, peduli lagi turut campur
urusanmu.”
“Ih yu, aku paham akan maksudmu, tapi kuperingatkan
kepada kau, tempat dimana bocah itu terkurung, sekelilingnya
ada aku atur penjagaan dari ular ular yang paling jahat
bisanya sekali kena tergigit, aku sendiri pun tak kuasa
menolong, apa lagi kau !”
Liu Ih yu terlongong, benar juga ia berdiri disana tak berani
bergerak lagi.
Sesaat keadaan menjadi kaku, semua sama berdiri diam
tanga bersuara atau bergerak, tapi akhirnya Gwat hoa Hujin
yang membuka kesunyian. "Coa sin, sebetulnya dengan cara
apa kau hendaki anakku?”
"Cara semula, apapun yang tetjadi aku tidak akan
membatalkan niatku."
"Jelas kau sudah tidak punya orang yang dapat kau peralat,
bagaimana kau akan melaksanakan rencanamu?”
“Tiada orang yang dapat kuperalat, memangnya aku tak
bisa menggunakan ular. Ular dapat ku kendalikan dan mereka
tak akan berani membangkang perintahku!”
“Ular!” semua orang sama sama menjerit kaget.
“Benar! Orang tidak bisa digunakan, terpaksa aku
menggunakan ular. Akan kupilih jenis ular yang paling cabul
dan suka bersetubuh, setiap hari dalam waktu dan jangka
tertentu supaya mereka bersetubuh dihadapan bo cah itu,
akan kugunakan adegan romantis ini untuk membakar nafsu
birahinya. Cara ini pasti tidak akan gagal, kuduga jauh lebih
bermanfaat daripada menggunakan manusia, cuma hasil yang
kuperoleh saja rada berkurang. Meski caraku ini rada
memalukan, namun keadaan memaksa tiada pilihan lain untuk
aku bertindak, sekarang masih ada cara apa yang dapat kalian
lakukan untuk mencegah perbuatanku ini?”
Berubah hebat air muka Gwat hoa Hujin, mendadak ia
nencabut pedang pendekanya teriakanya kalap “Berani kau
melakukan rencanamu biar kubunuh kau lebih dulu!”
Coa sin gelak gelak, air mukanya menun jukan rasa
menghina, cemoohnya.”Lebih baik kalau kau tidak bertingkah
terhadapku, kalau menggunakan ilmu silat atau pedang,
selamanya aku tidak pernah memikirkan lawan yang tangguh
dapat melawan aku, kunasehatkan lebih baik simpanlah
tenagamu, jangan kau bikin aku marah, meski tidak akan
kurengut jiwamu, paling tidak akan kusiksa kau!”
Gwat hoa Hujin tidak banyak bicara lagi, tiba tiba
pedangnya menusuk kedepan mengarah dada orang. Coa sin
berdiri tegak tanpa bergerak, tiba tiba ia angkat sebelah kaki
kanan yang mirip ekor ular itu, ringan ringan saja ia menepuk
dan menggulung, tahu tahu Gwat hoa Hujin tergentak mundur
beberapa langkah. Karuan Gwat hoa Hujin tercengang,
selamanya belum pernah ia menghadapi cara tempur yang
aneh dan lucu ini.
“Bagaimana?” olok Coa sin..”Jangan kata kau tidak mampu
menusuk aku, meski kau kena menusuk tidak akan mampu
melukai aku!”
Gwat hoa Hujin membentak pedang pendekanya meluncur
lagi menusuk kelambung sebelah kiri. Lagi lagi Coa sin hanya
menggerakkan kaki panjang yang berbentuk buntut ular,
cepat sekali terbang keatas terus menggulung dan telak sekali
melibat batang pedang sehingga pedang pendek Gwat hoa
Hujin tergubat dan tidak mampu bergerak lagi. Lekas ia
membetot dan menarik mundur sekuatnya namun sedikitpun
tidak bergeming.
Coa sin terbahak bahak serunya.”Silahkan kau cari bantuan
asal kau dapat pedang mu, boleh aku mengaku kalah.”
“Hujin, biar kubantu kau!” tanpa ayal Li Sek hong segera
memburu maju.
Gwat hoa Hujin mengeleng kepala menolak, katanya
dengan muka dingin kaku. “Coa sin! Apakah ucapanmu dapat
dipercaya?”
Coa sin melengak sahutnya.”Sudah tentu kata kataku
selamanya masuk hitungan!”
“Kalau kau benar benar kalah bagaimana?”
“Belum pernah aku memikirkan persoalan demikian”
“Lekas sekarang kau pikirkan dulu, biar kutunggu
jawabanmu!”
Melihat orang bicara sungguh Coa sin menjadi sangsi akan
kebenarannya, sejenak ia berpikir lalu berkata.”Kalau kau bisa
mencabut pedangmu, apapun yang kau minta bolehlah
kuterima seluruhnya!”
“Baik! Banyak orang menjadi saksi, jangan kau nanti
pungkir janji!” Mendadak ia kerahkan tenaga pada telapak
tangannya, pedang pendek itu mendadak bisa mengkeret
sendiri menjadi lebih kecil. Secara tiba tiba pula ia lalu menarik
sekuat tenaga.
Coa sin berteriak. “Barang bagus! Tak nyana pedangmu ini
bisa main sulap juga.” ekornya tiba tiba dikencangkan pula
belitan nya, sementara pedang pendek sudah mengkeret
semakin kecil menjadi seutas tali panjang kira kira dua kali
lebih, namun hanya kuasa tertarik separuhnya, ujungnya kena
dibelit lebih kencang pula oleh ekor ular orang.
Akan tetapi dengan pengerahan tenaga menarik dan
membetot, cahaya batang pedang semakin mencorong terang,
tajamnya berlipat ganda pula secara tidak terduga, berhasil
mengiris luka sisik kulitnya yang tebal itu, melalui batang
pedangnya yang panjang mengalir keluar cairan merah
berketes ketes, itulah darah segar.
Seketika muka Coa sin mengunjuk kemurkaan yang luar
biasa, tiba tiba ekornya semakin mengencang, menggulung
kedalam la lu mengendal keluar lagi. Koatan Gwat hoa Hujin
merasa dari batang pedangnya tersalur gelombang tenaga
yang maha kuat melawan! tenaga betotannya, sehingga tanpa
kuasa ia mempertahankan cekalannya pada gagang
pedangnya, sambil menjerit kesakitan badannya mencelat
terpental jauh sekali.
Sigap sekali Li Sek hong memburu maju menyanggah
badannya, tampak Gwat hoa Hujin pucat pasi, telapak tangan
kanan yang mencekal gagang pedang lecet berlumuran darah,
tergetar pecah oleh tenaga lawan. Berhasil merebut pedang
Coa sin lalui mengambil pedang itu serta diamat amati bolak
balik, tiba tiba kedua tangan memotes.”Kletak” pedang
pendek itu dipuntir kutung menjadi dua potong, tangan
terayun terus dilempar jauh jauh dengan mengeluarkan suara
nyaring membentur batu gunung. Serunya dengan penuh
kebencian.”Kiranya kau mengandal pedang aneh itu, maka
berani mengajukan perjanjian dengan aku.....”
Sambil menahan rasa kesakitan pada telapak tangannya
lekas Gwat hoa Hujin memburu maju menjemput kutungan
pedangnya, serta berteriak bengis.”Mahluk keparat! Berani
kau merusak pedang pusakaku, kalau tidak membikin
badanmu hancur lebur, aku bersumpah tidak jadi manusia!”
“Perempuan jalang!” Coa sinpun menjadi gusar,.”Sudah
melukai aku masih berani sesumbar kurang ajar, rasakan
hajaranku yang setimpal!”
Melihat Coa sin marah marah dan hendak melabrak Gwat
hoa Hujin, Kang Pan menjadi gugup, lekas ia berterik maju.
“Coa sin Kau ....”
“Jangan kuatir!” Coa sin menyeringai dingin “Jian coa kok
selamanya tak akan membunuh wanita, aku tidak akan
melanggar undang undangku ini. Hukuman mati boleh
dibatalkan, siksaan berat harus dia rasakan, aku harus
menghukumnya berat untuk melampiaskan rasa
penasaranku!”
“Cara bagaimana kau hendak menghukum dia?” tanya
Kang Pan gelisah.
“Aku tidak pernah menghukum wanita,” demikian sahut
Coa sin setelah tertegun sebentar. “Aku sendiripun tidak tahu
hukuman apa yang cukup setimpal … sudahlah biar
kutampar pipinya pulang pergi saja.”
Dengan mendelik dan kereng Gwat hoa Hujin
membentak.”Berani kau menyentuh aku!”
Agakanya Coa sin terpangaruh akan wibawa orang, sejenak
ia merandek, akhirnya dia berkata tertawa. “Kenapa aku tidak
berani?” dibarengi ancamannya telapak tangannya melayang
menampar kemukanya. Gwat hoa Hujin insyaf bahwa ilmu
silat lawan teramat tinggi untuk menghindari penghinaan ini,
terpaksa dia berlaku nekad, pedang kutungan sendiri ia
angkat teras menghujan keulu hati sendiri.
Karuan kejut Li Sek hong bukan kepalang, lekas ia
menubruk maju berusaha merebut pedang kutung itu serta
berteriak.”Hujin! Kenapa harus cari jalan pendek…”
Tangan Gwat hoa Hujin kena dicengkram oleh Li Sek hong,
sementara telapak tangan Coa sin juga karena adanya
gangguan ini teracung ditengah udara tidak jadi ditamparkan
turun.
Sesaat lamanya semua orang sama berdiri terlongong,
akhirnya Gwat hoa Hujin berkata rawan. “Nona Li, lepaskan
tanganku, coba kau pikir, bila mahluk aneh ini benar benar
menampar pipiku, ada lebih baik aku mati saja.”
Li Sek hong dapat memaklumi perasaan orang, akhirnya ia
melepaskan tangannya, tak nyana gerak gerik Coa sin teramat
cepat, entah bagaimana jari jari tangannya berkembang dan
berkelebar, tahu tahu pedang kutungan di tangan Gwat hoa
Hujin sudah direbutnya, bersama itu sebelah tangan yang lain
bergerak pula secepat kilat, kontan jalan darah Li Sek hong
dan Gwat hoa Hujin kena tertutuk. Seperti batu batu keduanya
berdiri tegak tidak bergeming lagi.
Coa sin melempar kutungan pedang itu jauh jauh. Lalu
bergelak tertawa sepuas puas nya serunya. “Kau perempuan
ini sungguh bandel dan keras kepala, selamanya aku amat
sungkan menghadapi perempuan, hari ini betapapun harus
kutampar dua kali pipimu, akan kulihat sampai dimana rasa
kebencianmu terhadapku!”
Jalan darah Gwat hoa Hujin tertutuk sehingga badannya
tidak mampu bergerak, namun pendengarannya masih bisa
bekerja, ia tahu penghinaan paling besar tidak mungkin
terhindar lagi terpaksa ia limpahkan rasa gusar hatinya
dengan pelototkan matanya yang berapi api.
Diselangi seringainya yang dingin, Gwat hoa Hujin sudah
angkat telapak tangannya pula, baru saja hampir diturunkan,
mendadak dari sebelah belakangnya membentak sebuah suara
laksana geledek mengguntur . “Mahluk keparat! Berhenti !”
Coa sin berpaling kebelakang dengan melongo, tampak
diambung pintu berdiri tegak Koan San Gwat yang memegang
senjata gada emasnya berkaki satu. Air mukanya
menampilkan kemurkann yang berapi api, sikap nya yang
garang ini mengunjukan wibawa agung yang tidak boleh
ganggu usik.
Sekilas dia melongo baru Coa sin bersuara. “Bedebah kau!
Cara bagaimana kau bisa keluar!”
Koan San Gwat tidak hiraukan pertanyaan orang, malah dia
berpaling dan katanya “Ling koh! Lekas kau bebaskan jalan
darah ibuku dengan Li siancu!”
Siapapun tidak akan menduga Koan San gwat bakal muncul
dalam keadaan yang kritis ini, terutama Coa sin, hampir dia
tidak percaya anak muda ini bisa lolos dari kamar tahanan
yang berkepung berbagai jenis ular berbisa tanpa kurang
suatu apa.
Secara diam diam Ling koh segera menyelinap kesebelah
sana, beruntun ia membebas jalan darah Gwat hoa Hujin dan
Li sek hong yang tertutuk, tak lama kemudaan mereka sudah
bisa bergerak lagi seperti sediakala.
Kalau Li Sek hong masih berdiri menjublek ditempatnya,
adalah Gwat hoa Hujin segera memburu kearah Koan San
Gwat serta berteriak. “Nak! Kau....” sekali raih ia peluk lengan
anak nya yang besar kuat dan keras berotot, pancaran
matanya penuh rasa prihatin dan rasa cinta kasih yang tak
terhingga.
Koan San gwat sendiri juga terpengaruh akan pertemuan
yang tidak terduga ini, sesaat ia menenangkan hati, serta
katanya.”Bu! Kau minggir dulu, biar kuhadapi mahluk keparat
ini!”
“Hati hati nak! Dia amat lihay!”
“Bukan soal, aku tahu seluruh badannya terbungkus sisik
tebal yang tidak mempan senjata, tapi aku percaya dia tidak
akan kuat menahan pukulan Kim sin kaki tunggal di tanganku
ini.”
Gwat hoa Hujin masih agak kuatir, namun Coa sin sudah
mendesak maju seraya menyeringai lebar, tidak bisa dia
memeluk lengan Koan San Gwat lagi sehingga mengganggu
gerak geriknya terpaksa ia lepas tangan dan mundur
kesamping.
Tujuh delapan kaki dihadapannya Coa sin menghentikan
langkah, matanya memancarkan sinar beringas buas
bentakanya keras.”Anak keparat! Cara bagaimana kau bisa
keluar lari dari kamar tahananmu?”
“Masakah ular ular busukmu itu mampu mengurung aku!”
“Bedebah! Jangan kau takabur, ular ular dalam kamar itu
cukup berkelebihan untuk menghadapi pasukan tentara
ribuan orang, kalau kau tidak mendapat bantuan dari luar
sekali kali sulit aku percaya kau dapat meloloskan diri.”
“Terserah kau mau percaya, yang terang aku sudah berada
disini.”
-oo0dw0oo-
JILID 22
MATA COA SIN BERKILAT KILAT itu mendadak jelalatan,
mendadak ia mendadak ia mendesak kedepan terus
menerjang maju Koan San Gwat menyangka orang menyergap
kearah dirinya lekas ia angkat patung masnya mengepruk
kearah kepalanya. Tak nyana cukup meliukan badan dan
melejit kesamping Coa sin sudah melesat lewat seperti angin
lesus terus menubruk kearah Ling koh, cukup mengulur
tanpan dengan enteng ia cengkeram dan jinjing keatas,
bentakanya bengis. “Budak busuk! Tentu kaulah yang
membuat gara gara ini!”
Badan Ling koh kontal kantil dijinjing keatas, namun
sedikitpun ia tidak kelihatan menjadi takut, hal ini benar benar
diluar dugaan Koan San gwat lekas ia angkat patung masnya
terus menubruk maju, lekas Coa sin mengangsurkan badan
Ling koh kedepan nampak senjatanya, kuatir melukai gadis
kecil ini, terpaksa Koan San Gwat menyurut mundur dua
tindak, bentakanya. “Lepakan dia!”
“Tidak! Kalau kau ingin berkelahi, akan kugunakan dia
sebagai senjata!”
Sungguh gusar Koan San gwat bukan kepalang, namun dia
sendiri tidak bisa berbuat apa apa, terpaksa berteriak. “Mahluk
keparat! Sungguh tidak tahu malu, kau mempermainkan anak
kecil.......”
“Anak kecil apa. Hmm, budak ini kecil orangnya besar
otakanya, bukankah kau mendapat bantuannya yang
menolongmu keluar!”
Koan San Gwat tidak mampu menjawab namun ia berteriak
pula dengan gugup.”Kau hendak berbuat apa atas dirinya?”
“Akan kulempar kesumur ular supaya dijadikan hidangan
ular mereka berpesta pora!”
Saking gugup Koan San Gwat sudah hendak menyerang,
menerjang dan melabrakanya, bagaimanapun dia harus
berusaha menolong Ling koh, tapi berulang kali Ling koh
memberi isyarat dengan kedipan matanya, menghalangi
perbuatannya. Lalu dengan seri rawa halus ia berkata kepada
Coa sin. “Paman tua! Peganganmu terlalu keras, tengkukku
sakit sekali.” Aneh, suaranya kedengaran kalem dan halus,
tanpa sadar Coa sin mengendorkan pegangannya.
Mata Ling Koh lantas berkedip kedip, katanya pula tertawa.
“Paman tua! Benarkah kau hendak membuang diriku dijadikan
umpan ular?”
Coa sin menjadi gusar pula, teriakanya. “Benar! Siapa
suruh kau menjual aku?”
“Tidak! Kapan aku pernah menjual kau?”
“Kau ngapusi aku, katanya takut ular....”
“Kapan aku menipu kau? Ular ular peliharaanmu itu
memang amat menakutkan, terpaksa aku minta obat
penghindar ular itu kepada kau.”
“Mana obatnya sekarang?”
Ling koh mengeluarkan sekeping obat warna hitam bundar
sebesar mata uang, katanya.”Nih, masih ada padaku bukan?”
Sekali raih Coa sin merebutnya kembali tanyanya.
“Bukankah kau mengandal kasiat obat ini untuk menolong
bocah keparat itu?”
Ling koh berpikir sebentar, akhirnya dia manggat manggut
dan mengiakan.
Berubah air muka Coa sin, cepat cepat Ling koh
menambahkan. “Diwaktu kau memberikan obat itu kepadaku,
kau ada berkata, asal aku membawa obat penghindar ular ini
segala macam ular tidak akan berani menggigit aku, setelah
kucoba ternyata memang amat manjur, karena iseng dan
ingin coba coba lebih lanjut, sengaja aku ke tempat dimana
saja yang terdapat ular yang banyak, secara tidak sengaja
setelah main terobosan aku tiba ditempat tahanan Koan
kongcu....”
Coa sin tertegun, katanya. “Obat ini hanya ada sekeping,
kalian berdua cara bagaima kau bisa keluar?”
“Aku pinjamkan obat ini kepada Koan kongcu, lalu dia
menggendong aku, akhirnya dengan mudah kami lolos keluar.
Paman tua! Cara ini akulah yang memikirkannya, cobalah kau
nilai bagus tidak?”
Dengan gusar Coa sin menyahut tertawa “Baik! Amat baik!
Dengan caramu ini kau menjual kepercayaanku padamu!”
Berputar biji mata Ling koh, katanya “Paman, di waktu kau
memberikan obat itu padaku, kau tidak melarang aku kemana
mana, juga tidak kau jelaskan melarang aku meminjamkan
kepada orang lain. Koan kongcu adalah sahabat karibku, aku
hanya meminjamkan obat itu, mana boleh kau katakan aku
menjual kepercayaanmu !”
“Siapa bilang tidak! Kebetulan bocah keparat ini punya
dendam yang amat besar dengan aku, dia merebut empedu
ular wulung bertanduk tunggalku, jerih payahku selama
bertahun tahun menjadi hampa dan nihil.”
“Darimana aku bisa tahu!” sahut Lin koh aleman dan
merengek. “Toh kau tak pernah beritahu kepada aku.”
Coa sin melongo sesaat lamanya, sekian lama ia tidak
mampu bersuara lagi, akhirnya ia menghela napas dan lepas
tangan, katanya “Setan kecil, terhitung mulutmu pintar bicara
biar kali ini kuampuni kau!”
Dengan tangannya Lingkoh mengelus elus tengkukanya
yang tercengkram tadi, katanya sambil memonyongkan mulut.
“Paman tua! Kau sungguh kejam. Coba lihat begitu keras
cengkramanmu sampai kulitku lecet dan mengeluarkan darah!
Aduh sakit sekali.”
Coa sin mendorongnya kesamping beberapa langkah,
katanya. “Nanti, setelah aku membereskan bocah keparat ini,
biar kuberi obat!”
Tetapi dengan bandel Ling koh segera memburu maju pula,
serunya. “Paman tua! Kenapa kau tidak sudi melepas Koan
kongcu pergi! Bukankah dia tidak bersalah padamu?”
“Minggir!” sentak Coa sin gusar “Jangan kau cerewet lagi!
Harapanku untuk pulih menjadi manusia normal direnggut
habis oleh bocah keparat ini, bagaimana juga aku harus
mencari gantinya dari anggota badannya.”
“Cara bagaimana mencari ganti? Kalau tidak menyangkut
keselamatan jiwa Koan kongcu dan kesehatannya, aku
percaya dia pasti akan memberi ganti kerugianmu.”
Koan San Gwat menjadi bingung dan terheran heran,
mengenai soal empedu ular itu memang ia pernah dengar dari
penuturannya Kang Pan, hatinya selama ini selalu tidak
tentram, maka segera, dia menyela bicara. “Cian pwe! Soal
empedu yang kau maksud baru terakhir ini kuketahui, kalau
memang ada cara untuk mengatasi kesulitanmu itu, tanpa
banyak pikir pasti aku......”
“Koan kougcu!” cepat Li Sek hong menyela bicara, “Jangan
sekali kali kau melulusi segala permintaannya, caranya itu kau
tidak akan bisa menerimanya !”
“Kenapa?” tanya Koan San Gwat melengak. “Khasiat
empedu itu sudah terbaur dan menyatukan diri dengan hawa
murnimu cara satu satunya adalah menyedot hawa murnimu
itu, apakah kau masih berjiwa?”
Koan San Gwat menjublek sekian lama nya,
katanya.”Ternyata begitu duduk perkaranya, Cianpwe!
Menurut aturan, memang jiwa ku ini tertunjang karena adanya
kasiat empedu ular wulung bertanduk tunggal itu sehingga
aku bisa hidup sampai sekarang. Tapi kasiat empedu itupun
akan berguna bagi Cianpwe bahwa aku harus mengorbankan
jiwa raga sendiri untuk menebus jiwa Cianpwe adalah pantas!”
Coa sin melongo, agakanya ia tidak pernah menduga sifat
Koan San Gwat begitu terbuka tangan dan suka rela
mengorbankan jiwa sendiri, sesaat ia ragu lalu katanya.
“Benarkah kau bisa berbuat begitu bajik dan suka rela?”
“Seorang lak laki sejati harus bisa membedakan baik buruk
dan mana benar dan salah, cuma dalam waktu dekat ini aku
mempunyai tugas tugas yang amat penting harus segera
kuselesaikan, mohon Cianpwe suka menunda sementara
waktu......”
“Anak muda !” seringai Coa sin dingin. “Ucapanmu
kedengaran amat merdu, entah apa yang terkandung didalam
benakmu yang busuk itu. Setelah kau meninggalkan Jian coa
kok, masakah sudi kembali lagi mengantarkan jiwa sendiri?”
Koan San Gwat menjadi naik pitam, semprotnya. “Ucapan
Cianpwe ini terlalu memandang rendah orang. Aku orang she
Koan selamanya berani berkata pasti menepati ianji, masakah
kau anggap aku manusia rendah tidak kenal budi!”
Coa sin tergelak tertawa, ujarnya. “Anak muda! Anggap
saja aku sudah percaya akan obrolanmu, kenyataanpun tidak
mungkin bisa terlaksana. Kasiat empedu itu ada batas
batasnya tertentu, setelah setengah bulan, setelah berakar
dan bersatu padu dengan darah daging tubuhmu, begini saja
marilah kira adakan cara tukar menukar!”
“Cara tukar menukar bagaimana?”
“Kau serahkan hawa murni kasiat empedu itu, bantulah aku
menjadi manusia normal kembali. Segala urusan yang hendak
kau selesaikan serahkan seluruhnya kepadaku, terhadap
kemampuanku, aku percaya kau cukup jelas, segala urusan
yang kuselesaikan tanggung jauh lebih sempurna dari kau!”
Koan San gwat menepekur sejenak, mendadak ia berkata
tegas. “Boleh!”
Jawaban ini seketika membuat semua orang berjingkrak
kaget. Terutama Li Sek hong dan Gwat hoa Hujin, mereka
menentang dengan keras, namun dengan serius Koan San
Gwat berkata pula. “Urusan amat sederhana, ti dak lebih
hanya memberantas beberapa orang pentolan jahat,
mengandal kemampuan Cianpwe, pasti dapat memperoleh
kemenangan, dan lagi aku harap Cianpwe sejak saat ini suka
mengutamakan jiwa kependekaran, berhati lurus suka
menegakkan keadilan bagi kaum lemah, dengan demikian
hatiku akan cukup lega...”
“Bagaimana dengan Thio Ceng ceng” tanya Li Sek hong.
“Dapatkah persoalan kau wakilkan orang lain?”
Gwat hoa Hujin juga menimbrung “Kau adalah putraku,
dapatkah diwakilkan orang lain pula?”
Kata Koan San gwat dengan senyum kecut dan rawan “Bu!
Kau masih punya seorang putra lain, anggap saja kau tidak
pernah melahirkan aku. Dan lagi Liu Yu hu amat cinta kepada
Thio Ceng ceng, biar aku menyempurnakan pernikahan
mereka, cuma kau harus membimbing Lau Yu hu kejalan yang
benar dan melakukan pekerjaan genah, mengenai diriku, sejak
tugas dan tanggung jawab Bing tho ling diberikan kepadaku
oleh Suhu, badan kasarku ini seolah olah sudah bukan
menjadi milik pribadiku sendiri, tugas untuk melenyapkan
manusia sebangsa Cia Ling im, aku sendiripun tidak punya
pegangan kuat untuk memberantasnya. Kalau Coa sin sudi
mewakili aku muncul di Kangouw, tentu hasilnya akan jauh
lebih baik.”
Lalu ia berpaling kearah Coa sin serta menambahkan
dengan serius. “Cianpwe! Tangung jawab Bing tho ling boleh
kuserahkan kepada kau, asal kau berada didunia luar kau
segera umumkan hal ini dikalangan Kangow tentu akan
datang banyak orang yang suka membantu segala
kesulitanmu, mereka akan memberitahu apa saja yang hendak
atau ingin kau lakukan!”
Coa sin melongo sekian saat, ia menjadi bimbang dan
kuatir.
Adalah Ling koh berbisik dipinggir telinganya. “Paman tua!
Tanggung jawab dan tugas sebanyak itu dapatkah kau pikul
seorang diri?”
Coa sin mengerut kening, katanya “Untuk membunuh
orang sih amat mudah bagi aku, tapi keadaan dunia ramai
diluar sana aku terlalu asing, kudengar bocah ini bicara semua
dan rasanya amat berat, aku jadi merasa kewalahan….”
Tapi dengan halus Koan San Gwat membujuk. “Cianpwe
tidak usah kuatir, cukup asal kau membawa Ling Koh, banyak
dan luas yang dia ketahui, segala persoalan yang
menyusahkan dirimu pasti dia bisa berutahu cara untuk
mengatasinya....”
“Nanti dulu! Nanti dalu, kurasa urusan masih perlu ku
pikirkan lebih masak. Sekian lama aku menetap di Jian coa
kok, semua besar keinginanku, setelah pulih menjadi manusia
normal lagi akan keluar berfoya foya dan mengecap
kesenangan dunia, tapi kalau setiap hari aku harus repot
mengurus segala urusan mu yang tetek bengek itu mana ada
kesempatan berfoya foya dengan bebas.”
Coa sin berpikir sebentar lalu berkata. “Anak muda! Aku
tidak sudi kau tipu mentah mentah, urusanmu terlalu sukar
dan rumit daripada aku keluyuran diluar, lebih baik aku tetap
tinggal dalan lembah duniaku ini menemani ular ularku.”
Ling koh berjingkiak kesenangan, serunya.”Paman tua, jadi
kau tidak akan mempersulit Koan kongcu lagi?”
Coa sin menjengek. “Gara gara ku sendiri yang masuk
perangkap jebakan dengan mengajukan syarat penukaran
segala. Sekarang jelas aku tidak akan mampu mewakili dirinya
menanggung berbagai tanggung jawab dan tugas berat itu,
terpaksa harus membiarkannya berlalu…”
Semua orang tidak menduga bahwa urusan akhirnya akan
selesai begitu saja, terutama Ling koh saking kegirangan dia
berjingkrak dan memeluk Coa sin kencang kencang, serunya.
“Paman tua, kau sungguh baik hati.”
“Memang kau setan cilik ini yang nakal” omel Coa sin
mendelu. “Kau menimbulkan banyak kesulitan bagi aku, kalau
tidak apapun aku tidak perlu kuatir dan harus
mempertimbangkan segala, tumbuh sayap pun aku tidak perlu
kutir anak muda itu bakal meloloskan diri.... sekarang terpaksa
aku harus mengurung diri selama hidupku didalam lembah
ular ini.”
”Sebetulnya lebih baik bila kau tidak keluar, dumi diluar
sana bahwasanya tidaklah seindah yang kau khayalkan,
disana banyak tipu muhlihat dan kekejamann rasa jelus iri hati
dan culas ada lebih baik kau berkawan dengan ular ularmu
yang jujur dan mungil mungil ini.”
Tiba tiba mata coa sin menyorot terang katanya. “Setan
kecil, jadi kau juga suka kepada ular ularku?”
“Ya! Asal mereka tidak menggigit aku aku merasa mereka
amat menyenangkan.”
Cepat Coa sin berkata. “Kalau begitu kau tinggal disini saja,
biar kuajarkan kepandaian menjinakkan ular kepada kau!
Bukan saja mereka tidak akan menggigit kau, malah suka
mendengar perintahmu....”
Ling koh melengak, tanyanya “Kau ingin supaya aku
menetap disini?”
Coa sin manggut manggut, sahutnya “Ya! Setan cilik kau ini
agakanya seperti amat berjodoh dengan aku, sejak pertama
kali aku berhubungan dengan manusia normal, setiap orang
yang melihat aku pasti anggap aku ini mahluk gila dan aneh.
Cuma kau sekali buka mulut lantas memanggil aku ‘Paman’,
sikapmu cukup simpatik dan suka bicara dan berkelakar
dengan aku, kalau tidak masakah aku sudi memberikan obat
penghindar ular yang amat berharga itu kepada kau...”
Ling koh masih merasa sangsi, Coa sin segera
menambahkan dengan haru. “Hakikatnya kau pun tidak akan
selamanya tinggal di sini. Paling lama aku hanya bisa sepuluh
tahun lagi, sang tempo belalu tanpa terasa, sepuluh tahun
sekejap akan lampau, seterah aku wafat, kau menjadi
bebas...”
Terketuk lubuk hati Ling koh oleh kata kata yang
merupakan ini, cepat ia berseru “Paman tua, kau tidak akan
sependek itu hidup.”
“Ah, budak bodoh! Usia ular satu sama, jenis lain tidak
sama, ada yang bisa hidup sampai puluhan tahun ada pula
yang hidup sekian tahun. Seperti aku yang berbadan
kombinasi antara manusia dan ular ini berapa lama pula bisa
hidup. Kalau aku bisa mendapatkan empedu ular wulung
tertanduk tunggal dan memulihkan bentuk asliku sebagai
manusia normal, mungkin usiaku bisa lebih tua, sekarang
apapun tidak perlu dibicarakan lagi. Nak sudikah kau tinggal
disini?”
Ling koh berpikir sebentar, lalu menjawab “Aku akan
menetap disini menjadi kawan mu, belum tentu hanya sepuluh
tahun, asal kau belum meninggal, selama itu aku tidak akan
meninggalkan tempat ini!”
Harr dan mendelu perasaan Coa sin, sekali raih ia peluk
gadis cilik ini kedalam haribaannya, ia ciumi pipi kanan kiri
Ling koh lalu katanya pula “Anak baik! Terima kasih akan
kesediaanmu, paling lama hanya sepuluh tahun, mungkan
tidak begitu lama, tapi disaat aku masih hidup akan kudidik
kau asuh kau bukan saja akan kujadikan kau ratu dalam negri
ular, akan kujadikan pula kau seorang teraneh didunia.”
Koan San Gwat terlengong, tanyanya.”Ling Koh! Benarkah
kau suah berkeputusan ?”
“Ya! Secara sukarela aku senang tinggal disini. Koan
kongcu kuharap kau lebih gemilang dalam perjuangan
menegakan keadilan dan kebenaran di Kangouw, mungkin
akan datang suatu ketika setelah aku berhasil mempelajari
ilmu, biarlah akupun keluar membantu kau!”
Koan San Gwat menunduk tidak bicara lagi, kejap lain ia
menjura kepada Coa sin serta berkata. “Harap Cianpwe suka
menyusahkan diri merawatnya baik baik…”
Rasa benci Coa sin terhadap Koan San gwat belum hilang,
semprotnya gusar. “Memangnya perlu kau tegaskan lagi !
Kalau bukan karena dia, masa demikian gampang aku suka
melepas kau demikian saja !”
Kuatir pembicaraan mereka semakin tegang dan bentrok
cepat Ling koh menyela bicara. “Koan kongcu, lekaslah kalian
pergi! It ouw dan Jip hoat dan lain lain masih menunggu
kalian diluar sana, melihat kalian menghilang secara misterius
tentu mereka jadi geger bila ada keselamatan kau bertemu
dengan Lim Siancu, harap sampaikan kabar beritaku disini,
mengenai unta saktimu sebentar akan kuminta paman
melepasnya keluar, dia akan menemukan kau !” Waktu bicara
berulang kali ia memberi tanda kedipan mata kepada semua
orang Gwat hoa Hujin dan Li Sek hong memang sudah gugup
hendak meninggalkan tempat itu, cuma Kang Pan seorang
yang mengunjuk rasa iba dan berat berpisah.
Koan San Gwat segera menjura kepada Coa sin siap
mengundurkan diri.
Mendadak Coa ki berteriak kejut. “Aih dimana Ih yu?”
Memang semula Ih yu berlalu ditempat yang dekat dengan
pintu keluar, di saat semua orang ribut ribut dan suasana
cukup tegang tadi, entah kapan dia mengeloyor pergi secara
diam diam.
Segera Coa sin memeluk tangan dan menepekur sebentar,
mendadak ia membuka mata dan berkata. “Dia sudah pergi.
Celakanya tongkat ularkupun dibawanya pergi!”
Kontan Kang Pan menjerit lirih. Sementara Ling koh cepat
bertanya. “Paman, dari mana kau bisa tahu?”
Diatas tongkatku itu ada kupelihara tiga ekor ular yang
paling jahat diseluruh dunia ini, ketiganya sudah dapat
kukendalikan sesuka hatiku dengan kekuatan batinku, tadi aku
mengerahkan lwekang memberikan tanda peringatan,
kuperintahkan ketiga ular diatas tongkatku itu memanggil Ih
yu kemari, namun aku tidak mendapat jawaban. Malah ular
sanca terbesar yang menjaga mulut gua memberi jawaban
katanya dia sudah pergi!”
“Apakah Ih yu bisa mengendalikan ketiga ular itu ?”
“Bisa! Diwaktu kusuruh dia menangkap ular wulung
bertanduk itu kuatir tenaganya kurang memadai maka
kuberikan tongkatku itu supaya ketiga ekor ular itu membantu
padanya.”
Berubah air muka Li Sek hong.
Ling kohpun ikut gugup. “Celakalah kalau begitu ...”
“Takut apa! Meski ketiga ular teramat jahat, tapi masih
kalah dibanding Ciok tai yang melingkar dibadan Coa ki ini!”
“Bukan takut yang kau maksud, aku menjadi kuatir bagi
keselamatan orang lain. Jiwa Liu siancu itu kurang normal, kini
mendapati tiga ekor ular jahat itu, mungkin banyak orang
akan menjadi korban keganasannya. Yang terang hal ini akan
menjadikan tekananan berat bagi Koan kongcu sendiri!”
Coa sin menggeleng kepala, ujarnya. “Urusan orang lain,
apa sangkut pautnya dengan kita! Aku justru mergharap
bocah keparat itu biar digigit ular berbisa, baru dapat
melampiaskan rasa penasaran hatiku!”
“Paman bagaimana juga kau harus segera meringkus Liu Ih
yu kembali, paling tidak ketiga ekor ular berbisa itu harus
dirampas kembali, supaya Liu siancu tidak mencelakai jiwa
orang dengan ketiga ekor ular itu.”
“Tidak mungkin! Aku pernah bersumpah, bila aku tidak
pulih menjadi manusia normal sekali kali aku tidak akan keluar
dari sini.”
“Kalan begitu berikanlah obat penghindar ular itu
kepadaku, bukankah kau sudah memberikan kepada aku...”
“Tidak! Aku hanya punya sekeping ini kuberikan kau sih
boleh, tapi bila kau berikan pula kepada orang lain, sekali kali
aku tidak setuju. Obat itu merupakan benda pusaka dari
lembah ini, kalau obat itu keluar dari lembah ini, bagaimana
pula aku mengendalikan ribuan ular yang ada disini. Jikalau
mereka melarikan diri, mungkin lebih banyak orang yang akan
menjadi korban…”
Saking gelisah Ling kohpun sampai menangis, katanya
membanting kaki “Kalau begitu carilah akal, atau aku tidak
sudi tinggal di sini menemani kau!”
Kata katanya tarakhir ini membuat Coa Sin melengong,
setelah berdiam diri sebentar akhir nya ia berkata. “Terpaksa
kusuruh Coa ki saja yang keluar, hanya Giok tai diatas
badannya itu yang kuasa menundukan ketiga ular diatas
tongkatku itu!”
“Aku ....” jerit Kang pan tertegun.
Coa sin manggut manggut, ujarnya. “Bukankah sejak lama
kau sudah ingin keluar? Minggatnya Ih yu ini menjadi
kebetulan bagi kesempatanmu.”
Kata Kang Pan ragu ragu.”Jadi kau sudah tidak
memerlukan aku lagi?”
“Tidak perlu! Sudah cukup ada setan kecil ini.”
“Kemana pula aku harus mencari Ih yu aku masih terlalu
asing mengenai dunia luar!”
“Cukup asal kau mengikuti jejak Koan kongcu,” demikian
timbrung Ling koh. “Akan datang suatu ketika Liu Ih yu akan
datang sendiri mencari kalian!”
Baru saja Koan San Gwat hendak menentang saran ini,
cepat Li Sek hong juga berkata. “Koan kongcu, menurut
hematku memang kita perlu minta bantuan nona Kang, kalau
tidak tiada orang yang akan mampu mengatasi Sumoyku, bila
dia mengumbar adatnya, akibatnya pasti amat fatal!”
“Benar!” sela Ling koh pula, “Mungkin kau sendiri tidak
akan menjadi soal, Liu sian cu mungkin tidak akan mencelakai
jiwamu, tapi lain pula bagi orang lain. Liu Sian cu, It ouw dan
Go hay ci hang dan lain lain mereka adalah orang orang yang
amat dibenci oleh Liu Siancu!”
Terpaksa Koan San Gwat berkata. “Nona Kang harap lekas
kau mengemasi bekalmu, segera kita akan berangkat!”
Merah muka Kang Pan sahutnya. “Aku tiada punya barang
apa yang perlu kubawa kecuali ular yang ada diatas badanku
ini, apa pun aku tidak punya!”
Mengawsi tubuh orang yang telanjang bulat Koan San Gwat
mengerut alis, katanya. “Masakan kau harus keluar dengan
keadaanmu seperti itu!”
Baru sekarang Kang Pan sadar bahwa dirinya memang
tidak berpakaian, didalam lembah sudah biasa ia bertelanjang,
memang tidak punya perasaan malu sedikitpun. Kini melihat
Gwat hoa Hujin dan lain lain sama berpakaian, kini ia sendiri
berhadapan langsung dengan Koan San Gwat seketika merah
jengah mukanya.
Cepat Li Sek hong menanggalkan pakaian luarnya dan
diberikan kepada Kang Pan. Mendadak Coa sin terbahak
babak. Serunya “Dunia ramai diluar memang tiada apanya
yang menarik dan tiada artinya. Seorang perempuan yang
cantik elok, kenapa pula harus ditutupi pakaian segala, tempat
tempat fital yang paling indah diselubungi segala, agakanya
lebih baik aku tidak usah keluar saja!”
Sudah tentu orang lain sama dongkol mendengar
ocehannya yang tidak genah itu. Tapi mereka toh maklum,
bahwa mahluk aneh setengah manusia setengah ular ini
memang tidak pernah hidup dalam keramaian dunia sehingga
tidak mengenal tata kehidupan orang serta adat istiadatnya.
Lekas Kang Pa menjura hormat serta katanya. “Coa sin
ijinkanlah aku pergi!”
“Ya, pergilah!” ujar Coa sin mengulapkan tangan. “Satelah
kau menyelesaikan tugas ini, kau boleh tidak usah kembali
lagi, disini kau tidak akan merasa kerasan!”
Kang Pan rada bingung dan sangsi, katanya “Coa sin kau
tidak suka padaku lagi”
“Kita sudah hidup berdampingan cukup lama, tidak bisa
kukatakan aku tidak menyukai kau, justru karena menyukai
kau, maka tidak ingin kau selalu memendam diri ditempat
tersembunyi ini selama hidupmu, diluar sanalah tempatmu
hidup senang dan bahagia pergilah kau mulai tempuh hidup
baru!”
Beberapa kata kata ini adalah ucapan biasa, bahwa seorang
manusia setengah ular bisa mengeluarkan kata kata seperti
ini, seketika membuat semua orang melenggong, terasakan
betapapun sanubarinya masih penuh diliputi kehangatan
perikemanusiaan.
Dikala mereka sudah meninggalkan lembah dan turun
gunung dengan langkah lebar belum jauh mereka menempuh
perjalanan, dari sebelah belakang terdengar suara kelentingan
nyaring, tak lama kemudian tampak unta sakti tunggangan
Koan San gwat sedang berlari mendatangi, kepalanya dielus
elus kelengan Koan San Gwat, sikapnya amat aleman dan
mesra sekali.
Koan San Gwat menepuk lehernya, katanya penuh iba.
“Kawan tua, hampir saja kita tidak bisa bertemu lagi. kali ini
untunglah berkat pertolonganmu pula sehingga aku bisa lolos
dari segala kesulitan!”
Kang Panpun manggut manggut, katanya “Unta sakti
tunggangan Koan koncu ani memang binatang yang cerdik
benar henar sakti, Ih yu hanya membawa pedangmu diayun
ayunkan sekitar udara pegunungan sini, dia lantas dapat
mengendus baunya, secepat terbang terus berlari menyusul
kemari, sampai Ih yu yang berlari begitu cepatpun kena
disusul!”
Karena orang mengingatkan pedang, sontak Koan San
Gwat menjerit kaget. “Celaka! Dimana pedangku?”
“Wah, keadaan semakin menyulitkan!” demikian timbrung
Li Sek hong, “Kalau pek hong kiam berada ditangannya,
mungkin jauh lebih berbahaya dari ketiga ular itu?”
Kang Pan ikut ketarik, tanyanya. “Apakah pedang itu punya
keistimewaan?”
“Ya! Pedang itu peninggalan dari jaman kuno, merupakan
sebilah pedang tajam yang dapat mengiris besi seperti
memotong tahu, masih lebih banyak lagi manfaatnya!”
“Aku tidak sependapat dengan kau!” ujar Kang Pan.
“Dengan mata kepalaku sendiri Coa sin pernah mencoba
ketajaman pedang itu, katanya pedang biasa saja yang tak
maupu menusuk tembus kulit ular yang dikenkan oleh Ih yu
itu. Kukira pedang pendek milik Lehujin yang dipatahkan Coa
sin itu jauh lebih berharga malah!”
Li Sek hong melengak mendadak ia bertanya kepada Gwat
hoa Hujin. “Apakah pedang pendek milik Hujin itu benama
Meh tai?”
“Benar! Darimana Li Siancu bisa tahu?”
“Sayang! Sayang sekali! Pedang itu jauh lebih berhanga
dari Pek hong kiam…”
Agakanya Gwat hoa Hujin acuh tak acuh katanya tawar.
“Berhargapun tiada gunanya! Begitu direbut oleh Coa sin
dengan gampang saja dia patahkan menjadi dua. Kau belum
pernah melihat pedang yang dibawa putraku itu.”
“Bagaimana dengan pedang yang dibawa Lau Yu hu?”
tanya Koan San Gwat.
“Pedang itu dinamakan Ci seng.....”
“Ci seng!” Li Sek hong menjerit kaget, “Bagaimana mungkin
Ngo ih kiam beruntun bisa muncul dalam terbuka ini?”
Memang diwaktu Koan San Gwat petama kali melihat Pek
hong kiam ditempat kediaman Cen Kiau dulu pernah
mendengar kisah ini, tapi Gwat hoa Hujin tidak tahu menahu
tentang hal itu, tanyanya heran. “Apa yang dinamakan Ngo ih
kiam?”
“Guruku almarhum pernah memperoleh sejilid buku
pelajaran pedang, didalam buku itu, ada tercatat nama nama
aneh dari kelima pedang mustika itu, masing masing
dinamakan. “Ci seng, Ceng so, Meh tai, Ui tiap, dan Pek hong
kiam, Pek hong kiam adalah yang terendah nilainya…”
Sedikit berubah tegang air muka Gwat hoa Hujin, dengan
terlongong mulutnya berkemik menyebut kelima nama nama
pedang itu. Sementara Li sek hong meneruskan berkata. “Ngo
ih kiam merupakan pedang pusaka terbesar pula pada jaman
ini, tak nyana Hujin bisa memperoleh dua diantara kelima
itu…”
“Tidak! Salah ucapanmu! Nama Ngo ih kiam menurut yang
kau sebutkan, kecuali Pek hong kiam, empat yang lain semua
terjatuh ditanganku!”
Li Sek hong terbelalak, agakanya ia tidak percaya, kata
Gwat hoa Hujin tertawa. “Keempat pedang itu semua dibawa
pulang oleh Lau Ih yu, sepulangnya merantau.”
“Darimana ia mendapatkan keempat pedang itu aku tidak
jelas, mengenai keistimewaan keempat pedang masing
masing aku cukup mengetahui, malah pernah kudengar juga
bahwa pedang pedang itu terbagi dalam lima warna, hijau,
ungu, hitam, kuning dan putih, kalau kelima pedang itu bisa
memperoleh semua menjadi koleksi pribadi seseorang
digunakan bersama oleh lima orang yang memiliki ilmu
pedang tingkat tinggi, seluruh jagat ini tidak akan menemui
tandingan. Bahwa akhirnya dia sampai kena dilukai dan
menanam permusuhan dengan orang karena dia akhirnya
mengetahui bahwa Pek hong kiam terjatuh ditangan seorang
perempuan. Untuk merebut pedang itu sehingga ia bertempur,
tak nyana akhirnya dia sendiri yang kena dikalahkan dan
terkutung sebelah lengan nya....”
“Benar dan orang yang dimaksudkan itu adalah Oen
Cianpwe!”
Gwat hoa Hujin lantas melirik kearah Koan San Gwat. Koan
San Gwat tersiap bahwa dia sudah kelepasan omong, lekas ia
tutup mulut dan menundukkan kepala. Gwat hoa Hujin sudah
paham akan maksud hatinya, katanya tertawa. “Nak kau tak
usah merasa sulit, Ling koh sudah menjelaskan Mo li Oen Kiau
kepadaku, kelak bila aku bentrok sama dia, kau sudah tidak
punya tanggungjawab lagi.”
Dengan heran Koan San Gwat hendak bertanya, namun Li
Sek hong menyela lebih dulu. “Hujin! Dimana sekarang
keempat pedang itu?”
“Setelah Lau Ih yu meninggal,” demikian tutur Gwat hoa
Hujin, “Sekarang Ceng so kiam menemani jenasahnya di
Khong ham kiong, Ci seng dia berikan kepada putranya Lau Yu
hu, Ui tiap diberikan kepadaku sedangkan Meh tai diberikan
kepada Tam kiam, setelah Tam ktam mati, kebetulan waktu
aku hendak turun gunung mencari anak Gwat lantas kubawa
serta, tak kira akhirnya kena dipatahkan oleh Coa sin!”
“Lalu dimana sekarang Ui tiap kiam?” tanya Li Sek hong.
“Wakru berada di Khong ham kiong, aku jarang
menggunakan pedang, maka pedang itu kuberikan pada
Pelayan dekatku Coh bing untuk menyimpannya, sekarang
masih tertinggal di Khong ham kiong....”
“Bagaimana juga harap Hujin segera mengirim orang untuk
membawa Ui tiap kiam itu kemari selekasnya dan diserahkan
kepada Koan kongcu untuk dipakai. Kalau tidak situasi terlalu
menyulitkan bagi kita!”
“Anak Gwat, perlukah kau menggunakan pedang itu?”
tanya gwat hoa Hujin.
Koan Sau gwat berpikir sejenak, sahutnya. “Perlu! Tanpa
pedang Tay lo kiam hoat tidak mampu kukembangkan.”
“Diantara Ngo ih kiam hanya Ceng so saja yang kuasa
menandingi Ci seng, lebih baik kalau mengeluarkan Ceng so…”
demikian Li Sek hong mengusulkan.
“Jangan, jangan hanya karena sebilah pedang lantas
menbongkar kuburan orang.”
“Kalau kita hanya menghadapi Cia Ling im dan Liu sumoy
saja sih cukup menggunakan Ui tiap kiam, tapi dari penuturan
Hujin tempo hari bahwa Koan kongcu hampir saja menemui
ajalnya dibawah tekanan hebat dari Ci seng kiam itu, kalau
kali ini mereka bentrok sekali lagi, aku jadi tidak berani
membayangkan bagaimana akibatnya.” demikian Li Sek hong
coba membentangkan situasi.
Agaknya teregrak hati Gwat hoa Hujin, sesaat ia
menepekur mempertimbangkan.
Adalah Koan San gwat malah berkata “Kukira tidak perlu,
pertandingan pedang tergantung dari kematangan latihan ilmu
pedangnya bukan terletak pada senjatanya.”
“Anak Gwat kurasa uraian Li siancu memang cukup
beralasan, Ci seng kiam ditangan Lau Yu hu itu memiliki
dayanguna yang ajaib sikapnya terhadapmu kau sendiri sudah
melihatnya, kalau kelak kalian bentrok lagi, akupun akan tidak
kuasa melerai lagi, jelas aku sudah kehilangan dia, masakah
aku harus kehilangan sekali lagi.....”
Koan San Gwat maklum akan maksud hati ibunya, namun
dengan tegas dia berkata “Tidak Bu! Meski Lau Yu hu sakit
hati dengan ayah, namun pertikaian diantara mereka sulit
dijelaskan, sekarang mereka sudah sama meninggal,
pertikaian kesumat ini biarlah turut berlalu ditelan masa ….”
Merah muka Gwat hoa Hujin. Sebalikanya Li Sek hong
berkata. “Kongcu, jangan kau lupa, Lau Ya hu tidak berpikiran
seperti kau!”
“Aku tahu, banyak alasannya kenapa dia amat membenci
aku, bukan hanya persoalan dendam sakit hati angkatan tua
kami!”
“Maka kau harus berlaku hati hati menjaga segala
kemungkinan! Rasa bencinya terhadap kau meresap ketulang
sumsum.”
“Aku mengerti! Diwaktu pertanding pedang di Khong ham
kiong dulu, dia sudah berniat membunuh aku.. diatas Bong
Gwat hong, sekali lagi dia mengatur tipu muslihat untuk
mencelakai aku...”
“Benar diakah yang mengatur muslihat hendak mencelakai
jiwamu? waktu aku memeriksa keadaan tempat itu, aku masih
tidak percaya bahwa dialah yang berbuat.”
“Mungkin juga bukan dia, yang terang pasti mendapat
petunjuknya, tapi kejadian itu hanya bisa menyalahkan aku
sendiri, kenapa tidak berlaku hati hati, sehingga tertipu
mentah mentah oleh budak kecil yang bemama Siu hong
itu....”
Mereka tidak saling debat lagi, sejak itu mereka turun
ganung tanpa membuka suara, Koan San Gwat disebelah
depan bersama Kang pan diiringi unta sakti, sementara Li Sek
hong dan Gwat hoa Hujin disebelah belakang sedang bisik
bisik, membicarakan banyak persoalan yang serba rahasia.
Waktu cuaca masih remang remang menjelang fajar,
romboagan mereka kembali tiba dipondok desa dimana
mereka menginap. Betul juga Sian yu It ouw, Jip hoat dan lain
lain karena Gwat hoa Hujin, Li Sek hong mendadak
menghilang tanpa karuan mereka sedang ribut dan gelisah.
Setelah melihat Gwat hoa Hujin berdua kembali serta
membawa pulang juga Koan San Gwat, karuan bukan
kepalang girang mereka. Begitulah suasana dalam pondok
desa itu dari suasana ribut dan kalut semula kini menjadi
pesta pora dalam suasana yang riang gembira, betapa mereka
takkan takjub mendengar cerita seperti di dalam dongeng
saja. Untuk mengambil Ui tiap kiam dan diberikan kepada
Koan San Gwat, maka Gwat hoa Hujin mengutus Jip boat
kembali ke Khong ham kiong di Tay pa san.
Untuk menyerapi gerak gerik Cia Ling im yang
berpangkalan di Ngo tay san dengan Thian mo kau nya, Koan
San Gwat merasa tidak leluasa sembarang bergerak diluaran
supaya tidak menimbulkan sesuatu peristiwa yang tidak
diinginkan, mereka beramai terus menetap didalam pondok
desa itu, tak lupa Ban li bu in dan it lun bing Gwat diutus
keluar untuk mencari berita dan menyelidiki situasi di luar.
Soalnya kedudukan mereka di Liong hwa hwe rada rendahan,
seumpama kebentur oleh anggota Thian mo kau tentu tidak
akan membuat perhatian mereka.
Memangnya nganggur dan tiada pekerjaan apa apa, dari
pemilik pondok Gwat hoa Hujin membeli bahan pakaian dan
membuatkan baju dan celana untuk Kang Pan. Karena ada
ular yang membelit badannya itu, jadi Li Sek hong sulit untuk
mengukur badannya terpaksa main raba dan langsung dijahit
begitu saja, tak lupa merekapun membuatkan sebuah kantong
dari karung untuk menyembunyikan ular putih Kang Pan itu.
Saking tegang, kalau tidak bercakap cakap dengan It ouw
dan lain lain tentu Koan San Gwat bercengkerama dengan
unta saktinya, atau dia menceritakan pula adat istiadat dan
tata kehidupan manusia ramai kepada Kang Pan, hari hari
mereka lewatkkan dengan aman dan tenang. Tapi didalam
ketenangan itu ada kalanya hatinya bergejolak pula bila
memikirkan nasib Thio Ceng ceng.
Dikala ia hidup berdampingan dengan Thio Ceng ceng tidak
pernah dirasakan oleh nya batapa besar pengaruh anak gadis
itu terhadap relung hatinya. Kini setelah dia tahu betapa besar
dan murni cinta Thio Ceng ceng terhadap dirinya, baru ia
sadar betapa besar ia mengharap harap cemas akan bertemu
dengannya…
Thio Cog ceng berada dicengkeraman Lau Yu hu, tentu dari
mulur Lau Yu hu dia sudah mendengar kematian Koan San
Gwat.
Didalam renungannya sering berbagai pertanyaan yang
berbeda beda mengetuk sanubari nya, dan oleh berbagai
pertanyaan itulah hatinya semakin risau dan gelisah. Keadaan
semacam ini belum pernah terjadi selama ini. Sejak dia mulai
berkecimpung di Kangouw dia sudah hidup didalam
perjuangan demi menegakan keadilan dan kebenaran, dalam
lemparan keperwiraan yang gagah berari, belum pernah
terpikirkan olehnya akan persoalan cinta asmara muda mudi.
Serta merta timbul rasa kebencian yang meluap luap
terhadap Lau Yu hu. “Kalau Ceng ceng sampai ajal karena
aku, pasti aku tidak akan mengampuni dia !” ini hanya tekad
dalam sanubarinya saja.
“Kalau Ceng ceng merubah haluan, dan merubah cintanya
kepada Lau Yu hu bagaimana? Apakah pantas aku merebut
Ceng ceng dari pelukan Lau Yu hu! Aku akan tinggal pergi
secara diam diam, biar mereka menempuh hidup baru dan
bahagia sampai hari tua biarlah aku mengendam dan
mendambakan cinta kasihnya didalam khayalan belaka, akan
kupersembahkan jiwa ragaku ini demi kepentingan umat
manusia...”
Amat sulit untuk mengambil keputusan ini, siapa akan
terima melihat kekasih sendiri di rebut orang lain? Tapi Koan
San Gwat merelakan hal ini, watak lurusnya yang suci murni
membuat ia mengambil keputusan yang cukup bajik dan
mengubah kelapangan jiwanya, dan sebab yang utama dan
keputusan yang drastis ini adalah karena cinta Lau Yu hu
kepada Thio Ceng ceng serta pengorbanannya jauh lebih
besar dan setimpal dibanding apa yang pernah dia berikan
sebagai imbalan cinta Thio Ceng ceng.
Suasana tenang itu mereka lewatkan sepuluh hari. Desa
kecil ditengah pegunungan yang biasanya sunyi sepi
mendadak menjadi ramai dan gaduh. Keramaian ini terjadi
karena berdatangan pula serombongan orang. Terutama
benda mengejutkan yang dibawa pulang oleh It lun bing Gwat
dan Ban li bu in hasil penyelidikkan mereka, yaitu bahwa Hu
kaucu (wakil Kaucu) Thian mo kau ini dijabat Sebun Bu yam,
kini sudah diganti orang. Koan San gwat adalah orang yang
paling kaget dan mencelos hatinya, karena Hu kaucu dari
Thian mo kau ini dijabat oleh saudara lain bapaknya sendiri,
yaitu Lau Yu hu adanya.
Tak lama kemudian kelima pembantu Koan ham kiongpun
sama berdatangan, ternyata Jing Tho, Sui Ki pun diajak
datang pula oleh Tay Su. Sedang Jip hoat secara kebetulan
bersuara dengan Coh Bing.
Seperti diketahui Coh Bing ditugaskan untuk menjaga dan
merawat Khong ham kiong, kenapa sekarang diapun ikut
datang? Hal inipun merupakan berita yang amat mengejutkan
bagi Gwat hoa Hujin. Ternyata Lau Yu hu sudah pulang
kandang, langsung dia membongkar kubuaran ayahnya sendiri
dan membawa pergi Ceng so kiam, celakanya pedang pusaka
itu kini sudah diberikan kepada Cia Ling im.
Ada lagi sebuah berita mengenai Thio Ceng ceng, katanya
setelah mendapat berita akan kematian Koan San Gwat setiap
hari kerjanya hanya mengangis dan sesambatan. Wajahnya
menjadi pucat bersih dicucuri oleh air matanya kira kira tiga
hari yang balu dikabarkan dia menghilang secara misterius.
Kemana dia? Cara bagaimana dia menghilang? Tiada
seorangpun yang bisa memberi jawaban.
Kejadian yang beturut turut ini sungguh sungguh
merupakan suatu pukulan berat bagi Gwat hoa Hujin dan
Koan San Gwat beramai terutama perubahan sepak terjang
Lau Yu hu yang keliwat batas ini. Bagaimanapun mereka harus
lekas lekas bertindak dan mempersiapkan diri untuk
menghadapi perubahan ini. Perubahan apapun yang terjadi,
mereka harus benar benar berlawanan dengm pihak Thian mo
kau. Setelah Lau Yu hu menjadi Hu kaucu seperti macan
tumbuh sayap, sekali kali Cia Ling im akan semakin brutal dan
bersimaharaja, jiwa mereka sewaktu waktu terancam bahaya,
apalagi Ceng so dan Ci seng dua pedang terlihay dari Ngo ih
kiam berada ditangan mereka.
Untunglah meski harus mempertaruhkan jiwa Coh bing
berhasil menyelamatkan diri. Membawa lari pula Ui tiap kiam,
hanya pedang pusaka terakhir inilah yang menjadi andalan
terampuh untuk memberantas musuh musuh laknat yang
jahat itu, disamping Ui tiap kiam, Koan San Gwat pun hanya
mengandal Tay oo kiam hoatnya saja.
Adanya perubahan besar diluar dugaan ini, mereka tidak
bisa terlalu lama menetap di desa pegunungan itu lagi, maka
Koan San Gwat pimpin rombongan besar dari puluhan orang
itu siap membuat pertempuran secara berhadapan dengan
orang Thian mo kau.
Dari Ki sin menuju ke Ngo tai hanya berjarak ratusan li,
mengandal kekuatan langkah unta sakti, cuma memakan
waktu satu hari, tapi kuda tunggangan orang orang lain tidak
mungkin bisa menempuh jarak sejauh itu dengan cepat,
terpaksa ia harus menunggu dan menunggu dengan sabar
untuk tiba ditempat tujuan bersama.
Waktu berlalu dengan cepat, akhirnya mereka memasuki
daerah pegunungan Ngo tay san, tapi masih amat jauh untuk
tiba dipuncak tertinggi Ngo tai san. Mereka berbondong
dijalan raya yang lebar, menurut terkaan Koan San Gwat,
pihak Thian mo kau sudah tentu mulai begerak lagi , betul
juga di luar kota Hap tai sin dipangkalan Ngo tay san, Ki How
menuggang seekor unta hitam sedang menghadang ditengah
jalan.
Liong Hwa hwe sudah bubar, tiada ikatan kedudukan dan
tingkatan lagi diantara mereka, namun sikapnya masih amat
pongah dan takabur, mungkin karena Cia Ling im sudah
mengajarkan Siu lo jit sek kepadanya, jelas bahwa tingkat
kedudukannya didalam Thian mo kau tentu tidak rendah.
Begitu rombongan Koan San Gwat mendekat, unta sakti
segera mengumbar adat menerjang maju lebih dulu. Agaknya
unta hitam itu sudah menjadi takut karena kekalahannya
tempo hari melihat musuh besarnya menerjang tiba ia jadi
gugup dan ketakutan, beruntun mundur lagi.
Dengan mengumpat caci Ki Hou melompat turun terus
menendang pantatnya keras keras makinya. “Binatang tidak
berguna!” Melihat wibawa dan keangkerannya menakutkan
unta hitam itu, unta sakti mendongkol dan mengembor keras
dan panjang sikapnya amat senang dan puas.
