Pedang Ka l Emas
Karya : Liu Can Yang
Penterjemah/editor : Liang JZ/Adhi
Persembahan : SEE YAN TJIN DJIN
Sumber djvu : Manise Dimhader
Convert, edit & EBook: Dewi KZ
Tiraikasih website
http://kangzusi.com/ atau http://ebook-dewikz.com/
JILID KE SATU
BABI
Menangis air mata bayangan
Angin dingin bertiup sangat kencang salju yang seperti bulu
angsa melayang-layang di angkasa.
" Tampaknya hujan salju kali ini .adalah hujan salju yang sangat
besar dan jarang terjadi, hujan ini sudah turun selama beberapa
hari, di angkasa sekarang pun masih tetap gelap, seperti akan jatuh
saja, seluruh permukaan bumi telah diselimuti salju.
Disini adalah tanah liar yang sangat luas, bukit-bukit berbaris
terlihat dari kejauhan, saat ini dan di tempat inipun sedang dilanda
tiupan angin kencang dan hujan salju besar, pada malam hujan
salju dengan angin bertiup kencang ini, terdengar suara "Kraak
kraak!" yang amat keras terdengar dari dalam bukit.
Suara ini terdengar sambung menyambung tidak beratur, melihat
ke arah sana, terlihat di kaki bukit ada dua tiga puluh orang yang
sedang bekerja keras dengan keringat bercucuran, suara "Kraak
kraak!" tadi, adalah suara kapak besar yang sedang membelah
pohon hutan.
Di antara orang-orang yang bekerja ini, ada orang tua yang
sudah beruban, juga ada anak muda yang bertubuh tegap, yang
lebih mengherankan adalah, ada juga seorang anak kecil yang
masih berusia tujuh delapan tahun!
Sedang apa mereka? Mungkin tidak ada seorang pun yang tahu,
di pinggir orang-orang ini, berdiri seorang laki-laki besar setengah
baya bertubuh tegap, di tangannya memegang sebuah cambuk'
kulit, tidak henti-hentinya berjalan mondar-mandir, asalkan melihat
ada orang yang bermalas-malasan, maka tanpa ampun akan
dicambuknya, sehingga walaupun salju sangat lebat dan angin
sangat deras, tidak ada seorang pun yang berani bermalas-malasan.
Anak kecil yang berusia tujuh delapan tahun itupun diam seribu
bahasa, dia membelah pohon dengan kapaknya, sepasang
tangannya sudah menge-luarkan darah, tapi dia sekali pun tidak
mengeluh kesakitan, kadang-kadang dia melihat ke langit yang
kelabu, berharap malam segera tiba, dan dia dapat pulang ke rumah
untuk beristirahat.
Waktu pelan-pelan berjalan, raja langit tidak mengecewakan
orang yang menghadapkannya, langit akhirnya menjadi gelap.
Laki-laki besar yang memegang cambuk kulit itu melirik sekali,
dengan keras berkata:
"Sudah, sudah cukup, sekarang boleh istirahat."
Mendengar kata-kata ini, wajah anak kecil tampak rasa gembira,
tapi ketika dia akan menaruh kapak besar di tangannya/ kembali
terdengar laki-laki besar itu berkata dingin:
"Bagi siapa yang hari ini belum menyelesaikan pekerjaannya,
tetap tidak boleh meninggalkan tempat ini, besok aku pasti akan
memeriksanya kembali."
Habis berkata dengan sombongnya dia melihat pada para
pekerja, lalu dengan langkah besar melangkah turun ke bawah
gunung.
Sekarang orang yang telah menyelesaikan pekerjaannya dengan
senang pergi meninggalkan tempat itu, akhirnya di atas gunung
kosong ini hanya tinggal tiga orang, anak kecil itu salah satu di
antaranya.
Dua orang lainnya berusia lebih tua dari pada dia,
pengetahuannya juga lebih banyak, dua orang itu saling pandang
sekali, lalu salah satunya berkata:
"Kalau kita melanjutkan pekerjaan, meskipun sampai tengah
malam tidak akan bisa selesai, udara begini dingin, lebih baik kita
pulang beristirahat dulu satu malam."
Orang yang satunya lagi tentu saja setuju, dia lalu menunjuk
pada anak kecil itu, tanyanya:
"Bocah, bagaimana dengan kau?"
Hati anak kecil itu bergetar, dia tidak tahu bagaimana
menjawabnya, dua orang itu tidak menunggu dia lagi, dengan
langkah besar mereka turun ke bawah gunung.
Demikian, sekarang di atas gunung tinggal dia soorang diri, dia
ingin melanjutkan pekerjaannya, tapi Lingannya terasa sakit sekali,
ditambah tertiup angin utara, tangannya segera mengucurkan darah
segar, dia merasakan sakitnya sulit ditahan, sambil mengadukan
gigi, diapun melemparkan kapaknya melangkah pulang.
Saat itu sudah petang hari, di atas tanah liar, selain suara angin
salju yang menyapu permukaan tanah, tidak terdengar suara
lainnya, anak kecil ini berjalan sendirian, tubuhnya hanya memakai
pakaian tipis, malah ada dua lubang sobekan besar, angin dingin
yang menusuk tulang itu menembus ke dalam lubang bajunya,
memaksa dia memeluk tubuhnya sendiri, walaupun ada sedikit lebih
hangat, tapi di wajah kecilnya, dia menjadi sakit kedinginan.
0oo0
Pelan-pelan dia berjalan ke depan, mengangkat kepala melihat
langit, salju melayang melewati wajahnya, di matanya terlihat ada
air mata berlinang, ketika air matanya akan menetes, dia memaksa
menahannya supaya tidak menetes, dia berguman pada dirinya:
'Sen Sin-hiong, Sen Sin-hiong! Kenapa kau menangis lagi?
Bukankah ibu sudah bilang, anak baik tidak akan mencucurkan air
mata?'
Sesaat setelah dia berkata demikian, dia segera menegakan
tubuhnya, melangkah tegap maju ke depan.
Dia berjalan pelan-pelan, angin salju semakin kencang, tidak jauh
dari perbukitan ada sebuah kota kecil, Sen Sin-hiong sedang
berjalan menuju ke kota itu.
Baru saja dia menginjakan kakinya di mulut kota, seorang tua
setengah baya kebetulan keluar menutup pintu, melihat Sin-hiong
lewat, dengan menghela nafas dia berkata:
"Haay! Anak yatim piatu yang patut dikasihani."
Tadinya Sin-hiong sudah lebih tabah sedikit, ketika suara orang
tua itu terdengar di telinganya, dia tidak bisa bertahan lagi, air mata
akhirnya menetes juga.
Angin utara semakin kencang, salju turun pun semakin lebat,
kemungkinan tidak akan reda dalam waktu lima-enam hari.
Sin-hiong berjalan di jalan raya, kepalanya menunduk, kadang-
kadang dia pun melihat-lihat ke dua sisi jalan, waktu walaupun tidak
terlalu malam, tapi orang-orang kota sudah menutup pintunya
supaya lebih hangat, hanya dia seorang diri yang berjalan di
jalanan.
Dia berjalan dari ujung kota ke ujung kota, di sana ada satu
rumah yang,sangat sederhana, tiba di depan pintu, pelan-pelan dia
membuka pintu yang tidak di kunci itu, setelah masuk, tanpa
menyalakan lampu, dia langsung berkata pelan:
"Ibu, A-Hiong pulang!"
Walaupun sudah berkata demikian, di dalam tidak ada orang
yang menyahutnya, ternyata ibunya sudah meninggal sebulan yang
lalu, setiap kali dia pulang ke rumah dia selalu berkata demikian,
seperti ibunya masih hidup saja.
Dia maju dua langkah, bersujud di sisi ranjang yang dulu menjadi
tempat ibunya tidur, kembali dengan pelan berkata:
"Ibu, kenapa kau tidak menjawab A-Hiong?"
Dia menjulurkan kedua tangan kecilnya yang terluka dan
kedinginan, pelan-pelan mengusap-usap sisi ranjang, air matanya
bercucuran... tapi dia tidak mengusap mengeringkannya, hingga
terasa pandang-an matanya menjadi tidak jelas, dia menangis, tapi
tidak mengeluarkan suara tangisan.
Setelah ibunya meninggal dunia, selama satu bulan lebih, dia
hanya hidup seorang diri, karena tidak ada uang untuk
memakamkan ibunya, Sin-hiong meminjam uang lima liang pada
keluarga Sun, dengan syarat dia harusberkerja untuk keluarga Sun
selama satu tahun.
Malam ini, dia baru pulang dari tempat kerja-nya.
Kepala keluarga Sun yang bernama Sun Bu-pin, perangainya
sangat kejam, meskipun usia Sin-hiong masih kecil, tapi
pekerjaannya hampir sama dengan pekerjaan orang dewasa, jika
pekerjaannya belum selesai maka dia tidak boleh pulang, karena
Sin-hiong adalah anak tabah, dia tidak pernah mengeluh, hanya
ketika sudah pulang ke rumah baru diam-diam dia menangis.
Hari ini, salju turun sangat lebat, sehingga dia merasa
kepayahan, maka setelah dia pun pulang ke rumah, dia menangis
dengan sedihnya.
Menangis sebentar, air matanya pun sudah hampir kering, baru
saja dia akan bangkit berdiri untuk pergi tidur, mendadak di pintu
rumahnya terdengar suara keras "Paak!" seorang laki-laki yang
tinggi besar telah menerobos masuk.
Sin-hiong terkejut, suaranya terasa gemetar:
"Paman Sun,......"
Belum selesai dia berkata, orang yang dipanggil paman Sun
sudah tertawa dingin:
"Apakah pekerjaanmu sudah selesai? Kenapa pohon besar itu
belum tumbang?"
Mendengar ini, hati Sin-hiong menjadi kecut, dengan gagap dia
berkata:
"Paman Sun, pohon itu paman menyuruh kami bertiga supaya
menumbangkannya, setelah mereka berdua pergi, aku baru
pulang."
Ternyata orang ini adalah Sun Bu-pin yang meminjamkan uang
lima liang pada Sin-hiong, dulu dia pernah mendapat perlakuan
tidak baik dari ibu Sin-hiong, jadi terhadap orang lain dia masih bisa
baik-baik, hanya terhadap Sin-hiong saja, dia sangat keras.
Sun Bu-pin maju selangkah, katanya marah:
"Kau belum menyelesaikan pekerjaan, kenapa pulang ke rumah?"
Sin-hiong tidak bisa menjawab, Sun Bu-pin tertawa dingin, lalu
dia membentak lagi:
"Cepat pergi, pergi, hari ini jika kau tidak nienijrnbangkan pohon
besar itu. maka aku akan menggali kembali kuburan ibumu yang
TBC itu."
