Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 Tamat [Lanjutan 3 Maha Besar]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 26 Desember 2011

Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 [Lanjutan 3 Maha Besar]

Saking gusarnya mereka tertawa seram. “Bagus! Bagus!”
serunya berulang kali.
Ditengah gelak tertawanya yang menyeramkan ia
mengangkat lengan kanannya ke atas, lalu diantara suara
gemerutukan yang nyaring, tiba tiba saja lengannya
bertambah panjang setengah depa dari keadaan semula,

1228
kemudian selangkah demi selangkah didekatinya To koh
berjubah abu-abu itu….
“Itulah dia ilmu Thong pit mo ciang (Lengan penghubung
pukulan iblis)….!” pekik To koh berjubah abu-abu itu
dihatinya.
Kewaspadaan segera dipertingkat, senjata kaitan
kemalanya diangkat ke atas dan ia berdiri dengan mulut
membungkam.
“Loji” kembali Leng hou Ki berkata secara tiba-tiba,
“sasaran kita berada disini, sekalipun terdapat masalah yang
lebih besarpun, sudah seharusnya kalau kita kesampingkan
lebih dahulu”
Semua orang tahu bahwa dua bersaudara Leng hou adalah
manusia manusia buas yang tak kenal perikemanusiaan,
sepantasnya setelah niat membalas dendam timbul dihati
mereka, tak mungkin niat tersebut diurungkan ditengah jalan.
Tapi anehnya, setelah Leng hou Yu mendengar perkataan
itu, serentak dia menarik kembali kekuatannya lalu mundur ke
samping Leng hou Ki.
“Lotoa, apakah budak itu she Coa?” tanyanya kemudian
sambil mengawasi gadis tersebut.
Karena Leng hou Yu membatalkan niatnya untuk
melancarkan serangan, diam-diam To koh berjubah abu-abu
itu menghembuskan napas lega, ia sadar bahwa tenaga dalam
yang dimilikinya bukan tandingan dua bersaudara Leng hou,
sudah barang tentu diapun tak berani sembarangan
menghadapi mereka….

1229
Tiba-tiba Coa Wi-wi berbisik kepada To koh berjubah abuaba
itu dengan ilmu menyampaikan suara, “Cianpwe
bersediakah kau menjaga mulut masuk gua itu?”
Sekalipun hawa napsu membunuh yang berkobar dihati To
koh berjubah abu-abu itu sudah jauh berkurang, toh tertegun
juga dia setelah mendengar tawaran itu.
“Kau tidak takut pinto masuk kedalam gua dan melakukan
sesuatu perbuatan yang tidak menguntungkan terhadap orang
yang berada dalam gua?” tanyanya dengan ilmu
menyampaikan suara pula.
“Aku tahu cianpwe adalah gurunya enci Wan, masa engkau
tidak memberi muka untuk enci Wan
“Waaah, setelah kena ditebak jitu isi hatiku, aku jadi
kurang leluasa untuk turun tangan lagi” Pikir To koh berbaju
abu-abu itu kemudian. Untuk sesaat dia cuma termenung
sambil membungkam diri.
Dengan ilmu menyampaikan suara, kembali Coa Wi-wi
berkata, “Cianpwe, kongkongku sedang membantu jiko Hoa
In-liong mengusir racun ular keji dari tubuh nya, kau bersedia
membantu dia bukan?”
Perkataan itu diutarakan dengan nada lembut dan setengah
merengek, tanpa sadar To koh berbaju abu-abu itu mendekati
mulut gua.
“Siapa itu kongkongmu? Berapa waktu yang masih
dibutuhkan?” tanyanya kemudian dengan suara dingin.
Coa Wi-wi tahu bahwa permintaannya telah di kabulkan,
rasa gelisah yang semula menyeliputi perasaannya, kinipun
menjadi agak gela.

1230
“Kongkongku adalah seorang pendeta, gelarnya adalah
Goan cing!” sahutnya kemudian.
Setelah berhenti,ia berkata lagi, “Waktu yang dibutuhkan
mungkin antara dua jam”
Belum pernah To koh berjubah abu-abu itu mendengar
nama seorang padeei yang menggunakan gelar Goan cing
taysu, tapi dari tenaga dalam yang dimiliki Coa Wi-wi dia tahu
bahwa kongkongnya pasti seorang tokoh persilatan yang
berilmu tinggi maka setelah mendengar perkataan itu dia
lantas berjaga-jaga dimulut gua.
“Cianpwe, bolehkah aku tahu siapa namamu.” Coa Wi-wi
lagi. Rupanya pertanyaan itu sama sekali diluar dugaan To koh
berjubah abu abu itu, dia tampak tertegun.
“Pinto tidak mempunyai gelar kependetaan” sahutnya
setelah merenung sebentar,” aku hanya seorang Rahib liar”
Setelah berhenti sebentar, ujarnya kembali, “Pusatkan saja
semua perhatianmu untuk menghadapi musuh, kurangi
berbicara. Perhatikan baik-baik kedua orang dihadapanmu itu
sebab kedua orang bajingan itu adalah adik seperguan dari
Tang Kwik-siu, beberapa macam ilmu hitamnya tak boleh
dianggap terlampau enteng”
Sementara mereka sedang melangsungkan pembicaraan
dua bersaudara Leng hou juga sedang bercakap-cakap dengan
ilmu menyampaikan suara.
Untuk sesaat lamanya, suasana jadi bening dan sepi,
dibawah sorot sinar rembulan, hanya kedengaran suara angin
yang meng-goyangkan tumbuhan bambu….

1231
Kalau menghadapi keadaan seperti ini, siapapun tidak akan
percaya kalau beberapa menit sebelumnya disana telah
berlangsung suatu pertarungan sengit yang nyaris
mengakibatkan korbannya jiwa.
Tiba-tiba Leng hou Ki berkata kepada Toan bok See liang,
“Toan bok See liang, apakah engkau mengetahui jelas asal
usul dari dayang cilik itu?”
Toan bok See liang yang sedang bersemedi sambil
menyembuhkan luka yang dideritanya segera menyahut,
“Budak ingusan itu baru muncul sejak sepuluh hari berselang,
siapapun tidak tahu asal usulnya….”
“Aaah…. ngaco belo, omongan yang ngawur!” tukas Leng
hou Yu tiba-tiba dengan suara dingin.
Toan bok See liang sebetulnya sudah mendendam kepada
dua orang itu lantaran mereka cuma berpeluk tangan belaka
menyaksikan jiwanya terancam ditangan orang, tapi lantaran
ia menyadari bahwa tenaga dalamnya masih kalah setingkat
jika dibandingkan mereka, maka perasaan mendendamnya itu
hanya disimpan dalam hati.
Namun, setelah mendengar perkataan yang terakhir ini,
rasa bencinya makin menjadi, segera pikirnya dihati, “Setan
tua Leng hou, tak usah berlahak sok! Lihat sana nanti, sampai
kapan gaya tengikmu itu bisa berlangsung! Asal keluarga Hoa
telah disisihkan Hmm! Jangan harap pihak Seng Sut pay bisa
bercokol terus dalam dunia!”
Dalam pada itu Leng hou Ki telah bertanya lagi, “Siapakah
yang bersembunyi di dalam gua?”

1232
“Hmmm…. hmmm….tentang soal ini lebih baik tanyakan
saja secara langsung kepada budak itu” jawab Toan bok See
liang sambil tertawa kering.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya ia kembali
berpikir, “Jika ditinjau dari cara dayang itu menjaga gua
tersebut secara mati-matian, kebanyakan orang yang berada
dalam gua itu adalah Hoa yang si bocah keparat itu, siapa
tahu kalau racuu ular kejinya sudah kambuh dan kini sedang
berbaring didalam gua sambil menantikan saat ajalnya tiba….
hmm, akan kucoba untuk menakut-nakuti setan tua Leng
hou itu….”
Tiba-tiba ia berkata kembali, “Siapa tahu kalau didalam gua
itu adalah seorang cianpwe dari dayang tersebut yang sedang
melatih ilmu? Heeehhh…. heeebhh…. heeehh….sekalipun
kalian berdua memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, belum
tentu kehebatan orang itu sanggup kalian hadapi”
Coa Wi-wi tidak tahu kalau orang itu hanya ngaco belo
belaka, berdebar jantungnya setelah mendengar ucapan itu.
“Masa Toan bok See liang sudah tahu akan rahasia
tersebut?” pikirnya.
Dua bersaudara Leng hou adalah gembong-gembong iblis
yang sangat berpengalaman, pikiran mau pun perasaan
mereka tajam sekali, cukup hanya sekilas pandangan saja
mereka sudah tahu kalau ucapan dari Toan bok See liang itu
bukan benar-benar muncul dari hati sanubari yang jujur.
Dengan suara yang menyeramkan Leng hou Yu segera
berseru, “Hmmm! Kendatipun Hoa Thian-hong yang berada di
dalam gua itu, tak mungkin kami dua bersaudara akan merasa
jeri!”

1233
Buru-buru Leng-hou Ki menengok kedalam gua, tapi
sayang meskipun gua itu cetek namun tertutup oleh
tumbuhan bambu yang lebat. To koh berjubah abu-abu itu
juga menghadang dimulut gua, kendatipun tenaga dalamnya
cukup sempurna, pemandangan dalam itu tidak berhasil juga
dilihat jelas.
Karena itu, setelah merenung sebentar, serunya ke arah
gua dengan disertai tenaga dalam penuh, “Hei, jago lihay dari
manakah yang berada didalam gua….”
Sebenarnya Coa Wi-wi telah memutuskan untuk sebiasanya
mengulur waktu, selama dua bersaudara Leng hou tidak turun
tangan lebih dulu, maka diapun akan menanti tanpa reaksi.
Akan tetapi, setelah Leng hou Ki berteriak-teriak dengan
pengerahan tenaga dalam yang sempurna, ini mengakibatkan
suaranya begitu nyaring seperti suara genta yang memekikkan
telinga, gadis itu mulai kuatir bila teriakan tadi mengganggu
konsentrasi Hoa In- liong.
Dengan cepat diputuskan untuk bertindak lebih dahulu
membereskan musuh musuhnya, maka ia menukas dengan
ketus, “Berkaok kaok seperti setaa kelaparan…. hmm,
bangsat! Lebih baik tutup saja bacotmu, di dalam gua tak ada
orangnya!”
Setelah babatan kilat dilontarkan untuk membabat
pinggang Leng-hou Ki….
Leng hou Ki tertawa seram,
“Heeh…. hheehh…. heehh….budak ingusan, kau terlampau
takabur!”

1234
Sejak dipaksa berada diposisi bawah angin oleh gadis itu,
dia sudah mulai tak puas dengan musuhnya, sebab itu dengan
menggunakan jurus Hou ing jut kun (Burung belibis muncul
bergerombol) dia melancarkan serangan balasan.
Sebagaimana dihari-hari biasa, dua bersaudara Leng hou
selalu turun tangan bersama-sama, begitu Leng hou ki turun
tangan, otomatis Leng hou Yu ikut mengerubuti pula.
Baru pertama kali ini Coa Wi-wi menghadapi musuh dengan
tenaga dalam sesempurna ini, begitu musuh turun tangan
bersama, gadis itu mulai merasakan tekanan yang kian lama
bertambah berat.
“Hebat amat kedua orang itu” pikirnya dihati, “radahal Hu
yan kiong setingkat dengan mereka berdua, kenapa tenaga
dalam yang dimiliki orang itu begitu tak becus?”
Dua bersaudara Leng hou juga tak kalah kagetnya
menghadapi musuh yang masih muda belia itu, soal jurus
serangan jelas memang tangguh dan luar biasa, yang lebih
hebat lagi adalah pancaran tenaga pukulan yang dihasilkan
dari sambaran telapak tangannya itu. Demikian tinggi dan
sempurnanya tenaga dalam gadis itu membuat mereka sukar
untuk mempercayainya.
“Hebat betul gadis ini” demikian pikirnya, “jangan-jangan
dia pernah makan Leng ci atau sebangsanya, kalau tidak,
masa tenaga dalamnya selihay itu?”
Pertarungan berlangsung makin seru, ditengah hembusan
angin pukulan yang menderu-deru, sekejap mata ratusan
jurus sudah lewat tanpa terasa.
Sejak pertama pertarungan itu masih berlangsung agak
sungkan-sungkan, masing-masing pihak masih menjajaki

1235
kekuatan yang dimiliki lawannya tapi lama-kelamaan, setelah
hawa amarah dan napsu ingin menang semakin berkobar
dihari mereka, pertarungan itu meningkat ke suatu
pertarungan yang betul-betul mengerikan.
Hampir segenap kekuatan yang mereka miliki dikerahkan
keluar untuk saling menjatuhkan, angin taupan menderu-deru
membuat pasir dan debu beterbangan memenuhi angkasa,
keadaan amat mengerikan.
Makin lama To koh berjubah abu-abu itu mengikuti
jalannya pertarungan, semangatnya makin merosot pula,
pikirnya;
“Bukan saja gadis ini memiliki kecantikan bak bidadari dari
kahyangan, tenaga dalamnya juga teramat sempurna, yaaa….
sungguh…. anak Giok sudah pasti tak punya harapan!”
Baru saja menghela napas sedih, tiba-tiba dari kaki bukit
nun jauh disana tampak munculnya belasan sosok boyangan
manusia, hatinya tercekat, dia tahu bala bantuan dari Hianbeng-
kauw telah berdatangan.
Gerak tubuh belasan sosok bayangan manusia itu amat
cepat seperti hembusan angin, dalam waktu singkat mereka
sudah berada didalam gelanggang.
Sebagai pimpinan rombongan adalah seorang kakek
bermata kecil berjenggot panjang, dia bukan lain adalah Beng
Wi-cian, Thamcu ruang Thian ki dalam perkumpulan Hianbeng-
kauw, dibeiakangnya adalah empat orang Ciu Hoa yang
mengenakan pakaian berwarna hijau pupus, sedang dipaling
akhir adalah delapan orang kakek berbaju hitam.

1236
Begitu tiba digelanggang, perhatian Beng Wi-cian segera
terhisap oleh jalannya pertarungan antara Coa Wi-wi melawan
dua bersaudara Leng hou.
Hembusan angin pukulan menderu-deru, pasir debu
beterbangan, ibaratnya gelombang dahsyat ditengah samudra
yang mengocok air laut, suasana pada waktu itu sangat
mengerikan,
“Saudara Beng!” tiba-tiba Toan bok See liang menyapa.
Beng Wi-cian berpaling, melihat noda darah membasahi
ujung bibirnya, lengan kiri terkulai lemah dan senjata Tiam
hiat pit nya tinggal sebatang hnigga keadaannya tampak
mengenaskan, dengan kaget dia lantas memburu ke depan.
“Saudara Toan bok, kenapa kau….” serunya.
Tapi perkataan itu segera terhenti sampai ditengah jalan, ia
melirik sekejap ke arah Coa Wi-wi dan segera dipahami apa
gerangan yang sebenarnya telah terjadi.
Toan bok See liang tertawa getir, menanti Beng Wi-cian
dan rombongan teLih menghampirinya, ia baru bertanya
dengan suara lirih, “Bukankah kaucu sudah datang? Sekarang
dia ada dimana?”
“Suhu sedang mempersiapkan pembukaan upacara
peresmian esok pagi” jawab Ciu Hoa lotoa dengan cepat,
“sekarang ia berada di markas besar!”
“Apa yang menyebabkan timbulnya pertarungan ini?” tanya
Beng Wi-cian pula dengan dahi berkerut.
Toan bok See liang memandang sekejap To koh berbaju
abu-abu yang berada belasan kaki dimulut gua itu, lalu

1237
sahutnya, “Ketika aku lewat disini, kebetulan kusaksikan
dayang cilik itu sedang bertarung melawan Siok bi….”
Sejak muncul disitu, oleh karena ditengah gelanggang
sedang berlangsung pertarungan yang seru, dan lagi To koh
berjubah abu-abu itu berdiri membelakangi sinar rembulan
tanpa bergerak ataupun berbicara, maka Beng Wi-cian tidak
menaruh perhatian kepadanya, tapi kini mengikuti sinar mata
Toan bok See liang ia berpaling ke mulut gua dan baru tahu
kalau disitu berdiri seseorang.
Sambil berseru tertahan, serunya dengan nada tercengang,
“Oooh….jadi dia pun sudah masuk ke daratan Tionggoan?”
“Perselisihan sudah terbuka!” kata Toan bok See liang
sambil menggigit bibir, bila berjumpa lagi di kemudian hari,
kita bunuh bangsat itu dengan cara apapun”
“Aku kuatir kurang begitu baik kata Beng Wi-cian dengan
alis mata berkernyat, dia….”
Tiba-tiba To koh berjubah abu-abu itu berkata, “Wahai
Beng Wi-cian, apa yang sedang kau kasak-kusukkan dengan
Toan bok si setan tua itu?”
Meskipun tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna,
namun lantaran deruan angin pukulan memekikkan telinga
ditengah gelanggang, maka apa yang mereka bicarakan tak
dapat terdengar de ngan jelas.
Beng Wi-cian tertawa terbahak-bahak, dari tempat
kejauhan ia menjura dan memberi hormat, katanya, “Sudah
puluhan tahun lamanya kita tak pernah bersua, sungguh tak
nyana kecantikan Go hujin masih juga seperti sedia kala….”

1238
Dengan alis mata berkernyit To koh berjubah abu-abu itu
segera menukas dengan dingin, “Sudah lama pinto
menjauhkan diri dari keramaian keduniawian, panggilan
tersebut lebih baik cepat-cepatlah kau tarik kembali”
Setelah berhenti sejenak, dengan sedikit mencemooh ia
berkata lebih lanjut!”
“Kini engkau sudah mendapat kedudukan yang sangat
tinggi, apalagi sebagai seorang Thamcu dari suatu
perkumpulan besar, aku jadi kagum sekali sebab ternyata
engkau masih belum melupakan diriku”
Paras muka Beng Wi-cian berubah hebat cuma sebagai
seorang manusia yang berakal panjang dan matang dalam
pengalaman, ia dapat meuguasahi diri dengan cepat.
Hanya sebentar saja paras mukanya sudah putih kembali
seperti sediakala, kepada Toan bok See liang ujarnya, “Aku
lihat Thia Siok bi berjaga-jaga dimulut gua, apakah dibalik gua
itu ada hal-hal yang tidak beres?”
“Aku sendiri kurang begitu tahu” jawab Toan bok See liang.
Tapi setelah berpikir sebentar, katanya pula, “Mungkin Hoa
Yang si bocah keparat yang berada didalam gua tersebut!”
Begitu menyinggung soal Hoa In-liong serentak, kawan
Ciau Hoa jadi naik darah.
Dengan perasaan penuh dendam Ciu Hoa long berkata,
“Keponakan minta diberi perintah untuk memeriksa isi gua
tersebut!”
“Jangan!” Toan bok See liang gelengkan kepalanya
berulang kali.” tenaga dalam yang dimiliki Thia Siok bi sangat

1239
tinggi, engkau masih ketinggalan jauh bila dibandingkan
dirinya”
Beng Wi-cian menyapu sekejap sekeliling gelanggang,
kemudian bisiknya lirih, “Aku rasa lebih baik biarkan dua
bersaudara Leng hou bertarung lebih dulu dengan budak
tersebut, tentu saja lebih baik lagi kalau kedua duanya terluka
parah”
Sekalipun tiga perkumpulan berkaok-kaok menyatakan
telah membentuk perserikatan, padahal mereka tak ada yang
sudi tolong menolong apalagi bantu membantu, otomatis
perserikatan hanya berlangsung di bibir belaka tanpa adanya
suatu kenyataan.
Tiba-tiba Leng hou Ki yang sedang bertarung berteriak
keras, “Wahai budak ingusan, apakah Coa Goan hou adalah
bapakmu?”
Rupanya dua bersaudara Leng hou merasa kehilangan
muka setelah sekian lamanya bertarung tanpa berhasil
menundukkan Coa Wi-wi, padahal berada didepan mata
sekian banyak jago-jago Hian-beng-kauw. Untunglah mereka
memang cerdik dan banyak tipu muslihatnya, setelah berpikir
sebentar segera ditemukan suatu cara yang baik untuk
mengatasi keadaan itu.
Betul juga, Coa Wi-wi segera merasakan hatinya bergetar
keras, pikirnya keheranan, “Sungguh mencengangkan,
darimana mereka bisa tahu akan hal ini?”
Sementara itu, dua bersaudara Leng hou telah
mengeluarkan ilmu pukulan Le sim toh si ciang hoat untuk
mengimbangi permainan Yu sin ci lek suatu ilmu jari yang
telah dipergunakan lebih dahulu.

1240
Seenteng burung walet, Coa Wi-wi berkelebat kesana
kemari menghindarkan diri dari totokan jari Leng hou Yu,
kemudian sebuah pukulan dilepaskan ke arah Leng hou Ki
seraya bentaknya, “Kamu tak usah banyak bicara!”
Leng hou Yu menyusul maju ke muka, sambil melepaskan
juga sebuah pukulan dahsyat ke punggung Coa Wi-wi,
serunya lantang, “Kalau benar, masih banyak persoalan yang
perlu dibicarakan, kalau bukan yaa sudahlah”
Coa Wi-wi segera berpikir, “Sudah banyak tahun ayahku
lenyap tak ada kabar beritanya, kenapa tidak kugunakan
kesempatan yang sangat baik ini untuk mendapatkan sedikit
kabar tentang dirinya?”
Berpendapat demikian, sambil putar badan melepaskan
sebuah pukulan, dia berseru, “Cepat katakan!”
Leng hou Ki mengegos ke samping menghindarkan diri dari
ancaman itu, lalu tertawa tergelak.
“Budak ingusan, jawab dulu benar atau tidak?” Coa Wi-wi
termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, ia merasa
bahwa kesempatan sebaik itu tak boleh dilewatkan dengan
begitu saja, maka katanya, “Kalau benar lantas kenapa?”
Leng hou Ki mendengus dingin.
“Hmmm….belasan tahun berselang, perkumpulan kami
berhasil menangkap seorang laki-laki setengah baya yang
bernama Coa Goan hou….
Kontan Coa Wi-wi mencibirkan bibirnya setelah mendengar
perkataan itu.

1241
“Huuuh….Mo-kauw itu perkumpulan apa? Kalau cuma
mengandalkan sedikit kepandaian yang kalian miliki, masih
terlampau jauh bila dibandingkan dengan kepandaian
ayahku!”
Dengan tanpa sadar, ucapan tersebut sama artinya telah
mengakui bahwa Coa Goan hon adalah ayahnya.
Lenghou Ki tertawa seram.
“Heehhh…. heehh…. heehhh…. akupun tak akan
menyangkal” katanya, “ilmu silat yang dimiliki Coa Goan hou
memang benar-benar terhitung suatu kepandaian yang luar
biasa”
“Masa dia benar adalah ayah?” pikir Coa Wi-wi.
“Panik, gelisah dan tak tenang bercampur aduk dalam
perasaan gadis itu, kalau bisa dia ingin sekali kembali ke
dalam gua dan mengajak Goan cing taysu serta Hoa In-liong
untuk bersama-sama memperbincangkan persoalan itu.
Meskipun gelisah, toh sikapnya diluaran tetap tenang.
“Hmm….! Bukan sama seorang didunia ini yang bernama
Coa Goan-hou, siapa tahu kalau orang yang kalian tangkap
adalah orang lain?”
“Heeehh…. heeeh…. heeehh….baik itu bapakmu atau
bukan, ada satu hal akan kuberitahukan kepadamu” ujar Leng
hou Yu dengan nada yang menyeramkan.
Telapak tangan dan jari tangan berputar demi kian rupa
melepaskan delapan buah serangan berantai yang amat
gencar.

1242
Dalam kejutnya seketika itu juga Coa Wi-wi terdesak
mundur lima enam langkah kebelakang, ditambah pula waktu
itu Leng hou Ki ikut menyerang dengan sepenuh tenaga,
sekejap mata Coa Wi-wi sudah terdesak dibawah angin.
Sekalipun keadaannya sudah terancam bahaya, gadis itu
masih tidak melupakan untuk mengetahui keadaan ayahnya,
dengan suara lantang serunya, “Apa yang hendak kau
katakan?”
Betapa bangganya Leng hou Ki setelah menyaksikan
siasatnya mendatangkan hasil, dia tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…. haaahh…. haaahh…. kalau engkau ingin tahu,
akupun akan memberitahukan kepadamu. Setelah Coa Goan
hou berhasil ditangkap, tubuhnya telah kami cincang menjadi
berkeping-keping lalu dibuang ke laut Seng sut hay sebagai
um an ikan hiu!”
Tentu saja Coa Wi-wi tidak percaya dengan perkataan itu,
toh pikirannya sempat dikacaukan hingga posisinya semakin
terdesak dan jiwaaya terancam mara bahaya.
To koh berjubah abu-abu itu jadi kaget sekali menjumpai
keadaan itu, dengan gusar dia membentak, “Budak tolol, masa
kau percaya dengan begitu saja obrolan dari dua orang
bajingan tua itu?”
Karena ditegur, Coa Wi-wi segera sadar kembali kalau
dirinya sedang ditipu, pikirnya dalam hati, “Kenapa kau harus
mengurusi persoalan yang belum jelas? Sekalipun dua orang
bajingan tua ini kubunuh” juga tak ada salahnya”
Setelah berpikir demikian, tanpa terasa hawa napsu
membunuh yang belum pernah terlintas diwajahnya kini
menyelimuti seluruh benaknya, dengan wajah sedingin salju

1243
dan sepasang alis bekernyit, secara beruntun ia lancarkan
belasan buah serangan berantai untuk meneter musuhnya
habis-habisan.
Kesepuluh jurus serangan itu, semuanya merupakan jurus
terampuh dari ilmu pukulan Su siu hua heng ciang, dan tiap
serangan yang dilancarkan semuanya mengandung tenaga
pukulan sebesar dua belas bagian, begitu dahsyat serangan
itu ibaratnya ombak dahsyat yang mengamuk ditengah
samudra, ibaratnya juga bukit Thay san yang menindih diatas
kepala. Hebat, dahsyat dan sangat menggetarkan sukma.
Paras muka bersaudara Leng hou berubah hebat, mereka
berkelit kesamping lalu berdiri berjajar, empat buah telapak
tangan dilancarkan berbareng, dengan susah payah mereka
bendung tibanya ancaman itu sepenuh tenaga, meski
demikian toh semua pukulan itu susah dibendung, mereka
didesak hingga musti mundur berulang kali.
Ditengah belasan jurus serangan terantai itu, dua
bersaudara Leng hou berhasil didesak mundur sejauh delapansembilan
langkah, bukan begitu saja, malah sebanyak tiga kali
jiwa mereka terancam bahaya hingga nyaris terbunuh,
keadaan mereka benar-benar mengenaskan.
Kejadian ini segera menggemparkan seluruh gelanggang,
semua orang tahu bahwa dua bersaudara Leng hou masingmasing
memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh tahun hasil
latihan, apalagi jika mereka turun tangan bersama, pada
hakekatnya cuma Hoa Thian-hong seorang didunia ini yang
sanggup menghadapinya.
Tapi nyatanya sekarang, dua orang jago tangguh itu
berhasil didesak Coa Wi-wi hingga mengenaskan keadaannya,
tidak heran kalau semua orang jadi terkesiap dibuatnya.

1244
Sementara pertempuran masih berkorbar dengan serunya,
suara langkah manusia berkumandang dari balik hutan
bambu, disusul munculnya anggota Hian-beng-kauw yang
jumlahnya mencapai enam tujuh puluh orang lebih, dengan
cepat mereka menyumbat mulut gua dia membendung hutan
bambu.
Dari lereng bukit masih juga kelihatan munculnya bayangan
manusia, diantara mereka yang datang agak akhir, terdapat
juga tujuh-delapan orang jago dari Mo-kauw, meski mereka
mendekati sisi ge lenggang dan bersiap sedia untuk ikut pula
dalam pertarungan itu, tapi pertempuran yang selang
berlangsung terlampau dahsyat, apalagi melibatkan jago-jago
kelas wahid, ini menyebabkan mereka tak mampu untuk
mengambil bagian, apa yang bisa dilakukan tak lebih hanya
berdiri, terbelalak dengan mata melotot.
Waktu itu baik Toan bok See liang maupun Beng Wi-cian
sama-ssma telah dibuat terkesiap oleh kelihayan musuhnya,
dalam keadaan begini mereka mulai berpikir untuk bekerja
sama dengan pihak Mo-kauw untuk menyingkirkan musuh
tangguh tersebut.
Maka setelah melirik sekejap ke arah medan petarungan,
berkatalah Toan bok See liang, “Saudara Beng, luka yang
kuderita cukup parah, semua kekuasaan pada malam ini
kulimpahkan kepadamu, pimpinlah saudara-saudara kita dan
jangan biarkan budak ingusan itu tetap hidup.
“Kalau begitu siau-te akan melancangi kekuasanmu” jawab
Beng Wi-cian, setelah memandang sekejap sekeliling tempat
itu, ujarnya lebih lanjut, “Segenap jago lihay kita telah
berkumpul disini. Hmm sekalipun budak itu memiliki
kepandaian silat yang sangat tinggi, tak mungkin dia akan
mampu untuk menghadapi serangan kita apalagi dia harus
melindungi pula mulut gua itu”

1245
Dia lantas memberi tanda kepada anak buahnya, anggota
Hian-beng-kauw yang sudah terlatih itu segera bertindak
cepat, dalam waktu singkat mereka telah menyebarkan diri
dan membentuk kepungan setengah lingkaran dengan mulut
gua batu itu sebagai pusat sasaran. Kemudian senjata tajam
pun diloloskan.
Dibawah pantulan sinar rembulan yang berwarna keperakperakan
kilapan cahaya senjata mereka menambah hawa
pembunuhan yang semakin menggidikkan disekitar tempat itu.
Sebagaimana diketahui gua batu itu berada dibawah
sebuah tebing yang curam, dengan dilakukannya
pengepungan tersebut, maka seluruh jalan mundur boleh
dibilang teiah terbendung.
Rupanya Beng Wi-cian masih tak lega hatinya dengan
tindakan itu, dipanggilnya sepuluh orang jago lagi dan kepada
mereka dibisikkan sesuatu.
Belasan jago itu segera menerima perintah dan berlalu dari
sana, rupanya mereka mendapat tugas untuk berputar
kepuncak bukit sebelah belakang dan memeriksa apakah disitu
ada jalan tembusnya atau tidak.
Thia Siok bi atau To koh berjubah abu-abu itu sebenarnya
sedang mengikuti jalannya pertarungan antara Coa Wi-wi
dengan dua bersaudara Leng hou, tapi setelah menyaksikan
kejadian itu, hatinya tercekat, dan dia segera berpikir, “Kalau
begitu keadaannya, kemungkinan besar jiwaku bakal ikut
melayang di tempat ini, aaai….”
Kendatipun To koh itu mempunyai watak yang sangat
aneh, namun jiwa ksatrianya tetap terpelihara. Walaupun dia
tahu bahwa situasinya pada saat itu sangat berbahaya, tak

1246
pernah terlintas dalam benaknya untuk melarikan diri dari
sana. Ia malah menghela napas dan meneruskan perhatiannya
mengawasi jalannya pertarungan itu meski dengan perasaan
yang kesal.
Sejelek-jeleknya, dua bersaudara Leng-bou mempunyai
hasil latihan selama puluhan tahun, tenaga dalam yang
mereka miliki cukup sempurna, dalam posisi yang amat kritis
dan tidak menguntungkan itu, mereka masih berusaha dengan
sekuat tenaga untuk membendung datangnya semua
serangan dari Coa Wi-wi itu.
Sebaliknya Coa Wi-wi sendiri, sudah enam kali dia ulangi ke
depan jurus serangan berantai dari ilmu pukulan Su siu hua
heng ciang tersebut namun semua serangannya itu tidak
menghasilkan apa-apa, kenyataan ini membuat dia merasa
kagum sekali, pikirnya, “Tenaga dalam yang dimiliki kedua
orang ini betul-betul luar biasa hebatnya, padahal mereka
adalah adik seperguruan dari Tang-kwik Siu aaai…. entah
bagaimanakah kepandaian Tang Kwik-siu Sendiri sebagai
ciang bunjin dari Mo-kauw?”
Aku jadi menguatirkan masa depan jiko….”
Tiba-tiba Leng hou Ki membentak keras, “Toan bok See
liang!”
Berbareng dengan seruan itu, sebuah pukulan dahsyat
dilontarkan ke depan.
Diam-diam Toan bok See liang tertawa dingin, pikirnya,
“Rasain kamu sekarang setan tua Leng hou, enak bukan kalau
dibuat kerepotan oleh budak tersebut? Hmmm!”

1247
Karena ditegur, sudah barang tentu dia tak bisa berdiam
diri saja, maka sesudah berpikir sebentar sabutnya, “Ada
apa?”
Meskipun gusar dihati kecilnya, sebisa mungkin Leng hou Ki
mengendalikan perasaannya itu, sepasang telapak tangannya
diayun bersama untuk membendung serangan Kong loan tiat
ing (keras dan lunak mengalir secara bergilir) dari Coa Wi-wi,
kemudian serunya dengan lantang, “Cepat serang ke dalam
gua….”
Tapi hanya sampai ditengah jalan saja seruan itu tiba-tiba
ia membungkam kembali.
Kiranya karena cemas secara tiba-tiba Coa Wi-wi telah
menyerang dengan jurus Ban wu kui kun (Segala benda
bersumber dan tanah), suatu jurus serangan yang paling
dahsyat daya pengaruhnya dalam ilmu pukulan Su siu bua
heng ciang, karena keteter hebat maka dia tak punya
kesempatan untuk melanjutkan kembali kata-katanya.
Sekalipun begitu, Toan bok See liang maupun Beng Wi-cian
sudah memahami teriakan tadi, secara tiba-tiba mereka
menyadari bahwa menghadapi musuh secara bersama jauh
lebih penting dari pada hal-hal lainnya….
Karena itu setelah berunding sebentar, tiba-tiba Beng Wician
membentak keras, “Delapan tua melindungi markas!
Kalian ikut aku menyerbu ke dalam gua….!”
Dengan langkah lebar dia mengitari gelanggang
pertempuran dan menghampiri mulut gua itu.
Dengan wajah yang kaku tanpa emosi, delapan orang
kakek berbaju hitam mengikuti dibelakangnya.

1248
Coa Wi-wi yan g sedang bertempur sempat melirik sekejap
kearah gerak gerik mereka, kewaspadaannya segera
meningkat, mendadak ia membentak nyaring, “Manusia she
Beng, kau sudah bosan hidup?”
Sebenarnya nona itu bermaksud menghalangi jalan pergi
mereka, tapi Leng hou Ki yang licik sudah tertawa terbahakbahak.
“Haaahh…. haaahh…. haaahh…. dayang busuk, mau
kemana kau? Pertarungan diantara kita toh belum selesai!”
“Criiiit….!”dengan jari tengah dan jari telunjuk tangan
kanannya dia melepaskan sebuah sodokan. Segulung desingan
angin tajam segera menyambar ke arah jalan darah Hong wi
hiat ditubuh Coa Wi-wi.
Dua bersaudara Leng hou memang bukan manusia
sembarangan, dengan andalkan pengalaman mereka dalam
menghadapi pertarungan, tentu saja bukan pekerjaan yang
gampang bagi Coa Wi-wi untuk mengundurkan diri dari
gelanggang pertarungan.
Dikala Coa Wi-wi putar badan sambil melancarkan
serangan, Leng hoau Yu telah menerjang pula dengari
garangnya, mau tak mau terpaksa gadis itu harus melayani
serangan-serangan itu, dan pertarungan sengitpun kembali
berkobar.
Beng Wi-cian tidak buang peluang tersebut dengan begitu
saja, cepat-cepat dia melewati disisi pertarungan dan
menyerbu ke mulut gua.
Sementara itu Thia Siok bi sudah mempersiapkan senjata
kaitan kemalanya, begitu musuh mendekat diapun
membentak, “Beng Wi-cian, berhenti kamu!”

1249
Beng Wi-cian baru berhenti setelah berada tiga kaki dari
mulut gua, ia merangkap tangannya lalu menjura.
“Go hujin, maafkanlah kami, aku harap hujin bersedia
menyingkir dari situ dan memberi kesempatan kepada kami
untuk memasuki gua itu!”
Jilid 32
THIA SIOK BI menengadah dan memandang cuaca
sejenak, dia lihat sisa rembulan sudah hampir lenyap,
sebentar lagi fajarpun akan menyingsing, kenyataan ini
membuat hatinya rada lega, dia tahu asal waktu bisa diulur
sebentar lagi maka mara bahaya bisa dihindari.
Maka dengan suara dingin ia berkata, “Aku dengar
perkumpulanmu sudah membentuk perserikatan dengan pihak
Mo-kauw, benarkah kejadian ini?”
Beng Wi-cian bukan bodoh, kecerdasan otaknya melebihi
orang lain, ketika ia saksikan To koh tersebut memeriksa
keadaan cuaca lalu wajahnya menunjukkan senyum berseri,
dalam hati kecilnya diapun berpikir, “Aaaah….jangan-jangan
didalam gua ada seorang jago lihay yang sedang bersemedi?”
Dia segera merasa bahwa waktu tak boleh ditunda-tunda
lagi, sebab itu sambil mengelus jenggotnya dia tertawa
tergelak.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh….benar sekali, memang
apa yang hujin dengar tidak keliru, kalau toh sudah tahu,
bagaimana kalau hujin menyingkir dulu kesamping? Aku pasti
akan memberi keterangan sejelas-jelasnya….”

1250
Sementara pembicaraan masih berlangsung, diam-diam ia
memberi tanda kepada anak buahnya segera keempat orang
kakek berbaju hitam itu berjalan menuju ke mulut gua.
“Berhenti!” bentak Thia Siok bi sambil mempersiapkan
senjata kaitan kemalanya.
Empat ora ng kakek berbaju hitam itu tidak berhenti, salah
seorang diantaranya, seorang kakek yang kurus kering segera
berkata, “Go hujin, biasanya kau hidup sebagai burung
bangau liar, kenapa musti bersikeras untuk melibatkan diri
dalam air keruh ini?”
ooooooooooooo
33
THIA SIOK BI tidak berbicara apa-apa, dia malah berpikir,
“Siapa yang turun tandan lebih dulu biasanya dia akan
menang posisi, siapa turun tangan belakangan dia akan
ketimpa bencana, bagaimanapun juga hubungan toh sudah
retak….”
Karena berpendapat demikian, ia tidak ragu-ragu lagi,
sambil menggigit bibir, senjata Hud tim nya disapu ke muka,
sementara senjata kaitannya mengurung tubuh keempat
orang itu dengan jurus Yu ta lei hoa (hujan deras menerpa
bunga li).
“Go hujin!” seru kakek knrus itu lagi, “jadi kau tetap pada
pendirianmu yang keras kepala?”
Dengan jurus sin liong cia ka (naga sakti melepaskan sisik),
ia sambut datangnya ancaman tersebut.

1251
Serentak dua orang kakek berbaju hitam yang ada
disebelah kanan menganyunkan pula keempat buah telapak
tangan mereka, hembusan angin puyuh segera menggulung
kemuka dengan hebatnya.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itu, kakek
berwajah kaku yang ada disebelah kiri segera menyingkir
kesamping begitu terhindar dari ancaman musuh, dengan
suatu gerakan cepat ia menyelinap masuk kedalam gua.
Dari sini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa empat orang
kakek itu sudah mengambil persetujuan secara diam-diam
bahwa tiga orang diantara mereka akan membendung
serangan Thia Siok bi, sedang seorang diantaranya
menyelinap ke dalam gua dengan menggunakan peluang itu.
Thia Siok bi juga bukan orang bodoh, sudah barang tentu
tak sudi ia memberi kesempatan kepada musuhnya untuk
menyusup masuk ke dalam gua, ia tertawa dingin.
“Hmmm….! Bangsat, rupanya kau pingin mampus!”
Dengan jurus serangan yang tak berubah, ia putar
senjatanya lalu dengan gagah Hud tim dia sodok jalan darah
Jit kan hiat diwajah kakek bermuka kaku itu.
Tercekat orang itu menghadapi ancaman maut tersebut,
dalam keadaan kaget ia lepaskan sebuah pukulan lalu
melompat mundur ke belakang.
Dalam waktu singkat Thia Siok bi sudah melancarkan
belasan buah serangan berantai.
Sudah dua tiga kali keempat orang kakek berbaju hitam itu
mencoba untuk menyerbu kedalam gua, namun setiap kali

1252
usaha mereka selalu berhasil digagalkan, hal ini membuat
mereka jadi mendongkol dan gusar sekali.
Dalam keadaan demikian, cepat diputuskan untuk
meringkus Thian Siok bi lebih dahulu sebelum menyerbu ke
dalam gua, maka taktik merekapun berubah, sekarang mereka
tidak berusaha masuk ke gua lagi, tapi menyerang Thia Siok bi
dengan sekuat tenaga.
Dalam sekejap mata angin, pukulan menderu-deru, cahaya
tajam menyilaukan mata, suatu pertarungan berdarah yang
benar-benar amat sengit segera berlangsung dimulut gua.
Berbicara soal ilmu silat, andaikata keempat orang kakek
baju hitam itu harus menghadapi Thia Siok bi satu demi satu,
maka tak seorangpun diantara mereka yang akan sanggup
menerima seratus serangannya, tapi sekarang setelah mereka
turun tangan bersama, Thia siok bi lah yang merasakan
tekanan tekanan berat.
Sekalipun begitu, To koh berbaju abu-abu itu tetap
bertahan dengan punggung menghadap ke gua, senjata
kaitan maupun senjata hud timnya diputar sedemikian rupa
untuk mempertahankan diri dengan ketat.
Ditinjau dari keadaan itu, rasanya sulit dan tak mungkin
bagi keempat orang kakek itu untuk menyingkirkan lawannya
dalam beberapa ratus gebrakan mendatang.
Mengikuti jalannya pertarungan itu, Beng Wi-cian berkerut
kening. Oleh karena mulut gua terlampau sempit, dan lagi
kelima orang itu turun tangan bersama, hampir boleh dibilang
seluruh mulut gua telah tersumbat penuh, dalam keadaan
begini, tak mungkin baginya untuk mengirim orang lagi guna
melibatkan diri dalam pertarungan tersebut.

1253
Ketika perhatiannya dialihkan ke arah yang lain, terlihatlah
pertarungan antara Coa Wi-wi melawan dua bersaudara Leng
hou makin lama bergeser semakin dekat dengan mulut gua,
jaraknya tingal lima kaki saja. Ini membuat angin pukulan
yang dihasilkan dari pertarungan mereka menyebabkan
berkibarnya ujung baju beberapa orang.
Kiranya pada waktu itu Coa Wi-wi ingin mendekati gua
tersebut agar setiap saat bisa memberi bantuan kepada Hoa
In-liong serta Goan cing taysu, kebetulan dua bersaudara
Leng hou juga punya keinginan untuk mencari peluang untuk
menyusup ke dalam gua. Karena itu, meski berbeda dalam
tujuan, mereka mempunyai niat yang sama itulah sebabnya
langkah mereka makin lama semakin bergeser mendekati gua
itu.
Sebagai seorang jago kawakan yang pandai, tentu saja
Beng Wi-cian memahami akan jalan pikiran mereka, segera
pikirnya, “Budak busuk, kalau engkau berani mendekat aku
pasti akan menghajar dirimu sampai kalang kabut”
Dia lantas memberi tanda kepada empat orang kakek
berbaju hitam yang ada disampingnya untuk bersiap siaga
melancarkan serangan, sedang ia sendiri diam-diam
menghimpun tenaga dalamnya, dengan begitu perhatiannya
terhadap jalannya pertarungan antara Thia Siok bi melawan
keempat kakek baju hitam pun terkesampingkan.
Dikala semua pihak berpikir dengan rencananya masingmasing
mendadak cuaca menjadi gelap ternyata saat
menjelang fajar telah tiba….
Memang kawanan jago yang sedang bertempur waktu itu
rata-rata adalah kawanan jago kelas satu dalam dunia
persilatan, akan tetapi dalam suasana yang amat gelap itu,
ketajaman mata mereka menjadi jauh berkurang….

1254
Tiba-tiba Thia Siok bi mendengus dingin, ujung bajunya
dikebaskan berulang kali, berpuluh-puluh batang jarum emas
yang beracun bagaikan hujan gerimis berhamburan ke empat
penjuru.
Dalam keadaan yang sama sekali diluar dugaan ini, dua
orang kakek baju hitam diantaranya serentak menggerakkan
sepasang telapak tangannya untuk melancarkan serangan.
Hembusan angin tajam memekikkan telinga, maksud
mereka dengan mengandalkan tenaga pukulan yang amat
dahsyat itu niscaya ancaman dapat di halau….
Sayang perhitungan mereka meleset sama sekali, bukan
saja jarum beracun itu lembut bentuknya lagipula dilepaskan
Thia Siok bi dengan cara yang unik, maka tak ampuh lagi
kedua orang itu segera merasakan kaki kiri dan bahu
kanannnva menja di kaku, tahu-tahu mereka sudah mendapat
persen sebatang jarum.
Kakek baju hitam yang berada di sebelah kanan mencoba
meloloskan diri dengan cara melompat mundur, sayang
tindaknya itupun terlambat satu langkah, dada kirinya
mendapat persen sebatang jarum.
Hanya kakek baju hitam yang berwajah kaku saja yang
berhasil meloloskan diri dari ancaman itu, sepasang telapak
tangannya didorong kemuka melepaskan sebuah pukulan
sementara badannya cepat cepat melompat mundur
kebelakang, kendatipun demikian, jarum emas itu sempat
menyambar disisi telinganya, membuat ia mengucurkan peluh
dingin saking kagetnya.
Empat orang kakek berbaju hitam itu dinamakan delapan
sesudah pelindung markas, bukan saja ilmu silat mereka lihay,

1255
ketajaman matanya juga luar biasa hebatnya. Andaikata Thia
Siok bi ingin mencari kemenangan hanya dengan
mengandalkan permainan senjata kaitannya saja, hal ini
belum tentu akan mendatangkan hasil.
Tapi kini Thia Siok bi berkuat cerdik, bukan saja ia
manfaatkan cuaca yang sedang gelap untuk melepaskan
senjata rahasianya, perbuatan itu terlindung pula oleh putaran
senjata Hud tim serta bayangan senjata kaitannya, dalam
keadaan demikian terkecohlah musuh-musuhnya itu.
Luka jarum itu tidak sakit, hanya terasa sedikit kaku dan
kesemutan, tapi beberapa orang kakek berbaju hitam itu tahu
bahwa mereka telah keracunan hebat.
Dengan suatu lompatan tergesa-gesa mereka mundur dua
kaki ke belakang, kemudian secara beruntun menotok
beberapa buah jalan darah mereka untuk menutup aliran
darah yang bercampur racun menyerang ke jantung.
Dengan demikian, walaupun jiwa mereka untuk sementara
waktu tidak terancam tapi dengan begitu mereka jadi tak
mampu untuk turun tangan lagi….
Kakek baju hitam yang terluka kaki kirinya tertawa seram
tiba-tiba ia membentak, “Bukan ingusan, aku akan beradu jiwa
denganmu”
Tanpa menghiraukan luka beracun yang dideritanya,
bagaikan harimau kelaparan ia menerkam ke muka.
Tercekat juga perasaan Thia Siok bi menyaksikan orang itu
melancarkan serangan sambil menggigit bibir, ejeknya dengan
dingin, “Huuuh….belum pantas kau berbuat demikian”

1256
Sreeet….! Sreeet….! Secara beruntun senjata Hud-timnya
melancarkan dua buah serangan kilat ke dada kakek baju
hitam itu maksudnya hendak memaksanya mau tak mau harus
mundur ke belakang.
Siapa tahu kakek berbaju hitam itu sudah berniat untuk
beradu jiwa, tanpa mengindahkan sapuan senjata Hud tim
yang mengancam dadanya sambil meraung keras sepasang
telapak tangannya melancarkan serangan dengan sepenuh
tenaga.
Agak tercengang Thia Siok bi menghadapi ancaman yang
mengajak saling beradu jiwa itu, cepat ia bergeser tiga depa
ke samping untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Hawa amarah yang berkobar dalam dadanya ikut
memuncak, dengan senjata hud tim ia bendung serangan dari
kakek berwajah kaku yang tidak terkena jarum emas itu,
sementara kaitan kemalanya membacok ke bawah sekeraskerasnya
dengan maksud membinasakan kakek baju hitam itu.
Tapi sebelum serangannya mencapai sasarar, tiba-tiba
tampak kakek berbaju hitam itu mundur dengan
sempoyongan, bahkan nyaris terjatuh ketanah, wajahnya
menunjukkan penderitaan yang luar biasa.
Menghadapi kenyataan tersebut, ia segera berubah
rencana, dengan ujung jarinya ia totok jalan darah Cian keng
hiat ditubuh orang itu.
Rupanya racun yang mengeram dalam tubuh kakek itu
sudah mulai bekerja, sekalipun dia masih sanggup
mempertahankan diri dengan andalkan tenaga dalamnya yang
sempurna, toh ancaman itu gagal dihindari, jalan darahnya
segera tertotok dan tubuhnya langsung terjungkal ke tanah.

1257
Sejak Thia Siok bi melepaskan senjata rahasia sampai
kakek baju hitam itu roboh tertotok, waktu yang dibutuhkan
cuma setarikan napas belaka, mimpipun Bwe Wi cian tidak
menduga kalau situasi bakal berubah secepat ini, dalam cemas
dan gusarnya tiba-tiba ia membentak keras, “Tio Hu tham (Fio
pelindung markas), harap segera mundur!”
Kakek bermuka kaku itu segera melepaskan sebuah
serangan tipuan, lalu mengundurkan diri.
“Wahai budak busuk!” tiba-tiba kedengaran Leng hou Ki
berseru pula, “beranikah engkau sudah ogah dengan jiwa
anjingmu.
“Silahkan saja maju!” jawab Coa Wi-wi setengah mengejek.
Leng hou Ki marah sekali, sambil membentak keras dia
lancarkan sebuah pukulan dahsyat.
“Aku tak percaya kalau pukulanmu sangat dahsyat” pikir
Coa Wi-wi dalam hati, “akan kugunakan tenaga sebesar dua
belas bagian, paling sedikit aku harus bikin isi perutmu jadi
terluka….”
Ketika telapak tangannya diayun ke muka, maka segulung
tenaga pukulan ibaratnya tindihan bukit karang menggulung
ke muka.
Gadis itu terlalu cepat memperhitungkan keuntungan bagi
diri sendiri, dianggapnya setelah Leng hou Ki berhasil
dibinasakan, niscaya sisanya Leng hou Yu lebih mudah
dibereskan, dan asal kedua orang musuhnya telah
disingkirkan, kemenangan sudah pasti diraih olehnya.
Tapi dia lupa akan sesuatu, dia lupa bahwa dua bersaudara
Leng hou adalah manusia-manusia yang licik, mungkinkah

1258
mereka membiarkan gadis itu mengambil keuntungan bagi diri
sendiri? Padahal kedua orang itu tahu bahwa tenaga dalamnya
kalah bila dibandingkan lawan, dengan kelemahan semacam
ini, menerima serangan musuh dengan keras lawan keras
bukankah merupakan suatu perbuatan bodoh?
Tiba-tiba Leng hou Ki tertawa nyaring, tubuhnya menyusup
ke belakang, lalu dengan meminjam tenaga pukulan dari Coa
Wi-wi, secepat sambaran kilat dia menerobos masuk ke dalam
gua.
Ternyata secara diam-diam orang itu sudab menghitung
dengan tetap bahwa jaraknya dengan mulut gua tinggal limaenam
kaki, setelah merebut kemenangan, menurut
perhitungannya penjaga serta kewaspadaan Thia Siok bi pasti
akan mengendor padahal kakek baju hitam yang kena
dirobohkan tergeletak tetap ditengah gua, bila ia tetap berjaga
ditengah niscaya kakinya akan menginjak di tubuh kakek baju
hitam itu. Maka dengan bergesernya perempuan itu ke tepi
gua, sama artinya pula dengan memberi peluang baginya
untak menerobos masuk ke gua.
Thia Siok bi kaget sekali, buru-buru ia membacok dengan
senjata kaitan kemalanya.
Sebelum bertindak, Leng bou Ki telah memperhitungkan
semua kemungkinan dengan tepat, sebab itu ketika bacokan
tiba, dengan jurus Hok lei cing ming (pekikkan bangau
menembusi awan) ia paksa Thia Siok bi bergeser tiga langkah
ke samping, sementara tangan kirinya dikebaskan untuk
menyingkap tumbuan rotan yang menutupi mulut gua.
Thia Siok bi tahu bahwa ia bukan tandingan dari Leng hou
Ki, tapi andai kata ia biarkan Leng hou Ki menerjang masuk ke
gua, bukan saja selembar nyawa jago muda akan
dikorbankan, mungkin seorang gadis cantik jelitapun ikut

1259
berkorban, terutama kematian dari Hoa In-liong, peristiwa itu
akan mengakibatkan Wan Hong giok kesedihan hingga
akhirnya mati secara menggemaskan.
Jika hal ini sampai terjadi, kecuali menggorok leher untuk
bunuh diri, rasanya tiada jalan kedua yang bisa ia tempuh lagi.
Atas dasar pertimbangan tersebut, To koh berjubah abuabu
itu jadi nekad, dengan senjata hud timnya ia serang
punggung Leng hou Ki, sementara senjata kaitan kemalanya
dengan jurus Gwat in see shia (bayangan rembulan condong
ke barat) membacok ubun-ubun lawan.
Serangan semacam itu pada hakekatnya hanya membuka
penjagaan atas tubuh sendiri, bila Leng hou Ki balik badan
sambil melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga,
niscaya dia akan mampus secara mengerikan, tapi sudah
barang tentu Leng hou Ki harus mengorbankan pula jiwanya.
Leng hou Ki sama sekali tak semepat untuk melirik keadaan
gua itu walau hanya sekejap saja, tahu-tahu desingan tajam
sudah menyergap batok kepalanya.
Gembong iblis yang maha lihay macam dia, tentu saja tak
akan terkecoh oleh serangan tersebut dari angin serangan
yang dihasilkan dia sudah tahu bahwa ancaman dari Thia Siok
bi itu tak boleh dianggap enteng.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa dia urungkan
niatnya untuk masuk ke dalam gua, tubuhnya berputar seperti
gasingan, satu tangan membabat secara datar telapak tangan
yang lain dipakai untuk membendung ancaman, kemudian
ejeknya dengan wajah menyeringai, “To koh busuk, rupanya
kau memang sudah bosan biiup!”

1260
“Hmm….! Siapa yang bosan hidup masih belum tahu, buat
apa engkau banyak bicara?” jawab Thia Siok bi hambar.
Dimulut ia berbicara demikian, sementara serangannya
sama sekali tidak mengendor, seluruh jurus serangan yang
digunakan adalah jurus-jurus paling ganas dan ampuh.
Tenaga dalam yang dimiliki Leng hou Ki memang jauh lebih
tinggi, tapi dia kewalahan juga setelah harus menghadapi
serangan semalam itu, seketika ia terdesak hebat, jangan toh
melanjutkan terobosannya masuk ke dalam gua, untuk
mengundurkan diripun sukar.
Pengalaman Coa Wi-wi dalam menghadapi musuh
terlampau cetek, dia tidak menyangka kalau Leng hou Ki bakal
menggunakan cara itu untuk mengibuli dirinya, ketika
gembong iblis itu menerjang ke mulut gua, ia jadi panik
bercampur marah, tanpa memperdulikan Leng hou Yu lagi,
dengan kecepatan tinggi gadis itu berusaha menyusul di
belakangnya.
Tentu saja Leng hou Yu tak akan membiarkan gadis
tersebut berlalu dengan begitu saja, dari tempat kejauhan dia
lepaskan sebuah pukulan ke punggungnya, kemudian tertawa
terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh….budak busuk, tidak
segampang itu untuk meloloskan diri dari cengkeramanku!”
Ketika Coa Wi-wi merasakan tibanya deruan angin tajam
dari belakang, dengan cepat dia berpikir, “Bila aku musti putar
badan untuk menyambut serangannya itu, niscaya aku bakal
terbelenggu kembali dalam pertarungan, jika sampai
demikian, bukankah Leng hou Ki akan manfaatkan
kesempatan itu untuk menerobos masuk ke dalam gua?”