Dengan tertawa Koan San gwat menepuk nepuk lehernya
serta katanya. “Kawan tua! Sungguh hebat kau, didalam
negara kebinatangan kau boleh dianggap sebagai jagoan yang
tergagah dan nomor satu, tiada seekor binatang tunggangan
macam apapun yang kuasa menandingi kau…”
Dari punngung unta hitamnya Ki Hau menurunkan sebuah
buntalan, didalamnya terbungkus sebuah senjata yang
berbentuk aneh dan khusus dibuat untuk dirinya. Senjata ini
adalah sebuah patung patung berkaki tunggal warna hitam
legam menyerupai patung mas berkaki tunggal milik Koan San
Gwat. Cuma kepalanya lebih besar, dengan gigi yang
menyeringai muka setan. Untuk senjatanya ini dia menamakan
Tok kak kui ong (raja setan berkaki tuggal). Sambil
mengayunkan senjatanya itu Ki Hauw menantang. “Koan San
Gwat mari turun, lawanlah aku tiga ratus jurus!”
“Aku tiada tempo main main dengan kau lekas panggil Cia
Ling im kemari!”
“Tanpa kau bisa menjebol pertahananku ini, jangan harap
kau bisa berhadapan dengan Kaucu kami!”
It ouw merasa sebal melihat kelakuan tengikanya, apalagi
kedudukannya di Liong hwa hwe dulu lebih tinggi dari pemuda
lakanat ini, segera ia maju beberapa langkah serta seraya
“Koan kongcu berikan kepada Lohu, biar kugencet mampus
bocah kurangajar ini!”
Belum Koan San Gwat sempat bersuara, Kang Pan pun
yang jelita segera ikut tampil kedepan, serunya “Lo siansing!
Jangan kau yang maju!”
“Kenapa Lohu tidak boleh maju?”
“Apakah Lo siansing hendak melawannya dengan
bertangan kosong mungkin cukup segebrak saja, jiwamu kau
angsurkan kepadanya…”
“Lohu tidak percaya, biar kucoba coba dulu!” Lenyap suara
tiba tiba badannya betkelebat menerjang kearah Ki Houw
seraya melontarkan sebuah pukulan tangan. Ki Houw mandah
tersenyum ejek pelan pelan ia angkat patung hitamnya
menyapu miring mengetuk kejari It ouw. Disaat kedua lawan
sentuh, dari samping menyelinap sesosok bayangan, entah
bagimana tahu tahu sudah menyela di tengah tengah mereka
seraya mengebutkan lengan bajunya, telak sekali ia
menyampok gada setan Ki Houw menyelonong kesampuag It
ouw menjadi gusar, sahutnya.”Apa apaan tingkah lakumu ini
nona Kang?”
Kang Pan tertawa sahutnya. “Lo siansing jangan marah,
dengan kosong melawan senjata terang kau tidak akan
ungkulan, apalagi diatas senjatanya ini ada dilumuri racun
jahat, kenapa kau harus mengorbankan jiwa mu dengan sia
sia !”
Mencelos hati It ouw, matanya terbelalak. Benar juga
dilihatnya mata Ki Hou memancarkan sorot tajam dengan
senyum sinis, Tok kak kui ong ditangannya sudah diangkat
pula, cepat Kang Pan berkelebat maju pula menghadang maju
pula didepannya serta kata nya. “Kalau kau memang ingin
berkelahi, hanya akulah yang cocok menghadapi kau, aku
tidak takut menghadapi racunmu!”
Karena kibasan lengan baju orang tadi, senjata Ki Hou kena
disampok menyelonong kesamping maka Ki Hou tahu bahwa
gadis ayu ini memiliki lwekang yang cukup ampuh dan lagi
memang orang benar benar tidak takut pada racunnya, hal ini
benar benar membuat dia mati kutu, hatinya menjadi jeri dan
tidak berani gebrak melawannya. Akan tetapi kali ini
merupakan kesempatan paling baik, ia jadi merasa getol tidak
bisa tercapai keinginannya, tiba tiba biji matanya berputar,
sengaja ia tertawa besar dan sesumbarnya. “Koan San Gwat,
apakah kau ini laki laki sejati, kok menggunakan tenaga
perempuan menjadi anjing pelindungmu?”
Terbakar hati Koan San Gwat, baru saja ia hendak
melabrak maju, lekas Li Sek hong berseru mencegah “Koan
kongcu! Kau harus mementingkan tugasmu yang utama,
segala apa yang harus bisa tahan sabar, rombongan Cia Ling
im masih memerlukan kamu untuk menghadapinya, jangan
kau bekerja membawa adatmu kemari !”
Apa boleh buat Koan San gwat menghela napan, katanya
berpaling kearah Kang pan. “Nona Kang ! Mencapaikan kau
saja!”
“Tidak apa! Orang ini memang jahat, aku perlu
menghajarnya supaya kapok. Dihadapanku dia berani
mentang mentang main racun, nanti bila kubekuk biar kusuruh
Siau giok (nama ular putihnya) menggigitnya sekali, biar dia
rasakan betapa nikmat orang kena racun!” sembari berkata ia
melangkah menghampiri Ki Hou melangkah mundur.
“Lho, kenapa lari bukankah mulut cukup garang tadi,
kiranya nyalimu lebih kecil dari pada tikus, bukankah kaupun
seorang laki laki sejati, masakah takut menghadapi anak
perempuan?”
Merah padam muka Ki Houw, karena olok olok ini ia tidak
mundur lagi mulutnya gerung sambil mengayun senjatanya.
“Perempuan lakanat! Kau terlalu menghina!”
“Ya, keluarkan segala kemampuanmu, mari lawanlah aku!”
Seperti orang kalap segera Ki Houw mengobat abitkan
senjatanya maju menerjang dengan membabi buta, rangsakan
senjatanya itu boleh di kata cukup hebat dan cepat namun
ujung baju orang saja dia tidak mampu menyentuhnya, suatu
ketika Kang Pan merasa sebal cukup dia kibaskan pula lengan
bajunya, kontan Ki Hou tergentak mundur setengah tumbak.
Kang Pan tertawa ejek. “Bebalmu masih terlalu jauh,
mengandal kepandaian serendah ini sudah berani bermulut
besar mengagulkan diri, menjegal jalan segala, sungguh tidak
tahu diri!”
Gerak gerik Kang Pan yang acuh tidak acuh dan
seenakanya itu cukup menggentak mundur terjangan Ki Hou
dengan senjatanya yang dahsyat, bukan saja Ki Hou yang jadi
lawannya amat kaget, Koan San Gwat dan lain lainpun ikut
tercengang, hanya diantara mereka yang secara langsung
pernah bentrok dengan Ki Houw dan tahu mengukur sampai
dimana tingkat lwekang Ki Houw, tak nyana sekarang begitu
kena dipukul gentayangan cukup degnan kebasan lengan baju
belaka, lawan yang semula seganas harimau, begitu
berhadapan dengan Kang Pan menjadi seperti tikus.
Ki Houw merandek sebentar, diam diam ia mengerahkan
tenaga murninya sambil kertik gigi ia melabrak maju pula
sambil mengayun senjatanya. Kali ini Kang Pan bekerja tidak
kepalang tanggung, cepat lengan bajunyapun dikebas keluar
memapak senjata lawan, cukup sekali sendal lengan bajanya
sudah membelit senjata lawan, cukup sedikit angkat
pergelangan tangan, sementara mulut membentak. “Pergilah!”
Bersama senjata beratnya tak terkendali Ki Houw mencelat
terbang ketengah udara seperti layang layang putus benang,
secara kebetulan melayang jatuh keatas kepala Koan San
Gwat melihat gelagat yang jelek ini cepat Li Sek hong melejit
maju sembari berteriak memperingatkan. “Koan kongcu, lekas
minggir!” buru buru ia mengejar tiba, jarinya yang berkuku
panjang segera mencakar ketengah udara mengarah pundak
Ki Houw.
Ki Houw menyeringai sadis dan begelak tertawa panjang,
dari atas tubuhnya meluncur turun seraya mengeprukan
senjata yang besar dan berat laksana sebuah batu gunung
menindih keatas kepala Koan San Gwat.
Begitu besar niat Li Sek hong untuk menolong Koan San
Gwat, maka dia dulu yang terkena pulutnya dengan menubruk
maju tanpa hiraukan keselamatan jiwa sendiri. Tapi Koan San
gwatpun tidak tinggal diam, kuatir Li Sek hong terluka oleh
senjata lawan yang berbisa, lekas ia jejakkan kedua kakinya
sembari kerahkan tenaganya, ia ayun kim sin ditanganya
menyanggah keatas.
Karena senjata gada patung mas berkaki tunggal panjang
tiga empat kaki meski ia bergerak rada belakang, namun
senjatanya menyambar tiba didepan Li Sek hong, “Trang!”
kembang api beterbangan ditengah udara, badan Ki Houw
seperti seekor burung terbang yang terkena panah ditengah
udara, pertama, tergentak mumbul lagi satu tumbak lebih lalu
menukik turun pula, lekas ia memburu kedepan dan
menyerampangkan patung emasnya dengan setakar tenaga
pula, suatu benturan kedua senjata lebih keras memekakkan
telinga, gada raja setan ditangan Ki Houw kontan berbentur
hancur lebur tercerai berai.
Lekas Ki Houw menjatuhkan diri ketanah terus
mengelundng beberapa tumbak jauhnya, beruntung ia
terhindar dari gempuran ketiga Koan San Gwat yang lebih
dahsyat. Waktu ia berdiri tegak, telapak tangannya berlepotan
darah.
Itulah karena tenaga hantaman gada mas Koan San Gwat
teramat hebat, pada benturan kedua, bukan saja Tok kak kui
ong milik Ki Houw, celakanya telapak tangannya tergetar
pecah dan berdarah, lebih mengenaskan lagi dua jari Ki Houw
berpindah dari tangannya.
Ki Houw mengertak gigi, menahan sakit dan merasa geram,
segera ia menyobek lengan bajunya untuk membalut luka
lukanya katanya menyeringai bengis. “Bagus! Koan San Gwat.
Dalam jangka begini pendek, lwekangmu ternyata maju begitu
pesat, waktu bertanding di sin li hong tempo hari, lwekangmu
masih berada dibawahku, tidak lebih kau menang karena
mengandal permainan tipu tipu permainan gada mu sehingga
menang sejurus, tak nyana hari ini kau sudah membekal
lwekang yang begitu hebat sungguh aku harus memuji dan
salut kepada kau!”
Koan San Gwat sendiri juga keheranan, sungguh iapun
tidak habis mengerti, dulu memang dirinya bukan tandingan Ki
Houw, tapi kenyataan hari ini dia berhasil mengalahkan Ki
Houw dengan gemilang, jelas bahwa lwekang Ki Houw pasti
sudah lebih maju dari dulu, adalah lwekang sendiri pun maju
berlipat ganda sungguh mengejutkan.
Meski terluka dan kesekitan, sedikit pun Ki Houw tidak
berubah air mukanya, ujarnya “Perduli lwekangmu setinggi
langit, toh kou tidak lepas dari tipu dayaku, beruntun kau
terkena racun Bu ing hoat hiat sin diatas senjataku, kini tentu
sudah meresap masuk kedalam isi perutmu. Aku harus segera
membawa pulang berita baik ini kepada Kaucu , nanti
sebentar biar aku kemari lagi untuk mengantar jenasahmu!”
sehabis berkata segera dia lari sekencang kencangnya tanpa
menoleh lagi.
Koan San Gwat tahu orang takut dibalasi oleh Kang Pan,
namun ia tiada minat mengejarnya, lekas dia berkata kepada
Kang Pan “Nona Kang! Bisakah ularmu memunahkan racun?”
“Tidak bisa lagi! Ludahnya sudah kering kalau disuruh
membersihkan racun diatas senjatamu, mungkin jiwanya bisa
terancam bahaya, kau harus hati hati, jangan sampai orang
lain tersentuh olehnya!”
“Bukan racun diatas senjataku, racun dalam tubuhku
maksudku....”
Kang pan tertawa geli, ujarnya. “Badanmu mana terkena
racun. Kau pernah menelan empedu ular wulung, minum
darah ular sanca sakti lagi badanmu sekarang sudah kebal
terhadap ratusan jenis racun, kecuali beberapa jenis ular yang
terbatas dapat mengancam jiwamu, segala racun apapun tidak
akan berguna pada dirimu!”
Koan San Gwat terlongong, demikian pula orang lain ikut
merasa lega, kata Li Sek hong sembari menghela napas.
“Kenapa tidak kau jelaskan sejak tadi, hampir saja aku ikut
berkorban jiwa.”
“Salahmu sendiri yang bertindak terlalu tergesa gesa.
Memang sengaja kulempar kearah Koan kongcu, karena
senjatanya itu hanya Koan kongcu saja yang mampu
menghancukannya karena dia pernah menelan empedu ular
wulung bertanduk tunggal, sehingga tenaga nya amat
besar....”
-oo0dw0oo-
JILID 23
BARU SEKARANG KOAN SAN GWAT sadar dan paham
duduk perkatanya, katanya. “Tak heran lwekang ku mendadak
maju berlipat ganda ternyata demikian duduk perkaranya!”
“Begitulah!” ujar Kang Pan menjelaskan lebih lanjut
“Sayang diwaktu kau menelannya keadaanmu amat payah,
sehingga kasiat obat itu menjadi berkurang sebagian besar,
karena untuk menolong kehidupan jiwamu, kalau tidak dalam
dunia ini mungkin tiada seorang pun yang kuasa melawan
kekuatanmu!”
“Apa yang kumiliki sekarang sudah jauh lebih dari cukup
dan akupun cukup puas. Aku tidak ingin menjadi tokoh kosen
nomor satu diseluruh jagat, cuma besar keinginanku
menyumbangkan kehidupan ini, demi kebahagiaan dan
kesejahteraan umat manusia damai dibumi sentosa dalam
kehidupan. Di kala seluruh orang orang jahat diselusruh dunia
ini sudah tersapu bersih, aku rela memunahkan seluruh
kepandaian silatku, menjadi manusia biasa.....”
Semua orang merasa takjup dan tepekur oleh ucapan Koan
San Gwat yang keluas dari relung hatinya yang paling dalam,
timbul rasa hormat dan segan mereka kepadanya. Akhirnya It
ouwlah yang membuka suara. “Marilah lekas kita pergi! Cia
Ling im bersama kamrat kamratnya mungkin sedang
kegirangan mendengar bahwa Koan siheng sudah keracunan
marilah kita melurukanya ke sana biar mereka merasa terkejut
dan heren.”
“Tidak usah tergesa gesa, mereka sendiri yang akan
meluruk kemari, Cia Ling im pasti akan berusaha merintangi
nona Kang memberi pengobatan kepada Koan kongcu, karena
mereka tidak tahu perkembangan disini, kuduga secepat
mungkin mereka sudah akan tiba, malah yang datang tentu
tidak sediklah jumlahnya,”
“Apakah Lau Yu hu juga pasti ikut datang?” tanya Gwat hoa
Hujin.
“Sekarang dia sebagai Hu kaucu, dapatlah kita bayangkan
akan penghargaan Cia Ling im terhadapnya, sudah tentu ia
harus datang!”
“Binatang itu, setelah kulihat kedatanpan nya, pasti akan
kubunuh dia !” demikian desis Gwat hoa Hujin geram.
Tengah mereka bicara, dari jalan raya sebelah depan sana
tampak serombongan orang yang berjumlah besar memenuhi
jalan sedang memburu datang dengan langkah lebar. Yang
berjalan paling depan memang Cia Ling im dan Liu Yu hu,
disebelah belakangnya lagi adalah Sebun Bu yam dan Hwi
Kak, dan dibelakangnya lagi Ki Houw dan Ki Cu seng, salah
satu Hwecu yang pernah dikalahkan oleh Koan San Gwat dulu.
Begitu tiba perhatian mereka semua tertuju kepada Koan San
Gwat. Waktu mereka melihat Koan San Gwat berdiri paling
depan dengan masih segar bugar, serempak mereka berpaling
kepada Ki Houw dengan mata mendelik, agakanya
menyaksikan pambicaraannya yang membual. Ki Houw
kelihatan amat gugup dan berkeringat dingin, menggaruk
garuk kepala yang tidak gatal, dengan gelagapan akhirnya ia
menunjuk ketanah, katanya. “Kau cu! Ucapan hamba bukan
bohong belaka, lihatlah besi besi pecahan senjataku yang
hancur tadi....”
Cia Ling im hanya mendengus tawar, perhatiannya kini
tertuju pula kepada Koan San Gwat.
Dengan muka tidak menunjukkan perasaan hatinya, Koan
San Gwat menyapa. “Kalian para dedemit kerbau dan siluman
siluman ular tidak sedikit ya jumlahnya.”
Cia Ling im tersenyum, ujarnya “Jumlah kalian pun tidak
sedikit bukan? Kita harus main keroyokan atau maju satu
satu?”
Koan San Gwat berpaling kearah orang orangnya
dibelakang, meski jumlah pihakanya mungkin kelebihan satu
dua orang, namun bila bertempur secara keroyokan belum
tentu pihaknya bisa menang, terutama pihak musuh
membekal dua pedang pusaka yang hebat perbawanya,
sementara pihak sendiri cuma punya Ui Ciap kiam yang paling
diandalkan. Kalau di pertimbangkan ada lebih baik bertempur
satu lawan satu saja, maka dengan tawar dia menanggapi.
“Thian mo kau hanya kau seorang belaka yang durjana, aku
hanya ingin melenyapkan jiwamu saja, tidak perlu merembet
yang lain.”
Cia Ling im bergelak tertawa, serunya “Pendapatmu ini
ternyata cocok dengan keinginanku, Thian mo kau belum lama
berdiri, pihak kita sedang perlu tenaga tenaga berbakat,
kulihat beberapa orang di pihakmu bisa kami pakai, soalnya
mereka sama mengandalkan dirimu, setelah kau kami
lenyapkan pasti mereka akan suka rela menghambakan diri
pada pimpinanku!”
“Jadi urusan hari ini cukup diselesaikan antara kau dan aku
saja?”
“Boleh dikatakan demikian. Tapi masih ada seorang yang
ingin mengadu jiwa pula dengan kau ….”
Lau Yu hu tidakatahan sabar lagi segera tampil kedepan,
teriakanya bengis. “Koan San gwat, serahkan Ceng Ceng
kepadaku!”
Seketika Koan San Gwat melenggong katanya. “Apa
katamu?”
Merah padam muka Lau Yu hu, teriaknya lebih bengis.
“Jangan pura pura pikun, bukankah Ceng ceng sudah kau
rebut kembali.”
Baru sekarang Koan San gwat paham orang anggap
menghilangnya Thio Ceng ceng sebagai perbuataanya, keruan
iapun gusar, dengusnya. “Didalam Khong ham kiong dengan
tipu muslihat tendah kau bendak mecelakai aku, menculik
Ceng ceng pergi pula, sampai sekarang aku belum pernah
melihatnya, belum sempat aku meluruk padamu minta
pertanggungan jawabmu, kini kau mencak mencak di
hadapanku mengenai Ceng ceng, sungguh dunia sudah
terbalik agaknya.”
Lau Yu hu tampak tercengang, katanya lebih kalem. “Apa!
Jadi orang berkedok malam itu bukan kau.”
“Kalau aku datang se Ngo tai san tentu datang secara
terang terangan, tidak bakal mengenakan kedok menutupi
muka segala dan lagi kalau aku berhasil memasuki markas
Thian mo ka kalian, tidak bakal hanya Thio Ceng ceng saja
yang kubawa keluar.”
Sekian lama Lau yu hu menjublek di tempatnya tanpa
bersuara lagi, tiba tiba Cia Ling im menyeringai dingin,
ujarnyu. “Lau lote! Jangan kau dengar obrolannya menurut
para penjaga pedang yang dibawa orang berkedok itu adalah
Pek hong kiam, siapa lagi kalau bukan bocah keparat ini?”
“Orang itu membawa Pek hong kiam?”
“Aku tidak tahu, hari kebetulan kami tiada dimarkas kalau
tidak masa kami membiarkan orang itu membawa lari Ceng
ceng?”
“Pek hong kiam semula memang berada ditanganku, tapi
sepuluh hari yang lalu Liu Ih yu, jelas orng yang menculik
Ceng ceng pasti Liu Ih yu adanya.”
“Siapa itu Liu Ih yu?” tanya Lau Yu hu.
“Dia adalah sumoyku.” sahut Cia Ling im. “Lote tidak usah
kuatir kalau begitu, kalau nona Thio jatuh ditangannya,
kutanggung dapat kaudapatkan kembali, cuma satu hal harus
kau ingat, meski nona Thio dapat kami bawa pulang, diapun
tidak akan mau ikut kau.....”
Lau Yu hu mamicingkan mata mengawasi Koan San Gwat,
mukanya kaku dan menampilkan perasaan jelas yang
berkelebihan,. “Sheng” tiba tiba ia mencabut Ci eng kiam yang
tergantung dipinggangnya.
“Binatang kau!” segera Gwat hoa Hujin, maju beberapa
langkah sambil menudingnya, “Masihkah kau kenal padaku?”
Sejenak Lau Yu hu menjublek ditempat nya, akhirnya
dengan dingin ia berkata”Ihh, kalau kau hendak merintangi
aku bunuh Koan San gwat aku tidak akan mengakuimu lagi!
Pucat pias selebar muka Gwat hoa Hujin, mendadak ia
mencabut Ui tiap kiam serta makinya pula. “Binatang! Biar
kubunuh kau dulu!”
Lau Yu hu mundur selangkah, lalu dengan suara berat
berkata. “Ibu! Kuharap kau tidak mendesakku, meski ilmu
pedangku kebanyakan adalah kau yang mengajarkan, tapi
jangan kau lupa ayahku ada meninggalkan pelajaran ilmu
pedangnya kepadaku, sekarang kau bakan menjadi
tandinganku!”
Gemetar seluruh badan Gwat hoa Hujin, desisnya. “Baik,
biar aku mampus dibawah pedangmu!”
“Bila perlu biar kubunuh kaupun tidak menjadi soal,
terhadap ayah, boleh dikata kau sudah bukan menjadi
istrinya!”
“Keparat!” tiba tiba Koan San Gwat menghardik dengan
murka. “Apa kau ini manusia begitukan kau berkata terhadap
ibu kandungmu sendiri!”
“Justru karena itulah aku harap kau lekas menampilkan diri,
jangan memaksa aku untuk melawannya!”
“Bu!” ujar Koan San gwat berpaling. “Serahkan pedang itu
kepadaku!”
“Tidak!” sahut Gwat hoa Hujin tegas. “Biar aku sendiri yang
menghukumnya, sejak saat ini dia bukan menjadi putraku
sendiri!”
“Memangnya sejak dulu aku sudah bukan menjadi
putramu, maka kubongkar tulang tulang belulang ayahku dan
membakar habis seluruh Khong ham kiong karena tempat itu
milik Ban Sin Gwat, aku tidak akan membiarkan tulang
belulang ayahku diselubungi rasa malu.?
Saking murka badan Gwat hoa Hujin sampai bergetar dan
berkeringat dingin, Koan San Gwat hendak merebu
pedangnya, namun kena didorong minggir, begitu
pergelangan tangan dipelintir ujung pedangnya tahu tahu
menusuk kearah Lau Yu hu. Lekas Lau Yu hu angkat
pedangnya menangkis, Cia Ling im segera melolos pedang,
dan maju ketengah gelanggang, katanya. “Lau lote!
Betapapun kau rada kurang leluasa gebrak ini berikan saja
kepadaku!”
Lekas Liu Yu hu melompat mundur sambil menjinjing
pedang ia terus menerjang kearah Koan San gwat makinya
“Bedebah mari....”
Apa boleh buat terpaksa Koan San gwat gerakkan Tok kak
kiam sin menyambut kedatangannya, maka terjadilah dua
babak pertempuran dari ke empat orang ini, serang
menyerang dengan kalap dan seru.
Pertempuran kedua kelompok ini bukan saja adu kekuatan,
yang jelas adalah berlawanan antara lurus dan sesat, jahat
dan baik, dari pertempuran kali ini akan mejadikan titik tolak
keselamatan dan kesejahteraan bagi umat persilatan seluruh
dunia.
Dengan berdirinya Thian mo kau merupakan puncak
kejayaan kaum sesat yang secara langsung dikepalai oleh Cia
Ling im yang merupakan gembong penjahat terbesar dan kiai
muncul pula seorang wakilnya yang terjeblos kedalam jurang
kesesatan sehingga kekuatan mereka bertambah lipat ganda.
Terjunnya Gwat hoa Hujin didalam percaturan tegang
antara sesat dan lurus ini sungguh merupakan suatu hal yang
diluar dugaan adalah Koan San gwat tempat dimana seluruh
kaun persilatan yang berjiwa lurus dan luhur mendambakan
kemenangan atas dirinya. Maka seluruh perhatian semua
orang tertuju kepada babak pertarungan mereka berdua kakak
beradik sama ibu lain bapak.
Akan tetapi pertempuran pihakanya jauh tidak setegang
dan sesengit pertempuran antara babak yang lain, soalnya
senjata perlawanan kedua pihak jauh berbeda, senjata Lau Yu
hu adalah Ci seng kiam, merupakan pedang mestika terampuh
pada jaman ini. Mski pedang itu mengandung keajaiban,
namun kebentur Tok kak kim sin milik Koan San Gwat yang
tidak kalah ampuhnya segala keajaiban itu sirna tanpa guna.
Entah terbuat dari babat apa pula Tok kak kim sin senjata
Koan San gwat itu, keras dan liat sekali, tajam pedang pusaka
membacok telak diatas kepala patung emas berkaki tunggal,
hanya meninggalkan segaris bekas geresan belaka. Dari taraf
karuan tidak berarti yang diderita oleh senjata Koan San gwat
ini paling tidak harus dibacok dan diiris untuk berapa ribu kali
baru bisa membacokanya kutung, tapi sudah jelas bahwa
pertempuran antara kedua lawan setanding ini tidak akan kuat
betahan sampai sedemikian banyak jurus.
Sebaliknya demikian juga bagi Koan San gwat, tok kak kim
sin merupakan senjata pondasi yang amat kokoh dasarnya.
Justru karena terlalu berat bobotnya, maka diapun tidak
mampu mengembangkan seluruh kemampuannya dengan
sempurna.
Untunglah Kim sin tidak kena pengaruh oleh ketajaman Ci
seng kiam serta keajaibannya, sehingga banyak orang berlega
hatinya maka segera ia, kembangkan ilmu ajaran gurunya
memainkan senjata beratnya ini dengan tenang, tanpa bura
buru mengejar kemenangan maka semua jurus permainannya
boleh dikata jarang menyerang daripada membela diri dengan
rapat mengandal latihan dan tenaga raksasa
pembawaan sejak lahir, dengan mantap dan tenang
dia layani rangsakan pedang lawan yang gencar.
Adalah pertarungan antara Cia Ling im dengan Gwat hoa
Hujin jauh lebih seru dan ramai, menarik lagi keduanya adalah
ahli ahli dalam ilmu pedang senjata yang dipakai pun pedang
mestika. Hawa pedang Ceng so kiam menguap berwarna
kehijaun sementara cahaya pedang Ui tiap kiam cemerlang
seperti bulu bangau kekuningan dan keajaiban kedua pedang
masing masing sesuai benar dengan namanya.
Hawa pedang Ceng so kiam berwarna kehijauan melintir
lintir seperti seutas tali tambang besar, bergerak aneh dengan
segala perubahannya mengikati tipu tipu pedangnya yang
lihay, liku liku tidak dalam satu garis melingkar besar seperti
sebuah gubatan besar, lambat laun mengkeret manjadi kecil
dan ketat jikalau lwekang lawan lebih rendah dan kalah kuat,
sejak tadi tentu sudah terkekang dan terikat tidak mampu
bergerak lagi, namun Gwat hoa Hujin bukanlah seorang lawan
yang biasa yang berkepandaian rendah.
Memang wibawa atau kekuatan Ui tiap kiam memang lebih
asor dibandingkan dengan Ceng so kiam.
Untunglah pedangnya ini mempunyai suatu keanehan yang
amat berguna, hawa pedang ini ternyata merupakan titik titik
besar kecil yang menyerupai kupu kupu kuning yang sedang
menari dan berloncatan timbul tenggelam dalam sangkar,
maka ia jauh lebih leluasa bergerak menghindar daya lengket
dari kekuatan lwekang lawan yang dilancarkan melalui batang
Ceng so kiam, maka sedemikian jurus dia masih dapat
melawan dengan tenang dan mantap, tapi untuk menjebol
keluar dan meloloskan diri dari kepungan hawa pedang Ceng
so kiam yang ketat itu agaknya merupakan suatu perjuangan
yang amat berat baginya.
Bahwa keempat orang itu bertempur mati matian, para
penontonpun ikut menjadi tegang, karena pertempuran ini
adalah tokoh utama dari kedua pihak yang Sedang
mempertaruhkan jiwa dan raga, menang atau kalah dalam
pertempuran ini bakal menjadikan keputusan nasib mereka.
Begundal begundal yang dibawa Ca Ling im tidak banyak,
Hwi Kak datang ikut Lau Yu hu, yang termasuk menjadi kaki
tangannya yang paling diandalkan cuma Sebun Bu yam dan
Kik Hoa serta Kik Cu seng. Kepandaian Sebun Bu yan masih
setingkat dibawah Li Sek hong, sementara Sian yu it ouw jelas
dapat menglahkan Kik Cu seng, cuma kepandaian Ki Houw
saja agakanya jauh lebih tinggi dan keluar batas
kedudukannya, tapi belum tentu dia bisa menang melawan
keroyakan Ban li bu in dan It lun bing gwat. Setelah terluka
melawan Koan San Gwat tadi.
Soal Hwi Kak kiranya cukup dihadapi oleh dayang dayang
Goat kiong yang dikepalai oleh Jip Hoat apalagi pihak sini
masih ada seorang senderan yang cakup kuat dan ampuh
yaitu Kang Pan.
It ouw dapat melihat gelagat yang mengutungkan ini, diam
diam segera ia berbidik kepada Li Sek hong. “Li siancu, untuk
memberantas kaki tangan Cia Ling im, kinilah saatnya yang
paling tepat, Cia Ling im terlihat tak mampu membagi awak,
musuh musuh yang lain tiada artinya bagi kita....”
Sudah tentu Li Sek hong juga maklum akan hal ini, namun
baru saja ia hendak bicara, pihak sana didahului oleh Hwi Kak
sudah tampil ke depan sambil menjinjing pedang, serunya.
“Kalau kalian hendak main keroyokan marilah silahkan maju
rasakan betapa tajam pedangku ini.”
Watak Sui Ki berangasan, segera ia memburu kedepan,
dampratnya. “Perempuan jalang, sebagai dayang Gwat kiong,
berani kau membangkang majikan mendurhakai dunungan.
Melawan Hujin, dosamu tidak terampunkan, serahkan
jiwamu!”
Senjatanya adalah sebuah papan catur yang selalu
dibawanya kemana ia pergi, sekali kepruk ia hendak gecak
kepala orang. Tapi Hwi Kak mandah tersenyum dingin, pedang
panjangnya terangkat miring terus disendal kesamping dengan
gampang ia sampok catur Sui Ki, terpental beberapa jauhnya.
Sui Ki amat keget diantara sepuluh dayang dari Khong ham
kiong, bicara soal pedang termasuk Tam Kiam saja yang
paling hebat dan tinggi, setelah Tam Kiam meniggal dunia
hanya Jip Hoat saja yang berkepandaian paling matang dan
lihay.
Bicara soal ilmu silat kepandaian Hwi Kak paling rada
unggul sedikit dari Coh Bing yang berusia paling tua, namun
tangkisan pedang atas senjata Sui Ki tadi agakanya cukup
lihay dan jauh lebih unggul.
Jing Hoat dan Tay Su juga merasakan akan hal ini, tanpa
berjanji segera melabrak maju, Jing Tho mennggunakan
harpanya, sedang Tay Su menggunakan senjata potlot,
masing masing adalah senjata khusus sesuai dengan bakat
dan pembawaan mereka, bersama papan Catur Sui Ki, tiga
macam senjata yang aneh aneh itu memberondong gencar
menghujani Hwi Kak, tapi gerak gerik Hwi Kak amat lamban
dan seperti berlenggang saja ditengah gempuran gencar
ketiga lawannya, pedangya balas menyerang amat leluasa dan
berkecukupan menghadapi ketiga rangsakan musuh.
Akhirnya Jip Hoatpun takatahan lagi, ajaran silatnya paling
banyak ragamnya, kini dengan bertangan kosong ia ikur terjun
dalam arena pertempuran, kekuataanya seorang agakanya
tidak dibawah ketiga kawannya.
Tapi dengan empat melawan satu, mereka tetap
terbendung diluar kiblatan sinar pedang Hwi Kak yang kokoh
dan rapat, paling paling hanya mampu bertahan ditempat
masing masing tidak sampai tersurut mundur namun mereka
tidak kuasa menerjang masuk meski sejurus tipu serangan
yang bagaimana lihaynya.
Melihat adu kekuatan secara menyeluruh sudah dimulai, It
ouw segera melolos pedang pula terus menentang Kik Cu
seng. “Marilah kitapun jangan nganggur!”
Kik Cu seng tidak hiraukan tantangannya, malah Ki Houw
lah yang menandingi seringainya. “Tua bangka! Kau ingin mati
mari biar aku saja menyempurnakan kau!”
Sian yu it ouw menggerung gusar, dampratnya. “Bedebah
kau! Kau ini terhitung barang apa?”
Ki Houw menjadi murka, tanpa ayal lagi segera ia gerakkan
pedangnya terus menerjang dengan serangan yang cukup
ganas dan keji, It ouwpun tidak berani pandang rendah
lawannya, cepat iapun menggerakan pedangnya melawan
dengan sengit, pertempuran menjadi kacau balau, dimana
mana terdengar berdentingnya senjata tajam dan teriak keras
memberi semangat dan kesakitan.
Tanpa ditantang Sebun Bu yam segera menantang Li Sek
hong seraya mencabut pedangnya, “Li suci! Kita termasuk
satu perguruan, tapi kalian yang cantik rupawan selalu
merendahkan derajat aku yang bermuka, buruk, selama ini
memang aku mencari kesempatan untuk melampiaskan
penasaranku hari inilah tiba kesempatan itu, marilah beri aku
beberapa gebrak petunjuk, biar kenyataan menentukan kau
lebih unggul atau aku asor! Li Sek hong tidak banyak suara ia
pun mengeluarkan senjata, kejap lain merekapun sudah
berhantam dengan main kekerasan, tidak peduli hubungan
seperguruan segala, yang jelas mereka serang menyerang
dengan tidak kalah sengitnya.
Situasi semakin gaduh dan ramai seluruh gelanggang
terbagi lima kelompok pertempuran, dengan tiga belas orang
saling labrak dan terjang. Babak yang kelihatan enteng adalah
pihak Li Sek hong yang melawan Sebun Bu yam, maklum
mereka berdua tamat dari ajaran perguruan yang sama, meski
ajaran yang mereka terima berlainan namun satu sama lain
dapat menyelami intisari permainan lawannya maka selintas
pandang, seoloh olah mereka sedang berlatih belaka.
Yang paling ramai adalah kelompok di mana Hwi Kak
dikeroyok empat sekoleganya pedang panjang diputar secepat
angin lesus menunjukan perbawa yang amat hebat. Waktu
berada di Khong ham kiong, meski Hwi Kak membekal
kepandaian silat yang dipelajari secara diam diam, namun
tidak berani ia mengunjukan kemampuan sendiri, maka
keempat temannya ini selalu memandangnya rendah, diapun
mandah saja dihina dan menelan rasa penasaran selama
ini, maka pedangnya berkali kali memantulkan jurus jurus
aneh dengan tipu serangan yang cukup keji dan culas,
untunglah keempat pengeroyoknya dapat bekerja sama secara
ketat dan rapat, kalau tidak mungkin sejak tadi satu diantara
mereka sudah mampus ditembus pedangnya.
Yang tinggal menganggur kini cuma empat orang, pihak Cia
Ling im tinggal Kik cu seng, sementara pihak Koan San Gwat
masih ada Ban li bu in dan It lun bing gwat serta Kang Pan.
Watak Kang Pan masih kekanak kanakan dan lincah, tidak
pernah ia memikirkan diman dirinya berpihak, ia minggir saja
menjauh menonton dengan penuh perhatian dan kesenangan,
peduli pihak manapun yang kena serangan atau terluka dan
kena pukulan hingga terjungkir segera ia berjingkrak sambil
tepuk tangan.
Setelah menonton sebentar, Ban li bu in dan it lun bing
gwat hanya Kik Cu seng, seorang saja yang menjadi
musuhnya, namun agaknya mereka tiada minat turun
gelanggang itulah karena mereka terpengaruh oleh kata kata
It ouw tadi.
Didalam Liong hwa hwe dulu kedudukan Kik Cu seng jauh
lebih tinggi dari mereka, namun setelah melihat tampapang
dan sikap serta kedudukannya sekarang, mereka jadi segan
tidak sudi turun tangan melawannya. Seolah hanya mengotori
tangan belaka. Adalah Kik Cu seng sendiri yang akhirnya tidak
kuat menahan sabar katanya menantang. "Kalian berdua
apakah tiada minat melemaskan otot?"
Ban li bu in menyeringai dingin ejekanya “Sebetulnya kami
tidak bersedia nganggur, namun tiada semangat untuk
melabrak manusia macam tampangmu ini”
Dari malu Kik Cu seng menjadi murka, dampratnya. “It ouw
bicara demikian masih bisa kuterima, kalian berdua teramasuk
barang permainan apa?”
“Meski kami bukan barang permainan masakah sudi
berhantam dengan angkatan muda tak berguna seperti
tampangmu ini, justru karena kau tuan besar ini terlalu besar
dan agung, maka kami jadi segan minta petunjuk!” demikian
olok It lun bing gwat.
Membesi muka Kik Cu seng, ejekanya tiada kalah
pedasnya, “Jadi kalian sendiri yang cukup ternama dan
berkedudukan tinggi, kenapa terlalu mengekor dan berontak
mengikuti jejak Koan San Gwat, bukankah dia pun seorang
anak hijau yang masih berbau bawang apakah karena terima
menjadi anak buyut Ui ho yang setaraf lebih rendah dari
muridnya?”
Ban li bu in tertata bergelak, ujarnya. “Apakah Ki Houw
cukup setimpal dijajarkan dengan Koan San Gwat? Ingat kami
ikut dalam rombongan Koan kongcu ini bukan untuk menerima
perintahnya, Koan kongcu selalu menyapa aku dengan
sebutan Cinpwe! Bagaimana dengan Ki Houw? Tak ku dengar
secara langsung dia memanggil nama kasarmu namun toh
rada rada kedengaran cukup sungkan terhadap kau....”
Menggelap air muka Kik Cu seng, tanpa bicara lagi tiba tiba
mengeluarkan sebuah senjata yang berbentuk amat aneh,
seluruh nya terwarna hitam legam, bentuknya membulat
menyerupai batok yang peranti untuk wadah nasi bagi kaum
Hwesio, cuma disebelah belakangnya disambung dengan
sebuah gagang kayu yang pendek, Ban li bu in bergelak tawa
menjadi jadi serunya. “Kik Cu seng, kenapa semakin tua kau
semakin celaka dan rudin agaknya. Apakah pihak Thian ko kau
tidak memberi makan sedekah padamu, sehingga kau haru
mengemis dikota dari rumah kerumah....”
Kik Cu seng tidak hiraukan olok olok yang tajam dan
memalukan ini, mukanya semakin gelap membesi, tangan kiri
perlahan lahan diangkat, dimana pada jari kelingkingnya
mengenakan sebentuk cincin terbuat dari besi baja, dengan
ringan saja ia ketukan di atas gagang pendek itu, disusul
dengan terdengarnya suara jepretan yang berbunyi aneh dari
dalam batok yang bermulut rada kecil membundar itu terbang
melesat segulung bayangan hitam, dengan cepat dia tidak
bersuara sedikitpun melesat kearah Ban li bu in.
Acuh tak acuh segera Ban li bu in mengebaskan lengan
bajunya, meski ia tidak melihat jelas benda hitam apa yang
menyambar kearahnya, tapi karena daya luncurannya tidak
begitu keras dan kuat pikirnya cukup dengan sekali kebas saja
untuk menyampoknya jatuh.
Akan tetapi kenyataan justru jauh diluar dugaannya, titik
hitam itu seperti berbentuk namun tiada kelihatan nyata jadi
sulit dibedakan, yang terang titik hitam itu menerjang tembus
kebasan lengan bajunya, dan tahu tahu terporot tepat
mengenai hidungnya.
Tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, badan Ban li bu in
kontan terbanting terjengkang ke belakang. Waktu It lun bing
Gwat memburu maju memeriksanya, ternyata jiwanya sudah
melayang.
Cara membunuh orang macam ini sungguh amat aneh dan
menakjupkan serta menakutkan sekali, kejut dan murka pula
It lun bing Gwat dibuatnya, begitu angkat kepala matanya
mendelik kearah Kik Cu seng seperti kelereng yang hampir
mencelat keluar dari kelopak matanya, teriakanya beringas.
“Dengan cara apa kau turun tangan keji...”
Kik Cu seng angkat batokanya sembari menyeringai sadis,
ejeknya. “Mainan inilah apakah kau pernah lihat?”
Mengawasi batok besi hitam legam di tangan orang It lun
bing gwat terlongong, sekian lamanya, sekilas pandang batok
besi ini tidak menimjukan suatu keanehan tapi kenyataan jiwa
Ban li bu in melayang tanpa dia sempat membela dari.
Dengan nenangkat senjata anehnya Kik Cu seng dengarkan
tawa panjang yang mengiriskan, nada tawanya mengandung
kegetiran hati dan sendu, namun mengandung kepuasan hati
pula sesaat kemudian baru dia bersuara. “Kukira kaupun tidak
akan mengenalnya senjata kuno sejak Ko Ciam le dulu,
sampai sekarang sudah tiada orang yang mengenalnya lagi,
kalau jaman dulu Ko Ciam le dapat melatih diri sampai
ketingkat seperti keadaanku sekarang, kukira meski Cin Si ong
mempunyai pasukan pelindung laksaan jumlahnya juga tidak
akan terhindar dari kematiannya.
Dengan meninggalnya Ban li bu in yang aneh ini, serta
merta dua pihak yang sedang bertarung menghentikan
perkelahiannya masing masing, mereka terbagi dua
rombongan pula yang saling berhadapan, masing masing
menunggu perkembangan lebih lanjut. Mendengar penjelasan
Kik Cu seng orang orang dari dua pihak sama mencelos dan
kejut.
Pertama tama Koan San Gwat yang bersuara heran.
“Itukan Cu ....”
“Benar,” tukas Kik Cu seng, “Kalau tidak darimana namaku
‘Kik Cu seng’ kuperoleh?” semua orang sama bungkam.
Semua orang yang hadir sama pernah mendengar cerita
sejarah ini dimana seorang patriot bangsa dari negeri Tio Cian
le pada suatu pertunjukkan dihadapan Cin si ong yang lalim
itu berusaha membunuhnya menggunakan kepandaian
mengetuk batok manyambitkan peluru besinya yang amat
lihay, sayang dia seorang yang buta sehingga tujuannya tidak
tercapai malah harus berkorban diri dengan badan hancur
lebur batok kepalanya dibacok ratusan golok para pasukan
pengawal raja.
Adalah diluar dugaan tahu mereka bahwa begituan bentuk
senjata yang aneh dan pernah menggemparkan jagat itu, tak
mereka nyana pula bahwa Kik Cu seng berhasil mempelajari
ilmu aneh dengan menyambitkan pelor dari dalam batokanya,
malah Cia Ling im sendiri juga merasa terheran heran, maka
air muka nya pun seperu juga orang lain mengunjuk rasa
heran dan kagum.
Kata Koan San Gwat. “Mesti Ko Ciam le gagal dalam usaha
membunuh raja lalim namun dia meninggalkan nama harum
dalam sejarah, meski kau sekarang membekal kepandaian
yang lebih hebat dari dia, namun terima bertekuk lutut
dibawah tekanan manusia jahat dan laknat, bukan saja harus
malu diri terhadap pahlawan bangsa yang telah mendahului
kita kaupun harus malu terhadap senjata aneh yang berada
ditanganmu itu.”
“Binatang kecil!” Tidak perlu kau mengudar teori
falsafahmu, selamanya aku berpihak terjang menurut
keinginan hatiku sendiri, selamanya tidak perduli lurus atau
jahat, hanya ketentraman jiwa dan kesenangan hati saja yang
kukejar. Siapa berani menghina aku kepada dialah aku tidak
menaruh kasihan lagi.”
It lun bing gwat segera menyela. “Begitu hina dan rendah
penghargaan Cia Ling im terhadapmu, apakah termasuk dia
memandang tingi harga dirimu?”
Berubah pula air muka Kik Cu seng diam diam Cia Ling im
berlaku waspada dan siap siap, siapa tahu air muka Kik Cu
seng pulih seperti biasa pula, katanya tawar. “Didalam Liong
hwa hwe dulu, kalian suka main sindir dan mengolok
kepadaku, hanya Kau cu seorang yang selalu membujuk dan
mengendalikan diriku sungguh aku amat berhutang budi
terhadapnya, maka akupun tidak perdulikan lagi situasi
selanjutnya....”
Berlega hati Cia Ling im, katanya. “Kim Cu seng! Kau
sungguh bisa mengendalikan diri, kalau sejak lama aku tahu
kau membekal kapandaian yang lain dari yang lain ini,
betapapun tidak ku kesampingkan bakatmu ini, sekarang aku
sedang membutuhkan tenaga untuk membangun dasar Thian
Mo kun kita, ku kira kau bisa memaklumi kesulitanku….”
“Kaucu tidak perlu menjelaskan, hati ku sudah cukup
paham sendiri,” demikian sahut Kik Cu seng. “Kalau tidak
masakah aku sudi tetap berteduh didalam Thian mo kau!”
Kata Cia Ling im “Kalau sejak lama kau pertunjukan bekal
kepandaian tunggalmu ini sudah tentu sejak lama pula
kumanfaatkan kepandaianmu ini….”
“Bukan hamba sengaja hendak menyembunyikan
kepandainku ini maksudku hanya untuk digunakan perlu saja,
bila perlu biar ku sumbangkan tenagaku ini disaat Kaucu
menghadapi bahaya yang paling besar, soalnya aku tidak kuat
menahan gejolak hati mendengar olok olok mereka yang
keterlaluan sehingga kuumbar amarah hatiku….”
Tak tahan It lun bing gwat segera berteriak. “Kepandaian
mu ini terhitung ilmu tinggi apa? Tadi kumaki kau, sekarang
tetap kumaki kau juga....”
Kik Cu seng tidak memperlihatkan perubahan mimik wajah,
angkat batok besinya sememtara cincin ditangan kiri segera
mengetuk gagangnya kontan setitik bayangan hitam melesap
keluar dari mulut bundar yang rada kecil terus menerjang
kearah It lun bing gwat.
Kali ini banyak orang sudah berjaga jaga, sebelum titik
hitam itu melayang datang, Koan San Gwat, It ouw dan enam
tujuh orang serempak tanpa janji sebelumnya masing masing
angkat senjata untuk menangkis dan m nyampok jatuh titik
hitam itu.
Jelas sekali jalan lewat titik hitam itu sudah tertutup rapat,
namun semua orang sama menubruk tempat kosong, entah
cara bagaimana titik hitam itu bisa menembus pertahanan nan
rapat dari berbagai senjata yang menyerang itu. Detik lain
terdengar It lun bing gwat menjerit ngeri, kedua tangan
mencakar cakar diatas mukanya, sementara badanpun jatuh
terjengkang kebelakang, setelah berkelejetan sebentar,
badannya tidak bergerak lagi.
Yang mengherankan semua orang tampak ditengah tengah
hidungnya telak sekali terporot sebuah pelor bundar terbuat
dari besi berwarna hitam legam, seolah olah mukanya kini
tumbuh sebuah mata ketiga diatas hidangnya.
Kejadian kali ini benar benar membuat seluruh hadirin
berjingkrak kaget. Cara Kik Cu seng membunuh orang
ternyata begitu ganjil, boleh dikata tidak mampu bertahan dan
tidak bisa dihindari lagi, bukankah berarti semua orang bakal
menjadi sasaran empuk untuk mudah digasak habis habisan
jiwanya.
Mata Cia Ling im memancarkan cahaya luar biasa tajam,
namun hanya sekejap saja sirna ditutupi seri tawa lebarnya,
katanya sambil mengacungkan jempol kepada Kik Cu
seng.”Kepandaian tunggal yang sakti saudara sungguh tiada
bandingannya dengan senjata lain ini, kau tiada lawan
diseluruh jagad Thian mo kau kita punya seorang tokoh kosen
macammu ini, masakah kuatir seluruh jagat ini tiada bakal
masuk dalam genggaman tanganku. Kuharap saudara
menggunakan senjata aneh ini sekaligus berantas habis
seluruh musuh, seluruh anggota Thian mo kau akan bisa tidur
nyenyak dalam buaian mimpi...”
Siapa tahu Kik Cu seng malah menyimpan senjata
tunggalnya itu, sahutnya. “Maaf hal ini hamba tidak bisa
menuruti kemauan kaucu !”
“Kenapa?” Cia ling im menegas heran.
“Kalau kelinci yang lincah dan licik itu sudah habis
terbunuh, maka anjing pemburu pun tidak berguna lagi, kalau
Kaucu benar benar sudah dapat hidup tenang dan tidur
nyenyak tanpa ada yang menggangu, mungkin jiwa hamba
inipun tidak akan dapat diperhankan lagi.”
“Apa apaan ucapanmu ini?” tanya Cia Ling im.
“Hamba amat jelas terhadap seluk beluk Kaucu, mungkin
kata kataku ini terlalu kurang ajar, namun aku bicara secara
kenyataan kukira Kaucu tidak akan menyangkal kata kataku
ini”
Cia Lim im berditi terlongong tanpa bergerak tidak
menunjukan reaksi.
Kata pula Kik Cu seng tertawa “Tapi harap Kauca banyak
berlega hati, meski hamba punya sikap yang kurang hormat,
namun tiada keinginan untuk berbuat durhaka dan main
menghianat, bahwa aku harus meninggalkan beberapa musuh
tangguh ini, barulah akupun basa mempertahankan
keselamatan jiwamu sendiri. Adapula sebuah hal yang perlu
Kaucu ketahui kecuali kepandaian dengan senjata aneh ku ini,
aku tidak membekal ilmu kursus lain nya yang lihay, maka
tiada pula aku punya angan angan untuk merajai dunia, jiwa
ragaku selanjutnya bisa kukorbankan demi kejayaan dan
kedudukan Kaucu sekali kali aku tidak akan saling berikut
kekuasaan atau jabatan, kuharap Kaucupun tidak perlu main
jaga dan waspada secara berkelebihan terhadapku….”
“Saudara terlalu kuatir, masih banyak tenaga yang
kuperlukan dari bantuan saudara masakah perlu ragu ragu lagi
akan kesetiaanmu, dulu memang akulah yang ceroboh, tidak
tahu bahwa saudara memiliki kepandaian hebat kelak apapun
yang menjadi miliku akan berarti pula menjadi milik saudara,
apapun yang kukecap akan menjadi kesenanganmu pula…”
“Tidak perlu sedemikian jauh, Kaucu adalah seorang
benggolan sakti yang tiada taranya, dapat bekerja
menunaikan bakti kepada Kaucu adalah menjadi cita citaku,
maka bila Kaucu sudi mandang diriku, ingin aku punya
kedudukan setingkat dengan saudara Lau ini, kiranya cukup
puas dan tercapailah cita citaku selama ini, karena Kaucu tidak
boleh dijabat dua orang. Kalau Ha Kaucu bertambah seorang
lagi rasanya tidaklah menjadi soal!.”
Cia Ling im segera manggut magggut, sahutnya cepat.
“Kenapa tidak boleh, setelah kita pulang kemarkas segera
kuundang berkumpul seluruh anggota kita, akan kuumumkan
jabatan baru bagi saudara Kik,...”
Sembari seri tawar lebar, lekas Kik Cu seng menjura. “Kalau
begitu silahkan Kaucu segera kembali kemarkas!”
Cia Ling im tertegun, serunya. “Sekarang juga kembali!
Bagaimana kita menghadap mereka?”
Sekilas melirik kearah rombongan Koan San Gwat
barkatalah Kik Cu seng dengan angkuh. “Asal mereka berani
mati, silahkan meluruk datang satu li dekat markas kita, biar
hamba seorang yang menghadapi mereka, tapi hamba
percaya mereka tidak akan punya nyali begitu besar untuk
seluruh meluruk datang”
Melihat semua lawanya agaknya kena gertak oleh kata kata
Kik Cu seng, Cia Ling im tertawa terpingkal pingkal, serunya.
“Benar! Satu hari saudara Kik bekerja bagi kepetingan Thian
mo kau kita, siapapun jangan harap berani melangkah didalam
markas kita, para musuh ini memang ada yang berisi dan ada
yang kosong, apa pula yang harus ku kuatirkan lagi.” Habis
berkata didalam iringan gelak tawa yang ramai menusuk
pendengaran, beramai ramai mereka putar balik kearah
datangaya semula.
Sebun Bu yam dan Ki Houw mengintil dibelakang Cia Ling
im tinggal pergi, hanya Lau Yu hu saja yang masih bertengger
ditempatnya dengan tawar hidung Kik Cu seng segera
mendengus, katanya. “Saudara Lau kau masih punya urusan
apa yang belum sempat diselesaikan?”
Jawab Lau Yu hu sambil menatap Koan San Gwat.
“Persoalan aku dengan orang she Koan itu, bagaimanapan
harus kami selesaikan hari ini juga.”
Jengek Kik Cu seng dingin “Cayhe bakal diangkat menjadi
Hu kaucu, jikalau tidak hadir, rasanya amat mengecewakan
sekali, masakan saudara Lau tidak sudi memberi muka dan
ikut meramaikan upacara pengangkatan diriku?” Sembari
berkata tangannya merogoh kedalam bajunya pula, agakanya
hendak mengeluarkan senjata ampuhnya itu, dibawah
ancaman dan tekanannya, terpaksa Lau Yu hu mengundurkan
diri dengan penasaran, lekas ia memberi perintah kepada Hwi
Kak. “Pulanglah! Hari ini sementara kita lepas mereka pulang!”
Setelah mereka berdua berjalan pergi barulah Kik Cu seng
terbahak bahak, baru saja ia hendak putar tubuh tinggal pergi
mendadak Koan San gwat memburu maju beberapa langkah,
serunya bengis “Berhenti! Aku tidak percaya pelor besi dalam
alat senjatamu itu betul betul lihay!”
Kik Cu seng tetap langkahkan kakinya kedepan sementara
acuh tak acuh ia berkata. “Kalau kau tidak percaya silahkan
mengikuti jejak asal satu li sebelum kau tiba dimarkas besar
akan kubuat kau mampus tanpa ada tempat untuk liang
kuburmu.......”
Benar benar Koan San Gwat memburu dengan langkah
lebar, sudah tentu yang lain menjadi kuatir dan mengintil
dibelakangnya, terpaksa Kik Cu seng menghentikan langkah
serunya. “Jadi kalian benar benar sudah bosan hidup.”
“Benar!” sahut Koan San Gwat angkuh, “Kalau kau mampu
silahkan kau bunuh kami semua…”
Kik Cu seng berpaling kebelakang, dilihatnya Lau yu hu dan
Hwi Kak sudah berjalan cukup jauh, buru buru ia merogoh
kantong mengeluarkan segulungan kertas, terus di selentikan
kearah Koan San Gwat, serunya. “Usiamu masih amat muda,
kenapa buru buru ingin mampus…” sembari bicara, beruntun
ia memberi isyarat dengan kedipan mata.
Koan San gwat menjadi heran dan tidak mengerti, namun
Kik Cu seng sudah berlalu pergi dengan langkah cepat,
soalnya jarak mereka berhadapan tadi cukup dekat, gulungan
kertas yang disambitkan Kik Cu seng langsung terbang masuk
kedalan tangannya, jadi tiada orang lain melihatnya, waktu It
ouw memburu datang, di lihatnya Koan San gwat masih
berdiri menjublek ditempatnya, tak tahan ia bertanya. “Koan
kongcu, apakah kita mudah membiarkan mereka pergi begitu
saja?”
Lekas Koan San gwat mengulapkan tangannya pelan pelan
ia membeber gulungan kertas itu, setelah dibaca dengan
cepat leka lekas ia masukan kedalam mulutnya lalu dikunyah
dan ditelan kedalam perut.
Semua orang hanya melihat giginya berkecamuk, seperti
mengunyah sesuatu meski mereka tidak paham akan tingkah
lakunya ini, namun melihat sikapnya yang serius maka mereka
pun tidak terlalu banyak tanya lagi, satu persatu mereka
cemplak naik keatas kuda. Koan San Gwat naik kepunggung
untanya, serta merta mukanya menampilkan perasaan lega
dan senyum dikulum.
Setelah rombongan mereka meninggalkan Ngo tai san,
akhirnya Koan San Gwat menghentikan rombongannya
didalam sebuah hutan untuk istirahat tak tahan lagi Gwat hoa
Hujin segera bertanya lebih dulu katanya “Anak Gwat!
Sebetulnya tindakan apa yang hendak kau lakukan?”
Sebalikanya berkatalah Koan San gwat terhadap Jip hoat
berempat dengan sungguh sungguh dan prihatin. “Toaci!
Harap kalian suka mencapaikan diri berjaga disekitar hutan,
hati hati jangan membiarkan seorangpun mendekat hutan ini,
soalnya kaki tangan Thian mo kau tersebar luas, persoalan
yang akan rundingan amat penting, sedikit bocor saja bakal
menimbulkan bencana bagi kita semua....”
Sebetulnya Jip hoat berempat juga ingin tahu persoalan
apa yang hendak dijelaskan dan dirundingkan oleh Koan San
Gwat, namun melihat sikap Koan San Gwat yang serius dan
penuh prihatin, membuat mereka sungkan untuk menampik,
maka bersama Sui Ki, Tay su dan Jing Tho berpencar
menunaikan. Setelah mereka menenpati posnya masing
masing, maka Koan San Gwat mengumpulkan seluruh orang
yang masih tinggal, dengan kalem ia menjelaskan persoalan
yang hampir saja sulit dapat dipercayai oleh mereka bersama.
Ternyata gulungan kertas sambitan Kik Cu seng itu ada
bertulisan beberapa baris huruf yang berbunyi. “Saudar
sekalian sudah terjebak masuk bahaya, Cia dan Lau dua orang
bila tidak mampu menang dalam adu kekuatan hendak
menggunakan akal muslihat yang amat keji untuk menjebak
kalian. Aku mendapat pesan dari Ui ho, sementara
menyerahkan diri terima menghamba kepihak musuh untuk
menjadi mata mata dipihak sana, silahkan segera mandur lima
puluhan li, nantikan kedatanganku atau akan kukirim seorang
untuk memberi kabar lebih lanjut.”
Setelah mendengar surat itu dibacakan Li Sek hong
menanggapi. “Mana mungkin bisa terjadi begitu …”
Sebalikanya Sian yu it ouw berkata dengan penuh
keyakinan. “Mungkin adalah benar, kalau tidak, masakah Ui ho
sudi memilih dia sebagai Hwe cu diantara sekian calon calon
lain yang lebih tinggi kepandaian silatnya, dan lagi dilihat dari
sepak terjangnya tadi …”
“Sepak terjangnya tadi masakah menunjukkan bahwa dia
dapat dipercaya, bahwa dia membekal ilmu hebat yang
tunggal itu seharusnya sejak dulu harus sudah membunuh Cia
Ling im, akan tetapi dia malah membunuhi dua orang pihak
kita…” demikian bantah Li Sek hong.
Belum lenyap suaranya, dari atas kepala mereka terdengar
seseorang menjawab. “Kematian Ban li bu in dan It lun bing
Gwat cukup setimpal, bahwasannya mereka adalah mata mata
Cia Ling im yang terpendam dipihak kalian, khusus bertugas
mencari berita dan membocorkan segala rahasia...” seiring
dengan kata katanya ini, dari atas pohon melayang turun
seorang yang berjubah hijau, jenggot panjang menjulai
dipehan dada, kiranya bukan lain Go ay ci hang yang serba
misterius itu.
Melihat siapa adanya, baru legalah hati It ouw makinya.
“Kepala gundul, kenapa kau selalu bertindak main
selundup....”
Go ay ci hang tersenyum segera ia mencampurkan diri
dalam percakapan mereka. “Perhitungan semua ini memang
sudah dalam genggaman Lolap, soalnya kedatangan kalian
terlalu menempuh bahaya Lolap tidak keburu mencegah
terpaksa aku harus kirim kabar kepada Kik Cu seng kusuruh
dia bekerja melihat gelagat serta memberi bantuan dan
petunjuk kepada kalian betul juga tua bangka ternyata bisa
bersandiwara dengan amat baikanya, maka Lolappun tidak
perlu unjukkan diri lagi…”
“Jadi kau sudah menyaksikan apa yang terjadi tadi?” tanya
Li Sek hong.
Go hay ci hang manggut manggut ujar nya. “Lolap selalu
berada dibelakang kalian sampai saja kalian mengundurkan
diri baru lolap mendahului menyembunyikan diri disini.”
Segera It ouw ikut menyeletuk bicara. “Memang Ki Cu seng
masuk Liong hwa hwe atas perkenalan Ui ho, namun setelah
dia menjadi anggota, ternyata bergaul lebih rapat dengan Cia
Ling im, waktu itu aku sudah amat curiga….”
“Tiada sesuatu yang perlu dicurigai, kecerdikan Tokko Bing
seluas lautan, kalau sahabat yang tidak dia pujikan, tidak
mungkin dia mau bersahabat kental padanya tapi usahanya ini
menang merupakan tugas berat dan sulit, hanya orang
macam Kik Cu seng saja yang baru bisa mendapat
kepercayaan langsung dari Cia Ling im....”
