Pendekar Pedang Kail Emas 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Kamis, 13 Oktober 2011

Pendekar Pedang Kail Emas

Pedang Ka l Emas

Karya : Liu Can Yang

Penterjemah/editor : Liang JZ/Adhi

Persembahan : SEE YAN TJIN DJIN

Sumber djvu : Manise Dimhader

Convert, edit & EBook: Dewi KZ

Tiraikasih website

http://kangzusi.com/ atau http://ebook-dewikz.com/

JILID KE SATU

BABI

Menangis air mata bayangan

Angin dingin bertiup sangat kencang salju yang seperti bulu

angsa melayang-layang di angkasa.

" Tampaknya hujan salju kali ini .adalah hujan salju yang sangat

besar dan jarang terjadi, hujan ini sudah turun selama beberapa

hari, di angkasa sekarang pun masih tetap gelap, seperti akan jatuh

saja, seluruh permukaan bumi telah diselimuti salju.

Disini adalah tanah liar yang sangat luas, bukit-bukit berbaris

terlihat dari kejauhan, saat ini dan di tempat inipun sedang dilanda

tiupan angin kencang dan hujan salju besar, pada malam hujan

salju dengan angin bertiup kencang ini, terdengar suara "Kraak

kraak!" yang amat keras terdengar dari dalam bukit.

Suara ini terdengar sambung menyambung tidak beratur, melihat

ke arah sana, terlihat di kaki bukit ada dua tiga puluh orang yang

sedang bekerja keras dengan keringat bercucuran, suara "Kraak

kraak!" tadi, adalah suara kapak besar yang sedang membelah

pohon hutan.

Di antara orang-orang yang bekerja ini, ada orang tua yang

sudah beruban, juga ada anak muda yang bertubuh tegap, yang

lebih mengherankan adalah, ada juga seorang anak kecil yang

masih berusia tujuh delapan tahun!

Sedang apa mereka? Mungkin tidak ada seorang pun yang tahu,

di pinggir orang-orang ini, berdiri seorang laki-laki besar setengah

baya bertubuh tegap, di tangannya memegang sebuah cambuk'

kulit, tidak henti-hentinya berjalan mondar-mandir, asalkan melihat

ada orang yang bermalas-malasan, maka tanpa ampun akan

dicambuknya, sehingga walaupun salju sangat lebat dan angin

sangat deras, tidak ada seorang pun yang berani bermalas-malasan.

Anak kecil yang berusia tujuh delapan tahun itupun diam seribu

bahasa, dia membelah pohon dengan kapaknya, sepasang

tangannya sudah menge-luarkan darah, tapi dia sekali pun tidak

mengeluh kesakitan, kadang-kadang dia melihat ke langit yang

kelabu, berharap malam segera tiba, dan dia dapat pulang ke rumah

untuk beristirahat.

Waktu pelan-pelan berjalan, raja langit tidak mengecewakan

orang yang menghadapkannya, langit akhirnya menjadi gelap.

Laki-laki besar yang memegang cambuk kulit itu melirik sekali,

dengan keras berkata:

"Sudah, sudah cukup, sekarang boleh istirahat."

Mendengar kata-kata ini, wajah anak kecil tampak rasa gembira,

tapi ketika dia akan menaruh kapak besar di tangannya/ kembali

terdengar laki-laki besar itu berkata dingin:

"Bagi siapa yang hari ini belum menyelesaikan pekerjaannya,

tetap tidak boleh meninggalkan tempat ini, besok aku pasti akan

memeriksanya kembali."

Habis berkata dengan sombongnya dia melihat pada para

pekerja, lalu dengan langkah besar melangkah turun ke bawah

gunung.

Sekarang orang yang telah menyelesaikan pekerjaannya dengan

senang pergi meninggalkan tempat itu, akhirnya di atas gunung

kosong ini hanya tinggal tiga orang, anak kecil itu salah satu di

antaranya.

Dua orang lainnya berusia lebih tua dari pada dia,

pengetahuannya juga lebih banyak, dua orang itu saling pandang

sekali, lalu salah satunya berkata:

"Kalau kita melanjutkan pekerjaan, meskipun sampai tengah

malam tidak akan bisa selesai, udara begini dingin, lebih baik kita

pulang beristirahat dulu satu malam."

Orang yang satunya lagi tentu saja setuju, dia lalu menunjuk

pada anak kecil itu, tanyanya:

"Bocah, bagaimana dengan kau?"

Hati anak kecil itu bergetar, dia tidak tahu bagaimana

menjawabnya, dua orang itu tidak menunggu dia lagi, dengan

langkah besar mereka turun ke bawah gunung.

Demikian, sekarang di atas gunung tinggal dia soorang diri, dia

ingin melanjutkan pekerjaannya, tapi Lingannya terasa sakit sekali,

ditambah tertiup angin utara, tangannya segera mengucurkan darah

segar, dia merasakan sakitnya sulit ditahan, sambil mengadukan

gigi, diapun melemparkan kapaknya melangkah pulang.

Saat itu sudah petang hari, di atas tanah liar, selain suara angin

salju yang menyapu permukaan tanah, tidak terdengar suara

lainnya, anak kecil ini berjalan sendirian, tubuhnya hanya memakai

pakaian tipis, malah ada dua lubang sobekan besar, angin dingin

yang menusuk tulang itu menembus ke dalam lubang bajunya,

memaksa dia memeluk tubuhnya sendiri, walaupun ada sedikit lebih

hangat, tapi di wajah kecilnya, dia menjadi sakit kedinginan.

0oo0

Pelan-pelan dia berjalan ke depan, mengangkat kepala melihat

langit, salju melayang melewati wajahnya, di matanya terlihat ada

air mata berlinang, ketika air matanya akan menetes, dia memaksa

menahannya supaya tidak menetes, dia berguman pada dirinya:

'Sen Sin-hiong, Sen Sin-hiong! Kenapa kau menangis lagi?

Bukankah ibu sudah bilang, anak baik tidak akan mencucurkan air

mata?'

Sesaat setelah dia berkata demikian, dia segera menegakan

tubuhnya, melangkah tegap maju ke depan.

Dia berjalan pelan-pelan, angin salju semakin kencang, tidak jauh

dari perbukitan ada sebuah kota kecil, Sen Sin-hiong sedang

berjalan menuju ke kota itu.

Baru saja dia menginjakan kakinya di mulut kota, seorang tua

setengah baya kebetulan keluar menutup pintu, melihat Sin-hiong

lewat, dengan menghela nafas dia berkata:

"Haay! Anak yatim piatu yang patut dikasihani."

Tadinya Sin-hiong sudah lebih tabah sedikit, ketika suara orang

tua itu terdengar di telinganya, dia tidak bisa bertahan lagi, air mata

akhirnya menetes juga.

Angin utara semakin kencang, salju turun pun semakin lebat,

kemungkinan tidak akan reda dalam waktu lima-enam hari.

Sin-hiong berjalan di jalan raya, kepalanya menunduk, kadang-

kadang dia pun melihat-lihat ke dua sisi jalan, waktu walaupun tidak

terlalu malam, tapi orang-orang kota sudah menutup pintunya

supaya lebih hangat, hanya dia seorang diri yang berjalan di

jalanan.

Dia berjalan dari ujung kota ke ujung kota, di sana ada satu

rumah yang,sangat sederhana, tiba di depan pintu, pelan-pelan dia

membuka pintu yang tidak di kunci itu, setelah masuk, tanpa

menyalakan lampu, dia langsung berkata pelan:

"Ibu, A-Hiong pulang!"

Walaupun sudah berkata demikian, di dalam tidak ada orang

yang menyahutnya, ternyata ibunya sudah meninggal sebulan yang

lalu, setiap kali dia pulang ke rumah dia selalu berkata demikian,

seperti ibunya masih hidup saja.

Dia maju dua langkah, bersujud di sisi ranjang yang dulu menjadi

tempat ibunya tidur, kembali dengan pelan berkata:

"Ibu, kenapa kau tidak menjawab A-Hiong?"

Dia menjulurkan kedua tangan kecilnya yang terluka dan

kedinginan, pelan-pelan mengusap-usap sisi ranjang, air matanya

bercucuran... tapi dia tidak mengusap mengeringkannya, hingga

terasa pandang-an matanya menjadi tidak jelas, dia menangis, tapi

tidak mengeluarkan suara tangisan.

Setelah ibunya meninggal dunia, selama satu bulan lebih, dia

hanya hidup seorang diri, karena tidak ada uang untuk

memakamkan ibunya, Sin-hiong meminjam uang lima liang pada

keluarga Sun, dengan syarat dia harusberkerja untuk keluarga Sun

selama satu tahun.

Malam ini, dia baru pulang dari tempat kerja-nya.

Kepala keluarga Sun yang bernama Sun Bu-pin, perangainya

sangat kejam, meskipun usia Sin-hiong masih kecil, tapi

pekerjaannya hampir sama dengan pekerjaan orang dewasa, jika

pekerjaannya belum selesai maka dia tidak boleh pulang, karena

Sin-hiong adalah anak tabah, dia tidak pernah mengeluh, hanya

ketika sudah pulang ke rumah baru diam-diam dia menangis.

Hari ini, salju turun sangat lebat, sehingga dia merasa

kepayahan, maka setelah dia pun pulang ke rumah, dia menangis

dengan sedihnya.

Menangis sebentar, air matanya pun sudah hampir kering, baru

saja dia akan bangkit berdiri untuk pergi tidur, mendadak di pintu

rumahnya terdengar suara keras "Paak!" seorang laki-laki yang

tinggi besar telah menerobos masuk.

Sin-hiong terkejut, suaranya terasa gemetar:

"Paman Sun,......"

Belum selesai dia berkata, orang yang dipanggil paman Sun

sudah tertawa dingin:

"Apakah pekerjaanmu sudah selesai? Kenapa pohon besar itu

belum tumbang?"

Mendengar ini, hati Sin-hiong menjadi kecut, dengan gagap dia

berkata:

"Paman Sun, pohon itu paman menyuruh kami bertiga supaya

menumbangkannya, setelah mereka berdua pergi, aku baru

pulang."

Ternyata orang ini adalah Sun Bu-pin yang meminjamkan uang

lima liang pada Sin-hiong, dulu dia pernah mendapat perlakuan

tidak baik dari ibu Sin-hiong, jadi terhadap orang lain dia masih bisa

baik-baik, hanya terhadap Sin-hiong saja, dia sangat keras.

Sun Bu-pin maju selangkah, katanya marah:

"Kau belum menyelesaikan pekerjaan, kenapa pulang ke rumah?"

Sin-hiong tidak bisa menjawab, Sun Bu-pin tertawa dingin, lalu

dia membentak lagi:

"Cepat pergi, pergi, hari ini jika kau tidak nienijrnbangkan pohon

besar itu. maka aku akan menggali kembali kuburan ibumu yang

TBC itu."

Mendengar Sun Bu-pin memaki ibunya, entah datang dari mana

keberaniannya, tiba-tiba Sin-hiong" berteriak:

"Ibumu baru setan TBC, besok aku akan Kembalikan uangmu!

Aku tidak akan bekerja lagi!"

Usianya terlalu kecil, dia hanya tahu kalau orang memaki ibunya

maka dia akan membalas dengan kata yang sama.

Melihat Sin-hiong berani membantah, Sun Bu-pin langsung

melayangkan tangannya "Plaak!" lalu memaki lagi:

"He he he, berani juga kau, dalam satu tahun ini, kalau aku

menyuruh kau apa, maka kau kerjakan apa, jika berani tidak

mendengarnya, aku akan melemparkanmu ke dalam gunung untuk

makanan serigala liar."

Dalam satu bulan lebih ini, Sin-hiong sudah mengalami tidak

sedikit makian dan pukulan, tapi tidak seberat malam ini, tamparan

tadi hampir saja membuat dia tidak sadarkan diri, dia terhuyung-

huyung sebentar lalu berdiri lagi, balas berkata:

"Aku tidak mau, aku tidak mau, aku tidak mau,......"

Sun Bu-pin tertegun, ternyata watak Sin-hiong yang amat keras

ini, baru pertama kali dia melihatnya, telapak tangannya diangkat,

kembali dia akan menempelengnya lagi, pada saat ini, mendadak

dari tempat yang tidak jauh ada orang memanggil-manggil:

"Sen Sin-hiong, Sen Sin-hiong!"

Suara orang ini sangat pelan, sambil memanggil sambil berlari

mendekat, tadinya Sin-Rjong sudah tidak bisa menahan amarahnya,

tapi setelah mendengar suara panggilan ini, hatinya tidak tahan

meloncat-loncat, wajahnya pun ikut berubah.

Sun Bu-pin melototkan matanya pada Sen Sin-hiong, dengan

dingin berkata:

"Ternyata kau memikat putriku?"

Dia tidak berpikir berapa usia Sin-hiong, mana mungkin bisa

memikat putrinya? setelah berkata begitu dia lalu bersembunyi di

sudut gelap, maksud-nya ingin melihat mereka berdua sebenarnya

mau berbuat apa?

Sin-hiong yang sudah ketakutan jadi tertegun, dia sampai lupa

mencegahnya, di luar pintu sudah muncul seorang gadis cilik yang

rambutnya dikepang dua.

Gadis kecil itu menggoyangkan rambut kepang nya yang

panjang, sambil melihat ke dalam dia berkata:

"Heey, Sen Sin-hiong, aku membawakan baju untukmu!"

Sin-hiong mana berani bicara, gadis yang baru datang dari tanah

salju yang bersinar terang, ketika masuk ke dalam ruangan yang

gelap, tentu saja masih belum bisa melihat keadaan dengan jelas,

setelah memanggil, merasa tidak ada orang yang menjawab,

kembali dengan pelan dia berkata:

"Sen Sin-hiong, kau ada di rumah tidak?"

Dia sangat berani, setelah memanggil, tidak peduli di dalam

rumah ada orang atau tidak, dia melemparkan baju yang ada di

tangannya ke dalam rumah, berkata pada diri sendiri:

'Tidak peduli kau ada dirumah atau tidak, jika aku terlalu lama,

dan ketahuan oleh ayahku, aku pun akan dipukulnya lho?"

Habis berkata, dia membalikan tubuh langsung meninggalkan

tempat itu, tapi...mendadak krah bajunya seperti ada yang menarik,

tahu-tahu dia sudah diangkat ke atas oleh Sun Bu-pin sambil

membentak:

"Cui-giok, dia yang menyuruh kau mengantarkan? Atau kau

sendiri yang datang mengantarkan?'

Gadis kecil yang dipanggil Cui-giok itu sudah mengenal suara

yang berkata itu, wajahnya menjadi pucat, dengan ketakutan dia

hanya berteriak "Ayah!", lalu tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Sekarang Sin-hiong malah menjadi sadar, melihat keadaannya

dia segera berteriak:

"Paman Sun, aku yang menyuruh dia datang mengantarkan."

Sun Bu-pin membalikkan tubuh, memakinya:

"Aku sudah tahu, tentu kau anak haram ini yang menyuruhnya,

bagaimana mungkin putriku bisa berbuat begitu"

Setelah berkata, dia lalu meloncat ke depan, kembali

menempelengnya tiga kali.

Sin-hiong masih anak kecil, bagaimana bisa tahan ditempeleng

berturut-turut tiga kali, mulutnya segera mengeluarkan darah, tapi

wataknya yang keras, tetap tidak mengeluarkan jerit kesakitan.

Sun Cui-giok yang diangkat oleh ayahnya, tidak bisa melihat

bagaimana wajah ayahnya, dia hanya bisa melihat wajah Sin-hiong

yang berdarah, dia terkejut, teriaknya:

"Ayah, ayah, aku sendiri yemg datang mengantarkannya."

Sun Bu-pin hanya tertawa dingin, sepasang matanya melototi

Sin-hiong, bentaknya:

"Kau lihat apa? Cepat tebang pohon besar itu!"

Malam sudah larut, hujan salju di luar begitu besar, tangan dan

kaki Sin-hiong sudah kesakitan karena dingin, jangan kata disuruh

bekerja, berjalan ke tempat kerja saja, mungkin jatuh di tengah

perjalanan.

Rupanya selama satu bulan lebih, Sin-hiong sudah sering kali

dipersalahkan, hari ini setelah kedinginan lalu menerima pukulan, di

dalam hati kecilnya, bagaimana pun tidak bisa menerima.

Dia harus meninggalkan tempat tinggalnya, benar, bagaimana

pun dia harus meninggalkan tempat ini!

Setelah berpikir begitu, satu patah kala pun dia tidak berucap,

dia membalikkan tubuh langsung masuk ke dalam kamar.

Siapa tahu, baru saja dia bergerak masuk, Sun Bu-pin melangkah

maju, dengan marah membentak:

"Kau mau apa?"

Sin-hiong menegakan tubuhnya, berkata keras: "Aku tidak

bekerja lagi, aku mau meninggal-kan tempat ini?"

Sun Bu-pin marah sekali "Paak paak!" kembali menempeleng dua

kali, lalu memakinya:

"Selesaikan dulu pekerjaanmu satu tahun ini, kau anak haram

mau berontak?"

Kali ini Sin-hiong dipukul lebih keras lagi, dia merasa mata

berkunang-kunang, hampir saja jatuh pingsan, sesaat dia menjadi

hilang kendali, mendadak dia mengepalkan tinju, balas memukul

Sun Bu-pin.

Walaupun Sun Bu-pin sedang mengangkat seseorang, tapi

menghadapi Sin-hiong yang masih ingusan ini, bisa dikatakan

semudah membalikan telapak tangan, tinju Sin-hiong belum

mendarat, wajahnya sudah ditempeleng beberapa kali dengan

keras.

Kali ini Sun Bu-pin menempelengnya dalam keadaan sangat

marah, berapa besar tenaganya? Mungkin dia sendiri pun tidak

tahu, bagaimana Sin-hiong bisa bertahan, "Waaa!" dia berteriak

keras, lalu jatuh pingsan.

Sun Bu-pin tertegun, dalam hatinya berpikir, 'lebih baik sekalian

saja kubuang ke dalam gunung supaya dimakan serigala liar, anak

kecil seperti ini, tidak ada orang yang memeliharanya, walau

matipun tidak akan menjadi perhatian orang.'

Begitu hati kejamnya timbul, dia lalu meng-angkat tubuh Sen

Sin-hiong, berlari ke dalam gunung.

Kejadian ini, hampir saja membuat Sun Cui-giok yang sedang

ketakutan menjadi pingsan, ketika dia sudah sadar, dia melihat

ayahnya mengangkat Sin-hiong lari ke dalam gunung, wajahnya

terlihat merah padam dan menakutkan orang, dia berteriak:

"Ayah, ini bukan salahnya Sin-hiong, kau maafkan dia!"

Sun Bu-pin malah memegang lebih erat lagi memakinya:

"Jangan berteriak, jika tidak diam, aku juga akan melemparmu ke

dalam gunung supaya dimakan serigala liar."

Mendengar akan diumpan pada serigala liar, benar saja Cu-giok

menjadi diam, ketakutan, dia memandang ayahnya yang keji, diam

tidak berani bicara lagi.

Saat ini salju dan angin sedang turun lebih lebat lagi, di dalam

gunung tidak terlihat seorang pun, setelah Sun Bu-pin tiba di dalam

gunung, lalu memilih satu tempat dan melemparkan Sin-hiong ke

atas tanah, dengan kejinya berkata:

"Anak haram, sekarang kau boleh ikuti setan TBC ibumu itu."

Habis bicara, dia berjalan balik dan melihat-lihat ke sekeliling,

baru mengangkat Sun Cui-giok berlari pulang ke rumah.

Sun Cui-giok melihat ayahnya melemparkan Sen Sin-hiong ke

dalam gunung, tanpa peduli lagi berlari pulang ke rumah, dia

menjadi sedih dan menjerit-jerit menangis, tapi, suaranya sangat

lemah, di dalam gunung ini selain dia dan ayahnya, siapa lagi yang

bisa mendengarnya?

Tapi, kejadian di dunia, yang diluar dugaan bisa saja terjadi,

malam ini justru terjadi satu kejadian aneh.

Ketika tubuh Sun Bu-pin pelan-pelan meng-hilang di gunung ini,

dari atas sebuah pohon cemara yang rimbun, secepat kilat turun

satu bayangan hitam.

Bayangan hitam ini bukanlah serigala, tapi seorang manusia!

Orang ini godeknya sudah beruban, wajahnya bersih, jalannya

tertatih-tatih, di udara yang amat dingin ini, dia sama dengan Sin-

hiong, hanya memakai baju yang tipis, dia meloncat turun dari

pohon cemara yang tinggi, di atas permukaan salju malah sedikit

pun tidak meninggalkan jejak kaki.

Dengan cepat dan ringan dia berlari ke tempat jatuhnya Sin-

hiong, lalu mengangkat tubuh Sin-hiong, dia mengangkat kepalanya

ke atas langit dan menghela nafas:

"Haay...! Sungguh anak baik yang sulit dicari, tidak sia-sia aku

memperhatikanmu selama setengah tahun!"

Kata-kata ini entah berkata pada dirinya atau bukan? Hanya saja

setelah berkata begitu, suaranya jelas tampak sedikit gemetar, dia

memandang Sen Sin-hiong berkali-kali, wajahnya tampak senang

sekali.

Angin utara bertiup semakin kencang, salju pun turunnya

semakin lebat!

Tampak orang tua yang rambutnya sudah beruban, usianya

sudah lebih dari tujuh puluh tahun, meskipun begitu dia tidak bisa

menahan kegembiraan dalam hatinya, mendadak dia mengangkat

kepalanya ke atas langit lalu bersiul panjang, suaranya terdengar

jauh sekali, laksana auman harimau, siulan naga, dan juga laksana

seorang dewa yang menguasai bumi dan langit, dalam lautan salju

ini, ada semacam perasaan bangga dirinya telah berhasil.

Malam, semakin lama semakin larut.

Esok hari keadaannya akan bagaimana? Tidak ada orang yang

berani meramalkan.

Esok lusa keadaannya akan bagaimana? Juga tidak ada orang

yang berani meramalkan.

Kalau begitu, satu tahun dua tahun tiga tahun empat tahun,

malah sepuluh tahtm kemudian akan bagaimana? Itupun tidak ada

orang yang berani meramalkan.

OooodwoooO

Di saat petang hari, seekor kuda berwarna merah lari melewati

lapangan liar.

Orang yang duduk di atas kuda, tangannya memeluk sebuah

kecapi kuno dengan lima senar, memakai baju warna kuning muda,

hanya saja wajahnya kuning kering, seperti orang yang baru

sembuh dari sakit keras.

Usia dia tidak besar, kelihatannya hanya tujuh delapan belas

tahun, dia sedang melarikan kudanya ke ujung lapangan liar.

Sambil berjalan dia memetik senar kecapi di tangannya, suara

kecapi yang sangat merdu terdengar ke sekeliling dia, membuat

orang yang mendengarnya timbul perasaan dan semacam pikiran

yang amat jauh.

Di ujung lapangan liar adalah sederet perbukitan, di bawah

perbukitan bertebaran beberapa bangunan rumah, sepasang sorot

mata yang tajam orang ini dengan kaku melihat-lihat, dengan suara

mengandung perasaan iba dia berguman sendiri:

'Sepuluh tahun telah berlalu, pemandangannya masih sama, tapi

orang-orangnya sudah berubah, apakah aku masih bisa menemukan

mereka atau tidak, entahlah?'

Pelan-pelan dia melarikan kudanya, berlari menuju salah satu

rumah yang lebih besar di sisi gunung.

Malam telah tiba, bumi menjadi semakin samar samar, hanya

suara kecapi yang dihantar angin itu, laksana datang dari langit,

membuat bumi yang gelap ini menambah sedikit kehidupan.

Ketika suara kecapi semakin mendekati rumah itu, mendadak

dari dalam rumah berkelebat satu bayangan orang yang amat gesit.

Bayangan orang ini sesaat melihat-lihat ke sekeliling, lalu

bersembunyi di sudut yang gelap.

Saat ini, tamu aneh yang berjalan sendirian sudah melewati parit,

dia berjalan menuju rumah itu, ketika hampir tiba di depan pintu

rumah, mendadak dia menarik tali kekang menghentikan kudanya,

melihat di dalam rumah tampak gelap sekali, sesaat dia tertegun,

lalu dengan pelan-pelan turun dari atas kudanya.

Orang yang tadi berkelebat keluar dari dalam rumah, ternyata

telah melihat orang ini berhenti di depan pintu rumah, tidak tahan

dia berpikir dalam hatinya:

'Heh, dia benar-benar tidak akan pergi lagi!'

Belum selesai dia berpikir, tamu aneh yang memetik kecapi

sudah membalikkan tubuhnya dan bertanya:

"Mohon tanya saudara, apakah di dalam rumah masih ada

orang?"

Ketika dia berkata-kata, tampak wajahnya tersenyum ramah,

setelah selesai berkata, malah melepaskan pelana dari atas

kudanya, rupanya walau di dalam rumah tidak ada orang, dia

seperti sudah memastikan akan menginap.

Begitu dia berkata, orang yang bersembunyi di sudut yang gelap

tidak terasa menjadi terkejut, dalam hatinya berpikir:

'Saat dirinya bersembunyi, orang yang datang ini masih berjarak

dua puluh tombak lebih, apa lagi hari sudah gelap, tapi dia malah

bisa melihatnya dengan jelas, ketajaman mata orang ini sungguh-

sungguh sangat jarang ada di dunia persilatan?'

Ternyata malam ini, di tempat ini akan terjadi sesuatu? Di dalam

rumah tampak sudah berjaga-jaga dengan ketatnya, setelah tamu

aneh yang memetik kecapi ini muncul, keadaan di dalam rumah pun

mendadak menjadi tegang.

Sesaat orang yang bersembunyi itu masih tidak bisa memutuskan

apakah harus menjawab atau tidak, dari dalam rumah berkelebat

lagi satu bayangan orang, dalam sekejap sebilah pedang panjang

yang berkilauan telah menempel di leher tamu aneh ini, lalu

bentaknya:

"Hemm.. hmm.., kau mau apa?"

Di bawah sinar bulan bisa dilihat dengan jelas, wajah orang yang

memegang pedang ini tampan sekali, di antara alisnya lebih-lebih

memancarkan sikap gagah perkasa, apalagi saat tadi dia keluar dan

menempelkan pedangnya, kecepatan gerakannya sungguh jarang

terlihat di dunia persilatan!

Orang yang bersembunyi di kegelapan diam-diam memujinya, di

dalam hati berpikir:

'Tidak percuma Ho Koan-beng menjadi seorang murid hebat

diantara murid-murid Hoa-san, mengandalkan gerakan ini saja, tidak

usah malu disejajarkan dengan pesilat tinggi dunia persilatan.

Orang yang memetik kecapi tadi dengan tenang masih terus

melepaskan tali kekang kudanya, lalu berkata:

"Apakah perbuatan anda ini cukup sopan untuk menyambut

tamu?"

Begitu kata-katanya keluar, orang yang memegang pedang jadi

merasa keheranan, sambil menekan-kan pedang di tangannya, dia

berkata:

"Siapa sebenarnya dirimu? cepat katakan, jika tidak, jangan

salahkan aku membunuhmu!"

Sekarang orang yang memetik kecapi sudah selesai melepaskan

tali kekang kudanya, dengan tawar dia berkata:

"Nama hanyalah tanda bagi seseorang, seperti kau Sin-kiam-jiu

(Malaikat pedang) Ho Koan-beng, Ho-tayhiap yang julukannya

sudah menggemparkan dunia persilatan, nama besar ini tentu saja

perlu dirindukan, aku hanyalah Bu-beng-siauw-cut (orang kecil yang

tidak bernama), tidak penting menyebutkan nama pada orang lain?"

Dia selalu menunjukan penampilan yang tenang, tidak terburu-

buru, terhadap ujung pedang Ho Koan-beng yang menempel di

lehernya, seperti tidak peduli.

Hati Ho Koan-beng menjadi tegang, orang sekali berkata bisa

menyebutkan julukannya, sebenar-nya dia dari mana, dia sendiri

malah tidak tahu, bagaimana tidak membuat dia jadi meningkatkan

kewaspadaannya?

Setelah berkata orang yang memetik kecapi itu menepak-nepak

tubuh kudanya, berkata:

"Merah, kau pun boleh istirahat satu malam!"

Kuda itu seperti mengerti perkataannya, sekali meringkik, lalu lari

menuju kegelapan malam.

Perbuatannya yang aneh ini, seperti tidak ada orang saja di

sisinya, Ho Koan-beng pun jadi serba salah, pedang pusaka yang

dipegang, ditusukan salah, tidak ditusukan juga salah, keadaannya

menjadi sangat tidak nyaman.

Keadaan yang terjadi sulit dibayangkan, Ho Koan-beng adalah

pesilat tinggi muda yang belum lama muncul di dunia persilatan,

orangnya sangat pintar, apa lagi jurus pedangnya Tui-hong-kiam-

hoat (Ilmu pedang pengejar angin), dalam satu malam dia pernah

berturut-turut mengalahkan dua belas orang jago silat dari Ho-pak

(utara). Tapi tidak disangka, malam ini dia malah mengalami

keadaan yang tidak nyaman.

Orang yang bersembunyi di kegelapan sudah berjalan keluar,

berkata:

"Ho-tayhiap, asal usul orang ini sedikit aneh!" Kata-kata dia

sebenarnya tidak berguna, jika Ho Koan-beng tidak merasa orang ini

sedikit aneh, mungkin dari tadi dia sudah membunuhnya.

Sepasang mata Ho Koan-beng menyorot dua kilatan aneh,

seperti ingin menembus hati orang yang memetik kecapi itu, tapi

orang itu tidak mempeduli-kannya, sepasang matanya selalu

menatap pada pintu besar di depan yang cat merahnya sudah

luntur, entah ada perasaan apa di dalam hatinya?

Pada saat ini, tiba-tiba pintu besar terbuka, mata orang yang

memetik kecapi itu menjadi terang, seorang wanita sudah berjalan

keluar.

Wanita ini memakai baju ringkas, wajahnya sangat cantik, di

punggungnya terselip sebatang pedang panjang, wajahnya ada rasa

khawatir yang tidak bisa ditutupi, setelah dia keluar, melihat sekali

pada orang yang memetik kecapi, tanyanya:

"Ada maksud apa Tuan datang kemari, apakah bisa

menjelaskannya?"

Tubuh anak muda yang memetik kecapi jadi bergetar, diam-diam

menghela nafas panjang, di dalam hati berpikir:

'Dia tetap tidak berubah, akhirnya aku bisa bertemu juga dengan

dia, haay, dimana ayahnya?'

Pikiran ini hanya sekelebat lewat di otaknya, sekarang dia harus

menjawab pertanyaan wanita itu, pelan-pelan dia mengangkat

kepalanya, berkata:

"Karena mengejar waktu, aku jadi terlewatkan tempat

beristirahat, apakah boleh aku menginap semalam di rumah anda?"

Ho Koan-beng yang ada di belakang segera berteriak:

"Cui-giok, jangan dengarkan dia, orang ini asal usulnya

mencurigakan."

Tubuh Cui-giok tergetar, berkata:

"Koan-beng, kau tarik kembali pedangmu, dia bukan kelompok

setan itu!"

Setelah berkata, pada anak muda yang memetik kecapi, berkata

lagi:

"Malam ini di tempat kami ada masalah, jika Tuan tidak takut

urusan, silahkan masuk minum teh!"

Wajah anak muda pemetik kecapi itu tampak sinar terima kasih,

tapi dia tidak berkata apa-apa lagi, dia hanya menganggukkan

kepala, lalu mengangkat pelana kudanya dan berjalan masuk ke

dalam rumah.

Ho Koan-beng dan seorang lainnya tidak tahan jadi khawatir, Ho

Koan-beng buru-buru berkata:

"Cui-giok, kita hanya punya waktu tiga hari, kenapa kau masih

mengundang kerepotan?"

Cui-giok menghela nafas, matanya yang besar memandang ke

arah lapangan liar yang luas, dia seperti sedang mengharapkan

sesuatu. Tapi, dia sudah mengharapkan-nya selama sepuluh tahun.

Selama sepuluh tahun, dia sering bermimpi, malah mimpi yang

aneh-aneh.

Ternyata anak muda pemetik kecapi yang datang malam ini,

tindak-tanduknya yang aneh itu telah menyentuh hati Cui-giok,

sehingga ingatannya terbuka kembali pada kejadian sepuluh tahun

yang lalu, kejadian yang menakutkan itu, malah membuat dia lama

tidak bisa melupakannya.

Melihat Cui-giok tampak bengong menatap ke arah jauh, di

dalam hati Ho Koan-beng berpikiran lain, dia cepat-cepat berjalan

maju ke depan, memegang tangannya yang halus, pelan berkata:

"Adik Giok, kau tidak perlu khawatir, guruku pasti datang."

Cui-giok hanya bersuara "Mmm!", saat ini di sekeliling tempat itu

semuanya hanya salju putih, deruan angin dinginnya membuat dia

gemetar, dia berkata seperti bukan dari isi harinya:

"Sangat mengerikan sekali!"

Ho Koan-beng mengira dia merasa takut terhadap masalah yang

akan datang malam ini, padahal bagaimana pun hal ini akan terjadi,

saat itu dia maju selangkah merapatnya, dengan penuh kasih

sayang berkata:

"Takut apa? Aku ada di sisimu!"

Sikap dua orang yang mesra ini, dilihat oleh seseorang, orang ini

adalah anak muda yang memetik kecapi itu, dia jadi berpikir

sejenak:

'Mengandalkan apa aku ini? dulu aku hanya seorang pegawai

kecil di rumahnya.”

Malam sangat tenang, Ho Koan-beng dan Cui-giok berdiri di luar

sesaat, setelah merasa sedikit kedinginan, Ho-Koan-beng

mendorong pelan Cui-giok, berkata:

"Di luar dingin sekali, lebih baik masuk ke dalam."

Baru saja dia selesai berkata, mendadak dari kejauhan terdengar

suara keliningan kuda, wajah Cui-giok berubah hebat, dengan suara

gemetar berkata:

"Koan-beng, Sang-toh sudah datang!"

Wajah Ho Koan-beng ikut berubah, katanya:

"Entah dia datang sendiri, atau bersama gurunya?"

Ternyata orang yang datang ini adalah, penjahat besar yang

membuat orang dunia persilatan ketakutan hanya mendengar

namanya saja, dengan kedudukan Ho Koan-beng, saat dia

mengatakan ini, suaranya pun terasa sedikit gemetar!

Seorang lainnya sudah meloncat turun, berkata:

"Ho-tayhiap, apakah kita bertiga tidak bisa bersatu

melawannya?"

Ho Koan-beng membelalakan matanya, lalu berkata dingin:

"Saudara Gouw, kami dari Hoa-san-pai ber-beda dengan kalian

dari Bu-tong-pai, kami selamanya tidak pernah memenangkan

pertarungan dengan keroyokan, jika kau menilai aku ingin

mengandalkan orang lain untuk membantu, kau salah melihat

orang."

Habis berkata begitu, bersama dengan Cui-giok berlalu tidak

mempedulikannya lagi!

Hati orang bermarga Gouw merasa tidak enak, pikirnya:

'Jika aku seorang diri mampu melawannya, akupun tidak akan

lari kemari? Hemm.. hemm... bagaimana aku bisa menerima

ejekanmu?”

Saat ini suara keliningan kuda terus mendekat, orang yang di

panggil Gouw tidak sempat berpikir lagi, tubuhnya berkelebat,

kembali bersembunyi di semak belukar tadi.

Setelah suara keliningan itu semakin dekat, samar-samar terselip

suara seruling, dalam campuran dua suara itu, sekejap sudah tiba di

depan pintu, terdengar sebuah tawa keras yang menembus langit,

satu bayangan orang yang sangat gesit sudah meloncat ke atap

rumah, teriaknya:

"Ho Koan-beng, Sun Cui-giok, kalian suami istri cepat keluar!"

Di bawah sinar bulan, orang yang datang ini pun seorang anak

muda yang gagah, setelah dia naik ke atap rumah, dia kembali

meniup serulingnya, sambil meniup seruling dia berkeliling satu kali

ke seluruh rumah, setelah bersuara "Iiih!" sekali, dia tertawa dan

berkata:

"Ternyata telah mengundang orang membantunya, aku Sang-toh

malah tidak enak bertarung di dalam rumah, silahkan semuanya

keluar saja."

Maka bayangan-bayangan orang berkelebat laksana kapas

melayang keluar pintu.

Ternyata saat Sang-toh tiba di pekarangan terbuka, anak muda

pemetik kecapi itu sedang membawa pelananya berjalan masuk ke

belakang pekarangan, Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok

berdua, semuanya sudah bersembunyi di dalam kegelapan.

Begitu Sang-toh keluar, Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng mengikutinya

berkelebat keluar, teriaknya:

"Sobat, marga Ho tidak berniat melibatkanmu ke dalam masalah

ini. Orang ini adalah Giok-siau-long-kun (Laki-laki bersuling giok)

Sang-toh, dialah orang yang ternama akan kekejamannya, setelah

dia tiba, gurunya pun tidak lama lagi akan tiba."

Dia berkata, kata-katanya seperti tidak jujur, tapi setelah anak

muda pemetik kecapi mendengar, dia mengangkat kepala menguap

sekali, dengan tawar berkata:

"Ho-tayhiap bicara apa? Aku datang hanya untuk menumpang

menginap, apa itu Giok-siau-long-kun atau bukan, apa hubungannya

dengan aku?"

Dia lalu mengangkat pelana kudanya, berjalan menuju ke ruang

penyimpanan kayu bakar.

Terhadap keadaan di tempat ini dia seperti sangat hafal, sayang

Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok sedang gelisah, siapa pun tidak

memperhatikannya.

Dikatakan demikian, di dalam hati Ho Koan-beng menjadi marah,

diam-diam dia mendengus, di dalam hati dia berkata:

'Jika saatnya tiba, kau baru tahu ada atau tidak hubungannya

denganmu.'

Di luar pintu terdengar lagi suara dingin:

"Ho Koan-beng, jika kalian tidak mau keluar, aku akan bakar

rumah ini!"

Ho Koan-beng jadi tergetar, pikirnya:

'Mengandalkan dirinya dan Cui-giok malah ditambah Gouw-in,

murid dari Bu-tong, dia tidak tahu apakah bisa menghadapi dia atau

tidak, dari pada mengorbankan tiga nyawa, lebih baik aku sendiri

saja yang menghadapinya?

Maka dia berkata pada Cui-giok yang sedang bersembunyi:

"Adik Giok, kau cepat melarikan diri, di jalan jika tidak bertemu

dengan guruku, selamatkan dirimu ke tempat lain saja!"

Siapa sangka setelah dia berkata, di sekeliling-nya terasa hening,

tidak ada suara, begitu melihat ini Ho Koan-beng tidak tahan jadi

tergetar!

Dia tidak berpikir apa-apa lagi, langsung lari ke tempat

persembunyiannya Cui-giok, terlihat dia sedang tertidur lelap disana,

malah kelihatan tidurnya nyenyak sekali, dia kembali jadi tertegun!

Dari pengamatannya, sekali melihat dia sudah tahu Cui-giok telah

di totok jalan darah tidurnya, hanya saja orang yang menotok itu

menggunakan cara khusus, bolak balik memeriksanya, dia masih

belum tahu jalan darah mana yang telah ditotoknya?

Ho Koan-beng terkejut sekali, pikirnya: 'Jika orang yang

menotoknya berniat buruk, sebelum menotok Cui-giok mungkin

sudah dilukainya terlebih dulu, jika orang yang menotoknya berniat

baik, lalu kenapa dia tidak terang-terangan saja menampakkan diri

menolongnya?

Dalam waktu sekejap ini, dia hanya terpikir dua orang.

Satu adalah gurunya, tapi apakah ini mungkin, dia hafal sekali

sifat gurunya, jika dia sudah tiba, tidak mungkin tidak menampakan

dirinya?

Yang satunya lagi, dia terpikir anak muda pemetik kecapi itu,

namun kemungkinan ini tampaknya sangat kecil, orang itu wajahnya

kuning kering, sekelebat melihatnya persis dengan orang yang baru

sembuh dari sakit keras, selain sifatnya sedikit aneh, apa yang

disebut ilmu silat, mungkin dia pun tidak tahu:

Ho Koan-beng berpikir keras tapi tidak mendapatkan jawaban,

sesaat dia jadi terbengong, teriakan dan makian di luar, dia seperti

tidak peduli, seperti tidak mendengarnya.

Ketika dia sedang bengong, mendadak di atas kepalanya

terdengar suara "Ssst!", ternyata Giok-siau-long-kun sudah tidak

sabar lagi, dia langsung berkelebat masuk ke dalam ruangan, sambil

tertawa seruling di tangannya sudah datang menyerang!

Tidak percuma Ko Koan-beng menjadi orang ternama, walau

dalam keadaan bengong, mendengar di atas kepala ada gerakan,

pedang pusaka yang sudah berada di tangannya, dengan jurus

Heng-kang-cai-Iong (Sungai melintang memotong ombak),

menyabet ke depan tubuhnya, memotong ke sepasang kaki Sang-

toh.

Sang-toh tertawa dingin:

"Jurus ini boleh juga, tapi tidak terhitung jurus istimewa!"

Seruling di putar membuat tabir bayangan hijau, bukan saja telah

mementahkan jurus Ho Koan-beng, arah kepala serulingnya tepat

mengarah ke jalan darah Cian-keng, Hong-hu, dua jalan darah

besar di depan rubuh Ho Koan-beng.

Ho Koan-beng memiringkan rubuh, tapi seruling Giok-siau-long-

kunmengikutigerakannya,tepatmemotonggerakan

menghindarnya, memaksa jurus kedua Ho Koan-beng tidak bisa

dikeluarkan.

Ho Koan-beng terkejut, di saat yang berbahaya ini, mendadak

sebuah suara kuat membelah angin melesat menuju ke jalan darah

Meh-ken di pergelang-an tangan Sang-toh!

Pengalaman Sang-toh dalam pertarungan besar maupun kecil

sudah tidak terhitung banyaknya? Ketajaman mata dan telinganya

sudah sampai tingkat teratas, tahu ada orang yang diam-diam

menyerang, serulingnya segera dihentakan, senjata gelap itu

berhasil ditahan terpental ke udara.

Mengambil kesempatan saat Giok-siau-long-kun terhalang, tubuh

Ho Koan-beng sudah meloncat mundur ke belakang sejauh dua

tombak, rasa terkejut-nya belum habis, dengan suara gemetar dia

berteriak:

"Entah orang hebat dari mana yang datang membantu, Ho Koan-

beng sangat berterima kasih atas bantuannya!"

Setelah berkata, dia melihat ke sekeliling, keadaan tetap hening

tidak ada suara, tidak tahan dia kembali terbengong!

Wajah Giok-siau-long-kun yang tampan pun ikut berubah,

ternyata saat dia tadi menangkis senjata gelap itu, hampir saja

serulingnya terlepas, dia tidak bisa membayangkan, di dunia

persilatan masa kini siapa yang memiliki ilmu silat setinggi ini?

Tapi dia sudah sudah berpengalaman menghadapi musuh,

setelah berpikir sejenak dengan teliti, mendadak dia memutar

serulingnya di depan tubuh, sambil tertawa berkata:

"Bagus, apakah kau masih tidak mau mengundang orang yang

membantu kau itu keluar?"

Mendengar ini, Ho Koan-beng terpikir lagi anak muda yang

memetik kecapi, hanya saja bagaimana pun dia tidak bisa percaya,

orang pesakitan seperti dia, dengan senjata gelap yang sekecil itu,

bisa memukul mundur Giok-siau-long-kun yang sangat ternama di

dunia persilatan.

Tapi, di sekitar tempat ini, selain tamu aneh yang memetik

kecapi, hanya ada Gouw-in saja, bagaimana kemampuan Gouw-in?

Ho Koan-beng tahu sekali, hal ini sangat tidak mungkin?

Dengan sorot mata yang curiga dia menyapu, angin malam

bertiup, bayangan pohon di pinggir gunung melambai, di sekeliling

lapangan liar terlihat hening, sekarang selain dia dan Sang-toh

berdua, Ho Koan-beng tidak melihat bayangan orang ketiga?

Sang-toh dan Ho Koan-beng, hampir berpikiran sama, sorot

matanya menyapu ke sekeliling tempat itu, tapi tidak menemukan

ada sesuatu yang aneh, dia adalah orang pintar yang ternama,

saatMnipun merasa tidak mengerti.

Malam, semakin lama semakin larut.

Ho Koan-beng menghela nafas, berkata:

"Sang-tayhiap, terhadap masalah nona Sun aku benar-benar sulit

menjelaskannya."

Tiba-tiba Giok-siau-long-kun sadar kembali, dalam hati berpikir:

'Dirinya dengan Sun Cui-giok tadinya adalah sepasang sejoli yang

ideal, tidak diduga di tengah jalan muncul seorang Ho Koan-beng,

sehingga Sun Cui-giok pelan-pelan menjauhi dirinya, malah akhirnya

bertolak belakang dengan dirinya, kekesalan ini bagaimana bisa

setiap orang menerimanya?'

Dia berpikir bolak balik, dalam hatinya berpikir lagi:

"Kau sudah mendapatkan dia, sudah tidak usah di katakan lagi,

tapi tidak seharusnya diam-diam masih memaki aku sebagai orang

sesat, juga melibatkan guruku, hemm hemm, jika aku tidak

membunuh kalian berdua, sungguh aku tidak bisa meredakan

kebencian di dalam hatiku.'

Berpikir sampai disini, timbul hati kejamnya, tanpa mempedulikan

lagi siapa yang bersembunyi di kegelapan malam? Dia lalu

mengangkat serulingnya, kembali menotok dada Ho Koan-beng! -

Siapa sangka, baru saja dia mengangkat tangan nya, kembali

satu suara membelah angin menyerang-nya!

Serangan Giok-siau-long-kun ini sebenarnya hanya pura-pura,

serangannya belum dilancarkan, di dalam hati dia sudah waspada,

dia segera membalikan seruling, siap memukul jatuh senjata gelap

itu, tapi serangan senjata gelap itu ternyata sangat cepat, gerakan

dia masih terlambat selangkah, dia hanya merasakan sikunya lemas,

lengan yang sudah diangkat kembali jatuh ke bawah.

Sang-toh sudah banyak pengalaman menghadapi lawan, dia

sudah tahu di dalam kegelapan bersembunyi seorang pesilat tinggi,

dengan jurus Pathong-hong-ie (Hujan angin di delapan penjuru),

dia menggerakan serulingnya sampai angin dan hujan pun tidak bisa

menembus, dengan benci dia berkata:

"Ho Koan-beng sampai jumpa, kita masih ada waktu dua hari!"

Selesai berkata, orangnya sudah meloncat ke atas, suara seruling

yang pilu bercampur dengan suara keliningan kuda yang

memekakan telinga, terdengar dari dekat lalu menjauh, dalam

sekejap sudah pergi entah kemana!

Tindakannya terlalu mendadak, sampai Ho Koan-beng yang

melihatnya jadi terbengong, ketika dia terkejut, mendadak di

belakang tubuhnya ada angin berkesiur, tanpa berpikir lagi dia

membalikan tangan menusukan pedangnya ke belakang!

Baru saja dia menusukan pedang, terdengar seorang berteriak:

"Koan-beng, kenapa dirimu? Ini aku!"

Orang yang bicara itu adalah Sun Cui-giok, Ho Koan-beng yang

dua kali hampir menjadi orang mati, menyaksikan ini tanpa terasa

mengeluh:

"Adik Giok, kita sungguh-sungguh buta, cepat ikut aku

mengucapkan terima kasih pada orang yang telah menolong!"

Cui-giok tertegun, tanyanya terkejut:

"Siapa yang menolong kita?*'

Ho Koan-beng yang sudah lolos dari maut, saat ini tidak ada

semangat menjelaskannya, dia sendiri pertama tama lari menuju ke

pekarangan belakang.

Baru saja melangkah masuk ke pekarangan, belakang, sudah

terdengar dengkuran tidur dari dalam ruang penyimpanan kayu

bakar, tidak tahan dia kembali jadi tertegun, di dalam hati berkata:

'Orang ini pasti bukan penolongku, melihat rupa dia yang

penyakitan, bagaimana mungkin memiliki kemampuan setinggi ini,

dapat mengusir pergi Giok-siau-long-kun yang namanya

menggempar-kan dunia?'

Dengan pandangannya, ditambah belum berjalan sampai ruang

penyimpanan kayu bakar sudah terdengar suara dengkuran, di

dalam hati Koan-beng berpikir:

'Tidak usah dikatakan lagi, dia pasti bukan lawan Sang-toh,

menyuruh dia menangkis tiga jurus dari Sang-toh, mungkin juga

tidak bisa menahannya?'

Saat ini Cui-giok sudah berlari masuk, tanya-nya:

"Beng-ko, apa yang sedang kau pikirkan?"

Ho Koan-beng kembali menghela nafas dengan beratberkata:

"Adik Giok, apakah kau tahu kita sudah hidup untuk kedua

kalinya?"

Cui-giok membelalakan sepasang matanya yang besar:

"Sebenarnya apa yang sedang kau katakan?"

Ho Koan-beng menghela nafas panjang, lalu secara ringkas

menceritakan kejadian tadi, mendengar itu, sepasang mata Cui-giok

membelalak lebih besar lagi.

Sebenarnya dia tadi bersembunyi di sudut gelap, ketika dia

merasa ada angin meniup lembut, dia langsung tidak sadarkan diri,

siapa tahu setelah dia sadar kembali, bukan saja Giok-siau-long-kun

sudah lari ketakutan, juga orang ini telah menyelamatkan nyawanya

Ho Koan-beng.

Ho Koan-beng bengong sebentar, kembali berjalan ke pintu

ruangan penyimpanan kayu bakar, terlihat pintu kamarnya terbuka

lebar, anak muda pemetik kecapi itu sedang berbaring diatas

ranjang yang dibuat sementara dari papan, tidur dengan nyenyak

sekali.

Sun Cui-giok pun ikut masuk ke dalam, tapi ketika dia melihat

tempat dan bentuk tidurnya orang ini, hatinya segera tergetar!

Ingatan ini tertera sangat dalam di otaknya, sepuluh tahun yang

lalu, anak yatim piatu yang kasihan itu kadang-kadang di saat tidak

bisa pulang, sering tidur seperti ini, dan juga cara tidurnya, hampir

sama persis dengan Orang ini!

Tanpa sadar Sun Cui-giok jadi tertegun, di dalam hati diam-diam

berkata:

"Sepuluh tahun, sepuluh tahun, apakah kejadian ajaib bisa

benar-benar terjadi?"

Melihat Cui-giok memandang cara tidur tamu anehnya sampai

bengong, di dalam hati Koan-beng merasa tidak enak, pelan

berkata:

"Adik Giok, mari kau pulang dan istirahat!"

Hati Sun Cui-giok tergerak, diam-diam berpikir:

'Di tempat ini dia menunjukan perbuatan begini, tidak heran jadi

menimbulkan rasa curiga Ho Koan-beng, mengenai apakah orang ini

adalah Sen Sin-hiong atau bukan, dia harus pelan-pelan menyelidiki-

nya.'

Maka dia menyahut sekali, diam seribu bahasa lalu berjalan

kembali ke kamarnya.

Perasaan Ho Koan-beng pun terasa bertumpuk tumpuk, dia

berpikir-pikir lagi, di dalam hatinya, meneguhkan sebuah pikiran,

yaitu malam ini orang yang diam-diam menolongnya, pasti bukan

anak muda pemetik kecapi ini.

Ho Koan-beng pun kembali lagi ke kamarnya, kejadian yang

terjadi malam ini, sungguh terlalu ajaib, otaknya berputar-putar,

membuat dia lama tidak bisa tidur, ketika di ufuk timur mulai

memutih, dia baru bisa tidur.

Dia tidur tidak lama, seperti terbangunkan oleh suara tebangan

pohon, di dalam hati dia merasa heran, buru-buru dia memakai baju

bangkit berdiri, berjalan keluar pintu melihat, tampak anak muda

pemetik kecapi yang kemarin malam menginap, sepasang

tangannya sedang memegang kapak, di sisi gunung sedang

menebang satu pohon yang besarnya sampai pelukan tiga orang

dewasa.

Ho Koan-beng tertegun, di dalam hati berpikir, sedang apa dia?

Anak muda pemetik kecapi itu tanpa bersuara menebang pohon

besar itu, "Kraak kraak!" suaranya terdengar sampai jauh sekali, dan

akhirnya membangunkan Cui-giok juga. Dia keluar pintu, begitu

melihat hatinya terasa jatuh ke bawah, hampir saja dia berteriak!

Dia ingat dengan jelas, suatu malam ketika hujan salju, ayahnya

menyuruh Sin-hiong menebang pohon besar ini, tidak diduga

setelah lewat sepuluh tahun dia masih tidak melupakan hal ini, dan

sengaja datang kemari menyelesaikan keinginannya.

Tapi, ketika dia melihat dan melihat lagi, dia merasa penampilan

orang ini sedikitpun tidak mirip, jangan kata bayangan belakang dan

bentuk tubuhnya, wajahnya Sen Sin-hiong bagaimana pun tidak

akan kuning kering seperti ini?

Tapi tidak peduli dia mirip atau tidak, di dalam hati Sun Cui-giok

pun sangat emosi, tidak tahan berkata:

"Haai..., sudah sepuluh tahun, pohon besar ini sudah tumbuh

lebih besar lagi!"

Anak muda pemetik kecapi itu menebang pohon sambil

menundukan kepala, kapak naik ke atas dan turun ke bawah,

gerakannya sangat mahir, siapa-pun yang melihat langsung tahu dia

adalah ahlinya.

Mendadak Ho Koan-beng teringat satu hal, tidak tahan bersuara

"Iiih!" lalu bertanya:

"Adik Giok, dimana Gouw-in?"

"Bukankah kemarin malam dia masih ada? Jika dia meninggalkan

tempat ini, mungkin nyawanya tidak terlindung?"

Ho Koan-beng memandang sekali: "Kita tidak perlu pedulikan dia

lagi, walaupun dia akan mati, itu pun urusannya!"

Memang dalam dunia persilatan sekarang, persaingan di antara

berbagai perguruan sangat keras, masing-masing perguruan

menyebut dirinya aliran lurus, Siau-lim tidak tunduk pada Bu-tong,

Bu-tong pun tidak tunduk pada Siau-lim, Hoa-san, Go-bi, Kun-lun

dan Tiang-pek pun sama saja, maka ketika kemarin malam Gouw-in

berkata ingin bersama-sama melawan

Giok-siau-long-kun, wajah Ho Koan-beng segera tampak sinis.

Ketika kedua orang itu berbicara, mendadak kapak anak muda

pemetik kecapi itu sudah berhenti menebang, sambil

menggelengkan kepala berkata:

"Pohon ini besar sekali, mungkin memerlukan dua hari baru

dapat menumbangkannya!"

Setelah berkata, dia bersiul nyaring melesat ke langit, siulannya

belum berhenti, dari kejauhan sudah tampak satu bayangan merah

melesat datang dengan cepatnya.

Begitu dia menaruh kapaknya, bayangan merah itu sudah

mendekat, ternyata itu adalah kuda merah yang ditungganginya

kemarin malam, terlihat dia dengan pelan meloncat naik, dan

tubuhnya sudah berada di atas kuda.

Ho Koan-beng jadi tergetar, sekarang dia sudah sadar, dari siulan

panjangnya anak muda pemetik kecapi tadi, nadanya sangat

nyaring, jika tidak memiliki tenaga dalam latihan puluhan tahun,

mana mungkin dia bisa melakukannya?

Dia berpikir-pikir, saat ini sepertinya samar-samar dia tahu, orang

ini mungkin ada hubungannya dengan orang yang diam-diam

menolongnya kemarin malam, ketika melihat dia naik ke atas kuda,

dia mengira akan pergi, maka buru-buru dia berlari ke depan, sambil

berteriak:

"Saudara tunggu sebentar, aku ingin bicara!"

Anak muda pemetik kecapi memandang dia sekali, tanyanya:

"Tidak tahu Ho-tayhiap ada perlu apa?"

Wajah Ho Koan-beng tampak sinar berterima kasih, berkata:

"Aku ada mata tapi tidak bisa melihat, kemarin malam telah

berlaku kurang sopan, mohon anda tinggal lagi beberapa hari disini,

bagaimana?"

Nada bicaranya, laksana seorang tuan rumah saja, di atas wajah

anak muda pemetik kecapi yang kuning itu, mendadak terkilas satu

sinar aneh, berkata:

"Walaupun aku tidak berkata pada Ho-tayhiap, tapi aku hanya

bisa tinggal satu malam di rumah ini."

Berkata sampai disini, mendadak dia merubah nada bicaranya,

dengan pelan dan dalam berkata:

"Mengenai pohon besar itu? Aku sangat membencinya, maka aku

harus menebangnya, jika anda suami istri tidak keberatan, setengah

bulan kemudian aku pasti kembali menyelesaikannya."

Perkataannya sedikit tidak menyambung, tapi sebenarnya ada

maksud tertentu, dia memandang mereka berdua suami istri,

apakah karena terpengaruh oleh Giok-siau-long-kun, itu tidak jelas.

Ho Koan-beng merasa kesulitan, berkata:

"Apakah saudara benar-benar tidak bisa tinggal disini satu dua

hari saja?"

Anak muda pemetik kecapi mengangkat kepala melihat langit,

matahari pagi baru saja terbit, dalam hati berpikir:

'Sepuluh tahun lalu, di tempat ini, di waktu ini, saatnya aku

bekerja,' sorot matanya melihat ke sisi gunung dengan sorot penuh

kerinduan, tapi tidak menjawab apa yang ditanyakan Ho Koan-beng

tadi.

Perilakunya yang sedikit aneh ini, tidak bisa mengelabui mata

Sun Cui-giok, setelah mendengar kata-katanya, tidak tahan dia

menjadi sedih sekali, dia menundukkan kepalanya,, kejadian masa

lalu laksana lampu berputar-putar di depan matanya, jika benar

orang yang di depan mata ini adalah Sen Sin-hiong, kata-kata ini

pasti ada maksud tertentu.

Anak muda pemetik kecapi pelan-pelan menggerakkan kudanya,

berjalan lewat di depan Cui-giok dan Ho Koan-beng, Ho Koan-beng

jadi tambah gelisah, katanya lagi:

"Walaupun saudara harus pergi, juga harus makan dulu."

Habis berkata, dia memegang rambut kuda (kudanya belum

memakai pelana), kegelisahannya tampak jelas sekali.

Kenapa Ho Koan-beng memaksa dia untuk tinggal terus, masalah

ini hanya dia sendiri yang tahu.

Memang, Giok-siau-long-kun kemarin malam sudah datang, dan

tidak beruntung mengalami kegagalan hingga pulang kembali, Ho

Koan-beng tahu dia pasti akan kembali lagi dengan membawa

gurunya Ang-hoa-kui-bo (Iblis bunga merah) yang julukannya

sangat menakutkan di dunia persilatan, Ho Koan-beng bukan lawan

Sang-toh, gurunya walaupun dapat menghadapi Ang-hoa-kui-bo,

tapi siapa yang bisa menghadapi Sang-toh? Hal inilah yang

membuat dia sangat gelisah.

Anak muda pemetik kecapi menggelengkan kepala dengan suara

mengeluh berkata: "Haay..., aku harus pergi!"

Sun Cui-giok melihat dia bersikeras mau pergi, dengan gelisah

sekali, teriaknya:

"Bagaimana kau boleh pergi! Kau tidak boleh pergi!"

Suaranya penuh dengan nada memohon, membuat wajah anak

muda pemetik kecapi menjadi serius, dia menatapnya dengan sorot

mata bengong, dalam hatinya timbul sebuah pikiran yang sulit

dikatakan, mendadak membalikan kudanya, berjalan kembali ke sisi

gunung.

Setelah tiba di sisi gunung, terlihat dia menepak kudanya, pelan

berkata:

"Merah, kita tinggal beberapa hari lagi." Habis berkata, dia

meloncat turun dari atas kuda, mengambil kapak yang ada di sisi

pohon besar, kembali menebang pohon itu.

Tindakan dia walaupun aneh, tapi Ho Koan-beng tahu dia telah

meluluskan untuk tinggal, tentu saja dalam hatinya sangat gembira.

Pikiran Cui-giok lain lagi, dia tahu setiap tindakannya

mengandung makna, mungkin semua ini mengandung kekesalan,

tapi setelah dipikir, dia merasa ada sedikit tidak benar, jika dia

datang dengan hati benci, kemarin malam dia tidak akan menolong.

Dua orang ini sekarang sudah berani memastikan kemarin malam

yang menolong mereka adalah dia, walau mereka tidak ada bukti,

juga tidak melihat dengan mata kepala sendiri, tapi selain dia ada

siapa lagi?

Ho Koan-beng seperti terlepas dari beban berat, pelan-pelan

membalikan tubuh, berkata:

"Adik Giok, sifatnya aneh, mungkin sejak kecil sudah

mendapatkan pukulan, sekarang siapkanlah makan siang."

Pikiran Sun Cui-giok pun tidak menentu, tapi dia tidak enak

memperlihatkan di hadapan Ho Koan-beng, terpaksa menyahut

sekali, lalu berjalan kembali ke dalam rumah.

Ho Koan-beng memandang bayangan belakangnya, di dalam hati

timbul banyak pikiran, pada saat ini, dari kejauhan terdengar suara

panjang ringkikan kuda, di dalam gumpalan debu, samar-samar

terlihat seekor kuda berlari.

Ho Koan-beng sangat gembira, buru-buru dia menyambutnya,

teriaknya:

"Guru, guru, anda sudah datang!"

Kuda yang datang larinya cepat sekali, tidak lama kemudian

sudah bisa dilihat dengan jelas penunggangnya.

Orang ini adalah seorang tua, dengan janggut perak melayang-

layang di depan dadanya, wajahnya merah memakai baju warna

biru ungu, dialah ketua Hoa-san-pai Tui-hong-tayhiap, Cia Thian-cu.

Cia Thian-cu turun dari kudanya, begitu melihat ke atas, belum

sempat bertanya, mendadak dia bersuara keheranan:

"Apa itu?"

Baru saja Ho Koan-beng akan membungkuk menghormat,

mendengar perkataan gurunya, dia ikut melihat ke arah yang yang

dilihat gurunya, terlihat di atas sebelah kanan pintu, entah ditulis

oleh siapa, ada empat huruf di tulis menggunakan darah segar

"bunuh semua", di kedua sisi empat huruf itu, digambar sebatang

seruling dan sebuah tongkat besi, menakutkan siapa pun yang

melihatnya.

Ho Koan-beng tidak tahan lagi dengan terkejut berkata:

"Kenapa kami tadi tidak melihatnya?"

Pintu itu tidak tinggi, tadinya dia ingin meloncat ke atas

menghapusnya, tapi tidak ada tempat untuk bisa menahan tubuh,

maka dia cuma melihat-lihat, lalu diam tidak bicara lagi.

Mata Tui-hong-tayhiap Cia Thian-cu menyapu, mendadak terlihat

anak muda pemetik kecapi sedang menebang pohon besar,

tanyanya:

"Anak Beng, siapa dia?"

Tidak percuma Cia Thian-cu menjabat sebagai seorang ketua

perguruan besar, penglihatannya sangat teliti, malah seorang yang

tidak mencolok mata pun bisa menjadi perhatiannya.

Ho Koan-beng berkata:

"Orang ini kemarin malam datang kesini untuk menumpang

menginap, sifat dia sedikit aneh."

Perkataannya pelan sekali, habis berkata, dia lalu menceritakan

kejadian yang terjadi kemarin malam.

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai berpikir sejenak, berkata:

"Koan-beng, cepat lihat ke dalam rumah."

Baru saja dia berkata, mendadak terlihat Cui-giok dengan tergesa

gesa berlari keluar berteriak:

"Koan-beng, cepat kemari dan lihat."

Begitu melihat Cia Thian-cu sedang berdiri di sisi Ho Koan-beng

wajahnya berubah menjadi serius:

"Cia Lo-cianpwee, anda datang tepat sekali, di belakang terjadi

kekacauan lagi."

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai tidak menjawab, sambil mengambil

nafas, langsung masuk ke dalam rumah.

Ho Koan-beng melihat wajah Sun Cui-giok yang tergesa-gesa,

tidak tahan bertanya:

"Adik Giok, sebenarnya apa yang terjadi?"

Cui-giok meredakan nafasnya sejenak, baru berkata:

"Di pekarangan belakang kita, dilempari beberapa ekor mayat

anjing dan babi, di atasnya juga ada empat huruf "Bunuh semua",

kau pikir ini serem tidak?"

Ho Koan-beng diam-diam menarik nafas, di dalam hati berkata:

Disini selain kemarin malam pernah di datangi Sang-toh, hanya

ada anak muda pemetik kecapi itu. Tapi Sang-toh tidak lama berada

disini, apakah hal inipun dilakukan oleh tamu aneh itu?"

Berpikir sampai disini, matanya memandang ke arah sana,

terlihat anak muda pemetik kecapi masih menebang pohon besar

itu, saat kapaknya membacok, terdengar suara nyaring "Kraak!",

tadinya suara ini tidak dirasakan apa-apa, sekarang begitu

mendengar, malah perasaannya seperti ada yang menusuk.

Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng tertegun sejenak, lalu berkata pada

Sun Cui-giok:

"Kau awasi orang yang menebang pohon itu, biar aku masuk ke

dalam melihatnya."

Dia langsung berlari masuk.

Siapa sangka, baru saja dia melangkah masuk ke dalam pintu, di

depan ada orang berlari keluar, dalam keadaan terkejut hampir saja

Ho Koan-beng menabraknya, orang itu berkata:

"Anak Beng, kenapa kau tergesa-gesa seperti ini?"

Wajah Ho Koan-beng menjadi merah, dengan gagap berkata:

"Guru, menurut pandanganku, hal ini pasti ada apa-apanya."

Tui-hong-tayhiap Cia Thian-cu melihat Ho Koan-beng yang

tergesa gesa, di dalam hatinya merasa tidak senang, sambil tertawa

dingin dia berkata:

"Walaupun ada masalah sebesar langit, masih ada guru disini

yang akan mengatasinya!"

Ho Koan-beng tahu dirinya salah bicara, dia bum-buru mundur ke

samping, menyahut "Ya!" lalu menahan nafas tidak berani bicara

lagi.

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melangkah keluar pintu, melihat anak

muda penebang pohon itu masih terus bekerja, tidak terasa dia

mengerutkan alisnya, walaupun pengalaman dunia persilatannya

sudah banyak, diapun diam-diam merasa keheranan.

Ho Koan-beng mengikutinya melangkah keluar, melihat Cui-giok

bengong berdiri disana, dia berkata:

"Adik Giok, hari sudah siang, kau siapkan saja makanan, urusan

disini biar guruku yang mengurus-nya."

Sun Cui-giok seperti terkena hipnotis, dia menyahut, tapi

tubuhnya tidak bergerak sedikitpun.

Ho Koan-beng merasa heran, di dalam hatinya berpikir, entah

kenapa dia hari ini, saat itu dia berkata lagi:

"Adik Giok, kau kenapa?"

Sun Cui-giok kembali menyahut, tapi tubuh-nya tetap tidak

bergerak.

Hati Sin-kiam-jiu semakin tidak enak!

Buru-buru Ho Koan-beng berlari kesisi Sun Cui-giok, melihat dia

bengong mengawasi anak muda pemetik kecapi itu, dalam hatinya

kembali timbul perasaan lain, dia memaksa menelan kembali kata-

kata yang mau diucapkannya.

Sun Cui-giok terus menatapnya, sekarang, dia seperti sudah tidak

curiga lagi.

Dia sudah memastikan orang ini pasti Sen Sin-hiong, sebab

ketika Sin-hiong masih kecil, dia menebang pohon, biasa

menggunakan tangan kiri, sekarang dia bisa melihat anak muda

pemetik kecapi inipun menggunakan tangan kiri, sehingga dia jadi

terbengong, lupa akan hal lainnya.

Situasi yang ada di depan mata sekarang walaupun sangat

tegang, tapi melihat keadaannya, mendadak di hati Ho Koan-beng

timbul perasaan kesepian, dia diam seribu bahasa lalu bergeser ke

samping guninya.

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melihat sejenak, lalu berkata seram:

"Orang yang melakukan ini sungguh kejam sekali, Hmm...

mereka harus dibasmi semua!"

Perkataannya jika dikatakan oleh orang lain, masih tidak apa-apa,

tapi justru dikatakan oleh seorang jago silat kelas wahid dunia

persilatan, Ho Koan-beng yang mendengar merasa alas kakinya

menjadi dingin, terus merambat sampai ke atas punggung,

kejadian yang begitu tiba-tiba, sampai etika antara guru dan murid

pun tidak dipedulikan.

Pada saat ini, mendadak anak muda pemetik kecapi mengelap

keringat di keningnya, lalu berkata sendiri:

"Haai, masih setengah lebih, mungkin hari ini tidak bisa selesai."

Setelah berkata, dia mengangkat kepala melihat ke langit,

matahari sudah tinggi sekali, pelan-pelan dia berjalan mendatangi.

Tiga orang yang berdiri disana, masing-masing mempunyai

pikiran yang berbeda, tapi berpikir keras dalam waktu yang

bersamaan.

Walaupun Ciang-bun-jin Hoa-san-pai seorang tetua yang sangat

dihormati, tapi melihat kejadian yang terjadi di depan matanya,

begitu sadis juga misterius, saat dia berdiri di luar pintu,

keadaannya seperti berbeda sekali.

Dalam harinya diam-diam dia merasa heran, tapi tidak tahu apa

sebabnya.

Sun Cui-giok melihat anak muda pemetik kecapi pelan-pelan

berjalan mendatangi, rupanya persis seperti Sin-hiong yang sepuluh

tahun lalu, tanpa sadar dia berteriak:

"Sin-hiong, sudah waktunya makan!"

Wajah anak muda pemetik kecapi tampak terkejut, dia melihat

sekali pada Sun Cui-giok, lalu menundukan kepala meneruskan

jalannya.

Sikap kedua orang yang penuh rahasia ini, terlihat oleh mata Ho

Koan-beng, hatinya merasa tidak enak, dia berpikir:

'Gurunya ada disini, tapi dia sekali pun tidak menyapanya,

terhadap orang yang penuh misterius ini dia malah berkata begitu

mesranya, sebenarnya apa penyebabnya?'

Ho Koan-beng menarik Sun Cui-giok, tanyanya:

"Adik Giok, apakah nasinya sudah siap?"

Tiba-tiba Sun Cui-giok tergetar, dia seperti terbangun dari mimpi,

wajahnya menjadi merah: "Hampir siap!"

Setelah berkata begitu, dia baru membalikan tubuhnya berjalan

ke dalam rumah.

Ho Koan-beng mendengus, hatinya merasa tidak enak, sikapnya

semakin nyata di wajahnya.

Entah Ciang-bun-jin Hoa-san-pai sedang memikirkan apa?

Terhadap sikap muridnya dia pun seperti tidak menaruh perhatian,

setelah berjalan-jalan di luar pintu sejenak, dia berkata:

"Anak Beng, kita bicara di dalam."

Dia lalu menarik tangan Ho Koan-beng, berjalan masuk ke dalam

rumah.

Ketika tiga orang itu sudah masuk ke dalam rumah, anak muda

pemetik kecapi itu baru melangkah ke depan pintu, dia mengangkat

kepalanya melihat ke atas, terlihat di atas pintu ditulis beberapa

huruf "Bunuh semua", wajahnya tampak tersenyum sinis. Sesudah

itu baru melangkah masuk.

Tiba di dalam ruangan, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai sedang

berbincang-bincang dengan Ho Koan-beng dia malah berjalan

mengelilingi ruangan, memegang-megang ini, melihat-lihat itu,

terhadap segala sesuatu yang ada disana, seperti sangat hafal

sekali, tapi pun seperti sangat asing.

Tidak lama kemudian, Cui-giok sudah menyiapkan makanan di

atas meja, anak muda pemetik kecapi malah tanpa sungkan lagi

langsung duduk di atas kursi besar di tengah, tampil sebagai tamu

agung.

Ho Loan-beng dan Cui-giok menjadi tertegun. Seharusnya dia

sadar di antara empat orang di dalam ruangan ini, tidak peduli usia

atau kedudukannya, seharusnya Ciang-bun-jin Hoa-san-pai, Cia

Thian-cu yang duduk di kursi itu, tidak diduga dia malah duduk

disana, bagaimana kejadian ini tidak membuat mereka terkejut.

Sun Cui-giok dengan keheranan melihat dia sekali, tapi dia malah

berlagak seperti seorang angkatan saja, sekali pun tidak

memandang kepada ke tiga orang itu.

Walaupun kesabaran Ciang-bun-jin Hoa-san-pai sudah sangat

terlatih, tapi melihat keadaan yang terjadi, wajahnya terlihat

menjadi sedikit marah.

Tapi aneh, walaupun nasi dan masakan sudah tersedia, dia

sedikit pun tidak bergerak, menunggu setelah Tui-hong-tayhiap Cia

Thian-cu dan Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng duduk dan mengambil

sumpit, dia baru mengikutinya mengambil sumpit.

Ketika tiga orang itu tidak mengambil masakan atau nasi, diapun

tidak bergerak, Ho Koan-beng yang melihat, kembali hatinya merasa

keheranan.

Jika dikatakan dia tidak tahu sopan santun! Kelihatannya tidak

begitu? Jika dikatakan dia mengerti sopan santun, kenyataannya dia

tidak tahu sopan, sebabnya dia duduk dikursi itu, karena Ho Koan-

beng dan Sun Cui-giok berdua bersikeras menahannya, kedua orang

itu jadi tidak enak menyuruh dia berganti tempat, karena mereka

berdua tidak mengatakannya, Tui-hong-tayhiap pun dengan

kedudukan sebagai ketua satu perguruan besar, lebih tidak enak

meribut-kan masalah kecil seperti ini.

Keadaan menjadi canggung sekali, hanya dia seorang diri yang

tidak mempedulikannya, Tui-hong-tayhiap melihat dipihaknya sudah

memegang sumpit, saling pandang dan tidak bergerak, tidak tahan

dia bersuara "Hemm!" lalu bertanya:

"Anak Beng, apa masih ada tamu lagi?"

Hati Ho Koan-beng menjadi gelisah, dia mengira gurunya

menyalahkan dia tidak seharusnya mengundang tamu yang tidak

tahu sopan santun ini, saat itu dengan cemas dia menjawab:

"Benar, aku tidak akan mengundang tamu lagi!"

Dengan sorot mata dingin Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melihatnya,

dalam hatinya berpikir:

'Koan-beng biasanya pintar, kenapa hari ini bicaranya selalu tidak

nyambung.' Hatinya merasa kesal lalu berkata:

"Aku tanya apa masih ada orang tidak, jika tidak ada kita boleh

mulai makan."

Ho Koan-beng melihat mereka berempat hanya memegang

sumpit tapi tidak bergerak, baru dia sadar, dengan gagap berkata:

"Tidak ada, tidak ada!"

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melihat muka muridnya yang seperti

kebingungan, kembali dia bersuara "Hemm!" baru menggerakan

sumpit mulai makan nasi.

Sarapan ini, sungguh terasa sangat canggung, terlihat Ho Koan-

beng banyak pikiran, di dalam hati dia berpikir:

"Tadi aku mengundang orang ini tinggal disini, berharap dia

malam hari nanti bisa menghadapi Sang-toh, siapa tahu di hadapan

guruku, dia malah membuat kelakar yang begitu besarnya."

Dia berpikir lagi:

'Jika orang ini saat ini ingin pergi, aku malah akan memberi dia

ongkos perjalanan, jika nanti makan malam masih begini,

kesalahanku akan semakin besar.'

Ketika sedang berpikir, mendadak dari kejauhan terdengar derap

kuda berlari, Ho Koan-beng terkejut, cepat-cepat berkata:

"Guru, silahkan duduk sebentar, biar murid keluar melihat siapa

yang datang!"

Habis bicara, dia bangkit berdiri, berlari keluar.

Begitu Ho Koan-beng keluar pintu. Kuda yang datang itu sudah

tiba di depan ramah, begitu melihat, dia merasa orang yang datang

terasa asing sekali, tapi orang itu sudah meloncat turun dari

kudanya, dengan wajah tegang bertanya:

"Aku Ci-hoat-kui (Setan rambut merah) Cin Kao, mohon tanya

apakah disini ada Ho-tayhiap?"

Ho Koan-beng jadi tergetar, nama besar Ci-hoat-kui dia

sepertinya hafal, saat itu dia berkata:

"Aku Ho Koan-beng, anda menanyakan diriku entah ada

keperluan apa?"

Mendengar ini mendadak Ci-hoat-kui Cin Kao bersujud di atas

tanah, dengan suara gemetar berkata:

"Ho-tayhiap tolong nyawaku!"

Ho Koan-beng icx kejut, teriaknya:

"Anda ada masalah apa? Silahkan berdiri dan bicara."

Wajah Ci-hoat-kui penuh dengan kesusahan dan kesedihan, dia

tetap bersujud, tidak mau berdiri:

"Tayhiap, terimalah permohonan jiwa anjingku, baru hamba

berani berdiri dan menceritakannya."