Mendengar Sun Bu-pin memaki ibunya, entah datang dari mana
keberaniannya, tiba-tiba Sin-hiong" berteriak:
"Ibumu baru setan TBC, besok aku akan Kembalikan uangmu!
Aku tidak akan bekerja lagi!"
Usianya terlalu kecil, dia hanya tahu kalau orang memaki ibunya
maka dia akan membalas dengan kata yang sama.
Melihat Sin-hiong berani membantah, Sun Bu-pin langsung
melayangkan tangannya "Plaak!" lalu memaki lagi:
"He he he, berani juga kau, dalam satu tahun ini, kalau aku
menyuruh kau apa, maka kau kerjakan apa, jika berani tidak
mendengarnya, aku akan melemparkanmu ke dalam gunung untuk
makanan serigala liar."
Dalam satu bulan lebih ini, Sin-hiong sudah mengalami tidak
sedikit makian dan pukulan, tapi tidak seberat malam ini, tamparan
tadi hampir saja membuat dia tidak sadarkan diri, dia terhuyung-
huyung sebentar lalu berdiri lagi, balas berkata:
"Aku tidak mau, aku tidak mau, aku tidak mau,......"
Sun Bu-pin tertegun, ternyata watak Sin-hiong yang amat keras
ini, baru pertama kali dia melihatnya, telapak tangannya diangkat,
kembali dia akan menempelengnya lagi, pada saat ini, mendadak
dari tempat yang tidak jauh ada orang memanggil-manggil:
"Sen Sin-hiong, Sen Sin-hiong!"
Suara orang ini sangat pelan, sambil memanggil sambil berlari
mendekat, tadinya Sin-Rjong sudah tidak bisa menahan amarahnya,
tapi setelah mendengar suara panggilan ini, hatinya tidak tahan
meloncat-loncat, wajahnya pun ikut berubah.
Sun Bu-pin melototkan matanya pada Sen Sin-hiong, dengan
dingin berkata:
"Ternyata kau memikat putriku?"
Dia tidak berpikir berapa usia Sin-hiong, mana mungkin bisa
memikat putrinya? setelah berkata begitu dia lalu bersembunyi di
sudut gelap, maksud-nya ingin melihat mereka berdua sebenarnya
mau berbuat apa?
Sin-hiong yang sudah ketakutan jadi tertegun, dia sampai lupa
mencegahnya, di luar pintu sudah muncul seorang gadis cilik yang
rambutnya dikepang dua.
Gadis kecil itu menggoyangkan rambut kepang nya yang
panjang, sambil melihat ke dalam dia berkata:
"Heey, Sen Sin-hiong, aku membawakan baju untukmu!"
Sin-hiong mana berani bicara, gadis yang baru datang dari tanah
salju yang bersinar terang, ketika masuk ke dalam ruangan yang
gelap, tentu saja masih belum bisa melihat keadaan dengan jelas,
setelah memanggil, merasa tidak ada orang yang menjawab,
kembali dengan pelan dia berkata:
"Sen Sin-hiong, kau ada di rumah tidak?"
Dia sangat berani, setelah memanggil, tidak peduli di dalam
rumah ada orang atau tidak, dia melemparkan baju yang ada di
tangannya ke dalam rumah, berkata pada diri sendiri:
'Tidak peduli kau ada dirumah atau tidak, jika aku terlalu lama,
dan ketahuan oleh ayahku, aku pun akan dipukulnya lho?"
Habis berkata, dia membalikan tubuh langsung meninggalkan
tempat itu, tapi...mendadak krah bajunya seperti ada yang menarik,
tahu-tahu dia sudah diangkat ke atas oleh Sun Bu-pin sambil
membentak:
"Cui-giok, dia yang menyuruh kau mengantarkan? Atau kau
sendiri yang datang mengantarkan?'
Gadis kecil yang dipanggil Cui-giok itu sudah mengenal suara
yang berkata itu, wajahnya menjadi pucat, dengan ketakutan dia
hanya berteriak "Ayah!", lalu tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Sekarang Sin-hiong malah menjadi sadar, melihat keadaannya
dia segera berteriak:
"Paman Sun, aku yang menyuruh dia datang mengantarkan."
Sun Bu-pin membalikkan tubuh, memakinya:
"Aku sudah tahu, tentu kau anak haram ini yang menyuruhnya,
bagaimana mungkin putriku bisa berbuat begitu"
Setelah berkata, dia lalu meloncat ke depan, kembali
menempelengnya tiga kali.
Sin-hiong masih anak kecil, bagaimana bisa tahan ditempeleng
berturut-turut tiga kali, mulutnya segera mengeluarkan darah, tapi
wataknya yang keras, tetap tidak mengeluarkan jerit kesakitan.
Sun Cui-giok yang diangkat oleh ayahnya, tidak bisa melihat
bagaimana wajah ayahnya, dia hanya bisa melihat wajah Sin-hiong
yang berdarah, dia terkejut, teriaknya:
"Ayah, ayah, aku sendiri yemg datang mengantarkannya."
Sun Bu-pin hanya tertawa dingin, sepasang matanya melototi
Sin-hiong, bentaknya:
"Kau lihat apa? Cepat tebang pohon besar itu!"
Malam sudah larut, hujan salju di luar begitu besar, tangan dan
kaki Sin-hiong sudah kesakitan karena dingin, jangan kata disuruh
bekerja, berjalan ke tempat kerja saja, mungkin jatuh di tengah
perjalanan.
Rupanya selama satu bulan lebih, Sin-hiong sudah sering kali
dipersalahkan, hari ini setelah kedinginan lalu menerima pukulan, di
dalam hati kecilnya, bagaimana pun tidak bisa menerima.
Dia harus meninggalkan tempat tinggalnya, benar, bagaimana
pun dia harus meninggalkan tempat ini!
Setelah berpikir begitu, satu patah kala pun dia tidak berucap,
dia membalikkan tubuh langsung masuk ke dalam kamar.
Siapa tahu, baru saja dia bergerak masuk, Sun Bu-pin melangkah
maju, dengan marah membentak:
"Kau mau apa?"
Sin-hiong menegakan tubuhnya, berkata keras: "Aku tidak
bekerja lagi, aku mau meninggal-kan tempat ini?"
Sun Bu-pin marah sekali "Paak paak!" kembali menempeleng dua
kali, lalu memakinya:
"Selesaikan dulu pekerjaanmu satu tahun ini, kau anak haram
mau berontak?"
Kali ini Sin-hiong dipukul lebih keras lagi, dia merasa mata
berkunang-kunang, hampir saja jatuh pingsan, sesaat dia menjadi
hilang kendali, mendadak dia mengepalkan tinju, balas memukul
Sun Bu-pin.
Walaupun Sun Bu-pin sedang mengangkat seseorang, tapi
menghadapi Sin-hiong yang masih ingusan ini, bisa dikatakan
semudah membalikan telapak tangan, tinju Sin-hiong belum
mendarat, wajahnya sudah ditempeleng beberapa kali dengan
keras.
Kali ini Sun Bu-pin menempelengnya dalam keadaan sangat
marah, berapa besar tenaganya? Mungkin dia sendiri pun tidak
tahu, bagaimana Sin-hiong bisa bertahan, "Waaa!" dia berteriak
keras, lalu jatuh pingsan.
Sun Bu-pin tertegun, dalam hatinya berpikir, 'lebih baik sekalian
saja kubuang ke dalam gunung supaya dimakan serigala liar, anak
kecil seperti ini, tidak ada orang yang memeliharanya, walau
matipun tidak akan menjadi perhatian orang.'
Begitu hati kejamnya timbul, dia lalu meng-angkat tubuh Sen
Sin-hiong, berlari ke dalam gunung.
Kejadian ini, hampir saja membuat Sun Cui-giok yang sedang
ketakutan menjadi pingsan, ketika dia sudah sadar, dia melihat
ayahnya mengangkat Sin-hiong lari ke dalam gunung, wajahnya
terlihat merah padam dan menakutkan orang, dia berteriak:
"Ayah, ini bukan salahnya Sin-hiong, kau maafkan dia!"
Sun Bu-pin malah memegang lebih erat lagi memakinya:
"Jangan berteriak, jika tidak diam, aku juga akan melemparmu ke
dalam gunung supaya dimakan serigala liar."
Mendengar akan diumpan pada serigala liar, benar saja Cu-giok
menjadi diam, ketakutan, dia memandang ayahnya yang keji, diam
tidak berani bicara lagi.
Saat ini salju dan angin sedang turun lebih lebat lagi, di dalam
gunung tidak terlihat seorang pun, setelah Sun Bu-pin tiba di dalam
gunung, lalu memilih satu tempat dan melemparkan Sin-hiong ke
atas tanah, dengan kejinya berkata:
"Anak haram, sekarang kau boleh ikuti setan TBC ibumu itu."
Habis bicara, dia berjalan balik dan melihat-lihat ke sekeliling,
baru mengangkat Sun Cui-giok berlari pulang ke rumah.
Sun Cui-giok melihat ayahnya melemparkan Sen Sin-hiong ke
dalam gunung, tanpa peduli lagi berlari pulang ke rumah, dia
menjadi sedih dan menjerit-jerit menangis, tapi, suaranya sangat
lemah, di dalam gunung ini selain dia dan ayahnya, siapa lagi yang
bisa mendengarnya?
Tapi, kejadian di dunia, yang diluar dugaan bisa saja terjadi,
malam ini justru terjadi satu kejadian aneh.
Ketika tubuh Sun Bu-pin pelan-pelan meng-hilang di gunung ini,
dari atas sebuah pohon cemara yang rimbun, secepat kilat turun
satu bayangan hitam.
Bayangan hitam ini bukanlah serigala, tapi seorang manusia!
Orang ini godeknya sudah beruban, wajahnya bersih, jalannya
tertatih-tatih, di udara yang amat dingin ini, dia sama dengan Sin-
hiong, hanya memakai baju yang tipis, dia meloncat turun dari
pohon cemara yang tinggi, di atas permukaan salju malah sedikit
pun tidak meninggalkan jejak kaki.
Dengan cepat dan ringan dia berlari ke tempat jatuhnya Sin-
hiong, lalu mengangkat tubuh Sin-hiong, dia mengangkat kepalanya
ke atas langit dan menghela nafas:
"Haay...! Sungguh anak baik yang sulit dicari, tidak sia-sia aku
memperhatikanmu selama setengah tahun!"
Kata-kata ini entah berkata pada dirinya atau bukan? Hanya saja
setelah berkata begitu, suaranya jelas tampak sedikit gemetar, dia
memandang Sen Sin-hiong berkali-kali, wajahnya tampak senang
sekali.
Angin utara bertiup semakin kencang, salju pun turunnya
semakin lebat!