“Sudahlah, kenapa ngelantur panjang lebar, bicarakan saja
mengenai bantuan Kik Cu seng secara rahasia…” demikian
tugas Li Sek hong.
Dengan penuh perhatian Go hay ci hang menggeleng
kepala, ujarnya “Kik Cu seng sendiri tiada persoalan yang
perlu dibicarakan Ui ho Sianjin dan Lim Hiang ting Sian Cu
tahu bahwa Cia Ling im, punya ambisi besar hendak pegang
kekuasaan, tahu bahwa pihak sendiri tidak akan kuat
menumpasnya, maka dia mengatur dua rencana untuk
menghadapinya. Pertama yaitu Kik Cu seng bersahabat
sekental mungkin dengan Cia Ling im, lama kelamanan
menjadi tangan kanan yang paling dipercaya. Kedua adalah
menuntun Koan si heng masuk menjadi anggota Liong hwa
hwe, atas prakasanya dia mendapat pelajaran Hu mo kiam
sek dan mendapat Pek hong kiam dapat mengekang Cia Ling
im, betapapun harus memakan latihan selama tiga tahun,
setelah pedang dapat bersatupadu dengan batin dan raga,
baru bisa mengembangkan perbawanya yang tulen. Menurut
maksud semula Ui ho hendak mempertahankan berdirinya
Liong hwa hwe sampai dua tiga tahun lagi, setelah Koan San
Gwat tempat mempelajari ilmu pedangnya, barulah
mengambil keputusan positif, siapa tahu Cia Liam im ternyata
meletuskan pemberontaan dengan segala muslihatnya,
terpaksa harus bekerja cepat mengganti siasat dan
mengundurkan diri dari pertemuan besar Liong supaya aku
bisa memberi penjelasan kepada kalian.”
“Utusan yang dikatakan Kik Cu seng apakah Lo siansu
adanya?” tanya Koan San gwat.
“Bukan !” sahut Go hay ci hang menggeleng. “Cuma rada
tahu sedikit mengenai seluk beluk ini, baiklah kujelaskan
persoalan yang kuketahui, soal tipu muslihat apa yang diatur
Cia Ling im, untuk menjebak kalian terpaksa harus kita tunggu
dari penjelaaan utusannya, karena Lolap tiada kesempatan
bisa berhadapan langsung dengan Kik Cu seng paling paling
hanya bisa kabar kepadanya kepada, sebalikanya, tidak bisa
memperoleh jawabannya...”
Segera Li Sek nong bertanya. “Sebetulnya bagaimana
dengan asal usul Kik Cu seng?”
hwa hwe tahun ini jadi Koan sihenglah yang ditugaskan
untuk bertindak menguasai suasana secara untung untungan
dan menyerempet bahaya....”
“Tak heran dengan mengerahkan seluruh kekuatan masih
belum kuasa membunuh Cia Ling im,” demikian ujar Koan San
Gwat. “Suhu dan Oen lolo kenapa tidak memberi tahu lebih
pagi kepadaku....”
“Dalam bertempur melawan musuh tangguh bukan saja
tergantung pada latihan tinggi rendahnya ilmu silat itu sendiri,
juga harus dilandasi keberanian yang berlimpah, kalau
sebelumnya memberi tahu kepada kau, muugkin bisa
memupuk kepercayaan dan keyakinan hatimu sendiri,
perjuangan menyangkut banyak jiwa manusia, terpaksa harus
bertindak amat hati hati, untunglah kecerdikan otakmu luar
biasa, meski pertempuran itu belum mencapai puncak
tertinggi untuk melenyapkan musuh laknat, namun situasi
tegang pada waktu itu mau tidak mau banyak berubah dan
banyak manfaatnya bagi pihak kita bersama....”
“Selanjutnya bagamana ?” tanya Koan San gwat setelah
menepekur sebentar sebentar.
Go hay ci hang menggeleng, ujarnya. “Urusan selanjutnya
kau adalah kau sendiri yang menimbulkan. Kau mendadak
pergi megghilang di Sin li hon dan Bu san, bukan saja
membeber rahasia asal usul dirimu, kaupun membuat seorang
musuh besar macam Lau Yu hu yang cukup tangguh pula.
Kecerdikan Cia bahwasanya tidak lebih asor dari Ui ho, seperti
juga Kik Cu seng, dipihak kalianpun sudah menanam mata
mata disamping kalian…”
Jadi Ban li bu in dan It lun bing gwat adanya?” tanya It
ouw.
Go hay ci hang manggut manggut, ujarnya “Cara kedua
orang ini menyembunyikan nama dan kedudukan mereka
memang cukup rapi dan pintar, sengaja Cia Ling im membuat
gara gara mengeluarkan mereka dari kelompok Sian pang
menyuruh mereka bersikap benci dan mendendam, lalu masuk
dalam kelompok kita, maka dengan leluasa mereka dapat
mengelabui kalian, untunglah ada Kik Cuseng kalau tidak tiada
seorangpun bisa tahu rahasia ini.”
“Kedua keparat itu memang setimpal di bunuh !” demikian
damprat It ouw.
“Yang pantas mampus sudah mati. Dalam membunuh
mereka sedikitpun Kik Cu seng tak menunjukkan tanda tanda,
mau tidak mau Lolap harus memuji akan kecermatan dan
kelihayannya bertindak, dari sini dapatlah dimaklumi, untuk
merahasiakan sesuatu ada lebih baik dari jumlah jangan
tarlalu banyak asal usul Kik Cu seng hanya Lolap seorang yang
tahu. Sebalikanya karena kedua tua bangka keparat itu
membocorkan perihal Gwat hoa Hujin kepihak markas besar
Thian Mo kau, baru diketahui asal usul mereka oleh Kik Cu
seng.”
“Sungguh menakutkan!” demikian desis Li Sek hong.
“Memang kedua orang ini cukup menakutkan, kalau tidak
segera diberantas, Cia Ling im selalu akan bertindak selangkah
dihadapan kita, baru saja asal usul Koan siheng terbongkar,
Cia Ling im segara menemui Lau Yu hu dan menariknya
kedalam komplotan nya, lebih jauh dengan akal muslihatnya ia
menipu dua pedang mustika kepihanya...”
Sesaat kemudian baru Li Sek hong membuka kesunyian.
“Kik Cu seng membekal kepandaian tunggal yang tiada
taranya, kenapa tidak dia gunakan untuk membunuh Cia Ling
im ?”
Agaknya kalianpun tertipu olehnya, kepandaian tunggalnya
untuk membunuh Ban li bu in dan Se lun hing Gwat memang
berkecukupan, kalau untuk menghadapi Cia Ling im
terpautnya masih amat jauh. Kalau tidak sejak lama dia sudah
bekerja dengan baik masakah perlu diulur ulur sampai
sekarang?”
It ouw kurang percaya katanya “Waktu dia membunuh It
ouw tadi, kami beramai berusaha untuk menggagalkan
usahnya namun toh sia sia menghadapi kelihayannya itu,
masakah tidak mampu melukai Cia Ling im ?”
“Pelor tebang yang keluar dari senjatanya yang aneh itu,
bahwasanya dilandasi dengan tenaga khikang, titik hitam yang
melesat keluar itu merupakan bentuk yang abstrak, mana
mungkin kalian bisa menangkisnya?”
Koan San Gwat juga heran dan tidak mengerti,
timbrungnya. “Tapi kedua orang yang dibunuhnya itu, kedua
hidungnya sama terkena pelor yang melekat dihidungnya.”
“Itu hanyalah bubuk besi, mengmdal ketukan tenaga dalam
dan suaranya untuk menggerakkannya keluar sewaktu
mengenai sasarannya baru berkumpul jadi satu membentuk
sebutir pelor bundar, Ban li bu in mati karena tidak berjaga
jaga, sedang It lun saking ketakutan mereka hanya perhatikan
bayangan kosong, tanpa mengerahkan hawa murni untuk
bertahan, maka mereka mampus demikian gampang!”
Semua orang terbungkus mulutnya, maka berkata pula Go
hay ci hang dengan tertawa. “Mengandal latihan ilmu silat Cia
Ling im sudah mencapai taraf tidak usah mengerahkan hawa
murni, dalam tubuh secara reflek bisa timbul daya perlawanan
yang cakup kuat, maka pelor Kik Cu seng… tidak! Seharusnya
dinamakan pasir terbang dari dalam batoknya lebih tepat,
pasir terbang dari dalam batoknya itu untuk mencelakai
jiwanya boleh dikata tidak mungkin terjadi, tapi, paling tidak
kejadian tadi sudah menggertak dan cukup membuat hatinya
rada jeri....”
Koan Sau Gwat bepikir sebentar, mendadak ia membanting
kaki, serunya. “Kalau kenyataan seperti itu, posisi Kik Cuk
seng menjasi amat bahaya, betapa licik manusia seperti Cia
Ling im itu, mana dia sudi kena ditekan oleh seorang
bawahannya, maka hatinya pasti amat murka dan dendam,
meski lidah Kik Cu seng, bisa melimpahkan madu manis Cia
Ling im tidak akan berlega hati, maka permainan pasir terbang
dari dalam batokanya itu, akhirnya pasti tidak bisa lagi
mengelabui matanya.”
Go hay ci hang manggut manggut ujarnya “Lolap juga
pernah memikirkan hal ini, maka pernah kupesan Kik Cu seng
didalam keadaan yang amat kepepet baru boleh dia
menunjukkan kepandaian tunggalnya itu, saat ini kukira tidak
akan ada perubahan apa apa, bukankah dirinya bakal celaka!”
Berubah air muka seluruh hadirin, Go hay ci hang yang
menjadi gugup. “Benar, Kenapa kita lupa melenyapkan kedua
mayat mereka. Omitohud! Semoga Thian yang maha pengasih
memberi berkah dan perlindangan padanya, Kik Cu seng
sendiri pun dapat memikirkan akan keteledoran ini ….” hati
semua orang menjadi gundah dan gelisah, mereka mulai
kuatir bagi keselamatan Kik Cu seng.
Tak lama kemudian dari luar hutan sana terdengar derap
kaki kuda yang dibedal kencang mendatangi, terdengar bagi
Koan San Gwat, cepat ia menyongsong keluar hutan katanya
penuh dengan semangat. “Mungkin utusan Kik Cu seng sudah
tiba!”
Semua orang mengikuti dibelakangnya, sebelum mereka
tiba diluar hutan didengarnya derap kaki kuda lari kencang
semakin menjauh malah, karuan mereka mereka merasa
heran dan diluar dugaan, segera mereka mempercepat
langkah tampak, Jip hoat yang berjaga diluar hutan sedang
menenteng sebuah buntalan, sedang berdiri menjublek
dilemparnya jauh kira kira satu li didepan sana tampak setitik
hitam sedang membedal kencang lari kudanya.
“Jip hoat!” lekas Gwat hoa Hujin maju bertanya. “Siapakah
yang datang!”
Dengan terlongong Jip hoat menjawab. “Hwi Kak barusan
datang!”
Semua orang melengak pula, tanya Koan San gwat cepat.
“Hwi Kak! Untuk apa dia kemari.”
“Dari kejauhan dia melempar buntalan ini kepadaku, tanpa
bicara terus memutar kudanya tinggal pergi pula, hamba
sendiri sedang kebingungan maksud kedatangannya!”
Seketika berubah air muka Koan San Gwat, baru ia
menyambuti buntalan itu terus dibuka diatas tanah, disebelah
dalam terdapat sebuah buntalan kertas minyak, segera
terdengar Koan San Gwat menjerit. “Kik Cu seng tentu
menemui bahaya!”
-oo0dw0oo-
JILID 24
SEMUA ORANG JUGA MERASA KUATIR dan gugup, karena
sebelah lempitan kertas minyak itu ada melelehkan cairan
darah kental, apa yang terisi didalam buntalan itu dapatlah
dibayangkan sendiri.
Dengan tangannya yang gemetar pelan pelan Koan San
Gwat membuka lempitan kertas minyak itu, seketika ia
terbelalak, itulah batok kepala Kik Cu seng yang berlepotan
darah. Disebelah samping terdapat pula senjata batok besi itu
yang ikut berlepotan darah pula. Didalam batok itu berisi
secarik kain yang bertuliskan dengan tinta darah.
Itulah surat pendek yang ditulis menggunakan darah Kik Cu
seng sebagai tinta sedang kain itu adalah sobekan dari
pakaian Kik Cu seng, pula nada tulisan didalam surat itu, jelas
adalah hasil karya Cia Ling im. “Dua lawan satu, kecerdikanku
memang tidak seunggul Ui ho, namun sejak kini dua pihak
sama putus hubungan, marilah sekarang mengandal
kepintaran dan kecerdikan kita masing masing untuk
mengukur sampai dimana keunggulan aktifiteit kami. Markas
besar Thian mo kau sekokoh benteng mas, kalau kalian ingin
main coba coba secara tidak berarti tiga hari kemudian kami
akan datang kesuatu tempat, tanyakan kepada Koan San Gwat
apakah dia berani datang berhadapan langsung dengan aku? ”
Kata kata bagian depan ini penuh nada menantang
disebelah bawah masih terdapat barisan huruf huruf yang
lebih kecil barbunyi. “Perjalanan kali ini aku hanya datang
bersama Lau hu kaucu, kalau Koan San Gwat berani dan
punya maksud menepati undangan ku ini mungkin ditengah
jalan kalian menghadapi berbagai rintangan dan bahaya!”
Lekas Go hay ci hang numbuntal kepala dan batok itu terus
menggali tanah disitu juga ia pendam kedalam liang kubur
yang sederhana itu. Tak tertahan air mata bercucuran, dengan
mengheningkan cipta mulutnya berkemik memanjatkan doa.
It ouw dan Li Sek hong pun tak tertahan mencucurkan air
mata. Dengan muka kecut berkatalah Koan San Gwat. “Dari
kejadian ini dapatlah disimpulkan bahwa Cia Ling im, sejak
lama sudah mengetahui asal usulnya, kalau tidak meski ia
berhasil membongkar keanehan yang ganjil dari pasir terbang
dari dalam batok itu, belum tentu ia menurunkan tangan keji.”
Gwat hoa Hujinpun amat berkuatir, katanya. “Kedua orang
macam itu betul betul amat menatakan, Anak Gwat! Kau....”
Dengan gagah dan teguh pendirian Koan San gwat angkat
kepala, katanya. “Maksud ibu mengenai perjanjiannya ini,
sudah tentu aku harus menepati undangnnya!”
Tak tahan bertanya Li Sek hong. “Apakah Cia Ling im
menyebutkan alamat pertemuan didalam suratnya? ”
“Mungkin aku bisa meraba, memang sengaja ia hendak
menguji kecerdasanku, maka aku tidak boleh unjuk
kelemahan, paling tidak harus kubuktikan, bahwa kecerdasan
hakikatnya tidak disebelah bawahnya.”
“Dimaakah tempatnya? Perlukah kami berangkat bersama?
” Tanya Li Sek hong pula.
“Tidak usah! Dia hanya menjanjikan aku membawa seorang
teman, kukira lebih baik menuruti pesannya saja, kalau tidak
tindakan apapun bisa dilakukan sesuai dengan ancamannya!
Ibu....”
Semula Gwat hoa Hujin menyangka Koan San Gwat hendak
mengajak dirinya, karena mereka adalah ibu beranak, hendak
menghadapi Lau Yu hu pula, lain orangpun merasa Gwat hoa
Hujin seoranglah yang pantas mengiringi kaberangkatannya,
tak nyana Koan San gwat malah berkata. “Ibu! Kuharap kau
sudi pinjamkan Ui tiap kiam kepadaku!”
“Anak Gwat! Apakah kau mengajak aku? ”
“Tidak!” Kali ini aku hanya mengandal pedangmu saja,
mengenai siapa yang hendak kuajak, sekarang tidak perlu
kuumumkan dan akupun tidak ingin orang lain tahu. Pihak
Thian mo kau tidak akan bertindak apa apa lagi terhadap kita,
boleh kalian istirahat saja besok pagi pagi silahkan kau bawa
seluruh orang pulang ke Khong ham kiong, bangunlah kembali
tempat itu jadikan tempat pangkalan kita, disamping itu untuk
mengenang jasa jasa ayahku pula.”
Setelah beragu sebentar, akhirnya gwat hoa Hujin
menanggalkan pedangnya dan diberikan kepada putranya.
Setelah menyambuti berkata pula Koan San Gwat setelah
menghela napas. “Ibu! ada sebuah hal yang harus kujelaskan
dulu kepada kau, kalau sekali ini aku kebentur dengan Lau Yu
hu sekali bukan karena dendam sakit karena hubungan kami
pribadi dia bergaul dan sekongkol dengan manusia macam Cia
Ling im itu, tidak akan mungkin lagi bisa kembali kedalam
haribaanmu, menjadi puteramu yang tersayang…”
“Koan kongcu,” tanya Li Sek hong menyela.“Kapan kau
akan berangkat? ”
“Nanti tengah malam, aku akan memberi janjiku kepada
teman yang akan kuajak secara diam diam meninggalkan
kalian! Maka aku minta diri lebih dulu kepada kalian, tiba
saatnya tidak perlu membuat gaduh!”
Tak tahan It ouw bertanya “Koan kong cu! Sebenarnya
siapakah yang kau pilih, kami akan patuh keputusanmu, tidak
akan mengalangi keberangkatanmu.”
Koan San Gwat tersenyum, ujarnya. “Dalam hal ini aku
sudah menunjuk satu orang, tapi tidak perlu kukatakan, kukira
orang itu juga maklum, aku percaya di waktu aku berangkat
dia pasti sudah menunggu kedatanganku di tengah jalan!”
Melihat kata katanya penuh arti dan serba rahasia, semua
orang jadi risi bertanya lebih jauh. Cuaca sudah mendekati
magrib, tabir malam segera menjelang, mereka tahu tidak
perlu terlalu gugup, cukup asal nanti malam sedikit menaruh
perhatian teka teki ini pasti dapat mereka bongkar. Maka Tay
Su berempat segera dipanggil untuk kumpul bersama, semua
orang sama berkumpul didalam hutan mengeluarkan bekal
rangsum mengenyangkan perut tak lama kemudian mereka
mencari tempat untuk istirahat.
Tadi siang mereka sama mengalami pertempuran sengit
yang habiskan banyak tenaga maka mereka merasa amat
letih, namun semua orang menaruh perhatian akan
keberangkatan Koan San Gwat nanti, maka tiada seorangpun
yang memejamkan mata.
Hanya Koan San Gwat seorang yang bersikap amat tenang,
duduk membelakangi sebatang pohon dan tidur mendengkur
kelelap dalam impiannya. Semua orang sudah menunggu
nunggu tanpa melihat reaksi apa apa.
Saking lelah tak tertahan lagi akhirnya gwat hoa Hujin
memejamkan mata, di waktu ia tersentak bangun oleh
dinginnya air embum ditengah malam, Koan San gwat dengan
unta saktinya ternyata sudah menghilang.
Dalam hutan tinggal dirinya bersama kelima dayangnya
orang seorang yang lain tidak kelihatan mata hidungnya,
karuan ia melengak heran, tanyanya kepada Jip Hoat yang
berada di sampingnya. “Dimana Koan kongcu? ”
Jip hoat tertawa, tuturnya. “Kongcu berangkat paling akhir,
mereka sama mengharap adalah orang yang dipenujui oleh
Koan kongcu, maka beramai ramai menuju ke tempat menurut
rekaan hati masing masing untuk menunggunya. Entahlah
siapa nanti yang tepat meraba ketempat yang benar benar
dituju!”
“Kau tahu ke mana tujuan Koan kongcu? ” Tanya gwat hoa
Hujin.
Jip hoat tertawa tawa sambil menggigit bibir. Gwat hoa
Hujin mendesakanya lagi.”Tempat apakah itu? ”
“Hujin sendiri dan Li siancu pernah ke tempat itu!” sahut
Jip Hoat tersenyum.
Hampir saja Gwat hoa Hujin berjingkrak bangun,
teriakanya. “Jian coa kok? Mana mungkin terjadi? ”
“Bukan saja mungkin, malah tidak akan salah lagi. Setelah
Hujin pulang dari Jian coa kok bersama Li siancu semua orang
merdengar dengan jelas cerita Hujin dan Li siancu bukan
mustahil pula Ban li bu in dan Lt lun bing Gwat membocorkan
hal ini kepada Cia Ling im, setelah tahu didalam dunia ini
terdapat seorang aneh macam itu masakah tidak segera
memeras otakanya…”
“Memeras otakpun tidak berguna, ilmu silat Coa sin maha
tinggi Cia Ling im dan Lau Yu hu kuasa apa terhadap dirinya?
”
Jip hoat menggeleng, katanya “Mereka kesana bukan untuk
mencari permusuhan dengan Coa sin, mereka tidak akan takut
menghadapi segala penentang!”
“Bicaramu semakin aneh,” kata Gwat hoa Hujin
menggeleng “Coa sin mana mungkin Coa sin bisa diperalat
oleh mereka? ”
Kata Jip hoat, “Cia Ling im adalab seorang gembong iblis
yang amat lihay, kalau toh dia mau bertindak dan punya suatu
tujuan, tentu sebelumnya sudah diperhitungkan masak masak
dan punya pegangan yang amat kuat.”
Gwat hoa Hujin jadi gugup ujarnya “Ya, hal ini tidak boleh
dipandang enteng, agakanya kita harus segera menyusulnya
kesana seorang diri anak Gwat mana bisa menghadapi begitu
banyak persolan, jikalau sampai terjadi sesuatu....”
Tiba tiba dari berbagai arah berkelebat bayangan orang,
mereka adalah Li Sek hong, It ouw dan Go hay ci hang,
Hwesio tua segera berkata dengan tertawa. “Hujin tidak usah
kuatir, Koan kongcu tidak akan bisa dikalahkan oleh iblis itu.”
Gwat hoa Hujin berpaling bingung, katanya.”Kalian sama
pulang, lalu dengan siapa anak Gwat berangkat? ”
“Silahkan Hujin periksa sendiri kurang siapa diantara kita? ”
sahut Li Sek hong.
Gwat hoa Hujin celingukan sebentar, dilihatnya Coa Ki Kang
Pan tidak hadir, serta merta berkerut alisnya.”Nona Kang....”
Li Sek hong manggut sambil tersenyum ujarnya.
“Pikirannya kami beramai seperti juga jalan pikiran Jip hoat,
maka tanpa berjanji sebelumnya beramai ramai menuju jalan
pikiran kesana yang sama, tapi setelah kami melihat nona
Kang juga menempuh jalan yang sama, secara suka rela kami
tahu diri terus mengundurkan diri tanpa memperlihatkan jejak
kami, setelah kami melihat dia mengejar bersama Koan
kongcu menunggang unta sakti baru kami pulang bersama.”
Gwat hoa Hujin mengerut kening dan berkata lesu. “Apa
gunanya dia ikut pergi? Dia hanyalah seorang gadis yang
tidak tahu urusan....”
“Kalau menuju Jian coa kok tiada seorangpun yang paling
cocok kecuali nona Kang, ilmu silatnya cukup tinggi bakal
bantuan, dan lagi terhadap Coa sin ia banyak membawa
pengaruh yang bermanfaat, aku percaya orang yang dipenujui
oleh Koan kongcu pasti dia adanya.”
Gwat hoa Hujin tenggelam dalam renungannya. Sebaliknya
Go hay ci hang berkata. “Perjalanan Koan kongcu kali ini tidak
akan menghadapi kesulitan apa apa, kalian tidak perlu kuatir,
marilah kita bekerja menurut pesan Koan kongcu, bangun
kembali Khong ham kiong Hujin lebih megah, disana kita
nantikan kabar baikanya. Kaki tangan Thian mo kau tersebar
luas, untuk berhadapan dan melawan kekuatan mereka, Lolap
harus segera mengumpulkan kembali para kawan sehaluan
yang tersebar diberbagai tempat. Kitapun perlu menggabung
sesuatu kekuatan besar untuk bertanding dan menentukan
jantan atau betina dengan Thian mo kau…”
Belum jauh Koan San Gwat mencongklang unta saktinya,
tiba tiba dirasakan sesuatu bergerak disebelah belakangnya,
seolah olah selembar daun pohon daun melayang jatuh
dibelakangnya dengan enteng. Panca indranya amat tajam,
sesaat ia berpaling kebelakang kebetulan ia berpapasan
dengan wajah Kang Pan yang ayu jelita sedang tersenyum.
“Nona Kang, ternyata betul kau yang datang!”
“Jadi kau memang sedang menunggu aku? ”
“Ya, waktu kulajukan unra saktiku, kulihat beberapa
bayangan orang sudah berjalan disebelah depan, aku tahu
mereka sedang meraba raba keinginanku dan bergejolak
sanubarinya!”
“Apa yang kau kuatirkan? ” tanya Kang Pan.
“Aku kuatir mereka ikut datang, dan aku pun jadi sulit
menampik.”
“Apa yang dapat kau pikirkan, orang lain pun bisa
memikirkan, tapi setelah mereka sama melihat diriku, beramai
ramai mereka mundur teratur.”
Berlega hati Koan San gwat, namun ia masih kurang
percaya.
Melihat mimik wajah orang, Kang Pan tertawa geli katanya
cekikikan : “Apa sih yang belum dapat kau mengerti. Bicara
soal ilmu silat, mereka lebih asor, yang paling mereka
kuatirkan hanyalah otakku yang tumpul dan berpikir amat
sederhana, tidakkah setimpal menjadi pembantu yang setia,
akhirnya setelah melihat akupun dapat meraba jalan
pikiranmu, terbukti bahwa aku tidak lebih asor dari mereka,
apa pula yang mesti mereka kuatirkan? ”
“Aneh benar, kenapa mereka sama berpikiran bahwa Cia
Ling im mengajak aku bertemu di Jian coa kok? Bicara terus
terang, aku sendiripun semula ragu ragu!”
“Kecuali Coa sin, siapa pula yang dapat melemaskan hati
Cia Ling im, kalau rekaanmu tidak melest, bahwasanya tidak
perlu kau pedulikan mereka, kecuali Coa sin terhadap
siapapun mereka tidak menaruh rasa takur dan gentar!”
“Tepat sekali! Begitu pula jalan pikiranku Kecuali Coa sin
siapapun yang mereka cari dan temukan tidak perlu ditakuti.”
Kata Kang Pan dengan sungguh “Kau pun jangan terlalu
puas diri, jikalau dugaan mu tidak meleset, urusan jadi sulit
diselesaikan, bila Coa sin kena mereka bujuk, siapapun dari
pihak kalian jangan harap bisa lolos dari keganasannya,”
“Ada tiga macam cara untuk menundukkan manusia,
pertama dengan ancaman kedua ditipu lalu di rekan, dan
ketiga meluluhkan hati orang dengan budi pekerti, ketiga cara
ini tidak berguna bagi Coa Sin, ilmu silat Coa sin jauh lebih
tinggi dari mereka, gengsi dan nama tidak akan
menggerakkan hatinya, apalagi dengan budi pekerti seglaa,
jangan dibicarakan lagi….”
“Tapi jangan kau lupa Coa sin bukan manusia normal,
namun dia punya satu cacad seperti manusia umumnya,
diapun punya cita cita dan harapan seperti orang lain,
demikian pula kesenangan dan keinginan hatinya...”
“Hobby apa yang paling disenangi Coa sin? ”
“Kenapa kau tanyakan kepadaku? ”
“Sudah sekian lamanya bergaul dengan Coa sin tentu tahu
tethadap segala tingkah laku dan kesenangannya,”
“Sebenarnya sulit kukatakan, Coa sin tidak punya hobby
apa apa, dia benci laki laki, suka perempuan, namun hanya
terbatas pada suka belaka, karena dia terkekang oleh keadaan
jasmaninya, tidak mungkin bisa bergaul lebih intim dengan
perempuan, maka sampai sekarang belum bisa kumengerti,
mereka dua laki laki pergi menemuinya, dengan kata apa
dapat mengetuk hati Coa sin? ”
Koan San gwatpun tidak habis mengerti maka dia tidak
perlu tergesa gesa menempuh perjalanan, sepanjang jalan ini
hatinya selalu memikirkan persoalan ini dan mencari
pemecahannya, disamping itu juga menganalisa situasi yang
bakal dihadapinya nanti.
Dari Ngo tai san ke Jian coa kok paling lambat dua hari
perjalanan, namun Cia Ling im menjanjikan tiga hari, berarti
satu hari lebih lama, sudah tentu menggunakan waktu
peluang itu untuk membujuk Coa sin, namun dalam satu hari
itu apa saja yang mereka lakukan?
Dalam tulisan suratnya Cia Ling im agakanya punya
pegangan kuat, seolah olah seratus persen dia pasti dapat
berhadapan dengan dirinya didalam Jian coa kok, mengandal
apa?
Melihat orang selalu bermuram durja bujuk Kang Pan
tertawa “Sudahlah jangan murung saja, mungkin tempat
perjanjian yang mereka temukan bukan didalam jian coa kok.”
“Memang kuharap bukan disana, tapi naluriku bicara bahwa
tempat yang dia tentukan pasti disana sebab kalau mereka
manemukan tempat lain, atau mencari orang lain, berarti
orang yang belum pernah kukenal dan kuketahui, tidak bisa
tidak Cia Ling im harus menyebutkan nama tempat itu, kecuali
dia punya tujuan lain, hakikatnya tidak membuat perjanjian
dengan diriku, jadi diapun tidak perlu berbuat atau bertingkah
sedemikian rupa.”
“Ya, anggap saja benar di jian coa kok kan tidak perlu kau
menjadi gugup dan gelisah begitu rupa, bukan mustahil begitu
tiba disana mereka lantas terbunuh oleh Coa sin.”
“Kalau benar terjadi seperti itu, sungguh merupakan
keberuntungan umat manusia!”
“Seandainya mereka capat memikirkan sesuatu cara lain
untuk membujuk Coa sin, oh Ling koh berada disana pula,
budak kecil ita tentu akan dapat merintangi Coa sin kena
ditipu dan dibujuk oleh mereka”
Pikir punya pikir, Koan San gwat berpendapat situasi tidak
sedemikian parah seperti keadaannya semula, kata kata Kang
Pan terakhir ini banyak menghibur sanubarinya yang
bergejolak.
Berkatalah Kang Pan. “Marilah kira lekas jalan mendahului
tiba di Jian coa kok, mengandal tenaga lari unta saktimu, kita
harus tiba di sana lebih dulu dari mereka sehingga mereka
tidak berkesempatan bertemu muka dengan Coa sin…”
“Betul!” teriak Koan San Gwat girang. “Usulmu ini memang
tepat, kita harus menjaga segala kemungkinan sebelum hal itu
sendiri terjadi, maka tidak perlu kita kuatir akan segala
sesuatu yang bakal terjadi, begitulah segera ia bedal unta
saktinya supaya lari kencang, ingin rasanya hari itu juga ia tiba
di tempat tujuan.
Lewat lohor mereka tiba disuatu kota kecil kebetulan
memang perut sudah kelaparan, segera mereka mencari
sebuah rumah makan. Perdagangan mereka agakanya cukup
makmur, meski hari sudah lewat lohor, namun tamu didalam
rumah makan ini masih cukup banyak dan ramai, setelah
hidangan tersedia didepan meja, mereka mulai gegares
dengan lahapnya, terutama Kang Pan makan dengan
bernapsu sekali maklumlah sebesar itu jarang ia menikmati
hidangan lezat yang berharga cukup mahal.
Tengah mereka makan minum tiba tiba berjalan masuk
seorang laki laki pertengahan umur mengenakan jubah
panjang dandanan seorang tabib keliling, langsung
menghampir ke meja makan mereka serta berkata sambil
menjura hormat. “Apakah kalian yang memiliki unta diluar itu?
”
“Saudara ini ada petunjuk apa? ” Pertanyaan San Gwat hati
hati.
“Aku membekal ilmu membawa berkelana didunia
Kangouw, khusus mengobati binatang sakit? ”
“Binatang tunggangan kami itu amat sehat dan segar
bugar…”
“Unta itu memang cukup gagah dan hebat, jarang terdapat
seekor tunggangan sehebat itu. kuharap kalian jangan terlalu
kikir untuk mengeluarkan beberapa tail uang untuk ongkos
pengobatannya, kalau tidak menyesal pun sudah kasep,
ketahuilah bintang kalian sudah terserang semacam penyakit
jahat...”
Kontan Koan San Gwat menyanggah dan tidak percaya.
“Tidak mungkin bisa terjadi hal demikian bahwasanya
memang sulit di percaya, karena unta tunggangannya itu
cukup cerdik dan bisa dengar perkataan manusia, tidak
mungkin begitu gampang terserang penyakit, seumpama
benar sakit diapun bisa mencari daun daun obat obatan untuk
mengobati diri serdiri.
Namun laki laki itu berkata pula dengan tertawa. “Kalau
tuan tidak percaya silahkan keluar untuk memeriksanya,
penyakit tunggangan tuan sudah cukup parah, paling lama
dua tiga hari lagi bakal kumat dan celakalah jiwanya!”
“Mana mungkin terjadi,” seru Koan San Gwat gugup.
“Selamanya dia tidak pernah kena sakit.”
“Betapapun kuat dan sehat tunggangan mu ini, dia toh
binatang yang tidak dapat bicara, apalagi biasanya unta hidup
dipadang pasir, mana bisa tahan lama hidup didalam iklim
yang berbeda, bibit penyakitnya sudah lama bersemi dalam
badannya, cuma belum kumat dan soal waktu saja....”
Karena ucapan orang masuk diakal, Koan San Gwat jadi
sangsi, katanya. “Siansing, apakah penyakitnya masih keburu
diobati? ”
“Memang jiwanya belum ditakdirkan mampus, hari ini
kebetulan kebentur ditanganku, tapi kalau mau ditolong harus
cepat turun tangan, kalau terlambat celakalah jiwa nya....”
demikian kata laki laki itu sembari tertawa tersipu sipu Koan
San Gwat bersoja serta katanya. “Harap Siancing suka
mencapaikan diri memberi pertolongan padanya, berapa
honor yang harus saya bayar silahkan katakan saja kami akan
bayar menurut tarifmu....”
Laki laki itu bergelak, ujarnya. “Saudara sudah berjanji,
akupun tidak perlu banyak bicara lagi, marilah segera dimulai,
cuma ditempat ini kurang mencocoki....”
“Menurut Siancing dimana lebih sesuai? ”
“Di luar kota sana ada sebuah aliran sungai, dipinggir
sungai terdapat sebidang hutan rindang cukup luas dan
nyaman, marilah kita bawa kesana saja.”
Koan San Gwat manggut manggut, lekas ia tuntun unta
sakti mengikuti dibelakang orang, Kang Pan mengintil
dibelakangnya. Kira kira setengah li diluar kota, sudah jauh
meninggalkan keramaian kota, tibalah meraka ditempat yang
diunjuk, memang dimana terdapat sebuah alilan sungai kecil
yang bening airnya, disebelah sampingnya terdapat sebidang
hutan palawija.
Segera laki laki itu menyuruh Koan San gwat menurunkan
barang perbekalan dari punggung unta lalu disuruh unta itu
berbaring miring sementara ia membuka peti obat yang
dibawanya. Dari dalam peti obatnya, dia mengeluarkan
sebotol obat cair, setelah diseduh dengan air kali terus
diminumkan pada si Unta lalu ia mengeluakan sebuah gayung,
sisa dari obat cair itu dituang didalam gayung lalu diisi air
penuh setelah diaduk rata, ia memetik daun pohon, dengan
daun pohon ini ia menyiram basah seluruh badan unta sakti.
Dengan mendelong Koan San gwat meneliti setiap gerak
gerikanya, setelah orang bekerja hampir selesai, ia maju
mendekat membuka kelepak unta sakti, dilihatnya matanya
yang buram tadi kini sudah mulai bersinar pula, demikian pula
napasnya rada wajar dan semangat kelihatan pulih pelan
pelan.
Namun laki laki itu menarik napas panjang dan ujarnya.
“Cukup sudah! Dia harus istirahat supaya tenaganya pulih
kembali.”
“Berapa lama dia harus istirahat? ” tanya Koan San gwat.
“Menutur keadaan biasa istirahat kurang lebih dua tiga hari,
namun kulihat kalian seperti hendak melakukan perjalanan
jauh cukup sehari saja kukira tenaganya sudah segar bugar.”
“Harap Siansing, apakah penyakitnya kelak bisa kumat lagi?
”
“Sebelum berkecimpung dalam pengobatan puluhan tahun,
sekali turun tangan penyakit pasti lenyap selama lamanya!”
demikian dengus laki laki itu rada kurang senang.
“Banyak terima kasih akan bantuan Siansing, entah berapa
banyak aku harus bayar!”
“Kalau binatang biasa, paling paling hanya kutatik tiga atau
lima tail, namun unta tua ini merupakan binatang sakti yang
tiada keduanya, aku jadi sulit menetapkan berapa tarif nya,
terserah berapa saja tuan hendak bayar!”
Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya. “Seribu tail
emas, Siansing tidak merasa terlalu sedikit bukan.”
“Kenapa begitu banyak? ” seru Kang Pan melengak.
Laki laki itupun diluar dugaan, katanya “Aku tidak berani
mengharap bayaran yang begitu tinggi, tapi tuan sendiri yang
hendak bayar begitu banyak terpaksa kuterima dengan
senang hati, siapa nyana hari ini aku bakal ketiban rejeki....”
Segera Koan San Gwat mengambil Tok kak kim sin senjata
tunggalnya, langsung ia angsurkan kehadapan orang, tiba tiba
air mukanya berubah ketus dan kereng, jengekanya dingin.
“Membawa yang receh menyulitkan sekali, seluruh uang
masku kujadikan seluruh patung mas ini silakan Siagsing
memotongnya sendiri sesuka hatimu.”
“Lho, ini....” laki laki itu tertegun. “Aku tidak membawa alat
potong, tidak membawa timbangan pula, mana bisa
memotongnya secara tepat, harap tuan bayar dengan yang
lain nya saja, kurang sedikitpun tidak menjadi soal.”
“Tidak bisa! Lebih baik bayarlah banyak dari pada kurang,
patung masku ini seluruh nya berat seribu dua puluh kati, jadi
bernilai enam belas ribu tiga ratus dua puluh tail bukan kira
kira potong sebagian, terlalu banyak juga tidak menjadi soal.”
“Agakanya tuan memang sengaja tidak mau bayar, kenapa
main pura pura mempersulit orang saja? ah, sebel anggap
saja aku yang sial.” habis berkata terus putar badan hendak
tinggal pergi. Koan San Gwat nalah tertawa dingin, paung mas
diangkat terus mengepruk kebatok kepala orang, lekas laki laki
itu berkelit kesamping. Tapi peti obatnya yang menjadi korban
pecah berantakan, obat obatan didalamnya tercecer ditanah
berumput, sudah tentu pucat air mukanya, tetiaknya gusar.
“Aku sudah bersusah payah, sepeserpun tidak kau bayar, apa
pula kehendakmu? ”
“Tinggalkan jiwamu sebagai penebus perbuatan mencelakai
tungganganku,”
Mendengar kata katanya ini, seketika berubah air muka laki
laki itu, putar tubuh terus lari sipat kuping. Gerak Kang Pan
jauh lebih cepat, sekali melesat tahu tahu ia sudah
menghadang didepan orang, agakanya laki laki itu sudah
kalap, tanpa ayal lagi segera ia angkat telapak tangan terus
menggempur kedepan dada, tanpa mengerahkan pandangan
matanya kepada lawan dipepannya, sebat sekali tangan Kang
Pan menyelonong maju menggenjot tenggorokkan laki laki itu
serangan ini enteng dan cepat luar biasa.
Koan San Gwat tahu ilmu silat Kang Pan luar biasa, cepat ia
berteriak. “Nona Kang ampuni jiwanya!”
Sebetulnya jati Kang Pan sudah menyentuh tenggorokkan
orang, serta mendengar teriakkannya gesit sekali telapak
tangannya melayang miring dan “plak”, dari menceng keram
ia ganti sebuah tamparan keras kepipi laki laki itu.
Tenaga dalam ini tidak terlalu keras, orang itupun hanya
gentayangan mundur empat lima tindak, maka pukulan
telapak tangannya yang mengarah dada Kang Pan dengan
sendiri mengenai tempat kosong.
Lawan balas menyerang setelah dirinya memukul lebih
dulu, ditengah jalan cengkeraman diganti sebuah tamparan
lagi namun toh masih jauh lebih cepat dari serangan sendiri,
ilmu silat macam ini sungguh amat mengejutkan hatinya. Yang
dia kuatirkan semula hanyalah Koan San Gwat seorang
sungguh diluar dugaannya bahwa gadis ayu ini justru lebih
sulit dilayani, bahwa kejut dan ketakutan muka menjadi pucat
pasi penuh ditaburi bintik bintik keringat, kakipun gemetar.
Koan San Gwat maju mendekat sambil menenteng
senjatanya, katanya. “Kawan! Aku tahu kau pasti kaki tangan
Thian mo kau yang diutus oleh Cia Ling im, siapakah
namamu? ”
Terlongong setengah harian, baru laki laki itu kuasa
menjawab dengan suara lirih “Ma Pek poh!”
Mendengar nama orang tak tahan Koan San Gwat tertawa
geli, olokanya. “Tampang tuan memang sesuai dengan
namamu, kerjamu suka mencelakai binatang tunggangan
orang, tak heran unta saktiku kebentur ditanganmu menjadi
lesu dan patah semangat.”
“Koan San Gwat!” seru Ma Pek poh gusar, “Jangan kau
mentang mentang, aku cukup sungkan terhadap binatangmu,
kalau tidak segera kuberikan pertolongan, tanggung jiwamu
tidak akan bertahan sampai besok pagi.”
Koan San Gwat mangut manggut, katanya. “Memang
benar! untaku sudah mencapai kecerdikan luar bias dan sakti,
namun masih jaga kau bokong berarti kau cukup mampu juga,
tapi diwaktu kau menaruh racun dan memunahkan racun,
gerak gerikmu menunjuk banyak lubang kelemahan, sebenar
nya apa tujuanmu? ”
Ma Pek poh tertawa dingin, jengekanya. “Kaucu memberi
batas tiga hari kepada kau sepagi ini kau hendak meluruk
kesana, sudah tentu aku dan berusaha merintangi
perjalananmu ini....”
Tergerak hati Koan San Gwat, katanya mendadak.
“Kebetulan malah kalau begitu, aku jadi berkesempatan
mengadu kecerdikan dengan Cia Ling im. Nona Kang ringkus
keparat ini, berikan sedikit penderitaan, supaya para kamrat
kamratnya disebelah depan melihat dan tahu, coba beranikah
mereka berlawanan dengan kita!”
Kang Tan manggut manggut, dengan langkah gemulai ia
minta ampun, karuan berubah pula air muka Ma pek poh,
sebelum orang bergerak, ia mendahului menyerang dengan
tutukan jarinya menyodok kebawah ketiak orang.
Kang Pan berdiri diam sambil tertawa manis, sebalikanya
Ma Pek poh menyerang dengan kalap dan hendak mengadu
jiwa, tenaga tutukan diujung jarinya segera dilipat gandakan
namun baru saja jarinya menyentuh baju Kang Pan, kontan ia
berjingkrak mundur dengan hati mencelos.
Ternyata dibawah ketiak Kang Pan mengempit sebuah
kantong yang menyimpan ular putihnya yang dinamakan Giok
tai itu, ular dalam kantong begitu melihat jari tangan orang
diangsurkan kemulutnya segera menongolkan kepalanya terus
menggigit dengan telak sekali.
Ular itupun seekor binatang aneh yang amat cerdik juga,
mendengar perkataan Koan San Gwat agakanya iapun cukup
paham, maka dikala dia menggigit jari orang, kadar racun
yang ditumpahkan dari giginya cukup hanya membuat orang
jatuh pingsan dan tidak terlalu parah.
Dalam pada itu Ma Pek poh sudah berguling guling ditanah,
kecuali kepala dan makanya, seluruh tubuhnya mulai melepuh
membesar seperti bola, rasanya panas gatal dan sakit
menusuk tulang.
“Membawa contoh hidup seperti keadaanmu ini, kukira
cukup membuat kamrat kamratnya kuncup nyalinya untuk
bertindak secara gegabah.... Kawan tua! Marilah berangkat
jangan menghabiskan waktu melulu, agakanya kau harus
dibebani seorang lagi…”
Unta sakti yang sejak tadi berbaring tiba tiba berjingkrak
bangun, sikapnya gagah penuh semangat dan segar bugar,
sedikitpun tidak kelihatan sakit, sebalikanya keadaan Ma Pek
poh sangat menderita, mulutnya mendesis tak mampu
bersuara. Tanpa banyak bicara Koan San Gwat menjinjing
tengkuknya terus mengikatnya disebelah pantat
tunggangannya sebelum berangkat ia beresi dulu barang
barang yang ketinggalan ditanah, terus mengundang Kang
Pan serta melanjutkan perjalanan.
Sudah tentu sepanjang perjalanan ini mereka menimbulkan
perhatian orang orang dijalan ini mereka menimbulkan
perhatian orang dijalan, maklum yang laki laki gagah kereng
yang perempuan cantik rupawan me nunggang seekor unta
besar yang gagah berani dan yang lebih kontras adalah
keadaan Ma Pek poh yang amat sengsara dengan terikat
kencang tidak mampu bergerak lagi.
Entah karena jeri melihat wibawa Koan San Gwat yang
besar atau melihat keadaan Ma Pek poh yang menderita,
sepanjang jalan ini mereka tidak mendapat gangguan dan
rintangan, meski dibebani tiga orang, sedikitpun unta sakti
tidak merasa payah dan tenaga kaki nya sudah bisa berlari
kencang seperti mengejar angin. Hari kedua meeka sudah tiba
di lereng sebuah gunung, tempat mana agak nya tidak jauh
dari pondok desa yang mereka inapi beberapa waktu yang
lalu.
Itu berarti bahwa jarak Jian coa kok tidak jauh lagi. Saking
senang Kang Pan menepuk nepuk leher unta sakti, katanya.
“Koan toako! Hampir tiba ketempat tujuan, kukira keparat ini
tiada gunanya lagi, lebih baak di tinggalkan saja disini, supaya
Lo pek (unta sakti) rada enteng bebannya.”
Pergaulan dua hari yang cukup pendek membuat hubungan
Kang Pan dengan Koan San Gwat semakin dekat dan intim,
bukan saja dia membahasakan Koan San Gwat sebagai Koan
toako, terhadap unta sakti iapun memanggil lebih mesra
dengan sebutan Lo pek.
Terpaksa Koan San Gwat melompat turun dan melepas
ikatan Ma Pek poh terus melemparkannya dipinggir jalan,
karuan ia menjerit kesakitan.
Agakanya Kang Pan tidak tega, lekas ia ikut melompat
turun, dari dalam bajunya ia keluarkan sebuah botol kecil
dimana ia menuang sebutir pil merah terus dijejalkan ke mulut
Ma Pek poh Katanya. “Menurut perbuatanmu, memang
setimpal dihukum mati cuma aku tidak tega melihat kau
mampus dipinggir jalan, makanlah obatku dan istirahatlah
sebentar, sejam lagi kau akan bebas bergerak selanjutnya
kuharap kau bisa berkelakuan jujur dan baik, jangan mencari
gara gara kepada kami,”
Kasiat pil obat ini ternyata amat mujarab, badan Ma Pek
poh yang melepuh besar segera mengempes semangatnya
jauh lebih baik, tapi dia masih bermuka getir dan merengek.
“Koan tayhiap Kang siocia terima kasih akan pengampunan
kami berdua, tapi lebih baik kalian bunuh aku saja, kau kalian
melepas aku pulang saja, Kaucu tidak akan mengampuni
diriku.....”
Berdiri alis Koan San Gwat katanya. “Satu jam lagi kau bisa
bebas seperti sedia kala, masakah tidak mampu melindungi
keselamatan sendiri? Cia Ling im sendiri tidak akan punya
waktu untuk mengurus dirimu...”
“Mesks Kaucu dalam waktu dekat tidak akan menemukan
aku, kelak sama saja aku tidak akan bisa lepas dari
genggamannya, kalau aku sampai terjatuh ketangan Kaucu
siksaan yang kuterima sungguh tidak berani kubayangkan…”
Kang Pan menjadi heran, katanya. “Cia Ling im
menugaskan kau membokong kami, kau sudah bekerja cukup
baik, cuma kemampuanmu saja yang tidak becus, masakah
karena hal itu Cia Ling im akan menjatuhkan hukuman kepada
kau?”
“Kang siocia kau tidak tahu aturan aturan disiplin didalam
Thian mo kau, setelah kami menerima suatu tugas, jikalau
bisa sukses pahalanya sudah tentu juga besar, sebalikanya
kalau gagal, hukumannya pasti amat berat, aku mendapat
perintah untuk merintangi perjalananan kalian, akhirnya tidak
terlaksana sesuai perintahnya, tidak bekerja menurut aturan
tertentu pula...”
“Aturan tertentu apa?” tanya Koan San Gwat.
“Terhadap anggota bawahannyayang menerima tugas
Kaucu ada memberikan sebutir pil beracun, bilamana kita
gagal menunaikan tugas yang diperintahkan, untuk bunuh diri
menggunakan pil racun itu, hanya diperbolehkan bunuh diri
daripada ditawan....”
Koan San Gwat tertawa dingin, jengeknya. “Disaat kau tahu
kau tidak berhasil, kenapa tidak segera bunuh diri saja? ”
Ma Pek poh menunduk kepala, ujarnya. “Begitu tergigit ular
seluruh badanku lantas melepuh dan kesakitan luar biasa,
hakekatnya tidak bisa gerak secara bebas, Tayhiap mengingat
diriku diatas unta lagi, sehingga pil obat ku itu terguncang
jatuh didalam perjalanan.”
“Cara mencari kematian ada banyak macam, masakah
harus menggunakan obat racun saja, jikalaa kau memang
bertekad gugur demi tugas, dengan cara apapun dapat kau
lakukan, kenapa harus….”
“Ucapan Tayhiap memang benar, namun hidup manusia di
dalam dunia fana ini ada kalanya sesuatu persoalan tidak bisa
diterapkan dengan keadaan tertentu atau dengan nalar saja
diwaktu aku kena ditahan, memang aku tidak takut mati,
soalnya aku tidak mampu bergerak, kini aku sudah bebas,
justru aku tidak ingin mau lagi. Celakanya untuk hidup
teruspun susah….”
“Lalu apa kehendakmu? ” tanya Koan San Gwat mengerut
kening.
“Untuk bunuh diri aku sudah tidak punya keberanian, hati
sudah jeri pula menghadapi hukuman berat tiada punya
kemampuan melawan Kaucu lagi, maka harap Tayhiap suka
berbelas kisihan silahkan bunuh aku saja.”
“Tidak mungkin! Aku sudah membebaskan kau berati tidak
ingin membunuh kau !”
Tergerak hati Ma Pek poh, katanya tersipu sipu “Kalau
begiru harap Tayhiap suka bawa aku serta, hanya
menghamba pada Tayhiap baru jiwaku tidak terjatuh ketangan
orang orang Thian mo kau kalau tidak, begitu kalian tinggal
pergi, segera detang beberapa orang uuruk membereskan
diriku...”
“Bohong!” sentak Koan San Gwat. ”Kenapa aku tidak
melihat jejak mereka? ”
“Disepanjang jalan ini, entah berapa banyak kaki tangan
Thian mo kau yang tersebar luas mengawasi segala gerak
gerik kita, karena Tayhiap meringkus diriku baru mereka tidak
berani bertindak terhadap Tayhiap....”
“Jadi dengan meringkus kau sepanjang jalan ini berarti
tindakanku tepat, terhindar berbagai rintangan dan halangan,
meski sebenarnya aku tidak takut terhadap segala gangguan
itu!”
“Terhadap gangguan itu sendiri sudah tentu Tayhiap tidak
takut, tapi paling tidak bisa menghambat perjalanan Tayhiap
satu hari lebih lama. Perjalanan secepat ini hanya memakan
satu setengah hari, itu berati aku sudah membantu
mempercepat setengah hari diantaranya.”
“Jadi maksudmu kami harus mengucap terima kasih
kepadamu malah !” olok Koan San Gwat tertawa.
“Meski aku tidak takluk kepada Tayhiap orang orang Thian
mo kau tak akan mau percaya keadaan memaksa aku harus
menyerah dan terima diperbudak saja kepada Tayhiap!”
“Aku tidak perduli kau menyerah atau takluk, melihat
keadaanmu, memang patut aku melindungi keselamatanmu,
cuma kini aku tiada tempo.....”
“Kalau begitu harap Tayhiap suka bawa aku serta, meski
harus digantung di pantat unta juga bolehlah, hal itu akan
lebih baik daripada aku kau tinggalkan disini….”
“Tidak ! Tujuan yang akan kucapai cukup sulit, membawa
kau menambah beban belaka dan lagi disana aku harus
berhadapan langsung dengan Cia Ling im, disana belum tentu
kau bisa selamat ...”
Gelisah dan gugup membuat Ma Pek poh mencak mencak
dan hampir saja ia melelehkan air mata rengeknya. “Kalau
begitu Tayhiap kusilahkan menyempurnakan hidupku saja,
lebih baik daripada jatuh ketangan orang orang Thian mo
kau,”
Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu berpaling pada Kang
Pan, katanya. “Nona Kang! Apakah didalam satu jam ini dia
bisa pulih seluruhnya ?”
“Tidak akan salah! Kalau Siau giok kena menggigit urat
nadinya, jiwanya pasti sudah mampus, akupun tidak akan bisa
menolongnya. Soalnya Siau giok mendengar pesan mu,
hendak menawannya sebagai sandera, maka kadar racunnya
hanya meresap kedasar kulitnya saja, setelah menelan obat
pemunahku, satu jam lagi dia akan pulih seluruhnya seperti
sedia kala.”
“Baiklah orang she Ma!” ujar Koan San gwat. “Aku percaya
akan keteranganmu, aku akui secara tidak sengaja kau telah
membantu sedikit mengatasi kesulitanku, maka kutunggu kau
satu jam disini, setelah kau sehat kembali baru kutinggal
pergi, kelak kau beruntung atau celaka terserah pada nasibmu
sendiri....!”
“Jelas aku tidak akan selamat di bawah ancaman kekuatan
Thian mo kau, kecuali ikut kau Koan Tayhiap, tiada tempat
berteduh yang aman bagiku. Bahwa aku bsa menjadi
begundal mereka tidak lebih hanyalah karena aku mengenal
sendikit ilmu pengobatan terhadap hewan, maka aku
diperbudak oleh Ki Houw untuk mencarikan unta serta melatih
unta terbang hitamnya itu....”
Tergerak hati Koan San Gwat, tanyanya. “Jadi unta terbang
itu hasil dari pilihan dan didikanmu?”
“Ya, untuk menandingi dan menghadapi unta sakti
kepunyaan Tayhiap ini, sejak lama aku sudah diperintahkan
mencari seekor unta yang setanding untuk menghadapi unta
sakti mu ini. Meski aku menemukan seekor itu, betapapun
belum setanding menghadapi tunggangan Tayhiap yang sakti
ini, karena kekalahan itu, Ki Houw sendiri sudah merasa sakit
hati terhadapku, kini terjadi pula suatu peristiwa ini….”
Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya. “Kalau kau
punya pengetahuan macam itu, ingin aku menguji kau,
dapatkah kau mengatakan asal usul dari unta saktiku ini?
Berapa umurnya tahun ini? Punya kemampuan khusus apa
saja...”
Agakanya Pek poh sudah lupa akan rasa sakit badannya,
bangkitlah semangatnya katanya. “Unta sakti Tayhiap ini
kelahiran dari Se ek, merupakan keturunan campuran dari
naga dan unta liar, sejak jaman kuno turun temurun hanya
ketinggalan seekor milik Tayhiap ini, dasar cerdik dan sakti
langkah nya enteng secepat angin lalu, satu hari dapat
menempuh seribu li pulang pergi, jalan digunung seperti jalan
datar menerjang gelombang laksana berlaju dilautan tenang,
apalagi dibawah asuhan dan bimbingan Tokko Bing gurumu,
bukan saja pandai dan menjadi cerdik mengenal huruf dan
bisa membaca, tidak sedikit pula ajaran silat yang berhasil
dipahami, cuma sayang dia merupakan unta jantan, tidak bisa
lagi melahirkan anak menyambung keturunan, sayang sekali
kalau selanjutnya harus putus keturunan.
Sejenak Koan San Gwat terlongong, katanya. “Apa yang
kau uraikan memang benar apakah benar dia tidak akan bisa
melanjutkan keturunan? ”
“Unta biasa tidak setimpal menjadi jodohnya, hanya unta
hitam milik Ki Houw itu sedapat mungkin bisa dipakai, tapi
telah binasa oleh kekejaman Ki Hou!”
“Apakah kau tak bisa mencari yang lain? ”
“Unta hitam itu sebenarnya merupakan binatang pilihan
yang cukup pandai juga, cuma belum bisa menandingi
kesaktiannya, kemungkinan aku masih bisa menemukan
seekor yang lain yang cukup lumayan, cuma waktu sudah
tidak memberikan kesempatan padaku.”
“Asal kau dapat menemukan seekor jodoh, aku bersumpah
akan melindungi keselamatanmu, sekali kali tidak akan
kubiarkan orang orang Thian mo kau melukai seujung
rambutmu…”
Berjingkrak girang Ma Pek poh mendengar janji Koan San
Gwat, serunya. “Tayhiap sudah mengucapkan janjimu, aku
pasti akan bekerja sekuat tenaga, bicara terus terang aku pun
merasa sayang bila unta sakti ini sampai putus turunan.....”
Koan San Gwat menuntun unta sakti kemari, dia turunkan
semua perbekelannya serta Tok kak kim sin, senjatanya lalu
diletakkan disamping Ma Pek poh dengan laku yang amat
prihatin. Dari dalam bajunya dia mengeluarkan sebentuk Bing
tho ling, tanda kebesaran dari Bing tho ling cu serta sejilid
buku tipis yang ia letakkan pula bersama senjatanya, katanya
dengan serius. “Ma siansing, sebelum ini memang aku berlaku
kurang hormat kepada kau, kuharap kau tidak menjadi
berkecil hati dan suka memaafkan kesalahanku itu, sekarang
segala sesuatunya kuserahkan semua kepadamu....”
Dalam pada itu keadaan Ma Pek poh sudah berangsur
angsur baik, bergegas ia melom pat bangun dari tanah serta
serunya. “Koan tayhiap! Apa apaan maksudmu ini? ”
Dengan kereng dan penuh wibawa Koan San Gwat
menjelaskan. “Karena unta sakti ini bakal putus turunan maka
guruku pernah beritahu kepadaku bahwa aku bakal menjadi
generasi terakhir dari kejayaan Bing tho ling cu, tapi aku
percaya, secara diam diam kubersiap siap, buku ini merupakan
catatan hasil ciptaan Suhu didalam mendalami ilmu silat
tingkat tinggi, Tok kak kim sin adalah senjata tunggal dari
kebesaran Bing tho ling cu, sekarang semua kuserahkan
kepada kau untuk menyimpan dan menjaga baik baik....”
Lekas Ma Pek poh menggoyangkan tangan. Tapi Koan San
Gwat tidak memberi kesempatan orang buka suara, katanya
lebih lanjut. “Cia Ling im menjanjikan aku bertamu di Jian coa
kok, mati hidupku sulit diramalkan, seumpama tidak
beruntung aku menemui ajalku disana, kuharap Siansing
menunggang unta sakti meninggalkan tempat ini. Sepihak kan
harus berdaya untuk melanjutkan keturunan unta sakti ini,
dilain pihak harap carilah seorang tunas muda yang benar
benar punya bakat dan berhati luhur serta bajik untuk
mewarisi jabatan Bing tho ling cu, pelajaran silat dalam buku
itu, boleh silahkan Siansing juga membaca serta
mempelajarinya tapi dasar pelajaran silatmu sudah cukup
kokoh, tidak akan banyak membawa manfaat bagi kau, bagi
calon penerus dari Bing tho ling Cu harus mengutamakan
seorang yang berbakat tinggi dengan tanpa pernah
mempelajari dasar ilmu silat cabang lain…”
Ma Pek poh amat haru dan terketuk, sanubarinya, ujarnya.
“Begitu besar kapercayaan Tayhiap terhadap diriku? ”
Koan Sangwat tetawa lantang, katanya “Terhadap unta
sakti Siansing cukup kenal segalanya, sudah tentu kaupun
amat sayang memandangnya sebagai milikmu pribadi, aku
percaya Siansing tidak akan bikin aku kecewa, segalanya
kuserahkan kepada kau untuk mengurusnya....”
Ma Pek poh berpikir sebentar lalu berkata. “Aku akan
bekerja sekuat tenaga sesuai dengan pesan Tayhiap, yang aku
kuatirkan sulit terhindar dan kejaran orang orang Thian mo
kau, aku tahu jago jago dalam kumpulan mereka cukup
banyak.”
“Siansing tidak usah kuatir, asal aku tetap berada disini, Cia
Ling im tentu tumplek perhatiannya pada diriku, orang lain
tidak perlu dibuat takut, kalau Siansing tidak suka bentrok
langsung, mengandal kekuatan lari unta sakti tentu dapat
meninggalkan mereka jauh di belakang, tapi jangan sekali kali
Siansing meningalkan punggung unta sakti, aku berani
pastikan Siansing pasti akan selamat dan terlindung,”
Ma Pek poh tidak banyak bicara lagi, kedua mata
dipejamkan, seolah oleh sedang merenungkan sesuatu,
seperti pula sedang mengerahkan hawa murni untuk
selekasnya memulihkan tenaganya.
Sebalikanya si unta agaknya juga tahu bahwa segera
mereka akan berpisah, mungkin untuk selamanya, lekas ia
menemui Koan San Gwat, mulutnya berbunyi aneh, maeanya
memancarkan rasa iba dan berat berpisah, tak tertahan lagi
air matanya meleleh keluar. Tenggorokan Koan San gwatpun
terasa tersumbat air mata sudah berlinang di kelopak matanya
sambil mengelus ngelus bulunya yang halus berkatalah ia
“Sahabat tua! Kau sudah mendengar kata kataku, dapatkah
kau memahami perasanku?”