1261
Sambil menggigit bibir dia lantas menghimpun segenap
kekuatan yang dimilikinya keatas punggung, rupanya gadis itu
bermaksud menerima serangan tersebut dengan kekerasan
agar tepat pada waktunya ia dapat mencegah Leng hou Ki
masuk ke gua.
“Duuk….” dengan telak serangan tersebut bersarang
dipunggung Coa Wi-wi, sambil mendengus tertahan gadis itu
malah mempercepat gerakan tubuhnya menerobos ke muka.
Mimpipun Leng hou Yu tak mengira kalau gadis tersebut
berani menyambut serangannya dengan kekerasan, ia jadi
menyesal setengah mati.
“Aaai….sayang, benar-benar sayang!” demikian pikirnya.”
asal kulancarkan serangan tadi dengan sepenuh tenaga,
niscaya budak itu akan mampus atau paling sedikit terluka
parah”
Tiba-tiba terdengar Beng wi-cian membentak keras, “Cepat
menyerang!”
Tampaklah dia bersama keempat orang kakek baju hitam
membentak keras, lalu sambil mengayunkan telapak tangan,
mereka lepaskan serangan maut ketubuh Coa Wi-wi.
Walaupun Coa Wi-wi merasa gelisah bercampur marah, tapi
ia tak berani gegabah, sebab dia tahu bahwa tenaga dalam
yang dimiliki Beng Wi-cian sekalipun amat tinggi, serangan
gabungan yang mereka lancarkan tentu jauh lebih
mengerikan.
Padahal baru saja ia menyambut sebuah serangan dari
Leng hou Yu dengan kekerasan, meskipun tak sampai terhajar
telak, dan ia manfaatkan tenaga pukulan itu untuk
mempercepat gerakan tubuhnya, baryak tenaga yang telah

1262
hilang akibat perbuatannya itu, dalam keadaan hawa darah
didadanya tergolak keras, gadis itu tak berani menyambut lagi
serangan tersebut dingin kekerasan.
Dalam situasi yang amat gawat toh gadis itu masih
menyempatkan diri untuk melirik sekejap ke adaan Thia Siok
bi. Ia jadi lega setelah menyaksikan musuh terbendung untuk
sementara waktu.
Cepat-cepat hawa murninya ditarik panjang-panjang,
tubuhnya yang sedang meluncur ke bawahpun tiba-tiba
meluncur jauh lebih cepat dari keadaan pada umumnya. Baru
saja kakinya menempel tanah, angin pukulan dari Beng Wician
sekalian yang maha dahsyat itu sudah menyambar lewat
dari atas kepalanya, untung tak sampai melukai.
Setelah lolos dari ancaman, Coa Wi-wi tak dapat langsung
melancarkan serangan, dia musti mengumpulkan dulu hawa
murninya untuk mengendalikan golakan hawa darah didalam
dada.
Leng hou Yu paling gembira dengan kejadian itu, dia
menyusul kedepan seraya melancarkan serangan.
“Haaahh…. haaahh….haaahh…. budak ingusan” katanya
sambil tertawa tergelak, “aku ingin berduel seorang lawan
seorang dengan dirimu, beranikah engkau menyambut sebuah
pukulan lagi?”
Waktu itu pergolakan hawa darah didada Coa Wi-wi belum
mereda, ia tak berani menerima datangnya ancaman dengan
keras lawan keras, dengan suatu gerakan tubuh yang lindah
dia mengegos kesamping, kemudian jari tangannya membalik
menotok jalan darah siau tay hiat ditubuh lawan.

1263
“Nona Coa!” tiba-tiba Beng wi-cian membentak lagi,
“bolehkah lohu ikut ambil bagian dalam pertarungan itu?”
Sekalipun dibibir dia mengajukan permintaan, tubuhnya
telah beranjak dari tempat semula dan terjun ke gelanggang,
bahkan sebuah serangan dilancarkan pula ke tubuh gadis itu.
Mendengar akan tibanya gulungan angin pukulan yang
dahysat, Coa Wi-wi menggeserkan tubuhnya kesamping,
menggunakan kesempatan itu tangan kirirya menyambar iga
lawan.
“Kalau aku tidak setuju, bagaimana?” sahutnya dingin.
Beng Wi-cian tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. kalau nona tak setuju,
terpaksa aku harus tebalkan muka!” sahutnya.
Kembali sebuah pukulan dilancarkan.
Gusar dan mendongkol Coa Wi-wi menghadapi kelicikan
musuh-musuhnya, dia lantas berteriak, “Leng hou Yu, inikah
yang kau maksudkan dengan berduel satu lawan satu….?
Memalukan!”
Kagum juga Leng hou Yu atas ketangguhan musuhnya,
apalagi dalam keadaan terluka gadis itu masih mampu
bertahan sambil menyerang tanpa menunjukkan gejala akan
menderita kalah, dia mulai berpikir, “Tenaga dalam yang
dimiliki dayang ini sangat hebat, kalau cuma mengandalkan
tenagaku seorang, sudah pasti aku tak akan mampu
membereskan nyawanya!”
Karena berpikir demikian, dia lantas tertawa seram.

1264
“Heehhh…. heeehh…. heeehhh….maaf, gerak-gerik Beng
thamcu adalah merupakan hak pribadinya sendiri, aku tak
dapat ikut campur dalam urusan pribadinya”
Kemarahan Coa Wi-wi semakin memuncak, ia berpikir pula,
“Percuma rasanya mengajak kawanan iblis dari golongan sesat
ini, untuk membicarakan soal cengli….”
Dia lantas mendengus, lalu dengan jurus Ji yong bu wi (dua
kegunaan tiada tempat) telapak tangan kanannya membentuk
gerakan satu lingkaran busur didepan dada, kemudian secara
tiba-tiba dihantamkan ke pinggang Leng hou Yu.
Toan bok See liang mengikuti jalannya pertarungan dari
tempat kejauhan, ketika menyaksikan Coa Wi-wi
menggunakan kembali jurus serangan yang pernah membuat
dirinya jadi keok dia lantas pasang mata dan
memperhatikannya secara istimewa.
Setelah itu pikirnya dihati, “Jurus serangan itu
mengambang tak menentu, seolah-olah serangan tipuan
seolah-olah juga serangan sungguhan, betul-betul merupakan
suatu jurus serangan yang hebat. Bila ilmu pedang keluarga
Hoa disebut ilmu pedang nomor satu dalam dunia persilatan,
maka ilmu pukulan yang digunakan dayang she Coa ini pantas
disebut ilmu puku lan yang tiada keduanya di dunia”
Dia berpikir keras serta mencoba untuk memecahkan
serangan itu, namun setelah pikir punya pikir, ia merasa
kecuali menghindarkan diri rasanya tiada cara lain yang bisa
dipakai lagi untuk memecahkan serangan tersebut, andaikata
cara itu membutuhkan dasar tenaga dalam yang mengungguli
tenaga dalam Coa Wi-wi, sebab satu satunya cara adalah
membalas serangan dengan serangan.

1265
Ketika ia menengadah kembali, betul juga Leng hou Yu
berkelit ke samping untuk menghindarkan diri.
Dalam serangannya itu, meski tenaga dalam dari Beng Wician
jauh lebih lemah bila dibandingkan dengan Leng hou Yu,
lagipula kerja sama itu kalah jauh bila dibandingkan dengan
kerja sama antara dua bersaudara Leng hou, tapi lantaran Coa
Wi-wi sudah terlanjur terluka, lagipula dia sangat
menguatirkan hasil pertarungan dari Thia Siok bi melawan
Leng hou Ki, maka sekalipun tak sampai kalah, susah juga
baginya untuk merebut kedudukan diatas angin.
Demikianlah, dua kelompok manusia saling bertarung
dengan sengitnya, andaikata Coa Wi-wi berani mengorbankan
isi perutnya terluka parah, sebetulnya ia masih mampu untuk
mengobrak-abrik kerja sama dari Leng hou Yu dengan Beng
Wi-cian, tapi ia tak berani berbuat demikan, maka untuk
sementara waktu keadaan tetap seimbang.
Pertarungan antara Thia Siok bi melawan Leng hou Ki
berlangsung paling sengit, pertempuran itu telah berlangsung
hingga mencapai puncaknya, setiap saat jiwa mereka bisa
terancam.
Fajar mulai menyingsing, sinar matahari yang berwarna
keemas emasan mulai memancar dari balik bukit.
Kabut tipis pelan-pelan melayang datang dan menyelubungi
permukaan tanah, mendatangkan kesuraman ditengah fajar
itu, ibaratnya pula suasana dunia persilatan waktu itu, kabut
kesesatan menyelubungi terbitnya keadilan dan kebenaran.
Hanya saja, semua orang yang hadir dalam gelanggang
waktu itu hanya pusatkan seluruh perhatian mereka pada
jalannya pertarungan, siapa pua tidak menaruh perhatian

1266
bahwa malam yang panjang sudah lewat dan fajar telah
menyingsing.
Tiba-tiba kakek baju hitam berwajah kaku itu berkata, “Thia
Siok bi, engkau benar-benar seorang manusia yang tak tahu
diri, berapa banyak sudah jago Hian-beng-kauw yang roboh
ditanganmu…. hmm…. Mulai hari ini kau sudah menjidi musuh
bebuyutan kami, jangan salahkan kalau aku akan bertindak
kurang sopan”
Sambil menyerbu ke muka, jari tangannya yang kaku
seperti tombak menyodok jalan darah Leng tay hiat di tubuh
Thia Siok bi.
Sebenarnya Thia siok bi berjaga-jaga dimulut■gua, tapi
sekarang ia sudah dihadang oleh Leng hou Ki diluar gua,
dengan begitu dia musti bertarung melawan Leng hou Ki
dengan punggung menghadap luar.
Sebagai jago yang berpengalaman, To koh itu juga tahu
bahwa posisi semacam itu sangat tidak menguntungkan,
sebab setiap waktu setiap saat ia bisa disergap lawannya.
Tapi keadaan amat kritis, mau tak mau dia musti
menggunakan cara semacam ini untuk menjaga diri, otomatis
diapun tak sempat berpikir lebih jauh lagi.
Dan kini dia hsrus menghadapi serangan dahsyat dari
kakek she Tio itu, dengan cepat To koh tersebut berpikir, “Jika
aku berkelit dari serangannya niscaya Leng hou Ki akan
menggunakan kesempatan ini untuk masuk ke gua….”
Berpikir sampai di sini, dia jadi nekad. To koh berbaju abuabu
itu mengambil keputusan untuk beradu jiwa.

1267
Dengan cekatan badannya miring ke samping begitu jalan
darah Leng tay hiatnya lolos dari ancaman, senjata kaitan
kemalanya bagaikan sambaran petir menyambar dada dan
lambung Leng hou Ki, kemudian tanpa dilihat bagaimana
hasilnya, senjata Hud timnya kembali melepaskan sebuah
sapuan cepat.
Kedua gerakan itu semuanya merupakan jurus-jurus
beradu jiwa, sebab baik dihajar punggung-nya atau dihajar
iganya, sudah pasti Thia Siok bi bakal menemui ajalnya.
Tapi sayang dia terlalu memandang rendah diri Leng hou
Ki, baru saja serangan itu dilancarkan, Leng hou Ki sudah
tertawa terbahak-bahak. Mendadak ia menarik kembali
serangannya, sepasang kaki menjejak tanah keras keras lalu
dengan kecepatan luar biasa ia menyusup masuk ke dalam
gua.
Menyaksikan tindakan tersebut, kakek she Tio itu
menyumpah dalam hatinya;
“To koh busuk, aku tak sudi beradu jiwa dengan dirimu….”
Badannya berputar cepat, dari serangan totokan jari dia
lantas merubahnya menjadi serangan telapak tangan,
dihajarnya bahu kanan Thia Siok bi keras-keras.
Mendadak terdengar Beng Wi-cian membentak keras, “Tio
hu tham, cepat menyingkir!”
Tapi belum habis perkataan itu, secepat anak panah yang
terlepas dari musuhnya, Coa Wi-wi sudah menyusup ke
belakang kakek she Tio itu, kemudian tanpa menimbulkan
sedikit suarapun dia lancarkan sebuah pukulan dahsyat ke
punggung kakek itu.

1268
Gelisah dan gusar Coa Wi-wi ketika menyaksikan Leng hou
Ki berhasil menyelundup masuk ke dalam gua, rasa kagetnya
sukar dilukiskan dengan kata-kata. Secara spontan hawa
napsu membunuh nya ikut membara, ia tak dapat
mengendalikan emosinya lagi, dan tanpa sadar jurus serangan
paling ganas segera digunakan.
Sudah dua tiga kali usaha Coa Wi-wi untuk mendekati
mulut gua digagalkan lawan, maka untuk tindakannya kali ini
dia sudah mengaturkan masak-masak, begitu meluncurkan ke
mulut gua, segenap kekuatannya dihimpun menjadi satu
untuk bersiap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Benar juga, begitu dia melayang ke bawah, Leng hou Yu
berserta sisa empat orang kakek baju hitam itu segera maju
menghadang.
Menunggu peringatan dari Beng Wi-cian diucapkan,
serangan dari Coa Wi-wi sudah dilepaskan.
Tak sempat lagi kakek she Tio itu menghindarkan diri, ia
mendengus tertahan, tubuhnya mencelat sejauh beberapa
kaki dari tempat semula, kemudian setelah menggelinding
beberapa kali, badannya membujur tak berkutik lagi.
Berbareng dengan peristiwa itu, tiba-tiba dari balik gua
berkumandang suara lirih seperti suara nyamuk tapi tajam
menggidikkan hati, sekalipun lembut, namun bagi
pendengaran siapapun suara tadi tak enak didengar, seperti
ada beratus-ratus batang jarum yang menusuk telinga
mereka.
Coa Wi-wi sekalian segera mengenali suara aneh itu
sebagai hawa pedang tingkat tinggi, kontan saja semua orang
tertegun.

1269
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh angkasa,
tiba-tiba kedengaran Leng hou Ki berpekik kaget dari balik
gua, “Haaaah….! Bocah cilik dari keluarga Hoa….!”
Nada dari ucapan itu sedemikian paniknya hingga siapapun
tahu bahwa orang itu telah menemukan sesuatu yang hebat di
sana.
Bayangan kuning tiba-tiba berkelebat lewat, dan tahu-tahu
sudah menerobos keluar dari balik gua
Padahal Coa Wi-wi maupun Thia siok bi berdiri ditepi gua,
sayang mereka dibuat tertegun oleh kejadian tersebut hingga
tak sempat untuk turun tangan.
“Aduuuh sayang….!” pekik Thia Siok bi sangat menyesal.
Tampak Leng hou Ki telah muncul kembali dengan wajah
hijau membesi, ujung bajunya sebatas siku sudah terpapas
kutung hingga keadaannya tampak sangat mengenaskan.
Dari keadaan itu, semua orang segera tahu bahwa jago
yang tersohor karena kegarangannya itu sudah menderita
kerugian besar, kenyataan tersebut kontan disambut dengan
perasaan tercekat oleh ka wanan jago baik dari golongan Mokauw
maupun dari rombongan Hian-beng-kauw.
Gelak tertawa nyaring menggelegar dari dalam gua, disusul
kemudian Hoa In-liong sambil membawa pedang antiknya
yang terhunus melangkah keluar dari balik gua, tampaknya
yang ganteng dan gagah perkasa justru memberikan
gambaran yang bertolak belakang dengan keadaan Leng hou
Ki.
Kejut dan girang Coa Wi-wi menyaksikan kemunculan anak
muda itu.

1270
“Jiko, engkau sudah selesai dengan semadimu?” serunya
tak tahan.
Hoa In-liong melirik sekejap ke arahnya, dengan sinar mata
penuh kemesraan, kehangatan serta kasih sayang.
Dia masukkan pedangnya ke dalam sarung, kemudian
sambii menjura kepada Thia Siok bi katanya, “Bantuan yang
telah cianpwe berikan kepada kami, sungguh membuat
boanpwe merasa….”
“Tak usah membicarakan kata-kata yang tak berguna”
tukas Thia siok bi sambil mengulapkan senjata Hud timnya,
“engkau tahu, siapakah pinto ini?”
Hca In liong melirik sekejap senjata kaitan kemalanya yang
bersinar hijau itu, kemudian jawabnya dengan serius, “Bila
dugaan boanpwe tidak keliru, tentu cianpwe adalah gurunya
Wan Hong giok, bukankah begitu?”
Thia Siok bi mendengus dingin.
“Cerdik benar engkau ini, tapi….engkau tahu kenapa pinto
datang mencarimu?”
Dari kerutan dahi To koh tersebut, secara lapat-lapat Hoa
In-liong dapat menangkap perasaan tak senang hatinya, dia
lantas menduga kalau hal tersebut disebabkan musibah yang
menimpa diri Wan Hong-giok. Maka pikirnya dihati, “Berbicara
sesungguhnya, aku ikut bertanggung jawab atas musibah
yang menimpa diri Wan Hong giok, kalau dilihat dari cara
cianpwe ini mengajukan pertanyaannya, mungkin ia datang
untuk mintai pertanggungan jawabku….”

1271
Untuk sesaat lamanya pelbagai pikiran berkecamuk dalam
benaknya, ia jadi kebingungan dan tak tahu bagaimana harus
menjawab pertanyaan tersebut.
Tiba tiba Leng hou Ki berseru dengan wajah menyeringai
seram, “Bocah keparat dari keluarga Hoa, beranikah engkau
bertarung melawan lohu?”
Cepat Hoa In-liong merangkap tangannya didepan dada
dan memberi hormat kepada Thia Siok bi, lalu ujarnya,
“Mengenai persoalan Hong giok, ijinkanlah kepada boanpwe
menerima semua teguran itu nanti setelah urusan disini
terselesaikan!”
Thia Siok bi kembali berpikir setelah ia dengar anak muda
itu menyebut langsung nama Wan Hong giok, “Tampaknya ia
memang menaruh benih cinta terhadap anak Giok, ya….mogamoga
saja demikian, sehingga urusan pun lebih mudah
diselesaikan”
Dia tidak banyak berbicara lagi, tubuhpun lantas mundur
selangkah.
Setelah mengundurkan To koh berjubah abu-abu itu, Hoa
In-liong baru berpaling dan sahutnya kepada Leng hou Ki,
“Baiklah, jika engkau masih kurang puas mencicipi kelihayan
ilmu pedang dari keluarga Hoa, aku Hoa loji pun tak akan
menjadi orang kikir, mari akan kuberikan kepadamu sampai
puas”
Lengan kanannya kembali bergerak pedang antik yang
panjangnya mencapai empat depa itu segera diloloskan
kembali.
“Jiko!” tiba-tiba Coa Wi-wi berseru kuatir, Hoa In-liong
berpaling, dari sinar mata sang gadis yang jeli, dia sempat

1272
menangkap kegelisahan dan kekuatirannya, pemuda itu tahu
bahwa gadis tersebut kuatir bila dia bukan tandingan dari
Leng hou Ki. Maka diapun tertawa nyaring.
“Haaa…. haaahh…. haaahh…. adik Wi tak perlu kuatir, lihat
saja kuringkus iblis tua dari Seng sut hay ini dengan pedang
antikku….!”
Sampai disitu, mendadak ia berkata kembali, cuma kali ini
kata katanya disampaikan dengan ilmu menyampaikan suara,
“Berjaga-jagalah dimulut gua, Kongkong sudah banyak
kehilangan tenaga murninya, sekarang beliau sedang
bersemedi!”
Coa Wi-wi terkesiap mendengar keterangan itu, sebenarnya
dia ingin menengok keadaan kongkong-nya, tapi niat tersebut
segera diurungkan, pikirnya dalam hati, “Orang-orang Hianbeng-
kauw dan Mo-kauw tentu mengira isi gua tersebut hanya
Hoa jiko seorang, bila aku masuk kedalam sekarang,
perbuatanku ini pasti akan mengundang kecurigaan orang”
Berpikir sampai disitu, dengan biji matanya yang jeli dia
mulai memeriksa keadaan disekitar sana, tampak dua
bersaudara Leng hou berdiri berjajar kurang lebih dua kaki
dihadapannya, beberapa lang kah kemudian berdiri Beng Wician
beserta keempat orang kakek berbaju hitam.
Kurang lebih sepuluh kaki dari mereka adalah Toan bok See
liang, ke empat orang Ciu Hoa serta tujuh puluh orang
anggota Hian-beng-kauw, selain itu masih terdapat juga
belasan orang jago Mo-kauw yang mengurung tempat itu
rapat-rapat.
Beratus-ratus pasangan mata tersebut, semuanya tertuju
keatas tubuh Hoa In-liong, ternyata tak seorangpun diantara
mereka yang menengok ke arah gua.

1273
Tiba-tiba empat orang Ciu Hoa saling bsrpandangan
sekejap, kemudian serentak tampil ke depan,
Toan bok See liang agak mengerutkan dahinya melihat
kejadian itu namun ia tidak berusaha untuk menghalangi
kepergian mereka.
“Bocah keparat!” terdengar Leng hou Ki berseru dengan
wajah menyeringai seram, “karena terlalu gegabah, hampir
saja aku jatuh kecundang ditanganmu. Hmm! Cuma…. kau tak
usah tekebur dulu, lihat saja hasilnya nanti, siapa yang lebih
jagoan diantara kita”
Hoa In-liong tertawa nyaring, tiba-tiba dia melancarkan
sebuah tendangan ke arah kakek baju hitam yan tergeletak
dimulut gua tanpa dihetahui mati hidupnya itu.
“Beng thamcu, sambutlah orangmu ini!” serunya.
Si kakek baju hitam yang berat badannya mencapai seratus
kaki lebih itu seperti anak panah yang terlepas dari busurnya,
segera meluncur kehadapan Beng Wi-cian.
Diam-diam Beng Wi-cian mengerahkan tenaga dalamnya, ia
putar lengan kanannya lalu menyambut tiba tubuh tersebut.
Apa yang dijumpai? Tubuh itu meluncur datang tanpa
membawa daya tekanan apapun jua sekarang dia baru tahu
jika tendangan yang dilancarkan Hoa In-liong barusan, pada
hakekatnya hanya sebuah tendangan kosong belaka.
Tentu saja, kalau tendangan tersebut disertai tenaga yang
amat besar, paling sedikit si kakek baju hitam yang terkena
tendangan tadi bakal terluka parah atau paling sedikit tulang
iganya akan patah dua tiga biji.

1274
“Hebat benar tenaga dalam si bocah keparat ini pikirnya
kemudian dengan hati terkejut, “wah, kalau lwekangnya terus
mendapat kemajuan sepesat ini, lama kelamaan dia pasti akan
merupakan bibit bencana bagi kita semua”
Buru-buru dia periksa keadaan luka yang diderita kakek
berbaju hitam tadi. Ketika itu seluruh wajahnya sudah dilapisi
hawa hitam yang tebal, napasnya amat lemah, untung tenada
dalamya cukup sempurna hingga masih tersisa sedikit hawa
mumi yang melindungi denyutan jantungnya.
Kenyataan itu segera membuat paras muka Beng W i cian
berubah jadi hijau membesi, dengan penuh kebencian
diliriknya sekejap Thia Siok bi, namun tak sepatah katapun
diucapkan.
Secara beruntun ia menotok jalan darah Gi bu Sin hong
serta beberapa buah jalan darah penting lainnya didada kakek
baju hitam itu, kemudian ia serahkan tubuh anak buahnya itu
kepada seorang kakek yang ada disampingnya.
“Salurkan hawa murnimu ke tubuhnya, kita harus
menunggu sampai diperolehnya obat penawar untuk
menawarkan racun itu” demikian pesannya.
Kakek berbaju hitam itu mengiakan, lalu menyambut tubuh
rekannya.
Dengan demikian dari pihak Hian-beng-kauw telah jatuh
korban satu tewas tiga terluka parah, di tambah pula
cemoohan serta ejekan dari Thia siok bi, kesemuanya itu
membuat Beng Wi-cian merasa benci bercampur dendam,
cuma sebagai seorang yang licik, panjang akalnya dan pandai
menyembunyikan perasaan, semua perasaaa tersebut hanya
disimpan dalam hati kecilnya saja.

1275
Dengan langkah lebar Hoa In-liong maju ke depan, ia baru
berhenti kurang lebih beberapa tombak dihadapan dua
bersaudara Leng-hou, setelah menyapu sekejap wajah kedua
orang itu, katanya, “Kalian berdua akan maju bersama atau
seorang demi seorang?”
“Bajingan cilik yang tak tahu diri….” maki Beng Wi-cian
dalam hatinya, Tapi diluar ia tertawa tergelak, “Haaahh….
haaahhh…. haaahhh…. Hoa yang, ketahuilah ilmu silat yang
dimiliki dua bersaudara Leng hou sudah mencapai tingkatan
yang luar biasa, tak mungkin kau bisa menandinginya.
Tidakkah kau merasa bahwa caramu yang sok dan mengibul
hanya akan menurunkan derajat serta martabat keluarga
Hoa?”
Ucapan itu mengandung hasutan dan berharap bisa
mengadu domba musuhnya, sebagai jago yang
berpengalaman tentu saja dua bersaudara Leng hou dapat
merasakan hal itu, tapi mereka tidak menggubris….
Tiba-tiba Leng hou Ki berbisik kepada saudaranya dengan
ilmu menyampaikan suara, “Loji, berjaga-jagalah terhadap ikut
campurnya budak busuk she-Coa tersebut, aku hendak
menggunakan kesempatan ini untuk membinasakan bangsat
cilik she Hoa ini untuk melampiaskan rasa den dam yang
sudah tak terbundung”
“Lotoa, apakah dalam gua masih ada orang lain?” tanya
Leng hou Yu kemudian dengan ilmu menyampaikan suara
pula.
Sambil berkata matanya seperti sengaja tak sengaja melirik
sekejap kearah mulut gua yang tertutup oleh tumbuhan rotan.
Leng hou Ki termenung sebentar, kemudian menjawab

1276
“Ketika aku masuk kedalam gua tadi, sibangsat cilik dari
keluarga Hoa segera menghadiahkan sebuah bacokan
ketubuhku, hingga waktu itu aku tak sempat memperhatikan
dengan lebih jelas lagi, ta pi aku rasa didalam gua masih ada
seorang lagi, tapi kau tak usah kuatir, kecuali Hoa Thian-hong,
siapa lagi yang perlu kita kuatirkan?”
Yaa, bagaimanapun pongah dan tinggi hatinya dua
bersaudara Leng-hou, mereka tetap menaruh tiga bagian rasa
segannya terhadap Hoa Thian-hong, terutama sejak
pertarungan dipuncak Kiu ci san untuk memperebutkan harta
karun, kelihayan kungfu yang dimiliki Hoa Thian-hong telah
memecahkan nyali semua orang dari Seng sut pay.
Hoa In-liong yang cerdik sempat menyaksikan pula gerakan
bibir kedua orang itu, dia tahu kedua orang manusia durjana
tersebut sedang bercakap-cakap dengan ilmu menyampaikan
suara, apa lagi setelah menyaksikan sorot mata mereka melirik
sekejap ke mulut gua, kontan saja sianak muda itu tertawa
tergelak.
“Haaahh…. haaahhh…. haaahh…. kalian tak usah meliriklirik
lagi didalam gua memang masih terdapat seorang tokoh
persilatan yang maha lihay. Cuma jago silat itu enggan untuk
turun tangan terhadap kamu berdua jadi kalianpun tak perlu
kuatir
Sejak dulu Ciu Hoa lotoa paling benci menyaksikan sikap
santai dari Hoa In-liong, rasa dendam dan sakit hatinya
terhadap anak muda itu selalu menjadi ganjalan hatinya
selama ini maka sehabis mendengar ucapan tersebut, ia
tertawa dingin tiada hentinya.

1277
“Heeehhh…. heeehhh…. heeehhh….tokoh persilatan macam
apakah itu?” ejeknya, “kongcu ya mu tidak percaya kalau dia
begitu hebat!”
Sambil meloloskan pedang, selangkah demi selangkah dia
maju menuju ke mulut gua.
Paras muka Hoa In-liong segera berubah membesi, dengan
sekali lompatan tahu-tahu dia sudah menghadang dihadapan
Ciu hoa lotoa.
“Ciu toa kongcu!” tegurnya, “disini masih hadir sekian
banyak jago persilatan yang jauh lebih lihay daripadamu
darimu!”
Ucapan tersebut ditanggapi sebagai suatu penghinaan oleh
Ciu Hoa lotoa, kemarahannya kontan saja memuncak, sambil
bersuit nyaring tiba-tiba ia lancarkan bacokan maut ke depan.
Sedetik miringkan tubuhnya, Hoa In-liong berhasil
memunahkan datangnya ancaman tersebut, kembali dia
mengejek, “Kalau cuma seorang diri, sudah jelas kau bukan
tandinganku, lebih baik suruh saja saudara-saudara
seperguruanmu untuk maju bersama-sama!”
Kalau cuma diejek saja masih mendingan, Ciu Hoa Lotoa
merasa lebih sakit hati lagi karena sikap anak muda itu yang
santai dan sedikitpun tidak pandang sebelah mata kepadanya.
Namun diapun sadar bahwa kepandaian silat yang
dimilikinya memang bukan tandingan lawan, sebab itu ucapan
tersebut segera ditanggapi dengan cepat.
“Lo sam, hayo kalian maju bersama!” teriaknya.

1278
Semenjak tadi ketiga orang Ciu Hoa yang lain memang
telah bersiap sedia untuk turun tangan, mendengar panggilan
itu serentak mereka loloskan pedang sambil maju ke muka.
Beng wi-cian menggetarkan bibirnya seperti hendak
menghalangi perbuatan mereka, tapi niat tersebut tiba-tiba
diurungkan kembali.
Tiba-tiba Leng hou Yu berteriak dengan nada dingin,
“Kurangajar, kalian bocah bocah yang tak tahu diri berani
benar mencampuri urusan dari kami berdua!”
Dengan marah dia kebaskan lengan kanannya, pukulan itu
dimaksudkan untuk melemparkan Ciu Hoa berempat dari
gelanggang pertarungan.
Leng hou Ki yang jauh lebih licik segera berpikir, “Bila
ditinjau dari tenaga dalam yang dimiliki bangsat cilik dari
keluarga Hoa ini, agaknya jaub berbeda sekali dengan apa
yang tersiar dalam dunia persilatan, Ong sute mengatakan
bahwa dia sudah terkena racun ular keji, kenapa paras
mukanya tampak segar bugar? Jangan-jangan ada sesuatu
yang tidak beres?”
Berpikir sampai disitu, timbullah niatnya untuk menyelidiki
lebih dulu sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang
dimiliki Hoa In-liong. Maka diapun berseru, “Loji jangan
terburu napsu! Biarkan saja mereka menjajaki lebih dulu
kepandaian silat yang di miliki bocah keparat dari keluarga
Hoa itu, kemudian kita baru membereskan dirinya”
Sementara pembicaraan itu berlangsung, keempat orang
Ciu Hoa telah mengepung Hoa In-liong rapat-rapat.

1279
Tanpa banyak berbicara Ciu Hoa lotoa menggetarkan
pedang mustikanya lalu ditusukkan langsung ke dada Hoa Inliong,
bentaknya, “Hoa loji, serahkan nyawa anjingmu!”
Dengan suatu tangkisan seenaknya, Hoa In-liong
mematahkan serangan tersebut, kemudian tertawa nyaring.
“Haah…. haahh…. haahh…. jangan tekabur kawan, nyawa
milik Hoa loji tidak gampang kau renggut dengan begitu saja!”
“Siapa bilang sukar? Lihat saja serangan ini!” bentak Ciu
Hoa kelima sambil membacok punggung anak muda itu.
Hoa In-liong mengtgos kesamping kemudian memutar
badannya melepaskan diri dari ancaman.
“Masa gampang?” kembali dia mengejek,” aku lihat
kepandaian yang kalian miliki masih tertinggal jauh”
Begitu Ciu Hoa lotoa dan Coa Hoa longo turun tangan, Lo
sam serta Lolak ikut menggerakkan pula senjatanya untuk
melancarkan serangan.
Pada hakekatnya, tenaga dalam yang dimiliki empat orang
Ciu Hoa itu cukup sempurna, terutama kerja sama mereka
dalam melakukan pengepungan, maju mundur menghindar
maupun menyerang semua dilakukan dengan sangat
beraturan, atau dengan perkataan lain mereka sudah terbiasa
melatih kerja sama tersebut tiap harinya. Cahaya pedang
hawa serangan yang dihasilkan kelihatan amat mengerikan.
Seluruh senyuman manis tetap menghiasi ujung bibir Hoa
In-liong, sekalipun dia harus menghadapi tekanan dari empat
bilah pedang mustika, tapi tubuhnya masih tetap berkelebat
kesana kemari dengan entengnya, jangankan melukainya,

1280
untuk menjawil ujung bajunya saja sudah sukarnya bukan
kepalang.
Berkenyit sepasang alis mata Beng Wi-cian, segera
pikirnya, “Walaupun dihari-hari biasa beberapa orang bocah
keparat itu sombong dan tinggi hati, ternyata ilmu silat
mereka memang cukup tangguh, terutama kerja sama mereka
berempat, aku sendiripua belum tentu bisa menghadapi
secara gampang tapi bocah keparat dari keluarga Hoa itu….”
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa hatinya jadi tercekat.
Lain halnya dengan Coa Wi-wi, dia sangat gembira dengan
kejadian tersebut, pikirnya, “Tak kusangka tenaga dalam jiko
telah mendapat kemajuan sepesat ini, entah dengan cara apa
kongkong membantu dirinya….?”
Setengah harian masalah itu ia lamunkan, akhirnya gadis
itu berkesimpulan kecuali minum obat Yau ti wan rasanya
tiada cara lain yaug bisa menghasilkan manfaat sebesar ini.
Lama kelamaan dia enggan untuk berpikir lebih lanjut,
pokoknya semakin tinggi ilmu silat yang di miliki Hoa In-liong
semakin senang pula dirinya.
Pelan-pelan dia alihkan kembali perhatiannya ketengah
gelangang, mengawasi ujung baju Hoa In-liong yang berkibar
terhembus angin dan tubuhnya yang bergerak maju mundur
tak menentu.
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh jagad, tibatiba
berkumandang suara merdu yang empuk dan penuh daya
pikat, “Toako ini, bersedia memberi jalan lewat untuk ku
bukan?”

1281
Kecuali lima orang yang sedang terlibat dalam pertarungan,
hampir semua yang lain paling kepalanya kearah mana
berasalnya suara itu.
Entah sendiri kapan, diluar kepungan orang orang Hianbeng-
kauw dan Mo-kauw telah kedatangan serombongan anak
dara yang rata-rata berparas cantik jelita.
Ada yang berbaju kuning telor, ada yang memakai baju
merah membara, ada juga yang memakai baju warna hijau
pupus, pakaian yang berwarna warni serta paras muka yang
cantik jelita menambah semaraknya suasana disekitar tempat
itu.
Rombongan anak anak dara itu dipimpin oleh seorang gadis
berbaju ungu, dia mempunyai mata yang memikat, hidung
yang mancung dan bibir yang kecil mungil, meski cantik,
sayang dara itu genit. Dialah yang buka suara barusan.
Sebetulnya kawanan jago Hian-beng-kauw yang berada
disekitar sana hendak menghalangi jalan pergi mereka, tapi
setelah dikerling sekejap oleh nona berbaju ungu itu, entah
apa sebabnya perasaan mereka jadi kebat kebit tak karuan,
dan tanpa disadari pula serentak mereka mengundurkan diri
serta memberi jalan lewat bagi rombongan gadis-gadis itu.
Bau harum semerbak serasa menusuk hidung, di antara
gaun-gaun yang bergesek badan, serombongan gadis gadis
cantik itu sudah melewati mereka.
Setengah jalan sudah dilewati ketika seorang anggota Hianbeng-
kauw tiba-tiba menjadi sadar kembali dari lamunan, dia
membentak keras lalu melarcarkan sebuah pukulan ke tubuh
seorang dara berbaju kuning.

1282
Dengan gesit nona berbaju kuning itu berkelit kesamping,
lalu tertawa cekikikan.
“Hiiihh…. hiiihh…. hiiih…. jahat betul toako ini, jadi seorang
semestinya berjiwa besar, masa rumpang lewat saja tak
boleh?”
Saputangan berwarna kuaing telor yang ada ditangannya
itu segera diayun kemuka….
“Aaaah….” jago Hian-beng-kauw itu mengeluh, tahu-tahu
tubuhnya sudah roboh terkulai ditanah, terkulai lemas.
Peristiwa ini mendatangkan kebebohan ditempat itu,
kawanan jago Hian-beng-kauw lainnya sama-sama
membentak marah, dilihat gelagatnya mereka hendak turun
tangan bersama.
“Biarkan mereka masuk!” tiba tiba Toan bok See liang
membentak.
Dengan genit nona cantik berbaju ungu yang merupakan
kepala rombongan itu mengerling sekejap kearah Toan bok
See liang, kemudian tertawa merdu.
“Ehmm….! Toan bok cianpwe memang tak malu menjadi
Thamcu markas besar Hian-beng-kauw, baik kebesaran
jiwanya maupun ketegasannya memang cukup mengagumkan
hati orang”
“Hmmm….!” Toan bok See liang mendengus, hawa
murninya dikerahkan untuk bersiap sedia melancarkan
serangan, “nona tak usah memuji, aku tidak berjiwa besar,
justru engkaulah terlalu keji, nah nona, hati-hatilah!”

1283
“Aduuh mak….” nona berbaju ungu itu cekikikan, “garang
amat ucapan Toan bok thamcu, sampai siau-li jadi ketakutan
setengah mati, untung nyawaku tak sampai rontok, coba
tidak…. aku bisa ambil langkah seribu….”
“Hmm….! Mau mengambil langkah seribu? Terlambat!”
tukas Toan bok See liang ketus, “ku anjurkan kepada nona,
lebih baik menunggu saja disini dengan tenang!”
Setelah berhenti sebentar ia bertanya lagi, “Engkau berasal
dari perguruan mana? Siapa namamu? Hayo cepat akui terus
terang, kalau tidak…. awas kamu!”
Nona berbaju ungu itu memutar sepasang biji matanya,
tiba-tiba sambil menutupi mulut sendiri dia cekikikan.
“Hiiihh…. hiiihh…. hiiih…. aku tak punya perguruan juga tak
punya partai, soal nama….”
Kata itu sengaja ditarik panjang, kemudian tertawa
cekikikan lagi, “Hiihhh…. hiiihhh…. hiiihh….soal nama sih ada
dua. Entah Toan bok toa thamcu ingiu mengetahui yang
mana?”
“Siapa gerangan perempuan-perempuan itu?…. Toan bok
See liang mulai berpikir, tampaknya sesat amat…. Hmm! Aku
tak percaya kalau beberapa orang dayang cilik itu bisa
menimbulkan obat tanpa berhembusnya angin….”
Berpikir sampai disitu, dia lantas mendengus dingin dan
tidak berbicara lagi.
Sementara itu kawanan nona-nona tadi sudah memasuki
gelanggang, sedangkan para jago dari Hian-beng-kauw
dengan cepat menutup kembali pergepungan mereka yang
terbuka itu.

1284
Terhadap gerakan orang-orang Hian-beng-kauw, nona
berbaju ungu itu tidak ambil perduli, malah melirikpun tidak,
dengan langkah yang santai dia mendekati Beng Wi-cian
berlima dan berhenti dua kali dihapannya….
Beng Wi-cian tak berani memandang enteng mereka,
dengan cepat ia mempersiapkan diri untuk menghadapi segala
kemungkinan yang tak inginkan kemudian ujarnya dengan
ketus, “Nona, sebetulnya engkau adalah sahabat atau musuh
kami? Tolong berilah penjelasan, daripada lohu sampai
menyalahi orang sendiri, akhirnya kan sama-sama tak
enaknya”
Nona berbaju ungu itu tertawa.
“Terus terang kami katakan, sebenarnya siau-li ingin
menyanjung kelompok yang dipimpin keluarga Hoa, sayang
manusia semacam kami ini tak pantas untuk bergabung
dengan mereka!”
“Hmm, kata-kata ini ada benarnya juga” pikir Beng wician,
“diantara kelompok kaum pendekar yang menganggap dirinya
adalah golongan lurus, tentu saja tak mungkin ada manusia
manusia genit yang jalang seperti mereka….”
Karena berpendapat demikian, tanpa terasa ia bertanya
lagi, “Jadi, kalau begitu nona sekalian adalah sahabat-sahabat
perkumpulan kami?”
Nona berbaju ungu itu tertawa cekikikan.
“Sayang, kamipun tak sudi bergerombol dengan manusiamanusia
macam setan seperti kalian”

1285
“Budak keparat!” kontan saja Beng Wi-cian membentak
marah.
Telapak tangannya segera diayun siap melancarkan
serangan, tapi ingatan lain dengan cepat mengurungkan
niatnya itu.
“Beberapa orang dayang itu tak perlu terlampau
dikuatirkan” demikian pikirnya,” yang mengherankan justru
munculnya perkumpulan mereka itu, kenapa kami tak tahu
menahu tentang organisasi tersebut? Seperti juga keluarga
Coa, suatu keluarga yang tak kedengaran namanya tapi
berpihak kepada lawan, aku musti waspada…. “
Sementara itu, Coa Wi-wi sudah menaruh perhatian juga
kepada beberapa orang gadis itu, dia lihat diantara mereka
terdapat pula ketiga orang nona yang pernah dijumpai
dirumah makan Cwan seng lo tempo hari, waktu itu mereka
tersenyum kearahnya tapi tidak menyapa.
Mengertilah Coa Wi-wi bahwa orang-orang Cian Li kau
memang sengaja munculkan diri dengan membawa maksudmaksud
tertentu, maka dia sendiripun berpura-pura tidak
kenal, tapi kepada Thia Siok bi nona itu berbisik lirih,
“Cianpwe, mereka adalah orang orang Cian li kau, sahabat
kami bukan musuh!”
“Thia Siok bi melirik sekejap kearah rombongan gadis-gadis
itu, lalu menjawab, “Aku lihat gadis-gadis itu semuanya
bertampang genit dan jalang, sudah pasti bukan berasal dari
golongan lurus, mana bisa menjadi sahabat kita?”
“Apa salahnya?” seru Coa Wi-wi dengan gelisah, kaucu
mereka adalah seorang perempuan yang berwatak baik hati
dan setia dalam cinta”

1286
Pada dasarnya gadis itu memang cantik bak bidadari dari
kahyangan, waktu bicara membawa kemanjaan yang
membuat orang jadi gemas, sekalipun Thia Siok bi menaruh
maksud tertentu kepadanya, tak urung juga semua ketidak
kesenangan hatinya tersapu lenyap, ia tersenyum lirih.
“Nak, jalan pikiranmu terlalu sederhana, jangan toh
seorang guru yang budiman sukar mencegah munculnya
murid yang jahat, sekalipun seorang yang setia pada cintanya,
belum tentu mewakilkan kesetiaannya kepada orang lain….”
Tiba-tiba ia menghela napas dan membungkam.
“Jadi tidak baikkah orang yang berwatak terbuka dan setia
pada cintanya?” tanya Coa Wi-wi sambil membelalakan
sepasang matanya.
“Aaai….bocah ini terlampau polos?” pikir Thia Siok bi
didalam hati, aku tak boleh mempengaruhi hatinya yang suci
dan bersih itu….”
Maka sambil tersenyum katanya”
“Pinto kan tidak bilang tak baik!”
Setelah berhenti sebentar, ketika dilihatnya Coa Wi-wi
masih berniat untuk bertanya lebih lanjut, maka ia berkata
kembali, “Coba lihatlah, jikomu sebenarnya masih mempunyai
tenaga lebih, entah mengapa ternyata ia tak mau cepat-cepat
meringkus keempat orang bocah keparat itu”
“Yaa, siapa yang tahu?” sahut Coa Wi-wi seraya berpaling
sekejap kearah anak muda itu.
Dalam pada itu, si nona baju ungu yang berada dikejauhan
sedang mengawasi Coa Wi-wi dari atas kepala sampai ke

1287
kakinya dengan pandangan mata yang jeli, kemudian
gumamnya dengan suara lirih, “Yaa…. dia betul-betul seorang
gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, aku si
kuntum bunga yang sudah ternoda ketinggalan sangat jauh
bila dibandingkan dirinya”
Kegenitan dan kejalangannya hampir tersapu lenyap, malah
matanya berkaca-kaca seperti mau menangis, tampaknya ia
merasa amat menyesal dengan keadaan pribadinya.
Si nona baju hijau yang ada disisinya ikut menghela napas.
“Toa cici!” bisiknya, “kau….”
“Ji sumoay tak usah banyak bicara, aku mempunyai
perhitungan sendiri” jawab nona baju ungu itu tiba-tiba.
Ucapan tersebut menyebabkan si nona baju hijau menjadi
tertegun, tapi dia tak berani berbicara lagi dan segera
membungkam diri.
Nona baju ungu itu menghela napas ringan, mendadak
keseriusan wajahnya lenyap dan kebinalan serta
kejaiangannya muncul kembali.
“Hoa kongcu….” panggilnya dengan lirih.
Waktu itu Hoa In-liong sedang bertarung melawan
kerubutan empat bilah pedang antik, walaupun dikerubuti
banyak orang, ia masih bisa bergerak kesana kemari dengan
tenangnya.
Sejak munculnya rombongan anak-anak dara itu, dia sudah
mengetahui kalau si nona berbaju ungu adalah Cian In, murid
pertama dari Pui Che-giok.

1288
Tersenyumlah dia setelah mendengar panggilan tadi.
“Baik-baiklah engkau nona Cia!” sapanya pula.
Pedang antiknya dibabat kedepan, bentrokan nyaring
berkumandang memecahkan kesunyian, secara beruntun ia
telah singkirkan pedang dari Ciu Hoa lo sam dan Ciu Hoa Lo
liok.
Setelah itu ujarnya lagi, “Nona Cia, panggilan itu rasanya
kurang mesra, bagaimana kalau kita kembali saja pada
panggilan pertama ketika baru berkenalan dulu?”
Cia In tertawa cekikikan, tiba-tiba panggilnya, “Engkoh
Khi!”
“Yaa, enci In!” sahut pemuda itu.
Setelah berhenti dia berkata lagi, “Kau toh sudah tahu jika
aku tidak bernama Pek Khi, kenapa nama itu juga yang kau
pakai?”
Pembicaraan berlangsung santai diiringi gelak tertawa yang
riang, keadaan semacam ini mana mirip suatu keadaan
pertarungan yang sengit? Merasa dianggap enteng oleh
musuhnya, keempat orang Ciu Hoa itu naik darah dan marahmarah
besar, tapi percuma saja kemarahan itu karena tidak
membantu keadaan.
Cia In tertawa cekikikan.
“Anggap saja sebagai suatu kenangan!” sahutnya.
Beng wi-cian yang mengikuti berlangsungnya adegan itu
diam-diam mulai berpikir, “Dua orang muda mudi itu, yang
satu adalah jago perempuan yang berpengalaman luas sedang

1289
yang lain adalah perempuan jalang dari golongan rendah….
heeeh…. heehh…. heeehh…. dilihat dari cara mereka bergaul,
tampaknya sebelum ini sudah terjalin suatu hubungan yang
cukup hangat. Kendatipun demikian, berbicara dari kedudukan
serta nama baik keluarga Hoa adalah dunia persilatan, tak
mungkin mereka bersedia menerima perempuan macam
begitu sebagai menantu nya…. akhirnya lantaran cinta tentu
akan menimbulkan dendam, haaahh…. haahh….
haaahh….peristiwa tersebut tentu akan merup-akan suatu
tontonan yang amat menarik!”
Rupanya Thia Siok bi juga mempunyai pandangan yang
jelek atas diri Cia In, alis matanya tampak berkenyit setelah
menyaksikan adegan mesra itu diam-diam ia menyumpah
dihati, “Telur busuk, bocah keparat dimana-mana main
perempuan bikin tak sedap pandangan saja….”
Kepada Coa Wi-wi yang berada disisinya ia lantas berkata,
“Bukan ingusan, mengapa tidak kau urus si bocah keparat
telur busuk itu?”
“Siapa?” seru Coa Wi-wi setelah tertegun sejenak.
Tapi ucapan itu segera dipahami, katanya pula.
Cianpwe maksudmu jiko ku? Kenapa aku musti urusi jiko?
Apa yang jiko suka akupun ikut menyukai, apa yang dia
senangi aku ikut pula senang, aku tahu jiko amat cerdik,
tindakan secara perbuatannya pasti tak akau keliru”
“Bodoh amat engkau si budak ingusan!” pikir Thia Siok bi.
Tapi ia merasa kagum dan tertarik juga oleh ketulusan
cinta serta kejujuran dan kepolosan waktu dara itu, ini
membuat rasa sayangnya terhadap gadis itu makin

1290
bertambah. Terbayang kembali keadaan muridnya, satu
ingatan tiba-tiba melintas dalam benaknya.
“Andaikata pinto berharap agar muridku bisa hidup
bersama dengan kalian, apakah kau dapat menerimanya
dengan senang hati?”
“Cianpwe maksudkan enci Wan?” sorak Coa Wi-wi
kegirangan, “sejak semula aku sudah memaksa enci Wan agar
tetap tinggal bersama kami, tapi dia tak mau. Tentu saja
gembira hatiku bila enci Wan mau berkumpul bersama kami”
Diam-diam Thia Siok bi merasa girang setelah mendengar
perkataan itu, harapannya timbul kembali, tapi terbayang
kembali keadaan Wan Hong giok sekarang, dia berpikir lagi,
“Hati manusia gampang berubah, siapa tahu pikirannya
dikemudian hari akan berubah, aaai…. sudah pasti anak Giok
yang berada di pihak yang kalah. Hmm! Jika sampai begitu,
bukankah dia akan bertambah tersiksa….?”
Untuk sesaat dia gembira karena muridnya masih ada
harapan, tapi terbayang kembali betapa Wan Hong giok telah
ternoda, ia merasa murung, kesal dan bersedih hati.
Tiba-tiba keheningan dipecahkan oleh teriakan Leng hou Yu
yang tak sabar lagi, “Hei empat bocah keparat dari Hian-bengkauw,
kepandaian silat kalian sangat terbatas, apa gunanya
musti bersusah payah memaksakan diri? Hayo cepat mundur,
daripada menjual malu saja disitu!”
Malu dan gusar bercampur aduk dalam perasaan keempat
orang Ciu Hoa itu, Ciu Hoa lotoa segera membentak keras, “Lo
sam, Lo ngo, kita tak usah sungkan-sungkan lagi, bunuh saja
keparat itu!”

1291
Tubuhnya segera berputar kencang, permainan pedangnya
ikut berubah juga, tampaklah cahaya tajam berkilauan
memenuhi seluruh angkasa sebentar muncul disebelah kiri
sebentar lagi muncul disebelah kanan, ibaratnya ular yang
sedang berjalan berliuk-liuk, sungguh hebat dan
membingungkan hati.
Menyaksikan kelihayan tersebut, semua penonton mulai
tertarik dan wajah mereka rata-rata berubah hebat, demikian
pula keadaannya dengan Coa Wi-wi serta Thia Siok bi, jantung
mereka terasa berdebar keras saking kagetnya.
Hoa In-liong yang harus menghadapi serangan sedahsyat
itu, dalam hati segera berpikir, “Ilmu pedang yang mereka
gunakan amat ganas tajam dan luar biasa, berbeda sekali
dengan permainan ilmu pedang pada umumnya, masih untung
tenaga dalam mereka amat lemah hingga kepandaian yang
maha dahsyat itu masih belum bisa mengapa-apakan diriku,
tapi kalau sampai bertemu sendiri dengan Hian-beng Kaucu….
waaah, tentu berbahaya sekali!”
Berpikir sampai disitu, timbullah niatnya untuk
memperhatikan sumber aliran dari permainan ilmu pedang itu,
agar sedikit banyak dalam hatinya sudah mempunyai
gambaran tentang permainan ilmu pedang tadi. Asal sudah
ada gambarannya, bila sampai bertemu lagi dikemudian hari,
diapun tak usah kuatir terjerumus ke dalam jebakan musuh….
Jilid 33
BEGITU niatnya diputuskan, dia menarik kembali senyuman
yang menghiasi bibirnya itu, seluruh perhatian ditujukan ke
tengah gelanggang dan permainan pedangnya ikut menjadi
serius pula.

1292
Hawa pedang memenuhi angkasa, desingan angin tajam
memekikkan telinga, terutama dibawah terpaan cahaya sang
surya, terhiaslah beratus-ratus buah jalur pedang yang
menyilaukan mata.
Kedua belah pihak sama-sama memusatkan segenap
tenaga dan perhatiannya pada permainan ilmu pedang
masing-masing, keseriusan ketegangan mencekam seluruh
angkasa, bentrokan-bentrokan nyaring ikut menyemarakkan
suasana, bikin jantung mau copot rasanya.
Diantara bayangan manusia yang saling menyambar itu,
secara lapat-lapat terselip hawa napsu membunuh yang
mengerikan, demikian seramnya waktu itu membuat para
penontonpun ikut merasa tegang.
Selangkah sesaat kemudian, para penonton mulai
menyaksikan kemantapan serta keteguan Hoa In-liong dalam
menghadapi pertarungan, sebaliknya keempat orang Coa Hoa
itu menunjukan kegelisahan, siapa menang siapa kalah
rasanya dari perubahan sikap itupun mudah ditebak.
Dua bersaudara Leng hou memang sombong dan tinggi
hati, namun pengetahuan maupun pengalamannya dalam soal
ilmu silat memang tak bisa disangkal setelah mengikuti
jalannya pertarungan itu beberapa saat, Leng hou Yu lantas
berbisik dengan ilmu menyampaikan suaranya, “Pada mulanya
aku masih menaruh curiga kenapa bocah keparat itu dapat
menjadi ketua dari suatu perkumpulan besar, bila ditinjau dari
kepandaian silat yang dimiliki murid-muridnya ini, dia memang
amat Iihay!”
“Aaah…. kamu ini terlalu memandang enteng bocah
keparat itu” sahut Leng hou Ki dingin, jika dia tak punya

1293
kepandaian yang mengagumkan masa ji-suheng mau bersabar
sampai sekarang?”
“Hmmm….! Bangsat itu lupa budi dan lupa kebaikan orang,
setiap kali teringat tenaga dia, amarah serasa mau meledak
dan sukar dikendalikan” kata Leng-heu Yu lagi sambil
menggigit bibir.
Leng hou Ki tertawa dingin.
“Sekalipun tak terkendalikan juga harus dikendalikan.
Heehh…. heehh…. heeehh…. jika keluarga Hoa telah
dimusnahkan, Hmm! Memangnya kau anggap Hian-beng-kauw
masih bisa bercokol terus dipemukaan bumi….”
Leng hou Yu melirik sekejap ke arah Hoa In-liong yang
berada ditengah arena, kemudian berkata lagi, “Ilmu silat
yang dimiliki bocah keparat itu sangat tinggi, kemajuan yang
berhasil dicapai teramat pesat, sampai aku sendiripun ikut
merasa terperanjat. Manusia semacam ini tak boleh dibiarkan
hidup terus didunia!”
Beberapa patah katanya yang terakhir ini diucapkan tanpa
menggunakan ilmu menyampaikan suara, hingga nadanya
yang tinggi rendah tak menentu itu dapat didengar oleh setiap
orang.
Coa Wi wi merasa terperanjat, hawa murninya segera
dihimpun menjadi satu, perhatiannya tertuju seratus persen
kearena pertarungan, dia telah bersiap sedia memberikan
pertolongan bilamana perlu.
Hoa In-liong pribadi, walaupun sedang terlibat dalam
pertarungan yang seru, namun setiap patah kata tadi dapat
didengar olehnya dengan jelas, pikirnya dihati, “Hmmm….!
Manusia-manusia sesat dari luar perbatasan memang selalu

1294
buas dan tak tahu aturan, perbuatan macam apapun sanggup
mereka lakukan meski bertentangan dengan suara hati
mereka….”
Dia lantas memutuskan untuk menyelesaikan pertarungan
itu secepat mungkin, bentaknya dengan suara dingin, “Jika
kalian berempat tak mau mundur lagi, jangan salahkan kalan
aku Hoa loji terpaksa akan menyusahkan kamu sekalian!”
“Hoa loji, tak ada gunanya banyak ngebacot, kita tentukan
saja menang kalahnya diujung senjata” teriak Ciu Hoa loji
sambil menyerang dengan pedangnya.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahh….betul juga perkataan itu”
kata Hoa In-liong sambil tertawa tergelak, “nah, lihatlah
serangan pedangku ini!”
Permainan pedangnya segera berubah, dia menyerang
secara bertubi tubi dengan tenaga serangan yang maha
dahsyat.
Ibaratnya terjadi angin ribut, deruan angin sedang
memekikkan telinga, seluruh permukaan dan udara diselimuti
desingan tajam yang memekikkan telinga itu.
Ilmu pedang yang dimainkan sekalian Ciu Hoa memang
terhitung tangguh, akan tetapi jika dibandingkan dengan
permainan pedang anak muda itu, tampaklah mutu permainan
dari masing-masing pihak.
Sekarang mata semua orang baru terbuka, mereka baru
kagum dan memuji tiada hentinya, terutama dua bersaudara
Leng hou, sikap memandang rendahnya cepat ditarik kembali.
Diantara kilatan cahaya pedang yang menyilaukan mata,
tiba-tiba terdengar Hoa In-liong berseru, “Ciu kongcu

1295
berempat, pegang pedang masing-masing yang erat, jangan
sampai terlepas lho!”
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, terjadilah
suatu benturan nyaring yang memekikkan telinga….
“Traaang! Traaang! Traaang! Traaang!” empat kilatan
cahaya putih membumbung tinggi keudara lalu tersebar
keempat penjuru.
Dua diantaranya membentur dinding karang dan rontok
ketanah dengan menimbulkan suara nyaring, satu menyambar
lewat dari atas kepala Beng Wi cian dan kena ditangkap
olehnya, sedang satu yang terakhir menyambar diatas kepala
Leng hou Yu, tapi terkena sapuanya sehingga pedang itu
bagaikan anak panah yang terlepas dari busur nya meluncur
masuk kedalam hutan bambu kurang lebih sepuluh kaki ditepi
gelanggang.
Tiga orang anggota Hian-beng-kauw cepat-cepat mengejar
jatuhnya pedang itu dibalik hutan serta dipungutnya kembali.
Hoa In-liong sendiri dengan pedang disilangkan didepan
dada, berdiri sambil tersenyum.
Keempat orang Ciu hoa itu berdiri terbelalak dengan tangan
hampa, mulut mereka melongo saking kagetnya, napas yang
tersengkal sengkal dan dada yang berombak menunjukan
kalau mereka sudah kehabisan tenaga.
Dengan perasaan malu, gusar kaget dan mendongkol
mereka berdiri membungkam dalam seribu bahasa.
“Beng Wi cian kuatir mereka tak dapat mengendalikan
emosinya, cepat-cepat dia berseru, “Kongcu sekalian harap

1296
segera mengundurkan diri, apa gunanya memperebutkan soal
menang kalah dengan bocah keparat dari keluarga Hoa itu….!”
Kendatipun keempat orang Cia Hoa itu adalah manusiamanusia
kasar yang sudah dikendalikan namun mereka cukup
memahami bahwa ilmu silat yang dimilikinya bukan tandingan
Hoa In-liong, setelah menemukan kesempatan untuk
mengundurkan diri tanpa harus kehilangan muka, merekapun
mundur dari gelanggang.
Rupanya Cia Hoa lotoa masih belum puas dengan hasil
pertarungan itu, kembali hardiknya dengan suara nyaring,
“Ingatlah engkau wahai Hoa loji, sementara waktu kutitipkan
nyawamu ditubuhmu, tapi suatu ketika nanti, pasti akan
kurenggut kembali….!”
Hoa In-liong tersenyum.
“Kurang baik bila aku cuma membungkam katanya, biarlah
pernyataan itu kusanggupi dibibir saja.
Setelah berhenti sebentar ujarnya lebih jauh, “Namun aku
Hoa loji cukup memahami bagaimanakah perasaan seseorang
yang menderita kekalahan, maka akupun tidak akan banyak
ribut lagi”
Ciu Hoa lotoa mangkelnya luar biasa, tapi ia cuma bisa
mendengus saja tanpa sanggup banyak berbicara lagi.
Cia In yang selama ini cuma membungkam, tiba-tiba
berseru sambil tertawa cekikikan, “Engkoh Khi, engkau betulbetul
memiliki hati seluas Buddha, sampai terhadap musuh
busukpun bersedia untuk mengampuni”
Ucapan itu segera disambut dengan gelak tertawa
cekikikkan dari hawa gadis lainnya, suasana yang tegang jadi

1297
santai kembali, ibaratnya kicauan burung nuri dipagi hari,
suasana terasa lebih nyaman dan menyegarkan….
Diantara sekian banyak orang, keempat orang Ciu Hoa lo
sam yang paling berangasan segera kenali kembali Cia In
sebagai pelacur yang telah permainkan dirinya tempo hari, dia
menjadi berang.
Dengan langkah lebar dihampirinya Cian In lalu dengan
wajah menyeringai seram katanya, “Hei engkau lonte busuk
dari Gi sim wan, mau apa datang kemari?”
“Ingin menjajakan dirimu atau ingin mencari kematian buat
dirimu….?”
“Sekalipun ingin menjajakan diri, tak nanti aku akan
menjajakan diri kepada Cia In dengan dahi berkerut, apa
gunanya Ciu sam-kongcu musti bersikap garang kepadaku?”
Ciu Hoa lo sam tertawa seram.
“Bagus! Bagus sekali! Rupanya engkau sudah tidak maui
sarang lontemu itu?”
Kembali Cia In tertawa terbahak-bahak.
“Semenjak dulu Gi sim wan siapa menunggu kedatangan
kongcu! Cuma lain kali kongcu musti lebih hati-hati sebab
tidak akan semudah tempo dulu untuk keluar dalam keadaan
selamat”
Hoa In-liong sangat memperhatikan ucapan tersebut,
sehabis mendengar perkataan itu, dia lantas berpikir, “Tempo
hari Cui Hoa lo-sam dan Ciu Hoa Lo-ngo telah menyatroni Gi
sim wan tanpa kuketahui bagaimana akhir urusan itu, tapi
kalau didengar dari perkataannya Cia In, rupanya mereka

1298
telah mendapat kerugian besar. Ehmm….! Secara terangterangan
dia berani memusuhi Hian-beng-kauw, mungkinkah
perkumpulan Cian li kau hendak dibuka secara resmi?”
Sementara itu Ciu Hoa lo sam telah membentak keras,
“Lonte busuk! Lihatlah sam ya mu akan mencekik engkau
sampai modar….!”
Sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke depan.
Ciu In terkejut, serunya, “Sam kongcu. Kau anggap
perempuan lemah itu gampang dipermainkan orang….?”
Telapak tangannya yang lembut diayun kemuka untuk
menyambut datangnya serangan tersebut.
Beng wi cian sempat menyaksikan sesuatu yang aneh pada
serangan tersebut, kiranya dikala Cia In melepaskan pukulan
tadi, beberapa orang gadis yang berada dibelakangnya
serentak menjulurkan pula telapak tangan sambil ditempelkan
pada punggung rekan didepannya.
Dia tahu gelagat tidak menguntungkan, segera bentaknya
cepat, “Sam kongcu, cepat mundur!”
Sambil berteriak sepasang telapak tangannya segera
didorong kemuka melancarkan sebuah pukulan.
Berkilat sepasang mata tiga orang Ciu Hoa lainnya setelah
menyaksikan kejadian itu, serentak mereka melancarkan pula
sebuah pukulan kemuka.
Dengan demikian sekaligus ada empat gulung tenaga
pukulan bersama sama membendung datangnya ancaman dari
Cia In itu.