Tampak orang tua yang rambutnya sudah beruban, usianya
sudah lebih dari tujuh puluh tahun, meskipun begitu dia tidak bisa
menahan kegembiraan dalam hatinya, mendadak dia mengangkat
kepalanya ke atas langit lalu bersiul panjang, suaranya terdengar
jauh sekali, laksana auman harimau, siulan naga, dan juga laksana
seorang dewa yang menguasai bumi dan langit, dalam lautan salju
ini, ada semacam perasaan bangga dirinya telah berhasil.
Malam, semakin lama semakin larut.
Esok hari keadaannya akan bagaimana? Tidak ada orang yang
berani meramalkan.
Esok lusa keadaannya akan bagaimana? Juga tidak ada orang
yang berani meramalkan.
Kalau begitu, satu tahun dua tahun tiga tahun empat tahun,
malah sepuluh tahtm kemudian akan bagaimana? Itupun tidak ada
orang yang berani meramalkan.
OooodwoooO
Di saat petang hari, seekor kuda berwarna merah lari melewati
lapangan liar.
Orang yang duduk di atas kuda, tangannya memeluk sebuah
kecapi kuno dengan lima senar, memakai baju warna kuning muda,
hanya saja wajahnya kuning kering, seperti orang yang baru
sembuh dari sakit keras.
Usia dia tidak besar, kelihatannya hanya tujuh delapan belas
tahun, dia sedang melarikan kudanya ke ujung lapangan liar.
Sambil berjalan dia memetik senar kecapi di tangannya, suara
kecapi yang sangat merdu terdengar ke sekeliling dia, membuat
orang yang mendengarnya timbul perasaan dan semacam pikiran
yang amat jauh.
Di ujung lapangan liar adalah sederet perbukitan, di bawah
perbukitan bertebaran beberapa bangunan rumah, sepasang sorot
mata yang tajam orang ini dengan kaku melihat-lihat, dengan suara
mengandung perasaan iba dia berguman sendiri:
'Sepuluh tahun telah berlalu, pemandangannya masih sama, tapi
orang-orangnya sudah berubah, apakah aku masih bisa menemukan
mereka atau tidak, entahlah?'
Pelan-pelan dia melarikan kudanya, berlari menuju salah satu
rumah yang lebih besar di sisi gunung.
Malam telah tiba, bumi menjadi semakin samar samar, hanya
suara kecapi yang dihantar angin itu, laksana datang dari langit,
membuat bumi yang gelap ini menambah sedikit kehidupan.
Ketika suara kecapi semakin mendekati rumah itu, mendadak
dari dalam rumah berkelebat satu bayangan orang yang amat gesit.
Bayangan orang ini sesaat melihat-lihat ke sekeliling, lalu
bersembunyi di sudut yang gelap.
Saat ini, tamu aneh yang berjalan sendirian sudah melewati parit,
dia berjalan menuju rumah itu, ketika hampir tiba di depan pintu
rumah, mendadak dia menarik tali kekang menghentikan kudanya,
melihat di dalam rumah tampak gelap sekali, sesaat dia tertegun,
lalu dengan pelan-pelan turun dari atas kudanya.
Orang yang tadi berkelebat keluar dari dalam rumah, ternyata
telah melihat orang ini berhenti di depan pintu rumah, tidak tahan
dia berpikir dalam hatinya:
'Heh, dia benar-benar tidak akan pergi lagi!'
Belum selesai dia berpikir, tamu aneh yang memetik kecapi
sudah membalikkan tubuhnya dan bertanya:
"Mohon tanya saudara, apakah di dalam rumah masih ada
orang?"
Ketika dia berkata-kata, tampak wajahnya tersenyum ramah,
setelah selesai berkata, malah melepaskan pelana dari atas
kudanya, rupanya walau di dalam rumah tidak ada orang, dia
seperti sudah memastikan akan menginap.
Begitu dia berkata, orang yang bersembunyi di sudut yang gelap
tidak terasa menjadi terkejut, dalam hatinya berpikir:
'Saat dirinya bersembunyi, orang yang datang ini masih berjarak
dua puluh tombak lebih, apa lagi hari sudah gelap, tapi dia malah
bisa melihatnya dengan jelas, ketajaman mata orang ini sungguh-
sungguh sangat jarang ada di dunia persilatan?'
Ternyata malam ini, di tempat ini akan terjadi sesuatu? Di dalam
rumah tampak sudah berjaga-jaga dengan ketatnya, setelah tamu
aneh yang memetik kecapi ini muncul, keadaan di dalam rumah pun
mendadak menjadi tegang.
Sesaat orang yang bersembunyi itu masih tidak bisa memutuskan
apakah harus menjawab atau tidak, dari dalam rumah berkelebat
lagi satu bayangan orang, dalam sekejap sebilah pedang panjang
yang berkilauan telah menempel di leher tamu aneh ini, lalu
bentaknya:
"Hemm.. hmm.., kau mau apa?"
Di bawah sinar bulan bisa dilihat dengan jelas, wajah orang yang
memegang pedang ini tampan sekali, di antara alisnya lebih-lebih
memancarkan sikap gagah perkasa, apalagi saat tadi dia keluar dan
menempelkan pedangnya, kecepatan gerakannya sungguh jarang
terlihat di dunia persilatan!
Orang yang bersembunyi di kegelapan diam-diam memujinya, di
dalam hati berpikir:
'Tidak percuma Ho Koan-beng menjadi seorang murid hebat
diantara murid-murid Hoa-san, mengandalkan gerakan ini saja, tidak
usah malu disejajarkan dengan pesilat tinggi dunia persilatan.
Orang yang memetik kecapi tadi dengan tenang masih terus
melepaskan tali kekang kudanya, lalu berkata:
"Apakah perbuatan anda ini cukup sopan untuk menyambut
tamu?"
Begitu kata-katanya keluar, orang yang memegang pedang jadi
merasa keheranan, sambil menekan-kan pedang di tangannya, dia
berkata:
"Siapa sebenarnya dirimu? cepat katakan, jika tidak, jangan
salahkan aku membunuhmu!"
Sekarang orang yang memetik kecapi sudah selesai melepaskan
tali kekang kudanya, dengan tawar dia berkata:
"Nama hanyalah tanda bagi seseorang, seperti kau Sin-kiam-jiu
(Malaikat pedang) Ho Koan-beng, Ho-tayhiap yang julukannya
sudah menggemparkan dunia persilatan, nama besar ini tentu saja
perlu dirindukan, aku hanyalah Bu-beng-siauw-cut (orang kecil yang
tidak bernama), tidak penting menyebutkan nama pada orang lain?"
Dia selalu menunjukan penampilan yang tenang, tidak terburu-
buru, terhadap ujung pedang Ho Koan-beng yang menempel di
lehernya, seperti tidak peduli.
Hati Ho Koan-beng menjadi tegang, orang sekali berkata bisa
menyebutkan julukannya, sebenar-nya dia dari mana, dia sendiri
malah tidak tahu, bagaimana tidak membuat dia jadi meningkatkan
kewaspadaannya?
Setelah berkata orang yang memetik kecapi itu menepak-nepak
tubuh kudanya, berkata:
"Merah, kau pun boleh istirahat satu malam!"
Kuda itu seperti mengerti perkataannya, sekali meringkik, lalu lari
menuju kegelapan malam.
Perbuatannya yang aneh ini, seperti tidak ada orang saja di
sisinya, Ho Koan-beng pun jadi serba salah, pedang pusaka yang
dipegang, ditusukan salah, tidak ditusukan juga salah, keadaannya
menjadi sangat tidak nyaman.
Keadaan yang terjadi sulit dibayangkan, Ho Koan-beng adalah
pesilat tinggi muda yang belum lama muncul di dunia persilatan,
orangnya sangat pintar, apa lagi jurus pedangnya Tui-hong-kiam-
hoat (Ilmu pedang pengejar angin), dalam satu malam dia pernah
berturut-turut mengalahkan dua belas orang jago silat dari Ho-pak
(utara). Tapi tidak disangka, malam ini dia malah mengalami
keadaan yang tidak nyaman.
Orang yang bersembunyi di kegelapan sudah berjalan keluar,
berkata:
"Ho-tayhiap, asal usul orang ini sedikit aneh!" Kata-kata dia
sebenarnya tidak berguna, jika Ho Koan-beng tidak merasa orang ini
sedikit aneh, mungkin dari tadi dia sudah membunuhnya.
Sepasang mata Ho Koan-beng menyorot dua kilatan aneh,
seperti ingin menembus hati orang yang memetik kecapi itu, tapi
orang itu tidak mempeduli-kannya, sepasang matanya selalu
menatap pada pintu besar di depan yang cat merahnya sudah
luntur, entah ada perasaan apa di dalam hatinya?
Pada saat ini, tiba-tiba pintu besar terbuka, mata orang yang
memetik kecapi itu menjadi terang, seorang wanita sudah berjalan
keluar.
Wanita ini memakai baju ringkas, wajahnya sangat cantik, di
punggungnya terselip sebatang pedang panjang, wajahnya ada rasa
khawatir yang tidak bisa ditutupi, setelah dia keluar, melihat sekali
pada orang yang memetik kecapi, tanyanya:
"Ada maksud apa Tuan datang kemari, apakah bisa
menjelaskannya?"
Tubuh anak muda yang memetik kecapi jadi bergetar, diam-diam
menghela nafas panjang, di dalam hati berpikir:
'Dia tetap tidak berubah, akhirnya aku bisa bertemu juga dengan
dia, haay, dimana ayahnya?'
Pikiran ini hanya sekelebat lewat di otaknya, sekarang dia harus
menjawab pertanyaan wanita itu, pelan-pelan dia mengangkat
kepalanya, berkata:
"Karena mengejar waktu, aku jadi terlewatkan tempat
beristirahat, apakah boleh aku menginap semalam di rumah anda?"
Ho Koan-beng yang ada di belakang segera berteriak:
"Cui-giok, jangan dengarkan dia, orang ini asal usulnya
mencurigakan."
Tubuh Cui-giok tergetar, berkata:
"Koan-beng, kau tarik kembali pedangmu, dia bukan kelompok
setan itu!"
Setelah berkata, pada anak muda yang memetik kecapi, berkata
lagi:
"Malam ini di tempat kami ada masalah, jika Tuan tidak takut
urusan, silahkan masuk minum teh!"
Wajah anak muda pemetik kecapi itu tampak sinar terima kasih,
tapi dia tidak berkata apa-apa lagi, dia hanya menganggukkan
kepala, lalu mengangkat pelana kudanya dan berjalan masuk ke
dalam rumah.
Ho Koan-beng dan seorang lainnya tidak tahan jadi khawatir, Ho
Koan-beng buru-buru berkata:
"Cui-giok, kita hanya punya waktu tiga hari, kenapa kau masih
mengundang kerepotan?"
Cui-giok menghela nafas, matanya yang besar memandang ke
arah lapangan liar yang luas, dia seperti sedang mengharapkan
sesuatu. Tapi, dia sudah mengharapkan-nya selama sepuluh tahun.
Selama sepuluh tahun, dia sering bermimpi, malah mimpi yang
aneh-aneh.