Unta sakti manggut manggut, air mata meleleh semakin
deras, “Sahabat tua, jangan kau bersedih, aku hanya
mempersiapkan diri untuk menjaga segala kemungkinan,
mungkin selekasnya kita sudah bertemu lagi, apakah kau rela
dalam pertempuran kali ini aku mampus di medan laga? Aku
adalah Bing tho ling cu dan kau adalah penyanggah dan
tulang punggung dari Bing tho ling, sekali kali , pantang
mengucurkan air mata !”
Lekas unta sakti menggeleng kepala mengeringkan air
mata.
“Nah kan begitu, pergilah kesarang tinggalmu istirahat baik
baik disana mungkin dalam waktu singkat Ma siansing sudah
berhasil mencarikan teman hidupmu, setelah kalian
melahirkan unta kecil, aku akan minum arak bagianmu !”
Unta sakti menggeleng tanda tidak setuju dengan ucapan
Koan San Gwat. Koan San Gwat mejadi heran, tanyanya.
“Kenapa? Kau tidak ingin punya keturunan? ”
Unta sakti menggeleng lagi lalu dengan kaki depannya
diatas tanah mencoret coret dua huruf, lapat lapat huruf itu
seperti berbunyi ‘Menunggu kau’
Koan San Gwat bergelak tertawa, serunya.”Untuk apa kau
menunggu aku? Kan tidak bisa aku bantu kau melahirkan unta
kecil!”
Unta sakti menunduk dan melengking keras tanda hatinya
marah, lekas Koan San Gwat membujukanya. “Sahabat tua,
jangan marah, aku hanya guyon guyon saja. Sebalik nya kau
jangan main main, bila kau punya keturunan Bing tho ling cu
baru bisa hidup disanubari masyarakat dengan abadi........”
Unta sakti menggeleng kepala pula, dengan kaki depannya
ia menulis beberapa huruf yang berbunyi. ‘Melahirkan anak....’
“Menunggu kau melahirkan anak.....” Koan San Gwat
membaca lebih lanjut, “Apakah maksudnya?” sekilas berpikir
akhirnya ia tahu kemana juntrungan kata kata ini, ujarnya
sambil tertawa lebar. “Bagus sekali! Kau melahirkan unta kecil,
aku melahirkan seorang putra, biarlah mereka yang mewarisi
Bing tho ling, baik! Sahabat tua, aku pasti tidak akan menyia
nyiakan harapanmu, asal aku tidak menemui ajal, aku tidak
akan membiarkan Bing tho ling cu terjatuh ketangan orang
lain, lega tidak hatimu .”
Unta sakti mendongak dan melengking suara panjang,
dengan kaki depannya ia menulis satu huruf pula. ‘Lekas !’
Koan San Gwat menahan geli, katanya. “Soal jodoh dan
punya anak tidak bisa dibuat cepat pertama tama kita harus
sama sama mencari jodoh…”
Demikian asyik Koan San Gwat melayani untanya bicara
serta hubungan mereka yang begitu intim membuat Kang Pan
sarat haru tak tertahan ia mengalirkan air mata.
Tiba tiba unta sakti menggerakkan leher nya mendorong
Koan San Gwat, lalu mengedip ngedipkan mata memberi
tanda, lekas Koan San gwat mendapat tahu, cepat ia
bertanya. “Nona Kang! kenapakah kau? ”
Lekas Kang Pan menghapus air mata dengan rikuh,
jawabnya. “Tidak apa apa, keakraban kalian membuat hatiku
terharu....”
Mendadak unta sakti menggigit ujang baju Koan San Gwat,
lalu di tanah ia menulis satu huruf lagi. ‘Dia!’ dengan kakinya
ini dia menutul dua kali lalu menutul ke huruf ‘cepat’ itu dua
kali pula.
Koan San Gwat tahu maksudnya, dengan tertawa ia tepuk
kepalanya serta serunya “Hus, jangan main main!” lekas ia
menghapus huruf itu dengan telapak kakinya, kuatir terlihat
oleh Kang Pan.
Akan tetapi Kang Pan keburu melihat semula merah jengah
selebar mukanya, kejap lain dengan sikap mesra dan aleman
segera ia maju menghampiri memeluk leher unta sakti,
katanya “Terima kasih Lo pek! Aku… apakah aku setimpal? ”
Unta sakti manggut manggu t lalu memicingkan mata pula
kearah Koan San gwat, keruan Koan San Gwat menjadi rikuh
dan kikuk, terutama menghadapi pandangan mata Kang Pan
hampir saja dia tidak berani beradu pandang.
Tapi Kang Pan tidak melepaskan kesempatan ini, tanyanya
dengan suara lirih. “Koan toako! Kenapa kau tidak bicara? ”
Koan San Gwat menjublek ditempatnya sanubarinya sedang
bergejolak, ia rasakan gentingnya persoalan ini. Karena
penolakannya secara tegas akan lamaran Liu Ih yu membuat
orang menyeleweng menempuh jalan sesat sejak saat itu
diam diam ia sudah dapat memahami dan menyelami betapa
berbahaya dan menakutkan jiwa seorang perempuan yang
kena diperalat oleh cinta asmara yang membabi buta.
Terutama mengahadapi Kang Pan dia adalah gadis remaja
yang baru mekar dan belum mengenal kehidupan yang
sesungguhnya, perasaannya jelas amat lemah dan masih liar
lagi, sulit dia dapat membedakan antara cinta dan benci yang
amat kuat mendasari jiwanya.
Sedikit meleset dan kurang hati hati ia menghadapi
persoalan ini, Liu Ih yu kedua akan terjadi pula gara garanya,
lebih celaka pula karena Kang Pan belum sematang Liu Ih yu,
maka akibatnya akan jauh menakutkan.
Kalau sekarang juga ia melulusi permohonan orang,
bagaimana pula kelak ia harus menghadapi Thio Ceng Ceng?
Pikir punya pikir sekian lamanya baru dia memperoleh
jawaban. Jawaban yang lucu yang menggelikan, ia arahkan
persoalan ini kepada pertanyaan soal cocok atau tidak. Maka
dengan tersenyum ia berkata. “Nona Kang! Mengandal
parasmu yang cantik serta ilmu silatmu yang tinggi, tidak
sembarang kau memperoleh jodoh, maka pertanyaanmu itu
seharusnya, diajukan orang lain, kukira jarang orang yang
cocok untuk menjadi pasanganmu!”
Agakanya Kang Pan puas akan jawaban Koan San Gwat
pada permulaan, maka secara spontan ia memberikan
jawaban akan ucapan terakhir Koan San Gwat. “Koan toako!
Kau adalah laki laki pertama yang pernah kulihat, kau pula laki
laki yang paling kuhormati dan kukagumi, aku kuatir kau tidak
sudi mempersunting diriku, jangan kau singgung soal lain
kecuali kau, selama hidupku tidak akan kupikirkan laki laki
kedua!”
Koan San Gwat menjublek ditempatnya, tak tahu apa pula
yang harus ia lakukan, sebalikanya unta sakti angkat kedua
kaki depannya dan berjingkrak kegirangan.
Untunglah pada saat itu juga Ma Pek poh tersadar dari
samadinya, terhitung dialah yang mengubah suasana kaku
dan kikuk ini, agakanya dia tidak tahu menahu akan kejadian
yang baru berlangsung.
Dengan hati hati ia membungkuk tubuh menjemput Bing
tho ling cu terus disimpan kedalam baju, lalu diangkatnya pula
Tok kak kim sin, setelah ditimang timang berat lalu dipanggul
di atas pundak, katanya. “Hanya senjata Tayhiap yang berat
ini, dapatlah dibayangkan kenapa Bing tho ling cu kuasa
malang melintang dan menggetarkan Kangouw soal nama dan
gengsi sekali kali bukan diperoleh secara untung untungan.
Maka terhadap calon pengganti atau ahli waris dari Bing tho
ling cu sekali kali Cayhe tidak akan berani ambil keputusan
sendiri, lebih baik kutunggu Tayhiap kembali saja....”
Tanpa menunggu Koan San Gwat men jawab, Kang Pan
sudah menukas. “Persoalan itu tidak perlu kau banyak pikiran,
kalau hari ini aku dan Koan toako terhindari dari bencana,
dalam dua tiga tahun kami akan mengantar anak kami.....”
Koan San Gwat melongo dan tidak tahu apa harus
diperbuat, mukanya merah malu namun dengan suara mantap
dan penuh keyakinan Kang Pan menambahkan. “Aku hanya
mematuhi maksud Lo pek, dia benar benar seekor binatang
sakti yang mempunyai kepribadian manusia, cerdik dan bisa
menulis lagi, tadi dengan tulisannya dia mengharap keturunan
Koan toako kelak bakal menjadi ahli waris dari Bing tho ling
cu. Lopek ! Benarkah begitu maksudmu ?”
Unta saku manggut manggut Kang Pan tertawa ujarnya.
“Lihat malah diapun dapat menjadi comblang, katanya supaya
aku menikah sama Koan toako, Koan toakopun sudah setuju !”
Ma pek poh manggut manggut, sambil mengiakan katanya.
“Kalian menjadi pasangan sungguh merupakan karunia Tuhan
....”
Kata Kang Pan dengan tertawa riang “Sedapat mungkin kita
akan selekasnya melahirkan anak dan kukirim ketempatmu
untuk belajar silat, kelak biar menjadi penerus yang lebih
gagah dan perwira sebagai tokoh besar yang lebih tenar!”
Ma Pek poh bergelak tawa, serunya “Keturunan naga
melahirkan naga pula. anak kalian kelak pasti menjadi seorang
besar yang tiada bandingan diseluruh jagat....”
Melihat sikap Kang Pan yang begitu serius dan sungguh
sungguh, semakin berkerut pula alis Koan San gwat, terpaksa
ia mendesak. “Ma siansing, sudahlah lekas kau berangkat.”
-oo0dw0oo-
JILID 25
“O YA! BIARLAH AKU MENUNGGU kabar baik kalian....”
Sebalikanya Koan San Gwat lantas berkata.”Ma siansing!
Mengenai calon ahli waris, kau harus hati hati, jikalau kau
temukan anak muda pilihan yang benar benar berbakat, sekali
kali jangan kau sia siakan kesempatan.....”
Berubah air muka Kang Pan, katanya. “Koan toako,
bukankah tadi kau sudah setuju untuk mencalonkan anak kita
sebagai ahli warismu? Kenapa pula kau ingkar janji? ”
Sungguh Koan San Gwat amat kewalahan katanya
menghela napas. “Bukan aku ingkar janji, mati hidup kita
sendiri masih merupakan persoalan....”
Kang Pan manggut manggut dan paham maksudnya,
katanya. “Aku tidak memikirkan kearah hal itu, begini saja!
Tiada halangannya Ma siansing bersiap siap mencari
seseorang calon, seumpama kami tidak mati, baru kau…”
“Ya, aku akan waspada, untunglah untuk membimbing
seorang tunas muda menjadi orang yang betul betul matang
diperlukan masa yang cukup panjang, sembarang waktu
masih bisa diubah.”
“Betul! Ma siansing, lekaslah berangkat kami sudah
menghabiskan banyak waktu!” demikian ujar Kang Pan.
Unta sakti datang mendekat terus menekuk kaki depannya
membiarkan Ma Pek poh naik kepunggungnya, Koan San Gwat
tidak banyak bicara lagi, segera ia melambaikan tangan
serunya. “Ma siansing, hati hati dan bekerjalah dengan
cermat! Sahabat tua, kaupun harus hati hati, pergilah ikut Ma
siansing semoga kita masih bisa bertemu....”
Unta sakti manggut manggut, kakinya di pentang dengan
langkah lebar ia tinggal pergi menuju kebarat laut.
“Ma siansing! Lo pek! Jagalah diri kalian baik baik, kami
pasti segera melahirkan anak dan kubawa kepada kalian!
Selamat bertemu! Selamat bertemu!” demikianlah teriak Kang
Pan sambil melambaikan tangan.
Koan San Gwat mengerutkan alis, katanya. “Nona Kang,
selanjutnya jangan kau tuturkan ucapanmu itu kepada orang
lain!”
Kang Pan melengak katanya. “Omongan apa? ”
Koan San Gwat merandek sebentar baru berkata. “Sudah
tentu kata katamu yang barusan kau ucapkan kepada Ma
siansing...”
Kata Kang Pan tertawa. “Soal pesanmu terhadap Ma
siansing adalah sebuah rahasia, sudah tentu aku tidak akan
katakan kepada orang lain! Soal pernikahan kita...”
“Hal itu lebih tidak boleh kau katakan,” lekas Koan San
Gwat menukas.
“Kenapa?” tanya Kang Pan tertegun, “Meski aku tahu
urusan, namun aku tahu soal pernikahan adalah urusan agung
yang harus dibuat gembira, tiada alasan harus main sembunyi
sembunyi, aku berpendapat bisa menjadi istrimu betapa
bangga dan menyenangkan, ingin rasanya aku beritahukan
kepada setiap orang.”
Koan San Gwat menarik napas, ujarnya “Setelah kita
menikah secara resmi sudah tentu kita boleh beritahukan
kepada siapa saja, tapi sekarang belum terikat menjadi istri
....”
“Kukira tidak menjadi soal, yang jelas... toh kau sudah
setuju soal pernikahan ini, aku tanpa kau pun tidak akan
menikah cepat atau lambat masyarakat bakal tahu akan hal
ini. Kenapa harus main rahasia segala? ”
Apa boleh buat Koan San Gwat menjelaskannya.
“Pernikahan jelas memang suatu hal yang harus dibanggakan
dan terjadi secara gamblang, tapi sebelum upacara resmi
dilakukan masakah boleh setiap ketemu orang lantas cerita
padanya, terutama bagi anak perempuan sebelum
menikah....”
“Aku tidak paham,” sela Kang Pan sambil memonyongkan
mulut. “Sebelum dan sesudah menikah ada perbedaan
apa...?”
“Sebelum menikah anak perempuan harus menjaga nama
baik dan kesuciannya, meski sudah bertunangan, juga
dilarang membicarakan soal hubungan antara laki laki dengan
perempuan, kalau tidak orang akan mentertawakan dan
menghina kita....”
“Aku tidak perduli dengan segala cemoohan atau obrolan
mereka….” ujar Kang Pan menggeleng kepala.
“Aku perduli!” Sentak Koan San Gwat keras. “Aku tidak bisa
membiarkan kau menjadi bahan tertawaan khalayak ramai.”
Melihat orang marah, terpaksa Kang Pan berlaku kalem,
katanya lembut. “Baiklah tidak kukatakan saja! Koan toako,
jangan kau marah marah.”
Melihat sikap aleman dan mesra orang, Koan San gwat
menjadi luluh hatinya, katanya perlahan. “Pethatikanlah baik
baik! Aku tidak marah, hanya kuberitahu bagaimana jadi
manusia bebas yang hidup dalam lingkungan adat istiadat
yang mengekang segala tindak tanduk kita, didalam kebiasaan
itulah kau tidak patut melakukan perbuatan seperti
keinginanmu tadi!”
Kang Pan mengerling tertawa, katanya. “Baik! Masih
banyak yang belum kuketahui, kau harus pelan pelan
menjelaskan kepadaku. Aku pasti mendengar nasehatmu, tapi
adat istiadat itu sebetulnya kurang beralasan....”
“Banyak adat istiadat yang memang tidak memenuhi selera
dan janggal, tapi manusia hidup diatas dunia ini mau tidak
mau harus mematuhi segala aturan aturan lapuk itu! Perlahan
lahan kau akan paham sendiri!”
Begitulah sembari bicara mereka melanjutkan kedepan.
Entah berapa jauh kemudian tiba tiba dilihatnya Ma Pek poh
putar balik dan sedang mendatangi dengan tergesa gesa.
Cepat mereka menyongsong maju serta bertanya. “Ma
siangsing, kenapa kau putar balik lagi? ”
Sahut Ma Pek poh dari atas unta. “Tadi aku sudah
menempuh kira kira dua li perjalanan, didepan sebuah toko
dalam desa didepan sana kulihat dua orang, meskipun mereka
mengenakan kedok samarannya, namun masih dapat kukenali
bahwa mereka adalah Ki Houw dan Sebun Bu yam....”
Koan San Gwat melengak, tanyanya. “Apakah mereka tak
merintangi perjalananmu? ”
“Tidak!” tutur Ma Pek poh. “Melihat aku mendatangi
menunggang unta sakti, kelihatannya Ki Houw hendak turun
tangan tapi lekas Sebun Bu yam merintangi dengan menarik
lengannya, karena gerak gerik mereka yang mencurigakan ini
maka dapat kulihat kedok penyamaran mereka. Ki Houw
menyamar sebagai petani, sementara Sebun Bu yam menutupi
wajahnya dengan secarik kain, mengenakan pakaian laki laki.”
“Cara bagaimana kau bisa mengenali penyamaran mereka?
”
Ma Pek poh tertawa geli, ujarnya. “Dada Sebun Bu yam
amat montok meski mengenakan pakaian laki laki toh tidak
dapat mengelabui pandangan seorang ahli seperti aku ini.
Meski Ki Houw sendiri tidak menunjukkan suatu tanda khusus,
namun sepasang matanya itu memancarkan hawa beringas
yang sesat, sudah lama aku bergaul dengan dia, sekali
pandang lantas konangan,”
Koan San Gwat berpikir, katanya kemudian “Tentu mereka
sedang menunggu dan hendak mempersulit aku.”
“Betul !” sahut Ma Pek poh. “Semula begitu melihat unta
sakti ini, tentu mereka menyangka Tayhiap yang datang,
untunglah mata Sebun Bu yam cukup celi, dia lebih dulu
melihat aku yang bercokol diatas unta maka lekas lekas
menarik lengan Ki Houw, maka aku bisa lewat dengan leluasa.
Kuatir Tayhiap kena dijebak maka aku putar balik kemari
memberitahu Tayhiap supaya kalian tidak terjebak kedalam
perangkap mereka.”
Setelah menepekur akhirnya Koan San Gwat berkata.
“Baiklah, aku sudah tahu terima kasih akan pemberitahuan ini,
silahkan kau berangkat lagi lebih dulu !”
“Jangan!” tiba tiba Kang Pan menyela. “Sekali mereka
sudah memberi kelonggaran kepada Ma siansing tentu tidak
akan mereberikan kedua kalinya apalagi jejak mereka sudah
konangan, apakah Lo pek cukup mampu menerjang lewat
rintangan mereka berdua? ”
“Analisamu cakup beralasan” demikian ujar Koan San Gwat.
“Meski Lo pek cukup sakti, namun untuk menerobos sergapan
dari kekuatan mereka berdua, mungkin memerlukan tenaga
yang bukan kecil...”
Berpurar biji mata Kang Pan, tiba tiba ia berkata. “Kalau Ma
siansing hendak lewat dengan aman dan tidak kurang suatu
apa, aku mendapat sebuah akal!” lalu ia suruh Ma Pek poh
maju mendekat bertiga mereka berbisik bisik merundingkan
sesuatu.
Akhirnya terdengar Koan San Gwat berseru memuji. “Bagus
sekali! Nona Kang, akalmu ini cakup baik, biarlah kita bekerja
menurut rencanamu.”
Mendapat pujian Kang Pan berseri tawa lebar kesenangan.
Sebalikany Ma Pek poh merengut dan sungkan, katanya. “Cara
itu memang dapat membebaskan aku dari kesulitan tapi kalian
berdua…”
“Tidak menjadi soal !” ujar Koan San Gwat goyang tangan.
“Ingatlah akan tugasmu yang berat, nasib unta sakti dan masa
depan Bing tho ling cu berada ditangan Siansing, aku harap
kau tidak banyak kuatir dan main sungkan segala.....”
Terpaksa Ma Pek poh manggut manggut, urusan akhirnya
berkeputusan dan mereka mulai bekerja menurut rencana.
Unta sakti berlenggang kedepan pelan pelan dengan Ma
Pek poh tetap bercokol dia atas punggungnya. Sikap orang
yang duduk di punggung unta kelihatan amat tegang dan was
was, sementara gerak gerik serta langkah unta sakti kelihatan
tidak wajar dan seperti risi dan keri.
Untunglah jarak satu li akhirnya mereka tempuh dengan
susah payah, desa yang dimaksud disebelah depan sudah
kelihatan dari kejauhan kira kira puluhan tumbak dari warung
kecil di pinggir desa, dari dalam rumah mendadak menerobos
keluar seorang laki laki berpakaian petani, panggulnya
menyandang sebuah pacul besi, mencegat ditengah jalan ia
membentak dengan murka. “Ma Pek poh! Kau bangsat yang
makaa dilain membantu orang luar, masih hendak lari kemana
kau?”
Laki laki itu memang samaran Ki Houw samarannya
memang cukup pintar, bentukanya sekarang sama sekali lain.
Mendengar Ma Pek poh buka mulut lantas mengenali dirinya,
seketika ia tertegun, kiranya sambil menurunkan caping diatas
kepalanya. “Ma Pek poh! Cara bagaimana kau bisa kenali aku?
”
Ma Pek poh tersenyum manis, ujarnya. “Penyamaran Ki
congkoan cukup lihay, hamba hanya mana bisa tahu, cuma
hamba punya suatu keahlian yaitu memelihara dan
menundukkan binatang, dapat pula membedakan bau rengus
dari berbagai jenis binatang, dari bau itulah hamba dapat
mengenali Ki congkoan...”
“Badanku ada bau apa?” tanya Ki Houw melengak.
“Kalau dikatakan mungkin Ki congkoan bisa marah, karena
bau di atas badan Ki congkoan amat istimewa dan lain dari
yang lain meski berada ditempat jauh empat lima li hamba
juga merasakannya!”
Ki Houw menjadi tidak sabar, sentakanya. “Jangan
ngelantur! Lekas katakan badanku ada rasa bau apa? ”
“Bau badan Ki eongkoan tidak akan sama dengan bau
manusia, namun mirip benar dengan bau amis badan keledai!”
“Kunyuk.” Seketika Ki Houw berjingkrak gusar. “Kemarin
didepan mata. berani kau menghina dan memaki aku!”
Ma Pek poh tergelak tertawa, serunya. “Bukan saja bau
badan Ki congkoan seperti bau apek badan keledai, sampai
suara bicaramupun seperti dengus dan berbenger keledai
malah….”
Sudah tentu Ki Houw amat murka mendengar olok olok
yang menyakiti hati nya ini, kontan pacul diatas pundaknya
terangkat terus menyapu keatas. Sikap Ma Pek poh amat
tenang, seakan akan sedkitpun tidak melihat akan serangan
dahasyat ini, disaat pacul besi lawan sudah hampir saja
mengenai perutnya....
Dari biwah perut unta sakti mendadak menerobes keluar
sesosok bayangan, sebat sekali menyambut kedatangan
samberan pacul terus didorong mundur, sedemikian besar
daya tolakannya ini sampai Ki Houw ikut tersurut mundur
beberapa langkah.
Setelah berdiri tegak terlihat oleh Ki Houw orang yang
merintangi dirinya ini ternyata adalah Kang Pan. Karuan ia
melongo di tempatnya.
Sementara Ma Pek poh bergelak tertawa terpingkal pingkal
diatas unta, serunya. “Ki congkoan, nona Kang mendapat
kabar katanya daging keledai dari Samsay amat gurih dan
enak rasanya, dia ingin coba mencicipi jangan kau
membuatnya kecewa. Maaf aku tidak bisa melayani kau lama
lama.”
Tidak perlu dijelaskan lagi bahwa orang itu adalah Sebun
Bu yam adanya, meski dia menyamar dengan pakaian laki laki
dan menutupi mukanya pula. Tapi seperti yang dituturkan oleh
Ma Pek poh, kedua buah dadanya yang montok besar itu lapat
lapat masih kelihatan, apalagi diwaktu ia bergerak kelihatan
lebih nyata pula, terpaksa Ma Pek poh menghentikan
tunggangannya, serunya tertawa terloroh loroh sambil
menuding dada orang. “Sebuh huhoat! Tidak pantas kau
mengenakan pakaian laki laki, seorang laki laki masa punya
dada yang sedemikian montok dan menggiurkan, sungguh
lucu dan ganjil sekali....”
Karena mukanya tertutup, jadi sulit mengetahui bagaimana
perubahan air mukanya tapi dari gerak geriknya, terang Sebun
Bu yam sudah naik pitam dan amat murka. Begitu menyingkap
baju ia segera mengeluarkan sebuah bumbang bambu yang
dicat merah, panjang kira kira satu kaki sebesar lengan bocah,
dengan garang matanya mendelik sementara tangan yang lain
sudah siap hendak membuka tutup bumbung yang terbuat
dari kapok kapas.
Disebelah sana lekas Ki Houw berteriak “Sebun huhoat,
jejak musuh belum kelihatan jangan kau sembarangan
gunakan....”
Dari bawah perut unta sakti tiba tiba keluar Koan San
Gwat, serunya tertawa seraya bertepuk tangan. “Aku ada
disini, kalian punya pusaka apa untuk menghadapi aku,
silahkan keluarkan saja, jangan sungkan, ingin aku lihat
barang permainan apa sih......” lalu ia tepak pantat unta sakti
dan berkata pula. “Sahabat tua! Bikan susah kau saja,
sungguh aku menyesal, sekarang kami sudah turun, silahkan
kau berangkat lebih dulu.”
Unta sakti segera pentang keempat kakinya berlari pergi
bagai terbang.
Ternyata karena hendak muncul secara tiba tiba dan tidak
terduga untuk menggertak dan merintangi Sebun Bu yam dan
Ki Houw supaya unta sakti membawa Ma Pek poh pergi
dengan selamat mereka menggunakan cara yang diusulkan
Kang Pan, yaitu mereka berdua sembunyi dibawah perut unta
sakti menggunakan bulu bulunya yang panjang untuk
menutupi badan, tak heran gerak gerik jalan unta sakti tadi
kelihatan berat dan risi serta keri.
Dengan mendelong Sebun Bu yam dan Ki Houw mengawasi
unta sakti berlenggang pergi karena dihalangi oleh Koan San
Gwat berdua. Tapi tujuan, utama mereka memang terhadap
Koan San Gwat, lekas Ki Houw mendekat Sebun Bu yam,
sementara Kang Pan juga kumpul bersama Koan San Gwat.
Dalam pada itu Ki Houw menanggalkan topi caping nya,
sementara Subun Bu yam sudah mencopot pakaian luar dan
kain penutup mukanya, Koan San Gwat jadi geli, godanya.
“Kenapa kalian merubah bentuk lagi bukankah samaran begitu
lebih baik? Untung Ma Pek poh mengenali samaran kalian,
kalau tidak bagaimanapun aku tidak akan kenal tampang
kalian sekarang yang lucu ini ...”
Ki Houw menjengek dingin. “Sekarang sudah kau ketahui
juga tidak menjadi soal, karena tujuan kami menghalangi kau
maju ke depan, batas perjanjian tiba hari belum lagi tiba
mimpimu jangan harap kau bisa tiba disana.”
Koan San Gwat tersenyum, tanyanya. “Apakah Cia Ling im
berjanji bertemu di Jian Coa kok bersamanaku?”
“Kau sudah tahu kenapa banyak tanya segala? ”
“Dia minta bertemu di Jian coa kok, tentunya hendak
menggunakan Coa sin untuk nenghadapi aku, tapi batas tiga
hari perjalanan, sisa dua hari yang lain, dengan cara apa ia
hendak membujuk dan menundukkan Coa sin? Apakah Coa sin
sudi mendengar obrolannya?”
“Setelah tiba waktunya, pasti kau akan itahu
segalagalanyai”
Justru aku tidak sabar menunggu, ingin kususul kesana
melihat kenyataan.”
“Tidak mungkin!” seru Sebun Bu yam bengis, “Kaucu bilang
tiga hari ya tiga hari, sebelum tiba waktunya sekali kali kau
dilarang kesana, maksud kami justru merintangi kau kesana.”
“Aku tidak peracaya kalian mampu menghalangi aku. Ma
Pek poh sudah megcobanya sekali akibatnya dia malah
menyerah dan tunduk kepadaku, kalian....”
“Kami berdua jangan kau samakan dengan Ma Pek poh.
Kausu ada pesan bila kau hendak main kekerasan, segera
bunuh saja habis perkara.”
Koan San gwat terbahak bahak, serunya. “Tujuan utama
Cia Ling im memang hendak membunuh aku, kalau kalian
mampu melaksanakan kenapa harus masih ulur waktu sampai
tiga hari lagi? ”
“Orang she Koan, jangan kau takabur untuk membunuh
kau sebetulnya Kaucu tidak perlu banyak mengeluarken
tenaga, soalnya beliau dulu pernah kau tusuk sekali, sakit hati
ini harus dia balas dengan cara pertandingan pedang, maka
jiwamu bisa bisa terulur sampai sekarang, tapi jikalau kau
sudah bosan hidup, kami bisa bantu kau lekas mampus…”
Koan San Gwat berpikir sebentar, lalu katanya. “Untuk
membalas sakit hati luka luka pedangnya itu, tidak pantas Cia
Ling im mencari Coa sin untuk membantunya, menurut apa
yang kuketahui, paling paling Coa sin hanya ilmu silat yang
maha tinggi soal ilmu pedang amat biasa aja....”
“Perseten dengan obrolanmu.” demikian damprat Ki Houw.
“Bagaimana pesan Kaucu begitulah aku menunaikan tugas,
mau percaya tidak terserah kepada kau, kalau kau memang
tidak takut mati, marilah coba coba.”
“Manusia siapa yang tak takut mati mendengar ucapanmu
ini, aku jadi tidak berani mempertaruhkan jiwaku untuk
menyerempet bahaya, terpaksa baiklah kutunggu sampai tiga
hari seperti batas yang dijanjikan saja.”
Habis berkata Koan San Gwat lantas tarik tangan Kang Pan
hendak tinggal pergi, sudah tentu perbuataanya ini berada
diluar dugaan Ki Houw, sejenak ia melengak, buru buru
menyusul maju sambil mengayun paculnya, serunya “Koan
San Gwat pulang atau pergi sama saja bakal mampus, kenapa
kau tidak sekarang saja mencari jalan kematianmu?”
“Wah, aneh benar kata katamu ini,” demikian sindir Koan
San Gwat menyeringai dingin. “Kau melarang kami
melanjutkan perjalanan, kini melarang kami kembali.”
“Kaucu ingin membanuh kau di bawah tusukan pedangnya,
sebaliknya ingin rasanya aku segera dapat membunuh kau.
Maka kuharap silahkan kau coba menerjang maju kedepan.”
“Tidak!” sahut Koan San Gwat geleng kepala, “Biar hidup
sehari lebih lama jauh lebih enak daripada mati konyol,”
sembari berkata ia sudah putar badan hendak tinggal pergi
pula.
Saking gugup Ki Houw berpaling kepada Sebun Bu yam,
teriaknya “Sebun hu hoat, apa lagi yang sedang kau tunggu?
Lekasilah turun tangan!”
Tak nyana Sebun Bu yam malah menggeleng kepala,
ujarnya “Tidak! Aku harus mematuhi perintah Suheng, kalau
dia tidak mau main terobos dengan kekerasan, akupun tidak
akan turun tangan, biar Suheng sendiri yang membereskan
dia.”
Jelas bahwa bujukan dan desakannya tidak berhasil
terpaksa Ki Houw menghadapi Koan San gwat pula serta
mengumpat caci “Orang she Koan, kau memang manusia
durjana yang lemah dan takut mati, kau ini anak haram dan
hina dina, kau adalah keturunan liar yang tak pantas menjadi
manusia…” untuk memancing kemarahan Koan San Gwat
supaya orang mau turun tangan, Ki Houw menggunakan
segala makian yang paling kotor.
Namun sikap Koan San Gwat tetap wajar seperti tidak
mendengar belaka, sebalikanya Kang Pan tidak tahan lagi,
dampratnya “Bedebah! Mulutmu ini memang terlalu kotor dan
perlu disikat !”
Lekas Koan San Gwat menahannya, katanya tersenyum.
“Nona Kang! Anjing gila sedang menggonggong kenapa kau
hiraukan ocehannya? ”
Namun Kang Pan masih uring uringan omelnya “Tapi aku
sebal dan tidak bisa kubiarkan dia berani menghina kau !”
“Kalau anjing sedang menggonggong anggap saja kau tidak
mendengar. Tujuannya adalah hendak membunuh aku,
namun dia tidak berani membangkang perintah Cia Ling im,
maka sengaja dia menyakiti perasaanku, supaya aku kena tipu
muslihatnya dan dia punya alasan yang tepat untuk turun
tangan...”
Kang Pan tidak percaya, selanya. “Masa kau percaya bahwa
mereka betul betul membunuh kita?”
“Bahwa dia begitu besar tekadnya supaya lekas aku turun
tangan, kemungkinan sudah mempersiapkan suatu muslihat
yang cukup sempurna, bukan aku takut mati, namun kalau
mampus di bawah perangkap keji lawan yang licik macam
mereka ini sungguh penasaran dan tiadi harganya....”
Tak tahan Sebun Bu yam bertanya. “Darimana kau bisa
tahu bila kami hendak menghadapi kalian dengan perangkap
licik?”
Koan San Gwat bergelak tertawa besar, u jarnya
“Mengandal tampang kalian berdua yang tidak becus ini, kalau
tidak mengandal tipu muslihat licik, masakah berani mentang
mentang berdiri dihadapanku, kalau tidak langsung sejak tadi
kalian sudah mencawat ekor dan sembunyi ke tempat yang
jauh, jangan kata berani unjuk diri menongolkan kepala pun
pasti tidak berani!”
Kata kata ini mengobarkan amarah Sebun Bu yam, “Sret”
kontan ia mencabut pedang, teriak nya beringas sambil
mengacungkan pedang. “Koan San Gwat, aku hanya pernah
dengar katanya betapa tinggi ilmu silat dan permanian
pedangmu, namun selama ini belum pernah menjajal mohon
petunjuk kepada kau. Malah ingin aku menempur kau dengan
sebilah pedangku ini!”
Raut muka Ki Houw mengunjuk sekulum senyum licik yang
sadis, dari samping ia menghasut. “Sebun hu Howe! Jangan
kau kena ditipu olehnya, ilmu pedang bocah keparat ini jauh
lebih lihay dari gurunya, Lim Hiang ting sendiripun sudah
bukan lawannya, mana kau mampu melawan dia?”
Kata katanya terakhir lebih mengobarkan amarah Sebun Bu
yam, dampratnya berjingkrak. “Kentut! Lim Hiang ting
terhitung golekan apa?”
Seperti menyiram minyak diatas api unggun, Ki Houw
menambahkan. “Tapi, Kaucu masih amat kangen dan tidak
melupakan selama lamanya,”
Mungkin Sebun Bu yam paling pantang mendengar kata
kata ini, tiba tiba ia membalik badan berbareng pedangnya
menyambar balik membabat kearah Ki Houw malah. Ki Houw
lekas melejit menyingkir, teriakanya. “Sebun Hu hoat, jangan
kau salah mengincar lawan, kalau hendak adu jiwa lawanlah
Koan San Gwat, dialah murid Ui ho, Lim Hiang ting sekarang
sudah jadi istri Ui ho, hanya membunuh bocah keparat ini,
baru kau bisa memancingnya keluar....”
Seperti sudah gila Sebun Bu yam segera putar tubuh terus
menerjang kearah Koan San Gwat dengan kalap. Lekas Koan
San Gwat melolos pedang menangkis menyampoki nya
terhuyung kesamping, sementara hatinya amar mendelu dan
kasihan.
Agakanya perempuan jelek ini amat kepincut dan
berkelebihan cintanya terhadap Cia Ling im, sebalikanya Cia
Ling im diam diam mencintai Lim Hiang ting, sementara Lim
Hiang ting justru jatuh cinta kepada gurunya yaitu Tokko Bing,
hingga terjadilah tragedi yang berkepanjangan sampai
sekarang ini.
Seperti anjing gila yang kesurupan setan Sebun Bu yam
menyerbu datang pula dengan kalap, lagi lagi Koan San Gwat
harus acungkan pedangnya menyongsong maju, kali ini ia
gunakan tajam pedangnya, betapa tajam dan lihaynya Ui tiap
kiam ditangannya. “Trang” pedang panjang Sebun Bu yam
seketika putus menjadi dua potong, lebih celaka lagi
lengannyapun kena tergores luka panjang, untung Koan San
Gwat masih menaruh belas kasihan lekas lekas menarik
pedang ditengah jalan, kalau tidak sebuah lengannya ini tentu
sudah kutung dan menjadi cacat.
Seperti diketahui dibagian depan cerita sewaktu di Sin li
hong dulu, Sebun Bu yam pernah mengorbankan kedua
tangannya untuk menolong jiwa Cia Ling im dari ancaman
pedang Koan San Gwat, tapi hari ini Koan San gwat menjadi
tidak tega hati menurunkan tangan keji, terutama ia melihat
bahwa kedua tangan Sebun Bu yam sekarang adalah
sepasang tangan palsu.
Dikatakan tangan palu karena kedua tangannya itu bukan
asli miliknya, itulah tangan orang lain yang ditrapkan atau
disambung dengan kedua lengannya setelah melalui oprasi
jangka panjang, cara oprasi menyambung tangan macam ini
di bidang ilmu pengobatan memang suatu hal yang
menakjubkan, tapi serta ia teringat bahwa ayah Thio Ceng
ceng, yaitu Thio Hun cu pun terima menjadi antek dalam
Thian mo kau. maka kejadian ini tidak perlu dibuat heran.
Betapa tingginya pengetahun pengobatan Thio Hun cu,
mungkin hanya mertuanya sa yaitu Soat lo thay thay yang
dapat menandinginya. Dengan tangan asli menyambung
tangan yang lain, sudah tentu bukan menjadi persoalan bagi
dirinya.
Cuma betapapun lihay dan tinggi keahlian seorang tabib
dalam menyambung tangan yang sudah kutung itu, sedikit
banyak masih meninggalkan cacat dan tidak bisa menjadi
wajar seperti sedia kala, maka mau tidak mau permainan ilmu
pedang Sebun Bu yam dengan sendirinyapun jauh menurun
dari sejak mulanya dulu, apa lagi gerak gerik kedua tangan
palsunya tidak begitu cekatan lagi.
Pek hong kiam milik Koan San Gwat dulu kini sudah dicuri
oleh Liu Ih yu, pedang yang berada ditangannya ini adalah Ui
tiap kiam yang dapat ia pinjam dari ibunya. Bicara soal pedang
Ui tiap kiam masih jauh lebih sakti dari pada Pek hong kiam,
tapi bagi Koan San gwat, Pek hong kiam jauh lebih mencocoki
seleranya, terutama bila dia perlu mengembangkan Tay lo
kiam hoat.
Alasan Tay lo kiam hoat yang diselami oleh Mo li Oen Kiau
biasanya mengandal Pek hong kiam untuk latihan, kalau
menggunakan Ui tiap kiam malah tidak bisa menunjukkan
perbawa semula yang angker dan penuh. Namun demikian
Sebun Bu yam toh tidak kuasa melawannya, kutungan pedang
dibuang lekas ia mendekati luka luka dilengannya, kedua biji
matanya memancarkan sorot buas, liar dan beringas.
Dari samping Ki Houw menyeringai dingin pula.
“Bagaimana Sebun Hu hoat! Betul tidak kata kataku! Tempo
dulu bocah keparat ini mengutungi kedua tanganmu, meski
kini sudah diganti yang baru, bagaimana juga terpaut terlalu
jauh dari yang asli, masih untung kau terluka ringan, asal dia
mau mengerahkan sedikit tenaga, tanggung seluruh lenganmu
yang sudah buntung. Thio Hun cu tidak akan mampu lagi
mengoperasi menyambung dengan lengan orang lain pula....”
Kata kata ini tepat mengenai borok lamanya, cepat ia
melompat mundur rada jauh seraya berteriak dengan
beringas. “Ki Houw! Siappp!” sementara bumbung bambu itu
sudah dicekal pula ditangannya.
Ki Houw angkat paculnya, katanya ringan. “Nah,
semestinya sejak tadi kau sudah bertindak begitu, kenapa pula
harus mandah terima dilukai dulu.”
Sambil gertak gigi Sebun Bu yam segera mencopot kapuk
kapas yang menutup mulut bumbung bambu itu. Sementara Ki
Houw mengetuk ngetuk ujung paculnya sehingga
mengeluarkan suara yang menusuk kuping dengan nada dan
irama yang tertentu.
Begitu Sebun Bu yam meneriaki Ki Houw bersiap, diam
diam Koan San gwat sudah bersiaga menghadapi segala
kemungkinan, dia melihat bumbung itu ditutupi kapuk kapas
maka ia menduga isinya tentu semacam asap atau kabut
beracn yang jahat, lekas lekas ta menutup hidung menahan
napas, disampmg itu ia angkat tangan memberi tanda kepada
Kang Pan suruh orangpun siap siaga.
“Koan toako!” ujar Kang Pan menggoyang tangan sambil
tertawa. “Tidak menjadi soal memangnya kau sangka aku
takut menghadapi racun...”
Belum habis ia bicara, tiba tiba ia menjerit kaget dan
tersentak mundur, cepat sekali ia melejit kesamping Koan San
Gwat serta ia tarik lengannya, sikapnya amat gelisah dan
gugup serta takut lagi, serunya. “Koan toakol Hati hatilah,
binatang itu amat lihay...!”
Koan San gwat sendiri sih bersikap adem ayem, karena
yang merayap keluar dari bambu bambu itu hanyalah dua
ekor kelabang panjang satu kaki, meski bentukanya kelihatan
jelek dan menjijikan, namun gerak geriknya amat lamban dun
malas malasan.
Maka dengan pongah Koan San gwat berkata. “Sebun Bu
yam, jadi kau mengandal kedua ekor binatang ini untuk
mengadapi aku...”
Raut muka Sebun Bu yam amat perihatin, bibirnya
mencebir dan mendesis keras dan cepat, suaranya berpadu
dengan ketukan pacul Ki Houw dengan adanya perpaduan
suara yang memimpinnya, kedua kelabang itu bergerak dari
kanan ke kiri, merambat maju lambat lambat, badan mereka
memancarkan warna merah yang terang menyala, pasangan
kakinya yang banyak itu bergerak gerak sangat menjijikan ke
depan.
Cekalan Kang Pan senakin kencang malah mulai gemetar.
Koan San Gwat menjadi keheranan dan tidak habis
nengerti, tabyanya. “Nona Kang! Kenapa kau begitu menjadi
ketakutan? ”
Jawab Kang Pan dengan suara gemetar. “Memangnya aku
paling takut pada kelabang mereka adalah satu satunya lawan
tertangguh dari binatang ular....”
Koan San gwat sambil tertawa sombong. “Kelabang dapat
mengatasi ular, belum tentu mampu mengatasi kita, legakan
saja hatimu. Lihatlah aku, nanti kalau maju lebih dekat lagi,
biar sekali tebas kubunuh mereka...” di mulut ia bicara
sombong, secara diam diam ia bersiap waspada karena dia
tahu bila Ki Houw dan Sebun Bu yam mau menggunakan
kedua binatang berbisa ini pastilah mereka merupakan musuh
musuh yang jahat yang amat tangguh pula. Apalagi dari nada
bicara Ki Houw tadi, seolah olah ia anggap kedua binatang ini
benar benar merupakan terampuh untuk membunuh dirinya.
Lambat namun pasti kedua ekor kelabang itu merambat
maju terus, setelah ada dekat bentuk asli mereka sudah
terlihat jelas seluruh panjang tubuhnya terbagi dalam tiga
puluh enam ruas, setiap ruasnya tumbuh sepasang kaki
lembut.
Ruas terdepan dan paling besar adalah kepalanya, dimana
tumbuh sepasang sungut yang berdiri tegak, namun berwarna
hitam legam, mulutnya mendesis menyemburkan kabut tipis
warna kehijauan.
Koan San Gwat tidak tahu, kelabang itu sendiri yang bisa
melukai orang atau kabut hijau yang tersembur dari mulutnya
yang dapat melukai orang. Tapi ia sudah berkeputusan bahwa
kedua binatang menjijikan itu tidak boleh maju lebih dekat
lagi.
Diwaktu kelabang sebelah kiri sudah maju berjarak lima
enam kaki dan menongolkan kepalanya, belum lagi ia
menunjukkan sesuatu gerakkan apa pedang Koan San Gwat
sudah berkelebat menebas miring.
Gerak tebasannya ini boleh dikata dilakukan amat cepat
sekali, namun masih ada yang bergerak jauh lebih cepat lagi,
disaat tajam pedang hampir saja mengenai kepala kelabang,
dari samping mendadak melesat datang selarik bayangan
putih menerjang batang pedang.
Waktu Koan San Gwat melihat tegas, ki ranya ulah Kang
Pan yang dinamakan Giok tai, sungguh ia tak habis mengrti,
apa maksudnya merintangi dirinya turun tangan, membunuh
kedua kelabang ini.
Maka dilihatnya ular putih seperti sabak kumala itu
melentingkan badan, sementara ekornya menyapu kedepan
telak sekali menyongsong kearah badan kelabang yang
merambat maju terus disendal keluar, kontan badan kelabang
itu terpental terbang satu tumbak jauhnya gerak gerik Giok tai
teramat cepat, dengan cara yang sama dia singkirkan pula
seekor kelabang yang lain ketempat yang jauh.
Setelah kedua kelabang itu disingkirkan rada jauh, baru
ular putih menegakkan kepala yang bergerak dan berpaling
kearah Koan San gwat, pula menggeleng geleng kepala
sementara mulut berdesis aneh. Kang Pan segera berkata
“Koan toako! Kata Siau giok jangan kau gunakan pedangmu
untuk membacok mereka....”
Raut muka Ki Houw seketika berubah seringainya dingin.
“Koan San gwat! Ularmu ini memang aneh dan amat cerdik
sekali…” Habis berkata ia sendiri angkat pacul tanpa banyak
cingcong beruntun ia bacok kutung kedua kelabang itu
menjadi puluhan banyakanya, sementara suara suitan dari
mulut Sebun Bu yam Semakin kencang dan cepat.
Kejadian ini membuat Koan San Gwat tambah bingung dan
tidak mengerti bahwa mereka melepas kelabang untuk
menghadapi musuh, kenapa pula sekarang membunuhnya
sendiri? Tapi teka teki ini tidak lama berselang lantas
mendapat jawabanya yang pasti dan aneh serta menggiriskan.
Ternyata potongan potongan kelabang itu begitu
terhembus angin seketika tumbuh memanjang, sekejap lain
setiap potonganya menjelma bentuk seperti asalnya tadi,
kejap lain lengkap dengan kepala dan kakinya, terang bahwa
potongan potongan kecil badan kelabang itu bisa tumbuh
menjadi puluhan kelabang lain yang sama besanya.
Kejadian aneh ini seketika membuat Koan San Gwat
tersirap darahnya, terutama Kang Pan amat takut dan
kebingungan, teriakanya dengan pucat. “Koan toako mari
lekas mundur !”
Ki Houw terloroh loroh dingin, serunya “Sekarang baru
ingin mundur, sudah terlambat!” sembari berkata paculnya
terus bekerja beruntun ia mengutungi pula beberapa kelabang
menjadi puluhan potong dan potongan potongan itu dilempar
keberbagai penjuru dengan merata, dalam kejap lain tanah
sekitar Koan San Gwat, berdua sudah penuh bertebaran
merata, kelabang kelabang yang sama besarnya. Karena
setiap potongan potongan badan kelabang itu tumbuh lagi
menjadi kelabang hidup, sementara Sebun Bu yam masih
bersuit suit tak henti hentinya, memberi aba aba kepada
kelabang kelabang itu untuk menyerang, saat mana sudah
tidak terhitung banyaknya kelabang kelabang merah darah
yang tersebar luas dimana mana.
Koan San Gwat dengan Kang Pan berdiri menjublek di
tengah kepungan, hanya lima enam kaki sekelilingnya yang
masih kosong, sementara kelabang kelabang yang
mengepung disitu mulai bergerak maju mau menyerang
bersama.
Tanah kosong Seluas enam kaki itu masih mengandal
kehebatan Siau giok untuk meluangkannya, diapun berdiri
tegak dengan lidah terjulur keluar masuk dan mendesis desis
dengan tak kalah garangnya, sedang ditengah kepalanya
tumbuh sebuah jambul berdaging wana merah darah pula.
Agakanya kawanan kelabang itu masih rada jeri juga
menghadapinya, sehingga sekian lama masih belum bergerak
menyerang, akan tetapi jumlah kelabang bertambah banyak,
di bawah aba aba dan dorongan suara Sebun Bu yam mereka
maju berhimpitan dan bertumpuk tumpuk kedepan.
Yang berada paling depan terdorong dorong oleh yang ada
disebelah belakang, mau tidak mau terdorong maju semakin
dekat, dikala mereka maju sampai tiga empat kaki, Siau giok
mendadak bersuara aneh dengan gesit bagaikan angin lesus
tiba tiba badannya melejit kedepan, dengan kecepatan luar
biasa tiba tiba badannya melingkar terus berputar, sementara
buntut panjangnyapun berbareng menyapu kedepan, tampak
sinar merah terpental berhamburan ketempat jauh, kiranya
kelabang kelabang yang mendekat itu kena disapunya
terpental jauh keluar kalangan.
Ternyata menggunakan kekuatan ekornya yang keras dan
kuat itu ia menyapu terpental kawanan kelabang yang
mendekat, untunglah tanah kosong seluas enam kaki itu
masih tetap bertahan sekian lamanya.
Akan tetapi kemampuan Siau giok paling paling hanya
demikian saja untuk mengusir kawann kelabang itu dengan
cara lain terang tidak mampu, selesai bekerja diapun lekas
melingkar dibawah kaki Kang Pan, sikapnya kelihatan rada
payah dan mengeluarkan banyak tenaga. Kalau kejadian
berlangung terus akhirnya bakal celaka juga.
Koan San Gwat menjadi kuatir, lekas dia berkata. “Nona
Kang! Tahukah kau permainan apa ini?”
Kang Pan menggeleng kepala.
Ki Houw yang berada dikejauhan segera bergelak tertawa.
“Koan San Gwat, biar kuberitahu kepada kau, inilah yang
dinamakan Ce ho hwi siong (kelabang terbang ibu
beranak), setiap kelabang punya tiga puluh enam ruas asal
setiap ruasnya dipotong dan disebar kemana mana dalam
waktu singkat akan tumbuh dan hidup menjadi kelabang yang
berbentuk seperti asalnya, anak beranak terus menerus tidak
putus putus, dibunuhpun tidak bisa. dilenyapkan juga tidak
mungkin, jiwa kalian terang amblaslah hari ini...”
Koan San Gwat menjadi gusar, dampratnya. “Aku tidak
percaya, kecuali cepat tumbuh berkembang biak, kelabang
kelabang ini tiada menunjukan sesuatu kelebihan apa apa
biarlah kubunuh saja! Lihat!”
Sembari bicara pedang ditangannya diobat abitkan
membacok ke kelabang disekitarnya, cuma gerak gerikanya
amat hati hati dan cermat, bukan membacok kebadan
kelabang tapi sinar pedang berkelompok seperti kupu kupu itu
sama berjatuhan diatas kepala.
Cara ini agaknya membawa hasil diluar dugaan, kelabang
kelabang yang terbacok kepalanya tidak tumbuh lebih jauh,
malah badan terbaik jiwa lantas melayang. Semula Koan San
Gwat hanya main coba coba saja, karena terpikir olehnya
bahwa Kepala merupakan pusat dari kehidupan sesuatu
mahluk mungkin bisa membunuh mereka.
Cara yang dicoba coba ini ternyata membawa hasil, keruan
hatinya girang bukan main, beruntun pedangnya bergerak
lagi, ia congkel mayat mayat kelabang yang bergelimpangan
itu ketempat yang jauh, sementara mulutnya berseru. “Ki
Houw! Kau sudah lihat belum?”
Ki Houw berdiri diluar lima enam tumbak jauhnya, ia
mandah tersenyum ejek saja ujarnya. “Koan San Gwat otakmu
cukup cerdik tak kunyana kau bisa berpikir kearah itu!”
“Hal ini tidak perlu dibuat heran, membunuh ular harus
mengincar tujuh centi dibavah lehernya, membunuh binatang
binatang jahat begini harus mencari tempat kelemahannya....”
“Jangan kau keburu senang, segera kau akan menyesal
dibuatnya.”
“Apa yang harus kusesalkan?”
“Kau akan menyesal bahwa kecerdikkan otakmu yang
menemukan cara baik bakal menjadikan kebodohan keluar
batas”
Mendengar olok olokanya ini, lekas Koan San gwat
berpaling kesana, seketika berubah air mukanya, rasa senang
dan puasnya tadi seketika tersapu bersih, seperti yang
dikatakan Ki Houw, diam diam hatinya memang sangat
menyesal.
Ternyata mayat mayat kelabang yang berjatuhan
dikelompok kelompok kelabang yang hidup itu seketika dibuat
rebutan dan digares cepat, setiap kelabang yang sudah makan
mayat kelabang kelabang itu seketika badannya tumbuh besar
satu lipat. Dari satu kaki menjadi dua kaki, semula hanya
sebesar ibu jari, kini sudah berlipat ganda sebesar lengan,
kelabang kelabang yang badannya membesar ini kekuatan dan
gerak gerikinyapun bertambah besar dan gesit lagi.
Beramai ramai mereka berhimpitan dan berdesakan, kawan
kawannya yang berbadan kecil disibakkan ke samping terus
menerjang maju kedepan, sekejap saja kelabang kelabang
bertubuh besar panjang bermunculan disekitar gelanggang.
Seperti cara semula Siau giok menyapukan ekornya pula
memukul mundur terjangan, kawanan kelabang itu, namun
kali ini sudah jauh lebih sulit dilayani, paling paling hanya bisa
memukul mundur tiga kaki jauhnya. Malah ada beberapa ekor
diantaranya pentang mulut menggigit kearah ekornya, untuk
Siau giok mengandal sisik kulitnya yang tebal dan keras
sehingga tidak terluka, namun untuk menghabiskan kelabang
kelabang itu harus memeras tenaganya juga, diwaktu ia
kembali ketengah gelanggang untuk istirahat, perutnya
kembang kempis, kelihataanya amat keletihan.
Ki Houw bergelak tawa, serunya. “Koan San Gwat! Kalau
kau sudi bantu membunuh beberapa ekor, supaya badan
mereka tumbuh lebih besar, ular saktimu itupun tidak kuasa
merintangi lagi!”
Kawanan kelabang itu sudah mulai bergerak hendak
menyerbu pula, Koan San Gwat tidak berani sembarangan
bertindak, dilihat nya keadaan Siau giok belum lagi pulih,
namun sekuat tenaga ia menggerakkan badannya ia bertindak
cepat ia gerakan tangannya mencegah, katanya berpaling
kepada Kang pan. “Bagaimana kalau tergigit oleh kelabang
macam ini? ”
“Aku tidak tahu, kelabang biasa saja tergigit sekali sudah
membuat orang sekarat, apalagi kelabang sedemikian
besarnya, sudah tentu kadar racunnya jauh lebih jahat,
terutama terhadap kita….”
Koan San gwat mengerutkan alis ujarnya. “Kita bagaimana?
Masakah kita mesti takut menghadapi kelabang kelabang ini? ”
Sejak kecil aku diasuh dengan racun racun ular, kau sendiri
pernah menelan empedu ular wulung bertanduk tunggal racun
apapun kita tidak perlu takut, hanya kelabang ini saja, karena
kadar racun mereka berlawanan, lihatlah Siau giok sebagai
bukti, dia terhitung raja dari segala ular, sekarang keadaannya
begitu kasihan…”
Koan San Gwat terpekur sebentar, mendadak ia berkata
tegas. “Apapun yang terjadi, aku harus menerjang keluar.”
Lalu dia siap bergerak.
“Jangan!” Kang Pan segera menarik lengannya. “Koan
toako caramu ini amat berbahaya!”
“Tujuan orang hendak bunuh kita masakah kita harus
mandah terima nasib saja berdiri disini, dari pada konyol lebih
baik berjuang dengan mengadu jiwa.”
Kang Pan melepas tangannya, namun ia bertanya
terlongong. “Cuma cara bagaimana mengadu jiwa?”
“Entahlah! Menggunakaa tangan, dengan pedang, gigi dan
apa saja yang dapat kita gunakan, asal dapat menerjang
keluar dari kepungan kelabang ini.”
Kan Pan berpikir sebentar, lalu katanya. “Mungkin aku
punya cara, biarlah suruh Siau giok membuka jalan bagi kau.”
“Tidak!” sahut Koan San Gwat tegas, “Siau giok harus
dipertahankan untuk melindungi kau, tujuan utama mereka
adalah aku, kalau kita berpisah, mungkin kau dan Siau giok
punya harapan meloloskan diri.”
Kata Kang Pan rawan. “Kalau kau mati untuk apa aku harus
melarikan diri ?”
Koan San Gwat tertawa getir, katanya “Tanggung jawabmu
cukup besar, Ma Pek poh berangkat bersama unta sakti, dikala
generasi mendatang dari Bing tho ling cu ketiga dilahirkan, dia
masih memerlukan bantuan mu …”
Kang Pan tersengguk katanya. “Aku hanya kenal kau,
peduli apa dengan Bing tho ling cu segala!”
Mendadak Koan San Gwat merendahkan suara berbisik di
pinggir kupingnya. “Nona Kang! Bukankah kau sudah setuju
bakal menjadi isteriku? Meski kita belum resmi menjadi suami
istri, namun sudah mejadi istri Bing tho ling cu, maka terhadap
Bing tho ling cu, kita punya tanggung jawab yang sama. Pan!
Dengarlah kata kataku, jagalah dirimu baik baik demi masa
depan kita bersama....”
Panas selebar muka Kang Pan, baru pertama kali ini ia
mendengar ucapan Koan San Gwat yang cukup mesra, namun
kali inipun yang terakhir tak tertahan berlinang air mata nya.
Dalam pada itu Koan San Gwat sudah mulai beraksi, sambil
melangkah lebar kedepan Ui tiap kiam diputar sekencang
kitiran terus menerjang keluar kepungan. Kelabang kelabang
itu menjadi marah berbondong bondong menyerbu bersama,
namun nafsu juang Koan San Gwat sudah menghayati
sanubarinya yang nekad sedemikian kencang pedang diputar
seumpama hujan lebatpun tidak akan tertembuskan.
Dimana sinar pedangnya berkelebar menyambar badan
kelabang kena ditebas kutung berterbangan kemana mana,
namun potongan potongan badan kelabang itu dalam sekejap
tumbuh dan hidup berkembang biak semakin banyak
jumlahnya tidak berkurang kurang malah semakin banyak dan
sesak berjubel.
Puluhan langkah kemudian, sekilas Koan San Gwat
berkesempatan melirik kedepan, di lihatnya gerombolan
kelabang yang luas puluhan tumbak sekarang semakin meluas
menjadi dua puluhan tumbak.
Ki Hauw semakin bersorak kegirangan, serunya. “Koan San
Gwat! Serahkan saja jiwamu! bukankah tadi sudah kuberitahu
kepada kau, semakin kau cacah semakin banyak kelabang Ibu
beranak ini, kalau keadaan ini berkembang lebih lanjut,
seumpama mereka tidak gigit kau, didesak dan dihimpitpun
akhirnya kau bakal mampus!”
Olok olok ini menyadarkan Koan San Gwat namun juga
membuatnya semakin dongkol, kini setiap ia menggerakkan
pedang dan memang harus dimainkan terus untuk
membendung gelombang serbuan kelabang kelabang itu,
hanya permainannya menggunakan perhitungan yang cukup
matang, setiap tebasan pedangnya cakup hanya mementalkan
badan kelabang kelabang itu menjauh tanpa melukai
sedikitpun juga. Usaha ini memang cukup baik, cuma serbuan
kelabang kelabang itu semakin gencar dan buas, malah ada
diantaranya melesat terbang menyerang dari sebelah atas.
Apa boleh buat terpaksa Koan San Gwat memapak
kedatangan serbuan kelabang kelabang itu. Kali ini dia
gunakan pedang sebagai golok membacok lurus dan lempang
dari atas kebwah, cara inipun merupakan penemuan baru saja
untuk menghadapi musuh musuhnya yang semakin banyak
ini, kalau toh main babat dan potong tidak berhasil, apa pula
akibatnya dengan cara bacokan lurus ini.
Kelabang pertama kena terbacok terbelah dua dari atas
kepala sampai keekornya, akibatnya ternyata benar tidak
menjadi tumbuh dan hidup kembali, cuma dua belah badan
kelabang itu menjadikan bahan makanan buat pesta pora oleh
kawan kawan sejenisnya.
Kelabang kelabang yang gegares badan kawannya
tubuhnya berkembang besar dan kasar, tujuan Koan San Gwat
hanyalah hendak mengurangi jumlah mereka, maka tidak bisa
berbuat terlalu banyak, sambil berjalan pedang bekerja terus
membacok kekanan kiri. Kira kira dua puluh langkah kemudian
separoh dari jumlah sekian banyakanya kena terbunuh oleh
pedangnya namun luas gelanggang kepungan nya tidak
menjadikan lebih sempit karenanya, karena ada beberapa ekor
diantaranya sudah tumbuh melar sampai segede gantang
besarnya, panjangnya kira kira ada lima enam kaki.
Sebun Bu yam dan Ki Houw sekarang sudah tidak kuasa
tertawa lagi, karena kelabang yang badannya tumbuh semakin
besar itu lama kelamaan sudah tidak mau mendengar aba
abanya lagi ada sebagian diantaranya malah menyerbu
mereka.
Suitan Sebun Bu yam diperggencar dan melengking tajam,
kawanan kelabang itu rada jeri dan tidak berani menyerbu
kearahnya, sebalikanya Ki Houw sudah dikepung oleh puluhan
kelabang yang cukup besar besar, saking gugup dan takut ia
berteriak. “Sebun Huhoat lekas kau suruh meraka mundur....”
Sebun Bu yam membelalakan mata, sahutnya menggeleng.