1299
Beberapa gerakan itu dilakukan dengan kecepatan luar
biasa….” Blaang!” suatu benturan keras menggelegar
memecahkan kesunyian.
Oleh tenaga pantulan yang dihasilkan dalam serangan
tersebut, Beng wi cian serta tiga orang Ciu Hoa terdorong
mundur sampai beberapa langkah, sebaliknya Cia In berikut
tujuh delapan orang ga dis yang berada dibelakangnya ikut
mundur juga sejauh dua langkah.
Paling parah keadaannya adalah Ciu Hoa lo sam, bagaikan
layang layang putus benang, tubuhnya mencelat jauh ke
belakang. Ketika terjatuh ke tanah tampaklah darah kental
meleleh keluar dari panca inderanya.
Hebat sekali akibat dari benturan itu, Beng wi cian
berempat menderita luka dalam yang cukup parah, bawa
darah dalam dada mereka bergolak keras, cepat seluruh
perhatian mereka dipusatkan untuk mengatur napas dan
bersamadi.
Empat orang kakek baju hitam yang berada dibelakangnya
memburu ke depan, mereka segera menggotong tubuh Ciu
Hoa lo-sam yang tergelatak tak sadarkan diri itu.
00000O00000
34
WAKTU itu keadaan Ciu Hoa lo sam sangat gawat,
mukanya sepucat mayat, noda darah membasahi lubang
inderanya, dia berada dalam keadaan tak sadar.
Bagaimana dengan Cia In sekalian? Ternyata mereka tidak
kekurangan sesuatu apapun.

1300
Serangan yang dilancarkan Cia In itu memang sangat
hebat, tapi setiap jago yang hadir dalam gelanggang dapat
menyaksikan bagaimana kekuatan yang dihasilkan oleh Cia In
itu berasal dari tenaga gabungan tujuh delapan orang gadis
dibelakangnya, atau dengan perkataan lain tenaga serangan
itu berasal dari gabungan tenaga dalam beberapa orang itu
yang disalurkan dengan ilmu menyampaikan tenaga
meminjam badan. Meskipun hebat, kejadian itu bukan suatu
peristiwa yang patut diherankan.
Setiap jago dalam dunia persilatan rata-rata mampu
menggunakan cara penyaluran tenaga semacam itu tapi
kepandaian seperti apa yang dilakukan Cia In sekalian itu luar
biasa, sudah tentu mempunyai kepandaian khusus yang harus
dipelajari lebih dulu.
Berbicara menurut kepandaian silat sesungguhnya, ilmu
silat yang dimiliki Cian In paling banyak hanya sanggup
menandingi seorang Ciu Hoa, bila dibandingkan Beng Wi cian
tentu saja masih ketinggalan jauh. Tapi kenyataan yang
terjadi kemudian benar-benar jauh diluar dugaan setiap
orang….
Toan bok See liang berpikir juga.
“Beng tua biasanya selalu gagah perkasa, terutama dengan
perhitungannya dalam menghadapi pelbagai masalah, tapi
akhirnya dia terkecoh juga di tangan orang, apalagi kalau
ditangan beberapa o-rang gadis yang belum diketahui asal
usulnya, sungguh merupakan suatu peristiwa yang tragis!
Aii….! Dalam bentrokan ini, dari pihak yang menang
perkumpulan Hian-beng-kauw jadi pihak yang kalah, masih
mendingan kalau cuma kehilangan beberapa orang jago, yang
lebih tragis lagi nama besar serta wibawanya ikut ternoda….”

1301
Setelah berpikir sebentar, dengan wajah sedingin es dia
membi sikkan sesuatu kepada orang di sampingnya, lalu dia
maju menghampiri rombongan Cian li kau itu diikuti dua orang
kakek berbaju hijau.
Sekalipun mengetahui kalau musuhnya terluka, Cia In tak
berani gegabah, sepisang biji matanya berputar kemudian
diapun membisikkan sesuatu kepada rekan disampingnya.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tiba-tiba kawanan
gadis itu merubah posisi masing-masing dengan Cia In
sebagai titik pusat mereka bentuk suatu lingkaran, tangan
masing-masing saling bergandengan sementara punggung
mereka menghadap keluar, diantara bayangan tubuh yang
bergerak kesana-kemari tampak warna merah kuning hijau
memenuhi angkasa, suatu pemandangan yang sangat indah
“Oooh….rupanya mereka sedang membentuk suatu barisan
untuk membendung serangan musuh!” pikir Hoa In-liong.
Sebenarnya dua bersaudara Leng hou tidak pandang
sebelah matapun terhadap Cia In sekalian, karena itu selama
ini mereka cuma membungkam diri belaka.
Tapi sekarang, sesudah menyaksikan kesemuanya itu,
timbul juga rasa ingin tahu dihati mereka.
“Hei, kalian budak-budak ingusan, permainan setan apalagi
yang sedang kalian lakukan?” bentak Leng hou Yu.
Cia In tertawa.
“Oleh sebab kami menyadari bahwa tenaga dalam yang
kami miliki terlampau cetek, maka sengaja diciptakan suatu
permainan guna menyelamatkan keselamatan sendiri. Demi

1302
menjaga rahasianya permainan ini, maaf kalau kami tak dapat
memberi penjelasan”
Leng hou Yu mendengus congkak.
“Hmmm….! Permainan apa? Cukup dengan sebuah
pukulan, pasti permainan kalian akan buyar dan kamu-kamu
semua mampus secara mengerikan!”
“Apa satahnya kalau dicoba?” tantang Cia In. Mendengar
tantangan tersebut, diam-diam Hoa In-liong berpikir didalam
hati, “Tenaga pukulan yang dihasilkan dari Ciat ti coan kang
(meminjam tubuh menyalurkan tenaga) meski lihay tapi tidak
sempurna, menghadapi jagoan biasa mungkin menghasilkan,
tapi untuk menghadapi Leng hou siluman tua yang berilmu
tinggi, tindakan semacam itu justru sangat berbahaya…. aai,
kalau sampai diobrak-abrik oleh siluman tersebut, bukankah
sama artinya dengan kalian mencari kematian buat diri
sendiri?”
Benar juga, Leng hou Yu sangat marah menerima
tantangan itu, sambil tertawa seram katanya, “Heehh….
heehh…. heehh…. aku jadi ingin tahu selain ilmu sesat
pembius sukma dan ilmu Ciat ti coan kang, masih ada
kepandaian apa lagi yang kalian miliki?”
Selangkah demi selangkah dia maju ke depan menghampiri
Cia In dan rombongan.
Hoa In-liong cukup yakin akan kemampuan orang-orang
Cian li kau, diapun percaya kecuali beberapa macam
kepandaian itu, mereka masih memiliki ilmu simpanan lainnya.
Kendatipun demikian, anak muda itu masih tetap kuatir, dia
kuatir beberapa orang gadis itu tak sanggup menggadapi Leng
hou Yu yang tangguh, terutama dalam soal tenaga dalam,

1303
maka pikirnya, “Bagaimanapun jua aku musti lindungi anggota
Cian li kau ini, sebab bila sampai terjadi hal-hal yang tak
inginkan atas diri mereka bagaimana pertanggungan jawabku
dihadapan bibi Ku?….
Berpikir sampai disitu, sinar matanya dialihkan sekejap ke
arah Coa Wi-wi sambil memberi tanda, kemudian kepala Leng
hou Yu dia berkata, “Cukup pantaskah seorang muda dari Im
tiong san seperti aku ingin mohon petunjuk ilmu silat dari
seorang jagoan Seng sut pay?”
Melihat lirikan anak muda itu, Coa Wiwi segera memahami
artinya, dia tahu anak muda mohon kepadanya untuk mewakili
Cian li kau menghadapi musuh tangguh.
Tanpa berpikir panjang, dia menjajakkan sepasang kakinya
ke tanah lalu melayang turun dihadapan Leng hou Yu seraya
membentak, “Manusia Leng hou pertarungan kita tadi belum
diselesaikan, sebelum mencari gara-gara dengan orang lain,
alangkah baiknya jika pertarungan kita diteruskan lebih dulu!”
Terhadap gadis tangguh ini rupanya Leng hou Yu sudah
menaruh rasa segan, tanpa terasa dia berhenti sambil berpikir,
“Lotoa harus menghadapi bocah dari keluarga Hoa itu, jika
aku musti menghadapi dayang ini sendirian…. lebih banyak
keoknya daripada berhasil….”
Sebelum dia mengambil keputusan, leng hou Ki dilain pihak
telah menyahut, “Yaa meskipun selisih dikit, tapi tak
apalah….”
Sambil mengangkat tangan kanannya, dia melangkah maju
ke depan.
“Silahkan!” ujar Hoa In-liong sambil tertawa, pedang
bajanya direntangkan dan dia tutup rapat seluruh tubuhnya.

1304
Seketika itu juga keheningan mencekam seluruh
gelanggang.
Pertatungan yang bakal berlangsung ini bukan suatu
pertarungan biasa, disatu pihak adalah seorang gembong iblis
dari Mo kau yang sudah tersohor karena keganasannya, dilain
pihak adalah seorang jago muda keturunan tokoh persilatan
yang belum lama munculkan diri.
Sebenarnya semua orang beranggapan bahwa Hoa In-liong
bukan tandingan Leng hou Ki tapi setelah berlangsungnya
pertarungan tadi, dimana secara gemilang anak muda itu
berhasil mengalahkan empat orang Ciu Hoa, pandangan
semua orang mulai berubah, dan atas dasar itu pula mereka
tak berani memastikan siapa yang bakal menangkan
pertarungan itu.
Bila Leng hou Ki yang kalah, sudah tentu tak ada perkataan
lain. Sebaliknya kalau Hoa In-liong yang kalah, maka akibat
sampingannya tentu luar biasa sekali.
“Pertama, semua orang sudah tahu kalau jago-jago Seng
sut pay rata-rata buas, kejam dan melebihi ular berbisa,
apalagi mereka mempunyai dendam sedalam lautan dengan
pihak keluarga Hoa, kalau anak muda itu sampai kalah, pihak
Mo kau tak segan-segannya pasti akan membinasakan dirinya,
atas pembunuhan itu Hoa Thian-hong tentu tidak terima,
akibatnya pertarungan terbuka pasti akan berlangsung.
Kedua, akibatnya dalam dunia persilatan pasti akan
berlangsung badai pembunuhan yang paling mengerikan,
malah kehebatannya akan melebihi pertarungan di bukit Kiu ci
san tempo dulu.

1305
Sementara itu Leng hou Yu mendengus dingin, ia putar
badan sambil mengawasi dua orang itu, dia tahu Coa-Wi-wi
tak mungkin akan menyergap orang dari belakang, sedangkan
tentang Cia In sekalian, pada hakekatnya ia tak pandang
sebelah mata pun terhadap mereka.
Coa Wi-wi juga tidak memperdulikan Leng hou Yu lagi,
sebab semua perhatiannya telah tertuju ke tengah gelanggang
di mana kekasihnya sedang bersiap-siap melakukan
pertarungan.
Toan bok See Liang yang sebenarnya hendak menantang
Cia In untuk bertarung, sekarang kehilangan pula gairahnya
untuk melanjutkan niat tersebut, sorot matanya dialihkan pula
ke tengah arena dimana Hoa-ln liong dan Leng hou Ki sedang
saling berhadapan.
Hoa In-liong berdiri dengan sikap yang tenang dan mantap,
pedangnya terlintang didepan dada, begitu kokoh dan
gagahnya ibarat sebuah bukit karang, membuat siapapun juga
merasa kagum dan segan kepadanya.
Leng hou Ki selangkah demi selangkah maju menghampiri
Hoa In-liong diiringi senyum menyedikan yang mengerikan
jaraknya dengan pemuda itu tinggal dua kaki, sebenarnya
sekali hajar saja se rangannya pasti akan mencapai sasaran,
tapi ia tidak berbuat demikian, malahan setelah melampaui
jarak tersebut, langkahnya kian lama kian lambat seperti
rangkakan seekor siput.
Semakin dia berbuat demikian, semakin gawat pula
situasinya, sebab setiap serangan yang dia lancarkan pasti
merupakan suatu serangan maut yang menggentarkan sukma,
mungkin juga dalam serangan itu mati hidup seseorang akan
ditentukan

1306
Padahal, Leng hou Ki sendiripun tak yakin dengan
serangannya itu dia tak yakin kalau kemenangan pasti berada
dipihaknya. Seandainya simpai kalah, niscaya nama baiknya
akan ternoda dalam muka umat persilatan, dan dia tak merasa
punya muka lagi untuk tancapkan kaki dalam dunia persilatan.
Sebaiknya membinasakan pemuda itu, diapun merasa
belum tiba waktunya. Ia tak ingin bentrok secara terbuka
dengan pihak keluarga Hoa hingga mengakibatkan posisi
perkumpulannya sulit.
Dengan pelbagai keadaan yang terbentang dideppan mata,
pada hakekatnya keadaan gembong iblis itu ibaratnya
menunggang dipung gung ,merasa segan.
Tapi akhirnya dia nekad juga, sambil menggigit bibir dia
menerjang maju terus kedepan.
Situasi bertambah tegang, setiap saat suatu pertarungan
sengit bakal berlangsung….
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seseorang berteriak
dengan suara lantang, “Leng hou hiante, tunggu sebentar!”
Serentak semua orang alihkan perhatiaannya kearah mana
berasalnya suara itu, tampak dua sosok bayangan manusia
ibaratnya kabut tipis yang melayang diudara, secepat
sambaran kilat meluncur datang.
Leng hou Ki segera menghentikan gerakan tubuhnya, lalu
berkata, “Kaucu kami telah datang, terpaksa pertarungan ini
harus ditunda untuk sementara waktu”
Terkesiap Hoa In-liong setelah mengetahui kalau Tang kwik
Siu telah datang, tapi rasa cemasnya itu tak sampai
diperlihatkan di atas wajahnya.

1307
“Terserah” ia menyahut, kalau mau ditunda, marilah kita
tunda!”
Dua orang yang baru datang itu adalah kakek-kakek
berjubah kuning dengan rambut serta jenggot yang telah
beruban semua, sungguh cepat gerakan tubuh mereka, tak
sampai sekejap mata mereka sudah tiba ditengah gelanggang.
Serentak para jago dari Hian-beng-kauw menyingkir ke
samping memberi jalan, sementara jago-jago dari Mo kau
bungkukkan badan memberi hormat….
Orang yang berjalan paling depan adalah seorang kakek
bermuka merah padam, berjenggot perak dan memakai
sebuah sabuk berukiran naga yang terbuat dari emas.
Naga emas itu panjangnya sembilan depa kepalanya
sebesar cawan arak dan tubuhnya hidup dan indah sekali,
sisik-sisiknya memantulkan sinar gemerlapan kuku, dan
cakarnya merentang, boleh dibilang ukiran tersebut
merupakan ciri khas dari ketua Mo kau.
Sedang kakek berjubah kuning lainnya mempunyai
dandanan yang tak jauh berbeda dengan dua bersaudara Leng
hou maupun Hu yan kiong sebu ah ikat pinggang naga perak
menghiasi pinggangnya, dia mempunyai lengan yang
panjangnya mencapai lutut, mukanya kurus kering, sepasang
matanya seakan-akan setengah terpejam, dandanannya yang
seram macam setan ditambah jubahnya yang penuh dengan
lumpur, mengingatkan orang akan mayat hidup yang baru
bangkit dari liang lahatnya.
Ketika kedua orang itu masuk ke dalam gelanggang, dua
bersaudara Leng hou segera maju sambil siap melaporkan
sesuatu, tapi Tang kwik Siu segera ulapkan tangannya.

1308
“Hiante berdua harap tunggu sebentar!”
Buru-buru dua bersaudara Leng hou memberi hormat,
kemudian putar badan dan berdiri dibelakang Tang kwik Siu
serta kakek macam mayat hidup itu.
Hoa In-liong yang mengikuti perkembangan tersebut dari
samping dapat menebak kalau kedudukan si kakek macam
mayat itu jauh lebih tinggi dari pada dua bersaudara Leng
hou, malah kemungkinan besar tenaga dalamnya tidak berada
di bawah Tang kwik Siu.
“Tang kwik kaucu baik-baikkah engkau?” sapa Toan bok
See liang, “maafkanlah aku orang she Toan bok, lantaran ada
luka dibadan tak bisa memberi hormat kepadamu”
“Saudara Toan-bok tak usah sungkan-sungkan” sahut Tang
kwik Siu sambil tertawa.
Beng wi cian yang sebenarnya sedang mengatur
pernapasan, tiba tiba membuka matanya dan ikut memberi
hormat.
“Sudah lama kukagumi nama kaucu, beruntung sekali kita
bisa saling bertemu muka. Maaf bila aku terlambat
menyambut kedatanganmu”
“Selamat berjumpa saudara Beng!” Tang kwik Siu balas
memberi hormat.
Sampai disitu, pelan-pelan sinar matanya beralih ke
sekeliling tempat itu dan mengawasi semua orang satu demi
satu, ketika memandang wajah Coa Wiwi dia hanya melirik
sepintas lalu saja, akhir nva sorot mata itu berhenti diatas
wajah Hoa In-liong.

1309
Seketika itu juga, sorot mata semua orang ikut beralih ke
wajah Hoa In-liong, mereka ingin tahu bagaimana cara anak
muda ini menghadapi gembong iblis yang lihay itu.
Situasi dunia persilatan waktu itu dengan Hoa Thian-hong
sebagai tokoh persilatan nomor satu, otomatis anak keturunan
keluarga Hoa menjadi pusat perhatian pula dalam keadaan
macam apapun. Tentu saja dengan dasar pendidikan maupun
peraturan keluarga Hoa, anak keturunannya mempunyai
wibawa dan cara bertindak yang sesuai pula dengan
kedudukannya.
Hal ini masih ditambah lagi dengan bekal ilmu silat yang
tinggi, kesemuanya itu membuat setiap jago persilatan, setiap
iblis dari golongan sesat menaruh hormat dan segan pula
terhadap mereka.
Waktu itu, Hoa In-liong telah masukkan pedangnya
kedalam sarung, lalu dengan sikap yang tenang dia memberi
hormat.
“Hoa yang dari San see, menghunjuk hormat untuk Tang
kwik kaucu!” katanya.
Tang kwik Siu tidak membalas hormat itu, diperhatikannya
pemuda itu dari atas sampai ke bawah dengan sorot mata
yang tajam, tiba-tiba ia berkata dengan suara dingin,
“Jikongcu, lebih baik kau simpan saja semua tata cara adatmu
yang kosong…. kau rasa kau pasti mengetahui dengan jelas
bukan akan peristiwa yang terjadi banyak tahun berselang
ketika ayahmu dengan mengandalkan ilmu silat yang tinggi
menindas Seng sut -pay kami?”

1310
Ucapan itu kian lama diucapkan makin dingin, hawa panas
membunuh secara lapat-lapat menyelimuti pula diatas
wajahnya.
Coa Wi-wi menguatirkan keselamatan Hoa In-liong ketika
perkataan lawan didengar mengandung nada tak baik, diamdiam
ia menggeserkan tubuhnya sambil bersiap siaga.
Berbeda Beng Wi cian, ia gembira sekali melihat kejadian
tersebut, pikirnya, “Lebih baik kalian bertarung lebih dulu,
dengan begitu kami tinggal memungut hasilnya tanpa
bersusah payah!”
Karena berpendapat demikian, dia lantas memberi tanda
dan memimpin kawanan jagonya mundur ke sebelah kiri Tang
kwik Siu, sementara Ciu Hoa lo-sam dan kakek berbaju hitam
yang terluka itu diserahkan kepada anak buahnya.
Thia Siok bi yang menyaksikan para jago sudah mundur
sejauh enam tujuh kaki dari mulut gua, dan lagi perhatian
mereka sekarang tertuju pada Hoa In-liong, dia merasa tak
ada gunanya menjaga gua itu lebih jauh.
Sambil mengebaskan senjata Hud timnya, To koh berjubah
abu-abu itu ikut mundur kesamping Hoa In-liong.
Belasan gadis dari Cian li kau masih tetap berada ditempat
semula, mereka hanya berdiri dengan senyum dikulum dari
sikap mereka yang begitu santai, seakan-akan menunjukkan
bahwa rombongan mereka hanya merupakan pihak ketiga
yang bermaksud menonton keramaian belaka.
Jumlah kawanan jago dari Hian-beng-kauw ditambah Mo
kau hampir mencapai sembilan puluh orang banyaknya,
sedangkan pihak Hoa In-liong hanya berjumlah tiga orang,
suatu perbandingan kekuatan yang sangat tak seimbang….

1311
Hoa In-liong berpikir didalam hati, “Tak nyana macam
beginilah Tang kwik Siu sang kaucu dari Mo kau, dia cuma
bisa memutar balikkan. Siapapun tahu kalau dimasa lampau
pihak Seng sut pay hendak menguasahi seluruh kolong langit
dan mengangkangi harta karun di bukit Kiu ci san, lantaran itu
mereka dihukum oleh ayah sekarang mereka malahan
menuduh ayahku yang menindas mereka dengan
mengandalkan ilmu silat suatu fitnahan yang sangat
keterlaluan….
Setelah berpikir sejenak, dia berhasil menenangkan
pikirannya, lalu berkata, “Engkau tak usah memutar balikkan
kenyataan, bagaimanakah duduknya persoalan di masa lalu
telah diketahui oleh setiap orang gagah didunia ini”
“Setiap orang gagah didunia ini?” tukas Leng hou Yu sambil
mendengus.
“Sin ki pang, Thian Ik cu maupun Jin Hian adalah jago-jago
dari golongan hitam, sisanya juga merupakan antek antek dari
keluarga Hoa, apakah mereka adalah orang-orang gagah?”
Hoa In-liong tidak menggubris ocehan tersebut, lanjutnya,
“Sayang aku dilahirkan terlalu lambat, hingga kejadian
tersebut tidak kualami sendiri, karenanya aku tak berani
memberi pertimbangan apa-apa secara gegabah”
Setelah berhenti sebentar, dia menjura lalu menambahkan
dengan suara lantang, “Dalam kejadian hari ini, apakah mau
bertempur atau akan damai, harap Tang kwik kaucu memberi
penjelasan. Sekalipun aku cuma seorang bocah kemarin sore
yang masih cetek ilmu silatnya dengan memberanikan diri
akan kupikul semua resiko yang bakal terjadi. Seorang laki laki
berbuat dia akan bertanggung jawab sendiri, maka aku minta
mereka yang tidak tersangkut dalam peristiwa ini sudi

1312
dibiarkan berlalu tanpa diganggu….sebagai ketua suatu
perguruan, tentunya kaucu tidak keberatan bukan….?”
Perkataan itu tidak terlalu meninggikan diripun tidak terlalu
merendahkan derajat sendiri, meskipun penuh bernada patriot
bukan berarti sombong, kesemuanya ini menciptakan suatu
kewibawaan yang besar bagi anak muda itu.
“Bocah keparat, rupanya kau memang hebat!” puji Tang
kwik Siu didalam hati.
Leng hou Ki segera berteriak, “Bocah kunyuk, besar amat
bacotmu, tapi pantaskah engkau berkata demikian?”
“Tang kwik Siu ulapkan tangannya mencegah orang itu
berbicara lebih lanjut, tapi sebelum dia sempat mengucapkan
sesuatu sambil tertawa merdu Cia In telah mendahului, “Tang
kwik kaucu adalah seorang tokoh persilatan yang sangat
tersohor, masa dia mau menurunkan derajat sendiri untuk
melayani seorang boanpwe macam kau, Hoa kongcu!
Tidakkah kau rasakan bahwa perkataanmu itu kelewatan
sombong?”
Hoa In-liong mengernyitkan sepasang alis matanya lalu
berpikir, “Walaupun maksudmu baik, sayang kau lupa
siapakah Tang kwik Siu itu, dengan perkataanmu itu bukankah
sama artinya dengan mencari penyakit buat diri sendiri?”
Betul juga, Tang kwik Siu melirik sekejap ke arah Cia In
dengan pandangan hambar, tapi dengan cepat dia menoleh
kembali kewajah Hoa In-liong rupanya dia segan untuk
berurusan dengan kaum wanita.
Sekalipun hanya kerlingan sekejap saja, namun Cia In
dapat merasakan betapa tajamnya sorot mata itu. Kendatipun

1313
dia tak takut langit dan tak takut bumi, tercekat juga
perasaannya.
“Nona cilik!” kata Tang kwik Siu aku lihat ilmu yang kau
yakini adalah ilmu Cha Ii sim hoat sepengetahuanku kitab Cha
li sim keng yang disimpan dalam istana Kiu ci kiong telah
didapatkan Ku Ing ing, apakah engkau adalah anak murid dari
Ku Ing ing?”
Kagum juga Hoa In-liong atas ketajaman matanya, dia
tersenyum hambar seraya menukas, “Kaucu, yang kau cari
kan orang-orang dari keluarga Hoa, buat apa musti banyak
bertanya tentang rahasia orang lain?”
Tang kwik Siu tertawa dingin.
“Heeehh…. heeehh…. heehh…. kau memang tak malu
menjadi keturuanan keluarga Hoa, kegagahan dan kebesaran
jiwamu sungguh membuat lohu merasa kagum”
Tiba-tiba dengan sikap yang jauh lebih santai, dia berkata
lebih jauh, “Ji kongcu, maaf kalau terpaksa aku hendak
mengucapkan sepatah dua patah kata yang kurang sedap
didengar. Walaupun tenaga dalam yang dimiliki ayahmu
sangat lihay, tapi toh tetap berasal dari tingkatan yang lebih
muda, apa yang dikatakan nona cilik itu memang benar,
sekalipun lohu marah juga tak nanti akan menurunkan derajat
untuk turun tangan sendiri”
Tiba-tiba Cia In tertawa merdu.
“Aku she Cia bernama In, siapa yaag kesudian dipanggil
nona cilik?”
“Tutup mulutmu budak ingusan….” bentak Leng hou Yu
dengan gusarnya.

1314
Tang kwik Siu tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haaahh…. haaahh….sute, kau tak usah banyak
berbicara lagi”
Sambil mengelus jenggotnya yang keperak-perakan,
kembali ujarnya kepada Cia In, “Aku ingin sekali mengetahui
nama dari nona-nona sekalian, apakah kalian bersedia
memberitahu?”
Cia In tertawa cekikikan.
“Nah, begitulah baru mirip gaya seorang kaucu dari suatu
perkumpulan besar, kalau cuma main gertak sambil jual
tampang wah gayanya tukang pukul kasaran….”
Diiringi gelak tertawa cekikikan, gadis itu memotong
pembicaraannya sampai ditengah jalan.
Orang-orang Seng sut pay bukan manusia berotak kerbau,
sudah tentu sindiran tersebut termakan oleh mereka, kontan
saja semua orang menunjukkan wajah gusar.
Tang kwik Siu tidak menjadi marah karena sindiran itu,
malah ujarnya sambil tertawa, “Katakan saja nona!”
Dari gerak-gerik lawannya itu, Hoa In-liong mengambil
suatu analisa dihati kecilnya, “Dia begitu tenang, tidak gugup
dan gerak-geriknya wajar dan dibuat-buat, rupanya sudah ada
suatu rencana yang masak dalam hatinya…. aku musti
berhati-hati….”
Sementara dia masih termenung, Cia In dengan suaranya
yang merdu merayu telah memperkenalkan nama-nama dari

1315
belasan orang gadis itu, bukan saja mereka semua dari marga
Cia, namapun hampir mirip antara yang satu dengan lainnya.
Tanpa terasa dia berpikir lagi, “Tadi ia mengatakan kalau
punya dua nama tentu saja seperti halnya dengan Cia In
nama yang disebutkan pasti nama samaran belaka”
Tergelaknya dia karena geli, serunya, “Semua nona-nona
ini berasal dari marga Cia, tentunya nama mereka juga nama
palsu semua bukan?”
Cia In ikut tertawa merdu.
“Apa yang ada didunia ini semuanya adalah palsu, apalagi
tugas kami semua adalah berhubungan dan melayani orang
dengan cinta palsu, tentu saja segala sesuatunya adalah
palsu”
“Enci In!” tiba tiba Coa Wi-wi bertanya, apa sih
pekerjaanmu? Kenapa musti berhubungan dan melayani orang
dengan cinta yang palsu?”
Dengan mengandung maksud yang mendalam Cia In
mengerling sekejap ke arah Hoa In-liong, lalu tertawa.
“Aku tak berani mengatakannya, sebab kuatir dimarahi jiko
mu itu!” jawabnya.
Sambil mencibirkan bibirnya Coa Wi-wi menengok kearah
Hoa In-liong, rupanya pemuda itu memang tak ingin hal
tersebut diketahui sang nona, dengan cepat dia berkata sambil
tertawa, “Jangan percaya dengan perkataannya, enci In mu ini
adalah seorang petualang, tentu saja semua hal harus
ditanggapi dengan hal hal yang palsu dan benar-benar!”

1316
Lalu sambil memandang kearah Tang kwik Siu ujarnya lagi
dengan nada hambar, “Jika Tang kwik kaucu engkau turun
tangan terhadap boanpwe, lantas bagaimanakah
penyelesaiannya atas kejadian ini?”
Sambil mengelus jenggotnya Tang kwik Siu tertawa.
“Jangankan engkau, lohu sendiripun rada kebingungan!”
Hoa In-liong melirik sekejap kakek bertampang mayat
hidup yang berada di belakangnya, lalu berkata lagi, “Ataukah
engkau hendak memerintahkan orang yang berada
dibelakangmu itu untuk melayani aku?”
Sejak munculkan diri kakek bertampang mayat hidup itu
hanya berdiri disamping Tang kwik Siu tanpa mengucapkan
sepatah katapun, meski apa yang dikatakan Hoa In-liong
barusan terdengar juga olehnya, toh dia tetap membungkam
dalam seribu bahasa, melirikpun tidak.
Mendengar perkataan itu, mendadak Tang kwik Siu
menengadah dan tertawa terbahak-bahak, lama sekali baru
berhenti, Hoa In-liong tidak menunjukkan reaksi apa-apa
menanti suara tertawanya sudah berhenti dia baru berkata,
Persoalan apakah yang membuat Tang kwik kaucu kegelian?”
Sambil mengelus jenggotnya, Tang kwik Siu tertawa
tergelak, sahutnya, “Lohu saja enggan untuk turun tangan
menghadapi dirimu, apa1agi dia! Engkau tahu, dia adalah
kakak seperguruanku Seng To cu. Ilmu silatnya beratus-ratus
kali lebih hebat daripada ilmu silatku, bayangkan sendiri masa
dia mau menghadapi seorang bocah keroco seperti kamu?”
“Hmm….! Terang perkataan itu sengaja dibesar-besarkan”
batin Hoa In-liong,” tapi kalau toh Tang kwik Siu berani
berkata begini, berarti ilmu silat yang dimiliki Seng To cu itu

1317
memang jauh diatas kepandaiannya…. Aku tak boleh terlalu
gegabah!”
Ia coba menengok wajah Seng To cu, tampaknya mukanya
selalu kaku tanpa emosi, tapi pemuda itu tahu makin serius
orangnya makin sukar di ramalkan sampai dimana
kemampuan yang dimilikinya.
Coa Wi-wi sendiri ikut merasa terperanjat, tapi ia tak suka
dengan sikap Tang kwik Siu yang sok ketua-ketuaan itu, maka
dia lantas menyela dengan bibir yang dicibirkan, “Huuuh….tiga
diantara saudara seperguruan kaucu telah kami jumpai,
rasanya mereka juga tiada sesuatu kemampuan yang pantas
dibanggakan!”
Dua bersaudara Leng hou marah sekali mendengar
perkataan itu, terutama Leng hou Yu yang berangasan, sambil
menahan geramnya dia membentak keras, “Budak busuk, kau
ingin mampus….”
“Oooh….! beginikah kata-kata mutiara dari seorang Bu lim
cianpw e?” tukas Coa Wi wi.
Tang kwik Siu terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haaahh…. haaahhh….sute, watak
berangasanmu memang sudah waktunya untuk ditekan!”
Kemudian sambil tersenyum, ujarnya pula kepada diri Coa
Wi-wi, “Nona adalah….”
“Nona ini mempunyai asal usul yang besar sekali” tiba-tiba
Cia In menukas, “jangan membicarakan soal yang lain, cukup
dalam hal ilmu silat belum tentu kaucu sanggup untuk
mengalahkan….”

1318
Dengan sorot mata yang tajam Tang-kwik Siu mengawasi
Coa Wi-wi dari atas kepala sampai ujung kakinya, kemudian
ujarnya pula, “Sepasang mataku belum melamur, aku
memang tahu kalau tenaga dalamnya luar biasa sekali”
Cia In tertawa, serunya lagi, “Berbicara soal kecantikan
muka, dia ibaratnya dewi rembulan yang turun dari
kahyangan, ibaratnya dewi-dewi yang bermukim di nirwana,
jika di bandingkan dengan perempuan seperti kami, ooh….
kami tak lebih cuma sekuntum bunga yang telah layu”
Sambil tertawa tiba-tiba ia tutup mulut, meski pun sudah
berbicara setengah harian, namun nama Coa Wi wi belum
juga disebutkan, orang yang tak tahu tentu mengira
perempuan tersebut sengaja jual mahal.
Lain halnya dengan Hoa In-liong yang cerdik, tiba-tiba
hatinya bergetar keras, segera pikirnya, “Kalau tak ada urusan
besar, mungkin Seng sut pay akan membawa rombongan
sebesar ini mendatangi wilayah Kang lam, jangan
jangan….yaa, jangan-jangan kedatangan mereka memang
khusus ka rena persoalan keluarga Coa?”
“Aku jelek, aku tak cantik” terdengar Coa Wi wi berkata
sambil tertawa, cici sekalian baru benar-benar cantik!” Leng
hou Ki yang cuma berdiam diri selama ini tiba-tiba menyelinap
maju ke depan, lalu membisikkan sesuatu ketelinga Tang kwik
Siu.
Paras muka Tang kwik Siu berubah hebat, sambil
menengok Coa Wi-wi lagi dia lantas berseru, “Bila dugaan lohu
tak keliru, nona Coa tentunya adalah keturunan dari malaikat
ilmu silat bukan?”
Coa Wi wi yang mendengar pertanyaan itu segera berpikir
pula dalam hatinya, “Baru saja dua bersaudara Leng hou

1319
membicarakan soal ayahku, bagaimanapun juga Tang kwik Siu
pasti mengetahui jejak ayahku”
Sekalipun gadis itu tidak mengetahui kelicikannya dunia
persilatan, tapi ia tahu ditanyakan secara langsung juga tak
ada gunanya, untuk sesaat ia jadi bingung dan tak tahu apa
yang musti dila kukan.
Akhirnya ia tidak mempeidulikan Tang kwik Siu, dengan
ilmu menyampaikan suara ujarnya kepada Hoa In-liong, “Jiko,
belum lama berselang Leng hou Ki telah mengatakan bahwa
pihak Seng sut pay telah berhasil menangkap ayahku!”
Setelah berhenti sebentar, kembali ia berkata, “Bahkan dia
bilang ayahku…. ayahku telah….cuma aku tidak percaya”
Kendatipun begitu, suaranya sudah nada sesungguhnya
menahan isak tangisnya yang hampir meledak.
Tersiap Hoa In-liong mendengar perkataan itu dia tahu Coa
Goan-hou tak mungkin sudah terbunuh, tapi yang pasti ia
telah terjatuh ke tangan orang-orang Mo kau, maka hiburnya,
“Jangan kau percayai perkataan mereka, sebab kata-kata dari
manusia semacam mereka paling tak bisa dipercaya, dengan
andalkan tenaga dalam yang dimiliki empek, masa Seng sut
pay bisa berbuat apa-apa terhadap dirinya, tak mungkin
bukan?”
Ketika lama sekali gadis itu belum juga menjawab, Tang
kwik Siu tertawa kering.
“Oooh….dayang cilik yang manja!” keluhnya.
Hoa In-liong mengernyitkan alis matanya baru saja dia
hendak mengucapkan sesuatu, Cia In sudah keburu tertawa
terkekeh-kekeh.

1320
“Kaucu!” serunya, “kenapa engkau melupakan si To koh
ini? Masa semua orang sudah ditegur, hanya dia sendiri yang
tak digubris?”
Sambil berkata dia lantas menuding kearah Thia Siok bi.
Tang kwik Siu memandang sekejap kearah Thia Siok bi, lalu
menjawab dengan tertawa, “Aaa…. jago lihay dari luar
perbatasan, kami sudah lama kenal satu sama lainnya”
Thia Siok bi mendengus dingin, ia tidak mengucapkan
sesuatu.
Hoa In-liong yang mempunyai maksud-maksud tertentu,
dengan cepat berseru lagi, “Kalau toh kaucu dansuhengmu
enggan untuk menghadapi diriku, apakah persoalan pada hari
ini kita sudahi sampai disini saja?”
Tang kwik Siu segera tersenyum.
“Hari ini pihak Hian-beng-kauw dan perguruan kami telah
datang dengan mengerahkan kekuatannya yang besar, tapi
kenyataannya tak lebih cuma berkepala harimau berekor ular,
sama sekali tak mendatangkan hasil apa-apa. Coba katakanlah
sendiri ji kongcu, bila kejadian ini sampai tersiar dalam dunia
persilatan, bagaimana kata orang nanti?”
“Hmmm! Memutar balikkan fakta, rupanya engkau memang
mempunyai maksud-maksud tertentu” batin Hoa In-liong.
Setelah berpikir sebentar dia lantas tertawa dingin.
“Heeehhh…. heeehh…. heeehh…. apa gerangan maksud
kaucu? Aku merasa tak habis mengerti?” Tang kwik Siu
tertawa berat.

1321
“Benarkah ji-kongcu tidak tahu?”
“Tolong jelaskan!”
Tiba-tiba sikap Tang-kwik Siu berubah santai sambil
mengelus jenggotnya yang keperak perakan dia tertawa.
“Ji-kougcu bukannya tidak tahu, ayahmu Hoa tayhiap
adalah seorang manusia yang gemar nama besar, sudah tentu
kongcu juga menyadari bukan kedudukan keluarga Hoa dalam
dunia persilatan dewasa ini, nah, dengan ilmu silat ayahmu
yang begitu tinggi dan sekarang ditambah pula bantuan dari
keturunan malaikat silat….!”
Tiba-tiba ia terhenti berbicara dan tersenyum.
Hoa In-liong dapat menangkap hawa napsu membunuh
dibalik perkataannya itu, segera pikirnya, “Oooh jadi lantaran
keluarha Coa berdiri di pihak keluarga Hoa, maka ia kerahkan
segenap kekuatan yang dimilikinya untuk bertindak lebih dulu,
jadi kalau begitu kehadiran orang-orang Mo kau di wilayah
Kanglam sekarang memang bertujuan untuk menghadapi
keluarga Coa”
Tiba-tiba saja ia merasakan betapa gawatnya situasi pada
saat itu, setelah hawa napsu membunuh dihati Tang kwik Siu
berkobar, sudah tentu mereka akan berdaya upaya untuk
melenyapkan dirinya.
Padahal pihaknya cuma terdiri dari tiga orang, sekalipun
mendapat bantuan dari orang orang Cian li kau, tak lebih
keadaan mereka ibaratnya telur hendak diadu dengan batu.
Kalau cuma dia seorang yang mampus masih mendingan,
bagaimana dengan Coa Wi wi, Thia Siok bi serta Cia In dan

1322
belasan orang nona itu? Terutama Goan cing taysu yang
masih bersemedi dalam gua.
Ia tak ingin paderi sakti itu ikut berkorban lantaran dia,
sebab dengan susah payah paderi itu telah mendesak keluar
hawa racun dari tubuhnya dengan tenga dalamnya yang sakti,
masa dia harus membayar air susu dengan air tuba?
Hoa In-liong memang cerdik, tapi menghadapi kenyataan
tersebut tak urung kebingungan juga dibuatnya.
Setelah termenung sebentar, dia lantas berkata, “Jadi
kaucu memang berhasrat untuk beradu kekuatan dengan
keluarga Hoa kami?”
“Soal itu hanya tinggal soal menunggu waktu saja, cepat
atau lambat pertarungan memang tak dapat dihindari!” kata
Tang kwik Siu dengan sorot matanya yang tajam.
Setelah lawan berkata demikian, jalan menuju
perdamaianpun jadi buntu, karena tiada kesempatan untuk
mengulur waktu lagi Hoa In-liong menghela napas panjang,
dia siap menantang untuk berduel sambil berusaha mencari
akal guna mengikat Tang kwik Siu dalam pertarungan satu
lawan satu dengan dirinya. Sebab bila sampai begini, paling
sedikit dia dapat mengulur waktu selama beberapa jam lagi.
Tiba-tiba dari balik gua berkumandang suara pujian yang
serak tua tapi amat nyaring, “0….min….to…. hud….”
Pujian kepada sang Buddba itu kedengaran sangat aneh,
semua orang merasakan suara itu seakan-akan muncul dari
sisi telinga mereka, dan lagi suara itu dapat menimbulkan
ketenangan bagi sia papun yang mendengar.

1323
Serentak kawanan jago dari Hian-beng-kauw dan Seng sut
pay yang sedang memegang pedang menurunkan senjata
masing-masing, bahkan mereka yang memiliki tenaga dalam
agak cetek melepaskan pedangnya hingga berjatuhan ke
tanah.
Suheng Tang kwik Siu yang bernama Seng To cu itu tibatiba
merubah sikap kakunya yang menyerupai mayat hidup
itu, matanya yang kecil terbelalak lebar dan memancarkan
sinar tajam bagaikan sang surya ditengah hari, begitu
tajamnya sorot mata orang itu membuat orang jadi bergidik
rasanya….
Hoa In-liong, Coa Wi-wi dan Thia Siok bi kebetulan berdiri
dihadapannya, mereka sangat terperanjat menyaksikan sinar
mata tersebut, mereka tahu tenaga dalam yang dimiliki orang
itu memang lihay sekali, jelas berada diatas Tang kwik Siu.
“Hmm, suatu kepandaian Kou sim ciong (lonceng pengetuk
hati) yang amat lihay” ujar Tang kwik Siu dengan dahi
berkerut, “tokoh sakti dari manakah yang berada disitu? Tang
kwik Siu ingin menjumpainya….”
Dari balik gua berkumandang suara dari Goan cing taysu,
“Tidak berani, lolap Goan cing menjumpai Tang kwik kaucu”
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, tanpa
hembusan angin rotan-rotan yang menutupi mulut gua
membuka dengan sendirinya, menyusul kemudian murculnya
seorang paderi tua yang kurus kering, berwajah penuh keriput
dan berjubah abu-abu.
Sesaat suasana diseluruh gelanggang jadi hening, tapi tak
kedengaran sedikit suarapun.

1324
Tang kwik Siu, gembong iblis yang termashur namanya
dalam dunia persilatan, dua bersaudara Leng hou yang
terkenal karena buas, Toan bok See Iiang serta Beng Wi-cian
sekalian yang licik semuanya berdiri terbelalak dengan mulut
melongo.
Hanya Seng To ku yang berwajah kaku saja tetap berdiri
ditempat semula, meski mukanya agak mengejang sebentar
namun dengan cepat telah pulih kembali seperti sedia kala.
Kiranya Goan cing taysu bukan muncul dari gua itu dengan
berjalan kaki, tapi tetap duduk bersilah. Tubuhnya seakanakan
duduk diatas sebuah mimbar berbentuk teratai yang
melayang diudara, dengan selisih tiga depa dari permukaan
tanah pelan-pelan dia melayang keluar.
Hoa In-liong pertama-tama yang sadar dari kejadian itu,
dengan cepat dia mundur tiga langkah ke samping.
Goan cing taysu melayang turun tepat tiga kaki didepan
Tang kwik Siu, setelah memuji keagungan Buddha, pelanpelan
ia melayang turun keatas tanah, begitu agung dan
berwibawanya pendeta itu seakan-akan benar-benar baru
turun dari kahyangan….
Dengan air mata bercucuran tiba tiba Cia In berbisik,
“Sumoay sekalian, bubarkan barisan!”
Mendengar perintah itu, serentak kawanan gadis dari Cian li
kau melepaskan tangan mereka yang saling bergandengan
tangan itu. Kemudian dengan langkah yang lembut Cia In
maju sendirian kehadapan Goan cing taysu dan jatuhkan diri
berlutut.

1325
Menyaksikan perbuatan dari pemimpin mereka, kawan
gadis lainnya jadi melongo, mereka hanya bisa saling
berpandangan dengan perasaan tidak habis mengerti.
Sejak munculkan diri ditengah gelanggan, Goan cing taysu
hanya duduk bersila dengan kepala tertunduk dan mata
terpejam, ia sama sekali tidak menggubris jago-jago dari dua
perguruan besar itu.
Tapi setelah Cia In berlutut dihadapanya, ia membuka
matanya yang lembut sambil mengebutkan ujung bajunya.
“Silahkan bangun nona, lolap tak berani menerima
penghormatan sebesar ini”
Cia In merasakan datangnya hembusan angin lembut yang
menekan tubuhnya, mau tak mau dia terpaksa baru bangkit
berdiri.
Tahukah nona itu bahwa Goan cing taysu tak suka dengan
segala macam tata cara, maka dia berdiri disamping tanpa
berkata-kata.
Goan cing taysu, menghela napas panjang pelan-pelan dia
alihkan sinar matanya ke wajah Tang kwik Siu.
Waktu itu Tang kwik Siu sudah tahu manusia macam
apakah Goan cing taysu itu, tapi dia tak menyangka kalau
tenaga dalamnya sudah mencapai tingkatan setinggi itu, meski
tertegun bagaimanapun juga dia adalah seorang ketua dari
suatu perguruan besar.
Sambil tertawa seram katanya kemudian, “Lian sik siu tok
(menyeberang melayang dengan teratai batu), maupun Kou
sim ciong (lonceng pengetuk hati) adalah dua macam ilmu

1326
sakti yang jarang dijumpai dalam dunia, hari ini aku Tang kwik
Siu betul-betul sudah membuka mata”
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling kearah Seng
To cu dan memberi tanda.
Tiba-tiba Seng To cu maju selangkah ke depan tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia menjulurkan lengan
kanannya ke depan, kelima jari tangannya direntangkan lalu
dari jarak sejauh dua kaki dia melancarkan sebuah
cengkeraman udara kosong ketubuh Goan cing taysu.
Cengkeraman itu tidak membawa desingan angin serangan,
macam anak-anak yang sedang bergurau saja.
Dengan wajah serius Goan cing taycu merentangkan
sepasang tangannya yang semula dirangkap didepan dadanya,
kecuali beberapa orang jago yang benar-benar lihay, hampir
boleh dibilang yang lain tak tahu apa gerangan yang
sebenarnya telah terjadi.
Sementara semua orang masih tercengang dibuatnya, tibatiba
ujung baju yang dikenakan kawanan manusia yang berdiri
disekitar Goan cing taysu dan Seng To cu berkibar sendiri
tanpa angin, rupnnya dalam gerakan yang menyerupai
permainan itu, kedua belah pihak telah saling bertukar satu
serangan maut.
Akibat dari serangan itu tubuh bagian dari Goan cing taysu
sampai berputar arah, tapi tetap kokoh seperti batu karang.
Sebaliknya Seng To cu dengan wajah agak berubah
terhuyung maju setengah langkah kedepan.
Berseri wajah Hoa In-liong menyaksikan kejadian itu,
segera pikirnya dihati, “Kalau kulihat dari keadaan ini, sudah

1327
terang Seng To cu makhluk tua itu yang keok, kenapa tak
mau koit sekalian?”
Meskipun kalah, Seng To cu tidak kelihatan marah atau
terpengaruh oleh emosi, sambil putar badan hanya ujarnya
dengan suara yang dingin dan kaku, “Hayo pergi!”
Tang kwik Siu tertegun, menyusul kemudian ia berpikir
lebih lanjut.
“Yaa betul! Toh pihak kami mempunyai Coa Goan hau
sebagai sandera, sekalipun hwesio itu lihay dan berilmu tinggi,
kenapa musti dilawan dengan kekerasan?”
Karena berpendapat demikian, segera timbullah niatnya
untuk mengundurkan diri.
“Baiklah!” dia berkata kemudian sambil memberi hormat,
“memandang diatas wajah taysu, aku tersedia menyelesaikan
persoalan hari ini sampai disini saja, semoga dilain waktu kita
masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali, waktu itu
aku pasti akan mencoba-coba sampai dimanakah taraf
kepandaian yang dimiliki taysu”
Kemudian sambil tertawa terbahak-bahak, ia memimpin
kawanan jago Mo kau nya siap meninggalkan tempat itu.
Coa Wi-wi amat kuatir akan nasib ayahnya terus atas
perkataan dua bersaudara Leng hou, tentu saja dia tak ingin
membiarkan musuh musuhnya berlalu dengan begitu saja.
“Kongkong!” teriaknya dengan gelisah, “hilangnya ayah ada
sangkut pautnya dengan pihak Mo kau, kita tak boleh
membiarkan mereka kabur dengan begitu saja”

1328
Sebetulnya Goan cing taysu tidak ingin mencari banyak
urusan, mundurnya pihak Seng sut pay justru ibaratnya pucuk
dicinta ulam tiba baginya, akan tetapi setelah mendengar
seruan dari cucu perempuannya itu, mata yang ramah dan
penuh welas kasih itu mendadak memancar serentetan sinar
tajam yang menggidikkan.
“Tang kwik kaucu!” tegurnya dengan nada keras,
“benarkah perkataan cucu perempuanku itu?”
Tang kwik Siu mengulapkan tangannya mencegah Leng
hou Yu mengumbar emosinya, lalu tertawa dalam.
“Heeeh…. heeehhh…. heeehh….belasan tahun berselang
ada seorang jago yang bernama Coa tayhiap telah menjadi
tamu terhormat dari Seng sut pay kami, waktu itu dia sedang
berada disekitar bukit Kun kun, mungkin orang itu adalah
orang tua nona tersebut….”
Tiba-tiba Seng To cu yang seram dan kaku itu
menimbrung, “Jika manusia minum air, panas atau dingin
tentu akan diketahui dengan sendirinya!”
Sehabis berkata sambil mengebaskan ujung bajunya dia
berlalu lebih dahulu, bukan saja tidak menyapa Tang kwik Siu
lagi, memandang sekejap pun tidak.
Tang-kwik Siu segera berkata pula, “Aku Tang-kwik Siu
merasa kagum sekali oleh kebaktian nona Coa terhadap orang
tuamu, bila kau memang berniat mencari ayahmu di wilayah
Se ih, dengan senang hati Seng sut pay kami bersedia untuk
membantu usahamu itu!”
“Hmm….! Membantu atau berusaha mencegah dengan
sekuat tenaga….?” ejek Coa Wi-wi sambil mendengus.

1329
“Omintohud!” tiba-tiba Gaok cing taysu berseru memuji
keagungan sang Buddha, lalu dengan suara yang amat tenang
dan lembut katanya lebih jauh, “Anak Wi, jangan berbuat
kurangajar!” Dia angkat kepalanya memandang sekejap wajah
Tang kwik Siu, lalu tegurnya dengan wajah serius, “Tang kwik
kaucu, sebenarnya apa maksud tujuanmu?”
Tang kwik Siu tertawa tergelak.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. taysu memang cerdik
sekali, sungguh membuat aku Tang kwik Siu merasa amat
kagum!”
Hoa In-liong tahu bahwa Tang kwik Siu hendak membuka
kartu, maka setelah menimbang sebentar keadaan di sekitar
tempat itu, akhir nya dengan ilmu menyampaikan suara dia
berbisik kepada Coa Wi-wi, “Adik Wi, kau tak perlu ikut serta
dalam adu kecerdasan ini, biar kongkong seorang yang
menghadapinya!”
Sementara itu sambil mengalus jenggotnya Tang kwik Siu
telah berkata lebih lanjut, “Menurut penglihatanku,
pembantaian secara besar-besaran telah berlangsung dalam
dunia persilatan, amisnya darah telah menodai seluruh
permukaan tanah, bukan cuma sehari saja rekan-rekan se
aliranku menderita penindasan dan penjajahan dari keluarga
Hoa, penindasan demi penindasan yang harus kami terima
selama ini sudah tak bisa tertahan lagi, ketahuilah taysu,
pelbagai jago persilatan dari empat samudra kini telah bersatu
padu siap menumbangkan kelaliman serta kekuasaan keluarga
Hoa, soal kehancuran sudah tinggal menunggu saatnya saja
dan pertumpahan darah ini tidak mung kin bisa dihindari lagi.
Taysu, kau sebagai seorang pendeta yang beribadah sudah
sepantasnya kalau mengundurkan diri dan hidup
mengasingkan diri, apa gunanya kalian musti ikut campur
didalam air keruh?”