Ternyata anak muda pemetik kecapi yang datang malam ini,
tindak-tanduknya yang aneh itu telah menyentuh hati Cui-giok,
sehingga ingatannya terbuka kembali pada kejadian sepuluh tahun
yang lalu, kejadian yang menakutkan itu, malah membuat dia lama
tidak bisa melupakannya.
Melihat Cui-giok tampak bengong menatap ke arah jauh, di
dalam hati Ho Koan-beng berpikiran lain, dia cepat-cepat berjalan
maju ke depan, memegang tangannya yang halus, pelan berkata:
"Adik Giok, kau tidak perlu khawatir, guruku pasti datang."
Cui-giok hanya bersuara "Mmm!", saat ini di sekeliling tempat itu
semuanya hanya salju putih, deruan angin dinginnya membuat dia
gemetar, dia berkata seperti bukan dari isi harinya:
"Sangat mengerikan sekali!"
Ho Koan-beng mengira dia merasa takut terhadap masalah yang
akan datang malam ini, padahal bagaimana pun hal ini akan terjadi,
saat itu dia maju selangkah merapatnya, dengan penuh kasih
sayang berkata:
"Takut apa? Aku ada di sisimu!"
Sikap dua orang yang mesra ini, dilihat oleh seseorang, orang ini
adalah anak muda yang memetik kecapi itu, dia jadi berpikir
sejenak:
'Mengandalkan apa aku ini? dulu aku hanya seorang pegawai
kecil di rumahnya.”
Malam sangat tenang, Ho Koan-beng dan Cui-giok berdiri di luar
sesaat, setelah merasa sedikit kedinginan, Ho-Koan-beng
mendorong pelan Cui-giok, berkata:
"Di luar dingin sekali, lebih baik masuk ke dalam."
Baru saja dia selesai berkata, mendadak dari kejauhan terdengar
suara keliningan kuda, wajah Cui-giok berubah hebat, dengan suara
gemetar berkata:
"Koan-beng, Sang-toh sudah datang!"
Wajah Ho Koan-beng ikut berubah, katanya:
"Entah dia datang sendiri, atau bersama gurunya?"
Ternyata orang yang datang ini adalah, penjahat besar yang
membuat orang dunia persilatan ketakutan hanya mendengar
namanya saja, dengan kedudukan Ho Koan-beng, saat dia
mengatakan ini, suaranya pun terasa sedikit gemetar!
Seorang lainnya sudah meloncat turun, berkata:
"Ho-tayhiap, apakah kita bertiga tidak bisa bersatu
melawannya?"
Ho Koan-beng membelalakan matanya, lalu berkata dingin:
"Saudara Gouw, kami dari Hoa-san-pai ber-beda dengan kalian
dari Bu-tong-pai, kami selamanya tidak pernah memenangkan
pertarungan dengan keroyokan, jika kau menilai aku ingin
mengandalkan orang lain untuk membantu, kau salah melihat
orang."
Habis berkata begitu, bersama dengan Cui-giok berlalu tidak
mempedulikannya lagi!
Hati orang bermarga Gouw merasa tidak enak, pikirnya:
'Jika aku seorang diri mampu melawannya, akupun tidak akan
lari kemari? Hemm.. hemm... bagaimana aku bisa menerima
ejekanmu?”
Saat ini suara keliningan kuda terus mendekat, orang yang di
panggil Gouw tidak sempat berpikir lagi, tubuhnya berkelebat,
kembali bersembunyi di semak belukar tadi.
Setelah suara keliningan itu semakin dekat, samar-samar terselip
suara seruling, dalam campuran dua suara itu, sekejap sudah tiba di
depan pintu, terdengar sebuah tawa keras yang menembus langit,
satu bayangan orang yang sangat gesit sudah meloncat ke atap
rumah, teriaknya:
"Ho Koan-beng, Sun Cui-giok, kalian suami istri cepat keluar!"
Di bawah sinar bulan, orang yang datang ini pun seorang anak
muda yang gagah, setelah dia naik ke atap rumah, dia kembali
meniup serulingnya, sambil meniup seruling dia berkeliling satu kali
ke seluruh rumah, setelah bersuara "Iiih!" sekali, dia tertawa dan
berkata:
"Ternyata telah mengundang orang membantunya, aku Sang-toh
malah tidak enak bertarung di dalam rumah, silahkan semuanya
keluar saja."
Maka bayangan-bayangan orang berkelebat laksana kapas
melayang keluar pintu.
Ternyata saat Sang-toh tiba di pekarangan terbuka, anak muda
pemetik kecapi itu sedang membawa pelananya berjalan masuk ke
belakang pekarangan, Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok
berdua, semuanya sudah bersembunyi di dalam kegelapan.
Begitu Sang-toh keluar, Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng mengikutinya
berkelebat keluar, teriaknya:
"Sobat, marga Ho tidak berniat melibatkanmu ke dalam masalah
ini. Orang ini adalah Giok-siau-long-kun (Laki-laki bersuling giok)
Sang-toh, dialah orang yang ternama akan kekejamannya, setelah
dia tiba, gurunya pun tidak lama lagi akan tiba."
Dia berkata, kata-katanya seperti tidak jujur, tapi setelah anak
muda pemetik kecapi mendengar, dia mengangkat kepala menguap
sekali, dengan tawar berkata:
"Ho-tayhiap bicara apa? Aku datang hanya untuk menumpang
menginap, apa itu Giok-siau-long-kun atau bukan, apa hubungannya
dengan aku?"
Dia lalu mengangkat pelana kudanya, berjalan menuju ke ruang
penyimpanan kayu bakar.
Terhadap keadaan di tempat ini dia seperti sangat hafal, sayang
Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok sedang gelisah, siapa pun tidak
memperhatikannya.
Dikatakan demikian, di dalam hati Ho Koan-beng menjadi marah,
diam-diam dia mendengus, di dalam hati dia berkata:
'Jika saatnya tiba, kau baru tahu ada atau tidak hubungannya
denganmu.'
Di luar pintu terdengar lagi suara dingin:
"Ho Koan-beng, jika kalian tidak mau keluar, aku akan bakar
rumah ini!"
Ho Koan-beng jadi tergetar, pikirnya:
'Mengandalkan dirinya dan Cui-giok malah ditambah Gouw-in,
murid dari Bu-tong, dia tidak tahu apakah bisa menghadapi dia atau
tidak, dari pada mengorbankan tiga nyawa, lebih baik aku sendiri
saja yang menghadapinya?
Maka dia berkata pada Cui-giok yang sedang bersembunyi:
"Adik Giok, kau cepat melarikan diri, di jalan jika tidak bertemu
dengan guruku, selamatkan dirimu ke tempat lain saja!"
Siapa sangka setelah dia berkata, di sekeliling-nya terasa hening,
tidak ada suara, begitu melihat ini Ho Koan-beng tidak tahan jadi
tergetar!
Dia tidak berpikir apa-apa lagi, langsung lari ke tempat
persembunyiannya Cui-giok, terlihat dia sedang tertidur lelap disana,
malah kelihatan tidurnya nyenyak sekali, dia kembali jadi tertegun!
Dari pengamatannya, sekali melihat dia sudah tahu Cui-giok telah
di totok jalan darah tidurnya, hanya saja orang yang menotok itu
menggunakan cara khusus, bolak balik memeriksanya, dia masih
belum tahu jalan darah mana yang telah ditotoknya?
Ho Koan-beng terkejut sekali, pikirnya: 'Jika orang yang
menotoknya berniat buruk, sebelum menotok Cui-giok mungkin
sudah dilukainya terlebih dulu, jika orang yang menotoknya berniat
baik, lalu kenapa dia tidak terang-terangan saja menampakkan diri
menolongnya?
Dalam waktu sekejap ini, dia hanya terpikir dua orang.
Satu adalah gurunya, tapi apakah ini mungkin, dia hafal sekali
sifat gurunya, jika dia sudah tiba, tidak mungkin tidak menampakan
dirinya?
Yang satunya lagi, dia terpikir anak muda pemetik kecapi itu,
namun kemungkinan ini tampaknya sangat kecil, orang itu wajahnya
kuning kering, sekelebat melihatnya persis dengan orang yang baru
sembuh dari sakit keras, selain sifatnya sedikit aneh, apa yang
disebut ilmu silat, mungkin dia pun tidak tahu:
Ho Koan-beng berpikir keras tapi tidak mendapatkan jawaban,
sesaat dia jadi terbengong, teriakan dan makian di luar, dia seperti
tidak peduli, seperti tidak mendengarnya.
Ketika dia sedang bengong, mendadak di atas kepalanya
terdengar suara "Ssst!", ternyata Giok-siau-long-kun sudah tidak
sabar lagi, dia langsung berkelebat masuk ke dalam ruangan, sambil
tertawa seruling di tangannya sudah datang menyerang!
Tidak percuma Ko Koan-beng menjadi orang ternama, walau
dalam keadaan bengong, mendengar di atas kepala ada gerakan,
pedang pusaka yang sudah berada di tangannya, dengan jurus
Heng-kang-cai-Iong (Sungai melintang memotong ombak),
menyabet ke depan tubuhnya, memotong ke sepasang kaki Sang-
toh.
Sang-toh tertawa dingin:
"Jurus ini boleh juga, tapi tidak terhitung jurus istimewa!"
Seruling di putar membuat tabir bayangan hijau, bukan saja telah
mementahkan jurus Ho Koan-beng, arah kepala serulingnya tepat
mengarah ke jalan darah Cian-keng, Hong-hu, dua jalan darah
besar di depan rubuh Ho Koan-beng.
Ho Koan-beng memiringkan rubuh, tapi seruling Giok-siau-long-
kunmengikutigerakannya,tepatmemotonggerakan
menghindarnya, memaksa jurus kedua Ho Koan-beng tidak bisa
dikeluarkan.
Ho Koan-beng terkejut, di saat yang berbahaya ini, mendadak
sebuah suara kuat membelah angin melesat menuju ke jalan darah
Meh-ken di pergelang-an tangan Sang-toh!
Pengalaman Sang-toh dalam pertarungan besar maupun kecil
sudah tidak terhitung banyaknya? Ketajaman mata dan telinganya
sudah sampai tingkat teratas, tahu ada orang yang diam-diam
menyerang, serulingnya segera dihentakan, senjata gelap itu
berhasil ditahan terpental ke udara.
Mengambil kesempatan saat Giok-siau-long-kun terhalang, tubuh
Ho Koan-beng sudah meloncat mundur ke belakang sejauh dua
tombak, rasa terkejut-nya belum habis, dengan suara gemetar dia
berteriak:
"Entah orang hebat dari mana yang datang membantu, Ho Koan-
beng sangat berterima kasih atas bantuannya!"
Setelah berkata, dia melihat ke sekeliling, keadaan tetap hening
tidak ada suara, tidak tahan dia kembali terbengong!