“Tidak mungkin, mereka tidak mendengar perintah lagi,
kecuali kita gunakan cara terakhir, namun kita tidak akan
mampu merintangi Koan San Gwat lagi…”
Mendengar percakapan mereka semakin girang Koan San
Gwat, sinar pedang ditangan nya memancar semakin terang,
kini ia mengincar kelabang kelabang yang rada gede karena
mayat kelabang besar, yang kecil tidak mampu menelannya,
kecuali kelabang yang amat besarnya baru bisa sekali telan
setengah badan, selanjutnya badan sendiripun melar sekali
lipat.
Apalagi semakin besar mereka, tidak mau lagi mendengar
aba aba, sampai akhir nya ada beberapa ekor diantaranya
sudah tumbuh setumbak lebih, Sebun Bu yam sendiri sudah
tidak kuasa mengendalikan mereka, kini dia sendiri pun kena
terkurung tak bisa berkutik lagi.
Setelah badan menjadi besar selera makan kelabang
kelabang itupun semakin besar tidak menemukan yang mati,
yang hiduppun bolelah, kelabang kelabang satu dua kaki
panjang nya sama menjadi sasaran mereka, satu kali telan
tiga empat ekor dapat digaresnya bersama.
Yang besar mencaplok yang sedang, yang sedang untuk
menghindarkan diri dan menyelamatkan jiwanya terpaksa
mengalihkan sasarannya kepada yang kecil kecil, supaya
badan sendiri tumbuh besar pula.
Dengan adanya saling rebut dan bunuh membunuh sendiri
diantara kawanan kelabang itu, tekanan terhadap Koan San
Gwat mejadi ringan, namun keadaannya tidak bagitu
mendingan, karena setelah kelabang kelabang itu menjadi
raksasa kulit dagingnya pun menjadi keras, kalau tenaga
kurang kuat bahwasanya pedang tidak kuasa melukai mereka,
kalau sekuat tenaga ia berhasil membunuh dua tiga ekor pula,
namun kelabang yang lain tumbuh semakin besar dan banyak.
Pacul di tangan Ki Houw hanya berguna untuk menghalangi
serbuan kelabang kelabang itu, sementara Sebun Bu yam
tidak membekal gaman apa apa, hanya bumbung bambu yang
dibawanya tadi dibuatnya alat untuk berusaha
mempertahankan diri.
Dalam gelanggang kini tinggal ada empat belas ekor
kelabang yang besar besar, tiga diantaranya mengepung Koan
San gwat, masing masing panjang dua tumbak, tajam pedang
ditangn Koan San Gwat sudah tidak kuasa melukai mereka
lagi.
Sementara Ki Houw dan Sebun Bu yam masing masing
dikepung empat lima ekor kelabang cuma rada kecil kira kira
setumbak lebih panjang, dan yang paling besar kira kira tiga
tumbak panjangnya, begitu besar sampai badannya sebesar
gentong air. Dia menyendiri berhadapan dengan Kang Pan
dibela oleh Giok tai yang siap siaga, kedua pihak bertengger
saling pandang dengan tajam, masing masing siap menyergap
ketempat lemah bagi musuhnya.
Melihat keadaan ini, tak tertahan bergelak tawalah Koan
San Gwat, serunya. “Ki Houw, Sebun Bu yam, kalian tidak
menduga bukan, semula kalian hendak mencelakai aku, kini
jiwa kalian sendiripun terancam bahaya....”
Ki Hou mengertak gigi, serunya sengit. “Ya, meski harus
ajal bersama kau pun akan kulakoni!” habis berkata, tiba tiba
ia membalikan pacul terus membacok putus lengannya sendiri,
sungguh hebat dia, sedikitpun tidak mengeluh kesakitan,
dengan sebelah tangannya yang lain ia jemput potongan
tangannya terus d lempar kearah Koan San Gwat. Sigap sekali
Koan San gwat bolang baling kan pedang nya, tangan
potongan itu kontan hancur lebur berserakan kemana mana.
Karena bau anyir darah yang merangsang kelabang
kelabang raksasa itu menjadi buas dan liar, serempak mereka
menyerbu dengan lebih ganas, memang sudah kelaparan
mereka menyerang dengan membabi buta. Sementara Ki
Houw sendiri seketika juga menjerit ngeri, entah bagaimana
tahu tahu badaanya sudah tergigit seekor kelabang dan
terangkat tinggi di tengah udara.
Dengan sekuat tenaga Koan San Gwat dorongkan
pedangnya menyampok mundur kelabang pertama yang
menerjang datang, sementara dua ekor yang lain menyerbu
dari kiri kanan, kedua sungutnya yang besar laksana dua bilah
golok baja berkilauan.
Dengan setaker kekuatannya, Koan San gwat ayunkan
pedangnya memapas kutung gigi kelabang besar yang
menyerbu dekat, sekonyong konyong ia rasakan pinggangnya
mengencang, tahu ia bahwa seekor kelabang yang lain sudah
menyerang datang dari jurusan lain.
Di kejap lain ia pun merasakan badannya seperti keadaan
Ki Houw terangkat naik kontal kantil ditengah udara, ia tahu
bahwa pinggangnya sudah tergigit masuk ke mulut kelabang
raksasa itu, karuan takut dan tersiap darahnya.
Tapi itu hanya perasaan gugup semetara saja kejap lain
terasa olehnya meski gigitan mulut kelabang raksasa itu amat
kencang dan kuat namun belum sampai bisa melukai dirinya.
Semula ia sendiri tidak paham akan kejadian ini, cuma di saat
ia sedikit berontak dan menggerakkan badan, pelan pelan
terasa sakit, apalagi bila dia menggunakan tenaga, jepitan
atau tekanan pada pinggangnya semakin berlipat kuatnya.
Gigi runcing kelabang itu teraba seperti tangan besi yang
kuat menjepit pinggang, sehingga terasa sakitnya itu pun
segera lenyap. Hal itu bukan terjadi karena ia tidak bergerak
lantas kelabang raksasa itu mengendorkan gigitannya.
Demikian pula keadaan Ki Houw di sebelah sana, cuma
keadaannya jauh lebih runyam dan menyedihkan.
Karena hendak memancing kemarahan dan kebuasan
kelabang kelabang itu, Ki Houw mengorbankan sebuah
lengannya, menggunakan bau anyirnya darah untuk
merangsang kemarahannya sehingga mereka menyerbu lebih
gencar dan ganas, namun dia sendiri justru menjadi korban
pertama dari sergapan kelabang raksasa itu, begitulah dia
terangkat kontal kantil ditengah udara tanpa mampu berbuat
apa apa.
Untunglah sebelumnya Ki Houw sudah punya persiapan,
setelah lengannya buntung lekas di bubuhi obat ditempat
potongan lengan nya sehingga darah tidak mengalir keluar
lebih lanjut, lalu ia mengerahkan hawa murni untuk bertahan,
sehingga gigitan keras dari gigi kelabang tidak sampai
mengutuskan seluruh pinggangnya.
Dengan menghisap darah segarnya, tenaga kelabang
raksasa itu agaknya bertambah kuat, terasa oleh Ki Houw
tenaganya semakin terkuras keluar, dan pertahanan dirinya
sudah semakin lemah, keringat sudah membanjiri diseluruh
badannya.
Melihat keadaan Ki Houw yang berontak mati matian, lama
lama Koan San gwat menjadi paham, kelabang kelabang
raksasa itu karena pertumbuhan badan mereka yang
membesar secara serempak memerlukan bahan makanan
yang cukup banyak pula, maka perut terasa amat lapar
sehingga jadi liar dan ganas, ingin rasanya seketika ia telan
mangsa manusia diujung mulutnya ini kedalam perut.
Tapi adalah kebalikan dari keadaan Ki Houw, karena secara
reflek dari dalam badannya timbul tenaga perlawanan yang
maha hebat, itulah karena dia pernah menelan empedu ular
wulang bertanduk ribuan tahun, kasiat dari empedu ular itu
bisa menjadikan kulit dagingnya kebal dan kuat, senjata tajam
biasa tidak akan kuasa melukai seujung rambutnya, sudah
tentu betapapun tajam gigit kelabang raksasa ini tidak
berguna pula atas dirinya dan lagi empedu ular wulung
bertanduk usia ribuan tahun juga menambah lwekangnya
berlipat ganda.
-oo0dw0oo-
JILID 26
BUKAN SAJA JALAN DARAH MATI HIDUP DALAM
BADANNYA SUDAH terjebol, malah pada tubuhnya timbul
suatu keajaiban yang tidak bisa diterima akal sehat, semakin
besar dan kuat, tekanan luar bertambah besar pula tenaga
pertahanan dari dalam tubuhnya. Tenaga perlawanan ini
timbul wajar dan tidak perlu dipaksakan, soalnya latihan
belum matang sehingga ia tidak mampu menggunakan tenaga
perlawanan wajar dalam tubuhnya ini, jika ditempat lain ia
menggunakan tenaga, tenaga pertahanan dalam badannya
menjadi kendor dan lemah, itulah sebabnya kenapa sektiap
kali ia menggunakan tenaga untuk berontak, terasa
pinggangnya kesakitan malah.
Jikalau dia lepas dan diam saja pasrah nasib, sedikitpun
tidak menggunakan tenaga, tenaga pertahanan itu bisa
berkembang mencapai puncakanya yang tertinggi, sehingga
segala tenaga luar apapun tidak akan mampu meluakai
dirinya.
Jelas bahwa hidangan lezat sudah berada didalam mulut,
namun tidak mampu mengegaresnya, sementara Koan San
Gwat yang telah menyadari keadaan diri tinggal diam saja
sehingga kelabang raksasa itu mencak mencak sendiri, makin
kelaparan dengan marah ia merambat kian kemari seperti gila,
sampai akhirnya sambil merambat dan mencak mencak
mulutnyapun mengeluarkan suara aneh, Koan San Gwat
berpeluk tangan dan enak enakan menonton kemarahan sang
kelabang yang menjadi jadi, dilihatnya sorot matanya sudah
berapi api, seolah olah hampir membawa, tak tertahan ia
bergelak tertawa. Keadaannya memang cukup longgar, adalah
lain pula keadaan Kang Pan begitu melihat Koan San Gwat
kena dicaplok diujung mulut kelabang raksasa itu kaget dan
gugup Kang Pan luar busa, meski tahu dihadapannya sedang
berjaga seekor kelabang raksasa yang terbesar, ia tidak
hiraukan keselamatan diri sendiri. Sembari menghardik, sebat
sekali badannya melebat terbang kearah sana. Kelabang
raksasa itu sudah sekain lama mengincar mangsanya, selama
ini selalu dirintangi oleh Giok tai, sehingga sia sia segala
usahanya.
Maka begitu Kang Pan bergerak, inilah kesempatan yang
ditunggunya sejak tadi cepat ia pentang mulut menyemburkan
segulung asap tebal, sementara Giok taipun tidak tingggal
diam, dimana ekornya menyeendal dadanya lantas menegak
tinggi sekaligus ia sedot masuk kedalam mulutnya, sementara
badannya mendadak melar menjadi besar beberapa lipat,
semula badannya, panjang setumbak lebih, sebesar lengan
tangan, setelah memanjang kini tinggal sebesar ibu jari.
Dengan kencang ia belit, seluruh badan kelabang raksasa itu,
keduanya lantas bergulingan ditanah.
Begitu menerjang datang disamping Koan San gwat, King
Pan berteriak. “Koan toako… bagaimana kau.....”
Sikap Koan San gwat tenang, sahutnya tersenyum lebar
“Nona Kang! Aku tidak apa apa. Lebih baik kau perhatikan
dirimu saja!”
Memang keadaan Koan San gwat tidak perlu dikutirkan,
sebalikanya kedatangan Kang Pan membuat ia terjeblos
ketempat bahaya, seperti diketahui ada tiga ekor kelabang
raksasa yang mengepung Koan San Gwat. Seekor kena
tertabas kutung seluruh giginya, kecuali menyemburkan asap
berbisa, tidak mampu berbuat apa lagi. Seekor lagi berhasil
menggigit Koan San Gwat, sementara seekor yang lain jadi
kehilangan sasaran. Kedatangan Kang Pan justru menjadi
sasarannya yang utama, maka sambil menggerakkan kedua
sungutnya yang tajam seperti pisau itu, dengan buas ia
menerjang tiba tiba.
Meski Kang Pan tidak membekal senjata, namun
kepandaian ilmu silatnya mempunyai dasar yang cukup kuat,
boleh dikata sudah mendapat taraf dimana setiap benda bisa
dia gunakan sebagai alat senjata, lekas ia kebaskan
lengannya, lengan baju sutranya segera menggulung kedepan
membelit gigi runcing kelabang raksasa itu, dimana ia
kerahkan tenaga, seketika kelabang raksasa itu kena
diseretnya kesamping.
Kelabang raksasa itu tidak putus asa, putar badan ia
menyerbu balik lagi. Lekas Koan San Gwat berseru kepadanya.
“Nona Kang! Sambutlah!” lalu Ui tiap kiam ditangannya ia
lontarkan kesana. Lengan baju Kang Pan meski dapat
membendung serbuan kelabang raksasa itu, namun lengan
baju sutranya itu pun sobek karena tajamnya gigi seperti
ujung pisau itu. Kalau pertempuran dilanjutkan Kang Pan
tentu terdesak dan menghadapi bahaya. Maka begitu
memegang senjata pusaka ditangan Kang Pan tidak perlu
takut lagi menghadapi kelabang raksasa yang sedang
menubruk maju pula.
Otakanya memang cukup cerdik, ia tahu bahwa kelabang
raksasa ini tidak gampang dibunuh, kalau ditebas kutung
sebatas pinggang nya, kedua potongan tubuhnya bisa tumbuh
pula menjadi dua kelabang yang lain yang sama besarnya
pula, kalau dibacok terbelah menjadi dua dari atas kepala
sampai keekornya. meski kena terbunuh namun mayatnya
bakal menjadi hidangan kelabang lainnya, akibatnya bakal
tumbuh seekor kelabang yang lain yang lebih besar lagi, untuk
menghadapinya tentu teramat susah dan makan tenaga.
Maka dia mencontoh tindakan Koan San gwat tadi, maka
pedangnya hanya memapas kutung gigi kelabang itu, begitu
pedang dan gigi saling sentuh, terdengarlah suara benturan
yang cakup keras ternyata gigi kelabang raksasa itu sedikitpuu
tidak kurang satu apa!
Bukan karena Ui tiap kiam sudah kehilangan kesaktiannya,
juga bukan karena kelabang raksasa itu bertambah lihay,
adalah tenaga tebasan Kang Pan sendiri yang kurang kuat dan
keras. Bicara mengenai lwekang, sebetulnya kekuatannya
tidak lebih lemah dari Koan San Gwat, soalnya dasar ajaran
mereka berlainan, demikian kondisi merekapun berbeda. Koan
San gwat termasuk positip sedang Kang Pan termasuk
negatip, Ui tiap kiam termasuk positip, maka berada
ditangannya, sudah tentu tidak bisa menunjukan perbawanya
yang tulen, akan tetapi benturan itu mengakibatkan sesuatu
yang menguntugkan juga.
Karena benturan keras itu, hampir saja pedang ditangan
Kang Pan tergetar lepas, tak kuasa ia tergentak dan mencelat
beberapa langkah. Sementara kelabang raksasa itu karena
giginya terpapas rompal sebagian, sakitnya bukan main
sampai kepala terasa pusing, hingga sesaat ia tidak bisa
mendesak kepada Kang Pan, malah menentang mulut
menggigit kearah Koan San Gwat yang berada didekatnya.
Koan San Gwat terangkat ditengah sementara pinggang
tergigit dimulut kelabang, meski tidak luka, namun gerak
gerikanya terganggu juga, sasaran mulut kelabang adalah
sebelah atas badannya. Meski ia tahu jika kelabang raksasa itu
menggigit dirinya tidak akan kurang suatu apa, namun ia tidak
berani menyerempet bahaya, lekas ia membentang kedua
tangan, gesit sekali ia berhasil menangkap kedua gigi
taringnya, sehingga kelabang itu tidak bisa mendesak lebih
dekat.
Begitu merasa mulutnya mengulum benda, peduli apapun
lekas lekas kelabang itu mematupkan mulutnya. Terasa oleh
Koan San Gwat tenaganya besar sekali, maka ia tidak
berusaha mengadu tenaga dengan lawannya. Begitu gigi
runcing itu hampir katup lekas Koan San gwat lepaskan
sebuah tangannya, sementara tangannya yang lain kebetulan
memegang ditempat peluang dimana pipinya terkurung oleh
tebasan pedang Kang Pan tadi. Maka meski gigi runcing
kelabang terkatup rapat, namun tidak membawa akibat apa
apa bagi tangan Koan San Gwat. Begitu ia menunduk kepala
hendak menyerang lebih lanjut, kepala susah di gerakan lagi
karena Koan San gwat menyekal kencang gigi taringnya dan
tidak dilepas lagi.
Karena dia harus memecah perhatian untuk menghadapi
kelabang lain ini tenaga pertahanan dalam tubuh menjadi
lemah, tekanan pada pinggangpun terasa bertambah besar,
namun Koan San Gwat tidak bisa hiraukan keadaan diri
sendiri. Karena kalau kelabang lain yang menyerbu lagi dan
berhasil menggigit anggota badan lainnya, tentu dirinya bakal
jadi umpan yang dibuat bulan bulanan. Kedua kelabang
raksasa ini ditengah udara, betapa rasanya sungguh ia tidak
berani membayangkan.
Kelabang yang gigi taringnya digenggam kencang koan San
gwat meronta mengeleper geleper, kepalanya digoyang
goyangkan, namun Koan San Gwat tidak mau melepaskannya,
setelah bertahan dan main berontak, mendadak terasa
olehnya jepitan pinggangnya menjadi kendor dan badanpun
terjatuh ketanah.
Itulah karena kelabang yang mengigit pinggangnya
melepaskan gigitaanya, maklum karena perut amat kelaparan,
namun tidak kuasa menelan Koan San gwat, di saat ia
kebingungan dan marah marah, kelabang yang lain menyerbu
datang pula, meski giginya kena dipegang Koan San Gwat dan
tidak dilepaskan, namun kelabang raksasa itu tidak tahu
disangkanya kawannya datang hendak merebut mangsanya.
Langsung gusar seluruh rasa penasaran dan kemaranan dia
tumplekan kepada kawan sejeninya ini lebib baik ia lepaskan
Koan San gwat dia terus menggigit kebadan kelabang yang
lain.
Melihat kesempatan yang amat baik dan mengantungkan
ini lekas Koan San Gwat lepaskan pegangannya dan mundur
ketempat jauh. Kedua kelabang raksasa itu jadi tergumul dan
berkelahi mati matian.
Melihat Koan San Gwat terhindar dari marabahaya,
sungguh girang Kang Pan bukan main, serunya “Koan toaku!
Marilah kita tinggal pergi saja!”
Koan San Gwat menjelajah keempat penjuru, di lihatnya Ki
Houww masih tergigit pinggangnya dan terangkat kontal kantil
di udara agaknya tenaga sudah terkuras habis sehingga gerak
berontakanya sudah jauh amat lemah, sementara tiga ekor
kelabang lainnya masih menunggu disamping. Cuma badan
mereka rada kecil maka tidak berani mengeroyok mangsa
dengan kelabang raksasa yang menggigit Ki Houww ini,
namun demikian mereka toh telah siap gegares sisa sisa dari
badan Ki Houw yang ketinggalan.
Sementara dengan bumbung bambunya Sebun Bu yam
masih berusaha menghalau dan menundukan kelabang
kelabang itu supaya tidak menyer ng dirinya, namun kini ia
sudah tidak kuasa memberi aba aba dan main perintah lagi
supaya mereka menyerbu kepada musuh.
Dalam pada itu, kelabang raksasa paling besar yang dibelit
Giok tai masih bergumpul dan bertempur amat sengitnya
badan Giok tai sudah mengecil semakin panjang dan kencang
sebesar jari kelingking, begitu kencang ia belit seluruh
kelabang besar itu.
Koan San Gwat jadi berpikir, katanya. “Kalau kita tinggal
pergi, bagaimana dengan Siau giok?”
Kata katanya ini didengar oleh Giok tai, kelas ia
mengeluarkan suara mendesis yang keras, mendengar itu
Kang Pan lantas berkata. “Dia suruh kita jalan lebih dulu, dia
akan bisa berusaha meloloskan diri, kelabang itu tidak akan
mampu melukai dia, setelah dia mengatasi habis tenaga
lawannya Siau giok akan dapat menundukannya, selanjutnya
dia akan menyusul dan menemukan kita pula. Koan toako!
Kalau sekarang tidak segera pergi, nanti mungkin tidak
bisa....”
“Takut apa?” ujar Koan San Gwat menggeleng. “Beberapa
kelabang itu kini tidak akan sempat menghadapi kita, biar kira
tonton dulu kedua keparat durjana ini mati dengan konyol
dimulut mereka....”
Kang Pan menjadi gugup, katanya. “Bila kelabang kelabang
itu makan daging manusia, menghisap kemudian darah yang
bakal menambah besar tenaganya, selera makannyapun
bertambah besar, kecuali daging manusia, bahan makanan
apapun dia tidak akan mau makan lagi, saat mana bisakah
kita melawannya?”
Koan San Gwat tertegun, tanyanya “Masakah benar seperti
apa yang kau katakan?”
“Memangnya aku menipu kau!” seru Kang Pan gugup,
“waktu di jian coa kok kulihat Coa sin menggunakan cara ini
untuk memelihara ular ularnya beracun, setelah mereka
mendapat daging berdarah watakanya menjadi liar dan ganas,
tidak mau makan makanan lain.”
Berubah air muka Koan San Gwat mendadak ia merebut Ui
tiap kiam ditangan Kang Pan terus memburu kearah Ki Houw,
beberapa kelabang yang lain serempak putar badan
menghadapi dirinya.
Karena kelabang kelabang itu jauh lebih kecil cukup Koai
San Gwat mainkan pedang nya, tanpa menggunakan banyak
tenaga ia berhasil mengutungi seluruh gigi gigi mereka. Kejap
lain pedangnya sudah menyambar ke arah Ki Houw.
Ki Houw sudah kehabisan tenaga dan tongol tongol, begitu
melihat sinar menyambar datang kontan mulutnya menjerit.
“Koan San Gwat, sungguh kejam kau!”
Belum lenyap suaranya tiba tiba badannya sudah
terbanting diatas tanah.
Ternyata kilat pedang Koan San Gwat menyambar kemulut
kelabang dan mengutungi giginya. Sungguh mimpi pun Ki
Houw tidak menyangka bahwa Koan San gwat bakal menolong
jiwanya. Disaat ia menjublek, sementara Koan San Gwat
sudah memburu kearah Sebun Bu yam. Pengalamannya kali
ini cukup luas, beruntun pedangnya terayun pulang pergi, satu
persatu ia kutungi seluruh gigi kelabang kelabang itu. Serelah
kehilangan gigi kelabang itu tidak bisa mengganas lagi
terpaksa hanya menyemburkan kabut berbisa.
Begitu tekanan menjadi ringan Sebun Bu yam menjawab.
“Bisa! Kami sudah menelan obat pemunahnya, tidak sampai
terkena bisanya, kalian….”
Kang Pan mendengus. jengeknya. “Sejak kecil aku
dibesarkan makan ular, Koan toako pernah menelan empedu
ular kami justru tidak perlu takut lagi. Kalian hanya
meninggalkan bibit bencana bagi manusia lain saja….”
Koan San Gwat menjadi gugup, tanyanya. “Adakah cara
untuk melenyapkan kabut berbisa ini?”
“Tiada cara apa apa, terpaksa dibiarkan saja dihembus
angin keperkampungan manusia bagaimana kalau sampai
tersedot oleh orang?”
Sebun Bu yam tergagap, sahutnya. “Orang yang menyedot
hawa beracun ini seluruh badannya bakal melepuh bernanah
dan mati membusuk menjadi genangan air darah. Malah
mungkin bisa menjadikan penyakit menular yang jahat…”
Dengan bengis Koan San gwat menyercah “Kalian hanya
hendak menghadapi ku namun berani melakukan perbuatan
durjana yang pasti akan dihukum oleh Thian, bagaimana
kalian hendak menempatkan diri selanjutnya ?”
Sebun Bu yam tertunduk menyesal, sesaat baru bersuara.
“Aku sendiri tidak menduga kejadian bisa berkembang sampai
sedemikian rupa, tak kuketahui pula mereka bisa tumbuh
semakin besar, malah akhirnya aku sendiri tidak kuasa
mengendalikan mereka!”
“Kau sendiri yang melepas binatang binatang jahat ini, cara
bagaimana kau tidak tahu akan akibatnya?” demikian maki
Koan San Gwat.
“Aku memang tidak tahu, waktu Thio Hun cu memberikan
kepada aku, dia hanya mengajarkan cara untuk menundukan
dan mengatasinya saja, kau sendirikan sudah lihat aku sudah
tidak mampu mengendalikan lagi…”
“Thio Han cu !” seru Koan San gwat naik pitam, “Akan
kucari padanya dan membuat perhitungan....”
“Aku pun tidak akan mengampuninya, dia bikin aku serba
celaka dan sengsara....”
Waku itu Giok tai kembali mendesis desis, mendengar itu
lekas Kang Pan berkata “Koan toako! Siau giok bilang dia bisa
melenyapkan kabut beracun ini, tapi kau harus bantu dia
membunuh kelabang kelabang raksasa itu, baru dia bisa bebas
bekerja....”
“Oh ya,” teriak Koan San gwat kegirangan. “Aku menjadi
pikun malah, kabut beracun semburan kelabang raksasa tadi
bukankah tersedot hilang oleh Siau giok, memang aku harus
segera bantu dia membebaskannya,...” lekas ia memburu
maju dimana pedangnya berkelebat ia memapas kegigi
kelabang raksasa itu. “Trang!” batang pedangnya tergentak
balik, sedikitpun gigi kelabang itu tidak cidera keruan Koan
San gwat melengak katanya. “Binatang ini teramat besar, aku
sendiri sudah tidak mampu menundukannya lagi….”
Siau giok mendesis panjang pendek Kang Pan lekas
memberi tahu. “Tusuk kedua matanya ....” lekas Koan San
Gwat angkat pedang dan menusuk, kedua biji mata kelabang
itu ternyata amat lemah, cukup pedangnya menyambar
kontan biji matanya pecah dan darah muncrat, karena
kesakitan kelabang raksasa itu menggeleper dan berguling
ditanah.
Menggunakan kesempatan ini lekas Siau giok
mengkeretkan badan terus menerobos masuk kedalam
perutnya, gerak gerikanya amat gesit dan cekatan, sekejap
saja seluruh badannya sudah tertelan masuk kedalam
mulutnya dan tahu tahu kepalanya sudah menongol keluar
pula diujung buntut kelabang raksasa itu.
Setelah kelejetan sebentar, kelabang raksasa itu akhirnya
berhenti bergerak jiwanya melayang. Namun Siau giok tidak
lantas berhenti, cepat sekali ia sudah menerobos masuk pula
kemulut kelabang raksasa yang lain.
Koan San Gwat keheranan, serunya “Mereka sudah tidak
akan mampu menggigit orang, kenapa harus mengeluarkan
banyak tenaga…”
Kata Kang Pan tertawa. “Meski mereka tidak bisa menggigit
orang, namun masih bisa menyemburkan kabut beracun,
kalau tidak dilenyapkan keakar akarnya, malah merupakan
bencana juga, hanya cara Siau giok ini yang dapat
melenyapkan mereka sebersih bersihnya,”
“Memang benar,” ujar Koan San Gwat mengerti. “Agakanya
ularmu itu amat cerdik dan lebih tahu urusan dari manusia....”
Setelah kabut hilang seluruhnya, baru Koan San Gwat
berkata dengan tertawa riang. “Siau giok! Terima kasih
padamu, untunglah ada kau dan berkat bantuanmu pula....”
Siau giok menegakan kepala dan mendesis desis, kepala
diangguk anggukan kepada Koan San Gwat.
Kang Pan segera memberi penjelasan. “Siau giok juga
mengucapkan terima kasih kepadamu, kabut berbisa dan
empedu meski berbahaya bagi manusia, namun teramat
berguna bagi dia, hari ini hasil pendapatannya berlimpah
ruah....”
Koan San Gwat tertawa dan manggut manggut, lalu ia
berpaling kepada Sebun Bu yam dan Ki Houw katanya.
“Sekarang apa pula yang perlu kalian katakan?”
Terdiam sebentar akhirnya Sebun Bu yam menjawab “Adu
pedang kita bukan lawanmu, Cu bo hwi siong juga kau
lenyapkan, apa pula yang harus kami katakan, terserah pada
mu saja apa yang hendak kau lakukan kepada kami…”
Koan San Gwat berpikir sebentar lalu berkata dengan sikap
sungguh. “Menurut perbuatan kalian hari ini serta selalu
bersikap bermusuhan terhadap aku. sebetulnya tidak patut
aku mengampuni jiwa kalian, tapi selama nya aku tidak
pernah membunuh musuh yang sudah tidak mampu melawan
lagi....”
“Bila kau hendak bunuh aku, akan kuberi kesemparan
kepada kau,” demikian Sebun Bu yam segera menukas
berkata, “Harap pinjam pedang mu, mari kita bertempur sekali
lagi, supaya kau punya alasan terang dan jujur…”
Koan San Gwat jadi tertegun, serunya. “Kau tidak ingin
hidup?”
“Hiduppun tiada artinya lagi bagiku, Cia Ling im sudah tidak
lagi menarah perhatian lagi terhadap aku. Apa lagi kau
menolong aku dari mulut Cu bo hwi siong, aku berhutang jiwa
kepada kau....”
“Sudahlah, bukan maksudku menolong kau, kalau toh aku
sudah menolong jiwamu tiada alasan untuk menghabisi
jiwamu pula. Silahkan kau pergi, lebih baik kalau kau tidak
bantu Cia Ling im melakukan kejahatan menjadi kaki
tangannya kau tidak akan memperoleh akibat yang baik bagi
dirimu.”
“Selanjutnya aku tidak akan mengekor kepadanya lagi,
sudah tiada tempatku berpihak lagi disana, namun tiada
tempat lain pula aku berteduh, kecuali mengikuti dia kemana
pula tempat yang haru kupilih?”
“Apa apaan ucapanmu ini, asal kau tidak mengikuti
jejakanya, kami akan suka menyambut kedatanganmu.”
“Tidak!” Ujar Sebun Bu yam menggeleng. “Suruh aku ikut
kelompok kalian untuk melawan Cia Ling im sekali kali tidak
boleh terjadi. Meski dia tidak mau menerima diriku, apapun
yang terjadi, dia sudah terhitung suamiku...”
“Terserah kepada kau! Aku tak bisa memberi nasehat
kepada kau, kau pun tidak bisa mati mendengar pesanku,
cuma perlu juga ku beritahu kepada kau, kau tidak cocok
menjadi jodoh Cia Ling im....”
“Sejak lama aku sudah tahu,” demikian ujar Sebun Bu yam
manggat manggut dengan pilu. “Maka tidak pernah aku
berangan angan supaya dia mencintaiku sepenuh hati, namun
sekarang cinta palsunya terhadap akupun sudah tidak
berbekas lagi aku sendiri pun sudah sadar, seorang yang
bermuka jelek tiada punya kuasa untuk memikmati atau
mengharapkan berempuan cinta yang indah, Ibu guruku
merupakan contoh yang paling gamblang, cuma boleh dikata
aku jauh lebih bahagia diban ding beliau…”
“Kau lebih bahagia?”
“Ya, ilmu silatku jauh bukan tandingan Cia Ling im maka ia
akan memberi ijin aku hidup didalam dunia fana ini, supaya
aku bisa memberikan sekedar sumbangan tenaga dan bakti,
sebaliknya ilmu silat ibu garuku jauh lebih ungggul dari guruku
akhirnya betapa suci dan besar rasa cintanya terhadap
guruku, sebaliknya guru selalu berdaya upaya hendak
membunuhnya…”
Koan San Gwat menjublek, katanya kemudian. “Lubuk
hatimu jauh lebih elok dari bentuk luarmu, kau bisa membekal
lubuk hati yang begitu bajik dan bijaksana, asal kau tidak
punya angan angan kosong, kelak pasi bisa mencari seorang
kekasih...”
“Terlambat! Sudah terlambat….” demikian ujar Sebun Bu
yam menggeleng, “Dulu aku terima diperalat oleh Cia Ling im
karena atas perintah guru dan demi keperluan latihan silat,
sejak mana sudah menjadikan ketentuan bagi nasib hidupku
ini.”
“Jalan pikiranmu ini tidak dibenarkan,” lekas Koan San
Gwat menyanggah, “Li Sek hong sama seperti keadaanmu,
kenapa dia bisa….”
“Li Sek hong berwajah cantik, dia bisa memisahkan
perasaan dan kenyataan, aku sebalikanya tidak bisa,
perempuan jelek tiada hak untuk memilih laki laki tampan,
tidak peduli siapapun yang ditemui, kalau sudah salah ya biar
salah lebih lanjut. Jangan kata usiamu jauh lebih cukup lanjut,
meski aku masih muda belia, akupun tidak akan mencari laki
laki lagi. Memang begitulah pasangan hidup dan nasib seorang
bermuka jelek seperti aku, terpaksa aku mudah menerima
permainan nasib ini…”
“Jadi kau masih ingin kembali pada Cia Ling im?”
“Ya, terpaksa aku menjadi seekor anjing nya yang paling
setia, selamanya mengekor padanya, sampai dia sendiri tidak
sudi lagi memberi sedekah makan kepadaku, baru akan ku
cari sebuah tempat untuk menyembunyikan diri, selama hidup
tidak akan bertemu lagi dengan manusia lagi…”
Koan San Gwat mendelong, akhirnya ia berpaling
menghadapi Ki Houw. Sementara itu semangat Ki Houw sudah
rada pulih, katanya sambil mengerahkan lengan tunggalnya
“Koan San gwat, aku tidak perlu banyak cerewet lagi, kami
sudah berkeputusan meski kau sudah menolong jiwku, aku
tidak akan berterima kasih kepada kau selanjutnya aku tetap
akan menjadi musuhmu!”
“Memangnya aku sudi terimakasih, soalnya aku kuatir bila
kelabang kelabang itu menelan badanmu, hanya menambah
keliaran dan kebuasannya saja untuk mencelakakan orang
lain!”
“Begitu lebih baik, sekarang aku tidak usah menaruh dalam
hati akan kejadian ini, bila aku harus hidup dengan
menanggung belas kasihan dan pertolongan musuh aku lebih
baik bunuh diri saja!”
Koan San Gwat menyeringai dingin. Kang Pan tidak tahan,
jengekanya. “Dalam hal ini aku punya keyakinan yang cukup
besar dalam hati Koan San Gwat berharap membunuh aku,
tetapi bukan pada saat sebelah tanganku sudah buntung
begini....” habis berkata ia putar tubuh tinggal pergi tanpa
berpaling lagi. Mengawasi panggung orang, hampir saja Koan
San Gwat tidak kuasa menahan gejolak hatinya, ingin rasanya
mengajar orang serta menggenjotnya sampai mampus. Tapi
setelah Ki Houw bejalan cukup jauh, dia masih tidak bergerak
dari tempatnya.
Sebun Bu yam menonton diam dari samping, sesaat
kemudian baru ia bersuara lirih. “Sebetulnya tidak patut kau
melepaskan dia orang macam itu mungkin adalah musuh
besar yang paling menakutkan, rasa bencinya jauh lebih besar
dari Cia Ling im,....”
Koan San Gwat medengus ujarnya. “Kalau tadi dia bicara
menghadap kepadaku, tentu dia tahu bahwa aku tidak akan
turun tangan membunuh orang dari belakang.”
“Memang, Ki Houw adalah orang yang menyelami
pribadimu paling mendalam, sampai ilmu silat, watak dan
hobby serta lain lain dia pernah menyelidikinya secara
cermat.”
“Dia menyelidiki aku? Apa tujuannya?”
“Semula dia hendak kebaikanmu dan menadingimu,
akhirnya mengorek ngorek cacad atau kelemahanmu untuk
melenyapkan jiwa mu, alhasil kedua tujuannya itu sama sama
gagal total....”
Koan San Gwat heran katanya. “Untuk melenyapkan aku
sih masih logis, bahwa dia hendak menandingi dan menjiplak
diriku, hal itu aku jadi kurang paham!”
“Bila kau paham tujuannya tentu tidak akan hendak lagi.
Dia mempelajari kau atau membunuh kau, malah menjadi
antek Cia Ling im yang paling setia, tujuannya hanya satu...
yaitu hendak mempersunting Ih yu sumoy !”
“Jadi demi Liu Ih yu !” teriak Koan San Gwat, “tidak perlu
dia bertindak sedemikian jauh !”
Sebun Bu yam tertawa getir, katanya. “Diapun sudah tahu
bahwa kau tidak punya maksud apa apa terhadap Sian sumoy,
kenyataan memang begitu sifat manusia, sepenuh hati dengan
seluruh jiwa raganya Sian sumoy mencintai kau, sebalik nya
sejak lama dia sudah terpincut, dan tergila gila kepada sian
sumoy, Cia Ling im pernah memberikan janjinya untuk
membantu merangkap perjodohan ini soal itu bukan mustahil
namun sejak kamu maucul, posisinya menjadi terdesak, maka
hilanglah harapan nya...”
Koan San Gwat melongo lagi, sunguh suatu uraian yang
lucu dan mengherankan sekali, sulit ia menerima dengan nalar
yang sehat akan kejadian yang sebenarnya tidak masuk di
akal. Namun diapun tahu bahwa Sebun Bu yam tidaklah bicra
dengan karangan khayal belaka, apa yang dikatakan memang
benar benar terjadi dan kenyataan.
Begitulah sekian saat mereka berdiri mematung tanpa
bicara, sesaat kemudian baru sebun Bu yam berkata sambil
menuding mayat mayat kelabang itu. “Koan San Gwat!
sekarang ada sebuah permintaanku terhadap kau kuharap kau
suka bantu aku membereskan mayat kelabang kelabang ini.
Tapi terserah akan kerelaanmu, tidak menjadi soal kau
menolak.”
Koan San Gwat berpikir sebentar lalu tanyanya. “Kita kjra
perlu berapa lama?”
“Badan mereka sudah sedemikian besar, untuk
membereskannya seluruhnya sampai bersih paling cepat perlu
makan waktu setengah harian, dengaa demikian kau....”
“Dengan demikian aku tidak akan bisa menyusul tiba ke
Jian coa kok dalam waktu tiga hari sesuai dengan waktu yang
telah dijanjikan....”demikian jengek Koan San Gwat.
“Permintaanku ini bukan demi keuntungan Cia Ling im
untuk mengejar waktunya, dan karena itu maka aku berani
mengajukan permintaanku , kalau tidak, aku juga bisa masa
perduli, biar mereka membusuk disini dan menjadi bibit
bencana bagi masyarakat sekitar sini...”
Sedikit berubah air muka Koan Sai Gwat tanyanya
“Bencana apa saja yang ditimbulkan oleh mayat mayat
kelabang ini?”
“Kata kataku mungkin kau tidak percaya, oleh karena itu
silahkan kau tanyakan kepada nona Kang Pan saja!”
Tanpa ditanya segera Kang Pan menjelas kan. “Mayat
mayat kelabang ini gampang membusuk dalam waktu singkat,
dalam dua belas jam bakal menjadi air darah beracun, bila
terkena sinar matahari dan menguap, hawanya yang beracun
tiada bedanya dengan kabut beracun yang mereka semburkan
tadi!”
SebunBu yam menambahkan tertawa dingin. “Koan San
Gwat! Kau mendengar tidak? menurut tabiatku biasa nya
boleh kutinggal pergi saja habis perkata, soal bencana atau
mala petaka apa yang bakal terjadi, hakikatnya bukan menjadi
perhatianku. Adalah setelah melihat sepak terjang dan tindak
tanduk belakangan ini, memangnya setimpal disebut sebagai
Enghiong teladan, maka kuajukan permintaanku ini, kalau kau
salah paham menyangka kehendakku ini demi keuntungan Cia
Ling in, baiklah biar kulakukan sendiri saja!”
“Apakah orang lain bisa membantu kesulitanmu ini?” tanya
Koan San Gwat.
“Tidak bisa! Ki Houw sudah pergi hanya kau dan nona Kang
yang tidak takut kena pengaruh racun kelabang ini, orang lain
jangan kata menyentuh dalam jarak yang agak dekat saja
mereka bakal mampus seketika....”
Disaat Koan San Gwat sedang ragu ragu Sebun Bu yam
segera menjemput pedang kutung yang terjatuh ditanah tadi
terus mulai menggali lubang. Gerak gerikanya cukup cepat
dan cekatan.
Menurut pertimbangan Koan San Gwat setelah
memperhitungkan besarnya mayat mayat kelabang kelabang
itu, paling kecil mereka harus menggali lubang lima enam
tumbak persegi, dengan empat tumbak dalamnya baru bisa
memendam seluruh mayat mayat kelabang itu.
Mengandal kecepatan kerja Sebun Bu yam ini paling cepat
dua hari baru selesai, malah harus terus bekerja tanpa
istirahat, makan minum atau tidur. Tatkala itu mayat mayat
kelabang itupun sudah membusuk. Naga naga permintaan
orang supaya dirinya membantu memang bukan bertujuan
demi keuntungan pribadi, maka setelah ragu ragu sebentar
maka dengan menggairahkan semangat segera ia melolos Ui
tiap kiam mulai ikut bekerja menggali tanah.
Melihat orang toh akhirnya sudi membantu, sedikitpun
Sebun Bu yam tidak menam pilkan perubahan air mukanya.
Akan tetapi tiba tiba ia menghentikan kerjaannya, putar tubuh
terus tinggal pergi masuk kedalam hutan dipinggir tanah.
Keruan Kang Pan menjadi naik pitam makinya. “Kau
perempuan keparat ini memang patut dibunuh, satelah kami
terikat kerja disini, kau hendak tinggal pergi malah !”
Tanpa orang bicara habis Sebun Bu yam segera
mendengus, ujarnya. “Siapa mau bekerja silahkan, tidak mau
silahkan pergi, tiada orang yang memaksa kau untuk
mengerjakan nya!”
Karena semakin membara amarah Kang Pan, cepat ia
melompat maju seraya mengayun tangan menampar pipi
orang, sedemikian keras tamparan ini sampai Sebun Bu yam
terpental mundur sempoyongan, ujung mulutnya melelehkan
darah, pipi pun bengap, sambil mengusap darah dipinggir
mulutnya tanpa bicara ia terus masuk kedalam hutan.
Saking marah Kang Pan hendak memburunya lagi, lekas
Koan San Gwat mencegahnya. “Nona Kang! Jelas kerjaan ini
harus kita lakukan, marilah bekerja sekuat tenaga tidak perlu
minta bantuan orang lain. Marilah kau bantu aku!”
Dengan bersungut Kang Pan kembali ke tempatnya,
memungut potongan pedang yang ditinggalkan Sebun Bu
yam, mulai dia bantu mengeduk ranah, namun masih
penasaran ia menggerundal. “Perempuan buruk ini memang
bukan manusia, kukira memang dia sengaja hendak menahan
kita disini. Kelabang kelabang kan dia yang melepas, kenapa
kita mesti....”
“Nona Kang!” ujar Koan San Gwat menggeleng sambil
menarik napas, “Dia anggota Thian mo kau, terhadapnya
jangan kita meminta sesuatu banyak, peduli kemana
tujuannya, bagaimana juga kita tidak bisa berpeluk tangan
apalagi jalan raya ini cukup ramai, orang berlalu lalang tidak
sedikit, janganlah mereka yang tidak berdosa menjadi korban
secara konyol.”
“Peduli Kau pihak Thian mo kau yang memikul dosanya!”
“Ya, namun paling tidak kelabang ini dilepas gara gara kita,
kau kau pula yang membunuh, kalau aku tidak tahu bencana
apa yang ditimbulkan sudah tentu boleh tinggal pergi saja,
habis perkara, namun persoalan sekarang jauh berbeda....”
“Apakah kau seorang bisa mengurus segala persoalan tetek
bengek di seluruh jagat ini!” seru Kang Pan sengit dan keras.
“Segala urusan yang ganjil didunia ini meski tidak
seluruhnya bisa kuselesaikan, namun setiap urusan yang
kebentur ditanganku tidak bisa tidak harus kuurus. Itulah
sumpah setiaku diwaktu aku menerima jabatan Bing tho ling
cu nan jaya dan agung...”
Kang Pan jadi melongo sesaat berkata dengan lirih “Koan
toako! Memang kau yang benar, sungguh aku harus menyesal
kenapa punya pikiran egois, agakanya untuk menjadi istri
idamanmu, aku harus banyak belajar...” bicara sampai disini
tenaga dikerahkan kedua tangan bekerja semakin cepat tanah
batu seketika beterbangan dan berjatuhan, sekejap saja ia
berhasil mengduk tanah beberapa banyak dan dalamnya,
malah dengan kedua tangan yang halus dan putih itu ia
menyerok tanah serta dihamburkan keluar lubang.
Koan San Gwat menjadi risau malah oleh beberapa patah
kata katanya yang terakhir.
“Masa iya!” sahut Kang Pan, setelah mengendurkan tanah
galiannya, Kang Pan ganti menggunakan kedua lengan baju
yang di saluri tenaga dalam mengebut beberapa kali, kontan
tanah tanah yang digalinya itu beterbangan ke luar lubang,
kejap lain ia berhasil menggali sebuah lubang cukup besar.
Begitulah mereka bekerja sepera saling berlomba, lambat
laun Kang Pan mendekati di pinggir Koan San Gwat, karena
ketajaman pedang Ui tiap kiam dimana tajam pedang bekerja
tanah berhamburan menjadi kendor, kontan Kang Pan
membantu dengan caranya tadi, setiap padang Koan San gwat
bekerja, lekas lengan bajunya dikebutkan. Cara kerja sama ini
ternyata hasilnya lebih besar dan cepat. Kira kira setengah
jam kemudian, mereka sudah mengeduk lubang lebar dua
tumbak dan setumbak lebih dalamnya.
Tiba tiba diatas lubang berkelebat sesosok bayangan orang,
kiranya Sebun Bu yam kembali lagi. Sambil mendongak
bertanya Kang Pan. “Untuk apa kau kembali pula?”
Sebun Bu yam menyeringai, sahut nya. “Jangan kau
anggap setiap orang Thian mo kau orang jahat jahat,
terutama aku Sebun Bu yam bukanlah seorang manusia
rendah hati ini, bhwa aku kembali memangnya aku hendak
membuktikan kata kataku.”
“Lalu kenapa kau tadi tinggal lari?”
“Kenapa kau tidak naik kemari melihat nya?”
Kang Pan segera melompat naik, tampak dipinggir lubang
sana bertumpuk setumpuk kayu kayu kering, tanyanya dengan
heran.
Mata Sebun Bu yam tertawa dingin. “Bekerja harus
sempurna, berapapun dalamnya kau memendam mayat mayat
kelabang itu. bila menguap menjadi hawa beracun, masih ada
kemungkinan bisa merembes keluar bumi, terpaksa harus
dibakar dulu....”
“Menang benar!” kata Kang Pan sesaat kemudian setelah
tertegun. “Tadi akulah yang salah, kenapa kau tidak
menyelesaikan lebih dulu? Sampai kupukul kau, maafnya!”
Sebun Bu yam tertawa dingin, ujarnya “Setiap orang boleh
bekerja sekuat tenaga melakukan kerjaan apa saja yang harus
dia kerjakan. Kenapa harus menjelaskan kepada kau lebih
dulu. Sekali pukulanmu akan ku ingat dalam hati....”
Sifat Kang Pan memang polos dan jujur sungguh hatinya
amat menyesal, cepat ia berkata. “Kalau kau hendak
membalas boleh sekarang juga silahkan.....”
Sebun Bu yam mendengus, katanya. “Aku tak punya
waktu!” habis berkata ia tinggal pergi lagi kali ini rada lama
baru kelihatan dia kembali, satu jam kemudian ia kembali
membawa seonggok bersamaa kayu kering.
Waktu itu lubang sudah tiga tumbak. Maklumlah waktu itu
musim rontok sedang mendatang, apalagi kedua tangan
Sebun Bu yam sudah cacad, gerak geriknya tidak begitu
leluasa, tanpa menggunakan alat senjata dan tidak bisa
menggerakkan tenaga lagi, sedang dahan dahan kayu itu
harus dipanjat diatas pohon untuk mendapatkasnnya, meski
hasilnya kira kira sudah dua ratusan kati, dilihatnya
keadaannya kelihatan sudah amat payah.
Kang Pan jadi tidak tega, setelah berpikir ia berkata “Kau
istirahatlah, biar aku yang cari kayu bakar…”
“Tidak usahlah!” sahut Sebun Bu yam menggeleng.”Kerja
sama kalian suami istri amat baik, kalau aku yang melakukan
tentu tidak sebaik dan cepat itu, bagi seorang yang sebatang
kara hanya kerjaan tunggal saja bagiannya!”
Mendengar sindiran tajam ini seketika merah jengah muka
Kang Pan.
Setelah pekerjaan memakan waktu kira kira tiga jam,
lubang itu sudah sedalam tiga tumbak, dan luas empat
tumbak. Koan San Gwat dan Kang Pan sudah sama keletihan,
mereka berdiri dipinggir lubang, istirahat.
Dalam pada itu, cuaca sudah gelap bintang bintang kelap
kelip dicakrawala dan cerah tampak Sebun Bu yam menyeret
dua onggok kayu besar sedang mendatangi dengan tertatih
tatih. Setelah meletakkan kayu kayu itu, ia berkata menarik
napas “Mencari kayu bakar dalam musim sekarang ini
sungguh sukar sekali. Kedua onggok ini kutemukan empat li
dihutan sana.”
Sikap dan pandangan Koan San Gwat terhadapnya sudah
berubah sama sekali, katanya lemah lembut. “Kau tidak usah
bercapek lelah kukira sedemikian banyak sudah lebih dari
cukup!”
“Masih kurang banyak lagi,” sahut Sebun Bu yam
menggerakan kepala. “Tapi kalian tidak perlu kuatir, biar
kukerjakan sendiri mengubur dan membakar mayat mayat
kelabang ini. Kalian boleh sekarang berangkat saja!”
Koan San Gwat melihat cuaca, lalu berkata. “Sampai saat
ini, cepat atau lambat kita berangkat sama saja…”
“Tidak!” tukas Sebun Bu yam, “melihat tekad kerja kalian,
sungguh aku tidak rela kalian kena terjebak dan menjadi
korban kelicikan Cia Ling im. Boleh kau perhitungkan, sebelum
terang tanah bisakah kalian tiba di Jian coa kok?”
“Sudah tentu tidak menjadi soal, tapi setelah terang tanah,
berarti sudah lewat hari ketiga seperti yang dijanjikan,
menyusul tiba kesana juga tidak berguna lagi, ada lebih
baik…”
Sebun Bu yam menjadi gelisah, katanya. “Asal sebelum
matahari terbit kalau sudah bisa sampai disana, mungkin
masih bisa mencegah tipu daya Cia Ling im, melindungi
keselamatan jiwa kalian, kalau terlambat habis sudah ...”
Koan San Gwat merasa heran, tanyanya “Dengan cara apa
Cia Ling im hendak menghadapi kami?”
Sebun Bu yam ragu ragu sebentar, akhirnya bicara juga.
“Dari mulut Ban li bu in Cia Ling im mengetahui segala seluk
beluk mengenai Coa sin, maka dia lalu mengatur suatu tipu
daya yang keji, dengan caranya ini dia dapat menundukkan
Coa sin dan memperalatnya....”
Diam diam bercekat hati Koan San gwat. Justru yang
dikuatirkan memang hal itu, namun lahirnya dia berlaku tetap
tenang, kata nya acuh tak acuh. “Kukira tidak mungkin! Cara
bagaimana Coa sin bisa mendengar perintahnya?”
“Cia Ling im tidak akan melakukan kerjaan yang semduma,
di sudah berhasil memegang dua titik kelemahan Coa sin,
dengan dua alat kepercayaannya ini, Coa sin pasti terjeblos
kedalam tipu dayanya
“Kelemahan Coa sin yng mana dipegang Cia Ling im?”
“Seseorang pasti punya cacat karena dia tidak melakukan
sesuatu keinginan yang tidak bisa dikerjakan. Coa sin kemaruk
akan paras cantik, namun dia tidak mampu bersenggama
dengan perempuan, ada tidak kejadian ini?”
Pucat muka Kang Pan, teriakanya. “Benar, masakah Cia
Ling im bisa membuatnya.”
“Ya, kepandaian simpanan Thian mo kau yang paling
diandalkan adalah Im yang sin hap perpaduan ganjil antara
negatif dan positif justru Cia Ling im paling ahli dalam bidang
ini, memang benar dia bisa mengajarkan sesuami kepandaian
yang aneh, sehingga dia bisa mencapai kenikmatan dari
hubungan antara perempuan dan laki laki. Belum cukup
dibekalnya ini, Cia Ling im pun membawa serta Thio Hun cu,
pasti mereka bisa mengubah bentuk Coa sin sekarang menjadi
manusia yang normal.”
Mencelos hari Koan San Gwat, katanya. “Kedua hal itu
memang kejadian yang paling diharapkan oleh Coa sin....”
“Maka kalian harus cepat menyusul ke sana. Ilmu
perpaduan Im dan Yang itu cukup dalam tempo sehari sudah
bisa diajarkan sempurna, cuma operasi untuk menormalkan
anggota badan itu yang rada sulit dan makan waktu, paling
cepat harus dua hari baru bisa selesai dan baru bisa digerakan
dengan leluasa seperti manusia umumnya. Cia Liog im
beramat dua hari lebih dulu tiba disana Coa sin sebelum
matahari terbit kalian bisa tiba disana, Coa sin masih belum
mumpu bergerak.....”
Koan San Gwat berpikir sebentar lalu katanya. “Seumpama
Coa sin mau menerima syarat yang mereka ajukan, belum
tentu dia terima diperbudak oleh Cia Ling im. Ilmu silatnya
jauh lebih tingggi dari mereka.....”
“Betapa pandai dan licik cara Cia Ling im menundukkan
seseorang, menghadapi Coa sin tokoh yang bosan itu, kalau
tidak punya pegangan yang meyakinkan, masakah dia sudi
membantu orang begitu saja?”
Bercekat pula hati Koan San Gwat teriaknya “Apakah betul
betul dia bisa mengendalikan dan menundukkan Coa sin
secara keseluruhannya?”
“Masakah diragukan. Disaat ia mengajar kan perpaduan Im
yang itu, dia gunakan pula semacam ilmu sihir, asal Coa sin
mau menerima pelajarannya, selamanya dia akan menjadi alat
paling setia!”
“Koan toako !” teriak Kang Pan gugup, “Marilah lekas....”
“Tidak!” Koan San Gwat tegas “ Kilau Coa sin mau
menerima ajaran Cia Ling im maka sekarang dia sudah bisa
diperalat oleh Cia Ling im. Kalau kita menyusul tiba disana,
paling paling hanya mencegah operasi memulihkan anggota
badannya menjadi manusia normal, bukankah waktunya
sudah terlambat juga?”
“Belum terlambat!” seru Sebun Bu yam dengan penuh
keyakinan, “Asal kalian bisa datang tepat pada waktunya dan
secara kebetulann pula Coa sin belum mampu bergerak kalian
bisa melenyapkannya lebih dulu, tipu daya Cia Ling im tidak
berguna lagi.”
Koan San Gwat meliriknya sebentar, tanyannya. “Kenapa
mendadak kau mau membantu aku, kalau kau punya maksud
baikmu ini, kanapa pula kau harus melepaskan kelabang
beracun itu, sehingga menunda dan membuang waktu kami
secara cuma cuma?”
Seban Bu yam menarik napas dan menundukkan, sahutnya
menyesal “Mendadak aku menjadi sedih. Bukan saja aku suka
membantu kalian apalagi kalau kalian bisa melenyapkan Coa
sin sehingga Cia Ling im kehilangan sandaran yang
diandalkan, terpaksa dia harus menyembunyikan diri, maka
aku masih ada harapan bersanding disebelahnya Atau
sebalikanya, ambisinya amat besar, tujuannya hendak merajai
dunia, kalau itu sampai terjadi selama hidup ini aku tidak akan
mendapat penghargaan nya....”
Berpikir sebentar lalu Koan San Gwat berkata kepada Kang
Pan. “Nona Kang, marilah kita lanjutkan menggali!” sembari
berkata dia sudah siap hendak melompat turun.
Keruan Kang Pan menjadi gugup, serunya. “Koan toako!
kenapa kau tidak begitu prihatin akan persoalan ini?”
“Prihatin juga tidak berguna, kalau sekarang kita menyusul
kesana, paling paling hanya bisa membunuh Coa sin, apalagi
aku tiada permusuhan atau dendam kepadanya, malah
sebelum ini aku menerima kebaikannya! Demikian juga kau,
pantaskah kita membunuhnya? Jangan kau melulu terlalu
kuatir dia bakal menjadi alat setia Cia Ling im, toh kenyatan
belum terjadi atau sudah kau saksikan sendiri!”
Kang Pan terbungkam. Sebun Bu yam menyela bicara
sambil menghela napas. “Kau tidak, percaya padaku, akan
datang saatnya kau menyesal diri.”
Koan San gwat menggeleng, ujarnya “Aku percaya akan
keteranganmu, tapi aku seorang laki laki sejati, keturunan
perguruan tenar, apalagi untuk menghadapi seorang yang
pernah memberikan manfaat kepadaku, tidak bisa aku
membalas kebaikan budinya dengan kejahatan. Aku tidak bisa
memberi penilaian pada sepak terjang dan kebaikan hatimu
ini, cuma kurasa kau terkekang oleh rasa kesetiaan dan cinta
kasih yang tidak berharga, bukanlah menjadi seorang kelana
Kangouw tulen yang harus dipuji....”
“Masakah aku berani angkat diri jadi pendekar segala. Tapi
aku punya sebuah prinsip, setiap tindak tandukku hanyalah
menuruti kelurusan hati dan kesucian nurani belaka, untuk
membunuh orang kitapun harus punya alasan alasan yang
setimpal. Waktu di Sin li hong, aku pernah membebaskan Cia
Ling im, karena kurasa dia belum melakukan kejahatan yang
keluar takaran, mengenai Coa sin, aku berpegang akan
keyakinan yang sama. Bila dia benar benar melanggar
kejahatan yang sudah tidak terampun, aku pasti tidak akan
memberi ampun padanya. Tapi sekarang bagaimana juga aku
tidak bisa membunuhnya.”
Sebun Bu yam derdiam sebentar, lalu katanya. “Belum
tentu aku harus membunuh dia mungkin meski kau hanya bisa
mencegah pulih nya menjadi manusia normal sehingga
selamanya mengurung diri didalam Jian coa kok dia tidak akan
keluar menimbulkan bencana bagi dunia ramai....”
Koan San Gwat tertawa besar, ujarnya. “Hal ini lebih tidak
bisa kulakukan. Karena aku menelan empedu ular wulung
bertanduk itu, shingga hilang harapan Coa sin pulih menjadi
manusia normal, karena hal itu hatiku jadi tidak enak dan
rasanya hutang budinya padanya. Kini kalau toh ada cara lain
bisa mengabulkan angan angannya ini, sepantasnya aku ikut
bergirang dan syukur baginya, mana boleh merusak
usahanya...”
Sebun Bu yam menjublek tidak bersuara lagi. Adalah Kang
Pan yang menyeletuk. “Koan toako, jadi untuk apa pula kita
tergesa gesa hendak memburu tiba disana?”
“Semula aku belum tahu rencana apa yang sedang di atur
oleh Cia Ling im, maka aku ingin buru buru menyusul kesana
melihatnya kini setelah aku tahu aku jadi tidak perlu tergesa
gesa, jadi kau tidak takut bila Coa sin sampai diperalat oleh
Cia Ling im?” tanya Kang Pan gelisah.
“Jadi kau tidakatakut bila Coa sin sampai diperalat oleh Cia
Ling im?” tanya Kang Pan gelisah.
“Tidak salah! Memang aku sedang memikirkan hal itu, tapi
akupun tidak percaya kan terjadinya hal itu, mungkin Coa sin
memang punya cacat, dia suka kepincut paras cantik namun
tidak kuasa menikmatinya, tapi dia adalah manusia, sebagian
besar badannya adalah raga manusia, adalah pantas
mempunyai keinginannya itu, tidak bisa aku beranggapan
bahwa hal ini adalah kesalahannya. Mengenai takut dia
diperalat oleh Cia Ling im, itu tidak mungkin terjadi, ilmu sihir
merupakan semacam kepandaian silat juga, mengandal dasar
latihan lwekang Coa sin yang tinggi, kemungkinan kena
terpengaruh dan hilang ingatannya adalah kecil sekali,
sebaliknya bukan mustahil Cia Ling im sendiri yang bisa
ditundukan olehnya...”
Kang Pan tidak bicara lagi, kembali mereka terjun kedalan
lubang, yang satu mengeduk yang lain membersihkan tanah,
tak lama kemudian galian tanah itu sudah hertambah lebar
dan dalam.
Koan San Gwat melompat keluar dan katanya tertawa.
“Semula dia perhitungkan memerlukan waktu enam jam, kini
kita hanya memerlukan waktu empat jam, dari sini dapatlah
dimengerti, bahwa bekerja harus memperhatikan cara dan
manfaatnya, gunakanlah otak berpikir….”
Sebun Bu yam melemparkan kayu kayu bakar dibagian
bawah sebgai alas dasar, Koan San Gwat membantu
memotongi kayu kayu itu kecil kecil dengan pedangnya,
setelah kayu merata baru mereka mulai mengotong mayat
kelabang itu ditumpuk diatasnya.
Setelah persiapan selesai mulailah menyulut api pada
sebatang dahan pohon kering, tak lama kemudian api sudah
menyala besar berkobar kobar, mayat mayat kelabang itu ada
mengeluarkan minyak gajihnya sehingga kobaran api semakin
besar membantu kayu kayu itu terbakar semakin cepat dan
membara.
Kira kira setengah jam kemudian tinggal abu abu dan
karang karang masih membara yang tinggal dalam lubang,
serempak mereka bertiga kerja sama lagi mengurukkan tanah
ke dalam lubang lubang, serta menginjak injak dengan kaki
biar rata dan padat.