1330
Ditinjau dari pembicaraan tersebut, sudah terang dia
sedang menganjurkan kepada Goan cing taysu agar membawa
keluarga Coa mengundurkan diri dari keramaian dunia
persilatan.
Selama pembicaraan tersebut berlangsung, Hoa In-liong
cuma membungkam diri dalam seribu bahasa, kendatipun
pihak lawan menuding menjangan sebagai kuda, tapi lantaran
urusannya menyangkut tentang mati hidup Goa Goan hau,
pemuda itu merasa kurang baik untuk ikut memberi komentar.
Goan cing taysu sama sekali tidak tergerak hatinya oleh
perkataan tersebut, dengan tenang ia mendengarkan ucapan
itu hingga selesai, kemudian baru ujarnya dengan nada
hambar, “Maksud baik kaucu haaya dapat lolap terima dalam
hati saja, sayang sang Buddha pernah bersabda demikian.
“Kalau bukan aku yang masuk neraka, siapa lagi yang akan
masuk neraka? Kalau toh dunia persilatan sudah mengalami
kekalutan, mana boleh lotap menyingkirkan diri untuk mencari
selamat? Ketahuilah, membela keadilan menyingkirkan
kejahatan adalah tugas serta tanggung jawab setiap insan
manusia”
“Keras kepala amat hwesio tua ini” pikir Tang kwik Siu
kemudian, “yaa, agar terhindar dari segala yang tidak
diinginkan, aku tak boleh bertindak terlampau gegabah”
Untung saja kedua belah pihak memang berniat untuk
berpisah selekasnya, cepat dia menjura dan memberi hormat.
“Kalau toh begitu, aku rasa tiada persoalan lain yarg bisa
dibicarakan lagi, maaf aku mohon diri terlebih dahulu”

1331
Goan cing taysu juga tidak berkata apa-apa, dia
menghantar kepergian orang itu sambil memberi hormat pula.
Toan bok See liang dan Beng Wi cian sebenarnya merasa
berat hati untuk mengundurkau diri dengan begitu saja, akan
tetapi lantaran ilmu silat yang dimiliki Goan cing taysu
terlampau lihay mau tak mau terpaksa mereka harus
menggulung layar mengikuti hembusan angin.
“Hayo kita pergi!” bentak Beng Wi cian kemudian.
Tanpa membuang tempo, dia pimpin segenap anggota
Hian-beng-kauw dan berangkat meninggalkan tempat itu.
Setelah semua orang sudah lenyap dari pandangan mata,
Coa Wi-wi baru mendepak depakan kakinya keatas tanah
sambil mengomel tiada henti-hentinya, “Kongkong ini
bagaimana sih? Kenapa kau lepaskan Tang kwik Siu sekalian
dengan begitu saja!”
Goan cing taysu menghela napas panjang, ia tidak
menjawab pertanyaan itu.
Sebaliknya kepada Cia In ujarnya dengan lembut, “Lolap
tidak mempuryai kemampuan apa-apa, apa alasan nona
sehingga musti memberi hormat kepadaku?”
Cia In menggetarkan bibirnya seperti hendak mengucapkan
sesuatu, namun tak sepatah katapun yang mampu diutarakan
keluar. Goan cing taysu tertawa lembut.
“Harap tunggu sebentar nona” katanya. Dia lantas
berpaling kearah Thia Siok bi, lalu sapanya, “To yo….”
Thia Siok bi membungkukkan badannya memberi hormat,
sahutnya, “Taysu adalah seorang pendeta beribadah yang

1332
berhati mulia, Thia Siok bi tak berani menerima hormat
tersebut”
Kemudian setelah berhenti sebentar katanya lebih jauh,
“Maaf kalau aku tak bisa mendampingi terlampau lama
lantaran masih ada urusan penting lainnya terpaksa boanpwe
harus minta diri lebih dahulu”
“Cianpwe….”seru Hoa In-liong dengan cemas.
“Kutunggu sepertanak nasi lamanya dikaki gunung sana”
tukas Thia Siok bi dengan suara yang ketus, “bila kau masih
mempunyai perasaan cinta cepatlah datang temui diriku”
Kemudian sambil mengebaskan hud timnya, dia berlalu
lebih dulu dari tempat itu.
“Cianpwe” teriak Coa Wi-wi gelisah, “kini enci Wan berada
dimana….?”
Thia Siok bi tidak menggubris teriakan itu, dengan
kecepatan tinggi ia berlalu dari situ dan lenyap dibalik bukit
sana.
Sepeninggal To koh itu, Hoa In-liong baru berpaling kearah
Goan cing taysu, bibirnya bergetar seperti hendak
mengucapkan sesuatu,
“Tunggu sebentar!” Goan cing taysu segera mengidapkan
tangannya.
Kemudian dengan dahi berkerut dia berpaling kearah hutan
bambu dan berseru, “Sicu berdua yang ada dalam hutan, apa
salah nya kalau segera menampilkan diri?”

1333
Dari balik hutan segera berkumandang suara jawaban dari
seorang perempuan, “Sebenarnya perintah taysu harus
boanpwe taati sayang pada saat ini boanpwe masih ada
urusan lain yang harus segera diselesaikan, maaf kalau aku
tak dapat menurut perintah”
Mendengar suara itu, Cia In beserta belasan orang gadis
muda itu segera berseru, “Suhu….!”
Hoa In-liong kenali juga suara itu sebagai suaranya Pui
Che-giok, dia lantas berpikir, “Berdasarkan daya pendengaran
kongkong, didalam hutan terdapat dua orang tak mungkin
kongkong salah mendengar, lantas siapakah orang yang
satunya lagi?”
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba ia teringat diri Tiang heng
To koh, tanpa sadar segera teriaknya, “Bibi Ku….!”
Sementara itu Pui Che-giok sedang berkata, “Taysu, bila
engkau bersedia mengasihani perempuan itu, tolong berilah
pelajaran kepadanya sedang yang lain biar dipimpin anak Ay
pulang ke markas”
Salah seorang nona berbaju hijau yang berada dalam
rombongan itu tak lain adalah murid kedua dari Pui Che-giok,
dia bernama Cia Sau ay, mendengar ucapan guruaya buruburu
dia memberi hormat.
“Tecu menerima perintah!” katanya.
Dilain pihak Tiang heng To koh sedang berkata pula,
“Liong-ji, sebetulnya bibi Ku tak ingin kalau kedatanganku kau
ketahui, tak disangka kembali kau berhasil menebaknya secara
jitu, aaai….bibi Ku tidak tega untuk membungkam diri terus
serta tidak memperdulikan dirimu, cuma kali ini kau juga tak

1334
perlu bersilat lidah, sebab bibi Ku tak mungkin akan
mendengarkan perkataanku itu”
“Bibi Ku apakah kau sudah tak sayang kepadaku lagi?”
teriak Coa-Wi-wi pula dengan cemas, “kenapa kau tidak
memperdulikan aku? Menyapa saja tidak?”
Jilid 34
TIANG HENG TO KOH tertawa dingin.
“Aaah…. kamu si setan cilik, terlalu banyak akal busukmu,
kali ini bibi Ku kuatir terperangkap lagi, maka lebih baik tidak
kusapa dirimu….
Suara pembicaraan tersebui makin lama berkumandang
semakin lirih, dan akhirnya tak kedengaran lagi, jelas Tiang
heng To koh sudah berlalu dari sana.
Setelah kepergian dua orang perempuan itu, Goan cing
taysu kembali berpaling kearah Cia In, lalu ujarnya, “Nona Cia,
kalau toh gurumu sudah berkata begitu, apakah kau bersedia
mengikuti lolap selama beberapa hari?”
“Bila cianpwe bersedia mtnampung diriku, hal ini
merupakan suatu keuntungan besar buat siau-li” jawab Cia In
sambil bungkukkan badan meranti hormat.
Tiba-tiba Coa Wi-wi mengomel lagi, “Kongkong, kenapa kau
biarkan orang-orang Mo kau itu pergi dengan begitu saja?”
Goan cing taysu menghela napas, bukannya menjawab dia
malahan balik bertanya, “Anak Wi, kau yakin dengan ilmu
kepandaianmu, berapa orang ysng bisa kau hadapi?”

1335
“Untuk menghadapi dua orang setan tua she Leng hou itu,
anak Wi yakin masih bisa mengatasinya jawab Coa Wi-wi
setelah termenung dan berpikir sebentar.
Hoa In-liong gelisah sekali, dia tidak berminat mengikuti
pembicaraan itu, kembali pikirnya, “Waaah…. kenapa
pembicaraan ini belum berakhir juga?” Tampaknya To koh tadi
atau gurunya Wan Hong giok menaruh perasaan kurang
senang terhadap diriku, kalau terlambat kesana bisa jadi
kemarahannya akan semakin memuncak tapi….”
Tiba-tiba Goan cing taysu memotong lamunannya, “Anak
Liong, yakinkah kau untuk menghadapi Tang kwik Siu?”
“Meskipun anak Liong sudah memperoleh bimbingan serta
bantuan kongkong, tapi aku yakin kepandaianku setingkat
masih berada dibawahnya”
Goan cing taysu alihkan kembali perhatiannya ke wajah Cia
In dan Cia Sau-ay sekalian belasan orang nona.
“Dan sekalian nona….” lanjutnya.
“Harap cianpwe jangan menyertakan siau-li sekalian” tukas
Cia In sambil gelengkan kepalanya berulang kali, “kami tidak
mempunya kepandaian apa-apa, paling banter juga cuma bisa
membantu berteriak sambil memberi semangat, atau kalau
terpaksapun hanya dapat menahan kaum keroco dari Mo kau”
“Ah, nona sekalian terlalu sungkan” kata Goan cing taysu
sambil tersenyum.
Setelah berhenti sebentar, dia berkata legi

1336
“Berbicara sesungguhnya, bukan lolap sengaja memandang
hina orang lain, tapi yang jelas To yu tadi juga bukan
tandingan dari Tang kwik Siu, kalau sampai terjadi
pertarungan massal, bukan saja sisa anggota Mo kau akan
turun tangan semua, pihak Hian-beng-kauw juga tak mungkin
hanya berpeluk tangan belaka”
“Tapi…. kenapa kongkong melupakan dirimu sendiri?” seru
Coa Wi-wi tercengang.
Mendengar pertanyaan ini, Goan cing taysu tertawa getir.
“Lolap sudah tak punya kekuatan lagi, pada hakekatnya
keadanku sekarang jauh lebih lemah dari seorang manusia
biasa!”
Kontun saja ucapan tersebut seruan tertahan dan keluan
heran dari Coa Wi-wi serta sekalian nona nona dari Cian li kau.
Hoa In-liong juga tercengang, dengan kaget serunya agak
terbata-bata, “Tentu….tentunya…. anak Lionglah
penyebabnya, anak Liong lah yang telah mencelakai
kongkong…. “
“Pada hakekaknya apa yang ada sebetulnya tak ada, apa
yang ada sebetulnya ada, siapa bilang engkau yang
mencelakai diriku?” jawab Goan cing taysu dengan lembut,
anak Liong, aku cuma bisa berharap kau melatih diri lebih
tekun, sehingga tidak menyia-nyiakan pertemuan kita kali ini”
Hoa In-liong cuma bisa mengiakan berulang kali.
“Kongkong, sebetulnya apa yang telah terjadi dengan
dirimu?” seru Coa Wi-wi lagi dengar cemas.

1337
“Tidak apa-apa, asal beritirahat sebentar niscaya tenagaku
akan pulih kembali”
Berbicara sampai disitu, Goan cing taysu segera
mengulapkan tangannya.
“Anak Liong, kau boleh pergi lebih dulu, bukankah To yu itu
menunggu kedatangan di kaki bukit?”
“Betul kongkong!” jawab Hoa In-liong tergagap, tapi
keadaan kongkong sekarang….”
Goan cing taysu tertawa.
“Lolap baik sekali!” tukasnya.
Hoa In-liong kembali ragu-ragu sebentar, dia berpaling
memandang ke arah Coa Wi-wi, bibirnya bergetar seperti
hendak mengucapkan sesuatu tapi niat itu kemudian
dibatalkan.
Sesudah sangsi sejenak, akhirnya dia menjadi nekad, tibatiba
serunya, “Adik Wi, baik-baiklah menjaga diri!”
Kemudian sambil memberi hormat kepada Cia In sekalian,
ujarnya pula lebih lanjut, “Cici sekalian, terima kasih banyak
atas bantuan kalian! Sebagai orang sekeluarga rasanya siau te
pun tak usah banyak berbicara bukan?”
“Jiko, tunggu sebentar!” tiba-tiba Coa Wi wi berteriak
keras, Lalu dia berpaling dan katanya kepada Goan cing taysu,
“Kongkong, bagaimana kalau kutemani jiko lebih dahulu?”
Goan cing taysu tertawa ringan.

1338
“Masa kau tidak dapat menangkap maksud sebenarnya dari
To yu itu? Dia hanya berharap jiko mu bisa menjumpainya
seorang diri, kalau kaupun turut serta, belum tentu
kehadiranmu akan disambut dengan senang hati….!”
Lalu dia ilapkan tangannya kepada Hoa In-liong sambil
serunya kembali, “Nah, cepatlah pergi!”
Sekiali lagi Hoa In-liong melirik sekejap kearah Coa Wi wi,
kemudian dia putar badan dan cepat-cepat berlalu dari situ,
dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan.
Coa Wi-wi menncibirkan bibirnya yang kecil mungil, jelas
nona itu lagi tak senang hati.
Cia Sau ay mendepak-depakkan pula kakinya dengan
gemas, sambil melirik sekejap ke arah Cia lIn, bisiknya
jengkel”
“Huuuh….! Betul-betul hatinya sudah busuk!”
Cia In cuma tertawa mendengar omelan saudara
seperguruannya itu, katanya kemudian, “Ji sumoay, sekarang
kaupun harus memimpin sumoay-sumoay sekalian pulang ke
rumah!”
Sementara itu Hoa In-liong sudah tiba di kaki bukit, dari
tempat kejauhan dia sudah menyaksikan Thia Siok bi berdiri
dibawah sebatang pohon kui.
Sebenarnya dia hendak menyapa To koh itu, tapi ketika
dilihatnya Thia Siok bi hanya melirik sekejap kearahnya
dengan dingin, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun
meninggalkan tempat itu, terpaksa ia telan kembali katakatanya
dan mengikuti dengan mulut membungkam.

1339
Suasana tetap hening dan diliputi kebungkaman meski
sudah menyeberangi sungai Tiang-kang dan meneruskan
perjalanan melalui jalau raya menuju ke Hway-im.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran Hoa In-liong,
akhirnya dia menegur, “Cianpwe, bagaimanakah keadaan
nona Wan?”
Thia Siok bi pura-pura tidak mendengar, setelah hening
kembali sesaat dia baru menjawab dengan serius, “Pokoknya
dia masih dapat bernapas!”
“Waduh, alot benar perkataan ciaapwe ini” pikir Hoa Inliong,
“rupanya dia sudah menaruh kesan yang kurang baik
kepadaku, atau memang wataknya yang begitu….”
Dia tertawa paksa, lalu bertanya lagi, “Cianpwe, boleh aku
tahu kini nona Wan berada dimana?”
Thia Siok bi hanya mendengus, tiada jawaban yang
terdengar.
Setelah ketanggor batunya, Hoa In-liong tidak banyak
bertanya lagi, dengan kepala tertunduk dia melanjutkan
berjalan.
Begitulah, yang satu berjalan didepan sedang yang lain
mengikuti dibelakang bagaikan gulung asap ringan mereka
berlarian dijalan raya tersebut.
Dengan kepandaian silat yang mereka berdua miliki tentu
saja kecepatan gerak mereka sangat luar biasa, bagi orang
awam biasa, mereka hanya merasakan berhembusnya angin
dingin, ketika mereka mengadah, tahu-tahu dua orang itu

1340
sudah berada puluhan kaki jauhnya dari tempat mereka
berada.
Waktu itu tengah hari baru menjelang, terik panasnya
matahari terasa menyengat badan.
Tiba-tiba Thia Siok bi memperlambat gerakan tubuhnya,
lalu birkata dengan suara dingin, “Pinto masih ingat didepan
sana terdapat sebuah warung makan, kita bersantap dulu
sebelum melanjutkan perjalanan!”
“Tapi boanpwe belum lapar” sahut Hoa In-liong sambil
memperlambat pula langkah kakinya.
Padahal semenjak kemarin malam dia belum mengisi perut,
apalagi setelah berlangsungnya pertarungan sengit, perutnya
semenjak tadi sudah gemerutukan minta diisi.
“Kau tidak lapar, aku toh lapari” kata Thia Siok bi tiba-tiba
dengan nada yang ketus.
Hoa In-liong tertegun, menyusul kemudian sekulum
senyuman menghiasi ujung bibirnya.
Meskipun cianpwe ini mempunyai watak yang dingin dan
tak sedap, rupanya dia cukup memahami perasaan orang….”
demikian pikirnya.
Tak lama kemudian, dari tempat kejauhan muncul tanah
hijau yang amat rindang, banyak warung makan berjajar
ditepi jalan.
Kedua orang itu semakin memperlambat langkah kakinya,
mengikuti orang-orang yang lain mereka masuk kewarung dan
mencari tempat duduk.

1341
Warung warung darurat yang didirikau disepanjang jalan
itu meski terbuat dari bambu alat-alat makan yang dipakaikan
sudah kelewat jaman, tapi suasananya amat nyaman,
udarapun terasa segar, suatu tempat beristirahat yang amat
serasi.
Hoa In-liong mencoba untuk memeriksa keadaan
disekeliling tempat itu, ia lihat sebagian besar tamu dalam
warung itu adalah kaum pedagang serta kaum pelancong,
tidak kelihatan seorang jago persilatan pun.
Ketika orang-orang dalam warung itu menjumpai
munculnya seorang pemuda tampan bersama seorang To koh
setengah umur, mereka hanya memandang sekejap lalu
melanjutkan daharan masing-masing, tak seorang pun berani
memperhatikan lebih lama.
Rupanya sang pelayan juga mengetahui kalau kedua orang
tamunya adalah jago-jago persilatan, tergopoh-gopoh ia
menyiapkan hidangan untuk tamu istimewanya itu.
Sambil hersantap, Hoa In-liong bertanya, “Cianpwe, selama
ini kau berdiam dimana? Kalau tak ada urusan lain,
bersediakan main selama beberapa hari dirumahku?”
Thia Siok bi meletakkan sumpitnya dan menjawab dingin,
“Aku akan tinggal diluar perbatasan!”
Hoa In-liong tertegun, sampai sumpit dan mangkuknya
diletakkan kembali kemeja.
“Bukankah cianpwe telah bentrok dengan pihak Hian-bengkauw?
Aku lihat Toan bok See liang dan Beng Wi cian
menaruh perasaan benci dan mendendam terhadap diri
cianpwe?”

1342
“Tak usah kuatir, meskipun pinto berada dimulut harimau,
tapi kedudukanku sekokoh bukit Thay-san”
Menyaksikan To koh tersebut, kembali Hoa In-liong berpikir
didalam hatinya, “Dia begitu tenang, sedikit pun tidak gugup
atau panik meski mara bahaya telah berada didepan mata,
jangan-jangan hubungannya dengan Hian-beng-kauw
memang mendalam sekali?”
Maka sesudah termenung sejenak, dia bertanya lagi,
“Apakah cianpwe kenal dengan salah seorang dari anggota
Hian-beng-kauw….?”
Sebetulnya Thia Siok bi tidak ingin menjawab, tapi diapun
merasa tak tega untuk mendiamkan pemuda itu, akhirnya
setelah termenung jawabnya secara diplomatis, “Yaa, pinto
memang mempunyai hubungan dengan seseorang dari
perkumpulan tersebut!”
Dengan kaucu nya?”
Thia Siok bi segera menggeleng.
“Tapi orang itu pasti mempunyai kedudukan jauh diatas
Toan bok See liang dan Beng Wi cian bukan?” desak Hoa Inliong
lebih jauh.
“Kau tak perlu memancing-mancing dengan cara itu,
percuma usahamu itu bakal sia-sia belaka sebab pinto tak
mungkin akan buka suara, mengenai keadaan dalam
perkumpulan Hian-beng-kauw….”
Tiba-tiba ia menghela napas panjang, “Nak, tentunya kau
tidak membiarkan pinto menjadi seorang kurcaci penjual
teman kan?”

1343
oooooOooooo
35
SETELAH To koh itu mengutarakan alasannya, tentu saja
Hoa In-liong tak dapat mendesak lebih jauh, sebab bila ia
sampai berbuat demikian sama artinya dengan ia memaksa To
koh itu menjadi seorang penjahat penjual teman. Hoa In-liong
tersenyum.
“Perkataan cianpwe terlampau serius, sekalipun boanpwe
mempunyai nyali sebesar gajah, tak nanti aku berani berbuat
demikian” katanya.
“Kalau begitu janganlah bertanya”
“Baik!” jawab Hoa In-liong sambil tertawa lirih.
“Hei, apa yang kau tertawakan?” kembali Thia Siok bi
menegur dengan wajah membesi, “tak usah menggunakan
akal setan untuk menjebak aku, sebab kalau ingin memancing
sepotong kata dari mulut pinto adalah percuma, lebih baik kau
tak usah bermimpi disiang hari bolong”
“Aku kuatir cianpwe marah, tak berani ku utarakan!” kata
Hoa-In-liong kemudian.
Thia Siok bi berpikir sebentar, lantas pikirnya, “Aku jadi
ingin tahu soal apakah yang membuat ia tertawa kegelian….”
Karena ingin tahu, dengan kening berkerut dia pun berkata,
“Coba katakanlah secara terus terang, pinto berjanji tidak
akan marah….!”
Diam-diam Hoa-In-liong tertawa geli, tapi diluaran dia
berpura-pura apa boleh buat, katanya setengah terpaksa,

1344
“Cianpwe, bukan aku yaog ingin bicara tapi cianpwe yang
memaksa aku untuk mengutarakan lho.”
“Sudah tak usah main akal-akalan lagi hayo cepat katakan!”
tukas Thia Siok bi setengah memaksa.
Dengan senyum dikulum ujar Hoa In-liong, “Boanpwe
sedang berpikir, mungkinkah sahabat cianpwe yang berada
dalam perkumpulan Hian-beng-kauw itu adalah seorang
manusia dari marga Go….”
Begitu kata Go disinggung, paras muka Thia Siok bi kontan
berubah hebat. Melihat gelagat itu buru-buru Hoa In-liong
tutup mulut.
Setelah hening sesaat, paras muka Thia Siok bi pelan-pelan
menjadi lembut kembali, katanya, “Sejak semula pinto sudah
banyak mendengar otang berkata bahwa engkau itu licik dan
banyak tipu muslihatnya, pada hakekatnya kau adalah seekor
kancil yang sukar dilawan. Pada mulanya aku masih belum
percaya, tapi sekarang aku baru tahu bahwa berita itu bukan
cuma kabar berita kosong belaka”
“Agaknya dugaanku memang tak salah!” pikir Hoa In-liong,
“jelas orang yang dimaksudkan sebagai sahabatnya dalam
Hian-beng-kauw pada hakekatnya tak lain adalah bekas
suaminya”
Meski dia berpikir demikian dihati kecilnya, tapi diluaran
pemuda itu berkata lain, “Cianpwe, aku cuma mendengar
kabar itu dari orang lain, tentu saja belum tentu benar.
Jelek-jelek begini boanpwe toh seorang pemuda yang
gagah dan berterus terang….”

1345
“Gagah dan terus terang?” Thia Siok bi tertawa kegelian,
“bocah wahai bocah, kau memang tak tahu malu, masa ada
orang memuji diri sendiri? Baru kali ini kutemui orang
bermuka tebal seperti kau”
Hoa In-liong semakin gembira lagi karena To koh itu tak
menunjukkan rasa gusar, sambil tertawa cekikikan katanya.
“Cianpwe kau telah berjanji tak akan marah, kenapa kau
telah menjadi cemburu? Wah, saking tak tenangnya hampir
saja jantung boanpwe ikut copot, untungnya….”
Thia Siok-bi tak dapat menahan rasa gelinya lagi, dia
tertawa terkekeh-kekeh, hardiknya, “Masa orang seperti kau
bisa merasa tak tenang? Huuh, kalau matahari bisa terbit dari
langit barat, aku baru akan percaya”
Lantaran tujuannya sudah tercapai, Hoa In-liong tidak
mendesak lebih lanjut, sambil tersenyum ia melanjutkan
kembali santapannya.
Thia Siak bi tidak berbicara pula, ia meneruskan
santapannya dengan kepala tertunduk.
Meskipun tidak mempunyai gelar kependetaan, Thia Siok bi
termasuk seorang pengikut agama To yang saleh, dia pantang
minum arak, takaran perutnya juga kecil hanya semangkuk
nasi sudah cukup mengenyangkan perutnya.
Hoa In-liong sendiri, walaupun besar takaran makannya
tapi dia bersantap dengan cepat, sejak tadi dia sudah berhenti
makan karena kenyang.
Diatas meja tersedia juga sepoci arak, padahal pemuda itu
gemar minum, tapi lantaran berada dihadapan Thia Siok bi,
sebelum To koh itu memberi ijin dia tidak menyentuh barang

1346
secawan-pun melainkan sambil menggoyang goyangkan
kipasnya dia sabar menanti.
Thia Siok bi melirik sekejap kearahnya, kemudian berpikir,
“Bocah ini terlampau cerdik, dan lagi mempunyai waktu yang
cukup ulet, tampaknya sebelum kusinggung sedikit rahasia
yang dia inginkan, tak mungkin bocah ini akan berdiam diri”
Karena berpikir demikian diapun berkata.
“Tampaknya pinto memang tak bisa menangkan dirimu,
apa yang ingin kau ketahui? Nah katakanlah!”
Sambil menyimpan kembali kipasnya jawab Hoa In-liong,
“Kalau dibicarakan sesungguhnya memalukan sekali, meskipun
boanpwe dan pihak Hian-beng-kauw sudah berulang kali
terjadi adu kekuatan, tapi hingga kini aku masih belum
mengetahui siapakah kaucu mereka….”
“Maaf, maaf!” tukas Thia Siok bi sambil goyangkan
tangannya berulang kali, “aku sudah terlanjur punya janji,
sehingga rahasia ini tak mungkin kubongkar. Buat apa buruburu
ingin tahu? Cepat atau lambat kan kau bakal tahu?”
Sesudah berhenti sebentar, dia menambahkan, “Pinto
hanya bisa memberitabukan kepadamu kalau orang ini
mempunyai dendam sakit hati sedalam lautan dengan
keluargamu”
“Aaah….omongan semacam ini bukankah sama artinya
dengan perkataan yang tak ada gunanya?” pikir Hoa In-liong,
“tidak sedikit gembong iblis yang mampus ditangan nenek dan
ayahku dimasa lalu, siapa tahu Hian-beng Kaucu itu murid
siapa?”

1347
Karena ia tak bisa menebak siapa gerangan Hian-beng
Kaucu itu, lagipula Thia Siok bi juga tidak bersedia
memberitahukan rahasia ini, terpaksa ia bertanya lagi,
“Betulkah markas besar perkumpulan Hian-beng-kauw terletak
di bukit Gi hong san?”
“Darimana kau dapatkan berita? tanya Thia Siok bi
tercengang.
“Oooh…. aku tidak memperolehnya dari siapapun, seorang
sahabat boanpwe lah yang berhasil menyelidikinya sendiri,
hanya saja betul atau tidak, harap cianpws beri petunjuk
kepadaku”
Thia Siok bi termenung sebentar, lalu dengan nada minta
maaf katanya lirih, “Aaai….mengenai soal itu, pinto hanya bisa
minta maaf, sebab aku benar-benar tak dapat memberi
pertanda atau ketegasan apa-apa, maafkanlah daku!”
Sepintas lalu meskipun ucapan itu kedengaranoya tidak
memberi petunjuk apa-apa, padahal kalau dicamkan lebih
dalam dapat diartikan pula sebagai satu pengakuan yang
mengatakan bahwa dugaan pemuda itu memang benar, Hoa
In-liong berpikir sebentar, lalu ujarnya sambil tertawa,
“Waaah…. kalau begitu banyak masalah yang cianpwe,
kuatirkan aku jadi bingung sendiri persolan yang manakah
yang harus kutanyakan….”.
Thia Siok bi kembali termenung beberapa saat lamanya.
“Pinto hanya dapat memberitahukan satu hal kepadamu
katanya kemudian.
“Silahkan diucapkan cianpwe!” ujar Hoa In-liong dengan
wajah serius.

1348
“Rasa benci Hian-beng Kaucu terhadap keluargamu boleh
dibilang lebih dalam dari samudra, entah darimana
kemampuan yang dimiliki, ternyata dia dapat mengundang
munculnya beberapa orang gembong iblis sakti untuk
membantu pihaknya.
“Sekalipun dia mempunyai jago-jago iblis sakti,
memangnya keluarga Hoa dari Im-tiong-san tak anggup uutuk
mengatasinya?” pikir Hoa In-liong didalam hati.
Ketika Thia Siok bi menyaksikan sikap acuh tak acuh dari
anak muda itu, dengan suara dalam dia lantas menegur, “Hoa
Yang, apakah kau lupa dengan ajaran ku to yang mengatakan
bahwa orang yang tekebur selamanya pasti kalah?”
Hoa In-Iiong terperanjat, wajahnya berubah menjadi serius
kembali.
“Aku yang muda mohon petunjuk!”
“Kau jangan terlampau pandang remeh manusia-manusia
itu, sebab kendatipun ayahmu sendiri, bila sudah mengetahui
kekuatan yang dimiliki Hian-beng-kauw dewasa ini, belum
tentu dia sanggup untuk mengatasinya….!”
Rupanya To koh setengah umur ini tak berani terlalu
banyak berbicara, sampai diseparuh jalan, tiba-tiba saja
perkataannya terhenti.
Melihat itu, kembali Hoa In-liong berpikir, “Kau dilihat dari
sikapnya itu, jelas janjinya antara dia dengan Hian-beng-kauw
mencakup pula janji dari Hian-beng-kauw yang tak akan
menganggu dirinya, sebaliknya diapun tak boleh
membocorkan rahasia dari Hian-beng-kauw. Aaa…. kalau
begini ketat dia pegang rahasia, jangan harap aku akan
berhasil untuk mendapatkan berita penting”

1349
Tiba-tiba Thia Siok bi berkata lagi, “Tampaknya orang tua
dari nona Coa itu sudah terjatuh ketangan orang-orang Mo
kau, cuma anehnya, meski suhengnya Tang kwik Siu adalah
seorang jago yang hebat, Goan cing taysu bukannya tak
mampu mengatasinya, tapi kenapa Goan cing taysu justru
membiarkan mereka pergi dengan begitu saja? Apakah
engkau tahu apa sebabnya?”
“Kalau dugaanku tak salah, hal ini sebagian besar
dikarenakan beliau sudah kehilangan hampir sebagian besar
tenaganya karena harus membantu aku untuk mendesak
keluar daya kerjanya racun keji dari dalam tubuh, oleh karena
beliau merasa bahwa tenaga dalam yang dimilikinya sudah tak
cukup untuk merobohkan orang-orang Mo kau, terpaksa
mereka dibiarkan pergi dengan begitu saja. Aaai…. seandainya
empek Coa sampai terjadi apa-apa, akulah penyebab yang
mengakibatkan dia menderita”
“Ibaratnya nasi sudah menjadi bubur, toh urusannya telah
berkembang menjadi begini, menyesali diri sendiri juga tak
ada gunanya” hibur Thia Siok bi.
Setelah berhenti sebentar dia bertanya lagi, “Jikalau tenaga
dalamnya memang sebagian besar telah lenyap, kenapa dia
masih sanggup untuk mendemontrasikan ilmu Lian tay siu- tok
(menyeberang lintas mimbar teratai) dan Kou sim ciong
(genta pengetuk hati) dua macam ilmu maha sakti itu?”
Hoa In-liong berpikir sebentar, lalu jawabnya, “Rupanya dia
orang tua telah menggunakan sisa tenaga dalam yang berhasil
dihimpunnya dari sela-sela tubuhnya, cuma keadaan tersebut
rupanya berhasil diketahui oleh Seng To cu, karena itulah dia
baru mengucapkan kata-kata sepeti bagaikan sedang minum
air panas atau dingin, yang minumlah yang tahu”

1350
Diam-diam Thia Siok bi manggut-manggut, dia merasa
bagaimanapun juga orang asal Liok soat Ban ceng memang
merupakan kawanan manusia yang luar biasa. Dia menghela
napas berat.
“Aaai….Seng To cu itu terhitung pula seorang manusia
yang hebat, kalau sampai membiarkan Mo kau dan Hian-bengkauw
bekerja-sama, bukankah kedudukanmu menjadi
berbahaya sekali?”
Tiba-tiba dia tertawa dan menambahkan, “Aaah….belum
tentu benar pembicaraan kita ini, jangankan Seng To cu belum
tentu mengetahui rahasia tersebut, sekalipun mengetahui
dengan yakin toh dia tetap kuatir untuk bertarung melawan
Goan cing taysu, bukankah demikian?”
“Persoalan ini sangat rahasia dan besar sekali artinya,
harap cianpwe, jangan membocorkan kepada siapapun” tibatiba
Hoa In-liong meminta dengan sangat.
“Aaah….!Kamu ini menganggap pinto itu manusia macam
apa?” Thia Siok bi rada uring-uringan.
Hoa In-liong menjadi tersipu-sipu sendiri, terpaksa dia
tertawa.
“Bila dilihat dari cara cianpwe ini menutup rahasia Hianbeng-
kauw, jelas dia adalah seorang manusia yang dapat
dipercaya” demikian ia berpikir dihati, “yaa, perkataanku
barusan memang berlebihan, bukan kebaikan yang diperoleh
aku justru malah menimbulkan ketidak senangan dalam
hatinya”
Baru saja dia hendak mengucapkan sesuatu, tiba-tiba
berkumandang suara derap kaki kuda yang ramai diselingi
bunyi keleningan, mula mula suara itu kedengaran masih jauh,

1351
tapi dalam waktu singkat sudah makin mendekat, suaranya
memekikkan telinga malah dilihat dari gerakan tersebut, jelas
kuda-kuda itu merupakan kuda jempolan yang bisa
menempuh seribu li dalam sehari.
Sebagai orang persilatan, tidak terkecuali Hoa In-liong
maupun Thia Siok bi kebanyakan memang menyukai kuda
jempolan dan pedang mustika tanpa terasa mereka berpaling
keluar warung.
Diantara debu yang beterbangan di angkasa tampak seekor
kuda jempolan berlari mendekat dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat.
Sedemikian cepatnya kuda itu lari, sampai dengan
ketajaman mata Hoa In-liong pun dia hanya sempat
menyaksikan kalau kuda itu berbulu hitam dan
penunggangnya bertubuh ramping, jelas potongan badan
seorang nona muda.
Sayangnya ia tak sempat menyaksikan raut wajah sinona
itu sebab larinya kuda itu terlalu cepat, lagi pula ia
memandang dari samping, hingga apa yang dilihat kurang
begitu jelas.
Ketika mendengar derap kaki kuda yang ramai tadi, para
tamu dalam warung bersama-sama melongok keluar pula, tapi
namun mungkin mereka bisa menyaksikan sesuatu kecuali
bayangan kuda, mereka cuma tahu kalau sesosok bayangan
manusia duduk diatas pelana.
Setelah kuda hitam itu lewat, suasana menjidi gaduh,
semua orang bersama sama mbiubicarakan kehebatan kuda
tadi.

1352
Hoa In-liong sendiri juga teringat kembali akan kuda liong ji
nya, setelah ditangkap Cia In dikota Keng-bun tempo hari,
kuda itu tak diketahui lagi jejaknya, tapi dia tidak terlalu
menguatirkan, se bab dia percaya bahwa liong ji sudah
mengerti perasaan manusia, orang awam biasa tak mungkin
bisa menungganginya, sedang jago silat tak akan lega untuk
melukainya, kalau bertemu dengan rekan-rekan ayahnya,
mereka pasti akan kenali pemilik kuda itu, atau kemungkinan
juga kuda tersebut sudah pulang lebih dulu ke perkampungan
Liok-Soat san ceng.
Sementara dia masih melamun, tiba-tiba terdengar Thia
Siok bi berseru tertahan, “Hei, aneh benar! Kenapa budak, itu
ikut datang?”
Telapak tangan kanannya segera menekan sisi meja, lalu
bagaikan seekor burung raksasa dia melayang keluar dari
warung makan itu.
“Cianpwe….” seru Hoa In-liong gelisah.
“Tunggu saja disitu sebentar!” tukas Siok bi dari kejauhan.
Sebetulnya Hoa In-liong sedang bangkit berdiri, tapi
sesudah mendengar perkataan itu dia duduk kerrbali, pikirnya,
“Aku saja tak dapat melihat jelas raut wajah nona itu, masa
dengan tenaga dalam yang lebih rendah dari aku dia bisa
melihat jelas siapakah orang itu? Ahh….betul orang itu pasti
orang yang sangat dikenalnya, sebab itu meski sepintas lalu
saja dia segera kenali orangnya”
Dalam pada itu, para tamu lainnya dalam warung itu hanya
duduk terbelalak dengan mulut melongo, satu dua diantaranya
sempat pula menarik Hoa In-liong, tampaknya mereka kuatir
kalau pemuda itupun berubah menjidi burung dan ikut

1353
terbang, hingga untuk sesaat suasana jadi hening tak
kedengaran sedikit suarapun.
Terhadap lirikan-lirikan dari para pelancong dan para
pedagang, Hoa In-liong bersikap pura-pura tidak melihat, ia
menunggu beberapa saat lagi, ketika Thia Siok bi yang
ditunggu-tunggu belum datang juga, akhirnya ia putuskan
untuk minum arak sambil membuang kekesalan.
Isi poci arak itu tidak terlalu banyak, tak lama kemudian
sudah habis termiaum, maka diapun berseru, “Hei pelayan,
minta satu poci arak lagi!”
Pelayan sudah bersiap siap disana sejak tadi, mendengar
panggilan itu dia mengiakan dengan nada takut, sepoci arak
baru dengan cepat sudah dihantarkan, sedang poci kosong
diambil pergi.
Tergelak Hoa In-iioug melihat takut-takut dari pelayan itu,
tegurnya, “Eeeh….memangnya aku ini malaikat jahat? Kenapa
musti takut terhadapku?”
“Yaa….yaa….yaya memang malaikan bengis….! Sebenarnya
pelayan itu hendak mengatakan kalau dia bukan malaikat
bengis, siapa tahu saking gugupnya ia sampai salah berbicara
punya mengatakan tidak, dia malah membenarkan karuan
saja kontan mukanya jadi pucat pias seperti mayat.
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, dia mengeluarkan
sekeping uang perak dan dilemparkan ke meja lalu berkata
lagi, “Itu, boleb kauambil! Daripada kau tuduh aku ingin
makan gratis”
Pelayan tersebut bungkukan badannya berulang kali.

1354
“Yaya, tak usah banyak-banyak, tak usah banyak-banyak”
katanya lagi dengan gugup.
Padahal sejak tadi matanya, mengincar terus kepingan
uang perak itu, kalau bisa sekali comot uang itu masuk ke
saku sendiri.
Tentu saja Hoa In-liong dapat merasakan isi hati orang,
kembali dia tertawa katanya sambil mengulapkan tangannya
berulang kali, “Sana, bawa semua, sisanya untukmu!”
Buru-buru pelayan itu mencomot uang perak tadi kemudian
mengucapkan terima kasih berulang kali, setelah itu buru-buru
dia kabur kewarung belakang, seakan akan kuatir kalau Hoa
In-liong menjadi menyesal.
Hoa In-liong tersenyum, dia berpiling lagi keluar warung.
Tiba tiba ia menangkap berkelebatnya sesosok bayangan
manusia, bayangan tersebut buru-buru kabur kesemak belukar
dan menyembunyikan diri.
Meski hanya sekilas pandangan, ia kenali orang itu sebagai
majikan kecilnya Si Nio atau nona berbaju ungu itu.
Semula pemuda itu bermaksud untuk menyusulnya, tapi
kemudian berpikir, “Ketika melihat aku disini, dia lantas
menyembunyikan diri, sudah jelas nona itu enggan untuk
bertemu dengan aku, kalau sampai ku susul kesana, dia pasti
akan menemui aku secara terpaksa, dalam keadaan yang
serba kaku tiada manfaat apa-apa yang bakal kudapatkan,
malah kalau sampai Thia cianpwe kembali kesini dan tidak
menemui diriku, urusan akan semakin runyam”
Karena berpendapat demikian, maka ia duduk kembali
ditempatnya semula….

1355
Sementara itu para tamu dalam warung sedang berbisikbisik
entah apa yang mereka bicarakan, suaranya lembut
sukar didengar, tapi ada kemungkinan menyangkut tingkah
laku Hoa In-liong yang seenaknya sendiri tanpa
memperdulikan apakah disekitarnya, ada orang atau tidak
itu…. Kembali setengah jam sudah lewat, akhirnya penasaran
Hoa In-liong, dia berpikir.
“Tak mungkin suhunya nona Wan akan beradu kecepatan
dengan kuda jempolan tersebut, tentunya dia akan memanggil
namanya, tapi kenapa begini lama? Masa kalau bercakapcakap
juga membutuhkan waktu selama ini….”
Ingatan tersebut baru saja melintas dalam benaknya, tibatiba
terdengar teriakan Thia Siok bi bergema dari depan
warung, “Hoa Yang, hayo kita lanjutkan perjalanan!”
Hoa In-liong tidak membuang waktu lagi, diaa bangkit dan
melayang keluar dari warung itu.
Baru saja dia berada diluar pintu, Thia Siok bi te1ah
menge-rahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk melanjutkan
perjalanan.
Buru-buru dia menyusul kemuka, teriaknya, “Hei cianpwe,
siapa gerangan nona tadi?”
“Hmni….! Kamu hanya pandainya menanyakan soal
nona….!” dengus Thia Siok bi tanpa menghentikan gerakan
tubuhnya.
Jawaban itu cukup membuat pemuda kita meringis serba
salah.
“Cianpwe, buat apa kita musti terburu-buru?” kembali
serunya.

1356
“Ya, kita musti terburu-buru karena harus menempuh
perjalanan sejauh lima ratus li”
Hoa In-Iiong mempercepat langkahnya dan menerjang
maju ke depan, kembali dia berseru, “Kita akan kemana?”
“Ke Hway-im!”
Setelah melirik sekejap, dengan dahi berkerut dia berkata
kembali, “Hematlah tenagamu, perjalanan yang akan kita
tempuh bukan suatu perjalanan dekat”
“Oooh….tak menjadi soal, aku yang muda masih sanggup
untuk menahan diri” sahut Hoa In-liong sambil tertawa.
Thia Siok bi mendengus dan tidak berbicara lagi, tiba-tiba ia
mempercepat larinya.
Hoa In-liong tarik napas dalam-dalam, hawa murninya
dihimpun kembali dan terpaksa dia harus menyusul dibelakang
To koh tersebut.
Demikianlah, dua orang itu melakukan perjalanan amat
cepat, dari tengah hari sampai magrib mereka tak pernah
berhenti, akhirnya napaspun mulai ngos-ngosan dan ketika
itulah mereka mengurangi kecepatan masing masing….
“Hoa Yang, perlu beristirahat tidak?” tiba-tiba Thia Siok bi
menegur.
“Tidak usah, boanpwe masih sanggup untuk bertahan
sampai kota Hway-im….”sahut pemuda itu.
“Baik, kita lanjutkan perjalanan!”

1357
Tiba tiba To koh setengah umur itu mempercepat
langkahnya kabur kedepan.
Sambil menyusul dibelakangnya, Hoa In-liong berpikir,
“Oooh….tampaknya dia belum mengerahkan segenap tenaga
dalamnya, kalau begitu penilaianku tempo hari salah besar,
sebab meski tenaga dalam yang dimiliki cianpwe ini masih
bukan tandingan Tang kwik Siu, akan tetapi ilmu meringankan
tubuhnya lihay banget”
Kurang lebih jam satu tengah malam, akhirnya muncul juga
sebuah benteng kota yang amat besar ditengah kegelapan
sana, kota tersebut bukan lain adalah kota Hway-im pusat lalu
lintas antara wilayah utara dan selatan terutama bagi propinsi
Kang ci.
Dengan bermandikan keringat tiba-tiba Thia Siok bi
menghentikan perjalanannya, dengan napas tersengkal dia
berseru, “Hoa Yang, mari kita atur pernapasan dulu, bila
tenaga kita sudah pulih kembali baru masuk kota”
Hoa In-liong ingin cepat-cepat bertemu dengan Wan Hong
giok, segera sahutnya, “Boanpwe tidak lelah, bagaimaua kalau
cianpwe memberitahukan kepadaku dimana muridmu berada,
aku ingin segera menjumpai nona Wan”
Thia Siok bi berpaling, ditemuinya meski peluh membasahi
seluruh badan Hoa In-liong dan napasnya agak tersengkal,
tapi yang aneh wajahnya tetap kelihatan segar, kesegaran itu
tak jauh berbeda dengan keadaan disiang hari tadi.
Bila kesegaran pemuda itu dibandingkan dengan wajah
layu dirinya yang kecapaian, sudah tentu tampak perbedaan
yang menyolok.

1358
“Aneh betul” demikian pikirnya dengan tercengang,
“sekalipun Hian-beng Kaucu atau Seng To cu tak mungkin
kesegaran mereka akan semakin bertambah setelah
menempuh perjalanan sejauh lima ratus li”
Tentu saja To koh setengah umur itu tak pernah menduga
kalau Goan cing taysu telah menambah tenaga dalam Hoa Inliong
dengan ilmu Wan kong lip teng (Cahaya Bulan Mencapai
Puncak), suatu kepandaian maha sakti dari kalangan agama
Buddha.
Setelah melakukan perjalanan jauh tanpa berhenti, bukan
kelelahan yang didapatkan pemuda itu, justru tenaga murni
yang diperolehnya dari Goan cing taysu semakin membaur
dengan tenaga dalam milik sendiri. Otomatis air mukanya
kelihatan makin segar.
Hoa In-liong pribadi meskipun tahu akan proses tersebut,
diapun tidak menduga kalau hasilnya luar biasa, diam-diam
dia semakin berterima kasih atas kebaikan taysu tersebut.
Thia Siok bi tampak termenung sebentar, kemudian
ujarnya, “Kalau toh engkau belum lelah, mari sekarang juga
kita masuk ke dalam kota”
“Cianpwe….”
“Tak usah banyak bicara” tukas Thia Siok bi, toh kita sudah
ada perjanjian dimuka, bila ketemu musuh maka kaulah yang
musti maju untuk beradu jiwa”
Sekali melompat dia sudah naik lebih dulu keatas dinding
kota.
Buru-buru Hoa In-liong mengikuti dibelakangnya.

1359
Bangunan rumah berderet-deret bagaikan sisik ikan dalam
kota itu, dibawah cahaya rembulan suasana diliputi
keheningan, kecuali gonggongan anjing diujung gang sana tak
kedengaran sedikit su arapun.
Sesudah mengatur pernapasan kata Thia Siok bi, “Anak
Giok berdiam didalam kuil Hian biau koan di utara kota, ketua
kuil tersebut Keng it To koh adalah sahabat karib pinto”
“Koancu tersebut tentunya seorang jago lihay bukan?” sela
anak muda kita.
“Dugaanku keliru besar, dia justru tak pandai bersilat”
Sementara pembicaraan berlangsung, perjalanan sama
sekali tidak berhenti, mereka berlarian melewati atap rumah
yang berjejer-jejer. Akhirnya sampailah dimuka sebuah To
koan yang berdinding merah dan dikelilingi pohon bambu.
Meskipun bangunan kuil itu megah dan tanahnya luas, tapi
suasananya hening dan nyaman, suatu tempat pertapaan
yang amat serasi.
Thia Siok bi membawa pemuda itu menuju kehalaman
belakang, lalu bisiknya, “Keheningan malam telah mencekam
seluruh jagad, kalau kita masuk sambil mengetuk pintu, maka
kedatangan kita ini pasti akan mengganggu nyenyaknya orang
tidur, mari kita masuk sendiri-seodiri saja”
Hoa In-liong mengangguk, dia melompati dinding
pekarangan dan hinggap di atas gunung-gunungan, ditepi
kolam dikelilingi kebun bunga yang indah tampaklah sebuah
bangunan kecil yang mungil.
Ketika pemuda tersebut memandang ke arah bangunan itu,
hampir saja air matanya bercucuran saking terharunya.

1360
Cahaya lampu menerangi ruangan itu terang benderang,
jendela terpentang lebar dan Wan Hong-giok sambil
bertopang dagu duduk ditepi jendela sambil memandang
rembulan di angkasa dengan termangu, badannya kurus
kering mukanya pucat, air mata membasahi pipi dan kelopak
matanya, betapa kusut dan layunya gadis itu!”
“Ooooh….dia begitu kurus” pekik Hoa In-liong, didalam
hati. “karena akulah dia ternoda dan ilmu silatnya punah,
dia…. dia….sedang aku ketika berada dibuka Yan-san….”
Tiba-tiba Wan Hong-giok bergumam dengan suara yang
memedihkan hati, “Malam ini adalah malam keberapa? In
liong….ooohh In-liong…. kau berada dimuna? Tidak rindukah
kau kepadaku?”
Ia menggelengkan kepalanya berulang kali, kembali
gumamnya, “Tidak! Aku tidak minta kau rindu kepadaku,
sebab kalau begini maka kau tak akan senang hati, aku hanya
ingin menyaksikan kau dapat hidup penuh kegembiraan,
aku…. sekalipun melupakan diriku juga tidak, mengapa….”
Selanjutnya gadis itu menggumankan pula kata-kata cinta
yang tak terhitung banyaknya, dalam pelampiasan kata-kata
cintanya itu dia hampir saja melupakan diri, dia tidak
mengharapkan balasan dari lawannya, dia hanya ingin
menunjukkan kalau cintanya kepada Hoa In-liong lebih dalam
dari samudra, lebih tinggi dari langit….
Hoa In-liong tak dapat menahan diri lagi, air matanya jatuh
bercucuran karena terharu, setengah berbisik dia memanggil.
“Hoag giok….”

1361
Betapa terperanjatnya Wan Hong giok mendengar
panggilan itu, tiba-tiba ia berpaling.
Sayang tenaga dalamnya waktu itu sudah buyar, jangan
dibilang Hoa In-liong berdiri ditengah kerumungan bunga,
sekalipun berdiri ditengah tanah lapang, belum tentu ia dapat
melihatnya dengan jelas.
Nona itu berusaha mencari sumber datangnya suara itu
tapi tidak berhasil, akhirnya dengan sedih dia menghela
napas.
“Yaaa….! Aku terlalu terkenang kepadanya, sampai
suaranya pun ikut terkenang.”
Tiba-tiba ia tundukkan kepalanya, lalu dengan sedih
bersenandung lirih,
“Air jernih siang malam mengalir di loteng merah.
Sukma yang lemah bergentayangan mengitari nirwana
yang indah.
Kapan impian indahku akan menjadi kenyataan?
Mengapa kau tak datang? Mengapa kau tak datang?
Mungkinkah takut menderita kemurungan….?”
Bait-bait tersebut merupakan bait dari syair cinta yang
sudah berusia lama, bukan saja penuh mengandung nada
cinta, terutama peng harapannya yang luar biasa, membuat
siapapun tahu kalau gadis malang itu sedang merindukan
kekasihnya mengharapkan kunjungan idaman hatinya.

1362
Air mata bercucuran membasahi seluruh wajahnya Hoa Inliong,
diam-diam dia melompat jendela dan berdiri di belakang
Wan Hong-giok, kemudian sambil membelai rambutnya yang
hitam mulus bisiknya lembut, “Hong giok!”
Kasihan sekali Wan Hong-giok, sejak ilmu silatnya punah,
hampir boleh dibilang ia seperti orang awam biasa, sekalipun
Hoa In-liong sudah berdiri dibelakangnya ia belum merasa.
Akhirnya setelah pemuda itu membelai rambutnya, gadis
itu baru sadar dan berpaling.
Ditatapnya Hoa In-liong dengan termangu-mangu
lama….lama sekali, dia baru berbisik lirih, “Kemarin kau sudah
datang, mengapa hari ini kembali? Kalau terlalu sering kau
datang kemari adik Wi bakal tak senang hati”
Tiba-tiba Hoa In-liong merasa hatinya sakit sekali, pikirnya.
“Oooh…. dia masih mengira pertemuan ini adalah
bertemuan dalam alam impian, dia…. aku memang seorang
pemuda yang kejam, aku orang yang tak tahu cinta….”
Sebagai diketahui, Hoa In-liong adalah seorang pemuda
romantis yang gemar berpacaran, setelah di pengaruhi oleh
emosi nyaris dia muntahkan darah segar.
Buru-buru pemuda itu mengerahkan tenaga dalamnya dan
mengatur napas, darah yang bergolak keras itu berusaha
ditekan kembali.
Selesai mengatur pernapasan, dia baru berkata dengan
lembut.
“Adik Wi tidak akan tak senang hati atas kedatanganku ini!”

1363
Wan Hong giok mengagangguk dan tertawa bodoh.
“Yaa, aku tahu adik Wi memang gadis yang polos dan baik
hati!”
Hoa In-liong makin berduka oleh sikap gadis itu, cepat
serunya, Hong giok, pertemuan ini bukan dalam impian,
camkan! Semuanya adalah kenyataan, bukan cuma impian
belaka!”
Mula-mula Wan Hong giok agak tertegun, kemudian
bisiknya seperti orang bodoh, “Kenyataan? Kenyataan?”
Biji matanya yang jeli mengerling kesana kemari tangannya
diulurkan kedepan seakan-akan hendak menyentuh tubuh Hoa
In-liong serta membuktikan babwa kejadian itu memang suutu
kejadian yang sungguhan.
Tapi….secara tiba-tiba ia menarik kembali tangannya
seperti mendadak kena dipagut ular, rupanya dia kuatir bila
sentuhan tersebut kosong ma a impian indahnya akan
tercabik-cabik dan idaman hatinya yang berada dihadapannya
akan lenyap dengan begitu saja.
Sambil menahan lelehan air matanya Hoa In-liong maju
kemuka dan memeluk tubun Wan Hong giok dengan psauh
kemesrahan, bisiknya dengan lembut, “Sekarang kau sudah
percaya bukan?”
“Sekujur badan Wan Hong giok gemetar keras, tiba-tiba
meledak isak tangisnya.
“Oooh In liong….”
Dia menyusupkan kepalanya kedalam pelukan pemuda itu
dan balas memeluknya dengan penuh kemesrahan.

1364
Dalam kejut dan girangnya, gadis itu merasakan pula
kesedihan yang luar biasa, sambil memeluk erat-erat tubuh
Hoa In-liong, dia menangis sejadinya, hingga dalam waktu
singkat, sebagai besar pakaian yang dikenakan Hoa In-liong
sudah basah kuyup.
“Jangan menangis! Jangan menangis….” bisik Hoa In-liong
sambil membelai rambutnya yang mulus.
Untuk sesaat pemuda itupun hampir melupakan segalagalanya
termasuk keadaan disekelilingnya.
Beberapa saat kemudian, Wan Hong giok baru pelan-pelan
menjadi tenang kembali, sambil menyembunyikan kepalanya
dipelukan orang, dia berbisik lirik, “Baik-baikkah engkau
selama ini?”
“Aku baik sekali, justru kaulah yang harus baik-baik
menjaga diri!”
ketika dilihatnya gadis itu masih memeluknya erat-erat,
seolah olah takut kalau sampai lepas tangan, maka pemuda
idamannya akan lenyap dengan begitu saja, tersenyumlah Hoa
In-liong.
“Bagaimana kalau kita duduk dulu baru berbicara lagi?”
bisiknya kemudian.
Wan Hong giok yang berada dalam pelukan itu
mengangguk, dia melepaskan pula rangkulannya.
Setelah duduk Hoa In-liong baru memeriksa sekejap
suasana dalam ruangan itu, dia lihat kamar itu bersih sekali,
kecuali pembaringan yang di atur dengan rapi, hanya terdapat

1365
sebuah meja dengan empat buah kursi, sebuah lilin kecil
menerangi ruangan tersebut.
Pedih rasanya pemuda itu, pikirnya, “Gadis secantik dia
tidak sepantasnya kalau berdiam ditempat seperti ini”
Rupanya Wan Hong giok merasakan apa yang dipikirkan
pemuda itu, sambil tersenyum tiba-tiba ujarnya, “Aku senang
sekali dengan tempat seperti ini, mana bersih mana sunyi
lagi!”
Hoa In-liong tertawa paksa.
“Malam semakin larut, kenapa kau belum tidur?” bisiknya,
“tahukah kau bahwa caramu ini hanya akan merusak
kesehatan saja?”
Wan Hong giok tertawa.
“Aku belum ingin tidur!” jawabnya singkat.
Tapi satelah berhenti sebentar, dia berkata lagi, “Padahal
tidak tidur juga tak menjadi soal, coba lihat! Bukankah aku
tetap sehat wal’afiat?”
Dengan perasaan sedih, kasihan dan lara, Hoa In-liong
mengawasi raut wajahnya yang cantik tapi kurus dan sayu itu,
kemudian setelah tertegun sesaat bisiknya lagi, “Kau…. kau
kelihatan lebih kurus”
Sambil tertawa Wan Hong giok gelengkan kepalanya
berulang kali, dia tidak berkata apa-apa.
Hoa In-liong tidak tahu yang diartikan gadis itu tidak
bertambah kurus ataukah menjadi soal, pemuda itu berdiri
tertegun.