Dia malah sampai merubah sebutan dirinya, Ho Koan-beng yang

mendengar, jadi semakin terkejut, semua orang tahu Cin Kao bukan

orang biasa, dalam hati Ho Koan-beng pun tahu benar, di daerah

Ho-pak di kelompok aliran hitam, Ci-hoat-kui adalah penjahat yang

sangat ternama, hari ini tanpa sebab yang jelas dia datang kemari

mencari dirinya, entah ada masalah besar apa?

Tapi jika sekarang dia tidak menyanggupinya, kelihatannya Ci-

hoat-kui akan terus berlutut di tanah, dan tidak mau berdiri, maka

dengan menghela nafas panjang dan tidak bisa berbuat apa-apa dia

berkata:

"Baiklah, aku menyanggupi."

Ci-hoat-kui bersujud lagi beberapa kali, baru bangkit berdiri

katanya:

"Beberapa hari yang lalu, di jalan raya Koan-lok hamba bertemu

dengan Ang-hoa-kui-bo dan murid nya, hamba di siksa oleh mereka,

ingin melawan tidak mampu melawannya, tadinya ingin bunuh diri

saja, siapa sangka dua iblis ini tidak membiarkan hamba mati."

Mendengar ini Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng menghela nafas dingin:

'Ingin mati pun tidak bisa, mereka berdua sekarang ini malah

akan menyerangku, apa gunanya kau minta tolong padaku/

Tapi Ho Koan-beng tetap bertanya:

"Kenapa dia tidak membiarkan kau mati?"

Cin Kao batuk sekali, melanjutkan:

"Dia berkata, kau bisa tidak mati, hanya ada satu orang yang

bisa menyanggupi menolongmu."

Ho Koan-beng semakin mendengar semakin heran, tanyanya:

"Tapi siapa orang itu?"

Di dalam hatinya sekarang, asalkan ada orang bisa dimintai

pertolongan, dia sendiri malah ingin pergi meminta pertolongannya.

Ci-hoat-kui dengan wajah sedih berkata: "Orang ini adalah kau

Ho-tayhiap, semut saja ingin hidup, makanya hamba jauh-jauh

datang kemari, minta pertolongan Ho-tayhiap, menyelamatkan

nyawa hamba."

Begitu mengucapkan ini, hati Ho Koan-beng terasa seperti

hancur, matanya menjadi bingung, dalam hati berpikir:

'Mereka melakukan ini, supaya dia melepaskan Cui-giok?’

Ketika Ho Koan-beng tidak tahu harus berbuat bagaimana, Ciang-

bunjin Hoa-san-pai dan Sun Cui-giok sudah berjalan keluar.

Ci-hoat-kui mengenal Tui-hong-tayhiap Cia Thian-cu, begitu

melihatnya buru-buru dia bersujud kembali:

"Baik sekali, ternyata Cia-cianpwee ada disini, tolonglah nyawa

anjing hamba ini."

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai mengerutkan alisnya: "Koan-beng, apa

sebenarnya yang terjadi?"

Ho Koan-beng tidak mempedulikan gurunya yang ada di

samping, setelah mengeluh panjang, lalu menceritakan maksud

kedatangannya Ci-hoat-kui.

Setelah mendengar ini, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai dengan kesal

berkata:

"Iblis itu sungguh keterlaluan."

Walaupun berkata begitu, dia tetap khawatir, jika Ang-hoa-kui-bo

dengan muridnya, malam ini benar benar datang kemari, melihat

kekuatan mereka sekarang, yang benar-benar mampu melawannya,

mungkin tidak sampai setengahnya.

Dia melihat cuaca, sekarang sudah tengah hari, dalam hati

berpikir:

'Sekarang waktunya masih lama, kenapa aku tidak pergi ke

sekitar ini untuk menyelidikinya?

Berpikir sampai disini, maka dia berkata pada Ho Koan-beng:

"Anak Beng, bawa dia masuk ke dalam, aku ingin berkeliling dulu

untuk menyelidikinya!"

Habis berkata, dia langsung pergi.

Ho Koan-beng terpaksa menarik bangun Ci-hoat-kui, bersama-

sama Cui-giok membawanya masuk ke dalam.

Kembali ke dalam ruangan besar, anak muda pemetik kecapi itu

sudah tidak ada di tempatnya, entah pergi kemana, Ho Koan-beng

bertanya:

"Adik Giok, kemana orang itu?"

Sun Cui-giok mengerutkan alisnya:

"Dari tadi dia sudah kembali ke mang penyimpanan kayu bakar

untuk istirahat."

Ho Koan-beng tidak melanjutkan pertanyaan-nya, dalam hati

terpikir masalahnya yang semakin tegang, kelihatan, demi masalah

ini Ang-hoa-kui-bo tidak akan segan-segannya mengerahkan seluruh

kekuatannya, dia sendiri walaupun di bantu gurunya mungkin akan

kalah juga.

Tiga orang yang duduk di ruangan besar tidak bisa berbuat apa-

apa, dalam keadaan tidak ada pekerjaan, seorang diri Ho Koan-beng

berjalan menuju ke gerbang.

Bolak-balik berjalan, dia tidak tahu malam ini harus bagaimana

mengatasinya.

Pikir punya pikir, sorot matanya tidak sengaja melihat ke atas,

mendadak dia melihat empat huruf merah darah itu entah sejak

kapan sudah dihapus seseorang, di sisi gambar seruling dan tongkat

besi, sudah ditambah sebuah gambar yang mirip kail tapi bukan kail,

seperti pedang tapi juga bukan pedang, melihat ini Ho Koan-beng

jadi terkejut sekali.

Dia selangkah pun tidak pernah keluar dari ruangan ini, beberapa

huruf yang tidak enak dipandang di atas pintu itu, dengan

tenangnya telah dihapus dan ditambah gambar senjata aneh itu

oleh seseorang, tapi dia malah sedikit pun tidak tahu, kalau begitu,

ilmu silat orang ini sungguh sudah sampai tingkat yang

mengejutkan.

Waktu pelan-pelan berlalu, Ho Koan-beng tidak sadar sudah

berdiri bengong di depan pintu itu entah sudah berapa lama,

mendadak ada orang menyentuh dirinya, dia jadi terkejut,

tangannya langsung dibalikkan menghantam ke belakang.

Orang yang ada di belakang tubuhnya menghela nafas panjang

berkata:

"Koan-beng, dalam waktu semalam kenapa kau bisa berubah jadi

seperti ini?"

Ternyata suara ini adalah suara gurunya Tui-hong-tayhiap Cia

Thian-cu, wajah Ho Koan-beng menjadi merah, dia menggelengkan

kepala:

"Guru kau lihat di atas sana!"

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melihat ke atas, dengan terkejut

berkata: "Kenapa bisa dia?"

Melihat wajah gurunya mendadak berubah hebat, di dalam hati

Ho Koan-beng semakin tegang, buru-buru dia bertanya:

"Guru, siapa yang anda katakan itu?"

Tui-hong-tayhiap menundukan kepala, berguman:

"Kim-kau-kiam (Pedang kail emas), Kim-kau-kiam, haay! Apakah

setan tua yang ganas dan tidak tahu aturan ini masih belum mati?"

Di dalam otaknya sekilas teibayang bayangan seseorang, saat itu

sembilan ketua perguruan besar di dunia persilatan bersama-sama

menyerang dia seorang diri, walaupun telah menbuat cacat satu

kaki kanannya, tapi sembilan ketua perguruan pun terluka hampir

dua pertiganya, jika orang ini benar-benar datang kemari, masalah

malam ini akan menjadi lebih sulit lagi.

Ho Koan-beng tidak berani bertanya lagi, hatinya terasa

meloncat-loncat. Matahari semakin terbenam ke barat, hati dia pun

ikut terbenam, malam ini apakah akan selamat atau tidak, dia tidak

lagi berani memikirkannya.

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai menghela nafas:

"Masalah sudah di depan mata, gelisah pun tidak ada gunanya,

apa yang dikatakan 'perahu sampai di jembatan akan lurus dengan

sendirinya," kita hanya bisa serahkan nasib pada langit saja."

Ho Koan-beng tidak bisa berkata apa lagi, Dia hanya bisa

bengong memandang gurunya.

Matahari terbenam diufuk barat, angin malam meniup sepoi-

sepoi, mengikuti hembusan angin terdengar suara "Kraak kraak!",

Ho Koan-beng melihat, terlihat anak muda pemetik kecapi itu

dengan kapaknya sedang mengampak pohon itu lagi, tidak tahan

hatinya tergerak, dalam hati berkata:

'Asal usul orang ini aneh sekali, apakah semua ini dia yang

melakukannya?'

Anak muda pemetik kecapi itu mengampak sebentar, melihat hari

sudah gelap, sambil menenteng kapak terbalik berjalan menuju ke

dalam rumah.

Dia berjalan lewat di depan Ho Koan-beng dan gurunya, tanpa

melirik sedikitpun, langsung berjalan menuju kamarnya.

Melihat bayangan punggung orang ini, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai

bertanya:

"Anak Beng, apa marganya?"

Ho Koan-beng menggelengkan kepala, dia lalu menceritakan

kembali kejadian kemarin malam, ketika dia minta menumpang

menginap di rumah, dalam hati Ciang-bun-jin Hoa-san-pai pun

timbul curiga, tapi karena dia tidak melihat dengan mata kepala

sendiri, maka walaupun di dalam hatinya ada beberapa perkiraan,

tapi tetap saja tidak bisa percaya penuh.

Malam kembali menyelimuti bumi, di lapangan liar hening tidak

ada suara, Sun Cui-giok keluar dari dalam rumah, berteriak:

"Makan!"

Hati Guru dan murid terasa sangat berat, terhadap makan malam

ini, sedikit pun tidak ada selera, Ho Koan-beng dengan tawar

menjawab:

"Kalian makanlah dulu!"

Sun Cui-giok dengan terkejut sekali melihatnya, seperti sudah

tahu, mereka berdua guru dan murid sedang memikirkan cara

menghadapi masalah malam ini, saat itu dia tidak banyak bertanya

lagi kembali masuk lagi ke dalam.

Dalam hati Ciang-bun-jin Hoa-san-pai timbul banyak kecurigaan,

begitu juga dalam hati Ho Koan-beng banyak persoalan yang

mengganggu, kedua orang ini terus berpikir-pikir, keduanya tidak

tahu bagaimana bisa timbul masalah-masalah yang aneh ini,

terpaksa dengan pikiran kosong kembali masuk ke dalam rumah.

Di dalam ruangan besar, termasuk Ci-hoat-kui, semua ada empat

orang, Tui-hong-tayhiap sudah mengatur, menjadikan Sun Cui-giok

dan Ho Koan-beng satu kelompok dan menyurah Ci-hoat-kui

sembunyi di dalam sudut gelap di pekarangan, dia sendiri berjalan

kesana-kemari, jika mereka menemukan hal yang mencurigakan,

maka harus bersiul sebagai isyarat, selesai mengatur demikian, Ho

Koan-beng mendadak teringat satu hal, tanyanya:

"Guru, bagaimana dengan orang itu?"

Yang dia tanyakan tentu saja anak muda pemetik kecapi, Ciang-

bun-jin Hoa-san-pai membuka sepasang telapak tangannya,

berkata:

"Biarkan saja!"

Baru saja dia berkata, tiba-tiba di luar terdengar suara ketukan

pintu yang bernada gelisah.

Empat orang yang ada di dalam rumah menjadi terkejut, dalam

hatinya berpikir, saat ini walaupun sudah malam, tapi masih terlalu

dini bagi orang yang bergerak di malam hari, bagaimana bisa ada

suara ketukan pintu?

Di saat keempat orang itu tertegun, orang di luar dengan

terburu-buru berteriak:

"Mohon tanya, apakah ini rumahnya suami istri Ho-tayhiap?"

Ho Koan-beng mendengar, suara orang ini terasa asing sekali,

saat itu tanpa berpikir panjang, dia berbisik-bisik sebentar dengan

Cui-giok, kedua orang membagi diri dari kiri dan kanan lalu

menerjang keluar.

Dua orang itu berturut-turut tiba di luar pintu, terlihat di depan

pintu berdiri satu orang, wajah orang ini terlihat sangat gelisah dan

tidak henti-hentinya melihat ke arah jauh, sepertinya takut ada yang

meng-ikutinya dari belakang.

Begitu Ho Koan-beng muncul, dia bertanya:

"Sobat, malam-malam berkunjung kemari entah ada keperluan

apa?" -

Melihat ada orang keluar dari dalam rumah, dengan terburu-buru

orang itu bertanya:

"Apakah anda Ho-tayhiap?"

"Betul, akulah Ho Koan-beng."

Orang itu menjadi gembira "Bluuk!" dia ber-sujud ke atas tanah,

berteriak:

"Ho-tayhiap selamatkan diriku!"

Hati Sin-kiam-jiu tergetar, tidak perlu ditanya lagi, dia sudah tahu

masalahnya, buru-buru dia ber-kata:

"Apakah Ang-hoa-kui-bo yang menyuruh kau datang kemari?"

Kali ini orang itu yang terkejut, sambil terkejut berkata:

"Betul, Ho-tayhiap bisa tahu kejadian sebelumnya, nyawa hamba

akhirnya bisa diselamatkan juga."

Ho Koan-beng tertawa pahit, lalu berkata ke belakang:

"Adik Giok, ada seorang lagi datang kemari!"

Sun Cui-giok berkelebat keluar, mendadak menusukan

pedangnya pada orang itu!

Ho Koan-beng terkejut, teriaknya: "Cui-giok, kau mau apa?"

Dia menjulurkan pedangnya, ingin menangkis, siapa tahu Cui-

giok membalikan pergelangan tangan, ujung pedangnya

ditempelkan di jalan darah Beng-bun orang itu, berkata dingin:

"Cepat katakan dengan jujur, jika ingin menipu, pedang

pusakaku tidak akan memberi ampun!"

Ho Koan-beng mendadak jadi sadar, di dalam hati berpikir saat

orang ini datang sedikit pun tidak menimbulkan suara, tiba-tiba

mengetuk pintu, hal ini sungguh mencurigakan.

Orang itu membelalakan sepasang matanya, dengan keras

berkata:

"Kau ini Ho-tayhiap bukan?"

Ho Koan-beng mengangkat kepalanya:

"Siapa bilang bukan, hemm... hemm, jika kau ingin menipu, tidak

akan berhasil!"

Mendengar ini, ketegangan di wajah orang itu baru mengendur,

keluhnya:

"Betullah kalau begitu, aku pun tahu Tayhiap akan curiga

padaku, haay! Kalian lihat apa ini?"

Sesudah berkata dia mengangkat kedua kaki-nya, Ho Koan-beng

dan Sun Cui-giok melihat, terlihat di telapak kakinya darah segar

menetes, ternyata dia telah menempuh jalan yang amat jauh, baru

bisa tiba disini.

Melihat ini Ho Koan-beng dan Cui-giok jadi tertegun, tanyanya:

"Anda dilukai oleh siapa?"

Buru-buru orang itu melanjutkan:

"Aku dilukai oleh Ang-hoa-kui-bo, lalu aku disuruh mencari Ho-

tayhiap, untuk menyelamatkan nyawaku, jika tidak......"

Ho Koan-beng setengah percaya setengah curiga dia

memandang Sun Cui-giok, lalu tanyanya:

"Mohon tanya siapa nama anda?"

"Aku adalah murid dari perguruan Tiang-pek, Sie Yong-ki, mohon

Tayhiap bisa menolongku."

Tidak lama setelah mengatakan ini, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai

Cia Thian-cu sudah iberjalan keluar, melihat sekali pada Sie Yong-ki,

lalu berkata pada Ho Koan-beng:

"Anak Beng, bawalah dia masuk ke dalam untuk dirawat

lukanya!"

Ho Koan-beng menyahut, lalu dengan Cui-giok membopong dia

masuk ke dalam, kemudian menutup pintu.

Kata Sun Cui-giok:

"Lo-cianpwee, Beng-toako, aku masuk ke dalam mengambil obat,

untuk mengobati luka orang ini."

Setelah berkata, dia lalu membalikan tubuh dengan langkah

ringan masuk ke dalam.

Di luar selain Cia Thian-cu dan muridnya, masih ada Ci-hoat-kui

Cin Kao yang bersembunyi di kegelapan dan Sie Yong-ki yang

terluka.

Cia Thian-cu melihat-lihat ke sekeliling, lalu berkata:

"Anak Beng, kau dan aku berpisah mengawasi ke sekeliling, jika

ada apa-apa, segera bersiul memberi kabar."

Ho Koan-beng menyahut, lalu berjalan ke sebelah kanan,

sedangkan Ciang-bun-jin Hoa-san-pai berjalan ke sebelah kiri.

Saat itu di dalam ruangan belakang sudah ada Giok-siau-long-

kun Sang-toh yang entah kapan masuk kesana, dia sedang

menunggu di dalam ruangan.

Anak muda pemetik kecapi yang berada di sudut mengawasinya,

menunggu apa yang akan dilakukannya.

Pada saat ini terdengar langkah Cui-giok yang berjalan masuk,

Giok-siau-long-kun mendengar suara itu, dia melihat pada Cui-giok

lalu mengeluarkan suara "Hemm hemm hemm.'", Sun Cui-giok

adalah seorang yang sangat teliti, mendengar di dalam ruangan ada

suara asing, dia menghentikan langkah-nya, mendadak mendengar

ada orang berkata:

"Ho-hujin, ada masalah apa hingga kau begitu gelisah! berjalan

begitu cepat, apa tidak takut terjatuh? Lebih baik pikirkan dulu

dirimu!"

Sun Cui-giok terkejut, mendengar suara orang ini, dia mengenal

sekali itu adalah suara Giok-siau-long-kun Sang-toh, nada bicaranya

terdengar penuh dengan rasa cemburu, saat ini dia seperti binatang

yang terperangkap, tidak tahan dia membentak:

"Kau mau apa!"

Setelahberteriak,diasadarSang-tohmasihingin

mempermainkan dia sebelum membunuhnya, siapa sangka pada

saat ini, mendadak di belakang tubuhnya ada angin bertiup,

seseorang berkata dingin:

"Jangan melukai dia!"

Orang ini suaranya sangat pelan, Cui-giok jadi bersemangat lagi,

dia membelalakan mata melihatnya, terlihat di sisinya berdiri

seorang yang bercadar hitam, walaupun wajahnya di tutup cadar,

tapi sekali melihat Cui-giok sudah tahu dia adalah anak muda

pemetik kecapi itu.

Sepasang tangannya kosong tidak memegang apa-apa, hanya

tampak sepasang matanya yang menyorot tajam, Cui-giok merasa

kelopak matanya menjadi panas, teriaknya:

"Sin-hiong, aku tahu ini adalah kau!"

Orang yang bercadar itu tidak mempedulikan dia, dua jarinya

sudah bergerak menjepit.

Sang-toh tertawa dingin:

"Ingin bertarungi? Kenapa bercadar takut, di lihat orang!"

Seruling di tangannya segera menotok jalan darah kaku Cui-giok,

sambil membalikkan tangan menotok ke arah orang itu!

Dalam satu junis dia melakukan dua gerakan, selain menotok

jalan darah Cui-giok, masih dapat membalas serangan orang

bercadar itu, mengandalkan ilmu silat ini cukup membuat ketakutan

para pesilat tinggi dunia persilatan.

Siapa sangka orang itu tidak menghindar dan tidak bergerak,

sambil tertawa dingin malah berkata:

"Gurumu tidak datang, kau seorang diri masih kurang kuat!"

Kedua jarinya mendadak disentilkan, itulah Tan-ci-sin-tong

(Jentikan jari dewa) yang sangat terkenal di dunia persilatan, Giok-

siau-long-kun hanya merasa pergelangan tangannya sedikit

tergetar, seruling di tangannya hampir saja direbut oleh lawan-nya.

Sang-toh jadi terkejut, dia sadar telah bertemu dengan lawan

tangguh, dia tertawa panjang, lalu meloncat ke atas, sekejap mata

sudah menghilang di kegelapan malam.

Ho Koan-beng yang ada diluar, melihat Cui-giok sudah pergi

cukup lama, tapi sedikit pun tidak ada kabarnya, buru-buru berjalan

keluar menengoknya, begitu melihat dia tergeletak di atas lantai,

buru-buru dia membopongnya, berteriak:

"Guru, guru......!"

Berteriak beberapa saat, baru melihat gurunya berlari masuk ke

dalam, Ho Koan-beng berkata lagi:

"Coba guru lihat, kira-kira dia terluka tidak?" Cia Thian-cu

melihatnya:

"Tidak apa-apa, dia hanya ditotok jalan darah kakunya!"

segera dia menepuk, dan Cui-giok kembali menjadi sadar,

tanyanya:

"Dimana orangnya?"

Ho Koan-beng diam-diam menghela nafas:

"Entah siapa yang datang? Baru saja berada di atas atap rumah,

entah bagaimana tahu-tahu sudah meloncat ke bawah, haay, kapan

adik Giok ditotok?"

Dia berturut-turut dua kali berkata 'entah', malah membuat Tui-

hong-tayhiap bingung!

Harus diketahui saat peristiwa tadi terjadi, Ciang-bun-jin Hoa-

san-pai sedang berada di paling belakang rumah, kejadian di depan

dia sedikit pun tidak tahu, saat itu dia bertanya:

"Hanya satu orang yang datang?"

"Murid hanya melihat satu orang!"

Lalu dia menggerakan matanya, melihat Cui-giok sudah sadar

kembali, baru merasa sedikit tenang, mendadak teringat di luar

masih ada Sie Yong-ki berdua, meskipun dia tidak peduli Sie Yong-

ki, berdua? Tapi sudah seharusnya dia pergi melihatnya, berkata

lagi:

"Guru, kita pergi keluar rftelihat-lihat."

Tiga orang lari keluar, terlihat Sie Yong-ki seorang diri sedang

berjongkok membungkus lukanya, Giok-siau-long-kun sudah tidak

ada.

Ho Koan-beng sangat kebingungan, keadaan di tempat ini dia

sangat hafal, jika Giok-siau-long-kun dalam sekejap mata bisa

menghilang, bagaimana pun dia tidak bisa percaya.

Wajah Sun Cui-giok terlihat seperti kehilangan, dia teringat

kejadian yang baru berlangsung, orang yang bercadar tadi jika

bukan Sin-hiong lalu siapa?

Dia tidak bisa mengerti kenapa dia harus bersikap begitu

misterius, tapi masalah ini kelihatannya hanya dia seorang diri saja

yang tahu, dia harus mencari kesempatan menjelaskan padanya,

sebab dia sendiri tahun demi tahun mengharapkan dia pulang,

sampai sekarang sudah sepuluh tahun!

Hati Ho Koan-beng pun terasa kacau sekali, tanyanya:

"Saudara Sie, bagaimana luka di kakimu?" Sie Yong-ki tetap

masih tidak bisa berjalan, berkata:

"Tidak apa-apa, tapi Tayhiap harus melihat siapa kedua orang

itu?"

Ho Koan-beng berlari ke sebelah kanan, begitu meneliti, tidak

tahan berteriak:

"Heh, dia Ci-hoat-kui Cin Kao, kenapa dia pun dibunuh?"

Kata-kata ini begitu keluar, hati Ciang-bun-jin Hoa-san-pai pun

terasa berat.

Ci-hoat-kui Cin Kao tadi disuruh bersembunyi di dalam

pekarangan, kapan dibunuh, mereka semua tidak tahu, orang-orang

di pihaknya, bukankah seperti orang yang tidak berguna saja?

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai berkata:

"Koan-beng, kau lihat lagi kepala siapa yang ada disana?"

Ho Koan-beng menurut, lari kesana, begitu melihat, terasa

hatinya menjadi berat, teriaknya: "Murid Bu-tong, Gouw-in!"

Dia terpikir Gouw-in kemarin malam dia masih hidup, kemudian

mendadak dia menghilang, dia mengira Gouw-in sudah pergi tanpa

pamit, siapa duga ternyata dia telah dibunuh seseorang

Dalam sekejap, di sisi gunung yang sepi ini, suasana menjadi

seram dan menyedihkan menutupi hati setiap orang, semua orang

tidak tahan merinding.

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai berpikir sebentar, mendadak berteriak:

"Anak Beng, kau urus baik-baik, orang itu pasti masih ada di

sekitar ini!"

Habis berkata, dia sudah berlari ke dalam lapangan liar yang

gelap.

Ho Koan-beng melihat bayangan punggung gurunya, tidak tahan

diam-diam dia mengeluh, menurut yang dia tahu, sejak gurunya

turun gunung, dia selalu bertindak lebih dulu, tidak diduga disini

malah selalu didahului orang, kelihatannya kejadian ini bukan

dilakukan sendiri oleh Sang-toh, mungkin saja guru setannya itu

sudah datang.

Berpikir sampai disini, tidak tahan dia jadi mengkhawatirkan

gurunya, dia berjalan ke arah kedua mayat, tangan di angkat

memrjawa mayat itu, lalu di sekitarnya menggali lubang untuk

menguburkannya.

Tiga orang itu kembali lagi ke dalam ruangan besar, Ho Koan-

beng menaruh Sie Yong-ki di atas kursi yang ada sanderannya, tidak

henti-hentinya berjalan bolak-balik di dalam ruangan, suasananya

sangat berat.

Mendadak, di luar pintu terdengar alunan suara kecapi, entah

siapa orang yang memetik kecapi, sebuah lagu sedang dilantunkan,

suaranya sangat memilukan, jika dihubungkan dengan keadaan di

dalam ruangan yang berat itu, membuat orang yang mendengarnya

tidak tahan ingin meneteskan air mata.

Sun Cui-giok pun mendengar, hatinya tergetar, dia tidak tahan

lagi, lalu bangkit berdiri berjalan keluar.

Ho Koan-beng terkejut berkata:

"Adik Giok, kau jangan keluar seorang diri!"

Sun Cui-giok tidak mempedulikannya, dia tetap terus jalan

keluar.

Di lapangan liar sepi sekali, di bawah sinar bulan dan bintang,

terlihat anak muda pemetik kecapi sambil memeluk kecapinya duduk

diatas batu hijau, matanya terpejam, dua jarinya dengan pelan

memetik kecapi, alunan yang memilukan, keluar dari jari-jarinya itu.

Sun Cui-giok berjalan ke sisinya, tapi anak muda pemetik kecapi

tidak mempedulikannya, dia sudah tenggelam ke dalam suara

kecapinya.

Saat ini Ho Koan-beng pun sudah berjalan keluar, dari kejauhan

dia melihat di sisi gunung ada satu bayangan orang yang bergerak-

gerak, mula-mula dia terkejut, menunggu dia bisa melihat dengan

jelas, ternyata orang itu adalah gurunya yang dengan lesu sedang

berjalan kembali. Ho Koan-beng tidak perlu bertanya, dia tahu

gurunya kembali dengan sia-sia.

Tiga orang itu tanpa disengaja berjalan ke sisinya anak muda

pemetik kecapi, Cui-giok bertanya: "Kecapi ini apa ada namanya?"

Anak muda pemetik kecapi itu sedikit mem-buka matanya lalu

menggelengkan kepala: "Tidak ada."

"Seharusnya ada sajaknya bukan?"

Dalam hati Ho Koan-beng merasa terkejut, pikirnya, bagaimana

dalam keadaan begini masih sempat menanyakan hal yang tidak

ada sangkut pau tnya.

Anak muda pemetik kecapi itu berkata tawar:

"Ada sih ada, hanya takut merusak pendengaranmu!"

Cui-giok dengan emosi berkata:

"Kalau begitu coba kau nyanyikan, aku tahu seseorang setelah

mati, pasti harus disembahyangi, jika sebelum mati bisa mendengar

satu lagu yang melega-kan hati, mati pun bisa memejamkan mata."

Setelah dia mengatakan ini, di sudut matanya sudah berlinang

dua tetes air mata, Ho Koan-beng melihat keadaan ini, masih

mengira setelah mendengar lantunan kecapi ini, dia jadi terlalu

sedih, sehingga berkata yang bukan-bukan, pelan dia

menghampirinya, berkata:

"Adik Giok, kita tidak akan mati."

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai seperti teringat sesuatu, dalam hatinya

berkata:

"Betul, ternyata keduanya datang demi wanita ini, haay, jika

hanya demi asmara perempuan dan laki-laki, lalu menimbulkan

kerusuhan besar di dunia persilatan, bukankah itu sangat tidak

pantas sekali?'

Anak muda pemetik kecapi melihat situasi yang mesra ini,

mendadak bangkit berdiri, mengeluh berkata:

"Haay, lewat malam ini, aku pun sudah harus pergi!"

Di dalam suaranya samar-samar ada perasaan kesepian, setelah

bicara, pelan-pelan berjalan kesisi gunung, kembali mengangkat

kapak, mulai lagi bekerja menebang pohon besar itu.

Dengan perasaan tidak mengerti Ho Koan-beng mengikutinya:

"Saudara, buat apa ini?"

Wajah kuning kering anak muda pemetik kecapi tergerak,

berkata:

"Musim dingin hampir tiba, di saat hujan salju memerlukan

banyak kayu bakar, aku telah menumpang makan di rumahmu, jadi

harus mengerjakan sesuatu untuk kalian?"

Mendengar ini wajah Sun Cui-giok berkelebat bayangan gelap,

sejenak tidak bisa menahan diri, teriak berkata:

"Sin-hiong, kenapa kau masih berkata begitu, ayahku sudah lama

meninggal dunia!"

Begitu kata-kata ini keluar, Ho Koan-beng langsung mundur

selangkah ke belakang, sambil terkejut berkata:

"Ternyata kalian sudah saling kenal?"

Rasa terkejut di wajahnya, kepedihan di hati-nya, dalam sekejap

terpampang jelas, dia bengong memandang tamu aneh pemetik

kecapi yang dipanggil Sin-hiong, sesaat dia jadi tidak bisa bicara.

Seperti sudah disepakati, dia dengan Cui-giok tadinya sudah

berjanji tiga hari kemudian akan menikah, tidak diduga lima hari

yanglaludidatangiolehGiok-siau-long-kun,sehingga

pernikahannya terganggu, jika diganggu lagi oleh orang yang

dipanggil Sin-hiong, maka, pernikahan dia dengan Cui-giok akan

gagal sudah.

Dia sangat mencintai Sun Cui-giok, sehingga tidak mempedulikan

segala akibatnya, demi masalah ini, dia sekarang bermusuhan

dengan Sang-toh, Sang-toh malah memanggil gurunya, masalah ini

semakin menjadi besar, jika mengatakan Ci-hoat-kui dan murid Bu-

tong Gouw-in adalah korban dari perkembangan masalah ini, itupun

tidak dianggap keterlaluan.

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai memperhatikan dari samping, dalam

hati segera jadi mengerti, dia tahu anak muda yang dipanggil Sin-

hiong ini, pasti bukan seorang yang biasa, tapi dia punya sahabat di

seluruh negeri, tidak ada satu pun yang dia tidak kenal di berbagai

perguruan, tapi dia justru tidak tahu asal-usul anak muda ini.

Anak muda pemetik kecapi itu memandang dengan sorot mata

kaku, memandang sekali pada Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok yang

ada di sampingnya, dengan suara yang dalam berkata:

"Hujin bicara apa? Aku tidak mengerti!"

Sun Cui-giok melihat dia tidak mau mengaku, hatinya jadi

gelisah, air mata sudah bercucuran, dia berdiri di sisi menangis, Ho

Koan-beng melihat, di dalam hati merasa tidak enak sekali, pikirnya

buat apa aku masih tinggal disini?

Dia sedang memikirkan apakah dirinya masih perlu tinggal disini,

dia jadi sangat menyesal kemarin malam memaksa musuh cintanya

ini tinggal disini, sehingga membuat Cui-giok jadi sedih, dia sendiri

pun sangat sedih.

Dulu ketika menebang pohon besar ini, gerakan anak muda

pemetik kecapi sangat lincah sekali, setelah melihat Sun Cui-giok

menangis, walau masih meneruskan menebang pohon, tapi yang dia

rasakan saat ini, yang dia tebang itu bukanlah pohon besar, tapi

adalah sebuah besi baja yang amat keras dan kuat.

Di dalam hatinya masih ada perasaan pedih.

Tiga orang itu berdiri diam, selain anak muda pemetik kecapi

masih terus menebang pohon, di tempat ini, sangat hening seperti

kematian.

Anak muda pemetik kecapi itu hanya menebang beberapa saat,

lalu berjongkok melihatnya, pohon besar ini sudah ditebangnya

sekitar tujuh delapan puluh persen, di dalam hati berpikir:

"Besok pagi satu hari lagi, aku sudah bisa menyelesaikan

harapanku ini."

Dalam hatinya berpikir begitu, lalu menaruh kapaknya,

mengangkat kecapi klasiknya, tidak mempedulikan Ho Koan-beng

dan Sun Cui-giok berdua, bagaimana perobahan wajah mereka, dia

sendirian berjalan meninggalkan tempat itu.

Dengan demikian, mereka berdua jadi semakin canggung saja.

Mendadak Cui-giok menghentikan tangisnya dengan bencinya

berkata:

"Bagus, jika kau tidak mau mengakuinya, bunuh saja aku!"

Anak muda pemetik kecapi itu merasa hatinya tergetar, di dalam

hati berkata:

'Kau salah mengerti, kenapa kau memaksa aku mengakuinya?"

Sebenarnya tadi dia ingin mengakuinya, hanya karena Cui-giok

sekarang atau di kemudian hari akan menjadi orangnya keluarga

Ho, jika dia mengakuinya, bagaimana dia menyelesaikan keadaan

ini? Maka dia hanya bisa mengeraskan hati, tapi di dalam hatinya,

dia sangat pedih sekali?

Begitulah sifat dia, lebih baik dirinya yang sedih, tapi tidak ingin

membangun kegembiraan diri sendiri di atas kepedihan orang lain.

Tapi, sekarang bukan hanya dia sendiri yang pedih, Sun Cui-giok

sedang pedih, Ho Koan-beng juga pedih, malah Giok-siau-long-kun

Sang-toh pun sedang pedih?

Semua ini, dia tahu betul, berjalan dua langkah, tidak tahan

mengeluh panjang:

"Sen Sin-hiong, buat apa kau membuat begitu banyak orang

menjadi sedih?"

Ketika mengangkat kepala, bulan sudah terbenam di barat, tapi

tepat di saat ini, dari kejauhan kembali terdengar derap kaki kuda

yang cepat menuju ke tempat itu.

0oooodeooo0

Bab 2

Pendekar Kail Emas

Derap telapak kuda itu menyadarkan pikiran semua orang

kembali ke kenyataan, mendadak Ciang-bun-jin Hoa-san-pai

bersuara "Eh!" berkata:

"Ada apa ini? Bu-tong-sam-kiam pun bisa datang kemari!"

Ho Koan-beng ikut terkejut mendengarnya, di dalam hatinya

berpikir:

'Nama Coan-hong Totiang, Coan-kong Totiang dan Coan-soan

Totiang dari Bu-tong-sam-kiam menggemparkan dunia persilatan,

ketiga orang ini adalah sute dari ketua Bu-tong sekarang Coan-cin

Cinjin, jika tiga orang ini bersatu bertarung melawan musuh, di

dalam dunia persilatan belum ada orang yang bisa bertahan lebih

dari lima puluh jurus, kenapa sekarang bisa bersama-sama datang

kemari?'

Dia teringat Gouw-in yang tanpa diketahui tewasnya, jika ketiga

orang ini datang kemari dengan tujuan membalas dendam,

masalahnya tentu akan semakin rumit. Ketika sedang berpikir,

ketiga ekor kuda itu sudah tiba di depannya, Ciang-bun-jin Hoa-san-

pai berteriak:

"Yang datang ini apakah Coan-hong Totiang? Cia Thian-cu

menyambut anda disini!"

Salah satu diantara ketiga orang itu tertawa keras katanya:

"Bagus sekali, benar saja Cia-tayhiap ada disini!"

Ketika berkata, ketiga orang itu sudah turun dari atas kuda.

Wajah ketiga orang itu hampir sama, berwajah persegi dengan

janggut panjang melayang-layang di depan dada, dipunggung

masing-masing terselip sebilah pedang panjang, tiga pasang sorot

mata yang berkilat-kilat, auranya membuat orang menghormati-nya.

Saat ini Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok pun sudah keluar

menyambut, Coan-hong Totiang mendengus sekali, bertanya:

"Cia-tayhiap apakah dia ini murid anda?"

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melirik sekali pada Ho Koan-beng,

teriak:

"Koan-beng, cepat perkenalkan diri pada ketiga Cianpwee dari

Bu-tong ini!"

Baru saja Ho Koan-beng akan maju ke depan, Coan-hong Totiang

mendadak mencegahnya:

"Kami bersaudara tidak berani menerimanya, hem... hemmm,

lebih baik tunggu saja sampai Ang-hoa-kui-bo datang!"

Di dalam kata-katanya seperti ada sesuatu, Ciang-bun-jin Hoa-

san-pai tertegun, didalam hati berpikir:

'Tidak memperkenalkan diri ya sudah, apakah muridku begitu

tidak berharga?'

Kedua orang ini beramah tamah tapi didalam hati bertentangan,

Tui-hong Tayhiap menahan diri dan bertanya:

"Mohon tanya anda bertiga datang kemari, ada keperluan apa?"

Coan-hong Totiang berkata dingin:

"Di dalam perguruan kami ada seorang murid yang tidak

berguna, aku dengar kemarin malam dia menginap disini, entah

sekarang ada dimana?"

Saat dia bicara, tampangnya angkuh sekali, mendengar ini Ciang-

bun-jin Hoa-san-pai teringat kedua kepala orang itu, tapi dia tidak

mau mengata-kannya, sambil memiringkan kepala berkata:

"Koan-beng, apa kau tahu masalah ini?" Ho Koan-beng jadi

merasa resah, jawabnya: "Saudara Gouw kemarin malam masih ada

disini, tapi saat Giok-siau-long-kun datang kesini, dia tidak tahu

sudah pergi kemana, setelah malam ini......"

Ho Koan-beng takut dengan nama besar Bu-tong-sam-kiam,

sesaat gagap tidak meneruskan per-kataannya, Coan-hong Totiang

mendengus lagi: "Apakah sudah mati, betul tidak?"

Ho Koan-beng menganggukan kepala: "Mati bersama dengan Ci-

hoat-kui Cin Kao, aku sudah menguburkan mereka."

Wajah Coan-hong Totiang berubah dan berkata: "Cia-tayhiap,

Ang-hoa-kui-bo sebentar lagi akan datang, saat itu kita harus

bertarung jika kami bersaudara menang, maka aku akan membawa

murid kesayangan anda, jika kalah, murid perguruan kami yang

mati tanpa sebab, kami jadi tidak akan memper-soalkannya lagi?"

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melototkan mata, bertanya:

"Apa maksudnya?"

Coan-hong Totiang tertawa dingin:

"Mudah sekali, murid perguruan kami dengan murid anda

bersama-sama menghadapi musuh, tapi hanya dia yang tewas, itu

tidak bisa tidak membuat orang timbul curiga!"

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai tidak bisa menahan diri lagi, dengan

marah berkata:

"Kau mencurigai Koan-beng?"

Coan-hong Totiang tidak bicara, hanya meng-anggukan kepala.

Mendadak Ciang-bun-jin Hoa-san-pai tertawa keras, lalu berkata:

"Perguruan Hoa-san adalah perguruan luras, muridnya tidak

mungkin seperti itu?"

Warna wajah Coan-hong Totiang berubah, juga dengan marah

berkata:

"Apakah Bu-tong-pai pun beraliran sesat?"

Setelah dia berkata ini, jarinya sudah hampir menyentuh

pegangan pedang, Coan-soan dan Coan-kong yang di belakang,

melihat suhengnya ada gejala mau menyerang, kedua orang itupun

mempersiapkan dirinya.

Maka situasi berubah jadi sangat menegangkan!

Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara "Ting tang!", Coan-hong

Totiang membalikan kepala melihat, lalu berkata:

"He he he, ternyata masih ada orang yang mau membantu!"

Suara kecapi itu seperti sengaja bertentangan dengan Coan-hong

Totiang, suara yang dialunkannya sangat merdu sekali, hingga

orang yang mendengar-nya merasa tenang dan nyaman.

Hati Coan-hong Totiang tergerak, tanyanya:

"Cia-tayhiap, apakah orang ini dari perguruan Hoa-san?"

Ilmu silat Coan-hong Totiang tidak lemah, tapi setelah dia

mendengar suara kecapi ini, dia merasa amarahnya jadi mereda.

Harus diketahui, orang yang tinggi ilmu silatnya di dunia persilatan,

sering tanpa perlu menggunakan senjata, sudah dapat menaklukan

lawannya, suara kecapi ini datangnya tiba-tiba, maka-nya Coan-

hong Totiang menanyakannya.

Dengan pandangan tidak mengerti ketua Hoa-sanpai melihat

pada anak muda pemetik kecapi itu, berkata:

"Entah!"

Begitu kata-kata ini terdengar, warna wajah Coan-hong Totiang

kembali berubah, dia melihat anak muda pemetik kecapi itu sedang

memeramkan sepasang matanya, kedua jarinya tidak henti-hentinya

memetik snar kecapi, seperti yang sedang hidup di alam yang

berbeda.

Dalam sekejap, keadaannya kembali menjadi tenang, selain

suara "Ting tang!" dari kecapi itu, udara di sekeliling masih sangat

menegangkan.

Coan-hong Totiang menghela nafas, pelan berkata:

"Urusan ini, kita tangguhkan dulu, sekarang lebih baik masuk ke

dalam ruangan dulu."

Setelah berkata begitu, dia langsung masuk ke dalam rumah

terlebih dulu.

Dalam hati Ciang-bun-jin Hoa-san-pai menjadi tidak mengerti,

melihat Coan-hong Totiang begitu, terpaksa dia memanggil Ho

Koan-beng dan Sun Cui-giok ikut masuk ke dalam.

Setelah semuanya duduk didalam ruangan, Coan-hong Totiang

berkata pada Coan-kong yang ada di sampingnya:

"Sute, kau menemukan apa pada orang itu?"

Dalam Bu-tong-sam-kiam, Coan-hong Totiang dipandang sebagai

orang yang paling teliti, setelah berpikir sejenak, dia berkata:

"Sebenarnya, aku pun tidak menemukan apa-apa, aku malah

merasa kecapinya ada keanehan!"

Mendengar kata-kata ini, tiba-tiba Ciang-bun-jin Hoa-san-pai

tergetar, ingatannya kembali menerawang, tidak tahan dia jadi

berguman:

"Kim-kau-kiam, Kim-kau-kiam......"

Mendengar ini Bu-tong-sam-kiam jadi tergetar, Coan-kong

Totiang kembali berkata:

"Cia-tayhiap apa kau menemukan sesuatu?"

Di tanya begitu, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai segera menceritakan

kejadian huruf di atas pintu itu, lalu sambil mengeluh dia berkata:

"Orang ini asal usulnya sangat aneh, apakah dia ada hubungan

atau tidak dengan Khu Ceng-hong yang berjuluk Liong-koan-hong

(Naga menggulung angin) yang dulu seorang diri bertarung dengan

sembilan perguruan besar di dunia persilatan?"

Coan-hong Totiang berpikir sejenak, lalu meng gelengkan kepala:

"Ini sulit dikatakan."

Ho Koan-beng yang di pinggir mendengarkan, hatinya menjadi

lebih risau, bukankah kedudukan Bu-tong-sam-kiam tidak rendah?

Setelah mereka masuk ke dalam ruangan, tidak membicarakan

masalah Anghoa-kui-bo, malah membicarakan anak muda pemetik

kecapi itu, apa orang itu begitu penting?

Tadinya dia ingin tampil menanyakan, tapi entah kenapa? malah

tidak ada keberanian. Pada saat ini, mendadak terdengar suara

kecapi "Tang!" lalu berhenti, seluruh orang didalam ruangan

tergetar, tubuh Coan-hong Totiang sedikit bergerak, lalu melayang

keluar.

Begitu Coan-hong Totiang bergerak, orang-orang yang ada di

dalam ruangan juga bergerak mengikutinya, siapa tahu setelah

keluar melihat, pada malam yang gelap gulita, di lapangan liar itu

tidak terlihat sesosok bayangan apapun!

Ho Koan-beng berpikir-pikir, tidak tahan sambil menghela nafas

berkata:

"Haay, dia sudah pergi!"

Sun Cui-giok melihat keadaan begini, sejenak dia jadi emosi,

teriaknya:

"Sin-hiong, Sin-hiong......"

Teriakannya terdengar sampai jauh sekali, tapi hanya ada gema

suaranya saja yang menyahut, tapi siapa tahu gemanya belum

berhenti, di kejauhan terdengar lagi suara keliningan kuda, dua ekor

kuda dengan cepat berlari mendekat.

Wajah semua orang jadi berubah, tidak tahu siapa yang

berteriak:

"Ang-hoa-kui-bo sudah datang!"

Tadinya semua orang pun sudah membayangkan Ang-hoa-kui-bo

sudah datang bersama muridnya, hanya saja setelah di teriaki, di

dalam kegelapan malam, hati semuaorang menjaditegang,

begitu memperhatikan, benar saja di depan terlihat ada dua

bayangan kuda.

Bu-tong-sam-kiam meloncat kedepan, bersama sama berteriak:

"Kami Bu-tong-sam-kiam sudah lama menunggu anda!"

Baru saja ketiga orang itu selesai bicara, terdengar seorang

dengan dingin berkata:

"Apakah Ciang-bun-jin Hoa-san-pai ada?"

Tui-hong Tayhiap tidak mau diremehkan, dia meloncat ke depan

dan berteriak:

"Cia Thian-cu ada disini!"

Orang yang bicara itu sambil tertawa berkata:

"Bagus, bagus, kalian semua tidak perlu sungkan lagi!"

Selesai bicara wajah orangnya sudah terlihat jelas, seorang

nyonya setengah baya yang tinggi besar sudah tiba di depan

mereka. Di belakangnya ada satu orang sedang berlari dengan

cepat menghampiri.

Orang ini kelihatan usianya ada lima puluh tahun lebih, diatas

gelung rambutnya disisipi setang-kai bunga merah yang mencolok,

di tangannya memegang sebuah tongkat besi, dialah Ang-hoa-kui-

bo Gouw Ci-hiang yang sangat ditakuti oleh orang-orang dunia

persilatan!

Setelah dia muncul, sofot matanya laksana mata pisau yang

menyapu semua orang, dia berkata:

"Dimana Sie Yong-ki dari perguruan Tiang-pek?"

Coan-hong Totiang tertawa dingin berkata:

"Gouw Ci-hiang kau datang kesini sebenarnya mencari siapa?"

Ang-hoa-kui-bo menghentakan tongkat besi-nya, berkata dingin:

"Aku mencari siapa saja!"

Habis bicara, dia menunjuk dengan tangannya pada Ho Koan-

beng dan Sun Cui-giok, memiringkan tubuh bertanya:

"Anak Toh, yang kau katakan itu dua bocah ini?"

Hati Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok menjadi tegang, keduanya

sudah menghunus pedang.

Giok-siau-long-kun maju ke depan, menyahut: "Betul!"

"Kalau begitu, kedua orang ini kau yang urus!" Habis berkata,

tubuhnya berkelebat, tongkat besi sudah menyapu melintang!

Serangan tongkat ini kelihatannya menyerang Bu-tong-sam-kiam,

tapi yang dituju ujung tongkat malah menusuk Ciang-bun-jin Hoa-

san-pai Cia Thian-cu.

Bu-tong-sam-kiam dan Tui-hong Tayhiap berempat, seumur

hidupnya tidak pernah bertarung bersama-sama melawan satu

orang, sekarang karena terpaksa oleh keadaan, empat orang ini jadi

bersatu melawannya. Pertama-tama Bu-tong-sam-kiam yang

bergerak, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai mengikutinya, ompat pedang

tajam begitu menyerang, hanya terlihat ribuan sinar perak berkilau-

kilau, semua menyerang pada Ang-hoa-kui-bo.

Melihat itu Ang-hoa-kui-bo berkata dingin: "Cukup hebat, bisa

digolongkan ke dalam pesilat tinggi dunia persilatan!"

Selesai bicara, tongkat besinya bergerak, dengan jurus Ya-can-

pat-hong (Bertarung malam dari delapan penjuru bertarung), dia

menggetarkan tongkatnya, menangkis keluar empat senjata

lawannya!

Bu-tong-sam-kiam sangat marah, dalam sekejap mata ke tiga

orang itu sudah merubah beberapa jurus pedang, dalam kelebatan

sinar pedang, setiap jurusnya menyerang titik kematiannya Ang-

hoa-kui-bo!

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai pun mengeluarkan jurus pedang

pengejar angin, serangan pedangnya tidak ada celah, laksana air

sungai Tiang-kang mengalir ke bawah, dalam sekejap mengepung

rapat Ang-hoa-kui-bo!

Lima orang ini begitu bertarung, semuanya menggunakan jurus

menyerang, dalam sekejap mata lima-enam jurus sudah

terlewatkan!

Di pihak lain, Giok-siau-long-kun Sang-toh pun sudah

menyerang, dalam kelebatan serulingnya, telah mendesak Ho Koan-

beng dan Sun Cui-giok sampai mundur terus ke belakang!

Semua orang di lapangan tidak ada satu orang pun yang

menganggur, semua orang tidak saja ber-tarung demi nama, juga

bertarung demi nyawa.

Di saat semua orang sedang tegang bertarung, mendadak

terdengar suara keras yang menggelegar, ternyata pohon besar di

sisi gunung sudah tumbang, terdengar siulan panjang yang

memekakan telinga menembus langit, di dalam bayangan rimba di

sisi gunung, laksana kilat melayang turun sesosok bayangan

manusia!

Orang itu ternyata adalah anak muda pemetik kecapi itu, saat ini

ditangannya membawa pelana kuda, kelihatannya dia seperti siap

akan pergi!

Kemunculannya yang mendadak, membuat orang-orang di

lapangan tidak peduli yang kenal atau tidak kenal, di dalam hatinya

semua jadi terkejut!

Lebih-lebih rasa terkejutnya Sun Cui-giok, gerakannya jadi

melambat, hampir saja terkena serangan Sang-toh!

Ang-hoa-kui-bo mengayunkan tongkat besinya, memaksa

mundur empat orang lawannya, lalu, berkata:

"Bocah, tenaga dalammu hebat juga? Apa kau ada selera

bermain-main?"

Anak muda pemetik kecapi itu melihat ke arah jauh, satu

bayangan merah dengan cepat sudah berlari mendekat, itu adalah

kuda yang dia tunggangi, dia dengan santai memasang pelananya,

berkata:

"Walaupun aku belum lama turun gunung, tapi aturan dunia

persilatan masih tahu sedikit."

Perkataannya seperti tidak mengerti arah pembicaraan, orang

bertanya di timur, dia malah menjawab di barat, Giok-siau-long-kun

langsung berteriak:

"Guru, dialah orang yang 'dulu' menyelamatkan wanita hina itu!"

Kata 'dulu' yang dia katakan itu, tentu saja menunjuk pada

kejadian tadi malam, mengenai siapa wanita hina itu? tidak perlu

ditanyakan lagi, tentu saja mengarah pada Sun Cui-giok.

Setelah mendengar kata-kata ini, di dalam hati Bu-long-sam-

kiam, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai dan Ho Koan-beng jadi tergetar,

apa lagi Ho Koan-beng, wajahnya tampak sangat gelisah.

Ang-hoa-kui-bo melihat anak muda pemetik kecapi, hatinya

sedikit tidak percaya, tanyanya:

"Anak Toh, yang kau katakan itu dia?"

Giok-siau-long-kun menganggukan kepala:

"Melihat bentuk tubuh dan bicaranya, sedikit pun tidak salah!"

Ang-hoa-kui-bo bersiul pelan, siapa sangka ketika melihat, dia

menjadi marah, katanya: "Bocah, kau sedang apa?"

Ternyata saat Ang-hoa-kui-bo bicara dengan muridnya, anak

muda pemetik kecapi itu dengan santai sedang membereskan

pelana kudanya, terhadap pembicaraan kedua orang itu, seperti

tidak mendengar.

Orang-orang yang ada di pinggir lebih-lebih jadi terkejut, dalam

hati semua orang tergerak, mereka berpikir:

'Dihadapan Ang-hoa-kui-bo kau berani melakukan perbuatan

begini, tentu sudah bosan hidup."

Saat itu, anak muda pemetik kecapi sudah selesai memasang

pelana kudanya, lalu pelan-pelan mengeluarkan satu potongan

perak, menimbang-nimbang di tangannya, dengan tidak

mempedulikan kata-kata Ang-hoa-kui-bo, dia berkata:

"Aku sudah menumbangkan pohon besar itu, inilah lima liang

perak, haay... akhirnya aku sudah bisa melunasi dan bisa bebas!"

Semua orang mendengar perkataannya, malah termasuk Ang-

hoa-kui-bo dan muridnya, tapi tidak tahu dia sedang bicara apa?

Ketika sedang keheranan.

Tampak seberkas sinar putih melesat, potongan perak itu dengan

utuh sudah jatuh di depan Sun Cui-giok.

Di hadapan musuh kuat, dia malah melakukan hal ini, tapi Sun

Cui-giok malah sangat sedih dan bersuara gemetar:

"Sin-hiong, kenapa kau memperlakukan aku begini rupa?"

Setelah berkata, air matanya sudah bercucuran di kedua pipinya.

Melihat keadaan ini, mendadak Ang-hoa-kui-bo tertawa lepas

katanya:

"Bagus, dua-duanya datang demi wanita itu, bocah, kita jadi satu

keluarga!"

Semua orang yang mendengar perkataannya, di dalam hatinya

bertambah keheranan, hatinya berpikir, 'Ang-hoa-kui-bo malah ingin

berhubungan dengan dia? Bukankah ini berita yang menggempar-

kan dunia?

Siapa tahu, anak muda pemetik kecapi malah menggelengkan

kepala:

"Aku tidak satu keluarga dengan siapa pun!" Kata-kata ini begitu

terdengar, hati semua orang kembali jadi tergetar!

Walaupun orang-orang di sana tidak banyak, tapi kedudukan

setiap orang cukup bisa menggetarkan dunia persilatan, tapi mereka

tidak menyangka, anak muda pemetik kecapi ini tidak memandang

terhadap siapapun, bagaimana tidak membuat orang yang sedang

keheranan jadi lebih heran lagi!

Selama hidupnya, Ang-hoa-kui-bo tidak pernah mengalah pada

orang lain, tapi malam ini setelah bertemu denganseorang

pemuda asing yang sikapnya aneh, di dalam hati dia jadi merasa

keheran-an, saat itu dia bertanya:

"Bocah, aku tidak akan menguji ilmu silatmu lagi, dengan

mengandalkan keberanian seperti ini saja, sudah cukup membuat

kagum orang di seluruh dunia, siapa namamu?"

Tubuh anak muda pemetik kecapi tergetar, dengan nada dalam

dia berkata:

"Terima kasih, aku hanya orang kecil yang tidak punya julukan,

namaku Sen Sin-hiong!"

"Sen Sin-hiong?" nama ini asing sekali, hampir bersamaan itu ada

beberapa orang berteriak keheranan, mereka pikir, kecuali Sun Cui-

giok, di wajah setiap orang tampak sinar keheranan.

Setelah Sin-hiong berkata, perlahan melangkah dua langkah,

berkata pada Sun Cui-giok:

"Ho-hujin, sejak kecil aku mendapat perlindunganmu, sekarang

aku sudah menumbangkan pohon besar itu dan sudah melunasi

utang lima liang perak itu, entah Hujin masih ada tugas apa lagi,

tugas apa pun asalkan aku mampu melaksanakannya walau harus

menempuh bahaya, aku pasti akan melakukan!"

Sun Cui-giok melihat, sampai saat ini Sin-hiong masih mengolok

dirinya, hatinya jadi merasa sakit, hampir saja dia pingsan karena

kesalnya.

Sin-hiong pelan-pelan mundur kembali ke sisi kudanya,

mengangkat kepala berkata:

"Jika tidak ada tugas lagi, dan keinginanku pun sudah tercapai,

aku sudah harus pergi sekarang!"

Sesudah berkata, baru saja akan naik ke atas kuda, mendadak

terdengar seseorang berteriak dingin:

"Tunggu!"

Sin-hiong berhenti, tanpa memalingkan kepalanya dia berkata:

"Selain Ho-hujin, kata-kata siapa pun tidak akan kudengar!"

Ternyata yang teriak itu adalah Ang-hoa-kui-bo, melihat sikap

Sin-hiong, sekali ingin berhenti langsung berhenti, begitu ingin pergi

langsung pergi, tadinya dia masih bisa menahan diri, tapi sekarang

jika dia tidak bertindak, orang-orang di dunia persilatan pasti akan

mencemoohkan dia, takut pada seorang Boanpwee saja. Ang-hoa-

kui-bo tertawa dingin berkata: "Kau mau pergi tidak sulit, tapi harus

menerima lima jurus seranganku terlebih dulu."

Dengan kedudukan dia, menghadapi seorang anak muda yang

tidak bernama, seharusnya cukup mengatakan tiga jurus, tapi

karena melihat sikap Sin-hiong yang aneh, dia merasa lawannya

tentu punya kemampuan tinggi, maka dia mengatakan lima jurus.

Perlahan Sin-hiong menabahkan tubuh: "Aku dengan kau tidak ada

permusuhan juga tidak ada dendam, kenapa memaksa aku

bertarung?"

Melihat gurunya begitu sabar melayani Sin-hiong, Giok-siau-long-

kun malah sudah tidak sabar lagi, teriaknya:

"Guru, biar aku yang mencoba dia!"

Ang-hoa-kui-bo setuju, maka dia mundur ke pinggir, sambil

berkata:

"Anak Toh, dia sama sepertimu, kau jangan melukai dia!"

Sang-toh mendengus dingin, dia ingin sekali dengan satu tusukan

seruling menghabiskan nyawa Sin-hiong, tapi di wajahnya dia

menyahut:

"Murid tahu!"

Sin-hiong melihat sekali, lalu menggelengkan kepala:

"Kau belum mampu!"

Sang-toh marah besar, memaki:

"Kau sombong sekali, Terima jurus ini!"

Begitu suaranya habis, orangnya sudah berada di depan, terlihat

bayangan hijau berkelebat, seruling di tangannya sudah menotok ke

arah tiga jalan darah mematikan Tiong-teng, Tan-tian, Kian-ki!

Serangannya cukup hebat, begitu jurusnya dilancarkan,

serulingnya mengeluarkan suara yang menusuk telinga, empat

orang pesilat tinggi yang di pinggir mendengarnya sampai

merinding.

Sin-hiong hanya bergerak sedikit, lima jarinya mencengkram,

sambil membentak dingin:

"Dengan kemampuan yang hanya begini, mungkin harus belatih

lagi beberapa tahun!"

Cengkraman dia itu sangat cepat dan kuat, walaupun bergerak

belakangan, tapi tibanya lebih cepat dari pada Sang-toh, sekali

bergerak sudah hampir mencengkram pergelangan tangan Giok-

siau-long-kun!

Giok-siau-long-kun sangat terkejut, tiba-tiba dia teringat jurus

yang digunakan oleh orang yang bercadar itu, bukankah gerakannya

sama dengan ini? Di saat terkejut, jurusnya dirubah menjadi jurus

Ciam-liong-cut-hai (Naga menyelam keluar dari laut.), ujung seruling

menotok pergelangan tangannya Sin-hiong.

Sin-hiong sekali lagi mengeluarkan keluhan:

"Kenapa kau masih tidak tahu diri?"

Habis bicara, tidak terlihat dia bergerak, tahu-tahu sudah berada

di belakang Giok-siau-long-kun, telapak tangannya diangkat, baru

saja akan meng-hantam, mendadak terdengar seseorang berkata:

"Anak Toh, mundurlah!"

Hantaman telapak tangan Sin-hiong itu hanya berpura-pura saja,

jika dia benar-benar menghantam, mungkin siapa pun tidak akan

bisa menghalanginya? Saat itu dia segera menarik tangannya,

sambil tertawa berkata:

"Sudah kubilang, kau tidak akan mampu?"

Dia berkata, bertindak, atau bertarung dengan orang, semua

sikapnya tampak pelan dan tenang, seperti orang pemalas saja, tapi

sekali jurusnya keluar, seperti kilat kecepatannya, mungkin di dunia

ini tidak ada orang yang bisa menandinginya?

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai, Bu-tong-sam-kiam, Ho Koan-beng

dan Sun Cui-giok melihat dengan mata terkejut dan bengong!

Tadi Sun Cui-giok diperlakukan hingga menjadi sangat sedih, saat

ini dia malah jadi bersemangat, dia bergumam

"Sin-hiong, Sin-hiong, kau jangan melepaskan mereka yaa!"

Anak yang sepuluh tahun lalu pernah mengalami penghinaan

yang amat besar, akhirnya bisa merasa lega, mendengar suara Sun

Cui-giok yang mengandung daya tarik itu, mendadak semangatnya

jadi bergelora, tangan kanannya perlahan dia mengusap wajahnya,

terlihat bedak kuning di wajahnya berjatuhan, dalam sekejap mata,

di hadapan mereka tampak seorang pemuda yang sangat tampan

dan gagah!

Sun Cui-giok berteriak: "Ini baru Sin-hiong yang sepuluh tahun

lalu!"

Ho Koan-beng diam-diam terkejut, dalam harinya berpikir:

‘Ternyata dia datang kesini dengan merubah wajahnya?'

membandingkan dengan dirinya, dia merasa kalah tampannya.

Perlahan Ang-hoa-kui-bo maju dua langkah ke depan, lalu

menghentakkan tongkatnya, berkata:

"Bocah, kau sudah merebut hati semua orang! Jika kau tidak

menerima lima jurusku, apa kau tidak merasa malu?"

Sin-hiong tertawa:

"Betulkah? Aku tidak bertarung tidak apa-apa, tapi jika

bertarung, maka tidak akan ada batasan lima jurus saja."

Setelah berkata, dengan tenang berjalan menuju kudanya,

mengambil kecapi kuno antik itu, dipukulnya pelan, terdengar suara

"Teng!", tahu-tahu di tangannya sudah memegang sebilah senjata

yang seperti kail tapi bukan kail, seperti pedang tapi bukan pedang.

Melihat itu, sorot mata Ho Koan-beng melihat ke atas pintu,

matanya jadi semakin membelalak lebar.

Ang-hoa-kui-bo terkejut dan berteriak:

"Kim-kau-kiam!" Bukan hanya dia yang berteriak, Ciang-bun-jin

Hoa-san-pai dan lain-lainnya pun ikut berteriak, di wajah masing-

masing orang tampak rasa terkejut, keheranan.

Sin-hiong menyentil batang pedangnya sekali, katanya:

"Terima kasih, kalian masih ingat pedang pusaka guruku, itu

menunjukan masih menghormati-nya, aku ucapkan sekali lagi

banyak terima kasih."

Diam-diam Ang-hoa-kui-bo menghela nafas, di dalam hatinya

berkata:

'Ternyata bocah ini adalah muridnya Khu Ceng-hong, kalau

begitu tidak mengherankan sifatnya aneh.'

Tapi dia berpikir lagi, dengan kepandaiannya yang telah terlatih

puluhan tahun, walaupun dia telah dilatih oleh Khu Ceng-hong,

tenaga dalamnya pasti tidak akan mampu menandingi dirinya,

dalam lima jurus walaupun mungkin dia tidak bisa menang, tapi

juga tidak akan kalah?

Berpikir sampai disini, dia memegang tongkat besinya erat-erat,

berkata:

"Silahkan menyerang dulu, jika tidak, orang akan mengira aku

hanya berani pada anak kecil saja?"

"Baiklah, ini jurus pertamaku!"

Begitu perkataannya selesai, tubuhnya sudah berada di belakang

Ang-hoa-kui-bo, secepat kilat pedangnya menusuk!

Ang-hoa-kui-bo tertawa dingin, tubuhnya berputar, tongkat

besinya menyapu ke belakang, angin yang dibawa oleh tongkat,

membuat baju orang-orang yang di pinggir berkibar, tenaga

dalamnya sungguh mengejutkan!

Siapa sangka, ketika tongkatnya menyapu, di depan sudah tidak

ada siapapun, saat Ang-hoa-kui-bo tertegun, mendadak dia merasa

di belakangnya ada angin dingin menyerang, dia tahu Sen Sin-hiong

kembali sudah ada di belakang tubuhnya, dia berteriak keras,

tongkat besinya laksana naga hitam, berturut-turut menyerang

sebanyak dua jurus.

Sin-hiong tertawa keras:

"Bagus, dua jurus menghadapi empat jurus, itu baru adil!"

Setelah kedua orang itu bertarung, Sin-hiong hanya

mengeluarkan dua jurus, tapi Ang-hoa-kui-bo sudah mengeluarkan

empat jurus, makanya begitu Sin-hiong mengatakannya, wajah Ang-

hoa-kui-bo pun dengan sendirinya menjadi merah.

Hanya saja jurus dia selain keras juga amat dahsyat, walau

hanya menyerang empat jurus, tapi orang yang melihat di pinggir,

tongkatnya sudah berubah menjadi puluhan banyaknya!

Ketika Sen Sin-hiong berkata, tubuhnya sudah dikurung dengan

rapat oleh angin pukulan tongkat Ang-hoa-kui-bo.

Sun Cui-giok terkejut dan berteriak:

"Sin-hiong, bereskan dulu pertarungannya baru bicara."

Dia mengira Sin-hiong hanya bisa bicara saja, siapa duga

teriakannya belum selesai, mendadak terlihat sinar pedang di

lapangan semakin besar, "Huut huut!" mengikuti angin pukulan

tongkat yang berputar-putar, begitu Ang-hoa-kui-bo menyerang

dua-tiga jurus, dia pun ikut membalas dua-tiga jurus! bergerak,

perubahan jurus Ang-hoa-kui-bo hampir bersamaan waktu sudah

tiba!

Tampak di wajah Giok-siau-long-kun ada rasa bangga, dengan

sombongnya berkata:

"Tepat lima jurus!"

Sun Cui-giok melihat tubuh Sin-hiong sudah diangkat oleh angin

pukulan tongkat, hatinya jadi tergetar, hampir saja dia tidak berani

melihatnya.

Ketika tubuh Sin-hiong diangkat oleh angin pukulan tongkat,

mendadak terlihat diatas udara dia menyabetkan pedangnya,

meminjam tenaga angin pukulan tongkat dia langsung meloncat,

dan orangnya sudah berada diatas kuda yang jauhnya tiga tombak.

Empat orang pesilat tinggi yang menonton di pinggir merasa

terkejut saling berpandangan, mereka mengira Sin-hiong sudah

kalah, saat mereka meneliti lagi, terlihat wajah dia berseri-seri, dan

berkata:

"Gouw-cianpwee, terima kasih atas keramahannya!"

Setelah bicara, memandang lagi pada pada pesilat tinggi dari Bu-

tong dan Hoa-san, di dalam hati berpikir di kemudian hari aku akan

mencari kalian.

Wajah Ang-hoa-kui-bo terlihat tidak enak di pandang, dia

menghentakkan kedua kakinya, berteriak:

"Anak Toh, kita kembali lagi ke gunung dan berlatih lima tahun

lagi!"

Habis bicara, dia menarik Giok-siau-long-kun, Giok-siau-long-kun

tidak mengerti, di dalam hati berpikir:

'Guru tidak kalah, kenapa mau pergi dari tempat ini?"

Tapi tarikan Ang-hoa-kui-bo sangat kuat, dia pun tidak bisa

berbuat apa-apa, dua bayangan itu dalam sekejap menghilang di

lapangan liar, bersamaan datangnya sinar pagi.

Kejadian inipun membuat semua orang jadi lebih tidak mengerti!

Tapi Coan-kong Totiang dari Bu-tong-sam-kiam terlihat lebih

teliti, sambil melihat ke kiri dan kanan, mendadak dia melihat diatas

tanah ada sekuntum bunga merah yang mencolok mata, teriaknya:

"Kalian lihat, apa itu?"

Semua orang melihat ke arah yang ditunjuk, sekarang hati

mereka baru mengerti apa yang telah terjadi, tapi pada saat ini

terdengar suara derap kuda, suara kecapi mengalun di udara, Sin-

hiong sudah melarikan kudanya, dalam sekejap mata sudah berlari

sejauh dua puluh tombak lebih!

Sun Cui-giok seperti baru bangun dari mimpi-nya, tubuhnya

meloncat, langsung mengejar ke depan!

Sambil mengejar, dia memanggil-manggil nama Sin-hiong.

Ho Koan-beng merasa sangat sedih, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai

melihat pada murid kesayangan-nya, berkata:

"Beng-ji, sudahlah, Ang-hoa-kui-bo pun harus berlatih lagi lima

tahun, sepuluh tahun lagi kau muncul ke dunia persilatan pun tidak

terlambat!"

Mereka tadi masih bisa melihat seekor kuda dan seseorang

berlari di atas lapangan liar, tapi setelah lewat sejenak, suara

kecapi, suara orang, dan dua titik hitam yang satu di depan yang

satu di belakang, pelan-pelan telah menghilang.

Ciang-bun-jin Hoa-san-pai menarik murid kesayangannya yang

sedang sedih dan marah, bengong sejenak, lalu menganggukan

kepala pada Bu-tong-sam-kiam berkata:

"Sobat-sobat, sampai jumpa lagi lima tahun kemudian!"

Dengan hati berat, Bu-tong-sam-kiam pun saling pandang, ambisi

mereka jadi terpukul, bersama-sama mereka berkata:

"Cia-tayhiap, sampai ketemu lagi lima tahun kemudian!"

Habis berkata, lima bayangan orang membagi arah, yang satu ke

timur yang satu ke barat meng-hilang dari lapangan liar.

Setelah lima orang itu pergi, dari dalam rumah muncul satu

orang, tentu saja dia adalah Sie Yong-ki dari perguruan Tiang-pek,

kejadian tadi dia menyaksikan dengan jelas, melihat empat pesilat

tinggi paling top di dunia persilatan masa kini semua meninggalkan

tempat dengan hati terpukul, dia sendiri bisa berkata apa lagi?

Sambil menggeleng-gelengkan kepala, lalu dia pun pergi dengan

lesu.

Lapangan liar, kembali keasalnya, jadi tenang lagi.

Sen Sin-hiong berlari di depan, samar-samar dia mendengar di

belakangnya ada yang memanggil, beberapa kali dia ingin

menghentikan langkahnya, tapi setelah dia berpikir, Sun Cui-giok

adalah calon istri Ho Koan-beng, tidak pantas dia menjalin kembali

hubungan dengan dia?

Dia mengeraskan hati, di belakang Sun Cui-giok semakin

memanggil, dia berlari semakin cepat, sebentar saja dia sudah

berlari sejauh tiga lima li.

Matahari sudah tinggi, Sen Sin-hiong baru menghela nafas, di

dalam hati menanggung perasaan yang berat.

Keluar dari lapangan liar yang amat luas, di depan ada sebuah

kota kecil, sejak kecil Sin-hiong tumbuh disini, terhadap keadaan

disekitamya tentu saja sangat hafal, dia tahu kota kecil di depan

disebut kota Pek-yang, penduduknya tidak banyak, hatinya berpikir:

'Setelah makan, aku harus pergi ke Siauw-lim-si untuk

menyelesaikan persoalan pertama guru.'

Masuk ke dalam kota, dengan hafal sekali dia pergi ke satu

rumah makan, pelayan rumah makan melihat penampilan dia yang

tidak biasa, buru-buru menyambutnya:

"Tuan muda ingin makan apa? Di rumah makan kami segala

makanan ada."

Sin-hiong memperhatikan rumah makannya, karena waktunya

masih pagi, tamu di dalam rumah makan belum banyak, hanya meja

di sebelah timur, duduk seorang tua yang dandanannya lain dari

pada yang lain.

Orang ini berambut putih ikal, wajahnya hitam pekat, sepasang

matanya bengong memandang langit langit, entah sedang

memikirkan apa? Tangannya memegang gelas arak, tidak henti-

hentinya minum arak, terhadap masuknya Sin-hiong, sedikit pun

tidak ada perhatian.

Sin-hiong menyahut:

"Siapkan makanan apa saja, setelah makan aku harus segera

berangkat lagi!"

Sambil berkata, dia memilih satu meja, tepat duduk berhadapan

dengan orang tua itu, terlihat orang tua itu setelah minum, lalu

minum lagi berturut-turut beberapa gelas arak.

Sin-hiong jadi keheranan, di dalam hati berpikir:

'Orang ini pasti sedang mendapat kesulitan besar, kalau tidak

bagaimana bisa begitu risau?'

Tidak lama kemudian, pelayan rumah makan sudah

mengantarkanmakanannya,Sin-hiongdengansantai

menyantapnya, saat dia mengangkat kepala, mendadak terlihat dari

luar rumah makan berlari masuk seorang laki-laki setengah baya.

Orang itu tampak terburu-buni, setelah masuk langsung menuju

orang tua itu, dengan gugup berkata:

"HoLo-ianpwee, aku mendengar satu berita yang

menggemparkan!"

Orang tua itu menaruh gelas araknya diatas meja, lalu bertanya:

"Berita apa?"

Laki-laki setengah baya melihat dulu ke sekeliling, melihat di

dalam rumah makan tidak ada orang yang dicurigai, baru dengan

pelan berkata:

"Aku mendengar perguruan Hoa-san dan Bu-tong-sam-kiam

sudah mengunci pedangnya!"

Orang tua membelalakan sepasang matanya, dengan keras

berkata:

"Apa betul?"

"Tentu saja betul, dan aku mendengar Ang-hoa-kui-bo dan

muridnya pun dalam lima tahun ini tidak akan berkelana di dunia

persilatan!"

Di dalam rumah makan walaupun tidak ada orang, tapi berita ini

sungguh sangat mengejutkan, maka orang tua itu mendadak

bangkit berdiri, dengan keras berkata:

"Kau dengar dari siapa? He he he, berita ini mungkin tidak

benar!"

Harus diketahui, orang-orang yang disebut oleh laki-laki setengah

baya itu, nama mereka tidak satu pun yang tidak menggemparkan

dunia persilatan, asalkan salah satu dari mereka berjalan di dunia

persilatan, sudah cukup membuat dunia persilatan bergejolak, tidak

diduga orang-orang ini hanya dalam satu malam bersama-sama

mengundurkan diri, kata-kata ini jika didengar orang, siapa yang

bisa percaya?

Laki-laki setengah baya berpikir sejenak:

"Sepertinya seorang pesilat dari perguruan Tiang-pek yang

mengatakannya, tentu saja itu tidak akan salah."

Mendengar ini, orang tua berwajah hitam lalu berjalan memutar-

mutar di dalam ruangan, lalu cepat-cepat melemparkan satu tail

perak diatas meja, berkata:

"Saudara Tan, cepat ikuti aku!"

Tapi baru saja kedua orang itu akan melangkah keluar, terdengar

di luar pintu ada suara merdu berkata:

"Nona, kita beristirahat saja dulu di rumah makan ini?"

Sin-hiong melihat keluar pintu, terlihat ada dua orang remaja

gadis, satu berbaju putih yang satu lagi berbaju hijau sedang

berjalan masuk, gadis berbaju putih itu kulitnya putih bersih,

ditambah dia memakai baju putih, membuat orang yang melihatnya

merasa dia sangat anggun dan suci.

Sedangkan gadis berbaju hijau kelihatannya seorang pelayan,

usianya tidak besar, rambutnya digelung di atas kepala, saat bicara

meloncat-loncat sangat lincah sekali.

Gadis berbaju putih tidak bicara, hanya meng-anggukan kepala,

lalu pelan-pelan masuk kedalam.

Orang tua berwajah hitam dan silaki-laki setengah baya itu

tadinya mau pergi, melihat gadis berbaju putih masuk ke dalam, lalu

kedua orang itu lari kehadapan gadis berbaju putih, membungkuk

tubuh dan berkata:

"Nona Ong, kebetulan sekali kau datang!"

Gadis berbaju putih melayangkan tangannya, kata-nya tawar:

"Kalian sudah makan?"

"Sudah!" jawab kedua orang itu bersamaan.

Melihat ini Sin-hiong jadi merasa keheranan, dalam hatinya

berpikir:

'Gadis berbaju putih ini tampaknya lemah gemulai, kenapa kedua

orang ini begitu menghormati-nya?'

Setelah gadis berbaju putih duduk, gadis berbaju hijau baru pergi

memesan makanan. Orang tua berwajah hitam maju selangkah dan

berkata:

"Nona Ong, Bu-tong-sam-kiam sudah mengundurkan diri!"

Gadis berbaju putih menganggukan kepala:

"Aku sudah tahu, apakah kalian berdua sudah mendapatkan

khabarnya Tong-goat-sin-kun (Orang tua sakti dari gunung timur)

dan Pak-goat-lo-lo (Nenek sakti dari gunung utara)?"

Orang tua berwajah hitam menelan air ludahnya baru berkata:

"Kami dengar mereka berdua sudah pergi ke utara, hanya saja

tidak tahu kapan sampainya?"