Setelah pekerjaan selesai, barulah Sebun Bu yam berkata
prihatin. “Lekaslah Kalian beraungkat. Setelah bertemu
dengan Cia Ling im tolong kirimkan kabar dariku, katakan aku
akan kembali ke Ngo tai san, pulang ketempat lama untuk
menetap disana. Kalau dia sudah tiada tempat untuk berteduh
boleh datang kesana, aku akan melayaninya dengan setia
selama hidup ini.. tapi kukira kata kataku ini pun bakal sia sia,
aku berani pastikan dia tidak akan sudi kesana....” habis
berkata dengan rawan dan sedu ia tinggal pergi lebih dulu.
Koan San Gwat dan Kang Pan jadi melongo dan hampa,
sesaat lamanya mereka memjublek, akhirnya berangkat juga
menuju ke Jian coa kok.
Keadaan Jian coa kok sudah tidak seperti keadaan semula
tempo hari, celah celah batu yang sempit kecil itu kini sudah
dipagari oleh tenaga manusia, jalan lebar dan datar, maka
Koan San Gwat dan Kang Pan tidak perlu susah payah harus
mencari jalan untuk masuk kedalam.
Belum jauh mereka memasuki jalan lurus ini, tibalah
mereka dilapangan luar itu, tempat kediaman Coa sin msih
berada disebelah belakang, lapangan kosong melompong
tiada kelihatan bayangan seorangpun juga.
Adalah di kedua pinggiran lapangan sana tergantung dua
ekor ular sanca yang amat besar, keduanya menegakan
kepala dan membuka mulur menjulurkan lidah, sikapnya
garang dan siap mematuk sambil mendesiskan suara.
“Apa yang terjadi ini?” tanya Koan San Gwat tidak
mengerti.
Kang Pan berpikir sebentar, lalu katanya. “Mungkin mereka
sedang repot mengerjakan sesuatu, maka mengatur ular ular
besar ini untuk menjaga pintu, barisan ular macam ini adalah
yang paling lihay.....”
Koan San Gwat tidak percaya, katanya. “Meski aku tidak
pernah mempelajari strategi militer, namun aku tahu barisan
ular hanyalah barisan yang paling gampang dan umum,
dimana tempat kelihayannya.”
“Ya, memang hanya pinjam nama saja, maknanya
berlainan, sebetulnya semakin besar kadar racunnya ular
semakin kecil, hanya ular sanca bersisik merah ini, semakin
besar kadar racunnya semakin berbisa, sepanjang jalan ini
semua dijaga oleh ular ular sanca peliharaan Coa sin selama
puluhan tahun, tujuannya adalah untuk mencegah
sembarangan orang masuk mengganggu.”
“Bisa merintangi orang lain masakan bisa merintangi kita,
sejak kecil kau dibesarkan di tempat ini, masakan mereka bisa
menyerang terhadap kau juga, soal aku…”
Kang Pan menggeleng, katanya. “Ular sanca berbisa
macam ini tidak mengenal jenis dan persaudaraan, kecuali
Coa sin, tidak lawan yang terpandang dalam mata mereka,
meski kau pernah menelan empedu ular, merekapun tidak
akan bisa kau gertak....”
Melihat orang bicara serius, Koan San Gwat jadi ragu ragu,
katanya. “Kenyataan kita sudah melewati puluhan ekor,
kenapa tidak kelihatan mevunjukan sesuatu aksi apa?”
“Ya, aku sendiri juga sedang tidak mengerti, menurut
biasanya, sejak tadi mereka sudah mulai bergerak, tapi kulihat
mereka rada rada rakut dan bimbang, seolah olah ada sesuatu
yang mereka takutkan....”
“Kalau toh tidak takut kepadaku dan kau apa pula yang
mereka jerihkan?”
Sebegitu jauh Kang Pan sendiri belum bisa menyimpulkan
sesuatu, cuma ia coba mendekati salah seekor yang terbesar,
sikapnya kelihatan tegang dan menegakan kepala dengan
garang dan berjaga jaga. Cuma kelakuannya tidak sebegitu
garang lagi, malahan badannya mengkeret mundur,
sementara kedua biji matanya berjelalatan mengawasi
kantong dibawah ketiaknya.
Mendadak Kang Pan menjadi paham duduk perkaranya,
katanya tertawa besar. “Ternyata mereka takut terhadap Siau
giok!”
Kuatir Koan San Gwat tidak paham segera ia menjelaskan.
“Mereka adalah lawan bebuyutan dangan Siau giok tidak perlu
takut, namun keadaan hari ini lain pula, mungkin Siau giok
tidak akan kuasa menghadapi lawan sedemikian banyak,
menuruti biasanya mereka sudah maju bersama, untunglah
Sebun Bu yam telah memberi berkah kepadanya.”
Tanya Koan San gwat masih rada bingung. “Kenapa ada
hubungannya dengan Sebun Bu yam?”
“Kelabang yang dilepas Sebun Bu yam itu telah menambah
perbawa kekuatan Siau giok berlipat ganda, kebetulan menjadi
lawan penunduk mereka lagi, tak heran mereka tidak berani
banyak bergerak.”
Kata Koan San Gwat mengerut kening “Coa sin mengatur
barisan ularnya ini, tujuan nya hendak merintangi kita masuk,
tentu sebelumnya dia tidak memikirkan bakal terjadi seperti
ini, kesempatan baik bagi kita malah, marilah lekas maju!”
segera dengai langkah lebar ia maju dengan cepat. Kang Pan
mengikuti jejakanya. Tapi ular ular yang menghadang
disebelah depan mendadak bergerak serempak, bersama dari
kanan kekiri mematuk bersama.
Sigap sekali Koan San Gwat membacokan pedangnya
memapak kearah ular yang menyerang paling depan. Tapi ular
itu sedikit pun tidak takut menghadapi Ui tiap kiam yang tajam
luar biasa itu.
Kepala mendongak keatas badanpun menjulur maju lebih
dekat dan membiarkan pedang Koan San Gwat membacok
dipingangnya namun sedikitpun tidak cidera apa apa, malah
dengan cepat dan gesit sekali badannya melingkar terus
membelit pedang.
Dalam waktu dekat Koan San Gwat tidak kuasa menarik
lepas pedangnya, sementara ular yang lain sudah menyerang
tiba, didalam keadaan gawat, terpaksa ia angkat sebelah
kakinya menendang telak sekali kepala ular kena
ditendangnya, tapi paling paling ular hanya tergeliat sedikit,
cepat sekali kepala nya sudah putar balik mematuk dengan
beringas.
Ular sanca jenis ini bukan saja lihay merekapun punya daya
kecerdikan, mereka me ngenal cara pengeroyokan yang
dilancarkan secara bergelombang dan teratur, ular yang
membelit pedang itu tidak mau melepaskan, dengan ketat ia
menarik semakin kencang dan kuat. Malah sisa badan
kepalanya yang menegak masih bisa bergerak dengan leluasa,
karena Koan San gwat harus menggerakan tangan
menghadapi rangsakan ular yang lain, maka diapun ikut
menyerang setiap ada kesempatan.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
JILID 27
DASAR SUDAH PENGALAMAN, meski menghadapi mara
bahaya sedikitpun Koan San gwat tidak menjadi gugup
karenanya, sudah tentu ia cukup paham menghadapi tipu
daya musuh musuh binatang ini, meski pedangnya bergubat ia
gunakan kaki dan sebelah tangannya yang lain untuk melayani
serangan ular ular yang lain.
Setelah kena tendangan ternyata ular tadi berlaku lebih
waspada dan hati hati, meski serangannya gencar, namun kira
kira setengah tombak didepan badan Koan San gwat
mendadak ia menghentikan terjangannya. Dengan badan
bergoyang gontai pergi datang kepada nya mendandak
mengincar musuh sambil menanti setiap kesempatan. Apalagi
badannya amat panjang jarak setengah tumbak cukup sekali
melejit saja dapat diraihnya.
Adalah kaki tangan Koan San gwat tidak kuasa mencapai
jarak yang begitu jauh posisinya kena terkekang oleh ular
yang membelit pedangnya sehingga bidang gerakanya amat
terbatas, sehingga ia mudah terima diserang sana sini tanpa
kuasa maju melabrak.
Untunglah kedua ular sanca raksasa ini. Agakanya tahu
akan kelihayannya, mereka tidak berani sembarangan turun
tangan, begitulah kedua pihak jadi sama bertahan, sebaliknya
Koan San gwat menjadi gelisah dan membara sorot matanya.
Ular ular besar itu sama berjajar sepasang demi sepasang,
setiap pasang berjarak dua tumbak, pasangan yang ini sudah
bentrok langsung dengan musuh, maka pasangan selanjutnya
segera siap hendak menerjunkan diri dalam gelanggang
pertempuran pula. Cukup sepasang saja Koan San gwat sudah
kesalahan dibuatnya, kalau pasangan yang lain juga meyerbu
datang Koan San gwat pasti terancam elmaut, makin gugup
terpaksa ia terteriak. “Nona Kang lekas kau lepaskan Siau
giok!”
Waktu itu Kang Pan berdiri satu tumbak disebelah belakang
menyaksikan pertempuran pertempuran dirinya, mendengar
teriakanya, belum lagi ia membelikan tanggapan, Siau giok
yang berapa dalam kantongnya sudah melesat keluar laksana
anak panah cepatnya.
Sekaligus ia menyerang lebih dulu kepada ular besar yang
berhadapan dengan Koan San gwat! Begitu badan meluncur
tiba mulut mendesis seraya di pentang menyemburkan
segulung kabut putih kearah musuh.
Sungguh tidak nyana ular sanca raksasa yang garang dan
buas itu, begitu kena semburan kabut putih Siau giok seketika
meloso jatuh lemas ditanah dan tidak bergerak lagi. Ular yang
membelit pedang mebabat gelagat amat tidak
menguntungkan lekas ia lepaskan belitannya dan hendak
melarikan diri, namun Siau giok tidak membiarkan lawan lolos
begitu saja, gesit sekali ekornya mematul tanah badannya
secepat anak panah melesat kedepan lagi. Seperti perbuatan
pertama ia menyemburkan kabut putih, keruan ular raksasa
itupun terjungkal jatuh lemas dan tidak berkutik lagi. Dua ekor
lainnya yang hendak mengeroyok datang tadi, seketika ia
mengkerat ketakutan dan menrik diri kembali ketempat
asalnya.
Waktu Koan San gwat menarik pedang nya, kedua ular
sanca raksasa itu sudah mampus dengaa badan terbalik perut
menghadap kelangit lekas Siau giok merambat menghampiri,
sekali terjang ia tembusi perut ular raksasa itu terus
menyusup masuk kedalam. Di lain saat ia sudah menarik
keluar kepalanya, namun mulutnya mengulum sebutir empedu
ular yang berwarna hijau keputihan, sebesar buah salak,
dengan cara demonstratif ia mengangsurkan kekepala Koan
San gwat.
Kontan hidung Koan San gwat dirangsang bau amis dan
anyir, cepat ia menggoyangkan tangan menolak.
Kata Kang Pan. “Koan toako, empedu ular ini bila kau
makan bisa menjernihkan matamu, di malam hari kau bisa
melihat seperti disiang hari bolong, dapat membangkitkan
semangat dan gairah lagi, Siau giok sedang membagi rejeki
kepada kau.”
Koan Sin Gwat menggeleng, katanya. “Terima kasih akan
kebaikannya. Dan lagi aku pun sudah sempurna melatih mata
malam, silahkan kau saja yang makan!”
Siau giok rada kecewa, terpaksa ia merambat kehadapan
Kang Pan. Kang Panpun menggoyangkan tangan, katanya.
“Aku tidak mau, kau makan sendiri saja!”
Terpaksa Siau giok menelannya sendiri. Kejap lain ia sudah
menghampiri ular yang satunya lagi Kang Pan lantas
mendekati Koan San gwat, melihat orang masih menjublek, ia
tertawa geli, katanya. “Koan toako! Aku tidak ngapusi kau
bukan!”
“Ular ini memang cerdik dan lihay, kedua ular raksasa itu,
tadi cukup membuat kau kerepotan!”
Untunglah ada Siau giok yang setiap saat siap membantu,
kalau tidak puluhan ekor ini bila menyerbu bersama sejak tadi
kami sudah tamat riwayatnya. Kenapa Coa sin mengatur
barisan ularnya yang terlihay ini!”
Dalam pada itu Siau giok sudah menelan empedu ular yang
kedua, dengan senang dan buas ia datang menghampiri dan
siap mendengar perintah selanjutnya. Dihadapan Koan San
gwat masih ada dua puluhan ular, ular ular raksasa
menghadang jalan dengan barisannya yang kuat. Maka ia
perintah kepada Siau giok seraya menuding kedepanSiau giok,
“Kau boleh bereskan mereka sekalian!”
Baru saja Siau giok hendak bergerak menurut perintah,
Kang Pan tiba tiba berseru “Jangan Siau giok! Kembalilah!”
Sementara itu Siau giok sudah tiba dihadapan sepasang
ular sanca yang terdepan, mendengar seruan ini ia
menghentikan badan tanpa melancarkan serangan, berpaling
ia menunjukan rasa penasaran dan tidak mengerti.
Koan San gwat heran, tanyanya. “Nona Kang, kenapakah? ”
Kata Kang Pan dengan lirih “Coa sin mengayunkan barisan
ularnya ini untuk merintangi kita masuk kedalam tentu dia
mempunyai alasan alasannya yang penting, mungkin kuatir
kita mengganggu dirinya, bukankah kau sendiri menghadapi
dia bisa leluasa kembali dalam bentuk lainnya seperti manusia
normal umumnya? ”
“Ya, aku memang punya maksud demikian!”
“Kalau begitu biarlah kita sempurnakan keinginannya.
Sekarang tidak perlu mencari dia tunggu setelah urusan
selesai, tentu dia akan manarik semua barisannya ini!”
Koan San gwat berpikir sebentar lalu berkata. “Tidak!
Sebaliknya aku segera masuk melihatnya. Kalau dia memang
sedang menjalani oprasi aku tentu tidak akan
mengganggunya, karena Cia Ling im dan juga lain lain disana
jikalau mereka sedang menggunakan ilmu sihir yang
mempengaruhi daya pikiran Coa sin, kita akan bisa
menghalang halangi perbuatan jahatnya ini, kukira hal itu
tidak membawa pengaruh apa apa bagi dirinya.....”
“Ucapamu memang masuk akal, Koan toako! Kenapa tidak
sejak tadi kau jelaskan?”
“Agakanya kau salah paham terhadapku, waktu aku bicara
dengan Sebun Bu yam kan sudah kuterangkan. Mungkin kau
masih belum menaruh kepercayaan sepenuhnya terhadapku!”
Merah muka Kang Pan, katanya. “Koan toako, secara
mutlak aku percaya kepadamu, cuma sejak kecil aku
dibesarkan oleh Coa sin dia begitu baik terhadapku, tidak bisa
tidak aku ikut berkutir akan keselamatannya!”
“Berhutang budi berusaha membalasnya, hal ini tidak bisa
Salahkan kau, tak heran tadi kusuruh kau pergi dulu kau tidak
mau. Kau tidak usah kuatir, aku tidak akan menjilat ludahku
sendiri!”
“Koan toako jangan kau berkata demikian, apapun yang
terjadi aku sudah termasuk istrimu, terhadap Coa sin, aku
hanya bisa berbuat sekuat tenaga, bila kelak dia berhadapan
dengan kau, akupun masih akan berdiri sendiri dipihakmu,
Koan toako kuharap kau percaya kepadaku.”
Kuatir orang bicara ngelantur panjang pendek, cepat Koan
San gwat berkata. “Sudah tentu aku percaya kau sepenuh
hati, sekarang kau beleh suruh Siau giok mulai bergerak!”
Mulut Kang Pan lantas bersuit dan bersiul beberapa kali,
lalu katanya kepada Koan San gwat. “Marilah maju!”
Dilihat oleh Koan San gwat Siau giok masih diam berjaga
ditengah jalan, karuan ia jadi heran, katanya. “Kenapa Siau
giok tidak segera bertindak?”
Kang Pan memberi tahu dengan suara lirih. “Kusuruh dia
mengintil dibelakang, barisan ular ini tentu tidak berani
sembarang bergerak. Sejak kecil aku tumbuh dewasa bersama
ular ular ini, sungguh tidak tega aku melihat mereka menjadi
korban…”
“Ular beracun adalah binatang yang berbisa, tiada gunanya
dipertahankan hidup, jikalau suatu ketika Coa sin
meninggalkan tempat ini, tidak mungkin ia bisa membawa
mereka pergi, masyarakat sekitarnya...”
“Tidak mungkin terjadi !” tukas Kang Pan. “Coa sin sudah
malatih mereka sedemikian rupa, tanpa perintah Coa sin,
mereka tidak akan berani sembarangan meninggalkan tempat
ini, asal orang tidak sembarangan main terobosan kemari,
mereka tidak akan keluar mengigit orang. Meski mereka
beracun merekapun punya jiwa, apalagi tumbuh sampai
sedemikian besar, sungguh sulit diketemukan dilain tempat,
biarlah mereka hidup dan mati menurut kodratnya!”
“Yah, terserah! Memangnya akupun tidak tega main bunuh,
cuma...”
“Kalau ada kemungkinan mereka bisa mencelakai jiwa
manusia, tentu aku akan mencari akal untuk melenyapkan
mereka semua, dalam hal ini aku punya pegangan yang cukup
diandalkan, kau tidak usah kuatir!”
Koan San gwat tidak banyak cakap lagi, tanpa bicara
mereka maju lebih lanjut, dengan Siau giok sebagai teman
jalan, ular ular sanca raksasa itu hanya mendesis dan
menunjuk sikap garang saja tanpa berani bertindak apa apa.
Jalan sepanjang empat lima puluh tumbak sekejap saja sudah
mereka tempuh, tibalah mereka diambang sebuah pintu
tergantung sebuah kerai yang menjuntai kebawah, sehingga
tidak kelihatan keadaan sebelah dalam.
Kamar batu ini semula adalah tempat tinggal Kang Pun
dulu, Koan San gwat pernah datang kesini, didalam kamar ada
meja kursi dan dipan kayu, tiada penjagaan atau sesuatu yang
ganjil.
Maka begitu tiba Koan San gwat lantas hendak menyingkap
kerai dan masuk kedalam untung Siau giok lekas bergerak
membelit tangan nya serta menarikanya. Koan San gwat jadi
heran dia bertanya. “Siau giok! Apa yang kau lakukan?”
Siau giok lantas mendesis kepada Kang Pan, sikapnya takut
takut dan kuatir.
Seketika berubah air muka Kang Pan, katanya. “Koan
toako! Jangan kau menyentuh didalam ada jebakan yang amat
lihay.”
“Jebakan apa? ” tanya Koan San gwat tegang.
“Semacam ular yang paling jahat dan berbisa!”
“Ular beracun lagi! Aku tidak percaya binatang apa bisa
begitu lihay!” sembari bicara ia melangkah maju hendak
menarik kerai tiba tiba didengarnya suara aneh dari dalam
kamar dan menongollah keluar sebuah kepala aneh
menerjang kemuka, keruan Koan San gwat berjingkrak kaget
dan tersentak mundur.
Bukan dia takut menghadapi ular adalah kepala aneh serta
bentuknya yang mengejutkan hatinya. Karena Kang Pan
mengatakan ular berbisa maka dalam hati ia sudah siap
menggunakan cara untuk menghadapi ular berbisa sungguh
diluar tahunya bahwa kepala aneh itu bentuknya mirip benar
dengan kepala manusia, malah tampangnya kelihatan amat
beringis dan menyeringai.
Besar kecilnya seperti kepala manusia, panca indranya
lengkap, cuma sepasang kupingnya teramat kecil, kepalanya
gundul pelontos, melelehkan lidah yang merah darah dan
memuakkan, giginya perongos keluar mulut, mengunjuk
senyum aneh yang sadis.
Dibawah kepalanya menjulur sebuah leher panjang yang
kecil, dimana mulutnya terpentang terus hendak menggigit
kepada Koan San gwat, karena tidak mengira dan siaga
sebelumnya, kebetulan ia memegang selembar kulit ular itu
menengkurep keatas kepala aneh itu, sedang badannya lekas
mencelat mundur.
Sementara itu Siau giok sudah sembunyi kedalam kantong,
Kang Pan juga mundur cukup jauh, melihat Koan San gwat
tidak kurang suatu apa, cepat ia berseru. “Koan toako!
Lekaslah mundur kemari, jangan kau sampai terkena
semburan hawa berbisa....”
Begitu kulit ular menengkup keatas kepala mahluk aneh itu
seketika melayang terbang ketempat yang jauh, dari luncuran
terbangnya jelas karena ditiup oleh kepala aneh itu.
Lekas Kang Pan memburu kesamping Koan San gwat,
katanya “Koan toako! Kau tidak terkena bahwa tipuannya
bukan?”
“Tidak, kepala mahluk apakah yang tumbuh sedemikian
aneh.”
Kang Pan mengelus dan bersyukur, katanya “Bukan saja
bentukanya yang jelek, hawa yang ditiup dari mulutnyapun
teramat lihay barang apa saja yang terkena hawa berbisa itu
sektika akan luluh tanpa berbekas, tidak percaya kau lihatlah
kulit ular itu!”
Waktu Koan San gwat berpaling kesana, seketika berubah
air mukanya. Kirarya kulit ular itu kena di sembul tiga tumbak
jauhnya, kedaannya seperti jala ikan saja yang berlubang
lubang, tak lama lagi kulit ular yang utuh itu sudah luluh sama
sekali tanpa meninggalkan bekas apa apa! Sementara kepala
aneh itupun sudah mengkeret masuk kedalam kamar.
Koan San gwat menjublek ditempatnya dengan heran dan
tidak mengerti ia berseru. “Ular apakah itu?”
Karena bentuk kepala aneh itu sedikit pun tidak menyerupai
ular, badannya seperti naga, sebesar gentong raksasa,
bertengger diatas meja baru, badannya disangga keempat
kakinya yang pendek dan kekar.
Lehernya panjang dua tumbak, lega legok menyanggah
sebuah kepala aneh menyerupai kepala manusia, kedua biji
matanya melotot keluar, tidak punya alis dan tidak punya
kelopak mata, maka biji matanya yang berkilauan hijau bening
selamanya tidak pernah terpejam, kulitnya berkerut kering
membungkus tulang, kedua pinggir mulutnya menjulur keluar
dan taringnya panjang, gigi tertarik lebar sehingga
menyeringai sadis, seolah olah selamanya tersenyum beringas.
Pucat muka Kang Pan, katanya menjelaskan “Mahluk ini
tiada punya nama tertentu, tidak boleh dikata sejenis ular,
menurut cerita Coa sin, mahluk ini adalah hasil perkawinan
dari kura kura beracun dengan ular sanca kerkepala manusia,
maka bentukanya amat menyeramkan, tapi racunnya nomor
satu diseluruh dunia, terutama hawa beracun yang
disemburkan dari mulutnya. Batu besarpun bisa menjadi
luluh.”
Dengan mata kepalannya sendiri Koan San gwat
menyaksikan kulit ular itu luluh tanpa bekas, sudah tentu ia
percaya akan penuturan ini, katanya. “Mahluk yang
sedemikian lihay cara bagaimana Coa sin bisa menangkapnya?
”
“Dia bukanlah tangkapan, adalah peliharaan Coa sin sejak
kecil. Suatu ketika ia berhasil menangkap seekor kura kura
raksasa betina, lalu dia kumpulkan dua puluh ekor sanca
betina dikurung menjadi satu, akhirnya seluruh ular ular sanca
betina itu kena dilalap habis oleh kura kura itu, setelah itu
baru ular sanca bermuka manusia yang jantan ia kawinkan
dengan kura kura rahasia itu dan lahirlah mahluk aneh ini!
Hanya Coa sin seorang yang bisa mengendalikannya!”
Kata Koan San gwat dengan gusar “Coa sin nenaruh
mahluk aneh ini didalam kamar entah apa maksudnya? ”
“Tidak tahu, mungkin hendak merintangi kita maju lebih
lanjut.”
Ditengah udara mendadak berkumandang sebuah suara
berkata. “Koan San gwat! Kau terlalu tinggi menjunjung
dirimu! Hanya untuk mencegah kau masuk kemari, tidak perlu
aku bercapek lelah, memang tujuanku hendak membunuh
kau!” dari suaranya dapatlah diketahui Coa sinlah yang bicara.
Karuan Koan San gwat melengak katanya nya. “Coa sin,
apa maksudmu? ”
Terdengarlah Coa sin tertawa terloroh loroh. “Kubunuh kau
adalah supaya kau mampus, masih ada maksud apa lagi? ”
Koan San gwat murka, serunya. “Untuk membunuh aku,
boleh silahkan kau keluar dan bertempur secara jantan.”
“Aku malah berbuat begitu, biarlah mestikaku ini yang
meniup kau sehingga tulang belulang mu hancur luluh tanpa
bekas, bukankah begini jauh lebih gampang. Kenapa aku
harus bersusah payah.”
Koan San gwat tertegun sebentar, lalu serunya. “Kalau aku
tidak masuk kerumah, mahluk anehmu ini apakah bisa
mengjang keluar? ”
“Tidak! Meski mestikaku ini lihay, sayang gerak gerikanya
amat lamban, kulepas keluarpun tidak akan bisa mengejar
kau, tetapi aku punya caraku sendiri supaya kau masuk
mengantar jiwamu!”
“Kalau aku tidak sudi masuk? ”
“Kalau kau tega tidak masuk kemari, biarlah jiwamu
kuampuni saja. Tapi aku percaya kau tak akan tahan, coba
kau dengar suara siapakah ini ...”
Lenyap suaranya dari dalam kamar belakang lantas
terdengar rintihan orang, suaranya melengking kan masih
kekanak kanakan terang keluar dari mulut Ling koh, seketika
marah membara didada Koan San gwat teriaknya dengan
beringas. “Ling koh….!”
Dari dalam kamar terdengar Ling koh berteriak. “Koan
kongcu! Jangan kau tertipu olehnya, lekaslah pergi !”
“Ling koh! Cara bagaimana mahluk tua keparat itu
menyiksa kau?”
Tiada jawaban Ling koh. Gelak tawa Coa sin yang
berkumandang, serunya. “Dia tidak enak menjelaskan, biarkan
aku saja yang memberitahu! Cia Ling im sudah mengajarkan
cara menikmati hubungan pria dan perempuan. Dalam lembah
ini tiada perempuan lain, terpaksa dia kubuat percobaan!”
Terasa darah mendidih dan jantung hampir meledak, teriak
Koan San gwat murka. “Mahluk durjana! Berani kau....”
“Kenapa tidak berani! Nona kecil ini kan sudah tiga empat
belas tahun, menurut kata Cia Ling im, perempuan seusia ini
adalah paling menyenangkan, apalagi memang aku amat suka
kepadanya.”
Sungguh Koan San gwat tidak tahan lagi, kaki melangkah
langsung ia menerjang masuk kedalam kamar. Namun
gerakan Kang Pan jauh lebih cepat dari dia, begitu tiba
diambang pintu ia lantas berteriak “Coa sin? Jangan kau
memperkosa anak kecil, biarlah aku saja yang menggantikan,
tidak?”
Diluar dugaan Coa sin malah marah marah, dampratnya
“Menggelindinglah pergi. Aku tidak sudi dengan kau. Berani
kau menerjang masuk biar kusuruh Siau hoa menyembur kau,
kalau kau tidak takut mati silahkan coba?”
Kontan pecah tangis Kang Pan, serunya sambil
menggerung gerung “Coa Sin? semula kau adalah orang yang
welas asih. Kenapa sekarang berubah begitu rupa, apakah kau
sudah tersesat oleh pengaruh Cia Ling im?”
Coa sin terkekeh kekeh dingin, ujarnya “Cia Ling im barang
permainan apa, masakah dia mampu memincut aku, begitu
dia mengembangkan ilmu sihirnya aku lantas dapat
mengetahuinya, sekarang mereka kukuh didalam sang ular
dibawah tanah....”
“Lalu kenapa kau berbuat demikian?” jerit Kang Pan pula
sambil menangis.
“Karena aku suka, dulu bentukku malu dilihat orang,
terpaksa harus tinggal dilembah yang sunyi dan dingin ini
menderita hidup sengsara, sekarang aku sudah pulih apa saja
yang menjadi keinginan hatiku. Sudah kau jangan banyak
cerewet, minggirlah ketempat yang jauh, suruh bocah she
Koan berbicara dengan aku.”
Koan San gwat menyeret minggir Kang Pan, lalu serunya.
“Mahluk tua! Tiada omongan yang perlu kusampaikan kepada
kau!”
“Memang kau tidak perlu benyak bicara, kau tunggu saja,
setelah aku main cinta dengan genduk mungil ini, aku akan
keluar dan bicara panjang lebar dengan kau!”
“Mahluk tua!” seru Koan San gwat sambil melolos pedang,
“Kau dengar, asal kau berani menyentuh Ling koh, pasti aku
tidak akan mengampuni jiwamu, aku bisa memecah hancur
badanmu dengan pedangku ini.”
Sambil menenteng pedang Koan San gwat sudah siap
menerjang maju, mendadak kepala aneh itu sudah
menongolkan kepala pula, pipinya sudah melembang terang ia
sedang menyedot hawa dan siap menyemburkannya keluar.
Terdengaar suara Ling koh berteriak menyedihkan. “Koan
kongcu! Kau pergilah! Jangan kau hiraukan aku.”
Mana Koan San gwat kuasa menahan sabar, betapapun dia
bukan seorang pemberani yang tidak punya daya pikiran
cerdik, setelah berkepastian hendak menempuh bahaya,
sikapnya makin tenang dan tindak tandukanya serba
diperhitungkan.
Dia amat amati mahluk aneh itu lebih dulu, dalam hati ia
sudah mendapat cara untuk menghadapinya, tempat mana
yang terlemah di bagian badannya. Letak kelihaiannya
simahluk hanyalah semburan hawa berbisa dari mulutnya saja,
dan mungkin tidak kuat lagi, kelihatannya sudah amat
kepayahan.
Cuma gerak gerik kepalanya cukup gesit dia cepat sekali,
cara bagaimana harus menghindari sergapannya dan
memapas putus laher panjangnya itu, hal inilah yang perlu
dipikirkan masak dan harus memeras otak, akan tetapi dia
sudah memperoleh suatu cara. Pertama tama ia melepas baju
luarnya. Kang Pan paham apa yang hendak dilakukannya,
cepat ia menariknya dengan ketakutan “Koan roako! Bajumu
ini tidak akan bisa menghalanginya!”
Koan San gwat tidak peduli akan seruannya, sekonyong
konyong ia taburkan baju luarnya sementara dengan
kecepatan luar biasa badannya meleset masuk kedalam pintu.
Betul juga mahluk aneh itu meniupkan semburan hawa
berbisanya. Menggunakan baju luarnya yang ditarik kencang
itu Koan San gwat menahan semburan hawa berbisa itu,
tujuannya semula adalah menerjang masuk dan memapas
kutung leher panjangnya, siapa nyana semprotan mahluk
aneh itu ternyata amat keras, hanya dua tiga tindak kakinya
melangkah badannya sudah tertolak balik, dikala ia hendak
mundur sementara kepala mahluk aneh itu sudah putar balik
dan menyerang kearahnya.
Tidak bisa mundur terpaksa harus maju, maka tanpa
banyak pikir cepat ia menerjang maju, lalu berdiri tegak
dengan punggung membelakangi dinding, sementara tangan
meraih sebuah kursi batu, siap menunggu bila mahlu aneh itu
menyerang pula. Sebab saat mana baju luarnya itu sudah
hancur luluh oleh semburan hawa beracun itu. Melihat
keadaanaya ini Kang Pan yang diluar kamar jadi ketakutan
dan pucat parasnya, teriaknya. “Koan toako, lekas kau
berusaha lari keluar, batupun tidak akan kuasa
merintanginya!”
Tapi keadaan Koan San gwat sudah keterlanjur serba sulit,
namun lehernya yang panjang serta kepalanya yang aneh itu
menghadang didepan pintu, sedang sebuah pintu lain yang
menembus kesebelah dalam dibiarkan saja, terang memang
hendak mendesak dirinya masuk kesebelah sana.
Akhirnya Kang Pan berlaku nekad serunya. “Koan toako!
Biar kucegat dia sebentar lekas menyingkir ketempat yang
jauh!” sembari berkata diapun sudah menerjang masuk saking
gugup takut orang menjadi mangsa kekejaman si mahluk
aneh, lekas dia lemparkan kursi batu ditangannya kearah si
mahluk aneh itu.
Sebetulnya mahluk aneh itu sudah siap menyemburkan
hawa berbisanya kepada Kang Pan, namun samberan kursi
batu itu teramat cepat terpaksa ia alihkan semburan mulutnya
menyongsong kedatangan kursi batu itu. Menggunakan
peluang ini Koan San gwat menyelinap maju seraya
mengayunkan pedangnya terus membabar kutung leher
panjang simahluk aneh yang kecil itu.
Serempak Kang Pan dan Coa sin yang berada didalam
kamar sebelah dalam sana mengeluarkan jeritan kaget,
sementara itu kepala mahluk aneh itu menyeret lehernya yang
panjang setumbak lebih, menerjang keluar dan entah terbang
kemana.
Waktu sampai diambang pintu, kepala aneh itu masih
sempat berpaling kebelakang menyeringaikan mulutnya
kearah Koan San gwat, lalu laksana meteor jatuh melesat dan
menghilang.
“Celaka! Celaka..” jerit Kang Pan gugup seraya membanting
kaki.
Koan San gwat terheran heran, tanyanya. “Apa yang
celaka? Apakah mahluk aneh itu belum mampus?”
“Bukan saja tidak mampus, dengan kau kutungi lehernya,
maka gerak geriknya akan tambah leluasa, tanpa kendali,
seluruh ular di jagat ini bakal menjadi mangsanya yang
empuk, Koan toako, sungguh kau membikin celaka orang saja
…”
Meski belum paham, namun Koan San gwat merasa lega
juga, karena kalau yang dijadikan mangsa makanan si mahluk
aneh itu hanyalah binatang ular, seharusnya malah
merupakan sesuatu yang menguntungkan bagi manusia.
Melihat mimik wajah Koan San gwat, Kang Pan tahu apa
yang dipikirkan dalam hatinya, terpaksa ia hanya menggeleng
menarik napas, malah sikap dan tindak tandukanya
menunjukan rada prihatin yang serius.
Baru sekarang Koan San gwat menyadari bahwa kejadian
tidak seperti dugaanya, keruan ia melengak, sebalikanya Kang
Pan tidak memberi penjelasan lebih lanjut tak tahan segera ia
bertanya “Nona Kang, sebetulnya ...”
“Mahluk itu setengahnya masih termasuk jenis ular,
setengah lagi termasuk jenis kura kura yang paling dirasakan
menjadi beban dan rintangan yang terberat olehnya adalah
raganya yang berat dan besar itu. Celakanya kau justru
memutus lehernya membantu dia bergerak lebih cekatan dan
bebas !”
Koan San gwat masih belum mengerti katanya acuh tak
acuh “Aku berhasil memutuskan lehernya, sehingga kepalanya
terpenggal dari badan kasarnya, badan merupakan modal
kehidupan bagi setiap mahluk hidup didunia, belum pernah
kudengar sesuatu mahluk bisa hanya dengan sebuah kepala
dan leher, masakah dia bisa hidup lama.”
Kang Pan gegetun dan dongkol katanya menggeleng.
“Koan toako, jangan kau mengudak teorimu, kau tidak tahu
justru sumber kehidupan jiwa mahluk aneh itu terletak pada
kepalanya, badan justeru menjadikan belenggu bagi dia, kau
memutuskan belenggunya, sehingga dia mendapat kebebasan
selanjutnya tiada orang dan tiada cara apapun yang kuasa
menundukkannya, lihatlah betapa cepat tadi ia terbang
keluar,”
Merandek sebentar, bertanyalah Koan San gwat. “Apa saja
yang bisa dia lakukan? ”
“Sejak mula dia menggunakan ular sebagai pengisi
perutnya, kali ini dia akan bisa bersimaharaja, tak ada seekor
ular berbisapun yang bisa lolos menjadi santapannya, dengan
racun menambah racun, bisakah kau bayangkan akibatnya …”
“Bukankah begitu lebih baik? Ular berbisa memang
binatang yang suka mencelakai jiwa manusia .....”
“Aih… pikiranmu terlalu jenaka. Bukankah kau sendiri sudah
mengecap kelihayan kelabang terbang ibu beranak itu, setelah
mereka saling lalap ....”
“Jadi mahluk aneh itu tadi juga bisa semakin tumbuh
besar? ”
“Tidak! Dia justru berlawanan, semakin banyak ular ular
beracun yang menjadi santapannya, racun yang mengumpul
semakin keras, badannya malah menjadi semakin kecil. Dan
karena dia tidak menelan bulat bulat setiap ular yang menjadi
mangsanya, paling paling hanya mengisap inti sari kadar
racunnya. Kalau dia sudah berhasil menghisap kadar racun
dari dua ribu ekor ular berbisa, kepalanya itu akan mengkeret
sebesar kepalan tangan saja, maka buntut dan lehernya yang
panjang itupun akan semakin pendek.”
Koan San gwat jadi uring uringan katanya tidak sabar
“Bicara pergi datang yang menjadi korban toh hanya ular
beracun melulu ...”
“Meski yang menjadi korban secara langsung adalah ular
ular berbisa, tapi yang ketimpah bencananya secara tidak
langsung justru lebih banyak. Hawa beracun yang di
semprotkan dari mulutnya kau sendiri sudah menyaksikannya,
kalau kehebatannya sudah mencapai puncaknya, setiap
tempat yang pernah dilewatinya, sekitar sepuluh tumbak tiada
barang berjiwa apapun yang bisa tetap hidup, karena
wibawanya yang besar, setiap benda yang tersentuh olehnya,
seketika itu juga menjadi luluh ...”
Baru sekarang Koan San gwat merasa betapa seriusnya
urusan ini jadinya, setelah dipikir pikir, ia berkata. “Dia tidak
akan sembarangan terbang kemana mana bukan?”
“Kenapa tidak bisa?” ujar Kang Pan dengan nada berat. “Ia
pasti akan menyelinap kemana saja untuk mencari mangsa
santapan nya. Kalau suatu saat tempat sudah dibersihkan dia
akan ganti ketempat lain, sampai dia bosan sendiri, gerak
geriknyapun semakin gesit dan cekatan....”
“Wah… kalau begitu memang celaka jadinya. Untunglah
tempat dimana ular ular berbisa kebanyakan dihutan belukar
atau pegunungan yang jarang diinjak kaki manusa, bencana
yang dia akibatkan tentunya tidak begitu besar!”
“Panca indra jenis ular jauh tajam dari manusia, meski jauh
berada dibeberapa li jauhnya, maka ular ular berbisa itu lantas
bisa mencium kedatangannya maka diluar dugaan pastilah
mereka akan melarikan diri kemana saja asal bisa
menyelamatkan diri.”
“Apakah mereka mampu melarikan diri? ” tanya Koan San
gwat.
“Lari sih tidak mungkin bisa lolos, cuma soal waktu belaka,
maka dapatlah kau bayangkan ular ular yang lari ketakutan
pasti bisa menjadikan bencana pula bagi manusia umumnya.
Reaksi manusia setiap menemukan ular tidak lepas dari dua
kemungkinan cara pertama lari menyingkir, cara lain adalah
membunuhnya. Kalau menyingkir sih akan rada mending,
kalau masyarakat ramai melihat ular beracun berbondong
bondong, pasti mereka akan kerja sama menumpasnya, nah
kalau sampat manusia dan ular bentrok paling ringan kedua
pihak pasti jatuh korban, kalau mahluk aneh itu mengejar tiba
pula, ular sih tidak peduli, namun banyak manusia akan
ketiban malapetaka!”
Pucat dan berkecat hati Koan San gwat, ujarnya. “Kenapa
tidak kau jelaskan sejak semula, wah, celaka dua belas!”
“Keadaan waktu itu tidak memberi kesempatan padaku
untuk banyak bicara!”
“Bahwasanya kejadian ini sukar diduga sebelumnya, karena
mahluk aneh itu teramat lihay, selamanya tiada seorangpun
yang berani mendekat padanya, aku sendiri sedang bingung
cara bagaimana kau bisa mengutungi lehernya....”
Mendelong mata Koan San gwat sesaat lamanya tidak
mampu bicara.
“Dan lagi sebelum mahluk itu terbang pergi, masih
berpaling dan unjuk tawa kepada kau, jelas bahwa dia sudah
diberkahi kecerdikan, kukira memang dia sengaja memberi
kesempatan kau masuk, kau diperalat olehnya untuk
membebaskan belenggunya itu” demikan Kang Pan
menambahkan.
“Yang lain tidak perlu dibicarakan lagi, marilah kita pikirkan
cara bagaimana baru bisa melenyapkannya? ”
“Menutur apa yang kutahu tiada akal sehat apa lagi yang
bisa menundukan dia kecuali membiarkan dia melanjutkan
usia dan mati sendiri, binatang ganas macam itu usia nya
tidak akan bisa panjang, paling lama hanya bisa hidap dua
puluh tahun ....”
“Dalam jangka dua puluh tahun mengandal kecepatan
terbangnya, dia sudah bisa menjelajahi sungai gunung dan
kemana saja segala peloksok dunia ini, jiwa cari penghuni
dunia ini bisa separuh terbunuh olehnya.”
Kang Pan tertawa kecut, ujarnya. “Habis, apa daya kita,
maka aku sendiri jadi begitu gugup!”
Tak tertahan Koan San gwat mencaci maki sambil
penasaran. “Coa sin memang pantas mampus, kenapa dia
memelihara bibit bencana ini!”
“Selanjutnya Coa sin amat hati hati terhadapnya, malah
sejak lama ia sudah memberitahu seluk beluknya kepada aku,
tujuan semula hanya untuk membunuh kau, siapa akan
menduga kau sendirilah yang menimbulkan malapetaka ini!”
Tangan Koan San gwat terkepal dan digosok gosokkan,
menandakan hatinya gelisah dan gegetun lagi, sesaat lamanya
baru ia bersuara pula. “Apakah Coa sin ada bilang mahluk itu
benar tiada cara untuk menundukkan nya lagi? ”
Kang Pan mengiakan.
“Aku tidak perduli, apapun yang terjadi akan kusuruh dia
mencari untuk menghadapi nya....” sembari bicara ia
menyingkap kerai terus mencobos masuk kedalam kamar
sebelah dalam, didalam kamar ini hanya terdapat sebuah
ranjang batu, diatasnya hanya digelar selembar kulit ular yang
besar.
Ling koh sigadis mungil itu di belejeri telanjang bulat,
sedang terlentang di atas kulit ular itu, air matanya berlinang
linang mengawasi dirinya. Melihat keadaannya ini seketika
berdiri rambut Koan San gwat saking murka.
Gadis cilik ini baru berusia empat belasan, badannya yang
kecil dan halus itu sedang mulai tumbuh akil balik, namun
belum lagi kembang mekar sudah menjadi korban kekerasan
semacam nafsu binatang jalang.
Bergegas Koan San gwat memburu maju serta
memelukanya kedalam haribaannya, serunya tertahan dan
haru. “Ling koh! Kau….”
Mata Ling koh berkedip kedip meneteskan air mata, lalu
berkata dengan suara yang lemah. “Koan kongcu, Hiat toku
tertutuk, tolong kau bebaskan aku dulu!”
Cepat Koan San gwat mengurut diberbagai jalan darah
diatas badannya, namun ia tidak menemukan Hiat to yang
mana yang tertutuk.
Kang Pan menghela napas pedih, katanya. “Yu cwan hiat
yang tertutuk!”
“Hah!” teriak Koan San gwat tersentak. “Itu Hiat to
mematikan !”
“Tutukan jari Coa sin merupakan ilmu tunggal yang
istimewa, jauh berlainan dengan ilmu tutuk umumnya.”
Sembari bicara ia berjalan mendekat, lalu dibawah buah dada
Ling koh, masing masing dia mengurut dan menepuk satu kali,
seketika Ling koh mengerut alis memejamkan mata, namun
kejap lain ia sudah bisa bergerak pula, tindakkan pertama
yang dilakukan adalah cepat cepat meraih pakaian
disampingnya terus bergegas memakainya.
Koan San gwat menahan gejolak amarah nya, katanya
sambil menahan air mata. “Ling koh!” Kaulah yang
menderita….”
Ling koh menggeleng kepala, katanya sambil tertawa getir.
“Masih untung, betapapun Coa sin masih punya rasa
perikemanusiaan….”
“Sebetulnya dia hendak memperkosa aku tapi menjelang
saat saat yang menentukan, mungkin dia teringat kebaikan
kebaikkanku terhadapnya, ternyata ia mengendalikan diri….”
“Sungguh aku ikut gembira bagi kau!”
Terpejam kedua mata Ling koh sikapnya harus dikasihani
dan aleman, katanya lirih “Kau senang....”
“Sudah tentu, kubawa kau keluar dari tempat Liu siancu,
akhirnya terpaksa meninggalkan kau pula disini, kalau kau
sampai menderita, sungguh aku tidak tahu …”
Ling koh membuka matanya yang berlinang air mata,
ujarnya. “Tidak perlu kau menyesal dan kuatir lagi
keselamatanku, menetap disini adalah demi keperluanku
sendiri seumpama aku memang menghadapi sesuatu yang
menyakitkan hati, akunun tidak akan menyalahkan kau!”
“Tidak!” cepat Koan San gwat berkata “Aku tidak akan
membiarkan kau menderita dan disakiti… tadi….”
“Tadi demi menyelamatkan kesucianku kau sampai
mengadu jiwa, aku pun amat terima kasih kepada kau. Akan
tetapi bila kelak kebentur kejadian macam itu, sekali kali kau
harus menjaga dirimu sendiri, karena ada seorang yang perlu
kau pertaruhkan demi cintanya yang suci, seperti Thio Ceng
ceng, karena kau dia ketimpah bencana dan sengsara. Kini
terjatuh ketangan Liu siancu dan perlu segera kau tolong,
seperti nona Kang, dia sudah termasuk ....”
“Dari mana kau bisa tahu? ” tukas Koan San gwat tertegun.
“Segala sesuatu yang menyangkut dirimu, serta orang
orang yang sangkut pautnya dengan kau, semua pasti
kuketahui. Koan kongcu demi aku kau mengadu jiwa sungguh
tidak setimpal, aku tidak lebih hanyalah gadis cilik yang….”
“Ling koh! Kau jangan banyak omong lagi, didalam benakku
kau sama saja seperti manusia umumnya, siapa bilang tak
setimpal? ”
Menyala pandangan mata Ling koh seru nya. “Apa benar? ”
“Sudah tentu benar !” sahut Koan San gwat lantang.
“Jangan kata kau, meski seorang perempuan asing yang tidak
kukenal, di dalam keadaan seperti kau tadi, akupun akan
berlaku nekad demi keselamatan jiwanya!”
Pudar lagi sorot mata Ling koh, tidak tertahan ia
menunduk.
Koan San gwat menukas berkata. “Aku bertindak hanya
berpegang dengan landasan kebenaran, patut tidak aku
melakukannya, selama tidak terpikir olehku soal setimpal
segala.”
Satelah merandek akhirnya Ling koh berkata dengan sedu
“Bagaimana pun juga, aku amat bertertma kasih terhadap
kau!”
Koan San gwat tertawa lebar ambil menepuk kepalanya
tanyanya. “Dimanakah Coa sin ?”
Ling koh menuding pintu yang menembus kerumah sebelah
dalam, sahutnya. “Tinggal pergi lewat sana, mungkin
menyusul pergi kesarangan ular!”
“Benar, kau memenggal leher mahluk aneh itu, tentu dia
langsung terbang kesarang ular itu berpesta pora, disanalah
tempat Coa sin memelihara ular ular kesayangannya.”
“Ada berapa banyak ular disarang itu?” tanya Koan San
gwat.
“Tidak bisa dihitung jumlahnya, lekaslah kita menyusul
kesana !”
“Jadi cukup ditempat itu saja ia sudah mendapakan mangsa
dan bahan makanan untuk menjadikan puncak kesaktiannya
bukan?”
“Bukan saja cukup, malah tiga empat kali lipat lebih
banyak.”
Koan San Gwat berpikir lalu berkata. “Bila mahluk itu
seperti yang kau katakan tiada tandingan diseluruh jagat,
untuk apa pula Coa sin mengejarnya kesana? Apakah dia tak
takut kena disembur oleh hawa beracunnya?”
Kang Pan juga menjadi bingung, katanya kemudian “Hal
itu akupun kurang jelas, mungkin Coa sin punya cara lain
untuk menundukan dia, tapi dulu hanya begitu saja dia
menjelaskan kapada aku Koan toako, kita...”
“Sudah tentu kita harus segera menyusul kesana, kalau Coa
sin tidak takut, maka tiada alasannya kitapun harus takut.
Apalagi bila dia berani menempuh bahaya demi menumpas
kejahatan maka harus membantu dia. Atau ingin juga aku
melihat dengan cara apa Coa sin tidak perlu takut menghadapi
keganasan mahluk itu.”
“Seumpama Coa sin tidak berada disana bagaimana? ”
“Kalau begitu aku harus segera kesana, mahluk aneh itu
pasti berada disana sedang didalam sarang ular itu, Cia Ling
im, Lau Yu hu dan lain lain disekap disana, aku harus
berusaha membebaskan mereka, supaya mereka tida menjadi
korban secara konyol. Meski kedua orang itu adalah musuh
besarku, aku tidak bisa berpeluk tangan melihat mereka
menemui ajalnya tanpa liang kubur!”
Selesai bicara segera ia mendahului bergerak, ia
menerobos keluar lewat pintu samping baru saja Kang Pan
hendak menelat perbuatan Koan San gwat, lekas Ling koh
menarik nya. “Nona Kang! Kalau bisa memahami martabat
Koan kongcu, janganlah kau mencegah segala tekad dan
usahanya. Kalau kau ingin menjadi isterinya, maka kau harus
siap siap membiasakan diri menjadi seorang janda....”
Karuan Kang Pan melengak, sementara Koan San Gwat
sudah tidak kelihatan bayangannya, segera Ling koh melepas
pegangannya katanya. “Begitulah perangai dan tindak
tanduknya, demi setiap urusan yang hendak dia lakukan,
selamanya dia tidak pernah memikirkan keselamatan pribadi,
terutama ia tidak akan bisa terpengaruh oleh hubungan
pribadi atau hubungan cinta asmara!”
Habis kata katanya ia mendahului menerobos keluar
dihadapan Kang Pan malah. Sementara Kang Pan menurunkan
kantong kain dimana Siau giok disimpan, dielus elus kepalanya
ia memberi pesan dengan suara halus. “Siau giok, kau harus
tetap tinggal disini, mahluk aneh itu justru merupakan
lawanmu yang tangguh dan kau merupakan hidangan lezat
bagi keperluannya, maka dengarlah nasehatku, baik baiklah
bersembunyi disini ...”
Namun Siau giok menerobos keluar dari dalam kantong
berusaha merintangi dia pergi.
“Siau giok,” ujar Kang Pan menghela napas, “Aku sudah
termasuk istri Koan toako, mati atau hidup harus bersama dia,
kau sebaliknya tidak perlu menempuh bahaya bersamanaku,
Manis! Dengarlah kataku!”
Siau giok malah melilitnya semakin kencang, berkata pula
Kang Pan dengan rawan. “Siau giok! Selamanya tidak pernah
berpisah dengan aku, sekarang kau harus kutinggalkan.
Jikalau aku menemui sesuatu, kau harus menjaga dirimu baik
baik.” Akhirnya kata suara sudah tidak terdengar sama sekali.
Pelan pelan ia mendorong dan melepaskan diri dari libatan
Siau giok, lalu menyelinap keluar dari pintu samping. Keadaan
disini sudah apal betul, maka dengan leluasa ia mengejar
dengan cepat.
Waktu dia tiba disebelah kiri dekat sarang ular itu,
dilihatnya Koan San gwat sedang melolos pedang sedang
berhadapan dengan seseorang. Sementara dari sarang ular
dibawah sana terdengar suitan panjang yang melengking.
Sekali dengar cukup jelas bahwa suitan itu keluar dati
mulut Coa Sin iapun kenal orang yang berhadapan dengan
Koan San gwat adalah Lu Yu hu, karuan ia tertegun
ditempatnya. Sebalikanya begitu melihat kedatangannya, Koan
San gwat lantas berteriak. “Nona Kang! Kebetulan kau datang
lekas kau hadapi keparat ini !”
Lau Yu hu menyeringai dingin, jengekanya. “Jangan kau
bermimpi, siapa bisa merintangi aku? ”
Kang Pan melayang tiba diaamping Koan San gwat
tanyanya. “Koan toako apa yang telah terjadi?”
“Coa sin seorang diri sedang bergebrak dengan mahluk
aneh itu didalam sana, sementara keparat itu menghalangi
aku masuk ke sana membantu. Lau Yu hu, kau sadar apa
yang sedang kau lakukan?”
“Kenapa aku tidak tahu? Ketahuilah segala kejadian ini
adalah buah rencanaku. Coa sin keparat itu terlalu liar dan
tidak tahu diuntung, memang dia cukup ampuh basa terhindar
dari ilmu sihir Cia Ling im, terpaksa kami harus menggunakan
Jian kau untuk mengendalikan dia, tapi Coa sin memang
cukup cerdik, dia tidak mengijinkan kita berhadapan langsung
dengan mahluk aneh itu, siapa nyana justru kau membantu
mensukseskan segala rencana kita !”
Kang Pan melenggong, tanyanya. “Mahluk aneh itu
dinamakan Jian kau? ”
“Thio Hun cu yang memberikan nama itu sebetulnya
mahluk macam itu tiada nama tertentu, yang terang dia
adalah alat paling berguna untuk mengekang Coa sin, dengan
mahluk itu berada ditangan kami, jangan kata Coa sin, siapa
saja menghuni dunia ini tiada seorangpun yang menjadi
lawannya!”
“Masakah kalian punya cara untuk mengendalikan mahluk
aneh itu? ” tanya Kang Pan.
Lau Yu hu terbahak bahak, ujarnya. “Coa Sin hanya pintar
memelihara ular, kecuali itu pengetahuannya memang terlalu
sempit, dalam kolong langit ini masakah tiada sesuatu mahluk
yang tidak bisa ditundukan. Thio Hun cu justru sudah
mengatur segalanya yang sempurna!”
Dalam pada itu suitan Coa sin didalam sarang ular sana
makin sengit dan keras, sungguh Koan San gwat tidak tahan
lagi, Ui tiap kiam ditangannya segera teracung ke depan terus
menusuk kedada Lau Yu hu.
Lekas Lau Yu hu memutar perglangan tangannya
menangkis dengan pedangnya, dimana sinar ungu menyala,
seketika Koan San gwat tergentak mundur dua tombak, hal ini
bukan terjadi karena lwekang Koan San gwat kalah kuat,
soalnya pedang pusaka lawanlah yang memang ampuh dan
sakti luar biasa.
Ci seng kiam adalah pentolan dari kelima pedang pusaka,
cukup asal menyalurkan tenaga dalam, batang pedang dengan
sendirinya bisa memancarkan cahaya dan hawa pedang yang
tajam dan deras, dengan kekerasan Koan San gwat sudah
membuktikannya sendiri.
Kalau dia tidak segera mundur pastilah ia terluka oleh
tenaga timbul dari kekuatan hawa pedang itu. Bahwa senjata
bukan tandingan lawan, karuan Koan San gwat mencak
mencak seperti semut diatas wajan yang panas, namun ia
kehabisan akal.
“Koan toako!” mendadak Kang Pan berkata. “Serahka
pedangmu kepadaku.”
Koan San gwat melengak, lalu tanyanya “Kau tahu cara
menggunakan pedang? ”
“Meski aku tidak mahir ilmu pedang, tapi aku panya cara
lain untuk menghadapinya” sembari berkata dia maju merebut
Ui tiap kiam, lalu mengikat ronce ronce digagang pedang Ui
tiap kiam dengan lengan bajunya, sekali gentak segera ia
kembangkan sebuah tabir cahaya pedang yang berkilauan
berceplok ceplok seperti kupu kupu, serempak memberondong
kedepan.
Sekali lagi Lau Yu hu menggunakan keampuhan pedang
pusakanya balas menyerang tapi usahanya kali ini tidak
memperoleh hasil seperti semula. Karena pedang Kang Pan
tidak terpegang di tangannya, dengan terikat kontat kantil
dilengan bajunya, sehingga tidak punya landasan kekuatan
untuk menyalurkan tenaganya yang dahsyat, adalah dia hanya
menggunakan lengan bajunya menggetar dan menarikan
pedangnya menimbulkan gelombang cahaya terang sinar
pedangnya, khusus menyergap setiap lubang kelemahan gelak
lawan. Umpama seorang yang bertangan kosong
membendung arus gelombang lautan, meski ia bisa memukul
bercerai berai damparan ombak lautan yang maha dahsyat
namun tidak kuasa menghalangi butir butir air muncrat
mengenai tubuh. Justru butir butir air dari gelombang hawa
pedang Kang Pan adalah setajam pisau seruncing tumbak
untuk melindungi badan supaya tidak terluka oleh gempuran
hawa pedang lawan terpaksa ia harus melarikan pedangnya
sekencang kitiran untuk membungkus badan.
Rangsakan Kang Pan boleh dikata kena dibendung, tapi
gerak gerik Lau Yu hu sendiri juga terkekang, tiada peluang
bagi diri untuk menghalangi orang masuk kedalam sarang ular
itu. Barulah sekarang Kang Pan kerkata kepada Koan San
gwat. “Koan toako! Lekaslah kau masuk!”
Coa sin yang berada didalam mendengar percakapan
diluar, segera ia berteriak keras. “Keparat she Koan, semua
memang kaulah yang menjadi gara gara sehingga terjadi
bencana ini, kenapa tidak lekas kau masuk bantu aku
melenyapkan semua ular ular beracun ini. Asal kita bisa
mencegah binatang keparat itu tidak mengisap inti racun ular
ular ini, dia tidak akan begitu berbahaya, kalau tidak akan
begitu berbahaya, kalau tidak kita semua tidak akan bisa
hidup tentram. Para durjana itu memang amat licik dan licin,
begitu picik mereka menggunakan akal muslihat ini !”
“Koan toaka! Ayolah jangan berayal, Coa sin sudah buka
suara minta bantuanmu, jelas bahwa urusan tidak segenting
yang kita bayangkan sebelumnya, kau hati hatilah, jangan kau
terlalu dekat dengan mahluk aneh itu !”
Sekali berkelebat Koan San gwat menyelinap masuk
kedalam mulut sarang ular, keadaan disebelah bawah sana
amat gelap, untung dia sudah melatih mata malam dengan
sempurna. Cukup asal ada setitik terang, matanya sudah bisa
melihat sesuatu benda dengan jelas.
Tampak sarang ular yang lebar panjang ini dimana mana
terdapat banyak ular yang sedang lari kemana mana saling
terjang dengan simpang siur, banyak diantaranya yang sudah
dipukul mampus oleh Coa sin. Ternyata Coa sin memang
sudah kembali asal dalam bentuk manusia normal. Buntut
ularnya sebatas paha kebawah sudah terpotong hilang, diganti
dua kaki manusia normal, badan sebelah atas masih
berbentuk asalnya semula, berkulit telanjang dan kekar
berbulu.
Mungkin menggunakan kedua kakinya itu gerak gerikanya
masih kurang leluasa dan biasa, waktu berjalan masih perlu
berloncatan tapi gerak geriknya sudah amat cepat dan lincah,
selintas pandang seperti terbang saja.
Sementara mahluk aneh yang dinamakan Jin kau itu sambil
menyeret lehernya yang panjang sedang menerjang kesana
kemari, mengejar ular ular berbisa, begitu ia berhail menerima
seekor ular, terus digigitnya putus kepalanya dan menghisap
racunnya.
Racun ular biasanya tersekam di kedua pinggir mulutnya
yang dekat taringnya, begitu menggigit putus kepalanya terus
dipentang mulutnya dan menghisap racunnya sampai habis
lalu dibuang.
Agakanya Coa sin sendiri tidak berani terlalu dekat
padanya, terpaksa menggunakan kesempatan setiap kali dia
menghisap racun, dia mengintil di belakangnya serta
melancarkan pukulannya, dengan mati matian ia berusaha
membunuh semua ular ular yang berada didalam sarang itu
sebelum Jin kau menerkam sasaran nya.
Tapi bila gerak gerik nya sedikit terlambat, akhirnya pasti
didahului oleh mahluk aneh itu. Dari kepala kepala ular yang
terputus dan berserakan ditanah itu, dapatlah diperkirakan, Jin
kau sudah menghisap racun hampir ratusan ular banyaknya,
yang terpukul mati oleh hantaman Coa sin justru lebih banyak
lagi, keadaannya sungguh amat giris dan menyeramkan.
Di bawah damparan angin pukulan Coa sia yang maha
dahsyat, seluruh ular ular yang menjadi sasarannya pastilah
terpukul remuk dan hancur lebur, bau anyir darah segera
merangsang hidung.
Badan badan ular yang kepalanya tergigit putus oleh Jin
kau masih bergerak gerak dan merambat kian kemari,
kelihataanya amat menjijikan, adalah jumlah ular dalam
sarang itu yang masih hidup tidak kurang dua tiga ribu ekor
banyaknya.
Baru saja Koan San gwat mssuk, Coa sin lantas berkata.
“Lekas kau kejar dan bunuh semua ular yang berada disini,
biar aku mengawasi dan kendalikan binatang keparat itu.”
Sembari bicara tangaannya mencengkram seekor ular
besar, dia pencet lehernya sehingga mulut ular terbuka lebar,
dan dua taringnya yang besar segera merembes keluar air
racunnya.
Jin kau kena tertarik oleh bau racun ini secepat kilat
menubruk datang hendak menghisap sepuasnya, lekas Coa sin
melontarkan sebuah pukulan memapak kedatangannya,
sehingga Jin kau terpukul mental kebelakang, Jin kau hanya
menggoyang goyangkan ekor nya yang panjang lalu
menubruk maju pula.