1366
“Kau…. kau….” Tiba-tiba Wan Hong giok mengalikan pokok
pembicaraan ke soal lain, tanyanya, “Bagaimana kau bisa tahu
kalau aku berada di sini?”
Hoa In-liong tahu kalau gadis tersebut tak ingin terlalu
banyak membicarakan soal itu, maka segera jawabnya,
“Suhumu yang mengajak aku kemari!”
Padahal Wan Hong-giok sudah tahu kalau pasti gurunya
yang memimpin pemuda itu ke situ, pertanyaan itu memang
sengaja diajukan untuk mengalihkan pokok pembicaraan saja.
Maka sambil manggut-manggut dia bertanya lagi.
“Sekarang, dia orang tua berada dimana?”
Hoa In-liong tidak menjawab, dia cuma berpikir didalam
hati, “Sejak masuk kedalam kamar ini, aku tidak terlalu
memperhatikan dirinya lagi, tapi jelas cianpwe yang sangat
menguatirkan kese-lamatan muridnya itu pasti bersembunyi
disekitar tempat ini”
Baru saja dia akan menjawab, ketika secara tiba-tiba
berhembus lewat angin tajam, diantara cahaya lilin yang
bergoncang-goncang, Thia Siok bi sudah muncul didalam
ruangan.
“Suhu….” pekik Wan Hong giok dengan sedih.
Dia melompat kedepan dan menubruk kedalam rangkulan
Thia Siok-bi, kemudian melelehkan isak tangisnya.
Air mata meleleh keluar dan membasahi pula pipi Thia Siok
bi, dengan mulut membungkam dia cuma bisa membelai
rambut muridnya.

1367
Akhirnya setelah hening beberapa saat lamanya Thia Siokbi
memanggil dengan suara lirih, “Anak Giok!”
“Ada apa suhu?” dengan muka yang basah oleh air mata
Wan Hong giok menengadah.
Makin sedih perasaan Thia Siok-bi menyaksikan betapa layu
dan kurusnya wajah gadis itu, tapi dia paksakan juga sebuah
senyuman.
“Masuklah dulu ke dalam, suhu ingin bercakap-cakap
dengan Hoa kongcu” katanya.
Hoa In-liong terkesiap, dengan cepat dia berpikir, “Rupanya
din hendak membicarakan nasib Wan Hong giok dengan
diriku, wah…. apa dayaku?”
“Rupanya Wan Hong giok juga menduga sampai kesitu,
dengan cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Tidak! Aku tidak mau!”
Mula-mula Thia Siok-bi agak tertegun, lalu sambil berpurapura
marah serunya lagi, “Masa perkataan suhupun tidak kau
turuti?”
“Oooh suhu! keluh Wan Hong-giok dengan sedih, mari kita
pulang keluar perbatasan saja, tecu sudah bosan dengan
daratan Tionggoan”
Thia Siok bi tertawa getir.
“Anak bodoh masa selama hidup kau hendak mengikuti
suhumu? Sebagai anak perempuan, akhirnya toh kau harus….

1368
Sebelum kata menikah sempat meluncur keluar, tiba-tiba
Thia Siok bi menghentikan ucapannya, dia kuatir Wan Hong
giok akan menjadi sedih setelah mendengar perkataan itu,
apalagi sejak kesucian tubuhnya ternoda.
Siapa taha justru sikap gurunya ini semakin menambah
kepedihan hati Wan Hong giok, isak tangisnya makin menjadi.
“Oooh…. suhu, tecu tak mau menikah, teca rela
mendampingi suhu sepanjang masa”
“Aaai…. tapi suhu tak perlu kau dampingi terus” keluh Thia
Siok bi sambil menghela napas.
Sambil menahan isak tangisnya yaug keras kata, Wan Hong
giok lagi, “Suhu kalau kau sudah tak maui aku lagi, biarlah
tecu mencari sebuah biara dan cukur rambut menjadi pendeta
disitu”
“Anak Giok….”
“Atau kalau tidak, di To koan inipun boleh juga”
Hoa In-liong hanya bisa berdiri membungkam menyaksikan
adegan tersebut, tanpa disadari air matanya ikut meleleh
keluar membasahi pipinya.
Thia Siok bi tampak agak tertegun, tiba-tiba dia
mengalihkan sorot matanya, dengan sinar mata setajam
sembilu bentaknya, “Hoa Yang!”
Hoa In-liong terkesiap, dengan cepat dia menyahut, “Hoa
Yang!”

1369
Kembali Thia Siok bi berkata dengan suara dingin,
“Tahukah engkau apa yang menyebabkan muridku menjadi
begini?”
“Yaa, dosa boanpwe memang tak terampuni!” bisik Hoa Inliong
dengan air mata berlinang.
“Kalau memang begitu, kau harus memberi pertanggungan
jawab kepada muridku”
Hoa In-liong tertegun, dengan penuh kesangsian ia
menatap kedua orang perempuan itu bergantian, tak sepatah
katapun sanggup diucapkan.
Sekalipun pemuda itu suka bermain cinta, tapi dia sangat
memandang tinggi apa artinya cinta itu, ternodanya Wan
Hong giok dalam pandangannya merupakan suatu peristiwa
yang patut disesalkan, cuma bila dia musti mengikat janji
dengan begitu, lantas bagaimana penyelesaiannya dengan
Coa Wi wi?
Sekalipun belum terlalu lama pergaulannya dengan Coa Wi
wi, tapi secara diam-diam kedua belah pihak sudah saling
mengikat janji, boleh dibilang cinta mereka dimulai sejak
pandangan pertama.
Maka kalau berbicara soal istri, Coa wi-wi adalah orang
yang paling pantas untuk kedudukan itu.
Apalagi meski dia binal tapi peraturan rumah tangganya
sangat ketat, soal perkawinanpun merupakan masalah besar,
tak mungkin baginya untuk menyanggupi tanpa berunding
dulu dengan orang tuanya. Yaa sekarang dia setuju, bila lain
waktu ayahnya menyatakan keberatan, lantas bagaimana….?

1370
Hoa In-liong tidak ingin menjadi seorang pemuda yang
mencla mencle, terutama mengingkari ucapannya sendiri.
Sebagai seorang pemuda yang bijaksana, sebagai seorang
laki-laki sejati terutama sebagai keturunan orang ternama,
pemuda itu tak mau berbuat gegabah sebelum memutuskan
sesuatunya dia ingin renungkan dan pertimbangkan dulu
masalahnya masak-masak.
Sebab itu, sekian lamanya pemuda itu tetap membungkam,
dia tak tahu bagaimana musti memberikan jawabannya.
Tiba-tiba Wan Hong giok mengeluh sambil menangis
tersedu-sedu, “Oooh….suhu, kau tak usah memaksanya, tecu
rela menjadi pendeta dan hidup mengasingkan diri….”
“Kau tak usah banyak bicara” bentak Thia Siok bi, “akulah
yang berhak mengaturkan segala sesuatunya untukmu!”
“Tapi kalau suhu hendak memaksa tecu untuk kawin, lebih
baik tecu mati saja!”
Thia Siok bi, tidak menggubris muridnya lagi, dia berpaling
ke arah Hoa In-liong dan bentaknya kembali, “Ayoh, cepat beri
keputusan yang tegas….”
Hoa In-liong tertegun.
“Boanpwe…. “
Terbayang kembali raut wajah ayahnya yang keren dan
suara neneknya yang penuh wibawa, pemuda itu menjadi
gelagapan dan tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya.
Tiba-tiba Wan Hong giok berpekik sedih.

1371
“Oooh suhu….maafkanlah ketidak berbaktinya muridmu
ini….!”
Sambil meronta dari rangkulan Thia Siok bi, dia lari
kedepan dan menumbukkan kepalanya di atas dinding
ruangan.
Sejak berangkat meninggalkan bukit Yan san tempo dulu,
sebetulnya Wan Hong giok sedang melanjutkan perjalanannya
menuju ke utara didampingi Ki ji, kebetulan Thia Siok bi yang
kangen dengan muridnya juga dalam perjalanan menuju ke
Tionggoan, akhirnya mereka berpapasan dan saling berjumpa
di tengah jalan.
Kejut dan marah Tbia Siok bi menyaksikan keadaan
muridnya yang mengenaskan itu, dia mendesak muridnya
agar menceriterakan musibah apa yang telah menimpa
dirinya, tapi Wan Hong giok bersikeras tetap membungkam,
akhirnya dari Ki ji lah To koh itu berhasil mengetahui
duduknya persoalan….
To koh itupun mendapat tahu kalau muridnya bisa menjadi
begini karena demi keselamatan seorang keturunan keluarga
Hoa Yang bernama Hoa Yang alias Hoa In-liong. Maka setelah
pikir punya pikir dia merasa hanya ada satu jalan untuk
membuat muridnya gembira lagi, yaitu mengawinkan
muridnya itu dengan Hoa In-liong.
Begitulah sesudah menyusun rencana, akhirnya Thia Siok bi
meninggalkan kedua orang itu di kota Hway-im, sementara dia
sendiri segera berangkat ke kota Kim leng.
Padahal Thia Siok-bi juga tahu akan urusannya lebih sulit
daripada naik kelangit, tapi apa boleh buat, demi kebahagian
muridnya dia harus berusaha dengan segala kemampuan yang

1372
dimilikinya, kalau terpaksa diapun akan memaksa Hoa In-liong
untuk mengawini muridnya.
Wan Hong giok sendiri sebetulnya amat mencintai Hoa Inliong
boleh dibilang setiap waktu setiap saat selalu
merindukan pemuda itu, tapi sejak ternoda ia merasa
tubuhnya sudah kotor dan tidak pantas untuk mendampingi
Hoa In-liong lagi, sudah menjadi tekadnya semenjak dulu
bahwa ia lebih suka menghabisi nyawa sendiri daripada harus
kawin dengan pemuda pujaannya.
Sebab itulah ketika Thia Siok bi memaksa pemuda itu untuk
menerima lamaran, dengan perasaan yang hancur luluh gadis
itu menjadi nekad dan ingin menghabisi nyawa sendiri.
Tentu dua orang jago silat yang hadir dalam ruangan itu
tak akan membiarkan dia mati penasaran….„
Sebelum kepalanya sempat membentur diatap dinding, Hoa
In-liong sudah menyusup kehadapannya serta merangkul
gadis itu kedalam pelukannya….
Sejak ilmu silatnya musnah, kesehatan badan Wan Hong
giok lebih rapuh dari orang lain, apalagi setelah mengalami
pukulan batin yang cukup berat, sejak tadi dia sebetulnya
sudah tak tahan, maka begitu dirangkul oleh Hoa In-liong,
pingsanlah gadis itu.
Thia Siok bi putus asa bercampur kecewa, menyaksikan
tekad muridnya yang lebih baik mati daripada kawin, teringat
pula kedudukan keluarga Hoa Yang begitu tinggi dalam dunia
persilatan ser ta ternodanya Wan Hong giok, dia betul-betul
merasa tak ada harapan untuk melangsungkan apa yang
diharapkan.

1373
Sambil mendepak-depakkan kakinya ketanah, serunya
dengan penuh kebencian, “Sudahlah, sudahlah….percuma!”
Tiba-tiba ia merampas tubuh Wan Hong giok dari dukungan
Hoa In-liong, kemudian melompat keluar dari jendela.
Mula-mula Hoa In-liong tertegun, menyusul kemudian
sambil mengejar keluar teriaknya dengan gemetar, “Cianpwe,
nona Wan….”
Sambil berpaling tiba-tiba Thia Siok-bi mengancam, “Kalau
engkau berani menyusul kami, jangan salahkan kalau pinto
tak akan sungkan-sungkan lagi”
Sementara Hoa In-liong masih tertegun, sambil mendengus
dingin Thia Siok bi sudah berangkat menuju ke utara.
Hoa In-liong cuma bisa berdiri termangu-mangu sambil
melamun, “Ibuku dan mama (Chin Wan hong) paling
menyayangi diriku, mereka pasti berdiri dipihakku, sedang
nenek dan ayah meski keras dan keren, rasanya setelah
kuterangkan mereka akan menjadi tahu, berarti kesulitan
pertama bisa kuatasi. Adik Wi baik hati dan suka memaafkan
kesalahanku, rasanya diapun bisa memahami posisiku saat
ini….”
Berpikir simpai disitu, pemuda itu segera memutuskan
untuk menyusul Wan Hong giok berdua, dengan suara lantang
dia berteriak, “Cianpwe, harap berhenti.”
Teriakan itu cukup keras, apalagi ditengah keheningan
malam yang mnyelimuti seluruh jagad, teriakan tersebut
hampir terdengar diseparuh bagian kota Hway-im.
Pemuda itu sudah mengambil keputusan, apapun yang
terjadi, dia akan menikahi Wan Hong giok

1374
Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya tidak berada
dibawah kepandaian Thia Siok bi, apalagi To koh setengah
umur itu harus membawa seorang yang lain, ketika berada
dikaki dinding kota mereka berhasil disusul oleh pemuda itu.
Dengusan dingin bergema memecahkan kesunyian, melihat
pemuda itu menyusul datang Thia Siok bi segera memutar
tubuhnya, lalu senjata Hud tim nya disapu kedepau
menghantam batok kepala lawan.
Hoa In-liong sedikitpun tidak bergerak, sekalipun serangan
sudah berada di depan mata, ia tidak berniat untuk
menghindarkan diri.
Bayangkan saja betapa dahsyatnya serangan itu kalau
sampai kena sasaran niscaya pemuda itu akan mampus.
Thia Siok bi, amat bersedih hati atas tragedi yahg menimpa
murid kesayangannya, karenanya dalam melancarkan sapuan
tersebut diam-diam ia sertakan pula tenaga serangan sebssar
dua belas bagian.
Seandainya serangan itu sampai menghajar telak ditubuh
Hoa In-liong, kalau tidak matipun paling sedikit akan terluka
parah.
Tapi setelah ia saksikan betapa murung dan sedihnya anak
muda itu, terutama sikap pasrahnya terhadap nasib, secara
tiba-tiba saja melunakkan hatinya.
“Aaai…. Sudahlah.” begitu dia berpikir, “toh dalam kejadian
ini dia memang tak bisa disalahkan!”
Disaat yang terakhir dia menarik kembali sebagian besar
tenaga dalamnya, seranganpun dimiringkan kesamping,

1375
dengan begitu senjata Had tim tersebut hanya mengejar bahu
kiri Hoa In-liong.
Sianak muda itu mendengus tertahan, bahu kirinya robek
dan tubuhnya ikut roboh terjungkal dari atas dinding
pekarangan.
Thia Siok bi menghela napas sedih, sambil membopong
tubuh Wan Hong giok dia berlarian menuju keutara.
Sambil menahan rasa sakit Hoa In-liong melompat kembali
keatas dinding pekarangan, kemudian teriaknya keras-keras,
“Cianpwe, harap tunggu dulu, aku yang muda bersedia
menerima perintahmu!!”
Malam yang sepi keheningan yang merccekam, hanya
suara teriakannya yang berkumandang sampai nun jauh
disana, namun tiada jawaban dari Thia Siok bi.
“Ji-kongcu!” tiba-tiba seseorang mamanggil dengan suara
yang lembut merayu.
Hoa In-liong segera berpaling, ternyata Ki ji yang datang,
maka serunya dengan gelisah, “Nonamu sudah kembali kekota
King-leng, lebih baik kau cepat cepat pulang!”
Kemudian tidak menunggu jawaban lagi dia melompat
turun dari dinding pekarangan itu dan kabur ke utara.
“Eehh…. ji-kongcu! Bagaimana dengan kau sendiri?”
teriakan Ki ji masih sempat berkumandang dari belakang sana.
“Aku masih ada urusan!” pemuda itu menjawab tanpa
berpaling lagi.

1376
Sesudah menitahkan Ki ji agar segera pulang kerumah,
pemuda itu tak ada minat untuk menggubrisnya lebih jauh,
dengan kecepatan paling tinggi dia bergerak keutara, kearah
mana Thia Siok bi melenyapkan dirinya tadi….
Berapa waktu sudah lewat pengejaran masih berlangsung
terus, namun orang yang disusul tidak tampak juga batang
hidungnya.
“Rupanya To koh itu memang tidak bermaksud menjumpai
aku” akhirnya dia berpikir, “yaa, kalau memang begitu, dikejar
terus juga tak ada gunanya….”
Menurut perhitungannya Thia Siok bi tak mungkin bisa
pergi terlampau jauh, meskipun ilmu meringankan tubuhnya
sempurna, toh dia musti membopong Wan Hong giok sebagai
suatu beban, sepantasnya kalau dia tak bisa lari cepat.
Tapi sudah sekian lama dia melakukan pengejaran, pemuda
itu percaya kecepatan larinya tidak berada dibawah To koh
tersebut tapi kenyataannya sudah semakin lama dia
mengejarnya, tapi orang yang di cari-cari belum ketemu juga,
ini membuktikan kalau mereka memang sengaja menghindari
pertemuannya.
Karena berpendapat demikian, pemuda itu menghentikan
kembali pengejarannya, lalu bergumam seorang diri, “Lebih
baik aku berjalan selangkah lebih duluan, kemudian kujaga
jalanan menuju ke utara ini, dengan demikian, mereka berdua
pasti tak akan menyangka, dan kesempatan untuk
menemukan jejak merekapun akan semakin bertambah besar”
Dari kota Hway-im menuju ke utara memang tersedia
beberapa buah jalan, tapi jalan pemerintah cuma ada satu.
Sekarang yang paling dikuatirkan anak muda itu adalah bila

1377
berdua memilih jalan kecil, bahkan memilih jalan bukit yang
lebih sukar untuk menghindari pertemuan dengannya.
Maka sesudah mempertimbangkannya sekian waktu,
akhirnya dia memutuskan untuk mencegat dikota Si ciu saja.
Setelah mengambil keputusan, dia menentukan arah dan
berangkat menuju ke arah barat laut.
Perjalanannya kali ini dilakukan dengan mengerahkan
segegap ilmu meringankan tubuh yang dikuasahinya, seperti
hembusan angin puyuh saja badannya berkelebat maju ke
depan….
Jarak antara kota Hway im sampai di kota Si ciu memang
tidak terlampau jauh, tapi bagaimanapun juga orang harus
beristirahat sebelum meneruskan perjalanannya, apalagi
belum lama berselang pemuda itu sudah melakukan
perjalanan sejauh lima ratus li tanpa berhenti dengan begitu
maka tenaga dalam yang terbuangpun tidak akan terlampau
banyak.
Hoa In-liong yang berpengalaman tidak tahu namun setiap
menit setiap detik dia selalu membabayangkan wajah Wan
Hong giok yang layu, membayangkan tragedi yang
menghancur lumatkan perasaan gadis itu, dia merasa sakit
hati, dia ingin menggunakan segenap kekuatan yaug
dimilikinya untuk melampiaskan semua kekesalan, membuang
semua kemurungan yang mengganjal hatinya sebab itu dia
melakukan perjalanan tanpa hentinya.
Apa yang terjadi kemudian? Tenaga dalamnya bukan saja
tidak menjadi habis lantaran tindakan tersebut, malah
sebaliknya hawa murni itu mengalir semakin lancar, kian
ngotot dia berlari kian segar badannya dan kian bertambah
cepat pula larinya.

1378
Lama kelaman sadarlah pemuda tersebut atas keajaiban
itu, dia tahu kesemuanya ini adalah berkat pemberian dari
Goan cing taysu,
“Demi aku, entah berapa banyak yang dikorbankan dia
orang tua?” demikian ia berpikir, “bila aku tahu diri, dan
menghambur-hamburkan tenaga pemberiannya, bukankah
perbuatan ini sama halnya dengan menyia-nyiakau
pengorbanan dia orang tua?”
Karena berpikir demikian, maka pemuda itu segera
merubah rencananya semula, setelah tiba di kota Siciu, sambil
mencari jejak Wan Hong-giok dan gurunya, diam-diam diapun
melatih ilmu silatnya dengan lebih tekun.
Keesokan harinya ketika sore menjelang tiba, Hoa In-liong
telah tiba di kota Si ciu dan masuk lewat pintu sebelah timur.
Sebagaimana diketahui, Hoa In-liong itu orangnya tampan,
dandanannya perlente dan gerak-geriknya mencerminkan
seorang anak hartawan yang gagah perkasa, tapi bahu kirinya
basah oleh noda darah, keistimewaan tersebut dengan cepat
menarik perhatian orang banyak.
Terhadap sikap keheranan orang banyak itu Hoa In-liong
berpura-pura tidak melihat, dia menuju ke rumah penginapan
Tay hok yang merupakan rumah penginapan terbesar di kota
Si ciu dan memesan sebuah ruangan yang tersendiri, lalu
selelah mencuci badan dan bersantap, dia memanggil seorang
pelayan, memberinya sekeping uang perak seraya berpesan,
“Belikan kain putih sekodi dan bahan baju yang persis dengan
pakaianku ini, cepatan sedikit!”
Pelayan itu menerima uang tersebut dan ber-bongkokbongkok
sambil mengiakan, padahal dihati dia menggerutu,

1379
“Aneh betul orang ini, buat apa kain putih sebanyak itu? Masa
mau berkabung?”
Baru saja dia memutar badannya, tiba-tiba Hoa In-liong
memanggil lagi, “Hei pelayan!”
“Tuan masih ada perintah apa lagi?” buru-buru pelayan itu
memutar badannya.
“Tolong pinjamkan juga alat menulis dari kasir!”
Jilid 35
KEMBALI pelayan itu membungkukkan badan sambil
mengundurkan diri dari sana. Tak lama kemudian, kain putih
yang dipesan, bahan pakaian serta alat menulis sudah
dihantar masuk ke dalam kamar.
Hoa In-liong merobek kain putih itu menjadi ukuran dua
kaki lebih tujuh delapan depa sebanyak empat lembar, lalu
diletakkan dimeja dan dia mulai menulis.
Beberapa saat kemudian, keempat lembar kain putih itu
sudah selesai di tulis, sambil meletakkan penanya ke meja, dia
menghela napas panjang, gumamnya, “Aaai….jika cara iinipun
tidak mendatangkan hasil, untuk menemukan Wan Hong giok
berdua rasanya akan sulit kembali….”
Setelah berganti pakaian dan tulisan diatas kain putih itu
sudah kering, dia menggulung kain tadi menjadi satu dan
meninggalkan rumah penginapan, meski bahunya pernah
terluka, sekarang telah sembuh kembali jadi tidak terlalu
mengganggu.

1380
Waktu itu magrib sudah menjelang tiba, lampu sudah
memancar dimana-mana, banyak orang berlalu lalang
dijalanan, pasar malam baru dimulai dan suasananya amat
ramai.
Hoa In-liong mendatangi keempat buah pintu kota,
dibawah tontonan banyak orang, dia mengeluarkan ilmu
meringankan tubuhnya dan menggantungkan kain putih berisi
tulisan tersebut diatas loteng kota, terhadap perhatian banyak
orang, ia sama sekali tak ambil perduli.
Begitu kain digantung, orangpun berkerumun di sekitarnya
untuk membaca isi tulisan tersebut.
Pada kain putih tadi, tertera beberapa huruf besar yang
menyolok, tulisan itu berbunyi, “HOA YANG DARI IM TIONG
SAN SEDANG MENCARI ORANG”.
Disini tulisan itu tertera lukisan wajah dari dua orang
perempuan, lalu disertai pula nama serta senjata yang mereka
gunakan. Diterangkan juga barang siapa menemukan kedua
orang itu harap memberi kabar ke rumah penginapan Thian
hok dan diberi hadiah yang sepantasnya.
Setelah kain itu tergantung disetiap pelosok pintu kota,
seluruh kota Si Ciu menjadi gempar, mereka bukan gempar
karena akan diberi hadiah besar melainkan Hoa In-liong
adalah keturunan Im tiong san.
Sebagaimana diketahui, nama Hoa Thian-hong sudah
tersohor sampai dimana-mana, ibaratnya sang surya ditengah
hari, bukan jago persilatan saja yang mengenalnya, bahkan
rakyat kecilpun mengagumi nama besar pendekar tersebut.
Dan sekarang, keturunan keluarga Hoa hendak mencari
orang, setiap orang segera menaruh perhatian, setiap orang

1381
berusaha untuk membantunya kegemparan yang menyelimuti
kota Si Ciu boleh di bilang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sementara itu Hoa In-liong kembali ke rumah penginapan
setelah menggantungkan kain putih itu, betapa bangganya dia
ketika dilihatnya perbuatan tersebut mendatangkan hasil.
“Sekarang aku tinggal duduk sambil menanti berita”
demikian pikirnya, “beginikan lebih enak, aku tak usah
bersusah payah tapi hasil yang mungkin dicapai malah justru
jauh lebih besar….”
Sejak itu hari, dia menutup diri dalam kamar, semua
pengagum yang berkunjung datang ditampik secara halus.
Tiga hari sudah lawat, tapi belum juga ada kabar beritanya,
seakan-akan Thia Siok bi tak pernah melewati kota Si ciu,
melainnya hanya melintas dari sekitarnya.
Hari keempat pagi, diatas pintu kota tiba-tiba muncul
kembali selembar kain besar.
Diatas kain putih itu tertera pula bsberapi huruf besar,
tulisan itu berbunyi demikian,
“HOA IN-LIONG MENANTANG PERANG KEPADA HIANBENG-
KAUW, MO KAU SERTA KIU IM KAU”.
Munculnya kembali Kiu im kau dan Mo kau dalam dunia
persilatan tidak diketahui banyak orang, apalagi pertikaian
antara Hian-beng-kauw dengan Hoa In-liong, kecuali orang
yaag berurusan langsung, boleh dibilang orang lain tak ada
yang tahu, bahkan nama perkumpulan itupun belum pernah
mereka dengar.

1382
Maka setelah kain putih yang berisi tantangan itu muncul
didepan umum, semua orang mulai berbisik-bisik
membicarakan persoalan itu, mereka mulai bertanya: ‘Hianbeng-
kauw adalah suatu perkumpulan macam apa?’
Diantara mereka, ada pula yang mengusulkan agar
mendatangi Hoa In-liong serta menanyakan sendiri tentang
persoalan itu.
Tentu saja mereka hanya berani berbicara dibibir dan tak
berani melakukan secara sungguh-sungguh.
Berapa bulan sudah lewat tanpa terasa, suasana dalam
dunia persilatan mengalami pergolakan yang sangat hebat.
Kawanan jago persilatan dari pelbagai penjuru negara
berdatangan kekota Si ciu, diantara mereka ada yang ingin
memberi bantuan, ada pula yang ingin menonton keramaian
saja, perduli apapun tujuan mereka, pokoknya dalam kota Si
ciu telah di penuhi oleh manusia manusia berpakaian ringkas
ynng membawa senjata lengkap.
Rumah-rumah makan, warung arak, rumah penginapan
telah dipenuhi oleh tamu-tamu tersebut, mereka amat
berterima kasih kepada Hoa-jiya, sebab kehadiran Hoa Inliong
telah mendapatkan banyak rejeki serta keuntungan bagi
usaha mereka.
Apalagi tamu tamunya itu kebanyakan royal. Setiap hari
kerja mereka hanya makan minum dan keluyuran, sudah
barang tentu keuntungan yang di berikan makan minum
mereka juga ikut berlimpah ruah.
Tapi ada satu hal yang merisaukan mereka, yaitu sikap
mereka yang kasar dan berangasan, sedikit salah berbicara

1383
bisa menga-kibatkan terjadinya pertumpahan darah yang
mengerikan.
Pokoknya, akibat dari ulah Hoa In-liong itu, banyak
pengusaha yang berhasil memetik hasil keuntungan, tapi ada
pula yang ketimpa malang. Kota Si ciu terasa bertambah
semarak dan ramai.
oooooOooooo
36
KALAU ditempat luar mengalami kesibukan yang luar biasa,
lain halnya dengan Hoa In tiong, dia menutup diri didalam
kamar dan menggunakan keheningan yang mencekam
sekelilingnya pemuda itu melatih diri dengan tekun.
Makanan dan minuman telah tersedia karena setiap hari,
pelayan menghantar langsung ke kamarnya, meski begitu,
kadangkala makanan itu sama sekali tak disentuh, dari sini
dapat diketahui betapa rajinnya pemuda tersebut melatih diri.
Dengan munculnya kembali hawa siluman menyelimuti
dunia persilatan, secara lamat-lamat hu an badai segera akan
berlangsung. Hingga kini kontak senjata secara langsung
memang belum pernah terjadi, tapi bahaya besar kian hari
kian mengancam kesejahteraan hidup manusia dalam dunia
persilatan.
Ditinjau dari pembicaraan nenek dan ayahnya, tampak
kalau mereka mempunyai sesuatu kesulitan sehingga tak
mungkin untuk terjun kembali ke dalam dunia persilatan, itu
berarti beban berat tersebut telah terjatuh diatas bahunya.

1384
Bayangkan saja, dengan beban dan tanggung jawab
sebesar ini, darimana mungkin ia bisa berbuat seenaknya
sendiri?
Pagi itu Hoa In-liong sedang berlatih ilmu pedang ditengah
halaman depan.
Pada mulanya setiap gerakan pedang yang dilakukan tentu
menimbulkan deruan angin tajam yang memekikkan telinga,
banyak gunung-gunungan, pepohonan dan bebuahan yang
rusak dan porak-poranda termakan hawa pedang itu,
untunglah sebelum kejadian ia telah mengatakan kepada
pemilik rumah penginapan itu bahwa dia bersedia membayar
semua kerugian yang terjadi, jadi terhadap kerusakan yang
kemudian timbul, pemilik penginapan tidak ambil perduli.
Belakangan ini pemuda tersebut dapat menggunakan hawa
murninya jauh lebih sempurna, setiap gerakan pedangnya
tidak menimbulkan suara tapi hasilnya luar biasa, sedemikian
pesatnya kemajuan yang berhasil dicapai sehingga dia
sendiripun merasa rada diluar dugaan.
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk orang, disusul
kemudian suara teriakan dari sang pelayan, “Tuan Hoa, Tuan
Hoa….!”
Hoa In-liong menarik kembali gerak jurusnya sambil
menegur dengan nada tak senang hati, “Hei pelayan,
bagaimana kupesan kepadamu? Ada urusan apa….”
“Tuan Hoa!” pelayan itu berkata lagi, “kain-kain yang kau
gantung diloteng pintu gerbang telah hilang semua!”
Hoa In-liong terkejut, segera pikirnya, “Waah….rupanya
sudah datang!”

1385
Maka sambil membuka pintu dia bertanya lebih jauh,
“Kapan terjadinya peristiwa itu? Dan siapa yang melakukan?”
Pelayan tersebut menjadi gugup dan gelagapan.
“Tentang soal ini….”
Padahal Hoa In-liong sudah menduga bahwa manusia
semacam ini tidak mungkin bisa memberi jawaban yang
memuaskan. Apa yang ditanyakan pun tak lebih hanya
pertanyaan sambil lalu, maka ketika pelayan itu gelagapan, dia
melemparkan sekeping remukan perak seraya berkata lagi,
“Ini hadiah untuk laporanmu!”
Kedatangan pelayan itu memang sengaja mencari persen,
cepat cepat dia pungut uang itu dan mengundurkan diri
dengan wajah berseri.
Sepeninggal pelayan itu, Hoa In-liong lantas berpikir,
“Kalau perbuatan ini dilakukan oleh pihak Hian-beng-kauw
atau Tang kwik Siu, jelas mereka akan secara langsung
mencari aku, tak mungkin tanpa melakukan reaksi apa-apa,
hanya kain itu saja yang dibawa pergi. Yaa, kalau begitu
pastilah Bwe Su yok yang melakukan perbuatan ini”
Berbicara sampai disitu, dia merasa tak bisa berdiam diri
lagi sesudah orang lain merima tantangannya. Maka dia keluar
dari halaman tersebut dan menuju kepintu rumah penginapan.
Depan penginapan adalah warung makan, semua tamu
yang bersantap sebagian besar mengetahui kalau dia adalah
ji-kongcu dari perkampungan Liok soat san ceng, maka semua
perhatian orang ditujukan kepadanya.
Tiba-tiba terdengar sang pemilik penginapan berseru,
“Tuan Hoa!”

1386
“Ada apa?” tanya Hoa In-liong sambil berhenti, Dari dalam
lacinya, pemilik penginapan itu mengeluarkan setumpuk kartu
nama, lalu katanya, “Selama satu bulan ini, entah berapa
ratus tamu yang telah datang untuk menyampaikan Hoa-ya,
tapi lantaran Hoa-ya sudah berpesan maka semua tamu kami
tampik secara halus, pula pertama memang tak mengapa, tapi
lama kelamaan kurang enak juga jadinya, malah ada tamu
yang berangasan menjadi marah-marah, nyaris rumah pe
nginapan ini akan dibongkar olehnya”
Hoa In-liong segera tertawa dingin.
“Heeehhh…. heeehh…. heeehhh….penginapanmu
merupakan sumber perhatian orang banyak masa keuntungan
yang kau peroleh masih terasa kurang….?”
“Aaah, mana ada kejadian seperti itu?” pemilik penginapan
itu menjadi semakin riku.
Kiranya selama sebulan ini, banyak sudah tamu yang
berkunjung kesitu, tapi karena mereka tak dapat berjumpa
dengan Hoa In-liong, dan lagi merekapun tak berani
mengawasi gerak geriknya sehingga nantinya disangka
musuh, banyak diantara mereka yang mengeluarkan uang
sambil berpesan kepada palayan rumah penginapan agar ikut
mem perhatikannya.
Dalam persoalan ini bukan saja tak dapat mengelabuhi Hoa
In-liong yang binal dai aneh, berbicara soal tenaga dalam
yang dimilikinya, tak sulit baginya untuk mengawasi setiap
gerak gerik yang terjadi diluar penginapan tersebut.
Pemilik penginapan itu tak tahu darimana tamunya bisa
mendapat tahu tentang persoalan ini, dia menjadi ketakutan,
dia takut Hoa In- liong menjadi marah karena persoalan ini.

1387
Hoa In-liong menerima tumpukan kartu nama itu dan
memeriksanya, pada lembaran yang pertama terbaca olehnya
akan nama “Cia Yu cong dari Wi lam”, dia berpikir sebentar,
nama itu rasanya memang pernah terdengar, katanya
merupakan seorang pentolan Bu lim bagi wilayah sekitar Wi
lam, tentu saja lain pula menurut pandangan orang-orang
keluarga Hoa.
Dari lembaran kedua, terbaca nama dari “Tu Cing san dari
See siok”. Dia berpikir kembali, “Oooh….rupanya wilayah Cuan
tiong pun sudah digemparkan oleh peristiwa ini, sungguh
cepat tersiarnya berita dalam dunia persilatan!”
Kemudian dari lembaran-lembaran berikutnya, terbaca juga
nama-nama dari pelbagai jago lainnya yang meliputi daerah
Soat say, Hok-kian dan lain-lainnya.
“Ooooh….jadi perbuatanku ini sudah menggemparkan
seluruh kolong langit!” pekiknya di hati.
Kartu nama itu seluruhnya berjumlah seratus dua tiga
puluh lembar, maka sambil tersenyum ia tidak meneruskan
pemeriksaannya, sambil diletakkan kembali dihadapan pemilik
penginapan itu dia berseru, “Hei, ciang-kwee!”
Pemilik penginapan itu mengira kesalahannya hendak
disinggung, saking takutnya paras mukanya sampai berubah
jadi pucat pias, bisiknya gelagapan, “Tuan Hoa….”
Hoa In-liong tersenyum, katanya dengan cepat, “Wakililah
aku untuk membalaskan setiap kartu nama itu dengan sebuah
undangan, tulis dalam undangan itu, besok tengah hari aku
hendak menjamu mereka diloteng Kwong koan lo di sebelah
barat kota, dan mohon kehadiran mereka semua”

1388
“Baik! Baik!” sahut pemilik penginapan dengan perasaan
cemas.
“Masih sempat?”
“Masih sempat! Masih sempat!” jawab pemilik penginapan
lagi dengan perasaan semakin kalut, Hoa In-liong segera
mengangguk.
“Baik! Kalau sampai kurang satu saja, aku akan
menanyakan kepadamu….”katanya.
Lalu dengan langkah lebar dia keluar dari penginapan itu.
Hoa In-liong dengan santainya berjalan jalan mengelilingi
kota Si ciu, disepanjang jalan dia temui banyak jago persilatan
yang bersenjata lengkap mondar-mandir kian kemari, rata-rata
mereka memandang kearahnya dengan pandangan
keheranan.
Menyaksikan kesemuanya itu, diam-diam dia lantas
berpikir, “Rupanya semua orang sudah tahu kalau ada orang
datang menyatroni diriku, maka sekarang tinggal menunggu
tanggal mainnya saja”
Padahal, dalam kota Si ciu tersebut, mungkin Hoa In-liong
sendirilah yang mengetahui kejadian tersebut paling akhir.
Sepanjang perjalanan mengitari kota, rata-rata yang
dijumpai hanya manusia manusia kelas dua-tiga saja, tak
seorang jago lihaypun yang dia temui, otomatis orang yang
ingin dijumpaipun tak ada yang tampak pula….
“Kalau orang-orang dari ketiga perkumpulan besar itu tidak
mencari aku, hal ini sudah lumrah dan tak ada yang perlu
diherankan, dari pihak keluargaku tak ada yang turut campur

1389
atau munculkan diri, kejadian inipun berada dalam dugaanku
tapi yang mengherankan adalah gwakong, adik Wi mereka
semua, kenapa tak seorangpun yang datang? Jangan-jangan
sudah terjadi suatu peristiwa?”
Mendadak dari depan saja muncul seorang lelaki setengah
umur yang bermuka kuning, sambil memberi hormat dia
lantas menyapa, “Tolong tanya, apakah saudara adalah Hoa
kongcu?”
“Yaa betul” jawab Hoa In-liong sambil balas memberi
bormat, “dan saudara sendiri….”
“Siaute bernama Tu Cing san!” cepat-cepat lelaki setengah
umur itu memperkenalkan diri.
Hoa In-liong masih ingat, orang ini adalah salah seorang
diantara pengirim kartu nama yang pernah dilihatnya, maka
katanya, “Oooh….! Rupanya saudara Tu, jauh-jauh dari
wilayah Cuan tiong datang kemari, siaute tak sempat
menyambutnya, harap kau bersedia memberi maaf!”
Betapa girangnya Tu Cing san ketika dilihatnya Hoa In-liong
kenal dengannya, cepat-cepat dia berseru, “Aaaah, mana!
Mana!”
Setelah berhenti sebentar, lalu dia, menambahkan, “Ini hari
aku dapat bertemu dengan Hoa kongcu, hal ini merupakan
suatu peristiwa….”
Tampaknya dia hendak mengucapkan beberapa patah kata
umpakan, tapi apa boleh buat lidahnya terasa kaku, dia
menjadi galagapan dan tak tahu apa yang musti dikatakan.
Ketika dilihatnya kawanan jago persilatan mulai
mengerubungi dirinya, Hoa In-liong segera berpikir,

1390
“Waaah….celaka, kalau setiap orang mengajak aku berbicara,
tak ada habis-habisnya pertemukan hari ini!”
Berpikir demikian, diapun cepat menukas, “Besok tengah
hari, siaute hendak mengadakan perjamuan di loteng Kwang
koan lo, apakah saudara Tu bersedia memberi muka
kepadaku?”
“Siaute pasti datang, siaute pasti datang!” jawab Tu cing
san berulang kali.
Hoa In-liong tersenyum dia menjura kesekeliling tempat itu
dan ujarnya kembali.
“Para cianpwe, enghiong sekalian, bila ada waktu harap
besok siang ikut hadir di rumah makan Kwang koan lo!”
Semua orang yang berada disekeliling tempat itu
mengiakan. Jawaban dari beratus ratus orang yang diucapkan
bersama waktunya itu sungguh luar biasa sekali, ibaratnya
guntur yang membelah bumi ditengah hari bolong….
“Kalau begitu kunantikan kedatangan saudara sekalian!”
seru Hoa In-lioag lagi sambil menjura keempat penjuru.
Kemudian cepat-cepat dia berlalu dari sana.
Pemuda itu langsung menuju loteng Kwang koan lo yang
berada disebelah barat kota, dengan empat butir mutiara
loteng itu dipesan olehnya untuk menjamu sekitar seratus
meja, setelah itu dia baru pulang kepenginapan.
Kembali kekamar bacanya di penginapan, tampak
setumpuk gulungan kain putih tergeletak diatas meja, dibawah
kain tumpukan itu tampak secarik kertas, tanpa terssa
pemuda kita mengerutkan dahinya sambil tertawa dingin.

1391
Kain putih itu tak diperiksa lagi, sebab sekilas pandangan
saja dia sudah tahu kalau kain itu adalah ke delapan kain
putih yang digantungkan diloteng gerbang kota.
Surat itu diambil, ternyata tulisannya masih basah,
hurufnya indah dan cuma bertuliskan, “Berita yang tersiar
ditempat luaran ternyata bohong semua, kenyataannya cuma
begitu saja”
Dibawah kertas tak kelihatan tanda tangan penulisnya.
Selesai membaca tulisan itu, semua kemarahan yang
semula menyelimuti Hoa In-liong, kini malah sama sekali
lenyap tak berbekas.
“Kalau perbuatan ini dilakukan Bwe Su-yok, setelah
melarikan kain-kain tersebut, tak mungkin dia akan berbuat
begini lagi” demikian pikirnya dihati, “ehm….mungkinkah
kecuali pihak Hian-beng-kauw, Mo kau dan Kiu im kau, masih
ada musuh lain?”
Surat itu sekali lagi diperiksa dengan teliti, meskipun
tulisannya bagus dan bertenaga tapi toh masih membawa
kelembutan dan kehalusan, jelas ditulis seorang perempuan.
Ia menjadi termenung sambil berpikir keras, ia tak dapat
menebak siapa gerangan perempuan tersebut….
Coa Wi-wi? Jelas dia tak akan berbuat demikian. Cian li
kau? Perkumpulan ini tak akan menodai kewibawaannya.
Kemudian dia berpikir pula tentang nona berbaju ungu? Tapi
dia juga tak mungkin, sebab dari nada tulisannya, jelas dia
baru pertama kali bertemu dengannya.

1392
Pikir punya pikir, akhirnya dia tertawa sendiri, gumamnya,
“Buat apa aku musti putar otak memikirkan persoalan ini.
Akhirnya toh pasti akan ketahuan dengan sendirinya?”
Surat itu akan dirobek-robek, tapi situ ingatan tiba-tiba
melintas dalam benaknya. Surat itu didekatkan pada
hidungnya dan dicium, ternyata ada bau harum yang
ketinggalan pada kertas itu, ma ka surat tersebutpun
disampaikan kembali kedalam sakunya.
“Kurangajar, entah budak darimana yang begitu bernyali
sehingga berani memandang hina Hoa-jiya, demikian dia
berpikir, “kalau sampai berjumpa lagi lain waktu, aku pasti
akan membuat kau menangis tak bisa tertawapun tak dapat,
akan kusuruh kau rasakan bahwa Jiya dari keluarga Hoa….”
Setelah termenung sebentar, gulungan kain putih itu
dibakar sampai habis, lalu seluruh kamarnya diperiksa dengan
seksama, setelah yakin kalau tiada bareng lain yang digeledah
musuh, ia duduk sambil bertopang dagu, otaknya berputar
keras merencanakan langkah-langkah selanjutnya….
Tengah hari keesokannya, rumah makan Kwang koan lo
yang mentereng dan megah di sebelah barat kota itu sudah
penuh dibanjiri tamu dari pelbagai tempat, bukan saja
ruangan atas penuh berjejal, ruang bawahpun sudah tak ada
tempat kosong, entah berapa ratus orang yang hadir dalam
perjamuan bersejarah ini.
Bahkan diantara mereka yang datang agak terlambat,
hanya kebagian kursi dipinggir jalan diluar gedung rumah
makan, dari situ bisa dibayangkan betapa banyaknya tamu
yang hadir.
Sebagian besar tamu-tamu yang hadir waktu itu adalah
mereka yang pernah mengirim kartu nama.

1393
Hoa In-liong melayani tamu-tamunya dengan ramah. Oleh
karena keadaan bisa berkembang dengan lancar, maka setiap
langkah setiap tindakannya menjadi jauh lebih tenang dan
mantap, seakan-akan dialah orang yang bakal menyelamatkan
daratan Tionggoan dari ancaman bahaya maut.
Tiba-tiba seorang kakek tinggi kekar berjenggot sepanjang
dada yang berada dimeja utama bangkit berdiri, sambil
mengangkat cawannya dia berkata, “Hoa kongcu, lohu sudah
lama berdiam dikota Si ciu, kalau dipaksakan maka aku
terhitung pula sebagai separuh tuan rumah. Seharusnya
akulah yang menyelenggarakan perjamuan ini untuk
menyambut kedatangan kongcu serta para enghiong sekalian,
tapi sekarang Hoa kongcu lah yang musti merogoh saku
sendiri”
Orang ini bukan lain adalah pentolan dari Wi lam, Cia Yu
cong!
Dalam perjamuan yang diselenggarakan hari ini,
sebenarnya dia belum pantas untuk menempati kursi utama.
Tapi karena kesatu dia adalah pentolan untuk wilayah sekitar
sana dan kedua bagi para enghiong tak berlaku istilah tunduk
kepada orang lain, maka secara otomatis kursi tersebut dialah
yang menempati.
Mendengar perkataan itu, Hoa In-liong segera bangkit
berdiri seraya menjawab, “Hanya jumlah yang kecil bukan
suatu masalah yang perlu dipersoalkan, Cia lo enghiong! Kalau
engkau bersedia memandang wajahku, harap persoalan ini
jangan dibicarakan lagi”
Beberapa patah katanya itu diucapkan tidak dengan suara
yang keras, tapi semua tamu yang berada diatas loteng
maupun dibawah loteng, bahkan mereka yang berada diluar

1394
jalan pun bisa men dengarnya dengan jelas, seakan akan Hoa
In-liong sedang berbicara dari sisi mereka.
Diantara sekian banyak orang, terdapat pula jago-jago
kelas satu yang berilmu tinggi, setelah menyaksikan
kehebatannya, mereka tak berani lagi memandang pemuda itu
sebagai seorang anak muda yang menyombongkan diri karena
mengandalkan pamor orang tuanya.
Bagi jago-jago kelas dua apalagi kelas tiga, sekalipun
mereka juga merasakan sesuatu yang aneh tapi tidak sampai
kaget, alasannya mereka memang selalu menganggap orang
orang dari keluarga Hoa adalah jago-jago lihay yang tak
terkalahkan
Sambil mengelus jenggotnya Cia Yu cong tertawa.
“Ayah naga putranya selalu memang naga” katanya,
“beberapa patah kata Hoa kongcu benar benar gagah perkasa,
tak malu menjadi keturunan dari Hoa tayhiap, lohu tak berani
untuk membangkang”
Setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, kembali
ujarnya lebih jauh, “Sudah lama keluarga Hoa dari Im tiong
san merupakan tulang punggung bagi dunia persilatan,
ayahmu Hoa tayhiap juga merupakan ja rum penenang
samudra bagi dunia kangou bukannya lohu mengumpak,
ketenangan serta kedamaian yang melanda dunia persilatan
kita selama dua puluh tahun belakangan ini tak lebih adalah
pemberian dari Hoa tayhiap. Aku rasa kawan-kawan sekalian
tentu setuju bukan dengan ucapan ini?”
Mendengar perkataan itu, semua orang segera mengiakan
berbareng, malah mereka yang tak jelas mendengar
perkataan itu bertepuk tangan juga, suasana menjadi gaduh
dan memekikkan telinga.

1395
Tiba-tiba terdengar serentetan suara yang merdu merayu
menukas dari samping, “Mengangkat bahu sambil berpurapura
tertawa, huuuh! Sekawanan manusia penjilat!”
Sekalipun ucapan itn merdu dan lembut, namun suara
gaduh dari ratusan orang itu tak dapat mengatasinya, bisa
dilihat kalau orang itu mempunyai tenaga dalam yang amat
sempurna.
Serentak puluhan orang melompat bangun sambil
memandang sekeliling tempat itu dengan wajah gusar, tapi
suara tadi telah sirap dan lenyap kembali, karena siapapun
tidak memperhatikan maka sulitlah untuk menentukan siapa
orangnya yang telah mengucapkan kata kata tersebut.
Sejak awal sampai akhir paras muka Hoa In-liong tetap
tenang, dia tidak menunjukkan perasaan sombong atau
bangga, setelah mendengar ejekan itu diapun tidak
menunjukkan perasaan marah, tak sedikit diantara para jago
yang diam-diam anggukkan kepalanya.
Tiba-tiba seorang lelaki setengah berteriak dengan suara
dingin, “Hoa kongcu, para cianpwe dan enghiong, ditinjau dari
cara sobat itu mengucapkan kata-katanya tapi tak berani
munculkan diri, sudah jelas orang itu adalah seorang manusia
yang rendah martabatnya, kenapa kita semua harus bersikap
sungkan-sungkan kepadanya?”
Hoa In-liong sendiri sebenarnya juga tak tahu darimana
suara tadi berasal, tapi setelah laki-laki setengah umur itu
berkata demikian, sebagai seorang pemuda yang berotak
cerdas, segenap tenaga dalamnya dikerahkan kedalam telinga.
Betul juga, ia segera mendengar suara tertawa dingin
berkumandang datang dari rumah makan seberang jalan sana,

1396
suara tertawa dingin itu sangat lembut dan halus, kalau
berganti orang biasa tak mungkin suara sepelan itu dapat
didengar.
Sebenarnya dia sudah akan menggerakkan tubuhnya untuk
menyeberangi jalan serta menangkap orang itu, tiba-tiba
ingatan lain melintas dalam benaknya, dia segera berpikir,
“Kalau didengar dari suaranya, jelas dia adalah seorang nona
muda. Yaa, jika seorang perempuan sampai ketangkap
dihadapan umum, dia pasti akan malu sekali. Apa gunanya
lantaran urusan sekecil ini aku harus membuat dia menjadi
malu?”
Berpikir sampai disini, dia lantas menduga bahwa
perempuan yang barusan berbicara itu adalah orang yang
sama dengan orang yang meninggalkan surat kepadanya,
kembali ia berpikir, “Dia selalu berusaha untuk menghasut
serta memanaskan suasana, berarti pula sebelum perjamuan
disini bubar, dia tak akan meninggalkan tempatnya, kenapa
tidak kubereskan perempuan itu setelah perjamuan disini
selesai?”
Berpikir sampai disitu diapun tertawa nyaring, “Haaahhh….
haaahhh…. haaahhh…. Para Cianpwe, para enghiong, apa
yang dikatakan saudara ini memang benar, aku rasa si
pengacau itu tak lebih cuma seorang siaujin yang berani
berbuat tak berani bertanggung jawab, paling-paling cuma
seorang budak ingusan yang menyisir rambut sendiripun tak
mampu, buat apa kita musti membesarkan persoalan kecil ini?
Apakah kita senang kalau dia menjadi bangga karena ulahnya
kita tanggapi secara serius?”
Karena dia telah berkata demikian, maka kawanan jago
yang telah bangkit itu duduk kembali.

1397
Tiba tiba Hoa In-liong berkata lagi, “Cia lo enghiong, aku
lihat rupanya kau masih ada perkataan yang belum selesai
diutarakan, silahkan kau utarakan”
Sementara waktu itu Cia Yu cong sedang membatin,
“Ketika aku tahu bahwa dia hendak membuat kekalutan dikota
Si-ciu, mulanya kukira dia hanya ingin mencari nama karena
menganggap dirinya keturunan orang ternama, tapi setelah
melihat kenyataannya sekarang, tampiknya dugaanku itu
keliru!”
Maka dia lantas terbahak bahak, “Haaahhh….haaahhh….
haaahhh…. kebesaran jiwa Hoa kongcu, sungguh membuat
lohu merasa kagum!”
Hoa In-liong sendiri juga sedang membatin, “Memangnya
kalian anggap aku tidak tahu kalau kamu semua menganggap
aku sedang mengandalkan nama ayahku untuk mencari
nama?”
Sambil tersenyum sahutnya, “Aku tahu bahwa aku masih
muda dan berangasan, soal kebesaran jiwa…. wah, masih
ketinggalan jauh.
“Hoa kongcu!” kata Cia Yu cong dengan wajah serius,
“dengan membonceng pada kedudukanku sebagai tuan rumah
kota ini, atas desakan kawan-kawan persilatan aku telah
ditunjuk menjadi wakil mereka semua untuk menyampaikan
doa se ta harapan agar kesehatan Lo Tay kun, ayah dan
ibumu selalu baik”
Kembali Hoa In-liong berpikir, “Jika dilihat dari sikap
hormat mereka yang bersungguh-sungguh, rupanya kebajikan
dari ayah benar-benar sudah tertanam dihati mereka!”
Cepat-cepat dia menjawab dengan serius.

1398
“Berkat doa restu dari para cianpwe para enghiong, nenek,
ayah dan ibuku sekalian selalu berada dalam sehat walafiat
tanpa kekurangan sesuatu apapun”
“Yaa, setelah mengetahui keadaan keluargamu, seluruh
enghiong didunia pun dapat merasa lega hati”
Setelah berhenti sebentar, dia angkat cawan arak nya dan
berkata lebih juh, “Untuk selanjutnya, demi kegagahan dan
kehebatan Hoa kongcu mendampingi tantangan berat yang
mengancam dunia persilatan, atas nama semua cianpwe
semua enghiong yang hadir disini, kami hormati Hoa kongcu
dengan secawan arak!”
“Tidak berani, tidak berani” kata Hoa In-liong sambil
tertawa, “aku masih muda, kepandaian silatku amat cetek dan
pengalamanku amat dangkal, tak berani kuterima
penghormatan sebesar ini, sepantasnya Hoa Yang lah yang
harus menghormati cianpwe dan enghiong sekalian dengan
secawan arak”
“Dia meneguk isi cawannya sampai habis, lalu disodorkan
ke empat penjuru sebagai tanda bahwa dia minum arak itu
untuk menghormati semua orang yang hadir.
Serentak semua jago bangkit berdiri, dan meneguk habis isi
cawannya sendiri.
Setelah itu, Cia Yu cong kembali berkata, “Hoa kongcu
telah memasang kain untuk menantang perang kepada tiga
perkumpulan besar, tindakan ini sangat gagah dan berani,
semua enghiong merasa kagum deagan kehebatanmu itu….”

1399
Mendengar perkataanmu itu, Hoa In-liong segera berpikir,
“Rupanya dia mau mengumpak aku, coba akan kudengar,
umpakan apa lagi yang bakal dia lontarkan kepadaku”
Sambil tersenyum dia menantikan perkataan orang lebih
lanjut.
Terdengarlah Cia Yu cong kembali berkata, “Tentang
kemunculan kembali Mo kau dan Kiu im kau yang akan
meracuni dunia persilatan, semua orang rasanya sudah cukup
memaklumi perbuatan mereka itu, tapi mengenai Hian-bengkauw,
kami benar-benar merasa tidak paham, perguruan
macam apakah itu? Sudikah kiranya Hoa kongcu untuK
menerangkau kepada kami? Semua enghiong hohan yang ada
di kolong langit siap menunggu perintah untuk mengusir kaum
iblis dari daratan kita, tapi jika musuh yang kita hadapi masih
belum jelas, rasanya sulitlah bagi kami semua untuk ikut
membantu”
Hoa In-liong berpikir kembali sesudah mendengar
perkataan itu, “Tampaknya mereka terlalu memandang enteng
kekuatan tiga perkumpulan tersebut, mereka rupanya tidak
menyangka meski nama dari tiga perkumpulan sekarang jauh
kalau dibandingkan kemashursn Tiga maha besar tempo dulu,
namun kekuatan yang mereka miliki justru tidak selisih terlalu
jauh”
Berpikir demikian, dia lantas tersenyum sambi1 berkata,
“Aku merasa sangat terharu atas kesediaan saudara sekalian
untuk mengembangkan jiwa pendekarnya untuk menumpas
kejahatan dan menegakkan keadilan di bumi ini, cuma…. aku
tidak lebih hanya seorang anak muda yang baru terjun
kedunia persilatan, sepantasnya kalau pucuk pimpinan
dipegang oleh seorang cianpwe yang berkedudukan tinggi
dalam mata masyarakat, bagaimanapun juga, tak pantas kalau
akulah yang menempatinya….”