Gadis berbaju putih itu mendengus dingin, berkata lagi:

"Kalau begitu, kau tentu tahu apa sebabnya Bu-tong-sam-kiam

mengundurkan diri dari dunia persilatan?"

Cara bicaranya menunjukkan kedudukannya seperti yang paling

tinggi, tapi orang tua berwajah hitam dan laki-laki setengah baya itu

bernafas pun tidak berani keras-keras, apa lagi terhadap pertanyaan

yang tadi dia tanyakan, membuat kedua orang itu tidak bisa

menjawab.

Memang mereka berdua tadinya hanya tahu Bu-tong-sam-kiam

mengundurkan diri, mengenai apa sebabnya mengundurkan diri,

kedua orang itu tidak ada yang tahu?

Dengan sorot mata tajam seperti pisau, gadis berbaju putih

menyapu sekali, lalu tertawa dingin:

"Ho Tiong, kau sudah banyak pengalaman di dunia persilatan,

apa masalah sekecil ini pun kau tidak bisa mendapatkannya?"

Sin-hiong mendengar gadis berbaju putih itu menyebutkan nama

orang tua berwajah hitam, dalam hatinya berpikir:

'Nama Ho Tiong sepertinya pernah kudengar, kenapa bisa begitu

takut pada gadis berbaju putih itu?'

Karena di dalam hati tidak mengerti, diam-diam dia melirik sekali,

terlihat wajah Ho Tiong kejang-kejang, sebagian besar mabuknya

sudah hilang, sambil gagap dia berkata:

"Kabar ini baru saja aku dengar, mengenai..." Belum lagi dia

melanjutkan kata-katanya, tangan mulus gadis berbaju putih

diayunkan, memotong perkataannya:

"Sudah, sudah, masalah ini kau tidak perlu repot lagi, Tong-goat-

sin-kun malam ini akan tiba, aku akan memberi sebuah tugas

padamu."

Bagaimana Ho Tiong berani menolaknya, dia menyahut sekali,

sepasang mata membelalak besar, tidak tahu gadis ini akan

memberikan tugas apa?

Setelah berkata, gadis berbaju putih dengan tenang

mengeluarkan sebuah sapu tangan bersulam, mengibaskan di

depannya dan berkata lagi:

"Jika kali ini kau tidak bisa menyelesaikannya, kau pulang sendiri

ke Heng-san."

Sikap gadis berbaju putih itu dari awal sampai akhir tampak

bersikap tenang-tenang saja, tapi begitu Ho Tiong mendengarnya,

wajahnya langsung menjadi tegang, dengan suara gemetar berkata:

"Mengorbankan nyawa pun hamba pasti akan

menyelesaikannya!"

Kata-kata ini begitu terdengar, hati Sin-hiong menjadi tergetar,

dia berkata dalam hati:

'Apa? Ho Tiong sudah menjadi budak orang?' Karena didorong

oleh rasa ingin tahunya, saat ini dia jadi memperhatikan percakapan

mereka, dia memiringkan tubuhnya sedikit, ingin mendengar tugas

apa yang akan diberikan pada Ho Tiong ?

Walaupun dadis berbaju putih ini tidak melihat ke arah Sin-hiong,

tapi ternyata sangat teliti sekali, dia melambaikan tangannya

berkata:

"Kau kemari!"

Ho Tiong berjalan ke sisi meja, terlihat gadis berbaju putih itu

dengan tangannya yang seperti bawang itu menulis beberapa huruf

diatas meja, tanya:

"Apa kau sanggup melaksanakannya?"

Ho Tiong merasa berat, sambil gagap berkata:

"Ini, ini......"

Dia beberapa kali mengucap ini-ini, jelas tugasnya sangat berat,

makanya dia tidak bisa meneruskan kata-katanya, wajah gadis

berbaju putih jadi serius, sambil tertawa dingin berkata:

"Kalau begitu, kau terpaksa kembali lagi ke Heng-san."

Entah apa yang ditulis di atas meja itu? hingga membuat Ho

Tiong begitu kesulitan, Sin-hiong tadinya ingin mendengar apa yang

dibicarakan gadis berbaju putih itu, tidak diduga dia begitu licin,

menuliskan apa yang ingin dia katakan diatas meja, Sin-hiong jadi

memuji a tas ketelitannya.

Wajah Ho Tiong tidak karuan sekali, berkata:

"Ini......hamba pasti bisa melaksanakannya."

Gadis berbaju putih tertawa, tangan mulusnya menghapus habis

huruf di atas meja, berkata lagi:

"Aku tahu masalah ini sedikit sulit, supaya kau semangat,

sekarang kau boleh makan sepuasnya."

Habis bicara, tanpa mempedulikan Ho Tiong lagi, dia berkata

pada laki-laki setengah baya.

"Tan Tiong, kau kemari!"

Laki-laki setengah baya dengan gemetaran meng hampirinya,

berkata:

"Hamba memberi hormat!"

Sambil tersenyum gadis berbaju putih berkata:

"Tugas kali ini kau cukup bagus melaksanakannya, tugas malam

ini kalian berdua bersama-sama melaksanakannya."

Laki-laki setengah baya yang dipanggil Tan Tiong ini masih tidak

tahu lugas apa yang harus dilaksanakan malam ini? Hanya saja

melihat warna wajah Ho Tiong kesulitan, saat itu buru-buru dia

menyahutnya, lalu bersama Ho Tiong duduk di meja lainnya.

Sin-hiong melihat gerak-gerik ke empat orang ini sangat

misterius, tidak tahan di dalam hari berkata:

'Mereka membicarakan orang lain aku tidak mau tahu, tapi Bu-

tong-sam-kiam dan Ciang-bun-jin Hoa-san-pai aku pernah bertemu

dengan mereka, jika bukan karena perintah guru harus dilaksanakan

secepatnya, kemarin malam aku tidak akan melepaskan mereka/

Dia berpikir, mendengar mereka malam ini ada masalah, tapi

merasa tidak ada hubungannya dengan dirinya, dia jadi tidak ingin

melibatkan diri, saat akan memanggil pelayan untuk membayar

rekening dan meninggalkan tempat, mendadak dia melihat di luar

pintu ada seorang laki-laki besar bertubuh tegap, berjalan masuk ke

dalam rumah makan.

Orang ini dipunggungnya terselip sebilah pedang panjang, kedua

matanya bersinar, setelah masuk ke dalam rumah makan, matanya

melihat ke sekeliling, saat dia melihat gadis berbaju putih, sorot

matanya berhenti disana.

Gadis berbaju putih itu sedang makan, terhadap masuknya laki-

laki besar berbaju ringkas, dia sepertinya tidak melihat, setelah

makan sejenak, dengan pelan dia berkata pada gadis baju hijau

yang ada disisinya:

"Ceng-ji, kita berangkat sekarang!"

Gadis berbaju hijau menyahut, mengeluarkan satu potong perak

besar, menaruhnya diatas meja, lalu berteriak:

"Pelayan, rekeningnya!"

Pelayan rumah makan segera menghampiri, gadis berbaju hijau

sambil menunjuk potongan perak besar diatas meja berkata:

"Uang perak ini untuk membayar rekening kami berempat, apa

cukup?

Potongan perak ini kelihatan nilainya lebih dari sepuluh liang,

jangan kata untuk makan empat orang ini, walau ditambah sepuluh

orang lagi pun cukup, wajah pelayan rumah makan berseri seri,

berkata:

"Cukup, cukup."

Gadis berbaju putih pelan-pelan berdiri, Ho Tiong dan Tan Tiong

ikut berdiri mengantarnya, gadis berbaju putih melambaikan tangan,

lalu berjalan keluar bersama dengan gadis berbaju hijau.

Sin-hiong mengawasi terus gerak-gerik mereka berempat, dia

menilai mungkin ilmu silat gadis berbaju putih ini sangat tinggi, jika

tidak, penjahat besar seperti Ho Tiong, bagaimana mungkin mau

tunduk pada dia?

Laki-laki berbaju ringkas yang baru masuk, menatap bayangan

punggung gadis berbaju putih, setelah mendengus dingin, lalu

duduk di salah satu meja, terhadap Ho Tiong dan Tan Tiong

nampak mimik wajahnya sinis.

Selama ini Ho Tiong bergerak di daerah Hoa cong, terhadap

golongan hitam di utara, dia hanya mendengar dan yang kenal tidak

seberapa, melihat tingkah laku laki-laki berbaju ringkas ini amat

sombong, dia tidak tahu amarahnya harus dilampias-kan dimana,

dengan bengis dia melototinya, sambil berkata menyinggung:

"Saudara Tan, Bu-tong-sam-kiam sudah mengundurkan diri, apa

kau tahu golongan hitam di utara masih ada siapa lagi?"

Nama Bu-tong-sam-kiam terkenal di dunia, Ho Tiong mengangkat

dirinya dengan hanya menyebut Bu-tong-sam-kiam, tujuannya

adalah menyombongkan diri di hadapan orang itu, siapa tahu

setelah orang itu mendengar, mendadak dengan sinis mendengus

dingin berkata:

"Bu-tong-sam-kiam memang tidak begitu hebat, lalu apa

hebatnya Lam-goat-sian-ku? (Dewi kecil dari gunung selatan)"

Nada bicara orang ini hesar sekali, Sin-hiong yang mendengar,

dalam hati berkata:!

"Ternyata gadis berbaju putih itu adalah Lam-goat-sian-ku, lalu

siapa Pak-goat-lo-lo dan Tong-goat-sin-kun?"

Beberapa kali dia ingin membayar rekening dan pergi, tapi

setelah mendengar nama-nama ini, maka dia menduga orang-orang

ini adalahorangorang besar yang ternama, hatinya semakin

berpikir kadi semakin ingin tahu, apa yang sedang mereka lakukan?

Tiba-tiba Ho Tiong bangkit berdiri, dengan marah berkata:

"Kalau begitu di seluruh dunia ini, andalah yang paling hebat

bukan?"

Orang itu tertawa keras:

"Tidak berani, aku Lang Tiong-sun jika bukan ada urusan

penting, malam ini ingin sekali mencoba kebisaanmu!"

Begitu orang ini menyebutkan namanya, Ho Tiong merasa

tubuhnya tergetar, teriaknya:

"Heh! Ternyata anda adalah ketua perguruan Tiang-pek!"

Lang Tiong-sun dengan sombongnya berkata:

"Kau juga tahu namaku?"

Melihat sikap Lang Tiong-sun amat sombong, Ho Tiong jadi

marah sekali, baru saja akan memaki, mendadak ditarik oleh Tan

Tiong di belakang, dengan pelan berkata:

"Ho Lo-cianpwee, lebih baik kita laksanakan tugas kita saja."

Ho Tiong memaksa diri untuk tenang, lalu duduk kembali.

Sin-hiong melihat sejenak, dalam hati berpikir: 'Tidak peduli

mereka malam ini akan melakukan apa? aku adalah orang luar,

lebih baik jangan melibatkan diri?'

Berpikir sampai disini, lalu memanggil pelayan, membayar

rekening dan meninggalkan tempat.

Kota Pek-yang adalah tempat yang sering dia kunjungi sejak

kecil, saat itu tidak seramai seperti sekarang, setelah sepuluh tahun

kembali mengunjunginya, keadaannya sudah berubah besar,

hatinya jadi ada satu perasaan tercengang.

Keluar dari mulut kota, dia berjalan pelan-pelan, mendadak dari

pinggir jalan muncul satu orang, Sin-hiong melihat, ternyata orang

ini adalah Lam-goat-sian-ku, dalam hati dia berpikir:

'Kenapa dia bisa muncul disini?'

Setelah tertawa, Lam-goat-sian-ku berkata:

"Hei, kenapa kau masih tidak turun dari atas kuda?"

Sin-hiong tidak kenal dengan dia, tidak tahu dia bicara dengan

siapa, dia membalikan kepala melihat ke belakang, saat itu

mendadak dia merasa ada angin lembut bertiup, lalu pinggang di

cengkram hingga merasa kaku, dan terdengar Lam-goat-sian-ku

berkata:

"Didepanku, kau tidak bisa berpura pura!"

Sin-hiong tidak mau kemampuannya diketahui orang, hatinya

berpikir

'Sungguh cepat gerakannya!'

Dia tidak tahu kenapa Lam-goat-sian-ku memperlakukan dia

seperti ini, maka dengan nada dalam dia berkata:

"Nona bicara apa? Aku sedikit pun tidak mengerti!"

Lam-goat-sian-ku menambah tenaganya, Sin-hiong tetap tidak

bergerak, dia hanya merasa di atas pinggangnya terasa kaku, di sisi

telinga kembali terdengar suara merdu berkata:

"Hemm... hemm... ilmu silatmu ini di depan orang lain boleh

berpura pura tidak bisa, tapi didepan aku kau jangan harap!"

Sin-hiong lebih-lebih tidak mengerti, tanyanya:

"Aku tidak bisa satu jurus pun ilmu silat, nona salah lihat orang?"

Tadinya dia ingin memukul keluar senjata Lam-goat-sian-ku yang

menempel di pinggangnya, tapi setelah dipikir dengan teliti, dia

merasa kurang yakin, sebab dia sadar, tadi Lam-goat-sian-ku dari

mulai bicara sampai bergerak menyerang, kecepatan gerakannya,

baru kali ini dia melihatnya, jika sekali bergerak dia tidak berhasil,

maka itu akan merepotkan sekali.

Lam-goat-sian-ku tertawa dingin:

"Tadi di dalam rumah makan, kau diam-diam memperhatikan

apa? Jika kau sudah mengetahui rahasia aku, maka terpaksa aku

persilahkan kau tidur panjang disini."

Diam-diam Sin-hiong menghela nafas, di dalam hati dia berpikir:

'Kau menulis apa diatas meja? Bagaimana aku bisa Lihu, bicara

orang ini sungguh tidak beralasan sekali.'

Ketika dia berpikir, 'jika keadaan sangat mendesak, mungkin saja

dia akan bergerak melawan-nya,' tepat disaat ini, mendadak di

depan terdengar suara kuda berlari, sekejap sudah tampak ada

seekor kuda berlari dengan cepat menghampiri!

"Heh" Lam-goat-sian-ku terkejut berkata:

"Si tua ini cepat sekali datangnya!"

Baru saja selesai berkata, kuda itu sudah tiba di depannya, Lam-

goat-sian-ku tidak enak bicara lagi, lalu menarik lengannya dan

pedangnya pun telah ditarik kembali, orang diatas kuda itu sambil

berseri-seri dia berkata:

"Nona Ong, siapa dia ini?"

Wajah cantik Lam-goat-sian-ku menjadi merah:

"Dia hanya seorang kecoa, hemm... dia malah berani berniat

buruk padaku!"

Kata-katanya hanya berbasa basi, tapi hanya didengar oleh Sin-

hiong, yang lainnya dia tidak merasa apa-apa? Hanya setelah

mendengar Lam-goat-sian-ku mengatakan dirinya berniat buruk

pada dia, diri jadi merasa di hina?

Wajah Sin-hiong jadi berubah, begitu dia akan bergerak, orang

yang barusan datang itu tertawa, lalu dua jarinya secepat kilat

menyerang Sin-hiong, menotok ke arah Ki-bun-hiatnya Sin-hiong,

sambil berkata:

"Berani tidak sopan pada Lam-goat-sian-ku dari Ngo-goat (Lima

orang gunung sakti), sama artinya dengan menghina aku Tong-

goat-sin-kun!"

Tubuhnya belum turun dari atas kuda, dan masih berjarak cukup

jauh dengan Sin-hiong, siapa sangka begitu dia bergerak, bukan

saja sangat cepat sudah turun dari atas kuda, serangan kedua

jarinya pun sudah hampir mengenai jalan darahnya Sin-hiong.

Bagaimana pun Sin-hiong tidak bisa tinggal diam lagi.

Dalam saat sekejap ini, otak dia sudah berputar, di dalam hati

berkata:

'Dua-tiga hari akhir-akhir ini, berturut-turut aku telah berjumpa

dengan beberapa kelompok orang, dan orang-orang ini amat

sombong, entah dari mana akar masalahnya?"

Baru saja dia akan bertindak, tepat di saat ini, di depan matanya

mendadak terlihat sinar pedang berkelebat, Lam-goat-sian-ku

berteriak:

"Ini masalahku, siapa yang mengijinkan kau ikut campur?"

Mereka berdua satu di depan satu di belakang bergerak bersama-

sama, tapi karena di tangan Lam-goat-sian-ku memegang pedang

pusaka, begitu pedangnya bergerak, sudah menyabet pergelangan

tangannya Tong-goat-sin-kun, satu arah lagi mengarah ke jalan

darah Ki-bun nya Sin-hiong!

Rupanya Lam-goat-sian-ku pun memaksa Sin-hiong terlibat di

dalamnya, hingga sebaik apa pun kesabarannya Sin-hiong, saat ini

amarahnya jadi timbul, mata dia menyapu sekali, melihat walaupun

pedang Lam-goat-sian-ku ditujukan pada dia, tapi gerakan lainnya

menyerang Tong-goat-sin-kun, di dalam hati pikir:

'Ada apa lagi ini?'

Pergelangan tangan Sin-hiong diputar, sambil membentak:

"Kalian ini mau apa?"

Tangan dia diputar, lima jarinya dibuka, jainya menyentil ujung

pedangnya Lam-goat-sian-ku, satu gerakan lagi mengunci

pergelangannya Tong-goat-sin-kun!

Maka Lam-goat-sian-ku hanya menghadapi satu pihak,

sedangkan Tong-goat-sin-kun dan Sinhiong berdua menghadapi

serangan dari dua pihak, pertarungan seperti ini, sungguh jarang

dilihat di dunia!

Walaupun Sin-hiong sembarangan memutar tangannya, tapi

pertahanan dan serangan dia tepat sekali, kedua orang itu tidak

terasa mengeluarkan suara dengusan, hampir bersamaan berteriak:

"Benar saja ada sedikit kemampuan!"

Setelah bicara, kedua orang itu merubah jurusnya, hanya terlihat

bayangan orang berkelebat, kedua orang itu sudah menyerang,

semuanya satu jurus dengan dua perubahan, kau serang aku, aku

juga serang kau, mereka bersama-sama menyerang Sin-hiong.

Hati Sin-hiong merasa bingung, pikirnya:

'Kedua orang ini sungguh tidak dimengerti, bertanya pun tidak

langsung melibatkan dirinya, di dunia ini mana ada aturan begini?

Sin-hiong masih duduk diatas kuda, bertarung dengan pesilat

tinggi kelas wahid seperti ini, salah sedikit saja akan berakibat fatal,

walaupun ketiga orang itu hanya menyerang dua tiga jurus, tapi

Sin-hiong sudah merasa amat terdesak!

Saat kedua orang itu menyerang dia, Sin-hiong tidak ingin

melawannya lagi, kedua kakinya menjepit perut kuda, tubuhnya

sudah berlari ke depan, Tong-goat-sin-kun yang melihat, langsung

berteriak: "Bocah, kau ingin melarikan diri!" Tangannya dibalikan,

secepat kilat menangkap rambut kuda.

Kuda Sin-hiong adalah kuda hebat, tenaga hentakannya besar

sekali, walau berhasil ditangkap oleh dia, kuda itu pun tidak akan

berhenti, tapi Sin-hiong takut kudanya terluka, di saat tangan Tong-

goat-sin-kun mengenai rambut kuda.

Sin-hiong tertawa dingin berkata: "Kau berani melukai kudaku?"

Telapak tangan kanannya laksana golok, disabetkan ke bawah,

samar-samar terdengar suara "Weet weet!", Tong-goat-sin-kun

terkejut sekali, di dalam hati pikir, orang ini tenaga dalamnya

sungguh tinggi sekali.

Dia terpaksa menarik kembali tangannya, mengambil

kesempatan ini Sin-hiong bersalto sejauh dua tombak lebih,

kudanya dengan dahsyat menerjang keluar.

Tong-goat-sin-kun tidak menduga Sin-hiong bisa lebih cepat dari

pada dia, menunggu Sin-hiong turun ke atas tanah, mata dia

membelalak besar sekali, sesaat tidak bisa bersuara.

Lam-goat-sian-ku pun tertegun, di dalam hati mereka berdua

berkata, pesilat tinggi di dunia persilatan hampir tidak ada satu pun

yang tidak mereka kenal, tapi mereka tidak pernah mendengar ada

orang yang menyebut diri pemuda ini?

Tong-goat-sin-kun lama tertegun dan menatap, lalu menggeleng-

gelengkan kepala berkata:

"He he he, terpaksa aku menggunakan senjata!" Habis bicara, dia

sudah mengeluarkan sebuah senjata yang bentuknya aneh, Sin-

hiong tidak bereaksi apa-apa? Hanya Lam-goat-sian-ku yang

melihat, wajah cantiknya mendadak berubah.

Ternyata senjata dia adalah sebuah cambuk, di ujung cambuknya

ada sebuah bola besi, tadi dia mengikatnya di pinggang, maka

ketika Sin-hiong bertarung beberapa jurus dengan dia, masih belum

tahu dimana senjata dia disimpan?

Berbeda lagi buat Lam-goat-sian-ku, dia tahu kelihayan bola besi

itu, makanya dalam sekejap Tong-goat-sin-kun mengeluarkan

senjatanya, warna wajah dia sudah berubah beberapa kali.

Sin-hiong hanya tertawa dingin memandang mereka berdua,

berkata:

"Kalian benar-benar ingin bertarung?"

Pikirnya didalam hati:

'Aku dengan kalian tidak ada dendam apa-apa, jika kalian benar-

benar ingin bertarung, aku pun harus menggunakan senjata.'

Tong-goat-sin-kun memelototkan sepasang matanya:

"Tadinya aku mengira bocah ini sedikit tidak pantas, sekarang

setelah melihatnya malah dia pantas bertarung dengan kami."

Kami yang dia katakan itu, tentu saja termasuk Lam-goat-sian-ku

di dalamnya, Sin-hiong baru saja turun gunung, karena mengemban

tugas berat, dia benar-benar tidak ingin menghabiskan waktu yang

tidak berguna, tapi tidak diduga justru di tengah jalan, dia bertemu

dengan masalah aneh ini.

Kata Sin-hiong:

"Sebenarnya, jika benar-benar bertarung aku pun tidak sanggup

menerima dua tiga jurus serangan kalian. Maka biarkanlah aku

pergi."

Dia hanya ingin terlepas dari permasalahan ini, maka dia

terpaksa menahan diri, tidak ingin melanjut-kan permasalahannya

dengan mereka berdua.

Lam-goat-sian-ku berpikir:

'Orang ini di dalam rumah makan sudah mengetahui rahasiaku,

tadinya aku ingin membunuh dia, tidak diduga malah bertemu

dengan si tua Tong-goat, jika dia ingin pergi, lebih baik suruh dia

pergi jauh-jauh, supaya tidak membocorkan rahasiaku.”

Berpikir sampai disini, dia segera memotong perkataannya:

"Tua Tong-goat, dalam pertemuan Ngo-goat kita kali ini,

sebenarnya dia tidak ada bagiannya, jika dia ingin pergi, lebih baik

biarkan saja dia pergi."

Tong-goat-sin-kun segera memainkan cambuk panjang di

tangannya hingga mengeluarkan suara "Weet weet!", rupanya

tangan dia sudah gatal sekali, jika tidak bertarung dengan Sin-

hiong, maka dia tidak akan puas, berkata:

"Kau tadi bilang bocah ini berniat buruk pada-mu, sekarang kau

malah melepaskan dia pergi, hemm... hemm... kulihat kau lah yang

berniat buruk?"

Wajah Lam-goat-sian-ku menjadi merah, dia adalah seorang

wanita, pikirannya komplek sekali, kata-kata Tong-goat-sin-kun

tidak ada maksud apa-apa, siapa tahu malah tepat mengenai tujuan

hatinya, dengan sendirinya dia jadi naik pitam berkata:

"Bagus, bagus, bagus, jika kita tidak biarkan dia pergi, coba kau

katakan dengan cara apa kita bertarung?"

Kedua orang ini berkata kesana kesini, seperti menganggap Sin-

hiong sebuah bola yang ditendang ke timur ditendang ke barat,

bagaimana Sin-hiong bisa menahan diri lagi, rubuhnya berputar

sekali, langsung berjalan ke depan.

Tong-goat-sin-kun melihatnya, lalu berteriak:

"Bocah, kami belum selesai bicara."

Sin-hiong tidak mempedulikan, sambil mengangkat kepala

dengan cepat berjalan ke depan.

Lam-goat-sian-ku merasa harga dirinya dilecehkan, tubuhnya

segera meloncat, menghadang di depan Sin-hiong, sambil tertawa

dingin berkata:

"Kau mau pergi? Harus mendapatkan persetujuan kami dulu."

Begitu kata kata ini terdengar, api amarah di dalam perut Sin-

hiong hampir saja meledak, dia berusaha sekuatnya menahan,

berkata:

"Nona adalah Lam-goat-sian-ku, yang itu pasti adalah Tong-goat-

sin-kun."

Lam-goat-sian-ku menganggukan kepala, berkata bangga:

"Tidak salah, kau juga tahu nama besar kami!"

Sin-hiong tidak mempedulikan dia, dia tertawa dingin berkata:

"Kalau begitu, masih ada seorang Pak-goat-lo-lo kenapa masih

belum tiba?"

Lam-goat-sian-ku tidak mengerti apa maksud dia tanyakan ini?

dia masih mengira Sin-hiong akan mengutarakan rahasia di dalam

rumah makan, saat itu dia siap menyerang, katanya marah:

"Masalah ini kau tidak pantas menanyakan-nya?"

Tubuh Sin-hiong tergetar, katanya tawar:

"Sudah lama kudengar di dunia ini ada lima nama gunung yang

ternama, di tempat ini sudah muncul tiga gunung, tapi tidak tahu

kapan See-goat (Gunung barat) dan Tiong-goat (tengah gunung)

bisa tiba?"

Setelah berkata, dia lalu bersiul pelan, kuda merahnya pelan-

pelan menghampir dia, Sin-hiong mengambil kecapi kuno lima senar

dari pelana, asal mengeluarkan sedikit tenaga, maka Kim-kau-kiam

yang telah menggemparkan dunia itu akan keluar dari sarungnya.

Situasi di depan mata tampak segera akan terjadi pertarungan,

hanya saja Lam-goat dan Tong-goat melihat dia menanyakan Pak-

goat, malah juga menyebut Tiong-goat dan See-goat, di dalam hati

jadi tergerak, Tong-goat-sin-kun meloncat kedepan, bertanya:

"Untuk apa kau menanyakan mereka?"

Sin-hiong dengan keras berkata:

"Aku ingin sekaligus menghadapi jurus hebat Ngo-goat!"

Kata-kata ini begitu keluar, Lam-goat dan Tong-goat kembali

tergetar!

Mereka tidak mengira, Sin-hiong bisa mengeluarkan perkataan

sebesar ini? setelah Tong-goat-sin-kun terkejut, cambuk

ditangannya dengan cepat menggulung keluar, teriaknya:

"Aku bereskan dulu, bocah sombong ini, baru memperebutkan

ketua Ngo-goat dengan mereka!"

Sin-hiong tertawa terbahak-bahak: "Aku siap menemani kalian

bermain-main!"

Begitu tubuhnya bergerak, sudah berada disisi Tong-goat-sin-

kun, jarinya yang seperti kail sudah mencengkram ke arah

cambuknya.

Tong-goat-sin-kun marah sekali, dia menggetarkan pergelangan

tangannya, tiba-tiba cambuknya menjadi lurus, bola besi di ujung

cambuk sampai mengeluarkan suara "Trang trang!", jelas dia sudah

mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, Sin-hiong memutar

tangannya, berteriak:

"Benda apa ini?"

Gerakannya sangat cepat, perubahan jurusnya pun sangat cepat,

tapi baru saja tubuh Sin-hiong mendekat, dia merasa kecapi kuno

yang dipeluk di tangan kirinya, seperti dihisap oleh satu tenaga yang

amat kuat, hampir saja terlepas dari tangannya.

Sin-hiong jadi terkejut, untung reaksinya cepat, tenaga di tangan

kiri ditambah, memeluknya dengan lebih erat, pergelangan tangan

kanan diputar tetap menangkap ujung cambuk Tong-goat-sin-kun.

Dua jurus berturut-turut yang digunakan Sin-hiong, semuanya

bukan cengkeraman biasa-biasa saja, tidak peduli Tong-goat-sin-kun

menggunakan jurus sehebat apapun, tampaknya tidak akan lolos

dari cengkeraman dia!

Lam-goat dan Tongrgoat tadinya menganggap enteng pada Sin-

hiong, sekarang setelah menyaksi-kan kepandaiannya, hati kedua

orangini jadi menciut.

Yang paling mengejutkan Tong-goat-sin-kun, adalah saat dia tadi

menyerang, bola besi di ujung cambuknya malah tidak bisa

menghisap kecapi kuno di tangan Sin-hiong. Harus diketahui, bola

besi di ujung cambuknya, sesungguhnya terbuat dari besi magnit

yang amat kuat, tidak peduli bertarung dengan siapapun, asalkan

dia mengerahkan tenaga dalam, jarak seberapa jauh pun, bisa

menghisap senjata lawan.

Tadi Lam-goat-sian-ku di dalam rumah makan, menugaskan Ho

Tiong dan Tan Tiong berusaha mencuri senjata Tong-goat-sin-kun,

supaya di saat pertarungan memperebutkan kedudukan ketua Ngo-

goat, dia bisa menghindar dari kerugian senjata, saat ini Tong-goat-

sin-kun malah tidak bisa berbuat apa apa terhadap kecapi kunonya

Sin-hiong, dalam keadaan terkejut ini dia merasakan suatu

keanehan.

Tong-goat-sin-kun tertegun sejenak, melihat cambuknya sudah

hampir tertangkap oleh Sin-hiong, tubuhnya segera berputar, lalu

meloncat kebelakang.

Sin-hiong tertawa:

"Bagaimana? Masih ingin bertarung?"

Habis bicara, kedua matanya melihat pada Lam-goat-sian-ku,

jarinya memetik-metik senar kecapi, hingga terdengar suara

nyaring, lalu berkata lagi:

"Haay! ilmuku hanya bisa ini saja, jika kalian sampai ini pun tidak

bisa melawannya, walau berhasil mendapatkan kedudukan ketua,

apa gunanya?"

Kata-kata dia ini tampaknya ditujukan pada Tong-goat-sin-kun,

tapi samar-samar ditujukan pada Lam-goat-sian-ku juga, Tong-goat

dan Lam-goat selama hidupnya tidak pernah menyerah pada siapa

pun, tapi kejadian hari ini sungguh membuat mereka terkejut sekali,

maka walaupun Sin-hiong menyindir mereka dengan kata-kata,

mereka berdua sesaat tidak bisa menjawabnya.

Tapi Tong-goat-sin-kun tidak bisa menerima kekalahan ini,

mendadak dia maju selangkah, cambuknya dipegang erat-erat, siap

bertarung kembali dengan Sin-hiong.

Sekarang sudah tengah hari, walaupun cuaca di utara matahari

teriknya tetap terasa panas, tapi udara di sekeliling mendadak

seperti terhenti, Tong-goat dan Lam-goat sudah menyiapkan tenaga

dalam sepenuhnya, tapi pada saat ini tiba-tiba terdengar derap kaki

kuda, diatas jalan raya datang lagi seekor kuda.

Kuda ini pelan-pelan mendekat, terdengar orang di atas kuda

berteriak:

"Mmm, sedang apa kalian?"

Di atas kuda duduk seorang nyonya tua, rambutnya sudah

beruban, punggung dia sedikit menonjol, duduk di atas kuda,

orangnya tidak lebih tinggi dari kepala kuda, tapi di tangannya

memegang tongkat yang besarnya sebesar mulut mangkuk,

kelihatannya sangat tidak serasi.

Dia berteriak sekali, melihat Tong-goat dan Lam-goat tidak

menyahut, dia berkata lagi:

"Kalian sudah bertarung sebelum aku datang? Itu tidak bisa

dihitung!"

Sesudah kata-katanya habis, dia mengawasi, terlihat Tong-goat

dan Lam-goat berdua seperti sedang menghadapi lawan tangguh,

dia tertawa terbahak-bahak dan berkata:

"Walaupun kalian ingin bertarung pun tidak seharusnya

memperlihatkan penampilan seburuk ini?"

Habis bicara, pelan-pelan dia turun dari atas kudanya, ketika

lewat di samping Sin-hiong, melihat pun tidak, dia lalu berdiri di

tengah lapangan, menggoyangkan tongkatnya dua kali, berkata:

"Baiklah, jika kalian berdua sudah gatal tangannya, bertarunglah

terlebih dulu, biar aku nenek tua yang menjadi wasitnya."

Dia berkata begitu banyak, tapi tidak ada seorang pun yang

mempedulikannya, sekarang dia baru merasa heran, kedua matanya

menyapu, melihat Sin-hiong memandang dia sambil tersenyum, dia

jadi merasa lebih heran lagi.

Tong-goat-sin-kun dengan nada dalam berkata:

"Nenek tua, sementara kau minggirlah dulu."

Hati Sin-hiong tergerak, bertanya:

"Apakah dia ini Pak-goat-lo-lo?"

Nyonya tua bungkuk ini menganggukan kepala:

"Betul, saudara kecil, siapa namamu?"

Sin-hiong tidak menjawab pertanyaannya, sambil tertawa

berkata:

"Anda sudah datang, dimana Tiong-goat dan See-goat?"

Dia melihat Pak-goat-lo-lo sangat ramah, maka perkataannya pun

menjadi lebih ramah, Pak-goat-lo-lo tidak bisa berpikir banyak, dia

menjawabnya:

"Sudah dekat! Sudah dekat!"

Sin-hiong pelan-pelan mengangkat kepalanya:

"Kalau begitu baguslah."

Dia hanya berkata sedikit, Pak-goat-lo-lo jadi tertegun, tepat di

saat ini, cambuknya Tong-goat-sin-kun diam-diam sudah datang

menggulung.

Begitu tubuh Tong-goat-sin-kun bergerak, Lam-goat-sian-ku pun

ikut bergerak, sekarang mereka berdua menghadapi musuh secara

bersama-sama, Pakgoat-lo-lo yang melihat, di dalam harinya

bertambah bingung lagi, pikirnya:

'Kenapa mereka bersama-sama menyerang seorang anak muda?”

Dia mendengus, baru saja akan melayangkan tangan

memisahkan mereka, mendadak dia melihat tubuh Sin-hiong

berkelebat, berputar kesampingnya, berkata:

"Lo-lo, mohon anda tegakan keadilan, bagaimana?"

Begitu rubuhnya bergerak, serangan Tong-goat dan Lam-goat

jadi tidak mengenai sasaran, mereka bersama-sama mendengus

sekali, bentaknya:

"Mau lari kemana?"

Setelah berkata, dua macam senjata hampir bersamaan waktu

menyerang lagi.

Pak-goat-lo-lo memutar tongkatnya, mendadak menyerang kedua

orang itu, sambil berteriak:

"Urusan bisa dirundingkan, jangan gunakan kekerasan, biar aku

nenek tua jadi orang penengah!"

Tong-goat dan Lam-goat kedua menyerang dengan sekuat

tenaga, jurusnya sangat ganas, siapa sangka mereka kembali

dihalangi oleh Pak-goat-lo-lo, jika kedua orang itu tidak menarik

tangannya, maka serangan yang dahsyat ini akan menuju ke arah

Pak-goat-lo-lo.

Sifat Tong-goat-sin-kun lebih cepat emosi melihat Pak-goat-lo-lo

mau menjadi orang penengah, dalam keadaan marah dia tidak bisa

berpikir panjang lagi, tanpa sadar memakinya:

"Kau nenek tua semakin tua malah semakin linglung,

mengandalkan apa kau mau menjadi orang penengah?"

Tenaga di tangannya masih belum dikurangi, terdengar

cambuknya bersuara "Weet weet!", jelas dia telah menggunakan

tenaga dalam sepenuhnya.

Gerakan Lam-goat-sian-ku lincah sekali, jurus pedangnya ganas,

saat Pak-goat-lo-lo menangkisnya, dia berturut-turut sudah

merubah tiga jurus yang berbeda.

Melihat mereka bertingkah seolah mau menghabisi nyawanya,

tidak tahan Pak-goat-lo-lo menjadi naik pitam, tongkat besinya

diayunkan beberapa putaran, sambil berteriak:

"Kalian mau bertarung dulu, ini tepat dengan keinginanku."

Dalam sekejap, ketiga orang itu malah saling menyerang satu

sama lain, tapi cara pertarungan mereka lain dari pada yang lain,

ketika permulaan, Pak-goat-lo-lo masih melawan Tong-goat dan

Lam-goat, tapi semakin bertarung, ketiga orang itu jadi tidak peduli

lagi siapa lawannya, mereka bertiga saling bertukar menyerang,

malah membiarkan Sin-hiong berdiri di pinggir.

Sin-hiong yang menyaksikan, jadi merasa geli, di dalam hati

berpikir:

'Kalian bertarung seperti ini, aku malah jadi orang penengah, dia

lalu mengeser dirinya mendekat sedikit, saat ini Tong-goat dan Lam-

goat sedang menyerang satu jurus pada Pak-goat-lo-lo, keduanya

pun saling menyerang satu jurus, begitu Sin-hiong melihat, dia

berteriak:

"Lo-lo, ujung tongkat tiga kiri empat kanan, jurus ini kau akan

mendahului mereka."

Pak-goat-lo-lo sedang sengitnya bertarung, tidak peduli siapa

yang mengatakannya, ujung tongkatnya segera bergerak menekan

ke kanan, dilanjutkan pelan balik menyapu, benar saja Tong-goat

dan Lam-goat terdesak oleh jurusnya.

Pak-goat-lo-lo gembira sekali, berteriak: "Saudara kecil, sekarang

harus bagaimana?"

Sin-hiong memperhatikan lalu, lalu tertawa: "Bagaimana kalau

tiga di depan empat di belakang?"

Pak-goat-lo-lo tertegun, di dalam hati berpikir:

'Tiga di depan masih bagus, empat di belakang bukankah akan

menghadap pada dirinya? tapi karena petunjuk dari Sin-hiong tadi

tepat dan hasilnya bagus sekali, saat ini dia tidak berpikir panjang

lagi, dia membalikkan pergelangan tangannya, menghantam ke

depan tiga kali, lalu membalikkan ujung tongkat ke belakang

kembali menyapu empat kali!

Ternyata hasilnya sangat bagus, sebab jurus ini kembali telah

mendesak Tong-goat dan Lam-goat, kedua orang itu terdesak ke

depan dan ke belakang, belum sempat balik menyerang, ujung

tongkat Pak-goat-lo-lo menghantam tiga kali di depan empat di

belakang sudah datang menyerang, kembali didahului olehnya.

Tong-goat dan Lam-goat tergetar keras, dalam hatinya berpikir:

'Dari mana asalnya dia, bagaimana bisa tahu terlebih dulu?’

Kedua orang itu mendadak mundur ke belakang, Tong-goat-sin-

kun berteriak:

"Celaka, bocah itu melarikan diri!"

Pak-goat-lo-lo yang mendengar lalu melihat-nya, benar saja Sin-

hiong sudah berada di pinggir hutan.

Tadinya dia tidak memikirkan banyak hal, saat ini dia jadi sedikit

mengerti, tubuhnya bergerak dan berteriak:

"Saudara kecil kau tidak boleh pergi!"

Tong-goat dan Lam-goat pun membuntuti berlari dari belakang,

baru saja mereka bertiga tiba di pinggir hutan, terdengar satu siulan

panjang, bayangan tubuhnya yang aneh itu berkelebat dua kali ke

dalam hutan, dengan keras berkata:

"Lo-lo, aku permisi dulu!"

Habis berkata, suara kecapi yang sangat merdu terdengar dari

dalam hutan, pelan-pelan menyebar keluar, setelah sampai di

telinga ketiga orang, Sin-hiong sudah berlari sejauh sepuluh tombak

lebih.

Ketiga orang itu tergetar, mereka saling pandang sekali, lalu

bersama-sama bertanya:

"Kau tahu siapa dia?"

Begitu kata-kata ini keluar, ketiga orang itu saling pandang lagi,

semua merasa wajahnya menjadi merah, jelas sekali kata-kata ini

begitu keluar, di dalam hati mereka bertiga, semua merasa malu.

Harus diketahui, kedudukan Ngo-goat sangat tinggi, tidak diduga

tiga dari mereka sudah terjungkal di tangan seorang anak muda

yang tidak punya nama, jika kabar ini sampai tersebar, bagaimana

mereka masih bisa bercokol di dunia persilatan?

Tong-goat-sin-kun mengeluh:

"Kita berlima tidak perlu bertarung lagi untuk memperebutkan

kedudukan ketua, lebih penting kita selidiki dulu asal-usul orang ini."

Ada perasaan yang sama di dalam hatinya Lam-goat dan Pak-

goat, Lam-goat-sian-ku seperti teringat sesuatu, di dalam hatinya

berkata:

'Apakah orang ini ada hubungannya dengan pengunduran diri

Bu-tong-sam-kiam dan Ang-hoa-kui-bo? Heh, jika benar dia, itu

tidak mengherankan lagi."

Berpikir sampai disini, dalam keadaan reflek hati Lam-goat-sian-

ku sepertinya samar-samar ada perasaan putus asa.

Setelah berkata tubuh Tong-goat-sin-kun sudah meloncat keatas!

dia lebih dulu mengejar ke depan.

Sin-hiong sekaligus berlari sejauh enam tujuh li, lalu membalikan

kepala melihat ke belakang, setelah tahu di belakang tidak ada

orang yang mengejar, baru dia melonggarkan tali kudanya,

melanjutkan berjalan ke depan, tidak lama kemudian matahari

sudah condong ke barat, dari kejauhan terlihat ada satu rumah

petani, dalam hatinya berpikir:

'Di depan sudah tidak ada kota lagi, lebih baik aku menginap satu

malam di rumah petani itu saja.'

Maka dia berjalan ke'sana, pelan mengetuk pintu.

Tidak lama, pintu dibuka lebar, seorang petani tua keluar dan

bertanya:

"Siauya, apa kau tersesat?"

Sin-hiong menggelengkan kepala, menjelaskan tujuannya, petani

tua itu memperhatikan lagi pada Sin-hiong dari atas sampai ke

bawah, seperti berkata pada dirinya sendiri:

"Hari ini sungguh kebetulan sekali, di tempat ku ini sudah

kedatangan tiga orang tamu, bagusnya ada dua orang guru yang

akan berangkat, tuan muda silahkan masuk."

Habisberkatabegitudia mengangkat tangan-nya

mempersilahkan tamunya masuk.

Mendengar kata-katanya petani tua, Sin-hiong menjadi sedikit

ragu, tapi kemudian hatinya berpikir:

'Tidak peduli didalam itu siapa orangnya? Aku baru saja turun

gunung mereka pasti tidak mengenal aku."

Masuk ke dalam rumah, Sin-hiong melihat ada seorang hweesio

yang gemuk besar dan seorang tosu yang kurus kering sedang

berhadapan minum arak, kedua orang itu melihat pada petani tua

yang membawa Sin-hiong masuk ke dalam, tapi mereka

mengacuhkan, dan meneruskan perbincangan mereka.

Sin-hiong pun tidak merasa tersinggung, terdengar hweesio

gemuk itu berkata:

"Hal ini sungguh di luar dugaan semua orang, selain Bu-tong-

sam-kiam dan Cia Thian-cu dari Hoa-san-pai, kenapa Ang-hoa-kui-

bo dan muridnya pun lima tahun tidak mau keluar rumah?"

Tosu yang kurus kering, minum araknya seteguk, memotong

perkataan:

"Kabarnya mereka dikalahkan oleh seorang anak muda, dan anak

muda itu ada hubungan dengan Khu Ceng-hong."

Mendengar itu, Hweesio gemuk besar merasa terkejut tanyanya:

"Apakah Khu Ceng-hong yang dua puluh tahun lalu, dalam waktu

setengah tahun berturut-turut melabrak sembilan perguruan besar

itu?"

Tosu kurus kering menganggukan kepala: "Betul, jika anak muda

ini ada hubungannya dengan dia, maka sembilan perguruan besar

itu harus bersiap-siap."

Dua orang itu berbincang-bincang sendiri. Petani tua itu

menempatkan Sin-hiong disisi, mereka juga tidak mempedulikan,

Sin-hiong dengan tenang-nya duduk, tapi dia memalingkan

kepalanya ke tempat lain, di dalam hati dia berpikir:

'Sebelum aku pergi ke Siauw-lim-si, lebih baik aku tidak

menonjolkan diri dulu.'

Walaupun kedua orang ini sedang membicara-kan dirinya, tapi di

dalam kepalanya sedang memikirkan hal lain. Ketika petani tua

mengantarkan makan malam, dia bangkit berdiri mengucapkan

terima kasih, lalu kembali duduk dan menyantap makan malamnya.

Hweesio gemuk dan tosu kurus makan lagi sejenak, tiba-tiba

hweesio gemuk menepuk perutnya sambil tertawa berkata:

"Kita Ngo-goat setiap tahun kumpul satu kali, setiap kali

berkumpul tidak ada hasilnya, aku lihat kedudukan ketua, tahun ini

harus ada yang menduduki."

Sambil bicara dia bangkit berdiri, menghentakkan sekali tongkat

hweesionya, tampangnya seperti yakin bisa merebut kedudukan

ketua.

Tosu kurus ikut tertawa:

"Betul, kulihat tahun ini harus ada keputusan." Habis berkata, dia

mengayun-ayun kebutan di langannya, sikapnya sombong sekali,

seperti tidak mau kalah oleh hweesio gemuk itu.

Hati Sin-hiong tergerak, mendengar nada bicara mereka, rupanya

mereka adalah Tiong-goat dan See-goat, lapi Sin-hiong merasa

heran kenapa mereka tadi bisa berbincang dengan ramah, setelah

bicara mengenai kedudukan ketua, wajah mereka berubah jadi

bermusuhan.

Lalu kedua orang itu masing-masing mengeluarkan satu tail uang

perak, kelihatannya mereka pun membayar masing-masing, diam-

diam Sin-hiong jadi merasa lucu. Begitu mereka menaruh uang

peraknya di atas meja, terdengar "Weet weet!" dua bayangan orang

bersama-sama melayang keluar, dalam sekejap sudah pergi entah

kemana.

Menyaksikan iru, tidak tahan Sin-hiong jadi menggeleng-

gelengkan kepala, diam-diam mengeluh:

"Mereka sudah setua itu, malah sampai berangkat pun mau

saling mendahului, jadi tidak aneh mereka begitu berambisi dengan

kedudukan ketua."

Dia makan pelan-pelan, petani tua itu berjalan keluar, sambil

berkata pada Sin-hiong:

"Siauya, kamarmu sudah disiapkan."

Sin-hiong cepat-cepat berdiri:

"Lopek berbuat begini, sungguh membuat aku malu."

Beberapa kali dia mengucapkan terima kasih-nya.

Memang, sejak kecil dia bekerja pada orang, sepanjang hidupnya

sering mendapat penghinaan, sekarang melihat petani tua

memperlakukan dia seperti ini, hatinya sungguh merasa tidak enak

sekali.

Setelah beberapa kali mengucapkan terima kasihi selesai makan,

dia sendiri membereskan piring mangkuk, tapi petani tua itu buru-

buru mencegahnya, Sin-hiong dengan emosi berkata:

"Lopek jangan salah paham, sepuluh tahun lalui aku adalah anak

yatim piatu yang sering dihina orang."

Petani tua itu seperti tidak mengerti apa yang dia bicarakan, dia

hanya membelalakan sepasang matanya, bengong memandang Sin-

hiong, tapi, Sin-hiong tidak menyalahkan, kembali dengan sabar dia

mengatakannya sekali lagi, mata petani tua itu membelalak jadi

lebih besar lagi.

Sin-hiong tersenyum, berkata lagi:

"Lopek, apa kau mengerti maksudku?"

Dia tidak tahu kenapa dirinya membicarakan ini pada petani tua

yang kurang pengertian, dia hanya merasakan, dirinya adalah orang

yang rendahan, selama sepuluh tahun, dia apa pun tidak

menanyakan, apa pun tidak dikatakan, hanya giat belajar ilmu silat

pada gurunya, tapi hari ini setelah sepuluh tahun kemudian, dia

telah berhasil melatih ilmu silatnya dan turun gunung, saat ini dia

seperti berdiri di atas puncak gunung yang paling tinggi,

memandang ke bawah gunung, ingin mengerjakan apa. Maka dia

bisa mengerjakannya?

Petani tua itu menggeleng-gelengkan kepala seperti masih tidak

mengerti, dia mengulurkan tangan ingin merebut piring mangkuk di

tangan Sin-hiong, tapi Sin-hiong hanya sedikit mengangkat

tangannya, bagaimana mungkin petani tua itu bisa merebut dari

tangannya, Sin-hiong membawa piring mangkuk masuk ke dalam.

Petani tua itu dengan terkejut memandang Sin-hiong, dalam

pikirannya, Sin-hiong adalah orang yang paling aneh dari banyak

orang yang pernah dia temui.

Matahari tenggelam di barat, malam telah menutupi bumi. Di

atas gunung di timur, sudah muncui bulan purnama.

Di sekeliling terasa tenang sekali, Sin-hiong membawa kecapi

kuno, berjalan ke sisi sebuah pohon besar, duduk di atas tanah, dua

jarinya dengan lembut memetik, alunan suara kecapi dari dua

jarinya menyebar ke sekeliling tempat itu, semakin menyebar ke

tanah liar.

Dia tenggelam dalam alunan suara kecapi yang merdu itu, tapi

pada saat ini, mendadak dari kejauhan terdengar teriakan:

"Ada disini!"

Sin-hiong tersenyum, dia sudah menebak yang datang ini siapa,

dia tetap memeramkan mata memetik kecapi, terhadap hal yang

ada di luar, sedikit pun tidak diperhatikan.

Tidak lama setelah suara itu berhenti, lima bayangan orang

dengan cepat menghampirinya.

Terdengar salah seorang bertanya:

"Siapa yang lebih dulu tiba?"

Terdengar lagi empat suara orang bersamaan menjawab:

"Tentu saja aku!"

Salah satunya berkata:

"Tunggu, tunggu, bocah ini dulu berkata ingin bertarung dengan

kita, Ngo-goat, siapa yang duluan maju?"

Orang yang bicara adalah Tong-goat-sin-kun, mereka lima orang

begitu berkumpul, biasanya masing-masing tidak mau mengalah,

selalu ingin lebih dulu, tapi terhadap Sin-hiong, di dalam hati dia

baru ada sedikit gentar.

Setelah dia mengatakan ini, Lam-goat-sian-ku dan Pak-goat-lo-lo

jadi ragu-ragu sejenak, hweesio gemuk dan tosu kurus yang tadi

karena tidak tahu kehebatan Sin-hiong, dengan keras berkata:

"Tentu saja harus aku!"

Setelah berkata, dua macam senjata sudah menyerang kepada

Sin-hiong!

Orang-orang ini lucu sekali, demi kemenangan, mereka membuat

Sin-hiong sebagai sasarannya, hweesio gemuk itu adalah Tiong-

goat-cui-seng (Hweesio mabuk dari tengah gunung), tongkat

hweesio di tangannya seberat seratus lima puluh kati lebih, sekali

disapukan, hampir bisa menghancurkan batu, membuka gunung.

Yang satunya lagi adalah See-goat-cin-jin (Tosu alim gunung

barat), kebutan di tangan dia walaupun ringan, tapi dialiri dengan

tenaga dalam, rambut kebutannya dihentaknya sampai menjadi

lurus, jika sampai tersapu oleh dia, aneh jika tubuh tidak terjadi

ratusan lubang.

Saat itu Sin-hiong sedang asyik memetik kecapi, serangan dua

macam senjata yang mendadak itu, dia seperti tidak merasakan,

suara "Ting tung!" masih terus mengalun, sedangkan jurus dari dua

pesilat tinggi ini sangat cepat! Tong-goat, Lam-goat dan Pak-goat

melihat Sin-hiong masih tidak gerak, semua jadi mengkhawatirkan

dia.

Baju dia sudah berkibar oleh angin pukulan, tongkat hweesio dan

kebutan hampir saja menyentuh bajunya, tiba-tiba Sin-hiong bersiul,

secepat kilat dia meloncat terbang ke atas, saat tubuhnya berada di

atas udara, dia menepuk pelan kecapi kunonya, terdengar suara

"Pang!", pedang emas berkaitnya sudah berada dii tangannya,

sekali tangannya mengayun, orang dan pedang sudah menjelma

menjadi kelebatan sinar, dari atas udara melesat ke bawah.

Kecepatan jurusnya sungguh tiada duanya, dua orang yang

menyerang hanya merasa angin dingin menyapu wajahnya, di saat

tertegun, hawa dingin dari pedang sudah hampir menusuk

pergelangan tangannya!

Maka jangan dikatakan pada dua orang yang menyerang, walau

Tong-goat, Lam-goat dan Pak-goat yang berdiri di pinggir pun, jadi

terkejut sekali!

Tiong-goat dan See-goat menarik tangannya, Sin-hiong tidak

melanjutkan serangannya, tubuhnya dengan entengnya turun di

samping Pak-goat-lo-lo tidak sampai lima kaki, sambil mengusap

pedangnya, dia berkata:

"Lo-lo, bagaimana jika aku mewakili kau bertanding dengan

mereka berempat?"

Dia tersenyum ramah, tapi di wajahnya tersirat sinar

keangkuhan.

Mata Ngo-goat semua membelalak besar, tidak tahu siapa yang

bersuara, mendadak ada berteriak:

"Heh,Kim-kau-kiam!"

Hati kelima orang itu menjadi ciut, ketika mereka melihat dengan

jelas di tangan Sin-hiong adalah Pedang kait emas, mereka baru

sadar, apa lagi Tiong-goat dan See goat, mereka tadi mereka masih

membicarakan masalah Khu Ceng-hong, tapi saat itu Sin-hiong tidak

mempedulikannya, melihat dari hal kecil ini saja, ilmu menahan

dirinya sudah bukan lawan orang biasa?

Pak-goat-lo-lo menegakan tubuhnya yang bungkuk, bertanya:

"Saudara kecil, apa hubunganmu dengan Liong-koan-hong?"

"Guruku!" jawab Sin-hiong dengan serius.

Begitu kata-kata terdengar, lima orang itu menghela nafas

panjang, di atas tanah segera terdengar jejakan kaki, ke lima orang

ini dalam situasi terpaksa, telah membentuk satu barisan kecil,

mengurung Sin-hiong di tengah-tengah.

Khu Ceng-hong adalah orang yang paling aneh di dunia

persilatan puluhan tahun lalu, dia tidak ada dendam apa pun

dengan sembilan perguruan besar dunia persilatan, tapi karena satu

perselisihan kecil, malah dalam waktu setengah tahun telah

bertarung dengan ke sembilan perguruan besar, akhirnya kalah

karena dikeroyok oleh para ketua sembilan perguruan besar itu,

sejak itu, tidak terlihat lagi jejaknya di dunia persilatan, orang-orang

mengira dia sudah meninggal, tidak diduga dia malah telah

mendidik seorang murid yang hebat begini?

Sifat Khu Ceng-hong begitu aneh, bagaimana dengan muridnya,

tidak perlu ditanyakan lagi, maka begitu Ngo-goat melihat Sin-hiong

membeberkan jati dirinya. Dengan kedudukan mereka, malah tanpa

sadar telah mengurung Sin-hiong, besarnya nama Khu Ceng-hong,

bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan pesilat tinggi biasa

dari dunia persilatan?

Sin-hiong seperti melihat keperkasaan gurunya di waktu dulu,

dengan bangga dia berkata:

"Kalian mau apa?"

Setelah berkata, Kim-kau-kiamnya diayun-ayunkan di depan

tubuh, entah dia mau menyerang atau tidak, tapi bagi mata Ngo-

goat, semua orang jadi meningkatkan kewaspadaannya, sebab

gerakan Sin-hiong tadi, dulu adalah awal penyerangan Kim-kau-

kiam sebelum bertarung.

Lima orang bersiap-siap bertempur.

Mata Sin-hiong menyapu, melihat sikap mereka, dia tahu malam

ini pertarungan sudah tidak bisa di hindarkan lagi, tapi dia tidak ada

dendam dengan mereka, maka dalam hatinya berpikir:

'He he he, tidak apa, aku akan menunjukan sedikit

kemampuanku!'

Sesudah berpikir begitu, Kim-kau-kiamnya berkelebat, menusuk

ke Tong-goat, See-goat dan Tiong-goat.

Ketika dia mulai bergerak terlihat perlahan, tusukan pedangnya

terlihat jelas, tapi ketika pedang-nya sudah di tengah jalan, malah

secepat kilat datang menusuk!

Untungnya ketiga orang ini sudah ada persiap-an, jika tidak,

mungkin mereka sejurus pun tidak bisa menahannya.

Ketiga pesilat tinggi ini di desak oleh keadaan, kelihatannya

mereka mau tidak mau harus bersatu menghad apinya.

Ketiga orang itu bersama-sama mendengus dingin, begitu

bergerak, tiga macam senjata bersamaan datang menggulung.

Lam-goat-sian-ku perlahan menghela nafas, lalu berkata pada

Pak-goat-lo-lo:

"Nenek tua, demi nama baik Ngo-goat, mereka bertiga sudah

bertarung, kenapa kau masih diam saja?"

Pak-goat-lo-lo menganggukan kepala, mengayunkan tongkat

besinya dan berteriak:

"Saudara kecil, maafkan aku!"

Sin-hiong menghindar, teriaknya:

"Lo-lo, tidak perlu sungkan."

Lam-goat-sian-ku juga tidak mau ketinggalan, tubuhnya bergerak

sambil melayangkan pedangnya, sekarang ke lima orang ini

bergabung bersama-sama, kekuatannya jadi berlipat ganda, terlihat

sinar pedang laksana kilat, bayangan tongkat laksana gunung,

dalam sekejap, Ngo-goat sudah menyerang sebanyak lima enam

jurus!

Semangat Sin-hiong jadi timbul, dia tertawa terbahak-bahak dan

berkata:

"Ini baru pertarungan!"

Begitu dia menggetarkan tangannya, ribuan bayangan pedang

telah terbentuk, hanya terdengar suara "Ssst ssst!", dalam sekejap

menyerang sebanyak tujuh-delapan belas jurus!

Ngo-goat menyerang sekuatnya, apa lagi Tiong-goat-cui-seng

dan Tong-goat-sin-kun berdua, mereka menggunakan jurus

dahsyat, kebutannya See-goat-cin-jin menyerang diantara celah-

celah serangan, setiap jurusnya menyerang ke titik yang mematikan

di seluruh tubuh Sin-hiong, Lam-goat dan Pak-goat membantu di

samping, walaupun jurus pedang Sin-hiong hebat sekali, jika dia

ingin keluar dari gempuran lawan, kelihatannya tidak begitu mudah.

Malam begitu tenang, tapi hawa pembunuhan menggelora,

setelah Sin-hiong bertarung sesaat, melihat kelima orang ini mati-

matian menyerang terus, tidak tahan di dalam hati berkata:

'Bertarung seperti ini terus, entah kapan baru bisa selesai?'

Setelah berpikir begitu, dia segera merubah jurusnya, mendadak

hawa pedangnya memancar, dia telah mengerahkan jurus-jurus

terhebat dari Kim-kau-kiam-hoat, pedangnya bergulung-gulung

menyerang, pertarungan jadi berubah, tadi ke lima orang itu

berebut menyerang, tapi sekarang di depan Ngo-goat seperti ada

belasan pedang yang berkelebatan, yang pertama terdesak mundur

adalah See-goat-cin-jin, diikuti oleh Tong-goat, Tiong-goat, Lam-

goat dan Pak-goat pun terdesak mundur ke belakang, hanya kurang

lebih tiga puluh jurus, Sian-souw-ngo-goat (Lima dewa menguasai

benua) yang menggemparkan dunia, semua terdesak mundur oleh

dia sejauh kurang lebih satu tombak!

0ooodeooo0

BAB 3

Suara kecapi, kecapi yang bersuara

Warna wajah Ngo-goat jadi berubah besar!

Ketika ke lima orang ini datang mengejar, mereka sudah sepakat

siapa yang bisa mengalahkan Sin-hiong, maka dialah yang menjadi

ketua Ngo-goat, tadinya mereka ingin bertarung satu lawan satu,

tapi karena keadaan terpaksa, mereka berlima malah jadi bersama-

sama menghadapinya. Tapi walaupun demikian mereka tetap saja

kalah.

Di dalam hati mereka diam-diam mengeluh, ketika mereka

kecewa, tidak terasa mereka mengeluar-kan keluhan "Haay!", di

malam begitu tenang suara keluhan ini terdengar sangat jelas, tapi,

mereka tidak mempedulikannya lagi.

Sin-hiong berjalan pelan-pelan di dalam radius lima tombak,

mengangkat kepala melihat cuaca langit, bulan purnama Sudah

tinggi di atas, angin meniup lembut, lalu dia menyelipkan

pedangnya, menggeleng-gelengkan kepala berkata:

"Kalian berlima, aku pamit dulu!"

Setelah berkata, dia bersiul pelan, dari kejauhan satu bayangan

merah berlari mendekat, dia adalah kuda merah hebatnya, Sin-

hiong tidak membuang waktu lagi, sekali menghentakan ujung

kakinya, tubuhnya sudah melayang ke atas udara, saat tubuh-nya

turun ke bawah, tepat di atas punggung kuda merah itu,

gerakannya indah sekali.

Di dalam pikiran Ngo-goat, masing-masing mempunyai pikiran

yang berbeda, semua orang masih ingin bertarung sekali lagi, tapi,

sekarang siapa pun tidak ingin berebut lebih dulu, perasaan hati

yang aneh ini erat-erat mengikat hati mereka, walaupun melihat

Sin-hiong sudah naik ke atas kuda, mereka masih tetap diam tidak

bergerak.

Sin-hiong masih belum pergi, dia berputar mengelilingi rumah

petani yang sederhana ini dua putaran, lalu memanggil-manggil:

"Lopek, Lopek!", begitu petani tua itu keluar, dia baru

menghentikan kudanya.

Perbuatannya ini, membuat Ngo-goat yang melihat di pinggir

membelalakan matanya, mereka tidak tahu apa maksud dia

memanggil keluar petani tua itu? sehingga ke lima orang itu

membelalakan matanya besar-besar, wajahnya penuh dengan ke

tidak mengertian.

Ternyata petani tua itu sudah mengetahui pertarungan mereka

tadi, saat ini dia masih ketakutan, begitu melihat Sin-hiong, dengan

gemetaran berkata:

"Siauya,kau......"

Tadinya dia ingin berkata, 'Kau mau menyuruh aku apa?'

mungkin karena ketakutannya, kata-kata selanjutnya tidak bisa

keluar dari mulutnya.

Sin-hiong tersenyum ramah, dia mengeluarkan sepotong perak

yang harganya satu tail dari dalam dadanya, berkata:

"Lopek, ini uang perak seberat lima liang, aku tadi sudah makan

nasi paman, maka terimalah perak ini."

Di saat dia mengatakan "ini uang perak seberat lima liang", di

dalam hati mendadak timbul rasa haru, hampir dia menggunakan

dua tangan memberikannya, petani tua itu tidak mau menerimanya,

dan berkata: "Siauya, jangan begitu!"

Sin-hiong mengeluh, mendadak dengan emosi berkata:

"Lopek, mohon bagaimana pun Lopek harus menerimanya,

sepuluh tahun yang lalu, demi uang lima liang perak nyawaku

hampir saja hilang, sekarang, haay! Walau lima puluh liang pun

tidak seberapa?"

Ini adalah kata-kata di lubuk hatinya, setelah mengatakan ini,

tidak peduli petani tua itu mengerti atau tidak, dia memaksa

memasukan ke dalam dadanya petani tua itu, lalu kedua kakinya

menjepit perut kuda, dengan tenangnya meninggalkan tempat itu.

Dia sudah pergi, tidak peduli wajah Ngo-goat seburuk apa,

pokoknya, malam ini dia sangat gembira sekali.

0odwo0

Tiga hari kemudian, di penyeberangan Huang-ho muncul seorang

anak muda dengan wajah penuh debu, orang ini tentu saja Sin-

hiong.

Sepanjang jalan dia terus memacu kudanya, hari ini dia sudah

tiba di Pa-li-cung di pantai utara Huang-ho.

Pa-li-cung adalah sebuah kampung yang amat besar, walaupun

dikatakan kampung tapi melihat luasnya malah lebih besar dari kota

kecil, saat ini sudah hampir malam, Sin-hiong sudah merasa letih

dan lapar, tapi dia memutuskan untuk menyeberang sungai terlebih

dulu.

Pelan-pelandiamemacu kudanya, berjalan menuju

penyeberangan sungai. '

Tiba di penyeberangan sungai, terlihat ombak kuning mengalir

dengan deras, perahu-perahu ditambatkan disisi sungai, di tengah

sungai tidak terlihat satu perahu pun.

Melihat keadaan ini, tidak tahan hati Sin-hiong menghela nafas,

kelihatannya malam ini dia terpaksa tidak bisa beristirahat di Pa-li-

cung. Saat itu dengan terpaksa dia memacu kudanya kembali ke

jalan semula.

Berjalan tidak jauh, mendadak dari belakang terdengar derap

kaki kuda, Sin-hiong membalikan kepala, terlihat ada tiga ekor kuda

sedang berlari dengan cepat.

Di atas kuda duduk tiga orang laki-laki, sekejap saja sudah

melewati dia.

Sin-hiong tertegun, pada saat ini ada lagi dua ekor kuda lewat

dengan cepatnya!

Ke lima orang itu semua memakai baju ringkas, tampangnya

terburu-buru, Sin-hiong bukan orang bodoh, sekali melihat, dia

sudah menerka di depan mungkin akan terjadi sesuatu keramaian!

Siapa duga pikirannya belum tetap, kembali ada beberapa ekor

kuda berlari dengan cepat melewati nya. Dia sedikit menghitung,

dalam sekejap ini sudah ada puluhan kuda yang melewatinya!

Sin-hiong jadi keheranan, di dalam hati berkata: 'Tidak peduli apa

yang mereka lakukan? Asal tidak ada sangkut pautnya dengan

diriku, setelah makan nanti aku langsung tidur saja, sebab besok

pagi-pagi aku harus melanjutkan perjalanan.'

Berpikir sampai disini, maka berjalan masuk ke dalam kampung.

Sekarang matahari sudah terbenam, ketika Sin-hiong hampir

masuk ke mulut kampung, terlihat di depan pintu sebuah rumah

besar di sisi jalan raya, terikat dua-tiga puluh ekor kuda.

Puluhan kuda ini tadi melewatinya, bahkan masih ada orang yang

sedang turun dari kudanya, hati Sin-hiong tergerak, tapi dia tidak

bisa menerka apa yang sedang terjadi di dalam rumah besar itu?

Rumah besar ini adalah tempat yang harus dilalui jika masuk ke

dalam kampung, Sin-hiong dengan tenangnya berjalan pelan-pelan,

siapa sangka baru saja tiba di depan pintu. Mendadak salah satu

dari dua orang laki-laki besar yang berdiri diluar pintu, berlarian

mendekatinya dan berteriak:

"Bagus, bagus, bukankah ini pemusik kecapi yang diperlukan?"

Ternyata ketika Sin-hiong sedang memeluk kecapi kunonya,

orang ini melihatnya, tanpa banyak tanya lagi langsung

menganggap dia adalah pemusik kecapi yang diundang, Sin-hiong

jadi marah men-dengar hal ini, tapi setelah dia pikir-pikir, dia

merasa di dalam rumah pasti ada yang tidak beres, kenapa dia tidak

mengambil kesempatan ini masuk ke dalam dan melihatnya.

Berpikir sampai disini, kemarahannya jadi reda, tapi dia tetap

berpura-pura dan berkata:

"Saudara, aku hanya lewat disini, bukan pemetik kecapi yang

kalian undang?"

Laki-laki besar itu melotot, dia berkata:

"Hei hei hei, kau sungguh tidak tahu diuntung, kau masuk saja

ke dalam, nanti kau pasti mendapat keuntungan."

Sin-hiong tersenyum, berkata lagi: "Boleh saja aku masuk ke

dalam, tapi aku ada syaratnya?"

Wajah orang itu jadi serius, dengan gusar tanya: "Syarat apa?"

Dua jari Sin-hiong memetik kecapi, lalu berkata: "Satu laguku

harganya lima liang perak, apa kalian bersedia membayarnya?"

Mendengar ini, laki-laki itu jadi tertawa keras dan berkata:

"Kukira ada syarat apa, ternyata hanya karena lima liang perak,

asalkan ketua perkumpulan puas, walau lima puluh liang atau lima

ratus liang, itu masalah kecil bagi kami?"

Sin-hiong jadi tergerak, dalam hati berkata: Ternyata rumah ini

adalah markas suatu perkumpulan, walaupun rumahnya besar, tapi

tampak nya tidak seperti itu?'

Setelah berkata, orang itu buru-buru memanggil seorang laki-laki

kampung, menunggu Sin-hiong turun dari kudanya, dia sudah

mendesak Sin-hiong supaya segera masuk ke dalam.

Dua orang itu berjalan satu di depan satu lagi di belakang,

setelah melewati dua pekarangan, mata menjadi terang, terlihat di

satu pekarangan besar, telah ada ratusan orang yang sedang

duduk, saat ini hampir tidak ada tempat yang kosong.

Di pekarangan itu ada puluhan meja, di atas meja sudah siap

makanan, daging ayam dan bebek, semua tersedia, hanya saja

orang-orang di sana semua diam tidak menggerakan sumpitnya,

seperti sedang menunggu seseorang.

Saat ini perut Sin-hiong memang sedang lapar, setelah melihat

ke sekeliling, orang yang membawa jalan berbisik padanya:

"Saudara, disini tidak ada bagian buatmu dan aku, kau ikut aku

ke belakang."

Sin-hiong diam-diam mengeluh, tanyanya:

"Kita mau ke tempat apa?"

Orang itu mencubit dia sekali, lalu menepuk-nepuk bahunya

berkata:

"Hari ini majikan kami sedang mengadakan upacara pembukaan

perkumpulan, para tamu dari segala penjuru sudah datang, kau dan

aku adalah orang bawahan, jika ingin makan harus makan di dalam

dapur."

Rupanya orang ini sudah melihat tampang kelaparannya, maka

dapat menerka isi hatinya, Sin-hiong yang mendengar, di dalam hati

merasa tidak rela, tapi dia sekarang ini hanyalah seorang pemetik

kecapi, ilmu seorang pemetik kecapi hanya untuk dinikmati orang

saja, mau berbuat apa lagi?

Sin-hiong tidak enak bertindak, terpaksa menganggukkan kepala,

berkata:

"Benar kata saudara, aku ingin mengisi perut lebih dulu saja."

Walau pun berkata demikian, tapi di dalam hati dia berpikir,

kalian terlalu memandang rendah orang, tiba saatnya aku ingin

melihat, apakah disini ada bagian aku atau tidak?

Orang yang membawa jalan itu tertawa dan berkata:

"Ini baru benar, nanti akan ada kesibukan buat kita lha!"

Sin-hiong tidak bicara lagi, dua orang itu pelan pelan berjalan

masuk ke dalam.

Setelah masuk ke pekarangan belakang, di dalam sedang sibuk

sekali, untungnya orang yang membawa jalan itu sangat gesit,

diam-diam meng-ambil dua piring besar masakan matang, tanpa

basa-basi lagi Sin-hiong sekaligus makan tiga mangkok besar.

Setelah makan, dia melihat ke sekeliling, dalam hatinya berkata:

'Walaupun seorang pemetik kecapi tidak ada kedudukan makan

di pekarangan besar depan, tapi ada kebebasan melihat-lihat di

belakang pekarangan kecil."

Sorot mata dia melihat sekelilingnya, tampak para pegawai

berlalu lalang, seperti sebuah kota saja, semua orang sibuk, ada

yang membawa masakan, ada yang mengambil arak, terlihat sangat

sibuk.

Dia melihat-lihat ke kiri, lalu melihat-lihat lagi ke kanan,

mendadak ada orang yang menepuk bahu-nya, lalu berteriak:

"Hey, setelah kenyang harus pergi!" Sin-hiong tidak berkata,

sambil membawa kecapi mengikuti orang itu berjalan keluar.

Tiba di pekarangan depan, keadaan disini ramai sekali, suaranya

terdengar ribut sekali, pembicaraan orang-orang ini, semua tertuju

dengan munculnya Kim-kau-kiam di dunia persilatan hari-hari

terakhir ini.

Diam-diam Sin-hiong merasa heran, di dalam hati pikir, 'kabar

yang mereka dengan sangat cepat!'

Orang yang membawa jalan menunjuk ke sisi sebuah dinding,

lalu berkata:

"Kau duduk dulu di sana, tiba saatnya aku akan memanggilmu!"

Sesudah berkata begitu, dia lalu pergi melaku-kan kesibukannya.

Pelan-pelan Sin-hiong berjalan ke sisi dinding, tempat ini kurang

di perhatikan orang, hanya ada dua tiga orang yang duduk disana,

setelah dia duduk, terdengar salah seorang dari tiga orang itu

berkata:

"Lo-tiang, mereka mengatakan orang yang menggunakan Kim-

kau-kiam itu adalah seorang anak muda, kulihat bukan begitu."

Orang lainnya bertanya:

"Bagaimana kau tahu bukan?"

Orang yang berkata tadi, belum sempat bicara, orang yang

duduk disebelah kiri sudah melanjutkan perkataannya:

"Tentu saja bukan, Kim-kau-kiam adalah senjata yang biasa

digunakan Liong-koan-hong, jika dia masih hidup, paling tidak

sudah berusia delapan-sembilan puluh tahun, bagaimana mungkin

bisa seorang anak muda?"

Pada saat ini, mendadak orang yang pertama bicara bersuara

heran, sambil terkejut berkata:

"Apa? San-lam-siang-siong pun datang kemari (Sepasang

penjahat dari San-lam)!"

Sin-hiong melihat ke arah yang ditunjuk, terlihat di gerbang

pintu, masuk dua orang, dua orang ini yang satu memakai baju

hitam yang satunya lagi memakai baju putih, wajahnya bengis

sekali, mereka adalah Lai-ta dan Lai-sun bersaudara yang sangat

ternama dari golongan hitam.

Ketiga orang yang sedang berbincang-bincang itu melihat Lai

bersaudara masuk ke dalam ruangan, wajah mereka jadi sedikit

berubah, yang lainnya bertanya:

"Siapa nenek tua buruk rupa yang duduk di meja utama itu?"

Dua orang itu menggeleng-gelengkan kepala, salah satunya

berkata:

"Nenek tua ini wajahnya jelek sekali, aku tidak pernah

mendengar orang mengatakannya."

Ketika tiga orang ini berbincang-bincang, Sin-hiong duduk di

pinggir dengan tenang mendengarkan sambil melihat-lihat, tapi

orang yang dibicarakan mereka, satu pun dia tidak ada yang kenal.

Tidak lama kemudian, terdengar suara gemu-ruh tepuk tangan,

lalu ada orang berteriak:

"Oey-pangcu sudah tiba!"

Sin-hiong melihat dari ruang belakang jalan keluar saru orang,

perawakan orang ini gemuk pendek, usianya sekitar empat puluhan,

wajahnya terlihat pintar dan gesit.

Saat ini Oey-pangcu ini sudah tiba di kursi utama, dia memberi

hormat ke sekeliling, dengan logat Suchuan berkata:

"Hari ini adalah peresmian pembukaan Hui-hong-pang kami

(Perkumpulan burung Hong terbang) sahabat-sahabat banyak yang

datang dari berbagai tempat, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk

menghormat, aku bersulang dulu tiga gelas besar."

Sesudah berkata, dia langsung minum habis dulu tiga gelas arak,

semua orang pun ikut minum araknya sampai habis.

Diam-diam Sin-hiong merasa heran, di dalam hati berpikir:

'Orang ini jelas orang Suchuan, kenapa lari kemari menjadi ketua

sebuah perkumpulan?

Begitu dia melirik, terlihat orang yang membawa jalan tadi berlari

menghampiri, teriaknya:

"Saudara, giliranmu, giliranmu, nanti kau alunkan lagu

keberuntungan."

Sin-hiong menganggukan kepala, bangkit berdiri lalu dengan

langkah besar berjalan menuju lapangan.

Di tengah lapangan disediakan sebuah kursi sandaran,

kelihatannya khusus untuk pemetik kecapi, saat ini puluhan pasang

mata berfokus pada dia. Setelah Oey-pangcu berkata, lalu

menyambung lagi:

"Hari ini tidak ada acara untuk menyambut tetamu, aku sengaja

mengundang seorang pemetik kecapi, sambil dia memetik

kecapinya, kita makan-makan, untuk menambah selera kalian."

Di lapangan kembali terdengar suara gemuruh tepuk tangan,

setelah Oey-pangcu berkata, lalu melambaikan tangannya,

mengisyaratkan Sin-hiong untuk mulai memetik kecapinya, Sin-

hiong menghirup nafas panjang, dalam hatinya berpikir:

'Dalam situasi seperti ini, aku tidak akan mengatakan jati diriku,

entah kalian akan mengeluarkan permainan apa lagi?