Wajah Giok-siau-long-kun yang tampan pun ikut berubah,
ternyata saat dia tadi menangkis senjata gelap itu, hampir saja
serulingnya terlepas, dia tidak bisa membayangkan, di dunia
persilatan masa kini siapa yang memiliki ilmu silat setinggi ini?
Tapi dia sudah sudah berpengalaman menghadapi musuh,
setelah berpikir sejenak dengan teliti, mendadak dia memutar
serulingnya di depan tubuh, sambil tertawa berkata:
"Bagus, apakah kau masih tidak mau mengundang orang yang
membantu kau itu keluar?"
Mendengar ini, Ho Koan-beng terpikir lagi anak muda yang
memetik kecapi, hanya saja bagaimana pun dia tidak bisa percaya,
orang pesakitan seperti dia, dengan senjata gelap yang sekecil itu,
bisa memukul mundur Giok-siau-long-kun yang sangat ternama di
dunia persilatan.
Tapi, di sekitar tempat ini, selain tamu aneh yang memetik
kecapi, hanya ada Gouw-in saja, bagaimana kemampuan Gouw-in?
Ho Koan-beng tahu sekali, hal ini sangat tidak mungkin?
Dengan sorot mata yang curiga dia menyapu, angin malam
bertiup, bayangan pohon di pinggir gunung melambai, di sekeliling
lapangan liar terlihat hening, sekarang selain dia dan Sang-toh
berdua, Ho Koan-beng tidak melihat bayangan orang ketiga?
Sang-toh dan Ho Koan-beng, hampir berpikiran sama, sorot
matanya menyapu ke sekeliling tempat itu, tapi tidak menemukan
ada sesuatu yang aneh, dia adalah orang pintar yang ternama,
saatMnipun merasa tidak mengerti.
Malam, semakin lama semakin larut.
Ho Koan-beng menghela nafas, berkata:
"Sang-tayhiap, terhadap masalah nona Sun aku benar-benar sulit
menjelaskannya."
Tiba-tiba Giok-siau-long-kun sadar kembali, dalam hati berpikir:
'Dirinya dengan Sun Cui-giok tadinya adalah sepasang sejoli yang
ideal, tidak diduga di tengah jalan muncul seorang Ho Koan-beng,
sehingga Sun Cui-giok pelan-pelan menjauhi dirinya, malah akhirnya
bertolak belakang dengan dirinya, kekesalan ini bagaimana bisa
setiap orang menerimanya?'
Dia berpikir bolak balik, dalam hatinya berpikir lagi:
"Kau sudah mendapatkan dia, sudah tidak usah di katakan lagi,
tapi tidak seharusnya diam-diam masih memaki aku sebagai orang
sesat, juga melibatkan guruku, hemm hemm, jika aku tidak
membunuh kalian berdua, sungguh aku tidak bisa meredakan
kebencian di dalam hatiku.'
Berpikir sampai disini, timbul hati kejamnya, tanpa mempedulikan
lagi siapa yang bersembunyi di kegelapan malam? Dia lalu
mengangkat serulingnya, kembali menotok dada Ho Koan-beng! -
Siapa sangka, baru saja dia mengangkat tangan nya, kembali
satu suara membelah angin menyerang-nya!
Serangan Giok-siau-long-kun ini sebenarnya hanya pura-pura,
serangannya belum dilancarkan, di dalam hati dia sudah waspada,
dia segera membalikan seruling, siap memukul jatuh senjata gelap
itu, tapi serangan senjata gelap itu ternyata sangat cepat, gerakan
dia masih terlambat selangkah, dia hanya merasakan sikunya lemas,
lengan yang sudah diangkat kembali jatuh ke bawah.
Sang-toh sudah banyak pengalaman menghadapi lawan, dia
sudah tahu di dalam kegelapan bersembunyi seorang pesilat tinggi,
dengan jurus Pathong-hong-ie (Hujan angin di delapan penjuru),
dia menggerakan serulingnya sampai angin dan hujan pun tidak bisa
menembus, dengan benci dia berkata:
"Ho Koan-beng sampai jumpa, kita masih ada waktu dua hari!"
Selesai berkata, orangnya sudah meloncat ke atas, suara seruling
yang pilu bercampur dengan suara keliningan kuda yang
memekakan telinga, terdengar dari dekat lalu menjauh, dalam
sekejap sudah pergi entah kemana!
Tindakannya terlalu mendadak, sampai Ho Koan-beng yang
melihatnya jadi terbengong, ketika dia terkejut, mendadak di
belakang tubuhnya ada angin berkesiur, tanpa berpikir lagi dia
membalikan tangan menusukan pedangnya ke belakang!
Baru saja dia menusukan pedang, terdengar seorang berteriak:
"Koan-beng, kenapa dirimu? Ini aku!"
Orang yang bicara itu adalah Sun Cui-giok, Ho Koan-beng yang
dua kali hampir menjadi orang mati, menyaksikan ini tanpa terasa
mengeluh:
"Adik Giok, kita sungguh-sungguh buta, cepat ikut aku
mengucapkan terima kasih pada orang yang telah menolong!"
Cui-giok tertegun, tanyanya terkejut:
"Siapa yang menolong kita?*'
Ho Koan-beng yang sudah lolos dari maut, saat ini tidak ada
semangat menjelaskannya, dia sendiri pertama tama lari menuju ke
pekarangan belakang.
Baru saja melangkah masuk ke pekarangan, belakang, sudah
terdengar dengkuran tidur dari dalam ruang penyimpanan kayu
bakar, tidak tahan dia kembali jadi tertegun, di dalam hati berkata:
'Orang ini pasti bukan penolongku, melihat rupa dia yang
penyakitan, bagaimana mungkin memiliki kemampuan setinggi ini,
dapat mengusir pergi Giok-siau-long-kun yang namanya
menggempar-kan dunia?'
Dengan pandangannya, ditambah belum berjalan sampai ruang
penyimpanan kayu bakar sudah terdengar suara dengkuran, di
dalam hati Koan-beng berpikir:
'Tidak usah dikatakan lagi, dia pasti bukan lawan Sang-toh,
menyuruh dia menangkis tiga jurus dari Sang-toh, mungkin juga
tidak bisa menahannya?'
Saat ini Cui-giok sudah berlari masuk, tanya-nya:
"Beng-ko, apa yang sedang kau pikirkan?"
Ho Koan-beng kembali menghela nafas dengan beratberkata:
"Adik Giok, apakah kau tahu kita sudah hidup untuk kedua
kalinya?"
Cui-giok membelalakan sepasang matanya yang besar:
"Sebenarnya apa yang sedang kau katakan?"
Ho Koan-beng menghela nafas panjang, lalu secara ringkas
menceritakan kejadian tadi, mendengar itu, sepasang mata Cui-giok
membelalak lebih besar lagi.
Sebenarnya dia tadi bersembunyi di sudut gelap, ketika dia
merasa ada angin meniup lembut, dia langsung tidak sadarkan diri,
siapa tahu setelah dia sadar kembali, bukan saja Giok-siau-long-kun
sudah lari ketakutan, juga orang ini telah menyelamatkan nyawanya
Ho Koan-beng.
Ho Koan-beng bengong sebentar, kembali berjalan ke pintu
ruangan penyimpanan kayu bakar, terlihat pintu kamarnya terbuka
lebar, anak muda pemetik kecapi itu sedang berbaring diatas
ranjang yang dibuat sementara dari papan, tidur dengan nyenyak
sekali.
Sun Cui-giok pun ikut masuk ke dalam, tapi ketika dia melihat
tempat dan bentuk tidurnya orang ini, hatinya segera tergetar!
Ingatan ini tertera sangat dalam di otaknya, sepuluh tahun yang
lalu, anak yatim piatu yang kasihan itu kadang-kadang di saat tidak
bisa pulang, sering tidur seperti ini, dan juga cara tidurnya, hampir
sama persis dengan Orang ini!
Tanpa sadar Sun Cui-giok jadi tertegun, di dalam hati diam-diam
berkata:
"Sepuluh tahun, sepuluh tahun, apakah kejadian ajaib bisa
benar-benar terjadi?"
Melihat Cui-giok memandang cara tidur tamu anehnya sampai
bengong, di dalam hati Koan-beng merasa tidak enak, pelan
berkata:
"Adik Giok, mari kau pulang dan istirahat!"
Hati Sun Cui-giok tergerak, diam-diam berpikir:
'Di tempat ini dia menunjukan perbuatan begini, tidak heran jadi
menimbulkan rasa curiga Ho Koan-beng, mengenai apakah orang ini
adalah Sen Sin-hiong atau bukan, dia harus pelan-pelan menyelidiki-
nya.'
Maka dia menyahut sekali, diam seribu bahasa lalu berjalan
kembali ke kamarnya.
Perasaan Ho Koan-beng pun terasa bertumpuk tumpuk, dia
berpikir-pikir lagi, di dalam hatinya, meneguhkan sebuah pikiran,
yaitu malam ini orang yang diam-diam menolongnya, pasti bukan
anak muda pemetik kecapi ini.
Ho Koan-beng pun kembali lagi ke kamarnya, kejadian yang
terjadi malam ini, sungguh terlalu ajaib, otaknya berputar-putar,
membuat dia lama tidak bisa tidur, ketika di ufuk timur mulai
memutih, dia baru bisa tidur.
Dia tidur tidak lama, seperti terbangunkan oleh suara tebangan
pohon, di dalam hati dia merasa heran, buru-buru dia memakai baju
bangkit berdiri, berjalan keluar pintu melihat, tampak anak muda
pemetik kecapi yang kemarin malam menginap, sepasang
tangannya sedang memegang kapak, di sisi gunung sedang
menebang satu pohon yang besarnya sampai pelukan tiga orang
dewasa.
Ho Koan-beng tertegun, di dalam hati berpikir, sedang apa dia?
Anak muda pemetik kecapi itu tanpa bersuara menebang pohon
besar itu, "Kraak kraak!" suaranya terdengar sampai jauh sekali, dan
akhirnya membangunkan Cui-giok juga. Dia keluar pintu, begitu
melihat hatinya terasa jatuh ke bawah, hampir saja dia berteriak!
Dia ingat dengan jelas, suatu malam ketika hujan salju, ayahnya
menyuruh Sin-hiong menebang pohon besar ini, tidak diduga
setelah lewat sepuluh tahun dia masih tidak melupakan hal ini, dan
sengaja datang kemari menyelesaikan keinginannya.
Tapi, ketika dia melihat dan melihat lagi, dia merasa penampilan
orang ini sedikitpun tidak mirip, jangan kata bayangan belakang dan
bentuk tubuhnya, wajahnya Sen Sin-hiong bagaimana pun tidak
akan kuning kering seperti ini?
