Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 20 Desember 2011

Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1

Pedang Keadilan
Karya: Tjan ID

Pedang Keadilan Bagian Pertama

BAB 1. Pil Mustika tercuri.
Kanglam di bulan tiga terhitung bulan yang paling
permai, Aneka bunga tumbuh dengan indahnya, pohon
nan hjau berdesakan memanjang di sepanjang sungai
Tiang kang.
Di karesidenan Kang-poh yang terletak dekat sungai
Tiang kang, terhampar sebuah hutan seluas ratusan
hektar yang bernama hutan Tho-hoa-lin. Tiap hari
banyak pelancong yang mampir di hutan tersebut sambil

2
menikmati satu dua cangkir embun bunga Tho yang
tersohor
Pesanggrahan Tho-hoa-kit merupakan sebuah
penginapan dan rumah makan yang termashyur di
wilayah itu. Pemilik pesanggrahan dengan minuman
khususnya Embun Bunga Tho menambah kepopuleran
tempat itu.
Pemilik pesanggrahan tersebut bukan hanya
mempopulerkan tempatnya dengan minuman khas
tersebut jauh di tengah hu-tan Tho-hoa-lin, iapun
mendirikan bangunan-bangunan loteng yang sangat
megah dengan aneka bunga menghiasi sekeliling
bangunan. Rangkaian bambu yang membentuk
jembatan, sungai-sungai kecil dengan air jernih membuat
panofama tempat itu makin memikat untuk didatangi.
Dari deretan bangunan-bangunan megah itu, boleh
dibilang loteng "Gi-hong", loteng "Hui-jui-lo" serta loteng
"Thia-chan-thay" merupakan bangunan yang paling
terkenal di sana.
Hari ini menjelang tengah hari dari jalan raya sebelah
Selatan muncullah dua ekor kuda yang dilarikan kencang.
Lelaki yang berada di depan adalah seorang bocah lelaki
berusia dua atau tiga belas tahunan, ia mengenakan baju
hitam pekat dengan rambut yang dikuncir, sambil
melarikan kudanya bocah itu menengok ke kiri kanan

3
dengan wajah riang gembira, sekan-akan apa yang
dilihatnya sepanjang jalan merupakan hal baru baginya.
Kuda yang ditungganginya berwarna merah darah.
Bulunya mulus tanpa campuran warna lain, dalam
sekejap pandangan saja-orang segera tahu kalau kuda
itu merupakan seekor kuda jempolan.
orang yang mengikuti di belakang kuda merah tadi
adalah seorang pemuda berbaju putih berusia dua puluh
tahunan, wajahnya sangat tampan dengan tubuh yang
tinggi, tegap dan kekar. sayangnya wajah tampan itu
kelihatan serius, alisnya selalu berkerut dan tak nampak
secuwil senyumanpun menghiasi bibirnya. Agaknya ia
sedang di-rundung banyak masalah.
Kuda yang ditunggangi pemuda itu berwarna putih
bagaikan saiju. Biarpun sudah menempuh perjalanan
jauh, binatang itu masih dapat berlari dengan tegap dan
penuh semangat.
Kedua orang ini, meski datang berbareng namun jelas
menunjukkan sikap yang berbeda. Kalau si bocah selalu
menampakkan senyum dikulum dan mendatangkan rasa
sayang bagi yang melihat, sebaliknya pemuda itu amat
murung, Keningnya selalu berkerut sehingga
mendatangkan kesan berat bagi yang memandang.
Ketika tiba di depan papan nama "Tho hoa-kit",
mendadak bocah berbaju hitam itu menarik tali les

4
kudanya sambil memutar ke belakang, kepada pemuda
berbaju putih itu ia berbisik:
"Toako, pemandangan tempat ini sungguh indah,
Bagaimana kalau kita minum teh dulu sebelum
melanjutkan perjalanan?"
"Ehm...." Pemuda itu berpikir sebentar, "Baiklah"
Bocah berbaju hitam itu tertawa girang, dia segera
melompat turun dari kudanya, Lalu sambil menuntun
kuda pemuda berbaju putih itu, ia kembali berseru.
"Hayo toako, turun"
Perlahan-lahan pemuda itu turun dari kudanya, Gerak
geriknya amat lamban, bagaikan orang yang tak punya
tenaga saja. Dua orang pelayan segera maju
menyambut.
"silahkan masuk tuan berdua" katanya sambil
menerima tali les kuda dari kedua tamunya.
"Jangan" tampik bocah berbaju hitam itu seraya
menggeleng, "Kuda tunggangan kami bukan binatang
sembarangan Mana bisa kalian menuntunnya. Kalau
sampai kena sepak. wah bisa runyam"
Dengan agak kaget kedua pelayan itu menarik kembali
tangan mereka, Lalu setelah mengamati kuda-kuda itu
sekejap, salah seorang menyahut sambil tertawa: " Yaa,

5
sudahlah kalau begitu, silahkan tuan cilik menuntun
sendiri"
Pesanggrahan Tho-hoa-kit dibangun agak jauh
menjorok ke dalam hutan, kira-kira tiga empat kaki
jauhnya dari tepi jalan raya, sebuah jalan beralas batu
putih membentang dari sana hingga ke depan pintu
Pesanggrahan, sementara bunga Tho yang harum
semerbak tumbuh di kedua sisinya.
Bocah berbaju hitam itu menambatkan kedua ekor
kudanya di sebuah pohon Tho besar, lalu melangkah
masuk.
Tiba-tiba seorang pelayan maju menghadang jalan
pergi bocah tadi sambil serunya: "Tuan kecil, harap lewat
sini." sambil berkata, ia menuding sebuah jalan setapak
yang membentang di samping jalan utama.
"Heei, bagaimana kamu?" Bocah itu mendelik,
"Mengapa kami harus melewati jalan setapak?"
"Maaf, Tuan kecil," pelayan itu tertawa, " Ruang
utama sebelah kiri amat ramai dan gaduh. Pada
umumnya dipakai kaum pedagang keliling dan kuli kasar,
sedang jalan setapak ini khusus diperuntukkan tamu
terhormat"

6
"ooooh, begitu rupanya" Bocah itu tersenyum. Dengan
langkah lebar dia menelusuri jalan setapak tadi menuju
ke tengah hutan.
Pelayan itu membawa kedua orang tamunya ke
sebuah ruang kecil yang amat artistik selain bersih dan
rapi, di luar jendela belakang terbentang sebuah sungai
kecil dengan air yang jernih.Jauh di belakang sana,
samar-samar terlihat sudut bangunan loteng.
"Tuan berdua ingin pesan apa?" tanya sang pelayan
kemudian.
Pemuda berbaju putih itu hanya membungkam, Bukan
saja pemandangan alam yang begitu indah tidak
membuyarkan kemurungannya, bahkan mimik mukanya
pun tetap dingin, kaku dan murung, Bocah berbaju hitam
itu berpikir sejenak. lalu jawabnya: "Apa sajalah yang
enak boleh dikeluarkan"
Mula-mula pelayan itu agak. tertegun, lalu ujarnya
sambil tertawa:
"Tampaknya tuan berdua datang dari jauh sehingga
tidak mengenal kepopuleran tempat kami. Bukan hamba
sengaja membual, tak satu pun hidangan kami yang tak
enak. terutama Embun Bunga Tho, betul-betul sudah
populer sampai di mana-mana...."

7
"sudahlah, tak usah banyak bicara, cepat keluarkan"
potong bocah tadi tak sabar.
sambil menyahut, buru-buru pelayan itu berlalu. Tak
lama kemudian, sayur dan arak telah dihidangkan.
Perlahan-lahan pemuda berbaju putih itu memenuhi
cawannya dengan arak. Tapi sebelum diteguk isinya,
tiba-tiba ia meletakkan kembali cawannya ke meja.
"Toako... toako" bisik bocah berbaju hitam itu sambil
menggeleng, "Mengapa sih kau murung sepanjang hari?
Bukan cuma membungkam, wajahmu kelihatan kusut,
benar-benar membuat perasaan orang tak sedap
melihatnya."
Dengan wajah menyesal pemuda berbaju putih itu
memandang bocah itu sekejap, tiba-tiba ia berkata:
"Coba dengar, dari mana dagangnya suara orang belajar
di tempat keramaian semacam ini?"
Bocah berbaju hitam itu coba memusatkan
perhatiannya, Betul juga. Dari balik hutan bunga Tho itu
lamat-lamat terdengar suara orang membaca, bahkan
diiringi suara tali kecapi, Hal ini segera menimbulkan rasa
heran dalam hatinya.
"Hemmm, rupanya ada orang gila di situ," dengusnya,
"Masa mau belajar malah datang ke tempat ramai
macam ini. Betul-betul merusak suasana. Coba dengar,

8
dia malah memetik kecapi untuk mengiringi syairnya.
Benar-benar sinting"
"Adik Liong, jangan memaki orang lain," tegur si
pemuda berbaju putih sambil menengok ke luar jendela,
"Suara kecapi datangnya dari arah Barat, sedang suara
syair datang dari Barat Daya, Kedua suara itu berasal
dari dua tempat yang berbeda."
Bocah berbaju hitam itu mencoba memperhatikan
dengan seksama, sesaat kemudian serunya: "Betul juga
Heran, mengapa dari balik hutan Bunga Tho dapat
muncul suara kecapi dan syair? Bagaimana kalau
kuperiksa?"
"Kau ingin mencari gara-gara?"
"Tak usah kuatir, Aku kan cuma menengok sebentar,
ditanggung tak akan mencari gara-gara." kata si bocah
sambil ter-tawa.
Biarpun pemuda berbaju putih itu tidak menyetujui
namun ia pun tidak berusaha mencegah.
Dengan sekali tekan ke permukaan meja, bocah
berbaju hitam itu segera melesat keluar dari jendela
dengan kecepatan luar biasa. Tampak bayangan manusia
berkelebat lewat di antara bunga-bunga, tahu-tahu ia
sudah lenyap dari pandangan.

9
Memandang bayangan tubuh yang menjauh itu,
pemuda berbaju putih itu menghela napas panjang:
"Aaai.... dasar bocah nakal"
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang tergesagesa,
lalu tirai disingkap dan muncullah seorang gadis
berambut panjang yang masuk dengan wajah gelisah.
Belum lagipemuda berbaju putih itu menegur, gadis
baju hijau itu sudah menggoyangkan tangannya
berulangkali melarang ia berbicara. Gadis itu cepat-cepat
bersembunyi di belakang tubuhnya, menarik jubahnya
yang panjang dan menutupi sepasang kakinya yang
nampak dari luar.
Biarpun ia sebenarnya merasa kesal tapi dasar
pemuda ini memang tak suka banyak bicara maka dia
pun tidak menggubris lagi, Perlahan-lahan ia angkat
cawannya dan menikmati Embun Bunga Tho.
Belum habis secawan embun diteguk. kembali tirai
bergoyang, seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan
melangkah masuk ke dalam ruangan, Lelaki itu bermata
besar Alis matanya tebal. Mulutnya lebar dan wajahnya
tampan, sewaktu melangkah masuk. tak terdengar
langkahnya, jelas ia memiliki ilmu silat yang tinggi.
Dengan matanya yang besar tajam ia memandang
sekejap ke sekeliling ruangan Kemudian tanpa

10
mengucapkan sepatah kata pun ia duduk di bangku yang
dipergunakan bocah berbaju hitam tadi.
Terhadap tingkah laku lelaki tersebut, pemuda berbaju
putih itu tidak menegur atau pun menggubris, ia hanya
memandangnya sekejap lalu perlahan-lahan meneguk isi
cawannya, sebaliknya lelaki itu pun tidak mau bertegur
sapa. Tanpa sungkan ia sambar poci arak di hadapannya,
Diisinya cawan kosong di hadapannya sampai penuh,
sekali teguk saja isi cawan itu langsung habis tak tersisa.
Kedua orang itu saling berpandangan tanpa berbicara
apa-apa, seakan-akan mereka kuatir ucapan mereka
akan merusak suasana tegang dan misterius yang
sedang mencekam tempat itu.
Angin berhembus membawa harum bunga nan
semerbak. suara petikan kecapi di kejauhan sana pun
kedengaran semakin nyaring.
Tiba-tiba lelaki itu menyambar poci arak di meja,
kemudian tanpa berhenti ia teguk semua isi poci itu
hingga ludas.
Menyaksikan tingkah polah orang itu, kembali pemuda
berbaju putih tadi mengerutkan dahinya, tapi ia tetap
membungkam.
"Hahahaha...." sambil meletakkan poci arak ke meja,
lelaki itu tertawa keras.

11
"Nama besar Embun bunga Tho benar-benar bukan
nama kosong belaka, betul-betul minuman enak"
Pemuda itu tidak menggubris. ia sumpit sepotong
kentang, mengunyahnya perlahan-lahan dan kembali
membuang pandangannya ke luar jendela.
sekali lagi lelaki itu tertawa tergelak. Kali ini dia
menyambar sumpit dan menyapu bersih semua hidangan
di meja, seakan-akan dialah yang memesan hidangan
tersebut.
sekejap mata kemudian semua hidangan telah
berpindah ke dalam perutnya, Pemuda berbaju putih itu
tetap tidak bicara. ia hanya bangkit berdiri, menjura lalu
membuat gerakan menghantar tamu.
"Mengapa?" Lelaki itu terbatuk-batuk, "Kau mengusir
aku?"
Pemuda berbaju putih itu mengangguk. la tetap
membungkuk
"Tidak usah sungkan kalau ingin aku pergi," kata lelaki
itu sambil tertawa, "Tapi kau harus memberi kesempatan
kepadaku untuk makan dan minum sekenyangnya lebih
dulu."
Dengan sikapnya lelaki tersebut seolah menyatakan
bahwa dia tak akan pergi dari situ sebelum dibiarkan
makan minum sepuasnya.

12
Tampaknya pemuda berbaju putih itu sudah tak dapat
mengungkap isi hatinya dengan gerakan tangan saja,
perlahan-lahan ujarnya: "Kau harus tahu, aku punya
seorang saudara yang agak berangasan wataknya, jika ia
keburu datang aku-takut kau tak bisa pergi lagi dari sini
dalam keadaan selamat."
"Ooh, masa iya? Kalau begitu aku harus menunggunya
sampai dia balik. ingin kulihat sampai di mana sih
kehebatannya."
Dengan mata mendelik pemuda berbaju putih itu
mengawasi orang yang tampak bersikap menantang, lalu
serunya lagi: " Kalau kau tetap membandel jangan
salahkan aku kalau menderita kerugian nanti"
Tiba-tiba lelaki itu menundukkan wajahnya, lalu
bergumam: "Menyembunyikan buronan, melarikan gadis
orang, apa kau sudah tak menggubris soal hukum?"
Ucapan tersebut kontan membuat pemuda itu
tertegun, tanpa sadar ia menunduk dan menengok ke
bawah, saat itulah sambil tertawa terbahak-bahak lelaki
tersebut menjulurkan tangannya menyambar ke muka.
Dengan perawakannya yang jangkung dan tangannya
yang panjang, biarpun terhalang sebuah meja, ternyata
sekali sambar ia telah mencengkeram tubuh nona
berbaju hijau itu dan menyeretnya keluar.

13
Belum sempat pemuda berbaju putih itu menghalangi
si nona berbaju hijau itu telah menjerit: "Kakak..."
"Hahaha... budak binal, ayoh ikut aku pulang" seru
lelaki itu sambil tertawa, Kemudian sambil memberi
hormat kepada pemuda berbaju putih itu, katanya lagi, "
Kalau kami dua bersaudara telah mengganggu
ketenangan tuan, mohon dimaafkan"
Pemuda berbaju putih itu manggut-manggut sebagai
balasan hormat, sementara dalam hatinya ia berpikir: "
Rupanya mereka adalah dua bersaudara, kalau begitu
aku si orang luar lebih baik jangan mencampuri urusan
orang."
sementara ia masih berpikir, lelaki tadi sudah
menyeret si nona meninggalkan ruangan dengan langkah
cepat Memandang mangkuk dan cawan yang berserakan
di meja, mendadak satu ingatan melintas dalam benak
pemuda itu, cepat-cepat ia merogoh ke dalam sakunya
dan mengeluarkan secarik kertas.
Di atas kertas itu tertera beberapa kalimat surat yang
berbunyi sebagai berikut:
"Kami dua bersaudara membawa tugas untuk mencuri
pil musiika berusia seribu tahun yang sedang tuan bawa.
Untung jalanan kami tidak sia sia. Kutinggalkan secarik
sapu tangan sebagai tanda terima kasih, harap

14
dimaafkan dunia persilatan amat berbahaya dan
menakutkan semoga tuan bisa menjaga diri baik-baik"
Di bawah surat itu tidak tercantum nama, tapi
terpampang sebuah gambar burung elang bermata besar
dan seekor kupu-kupu yang sedang mementangkan
sayap. Tampaknya pemuda berbaju putih itu menjadi
sangat terkejut oleh tulisan di atas kertas tersebut hingga
kehilangan semangat ia termangu- mangu dan
gelagapan, tak tahu apa yang mesti diperbuatnya, selang
berapa saat kemudian ia baru merogoh ke dalam
sakunya untuk memeriksa.
Benar juga .Botol porselen putih berisi pil mustika
yang disimpan di situ, kini sudah lenyap tak berbekas,
Sebagai gantinya ia menemukan selembar sapu tangan.
sapu tangan itu berwarna putih bersih. Pada sudut
bawah sebelah kanan terdapat sebuah sulaman berwarna
hijau yang membentuk sebuah kupu-kupu sedang
mementang sayap.
sulamannya sangat indah dan hidup, jelas hasil karya
seorang seniman kenamaan. Bau harum semerbak keluar
dari sapu tangan itu dan menusuk penciuman.
Lama sekali pemuda berbaju putih itu memandang
sapu tangan tersebut dengan wajah tertegun, sementara
paras mukanya berubah menjadi pucat pias seperti
mayat, jelas sudah ia sedang merasa sedih, pedih, dan

15
amat emosi. setiap huruf yang tertera di atas kertas
bagaikan beribu-ribu batang pisau tajam yang
menghujam telak di atas ulu hatinya.
sinar matanya seolah memancarkan cahaya yang
menakutkan Perlahan-lahan darah segar menetes keluar
dari ujung kelopak matanya dan membasahi wajah serta
bajunya yang putih.
Entah berapa lamanya sudah lewat, tiba-tiba bocah
berbaju hitam itu menyusup masuk lewat jendela dengan
wajah berseri-seri, Namun begitu melihat rekannya
penuh darah, dengan rasa kaget ia berteriak lalu
menubruk ke hadapannya.
Teriakan keras itu seketika mengejutkan pelayanpelayan
pesanggrahan tersebut, seorang pelayan lari
masuk sambil berseru: "Tuan, apa yang terjadi.,.?" Tapi
begitu menyaksikan keadaan pemuda berbaju putih itu,
cepat-cepat dia menambahkan:
"Tuan ini pasti kesurupan. jangan diusik, hamba
segera mencari tabib.,." seraya berkata, cepat-cepat dia
lari ke luar.
Tak terlukiskan rasa panik, kesal dan marah si bocah
berbaju hitam itu, dengan penuh kegusaran serunya:
"Hmmmm jika terjadi sesuatu atas toakoku, akan
kuhancur lumatkan pesanggrahan Tho-hoa-kit ini..."

16
Cepat-cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya ke
telapak tangan, lalu secepat kilat menotok beberapa
jalan darah penting di tubuh pemuda berbaju putih itu.
Tak berapa lama setelah bocah berbaju hitam itu
melakukan hal tersebut, terdengar pemuda berbaju putih
itu menghembuskan napas panjang-panjang. ia putar
dulu biji matanya beberapa kali, kemudian baru
mengeluh. "Aaai.. Habis sudah, habis sudah...."
"Toako, apa yang telah terjadi?" tanya si bocah
berbaju hitam itu agak cemas, meski dia lega juga
sesudah melihat rekannya sadar
Perlahan-lahan kesadaran pemuda beri baju putih itu
pulih kembali, diambilnya sapu tangan serta secarik
kertas dari meja, kemudian setelah menghela napas
panjang, ia berkata pada bocah tersebut: "Adik Liong,
hari ini sudah tanggal berapa?"
"Rasanya sudah tanggal tujuh" sahut si bocah setelah
berpikir sebentar.
"Hmmm.,." pemuda itu manggut-manggut sambil
bergumam. " Kalau kita tempuh perjalanan tanpa
berhenti, dalam sehari sudah bisa mencapai bukit Ciong
san, itu berarti kita masih punya waktu tiga hari."
"Hay, apa yang sedang kau katakan?" si bocah agak
tertegun, "Aku sama sekali tak mengerti maksudmu"

17
Perlahan-lahan pemuda itu menyeka darah dari
wajahnya, setelah itu bisiknya lirih: "Pil mustika seribu
tahun kita telah dicuri orang"
"Apa? Dicuri orang?" Bocah berbaju hitam itu amat
terkejut.
"Yaa, dicuri orang"
"Lantas, bagaimana sekarang?"
Pemuda berbaju putih itu termenung dan berpikir
sebentar, kemudian ujarnya lagi lirih:
"Kita masih punya waktu selama tiga hari, Tapi dunia
begini luas, ke mana kita harus kejar pencuri itu..?"
pandangannya dialihkan ke atas sapu tangan tersebut,
tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, kembali
ia berkata: "Adik Liong, aku punya sebuah cara,
sekalipun belum tentu mendatangkan hasil, tapi dalam
keadaan terdesak begini tak ada salahnya kalau kita coba
dulu."
"Apa caramu itu, cepat katakan?"
"Pil mustika seribu tahun itu menyangkut mati hidup
supek kita, kalau sampai tak ditemukan, aku mesti
menebus dosa besar ini dengan kematian...."

18
"Toako," bisik si bocah sambil melelehkan air mata,
"Apabila kau mati, aku pun tak ingin hidup terus di dunia
ini."
Pemuda berbaju putih itu menghela napas panjang, ia
membisikkan sesuatu ke sisi telinga si bocah, setelah itu
ia berteriak keras, dan tahu-tahu tubuhnya beserta
bangku yang didudukinya terjengkang ke belakang.
"Toako.. Toako,." jerit bocah berbaju hitam itu keraskeras
sambil menangis sedih.
Kegaduhan tersebut dengan cepat memancing
perhatian pemilik pesanggrahan maupun pelayanpelayannya.
Begitu mendengar jerit tangis bocah berbaju
hitam itu, berbondong-bondong mereka lari masuk ke
dalam sambil bertanya:
"Tuan kecil, apa yang terjadi? KaU jangan menangis
dulu, sebentar tabib sampai di sini...."
"Huhuhuhu,., hidangan di pesanggrahan Tho-hoa-kit
ini pasti ada racunnya." teriak bocah itu sambil menangis
tersedu-sedu, "sekarang toako sudah mati keracunan...
oooh, Toako Matimu sungguh mengenaskan."
sambil menangis, dengan marah ia tendang meja kursi
di hadapannya, Mangkuk cawan segera mencelat dan
hancur berserakan di atas lantai, sedang meja di

19
hadapannya mencelat keluar lewat jendela, menumbuk di
atas pohon dan menggugurkan bunganya.
"Waaah, hebat amat tendangan bocah ini," pikir para
pelayan agak tertegun karena kaget. " Kalau aku yang
kena tendangan itu, niscaya tubuhku akan mencelat
sejauh tiga empat tombak...."
Cepat-cepat mereka menjura berulang kali sambil
berseru: "Tuan kecil, kaujangan ribut-ribut dulu, Yang
penting sekarang bagaimana menyelamatkan
saudaramu, biar tabib melakukan pemeriksaan dulu. Kita
lihat penyakit apa yang diderita saudara-mu...."
"Aku tak ambil perduli penyakit apa yang dideritanya,"
kata bocah berbaju hitam itu sambil menurunkan
tangannya dari wajah, "Pokoknya saudaraku tewas dalam
pesanggrahan Tho-hoa-kit kalian, bagaimana pun hutang
ini kucatat atas nama kalian, Hmmm, jangan dilihat aku
Yu siau-liong masih kecil, jangan harap aku bisa
dipermainkan seenaknya"
"Tuan Yu, minggirlah dulu. Biar tabib melakukan
pemeriksaan atas saudaramu itu."
"Toakoku sudah tewas" seru Yu siau-liong sambil
mundur.
"Tabib ong, silahkan" ujar sang pelayan sambil
memberi jalan,

20
Dengan sepasang kaca mata yang tebal bertengger di
atas batang hidungnya, tabib ong berjongkok dan mulai
memeriksa denyut nadi pada pergelangan tangan
pemuda berbaju putih itu, kemudian sambil menggeleng
katanya.
"Aaah, terlambat sudah Anggota tubuhnya mulai
mendingin, denyutan nadinya juga sudah berhenti, aaaai
Lebih baik siapkan saja upacara penguburan baginya...."
Lalu tanpa bicara lagi dia ngeloyor pergi dari situ.
"ooooh, masa secepat itu" seru si pelayan tertegun.
Dengan geram Yu siau-Liong menyambar perg elangan
kiri si pelayan, sambil menariknya keras-keras ia
berteriak: "Pasti ulah pesanggrahan Bunga Tho kalian,.."
"Aduhh... Tuan Yu Perlahan sedikit," teriak pelayan itu
kesakitan, "Pergelanganku itu bisa patah oleh
cengkeramanmu itu...."
"Hmmm, kau harus menebus nyawa toako- ku lebih
dulu, kemudian baru aku mencari majikanmu untuk
membuat perhitungan. Akan kubakar pesanggrahan
Bunga Tho ini sampai rata dengan tanah"
"Yu siauya... jangan emosi dulu, ada urusan dapat
dirundingkan," cegah si pelayan mulaipanik, "Aduuh,.,
aduh... harap perlahan sedikit, lengan kiriku bisa
cacad...." Melihat pelayan itu kesakitan sampai peluhnya
bercucuran, Yu Siau-liong mengendorkan

21
cengkeramannya, serunya: "Kalau begitu cepat panggil
ke mari majikan kalian, Bagaimana pun toakoku tewas di
pesanggrahan Bunga Tho ini, aku tak bisa berpangku
tangan belaka tanpa menuntut kerugian"
setelah merasakan pahit getir di tangan bocah
tersebut, sudah barang tentu pelayan itu tak berani
berlama-lama lagi di sana, Cepat-cepat dia menjura
sambil berkata: "Harap tuan kecil menunggu sebentar di
sini, aku segera memanggil majikanku asal dia sudah
sampai di sini pasti ada pertanggungan-jawab untukmu."
Tanpa mengunggu jawaban lagi, cepat-cepat dia
ngeluyur pergi dari situ diikuti rekan-rekannya .
Menyaksikan para pelayan berlarian meninggalkan
tempat itu, tak tahan Yu siau-liong tertawa geli, ia segera
berjongkok sambil bisiknya: "Bagaimana sekarang?"
"Adik Liong." kata pemuda berbaju putih itu sambil
membuka matanya kembali "Persoalan ini amat penting
dan serius, jangan kau anggap seperti permainan kanakkanak.
Paling tidak kau mesti tunjukkan wajah yang
sedih dan kehilangan" Lalu tanpa menanti jawaban dia
pejamkan kembali matanya.
selang beberapa saat kemudian, pelayan tadi muncul
kembali dengan membawa seorang kakek berusia enam
puluh tahunan, Kakek itu mempunyai dahi yang tinggi
dan dagu yang lancip. sekejap pandangan saja siapa pun

22
akan tahu kalau orang ini ulet dan punya perhitungan
yang amat mendalam.
Dengan pandangan dingin Yu siau-liong memandang
kakek itu sekejap. lalu tegur-nya: "Jadi kaulah pemilik
pesanggrahan Bunga Tho ini?"
"Benar" jawab si kakek sambil mengangguk
"sekarang kakakku tewas dalam Pesanggrahan Bunga
Tho ini, Aku tak bisa menerima kejadian seperti ini."
"Aaaai...." Kakek itu menggeleng sambil menghela
napas panjang, "cuaca saja sukar diramalkan apalagi
nasib manusia, Aku turut berduka cita atas kematian
kakakmu di tempat kami, tapi sebab-sebab kematiannya
toh sukar diduga, Dari mana tuan Yu bisa menuduh kalau
kematiannya disebabkan keracunan hidangan kami? jelas
tuduhan tanpa dasar seperti ini sangat merugikan nama
baik perusahaan kami...."
Biarpun Yu siau-liong termasuk seorang bocah yang
pintar, bagaimanapun juga usianya. masih sangat muda,
lagi pula pengalamannya masih rendah. sudah barang
tentu tak bisa menang berdebat dari si kakek yang sudah
kenyang makan asam garam itu, Perkataan tersebut
kontan saja membuatnya amat marah, Dengan mata
membara ia membentak keras.

23
"Aku tak mau tahu Pokoknya kakakku tewas di
pesanggrahan Bunga Tho ini Jadi kalau kau tak mau
bertanggung jawab, selain kubunuh dirimu, akan kubakar
juga tempat usaha ini hingga rata dengan tanah"
"Hahahaha..." sambil mengelus jenggotnya kakek itu
tertawa. "Dipandang dari dandanan tuan kecil, rasanya
kau tentu punya asal usul yang luar biasa. Ketahuilah aku
membuka usaha pesanggrahan Bunga Tho ini hanya tahu
mencari untung, Aku tak pernah menipu langganan,
kedua aku pun tak melakukan kejahatan apa pun, jadi
kata-kata semacam tuan kecil tak akan membuat aku
menjadi jeri...."
Dibantah semacam ini, Yu siau-liong jadi gelagapan
Untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti diperbuatnya,
Kembali kakek itu menghela napas panjang.
"Aku tahu, banyak kesulitan akan dijumpai mereka
yang sedang bepergian Jadi apabila tuan kecil
menjumpai kesulitan, aku bersedia memberi bantuan
secukupnya."
Dengan usia semuda itu, boleh dibilang Yu siau-liong
belum pernah menjumpai hal semacam ini. sekalipun tadi
ia sudah mendapat petunjuk dari pemuda berbaju putih
itu, tapi tak urung dibuat gelagapan juga.

24
untuk sesaat Dia tak tahu bagaimana caranya
menyampaikan beberapa pesan titipkan pemuda tersebut
kepadanya tadi.
"Tuan kecil" Kakek itu berkata lagi sambil menggeleng
dan tertawa. "sudah hampir empat puluh tahun lamanya
aku berusaha di sini, mulai dari pangeran, saudagar
kaya, para pengawal barang sampai kuli kasar dan
perampok boleh dibilang pernah singgah di
Pesanggrahan kami...."
Tiba-tiba ia merendahkan suaranya dan meneruskan:
"Jika kulihat dari dandanan kalian berdua yang
membawa senjata dan menungang kuda jempolan, jelas
kalian bukan saudagar, Bisa jadi kematian kakakmu ada
sangkut pautnya dengan perselisihan dunia persilatan. Eh
saudara kecil, aku tahu meski umurmu masih kecil tapi
ilmu silatmu sudah mencapai tingkatan yang luar biasa,
aku harap kau mau mempertimbangkan kembali
perkataanku tadi."
" Licik benar orang tua ini." pikir Yu siau-1iong.
"Untung dia belum tahu kalau kakakku cuma pura-pura
mati...." Maka dengan berlagak sedih katanya: "soal
dendam atas kematian kakakku, aku bisa mengatasinya
sendiri dan kakek tak usah turut campur, cuma... aku
mempunyai satu permintaan harap kakek bersedia
mengabulkan."
"Katakan saja tuan kecil"

25
"Terus terang saja bagi kami orang-orang persilatan,
mati hidup bukan persoalan besar karena kami sudah
terbiasa hidup di bawah ancaman senjata, tapi sebabsebab
kematian kakakku sangat aneh. Dia bukan mati
karena terkena senjata rahasia, dia pun bukan terbunuh
dalam suatu pertempuran, jadi kami harus menunggu
sampai ketua kami tiba di sini dan menyelidiki sebabsebab
kematiannya baru bisa meninggalkan tempat ini,
jadi aku berharap kakek bersedia meminjamkan tempat
yang sepi untuk menyimpan jenazah kakakku sementara
waktu, Begitu ketua kami tiba dan berhasil mengetahui
sebab-sebab kematiannya, jenazah kakakku segera kami
kuburkan."
Kata-kata itu segera memberikan reaksi yang cukup
besar, Buru-buru kakek itu manggut berulang kali, "Tak
usah kuatir tuan kecil, segala sesuatunya akan kuatur
hingga beres" sambil menitahkan anak buahnya untuk
menggotong pergi jenazah pemuda berbaju putih itu, dia
berkata lagi kepada Yu siau-liong sambil terawa:
"Soal jenazah kakakmu pasti akan kami selesaikan
sesuai dengan tata cara, cuma... aku pun mengharapkan
bantuan dari tuan kecil"
Biarpun hati kecilnya keheranan, Yu siau-liong tidak
menunjukkan reaksi apapun. Katanya kemudian: "Kalau
kakek ingin menyampaikan sesuatu, silahkan
diutarakan."

26
"Apabila ketua kalian sudah sampai di sini, aku harap
tuan kecil bersedia memberi kabar kepadaku hingga aku
bisa menyiapkan perjamuan untuk menyambut
kedatangannya."
Dengan pengalamannya yang puluhan tahun, kakek
itu sadar betapa menakutkannya peristiwa bunuh
membunuh di dalam dunia persilatan, siapa saja kalau
sampai terlibat niscaya keluarganya akan tertimpa
bencana.
"Ehmm... Kalau soal ini...." Yu siau liong berpikir
sejenak, "Begini saja, akan kuberi kabar setelah
melaporkan persoalan ini kepada ketua kami."
"ooh... tentu saja, tentu saja."
sementara pembicaraan masih berlangsung, jenazah
pemuda berbaju putih itu sudah digotong menelusuri
hutan menuju sebuah bangunan terpencil yang sepi tapi
bersih. Bangunan itu berdiri sendiri dengan pintu
berwarna merah dan atap berwarna hijau,
Perabot dalam ruangan amat sederhana, selain kain
tirai berwarna putih, di ruang tengah telah membujur
sebuah peti mati berwarna merah, sesaji dan lilin sudah
tersedia lengkap.
Kakek itu memerintahkan anak buahnya menggotong
jenasah pemuda berbaju putih itu ke dalam peti mati,

27
kemudian sambil menjura kepada Yu Siau liong, ia
berkata:
"Bila tuan kecil masih membutuhkan sesuatu,
perintahkan saja kepada pelayan kami tanpa sungkan."
Yu siau-liong pura-pura berpikir sebentar, kemudian
katanya:
"Tolong siapkan kain putih sepanjang satu kaki,
peralatan tulis menulis, bambu panjang yang lebih tinggi
satu kaki dari hutan bunga Tho, kain belacu serta lampu
teng-tengan..."
"Baik, baik...." Kakek itu mengangguk berulang kali,
"Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu, sebentar aku
pasti akan mengajak anak istriku untuk datang melayat"
"oya,., soal kuda-kuda kami."
"soal ini tak usah tuan kecil kuatirkan, Telah
kuperintahkan para pelayan untuk membawanya ke istal
dan diberi makan...."
" Kalau begitu terima kasih banyak. Tolong senjata
kami diantar sekalian ke sini...."
Bicara sampai di situ, dia menjura dalam-dalam, Lalu
tambahnya: "Atas bantuan ini, suatu ketika pasti akan
kubayar."

28
Ketika sepasang tangannya merangkap di depan dada,
segulung angin pukulan segera dilancarkan ke luar,
langsung menghantam sebatang pohon bunga Tho yang
berada di hadapannya, Pohon Tho itu seketika
terguncang keras, Beribu-ribu kuntum bunga Tho segera
berguguran ke atas tanah bagaikan hujan gerimis. Mulamula
kakek itu nampak tertegun, lalu sambil menjura
katanya: "Luar biasa Luar biasa Tak kusangka dengan
usia semuda tuan kecil, ternyata sudah memiliki ilmu silat
yang begitu daksyat."
Tergopoh-gopoh ia meninggalkan ruangan tersebut
Tak lama kemudian seorang pelayan dengan pakaian
berkabung muncul dalam ruangan sambil menyerahkan
keperluan yang dipesan tadi.
Yu siau-liong segera menggelar kain putih itu di atas
tanah, lalu ditulisnya beberapa huruf di atas kain
tersebut dengan tulisan besar:
"TEMPAT JENAZAH LIM HAN KIM"
Lampu Teng dipasang di sisi kain tadi, lalu diikatkan
pada bambu panjang dan ditegakkan diluar-ruangan.
Dengan demikian siapa saja yang berada di sekitar
pesanggrahan Bunga Tho dapat membaca tulisan di atas
kain putih itu dengan amat jelas, Kepada pelayan itu Yu
siau-liong berkata: "sampaikan kepada majikan kalian,
cukup aku seorang saja yang menjaga di depan layon
kakakku"

29
" Kalau memang begitu hamba mohon diri" kata si
pelayan segera meminta diri "sampaikan juga kepada
majikanmu, tolong agak cepat mengambilkan senjata
kami."
Tak lama pelayan itu sudah muncul lagi dengan
membawa dua bilah pedang dan sebatang pena baja.
setelah menerima senjatanya, Yu siau-liong berpesan:
"sebelum mendapat panggilan dariku, siapa saja dilarang
mendekati ruangan ini, mengerti?"
Pelayan itu mengiakan berulang kali dan segera
mengundurkan diri, setelah sekeliling tempat itu tak ada
orang lain, Yu siau-liong baru mendekati peti mati sambil
ber-bisik:
"Toako, mirip tidak lakonku?"
"Adik Liong, kau tak boleh gegabah," kata Lim Han
kini memperingatkan, " Ketahuilah musuh kita sangat
licik dan pintar. Ayo cepat mundur"
setelah mundur dua langkah, kembali Yu siau-liong
berbisik: "Toako, aku jadi teringat suatu kejadian yang
sangat mencurigakan"
"Kejadian apa yang mencurigakan?"
"Dua orang pelajar yang berada di loteng Tia-chanthay
rata-rata memiliki sinar mata yang amat tajam dan

30
dahi yang menonjol tinggi sudah jelas mereka memiliki
tenaga dalam yang amat sempurna, Anehnya, ketika aku
mendekati bangunan tersebut ternyata mereka tidak
menengok sekejap pun ke arahku, seolah-olah mereka
tidak menyadari kedatanganku. ... "
"oya?" sela Lim Han kim, "Berapa usia mereka? Laki
atau perempuan?"
"Kedua-duanya lelaki seorang berusia empat puluh
tahunan, sedang yang lain berusia antara dua puluh tiga,
empat tahunan."
"Aah, salah orang yang mencuri pil mustika kita adalah
seorang pria dan seorang wanita...." Kemudian setelah
berhenti sejenak, tambahnya:
"Ayo cepat mundur, jangan sampai perbuatanmu
ketahuan orang, jika sampai dicurigai sia-sia saja usaha
kita selama ini."
"Tapi sekarang kan masih pagi. Lagipula tak seorang
manusia pun di sekeliling tempat ini Apa salahnya kalau
kita bercakap-cakap dahulu, dan lagi orang yang telah
mencuri obat kita toh belum tentu balik ke mari."
Lim Han kim tidak menggubris lagi dia pejamkan mata
dan mulai mengatur pernapasan Terbentur batu terpaksa
Yu siau-liong angkat bahu dan masukkan sebilah pedang

31
ke dalam peti mati, lalu menuju Ke depan sembahyang
membakanr sedikit dupa dan mulai duduk termenung.
Entah berapa saat sudah lewat, langit perlahan-lahan
menjadi gelap. cahaya lentera yang tergantung di sisi
kain putih di depan ruangan sana kelihatan bertambah
terang dan Mendadak kedengaran suara orang berbatukbatuk,
disusul kemudian suara langkah kaki memasuki
ruangan seorang pemuda tampan berbaju biru, sambil
menggoyangkan kipasnya perlahan-lahan berjalan masuk
ke ruangan.
BAB 2. Keluarga persilatan Dari Hong-san
Dalam sekali pandang Yu siau-liong sudah mengenali
orang ini sebagai salah satu pelajar yang ditemuinya di
loteng Tia-chan-thay tadi, Dengan sinar matanya yang
tajam bagaikan pisau pemuda berbaju biru itu menyapu
sekejap seluruh ruangan, kemudian tegurnya dingin:
"Siapa yang sedang tidur dalam peti mati?" Yu siau-liong
agak tertegun, tapi segera jawabnya:
"Kurang ajar benar bicaramu itu Kau anggap peti mati
dipakai untuk tiduran?"
"Oooh... kalau begitu orang yang berada dalam peti
mati itu adalah orang mati?"

32
"Tentu saja orang mati, kalau masih hidup buat apa
berbaring dalam peti mati?"
"Kalau memang sudah mati, mengapa peti mati itu
tidak ditutup?"
"Aku tak senang melihat kau mencampuri urusanku."
teriak Yu siau-liong marah. "Lebih baik cepat-cepat pergi
dari sini."
"Waaah.,, berangasan amat watak saudara kecil ini,"
kata si pemuda berbaju biru sambil tersenyum, Perlahanlahan
ia berjalan mendekati peti mati.
"Hey, mau apa kau?" teriak Yu siau-liong sambil
mementangkan tangan kanannya menghalangi
perjalanan orang itu.
" Kematian maupun perkawinan merupakan kejadian
besar bagi tiap manusia, belum pernah ada yang
menolak." kata pemuda itu tertawa, ia berkelit ke
samping, lalu dengan lincahnya sudah tergelak dan
melanjutkan terjangannya ke muka.
Yu siau-liong bertambah geram, dengan gerakan
cepat dia cengkeram bahu pemuda itu. seakan-akan
kepalanya bermata, tanpa berpaling barang sekejap pun
pemuda berbaju biru itu miringkan bahunya ke samping,
lalu dalam sekali lompatan sudah melayang turun ke sisi
peti mati.

33
Begitu cengkeramannya gagal dan melihat lawan
sudah melayang turun di samping peti mati, Yu siau-liong
amat terperanjat cepat-cepat dia melompat ke muka
menerkam musuhnya.
Gerak gerik pemuda berbaju biru itu kelihatan sangat
lamban, padahal cepatnya bukan kepalang, sekali
menggeser langkah-nya, tahu-tahu ia sudah menyingkir
ke sisi lain dan melongok ke dalam peti mati itu.
"Waah, ternyata betul-betul sudah mati" serunya
kemudian.
"Tentu saja sudah mati, buat apa aku
membohongimu?"
Pemuda berbaju biru itu mengawasi Yu siau-liong
sekejap. lalu ujarnya lagi: " Kalau memang sudah mati,
lebih baik tutup saja peti mati itu. Kalau tidak orang
tentu akan curiga dan menyangka saudaramu itu masih
hidup."
Biar sepintar apa pun usia Yu siau-liong masih amat
muda, untuk berapa saat ia tak dapat mengerti apa
makna di balik ucapan pemuda berbaju biru itu, diamdiam
pikir-nya: "Benar juga perkataan ini Jika peti mati
itu tidak kututup, orang lain tentu akan menaruh
curiga...."

34
Ketika angkat kepalanya kembali, ia jumpai pemuda
berbaju biru itu sedang melangkah keluar dari ruangan
sambil menggoyangkan kipasnya, ia seperti bergumam
tampak juga seperti bersenandung, hanya tak
kedengaran apa yang sedang diucapkan.
Memandang hingga bayangan orang itu lenyap dari
pandangan Yu siau-liong tetap merasa kuatir, dia ke luar
dan memeriksa sekejap tempat itu, setelah yakin pemuda
itu pergi, ia baru balik ke samping peti dan bertanya:
"Toako, perlukah kututup peti mati ini?"
Perlahan-lahan Lim Han-Kim membuka matanya,
jawabnya: "Aku lupa berpesan kepadamu tadi,
seharusnya kau tutup peti mati ini sejak tadi"
Kemudian setelah berhenti sebentar, lanjutnya: "Ilmu
silat yang dimiliki orang itu bagus sekali, mungkin saja ia
satu komplotan dengan gadis pencuri obat mustika itu.
Adik Liong, Kau mesti berhati-hati-."
Yu siau-liong termenung dan berpikir sebentar, tibatiba
katanya sambil menghela napas: "Ya... benar, dua
kali aku gagal mencengkeram bahunya. jelas sudah kalau
ilmu silat yang dimilikinya amat tangguh dan jauh di atas
kemampuanku."
"setelah kau tutup peti mati ini, lebih baik jangan
dibuka-buka lagi, semisalnya ada orang ke mari, kau pun

35
tak perlu menunjukkan sikap tegang atau panik, daripada
menimbulkan kecurigaan orang lain."
Yu siau-liong tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki
saudaranya jauh lebih sempurna ketimbang
kepandaiannya, maka ia tutup peti mati itu sambil
ujarnya: "Apa yang mesti kulakukan andaikata ada
persoalan penting yang perlu kusampaikan?"
"Asal kau perkeras nada pembicaraan- mu, aku pasti
ikut mendengar"
"Seandainya komplotan pencuri obat itu yang ke
mari?"
"Lebih baik kau berlagak tidak kenal mereka Jaga saja
pintu keluar, sedang soal lain serahkan penyelesaiannya
kepadaku. Aaaai.... Celakalah jika mereka tak datang..."
setelah menutup rapat peti mati itu, Yu siau-liong
duduk bersila di sampingnya sambil meng atur
pernapasan setelah pengalamannya menghadapi pemuda
berbaju biru tadi. Kini sikapnya jauh lebih berhati-hati,
pedangnya segera dipersiapkan di sampingnya.
Matahari semakin tenggelam di langit Barat,
Kegelapan malam pun mulai menyelimuti jagad raya.
pemandangan dalam ruangan mulai bertambah suram
dan takjelas, Tiba-tiba kedengaran suara langkah kaki

36
manusia bergema mendekat. Cepat-cepat Yu siau-liong
menyambar pedangnya bersiap sedia.
Ternyata yang muncul adalah pemilik pesanggrahan
Bunga Tho. Dia disertai seorang nyonya berusia empat
puluh tahunan. Di belakang kedua orang itu menyusul
seorang gadis berusia tujuh delapan belas tahunan yang
mengenakan baju berwarna hijau. seorang pelayan
dengan membawa lilin berwarna putih, berjalan paling
depan membuka jalan.
"Aaah... merepotkan kakek saja" kata Yu siau-liong
sambil cepat-cepat menyingkir ke samping.
"Aaah, mana boleh...." pemilik pesanggrahan itu
menjura, "Terlepas apa yang menyebabkan kematian
kakakmu, yang jelas aku turut berduka cita atas
kematian saudaramu di pesanggrahan Bunga Tho kami,
Semoga salam hormat kami sekeluarga dapat
meringankan penderitaan anda."
Yu Siau-liong mencoba memperhatikan nona berbaju
hijau itu. Ternyata ia mempunyai paras yang cantik, kulit
tubuhnya putih bersih, kepalanya tertunduk agak malumalu
menambah daya pesonanya. Setelah memberi
hormat kepada peti mati, pemilik pesanggrahan itu
berbisik kepada anak buahnya: "Sulut lilin putih dan
persembahkan krans bunga"

37
Pelayan itu mengiakan, ia letakkan bunga di meja,
menyulut lilin putih, kemudian setelah menjura dalamdalam
ke hadapan peti mati, baru ia mengundurkan diri
keluar dari ruangan.
Yu Siau-liong hanya mengawasi semua gerak gerik
orang dari samping, Terlihat olehnya Pemilik
pesanggrahan dan istrinya memberi hormat dalamdalam,
tapi si nona berbaju hijau tidak turut memberi
hormat, dia hanya berdiri diam di belakang kedua orang
tuanya.
Selesai memberi hormat, pemilik pesanggrahan baru
berpaling ke arah Yu Siau-liong sambil ujarnya: "Apabila
ketua kalian sudah datang, tolong saudara cilik bersedia
menjelaskan kejadian yang sebenarnya dan tolong bantu
aku untuk memberi keterangan."
"Soal ini kakek tak usah kuatir"
"Apakah tuan cilik masih ada permintaan lain? Biar
kuperintahkan orang untuk segera menyiapkan"
"Terima kasih banyak atas perhatian kakek. aku tak
berani mengganggu lagi...."
" Kalau begitu aku mohon diri" Bersama istri dan
putrinya ia memohon diri dari situ.

38
Tiba-tiba Yu siau-liong teringat sesuatu, teriaknya: "
Kakek. tunggu sebentar." ia segera menyusul ke luar
ruangan dengan langkah lebar.
"Tuan Yu masih ada pesan lagi?" tanya si kakek sambil
berpaling.
"Jejak ketua kami sukar di lacak. Ia seperti naga sakti
di tengah awan, siapa tahu malam ini dia bisa muncul
secara tiba-tiba di sini, jadi semisalnya malam nanti
terdengar suara gaduh, harap kakek jangan gugup atau
bingung...." Lalu setelah berhenti sebentar, terusnya:
"Paling baik kalau di sekitar lima kaki dari ruang jenasah
ini, bebas dari keluyuran orang luar."
"Baik Akan kuperintahkan mereka untuk menutup
pesanggrahan Tho-hoa-kit lebih awal"
Memandang hingga bayangan punggung beberapa
orang itu lenyap di balik hutan sana, Yu siau-liong baru
balik ke dalam ruangan, melihat lilin putih yang menyala
serta uang kertas yang dibakar, tanpa terasa ia tertawa
geli sendiri
Rembulan dan bintang sudah mulai menampakkan
dirinya, langit yang semula gelap pun mulai bercahaya,
Di bawah sorotan sinar lilin di depan meja sembahyang,
pemandangan seluas empat lima kaki dari pintu gerbang
dapat terlihat dengan jelasnya. suara kentongan

39
dibunyikan bertalu-talu, menandakan pukul dua tengah
malam sudah menjelang tiba.
Yu Siau-liong mulai menggeliat mengendorkan otototot
badannya, lalu menyandarkan diri di samping peti
mati dan memejamkan matanya, Bagaimanapun juga
sifat kekanak-kanakan bocah ini belum hilang, apalagi dia
pun tahu kalau kakaknya cuma berlagak mati, dengan
sendirinya tidak terpancar sinar kesedihan apapun di
wajah-nya. setelah duduk berlama-lama, rasanya
mengantuk pun mulai menyerang datang.
Entah berapa waktu sudah lewat, tiba-tiba ia
dikejutkan suara gemerincingan lirih yang bergema di
samping tubuhnya. Ketika membuka mata, ia jumpai
seorang gadis cantik telah berdiri di depan meja
sembahyang dengan wajah serius.
Yu siau-liong segera merasakan semangatnya bangkit
kembali, rasa kantuknya hilang seketika, diam-diam ia
meraba pedang yang tergeletak di sisi tubuhnya,
Mendadak terlihat bayangan manusia berkelebat lewat,
sesosok manusia tinggi besar telah menyusup masuk ke
dalam ruangan itu.
Ketika diamati, ternyata adalah seorang lelaki berusia
tiga puluh tahunan yang membawa golok di
punggungnya, Ketika melihat Yu siau-liong terjaga dari
tidurnya, lelaki itu segera berbisik: "Nona, bocah itu
sudah terjaga"

40
Tampaknya gadis berbaju hijau itu sama sekali tak
memandang sebelah mata pun terhadap Yu siau-liong,
tanpa berpaling jawabnya: "Ehmmm, aku sudah tahu."
Ia merangkap tangannya di depan dada untuk
memberi hormat, lalu sambil membakar uang kertas
gumamnya lirih: "Lim siang kong, apabila arwahmu di
alam baka masih mengetahui kehadiranku, harap kau
sudi memaafkan perbuatanku yang telah mencuri obat
mustika itu...."
Tak terlukiskan rasa girang Yu Siau-liong mendengar
perkataan itu, segera pikirnya: "oooh, rupanya perbuatan
dia" sambil menyambar pedangnya ia segera melompat
bangun. "Braaak.,."
Diiringi suara benturan yang amat keras, mendadak
penutup peti mati itu mencelat ke atas menyusul
kemudian Lim Han- kim melompat keluar dari peti mati.
Meskipun gerakan mereka berdua amat cepat, namun
gerakan nona berbaju hijau itu jauh lebih cepat lagi,
Begitu sadar kalau, terjebak, cepat-cepat dia melompat
mundur dari sana. Baru saja Yu siau-liong melompat
bangun dan Lim Han- kim melompat keluar dari peti
matinya, gadis berbaju hijau itu sudah sampai di muka
pintu.
Dalam kegelapan malam yang mencekam, ditambah
lagi dengan pepohonan bunga Tho yang begitu lebat,

41
andaikata gadis tersebut sampai dapat kabur ke luar
ruangan, jelas untuk menangkapnya bukan suatu
pekerjaan mudah. Dalam cemasnya Lim Han- kim
membentak: "Berhenti"
Dengan sekali totokan ke atas tanah, bagaikan burung
manyar menyambar ikan di laut ia sudah melesat ke luar
ruangan dengan kecepatan luar biasa. Gerakan tubuh si
nona berbaju hijau itu tak kalah cepat-nya, sekali melejit
dia pun sudah berada di luar ruangan, "saudara Lim tak
usah kuatir," Kedengaran seseorang berseru sambil
tertawa ringan, "Dia tak akan bisa lolos dari sini"
seg ulung angin pukulan yang amat keras segera
menyambar tiba. serangan itu datangnya sangat
mendadak dan sama sekali di luar dugaan. Baru saja
gadis berbaju hijau itu hendak kabur ke dalam hutan,
tahu-tahu serangan dahsyat itu sudah menerkam ke
dadanya. Dalam posisi begini, mau tak mau terpaksa dia
mesti sambut datangnya pukulan itu dengan kekerasan.
"Plaaaak..." Menyusul bentrokan sepasang telapak
tangan, terdengar bunyi nyaring bergema memecahkan
keheningan Tubuh si nona berbaju hijau itu segera
terpental ke belakang dan meluncur turun ke tanah.
Terhadang oleh pukulan itulah, Lim Han- kim dan Yu
siau-liong tahu-tahu sudah menyusul ke luar ruangan
dan mengepung gadis tersebut sementara itu lelaki

42
berbaju hitam itu sudah mencabut goloknya dan siap
melancarkan serangan.
Dengan pandangan dingin nona berbaju hijau itu
memandang sekejap sekeliling arena, lalu ujarnya
kepada Lim Han- kim: "Hmmm sebagai seorang lelaki
sejati, apakah kau tak malu dengan berlagak mampus?"
Lim Han- kim berkerut kening, dia seperti ingin
mengucapkan sesuatu namun akhirnya diurungkan.
sebagai pemuda yang tak suka bicara, kalau dapat tak
menjawab dia memang memilih lebih baik membungkam.
Lain halnya dengan Yu siau-liong, sejak tadi ia sudah
tak mampu menahan amarahnya, dengan garang teriaknya:
"Bagus sekali sudah mencuri barang milik kami,
sekarang kau masih memaki kakakku, Hmmm Kau
sendirilah perempuan tak tahu malu"
Nona berbaju hijau itu sama sekali tak menggubris
makian Yu siau-liong, ia lolos pedangnya sambil diputar
membentuk sekilas cahaya tajam, kemudian katanya lagi
kepada Lim Han- kim: " Kalau dilihat kau sudah
mempersiapkan jagoan di sekeliling hutan, nampaknya
kau telah memperhitungkan bahwa aku pasti akan
datang ke mari."
"Nona Gwat" Tiba-tiba lelaki bergolok itu menukas,
"Seandainya kau menuruti permintaanku tak mungkin
kita terjebak oleh perangkap mereka."