Saat dia memetik kecapinya, terdengar suara "Ting ting!", suara

kecapi sudah keluar dari jari nya.

Nada yang dia petik adalah nada yang rendah sekali, ternyata dia

hanya menggunakan satu senar, keadaan yang tadinya terasa

gembira, setelah suara kecapi dia keluar, suasana mendadak

berubah besar!

Begitu suara kecapi pelan-pelan mengalun, semua orang jadi

menahan nafas, tadinya orang-orang masih bisa tenang

mendengarkan, tapi kebelakangan, telinga mereka seperti berubah

jadi mata, di depan mata mereka tampak sebuah gambar.

'Di malam hujan salju, angin bertiup kencang, seorang anak kecil

sendirian sempoyongan berjalan di atas salju, bajunya tipis,

sepasang matanya berlinang air mata, dunia yang semuanya putih

ini, tidak tahu dirinya harus pergi kemana?'

Musik mengalun, karena gambarannya sangat mengharukan, hati

semua orang di lapangan jadi terkunci erat-erat oleh suara kecapi

yang amat melangsa ini, malah ada yang mencucurkan air mata.

Kira-kira lewat sekitar seperminuman segelas teh panas, suara

kecapi mendadak berhenti, orang-orang di seluruh lapangan yang

mendengarkan dengan tenang, semuanya mengeluarkan suara

keluh-an, di dalam hati sangat bersimpati pada kejadian yang

menimpa anak ini, mereka lupa bertepuk tangan, juga lupa pada

dirinya sekarang berada dalam situasi bagaimana, dalam sesaat,

kau pandang aku, aku pandang kau, diam tidak bergerak sambil

memegang gelas arak, wajahnya nampak seperti sudah

terpengaruhi oleh suara kecapi.

Sin-hiong tertawa tawar, berkata:

"Pangcu, apa perlu sebuah lagu lagi?"

Begitu kata-kata ini keluar, semua orang baru sadar, seperti baru

bangun dari tidur, hati setiap orang menjadi terkejut!

Harus diketahui, seorang yang berilmu tinggi, biasanya tidak

memerlukan senjata apa pun, hanya dengan suara kecapi sudah

bisa mempengaruhi jiwa lawan, jika suara kecapi melantunkan lagu

gembira, maka orang yang mendengarkan akan terus tertawa

terbahak-bahak tidak henti-hentinya, jika yang dilantunkan adalah

lagu sedih, semua orang akan menjadi sedih karenanya, tadi Sin-

hiong sudah menunjukan ilmunya ini.

Belum sempat Oey-pangcu menjawab, terlihat di meja utama

melayang keluar dua orang, salah satunya berteriak:

"Saudara Tiong-koan jangan terkena tipunya!"

Semua orang melihat, orang yang berkata ini adalah Lai-ta

saudara tua dari San-lam-siang-siong, dan yang satu lagi adalah

adiknya Lai-sun, saat ini dua bersaudara itu sudah melepaskan

senjata San-ciat-kun (tongkat tiga bagian), yang satu tangan kiri

yang satu tangan kanan, pelan-pelan mendesak ke arah Sin-hiong.

"He he he!" Lai-sun tertawa, "Siapa kau bocah? Apa tidak melihat

dulu tempat apa ini, aku akan menghukummu karena lancang

memamerkan ilmu silatmu di depan pesilat tinggi."

Sin-hiong tidak mempedulikan, dia hanya melirik dengan sudut

matanya, dua jarinya memetik kecapi dengan pelan, tidak

menunggu orang menyuruh, dia kembali melantunkan lagu.

Kali ini, nada yang dilantunkannya sangat menusuk telinga,

semua orang setelah mendengarnya, jadi gelisah, orang yang ilmu

silatnya kurang tinggi sudah tidak bisa duduk dengan tenang,

mereka berjalan berputar-putar di tempat itu.

Melihat itu, San-lam-siang-siong tidak tahan jadi naik pitam, dua

orang itu bersamaan terbang, San-ciat-kun (pemukul 3 ruas) dari

kiri dan kanan menyapu ke arah kecapi kuno Sin-hiong!

Lai bersaudara tidak percuma disebut orang paling hebat di aliran

hitam, begitu senjata mereka menyerang, tidak ada celah

sedikitpun, walaupun Sin-hiong menghindar ke arah mana,

tampaknya tidak akan lolos dari sapuan senjata kedua orang itu!

Orang yang tadi membawa Sin-hiong sudah ketakutan sampai

wajahnya pucat pias, di dalam hati berpikir:

'Celaka, bagaimana aku bisa membawa masuk orang yang

membawa mala petaka ini?

Sin-hiong dengan tenang masih memetik kecapinya, ketika dua

senjata datang menyapu, dia seperti tidak melihatnya, tiba-tiba

irama kecapi berubah, berubah berirama peperangan.

Di saat dua senjata San-ciat-kun itu hampir mengenai kecapi

kunonya, terlihat tubuh dia sedikit mengangkat, suara kecapi belum

putus, orangnya sudah meloncat ke atas, dua jurus yang dahsyat

ini, tepat melewati bawah tubuhnya!

Semua orang-orang di lapangan juga jadi terkejut kerenanya!

Begitu serangan San-lam-siang-siong tidak mengenai sasaran,

kedua orang itu menarik lengannya dan merubah jurus, baru saja

tubuh Sin-hiong turun ke bawah, kedua orang itu sudah

menghantam dengan dahsyat!

Sin-hiong tetap tenang, dia tidak membalas serangan, tampaknya

tugas dia sebagai pemetik kecapi masih belum selesai, jarinya terus

memetik senar, irama peperangan yang keluar bertambah keras.

Jurus kedua dari Lai bersaudara sudah diperhitungkan dengan

tepat, tempat mundurnya Sin-hiong, maka begitu mereka

menyerang, tidak tahan bersama-sama berteriak:

"Kau mau lari kemana lagi?"

Sin-hiong tidak bergerak, menunggu angin yang dibawa San-ciat-

kun tiba, terlihat tubuhnya kembali terangkat, malah menerobos

keluar dari celah kedua senjata itu, serangan kedua orang itu

kembali tidak mengenai sasaran.

San-lam-siang-siong berteriak "Heh!", di dalam hati kedua orang

itu merasa penasaran sekali, sebelum tubuh Sin-hiong turun,

senjata kedua orang itu sudah kembali datang menyerang!

Kecapi masih tetap mengalun, nadanya tambah cepat dan

menusuk telinga, begitu dua senjata datang menyapu, bayangan

Sin-hiong berkelebat dua kali di udara, ujung kaki dihentakan di atas

senjatanya Lai bersaudara, orangnya sudah melayang ke samping,

tepat turun di atas kursi utama.

Wajah Pangcu Hui-hong-pang berubah, dia membalikkan tangan

mencoba mencengkram sambil berteriak:

"Siapa kau sebenarnya!"

Sin-hiong menghentikan memetik kecapinya, sambil tersenyum

dia berkata: "Pemetik kecapi!"

Setelah berkata, orang berikut kursinya mundur ke belakang,

sehingga Oey Tiong-koan tidak berhasil menangkapnya!

Ketika Sin-hiong mundur, tepat ke samping si nenek tua yang

buruk rupa itu, terlihat keriput di wajah dia bergerak-gerak, dengan

suara seperti bebek liar dia membentak:

"He he he, kau tentu Kim-kau-kiam-khek yang disebut-sebut itu

bukan? aku Thian-ku-nio-nio ingin mencobamu (Nenek langit

cacad)!"

Setelah berkata, dia menjulurkan tangan kiri, berturut-turut tiga

kali menghantam Sin-hiong!

Ternyata orang ini hanya punya sebelah tangan, hanya saja

ketika dia menyebut julukannya, semua orang jadi tergetar, setan

besar dari gunung Kiu-hoa sudah datang, bakal ramailah

pertunjukan ini!

Sekarang Sin-hiong diserang dari dua arah, tapi dia tidak gentar,

tangan kanan sambil menangkis balik menyerang, juga dengan

dahsyat membalas tiga jurus, dia tertawa sambil berkata: "Permisi!"

Setelah berkata, tubuhnya sudah melayang ke arah pintu!

Di dalam hati Sin-hiong berkata, 'tidak peduli orang-orang ini dari

aliran lurus atau aliran sesat mereka sedikit pun tidak ada

hubungannya dengan dirinya, setelah tugasnya sebagai pemetik

kecapi selesai, berarti diapun harus meninggalkan tempat itu!'

Baru saja dia melayang ke samping pintu, mendadak satu

bayangan merah berkelebat masuk, orang ini seperti terburu-buru,

hampir saja menabrak-nya.

Semua orang melihat, orang yang masuk ini ternyata adalah

seorang nona berbaju merah berusia tujuh-delapan belas tahun,

tapi tidak ada seorang pun yang mengenalnya. Mata besar nona

berbaju merah itu berputar, tubuhnya sudah melesat ke samping,

gerakannya gesit sekali.

Sin-hiong sudah turun ke bawah, diapun melihatnya sekali, lalu

berkata:

"Hebat sekali gerakan nona, hampir saja kita bertabrakan!"

Nona berbaju merah melototi dia sekali, sorot matanya tertuju

pada kecapi kuno Sin-hiong, tanyanya:

"Kau tadi yang memetik kecapi?"

Sin-hiong menganggukkan kepala, mendadak dia teringat satu

hal, dia berjalan kehadapan Pangcu Hui-hong-pang, Oey Tiong-koan

dan berkata:

"Ketua, aku tadi melantunkan dua lagu, sebelumnya sudah

sepakat harga satu lagu lima liang perak, kau masih belum

membayar aku lho?"

Wajah Oey Tiong-koan terlihat buruk sekali, tapi tubuh Thian-ku-

nio-nio yang duduk disisinya sudah bergerak, teriaknya:

"Tidak apa, asalkan kau bisa mengalahkan aku, lima puluh liang

perak pun akan diberikan padamu!"

Dengan kesal Sin-hiong melihat dia, lalu berjalan ke depan orang

yang tadi membawa dia masuk dan berkata:

"Saudara, bukankah tadi kita sudah sepakat, kenapa majikan

kalian tidak mau membayar?"

Orang yang ditanya olehnya, tidak tahu harus berbuat

bagaimana, saat ini di belakang tubuhnya terdengar ada dua

bentakan keras dan ada bayangan orang berkelebat, Sin-hiong

membalikan tubuh melihat, terlihat di udara ada dua orang sedang

saling serang sejurus, lalu bayangan orang itu terpisah, dia seperti

tidak mengerti apa yang telah terjadi, wajah orang-orang yang

menonton pun tampak bengong.

Ternyata kedua orang yang barusan saling serang adalah Thian-

ku-nio-nio dengan gadis berbaju merah yang baru saja datang.

Nafas Thian-ku-nio-nio terlihat sedikit terengah-engah, sedangkan

gadis berbaju merah itu sedikit pun tidak terlihat kelelahan, semua

orang yang melihat keadaan ini, kembali memperlihatkan wajah

yang terkejut.

Nama Thian-ku-nio-nio sangat termasyur, walau pun sepanjang

tahun dia berada di gunung Kiu-hoa, tapi bayangannya seperti ada

dimana-mana, apa lagi perbuatannya sangat kejam, maka orang-

orang di dunia persilatan hampir tidak ada seorang pun yang tidak

tahu nama besarnya, tidak diduga hari ini dia malah dikalahkan oleh

seorang gadis muda yang belum punya nama, bagaimana hal ini

tidak membuat semua orang terkejut?

Bulu mata panjang gadis itu berkedip sekali, dengan dingin

berkata:

"Aku belum selesai bicara dengan dia, siapa yang suruh kau

bertindak dulu, heh heh!"

'Dia' yang ditunjuknya tentu saja Sin-hiong, dan Sin-hiong yang

mendengar jadi tertegun, dalam hatinya berpikir:

'Aku tidak kenal denganmu, apa yang ingin kau tanyakan?

tampaknya masalah di dunia persilatan ini sangat aneh-aneh.'

Tampaknya Thian-ku-nio-nio masih tidak bisa menerima

kekalahannya, tapi di dalam hati dia tahu, dalam bentrokan tadi,

untung gadis berbaju merah itu tidak sungguh-sungguh menyerang

dia, kalau tidak mungkin diri sendiri sudah mendapat luka.

Pengalaman dia di dunia persilatan sudah banyak sekali, tapi dia

justru tidak tahu siapa gadis ini?

Hari ini adalah peresmian Hui-hong-pang, Oey Tiong-koan tidak

terduga bisa muncul dua orang muda-mudi yang ilmu silatnya

begitu hebat, sekarang semua orang jadi tidak ingat akan maksud

kedatangan nya, walau pun dia adalah tuan rumah, saat ini dia

malah seperti menjadi seorang peran pembantu. Wajahnya menjadi

sangat kesal dan tidak dapat ditutupinya.

Sin-hiong berjalan dua langkah, tanyanya:

"Nona, kau mau bertanya apa, cepatlah, aku masih harus

mengejar waktu."

Dengan wajah tersenyum manis gadis berbaju merah itu berkata:

"Permainan kecapimu bagus, bagaimana kalau kau mainkan satu

lagu lagi?"

Sin-hiong menggelengkan kepala:

"Aku tidak mau main lagi, walaupun nona bersedia membayar

sepuluh liang perak."

Setelah berkata, baru saja dia melangkah mau meninggalkan

tempat itu, mendadak ada sinar perak berkelebat, sebilah pedang

panjang sudah meng-hadang jalannya, gadis berbaju merah itu

tertawa dan berkata:

"Boleh saja kau tidak memetik kecapi lagi, tapi tinggalkan

kecapinya disini, biar di saat kesal aku bisa menghibur diri."

Sin-hiong memperhatikan dia sekali, dia merasa wajahnya sedikit

mirip dengan Lam-goat-sian-ku, hatinya jadi tergerak, lalu dengan

tenang dia berkata:

"Nona jangan main-main, aku adalah seorang pemetik kecapi dan

kecapi adalah nyawaku, jika nona mau mengambil kecapi ini,

bukankah sama dengan mengambil nyawaku?"

Gadis berbaju merah itu menggetarkan pedang panjangnya:

"Betul, kecapi atau nyawa, pokoknya kau harus tinggalkan salah

satunya, jika tidak, aku sendiri yang akan mengambilnya!"

Kedua orang ini tadinya berbicara berjauhan, setelah berkata-

kata jadi semakin mendekat, semua orang yang mendengar, baru

sadar, ternyata gadis berbaju merah ini datang khusus untuk anak

muda ini?

Dalam hati Sin-hiong pun sekarang tahu, gadis berbaju merah ini

pasti ada hubungannya dengan Lam-goat-sian-ku, jika bukan

begitu, dia tidak akan ada alasan mencari dirinya?

Tapi, dia tetap memaksa menahan diri, berkata

"Aku tidak ada dendam apa pun dengan nona!"

Mendadak gadis berbaju merah itu merubah nada bicaranya,

dengan dingin berkata:

"Kau berturut-turut telah mengalahkan Ang-hoa-kui-bo dan Sian-

souw-ngo-goat, kenapa dihadap-an aku, kau begitu pelit?"

Kata-kata ini begitu keluar, orang-orang di lapangan menjadi

gempar!

Tadinya orang-orang hanya mendengar saja kabar bahwa Ang-

hoa-kui-bo dikalahkan oleh Kim-kau-kiam-khek, semua orang masih

sedikit tidak percaya, tidak diduga Sian-souw-ngo-goat yang nama-

nya menggemparkan dunia pun ternyata telah dikalahkannya, kata-

kata ini laksana guntur di siang hari bolong, menggetarkan hati

puluhan pesilat tinggi di seluruh lapangan.

Sin-hiong menghela nafas panjang:

"Nona salah melihat orang, mana aku ada kemampuan sebesar

itu?"

Sifat gadis berbaju merah seperti tidak sabaran, dia mendengus,

tanpa berkata lagi pedangnya sudah disabetkan kepada kedua

pergelangan tangan Sin-hiong!

Sin-hiong menghela nafas, wajahnya seperti mengatakan kenapa

terus memaksa aku?

Tubuhnya segera dimiringkan, 'katanya dalam hati:

'Apa sulitnya menghindar seranganmu?'

Gadis berbaju merah mendengus lagi, ujung pedangnya

digerakan mengejar, kemanapun Sin-hiong menghindar, ujung

pedang dia terus membuntuti, jurusnya sangathebat dan tidak ada

celahnya.

Sen Sin-hiong tidak bisa banyak berpikir lagi, kakinya di putar,

tubuhnya melayang melewati beberapa orang, maksudnya dia mau

meloloskan diri dari tempat itu. Siapa tahu, baru saja tubuhnya

turun, ujung pedang gadis berbaju merah pun sudah datang

menusuk lagi, dia tidak memberi nafas sedikitpun.

Walaupun gadis berbaju merah hanya menye-rang dua jurus,

tampak dia masih belum mengerahkan seluruh kemampuannya,

melihat ini Sin-hiong tidak terasa jadi menghela nafas, dalam

hatinya berpikir:

'Ilmu silat wanita ini, rasanya tidak di bawah Ang-hoa-kui-bo'

Setelah berpikir begitu, dua jarinya menyentil sambil berteriak:

"Sekarang aku tidak ada waktu berdebat denganmu, tunggulah

setelah aku kembali dari Siauw-lim-si."

Selesai berkata, tubuhnya melesat ke depan! Baru saja tubuh dia

melesat, mendadak di depan mata ada sinar perak berkelebat,

segulung hawa dingin pedang secepat kilat mengikutinya!

Tanpa membalikkan kepala, telapak tangan Sin-hiong

menghantam ke belakang:

"Mau bertarung atau membalas dendam, tidak perlu begini

terburu-buru." Setelah berkata, dia merasa yakin kali ini pasti bisa

memukul mundur jurus pedang gadis berbaju merah, tapi jurus

pedang gadis berbaju merah ternyata lain dari pada yang lain, baru

saja telapak tangan Sin-hiong memukul, ujung pedang gadis

berbaju merah sudah hampir mengenai tangan dia yang sedang

memegang kecapi. Sin-hiong jadi tersentak!

Tapi ilmu silatnya sangat tinggi, dalam keadaan bahaya ini dia

tidak menjadi kacau, begitu lengan kanannya tidak mengenai

sasaran, tangannya segera dibalikan, tahu-tahu Kim-kau-kiam sudah

berada di tangannya.

Kecepatan gerakannya tidak bisa di bayangkan, setelah pedang

pusakanya berada di tangannya, dia menyerang dengan jurus To-

tha-kim-ciong (Memukul jatuh lonceng emas), kelebatan sinar perak

langsung menyerang mengarah jalan darah Meh-bun gadis berbaju

merah itu!

Dalam kerumunan penonton tentu saja ada orang yang mengerti

jurus ini, melihat kehebatan jurus pedang kedua orang ini, semua

menghela nafas, sambil berkata:

"Sungguh pertarungan yang jarang terjadi dalam kurun waktu

seratus tahun!"

Saat ini Thian-ku-nio-nio, San-lam-siang-siong dan Pangcu Hui-

hong-pang, pelan-pelan bergerak menghampiri, Thian-ku-nio-nio

yang tadi sudah dikalahkan oleh gadis berbaju merah, saat ini dia

mengharapkan Sin-hiong bisa mengalahkannya, hingga kekesalan

dia terbalas.

Lain lagi dengan San-lam-siang-siong, mereka sudah dikalahkan

oleh Sin-hiong, di dalam hati tentu saja mengharapkan gadis

berbaju merah yang menang, maka ketika tadi gadis berbaju merah

berada diatas angin, hati mereka diam-diam merasa senang.

Gadis berbaju merah yang menusukan pedang panjangnya, tidak

menduga serangan balik Sin-hiong bisa secepat ini, dia mendengus

danberteriak:

"Gerakan hebat, jurus pedang hebat!"

Sesudah itu dia menggerakan tangannya, berturut-turut

menyabetkan pedangnya tiga kali!

Maksud Sin-hiong menusukan pedangnya, adalah hendak

mendesak supaya dia mundur, siapa sangka gadis berbaju merah itu

tidak mau mengalah, selangkah pun dia tidak mau mundur,

jurusnya di gerakan semakin dahsyat, dan pedangnya bergerak

mengarah kepada bagian yang mematikan dari tubuh Sen Sin-hiong.

Sin-hiong masih muda, saat ini diapun tidak dapat menahan diri.

Tubuhnya diputar, dari depan dia membalas tiga jurus!

Wajah sigadis berbaju merah menjadi dingin seperti salju,

pedangnya seperti naga bermain, berputar di sekeliling Sin-hiong,

setiap jurusnya mematikan. Dalam sekejap mereka sudah bertarung

tujuh-delapan belas jurus!

Diam-diam Sin-hiong mengerutkan alisnya, dalam hatinya

berpikir:

'Siapa sebenarnya dia ini, kenapa begitu bertemu dengannya

langsung menyerang mati matian?”

Saat ini bulan sudah naik ke atas, puluhan orang di pekarangan

menahan nafas, hanya San-lam-siang-siong yang tidak berdiam diri,

mereka berdua pelan-pelan bergerak ke arah pintu, menjaga pintu

kalau-kalau Sin-hiong mau melarikan diri.

Sin-hiong sudah menyerang beberapa jurus, tapi masih belum

berhasil, melihat bulan sudah terbit, di dalam hati berpikir:

'Tidak peduli kau ini siapa, lebih baik kutinggalkan tempat ini.'

Dia mengayunkan Kim-kau-kiam di tangannya danberteriak:

"Nona, kita bertemu lagi di lain waktu!"

Ayunan pedangnya, kelihatannya tidak ada keistimewaan, tapi

sudah dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, terdengar suara

"Ssst!" jurus pedang gadis berbaju merah sudah ditangkis ke

samping, tubuh Sin-hiong pun sudah bergerak ke pintu keluar!

Semua orang berteriak, tapi mendadak di mulut pintu berkelebat

dua bayangan orang, San-ciat-kun dari San-lam-siang-siong sudah

menghantam ke arah kepala Sin-hiong!

"Kalian masih penasaran?" Sin-hiong tertawa

Pedang pusakanya disabetkan, dan terdengar "Sst sst!" San-ciat-

kun San-lam-siang-siong sudah tinggal setengah, menjadi sepotong!

Pangcu Hui-hong-pang tergetar, dia mengira Sin-hiong mau

membunuh Lai bersaudara, maka dia berteriak:

"Jangan melukai tamuku!"

Tubuhnya meloncat ke atas, di udara dia memukul ke bawah!

Puluhan orang yang ada di dalam pekarangan, yang menjadi

tamu hanya sedikit, kebanyakan mereka adalah ketua cabang Hui-

hong-pang dari berbagai tempat, melihat ketuanya sudah turun

tangan, mereka pun tidak bisa menahan diri lagi, semua

mengangkat senjata, sambil berteriak mengurung Sin-hiong!

Sin-hiong menjadi marah, di dalam hati berpikir: 'Orang-orang ini

betul betul tidak tahu diuntung, aku tidak mengusik kalian, malah

kalian mencari gara-gara, he he he hari ini jika aku tidak

menunjukan beberapa jurusku, mungkin kalian tidak tahu kelihayan-

jurus Kim-kau-kiam aku?

Otak berputar, baru saja dia akan mengeluar-kan jurus Kim-kau-

kiam yang hebat, di depan mata berkelebat satu bayangan merah,

tubuh gadis berbaju merah sudah menerjang masuk ke dalam

kelompok orang-orang itu!

Terlihat pedangnya berkelebatan, jerit kesakit-an terdengar

dimana-mana, dalam sekejap dia sudah merobohkan tujuh-delapan

orang.

Melihat demikian, bukan saja orang-orang Hui-hong-pang

terkejut, Sin-hiong sendiri pun tidak mengerti! Jelas sekali dia tadi

menyerang ingin membunuh Sin-hiong, kenapa mendadak berbalik

membantu Sin-hiong.

Jurus pedang gadis berbaju merah tidak berhenti sampai disitu,

ketika semua orang sedang bengong, kembali lima-enam orang

sudah dirobohkan olehnya!

Melihat ini, hampir saja Oey Tiong-koan muntah darah saking

marahnya, dia berteriak:

"Kalian ini sebenarnya mau apa?" Setelah berkata, berturut turut

dia melancarkan serangan dengan telapak tangannya, angin

pukulan tangannya sangat dahsyat, semua serangannya mengarah

pada jalan darah kematiannya Sin-hiong dan gadis berbaju merah

itu!

Thian-ku-nio-nio pun tertegun sejenak, di dalam hati merasa ada

kejadian yang aneh sekali. Ketika dia mau bergerak membantu Oey

Tiong-koan, mendadak terdengar Sin-hiong berteriak:

"Ayo berhenti!"

Mana mungkin Oey Tiong-koan mau men-dengar perkataannya,

pukulan pertama belum selesai, telapak kedua sudah menyusul

memukul!

Sin-hiong berkelebat menghindar beberapa kali, lalu membentak:

"Oey-pangcu, ayo berhenti, tidak ada seorang pun anakbuahmu

yang terluka!"

Oey Tiong-koan tertegun, saat ini kemarahan-nya sampai

matanya pun menjadi merah, walau sudah tidak menyerang lagi,

tapi dia dengan galaknya masih berkata:

"He he he, masih berani mengatakan tidak melukai orang, apa

matamu sudah buta?"

Sesudah berkata, dia menggunakan jarinya menujuk, terlihat di

tanah penuh dengan orang yang tergeletak, masing-masing

mengeluarkan suara rintihan?

"Aku mau tanya di mana luka mereka?" tanya Sin-hiong tertawa.

Pertanyaan ini sungguh aneh sekali, jika orang orang ini tidak

terluka, kenapa pada meriritih? Oey Tiong-koan tidak mengerti

kenapa Sin-hiong menanya-kan ini, setelah diam sejenak, dengan

kesalnya dia berkata:

"Jika mereka tidak terluka, mereka pasti sudah gila, begitu?"

Sin-hiong tersenyum, dia menyimpan pedangnya, lalu berjongkok

memeriksa orang yang terluka, tidak lama kemudian, dua puluh

orang lebih yang tergeletak di tanah sudah bangkit berdiri, sedikit

pun tidak ada tanda-tanda terluka.

Oey Tiong-koan bengong, Sin-hiong tertawa lagi, lalu berkata:

"Oey-pangcu, kata-kata aku tidak salah bukan! nona ini tidak

melukai satupun anakbuahmu!"

Oey Tiong-koan tidak bisa berkata apa-apa, setelah diam sejenak

dengan mengeluh berkata:

"Sudah, sudah, aku Oey Tiong-koan buat apa bercokol lagi di

dunia persilatan?"

Dia putus asa, sebab dia bisa sampai tidak tahu, apa yang telah

dilakukan oleh lawan, walaupun dia bisa duduk di kursi ketua

perkumpulan ini, sudah tidak ada artinya lagi.

Gadis berbaju merah itu berkelebat, dia tertawa dingin pada Sin-

hiong dan berkata:

"Hei, rupanya kau boleh juga, sekarang aku jadi penjahatnya,

kau malah jadi orang baiknya, malam ini jika tidak mengetahui siapa

yang lebih ungui, siapa pun jangan harap bisa meninggalkan tempat

ini."

Sin-hiong memetik senar kecapinya, berkata: "Buat apa?"

Baru saja perkataannya berhenti, mendadak di luar pintu, masuk

satu orang, baru saja melangkah masuk ke dalam gerbang sudah

bertanya:

"Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"

Sin-hiong jadi tergetar, terlihat orang ini rambutnya acak-acakan,

wajahnya kuning, kotor oleh tanah, sorot matanya kaku, wajah

kuning, kelihatan-nya tidak seperti manusia, Sin-hiong yang melihat,

hampir saja berteriak.

Ternyata orang ini adalah Sun Cui-giok. Sejak malam itu Sen Sin-

hiong pergi meninggalkan Sun Cui-giok, Ho Koan-beng dan gurunya

pun pergi, dia terus mengejar Sen Sin-hiong dari belakang, kuda

yang ditunggangi Sin-hiong adalah kuda tercepat, ditambah sengaja

menghindarinya, maka walaupun Sun Cui-giok yang sudah mengejar

semalaman, tapi bayangan Sin-hiong pun sedikit pun tidak terlihat.

Tapi dia masih tidak putus asa, sebab dia punya banyak kata-

kata yang ingin diutarakan, jika tidak bisa bertemu dengan Sin-

hiong walaupun mengejar sampai ke ujung dunia dia tetap akan

mengejarnya, tapi disaat dia mengejar keluar, uang di tubuhnya

hanya tinggal satu dua tail tembaga saja, hari pertama dia masih

bisa lewat, tapi setelah hari kedua dia sudah tidak mampu lagi,

sepanjang jalan dia tidak makan, tidur berselimutkan langit, setelah

lewat dua hari, tubuhnya sudah tidak menyerupai orang lagi.

Sun Cui-giok beberapa kali ingin kembali lagi ke rumah, tapi

setelah dipikir-pikir, sepuluh tahun ini dia mengira Sin-hiong sudah

mati, tidak terduga Sin-hiong masih hidup dan sehat wal afiat, maka

di saat hatinya goyah, akhirnya bertekad meneruskan

pengejarannya.

Permulaan satu dua hari, dia masih bisa dengan tenang mencari

menelusuri jalan, setelah hari ketiga, dia sudah tidak tahan

kelaparan dan kedinginan, di tambah hatinya sangat gelisah, maka

dengan tidak sadar pikirannya menjadi kacau, setiap dia bertemu

dengan orang langsung ditanya, "Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"

orang-orang melihat pikiran-nya sedang kacau, semuanya

menganggap dia orang gila, maka dengan sembarangan saja

menggeleng-gelengkan kepala lalu pergi.

Mungkin langit kasihan melihat dia begitu rupa, sebab jika Sin-

hiong berniat pergi, jangan kata dia, gadis berbaju merah itupun

tidak akan bisa menahannya, walau seluruh orang dilapangan

menghadangnya, mungkin juga tidak akan bisa menahannya, jadi

Sun Cui-giok kembali akan menemui kegagalan.

Sun Cui-giok masuk ke dalam, dengan bengong melihat pada

orang-orang, kembali berkata: "Apa kau melihat Sin-hiong?"

Keadaan di dalam pekarangan tadinya sangat tegang, begitu dia

muncul, semua orang memandang dia dengan sorot mata terkejut,

situasi yang tegang menjadi reda, semua orang bengong saling

pandang, tidak tahu siapa orang yang dia cari itu?

Sen Sin-hiong merasa terharu, di dalam hatinya berpikir:

'Demi mencari aku, dia bertekad menempuh perjalanan ribuan li,

tidak hanya itu, kelihatannya dia pun sudah meninggalkan Ho Koan-

beng.'

Sesaat, Sin-hiong merasa menyesal sekali, mendadak dia maju ke

depan menarik Sun Cui-giok, berkata:

"Nona Sun, kenapa kau sampai jadi begini?"

Semua orang yang melihat, mendadak hatinya jadi terkejut, ada

orang berteriak terkejut dan berkata:

"Aah! Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-hiong?"

Sen Sin-hiong tidak mempedulikan semua ini, setelah dia

memanggil sekali, sorot sepasang mata Sun Cui-giok masih terlihat

kosong, dia kembali bertanya:

"Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"

Sin-hiong jadi emosi, dengan keras berkata:

"Nona Sun, aku ini Sen Sin-hiong!"

Mendengar ada orang menyebut Sen Sin-hiong, otot wajahnya

menjadi kejang-kejang sesaat, dia berkata lagi:

"Kau melihat Sen Sin-hiong?"

Sin-hiong hanya merasa seluruh tubuhnya tergetar, melihat

keadaannya, Sun Cui-giok pasti terkena penyakit yang sulit diobati,

penyakit ini ditimbulkan oleh dirinya, dia tidak bisa menahan diri, air

mata sudah bercucuran.

Harus diketahui, sejak kecil dia sudah banyak menerima hinaan

orang sehingga sifat dia berubah jadi dingin, tapi sebenarnya di

lubuk hati dia, kasih sayang-nya seperti api membara, saat dia

dalam keadaan sulit sebesar apa pun, walau ingin menangis,

mungkin dia masih bisa memaksa menahannya, hanya saja

sekarang, setelah Sun Cui-giok demi dia melepas-kan segalanya,

sampai wajahnya menjadi demikian tidak karuan, perasaan yang

sudah lama ditekannya mendadak meletus hebat seperti gunung

berapi, walaupun di sekelilingnya lebih banyak orang lagi, dia pun

tidak akan peduli, menangis sepuas-puasnya.

Gadis berbaju merah melihat kejadian ini dari samping dia salah

mengerti, mengira Sin-hiong adalah seorang yang tidak tahu

diuntung, sehingga membuat Sun Cui-giok jadi begini rupa, dia

mengangkat pedang nya dan berteriak:

"Aku akan membunuh dulu kau orang yang tidak tahu diuntung

ini, untuk menghibur hati nona ini!"

Sinar pedang begitu keluar, pedangnya dengan dahsyat sudah

datang menyabet!

Sin-hiong berdiri disana tidak bergerak, jangan dikata, saat ini.

bersama dengan Sun Cui-giok seperti sudah kehilangan

perasaannya, walaupun saat ini dia sedang dalam keadaan segar

bugar, mungkin dia pun tidak ingin melawannya!

Dia merasa sangat bersalah pada Sun Cui-giok, dulu Sun Cui-giok

pernah menolong dan membantu dia, memperhatikan dia, sekarang

ini walaupun samar-samar namanya sudah menggemparkan dunia

persilatan, tapi, dia sedikit pun tidak bisa melupakan Sun Cui-giok!

Serangan pedang gadis berbaju merah ini selain cepat juga keji,

dalam sekejap mata sudah tiba di bahu kanannya Sin-hiong.

Sin-hiong masih tidak bergerak, kelihatannya dia sudah pasrah

menerima tusukan pedang ini.

Orang-orang di dalam pekarangan semuanya berteriak terkejut,

mereka tidak sempat beraksi, sebab jurus pedang gadis berbaju

merah ini terlalu cepat, walaupun ada orang ingin mencegahnya,

mungkin juga sudah terlambat, mendadak terdengar suara robekan

kain yang keras, akhirnya gadis berbaju merah tidak tega, dia

menyabetkan pedangnya. membuat baju atas Sin-hiong menjadi

robek yang besar sekali.

Sin-hiong hanya memegang erat-erat tangan Sun Cui-giok,

sedikit pun tidak melepaskannya, saat ini di depan matanya hanya

ada Sun Cui-giok saja, walaupun langit runtuh, dia tidak akan

mengerutkan alisnya, apalagi gadis berbaju merah itu hanya

menyabetkan pedangnya.

Sekarang apapun tidak dia pedulikan, dengan tangan kiri

memegang kecapi kuno, tangan kanannya menarik Sun Cui-giok,

berlari keluar pintu.

Kali ini gadis berbaju merah tidak menghalanginya, tapi begitu

Sen Sin-hiong pergi, dia pun ikut berlari keluar pintu.

Saat ini di dalam pekarangan masih banyak orang, tapi tidak ada

satu orang pun yang mencoba menghalangi mereka, semua orang

mengantar pesilat tinggi muda itu pergi dengan sorot matanya, di

dalam hati mereka terbayang mungkin ketiga orang muda mudi ini,

sedang terlibat dalam asmara.

Sen Sin-hiong keluar dari kampung itu, hatinya terasa berat

sekali, sekarang, dia harus berusaha menyembuhkan penyakit Sun

Cui-giok, dia membawa kudanya, menaikan Sun Cui-giok ke atas

kuda, Sun Cui-giok tampak masih bengong, bolak-balik mengata-

kan pertanyaan itu-itu saja, Sin-hiong tidak mempeduli kan, dia

sendirian berjalan di depan menelusuri Huang-ho.

Sekarang angin dan ombak sudah mereda, tapi karena arusnya

sangat deras, di sekitarnya masih sulit terlihat ada perahu.

Kedua orang itu berjalan sejenak, mendadak, Sin-hiong merasa

di belakannya seperti ada sesuatu, dia membalikan kepala melihat,

entah kapan, gadis berbaju merah itu sudah membuntutinya dari

bela-kang.

Tadinya Sin-hiong masih membiarkan, tapi setelah berjalan

beberapa saat, gadis berbaju merah itu masih terus mengikutinya,

berjarak kurang lebih sepuluh tombak, ketika Sin-hiong

menghentikan langkahnya, gadis berbaju merah itupun ikut

berhenti, begitu Sin-hiong berjalan ke depan, dia pun ikut berjalan

lagi, seperti orang yang sedang mengawasi dia saja, selalu

membuntuti dia berjarak sepuluh tombak, tapi tidak bicara sepatah

katapun.

Bulan sudah naik tinggi, bumi jadi terang benderang, di dalam

hati Sin-hiong berpikir:

'Wanita ini aneh sekali, ada urusan apa dia terus mengikuti aku?"

Gadis berbaju merah tidak bicara, Sin-hiong pun malas

menyapanya, mereka dia tidak bicara terus berjalan ke depan,

entah berapa lama, di depan mendadak ada sebuah kali yang jernih,

hati Sin-hiong tergerak, pikirnya:

'Melihat keadaan nona Sun seperti ini, jika siang hari terlihat

orang, mungkin akan membuat orang menjadi curiga, aku harus

merapihkan dia terlebih dulu.'

Berpikir sampai disini, dia lalu menurunkan Sun Cui-giok dari atas

kuda, membasahi sedikit kain, seperti seorang ibu yang penuh kasih

sayang, dia membasuh wajah dan tangannya Sun Cui-giok, sambil

bertanya:

"Nona Sun, apa kau merasa baikan?"

Sepasang mata Sun Cui-giok menatap ke depan, walaupun Sin-

hiong ada di sampingnya, dia tetap bertanya:

"Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"

Sin-hiong jadi menggeleng-gelengkan kepala tidak bisa berbuat

apa-apa, sambil menghela nafas dia berkata:

"Hay, bagaimana ini bisa menyalahkanku?" Dia terpikir:

'Tidak seharusnya Ho Koan-beng membiarkan Sun Cui-giok

sendirian mencari dirinya, tapi... bagaimana dia bisa tahu keadaan

sebenarnya, saat ini walaupun Ho Koan-beng sangat jauh, mungkin

dia saat inipun sedang memandangi bulan sambil bersedih.

Setelah wajah Sun Cui-giok dibasuh, walaupun tampak sedikit

lebih baik, tapi tetap tidak bisa menutupi penderitaannya, Sin-hiong

berpikir:

'Malam ini lebih baik aku beristirahat disini, besok baru mencari

tabib untuk mengobatinya.'

Sorot matanya tidak sengaja menyapu, terlihat gadis berbaju

merah itupun menghentikan kudanya, berdiri disana tidak bergerak,

Sin-hiong yang melihat, di dalam hatinya berpikir:

"Orang ini mengikuti aku terus; mungkin ada niat tidak baik."

Walaupun Sin-hiong tidak takut, tapi demi Sun Cui-giok, tentu

saja tidak bisa tidak dia harus meningkatkan kewaspadaannya, dari

atas pelana dia mengambil sebuah baju dan menggantinya, lalu

bersama Sun Cui-giok menyandar ke pohon beristirahat, tidak

mempedulikan gadis berbaju merah itu lagi.

Setelah lewat beberapa saat, mendadak ter-dengar lengkingan

suara di udara, suaranya mirip sekali dengan suara seruling, hanya

saja lagunya amat memilukan, membuat orang yang mendengarnya

jadi timbul perasaan sedih.

Sin-hiong sedikit menaikan tubuh atasnya, terlihat gadis berbaju

merah itu sedang duduk di atas batang pohon, mulutnya sedang

meniup seruling, suara seruling yang memilukan itu meluncur dari

atas ke bawah.

Sin-hiong menggeleng-gelengkan kepala, dalam hatinya berpikir:

'Wanita ini benar-benar aneh, sesudah meng-ikuti aku setengah

harian, tapi malah tidak mau mendekati aku, sekarang malah duduk

diatas pohon meniup seruling, apakah dia ingin bertanding dengan

kecapi kunoku?"

Dia masih berjiwa muda, keinginan untuk selalu menang masih

besar, hanya saja begitu dia melihat ke atas, bulan sudah miring ke

barat, sambil menggeleng-kan kepala, di dalam hati dia berpikir:

'Dia tidak mengganggu aku, buat apa aku mempedulikannya?

Berpikir sampai disini, lalu dia pura-pura tidak memperhatikan,

dia menyandar ke pohon seperti tertidur.

Saat membuka matanya, langit di ufuk timur sudah memutih,

buru-buru dia membopong Sun Cui-giok, ketika melihat ke atas

pohon, gadis berbaju merah kemarin malam itu entah sudah pergi

kemana?

Tanpa mempedulikannya, dia membopong Sun Cui-giok naik ke

atas kuda, di jalan masih belum ada orang, maka dengan

menggunakan ilmu meringankan tubuh dia bisa berlari dengan

cepat.

Setelah matahari terbit, Sin-hiong baru melambatkan larinya,

ketika berjalan tiba-tiba dia melihat di atas jalan ada beberapa

tulisan.

Sin-hiong melihat, yang ditulis diatas jalan adalah: "Jika ingin

menyembuhkan penyakit lupa ingatan, harus mencari Ong Leng."

Sesaat dia tertegun, tidak tahu apa tujuan surat ini? tulisan itu

tidak diambil di hatinya, dia kembali pelan-pelan berjalan ke depan.

Siapa sangka, baru berjalan tidak jauh, kembali dia melihat lagi

tulisan tadi, dia adalah orang yang sangat pintar, setelah berpikir,

tidak terasa di dalam hati berkata:

'Apakah penyakit nona Sun ini disebut penyakit lupa ingatan?

Kalau begitu, hanya orang yang dipanggil Ong Leng saja yang bisa

menyembuh-kan."

Berpikir sampai disini, timbul pertanyaan berikutnya, dunia begini

luasnya, ke mana harus mencari seorang yang tidak kenal ini? Dan

siapa orang yang menulis surat ini, semua harus diselidiki dulu.

Dalam sesaat, dia menjadi ragu-ragu, sia memutuskan, lebih baik

aku berjalan kg depan dulu.

Berjalan tidak jauh, tampak di depan ada sebuah rumah, maka

dia mempercepat langkahnya, ketika dia hampir masuk ke mulut

jalan, mendadak di belakang ada suarakudaberlari,dia

membalikan kepala melihat ke belakang, tampak gadis berbaju

merah kemarin malam, entah kapan sudah kembali mengikuti dia

dari belakang.

Tadinya Sin-hiong mengira dia sudah pergi, tidak di sangka dia

bisa kembali muncul disini, jika mengatakan dia berniat tidak baik,

tapi dia tidak terlihat beraksi, jika mengatakan dia berniatbaik, tapi

satu patah katapun tidak bersuara, hal ini jadi mem-buat Sin-hiong

jadi kebingungan.

Sin-hiong melihat, tapi tidak mempedulikan-nya, tiba di jalan

raya, dia lalu mencari sebuah penginapan, memesan dua kamar,

setelah mengantar Sun Cui-giok ke dalam kamar, terlihat gadis

berbaju merah itupun sudah tiba di depan penginapan.

Semua ini membuat Sin-hiong tidak tahu harus berbuat

bagaimana, terpaksa dia berpura-pura tidak melihatnya, dia mencari

meja yang jauh dan duduk disana, seorang palayan datang dan

bertanya:

"Siauya ingin makan apa?"

Sin-hiong sembarangan menyahut:

"Satu porsi goreng udang saja!"

"Masih ada yang lainnya?"

"Itu saja!" kata Sin-hiong sambil menggeleng-kan kepala.

Saat ini, gadis berbaju merah sudah masuk ke dalam, pelayan itu

sambil membawa daftar makanan berjalan ke depan dia dan

bertanya:

"Nona mau pesan apa?"

Gadis berbaju merah berkata tawar:

"Satu porsi goreng udang."

Pelayan tertegun, kembali bertanya:

"Masih ada yang lainnya?"

"Itu saja" kata gadis berbaju merah sambil menggelengkan

kepala

Pelayan itu membelalakan matanya besar-besar, baru saja

berjalan dua langkah, dia membalikan kepala melihat pada kedua

orang itu, lalu berteriak ke dalam:

"Dua porsi udang goreng!"

Sin-hiong bingung, wanita ini terus mengikuti dirinya sejak

kemarin malam, entah ada tujuan apa, sekarang malah mesanan

makanannya juga sama dengan dirinya sendiri, jika bukan bertujuan

tertentu, pasti sengaja mempermainkan dirinya!

Pikir sampai disini, dia tidak dapat menahan diri melihat sekali

padanya, gadis berbaju merah itu pun ternyata sedang memandang

dia, diam-diam Sin-hiong mengeluh, buru-buru membalikkan

kepalanya.

Pelayan itu mengantarkan dua porsi udang goreng, menaruh satu

porsi di masing-masing meja, Sin-hiong tidak menunggu pelayan

bertanya, sudah berkata:

"Satu porsi nasih putih!"

Sambil tersenyum pelayan itu berjalan ke depan gadis berbaju

merah dan berkata:

"Nona apa kau juga mau satu porsi nasi putih?"

Gadis berbaju merah itu menganggukan kepala, pelayan itu

dengan perasaan geli, pergi dari tempat itu.

Sin-hiong melihat dia selalu meniru gerakan-nya, dia tidak bisa

berbuat apa-apa, di dalam hati berkata:

'Nanti saat aku mencari tabib, apa kau juga mau mengikutinya?'

Pelayan itu sudah mengantarkan nasi putih, dia dengan cepat

hampir menghabiskan tiga mangkuk, siapa tahu saat dia menaruh

mangkuknya, gadis berbaju merah itupun baru saja menghabiskan

makannya.

Sin-hiong tertegun, didalam hatinya berpikir: 'Kau masih akan

memakan dua mangkuk lagi. Saat itu dia tidak mempedulikannya

lagi, dia menaruh uang perak di atas meja, berkata pada pelayan:

"Aku tidak tahu akan tinggal berapa lama disini, tolong terima

dulu lima liang perak ini, nanti baru diperhitungkan."

Pelayan itu menyahut sekali, Sin-hiong tidak memandang lagi

pada gadis berbaju merah itu, langsung berjalan keluar pintu

penginapan.

Berjalan tidak jauh, akhirnya dia tidak bisa menahan diri, dia

kembali menoleh ke belakang, benar saja, kali ini gadis berbaju

merah itu tidak meng-ikutinya, dia baru merasa tenang, dia

bertanya-tanya di sepanjang jalan, tapi tidak bisa menemukan

seorang tabib pun.

Sin-hiong merasa keheranan, akhirnya dia menghadang seorang

pejalan kaki dan bertanya:

"Mohon bertanya saudara, apakah di tempat anda ini satu tabib

pun tidak ada?"

Orang itu memperhatikan dia dari atas ke bawah, balik bertanya:

"Apakah saudara baru kali ini datang kemari?" Sin-hiong

menganggukan kepala, orang itu tertawa lalu berkata:

"Kalau begitu, aku beritahu, lima belas li dari sini ada seorang

Sai-hoa-to (Menandingi Hoa-to = tabib ternama di zaman dahulu)

tabib Ong, beliau ada disana, jika disini ada tabib pun tidak akan

ada pasiennya."

Sin-hiong terkejut, di dalam hatinya berpikir:

'Apakah tabib Ong ini adalah tabib Ong Leng itu?' Kalau begitu

tulisan di atas jalan itu benar adanya, saat itu dia berkata lagi:

"Mohon tanya tabib Ong itu, apakah namanya tabib Ong Leng?"

Wajah orang itu jadi serius, sambil melototkan matanya berkata

marah:

"Jika kau sudah tahu, kenapa masih bertanya lagi, hemm...

hemm... kurang ajar?"

Sesudah berkata begitu dia menghentakan kakinya, dengan

marah meninggalkan dia.

Untung saja Sin-hiong sudah tahu tempatnya tabib Ong Leng,

melihat waktu sudah tepat tengah hari, dalam hatinya berkata:

'Jarak lima belas li tidaklah terlalu jauh, masih ada waktu untuk

pulang pergi.'

Keluar dari mulut kota, orang-orang di jalan tidak terlalu banyak,

dengan cepat Sin-hiong berlari, jarak lima belas li tidak lama sudah

sampai, saat dia menghentikan langkahnya, di depan mata ada

beberapa rumah.

Dia melihat sekelilingnya, di depan datang seorang tua yang

rambutnya sudah fiutih, maka dia maju ke depan dan bertanya:

"Mohon bertanya Lopek, dimana tabib Ong tinggal?"

Orang tua ini kelihatannya sudah berusia enam puluh tahun

lebih, alis putihnya menutupi kelopak mata, tapi masih sehat dan

bersemangat, dia menghentikan langkah dan berkata:

"Ada perlu apa kau mencari dia?"

Sin-hiong terhentak, terpaksa dia menjelaskan tujuannya mencari

tabib Ong, orang tua di depan ini sedikit mengangkat kepala dan

berkata:

"Saudara kecil, mungkin kau tidak bisa menemui dia?"

Sin-hiong tergetar, dalam hatinya berpikir:

'Mana ada aturan seorang tabib tidak mene-rima pasien?' Saat itu

dia berkata lagi, "Aku sengaja datang kemari, karena seorang

temanku mengidap satu penyakit aneh, selain tabib Ong tidak ada

orang yang bisa menyembuhkannya, tolong tunjukan saja

rumahnya, aku sendiri akan memohon padanya, siapa tahu tabib

Ong akan menyanggupinya."

Orang tua itu mengeluh perlahan:

"Saudara kecil, kau salah paham, jujur saja aku katakan padamu,

jika hari hari biasa, dia akan menerima siapa pun, hanya sayang,

beberapa hari ini di dalam rumahnya ada masalah, saat ini apa dia

ada di rumah juga tidak tahu?"

Sin-hiong jadi tertegun, tapi dia tidak berkecil hati, berkata:

"Aku mohon bapak tunjukan saja rumahnya, hal lainnya terpaksa

melihat situasinya nanti."

Saat berkata, tampak sekali rasa gelisahnya, orang tua itu

menggeleng-gelengkan kepala, menunjuk pada satu pohon besar,

berkata:

"Itu disana, hay... mungkin dia tidak ada di rumahnya?"

Sesudah berkata, pelan-pelan dia berjalan meninggalkan Sin-

hiong.

Kelakuan orang tua ini terasa aneh, karena Sin-hiong dalam

keadaan gelisah jadi tidak memperhati-kan, setelah berterima kasih,

dia lalu berjalan ke rumah yang ada di bawah pohon besar itu.

Rumah ini besar sekali, rumah yang paling megah di daerah ini,

ketika Sin-hiong tiba di depan pintu, terlihat pintunya sudah terbuka

lebar, di seluruh rumah kosong tidak ada satu orang pun.

Begitu Sin-hiong melihat, dengan sendirinya terpikir kata-kata

orang tua itu yang mengatakan, di rumah tabib Ong sedang ada

masalah, maka melihat keadaannya begini, di dalam hati jadi

kebingungan.

Setelah Sin-hiong berpikir-pikir, tidak terasa dia membalikan

kepala melihat ke belakang, tapi orang tua tadi entah sudah pergi

kemana, kejadia ini semakin menambah kecurigaannya, dengan

penuh ragu-ragu dia melangkah masuk ke dalam.

Di belakang pintu adalah sebuah pekarangan, di dalam

pekarangan di tanam bermacam-macam bunga, waktu sudah

hampir tengah hari, bunga-bunga ini sudah sedikit kering, samar-

samar seperti meng-andung arti yang sama dengan keadaan rumah

ini.

Dia tetap tidak berani bertindaksembarangan, pelan dia

memanggil:

"Di dalam ada orang?"

Suara panggilannya menembus sampai ruang-an paling

belakang, gema suaranya sampai terdengar, kelihatannya di rumah

yang amat besar ini benar-benar tidak ada satu orang pun.

Sifat Sin-hiong amat ngotot, semakin sulit masalah, dia semakin

ingin tahu. Sesudah tahu di dalam rumah tidak ada orang, dia tidak

pikir panjang lagi, dia masuk kedalam.

Siapa sangka, baru saja dia masuk ke dalam pekarangan kedua,

dia jadi tertegun.

Ternyata di sudut kanan pekarangan, berjejer dengan rapi tiga

buah peti mati yang masih baru, di atas tanah masih ada bekas abu

pembakaran kertas, di depan tiga peti mati itu masing-masing ada

plat namanya, di atasnya tertulis, mendiang istri, mendiang putra

dan pelayan. Melihat ini Sin-hiong tidak tahan jadi menghela nafas,

di dalam hati berkata:

'Ternyata di rumahnya sedang ada orang mati, tapi kenapa tidak

ada orang yang menjaganya? Hay......malah tabib Ong Leng sendiri

pun tidak terlihat, bukan-kah ini sangat aneh?"

Dia berpikir, 'merasa hal yang aneh ini tidak hanya sampai disini,

dia harus tahu, tidak mungkin di rumah tabib Ong Leng bisa ada

orang mati, dalam sehari sekali gus mati tiga orang, jadi sebab

kematian ketiga orang inipun bukan hal yang biasa?

Biasanya setelah tahu ada masalah, seharusnya segera

meninggalkan tempat itu, tapi tidak demikian dengan Sin-hiong, dia

mau menyelidikinya lebih jelas lagi.

Dia berjalan menuju ke belakang, kira-kira berjalan tiga puluh

langkah lebih, di belakang ada satu pekarangan lagi, kedua sisinya

berderet kamar, di tengah pekarangan adalah sebuah gunung

buatan, di depan gunung buatan ada sebuah kolam air mancur,

suara airnya saat ini jika terdengar orang jadi timbul perasaan aneh.

Pekarangan belakang ini seperti lebih dingin dari pada dua

pekarangan di depannya, tapi ilmu silat Sin-hiong sangat tinggi dan

orangnya pun pemberani, pelan-pelan dia naik ke atas gunung

buatan, lalu melihat ke sekeliling, tapi tidak terlihat ada tempat yang

mencurigakan, baru saja hatinya merasa aneh, mendadak terdengar

suara "Kreek!" pintu kamar sebelah kiri terbuka, suara ini datangnya

mendadak sekali, orang seperti Sin-hiong pun begitu mendengar

hatinya merasa sedikit ngeri!

Tidak lama, di dalam kamar terdengar suara "Tik tak!", pintu

kamar itu pelan-pelan membuka lebar, akhirnya muncul satu orang.

Orang ini rambutnya acak-acakan, sepasang matanya merah

darah, kaki kirinya sedikit bengkok, tangan kanannya memegang

tongkat, rupanya jelek sekali, Sin-hiong yang melihat, bagaimana

pun juga tidak percaya dia adalah Sai-hoa-to Ong Leng?

Sepasang mata merah darah itu melihat ke arah Sin-hiong,

dengan suara seperti tambur rusak berkata:

"Bocah, ada keperluan apa kau datang kesini?"

Di dalam hati Sin-hiong walaupun yakin dia bukan tabib Ong

Leng, tapi dia tidak enak mengatakannya, lalu bertanya:

"Apakah betul tabib Ong tinggal disini?"

Orang itu melihat Sin-hiong, dia menunjuk dengan tongkatnya ke

pekarangan kedua, berkata:

"Sedikit pun tidak salah! Apa saat kau masuk tidak melihat

dengan jelas?"

Sin-hiong pelan-pelan turun dari gunung buatan, berkata lagi:

"Kalau begitu, mohon tanya apakah tabib Ong ada di rumah? Aku

datang dari jauh, ingin mengaju-kan satu permohonan!"

Orang aneh ini tertawa dingin:

"Mencari dia untuk mengobati penyakit? Dia sendiri sekarang pun

harus mencari orang untuk mengobati .penyakitnya, bagaimana ada

waktu membantu orang lain, bocah, kau datang tidak kebetulan!"

Sin-hiong membandingkan kata-kata orang ini dengan orang tua

tadi, dia sudah menduga masalah ini pasti ada apa-apanya, apalagi

jelas ada tiga buah peti mati baru itu?

Diam-diam dia memperhitungkan, pikirnya, 'bagaimana pun jika

tidak bisa bertemu dengan tabib Ong Leng, dia tetap harus tahu

siapa orang aneh ini,' tapi jika menanyakan langsung, mungkin

kurang sopan, maka dengan pura-pura mengeluh dia berkata:

"Aku sengaja datang kesini, tidak disangka tidak bisa bertemu

dengan tabib Ong, hay.. masalah-nya jika tidak bisa bertemu

dengan dia, penyakit temanku akan semakin parah."

Medengar ini, orang aneh itu tertawa, katanya: "Kenapa kau

banyak mengeluh, kesempatan masih ada, tapi harus menunggu

sampai malam baru bisa bertemu dengan dia, kau kembali lagi saja

nanti."

Setelah Sin-hiong mendengar ini, dia seperti di malam yang gelap

gulita melihat satu sinar lampu, hatinya merasa senang, hingga lupa

menanyakan jati dirinya orang aneh itu, buru-buru dia berkata:

"Kalau begitu, malam nanti aku terpaksa datang kesini lagi."

Setelah berkata begitu, dia bersoja, pergi keluar pintu.

Baru saja dia berjalan dua langkah, mendadak orang aneh itu

berteriak:

"Berhenti! Aku masih ada pertanyaan pada-mu!"

"Anda masih ada pertanyaan apa, silahkan katakan."

"Kau sungguh-sungguh datang untuk berobat pada tabib Ong

Leng?" kata orang itu dingin.

"Betul!" angguk Sin-hiong.

Bola mata orang aneh itu berputar, di dalam hatinya berpikir:

'Orang ini masih muda, tapi keberaniannya besar sekali, dia

sudah melihat tiga peti mati di depan, tapi masih berani masuk ke

dalam, mungkin dia bukan orang sembarangan.”

Ketika Sin-hiong berhenti, orang itu sekali lagi memperhatikan

Sin-hiong, melihat wajah yang penuh tekad, tapi masih kekanak

kanakan, dia jadi tidak bisa memutuskan pikirannya, terpaksa

berkata:

"Jika malam ini kau ingin kemari, kau harus datang lebih pagi,

jika tidak, mungkin kau tidak bisa bertemu lagi dengan dia, atau

hanya bisa menemukan mayatnya."

Mendengar ini, Sin-hiong teringat keadaan di dalam kamar,

hatinya segera mengerti, tapi wajahnya tidak menampakan apa-apa,

dia hanya tertawa dingin di dalam hati.

Setelah berkata, orang itu kembali bertanya lagi: "Apa kau sudah

tahu?"

Sin-hiong menganggukan kepala, menunjuk-kan sudah tahu.

Orang aneh itu melayangkan tongkatnya: "Kalau begitu,

pergilah?"

Setelah keluar dari pintu, di dalam hati dia merasa bertambah

banyak satu masalah lagi, dalam hatinya berpikir:

“Tadinya aku tidak ingin melibatkan diri, tapi sepanjang

perjalanan justru banyak masalah yang mau tidak mau aku harus

turun tangan."

Sambil berjalan dia terus berpikir, tidak sampai waktu

menghabiskan segelas teh panas, dia sudah kembali lagi ke

penginapan, saat dia masuk ke dalam pintu, gadis berbaju merah itu

sudah tidak terlihat, tapi di meja sebelah timur, ada seorang sedang

menundukan kepalanya minum arak.

Sin-hiong melihat, ternyata dia adalah orang tua yang alisnya

putih panjang itu, tidak tahan hati dia tergerak, maka dia pun

melangkah masuk ke dalam penginapan.

Seorang pelayan melihat dia masuk, cepat-cepat berkata:

"Siauya baru datang sekarang!"

Karena hati Sin-hiong sedang ada masalah, dia menggerakan

tangannya berkata:

"Tidak perlu terburu-buru, aku tadi pergi mencari tabib Ong,

setelah setengah harian, akhirnya ada orang memberitahu, katanya

dia sudah pergi ke kota, apa kalian sudah melihat dia?"

"Hi hi hi!" pelayan itu tertawa lalu berkata, 'Siauya ini pandai

berkelakar, orang yang duduk disana itulah tabib Ong?"

Sin-hiong pura-pura terkejut dan cepatberkata:

"Aku, sungguh punya mata tidak bisa melihat Tai-san, supaya

tidak memberi kesan kurang hormat biar aku menemuinya."

Setelah berkata, baru saja dia akan melangkah maju, pelayan itu

sudah menariknya dan berkata:

"Siauya jangan terburu-buru, aku pun punya satu hal yang harus

dilaporkan!"

Sin-hiong tertegun, seperti merasakan, sesuatu telah terjadi,

pelayan itu berkata lagi:

"Nona berbaju merah yang tadi makan nasi bersama Siauya

mengatakan, dia adalah temannya Siauya, Siauya pergi karena ada

keperluan, jadi dia membawa pergi nona yang Siauya tinggalkan di

dalam kamar, dan supaya aku memberitahukan pada Siauya, dia

menunggumu di pulau Teratai!"

Tadinya semangat Sin-hiong sedang senang, tapi setelah

mendengar laporan ini, tidak tahan dia jadi tergetar, di dalam hati

berkata:

'Sudahlah, ternyata wanita jalang ini benar benar berniat buruk,

tapi, dimana pulau Teratai itu?'

Dia belum lama masuk ke dunia persilatan, terhadap masalah

dunia persilatan dia masih kurang pengetahuan, sesaat dia malah

berdiri bengong, tidak bisa berkata-kata.

Orang tua beralis panjang itu memang benar tabib Ong Leng, di

rumahnya dia sedang mendapat mala petaka, terpaksa dia minum

arak untuk meng-hilangkan duka, tapi setelah mendengar pelayan

itu menyebut pulau Teratai, mendadak dia bersuara "Iiih!" dengan

terburu-buru dia bertanya:

"Pelayan, nona yang dari pulau Teratai itu sudah berapa lama

pergi?"

Pertanyaan ini sebenarnya pertanyaan yang ingin Sin-hiong

tanyakan, tidak diduga malah didahului olehnya, tidak tahan dia jadi

tertegun, terdengar si pelayan berkata lagi:

"Belum lama, kira-kira kurang dari empat jam!" Begitu kata-kata

ini keluar, Sin-hiong dan orang tua beralis panjang itu sama-sama

tergetar, harus diketahui, waktu empat jam buat orang biasa, tentu

saja berjalan tidak akan begitu jauh, tapi bagi orang-orang seperti

mereka, mungkin sudah puluhan li jauhnya.

Mendengar ini, Sin-hiong seperti kehilangan sesuatu, Sun Cui-

giok sudah dibawa pergi oleh sigadis berbaju merah itu, sekarang

diri sendiri sudah tidak ada keperluan mencari tabib Ong lagi, baru

saja tubuhnya mau bergerak, mendadak terpikir tabib Ong Leng

juga menanyakan pulau Teratai, di dalam hati berpikir:

'Apakah mereka saling kenal? Kenapa aku tidak menanyakan saja

alamat pulau Teratai, setelah aku menyelesaikan urusan, nanti jadi

mudah mencari-nya.

Ong Leng bengong menatap Sin-hiong, di dalam hati berkata:

'Bocah ini tadi pergi mencariku, kukira dia orang biasa yang mau

berobat, tidak di sangka dia adalah temannya lihiap berbaju merah

dari pulau Teratai, kelihatan orang ini seharusnya bukan orang

biasa?"

Tapi setelah dia meneliti, tidak terlihat keistimewaan pada dari

Sin-hiong di dalam hati dia jadi putus asa, sambil menundukan

kepala dia minum tiga gelas arak lagi, hatinya pun semakin menjadi

berat.

Sin-hiong berjalan mendekat, lalu bersoja:

"Mohon tanya, apakah Lopek tahu alamatnya pulau Teratai itu?"

Ong Leng tertegun, pelayan tadi jelas-jelas mengatakan dia

adalah temannya Lihiap berbaju merah, kenapa letak pulau Teratai

juga tidak tahu, bukankah ini hal yang aneh?

Setelah berpikir, dia jadi lebih yakin Sin-hiong tidak mempunyai

kepandaian apa-apa, maka dia berkata:

"Saudara kecil, pulau Teratai berada delapan belas li dari laut

Selatan, jika kau kenal dengan Lihiap berbaju merah itu, kenapa

sampai nama besar pulau Teratai juga tidak tahu?"

Dua kalimat terakhir dia hanya asal berkata-kata, dia tidak

mengharapkan jawaban, setelah bicara "Glek!" kembali dia minum

araknya.

Sin-hiong terkejut berkata:

"Lihiap berbaju merah? Apakah maksud Lopek wanita berbaju

merah itu adalah Lihiap berbaju merah?"

Semakin mendengar, Sai-hoa-to semakin heran, semakin

mendengar semakin merasa sehebat-hebatnya Sin-hiong paling juga

seorang yang terpelajar, dia menggeleng-gelengkan kepala:

"Rupanya kau tidak tahu, pulau Teratai sangat ternama di dunia

persilatan, walau raja langit turun ke bumi, pun harus mengalah

pada mereka, apa lagi......"

Tadinya dia mau menceritakan apa yang di alaminya, tapi melihat

wajah Sin-hiong yang bengong, dia jadi berpikir lagi:

'Apa gunanya aku menceritakan kepadanya? Maka setelah

berkata setengahnya, tiba-tiba berhenti.

Walaupun Sin-hiong sedang memikirkan masa lah Sun Cui-giok,

tapi setelah memperhatikan wajah lawan bicaranya, dia seperti

mengerti maksud tabib Ong Leng? Saat itu sambil tersenyum dia

berkata:

"Terima kasih atas pemberitahuannya."

Setelah berkata begitu, dia lalu mengundurkan diri.

Tabib Ong Leng merasa masalahnya tidak bisa terpecahkan,

maka dia minum araknya segelas dan segelas lagi, minum sampai

sore hari, baru pelan-pelan bangkit berdiri, dia mengeluarkan satu

potong perak besar, berkata:

"Ini untuk pembayar arak."

"Tuan besar Ong, minuman arak ini tidak perlu dibayar sebanyak

itu?" kata pelayan dengan terkejut.

Ong Leng tidak mempedulikan, langkahnya sudah sempoyongan,

hampir tiba di depan pintu, dia mengangkat kepala ke langit

berkata:

"Mungkin mayat sendiripun tidak ada orang yang mengurus, buat

apa harta di luar tubuh ini?"

Setelah berkata, dengan sempoyongan dia berjalan keluar rumah

makan.

Sin-hiong menyaksikan semuanya, di dalam hati jadi merasa

lucu, setelah makan beberapa saat, lalu pergi ke kamar untuk

beristirahat.

Setelah sesaat, hari sudah hampir malam, Sin-hiong bangkit dari

istirahatnya dan berjalan keluar kamar, menyuruh pelayan

mengeluarkan kudanya, setelah memberikan lima liang perak

kepada pelayan, dia lalu naik keatas kuda, pelan-pelan berjalan ke

mulut kota.

Walaupun berjalan perlahan, jarak lima belas li pun tidak

memerlukan banyak waktu, dia dengan Ong Leng tidak kenal, tapi

dia khawatir orang aneh berkaki satu itu menyerang lebih dulu,

maka setelah tiba di tempat itu, dia lalu melepaskan kudanya,

seorang diri diam-diam berjalan menuju ke pohon besar itu.

Malam sudah menutupi bumi, rumah tabib Ong Leng di siang hari

saja sudah terasa dingin, di malam hari tentu saja jadi lebih angker

dan menakutkan, tidak ada orang yang menyalakan lampu, Sin-

hiong melihat ke kiri dan kanan, melihat tidak ada orang, dengan

ringannya dia meloncat ke atas pohon.

Dari atas melihat ke bawah, seluruh rumah bisa dilihat dengan

jelas, Sin-hiong tidak bergerak lagi, sepasang matanya mengawasi

pekarangan ketiga itu, asal di dalam ada sedikit gerakan, tidak akan

lolos dari pengawasannya.

Waktu sudah hampir kentongan ke tujuh, mendadak dari jalan

raya ada seseorang berjalan mendekat, di atas bahu orang ini

sepertinya menggotong sesuatu benda, tapi meskipun begituj dia

tetap masih berjalan cepatsekali, sekejap saja sudah mendekat.

Sin-hiong meneliti, ternyata dia adalah Sai-hoa-to Ong Leng,

benda apa yang digotong diatas bahunya? Ternyata adalah sebuah

peti mati yang baru.

Begitu Sin-hiong melihat, dia sudah tahu apa tujuannya, tapi dia

masih tetap bersembunyi tidak bergerak, di dalam hati dia sudah

ada persiapan.

Setelah tabib Ong Leng tiba di depan pintu, dia baru

melambatkan langkahnya, berjalan di depan tiga peti mati di

pekarangan kedua itu, dengan sedih dia menatap lama sekali,

laluberguman:

"Kalian mati masih ada orang yang mengurus mayatnya, hay---?

Mungkin aku tidak seberuntung kalian."

Sambil bicara dia menaruh peti mati itu diatas tanah, di dalam

pekarangan dia berjalan mondar-mandir sebentar, kadang melihat-

lihat bulan di langit gelap, seperti sedang menunggu kedatangan

dewa kematian.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara tongkat besi di

pekarangan belakang, wajah tabib Ong Leng berubah, kembali

bergumam

"Saatnya tidak lama lagi, kalian jalanlah lebih dulu, aku segera

menyusul!"

Nada suaranya sangat memilukan, Sin-hiong yang ikut

mendengarnya di atas pohon, jadi bergejolak, di dalam hati berpikir:

'Walaupun dosa Sai-hoa-to Ong Leng harus dihukum mati, hanya

mengandalkan prilakunya, sudah cukup meringankan setengah

hukumannya.

Suara "Tok tok!" pelan-pelan mendekat, tidak lama kemudian,

benar saja, orang aneh berkaki satu itu berjalan keluar dari

pekarangan belakang, sambil tertawa dia berkata:

"Ong Leng, malam ini giliranmu!"

Setelah berkata, tongkat besinya ditanjapkan ke tanah, ternyata

tongkatnya bisa menancap sampai setengahnya.

Tabib Ong Leng terdiam sejenak, berkata:

"Tunggu sebentar, aku masih ada perkataan yang mau

dibicarakan."

Wajah orang aneh berkaki satu itu, menunjuk-kan tawa yang

keji, katanya:

"Katakanlah, tapi, kau masih ada waktu, asal kau mengatakan

peta rahasia itu disembunyikan oleh siapa, kita masih teman lama."

Sai-hoa-to Ong Leng tidak mempedulikannya, dia berkata lagi:

"Hiang Pu-cia, sia-sia saja siasatmu, peta ini berhubungan erat

dengan keselamatan dunia persilat-an, jangan kata aku tidak tahu,

walau tahu pun, aku tidak akan memberitahu padamu."

Sin-hiong berpikir:

"Peta apa yang dia bicarakan?' Setelah melihat prilaku tabib Ong

Leng, tidak tahan dia mengangkat jempolnya, diam-diam memuji,

'Cukup jantan tabib Ong Leng ini, tidak sia-sia malam ini aku datang

kemari."

Orang aneh berkaki satu yang dipanggil Hiang Pu-cia dengan

tertawa dingin berkata:

"Kau tidak mau mengatakannya, tidak apa-apa, hanya aku

menyayangkan dirimu saja."

Sai-hoa-to Ong Leng dengan bangga berkata:

"Apa yang harus disayangkan, manusia akhir-nya pun akan mati,

hanya saja setelah aku mati, harap kau bisa memasukan mayatku

ke dalam peti mati itu, biar aku merasa puas."

Tiba-tiba Hiang Pu-cia tertawa keras, katanya: "Hanya ini

permohonanmu? Maaf, aku tidak sudi, sebaliknya setelah kau mati,

aku akan melempar-kan mayatmu ke dalam gunung untuk dimakan

oleh serigala liar."

Mendengar kata-kata dimakan serigala liar, Sin-hiong yang

bersembunyi diatas pohon, merasa kepalanya berbunyi keras,

hampir saja jatuh dari atas pohon.

Sai-hoa-to Ong Leng menegakkan tubuhnya, dengan sedih

berkata:

"Julukanmu adalah Sin-tung-thian-mo (Dewa tongkat setan

langit), aku tahu diri aku tidak akan mampu bertahan lebih dari lima

jurus di bawah tongkatmu, tapi kau juga harus ingat, ketika kedua

kakimu hampir cacad tidak berguna, jika bukan karena aku, kau

juga tidak akan ada seperti hari ini, Hiang Pu-cia, apakah

permohonan terakhirku ini kau juga tidak bisa mengabulkannya?"

Dia mengatakan kata-katanya, dengan nada seperti minta

dikasihani, tapi Sin-tung-thian-mo tidak terpengaruh, wajahnya

memancarkan hawa mem-bunuh, dia berteriak:

"Sia-sia saja kau mengatakan ini, setiap hal yang aku minta,

asalkan orang tidak menyanggupinya, kau sudah tahu apa

akibatnya?"

Permohonan terakhir Sai-hoa-to Ong Leng ternyata ditolak,

dengan suara gemetar dia berkata:

"Bagus, bagus, bagus, silahkan turun tangan, orang jahat pasti

ada hukum karmanya, Hiang Pu-cia, saksikan saja olehmu nanti!"

Setelah berkata, dia mundur sedikit ke belakang, walaupun dia

tahu kemampuannya kalah dari lawan, tapi tetap akan melawan

semampunya.

Sin-tung-thian-mo memutar tongkat besinya, baru saja akan

menghantam, mendadak dia berhenti, dan berkata pada dirinya

sendiri:

"Siang hari tadi aku telah berjanji pada seorang anak muda,

menyuruh dia datang kemari sebelum jam sembilan untuk

menemuimu, tunggu saja sebentar lagi, seharusnya diapun sudah

datang kemari."

Mendengar ini. Tabib Ong Leng mengira, anak muda itupun

lawannya Hiang Pu-cia, yang tidak akan dibiarkan hidup, maka

dengan bencinya berkata:

"Hiang Pu-cia, kau tidak boleh membunuh orang yang tidak ada

sangkut pautnya, anak muda itu ada dendam apa denganmu?"

Dia dengan Sin-hiong tidak saling kenal, saat ini malah

mengajukan permohonan untuk meng-ampuni Sin-hiong, Sin-hiong

yang bersembunyi di atas pohon, sudah menahan diri tidak kurang

dari lima kali, sekarang mendengar ini, dia sudah tidak bisa

menahan diri lagi, pelan-pelan dia turun dari atas pohon, berdiri di

depan pintu dan berteriak:

"Mohon tanya, apa tabib Ong ada dirumah?"

Sai-hoa-to Ong Leng mendengar, wajahnya jadi berubah besar,

Sin-tung-thian-mo terta wa terkekeh-kekeh dan berkata:

"Membicarakan Coh-coh, Coh-coh segera tiba, orang yang

mengurusi mayatmu sudah tiba!"

Sin-hiong pura-pura tidak tahu apa yang terjadi di dalam rumah,

mendengar ada suara orang, kembali dia berteriak:

"Benar saja ada di rumah."

Setelah berkata dia berjalan masuk ke dalam.

Tabib Ong Leng melihat yang masuk adalah Sin-hiong, di dalam

hati dia menyesal sekali, pikirnya:

'Ketika di rumah makan seharusnya aku mengakui, sebelum mati

bisa menyelamatkan satu nyawa, di kehidupan mendatang juga bisa

membalaskan dendam ini.'

Hiang Pu-cia memperhatikan Sin-hiong, melihat dia memegang

kecapi kuno, sambil tertawa dia berkata:

"Bocah, kau datang tepat sekali, apakah kau bisa mengalunkan

lagu bela sungkawa?"

Sin-hiong pura-pura terkejut dan berkata:

"Aku datang kemari mencari tabib Ong untuk berobat, bukan

datang kemari untuk melantunkan lagu, kau jangan salah paham."

Sin-tung-thian-mo tertawa dingin:

"Aku menyuruh kau memetik kecapi, maka kau harus memetik

kecapinya, mengenai hal berobat, tunggu saja setelah sampai di

akhirat nanti."

Sin-hiong diam-diam menghela nafas, dua jarinya benar saja

memetik senar kecapi sambil berkata:

"Kau ingin aku memetik kecapi pun boleh, tapi harga satu lagu

lima liang perak."

Dia paling ingat pada lima liang perak, tidak peduli di tempat

apa, asalkan ada kesempatan membicarakan uang, begitu berbicara

selalu lima liang perak, tadi ketika mendengar Sin-tung-thian-mo

mengatakan memberi makan pada serigala liar, saat ini dia

mengatakan lima liang peraknya lebih keras lagi.

Tabib Ong Leng menyaksikan di pinggir, hati-nya merasa gelisah

sekali, diam-diam dia menyalahkan anak muda yang tidak tahu

keadaan bahaya, sekarang masih bisa membicarakan lima liang

perak, padahal nyawanya saja sudah tidak bisa diselamatkan, buat

apa lagi uang lima liang perak?

Sin-tung-thian-mo membentak:

"Kau mau main kecapi atau tidak?"

Sin-hiong melihat wajah galaknya, dia mundur selangkah dan

berkata:

"Main, main, tapi, biar aku pikirkan dulu kira-kira memainkan

lagu apa?"