Tapi tidak peduli dia mirip atau tidak, di dalam hati Sun Cui-giok
pun sangat emosi, tidak tahan berkata:
"Haai..., sudah sepuluh tahun, pohon besar ini sudah tumbuh
lebih besar lagi!"
Anak muda pemetik kecapi itu menebang pohon sambil
menundukan kepala, kapak naik ke atas dan turun ke bawah,
gerakannya sangat mahir, siapa-pun yang melihat langsung tahu dia
adalah ahlinya.
Mendadak Ho Koan-beng teringat satu hal, tidak tahan bersuara
"Iiih!" lalu bertanya:
"Adik Giok, dimana Gouw-in?"
"Bukankah kemarin malam dia masih ada? Jika dia meninggalkan
tempat ini, mungkin nyawanya tidak terlindung?"
Ho Koan-beng memandang sekali: "Kita tidak perlu pedulikan dia
lagi, walaupun dia akan mati, itu pun urusannya!"
Memang dalam dunia persilatan sekarang, persaingan di antara
berbagai perguruan sangat keras, masing-masing perguruan
menyebut dirinya aliran lurus, Siau-lim tidak tunduk pada Bu-tong,
Bu-tong pun tidak tunduk pada Siau-lim, Hoa-san, Go-bi, Kun-lun
dan Tiang-pek pun sama saja, maka ketika kemarin malam Gouw-in
berkata ingin bersama-sama melawan
Giok-siau-long-kun, wajah Ho Koan-beng segera tampak sinis.
Ketika kedua orang itu berbicara, mendadak kapak anak muda
pemetik kecapi itu sudah berhenti menebang, sambil
menggelengkan kepala berkata:
"Pohon ini besar sekali, mungkin memerlukan dua hari baru
dapat menumbangkannya!"
Setelah berkata, dia bersiul nyaring melesat ke langit, siulannya
belum berhenti, dari kejauhan sudah tampak satu bayangan merah
melesat datang dengan cepatnya.
Begitu dia menaruh kapaknya, bayangan merah itu sudah
mendekat, ternyata itu adalah kuda merah yang ditungganginya
kemarin malam, terlihat dia dengan pelan meloncat naik, dan
tubuhnya sudah berada di atas kuda.
Ho Koan-beng jadi tergetar, sekarang dia sudah sadar, dari siulan
panjangnya anak muda pemetik kecapi tadi, nadanya sangat
nyaring, jika tidak memiliki tenaga dalam latihan puluhan tahun,
mana mungkin dia bisa melakukannya?
Dia berpikir-pikir, saat ini sepertinya samar-samar dia tahu, orang
ini mungkin ada hubungannya dengan orang yang diam-diam
menolongnya kemarin malam, ketika melihat dia naik ke atas kuda,
dia mengira akan pergi, maka buru-buru dia berlari ke depan, sambil
berteriak:
"Saudara tunggu sebentar, aku ingin bicara!"
Anak muda pemetik kecapi memandang dia sekali, tanyanya:
"Tidak tahu Ho-tayhiap ada perlu apa?"
Wajah Ho Koan-beng tampak sinar berterima kasih, berkata:
"Aku ada mata tapi tidak bisa melihat, kemarin malam telah
berlaku kurang sopan, mohon anda tinggal lagi beberapa hari disini,
bagaimana?"
Nada bicaranya, laksana seorang tuan rumah saja, di atas wajah
anak muda pemetik kecapi yang kuning itu, mendadak terkilas satu
sinar aneh, berkata:
"Walaupun aku tidak berkata pada Ho-tayhiap, tapi aku hanya
bisa tinggal satu malam di rumah ini."
Berkata sampai disini, mendadak dia merubah nada bicaranya,
dengan pelan dan dalam berkata:
"Mengenai pohon besar itu? Aku sangat membencinya, maka aku
harus menebangnya, jika anda suami istri tidak keberatan, setengah
bulan kemudian aku pasti kembali menyelesaikannya."
Perkataannya sedikit tidak menyambung, tapi sebenarnya ada
maksud tertentu, dia memandang mereka berdua suami istri,
apakah karena terpengaruh oleh Giok-siau-long-kun, itu tidak jelas.
Ho Koan-beng merasa kesulitan, berkata:
"Apakah saudara benar-benar tidak bisa tinggal disini satu dua
hari saja?"
Anak muda pemetik kecapi mengangkat kepala melihat langit,
matahari pagi baru saja terbit, dalam hati berpikir:
'Sepuluh tahun lalu, di tempat ini, di waktu ini, saatnya aku
bekerja,' sorot matanya melihat ke sisi gunung dengan sorot penuh
kerinduan, tapi tidak menjawab apa yang ditanyakan Ho Koan-beng
tadi.
Perilakunya yang sedikit aneh ini, tidak bisa mengelabui mata
Sun Cui-giok, setelah mendengar kata-katanya, tidak tahan dia
menjadi sedih sekali, dia menundukkan kepalanya,, kejadian masa
lalu laksana lampu berputar-putar di depan matanya, jika benar
orang yang di depan mata ini adalah Sen Sin-hiong, kata-kata ini
pasti ada maksud tertentu.
Anak muda pemetik kecapi pelan-pelan menggerakkan kudanya,
berjalan lewat di depan Cui-giok dan Ho Koan-beng, Ho Koan-beng
jadi tambah gelisah, katanya lagi:
"Walaupun saudara harus pergi, juga harus makan dulu."
Habis berkata, dia memegang rambut kuda (kudanya belum
memakai pelana), kegelisahannya tampak jelas sekali.
Kenapa Ho Koan-beng memaksa dia untuk tinggal terus, masalah
ini hanya dia sendiri yang tahu.
Memang, Giok-siau-long-kun kemarin malam sudah datang, dan
tidak beruntung mengalami kegagalan hingga pulang kembali, Ho
Koan-beng tahu dia pasti akan kembali lagi dengan membawa
gurunya Ang-hoa-kui-bo (Iblis bunga merah) yang julukannya
sangat menakutkan di dunia persilatan, Ho Koan-beng bukan lawan
Sang-toh, gurunya walaupun dapat menghadapi Ang-hoa-kui-bo,
tapi siapa yang bisa menghadapi Sang-toh? Hal inilah yang
membuat dia sangat gelisah.
Anak muda pemetik kecapi menggelengkan kepala dengan suara
mengeluh berkata: "Haay..., aku harus pergi!"
Sun Cui-giok melihat dia bersikeras mau pergi, dengan gelisah
sekali, teriaknya:
"Bagaimana kau boleh pergi! Kau tidak boleh pergi!"
Suaranya penuh dengan nada memohon, membuat wajah anak
muda pemetik kecapi menjadi serius, dia menatapnya dengan sorot
mata bengong, dalam hatinya timbul sebuah pikiran yang sulit
dikatakan, mendadak membalikan kudanya, berjalan kembali ke sisi
gunung.
Setelah tiba di sisi gunung, terlihat dia menepak kudanya, pelan
berkata:
"Merah, kita tinggal beberapa hari lagi." Habis berkata, dia
meloncat turun dari atas kuda, mengambil kapak yang ada di sisi
pohon besar, kembali menebang pohon itu.
Tindakan dia walaupun aneh, tapi Ho Koan-beng tahu dia telah
meluluskan untuk tinggal, tentu saja dalam hatinya sangat gembira.
Pikiran Cui-giok lain lagi, dia tahu setiap tindakannya
mengandung makna, mungkin semua ini mengandung kekesalan,
tapi setelah dipikir, dia merasa ada sedikit tidak benar, jika dia
datang dengan hati benci, kemarin malam dia tidak akan menolong.
Dua orang ini sekarang sudah berani memastikan kemarin malam
yang menolong mereka adalah dia, walau mereka tidak ada bukti,
juga tidak melihat dengan mata kepala sendiri, tapi selain dia ada
siapa lagi?
Ho Koan-beng seperti terlepas dari beban berat, pelan-pelan
membalikan tubuh, berkata:
"Adik Giok, sifatnya aneh, mungkin sejak kecil sudah
mendapatkan pukulan, sekarang siapkanlah makan siang."
Pikiran Sun Cui-giok pun tidak menentu, tapi dia tidak enak
memperlihatkan di hadapan Ho Koan-beng, terpaksa menyahut
sekali, lalu berjalan kembali ke dalam rumah.
Ho Koan-beng memandang bayangan belakangnya, di dalam hati
timbul banyak pikiran, pada saat ini, dari kejauhan terdengar suara
panjang ringkikan kuda, di dalam gumpalan debu, samar-samar
terlihat seekor kuda berlari.
Ho Koan-beng sangat gembira, buru-buru dia menyambutnya,
teriaknya:
"Guru, guru, anda sudah datang!"
Kuda yang datang larinya cepat sekali, tidak lama kemudian
sudah bisa dilihat dengan jelas penunggangnya.
Orang ini adalah seorang tua, dengan janggut perak melayang-
layang di depan dadanya, wajahnya merah memakai baju warna
biru ungu, dialah ketua Hoa-san-pai Tui-hong-tayhiap, Cia Thian-cu.
Cia Thian-cu turun dari kudanya, begitu melihat ke atas, belum
sempat bertanya, mendadak dia bersuara keheranan:
"Apa itu?"
Baru saja Ho Koan-beng akan membungkuk menghormat,
mendengar perkataan gurunya, dia ikut melihat ke arah yang yang
dilihat gurunya, terlihat di atas sebelah kanan pintu, entah ditulis
oleh siapa, ada empat huruf di tulis menggunakan darah segar
"bunuh semua", di kedua sisi empat huruf itu, digambar sebatang
seruling dan sebuah tongkat besi, menakutkan siapa pun yang
melihatnya.
Ho Koan-beng tidak tahan lagi dengan terkejut berkata:
"Kenapa kami tadi tidak melihatnya?"
Pintu itu tidak tinggi, tadinya dia ingin meloncat ke atas
menghapusnya, tapi tidak ada tempat untuk bisa menahan tubuh,
maka dia cuma melihat-lihat, lalu diam tidak bicara lagi.
Mata Tui-hong-tayhiap Cia Thian-cu menyapu, mendadak terlihat
anak muda pemetik kecapi sedang menebang pohon besar,
tanyanya:
"Anak Beng, siapa dia?"
Tidak percuma Cia Thian-cu menjabat sebagai seorang ketua
perguruan besar, penglihatannya sangat teliti, malah seorang yang
tidak mencolok mata pun bisa menjadi perhatiannya.
Ho Koan-beng berkata:
"Orang ini kemarin malam datang kesini untuk menumpang
menginap, sifat dia sedikit aneh."
Perkataannya pelan sekali, habis berkata, dia lalu menceritakan
kejadian yang terjadi kemarin malam.
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai berpikir sejenak, berkata:
"Koan-beng, cepat lihat ke dalam rumah."
Baru saja dia berkata, mendadak terlihat Cui-giok dengan tergesa
gesa berlari keluar berteriak:
"Koan-beng, cepat kemari dan lihat."