Coa sin beruntun menyongsongnya dengan pukulan
pukulan kerasnya, begitulah mereka jadi saling berkutet dan
bertahan sama menghabiskan tenaga.
Bagaimana juga Jin kau merupakan binatang yang tidak
sepintar manusia, yang di incar melulu racun dari ular yang
berada di tangan Coa sin. rasanya tidak terima sebelum
berhasil menghisapnya, maka dia terus berusaha merebutnya.
Karena itu Koan San gwat jadi berkesempatan menunaikan
tugasnya.
Akan tetapi tangannya tidak pegang senjata, terpaksa ia
meniru cara Coa sin mengunakan tenaga pukulan tangannya
menghadapi ular ular itu, cuma lwekangnya terpaut jauh
dibanding Coa sin. Baru puluhan ekor yang dia bunuh, tangan
sudah pegal dan napas memburu, ia sudah kepayahan.
Soalnya ular ular itu berlari terpencar, sekali pukul hanya
membinasakan seekor, sudah tentu amat makan tenaga.
Koan San gwat merasa caranya ini kurang praktis, ribuan
ekor banyakanya belum lagi satu persepuluhnya yang ia
bunuh, ia sendiri pasti sudah mampus keletihan Maka sambil
bekerja terpaksa dia berseru kepada Coa sin. “Coa sin,
dapatkah kau memancing mahluk aneh itu keluar? Tempat
buntu macam ini, cukup asal kita menutup lubangnya seluruh
ular ular beracun bukankah sudah beres semuanya?”
Coa sin menggerung gusar, dampratnya “Kau tak usah
cerewet. Kalau caramu itu bisa berhasil, sejak tadi sudah aku
laksanakan, masakah perlu aku minta bantuanmu…”
Koan San gwat masih tidak terima, serunya pula. “Cara
demikian menghemat tenaga dan waktu. Kenapa tidak dapat
dilaksanakan?”
“Memangnya aku menggunakan gerombolan ular ular ini
mengurung mahluk aneh ini disini, setelah dia kehabisan
tenaga dan tele tele baru perlahan lahan meringkus dan
membinasakannya, bila sudah berada diluar ....” baru bicara
sampai disitu, air beracun mengalir keluar dari taring ular
sudah habis, lenyaplah daya tariknya terhadap Jin kau,
mendadak ia putar badan terus memburu keular ular
disebelah sana.
Coa sin setindak telah terlambar, Jin kau sudah berhasil
menggigit putus kepala ular serta menghisap racunnya,
dengan mendapat tambahan racun Jin kau jadi bergerak lebih
lincah dan semangat, gairahnya lebih besar, sekali putar
tubuhnya dia mengejar seekor ular yang lain lagi. Tapi
hantaman Coa sin lebih dulu memukul mampus ular itu, ia
cepat cepat menangkap seekor yang lain pula dengan cara
semula ia menarik perhatian Jin kau lagi, begitulah mereka
mulai saling berkutet dan pergi datang dan nuju mundur.
Suatu kesempatan Coa sin segera berseru. “Bocah keparat!
Jangan cerewet, betapa sulitnya aku mempermainkan ia,
menguras tenaganya, sekali kau menggangu, aku harus
bekerja dari permulaan lagi silahkan kau melakukan tugasnya
sendiri….”
Begitu juga Koan San gwat tidak mercecokinya lagi, tapi
setelah ia membunuh puluhan ekor lagi, terasa kiranya ini
memang terlalu berat, tak tahan ia berteriak pula “Coa sia!
Cara ini memang kurang praktis, aku seorang diri kekuatanku
amat terbatas, jelas tidak mungkin bisa membunuh sekian
banyak ular, kenapa kau tidak bisa keluar? ”
“Bila sampai diluar, dia tinggal pergi tanpa kembali, siapa
yang bisa mengejarnya?” teriak Coa sin pula dengan gusar.
Alasan ini seketika membuat Koan San gwat melenggong,
kekuatiran Coa sin memang masuk di akal. Kalau Jin kau
terbang keluar dan entah kemana, bencana yang ditimbulkan
tentu tidak terbatas.
Apa boleh buat terpaksa ia mengepos semangat,
pukulannya mulai berjatuhan lagi menghantam kearah ular
ular itu.
-oo0dw0oo-
JILID 28
SETELAH KOAN SAN Gwat membunuh dua tiga ratus,
saking keletihan tangan terasa susah digerakan lagi,
sementara Coa Sin sudah berganti empat lima ekor, selama ini
ia berkutet terus dengan Jin kau. Gerak gerik Jin kau tampak
tidak segesit dan selincah tadi, namun ia masih begitu besar
gairahnya, begitulah saking ngiler ia menubruk dan berusaha
terus mendesak maju, namun setiap kali tentu kena digempur
terpental mundur oleh pukulan Coa Sin. Terpaksa Koan San
Gwat beahenti istirahat, namun Coa Sin tidak memberi
kesempatan padanya, dengan penuh kebencian matanya
melotot dan beringas, serunya mendesak. “Anak muda!
Jangan berhenti, bencana ini kaulah yang menimbulkan,
akulah yang kena getahnya, kalau kau tidak lekas bekerja mati
matian, akupun boleh cuci tangan.”
Koan San Gwat naik pitam, serunya gusar. “Mahluk ini
adalah peliharaanmu.”
“Tapi aku tidak suruh kau menguntungi lehernya, sampai
dia meninggalkan badan kasarnya!”
“Menggunakan dia kau hendak bunuh aku! Masakah aku
harus mandah terima kematian begitu saja!”
“Kentut!” maki Coa Sin tertawa, “Aku mengurungnya
didalam kamar, toh bukan aku yang memaksa kau masuk,
seumpama kau terbunuh oleh dia, kau salah sendiri.”
Koan San Gwat melengak, serunya “Kau berbuat tidak
senonoh kepada Ling koh bagaimana aku bisa tidak turut
campur.”
“Apa benar kau mampu mengurusnya! Kalau bukan aku
sendiri yang membatalkan niatku, budak kecil itu sejak tadi
sudah menjadi korban, tahumu sih hanya main gagah
gagahan dan main jempolan, kebanyakan urusan cuma
mencelakai jiwa orang melulu.”
Tersumbat mulut Koan San gwat, sekian lama ia tidak
mampu bersuara lagi.
Namun Coa Sin tidak memberi hati, katanya lebih lanjut
sambil tertawa dingin “Kalau toh kau hendak menjadi
pendekar menolong yang lemah menumpas yang jahat,
sekarang justru bukan saatnya kau istirahat main malas
malasan, mesti lelah sampai mati juga setimpal, karena
pekerjaanmu ini menyangkut laksaan jiwa insan hidup, kalau
sampai mahluk keparat ini keluar, adalah kesalahanmu
seorang, meski aku memelihara binatang ganas ini, kalau kau
tidak banyak urusan, dia tentu tidak akan sembarang melukai
orang !”
Benak Koan San Gwat bergelora penuh amarah, namun
sepatah katapun tidak mampu diucapkannya.
Sesosok bayangan berkelebat dimulut lubang, ternyata Ling
koh sedang menyelinap masuk, segera ia berkata dingin. “Coa
Sin! Kau salah! Kalau Koan kongcu tidak berbuat kesalahannya
itu, Jin kau peliharanmu ini pun tidak akan lepas menjadi
incaran Cia Ling Im untuk memperalatnya. Ketahuilah sejak
mula mereka sudah mengatur segala sesuatunya dengan
sempurna.”
“Kau membual apa !” sentak Coa Sin gusar.
“Sedikit pun aku tidak membual, pengetahuan Thio Hun cu
mengenai Jin kau jauh lebih banyak dari kau, rencana mereka
semula adalah menggunakan Jin kau itu untuk menundukan
kau cuma persiapannya saja yang terlambat dan belum lagi
mereka sempat bekerja Koan kongcu sudah bergerak lebih
dulu....”
Coa Sin tertegun, tanyanya heran. “Mereka mampu
mengekang mahluk keparat ini?”
“Tidak salah!”
“Menggunakan cara apa?”
“Daun jatuh kembali keakarnya, sudah tentu menggunakan
kelongsong telurnya yang keras waktu dia dilahirkan dulu,
konon kabarnya kelongsong telurnya itu bila dibubuk lembut
ditebarkan diatas badannya, dia pasti bisa menjadi jinak!”
Coa Sin terbahak bahak, serunya “Hal itu akupun sudah
tahu, tapi kelongsong telurnya itu jauh lebih keras dari besi
baja, dibakar dua ribu tahun dalam bara api juga tidak akan
terbakar menjadi abu ....”
“Terserah kau mau percaya, aku tidak ngapusi kau,
sekarang Thio Hun cu sedang menggunakan tungku raksasa
untuk membakar kelongsong telur itu, malah sebentar lagi
bakal selesai, waktu aku datang, kelongsong itu tinggal sedikit
lagi ...”
Karuan berubah air muka Coa Sin, cepat ia bertanya. “Apa
benar? Cara bagaimana dia bekerja?”
“Mana aku tahu, yang terang dia sudah menyelesaikan
kerjaannya dengan baik…”
Berubah pula air muka Coa Sin, serunya “Hal itu tidak boleh
terjadi! Aku harus segera mencegah usahanya itu.” Sembari
bicara ia lempar ular di tangannya terus menerjang kemulut
lubang.
Cepat Jin kau menyongsong lemparan itu terus membuka
mulut dan menggigit kepalanya sampai putus menghisap
racunnya dengan lahapnya, setelah memuntahkan kepalanya,
ia mengejar ekor yang lain pula.
Baru saja Koan San Gwat bergerak hendak merintang, Ling
koh sudah menarikanya. “Koan kongcu! Kau tidak akan
mampu merintangi dia. Lwekangmu jauh tidak ungkulan
dibanding Coa Sin.”
“Lalu bagaimana baikanya?”
“Tidak cara apapun, malah kau harus cepat mengundurkan
diri bila Jin Kau sudah kenyang menghisap racun, untuk
mundur kau pun sudah terlambat.”
“Tidak!” sahut Koan San Gwat menggeleng, “Binatang
ganas ini betapapun tidak bisa dibiarkan hidup, bila terjatuh
ketangan Cia Ling im, akibatnya bakal lebih celaka.”
“Lebih baik terjatuh ketangan Cia Ling Im dari pada dia
beterbangan kemana mana mencelakai orang orang tidak
berdosa, paling tidak keganasannya masih ada orang yang
bisa mengendalikan, tidak akan sembarangn terbang dan main
terjang.”
“Tapi bila Cia Ling Im memiliki binatang ganas pembunuh
orang dan malang melintang bersimaharaja, siapa pula yang
kuasa mengendalikan dia? Apakah benar Thio Hun cu
membakar kelongsongan kura kura itu?”
“Benar, Cia Ling Im menyoreng pedang sedang berjaga
dipinggiran, aku ingin mengganggu dan menggagalkan usaha
mereka tapi aku kewalahan, dan lagi aku sendiri ragu ragu
untuk mengganggu karena aku tidak bisa berbuat dosa…”
disaat mereka bercakap cakap inilah beruntun Jin kau sudah
menghisap puluhan racun ular, semangatnya terbangkit gerak
gerik nya semakin lincah dan gesit.
Gerak terbangnya pun menjadi cepat sekali gigit satu ekor,
segampang orang makan kwaci saja. Lama kelamaan Koan
San Gwat menjadi merinding dan mencelos hatinya.
Ling kohpun amat prihatin, serunya. “Kau sudah lihay
belum. Betapa hebat lwekang Coa Sin, sedikitpun ia tidak
kuasa menundukan, kalau dia betul betul kehilangan belenggu
yang mengekang dirinya, dapatlah kau bayangkan akibatnya!”
“Kalau sejak mula tahu begini akibatnya aku lebih suka
disembur oleh hawa beracun dari mulutnya!” demikian ujar
Koan San Gwat gegetun.
“Tiada gunanya, bila kau mampus hanya sia sia belaka,
setelah Cia Ling Im gagal menggunakan ilmu sihirnya untuk
mempengaruhi Coa Sin, langkah selanjutnya adalah
menggunakan rencana ini ....”
Koan San Gwat menerawang sebentar, lalu bertanya. “Apa
Kang Pan masih bergebrak dengan Lau Yu hu diluar?”
“Tidak, waktu aku masuk kemari, bayangan seorangpun
tidak kulihat.”
“Aku punya akal, mari lekas kita keluar,” bergegas ia seret
Ling koh menerjang keluar dari mulut sarang yang kecil itu.
Kang Pan dan Lau Yu hu memang tidak kelihatan lagi diapun
tidak sempat pikirkan mereka. Lekas ia berkata kepada Ling
koh. “Lekas kau bantu aku menutup rapat lubang ini.”
“Tiada gunanya, orang lain masih membukanya lagi!”
“Adakah cara lain untuk menggugurkan lamping gunung
ini?” Ling koh berpikir sebentar, mendadak berkata. “Tidak
bisa! Tapi aku punya cara lain, kita bisa naik kepuncak sana,
dimana ada lubang angin dari sana kita memasukkan bahan
belerang sebanyak mungkin. Marilah kita sumbat dulu lubang
ini, baru memasukkan belerang dan membakarnya habis
perkara Mungkin Jin kau bisa terbakar mampus cuma kita
bekerja cepat.”
Koan San Gwat tidak berani berayal lagi lekas ia salurkan
tenaga terus menggempur mulut lubang, namun batu batu
gunung disini amat keras, hanya sebagian kecil saja yang
runtuh.
Ling koh menjadi gugup teriaknya “Cara itu mana bisa,
biasanya Coa Sin menggunakan sebuah batu besar untuk
menyumbat lubang ini, tuh disana, mari kita kerja sama,
mungkin kuat memindahkannya kemari.”
Tampak oleh Koan San Gwat bentuk batu dan besarnya
memang tepat dan pas menyumbat mulut lubang ini, cuma
terlalu tebal mungkin beratnya ada laksaan kati, maka
sedikitpun tidak terpikir olehnya.
Biasanya ia menggunakan senjata peninggalan garunya
yang beratnya ribuan kati, maka ia percaya didalam dunia ini
dalam adu tenaga tiada seorangpun yang akan kuasa
menandingi dirinya. Maka meski mendengar seruan Ling koh
ia berusaha menggeser batu itu, namun sedikitpun tidak
bergeming. Di saat napasnya sudah ngos ngosan dengan
muka merah padam, lekas Ling koh maju membantu, kedua
tangannya ikut mendorong dari sisi yang lain, untunglah batu
bisa bergeser sedikit. Begitulah dengan kerja sama meski
makan tenaga dan waktu akhirnya mereka bisa juga menutup
lubang dengan batu besar itu.
Lingkoh menarik napas serta berkata tertawa. “Sungguh
berat batu ini perlu dua orang baru mampu menggesernya,
Coa Sin hanya seorang diri saja sudah bisa melakukannya,
kekuatan raksasanya memang tiada bandingannya!”
Koan San Gwat menghela napas pelan pelan, katanya.
“Ling koh, tidak usah menyinggung Coa Sin, kenyataan kau
lebih kuat dari aku!”
Melihat sikap orang yang mendelu dan malu, cepat Ling
koh menjelaskan. “Koan kongcu, di bawah bimbingan Coa Sin,
dan petunjuknya sekarang aku kira kira mampu mengguakan
tenaga sampai lima ribuan kati, baru itu berat laksaan kati,
meski kita harus kerja sama baru bisa menggesernya, dihitung
hitung tenagamu masih jauh lebih besar, kenapa kau bicara
begitu sungkan dan merendah?”
“Aku hanya menyesal pada diriku sendiri bahwa kau bisa
lebih kuat dari aku, sudah tentu aku harus senang”
“Kekuatan seseorang tidak bisa dijadikan pertanda, kau
tidak usah senang bagi diriku dan tidak perlu menyesal pada
diri sendiri! Masih perlu manjat kepuncak?”
“Marilah sudah tentu harus kesana. Hal ini justru paling
penting.”
“Kukira kau sudah lupa, seumpama tenagaku memang
lebih kuat dari kau, tidak perlu kau harus menyesal
sedemikian rupa, tujuan mu kemari kan bukan hendak main
gagah gagahan dan menang sendiri bukan!”
Kata katanya laksana obat mujarab, dan telak menusuk
lubuk hati Koan San gwat, seketika pikiran jadi jernih dan
terang. Bersama Ling koh mereka berlompatan terbang naik
keatas lereng gunung, terus menuju kesebelah bangunan
rumah kecil diatas sana. Didalam rumah batu ini ternyata
banyak benar ada disimpan bahan bahan belerang yang tidak
terhitung banyaknya yang gampang dibakar.
Di tengah tengah rumah batu itu ada sebuah lubang
jendela yang menembus kebawah itulah lubang angin yang
dimaksud, lubang itu menembus kebawah dan bisa melihat
keadaan sarang ular. Jin kau masih mengejar ular ular dan
menghisap racunnya tanpa merasakan capai dan
kekenyangan.
Urusan tidak boleh main lambat lambat tepat mereka
melemparkan belerang belerang yang tersedia dibawah
lubang, setelah cukup banyak mereka mengumpulkan kayu
bakar serta menyumbatnya terus dilempar kebawah. Begitu
terjilat api belerang lantas terbakar, dimana bara apinya
mengeluarkan asap biru menyala, ular ular dimana berlarian
saling terjang, sekejap saja kira kira ada setengahnya sudah
putus nyawanya.
Sisa lain yang masih hidup sama berebutan menyingkir
kepinggir sambil mendesis dan bersuara ribut, bila bata api
belerang itu merambat keempat penjuru, tentu merekapun
menunggu giliran belaka. Mau tidak mau Koan San Gwat
merasa sedih dan tidak tega pula. Ular beracun memang
pantas dibunuh, namun dengan cara pembakaran sekaligus
dengan sedemikian banyaknya, seolah olah cara ini terlalu
kejam. Melihat mimik wajah Ling koh pun dapat merasakan
kerawanan hati orang. Katanya dengan tertawa. “Koan
kongcu! Kau tidak usah bersedih, ular dalam sarang yang
penuh ini, seumpama tidak kita bunuh dengan membakarnya,
akhirnya toh akan dibakar orang lain. Ketahuilah simpanan
belerang disini adalah Cia Ling Im yang membawanya.”
“Dia yang membawa kemari? Untuk apa dia membawa
sedemikian banyak?”
“Menurut anggapan Cia Ling Im semula pasti dia berhasil
mengundang Coa Sin keluar, lalu dikatakan ular sedemikian
banyak ini tiada gunanya lagi, dia sulit untuk melenyapkannya
semua. Semula Coa Sin sendiripun sudah setuju…”
“Lantas kenapa mereka tidak segera turun tangan?”
“Lantaran Cia Ling Im salah langkah dia hendak main licik,
disaat Coa Sin menjalani oprasi dia hendak menggunakan ilmu
sihirnya mempengaruhi pikiran Coa Sin, alhasil tipu dayanya
ini gagal karena kenangan oleh Coa Sin....”
“Bukankah Coa Sin tadi bilang bahwa mereka sudah
teringkus dan terkurung dalam sarang ular dibawah ini?”
“Memang benar, namun dia hanya membekuk Cia Ling Im
dan Lau Yu hu dua orang masih ada Thio Hun cu tidak ikut
terkurung, tentu dialah yang melepas mereka keluar!” Saat
mana ular ular didalam sarang di bawah ada sudah banyak
yang mampus, hanya Jin kau masih dengan semangat
menyala nyala menerjang kian kemari, mengejar dan
membunuh serta menghisap racun mereka.
Tampak oleh Koan San Gwat dipojokan sana masih ada
beberapa bongkah belerang besar, ia hendak mengangkatnya
dan dilempar kebawah untuk menambah bara api. Segera ia
membakar mampus Jin kau sekalian, namun Ling koh dengan
tegas mencegahnya. Segara ia menyumbat beberapa bongkah
belerang diantaranya didalam kamar batu itu. Namun tidak
dilemparkan kebawah. Baru saja Koan San Gwat tidak habis
mengerti, Ling koh sudah menjemput sebuah diantaranya dan
dipegangi.
Lama kelamaan Jin kau merasa kepanasan dan pengap
oleh bara belerang itu, akhirnya tak tertahankan lagi,
mendadak ia menggetar ekornya yang panjang, badannya
lantas meluncur keatas menerjang kearah lubang angin di atas
ini.
Keruan mencelos hati Koan San Gwat lekas ia lontar
pukulan deras untuk menutup lubang menghalang halangi,
tapi gerakan Ling koh lebih cepat lagi, belerang besar yang
menyala itu ditangannya itu lekas ia sumbatkan kelubang
angin.
Terpaksa Jin kail terdesak mundur pula oleh bara belerang,
segera mulutnya menyeringai seram mengeluarkan suara
aneh, sikap nya sungguh amat mengerikan.
Serta merta Koan San Gwat berseru memuji. “Kiranya kau
sudah memikirkan cara yang baik ini, sungguh cerdik kau!”
“Belum tentu Jin kau takut api, namun bau belerang punya
kasiat untuk memusnahkan racun ular, maka sementara masih
bisa merintangi dia, kalau tidak tamparan pukulanku tidak
mungkin kuat membendung terjangannya!”
Koan San Gwat tidak banyak bicara lagi, dijemputnya
sebuah belerang besar terus di lempar kedalam sasarannya
kebetulan adalah tempat yang belum terbakar, Jin kau
terdesak untuk melompat kesana sini…
Melihat orang masih hendak menimpukkan belerang lagi,
lekas Ling koh mencegah “Koan kongcu, perangai mahluk ini
cukup sabar dan tahan uji, sisa belerang tidak banyak lagi,
jangan kau terlalu boros, yang terpening kita harus
menjaganya upaya tidak melarkan diri!”
Koan Sao Gwat mengerut alis, ujarnya. “Bukankah lebih
baik melenyapkannya secepat mungkin?”
“Jangan, bila tidak mampu membunuh nya dan tidak kuasa
menghalangi dia melarikan diri bukankah lebih celaka? Apa
guna nya cepat cepat kalau tidak membawa hasilnya, biarlah
kita tunggu saja kalau dia sudah kelelahan dan semaput
karena pegal!”
Dihitung sisa belerang yang ada, menurut perhitungan
Koan San Gwat paling lama malah kuat bertahan satu jam
lamanya, maka ia tidak berani terlalu boros lagi. Dari lubang
angin itu ia dapat melihat Jin Kau disebelah bawah sedang
terjang sana terjang sini, gerak geriknya sudah tidak selincah
tadi kalau kepanasan dan diuap lagi satu jam mungkin sudah
dibereskan.
Maka timbullah semangatnya katanya senang. “Jika Jin kau
dapat dibunuh, Cia Ling Im tidak akan mampu mengekang
Coa Sin lagi malah dia mengikat permusuhan dengan Coa Sin
yang merupakan lawan tangguh memang setimpal dengan
perbuataanya.”
Sebalikanya Ling koh tidak sependapat, katanya. “Apakah
kau sendiri tidak takut sama Coa Sin? Bukan mustahil dia lebih
jahat dari Cia Ling im!”
Koan San Gwat melongo, ujarnya. “Rasa nya belum tentu
tindak tanduk Coa Sin sedikit masih kenal prikemanusiaan.”
“Kukira sulit dikatakan, sejak lama ia menetap ditempat
pengasingan, tidak pernah bergaul dengan khalayak ramai,
tindak tanduk selalu menuruti kemauan hatinya. Cukup asal
ada seseorang dapat mempengaruhi pikirannya maka dia bisa
merubah sikap dan menuruti yang lebih matang . Lalu siapa
yang mampu mempengaruhinya?”
“Kesempatan orang orang jahat jauh lebih banyak dari
orang orang bijaksana, karena perbuatan jahat yang
membawa dosa hakikatnya jauh lebih gampang dilakukan dan
lebih menyenangkan, maka dosa dosa dialam baka ini sulitlah
diberantas!”
Koan San Gwat menggeleng, ujarnya “Dosa hanya bisa
dikecap sementara saja, adalah kemenangan bagi seorang
yang bajik adalah kehormatan yang tidak akan luntur, abadi
sepanjang masa maka sesat tidak lebih unggul dari kelurusan
atau kemurnian, keadilan akan selalu bisa ditegakkan....”
“Teorimu ini boleh kau uraikan kepada orang lain, jangan
kau lupa kondisi Coa Sin yang bara saja kembali normal dari
dunia setengah binatangnya, didalam sanubarinya, bakal
kesenangan yang berfoya foya mungkin jauh lebih besar dari
kenormalan …!”
Koan San Gwat jadi gelisah, mendadak dilihatnya mimik
muka Ling koh menampilkan perasaan yang aneh, seketika
tergerak hatinya, cepat ia berkata. “Ling koh, soal ini hanya
kau seorang yang mampu menunaikannya!”
Ling koh menghela napas katanya. “Kenapa, harus diriku
yang melakukan nya?”
“Hanya kau yang punya pengaruh paling mendalam
terhadap Coa Sin Ling koh....”
Berlinang air mata Ling koh, katanya terisak “Mungkin aku
bia menuntunnya kejalan benar, namun pengorbananku
teramat besar, selama hidupku aku harus mendatangi orang
aneh ini, tiada kehidupan sendiri yang bahagia!”
“Kemudian orang itu jikalau dia terpengaruh oleh perbuatan
jahat, mungkin dia bisa jadi lebih jahat, maka seluruh dunia
bakal tidak aman lagi ...”
“Memang hal itu perlu suatu pemikiran.”
“Ling koh! Aku tahu pengorbananmu teramat besar dan
suci, tapi manusia hidup di alam semeta ini bukan untuk diri
sendiri, ku kira kau paham akan pengertian ini.”
“Aku tidak paham! Sejak kecil aku diasuh oleh Lim siancu,
pendidikan yang kuterima di Bu san, tidak pernah ada
pelajaran yang mengharuskan aku hidup untuk dan bagi
siapa….”
Koan San Gwat gelisah, katanya membujuk. “Kenapa kau
tidak mengerti? Seperti Lim siancu dan guruku, semula
mereka bisa saja hidup tanpa segala gangguan tapi demi
menindas ambisi Cia Ling im, mereka....”
Ling koh mendengak kepala, katanya tegas “Mereka toh
tidak mendirikan pahala, disaat urusan mencapai saat yang
paling genting, sebalikanya mereka tinggal ngumpat hidup di
pengasingan di tempat Lolo....”
“Itulah karena mereka belum mampu untuk mengendalikan
Cia Ling im, maka harus menunggu sekian lamanya, sampai
pada waktu aku bisa menanggulangi tugas berat ini, baru
mereka mundur dan mengasingkan diri. Jikalau mereka
mencari hidupnya sandiri, sejak lama sudah bisa tinggal pergi
tanpa mengurus tugas tugas ini di Liong hwa hwe, kenapa
pula harus mandah diserang penyakit rindu pada tempat yang
sedemikian jauh dengan hidup merana….”
“Meski mereka menderita akhirnya toh menemukan akibat
dari imbalannya. Kalau aku ikut Coa Sin, sepanjang masa ini,
aku harus hidup dalam kesengsaraan, akibat apa yang harus
kuterima?”
Berkata Koan San Gwat sungguh. “Akibatnya bakal menjadi
mendapat kehormatan dan sanjungan puji insan hidup
diseluruh jagat !”
“Kau kelana Kangouw tanpa hiraukan mati hidup, apakah
tujuanmu juga hanya itu itu saja ?”
Koan San Gwat tertawa getir, ujarnya “Aku sendiri tidak
berani punya harapan seperti itu, karena aku sadar tenaga
dan kemampuanku amat terbatas, masakah setimpal
mendapat kehormatan yang begitu tinggi dari kalayak ramai,
aku hanya bermodal dengan tekad hatiku, melakukan apa saja
yang kuanggap pantas.”
“Baklah!” Akhirnya Ling koh berkata setelah melongo
sebentar, “Sedapat mungkin aku akan mendekati Coa Sin,
akan kukasihkan untuk mempengaruhi dia, supaya dia tidak
diperalat oleh manusia manusia durjana. Tapi aku bekerja
bukan demi orang lain, hanya untuk kau.”
“Demi aku?” tanya Koan San Gwat melengak.
“Ya, demi kau! Waktu dikamar betul hampir saja aku
diperkosa oleh Coa Sin, kau pernah berlaku begitu nekad
menempuh bahaya hendak menolong aku untuk membalas
budi kebaikanmu ini, aku tidak bisa menolak segala
permintaanmu, Coa Sin amat benci dan dendam terhadap kau,
jikalau sampai kena dipengaruhi orang lain, tindakan pertama
yang dia lakukan pasti membunuh kau. Aku harus menghalang
halangi perbuatannya!”
Belum lagi Koan San Gwat bicara lebih lanjut, terdenr suara
ribut ribut dibawah gunung, pertama tama terdengar suara
Coa Sin yang berteriak gugup “Celaka! Kenapa lubang ini
tersumbat? Tercium bau belerang lagi….”
Selanjutnya terdengar lagi jeritan Kang Pan. “Celaka dua
belas, Koan toako dan Ling koh masih ada di dalam...”
Begitu batu penyumbat dipindahkan dan terbuka, Jin kau
yang sudah bertele tele setengah sekarat itu mendadak
menegakan ekornya terus menerjang keluar. Hal ini terjadi
sangat cepat, Koan San Gwat tidak keburu berseru mencegah.
Waktu Koan 8an Gwat dan Ling koh buru buru turun tiba
dibawah gunung, seketika mereka sama menjublek dihadapi
situasi didepan mata ini, karena disini hadir seorang yang
benar benar di luar dugaan mereka.
Keadaan Coa Sin tidak berubah, cuma sekarang
menggunakan celana pendek yang terbuat dari kulit ular
keadaannya memang enak dipandang dari pada sebelumnya,
sementara Cia Ling Im dan Lau Yu hu menjublek juga d
sebelah samping sana.
Kang Pan terlihat sedang menerobos ke luar dari sarang
ular, pakaian putihnya berlepotan kotoran hitam dan hanya
sekilas pandang melihat Koan San Gwat dan Ling koh tidak
kurang sesuatu apa seketika ia berjingkrak kegirangan,
serunya “Koan toato! Kukira kau sudah binasa terbakar
didalam....”
Dengan mendelik Cia sin mengawasi Ling koh, tapi kedua
orang ini sedikitpun tidak mempelihatkan reaksi apa apa
perhatian mereka sama tertuju seorang yang lain,
halaman 30 n 31 gak ada
ia tangannya memukul batu besar untuk menyambur
lubang itu, lwekangnya memang amat mengejutkan, batu
besar berat laksana kati seketika kena dipukulnya pecah
menjadi beberapa potong.
Liu Ih Yu malah terloroh loroh kesenangan ujarnya. “Bagus
sekali pukulaamu! Dengan seorang tokoh selihay ini, tidak
perlu aku takut manusia diseluruh kolong langit ini tidak
tergengam dalam telapak tanganku. Selanjutnya aku bisa
berbua apa saja menurut keinginan hatiku, tidak akan ada
orang yang bisa merintangiku lagi.”
“Jangan takabur,” semprot Coa Sin gusar, “Seekor Jin kau
memangnya bisa berbuat apa terhadapku!”
Liu Ih Yu menyeringai, ejeknya. “Apa kau ingn
mencobanya!”
“Labrak dia!” sembari memberi aba aba tangannya segera
terangkat, Jin kau segera terbang mumbul ketengah udara.
Dengan mengerahkan setaker tenaga Coa Sin menyongsong
keatas menghantam kemuka Jin kau, namun pukulan maha
dahsyat itu sedikit pun tidak membawa pengaruh terhadap Jin
kau.
“Wut” tahu tahu Jin kau hinggap diatas pundakanya,
dimana kedua pipinya melembung terang dia hendak
menyemburkan hawa beracunnya, karuan Coa Sin tersirap
darahnya, lekas ia ajukan tangannya, menutupi muka dan
hendak menangkis.
Liu Ih Yu terloroh loroh, serunya. “Dapatkah kau
bertahan?”
Pucat pasi muka Coa Sin terpaksa ia turunkan kedua
tangannya, ia insaf akan kelihayan binatang ganas ini, didalam
sarang ular dia sudah menghisap anti racun yang diperlukan
sehingga dia laksana harimau tumbuh sayap, tiada sesuatu
benda yang mampu melukainya.
“Kau usah takut!” cemooh Lau Ih Yu tertawa, “Aku tidak
menghendaki kau binasa
Halaman 34 n 35 gak ada
kan sudah lama pula kupikirkan !”
“Sudah lama kau pikirkan?” tanya Coa Sin tidak percaya,
“untuk dapat menjinakkan dan terima menghamba kepadaku
kau hanya menggunakan abu dari kelongsongnya itu baru bisa
berhasil. Kukira kalian tidak akan memberi sepakat tindakan
ini sebelumnya bukan?”
“Coa Sin kukatakan pengetahuanmu memang terlalu cetek
!” demikian cemooh Liu Ih yu, kecuali kelongsong kura kura
itu, masih ada sebuah benda lain yang manfaatnya jauh lebih
besar, yaitu yang sudah kugunakan untuk menaklukan dan
menjinakan Jin kau tadi….”
“Apakah itu? tanya Coa Sin tertegun.
“Tidak menjadi soal, sekarang kuberi tahu kepada kau,
waktu kau pertama kali memelihara Jin kau ini, kau lupa
menyimpan barang pusaka itu…”
Coa Sin memeras otak dan berpikir, akhirnya, dia berkata
menggeleng. “Aku masih punya barang pusaka....”
Liu Ih Yu terloroh loroh lagi, ujarnya. “Bahwa abu dari
kelongsongan kura kura itu bisa menundukan Jin kau, yang
penting karena kelongsongan kura kura itu adalah modal dari
tulang punggung jiwanya, adalah barang pusaka itu
sebalikanya adalah sumber dan asal mula jiwanya!”
“Aku tahu sekarang!” tetiak Coa Sin, “maksudmu adalah
kelongsongan telurnya setelah dia dilahirkan ?”
“Tidak salah,” sahut Liu Ih Yu manggut. “Kelongsongan
telurnya itu justru merupakan titik tolak dari asal mula jiwanya
yang murni, binatang kembali kesarangnya, burung pulang
kepucuk pohon yang lama, kasiat dari kelongsongan telur itu
bukankah lebih besar dari kelongsongan kura kura itu? Apalagi
kelongsongan kura kura itu sendiri teramat keras, dibakar
tidak akan luluh. Meski ilmu pengobatan Thio Han cu teramat
tinggi, juga tidak akan mampu melakukan hal itu...”
Cia Ling Im segera juga berkata tidak percaya. “Lalu
bagaimana Thio Hun cu bisa membakarnya menjadi abu
didepan mata hidungku !”
Coa Sin menimbrung. “Benar! Waktu aku menyusul kesana
kebetulan kerjaannya selesai….”
“Kalian sudah tertipu oleh permainan ilmunya yang bisa
mengaburkan pandangan orang, sebetulnya diatas kelongsong
kura kura ia sudah meneteskan semacam obat, obat itu bisa
melenyapkan kelongsong kura kura ini sehingga tidak
berbekas lagi, abu yang kalian dapatkan bukan lain hanyalah
daging dan isi perutnya yang sudah terbakar hangus, sudah
tentu abu itu tidak membawa pengaruh apa apa terhadap Jin
kau !”
Coa Sin menjublek diam Cia Ling Im pun tertegun melongo.
Berkata pula Liu Ih yu. “Kemaren Thio Hun cu sudah
mendatangi lubang dimana dulu Jin kau dilahirkan dan
mengambil keluar kelongsong telurnya itu. Karena kalian
selalu menguntit setiap jejaknya, sehingga ia tidak
berkesempatan membakarnya, maka secara diam diam Jian
coa kok. Hari ini aku baru kembali dan kebetulan aku masih
sempat memburu waktu!”
Lalu ia berputar kearah Koan San Gwat serta katanya
tersnyum. “Dalam hal ini aku harus berterima kasih kepada
kau, meski kami punya barang pusaka untuk menaklukkan Jin
kau, tapi tidak kuasa mendekati Jin kau, karena Coa Sin
sendiri menjaganya begitu ketat, tabasan pedangmu justru
telan membantu banyak pada kami!”
Koan San Gwat mendengus, katanya. “Kuharap kau
menaklukkan Jin kau dan memeliharanya baik baik, jangan
kau memperalat dia untuk mencelakai jiwa manusia, kalau
tidak aku tidak akan memberi ampun kepada kau!”
Liu Ih Yu menyeringai dingin, jengeknya. “Mati hidupmu
sendiri sekarang berada ditanganku, masih kau sembarang,
kau tahu cukup aku memberi perintah saja, tulang
belulangmupun tidak akan tersisa lagi.”
Tegak alis Koan San gwat, baru saja ia hendak mengumbar
amarah, Liu Ih Yu sudah menghela napas dan berkata. “Tapi
legakan saja hatimu, aku tidak akan membunuh kau, malah
karena permintaan Thio Hun ca, dia berpikir demi masa depan
putrinya, Thio Ceng Ceng si nona cilik itu sudah amat kepincut
terhadap kau, tapi bila dia sudah tahu bahwa kau sudah
setuju memperistri Coa ki, mungkin keadaanmu sekarang
tidak seenak dulu!”
Koan San Gwat melenggong, Liu Ih Yu segera
menambahkan. “Maka kukatakan demi keselamatan
pribadimu, lebih baik kau berpisah dengan Kang Pan.”
Berubah air muka Kang Pan, serunya dengan sedih. “Koan
toaku! Kau tidak akan meninggalkan aku bukan!”
Koan San Gwat menariknya lebih dekat katanya “Tidak
akan tejadi! Kalau toh mereka sudah tahu kau adalah calon
istriku, masakah aku berpeluk tangan tanpa melindungi
keselamatanmu. Legakan saja, mati hidup kita tetap
bersama!”
Kang Pan amat terhibur dan tersenyum bahagia. Adalah
beringas muka Liu Ih Yu bentaknya. “Koan San gwat! Kau
tidak ingin hidup?”
“Liu Ih yu! Mungkin hanya maksud hatimu sendiri belaka.
Menurut apa yang kuketahui Thio Ceng Ceng adalah seorang
gadis jujur polos dan bajik, tidak mungkin dia punya jalan
pikiran yang sesat itu!”
Semakin beringas muka Liu Ih yu, teriaknya kalap “Tidak
salah, memang maksudku sendiri, kau mau apa? Toa suci
berkeputusan menjodohkan aku kepada kau, kau berani
menolak mentah mentah, jikalau lantaran Thio Ceng Ceng
bolehlah aku memberi maaf kepada kau. Karena kalian kenal
jauh lebih dulu dan diapun berulang kali pernah menolong
jiwamu, tapi Kang Pan baru saja kau kenal, mana boleh kau
memperistri dia.”
“Kan toako memang belum mengetahui aku, tapi dia sudah
setuju untuk memperistrikan aku...”
“Tak usah kau cerewet, mengandal apa kau hendak
menjadi istrinya, masakah aku tidak lebih unggul dari kau?”
“Liu Ih yu!” Koan San Gwat menyeringai dingin. “Terhadap
nona Kang Pan kami baru mengikat jodoh dalam pembicaraan
tapi karena ucapanmu tidak bisa tidak aku harus
mengawininya!”
“Akan kulihat masakah pernikahan kalian bisa terjadi?”
ancam Liu Ih yu.
“Kenapa tidak jadi biar sekarang juga aku menikah dengan
dia dihadapanmu.” Lalu ia menghadap orang banyak serta
berseru lantang. “Para hadirin harap dengar, sejak sekarang,
nona Kang sudah kuakui mtnjadi istrku, kuharap kalian suka
menjadi saksi. Meski upacara ini terlalu sederhana, tapi aku
percaya pernikahan ini sudah boleh dianggap resmi, dan tekad
kami tidak akan berubah....”
Lau Yu hu segera mengolok ngolok dengan sindiran tajam.
“Kiong hi! Kiong hi! Koan San Gwat meski diantara kita ada
pertikaian yang belum diselesaikan, tapi aku mengharap bisa
menyuguhkan arak bahagia kepada kau…..”
“Benar!” Cia Ling Im menimbrung, “Koan San Gwat kau
bisa mengawini seorang isteri sedemikian cantik molek laksana
bidadari, akupun ikut gembira, apalagi aku bisa menjadi saksi
didalam upacara perkawinan yang begini sederhana dan tiada
keduanya dikolong langit ini, sungguh hatiku amat senang dan
ikut bangga, keadaan memang serba menyulitkan, silahkan
kau pinjam secawan arak kepada Coa Sin, marilah kira
rayakan bersama!”
Koan San Gwat melotot dingin kepada mereka, ujarnya.
“Kebaikan kalian sungguh kuterima dengan setulus hati. Arak
kebahagiaan tidak kupersiapkan, tapi pedang ucapan terima
kasih justru sudah kupersiapkan, siapa diantara kalian yang
suka terima kematian dulu!”
Cia Ling Im bergelak tertawa, serunya “Upacara
perkawinan baru saja selesai, kau lantas berniat membunuh
jomblang, wah terlalu tergsa gesa kau ini....”
Koan San Gwat menarik muka dengus nya “Cia Ling im,
tidak usah putar bacot, kaulah yang mengundang aku kemari
untuk menentukan mati hidup, marilah bekerja jangan
kepalang tanggung lawanlah pedang ku ini!”
“Meski hari ini adalah waktu yang dijanjikan, sungguh aku
pun tidak menduga hari ini merupakan hari bahagiamu juga,
bolehlah kita mengganti waktu lain saja!”
“Tidak usah diubah!” seru Koan San gwat. “Hari ini juga
kita harus selesaikan pertikaian ini!”
Mata Cia Ling Im menyapu kearah Koan San Gwat katanya.
“Tidak bisa! Sungguh aku tidak tega hari ini mengadu jiwa
dengan kau, apalagi bila mempelai perempuan sampai
menjadi janda. Lebih baik setelah kalian mengecap malam
pertama perkawinan bahagia ini baru dilangsungkan
pertempuran yang menentukan!”
Dari tangan Kang Pan Koan San Gwat merebut Ui tiap
kiam, teriaknya “Kalau kau tidak tampil kedepan aku tidak
sungkan lagi !”
Berubah muka Liu Ih yu, mengangkat tangan memberi aba.
“Ayolah! Bunuh saja perempuan itu !”
Jin kau mencelat mumbul ketengah udara terus menubruk
kearah Kang Pan, lekas Koan San Gwat menghadang
disebelah depan pedang terayun kontan ia membacok kearah
Jin kau, lekas Jin kau mengabitkan ekornya panjangnya
membelit batang pedang. “Cras” ekor panjang yang lembut itu
tiba tiba terputus sebagian.
Lekas Coa ki berteriak memperingatkan. “Kalau seluruh
ekor panjangnya kau kutungi gerak geriknya akan lebih cepat
dan bebas, tatkala itu jauh lebih sulit dihadapi, sekali kali kau
tidak boleh sembarangan…”
Liu Ih Yu menyeringai dingin ujarnya “Meski ia membawa
ekor panjang, tiada seorangpun yang akan mampu
menghadapinya !”
Setelah ekornya putus sebagian gerak gerik Jin kau jauh
lebih gesit, mencelat mumbul lagi lagi ia menukik kearah Kang
Pang.
Kali ini Koan San Gwat tidak berani melancarkan serangan
pedangnya secara teledor. Setelah mengincar tepat sebuah
sasaran, secepat Kilat mendadak ia menusuk batok kepala
bagian belakang Jin kau, tapi belakang punggung Jin kau
seakan akan juga tumbuh mata, dimana ekornya melejit
miring, lagi lagi berhasil menyampok miring pedangnya. Dan
karena benturan ini, ekornya lagi lagi putus sebagian pula, kini
tinggal dua kaki lebih panjangnya.
Dikala untuk ketiga kalinya dia menubruk kearah Kang Pan,
Kang Pan menjerit ketakutan sambil putar tubuh terus lari
terbirit birit. Jin kau mencelat terbang mengejar dengan
kencang, kecepataanya jauh lebih gesit.
Maka baru saja Kang Pan lari puluhan langkah, Jin kau
sudah mengudak tiba dibelakangnya, membuka mulut, terus
menyemburkan segulang kabut berbisa, Koan San Gwat
ketinggalan rada jauh, untuk menolong terang tidak mungkin.
Disaat keadaan kritis itu, jelas Kang Pan bakalan melayang
jiwanya oleh semburan hawa yang berbisa itu, sekonyong
konyong dari samping menerjang datang sesosok bayangan
putih menghadang ditengah antara mereka, beruntunglah
Kang Pan terhindar dari ancaman elmaut.
Adalah bayangan putih itu yang tersembur jatuh oleh hawa
beracun itu bayangan putih itu bukan lain adalah Siau giok,
ular kesayangan Kang Pan yang sakti itu. Begitu badannya
menyentuh tanah, dengan nekad ia terus menerjang kearah
Jin kau malah.
Begitu melihat Siau giok, Jin kau malah menyeringaikan
mulutnya dan melelehkan lidah, kelihatannya amat senang,
lenyap hasratnya membunuh Kang Pan, sasaran kini dialihkan
kepada Siau giok.
Tadi Koan San Gwat sudah mendengar kelihayan Jin kau,
dalam hari ia sudah rada jeri serta dilihatnya Siau giok
ternyata mampu hadapi semprotan hawa beracunnya, tak
terduga terasa ia menjerit “Bagus Siau giok! Lekas kau gigit
mampus mahluk ganas ini!”
Dalam pada itu Kang Pan pun menghentikan larinya,
dilihatnya Jin kau terbang berputar putar mengelilingi Siau
giok, sementara Siau giok menegakkan kepalanya, lidahnya
terjulur keluar masuk, mulutnya mendesis garang dan sengit.
Lekas Koan San Gwat mengejar kesamping Kang Pan,
tanyanya. “Apa yang dikatakan Siau giok?”
Seketika Kang Pan mengalirkan air mata terisak sedih.
“Demi menolong jiwaku Siau giok rela berkorban jiwa apapun
yang terjadi aku tidak akan tinggal pergi meninggalkan dia
begini saja, mau mati biarlah kami mati bersama....” sembari
berkata dia terus menerjang kearah Jin kau, kebetulan Jin kau
sudah memperoleh suatu kesempatan dan sedang menukik
turun menyergap keperut Siau giok, tidak sempat melawan,
tiba tiba ekor Siau giok menyamber keluar mengubat kedua
kaki Kang Pan terus disendal pergi sampai Kang Pan terpental
mundur beberapa langkah, sementara dia sendiri secara
kebetulan malah bisa terhindar pula dari tubrukan Jin kau.
Karena tusukannya mengenai tempat kosong Jin kau jadi
mengamuk, putar haluan ia mengincar kepada Kang Pan lagi.
Ditengah udara sekonyong konyong menerjang datang pula
sesosok bayangan orang menghadang dihadapan Jin kau,
tanpa perduli tiga kali tujuh puluh dua kali, membuka mulut
Jin kau lantas mematuk kearah orang itu.
Tapi lekas orang itu mengayun tangan menaburkan
segenggam bubuk abu. Kalau dikatakan memang aneh, begitu
Jin kau terkena bubuk abu itu, seketika ia menghentikan
serangannya, begitu orang itu menjulurkan tangan menggapai
kepada Jin kau serta memanggilnya dengan suara halus.
“Kemari! Kau dilarang melukai orang !”
Dengan jinak Jin kau menurut terbang dan hinggap diatas
tangan orang itu. Baru sekarang semua melihat jelas orang itu
ternyata adalah seorang perempuan yang sedih dan sendiri
dirundung kepedihan, dia tak lain tak bukan adalah Thio Ceng
ceng yang dicari ubek ubekan oleh Koan San gwat.
Pertama tama Lau Yu hu memburu maju kearahnya serta
berseru. “Ceng ceng! Kenapa kaupun datang kemari ...”
Thio Ceng ceng mengacungkan tangannya, serta berteriak
bengis. “Aku larang kau mendekat, kalau tidak dengan kata
biar kusuruh dia menggigit mampus kau.” Jin kau sudah
bergerak garang siap menerjang, karuan Lau Yu hu menceles
hatinya, cepat cepat dia menghentikan langkahnya, Liu Ih Yu
segera tampil kedepan serunya. “Thio siocia… Apa yang
sedang kau lakukan ?”
Sekilas Thio Ceng ceng meliriknya, segera katanya “Sejak
tadi aku sudah tiba, ayah amat kuatir terhadap kau, katanya
tentu kau menggunakan Jin kau malang melintang melakukan
perbuatan tercela, suruh aku menyusul kemari mencegah
perbuatanmu, memang tepat jaga dugaan ayah…”
“Aku kan melanggar perjanjian, perempuan ini adalah….”
Air muka Thio Ceng ceng amat kalem dan sabar katanya.
“Aku tahu, dia adalah istri Koan toako, tadi waktu ikatan jodoh
mereka kebetulan aku tiba disini. Untuk tidak mengganggu
kalian terpaksa aku menyembunyikan diri. Liu siancu,
perbuatanmu memang keterlaluan, kalau toh kami tidak
bermusuhan dengan Koan toako, mana boleh kau mencelakai
istrinya?”
Liu Ih Yu pucat pasi lalu berubah merah padam pula, tiba
tiba ia ulurkan tangan hendak merebut Jin kau ditangan Thio
Ceng ceng.
Tapi Thio Ceng ceng menarik muka serta mengancam
dengan suara berat “Liu siancu! Kau rebutpun tiada gunanya,
kadar obat yang ayah berikan kepada kau tidak begitu benar,
asal aku hadir disini, jangan harap Jin kau mendengar
perintahmu.”
Agaknya Liu Ih Yu tidak percaya, Thio Ceng ceng berkata
pula “Selamanya ayah bekerja pasti dengan parhitungan
cukup matang, tidak mungkin dia mau menyerahkan seekor
binatang ganas seperti Jin kau ini padamu maka lebih baik
urungkan saja rencana jahatmu!”
Beruntun Liu Ih Yu sudah manggil dan memberi aba aba
kepada Jin kau, namun Jin kau tidak perdulikan, terpaksa
dengan lesu dan kecewa akhirnya ia mundur kesamping, sorot
matanya memancarkan dendam kebencian yang menyala
nyala.
Baru sekarang Koan San Gwat ada kesempatan maju
kehadapan orang, cuma ia jadi kemekmek, tak tahu apa yang
hendak diucapkan.
Malah Thio Ceng ceng bersuara lebih dulu sambil
tersenyum getir “Koan toako, aku haturkan selamat pada kau,
mempelaimu sungguh amat cantik.”
“Ceng ceng!” seru Koan San Gwat gugup dan tersipu sipu.
“Kau... kau tak tahu.”
“Memang aku tidak tahu, dan sekarang pun tidak perlu
tahu,” ujar Thio Ceng ceng mendelu. “Nona ini jauh lebih
cantik dari aku, aku ikut gembira akhirnya kau memperoleh
seorang jodoh idaman yang sangat setimpal.”
Koan San Gwat menjublek di tempatnya, sepatah katapun
tidak kuasa diucapkan. Thio Ceng ceng mengacungkan Jin
kau, lalu menyapu pandangan keseluruh hadirin, lalu berkata
pula kepada Koan San gwat. “Koan toako! Jin kau berada di
tanganku, kau boleh seratus persen melegakan hatimu, aku
tak akan menggunakan dia untuk melakukan kejahatan.
Pertikaianmu dengan Cia Ling Im dan Lau Yu hu, aku tidak
bisa ikut campur lagi. Tapi Coa Sin dan kau tiada punya
permusuhan dendam yang mendalam, aku bisa membatasi dia
supaya tidak mempersulit dirimu. Coa Sin sekarang juga kau
ikut aku pergi!”
Coa Sin berdiri menjublek tidak bergerak dan tidak
bersuara. Thio Ceng ceng segera mangangkat Jin kau katanya
bengis “Jika kau tidak mendengar ucapanku, segera akan
kubuat kau konyol, sebetulnya bila kau ikut aku banyak
manfaatnya yang bakal kau dapatkan, kedua kaki yang
disambungkan ayah diatas badanmu itu sebelumnya sudah
dibubuhi racun, dalam waktu satu bulan, kau akan menjadi
seorang yang lumpuh cacat dan tidak akan bisa berjalan lagi,
marilah kucarikan tempat untuk memusnahkan racun itu...”
Coa Sin berjingkrak murka, makinya. “Thio Hun cu memang
keparat...”
“Soalnya ayah terpaksa,” demikian ujar Thio Ceng ceog
kalem. “Ilmu silatmu teramat tinggi, watakmu tidak menentu
lagi maka dia harus meninggalkan suatu cara supaya dapat
menekan segala tindak tandukmu, sekarang aku sudah
memperoleh Jin kau, cukup berkelebihan menghadapi kau,
maka tidak perlu harus mengganggu gerak gerikmu, sekarang
kau mau ikut aku?”
Meski Coa Sin tidak memberi jawaban, namun reaksinya
terang bahwa dia sudah tunduk dan patuh.
Thio Ceng ceng lalu berkata pula kepada Liu Ih yu.
“Serahkan kembali Pek hong kiam mu kepada Koan toako, ikut
aku meninggal tempat ini!”
Ternyata Liu Ih Yu tidak berani membangkang,
menurunkan pedang yang tersanggul dibelakang
punggungnya terus dilempar kedepan kaki Koan San gwat,
adalah Thio Ceng Ceng yang membungkuk tubuh
menjemputnya dan diserahkan kepada Koan San gwat,
katanya. “Koan toako! Aku harus pergi! Ayah berkeputusan
kembali kepadang pasir di Thian san lagi bersama aku, kalau
ada waktu kuharap kalian suami istri bermain kesana…” habis
berkata dengan sorot matanya ia suruh Liu Ih Yu dan Coa Sin
pergi, begitulah mereka mengintil dibelakangnya, Lau Yu hu
juga hendak ikut, segera Thio Ceng ceng membentak dengan
bengis , “Orang she Lau! Apakah belum cukup kau
mempersulit aku? Kuperingatkan yang terakhir kepada kau,
jangan sekali lagi kau terlihat olehku, kalau tidak aku tidak
kenal kasihan lagi kepada kau!”
Lau Yu hu menghentikan langkahnya dengan lesu dan
putus asa, sebetulnya Koan San Gwat hendak bicara beberapa
patah kata kepadanya, tapi mendadak ia berkeputusan tidak
bicara saja, melolos Pek hong kiam ia tantang Cia Ling im.
“Sekarang tibalah saatnya menyelesaikan urusan kita!”
Agaknya Cia Ling Im tidak menduga bahwa situasi bakal
berubah sedemikian rupa, setelah terlongong sekian saat baru
ia menyeringai dingin, katanya. “Koan San gwat, selamanya
nasibmu agaknya selalu beruntung, sudah kuperas otak
dengan berbagai daya upaya namun nasibmu masih juga kau
lebih unggul, naga naganya untuk membunuhmu memang
bukan soal gampang.”
Dengan memicingkan mata dan air muka membeku bengis
Lau Yu hu membalik badan katanya penuh kebencian. “Untuk
membunuh anjing kurap ini segampang mengangkat tangan
belaka, waktu di Ngo tai san sebetulnya aku sudah bisa
membunuhnya, gara garamu memancingnya kemari hendak
mempamerkan tipu muslihat segala ...”
“Lau lote.” ujar Cia Ling Im tersenyum. “Tujuan kita bukan
hanya membunuh dia lantas urusan selesai, kau masih harus
merebut Thio Ceng ceng yang molek itu, sedang aku hanya
ingin membuat Thian mo kau sebagai kumpulan terbesar yang
menguasai Bulim merajai dunia, maka bila harus memikirkan
urusan kelanjutannya, umpamanya kalau Coa Sin tidak
dibereskan, kau dan aku tidak akan tidur nyenyak ...”
“Kau terlalu mengagulkan dirimu sebagai cerdik cendekia
dengan berbagai akal muslihat, selamanya tidak pernah gagal
segala. Bagaimana buktinya sekarang?” dengus Lau Yu hu.
Cia Ling Im tertawa getir, katanya. “Dalam hal ini tidak bisa
salahkan aku, yang terang rencanaku sudah sukses, soalnya
kita terlalu percaya akan obrolan Thio Hun Cu, sehingga
begitu mudah ditipu mentah mentah olehnya!”
“Aku tidak peduli segala tetek bengek itu,” seru Lau Yu hu,
“Yang terang aku tidak bisa memiliki Thio Ceng ceng, maka
tujuanku terakhir hanyalah membunuh anjing kurap ini...”
Cia Ling Im menyeringai sadis, katanya membakar. “Benar,
menurut gelagat sekarang hal ini merupakan urusan yang
tepenting bagi kita Lote, perlukah aku membantu kau?”
“Tidak perlu, aku sendiri sudah lebih cukup?”
“Aku percaya memang kau sendiri sudah cukup dulu aku
dikalahkan dia karena ketajaman pedang tidak sebading,
sekarang kita sama membekal dua pedang pusaka yang
terunggul diantara Ngo Ih kiam perduli siapa, kita tidak perlu
gentar dan pasti gampang membunuhnya Lau lote, dendam
kesumat kalian jauh lebih mendalam terpaksa babak pertama
ini kuserahkan kepada kau!”
Sambil menenteng Ci seng kiam Lau Yu hu maju kedepan,
sebalikanya Koan San Gwat berteriak “Kau minggir dulu,
persoalan kita cepat atau lambat pasti bisa diselesaikan.
Sekarang aku tak punya semangat untuk menghadapi kau,
aku ingin membunuh durjana itu dulu.”
“Sebalikanya aku beranggapan urusan kita perlu segera
diselesaikan lebih dulu.”
“Lau Yu hu, persoalan kita hanyalah urusan pribadi,
sebalikanya membunuh Cia Ling Im adalah demi keamanan
dan kesejahteraan umat manusia diseluruh dunia ini,
kepentingan umum harus diutamakan, kau tahu sepak terjang
Thian mo kau...”
Mendadak Lau Yu hu bergelak tertawa.
Melihat orang tidak berniat mundur, Koan San Gwat
semakin murka. “Apa yang kau tertawakan? Aku bicara
dengan jujur, kuharap kau bisa membedakan kepentingan
umum dan pribadi.”
Tiba tiba Lau Yu hu menghentikan tawanya, ujarnya dingin.
“Kutertawakan mulutnya yang suka mengundal teori lapuk itu,
namun tidak menunjukkan sasarannya yang tepat, ketahuilah
pertempuran kita sekarang ini sekaligus menyelesaikan
kepentingan umum dan pribadi sekaligus, jangan kau lupa
bahwa aku adalah Hu kaucu dari Thian mo kau.”
Koan San Gwat tercengang, katanya. “Kukira karena
hendak mencari permusuhan dengan aku baru kau menjadi
anggota Thian mo kau.”
Lau Yuhu menarik muka desisnya. “Koan San gwat, kau
terlalu pandang dirimu sendiri, jikalau hanya untuk
menghadapi kau, mengandal pedang ditanganku ini sudah
cukup berkalebihan, buat apa aku harus meminjam tenaga
orang lain!”
“Lalu apa tujuanmu?”
“Demi usaha, selama hidup ayahku ilmu pedangnya tiada
bandingan dan menjagoi dunia akhirnya dia tenggelam begitu
saja tanpa meninggalkan nama, malah cara kematiannya
bagiku konyol, maka aku harus melampiaskan penasarannya.”
“Bedebah, kemana saja kau bisa membangun usahamu,
justru kau menggunakan komplotan sesar sebagai tulang
punggungmu.”
“Tutup mulutmu. Memang kau anggap dirinya paling murni
dan menempuh jalan lurus?”
“Paling tidak aku tidak pernah melakukan perbuatan
melangar zas prikemanusiaan.”
“Tidak salah, kau lebih beruntung dari aku, kelana di
Kangouw jauh lebih pagi dari aku, segala urusan seolah olah
sudah kurebut seluruhnya, kalau aku berjuang didalam jalan
lurus dan murni, sukses yang kucapai tentu tidak akan lebih
ungul dari kau.... ketenaran namaku pasti juga tidak akan
kumandang dari namamu.....”
“Tegak sebagai laki laki dan berjuang demi pardamaian
dunia bukanlah untuk angkat nama dan menanam gengsi.”
“Itukan pikiranmu. Ayahku mati jengkel gara gara ayahmu,
putra Liu Ih Yu tidak bisa kelelap dan kena kau ungkuli begitu
saja, aku harus memperjuangkan dan melampiaskan
penasaran ini!”
“Jadi hanya karena alasan itu belaka?” damprat Koan San
Gwat berubah mukanya.
“Itu hanyalah alasan yang bisa dikatakan saja, masih
banyak unsur unsur lain yang sukar kukemukakan dengan
kata kata, yang terang sejak aku belum pernah melihat kau
sudah amat membencimu. Dalam arti kata lain sejak aku
mengetahui seluk beluk urusan, lantas kucantumkan kau
sebagai musuh hebatku yang terutama, maka aku harus
bertentangan dengan kau disetiap tempat diberbagai bidang.”
-oo0dw0oo-
JILID 29
“Dari mana asal mula alasanmu ini? Untuk membenci aku
kan kaupunya alasan.”
“Tanyakan kepada ibumu.”
“Apa sangkut paut hal ini dengan beliau!”
“Amat besar hubungannya, sebelum dia melihat kau,
hatinya selalu dirundung kesedihan dan yang dibayangkan
selalu adalah putranya yang hilang, mungkin dia anggap aku
tidak tahu, sebetulnya sejak lama Hwi kak sudah memberi
tahu kepadaku, sejak saat itu aku sudah mulai benci kau,
akhirnya ditambah persoalan Thio Ceng Ceng, maka aku tidak
bisa berdiri sejajar dengan kau.”
Koan San gwat menjublek mendengar uraian yang
dianggap gila ini. Lau Yu hu meneruskan dengan suara
gegetun dan benci. “Selamanya kalian dipihak yang unggul,
ayahku terima diperhina dan hidup merana, rela rujuk kembali
demi kebahagiaan rumah tangga, namun ia tidak bisa menarik
kesenangan hati ibu, setelah generasi mendatang keadaan
lebih parah lagi, didalam sanubari ibu kedudukannya jauh
lebih berat dan disayang, didalam lubuk hati Ceng ceng, aku
malah tidak bisa menempati posisi yang kuharapkan, apakah
aku tidak pantas membenci kau?”