43
Dengan tatapan tajam Lim Han- kim tiada hentinya
mengamati wajah si nona berbaju hijau dan lelaki
bergolok itu, tampaknya ia berusaha mengenali apakah
mereka berdualah orang yang telah mencuri obat
mustikanya, setelah itu ia berkata: "Di sini hanya ada
kami berdua..."
" omong kosong" teriak gadis berbaju hijau itu marah,
" Kalau cuma kalian berdua lantas siapa yang telah
melancarkan serangan bokongan ke arahku tadi?"
Lim Han- kim tertegun seketika, ia tak mampu
menjawab sepotong kata pun. Tiba-tiba terdengar
seseorang tertawa ringan lalu menyela: " Harap nona
jangan marah, yang melancarkan serangan terhadapmu
tadi hanya orang luar yang ingin nonton keramaian."
Menyusul ucapan tadi, seorang pemuda ganteng berkipas
perlahan-lahan muncul dari balik kegelapan, lalu dengan
santainya berjalan mendekati arena pertarungan.
Lim Han- kim coba mengamati wajah orang itu,
namun dia tak kenal siapakah orang tersebut sementara
itu si nona telah mendengus: "Hmmm Kalau memang
ingin nonton keramaian, mengapa kau mesti mencampuri
urusan orang lain?"
Yu siau-liong segera mengenali pemuda itu sebagai
salah satu pelajar dari loteng Tia-chan-thay yang telah
dijumpainya siang tadi. sambil menggoyang-goyangkan
kipasnya, pemuda berbaju biru itu menjawab: "Tepat

44
sekali perkataanmu itu, satu hobbi yang paling kugemari
adalah mencampuri urusan orang lain"
"Hmm, mungkin kau anggap umurmu kelewat
panjang?"
Tiba-tiba Lim Han- kim menukas: "Maaf saudara,
urusan ini timbul dari masalahku pribadi, aku tak ingin
orang lain ikut menjadi repot"
"ooooh, rupanya kaupun pandai bicara." ejek si nona
berbaju hijau itu sambil berpaling, " Kukira kau bisu"
Lim Han- kim menjulurkan tangan ke hadapannya, lalu
katanya: "Mari, kembalikan kepadaku Aku tak ingin
bertarung dengan siapa pun."
"Apanya?" ejek si nona sambil tertawa dingini
"Pil jinsom seribu tahun Ketahuilah obat itu teramat
penting bagiku..- cepat kembalikan".
"Maaf, pil jinsom itu pun teramat penting bagiku,
kalau tak penting, buat apa aku mesti mencurinya
darimu?"
"Tapi obat itu akan kupakai untuk menyelamatkan jiwa
seorang tua yang amat kuhormati"
"sama saja, aku pun akan memakai obat tersebut
untuk menyelamatkan jiwa nona kami"

45
"Nona" kata Lim Han- kim agak tertegun, "Meskipun
kau membutuhkan obat itu, tapi... benda itu kan milikku"
"sekarang sudah berada di tanganku, berarti obat
mustika itu sudah menjadi milikku" jelas sudah ia ngotot
hendak mempertahankan barang curiannya.
Dengan alis berkerut dan penuh amarah Lim Han- kim
menghardik: "Nona, sebetulnya hendak kau kembalikan
tidak obat itu?"
"Kalau tidak, mau apa kau?"
Dengan gerakan sangat cepat Lim Han- kim mendesak
maju ke muka, telapak tangan kanannya dipersiapkan
melancarkan serangan, Gadis berbaju hijau itu segera
menyarungkan kembali pedangnya, lalu sambil
menyilangkan tangan kirinya di depan dada, ia berkata:
"Aku tak ingin menggunakan senjata untuk melawan
kau yang bertangan kosong, Aku tak ingin meraih
kemenangan dengan mengandalkan senjata, mari, kalau
ingin bertarung dengan tangan kosong, akan kulayani...."
Dalam beberapa saat paras muka Lim Han-kim
berubah beberapa kali, tapi akhirnya dia menghela napas
panjang: "Aku tak terbiasa bertempur melawan kaum
wanita, Nona Asal kau bersedia mengembalikan pil
mustika itu, aku pun tak akan menuntut perbuatan
mencurimu itu"

46
"Huuuh, besar amat bicaramu" teriak gadis berbaju
hijau itu gusar, Dengan mata melotot menahan marah,
dia ayunkan tangannya melepaskan sebuah pukulan ke
tubuh lawan. Dengan gesit Lim Han-kim mengepos ke
samping, namun ia tetap tidak membalas.
Gagal dengan serangan pertamanya, gadis berbaju
hijau itu bertambaii gusar, secara beruntun sepasang
tangannya melancarkan bacokan dan babatan berulang
kali Dalam waktu singkat ia telah melepaskan tujuh buah
pukulan dahsyat.
Lim Han-kim sama sekali tidak membalas, tubuhnya
ber-gontai di antara bayangan pukulan yang menyelimuti
tubuhnya. Begitu ringan ia bergerak. sekalipun tidak
bergeser lebih jauh dari satu depa ternyata ketujuh buah
pukulan gadis itu dapat dihindarinya semua.
Habis sudah kesabaran Yu siau-liong ketika melihat
kakaknya belum juga mau membalas, tak tahan ia
berteriak: "Toako, jika kau tak cepat-cepat
membekuknya, kalau sampai berhasil kabur susah bagi
kita untuk merampas kembali obat mustika itu."
Terkesiap Lim Han-kim mendengar teguran itu, tibatiba
saja sebuah sodokan keras dilepaskan ke muka.
serangan balasan ini betul-betul cepat dan dahsyat
bukan kepalang, gadis berbaju hijau itu merasakan
pergelangan tangan kanannya menjadi kaku, tahu-tahu
seluruh kekuatan tubuhnya telah punah.

47
Pemuda berbaju biru yang menonton di tepi arena itu
menghela napas panjang goyangan kipasnya juga
berhenti secara mendadak jelas perasaan hatinya turut
bergetar oleh pukulan dahsyat yang dilancarkan Lim
Han-kim barusan.
Dalam pada itu Lim Han-kim sudah melompat mundur
sambil berbisik: "Adik Liong, cepat geledah sakunya"
Bentakan menggeledek menggema membelah
keheningan malam, sambil mengayunkan goloknya tahutahu
lelaki berbaju hitam itu sudah menerjang ke muka
melancarkan bacokan. "Traaang..."
Dengan jurus "Awan Gelap Menelan Rembulan" Yu
siau-liong menyapukan pedangnya menangkis serangan
tersebut, lalu dengan sebuah tendangan kilat dia paksa
musuhnya mundur, jangan dilihat umurnya masih muda,
ternyata gerak serangannya betul-betul cepat dan ganas.
Berbarengan dengan tendangan kilat itu, pedangnya
memakai jurus "Membelah Bunga Membelai Pohon Liu"
menyapu ke dada musuh, terasa selapis bunga pedang
membias di udara, serangan yang begitu cepat
datangnya itu memaksa lelaki berbaju hitam itu
menyurut mundur sejauh lima depa dengan perasaan
kaget.

48
Dengan cepat Lim Han-kim melangkah ke depan, lalu
hardiknya: "Adik jangan melukai orang, yang penting jin
som berusia seribu tahun itu."
Yu siau-liong tertawa terkekeh, sekali membalikkan
badan ia menyusup ke sisi tubuh gadis berbaju hijau itu,
lalu serunya: "Di mana kau simpan pil mustika itu?"
sekalipun urat nadi si nona berbaju hijau itu sudah
terluka oleh totokan jari tangan Lim Han-kim, namun
sikapnya yang angkuh sama sekali tidak mengendor
"Hemm, pil mustika?" jengeknya dingin, "Mungkin sudah
berada ratusan li dari sini.,,."
"Sebenarnya kau simpan di mana? Cepat katakan"
bentak Yu siau-liong semakin gusar,
Dengan sorot mata yang dingin seperti es, gadis
berbaju hijau itu mengawasi Yu siau-liong sekejap.
mulutnya tetap membungkam .
"Bagus" teriak Yu siau-liong, "Rupanya kau memang
lagi mencari penyakit buat dirimu sendiri..." Dia
sarungkan kembali pedangnya. lalu dengan tangan kiri
mencengkeram pergelangan tangan kanan si nona,
tangan kanannya mulai mencengkeram ruas-ruas tulang
gadis tersebut, ujar-nya: "Jadi kau ingin merasakan
bagaimana kalau ruas-ruas tulang sikutmu terlepas...?"

49
Dalampada itu, lelaki berbaju hitam tadi sudah
menerjang kembali ke depan sambil mengayunkan
goloknya, sekali lompat Lim Han-kim menghadang jalan
pergi lelaki itu, kembali bentaknya lirih: "Adik Liong,
jangan bertindak sembarangan, cepat geledah saku-nya,
asal pil mustika itu sudah ditemukan, kita segera
tinggalkan tempat ini...."
Tiba-tiba lengan kirinya menerobos maju ke depan,
lalu sambil membalik badan melepaskan satu pukulan.
Terdengar lelaki berbaju hitam itu menjerit kesakitan,
tahu-tahu goloknya sudah teriepas dari genggaman,
Secepat kilat Lim Han-kim memutar ke belakang
tubuhnya, lalu sekali sodok ia totok jalan darah Ciankeng-
hiat di bahu lelaki itu.
Melepaskan serangan, menjatuhkan golok lawan lalu
melepaskan totokan jalan darah, boleh dibi-lang
beberapa gerakan itu dilakukan begitu cepat hampir
bersamaaan waktunya.
Yu Siau-liong tak berani membuang waktu lagi, meski
masih muda, ia sadar akan situasi yang amat serius.
Tanpa banyak bicara ia mulai menggeledah isi saku gadis
berbaju hijau itu. Dengan wajah tegang Lim Han-kim
mengikuti semua gerakan Yu Siau-liong, ia bernarap pil
mustika miliknya dapat segera ditemukan. Pada saat itu
pemuda ganteng berbaju biru itu hanya menonton
semua kejartian tanpa berbicara apa-apa.

50
Si nona berbaju hijau yang keras hati, tiba-tiba saja
menundukkan kepalanya rendah-rendah sambil
pejamkan mata, ia biarkan Yu Siau-liong menggeledah
seluruh isi sakunya tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Ketika selesai menggeledah isi saku gadis itu
dan ternyata pil mustika yang dicari belum ditemukan
juga, Yu Siau-liong jadi naik pitam, teriaknya penuh
amarah: "Kau sembunyikan di mana pil mustika itu?"
Periahan-lahan gadis berbaju hijau itu membuka
matanya kembali, sinar amarah memancar dari balik
matanya, ia tatap wajah Lim Hah-kim tajam-tajam lalu
katanya: "Sedari tadi aku toh sudah terangkan bahwa pil
mustika itu sudah kusuruh orang mengirimnya pulang,
lebih baik kalian tak usah membuang tenaga lagi. Hmm,
kami sadar bahwa ilmu silat yang kami miliki masih
belum memadai, mau bunuh mau cincang silahkan...."
"Dunia persilatan memang amat licik dan berbahaya."
tukas lelaki berbaju hitam itu, "Nona Gwat, coba kau
menuruti nasehatku, mungkin saat ini kita sudah berada
ratusan li dari sini Aaaai... Apa mau dibilang kau berhati
lemah, sudah mencuri barang orang, masih menyesali
kematiannya dan ngotot hendak menyambangi jenazahnya,
Coba lihat sekarang, apa akibatnya bagi kami
berdua...."
"Hmmm siapa suruh kau ikut ke mari, pengecut yang
takut mampus" bentak gadis itu marah.

51
sementara itu Lim Han-kim sudah bertanya kepada
saudaranya: "Adik Liong, sudah kau periksa dengan
teliti?"
"Yaaa, sudah kuperiksa semua"
"Kalau begitu bebaskan totokan jalan darahnya dan
biarkan mereka pergi dari sini"
"Apa?" teriak Yu siau-liong tertegun.
"Lepaskan dia, biarkan ia pergi dari sini"
Kali ini Yu siau-liong dapat mendengar semua katakata
tersebut dengan jelas, sekali pun hatinya diliputi
kebingungan, namun ia tak berani membangkang
perintah kakaknya. Maka setelah menepuk bebas
tototokjalan darah di tubuh gadis tersebut, ia segera
menyingkir ke samping.
Dengan langkah lebar Lim Han-kim menghampiri lelaki
berbaju hitam itu, di-pungutnya golok yang tergeletak di
tanah itu lalu disarungkan kembali ke punggung
pemiliknya, kemudian sambil membebaskan totokan jalan
darahnya ia berkata: "Silahkan kalian berdua pergi dari
sini, maaf kalau aku tak bisa menghantar...."
Tidak menunggu jawaban lagi, ia membalikkan badan
dan melangkah masuk ke dalam ruangan, Dengan
termangu- mangu gadis berbaju hijau dan lelaki berbaju
hitam itu mengawasi bayangan punggung Lim Han-kim,

52
mereka tak tahu mesti terkejut atau gembira
menghadapi kenyataan ini.
Dari kejauhan terlihat baju putih yang dikenakan Lim
Han-kim bergetar keras, rupanya ia sedang merasakan
guncangan hati yang luar biasa. Tak lama kemudian,
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Lelaki berbaju hitam itu segera menghadiri gadis
berbaju hijau itu, bisiknya kemudian: "Nona Gwat, kita
harus pergi dari sini" Gadis berbaju hijau itu manggutmanggut,
ia membalikkan badannya lalu melangkah
pergi dari situ dengan lamban, sebentar kemudian
bayangan tubuhnya juga lenyap di balik pepohonan.
"Kongcu" seru lelaki berbaju hitam itu kemudian
sambil menjura ke arah ruangan, "Budi kebaikanmu hari
ini tak akan kamu lupakan, suatu ketika nanti, kebaikan
ini pasti akan kami balas."
Yu siau-liong menghela napas panjang.
"Lebih baik kau cepat-cepat meninggaikan tempat ini,
jangan sampai membuat gusar hatiku. Hmmm Kalau
sampai aku tak dapat mengendalikan diri, jangan
salahkan kalau kau sampai kubunuh"
Lelaki berbaju hitam itu sadar bahwa apa yang
diucapkan bocah tersebut kemungkinan bisa benar-benar
terjadi, maka tanpa membuang waktu lagi ia membalik

53
badan dan pergi dari situ. Memandang hingga bayangan
tubuh kedua orang itu lenyap daripandangan, Yu siauliong
baru kembali ke ruangannya.
"saudara cilik, tunggu sebentar" Tiba-tiba terdengar
seseorang menegur dengan suara rendah.
Yu siau-liong berhenti sambil berpaling, sambil
tersenyum dan menggoyangkan kipasnya, pemuda
ganteng itu melangkah ke muka dan manggut-manggut.
"Ada apa kau memanggilku?" tegur bocah itu sambil
berkerut kening.
Lantaran pikirannya sedang gundah, otomatis nada
suaranya juga tak sedap didengar Pemuda ganteng itu
tersenyum.
"Eeei, saudara cilik Usiamu masih muda, buat apa
emosimu meledak-ledak macam begitu...?"
"Mengapa? Ketahuilah, hatiku sedang gundah, paling
baik jangan mengganggu ketenanganku. "
Agaknya pemuda ganteng itu memang sengaja
hendak mencari gara-gara, sambil berjalan mendekat,
kembali ujarnya sambil tersenyum: "Tolong sampaikan
kepada kakakmu, katakan Li Bun-yang dari Hong-san
ingin berjumpa dengannya."
"Bagaimana sih kamu ini? Bukankah kau telah tahu
bahwa kakakku sedang murung dan kesal karena

54
kehilangan pil mustika, mau apa kau mengganggunya
sekarang?" Li Bun-yang tertawa tergelak
"sejak terjun ke dalam dunia persilatan, banyak sudah
jago tangguh yang pernah kujumpai, tapi tak seorangpun
tokoh-tokoh silat kenamaan itu berani bertindak kurang
ajar kepadaku...."
"Harap saudara Li jangan marah." Tiba-tiba terdengar
Lim Han-kim berseru dengan nada murung, "Adik
seperguruanku ini memang sudah terbiasa latah, Bila ia
sudah bersikap kurang sopan, harap memandang di atas
wajahku. Maafkanlah kali ini."
"saudara Lim." kata Li Bun-yang tertawa, " Aku rasa
bendera duka citamu sudah waktunya diturunkan sebab
kalau dibiarkan terus bisa memancing rasa ingin tahu
jago-jago persilatan yang kebetulan sedang lewat di
tempat ini"
"Terima kasih banyak atas petunjuk saudara Li...."
sahut Lim Han-kim. setelah memandang Yu siau-liong
sekejap. ia meneruskan bicaranya, "Adik Liong, cepat
turunkan bendera duka cita itu Kita harus segera
meneruskan perjalanan."
Yu Siau-liong mengiakan dan segera melaksanakan
perintah kakak seperguruannya itu.
"saudara Lim...." kembali Li Bun-yang menyapa.

55
"Apakah saudara Li masih ada persoalan lain?"
Li Bun-yang maju menghampirinya, setengah berbisik
katanya: "sebetulnya aku punya sebuah masalah yang
ingin mohon bantuan dari saudara Lim, aaai
sesungguhnya sudah hampir sebulan aku berdiam di
loteng Tiachan-thay gara-gara urusan ini..."
"Maaf saudara Li." tampik Lim Han-kim sambil
menggeleng, "Aku sendiri pun sedang menghadapi
masalah penting dan harus segera pulang ke kota Kimleng...."
"Yaa sudahlah." kata Li Bun-yang dengan wajah
berubah, "Kalau toh saudara Lim enggan membantu, aku
pun tak ingin mengganggumu lebih lama lagi." ia segera
membalikkan badan dan berlalu dari situ.
"Tunggu sebentar saudara Li" Lim Han-kim menghela
napas.
"Apa yang ingin saudara Lim sampaikan?"
Sambil menghampiri pemuda itu, Lim Han-kim
berkata: "Sering kudengar ibuku membicarakan tentang
keluarga persilatan dari Hong-san yang katanya
merupakan keluarga pendekar nomor wahid di kolong
langit"
"Terima kasih, terima kasih."

56
"Keluarga persilatan dari Hong-san amat tersohor di
kolong langit, entah bantuan macam apa yang saudara
butuhkan?" Li Bun-yang berpikir sebentar, lalu bisik-nya:
"Sekilas pandangan pesanggrahan bunga thotak lebih
hanya sebuah rumah penginapan dan rumah makan,
Tahukah kau bahwa di balik kesemuanya itu tersembunyi
suatu rencana besar yang amat keji, jahat dan
mengerikan yang diatur justru dari dalam hutan bunga
tho ini."
"Aaah, masa iya?" Lim Han-kim berkerut kening.
"Saudara Lim baru kali ini berkunjung ke mari, tentu
saja kau belum tahu tentang rahasia pesanggrahan Thohoa-
kit ini. sepintas lalu gadis-gadis yang tersedia di
loteng Gi-hong-kek dan Hui-jui-lo memang rata-rata
cantik, lemah lembut dan pandai menari, tapi... tahukah
kau bahwa gadis lemah lembut itu justru memiliki ilmu
silat yang amat tinggi? Tak sedikitjago-jago tangguh
persilatan yang terbuai di balik lemah gemulainya tubuh
gadis-gadis itu kemudian musnah tanpa sempat
mengeluarkan suara apa pun...."
Berkilat sepasang mata Lim Han-kim setelah
mendengar uraian itu, jelas ia sudah tertarik oleh kasus
tersebut, Dengan senang hati Li Bun-yang memeriksa
sekejap sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan.

57
"Di dalam loteng Tia-chai-thay tersedia beribu- ribu
jilid buku yang boleh dibaca siapa pun, tapi siapa yang
akan menduga bahwa mereka justru menggunakan
umpan kitab-kitab itu untuk memancing kedatangan
jago-jago silat dan kemudian menjebaknya ke dalam
perangkap mereka."
"saudara Li, atas dasar apa kau menuduh demikian?
Menurut pendapatku, meski pemilik pesanggrahan itu
agak licik dan susah diraba isi hatinya, agaknya ia tidak
termasuk anggota dunia persilatan" Li Bun-yang
tersenyum.
"Kedatangan saudara Lim tepat waktunya. Hari ini
adalah saat pertemuan yang mereka selenggarakan
setiap tiga bulan satu kali, Boleh dibilang semua
pimpinan yang punya kedudukan akan berdatangan ke
mari, Menurut hasil penyelidikanku pertemuan yang
diselenggarakan sekali setiap tiga bulan ini mempunyai
arti penting bagi mereka. sampai sekarang, walaupun
aku telah mengerahkan banyak pikiran dan tenaga pun
belum berhasil mendapat tahu siapakah pemimpin di
balik organisasi rahasia itu, itulah sebabnya saat
kedatangan saudara Lim, keadaan di sini sangat
tenang...."
"saudara Li, menurut penuturanmu tadi, di balik
pesanggrahan Bunga Tho ini sedang disusun suatu

58
rencana keji yang akan mempengaruhi dunia persilatan
Boleh aku tahu, apa yang kau maksudkan?"
"Panjang sekali untuk dibicarakan, aku rasa tempat ini
bukan tempat yang cocok untuk bercakap. Begini saja,
apabila saudara Lim berminat, mari kita pergi berpesiar
sambil menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan
duduk perkara yang sebenarnya."
Lim Han-kim termenung sebentar, akhirnya dia
mengangguk "Baiklah, akan kuturuti kemauanmu"
sementara itu Yu siau-liong telah selesai menurunkan
bendera duka cita dan sedang melangkah masuk ke
dalam ruangan.
"Adik Liong." Lim Han-kim segera berbisik, "Cepat kau
tuntun ke luar kuda-kuda kita...."
Tapi sebelum perkataan itu selesai, tiba-tiba terdengar
ada suara langkah kaki manusia yang berjalan mendekat
Ketika menengok ke luar, ia saksikan dua orang pelayan
dengan membawa lampu lentera berjalan di muka
mengiringi pemilik pesanggrahan yang menyusulnya di
belakangnya dengan langkah tergesa-gesa.
"Toako" bisik Yu siau-liong, "Pemilik pesanggrahan
datang lagi, cepat kau berbaring ke dalam peti mati"
"Aku rasa kemunculanku sudah diketahui mereka,"

59
"Tidak apa-apa." bisik Li Bun-yang. "Tadi aku sudah
mewakili saudara Lim untuk memeriksa keadaan di
sekeliling sini, semua jago-jago yang mereka siapkan di
situ sudah kuhabisi semua, memang ada baiknya jika
untuk sementara waktu saudara Lim bersembunyi lagi
dalam peti mati, mari kita lihat permainan apa lagi yang
hendak mereka perlihatkan"
Lim Han-kim mengangguk tanda setuju, kepada
adiknya ia berpesan: "Adik Liong, jangan lupa minta balik
kuda-kuda tunggangan kita, sebab kita akan melanjutkan
perjalanan malam ini juga."
Selesai berkata, ia totokkan kakinya ke tanah dan
seperti sambaran petir tubuhnya sudah meluncur ke
depan, langsung menyusup masuk ke dalam peti mati,
Baru saja ia selesai menyembunyikan badan, dengan
langkah terburu-buru pemilik pesanggrahan itu sudah
muncul di dalam ruangan.
Li Bun-yang segera menyembunyikan diri di belakang
pintu, sementara Yu siau-liong maju dengan langkah
lebar menghadang di depan pintu, Dengan pedang
melintang di depan dada dan mata mencorong sinar
tajam, Yu siau-liong menegur: "Di tengah malam buta
begini, ada urusan apa kalian datang ke mari?"
Dengan cepat dua orang pelayan itu menyebar ke
kedua belah sisi, sementara pemilik pesanggrahan maju
dengan langkah lebar, setelah mengamati bocah itu

60
sekejap ujarnya: "Di depan orang berpengalaman lebih
baik jangan main tipu muslihat. Aku tak pingin terjungkal
dalam selokan, Harap saudaramu segera tampil di depan,
aku ingin mengajukan beberapa buah pertanyaan
kepadanya."
Bagaimana pun Yu siau-liong masih muda dan tidak
mengenal kelicikan dunia persilatan Termakan gertak
sambal kakek itu, tanpa sadar ia melirik sekejap ke arah
peti mati, lalu jawabnya seraya menggeleng: "Tidak bisa,
kalau kau ada urusan lebih baik sampaikan saja
kepadaku"
Li Bun-yang yang bersembunyi di belakang pintu
kontan saja mengerutkan dahi-nya, pikirnya: " Goblok
amat bocah ini, bukankah ia sama saja sudah mengaku?"
Kedengaran pemilik pesanggrahan itu mendehem
berulang kali, kemudian tanya-nya: "saudara cilik, kau
masih muda, aku takut kau tak dapat mengambil
keputusan."
"Hey, bagaimana sih kamu ini, mana ada orang yang
sudah mati sanggup berbicara lagi?"
Pemilik pesanggrahan itu tertawa dingin "saudara cilik,
lebih baik minum arak kehormatan dari pada arak
hukuman jika kau enggan menyingkir, jangan salahkan
kalau aku si orang tua akan bertindak kasar kepadamu."

61
"Mengapa?" teriak Yu siau-liong sambil mendelik.
"Kaupingin berkelahi? Bagus, itu malah kebetulan sekali
bagiku"
Agaknya pemilik pesanggrahan itu tak menyangka
bahwa dalam usia semuda itu ternyata Yu siau-liong
amat kasar dan susah dilayani, untuk sesaat dia malah
termangu dibuatnya, "Ehmm... jarang sekali ada bocah
kecil yang begitu keras kepala dan tak tahu diri macam
kau...."
"Tak usah banyak bicara lagi dengan-nya...." Tiba-tiba
terdengar suara seorang gadis menukas. Menyusul suara
itu, dari balik pepohonan muncullah seorang gadis
berambut panjang yang memakai baju serba hijau.
Ketika Yu siau-liong amati gadis itu, ia segera
mengenalinya sebagai gadis yang datang melayat
mengikuti pemilik pesanggrahan tadi, sementara itu
gadis berbaju hijau itu sudah melangkah datang dengan
lemah gemulai.
Baru saja Yu siau-liong hendak menghardik tiba-tiba ia
dengar Li Bun-yang berbisik dengan suara lembut:
"saudara cilik, sementara waktu tahan dulu emosimu,
lebih baik kita ikuti saja kemauan mereka, Kalau
dugaanku tak salah? kedatangan mereka tentu ada
maksud-maksud tertentu, dan lagi kau pun tak usah
banyak melayani pembicaraan mereka, daripada
rahasiamu terbongkar"

62
Melihat Yu siau-liong sama sekali tidak menggubris
perkataannya, bahkan lagaknya seolah-olah tidak
mendengar sama sekali, tak tahan lagi meluaplah
amarah gadis berbaju hijau itu. Tanpa membuang waktu
ia melejit ke depan, langsung menerjang masuk ke
dalam ruangan.
Pedang Yu-Siau liong yang semula melintang di depan
dada, secepat kilat menyambar miring ke samping.
Terasa cahaya tajam berkilauan membentuk seberkas
bianglala berwarna perak, sebuah babatan maut
menyapu kedepan menghadang jalan masuk gadis
berbaju hijau itu. Si nona yang sedang menerkam ke
muka serentak menghentikan gerak badannya lalu
mundur dua langkah, sambil tertawa dingin jengeknya:
"Tak heran kau latah dan sombong, nampaknya ilmu
silat yang kau miliki cukup tangguh".
Baru saja Yu Siau-liong hendak meradang, tiba-tiba ia
teringat dengan nasehat Li Bun-yang, maka sambil
menahan hawa amarah, jawabnya seraya tertawa
tergelak: "Ha, ha, ha, ha.... Tak mudah kalau pingin
nerobos masuk ke dalam, begini saja, coba kau jelaskan
apa maksud kedatangan kalian. Asal masuk di akal, tentu
kuijinkan kalian masuk ke mari."
Diam-diam Li Bun-yang tertawa geli, pikirnya: "Tak
kusangka bocah ini susah dihadapi..."

63
Dalam pada itu gadis berbaju hijau tersebut sudah
bertanya lagi sesudah berpikir sebentar: "Apakah kalian
datang dari Hua-san?"
Yu Siau-liong tertegun, tapi segera jawabnya: "Betul,
darimana kau bisa tahu?"
Nona berbaju hijau itu tersenyum. "Apakah kakakmu
yang pura-pura mati bernama Lim Han kim..."
"Betul juga, mengapa?"
"Kalau begitu tak salah lagi" kata si nona sambil
manggut-manggut.
"Apanya yang tak salah?"
"Tak ada salahnya kuterangkan, bukankah kakakmu
yang berlagak mati membawa sebotol jinsom berusia
seribu tahun? Kami sudah periksa semua bekalan dan
pelana kudamu, tapi obat itu belum juga ditemukan. Aku
pikir pasti ada di sakunya, bukan begitu?"
BAB 3. Sapu tangan penyelamat.
"Aneh benar kejadian ini." Diam-diam Yu siau liong
berpikir sambil berkerut kening.
"Darimana mereka tahu kalau kami membawa obat
mustika seribu tahun? Padahal kejadian ini amat
dirahasiakan..."

64
sementara ia masih berpikir, gadis berbaju hijau itu
sudah melanjutkan kata-katanya: "Sebenarnya kami siapsiap
hendak merampasnya di dermaga penyeberangan
sungai Tiang kang. Tak nyana ternyata kalian malah
menginap di pesanggrahan Tho Hoa kit ini..."
Berbicara sampai disini, tiba-tiba dengan suara lebih
keras dan nyaring serunya: "Sekarang aku telah
menjelaskan kepada kalian. Nah, tinggal kamu berdua
pilih sendiri jalan kehidupan atau jalan kematian yang
hendak dipilih. Kalau ingin pergi darisini dalam keadaan
selamat, lebih baik serahkan pil jinsom seribu tahun itu
kepadaku..."
"Waah... seram amat" ejek Yu siau-liong sambil
tertawa, "sayang, aku tak pernah takut mati, jadi
bagaimana kalau kupilih jalan kematian saja?"
" Kecil orangnya besar amat lagaknya, hmmm
Tampaknya susah amat melayani manusia macam
kau...."
"Terima kasih, terima kasih." kata Yu Siau-liong sambil
angkat bahu, "Aku rasa umur nona tak lebih tua
beberapa tahun dariku, ditambah pula kau adalah kaum
wanita, Tak nyana perempuan muda macam kau pun
berani merampok orang... sayang sekali kau telah salah
mencari sasaran."

65
"salah mencari sasaran?" tanya gadis berbaju hijau itu
tertegun, "jadi perkataanmu tadi cuma bohongan...."
"Bukan, bukan begitu" Yu siau-liong menggeleng
sambil tertawa, "Aku tak pernah berbohong, apa yang
kalian katakan memang sudah betul semua dan tepat,
Hanya saja... meskipun kami membawa sebotol pil
mustika seribu tahun, yang menjadi persoalan sekarang
adalah mampukah kau merampasnya dari tangan kami."
Gadis berbaju hijau itu mengernyitkan keningnya,
sambil mencabut pedangnya ia menjengek dingin: "
Kalau begitu aku harus mencobanya dulu"
Baru saja ucapannya selesai diutarakan, tubuh beserta
pedangnya sudah menerjang ke tubuh Yu siau-liong yang
menghadang di depan pintu.
Memandang cahaya pedang yang menyambar
dadanya, Yu siau-liong segera bentangkan senjatanya
dengan jurus "Angin Puyuh Menyapu saiju" untuk
membendung serangan itu. Tiba-tiba gadis berbaju hijau
itu menarik kembali senjatanya di tengah jalan, sambil
mundur dua langkah, ujarnya: "Aku harus mengajukan
pertanyaan dulu sebelum melanjutkan pertempuran
denganmu^
" Kalau tak mampu mengalahkan aku, buat apa
bertanya lagi. Huuuh Benar-benar manusia tak tahu
malu"

66
Nona berbaju hijau itu sama sekali tak menggubris
sindiran tersebut, kembali tanyanya lantang: "Benarkah
pil mustika seribu tahun itu masih tersimpan dalam saku
kakakmu yang berlagak mampus itu?"
"Apa gunanya cerewet terus, kalau tak mampu
mengalahkan aku, lebih baik cepat menggelinding pergi
dari sini" bentak Yu siau-liong gusar.
"Baiklah." kata gadis berbaju hijau itu kemudian
setelah memutar pedangnya membentuk sebilas cahaya
bianglala, "Kalau kau enggan menjawab, akan kugeledah
sendiri saku kakakmu" sebuah tusukan kilat kembali
dilancarkan. "Traaaangg.."
suara benturan nyaring bergema di tengah kegelapan,
sepasang pedang itu saling beradu dengan kerasnya.
Gadis berbaju hijau itu segera merasakan lengan
kanannya menjadi kaku dan kesemutan, badannya
tergetar sampai mundur dua langkah.
Yu siau-liong sendiri pun merasakan badannya
bergetar keras, untung ia masih sanggup berdiri tegak di
depan pintu.
Dengan penuh amarah gadis berbaju hijau itu melotot
ke arah lawannya, namun kali ini dia tidak melancarkan
serangan lagi.

67
Untuk sementara waktu, kedua belah pihak berdiri
saling berhadapan tanpa melakukan sesuatu gerakan
pun. Tiba-tiba Yu siau-liong mendengar suara lembut
berbisik di sisi telinganya: "saudara cilik, tak usah ribut
lagi dengan budak itu, Lebih baik cepat ajak kakakmu
untuk mengundurkan diri dari tempat berbahaya ini."
Jelas bisikan itu berasal dari Li Bun-yang yang
bersembunyi di belakang pintu dan menyampaikan
dengan ilmu menyampaikan suara.
selesai mendengar ucapan itu, Yu siau-liong
memandang gadis berbaju hijau itu sekejap. lalu
bentaknya: " Kalau tak berani berkelahi, mengapa masih
berdiri di situ?"
"Kalau aku tak mau pergi, mau apa kau?"
"Kalau kau tak pergi, biar aku saja yang pergi dari sini"
Gadis berbaju hijau itu memandang rekan- rekannya
sekejap. lalujengeknya dingini "Kau yakin punya
kepandaian untuk meninggalkan pesanggrahan Tho-hoakit
ini?"
Kalau dilihat dari sikapnya itu, mungkin ia sedang
menunggu datangnya bala bantuan.Yu siau-liong
mengerutkan dahinya.

68
setelah menyarungkan kembali pedangnya, ia berdiri
dengan sikap santai di depan pintu sambil memandangi
bunga Tho yang tumbuh di hadapannya.
Mendadak... sekali melejit, bocah itu sudah melompat
ke depan pemilik pesanggrahan lalu dengan gerakan
mencengkeram ia tangkap pergelangan tangan kakek itu,
setelah berhasil menguasai musuhnya, baru ia berkata
sambil mendengus dingini "Hmmm inilah cara yang akan
kami gunakan untuk meninggalkan pesanggrahan Thohoa-
kit"
"Hmmm, dia cuma seorang yang tak pandai silat, dan
lagi ia tak punya kekuasaan apa-apa, biarpun dibunuh
juga tak ada gunanya"
"Aku akan memaksanya untuk menyerahkan kembali
perbekalan serta kuda-kuda kami"
sambil berkata ia kerahkan tenaga dalamnya untuk
menggencet pergelangan tangan musuh makin keras,
Tak ampun pemilik pesangrahan itu berteriak kesakitan
Biar begitu ia tak berani mengucapkan sepatah kata pun,
hanya sinar matanya dialihkan ke wajah nona berbaju
hijau itu, jelas sudah nona berbaju hijau itu bukan putri
pemilik pesanggrahan.
Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu menghela napas
panjang, ujarnya kemudian: "Kembalikan kuda-kuda itu
kepada mereka, biarkan mereka pergi dari sini...."

69
Bagaikan menerima firman, cepat-cepat pemilik
pesanggrahan itu berseru keras: "Tuan kecil, lepaskan
aku dulu, akan kuperintahkan mereka untuk mengambil
kuda-kuda kalian?"
"Baiklah, aku juga tak kuatir kau akan kabur dari sini"
Seraya berkata ia kendorkan cengkeramannya .
Sambil melemaskan otot-ototnya yang sakit, pemilik
pesanggranan itu memberi perintah kepada pelayannya:
"cepat ambilkan perbekalan serta kuda milik tuan kecil
ini."
"Hmm, jangan lupa barang-barang milik kakakku."
sela Yu Siau-liong. "Sekalipun dia sudah mati, aku tak
ingin barangnya berkurang satu pun."
Pemilik pesanggrahan itu mengangguk berulang kali,
Selang beberapa saat kemudian dua orang pelayan
masuk ke ruangan dengan tergesa-gesa, lalu lapornya:
"Kuda sudah disiapkan, perbekalan juga ada di sini,
silahkan tuan kecil periksa dulu."
Yu Siau-liong sendiri tak tahu berapa banyak
perbekalan yang mereka bawa, tapi ia berlagak
memeriksanya dengan seksama, sesudah itu baru
bertanya: "Di mana kudanya?"
"Sekarang kudanya ada di... di...." ia tak berani
meneruskan perkataan tersebut hanya sorot matanya

70
dialihkan ke wajah nona berbaju hijau serta pemilik
pesanggrahan.
"Ehmmm, lepaskan mereka" Akhirnya nona berbaju
hijau itu mengangguk Maka pelayan itu pun melanjutkan
"Sekarang kuda-kuda itu sudah disiapkan di luar hutan
Tho...."
Saat itulah Li Bun-yang yang bersembunyi di balik
pintu mengirim pesannya lagi lewat ilmu menyampaikan
suara:
"Saudara cilik, lebih baik suruh mereka gotong ke luar
juga peti mati yang berisi kakakmu, letakkan di
punggung kuda dan cepatlah pergi dari tempat ini...."
Sebetulnya Yu Siau-liong sedang bingung dan tak tahu
apa yang harus dilakukan, semangatnya jadi bangkit
kembali setelah mendapat petunjuk dari Li Bun-yang.
Maka dengan suara keras ia memberi perintah: "Kalian
gotong juga peti mati itu"
"Hanya kami berdua?" tanya kedua orang pelayan itu
tercengang, "Kalian akan kubantu"
Dua orang pelayan itu berjalan menuju tepi peti mati
dan menggotong dari satu sisi, sedang Yu Siau-liong
menggotong dari sisi yang lain, Begitu keluar dari hutan.
Tho, benar juga, dua ekor kuda telah dipersiapkan di
sana.

71
Sesuai dengan petunjuk dari Li Bun-yang, Yu Siauliong
meletakkan peti mati itu di atas punggung kuda.
setelah mengikat semua perbekalannya, baru ia
melompat naik ke punggung kuda.
Pada saat itulah bayangan manusia nampak
berkelebat lewat, gadis berbaju hijau itu sudah menyusul
datang sambil bertanya: "Apakah kakakmu benar-benar
sudah mati?"
"Hmmm Mati hidup adalah kejadian luar biasa, buat
apa aku bicara sembarangan?"
Gadis berbaju hijau itu berjalan menghampiri peti
mati, tiba-tiba ia menghantam peti mati itu keras-keras,
setelah itu baru ujarnya:
" Untung dia membawa pil jinsom berusia seribu tahun
yang berkasiat menghidupkan kembali orang mati, mogamoga
kakakmu bisa hidup kembali setelah menelan pil
mestika tersebut."
Yu siau-liong temukan di atas peti mati itu samarsamar
tertera bekas lima jari yang terukir nyata, Tapi ia
percaya penuh dengan kepandaian silat yang dimiliki
kakaknya, meski sadar bahwa nona berbaju hijau itu
sudah melepaskan serangan gelap. namun hal itu tidak
terlalu dipikirkannya di dalam hati. Tanpa membuang
tempo lagi dia tuntun kudanya dan bergerak
meninggaikan tempat itu.

72
Malam semakin kelam angin berhembus kencang
membawa udara yang sangat dingin, Yu siau-liong tak
ingin berada terlalu lama di situ, ia percepat lari kudanya
menembusi kegelapan, Entah berapa jauh sudah jarak
yang ditempuh, suara air sungai mulai kedengaran dari
depannya.
Ketika ia alihkan pandangannya ke muka, terlihatlah
bentangan air sungai yang amat lebar telah menghadang
perjalanannya, Ternyata ia telah tiba di tepi sungai
Tiang- kang.
"saudara cilik, berhentilah sebentar." Tiba-tiba
terdengar suara teguran yang rendah dan berat bergema
dari arah belakang.
Cepat-cepat Yu siau-liong menghentikan lari kudanya
sambil berpaling, tapi ia menjadi amat terperanjat,
ternyata Li Bun-yang yang berada di sampingnya, tanpa
ia sempat menyadari kapan datangnya orang itu.
"Waaah... cepat nian gerak tubuh orang ini" pikirnya.
sementara itu Li Bun-yang telah berkata lagi sesudah
memandang peti mati itu sekejap: "Kita sudah jauh
meninggaikan hutan Thoa-hoa-tin, aku rasa kita tak perlu
bersandiwara seperti ini lagi, Cepat buka peti mati itu,
kita lihat apakah saudaramu telah terlu...."
Belum selesai perkataan itu, penutup peti mati di atas
punggung kuda tiba-tiba sudah mencelat ke udara,

73
menyusul kemudian tampak Lim Han-kim melompat ke
luar dari peti mati tersebut.
sebagai pemuda yang kurang senang bicara, kali ini
pun ia tak banyak cakap. hanya ditatapnya Li Bun-yang
sambil manggut-manggut dan tertawa.
Biarpun senyuman mulai membentuk di ujung
bibirnya, namun tidak melenyapkan kemurungan yang
menyelimuti wajahnya.
"Ada apa?" tanya Li Bun-yang agak tertegun "Apakah
kau terluka?" Lim Han-kim menggeleng, ia tetap
membungkam.
"Maaf saudara Li." Yu siau-liong cepat-cepat menyela,
" Kakakku paling tidak suka banyak bicara. Aku saja yang
sudah belasan ? tahun berkumpul dengannya juga
mendapat perlakuan yang sama. Biasanya ia tak banyak
bicara, kalauperlupun ia cuma bicara sepatah dua patah
kata saja."
"Aku dapat memaklumi wataknya itu," Li Bun-yang
tertawa, "setiap orang memang mempunyai watak aneh
yang berbeda. Kalau toh saudara Lim enggan banyak
bicara, aku pasti tak akan memaksa..."
Tiba-tiba Lim Han-kim menghela napas panjang,
selanya: "saudara Li, kalau ada persoalan katakan saja
sekarang, Aku siap mendengarkan"

74
"saudara Lim." kata Li Bun-yang setelah mendehem
beberapa kali. "setelah mengalami sendiri peristiwa yang
baru saja berlangsung, tentunya kau mengerti bukan
bahwa tuduhanku bukannya tanpa dasar."
Lim Han-kim manggut-manggut, setelah memandang
lawan bicaranya sekejap. Li Bun-yang melanjutkan:
"semula kukira saudara Lim dan saudara cilik ini telah
celaka oleh perbuatan manusia-manusia keji Tho-hoa-kit
sehingga aku segera memburu datang untuk memberi
bantuan. Tapi setelah menyaksikan ilmu silat saudara
Lim, baru kusadari bahwa kalian adalah jago-jago
tangguh yang tidak membutuhkan bantuanku, saudara
Lim, bukan aku sengaja memujimu, tapi beberapa jurus
serangan yang kau pergunakan tadi benar-benar hebat,
Belum pernah kujumpai jago setangguh kau sebelum
ini."
Lim Han-kim menggerakkan bibirnya seperti ingin
mengucapkan kata merendah, tapi hanya bibirnya yang
bergerak. tak kedengaran sedikit suara pun yang terucap
ke luar. Kembali Li Bun-yang termenung sambil
mengawasi wajah pemuda itu, lalu terus-nya:
"Sebenarnya aku ingin minta bantuan dari saudara Lim
untuk menyelidiki siapa gerangan otak di belakang layar
Tho-hoa-kit. Tapi sekarang aku sudah berubah pikiran."
"Mengapa berubah pikiran?" tanya siau-liong
keheranan

75
"Menurut hasil analisisku, meskipun rencana keji yang
sedang diatur pihak Tho-hoa-kit mempunyai dampak
yang sangat besar terhadap keamanan dunia persilatan
namun mereka tak bakal melaksanakan rencananya
dalam waktu singkat. sebaliknya saudara Lim telah
menempuh perjalanan jauh dengan membawa pil
mustika seribu tahun menuju kota Kim-ling. Aku yakin
kau pasti sedang mengemban suatu tugas maha penting
bukan?"
Lim Han-kim manggut-manggut, sebelum ia
memberikan jawabannya, Yu siau-liong telah menyela
lebih dulu: "Ya a, kami sedang menuju kuil Cing-im-koan
di kota Kim-ling untuk menghantar obat buat seorang
tua, tapi sekarang obatnya sudah hilang, Aaai Biasanya
toako sudah jarang bicara dan selalu bermuram durja,
apalagi setelah mengalami kejadian ini, bisa dibayangkan
apa yang akan terjadi dengannya."
"Ketua Cing-im-koan ada hubungan yang cukup akrab
dengan keluargaku, Bagaimana kalau kudampingi
perjalanan kalian berdua sehingga bila perlu dapat
memberikan bantuannya?"
"Aaaai.,." Lim Han-kim menghela napas panjang,
"Guruku harus membuang banyak pikiran dan tenaga
untuk membuat sebotol jinsom seribu tahun, Bahkan ia
sampai terluka parah dan butuh istirahat yang cukup
untuk memulihkan tenaganya gara-gara pembuatan obat

76
tersebut, tapi sekarang... aku tak mampu melindungi
obat tersebut, bahkan dicuri orang pun tanpa kusadari.,.,
Aku benar-benar tak punya muka untuk bertemu lagi
dengan guruku...."
Tiba-tiba sorot mata tajam terpancar ke luar dari balik
wajahnya yang murung, terusnya: "Biarpun obatnya
sudah hilang, tapi aku tetap akan melanjutkan
perjalananku menuju kuil Cing-im-koan. Aku harus minta
maaf dulu kepada orang tua itu kemudian baru kembali
ke lembah Yap-hong-kok untuk menjalankan
hukuman...."
"Untuk sementara saudara Lim tak usah terlalu sedih
dan menyiksa diri, Menurut apa yang kuketahui, ilmu
pengobatan yang dimiliki ketua Cing-im-koan sangat
hebat, Lebih baik tunggu saja sampai aku bertemu
dengan beliau dan merundingkan apakah masih ada obat
lain yang bisa menggantikan, baru kau mengambil
keputusan."
Lim Han-kim tertawa hambar, sinar tajam di balik
matanya telah meredup, wajahnya kembali nampak
murung.
Pada saat yang sama Yu siau-liong telah menurunkan
peti mati itu dari punggung kudanya dan membuang ke
tepi jalan, kepada Lim Han-kim ia berbisik:

77
"Kebaikan dan kebajikan kakaklah yang menyebabkan
kau menderita seperti ini. Kalau menurut pendapatku,
lebih baik kita tangkap laki perempuan pencuri obat itu,
Aku tak percaya dengan siksaan yang berat mereka
enggan menunjukkan tempat obat itu disembunyikan
Nah, kalau jejaknya sudah ketahuan, tidaklah sulit buat
kita untuk merebutnya kembali."
Lim Han-kim hanya memandang saudaranya sekejap.
ia tetap membungkam.
"Aku rasa." kata Li Bun-yang pula, "Hal terpenting
yang sedang kita hadapi adalah menghadapi manusiamanusia
laknat dari pesanggrahan Tho-hoa-kit. Aku yakin
mereka tak akan melepaskan kalian berdua dengan
begitu saja, bisa jadi mereka sedang melakukan
pengejaran sekarang, Menurut pengamatanku secara
diam-diam, dalang di balik semua ini pastilah seorang
jago tangguh yang licik, keji, sadis dan berilmu silat serta
ilmu sastra yang tangguh, Boleh dibilang mata-mata
mereka sudah tersebar di seantero jagad.
sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba
kedengaran suara keleningan perak berdentang
memecah keheningan Tanpa terasa Lim Han-kim dan Yu
siau-Iiong mengalihkan pandangan matanya ke arah asal
suara itu, tapi kegelapan malam amat pekat Meski pun
mereka berdua memiliki ketajaman mata yang luar biasa,
tetap tak terlihat dengan jelas apa yang telah terjadi.

78
Tiba-tiba Li Bun-yang mengeluarkan sebuah sumpritan
dari sakunya lalu ditiup kencang-kencang, suara yang
terpancar ke luar kedengaran jangat nyaring dan
menusuk pendengaran Yu siau-liong jadi tertarik dengan
permainan itu, tak tahan tegurnya: "Hey, apa yang
sedang kau tiup?"
"Mungkin burung merpati yang dilepas adikku" sahut
Li Bun-yang sambil tertawa.
"Yaa, aku pernah dengar cerita ini dari guruku," ujar
Yu siau-liong manggut-manggut "Katanya di dalam dunia
persilatan terdapat sejenis burung merpati yang dapat
menyampaikan berita sampai jauh sekali..."
Belum lagi selesai berkata, kedengaran suara sayap
burung membelah angkasa, seekor merpati putih yang
besar dan kekar telah menukik turun dan hinggap di atas
bahu Yu siau-liong. Dari bawah sayap merpati itu Li Bunyang
melepaskan sebuah tabung bambu kecil.
Dari dalam tabung itu dikeluarkan secarik kertas. ia
segera menyalakan sebatang obor api dan membaca isi
surat itu dengan pandangan cepat.
Selesai membaca, ia menulis beberapa huruf di balik
kertas putih tadi dengan arang, lalu setelah
memasukkannya ke tabung bambu dan mengikatnya di
sayap merpati, serunya sambil tertawa: "Bunga putih...."

79
Burung merpati itu pun segera melesat ke udara dan
terbang menjauh, Yu siau-liong coba memperhatikan,
tapi ia jadi keheranan ketika tidak mendengar suara ke
leningan tak tahan tanyanya:
"Bukankah di tubuh merpati itu diikat keleningan?
Mengapa tak kedengaran suaranya?"
Li Bun-yang segera tertawa, "saudara cilik, adikku
paling suka memelihara pelbagai unggas dan burung,
siBunga Putih tadi merupakan salah satu burung
kesayangan adikku, selain gesit juga amat cerdik,
memang di kaki kirinya terdapat keleningan Tapi
biasanya merpati itu baru mematuk putus tali
pengikatnya apabila orang yang sedang dicari tidak
ditemukan, dengan begitu suara keleningan bisa
memancing perhatian orang yang dicari. Tadi aku telah
bantu mengikatkan kembali keleningan tersebut jadi kau
tak mendengar lagi suara keleningannya."
"Waaah... sungguh hebat siBunga Putih itu" gumam
Yu siau-liong sambil menghela napas, "Tak nyana dia
pun bisa mencari orang, konon...." sambil gelengkan
kepalanya Li Bun-yang menukas:
"Bagaimana pun cerdiknya toh ia cuma seekor burung
merpati, mana bisa dibandingkan dengan manusia?
SiBunga Putih memang jagoan di antara burung merpati,
ia cerdik dan hebat, tapi tidak seperti yang didongengkan
orang, bisa mencari orang di tempat jauh."

80
"Lantas bagaimana caranya ia bisa mencarimu di
pesanggrahan Tho-hoa-kit ini?"
" Ketika hendak meninggalkan rumah, adikku telah
serahkan burung merpati itu kepadaku sebagai persiapan
kalau perlu digunakan Ketika aku tinggal di loteng Tiachan-
thay dan menemukan bukti bahwa orang-orang di
pesanggrahan Tho-hoa-kit bukan hanya berdagang, lalu
dalam beberapa kali penyelidikan menemukan juga
gadis-gadis yang menyanyi dan menari di loteng Gihong-
lo serta Hui-jui-lo rata-rata memiliki ilmu silat
tangguh, maka secara diam-diam kukirim pesan lewat
burung merpati itu untuk mengundang adikku datang
membantu.
Aku takut bila sampai terjadi pertarungan di sarang
jago-jago tersebut aku tak sanggup menahan diri, siapa
tahu tunggu punya tunggu burung itu belum balik juga.
Tak disangka baru malam ini kuterima surat
jawabannya."
"Kalau begitu lebih baik saudara Li tinggal di sini saja
menanti kedatangan adikmu." tukas Lim Han-kim tibatiba.
"Biar kami berdua meneruskan perjalanan ke Cingim-
koan."
"Kau tak usah kuatir." kata Li Bun-yang tertawa,
"Dalam surat balasan tadi aku telah mengajaknya
bertemu di kuil Cing-im-koan. Ketua Cing-im-koan paling
sayang dengan adikku bahkan pernah mewariskan ilmu

81
silat kepadanya. selain itu adikku amat cerdik, ia
menguasai ilmu pertabiban dan pengobatan, siapa tahu
kehadirannya justru sangat membantu saudara Lim...."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya:
" Waktu sudah siang, marl kita melanjutkan
perjalanan"
"saudara Li." Tiba-tiba Yu siau-liong berkata sambil
menepuk kudanya. " usia mu lebih tua beberapa tahun
dariku, silahkan melanjutkan perjalanan dengan
menunggang kudaku"
"Hahaha... terima kasih atas kebaikan-mu" seru Li
Bun-yang tertawa, ia segera melangkah ke depan
meneruskan perjalanan Terpaksa Lim Han-kim dan
Yusiau-liong menuntun kudanya masing-masing
mengikuti di belakangnya, Dalam sekejap mata mereka
telah tiba di tepi sungai.
ombak sungai nampak menggulung-gulung bagaikan
selaksa kuda yang sedang berkejaran sepanjang mata
memandang hanya air sungai yang terbentang hingga ke
ujung langit sana.
"sudah tengah malam begini, dari mana kita bisa
mendapat perahu untuk menyeberang?" kata Yu siauliong.

82
"Tempat ini memang bukan tempat penyeberangan
jangan lagi di tengah malam begini, biarpun di siang hari
juga tak akan menemukan perahu tambang di sini."
Pada saat itulah kedengaran suara langkah kaki
manusia berkumandang dari kejauhan sana, Dengan
sigap ketiga orang itu berpaling dan mengawasi
datangnya suara tersebut.
Tampak dua sosok bayangan manusia berkelebat
datang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat,
Hanya dalam waktu singkat kedua orang itu sudah
sampai di hadapan mereka bertiga.
Kedua orang itu adalah gadis-gadis berambut panjang,
satu di antaranya tak lain adalah nona berbaju hijau yang
pernah tarung dengannya dipesanggrahan Tho-hoa-kit
tadi, sedang rekannya adalah seorang gadis berbaju biru.
Baik usia, paras muka maupun perawakan tubuhnya
tak jauh berbeda dengan gadis berbaju hijau itu, hanya
dia membawa sebilah pedang yang tersoren di
punggungnya.
Li Bun-yang tak ingin raut mukanya dikenali dua orang
gadis itu, cepat-cepat ia berdiri membelakangi mereka.
sedangkan Yu siau-liong sebera menegur sambil
tertawa dingin: "Mau apa kalian mengejar ke mari?"

83
Dengan sinar mata tajam nona berbaju hijau itu
mengawasi mereka bertiga, kemudian tanyanya: "siapa
di antara mereka adalah kakakmu?"
"Kedua-duanya Ada apa?" Gadis berbaju hijau itu
tertegun, serunya tanpa terasa: "Banyak benar kakakmu"
"sudah, tak usah banyak cakap." tukas Yu siau-liong
sambil mencabut pedangnya, "Mau apa kalian mengejar
ke mari?"
"Hmmm ingin minta suatu barang."
"Barang apa?"
"Pil jinsom berusia seribu tahun."
"Hmmm Kalau begitu tanya dulu pada-saudaraku ini."
seru Yu siau-liong sambil memutar pedangnya,
Nona berbaju hijau itu sudah pernah bertarung
melawan Yu siau-liong, ia tahu apa yang diucapkan
bukan gertak sambal belaka, berbeda dengan gadis
berbaju biru itu, ia menjadi amat gusar. "sreeeetttt..."
Pedangnya diayunkan ke muka melancarkan serangan,
bentaknya nyaring: "Kaupingin mampus rupanya"
Dengan jurus "Gadis Langit Memutar Tombak" ia
langsung tusuk dada bocah itu.
Selapis bunga pedang menyelimuti angkasa, Yu Siauliong
segera memutar pedangnya dengan jurus "Cahaya

84
Emas Bagaikan Awan" untuk membendung datangnya
tusukan itu. "Traaaang.,."
Di tengah benturan nyaring, tusukan pedang nona
berbaju biru itu sudah tertangkis oleh serangannya,
"Waaah... aku pingin hidup sampai delapan puluh tahun,
masa disuruh mampus sekarang...." ejeknya sambil
tertawa.
Di tengah ejekan, pedangnya telah melancarkan
serangan balik yang tak kalah dahsyatnya, sejak
membendung tusukan gadis berbaju biru itu, secara
beruntun Yu siau-liong telah melancarkan tiga jurus
serangan. seketika itu juga gadis berbaju biru itu dipaksa
mundur sejauh satu langkah.
Tampaknya gadis berbaju biru itu sama sekali tak
mengira kalau seorang bocah secilik itu ternyata memiliki
jurus serangan yang begitu ganas dan kejam. Tak
terlukiskan rasa kaget yang menyelimuti hatinya. Cepat
dia melirik nona berbaju hijau itu sekejap, lalu bisiknya:
"Cici, cepat kau pulang mencari bala bantuan, aku
akan mencoba bertahan melawan mereka...."
"Hmmm jangan harap kalian bisa meninggalkan
tempat ini" tukas Yu siau-liong berteriak.
setelah mengatur napas sebentar, gadis berbaju biru
itu kembali sudah menerjang ke depan, pedangnya

85
dibabat berulang kali menyerang Yu siau-liong habishabisan.
Gerak serangan yang digunakan gadis itu benarbenar
ganas dan aneh, lagi pula dia mulai
menyerang dengan sepenuh tenaga, tampaknya ia
sudah siap-siap beradu nyawa.
Boleh dibilang semua sasaran yang dituju ujung
pedangnya merupakan jalan-jalan darah penting di
seluruh tubuhnya.
Dalam keadaan begini, sekalipun ilmu pedang yang
dimiliki Yu siau- liong jauh lebih tangguh daripada
lawannya, tapi untuk mengalahkannya dalam waktu
singkat juga bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Suatu pertempuran sengit pun segera berlangsung,
masing-masing pihak berusaha mengerahkan segenap
kemampuannya untuk menjatuhkan lawan, Tampak
cahaya putih menyelimuti seluruh angkasa, selapis kabut
pedang mengelilingi tubuh kedua orang itu, sepanjang
pertarungan itu berlangsung, nona berbaju hijau itu
memusatkan seluruh perhatiannya ke tengah arena,
wajahnya nampak sangat tegang.
Mendadak terdengar Yu siau-liong membentak keras,
cahaya putih yang saling menyambar itu tiba-tiba lenyap
tak berbekas, Dua sosok bayangan manusia yang semula
bergumul pun tahu-tahu berpisah satu sama lainnya

86
Yu siau-liong berdiri dengan pedang melintang di
depan dada, wajahnya amat keren dan serius. sebaliknya
nona berbaju biru itu nampak bergetar keras sekujur
tubuhnya, kemudian ia terhuyung-huyung mundur sejauh
lima langkah, pedangnya terlepas dari genggaman,
sedang tangan kirinya menekan di atas bahu kanannya
yang berdarah.
Agaknya gadis berbaju hijau itu sudah menduga kalau
rekannya akan terluka oleh pedang Yu siau-liong,
sehingga ia sama sekali tidak tercengang, sambil
menghela napas sedih ia berjalan menghampirinya, lalu
bertanya perlahan: "Parahkah lukamu?"
"Ehmm... lukaku cukup parah." Nona berbaju biru itu
manggut-manggut sambil menahan sakit "Mungkin
lengan kananku akan cacad selamanya."
"Aku mengerti, bahkan akupun tak sanggup
mengalahkan dia." bisik Nona berbaju hijau itu sambil
memungut kembali pedangnya yang tergeletak di atas
tanah. Bersandar di tubuh gadis berbaju hijau itu,
nampak nona berbaju biru itu berbisik lagi:
"Cepatlah kabur menyelamatkan diri, toh kembali ke
markas pun tidak mungkin kau bisa hidup,"
Nona berbaju hijau itu tertawa getir.