Begitu melihat Cia Thian-cu sedang berdiri di sisi Ho Koan-beng
wajahnya berubah menjadi serius:
"Cia Lo-cianpwee, anda datang tepat sekali, di belakang terjadi
kekacauan lagi."
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai tidak menjawab, sambil mengambil
nafas, langsung masuk ke dalam rumah.
Ho Koan-beng melihat wajah Sun Cui-giok yang tergesa-gesa,
tidak tahan bertanya:
"Adik Giok, sebenarnya apa yang terjadi?"
Cui-giok meredakan nafasnya sejenak, baru berkata:
"Di pekarangan belakang kita, dilempari beberapa ekor mayat
anjing dan babi, di atasnya juga ada empat huruf "Bunuh semua",
kau pikir ini serem tidak?"
Ho Koan-beng diam-diam menarik nafas, di dalam hati berkata:
Disini selain kemarin malam pernah di datangi Sang-toh, hanya
ada anak muda pemetik kecapi itu. Tapi Sang-toh tidak lama berada
disini, apakah hal inipun dilakukan oleh tamu aneh itu?"
Berpikir sampai disini, matanya memandang ke arah sana,
terlihat anak muda pemetik kecapi masih menebang pohon besar
itu, saat kapaknya membacok, terdengar suara nyaring "Kraak!",
tadinya suara ini tidak dirasakan apa-apa, sekarang begitu
mendengar, malah perasaannya seperti ada yang menusuk.
Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng tertegun sejenak, lalu berkata pada
Sun Cui-giok:
"Kau awasi orang yang menebang pohon itu, biar aku masuk ke
dalam melihatnya."
Dia langsung berlari masuk.
Siapa sangka, baru saja dia melangkah masuk ke dalam pintu, di
depan ada orang berlari keluar, dalam keadaan terkejut hampir saja
Ho Koan-beng menabraknya, orang itu berkata:
"Anak Beng, kenapa kau tergesa-gesa seperti ini?"
Wajah Ho Koan-beng menjadi merah, dengan gagap berkata:
"Guru, menurut pandanganku, hal ini pasti ada apa-apanya."
Tui-hong-tayhiap Cia Thian-cu melihat Ho Koan-beng yang
tergesa gesa, di dalam hatinya merasa tidak senang, sambil tertawa
dingin dia berkata:
"Walaupun ada masalah sebesar langit, masih ada guru disini
yang akan mengatasinya!"
Ho Koan-beng tahu dirinya salah bicara, dia bum-buru mundur ke
samping, menyahut "Ya!" lalu menahan nafas tidak berani bicara
lagi.
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melangkah keluar pintu, melihat anak
muda penebang pohon itu masih terus bekerja, tidak terasa dia
mengerutkan alisnya, walaupun pengalaman dunia persilatannya
sudah banyak, diapun diam-diam merasa keheranan.
Ho Koan-beng mengikutinya melangkah keluar, melihat Cui-giok
bengong berdiri disana, dia berkata:
"Adik Giok, hari sudah siang, kau siapkan saja makanan, urusan
disini biar guruku yang mengurus-nya."
Sun Cui-giok seperti terkena hipnotis, dia menyahut, tapi
tubuhnya tidak bergerak sedikitpun.
Ho Koan-beng merasa heran, di dalam hatinya berpikir, entah
kenapa dia hari ini, saat itu dia berkata lagi:
"Adik Giok, kau kenapa?"
Sun Cui-giok kembali menyahut, tapi tubuh-nya tetap tidak
bergerak.
Hati Sin-kiam-jiu semakin tidak enak!
Buru-buru Ho Koan-beng berlari kesisi Sun Cui-giok, melihat dia
bengong mengawasi anak muda pemetik kecapi itu, dalam hatinya
kembali timbul perasaan lain, dia memaksa menelan kembali kata-
kata yang mau diucapkannya.
Sun Cui-giok terus menatapnya, sekarang, dia seperti sudah tidak
curiga lagi.
Dia sudah memastikan orang ini pasti Sen Sin-hiong, sebab
ketika Sin-hiong masih kecil, dia menebang pohon, biasa
menggunakan tangan kiri, sekarang dia bisa melihat anak muda
pemetik kecapi inipun menggunakan tangan kiri, sehingga dia jadi
terbengong, lupa akan hal lainnya.
Situasi yang ada di depan mata sekarang walaupun sangat
tegang, tapi melihat keadaannya, mendadak di hati Ho Koan-beng
timbul perasaan kesepian, dia diam seribu bahasa lalu bergeser ke
samping guninya.
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melihat sejenak, lalu berkata seram:
"Orang yang melakukan ini sungguh kejam sekali, Hmm...
mereka harus dibasmi semua!"
Perkataannya jika dikatakan oleh orang lain, masih tidak apa-apa,
tapi justru dikatakan oleh seorang jago silat kelas wahid dunia
persilatan, Ho Koan-beng yang mendengar merasa alas kakinya
menjadi dingin, terus merambat sampai ke atas punggung,
kejadian yang begitu tiba-tiba, sampai etika antara guru dan murid
pun tidak dipedulikan.
Pada saat ini, mendadak anak muda pemetik kecapi mengelap
keringat di keningnya, lalu berkata sendiri:
"Haai, masih setengah lebih, mungkin hari ini tidak bisa selesai."
Setelah berkata, dia mengangkat kepala melihat ke langit,
matahari sudah tinggi sekali, pelan-pelan dia berjalan mendatangi.
Tiga orang yang berdiri disana, masing-masing mempunyai
pikiran yang berbeda, tapi berpikir keras dalam waktu yang
bersamaan.
Walaupun Ciang-bun-jin Hoa-san-pai seorang tetua yang sangat
dihormati, tapi melihat kejadian yang terjadi di depan matanya,
begitu sadis juga misterius, saat dia berdiri di luar pintu,
keadaannya seperti berbeda sekali.
Dalam harinya diam-diam dia merasa heran, tapi tidak tahu apa
sebabnya.
Sun Cui-giok melihat anak muda pemetik kecapi pelan-pelan
berjalan mendatangi, rupanya persis seperti Sin-hiong yang sepuluh
tahun lalu, tanpa sadar dia berteriak:
"Sin-hiong, sudah waktunya makan!"
Wajah anak muda pemetik kecapi tampak terkejut, dia melihat
sekali pada Sun Cui-giok, lalu menundukan kepala meneruskan
jalannya.
Sikap kedua orang yang penuh rahasia ini, terlihat oleh mata Ho
Koan-beng, hatinya merasa tidak enak, dia berpikir:
'Gurunya ada disini, tapi dia sekali pun tidak menyapanya,
terhadap orang yang penuh misterius ini dia malah berkata begitu
mesranya, sebenarnya apa penyebabnya?'
Ho Koan-beng menarik Sun Cui-giok, tanyanya:
"Adik Giok, apakah nasinya sudah siap?"
Tiba-tiba Sun Cui-giok tergetar, dia seperti terbangun dari mimpi,
wajahnya menjadi merah: "Hampir siap!"
Setelah berkata begitu, dia baru membalikan tubuhnya berjalan
ke dalam rumah.
Ho Koan-beng mendengus, hatinya merasa tidak enak, sikapnya
semakin nyata di wajahnya.
Entah Ciang-bun-jin Hoa-san-pai sedang memikirkan apa?
Terhadap sikap muridnya dia pun seperti tidak menaruh perhatian,
setelah berjalan-jalan di luar pintu sejenak, dia berkata:
"Anak Beng, kita bicara di dalam."
Dia lalu menarik tangan Ho Koan-beng, berjalan masuk ke dalam
rumah.
Ketika tiga orang itu sudah masuk ke dalam rumah, anak muda
pemetik kecapi itu baru melangkah ke depan pintu, dia mengangkat
kepalanya melihat ke atas, terlihat di atas pintu ditulis beberapa
huruf "Bunuh semua", wajahnya tampak tersenyum sinis. Sesudah
itu baru melangkah masuk.
Tiba di dalam ruangan, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai sedang
berbincang-bincang dengan Ho Koan-beng dia malah berjalan
mengelilingi ruangan, memegang-megang ini, melihat-lihat itu,
terhadap segala sesuatu yang ada disana, seperti sangat hafal
sekali, tapi pun seperti sangat asing.
Tidak lama kemudian, Cui-giok sudah menyiapkan makanan di
atas meja, anak muda pemetik kecapi malah tanpa sungkan lagi
langsung duduk di atas kursi besar di tengah, tampil sebagai tamu
agung.
Ho Loan-beng dan Cui-giok menjadi tertegun. Seharusnya dia
sadar di antara empat orang di dalam ruangan ini, tidak peduli usia
atau kedudukannya, seharusnya Ciang-bun-jin Hoa-san-pai, Cia
Thian-cu yang duduk di kursi itu, tidak diduga dia malah duduk
disana, bagaimana kejadian ini tidak membuat mereka terkejut.
Sun Cui-giok dengan keheranan melihat dia sekali, tapi dia malah
berlagak seperti seorang angkatan saja, sekali pun tidak
memandang kepada ke tiga orang itu.
Walaupun kesabaran Ciang-bun-jin Hoa-san-pai sudah sangat
terlatih, tapi melihat keadaan yang terjadi, wajahnya terlihat
menjadi sedikit marah.
Tapi aneh, walaupun nasi dan masakan sudah tersedia, dia
sedikit pun tidak bergerak, menunggu setelah Tui-hong-tayhiap Cia
Thian-cu dan Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng duduk dan mengambil
sumpit, dia baru mengikutinya mengambil sumpit.
Ketika tiga orang itu tidak mengambil masakan atau nasi, diapun
tidak bergerak, Ho Koan-beng yang melihat, kembali hatinya merasa
keheranan.
Jika dikatakan dia tidak tahu sopan santun! Kelihatannya tidak
begitu? Jika dikatakan dia mengerti sopan santun, kenyataannya dia
tidak tahu sopan, sebabnya dia duduk dikursi itu, karena Ho Koan-
beng dan Sun Cui-giok berdua bersikeras menahannya, kedua orang
itu jadi tidak enak menyuruh dia berganti tempat, karena mereka
berdua tidak mengatakannya, Tui-hong-tayhiap pun dengan
kedudukan sebagai ketua satu perguruan besar, lebih tidak enak
meribut-kan masalah kecil seperti ini.
Keadaan menjadi canggung sekali, hanya dia seorang diri yang
tidak mempedulikannya, Tui-hong-tayhiap melihat dipihaknya sudah
memegang sumpit, saling pandang dan tidak bergerak, tidak tahan
dia bersuara "Hemm!" lalu bertanya:
"Anak Beng, apa masih ada tamu lagi?"
Hati Ho Koan-beng menjadi gelisah, dia mengira gurunya
menyalahkan dia tidak seharusnya mengundang tamu yang tidak
tahu sopan santun ini, saat itu dengan cemas dia menjawab:
"Benar, aku tidak akan mengundang tamu lagi!"