1400
Seorang pemuda berpakaian ringkas yang duduk dimeja
bawah, tiba tiba bangkit berdiri seraya berseru, “Hoa kongcu,
kenapa kau musti menampik lagi? Ketika Hoa tayhiap
memimpin para jago dari seluruh kolong langit tempo dulu,
usianya juga sebaya dengan usia Hoa kongcu sekarang, jika
Hoa kongcu tak mau menduduki pucuk pimpinan, lalu
siapakah yang pantas untuk menempati kedudukan itu?”
Orang muda biasanya memang berdarah panas, demikian
pula dengan pemuda pemuda lain yang kebetulan berada
disitu, ucapan tadi segera disambut dengan tempik sorak yang
gegap gempita, suasana menjadi agak gaduh, sementara
mereka yang telah berusia lanjut cuma duduk dengan mulut
membungkam.
Diam-diam Hoa In-liong mengerutkan dahinya, dia lantas
berpikir, “Orang-orang ini hanya mempunyai emosi yang
me1uap-luap, tiada rencana yang tersusun, tiada pula ilmu
silat yang tinggi, kalau begini caranya sistim kerja mereka,
hanya kekalahan saja yang bakal diraih oleh pihak kita….”
Sorot matanya segera dialihkan ke samping dan melirik
sekejap ke arah Cia Yu cong.
Buru-buru Cia Yu cong menuding pemuda berpakaian
ringkas itu, lalu memperkenalkan, “Saudara ini adalah
keturunan dari It ci hui kiam (pedang satu huruf) yang
tersohor di kota Koy hong, dia bernama Kongsun Peng,
keponakan Kongsun!”
Hoa In-liong menjura ke arahnya.
“Atas kasih sayang saudara Kongsun, siaute merasa amat
berterima kasih sekali” katanya, “soal itu lebih baik tak usah
kita bicarakan, justru siaute mempunyai beberapa persoalan

1401
tentang ketiga perkumpulan besar itu untuk dijelaskan kepada
saudara sekalian, apakah saudara Kongsun bersedia
menunggu sebentar lagi?”
Mendengar ucapan tersebut, dengan perasaan yang berat
terpaksa Kongsun Peng kembali ke tempat duduknya.
Hoa In-liong termenung sejenak, lalu setelah menyapu
sekejap sekeliling tempat itu dia berkata, “Aku rasa kalian
pasti sudah tahu bukan, Suma Siok-ya ku yang lebih dikenal
dengan sebutan Kiu mia kiam khek (jago pedang bernyawa
sembilan) telah mati dibunuh orang?”
Sambil menghela napas sedih Cia Yu cong manggutmanggut.
“Yaa, semua orang ikut berduka cita atas wafatnya Suma
tayhiap dibunuh orang!”
“Nah, perbuatan keji ini dilakukan oleh orang-orang Hianbeng-
kauw, mereka lah dalangnya!”
Suasana dalam ruang rumah makan kembali menjadi
gempar, Kongsun-Perg nyelutuk, “Hoa kongcu, bagaimana
ceritanya? Harap dikisahkan dengan lebih jelas lagi!”
Hoa In-liong kembali berpikir, “Dalam peristiwa ini, pihak
Kiu Im kau juga terlihat secara langsung, aku rasa lebih baik
jangan terlalu mengeluarkan kisah ini secara terang-terangan
sebelum pembunuh yang sebenarnya berhasil dilacaki.
Untunglah setelah kuterangkan kejadian tersebut, mereka
telah menarik kembali sikap pandang entengnya terhadap
lawan”
Berpikir sampai disitu, kembali dia berkata, “Peristiwa
terbunuhnya Suma-siok ya tak lama lagi akan terbongkar,

1402
sampai waktunya aku pasti akan memberi keterangan lagi
kepada rekan-rekan semua. Kini terlampau pagi kalau ku
katakan lebih dulu, harap saudara Kongsun bersedia
memakluminya”
Tanpa menunggu orang lain berbicara, setelah berhenti
sebentar dia berkata lagi.
“Masih ada beberapa persoalan penting lagi yang hendak
kusampaikan kepada rekan-rekan sekalian, harap rekan semua
bersedia untuk memperhatikan!”
Sebenarnya semua orang hendak mengajukan pertanyaan
sekitar pembunuhan atas diri SumaTiang cing, akan tetapi
karena didahulu pemuda tersebut, maka terpaksa mereka
pasang telinga baik-baik dan mendengarkan dengan seksama.
Dengan suara dalam Hoa In-liong berkata, “Kiu im kaucu
yang sekarang adalah murid dari kaucu generasi lalu, dia
seorang perempuan yang bernama Bwe Su-yok, meskipun
usianya masih muda tapi ilmu silatnya sangat tinggi, aku
harap rekan semua mau memperhatikan hal ini. Kemudian
dari pihak Mo kau yang menyerbu kedaratan Tionggoan
secara besar-besaran, terdapat seorang yang bernama Seng
To cu adalah kakak seperguruan Tang kwik Siu, tenaga
dalamnya jauh diatas Tang kwik Siu sendiri, orang ini
merupakan orang kedua yang harus rekan semua perhatikan.
Sedang mengenai perkumpulan Hian-beng-kauw, oleh karena
struktur organisasi tersebut sangat rahasia, sampai sekarang
belum kuketahui siapa kaucu nya tapi yang pasti jago-jago
mereka sangat banyak dan rata-rata berilmu tinggi,
diantaranya seperti Thamcu markas besar mereka adalah
Beng Wi cian serta murid-muridnya yang bernama Ciu Hoa,
Dari nama tersebut sudab dapat diduga kalau cita-cita mereka
adalah musuhi keluarga Hoa kami. Markas besarnya berada
dibukit Gi hong-san!”

1403
Berbicara sampai disitu, dia menyapu sekejap sekeliling
tempat itu. lalu bertanya lagi, “Apakah ada pertanyaan
diantara rekan sekalian? Jika kurang terang, silahkan
ditanyakan!”
Seorang pemuda berpakaian ringkas warna hitam segera
bangkit, tanyanya dengan lantang, “Bagaimanakah ilmu silat
Bwe Su-yok jika dibandingkan dengan Hoa kongcu….?”
Hoa In-liong, membatin, “Kalau dibandingkan sekarang
tentu saja tenaga dalamku jauh melebihi dirinya!”
Tapi diluar dia menyahut, “Siaute pernah beradu kekuatan
dengan perempuan ini ketika berada dikota Kim-leng, rasanya
ilmu silat kami seimbang!”
Tiba-tiba Tu Cing san bertanya pula, “Hoa kongcu, Seng To
cu yang dikatakan sebagai kakak seperguruannya Tang kwik
Siu itu macam apa orangnya? Sampai dimana taraf ilmu silat
yang dimiliki? Dan kenapa sewaktu mencari harta di Kiu ci san
tempo dulu, orang ini tidak kelihatan?”
“Orang itu raempuuyai ilmu silat yang luar biasa lihaynya,
jika rekan sekalian bertemu dengan orang ini, lebih baik
menyingkir saja….!”
Setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi, “Menurut
dugaanku ketidak munculannya dalam penggalian harta di
bukit Kiu ci san tempo dulu, mungkin disebabkan waktu itu
Seng To cu sedang menutup diri”
Banyak orang yang merasa tidak puas dengan perkataan
itu, malah ada diantara mereka yang bermaksud mencari Seng
To cu untuk diajak beradu kepandaian, mereka semua adalah
jago-jago persilatan, apa yang dipikirkan sebera terlihat pula

1404
diatas wajahnya, melihat itu Hoa In-liong mengeluh dan tidak
berkata apa-apa lagi.
Tiba-tiba terdengar Cia Yu cong berkata, “Hoa kongcu,
bersediakah engkau untuk melukiskan tampang dari Seng To
cu itu, agar kawan-kawan persilatan dapat menghindarinya
jika secara kebetulan mereka sampai bertemu!”
“Orang yang usianya sndah lanjut memang jauh lebih
dapat menggunakan otak daripada orang muda” pikir Hoa Inliong.
Dia lantas tersenyum, jawabnya, “Gampang sekali untuk
mengenali Seng To cu, asal saudara sekalian bertemu dengan
seorang kakek yang memakai ikat pinggang naga perak
bermuka kaku menyeramkan seperti mayat yang baru bangkit
dari liang kuburnya, itulah orangnya!”
Tiba-tiba Kongsun Peng menimbrung kembali.
“Menurut pembicaraan Hoa kongcu, semua murid Hianbeng-
kauw diberi nama Ciu Hoa (Mendendam kepada keluarga
Hoa), boleh aku tahu sebetulnya dendam sakit hati apakah
yang sudah terjadi antara Hian-beng Kaucu itu dengan
keluarga Hoa?”
Hoa In-liong tidak langsung menjawab, kembali dia
berpikir, “Meskipun Thia Lo cianpwe menerangkan bahwa
Hian-beng Kaucu mempunyai dendam sakit hati dengan pihak
kami lantaran gurunya dibunuh ayah, tapi aku sendiripun
kurang jelas tentang soal ini, rasanya mereka juga tak akan
dapat menduganya”
Ia merasa ada baiknya kalau persoalan itu jangan
dibicarakan dulu, maka katanya, “Tentang soal ini, terpaksa

1405
kita harus menanyakan secara langsung setelah bertemu
dengan Hian-beng Kaucu dilain waktu!”
“Hoa kongcu!” Cia Yu-Cong kembali berkata, “hawa siluman
telah muncul kembali menyelimuti seluruh dunia persilatan,
kekuatan mereka tak boleh dianggap enteng, tolong tanya
kapan ayahmu baru akan munculkan diri antuk menyapu hawa
siluman tersebut?”
Kembali Hoa In-liong berpikir, “Nenek dan ayah telah
melimpahkan tanggung jawab yang sangat berat ini ke atas
pundakku, itu berarti mereka tak akan terjun kembali kedalam
dunia persilatan, jika ucapan terlalu jujur, orang orang ini pasti
akan kecewa karena memandang usiaku yang muda,
kepandaianku yang terbatas dan pengetahuanku yang cetek
mereka pasti berpendapat bahwa aku tak akan mampu….”
Karena berpendapat demikian, pelan-pelan dia berkata,
“Bagaimanakah rencana ayah, sebagai putranya aku tak
berani menduga secara sembarangan, tapi saudara sekalian
tak usah kuatir, sebagai bagian dari masyarakat dunia
persilatan, keluarga Hoa kami pasti tak akan berpeluk tangan
belaka, dalam usaha melenyapkan kaum iblis dan durjana dari
muka bumi, kami pasti akan menyumbangkan pula tenaga
kami!”
Perkataan ini mengambang sifatnya dan tidak menentu,
banyak orang tidak puas, tapi tak seorangpun yang berani
membuka suara untuk bertanya lagi….
Tiba-tiba seorang kakek kekar yang duduk dimeja utama
bangkit berdiri seraya berkata, “Hoa kongcu, dilihat dari
keberanian kongcu untuk menantang tiga perkumpulan
tersebut, mungkinkah kongcu sudah mengetahui jelas
kekuatan mereka sebenarnya? Dan mungkinkah kongcu sudah

1406
menyusun suatu rencana yang masak untuk menghadapi
mereka?”
Hoa In-liong menarik kembali sorot matanya, semua orang
yang duduk dimeja utama dikenalnya dengan jelas diapun
mengenali kakek tersebut sebagai Huan Tong, seorang jago
yang merajai wilayah Lam-cong dengan ilmu Poh ka sinkun
(ilmu pukulan sakti pemecah perisai)nya.
Dia lantas tersenyum, katanya, “Mempunyai rencana yang
masak sih tidak, cuma berbicara menurut situasi sekarang ini,
dengan mundurnya Kiu im kaucu dan kedudukannya
digantikan oleh Bwe Su-yok yang masih muda, kendatipun dia
mempunyai bakat yang bagus dan kecerdasan otak yang luar
biasa, tak mungkin kehebatannya bisa melampaui iblis tua itu,
ini berarti Kiu im kau merupakan perkumpulan terlemah
diantara tiga perkumkulau yang ada. Sedang pihak Mo kau
mempunyai Tang kwik Siu dan kakek seperguruannya untuk
bersama menghadapi musuh, kekuatan mereka cukup
tangguh. Sementara Hian-beng-kauw tak diketahui kekuatan
yang sebenarnya, menurut pendapatku, mungkin kekuatan
mereka jauh diatas kemampuan Mo kau”
“Jadi kalau begitu seandainya terjadi bentrokan kekerasan,
maka kita akan membasmi Kiu im kau lebih dulu?” tanya Huan
Thong.
“Tidak!” dengan cepat Hoa In-liong menggeleng, “tiga
perkumpulan telah membentuk perserikatan, jika seujung
rambut mereka diganggu seluruh badan perserikatan akan
maju bersama, tak mungkin mereka akan membiarkan kita
untuk menghancurkan mereka satu demi satu”
Setelah berhenti sebentar, kembali katanya, “Apalagi yang
lemah belum tentu lemah, yang tangguh belum tentu

1407
tangguh, siapa tahu kalau sampai akhirnya Kiu im kau lah
merupakan perkumpulan yang paling tangguh?”
“Perkataan dari Hoa kongcu memang benar” sahut Huan
Thong sambil mengangguk, “sudah menjadi kebiasaan bagi
kaum durjana, sebelum sam pai akhirnya siapapun tak mau
mengerahkan segenap kemampuannya”
Tiba-tiba Cia Yu cong menimbrung, “Tentang mundurnya
Kiu im kaucu secara tiba-tiba, menurut Hoa kongcu hal itu
pertanda baik atau jelek buat kita?”
“Hoa In-liong termenung sebentar, kemudian jawabnya,
“Kiu im kaucu adalah seorang manusia yang licik, lihay dan
banyak tipu muslihatnya, aku rasa tindakannya itu pasti
mengandung maksud-maksud tertentu. Berbicara dari segi
baiknya, mungkin saja dia mengandung maksud untuk
merubah keadaan permusuhan menjadi persahabatan.
Berbicara dari segi jeleknya dia hendak mengundurkan diri
kebelakang layar dan dari sana menyusun rencana jahat untuk
menghancurkan kita. Pokoknya baik itu bermaksud baik atau
jelek, akhirnya pasti akan berkembang dan diketahui umum,
dan aku rasa tak ada manfaatnya untuk kita duga mulai
sekarang”
Dalam perjamuan yang diselenggarakan kali ini, semua
orang jarang menggerakkan sumpitnya untuk mengambil
sayur, kebanyakan mereka cuma memegang cawan sambil
mendengarkan pembicaraan yang sedang berlangsung, meski
Hoa In-liong tidak mempersilahkan mereka minum, para jago
persilatan itupun tidak terlalu menaruh perhatian.
Perjamuan itu berlangsung hampir dua jam lamanya,
sampai lohor perjamuan baru bubar, tentu saja Hoa In-liong
tak dapat menghantar semua tamunya, banyak terhadap

1408
belasan orang tamunya yang berada dimeja utama, dia tak
berani berayal dan menghantarnya sampai didepan pintu.
Sebelum pergi, Huan Thong sempat berkata dengan suara
lantang, “Hoa kongcu bila teringat kembali pada peristiwa
penggalian harta mustika di bukit Kiu ci san, seandainya tak
ada ayahmu, belum tentu kitab pusaka keluarga kami dapat
didapatkan kembali. Aku tahu ilmu silat ayahmu sangat lihay,
tak mungkin dia akan mengharapkan balas budiku, maka
setelah berjumpa sendiri dengan kegagahan Hoa-kongcu hari
ini, aku jadi terbayang kembali akan kegagahan ayahmu
dimasa lalu. Mulai saat ini, bila kongcu membutuhkan
bantuanku, katakan saja berterus terang, tak usah sungkansungkan,
lohu pasti akan menyumbangkan tenagaku”
“Locianpwe ini gagah dan memahami perasaan orang, dia
memang seorang sahabat yang dapat di percaya” pikir Hoa Inliong.
Dengan perasaan berterima kasih dia lantas tertawa
nyaring, katanya, “Dalam pencarian harta dibukit Kiu ci san
tempo hari, ayahku berbuat demi kepentingan umum, cianpwe
mengambil barang milik cianpwe sendiri, darimana bisa
dikatakan sebagai suatu hutang budi?”
Lalu dengan wajah serius dia berkata lebih lanjut, “Kalau
toh cianpwe sudah berkata demikian, boanpwe pun tak akan
bertedeng aling-aling lagi, bila berbicara soal balas budi, sama
artinya dengan cianpwe memandang keluarga Hoa kami
sebagai sekawanan manusia rendah”
Mula-mula Huan Thong agak tertegun, menyusul kemudian
tertawa terbahak-bahak, diapun tidak banyak berbicara lagi,
setelah berpamitan lalu mohon diri.

1409
Cia Yu cong pun merasa kagum atas tindak-tanduk Hoa Inliong
yang cekatan serta penuh rasa percaya pada diri sendiri
itu, sambil mengelus jenggotnya dia tertawa.
“Sebagai tuan tanah disini, lohu memang tak becus
dibidang lain, namun soal anak buah sih masih punya
beberapa orang, untuk mencari berita, sebagai pesuruh,
mereka masih dapat melakukannya. Maka bila Hoa kongcu
membutuhkan mereka, harap kau tak usah sungkan-sungkan
untuk mengutarakannya keluar”
Hoa In-liong tidak sungkan-sungkan lagi, sambil menjura
dia lantas berkata, “Kesediaan Cia lo enghiong untuk
menyumbangkan tenaga sangat mengharukan hatiku, aku
tidak memohon apa-apa, hanya seandainya dikota Si ciu telah
kedatangan manusia yang berwajah atau berbadan aneh,
tolonglah memberi kabar kepadaku”
“Aaah…. kalau cuma urusan sekecil itu sih tak menjadi soal,
Hoa kongcu tak usah kuatir” kata Cia Yu cong sambil tertawa,
maka diapun berpamitan.
Sesudah perjamuan bubar dan semua tamu telah
mengundurKan diri, rumah makan Kwang koan lo yang luas
terasa menjadi hening, lenggang dan sepi.
Hoa In-liong tidak berdiam lama disitu, setelah berpesan
sepatah dua patah kata dengan pemilik rumah makan, diapun
ikut meninggalkan tempat itu dan lenyap di perapatan jalan
sana.
Lama setelah keheningan mencekam sekeliling tempat itu,
tiba tiba dari depan rumah makan itu melompat turun seorang
perempuan berbaju putih yang menyoren pedang di
punggungnya.

1410
Dia naik keloteng Kwang koan lo dan memeriksa sekejap,
disana kecuali beberapa orang pelayan yang sedang
membereskan sisa sayur, tak seorang jago persilatanpun yang
masih tertinggal disana.
Berdiri diruangan yang lenggang, peremouan itu bergumam
seorang diri dengan suara yang lirih.
“Hmm….! Sekembalinya ke markas besar, empek Beng,
Empek-Toan bok dan suheng sekalian telah mengatakan
putranya Hoa Thian-hong begini begitu….Huuuh, padahal
sepersenpun tak ada harganya, buktinya dia toh tak bisa
berbuat apa-apa terhadapku?”
Sambil tertawa ringan dia lantas melompat turun dari atas
loteng dan bergerak menuju ke luar kota, dalam ruangan
hanya tertinggal bau harum badannya yang semerbak.
Ketika kawanan pelayan yang sedang mengumpulkan sisa
sayur itu mendengar suara tertawa, serta merta mereka
menengok ke sekeliling situ, namun karena tak sesosok
bayangan manusiapun yang tampak mereka jadi merinding
karena ngeri.
Sementara itu, nona tadi sudah tiba diluar kota tiba-tiba
suara bentakan memecahkan keheningan, “Harap berhenti
nona!”
Perempuan itu tertegun, sebelum ia sempat berbuat
sesuatu, angin berhembus lewat dan tahu-tahu kain cadar
penutup mukanya sudah dibuka orang….
Ia kaget dan cepat mundur, seorang pemuda tampan yang
gagah perkasa tahu-tahu sudah berdiri dihadapannya, anak
muda itu menggoyangkan kipasnya dengan tangan kiri,
sedang ditangan kanan nya menenteng sebilah pedang

1411
mustika dan jari tangannya menjepit selembar kain cadar, dia
berdiri dergan senyuman dikulum.
Orang itu bukan lain adalah Hoa In-liong….
Sementara itu Hoa In-liong masih berdiri dengan senyuman
dikulum, setelah berhasil membuka kain cadar yang menutupi
wajah nona itu, ia dapat menjumpai seraut wajah yang cantik
jelita bak bidadari dari kahyangan.
Tapi anehnya, gadis itu mempunyai raut waajah yang tujuh
puluh persen mirip dengan wajah ibunya yaitu Pek Kun gie.
Dengan perasaan tercengang dia lantas berpikir,
“Seandainya aku tidak mengetahui lebih dulu kalau paman
Bong hanya mempunyai seorang putra saja, dan usianya
sebaya dengan adik Wi, mungkin aku bisa mengira perempuan
ini sebagai familiku sendiri”
Nona berbaju putih itu tampak tertegun pula, tiba-tiba dia
merasa pedang yang ditangan Hoa In-liong sangat dikenal,
tangannya segera meraba kebelakang bahu, ternyata entah
sedari kapan pedang nya sudah lenyap tak berbekas.
Dalam malu bercampur gusar, dia lantas berteriak keras,
“Hayo cepat kembalikan kepadaku!”
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh….baik, aku akan menurut
perintah nona.
Sambil terbahak-bahak Hoa In-liong masukkan kipasnya
kedalam saku, lalu pedang yang berada ditangan kanannya itu
diangsurkan ke hadapan sang nona.
Rupanya nona berbaju putih itu tak menyangka dia berani
berbuat demikian, sebab dengan ujung pedang tertuju pada

1412
dada sendiri sedang gagang pedang diberikan kepada
musuhnya, tindakan ini merupakan suatu tindakan yang
berbahaya sekali, seandainya musuh berhasil memegang
gagang pedang itu lalu mendorongnya ke depan, maka
walaupun seseorang memiliki ilmu silat yang tinggi, belum
tentu dia dapat meloloskan diri dari ancaman dengan mudah.
Rupanya nona itu menyangka Hoa In-liong hendak
menipunya, untuk sesaat dia tak berani menerima angsuran
pedangnya itu.
Tunggu punya tunggu ketika dilihatnya nona itu tidak
berani untuk menerima pedangnya juga, Hoa In-liong segera
menggelengkan kepalanya, samhil menghela napas,
“Aaaai….benar-benar tak kusangka kalau nona adalah seorang
manusia bernyali tikus!”
Nona berbaju putih itu tak tahan mendengar hasutan, ia
tertawa dingin, lalu dengan cepat merebut kembali
pedangnya, ternyata senjata tersebut dapat di ambil kembali
dengan sangat mudah.
Mula-mula ia rada tertegun, kemudian sambil
menggetarkan pedangnya ia melancarkan sebuah tusukan ke
dada Hoa In-liong.
Sejak semula Hoa In-liong memang telah bersiap sedia,
sambil tertawa terbahak-bahak dia menyentil dengan jari
tangan kirinya.
Secara tiba-tiba saja jalan darah Ci ti hiat di lengan kanan
nona berbaju putih itu menjadi kaku, pedangnya tak mampu
dicekal lagi dan segera terjatuh ke tanah.

1413
Dengan suatu kecepatan luar biasa, Hoa In-liong
menggerakkan lengan kanannya, tahu-tahu pedang itu
kembali sudah berpindah tangan.
Kejut dan ngeri si nona baju putih itu menghadapi kejadian
didepan mata, untuk sesaat dia tak tahu apa yang musti
dilakukan.
“Kalau berhati busuk dan jahat kedengaran Hoa In-liong
membentak dengan marah, “orang semacam kau tak bisa
dibiarkan hidup terus!”
Cahaya putih berkelebat lewat, tahu-tahu pedang itu sudah
menyambar dihadapannya.
Keadaan si nona baju putih itu boleh di bilang tersudut, dia
tak mampu melakukan perlawanan lagi, menghadapi kejadian
semacam itu, dia hanya bisa pasrah, memejamkan matanya
dan menunggu saat kematian merenggut nyawanya.
Tapi…. ternyata tunggu punya tunggu tiada rasa sakit yang
dirasakan, cepat dia membuka matanya kembali, tampak Hoa
In-liong berdiri dihadapannya dengan senyuman dikulum,
kipasnya sudah berada ditangannya kembali bahkan
digoyangkan dengan santai, sementara pedang mustika itu
sendiri sudah lenyap tak berbekas, entah kemana larinya?
Sekali lagi dia meraba kepunggungnya, ternyata pedang
tersebut sudah tersoien kembali di dalam sarungnya.
Rupanya Hoa In-liong cuma ingin menakut-nakuti lawannya
dengan gertakan sambal, padahal maksud sebenarnya hanya
ingin mengembalikan pedang itu ke dalam sarungnya.
Sekarang, si nona baju putih itu baru keder, dia merasa
bulu kuduknya pada berdiri semua. Kendatipun pedangnya

1414
berhasil direbut kembali, akan tetapi ia tak berani
sembarangan bergerak, ditatap nya Hoa In-liong dengan sinar
mata ketakutan, jelas kelihatan kalau dia gugup, panik dan
sedikit gelagapan.
Padahal, berbicara yang sesungguhnya, ilmu silat yang
dimiliki gadis itu terhitung kelas satu, seandainya Hoa In-liong
tidak mempersiapkan diri lebih dulu, sekalipun dia tak becus,
juga tak akan sampai menderita kekalahan sedemikian rupa.
Hoa In-liong mendekatkan kain cadar yang berhasil
dirampasnya itu ketepi hidung, lantas dibau nya sebentar, lalu
dia mengeluarkan kertas dari sakunya dan dibau pula,
akhirnya dia bergumam, “Yaaa, tak salah lagi, baunya
memang serupa!”
Nona berbaju putih itu dapat mengenali kertas tadi sebagai
surat yang ia tinggalkan dalam kamar penginapan, rasa malu
dan marah segera bercampur aduk dalam perasaannya.
“Tak kusangka keturunan keluarga Hoa adalah manusia
rendah yang tak tahu malu!” teriaknya.
Hoa In-liong tersenyum, pikirnya, “Rasain sekarang, baru
tahu kalau aku orang she Hoa bukan manusia yang bisa
dipermainkan seenaknya sendiri….”
Kertas dan kain cadar itu dimasukkan kembali ke sakunya,
lalu sambil memberi hormat kepada si nona berbaju putih itu
katanya, “Harap nona jangan marah, secara tiba-tiba saja aku
teringat dengan seorang sahabat karibku, maka bila ada
perbuatanku yang kurang hormat, harap nona bersedia
memaafkan!”
Meskipun si nona baju putih itu tahu kalau lawannya
hendak main setan dihadapannya, toh tak tahan dia bertanya

1415
juga, “Sahabat karibmu itu bernama siapa? Macam apakah
orangnya?”
“Aku sendiripun kurang begitu tahu tentang nama sahabat
karibku itu” jawab Hoa In-liong dengan wajah serius, “tapi….”
“Aaah…. kalau namanya saja tidak tahu, dari mana bisa
dikatakan sebagai sahabat karib?” tukas nona berbaju putih
itu dingin.
“Yaa, aku memang tak tahu siapa namanya, tapi aku hanya
tahu kalau dia adalah seorang nona yang cantik jelita bak
bidadari dari kahyangan!”
Merah padam selembar wajah si nona berbaju putih itu
saking jengahnya, dengan marah dia membentak, “Tutup
mulut!”
Hoa In-liong pura-pura tertegun, lantas bertanya, “Eeeh….
aneh benar nona ini, apa yang menyebabkan kau menjadi
marah marah besar?”
Nona berbaju putih itu merenung sejenak, lalu katanya
dengan dingin dan kaku, Eeeh…. mau bunuh mau cincang
silahkan kau lakukan dengan segera atas diriku, tapi kalau
Cuma mengumbar kata-kata yang tidak senonoh…. hmm!
Tidak takutkah kau kalau perbuatan ini akan menurunkan
martabat dari keluarga Hoa sendiri?”
“Pintar betul perempuan ini bersilat lidah” pikir Hoa Inliong,
“dia memang seorang musuh yang tangguh!”
Maka sambil tertawa tergelak dia lantas menjura, ujarnya,
“Teguran nona memang betul sekali, bolehkah aku tahu siapa
nama nona….?”

1416
Nona berbaju putih itu termenung sebentar, kemudian
jawabnya dengan dingin, “Dengarkan baik-baik, aku bernama
Gie Pek (rindu dengan Pek)!”
Terperanjat Hoa In-liong setelah mendengar nama itu,
segera dia berpikir kembali, “Menurut Gwakong, Hian-beng
Kaucu kenal dengan mama, ooh…. jadi rupanya begitu!
Sayang ayah tak pernah menceritakan soal tersebut kepadaku,
coha kalau tidak, mungkin dari kejadian-kejadian masa lalu
aku bisa meraba siapa gerangan Hian-beng Kaucu itu!”
Dalam hati dia berpikir demikian, diluar katanya lagi,
“Lantas kau mengikuti nama marga yang mana?”
“Nama margaku sama dengan nama guruku!” jawab nona
itu ketus.
Hoa In-liong tertawa.
“Tolong tanya apakah gurumu berasal dari marga Cia?”
desaknya.
Nona berbaju putih itu menggigit bibirnya kencangkencang,
dia membungkam dalam seribu bahasa, Karena nora
itu enggan menjawab, Hoa In-liong tidak mendesak lebih jauh,
diapun berkata, “Nona tempat seliar ini bukan tempat yang
serasi untuk bercakap cakap, bagaimana kalau kita kembali
kerumah penginapan dan melanjutkan pembicaraan disana?”
“Dari sini menuju kerumah penginapan tersebut terlampau
jauh, aku rasa tak usah?”
Hoa In-liong tersenyum.
“Tuan rumah yang baik akan berusaha memenuhi
keinginan tamunya, baiklah, terserah kemauan nona”

1417
Kontan saja nona berbaju putih itu tertawa dingin.
“Heeehhh…. heeehhh…. heeehhh…. kalau kau ingin
menjadi tuan rumah yang baik serta berusaha memenuhi
keinginan tamunya, biarkan siau li meninggalkan tempat ini”
Selesai berkata dia putar badan dan siap berlalu dari sana.
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, sekali lagi dia
menghadang dihadapan nona itu.
“Tunggu sebentar nona!” serunya.
Nona berbaju putih itu memang sudah menduga kalau Hoa
In-liong tak akan membiarkan dia pergi dengan begitu saja,
sambil menggigit bibir, tiba-tiba ia melancarkan serangan kilat
untuk menotok jalan darah Thian tee ditubuh anak muda itu.
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahh…. nona memang kelewat
kejam” ujar Hoa In-liong sambil tertawa tergelak, “masa setiap
serangan yang dilancarkan, tentu mengarah jiwa manusia!”
Dengan cekatan lengan kanannya diputar kebawah. Nona
berbaju putih itu segera merasa pergelangan tangannya
mengencang dan tahu tahu sudah berada dalam cengkeraman
Hoa In-liong.
Dia berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman
tersebut, sayang makin dia meronta cengkeraman tersebut
semakin mengencang hingga akhirnya ibarat jepitan besi,
bagaimanapun dia meronta, toh tak berhasil untuk
melepaskan diri.
Merah padam selembar wajahnya karena jengah, dia lantas
membentak dengan marah, “Lepas tangan!”

1418
Hoa In-liong terbahak-bahak, serunya, “Nona, engkau
terlampau liar, kalau tak dikasih sedikit pelajaran, bisa
membahayakan jiwaku. Yaa, apa boleh buat, terpaksa aku
harus menyiksa sebentar diri nona,
Saking gemasnya, kalau bisa nona berbaju putih itu hendak
menghadiahkan sebuah tendangan ke tubuh lawan, tapi dia
kuatir bila sampai berbuat demikian maka Hoa In-liong akan
semakin membuat dia malu….
Terbayang kembali semua kejadian yang dialaminya, nona
itu mulai menyesal, dia menyesal kenapa tak mau menuruti
nasehat gurunya, coba dia mau menuruti perkataan gurunya
dan tidak bersikeras datang kemari untuk mencoba kekuatan
Hoa In-liong, tak mungkin dirinya akan dipermalukan oleh
anak muda tersebut.
Tiba-tiba Hoa In-liong melepaskan tangannya, lalu berkata,
“Nona, bagaimana kalau kita membicarakan persoalan ini
secara baik-baik saja tanpa menggunakan kekerasan?”
“Huuuh….siapa yang kesudian disebut kita bersama
manusia macam kau?” protes nona itu marah.
Hoa In-liong tertawa tergelak .
“Haaahhh…. haaahhh…. haaahhh…. baik, baiklah,
bagaimana kalau kau dan aku berbicara secara baik-baik?”
Nona berbaju putih itu mendengus, sambil meraba
pergelangannya yang bekas dicengkeram itu dia ambil sikap
acuh tak acuh.
Diam diam Hoa In-liong tertawa geli, dari sakunya dia
mengeluarkan selembar saputangan, lalu ditebarkan diatas

1419
sebuah batu yang bidang, sesudah itu sambil menggerakkan
tangannya membuat gerakan mempersilahkan dia berkata,
“Silahkan duduk nona manis!”
Setelah berulang kali menemui kegagalan, hilang sudah
kepercayaan nona itu terhadap kemampuan sendiri, dia tahu
kaburpun tak ada gunanya, maka tanpa membantah dia
duduk diatas batu tersebut.
Hoi In liong sendiri juga mencari sebuah batu dan duduk
seadanya.
Menyaksikan sikap sianak muda tersebut, walaupun dihati
kecilnya nona itu tertawa dingin, toh hatinya tergerak juga.
Dalam pada itu, Hoa In-liong telah berkata kembali setelah
berpikir sebentar, “Ketika berada di kota Lam-yang tempo hari
aku pernah berjumpa dengan seorang nona yang usianya
hambir sebaya dengan nona, dia mengenakan baju warna
ungu dan membawa sebilah pedang pendek, kemauapun dia
pergi, pelayannya yang bernama Si Nio selalu
mendampinginya….”
“Oooh…. kau maksudkan Siau Leng jin si budak ingusan
itu?” tukas si nona tak sabaran.
Sungguh gembira hati Hoa In-liong setelah tanpa sengaja
mendapat tahu nama dari nona baju ungu itu, dia tertawa.
“Mungkin memang dia orangnya, apakah nona kenal baik
dengan dia?” kembali dia mendesak
Rupanya si nona berbaju putih menyadari kalau ia salah
berbicara, cepat serunya dengan ketus, “Maaf, aku tak dapat
memberitahukan kepadamu!”

1420
“Wah, kalau didengar dari nadanya, jangan-jangan diantara
mereka mempunyai permusuhan?” pikir Hoa In-liong.
Tentu saja ingatan tersebut tidak diutarakan keluar, sambil
tertawa katanya kemudian, “Kalau dugaanku tidak keliru, suhu
nona pastilah Hian-beng Kaucu si ketua dari perguruan neraka
itu, boleh aku tahu siapa nama gurumu?”
“Tidak boleh!” jawaban nona itu lebih ketus.
Keketusan yang berulang kali tidak merubah sikap Hoa Inliong
yang ramah, sekulum senyuman tetap menghiasi
bibirnya.
“Konon perkumpulan Hian-beng-kauw mempunyai jago silat
yang tak terhitung jumlahnya, apakah kau bersedia
menyebutkan satu dua orang di antaranya sehingga
menambah pengetahuanku?” kembali pintanya.
“Hmm! Jangan mimpi!” tukas si nona sambil mencibirkan
bibir.
“Boleh aku tahu permusuhan apa yang terikat antara
suhumu dengan keluarga Hoa kami?”
Ketika mendengar pertanyaan tersebut, tiba-tiba hawa
napsu membunuh memancar keluar dari mata nona baju putih
itu cuma mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
“Waaah….celaka ini!” lagi-lagi Hoa In-liong berpikir, “dilihat
dari cemberutnya, jelas rasa benci mereka sudah merasuk
sampai ke tulang sumsum, cuma herannya dendam apakah
itu? Kenapa mereka bisa mengikat dendam sedalam lautan
dengan keluarga Hoa?”

1421
Berpikir sampai disitu, maka dia mengalihkan kembali
pokok pembicaraan….
“Nona, beberapa orang Ciu Hoa yang berkeliaran dalam
dunia persilatan apakah merupakan kakak seperguruanmu?” ia
bertanya.
Si nona baju putih tertawa dingin.
“Heeehhh…. heeehh…. heeehhh…. sayang kau tak sampai
mampus dibunuh mereka!”
Jilid 36
“HAAAHHH….HAAHHH….HAAHHH…. aku lihat ilmu silat
yang dimiliki suheng-suhengmu masih terpaut jauh bila
dibandingkan ke pandaian nona, nona saja sudah berbelas
kasihan kepadaku, apalagi subeng-suhengmu itu….Huuh,
memangnya mereka bisa apakan diriku”
“Hei, siapa yang berbelas kasihan kepadamu?” teriak si
nona dengan marah, merah jengah selembar pipinya.
“Haaahhh….haaahhh….haaahhh….betul-betul memang
bukan berbelas kasihan, tapi nona kan sudah mengalah
kepadaku bukan?”
Si nona baju putih itu tertunduk ketus, dia membungkam
dalam seribu bahasa.
Diam diam Hoa In-liong coba putar otak serta menganalisa
semua keadaan yang dihadapinya, ia merasa peristiwa
pembunuhan atas diri Suma Tiang-cing dan asal usul ketua
Hian-beng-kauw hanya bisa diketahui dari mulut sinona

1422
berbaju putih ini, sudah barang tentu ia tak sudi melepaskan
mangsanya dengan begitu saja.
Sekalipun ia pingin cepat-cepat mengetahui keadaan
sebenarnya, Hoa In-liong pantang memaksa dengan
kekerasan, ia tak tega berbuat begini terhadap seorang nona
cantik seperti gadis berbaju putih ini.
Tentu saja diapun sadar bahwa gadis itu terlampau keras
kepala, biasanya orarg yang keras kepala pantang diajak
bekerja sama, namun Hoa In-liong tidak putus asa, dia adalah
seorang pemuda yang cerdik dan cekatan, tiada persoalan di
dunia ini yang bisa menyulitkan dirinya.
Hanya sebentar saja dia termenung, sebuah akal bagus
telah didapatkan, bibirnya lantas bergetar hendak
melaksanakan siasatnya itu.
Namun sebelum rencananya itu terlaksana, mendadak dari
tempat kejauhan terdengar seseorang berteriak keras,
“Hei….anak liong!”
Hoa In-liong tertegun, pikirnya, “Heran, siapa yang lagi
memanggilku?”
Lantaran keheranan maka diapun berpaling.
Sang surya sudah tenggelam di langit barat, pelangi yang
indah menghiasi cakrawala dunia, pemandangan ketika itu
sangat indah dan mempesona.
Diantara pantulan sinar kelabu ditengah senja tampaklah
beberapa sosok bayangan manusia berlarian datang dari
tempat kejauhan.

1423
Tenaga dalam yang dimiliki Hoa In-liong sekarang cukup
sempurna, meskipun suasana telah berubah menjadi remangremang,
namun cukup dalam sekilas pandangan ia telah
melihat bahwa orang-orang tersebut adalah tiga orang gadis
berdandan suku Biau.
Ketika itu, si nona baju putih ikut pula menengadah, tapi ia
tidak melihat dengan jelas siapa pendatang tersebut.
Tiba-tiba ia menyaksikan Hoa In-liong melonjak
kegirangan, kemudian kedengaran pemuda itu bersorak sorai,
“Hei Toa kokoh, ji kokoh, sam kokoh kenapa kalian muncul
semua di daratan Tionggoan?”
Ketika mendengar teriakan tersebut bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya, ketiga orang itu bergerak
menghampiri ke arahnya.
Ketika sianak muda itu berdiri membelakangi, diam-diam
sinona baju putih berpikir, “Bila kumanfaatkan kesempatan
yang baik ini dengan melancarkan serangan maut, aku yakin
jurus Teng liong kui ci (naga sakti sembilan menukik) cukup
membuat dia koit, hmmm….konon kungfu yang dimiliki Hoa
In-liong lihay sekali, aku tak boleh sembarangan bergerak,
bisa bisa malah aku sendiri yang kena terhajar….”
Lantaran berpendapat demikian, maka rencana yang telah
dipersiapkan segera dibatalkan kembali.
Dalam pada itu, beberapa sosok bayangan manusia tadi
sudah makin mendekat, sekarang nona itu dapat menyaksikan
dandanan mereka dengan amat jelasnya.
Ternyata pendatang tersebut adalah perempuanperempuan
suku Biau yang cantik jelita, mereka bertubuh
setengeah telanjang, kaki dan tangannya yang putih mulus

1424
tertera nyata sekali, terutama bagian payudaranya yang
setengah menongol keluar bikin hati orang bergairah saja
rasaaya….
Sementara si nona masih melamun, Hoa In-liong telah
memberi bisikan kepadanya dengan ilmu Coan im mi (Ilmu
Menyampaikan Suara).
“Nona, ketahuilah bahwa ketiga orang bibiku berasal dari
wilayah Biau, mereka paling mendendam terhadap segala
kejahatan dan manusia manusia kaum sesat, bila ia sampai
tahu kalau kau adalah anggota Hian-beng-kauw, bisa jadi
nyawamu akan direnggut. Maka demi keselamatan jiwamu,
bagaimana kalau untuk sementara waktu kau kuakui sebagai
putri paman Bong!”
Si nona berbaju putih yang berwatak tinggi hati dan keras
kepala, sudah tentu tak sudi menunjukkan kelemahannya
didepan orang, ia tertawa dingin dan siap menolak kebaikan
orang.
Tapi sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Hoa Inliong
telah berkata lagi, “Bagaimanapun toh aku tidak
menyuruh kau mengakui sendiri, biar aku yang berbicara
bagimu!”
00000O00000
37
SESUNGGUHNYA masih banyak perkataan yang hendak
diucapkan Hoa In-liong, akan tetapi lantaran ketiga orang
nyonya muda dari wilayah Biau itu sudah muncul di depan
mata, mau tak mau Hoa In Iiong musti membatalkan niatnya
itu.

1425
Sambil tertawa dia maju memberi hormat dan menegur,
“Toa kokoh, kenapa kalian muncul di daratan Tionggoan?
Sesungguhnya kedatangan kalian karena apa7”
Jawab salah satu seorang nyonya berwajah cantik itu
sambil tertawa, “Aku dengar kau terkena racun ular keji yang
amat jahat, sengaja kami datang kemari untuk menengok mu,
baru masuk daratan Tionggoan, kami sempat pula mendengar
pergolakan yang telah terjadi dalam dunia persilatan terutama
perbuatan gilamu dikota Si ciu yang menantang tiga partai
besar untuk beradu tenaga, sebab itu kami menyusul
kemari….!”
Nyonya suku Biau yang ada disebelah kiri tiba-tiba menarik
nona baju putih itu sekejap, kemudian bertanya, “Long-ji,
siapakah dia?”
“Oooh….diakan putrinya paman Boag, bernama Bong Gi
pek! Masa kokoh sekalian lupa?” jawab Hoa In-liong cepatcepat
sambil tertawa menyengir kuda.
Lalu sambil menggape kepada sinona itu, katanya lagi,
“Adik misanku Gi pek! Marilah kuperkenalkan kalian, tiga
orang ini adalah kokohku yang dikenal orang persilatan
sebagai Biau nia-sam sian (tiga dewi dari bukit Biau), menurut
urutannya mereka adalah Lan hoa Siancu (dewi bunga
anggrek), Li hoa Siancu (dewi bunga lily) dan Ci wi Siancu
(dewi bunga mawar), kepandaian mereka adalah
menggunakan racun tiada tandingannya didunia ini, jangan
lewatkan kesempatan ini untuk berkenalan dengan mereka”
“Eammm…. betul juga perkataannya, kenapa aku musti
menelan kerugian yang ada didepan mata?” pikir sinona baju
putih itu dalam hati kecilnya.

1426
Dengan lemah gemulai ia maju ke depan dan memberi
hormat, lalu sapanya dengan suara yang lembut, “Siancu
cianpwe!”
Diam diam Hoa In-liong menghembuskan napas lega, ia tak
mengira kalau akhirnya sinona mau juga meuuiuti
perkataannya.
Hakekatnya raut muka nona ini ada enam tujuh bagian
mirip dengan wajah Pek Soh gie, isteri Bong Pay, sebab itu
Bian nia sam sian tak ada yang menaruh curiga terhadap
keasliannya, apalagi melihat kelembutan dan kesopanan
sinona, mereka bertambah girang dibuatnya.
Dengan watak terbuka mereka yang tak pernah terikat oleh
segala macam adat serta peraturan, langsung saja Lan hoa
siancu memeluk nona berbaju putih itu sambil tertawa.
“Waaah…. Kau memang cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan, persis sekali dengan potongan muka ibumu,
eeei….nona manis, berapa usiamu tahun ini?”
“Sudah ketemu jodoh belum?” seru Li hoa siancu pula
sambil menarik tangan dan cekikikan.
Ci wi Siancu tak kalah, ujarnya cepat sambil tertawa, “Kalau
belum punya jodoh, bagaimana kalau kita bantu untuk
mencarikan pasangan yang pantas? Cuma entah pemuda dari
mana yang punya rejeki untuk mempersunting gadis seperti
kau?”
Begitulah, untuk sementara waktu Biau nia sam sian hanya
merubung si nona baju putih sambil cuat cuit berKicau tiada
habisnya, ini membuat Hoa In-liong terisolir dan harus berdiri
sendian di samping.

1427
Betapa jengah dan rikunya nona berbaju putih itu
menghadapi peristiwa semacam itu, apa yang mereka
bicarakan adalah putri orang lain, bahkan menyinggung pula
soa1 mencarikan jodoh, sekalipun serba salah nona itu
dibuatnya, tapi justru karena persoalan ini rasa dendam
kesumat yang tertanam dalam hatinya berubah menjadi lebih
tawar dan menipis.
Ia tertunduk rendah-rendah dan malunya bukan main,
bagaimana mungkin ia dapat menjawab pertanyaanpertanyaan
tersebut?
Ketika matanya coba untuk melirik ke samping dan
menyaksikan Hoa In-liong berdiri disitu sambil tersenyumsenyum
penuh kebanggaan, hatinya menjadi mangkel dan
dongkolnya bukan main, kontan saja ia perseni sebuah delikan
mata kepadanya.
Hoa In-liong yang masih belum hilang sifat kekanakkanakannya,
menjadi sangat gembira ketika dilihatnya nona
tersebut melotot ke arahnya dengan wajah mendongkol, cepat
diapun mengerdipkan pula matanya.
Tentu saja Biau nia sam sian tidak mengetahui duduk
perkara yang sebenarnya, dia masih mengira muda-mudi itu
sedang berlirik-lirikan mata tanda cinta.
Lan hoa Siancu segera berpikir, “Kalau dilihat dari
hubungan mereka berdua tampaknya sudah ada kecocokan
diantara mereka, “hmmm…. ! Bong Gi pek memang seorang
nona yang cantik jelita, bak bidadari dari kahyangan, dia
sangat cocok bila dijodohkan anak Liong….’.
Betul, Liong-ji adalah seorang bocah yang romantis dan
banyak menyebarkan bibit cinta kemana saja, penyakit

1428
jeleknya tentu sedikit banyak akan terobati bila di rumah
sudah ada istri!”
Berpikir sampai disitu, timbullah niatnya untuk
menjodohkan muda mudi itu.
Orang Biau adalah manusia manusia berjiwa hangat,
biasanya apa yang dipikirkan segera dilakukan, begitu pula
dengan diri Lan hoa siancu.
Setelah mengambil keputusan, ia lantas mengerling sekejap
kearah Li -hoa Siancu dan Ci wi Siancu, lalu sambil lepas
tangan katanya, “Kalian berbincang-bincanglah, aku hendak
berbicara sebentar dengan Liong ji”
Biau nia sam sian memang mempunyai hubungan batin
yang erat, apalagi Li hoa siancu dan Ci wi siancu memang
mengandung maksud yang sama setelah bertemu deegan
nona berbaju putih itu, maka sambil tersenyum mereka
menarik sinona kesamping dan diajak berbincang-bincang.
Untungnya mereka sudah lama dan terbiasa bergaul
dengan orang orang Tionggoan, mereka tahu gadis-gadis
bangsa Han paling pemalu terutama dalam soal jodoh, hingga
maksud hati mereka tak sampai dikemukan secara terus
terang.
Waktu itu Lan hoa siancu telah menarik Hou In liong untuk
menyingkir dari sana, lalu dengan wajah bersungguh-sungguh
katanya, “Anak Liong!”
“Ada urusan apa toa kokoh?” jawab Hoa In-liong sambil
tertawa, dia tak tahu permainan setan apa yang sedang
dipersiapkan para bibinya yang datang dari wilayah Biau ini.

1429
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, cepat dia
membatin, “Waduh celaka! Jangan-jangan kedatangan mereka
untuk menyampaikan perintah dari nenek atau ayah yang
menitahkan aku segera pulang? Kalau sampai begini
keadaannya, bisa rusak nama baikku! Sekarang sandiwara
baru saja dimulai, tapi kalau sampai terhenti ditengah jalan,
semua orang sudah pasti akan mencaci maki diriku habishabisan!”
Sekalipun rasa kuatir hampir mencekam seluruh
perasaannya, toh ia sempat bertanya juga.
“Apakah ada berita dari nenek atau ayah?” Lan hoa Siancu
dapat merasakan ketenangan anak muda itu, ia segera
tertawa.
“Hei, tampaknya kalau begitu takut terhadap nenek dan
ayahmu?”
Dari ucapan tersebut Hoa In-liong dapat menarik
kesimpulan bahwa kedatangan bibi-bibinya bukan untuk
menyampaikan perintah nenek ataupun ayahnya, kenyataan
ini menjadikan hatinya lega sekali.
“Aaaai….kalau Liong-ji sih bukan takut sama nenek dan
ayah saja, dengan bibi bertigapun aku juga takut!” sahutnya
sambil tertawa.
Kontan saja Lan hoa Siancu tertawa lebar.
“Hmmm….! Dasar bocah binal, dasar telur busuk kecil!”
“Toa kokoh, kenapa kau maki diriku?” keluh Hoa In-liong
sambil gelengkan kepalanya dan tertawa.

1430
“Oooh….jadi kalau merasa tidak puas?” Lan hoa Siancu
mendelik lebar-lebar, “Hmm….!Kau memang sibinal kecil,
sitelur busuk kecil! Sedangkan bapakmu adalah sibinal gede,
sitelur busuk gede, siapa yang tidak puas dengan julukan ini?”
Yaa, pada hakekatnya hanya orang orang dari wilayah Biau
saja yang berani mergucapkan kata-kata semacan itu.
Banyak memang sahabat-sahabat karib Hoa Thian-hong,
seakrabnya mereka bergaul toh diantara masing-masing pihak
selalu berusaha menjaga gengsi serta martabat masingmasing,
lagipula jelek-jelek begitu Hoa Thian-hong adalah
seorang tokoh yang mempunyai kedudukan tinggi dalam dunia
persilatan, bersikap agak berayal saja tak berani apalagi
mencaci maki dirinya….?
Diantara sekian banyak orang di dunia ini, hanya kawanan
murid dari Kiu tok sian ci yang mempunyai pergaulan sangat
akrab dengan Hoa Thian-hong, soal goda-menggoda, cacimencaci
dan cemooh mencemooh sudah merupakan
kebiasaan diantara mereka, kedua belah pihak sama-sama tak
mempunyai pantangan, sebab itu apapun juga tiga orang
perempuan suka Biau ini berani mengutarakannya.
Hoa In-liong gelengkan kepalanya sambil tertawa.
“Baik, baik, aku takluk!” Aku takluk! Kalau Toa kokoh ada
perkataan, katakanlah dengan cepat” katanya.
“Kalau sudah takluk! kenapa masih juga menggelengkan
kepala?” seru Lan hoa siancu.
Sebab bila toa kokoh tidak ada persoalan lain koponakan
masih harus membereskan persoalan pribadiku!”

1431
Agaknya Lan hoa siancu memang rada kewalahan
menghadapi keponakannya ini, ia sedikit tobat menghadapi
tingkah lakunya yang binal, maka ujar nya kemudian, “Mau
menuruti perkataan toa kokoh tidak?”
“Mau! Mau! Tentu saja mau!” jawab Hoa In-liong sambil
manggut-manggut cepat.
Lan hoa siancu ikut manggut-manggut.
“Bagus sekali kalau kau bersedia….”
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi dengan wajah
serius, “Maksud toa kokoh, usiamu tahun ini sudah tidak kecil,
kalau setiap hari kerjamu hanya seperti kuda liar yang lari
kesana lari kemari….”
Sebelum ucapan tersebut selesai diutarakan, Hoa In-liong
telah menebak apa tujuan bibirnya ini, cepat dia goyangkan
tangannya berulang kali.
“Usia keponakan masih terlampau muda, lebih baik soal itu
dibicarakan beberapa tahun lagi!” tukasnya sambil tertawa,
“Eeeh….kurangajar, kau berani membangkang perintahku?
Minta digebuki pantatmu?” teriak Lan hoa Siancu marahmarah.
“Kalau toa kokoh ingin menggebuk pantatku, silahkan saja
digebuk, tapi yang pasti keponakan tak dapat menuruti
perintahmu”
Lan hoa Siancu memutar biji matanya dan berpikir
sebentar, lalu katanya lagi, “Kalau kau berani berterus terang
dihadapannya dan berkata kalau kau tidak tertarik kepadanya,
tentu saja toa kokoh tidak akan banyak bicara lagi, karena
banyak berkatapun tak ada gunanya, sebaliknya kalau tidak

1432
berani maka kau harus menuruti perkataanku, bagaimana?
Berani tidak….?”
Melihat itu, Hoa In-liong segera berpikir dalam hatinya,
“Kalau dilihat dari sikapnya yang begitu kukuh rupanya
keinginannya untuk menjadi mak comblang sudah amat
berkobar, yaaa….aku musti mencari akal bagus untuk
melenyapkan niatnya itu”
Terbayang sampai kesitu, tiba-tiba saja bayangan tubuh
dari Coa-Wi-wi melintas kembali dalam benaknya.
Sementara dia masih melamun, Lan hoa Siancu telah
berseru sambil mencibirkan bibirnya, “Huuuh….coba libat tak
nyana kalau nyalimu sekecil ini, untuk mengakui urusan
sekecil inipun tak berani”
Hoa In-liong tidak langsung menjawab, ia termenung dan
berpikir sebentar, lalu setelah mengambil keputusan baru
katanya, “Baiklah toa kokoh coba kau sebutkan siapa
orangnya?”
“Waaah….kalau kulihat dari kekukuhanmu, rupanya
hubungan cinta kalian berdua sudah terikat semenjak duludulu….
atau mungkin maksud toa kokoh menjadi mak
comblang hanya suatu perbuatan yang berlebihan saja….?”
kata Lan hoa Siancu sambil tertawa.
Tentu saja Hoa In-liong tidak mengerti siapa yang
dimaksudkan, ia merasa kebingungan dan tidak habis
mengerti.
“Tapi yang jelas dia bukan maksudkan adik Wi!” demikian
pikirnya.

1433
Maka diapun bertanya dengan keheranan, “Hei toa kokoh!
Sebetulnya siapa yang kau maksudkan?”
“Ciiisss….! Tak usah berlagak bodoh, aku percaya dengan
kecerdasanmu bisa kau tebak siapa gerangan orang yang
kumaksudkan?”
“Toa kokoh artikan….”
“Tentu saja dia yang kumaksudkan!” sambil manggutmanggut
Lan-hoa Siancu menuding kearah sinona baju putih
yang sedang berdiri bersama-sama kedua orang adik
seperguruannya itu.
Hoa In-liong tertegun lalu menyengir kuda, ia benar-benar
dibuat menangis tak bisa tertawapun sungkan, pikirnya,
“Sialan, kau anggap siapakah nona itu? Dia adalah muridnya
Hian-beng-kauw, murid musuh besar keluarga kita! Jangan
toh perkenalan baru berlangsung selama dua jam, sampat
sekarangpun belum kuketahui siapa namanya, Huuh….! Kalian
memang terlalu membayangkan hal-hal yang terlalu muluk”
Begitulah kalau kesalahan paham telah terjadi, Hoa In-liong
tahu kalau nona baju putih itu sebagai muridnya ketua Hianbeng-
kauw, tentu saja ia pun menyadari bahwa perjodohan
diantara mereka tak bakal sampai terjadi….
Sebaliknya Biau nia sam sian mengira nona baju putih itu
sebagai putrinya Bong Pay, dari sikap sinona dengan Hoa Inliong
mereka menganggapnya sebagai sepasang sejoli yang
sudah bergaul intim, maka timbullah riat mereka untuk
memperjodohkan kedua orang itu.
“Hei telur busuk kecil” bentak Lan hoa Siancu tiba-tiba,
“bagaimana pendapatmu?”