87
"Aku harus kabur ke mana? Mata-mata mereka
tersebar di seantero jagad, biar bersembunyi di ujung
langit pun akhirnya toh tertangkap juga."
Di tepi sungai yang sepi, kegelapan malam yang
kelam, dua orang gadis itu berdiri saling berhadapan
dengan air mata bercucuran pemandangan ini benarbenar
menghibakan hati, Yu siau-liong berpaling sekejap
ke arah kakaknya, setelah menyarungkan kembali
pedangnya kepada dua orang gadis itu katanya:
"Kalian boleh pergi" Gadis berbaju hijau itu
mengeluarkan secarik sapu tangan untuk membalut luka
di bahu rekannya, kemudian sambil menggandeng
tangan gadis berbaju biru itu ia berjalan menuju ke tepi
sungai.
Yu siau-liong jadi sangat keheranan, pikirnya: "Masa
mereka berdua akan menyeberang ke tepi seberang
dengan berenang..? Kalau tidak mengapa menuju ke tepi
sungai?"
sementara ia masih berpikir, kedua orang gadis itu
dengan membusungkan dada telah berjalan menuju ke
tengah sungai sikap mereka begitu pasrah seakan-akan
kematian tidak menakutkan bagi mereka berdua.
"Nona, tunggu sebentar" bentak Lim Han- kim tibatiba,
dengan cepat ia melompat ke depan. Begitu cepat
gerakan tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas

88
dari busurnya, dalam sekejap mata ia sudah tiba di
depan kedua orang gadis itu, lalu sekali cengkeram ia
tarik kedua orang itu ke tepi sungai.
"Mau apa kau?" tegur nona berbaju hijau itu sambil
menoleh ke arah Lim Han- kim.
Perlahan-lahan Lim Han- kim mundur dua langkah,
ujarnya:"Buat apa kalian berdua mencari mati?"
"Kau tak usah turut campur...." Tapi ketika dirasakan
ucapan tersebut kelewat tak sopan, buru-buru ia
menambahkan:
"Tidak terbentang jalan kehidupan lagi buat kami
berdua, apa salahnya kalau kami mencari mati saja?"
Lim Han- kim menghela nafas panjang: "Delapan
sampai sembilan puluh persen kehidupan manusia di
dunia ini tidak membahagiakan, apalagi nona berdua
cuma gagal memperoleh obat jinsom mustika yang
sebetulnya sudah kedahuluan dicuri orang. Bagi kamu
berdua sama sekali tak ada rugi-nya, mengapa kalian
lantas mengambil keputusan pendek? Apakah kamu
berdua tidak merasa bahwa tindakan semacam ini sangat
tidak menghargai kehidupan kalian sendiri?"
Tiba-tiba gadis berbaju biru itu menangis dengan air
mata bercucuran, katanya.

89
"Kami tak sanggup mengalahkan kalian, berarti selama
hidup kami tak punya harapan lagi untuk memperoleh pil
mustika itu, daripada pulang ke rumah hanya menderita
akibat tiga siksaan, lebih baik mati saja di sini."
"Apa sih yang kau maksudkan tiga siksaan?" tiba-tiba
Li Bun-yang menyela.
Kedua orang gadis itu saling berpandangan sekejap.
setelah manggut-manggut nona berbaju hijau itu
berkata:
"Kami toh akan mati, tak ada salahnya kalau
kuterangkan kepadamu, yang dimaksud tiga siksaan
adalah siksaan air, siksaan api dan siksaan manusia...."
Lim Han-kim bukanpemuda yang suka bicara, bila tak
terpaksa ia segan bertanya, begitu juga dengan
sekarang. walaupun tidak mengerti, dia pun enggan
banyak ber-tanya. sambil menggoyangkan kipasnya, Li
Bun-yang berkata:
"Dari sebutan siksaan air dan siksaan api, kita tak
sukar untuk membayangkan siksaan macam apakah itu,
tapi siksaan manusia? Aku belum pernah mendengar
sebelumnya, apakah kalian berdua bersedia memberi
penjelasan agar menambah pengetahuanku?"
Tiba-tiba paras muka kedua orang gadis itu berubah
jadi merah padam, kepalanya tertunduk malu dan tak

90
seorang pun bersedia menerangkan Li Bun-yang bukan
orang bodoh, dari sikap kedua orang gadis itu ia segera
menyadari apa yang dimaksud.
"Baiklah" ujarnya kemudian "Kalau kalian segan
menjelaskan tak apalah, Tapi dunia begitu luas, di mana
pun kalian bisa menyembunyikan diri, mengapa kamu
berdua tetap putus asa?"
"Aaaai...." Gadis berbaju hijau itu menghela napas
panjang, "Kami saksikan banyak sekali saudara senasib
yang mencoba melarikan diri, tapi belum pernah
kujumpai seorang pun di antara mereka yang berhasil
dengan cita-citanya. Begitu tertangkap dan dikirim
balik, penderitaan serta siksaan yang mereka terima
sungguh tak terbayangkan oleh siapa pun...."
Begitu sampai di situ, tiba-tiba ia bergidik dan tidak
melanjutkan kembali kata-katanya.
Li Bun-yang berpikir sebentar, kemudian tanyanya:
"Apa yang harus kuperbuat sehingga kalian berdua
melepaskan niat untuk bunuh diri? Katakan saja, asal
sanggup pasti akan kubantu."
Nona berbaju hijau itu melirik Lim Han- kim sekejap.
kemudian biru menjawab:

91
" Kecuali tuan itu bersedia menghadiahkan pil jinsom
seribu tahun itu kepada kami, dengan begitu kami dua
bersaudara baru dapat lolos dari tiga siksaan berat itu."
Dengan nama dan kedudukan keluarganya dalam
dunia persilatan, pemuda itu mengira kedua orang gadis
tersebut tentu minta bantuannya untuk mencarikan
tempat persembunyian siapa sangka yang diminta kedua
gadis itu adalah pil jinsom dari Lim Han- kim. Lim Hankim
justru tertawa lebar.
"sayang kalian berdua terlambat, pil jin-som seribu
tahun itu sudah dicuri orang."
" Kalau memang jinsom seribu tahun itu telah dicuri
orang, mengapa kau masih pura-pura mati?"
Lim Han- kim mengerutkan dahinya, dari sakunya ia
keluarkan sapu tangan putih, lalu berkata:
"setelah memeriksa sapu tangan itu, kalian berdua
tentu akan mengerti bahwa apa yang kuucapkan benar."
Setelah menerima sapu tangan itu dan membaca isi
surat serta meneliti lambang kupu-kupu dan elang di
akhir surat, gadis berbaju hijau itu berkata:
"Tuan, asal kau bersedia menghadiahkan sapu tangan
itu kepadaku, mungkin jiwa kami dapat diselamatkan."

92
Lim Han- kim tertegun, untuk sesaat ia tak mampu
menjawab,
Perlu diketahui, pil jinsom seribu tahun itu mempunyai
hubungan yang amat besar dengan keselamatan
jiwanya, sedang sapu tangan itu merupakan satusatunya
jejak yang bisa menerangkan siapa pencuri obat
tersebut Bila jejak tersebut sekarang dihadiahkan orang
lain, berarti dia akan kehilangan jejak sama sekali.
Menyadari bahwa persoalan ini serius, untuk beberapa
saat ia tak mampu mengambil keputusan Nona berbaju
hijau itu serahkan kembali saputangan tersebut, lalu
katanya:
"Kalau tuan keberatan, kami pun tak akan memaksa,
cuma kami harap kalian jangan menghalangi niat kami
untuk bunuh diri lagi."
sambil menggandeng nona berbaju biru itu, ia
meneruskan langkahnya menuju ke tengah sungai, Di
tengah aliran arus sungai yang begitu deras dan pukulan
ombak yang begitu besar, jika kedua gadis itu sampai
tercebur ke dalam sungai, niscaya jiwa mereka akan
hilang.
"Nona berdua, harap tunggu sebentar." teriak Lim
Han- kim tiba-tiba sambil mengejar.

93
"Tuan, kumohon biarlah kami berdua bunuh diri,
sebab hanya jalan inilah yang bisa menyelamatkan
jenazah kami dari kenistaan."
"Yakinkah kalian berdua bahwa sapu tangan tersebut
bisa menyelamatkan jiwa kamu berdua?" tanya Lim Hankim
serius. Gadis berbaju hijau itu manggut-manggut.
" Lambang kupu-kupu serta elang yang tertera di akhir
surat itu pasti merupakan lambang dari pencuri obat
mustika itu, dengan adanya jejak tersebut berarti kami
bisa pulang untuk memberi laporan kepada nona kami"
" Kalau memang begitu, ambillah Gunakan untuk
memberi laporan kepada nona kalian," sambil berkata
demikian Lim Han-kim menyodorkan sapu tangan
tersebut.
Nona berbaju hijau itu mengulurkan tangan untuk
menerima, tapi sebelum menyentuh sapu tangan
tersebut, tiba-tiba ia menarik tangannya kembali sambil
serunya: "Kau sungguh-sungguh akan
menghadiahkannya kepada kami?"
Dengan air mata bercucuran dia awasi wajah Lim Ha
kim tanpa berkedip. seakan-akan tidak percaya. "Tentu
saja sungguh"

94
setelah menerima sapu tangan itu, gadis berbaju hijau
tersebut segera tertawa gembira, kepada rekannya ia
berseru: "Kita tak usah mati"
Tingkah lakunya begitu polos dan ke-kanak-kanakan.
Mendadak Li Bun-yang melangkah ke depan menghalangi
jalan pergi mereka berdua.
"Harap nona berdua tunggu sebentar, ada sesuatu
ingin kutanyakan kepada nona sekalian."
"soal apa?"
"Tadi nona berdua mengatakan harus memberi
laporan kepada nona kalian, boleh kutahu apakah nona
yang kalian maksudkan adalah pemimpin yang
menguasai pesanggrahan Tho-hoa-kit?"
Gadis berbaju hijau itu berpikir sebentar setelah itu
baru sahutnya:
"Kami hanya tahu menjalankan perintah dari nona
kami. soal apakah dia pemimpin dari pesanggrahan Thohoa-
kit atau bukan, kami sendiri pun kurang begitu jelas,
bila kau memang bernyali, mengapa tidak pergi
menjumpainya?"
"Boleh tahu bagaimana caraku menjumpainya?"
" Cari saja Liok Ling di loteng Hui-jui-lo" selesai
berkata cepat-cepat dia tarik tangan rekannya dan

95
terburu-buru meninggalkan tempat itu Memandang
bayangan punggung kedua orang gadis itu hingga lenyap
di kejauhan, Li Bun-yang menghela napas panjang, dia
seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi segera
diurungkan setelah termenung sejenak. dia berpaling dan
bisiknya:
"saudara Lim, dunia persilatan penuh dengan kelicikan
dan tipu muslihat, bila kau harus bersikap jujur terhadap
setiap orang, bagaimana mungkin kau bisa bergerak
dalam dunia persilatan?"
Lim Han- kim hanya tertawa hambar, memandang
arus sungai yang mengalir deras dia hanya
membungkam diri. Li Bun-yang mengerti bahwa pemuda
itu memang tak suka banyak bicara, maka soal itu pun
tidak terlalu dipikirkan di dalam hati, kembali ujarnya:
"Tampaknya kita tak bisa menyeberangi sungai malam
ini"
"Bagaimana kalau kita menuju ke dermaga
penyeberangan?" usul Yu siau-liong sambil angkat bahu.
Li Bun-yang menghela napas panjang, "Aaaai,
seandainya adikku berada di sini, dia pasti bisa
mencarikan akal untuk menyeberangi sungai ini."
Berkilat sepasang mata Lim Han-kim, dia seperti
hendak mengucapkan sesuatu tapi kemudian niat
tersebut diurungkan Wajahnya kembali teriihat murung

96
dan sedih. seolah-olah perasaannya sedang diselimuti
kekesalan yang dalam sehingga tidak tertarik oleh
persoalan apa pun.
Tiba-tiba, di tengah gulungan ombak dan arus sungai
yang deras, muncul setitik cahaya lampu di kejauhan,
Tak lama kemudian muncullah sebuah perahu yang amat
besar meluncur mendekat.
Dengan pengalaman yang begitu luas, Li Bun-yang
segera curiga setelah melihat kehadiran perahu itu,
kepada Lim Han-kim bisiknya:
"Saudara Lim, di tengah malam buta begini dari mana
datangnya perahu besar itu? Aku rasa lebih baik kita
sembunyikan diri, coba kita lihat dulu apa yang
sebenarnya akan terjadi"
BAB 4. perempuan Perahu Misteri
Yu Siau-liong cerdik lagi cekatan, begitu mendengar
peringatan itu cepat-cepat dia periksa keadaan di
sekelilingnya, Terlihat beberapa batang pohon besar
tumbuh beberapa kaki dari situ, Di sisinya terlihat pula
sebuah kuburan besar, Cepat serunya: "Lebih baik kita
bersembunyi di sana"

97
"Saudara cilik, kau benar-benar teliti" puji Li Bun-yang
sambil tertawa dan manggut-manggut Tanpa membuang
waktu, ia bergerak lebih dulu menuju ke balik pohon.
Yu siau-liong dengan menuntun kedua ekor kudanya
menyusul di belakang pemuda tersebut, Dalam sekejap
mata mereka telah menyembunyikan diri baik-baik.
sebaliknya Lim Han-kim seperti tidak menyadari akan
bahaya, ia masih berdiri di tepi sungai dengan termangumangu,
seolah-olah sama sekali tidak menyadari
perbuatan kedua orang rekannya. Perahu besar itu
meluncur datang dengan cepatnya, dalam waktu singkat
telah sampai di tepi sungai.
Cahaya lentera dalam perahu pun makin lama semakin
terang, Tampak bayangan manusia bergerak di ujung
geladak, Tiga buah layar yang besar mulai digulung,
sedang daya luncur perahu pun semakin melambat, jelas
sudah perahu itu siap mendarat
seorang manusia berbaju hitam yang berperawakan
tinggi besar berdiri di ujung perahu. Terompet yang
ditiupnya keras-keras mengeluarkan bunyi yang amat
memekakkan telinga.
Di tengah keheningan malam begini, suara terompet
itu dapat terdengar sampai puluhan li jauhnya, Perlahanlahan
perahu itu makin merapat ke tepi daratan, lalu
sebuah papan dihubungkan dengan darat, Pintu ruang

98
dalam perahu terbuka dan muncullah dua buah lampu
lentera.
Ketika Lim Han-kim coba memperhatikan tampak
olehnya dua orang yang membawa lampu lentera itu
adalah dayang kecil berbaju hijau. Dengan langkah yang
lemah gemulai mereka melewati papan menuju daratan,
Mengikuti di belakang kedua orang dayang cilik tadi
adalah empat orang bocah berusia empat- lima belas
tahunan yang berbaju hitam.
Baik dandanan maupun perawakan tubuh mereka
seimbang, masing-masing menyoren sebilah pedang di
punggungnya. Pita merah di ujung pedang mereka
berkibar-kibar tertiup angin malam yang kencang.
sementara itu di geladak perahu kelihatan banyak
orang sedang sibuk hilir mudik kian ke mari, tapi tidak
jelas terlihat apa yang sebenarnya sedang mereka
sibukkan. sinar lentera masih menerangi ruang perahu
itu.
Di sekeliling tempat itu pun penuh penjagaan, Dalam
pada itu dua orang dayang pembawa lentera tadi sudah
berdiri diam di tepi sungai, rambutnya yang panjang
berkibar-kibar pula terhembus angin malam. sementara
keempat orang bocah berbaju hitam yang menyoren
pedang itu dengan cepat menyebar dan mengurung Lim
Han- kim.

99
Perlahan-lahan Lim Han- kim mengalihkan
pandangannya memandang sekejap wajah keempat
bocah berbaju hitam itu, tapi kemudian mengalihkan
kembali perhatiannya ke arus sungai yang mengalir deras
di tengah sungai.
Jelas keempat bocah berbaju hitam itu belum
mempunyai pengalaman dalam menghadapi musuh,
Masing-masing berdiri di satu sudut dan mengepung Lim
Han-kim rapat-rapat sementara pedangnya telah dicabut
ke luar, siap-siap melancarkan serangan, Tapi anehnya
keempat orang itu tidak segera melancarkan serangan,
setelah mengepung, mereka hanya mengawasi Lim
Han- kim dengan termangu-mangu, seakan-akan sedang
menantikan sesuatu.
saat itulah dari balik ruang perahu di kejauhan situ,
berkumandang suara perintah yang rendah lagi berat:
"Atas perintah dari Nio-nio...."
Serentak keempat bocah berbaju hitam itu meluruskan
tangan kirinya ke atas lalu sejajarkan sikunya dengan
dada, pedang di tangan kanan ditumpangkan pada
lengan kiri dan bersikap sangat menghormat Kedengaran
suara rendah dan berat itu bergema lagi: "Gusur ke atas
perahu si pengintip itu"
"Terima perintah Nio-nio" jawab keempat bocah itu
serentak

100
Mereka bergerak ke depan sambil membuka sebuah
jalan lewat menuju ke arah perahu, "Cepat naik ke
perahu" bentak bocah berbaju hitam yang berdiri di
sebelah kiri.
Lim Han-kim memandang arus sungai dengan
termangu, seakan-akan dia tak mendengar perintah itu.
Dengan gusar kembali bocah itu membentak "Congek
rupanya kamu?" sambil maju ke depan, ia lancarkan
sebuah bacokan ke tubuh anak muda tersebut.
Lim Han-kim tetap berdiri tak bergerak, seolah-olah
tidak merasa ada bacokan yang mengarah ke tubuhnya,
Ketika ujung pedang itu sudah hampir menyentuh tubuh
Lim Han-kim, tiba-tiba bocah berbaju hitam itu menarik
kembali serangannya, kemudian hardiknya lagi: "Aku
suruh kau naik ke perahu, dengar tidak?"
Lim Han-kim berkerut kening, sinar matanya berkilat
sekejap tapi segera berubah murung kembali
Dipandanginya keempat bocah berbaju hitam itu sekejap
lalu perlahan-Iahan maju ke depan.
Bagaikan sedang menghadapi musuh be-sar, keempat
bocah dengan pedang terhunus itu tetap mengawasi
lawannya tak ber-kedip. ujung senjata mereka selalu
mengancam keempat jalan darah penting di tubuh
lawannya.

101
Dalam keadaan begini, bila salah satu di antara bocah
berbaju hitam itu benar-benar melancarkan serangan,
niscaya Lim Han-kim akan terluka parah dan
bermandikan darah, Tapi pemuda berwajah murung itu
benar-benar memiliki nyali yang besar.
Mungkin juga ia yakin dengan keampuhan ilmu
silatnya sehingga terhadap ancaman pedang lawan yang
mengarah keempat buah jalan darahnya itu, ia sama
sekali tidak menaruh perhatian.
Dengan sikap yang dingin dan kaku, perlahan-lahan
dia berjalan menuju ke perahu raksasa itu. setelah
melewati papan penyeberangan sampai di ujung geladak.
ia segera jumpai lagi belasan orang lelaki berbaju ketat
warna hitam berdiri serius di sekitar situ.
"Ajak dia masuk ke dalam ruangan" suara perintah
tadi bergema lagi dari dalam ruangan. Keempat bocah
berbaju hitam itu serentak menggetarkan pedangnya
membentuk berkuntum- kuntum bunga pedang yang
membias di sekeliling arena, hardiknya lagi: " Cepat
masuk ke dalam ruangan"
Lim Han-kim memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, kemudian baru melangkah masuk ke dalam ruangan,
Dua buah lilin sebesar lengan bocah mencorongkan sinar
terang dalam ruangan perahu itu

102
Empat buah lentera berbanjar di sisinya, kain sutera
berwarna kuning menghiasi keempat belah dinding ruang
perahu itu, ditambah delapan biji mutiara sebesar
kelengkeng tertera di dinding berlapiskan kain kuning
tadi, Ketika terkena sorotan sinar lilin mutiara-mutiara itu
segera memantulkan sinar gemerlap yang amat
menyilaukan mata.
Dekat dinding sebelah belakang, di balik kain tirai
be^arna kuning, terdapat sebuah meja, kursi di belakang
meja itu dalam keadaan kosong.
Dengan sikap yang amat menghormat keempat bocah
berbaju hitam itu berdiri berjajar di depan kursi itu.
Bocah di sebelah kiri segera menjura sambil melapor:
"Tawanan telah sampai, siap menunggu perintah Nio-nio
selanjutnya"
Lim Han-kim sama sekali tak menggubris sikap bocahbocah
itu. ia tetap berdiri santai sambil berpangku
tangan dan menikmati lukisan pemandangan alam yang
tergantung di dinding.
sementara dia masih termangu, dari balik ruang dalam
kedengaran suara kemerincingan nyaring, disusul
kemudian muncul empat orang dayang kecil berbaju
hijau yang mengiringi seorang nyonya berbaju kuning.
Lim Han-kim sama sekali tidak berpaling, dia masih
memandangi lukisan pemandangan alam yang

103
tergantung di dinding, seakan-akan tak sadar kalau
dalam ruang perahu itu telah muncul serombongan
manusia lagi.
setelah mengambil tempat duduk di kursi kebesaran
itu, nyonya berbaju kuning itu baru membentak: "Kau
mengerti dosamu?"
Walaupun nada suaranya merdu bagaikan kicauan
burung nuri, tapi mengandung wibawa yang luar biasa,
hal mana membuat Lim Han-kim berpaling tanpa terasa.
Tapi ia segera tertegun dibuatnya.
Ternyata nyonya berbaju kuning itu meskipun memiliki
suara yang merdu seperti kicauan burung nuri, namun
memiliki wajah yang amat jelek dan menyeramkan
Mukanya penuh noda-noda berwarna hijau dan putih,
sekalipun tubuhnya mengenakan pakaian kuning yang
halus dan mahal harganya, namun tidak mengurangi
keseraman penampilannya, membuat siapa pun segan
untuk melihatnya kembali. Terdengar nyonya berbaju
kuning itu dengan suaranya yang merdu kembali
menengur:
"Setelah bertemu aku, berani amat kau tidak memberi
hormat, hmmm Besar nian nyalimu" Lim Han-kim hanya
tertawa hambar, ia tetap membungkam diri dalam seribu
bahasa.

104
"Hey, tuli rupanya kamu?" bentak nyonya berbaju
kuning itu lagi dengan penuh kegusaran-
Lim Han-kim mengerutkan keningnya, agak segan dia
bertanya: "Ada apa?"
Nadanya tetap dingin, hambar dan santai, sedikit pun
tidak merasa takut apalagi ngeri, Sikap seperti ini segera
membuat nyonya berbaju kuning itu tertegun, sampai
lama sekali dia termenung sebelum katanya lagi:
"Hmmm, belum pernah kujumpai di dunia ini ada
orang yang berani memandang enteng diriku"
Lim Han-kim angkat kepalanya memandang nyonya
berbaju kuning itu sekejap lalu pelan-pelan
menundukkan kepalanya lagi, seakan-akan tidak
mendengar teguran tersebut
Nyonya berbaju kuning itu bertambah gusar setelah
melihat sikapnya yang dingin dan tidak perduli, teriaknya
marah: "Aku tak percaya kalau di dunia ada orang yang
tahan siksaan badan, hmmm Cambuk dulu dua puluh
kali"
Satu di antara keempat dayang berbaju hijau yang
berdiri di belakang nyonya berbaju kuning itu menyahut.
Dia keluarkan sebuah cambuk kulit dari bawah meja, lalu
diayunkan ke tubuh pemuda itu.

105
Dengan suatu gerakan enteng Lim Han-kim
membalikkan badan menghindari serangan itu. Ujung
cambuk yang menimbulkan suara desingan angin tajam
menyambar lewat dari sisi bajunya, "He, he, he...
rupanya manusia latah yang menganggap ilmu silatnya
sudah cukup mahir...." jengek nyonya berbaju kuning itu
sambil tertawa dingin.
sementara pembicaraan masih berlangsung, dayang
kecil berbaju hijau itu sudah menarik kembali cambuknya
pergelangan tangannya digetarkan, cambuk tersebut
langsung membabat miring ke samping. Deruan angin
serangan yang memekak telinga pun bergema memenuhi
seluruh ruang perahu.
Lim Han-kim gerakkan sepasang bahunya, di tengah
bayangan cambuk yang menyambar dan membabat
terlihat badannya menyelinap kian ke mari dengan
entengnya. Dalam sekejap mata dayang kecil berbaju
hijau itu sudah melepaskan dua puluh kali cambukan,
namun tak satu pun yang berhasil mengenai badan Lim
Han-kim.
"Tahan" Tiba-tiba nyonya berbaju kuning itu
menghardik. Dayang kecil berbaju hijau itu serentak
menarik kembali cambuknya, gagal melukai musuhnya ia
jadi malu setengah mati, Pipinya berubah jadi merah
membara.

106
Lim Han-kim sendiri tetap bersikap dingin dan hambar,
susah untuk orang lain menduga apakah ia sedang
gembira atau marah. Gemerincingan suara nyaring
bergema membelah keheningan Perlahan-lahan nyonya
berbaju kuning itu meninggalkan tempat duduknya dan
maju ke tengah arena.
Dari tangan si dayang kecil tadi ia minta cambuk kulit
tersebut, kemudian katanya: "Tak heran kau begitu
sombong dan latah, ternyata punya kemampuan yang
dapat diandalkan.
Kalau kulihat dari kemampuanmu yang bisa
menghindari cambukan hanya dalam ruang beberapa
depa saja, rasanya ilmu meringankan tubuh yang kau
miliki benar-benar sudah mencapai kesempurnaan"
Lim Han-kim menghela napas panjang: "Aaaai,
hubungan antara kita bagaikan air sumur yang tidak
mencampuri air sungai, apa sebenarnya maksud kalian
menawanku ke dalam perahu ini?"
Tiba-tiba nyonya berbaju kuning itu tertawa sehingga
nampak sebaris giginya yang putih bersih dan rapi,
katanya: "Belum pernah ada orang yang berani
mengintip bila perahuku sedang berlayar lewat...."
Tiba-tiba ia berhenti bicara dan pusatkan perhatian
untuk mendengarkan sesuatu, suara perempuan itu
benar-benar merdu merayu, ditambah giginya yang rapi

107
dan putih, Kalau tidak memandang wajahnya yang amat
jelek, orang pasti akan membayangkan betapa cantik
dan menariknya perempuan itu.
Tiba-tiba Lim Han-kim membalikkan tubuhnya dan
melangkah ke luar dari ruang perahu. Nyonya berbaju
kuning itu segera menyentak pergelangan tangan-nya,
tahu-tahu cambuk kulit itu sudah menyambar ke muka
langsung menggulung sepasang kaki Lim Han-kim,
tegurnya dingin, "Asal kau dapat menghindari tiga jurus
serangan cambukku, pasti akan kuijinkan kau turun dari
perahu ini dengan selamat."
Lim Han-kim menghimpun tenaga dalamnya,
mengikuti gerak sambaran cambuk itu dia bersalto satu
kali di udara, lalu melayang turun kembali ke pos isi
semula, Gerakan tubuh yang begitu lincah, ringan dan
cepat itu langsung mengejutkan nyonya berbaju kuning
itu. setelah termangu sekejap. cambuknya kembali
diayunkan menyapu miring ke samping.
Lim Han-kim mengibaskan tangan kanannya, tiba-tiba
berkelebat sinar perak dari ujung bajunya langsung
menghantam ujung cambuk yang dilancarkan nyonya
berbaju kuning itu. Tenaga pukulan yang sangat kuat
langsung menggetarkan cambuk itu hingga mental ke
belakang.
"Hmmm, hebat benar kepandaianmu." jengek nyonya
berbaju kuning itu sambil mengernyitkan dahi.

108
pergelangan tangannya kembali digetarkan cambuk kulit
itu semula lemas tahu-tahu menjadi tegang dan kaku
langsung menusuk ke dada lawan, Lim Han-kim
mengerutkan kening, ia kibas tangan kirinya, Dengan
keras lawan keras ia cengkeram cambuk lawan.
Tatkala ujung cambuk dan cengkeraman pemuda itu
hampir bersentuhan, tiba-tiba nyonya berbaju kuning itu
merendahkan pergelangan tangannya, cambuk yang
semula menusuk lurus tahu-tahu berputar arah di tengah
jalan, ketika hampir menyentuh tanah, cambuk itu
berbelok menyambar ke kanan.
Perubahan dengan menggunakan tenaga yang
dilakukan dalam waktu singkat semacam ini merupakan
ilmu silat yang amat langka dalam dunia persilatan Mimpi
pun Lim Han-kim tidak menyangka kalau cambuk yang
sedang menusuk ke dadanya ternyata memiliki tiga
macam kekuatan yang berbeda dalam waktu yang
bersamaan. Untuk sesaat dia tak sanggup
menghadapinya, ujung cambuk itu langsung
menghantam lutut kanannya.
sebaliknya bagi nyonya berbaju kuning itu, meski ia
sanggup menggunakan tiga macam tenaga yang berbeda
dalam waktu yang bersamaan di dalam cambuk itu dan
tepat menghantam lutut kanan Lim Han-kim, tapi sayang
kekuatan yang terkandung dalam cambuk itu sudah jauh
berkurang sehingga tak mampu untuk melukai lawan.

109
Begitu ujung cambuk menghantam lutut kanan
pemuda itu, senjata tersebut langsung lemas dan jatuh
ke tanah, Terlihat bayangan kuning berkelebat lewat,
diiringi suara gemerincingan nyaring, Nyonya berbaju
kuning itu sudah meninggalkan ruangan dan lenyap dari
pandangan, Lim Han-kim berdiri termangu diposisi
semula, wajahnya nampak lebih murung dan sedih.
Keempat bocah berbaju hitam itu dengan pedang
terhunus telah berdiri berjajar di muka pintu ruangan.
Tampaknya mereka sudah siap menghadang jalan pergi
pemuda itu,
Dengan wajah murung Lim Han-kim memperhatikan
sekejap sekeliling ruangan, kemudian perlahan-lahan
maju ke depan. Dari sikapnya itu, jelas dia sudah siap
menggunakan kekerasan untuk memaksa keempat bocah
berbaju hitam itu menyingkir dari posisi pintu ruang
kapal.
"Tunggu sebentar, tuan" Mendadak seorang dayang
kecil berbahu hijau memburu datang sambil berseru. Lim
Han-kim berhenti sambil berpaling, diawasinya dayang
kecil berbaju hijau itu tanpa berkata-kata
"siangkong" ujar dagang itu sambil tersenyum. "
Harap tunggu sebentar, tunggulah perintah dari Nio-nio"
"Ada apa?"

110
"Masa cuma kata-kata itu yang bisa kau ucapkan?"
tegur si dayang sambil tersenyum.
"Kecuali kalian mampu menghalangi kepergianku"
Alis matanya berkerut, sinar matanya berkelebat tibatiba
terlintas selapis cahaya terang dibalik wajahnya yang
murung. Dayang berbaju hijau itu agak tertegun,
katanya: "Setiap orang yang berada di perahu ini
mengerti silat dan rata-rata berkepandaian tinggi Kau
anggap dengan kemampuan yang kamu miliki, kau
seorang bisa pergi dari sini dengan mudah?"
Lim Han-kim tertawa hambar, ia meneruskan
langkahnya keluar dari ruang perahu itu. Serentak
keempat bocah berbaju hitam itu menggerakkan
pedangnya melancarkan serangan, selapis kabut pedang
segera menyelimuti seluruh angkasa, Lim Han-kim sama
sekali tak perduli seakan-akan tidak melihat adanya
kabut pedang yang menyelimuti di sekitar situ, ia tetap
meneruskan langkahnya ke depan-
"Berhenti" bentakan lembut kembali berkumandang
dari belakang tubuhnya. Lim Han-kim tidak perduli, dia
balas membentak: "Siapa berani menghalangiku,
mampus"
Dengan cekatan dia menerjang ke luar dari ruang
perahu, Empat bilah pedang dengan membawa empat
gulung cahaya tajam secepat kilat menyambar pula ke

111
depan, masing-masing menusuk empat buah jalan darah
penting di tubuh Lim Han-kim.
Terhadap datangnya ancaman itu Lim Han-kim tidak
menggubris. sepintas lalu ia nampak seperti tak siap,
namun begitu turun tangan cepatnya bagaikan sambaran
kilat Di antara ayunan tangan kanannya tahu-tahu ia
sudah cengkeram pergelangan tangan kanan seorang
bocah berbaiu hitam itu, kemudian dengan
menggunakan pedang di tangan bocah tersebut dia
tangkis serangan ketiga orang lawan lainnya.
"Traaaang..."
Dengan menimbulkan benturan nyaring, ketiga bilah
pedang itu sudah terpental ke belakang. Dalam posisi
demikian, meskipun bocah berbaju hitam itu masih
memegang pedang, sesungguhnya dia sudah kehilangan
kemampuannya untuk menguasai senjata tersebut Bukan
kepalang rasa terkejut dan ngerinya waktu itu,
Begitu berhasil menghancurkan serangan pedang yang
menghalangi jalan perginya, Lim Han-kim segera
menerjang ke luar dari ruang perahu. Tapi apa yang
kemudian terlihat di sekelilingnya membuat pemuda itu
tertegun, Ternyata perahu itu sudah berada di tengah
sungai.
Delapan orang manusia berbaju hitam dengan senjata
terhunus berdiri di sekeliling geladak. jika dilihat
dariposisi yang mereka tempati, tampaknya rombongan

112
tersebut sedang membentuk sebuah barisan yang khusus
dipakai untuk menghalau terjangan musuh.
Lim Han-kim berlagak seakan-akan tidak melihat
kehadiran ke delapan jago bersenjata yang berdiri
dengan wajah membunuh itu, sorot matanya dialihkan ke
tengah sungai dan termangu- mangu. Wajahnya yang
semula sudah murung, kini nampak bertambah murung,
sepasang alis matanya berkerut, sinar matanya makin
memudar, ia berdiri termangu di sana bagaikan sebuah
patung.
Untuk beberapa saat lamanya kedua belah pihak
sama-sama berdiam diri tanpa melakukan sesuatu pun.
sementara itu, keempat bocah berbaju hitam tadi telah
mengejar pula ke luar dari ruang perahu, namun, mereka
sudah mulaijeri dan ngeri terhadap kehebatan ilmu silat
Lim Han-kim, sehingga tak seorang pun di antara mereka
berani bertindak sembarangan
sikap Lim Han-kim makin lama kelihatan semakin loyo,
tiba-tiba saja bagaikan orang yang terserang penyakit
parah, ia tak sanggup menopang tubuhnya lagi hingga
perlahan-lahan terperosok duduk di lantai.
Walaupun begitu, gempurannya yang jitu dan hebat
tadi rupanya masih meninggalkan kesan mendalam di
benak orang-orang berbaju hitam itu, sehingga mereka
pun tak berani sembarangan bertindak

113
Angin malam berhembus kencang, suara ombak
memekikkan telinga, dari deruan angin dan deruan
ombak yang ramai dapat disimpulkan bahwa perahu
tersebut telah berada di tengah sungai, sepenanakan
nasi lamanya telah lewat, suasana tetap hening, sepi,
tanpa suatu kejadian pun.
saat inilah, dua orang dayang kecil berbaju hijau tibatiba
muncul di geladak sambil berkata: "Nio-nio ada
perintah, harap siangkong masuk ke ruang belakang
untuk berbincang-bincang . "
Perlahan-lahan Lim Han-kim berdiri, setelah manggutmanggut,
dia berjalan mengikuti kedua orang dayang itu,
Tampaknya dua orang dayang kecil berbaju hijau itu
tidak menyangka kalau pemuda berilmu tinggi yang
nampak sombong dan takabur? ini secara tiba-tiba dapat
berubah menjadi begitu lembut dan penurut, timbul rasa
heran di hati kecilnya.
"Aneh benar watak pemuda ini." pikirnya, "sungguh
tak terduga sikapnya dapat berubah-ubah semudah ini."
Di bawah iringan kedua orang gadis itu, Lim Han-kim
melangkah masuk ke ruang belakang, sesudah melewati
ruang perahu yang megah dan mewah itu, dayang
berbaju hijau yang di sebelah kiri membuka sebuah tirai
kuning di sampingnya seraya berseru: "Siangkong,
silahkan masuk ke mari."

114
Lim Han-kim memperhatikan sebentar sekeliling
ruangan itu, kemudian melangkah masuk, Dayang
berbaju hijau itu segera turunkan kembali tirai kuningnya
dan merapatkan pintu ruangan.
Tempat itu merupakan sebuah ruangan yang kecil tapi
indah dan rapi, empat belah dindingnya berwarna biru
langit, sebuah meja berukiran indah terletak di tengah
ruangan, Di atas meja telah tersedia empat macam
hidangan lezat dan arak wangi.
Waktu nyonya berbaju kuning itu sudah
menanggalkan dandanan mewahnya, kini dia memakai
baju panjang berwarna biru langit Rambutnya yang
panjang dibiarkan terurai di bahu, ia berdiri di depan
jendela, membiarkan angin sungai mengibarkan rambut
serta bajunya.
Lim Han-kim memperhatikan sebentar situasi di
sekelilingnya, kemudian sambil bersandar di dinding
ruangan, ia berdiri membungkam. "Apakah kau anggap
aku jelek sekali?" Terdengar suara merdu itu
berkumandang, Lim Han-kim hanya mengerdipkan
matanya beberapa kali, dia tetap membungkam diri.
suara merdu itu bergema lagi: "Aku bernama Liu Bi-ji,
tapi orang jarang memakainya untuk menyebutku
biasanya orang memanggilku Kim Nio-nio, kau akan
memanggilku dengan sebutan yang mana?" Kali ini Lim
Han-kim berkedip pun tidak, apalagi menjawab.

115
"Eeei, mengapa kau membungkam terus?" tegur Kim
Nio-nio.
sambil berbicara, perlahan-lahan ia membalikkan
badan. Ketika menjumpai Lim Han-kim berdiri sambil
pejamkan mata, kembali ia berkata sambil menghela
napas panjang: "Maukah kau membuka mata menatap
wajahku?"
Dengan mata tetap terpejam Lim Han-kim berkata:
"Sebenarnya apa maksudmu menawanku ke perahu ini?
cepat bebaskan aku kalau tidak...."
"Hahahahaha... kalau tidak mengapa?" Kim Nio-nio
tertawa terkekeh kekeh, "setiap orang yang pernah
singgah di istana perahuku ini, selalu hanya ada dua
pilihan...."
"Hmmm, dua pilihan yang bagaimana?"
"Kesatu, bersedia takluk dan jadi anak buahku, Kedua,
mati dan mayatnya ditenggelamkan ke sungai untuk
umpan ikan."
Lim Han-kim tidak menggubris lagi, perlahan-lahan dia
sandarkan tubuhnya di dinding perahu lalu pejamkan
mata, diam-diam ia putar otak mencari akal untuk
meloloskan diri
Kim Nio-nio merupakan seorang jago kawakan yang
sangat berpengalaman di dalam dunia persilatan, entah

116
sudah berapa banyak tokoh silat yang berhasil
dikalahkan atau ditaklukkannya, Tapi menghadapi
pemuda dingin yang tenang dan berkepandaian ampuh
ini, dia merasa sedikit serba salah.
Namun bagaimanapunjuga ia sudah cukup makan
asam garam, ia sadar untuk menghadapi manusia yang
tak takut mati dan tidak tertarik dengan pangkat serta
kekayaan ini dia mesti bertindak secara halus.
Dia harus menunggu sampai pemuda itu berbicara
lebih dulu, kemudian mencari titik kelemahan dari
pembicaraannya dan mempergunakannya untuk
memaksa dia menuruti kehendak hatinya.
Dia yakin setiap manusia pasti punya kelemahan,
hanya kelemahan setiap orang berbeda. Karena itu Liu
Bi-ji membalikkan badan memandang ke luar jendela dan
tidak, berbicara lagi.
Ternyata dugaannya benar juga, ketika sampai lama
tidak mendengar perempuan itu berbicara, Lim Han-kim
jadi habis sabarnya, tanpa terasa dia membuka matanya
kembali Keningnya segera berkerut setelah menjumpai
perempuan itu hanya memandang ke luar jendela
seakan-akan sedang kenikmati keindahan malam, diamdlam
pikirnya:
"sekarang, perahu ini berada di tengah sungai, jelas
aku tak bisa memaksa untuk menepi lagi, Agaknya aku

117
mesti membekuk Kim Nio-nio dengan serangan kilat,
begitu tertangkap aku akan memaksanya untuk
menghantarku ke daratan.,.."
Di tengah hembusan angin malam, tiba-iiba terdengar
suara orang sedang memanggil toakonya, suara itu
penuh rasa cemas dan panik, Lim Han- kim segera
mengenali suara itu sebagai suara adiknya, Yu siongliong.
satu ingatan segera melintas dalam benaknya, ia
tak dapat menanti lebih lanjut dengan membiarkan
perahu itu terbawa arus semakin menjauhi tempat
tersebut Berkilat sepasang mata pemuda ini, dengan
suatu gerakan cepat bagaikan sambaran kilat ia melejit
ke hadapan Kim Nio-nio lalu mencengkeram bahunya
dengan sambaran kilat
Biarpun Kim Nio-nio sedang berdiri membelakanginya,
tapi ia seakan-akan punya mata di punggungnya, Begitu
Lim Han- kim bergerak maju, dia pun memutar badannya
secara tiba-tiba dan menghindar sejauh lima depa ke
samping.
Di bawah sinar lentera, tampak matanya yang
mendelik besar memancarkan sinar kecerdikan, sambil
tersenyum tegurnya: "Tak kusangka manusia macam kau
pun berani membokong orang"
Kontan Lim Han-kim merasakan mukanya jadi merah
padam dan panas, cepat-cepat serunya. "Kalau kau tidak

118
cepat-cepat menghantarku ke darat, jangan salahkan
kalau kuserang lagi dengan lebih ganas."
Kim Nio-nio tersenyum, "saat ini malam sudah larut,
lagipula hidangan lezat dan arak wangi sudah tersedia.
Apakah kau tidak merasa bahwa pertarungan dalam
keadaan begini hanya akan merusak suasana?"
sekalipun wajahnya penuh bopeng, namun selagi
tersenyum, perempuan itu punya daya pikat yang amat
menawan. Lim Han-kim berusaha mengendalikan gejolak
perasaannya, setelah tenang sahutnya dingin: "saudara
ku sedang mencariku, aku harus mendarat sekarang
juga."
Kembali Kim Nio-nio tertawa hambar, "Di kolong langit
dewasa ini, belum pernah ada orang yang berani
memerintahku untuk berbuat sesuatu yang menentang
kehendak hatiku."
Lim Han-kim tidak banyak bicara lagi, sambil
membalikkan tubuh secepat petir dia menerjang maju,
sementara tangan kanannya melepaskan sebuah
pukulan, Kembali Kim Nio-nio menggerakkan bahunya,
tahu-tahu dia sudah menyingkir lagi sejauh tiga depa.
Lim Han-kim kuatir tenaga pukulannya merusak
dinding ruangan perahu, sebelum serangannya
menyentuh benda tersebut tiba-tiba saja dia menarik
kembali pukulannya sambil melepaskan sebuah totokan.

119
Dengan santai Kim Nio-nio menjinjing gaunnya
sehingga nampak kakinya yang putih bersih, sekali
melompat ia sudah meloloskan diri dari totokan kilat
tersebut, "Eeei, rupanya kau benar-benar ingin tarung
denganku." tegurnya sambil tertawa.
"Baiklah, kalau ingin bertempur, lebih baik nikmati
dulu hidangan yang sudah tersedia kemudian kita
bertarung sepuasnya di geladak perahu sebelah sana...."
Begitu dua kali serangannya gagal mencapai sasaran,
Lim Han- kim segera menarik kembali tangannya
melintang sejajar dada. Kemudian secepat kilat dia
mengejar ke muka dan melepaskan satu serangan hgi
dengan jurus "Membersihkan Debu Berbincang santai."
Kim Nio-nio tertawa terkekeh- kekth, "Hahaha... hatihati,
jangan sampai menghancurkan cawan dan mangkuk
di meja." ejeknya,
Di tengah suara tertawanya yang merdu ia melompat
ke atas dan lagi-lagi berhasil menghindari diri dari
sergapan tersebut Lim Han- kim mendengus dingin,
menggunakan kesempatan selagi tubuh lawan belum
melayang turun ke lantai, telapak tangan kanannya yang
sejajar dada kembali melepaskan sebuah pukulan cepat.
serangan tersebut boleh dibilang dilepaskan tepat
pada saatnya, bersamaan ketika kaki Kim Nio-nio

120
melayang turun ke lantai, angin pukulan Lim Han- kim
yang keras telah menyambar tiba.
Jangan dilihat Kim Nio-nio hanya seorang perempuan
yang lemah lembut, ternyata dia memiliki ilmu silat yang
betul-betul mengerikan, dalam keadaan begini ia sama
sekali tidak panik, Di antara ayunan tangannya,
mendadak tubuhnya melejit lurus ke atas.
Kakinya menyusut ke atas dan di sela-sela waktu yang
amat singkat ia sudah berjumpalitan di udara lalu
melayang turun di atas bangku di sisi ruangan.
"Hebat nian ilmu merintangkan tubuh perempuan
ini...." puji Lim Han-kim termangu sejenak, Cepat-cepat
dia menarik kembali serangannya sambil bersiap sedia.
Dengan suatu gerakan yang ringan tapi amat indah,
Kim Nio-nio melayang turun ke atas bangku kuyu itu
setelah membereskan rambutnya yang terurai, katanya
sambil tersenyum: "Kau tak boleh bertarung lagi...."
sementara itu suara teriakan Yu siau-liong kedengaran
makin menyayat hati, suaranya melengking berbaur
dengan suara ombak membuat pemandangan yang amat
tak sedap. Wajah Han-kim berubah semakin berat dan
gelap. sesudah berpikir sejenak, mendadak ia menerjang
ke luar dari ruanganTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
121
"Berhenti" bentakan nyaring menggema di udara.
Tiba-tiba Kim Nio-nio melompat ke depan, secepat kilat
jari tangannya menyambar ke muka melepaskan sebuah
cengkeraman
Lim Han-kim membalikkan tubuhnya, dengan ujung
jari telunjuknya dia balas menotok urat nadi perempuan
itu Kim Nio-nio merendahkan pergelangan tangannya ke
bawah, lalu berbalik menotok jalan darah "Ci-ti-hiat" di
dada Lim Han-kim Tampak dua jari tangan saling
berputar, sebentar naik sebentar turun, dalam sekejap
mata kedua belah pihak telah bertarung lima gebrakan.
Kelima jurus gebrakan tersebut dilakukan sama-sama
cepat dan sama-sama berbahayanya, masing-masing
pihak berusaha merobohkan lawannya dalam waktu
tercepat. Tiba-tiba Kim Nio-nio melepaskan sebuah
tendangan kilat, di antara gaunnya yang berkibar,
kelihatan betis dan pahanya yang putih mulus dan
menawan hati.
Dengan perasaan terperanjat Lim Han- kim menyusut
mundur dan menghindar sejauh tiga depa, Terdengar
Kim Nio-nio menghela napas panjang: "Aaaai,.,
berdasarkan kemampuanmu yang berani melayani
pertarungan jarak dekat, sudah sepantasnya kalau
kuhantar kau mendarat...."

122
Mendadak ia menarik kembali wajahnya yang penuh
senyuman, dengan serius dan bersungguh-sungguh ia
memberi hormat kemudian menambahkan.
"Dapat berjumpa berarti di antara kita memang
berjodoh, silahkan menikmati hidangan seadanya lebih
dulu, kemudian pasti akan kuhantar kau kembali ke
daratan"
selagi tertawa, perempuan itu kelihatan menawan
hati, tapi selagi serius ia justru menunjukkan
kewibawaan yang luar biasa. Lim Han- kim merasa
seakan-akan dia berhadapan dengan dua orang yang
berbeda. Menghadapi kewibawaan yang terpancar dari
wajah perempuan tersebut, tanpa terasa dia pun balas
memberi hormat.
"Terima kasih atas kebaikan Nio-nio, aku kuatir adikku
terlalu cemas sehingga terjadi sesuatu yang tak
diinginkan...."
Kim Nio-nio tidak banyak bicara lagi, ia bertepuk
tangan sekali, Tirai bergerak, muncul seorang dayang
kecil berbaju hijau dari luar ruangan, dengan sikap
sangat menghormat katanya: "Siap menantikan titah Nionio"
"Perintahkan mereka untuk putar kemudi dan hantar
tuan muda ini ke tempat semula"

123
Dayang kecil berbaju hijau itu mengiakan dan segera
mengundurkan diri, Perlahan-lahan Kim Nio-nio duduk
kembali, sambil menuding bangku di hadapannya ia berkata:
"Gelisah pun tak usah terburu-buru, silahkan
duduk"
Lim Han-kim berpikir sejenak, tapi akhirnya duduk.
Kim Nio-nio mengangkat cawan di hadapannya,
Memenuhi dulu cawan di hadapan Lim Han-kim dengan
arak, kemudian setelah memenuhi pula cawannya, dia
ber-kata: "Hampir semua jago di dunia persilatan tahu
kalau di dunia ini terdapat seorang perempuan bernama
Kim Nio-nio yang malang melintang di sungai besar, tapi
jarang ada yang pernah menjumpai raut wajah asliku
kecuali beberapa orang dayang di sampingku." Lim Hankim
hanya mendehem tanpa menjawab.
Kim Nio-nio mengira dia hendak berbicara,
ditunggunya sebentar Melihat pemuda itu tetap
membungkam, tanpa terasa tegurnya sambil tersenyum:
"Kelihatannya kau tak suka banyak bicara?"
Lim Han-kim manggut-manggut. Kembali Kim Nio-nio
tersenyum:
"Kehebatan ilmu silatmu dan keketusan sikapmu
benar-benar jarang dijumpai dalam dunia persilatan"
"Ilmu silat yang nona miliki pun tidak berada di bawah
kepandaianku."

124
Kim Nio-nio membenahi rambutnya yang terurai di
bahu, perlahan-lahan ia berkata: "jika usiamu sudah
mencapai tiga puluh tahunan, memiliki ilmu silat sehebat
ini bukan terhitung hebat dan aneh. Tapi usiamu baru
dua puluh tahunan, ilmu silatmu sudah mencapai puncak
kesempurnaan- Kejadian semacam ini benar-benar
sangat langka."
"Nona terlalu memuji"
Tiba-tiba Kim Nio-nio menghela napas paniang:
"Aaaai... setelah berpisah malam ini, entah sampai kapan
kita baru berjodoh untuk bertemu lagi Tuan muda,
bersediakah kau memberitahu siapa namamu?"
"Aku Lim Han-kim"
"Berapa umurmu tahun ini?" Kembali Kim Nio-nio
bertanya sambil tertawa manis. Lim Han-kim tertegun,
untuk sesaat dia tidak menjawab.
Terhadap sikap pemuda tersebut ternyata Kim Nio-nio
tidak memasukkannya ke dalam hati, sambil tersenyum
ia kembali berkata: "Kalau kupandang sikapmu yang
dingin, sayu, murung dan hambar, hampir kukira kau
sudah kakek-kakek bangkotan. Aaaai... masih muda
sudah mempunyai watak murung semacam ini,
nampaknya kau memiliki masa lalu yang amat
memedihkan hati?"

125
setelah berhenti sejenak. tambahnya: "Kalau tidak
salah taksir, usiamu sudah dua puluh tahun bukan?"
"Aku sudah dua puluh satu tahun." perlahan-lahan Kim
Nio-nio menundukkan kepalanya sambil membalik badan.
sampai lama kemudian ia baru berpaling kembali, hanya
genangan air mata masih nampak membasahi kelopak
matanya, sambil tersenyum katanya lagi: "Umurku empat
belas tahun lebih tua, tak ada salahnya kalau kupanggil
kau sebagai saudara cilik bukan "
"Soal ini, soal ini...."
"Sebagai sesama anggota dunia persilatan kau tak
usah terikat oleh segala tata cara dan tradisi...."
Kemudian setelah berhenti sebentar, terusnya: "Andaikan
adikku masih hidup, tahun ini usianya semestinya sebaya
dengan usiamu."
"Adikmu?"
"Yaa, dia lenyap ketika masih berumur tiga tahun,
hingga kini jejaknya belum kutemukan Aaaai... Moggmoga
Thian masih melindungi sehingga kami kakak
beradik bisa berkumpul kembali suatu hari kelak."
Melihat kesedihan yang menyelimuti wajah perempuan
itu, Lim Han-kim ingin sekali mengucapkan kata-kata
menghibur tapi akhirnya dia urungkan niat tersebut.

126
setelah menyeka air matanya, Kim Nio-nio
meneruskan: "saudaraku agak mirip dengan wajahmu,
meski kesan tersebut tertinggal sewaktu dia masih kecil
dulu, namun selalu membekas dalam benakku secara
nyata, Dalam bayanganku, andaikata dia sudah tumbuh
dewasa, semestinya ia mempunyai perawakan setinggi
kau"
segulung angin sungai berhembus lewat menyingkap
gaun yang dikenakan sehingga kelihatan lagi betis dan
pahanya yang putih bersih. Buru-buru dia menarik turun
gaunnya untuk menutupi kakinya yang telanjang, lalu
setelah pejamkan mata ia bertanya: "Tuan muda Lim,
apakah kau memandang rendah diriku?"
"Entahlah" jawab Lim Han-kim sambil tertawa hambar
Mula-mula Kim Nio-nio tertegun, menyusul kemudian
katanya sambil tertawa segan: "Ya benar, kau tak pernah
mau mencampuri urusan orang lain bukan?"
Lim Han-kim menghela napas panjang, ia seperti mau
bicara tapi kemudian niat tersebut diurungkan
Kim Nio-nio bangkit berdiri, sambil mengangkat
cawannya dia berkata: "sebentar lagi perahu akan
menepi, sebelum berpisah, biar kuhormati secawan arak
dulu untukmu."
Lim Han-kim tidak menampik, dia mengangkat
cawannya dan sekali teguk menghabiskan isinya.

127
Pada saat itulah kedengaran suara orang
berkumandang masuk: "Lapor Nio-nio, perahu telah
mendarat"
BAB 5. Geger Di Kuil Awan Hijau
Lim Han-kim sebera bangkit berdiri, memberi hormat
dan berlalu dari sana dengan langkah lebar, "saudara
cilik, tunggu sebentar" Tiba-tiba Kim Nio-nio berteriak
sambil menghentikan langkahnya, Lim Han-kim
berpaling, Sambil menyusul datang Kim Nio-nio berkata:"
walaupun kau tak berminat menganggapku sebagai
kakak. namun aku punya maksud menganggapmu
sebagai adik, Perduli bagaimana pandanganmu
terhadapku yang pasti aku dapat menemukan kembali
adikku yang hilang lewat nada suara, wajah serta
senyumanmu. . . . "
Dari sakunya dia keluarkan sebuah lencana terbuat
dari emas, sambil disodorkan ke hadapan pemuda
tersebut, tambahnya: "Anggaplah lencana emas ini
merupakan tanda mataku untukmu, siapa tahu benda ini
akan berguna bagimu di kemudian hari."
Lim Han-kim berpikir sebentar, lalu mengangguk:
"Baiklah, akan kuterima pemberian ini"
Tanpa dilihat lagi, ia masukkan lencana tersebut ke
dalam sakunya, Kim Nio-nio tertawa sedih, serunya:
"Moga-moga Thian dapat mengaturnya kembali waktu
perjumpaan kita di kemudian hari, Dan sewaktu kita

128
bertemu lagi nanti, kuharap kau sudah dapat
melenyapkan kemurungan yang meliputi wajahmu,
Ingatlah, mesti banyak kejadian sedih terdapat di dunia
ini, namun masih banyak pula kenangan manis yang bisa
dibayangkan kembali, saudara cilik, semoga kau baikbaik
menjaga diri dan maaf cici tidak dapat menghantar"
Lim Han-kim menjura beberapa kali dan melangkah ke
luar dari ruang perahu dengan langkah lebar. Tujuh
delapan orang lelaki bersenjata yang berdiri berjajar di
geladak serentak membungkukkan badan memberi
hormat.
Lim Han-kim menyapu pandang sekejap ke sekeliling
tempat itu, lalu tanpa membuang waktu lagi sebera
melangkah naik ke daratan,
Waktu itu Yu siau-liong sudah menanti di tepi sungai,
Begitu melihat Lim Han-kim naik ke darat, ia segera lari
menyambutnya. Kemudian sambil menghembuskan
napas panjang keluhnya: "Huuh, hampir saja membuatku
mati karena panik"
Tampak Li Bun-yang sambil mengempit dua batang
kayu sepanjang tiga depa sedang memburu datang, Tapi
begitu melihat Lim Han-kim telah mendarat dengan
selamat, sambil tersenyum ia buang kayu-kayu itu ke
atas tanah.

129
Betapa terharunya Lim Han-kim setelah melihat
batangan kayu itu, dia tahu Li Bun-yang hendak
menggunakan daya apung kedua batang kayu itu untuk
mengejar perahu serta berusaha menyelamatkan
jiwanya. Tapi sebagai pemuda yang segan banyak cakap.
kali ini pun ia cuma manggut-manggut sambil tersenyum
Dengan suara setengah berbisik Li Bun-yang sebera
berkata:
"Tampaknya perahu besar itu adalah istana berjalan di
tengah sungai yang sudah kondang namanya dalam
dunia persilatan Tak nyana saudara Lim bisa pulang
dengan selamat, sungguh membuat aku kagum.
Tampaknya pertempuran yang kau alami tadi sangat
sengit dan dahsyat...."
sambil tertawa Lim Han-kim menggeleng berulang
kali: "Keliru Mereka tidak memaksa aku untuk bertempur,
malah merekalah yang menghantarmu kembali ke sini."
"Aaah, masa begitu?" seru Li Bun-yang keheranan
Belum sempat Lim Han-kim menjawab, mendadak
kedengaran suara seorang perempuan berseru: "Tuan
muda Lim, apakah kau hendak menyeberang?"
"Sekalipun ingin menyeberang, aku tak berani
merepotkan kalian untuk menghantar."