Sin-tung-thian-mo mengira dia benar-benar sedang memikirkan

lagunya, dengan sabar dia menunggu, setelah menunggu lama

masih tidak melihat dia memetik kecapi, dengan marah dia berkata:

"Bocah, kau ini sedang apa?"

Setelah berkata, dia kembali mengangkat tongkat besinya, Sin-

hiong menggoyang-goyangkan tangannya:

"Tunggu, sampai saat ini masih belum terpikir-oleh ku, biar aku

tanyakan dulu pada Lopek ini."

Sin-tung-thian-mo tertawa:

"Kali ini kau menanyakan pada orang yang tepat, hei! Lo-ongkau

ingin dia memainkan lagu apa?"

Wajah Ong Leng sangat tidak enak dipandang, sepasang

matanya menatap tajam pada anak muda yang tidak tahu diri ini,

tapi semakin melihat dia semakin keheranan, semakin melihat,

semakin terkejut, akhirnya tanpa sadar dia berteriak:

"Hay! Bukankah kau adalah Kim-kau-kiam-khek yang dikabarkan

itu!"

Ternyata ketika Ong Leng memperhatikan Sin-hiong, dia melihat

lengan kanannya pelan-pelan di angkat, lengan tangannya semakin

ditarik semakin panjang, akhirnya, dia melihat dari dalam kecapi

kunonya Sin-hiong mencabut Kim-kau-kiam yang menggemparkan

dunia itu!

Sekarang hati tabib Ong Leng tidak tahu ada rasa manis atau

pahit, setelah berkata diikuti dengan suara gemetar dia menghela

nafas:

"Aku ini orang yang mempunyai mata tapi tidak melihat gunung

Tai, hay......"

Emosinya sangat bergejolak, sehingga kata-kata berikutnya tidak

bisa diteruskan lagi, kata-kata barusan adalah kata-kata yang

dikatakan Sin-hiong di rumah makan, sekarang kembali di ucapkan

oleh dia, sebab katanya itu tidak ada yang terasa lebih tepat lagi.

"Terima kasih!" kata Sin-hiong tertawa.

Sin-tung-thian-mo tertawa dingin: "Lo-ong... selamat, kau telah

mendapatkan seorang pembantu, hemm... hemm... lalu kenapa

kalau dia Kim-kau-kiam-khek?"

Ketika berkata-kata, tongkat besinya dipegang erat-erat, jelas dia

pun tidak berani lengah. Sorot mata Sin-hiong menyapu, sambil

tertawa berkata:

"Kau hanya punya satu kaki, jika bertarung denganmu, tentu saja

akan menguntungkan aku, begini saja, aku mengalah tiga jurus

denganmu!"

Begitu kata-kata ini terdengar, tabib Ong Leng jadi sangat

terkejut, teriaknya:

"Siau-enghiong, jangan lakukan itu!"

Sin-hiong tidak tahu Hiang Pu-cia punya julukan Sian-tung,

bagaimana jurus tongkatnya? Dia sama sekali tidak tahu, tapi dia

sudah berkata dengan sombongnya.

Hiang Pu-cia tiba tiba tertawa terbahak bahak dan berkata:

"Kau kira sesudah mengalahkan Ang-hoa-kui-bo dan Sian-souw-

ngo-goat, lalu bisa memandang rendah orang sedunia? He he he,

katak dalam tempurung, bagaimana tahu betapa luasnya dunia

luar?"

Sesudah berkata begitu, dia menghentakan kaki kirinya,

mengangkat tongkat, dan berkata lagi:

"Tunggu, tunggu, biar aku pikir-pikir dulu menggunakan

jurusnya?"

Sin-hiong tertawa dingin:

"Kau boleh gunakan jurus apa saja, dalam tiga jurus aku pasti

tidak akan membalas."

Walaupun berkata begitu, di dalam hati sedikit banyak ada juga

perasaan heran, pikirnya:

'Di dunia ini mana ada orang semacam ini, bertarung dengan

orang harus memikirkan dulu menggunakan jurus apa.'

Sepasang mata merah dari Hiang Pu-cia berputar, dengan tanpa

sungkannya dia berkata:

"Apa kau sudah siap belum? aku sudah siap dengan jurus

pertamaku."

Setelah itu, tongkatnya diayun lalu diputar, terdengar suara

"Weed!", dengan angin keras yang amat kuat menggulung ke arah

Sin-hiong.

Sin-hiong dengan santai menghindar, tapi jurus Hiang Pu-cia

ternyata adalah jurus tipuan, ujung tongkatnya tiba-tiba menyapu

ke arah dia menghindar, kecepatan serangannya, baru pertama kali

Sin-hiong melihat sejak dia turun gunung!

Diam-diam Sin-hiong memuji, lalu berkata: "Tidak percuma dia

disebut Tongkat dewa!" Kaki melangkah dengan kebalikan 'langkah

tujuh bintang,' dengan cepat berputar ke belakang tubuh Hiang Pu-

cia, tapi langkahnya belum selesai, tongkatnya Hiang Pu-cia sudah

mengikutinya datang menyapu, sambil berteriak:

"Bocah, jangan lari, ini masih jurus pertama?" Dalam satu jurus

dia membuat tiga perubahan, tidak peduli Sin-hiong berputar

kemana pun, tongkat-nya juga bergerak mengikutinya, tidak

memberi Sin-hiong kesempatan menarik nafas, tabib Ong leng yang

menyaksikan sampai mencucurkan keringat dingin.

Sin-hiong pun tergetar, dia tidak menduga jurus tongkat Hiang

Pu-cia bisa sehebat ini, alisnya dikerutkan dalam-dalam, tubuhnya

jadi diam di tempat, ketika tongkat Sin-tung-thian-mo datang

menyapu, dia hanya meloncat sekali, Sin-tung-thian-mo bersuara

"Heh!" begitu ujung tongkatnya digetar-kan dia mengetarkan Sin-

hiong ke udara!

Melihat hal itu, tabib Ong Leng sampai berteriak, "Aduh!", begitu

melihat ke atas, terlihat Sin-hiong dua kali salto di atas udara,

tubuhnya miring turun ke bawah ke tempat asalnya dia berdiri,

sedikit pun tidak terluka.

"Inilah jurus pertama!" kata Sin-hiong tertawa. Hiang Pu-cia

terkejut, wajahnya jadi berubah hebat, di dalam hati dia berpikir:

'Sapuan tongkatku tadi walaupun tidak telak mengenai dia, tapi

di bawah getaran angin pukulan, kenapa bocah ini sedikit pun tidak

terluka?

Dia membelalakan matanya besar-besar, tiba-tiba tongkatnya

dipindahkan ke tangan kiri, sambil tertawa dingin dia berkata:

"Bagus, coba terima jurus keduaku!"

Tongkatnya menyapu melintang, kali ini tidak mempedulikan lagi

jurus tipuan atau jurus asli, tampaknya seperti ingin mengadu

kekuatan.

Sepasang mata Sin-hiong menyorot tajam, tanpa berkedip

mengawasi sapuan tongkat tangan kiri ini.

Ketika ujung tongkat akan mengenai baju, Sin-hiong mendadak

dia mundur selangkah ke belakang, Hiang Pu-cia memutar

tangannya, jurus sapuan ini tidak berubah, tetap masih jurus tadi,

tapi tongkat di tangannya sepertinya memanjang satu cun lebih,

dengan ganasnya menotok ke Kian-keng-hiat nya Sin-hiong!

"Jurus keduamu juga biasa saja, aku sudah merasakannya."

Langkah mundurnya tadi hanyalah gerakan tipuan, menunggu

tongkat Hiang Pu-cia tidak bisa memanjang lagi, tubuh Sin-hiong

sedikit merendah ke belakang, tongkat Hiang Pu-cia lewat dari sisi

bahunya!

Berturut-turut Hiang Pu-cia menyerang dua jurus, setiap jurus

perubahannya sangat banyak, tapi semua dengan mudah dihindari

oleh Sin-hiong, walaupun dia memiliki julukan Thian-mo, saat ini

hatinya pun jadi berdebar-debar.

"Kau sudah menyerang dua jurus, jurus ketiga tidak digunakan

juga tidak apa."

"Kenapa, kau takut?"

Dengan sinis Sin-hiong berkata:

"Kau belum pantas membuat aku takut? Dua jurus pertamamu

juga hanya segitu, jurus ketiga juga akan sama begitu? mengingat

kau susah payah berlatih sampai setinggi ini, jika lewat tiga jurus,

saatnya aku membalas menyerang, mungkin kaki kirimu itu pun

akan menjadi cacad."

Dia berkata dengan enteng, tapi Sin-tung-thian-mo yang

mendengar menjadi marah besar, dan memaki:

"Bocah, jangan pandai bersilat lidah saja!"

Segera dia memutar tongkatnya, kali ini dia mengerahkan

seluruh kemampuannya, kedahsyatan-nya bagaimana? Mungkin dia

sendiri pun tidak tahu?

Dengan gesit Sin-hiong berkelebat ke belakang tubuhnya, dia

tahu ujung tongkat Hiang Pu-cia pasti berputar ke belakang, maka

tubuhnya berhenti sedetik, lalu tubuhnya meloncat keluar sejauh

tiga tombak!

Benar saja, perkiraannya sedikit pun tidak salah, saat serangan

jurus ketiga Hiang Pu-cia datang menyerang, Sin-hiong sudah

berada sejauh tiga tombak.

Ketiga jurus serangan Hiang Pu-cia sudah gagal, mungkin untuk

pertama kalinya dia mengalami hal ini seumur hidupnya sesudah

bersuara "Heh!" dia berteriak keras:

"Inilah jurus ke empatku, sekarang kau sudah boleh

membalasnya!"

Dia memutar tongkatnya, angin puting beliung yang besar sudah

menerjang ke arah Sin-hiong!

Sin-hiong jadi naik pitam, dalam hatinya berpikir:

'Orang ini tidak tahu diuntung,' sekilas dia mendesak bagian kiri

Hiang Pu-cia, pedangnya menepis.

Hiang Pu-cia berputar, Sin-hiong pun ikut berputar, saat

menyerang, Sin-hiong selalu menyerang bagian kiri Hiang Pu-cia,

Sin-hiong tahu Hiang Pu-cia hanya memiliki satu kaki kiri, tentu saja

gerakannya tidak selincah dirinya, tidak sampai lima jurus, dia sudah

dibuat Sin-hiong berputar-putar kalang kabut.

Jika saat ini Sin-hiong mau merobohkan dia, setiap saat Hiang

Pu-cia bisa roboh, tapi Sin-hiong tidak mau melakukannya, ujung

pedang disabetkan teriaknya:

"Kuberi tanda di tangan kirimu."

Terlihat sinar perak berkelebat, lalu terdengar suara "Ssst!",

lengan kiri Hiang Pu-cia tahu-tahu sudah berdarah dilukainya, baju

dikirinya pun sudah disobek oleh Sin-hiong.

Sin-tung-thian-mo terkejut, tubuhnya dengan cepat melompat

mundur ke belakang.

Tabib Ong Leng meloncat menghampiri dan berkata:

"Siau-enghiong jangan bunuh dia!" Sin-hiong tertegun, tubuhnya

dimiringkan lalu bertanya:

"Entah Ong-tayhiap ada petunjuk apa?"

"Maaf Siau-enghiong jangan menyebut aku seperti itu, aku tidak

pantas dipanggil Tayhiap?"

0odwo0

Sin-hiong merasa terharu, dalam hati berkata: 'Orang ini hatinya

penuh kasih, tidak percuma dia menjadi tabib yang menolong

orang.'

Ketika sedang berpikir, mendadak ada orang berkata dengan

dingin:

"Tidak perlu diangkat-angkat, sebenarnya, ilmu pertabiban Ong-

tayhiap di dunia ini siapa yang bisa menandinginya?"

Setelah terdengar perkataan ini, di pekarangan depan berlari

masuk dua orang!

--0o0dw0o0--

BAB 4

Seperti bayangan mengikuti bentuk

Dua orang yang datang itu adalah Lam-goat-sian-ku dan

pelayannya Ceng-ji, pada saat kedua orang itu muncul, ada satu

bayangan manusia juga bersamaan meloncat keluar ke arah yang

berlawanan.

Sai-hoa-to Ong Leng berteriak:

"In-kong, In-kong......"

Lam-goat-sian-ku tertawa dingin dan berkata: "Orang-orang di

dunia persilatan semua mengatakan kita sudah kalah di tangan Kim-

kau-kiam-khek, kenapa setelah melihat kita dia masih melarikan

diri?"

Hati Sin-tung-thian-mo pun punya perhitungan sendiri, tanpa

mengucapkan sepatah kata pun, dia menggerakan tongkatnya,

dengan tertatih-tatih pergi menghilang di kegelapan malam.

Ceng-ji berteriak:

"Sian-ku, apa kita harus mengejarnya?"

Dengan mata dingin Lam-goat-sian-ku memandang bayangan

punggung Hiang Pu-cia, katanya:

"Mengejarnya sudah pasti, tapi..."

Perkataannya berhenti sebentar, lalu berkata lagi:

"Ong-tayhiap, dimana peta itu?"

Sai-hoa-to mengeluh panjang, lalu berkata:

"Nona Ong, terus terang saja, peta rahasia itu tidak ada

ditanganku, sepuluh hari yang lalu kudengar masih muncul di Soa-

say, apakah nona tidak pernah mendengar kabarnya?"

Lam-goat-sian-ku mengerutkan alis, tanyanya:

"Benarkah perkataanmu ini?"

"Kenapa nona juga tidak percaya kata-kataku, demi peta yang

tidak ada gunanya ini, aku hampir mengalami mala petaka,

keluargaku sudah musnah, malah hari ini dan untuk selanjutnya,

selain Kim-kau-kiam-khek yang menyuruh aku, walau aku harus

mati aku pun tidak akan menolaknya, siapa pun orang dunia

persilatan yang datang ingin berobat, mati pun aku tidak akan

melayaninya!"

Habis berkata, dia berjalan selangkah demi selangkah memiju

tiga buah peti mati itu, sepasang matanya berlinang air mata,

kesedihan hatinya tidak perlu diutarakan lagi.

Tadinya Lam-goat-sian-ku masih ingin ber-tanya lagi, tapi setelah

melihat keadaannya, walaupun ada pertanyaan pun sudah tidak bisa

ditanyakan lagi. Kata-kata Sai-hoa-to Ong Leng walaupun tidak enak

di dengar, dia pun tidak enak melakukan tindakan, setelah melihat-

lihat waktu, dia berkala:

"Ceng-ji, lebih baik kita kejar dia dulu saja." Ceng-ji menyahut,

dalam sekejap mereka berdua pun menghilang di kegelapan malam.

Waktu sudah menunjukan tengah malam, di atas jalan raya ada

seorang penunggang kuda sedang memacu kudanya, dia adalah

Sin-hiong.

Ketika berada di rumah Sai-hoa-to, tadinya dia tidak berniat

langsung pergi meninggalkan tempat itu, setelah melihat yang

datang adalah Lam-goat-sian-ku, khawatir dia mengusik masalah

lama, sehingga dirinya terganggu, maka dia lari keluar ke arah

berlawanan.

Sekarang, malam begitu kelam, tapi hati Sin-hiong sedikit

bergejolak, dia teringat Sun Cui-giok, asal Lihiap berbaju merah itu

tidak berniat buruk padanya, aku pasti bisa membebaskan Sun Cui-

giok.

Berlari sebentar, dia baru memperlambat kudanya, jam tiga

malam sudah lewat, jam lima pun sudah lewat, sampai hari sudah

terang dia masih tidak berhenti, sekarang ini dia hanya punya satu

tujuan.... Pergi ke kuil Siauw-lim-si di Song-san.

Saat terpikir kuil Siauw-lim-si, wajahnya tampak sinar

keangkuhan, di dalam hati dia berpikir:

'Kuil Siauw-lim-si adalah sumber ilmu silat di seluruh dunia, sejak

dahulu diagungkan oleh orang-orang dunia persilatan, hemm...

hemm... jika dua hari kemudian, seorang anak muda yang tidak

punya nama bisa mengalahkan ketua mereka, siapa yang bisa

percaya. Sepuluh tahun lalu anak muda ini masih seorang anak

yang bekerja pada orang sebagai pengambil kayu bakar, sepuluh

tahun kemudian malah bisa melakukan hal yang menggemparkan

dunia?'

Dia membayangkan dan membayangkan, tidak terasa wajahnya

jadi berseri-seri.

Sepanjang perjalanan Sin-hiong tidak berhenti, dalam perjalanan

dia hanya makan sedikit, lalu kembali melanjutkan perjalanannya,

tiga hari kemudian pada tengah hari, dia sudah tiba di Mong-kin di

provinsi Ho-lam.

Mong-kin adalah sebuah kabupaten besar di Ho-lam, dengan

melakukan perjalanan seperti yang Sin-hiong lakukan sekarang,

besok di waktu ini dia sudah bisa tiba di Song-san. Hati dia sedikit

bergolak, berjalan melalui jalan raya, terlihat orang ramai berlalu

lalang, di dalam hati dia berkata: .

"Bagaimana pun hari ini aku tidak bisa tiba di Song-san, lebih

baik beristirahat dulu disini satu malam, sekalian melihat-lihat

keadaan."

Harus diketahui sejak turun gunung, dia jarang berhenti dalam

melakukan perjalanan, sehingga kadang-kadang dia berjalan di

tempat yang sepi, jarang sekali tiba di kabupaten besar seperti

Mong-kin ini, maka kali ini setelah menetapkan hati, dia

menghentikan perjalanannya, melihat-lihat dimana ada tempat

untuk istirahat.

Tiba-tiba dia melihat ada dua orang hweesio tinggi besar berjalan

di depannya.

Hweesio dan tosu di dunia ini banyak sekali, dua orang itu lewat

begitu saja di hadapannya, tadinya dia tidak terlalu memperhatikan,

hanya ada salah seorang di saat akan lewat, mendadak berkata:

"Bu-keng Suheng, apa kau pernah mendengar nama Kim-kau-

kiam-khek?"

Hati Sin-hiong tergetar, matanya segera melirik, terdengar

seorang lagi menjawab:

"Tidak pernah dengar, tapi sekarang sudah banyak

mendengarnya!"

Tadinya Sin-hiong masih ingin mendengarkan lanjutannya, tapi

kedua hweesio itu sudah berjalan jauh. Dia melakukan perjalanan

memang ingin pergi ke Siauw-lim-si, begitu mendengar percakapan

ini, dia segera tahu mungkin kedua hweesio ini akan pergi ke kuil

Siauw-lim-si.

Dia berpikir-pikir, di dalam hati berkata:

'Tidak percuma kuil Siauw-lim-si disebut perguruan besar yang

ternama, belum lagi dia tiba, mereka sudah mempersiapkan diri dan

meningkatkan kewaspadaannya,'

Dia berputar dua kali di jalan raya, lalu ber-jalan menuju sebuah

penginapan.

Saat ini, saatnya makan malam, di dalam rumah makan sudah

banyak orang, ketika Sin-hiong masuk sudah tidak ada tempat

kosong lagi, pelayan rumah makan menyambutnya dan berkata:

"Siauya mau menginap?"

Sin-hiong menganggukan kepala, tadinya dia ingin makan saja,

hanya begitu melihat di ruangan makan sudah penuh orang, maka

sekalian saja dia memesan kamar dulu baru makan, maka dia

menjawab:

"Boleh juga, kau carikan aku satu kamar dulu."

Pelayan itu dengan wajah berseri-seri men-jawab sambil

membawa Sin-hiong ke pekarangan belakang dan berkata:

"Aku tahu Siauya ingin makan, tapi di luar terlalu banyak orang?

Biar aku nanti mengantarnya ke dalam kamar."

Perkataannya cocok dengan keinginan Sin-hiong, saat itupun dia

pesan dua macam masakan, dan pelayan segera pergi

mengurusnya. .

Setelah Sin-hiong duduk, dalam hati berpikir 'Di tempat ini lebih

baik berlaku sopan sedikit, maka dia menggantungkan kecapi

kunonya diatas dinding, dengan tampangnya yang sangat tampan,

persis seperti seorang pelajar yang baru

Tidak lama, pelayan sudah mengantarkan makanan, setelah Sin-

hiong selesai makan, baru saja bangkit berdiri ingin berjalan-jalan,

tiba-tiba terdengar suara kaki berjalan dan satu suara merdu yang

berkata:

"Kamar yang ini saja!"

Suaranya buat pendengaran Sin-hiong terasa seperti hafal sekali,

hatinya berpikir:

'Cepat benar kedatangan mereka!' Terpaksa dia menunda

langkahnya, setelah suara kaki itu lewat di pintu kamar, diam-diam

dia membuka pintu, benar saja dia melihat Lam-goat-sian-ku dan

Ceng-ji sudah lewat dari pintunya.

Setelah kedua orang itu cukup jauh, baru dia pelan-pelan

berjalan keluar, siapa sangka baru saja sampai di mulut loteng, di

depan tiba-tiba ada seorang hweesio yang mendekat kepada Sin-

hiong, sambil mengucapkan 'O-mi-to-hud' lalu berkata:

"Mohon tanya apakah Sicu marga Sen?"

Sin-hiong terkejut dan menjawab:

"Benar, aku Sen Sin-hiong, entah guru ada perlu apa?"

"Kalau begitu, Sicu ini pasti adalah Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-

hiong yang akhir-akhir ini terkenal di dunia persilatan."

Sin-hiong berpikir cepat:

"Terima kasih, sebenarnya aku tidak berani menerima sebutan

ini."

Hweesio itu pelan-pelan melangkah dan berkata: "Melihat hati

Sicu yang terbuka ini, tidak perlu malu mendapat julukan Kim-kau-

kiam-khek."

Hweesio ini sambil berkata sambil meng-halangi jalan di mulut

loteng, tidak naik juga tidak berniat turun, jika saat ini Lam-goat-

sian-ku keluar, pasti dia akan melihat Sin-hiong dan mungkin akan

menambah kerepotan.

Setelah berhenti sejenak, hweesio itu kembali berkata:

"Aku Ci-hui dari Siauw-lim-si, ada satu masalah yang ingin

dibicarakan dengan Sicu, entah Sicu ada waktu atau tidak?"

Tubuh Sin-hiong tergetar, dalam hati berpikir:

'Belum sampai di Siauw-lim-si, mereka sudah datang mencariku,

entah apa tujuan orang ini?" Saat itu dia memiringkan tubuh dan

berkata:

"Di ruang makan sangat ramai, jika Taysu bersedia, bagaimana

jika berbicara di dalam kamar?

Setelah berbicara, dia mengangkat tangan mempersilahkan.

Ci-hui Taysu tidak sungkan-sungkan, kedua orang itu lalu masuk

dan duduk di dalam kamar, mata Ci-hui Taysu memandang kecapi

kuno di atas dinding, Sin-hiong jadi waspada, pikirnya:

'Walaupun kau berniat buruk, mungkin masih belum mampu.'

Ci-hui Taysu menarik kembali sorot matanya, dengan suara

seperti mengeluh dia berkata:

"Beberapa puluh tahun yang lalu, pedang pusaka ini pernah

membuat geger di perguruan kami, saat itu aku masih kecil, tapi

tahu guru Sicu bertarung demi gengsi, sehingga kedua belah pihak

tidak bisa berdamai, mungkin Sicu pun tahu hal ini."

Sin-hiong menganggukan kepala, Ci-hui Taysu melanjutkan:

"Sicu tahu akan hal ini sangat bagus, aku datang kemari hanya

ada satu permohonan kecil."

Saat dia mengatakan ini, wajahnya tampak tenang, Sin-hiong

bertanya:

"Entah apa permohonan Taysu?"

"Masalah yang sudah lewat biarkan saja lewat, entah Sicu ada

niat berdamai atau tidak, ini tergantung pikiran Sicu."

Maksud kata-katanya, mengharapkan Sin-hiong membatalkan

kepergian ke kuil Siauw-lim-si, Sin-hiong tertegun, didalam hati

pikir:

'Bagaimana bisa? Guru memperlakukan aku seperti anak sendiri,

wasiat beliau sebelum meninggal dunia, menyuruh aku mengunjungi

sembilan perguruan besar di dunia persilatan, jika kuil Siauw-lim-si

juga tidak bisa dikunjungi, perguruan lainnya tidak perlu diceritakan

lagi.'

Tadinya dia ingin menolak, tapi ketika mata-nya tidak sengaja

melihat wajah Ci-hui Taysu yang penuh welas asih, walau hatinya

ada niat menolak, tapi sesaat tidak bisa mengatakannya.

Ci-hui Taysu adalah hweesio berilmu tinggi, begitu melihat wajah

Sin-hiong, dia sudah tahu kesulitannya, saat itu sambil tersenyum

dia berkata lagi:

"Perintah guru seperti perintah ayah, aku rasa di dalam hati Sicu

pasti ada kesulitan?"

"MataTaysutajamsekali,walaupunakuberniat

menyanggupinya, tapi perintah guru tidak bisa ditolak, terpaksa

mengecewakan niat baik Taysu."

Ci-hui Taysu berpikir sejenak, mendadak dia mengambil dua

sumpit di atas meja, satu diberikan pada Sin-hiong, Sin-hiong masih

belum tahu apa tujuannya, Ci-hui Taysu sudah berkata:

"Aku adalah kepala cabang Siauw-lim-si bagian barat, jika Sicu

tidak bisa menolak perintah guru, terpaksa aku mencoba dulu

kehebatan ilmu silat Sicu, jika Sicu menang, silahkan datang ke

Siauw-lim-si, jika kalah?......"

Sin-hiong melanjutkan:

"Itu hanya bisa menyalahkan aku belajar ilmu silat kurang mahir,

walau pergi pun tidak akan ada hasilnya, lalu buat apa pergi?"

Ci-hui Taysu menganggukan kepala:

"Hanya saja, aku sudah sepuluh tahun lebih tidak pernah

menggunakan senjata, bagaimana kalau kita menggunakan sumpit

di tangan masing-masing untuk mencobanya?"

Hati Sin-hiong tergerak, pikirnya:

'Akalnya bagus juga, saat itu dia sudah memegang erat

sumpitnya dan berkata:

"Jika begitu, silahkan Taysu menyerang ter-lebih dulu?"

Ci-hui Taysu tidak sungkan-sungkan lagi, diam-diam menghirup

nafas, teriaknya, "Siap"! dia melayangkan sumpitnya, menotok ke

arah jalan darah Kian-hu-hiat Sin-hiong! '

Dua orang itu saling berhadapan, jaraknya tidak sampai empat

lima kaki, dengan ilmu silatnya, mereka bisa menewaskan lawannya,

di luar walaupun tampak beramah-ramah, tapi ketika bertarung,

malah lebih lihay dari pada menggunakan senjata yang sebenarnya.

Sin-hiong tidak berani lengah, sumpitnya menangkis lalu balik

menyerang.

Siapa sangka jurus Ci-hui Taysu, kelihatannya diarahkan ke jalan

darah Kian-hu-hiat di tubuh sebelah kiri Sin-hiong, tapi ketika Sin-

hiong menangkis, terlihat pergelangan tangan dia sedikit diangkat,

mendadak arahnya berubah, menotok jalan darah Kian-hu-hiat di

sebelah kanan tubuh Sin-hiong.

Sin-hiong sedikit terkejut dan berteriak:

"Jurus bagus!"

Tubuhnya merendah ke belakang, lengan kanan kembali

menangkisnya, tapi tidak memberi kesempatan Ci-hui Taysu

meneruskan serangannya, tangannya langsung menotok jalan

Hwan-sui-hiat Ci-hui Taysu.

Kecepatan jurusnya, sungguh tidak bisa dibayangkan, dalam

sekejap Sin-hiong sudah bisa balik menyerang, wajah Ci-hui Taysu

jadi berubah, sumpit di tangannya memdadak di gunakan sebagai

tongkat hweesio, secepat meteor menyapu melintang.

Jika Sin-hiong tidak segera merubah jurusnya dan menarik

tangannya, 'senjata' di tangannya ada kemungkinan akan terpukul

dan terlepas dari tangan-nya, sepasang mata Sin-hiong jadi

bersinar, otaknya berputar cepat, di dalam hati berkata:

'Jika aku tidak mengeluarkan kemampuanku, mungkin dia tidak

mau mengaku kalah?'

Mengambil kesempatan sumpit Ci-hui Taysu datang menyapu,

dia segera mengerahkan seluruh tenaga di lengan kanannya,

jurusnya pun berubah jadi memotong melintang, menyambut jurus

lawan.

Diam-diam Ci-hui Taysu merasa senang, di dalam hati berpikir:

'Jurus pedangmu mungkin sangat hebat, tapi jika bertarung

tenaga dalam dengan aku, bukankah itu hanya mempermalukan diri

sendiri?

Dia merasa yakin sebab tenaga dalamnya sudah dilatih puluhan

tahun, dibandingkan Sin-hiong berlatih sejak kecil sampai sekarang,

dia pasti menang.

Saat itupun dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya

disalurkan ke lengan kanannya, hanya terdengar sebuah suara

nyaring "Paak!", dua buah sumpit sekali bersentuhan langsung

berpisah lagi, Ci-hui Taysu bergoyang dua kali, Sin-hiong masih

duduk di tempatnya tidak bergerak, sambil tertawa dia berkata:

"Terima kasih!"

Otot di wajah Ci-hui Taysu kejang-kejang, sambil menghela nafas

panjang dia berkata:

"Sejarah puluhan tahun lalu rupanya akan terulang lagi, aku

sudah mencegah semampunya. Terima kasih Sicu tidak melukai

aku."

Sesudah berkata, pelan-pelan dia bangkit berdiri, lalu berjalan

keluar pintu.

Sin-hiong berdiri lalu berjalan ke pintu mengantarnya, tiba-tiba

matanya menjadi terang, di luar pintu sudah berdiri dua orang

gadis, yang satu berbaju putih yang satu lagi berbaju hijau.

Dua orang ini adalah Lam-goat-sian-ku dan Ceng-ji, dua orang ini

tinggal di kamar seberang sana, tadinya tidak terpikir Sin-hiong bisa

berada disini, karena tadi terdengar suara beradunya sumpit, telinga

kedua orang ini sangat tajam, dengan cepat berlari datang.

Ceng-ji menatap bayangan punggungnya Ci-hui Taysu dan

berteriak:

"Sian-ku, dia nakal sekali, sekarang kembali menghina hweesio

dari Siauw-lim-si!"

Usia dia masih kecil, dan suka usil, kadang-kadang dimaki Lam-

goat-sian-ku sehingga jadi nakal, maka begitu berkata dia langsung

berkata seperti ini terhadap Sin-hiong.

Dengan kesal Lam-goat-sian-ku melihat sekali pada Sin-hiong,

lalu dengan marah berkata:

"Kau menyebarkan berita kemana-mana, bahwa kami Sian-souw-

ngo-goat pernah dikalahkan olehmu, hemm... hemm... malam ini

mau tidak mau aku harus mencobamu."

Setelah berkata, dia menarik Ceng-ji, dua orang itu kembali

mundur ke depan pintu kamar mereka, tapi tidak masuk ke dalam,

mereka mengambil posisi hanya mengawasi, asalkan Sin-hiong pergi

kemana, mereka pun akan mengikutinya.

Tadinya Sin-hiong ingin menjelaskan, tapi Lam-goat-sian-ku tidak

memberi dia kesempatan untuk menjelaskan, dia berjiwa muda,

begitu berpikir tidak tahan dia jadi marah dan berkata:

"Sengaja aku akan jalan-jalan keluar, aku mau lihat kalian bisa

berbuat apa padaku?"

Baru saja dia mengangkat kakinya mau melangkah keluar,

sebuah pikiran berkelebat di dalam kepalanya, tidak tahan dia

berkata pada dirinya:

"Tidak bisa, jika aku pergi, dan mereka juga ikut di belakangku,

di siang hari bolong begini, bukan-kah akan ditertawakan orang."

Dulu dia punya pengalaman dengan wanita berbaju merah, kali

ini tentu saja dia harus lebih hati hati, terpaksa dia kembali lagi ke

dalam kamar.

Tadinya Sin-hiong ingin pergi melihat-lihat kota Mong-kin, tidak

di sangka malah di buat kacau oleh orang, nanti malam, Lam-goat-

sian-ku masih mau mencoba dia, karena merasa kesal, maka dia

tidur di atas ranjang.

Kemarin malam, dia semalaman tidak tidur, setelah berbaring

diatas ranjang tidak terasa dia jadi tertidur lelap.

Ketika bangun, pelayan sudah mengantarkan nasi, Sin-hiong

makan sedikit, lalu diam-diam menyuruh pelayan membawa

kudanya dan menunggu dia di luar pintu, berkata:

"Aku ada urusan harus melanjutkan perjalanan, ini lima liang

perak, lebihnya buat tip saja."

Pelayan itu berulang-ulang mengucapkan terima kasih, dengan

gembira meninggalkan tempat itu.

Setelah pelayan itu pergi, Sin-hiong berjalan ke sisi jendela

melihat keluar, waktunya sudah hampir malam, lalu diam-diam dia

keluar dari jendela belakang.

Dia mengira kali ini tidak ada orang yang tahu, tapi baru saja

turun dari jendela, terdengar di belakang ada yang berteriak:

"Berhenti, kau telah mencuri barang orang?"

Sin-hiong membalikan kepala melihat, ternyata dia adalah Ceng-

ji, tidak tahan wajahnya menjadi merah dan berkata:

"Nona Ceng, sungguh aku tidak berkata seperti itu, mohon kau

beritahu Lam-goat-sian-ku, ini salah paham yang amat besar."

Dia tidak tahu siapa nama Ceng-ji, hanya mendengar Lam-goat-

sian-ku memanggil dia Ceng-ji, maka dia juga panggil dia nona

Ceng.

Dengan wajah serius Ceng-ji berkata:

"Aku tidak peduli kau berkata atau tidak, aku mendapat perintah

dari Sian-ku, menjaga disini, hemm.. hem,... benar saja perkiraan

Sian-ku, kau ingin melari-kan diri melalui jendela belakang?"

Merah wajah Sin-hiong masih belum hilang, walaupun dia bukan

seorang pencuri, sekarang pun seperti menjadi orang gila, tidak

tahan di dalam hati dia jadi merasa kesal, dan berkata:

"Percaya atau tidak terserah, aku harus melanjutkan

perjalananku!"

Setelah berkata begitu, dia langsung melangkah ke depan.

Ceng-ji melihat dia mau pergi, maka berteriak:

"Kau benar-benar mau pergi?"

Sin-hiong tidak peduli lagi, Ceng-ji khawatir diri melarikan diri,

secepat kilat mencabut pedang di punggungnya, dengan jurus Kau-

hu-bun-lu (Pencari kayu bakar bertanya jalan) dia menusuk Sin-

hiong.

Sin-hiong sedang berjalan ke depan, merasa di belakang ada

suara senjata membelah angin, dia tahu Ceng-ji sudah menyerang,

tubuhnya mendadak mencelat ke belakang, turun di belakang Ceng-

ji, sambil tertawa berkata:

"Nona Ceng, kau tidak mendengar kata-kataku, terpaksa aku

lumpuhkan kau sejenak."

Telapak tangan kanan secepat kilat menepuk, Ceng-ji tidak

menduga Sin-hiong bisa mundur ke belakang, ketika dia sadar dia

hanya merasa pinggang-nya kesemutan, lalu tidak bisa bergerak

lagi.

Setelah Sin-hiong melumpuhkannya, khawatir Lam-goat-sian-ku

datang, buru-buru dia berlari keluar, lalu naik ke atas kudanya dan

memacu keluar kota.

Saat ini malam baru saja tiba, di jalan ramai oleh orang, dengan

susah payah Sin-hiong tiba di gerbang kota, begitu melihat ke

belakang, ribuan rumah di kota Mong-kin sudah menyalakan lampu,

kedua kaki Sin-hiong menjepit perut kuda, maka kudanya berlari

cepat ke depan.

Keluar dari Mong-kin, pejalan kaki sudah semakin sedikit, Sin-

hiong terus memacu kudanya, selama lima-enam jam, sudah

puluhan li dia mening-galkan kota Mong-kin.

Dia menarik nafas lega, setelah tahu Lam-goat-sian-ku tidak akan

bisa mengejarnya lagi, dia baru memperlambat jalannya, ketika

malam sudah larut dia sudah menembus keluar dari kata Yan-si, dan

melanjutkan perjalanannya kira-kira dda jam, di depan samar-samar

tampak hutan gunung.

Sin-hiong melihat, dia merasa dia sudah tiba di lereng gunung

Song, saat itu dia menghentikan kuda-nya, melihat di pinggir

gunung ada satu titik sinar lampu, hatinya tergerak dan berkata

didalam hati:

'Sudah selarutku, orang disana masih belum tidur, biar aku ke

sana minta segelas air untuk minum?'

Setelah berpikir, maka dia melarikan kudanya kesana.

Berjalan kira-kira sepuluh tombak lebih, mendadak di tempat

yang ada lampu itu terdengar suara "Trang!" belum hilang suara itu

di sisi bayangan hutan sudah berjalan keluar sebaris hweesio kecil.

Para hweesio kecil ini datang menghampirinya, jumlahnya ada

dua puluh lebih, di tengahnya berjalan seorang hweesio berbaju

abu-abu, baru saja Sin-hiong akan menghindar, tapi sudah tidak

keburu lagi, terpaksa dia berdiri disana tidak bergerak.

Seorang hweesio berbaju putih sedang berjalan, melihat di

tengah jalan berdiri seseorang, mata tajam-nya menyapu, melihat

orang ini sedang memeluk kecapi kuno lima senar, buru-buru dia

berteriak pelan, para hweesio kecil di belakangnya segera membagi

kedua sisi lalu berhenti, hweesio berbaju abu-abu seorang diri

datang menghampiri.

Sin-hiong sedikit terkejut, di dalam hati berpikir, 'apakah dia

bertemu dengan hweesio Siauw-lim-si? Hweesio berbaju abu-abu itu

sudah merangkap kan telapaknya dan berkata:

"Apakah Sicu ini Sen-tayhiap?"

Sin-hiong pun membalas dengan bersoja:

"Betul, aku Sen Sin-hiong, tidak tahu siapa Tay-suhu ini?"

Hweesio berbaju abu-abu itu memperhatikan Sin-hiong,

wajahnya menunjukan rasa tidak percaya dan berkata:

"Aku Ci-chan, kepala cabang kuil siauw-lim-si bagian selatan, tadi

aku mendapat kabar dari Suheng Ci-hui, hari hari ini Sicu akan

datang, tapi tidak menduga datangnya begini cepat, mohon

dimaafkan tidak menyiapkan penyambutan."

Ternyata hweesio yang dipanggil Ci-chan ini sudah mendapatkan

perintah, makanya hanya berjaga-jaga saja terhadap Sin-hiong,

setelah berbicara, sorot matanya yang tajam hanya melihat Sin-

hiong dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, sedikit pun tidak

ada tanda-tanda ingin bertarung.

Setelah mendengar perkataannya, Sin-hiong baru tahu tempat ini

adalah kuil cabang dari Siauw-lim-si bagian selatan, di dalam hati

dia berpikir:

'Aku sudah datang, kenapa tidak segera saja menyelesaikan

masalahnya, maka saat itu dia berkata:

"Tidak apa-apa, apakah Hong-tiang Bu-su Lo-cianpwee saat ini

ada di kuil?"

Kata kata ini tanpa tedeng aling-aling, Ci-chan taysu begitu

mendengar wajahnya jadi berubah dan berkata:

"Sekarang sudah malam, dari sini ke kuil kami berjarak puluhan

li, dan jalannya jalan gunung, walau-pun ilmu meringankan tubuh

Sicu sangat hebat, mungkin besok pagi baru bisa tiba, jika Sicu

berkenan, sementara silahkan menginap satu malam di kuil aku,

masalah Sicu dengan perguruan kami, diselesaikan besok saja,

bagaimana?"

Sin-hiong berpikir, dia merasa masuk akal, maka berkata:

"Merepotkan Taysu saja?"

Ci-chan Taysu tertawa, katanya:

"Sicu adalah orang terhormat, mau singgah di kuil kami, sudah

satu kehormatan bagi perguruan kami, mana berani berkata

merepotkan."

Setelah berkata, lalu dia berjalan di depan membawa jalan ke

kuil.

Kuil ini terlihat besar sekali, ruangannya megah, patung-patung

Budhanya komplit, begitu melihat Sin-hiong berkata di dalam hati:

'Kuil Siauw-lim-si adalah kuil paling tersohor di dunia persilatan,

cabang kuil nya saja sudah demikian hebat, kuil pusatnya jangan

dikatakan lagi.'

Berpikir sampai disini, di dalam hati segera timbul perasaan

hormat.

Ci-chan Taysu menempatkan Sin-hiong di sebuah kamar tamu,

kedua orang itu tidak banyak berbincang, Sin-hiong tahu Siauw-lim-

pai adalah perguruan beraliran lurus yang ternama, tentu saja tidak

akan mencelakakan dirinya, maka dengan tenang dia tidur.

Pagi hari, Sin-hiong sudah berpakaian rapih, mendadak di luar

pintu terdengar suara kaki berjalan yang terburu-buru, belum

sempat dia membuka pintu, sudah terdengar "Tok tok!" suara

mengetuk pintu, pintu kamar pun dibuka, Ci-chan Taysu berdiri di

depan pintu sambil memegang tongkat hweesio dengan wajah

marah.

Sin-hiong melihat kemarin malam dia masih ramah, kenapa pagi

ini berbeda sekali? Tidak tahan dengan kebingungan dia bertanya:

"Taysu datang dengan muka marah begini, apakah karena aku

datang kesini?"

"Hemm!" Ci-chan Taysu marah dan berkata:

"Walaupun sifat Khu Ceng-hong aneh, tapi dia adalah orang

jujur, tidak di sangka telah mendidik seorang murid seperti ini? Aku

sungguh menyayangi-nya?"

Sin-hiong terkejut, di dalam hati berpikir: 'Kata-kata dia jelas-

jelas memuji guru, tapi arti di dalam kata-katanya malah memaki

aku, apa sebabnya?'

Otak dia berputar, diam-diam di dalam hati kembali berkata:

'Sebelum guru wafat, pernah berkata sembilan perguruan besar

di dunia persilatan, walaupun masing masing menyebut dirinya

adalah aliran putih dan ilmu silat lurus, tapi tetap saja Siauw-lim-pai

yang paling jujur dan terbuka, hari ini setelah aku melihatnya,

mungkin itu tidak benar?'

Sin-hiong dengan kebingungan bertanya: "Kata-kata guru ini

sungguh membuat aku bingung, tolong katakan lebih jelas?"

Ci-chan Taysu masih marah, berkata dingin: "Orang jujur tidak

perlu secara diam-diam melakukan hal yang tidak terpuji, kau masih

mau berpura-pura?"

Begitu perkataannya habis, Sin-hiong jadi tertegun bingung,

dengan nada dingin dia berkata:

"Tay-suhu adalah seorang hweesio berilmu tinggi, jangan

sembarangan menuduh orang?"

Ci-chan Taysu bertambah marah dan berkata:

"Aku menuduhmu? He he he, kalau begitu biar aku mencoba dulu

ilmu silatmu."

Sin-hiong menghirup nafas panjang, sesaat dia tidak tahu apa

yang terjadi, melihat Ci-chan Taysu terus mengancam dia, tidak

tahan di dalam hatinya pun jadi marah, dia mengambil kecapi

kunonya, sambil tertawa dingin berkata:

"Apa aku takut padamu?"

Kemarahan Ci-chan Taysu memuncak, dia tidak bisa menahan

diri, sambil mundur ke belakang dia berteriak:

"Bagus bagus bagus, di luar tempatnya luas, kita kelapangan

rumput untuk bertarung, lihat siapa yang lebih unggul!"

Setelah berkata, dengan menenteng tongkat hweesionya, dia

langsung pergi ke lapangan.

Tadi Sin-hiong dimaki tanpa alasan, sekarang terus-menerus

didesak, walaupun kesabarannya sangat tinggi, tetap saja akhirnya

tidak bisa menahan amarahnya, tanpa berpikir panjang, dia

menegakan tubuh mengikutinya ke luar lapangan.

Saat ini di luar kuil sudah berdiri dua puluhan hweesio kecil yang

berdiri di kedua sisi lapangan, Ci-chan Taysu berdiri di tengah, Sin-

hiong melihatnya seperti itu, tahu mereka sudah mempersiapkan

langkah kedua, saat itu dia tidak pedulikan keadaan, dia berjalan ke

tengah-tengah dan berteriak:

"Kalian mau maju bersama-sama, atau Tay-suhu sendiri yang

maju duluan."

Ci-chan Taysu mengangkat tongkat hweesio-nya, dengan marah

berkata:

"Sombong sekali, coba terima dulu dua pukulan tongkatku!"

Setelah berkata, dia memutar tongkat-nya, "Weed!" menyapu.

Sin-hiong sadar, hari ini mau tidak mau dia harus bertarung,

ketika ini mendadak dia seperti melihat keperkasaan gurunya

sepuluh tahun yang lalu, darahnya terasa bergejolak, Kim-kau-kiam

nya pun langsung disabetkan.

Ci-chan Taysu mendengus, tongkatnya diayun-ayunkan, dalam

sekejap sudah menyerang tujuh delapan jurus!

Sin-hiong mengerahkan tenaga dalamnya dan pedangnya

digetarkan, titik-titik sinar perak laksana hujan, menebar di

sekeliling Ci-chan Taysu, inilah jurus Sin-hoan-put-ie (Berputar-putar

tidak berhenti) jurus paling lihay dari jurus Kim-kau-kiam!

Di dalam setengah bulan lebih ini, Sin-hiong belum pernah

menunjukan kehebatan jurus Kim-kau-kiam, walau bertemu dengan

pesilat yang lebih tinggi sekalipun, dia bisa dengan tenang

melumpuhkan, tapi keadaan hari ini berbeda, karena dia marah, dia

telah menggunakan jurus paling hebatnya!

Begitu jurus ini di keluarkan, Ci-chan Taysu segera merasakan di

sekelilingnya penuh dengan bayangan dingin, dia jadi terkejut, dia

membentak, dari ribuan bayangan tongkat sekarang berubah jadi

satu, dengan dahsyat menyerang Sin-hiong.

Sin-hiong tertawa dingin, pergelangan tangan-nya diputar, satu

kilatan dingin sudah menerjang ke titik saluran Koan-goan nya Ci-

chan Taysu dan berteriak:

"Jika Tay-suhu tidak mundur, aku tidak akan segan-segan lagi

menusuk."

Segulung cahaya berkelebat di depan mata Ci-chan Taysu, tahu-

tahu ujung pedang Sin-hiong sudah hampir mengenai sasaran,

ketika dia terkejut, dua puluh orang hweesio kecil yang melihat dia

dalam bahaya, semua bergerak mengangkat tongkatnya, langsung

mengurung Sin-hiong di tengah.

Sin-hiong tertawa terbahak-bahak dan berkata:

"Tidak di sangka Siauw-lim-pai yang dikata-kan partai lurus, hari

ini ternyata bisa mengeroyok orang!"

Setelah berkata, dia menggerakan pedangnya, terdengar ".Tring

tring trang trang!", diantara dua puluh hweesio kecil itu, sudah ada

lima buah tongkat terpental ke udara.

Hati Ci-chan Taysu jadi tergetar!

Pada saat ini, terdengar ada orang mengucap-kan "O-mi-to-hud!"

lalu berkata:

"Sen sicu sungguh menepati janji."

Sin-hiong mengangkat kepala melihat, terlihat Ci-hui Taysu

pelan-pelan berjalan keluar dari sisi gunung, di belakangnya, juga

ada dua puluhan hweesio kecil mengikutinya.

Sin-hiong tersenyum dan berkata:

"Tay-suhu pun datang untuk mencegah aku?"

Ci-hui Taysu merangkapkan telapaknya dan berkata:

"Maaf, aku mendapat perintah ketua, khawatir Ci-chan Sute

bukan lawannya Sicu, maka menyuruh aku menghentikan dia."

Ci-hui Taysu berkata, sambil menghampiri, ketika dia berhenti,

dua puluh orang hweesio kecil masih berjalan terus setelah

mendekati Sin-hiong baru menghentikan langkahnya.

Maka keadaannya mendadak jadi berubah.

Mata Sin-hiong menyapu, melihat hweesio yang mengurung dia

tepat ada empat puluh orang hatinya tergerak, dalam hatinya

berkata:

'Guru pernah berkata, ilmu barisan Siauw-lim-si yang disebut

barisan Lo-han namanya sangat terkenal di dunia persilatan, entah

sudah berapa banyak pesilat tinggi ternama yang telah

dikalahkannya, tampak nya sekarang akan digunakan untuk

menghadapi diriku.'

Berpikir sampai disini, tidak terasa diam-diam dia menghela nafas

dan berkata:

"Bagus kalau begitu, aku ingin mencoba ilmu silat terhebatnya

perguruan Siauw-lim!"

Ci-hui Taysu tersenyum, mendadak berkata pada Ci-chan Taysu:

"Hanya dengan setengah strategi menghadapi lawan, mungkin

kita masih bukan lawannya Sen-tayhiap?"

Ci-chan Taysu mundur selangkah kebelakang:

"Suheng jangan membesar-besarkan lawan, kita coba dulu saja."

Dia lalu menyiapkan tongkatnya, dua puluh orang hweesio kecil

di belakangnya pun merapat dan bersiap-siap, tidak membuang

waktu lagi, tongkatnya sudah datang menggulung.

Begitu Ci-chan Taysu bergerak, dua puluh orang hweesio kecil itu

pun ikut bergerak, dalam sekejap mata, Ci-hui Taysu dengan dua

puluh hweesio kecilnya juga dari arah berlawanan datang

menyerang.

Dua pesilat tinggi dari Siauw-lim-si melakukan pengeroyokan,

ditambah empat puluh hweesio kecil, tampak seperti puluhan ribu

naga meliuk-liuk di udara.

angin pukulan yang ditimbulkan oleh tongkat sangat dahsyat,

mengurung Sin-hiong dengan bayangan tongkatnya di tengah-

tengah.

Sin-hiong tidak berani lengah, dia meng-gerakan pedang

pusakanya, kilatan perak berkelebat menyerang kearah Ci-chan

Taysu!

Ci-chan Taysu sudah mengetahui kehebatan Sin-hiong, dia tidak

berani terlalu dekat, ketika pedang Sin-hiong menyerang, dia sedikit

mundur ke belakang, di pihak Ci-hui Taysu, dua puluh satu tongkat

dengan cepat sudah datang menggulung, menutup kekosongan.

Sin-hiong tidak terlalu mendesak, begitu kelompok Ci-chan

mundur, dia menggetarkan pedang membentuk kilatan perak ribuan

tombak, tahu-tahu menyerang ke kelompok Ci-hui Taysu!

Hanya satu garakan pedangnya, tapi tampak seperti ada dua

pedang yang menyerang, begitu pedang diangkat lalu disabetkan,

hanya sekejap mata hampir seluruh hweesio itu diserang

pedangnya!

"Heh!" Ci-hui Taysu berteriak, "jangan menangkis!"

Tubuhnya dimiringkan, "Weed weed!" tongkat nya menyapu dua

kali!

Ci-chan Taysu pun tentu saja tidak tinggal diam, sesudah mundur

dia langsung maju lagi, kedua orang itu bersama-sama menyerang,

ditambah empat puluh hweesio kecil itu, walaupun para hweesio

kecil ini masih berusia muda, tapi dasar ilmu silat mereka sudah

kuat, menyerang bersama dengan kedua orang tua itu, sedikit pun

tidak terlihat ada celahnya, walaupun jurus pedang Sin-hiong

sangat cepat,tapi dalam waktu singkat jika ingin memukul

mundur mereka, itu adalah hal yang tidak mungkin.

Dalam sekejap, Sin-hiong sudah menyerang sebanyak empat-

lima jurus.'

Setiap kali jika dia melakukan serangan, empat puluh hweesio ini

mundur ke belakang, jika dia menyerang ke timur, orang-orang di

kedua sisinya datang menyerang membantu rekannya, maka walau

pun dia menyerang, tapi tidak bisa berbuat apa-apa pada mereka?

Sin-hiong mengerutkan alisnya, di dalam hati berkata:

'Jika terus menerus begini, bagaimana aku bisa naik gunung.'

Ketika dia berpikir, mendadak dia mendapat satu akal, saat ini

dua puluh satu batang tongkat di pihak Ci-hui Taysu telah datang

menekan, Sin-hiong bersiul panjang, dia memutar pedangnya

membentuk gulungan angin keras, membawa senjata dua puluh

hweesio kecil itu bergeser ke samping, lalu dengan dahsyat

pedangnya menyerang Ci-hui Taysu.

Buru-buru Ci-hui Taysu menangkis dengan tongkatnya, tapi

serangan susulan kedua dan ketiga Sin-hiong sudah berturut-turut

menyerang, kecepatan serangannya sulit dibayangkan, sekarang Ci-

hui Taysu seperti berhadapan sendirian, Sin-hiong menyerang tiga

jurus, Ci-hui Taysu sudah didesak mundur sebanyak lima-enam

langkah.

Begitu Ci-hui Taysu mundur, serangan bersama dari kedua sisi

dengan sendirinya muncul satu celah besar, Sin-hiong tidak

membiarkan mereka mengambil nafas, dia membalikan tubuh

menusukan pedangnya tujuh-delapan kali, empat puluh hweesio

disisi tubuhnya hanya merasakan kelebatan pedang, semua jadi ikut

mundur ke bel akang.

Ci-hui Taysu dan Ci-chan Taysu dengan perasaan berat

mengeluh, di dalam hati mereka, saat ini merasa sangat sedih.

Sin-hiong mengusap pedang melihat ke sekeliling, dengan

gagahnya berkata:

"Masih ada berapa banyak orang dari Siauw-lim-pai, silahkan

maju semua."

Udara dipagi hari amat segar, tapi empat puluh hweesio itu

tertekan oleh keperkasaan dia, semua orang membelalakan

matanya besar-besar, siapa pun tidak ada yang berani

mengeluarkan suara.

Tepat pada saat ini, terdengar satu orang dengan lembut

berkata:

"Dua Sute kurang rajin berlatih silat, tapi Sicu pun tidak

seharusnya memandang rendah mereka."

Selesai berkata, terlihat di sebelah timur dan barat muncul dua

orang hweesio berbaju abu-abu, salah satunya berperawakan kurus

kecil, tapi yang sarunya lagi malah tinggi besar, kedua tangannya

masing-masing memegang tongkat hweesio dalam sekejap mata

sudah berada di tengah lapangan.

Sambil tertawa Sin-hiong berkata: "Betul, tapi jika aku tidak

mengatakannya, mungkin kedua Tay-suhu ini tidak akan muncul!"

Hweesio yang berperawakan kurus kecil memperhatikan Sin-

hiong sekali dan dengan suara lembut berkata:

"Ilmu silat Sicu sangat hebat, sayang kemarin malam di kuil kami

hanya muncul sekelebat saja, kenapa hari ini bisa bertarung dengan

terang-terangan, apakah ini yang disebut kelakuan seorang laki-laki

sejati, datang terang-terangan, pergi dengan diam-diam!"

Maksud kata-katanya penuh dengan ejekan, tapi begitu Sin-hiong

mendengar, dia jadi teringat sikap Ci-chan Taysu tadi, di dalam hati

dia segera mengerti, ternyata ada orang yang menyamar dirinya

datang mengacau.

Sin-hiong berkata:

"Apakah ada orang yang berani menggunakan namaku datang

mengacau di kuil Siauw-lim-si?"

Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-hiong berpikir, dia belum lama turun

gunung! Orang yang dikenalnya pun sangat terbatas, kali ini dia

datang ke kuil Siauw-lim-si, dia sendiri pun tidak memberi tahu pada

orang lain, mungkin tidak ada orang kedua tahu hal ini.

Ci-keng Taysu melihat Sin-hiong berkata berputar-putar, dia

masih mengira dia sudah mengakui-nya, maka dia berkata lagi:

"Nama sehutanku Ci-keng, ini adalah suteku yang paling besar

namanya Ci-goan, dua orang yang tadi bertarung dengan Sicu tidak

perlu aku perkenal-kan lagi, terus terang saja, walaupun ilmu silatku

di kuil Siauw-lim-si tidak seberapa? Tapi siapa pun orang kalau

berani mengacau dihadapanku, aku tentu tidak bisa membiarkan!"

Setelahberkata,tubuhnyapelan-pelanber-gerak,

menggoyangkan dua kali tongkat hweesionya, menampakkan dia

siap bertarung.

Tadinya Sin-hiong mau menjelaskan orang yang datang kemarin

malam bukan dirinya, tapi setelah melihat kelakuan hweesio ini

walaupun lembut, tapi kata-katanya tidak enak didengar, apa lagi

setelah berkata dia menunjukan sikap siap bertarung, itu tandanya

kalau bukan menantang dirinya lalu apa lagi?

Dia menggetarkan Kim-kau-kiam, mengeluar-kan kilatan sinar

yang mencolok mata, sambil tertawa berkata:

"Jika Tay-suhu sudah berkata begitu, aku marga Sen tidak bisa

berkata apa-apa lagi, apa kalian berempat mau bersama-sama

maju?"

Otot tipis di wajah Ci-keng Taysu bergerak-gerak katanya:

"Ilmu silat Sen-tayhiap sangat hebat, jadi kami tidak akan

sungkan lagi."

Dia mengatakan ini hanya untuk mengalihkan perhatian, setelah

berbicara, langsung berteriak "Maju!", empat orang hweesio besar

generasi huruf Ci, sudah bersama-sama maju menyerang!

Begitu empat orang ini bergerak, empat puluh hweesio kecil yang

berdiri di pinggir pun mengikuti-nya, hanya saja para hweesio kecil

yang tidak terlalu mendesak, tapi setiap ada kesempatan, maka

secepat kilat menyerang dengan tongkatnya.

Ci-keng Taysu berempat mengayunkan tongkat beratnya,

jurusnya dahsyat, ke empat orang itu bersama-sama menyerang,

kekuatannya entah berapa kali lipat, apa lagi ditambah empat puluh

hweesio kecil membantu nya, dengan kekuatan seperti ini, siapa

pun pesilat tinggi di dunia ini, mungkin tidak ada orang yang

mampu menghadapinya lebih dari tiga puluh jurus!

Bayangan tongkat memenuhi langit, bayangan orang

berkelebatan, empat pesilat tinggi dari Siauw-lim-si sudah

menyerang tidak kurang dari dua puluh pukulan tongkat!

Tubuh Sin-hiong sedikit gemetaran, sejak dia turun gunung,

pertarungan kali ini bisa disebut pertarungan yang paling dahsyat,

angin pukulan tongkat terasa menggetarkan, membuat bajunya

berkibar-kibar, tiba-tiba Sin-hiong berteriak, pedang pusakanya

menciptakan gulungan sinar perak yang berkilau-kilau, menutup

langit juga dengan dahsyat membalas serangan tujuh delapan jurus!

Ci-keng Taysu berempat merasa setiap kali meraka menyerang,

sepertinya selalu ditekan Sin-hiong, sinar pedang dia seperti air

raksa tumpah ke tanah, hati ke empat orang itu jadi dingin, masing-

masing sekuat tenaga menyerang lagi tujuh delapan jurus!

Empat puluh hweesio yang ikut mengurung, tadinya masih bisa

sesekali menyerangkan tongkatnya, sekarang mereka mendadak

merasa setiap serangan pedang Sin-hiong selalu ada hawa dingin

yang lewat di wajah, masing-masing jadi mengetatkan jurusnya,

begitu ke empat hweesio menyerang tujuh delapan jurus, mereka

pun ikut menyerang dua tiga jurus..

Maka begitu ke empat puluh empat orang hweesio menyerang,

maka akan terbentuk seratus lebih bayangan tongkat menyerang

pada Sin-hiong!

Diam-diam Sin-hiong menghela nafas dingin, di dalam hatinya

berpikir:

'Melihat keadaannya, mau tidak mau aku harus melukai beberapa

orang.'

Maka dia mengangkat pedangnya, jurusnya segera berubah, dia

sudah mengeluarkan jurus yang paling lihaynya dari jurus Kim-kau-

kiam secara berturut-turut, terlihat sinar pedang membesar, laksana

layar langit menutup dari atas, walaupun empat puluh lebih hweesio

dari Siauw-lim-si berusaha menahan, tapi tidak bisa berbuat apa-

apa, sebaliknya, saat Sin-hiong membalas menyerang, sudah ada

empat lima hweesio kecil yang terluka dan jatuh ke tanah!

"Heh!" Ci-keng Taysu berteriak, "sungguh hebat!" tanpa

menghiraukan bahaya maju menyerang!

Melihat Ci-keng Taysu tanpa mempedulikan bahaya maju

menyerang, tubuh Sin-hiong malah mundur sedikit kebelakang, dan

berturut turut menusukan pedangnya tiga kali, tiga tusukan ini

ditujukan kepada Ci-goan, Ci-hui dan Ci-chan bertiga.

Ci-keng Taysu membelalakan sepasang mata-nya, dia merasa ini

adalah kesempatan terbaik dia untuk menyerang, "Weet weet!" dia

menyapukan tongkatnya, mengarah jalan darah besar di tubuh Sin-

hiong dari atas sampai bawah!

Ci-goan Taysu bertiga pun segera menggetar-kan tongkatnya,

siapa tahu belum lagi jurus mereka dilancarkan, secepat kilat Sin-

hiong membalikan tubuhnya, ujung pedang dari bawah tiba-tiba

dilontarkan ke atas, gerakan ini berbalik dengan gerakan Ci-keng

Taysu, walaupun jurus Sin-hiong bergerak belakangan, tapi tiba

lebih dulu, sekali mencongkel, Ci-keng Taysu hanya merasa ada

hawa dingin menyerang, dia memutar tongkatnya, serangan Sin-

hiong tidak mengendur, sekali menyabetkan pedang, tiga orang

hweesio kecil yang menyerang dari belakang kembali dilukainya

roboh ke tanah!

Hanya dalam waktu singkat, di pihak Siauw-lim-si sudah ada

delapan hweesio yang terluka dan roboh ke tanah, suara rintihannya

masuk ke dalam telinga Sin-hiong, dia mendadak merasa tidak tega,

di dalam hati berkata:

"Hay...! Tujuanku kemari hanya ingin bertemu pada ketua Siauw-

lim-si, Bu-su Taysu seorang, buat apa melukai orang-orang yang

tidak berdosa?"

Berpikir sampai disini, pikirannya tergerak, maka dia memutuskan

malam ini datang kembali kemari, "Ssst sst!" dia menyabetkan

pedangnya, lalu meloncat, langsung berlari ke bawah gunung!

Siapa tahu walaupun rencananya bagus, tapi kenyataannya

orang lain tidak membiarkan dia, tepat ketika dia berhenti, terlihat

di depannya ada bayangan orang berkelebat, seorang hweesio

berbaju kuning yang kurus kering, sudah menghadang di

hadapannya.

Hweesio itu kelihatan sudah berusia tujuh puluh tahunan, sedang

meredupkan sepasang mata-nya, di lehernya dikalungkan sebuah

tasbih, penam-pilannya damai sekali, Sin-hiong terpengaruh oleh

kecepatan gerakannya, tidak tahan jadi tertegun dan bertanya:

"Tay-suhu menghadang jalanku, apakah tidak mengizinkan aku

turun gunung?"

Hweesioitupelan-pelanmembuka matanya sambil

merangkapkan telapaknya berkata:

"Sicu sudah datang ke kuil kami, buat apa terburu-buru pergi?"

Saat ini Ci-keng Taysu berempat sudah terbang menghampiri,

begitu melihat hweesio tua kurus kering ini, buru-buru

merangkapkan telapaknya menghormat, sambil memanggil Supek,

ke empat orang itu mundur dengan hormat ke belakang.

Melihat ke empat orang ini begitu meng-hormati orang ini, dan

juga memanggil Supek, Sin-hiong jadi sadar kedudukan hweesio tua

kurus kering ini amat tinggi, jika bukan ketua Siauw-lim-si, juga

pasti saudara seperguruannya ketua Siauw-lim-si.

Dugaannya sedikit pun tidak salah, hweesio tua kurus kering ini

adalah Sute ketua Siauw-lim-si, Bu-cu Taysu, dia juga salah satu

dari tiga tetua Siauw-lim-pai yang masih ada, tingkat ilmu silatnya,

tampak tidak dibawah Suhengnya Bu-su Taysu.

Nama seseorang seperti bayangan pohon, Sin-hiong tidak berani

bertindak sembarangan, dia berkata:

"Bukan aku ingin buru-buru pergi, karena kemarin malam ada

orang yang menggunakan nama-ku, sebelum masalahnya jelas, aku

terpaksa menunda sebentar."

Bu-cu Taysu mengeluh, sepasang matanya mendadak

membelalak besar, satu sorot mata yang dingin menyorot ke arah

wajah Sin-hiong dan berkata:

"Kalau begitu ternyata benar, menurut pendapatku, murid Khu

Ceng-hong tidak mungkin berbuat begitu."

Mendengar ini, dalam hati Sin-hiong timbul perasaan bangga dan

berkata:

"Terima kasih atas pujian Tay-suhu!" Bu-cu Taysu berpikir

sejenak, berkata lagi:

"Tapi, Sicu kecil sudah datang kesini, masalah dengan perguruan

kami, lebih baik diselesaikan secepatnya!"

Sin-hiong tergerak, di dalam hati berpikir: Hweesio tua ini masih

mudah marah saat itu sambil menghela nafas dia berkata lagi:

"Saatnya tentu saja tidak akan lama lagi, Tay-suhu tenang saja,

aku sudah datang kemari, tengah malam ini aku pasti datang untuk

bertemu dengan Bu-su Lo- cianpwee!"

Bu-cu Taysu tersenyum, dia mengayunkan tangannya, Ci-keng

berempat semua mundur ke pinggir, tidak terlihat dia bergerak,

tahu-tahu tubuh-nya sudah meloncat ke atas, orangnya masih di

udara dia sudah berkata:

"Kalau begitu, aku dan saudara seperguruan akan menanti

anda."

Setelah berkata, dalam sekejap mata tubuhnya sudah

menghilang di tengah gunung, kecepatannya sungguh jarang

terlihat di dunia persilatan!

Dengan penuh pertanyaan, pelan-pelan Sin-hiong berjalan turun

gunung, saat ini sudah hampir tengah hari, dia berputar dua

putaran, di sekitar lereng gunung sembarangan makan sedikit

makanan, tapi tidak melihat satu pun bayangan orang yang men-

curigakan! Ketika sore hari, Sin-hiong kembali fagi! Dia tidak berani

bertindak sembarangan menghadapi kuil Siauw-lim-si, maka dengan

hati-hati sekali berjalan menelusuri pinggir gunung, setelah berjalan

sejenak baru menggunakan ilmu silat meringan-kan tubuh naik ke

puncak gunung!

Ilmu meringankan tubuhnya memang hebat, tidak sampai satu

jam, dia sudah naik setengah gunung lebih.

Saat ini, di puncak gunung sudah ada titik-titik sinar lampu, suara

"Duuk duuk!" dari tambur dan "Tang tang!" dari gong tidak henti-

hentinya terdengar, kiranya para hweesio Siauw-lim-si sedang

melaksana-kan pelajaran malam.

Ketika sedang melihat-lihat, mendadak dari hutan di sebelah

kanan terdengar suara "Ssst ssst!", lalu dua bayangan orang dengan

kecepatan tinggi berkelebat di depan matanya!

Sin-hiong tergerak lalu dia pun menambah kecepatan, dalam dua

tiga loncatan sudah hampir mengejar mereka. Begitu melihat, di

dalam hati berpikir, 'ternyata mereka berdua?'

Ilmu silat kedua orang itu tidak lemah, tapi dibandingkan dengan

Sin-hiong, masih kalah satu dua kelas, dua orang itu berlari di

depan, diam-diam Sin-hiong mengikuti dari belakang, kedua orang

itu masih belum tahu ada yang mengikutinya.

Ketika kedua orang itu sudah sampai di pinggir hutan, mendadak

menghentikan langkah, salah satunya berkata:

"Sian-ku, waktunya masih terlalu pagi?"

Ternyata dua orang ini adalah Lam-goat-sian-ku dan Ceng-ji,

kemarin malam di dalam penginapan, Ceng-ji telah di totok jalan

darahnya oleh Sin-hiong, setelah Sian-ku datang, Ceng-ji

menceritakan kejadian-nya, usia Lam-goat-sian-ku walaupun tidak

besar, tapi pengalaman di dunia persilatan sudah banyak, setelah

dipikir dengan teliti, maka dia segera datang ke kuil Siauw-lim-si

bersama Ceng-ji.

Sin-hiong berjalan melalui jalan raya, sedang mereka berdua

berjalan melalui jalan kecil. Ketika Sin-hiong beristirahat di dalam

gunung, kedua orang ini diam-diam naik ke atas gunung, setelah

merobohkan hweesio Siauw-lim-si sebanyak lima-enam belas orang,

akhirnya menuliskan Kim-kau-kiam-khek lalu pergi.

Dalam pikiran Lam-goat-sian-ku, tidak peduli Kim-kau-kiam-khek

naik ke atas gunung atau tidak, dia sudah membuat satu kesan

buruk untuk dia, setelah dia mengetahuinya pasti akan datang

kesini, maka kedua orang itu malam ini secara diam-diam naik ke

atas gunung untuk melihatnya.

Siapa sangka masalah ini sudah ketahuan, dan yang lebih diluar

dugaan mereka adalah saat ini Sin-hiong sedang mengikuti mereka

dari belakang?

Lam-goat-sian-ku melihat cuaca, berkata:

"Ceng-ji, kita tunggu disini, kita menunggu di timur dan barat,

jika menemukan sesuatu, maka ber-tepuk tangan tiga kali sebagai

tanda."

Ceng-ji menganggukan kepala, setelah Lam-goat-sian-ku selesai

berkata, langsung jalan kearah barat.

Setelah Lam-goat-sian-ku pergi, Ceng-ji menoleh ke belakang,

baru saja melangkah dua langkah, tiba-tiba dia merasa di

belakangnya bertiup angin kecil, Ceng-ji terkejut, dengan reflek dia

mencabut pedangnya dari punggung, tapi dipunggung hanya

tertinggal sarung pedang yang kosong.

Wajah cantik Ceng-ji menjadi pucat karena terkejut, baru saja

mau bertepuk tangan tiga kali, tapi dia tidak tahu apakah orang

yang datang ini adalah Sin-hiong atau bukan, ketika dia terbengong,

tiba-tiba dia merasa lehernya kesemutan, sepertinya ditiup oleh

orang, hatinya kembali terkejut, dia melihat-lihat ke sekeliling,

setengah bayangan orang pun tidak terlihat!

Ceng-ji berputar dua putaran lalu berguman:

"Tidak peduli kau atau bukan, aku tepuk tangan tiga kali dulu

saja."

Dia .mengangkat telapaknya saat akan bertepuk, mendadak

merasa sikutnya kesemutan, saat membalik kan kepala melihat ke

belakang, di belakang tubuh sudah berdiri seseorang!

Rasa tekejut Ceng-ji kali ini amat sangat, saat dia melihat jelas

orang yang berdiri di belakang adalah Sen Sin-hiong yang dia cari

itu, baru saja akan bertepuk tangan lagi, tiba-tiba Sin-hiong

memukul tangannya dengan gagang pedang, sambil tersenyum

bertanya:

"Nona Ceng, apakah kalian kemarin malam sudah datang

kemari!"

Ceng-ji yang sudah dipukul oleh Sin-hiong, jadi tidak bisa

mengangkat tangannya, tidak tahan sambil marah berkata:

"Tidak tahu!"

Teriakan Ceng-ji ini menimbulkan perasaan heran Lam-goat-sian-

ku, dari kejauhan dia bertanya:

"Ceng-ji, kau sedang bicara dengan siapa?"

Sin-hiong takut dia berteriak lagi, dia memutar pegangan pedang

menotok jalan darah Ceng-ji, ketika Lam-goat-sian-ku berlari

datang, Ceng-ji sudah dikempit Sin-hiong entah dibawa pergi

kemana?

Lam-goat-sian-ku bersuara "Iiih!" teriaknya:

"Ceng-ji! Ceng-ji......"

Suaranya terdengar sampai jauh, tapi jejak Ceng-ji sudah

menghilang.

Dia tidak berteriak tidak apa-apa, sekali berteriak telah

mengejutkan para hweesio Siauw-lim-si, tidak lama setelah dia

berteriak, dari kejauhan ada empat bayangan orang berlari

mendekat!

Lam-goat-sian-ku tertegun sejenak. Sesaat dia masih belum

menentukan apakah dirinya harus menghindar atau tidak,

mendadak dari sisi kiri berhembus angin kecil, sesosok bayangan

manusia secepat kilat sudah menyambut kedatangannya!

Lam-goat-sian-ku terkejut, baru saja akan mengejarnya,

mendadak di belakang terdengar suara "Mmm..!", Lam-goat-sian-ku

segera membalikkan tubuh, melihat, terlihat Ceng-ji sedang

terbaring disisi satu pohon besar?

Tidak perlu bertanya lagi, dia sudah tahu apa yang terjadi, buru-

buru dia membuka totokan Ceng-ji dan berteriak:

"Cepat kita kejar!"

Begitu melihat, dia melihat empat bayangan orang itu sudah

berbelok ke arah lain.

Lam-goat-sian-ku sadar ini sengaja dipancing oleh Sin-hiong tapi

dia sedikit pun tidak merasa berterima kasih, dia bersuara

"Hemm...!" lalu lari ke puncak gunung bersama dengan Ceng-ji!

Mereka berdua terus lari ke depan, tapi setiap berjarak sekitar

sepuluh tombak, di atas tanah selalu tergeletak dua orang hweesio,

para hweesio ini sepertinya sedang terlelap tidur, kelihatannya telah

ditotok jalan darah tidurnya!

Diam-diam Lam-goat-sian-ku merasa heran, jika orang yang

melakukannya adalah Sen Sin-hiong, jarak waktu dia berangkat

tidak berbeda jauh dari pada dirinya, bukan saja dia bisa

menghindar dari empat orang hweesio, malah ketika dia berlari ke

depan, di sepanjang jalan bisa menotok hweesio sebanyak ini, ilmu

silatnya sungguh sudah sampai ke titik menakutkan!

Sekarang sudah hampir jam sembilan malam, Lam-goat-sian-ku

dan Ceng-ji sudah tiba di depan gerbang kuil. Terlihat di seluruh kuil

gelap gulita, di dalam dan di luar kuil nampak sepi, seperti tidak ada

orang saja!

Melihat ini, Lam-goat-sian-ku kembali merasa heran, melihat

keadaan sekarang, apakah Sen Sin-hiong itu masih belum sampai?

Ketika dia bertanya-tanya, tiba-tiba di belakang tubuh terdengar

suara "Sreek sreek!", suara ini walau kecil sekali, tapi dengan

kemampuan ilmu silatnya Lam-goat-sian-ku, tentu saja tidak sulit

bisa men-dengarnya, begitu dia memutar tubuh, empat orang

hweesio berbaju abu-abu sudah berdiri di belakang tubuhnya.

Lam-goat-sian-ku mendengus dan berkata:

"Kalian bersembunyi seperti ini mau apa?"

Hweesio yang datang ini adalah Ci-keng Taysu dan kawan-

kawannya, empat orang ini adalah murid terhebat di generasinya,

mereka sedang kesal sebab tidak bisa menghalangi kedatangan Sin-

hiong.

Malam ini kuil Siauw-lim-si bersiaga penuh seperti akan

menghadapi musuh berat, setelah larut malam, selesai pelajaran

malam, seluruh lampu dari depan sampai belakang dipadamkan,

tapi setelah berjaga-jaga setengah malaman, bukan saja murid di

bawah gunung tidak ada yang melapor, dan juga tidak menemukan

jejak musuh seorang pun?

Sebenarnya, mereka tidak tahu, murid-murid yang disebar di

bawah gunung telah ditotok jalan darahnya oleh orang secepat kilat.

Ci-keng Taysu berempat ditugaskan menjaga pintu gerbang, tadi

mereka menemukan di bawah gunung ada orang, tapi selelah

mengejarnya sebentar, orang itu sudah menghilang, saat ini baru

saja kembali lagi ke pintu gerbang, mendadak melihat Lam-goat-

sian-ku muncul bersama dengan pelayannya, empat orang itu

segera keluar mengikutinya.

Ci-keng Taysu sambil tersenyum berkata:

"Apakah yang datang ini Lam-goat-sian-ku?"

Lam-goat-sian-ku mendengus dingin:

"Aku tanya kalian, apakah kalian berempat ini datang untuk

menghadang aku?"

Tay-suhu Ci-goan menggerakan tubuhnya yang gemukbesar itu

dan berkata:

"Maaf......"

Kata-kata selanjutnya belum selesai, dia membentak, tongkatnya

diangkat menyerang ke belakang tubuh Lam-goat-sian-ku!

Lam-goat-sian-ku tidak meyangka dia akan diserang, baru saja

mau mencabut pedangnya untuk melawan, mendadak seseorang

dengan lembut berkata:

"Dimana Bu-su Lo-cianpwee?"