1434
Hoa In-liong tidak langsung menjawab, diam-diam pikirnya,
“Kalau kubiarkan kau berterus terang kepadanya, dalam gusar
dan malunya tentu ia akan mengemukakan asal usulnya yang
sebenarnya, haaahh….haaa….haaahh….waktu itulah pasti
akan muncul adegan yang menarik hati”
Bibirnya sudah bergetar siap mengemukakan maksud
hatinya itu, tiba-tiba ingatan lain melintas dalam benaknya,
cepat ia berpikir lebih lanjut, “Tidak, tidak boleh! Kalau dia
sampai menyebutkan asal usulnya yang sebetulnya, soal
lainnya masih mendingan, kalau sampai ketiga orang bibiku
mengumbar watak jeleknya dan mencoba untuk membereskan
jiwanya….waah, bisa berabe jadinya”
Timbul kesalahpahaman dihati Lan hoa Siancu setelah
menyaksikan pemuda itu mengurungkan niatnya untuk
berbicara, ia mengartikan pemuda itu takut malu.
Maka sambil tertawa tergelak serunya,
“Haaahh….haaahhh….haaahhh….rupanya kau-pun mengerti
malu? Kalau begitu biar toa kokoh yang mengutarakannya
mewakilimu, setuju bukan?”
Habis berkata dia lantas putar badan dan menghampiri si
nona berbaju putih itu.
“Eeeeh….eeeeehh….tunggu sebentar!” teriak Hoa In-liong
sambil narik lengannya, “Ada apa lagi?”
“Untuk menyelamatkan selembar jiwanya, terpaksa aku
harus berbuat demikian” pikir Hoa In-liong, Meski geli rasanya,
ucapnya juga dengan wajah bersungguh sungguh, “Sayang
tindakan dari toa kokoh terlalu lambat”
“Apa maksudmu?” seru Lan hoa Siancu

1435
Setelah memperhatikan pemuda itu sekejap, ujarnya lagi.
“Air mukamu segar, sirna sekali tidak mirip orang yang
terkena racun ular keji, lagipula sewaktu ayahmu terkena
Racun teratai empedu api tempo hari, meski digembargemborkan
kalau tak bisa beristri dan punya anak, belum
pernah kudengar kalau orang yang terkena racun ular keji
juga tak dapat beristri dan punya anak”
Hoa In-liong tersenyum.
“Kalau memang sudah tahu begini, apakah aku harus
menerangkan lagi secara terperinci?”
Lan hoa Siancu tertawa lebar,
“Haahhh….haaahhh….haaahhh….kalau begitu aku harus
mengucapkan selamat dulu kepadamu.
Selesai berkata ia putar badan dan siap berlalu dari situ.
“Eeeeh….tunggu sebentar!” teriak Hoa In-liong gelisah.
Dihampirinya Lan hoa Siancu, lalu bisiknya dengan lirih,
“Jelek-jelek kau adalah toa suci nya ibuku, apakah kau tidak
takut dengan sifat pemalu dari gadis perawan bangsa Han?”
Lan hoa Siancu berpikir sebentar, lalu tertawa.
“Yaaaa….begitulah kalau suatu bangsa terlalu banyak
mempunyai peraturan-peraturan yang aneh padahal apa
perlunya mesti malu-malu kucing? Toh akhirnya juga kawin?
Baiklah daripada mencari penyakit buat diri sendiri, lebih baik
aku tidak akan melakukan pekerjaan ini lagi”

1436
Tiba-tiba dari depan sana kedengaran Li hoa Siancu
berteriak keras, “Toa suci, sudah selesai belum
pembicaraannya?”
“Sudah, dan rupanya kita tak perlu repot-repot lagi” jawab
Lan-hoa Siancu sambil berpaling.
Kebetulan Ci wi Siancu sedang bercakap-cakap dengan
kepala tertunduk, ketika mendengar perkataan itu ia lantas
menengadah dan bertanya dengan keheranan, “Hei, apa
maksudmu?”
Si nona berbaju putih itu ikut dibuat kebingungan, dengan
wajah tercengang ia menengadah.
Hoa In-liong kuatir Lan hoa siancu tak dapat pegang
rahasia hingga salah bicara, cepat cepat timbrungnya, “Ji
kokoh, sam kokoh, kalau masih belum jelas maka ingatlah
akan ibuku kalian tentu akan mengerti dengan sendirinya”
Mula-mula Li hoa Siancu dan Ci wi Siancu tertegun, tapi
menyusul kemudian biji mata mereka berputar putar,
tampaknya mereka sudah menjadi paham dengan duduknya
persoalan.
Kemudian Hoa In-liong berkata dengan gelisah, “Bukankah
kalian tahu bahwa ibuku halus lembut dan kalem?”
Si nona baju putih itu tercengang dan tidak habis mengerti,
ia tak tahu kenapa pemuda tersebut berulang kali
menyinggung tentang ibunya.
Terdengar Li hoa siancu berkata sambil tertawa,
“Yaa….yaa….kami sudah tahu kalau kalian bangsa Han
mempunyai pelbagai adat istiadat yang aneh dan tak masuk
diakal, kami tak akan berbuat tolol, kau tak asah kuatir”

1437
Sudah barang tentu gadis berbaju putih itu makin
kebingungan dibuatnya, sebentar ia mengawasi wajah Hoa Inliong,
sebentar lagi mengawasi Biau nai sam sian, hakekatnya
ia tidak mempunyai dendam secara langsung dengan ketiga
orang dewi dari suku Biau itu. Apalagi hakekatnya kemesrahan
mereka telah mengharukan hatinya yang sedang kesepian.
Kesemuanya ini membuat sikapnya terhadap Biau nia sam
sian cukup ramah, malahan sedikit kelihatan hangat dan
mesrah, dia sendiripun tidak ingin membongkar rahasia
dengan mengatakan bahwa dia bukan putrinya Bong Pay.
Diam-diam Hoa In-liong tertawa geii menyaksikan sikap bibi
bibinya itu, pikirnya, “Siapa bilang kalian tidak goblok? Justru
saking tololnya kalian sudah keblinger….”
Sepanjang hidupnya belum pernah ia lakukan perbuatan
selucu hari ini, makin dibayangkan pemuda itu merasa makin
geli sehingga hampir saja ia tergelak gelak, meski suara
tertawanya berhasil diken-dalikan, toh wajahnya tampak
berseri.
Tiba tiba ia mendengar Ci wi Siancu berseru sambil
tertawa, “Bong Gi pek, kiong bie yaa untukmu!”
Si nona baju putih itu tertegun, ia melongo dan tak tahu
apa yang musti diucapkan.
Mengetahui kalau rencananya nyaris mengalami kegagalan
total, Hoa In-liong gelisah sekali, segera teriaknya keras keras,
“Sam kokoh….!”
“Aah, kau tak usah kecewa!” tukas Ci wi Siancu.

1438
Cepat ia berpaling kearah si nona baju putih itu dan
bertanya sambil tertawa, “Beritabu kepadaku, kapan baru
diadakan?”
Si nona baju putih itu bukan seorang gadis bodoh, ia
terhitung seseorang yang berotak cerdas dengan cepat dapat
tertebak olehnya apa gerangan yang sedang terjadi, kontan
saja pipinya bersemu merah karena jengah, tiba-tiba ia
melengos dan memandang kearah lain.
Betapa leganya Hoa In-liong karena gadis itu tidak marah,
pikirnya, “Waahh…. kalau dilihat situasinya sekarang, jelas aku
tak bisa mendesaknya untuk menanyakan asal asul Hianbeng-
kauwcu serta peristiwa terbunuhnya Suma Siok ya”
Ketika gadis itu melengos kearah lain dan Hoa In-liong
memandang wajahnya dari samping, mendadak pemura itu
merasa wajahnya seperti pernah ditemuinya dulu, cepat
otaknya berputar.
Setelah pikir punya pikir akhirnya pemuda itu baru teringat,
rupanya gadis itu bukan lain adalah penunggang kuda yang
pernah ditemuinya bersama Thia Siok bi tempo hari sewaktu
mereka bersantap dalam sebuah warung makan ditengah
hutan.
“Kalau begitu, gurunya Wan Hong giok pasti mempunyai
hubungan yang akrab dengan Hian-beng-kauw, soal ini harus
kuselidiki sampai jelas” pikirnya kemudian.
Sementara itu si nona baju putih juga sedang berpirir,
“Kalau tidak pergi sekarang, sampai kapan baru akan angkat
kaki?”
Tiba-tiba ia memberi hormat kepada Biau nia sam sian,
katanya, “Cianpwe bertiga….”

1439
“Panggil kami Siancu, jangan sebut cianpwe….” teriak Ci wi
Siancu dengan cepat.
Nona berbaju putih itu tersenyum.
“Siancu cianpwe….”
“Bosan!” omel Li hoa Siancu dengan dahi berkerut, “kenapa
kata cianpwe selalu tergantung di ujung bibirmu?”
Memangnya kami sudah tua sekali sehingga bertampang
cianpwe?”
Nona baju putih itu tertawa geli, pikirnya, “Kalau dilihat dari
sikap kalian yang haha hihi melulu, sudah tentu tidak
mencerminkan sikap seorang cianpwe”
Tanpa terasa ia berpaling ke arah Biau Nia sam sian dan
mengamati wajah mereka dengan seksama, ia merasa ketiga
orang perempuan itu masih tampak segar dan cantik lagi,
sama sekali tidak menujukkan tanda-tanda ketuaannya.
Kembali Lan hoa Siancu tertawa.
“Tidak kau sangka bukan?” katanya, “sudah hampir tiga
puluh tahun lamanya nama kami tersohor dalam dunia
persilatan, coba tebak berapa umurku tahun ini?”
“Mana aku tahu? Mau ditebak juga susah rasanya” pikir
nona berbaju putih itu.
Karenanya dia lantas menggelengkan kepalanya berulang
kali.
Li hoa Siancu menggenggam tangannya erat-erat, lalu
katanya sambil tertawa, “Si nenek Lan hoa Siancu sudah

1440
berusaha lima puluh tujuh tahun, pingin belajar tidak dasar
tenaga dalam suku Biau kami? Kalau mau, segera akan
kuajarkan kepadamu, hitung-hitung anggap saja sebagai
tanda mata dalam pertemuan kita kali ini”
Selesai berkata ia lantas menutup mulutnya dan tertawa.
“Yaa…. cuma sayang Hong-ji keberatan untuk melepaskan
siau-long” tiba-tiba Ci wi Siancu menambahkan.
Nona berbaju putih itu tak tahu apa yang dia maksudkan,
sepasang matanya dibelalakkan besar kemudian dialihkan
keatas wajah Ci wi Siancu.
“Masa kau tidak tahu? Hong-ji kan ibunya” kata Ci wi
Siancu sambil tertawa. “Dan ibunya adalah murid paling buncit
dari guruku, dia adalah sumoay kami terkecil. Aaai…. Hong-ji
memang berhati lembek, kalau tidak tahu mungkin ibunya
anak Liong bisa kawin dengan bapaknya sekarang, dan jika
perkawinan itu tidak terlaksana, otomatis didunia ini tak nanti
akan bertambah dengan seorang Hun si Mo-ong raja iblis
pengacau jagad semacam dia itu”
Seraya berkata ia mengerling sekejap kearah Hoa In-liong
dan tertawa lebar.
“Aaai….! Kalian ini memangnya telah menganggap dia
sebagai siapa….?” pikir Hoa In-liong.
Tiba-tiba ia merasa bahwa guraunya terlalu berlebihan,
andaikata rahasia ini sampai terbongkar mungkin saja Biau nia
sam sian tak akan mengampuninya dengan begitu saja.
Si nona berbaju putih itu dibuat setengah mengerti
setengah tidak, tapi yang pasti perasaannya waktu itu benarTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1441
benar terharu, maka sesudah tertegup sejenak bisiknya
dengan nada lirih, “Boanpwe….boanpwe ingin….mohon diri….”
“Apa kau bilang? Mau mohon diri?” seru Lan hoa Siancu
tertegun.
Cepat ia berpaling ke arah Hoa In-liong dan
memandangnya dengan keheranan.
Keinginan gadis tersebut justru merupakan pucuk dicinta
ulam tiba bagi Hoa In-liong, sebab keadaannya pada saat ini
sangat tidak menguntungkan, ia tak ingin rahasia gadis itu
ketahuan, tentu saja satu-satu jalan untuk menghindari
kesemuanya itu adalah berharap agar nona baju putih itu
secepatnya meainggalkan tempat tersebut.
“Sekalipun aku sangat membutuhkan kabar berita dari
mulutnya, toh tak usah dilakukan pada saat ini juga” demikian
pikirnya. Maka dengan suara lantang diapun berseru, “Adik
misanku Gi pek, bila kau hendak menyelesaikan urusanmu,
pergilah sekarang juga tinggalkan tempat ini”
Biau nia sam sian kembali salah mengertikan ucapan itu,
mereka mengira kedua orang itu merasa terganggu karena
kehadiran mereka disana, maka dengan mengucapkan katakata
itu justru sedang menjanjikan tempat pertemuan
ditempat lain.
Karenanya mereka cuma bertukar pandangan sekejap dan
tidak menahan lebih lanjut, malah sambil tersenyum mereka
mengucapkan kata kata perpisahan….
Sampai disitu, Hoa In-liong pun harus berbisik kepada si
nona berbaju putih itu dengan ilmu menyampaikan suara,
“Kau jangan terlalu bangga, ketahuilah lain kali tidak akan
seenak apa yang kau alami sekarang”

1442
Nona berbaju putih itu belum cukup sempurna untuk
berbicara menggunakan ilmu menyampaikan suara, ia tidak
bisa berbuat lain kecuali tertawa dingin tiada hentinya, cepat
dia putar badan dan berlalu dari sana.
Dalam waktu singkat, bayangan tubuhnya yang ramping
semampai sudah lenyap dibalik kegelapan sana.
“Hei, apanya yang menggelikan?” tiba-tiba Lao hoa Siancu
menegur dengan suara lantang.
Rupanya setelah bayangan tubuh si nona baju putih itu
lenyap dari pandangan mata, Hoa In-liong tak dapat menahan
rasa gelinya lagi, kontan saja ia menengadah sambil tertawa
terbahak-bahak.
Sebesarnya ia bermaksud membongkar rahasia itu sesuai
ter tawanya, tapi ingatan lain dengan cepat melintas dalam
benaknya, pikirnya, “Daripada membongkar rahasia, lebih baik
kurahasiakan dulu untuk sementara waktu”
Sambil tersenyum dia berkata, “Bibi bertiga, bagaimana
kalau kita duduk-duduk dalam penginapan yang keponakan
sewa itu?”
“Rumah penginapan toh bukan rumahmu, buat apa kita
musti berkunjung kesitu?” tukas Li hoa-Siancu.
Dengan wajah serius Ci wi Siancu berkata pula, “Aku
dengar kau sudah terkena racun keji ular sakti, bagaimana
perubahannya? Atau mungkin sudah kau punahkan sama
sekali?”
“Ooooh….belum, belum sampai punah sama sekali” sahut
Hoa In-liong tawar, “seorang cianpwe berhasil mendesak sari

1443
racun itu ke dalam jalan darah Liong gan hiat dengan
mengandalkan tenaga dalamnya yang sempurna….!”
Lan hoa Siancu menangkap pergelangan tangan kirinya,
lalu meminjam cahaya bintang ia periksa ibu jarinya, benar
juga di ujung jari tangan anak muda itu masih kelihatan
sebuah benjolan putih sebesar biji beras.
Menyaksikan hal itu, Lan hoa Siancu berkata dengan dahi
berkerut, “Kalau begitu, cianpwe yang menolongmu itu cuma
sok baik saja, sebab dia menolong orang cuma menolong
sampai tengah jalan, coba kalau ia lakukan pengobatan
beberapa jam lagi, niscaya seluruh sari racun itu berhasil
didesak keluar….ketahuilah nak, menyimpan bibit penyakit
tersebut dalam tubuh benar-benar merupakan suatu tindakan
yang amat besar resikonya.”
“Li hoa Siancu serta Ci wi Siancu semuanya menguatirkan
keselamatan pemuda itu, cepat mereka berkerumun ke muka.
Hoa In-liong kuatir kalau ketiga orang bibinya
mengeluarkan kata-kata yang merugikan nama baik Goan cing
taysu, karena itu sebelum mereka sempat berbuat sesuatu, ia
telah mendahului sambil tersenyum, “Aku pikir, aku ingin
memunahkan sendiri sari racun tersebut, sekalian untuk
melatih pula tenaga dalamku”
Seraya berkata ia menarik kembali pergelangan tangannya.
“Hmmm….! dasar bocah binal….” keluh Li hoa Siancu.
Hoa In-liong tersenyum.
“Kokoh bertiga, bagaimana keadaan Sian nio orang tua?
Baik-baiklah beliau? Dan bagaimana pula dengan bibi
lainnya?”

1444
Lan hoa Siancu ikut tertawa.
“Keadaan dia orang tua masih juga seperti sedia kala, cuma
berapa macam tugas dalam gua telah diarahkan kepada kami
beberapa orang bersaudara….”
Setelah berhenti sebentar, ujarnya lagi sambil tertawa,
“Beberapa orang bibimu sebetulnya ingin ikut kami menengok
ibumu di perkampungan Liok soat san ceng, oh betapa
gemasnya mereka kepadaku setelah aku tidak menyetujui
keinginan mereka itu.
“Sekarang bibi sekalian tinggal dimina? Kalau tiada urusan
lain, bagaimana kalau tinggal saja beberapa hari di kota Si ciu
ini sekalian membantu keponakan untuk meramaikan
suasana”
“Hmm….! Kau sudah menyebarkan issu dan kabar bohong
di kota Si ciu hingga banyak orang kebingungan dan
kelabakan, dan sekarang, kau mau mencoba menyeret kami
mencebur kedalam air keruh?” seru Ci-wi Siancu.
“Betul, apalagi kita masih ada urusan lain” sambung Li hoa
Siancu, “biarlah kami mohon diri lebih dulu, bebarapa hari lagi
pasti akan kami tengok kembali dirimu”
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, cepat dia memberi
hormat sebagai tanda perpisahan.
Hakekatnya, tujuan terutama dari kedatangan Biau nia sam
sian di kota Si ciu adalah memeriksa keadaan Hoa In-liong
setelah mereka tahu jika keponakannya terkena racun ular
sakti penggigit hati dari pihak Seng sut pay.

1445
Tapi setelah mereka tahu bahwa keadaan Hoa In-liong tak
ada halangan, tentu saja mereka bermaksud untuk mohon
diri, sekalipun yang dimaksudkan urusan oleh mereka tak lehih
adalah mencari balas dengan pihak Mo kau serta berkunjung
ke bukit Im tiong san uniuk berbincang bincang dengan Chin
si hujin dan Hoa Thian-hong.
Begitulah, sepeninggal Biau nia sam sian, Hoa Inliong
kembali kerumah penginapan Thian hok, ketika masuk diruang
tengah tiba-tiba ia jumpai Kongsun Peng serta beberapa orang
pemuda duduk diruang tengah, hal ini membuat hatinya agak
tertegun.
Setelah dia masuk kedalam ruangan, para jago segera
bangkit seraya memberi hormat, lalu dipimpin oleh Kongsun
Peng katanya, “Sesungguhnya tidak pantas kami datang
mengganggu ketenangan Hoa kongcu, apalagi dalam suasana
yang serba sibuk dan banyak urusan lain”
“Kalian tak perlu sungkan sungkan” jawab Hoa In Hong
sambil tersenyum dan balas memberi hormat, “boleh aku
tahu, ada urusan apa Kongsun heng datang kemari?”
Matanya pelan pelan menyapu sekejap sekeliling ruangan,
ia lihat berikut Kongsun Peng seluruhnya berjumlah empat
orang, dua diantaranya menggembol pedang, sedang orang
ketiga adalah seorang pemuda berpakaian ringkas warna
hitam yang pernah ikut buka suara sewaktu diadakan
perjamuan tadi.
Sementara itu Kongsun Peng telah menuding kearah
pemuda baju hitam itu sambil memperkenalkan.
“Dia adalah Tan Kiat kan!”

1446
Kemudian sambil menuding dua pemuda yang menggembol
pedang, katanya kembali, “Sedang mereka adalah Oh Keng
bun dua bersaudara!”
Tiga orang pemuda itu bersama-sama memberi hormat
sambil berucap, “Selamat berjumpa!”
“Selamat berjumpa!” jawab Hoa In-liong sambil balas
memberi hormat.
Dari sikap maupun cara berbicara dua bersaudara Oh yang
mantap dan penuh bertenaga, anak muda itu mengerti bahwa
tenaga dalam mereka jauh lebih sempurna bila dibandingkan
Kongsun Peng maupun Tan Kiat kan.
Terdengar Kongsun Peng berkata lagi, “Kami mengerti
kalau ilmu silat yang dimiliki terlampau rendah, tak mungkin
bisa menyumbangkan tenaga kami untuk melakukan
pekerjaan besar, maklumlah kongcu, adapun kedatangan kami
tak lain hanya ingin membantu kongcu dalam soal-soal kecil,
rasanya untuk memukul gembrengan menggoncangkan panji
sambil berteriak, kami masih mampu untuk melakukannya”
Mendengar itu, Hoa In-liong lantas berpikir, “Kehangatan
mereka harus kusambut dengan sewajarnya, sebab bila
tawaran mereka sampai kutolak mentah-mentah, niscaya
semangat mereka akan merjadi kendor….”
Karena itu dia menjura sambil tertawa, katanya
“Kasih sayang saudara sekalian amat mengharukan hatiku,
siaute tahu bila kebaikan saudara kutolak dengan begitu saja,
kalian tentu akan menuduh bahwa aku adalah orang yang tak
tahu diri….”

1447
“Kalau memang begitu kebetulan sekali” seru Kongsun
Peng kegirangan, “kami telah menghubungi pula sekawanan
jago-jago persilatan, mereka semua bersedia
menyauabangkan tenaga bagi Hoa-kongcu. kapan Hoa kongcu
ingin berjumpa dengan mereka?”
“Yang dimaksudkan sebagai sahabat-sahabat karibnya
tentulah sekawanan orang muda” pikis Hoa In litong.
Sambil tersenyum ia berkata, “Buat siuate tentu saja makin
cepat makin baik, entah sobat sobat kalian itu sampai kapan
baru ada waktu?”
Kemudian setelah berhenti sebentar katanya lebih jauh;
“Tujuan kita adalah menumpas kaum sesat dan kaum iblis
bersama-sama, dalam usaha ini tiada perintah merintah,
kedudukan kita semua adalah sama, maka aku minta kata
berbakti harap jangan dipergunakan lagi….mengerti?”
Tiba-tiba Oh Keng bun berkata, “Hoa-kongcu, aku Oh Keng
bun mempunyai beberapa patah yang rasanya menganjal
dalam tenggorokan bila tidak diutarakan keluar, bolehkah aku
mengucapkan sesuatu?”
“Katakanlah saudara Oh” sahut Hoa In-liong sambil
menjura.
“Menurut pendapatku, pepatah kuno pernah berkata: Ular
tanpa kepala tak dapat berjalan, begitu pula dengan kita jagojago
dari golongan putih, aku rasa dalam melaksanakan
pembasmian terhadap kaum sesat ini, kita harus mencari
seseorang yang pantas untuk kita angkat sebagai pemimpin
rombongan, semua orang harus tunduk dibawah perintah
orang itu, sebab kalau tidak maka ibaratnya sebaskom pasir,
mana mungkin kita bisa bersatu, dan apabila tak dapat

1448
bersatu da-rimana mungkin kita bisa melakukan suatu
pekerjaan besar, Maka kalau berbicara orang yang berbudi,
orang yang berilmu tinggi, orang yang luas pengetahuannya,
tak bisa lain kalau orang yang paling cocok adalah Hoa
tayhiap, ayah kongcu. Walaupun demikian bila kita tinjau dari
kembali tindak tanduk Hoa kongcu selama ini dan ternyata
dari pihak Liok soat san ceng tidak memberikan reaksi apaapa,
semua orang bisa mengambil kesimpulan kalau Hoa
tayhiap telah mengundur-kan diri dan tak ingin mencampuri
urusan dunia persilatan lagi!”
Mendengar sampai disitu, diam-diam Hoa In-liong berpikir,
“Sekalipun mereka tidak tahu kalau ayah mempunyai kesulitan
sendiri, tapi semua orang memang bisa melihat dan
merasakan kalau ayah segan mencampuri urusan dunia
persilatan lagi, entah bagaimana dengan hubungan antara
ayah dan bibi Ku….”
Sementara dia masih melamun, dirasakan sorot mata
keempat orang itu tertuju semua kearahnya dengan perasaan
ingin tahu.
Ia tertawa, dengan nada minta maaf katanya, “Maaf
saudara semua, sebagai seorang anak, siaute tak berani
menduga secara sembarangan atas perbuatan dari ayahku”
Oh Keng-bun manggut-manggut, lanjutnya.
“Justru karena itu menurut pendapat siaute, kursi pimpinan
ini paling cocok kalau ditempati Hoa kongcu”
Hoa In-liong tersenyum.
Siaute merasa amat bsrterima kasih atas kebaikan saudara
Oh, cuma sayang didunia ini bukan aku seorang yang pandai,

1449
beribu-ribu bahkan berjuta-juta orang pintar tersebar disegala
pelosok dunia….”
“Yaa, kami memang tahu bahwa orang pintar yang ada
didunia ini tak terhitung banyaknya” tukas Oh Keng bun,
“hanya kami anggap Hoa kongcu lah orang yang paling cocok
untuk menduduki kursi kebesaran tersebut”
Sesudah berhenti sebentar, katanya lagi dengan nada
bersungguh sungguh, “Jangan kau anggap kami
mengharapkan kedudukan yang mulia dengan usul ini, kami
sama sekali tidak mengharapkan kedudukan mulia, kami
berbuat demikian atas dasar maksud baik yang sesungguhnya,
andaikata ada hal-hal yang dirasakan kurang sopan, tolong
Hoa kongcu bersedia memaafkan….”
Hoa In-liong mengerutkan dahinya sambil berpikir, Tadinya
kukira mereka berbuat demikian hanya terdorong oleh luapan
emosi, rupanya mereka memang sudah merencanakan dengan
bersungguh0sungguh….”
Maka katanya dengan wajah serius, “Terima kasih banyak
atas nasehat emas dari saudara Oh, dengan perkataanmu itu,
semua kebingungan dan kemurungan yang mencekam
perasaanku justru bisa tersapu lenyap. Hanya saja, mengenai
persoalan itu lebih baik kita rundingkan kembali secara
terperinci”
“Hoa kongcu” tiba tiba Tak Kiat-kan berkata pula sambil
tertawa, “aku orang she Tan minta kedudukan membawa
bendera memegang payung tersebut, tentunya tak ada orang
lain bukan yang akan berebutan dengan diriku….?”
“Siapa bilang tak ada? Aku yang akan ikut berebut” teriak
Oh Keng bun dengan cepat.

1450
Kembali Hoa In-liong berpikir, “Berhadapan dengan
pemuda-pemuda berdarah panas macam mereka, aku
memang tak boleh berlagak sok malu sok menolak tentu
mereka akan menganggap diriku orang munafik”
Sambil tersenyum ia berkata, “Eeeh….buat apa kalian
berebut menjadi pemegang bendera? Kan lebih enak jadi kusir
kereta atau penuntun kuda?”
“Haaahhh….haaahh….haaahh….betul! Kau! Kalau begitu
siaute pesan dulu kedudukan tersebut!” seru Oh Keng bun
sambil terbahak-bahak.
“Eeeh…. bagaimana kau ini? Aku….akukan sudah pesan
dulu kedudukan itu….?” seru Tan Kiat-kan.
Maka semua orangpun tertawa berderai-derai karena geli.
Sekalipun tenaga dalam Kongsun Peng, Tan Kiat kat dan
dua bersaudara Oh masih ketinggalan bila dibandingkan Hoa
In-liong, namun mereka terhitung pula jago-jago muda yang
tak lemah tenaga dalamnya, seketika itu juga gelak tertawa
mereka menggetarkan seluruh ruangan, membuat pemilik
penginapan, para pelayan dan tamu-tamu lainnya harus
menutupi telinga masing-masing.
Setelah suara tertawa mereda, Kongsun Peng memanggil
pelayan untuk memesan santapan malam, sebab dia tahu Hoa
In-liong belum makan karena baru saja pulang.
Hoa In-liong merasa kurang leluasa untuk bersantap
ditempat umum, apalagi dia menyewa sebuah halaman
tersendiri yang mempunyai ruang tamu dan kamar tidur yang
luas, maka dia mengundang keempat orang tamunya untuk
bersantap diruangan yang disewanya itu.

1451
Tak lama kemudian sayur dan arak yang dipesan telah
dihidangkan pelayan, sambil bersantap mereka mulai
berunding, semuanya dapat berjalan lancar dan penuh riang
gembira karena mereka berdiri dari orang-orang muda yang
sejalan dan seperasaan.
Sampai tengah malam, dua bersaudara Oh, Kong sun Peng
dan Tan kiat kan baru berpamitan untuk pulang.
Keesokan harinya, ketika Hoa In-liong sedang berjalanjalan
dalam halaman depan, muncul seorang pelayan yang
melaporkan atas kedatangan seorang kakek.
Ketika menanyakan potongan badan dan raut wajahnya,
Hoa In-liong merasa asing dan tak kenal, cepat-cepat ia
munculkan diri untuk menyambut kedatangannya.
Ternyata dia adalah seorang kakek bermuka lebar, bermata
besar, berjenggot putih sepanjang dada dan bermata tajam
seperti mata elang, jelas tenaga dalam yang dimilikinya amat
sempurna.
“Heran rasa rasanya kakek yang keren dan berwibawa ini
pernah kutemui, tapi dimana yaa….” pikirnya keheranan.
Sementara ia masih termenung sambil mengamat-amati
tamunya, kakek itu sudah berkata sambil tertawa lantang,
“Liong sauya, sudah lupa dengan aku Ho Kee sian?”
Kata “Liong sauya” hanya khusus digunakan oleh orang
orang dari pihak ibunya, sebagian besar anggota Sin ki pang
(Perkumpulan Panji Sakti) adalah kawanan enghiong yang
tidak pernah mengenal arti sopan santun, mereka lebih
mengutamakan perasaan dan persaudaraan daripada soal
cengli atau kebenaran.

1452
Oleh sebab Hoa In-liong adalah putranya Pek Kun gie,
maka hubungannya dengan bocah ini jauh lebih mesrah dan
akrab daripada lain lainnya, sedang terhadap toako dari Hoa
In-liong yakni Hoa See atau sam te Hoa Wi, mereka selalu
membahasai dengan panggilan toa-kongcu, sam kongcu
belaka tanpa embel-embel lain.
Dengan begitu Hoa In-liong dapat segera teringat kembali
kalau kakek ini adalah bekas anak buah gwakong nya dulu.
Kakek tersebut merupakan salah satu jago yang paling
tangguh dalam perkumpulan Sin ki pang dahulu, dia menjabat
sebagai Tongcu ruang Thiao leng tong dengan julukan Boan
thian jiu (telapak sakti pembalik langit).
Hoa In-liong lantas mengira kalau kedatangannya karena
membawa perintah dari gwakongnya, sambil memburu
kedepan serunya.
“Empek Ho….Ho locianpwe….”
Mencorong sinar tajam dari mata Ho Kee siau, tukasnya.
“Liong sauya, dahulu apa panggilanmu kepada ku?”
Hoa In-liong tertawa lebar.
“Tentu saja empek Ho!”
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi sambil tertawa,
“Tahukah kau, ketika aku berjumpa denganmu tempo dulu,
kalau tak salah waktu itu aku berumur lima tahun, aku dicaci
maki oleh ayah karena memanggilmu empek Ho, sebab
katanya sewaktu ibuku masih muda dulupun menghormati kau
sebagai paman….”

1453
Ho Kee sian tertawa terbahak-bahak.
“Haaabhh….haaahhh….haaahhh….Aku merasa bangga
sekali dapat berkenalan dan bersahabat dengan ji kohya, yang
lain tak usah disinggung, cukup dengan sikap sungkan nona
Kun gie, rasanya aku sudah takluk dibuatnya”
Perlu diterangkan disini, orang-orang Sin ki pang masih
memanggil Pek si hujin dengan sebutan lamanya, yakni nona
Kun gie.
Setelah berhenti sejenak, kembali katanya, “Tapi kau tak
usah gubris teguran mereka, sebab aku merasa sebutan ini
jauh lebih mesrah dan hangat, tentu saja jika Liong sauya
tidak menganggap diriku sebagai seorang tua bangka yang
celaka, sebutan apa saja yang kau gunakan akan kuterima
dengan senang hati”
Hoa In-liong tertawa.
“Aku sendiri juga merasa kalau panggilan empek Ho jauh
lebih baik, cuma kuatirnya kalau di maki ayah”
Yaa, terhadap bekas anak buah gwakongnya ini, tak pernah
Hoa In-liong memandang rendah atau memandang hina,
setiap kali bertemu ia tentu memanggil mereka dengan
sebutan empek.
Terdengar Ho Kee sian sedang berkata lagi, “Jika ji-kohya
menegurmu, katakan suja kalau lohu senang dipanggil empek,
aku rasa sebagai orang yang berpikiran luas dan pandai
mendalami perasaan orang, tak mungkin ji kohya akan
menegur dirimu lagi”
Dari perkataan itu secara lapat-lapat Hoa In-liong dapat
menangkap rasa tidak puasnya terhadap ayahnya, dia lantas

1454
berpikir, “Mereka selalu beranggapan akibat ulah ayahkulah
yang menyebabkan perkumpulan Sin ki pang dibubarkan,
merekapun merasa hidup mengasingkan diri hanya akan
menyia-nyiakan kepandaian silat mereka serta semangat
mereka yang tinggi, tak aneh kalau mereka merasa kurang
senang dengan ayahku….”
Berpikir sampai disitu diapun tersenyum.
“Empek Ho sudah bertemu dengan gwakongku?” tanyanya
kemudian.
“Haaahhh….haaahhh….haaahhh….akulah yang pertama
menerima lencana Hong lui leng yang diturunkan lo pangcu,
aaai….! Pangcu sendiri juga sudah tua, ia sudah kehilangan
kegagahan nya seperti tempo dulu….”
Sampai akhir perkataan tersebut, ia menghela napas tiada
hentinya.
Cepat-cepat Hoa In-liong mengalihkan pokok pembicaraan,
tanyanya sambil tertawa, “Selama banyak tahun apa yang
dikerjakan empek Ho?”
“Aaai….kerjakan apa?” Ho Kee sian menghela napas, “tentu
saja mencari sesuap nasi dengan mengandalkan ilmu silat
yang kumiliki”
Nadanya berat dan penuh kekesalan.
Untuk menghilangkan suasana murung yang mencekam
sekeliling tempat itu, cepat Hoa In-liong tertawa terbahakbahak,
“Haaahhh….haaahhh….haaahhh….kalau begitu si
tangan sakti pembalik langit bukankah sudah berubah menjadi
tangan sakti pembalik tanah? Yaa….lumayan memang!”

1455
Ho Kee sian ikut tertawa nyaring, tapi sejenak kemudian
sudah menghela napas berat.
Hoa In-liong segera berpikir.
“Wajarlah kalau enghiong yang sudah tua akan mengeluh,
ibaratnya perempuan tua yang memurungkan kecantikan
wajahnya, setiap orang pasti mengalami keadaan seperti ini,
aku harus mengobarkan kembali semangatnya….”
Berpikir demikian ia lantas bertanya.
“Apa pesan Gwakong?”
“Lo pangcu minta kepadaku untuk membantu Liong sauya,
kecuali itu tiada pesan penting lainnya yang barus
kusampaikan kepadamu”
“Kecuali empek Ho, masih ada berapa orang lagi yang
termasuk jago-jago tempo dulu?”
“Tidak terlalu banyak” jawab Ho Kee sian sambil tertawa,
“paling banter cuma lima puluh orang lebib, meski sedikit
mereka semua adalah jago-jago tangguh, kini mereka sudah
berkumpul disekitar kota Si ciu dan setiap saat siap
dikumpulkan”
Lima puluh orang jago tangguh dikatakan tak banyak,
kekuasaan Sin ki pang dimasa lalu tentu hebat dan luar biasa,
yang dikuatirkan justru kalau mereka sampai mengganggu
ketenangan rakyat” pikir Hoa In-liong dengan perasaan
cemas.
Maka iapun berkata, “Begitu banyak orang, mereka diamdiam
saja?”

1456
Sebagai orang yang berpengalaman tentu saja Ho Kee sian
tahu apa yang dirisaukan, sambil menggoyangkan tangannya
ia tertawa.
“Liong sauya tak usah kuatir, mereka tidak akan menambah
kesulitan dan kemurungan bagi Liong sauya” katanya, “bukan
saja mereka berpencar diempat penjuru kota, sedapat
mungkin asal usulnya juga dirahasiakan, sebab dengan begini
selain bisa merahasiakan asal usul sendiri, dapat pula
menyelidiki keadaan musuh”
“Aaah….kau memang keterlaluan” pikir Hoa In-liong lagi,
“mereka toh jago kawanan yang sudah terlalu banyak makan
asam garam, buat apa aku musti meuguatirkan diri mereka?”
Setelah termenung dan berpikir sebentar, katanya
kemudian, “Cia Yu cong berjanji akan memberi bantuan,
konon ia mempunyai beberapa ratus orang saudara….
“Aah…. kamu anggap Ci Yu cong jagoan macam apa?
Sekalipun banyak anak buahnya juga orang-orang yang tak
ada gunanya” kata Ho Kee sian sambil tertawa, “waktu aku
masih berkelana dalam dunia persilatan dulu, dia cuma
manusia tak bernama, percayalah orang orangku tak
seorangpun mempunyai ilmu silat dibawahnya, buat apa Liong
sauya berhubungan dengan manusia-manusia seperti itu?”
Tentu saja Hoa In-liong tahu kalau ucapannya merupakan
kenyataan, meski begitu dia cuma tertawa.
“Aaah…. belum tentu orang lain jelek-jelek juga seorang
pentolan diwilayah Wi lam, bisa menjadi pentolan sudah tentu
harus mempunyai ilmu sejati, apalagi sebagai seorang
ternama, terlalu latah tanpa dasar ilmu yang kuat sama
artinya dengan mencari penyakit kuat diri sendiri….bukankah
begitu?

1457
“Benar juga perkataannya, pikir Ho Kee sian, “Liong sauya
memang membutuhkan kawanan manusia seperti itu untuk
mendukung serta memberi suara kepadanya”
Ia lantas tertawa terbahak-bahak, sahutnya, “Betul!
Betul….haaahhh….haaahh….haaahhh…. perkataan Liong
sauya memang betul”
Hoa In-liong tersenyum.
“Kalau toh mereka berpencaran disetiap sudut kota,
bagaimana caranya untuk mengumpulkan mereka?”
“Aku telah menyiapkan bom udara dari perkumpulan kami
tempo dulu, asal bom udara itu kuledakkan maka dalam
setengah perminum teh kemudian sebagian besar jago dapat
berkumpul disini”
“Tiba-tiba ia tertawa tergelak dengan nyaring lalu sambil
memancarkan sinar tajam dari balik matanya ia berkata lebih
jauh, “Liong sauya masih muda dan gagah perkasa, lagipula
mempunyai kepandaian daa kecerdasan yang luar biasa, suatu
saat pasti akan sukses dengan usahanya dan melanjutkan
karier Ji kohya untuk menjagoi kolong langit dan tersohor di
mana-mana. Liong sauya! Inilah kesempatan bagimu untuk
menjagoi seluruh kolong langit”
Hoa In-liong tidak segera menjawab, pikirnya, “Sekalipun
mereka bermaksud baik dan ingin membantu aku untuk
menjagoi kolong langit, sayang mereka telah salah
mengartikan maksudku, aku memang berharap bala bantuan
dari para jago tapi soal ini adalah demi kepentingan umum,
bila maksud pribadipun ikut kuserukan, bukankah akhlakku
akan lebih rendah dari seekor anjing?”

1458
Berpikir sampai disitu, ia merasa bagaimanapun jua,
maksud hatinya harus diterangkan lebih dahulu, dengan wajah
serius ujarnya;
“Empek Ho, masih ingatkah kau akan keadaan disaat
perkumpulan Sin ki pang dibubarkan?”
Ho Kee sian tertegun setelah mendengar perkataan itu.
“Tentu saja masih ingat, hari itu pangcu mengumpulkan
semua Tongcu dan Hu hoat dalam ruangan Siang liong teng,
lalu secara tiba-tiba mengumumkan akan membubarkan partai
serta memunahkan ilmu silat semua orang….”
“Yaa, ketika gwakong menceritakan kejadian ini kepadaku,
aku selalu beranggapan bahwa tindakannya ini tidak cepat”
tukas Hoa In-liong secara tiba-tiba, “dia orang tua adalah
pentolan kalian, karena itu jika ilmu silat semua orang hendak
dimusnahkan, pertama tama dia harus musnahkan dulu ilmu
silat yang dimilikinya”
Ho Kee sian tertawa lebar.
“Dan aku rasa cuma Liong sauya seorang berani
mengucapkan kata-kata seperti itu” sambung nya.
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, segera
pikirnya, “Tanpa sebab tak mungkin Liong sauya
mengucapkan kata-kata tersebut, yaa….dia pasti mempunyai
tujuan tertentu”
Bila ditinjau dari kedudukannya sebagai Tongcu ruang
Thian- leng tong dalam perkumpulan Siu ki pang tempo dulu,
dapat diketahui kalau orang ini memiliki kecerdasan yang
melebihi siapapun, hanya sejenak dia berpikir, maka semua isi
hati Hoa Im liong berhasil ditebaknya secara jitu.

1459
Setelah termenung sebentar, tiba-tiba ia berkata dengan
nada mendongkol, “Liong sauya, buat apa kau kerja demi
kepentingan orang lain?”
Hoa Inliong tertawa.
“Dalam hal ini tak bisa dikatakan sebagai bekerja demi
kepentingan orang lain, aku hanya berjuang demi
ketenteramanku sendiri”
Ho Kee sian termenung sebentar, tiba-tiba katanya lagi,
“Padahal kepentingan pribadipun tak akan mengganggu
kepentingan umum. selain kita basmi kekuatan Hian-bengkauw,
Mo kau dan Kiu im kau bukankah kitapun bisa berjuang
untuk menaklukkan semua orang serta menjagoi seluruh
kolong langit?”
“Siapa yang mempunyai niat tersebut, dia akan tercelaka
oleh niat itu pula, siapa tidak mempertimbangkan untung
ruginya sebelum melakukan sesuatu pekerjaan, dia tentu akan
mengalami kegagalan total” tukas Hoa In-liong dengan cepat’
“Oooh….! Tak kusangka Liong sauya yang dihari biasa
selalu tertawa haha-hihi, ternyata memandang serius
persoalan ini”
Hoa In-liong tertawa lebar.
“Siapa suruh empek Ho mengucapkan kata-kata yang tak
teratur dan bertolak belakang dengan kenyataan?”
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa terbabak-bahak
ka tanya lagi, “Empek Ho aku tidak bermaksud memaksa
dirimu, bila kau tak sanggup bawa saja orang orangmu
tinggalkan tempat ini, gwakong sama biar aku yang atasi….”

1460
“Liong sauya, bukankah perkataanmu itu sama artinya
dengan memaki diriku habis-habisan?” keluh Ho Kee sian
sambil tertawa getir.
Tapi Hoa In-liong pura-pura tidak merasa, katanya lebih
lanjut.
“Atau jika kau tak ingin langsung pulang, boleh saja
berbepesiar dulu ketempat tempat yang indah, bila dari kota
Si ciu menuju ke utara, kau bisa berkunjung ke bukit Thay
san, atau bila keselatan akan sampai dibukit Kiu hoa san dan
Hong san, atau juga langsung ke samudra luas dengan
berpesiar di pulau Bu Tosan, waah….pasti suatu darmawisata
yang asyik sekali”
Jangan dilihat ucapan tersebut diutarakan begitu enteng
dan sekenanya, padahal Ho Kee sian di bikin menangis tak
bisa tertawapun sungkan, sesudah termenung sesaat tiba-tiba
ia menengadah dan tertawa nyaring.
“Haaahhh….haahhh….haaahh…. baik, baiklah, kalau toh
Liong sauya telah berkata begini, apa yang perlu disayangkan
lagi atas sisa bidup aku orang she Ho? Akan kusumbangkan
selembar jiwaku ini untuk memerangi kaum sesat didunia,
anggap saja sebagai suatu penebus atas dosa-dosa kami
orang Sin ki pang dimasa lalu”
“Terima kasih banyak atas kesediaan empek Ho” Hoa Inliong
tertawa nyaring, “padahal siapa sih yang tidak
mengharapkan nama dan pahala? Siapa tahu kalau
dikemudian hari nama itu akan kudapatkan tanpa sengaja?
Kalau tanpa saatnya, tentu saja mau ditampikkan juga tak
bisa”
Ho Kee sian hanya tertawa getir belaka.

1461
Melihat itu, Hoa In-liong lantas berpikir, “Meskipun ia
berbicara dengan gagah dan terbuka, sudah pasti hatitya
gundah sekali, aku harus menghiburnya dengan beberapa
patah kata….”
Baru saja ia hendak menghiburnya dengan beberapa patah
kata, tiba-tiba muncul seorang pelayan yang memimpin
belasan orang imam berusia setengah umur, rata-rata mereka
menggembol pedang dipunggungnya, dan orang yang berada
dipaling depan tak lain adalah Bu jian Toojin yang dulunya
bergelar Cing lian.
Betapa girangnya Hoa In-liong menyaksikan kehadiran
imam tersebut, segera teriaknya dengan lantang, “Hei, Bu jian
toojin! Rupanya kau juga datang?”
Berjumpa dengan pemuda itu, cepat-cepat Bu jian Toojin
memburu ke depan, katanya sambil memberi hormat, “Oleh
karena pinto mendengar bahwa Hoa kongcu hendak
melakukan pertarungan terbuka dikota Si ciu, buru-buru kami
datang membantu”
Hoa In-liong tertawa lebar, ia memandang sekejap ketiga
belas orang imam dibelakangnya, lalu berkata, “Toatiang
sekalian….”
“Mereka semua adalah suheng pinto” cepar Bu jian
Tootiang menerangkan, “Cuma lantaran sudah terlalu lama
hidup mengasingkan diri, mereka kurang begitu gemar
bersuara, harap Hoa kongcu bersedia memaafkan”
Sementara itu ketiga belas orang imam tadi sudah memberi
hormat kepada Hoa In-liong, cepat-cepat anak muda itu balas
memberi hormat.

1462
“Bila ditinjau dari sikap dingin dan ketus mereka, rupanya
Bu-jian toojin sudah mereka sepakati sebagai juru bicaranya”
dia berpikir.
Dalam pada itu, Bu jian toojin telah memberi hormat
kepada Ho-Kee sian sambil menyapa, “Ho Lo si cu, terimalah
hormat dari siau to (imam yang rendah)!”
Dengan tercengang Ho Kee sian berseru, “Siapakah engkau
imam cilik? Kenapa aku tidak kenal denganmu?”
Hoa In-liong merasa kurang begitu senang atas sikap Ho
Kee sian yang sok berlagak tua itu, pikirnya, “Orang lain tak
mungkin akan melayani sikapmu itu….”
Perlu diterangkan disini, sikap Ho Kee sian terhadap Hoa
In-liong boleh dibilang sangat istimewa, ia mau mengalah dan
dimana mana berusaha merendahkan diri, tapi berbeda sekali
sikapnya dengan orang lain, sebagai seorang jago yang tinggi
hati, tak sudi ia tunjukkan kelemahannya dihadapan orang.
Ternyata Bu jian Toojin tidak merasa tersinggung, malah
ujarnya, “Masih ingatkah Ho lo sicu dengan Cing lian?”
00000O00000
38
MENDENGAR nama tersebut, Ho Kee sian segera tertawa
terbahak-babak.
“Haaahh….haaah….haaahh….rupanya engkau, hei, kemana
larinya tua bangka hidung kerbaumu itu? Kenapa sudah
banyak tahun tak kelihatan batang hidungnya lagi?”

1463
Hawa kegusaran seketika menyelimuti wajah belasan orang
imam tersebut, bibir mereka bergetar seperti akan
mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut akhirnya diurungkan.
Melihat itu, Hoa In-liong kembali berpikir, “Anak murid Thian
Ik cu menang cukup tangguh dan tak boleh dianggap mainmain”
Bu jian toojin sendiri masih tenang seperti sedia kala,
ujarnya dengan lembut, “Suhu mengasingkan diri disuatu
tempat yang terpencil, beliau telah menitahkan kepada muridmuridnya
agar jangan membocorkan tempat pengasingannya,
sebab itu maafkanlah siau te bila harus membungkam”
“Anak muridnya saja sehebat itu, aku pikir Thian ki lo to
pasti jauh lebih tangguh daripada keadaan tempo dulu”
Ia menyapu sekejap kawanan imam tersebut lalu ujarnya
lagi, “Apakah kedatangan kalian untuk membantu Liong sauya
kami?”
Gepat cepat Hoa In-liong menimbrung dari samping,
“Kedatangan tootiang sekalian tentu ingin melenyapkan kaum
iblis dari Mo kau, aku bersedia membantu usaha kalian”
“Kedatangan pinto adalah untuk menerima perintah, lain
tidak!” ujar Bu jian Tootiang dengan wajah bersunguh
snngguh.
Kontan saja Ho Kee sian menengadah sambil tertawa
terbahak bahak.
“Haaahhh….haaahhh…. haaahhh…. itu baru bagus
namanya! Apalagi dalam pencarian harta di bukit Kiu ci san
tempo dulu, baik Thong-thian-kauw maupun Hong im hwe
sudah menerima banyak kebaikan dari Ji-kohya, tapi sewaktu

1464
pergi mengucapkan terima kasihpun tidak, tentu saja memang
sewajarnya kalau sekarang menjual nyawa buat Liong saunya”
Apa yang dipikirkan, dikatakan semuanya demi kepentingan
Hoa sauyanya, otomatis perkataannya juga penuju untuk
kepentingan Hoa In-liong seorang, ini membuat si anak muda
itu gelengkan kepalanya berulang kali.
“Apakah gurumu tiada bermaksud untuk turun gunung?”
tanyanya kemudian sambil tersenyum.
Bu jian toojin tertawa getir.
“Kecuali pinto gugur dalam pertempuran, kemungkinan
besar guruku eoggan untuk turun gunung lagi”
Melihat itu Hoa In-liong kembali berpikir, “Tampaknya ia
berniat mengorbankan jiwanya untuk memancing kembali
kemunculan gurunya, hal ini harus kujaga dan kuhindari….”
Sambil tersenyum ia berkata, Tahukah tootiang, bila
akupun mati dalam medan pertempuran, bagaimanapun jua
ayahku pasti akan muncul kembali dalam dunia persilatan”
Mula-mula Bu jian Too tiang agak tertegun, kemudian
katanya sambil tertawa, “Ji kongcu adalah tubuh emas yang
amat tinggi nilainya, mana boleh disamakan dengan pinto?”
“Aaah…. siapa bilang kalau manusia itu mempunyai
tingkatan? Apakah tootiang tidak merasa bahwa perkataanmu
keliru besar?” kata anak muda itu dengan dahi berkerut.
Bu jin toojin menggetarkan bibirnya seperti mau
membantah, tapi Hoa In-liong sebera menggoyangkan
tangannya berulang kali.

1465
“Jangan berbicara dulu tootiang” katanya, “apakah aku
boleh bertanya, menurut anggapan tootiang, keluarga Hoa
kami adalah manusia macam apa….?”
Jilid 37
BU JIAN TOOTIANG tertegun.
“Tentu saja keluarga Hoa adalah keluarga yang bijaksana
dan mengutamakan ditegakkannya keadilan dan kebenaran,
siapapun didunia ini tahu, masa aku tak tahu?”
Tanpa tedeng aling-aling Hoa In-liong mendesak lebih jauh,
“Kalau toh kalian sudah menganggap keluarga Hoa bukan
mendapat nama dengan menyusup atau mencuri, apakah
tootiang tidak merasa bahwa keputusan tootiang untuk
mengorbankan jiwa demi memancing kemunculan kembali
gurumu adalah suatu perbuatan yang menyinggung perasaan
kami? Hendak kau taruh kemana wajah keluarga Hoa kami?”
“Maksud ji-kongcu….”
“Aku hendak mengueapkan sepatah kata yang kurang
sedap lagi” tukas Hoa In-liong kembali, “jelek-jelek perguruan
kalian sudah mempunyai sejarah selama ratusan tahun,
dengan susah payah akhirnya berbentuklah suatu
perkumpulan besar apakah kalian berharap perguruan yang
dibangun dengan susah payah oleh sucoumu akan runtuh
akibat kehilangan banyak kekuatan intinya?”
Bu jian tootiang termenung sebentar, kemudian menjawab
dengan wajah serius, “Nasehat ji-kongcu memang benar dan
pinto mengakui kesalahan kami ini, kini pinto sekalian berdiam
di kuil Sam goan koan di selatan kota, bila kongcu ada urusan
penting, berilah kabar kepada kami”

1466
Hoa In-liong tahu kalau mereka sudah terlampau lama
hidup mengasingkan diri, kehidupan keduniawian membuat
mereka tak betah, karenanya ia tidak menahan lebih jauh,
rombongan itu dihantar sampai diluar penginapan dengan
senyuman dikulum.
Sekembalinya kedalam halaman, ia saksikan Ho Kee sian
sedang berdiri bergendong tangan sambil menyaksikan
gunung-gunungan serta bebungahan yang rusak oleh pedang
Hoa In-liong.
Ketika menjumpai anak muda itu telah kembali, ujarnya
dengan dahi berkerut, “Ilmu pedang dari Liong sauya masih
belum dapat mengejar kehebatan ji kohya tempo dulu.”
“Ilmu silat ayah memang libay sekali” jawab Hoa-In liong
sambil tertawa, “selama hidup aku memang tak sanggup
melampaui kehebatannya”
Setelah termenung sejenak, katanya kembali, “Empek Ho,
bagaimana kalau kau berdiam disini saja? Ruangan yang
kusewa besar sekali, belasan orang menginap disinipun tak
akan menjadi soal” Ho Kee sian memang ingin selalu berada
disamping Hoa In-liong, tentu saja ia menyanggupi tawaran
tersebut dengan cepat.
“Baik!” katanya sambil mengangguk.
“Kalau begitu menginaplah disini mulai hari ini!”
“Liong sauya” ujar Ho Kee sian setelah berpikir sejenak,
“kalau ruangan ini bisa muat belasan orang, bagaimana kalau
kita panggil tiga empat orang lagi untuk melayanimu?”

1467
“Memangnya kau anggap aku adalah bocah cilik?” seru Hoa
In-liong sambil tertawa geli.
Ho Kee sian tersenyum dan tidak menjawab dia ulapkan
tangannya lalu keluar dari rumah penginapan.
Hoa In-liong tidak menghantar kakek itu sampai dipintu, ia
menitahkan orang untuk memperbaiki kebun dan bunga yang
penuh bacokan pedang itu, dua tiga jam kemudian
pekerjaannya telah beres.
Tengah hari itu, Kongsun Peng mengajak sekawanan
pemuda mengunjungi Hoa In-liong di penginapan, mereka
berbincang-bincang hampir tiga jam lamanya sebelum mohon
diri.
Malamnya Ho Kee sian muncul kembali diiringi empat orang
jago bekas anggota Sin ki pang, rata-rata mereka berusia
enam puluh tahun.
Hoa In-liong segera menitahkan pelayan untuk menambah
pembaringan, suasana meujadi ribut, akhirnya begitu urusan
beres semua orangpun naik tempat tidur untuk beristirahat.
Keesokan haranya, ketika Hoa In-liong sedang berjalanjalan
dalam halaman, tiba-tiba ia menyaksikan pelayan muncul
sambil mengajak lima enam orang, sebelumnya memang
sudah berpesan bila ada orang datang berkunjung, tamunya
boleh langsung dibawah masuk.
Betapa gembiranya Hoa In-liong setelah menjumpai
tamunya itu, sebab empat orang pemuda gagah yang berjalan
dipaling depan tak lain adalah Coa Cong-gi, Yu Siau lam, Li
Poh seng dan Ko Siong peng, sedang dipaling belakang adalah
seorang kakek gagah berusia lima puluh tahunan, dia tak lain
adalah Kok Hong seng, pengurus rumahnya keluarga Coa.

1468
Meski gembira, diam-diam diapun curiga, pikir nya, “Aneh
kenapa Kok Hong seng ikut datang? Kenapa tidak nampak
adik Wi? Juga saudara Ek bong, kemana perginya….”
Kelima orang itupun merasa gembira sekali dapat berjumpa
dengan Hoa In-liong, Coa Cong-gi yang paling berangasan tak
bisa menahan diri lagi, ia memburu kedepan dan menarik
sepasang tangan pemuda itu.
“Saudara In liong!” serunya sambil tertawa, “aku telah aku
mengetahui kalau kau sedang memanggil angin menurunkan
hujan di kota Si ciu….”
Kontan saja Hoa In-liong tertawa tergelak.
“Haaahhh….haaahhh…. haaahhh…. perkataan saudara
Cong gi tidak cocok, kau musti tahu hanya bangsa dewa atau
siluman yang bisa memanggil angin menurunkan hujan. Siaute
toh bukan dewa ataupun siluman, nama mungkin bisa
mengundang angin memanggil hujan?”
“Hmm….! Memangnya kau anggap perbuatanmu itu bukan
mengundang angin memanggil hujan?” seru Coa Cong-gi
dengan mata melotot, se tiap orang persilatan yang ada
didunia telah bertumplek di kota Si-ciu, kalau bukan
mengundang angin memanggil hujan lantas apa namanya?”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, keempat
orang itu sudah berkerumun kedepan, Hoa In-liong tak
sempat bergojek terus, dia buru buru menjura sambil tertawa.
“Saudara-saudara sekalian, Kok congkoan, baik-baikkah
kalian selama ini….?”
Ko Siong peng tertawa.