130
Dari atas perahu besar itu pelan-pelan diturunkan
sebuah sampan kecil, kemudian mereka naikkan papan
pendarat dan berlayar lagi ke tengah sungai, Hanya
dalam waktu singkat perahu besar itu sudah lenyap di
kejauhan sana, kecepatannya sungguh luar biasa.
sementara sampan kecil yang diturunkan tadi, pelanpelan
meluncur ke tepian.
sampan tersebut didayung oleh dua orang dayang
kecil berbaju hijau, samar-samar Lim Han-kim mengenali
kembali salah seorang di antaranya sebagai dayang yang
membawanya masuk ke ruang dalam untuk menjumpai
Kim Nio-nio tadi. Tampak dayang itu menghampiri Lim
Han-kim, setelah memberi hormat katanya lembut:
"Hamba mendapat perintah untuk menghantar tuan
muda menyeberangi sungai ini"
Lim Han-kim coba memperhatikan sampan tersebut
Tampak kedua ujung sampan tersebut berbentuk runcing
dan memanjang mirip ujung tombak. sedang badannya
pipih memanjang, paling banter hanya bisa memuat tiga
sampai lima orang.
Melihat keraguan pemuda tersebut, sambil tersenyum
dayang berbaju hijau itu berkata lagi: "Tuan muda tak
usah kuatir, sejak kecil aku dibesarkan dalam air, kami
sudah terbiasa mengendalikan sampan sekecil ini,
tanggung tuan muda tak. akan dibuat panik apalagi
kaget."

131
"Tapi sampanmu begitu kecil, mana mungkin bisa
menyeberangi kami bertiga, ditambah dua ekor kuda?"
tukas Yu siau-liong" ragu-ragu.
"Jangan kuatir" sahut si dayang sambil tertawa,
"sampan ramping semacam ini memiliki daya apung yang
luar biasa besarnya, Asal kuda-kuda itu tidak berjingkrak
di atas sampan, tanggung kalian bisa kuseberang-kan
dengan selamat tanpa kekurangan sesuatu pun."
Yu siau-liong tak berani sembarangan mengambil
keputusan, ia memandang kakaknya sekejap baru
katanya: "Toako, apakah kita akan menggunakan
sampannya?" Lim Han-kim berpikir sebentar, akhirnya
mengangguk "Tuntunlah kuda-kuda itu ke sampan"
Yu siau-liong mengiakan dan sebera ber-lalu, Tak lama
kemudian ia sudah muncul di tepi sungai sambil
menuntun dua ekor kuda.
Kedua orang dayang itu menurunkan dulu kedua ekor
kuda tersebut ke atas sampan, kemudian baru ujarnya
sambil tertawa: "Silahkan kalian bertiga naik ke sampan"
Li Bun-yang melompat turun dulu ke sampan, disusul
kemudian oleh Lim Han-kim dan Yu siau-liong. Li Bunyang
sudah cukup lama bergerak di dalam dunia
persilatan pengalamannya cukup matang, Begitu
melompat ke sampan, secara diam-diam dia awasi gerak

132
gerik kedua orang dayang itu. Walau di luarnya ia
bersikap santai.
Cara kerja kedua orang dayang itu tampak sungguh
berpengalaman Satu mendayung yang lain memegang
kemudi, dalam waktu sekejap mereka sudah berada di
tengah sungai, Gulungan ombak yang besar sama sekali
tidak mengolengkan sampan kecil itu. Bagaikan anak
panah yang terlepas dari busurnya, sampan itu meluncur
lurus ke pantai seberang.
sementara itu Lim Han-kim duduk bersila di lantai dan
memejamkan matanya untuk mengatur pernapasan
Ketika Li Bun-yang mencoba memperhatikan pemuda
tersebut dan melihat jidatnya basah oleh butiran
keringat, hatinya jadi sangat keheranan Tapi ia segan
untuk bertanya, terpaksa pertanyaan tersebut
disimpannya di, dalam hati. Ketika mencapai pusat
sungai, ombak yang menggulung makin lama semakin
besar, ditambah beban yang dibawa sampan itu amat
berat, membuat sampan itu naik turun hampir rata
dengan permukaan air, keadaan sungguh mengerikan.
Untung saja kedua orang dayang itu sangat mahir
mengendalikan sampannya, setelah berjuang hampir
setengah jam lamanya, akhirnya sampailah mereka di
pantai seberang, Dengan menuntun kudanya Yusiauliong
mendarat duluan diikuti Li Bun-yang, Hanya Lim

133
Han-kim tetap duduk bersila tanpa bergerak, sementara
butiran keringat yang membasahi jidatnya makin deras.
Dua orang dayang itu keheranan, tak tahan seorang di
antaranya berseru keras, "Tuan muda Lim, perahu telah
merapat dengan darat. Kami masih harus kembali untuk
membuat laporan...."
Perlahan-lahan Lim Han-kim membuka matanya dan
melompat turun dari sampan tersebut setelah berjalan
beberapa langkah, dia baru membalikkan badan sambil
katanya: "Terima kasih atas bantuan nona berdua."
"Tidak berani." Kedua orang dayang itu menyahut,
sambil tertawa, "Harap tuan muda menjaga diri baikbaik."
sampan itu didayung kembali ke tengah sungai,
Dalam waktu singkat mereka sudah lenyap di balik
gulungan ombak.
selama ini Li Bun-yang memperhatikan terus keadaan
Lim Han-kim. Ketika itu ia menjumpai keringat yang
membasahi dahi pemuda tersebut telah hilang, perasaan
tegang pun telah pulih menjadi kemurungan, hal mana
membuatnya semakin tak habis mengerti, pikirnya: "Jika
dilihat dari keadaannya tadi, dia seakan-akan terserang
penyakit yang amat berat, tapi sekarang keadaannya
normal kembali, Betul-betul sangat aneh...."
Makin dipikir ia merasa semakin tak habis mengerti,
makin diingat makin kebingungan Tetapi dengan

134
pengalamannya yang cukup luas dalam dunia persilatan,
ia mengerti bahwa hal semacam itu tabu untuk
ditanyakan, maka masalah tersebut pun hanya disimpan
di dalam hati.
setelah mendarat, berangkatlah ketiga orang itu
menuju ke Kuil Awan HHijau di Bukit Ciong-san. Li Bunyang
sangat hafal dengan daerah di sekitar sana,
Dipimpin olehnya, perjalanan mereka bertiga merasa
lebih cepat dan gampang.
Kurang lebih dua jam kemudian, di kala matahari
mulai terbit di ufuk Timur, sampailah mereka bertiga di
depan Kuil Awan Hijau, Bangungan Kuil Awan Hijau tidak
termasuk luas, sekeliling pagarnya hanya memakai tanah
seluas setengah hektar saja.
Baru saja mereka bertiga sampai di luar kuil, tiba-tiba
pintu gerbang yang semula tertutup rapat itu terbuka
lebar, lalu seorang imam berjenggot panjang yang
berusia antara empat puluh tahunan muncul di muka
pintu menyambut kedatangan mere-ka.
Buru-buru Li Bun-yang berebut maju ke muka sambil
berseru: "Terima kasih, terima kasih, kami tak berani
merepotkan totiang untuk menyambut sendiri
kedatangan kami."
Ternyata imam ini tak lain adalah ketua Kuil Awan
Hijau yang sedang mereka cari, sambil tersenyum ketua

135
Kuil Awan HHijau menyapa: "Tuan muda Li, rupanya kau
pun ikut datang."
"Sudah lama aku tidak mengunjungi ketua, rasanya
kangen sekali, itulah sebabnya aku datang bertandang."
jawab Li Bun-yang tertawa.
"Aaah... aku mana berani menerima kunjungan ini,
silahkan masuk ke dalam kuil untuk minum teh."
sementara itu dua orang imam kecil muncul dari
belakang imam tersebut untuk menerima tali les kuda
dari tangan Yu siau-liong.
Yu siau-liong memperhatikan kedua orang imam kecil
itu sekejap, lalu menyerahkan tali les kudanya kepada
mereka dan menurunkan bekalan dari punggung kuda.
Dengan sinar mata yang tajam bagaikan sengatan
listrik, ketua Kuil Awan Hijau memperhatikan Lim Hankim
dan Yu siau-liong sekejap. lalu tanyanya perlahan:
"siapakah di antara kalian yang bernama tuan muda
Lim?"
"Aku yang muda Lim Han-kim." Pemuda Lim segera
memberi hormat. "Boleh kutahu apakah tuan adalah
ketua Kuil Awan Hijau Ci Mia-cu?"
"Yaa, akulah orangnya." Imam itu terse-nyum, "Ibu
Anda telah mengirim surat lewat burung merpati yang
mengabarkan bahwa kau akan tiba di sini dalam

136
beberapa hari ini, karena itulah sudah cukup lama
kunantikan kedatangan tuan muda."
Dengan sedih Lim Han-kim menghela napas panjang,
kepalanya ditundukkan rendah-rendah. Dengan kening
berkerut Ci Mia-cu memperhatikan pemuda itu sekejap.
tapi cepat ujarnya lagi: "Silahkan masuk ke dalam kuil"
sambil berkata ia berjalan duluan menuju ke depan. Li
Bun-yang, Lim Han-kim dan Yu siau-liong sebera
mengikuti di belakang ketua Kuil Awan Hijau itu,
sementara kedua orang imam kecil tadi dengan
menuntun kuda berjalan lewat jalan setapak di sisi
bangunan.
setelah melewati pelataran yang penuh ditumbuhi
bunga tho, mereka menaiki tujuh lapis anak tangga yang
terbuat dari batu keras, kemudian masuk ke sebuah
halaman lagi melalui sisi kiri gedung utama.
sebaris pohon bunga tho tumbuh mengelilingi sebuah
bangunan mungil ci Mia-cu langsung mengajak ketiga
orang tamunya memasuki ruangan tersebut.
Dalam ruangan tampak teratur rapi meja kursi yang
terbuat dari bambu, lantainya sangat bersih, seorang
imam kecil berdiri lurus di samping, "silahkan duduk...."
bisik Ci Mia-cu dengan lirih. Lalu kepada imam kecil di
samping ruangan ia berkata: " Hidangkan air teh"

137
Imam kecil itu mengiakan dan segera berlalu, Selang
beberapa saat kemudian dia telah muncul kembali
dengan membawa sebuah baki kayu.
"Silahkan kalian bertiga minum teh, aku hendak
mohon diri sekejap." kata ci Mia-cu
"Silahkan loecianpwee" sahut Li Bun-yang.
Sambil tertawa dan manggut-manggut ci Mia-cu
segera keluar dari ruangan dengan langkah tergesa-gesa.
sementara itu Li Bun-yang sudah merasakan gelagat
yang kurang enak, dipandangnya Lim Han-kim sekejap
lalu tegurnya: "Saudara Lim"
Paras muka Lim Han-kim yang pada dasarnya sudah
murung, kini kelihatan lebih muram, sepasang alis
matanya berkerut, agaknya ada sesuatu yang
mengganjal hati-nya.
Tampak dia mengiakan perlahan dan angkat
kepalanya sambil bertanya: "Ada apa saudara Li?"
"Apakah saudara Lim sudah kenal dengan ketua Kuil
Awan Hijau?"
"Belum" Lim Han-kim menggeleng.
Li Bun-yang tidak banyak bertanya lagi, diambilnya
cawan teh dan diteguk isinya, Seperminum teh lamanya
suasana berlalu dalam keheningan, bahkan Yu Siau-liong

138
yang biasanya selalu tertawa pun ikut terpengaruh oleh
situasi tersebut wajahnya yang kecil
dan memerah berubah jadi sangat tegang, ia duduk
mematung terus tanpa bicara.
Lebih kurang seperminum teh kemudian, ci Mia-cu
baru muncul kembali dengan wajah penuh senyuman,
sapanya: "Tuan muda Lim"
"Ada apa locianpwee...." Lim Han-kim menjura.
"syukur pendekar Ciu berhasil mempertahankan diri
hingga detik ini, dan syukur pula tuan muda Lim telah
berhasil sampai di sini"
Tiba-tiba saja paras muka Lim Han-kim berubah
sangat hebat Sekujur tubuhnya gemetar keras, namun
tak sepatah kata pun yang sanggup diutarakan ke luar.
Ci Mia-cu jadi sangat keheranan, setelah termenung
sejenak katanya:
"Dalam surat yang dikirim lewat burung merpati,
ibumu mengatakan bahwa kau datang ke mari dengan
membawa pil mustika seribu tahun yang berkasiat
menyelamatkan jiwa orang.... Aaaai"
setelah menghela napas panjang, lanjutnya:
"Demi menyelamatkan jiwa pendekar Ciu, aku telah
berupaya dengan segala kemampuan yang kumiliki

139
syukur situasi yang demikian kritis segera akan
berlalu...."
"Tuan ketua." tiba-tiba Li Bun-yang menyela, " Kecuali
pil jinsom seribu tahun, apakah tiada obat lain yang bisa
menyembuhkan luka yang diderita Ciu Tayhiap?"
Ci Mia-cu menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Yaa, selain pil jinsom seribu tahun, aku belum
menemukan obat lain yang bisa dipergunakan untuk
mengobati luka yang diderita ciu tayhiap."
Perlahan-lahan Lim Han-kim mengangkat kepalanya,
tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Ci Mia-cu
telah berkata lagi:
" Untung sekali Ciu tayhiap memiliki tenaga dalam
yang amat sempurna. Dia pun memiliki daya tahan yang
mengagumkan coba kalau berbicara dari luka yang
dideritanya, mustahil dia dapat bertahan selama
beberapa hari saja... tapi nyatanya sekarang, ia sanggup
bertahan sampai berapa bulan lamanya."
"llmu pertabiban yang totiang miliki tiada duanya di
dunia ini. Aku rasa justru kepandaianmu itulah yang bisa
mempertahankan jiwa Ciu tayhiap dari kematian." kata Li
Bun-yang.
Ci Mia-cu angkat kepala memandang ke luar ruangan,
lalu katanya sambil tertawa: "sekarang ia sudah tertidur,

140
Paling tidak satu jam kemudian baru bisa sadar untuk
minum obat, mari kita gunakan kesempatan ini untuk
berbicang-bincang...." setelah menghela napas panjang,
lanjutnya:
"Tubuhnya secara beruntun telah menderita tujuh
belas kali tusukan pedang, Tiga tusukan di antaranya
melukai otot dan tulangnya, selain itu isi perutnya juga
telah bergeser lantaran terkena pukulan keras. Berkat
tenaga dalamnya yang sempurna itulah ia dapat
mempertahankan diri dan lari hingga sampai di sini."
"Betul aku menguasai ilmu pengobatan, tapi ilmuku
belum mampu untuk menghidupkan kembali orang mati,
Apalagi luka separah ini bukan sembarangan obat yang
bisa menyembuhkan Dalam situasi begini terpaksa aku
mengirim surat lewat burung merpati untuk minta
bantuan ke lembah Hong-yap- kok. di samping kusuruh
orang membeli pelbagai macam obat guna
memperpanjang usia Ciu tayhiap...."
"Totiang, bolehkah aku menjenguk sekejap keadaan
luka yang diderita ciu tayhiap?" tiba-tiba Lim Han-kim
menyela. ci Mia-cu berpikir sebentar, lalu sahut-nya:
"Pada saat ini nafasnya sudah satu-satu, nyawanya
berada di ujung tanduk. Boleh dibilang pada bulan
terakhir ini dia selalu berada dalam keadaan tak sadar.
Bila Lim Kongcu ingin menjumpainya, lebih baik

141
tunggulah sampai dia minum pil jinsom seribu tahun dulu
dan benar-benar sadar kembali...."
Lim Han-kim segera melompat bangun, serunya:
"ijinkanlah kepadaku untuk menengok Ciu tahyiap barang
sekejap saja. Aku cukup menengoknya dari luar
ruangan."
"Ling kongcu, mengapa kau terburu-buru ingin
menjenguk Ciu tayhiap?"
Dengan mata melotot besar menahan lelehan air
mata, Lim Han-kim berseru dengan sedih: "sebotol pil
jinsom seribu tahun yang kubawa telah dicuri
sekelompok orang tak dikenal..."
Bagaikan kena dipukul dengan martil berat dadanya,
sekujur badan Ci Mia-cu bergetar keras, teriaknya
setengah tak yakin: "Pil itu dicuri orang?"
"Aaaai.. Pil itu sudah dicuri orang, Aku telah menyianyiakan
kepercayaan banyak pihak. Bukan cuma pil itu
tercuri, bahkan jiwa Ciu tayhiap pun ikut terancam....
Dosaku benar-benar tak terampuni...."
Walaupun ci Mia-cu mempunyai iman yang tebal dan
tidak mudah panik, namun menghadapi situasi yang
sama sekali tak terduga ini, ia dibuat gelagapan juga,
Akhir-nya sambil menghela napas tanyanya: "Sebenarnya
pil mustika itu tercuri di mana?"

142
"Dipesanggrahan Tho-hoa-kit"jawab Yo siau-liong
cepat "Tapi kejadian ini tak bisa salahkan kakakku, orang
lain tidak merampasnya dengan cara kekerasan...."
Lim Han-kim hanya membungkam diri dalam seribu
basa, sementara peluh dan airmata bercucuran bagaikan
hujan gerimis yang membasahi bajunya, saat itulah Li
Bun-yang ikut bicara, katanya: "Mencari kembali pil yang
tercuri bukan pekerjaan gampang yang bisa diselesaikan
dalam satu dua hari, totiang. Aku rasa pekerjaan pahng
penting yang harus kita kerjakan sekarang adalah
mencari akal, bagaimana caranya mempertahankan jiwa
Ciu tayhiap lebih lama lagi."
Perlahan-lahan Ci Mia-cu bangkit berdiri, sekuat
tenaga ia berusaha mengendalikan gejolak perasaannya
yang menggelora. setelah tertawa hambar, bisiknya
kepada Lim Han-kim:
"Kalau toh pil itu sudah terlanjur dicuri orang, Lim
Kongcu juga tak perlu bersedih hati. Aku pasti akan
berusaha dengan segala kemampuan yang kumiliki untuk
memperpanjang- umur ciu tay-hiap"
Dengan ujung bajunya Lim Han-kim menyeka air mata
serta keringat dari wajah-nya, lalu ujarnya: "Aku telah
menyebabkan hilangnya pil mustika itu. Kulau sampai
gara-gara peristiwa ini mengakibatkan jiwa Ciu tayhiap
terancam, aku...."

143
Mendadak terdengar suara sayap membelah angkasa,
seekor burung beo berbulu putih bersih telah meluncur
masuk ke dalam ruangan dan hinggap di bahu Li Bunyang.
Ci Mia-cu memandang beo putih itu sekejap. lalu
katanya:
"selama mengembara dalam dunia persilatan ciu
tayhiap selalu membantu kaum lemah menentang yang
jahat, ia berjiwa besar dan banyak berbuat amal, orang
berjiwa mulia selalu dilindungi Thian, Aku yakin Ciu
tayhiap tak akan tewas gara-gara kejadian ini. Lim
kongcu kau pun tak usah kelewat sedih, jaga kesehatan
badanmu."
secercah cahaya tajam berkilauan dari balik mata Lim
Han-kim. Tampaknya dalam waktu singkat dia telah
mengambil suatu keputusan, ujarnya:
"setelah Ciu tayhiap sadar nanti harap lotiang
mengijinkan aku untuk menjengUknya."
"Baik Aku pasti akan memenuhi harapan Lim
kongcu...."
"Totiang, totiang...." Tiba-tiba terdengar burung beo
putih itu memanggil-manggil dengan suara nyaring.
Dengan kening berkerut Li Bun-yang segera
bergumam: "Aneh betul, burung beo soat-bi-ji ini selalu

144
menempel di tubuh adik-ku. Mengapa secara tiba-tiba ia
bisa muncul sendirian di Kuil Awan Hijau...?"
Belum habis gumaman itu, suara tertawa yang amat
merdu telah menggema dari luar ruangan: "Piauko, kau
pintar di masa lalu tapi bodoh amat hari ini. Masa kau tak
bisa menduga bahwa soat-bi-jipun bisa dicuri orang?"
sementara Li Bun-yang masih tertegun dan tak sempat
mengucapkan sesuatu, seorang gadis berusia empat-lima
belas tahunan yang mengenakan baju serba hijau dan
rambutnya dikepang dua telah muncul di situ dengan
senyum nakal menghiasi bibirnya.
sambil setengah melompat dia berlari menuju ke
hadapan Li Bun-yang. Dengan pandangan yang binal
ditatapnya seluruh ruangan itu sekejap. Namun ketika
matanya tertuju ke wajah Lim Han-kim, ia jadi tertegun,
segera bisiknya: "Piauko (kakak misan), mengapa sih
orang ini menangis?"
Li Bun-yang tampak serba salah oleh ulah adik
misannya yang nakal ini, dengan kening berkerut ia
menegur: "Jadi kau ke mari seorang diri?"
"Memangnya tak boleh?"
"Kau telah mencuri soat-bi-ji miliknya.... ia pasti
gelisah tak karuan, aneh kalau dia mau mengampuni
dirimu nanti...."

145
"Hmmm Takut apa." seru si nona sambil tertawa. "Di
meja hiasnya telah kutinggali sepucuk surat, Aku
beritahu kepadanya kalau aku datang ke kota Kim-leng
ini untuk mencari ketua Kuil Awan Hijau..."
Tampaknya Ci Mia-cu tidak kenal dengan gadis kecil
ini, dengan kening berkerut tegurnya:
"Nona, ada urusan apa kau mencariku?" Nona berbaju
hijau itu tertawa.
"sering piauci (kakak misan perempuan) berkata ilmu
pedangmu luar biasa hebat-nya. Karena itu aku sengaja
datang ke mari untuk menjajal kehebatan ilmu silatmu."
Ci Mia-cu melongo, tapi cepat serunya:
"Aaah, itu cuma gurauan nona Li, harap nona jangan
percaya."
"Kau tak usah takut, aku cuma ingin tahu siapa yang
lebih unggul di antara kita. Dan lagi antara kau dan aku
kan tiada dendam sakit hati apa pun, aku tak akan
melukaimu."
Biarpun usianya masih muda, namun lagak bicaranya
amat sok. Dengan gelisah Li Buh-yang segera
menghardik: "Hey, kau jangan bicara tak karuan"
Nona berbaju hijau itu tertawa, kepada Ci Mia-cu
serunya: "Kalau kita bertarung nanti, lebih baik jangan
sampai ketahuan piaukoku ini."

146
Melihat nona itu masih muda dan lagi sifat kekanakkanakannya
belum hilang, Ci Mia-cu tidak masukkan
persoalan itu kedalam hati, hanya ujarnya sambil tertawa
hambar: "Aku hanya punya nama kosong saja, bisa jadi
kepandaianku bukan tandingan nona. Aku rasa lebih baik
kita tak usah mencoba...."
"Totiang, harap kau jangan marah." Dengan gelisah Li
Bun-yang menimbrung, "Adik misanku ini sudah kelewat
dimanja sedari kecil sehingga kata-katanya kelewat
takabur, Harap totiang jangan masukkan ke dalam
hati..."
Ci Mia-cu tertawa lebar: "Aku sudah setua ini, masa
akan kulayani adikmu...." Kemudian dengan wajah serius
ujarnya kepada Lim Han-kim: "Lim kongcu"
"Ada apa locianpwee?"
"Apakah pencuri pil mustika itu meninggalkan sesuatu
jejak?"
"Eei, tosu tua...." Mendadak nona berbaju hijau itu
menimbrung lagi dengan suara keras. Li Bun-yang jadi
jengkel, dipandangnya gadis itu sekejap lalu tegurnya
ketus: "Hey, bagaimana kalau tutup dulu mulutmu. Kau
tahu kami sedang membincangkan urusan serius?"
Mula-mula nona berbaju hijau itu tertegun, tapi
kemudian teriaknya penuh amarah: "Hmmm Siapa kau?

147
Berani amat mencampuri urusan orang.. Huh Tak tahu
malu."
"Hey, siapa yang kau maki?"
"Tentu saja kau, ada apa?"
"Hmmm, rupanya kau sudah bosan hidup,.." teriak Yu
Siau-liong dengan kening berkerut, agaknya dia ingin
turun tangan.
Mendadak nona berbaju hijau itu mendesak maju,
tangan kanannya diayunkan melepaskan sebuah pukulan
sementara jari tangan kirinya menyodok ketiak Yu siauliong,
bentaknya: "Huuuh, siapa suruh kau galak-galak?
Rasain dulu ajaranku"
Dengan cekatan Yu siau-liong berkelit ke samping, lalu
dengan jurus "Tangan Meng-gapai Lima senar" ia
lancarkan sebuah bacokan balasan.
"Bagus" teriaknya pula, "Akan kulihat siapa yang akan
menghajar siapa..."
"Hmmm Budak ingusan...." sementara pembicaraan
berlangsung, kedua orang itu sudah bertarung lima
gebrakan Lim Han-kim mencoba mengikuti jalannya
pertarungan itu. ia saksikan kedua orang itu sedang
terlibat dalam suatu pertempuran yang amat sengit.

148
Jurus-jurus serangan yang dipakai sama-sama keji dan
berbahayanya, bahkan semua sasaran tertuju kejalan
darah kematian di tubuh lawan. Hal mana langsung saja
mengernyitkan alis matanya, dengan suara menggeledek
bentaknya: "Adik Liong, berhenti"
Pada saat yang bersamaan Li Bun-yang turut
menghardik: "Piau-moay kecil, ayo cepat berhenti"
Mendengar hardikan dari kakaknya Yu siau-liong
segera menghentikan serangan-nya, sedangkan nona
berbaju hijau yang sedang asyik-asyiknya bertempur itu,
tak mau membuang kesempatan yang sangat baik, itu,
Melihat musuhnya menarik diri, cepat-cepat ia
pergunakan kesempatan itu untuk melepaskan sebuah
pukulan keras.
Mimpi pun Yu siau-liong tidak menyangka kalau
lawannya berlaku curang, untuk sesaat ia jadi gelagapan
dan tak mampu untuk menghindari diri, tak ampun
serangan tersebut menghajar telak bahu kirinya.
sedemikian kerasnya tenaga pukulan itu membuat Yu
siau-liong jadi sempoyongan dia harus mundur sampai
dua-tiga langkah sebelum berhasil untuk berdiri tegak.
"Aaaai..." Li Bun-yang menghela napas panjang, "Dasar
budak yang binal...."

149
Dengan gaya serangan "Membalik Awan Memutar
Mega", secepat petir tangan kanannya mencengkeram
pergelangan tangan gadis itu.
Cepat-cepat nona kecil berbaju hijau itu menarik
pergelangan tangan kanannya ke belakang, kemudian
jarinya berputar balas menotok jalan darah Ci-ti-hiat di
sikut kanan Li Bun-yang.
Tapi agaknya ia segera menyadari gelagat tak beres,
Baru saja totokan itu dilepaskan cepat-cepat ia menarik
kembali serangannya dan melompat mundur sejauh lima
depa, serunya sedih: "Piauko, kau benar-benar ingin
menghajarku?"
Li Bun-yang menghela napas, berpaling ke arah
Yusiau-liong tanyanya pelan: "saudara cilik, apakah kau
terluka?"
"Hmmm, perkelahian macam apa tadi," jawab Yu siauliong
setengah mengejek "Dengan tenaga semacam dia
punya, maka mungkin bisa melukaiku.... Kalau tak
percaya biar aku berdiri tak bergerak, biar dia pukul
sepuluh kali ke badanku, lihat saja apakah pukulannya
bisa mematikan aku.,.?"
"Hmmm Kau jangan membual" teriak si nona gusar
jangan lagi sepuluh pukulan, buktinya sebuah pukulanku
tadi juga membuatmu hampir keok.,. Hmmm... lebih baik
tak usah bermulut besar.,."

150
"oooh, kau baru menghantamku tadi.... Goba lihat,
buktinya sekarang aku masih hidup..."
"Yaa. Tentu saja Karena pukulanku tadi tak pakai
tenaga, coba kalau kubarengi te-naga, kau pasti sudah
keok terkapar ditanah"
Kedua orang muda mudi ini sama-sama keras hati dan
siapa pun tak mau mengalah kepada yang lain,
percekcokan pun makin lama semakin menjadi membuat
suasana di tempat itu makin gaduh.
sambil menghela napas panjang Lim Han-kim segera
menegur: "Adik Liong, lebih baik jangan bicara lagi" .
Dengan penasaran seperti putus asa, Yu siau-liong
angkat bahunya, ujarnya kemudian: "Baiklah, aku tak
akan ribut lagi denganmu Hmmm Coba kalau tak dicegah
kakakku, aku pasti akan menghajarmu ha-bis-habisan
hari ini."
"Huuuh, siapa yang takut kepadamu?" , Nona berbaju
hijau itu balas mengejek dengan marah, "Hmmm
Andaikata piaukoku tidak melarangku berkelahi, hari ini
aku pasti akan menghajarmu sampai kau teriak minta
ampun."
Kali ini Yu siau-liong tidak menanggapi ejekan
lawannya lagi Cuma sepasang matanya yang kecil
mendelik besar-besar.

151
Mukanya cemberut sedang nafasnya naik turun
menahan rasa dongkol.
siapa pun tentu akan tahu kalau bocah ini sedang
berusaha keras mengendalikan emosi dan hawa
amarahnya yang berkobar-kobar, sementara itu Li Bunyang
yang melihat gadis berbaju hijau itu masih mencaci
maki tak habisnya, segera menghardik ketus:
"Piau-moay kecil, kau sudah meninju sekali lawanmu.
Sekarang masih juga mencaci maki tiada habisnya,
Apakah kau tidak merasa keterlaluan? Hmmm jangan kau
anggap orang lain diam itu berarti benar-benar takut
kepadamu"
sebetulnya setelah mencaci-maki habis--habisan tadi
hawa amarah si nona berbaju hijau itu sudah jauh
mereda, Tapi kena dampratan Li Bun-yang kali ini, hawa
amarahnya langsung saja berkobar lagi, Cuma lantaran ia
takut pada kakak misannya ini, terpaksa umpatanumpatan
berikutnya hanya disimpan di dalam hati.
Dalam mengkolnya tiba-tiba air mata bercucuran
membasahi pipinya, dengan sepasang tangannya ia
segera menutupi wajah sendiri, Menyaksikan hal
tersebut, terpaksa Li Bun-yang berkata kepada Lim Hankim:
"saudara Lim, harap kau jangan ter-singgung Adik
misanku ini sudah terbiasa dimanja ibuku sedari kecil
sehingga rasa ingin menangnya agak besar..."

152
"Usia tiga-belasan adalah usia nakal- nakalnya kaum
remaja. Adik Liongku juga sama saja, lebih baik saudara
Li membujuknya agar tidak menangis terus"
Li Bun-yang pun berjalan menghampiri gadis berbaju
hijau itu, sambil menepuk bahunya ia menghibur sambil
tertawa:
"Adik misan, jangan menangis lagi, nanti akan kubujuk
Piaucimu agar menghadiahkan soat-bi-ji kesayangannya
ini kepadamu."
"sungguh?" Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu
menurunkan kembali tangannya yang menutupi wajah
dan berteriak gembira. " Kapan sih aku pernah
membohongi -mu,.,"
Kemudian setelah berhenti sejenak. tam-bahnya:
"cuma kau mesti menuruti semua perkataanku selama
ini"
Nona berbaju hijau itu berpikir sejenak. akhirnya ia
mengangguk sambit tertawa: "Baiklah"
Dengan langkah perlahab, dia berjalan menuju ke sisi
kakak laki nya. Nona ini benar-benar masih polos, selagi
marah, ia mencaci maki tiada habisnya, tapi begitu
tenang ia dapat berdiri di sisi Lie Bun-yang dengan kalem
dan habisnya.

153
Melihat keributan akhirnya dapat di-atasi, Li Bun-yang
menghembuskan napas panjang, kepada Ci Mia-cu
katanya kemudian dengan suara dalam:
"Totiang, coba kau periksa lagi dengan seksama,
Kecuali pil jinsom seribu tahun, masih adakah obatobatan
lainnya di dunia ini yang bisa dipergunakan untuk
menolong jiwa Ciu tay-hiap?"
Ci Mia-cu termenung dan berpikir sampai lama sekali,
kemudian ia baru berkata: "obatnya sih ada, Cuma
benda itu susah untuk diperolehnya."
"Bersediakah totiang menyebutkan nama obat itu?
Mungkin aku bisa memikirkan cara untuk
memperolehnya."
Berkilat sepasang mata Ci Mia-cu, tiba-tiba ia tertawa
terbahak:
"Hahaha... aku hampir lupa, bukankah didalam hal
obat-2an bukit Hong-san tersimpan berbagai obat
mustika?"
" Walaupun mendiang kakekku banyak mengumpulkan
obat-obat mustika dari segala pelosok dunia, namun
bukan berarti setiap mustikapun pasti kami miliki, luka
yang diderita Ciu Tayhiap begitu parah, entah obat
mustika apa yang bisa menyembuhkan lukanya?"
"Teratai saiju berusia sepuluh laksa tahun..."

154
"oooh kalau obat itu sih kami punya beberapa biji."
Jawab Li Bun-yang cepat-cepat.
" Lendir jamur berusia seribu tahun"
Li Bun-yang termenung berpikir sebentar, kemudian
katanya: "Aku pernah mendengar ibuku berkata tentang
benda ini, mungkin kamipun ada beberapa biji."
Ci Mia-cu jadi amat gembira, serunya: "sekarang
tinggal semacam obat lagi, asal dirumah Anda terdapat
pula benda mustika itu, tanpa pil jinsom seribu tahun
pun luka yang diderita Ciu tayhiap dapat kita sembuhkan
juga."
"obat apakah itu?"
"obat ini paling sukar diperoleh, tapi kalau dilihat
pelbagai mustika yang lain pun kongcu miliki, aku rasa
kalian pasti memiliki juga obat mustika tersebut."
"Banyak sekali kejadian di luar dugaan yang sering
berlangsung di dunia ini, lebih baik totiang jangan keburu
senang dulu." .
"obat mustika terakhir adalah empedu dari ular
berusia seribu tahun, Ketiga macam obat tersebut harus
digabungkan menjadi satu."
"Aku tahu empedu tersebut terdapat dalam keluarga
kami, tapi rasanya sudah dipergunakan ibuku untuk

155
menolong seseorang, rasanya sekarang sudah tak punya
persediaan lagi."
Ci Mia-cu jadi tertegun.
"Waaah.... repot jadinya" ia mengeluh. " Walaupun
kita sudah memperoleh dua jenis obat langka. Namun
kalau kekurangan empedu ular beracun, maka daya kerja
obat tersebut jadi berkurang banyak."
"Begini saja." kata Li Bun-yang setelah berpikir
sejenak, "Peduli apakah di rumahku masih tersedia
empedu ular beracun atau tidak, biar kukirim surat
sekarang juga, Alangkah baiknya bila obat tersebut
dapat dibawa oleh adikku sebelum ia terlanjur berangkat
ke mari."
Ci Mia-cu segera bertepuk tangan, seorang imam kecil
buru- buru masuk sambil bertanya: "Suhu, ada perintah
apa?"
"Siapkan kertas dan alat tulis"
Imam kecil itu mengiakan dan segera ia
mengundurkan diri, tak lama kemudian ia sudah muncul
dengan membawa peralatan tulis, Li Bun-yang segera
menulis nama ke tiga jenis obat langka itu, lalu mengikat
gulungan kertas tersebut di tubuh burung beo putih nya,
sambil melepaskan sang burung terbang ke udara,
katanya: "Burung ini amat cerdik, lagipula mempunyai

156
daya terbang yang sangat mengejutkan. Berapa jauhnya
jarak tempuh yang harus di capai, ia selalu dapat
menerbanginya sekaligus"
Yu Siau-liong yang belum hilang sifat kekanakkanakkannya
jadi amat tertarik dengan burung beo Soat
Bi-ji tersebut, tanpa terasa ia mengejar keluar. Tampak
burung itu melesat lurus ke udara, dalam sekejap mata
sudah lenyap di balik awan,
Memandang bayangan punggung Yu Siau-liong yang
berialu, nona berbaju hijau itu segera mencibirkan
bibirnya sambil mengomel: "Hmmm, apanya sih yang
aneh..? Benar-benar manusia tak berguna"
Biarpun omelan itu diucapkan dengan suara amat
rendah dan lirih, namun dengan ketajaman pendengaran
Yu siau-liong, semua omelan tersebut dapat ditangkap
dengan jelas, Tanpa terasa ia berpaling sambil melototi
nona berbaju hijau itu sekejap, tapi tanpa berbuat
sesuatu ia sebera balik ke sisi Lim Han-kim.
Menyaksikan paras muka Yu siau-liong sudah berubah
menjadi merah padam, Li Bun-yang mengerti bahwa
bocah tersebut sedang diliputi emosi. Kuatir kalau
mereka ribut lagi, cepat-cepat dialihkan pembicaraan ke
soal lain, Kepada Ci Mia-cu ujarnya:

157
"Koancu (ketua) sudah lama berdiam di kota Kim-leng,
tahukah kau akan rahasia yang menyelimuti
pesanggrahan Tho- hoa- kit? "
"Shmmmm, sudah lama kudengar persoalan ini, hanya
belum sempat kusaksikan sendiri"
"Aku yang muda justru telah menyaksikan beberapa
peristiwa yang sangat mencurigakan...." setelah berhenti
sejenak. la meneruskan "Hanya saja, otak di balik
peristiwa ini.,., rasanya termasuk seorang tokoh yang
sangat licik, cerdik dan sangat lihay-Bukan saja mereka
dapat merahasiakan semua gerak g eriknya bahkan sama
sekali tidak meninggalkan jejak apa pun. Kalau tidak
diperhatikan dengan seksama, sulit rasanya untuk
mengetahui rahasia tersebut.
BAB 6. sepasang Ular Dari Laut Timur
"Kalau didengar dari penuturan Li kong-cu, apakah pil
jinsom seribu tahun milik siangkong juga dicuri oleh
orang-orang dari pesanggrahan Bunga Tho?" tanya Ci
Mia-cu.
"Itu sih tidak" sahut Li Bun-yang setelah berpikir
sejenak, "Tampaknya sipencuri obat itu sudah cukup
lama menguntit di belakang saudara Lim dan kebetulan
saja mereka baru turun tangan setelah berada di
pesanggrahan Bunga Tho...."

158
Perlahan-lahan sinar matanya dialihkan ke wajah Lim
Han-kim, setelah menatapnya sekejap. ia melanjutkan
"Tanpa disengaja sesungguhnya saudara Lim telah
mengatur suatu pertarungan antara dua macan yang
amat menarik. Bahkan babak permainan yang menarik ini
sudah di mulai. setelah adikku tiba di kota Kim-leng
nanti, bagaimana kalau kita putuskan untuk turut serta di
dalam pertarungan tersebut?"
Lim Han-kim mengernyitkan alis matanya rapat-rapat,
ia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi niat itu
diurungkan kemudian. Pemuda ini sangat jarang
melakukan perjalanan di dalam dunia persilatan tidak
banyak tipu muslihat dan kejahatan dunia persilatan
yang diketahui olehnya.
Maka sewaktu Li Bun-yang memujinya karena sudah
mengatur pertunjukan pertarungan antara dua ekor
macan, ia merasa tidak habis mengerti, tapi lantaran ia
paling segan banyak bicara, dia pun enggan banyak
berta-nya. Agaknya Li Bun-yang dapat memahami
perasaan hati Lim Han-kim, sambil tersenyum tegurnya:
"Apakah saudara Lim meragukan perkataanku?"
"Aku benar-benar tidak memahami maksud
pembicaraanmu itu."
"Bukankah si pencuri obat mustika itu telah
meninggalkan secarik sapu tangan? Bahkan di atas
saputangan itu secara berani meninggalkan pula

159
lambang mereka? Hal ini membuktikan pihak lawan
mempunyai asal usul yang luar biasa, bukan saja berani
berbuat, berani mengaku, bahkan sebelum bertindak
telah melakukan segala persiapan secara matang,"
"Ehmmm, pendapat saudara Li sangat tepat," Lim
Han-kim manggut-manggut.
Setelah tersenyum Li Bun-yang meneruskan lagi:
"Padahal orang-orang dari pesanggrahan Tho-hoa-kit
pun agaknya sudah tahu kalau saudara Lim membawa
sebotol pil jinsom seribu tahun, hanya sayang mereka
terlambat bertindak sehingga kedahuluan orang lain. Aku
pun tahu bahwa mereka sudah menyusun rencana
pencurian obat itu secara rapi dan sempurna.
oleh karena obat mustika milik saudara Lim
kedahuluan dicuri orang itulah, jerih payah mereka gagal
total, siapa sangka di saat mereka kalang kabut,
pemimpin mereka pun belum hadir disana lantaran makin
dekatnya saat pertemuan gelap di antara mereka,
Akhirnya berhasillah pencuri obat itu melarikan diri dari
kepungan mereka."
"Ehmm..." Lim Han-kim manggut-manggut.
"Pengetahuan serta pengalaman saudara Li betul-betul
luas dan hebat, aku merasa kagum sekali"
"Tampaknya pemimpin Tho-hoa-kit mempunyai
peraturan yang ketat dan keras, Hal ini bisa dibuktikan

160
dari kenekadan dua orang gadis yang ingin bunuh diri di
tepi sungai kemarin. Kemudian saudara Lim
menghadiahkan sapu tangan peninggalan pencuri obat
itu kepada mereka yang menyebabkan jiwa kedua orang
gadis itu terselamatkan.
Dengan adanya pertanda itu, bisa dibayangkan bahwa
pertarungan antara pihak Tho-hoa-kit dengan si pencuri
obat tersebut tak dapat dihindari lagi...."
"Aku kuatir justru peristiwa ini akan merepotkan pihak
Kuil Awan Hijau kami juga...." Tiba-tiba Ci Mia-cu
menyela.
Dengan perasaan tak habis mengerti Yu siau-liong
bertanya: "Bagaimana mungkin peristiwa itu akan
mendatangkan kerepotan juga terhadap pihak Kuil Awan
Hijau? Aaaaiii.... semakin didengar aku merasa makin
kebingungan"
Walaupun ia cerdik, namun bagaimanapun juga sifat
kekanak-kanakkannya belum hilang. sudah barang tentu
dia tak akan bisa memahami adu cerdik yang sedang
berlangsung di dalam dunia persilatan ini. sambil
tersenyum Ci Mia-cu berkata:
"Tho-hoa-kit mempunyai anak buah yang tersebar di
mana-mana. Penjagaan mereka amat ketat, peraturan
organisasi pun sangat keras, Bahkan mereka berusaha
merahasiakan gerak gerik mereka sedapat mungkin, Hal

161
ini membuktikan kalau mereka enggan orang lain tahu
kalau di balik pesanggrahan Tho-hoa-kit sebenarnya
tersembunyi suatu kekuatan yang maha dahsyat. Kini
kalian sudah mengetahui rahasia tersebut, aku yakin
mereka pasti tak akan melepaskan kalian begitu saja."
"Kalau menurut dugaanku, mereka masih belum punya
waktu untuk mengurusi persoalan ini." ujar Li Bun-yang.
"Ketika berada di pesanggrahan Tho-hoa-kit, saudara Lim
boleh dibilang telah mendemonstrasikan ilmu silatnya
yang maha tangguh, hal mana cukup menghilangkan
perasaan memandang rendah mereka pada musuh.
Apalagi tujuan terutama mereka saat ini adalah
mendapatkan pil mustika tersebut, jelas jago-jago
tangguh yang tersedia dihimpun untuk merebut kembali
pil mustika tersebut. Aku rasa pemimpin Tho-hoan kit
belum tentu berani memecah kekuatannya untuk
menghadapi dua musuh secara bersamaan waktunya."
setelah menggoyangkan kipasnya beberapa kali, ia
tertawa tergelak. Ianjutnya. "Bagaimanapun juga ketua
Kuil Awan Hijau cukup punya nama dalam dunia
persilatan, terutama untuk wilayah Kang lam, Ketua Thohoa-
kit pasti akan berpikir beberapa kali lebih dulu
sebelum berani mengusik Kuil Awan Hijau ini...."
"Kalau tidak datang memang lebih baik.. Tapi kalau
mau datang tentu kekuatannya bagaikan angin puyuh
yang menimbulkan gelombang dahsyat"

162
"Koancu tak usah kuatir, kerepotan ini datang karena
kehadiranku. Bila benar-be-nar terjadi sesuatu, aku Li
Bun-yang tak bakal berpeluk tangan saja." Tiba-tiba Ci
Mia-cu angkat kepalanya melihat waktu, lalu berkata:
"Ciu tayhiap sudah hampir siuman, aku mesti pergi ke
kamar sakit untuk menjenguknya, harap kalian tunggu
sebentar di sini...."
"LoCianpwee, bolehkah aku ikut?" Lim Han-kim
menyela tiba-tiba,
Ci Mia-cu berpikir sebentar, kemudian mengangguk
"Baiklah Tapi ia masih berada dalam keadaan tidak sadar
saat ini, kurang baik kalau terlalu banyak orang yang ke
sana, dapat mengganggu ketenangan tidurnya."
"Kalau begitu biar kami menunggu di sini, saudara Lim
seorang saja yang ikut" kata Li Bun- yang tertawa .
Ci Mia-cu manggut-manggut "Asal keadaan luka Ciu
tayhiap tiada perubahan yang luar biasa, aku segera
akan balik ke mari."
Sambil bangkit, ia berjalan keluar dari ruangan. Lim
Han-kim segera mengikuti di belakangnya.
Sesudah melalui dua buah pelataran mereka langsung
masuk ke gedung utama, dengan perasaan heran Lim
Han-kim segera berpikir: "Bukankah luka yang diderita

163
Ciu tayhiap amat parah? Kenapa ia dibaringkan di
gedung utama.,.? Apa tidak berbahaya?"
Ia mencoba memperhatikan keadaan di sekelilingnya,
tampak di ruang utama keadaan kosong melompong,
Kecuali patung-patung yang tinggi besar boleh dibilang
tak nampak barang lain.
Sementara itu Ci Mia-cu berjalan menuju ke arah
patung raksasa itu, tubuhnya tampak menyelinap ke
balik patung lalu menggapai ke arahnya dan tahu-tahu
badannya sudah lenyap dari pandangan.
Lim Han-kim segera mempercepat langkahnya
menyusul ke depan, Ternyata antara patung besar
dengan dinding belakang ruang utama itu terdapat suatu
jarak pemisah. Pada jarak pemisah itulah terbuka sebuah
pintu rahasia. Waktu itu Ci Mia-cu sedang menantinya di
balik pintu rahasia tersebut. Buru-buru Lim Han-kim
memasuki ruang rahasia itu, setelah melewati pintu
rahasia teriihat anak tangga terbuat dari batu yang
menjorok turun ke bawah.
Sambil menghela napas Ci Mia-cu ber-kata: "Ciu
tayhiap adalah seorang pendekar yang berhati jujur dan
lurus. ia sangat membenci segala macam kejahatan Tak
sedikit jago-jago dari golongan rimba hijau (penjahat)
yang teriuka di tangannya.

164
Selama puluhan tahun terakhir nama serta pamornya
selalu menggemparkan dunia persilatan Tapi justru
karena itulah dia pun mempunyai banyak musuh besar
yang tersebar baik di Utara maupun selatan sungai
besar. Waktu itu dua kali aku pernah mendapat
pertolongannya sehingga selembar jiwaku bisa selamat
hingga kini.
Meski sekarang aku sudah tidak mencampuri urusan
keduniawian lagi dan tidak pernah juga mencampuri
urusan dunia persilatan, tapi terhadap tuan penolong
yang pernah, menyelamatkan jiwaku ini.... Aaaaai
Bagaimana pun aku mesti mengerahkan segenap
kemampuanku untuk menolongnya...."
sembari berbicara, ia menuruni anak tangga, itu
menuju keruang bawah. setelah melewati dua lapis anak
tangga, tiba-tiba Cia Mia-cu mengayunkan tangannya ke
dinding, Pintu rahasia tersebut secara otomatis menutup
sendiri rapat-rapat.
setelah menghembuskan napas panjang, imam itu
berkata lebih jauh: "sesungguhnya jelek-jelek begini aku
masih punya sedikit nama besar di wilayah Kang lam,
tapi permusuhan Ciu tayhiap dengan pihak rimba hijau
sudah terlalu dalam. Lagipula di antara musuh-musuh
besarnya terdapatpula gembong iblis yang
berkepandaian tinggi, ditambah sekarang luka yang
dideritanya amat parah.

165
Andaikata berita ini sampai tersiar dalam dunia
persilatan, dan semua orang tahu kalau akulah yang
telah menolongnya serta menyembunyikannya di kuil
awan hijau ini, keadaan bisa sangat berbahaya aaaai
itulah sebabnya aku terpaksa melakukan persiapan yang
matang dan mengadakan penjagaan lebih ketat. Bisa
dibayangkan selama ini betapa kuatir-ku atas
keselamatan jiwa ciu tayhiap."
Lim Han-kim hanya mendengarkan penjelasan
tersebut tanpa menjawab, sementara air mukanya masih
tetap diliputi kemurungan yang mendalam, setelah
melalui berapa tikungan, tiba-tiba lorong rahasia itu
bergerak naik ke atas, Berapa kaki kemudian lorong
bertambah lebar, dua orang imam muda yang bersenjata
pedang nampak duduk di anak tangga dengan sikap
penuh kewaspadaan
Begitu melihat kedatangan Ci Mia-cu, mereka segera
maju menyambut. "Bagaimana keadaan luka Ciu
tayhiap?" tanya Ci Mia-cu kemudian dengan suara
setengah berbisik.
Imam muda yang berada di sebelah kiri segera
menjawab: "Keadaannya tidak bertambah buruk. juga
tidak nampak lebih segar."
"Dia sudah sadar?"

166
"Belum, sejak minum obat dia belum membuka
matanya barang sekejappun, tapi napasnya sangat
teratur, kelihatannya ia tertidur nyenyak sekali"
Ci Mia-cu memberi tanda kepada Lim Han-kim agar
jangan berbicara, dengan langkah perlahan ia
meneruskan perjalanannya, Dua orang imam muda itu
segera memburu ke atas dan mendorong ke arah
dinding, sebuah pintu rahasia segera ter-buka.
Di balik pintu rahasia itu terdapat sebuah kamar yang
diatur sangat rapi dan bersih, Di sudut sebelah kiri
terlihat sebuah hiolo batu setinggi lima depa. Di sisinya
terdapat sebuah pembaringan kayu yang cukup lebar,
seorang lelaki tinggi besar berbaring tenang di atasnya.
Hampir sekujur badan orang itu dibalut dengan
pembalut putih, Kepala berikut wajahnya juga
terbungkus oleh kain putih, sehingga sekilas dipandang
orang itu bagaikan sebuah gulungan kain putih, Hal ini
jelas menandakan bahwa luka yang dideritanya teramat
parah.
Lamat-lamat terdengar pula suara tarikan napasnya
yang rendah, lemah tapi teratur, ia memang nampak
tertidur amat nyenyak
Dengan suara setengah berbisik Ci Mia-cu
menerangkan: "sesungguhnya ruangan ini merupakan

167
ruang rahasiaku untuk melatih ilmu tenaga dalam, selain
kokoh bangunannya, juga terletak amat rahasia...."
Belum habis dia memberi penjelasan, mendadak
terdengar suara bentakan yang amat nyaring bergema
tiba memotong pembicaraan tersebut, Berubah hebat
paras muka Ci Mia-cu setelah mendengar bentakan itu,
kepada dua orang imam muda penjaga pintu itu
perintahnya: " Cepat kalian keluar, tengok apa yang telah
terjadi"
Dua orang imam muda itu mengiakan dan segera
mengundurkan diri dari situ dengan langkah cepat.
"Totiang." Lim Han-kim segera berbisik, "Apakah ada
orang yang datang menyatroni Kuil Awan Hijau?"
"orang itu tak ada dalam kuil. Ruang rahasia ini
langsung tembus dengan sebuah ruang batu di bawah
sebuah bukit belakang kuil. Demi keselamatan ciu
tayhiap. aku telah titahkan berapa orang muridku untuk
menyongsong kedatangan mereka, sedang di atas ruang
rahasia ini terdapat juga dua orang penjaga. Bentakan
tadi berasal dari atas ruang rahasia... aaaai walaupun
ruang rahasia ini dibangun sangat rahasia dan kokoh,
tapi oleh karena jaraknya dengan permukaan tanah
terlalu dekat, bila bertemu dengan jagoan yang ahli
dalam ilmu bangunan, jejak kami tak susah untuk
diketahui secara mudah."

168
Berkilat sepasang mata Lim Han-kim, bisiknya:
"Totiang, ada dua tiga patah kata : yang tak pantas
diucapkan, bolehkah aku utarakan?"
"Katakan saja Lim kongcu" Ci Mia-cu manggutmanggut.
"sebenarnya antara Ciu taymap dengan keluarga Lim
kami apa ada hubungan akrab?"
Ci Mia-cu berpikir sebentar, lalu jawab-nya: "ciu
tayhiap pernah menyelamatkan jiwa anggota keluarga
Lim kalian."
Lim Han-kim tertegun, "Bagaimana ceritanya hingga
totiang bisa kenal dengan ibuku? Seingat aku yang
muda, ibuku belum pernah meninggalkan lembah Hongyap-
kok barang selangkah pun."
Paras muka Ci Mia-cu berubah jadi amat berat dan
aneh sekali, "Benarkah ibumu belum pernah
memberitahukan kejadian di masa lampau kepadamu?"
"Belum, Ketika aku hendak meninggal kan rumah,
dengan air mata berlinang ibu hanya berpesan agar
bagaimanapun juga aku harus serahkan sebotol pil
jinsom seribu tahun ini kepada totiang, Siapa sangka
obat itu telah dicuri orang...."
Ci Mia-cu menghela napas panjang, tukasnya: "Nak,
kau adalah seorang bocah bernasib sangat buruk,

169
aaaai.,. Sebelum aku menjadi pendeta dulu, aku bersama
ayah dan ibumu belajar silat pada perguruan yang sama.
Ayahmu lebih muda tiga tahun dari usiaku dan
menempati urutan kedua, ibumu paling muda sehingga
aku dan ayahmu memanggilnya sam-moay (adik
ketiga)...."
Selapis cahaya terang memancar dari balik wajahnya,
jelas ia sedang membayangkan kembali kenangan masa
lampau yang teramat manis baginya.
"Lantas di mana ayahku?" Tiba-tiba Lim Han-kim
menukas.
"la sudah mati."
"Siapa yang telah membunuhnya?"
"Aaaaai.. Panjang sekali ceritanya, tak mungkin aku
bisa menjelaskannya dalam waktu singkat Sedang ibumu
enggan memberitahukan persoalan ini kepadamu,
mungkin dia pun mempunyai kesulitan sendiri."
Baru saja Lim Han-kim hendak berkata lagi, tiba-tiba
terdengar suara langkah manusia yang tergopoh-gopoh
berkumandang datang, seorang imam muda setengah
berlari masuk ke dalam ruangan. ci Mia-cu segera
menegur: "Apakah ada orang mencari gara-gara di kuil?"

170
"Benar, Kuil Awan Hijau kita telah dikepung rapatrapat,
sekarang Li siangkong sedang bercakap dengan
para pendatang."
"siapa mereka?"
"Pemimpin nya seorang lelaki tinggi besar berusia
empat puluh tahuna "
Cia Mia-cu berpaling memandang pembaringan kayu
itu sekejap. lalu kepada imam muda itu bisiknya: "Kau
tinggal saja di sini merawat Ciu tayhiap...."
Lalu sambil berpaling ke arah Lim Han-kim
tambahnya: "Ayo kita ke atas, mari kita lihat dari
golongan mana yang telah datang mencari gara-gara...."
selesai berkata ia segera berjalan meninggalkan
ruangan. Lim Han-kim tidak banyak bicara lagi, dia
mengikuti di belakang imam tersebut berjalan ke luar
dari ruang rahasia.
setelah mengetahui akan hubungan yang begitu akrab
antara ketua Kuil Awan Hijau dengan ayah ibunya, timbul
perasaan yang amat hormat dalam hati pemuda ini
terhadap imam tersebut
Mengetahui kuilnya kedatangan musuh yang tangguh,
apalagi kejadian ini menyangkut juga keselamatan jiwa
ciu tayhiap. sudah barang tentu pemuda kita ini tak
dapat berpeluk tangan saja.

171
setelah keluar dari ruang bawah tanah, Ci Mia-cu
mengajak Lim Han-kim menuju ke belakang kuil. Dengan
melalui sebuah jalan setapak sampailah mereka di tepi
sebuah bukit kecil. Waktu itu Li Bun-yang dan Yu siauliong
telah berdiri saling berhadapan dengan sembilan
orang lelaki bersenjata lengkap.
Ci Mia-cu segera melangkah mendekati kepada lelaki
tinggi besar yang agaknya menjadi pemimpin rombongan
itu tegurnya: "Sobat, boleh kutahu siapa namamu dan
apa keperluanmu datang mengunjungi kuil kami?"
Lelaki tinggi besar itu mengalihkan sinar matanya ke
arah ketua Kuil Awan Hijau, setelah mengawasinya
sekejap ia balik ber-tanya: "Jadi kaulah ketua Kuil Awan
Hijau?"
"Benar"
"Bagus, aku si Golok Sakti Roda Mas Thio Tay-kong
memang khusus datang ke mari untuk mencari kau"
"Apa maksudmu datang mencariku?"
"Aku datang untuk melaksanakan perintah orang"
"Boleh aku tahu perintah dari siapa itu?"
Golok Sakti Roda Mas Thio Tay-kong mendongakkan
kepalanya tertawa tergelak, serunya: "Hahahaha....