Begitu perkataannya habis, orangnya muncul, dialah Sin-hiong!

Saat ini tongkat Tay-suhu Ci-goan sedang menyapu, ketika Sin-

hiong berkelebat, tepat ketika tongkat Ci-goan menghantam ke

bawah, hanya terdengar "Weet!" orangnya sudah berlari menuju ke

ruangan besar!

Maka enam orang yang di luar kuil jadi saling pandang terkejut!

Ci-keng Taysu berempat adalah orang yang bertugas menjaga

gerbang, Lam-goat-sian-ku berdua dengan pelayannya, berniat mau

bertarung dengan dia, enam orang ini punya tujuan sama, setelah

tertegun, enam bayangan orang segera meluncur mengikutinya.

Gerakan Sin-hiong sangat cepat, tapi saat dia mau masuk ke

dalam ruangan besar, mendadak dia merasakan ada angin kencang

mendorong keluar, kemudian seseorang membentak:

"Keluar!"

Tubuh Sin-hiong sedikit tergetar, mengikuti angin pukulan, di

udara dia bersalto dua kali, tahu-tahu pedangnya sudah dipegang,

terlihat satu kelebatan sinar perak menyabet ke bawah, sambil

tertawa dia berkata:

"Belum tentu!"

Dia menunjukan kehebatan ilmu meringankan tubuhnya, sambil

pedangnya dengan cepat disabetkan ke bawah, terdengar orang di

dalam ruangan berteriak:

"Ilmu meringankan tubuh yang hebat, jurus pedangnya juga

hebat!"

Sedikit mengangkat telapak tangannya, telapak tangan kiri

menggantikan telapak tangan kanan, satu angin keras kembali

menyerang Sin-hiong!

Rupanya orang di dalam ruangan itu tidak mau Sin-hiong masuk

ke dalam ruangan, tapi sifat Sin-hiong juga aneh sekali, semakin

orang tidak mengijin-kan dia masuk, dia semakin memaksa

menerjang masuk!

Saat ini enam orang di belakang sudah datang, empat buah

tongkat dan dua bilah pedang, semuanya menyerang sejurus pada

Sin-hiong!

Selarang di depan dan di belakang diserang musuh, tidak peduli

lagi dia maju atau mundur, jika dia tidak membuat gerakan yang

mengejutkan, bagaimana pun dia tidak akan lolos dari bahaya.

Apa lagi, saat ini tubuhnya berada di udara?

Serangan pedang Sin-hiong tadi, bukan saja tidak bisa memukul

mundur orang itu, saat angin pukulan kedua lawan menembus

keluar, malah meng-angkat tubuhnya sedikit ke atas, Sin-hiong

sadar ilmu silat orang ini jauh lebih tinggi dari pada Ci-keng Taysu

berempat!

Tidak sulit bagi dia menghadapi serangan ini, tapi tidak terpikir

juga oleh enam orang di belakang yang ikut menyerang, hatinya

tergetar, di saat bahaya ini, dia menarik nafas mengerahkan tenaga

dalamnya, kaki kirinya menopang ke kaki kanan, tubuhnya kembali

melesat ke atas, jurus dahsyat dari tujuh orang dari depan dan

belakang, jadi lewat di bawah kaki dia!

Menyaksikan ini, tujuh orang pesilat dunia persilatan jadi terkejut

sekali!

Tapi, yang lebih mengejutkan mereka masih ada di belakang,

tepat ketika ke tujuh orang itu tertegun, tubuh Sin-hiong sudah

turun ke bawah, lalu dengan tepat menerjang masuk ke dalam

ruangan besar!

Sekejap mata, ke tujuh orang itu terkejut sampai bengong.

Sin-hiong tidak mempedulikan mereka, setelah tubuhnya

berhenti, sorot matanya menyapu, terlihat di tengah ruangan duduk

satu orang, saat inipun sedang bangkit berdiri dan berkata:

"Ilmu meringankan tubuh dan jurus Sicu tadi bisa dikatakan tiada

dua nya di dunia, tapi aku Bu-in masih ingin mencobanya!"

Kata-kata ini membuat Sin-hiong merasa tersanjung! Sebab jika

kata-kata ini keluar dari mulut orang lain, nilainya tidak seberapa,

tapi kata-kata ini keluar dari mulut salah satu tiga tetua Siauw-lim-si

Bu-in Taysu, dan Siauw-lim-si adalah lambang kekuatan dunia

persilatan, murid dari perguruan ini tidak pernah memuji siapa pun,

hari ini dia bisa memuji Sin-hiong, bagaimana Sin-hiong tidak

merasa bangga?

Sin-hiong tersenyum dan berkata: "Kata-kata Tay-suhu sungguh

membuat aku malu, silahkan Tay-suhu keluarkan jurusnya!"

Bu-in Taysu mengangkat kepala dan tanpa sungkan berteriak:

"Kalau demikian, aku tidak sungkan lagi!" Dia lalu mengayunkan

telapak tangannya, menyerang Sin-hiong dengan dahsyatnya!

Serangan telapak tangannya kelihatan sedikit pun tidak

bertenaga, tapi begitu telapaknya sampai di tengah jalan, mendadak

terjangan anginnya menguat, enam orang pesilat tinggi yang berdiri

di belakang Sin-hiong pun merasakan angin pukulan ini menerpa

wajah, menimbulkan rasa sakit, bisa dibayangkan dahsyatnya

pukulan telapak tangan ini!

Sin-hiong melemparkan pedangnya teriaknya:

"Bagus!"

Setelah berkata, ujung pedangnya pelan-pelan menyabet, inilah

salah satu jurus hebat dari jurus Kim-kau-kiam yang dinamakan

Ceng-cui-boan-ta (Meniup ringan memukul pelan)!

Walaupun jurusnya dilancarkan lambat, tapi Bu-in Taysu seperti

sudah tahu kelihayan jurus ini, dia membalikan telapak tangan, lima

jarinya yang seperti kaitan, dengan cepat mengunci pergelangan

tangan Sin-hiong!

Sin-hiong berkelebat, setelah meloncat lalu dia berputar, dia

tetap melanjutkan tusukannya.

Tadinya Lam-goat-sian-ku mau membantu menyerang, tapi

melihat gerakan mereka begitu pelan, kelihatannya seperti anak

kecil sedang bermain-main, di dalam hati dia kebingungan, siapa

sangka di saat dia berpikir, kedua orang itu sudah menambah

jurusnya lagi, sekarang mereka bergerak dengan kecepatan dan

kedahsyatannya, mungkin sejak lahir baru kali ini dia

menyaksikannya!

Wajah Bu-in Taysu berubah, tadi dia sudah menyerang dua jurus,

tubuhnya tidak 'pernah bergeser sedikit pun, ketika jurus kedua Sin-

hiongdilancarkan, dia tidak bisa lagi tidak bergerak, mantel besarnya

mengembang, membalas dengan sebuah pukulan telapak tangan.

Kecepatan pukulan tangannya sudah menggunakan seluruh

kemanpuannya, dia menghantam dengan dahsyat ke arah pedang

pusaka Sin-hiong!

Sin-hiong tersenyum dan berteriak: "Jurus telapak tangan yang

bagus!" Dia segera menarik pergelangan tangannya, mendadak

jurus Ceng-cui-boan-ta berubah menjadi jurus San-tian-keng-hong

(Kilat mengejutkan pelangi), kecepatan gerakan pedangnya pun

sulit digambarkan, dalam waktu sekejap mata, ujung pedang sudah

hampir memotong punggung telapak tangan Bu-in Taysu! Burin

Taysu mengeluh sambil berkata: "Jurus pedang ini, bisa dikatakan

hasil karya terhebatnya Khu-tayhiap!"

Walaupun perkataannya sangat santun, tapi jurus telapak dan

gerakannya sedikit pun tidak lambat, perkataannya belum selesai

"Hut hut hut!" berturut-turut dia menyerang dua tiga telapak

tangan!

Serangan pedang Sin-hiong kali ini tampak akan berhasil, tapi

tidak diduga begitu Bu-in Taysu menghantam, angin pukulan yang

bergetar, bisa merubah sedikit arah pedang, Sin-hiong terkejut,

tepat di saat ini, sebelah telapak tangan Bu-in lainnya, secepat kilat

datang menyerang!

Sin-hiong terkejut, lengannya dijulurkan, pedangnya menyabet

ke samping!

Dia tidak ingin melukai musuhnya, asal kan dirinya selamat sudah

cukup, siapa tahu begitu Bu-in Taysu mendapat kesempatan,

tubuhnya maju mendesak, lengan bajunya sekali digetarkan, satu

jurus Liu-in-hui-siu (Awan mengalir lengan baju terbang) sudah

dilancarkan, Sin-hiong hanya melihat bayangan orang berkelebat,

sebuah angin pukulan yang dahsyat sudah datang menggulung ke

arah wajahnya!

Kekuatan terpaan angin ini, hampir membuat Sin-hiong tidak bisa

membuka matanya!

Empat orang hweesio besar dari Siauw-lim-si yang berdiri di

pinggir melihat keadaan ini, wajahnya tampak gembira, di dalam

hati mereka berpikir:

'Jika Kim-kau-kiam-khek sampai tidak bisa mengalahkan paman

guru Bu-in, maka tidak perlu lagi datang ke paman guru Bu-cu.”

Wajah cantik Lam-goat-sian-ku tampak sedikit gelisah, dia pun

mengharapkan Sin-hiong kalah, tapi di dalam hati seperti merasa

mengkhawatirkan Sin-hiong.

Merasa kipasan lengan baju Bu-in Taysu amat dahsyat, Sin-hiong

segera membentak "Heh!", satu jurus Cian-li-peng-swat segera di

lancarkan (Seribu Li semua es), jurus ini adalah jurus terhebat dari

jurus pedang Kail emas, terlihat ribuan titik-titik bunga perak,

dilanjutkan dengan suara keras "Sreet!", bayangan orang mendadak

berpisah, dan Sin-hiong berteriak:

"Maaf Bu-in Taysu!"

Setelah berkata, tubuhnya sudah berlari masuk ke dalam

ruangan besar ke dua!

Kejadian ini bukan saja di luar dugaan ke enam orang yang ada

di belakang, Bu-in Taysu pun tergetar!

Lengan bajunya sudah robek dipotong pedang Sin-hiong,

wajahnya tampak merasa malu, dengan perasaan berat dia berjalan

dua langkah dan berkata:

"Ci-hui, kau kemari!"

Hweesio Ci-hui terdiam seribu bahasa, lalu maju ke depan, Bu-in

Taysu kembali berkata:

"Kedudukanku, hari ini aku serahkan padamu! Jika sepuluh tahun

kemudian aku beruntung masih hidup, aku akan membalas

penghinaan ini."

Habis berkata, dengan lesu dia berjalan ke bawah gunung!

Enam orang di sisi begitu mendengar kata-kata ini, tidak peduli

dari hweesio Siauw-lim-si atau bukan, semua merasa hatinya

menjadi dingin, harus diketahui dengan kedudukan dan ilmu silatnya

Bu-in Taysu, masih tidak bisa melupakan penghinaan ini, kalau

begitu, kekalahan dia tadi, mungkin orang luar tidak bisa

merasakannya.

Ci-hui Taysu merangkapkan telapak meng-antar kepergiannya, di

d alam hati dia juga merasa kosong.

Saat ini, Sin-hiong sudah masuk ke dalam ruangan besar kedua,

terlihat Bu-cu Taysu yang bertemu kemarin malam sedang

tersenyum menjaga pintu dan berkata:

"Sicu sungguh menepati janji, aku sudah lama menunggu."

Sin-hiong membungkuk menghormat: "Harap Tay-suhu bisa

memberi petunjuk!" Bu-cu Taysu melihat, tidak terasa di dalam hati

berkata:

'Ilmu silat anak ini tidak bisa diukur, tapi sikapnya sangat sopan,

tampaknya sangat berbeda dengan sifat Khu Ceng-hong dulu?"

Saat itu dia memiringkan sedikit tubuhnya dan pelan-pelan

melepaskan tasbih di leher, kembali berkata:

"Aku akan menggunakan 108 butir tasbih Budha ini untuk

mencoba kepandaian Sicu!"

Sin-hiong menegakan tubuhnya dan sambil tersenyum berkata:

"Kalau begitu, aku akan mulai bertindak!"

Kim-kau-kiam dijulurkan, menusuk ke arah kiri dan kanan jalan

darah Kian-keng di bahu Bu-cu Taysu.

Tanpa menggerakan tubuhnya, Bu-cu Taysu menangkis dengan

tasbih di tangannya, Sin-hiong terpaksa menarik kembali

pedangnya, Bu-cu Taysu berteriak, tasbih di tangannya mendadak

melesat, setiap butirnya menuju salah satu jalan darah Sin-hiong,

seratus delapan butir tasbih ini satu pun tidak ada yang meleset,

menutup seratus delapan jalan darah besar maupun kecil!

Tubuh Sin-hiong tergetar, dia memutar pedang nya membentuk

tabir pedang yang rapat, melindungi seluruh jalan darah di

tubuhnya, sehingga tasbih Bu-cu Taysu membentur pedangnya,

terdengar suara "Ting ting tang tang!" tidak berhenti-hentinya,

meskipun tasbih Bu-cu Taysu tidak mengenai dirinya, tapi kedua

lengan Sin-hiong terasa kesemutan!

Bu-cu Taysu berteriak:

"Sungguh kepandaianmu hebat sekali!"

Segera dia menggerakan kaki dan tangannya, tasbih yang

berceceran mendadak jadi meluncur ke tangannya, sesudah bersatu

lagi laksana sebuah pecut saja, datang melilit pinggangnya Sin-

hiong!

Dalam pertarungan sejurus tadi, untung saja Sin-hiong tidak

sampai kalah, sekarang semangatnya jadi menggelora, dia

menggerakan pedangnya mem-

bentuk beberapa bunga pedang, dengan keras berteriak:

"Kepandaian Tay-suhu juga tidak lemah!" Lalu kedua orang itu

dalam sekejap mata sudah saling menyerang lima enam jurus,

saling tidak bisa mengungguli lawannya, setiap kali merapat

langsung berpisah lagi, saat ini, dari belakang pelan-pelan masuk

lima orang.

Lima orang ini adalah Lam-goat-sian-ku dan lain-lain, hanya tidak

terlihat Ci-hui Taysu seorang.

Ci-keng Taysu dengan wajah penuh perhatian menyaksikan dua

bayangan yang bertarung di tengah ruangan, terlihat kedua orang

itu berputar-putar, tidak terasa dia menghirup nafas dingin, di dalam

hati berkata:

"Anak ini sudah bertarung dengan paman guru Bu-in, sekarang

masih dapat bertarung dengan paman guru Bu-cu begitu lamanya,

tampaknya pintu inipun tidak bisa menahan dia."

Lam-goat-sian-ku pun lama memperhatikan, dia seperti sedikit

terharu, di dalam hati berpikir:

'Ilmu silat orang ini sungguh hebat sekali, selama ada dia, kami

Sian-souw-ngo-goat jangan harap bisa berdiri di dunia persilatan.”

Setelah berpikir demikian, dia sudah bertekad memusnahkan Sin-

hiong!

Tepat pada saat ini, mendadak Bu-cu Taysu berteriak keras,

tasbihnya menjelma jadi bayangan pecut, menyerang ke empat titik

jaan darah di seluruh tubuh Sin-hiong!

Sin-hiong memiringkan tubuh, menusuk dengan jurus Ban-li-in-

san (Awan gunung tampak selaksa li), dengan cepat memotong

pecutnya Bu-cu Taysu.

Wajah Bu-cu Taysu terlihat sangat serius, sambil menggetarkan

pergelangan tangannya, dia memusatkan seluruh tenaga dalam ke

lengan kanannya, butir-butir tasbihnya dengan tekanan ribuan kati

sudah menekan ke seluruh tubuh Sin-hiong.

Sin-hiong merasa ada angin pukulan yang menekan dadanya,

buru-buru dia merubah jurusnya, siapa tahu tasbihnya Bu-cu Taysu

seperti ada tenaga sedotan yang sangat besar, hanya terdengar

suara keras "Ssst ssst!" pelan-pelan menyedot pedangnya Sin-hiong.

Memang ini adalah serangan terakhir Bu-cu Taysu yang telah

mengerahkan seluruh tenaga dalam-nya, jika jurus ini gagal, dia

akan kehabisan tenaga, walaupun Sin-hiong tidak menyerang, dia

pun harus tahu diri mundur mengalah.

Sin-hiong terkejut, tangannya memegang erat-erat pedang

pusakanya, tapi tenaga dalam dia masih di bawah Bu-cu Taysu,

walau telah mengerahkan seluruh tenaganya, pedangnya pelan-

pelan masih tertarik.

Lima orang di belakang yang melihatnya, semua menahan nafas,

dan berdebar-debar.

Tiba-tiba, sebuah pikiran aneh berkelebat di kepala Lam-goat-

sian-ku, dalam hatinya berkata:

'Jika Sin-hiong sampai kalah, apakah aku yang harus bertarung

melawan Bu-cu Taysu?”

Kenapa dia bisa berpikir seperti ini, mungkin dia sendiri pun tidak

tahu?

Hanya saja, ketika pikirannya sedang bimbang, pedang pusaka

Sin-hiong tinggal lima cun dari sisi tubuh Bu-cu Taysu. Asalkan

mendekat sedikit lagi, tangan Bu-cu Taysu yang lain bisa memukul,

meski-pun pelan, sehebat apa pun kemampuan Sin-hiong, mungkin

tidak berdaya melawannya, akhirnya dia harus kembali lagi ke

gunung untuk berlatih beberapa tahun lagi.

Kepala Sin-hiong sudah mengeluarkan keringat, tiba-tiba di

depan matanya terbayang wajah gurunya yang tersenyum penuh

kasih sayang, tampaknya wajah tersenyum beliau ini terjadi ketika

telah mengalahkan berbagai perguruan, di dalam hati dia jadi

berpikir:

'Jika dia sendiri tidak bisa mengalahkan Siauw-lim-pai ini, apa

bisa disebut muridnya Khu Ceng-hong?’

Berpikir sampai disini, segera matanya menjadi terang, entah ada

tenaga yang datang dari mana, maka dia berteriak keras, pedang

pusakanya didorong lalu disabetkan, terdengar "Trang!" yang keras,

tasbih di tangan Bu-cu Taysu sudah terpotong jadi dua oleh Sin-

hiong, "Ting ting ring!" butiran tasbih jatuh ke tanah.

Wajah Bu-cu Taysu berubah hebat, tubuhnya tergetar dan

berkata:

"Sicu memang hebat, aku mengaku kalah!" Habis berkata, lalu

dia meloncat dan menghilang di kegelapan malam.

Di sekeliling terdengar keluhan pelan, ternyata ketika kedua

orang itu bertarung sengit, di dalam ruangan kedua sudah berdiri

tidak kurang seratusan hweesio Siauw-lim-si.

Keluhan seperti ini, tentu saja menyayangkan Bu-cu Taysu, tapi

bagaimana mereka bisa tahu, setelah pertarungan ini tenaga dalam

Sin-hiong pun sudah terkuras banyak, tubuhnya bergoyang-goyang

dua kali, hampir saja jatuh ke tanah.

Buru-buru dia memejamkan sepasang matanya, diam-diam

mengumpulkan, ketika mengangkat kepala, terlihat seorang hweesio

tua yang rambut dan janggut-nya sudah putih berjalan

menghampiri.

Baru saja Sin-hiong mau membuka mulut, hweesio tua itu sudah

berkata:

"Di bawah jenderal yang kuat tidak ada prajurit yang lemah,

kelihatannya sejarah dua puluh tahun yang lalu kembali akan

terulang."

Begitu hweesio tua itu keluar, para hweesio di sekeliling

semuanya memberi hormat, Sin-hiong jadi tergerak, dalam hati

berkata:

"Orang ini pasti ketua Siauw-lim-si, Bu-su Taysu." Siauw-lim-pai

adalah pemimpin dunia persilatan, walaupun sepuluh tahunan

terakhir ini, masing masing perguruan saling berebut kekuasaan,

tapi terhadap Bu-su Taysu, mereka masih menghormatinya. Sin-

hiong memaksakan diri supaya tenang, sambil mengepalkan telapak

tangan berkata:

"Terima kasih, aku datang kemari atas wasiat guru aku, harap

Lo-cianpwee bisa mengerti!"

Ketua Siauw-lim-si tersenyum dan berkata: "Sicu kecil berturut-

turut telah mengalahkan dua adik seperguruanku, ilmu silatnya

sudah lebih tinggi dari pada guru Sicu dulu, tampaknya ombak di

belakang Tiang-kang mendorong ombak yang depan, jika Pinceng

pun kalah di tangan Sicu kecil, murid-murid Siauw-lim-si tidak akan

pernah lagi muncul di dunia persilatan."

Kata-kata ini begitu keluar, tidak saja para hweesio besar kecil

dari Siauw-lim-si sangat terkejut, Sin-hiong pun tidak tahan jadi

tergetar.

Memang kata-kata Bu-su Taysu ini, tidak ber-beda dengan

menggunakan nama baik ratusan tahun Siauw-lim-pai sebagai

taruhannya, dengan kata lain, jika dia pun kalah oleh Sin-hiong,

maka di kemudian hari tidak ada lagi nama Siauw-lim-pai.

Taruhan dia sungguh terlalu berat, mungkin tidak masalah

Siauw-lim-paimengorbankanbeberapaorang,tapijika

mengorbankan seluruh orang-orang Siauw-lim-si, hal ini tidak

pernah terjadi selama ratusan tahun sejarah Siauw-lim-si.

Tapi, jika Bu-su Taysu tidak ada keyakinan bisa menang, dengan

kedudukan dia dan pengalamannya, bagaimana pun dia tidak akan

melakukan hal sebodoh ini?

Semua mata para hweesio membelalak besar, nafas semua orang

seperti terhenti, hati berdebar-debar, keringat dingin di punggung

bercucuran.

Lam-goat-sian-ku adalah seorang wanita, tentu saja akan lebih

teliti dibandingkan orang lain, melihat keadaan begini, tidak tahan di

dalam hati berkata:

"Hweesio tua Bu-su ini sungguh pandai mengambil kesempatan,

Sen Sin-hiong sudah bertarung setengah malaman, tenaga

dalamnya belum pulih, dia sekarang malah bertingkah seperti orang

jujur, hemm.. hemm... orang-orang Siauw-lim-si ternyata sama

saja?"

Walaupun dia mengharapkan Sin-hiong kalah, tapi menyaksikan

ketidak adilan ini, dia jadi memihak pada Sin-hiong.

Sin-hiong jujur, dia tidak banyak pikiran, melihat Bu-su Taysu

menyatakan ini, di dalam hatinya malah jadi tidak tenang dia

berkata:

"Terlalu berat kata-kata Tay-suhu ini, bagiku cukup

melaksanakan perintah guruku saja, mengenai masalah perguruan

anda di kemudian hari, kiranya terlalu pagi dikatakan sekarang,

sebelum tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah."

--oo0dw0oo--

JILID KE DUA

BAB 5

Ketua perkumpulan Naga

Habis berkata, dia menggerakan tubuhnya, di dalam hatinya

kembali menggelora, jika di dalam pertarungan ini, dia beruntung

bisa mengalahkannya dan selain namanya membumbung di dunia

persilatan, yang paling membuat hatinya tenang adalah bisa

menyelesaikan salah satu harapan gurunya.

Bu-su Taysu melepaskan kebutan di pinggang-nya dan sambil

tersenyum berkata:

"Pinceng sudah puluhan tahun tidak bertarung, malam ini Sicu

datang ke kuil Pinceng, dan berturut-turut mengalahkan murid

perguruan kami, dan Sicu juga sudah bertarung setengah malaman,

menurut pendapat Pinceng, kita menentukan siapa pemenang-nya

dalam tiga puluh jurus saja, bagaimana?"

Mendengar ini, Lam-goat-sian-ku tidak bisa menahan diri lagi,

mendadak dia menyela:

"Jika di dalam tiga puluh jurus tidak ada yang menang atau

kalah, bagaimana?"

Bu-su Taysu melirik, dengan tawar berkata:

"Itu hal yang tidak mungkin."

Lam-goat-sian-ku melihat tingkahnya yang dingin, tidak tahan

dengan tertawa dingin berkata:

"Mungkin saja, dia sudah bertarung setengah malaman, Tay-

suhu ingin mengambil kesempatan sebelum tenaganya pulih

langsung bertarung dengan-nya, pada saatnya tiba, mungkin tidak

seperti yang diharapkan?"

Kata-kata ini sama dengan membuka boroknya Bu-su Taysu,

wajah Bu-su Taysu menjadi merah, dengan dingin berkata:

"Lalu harus bagaimana menurut pendapat nona?"

Lam-goat-sian-ku tertawa dingin:

"Pertarungan apa pun harus ada yang menang dan yang kalah,

kenapa harus ditentukan dulu dua puluh jurus atau tiga puluh

jurus?"

Perkataannya samar-samar mengandung ejekan, wajah Bu-su

Taysu jadi berubah katanya marah:

"Nona ini hanya bisa bersilat lidah saja, tiba saatnya tentu bisa

tahu sendiri!"

Lam-goat-sian-ku mendengus, sepasang matanya melototi Sin-

hiong, diam-diam mengumpat:

"Kau sungguh bodoh sekali, sudah setengah harian aku

membelamu, malah tampak seperti tidak ada apa-apa, jika kau nanti

sampai kalah, aneh jika aku tidak menambah dua sayatan pedang

ditubuhmu!"

Ketika Bu-su Taysu berdebat dengan Lam-goat-sian-ku, Sin-hiong

sudah memulihkan tenaganya, dalam hatinya berpikir:

'Malam ini adalah urusan pribadiku, kau malah bicara mewakiliku,

saat itu dia sengaja bertanya:

"Kalian berdua sudah selesai bicaranya?"

Mendengar ini, Lam-goat-sian-ku bertambah naik pitam, dia

mendengus beberapa kali.

Bu-su Taysu tertawa:

"Ternyata kalian tidak satu kelompok, Pinceng malah telah

meninggalkan masalah pokoknya."

Setelah berkata, dia menggetarkan kebutan di tangannya dan

berkata lagi:

"Sicu kecil, silahkan maju!"

"Maaf!" teriak Sin-hiong tidak sungkan lagi.

Dia menggerakan pedangnya, ujung pedang nya mengeluarkan

desiran angin tajam, secepat kilat menusuk tiga tempat di tubuh Bu-

su!

Bu-su Taysu tadi mengatakan dalam tiga puluh jurus ingin

menentukan pemenangnya, walaupun Sin-hiong tidak berkata apa-

apa, tapi di dalam hati dia pun punya niat yang sama, maka begitu

menyerang dia sudah menggunakan tiga jurus yang dahsyat!

Tubuh Bu-su Taysu berputar, kebutan di tangannya digulung,

serat kebutan tiba-tiba mengembang jadi besar, dengan cepat

disapukan ke punggung Sin-hiong!

Serangan Sin-hiong tidak mengenai sasaran, tapi dia masih

tenang, dia membalikkan tangan menusuk lagi: "Inilah jurus kedua!"

Bu-su Taysu mengembangkan kebutannya, melihat Sin-hiong

membalas serangan dengan menusukkan pedangnya, di dalam hati

berpikir:

'Kesempatan baik ini jangan disia-siakan’, dia sedikit mengurangi

tenaga, serat kebutannya tiba-tiba menyatu kembali, begitu di

putar, langsung menggulung pergelangan tangan dan pedangnya

Sin-hiong.

Penggunaan jurus ini sangat tepat, saat ini Sin-hiong masih

belum membalikkan tubuhnya, jadi dia kehilangan kesempatan

menyerang, jika ingin merebut kembali kesempatan menyerang,

mungkin sulit di dapat dalam sepuluh jurus!

Dalam hati kedua orang itu sepertinya sudah berjanji akan

menentukan kemenangan dalam tiga puluh jurus itu, serangan Bu-

su Taysu ini bisa dikatakan sangat cepat dan jitu, Sin-hiong sedikit

tergetar, dia membalikkan tangannya, kembali pedang nya menusuk

ke belakang!

Bu-su Taysu pun sama dia membalikkan pergelangan tangannya,

kembali membelit pergelang-an tangan Sin-hiong, sambil tertawa

berkata:

"Ini seharusnya jurus kelima bukan!"

Tapi Sin-hiong sudah membalikkan tubuh dan menusuk dengan

pedangnya dua kali, kedua tusukan ini menggunakan jurus yang

sama, Bu-su Taysu pun begitu, orang yang di pinggir bisa melihat

dengan jelas, Bu-su Taysu sudah berada diatas angin!

Saat ini, di dalam ruangan ratusan pasang mata sedang

memperhatikan pertarungan hidup atau mati ini, para hweesio

Siauw-lim-si melihat ketua mereka berada diatas angin, hati mereka

jadimerasalega,adajugayangberbisik-bisik

memperbincangkannya.

Lam-goat-sian-ku merasa menyesal, di dalam hati berpikir:

'Jurus ini jelas-jelas diciptakan sendiri oleh Sin-hiong, jika orang

lain yang melakukannya, mungkin tidak akan membiarkan

mengambil kesempatan.’

Tepat ketika kebutan Bu-su Taysu menggulung, Sin-hiong

mengambil nafas dan teriak:

"Betul, ini jurus keenam!"

Setelah berkata, mendadak tubuhnya meluncur ke atas, jurus Bu-

su Taysu jadi lewat di bawah telapak kakinya, tapi, Bu-su Taysu

tidak mengendur serangan-nya sedikit pun, begitu tubuh Sin-hiong

bergerak naik ke atas, dia pun ikut naik keatas,

"Ssst!" di udara dia menyapukan kebutannya, tetap menyerang

punggung Sin-hiong!

Jurus yang dikeluarkan sangat keji, ratusan orang di lapangan

menjadi tegang, tidak peduli yang kenal atau tidak, semua orang

jadi mengkhawatirkan Sin-hiong!

Ternyata Sin-hiong masih menyimpan jurus-nya, sekejap Bu-su

Taysu menyerang, dia menarik nafasnya, tubuhnya kembali

meluncur ke bawah, serangan Bu-su Taysu kembali gagal!

Baru saja tubuh Sin-hiong turun, dengan cepat dia membalikkan

tubuhnya dan berkata:

"Jurus ke enamku walaupun belum dikerahkan sepenuhnya, tapi

tetap dihitung satu jurus, inilah jurus ketujuh!"

Setelah berkata, pedang pusakanya disabetkan ke atas, dengan

cepat menyabet sepasang kaki Bu-su Taysu!

Dalam sekejap Sin-hiong sudah membalikkan keadaan, sekarang

pedangnya sudah menyerang, jika Bu-su Taysu ingin turun ke

bawah dengan selamat, kelihatannya hal ini sulit sekali.

Perubahan ini, membuat para hweesio Siauw-lim-si menjadi

tegang, semua orang jadi khawatir!

Tapi pengalaman bertarung Bu-su Taysu sudah puluhan tahun,

menghadapi keadaan yang berbahaya ini dia menghentakan

sepasang kakinya,

"Weet!" dengan jurus Coan-ping-kiu-siau (Burung garuda

berputar sembilan kali di kabut), dari atas dia menyapukan kebutan

di tangannya ke bawah.

Sin-hiong dengan tenang meloncat ke samping dan berkata:

"Tay-suhu silahkan turun saja, aku tidak akan mengambil

kesempatan dalam kesempitan!"

Tentu saja Bu-su Taysu tidak menduga lawan-nya bisa begitu

cepat menghindar ke samping, otaknya berputar cepat, saat itu

dengan keras berkata:

"Sicu tidak percuma menjadi muridnya Khu Ceng-hong, setiap

tindakanmu telah mendapat arahannya!"

Saat tubuhnya turun ke bawah, dia memainkan kebutannya

membentuk beberapa gulungan angin, berlapis-lapis menutup ke

arah Sin-hiong!

Kelihatannya dia sudah benar-benar marah, Sin-hiong masih

tetap tenang, dia menggerakan pedangnya, berturut-turut menusuk

tiga empat kali, mulutnya dengan keras berteriak:

"Jurus ke delapan, ke sembilan, ke sepuluh!"

Bu-su Taysu tidak bicara apa-apa, jurusnya semakin lama,

semakin kuat, gulungan angin yang dia bentuk pun semakin besar,

dalam sekejap sudah menyerang tujuh-delapan jurus!

Angin menderu-deru, orang-orang yang menyaksikan di pinggir

ikut merasakan ada angin dingin menerpa wajahnya, dan angin itu

telah menggulung Sin-hiong di tengah-tengah gulungan angin!

Bu-su Taysu merasa kesal sebab serangannya tidak berhasil,

inaka dia melakukan serangan cepat, di dalam hati berpikir:

'Setelah satu-dua puluh jurus berlalu, walau-pun tidak bisa

mengalahkan dia, tapi seharus dia bisa menang setengah jurus, jika

tidak, mulai sekarang dan seterusnya Siauw-lim-pai akan terputus

dengan dunia persilatan.”

Setelah mendapat lawan yang seimbang, Sin-hiong jadi

bersemangat, jurus sakti dari jurus Kim-kau-kiam pun di keluarkan

semua, dalam sekejap dia pun balas menyerang tujuh-delapan

jurus!

Sungguh satu pertarungan yang jarang terjadi, keduanya tidak

mau mengalah, sehingga hati orang-orang yang menyaksikannya

jadi berdebar-debar!

Dua puluh jurus sudah lewat, penentuan siapa pemenangnya

tinggal dalam sisa sepuluh jurus lagi, maka kedua belah pihak

semakin menyerang habis-habisan, tadi masih bisa terlihat ada dua

gulung angin keras saling menyerang, lewat dua puluh jurus, dua

gulungan angin sudah menjadi satu, tidak bisa dilihat lagi mana Bu-

su Taysu mana Sin-hiong?

Ci-keng Taysu adalah murid sulung Bu-su Taysu, dia mengerti

nama baik Siauw-lim-si ada dalam pertarungan ini, dia jadi tidak

bisa menahan diri pelan-pelan maju ke depan!

Sorot mata Ceng-ji cukup tajam, melihat keadaan ini dia jadi

berteriak:

"Sian-ku, mereka mau mengeroyok!"

Lam-goat-sian-ku melirik, benar saja terlihat Ci-keng dan Ci-goan

pelan-pelan berjalan meng-hampiri arena pertarungan, maka

setelah mendengus, dia berkata:

"Siapa yang berani mengeroyok!"

Habis bicara, dia sendiri pun maju ke depan!

Semua orang jadi mengalihkan perhatian, tepat pada saat ini,

tiba-tiba terdengar

"Ssst ssst!" seseorang berteriak:

"Sudah! Tepat tiga puluh jurus!"

Mendengar suaranya, dia adalah Sin-hiong, terlihat bayangan

mereka berpisah, wajah Bu-su Taysu tampak pucat, Sin-hiong

memasukan pedang ke dalam kecapi kunonya dan berkata lagi:

"Bu-su Lo-cianpwee, terima kasih telah sudi mengalah!"

Mendengar teriakan ini, semua orang yang tidak tahu apa yang

telah terjadi, segera melihat wajah Bu-su Taysu, sekarang semua

orang jadi mengetahui siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Ternyata setelah sejurus tadi, kedua orang itu melakukan

serangan secara bertubi-tubi, setelah Bu-su Taysu menyerang tujuh-

delapan jurus, dilanjutkan dengan menyerang lagi lima-enam jurus,

setiap jurusnya amat ganas, dan ditujukan ke bagian mematikan

Sin-hiong!

Sebaliknya Sin-hiong semakin bertarung semakin berani, setelah

Bu-su Taysu berturut-turut menyerang tiga empat belas jurus, dia

pun tidak jadi lemah, dia membalas menusukan pedangnya

sebanyak tiga belas jurus pedang!

Tiga belas jurus pedang ini, semuanya adalah jurus mematikan

dari jurus Kim-kau-kiam, dalam sesaat, Bu-su Taysu hanya

merasakan di depan mata ada hawa pedang yang bergetar-getar,

tidak tahu arah mana yang dituju oleh pedang Sin-hiong, sedikit

tertegun saja, kebutan di tangannya sudah disabet pedang Sin-

hiong, hingga terdengar dua suara "Ssst ssst!", rambut kebutannya

sepertiga sudah dipotong oleh pedang Sin-hiong!

Wajah Bu-su terlihat sangat berat, teriaknya: "Ci-keng, kau

kemari!"

Dengan perasaan ngeri Ci-keng Taysu berjalan menghampiri,

dengan suara gemetar berkata:

"Murid menghadap guru."

Bu-su Taysu menghela nafas panjang, katanya:

"Ci-keng, mulai sekarang, kau adalah ketua Siauw-lim-si, tidak

peduli apapun yang terjadi? Selama ada Kim-kau-kiam-khek, maka

murid Siauw-lim-si dilarang menginjakan kakinya di dunia

persilatan!"

Ci-keng Taysu tergetar, baru saja mau bicara, Bu-su Taysu

kembali berkata:

"Ingat baik-baik kata-kata gurumu ini, kau harus baik-baik

menjaga diri!"

Setelah berkata begitu, dia berjalan selangkah demi selangkah ke

kamar sembahyang di belakang!

Di dalam ruangan walaupun ada seratus lebih hweesio, tapi hati

semua orang seperti telah mendapat sebuah pukulan berat, semua

orang bukan saja merasa berat, setengah lebih diantaranya malah

diam-diam menangis.

Sin-hiong melihat keluar ruangan, bulan sudah terbenam di

barat, kelihatannya sudah jam tiga pagi! Dia menggeleng-gelengkan

kepala, tidak tahu apa yang akan dilakukan? Dia diam seribu

bahasa, berjalan ke arah yang berlawanan!

Seratus lebih hweesio Siauw-lim-si saat ini menatap

punggungnya dengan sorot mata marah, beberapa di antaranya

yang beremosi tinggi, beberapa kali mau menerjang keluar, tapi

semua dicegah oleh Ci-keng Taysu, Sin-hiong pelan-pelan berjalan

keluar ruangan!

Keluar dari gerbang kuil, mata Sin-hiong sudah berlinang air

mata, dia berguman pada dirinya sendiri:

"Guru, guru, persoalan dengan Siauw-lim-si telah selesai!"

Baru saja melangkah beberapa langkah lagi, terdengar satu

orang dengan dingin berkata:

"Sen-tayhiap, selamat, tapi persoalan kita belum selesai!"

Sin-hiong tidak perlu memutar kepala, dia sudah tahu siapa

orangnya, maka dia menjawab:

"Nona, aku tidak ada dendam denganmu, buat apa kau memaksa

aku terus?"

Ternyata orang yang datang itu adalah Lam-goat-sian-ku, dia

masih belum melupakan kebencian-nya kepada Sin-hiong, setelah

mendengar perkataan Sin-hiong, kembali dengan dingin dia berkata:

"Apa kau sudah takut?"

Diam-diam Sin-hiong mengambil nafas dengan menahan diri dia

berkata: "Betul!"

"Kalau begitu, di kemudian hari kau tidak boleh mengatakan

Sian-souw-ngo-goat pernah dikalah kan olehmu!"

Sin-hiong kembali menganggukan kepala: "Sebenarnya aku tidak

pernah mengatakan hal itu!"

Setelah berkata, tidak peduli lagi keadaan Siauw-lim-si

bagaimana, juga tidak pedulikan wajah Lam-goat-sian-ku seperti

apa, di depan matanya terbayang beberapa gunung besar, yaitu

gunung Bu-tong, gunung Kun-lun, gunung Tiang-pek......, gunung-

gunung inilah yang harus dia datangi selanjut nya, makanya tidak

peduli lagi Lam-goat-sian-ku berkata apa? Dia pun pergi

Sin-hiong pelan pelan berjalan turun gunung!

Malam semakin larut!

Sin-hiong menunggang kuda turun ke bawah gunung, derap kaki

kudanya terdengar pelan-pelan, orang dan kudanya menghilang di

kegelapan malam.

Dia berjalan pelan-pelan, di dalam hati merasakan perasaan lega.

Sekarang dia sudah meninggalkan Song-san hampir tiga puluh li,

melewati satu parit yang jernih, di depan ada satu hutan yang lebat,

dia melihat-lihat, di dalam hati berkata:

'Hari segera akan terang, lebih baik aku istirahat di dalam hutan

itu saja.'

Setelah berpikir begitu, maka dia mencari satu tempat yang agak

tersembunyi, mengikat kudanya di pinggir, lalu menyandar ke

sebuah pohon besar untuk beristirahat.

Siapa sangka, baru saja dia memejamkan matanya, mendadak

ada setetes benda yang lengket dan dingin menimpa di wajahnya,

tadinya Sin-hiong mengira itu adalah embun pagi, tapi setelah

diusap-nya, terasa tetesan itu ada yang aneh, dia segera meloncat

berdiri dan berkata:

"Darah!"

Menggunakan matanya yang tajam, dia melihat ke atas, benar

saja diantara dedaunan yang rimbun ada satu benda bergoyang-

goyang, dia melihat lagi dengan teliti, ternyata itu adalah sepasang

kaki manusia.

Tampaknya orang ini digantung diatas pohon, Sin-hiong jadi

terkejut, di dalam hati berkata:

"Melihat keadaannya, mungkin disini pernah terjadi sesuatu, tapi

sepanjang aku berjalan, kenapa tidak melihat ada tanda yang

mencurigakan!"

Dia berpikir kembali lalu berguman:

"Disini sangat dekat dengan Siauw-lim-pai, siapa orang yang

berani melakukan kejahatan di daerah ini, orang ini sungguh berani

sekali?"

Sambil berpikir dia berjalan ke depan, tanpa terasa sudah

kembali lagi ke pinggir parit itu, di bawah sinar yang masih remang-

remang, sepertinya air parit ini samar-samar ada warna merah.

Sin-hiong melihat keadaannya begini, tanpa berpikir panjang dia

lari menelusuri parit itu.

Berjalan tidak jauh, benar saja di tengah parit tergeletak sesosok

mayat, punggung orang ini telah dikapak orang dengan sadis, darah

segar mengalir mengikuti arus parit, hatinya membenarkan adanya

kejadian ini.

Tapi ketika dia menelitinya, di atas arus sungai kembali ada

segumpal darah, Sin-hiong tergerak, di dalam hati berkata:

'Apakah diatas juga terjadi sesuatu?'

Dia kembali berjalan ke depan, berjalan tidak sampai sepuluh

tombak, benar saja di dalam parit tergeletak lagi sesosok mayat!

Karena orang ini tergeletak menengadah ke atas, terlihat orang

ini berusia lima puluh tahun lebih, beralis tebal, dadanyajuga

dikapak dengan sadis oleh orang!

Sin-hiong tertegun, di dalam hati berpikir sungguh sadis orang

yang melakukan ini, yang satu dikapak', dadanya, yang satu dikapak

punggungnya, malah setelah membunuh, mayatnya dilemparkan ke

dalam parit, siapa yang melakukannya?

Hatinya berpikir, kakinya pelan-pelan berjalan ke depan, berjalan

tidak jauh, terlihat di tengah-tengah parit duduk satu orang, melihat

ini, Sin-hiong menghentikan langkahnya dan bertanya:

"Siapa Tuan?"

Tapi, setelah dia bertanya, orang itu diam tidak menjawab, Sin-

hiong berjalan menghampirinya, ter-lihat bibir orang ini

mengeluarkan darah, kelihatannya orang ini sudah mati terkena

oleh pukulan keras, mungkin belum lama terjadi?

Sin-hiong mengambil nafas panjang, keadaan yang terjadi di

depan mata ini sangat aneh dan misterius, walaupun dia sangat

pintar, saat ini dia pun tidak bisa tahu apa yang terjadi?

Dia melihat ke kiri dan ke kanan, saat ini, di ufuk timur sudah

tampak putih, bumi samar-samar bisa terlihat, tapi setelah dia

memeriksa, tetap saja tidak tahu apa yang telah terjadi, terpaksa

dia kembali berjalan ke depan.

Tiba di dalam hutan, terlihat di bawah pohon banyak tetesan

darah menghitam, hati Sin-hiong tergerak, baru saja mau meloncat

ke atas, memeriksa apa yang terjadi, mendadak dari luar hutan ada

orang berteriak:

"Saudara, jangan sekali-sekali menyentuhnya!"

Sin-hiong terkejut, buru-buru menghentikan gerakannya, terlihat

seorang tua sedang berjalan masuk ke dalam hutan.

Setelah orang tua itu masuk ke dalam hutan, dia berkata lagi:

"Saudara kecil ini mungkin tidak tahu nama besarnya Cian-tok-

mo-kun (Iblis seribu racun), setelah dia melukai orang, lalu

menyebarkan racun di sekeliling mayatnya, jika dia menyebarkan

racun yang sifatnya ganas, orang biasa begitu menyentuhnya

langsung mati!"

Mendengar kata-kata ini, hati Sin-hiong langsung terasa dingin,

buru-buru dia berterima kasih dan berkata:

"Jika bukan Lo-cianpwee yang mencegah, mungkin aku sudah

mati sekarang, boleh tahu nama Lo-cianpwee?"

Orang tua itu tersenyum pada Sin-hiong:

"Aku Ong Ciu-ping, teman-teman di dunia persilatan

memanggilku Mo-in-kim-ci (Mengusap awan dengan sayap emas)!"

Hati Sin-hiong sedikit tergerak, dia berpikir: 'Yang lain mungkin

aku tidak tahu, Mo-in-kim-ci Ong Ciu-ping ini adalah ketua dunia

persilatan bagian selatan, saat aku turun gunung, di sepanjang jalan

aku sudah sering mendengar orang menyebut namanya, kenapa

bisa bertemu dia disini?'

Setelah berkata, Ong Ciu-ping melihat Sin-hiong yang sedang

bengong menatap dirinya, tidak tahan di dalam hati berkata:

'Siapa sebenarnya orang ini? Tampaknya dia belum tahu nama

besar Cian-tok-mo-kun, terhadap diriku pun mungkin masih sangat

asing."

Otak Sin-hiong berputar, lalu berkata:

"Ternyata Ong Lo-cianpwee, terimalah hormat Boanpwee,

apakah Lo-cianpwee tahu mayat-mayat itu siapa?"

Ong Ciu-ping menghela nafas, berkata:

"Tiga orang yang mati di parit adalah Koan-lok-sam-hiong, Ting

bersaudara, mengenai yang diatas pohon itu? Orangnya lebih

ternama lagi dia adalah Tiang-long-kiam-khek Ang Han-nian!"

Sin-hiong mendengar, hatinya jadi tergetar!

Semua orang dunia persilatan tahu, empat orang ini adalah

orang-orang yang telah menggempar-kan dunia persilatan, setiap

orang yang bergerak di dunia persilatan, hampir tidak ada yang

tidak tahu nama besar mereka, tidak diduga mereka bisa mati

bersamaan di tempat ini, bagaimana tidak mengejut-kan orang?

Siapa sangka, baru saja Ong Ciu-ping selesai bicara, mendadak

terdengar sebuah tawa yang lembut dan dingin, mula-mula

terdengar jauh tapi sekejap sudah mendekat!

Wajah Mo-in-kim-ci Ong Ciu-ping berubah, teriaknya:

"Dia sudah datang!"

Sin-hiong melihat ke arah suara, terlihat orang yang datang ini

kepalanya sangat besar, tingginya tidak sampai lima kaki, wajahnya

bulat seperti bola saja, kedua matanya menonjol keluar, laksana

setan muncul di dalam hutan!

Ternyata orang yang datang ini adalah Cian-tok-mo-kun,

sepasang matanya yang menonjol itu melototi kedua orang ini,

dengan dingin berkata:

"Tidak disangka Mo-in-kim-ci Ong-tayhiap pun sudah datang, lalu

siapa bocah ini?"

Tampangnya sudah jelek, ditambah bicaranya begitu dingin,

membuat orang yang mendengarnya, jadi merasakan hatinya

menjadi dingin.

Ong Ciu-ping maju dua langkah sesudah mendengus lalu

berkata:

"Tidak salah, aku memang sudah datang, kelakuanmu dari dulu

tidak berbeda jauh, Ting bersaudara dan Ang-tayhiap tidak mau

mendengar nasihatku, dan bersikeras mau mengejar, jadi hanya

bisa menyalahkan nasib mereka yang tidak bagus."

Tubuh Cian-tok-mo-kun yang pendek kecil bergoyang dua kali,

sambil tertawa terkekeh-kekeh dia berkata:

"Kau pun tidak perlu berbuat seperti kucing menangisi tikus,

pura-pura baik hati, jika kau datang untuk mendapatkan Ho-siu-oh

(sejenis ginseng) yang berusia ribuan tahun ini, hemm.. hemm..

nasibmu juga tidak akan lebih baik dari pada mereka?"

Mo-in-kim-ci tertawa terbahak-bahak, katanya:

"Kau pandai sekali mengangkat dirimu, orang lain takut padamu,

tapi aku Ong Ciu-ping tidak takut sedikitpun!"

Cian-lok-mo-kun tertawa dingin:

"Aku tidak menyuruh orang takut padaku!"

Baru saja dia menggerakan tangannya ingin menyerang,

mendadak dari kejauhan datang lagi tiga bayangan orang, sambil

tertawa berkata:

"Orang-orang yang serakah sudah datang, aku akan mengantar

mereka ke neraka satu per satu!"

Setelah berkata, ketiga bayangan orang itu sudah tiba.

Salah satunya berkata:

"Aku bilang apa, dia tidak akan lari kemana?"

Habis bicara, dari pinggangnya melepaskan sepasang Poan-koan-

pit (Pena hakim), wajahnya tampak sombong sekali.

Ketiga orang ini berusia sekitar lima puluhan, dua orang lainnya

yang satu sedang menghisap pipa tembakau panjang, yang satunya

lagi bertangan kosong, mereka adalah Hio-cu (Ketua ruangan) dari

tiga ruangan dalam di perkumpulan Poan-liong ( Naga yang melilit),

Seng-si-poan (Hakim mati hidup) Kang-ceng, Thie-yan-kan (Tongkat

tembakau) Seng Ki-ho, Ang-sat-ciang (Telapak tangan merah) Lai-

cen.

Cian-tok-rno-kun tertawa lalu berkata:

"Kalian dari Poan-liong-pang berambisi menguasai dunia

persilatan, kali ini demi sebatang Ho-siu-oh yang berusia ribuan

tahun, tidak segan-segan mengerahkan seluruh kekuatan, rupanya

hari ini sebuah pertarungan sengit tidak akan terhindarkan lagi."

Saat ini matahari sudah terbit, wajah orang-orang di dalam hutan

semua terlihat tegang, asalkan ada salah seorang sedikit bergerak,

mungkin satu pertarungan besar akan pecah.

Tanpa sengaja Sin-hiong menjumpai masalah ini, dia tahu Ho-

siu-oh ada barang langka bagi manusia, tapi setelah dipikir-pikir,

empat pesilat tinggi di depan mata ini bersedia mati demi sebuah

keserakahan, berebut sampai akhirnya semua orang tidak mendapat

keuntungan.

Berpikir sampai disini, maka pelan-pelan dia bergerak siap

meninggalkan hutan.

Tapi baru saja dia melangkah dua langkah, mendadak terdengar

seseorang dengan dingin berkata:

"Bocah, berhenti kau!"

Suaranya tidak keras, tapi sepatah kata-kata-nya jelas terdengar,

Sin-hiong tahu orang ini adalah Cian-tok-mo-kun, dia lalu berhenti

dan bertanya:

"Kenapa aku harus menurut padamu?"

Cian-tok-mo-kun tertawa dingin:

"Kau sudah datang kesini, tentu saja aku harus memasukan kau

ke dalam persoalan ini, kau tidak boleh pergi?"

Diam-diam Sin-hiong menarik nafas, berkata: "Mungkin aku tidak

pantas?"

Cian-tok-mo-kun melepaskan kapak di punggungnya dan berkata

lagi:

"Aku tidak peduli kau pantas atau tidak, pokoknya Ho-siu-oh

berusia ribuan tahun ini aku pun mendapat dari orang lain, jika ada

orang ingin merebut dari tanganku, harus melihat kemampuannya

sampai dimana? Kau juga boleh mencoba nasibmu!"

Sin-hiong memutar otaknya, hati berpikir:

'Dia memaksaku seperti ini, rasanya ingin pergi pun tidak bisa."

Baru saja akan menjawab, mendadak dari luar hutan ada orang

berkata:

"Boleh tidak sekalian masukan aku Lim Tai-goan!"

Begitu suaranya menghilang, orangnya sudah muncul, terlihat

dari luar hutan berjalan masuk satu orang!

Orang ini memakai baju compang camping, wajahnya kotor,

tangannya memegang sebatang tongkat pemukul anjing dari bambu

hijau, setelah masuk ke dalam hutan, dia memandang semua orang

dan berkata lagi:

"Minat semua orang tidak kecil, menurut pendapatku, lebih baik

kita rundingkan dulu sebuah cara yang bagus."

Dia bicara seorang diri, tapi semua orang yang ada dilapangan

tidak ada satu pun yang mempedulikannya.

Tiga pesilat tinggi dari perkumpulan Poan-liong yang baru

datang, saling menatap sekali, Thie-yan-kan Seng Ki-ho batuk dua

kali lalu berkata:

"Kami dari Poan-liong-pang tidak mau tahu persoalan orang lain,

Kang-hiocu, betul tidak?"

Seng-si-poan mengadukan sepasang Pan-koan-pit di tangannya,

sambil menganggukan kepala:

"Betul!"

Lai-ceng menggosok-gosok telapaknya dan melanjutkan:

"Kalau begitu, biar aku yang duluan saja!"

Setelah berkata, dia mengayunkan telapak tangannya, terlihat

telapak tangannya berwarna merah darah, pukulan telapak

tangannya mengarah pada Cian-tok-mo-kun!

Cian-tok-mo-kun menangkis menggunakan kapak di tangan

kanannya, tangan kiri dengan cepat dijulurkan sambil berkata

dingin:

"Kalian bertiga tidak bersama-sama maju, mungkin tidak akan

mampu!"

Dalam ayunan kapaknya, samar-samar terdengar suara gemuruh,

tangan kirinya menyerang ke Ki-bun-hiat di tubuh Ang-sat-ciang Lai-

cen!

Dia langsung menggunakan sepasang tangan-nya, serangannya

pun secepat kilat, tidak percuma disebut pesilat tinggi kelas wahid di

dunia persilatan!

Lai-cen berturut-turuit menghindar, sambil menghantam tiga kali,

teriaknya:

"Kepandaian yang begini, masih belum masuk dalam pandangan

aku marga Lai!"

Mata Cian-tok-mo-kun menyorot sinar aneh, di dalam hati

berpikir:

Disini ada tiga pesilat tinggi dari Poan-liong-pang, disana masih

ada Ong Ciu-ping yang menjadi ketua lima wilayah selatan dan

ketua Kai-pang Lim Tai-goan, di antara orang-orang ini, tidak ada

satu pun yang terlihat lemah, entah bagaimana dengan bocah itu?'

Hatinya sedang berpikir, tapi tangannya sedikit pun tidak

mengendur, kapak besarnya berputar putar, tubuhnya mendadak

maju satu langkah, tangan kiri secepat kilat memukul ke depan!

Melihat ini, Kang-ceng tidak tahan berteriak:

"Lai-heng, hati-hati telapaknya beracun!"

Lai-cen sudah tahu di telapak tangan kirinya Cian-tok-mo-kun

ada racunnya, maka dia tidak berani terlalu mendesak ke depan, dia

hanya memiringkan tubuhnya sedikit. Tapi Cian-tok-mo-kun yang

mendapat kesempatan tidak mensia-siakannya:

"Hemm..!" lalu kapaknya dibacokan ke arah pinggang!

Ang-sat-ciang terpaksa menghindar lagi, Cian-tok-mo-kun jadi

mendapat kesempatan:

"Weet weet weet!" berturut turut membacokan kapaknya tiga

kali!

Karena Lai-cen kehilangan kesempatan, maka terpaksa mundur

terus ke belakang, melihat keadaan ini, Seng Ki-ho dari Poan-liong-

pang segera berteriak Thie-yan-kan di tangannya bergerak

menyerang!

Cian-tok-mo-kun tertawa dingin berkata:

"Kalau masih ada lagi, kenapa tidak sekalian maju saja?"

Tangan kirinya menyapu melintang, kapak di tangan kanan tetap

membacok ke Ang-sat-ciang dengan ganas!

Mendapat bantuan dari Seng Ki-ho, tekanan terhadap Lai-cen

dengan sendirinya jadi berkurang, dia langsung melancarkan

serangan bertubi-tubi, sepasang telapak tangannya, mencoba

merampas kapak di tangan Cian-tok-mo-kun!

Setelah dua orang dari Poan-liong-pang maju bersama, mereka

bisa mengambil kembali inisiatif, Sin-hiong yang melihat di pinggir,

sangat memandang rendah tindakan pengeroyokan ini, hidungnya

mendengus, sorot matanya tertuju pada Seng-si-poan, mendadak

satu bayangan orang berkelebat, tongkat pemukul anjing dari ketua

Kai-pang Lim Tai-goan menotok dari atas!

Lim Tai-goan adalah orang yang sudah ternama dan banyak

akalnya, setelah menyaksikan di pinggir, dia tahu Ho-siu-oh yang

berusia ribuan tahun itu berada di tangannya Cian-tok-mo-kun, buat

dia menghadapi Cian-tok-mo-kun sendiri, dia masih ada akal bisa

merebutnya, tapi jika sampai jatuh ke tangan orang-orang Poan-

liong-pang, yang orangnya banyak, ingin merebut dari tangan

mereka, harus menghabis-kan banyak tenaga.

Sebagai ketua Kai-pang, ilmu silat Lim Tai-goan tentu saja tidak

rendah, begitu tongkatnya menotok, dia sudah menyerang ketiga

orang itu.

Ketiga orang itu sedang bertarung sengit, tidak mengira Lim Tai-

goan bisa melakukan hal ini, maka mereka jadi tidak

memikirkan'untuk melukai lawannya lagi, sekuat tenaga mereka

membalas menyerang, lalu dengan cepat meloncat mundur ke

belakang!

Thie-yan-kan Seng Ki-ho menghisap pipa tembakaunya dua kali,

dengan dingin berkata:

"Ketua Lim pun ingin melibatkan diri?"

Saat ini Lim Tai-goan sudah menarik kembali tongkat pemukul

anjingnya, sambil tertawa berkata:

"Maaf, karena saudara Seng bertiga ingin mengeroyoknya, aku

merasa ini tidak adil, jadi terpaksa membantunya."

Seng-si-poan Kang-ceng tadinya mengawasi Sin-hiong, jadi

ketika kedua temannya bertarung, dia masih tetap diam tidak

bergerak, saat semua orang sudah berhenti tidak bertarung, dia

langsung meloncat ke depan dan berkata:

"Saudara Lim, jika kau benar mau melibatkan diri, biar aku saja

yang menemaninya, bagaimana?"

Lim Tai-goan melirik, sambil berseri-seri berkata:

"Kenapa kau begini terburu-buru? Nanti pun aku pasti akan

membuatmu puas."

Setelah berkata, dia melambaikan tangan pada Sen Sin-hiong

dan berkata lagi:

"Bocah, kau murid siapa?"

Sin-hiong mengerutkan alis, di dalam hati berpikir:

'Orang-orang dunia persilatan yang baru sedikit punya nama,

kenapa rata-rata sombong dan membosankan, saat itu dia maju

dua langkah dan berkata: "Apa kau punya masalah? Silahkan

katakan saja."

Lim Tai-goan mengedipkan mata, berkata: "Jika kau murid dari

perguruan ternama yang lurus, aku bisa menjadikan kau seorang

wasit, jika dari generasi penerus aliran tidak karuan, maka kau tidak

pantas dijadikan juri!"

Mendengar ini, di dalam hati Sin-hiong sedikit marah, dia tertawa

dingin dan berkata:

"Walaupun aku bukan keluaran dari perguruan ternama dan

lurus, tapi juga bukan dari aliran sesat, anda salah mencari orang!"

Setelah berkata, pelan-pelan mendekati Cian-tok-mo-kun,

berkata lagi:

"Entah saudara tua ini percaya padaku atau tidak, coba kau

keluarkan Ho-siu-oh berusia ribuan tahun itu biar aku yang

menjaganya untukmu, aku jamin mereka tidak bisa merebutnya!"

Kata-kata ini begitu terdengar, lima pesilat tinggi yang ada di

pinggir semuanya jadi terkejut!

Lim Tai-goan tertawa keras dan berkata:

"Saudara kecil, kelakar apa yang kau lakukan?"

"Yang aku katakan ini kenyataan!" kata Sin-hiong serius.

Dia tadi melihat kelakuannya Cian-tok-mo-kun sangat sadis,

semula dia tidak simpatik padanya, tapi setelah melihat beberapa

orang yang datang belakangan, selain Mo-in-kim-ci, semua

menampakan ketamakannya, maka dia mengeluarkan kata-kata ini.

Cian-tok-mo-kun meneliti dan berkata: "Tadi bukankah kau

berkata tidak pantas?"

Sambil tersenyum Sen Sin-hiong berkata: "Sekarang sudah

pantas, tidak percaya kau boleh mencoba aku tiga jurus dulu."

Cian-tok-mo-kun tertawa terkekeh-kekeh: "Melihat hal ini, kau

pun bisa dianggap salah satunya, aku akan mencoba setiap orang,

lihat nyawa tua siapa yang lebih panjang!"

Setelah berkata, tubuhnya bergerak, tangan kiri nya dijulurkan

mencengkram ke arah Sin-hiong!

Melihat usia Sin-hiong masih muda, Cian-tok-mo-kun menyerang

hanya menggunakan separuh tenaga dalamnya, pikiran di dalam

hati:

'Kalau kau bisa menghindar jurusku ini, sudah bisa dianggap

bagus.

Tapi kejadiannya di luar dugaan semua orang, saat tangan Cian-

tok-mo-kun mencengkram, tampak di depan mata bayangan orang

berkelebat, tahu-tahu dia sudah kehilangan bayangan Sin-hiong!

Cian-tok-mo-kun jadi sangat terkejut!

Dengan cepat dia memutar tubuhnya, terlihat Sin-hiong sambil

tertawa berdiri di belakang tubuh-nya, tidak tahan dia menarik nafas

dingin, di dalam hati berkata:

"Gerakan bocah ini sungguh cepat, dia orang yang sulit

dihadapi!"

Gerakan Sin-hiong yang sangat cepat, tidak saja membuat Cian-

tok-mo-kun terkejut, lima orang pesilat tinggi yang berdiri di pinggir

pun ikut terkejut.

Sin-hiong masih berdiri di sana tidak bergerak dia berkata:

"Kenapa kau tidak mengerahkan seluruh tenagamu, jurus ini

tidak usah dihitung, coba lagi!"

Diam-diam Cian-tok-mo-kun tergetar, di dalam hati berpikir:

'Tidak peduli bagaimana, aku harus mencoba-nya lagi", maka

sambil berteriak, tubuhnya menerjang ke depan!

Di dunia persilatan sekarang, Cian-tok-mo-kun termasuk salah

satu pesilat tinggi terhebat, jika tidak, dia tidak mungkin bisa

membunuh Koan-lok-sam-hiong dan Tiang-long-kiam-khek Ang

Han-nian.

Mengambil kesempatan saat menerjang ini, sepasang tangannya

bergantian menyerang, satu telapak dan satu kapak, tenaganya

tidak kurang dari ribuan kati, tapi, baru saja tubuhnya mendekat,

kembali bayangan orang berkelebat, serangan dia kali ini kembali

mengalami kegagalan!

Cian-tok-mo-kun sangat terkejut, tepat pada saat ini, sebuah

benda dingin sudah menempel diatas lehernya, Cian-tok-mo-kun

kembali terkejut, terdengar suara Sin-hiong di belakang dengan

tertawa dingin dan berkata:

"Silahkan kau nilai, apakah aku pantas atau tidak?"

Cian-tok-mo-kun hanya merasa perasaan dingin di leher, terus

menembus ke telapak kakinya, bagaimana dia bisa menjawab

pertanyaan ini?

Tampak wajah keheranan tiga pesilat tinggi dari Poan-liong-pang

dan ketua Kai-pang setelah melihat peristiwa ini, Mo-in-kim-ci Ong

Ciu-ping tidak bisa menutupi emosi di dalam hatinya, sambil

menghela nafas panjang berkata:

"Ternyata saudara kecil adalah Kim-kau-kiam-khek yang

menggemparkan dunia, apa lagi yang tidak pantas?"

Nama Kim-kau-kiam-khek, dalam beberapa bulan ini sudah

tersebar ke seluruh dunia persilatan, jika kejadian kemarin malam di

Siauw-lim-si juga dihitung, mungkin seluruh dunia persilatan juga

akan geger, tapi apa cukup dengan wajah terkejut beberapa orang

di lapangan ini, langsung masalah ini selesai?

Sin-hiong tertawa:

"Jika sudah cukup pantas, tolong keluarkanlah biar aku yang

menjaganya, kalian mau bagaimana bertarung, aku tidak peduli, aku

masih ingin baik-baik beristirahat."

Setelah berkata, dia sudah menarik kembali pedang pusakanya,

Cian-tok-mo-kun membalikkan tubuh, meneliti lagi Sin-hiong, pelan-

pelan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna kuning emas dan

berkata:

"Aku percaya pada Kim-kau-tayhiap, tapi aku punya satu hal

yang harus kukatakan terlebih dulu."

"Asalkan saudara tua percaya, semua mudah dibicarakan." Kata

Sin-hiong

Cian-tok-mo-kun membuka setengah kotak kecil itu, para pesilat

tinggi yang berdiri di pinggir membelalakan sepasang matanya, otak

mereka berputar dengan cepat, walaupun mereka gentar terhadap

ilmu silat Sin-hiong, tapi demi keuntungan besar di depan mata,

semua orang juga bersiap siap ingin mencobanya.

Mata Cian-tok-mo-kun menyapu sekali, katanya:

"Terus terang saja, Ho-siu-oh berusia ribuan tahun yang aku

miliki ini, adalah hasil curian dari seorang saudagar kaya di ibu

kota."

Seng-si-poan Kang-ceng marah dan berkata:

"Walaupun kau mencuri dari baginda raja, apa urusannya dengan

kami? Ada kentut apa cepat lepaskan, kami tidak sabar menunggu

lama-lama."

Dengan kesal Cian-tok-mo-kun melototinya dan berkata lagi:

"Walau aku dijuluki Cian-tok-mo-kun, tapi aku percaya hatiku

masih bersih, dibandingkan dengan orang yang mengaku dirinya

dari aliran lurus, tapi secara diam-diam melakukan hal yang busuk,

laki-laki merampok, yang perempuan jadi pelacur, apakah kalian

tahu untuk apa aku jauh-jauh menempuh ribuan li mencuri Ho-siu-

oh ini?"

Seng-si-poan melihat dia bicara memutar jauh, tidak tahan

menjadi marah berkata:

"Buat apa kau banyak bicara kosong? Siapa yang pedulikan

semua ini!"

Cian-tok-mo-kun tertawa dingin dan berkata:

"Hemm.. hemm.., aku bicara kosong? Aku ingin bertanya sebuah

pertanyan, bagaimana kelakuan ketua perumahan Tiong Hong-kun

dari perumahan Ho-gu di Ho-lam?"

Begitu kata-kata ini keluar, wajah beberapa orang disana

tergetar, mereka bersama-sama berkata:

"Orang ini tidak jelek, kenapa dia?"

Cian-tok-mo-kun menghela nafas panjang dan berkata:

"Bagus, tiga bulan yang lalu aku lewat di Ho-gu-cung, aku

melihat Tiong-tayhiap sudah sekarat, setelah aku tanya, baru tahu

ternyata dia diserang secara diam-diam oleh musuh!"

Mo-in-kim-ci terkejut dan bertanya:

"Siapa yang diam-diam menyerang dia?"

Sorot tajam mata Cian-tok-mo-kun menyapu wajah ketiga ketua

hio dari perkumpulan Poan-liong, satu kata persatu kata berkata:

"Pangcu dari Poan-liong-pang, Kiu-bun-liong (gambar sembilan

naga) CiuKiu-kun!"

Orang-orang yang mendengar kabar itu, kecuali Sin-hiong

semuanya sangat tergetar!

Ketua Ho-gu-cung Tiong Hong-kun, sepanjang usianya menjalin

persahabatan di seluruh dunia persilatan, bukan saja ilmu silatnya

sangat tinggi, orangnya pun sangat ramah, di dunia persilatan tidak

peduli aliran putih atau hitam, tidak peduli terjadi masalah apa,

asalkan dia keluar mendamaikannya, tidak ada satu pun yang tidak

jadi berdamai, sehingga dia pun mendapat sebutan membanggakan

Hoo-hoo-sianseng (Tuan baik hati), tidak diduga orang yang

dihormati oleh semua orang, malah mendapat serangan diam-diam

dari ketua Poan-liong-kun Ciu Kiu-kun, siapa yang berani percaya?

Seng-si-poan tertawa sinis dan berkata:

"Kau mau mengadu domba, tidak mungkin?"

Setelah berkata, sepasang penanya dengan dahsyat sudah

datang menyerang!

Tapi baru saja tubuhnya bergerak, mendadak dari luar hutan ada

orang tertawa keras dan berkata:

"Kang-hiocu jangan sembarangan bertindak, kata-kata dia sedikit

pun tidak salah!"

Suara ini sangat nyaring, menggetarkan telinga setiap orang

sampai mendengung tidak henti hentinya.

Sin-hiong melihat ke arah suara itu berasal, terlihat dari luar

hutan melayang masuk satu orang, orang ini terlihat belum tua,

memakai baju putih, yang paling mencolok mata orang, di atas

bajunya ada gambar sembilan naga emas, dengan mulut terbuka

lebar dan cakarnya membentang, seperti melepaskan diri terbang

keluar.

Kang-ceng terpaksa menghentikan gerakan-nya, setelah tertegun

lalu bertanya:

"Ketua, kata-kata anda ini apakah benar?"

Ternyata orang yang datang ini adalah ketua Poan-Iiong-pang

sendiri, Kiu-bun-liong Ciu Kiu-kun, tampangnya walaupun masih

muda, sebenarnya usia-nya sudah mencapai enam puluh tahun,

ilmu silat luar dan dalamnya sudah mencapai puncaknya, setahun

yang lalu dia mendirikan Poan-liong-pang, ambisinya sangat besar,

yaitu ingin menghadapi berbagai perguruan besar.

Ciu Kiu-kun tertawa:

"Sebenarnya dia hanya tahu sedikit tidak tahu yang lainnya, kita

rebut dulu Ho-siu-oh nya!"

Cian-tok-mo-kun mendengus dingin, berkata:

"Rasanya tidak segampang itu!"

Ketua Poan-liong-pang melihat sekali pada semua orang dengan

sombongnya dan berkata:

"Tidak peduli barang apa itu, asalkan aku marga Ciu

menginginkannya, walau itu adalah simpanan istana raja, aku pun

akan merebutnya."

Sin-hiong ikut mendengus dingin.

Ketua Poan-liong-pang tertawa dingin:

"Ternyata saudara Lim, masih belum rela?"

Ketua Kai-pang berdiri sangat dekat dengan Sin-hiong, dengusan

tadi di kira Kiu-bun-liong, Lim Tai-goan yang mengeluarkannya,

makanya setelah membalikkan rubuh, bibirnya tersenyum dingin.

Sebenarnya dugaannya salah besar, yang mengeluarkan

dengusan dingin ini bukan Lim Tai-goan, tapi dari Sin-hiong yang

dipandang rendah oleh dia.

Di dalam hati Lim Tai-goan merasa lucu, hatinya berkata:

'Melihat sasaran saja sudah salah, buat apa masih bersikap

sombong? Tapi dia tidak mau dipandang lemah, dia balik

membalasnya dan berkata:

"Tentu saja, kita harus mencoba mengujinya!"

Mendadak ketua Poan-liong-pang tertawa terbahak-bahak dan

berkata:

"Bagus, kalau begitu kita harus menunggu apa lagi? Sedari dulu

barang pusaka dan senjata pusaka, orang yang berilmu baru bisa

mendapatkannya, kau dan aku selesaikan dulu saja masalah kita."

Pelan-pelan dia melepaskan ikat pinggangnya, sekali digetarkan,

terdengar satu suara "Ssst!", ikat pinggang itu sudah menjadi tegak

lurus, segulung sinar perak bergetar, ternyata itu adalah sebuah

pedang lentur!

Thie-yan-kan Seng Ki-ho meloncat ke depan dan berteriak:

"Ketua, membunuh ayam tidak perlu menggunakan golok sapi,

pengemis ini serahkan saja padaku!"

DengusanSin-hiongtadi,Kiu-bun-liongpunberdiri

membelakanginya, maka tidak tahu suara itu berasal dari Sin-hiong,

tapi Seng Ki-ho melihatnya dengan jelas, setelah dia menyaksikan

ilmu silatnya Sen Sin-hiong, dia khawatir Kiu-bun-liong meman-dang

sebelah mata, maka setelah mendengar perkataan Kiu-bun-liong,

pipa tembakaunya menunjuk pada Sin-hiong dan berkata lagi:

"Orang ini adalah Kim-kau-kiam-khek yang baru-baru ini muncul

di dunia persilatan, Cian-tokmo-kun mau menyerahkan Ho-siu-oh

padanya, agar dia menjaganya!"

Mendapat laporan ini, wajah Kiu-bun-liong tidak tahan jadi

berubah, berita Kim-kau-kiam-khek mengalahkan Ang-hoa-kui-bo,

danBu-tong-sam-kiam,jugaketuaHoa-san-paihingga

mengundurkan diri dari dunia persilatan, telah menggemparkan

dunia persilatan, dia tidak diduga peristiwa yang menggemparkan

dunia ini, dilakukan oleh seorang bocah yang begitu muda?

Tapi, Ciu Kiu-kun sudah bertekad harus mendapatkan Ho-siu-oh,

dia berpikir sejenak lalu menganggukan kepala dan berkata:

"Saudara Kang, saudara Lai, kalian masing masing hadapi satu

orang, Kim-kau-kiam-khek yang termasyur ini biar aku yang

menghadapinya!"

Kang-ceng dan Lai-cen menyahut sekali, yang satu maju dan

berdiri di hadapan Cian-tok-mo-kun, yang satu lagi menghadang di

depan Mo-in-kim-ci Ong Ciu-ping, dia sendiri pelan-pelan berjalan

menuju Sin-hiong.

Situasi mendadak jadi menegangkan, tapi Sin-hiong dengan

tenangnya memetik sekali kecapinya, dia berteriak pada Cian-tok-

mo-kun:

"Hei, apa yang sudah kau katakan itu jadi tidak?"

Saat ini Seng-si-poan Kang-ceng sudah berdiri di depan Cian-tok-

mo-kun, kedua orang ini sedang saling mengawasi dengan ketat,

ketika Sin-hiong berteriak, tubuh Cian-tok-mo-kun sedikit bergerak

dan menjawabnya:

"Tentu saja jadi, hanya......"

Tadinya dia mau mengatakan "Tapi sekarang tidak bisa", tidak

disangka kata-katanya belum keluar, Pan-koan-pit Seng-si-poan

dengan cepat sudah menyerang!

Sen Sin-hiong marah dan berkata:

"Siapa yang berani mengganggu acaraku?"

Tubuhnya meloncat ke atas, pedangnya dengan dahsyat sudah

menyabet dari atas.

Ketua perkumpulan Poan-liong tidak bersiap, sehingga Sin-hiong

bisa terlepas meloncat keatas.

Melihat Sin-hiong terlepas dari pengawasannya, dia berteriak

keras, tubuhnya datang menerjang, ketika pedang Sin-hiong

menusuk ke bawah, pedang pusakanya pun sudah menyerang.

Tampak dua sinar bentrok, diikuti suara "Paak paak!", Kiu-bun-

liong berteriak:

"Jurus pedang yang bagus!"

Dia menggetarkan lengannya, menyalurkan tenaga dalam ke

batang pedang, lalu melancarkan tiga jurus pedang menyerang ke

atas, tidak membiarkan Sin-hiong bisa selamat turun ke bawah.

Tubuh Sin-hiong sedang berada di udara, walau serangan dia

sangat dahsyat, tapi karena tidak ada pijakan, saat dua pedang

beradu, tubuh Sin-hiong kembali terlontar ke atas!

Saat ini enam orang yang berdiri di pinggir masih belum

bertarung, melihat cara bertarung kedua orang ini, semua orang

membelalakan matanya, Mo-in-kim-ci Ong Ciu-ping malah jadi

mengkhawatirkan keadaan Sin-hong.

Sin-hiong tidak terburu-buru, dia menyabetkan pedangnya dua

kali, setelah terlontar ke atas, tubuh berikut bayangan pedang

kembali dengan dahsyat menusuk ke bawah.

Karena Kiu-bun-liong berada di bawah, tentu saja lebih

menguntungkan dia, tapi setelah dia berturut turut menyerang tiga

empat jurus dengan sia-sia, hatinya jadi sangat terkejut!