“Kau salah....” ujar Koan San gwat menghela napas.
“Sedikitpun aku tidak salah, apa yang kuuraikan adalah
kenyataan, suruh aku meningalkan Thian mo kau adalah
kumpulan sesat, akupun tahu Cia Ling im adalah seorang
durjana, tapi tanpa banyak pikir aku rela masuk menjadi salah
satu dari kelompok mereka, malah tidak kepalang tanggung
kubongkar kuburan ayah almarhum, kuberikan sebarang
pedang Ceng so kiam kepadanya kau tahu apa sebabnya?”
“Aku tidak tahu.” sahut Koan San gwat menggeleng. “Aku
hanya tahu bahwa kau sudah gila!”
Lau Yu hu menyeringai seram, ujar nya. “Boleh dikatakan
demikan, aku gila karena penyebabnya, setiap orang yang
menjadi musuhku, adalah sahabat karibku, apapun yang bakal
menjadi milikmu aku akan menempuh jalan yang berlawanan
dari kau!”
Koan San gwat berpikir sejenak, mendadak ia berkata
dengan sikap serius. “Lau yu hu, tidak kata kata yang perlu
kukatakan pula kepada kau, sebetulnya aku sudah berjanji
kepada ibu untuk mengampuni jiwamu, sekarang aku terpaksa
mohon pengampunannya...”
“Kau tidak perlu minta pengampunannya hakikatnya dia
hanya punya kau sorang putra dia, kau dan Bing Gwat yang
sudah mampus itu, kalian bertiga baru satu keluarga....”
“Lalu kau ini apa?” damprat Koan San gwat naik pitam.
Lau Yu hu menarik muka dan berkata. “Aku hanyalah bibit
pembalasan dendam yang ditinggalkan ayahku, biar kuberi
tahu kepada kau, setelah kubunuh kau, lawan yang kedua
yang kuincar adalah ibu!”
“Keparat dan durhaka! Apakah beliau bukan ibumu?”
“Bukan!” teriak Lau Yu hu beringas. “Lau Yu hu tidak punya
ibu, Liu Ih yu pun tidak punya istri, walau ayahku menyuruh
aku memaafkan dia, sebaliknya tidak pernah kupikirkan hal
ini.”
Amarah Koan San gwat tidak tertahan lagi, mengayun
pedang kontan ia menusuk ke dada orang, lekas Lau Yu hu
melintangkan pedang, tenaga yang dikerahkan cukup kuat.
“Trak” kedua senjata beradu amat keras dan berbunyi nyaring,
seketika Koan San gwat terhentak mundur dua tapak, dan lagi
Pek hong kiamnya bukan lawan kesaktian Ci seng kiam, tajam
pedangnya tergumpil pecah sebesar kacang.
Lekas Kang pan mengansurkan Ui tiap kiam kepadanya,
serta berteriak. “Koan toako gunakanlah pedang yang ini!”
“Yang mana bolehlah, didalam Ngo ih kiam, Ci seng
merupakan yang terunggul.”
Koan San gwat sudah keretak gigi, sambil menenteng Pek
kong kiam ia sedang menghimpun tenaga murni siap
melancarkan Pek hong kiam itu, salah satu jurus terganas
yang mematikan dari Hu mo kiam hoat.
Mendadak dari samping sana menerobos keluar dua sosok
bayangan, mereka ternyata Li Sek hong dan Gwat hoa Hujin
adanya.
Kang Pan berdiri melongo, cepat Gwat hoa Hujin sudah
melejit tiba terus rebut Ui tiap kiam dari tangannya. Koan San
gwat terkejut dan heran, cepat ia memapak maju, serunya.
“Bu, kenapa kaupun kemari ?”
Gwat hoa Hujin tidak menghiraukan seruannya, matanya
berkilat melata Lau Yu hu. Adalah Li Sek hong memberi
jawaban sambil datang menhampiri. “Hujin amat kuatir akan
keselamatanmu. Jing Tho disuruh memimpin orang orang lain
menuju, ke Tay pa san menunggu di sana, lalu dia mengajak
aku untuk membaatu kau! bagaimana keadaan disini?”
Koan San gwat tidak sempat menjawab pertanyaannya,
dengan gelisah ia berseru kepada Gwat hoa Hujin. “Bu biar
aku saja...”
“Tidak usah!” sahut Gwat hoa Hujin tegaz dan perihatin.
“Dengan tanganku sendiri akan kubunuh anak durhaka ini!”
Waktu Koan San gwat memburu menghadang diantara
mereka, Gwat hoa Hujin lantas menghardik bengis. “Anak
Gwat! Kaupun tidak mendengar ucapanku lagi!”
Tampak oleh Koan San gwat muka orang pucat dingin lagi,
hatinya menjadi luluh, terpaksa ia mundur kesamping, adalah
Lau Yu hu Sa mundur beberapa langkah didesak oleh Gwat
hoa Hujin yang maju menghampirinya.
“Bukankah kau hendak bunuh aku?” damprat Gwat hoa
Hujin beringas. “Kenapa tidak berani turun tangan?”
Lau Yu hu tidak mundur lagi, matanya pun memancarkan
rasa penasaran dan berteriak kalap. “Tak usah tergesa gesa
kau ingin mampus, tunggulah setelah aku membinasakan
bocah she Koan itu, akan datang giliranmu nanti, sekarang
jangan kau desak aku turun tangan!”
Gwat hoa Hujin tertawa pedih dan seram. “Aku paksa kau?
Kalau aku tahu kau seorang yang berhati lebih kejam dari
binatang, masakah aku bisa membiarkan kau tumbuh dewasa
sebesar ini? Sungguh aku menyesal kenapa diwaktu
melahirkan aku tidak mencekik mati kau saja!”
Pancaran kilat Lau Yu hu yang sudah kesetanan itu semakin
menyala, pekiknya. “Menyesalpun sekarang kau sudah
terlambat.” lenyap suaranya pedang ditangannya kontan
menyambar kedepan, ujung Ci seng kiam seketika
memancarkan cahaya ungu yang menyala dimana sinar
pedang berelebat, hanya terdengar kesiur angin deras yang
melengking, rambut panjang yang tersanggul diatas kepala
Gwat hoa Hujin seketika rontok dan terpapas berhamburan
separuh diantaranya.
Sembari melintangkan pedang dengan kedua tangannya,
berkata Lau Yu hu tertawa. “Sudah kulihat sendiri belum inilah
Bau hun sam sek peninggalan ayahku, hanya permainan
pedang jurus jurus itu barulah bisa mengembangkan wibawa
dan keampuhan Ci seng kiam. Jurus pemainan merontokkan
rambut sebagai ganti memenggal kepala, anggap saja sebagai
balas budi akan kebaikanmu melahirkan aku ....”
Belum lenyap suaranya, sinar ungu memancarkan dan
berkelebat pula, ia memapas kutung lengan baju Gwat hoa
Hujin pula, katanya tertawa dingin. “Jurus kedua, aku
memotong pakaian sebadai ganti badan sebagai penebus
budimu membimbing dan mengasuh aku, maka jurus ketiga
ini akan menagih pembalasan ayahku. Yang hidup merana
bersanding dosa....”
Sekonyong konyong seperti kesurupan Gwat hoa Hujin
menerjang dengan kalap dimana Ui tiap kiam menyambar,
tampak bayangan kupu kupu menari nari mengitari Lau Yu hu,
dalam sekejap bayangannya sudah lenyap terbungkus libatan
sinar pedang.
Setiap hadirin sama tertarik perhatiannya akan kejadian
yang tegang dan serius ini, sehingga tiada seorangpun yang
memperhatikan Cia Ling im secara diam diam menggeremet
pergi dan menghilang seperti bayangan setan.
Ditengah bayangan kupu kupu yang sedang menari nari itu
terdengarlah suara berdenting berulang ulang. Tentulah Lau
Yu hu sedang berjuang mati matian demi keselamatan jiwa
didalam kepungan hawa pedang yang deras dan tajam itu.
Bagi penonton di luar arena hanya melihat ditengah cahaya
kuning itu menggulung gulung ceplok ceplok kabut ungu yang
semakin menebal, laksana didalam rumpun kembang yang
mekar dimusim semi sedang dirubung oleh kupu kupu yang
mesari nari tak terhitung banyakanya.
Kedua pihak terus berkutet dan bertahan cukup lama,
rangsakan berantai Gwat hoa Hujin selama itu tidak mampu
menjebol musuh tabir penjagaan Ci Sek Kiam yang kokoh
rapat. Sebalikanya selama ini Lau Yu hupun belum lagi
melancarkan jurusnya yang ketiga.
Akhirnya Koan San gwat tidak sabar lagi, sambil bersuit
nyaring pedang ditangannya dengan tipu Pek hong kiam jit,
membawa cahaya memanjang seperti sabuk kemala
menerjang masuk dalam arena. Begitu hawa ungu kena
diterjang oleh cahaya putih menyala seketika melembang
besar dan meluas, seolah olah angin lesus yang deras dan
mendampar dengan kekuatan yang tiada taranya melandai
datang, yang pertama tama kena di diterjang adalah
bayangan kuning yang membelit disekelilingnya, lalu
menggulung seperti damparan ombak samudra kearah cahaya
putih menyala. “Trang” terdengar benturan nyaring menusuk
ketelinga, tahu tahu Pek hong kiam ditangan Koan San gwat
sudah tinggal separuh, badannyapun tergentak mencelat
setengah tumbak.
Rambut Gwat hoa Hujin awut awutan, ia berdiri tegak
ditempatnya tanpa bergerak ujung pedang Ui tiap kiam
menjulur keatas Bumi, kedua tangannya lemas semampai dari
pinggangnya mengalir darah deras tepeiti sumber air.
Sementara Lau Yu hu masih menentang Ci seng kiam,
mukanya yang beringas tadi sudah hilang sekarang, sekarang
terlihat seperti mimik aneh yang sulit diraba bagaimana
perasaan hatinya, seperti hampa menyesal dan rawan pula.
Kang Pan menjerit ketakutan sambil menutupi mulutnya
dengan muka pucat pias, akhirnya tak tertahan rasa
amarahnya, teriakanya. “Siau giok, gigit mampus manusia
durhaka yang lebih kejam dari binatang itu !”
Siau giok siular sakti secepat kilat segera menerjang keluar,
lekas Lau Yu hu menebaskan pedangnya, namun gerak gerik
Siau giok teramat cepat lincah dan gesit, cukup badannya
melengkung dan melinting, tahu tahu giginya sudah mematuk
pergelangan tangannya.
Lekas Koan San gwat melangkah lebar memburu kedepan,
pedang kutungan ditangannya kontan terayun. “Cras” tangan
sebatas sikunya ia tebas kutung, lalu ia menjemput Ci seng
kiam dan diserahkan kepada Lau Yu hu, katanya. “Kau
pergilah lalu dipaksa untuk bertindak begini, racun berbisa
Siau giok tiada obat pemunahnya, tunggulah setelah luka luka
mu sembuh, biar kita mencari perhitungan lagi.”
“Koan toako.” ujar Kang Pan terbelak, “Kenapa kau
menolong dia? Kenapa melepasnya pergi pula?”
Koan San Gwat tidak hiraukan pertanyaan, ia memburu
kedepan Gwat hoa Hujin dan berlutut didepan kakinya,
suaranya tersendat “Ibu, anak….”
Darah mengucur semakin deras dari pinggang Gwat hoa
Hujin, tapi agaknya ia sudah lupa merasakan sakit, sebelah
tangannya terulur mengelus kepalanya. “Nak, bukan salahmu
kalian adalah putra putraku yang baik... aku amat girang,
betapapun Yu hu masih punya perasaan, kuharap kau bisa
memberi maaf kepadanya.”
Koan San gwat mengadahkan mukanya yang berlinang air
mata, sahutnya terisak. “Bu! Aku patuh akan pesanmu....”
Memancar terang sinar mata Gwat hoa Hujin, mukanya
menampilkan senyum lebar yang terhibur, katanya. “Watak
asli Yu hu masih bajik dan welas asih, ayahnyalah yang
dipersalahkan, tidak pantas dia menanam bibit dendam
kesumat kedalam relung hatinya, dialah yang membuatnya
menjadi seperti sekarang, tapi dia....” bicara sampai disini
agakanya dia sudah tidak kuat bertahan lagi, namun ia
menguatkan hati dan meneruskan kata katanya. “Betapapun
dia adalah anak yang baik hati, kau.... bukan saja harus
memaafkan dia, harus pula membimbingnya ke jalan lurus,
jangan kau biarkan dia bergaul dengan orang orang jahat ....”
Akhirnya badan rubuh juga, tapi Koan San gwat berada
dihadapannya, lekas ia memeluknya, Gwat hoa Hujin menekan
tangannya katakan pula. “Nak! Cabutlah kutungan pedang
dalam pinggangku!”
“Jangan bu,” lekas Koan San gwat mencegah. “Luka luka
mu masih ada harapan disembuhkan.”
Dengan lemah Gwat hoa Hujin menggeleng kepala,
ujarnya. “Tidak mungkin nak. Tusukan pedang ini amat
kebetulan memutuskan urat nadiku lekas cabut keluar. Aku
masih punya dua pesan yang amat penting…”
Tapi Koan San gwat mash belum berani menyentuh
potongan pedang itu. terpaksa Gwat hoa Hujin mengerakkan
sisa tenaganya mencabut potongan pedang yang menghujam
kedalam pinggangnya dengan kekerasan. Darah segar
memancar deras. Lekas dengan sebelah tangannya ia
menekan luka lukanya, tangan yang lain mengangsurkan
kutungan pedang kepada Koan San gwat ujarnya “Anak ku!
Ambil dan simpanlah. Kalau Lau Yu hu meluruk datang
mencari kau pula, atau bila kau teringat hendak mencari dia,
boleh kalian melihat pedang kutung ini, bayangkan
kematianku…” mulutnya menyemburkan darah juga, diwaktu
Koan San gwat gerung gerung memeluk dm sesambatan
memanggil namanya, lambat laun ia sudah kehilangan
kesadaran kutungan pedang itupun tidak kuat dipegangnya
lagi.
Orang lain yang menonton dipinggiran termasuk Li Sek
hong Kang Pan dan Ling koh sama heran dan tidak habis
mengerti.
Gwat hoa Hujin sudah meninggal mati diujung kutungan
pedang itu, kutungan pedang adalah Pek hong kiam yang
dibekal oleh Koan San gwat, apakah Koan San gwat yang
membunuh ibu kandungnya sendiri?
Sudah tentu tidak mungkin terjadi, lalu cara bagaimana
kutungan pedang itu bisa berada didalam pinggang Gwat hoa
Hujin? Mereka tiada yang bisa menjawab. Meski sejak tadi
mula dengan penuh perhatian dan cermat mereka mengikuti
pertempuran sengit tadi akan tetapi sulit diikuti oleh
pandangan mata, sehingga apa yang terjadi mereka sama
tidak tahu.
Tangisan Koan San Gwat yang gerung gerung dan
melolong seperti pekikan serigala kesakitan yang terkena
panah, air mata berderai membasahi selebar mukanya. Orang
orang lain yang hadir menjadi ikut sedih dan mencucurkan air
mata pula. Berselang agak lama, Ling koh baru maju menarik
narik tangannya katanya. “Koan kongcu, kau jangan menangis
lagi. Orang meninggal tidak akan bisa hidup lagi, kau bersedih
tiada gunanya, yang penting sekarang harus mengurus
pemakaman Hujin….”
Li Sek hong yang mendekat, katanya. “Koan kongcu
serahkanlah jenasah ibumu kepadaku menghadapi
kematiannya ini, aku jauh lebih sedih daripada kau! Tidak
lebih hanya kehilangan seorang ibu…”
Meski sedang dirundung yang tak terhingga, mau tidak
mau Koan San gwat tercengang mendengar katanya ini.
Li Sek hong tertawa pilu, ujarnya rawan. “Mungkin kau
tidak akan bisa memahami ucapanku bicara soal cinta, sudah
tentu aku tidak lebih berat dari hubungan kalian ibu dan
anak, tapi semula kau tahu bahwa kau punya seorang ibu,
setelah kau dapatkan kini kau ditinggalkan pula. jadi tidak
akan membawa banyak pengaruh terhadap kelanjutan
hidupmu, sebalikanya aku kehilangan saudara hidup yang
terakhir…”
Koan San gwat bingung mendengar kata kata orang. Li Sek
hong mengusap air mata lalu berkata pula “Kau tahu sejak
mening galkan Sin ti hong, seperti perahu terombang ambing
ditengah samudra, aku tidak punya tempat berteduh lagi,
akhirnya secara kebetulan berjumpa dengan ibumu dia begitu
baik laksana adik kandung sendiri terhadap ku, dia ingin
selanjutnya kami bisa hidup berdampingan mengecap hari tua
yang penuh penderitaan ini. Siapa tahu nasib telah
mempermainkan kita setitik harapan kinipun tidak bisa
kunikmati lagi.”
Koan San gwat amat haru, tak tertahan ia menekuk lutut
dan berkata pelan. “Li sian cu kau sebetulnya memang angkat
tuaku, mengikat persahabatan yang begitu mendalam lagi
dengan ibuku, selanjutnya kau adalah bibiku yang terdekat.”
Li Sek hong menerima Gwat hoa Hujin dari tangan Koan
San gwat, lalu ia menariknya bangun, setelah menatap
sebentar ia berkata pelan “Aku amat senang punya famili
seperti kau, tapi aku tidak mau mengakui keponakan macam
kau ini, sebab aku akan mengajukan berbagai pertanyaan
yang mempersingkat jawabanmu…”
“Persoalan apa?”
“Dengan ibumu aku sudah angkat saudara kali ini dia ajak
aku kemari seolah olah sudah mendapat firasat bahwa
umurnya tidak akan panjang maka sebelumnya sudah
memberi pesan kepadaku, seluruh milik dan persoalannya ia
serahkan padaku termasuk Khong ham kiong di Tay pa san
dan kalian pelayannya…”
Cepat Koan San gwat berkata. “Hal itu tidak menjadi soal,
biar aku memberi tahu mereka supaya mereka ikut kau saja!”
“Tidak perlu, mereka sudah tahu karena bibimu sudah
berpesan langsung dihadapan mereka tapi yang harus kuberi
tahu kepada kau bukan paroalan ini”
“Persoalan apa saja?”
“Pertama tama aku harus tahu cara bagaimana
kematiannya?”
“Kenapa kau harus menanyakan hal ini?”
“Ini sangat penting aku harus berpegang pada hal ini baru
berkeputusan untuk mengurus pesan pesannya, karena dia
ada memberi dua pesan yang berlainan. Pesan yang kau tidak
perlu tahu.”
Koan San gwat berpikir sebentar, lalu katanya “Boleh dikata
beliau mati ditanganku tapi boleh dikatakan mati ditangan Yu
hu…”
Tegak alis Li Sek hong. “Sebenarnya siapa yang membunuh
dia?”
“Sudah tentu aku.”sahut Koan San gwat terisak.
Berubah air muka Li Sek hong, berkata pula Koan San gwat
“Jurus ketiga dilancarkan Yu hu memang bukan olah olah
hebatnya, mungkin tiada tandingan diseluruh jagat. Waktu
mengharap ibu ia masih ragu ragu dan segan menggunakan
jurus itu, tapi setelah ku kejar kedalam gelangang, baru ia
melancarkan jurus yang lihay itu, sasarannya adalah aku, ibu
melihat aku akan kehebatan dan mara bahaya yang
mengancam jiwaku, lekas ia menghadang kedepan, akhirnya
dia sendiri yang menjadi korban…”
Li Sek hong bingung tanyanya. “Jadi pedangnya yang
membunuhnya...”
“Benar, melihat ibu memapak keputaran pedangnya, Yu hu
didesak menarik kembali ditengah jalan, di saat ia menarik
pedangnya itulah ia mengutungi pedangku…”
“Jadi kutungan pedang itulah yang menusuk pinggang
ibumu ?”
Koan San gwat menunduk diam. Li Sek hong menghela
napas perlahan lahan, gumamnya. “Serba salah kalau begitu.”
“Sebetulnya pesan apa yang ibu katakan kepada kau?”
“Bahwa akhirnya ia pasti mati di tangan putranya sendiri
hal ini sebelumnya dia sudah duga, cuma tidak duga adalah
kau, dia selalu menyangka adalah Lau Yu hu.”
Tak tahan Ling koh menyeletuk bicara “Kalau teliti secara
keseluruhan, kita harus menyalahkan Lan Yu hu, kalau dia
tidak turun tangan kepada Hujin, mana bisa terjadi peristiwa
ini? Koan kongcu hanya…”
“Keduanya tidak bisa disalahkan” Li Sek hong menukas.
“Hanya nasiblah yang harus disalahkan. Urusan selanjutnya
yang belum terlaksana dia minta aku mengerjakan, ia merasa
berdosa terhadap Lau Yu hu, kalau dia mati ditangan Lau Yu
hu dalam sakit hati ini boleh dikata terlampias. dan tidak perlu
banyak mulut, sekarang terpaksa aku harus melaksanakan
pesannya yang terakhir.”
“Pesan terakhir apa, mungkin aku bisa….”
“Kau tidak bisa, apalagi kau tidak akan mampu
mengerjakan!”
Koan San gwat tertegun, kata Li kek hong lebih lanjut “Ia
minta dikubur bersama ayahmu !”
“Sudah tentu, ayahku dikubur di Chang ya san, paman
bungkuk tahu...”
“Ibumu pernah menyinggung orang itu, tapi dia minta
dikubur setelah menunaikan sebuah urusan kau tahu urusan
apa yang dia minta.”
“Aku tidak tahu!”
“Pertama dia ingin menemui gurumu, kedua, hendak
menuntut balas bagi Lau Ih yu mencari orang yang
melukainya dulu!”
“Itulah….” Koan San gwat menjadi gugup.
“Itulah Sinio, sekarang beliau berada bersama gurumu
kedua urusan ini bisa dikerjakan bersama, tapi dapatkah kau
mewakili aku mengerjakan kedua urusan ini?”
“Aku tidak bisa aku dan oen lolo. ..”
“Aku tahu kau tidak mungkin bisa ibumupun tidak mau
suruh akan menyelesaikan urusan ini.”
“Memangnya kau sendiri bisa?”
“Tiada soal bisa atau tidak bisa bagi aku sebab aku tidak
punya hubungan hutang budi dengan perguruan sebaliknya
persahabatan dengan ibumu amat kental dan mendalam aku
harus bekerja demi menentramkan arwahnya dialam baka.”
“Tapi Lim siancu dan guruku berada disana, jikalau
mereka…”
“Melihat aku, mereka tidak akan berani merintangi aku
bekerja, pendek kata jelaskanlah dimana tempat itu kepada
aku. Demi ketentraman arwah ibunya kau harus memberi tahu
kepada aku!”
Koan San Gwat tenggelam dalam pikiran yang serba
menyulitkan, mengawasi jenasah ibunya, lalu ia pandang pula
Sek hong sekian lama ia sulit ambil kesulitan.
Melihat orang tidak memberi reaksi yang tegas, Li Sek hong
menjadi jengkel katanya “Ibumu cukup bijaksana dalam
menghadapi persoalan antara dendam dan budi, semasa
hidupnya dan setelah meninggal, sedikitpun ia tidak suka
hutang dan berbuat salah terhadap seseorang kenapa kau
begitu tele tele tidak punya pendirian”
Berkata Koan San Gwat dengan pedih “Lau Yu hu adalah
putra Lau Ih hu, soal balas dendam boleh diserahkan
kepadanya…”
“Kalau Lau Yu hu minta kepada kau supaya mengantar
manemukan Oen lolo bagaimana”
“Aku akan mengajak kesana, karena dia punya alasan yang
kuat.”
“Justru akupun punya alasan yang lebih kuat lagi,” dengus
Li Sek hong dongkol. “Karena ibumu sudah menyerahkan
persoalan ini kepadakau, kalau tidak dia harus dikubur
bersama Lau Ih yu, apa kau rela melaksanakan hal ini?”
“Sudah tentu tidak sudi, tapi bibi tidak perlu memberi
kepastian ini?”
“Sebalikanya ibumu harus berbuat demikian, karena secara
resmi dia adalah istri Lau Ih yu, dia harus berbuat menurut
tugas dan kewajiban seorang janda.”
“Mengasuh dan membimbing Lau Yu hu sampai dewasa,
dia sudah menunaikan kewajibannya itu!”
“Pengertianya terhadap ibumu terlalu cetek, megasuh anak
adalah kewajiban seorang ibu, menuntut balas bagi kematian
suami justru adalah tanggung jawabnya, kalau urusan ini
belum sempurna masakah dia ada muka dikubur bersama
ayahmu. Dimasa hidup sudah berbuat salah, setelah mati
arwah tidak bisa tenang…. Lihatlah kedua mata tidak mau
terpejam, kau sebagai putranya ini sebenanya mengandung
maksud apa?”
Memang kedua mata Gwat hoa Hujin hanya setengah
terpejam, lekas Ling koh coba mengusap wajahnya pelan
pelan, sudah terpejam lalu membuka lagi.
Sambil meneteskan air mata Kang Pan maju mendekat,
katanya “Koan toako katakan saja, kau harus memberi
ketentraman kepada bibi.”
Li Sek hong tertawa dingin, ujarnya “Sebetulnya ibumu
cukup bijaksana dan sayang kepada kau. Coba kau pikir kalau
urusan ini dia serahkan kepada kau, apakah kau bisa
menolakanya? Umpama dia mohon kau sebelum ajalnya tadi.”
Koan San gwat berlutut lagi, katanya sambil menangis.
“Ibu, kuharap kau suka memaafkan, aku benar benar tidak
bisa, bukan persoalan Oen lolo seorang, masih ada guruku,
aku pernah berjanji tidak akan memberitahukan tempat itu,
kuharap arwahmu dapat memaapkan aku, bu… kau minta aku
segera mampus juga bolehlah.”
Li Sek hong menarik napas, ujarnya. “Terpaksa aku
membawanya pulang ke Khong ham kiong dan menguburnya
bersama Lau Ih yu… Kiok ci, sungguh aku tidak nyana kau
melahirkan anak seperti…”
KoanSan gwat amat terpukul oleh kata kata ini,
mengangkat pedang kutung ia sudah bergerak hendak
menghujam ke ulu hati sendiri, untunglah Kang Pan mencegah
perbuatannya ini. “Koan toako, apa yang hendak kau
lakukan?”
“Kalau kukatakan aku tidak setia dan ingkar janji, kalau
tidak dikatakan aku menjadi anak durhaka yang tidak berbakti
kepada orang tua, begini sukar menjadi manusia, lebih baik
mati saja.”
“Koan kongcu!” mendadak Ling koh menyela dingin.
“Silahkan kau mati saja silakan bunuh diri. Kalau kau sudah
mati Cia Ling im tentu tertawa lebar sampai mulut nya sukar
terkatup seluruh dunia ini tiada seorang pun yang akan
mampu menundukan dia.”
“Cia Ling im? Dimana dia?” baru sekarang Koan San gwat
tersentak sadar.
“Sudah pergi sejak tadi! masakah dia harus tetap disini
menunggu kematiannya?”
“Oh, Thian!” jerit Coan San gwat sambil memukul kepala.
“Apakah yang harus kulakukan !”
“Cara yang amat gampang! Kau tidak usah mati, tidak perlu
menjadi putra yang tidak setia tidak berbakti, angan angan ibu
mupun bisa terkabul !”
“Kau punya cara apa?” tanya Koan San gwat terlongong.
“Biar aku yang kawani Li siancu, menemui Lolo!”
“Kau ...” teriak Koan San gwat berjingkrak.
“Tidak salah! Hanya aku yang tahu tem pat itu meski
beritahu belum tentu Li sian cu bisa menemukan tempat itu
ada lebih baik aku saja yang membawanya…”
Dengan nanar. Koan San gwat mengawasi gadis cilik ini,
hampir ia tidak percaya akan pendengarannya.
“Bukankah begitu lebih baik?”
“Tapi…” Koan San gwat tersendat bicaranya.”
“Terhadap kejadian melukai Lau Ih yu Lolo amat menyesal
dan selalu menjadi beban pemikirannya, sabagai seorang
beribadah yang memperdalam ajaran Thian, dia paling
mengutamakan sebab dan akibat, beliau menghadapi
persoalan ini lekas dibereskan, supaya tanpa membawa
ganjelan hati meninggalkan dunia fana ini. Maka sebetulnya
kau tidak perlu merahasiakan tempatnya, waktu aku keluar
kalian pernah berpesan wanti wanti kepada aku, suruh aku
hati hati dan menyirapi urusan ini…”
Koan San gwat masih belum percaya, terpksa Ling koh
berkata pula, “Silahkan kau tanyakan Li siancu, waktu aku
pertama kali aku bertemu dengan ibumu, kami pernah
membicarakan soal ini waktu itu aku sudah berjanji
kepadanya.”
Sorot mata Koan San Gwat beralih ke arah Li Sek hong
dilihatnya orang tersenyum manggut manggut, serta merta ia
meng hirup napas panjang katanya masgul “Li sian cu, kau
sudah tahu, kenapa pula harus bertanya kepada aku ?”
Li Sek heng tersenyum, katanya “Ibumu sendiri yang
menyuruh aku berbuat begini.”
“Ibuku?” tanya Koan San gwat menegas heran “Kenapa ?”
“Cara ini baru bisa menyelesaikan angannya tentu tidak
akan sia sia, lihatlah bukankah kedua matanya sudah
tertutup?”
Koan San gwat menunduk, betul juga kedua kelopak mata
Gwat hoa Hujin sudah tertutup rapat, raut wajahnya tenang
dan wajar, ujung mulutnya malah mengulum senyum manis
dan tertawa. Koan San gwat garuk garuk kepala dan tidak
habis mengerti.
“Kenapa kau tidak berpikir.” ujar Li Sek hong kalem,
“Ibumu menyerahkan tugas terakhir ini kepada aku,
mengandal kemampuanku masakah bisa ungkulan melawan
Sunio? Kalau aku tidak bisa menang, apa pula gunanya?”
“Lalu bagaimana sekarang ?”
“Sekarang aku percaya pasti bisa, kalau Ling koh
menceritakan sikapmu terhadap Sunio, demi putra Kiok cici,
Sunio pasti akan menyempurnakan keinginannya.”
“Benar,” Ling koh menimbrung. “Kesan Lolo terhadapmu
amat baik dan luar biasa aku percaya bila dia tahu sikap
setiamu tanpa hiraukan hubungan kekeluargaan tentu beliau
akan suka rela mengabulkan cita cita ibumu.”
“Cara bagaimani mengabulkannya?” tanya Koan San gwat
tidak mengerti.
Berkata Ling koh sungguh sungguh “Pandanganku, paling
tidak pasti memberi sebelah tangannya untuk dipapas kutung
oleh Li siancu, lengan dikorbankan untuk menebus kesalahan,
tapi juga untuk menentramkan hatinya.”
“Bukankah cara ini malah aku ..”
“Tidak mungkin! Lolo sendiri suka membebaskan
kesalahannya diwaktu hidup, sudah tentu tujuannya juga demi
kau, usahanya ini sebenarnya mengandung suatu makna yang
amat mendalam.”
Koan San gwat menjadi bingung, tanyanya “Cara begitu
terhitung Lolo menyempurnakan diriku?”
“Tepat!” sela Li Sek hong. “Beliau menyempurnakan supaya
tulang belulang ayah mu bisa terkubur sama ibundamu, sebab
kalau hal ini tidak sampai terlaksana betapapun ibumu tidak
akan mau berbuat demikian.”
Muka Koan San gwat menampilkan senyum dikulum,
katanya “Jadi ibu mem peralat aku untuk mewakili Lau Ih yu
menuntut balas?”
“Kehendak ibu terhadap anak tidak termasuk ‘memperalat’
apalagi seumpama tiada unsur unsur yang menentukan dari
kau ini, toh belum tentu rencana ibumu tidak bakal sukses.
Bukankah tadi sudah kau dengar ucapan Ling koh Sunio
sendiri juga ingin menyelesaikan kejadian yang selalu
mengganjal dalam sanubarinya, kena terpengaruh oleh kau
pula sehingga urusan ini lebih gampang diselesaikan.”
Berubah air muka Koan San gwat, Li Sek hong lekas
menambahkan “Kau tidak perlu merasa janggal, ayah
bundamu memang rada keterlaluan terhadap Lau Ih yu, kau
sebagai putranya adalah jamak menunaikan, tugas dan
mewakili mereka untuk penebus kesalahan kesalahan ini.”
Sekilas Koan San gwat terlengong, akhirnya berkata kepada
Ling koh dengan sikap kereng “Ling koh! Kau boleh pergi dan
dihadapan Lolo kau harus bicara jujur apaadanya secara terus
terang kepada beliau. Tapi kaupun harus memberi satu hal
kepadanya, dia suka cara bagaimana menyelesaikan terserah
kepadanya, jangan karena aku jadi ragu ragu dan serba salah.
Bukan saja aku tidak sudi menerima kebaikannya, sabaliknya
aku akan membenci selama hidup ini…”
Li Sek hong melengak, ujarnya “Cara bagaimana kami
harus menjelaskannya?”
“Begitulah maksudku, dalam segala tindak tandukku
selamanya aku berpegang kepada nurani dan kelurusan hati,
aku paling ben ci kepada orang yang suka membual dan
tukang menjilat, menggunakan tipu daya dan lain lain cara.”
Li Sek hong terdiam mematung, Koan San gwat segera
menambahkan “Li Siancu aku tidak ingin memberikan
penilaian terhadap mu, tapi aku tidak percaya bahwa kau suka
menerima tugas terakhir, cita cita ibuku ini hanya karena
persahabatanmu saja dengan beliau.”
Berubah rona wajah Li Sek hong, Koan San gwat tertawa
serta berkata pula “Selama ini kau diam diam mencintai
guruku, tapi dia tinggal menyembunyikan diri dengan Lim
siancu kan hendak menggunakan kesempatan ini untuk
melihatnya. Aku tidak menentang keinginan dan perbuatanmu.
Tapi perlu ku beri nasehat kepada kau, bahwa meski kau
bertemu dengan mereka tidak akan membawa manfaat
kepadamu, beginilah perasaan dan nurani manusia, jodoh
tidak bisa dipaksakan….”
Li Sek hong tersenyum getir, sesaat kemudian baru dia
berkata pilu “Aku sudah tahu mungkin kali ini aku bisa jauh
lebih sedih, tapi aku harus kesana. Pertama luka hatiku biarlah
luka lebih parah dan padam. Kedua aku akan menentang
uraianmu tadi bahwa hubunganku dengan ibumu memang
amat intim laksana kakak adik sekandung, tugas yang pernah
kujanjikan harus kulaksanakan.”
Dengan hormat tersipu sipu Koan San gwat menjura
kepadanya. katanya “Kalau begitu akulah yang salah, setulus
hati aku mohon maaf kepada kau, dengan setulus hati aku
memanggik (bibi) kepada kau. Setelah tugasmu selesai,
setelah aku membrantas Cia Ling im serta kamrat kamratnya,
tentu aku akan kembali dan hidup berdampingan bersama
sampai hari tuamu!”
Dengan berlinang air mata dan tidak bicara Li Sek hong
tinggal pergi. Dengan terlongong Ling koh berkata “Koan
kongcu, adakah omongan yang perlu kau sampaikan kepada
gurumu?”
“Ling koh,” ujar Koan San gwat perlahan lahan “Usiamu
masih kicil namun kutlihat kau sudah pandai berpikir dan tahu
urusan, hal itupun tidak bisa disalahkan, guruku dan Lim
sianculah yang medidikmu menjadi begini nakal…”
Berubah aia muka Ling koh, mulutnya sudah terbuka
hendak bicara, lekas Koan San gwat menyela “Tidak perlu
banyak bicara, semua aku sudah paham, kalau ketemu guruku
sampaikan salamku, ucapan banyak terimakasih akan asuhan
dan bimbingannya yang berbudi, katakan bahwa akang
datand suatu kerika aku akan membalas kebaikannya ini....”
“Hanya kata kata itu saja?”
“Kedua patah kata ini sudah lebih dari cukup sungguh aku
tak mengerti kenapa kehidupan dalam dunia ini saling
memperalat? Dan sampai antara ibu beranak, guru dan murid
pun tidak terkecuali.”
Lingkoh tertegun tanyanya.“Maksudku Ui ho Sianjing juga
sedang memperalat dirimu?”
“Tidak salah !” sahut Koan San gwat tersenyum getir,
“sejak mula guruku sudah mengatur diriku sebagai wakilnya
didalam Liong hwa hwe, supaya cita citanya bisa terkabul
mengasingkan diri dan hidup bahagia bersama Ting siancu.
Baru hari ini aku paham akan tetapi aku masih simpatik dan
salut kepada beliau akupun akan membalas budinya, lekasilah
kau pergi, Li siancu sudah jauh.”
Dengan mendelong Ling koh memandang jauh kedepan
lalu berkata menekan suara “Koan Kongcu adakah orang yang
bersahabat secara suci murni terhadapmu, tanpa punya
maksud memperalat dirimu?”
“Sudah tentu ada. Umpamanya Thio Ceng ceng, demi aku
dia melakukan banyak pekerjaan, namun terhadapku tiada
sesuatu yang diinginkan, aku jadi serba susah malah, entah
cara bagaimana aku harus membalas kebaikannya.”
Berubah air muka Kang Pan mendengar ucapannya, lekas
ia menyeletuk. “Koan toako! Bagaimana dengan aku? Meski
aku belum pernah melakukan sesuatu kepada kau, tapi aku….”
“Kaupan temasuk satu diantaranya. Akupun amat berterima
kasih kepadamu, ku harap selama kau berlaku polos jujur dan
murni”
“Koan Kongcu!” mendadak dengan suara linu yang hampir
tidak terdengar Ling koh berkata. “Jangan kau lupakan aku…”
habis berkata ia terus lari memburu di belakang Li Sek hong.
Koan San gwat menjadi merasa hampa Kang Pan mendekat
disampingnya, katanya “Koan toako, maukah kau percaya?
Ling koh pun sedang mencintai kau.”
Koan San gwat menggeleng, ujarnya.”Aku tidak tahu, dia
masih bocah kecil”
“Tidak, ia tidak kecil lagi, aku berani katakan sejak lama dia
sudah jatuh cinta kepada kau, tempo hari dia rela tinggal disini
menemani Coa sin, adalah demi kau pula.”
Koan San gwat menjadi , uring uringan sentaknya. “Jangan
peduli janji tetek bengek segala macam, marilah kitapun
pergi!”
“Pergi kemana ?”
“Akupun belum ambil kepastian, meski dunia amat luas,
seolah olah tiada suatu tempat yang benar benar menjadi
tempat tujuan ku, tapi, marilah kita menuju ke Ngo tai san
dulu.”
“Ya, Cia Ling im tentu sudah kembali kesana lebih dulu!”
“Sulit dikatakan, tapi peduli dia ada tidak disana kerjaannya
tentu bukan urusan yang baik.”
Kang Pan bingung dan tidak paham. Koan San gwat
menjelaskan. “Cia Ling im bukan orang goblok, tahu bahwa
pasti tidak akan melepas dia, kalau dia masih tinggal di Ngo
tai san, itu pertanda dia punya cukup tenaga untuk
menghadapi aku, atau sebalikanya tentu dia sudah
menyembunyikan diri, kemungkinan pula Thian mo kaupun
tidak menunjukkan aktivitasnya lagi.”
“Kalau begitu tak usah kau meluruk kesana tempat itu
cukup berbahaya bagi kau kalau dia tidak disana. Thian mo
kaupun sudah diboyong kelain tempat, apa pula gunanya kita
menyusul kesana?”
Koan San gwat tertawa lantang, ujarnya. “Kalau dia masih
disana ku ingin melabrakanya, kalau sudah pindah tempat
akan kucari sumber penyelidikkan disana untuk mengejar
jejaknya lebih lanjut. Kalau durjana itu tidak dibrantas dunia
tidak akan aman.”
Kang Pan memasukan Siau giok kedalam kain kantongnya,
katanya “Entahlah, yang terang kemanapun kau pergi kesitu
pula aku ikut!”
Koan San gwat menarik napas panjaug Ui tiap kiam milik
Gwat hoa Hujin ia masukkan kedalam sarungnya terus
diserahkan kepada Kang Pan, menunjuk kantong kainnya
berkata “Kang Pan! Aku tidak perlu menggunakan senjata, ada
Siau giok sudah lebih dari cukup, kau saja yang bawa Cia Ling
im dan Lau Yu hu masing masing punya sebilah pedang
mustika, kaupun perlu membawa pedang tajam ini.
Koan San gwat menimang nimang pedang ditangannya,
katanya. “Selama hayat dikandung badan, aku akan membekal
pedang ini tidak menggunakan senjata lainnya.”
Kang Pan maklum bahwa perasaan hati orang sedang risau
maka ia diam saja tak berani banyak bicara mengganggu
ketenangan nya, lekas ia bantu menggantung Ui tiap kiam
dipiggangnya, namun Koan San gwat tertunduk menjublek
mengawasi tanah.
Tampak oleh Kang Pan kutungan lengan itu, itulah lengan
Lau Yu hu yang ditebas kutung oleh Koan San gwat, tak urung
berdetak jantungnya, dengan rasa was was ia berkata. “Koan
toako! Aku tidak tahu keadaan pertempuran, kukira....”
“Bukan salahmu. Lau Yu hulah yang harus memikul
pertanggungan jawab terbesar akan kematian ibuku, terhadap
ibu kandung sendiri mana boleh ia bersikap begitu…”
Kang Pan berpikir lalu bertanya. “Koan toako! Menurut
omonganmu jadi Lau Yu hu belum terhitung terlalu bejat,
yang jahat adalah ayahnya serta pengasuh yang membimbing
nya sampai besar bemama Hwi kak itu. Merekalah yang
menanamk n bibit, dendam kesumat didalam sanubarinya
sampai tumbuh dewasa.”
“Semua salah, semua juga tidak salah mungkin perbuatan
Hwi kak memang tidak dapat dibenarkan, berdiri pada
pihakanya adalah demi kesetiaannya terhadap Lau Yu hu, lalu
siapa pula yang bisa mengatakan dia salah?”
“Koan toko, aku tahu banyak urusan ucapanmu ini
membuat bingung hatiku, jadi dalam persolan ini pihak siapa
yang benar dan pihak mana yang salah?”
“Sulit untuk menjelaskannya ayahku menyintai nyonya
muda yang sudah bersuami hal ini memang boleh dibenarkan,
tapi cinta mereka adalah suci dan murni. Setelah mati Lau Ih
yu masih mengatur langkah langkah jahatnya, namun dia pula
orang yang langsung terkena getahnya, melihat istri tercinta
direbut orang adalah jamak kalau dia teramat benci dan sakit
hati, kalau dinilai keseluruhannya mereka sama tidak
bersalah!”
“Aku tahu sekarang! Kodratlah yang akan permainkan
manusia, jikalau ibumu sudah berkenalan lebih dulu dengan
ayahmu sebelum menikah dengan Lau Ih yu, peristiwa ini
tentu tidak akan terjadi !”
“Terpaksa hanya begitu kesimpulan kita.”
“Ibumu memang seorang tua yang patut dihormati, ia jelas
membedakan dendam dan budi.”
“Apa yang diatur oleh ibu dalam persoalan ini memang
betul, cuma tidak seharusnya dia memperalat aku.....”
“Koan toako, pikiranku amat sederhana tidak dapat
kupikirkan aturan besar apa apa, tapi naluriku bicara aku tidak
percaya bahwa hal itu adalah maksud langsung dari bibi!”
“Memangnya kenapa?” tanya Koan San gwat tersirap.
“Jikalau ia hendak memperalat kau untuk menuntut balas
bagi Lau Yu hu, bukankah lebihh baik ia menyerahkan
persoalan ini kepada kau. Kalau toh dia hendak membedakan
budi dan dendam, kenapa pula harus bertindak putar balik.....”
“Tepat! Tapi kenapa Li Sek hong harus berbuat demikian.”
“Kukira Li Sek hong hendak mengabulkan kepintarannya,
dia mendapat pesan wanti wanti dari ibumu, tapi kuatir dirinya
tidak bisa menunaikan tugas yang diberikan itu, maka dia pikir
hendak mengajak dirimu….”
Sebentar Koan San gwat terlongong, mendadak berjingkrak
dan berteriak. “Betul! Kenapa tidak kupikirkan kearah itu!
Marilah lekas kejar!”
“Untuk apa?”
“Akan kubongkar akal licik Li Sek hong ini, akan ku cegah
dia bekerja menggunakan nama baikku, supaya ibuku tidak
meninggal dengan rasa was was.”
Lekas Kang pan menarikanya, katanya “Kukira tidak
perlulah, Li Sek hong berbuat demikian juga demi ibumu,
kalau dia tidak menempuh cara ini, tulang belulang ayahmu
tidak bisa akan di kubur bersama ibumu…”
Koan San gwat masih hendak bicara, lekas Kang pan bicara
dahulu “Cukup asal kau paham bahwa ibumu tidak
mengandung maksud maksud seperti itu, kenapa kau haru
mempersulit Li Sek hong, semua bekerja demi keyakinan
sendiri sendiri, hubungan Li Sek hong dengan ibumu tidak
lebih hanyalah saudara angkat, bahwa dia rela melaksanakan
tugas tugasnya ini, dan kau sebagai putra keturunannya,
masakah tidak rela menerima sedikit getahnya?”
Koan San gwat menjublek sekian lamanya, akhirnya
berkata menarik napas. “Kang Pan ucapanmu memang betul,
agaknya pikiranmu jauh lebih tinggi dari aku!”
“Aku tidak mengenal akan licik dan tipu muslihat, semua ku
gunakan keringanan, secara lincah dan tulus kupandang maya
pada ini, maka didalam pandang aku maya pada ini jauh lebih
indah, lebih elok dari apa yang kau lihat…”
Koan San gwat tidak bersuara. Kang Pan berkata lebih
lanjut. “Li Sek hong sendiri kurang pengertian terhadap kau,
jikalau dia memaparkan maksud keinginan ibumu secara blak
blakan kepadamu, mungkin kau suka rela akan mewakilinya
menyelesaikan urusan itu.”
Koan San gwat menghela napas, ujarnya. “Mungkin
ucapanmu benar, yang terang Li Sek hong tidak pantas
berbuat demikian, karena maksud ibuku tidak ingin aku
terlibat dalam persoalan ini… Kang Pan! Ucapanmu memang
benar, sekarang aku jadi simpatik dan berterimakasih kepada
Li Sek hong, tujuan dan maksudnya memang jujur, tadi tidak
pantas aku bersikap demikian terhadapnya!”
“Asal kau seperti diriku, pandanglah maya pada ini dengan
nurani yang suci murni, akan segera kau dapatkan dimana
mana penuh bertaburan bunga bunga mekar semerbak, alam
semesta ini diliputi cinta dan kehangatan...
Koan San gwat dan Kang Pan kembali sudah berdiri
didepan gunung Ngo tai san, sikap mereka kelihatan melengak
dan heran. Bendera kebesaran Thian mo kau ternyata sudah
lenyap dari tempatnya berkibar, yang ada hanyalah selarik
panji panjang yang tersulam sebatang pedang dan satu huruf
Im yang besar dibelakang pedang adalah sebuah lukisan Pat
kwa. Gambar Pat kwa ini cukup dikenal oleh Koan San gwat,
karena itu tanda kebesaran dan keluarga In dari Bu khek pay.
Bu khek pay hanyalah sebuah sendikat kecil yang bercokol
ditengah arus gelombang pertikaian didunia persilatan,
masakah mereka mampu merobohkan atau menumbangkan
kekuatan Thian mo kau yang besar dan kokoh serta
menggantikan kedudukannya. Hal inilah yang membuat orang
heran dan melengak.
Adalah pertanda yang terukir diatas panji itu menjadi
kenyataan dan tidak biaa disangkal lagi, mau tidak mau
mereka harus percaya akan kenyataan ini.
Disaat mereka melenggong dan kebingungan, dari jalan
pegunungan sana tampak lari mendatangi seekor kuda yang
ditunggangi seorang laki laki bertubuh kekar, golok tersoreng
dipinggangnya sikapnya kereng dan angker.
Begitu melihat orang ini semakin heran dan menjadi curiga
hati Koan San gwat.
Laki laki ini adalah Cit sing to Lau Sam thay, dulu waktu
orang menyelidiki persoalan Hwi tho ling cu baru berkenalan
dengan dirinya, dan karena orang ini pula sehingga dirinya
timbul persengketaan dengan pihak Bu khek pay.
Sungguh tidak nyana, ditempat ini dan saat ini pula ia bisa
bertemu dan melihatnya dan karena inilah, maka Koan San
gwat lebih yakin bahwa panji panjang itu jelas pasti ada
sangkut paut yang erat dengan Bu khek pay dari keluarga Im.
Badan Lau Sam thay rada gemuk dari dulu, sikapnya lebih
gagah dan bersemangat, muka tampak berseri tawa bercokol
diatas tunggangannya cuma sikapnya saja yang masih sopan
santun dan sungkan sungkan, dari kejauhan lantas turun dari
punggung kuda dan menjura memberi hormat, sapanya
“Lingcu! Sejak berpisah apakah dia baik baik saja. Kabarnya
dalam satu tahun ini kau sudah melakukan perjuangan besar
yang menggemparkan seluruh jagat, sekarang namamu tenar
sampai keseluruh pelosok dunia, sebagai pendekar yang tiada
bandingannya.
Koan San gwat tertawa tawar, ujarnya. “Lau Samcu, kau
sendiri juga tambah gemuk dan hidup senang agaknya!
Tempat ini adalah....”
“Teima kasih! Masakah aku berani menerima pujian Lingcu.
Disini akupun beruntung bisa bercokol berkat muka dan nama
Lingcu belaka....”
“Karena nama dan mukaku apa?” tanya Koan San gwat
tidak mengerti.
Lau Sam thay berseri tawa, sahutnya “Tempo hari
beruntunglah karena Ling cu sudi mengangkat hamba menjadi
pengiring Ling cu, maka nona Im baru sudi mengundang
hamba disini aku mendapat tugas sebagai penerima dan
menyambut tamu.”
Koan San gwat lebih heran, tanyanya. “Nona Im? Nona Im
yang mana?”
“Ling cu memang sering agung yang suka melupakan
urusan, nona Im adalah putri terkecil dari Ciangbujin Im Siok
kun dari Bu khek pay di Im san yang bernama Im Lee hoa.
Bukankah dulu Ling cu pernah melihatnya satu kali?”
Teringat oleh Koan San gwat dulu Thio Hun cu pernah
memincut Im Le hoa ini, sehingga pihak Bu khek pay salah
paham hendak mencari perhitungan dan adu jiwa pada
dirinya. Dan karena peristiwa itulah maka Thio Ceng Ceng
tanggal lari dengan jengkel dan malu.
Kenapa Im Le hoa bisa berada ditempat ini?
Lau Sam thay masih tertawa tawa ujar nya. “Nona Im
sekarang cukup jempolan, kedudukannya jauh lebih tinggi
entah berapa lipat dari ibunya sekarang dia adalah
Ciangbunjin dari Tay khek pang oh ya, mungkin kau belum
tahu akan Thay khek pang bukan?”
Koan San gwat menggeleng, sahutnya “Betul, aku belum
mengetahuinya!”
“Hal ini tidak perlu dibuat heran, Thay khek pang selalu
bekerja secara diam diam baru pertama kemarin menerima
peninggalan Thian mo kau ini, baru pertama kali ini kita
kibarkan panji kebesaran ini!”
“Cara bagaimana Thian mo kau sudi menyerahkan markas
besarnya ini? Dimana Cia Ling im?”
“Selama ini Cia Ling im tidak pernah muncul, seluruh
anggota Thian mo kau kemarn dipimpin oleh Ki Houw semua
mengundurkan diri, dengan leluasa kita lantas menempatinya”
“Bicaramu semakin tidak genah! Cara bagaimana Ki Houw
mau menyerahkan pangkalannya kepada kau?”
Lau Sam thay tertawa kesenangan, sahut nya. “Sudah
tentu Ki Houw tidak sudi, tapi setelah dia melihat Liu tongcu,
terpaksa mencawat ekor seperti halnya dengan Bu khek pay,
Thay khek pang seluruhnya dipegang oleh kaum perempuan!”
Koan San gwat keheranan, tanyanya. “Siapa pula Liu
tongcu itu?”
“Semua adalah kenalan lamamu, dia ber nama Liu Ih yu,
sekarang menjabat sebagai Cong tongcu juga kenalanmu yang
paling rapat, kau tahu siapa dia?”
Koan San gwat berpikir sebentar, lalu berkata “Thio Ceng
ceng!”
“Sekali tebak kena betul. Orang orang dalam Thay khek
pang yang banyak kau kenal seperti Sing tong Tongcu Lok
Siang kun, Kong kun tong Tongcu Lok Heng kun, Sian hong
tongcu Lok Sia hong dan masih banyak lagi.”
Semakin bingung dan tak mengerti Koan San gwat
dibuatnya, setelah terpekur ia berkata “Coba katakan cara
bagaimana Im Lee hoa bisa diangkat menjadi Ciang bun jin?”
“Sudah tentu karena adanya sangkut paut dengan Thio
loyacu, sebetulnya hak kekuasaan Ciang bun jin ini tidak lebih
besar dari berkuasa dari Lwe tong Tongcu, karena didalam
tingkatan dia lebih tinggi satu angkatan…”
“Dia lebih tinggi seangkatan dari Ceng Ceng. Jadi dia....”
Lau Sam thay menekan suara, katanya “Soal ini tiada
halangan kuberitahu kepada kau toh kau memang sudah tahu,
nona Im adalah nyonya muda dan Thio loyacu, jadi ibu tiri
nona Thio.....”
Berubah air maka Koan San gwat, katanya. “Jadi kejadian
dulu itu memang kenyataan?”
“Bagaimana duduk perkara sebenarnya?”
“Dulu Thio loyacu pernah berkunjung ke berbagai golongan
dan partai silat yang tersebar di mana mana, merebut buku
rahasia pelajaran silat mereka, hal ini kau sendiri tentu tahu,
kejadian itu....”
“Jadi betul dia adanya!” bentak Koan San gwat. “Tua
bangka ini masih pura pura welas asih di Liong hwa hwe dulu
terhadapku!”
Lekas Lau Sam thay menggoyang tangan katanya. “Ling cu
salah paham, dalam hal ini Thio loyacu mempunyai maksud
maksud tertentu, sudah tentu hal ini amat erat sangkut
pautnya dengan Liong hwa hwe , ilmu silat Bu tong dan Siau
lim merupakan yang lain dari yang lain, sejak lama Cia Ling im
sudah mengincer mereka dan hendak melebar kedua partai ini
masuk kedalam kekuasaannya. Thio loyacu mendapat bisikan
dulu, membunuh kedua Ciang bun jin kedua partai ini,
terhadap luar disiarkan kabar bahwa dia merebut buku rahasia
pelajaran silat mereka, sebetulnya hanya buku tiruan saja
yang dia bawa buku aslinya masih berada ditempatnya
semula!”
Koan San gwat mendengus jengeknya. “Lalu kenapa ia
harus membunuh ke dua Ciang bun jin kedua partai itu?”
Kedua Ciang bun jin itu insaf mereka tiada kekuatan untuk
melawan kehendak Cia Ling im, demi melindungi ilmu silat
peninggaalan cikal bakal mereka supaya tidak terjatuh
ketangan orang luar, dengan suka rela mereka mengorbankan
diri!”
“Aku tidak percaya !”
“Ciang bun jin angkat bahu dari kedua partai itu, sedikitpun
tidak menaruh dendam sakit hati terhadap Thio loyacu dari hal
ini kau akan mendapat bukti bukti yang cukup banyak !”
“Lalu bagaimana pula persoalannya dengan Im Le hoa?”
“Bicara soal ini jauh lebih mengesankan Thio loyacu
mendapat kabar bahwa Bu khek pay merekapun termasuk
dalam daftar yang ditundukan, tapi waktu itu tiba insaf dan
melihat kenyataan, terasa bahwa ilmu pedang mereka
bahwasannya tiada sesuatu keanehan nya, maka ia
membatalkan niatnya semula. Tapi, dasar ilmu pengobataanya
teramat tinggi, sekilas pandang ia melihat bahwa Im Le hoa
semacam penyakit aneh yang cukup gawat.”
“Penyakit apa?”
“Katanya penyakit Hoa cit!”
“Bohong! Kenapa ibunya tidak tahu?”
“Hoa cit adalah semacam penyakit yang aneh, penyakit ini
sejak dilahirkan sudah mengeram dalam tubuh anak
perempuan akan kumat setelah dia berusia delapan belas
tahun. Waktu Thio loyacu tiba disana kebetulan penyakitnya
itu kumat, kalau penyakit itu sedang gawat, seperti gila saja
dia mencari laki laki, karena Thio loyacu tidak kenal dengan
keluarga Im, maka sulit ia memberi penjelasan, terpaksa dia
bekerja diam diam memberi pengobatan.”
Koan San gwat terlongong sekian saat, sungguh tidak kira
dalam persoalan ini mengandung seluk beluk yang liku liku.
“Tapi tugas dan kerjaan Thio loyacu amat banyak dan sibuk
sekali, tanpa menunggu penyakit orang disembuhkan dia
lantas tinggal pergi, tapi dia sudah menyembuhkan sebagian
penyakit itu… akhinya….”
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru Cerita Silat Seru Klasik : Unta Sakti 3, cersil terbaru Cerita Silat Seru Klasik : Unta Sakti 3, Cerita Dewasa Cerita Silat Seru Klasik : Unta Sakti 3, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru Cerita Silat Seru Klasik : Unta Sakti 3,Cerita Dewasa Terbaru Cerita Silat Seru Klasik : Unta Sakti 3, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cerita Silat Seru Klasik : Unta Sakti 3
{ 43 komentar... read them below or add one }
bagus sekali saya suka
terimakasih. tambah terus artikelnya pak admin, agar masyarakat bisa mendapatkan tutorial yg lengkap
situs yang banyak bermanfaat bagi para komunitasnya, tetap berkarya dan sukses!
terimakasih. tambah terus artikelnya pak admin, agar masyarakat bisa mendapatkan tutorial yg lengkap
waw.. artikelnya menarik..
sukses trus ya.. :D
Terimakasih Atas Info yang menambah wawsan saya, salam sejahtera ,,, semamngat dan sukses aminn!!!++-*++
Ini dia infon yang gue cari- cari,, makasih pak,++-*++*--++
Informasinya boleh banget nih.
terimakasih ya atas informasinya++-*+++
Terimakasih Atas Info yang menambah wawsan saya, salam sejahtera ,,, semamngat dan sukses aminn!!!++-*+++
makasih wawasan saya bertambah denganmembaca artikel bapa.. sukses selalu y!!!!
Infonya sungguh sangat berguna pak admin... thanks ya..
--*++-*-+
Infonya sungguh sangat bermanfaat pak admin... thanks ya..
++-*-++
tulisan yang bagus dan bermanfaat sekali....terimakasih untuk postingannya! ++--*+++
terimakasih telah mau membagi pengetahuannya.. semoga menjadi berkah dan amal ibahdah--*++--*-++
artikel yang bagus dan bermanfaat..makasih buat infonya --*-+*-+
nice share, semoga sukses selalu pak! +-*-+-*++
senangnya baca informasi ini, sangat bermanfaat. Ijin share link-nya ke teman-teman biar mereka tahu semua.----****-----
Thanks atas artikelnya, makin nambah wawasan saya
--+-*--+++
thanks atas info yang telah diberikan pasti bermanfaat dan berguna banget bagi saya thnks yah gan ----**9+--
waw.. artikelnya menarik..
sukses trus ya.. :D+-*-++*-++-+
Ini dia infon yang gue cari- cari,, makasih pak,++-*-9*+*-++
informasi yang sangat bagus untuk disimak..terimakasih pak.+-*-++-*+++
Hari ini info baru bagi saya,, makasih kk infonya sangat menarik sekali,,,,,info barunya pasti lebih asik kk..
saya tunggu info barunya,,----**------
ouh gtt ya kk ,, baru tau aku .. thx infonya y kk sngt bermnfaat .. :) sucses selalu,,,,+-*-++*-++
Selamat pagi,, termakasih yy telah berbagi info baru.+-*-++
terimakasih telah mau membagi pengetahuannya.. semoga menjadi berkah dan amal ibahdah+--**++*+
artikel yang bagus dan bermanfaat..makasih buat infonya
+-*--+---++--
nice share, semoga sukses selalu pak! ---*-+++
luar biasa sekali gan infonya .. artikel demi artikel penuh dengan makna dan motivasi +--*/-++
terima kasih telah berbagi berita yang telah anda berikan.
salam sejahtera Indonesia
+-*-+---*-+++
situs yang banyak bermanfaat bagi para komunitasnya, tetap berkarya dan sukses! +-*-+*-+*-+
thanks atas info yang telah diberikan pasti bermanfaat dan berguna banget bagi saya thnks yah gan
+--*++*-++
Infonya sungguh sangat berguna pak admin... thanks ya.. +-*-++*-+
Infonya sungguh sangat bermanfaat pak admin... thanks ya.. +--*-++*-++*+
http://goo.gl/dpTrtE
Terimakasih,, info barunya pati lebih menarik lagi,,
Http://goo.gl/607EsV
Waw sanga senang sekali membaca artikel kk..
http://goo.gl/A7jwsc
Selamat pagi... infonya sangat menarik untuk di simak,,
http://goo.gl/5eY6aj
Selamat pagi,, salam sejahtera indonesia,,
http://goo.gl/Cmo6cj
infonya sangat Menarik,,
http://goo.gl/OataKG
semoga menjadi berkah gan..
http://goo.gl/eVZfxX
salam semangat,, sukses selalu yo..
http://goo.gl/f3SR8z
ajip gan,, salam semangat semoga sukses selalu aminn,,
http://goo.gl/Cmo6cj
kereenn cinn,,
Posting Komentar