172
dalam dunia persilatan dewasa ini tidak banyak yang bisa
memberi perintah kepadaku..."
"Ituah sebabnya aku kurang mengerti."
"Koancu tak usah menyindir aku, asal tahu saja aku
datang hanya melaksanakan perintah, itu sudah cukup
bagimu."
"Baiklah, kalau memang Thio tayhiap segan untuk
mengatakan melaksanakan perintah siapa, aku pun tak
berani teria lu memaksa lagi. cuma boleh kutahu ada
urusan apa kau datang ke mari?"
"Pertama, aku ingin mencari tahu kabar tentang
seseorang."
ci Mia-cu segera tertawa, "Sudah lama aku
mengundurkan diri dari keramaian keduniawian dan tidak
mencampuri urusan dunia persilatan lagi. Kecuali
menguniungi beberapa orang sahabat dan rekan sealiran
agama, akujarang mengetahui kabar berita tentang
orang lain."
"Hmmmm...." Golok sakti Roda Emas Thio Tay-kong
mendengus, "Pandai amat koancu berusaha cuci tangan
bersih-bersih, tapi sayang orang yang hendak kuketahui
kabarnya itu kecuali totiang seorang, mungkin tiada
orang kedua yang bakal mengetahuinya."

173
sementara itu Li Bun-yang yang menyaksikan ketua
Kuil Awan Hijau telah terlibat dalam pembicaraan serius
dengan Thio Tay- kong, dia pun tidak memaksakan diri
untuk tampil ke depan, Bagaimanapun juga ia hanya
berstatus tamu saja di sana, karena itu sambil mundur ke
samping, dia hanya mengawasi jalannya pembicaraan itu
tanpa komentar.
Dalam pada itu Ci Mia-cu telah bertanya dengan wajah
serius setelah termenung be-berapa saat: "sebenarnya
siapa sih yang dimaksud Thio tayhiap?"
" orang itu mempunyai nama yang amat besar dalam
dunia persilatan. Boleh dibilang semua jago yang berada
di tujuh propinsi wilayah Selatan dan enam propinsi di
Utara sungai besar pasti mengenalnya."
"Thio tayhiap tak usah putar-putar lagi. Langsung saja
kau sebut siapakah orang itu?"
"si hakim berwajah besi Ciu Huang" Ci Mia-cu segera
tersenyum
"Waaaah... ternyata benar-benar seorang tokoh yang
punya nama besar dalam dunia persilatan. Aku dengar ia
sangat termashur dan ditakuti orang-orang dari kalangan
rimba hijau...."

174
"Maaf totiang, aku bukan ke mari untuk mendengar
tentang kehebatannya, yang ingin kuketahui adalah
kabar berita tentang Ciu Huang."
"Nama besar orang ini memang amat termashur di
dalam dunia persilatan, tapi sayang aku tak punya jodoh
untuk bertemu dengannya"
Berubah hebat air muka Thio Tay-kong, dengan suara
dingin tegurnya: "Harap koancu membuka matanya
lebar-lebar, perhatikan, yang bermaksud baik tak akan ke
mari, kalau sudah ke mari tentu membawa maksud tak
baik.,., lebih baik kau berikan kerja sama yang baik
kepada kami"
Ci Mia-cu mengalihkan sinar matanya memandang
sekejap sekeliling tempat itu, lalu gumamnya: "Langit
amat bersih dan cerah, hari ini cuaca benar-benar sangat
indah dan segar...."
"Hmmmm, koancu tak usah melantur terus." tukas
Th^o Tay-kong ketus, "Tentunya kau tak ingin
menyaksikan Kuil Awan HHijau yang begini indah dan
rindang akan musnah terbakar bukan-..?"
"Hahaha... Thio tayhiap. pernahkah kau bayangkan
apa yang akan terjadi sebelum kau lepas api membakar
kuilku?" tanya Ci Mia-cu tertawa keras.

175
"Hmmmmm Apakah kau ingin memaksa aku untuk
membunuh beberapa orang lebih dulu?"
"Tepat sekali sebelum melepaskan api, lebih baik
bunuh dulu beberapa orang...."
"sayang siapa membunuh orang dla harus membayar
dengan nyawa sendiri," sambung Li Bun-yang dingin.
Hawa pembunuhan segera mencorong keluar dari
balik mata Thio Tay-kong, ditatapnya Ci Mia-cu lekatlekat,
kemudian serunya: "Ketahuilah, memandang pada
hubungan kita dulu yang pernah bersahabat aku tak
segan membujukmu..."
"Maksud baik itu biarlah kusimpam didalam hati saja."
tukas Ci Mia-cu.
"Koancu, ciu Hiang sudah terluka tujuh belas pedang,
isi perutnya juga telah terluka oleh pukulan sam-yangciang.
jangan lagi tubuhnya terdiri dari daging dan darah,
sekalipun terbuat daribaja dan kawat pun belum tentu
jiwanya bisa lolos dari ancaman maut. Buat apa sih
koancu membela seseorang yang sudah hampir
mampus? Apakah koancu tidak merasa bahwa perbuatan
semacam itu sangat bodoh...?"
Kemudian setelah berhenti sejenak. terusnya:
"Mungkin juga dia sudah mati, Gara-gara sesosok mayat
koancu harus mengikat tali permusuhan dengan manusia

176
tangguh, tidakkah perbuatan semacam ini terlalu
bodoh?"
"Apa boleh buat? sudah kubilang aku sama sekali tak
kenal dengan ciu tayhiap kecuali pernah mendengar
nama besarnya. Tapi kau si Golok sakti Roda Emas
ngotot minta orang kepadaku, bagaimana caraku untuk
menemukan seseorang macam Ciu-tayhiap untuk
diserahkan kepadamu?"
Dengan sorot maTayang dingin Thio Tay-kong
berpaling memandang sekejap kedelapan orang lelaki
bersenjata lengkap yang ada di belakangnya, lalu
tegurnya dingin, "Pernahkah koancu dengar tentang
nama besar sepasang Ular Dari Lautan Timur?"
Dalam hati kecilnya Ci Mia-cu merasa bergetar keras,
paras mukanya berubah hebat, tapi hanya sekejap
kemudian sudah pulih kembali ketenangannya, "Aku
sudah jarang sekali mencampuri urusan dalam dunia
persilatan, karena itu aku pun jarang sekali mendengar
tentang tokoh-tokoh sakti yang belakangan muncul
dalam dunia kangouw."
Thio Tay-kong tertawa keras. "Hahahah.... Tampaknya
totiang sudah benar-benar keblinger, semoga kau
bersedia menuruti nasehatku, janganlah gara-gara
sesosok mayat harus bermusuhan dengan musuh
tangguh."

177
Yu siau-liong yang mengikuti jalannya pembicaraan
selama ini, kini tak bisa menahan diri lagi, tiba-tiba ia
menyela: "Kau tak usah mencari suhuku, cari aku pun
sama saja"
sekilas hawa pembunuhan menyelimuti wajah Thio
Tay-kong, tapi hanya sebentar saja ia sudah tenang
kembali jelas dalam hali kecilnya dia pun merasa agak
ngeri terhadap nama besar ketua Kuil Awan Hitam ini.
Tanpa memperdulikan ejekan dari Yu siau-liong,
kembali katanya kepada Ci Mia-cu sambil memberi
hormati "Delapan orang sahabat yang datang bersama
aku sekarang tali lain adalah anak buah dari sepasang
Ular Dari lautan Timur...." setelah berhenti sejenak. la
kembali meneruskan.
" Harap koancu berpikir tiga kali sebelum bertindak,
apalah artinya membela seseorang yang sudah hampir
mampus, atau bahkan sudah mampus lama sehingga
mesti menanam bibit permusuhan dengan sepasang Ular
Dari lautan Timur, Apakah hal ini tidak terlampau rugi
bagimu?"
Ci Mia-cu tertawa hambar. "Terserahlah apa yang
hendak saudara Thio katakan lagi sekali lagi kutegaskan
kepadamu, hingga detik ini aku belum pernah bertemu
dengan orang yang bernama Ciu Huang Ciu Tayhiap.
jadi.... biar kau paksapun tak ada gunanya."

178
Tampaknya kedelapan orang lelaki bersenjaTayang
ada di belakang Thio Tay- Huang itu sudah tak dapat
menahan sabarnya lagi. seorang di antaranya segera
berseru sambil tertawa dingin,
"Kalau toh persoalan ini tak dapat diselesaikan secara
baik-baik.... saudara Thio, kau tak usah membujuk lagi"
Dengan suara lantang kembali si Golok sakti Roda
Emas Thio Tay-kong menyela: "seandainya aku tidak
memperoleh beriTa yang pasti untuk membuktikan kalau
Ciu Huang benar-benar berada di Kuil Awan Hijau ini, aku
tak mungkin berani mencari gara-gara dengan
menyatroni kuil Anda. Kini situasi sudah memuncak.
perundingan pun menemui jalan buntu, Apabila koancu
tetap bersikeras tak mau menyebutkan kabarjejakdari Ciu
Huang, apa boleh buat, jangan salahkan lagi kalau aku
orang she-Thio terpaksa harus menggunakan kekerasan"
selama ini Lim Han-kim hanya berdiri termangumangu
di sisi arena tanpa bergerak. Wajahnya tetap
murung dan sedih, se-akan- akan situasi dl hadapannya
sama sekali tidak berpengaruh terhadapnya, sementara
itu Ci Mia-cu telah berkata lagi: "Biarpun aku sudah
mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan dan
tidak mencampuri urusan keduniawian lagi, bukan berarti
aku rela diancam orang dengan seenaknya, Tidakkah
Thio tayhiap merasa bahwa sikapmu yang kelewat
memaksakan kehendak sangat menghina diriku?"

179
"Kalau toh koancu enggan menuruti nasehatku, aku
juga tak dapat berbuat apa-apa lagi...." sahut Thio Taykong
dingin- Selesai berkata ia segera mengundurkan diri
sejauh delapan depa dari arena dan tidak banyak bicara
lagi.
Agaknya sebelum tiba di Kuil Awan Hijau, orang-orang
ini telah menyusun rencana mereka dengan rapi, yaitu
mengajukan si Golok sakti Roda Emas sebagai perunding.
siapa tahu ketua dari Kuil Awan HHijau ini sama sekali
tidak memberi muka kepadanya.
Dalam keadaan begini terpaksa anak buah sepasang
Ular Dari Lautan Timurlah yang mesti tampilkan diri
untuk menyelesaikan persoalan ini secara kekerasan .
Tapi ada satu hal yang sama sekali di luar perhitungan
Thio Tay-kong, yakni kehadiran Li Bun-yang dari bukit
Hong-san yang tepat pada saat kedatangan mereka, ia
tahu keluarga persilatan ini mempunyai nama besar yang
amat termashur di dalam dunia persilatan-
Bukan saja pergaulan mereka sangat luas, ilmu silat
yang dimiliki pun sangat hebat. Hampir semua aliran
perguruan maupun partai punya hubungan yang akrab
dengan mereka, malahan dari pihak rimba hijau pun
rata-rata memberi muka kepada mereka.
Akan tetapi anak buah sepasang Ular Dari Lautan
Timur itu nampaknya tidak memandang sebelah mata

180
pun terhadap Li Bun-yang. Begitu Thio Tay-kong mundur
dari arena, serentak mereka bergerak maju, Buru-buru
Thio Tay-kong mengerahkan ilmu menyampaikan
suaranya membeli peringatan kepada anak buah
sepasang Ular Dari Lautan Timur itu:
"Pemuda berjubah panjang yang membawa kipas itu
adalah keturunan ketiga dari keluarga persilatan bukit
Hong-san, ilmu silatnya hebat dan pengalamannya luas,
kalian tak boleh pandang ringan kemampuannya.jika
dilihat dari sikap maupun gerak geriknya, tampaknya ia
sudah memutuskan membantu ketua Kuil Awan Hijau,
walau usianya yang masih muda, jangan sekail- kali
kalian pandang enteng kemampuan-nya. Harap saudara
sekalian bersikap lebih hati-hati..."
sementara itu, anak buah sepasang Ular Dari Lautan
Timur telah bergerak maju sambil meloloskan senjata
tajam masing-masing. Tampaknya mereka sudah bersiap
sedia melancarkan serangan.
Sebaliknya Ci Mia-cu sendiri meski nampaknya tetap
tenang dan seakan-akan tidak terpengaruh oleh situasi di
hadapannya. Diam- diam ia merasa amat kesal, Biarpun
sepasang Ular Dari Lautan Timur biasanya bergerak dan
malang melintang di sekitar sungai besar, namun daya
pengaruh mereka sebenarnya sudah lama menyusup ke
dalam wilayah Kang lam. Kehebatan mereka sudah amat
termashur di kolong langit.

181
Maka diam-diam ia pun berpikir: "Aaaai Terlepas
pertarungan hari ini akan menang atau kalah, yang pasti
ketenangan Kuil Awan HHijau akan terusik, dan mulai
saat ini musuh serta bencana tentu akan datang secara
beruntun-..."
Mendadak terdengar seorang lelaki kekar yang
nampaknya pemimpin dari rombongan delapan orang itu
membentak keras: "Hey, hidung kerbau tua, mengapa
tidak kau lolos senjatamu? Apa lagi yang kau tunggu?"
sekilas hawa amarah melintas di wajah Ci Mia-cu yang
serius, jawabnya dingin, "sudah lama aku mengundurkan
diri dari keramaian dunia, senjata tajam tak pernah
kujamah lagi."
"Hmmm, kalau memang ingin cepat mampus, jangan
salahkan aku lagi...." tukas lelaki kekar itu sambil
menggetarkan ruyung lemas berserat emasnya.
Buru-buru seorang imam muda lari mendekat sambil
menyerahkan sebuah kebutan (Hud-tim) ke tangan ketua
Kuil Awan Hijau. sambil menyambut senjata kebutan itu
dan bersiap sedia menghadapi serangan, kembali Ci Miacu
berkata serius: "Antara aku dengan sepasang Ular
Dari Lautan Timur belum pernah terjalin hubungan apaapa...."
"Makanya kau tak usah berlagak pilon lagi," potong
lelaki kekar itu sinis, "Asal kau bersedia mengakui saja

182
guru kami tak akan menyalahkan dirimu, bahkan akan
terjalin hubungan persahabatan yang lebih akrab."
"Aku tak berani bersahabat dengan sepasang Ular Dari
Lautan Timur, Namun aku pun enggan bermusuhan
dengan kalian, asal kamu semua bersedia tinggalkan
tempat ini, hal tersebut sudah cukup bagiku."
"Hmmm, besar amat bacotmu" teriak lelaki itu penuh
amarah, " Kalau aku tak berhasil meratakan Kuil Awan
Hijau ini dengan tanah hari ini, malu kami sebagai murid
sepasang Ular Dari Lautan Timur untuk tancapkan kaki
lagi di dunia persilatan"
Tanpa membuang waktu ia segera menyerang ke
muka. Ruyung lemasnya digetarkan hingga teggng lalu
ditusukkan lurus ke muka. Dengan cekatan ci Mia-cu
mengegos ke samping. Kebutannya digetarkan lalu
menyambar datangnya tusukan ruyung tersebut.
Jangan dilihat kebutan itu kecil sekali bentuknya,
ternyata babatan yang kelihatan ringan itu
menghamburkan kekuatan yang maha dahsyat, secepat
sambaran petir ujung kebutan mengancam pergelangan
tangan musuhnya.
Walaupun dalam hati kecilnya lelaki kekar itu merasa
amat terperanjat ia tak berani berayal Cepat-cepat
pergelangan tangannya digerakkan ke bawah untuk

183
menghindar, Ruyung lemasnya yang sedang meluncur ke
depan ditarik ke belakang secara paksa.
Hud-tim atau kebutan merupakan senjata lunak yang
luar biasa hebatnya, Ketika bulu-bulunya melilit di atas
ruyung musuh, kuatnya bukan kepalang, Meskipun lelaki
kekar itu sudah berhasil menarik kembali senjatanya
dalam sebuah sentakan kuat, namun ia tak berhasil
mementalkan senjata kebutan yang melilit di atas
senjatanya itu.
Tiba-tiba Ci Mia-cu menggetarkan pergelangan
tangannya, tenaga dalam yang disalurkan dilipat
gandakan, kemudian membetotnya ke belakang, Dengan
begitu, kedua belah pihak pun saling tarik menarik
dengan mengerahkan segenap kekuatan yang
dimilikinya.
selang seperminum teh kemudian, lelaki itu tak
mampu menahan diri lagi, Kuda-kudanya tergempur,
badannya terjengkang ke muka. sebaliknya Ci Mia-cu
tetap berdiri tanpa tergoyah sedikit pun-
Tak terlukiskan rasa gusar lelaki kekar itu setelah
menderita kekalahan hanya dalam sekali gebrakan saja.
ia membentak keras, dengan jurus "Menyapu Rata
selaksa Prajurit," ia lepaskan sebuah pukulan ke depan-
Ci Mia-cu segera mengebaskan Hud-tim-nya dengan
jurus "Melangkah santai di Awan Hijau." Tahu-tahu

184
badannya sudah melayang ke samping menghindarkan
diri dari ancaman tersebut setelah dua serangan
berantainya gagal mengenai sasaran, lelaki kekar itu
semakin gusar dibuatnya, Ruyung lemasnya diputar
kencang-kencang sampai menimbulkan suara deruan
yang memekikkan telinga.
Dalam sekejap mata, seluruh angkasa telah diliputi
bayangan ruyung yang amat menyilaukan pandangan
Dengan kekuatan bagaikan amukan ombak di tengah
samudra, serangan itu mengurung tubuh ketua kuil Awan
Hijau rapat-rapat. Ci Mia-cu tidak gentar menghadapi
ancaman ini. Dengan gerak tubuhnya yang enteng dan
lincah seperti gerakan awan di angkasa, ia terbang kian
ke mari di tengah kurungan bayangan ruyung lawan,
sementara senjata hud-timnya menyapu kian ke mari
menahan datangnya ancaman. Dalam waktu singkat,
semua serangan gencar lelaki itu berhasil dipunahkan
sama sekali.
Tak terlukiskan rasa terkejut si Golok sakti Roda Emas
Thio Tay-kong menyaksikan keampuhan lawannya, diamdiam
pikirnya: "Nama besar ketua Kuil Awan Hijau
ternyata bukan nama kosong belaka, Apa-lagi ada Li
Bun-yang dari Bukit Hong-san yang membantu di pihak
mereka, nampaknya pertarungan hari ini sukar bagiku
untuk meraih keuntungan."

185
sementara dia masih berpikir, tiba-tiba terdengar lelaki
bersenjata ruyung itu mendengus dingin, pertarungan
yang berjalan sengit pun tahu-tahu berpisah, Tampak Ci
Mia-cu dengan wajah serius, Air mukanya pucat kehijauhijauan,
dengan suara dingin ia berkata: "Walaupun aku
tak ingin melukai orang, sebaliknya aku pun enggan
terluka di tangan orang lain. HHmmmm Jika kau
memaksa aku terus dengan serangan-serangan kejimu,
jangan salahkan kalau aku bersikap kasar"
Rupanya lelaki beruyung itu habis kesabarannya ketika
dalam pertarungan yang berlangsung lama itu ternyata ia
gagal meraih kemenangan. secara diam-diam ia gunakan
ilmu jari Im-hong-cinya melancarkan sebuah totokan
mematikan Dalam kurungan bayangan ruyung yang
menyelimuti angkasa, tak heran bila serangan bokongan
itu segera mendatangkan hasil yang nyata.
Ci Mia-cu hanya merasakan segulung desingan angin
dingin menerjang bahunya, tahu-tahu ia sudah terhajar
oleh bokongan musuh, Tak tertahan lagi, hawa napsu
membunuh menyelimuti wajahnya, Dengan menghimpun
hawa murninya untuk menahan rasa sakit, dia
membalikkan tangan menggunakan jurus "Memancing
ikan Di sungai Langit" Kebutannya berbalik menghantam
punggung lelaki kekar itu
Biarpun ia terluka parah, namun serangan itu
dilancarkan dengan kekuatan yang maha hebat, setiap

186
bulu kebutannya boleh dibilang telah disaluri tenaga
dalam yang maha dahsyat.
Mimpi pun lelaki beruyung itu tak mengira, musuhnya
yang sudah terkena bokongan ilmu jarinya ternyata
masih sanggup melancarkan serangan balasan dengan
kedahsyatan yang mengerikan Belum sempat ia berbuat
sesuatu, tahu-tahu rasa sakit yang menyayat hati telah
menyerang tiba, permukaan tubuhnya yang tersambar
kebutan musuh langsung saja terluka lebar, darah segar
bercucuran membasahi permukaan tanah.
Menyaksikan pemimpin mereka menderita kerugian
besar, para jago anggota sepasang Ular Dari Lautan
Timur tak dapat menahan diri lagi, serentak mereka
siapkan senjata tajam dan bersiap-siap mengeroyok.
sambil tertawa dingin Li Bun-yang segera mengejek:
"Ooooh, rupanya anak murid didikan sepasang Ular Dari
Lautan Timur tak lebih hanya sekelompok manusia yang
mencari kemenangan dengan cara mengeroyok....
Heheheh.... begitukah adat kalian?"
selama ini, si gadis berbaju hijau serTayu Siau-liong
sudah habis kesabarannya melihat pertarungan yang
sedang berlangsung. sejak semula mereka sudah
bersiap-siap untuk turun tangan, hanya saja belum
menemukan kesempatan yang tepat. Maka begitu Li
Bun-yang buka suara, mereka berdua serentak melompat
ke arena siap melancarkan seranganTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com/
187
Dua batang gedang bergulung-gulung membentuk
lapisan kabut yang amat menyilaukan mata, dari kiri dan
kanan mereka himpit musuhnya dari dua jurusan yang
berbeda.
sejak menderita kerugian di tangan gadis berbaju
hijau tadi, rasa dongkol Yu siau-liong belum tersalurkan,
Kini begitu ada kesempatan, ia segera melancarkan
serangan habis-habisan- ia ingin gunakan kesempatan ini
untuk menunjukkan kemampuannya di hadapan gadis
berbaju hijau itu. Tampak pedangnya berputar kencang,
lalu menyerobot masuk ke depan menusuk dada seorang
lelaki bersenjata.
Kalah cepat dalam melepaskan serangannya tadi,
tusukanpedang nona berbaju hijau itu segera terhadang
oleh lompatan Yu Siau-liong ke depan. Meski begini ia
tak mau mengalah dengan begitu saja. pedangnya cepatcepat
diputar lalu balik menyerang lelaki yang sudah
terluka parah itu.
Jangan dilihat sepasang bocah laki perempuan ini
masih berusia muda. Yang satu sudah memperoleh
warisan ilmu silat keluarganya, sedang yang lain hasil
didikan seorang guru kenamaan.
Ditambah lagi mereka berdua belum tahu urusan
dunia. selain usia mereka seimbang, rasa ingin
menangnya pun amat kuat, Tak heran begitu serangan

188
dilancarkan segenap kemampuan yang dimilikinya segera
dikerahkan.
Lelaki yang melancarkan serangan paling muka itu
hanya bersiap-siap untuk menghadapi Li Bun-yang serta
Ci Mia-cu, terhadap Yu Siau-liong boleh dibilang ia tidak
memikirkannya di dalam hati.
Melihat tusukan pedang Yu Siau-liong menyambar
tiba, golok yan-leng-to nya segera dikebaskan dengan
jurus "Burung Rajawali Mementang sayap." Dalam
anggapannya babatan tersebut pasti dapat mementalkan
pedang di tangan bocah lelaki itu, atau paling tidak
menggetarkan senjatanya. siapa tahu sikap memandang
ringan musuhnya ini mengakibatkan kematian baginya.
Tusukanpedang Yu Siau-liong yang sedang
menyambar datang itu tahu-tahu melenceng ke samping
lalu menerobos maju ke muka, menyusul gerak serangan
tersebut tubuhnya mendesak ke muka.
"Traaaaaang..."
Di tengah bentrokan nyaring, golok Yan-leng-to itu
sudah mencelat ke sisi arena, Baru saja lelaki kekar itu
menyadari gelagat tidak menguntungkan, keadaan sudah
terlambat Golok Ya n- leng-to nya sudah terkunci oleh
babatan pedang Yu siau-liong, Untuk sesaat ia jadi
gelagapan dan tak mampu menarik goloknya kembali,
ter-gopoh-gopoh badannya mundur sejauh tiga langkah.

189
Pedang Yu Siau-liong bagaikan bayangan tubuhnya
saja, tiba- tiba menyongsong ke muka dengan jurus
"Awan semi Terbentang Lebar," selapis cahaya pedang
menyelimuti seluruh angkasa. Tidak menanti sampai
lelaki kekar itu mengubah gerak badannya, ujung
pedangnya sudah nyelonong masuk ke depan- Cahaya
kilat berkelebat, dengan jurus "Gadis Cantik Melempar
Peluru", pedangnya menusuk dada musuh.
Jeritan ngeri yang menyayat hati segera
berkumandang memecah kesunyian Ujung pedang yang
tajam langsung menembus dada hingga nongol di
punggungnya, percikan darah segar berhamburan
membasahi lantai, kematiannya benar-benar
mengerikan-
Berhasil menghabisi musuhnya dalam sekali gebrakan,
Yu Siau- liong merasa amat bangga, setengah mengejek
ia menoleh ke arah gadis tersebut Waktu itu si nona
berbaju hijau sedang memutar prdang nya bagaikan
pusingan roda kereta, belum sempat lelaki yang terluka
parah itu menggerakkan ruyung nya untuk menangkis,
tahu-tahu ujung pedang telah tiba di hadapannya.
Di antara kilatan cahaya tajam, tak ampun tubuhnya
terbabat putus menjadi dua bagian.
Menyaksikan peristiwa ini diam-diam Li Bun-yang
mengerutkan dahinya rapat-rapat, tapi belum sempat dia
mengucapkan sesuatu, mendadak terdengar dua

190
bentakan nyaring bergema memecah keheningan sebilah
golok besar dan sebatang tombak berantai perak telah
menyerang nona berbaju hijau itu sampai menimbulkan
desingan angin tajam.
Dengan gesit dan cekatan nona berbaju hijau itu
memutar pedangnya sambil menghindar ke samping,
Kemudian pedangnya berputar, dengan jurus "Naga sakti
Muncul Tiga Kali," ia bentuk selapis cahaya pedang yang
menyergap secara berpisah ke arah dua orang lawannya.
Yu siau-liong merasa semangatnya makin berkobar
Dengan cekatan tangan kirinya melolos senjata pena
baja dari punggungnya, lalu mengimbangi permainan
pedang secara beruntun ia serang empat orang lelaki
kekar lainnya.
Dari delapan orang murid sepasang Ular Dari Lautan
Timur, dua orang di antaranya sudah tewas, sisanya
enam orang, Dua orang mesti menghadapi gadis berbaju
hijau itu sedang Yu siau-liong menghadapi empat orang
sisanya.
selama pertarungan sengit berlangsung, Lim Han-kim
hanya berdiri tenang di sisi arena. Diam-diam ia telah
mengerahkan tenaga dalamnya membuat persiapan, asal
Yu siau-liong menjumpai ancaman bahaya maut, ia telah
siap memberikan bantuan-nya. sebaliknya si Golok sakti
Roda Emas Thio Tay-kong mengikuti jalannya
pertarungan dengan wajah serius dan tegang.

191
Ketua Kuil Awan Hijau Ci Mia-cu yang tersohor dalam
dunia persilatan dengan ilmu silatnya yang ampuh telah
dapat ditakarnya, Tapi kehebatan serta keganasan ilmu
pedang Yu siau- liong serta gadis berbaju hijau itu sama
sekali di luar dugaan-nya.
Melihat bayangan pedang kedua orang itu meluncur
dan melayang dengan hebat-nya, bukan saja tidak
menunjukkan tanda-tanda kalah, bahkan lebih banyak
menyerangnya daripada bertahan, Meskipun anak murid
sepasang Ular Dari Lautan Timur mengeroyok dengan
enam lawan dua, ternyata mereka tak berhasil meraih
kemenangan hal ini membuat perasaannya makin lama
makin khawatir.
Tanpa terasa pikirnya: "Kalau dilihat posisi saat ini,
keadaanku sungguh berbahaya padahal dipihak mereka
masih ada dua orang yang belum turun tangan, Li Bunyang
dari keluarga persilatan Bukit Hong-san sudah
termashur sebagai jagoan yang sukar dihadapi ilmu
silatnya pasti tidak berada di bawah kemampuan ketua
Kuil Awan Hijau.
sedang pemuda berbaju putih itu nampak begitu
tenang dan santai. jelas dia pun bukan manusia
sembarangan.... Aaaaai, nampaknya dalam pertarungan
hari ini, pihak kami lebih banyak kalahnya daripada
menang...."

192
sementara dia masih berpikir, tiba-tiba terdengar Yu
siau- liong membentak keras, pedangnya dalamjurus
"Awan Hitam Menutupi Rembulan," telah menciptakan
selapis hawa pedang yang berlapis- lapis, Di bawah
perlindungan cahaya putih itulah diam-diam pena
bajanya melancarkan tusukan kilat.
Jeritan ngeri yang menyayat hati kembali
berkumandang membelah angkasa, Lagi-lagi seorang
murid sepasang Ular Lautan Timur tergeletak dengan
bermandi darah.
Gelisah dan mendongkol perasaan gadis berbaju hijau
itu melihat Yu siau-liong berhasil merobohkan seorang
musuh lagi. pedangnya segera diputar lebih kencang,
dengan mengeluarkan ilmu simpanan keluarganya
"Bentangan Layar Menyeberangi Kesengsaraan."
Di antara kilatan cahaya tajam, ia tangkis tusukan
tombak lawan, tubuhnya berbareng dengan serangan itu
mendesak maju lebih ke depan, ia tangkis bacokan golok
Yan-leng-to sambil melepaskan sebuah babatan
maut,jeritan ngeri yang menyayat hati kembali
berkumandang lelaki bersenjata golok Yan-leng-to itu
sudah terbacok bahunya hingga terbelah jadi dua
potong.
Dalam waktu singkat dari delapan orang murid
sepasang Ular Dari Lautan Timur, separuh di antaranya
sudah terluka parah atau tewas, kejadian ini membuat

193
Golok sakti Roda Emas Thio Tay-kong tak sanggup
menahan diri lagi sambil melolos Roda Emasnya dari
punggung dan meloloskan golok tipis dari pinggangnya,
ia membentak keras: "Tahan"
Waktu itu keempat lelaki yang sedang bertempur
sudah merasa amat kaget dan sedih setelah melihat
saudara-saudara seperguruannya tewas, Apa daya kedua
orang musuh mereka bukan saja berilmu tinggi,
serangannya pun ganas dan telengas. Mereka sadar jika
pertempuran ini dibiarkan berlangsung terus, niscaya
mereka akan tertumpas semua.
Maka begitu mendengar bentakan nyaring dari Thio
Tay-kong, cepat-cepat mereka manfaatkan kesempatan
ini untuk mengundurkan diri, sambil melepaskan sebuah
serangan serempak mereka melompat ke belakang,
Baru saja Yu siau-liong dan gadis berbaju hijau itu siap
mengejar, Li Bun-yang dan Lim Han- kim telah
menghardik mereka. Mengawasi jenazah yang tergeletak
di tanah, tiba-tiba gadis berbaju hijau itu mengejek
sambil tertawa:
"Ternyata anak murid sepasang Ular Dari Lautan
Timur cuma gentong nasi belaka.,.,hmmmm Dengan
mengandalkan ilmu silat semacam ini juga berani jual
lagak di Kuil Awan Hirjau benar-benar manusia tak tahu
diri"

194
sebaliknya Yu siau-liong sambil angkat bahu dan
menuding si Golok sakti Roda Emas Thio Tay-kong
dengan ujung pedangnya berkata pula seraya tertawa:
"Eeeiii apa kau baru puas setelah mencabut keluar
senjatamu dan berteriak teriak macam orang kebakaran
jenggot? Kalau tak puas, lebih baik kau maju sendiri saja,
jangan biarkan anak cucu ular-ular itu menghantar
nyawa dengan percuma."
Meskipun sikapnya tetap tenang, namun nada
ucapannya jauh lebih tajam dan menyakitkan hati
daripada perkataan gadis berbaju hijau itu. Golok sakti
Roda Emas Thio Tay-kong memandang sekejap mayatmayat
yang tergelepar di tanah, lalu sambil tertawa
dingin ujarnya kepada ketua Kuil Awan Hijau:
"Dendam berdarah atas kematian anak murid
sepasang Ular Dari Lautan Timur ini akan kucatat atas
nama ketua Kuil Awan Hijau, Hmmm Dalam sepuluh hari
mendatang, sepasang Ular Dari Lautan Timur akan
berkunjung sendiri ke Kuil Awan Hijau untuk menagih
hutang darah ini."
Ci Mia-cu bukan bocah kemarin sore, dia tahu Thio
Tay-kong hendak menggunakan alasan tersebut untuk
menyelamatkan mukanya, maka sahutnya sambil tertawa
hambar: "sejak mengundurkan diri dari dunia persilatan,
aku belum pernah melukai siapa pun, terserah Thio
tayhiap mau bicara apa"

195
BAB 7. Menyatroni Loteng Hui-jui-lo
Thio Tay-kong menyarungkan kembali goloknya.
sambil balikkan badan meninggalkan tempat itu, katanya
lagi: "Bila berjumpa dengan sepasang Ular Dari Lautan
Timur nanti, pasti akan kusampaikan keadaan yang
sebenarnya kepada mereka."
Beberapa orang itu datang dengan garang, kini
mereka harus pergi dengan loyo dan membawa
kekalahan besar, keadaannya sungguh mengenaskan.
"Berhenti...." Tiba-tiba Yu siau-liong membentak
keras, sambil mengayunkan pedangnya, ia mengejar.
"Biarkan mereka pergi" cegah Ci Mia-cu sambil
mengebaskan senjata kebutannya.
Dengan gemas Yu siau-liong melototi Ci Mia-cu
sekejap, kemudian baru menyarungkan kembali
pedangnya, jelas ia merasa tak puas terhadap imam
tersebut karena membiarkan musuhnya pergi dengan
begitu saja.
Ci Mia-cu tersenyum, sorot matanya dialihkan sekejap
ke wajah Yu siau-liong dan gadis berbaju hijau itu , lalu
katanya: "Kalian berdua masih begitu muda, ternyata
memiliki ilmu pedang yang luar biasa sempurnanya, Aku

196
percaya di kemudian hari kalian pasti akan menjadi
sepasang pendekar pedang kenamaan."
Yu siau-liong sedikit pun tidak gembira atas pujian ci
Mia-cu, katanya sambil menggelengkan kepalanya:
"Melepaskan mereka pergi dari sini, sama artinya
membiarkan mereka jadi penunjuk jalan buat sepasang
Ular Dari Lautan Timur.... Hmmmm Bagus Bagus
sekali..."
Lim Han- kim mengerti, adik seperguruannya ini
walaupun masih kecil namun mempunyai sifat tinggi hati,
kecuali dia dan gurunya, perkataan siapa pun tak pernah
digubrisnya, Takut bocah itu salah bicara sehingga
bentrok sendiri dengan ci Mi-cu, buru-buru bentaknya:
"Adik Liong, jangan bicara sembarangan-"
Yu siau-liong sendiri meskipun sangat nakal dan keras
kepala, ia menaruh sikap yang amat hormat dan penurut
terhadap Lim Han- kim. Mendengar bentakan itu dia pun
tak berani membantah lagi, mulutnya ditutup rapatrapat.
Li Bun-yang tertawa kepada CiMia- cu katanya:
"Bukan maksudku membantu saudara Yu ini, tapi aku
sependapat dengannya. Terlalu enak membiarkan
mereka pergi dengan begitu saja."
Ci Mia-cu tertawa hambar. "saat ini ciu tayhiap sudah
waktunya untuk siuman, Aku harus secepatnya masuk ke
ruangan untuk mendampinginya. Bayangkan, mana

197
mungkin aku bisa bertarung melawan mereka...." setelah
berhenti sejenak, terusnya lagi dengan suara lirih:
"saat ini, sukar bagi kita untuk menduga apakah ada
obat mujarab yang bisa dipakai untuk menolong ciu
tayhiap. Andaikata sampai terjadi pertempuran kita bisa
kerepotan-..."
"Padahal asal totiang tidak menghalangi niat kami
sudah lebih dari cukup, toh kami tak menyuruh totiang
turun tangan sendiri"
"Sudahlah.... bagaimana kalau saudara sekalian
beristirahat sejenak dalam ruangan? Aku harus pergi
menengok keadaan luka yang diderita Ciu tayhiap...."
Li Bun-yang tertawa dan manggut-manggut Dengan
mengajak gadis berbaju hijau itu ia sebera berlalu dari
sana.
"Locianpwee, perlukah aku turut serta?" tanya Lim
Han- kim lirih.
"Setelah sadar dari tidurnya kali ini, aku tidak punya
keyakinan untuk tetap mempertahankan kehidupan ciu
tayhiap. Lebih baik Lim kongcu ikut bersamaku...."
Yu siau-liong biar kecil orangnya tapi sangat
berpengalaman, sekalipun ia tidak mendengar ci Mia-cu
menyinggung tentang dirinya, tapi agaknya ia tahu kalau
dirinya tak boleh ikut serta.

198
Tiba-tiba saja dia pergi menyusul Li Bun-yang serta
gadis berbaju hijau itu menuju ke bilik sebelah Barat.
sekali lagi Ci Mia-cu dan Lim Han- kim memasuki gedung
utama, menelusuri lorong bawah tanah dan masuk ke
ruang rahasia.
saat itu, lelaki yang penuh pembabat itu sudah
membalikkan badannya, dengan sepasang maTayang
melotot besar ia awasi kedua orang itu dengan
termangu- mangu.
Bukan cuma sekujur badannya, bahkan kepalanya pun
penuh dengan kain pembalut. Kecuali hidung, mulut dan
sepasang matanya, hampir seluruh bagian tubuhnya
yang lain dipenuhi oleh kain putih.
saat ini, biarpun dia mementangkan matanya besarbesar
tapi sinar matanya telah memudar, Beberapa helai
rambut berwarna putih nampak mencuat dari balik kain
putih, ci Mia-cu menghela napas sedih, Pelan-pelan
dihampirinya orang itu, lalu bisiknya: "Tenaga saudara
Ciu belum pulih kembali, lebih baik jangan banyak
berbicara"
Menggunakan kesempatan ini Lim Han- kim maju
menghampirinya, sambil menjura dalam-dalam katanya:
"Aku yang muda Lim Han- kim menjumpai Ciu
locianpwee."

199
Kakek itu mengerdipkan matanya beberapa kali, lalu
dengan suaranya yang lemah dan sangat lirih bisiknya:
"Aku sudah tak sanggup menahan diri lagi. Lebih baik totiang
tak usah membuang waktu dan tenaga dengan
percuma...."
Ci Mia-cu tersenyum. "ciu tayhiap. kau tak usah risau
atau cemas. Beristirahatlah dengan tenang, Aku telah
menyiapkan beberapa macam obat mujarab untuk
mengobati luka saudara Ciu. percayalah dalam tiga
sampai lima hari lagi obat itu sudah sampai di sini...."
"Aku mengerti tubuh bagian luar maupun dalamku
telah menderita luka parah yang mematikan Kau tak
usah membuang tenaga dan pikiran lagi dengan
percuma.^.."
"Saudara Ciu, kau mesti percaya dengan ilmu
pengobatanku...."
Pelan-pelan Ciu Huang pejamkan matanya kembali,
lalu tanyanya: "Siapakah bocah itu?"
Ci Mia-cu tidak langsung menjawab, ia berpikir
sebentar kemudian baru sahutnya: "Seorang angkatan
muda dari dunia persilatan ia juga putra seorang
sahabatku Nah, saudara Ciu, kau jangan banyak bicara
lagi."

200
Ciu Huang benar-benar tidak berbicara lagi, napasnya
yang pelan tapi agak tersendat kedengaran jelas dalam
pendengaran kedua orang itu. Pelan-pelan Ci Mi cu
menarik tangan Lim Han- kim lalu mengundurkan diri
dari ruang rahasia, dengan cepat mereka menuju ke bilik
sebelah Barat.
Dengan langkah lebar Li Bun-yang menyongsong
kedatangan mereka, kepada Lim Han- kim segera
tanyanya: "Saudara Lim, kau telah berjumpa dengan ciu
tayhiap?"
"Ya a a, aku telah bertemu dengannya."
"Bagaimana keadaan lukanya?^
Sebelum Lim Han- kim sempat menjawab, mendadak
Ci Mia-cu telah mengalihkan pembicaraan ke soal lain:
"Saudara Li, adikmu butuh berapa hari lagi untuk sampai
di sini?"
Dengan pengalaman Li Bun-yang yang begitu luas, ia
segera menyadari bahwa keadaan luka Ciu Huang telah
mengalami perubahan dratis, maka jawab nya setelah
berpikir sebentar: "Bila adikku masih ada di rumah,
dengan kecepatan larinya paling cepat dalam tiga hari,
paling lambat lima hari sudah pasti tiba di Kuil Awan
Hijau."
"Aaaaaii kalau begitu mungkin sudah terlambat."

201
"Mengapa?" tanya Li Bun-yang cemas, "Apakah
keadaan lukanya sudah terjadi perubahan?"
"semenjak memperoleh pengobatan dariku dan
merawat lukanya dalam ruang rahasia, kesadarannya
belum pernah sejernih hari ini. Aku kuatir keadaan
lukanya akan berubah...."
Mendadak terdengar suara seseorang yang parau dan
serak berkumandang datangi "Hey kau si hidung kerbau
kecil, pentang matamu lebar-lebar. coba lihat apakah
dalam kuilmu yang bobrok di tengah hutan belukar
begini terdapat barang berharga yang patut kucuri.... h
emmm jangan menuduh aku yang bukan-bukan-.."
Begitu mendengar suara itu, Yu siau-liong segera
melejit ke udara, Bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya dia melompat keluar dari ruangan. Melihat Yu
siau-liong sudah melompat keluar, gadis berbaju hijau itu
kuatir dia akan ketinggalan. Dengan kecepatan yang tak
kalah hebatnya segera menerobos keluar juga dari
ruangan.
"siapa sih orang itu? serak amat suaranya " bisik Ci
Mia-cu dengan kening berkerut. Dengan langkah lebar ia
berjalan pula meninggalkan ruangan-
"Ya a a, suara ini sangat kukenal" kata Li Bun-yang
pula, "Biar aku turut menengok"

202
Di tengah pembicaraan, tubuhnya telah melesat pula
keluar, Tidak nampak bagaimana pemuda itu
menggerakkan tubuhnya, tahu- tahu ia sudah
menyelinap keluar dengan gerakan cepat bagaikan
sambaran kilat Dalam waktu singkat ia sudah melampaui
di depan ketua Kuil Awan Hijau ini.
"Locianpwee, tunggu sebentar" mendadak Lim Hankim
berseru:
Baru saja Ci Mia-cu hendak melangkah ke luar, ia
segera menghentikan langkahnya sambil beraling,
"Ada apa."
"Adik seperguruanku itu nakalnya bukan kepalang,
Harap totiang menjaganya baik-baik, jika ia menanyakan
tentang aku, katakan saja aku berada di ruangan rahasia
sedang melayani ciu locianpwee."
" Lantas kau hendak ke mana?" tanya ci Mia-cu agak
tertegun-
Lim Han- kim tertawa getir, "Aku hendak mengejar
obat mustikaku yang tercuri itu."
Kemudian tanpa menunggu jawaban dari Ci Mia-cu, ia
melejit ke udara dan sudah melesatpergi dari sana,
"Eeei, jangan gegabah.,." teriak Ci Mia-cu dengan
gelisah, cepat-cepat ia menyusul ke luar jendela.

203
Kedua orang itu hanya selisih waktu sekejap saja,
namun ketika Ci Mia-cu sampai di luar jendela, ia hanya
menyaksikan setitik bayangan putih berkelebat menjauh,
dalam sekejap saja sudah lenyap dari pandangan- Untuk
beberapa saat lamanya imam tua ini hanya bisa berdiri di
atas atap sambil termangu- mangu, gumamnya tanpa
sadar: "Hobat benar ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki pemuda ini, Aaai.... inilah yang dinamakan ombak
belakang sungai Tiangkang selalu mendorong ombak di
depan-nya, sudah waktunya generasi tua diganti oleh
generasi muda...."
Dalampada itu, suara teriakan parau tadi kembali
kedengaran bergema di udara:
"Apakah ketua Kuil Awan Hijau ada?"
Ci Mia-cu segera tersentak sadar, cepat-cepat dia
melompat turun, menutup kembali jendela belakang dan
siap melangkah keluar.
Terdengar suara langkah kaki manusia berjalan
mendekat, lalu terdengar suara Li Bun-yang yang sedang
berteriak: "Eeei, ada urusan apa kau si pencuri tua
datang ke Kuil Awah Hijau ini...?"
ci Mia-cu segera melongok ke luar ia saksikan seorang
kakek pendek berperawakan ceking yang berusia lima
puluh tahunan, memelihara jenggot kambing di
janggutnya dan berwajah letih penuh debu sedang

204
berjalan mendekat diiringi Li Bun-yang di sisinya. Yu
siau-liong dan gadis berbaju hijau itu mengikuti di
belakang mereka berdua. Begitu masuk ke dalam
ruangan, tanpa menunggu Li Bun-yang memperkenalkan
Kuil Awan Hijau, kakek ceking pendek itu sudah menjura
sambil bertanya: "Apakah totiang adalah ketua Kuil Awah
Hijau?"
"Aku adalah Ci Mia-cu, boleh kutahu siapa anda?"
Kakek ceking pendek itu tersenyum. "Namaku kurang
sedap didengar orang memanggilku si pencuri Tua Nyoo
Cing-hong"
"Ehmmm, sudah lama kukagumi. nama besar anda."
Nyoo Cing-hong dengan sinar matanya yang tajam
memperhatikan sekejap sekeliling ruangan, kemudian
ujarnya lagi:
" Kalau tak ada urusan penting, tak mungkin aku
berkunjung ke mari Boleh kutanya koancu, apakah Ciu
Huang beristirahat di Kuil Awan Hijau ini?"
"Ada urusan apa Nyoo tayhiap bertanya tentang hal
ini?" tanya Ci Mia-cu dengan kening berkerut.
"Menurut kabar yang kudengar, katanya Ciu tayhiap
telah dibokong musuhnya sehingga menderita luka
parah. Boleh kutahu berita ini benar-benar telah terjadi
atau hanya isapan jempol saja?"

205
pertanyaan yang diajukan secara langsung dan blakblakan
ini sama sekali di luar dugaan siapa pun- Untuk
berapa saat lamanya Ci Mia-cu dibuat gelagapan, ia tak
tahu apa yang mesti diperbuatnya,
oleh sebab itu dia hanya termenung saja tanpa
menjawab. Melihat hal mana, Li Bun-yang segera
menyela:
"Ada apa? Eeei si pencuri tua? Apakah kau pun sudah
menjadi kuku garudanya Sepasang Ular Dari Lautan
Timur?"
Ucapan mana langsung membuat Nyoo cing-hong
tertegun, teriaknya agak penasaran "Biarpun julukan aku
si pencuri tua kurang sedap didengar, tapi aku percaya
diriku masih punya harga diri. Li kongcu, tidakkah kau
merasa bahwa pertanyaanmu itu kelewat menghina aku
si pencuri tua?"
"Lantas dari mana kau mendapat tahu berita tentang
ciu tayhiap?"
Tiba-tiba Nyoo cing-hong angkat kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak: "Hahaha... tempo hari aku si
pencuri tua pernah hutang nyawa dengannya, karena itu
aku khusus datang ke mari untuk menjenguknya,
sekalian menghantar sebotol obat mujarab..."

206
Setelah berhenti sejenak, terusnya lagi dengan suara
sedih: "Andaikata ciu tayhiap sudah meninggal, berilah
kesempatan kepada aku si pencuri tua untuk
menyambangi pusaranya, anggaplah sebagai rasa terima
kasih atas budi pertolongan nya tempo hari...."
"Luka yang diderita ciu tayhiap sangat parah, aku rasa
obat mujarab pada umumnya tak mungkin bisa
menyembuhkan luka tersebut"
"Kalau obat itu cuma obat biasa, biar muka aku si
pencuri tua lebih tebal pun tak nanti aku akan ke Kuil
Awan Hijau ini untuk mencari malu."
" Lantas obat mujarab apakah itu? BoIeh-kah aku
menengok dan memeriksanya lebih dulu?"
Dari dalam sakunya Nyoo Cing-hong mengeluarkan
sebuah botol porselen, sambil disodorkan katanya:
"Kalau aku si pencuri tua tidak salah lihat, seharusnya
obat itu adalah pil jinsom seribu tahun buatan si dewa
jinsom Phang Thian-hua." Yu siau-liong segera
mengalihkan pandangannya ke arah botol porselen itu,
tapi ia segera menjerit kaget: "Haaah.,. itu betul pil
jinsom seribu tahun milik keluarga kami."
Tiba-tiba ia teringat akan Lim Han-kim. Dengan
matanya yang besar ia coba perhatikan sekeliling tempat

207
itu, tapi kemudian dengan wajah penuh kegusaran,
teriaknya: "Koancu, di mana toako ku?"
"Dia ada sedikit urusan, sebentar lagi akan balik
kemari."
sambil berkata demikian ci Mia-cu menerima botol itu,
membuka penutupnya dan kontan seluruh ruangan
tercium bau harum semerbak yang amat menyegarkan
hati.
"Ehmmm... betul. Betul sekali" serunya sambil
manggut-manggut. "obat mustika ini benar-benar obat
paling mujarab dalam dunia persilatan dewasa ini. obat
ini tak lain adalah pil jinsom seribu tahun, hasiljerih
payah si dewa jinsom Phang Thian-hua."
sambil menjura Nyoo cing-hong segera berpesan:
"Apabila luka yang diderita ciu tayhiap telah sembuh,
tolong sampaikan salamku si pencuri tua untuknya, Nah,
aku mohon diri lebih dulu."
selesai berkata, dia membalikkan badan dan berlalu
dengan langkah lebar, Buru-buru Ci Mia-cu berteriak:
"Nyoo tayhiap. harap tunggu sebentar Ada urusan yang
ingin kutanyakan kepadamu."
"Ada urusan apa, koancu?" tanya Nyoo Cing-hong
sambil menghentikan langkahnya. walaupun ia
mempunyai julukan yang kurang enak didengar, si

208
pencuri tua, akan tetapi tindak-tanduk maupun cara
pembicaraannya sangat terbuka, gagah dan memakai
aturan,
setelah menghela napas panjang, ci Mia-cu berkata:
"Aaaai... Ciu tayhiap memang berada di kuil awan hijau
kami Berkat bantuan obat jinsom berusia seribu tahun
ini, selembar nyawa Ciu tayhiap boleh dibilang telah
berhasil kita selamatkan dari ambang alam baka, Untuk
bantuan ini, biar aku wakili saudara Ciu mengucapkan
banyak terima kasih kepadamu."
sambil berkata, dia rangkap tangannya di depan dada
dan memberi hormat dalam-dalam. Nyoo cing-hong
tertawa tergelak.
"Ha ha ha ha... aku si pencuri tua sudah berhutang
budi pertolongan dari ciu tayhiap Jadi sudah sepantasnya
bila kubalas budi kebaikan tersebut Aku rasa, aku tak
boleh mengganggu ketenangan koancu lagi Maaf, aku
ingin mohon diri lebih dulu." Begitu selesai bicara, dia
putar badan dan buru-buru meninggalkan ruangan
tersebut.
Mengawasi bayangan punggung Nyoo Cing-hong yang
menjauh, tanpa terasa Ci Mia-cu menghela napas
panjang, pujinya:

209
"Meskipun orang ini terkenal lantaran ilmu
mencurinya, namun sifatnya yang gagah perkasa
sungguh mengagumkan"
Pada saat itulah Li Bun-yang baru merasa lenyapnya
Lim Han-kim. Dengan kening berkerut ia segera
bertanya: "Ke mana perginya saudara Lim?"
Ci Mia-cu tidak terbiasa bicara bohong. Didesak oleh Li
Bun-yang, imam tua ini kontan saja gelagapan sehingga
untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun- Berapa saat kemudian
baru ia hentakkan kakinya ke tanah dengan gemas
sambil berkata: "Aaaai.,. seandainya dia mau menunggu
sesaat saja, kepergiannya kali ini tak bakal sia-sia...."
"Jadi... dia... ke mana ia pergi?" teriak Li Bun-yang
kaget
"Setelah mengetahui luka yang diderita Ciu tayhiap
amat parah dan cuma pil jinsom berusia seribu tahun
yang dapat menyembuhkan ia jadi amat menyesal.
Sekarang mungkin dia sedang berusaha untuk
menemukan kembali obatnya yang tercuri itu."
"Dunia begini luas, ke mana dia pergi untuk
mencarinya?"
"Aaaai... Yang di luar dugaan obat tersebut justru
telah terjatuh kembali ke tangan kita.,."

210
"Aduuh, celaka" Tiba-tiba Li Bun-yang menjerit kaget.
Si nona berbaju hijau yang selama ini hanya
membungkam segera menyela dengan keheranan:
"Toako, apanya yang celaka?"
"Biarpun Lim Han-kim kelihatan lemah lembut,
sesungguhnya dia mempunyai hati yang keras. Biar
wajahnya dingin dan kaku, hatinya lembut dan welas
kasih, Betul ilmu silat yang dimilikinya sangat tangguh
tapi belum cukup berpengalaman untuk menghadapi
kelicikan dunia persilatan, apalagi..."
"Tampaknya Ci Mia-cu pun telah memahami maksud
ucapan Li Bun-yang yang belum selesai itu, tanpa terasa
ia berseru pula: "Apakah Li kongcu takut dia pergi
mencari si dewa jinsom Phang Thian-hua seorang diri?"
"Benar pil mustika yang telah hilang ibarat batu yang
tercebur ke dalam samudra luas. Bagaimana mungkin ia
bisa menemukannya tanpa memperoleh tanda atau
petunjuk apa pun? jadi kurasa ia pasti teringat dengan si
pembuat obat, mustika tersebut Aku yakin dia pasti
sedang berusaha menemukan Phang Thian-hua."
"Waaah... kalau benar-benar demikian, jiwanya
terancam bahaya besar.,." keluh Ci Mia-cu dengan
kening makin berkerut dan wajah semakin gelisah. Li
Bun-yang menghela napas panjang.

211
"Aaaai... Phang Thian-hua termasuk seorang jago silat
yang berwatak aneh, ia suka menyendiri dan belum
pernah punya hubungan dengan dunia persilatan,
mungkin ibuku pun tidak kenal dengannya."
"Menurut apa yang kuketahui tokoh silat yang
mempunyai hubungan paling akrab dengan si dewa
jinsom Phang Thian-hua hanya satu orang, yakni si kakek
sepuluh penjuru siang Lam-ciau..."
" Kakek sepuluh penjuru siang Lam-ciau, siang
locianpwee? Aku kenal dengan orang tua ini. Hanya saja
dia suka mengembara, jejaknya seperti burung bangau
yang terbang di angkasa. Dalam waktu demikian singkat
ke mana aku harus pergi mencari-nya?"
Tiba-tiba terdengar si nona berbaju hijau menjerit
kaget: "Haaaah, ke mana perginya si setan cilik itu?"
Li Bun-yang maupun ci Mia-cu sama-sama tertegun
dan segera berpaling, Betul juga, Yu siau-liong telah
lenyap dari situ.
"Aaai... sungguh menjengkelkan" seru Li Bun-yang
sambil menghentakkan kakinya dengan gemas. " Kenapa
aku lupa memperhatikannya?"
" Lebih baik kita segera mengejarnya" usul si nona
cepat.