Saat ini, rubuh Sin-hiong kembali meluncur ke bawah, ketua

perkumpulan Poan-liong memutar otak, dia cepat menghindar ke

samping sedikit, tapi ketika jarak Sin-hiong ke tanah tinggal tiga

lima cun lagi, Ciu Kiu-kun mendengus dingin, pedangnya menyabet

pinggang Sin-hiong.

Jurus ini sungguh diluar dugaan, tadi dia menghindar, orang-

orang yang menyaksikan di pinggir mengira dia tidak sanggup

menahan serangan Sin-hiong, tidak di sangka dia mempunyai

rencana lain.

Sin-hiong tertawa dingin dan berkata:

"Jika aku tidak tahu kau punya gerakan ini, maka tidak pantas

berkelana di dunia persilatan."

Walaupun tubuhnya belum menyentuh tanah, pedangnya sudah

menusuk dari samping, inilah jurus Can-goat-siau-seng (Bulan sabit

menyinari bintang) dari jurus Kim-kau-kiam! .

Jurus Can-goat-siau-seng ini, di dalam ilmu Kim-kau-kiam adalah

jurus yang paling ganas, ketika Sin-hiong mempelajari jurus ini,

gurunya pernah dengan nada terharu berkata:

"Kalau tidak dalam keadaan sangat mendesak, jangan

menggunakan jurus Can-goat-siau-seng ini!"

Selama mengembara, Sin-hiong sudah tidak sedikit bertarung

dengan pesilat tinggi dunia persilat-an, tapi jurus ini tidak pernah

dia gunakan.

Ketika pedang ketua Poan-liong-pang sedang di gerakan

menyerang melintang, dia merasa yakin serangannya akan berhasil,

tapi baru saja jurus pedangnya keluar setengah, pedang Sin-hiong

sudah datang menyerang dari sisi miring, Kiu-bun-liong segera

merasa punggung tangannya tersentuh dinginnya logam, tidak

tahan dia jadi terkejut sekali, tubuhnya pun meloncat mundur ke

belakang kurang lebih tiga tombak!

Sin-hiong masih berbaik hati, saat mengenai sasaran dia hanya

memukul menggunakan bagian pedang yang tidak tajam, jika dia

berniat melukai Kiu-bun-liong, telapak lengan kanan ketua

perkumpulan Poan-liong ini tentu sudah terpotong.

Sin-hiong dengan angkuhnya tertawa:

"Ketua Poan-liong-pang pun biasa-biasa saja.."

Enam orang yang berada di pinggir lapangan semuanya terkejut

dan ngeri, siapapun tidak berani mengeluarkan suara?

Cian-tok-mo-kun mengeluh dan berkata:

"Kim-kau-tayhiap bolehkah aku menanyakan nama anda?"

Sin-hiong tertawa dan berkata:

"Maaf, namaku Sen Sin-hiong, apa kalian masih ada

pertanyaan?"

Semua orang menyaksikan ketua Poan-liong-pang saja dalam

sekejap sudah dikalahkan, siapa yang berani mengajukan

pertanyaan pada dia?

Cian-tok-mo-kun tidak berucap apa-apa lagi, dia mengeluarkan

kotak kecil berwarna kuning emas itu, dengan kedua tangan

menyodorkannya.

Tapi baru saja dia menjulurkan tangannya, terdengar beberapa

teriakan, dan bayangan orang berkelebatan, Cian-tok-mo-kun

secepat kilat mundur ke belakang, sambil tertawa berkata:

"Melihat keuntungan lupa budi pekerti, apakah ini sifat asli

kalian?"

Dalam kejadian tadi, orang-orang yang ada di lapangan semua

bereaksi, sampai ketua lima wilayah selatan dari golongan

perampok Ong Ciu-ping juga tidak terkecuali! Hanya Sin-hiong saja

yang tidak bergerak.

Terlihat sekali orang-orang ini menginginkan benda langka itu,

jika kotak kecil ini sampai jatuh ke tangan Sin-hiong, mereka

berpikir betapa sulitnya merampas barang itu, sedangkan jika masih

berada di tangan Cian-tok-mo-kun, mereka tidak terlalu risau.

Setelah semua orang tidak berhasil merebut-nya, ketua Kai-pang

Lim Tai-goan melihat pada Kiu-bun-liong dan berkata:

"Ketua Kiu, apakah kita sekarang di barisan yang sama!"

Mata Kiu-bun-liong berputar-putar, lalu menganggukan kepala:

"Jika kami berhasil mendapatkan Ho-siu-oh, kami akan membagi

kau sepuluh persen!"

Memang Ho-siu-oh adalah barang pusaka, jika orang biasa

makan sedikit saja, bisa menghidupkan orang mati, jika orang yang

berlatih ilmu silat makan barang pusaka ini, hampir sebanding

dengan berlatih ilmu silat selama sepuluh tahun, walau jumlah

sepuluh persen itu kecil, tapi faedahnya besar sekali, Lim Taigoan

memperhitungkan keadaan di lapangan, dia merasa itupun sudah

memuaskan, maka dia berkata:

"Perkataan laki-laki sejati...!"

Kiu-bun-liong segera menjawab:

"Seperti kuda lari ditambah satu pecut!" jawab Kiu-bun-liong

Kedua orang ini adalah ketua dari dua perkumpulan besar di

dunia persilatan, begitu perjanjian disepakati, sama dengan kerja

sama kedua perkumpulan besar itu, walaupun Sin-hiong saat ini bisa

mendapatkan Ho-siu-oh, tapi dia akan mendapatkan kerepotkan

yang besar sekali?

Ketua dari lima wilayah selatan Ong Ciu-ping merasa selalu tidak

diajak bicara, saat ini tidak bisa menahan diri lagi, sambil tertawa

dingin berkata:

"Sen-tayhiap, biar aku membantumu!"

Kata-kata dia ini mengisyaratkan sesuatu, Kiu-bun-liong dan Lim

Tai-goan berdua jadi mendengus mendengarnya, bersama Seng-si-

poan tiga orang tiba-tiba menghadang di tengah Sin-hiong dan

Cian-tok-mo-kun, tujuannya adalah untuk mencegah Cian-tok-mo-

kun memberikan Ho-siu-oh itu ke tangan Sin-hiong.

Sin-hiong mendengus lalu berkata:

"Kalian mau apa?"

Tangan kiri menyapukan kecapinya, tangan kanan menyerang

dengan pedangnya, dengan dahsyat menyerang kelima orang itu!

Ilmu silat ke lima orang ini tidak lemah, bersama-sama mereka

berteriak, masing-masing mengeluarkan kehebatannya, dalam

sekejap angin pukulan dan bayangan tongkat, hawa pedang dan

ujung pena hakim balik menyerang Sin-hiong!

Sin-hiong tertawa keras dan berkata:

"Silahkan kalian tanya pada diri sendiri, apakah lebih hebat dari

pada tiga tetua Siauw-lim-si?"

Sepasang tangan berputar-putar, dalam sekejap mata dia

melancarkan serangan sebanyak lima-enam jurus, dan tubuhnya

pun sudah keluar dari kepungan!

Cian-tok-mo-kun buru-buru mengeluarkan kotak kecil itu, Sin-

hiong menggeleng-gelengkan kepala dan berkata:

"Tidak usah, kau pergilah, orang-orang disini biar aku yang

urus!"

Setelah berkata, dia melihat sekali pada Ong Ciu-ping dan

berkata lagi:

"Ong Lo-cianpwee, menolong nyawa orang, bagaimana pun jauh

lebih baik dari pada melihat keuntungan lalu lupa pada teman, jika

ketua perumahan Tiong itu adalah orang yang dihormati dunia

persilatan, maka mohon Lo-cianpwee melupakan niat merebut Ho-

siu-oh ini."

Kata-kata yang dia ucapkan itu amat kuat, Mo-in-kim-ci dengan

terharu berkata:

"Dengan perkataan Sen-tayhiap ini, aku marga Ong tidak akan

ada pikiran merebutnya lagi, sekarang di tempat ini aku sudah tidak

ada urusan lagi, jika Tayhiap di kemudian hari ada kesempatan,

harap mampir ke Bu-tiang, untuk mengunjukan rasa hormat-ku."

Setelah berkata, dia bersoja pada Sin-hiong, membalikkan tubuh

pergi meninggalkan tempat itu.

Cian-tok-mo-kun lebih terharu lagi, berteriak:

"Sen-tayhiap, aku juga tidak banyak basa-basi lagi, mengucapkan

terima kasih, aku pasti menyampaikan hati tulus anda pada ketua

perumahan Tiong, jika dia beruntung bisa sembuh, sepanjang tahun

akan mendirikan peringatan untuk menyembahmu."

Setelah berkata begitu, sekali meloncat orang-nya dengan cepat

pergi.

Seumur hidup Sin-hiong belum pernah di hormati orang seperti

ini, saat ini dia malah merasa tidak enak, sorot matanya pelan-pelan

ditarik, tiba-tiba dia melihat ketiga Hio-cu dari Poan-liong-pang

sudah berlari keluar dari hutan!

Sin-hiong jadi marah, sambil berteriak, tubuh-nya dengan cepat

mengejar keluar!

Tapi baru saja dia bergerak, Lim Tai-goan dan Ciu Kiu-kun dua

pesilat tinggi inipun sudah mengambil kesempatan, dua macam

senjata dengan cepat datang menyerang.

Sin-hiong mendengus dingin, Kim-kau-po-kiam disabetkan ke

belakang, tapi tubuhnya tetap menerjang ke depan!

Ciu Kiu-kun marah dan berkata:

"Jika kami berdua tidak bisa menghadangmu, untuk apa aku

marga Ciu berkelana di dunia persilatan lagi!"

Baru saja mau mengejar, mendadak dia ditekan oleh Lim Tai-

goan yang berada di sampingnya:

"Saudara Ciu, suara di timur serang ke barat, ini kesempatan

bagus buat kita!"

Mendengar ini, Ciu Kiu-kun seperti sadar, tepat ketika Sin-hiong

mengejar Seng-si-poan dan kawan-kawannya, kedua orang itu

saling tertawa, lalu mengejar ke arah larinya Cian-tok-mo-kun.

Sen Sin-hiong yang kurang pengalaman di dunia persilatan, terus

mengejar tiga orang itu, malah melupakan dua orang ini.

Ilmu meringankan tubuhnya sangat hebat, Kang-ceng bertiga

sudah berlari sejauh dua tiga puluh tombak, sesudah Sin-hiong

berhasil mengejarnya dia membentak:

"Berhenti!"

Mendengar bentakannya, ketiga orang itu langsung berhenti,

Seng Ki-ho dengan dingin berkata: "Apa kami tidak boleh pergi?"

Sin-hiong tertawa dingin:

"Apa tujuan kalian pergi, bukankah kalian mau berputar lalu

mengejar orang, hemm... hemm... siasat busuk ini tidak bisa

mengelabui aku?"

Ang-sat-ciang Lai-cen tergesa-gesa, perlahan berkata:

"Tahan dia!"

Tujuan Sin-hiong menghadang mereka sesaat, supaya Cian-tok-

mo-kun bisa dengan bebas pergi, tapi begitu dia melihat, di depan

mata seperti ada yang kurang, mendadak hatinya tergetar, di dalam

hati dia berpikir:

'Kenapa aku begini bodoh, tiga orang di depan ini hanya orang

kelas dua, dua orang di belakang itu, baru orang yang mesti

diperhatikan.'

Berpikir sampai disini, dia jadi malas menjawab, dia membalikkan

tubuh lari kembali lagi ke tempat semula.

Dia sungguh orang pintar yang bodoh sesaat, walaupun sekarang

balik lagi ke tempat tadi, apakah Lim Tai-goan dan Kiu-bun-liong

masih ada disana?

Begitu Sin-hiong tiba di tempat semula, benar saja tempat itu

sudah tidak ada satu orang pun, pertama-tama dia tertegun, lalu dia

mengerti, dia sendiri jadi tertawa bisu, di dalam hati berkata:

"Yang penting kalian semua pasti pergi ke Ho-gu-cung, aku

punya kuda Ang-ji, tidak usah takut tidak bisa mengejar mereka?"

Berpikir sampai disini, dia lalu naik ke atas kudanya mengejar ke

arah Ho-gu-cung!

Sin-hiong sadar mereka berangkatnya masih belum lama, di

dalam hati berpikir:

"Paling bagus jika aku bisa mengejar mereka sebelum tengah

hari", maka dia menjepitkan sepasang kakinya, satu orang dengan

satu kuda dengan cepat berlari ke depan.

Sambil memacu kudanya dia mengawasi, tapi tetap saja

menemukan satu orang pun.

Sin-hiong berpikir di dalam hati:

'Apakah Cian-tok-mo-kun melakukan perjalan-an melalui jalan

kecil? Jika tidak, bagaimana pun seharusnya dia sudah

menemukannya."

Tadinya masalah ini tidak ada sangkut paut dengan dirinya, tapi

karena dorongan rasa keadilan, tanpa sadar, Sin-hiong jadi

mengambil beban ini.

Di sepanjang jalan, sejauh mata memandang, semua adalah

hutan rimbun, semakin Sin-hiong berjalan ia merasa semakin ada

yang tidak beres, tadinya dia ingin balik kembali, tapi sekarang

waktu sudah tidak |Mgi lagi, saat dia maju ke depan, bukan saja

tidak pernah bertemu orang, satu rumah pun tidak terlihat, di dalam

hati dia berpikir:

'Dari pada kembali lagi, lebih baik mencoba jalan ke depan lagi,

siapa tahu bisa menemukan sesuatu?'

Setelah memutuskan, maka dia melarikan kudanya lagi.

Berjalan tidak lama, jalannya sudah sedikit datar, di sepanjang

jalan pun sudah ada beberapa rumah, dia mencoba menanyakan

pada orang-orang di jalan, apakah melihat orang yang seperti Cian-

tok-mo-kun k-vval, orang-orang itu menjawabnya tidak tahu, walau

pun sia masih meneruskan jalannya, tapi pikirannya sudahh sedikit

goyah.

Waktu tengah hari sudah lewat, di depan mata kembali tampak

tanah liar, Sin-hiong jadi merasa menyesal, jika sudah tahu begini,

tadi dia seharusnya beristirahat dulu.

Kembali berjalan beberapa saat dia merasa perutnya keruyukan,

hatinya jadi sedikit gelisah dan begitu mengangkat kepala, dia

melihat tidak jauh dari tempatnya tampak ada satu tembok merah.

Hati Sin-hiong tergerak di dalam hatinya berfikir:

'Kelihatandi didepan itu jika bukan kelenteng pasti sebuah kuil,'

karena sedang merasa kelaparan dia tidak berpikir panjang lagi,

mempercepat jalannya mendekati tempat itu.

Setelah dekat dia dia melihat memang sebuah kelenteng, warna

merah ddi sudut temboknya sudah terkelupas, tembok di

perkarangan belakang juga sudah roboh, tampaknya sebuah

kelenteng yang sudah tidak digunakan lagi

Sin-hiong merasa lemas, tapi dia sudah datang kesini, terpaksa

pelan-pelan turun dari kuda, masuk ke dalam bangunan kelenteng,

terlihat patung Budha di dalam sudah pada miring-miring, tiang

merahnya pun sudah tidak berwarna merah lagi, melihat

keadaannya kelenteng ini paling sedikit sudah ada lima enam tahun

tidak ada penghuninya.

Pelan-pelan dia berjalan ke tengah ruangan, begitu

memperhatikan, ternyata ini adalah kelenteng Koan kong di dalam

hati berpikir:

'Rasa setia kawan Koan-kong menerangi bumi dan langit, kenapa

kelentengnya tidak ada orang yang mengurus?'

Hatinya merasa ada ketidakadilan untuk Koan kong, sorot

matanya melihat ke arah koridor sebelah kanan, terlihat dalam

bayangan di sudut koridor ada sepasang kaki, Sin-hiong melihatnya

jadi terkejut sekali.

Tapi karena ilmu silatnya tinggi dan orangnya pemberani, dia

berdiri sesaat, kedua kaki itu tetap tidak bergerak, dia tahu pasti

ada sesuatu, maka dia berjalan menghampirinya, siapa tahu, begitu

dia melihat, ternyata itu adalah setengah bagian tubuh bawah

seseorang.

Hati Sin-hiong jadi merasa tertekan, diam diam dia menarik nafas

dan di dalam hati berkata:

'Dimana setengah bagian rubuhnya lagi?'

Dia maju lebih dekat lagi, siapa tahu tidak melihat tidak apa-apa,

begitu meneliti, hatinya jadi tambah terkejut!

Pagi ini dia telah melihat bagaimana baju Cian tok-mo-kun, saat

ini orang yang tergeletak diatas lantai, baju dan warnanya persis

sama dengan yang dipakai Cian-tok-mo-kun, maka orang yang mati

ini di pastikan Cian-tok-mo-kun.

Sin-hiong jadi bengong melihatnya, di dalam hati dia berpikir,

'setengah tubuh bawahnya berada disini, setengah tubuh atasnya

mungkin ada disekitar ini, maka dengan telapak tangan menjaga

didepan dada, tubuhnya meloncat melesat ke dalam koridor.

Koridor ini tidak panjang, setelah Sin-hiong melewatinya,

matanya menjadi terang, ternyata di ujung koridor ada sebuah

pekarangan yang tidak kecil, di tengah pekarangan ada tiga buah

pohon besar, karena sudah lama tidak ditinggali, orang yang melihat

merasa ada sedikit angker.

Setelah masuk ke dalam pekarangan, sorot mata dia pelan-pelan

menyapu, mendadak, di belakang pohon besar kedua seperti ada

sesuatu yang digantung? tidak berpikir panjang lagi, dia langsung

berjalan mendekat!

Sin-hiong jadi terkejut, dalam hatinya berpikir:

'Cian-tok-mo-kun belum lama berpisah dengan nya, bagaimana

bisa dalam waktu yang begitu singkat sudah dibunuh orang, jika dia

dibunuh oleh Kiu Bun-liong dan Lim Tai-goan, tampaknya tidak

mungkin?

Terhadap ilmu silat ketua Kai-pang dan ketua perkumpulan Poan-

liong, dan Cian-tok-mo-kun sangat tahu sekali, walau dua orang

mengeroyoknya, Cian-tok-mo-kun pun tidak akan mati secepat ini?

Setelah Sin-hiong berpikir-pikir, dalam sesaat masih belum

terpikir siapa orang yang memiliki ilmu silat setinggi ini, saat itu dia

pelan-pelan berjalan mendekati mayat itu, ketika dia ingin

menurunkan mayat Cian-tok-mo-kun kebawah, baru saja meng-

angkat tangannya, mendadak dia melihat disisi mayat Cian-tok-mo-

kun ada sebelas huruf yang diukir orang dengan menggunakan ilmu

jari Tay-lek-kim-kong-ci (Jari Kimkong), berbunyi, 'mengembalikan

perbuatan orang pada orangnya sendiri'!

Sebelas huruf ini terukir sedalam kira-kira setengah senti, jika

dilihat dari ilmu silatnya, baru kali ini dia melihatnya sejak turun

gunung.

Sin-hiong sangat terkejut, kembali melihat kekiri dan kanan, dia

melihat disisi kiri mayat Cian-tok-mo-kun, juga digambar satu

kuntum bunga teratai dengan cara yang sama, dia teringat Say-hoa-

to pernah berkata masalah pulau Teratai, di dalam hati dia berpikir,

'apakah semua ini dilakukan oleh ketua pulau Teratai?'

Dia tidak tahu, siapa nama dan marga ketua pulau Teratai, hanya

dia sudah merasa ilmu silatnya gadis berbaju merah itu sangat

tinggi, maka bagaimana dengan ketua pulau Teratai? Tentu saja

tidak perlu ditanya lagi.

Dia memutar otaknya, mengangkat tangan untuk kedua kalinya,

baru saja mau menurunkan mayat Cian-tok-mo-kun, mendadak dari

luar koridor ada yang teriak:

"Tunggu, tunggu, apa kalian melihat jelas bocah itu lari masuk ke

dalam kuil ini?"

Terdengar orang lainnya menjawab:

"Tidak peduli benar atau tidak, diluar ada kuda, maka di dalam

pasti ada orang!"

Baru saja orang itu berhenti berkata, mendadak "Iiih!" dan

berkata lagi:

"Tan-tayhiap, kau melihat apa?"

Ternyata orang yang datang itu hanya dua orang saja, orang

yang dipanggil Tan-tayhiap melihat kearah yang ditunjuk dan

berteriak:

"He he, sepasang kaki!"

Kedua orang di luar itupun sudah menemukan sepasang kaki itu,

Sin-hiong melihat ke sekeliling, melihat disebelah kiri ada panggung

bedug, maka tanpa mengeluarkan suara dia meloncat keatasnya!

Tapi baru saja dia masuk ke dalamnya, mendadak dia merasakan

sebuah pukulan dahsyat menghantam dari atas!

Sin-hiong terkejut, dia menjulurkan tangan ingin menangkisnya,

mendadak orang itu menarik kembali pukulan tangannya, dengan

dingin berkata:

"Sen-tayhiap, dunia ini benar-benar sempit!"

Sin-hiong semakin terkejut, sekali melihat, tidak tahan dia

terkejut dan berteriak:

"Ternyata kau?"

"Betul, kau tidak menyangka!"

"Tidak juga?" kata Sin-hiong tersenyum.

Walaupun berkata begitu, tapi di dalam hati dia merasa sungguh

sedikit diluar dugaan, pikirnya:

'Menurut kabar, bukankah dia sudah meng-ikuti gurunya pulang

ke Hoa-san?’

Ternyata orang ini bukan orang lain, dia adalah Ho Koan-beng

murid dari Hoa-san, juga calon suami-nya Sun Cui-giok!

Kenapa Ho Koan-beng bisa datang kesini, dan bersembunyi di

dalam kegelapan, hanya dia sendiri yang tahu, dia pelan-pelan

berjalan keluar, tampak janggutnya sudah tumbuh panjang,

wajahnya kusam

Sin-hiong yang melihat di dalam hati merasa tidak enak, dia

mengira karena Koan-beng merindukan Cui-giok, dia diam-diam

kabur keluar gunung, sehingga keadaannya jadi tidak terurus.

Ho Koan-beng melihat pada Sin-hiong sambil tersenyum berkata:

"Di luar ada orang yang datang mengejarku, perkataan kita harus

pelan sekali!"

'Tidak apa-apa!" kata Sin-hiong tertawa dingin.

Ho Koan-beng mendadak mengangkat kepalanya, dalam hati

berpikir, 'dia ini pernah mengalahkan Ang-hoa-kui-bo, di sepanjang

jalan, Lam-goat-sian-ku dari Ngo-goat juga pernah dikalahkan dia,

walaupun Cap-poh-tui-hun (Sepuluh langkah pengejar roh) Tan

Tong dan Hek-ho (Rubah hitam) Souw Cian sangat lihay, mungkin

masih bukan lawannya?’

Ketika Ho Koan-beng sedang berpikir, di bawah sudah terdengar

derap kaki orang, dua orang itu mengawasi dari atas ke bawah,

terlihat dua orang laki-laki yang satu hitam dan yang satu lagi putih,

sedang berjalan keluar dari koridor.

Sin-hiong tidak mengenal kedua orang ini, juga tidak tahu apa

hubungan Ho Koan-beng dengan mereka, di dalam hati dia hanya

menduga, jika kedua orang itu naik ke atas, bagaimana pun aku

akan membela Ho Koan-beng.

Kedua orang itu mencari-cari di dalam pekarangan, sedangkan di

dalam hati Ho Koan-beng memikirkan hal lain, dia berpikir, dia telah

mendapat-kan sebuah buku rahasia yang diinginkan oleh seluruh

orang di dunia persilatan, tampaknya Sin-hiong sedikit pun tidak

lalui, sayang saat ini dia masih belum melatih ilmu mIaI y.mg «ida

di dalam buku itu, jika tidak, jangan kala kedua orang yang ada di

bawah itu, terhadap Sin-hiong pun, dia akan menyerang untuk

membalas dendam karena telah merebut istrinya.

Sesaat kedua orang itu mencari-cari di bawah, terdengar laki-laki

yang berwajah putih itu berkata:

"Saudara Souw, kau lihat itu?"

Habis berkala, dia sudah datang menghampiri dan melihat,

mendadak dia berteriak:

"He he he, ternyata perbuatan ketua pulau Teratai?"

Begitu kata-kata ini keluar, laki-laki wajah hitam itu jadi tertegun,

sambil gugup berkata: "Dia?......"

Ketika berkala, wajahnya tampak tidak wajar, Sin-hiong yang

melihat, jadi ingat apa yang dikatakan oleh Sai-hoa-to di

penginapan itu, ternyata perkataan-nya tidak bohong, bagaimana

hebatnya ketua pulau Teratai, hanya melihat warna wajah kedua

orang di bawah itu sudah bisa dibaca, jika bertemu dengan ketua

pulau Teratai, jangan dibicarakan lagi.

Laki-laki berwajah hitam itu hanya mengucap-kan satu patah

kata, laki-laki berwajah putih itu jadi mundur satu langkah, berkata

lagi:

"Apa kau tahu siapa yang digantung diatas pohon itu?"

Laki-laki wajah hitam menggelengkan kepala, laki-laki wajah

putih itu menghela nafas, dengan kaku berkata:

"Cian-tok-mo-kun!"

Laki-laki berwajah hitam terlihat lebih terkejut dan berkata:

"Tan-tayhiap, menurut pendapatku, kalau dia sudah melibatkan

diri dalam masalah ini, aku pikir lebih baik kita mundur saja."

Tan-tayhiap itu berpikir sesaat, lanjutnya:

"Aku tidak sependapat, dengan kemampuan kita berdua, kenapa

harus takut padanya?"

Walaupun berkata begitu, tapi wajahnya ada sedikit rasa

khawatir, tampak dia menggenggam erat-erat kepalannya, seperti

merasa ketua pulau Teratai bersembunyi di sekitar tempat ini.

Laki-laki wajah hitam itupun berpikir sejenak, dia merasa kata-

katanya masuk akal, dia menegakan rubuhnya sebentar dan

berkata:

"Aku Hek-ho Souw Cian dan Cap-poh-tui-hun Tan Tong ada

disini, jika ketua pulau ada maksud apa, silahkan keluar saja!"

Kata-katanya hanya untuk menggertak saja, setelah dia berkata,

di sekeliling masih sunyi senyap!

Kedua orang itu menunggu sejenak, melihat di sekeliling masih

tidak terdengar apa-apa, Cap-poh-tui-hun jadi berani, sambil

tertawa dia berkata:

"Entah siapa, berani sekali menyamar jadi ketua pulau Teratai,

he he......"

Dia tertawa sejenak, sepasang matanya mengawasi ke sekeliling.

Sin-hiong yang bersembunyi diatas panggung bedug, merasa

dengan kepandaian Ho Koan-beng, walau berlatih sepuluh tahun

lagi, tidak mungkin bisa menyamar jadi ketua pulau Teratai,

kelihatannya huruf dan tanda gambar diatah pohon itu memang

perbuatan ketua pulau Teratai.

Setelah berpikir begitu, dia melirik ke sisi, terlihat Ho Koan-beng

pun sedang memandang dia, saat itu dengan pelan dia bertanya:

"Saudara Ho, saat kau datang kesini, apakah melihat ketua pulau

Teratai?"

Ho Koan-beng menggelengkan kepala, dengan pelan berkata:

"Aku masuk dari belakang, keadaan di depan, sedikit pun aku

tidak tahu!"

Berkata sampai disini, mendadak dia teringat satu hal dan

kembali berkata:

"Sen-tayhiap, jika kedua kedua orang itu naik ke atas, apa kau

bisa membantuku menahannya?"

Sin-hiong tersenyum dan berkata:

"Tentu saja bisa!"

Ho Koan-beng menarik nafas lega dan berkata: "Kalau begitu, di

kemudian hari jika kita bertemu lagi, aku pasti mengalah dulu tiga

jurus pada mu!"

Sin-hiong jadi tergetar, dia tidak tahu apa maksud kata-katanya?

Dia jadi bengong melihat pada Ho Koan-beng.

Mungkin, karena Ho Koan-beng berkata sedikit emosi, suaranya

jadi sedikit keras, ilmu silat kedua orang di bawah itu tidak rendah,

sedikit saja ada gerakan, tidak bisa mengelabui mereka, Cap-poh-

tui-hun berteriak:

"Diatas ada orang!"

Hek-ho menghentikan geraknya, membentak: "Siapa? Cepat

keluar?"

Melihat kedua orang itu berteriak, Sin-hiong dan Ho Koan-beng

sudah tidak bisa bersembunyi lagi, wajah Ho Koan-beng berubah

dan berkata:

"Sen-tayhiap, apa kau sanggup menahan mereka berdua?"

Dalam benak Sin-hiong masih memikirkan kata katanya tadi,

setelah mendengar sambil mengangguk-kan kepala berkata:

"Aku bisa mencobanya!"

Ho Koan-beng tertawa dingin dan berkata lagi:

"Kalau begitu, aku ada satu permintaan kecil?"

"Silahkan katakan!"

Ho Koan-beng melihat-lihat ke bawah, melihat Cap-poh-tui-hun

dan Hek-ho sudah bersiap-siap meloncat ke atas, cepat-cepat

berkata:

"Hadang mereka berdua, atau pancing mereka keluar kuil!"

Sin-hiong tertegun, baru saja mau bertanya, mendadak satu

bayangan orang berkelebat, Cap-poh-tui-hun sudah loncat naik ke

atas!

Sin-hiong tidak sempat bertanya lagi, telapak tangannya sudah

menghantam sambil berkata:

"Turun!"

Serangannya sangat cepat, belum sempat Cap-poh-tui-hun

menginjakan kakinya, mendadak merasa ada sebuah angin pukulan

menyerang dadanya, tubuhnya bergoyang lalu telapak tangannya

menangkis sambil berkata dingin:

"Sobat, apa kau berani turun ke bawah?"

Dia tidak bisa menginjakan kakinya diatas, sambil bersalto

terpaksa turun lagi ke bawah.

Karena masalah sudah mendesak, Sin-hiong memandang pada

Ho Koan-beng katanya:

"Tidak peduli apa pandanganmu terhadap aku? Masalah ini biar

aku sendiri yang menanggung-nya!"

Setelah bicara, orangnya langsung melayang turun ke bawah.

Cap-poh-tui-hun dan He Hu berdua melihat dari atas ada orang

melayang turun ke bawah, kedua orang itu mengawasi, tapi tidak

mengenalnya, Souw Cian berteriak:

"Saudara Tan, mungkin dia yang menyamar jadi ketua pulau

Teratai."

Tan Tong mendengus, lalu berkata:

"Rasanya belum pantas!"

Hati Sin-hiong merasa tidak enak, sebenarnya dia dengan hati

tulus membantu Ho Koan-beng, tapi Ho Koan-beng malah

membalas dengan memusuhi-nya, mengatakan di kemudian hari

jika bertemu lagi, akan mengalah tiga jurus pada dia, maka dia

malas bicara banyak dengan kedua orang ini, dia berkata:

"Biar kalian lihat, apa aku pantas atau tidak!"

Dia memutar sebelah tangannya, menyapu ke arah dua orang

itu!

Cap-poh-tui-hun tertawa dingin:

"Bocah, bicaramu terlalu besar!"

Sepasang telapak tangannya berturut-turut menghantam, dan

terlihat angin pukulan laksana gunung datang menekan Sin-hiong.

Ketika Sin-hiong menyerang dengan sebelah tangannya,

mendadak dia merasa serangan yang datang ini seperti kurang

tepat, dalam waktu yang singkat ini, dia masih belum lupa kata-

katanya Ho Koan-beng, yaitu harus menghadang kedua orang ini,

atau memancing mereka keluar dari kuil. Maka dia mengambil

nafas, pukulannya di geser dan tubuhnya meluncur keluar,

mendarat ke samping Hek-ho, Souw Cian sambil menghantam dan

berkata:

"Kenapa kau tidak bergerak?"

Pukulannya terlihat enteng sekali, Souw Cian tertawa dan

berkata:

"Bocah, kau ingin main main?"

Siapa sangka baru saja dia selesai bicara, mendadak dia merasa

angin pukulan lawan berubah bertambah kuat, Sin-hiong sambil

tertawa berkata:

"Main-main juga boleh!"

Hek-ho tergetar, sekarang tenaga pukulan Sin-hiong sudah

bertambah beberapa kali lipat, terlihat angin pukulannya seperti

gelombang ombak datang menerjang, Souw Cian berteriak:

"Saudara Tan, ilmu silat orang ini tidak di bawah ketua pulau

Teratai!"

Setelah Cap-poh-tui-hun berteriak, diam-diam menyerang

dengan telapak tangannya!

Sebenarnya Sin-hiong bisa saja dengan sekali pukulan memukul

mundur Souw Cian, tapi dia selalu teringat pesannya Ho Koan-beng,

maka ketika serangannya sampai di tengah jalan, dia mengurangi

tenaga dalamnya, walau demikian, Hek-ho Souw Cian tetap tidak

bisa menahannya, "Duuk duuk duuk!" dia mundur tiga langkah ke

belakang.

Tan Tong mendapat julukan Cap-poh-tui-hun, tentu saja pukulan

tangan kosongnya luar biasa, serangan yang dilakukan secara

diam-diam tetap menimbulkan angin pukulannya yang menderu,

membentuk tembok tenaga yang amat dahsyat di depan belakang

dan menekan ke arah Sin-hiong!

Tapi Sin-hiong berkelebat, kembali berputar ke belakang Hek-ho,

sambil tertawa berkata:

"Kau tidak boleh pergi?"

Pelan-pelan dia mendorong telapak tangannya, dengan

menghindar ke timur menyerang barat, dua serangan Cap-poh-tui-

hun tidak mengenai sasaran, sedangkan Hek-ho Souw Cian merasa

tekanannya makin bertambah?

Souw Cian membentak, secepat kilat dia menyerang sampai lima

enam pukulan tangan!

Sin-hiong tertawa, dengan entengnya menghindar, lalu

membalas serangan dengan telapak tangannya pada Cap-poh-tui-

hun!

Cap-poh-tui-hun dan Hek-ho masing-masing jadi bertarung

sendiri-sendiri, sebab dengan gerakan cepat Sin-hiong berkelebat

diantara mereka, kedua orang itu sudah mengerahkan segala

kemampuannya tapi tetap tidak bisa menyentuh dia?

Hek-ho berteriak:

"Saudara Tan, lebih baik kita mengeroyok dia?"

Dia menduga ilmu silat Sin-kiong tidak di bawah ketua pulau

Teratai, jadi tidak masalah kalau melakukan pengeroyokan?

Sin-hiong tertawa dan berkata:

"Apa masih ada orang ketiga?"

Setelah berkata, dia mengeluarkan Kim-kau-po-kiam, kilatan

pedang berkelebat, dengan cepat memotong pergelangan tangan

Souw Cian!

Cap-poh-tui-hun tergetar dan berteriak: "Kim-kau-kiam!" .

Mendengar nama Kim-kau-kiam, tidak tahan Hek-ho jadi sangat

terkejut, dia menarik telapak tangannya dan segera mundur ke

belakang!

Sin-hiong tersenyum, dia mengangkat kepala dan memanggil:

"Saudara Ho, saudara Ho......"

.Tapi sesudah dia memanggil beberapa kali, di atas malah tidak

ada orang yang menjawab.

Sin-hiong jadi tertegun, hatinya berpikir:

'Apakah Ho Koan-beng sudah pergi?'

Ketika dia sedang menduga-duga, Cap-poh-tui-hun berdua

membelalakan matanya besar-besar, otak mereka sudah berputar

seratus delapan puluh derajat, pikirnya:

"Betulkah orang ini Kim-kau-kiam-khek yang mengalahkan Ang-

hoa-kui-bo dan Sian-souw-ngo-goat?'

Ketika kedua orang itu berpikir sambil bengong, Sin-hiong sudah

memanggil berkali-kali, melihat Ho Koan-beng tidak menjawab, di

dalam hati berpikir:

'Tugasnya sudah selesai, buat apa bertarung dengan mereka

lagi?'

Setelah berpikir, maka dia melangkahkan kaki keluar dari kuil!

Cap-poh-tui-hun dan Hek-ho berdua jadi ketakutan mendengar

nama Kim-kau-kiam-khek, dua orang itu bengong tidak bergerak-

gerak, memandang bayangan punggung Sin-hiong meninggalkan

tempat.

Baru saja Sin-hiong berjalan beberapa langkah, mendadak dia

teringat pada Cian-tok-mo-kun, walau-pun berhati kejam, tapi

sebelum mati telah melakukan satu hal yang baik, jika membiarkan

mayatnya tergantung di dalam kuil, bukanlah hal yang baik.

Berpikir sampai disini, maka dia kembali masuk lagi.

Dia berjalan lewat di depan Cap-poh-tui-hun sambil

memandangnya berkata:

"Aku tidak punya dendam dan permusuhan dengan kalian, buat

apa kalian mencari aku?"

Setelah berkata, dia berjalan ke sisi pohon besar, menurunkan

mayat Cian-tok-mo-kun, sesaat dia merasa terharu dan berkata lagi:

"Orang ini di dunia persilatan mungkin seorang penjahat, tapi dia

bisa membedakan mana yang buruk dan mana yang baik, kalau

begitu dia adalah orang yang baik."

Dia hanya berkata pada dirinya sendiri, tidak memperhatikan

bagaimana wajah kedua orang di sisinya, suasana di sekeliling

begitu tenang, siapa yang terpikir, Kim-kau-kiam-khek hari ini mau

menguburkan mayat Cian-tok-mo-kun?

Sin-hiong membawa bagian atas tubuh Cian-tok-mo-kun,

berjalan pelan-pelan, derap kaki dia di atas tanah terdengar sangat

berat.

Baru saja dia mau masuk ke dalam koridor, Cap-poh-tui-hun

mendadak berteriak:

"Tunggu, aku masih ada pertanyaan!"

Sin-hiong membalikkan tubuh dan bertanya:

"Masih ada apa lagi?"

Setelah berpikir sebentar, Cap-poh-tui-hun merasa membiarkan

dia begitu saja pergi, akan membuat dia kehilangan muka, saat itu

dia tertawa dan berkata:

"Siapa kau ini sebenarnya, aku marga Tan masih belum tahu!"

Di dalam hati dia berpikir, 'gitar kuno itu sesungguhnya tidak bisa

mewakili Kim-kau-kiam-khek" maka dia bertanya ini.

Sin-hiong tertawa dan berkata:

"Bukankah tadi sudah mencobanya?" Berkata sampai disini, lalu

melanjutkan:

"Kalian berdua cobalah tanya pada diri kalian, bagaimana

kepandaian kalian dibandingkan dengan perguruan Siauw-lim?"

Saat dia berkata ini, ternyata dalam hatinya sangat terharu, pelan

pelan menaruh mayatnya Cian-tok-mo-kun, dan pelan-pelan

berjalan kembali.

Dua orang itu mengira Sin-hiong mau menyerang mereka, baru

saja tubuh Sin-hiong bergerak, dua angin pukulan yang amat

dahsyat sudah datang menyerang!

Sin-hiong mendengus dingin, dia membalikkan telapak

tangannya, terdengar "Paak! Paak!" tiga bayangan orang tergetar,

Tan Tong dan Souw Cian masing-masing tergetar mundur satu

langkah ke belakang, tubuh Sin-hiong juga bergoyang-goyang dua

kali.

Kedua orang itu sangat terkejut, wajahnya pun berubah besar!

Mereka sadar, Sin-hiong hanya menggunakan sebelah tangan,

jika dia menggunakan sepasang tangannya, atau menggunakan

Kim-kau-kiam,Cap-poh-tui-hundanHek-hotidakbisa

membayangkan.

Sesudah memukul mundur dua orang itu, tubuh Sin-hiong tidak

berhenti, dia berjalan ke bawah panggung bedug, melihat ke atas

sebentar lalu meloncat ke atas.

Setelah berada di panggung bedug, di atas sudah kosong tidak

ada apa-apa, dalam hati Sin-hiong berkata:

‘Tampaknya ilmu silat Ho Koan-beng sudah lebih maju dari pada

dulu, dia dengan dua orang di bawah itu hanya bertarung empat

lima jurus, tapi Ho Koan-beng dengan tenang sudah meninggalkan

tempat itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, maka

perkataannya tadi telah menunjukan sesuatu rahasia.’

Sambil dia berpikir, dia berjalan berputar diatas panggung

beberapa langkah, mendadak dia teringat Sun Cui-giok, di dalam

hati berpikir:

'Ho Koan-beng tidak tinggal di Hoa-san, malah diam-diam turun

gunung, mungkin itu demi Cui-giok.”

Berpikir sampai disini, tanpa sadar dia meng-hela nafas, Ho

Koan-beng dengan Sun Cui-giok sudah bertunangan, buat apa dia

terlibat lagi di dalamnya?

Tapi, entah dimana Sun Cui-giok sekarang, bagaimana pun dia

harus mencarinya dan mengembalikan pada Ho Koan-beng.

Berpikir demikian, hatinya jadi merasa sedikit tenang, maka dia

kembali meloncat ke bawah.

Tapi, baru saja kakinya mau menginjak tanah, Cap-poh-tui-hun

dan Hek-ho sudah kembali menyerangnya, ternyata ketika Sin-hiong

naik ke atas panggung bedug, Tan Tong dan Souw Cian sudah

selesai mengatur siasat, di saat Sin-hiong belum siap, mereka akan

menyerang dan membunuh dia.

Serangan telapak tangan kedua orang itu menggunakan seluruh

tenaganya, serangannya tentu saja lebih dahsyat dari pada yang

tadi, terlihat angin keras seperti gelombang, hampir menggulung

seluruh tubuhnya Sin-hiong.

Sin-hiong jadi naik pitam, di dalam hati berpikir:

'Kedua orang ini benar-benar tidak tahu diri, maka dia segera

membentak, Kim-kau-po-kiam nya bergerak menusuk sebanyak

enam tujuh kali!

Belum pernah dia semarah kali ini, hal ini mungkin karena kata-

katanya Ho Koan-beng telah menyakiti hatinya, sehingga dia

melampiaskan amarahnya pada kedua orang ini.

Sinar matahari membuat bayangan pedang, mendadak kedua

orang itu merasa ada hawa pedang yang dingin menerpa wajahnya,

mereka jadi sangat terkejut, sekarang Cap-poh-tui-hun sudah yakin

dia berteriak:

"Kali ini tidak salah lagi!"

Hati kedua orang itu menjadi ciut, masing-masing menghantam

dengan sebelah tangan, dan tubuhnya buru-buru melesat ke

belakang!

Hek-ho membelalakan sepasang matanya, bengong memandang

Sin-hiong, dalam hatinya berpikir:

'Ketua pulau Teratai mengambil nyawanya Cian-tok-mo-kun, Kim-

kau-kiam-khek malah menguburkan mayatnya, tidak hanya itu,

kenapa Kim-kau-kiam-khek juga membela murid perguruan Hoa-

san?’

Pikiran Cap-poh-tui-hun juga sama, tapi dia sedikitpun tidak mau

mengaku kalah, dia dengan Hek-ho jauh-jauh mengejar Ho Koan-

beng sampai kesini, tujuannya adalah untuk merebut buku rahasia

itu, setelah mengejar sampai disini, tadinya dia sudah yakin akan

berhasil merebut buku rahasia itu dari tangan Ho Koan-beng, tidak

diduga muncul Sen Sin-hiong, sehingga Ho Koan-beng dengan

bebas bisa melarikan diri, bagaimana dia mau menerimanya?

Sin-hiong tidak mempedulikan, dia menyimpan pedang

pusakanya, lalu melangkah keluar dari kuil.

Sampai di sisi koridor, kembali mengangkat mayat Cian-tok-mo-

kun, di dalam hati berpikir:

'Demi sebuah Ho-siu-oh berusia ribuan tahun, entah sudah

berapa banyak nyawa yang melayang, sampai akhirnya Cian-tok-

mo-kun sendiri pun mati karena sebuah Ho-siu-oh, dia berhati baik

tapi mendapatkan balasan yang buruk", maka Sin-hiong

memutuskan untuk menguburkan mayatnya, supaya mayatnya tidak

dimakan anjing liar!

Ketika Sin-hiong berjalan masuk ke dalam koridor, Tan Tong

sudah datang mengejarnya sambil membentak, dia mendorongkan

sebelah telapak tangannya, menghantam!

Koridornya tidak besar, angin pukulan tangan Tan Tong yang

sangat dahsyat hampir memenuhi seluruh koridor, Sin-hiong masih

tetap berjalan ke depan, begitu Tan Tong menghantam, dia pun

segera membalikkan tangan menangkisnya, menghilangkan

serangan Tan Tong itu.

Cap-poh-tui-hun sedikit terkejut, tapi dia masih belum mau

mundur, sebelah telapak tangan lainnya kembali bergerak

menghantam!

Gerakan Sin-hiong sangat cepat, saat pukulan kedua Tan Tong

datang, Sin-hiong sudah mengangkat setengah mayat bawahnya

Cian-tok-mo-kun, tubuhnya juga sudah tiba di dalam ruangan besar.

Pukulan telapak tangan kedua Tan Tong kembali tidak mengenai

sasaran, dia sadar bukan lawannya Sin-hiong, maka berteriak:

"Saudara Souw, kita serang bersama-sama!"

Souw Cian menyahut, keduanya berlari keluar!

Saat ini Sin-hiong sudah keluar dari dalam ruangan besar, dia

sedang membungkuk menggali lubang, Tan Tong dan Souw Cian

diam-diam menghampirinya!

Sin-hiong jadi naik pitam dan berkata:

"Kalian berdua sebenarnya ingin apa?"

Tan Tong dingin berkata:

"Apakah kau sudah mendapatkan buku Hiang-Liong-pit-to (Buku

rahasia menaklukan naga)?"

Sin-hiong tertegun sejenak, sambil terkejut, berkata:

"Hiang-liong-pit-to?"

Mendadak dia teringat masalah Sin-tung-thian-mo, dalam hati

tentu saja terkejut dan berkata:

'Melihat keadaan, rupanya Ho Koan-beng sudah mendapatkan

buku rahasia itu, tidak aneh dia terlihat tergesa-gesa, dia tadi

berkata di kemudian hari akan mengalah tiga jurus padaku, ternyata

dia telah mendapatkan buku rahasia itu?"

Souw Cian mengawasi gerak geriknya Sin-hiong, saat itu dia

sudah menduga sedikit, ketika Cap-poh-tui-hun akan menyerang

lagi, dia segera menarik dan berbisik:

"Saudara Tan, buku itu tidak ada di tangannya, lebih baik kita

cepat mengejar orang itu, mungkin murid Hoa-san itu belum jauh?"

Cap-poh-tui-hun menjadi sadar, di dalam hati berpikir:

'Betul juga, jika Kim-kau-kiam-khek tahu buku rahasia itu ada di

tangan murid Hoa-san itu, mungkin dia pun tidak akan melepaskan

begitu saja?"

Berpikir sampai disini, dia lalu menganggukan kepala, lalu

bersama Souw Cian berlari keluar meninggalkan Sin-hiong.

Kepergian mereka yang secara mendadak, buat Sin-hiong sedikit

pun tidak merasa terganggu, setelah menguburkan mayatnya Cian-

tok-mo-kun, pelan-pelan dia berjalan ke sisi kuda, baru saja akan

memacu kudanya, sudut matanya seperti melihat sebuah sinar

aneh.

Sin-hiong terkejut, dalam hati bertanya-tanya, benda apa itu?

Karena dorongan rasa ingin tahunya, maka dia jalan

menghampiri, ketika sudah dekat, mendadak seluruh tubuhnya

tergetar. Heh! Ternyata diatas tanah ada sebuah kotak kecil tempat

menyimpan Ho-siu-oh itu?

'Kenapa kotak kecil ini bisa berada disini,' Sin-hiong berpikir-pikir,

tapi masih tetap tidak bisa mendapat jawaban, kenapa benda itu

bisa berada di tempat terbuka tapi kedua orang itu tidak

melihatnya?

Ketika dia berjalan menghampiri dan mengambil kotak kecil

warna kuning mas itu, terasa ada bau harum yang menusuk hidung,

sehingga semangatnya menjadi naik, di dalam hati berpikir:

'Sudah banyak orang mati karena benda ini, tapi aku

mendapatkannya tanpa mengeluarkan sedikit tenaga pun?'

Dia teringat Cian-tok-mo-kun yang membawa Ho-siu-oh, ingin

pergi ke gunung Ho-gu untuk mengobati penyakit ketua perumahan

Tiong, sekarang Cian-tok-mo-kun sudah mati di tengah jalan, tugas

ini rupanya harus dia sendiri yang melanjutkannya.

Walaupun dia mendapatkan benda pusaka, tapi sedikit pun dia

tidak berniat memiliknya, menolong orang seperti memadamkan api,

maka tanpa membuang waktu lagi, dia buru-buru naik ke atas kuda

dan memacunya!

Di sepanjang jalan Sin-hiong tidak berhenti, dia langsung berlari

menuju tujuannya, lima hari kemudian, dia sudah melewati Lu-tian

dan tiba di kota Lu-san.

Saat itu, hari sudah hampir gelap, dia sudah beberapa hari

kurang istirahat, maka dia memutuskan mencari sebuah tempat

untuk beristirahat, supaya bisa melanjutkan perjalanannya di malam

hari.

Begitu masuk ke dalam kota, dia mencari sebuah lempat

istirahat, hal yang pertama-tama dilaku kan adalah makan dulu

yang kenyang. Lalu memesan satu kamar, dan tidur tanpa

mempedulikan segala sesuatu.

Entah sudah lewat berapa lama, saat bangun dari tidurnya, di

luar sudah gelap, di atas genting terdengar sangat berisik, Sin-hiong

berjalan ke jendela dan membukanya, ternyata sedang turun hujan.

Hujan ini mulanya kecil, tapi semakin lama semakin besar, Sin-

hiong jadi gelisah, dia seperti semut di atas kuali panas, dia berjalan

berputar-putar di dalam kamar.

Kelihatannya hujan ini sangat lebat, bukan saja hujannya besar,

anginnya pun sangat kencang, dalam waktu tidak lama, di atas jalan

air sudah menggenang setinggi tiga cun.

Sin-hiong hanya menghela nafas memandangi jendela, dia

berpikir, bagaimana keadaan ketua perumahan Tiong sekarang, jika

dia sampai telat satu langkah, dan penyakitnya sampai tidak

tertolong lagi, bukankah itu akan memberatkan dosanya?

Berpikir sampai disini, diapun merasa dia tidak seharusnya dia

takut akan hujan, sehingga gagal menolong orang, maka buru-buru

dia membuka pintu kamar, memanggil pelayan membayar

rekeningnya, lalu melarikan kudanya di bawah guyuran hujan

menuju tempat tujuan!

Berjalan tidak jauh, seluruh tubuhnya sudah basah kuyup, pada

saat ini, mendadak di depan dia ada seekor kuda berlari dengan

cepat!

Orang ini seperti tergesa-gesa, dia terus mengayunkan

cambuknya memacu kuda, dengan cepat sudah mendekati Sin-

hiong.

Orang itu mungkin sudah lama memacu kudanya, ditambah

hujannya terlalu besar, sehingga pandangannya terganggu, ketika

mendekat Sin-hiong menghindar ke pinggir, orang itu bersuara

"Ahh!", mengayunkan cambuknya dan berteriak: "Beri jalan!" '

Walau gerakan orang itu sangat cepat, tapi Sin-hiong sudah

menghindar ke pinggir, tapi orang itu dengan sembarangan

mencambuk, hati Sin-hiong jadi merasa sedikit tidak enak.

Cambuk orang itu tidak mengenai Sin-hiong, tapi kuda yang

sedang berlari cepat itu mendadak meringkik, empat kakinya

mendadak berhenti, dan orang yang berada diatas kuda sedikit pun

tidak bergerak, melihat ini, Sin-hiong tidak terasa memuji:

"Kepandaian menunggang kuda yang hebat!"

Setelah berhenti, sorot mata orang itu dengan dingin menyapu

lalu mendengus dan berkata:

"He he he, sudah datang!"

Kata-kata orang ini tidak ada ujung pangkal-nya, Sin-hiong jadi

bengong, tapi setelah bicara, orang itu kembali memacu kudanya

pergi!

Walaupun dalam hati Sin-hiong tidak mengerti, tapi karena

dirinya ada urusan penting, maka dia tidak bisa memikirkan telalu

lama, diapun lalu memacu kudanya keluar kota.

Perumahan Ho-gu tidak jauh dari Lam-tai, tapi Sin-hiong harus

melewati beberapa bukit dulu, hujan dan angin begitu besar,

sehingga perjalanannya mendapat kesulitan.

Tapi, di dalam hati Sin-hiong bukan saja sedikit pun tidak

mengeluh, malah dia bertambah gelisah, ingin secepatnya sampai di

tempat tujuan, supaya bisa menolong nyawanya marga Tiong itu.

Dia terus memacu kudanya ke depan, bajunya sudah basah

kuyup, tubuh bawahnya juga sudah kotor oleh jipratan lumpur,

ketika dia mengangkat kepala, terlihat di kejauhan ada sebuah sinar

lampu.

Sin-hiong tidak pikir panjang, kedua kakinya menjepit perut kuda,

berlari ke arah sinar lampu.

Setelah dekat, di depannya ternyata dihadang oleh sungai yang

airnya jernih, ada bayangan hitam berlapis-lapis, tampak jika bukan

sebuah perumahan tentu sebuah kota, tapi keadaan terasa aneh, di

tempat ini kecuali dipuncaknya ada sinar lampu kuning, yang

lainnya setitik sinar pun tidak ada!

Sungai ini lebarnya sekitar enam tujuh tombak, untuk dia jika

ingin meloncat menyeberangnya tidak menjadi halangan, tapi tidak

untuk kudanya, dia melihat lihat ke sekeliling, lalu berjalan

menyusuri sungai.

Sampai di satu tempat yang sungainya menyempit, Sin-hiong

berpikir akan meloncat menyeberangi berikut kudanya.

Baru saja kaki depan kudanya menginjak tanah, mendadak di

kegelapan ada orang sambil menghela nafas, berkata pelan:

"Hay, hujan begitu lebarnya, apakah kalian juga tidak mau

melepaskan dia?"

Suara ini terdengar sangat tua, Sin-hiong yang mendengar, tidak

tahan jadi terkejut lalu bertanya:

"Mohon tanya, apakah disini perumahan Ho-gu?"

Setelah orang yang berada di dalam kegelapan berbicara, dia

tidak mengeluarkan suara lagi, ter-dengar dari kejauhan ada suara

"Ssst!", satu bayangan orang laksana burung terbang datang

mendekat dan berteriak:

"Bu, siapa yang datang?"

Suara tua tadi berkata:

"Entah, tapi pada saat ini jika ada orang yang datang kemari,

pasti tidak berniat baik?"

Nada suaranya sangat dalam, Sin-hiong sedikit terhentak lalu

berteriak:

"Cayhe Sen Sin-hiong, sengaja datang untuk berkunjung pada

ketua perumahan Tiong!"

Baru saja dia selesai bicara, satu bayangan orang sudah datang

menerjang dan berkata dingin:

"Terima kasih, buat apa anda banyak hormat?"

Setelah berkata, setitik sinar perak melesat menusuk Sin-hiong!

Hujan masih turun, dua orang di kegelapan itu tidak mengaku

juga tidak membantahnya, Sin-hiong tidak tahu harus berbuat

bagaimana, sedangkan orang ini sudah menusukan pedangnya,

maka dia menarik tali kekang kudanya menghindar tusukan pedang

dan berkata lagi:

"Mohon tanya apakah ketua perumahan Tiong tinggal disini?"

Orang itu berkata marah:

"Kalau betul bagaimana, kalau bukan bagai-mana pula?"

Habis berkata, dia kembali menusukan pedangnya!

Dalam sekejap, otak Sin-hiong sudah berputar beberapa kali, di

dalam hati berkata: 'Apakah aku salah jalan?'

Dia tidak bergerak di atas kudanya, hanya tangan kanan

dilintangkan, menghantam dan berteriak:

"Saudara sembarangan menyerang orang, apa keinginanmu

sebenarnya?"

Tusukan pedang orang itu sangat cepat, tapi Sin-hiong lebih

cepat lagi, saat angin pukulannya menyapu melintang, hampir saja

menggetarkan pedang orang itu terlepas dari pegangannya.

Orang itu sangat terkejut, segera membalikan pergelangan

tangannya, terdengar suara tua dari kegelapan berteriak:

"Lam-hwan mundur!"

Begitu suaranya terdengar orangnya sudah datang, angin

pukulan menerjang punggung Sin-hiong!

Tadi Sin-hiong belum menggunakan seluruh tenaganya, saat

suara tua itu muncul dan mendadak menyerang, dia segera menarik

serangannya, bertahan tapi tidak membalas menyerang, dengan

nada dalam dia berkata:

"Orang tua, boleh tahu nama besar anda?"

Sambil berkata, dia menarik kudanya ke sisi, dengan mudah

menghindar serangan lawannya!

Orang yang menyerang itu adalah seorang nyonya tua itu,

setelah terhenti sejenak, dengan suara gemetar berkata:

"Kalian selain telah membunuhnya, masih mau menyelidik

keluarga dan namaku, apakah kalian ingin membunuh seluruh

keluarga sampai keakar-akarnya?"

Saat ini hujan sudah sedikit mereda, Sin-hiong mengusap air di

wajahnya, dengan perasaan tidak mengerti berkata:

"Aku hanya ingin tahu benar tidak ketua perumahan Tiong

tinggal disini, kalian berdua tidak mau memberitahu, ya sudah."

Setelah berkata, dia membalikan tubuh dan pergi, mendadak di

belakang tubuh terdengar suara "Ssst ssst!", sekejap terlihat ada

lima enam bayangan orang dengan cepat berlari mendatangi.

Melihat itu nyonya tua buru-buru berkata:

"Anak Hwan cepat sembunyi, biar aku sendiri yang

menghadapinya!"

Pemuda yang dipanggil anak Hwan itu berteriak:

"Ibu, mana bisa begitu, aku tidak bisa meninggalkan kau

sendirian menghadapi bahaya besar ini!"

Tadinya Sin-hiong tidak tahu apa yang terjadi disini, tapi setelah

mendengar perbincangan ibu dan anak mi, di dalam hati merasa

terharu, maka dia menawarkan diri, katanya:

"Kalian berdua silahkan bersembunyi, biar aku yang

menghadapinya."

Nyonya tua itu merasa ragu-ragu, melihat dia sekali, dengan

terkejut bertanya:

"Kau bukan sekelompok dengan mereka?"

Sin-hiong menggelengkan kepala dan balik bertanya:

"Lalu kalian ini dari kelompok mana?" Nyonya tua itu masih ingin

bicara, tapi lima enam bayangan orang di belakang sudah muncul!

Sin-hiong melihat, mengenali diantara lima enam orang itu, tiga

orang diantaranya adalah ketua hio dari Poan-liong-pang yaitu

Seng-si-poan Kang-ceng dan kawan-kawannya, tapi tiga orang

lainnya tidak dikenal.

Dari kejauhan Ang-sat-ciang Lai-cen sudah melihat Sin-hiong

duduk diatas kuda maka dia berteriak:

"Bagus sekali, Kim-kau-kiam-khek juga ada disini!"

Tidak masalah dia mengatakan ini, tapi nyonya tua dan pemuda

itu yang ada di samping Sin-hiong, mereka mendengarnya jadi

tergetar, nyonya tua itu tidak bisa bertahan lagi dengan suara

gemetar berkata:

"Enghiong ini Kim-kau-tayhiap yang muncul belum lama ini?"

Sin-hiong tertawa dan berkata:

"Terima kasih, orang tua, benarkah ketua perumahan Tiong

tinggal disini?"

Nyonya tua itu menghela nafas berkata:

"Jika tahu dari tadi yang datang ini adalah Kim-kau-kiam-khek,

apa lagi yang tidak bisa dikata-kan oleh kami, sekarang walau masih

hujan, tapi tidak lama lagi hari akan terang."

Kata-katanya bermakna dalam, tapi siapa pun yang

mendengarnya, jadi tahu apa arti kata-katanya itu, setelah nyonya

tua itu berkata, kembali berkata pada Seng-si-poan Kang-ceng:

"Kang-tayhiap, semasa hidupnya Hong-kun tidak pernah

melakukan kesalahan pada teman-teman dunia persilatan, ketua

perkumpulan anda selain telah membunuhnya, masih menyuruh

orang beberapa kali datang mengganggu, apakah ingin membunuh

semua orang sampai keakar-akarnya?"

Seng-si-poan tidak bisa menjawab, tapi Sin-hiong yang

mendengarnya, tidak tahan jadi tergetar keras, dengan keras tanya:

"Orang tua, apakah ketua perumahan Tiong sudah meninggal

dunia?"

Nyonya tua dengan sedih menganggukkan kepala:

"Dia sudah meninggal kemarin, walaupun kedatangan Tayhiap

terlambat, tapi masih bisa menyelamatkan seluruh keluargaku, jika

Hong-kun mengetahui di alam sana, tentu bisa tersenyum menutup

matanya."

Mendengar ini Sin-hiong jadi merasa kesal sambil menghela

nafas berkata:

"Hay...! Salahku datang terlambat selangkah, ini sudah nasib!"

Nyonya tua itu tidak mengerti apa maksud kata-katanya, hingga

bertanya:

"Aku tidak mengerti apa maksud perkataan Kim-kau-tayhiap?"

Sin-hiong melihat kekiri kanan lalu berkata:

"Sekarang aku tidak sempat menjelaskannya, biar aku usir dulu

mereka."

Setelah berkata, dia meloncat turun, lalu maju ke depan dan

mengeluarkan Kim-kau-po-kiam dari dalam gitar kuno sambil

membentak:

"Kenapa kalian masih bengong? Jika tidak mau segera pergi,

maka aku akan mengusir kalian."

Selama ini tindakan dia selalu tenang, hanya malam ini dia

bertindak tegas dan cepat, enam orang di belakang rubuhnya

adalah enam ketua hio dari Poan-liong-pang, enam orang ini

walaupun sama-sama menduduki jabatan penting di dalam

perkumpulan itu, tapi enam orang ini selama ini tidak pernah

bertugas bersama-sama, perihal bersama-sama mengeroyok orang,

mungkin itu tidak pernah terjadi.

Tapi kejadian malam ini justru aneh, entah disebabkan oleh apa,

hari ini bukan saja mereka berjalan bersama-sama, malah tanpa

berdiskusi lagi, ke enam orang ketua hio itu sudah bersiap-siap

mengeroyok Sin-hiong.

Nyonya tua yang ada di pinggir sangat cemas dan berteriak:

"Sen-tayhiap, apa anda sanggup melawan-nya?"

Sin-hiong tersenyum dan berkata: "Tidak apa-apa, anda berdiri

saja di pinggir dan menonton."

Tiga ketua hio dari ruang luar Poan-liong-pang, salah satunya

adalah Cauw Li-kun dari gunung Ngo-cie (lima jari) di Lam-hai (laut

selatan), orang ini bertubuh kecil pendek, menggunakan sepasang

Poan-koan-pit, tapi ilmu silatnya berbeda dengan ilmu silat dari

dunia persilatan Tionggoan, julukannya adalah Hai-sang-kui-seng

(Kura-kura di atas laut), satu lainnya namanya Huang-ho-siang-jin

(Pendeta bangau kuming) Huang-seng, kesukaannya memakai baju

kuning, di tangannya memegang sebuah kipas berdaun besar, ilmu

silat menotok jalan darah, bisa dikatakan dia adalah salah satu

orang hebat di dunia persilatan, orang yang kurus tinggi yang

berdiri disisi Seng-si-poan, adalah pesilat tinggi dari perguruan

pedang Thian-lam, julukannya Kiam-cen-lam-thian (Pedang yang

menggetarkan langit selatan) Nie Tai seng, tiga orang ini datang

dari ber-bagai daerah, tapi sepanjang hidupnya jarang sekali

menemukan lawan yang seimbang?

Begitu Sin-hiong mendesak ke depan, enam orang pesilat tinggi

ini malah mundur selangkah!

Seng Ki-ho menggoyangkan pipa rokoknya dua kali dan berkata:

"Kau tidak perlu bangga dulu, aku tanya padamu, apakah kau

pernah pergi ke kuil Siauw-lim?"

"Benar!" angguk Sin-hiong.

Wajah keenam orang ini berubah, Cauw Li-kun menggoyangkan

Poan-koan-pit nya dan berteriak:

"Jika tiga tetua Siauw-lim saja kalah olehmu, maka kami tidak

malu mengeroyokmu?"

Kata-katanya seperti ditujukan pada teman-temannya, begitu

ucapannya keluar, hawa di sekeliling jadi semakin tegang, Huang-

ho-siang-jin bergerak, sambil menggerak-gerakan kipasnya, tertawa

dingin:

"Betul atau tidak, harus kami uji dulu!"

Tubuh Sin-hiong belum bergerak, lengan kirinya memotong

sambil menghantam dengan santai!

Siapa sangka gerakan Huang-ho-siang-jin yang terlihat jelas-jelas

ke arah kiri, di tengah jalan, mendadak bembah jadi menyerang

Kian-keng-hiat di bahu kanan Sin-hiong!

Sin-hiong sedikit tertegun lalu sambil tertawa dingin berkata:

"Rupanya gerakan sesat!"

"Huut!" lengan kirinya datang menggulung, menjulurkan lima jari

dengan cepat mencengkram pedang Huang-ho-siang-jin.

Huang-ho-siang-jin merasa ada angin keras menyerang, baru

saja mau merubah jurusnya, Kiam-cen-thian-lam Nie Tai-seng yang

ada di belakang sudah membentak, menyerang dengan pedangnya!

Sin-hiong tersenyum dan berkata:

"Empat orang lagi yang di sana sekalian saja maju bersama."

Kim-kau-po-kiam dengan dahsyat disabetkan, langsung

menyerang ke dua orang itu! Kecepatan jurusnya, sungguh sulit

dibayang-kan, belum sempat telapak tangan Huang-ho-siang-jin

ditarik kembali, dan serangan pedang Kiam-cen-thian-lam baru

sampai di tengah jalan, pedang Sin-hiong seperti kilat sudah

mendahuluinya!

Kedua orang itu sangat terkejut, pada saat ini, tiba-tiba empat

orang yang ada di belakang bersama-sama bergerak, terdengar

suara angin menderu-deru, ternyata empat orang inipun masing-

masing sudah menyerang satu jurus!

"Begini baru betul!" kata Sin-hiong tertawa.

Dia memutar pedangnya, menusuk kearah Seng-si-poan yang

paling dekat jaraknya.

Kang-ceng mendengus dingin, dia menangkis dengan Poan-koan-

pit di tangannya, tapi Sin-hiong sudah menarik kembali tangannya,

ketika pedangnya berputar, telah menggulung ke dalam gulungan

pedang dari kanan ke kiri Lai-cen, Cauw Li-kun, Seng Ki-ho, Kiam-

cen-thian-lam empat orang itu.

Nyonya tua yang berdiri di pinggir, melihat jurus pedang Sin-

hiong begitu hebat, tidak tahan sambil menghela nafas berkata:

"Hay! Sungguh tidak percuma julukan Kim-kau-kiam-khek!"

Ke enam orang ketua hio dari Poan-liong-pang itu adalah orang-

orang pilihan di dunia persilatan, tidak di duga walaupun enam

orang itu sudah mengeroyok seorang lawannya, bukan saja mereka

tidak mendapat keuntungan sedikitpun, malah sebalik nya hanya

mampu bertahan saja, dalam hati ke enam orang ini tidak bisa

menerimanya, maka dengan berteriak keras, mereka sekuat tenaga

menyerang dua tiga jurus, ingin membalikkan keadaan.

Saat ini hujan angin sudah berhenti, awan tebal di langit disinari

sinar bulan sabit, di atas tanah keadaan agak terang, dan bisa

dilihat dengan jelas, wajah nyonya tua dan anaknya terlihat kejang-

kejang.

Pemuda itu dengan suara gemetar bertanya

"Ibu, apakah kita harus membantu dia?"

Nyonya tua itu menghela nafas, menggelengkan kepala dan

berkata:

"Tidak perlu, tiga tetua Siauw-lim pun bukan lawannya, enam

orang ini tidak ada artinya bagi dia?"

Nada bicaranya penuh dengan keyakinan, hanya saja, setelah

perkataannya selesai, terdengar suara "Paak!", sinar perak yang

menyilaukan mata menerjang ke langit, dan terdengar Sin-hiong

tertawa:

"Maaf!"

Lalu terlihat bayangan orang berkelebat, tubuh Kiam-cen-thian-

lam sempoyongan mundur ke belakang sampai tiga langkah baru

bisa berhenti, wajahnya terkejut bengong memandang Sin-hiong.

Ternyata dalam jurus tadi, enam pesilat tinggi dari Poan-liong-

pang telah mengerahkan seluruh kemampuannya, Sin-hiong pun

tidak mau menghabis-kan waktu terlalu banyak, mengambil

kesempatan enam orang itu menyerang mengerahkan seluruh

tenaganya, dia berkelebat ke sisi tubuh Cauw Li-kun, baru saja

Poan-koan-pit Cauw Li-kun ingin menusuk, Sin-hiong sudah

menyerang duluan, dia merubah jurusnya, sepasang tangan

berturut-turut menotok sebanyak enam jurus!

Sin-hiong tertawa dingin, dia menggetarkan pedang pusakanya,

dengan jurus Swat-san-ceng-cui (Gunung es berwarna hijau tua) dia

ingin membunuh Cauw Li-kun, tapi Cauw Li-kun pintar melihat

gelagat, tubuhnya segera bergerak ke pinggir, saat itu Kiam-cen-

thian-lam bertepatan masuk, membuat dua hawa pedang seperti

berbelit, Nie Tai-seng hanya merasakan tangannya jadi ringan,

tahu-tahu pedangnya sudah terlontar ke atas langit, dan dia

terdorong mundur tiga langkah ke belakang!

Setelah usaha Sin-hiong berhasil, maka jurus pedangnya semakin

dahsyat, sorot matanya menyapu ke arah Cauw Li-kun, sambil

tertawa berkata:

"Sekarang giliranmu!"

Satu lagi serangan dahsyat dari jurus Kim-kau-po-kiam kembali

menyerang, Cauw Li-kun terkejut, Poan-koan-pit di tangan

kanannya membabat seperti pedang, sedangkan yang di tangan kiri

diputar, dalam satu jurus membuat dua dua gerakan perubahan

semua mengarah pada jalan darah mematikan di depan dada Sin-

hiong!

Saat itu Seng-si-poan dan temannya yang ada di samping,

melihat Kiam-cen-thian-lam sudah kalah, dan Hai-sang-kui-seng

berada dalam keadaan bahaya, tanpa banyak berpikir lagi empat

orang itu datang menyerang dari empat arah yang berbeda.

Walaupun Sin-hiong diserang dari empat arah, tapi dia masih

tetap tenang, Kim-kau-po-kiam nya mendongkel ke belakang,

segera saja Seng-si-poan berempat melihat sejalur sinar perak yang

menyilau-kan mata, mereka jadi menghentikan serangannya

sejenak, pada saat ini, dia sudah menarik kembali pedangnya, satu

kilatan sinar dingin datang meng-gulung ke arah Cauw Li-kun!

Cauw Li-kun terkejut, dia segera menghindar ke belakang, tapi

Sin-hiong sudah datang menempel-nya, tenaga di pergelangan

tangan bertambah kuat, sinar pedang laksana pelangi sudah

menggulung:

"Lepas!"

Dalam keadaan terkejut Cauw Li-kun mendengus sekali, dengan

cepat menotokan Poan-koan-pit nya, sambil berteriak:

"Tidak bisa!"

Jurusnya menunjukan ingin mati bersama-sama, dia tidak peduli

pedang Sin-hiong yang ingin memotong sepasang pergelangan

tangannya, sepasang penanya tetap menyerang jalan darah

kematian Sin-hiong!

Sin-hiong tertawa dingin, begitu mengangkat kepala, wajahnya

sudah timbul hawa membunuh, pada saat ini, dari kejauhan tiba-

tiba muncul lagi dua bayangan orang!

Gerakan kedua orang itu sangat cepat, sambil berlari, tertawa

keras dan berkata:

"He he he, dunia ini kecil sekali, saudara Lim, kita bertemu lagi

dengan Kim-kau-kiam-khek!"

Mendengar suara orang ini, ternyata ketua Poan-liong-pang

sudah tiba bersama dengan ketua Kai-pang, setelah terdengar

suaranya, kedua orang itu sudah tiba di lapangan, Sin-hiong

melihat, benar saja kedua orang itu adalah Lim Tai-goan dan Ciu

Kiu-kun.

Tangan Ciu Kiu-kun sedang mengempit seorang anak muda,

nyonya tua yang saat ini berdiri di pinggir, begitu melihat tidak

tahan berteriak marah:

"Ciu Kiu-kun, kau menangkap anakku, apa kau mau

mengancam?"

Ciu Kiu-kun tertawa keras lalu berkata:

"Dugaan nyonya sedikit pun tidak salah!"

Habis berkata, sorot matanya beralih kepada Sin-hiong dan

berkata lagi:

"Sen-tayhiap, malam ini bulannya terang dan tidak ada angin,

sungguh cuaca yang bagus sekali, anda telah dua kali mengganggu

urusanku, terpaksa aku membuat kau tidur selamanya disini"

Kata-kata ini bukanlah kata-kata yang menggertak, keadaan di

depan mata sangat jelas, jika dihitung jumlahnya, dia dan Lim Tai-

goan mereka sekarang ada delapan orang, walaupun kemampuan

Sin-hiong setinggi langit, mungkin tidak akan mampu melawan

keroyokan delapan orang ini?

Nyonya tua itu merasa sangat gelisah melihat anaknya sudah

ditangkap, setelah mendengar kata-katanya ketua Poan-liong-pang,

hatinya jadi merasa lebih berat, diam-diam dia berkata pada dirinya:

"Kelihatannya mereka mau mengeroyok dan membunuh Kim-

kau-kiam-khek, ke delapan orang ini tidak ada satu pun yang bukan

pesilat top dunia persilatan, mungkin Kim-kau-kiam-khek masih

mampu menghadapi enam orang tadi, sekarang setelah ditambah

Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan, Kim-kau-kiam-khek pasti bukan

lawan mereka!"

Setelah nyonya tua itu berpikir, keringat dingin di punggungnya

juga mulai bercucuran.

-oo0dw0oo-

BAB 6

Rasa setia kawan yang besar

Terhormat dan menakutkan

Sin-hiong menyentil gitar kuno nya, terdengar "Tung!" suara gitar

belum hilang dia sudah berkata:

"Perbuatan ketua perumahan Tiong semasa hidupnya cukup baik,

tapi orang telah membunuh dia, bahkan tidak mau melepaskan

istrinya yang sudah tua, hemm.... jika aku tidak melibatkan diri pada

masalah iin mungkin langit pun tidak bisa menerimanya."

Kata-kata ini dikeluarkan dengan blak-blakan dan penuh

semangat, siapapun yang mendengarnya judi tergerak hatinya.

Nyonya tua sampai menangis mendengarnya dengan penuh

terima kasih, berteriak gemetar:

"Sen-tayhiap, aku tidak tahu harus bagaimana berterima kasih

padamu?"

"Nenek, aku masih belum mengusir para penjahat ini?" kata Sin-

hiong.

Mata ketua Poan-liong-pang Ciu Kiu-kun menyapu kawan-

kawabnya, lalu berteriak:

"Saudara Lim, kau dulu yang maju atau aku?"

Ciu Kiu-kun sangat licik dan dingin, dia mendengar Sin-hiong

telah mengatakan pendiriannya, sedangkan enam orang anak

buahnya sudah tampak goyah, maka dia langsung berkata

demikian.

Walaupun sifat Lim Tai-goan penuh siasat, hanya karena dia

ingin sekali memiliki Ho-siu-oh yang berusia ribuan tahun, makanya

tanpa sadar, dia membiarkan dirinya dikendalikan oleh Ciu Kiu-kun.

Ketua Kai-pang menggerakan tongkat di tangannya sambil

tertawa berkata:

"Siapa dulu yang maju, sama saja!"

Setelah berkata, selangkah demi selangkah dia maju ke hadapan

Sin-hiong.

Walau pun Sin-hiong masih tetap terlihat tenang-tanang, tapi di

dalam hatinya, dia' tidak bisa tidak harus memperhitungkan terlebih

dulu, dengan cara apa mengusir delapan orang pesilat tinggi di

depan mata ini?

Hati dia terus menyebut:

'Delapan orang, delapan orang, hmmm...! Bagaimana sebaiknya

aku mengusir kedua ketua ini!"

Ketika berpikir, tubuhnya bergerak ke arah kanan, tepat

menghadang di tengah-tengah antara Lim Tai-goan dan Ciu Kiu-

kun, juga berada di depan nyonya tua itu, berjaga-jaga apabila

lawannya mendadak menyerang dia.

Nyonya tua inipun seorang yang ber-pengalaman di dunia

persilatan, gerak-gerik Sin-hiong tidak bisa mengelabui matanya,

setua ini hidupnya, belum pernah dia bertemu dengan seseorang

yang keteguhannya begitu besar dalam membela kebenaran seperti

Sin-hiong.