1469
“Adik In liong, kau musti tahu, sepanjang perjalanan kami
menuju kemari, yang kami dengar hanya kata-kata sanjungan
orang terhadap kehebatanmu, semua orang merasa kagum
oleh keberanian Hoa ji kongcu, yaa, tindakanmu inii boleh
dibilang telah menggetarkan seluruh kolong langit, tentu saja
namamu juga ikut tersohor sampai dimana-mana”
Dengan kening berkerut Hoa In-liong menggeleng.
“Pohon yang terlalu besar hanya akan menimbulkan angin,
nama yang terlalu terkenal cuma mendatangkan bencana,
kalau bukan keadaan yang memaksa tak mungkin siaute
melakukan semua perbuatan ini di kota Si ciu”
“Lantas apa yang memaksa kau berbuat demikian?” tanya
Yu Siau lam dengan perasaan ingin tahu.
“Biar aku saja yang menebak” sela Li Poh seng, “bila
dugaanku tidak keliru, tentunya adik In liong sedang
mamancing perhatian umat persilatan terhadap gerak-gerik
ketiga buah perkumpulan besar itu bukan? Tentunya kau
kuatir mereka disergap atau ditunggangi oleh unsur-unsur
jahat tersebut sehingga kena dilenyapkan dari muka bumi,
bukan demikian?”
Hoa In-liong tersenyum.
“Aaah…. aku berbuat demikian tak lain untuk memperbaiki
posisi pihak kita yang sudah kian terdesak saja, asal kita
terjaga jaga di kota Si ciu, maka andaikata pihak Hian-bengkauw,
Kiu im kau dan Mo kau sungguh-sungguh berani datang
menyerang, bukan saja kita dapat menghajarnya sampai
kepala pusing, selain itu kitapun dapat memperbaiki posisi kita
menjadi jauh lebih menguntungkan”

1470
“Tepat sekali!” seru Coa Cong-gi sambil tertawa, “kita dapat
menghajar mereka sampai terbirit-birit dan seorangpun jangan
dikasih tetap tinggal hidup”
Hoa In-liong tersenyum, tiba-tiba ia melihat seorang
pelayan sedang menguber seorang pengemis kecil yang
mengenakan baju compang camping, melihat itu dia lantas
berteriak, “Berhenti!”
“Hei mau apa kamu?” seru Coa Cong-gi keheranan, “masa
seorang pengemis kecilpun ikut membasmi iblis?”
Hoa In-liong telah menduga kalau pengemis kecil itu
disuruh Cia Yu cong untuk menyampaikan kabar, ia lantas
menggape seraya berseru”
“Saudara cilik, kemarilah!”
Pengemis kecil itu lari kedepan, pelayan tersebut ingin
menghalangi tapi gagal, terpaksa ia berteriak.
“Siau gau ji, tunggu sebentar, apa hakmu memasuki
tempat seperti ini….?”
Sambil memburu kedepan ia berusaha menangkap bahu
pengemis kecil itu, tapi dengan cekatan pengemis tersebut
berkelit kesamping, lalu sambil membelalakkan matanya ia
berseru, “Kau jangan terlalu memandang rendah diriku, apa
tidak kau lihat kalau orang lain menganggap aku sebagai tamu
terhormat ? Kalau tidak begitu mana aku berani masuk?”
Hoa In-liong tertawa lebar, sambil mengulapkan tangannya
kepada sang pelayan serunya, “Saudara cilik itu adalah
seorang tamu kehormatan, biarlah dia kemari!”

1471
Pelayan itu agak tertegun, tapi akhirnya ia berlalu juga
meski sembari menggerutu.
Betapa bangganya pengemis cilik itu, kepada pelayan tadi
teriaknya dengan lantang, “Hei, coba lihat! Bagaimana?”
Sementara itu Hoa In-liong telah mengamati wajah
pengemis cilik itu, kemudian sapanya dengan ramah, “Saudara
cilik, apakah kau bernama Siau gou ji? Apakah seorang loya
she Cia yang menyuruh kau datang?”
Pengemis cilik itu agak tertegun, lalu menggelengkan
kepalanya.
“Bukan! Aku disuruh orang Tan toaya menyampaikan
sepucuk surat!” sahutnya.
Setelah berhenti sebsntar, ia menambahkan, “Yaa, benar!
Akulah Siau gou ji”
Sewaktu mengucapkan nama tersebut, lagaknya luar biasa,
seakan-akan dia adalah seorang yang tersohor namanya
dikolong langit.
“Masakah dugaanku keliru?” pikir Hoa In-liong,
Dalam pada itu Coa Cong-gi telah tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh….haaah….haaahhh….Siau gau ji? Kenapa belum
pernah kudengar nama ini?” godanya.
Dengan gemas Siau gau ji melotot beberapa kejap kearah
Coa Cong-gi, lalu balas ejeknya, “Memangnya namamu pernah
kudengar?”

1472
“Kau toh belum tahu siapa namaku, darimana kau tahu
kalau namaku belum pernah kau dengar?”
“Aaaa…. pokoknya aku tahu kau toh bukan Ji-kongcu dari
keluarga Hoa? Jelas namamu belum pernah kudengar”
Yu Siau lam tersenyum.
“Dari mana kau tahu kalau dia bukan ji-kongcu? Kau tahu
siapakah diantara kami yang merupakan ji-kongcu?” katanya.
“Huuuh….masa Hoa ji-kongcu macam dia, nyentrik, jelek
dan seperti orang bloon?” sambil menuding kearah Hoa Inliong
ia berkata lebih jauh, “sudah rasti dialah Jiya dari
keluarga Hoa, hmm….hmm…. coba lihat Jiya dari keluarga
Hoa ini, yaa ganteng, yaa sopan, yaa pintar….”
Tiba-tiba ia terbungkam, rupanya pengemis itu kehabisan
bahan untuk mengampak.
“Hei bocah busuk, pandai betul kau mengampak!” ejek Coa
Cong-gi sambil tertawa tergelak.
Hoa In-liong pun mengetahui kalau Siau gou ji adalah
seorang bocah yang cerdik, terutama sepasang biji matanya
yang mengerling lincah, segera pikirnya;
“Tempo dulu paman Ngo siok juga begini keadaannya, tapi
sekarang dia adalah seorang jagoan yang hebat”
Tiba-tiba timbul perasaan simpatiknya terhadap bocah itu,
katanya kemudian sambil tertawa, “Saudara cilik, ada kabar
apa?”
Pengemis cilik itu merogoh sakunya yang berlubang dan
mencari setengah harian lamanya, ketika dicabut kembali

1473
ternyata tangan itu hampa, ia lantas menggaruk-garuk
kepalanya yang tak gatal sembari mengomel, “Aduuuh celaka!
Jangan-jangan hilang….”
“Hilang?” jerit Coa Cong-gi terkejut.
Sebaliknya Hoa In-liong segera terbahak-bahak.
“Haaahhh….haaah….haaahh….lepaskan sepatumu!”
perintahnya, Siau gou ji kelihatan kaget, cepat cepat serunya,
“Aaah…. betul! Betul! Kenapa aku tidak berpi kir sampai
kesitu?”
Kok Hong-seng, Yu Siau lam dari Li Poh seng ikut
memperhatikan sepatu Siau gou ji, betul juga sepatu itu masih
baru, tak mungkin dikenakan oleh manusia semacam itu,
tanpa terasa mereka tersenyum penuh arti.
Siau gou ji berjongkok dan membuka sepatu barunya, betul
juga disana terdapat selembar lipatan kertas, dengan
sepasang tangannya kertas itu diangsurkan kehapadan Hoa
In-liong, katanya dengan wajah murung sekali, “Hoa jiya….”
“Mau apa kau?” tegur Hoa In-liong sambil tertawa
cekikikan.
“Tan toaya bilang, bila berita ini sudah disampaikan, Hoa
kongcu tentu akan memberi hadiah kepadaku”
“Kalau cuma itu, kenapa tidak kau keluarkan surat itu sejak
tadi?” seru Ko Siong peng sambil tertawa.
Merah padam selembar wajah Siau gou ji, saking
jengahnya dia sampai gelagapan dan tak mampu
mengucapkan sepatah katapun.

1474
“Kau masih belum cukup pintar” kata Hoa In-liong sambil
tertawa, “dengan kemampuan seperti itu masa hendak
mengadu kepandaian denganku? Angkat dulu diriku sebagai
gurumu, dan belajar sepuluh tahun lagi….”
“Lalu sambil berpaling ke arah Kok Hong seng lanjutnya,
“Kok Koankeh, dapatkah kau melayani sejenak keperluan
saudara cilik ini?”
Kok Hong seng telah menganggap pemuda ini sebagai
calon Kohya dari keluarga Coa, mendengar perkataan itu ia
lantas tertawa.
“Apa perintah ji kongcu, harap utarakan saja” katanya.
Semenjak rahasianya dibongkar Hoa In-liong, Siau gou ji
dibuat tak tenang hatinya, waktu itu ia sudau siap-siap
mengambil langkah seribu.
Tiba-tiba Hoa In-liong memanggilnya lagi, bahkan sambil
membelai rambutnya yang kusut dan kotor ujarnya, “Saudara
cilik, bila kau suka, bagaimana kalau tinggal saja bersamasama
kami?”
Termenung sebentar Siau gou ji sesudah mendengar
perkataan itu, tiba-tiba matanya menjadi merah, bibirnya
terbuka seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun
suaranya seperti tersumbat dalam tenggorokan, tak sepotong
perkataanpun yang sanggup diucapkan.
Tapi akhirnya ia toh manggut-manggut juga, meski sejenak
kemudian kembali menggeleng.
“Mei, monyet kecil! Tahukah kau bahwa tawaran ini
merupakan suatu rejeki besar bagimu?” pekik Coa Cong-gi
dengan wajah tercengang.

1475
Siau gou ji tertunduk sedih, katanya sambil menahan
sesenggukan, “Aku tak pantas menerima kebaikan ini, mana
kotor mana goblok lagi, aku hanya membuat orang menjadi
jemu saja”
“Aaaah…. tak usah terlampau rendah diri” hibur Hoa Inliong
dengan lembut, “dulu akupun begini juga keadaannya,
tak menjadi soal”
Dia lantas mengulapkan tangannya kepada Kok Hong seng
dan menitahkannya untuk membantu pengemis itu berganti
pakaian, membersihkan badan dan mengisi perut.
Li Pon seng yang menjumpai hal itu diam-diam
mengerutkan dahinya, lalu berkata, “Pertarungan terbuka
sudah menjelang didepan mata, mau apa kau menyeret
seorang bocah yang tak pandai bersilat untuk turun serta
dalam pertikaian ini? Tidak pantas rasanya….”
Hoa In-liong tertawa.
“Siau gou ji adalah seorang anak yang pintar, terlalu
sayang kalau bocah seperti ini dipendam bakatnya, karena itu
aku ingin menghadiahkan kepada paman Ngo siok sebagai
muridnya”
Kemudian kertas itu diambil dan dibawa isinya, terlihat
surat itu berbunyi demikian, “Semalam, seorang gadis cantik
jelita yang membawa tongkat kepala setan dengan memimpin
banyak orang menginap di perkampungan keluarga Cho di
barat laut kota, pagi ini Tang kwik Siu memimpin belasan
orang menginap di kebun keluarga Chan yang sudah tak
terpakai diluar kota, sedang dirumah penginapan keluarga
Ong diutara kota agaknya dihuni pula seorang gadis baju
hitam serta pelayannya”

1476
Dibawah surat itu tertera nama “Cia Yucong”
“Rupanya dia yang memberi kabar” pikir Hoa In-liong
kemudian, “kalau diingat kembali bahwa pertama dia adalah
orang yang punya nama, kedua jasanya terlalu banyak, tak
mungkin dia akan berhubungan langsung dengan seorang
pengemis cilik, ehmm….! Cara kerja orang ini boleh juga,
mana teliii mana hati-hati lagi….tak malu dinamakan orang
yang berpengalaman”
“Eeeh….coba aku lihat, apa yang ditulis itu? Siapa yang
menulis?” seru Coa Cong-gi tiba-tiba dengan tak sabar.
Hoa In-liong menyerahkan surat itu kepada Coa Cong-gi,
lalu katanya dengan tertawa, “Orang yang menulis surat ini
adalah seorang jagoan tersohor di wilayah utara, dia bilang
Bwe Su yok maupun Tang kwik Siu telah berdatangan semua,
entah Seng To cu berada dimana sekarang?”
“Haaahhh….haaahhh….haaahhh….bagus sekali!” Coa Conggi
terbahak-bahak, “Kalau semua keramaian sudah berdatangan,
maka kita boleh bekerja dengan sepuas-puasnya,
ganyang saja mereka semua sampai bertobat-tobat….”
“Hei, jangan kau anggap semua urusan bisa diselesaikan
secara gampang….”
“Lantas apakah adik In liong sudah mempnnyai rencana
yang bagus untuk menghadapi musuh?” tanya Li poh seng.
“Rencana apa? Paling-paling cuma menghadapi perubahan
situasi dengan segala kemampuan yang dimiliki”
Setelah berhenti sebentar, sambil tertawa getir lanjutnya,
“Yang paling penting, walaupun jumlah sahabatku terlalu

1477
banyak tapi tak seorangpun yang sanggup menghadapi
kelihayan Tang kwik siu, bila kita main kerubut, sekalipun
musuh bisa kita bereskan, kerugihan dipihak kita pasti amat
besar apalagi….”
“Aaah….jangan terlalu mengunggulkan kehebatan orang
lain” teriak Coa Cong-gi penasaran, “kata kongkong, kau pasti
sanggup mengalahkan setan tua itu”
Dengan cepat Hoa In-liong menggelengkan kepalanya
berulang kali.
“Lain kali mungkin saja bisa, tapi sekarang masih
ketinggalan jauh sekali”
Kembali Coa Cong-gi menggetarkan bibirnya seperti hendak
mengucapkan sesuatu, tapi Hoa In-liong sudah terlanjur
berpaling ke arah Yu Siau lam sambil bertanya, “Apakah
empek dan bibi sudah ada kabarnya?”
Yu Siau lam menjadi sedih, tapi sikapnya masih tenang.
“Belakangan ini aku belum mendapat kabar apa-apa”
sahutnya, “jadi aku tak tahu bagaimana kah perlakuan orangorang
Hian-beng-kauw terhadap mereka berdua”
Terdengar Coa Cong-gi berseru, “Sebetulnya aku sudah
mengusulkan, lebih baik kita satroni saja bukit Gi bong san,
semua orang mendukung usulku ini, anehnya justru dia yang
tidak setuju….coba kau pikir, mengherankan tidak?”
Hoa In-liong membatin, “Saudara Siau lam berbuat
demikian tentu dimaksudkan untuk melindungi keselamatan
semua orang, ketenangan semacam ini tak mungkin bisa
dilakukan orang lain, aai….bisa dibayangkan betapa pedih
perasaannya”

1478
Sambil menghela napas katanya kemudian, “Orang baik
selalu dilindungi Thian, semasa hidupnya empek dan bibi
selalu beramal bagi kesejahteraan manusia, Thian pasti akan
melindungi keselamatannya, tak usah kuatir saudara Siau lam”
Yu Siau lam manggut-manggut, katanya dengan suara
dalam, “Kau tak usah mencabangkan pikiran untuk
memikirkan persoalan itu, pusatkan saja semua perhatianmu
untuk bertempur melawan tiga perkumpulan besar”
Diam-diam Hoa In-liong menghela napas.
“Kemana perginya saudara Ek hong….”ia berbisik
kemudian.
Li Poh seng ikut bersedih hati, jawabnya.
“Sampai kini saudara Ek hong masih belum diketahui
jejaknya, hal ini memang cukup membuat orang merasa
gelisah”
Hoa In-liong termenun tidak menjawab, meskipun timbul
kecurigaan dalam hatinya karena peristiwa antara Wan Ek
hong dengan Coa Wi-wi, namun ia merasa kurang baik untuk
mengutarakan persoalan itu secara terbuka, hanya secara
diam-diam ia berpikir, mungkinkah Wan Ek hong tak mau
munculkan diri karena tak senang hati lantaran perkataan dari
Coa Wi wi itu?
Tiba-tiba Coa Cong-gi bertanya, “Tahukah kau kenapa
adikku tidak datang?”
Hoa In-liong memang ingin menanyakan persoalan itu,
karenanya cepat-cepat ia mengangguk.

1479
“Adikku telah pergi ikut kongkong, kata kongkong dia
hendak bersemedi disuatu tempat yang terpencil untuk
memulihkan kembali tenaga dalamnya, selain adikku, Cia In
juga ikut….”
“Bagaimana keadaan kongkong?” jerit Hoa In-liong dengan
wajah berubah hebat.
Coa Cong-gi mengerutkan dahinya.
“Kau tak perlu kaget dan tercenung, kongkong bilang
keadaannya tidak apa-apa”
Hoa In-liong kembali berpikir sesudah mendengar
perkataan itu, “Dengan kelapangan dada kongkong, sekalipun
didunia ini terjadi peristiwa besar, ia selalu memandangnya
secara tawar, tentu saja keadaannya tidak seenteng apa yang
dikatakan….”
Tentu saja apa yang menjadi beban pikirannya tak sampai
diucapkan keluar, ia coba berpaling, dilihatnya Yu Siau lam, Li
Poh-seng maupun Ko Siong peng sedang berdiri me1ongo,
agaknya mereka masih belum mengetahui tentang tindakan
Goan cing taysu yang membantu menyempurnakan tenaga
dalamnya dengan ilmu Wan kong-koan teng tersebut.
Ia termenung sebentar, akhirnya ia merasa ada baiknya
jangan membicarakan persoalan itu.
Tiba-tiba Coa Gong gi berkata lagi.
“Oya, kongkong menitahkan kepadaku untuk
menyampaikan sepatah kata kepadamu!”
“Apa kata kongkong?”

1480
“Kongkong bilang, hati yang bijaksana adalab hati Buddha,
dengan dasar hati yang bijaksana, kau boleh melakukan
apapun juga, cuma meski kecerdikanmu cukup namun
kebesaran jiwa dan kelembutan hatimu masih ketinggalan
jauh, maka kongkong menasehati kepadamu agar lebih
banyak melatih diri”
Hoa In-liong mengangguk.
“Nasehat dari dia orang tua akan selalu terukir dalam
hatiku” sahutnya.
Mendadak Coa Cong-gi tertawa tergelak, katanya.
“Haaahhh….haaahhh….haahhh….padahal aku selalu
berangggapan kalau kebajikan dan kelembutan hatinya
terlampau berlebihan, watak semacam itu tidak cocok dengan
perasaanku. Aaai….! Coba kalau menurut watakku, mau pukul
segera pukul, mau berkelahi segera berkelahi, buat apa
membicarakan soal kelembutan hati segala?”
“Kontan saja semua orang tertawa tergelak mengiringi
ucapannya yang cukup kocak itu.
Tiba-tiba seseorang mneanggapi sambil tertawa lantang,
“Tepat sekali perkataan itu, memang sudah seharusnya
begitu! Memang sepantasnya begitu!”
“Dari balik pintu ruang samping muncul Ho Kee sian yang
berjalan menghampiri sambil tertawa tergelak.
“Siapa kau?” seru Coa Cong-gi cepat.
“Dia adalah empek Ho dan beraama Kee sian” Hoa In-liong
mem perkenalkan simbil tertawa “dulu ia lebih dikenal orang
sebagai Tangan sakti pembalik….”

1481
“Cukup, cukup” tukas Ho Kee sian tertawa, “apa gunanya
Liong sauya menyinggung kembali soal julukan perampokku
dimasa lalu?”
Hoa In-liong tersenyum, ia lantas perkenalkan kedua belah
pihak, kemudian beberapa orang itu masuk ke ruang tengah
dan duduk tanpa urutan siapa tuan rumah siapa tamu, dan
pembicaraanpun segera berlangsung.
Hoa In-liong coba menanyakan tempat pengasingan Goan
cing taysu dan Coa Wi wi serta berapa lama waktunya, siapa
tahu Coa Cong-gi sendiripun tidak tahu, ini menyebabkan soal
tersebut sementara waktu harus ditunda lebih dulu,
kendatipun hatinya amat kangen.
Malam itu, Coa Cong-gi sekalian menginap di sana, untung
halaman yang disewa In liong sangat luas, bukan saja ada
ruang tamunya, ada kamar tidurnya ada pula kamar bacanya,
disitulah Kok Hong seng dan Siau gou ji menginap malam itu”
Tengah malam seorang diri Hoa In-liong melayang keluar
dari penginapannya menuju penginapan Ong keh di utara
kota.
Rumah penginapan itu jauh lebih kecil bentuknya daripada
rumah penginapan “Thian-hok”, disana tak ada halaman
tersendiri yang disewakan kamar kelas satupun cuma terdiri
dari lima bilik, suasana gelap gulita tiada cahaya.
Dalam suratnya Cia Yu cong tidak menerangkan Si Leng jin
dan pelayannya menginap dikamar yang mana, tapi Hoa Inliong
menduga mereka tentu memilih ruangan yang terpencil.

1482
Maka sesudah termenung sebentar, timbul ingatan dalam
benak anak muda itu untuk menimbulkan suara, ia
beranggapan andaikata berbuat demikian dua orang itu tentu
akan segera munculkan diri.
Tapi sebelum rencananya dilaksanakan, dari balik sebuah
kamar tiba-tiba berkumandang suara helaan napas panjang
serta suara langkah kaki yang berisik, disusul kemudian ia
saksikan sesosok bayangan ramping muncul dari balik jendela
secara lamat-lamat.
Satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan suatu
gerakan secepat sambaran kilat ia menerobos masuk lewat
jendela.
Kamar itu memang gelap, tapi tidak menjadi batangan bagi
Hoa In-liong yang mempunyai ketajaman mata bagaikan kilat,
ia sudah menyaksikan seorang gadis berbaju hitam yang
berhidung mancung, berbibir mungil dan menyoren sebilah
pedang pendek di-pinggangnya berdiri dalam ruangan itu,
gadis itu bukan lain adalah gadis baju hitam yang pernah
dijumpai baik dalam gedung keluarga Suma maupun dibukit
Ciong san.
Ketika mendengar suara berisik berasal dari jendela,
dengan terkejut gadis baju hitam itu memutar badannya,
cahaya tajam berkilauan dan tahu-tahu pedang pendeknya
sudah diloloskan.
Hoa In-liong terbahak-bahak, sambil maju kemuka
memberi hormat katanya, “Bila kedatangan telah mengganggu
ketenangan nona, harap sudilah dimaafkan”
Nona berbaju hitam itu tidak nampak terkejut meski
bertemu dengannya, malah sekilas perasaan girang menghiasi
wajahnya, sambil masukkan pedangnya kedalam sarung

1483
tegurnya dengan dingin, “Tengah malam buta begini, mau apa
kau datang kemari?”
“Aaah….! Kalau dilihat dari caranya bersikap mungkin ia
sudah menduga akan kedatanganku” pikir Hoa In-liong.
Sambil tertawa ringan diapun berkata, “Sehari tidak
bertemu bagaikan berpisah tiga tahun, terutama setengah
tahun belakangan ini, hatiku benar-benar merasa gundah dan
tidak tenang, karenanya bila dalam tindakanku kurang hormat
harap nona suka memaafkan”
Merah padam selembar wajah nona baju hitam itu, bibirnya
mencibir seperti hendak mengucapkan sesuatu, namun jengah
untuk diutarakan keluar.
Mendadak dari arah pintu kedengaran suara manusia
berkumandang, disusul suara Si Nio menegur, “Nona, siapa
yang datang?”
“Kau tak usah turut campur, sana, pergi tidur!”
“Apakah bocah buyung she Hoa yarg telah datang?” Si Nio
kembali bertanya.
Hoa In-liong terbahak-bahak mendengar perkataan itu.
“Haaahhh….haaahh….haaahhh….pujian saudara hanya
membuat aku menjadi malu saja”
“Bagus kekali perbuatanmu….” si nona baju hitam menjerit.
“Kraaaaakkk….! tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Si Nio
yang berwajah penuh codet dan bekas bacokan itu sudah
muncul sambil melototi Hoa In-liong dengan mata tajam.

1484
“Mundur dari sini!” bentak nona baju hitam itu dengan
perasaan tak senang hati.
“Tapi, dia….” dengan perasaan ragu-ragu Si Nio menuding
kearah Hoa In-liong.
Paras muka si nona baju hitam itu makin mengerikan,
dengan gusar teriaknya lagi, “Masa perkataanku pun tak mau
kau turuti? Memangnya kau sudah tidak menganggap diriku
sebagai majikanmu lagi?”
Si Nio tercenung sesaat lamanya, kemudian setelah melotot
sekejap Hoa In-liong dengan gemas, selangkah demi
selangkah ia mengundurkan diri dari situ.
Dengan lemah gemulai nona baju hitam itu maju kemuka
dan menutup kembali pintu kamar. Hoa In-liong tersenyum,
katanya kemudian, “Jika dilihat dari sikapnya yang begitu
garang, waah rupanya dia hendak menelanku hidup-hidup bila
aku berbuat kurang menguntungkan atas diri nona”
“Berbicara dari ilmu silat yang dimiliki kongcu, bukankah
tindakan itu sama artinya dengan mencari kematian buat diri
sendiri?”
“Haahh….haahhh….haaahhh…. nona Si….”
Hoa In-liong tertawa tergelak, tiba-tiba ia meralat
panggilannya, “mungkin nona merasa heran bukan darimana
aku bisa tahu nama nona?”
Nona baju hitam itu mencibirkan bibirnya, “Huuuh….
apanya yang aneh, paling-paling kau bisa menebaknya karena
Si Nio juga berasal dari keluarga Si”

1485
“Tapi aku mengetahui juga kalau nona bernama Leng jin,
apakah nona tidak tercengang?” kata Hoa In-liong lagi sambil
tertawa.
“Betul juga, nona berbaju hitam itu menunjukkan perasaan
tercengang, tapi sesaat kemudian dengan suara hambar ia
berseru, “Jadi kau sudah berjumpa dengan budak itu?”
“Rupanya antara dia dengan nona baju putih itu
mempunyai hubungan permusuhan yang dalam” batin Hoa Inliong.
Sementara itu Si Leng jin, si nona baju hitam itu sudah
mendekati meja lalu mengeluarkan korek api dan bermaksud
menyulut lampu lentera yang ada dihadapannya.
Sebelum lentera itu disulut, Hoa In-liong telah merampas
korek api tadi dan memadamkannya kembali.
“Hei apa maksudmu?” teriak Si Leng jin dengan gusarnya.
“Coba nona terka” Hoa In-liong masih tersenyum.
Si Leng jin tidak langsung menjawab, diam-diam pikirnya,
“Hoa In-liong adalah orang yang tidak jujur, jangan biarkan
dia melakukan perbuatan yang kurangajar….”
Tiba-tiba perasaannya bergetar keras, tanpa sadar ia
meraba gagang pedangnya dan pelan-pelan mengundurkan
diri ke belakang.
Dari sakunya Hoa In-liong mengeluarkan sebuah kipas
bergagang emas, lalu sambil menggoyangkannya ia berkata,
“Nona tak usah kuatir, aku hanya merasa bahwa cahaya
bintang dan rembulan sudah cukup menerangi seluruh jagad,

1486
buat apa kita musti memasang lampu? Tak usah kuatir, aku
tidak bermaksud apa-apa”
“Tapi ruangan ini gelap gulita” teriak Si Leng jin gusar,”
tidakkah kau merasa bahwa perbuatanmu ini….”
Sebenarnya ia hendak berkata bahwa laki dan perempuan
yang tak ada ikatan tak pantas berada dalam satu ruangan,
tiba-tiba gadis itu merasa malu untuk mengucapkannya, tentu
saja perkataanpun terhenti ditengah jalan.
Hoa In-liong masih tetap tenang, seakan-akan tak pernah
terjadi suatu kejadian apapun, ia coba memperhatikan
suasana dalam ruangan, ternyata kecuali sebuah
pembaringan, sebuah meja dan dua buah kursi tak ada barang
lainnya.
Setelah duduk, ia menuding kursi yang lain dengan
kipasnya sambil berkata, “Nona silahkan duduk pula!”
“Lebih baik aku berdiri saja, kau tak usah banyak urusan”
tukas Si Leng jin ketus, bahkan berdiri makin menjauh.
Hoa In-liong tidak berbicara lagi, dia menggoyangkan
kipasnya dan berkata lagi, “Begitu nona tahu kalau aku
mengetahui nama nona, kau segera mengatakan kalau
muridnya Hian-beng-kauwcu yang memberitahukan ke
padaku, itu berarti orang yang mengetahui nama nona pasti
teramat sedikit sekali….”
“Tentu saja jauh ketinggalan bila dibandingkan kepopuleran
Hoa ji-kongcu yang tersohor dimana-mana” tukas Si Leng jin.
“Anehnya, kenapa kau tidak mengatakan kalau aku telah
bertemu sendiri dengan Hian-beng-kauwcu? Aku rasa kaucu
itu pasti mengenal diri nona bukan….?”

1487
Ketika menyinggung soal Hian-beng-kauwcu, tiba-tiba dari
balik mata Si Leng jin yang bening memancar keluar rasa
benci yang tebal, katanya lantang, “Kalau eugkau bertemu
dengannya memang dianggap sekarang kau bisa duduk
dengan tenang di sini?”
“Itu berarti dia mempunyai dendam kesumat dengan Hianbeng-
kauwcu” pikir Hoa In-liong.
Sementara diluaran katanya, “Ooo….benarkah Hian-bengkauwcu
adalah manusia yang demikian lihaynya?”
“Hmmm….! Sampai waktunya bila kau bertemu dengannya,
maka kau akan mengetahui dengan sendirinya”
Tiba-tiba Hoa In-liong menyimpan kembali kipasnya,
kemudian dengan wajah serius berkata, “Nona, aku yakin apa
yang kau ketahui tentu banyak sekali, bila kau bersedia
memberi petunjuk, aku pasti akan membalas budi kebaikanmu
itu….”
“Kalau aku enggan menjawab?” tanya Si Leng jin sambil
mencibirkan bibirnya.
“Aku tahu nona pasti mempunyai kisah pengalaman yang
menyedihkan hati, sedang perbuatan inipun hanya akan
mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak, masa
nona tidak bersedia melakukannya dengan senang hati….?”
“Yaa, betul! Justru aku memang tak senang hati”
Hoa In-liong mengerutkan dahinya serta menunjukkan
perasaan tak senang hati, ia berpikir, “Dengan maksud baik
aku memohon bantuanmu, tapi kau malah menolak dengan

1488
cara yang begini kasar, tidakkah kau merasa bahwa perbuatan
ini sangat keterlaluan?”
Sementara itu Si Leng jin telah berkata lagi, “Walaupun aku
berdua memiliki ilmu silat yang rendah, meskipun kami cuma
dua orang yang tak berguna, tapi selamanya tak pernah
tunduk oleh pengaruh kekuatan”
“Oooh….rupanya dia adalah seorang nona yang tinggi hati
dan tak suka menerima bantuan orang” pikir Hoa In-liong.
Berpikir sampai disitu, ia lantas tersenyum dan berkata lagi,
“Kalau begitu, bagaimana kalau anggap saja aku yang
memohon kepada nona?”
Si Leng jin tertegun, bibirnya bergetar keras namun tak
sepatah katapun yang terlontar keluar.
“Nona….” kembali Hoa In-liong berkata dengan suara
berat.
“Kraaaakk….!” tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Si Nio
muncul kembali dalam ruangan tersebut.
Ia langsung menghampiri Si Leng jin, kemudian serunya
dengan cemas, “Nona, kabulkanlah permintaannya!”
Si Leng jin menunduk dan memandang permukaan lantai
dengan termangu, sahutnya, “Dulu engkau yang ngotot
menolak hal ini, sekarang engkau juga yang menyetujuinya,
tidak, tidak bisa!”
Si Nio tertegun.
“Tapi….tapi….aku berbuat demikian kan demi kebaikan
nona….” serunya tergagap.

1489
“Tidak!” tukas Si Leng jin ketus.
Tiba-tiba ia memutar badannya menghadap kearah dinding,
bahunya bergetar keras menahan isak tangisnya.
Si Nio menjadi gelagapan dibuatnya, ia memandang
majikannya seperti orang kebingungan.
“Nona Si masih belum puas?” Hoa In-liong berkerut kening.
“Kau cengar-cengir sedikitpun tidak menunjukkan
keseriusan, siapa yang mau menyanggupi tawaranmu?” jawab
Si Leng jin tanpa berpaling.
Begitu ucapan tersebut diutarakan, tak tahan lagi
meledaklah isak tangisnya yang memedihkan hati.
“Keras kepala amat nona ini….bocah yang terlampau tinggi
hati beginilah keadaannya” pikir anak muda itu, diapun
tersenyum.
“Menurut nona, lantas apa yang musti kita laku
kan….?”tanyanya kemudian.
Sambil menghadap terus ke dinding kata Si Leng jin, “Bila
aku tak mau menjawab, sudah tentu Hoa kongcu pun tak mau
perjalananmu sia-sia belaka, bukankah kaupun akan menahan
marah terus?”
Kerena perkataan itu diucapkan sambil sesenggukan, maka
meskipun hanya dua tiga patah kata saja, namun
membutuhkan waktu setengah harian lamanya.
Tergelaklah Hoa In-liong karena geli.

1490
“Aaah…. rupanya nona telah melukiskan diriku sebagai
seorang iblis sesat saja, baiklah! Kalau kau beranggapan
demikian, apa boleh buat? Terpaksa aku harus mengundurkan
diri dengan perasaan hati yang sangat kecewa”
Si Leng jin termenung beberapa saat lamanya, ia seperti
lagi berpikir, tiba-tiba ujarnya, “Kalau memang begitu, kau
harus bersumpah dulu sebelum aku menceritakan keadaan
yang sesungguhnya”
Sambil berkata pelan-pelan ia memutar kembali tubuhnya.
Air mata masih membasahi pipinya, nona itu kelihatan amat
bersedih hati dan bikin hati orang iba saja hatinya, cukup
mengge-tarkan perasaan siapapun jua.
Sekalipun sedang marah, lembek juga perasaan Hoa Inliong
setelah menyaksikan keadaan itu, ia berpikir,
“Aaaai….walaupun kekuatan dua orang ini terlalu minim,
namun kesombongan serta keras kepala mereka luar biasa
sekali, bagaimanapun juga sudah sepantasnya kalau kubantu
usaha mereka”
Berpikir sampai disitu, dia lantas tertawa getir dan berkata,
“Nona, buat apa kau terlalu memaksa orang lain? Ketahuilah,
aku bersedia membantumu karena timbul dari sanubariku,
buat apa kau memaksa aku untuk bersumpah pula?”
Tiba-tiba Si Nio mengundurkan diri dari situ, kemudian
merapatkan kembali pintu ruangan.
“Baiklah” kata Si Leng jin kemudian, “akan kuceritakan apa
yang kuketahui, cuma tidak terlalu banyak yang bisa
kuterangkan, mungkin saja kau akan kecewa, tapi hakekatnya
aku tidak akan menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu,
percayalah!”

1491
“Untuk berterima kasihpun sudah tak sempat, mana aku
berani mencurigai nona?” cepat cepat Hoa In-liong memberi
hormat.
“Mari kita bercakap-cakap diluar kota saja!” ajak si nona
kemudian sambil membesut air mata.
Ia menjejakkan sepasang kakinya siap menerobos keluar
lewat daun jendela.
Tentu saja Hoa In-liong tahu, ia berbuat demikian karena
kuatir dibalik dinding ada telinganya, sambil tersenyum ia
menghalangi, katanya, “Aku rasa tempat inipun cukup baik,
buat apa kita musti berpayah payah makan angin malam di
luar kota?”
Dia membuat api dan menyulut lampu lentera yang ada
dimeja.
“Ditempat ini juga?” kata Si Leng jin sambil memutar
badan.
“Yaa!” Hoa In-liong tertawa, “buat apa nona musti banyak
menaruh curiga?”
Kontan saja Si Leng jin tertawa dingin.
“Heeehhh….heeehhh….heeehhh…. Hoa kongcu, kau
anggap kepandaian silatmu sudau mencapai tingkatan yang
tinggi sehingga setiap musuh yang mendekati tempat ini dapat
kau temukan?”
“Hmmm….yang lain tak usah dibicarakan, cukup berbicara
soal jago-jago dalam Hian-beng-kauw, jago lihay yang lebih

1492
hebat dari kongcu mungkin puluhan orang banyaknya, kau
anggap kepandaianmu sanggup mengalahkan mereka?”
Sekalipun mengomel terus, toh nona itu duduk juga.
“Oooh…. begitu banyakkah jago lihay dari Hian-bengkauw?”
kata Hoa In-liong kemudian dengan dahi berkerut.
“Jadi Hoa kongcu menganggap siau li sengaja mengibul
untuk menakut-nakuti dirimu?”
“Tentu saja tidak!” anak muda itu tertawa.
Betapa mendongkolnya Si Leng jin menyaksikan pemuda
itu masih belum percaya juga, sambil tertawa dingin ia
mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, katanya, “Kalau
Hoa kongcu ingin cepat-cepat mengetahui latar belakang
perkumpulan Hian-beng-kauw, siau li….”
“Yang ingin kuketahui secepatnya adalah asal usul serta
pengalaman hidup nona pribadi” tukas Hoa In-liong tiba-tiba.
Jawaban ini membuat Si Leng jin tertegun.
“Setiap lelaki sejati selalu beranggapan bahwa persoalan
yang menyangkut keadaan umum jauh lebih penting, apalagi
pengalaman hidup maupun asal usul siau li sangat biasa, lebih
baik tak usah dibicarakan”
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak, ia mengambil
kembali kipasnya lalu….
“Sreeeeetr….” dibentangkan lebar-lebar.
“Orang lelaki didunia ini mungkin saja akan berbuat
demikian” begitu katanya, “tapi aku adalah orang yang lain

1493
daripada yang lain, semenjak kecil aku sudah memiliki cara
berpandangan yang lain, aku lebih mengutamakan perempuan
cantik….”
Panas rasanya pipi Si Leng jin karena jengah, dia melengos
ke samping lain dan tak berani menatap pemuda itu lagi.
Terdengar Hoa In-liong berkata lebih lanjut, “Apalagi
menghadapi nona yang begitu cantik dan menawan hati,
apakah aku tega membiarkan kau ketimpa musibah tanpa
memberi bantuan apa apa juga? Mana hatiku bisa tenteram
membiarkan kau sengsara dan tersiksa batinnya?”
Ucapan itu setengahnya benar dan setengahnya bohong,
tapi sudah cukup menggetarkan perasaan Si Leng jin.
Ia termenung sesaat lamanya, kemudian berkata, “Asal
usulku mempunyai hubungan yang erat sekali dengan Hianbeng-
kauw, mau membicarakan yang lama lebih dulu adalah
sama saja. karena itu lebih baik kita membicarakan soal Hianbeng-
kauw saja lebih dulu”
“Terserah kemauan nona” cepat-cepat Hoa In-liong
menjura.
Pelan pelan Si Leng jin berpaling, kemudian ujarnya, “Siau
li sudah beberapa kali bertemu dengan Hian-beng-kauwcu….”
“Siapakah namanya?”
“Entahlah!”
Tapi sesudah termenung sebentar, ia berkata lagi, “Tapi
aku percaya nama yang ia sebutkan pasti nama palsu”

1494
Hoa In-liong gelengkan kepalanya berulang kali, “Belum
tentu” ia menyabut, “aku tahu Hian-beng-kauwcu adalah
seorang manusia yang tinggi hati dan latah, mungkin saja ia
tak mau berubah namanya dengan nama lain”
“Pernah kau dengar seorang jago persilatan yang bernama
Si Piau?” tanya Si Leng jin sambil tersenyum.
Hoa In-liong berpikir sebentar lalu tertawa getir.
“Mungkin seorang gembong iblis yang belum pernah terjun
dalam dunia persilatan!” katanya kemudian.
Diluar ia berkata demikian, diam-diam pikirnya, “Hian-bengkauwcu
mempunyai ikatan dendam dengan ayah ibuku, itu
berarti dahulu orang itu pernah melakukan pula perjalanan
dalam dunia persilatan, cuma….”
Walaupun ia cerdas, namun menghadapi persoalan yang
aneh dan tak masuk diakai ini, melengkong juga anak muda
itu dibuatnya.
Kedengaran Si Leng jin berkata lagi, “Iblis itu masih kuat
dan gagah, mukanya tidak termasuk kategori wajah bengis,
yang paling menyolok ia mengenakan sebuah jubah panjang
berwarna merah, orang perkumpulan menyebutnya kaucu,
sedang ia sendiri membahasai diri sebagai Sinkun….”
“Apakah Kiu-ci Sinkun?” tiba-tiba Hoa In-liong menyela.
“Darimana kau bisa tahu?” Si Leng jin membelalakkan
sepasang matanya lebar-lebar, “Tidak aneh kalau aku merasa
ilmu silat yang tercantum dalam batas buku kemala hijau itu
kenapa bisa mirip dengan ilmu silat yang digunakan beberapa
orang Ciu Hoa” pikir Hoa In-liong, “ternyata dugaanku tidak

1495
meleset, tapi….mungkinkah Kiu-ci Sinkun masih mempunyai
ahli waris yang lain….?”
Berpikir sampai disitu, diapun berkata, “Aku dapat berkata
demikian, sebab aku pernah menyaksikan ilmu silat yang
digunakan Ciu Hoa mirip sekali dengan ilmu silat aliran istana
Kiu ci kiong”
“Tapi ilmu silat yang dimiliki Kiu-ci Sinkun belum pernah
tersiar dalam dunia persilatan, darimana Hoa kongcu bisa
tahu?” Si Leng jin nampak sangat tercengang.
“Secara kebetulan aku pernah mendapatkan suatu benda
yang memuat ilmu silat aliran Kiu-ci Sinkun sebab itulah aku
mengetahui hal ini dengan jelas”
Si Leng jin menggerakkan bibirnya seperti hendak
mengucapkan sesuatu, namun akhirnya ia tutup mulut kembali
dan membatalkan maksud sebenarnya.
Tentu saja Hoa In-liong mengetahui apa yang dipikirkan,
dia tersenyum lalu dari sakunya mengambil keluar batas buku
yang terbuat dari kemala hijau itu.
“Silahkan periksa nona!” katanya.
Si Leng jin tertegun, pikirnya, “Begitu percaya ia serahkan
benda tersebut kepadaku, tampaknya ia benar-benar telah
menganggapku sebagai sahabatnya….!”
Meski begitu diapun kuatir seandainya Hoa In-liong
melancarkan sergapan secara tiba-tiba, maka sambil
menengadah, ia mengawasi wajah pemuda itu dengan
sepasang biji matanya yang jeli.

1496
“Hoa kongcu” ujarnya kemudian, “aku dengan Hian-bengkauw
mempunyai ikatan dendam yang lebih dalam dari
samudra, kalau toh engkau mempunyai benda tersebut,
bersediakah kau penuhi keinginanku?”
“Benda ini tiada kegunaan yang terlampau besar bagiku,
bila nona sangit membutuhkannya, terimalah saja benda ini”
Si Leng jin tidak sungkan-sungkan, Ia menerima batas buku
kemala hijau dan dimasukkan kedalam saku.
Lalu setelah termenung sebentar, tiba-tiba katanya, “Hoa
kongcu, aku merasa sedikit kurang percaya dengan
perkataanmu itu….”
Sikap maupun nada suaranya jauh lebih lembut dan lunak
daripada keadaan sebelumnya.
Hoa In-liong agak tertegun, kemudian sambil tertawa ia
bertanya, “Bagian manakah yang menurut nona sangat
meragukan?”
“Saat ini Hoa kongcu sedang bermusuhan dengan Hianbeng-
kauw, seandainya kau ingin menguasahi juga ilmu silat
yang dimiliki Hian-beng-kauwcu, hal tersebut dapat kau
pelajari dari benda tersebut, kenapa kau mengatakan tak ada
kegunaan yang besar?”
“Ooooh….rupanya nona maksudkan hal itu”
“Apakah aku salah menyangka?”
“Bukannya aku sengaja mengibul atau terlampau
membanggakan diri, begitu untuk mengalahkan orang-orang
bawahan Hian-beng-kauwcu semu dah membalikkan telapak
tangan sendiri, sebaliknya untuk menghadapi Hian-bengTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1497
kauwcu tak mungkin aku bisa mengatasinya dengan cara
mempelajari pula ilmu sealiran dengannya, sebab ilmu silat
iblis itu tentu sudah dilatih sedemikian sempurna sehingga
sukar ditemukan titik kelemahannya, itu berarti bukan
pekerjaan yang mudah bagiku untuk mengatasi
kepandaiannya dengan kepandaian yang sealiran dengannya”
Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan, “Tentu saja
secara otomatis benda tersebut tak ada gunanya bagiku, betul
tidak?”
Si Leng jin menghela napas panjang.
“Aaaaaai….kenyataan memang begitu, dan aku pun musti
menerima kebaikanmu dalam hati saja”
Tiba-tiba ia mengeluarkan kembali batas buku kemala hijau
itu lalu diangsurkan kehadapan Hoa In-liong.
“Harap Hoa kongcu menerima kembali benda ini!” katanya.
Hoa In-liong termenung sebentar, lalu sambil tertawa
berkata, “Waaaah….kalau begitu, aku kan menjadi orang yang
plin plan? Sudah diberikan orang lain sekarang diterima
kembali?”
Sambil gelengkan kepalanya ia menerima kembali batas
buku kemala hijau tersebut.
“Kau toh memang orang plin plan, apanya yang musti
diherankan?” kedengaran Si Leng jin berkata sambil tertawa.
Sebenarnya kapan saja dan dimana saja nona ini selalu
diliputi kemurungan dan kesedihan, seakan-akan tak pernah ia
ketahui tingginya langit dan tebalnya bumi, dan seolah-olah
pula tak tahu kalau didunia ini penuh kegembiraan.

1498
Sekalipun jauh berbeda bila dibandingkan dengan sikap
dingin dari Bwee-Su yok, namun toh sama-sama menimbulkan
kesan bagi siapapun bahwa mereka adalah orang-orang yang
tak bisa diajak bergaul.
Tapi setelah tersenyum sekarang, ibaratnya matahari yang
tiba tiba muncul dimusim salju yang dingin, seketika
melumerkan perasaan beku siapa-pun dan mendatangkan
perasaan hangat.
Senyumannya begitu bebas, begitu lebar dan muncul dari
sanubari yang dalam, hal ini membuat gadis itu tampak lebih
cantik, lebih menawan dan mempersonakan hati siapapua
juga.
Hoa In-liong ikut berseri oleh kegirangan, segera ia
berpikir, “Entah persoalan apa yang membuat ia murung kesal
dan selalu bersedih hati? Padahal dia lebih cocok merupakan
seorang gadis periang yang selalu gembira, kemurungan dan
kesedihan cuma menimbulkan kesan aneh bagi siapa pun
yang memandangnya….”
Hoa In-liong merasa kemurungan dan kesedihan yang
sepanjang tahun menyelimuti gadis itu hanya merupakan
siksaan yang paling kejam, ia ingin menanggulangi hal itu bagi
si nona.
00000O00000
39
NONA, bolehkah aku mengetahui riwayat hidupmu….?”
katanya kemudian dengan nada lirih.

1499
“Soal itu tak usah disinggung!” tukas Si Leng jin dengan
cepat.
Sesudah berhenti sebentar, katanya kembali dengan suara
sedih, “Sebetulnya aku tidak ingin mengatakannya kepadamu,
tapi sekarang, aku sudah berubuh pikiran.
“Memang lebih baik kau katakan kepadaku, sebab dengan
begitu akan mengurangi pula siksaan batinmu” ujar Hoa Inliong
lembut.
Si Leng jin mengangguk lirih, tiba-tiba ia tertawa.
“Ada baiknya kuceritakan dulu secara ringkas soal
organisasi dalam perkumpulan Hian-beng-kauw” katanya.
Setelah berpikir sebentar, ia berkata lagi, “Dibawah
kekuasaan Hian-beng-kauwcu, agaknya masih terdapat
seorang Hu kaucu….”
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benak Hoa Inliong,
tiba-tiba selanya, “Siapakah nama Hu kaucu tersebut?”
“Aku hanya mendengar orang memanggilnya sebagai Go
hu kaucu, siapakah nama yang sebenarnya aku kurang bsgitu
tahu”
“Oooh….rupanya suami Thia siok bi adalah Hu kaucu
perkumpulan Hian-beng-kauw saat ini” pikir Hoa In-liong, “tak
aneh kalau ia seperti segan untuk membicarakan masalah itu,
akan tetapi Hong giok….”
Kedengaran Si Leng jin melanjutkan kembali kata-katanya,
“Lebih ke bawah lagi adalah Pemimpin Markas besar, thamcu
ruang langit, thamcu ruang bumi dan thamcu ruang manusia,
tiap ruang terbagi pula dalam sektor sektor bagian luar dan

1500
bagian dalam, setiap bagian mempunyai kantor-kantor cabang
disetiap wilayah, rata-rata mereka adalah kawanan jago yang
memiliki ilmu tinggi. Yang paling luar biasa adalah sekawanan
manusia aneh yang dipelihara dalam istana Ban yu tian, setiap
jago yang ada disitu semuanya merupakan jago-jago lihay
yang berilmu tinggi….”
Mendengar keterangan terssbut, Hoa In-liong segera
berpikir didalam hati, “Konon dalam istana Kiu ci kiong tempo
dulu juga terdapat istana Ban yu tian, jikalau iblis itu
mengangkat dirinya sebagai Kiu ci-sinkun, tentu saja istana
yang dibangunpun akan mirip pula dengan istana Kiu ci kiong
tempo dulu….”
Setelah berpikir sampai disitu, ia lantas bertanya, “Selihaylihaynya
ilmu silat yang dimiliki kawanan manusia aneh
tersebut, rasanya kepandaian mereka tentu berada dibawah
kepandaian Hian-beng-kauwcu sendiri bukan?”
Si Leng jin tertegun kemudian sahutnya, “Yaa….sudah
tentu kepandaian silat mereka berada dibawah kepandaian
Hian-beng-kauwcu sendiri”
Tiba-tiba Hoa In-liong menengadah dan tertawa terbahakbahak.
“Haaahhh….haaahh….haaahh….kalau toh kawanan manusia
itu tidak lebih hanya budak-budak peliharaan Hian-bengkauwcu,
pantaskah mereka disebut sebagai sekawanan
manusia aneh?”
Baru saja Si Leng jin tertegun dibuatnya, mendadak….”
Sreceeett!” serentetan desingan angin tajam menyambar
masuk kedalam ruangan dan langsung menyergap tubuh Hoa
In-liong.

1501
Jelek-jelek Hoa In-liong terhitung seorang jago yang sangat
tanagguh, sudah barang tentu ia tidak membiarkan badannya
termasuk oleh sambitan tersebut, kepalanya segera
dimiringkan ke samping, dengan sedikitpun tidak panik atau
gugup ia membiarkan serangan tadi lewat dari sisinya.
“Plaaaakk….!” batu itu melesat lewat dan menghantam
dinding pintu ruangan.
Gelak tertawa nyaring segera berkumandang memecahkan
kesunyian, seseorang berseru dari luar jendela, “Bocah muda,
kau berani sembarangan berbicara, caramu itu sudah
sepantasnya kalau diberi pelajaran yang setimpal”
Secepat sambaran kilat Hoa In-liong melompat keluar lewat
jendela, lalu bertanya, “Hei bukankah kau hendak memberi
pelajaran kepadaku? Kenapa kabur dari sini?”
Bentakan tersebut diutarakan bagaikan guntur yang
membelah angkasa, seluruh penginapan dibuat menjadi gaduh
dan tamu-tamu yang menginap disitupun tersentak bangun.
Meski demikian tak seorangpun yang berisik atau bersuara,
sebab mereka tahu pertikaian antara kawanan manusia dari
dunia persilatan tak boleh dicampuri, karenanya suasana
masih tetap hening dan sepi.
Hoa In-liong sudah melompat keatas atap rumah, dari
kejauhan sana ia menyaksikan sesosok bayangan sedang
meluncur kearah timur laut, satu ingatan cepat melintas dalam
benaknya, pengejaran segera dilakukan.
“Hoa kongcu….” tiba-tiba kedengaran Si Leng jin berteriak
memanggil.

1502
Hoa In-liong segera menghentikan langkah kakinya, seraya
berpaling ia berkata, “Nona Si, orang itu harus dilenyapkan
dari muka bumi, kembalilah ke kamarmu dan tunggu aku
disitu.”
Sementara pembicaraan sedang berlangsung, bayangan
manusia itu sudah berkelebat diatas dinding kota sana lalu
lenyap.
Pemuda itu sangat gelisah, sekuat tenaga ia melakukan
pengejaran.
Tiba-tiba di atas dinding kota, bayangan manusia itu
kelihatan sedang berlarian puluhan tombak jauhnya didepan
sana, ia segera mengerahkan segenap tenaganya untuk
mengejar.
Ia tak mau kehilangan jejak orang itu, sebab kalau
didengar dari nada perkataannya jelas orang itu anggota Hianbeng-
kauw, berbahaya sekali keselamatan Si Leng jin berdua
bila orang ini dibiarkan kabur.
Pengejaran dilakukan dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat, dalam waktu singkat kota Si ciu sudah jauh
ketinggalan.
Pengejaran kembali dilakukan sekian waktu, mendadak Hoa
In-liong menyaksikan bayangan manusia didepan sana
berhenti.
“Berbicara dari ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang
itu. jelas ia adalah seorang jago yang sangat tangguh” pikir
anak muda itu kemudian. “Bukan pekerjaan yang ringan
bagiku bila ingin merebut kemenangan darinya….”

1503
Sementara otaknya masih berputar, ia sudah berada
dihadapan orang itu, ternyata dia adalah seorang kakek
berbaju hijau yang bermuka merah seperti apel masak.
Kedengaran kakek berjubah hijau itu tertawa terbahakbahak.
“Haaahh….haaahh….haaahh….bocah muda, mau apa kau
susul diriku?”
Hoa In-liong segera menghentikan langkahnya.
“Tak ada gunanya banyak membicarakan soal yang tak
berguna, aku hanya ingin bertanya kepadamu, mau kusekap
sementara waktu ataukah hendak terkubur selamanya disini?”
Ucapan tersebut diucapkan amat santai dan enteng,
seakan-akan ia tidak memandang sebelah matapun terhadap
musuhnya.
Berkobar hawa amarah kakek itu, dengan suara keras
bentaknya, “Bocah keparat, kau terlalu latah, aku….”
Mendadak ia seperti menyadari sesuatu, sambil tertawa
terbahak bahak katanya kemudian, “Licik betul kau si bocah
muda, jelek-jelek begini asam garam yang pernah kumakan
jauh lebih banyak darimu, memangnya kau anggap perahuku
bakal terjungkir dalam selokan?”
Hoa In-liong memang bermaksud memanasi hatinya
sehingga kesadarannya agak terganggu, apabila hal ini sampai
terjadi maka kemenangan tentu lebih mudah diraih untuk
pihaknya.

1504
Namun dia harus mengakui juga kepintaran kakek tersebut,
ia memuji atas ketelitiannya disamping memperingati diri
sendiri agar jangan terlampau memandang enteng lawan.
Pedang antiknya segera dicabut keluar, lalu katanya,
“Akupun bicara yang sesungguhnya, mau dituruti atau tidak
terserah kepadamu!”
Kakek berjubah hitam itu memandang pedang antik itu
sekejap, lalu katanya, “Apakah sudah bersiap sedia untuk
melakukan duel satu lawan satu denganku?”
“Kalau kau sudah tahu, itu lebih bagus”
Pedangnya segera diputar sambil melancarkan bacokan ke
depan.
Kakek itu tidak melirik barang sekejappun terhadap
lawannya, sikapnya begitu santai seakan-akan tak pernah
terjadi suatu apapun, kemudian sambil menengadah tertawa
terbahak-bahak.
“Sayang….sungguh amat sayang!”
Sekalipun Hoa In-liong orangnya aneh dan binal, jiwanya
tetap gagah dan perkasa, karena kakek berjubah hijau itu
tidak menangkis maupun berkelit dari serangannya.
“Apa yang patut disayangkan?” tegurnya.
“Kau anggap siapakah lohu ini?” tanya Kakek berjubah
hijau sambil menarik kembali gelak tertawanya.
“Mungkin kau adalah salah seorang diantara kawanan
manusia yang dipelihara Hian-beng-kauwcu dalam istana Ban
yu tian”

1505
“Sayang….sayang…. lohu merasa sayang bagimu, sebelum
duduknya persoalan diketahui dengan jelas, ternyata kau
sudah melakukan perbuatan seenaknya sendiri, padahal kau
harus tahu, dalam situasi yang amat berbahaya ini, yang
paling kau utamakan adalah ketelitian….”
Diam-diam Hoa In-liong tertawa dingin, lalu ejeknya,
“Waah….lagaknya saja seperti seorang cianpwe yang sedang
menasehati anak muda…. Hmm, sebutkan dulu siapa
namamu!”
“Kita kan tidak akan melakukan hubungan? Buat apa musti
melaporkan nama segala?”
Hoa In-liong mengerutkan dahinya, lalu menjawab,
“Sayang keadaan tidak mengijinkan kau menuruti kehendak
sendiri, bagaimanapun juga malam ini aku hendak menjajal
kepandaianmu!”
Bagaimana selanjutnya? Dan siapakah kakek berjubah hijau
itu? Benarkah dia adalah salah satu diantara kawanan manusia
aneh yang dipelihara Hian-beng-kauwcu dalam istana Ban yu
tian nya?
Siapa pula Hian-beng-kauwcu yang mempunyai dendam
lebih dalam dari samudra dengan keluarga Hoa itu?
Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, silahkan
mengikuti lanjutan dari cerita ini dalam judul barunya,
“NERAKA HITAM”
TAMAT__

ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 [Lanjutan 3 Maha Besar], cersil terbaru, Cerita Dewasa Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 [Lanjutan 3 Maha Besar], cerita mandarin Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 [Lanjutan 3 Maha Besar],Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 [Lanjutan 3 Maha Besar], Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 [Lanjutan 3 Maha Besar]
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 Tamat [Lanjutan 3 Maha Besar] dan anda bisa menemukan artikel Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 Tamat [Lanjutan 3 Maha Besar] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cersil-online-komik-terbaru-rahasia.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 Tamat [Lanjutan 3 Maha Besar] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 Tamat [Lanjutan 3 Maha Besar] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil Online Komik Terbaru : Rahasia Hiolo Kumala 5 Tamat [Lanjutan 3 Maha Besar] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cersil-online-komik-terbaru-rahasia.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 5 komentar... read them below or add one }

Obat Maag mengatakan...

http://goo.gl/rIfgTW keren cinn

Obat Herbal Jelly Gamat Gold G mengatakan...

http://goo.gl/sEfCLP salam semangat kawann

Obat Maag Herbal mengatakan...

ajip ni gan info baru nya pasti lebih keren ... ane tunggu ni gan,,

Obat Herbal Nyeri Sendi mengatakan...

Selamat Sore gan Semoga Hari Ini Berhasil..

Obat Rematik mengatakan...

http://goo.gl/eLyU6H keren kk,, terimakasih y.

Posting Komentar