212
"llmu meringankan tubuh yang dimiliki orang ini cukup
tangguh. Aku rasa pada saat ini dia sudah berada berapa
li dari sini, mau dikejar pun rasanya sukar untuk disusul."
"Aaaai... inilah yang dinamakan sudah salah
bertambah salah," keluh Ci Mia-cu. "se-lama hidup belum
pernah aku melakukan perbuatan sebodoh dan sepikun
hari ini."
setelah meninggalkan kuil awan hijau, Lim Han-kim
segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk
meneruskan perjalanan, dengan kecepatan seperti anak
panah yang terlepas dari busurnya dia meluncur menuju
ke tepi sungai Tiangkang.
Untuk mempercepat perjalanannya, pemuda ini
berusaha menghindari jalan raya dan orang banyak.
setelah menentukan arah, ia menelusuri tanah
perbukitan dan meluncur dengan kecepatan tinggi.
Perjalanan yang ditempuh tanpa berhenti ini sangat
melelahkan badan, Ketika sampai di tepi sungai, sekujur
badannya sudah basah kuyup oleh keringat ia lalu
berjongkok di tepi sungai, membasahi seluruh wajahnya
dengan air yang dingin sehingga membuat kesegaran
badannya pulih kembali.
Ketika mendongakkan kepalanya kembali, terlihat
olehnya sebuah sampan nelayan sedang meluncur pada

213
jarak sepuluh kaki dari tepi sungai, Dengan ketajaman
matanya yang melebihi manusia biasa, ia segera dapat
menangkap dengan jelas orang yang berada di perahu
nelayan itu adalah seorang kakek bertopi caping dengan
mengenakan jas hujan. Maka dengan mengerahkan
tenaga dalamnya ia berteriak keras:
"Paman tua, bersediakah kau membawa perahumu ke
mari dan membawaku menuju ke pantai seberang? Aku
bersedia membayar mahal."
Teriakan itu kedengarannya tidak terlampau keras,
tapi kakek yang berada puluhan kaki jauhnya di tengah
sungai itu dapat mendengarnya dengan jelas sekali.
Tampak Kakek itu menarik kembali jala-nya lalu
berpaling, setelah mengamati beberapa saat barulah ia
melihat Lim Han-kim, maka sampannya segera didayung
mendekat.
Ketika sampan itu masih berada dua kaki dari tepi
pantai, Lim Han-kim tak sabar lagi menanti, ia segera
genjot badannya melompat ke depan. ilmu meringankan
tubuh yang dimilikinya benar-benar amat sempurna.
Ketika badannya melayang turun di atas sampan
tersebut, keadaannya ibarat daun kering yang terjatuh di
geladak sam-pan kecil itu sama sekali tidak terguncang
barang sedikitpun

214
Dengan perasaan terkejut bercampur tak percaya,
kakek itu mengamati Lim Han-kim beberapa saat
lamanya, kemudian baru gu-mamnya: "Waaah... anak
muda, kau pandai terbang?"
Lim Han-kim tertawa hambar, "Aaah, aku cuma
pernah belajar silat beberapa hari, Paman tua. Tolong
antar aku ke pantai seberang, ada urusan penting yang
harus segera ku selesaikan"
Kakek itu manggut-manggut, dayungnya segera
dikayuh kuat-kuat. sampan kecil itupun meluncur ke
pantai seberang, dengan sorot matanya yang tajam Lim
Han-kim mengawasi arus sungai yang mengalir deras.
Tapi beberapa saat kemudian tiba-tiba paras mukanya
berubah hebat, ia segera bungkukkan badan menerobos
masuk ke ruang perahu, Matanya di pejamkan rapatrapat,
badannya bersandar di dinding perahu, wajahnya
kelihatan pucat pias seperti mayat.
Entah sudah lewat berapa waktu, tiba-tiba ia dengar
kakek itu berseru keras: "Siangkong, perahu telah
menepi di pantai seberang."
Ketika Lim Han-kim membuka mata dilihatnya
matahari telah tenggelam di langit barat. ia segera
melompat keluar dari sam-pan dan naik ke daratan,
Diambilnya sekeping uang emas, sambil memberikannya
pada nelayan itu ia berkata:" Paman tua, anggaplah

215
sedikit uang ini sebagai tanda terima kasihku, Harap
diterima"
Dengan langkah lebar ia tinggalkan tempat tersebut,
Ketika kakek itu menerima uang tersebut dan
melihatnya, ia segera berteriak keras. "Siangkong, emas
ini terlalu banyak... Aku.Tidak berani menerimanya..."
Lim Han-kim tidak menggubris, perasaannya sangat
gelisah, Dia ingin secepatnya meneruskan perjalanan
menuju ke pesanggrahan Tho-hoa-kit. Tak berapa lama
kemudian pemuda itu sudah sampai di Tho-hoa-kit.
pemandangan masih tetap seperti sedia kala, Di tengah
hembusan angin sepoi yang membawa bau harum bunga
yang semerbak, tampak tamu memenuhi. seluruh
ruangan, Lim Han-kim ragu-ragu sejenak.
Tetapi kemudian melanjutkan langkahnya menuju
pesanggrahan tersebut pemuda itu boleh dibilang telah
memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang keadaan
di pesanggrahan Tho-hoa-kit. setelah melewati sanggar
arak di bagian muka, ia menulu ke balik pepohonan
bunga Tho.
sesudah menelusuri jalan setapak yang terbuat dari
batu putih, tibalah ia di sebuah persimpangan jalan. Lim
Han-kim segera berhenti sebentar untuk mengawasi
keadaan sekeliling tempat itu. Akhirnya ia memilih jalan
yang ada di tengah untuk meneruskan langkahnya,

216
Pemandangan di sekitar situ sungguh indah menawan
Merahnya bunga dan hijaunya dedaunan membuat
suasana dalam hutan bunga Tho itu ibarat lukisan alam
yang menarik.
Meskipun demikian, penjagaan di tempat itu ternyata
sangat ketat. Baru saja Lim Han-kim berjalan sejauh
empat- lima kaki, mendadak dari belakang dua batang
pohon Tho yang tinggi besar muncul dua orang pemuda
berbaju hijau.
Kedua orang pemuda itu berusia antara dua puluh
tahunan wajah mereka cukup tampan, cuma saja sinar
matanya liar dan lamat-lamat memancarkan kebengisan
wajahnya pucat pasi dan agak mengerikan
Lim Han-kim memperhatikan dua orang pemuda itu
sekejap. lalu tanpa banyak bicara meneruskan
langkahnya, Mendadak kedua orang pemuda berbaju
hijau itu melompat ke luar dari balik pohon dan
menghadang jalan sambil menegur: "Tuan, hendak ke
mana kau?"
"Loteng Hui-jui-lo"
" Loteng- Hui-jui-lo?" seru dua orang pemuda itu
dengan wajah tercengang, mereka tertegun untuk
sejenak.

217
Lim Han-kim tidak memberi tanggapan apa pun,
hanya sinar matanya yang tajam mengawasi kedua
orang itu lekat-lekat.
Sementara itu dua orang pemuda tersebut juga
sedang mengamati Lim Han-kim tanpa berkedip.
kemudian orang yang berada di sebelah kiri bertanya lagi
dengan suara keras: "Apakah tuan hendak menyambangi
Nona Lik-ling?" Lim Han-kim manggut-manggut.
Dua orang pemuda itu saling bertukar pandangan
sekejap. lalu sahutnya: "Pertemuan dengan Nona Lik-ling
sudah ditentukan pada tiga hari kemudian, Harap tuan
tinggalkan nama dan bagaimana kalau datang lagi tiga
hari kemudian?"
"Hmmmm Apa pun yang terjadi, aku harus
menjumpainya hari ini juga."
selesai menjawab Lim Han-kim meneruskan
langkahnya menuju ke depan. Dengan sorot mata yang
cepat dua orang pemuda itu memandang ke sekeliling,
setelah melihat tidak ada orang lain, serentak mereka
menerjang maju ke depan, Telapak tangan kiri diayunkan
langsung menghajar dada Lim Han-kim dengan serangan
dahsyat. "Berhenti" hardiknya ketus.
Dengan sikap yang teramat santai, Lim Han-kim balas
mengayunkan tangan kanannya mencengkeram tubuh
pemuda yang di sebelah kiri Diam-diam hawa murninya

218
disalurkan lalu mendorongnya ke depan untuk
menghantam orang yang di sebelah kanan.
Belum sempat menyadari apa yang terjadi, orang itu
sudah merasakan separuh badannya kesemutan lalu
segenap kekuatannya hilang lenyap. sadarlah mereka
bahwa mereka telah menjumpai musuh tangguh, tak
terlukiskan rasa kaget dan ngeri yang menyelimuti
hatinya.
Melihat musuh menggunakan tubuh rekannya untuk
menyambut serangan yang sedang dilancarkan, pemuda
yang gi sebelah kanan tak kurang rasa kagetnya, Buruburu
dia tarik kembali ancaman tersebut dan cepat-cepat
melompat mundur dengan sempoyongan.
Dalam kesempatan itu Lim Han-kim telah
mempersiapkan diri baik-baik, Tentu saja ia tak biarkan
musuhnya kabur dengan begitu saja, dengan sekali
lompatan dia sudah mengejar ke hadapan pemuda
tersebut. Dengan sekali sambar ia telah cengkeram
tubuh orang itu.
"Hmmm" dengusnya pelan, " kalau berani bergerak
lagi, akan kugetarkan jantungmu sehingga mampus
seketika.."
Pemuda itu tak berani berkutik lagi, dia sadar
musuhnya bukan cuma gertak sambal.

219
Lim Han-kim kembali mengayunkan tangannya
menepuk punggung pemuda tersebut lalu katanya lagi:
"Jalan darah penting kalian sudah kulukai dengan ilmu
Memotong Nadi. Dalam tujuh hari berikut, lebih baik
jangan pergunakan tenaga dalam atau bertarung
melawan orang lain, kalau tidak kalian bisa tumpah darah
dan tewas dalam keadaan mengerikan."
Biarpun jalan darah kedua orang pemuda itu sudah
dikuasai lawan sehingga tidak mempunyai kekuatan
untuk melawan, namun sorot matanya tetap
memancarkan sinar kelicikan.
"Hmmm" Kembali Lim Han-kim mendengus dingin, "
kalau kalian tidak percaya, coba salurkan tenaga
dalammu untuk di-coba..."
Habis berkata ia segera tepuk bebas totokan jalan
darah kedua orang pemuda itu
Kedua orang pemuda itu menuruti saran tersebut dan
diam-diam mencoba menyalurkan tenaga dalamnya,
Betul juga, mereka segera merasakan kedua jalan darah
penting di punggungnya tersumbat Hawa murni di tubuh
mereka segera terputus di tengah jalan.
sekarang mereka baru betul-betul terkesiap. sikapnya
pun kontan berubah seratus delapan puluh derajat,
sambil memberi hormat katanya: "Kami benar-benar
punya mata tak berbiji, tidak mengenali tuan begitu

220
hebat dan luar biasa, Harap tuan sudi memaafkan
kelancangan kami."
"Hmmm... sementara waktu terpaksa aku mesti
menyiksa kalian dulu, Sebelum meninggalkan tempat ini
pasti akan kubebaskan jalan darah kalian yang tertotok
itu."
Setelah berjalan berapa langkah, mendadak ia
berhenti sambil katanya lagi: "ingat Mati hidup kalian
sudah berada dalam genggamanku sekarang, Bila dalam
setengah bulan totokan jalan darah tersebut belum
dibebaskan, maka nadi tay-im-keng kalian bakal
membeku hingga terluka, Akibatnya, jiwa kalian pun
bakal terancam. Maka hati-hatilah bertindak."
Meskipun kedua orang pemuda itu tidak menjawab
apa-apa, namun mereka segera mengangguk berulang
kali.
Lim Han-kim tidak menggubris kedua orang lawannya
lagi, dengan langkah lebar ia meneruskan perjalanannya
menuju ke loteng Hui-jui-lo.
Selapis tumbuhan bambu hijau mengelilingi sebuah
bangunan loteng yang indah, dua belah pintu pagar yang
terbuat dari bambu berada dalam keadaan setengah terbuka,
Lim Han-kim segera mendorong pintu pagar dan
masuk ke dalam dengan langkah lebar.

221
Seorang dayang kecil berwajah cantik menyongsong
kedatangannya dengan cepat, sambil membungkukkan
badan memberi hormat, tegurnya: "Tuan, kau tidak
merasa salah jalan?"
"Bukankah tempat ini adalah loteng Hui-jui-lo?" Lim
Han-kim balik bertanya sambil tertawa hambar.
"Benar, tuan lngin mencari siapa?"
"Nona Lik-ling"
sambil menjawab, pemuda itu meneruskan langkahnya
menuju ke dalam bangunan loteng.
Dengan gelisah dayang itu berteriak: "Eeeei.,, tuan,
tunggu dulu saat ini nona kami tak punya waktu,
Tinggalkan dulu namamu, datanglah dilain hari" "Tidak
bisa. Hari ini juga aku harus menemuinya."
o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o
JILID 05 HAL. 21 HILANG
o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o-o
serta menghalangi jalannya,
Dayang yang berada di sebelah tengah segera
menjulurkan tangannya setelah mengamati wajah Lim
Han-kim sekejap. "Bawa kemari" serunya.

222
"Apanya?" jawab Lim Han-kim dingin.
Tampaknya dayang yang berada di tengah itu
merupakan pemimpin rombongan dayang tersebut
Alisnya segera berkerut sesudah mendapat jawaban tadi.
"Tentu saja undangan dari nona kami" serunya tak
senang.
"Aku tak punya"
"Kalau tak ada undangan, mau apa kau kemari?"
"Aku datang mencari seseorang" kata Lim Han-kim
sambil mengamati anak tangga menuju ke tingkat tiga.
"Mencari siapa?"
"Nona Lik-ling"
Kemudian sambil ulurkan tangan kanan-nya, ia
menambahkan: " Lebih baik kalian menyingkir Aku tak
ingin bertarung dengan kalian."
"Kurang ajar, besar amat lagakmu" teriak kawanan
dayang itu penuh amarah. serentak mereka melancarkan
serangan mencengkeram tubuh Lin Han-kim.
Alis mata pemuda Lim kontan saja berkerut, sorot
matanya memancarkan sinar tajam, Dengan cepat ia
ayunkan tangannya memaksa mundur serangan
kawanan dayang tersebut, lalu tangan kirinya dengan

223
ilmu cengkeraman Ki-na-jiu menyambar pergelangan
tangan kanan dayang yang ada di tengah itu.
Dalam sekali sentakan, dayang tersebut kontan
tertarik hingga badannya berputar arah dan balik
menumbuk kawanan dayang lainnya.
serangan tersebut benar-benar luar biasa, tak
terlukiskan rasa kaget kawanan dayang itu, serentak
mereka melompat mundur.
Menggunakan kesempatan ini Lim Han-kim segera
melejit ke udara menghindari kerumunan kawanan
dayang tersebut dan langsung lari ke arah anak tangga
tingkat tiga.
Tampaknya kawanan dayang itu sadar bahwa
kepandaian mereka belum cukup untuk menghalangi
jalan orang, serentak mereka hentikan langkahnya dan
tidak mengejar lagi.
Pemandangan di loteng tingkat tiga jauh berbeda
dengan keadaan di tempat lain, Di separuh ruangan
sebelah depan keadaannya sama dengan keadaan ruang
lain, tapi separuh ruang di bagian belakang merupakan
sebuah gardu yang amat luas dengan dedaunan sebagai
atap dan karpet merah menghiasi seluruh lantai.
Perjamuan yang diselenggarakan di gardu terbuka itu
belum bubar, dua orang lelaki bertubuh kekar sedang

224
duduk berhadapan sambil minum arak. seorang
perempuan cantik berbaju hijau duduk di antara dua
orang lelaki kekar tadi.
sambil tertawa, sepasang matanya yang besar tiada
hentinya mengawasi wajah dua orang lelaki itu
bergantian Gerak-geriknya genit dan merayu membuat
dua orang lelaki yang dihadapinya jadi tak tenang
perasaan hatinya.
Biarpun Lim Han-kim cukup lama berdiri di situ,
ternyata tak seorang pun yang menyadari kehadirannya.
Akhirnya si wanita cantik berbaju hijau itu yang lebih
dulu menyadari kehadiran Lim Han-kim. Tiba-tiba saja ia
turunkan tangan yang menutupi mulutnya dan duduk
dengan wajah serius.
sementara itu dua orang lelaki tersebut masih duduk
minum arak sambil tertawa terbahak-bahak. tapi setelah
mengetahui kehadiran Lim Han-kim, paras mukanya
segera berubah sangat hebat, serentak mereka letakkan
kembali cawannya ke atas meja. Lelaki yang duduk
menghadap timur segera tertawa dingin sambil menegur:
"Bocah keparat, besar amat nyalimu" sambil menekan
permukaan meja, dia melompat maju ke depan sambil
melepaskan sebuah babatan ke dada lawan.

225
Cukup mendengar dari deruan angin serangan yang
meluncur datang, Lim Han-Kim sadar bahwa musuhnya
bukan lawan yang lemah. Dengan cekatan dia memutar
badannya ke samping, lalu dengan ilmu Langkah Tujuh
Bintang, badannya menyusup dari sisi lelaki tadi
langsung menuju ke gardu perjamuan.
"Jadi kau yang bernama Lik-ling?" tegurnya sambil
menatap wajah perempuan cantik itu tajam-tajam.
sementara itu perempuan cantik berbaju hijau tersebut
telah dapat menguasai dirinya kembali, dia tertawa. "Aku
memang Lik-ling, siapa nama siangkong?"
"Kau tak perlu tahu siapa namaku...."
"Braaak..."
Mendadak lelaki yang duduk di sebelah barat
menggebrak meja keras-keras, potongnya: "Besar amat
bacotmu Biar aku Bwee Locu memberi pelajaran dulu
kepada cecunguk macam kau,.,"
Memandang bekas jari tangan yang membekas di
permukaan meja, Lim Han-kim kembali berpikir: "Tenaga
dalam orang ini betul-betul amat sempurna, aku tak
boleh memandang enteng kemampuannya."
sementara itu lelaki yang melancarkan serangan
pertama kali tadi kembali menerjang datang, Dengan
jurus " Harimau Lapar Menerkam Kambing" kelima jari

226
tangannya dipentangkan lebar-lebar untuk
mencengkeram batok kepala musuhnya.
Kembali Lim Han-kim gerakkan badannya menghindar
sejauh beberapa depa, kali inipun dia tidak melancarkan
serangan balasan, sementara itu, lelaki yang duduk di
sebelah barat telah meninggalkan tempat duduknya dan
menerjang ke depan. sambil mengayunkan telapak
tangannya dia melepaskan sebuah babatan ke punggung
Lim Han-kim.
Dengan cekatan kembali Lim Han-kim menggeserkan
langkahnya satu tindak kesamping, Lagi-lagi serangan
tersebut berhasil dihindarinya.
Dalam waktu singkat dua orang lelaki itu telah
lepaskan serangan berulang kali. Satu dari muka, yang
lain dari belakang, Dengan serangan-serangan cepat
mereka mendesak musuhnya habis-habisan. Tampak
bayangan tangan menyambar silih berganti,
anginpukulan yang menderu- deru memekak telinga.
Di tengah kepungan angin serangan yang begitu
gencar dan luar biasa, Lim han-kim tetap tidak
melancarkan serangan balasan, Dengan mengandalkan
ilmu gerakan tubuhnya yang sakti luar biasa, tubuhnya
menyelinap ke sana kemari.

227
Bagaimanapun gencar dan hebatnya serangan kedua
orang itu, ternyata tak satu pun yang berhasil mengenai
sasaran.
sementara itu perempuan cantik berbaju hijau
tersebut tampaknya sangat menikmati jalannya
pertarungan Dengan senyuman dikulum, dia ikuti
jalannya pertarungan dengan penuh perhatian semakin
lama kedua orang lelaki itu melepaskan serangannya
makin ganas dan gencar, namun gerak tubuh Lim Hankim
makin lama pun semakin sakti dan luar biasa.
Tubuhnya bergerak bagai awan di angkasa,
bagaimanapun ganas dan gencarnya serangan yang
dilepaskan kedua orang itu, tak satu pun serangan yang
berhasil menjawil ujung bajunya.
senyuman yang menghiasi ujung bibir perempuan
cantik berbaju hijau pun makin lama semakin redup.
paras mukanya makin lama berubah semakin serius.
Pelan-pelan dia bangkit berdiri, mendekati arena
pertarungan dan bentaknya keras-keras: "Hey, kalian
bertiga jangan berkelahi lagi"
selama ini hanya dua orang lelaki itu yang
melancarkan serangan tiada hentinya.
sejak awal sampai akhir Lim Han-kim belum pernah
melepaskan satu serangan balasan pun, Karenanya
begitu si perempuan cantik berbaju hijau itu membentak,

228
dua orang lelaki tadi serentak menarik kembali
serangannya dan melompat mundur dari arena.
sebaliknya Lim Han-kim sendiri pun diam-diam
mengagumi kehebatan kedua orang lawannya, sekalipun
ia tidak melancarkan serangan balasan, namun dapat
terasa olehnya betapa tangguh dan hebatnya ilmu silat
kedua orang lelaki tersebut, terutama tenaga pukulannya
yang kuat, ia sadar dua orang tersebut merupakan
musuh tangguh.
Melihat pertarungan telah berhenti, dengan
pandangan mata yang genit perempuan cantik berbaju
hijau itu memandang Lim Han-kim sekejap. lalu ujarnya
sambil tersenyum: "Kalau dua ekor harimau berkelahi,
akhirnya seekor di antaranya pasti terluka. Bila kalian
bertiga meneruskan pertandingan semacam ini, siapa
pun yang akhirnya terluka tentu akan merupakan
pemandangan yang kurang sedap dalam suasana
begini."
sebenarnya dua orang lelaki itu sudah dibuat terkesiap
tak terkirakan setelah puluhan jurus serangan berantai
mereka gagal menyentuh ujung baju lawannya. Dengan
adanya bujukan perempuan cantik tersebut, mereka
gunakan kesempatan tersebut untuk mengundurkan diri

229
BAB 8. Keracunan dan Terkurung
Lim Han-kim mengernyitkan alis matanya rapat-rapat.
Di balik kemurungan yang menyelimuti wajahnya,
terselip lapisan hawa dingin yang kaku, ia sama sekali
tidak menanggapi bujukan perempuan cantik tersebut.
Biarpun bajunya yang putih kini penuh berlumpur
karena harus menempuh perjalanan cepat, namun
kekotoran itu tidak menutupi ketampanan serta
kegagahannya.
Kembali perempuan cantik berbaju hijau itu memberi
hormat kepada Lim Han-kim lalu berkata:
"Lik-ling tak lebih hanya perempuan bernasib jelek
yang bertugas menyambut serta menghibur para tamu.
Aku merasa beruntung karena para tamu sudi
menghargai diriku. Nah, kongcu, bila tak keberatan mari
ambil tempat duduk. biar kulayani kongcu sebagai tanda
persahabatan...."
Lalu setelah berhenti sejenak dan tertawa, sinar
matanya dialihkan ke wajah dua orang lelaki itu sambil
menambahkan: " orang gagah bilang, tidak berkelahi
maka tak kenal, Pertarungan yang baru berlangsung
benar-benar seimbang dan sama-sama mengagumkan
Betul aku tak mengerti ilmu silat, tapi aku yakin bila tidak

230
bertarung selama satu sampai dua jam, mustahil menang
kalah bisa ditentukan..."
Ia berbicara seperti bergumam, sama sekali tidak
memberi kesempatan kepada orang lain untuk
menimbrung apalagi memotong, Lim Han-kim segan
banyak bicara, dengan langkah lebar ia segera berjalan
menuju ke meja perjamuan dan tanpa sungkan-sungkan
mengambil tempat duduk.
Dengan langkah yang lemah gemulai Lik-ling segera
menyusul di belakang pemuda itu dan mengambil tempat
duduk pula.
Akhirnya dua orang lelaki itupun menyusul di belakang
Lik-ling dan duduk pula di sekeliling meja perjamuan.
Lik-ling bertepuk tangan pelan, dua orang dayang
segera muncul perempuan itu menitahkan dayangnya
untuk menyiapkan kembali perjamuan baru, Tak selang
berapa saat, arak wangi dan hidangan telah siap.
selama ini Lim Han-kim tetap bersikap dingin danhambar,
sikap semacam ini membuat dua orang lelaki itu
tak enak untuk membuka pembicaraan untuk
menghilangkan kekakuan yang mencekam suasana, Likling
segera angkat cawan araknya dan berkata kepada
Lim han-kim sambil tertawa: "Bolehkah aku tahu siapa
nama kongcu?"

231
Lim Han-kim berpikir sebentar, lalu menggeleng, "Aku
tak lebih cuma seorang prajurit tanpa nama, sekalipun
diutarakan belum tentu nona kenali" Lik-ling tertawa.
"Kalau memang kongcu enggan menyebutkan
namamu, akupun tak akan terlalu memaksa.,."
Kemudian sambil memandang kedua orang lelaki itu,
tambahnya: "Kedua orang ini mempunyai nama besar
yang amat masyhur di wilayah Kang-lam, yang satu
adalah siang Thian-kian dari kota siok-ciu sedang yang
lain adalah Lu PekJeng dari kota yang Yang- ciu"
"Lama kudengar nama besar anda" Buru-buru Lim
Han-kim mengangguk.
"Tidak berani, tidak berani..." siang Thian-kian
menimpali. "Boleh ku tahu siapa anda? Tampaknya
saudara bukan berasal dari wilayah Kang-lam?"
"Benar, aku datang dari jauh, luar perbatasan "
"saudara, ilmumu sangat aneh dan tangguh. Kau
merupakan musuh tangguh yang pernah kujumpai
selama ini," sambung Lu Pekspeng pula, "Bila tak
keberatan, terimalah satu cawan arak sebadai rasa
hormatku..."
Tanpa banyak bicara Lim Han-kim angkat cawan dan
meneguk isinya, tapi sebelum habis diteguk tiba-tiba ia
letakkan kembali cawannya sambil berkata: "Aku tidak

232
kuat minum arak, karena itu terima kasih ku ucapkan
atas kebaikan anda berdua."
Lik-ling tersenyum, sambil berpaling ke arah dua
orang lelaki itu katanya: "Kalau memang kongcu tidak
minum arak. tentu kami pun tak bakal memaksa. Biar
aku saja yang mewakili anda untuk menerima
penghormatan ini."
Tanpa menunggu persetujuan dari dua orang lelaki
tadi, ia teguk isi cawannya hingga habis.
Melihat itu, siang Thian-kian segera tertawa terbahakbahak,
"Ha ha ha ha... kalau nona mau mewakili,
bagaimana kalau menerima secawan arak lagi?"
Lik-ling melirik Lim Han-kim sekejap. lalu tertawa:
"Aku takut kedudukanku yang rendah tidak cukup berhak
untuk mewakili kongcu ini.,."
sambil berkata ia benar-benar angkat cawannya dan
sekaligus menghabiskan isinya.
Berkilat sepasang mata Lu Pekspeng, tiba-tiba ia
bangkit berdiri sambil ujarnya: "sudah cukup arak dan
hidangan yang kami nikmati, Rasanya akupun tak akan
mengganggu lebih lama, maaf kami hendak mohon diri
dulu."

233
"Betul, aku pun harus mohon diri," sambung siang
Thian-kian sambil menjura. Pelan-pelan Lik-ling bangkit
berdiri sambil memberi hormat.
"Aku benar-benar menyesal karena malam ini tak bisa
memuaskan kalian berdua," katanya, "Biarlah lain saat
kalau kalian berkunjung lagi, aku pasti akan menemani
sampai mabuk."
Siang Thian-kian tertawa hambar. "Bila mendapat
undangan, kami pasti datang memenuhi."
Dengan langkah lebar, ia segera berjalan
meninggalkan tempat itu. Dengan pandangan dingin Lu
Pekspeng memandang ke Lim Han-kim sekejap. lalu
serunya pula sambil menjura: "sampaijumpa lain waktu."
Memandang bayangan punggung kedua orang itu
hingga lenyap di balik pepohonan, Lik-ling baru berpaling
dan tersenyum, ujarnya: "Dua pendekar dari Siok-ciu dan
Yang- ciu telah pergi dengan membawa rasa marah, Aku
takut hutang ini bakal tercatat atas nama kongcu"
"Hmmm Antara aku dengan mereka tiada ikatan
dendam ataupun sakit hati, bagaimana mungkin hutang
tersebut tercatat atas namaku."
Kembali Lik-ling tertawa, " Kecantikan wanita
memabukkan orang, keganasan pedang mengucurkan

234
darah. sejak dulu sampai sekarang ada berapa banyak
pendekar yang terkalahkan di tangan kaum wanita?"
"Hmmm sayang kedatanganku bukan karena tertarik
oleh kecantikan wajah nona..."
"Kongcu adalah manusia pilihan, tentu saja tak bisa
dibandingkan dengan orang lainnya," sahut Lik-ling
tersenyum.
Paras muka Lim Han-kim tetap dingin dan hambar,
seakan-akan ia tidak terpengaruh oleh pujian perempuan
tersebut Lik-ling yang tabah benar-benar memiliki
ketenangan yang luar biasa, Bagaimana pun Lim Hankim
menyindir dan mengejek. ternyata ia tidak
terpengaruh sama sekali, maka ujarnya lagi sambil
tertawa hambar: " Kongcu, kau memang ganteng dan
gagah, Apa sangat mempesona hati wanita, Hanya
sayang, pakaianmu sangat mengurangi kegagahanmu
Dalam kamarku tersedia berapa stel pakaian pria.
Bagaimana kalau kongcu tukar pakaian dulu sebelum kita
berbincang-bincang?"
"Aku rasa tidak perlu, Kebaikanmu biar kuterima
dalam hati saja." Lik-ling berkerut kening, matanya yang
besar berkedip beberapa kali, lalu tegurnya.
"Kongcu, berulangkali kau tolak tawaran dan kebaikan
kami Aku jadi tak habis mengerti sebenarnya apa
maksud kedatanganmu?"

235
"sederhana sekali," jawab Lim Han-kim setelah
menyapu wajah Lik-ling sekejap dengan pandangan
dingin. "Aku datang untuk minta kembali sebuah benda."
"Barang apa itu?" Lik-ling tertegun,
"selembar sapu tangan" Lik-ling segera tertawa
cekikikan: "Aku masih menduga barang berharga apa
yang kau minati, rupanya cuma selembar sapu-tangan
Kongcu, bagaimana juga kau sudah mengunjungi loteng
Hui-jui-lo. Terlepas apa maksud kedatanganmu yang
pasti kau adalah tamuku, Bagaimana kalau minum
beberapa cawan arak dulu? Nanti aku pasti akan
persembahkan saputangan itu kepadamu."
Tampaknya mimpi pun Lim Han-kim tidak menyangka
kalau tujuannya minta kembali saputangan tersebut
dapat berjalan begini lancar, untuk sesaat dia malah
tertegun dibuatnya.
Dengan tangannya yang lembut Lik-ling mengambil
cawan arak di hadapan Lim Han-kim dan menukarnya
dengan cawan arak yang telah dipergunakan barusan,
kemudian katanya: "Tidak sedikit orang persilatan yang
pernah kujumpai Kebanyakan mereka banyak menaruh
curiga, Aku rasa kongcu pun tidak terkecuali Nah,
bagaimana kalau kita minum arak dengan pergunakan
cawanku?"

236
Tanpa menunggu jawaban pemuda tersebut ia segera
angkat cawan dan meneguk habis isinya.
sebetulnya Lim Han-kim ingin menampik, tapi dia
takut ditertawakan orang sebagai pengecut yang bernyali
kecil, Dengan terpaksa diambilnya cawan tersebut dan
pelan-pelan meneguk isinya, sementara itu ia kerahkan
hawa murninya untuk menahan arak yang diteguknya
agar tidak masuk ke ke dalam perut.
sambil tersenyum Lik-ling berkata lagi: " Kongcu
datang dari jauh, bila harus pulang dengan tangan
hampa rasanya kasihan jangan kuatir, keinginanmu tentu
akan kupenuhi nanti. Tapi sebelum itu, bersediakah
kongcu menemani aku memainkan sebuah lagu, karena
sejak kecil aku senang meniup seruling.,."
"Aku tak berani merepotkan nona, apa lagi masih ada
urusan penting yang mesti segera diselesaikan Biarlah
maksud baikmu itu kuterima di dalam hati kecil saja..."
Lik-ling merogoh keluar sebuah seruling dari sakunya,
lalu katanya: "Sekalipun kongcu tak berminat menikmati
permainan serulingku, namun aku ada niat
menghiburmu...^
Tanpa memperdulikan lagi persetujuan dari Lim Hankim,
ia mulai meniup seruling hijau itu. serentetan lagu
merdu pun segera berkumandang memecah keheningan.

237
"Kepandaiannya meniup seruling betul-betul sudah
mencapai tingkat kesempurnaan Ketika mulai meniup,
nada lagunya pedih dan memilukan hati, seakan akan
menyayat perasaan siapa pun.
Tanpa terasa Lim Han-kim terpengaruh oleh nada
seruling tersebut, Semua kemurungan dan kepedihan
hatinya terungkap keluar, wajahnya yang sudah murung
dan kusut kini makin gelap dan dilapisi hawa kesedihan
yang luar biasa.
Mendadak nada seruling itu berubah makin rendah
dan berat, iramanya semakin menyayat perasaan seperti
jeritan hati seorang perempuan lemah yang sakit parah
dan ingin menyampaikan rasa rindunya kepada kekasih
hati yang telah lama berpisah.
Dalam waktu singkat Lim Han-kim sudah dibikin
mabuk oleh irama seruling yang memilu hati itu,
badannya duduk mematung tak berkutik. sampai
permainan seruling itu terhenti, ia baru tersentak kaget,
seakan-akan baru sadar dari impian, Lim Han-kim
celingukan memandang ke sekeliling tempat itu. ia makin
terkesiap ketika melihat hari sudah gelap. pikirnya
dengan hati kecut: "Rupanya aku sudah terpengaruh
oleh permainan serulingnya..."
sambil menarik napas panjang, pelan-pelan ia bangkit
berdiri sementara itu Lik-ling sudah menyimpan
serulingnya Tanpa menanti sampai Lim Han-kim buka

238
mulut, ia sudah berkata lebih dulu: "siangkong, tolong
berikan pandangan dan kritikmu tentang kepandaian
meniup serulingku?"
Lim Han-kim angkat kepalanya memandang bintang
yang bertaburan di angkasa. Gumamnya kemudian
terdengar antara menjawab dan tidak: " Waktu sudah
malam, aku harus pergi.,."
Lik-ling mengerutkan kening, selapis hawa napsu
membunuh terlintas di wajahnya, Namun hanya sekejap
hawa pembunuhan itu sudah lenyap kembali, dengan
senyuman tetap menghiasi bibirnya dia melanjutkan: "
Harap kongcu tunggu sebentar, aku segera pergi
ambilkan saputangan untukmu:"
Ia bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan ruangan-
Langkahnya lemah gemulai pinggangnya yang ramping
dan goyangan pinggulnya membuat perempuan itu
kelihatan lebih merangsang, Dengan pandangan dingin
Lim Han-kim hanya mengawasi perempuan itu
meninggalkan ruangan tanpa mengucapkan sesuatu.
Tiba-tiba tampak cahaya api menyilaukan mata,
sebuah lentera telah menerangi seluruh ruangan, Dengan
gerakan cepat Lim Han-kim menggeser tempat
duduknya.

239
Ia pilih tempat duduk yang strategis di mana ia dapat
bebas memandang serta leluasa mengawasi Lik-ling yang
menyelinap masuk ke ruang belakang.
Dari balik jendela tampak menerawang sesosok
bayangan manusia yang bergerak ke sana kemari, tapi
kemudian berhenti tak bergerak.
Waktu meluncur lewat dengan cepatnya dalam
penantian Lim Han-kim. sepenanakan nasi sudah lewat,
namun Lik-ling belum tampak munculkan diri Habis
sudah kesabaran Lim Han-kim, tanpa sadar ia bangkit
berdiri dan berjalan menuju ke ruang belakang.
Pintu kamar berwarna merah berada dalam keadaan
setengah terbuka menutupi separuh pemandangan di
dalamnya dan juga menutupi bayangan Lik-ling yang ada
di dalam ruangan
Baru saja Lim Han-kim hendak melangkah masuk ke
dalam, tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya:
"Di tengah malam buta begini, rasanya kurang sopan jika
aku memasuki kamar seorang wanita tanpa permisi,
apalagi antara aku dan dia tak punya ikatan apa-apa..."
Lim Han-kim lantas urungkan niatnya untuk masuk ke
dalam kamar, dan berdiam diri beberapa saat, Tapi
sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, tiba-tiba
terdengar suara Lik-ling berkumandang keluar dari balik
kamar. "Siang kong terlalu kolot dan ikut aturan, padahal

240
loteng Hul-jui-lo bukan istana raja muda atau istana
kaisar, sedang aku pun bukan seorang perempuan suci
atau istri orang.."
"Nona, harap kembalikan saputangan itu secepatnya,"
tukas Lim Han-kim dengan suara dingin, "Aku masih ada
urusan penting dan harus tinggaikan tempat ini
secepatnya."
Suara helaan napas sedih terdengar lirih dari dalam
ruangan, disusul kemudian terdengar kembali suara
seruling yang bernada setiih, Menanggapi hal itu, Lim
Han-kim hanya tertawa dingin. Sekali tendang ia sepak
pintu kamar itu hingga terpentang lebar,
Tapi apa yang kemudian tampak di hadapannya
membuat pemuda tersebut berdiri tertegun Rupanya Likling
hanya berpakaian dalam yang sangat minim dengan
kain putih tipis menyelimuti badannya.
Waktu itu ia sedang bersandar di atas pembaringan
sambil meniup serulingnya, membawakan lagu-lagu yang
memilukan hati. sorot matanya memancarkan cahaya
yang sangat aneh, sementara wajahnya tampak hampa
dan dengan senyum hambar mengawasi Lim Han-kim
tanpa berkedip.
Tiba-tiba saja Lim Han-kim merasakan hatinya
bergetar keras, ia merasa irama seruling yang memilukan
hati bagaikan jeritan kekasih yang sedang dimabuk

241
asmara itu seperti jarum atau pedang yang menikam
dadanya dalam-dalam.
Pemuda ini sebera merasakan gelagat tidak
menguntungkan Buru-buru ia menghimpun hawa
murninya, alis matanya berkerut dan tenaga dalamnya
disalurkan untuk mengendalikan gejolak emosinya yang
membara. ia berusaha membuangjuuh-jauh semua
pikiran di hatinya dan membendung gelora napsu birahi
yang membakar la la m dadanya.
Irama seruling yang dimainkan Lik-ling makin lama
semakin cepat seperti aliran air terjun yang menumbuk
dadanya, Lim Han-kim seketika merasakan napsu
birahinya memuncak. Wajahnya kontan berubah jadi
merah membara, peluh mulai bercucuran membasahi
seluruh jidat dan wajahnya, Kurang lebih seperminuman
teh kemudian, suasana baru pulih kembali dalam
ketenangan.
Air muka Lik-ling yang bersandar di-pembaringan itu
kelihatan berubah hebat, Cepat-cepat dia bangkit berdiri
dan mulai berlarian mengelilingi ruangan kamar, irama
serulingnya makin lama pun semakin cepat seperti
pukulan ombak yang menghajar batu karang, Makin lama
tubuhnya berputar makin cepat dan akhirnya ia berlari
seperti terbang saja.

242
Peluh bercucuran membasahi seluruh pakaiannya yang
tipis itu, membuat lekukan tubuh bagian terlarangnya
kelihatan makin nyata dan mencolok.
Tiba-tiba terdengar suara benturan yang amat keras
bergema memecahkan keheningan, Lik-ling yang semula
berlarian mengelilingi ruangan kini sudah jatuh
terjerembab diatas tanah, otomatis permainan
serulingnya juga terputus di tengah jalan.
Pelan-pelan Lim Han-kim membuka matanya kembali,
memandang Lik-ling yang tergeletak di atas tanah. Ia
angkat telapak tangan kanannya siap melepaskan
pukulan.
Lik-ling hanya berbaring diam di atas tanah, agaknya
ia sudah tak memiliki tenaga untuk melawan lagi. Bila
serangan dari Lim han-kim ini benar-benar dilepaskan tak
ayal lagi perempuan cantik itu pasti akan tewas seketika,
Tapi pemuda tersebut tidak berbuat demikian. sebelum
serangan dilepaskan, ia telah menurunkan telapak
tangannya.
sesaat sesudah terlepas dari bahaya kematian, pelanpelan
Lik-ling yang baru sadar dari pingsannya
menggerakkan tangannya dan bangkit untuk duduk.
Waktu itu seruling kemalanya sudah terpental ke-sudut
ruangan, lebih kurang tiga- empat depa dari posisi
semula, Tampak perempuan itu terbatuk-batuk,

243
Badannya bergoncang keras, kemudian ia muntahkan
darah segar.
Lim Han-kim segera berpaling ke arah lain, katanya
dingini "Akutak ingin membunuh kaum wanita, cepat
serahkan sapu-tangan yang kuminta, Aku harus segera
pergi dari sini."
sambil bertopang pada sepasang tangannya Lik-ling
berusaha bangkit dari atas tanah, Dengan sempoyongan
ia menuju ke depan pembaringan merangkak naik dan
katanya dengan napas terengah-engah:
"Luka yang kuderita amat parah. Gerak-gerikku kurang
leluasa, saputangan itu ada di bawah pembaringanku,
tolong ambillah sendiri"
Lim Han-kim tertegun, tapi akhirnya dia berjalan
mendekati pembaringan tersebut.
Rambut Lik-ling sangat kusut dan berurai tak keruan di
bahu, Wajahnya pucat pias seperti mayat, sepasang
matanya terpejam dan noda darah masih mengotori
ujung bibirnya. Tampaknya luka yang dideritanya sangat
parah, ia berbaring terlentang di atas pembaringan
seperti orang mati,
sesaat sesudah terlepas dari bahaya ke-matian, pelanpelan
Lik-ling yang baru sadar dari pingsannya
menggerakkan tangannya dan bangkit untuk duduk,

244
Waktu itu seruling kemalanya sudah terpental ke sudut
ruangan, lebih kurang tiga-empat depa.
Lim Han-kim ragu-ragu sesaat, tapi akhirnya ia
menjulurkan tangannya meraba ke bawah pembaringan
Benar juga, dari situ ia menemukan selembar
saputangan berwarna putih. Tapi ketika saputangan
tersebut dibentangkan ternyata tidak tampak tulisan apa
pun di situ, Hanya saja dari saputangan itu terendus bau
harum semerbak yang menerpa lubang hidungnya.
Ternyata benda itu bukan benda yang sedang dicarinya.
Kejadian ini membuat anak muda terse-but naik
pitam, Baru saja dia akan mengumbar hawa amarahnya,
mendadak pandangan matanya jadi ge1ap. "Aduh,
celaka" pekiknya dalam hati
sebuah pukulan langsung dibacokkan ke tubuh Lik-ling
yang sedang berbaring tanpa gerak itu
sayang sekali, belum sempat tenaga dalamnya
disalurkan keluar, tubuhnya sudah tak sanggup menahan
diri lagi. Dia merasakan kepalanya jadi sangat berat dan
kakinya lemas, Tanpa ampun lagi tubuhnya mundur
sempoyongan sebelum terjerembab di atas tanah.
Entah berapa waktu sudah lewat pelan-pelan Lim Hankim
sadar kembali dari pingsannya, ia buka matanya dan
mengawasi sekeliling tempat itu, tapi suasana amat
gelap hingga untuk melihat ke lima jari tangan sendiri

245
saja sangat susah. ia coba gerakkan tangan dan kakinya,
tapi segera berkumandang suara gemerincing nyaring
besi yang saling geser, Rupanya seluruh badannya telah
dirantai orang.
Lim Han-kim coba tenangkan- hati, sekali lagi
memperhatikan keadaan di sekitarnya, Ternyata ia telah
terkurung oleh empat dinding yang terdiri dari dinding
batu yang amat tebal dan kuat. Tak ada seberkas cahaya
pun yang memancar dalam ruangan tersebut.
Dari keadaan yang dihadapinya ini, Lim Han-kim
segera mengerti bahwa ia telah kena ditawan orang
sebagai tahanan dan kini dikurung dalam sebuah penjara
batu yang amat kuat.
selain itu, ia pun sadar bahwa penjara batu ini pasti
berada jauh di bawah tanah, Tanpa terasa dia menghela
napas dan berpikir "Aku tidak menyesal seandainya mesti
mati dalam penjara bawah tanah ini gara-gara sikapku
yang lemah dan kurang tegas terhadap musuh, Tapi Ciu
Tayhiap... Dia sakit keras dan sangat membutuhkan pil
mustika itu untuk menyelamatkan jiwanya. Kalau sampai
gara-gara kejadian ini jiwanya jadi terancam, Aaaai, aku
bisa menyesal sepanjang masa..."
sementara dia masih berpikir, tiba-tiba terdengar
suara berderit yang memecahkan keheningan Deritan
nyaring itu berasal dari atas dinding penjara, Cepat-cepat
Lim Han-kim membuang jauh-jauh lamunan-nya. ia

246
pusatkan pikiran untuk memperhatikan apa yang bakal
terjadi.
Menyusul suara deritan nyaring tadi, dari atas dinding
penjara terbukalah sebuah lubang seluas berapa depa.
selapis cahaya lentera menyorot masuk ke dalam,
sebuah tangan yang halus dengan membawa sebuah
baki kayu nyelonong masuk melalui lubang tadi,
kemudian terdengar suara merdu seorang gadis berkata:
"Lim siang-kong, silahkan menikmati hidangan"
Bau harum arak dan daging yang semerbak pun
menerpa masuk memenuhi seluruh ruang penjara,
Mengendus bau harum arak dan daging, Lim Han-kim
segera merasakan perutnya agak lapar, Namun baru saja
dia hendak mengambil hidangan tersebut untuk menjaga
kondisi tubuhnya, tiba-tiba terdengar suara besi
bergemerincing lalu muncul sebuah tangan aneh yang
kurus kering seperti cakar burung elang menyambar baki
berisi hidangan itu
Dengan rasa kaget Lim Han-kim berpaling. Ternyata
disudut ruangan penjara itu duduk seorang kakek kurus
kering yang mengenakan pakaian compang-camping,
Rambutnya kelihatan sangat kusut, kotor dan terurai tak
karuan, wajahnya penuh ditumbuhi jenggot, kumis dan
berewok sehingga menutupi raut wajah aslinya.

247
sementara ia masih termenung, lubang pada dinding
yang terbuka tadi kembali menutup rapat. suasana dalam
ruang penjara pun kembali dalam kegelapan
Untung Lim Han-kim mempunyai ketajaman mata
yang melebihi orang biasa, Meskipun berada dalam
kegelapan, ia masih dapat melihat tempat duduk orang
itu, bahkan diapun dapat menyaksikan dengan jelas
semua tingkah laku serta gerak gerik-nya.
Kakek itu sangat kurus sehingga boleh dibilang tinggal
kulit pembungkus tulang, Kecuali pakaian compangcamping
yang menutupi bagian terlarang tubuhnya,
boleh dibilang ia tidak memiliki apa-apa lagi.
Rupanya kakek itu sudah lama kelaparan Begitu
menyambar baki kayu tersebut, dengan rakus ia sikat
semua hidangan yang ada dan menelannya dengan
tergesa-gesa.
Diam-diam Lim Han-kim menghela napas panjang,
pikirnya: "Entah sudah berapa lama orang ini tidak
makan, Aaaai, rakus betul orang ini..."
Biarpun orang itu mempunyai perawakan tubuh yang
kecil, pendek lagi kurus kering namun takaran makannya
luar biasa. Tak selang berapa saat kemudian semua
hidangan yang ada telah dimakannya sampai habis.
Namun tampaknya ia belum puas, sepoci arak wangi
yang tersisa diteguknya pula sampai ludes.

248
setelah kenyang makan dan minum, sambil menepuknepuk
perutnya, ia letakkan kembali baki itu ke lantai,
Lalu dengan pandangan menyesal ditatapnya Lim Hankim
sekejap seraya berujar: "Eeei, bocah kecil, maaf
kalau aku sikat habis hidangan yang menjadi jatahmu.
Baiklah aku berjanji akan mengembalikan jatah mu pada
pengiriman berikut..."
"Aku tidak lapar" sahut Lim Han-kim sambil
menggeleng.
"Tidak lapar?" tampaknya semangat kakek kurus
kering terbangkit kembali setelah kenyang makan.
Dengan mata berkilat kilat ia tertawa tergelak. "Ha ha
ha... bocah kecil, Kecuali kau punya rencana ingin mati
kelaparan dalam penjara ini atau tenaga dalammu sudah
begitu sempurna hingga tidak makan pun masih bisa
pertahankan jiwamu. Kalau tidak, kau mesti makan
hidangan yang dikirim kemari..."
Bicara sampai di situ, tampaknya ia teringat kembali
pada peristiwa sedih yang menimpa dirinya. semangat
yang semula berkobar kini lenyap kembali. sesudah
menghela napas panjang, lanjutnya: "Aku sudah
terkurung dalam penjara ini lama... lama sekali.,."
Tak terlukiskan rasa terkejut yang menyelimuti
perasaan Lim Han-kim, tanpa sadar ia berpikir: "Kalau
sepanjang hidupku aku bakal terkurung dalam penjara

249
bawah tanah yang gelap gulita ini, waah... bukankah
lebih baik cepat mati saja..."
Berpikir sampai di situ, tanpa terasa ia bertanya:
"sudah berapa lama locianpwe terkurung di sini?"
Kakek kurus kering itu menggaruk-garuk kepalanya
yang kotor, lalu menggeleng sedih:
" Waktu yang pasti aku kurang jelas, tapi kalau
dihitung-hitung rasanya sudah lebih dari dua tahun"
"Dua tahun-,."
"Apa kau anggap dua tahun terlalu pendek?" tukas
kakek kurus itu dengan suara keras.
Tapi nada suaranya segera berubah jadi pedih lagi,
terusnya: "Biarpun dua tahun tidak terhitung kelewat
lama. Namun kau jangan lupa, kita terkurung dalam
sebuah penjara bawah tanah yang tak memperlihatkan
sinar sepanjang masa, Hidup sehari di sini rasanya lebih
lama daripada hidup setahun, tujuh ratus hari sama saja
dengan tujuh ratus tahun-.."
Tiba-tiba Lim Han-kim teringat pada ibunya yang
menunggu di lembah Hong yap-kok. Tanpa terasa rasa
sedih menyelimuti perasaannya, ia menghela napas
panjang.

250
Mendadak kakek kurus kering itu tertawa terbahabahak.
suaranya amat nyaring dan menggema dalam
ruang penjara yang dikelilingi batu yang kuat. Gema
tertawanya memekakkan telinga, bagaikan suara guntur
yang membelah bumi.
Dengan cepat Lim Han-kim kerahkan tenaga dalamnya
untuk melawan suara gelak tertawa tersebut, Dengan
perasaan was-was pikirnya: " Hebat benar tenaga dalam
orang ini, Tampaknya kemampuan yang ia miliki tidak
berada dibawah kemampuanku."
Gelak tertawa itu berlangsung kurang lebih
seperminuman teh lamanya sebelum berhenti, lalu
dengan suara yang menggeledek kakek itu berseru: "Hey
bocah kecil, apakah kau mulai takut? Ha ha ha ... asal
kau hidup selama dua tahun dalam penjara batu ini, aku
percaya keadaanmu akan sejorok dan selusuh aku
sekarang ini^..."
Lim Han-kim hanya mengawasi kakek , itu tanpa
mengucapkan sepatah kata pun. setelah menghela napas
lagi kembali kakek kurus itu bertanya: "Bocah cilik,
kenapa kau tak berbicara?"
Lim Han-kim tidak menanggapi pertanyaan itu, ia balik
bertanya: "Locianpwee, selama dua tahun terkurung
dalam penjara bawah tanah ini, apakah tidak ada niatan
bagimu untuk melarikan diri?"

251
"Agaknya mereka tahu kalau ruang penjara biasa tak
mungkin bisa mengurung diriku, maka ruang penjara ini
mereka bangun lebih kokoh dan kuat..."
Kemudian sambil menggetarkan rantai yang
memborgol tubuhnya, dia meneruskan: "Bahkan rantai
yang dipergunakan untuk memborgol badanku pun
bukan terbuat dari bahan besi baja biasa.."
Lama dia berhenti bicara. Tampaknya pikiran dan
perasaannya sedang kalut, tapi sesaat kemudian ia
bertanya lagi dengan nada suara yang berubah: "Bocah
kecil, aku lihat ilmu silat yang kau miliki cukup tangguh,
Boleh aku tahu siapa guru- mu."
"Maaf, nama guruku tak boleh kuutara-kan secara
sembarangan."
Kakek kurus itu tampak agak tertegun, tapi ia segera
tertawa: "Tenaga khikang pekikan harimauku barusan
mempunyai daya pengaruh yang amat besar dalam
ruang penjara ini, Tidak setiap jago persilatan sanggup
menghadapinya. Tapi kau sanggup menerima pekikan
tersebut tanpa bergeming. Hal ini jelas menunjukkan
bahwa tenaga dalam yang kau miliki benar-benar sudah
amat sempurna."
Lim Han-kim tidak menggubris pertanyaan itu, dia
malah pejamkan matanya dan bersandar pada dinding
penjara.

252
Melihat anak muda itu sama sekali tidak menggubris
perkataannya, Kakek kurus itu jadi naik darah, sambil
tertawa dingin tegurnya: "Hmmmm Bocah busuk. dengan
usiamu begitu muda, kau berani bersikap kurang ajar
kepadaku.."
Lim Han-kim membuka matanya, memandang kakek
itu sekejap. lalu tersenyum dan tetap tidak berkata-kata,
Berubah hebat paras muka kakek kurus itu, tapi nada
suaranya berubah jadi lebih lembut dan ramah, katanya
lagi: "Sekarang kita sudah menjadi senasib sependeritaan
Ha ha ha... Bila aku mati kelaparan dalam ruang penjara
ini, aku yakin kau pun tak bakal bisa hidup lebih lama."
Lim Han-kim menggerakkan bibirnya seperti akan
mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kembali
diurungkan.
Terdengar kakek kurus itu berkata lebih lanjut:
"Mereka sudah enam-tujuh hari tidak mengirim rangsum
kepadaku, Hari ini tiba-tiba saja mereka mengirim
hidangan dan arak wangi. Tampaknya aku sudah boleh
ikut membonceng makan dengan kehadirannya"
Lim Han-kim menghela napas panjang. ia tetap
membungkam dalam seribu bahasa. . "Hey bocah kecil,
kau tahu siapakah aku?" dengan gusar kakek kurus itu
menegur. Sambil tersenyum Lim Han-kim gelengkan
kepalanya.

253
Kakek itu berseru: "Kalau kau sering berkelana dalam
dunia persilatan, tentu kau pernah mendengar nama
besarku..."
Tampaknya orang ini sudah teriampau lama terkurung
disitu dan tak punya kesempatan untuk bicara dengan
orang lain, Tak heran bila ia jadi nyerocos tanpa henti.
Sayang orang yang diajak bicara adalah Lim Han-kim
yang paling tak suka banyak bicara, Tak heran kalau
kakek itu jadi mencak-mencak karena gusar.
Setelah mendehem berat beberapa kali kakek kurus
itu berkata lebih jauh: "Bocah cilik, kenapa kau tak
bersuara? kau pernah mendengar julukan si "Raja
Monyet ceking, bukan?"
Dalam anggapannya, setelah mendengar julukannya
"si Raja Monyet ceking," Lim Han-kim pasti terkejut
setengah mati. Siapa tahu apa yang kemudian terjadi
sama sekali di luar dugaannya, pemuda itu cuma tertawa
hambar.
Kakek kurus itu semakin naik darah, hardiknya:
"Akulah si Raja Monyet ceking Han Si-kong"
Lim Han-kim menghela napas panjang, ia tetap tidak
menggubris perkataan kakek itu. Tiba-tiba Han Si-kong
melompat bangun, rantai yang memborgol tubuhnya
bergemerincing nyaring.

254
"Nama si Raja Monyet Ceking Han si-kong mungkin
belum pernah kau dengar, tapi sebutan si monyet tua
tentu pernah kau dengar bukan?"
Dalam gusar dan mendongkolnya, ia berteriak-teriak
macam monyet kena terasi saja. Lim Han-kim beriarbenar
dibuat tak berdaya oleh ulah kakek tersebut,
terpaksa jawabnya hambar: "Oooh, rupanya Han locianpwee"
Han si-kong jadi kegirangan, serunya: "oooh... jadi
dunia persilatan masih kenal dengan nama besarku
meski sudah hampir dua tahun aku terkurung di sini?"
Lim Han-kim menggeleng.
"Lantas... bukankah kita tak pernah bertemu,
Darimana kau bisa tahu kalau aku adalah si monyet tua?"
"Aku baru mendengarnya dari mulutmu, "jawab Lim
Han-kim singkat selesai bicara ia pejamkan matanya dan
coba tidur. Biarpun dalam hati kecilnya Han si-kong amat
gusar bercampur mendongkol namun dia tak bisa
berbuat apa-apa terhadap pemuda tersebut, terpaksa
dengusnya dingini
"Hmmm Suatu saat, bila aku sudah keluar dari penjara
ini, aku pasti akan menghajarmu habis-habisan."

255
Lim Han-kim menghela napas panjang: "Aaaai... harap
locianpwee jangan salah paham, Aku hanya tak suka
bicara saja."
"Anak muda, bersikaplah lebih terbuka" Belum lagi
perkataan itu diselesaikan, mendadak terdengar lagi
suara gemerincing nyaring bergema dari arah dinding
penjara.
Setelah ada pengalaman pertama tadi, Lim Han- kim
segera mengerti bahwa dinding tersebut sebentar lagi
akan terbuka. Cepat-cepat ia melompat bangun dari
tidurnya
Benar juga, gema suara gemerincing tadi disusul
dengan terbukanya sebuah pintu rahasia dari atas
dinding penjara tersebut, Dua orang gadis berbaju hijau
yang membawa pedang dan lentera berjalan masuk ke
dalam ruangan tersebut.
Mendadak Han si-kong melompat bangun, tangan
kanannya secepat kilat menyambar pergelangan tangan
dayang berbaju hijau yang berjalanpaling depan itu.
"Traaaaang.."
Dentingan nyaring kembali bergema, sebelum jari
tangannya sempat menyentuh tubuh dayang berbaju
hijau itu, rantainya sudah sampai di ujung sehingga
kakek tersebut tak sanggup meneruskan gerakkan-nya
lagi.