Keadaan malam hari itu terasa sangat tenang sekali, tapi di

dalam ketenangan nya ditutupi hawa pembunuhan.

Ciu Kiu-kun pelan-pelan mendekati Sin-hiong, begitu Ciu Kiu-kun

bergerak, enam ketua hio di belakangnya juga ikut bersiap-siap

mengeroyok Sin-hiong.

Nyonya tua yang berada dibelakang Sin-hiong merasa gelisah

dan berteriak: "Sen-tayhiap......"

Sin-hiong menghela nafas, pedang di tangan-nya diayunkan,

sambil membusungkan dada menyahut:

"Nenek tenang saja, ini hanya menambah sedikit kerepotan

bagiku!"

Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua masih berjarak tiga tombak

lebih dari Sin-hiong, tapi begitu Sin-hiong mengangkat pedangnya,

dia sekaligus menyerang kedua orang itu!

Lim Tai-goan mendengus, tongkat bambu hijau digerakan

melintang teriaknya:

"Saudara Ciu, siapa yang berhasil lebih dulu, maka dia yang akan

mendapat lebih satu bagian, bagaimana?"

Kiu Bun-liong menggetarkan pedang pusaka-nya menusuk,

"Ssst!" sambil tertawa berkata:

"Baik!"

Kedua orang itu malah menganggap Sin-hiong adalah objek

pembagian barang jarahan, masing-masing menyerang saru jurus,

terdengar suara pedang membelah angin sangat mengerikan,

kekejaman jurusnya sulit dibayangkan.

Sin-hiong tidak tergesa-gesa, sorot matanya mencuri pandang,

melihat enam orang lainnya dari Poan-liong-pang juga bersiap-siap

menyerang, Sin-hiong menggetarkan pedangnya, di ujung pedang

mendadak keluar dua kuntum bunga perak, sambil tertawa berkata:

"Berebut siapa lebih dulu, itulah watak sebenarnya generasi kita!"

Setelah mengeluarkan jurus pertama, langsung diikuti dengan

jurus kedua, kecepatan gerakannya, membuat orang yang

melihatnya seperti masih belum berganti jurus yang pertama!

Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua menyerang saru jurus,

tidak diduga masih bisa di ungguli oleh Sin-hiong pada gerakan

kedua, sebagai ketua sebuah perkumpulan, wajahnya mereka

menjadi merah.

Lim Tai-goan menggerakan tongkat bambu hijaunya membentuk

putaran angin keras, berteriak:

"Saudara Ciu, jika begini terus kita sungguh malu?"

Hati Ciu Kiu-kun pun tentu saja merasa tidak enak dia menyahut:

"Betul, mari kita coba lagi beberapa jurus, lihat hasilnya!"

Ketika berkata, kedua orang itu sudah hampir menyerang

sebanyak tujuh delapan jurus!

Kali ini, kedua orang itu menyerang dengan sekuat tenaga,

kedahsyatannya dibandingkan dengan sebelumnya, entah lebih

dahsyat beberapa kali lipat?

Ketua Poan-liong-pang Ciu Kiu-kun pernah bertarung dengan Sin-

hiong, sedangkan Lim Tai-goan belum pernah, tapi di dalam hati dia

sangat jelas bagaimana kepandaian Sin-hiong, walaupun kedua

orang itu berteriak-teriak, tapi mereka sedikit pun tidak berani

lengah.

Di antara enam orang Poan-liong-pang, hampir semuanya sudah

pernah dikalahkan oleh Sin-hiong, saat menyaksikan Ciu Kiu-kun

dan Lim Tai-goan berdua juga tidak bisa mengalahkannya, keenam

orang itu diam-diam maju bergabung!

Dalam sekejap, hawa pedang menerjang langit, angin serangan

beratnya seperti gunung, delapan orang itu mengeroyok Sin-hiong

seorang, walaupun ilmu silat Sin-hiong sangat hebat, terpaksa dia

mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghadapi mereka.

Sambil bertarung diam-diam Sin-hiong berpikir:

'Jika bertarung seperti ini, entah sampai kapan baru bisa selesai'

dia mengerutkan alis, pedangnya mengeluarkan jurus yang dahsyat

menyerang Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan. Dia sudah mengambil

keputusan, menangkap penjahat tangkap dulu rajanya, maka begitu

jurus dahsyatnya keluar, ternyata menunjukan hasilnya.

Karena rasa gentar enam pesilat tinggi dari Poan-liong-pang

terhadap Sin-hiong masih belum hilang, Sin-hiong menggunakan

kesempatan sekecil ini, sebisanya menyerang tujuh delapan tusukan

pedang pada Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua!

Ilmu pedang Sin-hiong sangat hebat, sejurus demi sejurus

dikeluarkan dengan sangat cepat, walaupun Qiu Kiu-kun dan Lim

Tai-goan pesilat tinggi yang jarang ada tandingannya, mereka tidak

bisa mengembangkan permainannya, ujung pedang Sin-hiong

terlalu cepat, kecepatan dan kedahsyatannya sudah sampai tingkat

susah diukur!

Seng-si-poan Kang-ceng dan kawan-kawannya melihat keadaan

itu, wajahnya jadi berubah, buru-buru ke enam orang itu

menyerang, maka Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan terlepas dari

bahaya, walau demikian, wajah Qiu Kiu-kun dan Lim Tai-goan sudah

terlihat gentar dan berubah warnanya.

Setelah mundur ke dua orang itu, setelah lalu maju kembali,

masing-masing mengerahkan seluruh kemampuannya, bersama

sama dengan enam orang anak buahnya menyerang Sin-hiong,

tampaknya, malam ini jika mereka tidak membunuh Sin-hiong tidak

akan berhenti.

Sembilan orang di lapangan semakin bertarung semakin seru,

semakin bertarung semakin cepat, sampai hampir membuat langit

dan bumi juga berubah warna karenanya.

Nyonya tua dan putranya berdiri di ginggir, seumur hidupnya

belum pernah dia menyaksikan pertarungan seramai ini, nafas

kedua orang ini jadi sesak, pemuda itu dengan suara gemetar

berkata:

"Ibu, apakah kita harus membantu Sen-tayhiap?"

Mereka berdua sadar walau mereka maju membantu juga tidak

ada gunanya, tapi karena melihat seluruh bayangan Sin-hiong

tertutup rapat oleh bayangan pedang dan telapak tangan delapan

orang itu, maka dia mengatakan ini.

Nyonya tua itu melihat sejenak, tidak tahan sambil mengeluh

panjang berkata:

"Ah... walaupun kita ingin membantunya, juga tidak tahu

bagaimana caranya!"

Baru saja dia selesai berkata, mendadak dari kejauhan ada suara

yang pelan sekali terdengar, suara ini terdengar seperti suara

seruling, tapi setelah di teliti, sepertinya bukan seruling, suaranya

begitu pelan, tapi bisa menembus kesiuran pedang dan tongkat,

masuk ke dalam telinga semua orang, kehebatan tenaga dalam

orang ini, sudah bisa dibayangkan.

Ciu Kiu-kun yang pertama mendengar, lalu Lim Tai-goan juga

mendengarnya, diikuti Kang-ceng, Cauw Li-kun dan kawan-kawan

mendengarnya, setelah semua orang mendengarnya, tidak satu pun

wajahnya yang tidak berubah besar!

Nyonya tua pun ikut mendengar, tidak tahan dia berteriak:

"Ketua pulau Teratai!" kata-kata ini entah mengandung berapa

besar kekuatannya.

Lim Tai-goan menyapukan tongkat, berteriak:

"Pusaka apa pun aku sudah tidak mau lagi, selamat tinggal!"

Setelah berkata begitu, dia langsung mundur ke belakang dan

secepatnya meloncat pergi meng-hilang entah kemana!

Kiu Bun-liong Ciu Kiu-kun pun tidak mau membuang waktu,

sambil bersiul dia berkata:

"Ayo kita cepat pergi, jangan sampai bertemu dengan orang

aneh ini!"

Saat berkata, bekerja sama dengan ke enam ketua hio

menyerang saru jurus, lalu tujuh bayangan orang itu berkelebat

langsung mundur ke belakang dalam sekejap sudah menghilang

entah kemana.

Sin-hiong tidak mengejar, tapi dia jadi bengong oleh kejadian di

depan matanya.

Sebelumnya, ketika di dalam kuil Koan-ti yang tidak terpakai, dia

pernah menyaksikan wajah ketakutan Hek-ho Souw Cian dan Cap-

poh-tui-hun ketika membicarakan ketua pulau Teratai ini, dan masih

ada lagi perkataan Sai Hoa-to Ong Leng di dalam penginapan itu,

saat ini dia melihat lagi keadaan seperti ini, dia sadar kata-kata

mereka tidak berbohong, ketinggian ilmu silat ketua pulau Teratai

ini, sudah sampai tingkat yang menakutkan orang!

Saat ini, suara aneh itu sudah semakin keras, tapi tidak lama

mendadak berhenti, terdengar seseorang berkata dingin:

"Hey! Siapa disiru?"

Nyonya tua itu merapihkan baju, dengan hormat sekali

menjawab:

"Aku Te Gouw-nio, istri mendiang Tiong Hong-kun, dan ini

putraku Tiong Yang-hoa, tidak tahu ketua pulau datang berkunjung,

mohon seribu maaf."

Sin-hiong berdiri di samping, diam-diam mengerutkan alis,

hatinya berpikir:

'Siapa sebenarnya ketua pulau Teratai ini, ada sebagian orang

hanya mendengar nama besar nya saja sudah ketakutan dan cepat-

cepat menghindar, seperti Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan pesilat

tinggi ini, hanya mendengar suaranya saja, belum melihat orangnya,

sudah ketakutan pergi meninggalkan tempat, sekarang Te Gouw-nio

berkata begitu hormat, aku malah ingin mengenal dia, melihat

apakah dia ini seorang yang berkepala tiga berlengan enam?'

Ketika sedang berpikir, baru saja mau memperkenalkan

namanya, di sudut matanya terlihat nyonya tua yang bernama Te

Gouw-nio itu sedang memberi isyarat mata, terpaksa dia menahan

diri, cepat-cepat menelan kembali kata-kata yang akan keluar dari

mulutnya.

Setelah Ketua pulau Teratai mendengar ini kembali berkata:

"Apakah kalian telah melihat anakku Lan-ji?"

Te Gouw-nio tersentak sejenak, dengan suara gemetar berkata:

"Yang anda maksud Ang-ie-li-hiap (Pendekar wanita Baju

Merah)? Kami belum melihatnya!"

Sin-hiong sedikit terkejut, dalam hatinya berkata, 'bukankah nona

Baju Merah itu sudah kembali ke pulau Teratai?

Sin-hiong jadi sangat gelisah, sebab Cui-giok ada di tangan nona

Baju Merah itu, jika dia sendiri juga tidak tahu dia dimana,

bagaimana dengan keselamatan Cui-giok? Bukankah itu membuat

orang jadi khawatir.

Setelah ketua pulau Teratai berkata, hanya terdengar suara aneh

yang pelan lalu menjauh, walau dikatakan 'pelan' tapi dalam sekejap

sudah sejauh sepuluh tombak lebih!

Sejak turun gunung belum pernah Sin-hiong bertemu lawan yang

sepadan, sekarang setelah bertemu dengan ketua pulau Teratai

yang namanya menaklukan dunia, melihat kejadian yang barusan

terjadi, dia merasa kata-kata Sai Hoa-to Ong Leng di penginapan

sedikit pun tidak berlebihan.

Dia terbengong sejenak, mendadak Te Gouw-nio bersuara "Iiih!"

dan terkejut berkata:

"Nona Lim, ayahmu baru saja mencari kau!"

Sin-hiong membalikan rubuh, terlihat seorang nona berbaju

merah yang dulu dia lihat, dari kejauhan sedang datang

menghampiri.

Kali ini nona berbaju merah datang seorang diri, setelah dia

mendekat, mengedipkan matanya pada Sin-hiong dan berkata:

"Pelan sedikit, ayah ku sangat pintar!"

Wajahnya ketika berkata terlihat sangat nakal, setelah berkata

dia mengangkat angkat bahunya, menjulurkan tangannya pada Sin-

hiong dan berkata:

"Berikan!"

"Berikan...apa?" tanya Sin-hiong tertegun.

Nona berbaju merah tertawa dan berkata:

"Kau bisa membohongi orang lain, tapi tidak bisa membohongi

aku, mana Ho-siu-oh yang berusia ribuan tahun itu?"

Sin-hiong tergetar, katanya:

"Barang itu untuk menyelamatkan orang, untuk apa nona

menginginkan barang itu?"

"Penyakit nona Sun masih belum sembuh, barang yang berhasil

kau dapatkan, jika bukan untuk dia untuk siapa lagi?"

Mendengar dia menyebut Sun Cui-giok, otaknya terpikir

bayangan Ho Koan-beng, tidak tahan dia menghela nafas panjang,

sorot matanya pindah pada nona berbaju merah itu dan berkata:

"Jauh-jauh aku datang kesini, tadinya ingin menggunakan Ho-

siu-oh ini menyelamatkan nyawa-nya ketua perumahan Tiong, tidak

terduga terlambat satu langkah!"

Berkata sampai disini dia berhenti sejenak, lanjutnya:

"Tapi, ketika aku mendapatkan Ho-siu-oh ini, juga bertemu

dengan seseorang, apakah nona tahu siapa orangnya?"

Selama hidupnya nona berbaju merah sudah biasa dimanja,

melihat Sin-hiong bicaranya tidak terus terang, dia sudah tidak

sabaran lagi, lalu berkata:

"Kau seorang laki-laki sejati, tapi bicaranya berbelit-belit,

sungguh membuat orang jadi kesal!"

Sin-hiong memotong:

"Orang ini ada hubungan erat dengan nona Sun, walau kau

berniat baik pada nona Sun, tapi mungkin orang lain tidak mau

menerimanya."

Nona berbaju merah mengerutkan alis sambil tertawa dingin

berkata:

"Siapa orangnya tidak terima?" Sin-hiong menghela nafas:

"Kukatakan juga nona tidak tahu, lebih baik kau sendiri saja

tanyakan pada nona Sun." Habis bicara, pelan-pelan berjalan

mendekati Te Gouw-nio dua langkah, Te Gouw-nio menarik pemuda

di sisinya berjalan mendekati, ibu dan anak ini tidak berkata sepatah

kata pun, langsung bersujud pada Sin-hiong.

Sin-hiong terkejut sekali dan bertanya:

"Orang tua, kalian ini mau apa?"

Te Gouw-nio tidak mempedulikan, berkata:

"Walaupun aku kehilangan seorang anak, tapi itu tidak masalah."

Sin-hiong buru-buru maju mau mengangkat mereka berdiri, tapi

Te Gouw-nio bersikukuh tidak mau berdiri, nona berbaju merah itu

tertawa dan berkata:

"Nenek, walau kau ada masalah apa pun, tidak pantas kau

bersujud pada marga Sen ini?"

Dengan suara gemetar Te Gouw-nio berkata:

"Nona Lim, saat ini walau keluargaku sudah hancur lebur, tapi

budi besar Sen-tayhiap pada kami, seumur hidup kami tidak bisa

melupakanriya...."

Sin-hiong melihat dia bersikukuh mau ber-sujud, dia tidak bisa

berbuat apa-apa, terpaksa dia ikut bersujud dan segera berkata:

"Orang tua, sungguh membuat aku jadi berdosa, ayo cepat

bangun, jika tidak, satu-satunya jalan terpaksa aku pergi dari sini!"

Te Gouw-nio membelalakan sepasang mata-nya, sambil sedikit

marah berkata:

"Kau belum mendengar sepatah kataku, mana boleh pergi begitu

saja?"

Sekarang di tanah ada tiga orang bersujud, hanya nona berbaju

merah itu seorang diri berdiri di sana, dia dengan wajah sedikit

canggung dia berteriak:

"Nenek, kalian semua bersujud, aku pun tidak bisa berdiri terus,

baik, baik, baik, aku juga ikut bersujud saja."

Harus tahu tabiat nona berbaju merah itu walau amat sombong,

tapi terhadap aturan hubungan orang tua dengan anak kecil sangat

dijunjungnya, setelah berkata, tubuhnya sudah membungkuk.

Te Gouw-nio jadi sangat terkejut dan teriak:

"Ini bagaimana boleh!"

Setelah berkata, dia memburu ke depan sambil mengeluh

berkata:

"Nona Lim, kenapa kau juga begini?"

"Jika ingin aku tidak berbuat begini, boleh, nenek cepat suruh

saudara Tiong berdiri."

Dia benar benar pandai mengambil kesem-patan, jika Te Gouw-

nio saat ini menuruti menyuruh anaknya berdiri, bukankah tinggal

Sin-hiong seorang diri yang bersujud di sana? Kelihatannya, dia

sengaja berbuat supaya Sin-hiong malu.

Sin-hiong berhati jujur, tentu saja tidak tahu apa isi hati nona

berbaju merah ini, tapi melihat Te Gouw-nio bangun maju memburu

ke depan, dia dengan reflek mengangkat Tiong Yang-hoa berdiri

dan berkata:

"Saudara Tiong, ada masalah apa kita bisa bicarakan dengan

baik-baik, buat apa berbuat begini?"

Te Gouw-nio melihat, tidak tahan dengan berat berkata:

"Hay! Kalian berdua memperlakukan keluarga ku seperti ini, aku

bisa berkata apa lagi, hari ini ada kesempatan yang sulit didapat,

bagaimana kalau kalian berdua kerumahku untuk berbincang-

bincang sejenak?"

Nona berbaju merah sambil tertawa berkata:

"Jika aku tidak ada halangan lain, Ho-siu-oh berusia ribuan tahun

itu tidak akan jatuh ke tangan orang lain, dengan kata lain, aku juga

tidak akan datang kemari, nenek, menurutmu betul tidak?"

Entah apa maksud dia mengatakan ini, tapi setelah

mengatakannya, Te Gouw-nio segera men-jawab:

"Tentu saja!"

Nona berbaju merah dengan bangga tertawa dan berkata:

"Nenek, kau yang paling mengerti orang-orang kami dari pulau

Teratai, dengan memandang wajah-mu, kita boleh berbincang-

bincang."

Ketika dia berkata, dengan enteng memandang Sin-hiong, Te

Gouw-nio mengerti orang macam apa dia, 'mendengar suara senar

sudah tahu maksudnya', tidak tahan dalam hatinya berkata:

'Kelihatan nona Lim seperti sengaja mau mempersulit Sen-

tayhiap, apakah diantara mereka ada sesuatu perselisihan?"

Saat ini Sin-hiong sudah sedikit mengerti apa tujuannya, sambil

tertawa berkata:

"Nenek tidak perlu pusing, anda temani saja nona ini berbincang-

bincang, aku nanti menyusul, juga sama saja?"

Sekarang Sin-hiong sudah tahu nona berbaju merah itu sengaja

mempermalukan dia, hatinya berpikir, 'ada bapak pasti ada

anaknya, buat apa aku peduli padanya?’

Tapi dengan ini, jadi membuat sulit Te Gouw-nio, yang ingin

diajak bicara sebenarnya adalah Sin-hiong, tapi justru nona berbaju

merah tidak membiar-kan dia bersama dengan Sin-hiong, dalam hati

dia sebenar-nya tidak rela, tapi karena segan oleh nama besarnya

pulau Teratai, walau ditambah seribu kali lagi tidak rela, juga tidak

bisa mulutnya berkata.

Nona berbaju merah tertawa dingin:

"Kau ada urusan datang kesini, tentu saja ada yang mau

dibicarakan, kau pura-pura terbuka, tidak aneh di dunia persilatan

bisa mendapatkan julukan kosong?"

Semakin didengar semakin tajam perkata-annya, Te Gouw-nio

jadi gelisah, dia khawatir Sin-hiong tidak bisa menahan diri, jika

kedua orang itu bertengkar, dia tidak tahu harus bagaimana, saat

itu cepat cepat dia berkata:

"Kalian berdua adalah tamuku, jika nona bisa memandang

wajahku, izinkan kita berbicara bertiga saja, masalah ini sebenarnya

menyangkut keselamatan seluruh dunia persilatan!"

Nona berbaju merah jadi tertegun dan berkata:

"Masalah apa, sampai begitu pentingnya?"

Te Gouw-nio melihat dia sekali dengan pelan berkata:

"Nona tentu tahu kelakuannya Hong-kun, ketua Poan-liong-pang

Ciu Kiu-kun tidak mau melepas dia, karena ada dua masalah besar."

Tadinya dia mau mengundang kedua orang itu masuk dulu ke

dalam rumah baru pelan-pelan mencerita kannya, sekarang karena

didesak oleh keadaan, maka dia terpaksa menceritakannya terlebih

dulu.

Sin-hiong pun jadi tegang mendengarnya, dia mengulang kata-

kata itu:

"Dua masalah besar?"

Te Gouw-nio menganggukan kepala dan berkata lagi:

"Seratus tahun lalu, di dunia persilatan muncul dua orang aneh

yang berilmu tinggi, yang satu lurus, yang satu sesat, kemudian

kedua orang itu berturut-turut meninggal dunia, tapi sebelum

mereka mati, telah menulis di atas dua buah buku, ilmu silat hasil

penyelidikan seumur hidup mereka."

Sin-hiong hatinya tergerak dan bertanya:

"Apakah Hian-liong-pit-to (Buku rahasia menaklukkan naga)?"

Te Gouw-nio keheranan, melihat Sin-hiong dan berkata:

"Benar, dan yang satunya lagi adalah Hu-houw-pit-to (Buku

rahasia menaklukkan harimau), yang Sen-tayhiap katakan itu adalah

tulisan yang dibuat oleh In-liong-kiam-khek (Pendekar pedang naga

di awan) Kongsun Seng dari aliran lurus, yang satunya lagi ditulis

oleh Im-san-hong-khek (Orang gila dari gunung dingin) Suto Bu-ku,

jadi dua tulisan ini yang satu aliran lurus, yang satu lagi aliran

sesat. yang membuat orang merasa aneh adalah kabarnya kedua

tulisan ini akhir-akhir ini telah muncul di dunia persilatan!"

Nona berbaju merah bersuara "Mmm!" pelan dan menyela

berkata:

"Apakah ini salah satu masalah besar yang dikatakan nenek

tadi?"

Sin-hiong mendengar beritanya diam-diam terkejut, di dalam hati

berpikir:

'Rupanya Ho Koan-beng sudah mendapatkan buku rahasia Hiang-

liong-pit-to, tidak aneh kelakuan dia amat sombong, tampaknya

ketika di dalam kuil terlantar itu, dia masih belum berhasil

melatihnya, makanya sampai meminta tolong padanya untuk

menahan Hek-ho Souw Cian dan Cap-poh-tui-hun?

Berpikir sampai disini, dia bertanya:

"Untuk Hiang-liong-pit-to aku sudah tahu ada dimana, tapi entah

di tangan siapa Hu-houw-pit-to?"

Wajah Te Gouw-nio sedikit berubah, bertanya:

"Hiang-liong-pit-to jatuh ke tangan siapa?"

Dengan nada dalam Sin-hiong berkata:

"Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng dari perguruan Hoa-san!"

Warna wajah nona berbaju merah jadi berubah dan berkata:

"Nama orang ini sepertinya pernah kudengar."

Sin-hiong teringat kejadian sebelumnya, tanpa terasa berkata:

"Orang ini di lima provinsi utara ada sedikit nama, tapi jika di

dunia persilatan tidak seberapa!"

Melihat Sin-hiong menjawab dengan kesal nona berbaju merah

berkata:

"Aku tidak tanya padamu, siapa yang mau kau menjawabnya?"

Melihat nona berbaju merah masih menganggap musuh pada

Sin-hiong, Te Gouw-nio jadi ingin mendamaikan, lalu berkata:

"Jangan bertengkar dulu, apakah kalian mau tahu dimana

keberadaan Hu-houw-pit-to itu?"

Kata-kata ini benar saja manjur, mata nona berbaju merah

menyapu dan berkata:

"Coba nenek katakan, buku ini sekarang ada di tangan siapa?"

Te Gouw-nio menghela nafas dan berkata:

"Buku inilah yang menyebabkan keluargaku hancur lebur,

padahal sebenarnya mereka itu salah!"

Sin-hiong dan nona berbaju merah tergetar karenanya dan

bersama-sama berkata:

"Kejadiannya bagaimana?"

Te Gouw-nio melihat-lihat cuaca, melihat waktu sudah tidak pagi

lagi, cepat-cepat menyuruh anaknya yang ada disisi untuk

menyiapkan makanan menjamu tamu, dia sendiri dengan emosi

berkata lagi:

"Ketika suamiku masih hidup, pernah melihat buku ini satu kali,

tapi orang lain menuduh buku ini ada di tangannya, sehingga Poan-

liong-pang mengerah kan seluruh kekuatannya datang ingin

merebutnya, dan akhirnya sampai tewas, ini sungguh sangat tidak

menyesalkan?"

Berkata sampai disini, wajahnya sekelebat tampak warna

kesedihan, jelas hati yang pilu belum tampak seluruhnya.

Sifat nona berbaju merah sangat tergesa-gesa, dia mendesak:

"Nenek, sebenarnya buku itu jatuh ketangan siapa?"

Te Gouw-nio menggeleng-gelengkan kepala:

"Mendiang suamiku hanya pernah menyebut sekali masalah ini,

mengenai jatuh ke tangan siapa, aku sendiri sedikit pun tidak tahu!"

Sin-hiong menengadah melihat cuaca langit, terpikir Sai Hoa-to

Ong Leng dan Tiong Hong-kun kedua orang. ini karena buku itu,

keluarganya jadi hancur, sungguh sangat sial, saat itu dia menyela:

"Inilah satu masalah besar, tapi tidak tahu masalah besar yang

satu lagi?"

Te Gouw-nio melihat pada Sin-hiong sekali dan berkata:

"Itulah Ho-siu-oh berusia ribuan tahun yang berada ditangan

Sen-tayhiap, tadi Sen-tayhiap berkata tidak tanggung-tanggung dari

jauh datang ke sini, itu demi menggunakan pusaka ini untuk

mengobati sakit almarhum suamiku, aku malah ada satu

permintaan, entah Sen-tayhiap bisa mengabulkan tidak?"

Sin-hiong tergerak dan berkata:

"Lo-cianpwee ada permintaan apa, silahkan katakan saja!"

Dengan perasaan sangat berterima kasih te Gouw-nio melihat

Sin-hiong dan berkata:

"Tadi nona Lim berkata, dia ada seorang teman yang

memerlukan pusaka ini, menurut pendapatku, penyakit biasa tidak

akan memerlukan benda pusaka ini, tolong Sen-tayhiap pandang

mukaku, dengan bagian yang akan diberikan pada almarhum

suamiku, sebaiknya diberikan pada teman nona Lim, bagai-mana?"

Sin-hiong mendengar kata-kata ini, hatinya jadi bergejolak,

dalam hati berkata:

'Tidak heran orang-orang dunia persilatan memuji Tiong Hong-

kun, melihat kelakuan Te Gouw-nio sekarang, sudah pasti kabar itu

tidaklah bohong.’

Ketika sedang berpikir, baru saja dia akan menyanggupinya,

mendadak terdengar nona berbaju merah itu tertawa dingin dan

berkata:

"Nenek, kau salah, sebenarnya teman itu adalah teman dia,

sedikit pun tidak ada hubungannya denganku, aku hanya melihat

dia sangat kasihan, baru membantu dia mencari tempat untuk

melindunginya."

Te Gouw-nio tertegun, dia tidak tahu mereka ini sedang bermain

apa, melihat kesini dan melihat kesana, terlihat Sin-hiong juga

tersenyum dan berkata:

"Sebenarnya nona Lim salah, aku hanya bisa mengatakan waktu

kecil aku kenal nona Sun, calon suami dia adalah Ho Koan-beng

murid dari perguruan Hoa-san yang baru-baru ini mendapatkan

buku rahasia Hiang-liong, aku Sen Sin-hiong membantu nona Sun,

hanya bisa disebut untuk membalas budinya."

Begitu kata-kata ini keluar, wajah wanita baju merah dan Te

Gouw-nio tampak warna aneh.

Wajah nona berbaju merah tampak menjadi merah, entah apa

sebabnya, saat ini dia sangat senang mendengar Cui-giok masih

mempunyai seorang calon suami, mengenai apa yang dikatakan Sin-

hiong selanjutnya, dia sedikit pun tidak mendengarnya.

Berbeda dengan pikirannya Te Gouw-nio, dalam harinya berpikir:

'Dengan ilmu silatnya Sin-hiong, sampai tiga tetua Siauw-lim,

Ang-hoa-kui-bo dan Sian-souw-ngo-goat juga bukan lawannya, budi

apa lagi yang harus dia balas?'

Sesaat, ketiga orang itu jadi membisu.

Malam sudah larut, angin dingin bertiup, bulan sabit pelan-pelan

jatuh ke barat, kelihatannya waktu sudah lewat jam tiga, sudah

hampir pagi.

Sin-hiong pelan-pelan mengeluarkan kotak kecil itu dan berkata:

"Benda ini tadinya memang bukan milikku, silahkan nona Lim

menerimanya!"

Te Gouw-nio tadi mengatakan, hanya minta sebagian saja, tapi

dia malah memberikan seluruh Ho-siu-oh itu, sudah ada banyak

orang demi benda langka ini mengorbankan nyawanya, tapi dia

sedikit pun tidak sayang, kejadian ini jika dilihat oleh orang,

bagaimana tidak membuat orang jadi terharu?

Nona berbaju merah dan Te Gouw-nio saling pandang, tapi tidak

seorang pun mengulurkan tangan menerimanya.

Sin-hiong melihat kedua orang itu berdiri di sana tidak bergerak,

dia berkata lagi:

"Nona Lim, apa aku salah berkata?"

Tadinya nona berbaju merah merasa kesal dan iri terhadap Sin-

hiong, sekarang menyaksikan penampilan dia seperti seorang

jenderal besar yang pandangannya terbuka, di dalam hati malah

merasa senang dan sayang, mata besarnya sekali berputar dan

berkata:

"Sen-tayhiap salah mengerti, aku tidak bermaksud seperti itu."

Saat dia bicara, suaranya tampak lembut sekali, malah menyebut

Sin-hiong sebagai Sen-tayhiap, kelakuan yang mendadak berubah

ini, tidak saja membuat Te Gouw-nio terkejut, Sin-hiong sendiri pun

merasa tidak menduganya.

Setelah bengong sesaat Sin-hiong bertanya:

"Kalau begitu, apakah nona Lim masih ada masalah apa lagi?"

Wajah nona berbaju merah menjadi merah:

"Maaf, sebenarnya penyakit nona Sun sudah jauh lebih baik, tapi

tenaganya masih belum pulih, jadi hanya perlu sedikit Ho-siu-oh

berusia ribuan tahun, tidak perlu sebanyak ini?"

Melihat kedua orang itu semakin bicara semakin ramah, di dalam

hati Te Gouw-nio berkata:

'Beginilah anak muda, bicara baik ya baik, sekali bicara buruk

langsung buruk, mereka pasti tadinya hanya emosi saja, mmm

mmm sekarang sudah baikan seperti sediakala lagi!'

Tangan Sin-hiong sudah menyodorkan Ho-siu-oh, sekarang tidak

bisa tidak dengan canggung ditarik kembali, sepasang matanya

bengong memandang nona berbaju merah, Sesaat tidak tahu harus

berkata apa?

Nona berbaju merah biasa bersifat sombong, tapi hari ini terasa

lain, hal ini terjadi mungkin rianya pada Sin-hiong saja, sebab

walaupun ayahnya ada dilapangan sekali pun, tetap saja harus

mengalah sedikit pada dia.

Kedua orang itu saling pandang, akhirnya Sin-hiong sedikit malu-

malu, membalikan kepala menoleh pada Te Gouw-nio dan berkata:

"Aku masih ada urusan, Ho-siu-oh berusia ribuan tahun ini,

tolong kalian saja yang mengurus-nya."

Setelah berkata, dia melemparkan kotak Ho-siu-oh itu pada Te

Gouw-nio, lalu naik keatas kuda dan memacunya pergi.

Te Gouw-nio dan nona berbaju merah melihat, hampir

bersamaan berteriak:

"Sen-tayhiap......"

Sin-hiong mendengar dan membalikkan tubuh tanyanya:

"Anda berdua masih ada perlu apa lagi?"

Te Gouw-nio melihat pada nona berbaju merah, maksudnya

supaya dia bicara lebih dulu, siapa tahu nona berbaju merah tadinya

juga tidak ada yang mau dikatakan, hanya dia melihat Sin-hiong

mau pergi, mendadak merasa seperti kehilangan sesuatu saja, jadi

berteriak.

Saat Te Gouw-nio memandang dia, wajahnya jadi merah,

untungnya dia mendadak mendapat akal, buru-buru menutupi

malunya dengan berkata:

"Ayahku tadi mencari aku, akupun sudah harus pergi, tapi

masalah nona Sun itu, harus Sen-tayhiap yang mengurusinya baru

baik."

Kali ini dia menutupinya dengan tanpa celah, Sin-hiong tidak

mengira, betul saja dia berkata:

"Jika demikian, tolong nona beritahukan padaku, dimana nona

Song sekarang berada?"

Nona berbaju merah mengedipkan mata dan berkata:

"Tempat itu sulit dicarinya, lebih baik aku saja membawa kau

kesana!"

Te Gouw-nio melihat mereka berdua bersama-sama mau pergi,

sadar tidak ada gunanya meng-undang mereka tinggal, maka dia

buru-buru berkata:

"Apa? Jadi kalian sudah mau pergi. Ho-siu-oh berusia ribuan

tahun ini ada di tanganku, mungkin akan menimbulkan mala petaka

padaku, lebih baik Sen-tayhiap saja yang membawanya......"

Setelah berkata, dia melempar kembali pada Sin-hiong.

Sin-hiong menerimanya, setelah dipikir-pikir, dia sadar omongan

Te Gouw-nio tidak salah, saat itu berkata:

"Lo-cianpwee melakukan ini, aku juga tidak sungkan lagi, tapi Lo-

cianpwee tenang saja, setelah aku menyelesaikan masalahnya nona

Sun, aku akan pergi ke Poan-liong-pang untuk mengambil kembali

orang yang ditahannya."

Yang dia maksud adalah putra Te Gouw-nio, dengan sangat

berterima kasih Te Gouw-nio berkata:

"Sen-tayhiap, aku percaya padamu!"

Sin-hiong menganggukan kepala, menunggu nona berbaju merah

sudah dekat, dia pun turun dari kuda dan berkata:

"Nona Lim, berapa jauh nona Sun dari sini?"

Nona berbaju merah tertawa:

"Mungkin jauhnya puluhan li, mengambil kesempatan sebelum

hari terang, kita masih bisa menenpuh jalan sebagian, kulihat begini

saja, aku jalan di depan, kau ikuti di belakang sambil menunggang

kuda."

Setelah berkata, tidak menunggu Sin-hiong setuju atau tidak,

sekali menghentakan kaki, orangnya sudah terbang ke depan,

dalam sekejap sudah pergi sepuluh li lebih, gerakannya sangat

cepat sekali.

Sin-hiong tahu, dia ingin memamerkan ilmu silat dihadapannya,

hatinya merasa lucu, tapi tidak menghalangi dia, sepasang kaki

segera menjepit perut kuda, cepat-cepat mengikutinya.

Ilmu silat nona berbaju merah itu diajarkan sendiri oleh ketua

pulau Teratai, larinya sangat cepat, dari belakang Sin-hiong

menyaksikannya, tidak tahan diam-diam memujinya:

'Tidak heran orang-orang begitu takutnya pada ketua pulau

Teratai, ilmu silat putrinya saja sudah sehebat ini, bagaimana

dengan dia sendiri sudah bisa dibayangkan."

Saat itu dia tidak berani berlambat-lambat, dengan cepat

mengikuti nona berbaju merah itu dari belakang, dia selalu

mengambil jarak kurang lebih sepuluh tombak, tidak lama

kemudian, kedua orang itu sudah lari dua puluh li lebih.

Berlari lagi sesaat, tidak terasa mereka sudah melakukan

perjalanan hampir tiga puluh li lebih, di kaki langit timur sudah

nampak memutih, ketika berlari mendadak melihat nona berbaju

merah menghentikan langkahnya dan terkejut:

"Celaka, mungkin telah terjadi sesuatu!"

Sekejap Sin-hiong sudah berada disisinya dan tanyanya:

"Nona Lim menemukan apa?"

Nona berbaju merah menunjuk satu pohon besar di sisi jalan dan

berkata:

"Apakah Sen-tayhiap melihat tanda disana?"

Sin-hiong melihat ke arah yang ditunjuknya, terlihat diatas

sebuah ranting besar, samar-samar ada bekas cakaran yang dalam

sekali, setelah diteliti lagi, baru terlihat itu seperti gambar sebesar

daun, saat itu berkata:

"Ini adalah sebuah daun pohon, tapi batangnya sangat panjang,

dan di kedua ujung daun juga sangat besar sekali, tidak tahu tanda

siapa itu?"

Warna wajah nona berbaju merah berubah sangat serius, setelah

berpikir sesaat baru berkata:

"Mmm, pasti dia!"

Sin-hiong melihat nona berbaju merah begitu, maka tahu

masalahnya tidak mudah, tidak tahan menghela nafas panjang dan

tanya:

"Nona Lim, siapa dia itu?"

Melihat jati diri dan ilmu silat nona berbaju merah sampai bisa

bengong setelah melihat daun pohon aneh ini, berarti orang yang

ditanyakan itu pasti orang yang luar biasa.

Pelan-pelan Nona berbaju membalikkan tubuhnya dan berkata:

"Aku ingat ayahku pernah berkata, dulu dia pernah mempunyai

seorang lawan yang seperti ini, orang ini namanya Tonghong Ki,

dari gunung Ngo-ki di pulau Giok-sik, menyebut dirinya Ngo-ki-

thian-cun (Datuk lima keahlian), waktu itu dia bertarung dengan

ayahku selama lima hari lima malam, ayahku hanya bisa menang

setengah jurus saja, orang ini kali ini muncul kembali, mungkin

bertujuan pada kami?"

Mendengar ini hati Sin-hiong sampai tergetar, pikirnya, orang

seperti ketua pulau Teratai pun tidak diduga bisa ada musuh yang

mencarinya, kelihatannya masalah di dunia persilatan, sungguh

penuh dengan perubahan yang besar, di kemudian hari, dia tidak

boleh bertindak seenak sendiri.

Sebenarnya, itu hanya pikirannya, walaupun dia lebih teliti lagi,

masalah yang ingin dia hindarkan pun tidak akan bisa terhindarkan.

Setelah nona berbaju merah mengatakan hal ini, dia lalu berjalan

kembali ke depan.

Kali ini kedua orang itu jalannya dengan pelan sekali, berjalan

tidak sampai satu li, hari sudah terang benderang, baru saja Sin-

hiong mau menanyakan jauhnya, mendadak nona berbaju merah itu

berhenti kembali dan berkata:

"Cepat, nona Sun benar-benar mengalami masalah!"

Setelah berkata, tanpa mengajak Sin-hiong lagi dia sudah

melesat ke depan.

Saat ini matahari sudah terbit, baju merahnya terlihat sangat

mencolok mata, bayangan merah berkelebatan diatas jalan raya,

dalam sekejap mata sudah menghilang di dalam hutan di kejauhan

itu.

Sin-hiong tidak tahu sebenarnya sudah timbul masalah apa, juga

tidak keburu menanyakan, dia pun segera mengikutinya.

Tiba di depan hutan itu, terlihat nona berbaju merah sedang

loncat turun dari satu pohon yang sangat besar, wajahnya bengong,

di tangannya memegang sehelai surat.

Sin-hiong hanya melihat dia seorang diri turun dari atas pohon,

tidak melihat Cui-giok di sana, hatinya jadi sedikit tergetar dia

berteriak:

"Apa benar telah terjadi masalah pada nona Sun?"

Nona berbaju merah menganggukan kepala, lalu memberikan

surat di tangannya, Sin-hiong menerimanya dan melihat, diatasnya

tertulis:

"Sementara kupinjam dulu putri kesayangan-mu, sampai jumpa

lagi di gunung Ngo-ki."

Di bawahnya tertera jelas gambar pohon berdaun aneh yang

kemarin dilihat itu, di dalam daun digambar lima Budha yang

berbeda-beda, bentuknya ada yang tinggi ada yang pendek, tapi

semuanya tidak enak dipandang.

Melihat ini, Sin-hiong tidak tahan dengan nada dalam bertanya:

"Nona Lim, apakah nona Sun sudah dibawa pergi oleh Ngo-ki-

thian-cun?"

Nona berbaju merah menganggukan kepala:

"Benar, dia salah mengerti, mengira Cici Cui-giok adalah aku,

henmm... biar kita menghadapi dia memangnya kita takut?"

Sifatnya sombong, walaupun dia mendadak mendapatkan

masalahbesar,tetapsajatidakbisamenghilangkan

kesombongannya itu, tapi berbeda dengan Sin-hiong, dia berpikir

sejenak, di dalam hati berpikir sungguh sial nasibnya Cui-giok,

bagaimana pun aku harus berusaha menolongnya!

Walaupun dia tidak pernah tahu bagaimana orangnya Ngo-ki-

thian-cun ini, tapi dia berambisi untuk bertarung dengannya.

Nona berbaju merah melihat Sin-hiong, bertanya:

"Kau ikut tidak?"

Sin-hiong menganggukan kepala: "Tentu saja ikut, tapi......"

Tadinya dia ingin berkata 'tapi aku masih banyak urusan yang

harus diselesaikan', tapi setelah dipikir lagi apa gunanya kata-kata

ini dikatakan pada nona berbaju merah ini? Makanya sampai di

tengah jalan kata-katanya ditelannya kembali.

Nona berbaju merah melihat dia berkata setengah setengah, di

dalam hati sangat tidak senang, dengan marah dia berkata:

"Kau orangnya aneh sekali, melakukan apa saja selalu menolak

dengan berbagai alasan?"

Diam-diam Sin-hiong menghela nafas, katanya:

"Nona Lim, aku memang ada kesulitan, tapi tidak tahu ini tempat

apa?"

Nona berbaju merah merasa marah, kedua pipinya jadi

mengembung, di dalam hati berkata:

'Sudah sekian lama, buat apa kau tanyakan ini tempat apa?' Tapi

dia tetap berkata:

"Tempat ini tidak jauh dari Po-cia-tian, dari sini berjalan ke

selatan, setelah tiga hari akan sampai di perbatasan Ho-ti!"

Hati Sin-hiong sedikit tergerak katanya:

"Baguslah kalau begitu, nanti setelah aku membereskan

urusanku di Bu-tong-san, baru kita bersama pergi ke pulau Giok-sik,

bagaimana?"

Semakin mendengar Nona berbaju merah semakin heran, di

dalam hati berpikir:

'Masalah di depan mata saja belum selesai, kau sudah mau pergi

ke gunung Bu-tong mencari masalah!'

Ternyata dia sudah tahu Sin-hiong pernah pergi ke Siauw-lim-si,

makanya sekali menduga langsung tepat.

Di dalam hati walaupun dia tidak mau, tapi saat ini Sin-hiong

seperti mempunyai daya tarik buat dia, malah membuat wanita

yang sifatnya amat sombong ini tanpa sadar menjadi lemah, saat itu

dia bertanya:

"Kau mau pergi ke gunung Bu-tong, apa aku boleh ikut?"

Sin-hiong tertegun, hal ini belum terpikirkan oleh dia, jika dia

ingin pergi ke pulau Giok-sik dengan-nya, tentu saja tidak bisa tidak

harus menghiraukan dia, setelah dipikir-pikir dia berkata:

"Aku pikir begini saja, nona beritahu aku dimana pulau Giok-sik

itu, lalu pada saatnya tiba aku pasti datang, bagaimana."

Nona berbaju merah mengangkat alis dan tertawa dingin

berkata:

"Kau ingin meninggalkan aku? Tidak bisa!"

Begitu kata-kata ini keluar, dia sendiri segera merasa

perkataannya ada yang salah, wajahnya segera menjadi merah,

hatinya terasa meloncat-loncat, buru-buru menundukan kepalanya.

Sin-hiong sedang memikirkan masalah lain, tidak memperhatikan

tingkah nona berbaju merah yang aneh ini, mendengar kata-

katanya mengandung emosi, tidak tahan sambil mengeluh dia

berkata:

"Nona tidak tahu, kali ini aku pergi ke gunung Bu-tong, untuk

menyelesaikan masalah perguruan, aku pikir waktunya tidak akan

lama, paling tiga lima hari sudah cukup."

Nona berbaju merah berpikir-pikir, berkata:

"Itu tidak ada hebatnya, kau kerjakan masalahmu, aku pergi

bermain-main, apa tidak boleh?"

Sin-hiong melihat dia semakin berkata semakin marah, dengan

terpaksa menganggukan kepala:

"Baiklah, tapi aku ada satu syarat, mohon nona bisa

menyanggupinya?"

Melihat Sin-hiong mengizinkannya, hatinya sangat gembira:

"Syarat apa? Coba kau katakan dulu!"

Sin-hiong melihat dia sekali:

"Aku pernah pergi ke Siauw-lim-si satu kali, mungkin saat ini

orang-orang dari Bu-tong-pai sudah bersiap-siap, setelah kita tiba di

bawah gunung harus berpisah, setelah menyelesaikan masalahnya

baru mencari tempat untuk bertemu kembali, bagaimana?"

Nona berbaju merah menjawab:

"Ini tidak masalah, aku setuju!"

Sudah hampir tengah hari, kedua orang itu tidak banyak bicara

lagi, nona berbaju merah membawa kudanya, kedua orang itu

menelusuri jalan gunung berlari menuju ke Po-cia-tian!

Dua orang ini, yang satu gadis lugu, cantik dan lincah, yang

satunya lagi pemuda yang tampannya yang jarang ada

tandingannya, kedua orang ini walaupun berjalan menelusuri jalan

gunung, tapi di sepanjang jalan tetap saja menimbulkan perhatian

orang, semua membicarakan kedua remaja ini, sungguh sepasang

yang amat serasi?

Di dalam perjalanan, Sin-hiong baru tahu nama nona ini adalah

Lim Hui-lan, ayahnya ketua pulau Teratai namanya Lim Ki-kun,

kedua orang ini mula mula masih menjaga jarak, setelah lewat dua

tiga hari, mereka jadi semakin akrab saja.

Bukung di hari ketiga, kedua orang iru sudah hampir tiba di

tempat tujuan, Sin-hiong memutar kepala dan bertanya:

"Nona Lan, hari ini kita harus beristirahat satu malam!"

"Terserahmu!" kata Hui-lan dengan riang.

"Kau harus menurut padaku, jangan menimbulkan masalah!"

Sambil menutup mulutnya dengan tangan Hui-lan berkata:

"Kau ini cerewet amat, sepanjang perjalanan ini, kapan aku

menimbulkan masalah?"

Melihat penampilannya yang tertawa malu-malu, begitu memikat

sekali, tidak terasa Sin-hiong jadi bengong, di dalam hatinya

berkata, sebenarnya dia sangat nakal, di sepanjang perjalanan

bersama dirinya, benar saja sangat penurut, manusia, sungguh

aneh sekali!

Saat ini kedua orang sudah semakin dekat ke mulut kota, Sin-

hiong memperhatikan dan berkata:

"Nona Lan, bagaimana kalau kita mencari penginapan yang

sedikit sepi?"

"Kenapa begitu?" tanya Hui-lan heran

Sin-hiong sengaja dengan misterius berkata: "Masa kau tidak

tahu, aku khawatir orang mengenali kita, hingga begitu saatnya

tiba, bisa menimbulkan kerepotan."

Bola mata Hui-lan berputar dua kali: "Kalau memang begitu, kau

harus ikut aku!"

Setelah berkata, dia menarik tali kudanya, masuk kota bukan dari

jalan besar, tapi belok dua belokan masuk ke satu jalan besar,

walau jalanan tetap ramai, tapi disini sangat tenang.

Kedua orang itu tiba di depan satu penginap-an, belum turun dari

atas kuda, di dalam penginapan sudah ada orang berteriak:

"Bagaimana mungkin, seluruh dunia persilatan bukankah sudah

habis!"

Sin-hiongtertegun,seorangpelayan sudah keluar

menyambutnya, sambil tertawa berkata:

"Anda berdua datang untuk menginap?"

Sin-hiong menganggukan kepala:

"Tolong sediakan kami dua kamar yang tenang."

Setelah berkata, dia meloncat turun dari atas kuda, lalu berjalan

masuk ke dalam penginapan bersama dengan Hui-lan.

Ketika lampu mulai dinyalakan, karena jalan ini sangat tenang

dan perabotan di dalam penginapan sangat bersih dan sederhana,

mereka sembarangan mencari tempat, lalu memesan beberapa

masakan, mendadak terdengar satu orang lagi berteriak:

"Saudara Ong coba kau katakan, setelah Siauw-lim-si giliran

perguruan mana lagi?"

Sin-hiong dan Hui-lan melihat kearah orang yang bicara, terlihat

di meja seberang duduk dua orang tua setengah baya, salah

seorangnya berjanggut sangat panjang, yang satunya lagi alisnya

panjang sekali, terlihat yang berjanggut panjang itu menjawab:

"Menurut perkiraan aku, jarak Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai

kedua perguruan ini paling dekat, mungkin tujuan Kim-kau-kiam-

khek selanjurnya Bu-tong-pai!"

Yang beralis panjang berkata:

"Ini sungguh satu hal yang kurang beruntung, ketua pulau

Teratai dan Ngo-ki-thian-cun bersamaan waktunya muncul di dunia

persilatan, tiga tetua Siauw-lim-pai yang bisa menghadapi mereka

berdua, tidak diduga malah dipaksa oleh Kim-kau-kiam-khek keluar

dari Siauw-lim-si, jika Sin-hiong sampai tidak bisa melawan jurus

pedang kedua setan ini, aku lihat dunia persilatan akan jadi kacau

sekali!"

Kedua orang itu berbincang sambil berkeluh kesah, wajahnya

tampak kesedihan, Sin-hiong yang mendengar hal ini, di dalam hati

tidak tahan berkata:

"Ini sungguh diluar dugaan aku, tidak terpikir tiga tetua Siauw-

lim-pai karena dia mundur dari Siauw-lim-pai, jika aku bisa

mengalahkan ketua Bu-tong-pai, Coan-cin Cinjin, apakah dia juga

akan berbuat sama dengan tiga tetua Siauw-lim-pai, dunia

persilatan benar benar akan menjadi kacau sekali."

Dia terus memikirkan masalah ini, sorot matanya tanpa disengaja

menyapu, tampak kedua pipi Hui-lan mengembung besar,

tampaknya dia sangat marah.

Hati Sin-hiong tergerak, di dalam hati berpikir:

‘Tadi kedua orang tua itu telah menjelekan ketua pulau Teratai,

tidak heran jika dia marah,' saat itu terpaksa dia mendekatkan

tempat duduknya dengan pelan berkata:

"Nona Lan, kedua orang ini bukan apa apa, jangan pedulikan

mereka!"

Tapi Hui-lan tidak mau mendengar kata katanya, sambil

mendengus dia berkata:

"Aku harus menghajar mereka!"

Dia berkata dengan keras, dua orang itu melihat kearahnya,

melihat Sin-hiong dan Hui-lan masih muda, sedikit pun tidak

menduga kata-kata Hui-lan ini ditujukan pada mereka?

Orang tua yang berjanggut panjang itu kembali berkata:'

"Apakah kau pernah mendengar Thian-ho-tiauw-sou (Pemancing

langit sungai) Ling Ie dari gunung Pek-thian, dia juga sudah muncul

di dunia persilatan?"

Baru saja si alis panjang itu mau menjawab, mendadak terdengar

suara "Huut!", satu titik bayangan hitam sudah melesat ke arahnya!

Orang itu terkejut sekali, dia segera menyentil dengan dua

jarinya, melontarkan bayangan hitam itu ke pinggir, lalu matanya

memandang kearah Sin-hiong dan bertanya:

"Apa kalian dua bocah ingin bermain-main dengan aku Ong

Hiang-go?"

Karena datangnya bayangan hitam itu sangat cepat, walaupun

dia bisa mementalkannya, tapi dia tidak tahu siapa yang

melemparkannya, maka Sin-hiong pun termasuk dalam dugaannya.

Tadi Sin-hiong bergerak, ingin mencegah Hui-lan jangan

menimbulkan masalah, tapi Hui-lan yang banyak akalnya,

menjulurkan sumpitnya pura-pura mengambil sayur di piring, dalam

sekejap mata dia telah melontarkannya!

Setelah orang itu telah menyebutkan namanya, mendadak

terdengar Hui-lan tertawa dan berkata:

"Sudah lama aku mendengar Ong Hiang-go dan Pouw Seng

dijuluki Sam-hiang-siang-cia (Sepasang hebat dari tiga sungai besar

tiga), aku malah ingin mencobanya!"

Ong Hiang-go jadi tertegun, dia sungguh tidak mengerti usia Hui-

lan begitu muda, sekali bicara sudah bisa mengenali Pouw Seng dan

menyebutkan julukan-nya, maka sambil tertawa dia berkata:

"Nama aku memang Ong Hiang-go dan inilah Pouw Seng, mata

nona tajam sekali, tapi kami tidak kenal dengan nona, tidak tahu

kenapa nona menyerang dan mempermainkan kami?"

Hui-lan tertawa dingin:

"Menyerang dan mempermainkan? enak sekali perkataanmu, aku

hanya mendidik kalian, selanjutnya jangan menjelekan nama orang

di belakang?"

Ong Hiang-go merasa tidak mengerti, di dalam hatinya berpikir,

tadi dia dengan Pouw Seng tidak mengatakan apa-apa?

Tentu saja dia tidak terpikir, Hui-lan adalah putri kesayangannya

ketua pulau Teratai, walaupun Pouw Seng tidak tahu apa sebabnya

diserang Hui-lan, tapi dia orangnya sangat sabar, saat matanya

menyapu, terlihat gitar kuno yang ada disisi Sin-hiong, wajahnya

segera berubah dan buru-buru berkata:

"Saudara Ong, nona itu hanya berkelakar dengan kita, kau

jangan menganggap serius!"

Ong Hiang-go melihat Pouw Seng tidak mengatakan apa-apa,

dia tentu saja tidak mau memperpanjang masalah, setelah tertawa

dia kembali minum araknya bersama dengan Pouw Seng.

Sin-hiong melihat kedua orang ini penyabar, dia khawatir Hui-lan

terus mengusiknya, sehingga masalahnya jadi besar, buru-buru

dengan keras berkata:

"Nona Lan, kita sudah harus beristirahat!"

Tadinya Hui-lan memamg mau mengusiknya, tapi setelah melihat

kedua orang itu bisa menahan diri, dia jadi tidak enak meneruskan,

tapi amarah dia masih belum reda, dengan kesal berkata pada Sin-

hiong:

"Istirahat? Aku masih belum kenyang?"

Setelah berkata, kembali dia pelan-pelan makan nasi.

Sin-hiong tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa menemaninya di

samping, asalkan dia tidak usilan lagi, dia sudah merasa tenang.

Sam-hiang-siang-cia makan lagi sejenak, lalu bayar rekening dan

cepat-cepat pergi keluar.

Sesudah kedua orang itu pergi, Sin-hiong merasa lega lagi, dalam

hatinya berkata:

'Sekarang kau tidak bisa berbuat apa-apa lagi?'

Dia sambil memikirkan keadaannya sekarang, dia memikirkan

masalah Bu-tong-pai, tadi Sam-hiang-siang-cia tanpa bermaksud

apa-apa menyebut nama-nya, membuat dia terus memikirkannya.

Sin-hiong duduk disisi, otaknya terus memikirkan masalah di

kemudian hari.

Hui-lan makan dengan lambat sekali, dan Sin-hiong terus

memikirkan masalahnya sendiri, maka gerak-gerik Hui-lan dia sama

sekali tidak memper-hatikan.

Lewat beberapa saat, dari luar penginapan masuk lagi tiga orang!

Ketiga orang ini usianya belum terlalu tua, tapi tampangnya

gagah, di punggung mereka masing masing membawa sebilah

pedang panjang, pita pedangnya melayang-layang, penampilannya

bukan orang biasa!

Setelah ketiga orang ini masuk, tiga pasang mata menyapu ke

arah Sin-hiong dan Hui-lan, wajah salah seorang tampak terkejut,

dia segera berbisik pada kedua rekannya, membuat wajah kedua

orang lainnya jadi berubah!

Ketiga orang ini melihat sekali pada Sin-hiong, salah satunya

berkata:

"Toako, hari ini bisa kebetulan sekali!"

Seorang lainnya sudah mengerti, menjawab:

"Dunia ini sebesar daun kelor, mmm, kebetulan sekali, kebetulan

sekali."

Orang yang bicara ini sorot matanya terus menatap gitar kuno di

sisi Sin-hiong, tampak wajahnya seperti ingin mencoba.

Tingkah laku ketiga orang ini, Sin-hiong sendiri tidak

merasakannya, tapi Hui-lan sudah memperhatikan dan pelan

berkata: ,

"Tadi kau khawatir ada masalah? Aku lihat sekarang sudah ada

orang yang memperhatikanmu!"

Sin-hiong tergerak dan pura-pura berkata:

"Kalau begitu kenapa kau tidak cepat-cepat makan!"

Hui-lan tertawa, dengan pelan berkata: "Siapa suruh kau

membawa gitar kuno itu, sekarang mau menghindarpun, sudah

tidak bisa lagi!"

Setelah berkata begitu, dia menaruh sumpitnya dan bersama Sin-

hiong pergi ke pekarangan belakang.

Setelah mereka sampai di belakang, Hui-lan melihat sekeliling

tidak ada orang lalu berkata:

"Sam-hiang-siang-cia tidak ada apa-apanya, tapi ketiga orang ini

tidak mudah dihadapi?"

"Kita tidak mengusik mereka, kenapa meraka mau mencari

masalah?" kata Sin-hiong.

"Kau tidak mengusik orang, tapi orang akan mengusikmu, kalau

tidak percaya tunggu saja nanti malam!" kata Hui-lan sambil

tertawa.

Sin-hiong menghela nafas dan bertanya:

"Apa kau tahu siapa mereka itu?"

Hui-lan berpikir sejenak lalu berkata:

"Bukankah kau tadi mendengar orang menyebut Thian-ho-tiauw-

sou dari Pek-thian-san? Menurut pandanganku, mungkin ketiga

orang ini ada hubung-an erat dengan setan itu?"

Sin-hiong tidak menyangka, walaupun usia Hui-lan lebih muda

dari dirinya, tapi pengalamannya di dunia persilatan tidak bisa

dibandingkan dengannya, dalam hati dia berpikir, siapa Thian-ho-

tiauw-sou ini, dan kenapa dia mau mencari aku?

Hati penuh pertanyaan, tapi setelah dipikir-pikir, dia malah

mengira Hui-lan hanya menakut-nakuti dia saja, maka sambil

tertawa dia berkata:

"Kita tidak usah pedulikan mereka, pokoknya kita besok pagi-pagi

sekali kita berangkat saja!"

Setelah berkata dia langsung masuk ke kamarnya sendiri.

Malam sudah berjalan, karena tempat ini sepi, walaupun belum

terlalu malam, tapi disekeliling sudah sangat sepi sekali.

Waktu sekarang sudah sekitar jam delapan malam, Sin-hiong

sedang berbaring diatas ranjang pura-pura tidur, mendadak di atas

atap rumah terdengar suara baju tersampok angin.

Sin-hiong langsung bangun, terdengar diatas atap ada orang

berteriak:

"Disana ada orang!"

Salah satu lainnya mendengus dan berkata:

"Kita kejar untuk melihatnya!"

Selesai bicara, diatas atap kembali menjadi sepi!

Sin-hiong berjalan ke jendela melihat keluar, terlihat langit penuh

bintang, setengah bayangan orang pun tidak ada?

Hatinya merasa heran, diam-diam berkata:

"Gerakan ketiga orang itu sungguh cepat sekali, tidak aneh nona

Lan mengatakan mereka tidak mudah dihadapi, apakah mereka

datang kemari untuk menghadapi aku?"

Ketika Sin-hiong berpikir, dia sudah selesai memakai bajunya,

sambil membawa Kim-kau-po-kiam dia melesat ke atap rumah, dia

tidak ingin membangunkan nona Lan.

Setelah itu dia terbang dengan cepat menyusul mereka.

Gerakan dia sangat cepat, dalam beberapa kali loncatan, dia

sudah keluar dari kota, tapi saat matanya menyapu, tiga orang

didepan itu sudah pergi entah kemana?

Sin-hiong jadi tertegun, dengan ilmu silatnya sekarang, orang-

orang dunia persilatan tidak ada satu pun yang dilihatnya, pesilat

tinggi kelas satu pun, dia tidak akan menaruh di dalam hati!

Tapi, kecepatan ketiga orang ini dari mulai muncul sampai pergi,

sungguh di luar dugaannya, bagaimana dengan Thian-ho-tiauw-sou,

itu tidak perlu dikatakan lagi?

Dia tertegun sejenak, dia melihat ke tempat jauh, tampak secara

samar di kejauhan ada sebuah gunung kecil, di atas gunung tumbuh

beberapa pohon, di daerah ini selain gunung itu yang bisa

menghalangi pandangan, tempat yang lainnya semua bisa diawasi,

Sin-hiong tidak banyak pikir lagi, langsung berlari kesana!

Untuk mencapai gunung itu, dia harus melalui lapangan liar yang

amat luas, saat tubuhnya muncul, mendadak di dalam hutan ada

orang berteriak:

"Toako, kenapa bisa datang satu lagi?"

Suaranya seperti di kenal, begitu Sin-hiong mendengar dia sudah

tahu orang itu adalah salah seorang dari tiga orang yang datang ke

penginapan, dia sedikit pun tidak menghentikan gerakannya,

dengan cepat melesat kesana!

Tapi, ketika dia hampir sampai di gunung kecil itu, orang yang

berada di gunung tiba-tiba mengeluar-kan suara "Iiih!" lalu berkata:

"Lo-ji, kau salah lihat, orang ini baru yang kita inginkan!"

Setelah berkata, mendadak terdengar "Ssst ssst ssst!", dari

dalam hutan itu loncat keluar tiga bayangan orang!

Ketiga orang yang mendadak muncul, tanpa basa basi langsung

menghadang jalannya Sin-hiong, orang yang di tengah berteriak:

"Berhenti!"

Sin-hiong pura pura tidak mendengar, dia masih terus lari ke

depan!

Tapi baru saja dia bergerak, mendadak di depan matanya ada

sinar perak berkelebat, serangkum hawa dingin yang tajam

menyabet wajahnya!

Sin-hiong berteriak lalu berkata:

"Kenapa kalian tidak tahu aturan?"

Setelah berkata, lima jari kanannya sudah maju mencengkram!

Orang itu tertawa dingin:

"Melihat dari jurusnya, tidak percuma kau mendapat julukan itu!"

Sedikit merubah gerakan pergelangan tangan, ujung pedangnya

sudah memotong ke arah lima jari Sin-hiong!

Jurus pedang orang ini sangat hebat, perubahan jurusnya pun

sangat cepat, kedahsyatan jurusnya, jarang terlihat di dunia

persilatan!

Sin-hiong pun merasa kagum, dalam hatinya teringat kata-

katanya Hui-lan, matanya menyapu, terlihat orang yang di hadapan

ini adalah orang yang paling muda di antara ketiga orang ini,

otaknya berputar cepat, di dalam hati berkata:

"Orang ini sudah begini hebat ini, dua orang lainnya jangan

dikatakan lagi!"

Setelah berpikir, jari tangannya diputar dan menyentil, lalu

berteriak:

"Coba jurus ini!"

Mendadak lima jarinya menjulur ke depan, dengan cepat

mengunci ke arah pergelangan orang itu!

Orang itu dengan tenang menghentakan pedang pusakanya,

ujung pedang kembali menyabet ke arah lima jari Sin-hiong!

Sin-hiong sedikit tertegun dan berteriak:

"Jurus yang hebat!"

Dua jarinya menyentil, dia sudah mengerahkan ilmu jari yang

telah menggemparkan dunia persilatan, Tan-ci-sin-tong (Sentilan

jari dewa), dia yakin bisa mementalkan pedang lawannya ke

samping, tapi siapa sangka kenyataannya tidak sesuai!

Saat pedang orang itu sudah hampir mengenai jari tangan Sin-

hiong, mendadak lawannya menarik pedangnya dan mundur ke

belakang, sambil tertawa dingin dia berkata:

"Kim-kau-kiam-khek benar-benar hebat, aku marga Hoa ingin

mencobanya beberapa jurus lagi?"

Pedangnya diayunkan dari samping, mem-bentuk bunga-bunga

pedang meluncur ke arah bahu kanan Sin-hiong!

Sifat Sin-hiong memang berbeda dengan orang lain, jika bertemu

lawan kuat dia akan semakin kuat, jika bertemu dengan yang lemah

dia masih bisa mengalah sedikit, dia melihat orang ini usianya masih

muda, ilmu pedangnya sudah sehebat ini, di dalam hatinya sudah

menyukai pada bakat orang ini.

Tapi pikiran lawannya malah berbeda dengan dirinya, dengan

jurus ini lawannya sudah mengerah-kan seluruh kemampuannya,

bertekad ingin merebut kemenangan, sentilan jari Sin-hiong jadi

tidak berhasil mementalkan pedangnya, sepasang mata Sin-hiong

melotot, segera mengangkat lengan mencabut keluar Kim-kau-po-

kiam, sekali menggetarkan tangan, satu kilatan dingin menyerang

orang itu, sambil tertawa dia berkata: "Kau mau mengadu jiwa?"

Serangan pedangnya ini adalah serangan yang paling lihay dari

jurus Kim-kau-kiam, pedangnya baru bergerak, sudah terdengar

suara gemuruh, bukan saja telah menghindari pedang lawan, di

dalam kilatan perak, juga sudah menutup enam jalan darah besar di

depan tubuh lawan!

Tubuh orang itu berkelebat, lalu mendengus: "Jurus inipun tidak

bisa berbuat apa-apa?" Dia malah balik menyerang, sambil

menggetarkan pergelangan tangan, dalam sekejap mata telah

menusukan pedangnya tiga kali!

Kelihatannya orang ini sudah berniat mengadu jiwa dengan Sin-

hiong, terlihat jurus yang diguna-kannya sangat bahaya, tapi karena

Sin-hiong sudah mengeluarkan jurus pedangnya, walaupun kemam-

puan dia lebih tinggi lagi, juga tidak mungkin bisa mengalahkan Sin-

hiong, dua orang yang berdiri di belakang melihat ini, tidak tahan

wajahnya jadi berubah hebat!

Kedua orang itu bersama-sama berteriak: "Lo-sam, jangan!"

Dalam sekejap mata, otak Sin-hiong berputar beberapa kali, di

dalam hati berkata:

'Aku tidak punya dendam denganmu, kenapa begitu bertemu

langsung mau mengadu nyawa? Sin-hiong menggetarkan

lengannya, Kim-kau-po-kiam sudah menangkisnya, terdengar

"Traang!"

keras sekali, di depan mata kembang api berpijar, orang itu

sudah didorong mundur lima langkah ke belakang oleh Sin-hiong!

Dalam jurus tadi, Sin-hiong masih menaruh kasihan, jadi tidak

ingin melukai lawannya, jika dia menggunakan seluruh tenaganya,

mungkin orang itu sekarang sudah terluka oleh pedangnya.

Hati orang itu terkejut sekali, dua orang yang ada di pinggir pun

wajahnya berubah warna!

Sebenarnya ketiga orang ini adalah saudara sekandung, tiga

orang ini semuanya adalah muridnya Thian-ho-tiauw-sou, dia telah

menciptakan jurus pedang Thian-san yang sangat hebat, jaman

sekarang mungkin tidak ada jurus pedang dari perguruan mana pun

yang dapat melawannya, tidak diduga hari ini ternyata jurus

pedangnya bisa dikalahkan oleh Sin-hiong dengan tenangnya,

bagaimana hal ini tidak membuat mereka terkejut?

Di antara tiga orang ini, yang sulung namanya Hoa Tiang-hong,

yang nomor dua Hoa Sian-hong, nomor tiga Hoa Leng-hong,

mereka belajar ilmu silat pada Thian-ho-tiauw-sou sudah dua puluh

tahun lebih, sepanjang hidupnya belum pernah keluar dari Pek-

thian-san, mereka mengira jurus pedang Thian-san tidak ada

lawannya di seluruh dunia, kali ini tiga orang itu ikut Thian-ho-

tiauw-sou keluar gunung, ambisinya sangat besar, tapi diluar

dugaan pada pertarungan pertama setelah keluar gunung, mereka

sudah mengalami kekalahan kecil?

Hoa Leng-hong menarik nafas dan berkata:

"Ulang lagi, ulang lagi!"

Sin-hiong melihatdia dan bertanya:

"Aku Sen Sin-hiong, belum pernah kenal dengan kalian bertiga,

apakah kalian bertiga telah salah mencari orang?"

Menurut pikirannya, setelah memberitahukan namanya, mungkin

mereka sadar telah salah mencari orang, siapa sangka, setelah dia

memberitahukan namanya, Hoa Leng-hong dengan dingin berkata:

"Hemm.. hemm... kau mau menggunakan nama besar Kim-kau-

kiam-khek menekan kami!"

Sin-hiong tertegun sejenak, dalam hati berpikir:

'Rupanya mereka sudah menetapkan sasaran-nya adalah aku',

saat itu dia berkata lagi:

"Apakah kalian bisa beritahukan nama besar kalian?"

Dia kembali berpikir, tidak peduli kalian ini dari Thian-san atau

dari Tai-san, aku Sen Sin-hiong tidak pernah mengusik kalian?

Sepanjang hidupnya dia sudah sering men-dapat penghinaan

orang, sejak kecil dia sudah terbiasa menahan diri, sekarang

walaupun ada orang meng-hina, dia tetap masih tidak mau marah.

Hoa Leng-hong mengluarkan suara dari hidungnya dan berkata:

"Kau belum pantas mengtahui nama kami bertiga?"

Kata-kata ini sangat menusuk telinga, tapi Sin-hiong masih

memaksa diri tidak marah, dia melirik, terlihat dua orang yang

berada dibelakang Hoa Leng-hong juga sudah bersiap-siap, dia

sadar asal dirinya bergerak, mungkin dua orang di belakang Hoa

Leng-hong juga akan ikut bergerak?

Saat ini jarak Hoa Leng-hong pada Sin-hiong hanya kurang dari

satu tombak, kedua orang saling pandang, Hoa Leng-hong

memegang pedangnya erat-erat, Sin-hiong menghela nafas dan

berkata:

"Hay! Buat apa saudara memaksa aku seperti ini!"

Walaupun dia tidak mau mengusik orang, tapi orang tidak mau

melepaskan dia, Hoa Leng-hong berteriak, pedangnya sudah

menyerang!

Baru saja Hoa Leng-hong menyerang, tiba-tiba di dalam hutan di

atas gunung berkelebat bayangan merah dan seorang berteriak:

"Sen-tayhiap, kali ini giliran kami dari pulau Teratai!"

Setelah berbicara, sebuah kilatan perak sudah menyerang ke

arah Hoa Leng-hong.

Sin-hiong tertegun, pikirnya kapan dia datang?

Ternyata orang ini adalah Hui-lan, walaupun usianya lebih muda

satu dua tahun dari Sin-hiong, tapi pengalamannya di dunia

persilatan lebih banyak dari pada Sin-hiong, dia sudah lama

mengenal ketiga orang ini adalah pesilat tinggi dari perguruan

Thian-san, tadi siang dia pernah memperingatkan kepada Sin-hiong,

melihat sikap Sin-hiong seperti tidak memperhatikan, maka dia

seorang diri diam-diam bersiap.

Baru saja tiga bersaudara muncul di atap kamar, Hui-lan sengaja

sekelebat menampakkan diri, tujuannya adalah memancing mereka

bertiga keluar, tapi tidak diduga ilmu silat Hoa bersaudara begitu

hebat, sepanjang jalan mengejar hampir saja dia terkejar, sampai

tidak ada jalan lagi, jika bukan Sinhiong muncul tepat pada

waktunya, maka keadaan dia akan sangat terancam.

Saat Hui-lan tadi muncul, sengaja menyebut-kan nama pulau

Teratai, tujuannya adalah supaya mereka tahu jati dirinya, siapa

sangka Hoa Leng-hong sedikit pun tidak peduli, sambil menarik

lengannya sambil tertawa dingin dia berkata:

"Sebenarnya kami pun ingin mencari orang dari pulau Teratai

tapi sulit menemukannya, kebetulan sekali kau datang kemari!"

Dia menggetarkan pedangnya, langsung meli-bat pedang Hui-lan.

Sin-hiongyangmelihat,tidaktahandiam-diam

mengkhawatirkannya, sebab dia sadar, tubuh Hui-lan masih diatas

udara, serangannya walaupun dahsyat, tapi sulit mengerahkan

tenaga, dia khawatir celaka, maka sekali berkelebat dia berteriak:

"Nona Lan hati-hati!"

Dengan cepat dia menusukan pedangnya pada jalan darah Beng-

bun Hoa Leng-hong!

Jurusnya ini sebenarnya hanya untuk mengalih kan perhatian

Hoa Leng-hong, siapa duga, baru saja dia bergerak, mendadak

terdengar seseorang berteriak:

"Mengeroyok orang, bagaimana bisa disebut seorang Enghiong?"

Lalu terasa ada satu hawa dingin pedang menyerang dari

belakang!

Sin-hiong berkelebat dan telapak tangannya menyapu ke

belakang, serangan ke arah Hoa Leng-hong tetap tidak berubah,

tapi setelah dia menyapukan tangannya, pedang yang menyerang

dari belakang sudah ditepisnya dia ke samping!

Hui-lan tertawa:

"Sen-tayhiap, kenapa kau begitu memandang rendah kami dari

pulau Teratai?"

Setelah tertawa, mendadak terlihat sinar pedang di tangannya

mengembang, serangan pedang Sin-hiong ini sudah sangat cepat,

tapi pedang Hui-lan hampir tidak kalah cepatnya dengan dia, Sin-

hiong menggeleng-kan kepala dan memujinya:

"Jurus pedang pulau Teratai benar-benar hebat?"

Ternyata Hui-lan tadi sengaja ingin pamer, melihat Sin-hiong

memujinya, hatinya menjadi sangat gembira, Hoa Leng-hong yang

diserang dari depan dan belakang, buru-buru meloncat mundur

sejauh tiga tombak, maka Hui-lan dengan tenang turun ke bawah.

Wajah Hoa bersaudara berubah hebat, orang tertua bersaudara

Hoa Tiang-hong berkata:

"Kalian dulu yang melakukan pengeroyokan, jangan salahkan

kami!"

Dia mengayunkan pedangnya di depan tubuh dengan indah, Sin-

hiong dan Hui-lan tidak tahu dia ingin melakukan apa dengan

gerakannya? Ketika sedang tertegun, mendadak merasa di belakang

tubuhnya ada angin tajam, segera mereka masing-masing

menusukan pedangnya ke belakang, Hui-lan tertawa dan berkata

pada Sin-hiong:

"Sen-tayhiap, malam ini kita berdua harus dengan puas

bertarung!"

Begitu pedangnya menyerang, serangan kedua dan ketiga tidak

putus-putusnya berlangsung, dalam sekejap mata, di depan tubuh

Hui-lan sudah terbentuk satu tabir pedang dan maju menekan ke

arah Hoa Leng-hong!

Melihat ini, semangat Sin-hiong jadi naik diapun berteriak keras:

"Jurus pedang bagus! Jurus pedang bagus!"

Melihat orang bertarung Sin-hiong jadi gatal ingin bertarung juga,

maka sekali menggetarkan lengan, sinar perak di tangannya jadi

mengembang, dalam sekejap dia telah menyerang sebanyak lima

enam jurus ke Hoa Sian-hong dan Hoa Tiang-hong yang ada di

belakang!

Hoa Tiang-hong dan Hoa Sian-hong berdua tertawa dingin dan

berkata:

"Kau juga tidak jelek!"

Hoa Sian-hong bukannya maju malah mundur, digantikan oleh

Hoa Tiang-hong maju menghadang!

Sin-hiong mengerutkan alis dan berkata:

"Hanya satu orang saja yang maju?"

Dia mempercepat gerak pedangnya, kekuatan pedangnya tidak

kurang dari seribu kati, Hoa Tiang-hong merasa tekanannya

semakin berat, buru-buru meloncat ke belakang, Hoa Sian-hong

sudah kembali menerjang ke depan, pedangnya menyerang dari

samping, sambil mendengus dia berkata:

"Kau salah mencari lawan, babak ini harus aku yang

menghadangnya!"
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Pedang Kail Emas 1 dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Pedang Kail Emas 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-pedang-kail-emas-1.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Pedang Kail Emas 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Pedang Kail Emas 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Pedang Kail Emas 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-pedang-kail-emas-1.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 2 komentar... read them below or add one }

obat asam urat mengatakan...

salam sehat

Cara Cepat Sembuhkan Penyakit Maag Akut mengatakan...

nice gan, makasih atas share postnya salam :)

Posting Komentar