256
Ternyata sewaktu dirantai, panjang rantai tersebut
telah diperhitungkan secara matang dengan jarak pintu
rahasia tersebut sehingga dengan begitu uluran tangan
Han si-kong gagal mencapai sasarannya.
Dayang berbaju hijau yang diserang tadi mendengus
dingin, pedangnya diayunkan ke muka balas membabat
tubuh lawan, Dengan gerakan cepat Han si-kong
memutar tubuhnya menghindari babatan pedang itu,
menyusul kemudian sebuah pukulan kembali
dilontarkannya.
Agaknya ia sadar kalau ujung jarinya tak mungkin bisa
menyentuh tubuh lawan, maka dalam serangannya kali
ini dia kerahkan juga tenaga dalamnya.
segulung angin pukulan yang sangat kuat segera
menyambar ke muka, membabat tubuh dua orang gadis
berbaju hijau itu. selapis bunyi nyaring bergema dalam
ruang penjara,
Agaknya tenaga pukulan itu benar-benar kuat dan
ampuh.
serentak dua orang gadis berbaju hijau itu melompat
ke samping untuk menghindarkan diri dari babatan angin
serangan yang sangat kuat itu. "Blaaaammmmm"
Diiringi getaran yang sangat kuat, angin pukulan itu
menghajar bagian atas dinding sampai menimbulkan

257
suara yang memekakkan telinga. "sempurna amat
tenaga dalam orang ini," puji Lim Han-kim dalam hati.
setelah berhasil menghindarkan diri dari pukulan
dahsyat itu, dua orang gadis berbaju hijau itu menerjang
ke sisi Lim Han-kim dengan cepat salah seorang di
antaranya segera berkata: " Lim siang kong, nona kami
perintahkan agar mengundang Lim siang kong pindah ke
tempat hunian baru."
Dalam saat itu Lim Han-kim sudah mencoba
mengerahkan tenaga dalamnya untuk mematahkan
rantai yang membelenggu tubuhnya, namun usaha
tersebut tidak berhasil. Dia lantas angkat kepala dan
memandang dua orang gadis itu dengan pandangan
dingin, mulutnya tetap membungkam.
Tiba-tiba gadis berbaju hijau yang berjalan duluan itu
berpaling ke arah Han si-kong sambil membentak:
"Hmmmm... monyet tua, malam nanti kami akan
mengadu ilmu lagi, jika kau tetap membangkang..."
"Budak busuk" tukas Han si-kong tak kalah gusarnya.
"Kau anggap aku manusia macam apa? Tak nanti aku
akan menuruti perintah kaum wanita macam kalian...
Hmmmm... hmmmmm... ingin aku mengabulkan
permintaan kalian? Huuuh, tanggung lebih susah
daripada naik ke langit."

258
"Kau tak usah berlagak sok. Asal kau mampu
menahan siksaan kami, mengabulkan atau tidak
permintaan kami itu terserah padamu."
"Hmmm Aku tak akan memikirkan mati hidupku di
dalam hati." Gadis berbaju hijau itu balas tertawa dingin:
"sudah banyak jago persilatan yang kujumpai
kehilangan kegagahan serta kependekarannya di bawah
siksaan keji.. Bahkan banyak di antaranya yang
merengek-rengek minta ampun. Hmmm Aku tak percaya
tubuhmu itu otot kawat tulang besi yang tahan
bantingan. jangan sampai tiba waktunya nanti kau pun
merengek-rengek minta ampun."
"Budak sialan" teriak Han si-kong penuh amarah,
sebuah pukulan kembali di-lontarkannya. Dua gadis
berbaju hijau itu tahu tenaga pukulan yang dimiliki
lawannya sangat tangguh, buru-buru mereka melompat
ke samping menghindarkan diri.
salah seorang gadis berbaju hijau itu segera
mengeluarkan sebuah anak kunci dari sakunya dan
memasukkannya ke dalam sebuah lubang kecil di atas
dinding batu tersebut Ketika diputar tiga kali ke kanan,
tiba-tiba saja rantai yang memborgol tubuh Lim Han- kim
terbuka secara otomatis.
sekalipun borgol sudah dilepas, namun rantai besi
yang membelenggu tubuhnya masih mengikat badannya

259
kencang-kencang, Lim Han- kim melompat bangkit,
tegurnya: " Kalian hendak membawaku ke mana?"
Gadis berbaju hijau itu tertawa, "Nona telah berpesan
agar kami mengantar Lim kongcu pindah ke sebuah
tempat yang indah dan bersih," Kemudian setelah
berhenti sejenak, tambahnya: "Kami hanya menjalankan
perintah, semoga Lim kongcu jangan menyusahkan kami
berdua."
Lim Han- kim manggut-manggut " Kalau begitu mari
kita berangkat" kata gadis berbaju hijau yang pertama
sambil mengangkat lenteranya, Berangkatlah dua orang
gadis itu menggiring Lim Han- kim keluar dari ruang
penjara: Kepada Han si-kong, pemuda kita menggapai
sambil serunya: "Locianpwee, harap kau jaga diri baikbaik"
Begitu keluar dari pintu penjara, pintu rahasia tersebut
kembali tertutup rapat secara otomatis. sambil berjalan
beriringan dengan pedang terhunus, kedua orang gadis
berbaju hijau itu mengajak Lim Han- kim keluar dari
pintu penjara, menelusuri lorong bawah tanah selebar
dua-tiga depa dan menuju ke arah muka.
Waktu itu seluruh tubuh Lim Han- kim masih
dibelenggu rantai, Tak heran ketika ia berjalan rantai
tersebut menimbulkan suara gemerincing nyaring,
setelah melewati beberapa buah tikungan akhirnya
sampailah mereka di sebuah persimpangan jalan,

260
Mendadak gadis berbaju hijau yang pertama itu berhenti
sambil balikkan badan, lalu katanya sambil tertawa:
"Lim kongcu, kau tentunya orang yang cerdik dan
mengerti keadaan, Lebih baik jangan punya ingatan
untuk melarikan diri. Aaaaai, ketahuilah hal mana bisa
mendatangkan bencana kematian bagimu."
Dengan sorot mata dingin Lim Han- kim mengawasi
dua orang gadis itu sekejap. sementara mulutnya tetap
membungkam.
Dari dalam sakunya gadis itu kembali mengeluarkan
selembar kain hitam, katanya lebih jauh: "Kami terpaksa
harus menyiksa siangkong sebentar dengan menutupi
sepasang matamu."
Lim Han-kim mengerti keadaan semacam itu tak
mungkin dihindari, maka ia pejamkan matanya dengan
pasrah, Dengan cepat gadis berbaju hijau itu mengikat
sepasang mata pemuda tersebut dengan kain hitam yang
sudah tersedia.
Tak lama kemudian Lim Han-kim merasa tangannya
digandeng orang untuk meneruskan perjalanannya
dengan langkah lebar, jalan yang mereka tempuh makin
ke atas. Rasanya mereka sedang melewati anak tangga
yang menjorok ke atas permukaan tanah.

261
Ehtah berapa saat kemudian tiba-tiba tangannya
ditahan orang dan merekapun berhenti lalu terdengar
gadis berbaju hijau itu berseru sambil tertawa merdu:
"sudah sampah sebentar lagi aku dapat melepaskan kain
penutup matamu."
Lim Han-kim merasakan rantai di tubuhnya berdenting
nyaring, disusul kemudian kain penutup matanya dilepas
orang, Ketika ia dapat melihat kembali, tampak dua
orang gadis berbajuk hijau itu sudah keluar dari pintu
hingga cuma nampak bayangan punggung mereka saja
yang menjauh.
Kini ia sudah berada dalam sebuah gedung dengan
dekorasi serta perabot yang indah dan mewah, selain
ruang utama terdapat pula sebuah kamar dengan
pembaringan serta kelambu yang sangat mewah.
Lim Han-kim coba mengalihkan sinar matanya untuk
memperhatikan sekeliling tempat itu. ia dapat melihat
bahwa pada ruang utama maupun kamar tidur, masingmasing
terdapat sebuah jendela, Haneja saja jendela itu
berterali besi yang dilapisi pula oleh sebuah jala kawat.
Terali besi itu besarnya seibu jari dan kelihatan kuat
sekali, Biar orang berilmu tinggi pun rasanya susah untuk
mematahkan besi tersebut, meski begitu Lim Han-kim
yakin bahwa ruangan ini sudah berada di atas
permukaan tanah.

262
" Waktu itu meskipun dalam ruangan diterangi cahaya
lampu, namun suasana terasa mulai redup, agaknya saat
itu senja telah menjelang tiba. Ketika ia coba berpaling,
pintu di mana dua orang gadis tersebut keluar masih
berada dalam keadaan terbuka.
Hanya tujuh-delapan depa setelah itu, jalanan
berbelok ke kanan sehingga tak dapat dilihat apakah
jalan itu tembus dengan penjara bawah tanah atau tidak.
sewaktu masuk ke dalam kamar tadi, sepasang mata
pemuda ini ditutup rapat-rapat sehingga membuatnya
sukar untuk membedakan mana jalan yang telah
dilewatinya. Di tambah lagipesan dari dua orang gadis
tersebut sebelum pergi, sementara badannya masih
dirantai kuat-kuat. pemuda itu sadar bahwa di balik pintu
yang dibiarkan terbuka itu pasti sudah disiapkan jebakan
yang sangat lihai, maka dari itu ia memilih lebih baik
duduk mengatur pernapasan sambil berusaha mencoba
meloloskan diri
Karena itulah Lim Han-kim segera menuju ke ruang
utama dan duduk bersila di sudut ruangan, ia mencoba
mengatur napas, namun bagaimana pun dicoba usaha itu
gagal pikirannya terasa kusut, pelbagai kemurungan dan
kekesalan hatinya bertumpah ruah dalam benaknya.

263
BAB 9. Tiga siksaan dari Partai Hian-Hong
Kalau diingat kembali pembicaraan Ci Mia-cu, agaknya
ia menyimpan banyak rahasia yang mencurigakan
seakan-akan mati hidup Ciu Huang mempunyai sangkut
paut yang erat dengan dirinya, Kemudian ia teringat pula
pada teka-teki mengenai asal-usulnya.
Sejak dia dapat berpikir, dia selalu belajar silat dengan
tekun di bawah pengawasan gurunya yang keras serta
belajar sastra di bawah bimbingan ibunya. Namun setiap
kali dia menanyakan soal ayahnya, ibunya selalu
menegur dengan gusar.
Teringat soal gurunya yang selalu bersikap ketat
dalam memberi pelajaran silat kepadanya, tapi justru
bersikap begitu hormat terhadap ibunya, hal ini membuat
kecurigaan dalam hatinya makin bertambah.
Berdasar pengamatan yang dilakukan secara diamdiam,
ia dapat mengetahui bahwa ibunya bukan cuma
berpengalaman luas, bahkan ilmu silat yang dimilikinya
sangat hebat, tapi kenapa ia tak pernah membicarakan
soal ilmu silat dengan dirinya?
sementara pikirannya sedang kalut, tiba-tiba terdengar
suara tertawa merdu berkumandang memecah
keheningan, lalu tampak seorang gadis berbaju merah
muncul dengan membawa baki kayu.

264
Begitu bertemu dengan Lim Han- kim, gadis itu
berkata sambil tertawa: " Hidangan yang kami kirim tadi
tentunya sudah diserobot si monyet tua, bukan? Aku
percaya siangkong sudah lapar sekarang."
Dari baki itu dia hidangkan sepoci kecil arak wangi,
sepiring kue tipis dan empat piring ikan laut yang lezat.
Bau harum semerbak yang tercium dari hidangan itu
segera membuat Lim Han- kim merasa lapar sekali,
Dengan matanya yang jeli, gadis berbaju merah itu
memandang pemuda itu sekejap. lalu sambil menuding
kue tipis di piring ia berujar sambil tertawa: "Kami orangorang
Kang lam biasanya makan nasi, tapi sam-kau tahu
siangkong datang dari barat- laut. Kuatir siangkong tak
biasa makan nasi, maka beliau khusus turun tangan
sendiri di dapur untuk menyiapkan sepiring kue tipis.
semoga siangkong cukup berselera untuk makan."
Lim Han- kim memandang hidangan itu sekejap. lalu
pikirnya: "Dalam usaha melarikan diri malam ini tak bisa
dihindari pertempuran sengit pasti terjadi. Memang ada
baiknya kalau aku bersantap dulu untuk menambah
semangat dan tenaga.,."
Melihat gadis berbaju merah itu berdiri di sisinya
sambil mengawasi dengan mata mendelik, meski merasa
lapar pemuda itu merasa sungkan untuk melahap
hidangan yang tersedia.

265
Ketika melihat Lim Han- kim belum juga bersantap.
tiba-tiba gadis berbaju merah itu memenuhi cawan
dengan arak dan meneguknya sampai habis, lalu
diambilnya sepotong kue tipis dan dicicipi pula sayur
lainnya, begitu selesai dia baru berkata sambil tertawa:
"Sekarang siangkong boleh bersantap dengan tenang
bukan...?" Dengan langkah gemulai dia berjalan
meninggalkan ruangan.
Biarpun tubuh Lim Han- kim masih di-rantai, namun
tidak mengganggunya untuk bersantap sendiri Ditambah
lagi dia tahu malam nanti bakal berlangsung
pertempuran sengit. Tanpa terasa semua hidangan yang
tersedia di sikat nya sampai habis.
Tak lama kemudian dayang berbaju merah itu muncul
kembali untuk membereskan mangkuk dan sumpit, sikap
maupun tindak tanduk dayang-dayang tersebut
terhadapnya selama ini tampak amat sungkan dan
hormat, tiada sikap permusuhan barang sedikit pun yang
mereka tunjukkan kepada pemuda kita, Namun Lim Hankim
yang tak suka berbicara dengan orang pun enggan
banyak bertanya, sekalipun di hati kecilnya dia merasa
amat keheranan.
selang sesaat kemudian muncul lagi seorang gadis
berbaju cutih menghidangkan teh wangi, Gadis ini tidak
bicara apa-apa, setelah air teh dihidangkan ia segera
mohon diri.

266
Langit pun makin lama makin gelap. suasana dalam
ruangan semakin meredup, Lim Han-kim dengan
ketajaman matanya yang dapat melihat di dalam
kegelapan segera menghimpun tenaga dalamnya
mencoba mematahkan borgol dan rantai yang melilit
tubuhnya.
Beberapa kali dia mencoba untuk mematahkan rantai
tersebut, namun setiap kali pula usahanya gagal, Hal
mana membuatnya amat terperanjat segera pikirnya:
"Kalau aku gagal mematahkan rantai dan borgol ini,
sekalipun bisa lolos dari ruangan ini belum tentu aku
mampu melayani serangan musuh."
Berpikir begitu, ia bersiap-siap mengerahkan ilmu
menyusut tulang untuk melepaskan borgolan tangannya,
setelah itu ia baru mencoba mematahkan rantai di
tubuhnya.
Tapi sebelum ia bertindak sesuatu, tiba-tiba tampak
cahaya lampu berkilauan diujung lorong, disusul
kemudian tampak dua orang gadis berjalan masuk ke
dalam ruangan.
orang yang di depan membawa lentera adalah dayang
baju merah yang mengantar hidangan siang tadi. orang
kedua memakai baju berwarna hijau, juga berdandan
seorang dayang, Mereka muncul dengan tangan
telanjang dan senyum dikulum, sikap dan tingkah laku
mereka santai dan sama sekali tidak menunjukkan sikap

267
permusuhan Gadis berbaju merah itu sambil mengangkat
lenteranya berkata: "Kami mendapat perintah untuk
mempersilahkan siang-kong.."
Tiba-tiba ia menghentikan perkatannya, Lim Han-kim
segera bangkit berdiri dan siap melangkah ke luar dari
ruangan tersebut
Sebenarnya gadis berbaju merah itu berniat jual mahal
agar pemuda itu terpancing dan mengajukan pertanyaan
kepadanya. siapa sangka Lim Han- kim bukan saja tidak
bertanya, bahkan segera bangkit dan melangkah pergi,
seakan-akan dia sama sekali tidak mempersoalkan
keselamatan jiwanya, kontan saja dia tertegun.
Akhirnya tanpa bicara lagi dia membalikkan badan dan
berjalan lebih dulu untuk membuka jalan, Lim Han- kim
mengikuti di belakang gadis berbaju merah itu sedang si
nona berbaju hijau menyusul sang pemuda.
sesudah keluar dari pintu mereka berjalan menuju
keluar Lorong yang dilalui dari arah atas terasa makin
turun ke bawah, jelas mereka sedang berjalan menuju ke
bawah tanah, Hal ini membuat Lim Han- kim keheranan,
pikirnya tanpa terasa: "Kenapa menuju ke bawah tanah?
Jangan-jangan mereka sedang mengantarku balik lagi ke
penjara bawah tanah?
Lorong itu penuh liku-liku dengan penjagaan yang
ekstra ketat, Ditiap sudut tikungan selalu tampak lentera

268
digantungkan untuk menerangi suasana, di bawah
lentera berdiri seorang lelaki berbaju hitam.
Ketika Lim Han- kim coba memperhatikan, ia lihat
lelaki berbaju hitam itu selain membawa senjata di
tangan kanan, tangan kiri mereka masing-masing
membawa sebuah kotak busur yang panjangnya satu
depa lima inci. semuanya berdiri dengan sikap dingin tapi
serius, biarpun ada orang berlalu di hadapannya, bukan
saja tidak menghalangi bahkan melirik pun tidak.
sesudah melalui sembilan kali tikungan, pemandangan
yang terbentang di depan mata pun berubah.
Di hadapannya sekarang terbentang sebuah ruang
utama yang amat luas. Lentera dan lilin menerangi
seluruh ruangan hingga tampak jelas, sementara
bayangan manusia nampak berdiri berjajar sekalipun
hadir banyak orang, namun tak kedengaran suara sedikit
pun.
Mendadak gadis berbaju hijau itu mempercepat
langkahnya menyusul ke samping Lim Han-kim, lalu
bisiknya: "Tadi nona berpesan agar kusampaikan kepada
siangkong, seandainya kaucu mengajukan pertanyaan,
lebih baik kau jangan menghadapinya dengan kasar atau
mengumbar emosi."
"Ketua apa?"

269
"Siangkong tak perlu banyak tanya, Asal kau
laksanakan apa yang kupesan, tentu segalanya akan
beres, Untuk persoalan lain, nona kami pasti akan
membantu siang- kong dengan petunjuknya . "
selesai menyampaikan pesannya, gadis berbaju hijau
itu kembali memperlambat langkahnya dengan mengintil
di belakang Lim Han-kim.
setelah tiba di pintu gerbang ruang utama, gadis
berbaju hijau itu menurunkan lenteranya ke bawah dan
menjura dalam-dalam sambil melapor: "Lim Han-kim
telah datang menghadap"
Dari balik ruangan muncul seorang lelaki berwajah
bengis, Dengan kasar dia jambret borgol di tangan Lim
Han-kim lalu menyeretnya masuk ke dalam ruangan
dengan langkah lebar. sementara itu dua orang dayang
yang mengawal Lim Han-kim tadi serentak
mengundurkan diri dari situ
Lim Han-kim sebera merasakan bahwa tenaga yang
membetot borgol tangannya luar biasa kuatnya, Diamdiam
ia menghimpun tenaga dalamnya dan tetap berdiri
di tempat tanpa berderak.
Begitu gagal menggeser posisi anak muda tersebut,
lelaki berwajah bengis itu langsung merasa terperanjat
pikirnya segera: "Tak nyana bocah muda ini memiliki

270
tenaga yang luar biasa besarnya. Tampaknya aku tak
boleh bertindak kasar."
Cepat dia berpaling sambil tersenyum, lalu sambil
menggandeng pemuda itu dengan halus dia melangkah
masuk.
sambil mengikuti lelaki tadi memasuki ruangan, Lim
Han- kim gunakan kesempatan untuk memperhatikan
sekejap suasana di sekelilingnya.
Tampak olehnya dua belas orang manusia berbaju
hitam yang tinggi besar berdiri mengelilingi seluruh
ruangan, Mereka berdiri kaku tanpa bergerak sementara
wajahnya dilapisi hawa pembunuhan dan kelicikan yang
luar biasa. Pada dinding sebelah belakang berdiri sebuah
panggung kayu, Di atas panggung berjajar tiga buah
kursi berlapis kulit harimau.
Di sisi kiri panggung kayu itu berdiri dua orang bocah
lelaki berbaju hijau sedang di sebelah kanannya berdiri
dua orang bocah perempuan berbaju kuning, Di depan
panggung terletak sebuah hiolo kemala setinggi berapa
depa, jilatan api berwarna bini berkobar dari balik hiolo,
memancarkan asap hijau yang membuat seluruh ruangan
berbau sangat harum.
Luas ruangan pertemuan itu lebih kurang lima kaki,
Pada masing-masing sisi ruangan berbaris pula belasan
buah bangku kayu yang telah diduduki banyak orang,

271
ada lelaki ada pula perempuan namun wajah mereka
dikerudungi kain hitam sementara tangannya memakai
borgol dan tubuhnya dirantai.
Lelaki berwajah bengis itu membawa Lim Han-kim
menuju ke sebuah bangku kayu yang tersedia lalu
bisiknya: " Duduklah"
Dari atas dinding ia tarikseuntai rantai yang segera
diikatkan pada borgol di tangan Lim Han-kim, kemudian
ia juga mengenakan selembar kain kerudung hitam di
kepalanya.
Entah berapa waktu sudah lewat. Tiba-tiba
keheningan dipecahkan oleh suara genta yang
dibunyikan tiga kali, kemudian suasana pulih kembali
dalam keheningan
Waktu itu sepasang mata Lim Han-kim sudah ditutup
oleh selapis kain hitam yang tebal sehingga sulit baginya
untuk menyaksikan suasana dalam ruangan pertemuan
tersebut, tapi ia mendengar ada suara langkah kaki
manusia yang bergema, jelas ada orang memasuki ruang
tersebut.
suara langkah kaki yang kacau itu tiba-tiba saja
berhenti Lalu ia mendengar ada suara yang lembut
bergema di sisi telinganya, namun suara itu teramat
lembut sehingga Lim Han-kim hanya mendengar lamatlamat
dan sepotong-sepotong.

272
"... ilmu silatnya sangat tangguh... terima saja ke
dalam organisasi kita..."
Tiba-tiba Lim Han-kim merasakan pandangan matanya
jadi silau. Ternyata kain kerudung hitam yang semula
menutupi matanya telah dilepas orang, Pada saat itu di
kursi kebesaran di atas panggung kayu telah duduk
sebaris manusia, orang yang duduk di sebelah kanan
ternyata tak lain adalah pelacur cantik dari loteng Hul-juilo,
Lik-ling adanya.
orang yang duduk di sebelah kiri adalah seorang
manusia berwajah putih bersih tanpa jenggot ia
mengenakan jubah berwarna hijau dan tampaknya
sangat halus, namun wajahnya menampilkan kebengisan
dan kelicikan yang luar biasa. Waktu itu matanya
setengah terpejam, seakan-akan baru saja mendusin dari
tidurnya yang nyenyak.
orang yang duduk di tengah mengenakan sebuah
topeng berbentuk aneh, ia memakai jubah warna kuning
dan tangannya mengenakan seperangkat sarung tangan
berwarna hitam. Kecuali sepasang matanya yang nampak
memancarkan sinar tajam, boleh dibilang seluruh tubuh
lainnya tersembunyi di balik jubah dan topengnya.
Terdengar sastrawan berbaju hijau yang duduk di
sebelah kiri itu menghardik dengan suara rendah: "Bawa
ke mari Han Si-kong"

273
Dua orang lelaki berbaju hitam tadi segera menyeret
ke luar seseorang dari bangku sebelah selatan, setelah
sampai di tengah ruangan mereka lepaskan kain
kerudung yang menutupi wajahnya.
Lim Han- kim segera mengalihkan perhatiannya ke
tengah ruangan, benar juga, orang yang dihadapkan ke
tengah ruangan tak lain adalah si raja monyet ceking
Han Si-kong, si monyet tua yang pernah dijumpai dalam
penjara batu bawah tanah itu.
Biarpun tangannya diborgol dan tubuhnya dirantai,
Han Si-kong sama sekali tak nampak jeri atau keder,
Dengan tegarnya ia berdiri di tengah ruangan sambil
mengawasi sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya
dingin: "Hukuman apa yang hendak kalian jatuhkan
kepadaku? Hmmm, silahkan turun tangan"
Biar sudah dua tahun hidup tersiksa dalam penjara
bawah tanah, ia masih tetap angkuh, tinggi hati dan
berhati tegar. Manusia berbaju kuning yang duduk di
kursi tengah itu menggunakan sepasang matanya yang
memancarkan sinar tajam mengawasi wajah Han si-kong
tajam-tajam, namun ia tidak mengucapkan sesuatu.
Terdengar sastrawan berbaju hijau itutertawa
dingin,jengeknya: "Han Si-kong, tahukah kau situasi
yang sedang kau hadapi?"

274
"Hmmm" Han Si-kong balas menghardik dengan
marah. "Sejak kalian menawanku dan mengurung di sini,
aku sudah tak pernah pikirkan lagi mati hidupku, Mau
bunuh, mau cincang, silahkan Kalau aku orang she- Han
sampai berkerut kening, anggap saja aku bukan
manusia."
sastrawan berbaju hijau itu tertawa licik "Han si-kong,
ucapanmu itu rada kelewatan. Kalau ingin membunuh
atau menghabisi nyawamu, tak nanti kukurung dirimu
selama dua tahun lebih di dalam penjara bawah tanah."
"Lantas apa yang hendak kalian perbuat terhadapku?"
tanya Han Si-kong agak tertegun.
sastrawan berbaju hijau itu kembali tertawa dingin:
"Hehehe... Han si-kong, kau bilang pengetahuan dan
pengalamanmu sangat luas, coba lihat, kenalkah kau
dengan aku?"
Han si-kong angkat kepalanya dan mencoba
memperhatikan wajah sastrawan berbaju hijau itu
dengan pandangan tajam, ia lalu termenung dan tidak
bicara lagi.
Dengan sinar mata yang dingin dan menggidikkan hati
sastrawan berbaju hijau itu balas menatap wajah Han Sikong,
sambungnya lagi: "Kau tak usah tergesa-gesa,
Coba pikirkan lagi pelan-pelan, mungkin saja kau dapat
teringat."

275
sampai lama Han si-kong termenung sambil berpikir
namun ia belum berhasil juga mengingat siapakah orang
itu, akhirnya sambil menggeleng katanya: "Aku tak bisa
mengingatnya kembali."
sastrawan berbaju hijau itu kembali tertawa dingin:
"He he he he.... Coba kau saksikan nanti beberapa
macam alat siksa yang akan diperagakan, mungkin dari
situ bisa mengingatkan kembali daya ingat-mu."
Bicara sampai di situ, dia ulapkan tangannya memberi
tanda, Dua orang lelaki berbaju hitam segera muncul
kembali dan menyeret balik Han si-kong menuju ke
bangku tempat duduknya semula.
orang berbaju kuning yang duduk di tengah dan
memakai topeng di wajahnya itu tidak pernah
mengucapkan sepatah kata pun sejak tadi, kecuali
matanya saja yang berkedip. Meski demikian, ternyata
sastrawan baju hijau itu menaruh sikap yang sang at
hormat terhadapnya, sambil menjura dalam- dalam ia
berbisik: "Apakah siksaan terhadap dua orang
penghianat bisa segera dimulai?"
orang berbaju kuning itu manggut-manggut, ia tetap
membungkam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
sastrawan berbaju hijau itu segera bertepuk tang an
dua kali sambil menghardik: " Hadapkan para
penghianat"

276
Dari bangku sebelah selatan ruangan dua orang lelaki
berbaju hitam segera menyeret ke luar dua orang gadis
yang didorong ke depan hiolo batu dan melepas kan kain
kerudung mukanya.
Lim Han-kim mencoba mengamati kedua orang gadis
itu dengan lebih teliti, ternyata mereka baru berusia
delapan sampai sembilan belas tahunan, wajahnya cantik
tapi saat ini dalam keadaan pucat pias seperti mayat.
Di bawah sorotan cahaya lilin, wajah itu demikian
pucat hingga kelihatan mengerikan Tubuh mereka
bergetar keras, menandakan perasaan ngeri dan takut
yang teramat sangat dalam diri mereka.
Lik-ling yang duduk disusunan panggung kayu tibatiba
membentak dengan suara dingin: "Besar amat nyali
kalian berdua, berani menghianati perkumpulan dan
mencoba melarikan diri.."
Belum lagi dua orang gadis tersebut membantah
tuduhan tersebut, kembali Lik-ling membentak lagi:
"setelah bertemu kaucu, kenapa tidak berlutut?" Dua
orang gadis itu buru-buru jatuhkan diri berlutut.
Dengan suara dingin sastrawan berbaju hijau itu
berkata pula: " Kalian bersekongkol untuk melarikan diri,
Kesalahan macam ini sudah cukup beralasan untuk
menjatuhkan hukuman mati buat kalian, sekalipun
mungkin perbuatan tersebut didasari alasan yang cukup

277
kuat, aku rasa alasan tersebut tak perlu dikemukakan
lagi di sini."
Mendengar perkataan tersebut diam-diam Lim Hankim
menghela napas, pikimya: "Ucapan macam apa ini?
sudah jelas tahu kalau perbuatan mereka
dilatarbelakangi alasan yang kuat, kenapa tidak diijinkan
mengemukakannya ke luar..?"
Terdengar sastrawan berbaju hijau itu meneruskan
katanya: "siapkan alat siksa air"
Tirai di sudut ruangan itu segera terbuka lebar,
Delapan orang lelaki kekar yang bertelanjang dada
dengan menggotong sebuah kuali besi yang amat besar
muncul dengan langkah lebar.
Dasar kuali besi itu dihubungkan langsung dengan
sebuah tungku batu yang sangat tinggi dan besar, Api
dalam tungku itu berkobar-kobar sedang dalam kuali
penuh berisi air. Benda-benda itu mereka letakkan di
depan hiolo batu tersebut Tampak salah satu lelaki itu
mengayunkan tangannya membuka mulut api di tungku
besar tersebut jilatan api yang membara dalam tungku
itu kelihatan makin berkobar, lidah api berwarna hijau
segera menjilat setinggi dua depa lebih.
satu ingatan segera melintas dalam benak Lim Hankim,
pikirnya tanpa terasa: "Mungkinkah yang
dimaksudkan siksaan air adalah memasukkan seseorang

278
ke dalam air mendidih lalu menggodoknya sampai
mampus? Aaaai, kalau benar-benar seperti apa yang
kuduga, kejadian ini benar-benar mengerikan sekali."
sementara itu dua orang gadis yang sedang berlutut di
tanah itu tampak melompat bangun begitu melihat air
yang mulai mendidih dalam kuali serta melihat kobaran
api di tungku tersebut Membayangkan bagaimana
tersiksanya bila digodok dalam air mendidih, mereka jadi
bergidik, Beg itu melompat bangun, tangannya segera
diayunkan ke atas batok kepala sendiri, mereka mencoba
untuk membunuh diri.
Tampaknya sastrawan berbaju hijau itu sudah
menduga hal itu. Melihat kedua orang gadis tersebut
mencoba bunuh diri, ia segera tertawa dingin: "He he
he,.. ingin mampus? Tidak semudah itu,.,"
sekali tangan kanannya diayunkan, lengan kedua
orang gadis tersebut yang sudah terangkat tiba-tiba saja
kembali terkulai lemas. Dengan ketajaman mata yang
dimilikinya Lim Han-kim dapat saksikan bahwa sewaktu
sastrawan berbaju hijau itu mengayunkan tangannya
tadi, sebutir butiran perak yang kecil ikut meluncur ke
luar dengan kecepatan luar biasa.
Tanpa terasa ia jadi terkesiap. pikirnya: "Hebat betul
ilmu silat yang dimiliki orang ini. Tak disangka dia sudah
menguasai ilmu "Butir Beras Menotok Jalan Darah" yang
susah dikuasai itu."

279
Terdengar sastrawan berbaju hijau itu kembali
membentak dengan suara rend ah tapi berat: "siksaan
dilaksanakan"
Delapan orang lelaki bertelanjang dada itu serentak
mengiakan dan maju ke depan, Mereka gantung tubuh
dua orang gadis itu diudara lalu menggesernya pelanpelan
ke arah kuali penuh air tersebut
Begitu sampai di atas kuali, mereka mulai kendorkan
talinya pelan-pelan sehingga tubuh dua orang gadis itu
terseret turun pelan-pelan. Dalam sekejap lutut mereka
sudah terbenam ke dalam air mendidih dalam kuali
tersebut.
Agaknya dua orang gadis tersebut sudah tahu bahwa
jeritan serta rengekan minta ampun mereka tak mungkin
bisa menimbulkan iba di hati orang tersebut, karenanya
sambil menggertak gigi kencang-kencang, mereka coba
menahan siksaan rasa sakit dibagian tubuh mereka yang
terendam dalam air mendidih itu. Mereka tak terdengar
mengeluh maupun merintih.
Tali derek makin diturunkan, air mendidih yang
merendam tubuh dua orang gadis itupun makin
meninggi, sekejap kemudian selangkangan mereka
sudah terbenam rata. Dalam keadaan begini, meski dua
orang gadis itu tahu bahwa mereka pasti mati dan coba
bertahan, namun akhirnya mereka tak tahan juga. jeritan
ngeri yang menyayat hati pun mulai bergema memenuhi

280
seluruh ruangan. jeritan kesakitan itu melolong
menggidikkan hati, membuat siapa pun tak tahan
mendengarnya.
Tiba-tiba saja Lim Han-kim merasakan emosinya
bergelora dalam hatinya, tak tahan lagi ia membentak
keras: "Tahan"
Bentakan itu keras bagaikan suara guntur yang
membelah bumi, seluruh ruangan ikut bergetar sampai
goncang keras, bahkan cahaya lilin dan lentera pun ikut
bergoncang tiada hentinya.
sastrawan berbaju hijau itu segera ulapkan tangan
kirinya memberi komando. Lelaki yang bertugas di
samping alat siksaan segera menarik kembali talinya dan
menderek naik tubuh kedua orang gadis yang sedang
menjalani siksaan tersebut
Dengan cepat Lim Han-kim mengalihkan pandang
matanya, ia melihat pakaian yang dikenakan dua orang
gadis tersebut sampai sebatas selangkangan sudah
menempel pada tubuh mereka, Lamat- lamat ia saksikan
lepuh-lepuh besar menghiasi seluruh kaki mereka,
Menyaksikan semua itu, tak tahan lagi dia menghela
napas sedih, Tampak sastrawan berbaju hijau itu dengan
sinar matanya yang dingin dan tajam mengawasi wajah
Lim Han-kim lekat-lekat, lalu sambil tertawa hambar
tegurnya: "Buat apa kau berteriak-teriak? Apa ingin

281
menggantikan mereka untuk menjalankan siksaan tersebut?"
"Aku tahu setiap partai dan perkumpulan
mempunyaiperaturan yang ketat dan wajib ditaati," sahut
Lim Han-kim dingin. "Tapi semestinya setiap pelanggaran
cukup dijatuhi hukuman sewajarnya, kenapa kau mesti
menggunakan alat siksa semacam ini untuk menghadapi
dua orang gadis muda? Tidakkah kau merasa bahwa
perbuatan tersebut tidak cukup gagah?" Kembali
sastrawan berbaju hijau itu tertawa dingin.
"Justru aku sedang melaksanakan kewajiban partai
terhadap kaum pembangkang, Kami mempunyai tiga
pantangan berat dan bagi yang melanggar harus
menjalani siksaan air, siksaan api dan siksaan manusia."
Lim Han-kim sangat emosi, dia merasa hawa
amarahnya memuncak sampai ke ubun-ubun. sayang
tangannya masih diborgol dan tubuhnya masih dirantai,
dan rantai yang dipergunakan sangat kuat serta susah
dipatahkan sekalipun ia mempunyai niat untuk menolong
orang, apa mau dikata dirinya tidak memiliki kekuatan
untuk melakukan nya.
Terdengar gadis-gadis itu dengan suara yang
merengek mulai berseru: "Kaucu... berbuatlah kebaikan
dengan menghadiahkan kematian utuh buat kami....
sampai di alam baka pun kami tak... tak akan melupakan
budi kebaikan kaucu..."

282
Nada suara mereka amat memelas, membuat iba
siapa pun yang mendengar. orang berbaju kuning yang
mengenakan topeng itu tetap membungkam, ia Hanya
memandang sekejap dua orang gadis tersebut dengan
sorot matanya yang dingin menggidikkan. Tampaknya
hatinya tak tergerak sama sekali oleh rengekan yang
mengibakan hati itu.
Kembali sastrawan berbaju hijau itu berkata sambil
tertawa dingin: "..... Apa yang kalian alami baru sedikit
siksaan yang tak berarti, siksaan yang lebih berat nanti
akan segera menyusul."
Kemudian setelah mengulapkan tangannya memberi
tanda, ia melanjutkan. "sementara waktu siksaan air
dianggap selesai. Biarkan mereka menikmati siksaan dari
tubuh yang melepuh itu selama tiga hari, kemudian
siksaan manusia baru di-laksanakan"
Dua orang lelaki berbaju hijau mengiakan dan segera
muncul untuk menurunkan dua orang gadis yang sudah
setengah sekarat itu dari kuali air mendidih dan
kemudian menggotongnya pergi.
sementara itu delapan lelaki berwajah bengis yang
bertelanjang dada itu tetap tinggal dalam ruangan tanpa
bergerak.

283
Diam-diam Lim Han-kim menghela napas, pikirnya:
"Entah siapa lagi yang mendapat giliran untuk
menjalankan siksaan paling keji ini..."
Dengan mata yang setengah terpejam, sastrawa
berbaju hijau itu menyapu sekejap seluruh ruangan. Kata
nya kemudian sambil tertawa: "Gerak-gerik organisasi
kami selalu rahasia, oleh sebab itu jarang sekali umat
persilatan yang mengetahui..."
"Aku ingat sekarang.." mendadak terdengar seseorang
berteriak keras.
Ketika Lim Han-kim berpaling, ia temukan si
pembicara ternyata adalah Han Si-kong si monyet tua.
"Coba terangkan apa yang kau ingat," perintah
sastrawan itu.
" Kalau tebakanku tidak keliru, kalian semestinya
adalah perkumpulan Hian hong- kau yang biasanya
malang melintang diwilayah barat-daya dan bermarkas
diperbukitan Im-kui..."
sastrawan berbaju hijau itu segera tertawa terbahakbahak:
"Ha ha ha ha... tepat sekali dugaanmu, Ternyata
Han tayhiap mempunyai pengetahuan dan pengalaman
yang benar-benar luas, Betul, organisasi kami memang
selalu berkeliaran di wilayah perbukitan Im-kui dan
jarang sekali menginjakkan kaki di wilayah Kang-lam

284
serta Tionggoan, Tapi sekarang dunia sudah ka-cau,
banyak malapetaka terjadi di kolong langit. Ketua partai
kami sebagai seorang yang berhati besar dan penuh
belas kasih menganggap inilah saatnya bagi kami untuk
menghimpun rekan-rekan persilatan dan bekerja sama
menegakkan kembali keamanan dalam dunia."
"Huuuuh, partai aliran sesatpun ingin omong besar,
Hmmm jangan harap kalian ? mampu melaksanakan
pekerjaan besar itu," ejek Han Si-kong ketus.
sastrawan berbaju hijau itu tertawa dingin, berpaling
ke wajah Lik-ling, ujar-nya: "Monyet tua ini begitu
sombong dan tekebur, Kalau tidak diberi sedikit siksaan
rupanya dia belum tahu kehebatan kita..."
Lik-ling tersenyum, tukasnya: " orang ini sang at
tersohor di wilayah Kang-lam maupun Tionggoan,
sebagian besar jago persilatan merupakan kenalan
lamanya, oleh sebab itu, semenjak membekuknya aku
tak pernah menyiksa dirinya, Sungguh tak disangka
biarpun sudah kupenjarakan hampir dua tahun lamanya,
sikap angkuh dan jumawanya belum juga luntur. Kalau
memang hendak diberi sedikit pelajaran, silahkan Huhoat
(pelindung hukum) mengambil keputusan"
sastrawan berbaju hijau itu mengalihkan
pandangannya ke wajah manusia berbaju kuning yang
duduk di tengah itu dan memohon pendapatnya:
"Bagaimana kau-cu?" Manusia bertopeng itu tetap

285
membungkam, Hanya kali ini dia menggelengkan
kepalanya.
"Baiklah," ujar sastrawan berbaju hijau itu kemudian.
"sebentar kaucu masih harus menjumpai tamu agung,
kalau memang tak ada petunjuk lain, kami semua tak
berani merepotkan kaucu lagi."
Pelan-pelan orang berbaju kuning itu bang kit berdiri,
memutar badan dan berjalan meninggalkan ruangan, Likling
dan sastrawan berbaju hijau itu serentak bangkit
berdiri untuk menghantar kepergian ketua-nya,
sementara orang-orang berbaju hitam beserta
kedelapan lelaki bertelanjang dada itu bersama-sama
jatuhkan diri berlutut sambil menyembah, sampai
bayangan tubuh orang berbaju kuning- itu keluar dari
ruangan diiringi empat lelaki dan empat perempuan kecil,
baru mereka bersama-sama bangkit berdiri
sesudah bayangan punggung ketuanya lenyap
daripandangan, sastrawan berbaju hijau itu baru
berpaling ke wajah Han si-kong sambil ujarnya: "Kaucu
kami benar-benar berbelas hati, dia tak tega menyiksa
atau menyakiti tubuhmu..."
Mendadak terdengar suara langkah kaki yang terburuburu
berkumandang datang. Paras muka Lik-ling dan
sastrawan berbaju hijau itu segera berubah, serentak
mereka bangkit berdiri

286
Lik-ling mengayunkan tangannya dengan cepat
memberi tanda, lalu melompat turun dari panggung kayu
dan buru-buru keluar dari ruangan- sementara itu si
sastrawan berbaju hijau menyapu pandang sekejap ke
seluruh ruangan- kata nya kemudian- "sementara bawa
mereka ke penjara air, singkirkan semua peralatan siksa
yang ada..."
Delapan orang lelaki tinggi besar bertelanjang dada itu
segera menggotong pergi kuali besi dan tungku raksasa
tersebut menuju ke belakang ruang utama, sedang
belasan lelaki berbaju hitam yang ada di secutar ruangan
serentak turun tangan me-ngerudungi tawanan masingmasing
dengan kain hitam dan menggiringnya ke luar
dari ruangan-
Lim Han-kim merasa tangannya yang di-borgol
diggndeng seseorang meninggalkan ruangan tersebut,
jalan yang ditempuh dari atas makin merendah ke
bawah, tak lama kemudian ia mendengar suara aliran air,
seakan-akan lalu ia dilemparkan ke dalam sebuah sungai
kecil. Air yang dingin cepat membenamkan sepasang
kakinya sebatas lutut.
Kedengaran seseorang dengan suara yang parau
sedang mencaci maki: "Jika aku berhasil melepaskan diri
dari sini, bila aku tak mampu meratakan pesanggrahan
Tho-hoa-kit ini rata dengan tanah, percuma aku si raja

287
monyet ceking berkelana hampir puluhan tahun lamanya
dalam dunia persilatan-.."
Ternyata suara itu berasal dari Han si-kong, semakin
memaki, ia semakin marah sehingga kata- kata
makiannya pun makin lama semakin tak sedap didengar.
Namun para pengiring mereka itu rata- rata memiliki
pendidikan iman yang cukup tangguh, sekalipun
mendengar kata-kata makian kotor yang sangat tak
sedap didengar itu, tak seorang pun di antara mereka
yang menanggapi ataupun menunjukkan suatu reaksi.
Waktu itu, biarpun sepasang mata Lim Han-kim
tertutup oleh kain hitam, pendengarannya sama sekali
tidak terganggm Dia dapat merasakan rantai di tubuh
nya bergetar keras seakan-akan diikatkan pada sesuatu
benda, disusul kemudian suara air yang beriak. Agaknya
para manusia berbaju hitam yang menggiring mereka ke
situ telah mengundurkan diri
Han si-kong sendiri, ketika makiannya tidak
memperoleh tanggapan, lama kelamaan dia jadi bosan
sendiri dan berhenti dengan sendirinya.
Dalam keheningan yang menyelimuti seluruh ruangan,
tiba-tiba terdengar suara seorang gadis memanggil
sambil menghela napas panjang: "Lim siangkong"
Lim Han-kim dapat menangkap suara panggilan itu
berasal dari samping tubuh nya, tapi ia tak yakin apakah

288
di antara belasan orang yang sama-sama terkurung
dalam penjara air itu tak ada orang dari she Lim,
karenanya untuk sesaat dia tetap membungkam tanpa
menjawab.
Ketika panggilannya tidak mendapat tanggapan, gadis
itu segera mempertinggi suara panggilannya dan
berteriak lagi: "Lim Han-kim"
Karena panggilan kali ini langsung menyebut
namanya, Lim Han-kim tidak ragu-ragu lagi, sahutnya:
"Ada urusan apa nona?"
Mendengar jawaban tersebut berasal dari samping
tubuh nya, gadis itu segera mem-perkecil suara nya dan
berkata lagi: "Aku kuatir obat jinsom milikmu itu sudah
berhasil mereka rampas, aaaai... sebetulnya aku
berharap dengan mencuri obat mestika-mu itu, aku bisa
mengobati penyakit nona kami, siapa sangka usahaku
gagal, aku malah terjebak oleh perangkap orang-orang
Hian-hong-kau hingga tertawan-.."
Teringat betapa pentingnya artipil mestika itu, buruburu
Lim Han-kim bertanya: "Bukankah kalian telah
mengutus orang untuk mengantar pil mustika tersebut
berangkat duluan?"
Gadis itu menghela napas panjang: "sebenarnya kami
hanya menipumu, ketika datang untuk menyambangi

289
lelayonmu tempo hari. Pil tersebut telah kami
sembunyikan lebih dulu, kemudian sesudah berpamitan,
baru pil itu kami ambil lagi,"
Diam-diam Lim Han-kim mengeluh, pikirnya:
"Ternyata manusia dalam dunia persilatan benar-benar
licik dan penuh tipu muslihat, tak nyana aku tertipu lagi
oleh mereka waktu itu"
Tapi dengan pendidikannya yang baiki serta wataknya
yang lembut, dia enggan memaki atau menegur orang
lain meski kejadiannya jadi begini parah, Mulutnya tetap
membungkam dalam seribu basa.
Terdengar gadis itu berkata lebih jauh: "Tahu bakal
terjadi peristiwa macam ini, aku tak bakal mencuri obat
mustikamu itu sehingga bukan cuma kami terseret dalam
keadaan seperti ini, kaupun ikut menderita."
Lim Han-kim membatin- "Betul juga perkataan ini,
Kalau bukan gara-gara pil mestika tersebut, tak nanti aku
balik kepesanggrahan Tho-hoa-kit dan aku pun tak usah
tersekap di tempat semacam ini."
sedang di luar ia menjawab dengan hambar "Kejadian
yang sudah lewat biarkan saja lewat Kita tak perlu
menyinggungnya kembali Cuma... ada satu persoalan
yang ingin kutanyakan kepada nona, bersediakah kau
untuk menjawab nya?"

290
"soal apa?"
"Yakinkah nona, pil mustika tersebut benar-benar
sudah terjatuh ke tangan orang-orang Hian- hong- kau?"
Gadis itu berpikir seb entar, kemudianjawabnya tegas:
"Aku yakin dugaanku tak salah, Ketika kami terbokong
oleh serangan gelap orang-orang Hian- hong- kau hingga
pingsan di tepi hutan, begitu sadar kami jumpai sudah
terkurung disini, padahal pil mestika itu tersimpan dalam
sakuku, sudah pasti mereka telah menggeledah dan
mengambilnya."
Mendengar keterangan itu kembali Lim Han-kim
berpikir "Pil mustika itu mempunyai kaitan yang erat
dengan mati hidup Ciu locianpwee.Jika kudengar dari
penuturan ketua kuil awan hijau, orang ini rupanya
mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan
keluargaku. Kalau tidak, tak nanti ibu mengutus aku dan
adik Liong untuk menghantar sendiri pil mustika itu kepadanya,
sedang suhupun tak nanti menderita luka parah
gara-gara pil itu. Hmmm, aku mesti cari akal untuk
meloloskan diri dari kurungan ini dan berupaya merebut
kembali pil mustika itu.,."
ingatan tersebut segera mengobarkan semangatnya
untuk meloloskan diri, diapun mulai peras otak mencari
jalan keluar

291
Ketika sampai lama ditunggu tidak terdengar juga
jawaban dari Lim Han-kim, tak tahan gadis itu menghela
napas sambil berkata lagi:
"Nona kami cantik tiada taranya di kolong langit Aaaai
Kasihan gadis secantik itu ternyata mengidap sejenis
penyakit yang amat parah hingga sepanjang tahun harus
tersiksa oleh penyakit itu dan tiap hari mesti pingsan satu
kali."
"Betul majikan tua kami telah mengumpulkan tabibtabib
kenamaan dari seluruh dunia untuk mengobatinya,
Pelbagai obat mustika pun sudah dicari untuk
menyembuhkan penyakit tersebut, namun tak satu pun
berhasil menyembuhkan dirinya, oleh sebab itulah kami
selalu bersedih hati lantaran peristiwa ini."
sesungguhnya Lim Han-kim sedang berpikir
bagaimana caranya merebut kembali obat mustika itu
agar bisa digunakan untuk menyelamatkan jiwa Ciu
Huang yang terancam, tapi dia pun tak bisa tidak
memberi tanggapan atas perkataan gadis itu, maka
tanyanya sambil lalu: "Penyakit apa sih yang
dideritanya?"
Padahal yang benar ia tidak mendengar secara jelas
apa yang sedang dibicarakan gadis itu, Hanya secara
lamat-lamat saja ia mendengar kalau terkena sejenis
penyakit, maka dia pun ajukan pertanyaan itu seada-nya.

292
Gadis itu menghela napas sedih: "Penyakit yang
diderita nona kami sangat aneh, pelbagai tabib
kenamaan yang ada di dunia ini tak berhasil mendugaduga
sumber dan sebab-sebab penyakitnya, Penyakit itu
sudah dibawanya semenjak lahir. Meskipun di masa
mudanya ia sudah banyak mewarisi pelbagai ilmu silat
dari tuan kami namun didikan ilmu silat tersebut tak
pernah berhasil membentuk tubuh nona kami jadi sehat
dan kuat."
"Aaaai... kalau penyakit itu tidak kambuh, keadaannya
tak beda jauh dtngan orang biasa, bisa bergurau dan
omong-omong, tapi begitu kambuh... tahu-tahu saja dia
pingsan tidak sadarkan diri..."
Ia berhenti sejenak memb eri kesempatan kepada Lim
Han-kim untuk mengajukan pertanyaan Ketika tidak
mendengar pemuda itu bersuara, tak tahan dia
bergumam lebih jauh: "Loya kami tak berputra, dia
Hanya memiliki seorang putri tunggal itulah sebabnya
sejak kecil nona kami sangat disayang dan dimanja,
Aaaai.,. padahal nona kami cantik bagaikan bidadari,
kecerdasannya tiada bandingan, dia pun ramah terhadap
siapa pun sehingga siapa saja senang dan kerasan
berkumpul dengannya. sayang Thian tidak
memberkahinya tubuh yang sehat baginya sehingga
seorang nona yang begitu cantik dan pintar harus
tersiksa sepanjang tahun oleh gerogotan penyakit aneh
itu..."

293
"oooh.,." Tiba-tiba Lim Han-kim memotong
pembicaraan gadis itu Bisiknya: "Apa-kah nona masih
menggembol pisau belati atau sejenis nya?"
"Pisau belati untuk apa?" tanya nona itu tertegun-
"Akan kucoba membebaskan borgol di tanganku."
Gadis itu termenung sejenak. lalu jawab-nya: "Setelah
tertangkap. semua barang milik kami telah digeledah dan
dirampas mereka, tapi dalam sakuku masih tersembunyi
sebilah pedang pendek yang sebetulnya siap kugunakan
bilamana perlu, hanya saja... hanya saja..."
Agaknya dia malu untuk meneruskan perkataan itu
sehingga sesaat lamanya ia tak mampu melanjutkan
keterangannya, Waktu itu ingatan Lim Han-kim hanya
dipenuhi bagaimana caranya merebut kembali pil mustika
miliknya. Melihat gadis tersebut tergagap dan tidak
melanjutkan per-kataannya, tak tahan ia bertanya: "
Hanya kenapa? Harap nona jelaskan-"
sepasang mata mereka berdua sama-sama
dikerudungi kain hitam sehingga kedua belah pihak tidak
dapat saling memandang.
Terdengar perempuan itu menjawab dengan suara
rendah: "Sepasang tanganku diborgol, sulit bagiku untuk
mengambil ke luar pedang pendek itu."

294
"Katakan saja pedang pendek itu kau sembunyikan di
mana, biar aku ambil sendiri.."
Lama sekali perempuan itu membungkam, akhirnya
dia baru berkata agak lirih: "Aku sembunyikan di balik
pakaian dalam-ku. siangkong... siangkong... apa bisa.."
sebenarnya dia ingin bilang apakah siangkong bisa
mengambil sendiri, tapi kemudian ia anggap perkataan
semacam itu tak pantas diutarakan, Tapi dia pun tak
ingin dianggap permintaan pemuda tersebut ditolak
mentah-mentah, maka untuk sementara waktu gadis
tersebut jadi bingung dan tak tahu apa yang mesti
diucapkan-
Lim Han-kim sendiri pun dibuat tertegun, sampai lama
kemudian ia baru berkata: "Waaah... kalau begitu,.,
kalau begitu.,, kurang baik rasanya jika aku mengambil
sendiri.."
Kedua nya sama-sama membungkam suasana dalam
ruang itupunpulih kembali dalam keheningan, tak
kedengaran suara sedikit pun yang bergema disitu, Tibatiba
terdengar suara langkah kaki manusia bergema
memecahkan keheningan.
Terdengar seseorang dengan suara yang parau dan
kasar bertanya: "siapa di antara kalian yang bernama
Lim Han-kim?"
"Aku"

295
Terdengar suara langkah orang berjalan
menghampirinya, disusul suara orang membebaskan
ikatan rantainya, setelah itu baru orang tersebut berseru:
"Ayo ikut aku"
"jangan kuatir, tak bakal kau dibunuh."
"Ke mana?"
Lim Han-kim tertawa dingin, dia segera bangkit
berdiri,
sambil menarik borgol di tangan pemuda tersebut,
lelaki itu berkata lagi: "Biar aku menuntunmu. . . "
Lim Han-kim merasa borgoinya jadi kencang, tahutahu
dia sudah dituntun meninggalkan tempat itu.
sebagai pemuda yang lembut di luar, keras di hati, Lim
Han-kim jadi teramat gusar setelah dia dibetot orang itu
secara kasar. sebenarnya dia hendak mengerahkan
tenaga dalamnya untuk melawan, tapi satu ingatan
segera melintas dalam benaknya, Tanpa membantah lagi
dia menurut dan berjalan meninggalkan tempat tersebut,
Melihat Lim Han-kim sama sekali tidak melawanorang
itu tertawa tergelak kegirangan "Ha ha ha ha...
memang pintar orang yang tahu keadaan-"
Kali ini dia kendorkan cengkeramannya dan
melanjutkan perjalanan menuju ke depan Lim Han-kim
mengikuti terus di belakang orang itu, Dia selalu menjaga

296
jarak sejauh satu langkah. Tiap kali kaki kiri orang itu
melangkah, Lim Han-kim segera menyusul dengan
melangkahkan pula kaki kirinya, sedang bila orang itu
mengangkat kaki kanannya, pemuda itu segera
mengikuti pula jejaknya.
Jangan dilihat sepasang matanya ditutupi dengan kain
kerudung hitam, hanya mengandalkan ketajaman
pendengarannya pun dia bisa mengikuti semua gerakgerik
orang itu dengan tepat. Bila orang cepat, ia pun
cepat. Bila orang itu melambatkan langkah nya, dia pun
turut melambat Kerja sama semacam ini tak ubahnya
seperti tubuh dengan bayangan.
Tampaknya orang itu bermaksud menjajal kepandaian
silat Lim Han-kim, sepanjang perjalanan kadangkala dia
percepat langkah nya, di lain ketika dia sengaja
memperlambat langkahnya.
Lim Han-kim merasa jalan yang dilalui-nya makin naik
ke atas, tampaknya mereka sedang berjalan menuju ke
atas dengan banyak liku-liku dan tikungan jalan-
Entah sudah berapa jauh mereka berjalan, tiba-tiba
orang itu menghentikan langkahnya sambil memuji:
"llmu meringankan tubuh yang anda miliki sUngguh
hebat. Ketajaman pendengarannya pun luar biasa.
SUngguh mengagUmkan- sUngguh mengagUmkan-"

297
Pelan-pelan Lim Han-kim menurunkan kembali kaki
kanannya yang sudah terangkat dia tetap membUngkan
dalam seribU basa, Tiba-tiba terdengar suara seorang
perempuan berkata dengan merdu: "Lepaskan kain
kerudung yang menutupi wajahnya"
Lim Han-kim segera mengenali suara perempuan itu
sebagai suara Lik-ling. sementara dia masih termenung,
tiba-tiba matanya jadi silau, Ternyata kainpenutup
matanya telah dilepaskan
Apa yang diduga Lim Han-kim tidak salah, perempuan
itu memang Lik-ling, wanita itu sedang duduk
dipembaringan dengan wajah ceria. Tempat di mana dia
sekarang adalah sebuah kamar tidur yang dihias sangat
indah dan mewah, bau harum semerbak tersiar
memenuhi seluruh ruangan itu.
Dua orang dayang berbaju hijau yang membawa
pedang pendek berdiri disisi perempuan cantik itu.
sementara itu Lik-ling telah mengayunkan tangannya
sambil berseru: "Kau boleh mengundurkan diri"
Lim Han-kim coba berpaling, ia jumpai seorang lelaki
berpakaian ringkas warna hitam sedang melangkah ke
luar dari ruangan tersebut Biar cuma sekejap pandangan,
namun ia dapat melihat separuh wajah lelaki itu.

298
Ternyata orang itu berkulit halus dan putih, wajahnya
sangat tampan, Dengan jari tangannya yang ramping
dan indah Lik-ling menuding sebuah bangku di sebelah
ka nanny lalu kata nya sambil tertawa manis: "siangkong,
silahkan duduk."
Lim Han-kim memandang bangku itu sekejap lalu
menurut dan duduk. sikapnya yang dingin dan hambar
nampaknya segera membangkitkan hawa amarah dua
orang dayang berbhijau itu, alis mata mereka segera
berkerut, matanya melotot besar.
Dayang yang berada disebelah kiri malah mengumpat
sambil mendengus: "Hmmmm, benar-benar manusia tak
tahu diri"
Mendadak Lim Han-kim melompat bangun, wajahnya
diliputi hawa amarah. Tapi sesudah tertegun sejenak.
pelan-pelan ia duduk kembali.
Lik-ling tersenyum, katanya: "Lim siang-kong takusah
gusar lantaran sikap mereka berdua. Biasa, anak
perempuan memang suka cerewet dan kalau bicara tak
dipikir dulu..."
Lim Han-kim mengalihkan pandangan matanya ke
wajah Lik-ling, tapi dia hanya memandang sekejap.
sementara mulutnya tetap membungkam.

299
"siangkong" kembali Lik-ling menegur sambil tertawa.
"sudah banyak ragam manusia yang pernah kujumpai,
tapi belum pernah kutemui orang sediam dan setenang
Lim siangkong, Bahkan kalau tak perlu, agaknya kau
segan untuk buka suara..."
Kemudian setelah tertawa cekikikan tambahnya:
"Apakah Lim siangkong sudah pikirkan?"
"Pikirkan soal apa?"
"Tentu saja soal mati hidupmu."
"Hmmm, belum pernah"
"Bolehkah aku menasehatimu sepatah dua patah
kata?"
Dengan sinar mata tajam Lim Han-kim memandang
sekejap sekeliling ruangan, lalu dia membungkam.
"Benar-benar seorang manusia mandiri yang aneh.,."
gumam Lik-ling perlahan, setelah membetulkan letak
rambutnya yang kusut, ia melanjutkan lagi.
"Berbicara dari situasi yang kau hadapi sekarang,
boleh dibilang aku bisa membuatmu hidup tapi dapat
juga membuatmu mati, Tentang hal ini tentunya kau
sudah paham bukan?" Lim Han-kim hanya tertawa
hambar, mulutnya tetap membungkam.

300
Lik-ling berpaling sekejap. ketika menjumpai kedua
orang dayangnya sudah diliputi hawa amarah dan siap
mengumbar emosinya. Buru-buru dia memberi tanda
kepada mereka berdua dan katanya seraya tertawa:
"Lebih baik kalian berdua masuk ke dalam"
Dua orang dayang itu mengangguk dan berlalu dari
situ, tapi sebelum meninggalkan ruangan mereka sempat
berpaling dan tetap melototi Lim Han-kim dengan
pandangan penuh amarah.
Lim Han-kim benar-benar keheranan, pikirnya: "Aneh
benar, kenapa ucapannya terhadap dua orang dayang itu
begitu sopan dan sungkan-sungkan-.."
setelah dua orang dayangnya berlalu, Lik-ling baru
bangkit berdiri, Tampak tangan kanannya diayunkan,
dari balik ujung bajunya terlintaslah sekilas cahaya putih
yang menyambar lewat dari sisi jidat kanan Lim Han-kim.
"Plaaaak..." benda itu segera menancap di atas tiang
ruangan dan menembusinya dalam- dalam. Ternyata
benda itu adalah sebilah pisau terbang. Terdengar Likling
tertawa terkekeh-kekeh:
"Pisau terbang itu sudah kububuhi racun yang amat
ganas, Betapa pun lihaynya ilmu silat seseorang, jangan
harap sanggup menahan kehebatan racun tersebut
Hmmm, asal kulit badanmu terluka sedikit saja, niscaya
kau akan keracunan dan mati..."

301
"Apa maksud nona berkata demikian?" tegur Lim Hankim
sambil menatap wajah perempuan itu tajam-tajam,
Lik-ling tertawa terkekeh, "Aku ingin kau mulai
memikirkan masalah mati hidupmu, seandainya serangan
golok terbangku tadi melukai tubuhmu, mungkin saat ini
jiwamu sudah melayang dan tubuhmu mulai kaku."
Lim Han-kim tidak berkata apa-apa, wajahnya tetap
dingin dan kaku, hanya sinar matanya tampak lebih
tajam berkilat.
BAB 10. Antara Mati dan Hidup
Lik-ling menghela napas panjang, kembali ujarnya.
"Usiamu sekarang ibarat sang surya yang baru terbit di
ufuk timur, masa depanmu masih panjang dan
cemerlang..."
setelah termenung berpikir sebentar, kembali
lanjutnya: "Berbicara dari kepandaian silat yang kau
miliki, sudah pantas bila kau dimasukkan ke dalam
deretan jago-jago pilihan dalam dunia persilatan, jadi aku
duga gurumu tentu seorang manusia berbakat yang luar
biasa."
"Meski gurumu hebat, bukan berarti ia dapat
mendidikmu sedemikian lihaynya hanya dalam belasan
tahun yang singkat, Bila dugaanku tak salah, kaupasti
merupakan keturunan keluarga persilatan kenamaan

302
yang mulai dididik ilmu silat sejak kecil, Nah, dengan
kemampuan semacam ini tentunya terlalu sayang bukan
jiwa mesti mati dalam usia muda." Lim Han-kim tertawa
dingin.
"Nona,jika ingin mengucapkan sesuatu, lebih baik
utarakan terus terang, Aku paling tak suka diajak putarputar
haluan-" Lik-ling kembali tersenyum
"Seandainya aku ingin membunuhmu sekarang, hal ini
bisa kulakukan dengan mudah sekali, tapi aku pun dapat
segera membebaskan borgolan tangan dan rantai di
tubuhmu serta membiarkan kau pergi dari sini.,."
Dengan langkah yang genit dia berjalan menghampiri
anak muda itu, sambil melangkah demikian, ia kembali
melanjutkan-
"Memang, kalau bicara menurut adat serta jiwa
mudamu, Kau lebih suka mati secara gagah, Tapi...
pernahkah kau berpikir, bagaimanakah perasaan ibumu
yang mungkin menantikan kepulanganmu? Apa lagi
wajahmu tampan, ilmu silatmu hebat, terlalu sayang jika
harus mati secara mengerikan..."
Tiba-tiba ia berpaling, dengan biji matanya yang jeli
ditatapnya wajah perempuan itu lekat-lekat, kemudian
lanjutnya lagi: "Selama ini aku terkenal kejam dan tidak
berbelas kasihan, belum pernah aku tunjukkan sikap
welas kasih seperti terhadapmu sekarang, Kau tahu,

303
sudah berapa banyak jago persilatan yang tewas atau
terluka di tanganku? siapa saja yang sudah terjatuh ke
tanganku, mereka selalu hanya disodorkan dua pilihan.
Pertama, mati secara mengerikan dan kedua, bergabung
dengan partai Hian- hong- kau kami, Nah, sekarang aku
pun ingin tawarkan kedua jalan tersebut kepadamu,
silahkan kau memilih sendiri.."
Dia menghela napas panjang, lanjutnya kemudian-
"Tapi aneh benar... aku merasa seperti punya jodoh yang
istimewa denganmu.."
Dari dalam sakunya dia keluarkan sebuah lencana
emas, sambil tertawa ia ber-tanya: "Kau kenal dengan
pemilik lencana emas ini?"
Memandang lencana emas tersebut, Lim Han-kim
segera mengenali benda itu sebagai lencana pemberian
Kim Nio-nio.
"Tentu saja kenal" jawabnya agak termangu.
"Apa hubunganmu dengannya?"
Dari nada pertanyaan itu bisa disimpulkan ia pun kenal
dengan pemilik lencana emas ini. Lama sekali Lim Hankim
termenung, ia tak mampu menjawab pertanyaan
tersebut

304
sebagai orang yang jujur dan polos, dia merasa
kurang leluasa untuk menjelaskan bahwa Kim Nio-nio
telah menganggapnya sebagai adik angkatnya...
sambil menyimpan kembali lencana emas itu Lik-ling
berkata lagi sambil ter-tawa: "Padahal tak usah kau
jelaskan pun aku sudah tahu."
"Kau tahu? Tahu apa?"
"Kau tak usah berlagakpilon, Masa kau tak memahami
apa yang kumaksudkan itu...?"
Dengan penuh kegusaran Lim Han-kim melototkan
matanya bulat-bulat, tegurnya: "Kau anggap aku Lim
Han-kim manusia macam apa? Hmmmm Aku tak ingin
kau ngaco belo." Lik-ling tertawa cekikikkan-
"Padahal kejadian semacam ini tidak lucu dan aneh,
Aku pun tak berniat menanyakan lebih jauh, Nah,
sekarang ada satu persoalan yang jauh lebih penting,
aku harap kau segera mengambil keputusan-"
"soal apa?"
"sudah kau putuskan mati hidupmu?"
"Belum"
" Kalau begitu sudah kau putuskan memilih mati?"
"Juga tidak" Lim Han-kim menggeleng,

305
"Lalu apa yang kau inginkan?"
"Aku mesti pikirkan dulu persoalan ini baik-baik,"
"Berapa waktu kau butuhkan?"
"Mungkin tiga sampai lima hari, mungkin juga sesaat
lagi aku sudah dapat mengambil keputusan."
"Baiklah" kata Lik-ling kemudian sambil tersenyum,
"Pikirkanlah seorang diri di sini, aku beri waktu
sepenanakan nasi lamanya, Nanti aku akan datang lagi
untuk menanyakan keputusanmu."
Habis berkata, ia benar-benar membalikkan badan dan
berjalan menuju ke ruang dalam, Di ruangan yang begitu
luas, kini tinggal Lim Han-kim seorang. suasana disekeliling
tempat itu a mat sepi, hening, tak kedengaran
sedikit suara pun-
Lim Han-kim menghela napas panjang, ia putar otak
berpikir keras. Keadaan yang begitu mendesak membuat
anak muda ini mau tak mau harus mempertimbangkan
kembali situasi yang sedang dihadapinya dengan lebih
serius.
Dari nada pembicaraan Lik-ling tadi, ia sudah dapat
merasakan bahwa dia betul-betul sudah dihadapkan
pada masalah mati dan hidup, selain itu dia pun
menyadari bahwa Lik-ling sendiri pun tak dapat
memutuskan tentang mati hidupnya, Yang pasti

306
sastrawan berbaju hijau itulah yang sesungguhnya
memegang peranan penting.
Tentang manusia kuning ini... ia memberikan
semacam dugaan misterius yang sukar dilukiskan,
Kemungkinan besar ia benar-benar adalah ketua Hianhong-
kau yang merencanakan semuanya ini, tapi bisa
juga hanya boneka yang sengaja diatur sastrawan
berbaju hijau itu untuk mengelabui pandangan orang
lain-
Dandanan serta gerak-geriknya telah menutupi
seluruh kekuasaannya, tak mungkin ada orang bisa
memahami apakah dia betul- betul ketua Hian- hongkau
yang asli atau bukan.
Kemudian pemuda itu pun teringat asal usulnya sendiri
yang penuh misteri, teringat juga pada pil mestika yang
hilang, ibunya yang sudah tua...
Sambil menghela napas panjang Lim Han-kim angkat
kepalanya dan menggeleng-gelengkan kuat-kuat, ia
mesti menenangkan pikirannya dan membuang jauh-jauh
semua pikiran yang kusut agar bisa mencari akal dan
jalan terbaik untuk mengatasi persoalan di depan mata.
Sementara dia masih termenung, tiba-tiba terdengar
seseorang memanggilnya dengan suara lembut: "Lim
slang kong.."." Lim Han-kim terkejut dan cepat-cepat

307
berpaling, ia temukan seorang gadis berbaju serba hijau
telah berdiri di sampingnya.
Waktu itu dia sedang putar otak mencari jalan keluar,
ternyata sama sekali tak disadari sejak kapan gadis
berbaju hijau itu sudah hadir di sampingnya, Lamatlamat
diapun dapat mengenali gadis ini sebagai gadis
yang meminta sapu tangan dari tangannya.
Ketika melihat anak muda itu menunjukkan wajah tak
tenang, gadis berbaiu hijau itu segera berkata lagi lirih:
"Aku berterima kasih sekali atas pertolongan slang kong
tempo hari. Berkat pemberian sapu tangan itu, kami
berhasil menghindarkan diri dari penderitaan tiga
siksaan-"
Lim Han-kim merasa malu bercampur menyesal, diamdiam
pikirnya: "Yaa... sapu tangan itu sudah
kuhadiahkan kepada nona ini, tapi aku justru datang
ingin memintanya kembali sehingga gara-gara itu aku
tertangkap..."
Melihat Lim Han-kim tidak memberi tanggapan,
tampaknya gadis berbaju hijau itu merasa amat gelisah,
katanya kembali:
"siangkong, aku tak bisa berdiam terlalu lama di sini.
Bila kau membutuhkan bantuanku, cepat katakan."

308
Pelan-pelan Lim Han-kim mengalihkan sorot matanya
ke wajah gadis berbaju hijau itu, lalu bisiknya: "Nona,
apakah kau dapat usahakan membuka borgol di
tanganku ini?" setelah memperhatikan borgol di tangan
Lim Han-kim dengan seksama, gadis berbaju hijau itu
gelengkan kepalanya berulang kali,
"Tampaknya nona Lik-ling sudah tahu kalau ilmu silat
siangkong sangat lihay, sehingga dia tak memakai besi
biasa untuk memborgolmu. setahuku borgol semacam ini
Cuma ada dua, satu digunakan oleh monyet tua, tak
disangka yang lain ternyata dipergunakan untuk
memborgol siang-kong."
Lim Han- kin tertegun, dia membungkam diri da lam
seribu bahasa, Terdengar gadis berbaju hijau itu berkata
lagi:
"Kedua perangkat borgol khusus itu memang sengaja
disiapkan untuk menghadapi jago-jago berilmu silat
tinggi, oleh sebab itu...."
Tiba-tiba ia menghentikan perkataannya dan
menyembunyikan diri ke belakang tubuh Lim Han-kim.
Tampak seorang lelaki berperawakan tinggi besar
dengan langkah berat berjalan masuk ke dalam ruangan,
tubuhnya sempoyongan seakan-akan sepasang kakinya
sudah tiada bertenaga lagi untuk menahan perawakan
tubuhnya yang tinggi besar.

309
Dalam sekali pandang saja Lim Han-kim sudah tahu
kalau lelaki tersebut telah menderita luka akibat pukulan
seorang jago tangguh, bahkan luka yang dideritanya
amat parah danjiwanya tak mungkin bisa bertahan
selama seperminum teh lagi. Terdengar lelaki itu
berteriak-teriak dengan suara yang berat:
"Noo... nona.... Lik-ling... nona... nona Lik-ling...." Tapi
sebelum sempat mengucapkan sesuatu, tahu-tahu
badannya roboh terjungkal ke atas tanah dan tak
bergerak lagi.
Cepat-cepat perempuan baju hijau yang bersembunyi
di belakang Lim Han-kim itu melompat keluar dan
mencoba membangunkan lelaki tersebut sejak lelaki itu
roboh ke tanah sampai nona berbaju hijau itu munculkan
diri untuk membangunkan lelaki tersebut, semuanya
berlangsung dalam waktu singkat.
Baru saja ia membimbing lelaki tersebut, Lik-ling
siperempuan cantik itu sudah muncul di depan pintu
ruangan sambil menegur: "Apakah dia masih hidup?"
Nona berbaju hijau itu berlagak wajar, ia mengangkat
kepalanya seraya menyahut "Jiwanya sudah putus."
"sudah mati?" seru Lik-ling tertegun, cepat-cepat dia
maju menghampiri lelaki itu. Lim Han-kim yang
menyaksikan semua itu diam-diam menggelengkan
kepalanya sambil berpikir.

310
"sesungguhnya mereka termasuk satu kelompok dan
sepantasnya bila susah sama dijinjing senang sama
dinikmati, tapi sayang para pemimpin organisasi ini justru
memupuk kekuasaan mereka pada peraturan serta
siksaan yang kejam sehingga memaksa anak buahnya
harus menggunakan akal dan tipu muslihat untuk
menyelamatkan jiwa sendiri, akibatnya suatu kerja sama
yang erat mustahil bisa digalang...."
Tampak Lik,ling membungkukkan badannya
memeriksa sebentar seluruh tubuh lelaki itu dengan
seksama, ujarnya kemudian: "Tampaknya orang ini
dilukai oleh tenaga pukulan seorang jago tangguh
sehingga isi perutnya hancur."
Tiba-tiba terdengar suara suitan nyaring yang tinggi
melengking berkumandang datang. Air muka Lik-ling
segera berubah hebat, sambil melompat bangun
perintahnya: "Cepat singkirkan jenazah itu, musuh
tangguh telah menyerang masuk ke lorong bawah
tanah."
Nona berbaju hijau itu mengiakan dan menggotong
jenazah lelaki tadi buru-buru tinggaikan ruangan tersebut
selama ini Lim Han-kim hanya mengawasi semua
kejadian itu sambil berpeluk tangan, meskipun wajahnya
tetap mempertahankan sikap tenangnya, namun dalam
hati kecilnya justru merasa amat gelisah.

311
Pelan-pelan Lik-ling membalikkan tubuhnya sambil
menegur dingin: "sudah kaupikirkan baik-baik? ingin
tetap hidup? Atau lebih baik memilih mati?"
"Aku belum mengambil keputusan"
Lik-ling tertawa dingin, dengan suatu kecepatan tinggi
ia lancarkan sebuah totokan menyodok jalan darah di
tubuh Lim Han-kim. Dengan memutar pergelangan
tangan-nya, ia cengkeram tubuh anak muda itu dan
menaruhnya di sudut ruangan, setelah itu baru dia lari
keluar dari ruangan sekalian menutup pintunya rapatrapat.
Dalam waktu singkat suasana dalam ruangan pun
menjadi gelap gulita hingga melihat kelima jari tangan
sendiripun rasanya susah, Dalam keadaan seperti ini,
pikiran Lim Han-kim kembali bergelora, dia mulai berpikir
kembali bagaimana caranya meloloskan diri dari situ.
Pintu ruangan amat tebal lagi kokoh, tak kedengaran
sedikit suara pun yang bergema sampai di situ, Hal ini
membuat anak muda tersebut tidak dapat menduga
siapa gerangan jago silat yang telah menyerang masuk
sampai ruang bawah tanah pesanggrahan Tho-hoa-kit.
Tapi bila membayangkan kembali kematian lelaki kekar
tadi, jelas bisa disimpuikan bahwa orang itu bukan
sembarangan jago, otomatis pertempuran yang segera
berlangsung pastilah suatu pertarungan yang luar biasa
sengitnya.

312
Posisinya pada saat ini boleh dibilang sangat rawan,
bukan saja ia tak mampu menyelamatkan diri sendiri,
persoalan-persoalan yang sebelumnya tak pernah
dibayangkan pun kini satu persatu muncul dalam
benaknya, pikiran dan perasaannya jadi makin kusut dan
kalut.
Mendadak terdengar suara benturan keras bergema
memecahkan keheningan.
Tampaknya ada orang yang mengayunkan senjata dan
tepat menghajar di atas pintu ruangan tersebut, namun
lantaran pintu batu itu kuat dan tebal maka setelah
dihajar dua kali belum juga berhasil menggetarkannya,
serangan berikutpun kemudian diurungkan.
Lim Han-kim tak dapat menduga dari aliran manakah
musuh tangguh itu, ditambah lagi ia baru terjun ke
dalam dunia persilatan dan tidak banyak jago yang
dikenalnya, maka ia pun merasa kurang leluasa untuk
berteriak.
sementara ia masih termenung, tiba-tiba terdengar
suara seorang perempuan sedang memanggilnya dengan
suara lirih: "Lim siangkong... Lim siangkong...."
Lim Han-kim coba memperhatikan suara panggilan itu
dengan lebih seksama, lamat-lamat ia dapat mengenali
suara itu sebagai suara dari nona berbaju hijau yang

313
pernah diberi sapu tangan, maka sahutnya: "Aku berada
di sini"
sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan
melayang turun di sisi tubuhnya, setelah berada cukup
lama dalam ruangan gelap itu, sepasang mata Lim Hankim
sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
keadaan di situ dan lamat-lamat bisa melihat keadaan
dalam ruangan ia segera mengamati bayangan manusia
itu dengan seksama. Betul juga, ternyata orang itu
memang si nona berbaju hijau.
Waktu itu dia membawa sebilah pedang yang
memancarkan hawa dingin yang menggidikkan hati,
ujung pedang ditudingkan ke atas dada anak muda itu,
Tampa k si nona berjongkok untuk meneliti sebentar
borgol dan rantai di tubuh Lim Han-kim. . setelah diamati
berapa saat, ia tarik kembali pedangnya seraya
menggeleng, "Aku benar-benar menyesal karena tak
sanggup menolong Lim siangkong... aku minta maaf...."
Lim Han-kim tahu ucapan gadis itu memang benar,
iapun tertawa hambar, "Aku memang tidak berharap
nona datang menolong ku."
"Aaaai... Meskipun aku tak mampu menolong
siangkong, namun aku berhasil mendengar tentang suatu
persoalan, Asal siang-kong dapat menahan hinaan dan
penderitaan ini sementara waktu, baik kaucu kami

314
maupun nona Lik-ling tak nanti berani mencelakai jiwa
siangkong."
"Kenapa begitu?" tanya Lim Han-kim keheranan
"Aku sempat menyadap pembicaraan antara kaucu
dengan Lik-ling tentang jiwa siangkong, mereka bilang
membiarkan siangkong tetap hidup jauh lebih
bermanfaat daripada dibunuh, Aku mengerti siangkong
adalah seorang pendekar sejati yang pantang dihina, aku
kuatir pikiranmu tidak terbuka hingga mengambil
keputusan pendek. itulah sebabnya aku sengaja datang
memberi kabar. jangan takut kehabisan kayu bakar, Asal
mau menunggu, kesempatan tetap tersedia untuk
melarikan diri Moga-moga saja kita punya jodoh, suatu
hari nanti aku pasti akan datang membantu...."
"Terima kasih banyak atas pemberitahuanmu, tentu
akan kuingat baik-baik nasehatmu itu."
"Ingat siangkong, jangan berpikiran pendek dan
menghabisi jiwa sendiri." selesai berpesan, cepat-cepat
dia berlalu dari sana.
Dalam keheningan dan kesepian yang luar biasa Lim
Han-kim menunggu hampir satu jam lamanya, namun
Lik-ling tidak muncul lagi di tempat itu, sedang nona
berbaju hijaupun tidak tampak datang lagi.

315
sementara pemuda itu masih menunggu dengan
perasaan gelisah, tiba-tiba matanya jadi silau, Tampak
selapis cahaya lentera menyorot masuk ke dalam, pintu
ruangan yang tertutup rapatpun pelan-pelan membuka
kembali, seorang bocah lelaki yang membawa lentera
muncul dengan langkah lebar, di belakangnya mengikuti
sastrawan berbaju hijau itu, sesaat kemudian Lik-ling
nampak muncul juga dari balik pintu Kepada Lim Hankim
sastrawan berbaju hijau itu segera menjura dan
menyapa sambil ter-tawa:
"Aku tidak tahu kalau saudara Lim datang dari lembah
Hong-yap-kok, bila selama ini bersikap kurang sopan
harap kau sudi memaafkan."
Diam-diam Lim Han-kim berpikir: "Lebih baik kulayani
pembicaraan ini, siapa tahu aku dapat memperoleh
kesempatan untuk membujuknya melepaskan borgolan."
Maka sambil manggut-manggut sahutnya: "Terima
kasih atas pujianmu."
Tampaknya sastrawan berbaju hijau itu sudah dapat
menebak isi hati Lim Han-kim, katanya lagi sambil
tersenyum: "Tampak-nya Lim siauhiap sudah tak sabar
lagi...? Maaf, tampaknya kami harus menyiksamu
beberapa saat lagi."
Ia memang licik dan lebih berpengalaman Dari ucapan
yang begitu singkat, secara tidak langsung ia telah

316
memberitahu kepada Lim Han-kim bahwa jangan ha rap
bisa membujuknya untuk melepaskan borgolan tersebut
dan mencari kesempatan untuk melarikan diri
Lim Han-kim mengalihkan sinar matanya ke wajah Likling
yang sedang berjalan mendekat, Dia kembali
berpikir: "Tampaknya nona berbaju hijau itu tidak
membohongiku. Baik kedudukan, status maupun
peringkat orang ini dalam perkumpulan Hian-hong-kau
sama sekali tidak berada di bawah kekuasaan ketua,
Kenapa secara tiba-tiba ia bersikap begitu sungkan
kepadaku? Hmmm, sudah pasti ada sebab-sebabnya, aku
tak boleh gegabah, Tapi... kalau dipikirkan kembali, aku
cuma seorang pemuda yang baru terjun ke dunia
persilatan dan tak punya nama besar, lalu apa
gunaku.,.?"
Pada saat itu si sastrawan berbaju hijau itu sedang
berpaling ke wajah Lik-ling sambil bertanya: "Apakah
musuh tangguh itu berhasil ditangkap?"
Lik-ling berpikir sebentar, kemudian sahutnya: "orang
itu berilmu silat sangat tinggi dan lagi bukan cuma
seorang, tampaknya mereka hapal sekali dengan situasi
kita di sini, Barusan aku sempat bertarung beberapa
gebrakan dengannya, tapi kemudian ia berhasil
meloloskan diri."
Paras muka sastrawan berbaju hijau itu tampak
berubah hebat, namun ia tidak bertanya lagi, hanya

317
matanya berkedip memberi isyarat pada si bocah
pembawa lentera.
si bocah lelaki itu segera memahami maksudnya, dari
sakunya dia mengeluarkan secarik kain hitam dan segera
diikatkan ke mata Lim Han-kim.
Terdengar sastrawan berbaju hijau itu berkata lagi
dengan suaranya yang dingin bagaikan es: "Jika Lim
tayhiap tak ingin menderita siksaan, lebih baik jangan
meronta atau melakukan perbuatan apapun yang dapat
merugikan diri sendiri."
Lim Han-kim segera merasakan tubuhnya diangkat
seseorang dan tak lama kemudian terasa angin dingin
menerpa badan-nya, bau harum bunga pun tersiar di
sekitar nya. Agaknya ia sudah dibawa ke luar dari ruang
bawah tanah dan dimasukkan ke dalam sebuah kereta.
selang beberapa saat kemudian terdengar suara kereta
bergerak menempuh perjalanan.
Lim Han-kim tak dapat melihat sesuatu karena
matanya dikerudungi kain hitam, namun dengan
andalkan pendengarannya ia dapat merasakan kereta
kuda itu bergerak makin lama semakin cepat, tanpa
terasa pikirnya dengan perasaan cemas:
"Entah mereka hendak mengajakku pergi ke mana?
Tapi tempat itu jelas lebih berbahaya ketimbang
pesanggrahan Tho-hoa-kit.... Waaah, jika aku sampai

318
dikirim ke tempat semacam itu, tidak gampang lagi jika
ingin meloloskan diri, lebih baik aku berusaha kabur di
tengah jalan-.."
Berpikir sampai di situ, ingatan untuk melarikan diri
pun muncul makin kuat dalam hatinya, Diam-diam ia
menghimpun tenaga dalam dan mencoba menggerakkan
tangan kanannya guna menarik lepas kain yang
mengerudungi sepasang matanya.
siapa sangka, baru saja ia menggerakkan tangannya
mendadak sikutnya terasa amat sakit, seakan-akan ada
sesuatu benda yang menembusi kulit tubuhnya, kontan
lengan itu jadi lemas dan tak mampu diangkat kembali
peristiwa ini sama sekali di luar dugaan, anak muda itu
kontan saja dibuat terkejut setengah mati.
Terdengar seseorang dengan suara yang dingin dan
menyeramkan menegur: "Jika kau ingin merasakan
siksaan tusukan jarum emasku, silahkan saja untuk
meronta lagi...."
Lim Han-kim semakin terkesiap. pikir-nya: "Ternyata ia
menusuk jalan darahku dengan jarum emas, tak heran
kalau lengan kananku jadi lumpuh dan tak mampu
digerakkan lagi." "Blaaaam..."
Mendadak terdengar suara benturan keras bergema di
udara disusul kemudian terdengar seseorang berteriak

319
kesakitan, seluruh kereta kuda itu bergoncang keras dan
angin kencang pun berhembus lewat.
Tampaknya ada seseorang yang kena digempur
hingga mencelat ke luar dari kereta kuda itu. Menyusul
kemudian terdengar seseorang tertawa terbahak-bahak
sambil mengejek:
"Ha ha ha... bocah keparat Meskipun kau telah
menusuk kedua lenganku dengan jarum emas, tentunya
kau tidak menduga bukan aku masih bisa menggunakan
sepasang kakiku untuk menendangmu? Ha ha Lim Hankim
segera mengenali suara itu sebagai suara dari Han
si- kong yang pernah dijumpai dalam penjara bawah
tanah, tak tahan ia menegur: "Han locianpwee, kaukah di
situ?"
Kembali Han si- kong tertawa terbahak-bahak,
"Ha ha ha... dunia memang amat sempit, tak disangka
kita berjumpa lagi di sini."
Gelak tawanya begitu santai dan ringan, seakan-akan
mati hidup bukan masalah besar baginya, Belum sempat
Lim Han-kim mengucapkan sesuatu, Han si- kong telah
berkata lagi: "Bocah keparat, penjaga kereta itu berhasil
kutendang hingga tersungkur jatuh dari atas kereta.... Ha
ha ha... moga-moga tendanganku tadi tepat menghajar
jalan darah kematian di tubuhnya, sekalipun tidak sampai
mampus, paling tidak bakal cacad seumur hidup,..."

320
Terasa kereta kuda itu kembali bergoncang sangat
keras, rupanya orang yang kena ditendang hingga
mencelat jatuh dari kereta tadi kini telah melompat naik
kembali
"Hei, bocah busuk. panjang amat umur-mu" bentak
Han si kong. suara tertawa dingin berkumandang
datang" Hmmmm... monyet tua, kita lihat saja
bagaimana akhir dari permainan ini. jangan kuatir,
sepanjang perjalanan kali ini pasti akan kuberi
penderitaan yang lebih setimpal untukmu."
Han si-kong tertawa tergelak: "Ha ha ha... biarpun kau
tusuk sepasang lututku dengan jarum emas, aku masih
punya mulut untuk memaki orang, Bila kaupotong
lidahku, aku tetap akan memakimu di dalam hati, kecuali
kau bunuh aku, Hmmm selama aku masih hidup di dunia
ini, hutang piutang antara kita tetap akan diperhitungkan
sampai tuntas."
Tiba-tiba saja Lim Han-kim meras akan sepasang
lututnya kaku, ternyata dua batang jarum emas
tertancap pula di lututnya itu.
Agaknya orang itu kuatir Lim Han-kim meniru cara
rekannya dengan melancarkan tendangan ke tubuhnya,
maka sebelum didahului lawan, ia turun tangan lebih
dulu dengan menusuk sepasang lutut lawannya.

321
Sementara itu Han Si- kong masih mencaci maki tiada
hentinya, tapi sipengawal tampaknya sudah tahu kalau
monyet tua itu susah dilayani, maka ia biarkan monyet
tua itu memaki sepuasnya tanpa memberi tanggapan.
Lama kelamaan Han si- kong jadi bosan sendiri karena
makiannya tidak ditanggapi, akhirnya dia pun berhenti
sendiri, Dalam keheningan hanya terdengar suara roda
kereta yang berputar. Kereta itu tiada hentinya
bergoncang keras, mungkin karena dilarikan sangat
cepat sedang jalanan tidak rata, akibatnya goncangan
yang ditimbulkannya terasa sangat keras.
Lim Han-kim dan Han si-kong tak bisa berbuat banyak
karena jalan darah penting di tubuh mereka sudah
ditusuk jarum emas. Dalam keadaan seperti itu mereka
hanya bisa pasrah.
Tampaknya Han si-kong tidak tahan berdiam diri
dalam kesepian, selang berapa saat kemudian kembali ia
berteriak: "Hei, bocah busuk. Kalian hendak membawa
kami ke mana?"
seseorang tertawa dingin sambil menyahut "He he
he... lebih baik jangan banyak bacot, sampai waktunya
kau bakal tahu sendiri."
Lim Han-kim serta Han si-kong masih mengenakan
kain kerudung hitam di wajahnya sehingga mereka tak

322
dapat melihat bagaimana bentuk wajah orang itu, namun
suara pembicaraan dapat diikuti dengan jelas.
Dengan marah Han si-kong berseru: "Jika kau tak
ingin aku berteriak dan ribut terus, lebih baik jawab
semua pertanyaanku secara baik-baik.Jika kau ingin
berlagak bisu tuli.... Hmmm jangan salahkan kalau aku
akan memaki delapan keturunanmu berikut nenek
moyangmu."
Tampaknya ancaman itu sangat manjur, seseorang
segera menjawab dengan ketus: "Kami hanya akan
mengantar kalian ke tepi sungai, Di situ ada orang lain
yang akan menggantikan kami, soal kalian mau dibawa
kemana, setelah sampai diperahu nanti tanyakan saja
kepada mereka."
"Ha ha ha... aku percaya kalian tak bakal berani
membohongi aku,Baik Jika sampai kami tidak dinaikkan
perahu, hati-hati kalau kereta mu itu akan kuhajar
sampai remuk."
sebagai seorang jago persilatan yang punya nama
besar dan selalu dihormati orang, Han si-kong merasa
mendongkol sekali karena mesti menuruti perintah
orang, karena itu semua rasa dongkolnya ia coba
salurkan keluar lewat umpatan-umpatannya, padahal
beberapa buah jalan darah penting ditubuhnya telah
tertotok, jangan lagi meremuk kereta tersebut, bergerak

323
sedikitpun sudah tak mampu. Entah berapa saat sudah
lewat.
Kereta kuda yang sedang berlari kencang itu tiba-tiba
berhenti, sipengawal ikut melompat turun dari kereta.
Dari kejauhan sana kemudian terdengar suatu
pembicaraan suara tersebut sangat lirih dan lembut
sehingga walaupun mereka berdua memiliki ketajaman
pendengaran yang luar biasapun susah untuk
menangkap dengan jelas.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang
riuh. Agaknya ada sejumlah orang berjalan menghampiri
kereta itu. Lim Han-kim merasa ada sebuah tangan yang
mencengkeram tubuhnya dan mengangkat badannya
secara paksa, sebenarnya dia ingin melawan, namun
jalan darah penting nya tertotok. sehingga pemuda itu
tak mampu mengumbar keinginannya.
Dalam keadaan begini dia cuma bisa mendengus
dengan perasaan sangat mendongkol, sementara itu
terdengar pula Han si- kong mengumpat dengan penuh
amarah: "Kau anggap aku tak punya kaki dan tak bisa
jalan sendiri? siapa suruh kalian meng-gendongku?"
Keberangasan monyet tua itu membuat Lim Han-kim
diam-diam berpikir lagi di hati: "sudah dipenjarakan
selama dua tahunpun sifatnya masih berangasan, apalagi
sebelum dipenjarakan dulu, orang ini pasti kasar

324
berangasan dan suka naik darah, mungkinsaja sedikitsedikit
sudah berkelahi dengan orang lain...."
Kedengaran suara makian Han si- kong ma kin lama
semakin mengecil dan ma kin tak jelas lagi.
Lim Han-kim makin keheranan, sekali lagi dia berpikir
"Aneh sekali, sudah jelas dia masih mengumpat tiada
hentinya, kenapa suaranya tiba-tiba lenyap?"
Sementara masih berpikir, tiba-tiba tubuhnya terasa
diangkat orang dan dimasukkan ke dalam sebuah peti
kayu, tiga penjuru berupa papan tebal sehingga
membuat badannya sama sekali tak dapat bergerak.
Kejadian ini sangat mengejutkan hati-nya, ia segera
membatin: "Bukankah aku dimasukkan ke dalam peti
mati? Mungkin-kah mereka akan menguburku hidup,
hidup?"
sepasang matanya memang tak bisa melihat benda,
tapi berdasarkan perasaan dia yakin tubuhnya telah
dimasukkan ke dalam sebuah peti mati, Disusul
kemudian ia mendengarpeti kayu itu dipaku orang dari
luar dan napasnya mengendus bau yang aneh, agaknya
penutup peti mati telah dirapatkan orang, Tak lama
kemudian peti itu digotong orang dan bergerak entah
menuju ke mana.

325
"Habis sudah... habis sudah riwayatku." pikir Lim Hankim.
"Tak disangka aku, Lim Han-kim, harus mati dikubur
orang dalam perjalanan awalku di dunia persilatan
padahal ibuku masih menanti kedatanganku kembali.
Adik Liong juga masih menungguku di kuil awan hijau."
Makin dipikir makin sedih hatinya dan perasaannya
makin kalut, tapi dia tak ingin banyak bicara, Meskipun
mati hidup sudah diujung tanduk. Ia tetap segan untuk
bersuara. Entah berapa waktu sudah lewat, tiba-tiba ia
merasa penutup peti mati itu dibuka orang lalu terdengar
seseorang berseru: "Terima kasih"
sepotong kueh Mantau dilemparkan masuk.
sebenarnya Lim Han-kim bermaksud puasa, tapi
setelah teringat bahwa dalam situasi dan keadaan seperti
ini dia butuh menjaga kondisi badannya sebelum
berusaha mencabut jarum emas dari jalan darah
pentingnya dan melakukan pertarungan terakhir, dengan
cepat kueh mantau tersebut dilahapnya sampai habis.
suara ombak mulai terdengar membelah angkasa,
ternyata mereka benar-benar berada di atas perahu dan
rupanya perahu itu sedang berlayar, Belum habis ingatan
melintas lewat, peti mati itu sudah ditutup kembali rapatrapat.

326
Lim Han-kim menghela napas panjang, ia tak banyak
pikir lagi dan segera menelan habis kueh yang dijejalkan
ke mulutnya itu.
Perjalanan ini betul-betul sUatu perjalanan yang
sangat tenang tapi menyeramkan. Dari situasi saat ini,
Lim Han-kim tahu bahwa dia tidak memiliki kemampuan
untuk melawan bencana yang bakal datang. ia terpaksa
harus bersikap pasrah sementara waktu.
Lambat laun Lim Han-kim mulai dapat menyesuaikan
diri dengan kehidupan semacam ini. Pemikiran yang
panjang membuat pikiran dan tubuhnya jadi amat lelah,
tanpa terasa dia pun terlelap tidur
Dia tak tahu saat itu siang atau malam, dia juga tak
tahu berapa waktu sudah lewat, ia hanya merasa
seakan-akan semua penghidupan di dunia ini telah pergi
meninggalkan nya.
Mendadak tubuh perahu mengalami goncangan yang
sangat keras, tubuh Lim Han-kim ikut bergoncang cula
mengikuti gerak gelombang air sungai, Menyusul getaran
demi getaran yang datang bergelombang, tiba-tiba saja
anak muda itu merasakan lengan kanannya dapat
bergerak bebas lagi.
Ternyata goncangan tubuh perahu akibat amukan
gelombang air itu menyebabkan jarum emas yang

327
menancap dijalan darah Ci-ti-hiat disiku kanannya
tersangkut pada rantai hingga tercabut lepas.
Menghadapi kejadian semacam ini, Lim Han-kim
bagaikan menemukan setitik jalan kehidupan di tengah
pengaruh kematian-secepat kilat Lim Han-kim bekerja
mencabuti semua jarum emas yang menancap dijalan
darah pentingnya. Tapi sayang ia tak berhasil
melepaskan borgol dan rantai dl-tubuhnya, selain itu dia
pun mengerti bahwa mencoba mematahkan borgol sama
artinya dengan membuang tenaga per-cuma.
Diam-diam dia ambil keputusan, meskipun tangan
masih diborgol namun dia tak mau menurut perintah
orang. Bila ada kesempatan dia ingin turun tangan
beradu nasib.
suara bentrokan senjata tajam bergema makin
nyaring, satu ingatan segera melintas dalam benak Lim
Han-kim, cepat-cepat dia mendorong penutup peti mati
itu.
Ketika penutup peti mati terbuka, angin sungai yang
kencang segera menerpa lewat, suara bentrokan senjata
pun kedengaran makin jelas, Ternyata di atas perahu
benar-benar sedang berlangsung suatu pertempuran
sengit. Pelan-pelan Lim Han-kim menurunkan penutup
peti mati itu, ia sedang pertimbangkan haruskah keluar
dari peti mati itu ataU tidak?

328
Mendadak terdengar suara benturan yang sangat
keras, tampaknya ada seseorang melompat naik ke atas
peti mati itu. Disusul kemudian suara benturan nyaring
kedua bergema, Ada sesuatu yang meng-gempur peti
matinya keras- keras.
Rasa ingin tahu menyelimuti benak Lim Han-kim,
sekali lagi dia membuka penutup peti mati itu sambil
mengintip keluar, Tampak seorang lelaki berbaju hitam
dengan memainkan sebilah golok besar sedang
bertarung melawan seseorang. Lawannya berada di
samping peti mati hingga tidak terlihat wajah nya,
namun ia memakai senjata kaitan.
Bayangan kaitan cahaya golok saling menyambar
membentuk lapisan yang tebal, pertempuran itu
berlangsung amat sengit, permainan golok lelaki berbaju
hitam itu kelihatan bukan tandingan permainan senjata
kaitan lawannya, ia nampak keteter hebat dan cuma
mampu menangkis melindungi diri, badannya terdesak
mundur berulang kali.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras bergema
memecahkan keheningan, kembali seorang lelaki berbaju
serba hitam menerjang masuk ke dalam arena
pertempuran. Gerak tubuh orang itu sangat Cepat
bagaikan sambaran kilat. Belum lagi badannya berdiri
tegap. golok di tangannya sudah diayunkan ke depan
melepaskan sebuah babatan. "Traaang...."

329
Di tengah benturan nyaring, senjata kaitan tersebut
berhasil digetarkan hingga mencelat ke samping, waktu
itu, sebenarnya lelaki berbaju hitam yang pertama tadi
sudah hampir menderita kekalahan Melihat datang nya
bala bantuan, semangatnya segera berkobar kembali
sepasang golok menyerang berbarengan waktu mereka
balas mendesak musuhnya.
Tampak permainan senjata kaitan itu menyusut
mundur ke belakang, jelas ia sudah terdesak oleh kerja
sama sepasang golok itu hingga posisinya terdesak dan
mesti mundur beberapa langkah.
Untuk beberapa saat Lim Han-kim tak dapat
membedakan mana pihak Hian- hong- kau dan pihak
mana sipenyerang, bahkan dia pun tak sempat melihat
secara jelas manusia macam apakah penyerang
bersenjata kaitan itu.
Di tengah benturan senjata yang amat nyaring,
mendadak terdengar jeritan ngeri yang menyayat hati
bergema membelah angkasa, Pelan-pelan Lim Han-kim
menutup kembali penutup peti mati itu, sambil menghela
napas pikirnya:
"Entah siapa yang terluka parah..?" Tapi ingatan lain
dengan cepat muncul di dalam benaknya, Lamat- lamat
dia bisa merasakan bahwa sipenyerang bersenjata kaitan
itulah yang sudah tergeletak tewas di atas lantai geladak.
sesudah berlangsungnya pertarungan sengit tadi,

330
suasana pulih kembali dalam keheningan yang luar
biasa,jalan perahu juga pulih dalam kestabilan semula.
Namun pikiran dan perasaan Lim Han-kim justru
bergolak hebat seperti amukan ombak samudra, Dia
merasa tidak seharusnya menyerah begitu saja
menunggu kematian dan membiarkan musuh
menentukan nasibnya.
Kini jarum emas yang menusuk jalan darah nya telah
bebas, kain kerudung penutup muka juga sudah dilepas,
sekalipun tangannya masih diborgol dan badannya masih
dirantai, namun bukan berarti ia tak mampu memberikan
perlawanan yang setimpal
Tapi ingatan lain kembali melintas, dia tahu perahu
tersebut saat ini sedang berlayar di tengah sungai,
padahal ia tak mampu mendayung perahu untuk pergi ke
daratan.
Menghadapi gulungan ombak dan derasnya arus
sungai, dia merasakan suatu perasaan ngeri di hati
kecilnya. Dia tak mengerti kenapa setiap kali melihat arus
sungai, perasaan ngeri dan bergidik selalu muncul
menghantui perasaannya, Lim Han-kim berusaha mencari
sumber sebab itu, kenapa ia bisa menaruh rasa begitu
ngeri terhadap .. air.

331
Sementara pikirannya masih melayang kian kemari,
tiba-tiba perahu itu berhenti berlayar, sesaat kemudian ia
merasa peti mati itu seakan-akan digotong orang.
Buru-buru anak muda itu berhenti melamun dan
menghimpun tenaga dalamnya, Bersiap sedia bila
sewaktu- waktu ada orang yang membuka penutup peti
pula. Dia akan pergunakan kecepatan yang paling tinggi
untuk melepaskan sebuah serangan dahsyat.
siapa tahu apa yang kemudian berlangsung sama
sekali di luar dugaannya, Biarpun sudah ditunggu cukup
lama, tak seorang manusia pun yang membuka penutup
peti mati itu. Tapi ia bisa merasakan bahwa peti mati
tersebut sudah meninggalkan perahu dan menempuh
perjalanan dengan digotong orang.
Lebih kurang belasan li kemudian tiba-tiba peti mati
itu diturunkan ke tanah, setelah beristirahat sebentar,
perjalanan kembali dilanjutkan perjalanan kali ini lebih
singkat, belum berapa lama peti mati itu kembali
diletakkan ke tanah.
Dengan sabar Lim Han-kim menanti, dia beranggapan
cepat atau lambat pada akhirnya pasti ada orang yang
akan membuka penutup peti mati itu. Tapi sayang sekali
lagi ia dibuat kecewa, setelah peti mati diturunkan kali
ini, dipenggotong peti tersebut ternyata pergi
meninggalkan benda tersebut Bahkan tak ada orang

332
yang membuka penutup peti mati itu untuk diperiksa
isinya.
Akhirnya habis sudah kesabaran Lim Han-kim. Cepat
dia ayunkan tangan kanannya membuka penutup peti
mati itu dan bangun terduduk. sejauh mata memandang
hanya kegelapan yang menguasai jagad, rupanya malam
sudah tiba.
saat ini mereka berada di sebuah rumah kosong yang
terbuat dari batu bata. Luasnya tidak seberapa, tiga buah
peti mati berjajar di tengah ruangan pelan-pelan Lim
Han-kim mendorong penutup peti mati itu sambil
melompat keluar, Ke-tika melongok keluar, ia saksikan
bintang bertaburan di langit, Ternyata malam itu tak
berbulan sama sekali, tertutup awan gelap.
jendela di ruangan dalam keadaan ter-buka, agaknya
sama sekali tanpa penjagaan Lim Han-kim segera maju
beberapa langkah dan menarik pintu ruangan Ternyata
pintu itu tidak terkunci, sekali tarik segera terbuka lebar.
Baru saja anak muda itu hendak melangkah keluar,
mendadak ia teringat kembali akan Han si- kong,
pikirnya: "Walaupun sifat orang ini rada aneh dan kasar.
Bagaima-napun jiwanya besar dan gagah perkasa, aku
tak boleh membiarkan dia tersiksa terus di tempat ini...."
Berpikir sampai di situ, ia pun berjalan balik dan
membuka peti mati yang ada di tengah, Ternyata isi peti

333
mati itu adalah seorang gadis berkerudung kain hitam
Be-berapa batang jarum emas menancap dijalan darah
penting nya, ia berbaring terlentang di situ tanpa
bergerak. Mungkin untuk mencegah gadis itu berisik,
maka mulutnya disumbat dengan kain putih.
Biarpun Lim Han-kim memiliki ketajaman mata yang
melebihi orang lain, akan tetapi dalam kegelapan malam
yang amat pekat ditambah lagi wajah gadis itu ditutup
dengan kain hitam, sulit baginya untuk mengenali siapa
gerangan perempuan itu,
sesudah berpikir sebentar ia tutup kembali peti mati
itu dan ganti membuka peti mati yang ada disebelah kiri,
isipeti mati ini benar-benar adalah Han si- kong. Ben-tuk
wajah dan perawakan tubuhnya dapat dikenali dalam
sekali pandang saja.
Melihat mulut orang inipun disumbat dengan sapu
tangan putih, tanpa terasa Lim Han-kim tertawa geli,
pikirnya: "Maka nya aku tidak mendengar suara
umpatannya lagi, ternyata mulutnya sudah disumbat
orang."
sebetulnya dia bermaksud mengambil sumbatan itu,
tapi satu ingatan segera ber-lintas lewat, pikirnya:
" orang ini amat suka mengumpat, kalau kain
penyumbat mulutnya kuambil dulu, ia pasti akan mulai
mencaci maki lagi untuk melampiaskan rasa dongkolnya,

334
Waaah. kalau sampai berisik, perbuatanku tentu akan
ketahuan musuh. Ehmmm
Lebih baik kulepaskan kain penutup mata nya lebih
dulu sebelum bertindak lebih jauh...."
Borgol di tangannya sama sekali tidak mengganggu
gerak-gerik jari tangannya, Dengan cepat kain hitam
penutup mata monyet tua itu sudah dilepaskan.
Dengan sepasang mata nya yang besar Han si- kong
mengawasi wajah Lim Han-kim tiada hentinya, tapi
berhubung mulutnya tak mampu bersuara dan tubuhnya
tak mampu bergerak, hanya sepasang biji mata nya yang
tetap bebas berkeliaran.
"Locianpwee, jangan mengumpat dulu," bisik Lim Hankim
sambil mengambil kain penyumbat mulutnya.
BAB 11. Menaklukkan si Monyet Tua
" Cepat kau cabut jarum emas dari lengan kananku"
seru Han si-kong tak sabar
Lim Han-kim tersenyum, pikirnya lagi: "sifat orang ini
benar-benar tak sabaran, Bukannya bertanya dulu
bagaimana caraku meloloskan diri dan berada di mana
sekarang, ternyata ia malah minta aku mencabutkan
jarum emas nya dulu."

335
sambil berpikir dia turuti perminta an orang dan
mencabut keluar jarum emas dari sepasang lengan dan
kakinya, Begitu jarum-jarum emas itu membebaskan
jalan darahnya yang tersUmbat, Han si- kong segera
melompat keluar dari peti mati dan menghembuskan
napas panjang.
"Tempat manakah ini?" tanya nya.
Lim Han-kim hanya menggeleng sebagai tanda
jawaban.
Tampaknya Han si-kong sudah tahu kalau pemuda ini
tak begitu suka bicara, hal mana tidak terlalu dipikirkan
lagi, sambil berpaling ke arah peti mati yang ada di
tengah, kembali ia bertanya: "Siapa yang berada dipeti
mati itu?" - "
"seorang nona"
Han Si-kong berpaling memandang Lim Han-kim
beberapa saat. Tiba-tiba ia maju dengan langkah lebar,
membuka peti mati itu dan melepaskan kain hitam
penutup mata nya, memb uang kain penyumbat
mulutnya dan mencabut lepas jarum emas dari sepasang
lengan dan kakinya.
semua gerakan itu dilakukan secara beruntun dalam
waktu singkat, selama inipula dia tak pernah memandang
wajah nona itu sekejappun.

336
Diam-diam Lim Han-kim merasa sangat kagum,
pujinya didalam hati: " Kebesaran jiwa orang ini benarbenar
mengagumkan aku kalah jauh dibandingkan dia."
Terdengar ujung baju berh embus memotong udara,
gadis itupUn sudah melompat keluar dari peti mati.
sekarang Lim Han-kim dapat menyaksikan wajah nya
dengan lebih jelas, ternyata dia tak lain adalah gadis
yang mencuri pil mustika miliknya tempo hari. Pada saat
itu Han si-kong telah selesai memperhatikan situasi di
sekeliling tempat itu, katanya kemudian pelahan:
"Mereka bisa mengirim kita bertiga sampai di sini dengan
susah payah, aku percaya penjagaan di tempat inipasti
lebih ketat dan kuat."
"Tapi mungkin juga mereka anggap kita tak mampu
bergerak lantaran jalan darah kita tertancap jarum emas
sehingga mereka mengendorkan penjagaan dengan
membiarkan pintu dan jendela tetap terbuka," sambung
nona berbaju hijau itu.
Dengan cepat Han si-kong menggeleng, "Menurut
penilaian dan pandangan berdasarkan pengalamanku
selama puluhan tahUn berkelana dalam dunia persilatan,
penjagaan yang tampaknya makin kendor justru
merupakan penjagaan makin ketat dan berbahaya, kita
tak boleh bertindak gegabah."

337
Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu menghela napas
panjang, katanya: "Sekarang tangan kita malih diborgol,
tubuh kita juga masih dirantai. Dalam keadaan seperti ini
mana mungkin kita bisa bertarung melawan orang lain
dan meloloskan diri dari ruangan ini?"
"Yaaa... aku juga tak tahu borgol ini terbuat dari
bahan apa sehingga begitu kuat dan susah dipatahkan.
Padahal dulu aku pernah diborgol juga dengan besi
nomor wahid, ditambah lenganku diikat dengan otot
kerbau, tapi dalam sekali gertakan saja benda-benda
tersebut berhasil kupatahkan sama sekali."
"Borgol yang kita kenakan terbuat dari besi baja yang
dicampuri emas. itulah sebabnya sangat alot dan kuat,"
sela Lim Han-kim menerangkan.
Tiba-tiba ia berjalan menghampiri gadis berbaju hijau
itu, dengan menghimpun tenaga dalamnya ia betot
borgol di tangan gadis itu kuat- kuat.
Dalam sekali sentakan, borgol pada pergelangan
tangan gadis berbaju hijau itu segera patah jadi berapa
bagian dan berserakan di tanah.
"Kepandaian silat yang sungguh tangguh" cuji Han sikong
sambil tersenyum . sedang nona berbaju hijau itu
mengawasi wajah Lim Han-kim sambil tertawa manis:
"Terima kasih banyak atas pertolonganmu"

338
Lim Han-kim tidak berkata apa pun, ia membalikkan
badan dan berjalan menuju keluar ruangan,
Bagaimanapun juga Han si-kong adalah seorang jago
kawakan yang berpengalaman luas, melihat Lim Han-kim
melangkah ke-luar, ia segera membentak keras:
"Berhenti"
Lim Han-kim termangu, tapi ia menghentikan juga
langkahnya. Han si-kong segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa terbahak-bahak dengan suara
nyaring.
Melihat perbuatan itu dengan kening berkerut nona
berbaju hijau itu menegur: "Bagaimana sih kamu ini?
Kenapa tertawa sekeras ini?"
"Kenapa?" sahut Han si-kong sambil berhenti tertawa.
"Kau anggap semua gerak gerik kita di sini tak diketahui
orang?"
"Dengan gelak tertawa sekeras itu tentu saja orang
lain akan mendengar dan mengetahui semua."
" Kalau pengalamanku menempuh dunia persilatan
selama puluhan tahUn bUkan perjalanan sia-sia. Aku
yakin semenjak kita keluar dari peti mati gerak gerik kita
sudah berada di bawr pengawasan orang lain."
Lim Han-kim. mencoba mengalihkan sorot matanya
menyandang ke sekeliling, ia hanya melihat jendela dan

339
pintu terbUka lebar. Misalny di luar ada orang,
semestinya jejak mereka sudah ketahUan
Dengan perasaan tak percaya iapUn berpikir "Kalau
bukan gara-gara gelak tertawa mu, tentu mereka tak
bakal mengetahui perbuatan kita."
Tampaknya Han si- kong sudah melihat sikap tak
percaya yang diperlihatkan Lim Han-kim serta gadis
berbaju hijau itu, kembali dia berkata sambil tertawa
tergelak: "Ha ha ha... jadi kalian tak percaya? Kenapa
tidak mencoba buka pintu dan melongok keluar?"
Dengan langkah cepat Lim Han-kim maju ke muka dan
membuka pintu kayu di ruang depan, Bersamaan dengan
terbukanya pintu itulah, mendadak ia mendengar Han sikong
memperingatkan: "Hati-hati...."
Betul juga, Begitu pintu terbuka tampaklah dua bilah
cahaya putih yang dingin menggidikkan hati menyapu
datang dengan kecepatan luar biasa. sedemikian
cepatnya sampai menimbulkan selapis desingan tajam.
Lim Han-kim telah mempersiapkan diri dengan baik.
sepasang kakinya segera menjejak tanah, Dengan
menggunakan borgol ditangannya dia sambut ancaman
tersebut, sementara tubuhnya mundur tiga langkah
dengan cepat. "Traaaaang.."

340
Terdengar denting an nyaring berkumandang di udara,
Ternyata borgol tersebut sudah saling membentur
dengan cahaya putih yang menyambar datang, Lim Hankim
segera merasakan tenaga serangan itu bukan saja
cepat dan ganas, juga kuat sekali, Hatinya betul- betul
terkesiap.
"Andaikata Han si-kong tidak memperingatkan aku
sejak awal sehingga aku keluar dari pintu tanpa
persiapan, bukan mustahil aku sudah terluka oleh
serangan itu" Dari luar kamar terdengar suara pujian
seseorang:
"Bocah muda, hebat betul kepandaianmu Tak
disangka kau mampu membendung serangan pedangku
dengan borgol itu."
Lim Han-kim segera menyaksikan di depan pintu
ruangan ternyata sudah tersedia dua buah kurungan besi
yang amat besar. Pintu besi itu tertutup rapat sehingga
tidak nampak barang apa yang berada dalam kurungan
itu Namun jika dilihat bahwa kurungan itu begitu tinggi
besar dan kuat, sudah jelas benda tersebut bukan
barang sembarangan
Sebuah kepala yang besar dengan rambut yang kusut
dan kotor nongol keluar dari antara dua kurungan besi
itu, sepasang matanya yang besar memancarkan sinar
yang tajam, Lim Han-kim sangat terkejut, pikirnya:

341
"orang berambut kusut ini memiliki sepasang mata
yang begitu besar, bisa dibayangkan berapa tinggi
perawakan badannya."


ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1, cersil terbaru Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cerita-silat-anak-pedang-keadilan-1.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat Anak : Pedang Keadilan 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cerita-silat-anak-pedang-keadilan-1.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

poker mengatakan...

poker online terpercaya
poker online
Agen Domino
Agen Poker
Kumpulan Poker
bandar poker
Judi Poker
Judi online terpercaya

Posting Komentar