Dengan sorot mata dingin Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melihatnya,
dalam hatinya berpikir:
'Koan-beng biasanya pintar, kenapa hari ini bicaranya selalu tidak
nyambung.' Hatinya merasa kesal lalu berkata:
"Aku tanya apa masih ada orang tidak, jika tidak ada kita boleh
mulai makan."
Ho Koan-beng melihat mereka berempat hanya memegang
sumpit tapi tidak bergerak, baru dia sadar, dengan gagap berkata:
"Tidak ada, tidak ada!"
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melihat muka muridnya yang seperti
kebingungan, kembali dia bersuara "Hemm!" baru menggerakan
sumpit mulai makan nasi.
Sarapan ini, sungguh terasa sangat canggung, terlihat Ho Koan-
beng banyak pikiran, di dalam hati dia berpikir:
"Tadi aku mengundang orang ini tinggal disini, berharap dia
malam hari nanti bisa menghadapi Sang-toh, siapa tahu di hadapan
guruku, dia malah membuat kelakar yang begitu besarnya."
Dia berpikir lagi:
'Jika orang ini saat ini ingin pergi, aku malah akan memberi dia
ongkos perjalanan, jika nanti makan malam masih begini,
kesalahanku akan semakin besar.'
Ketika sedang berpikir, mendadak dari kejauhan terdengar derap
kuda berlari, Ho Koan-beng terkejut, cepat-cepat berkata:
"Guru, silahkan duduk sebentar, biar murid keluar melihat siapa
yang datang!"
Habis bicara, dia bangkit berdiri, berlari keluar.
Begitu Ho Koan-beng keluar pintu. Kuda yang datang itu sudah
tiba di depan ramah, begitu melihat, dia merasa orang yang datang
terasa asing sekali, tapi orang itu sudah meloncat turun dari
kudanya, dengan wajah tegang bertanya:
"Aku Ci-hoat-kui (Setan rambut merah) Cin Kao, mohon tanya
apakah disini ada Ho-tayhiap?"
Ho Koan-beng jadi tergetar, nama besar Ci-hoat-kui dia
sepertinya hafal, saat itu dia berkata:
"Aku Ho Koan-beng, anda menanyakan diriku entah ada
keperluan apa?"
Mendengar ini mendadak Ci-hoat-kui Cin Kao bersujud di atas
tanah, dengan suara gemetar berkata:
"Ho-tayhiap tolong nyawaku!"
Ho Koan-beng icx kejut, teriaknya:
"Anda ada masalah apa? Silahkan berdiri dan bicara."
Wajah Ci-hoat-kui penuh dengan kesusahan dan kesedihan, dia
tetap bersujud, tidak mau berdiri:
"Tayhiap, terimalah permohonan jiwa anjingku, baru hamba
berani berdiri dan menceritakannya."
Dia malah sampai merubah sebutan dirinya, Ho Koan-beng yang
mendengar, jadi semakin terkejut, semua orang tahu Cin Kao bukan
orang biasa, dalam hati Ho Koan-beng pun tahu benar, di daerah
Ho-pak di kelompok aliran hitam, Ci-hoat-kui adalah penjahat yang
sangat ternama, hari ini tanpa sebab yang jelas dia datang kemari
mencari dirinya, entah ada masalah besar apa?
Tapi jika sekarang dia tidak menyanggupinya, kelihatannya Ci-
hoat-kui akan terus berlutut di tanah, dan tidak mau berdiri, maka
dengan menghela nafas panjang dan tidak bisa berbuat apa-apa dia
berkata:
"Baiklah, aku menyanggupi."
Ci-hoat-kui bersujud lagi beberapa kali, baru bangkit berdiri
katanya:
"Beberapa hari yang lalu, di jalan raya Koan-lok hamba bertemu
dengan Ang-hoa-kui-bo dan murid nya, hamba di siksa oleh mereka,
ingin melawan tidak mampu melawannya, tadinya ingin bunuh diri
saja, siapa sangka dua iblis ini tidak membiarkan hamba mati."
Mendengar ini Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng menghela nafas dingin:
'Ingin mati pun tidak bisa, mereka berdua sekarang ini malah
akan menyerangku, apa gunanya kau minta tolong padaku/
Tapi Ho Koan-beng tetap bertanya:
"Kenapa dia tidak membiarkan kau mati?"
Cin Kao batuk sekali, melanjutkan:
"Dia berkata, kau bisa tidak mati, hanya ada satu orang yang
bisa menyanggupi menolongmu."
Ho Koan-beng semakin mendengar semakin heran, tanyanya:
"Tapi siapa orang itu?"
Di dalam hatinya sekarang, asalkan ada orang bisa dimintai
pertolongan, dia sendiri malah ingin pergi meminta pertolongannya.
Ci-hoat-kui dengan wajah sedih berkata: "Orang ini adalah kau
Ho-tayhiap, semut saja ingin hidup, makanya hamba jauh-jauh
datang kemari, minta pertolongan Ho-tayhiap, menyelamatkan
nyawa hamba."
Begitu mengucapkan ini, hati Ho Koan-beng terasa seperti
hancur, matanya menjadi bingung, dalam hati berpikir:
'Mereka melakukan ini, supaya dia melepaskan Cui-giok?’
Ketika Ho Koan-beng tidak tahu harus berbuat bagaimana, Ciang-
bunjin Hoa-san-pai dan Sun Cui-giok sudah berjalan keluar.
Ci-hoat-kui mengenal Tui-hong-tayhiap Cia Thian-cu, begitu
melihatnya buru-buru dia bersujud kembali:
"Baik sekali, ternyata Cia-cianpwee ada disini, tolonglah nyawa
anjing hamba ini."
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai mengerutkan alisnya: "Koan-beng, apa
sebenarnya yang terjadi?"
Ho Koan-beng tidak mempedulikan gurunya yang ada di
samping, setelah mengeluh panjang, lalu menceritakan maksud
kedatangannya Ci-hoat-kui.
Setelah mendengar ini, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai dengan kesal
berkata:
"Iblis itu sungguh keterlaluan."
Walaupun berkata begitu, dia tetap khawatir, jika Ang-hoa-kui-bo
dengan muridnya, malam ini benar benar datang kemari, melihat
kekuatan mereka sekarang, yang benar-benar mampu melawannya,
mungkin tidak sampai setengahnya.
Dia melihat cuaca, sekarang sudah tengah hari, dalam hati
berpikir:
'Sekarang waktunya masih lama, kenapa aku tidak pergi ke
sekitar ini untuk menyelidikinya?
Berpikir sampai disini, maka dia berkata pada Ho Koan-beng:
"Anak Beng, bawa dia masuk ke dalam, aku ingin berkeliling dulu
untuk menyelidikinya!"
Habis berkata, dia langsung pergi.
Ho Koan-beng terpaksa menarik bangun Ci-hoat-kui, bersama-
sama Cui-giok membawanya masuk ke dalam.
Kembali ke dalam ruangan besar, anak muda pemetik kecapi itu
sudah tidak ada di tempatnya, entah pergi kemana, Ho Koan-beng
bertanya:
"Adik Giok, kemana orang itu?"
Sun Cui-giok mengerutkan alisnya:
"Dari tadi dia sudah kembali ke mang penyimpanan kayu bakar
untuk istirahat."
Ho Koan-beng tidak melanjutkan pertanyaan-nya, dalam hati
terpikir masalahnya yang semakin tegang, kelihatan, demi masalah
ini Ang-hoa-kui-bo tidak akan segan-segannya mengerahkan seluruh
kekuatannya, dia sendiri walaupun di bantu gurunya mungkin akan
kalah juga.
Tiga orang yang duduk di ruangan besar tidak bisa berbuat apa-
apa, dalam keadaan tidak ada pekerjaan, seorang diri Ho Koan-beng
berjalan menuju ke gerbang.
Bolak-balik berjalan, dia tidak tahu malam ini harus bagaimana
mengatasinya.
Pikir punya pikir, sorot matanya tidak sengaja melihat ke atas,
mendadak dia melihat empat huruf merah darah itu entah sejak
kapan sudah dihapus seseorang, di sisi gambar seruling dan tongkat
besi, sudah ditambah sebuah gambar yang mirip kail tapi bukan kail,
seperti pedang tapi juga bukan pedang, melihat ini Ho Koan-beng
jadi terkejut sekali.
Dia selangkah pun tidak pernah keluar dari ruangan ini, beberapa
huruf yang tidak enak dipandang di atas pintu itu, dengan
tenangnya telah dihapus dan ditambah gambar senjata aneh itu
oleh seseorang, tapi dia malah sedikit pun tidak tahu, kalau begitu,
ilmu silat orang ini sungguh sudah sampai tingkat yang
mengejutkan.
Waktu pelan-pelan berlalu, Ho Koan-beng tidak sadar sudah
berdiri bengong di depan pintu itu entah sudah berapa lama,
mendadak ada orang menyentuh dirinya, dia jadi terkejut,
tangannya langsung dibalikkan menghantam ke belakang.
Orang yang ada di belakang tubuhnya menghela nafas panjang
berkata:
"Koan-beng, dalam waktu semalam kenapa kau bisa berubah jadi
seperti ini?"
Ternyata suara ini adalah suara gurunya Tui-hong-tayhiap Cia
Thian-cu, wajah Ho Koan-beng menjadi merah, dia menggelengkan
kepala:
"Guru kau lihat di atas sana!"
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melihat ke atas, dengan terkejut
berkata: "Kenapa bisa dia?"
Melihat wajah gurunya mendadak berubah hebat, di dalam hati
Ho Koan-beng semakin tegang, buru-buru dia bertanya:
"Guru, siapa yang anda katakan itu?"
Tui-hong-tayhiap menundukan kepala, berguman:
"Kim-kau-kiam (Pedang kail emas), Kim-kau-kiam, haay! Apakah
setan tua yang ganas dan tidak tahu aturan ini masih belum mati?"
Di dalam otaknya sekilas teibayang bayangan seseorang, saat itu
sembilan ketua perguruan besar di dunia persilatan bersama-sama
menyerang dia seorang diri, walaupun telah menbuat cacat satu
kaki kanannya, tapi sembilan ketua perguruan pun terluka hampir
dua pertiganya, jika orang ini benar-benar datang kemari, masalah
malam ini akan menjadi lebih sulit lagi.
Ho Koan-beng tidak berani bertanya lagi, hatinya terasa
meloncat-loncat. Matahari semakin terbenam ke barat, hati dia pun
ikut terbenam, malam ini apakah akan selamat atau tidak, dia tidak
lagi berani memikirkannya.
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai menghela nafas:
"Masalah sudah di depan mata, gelisah pun tidak ada gunanya,
apa yang dikatakan 'perahu sampai di jembatan akan lurus dengan
sendirinya," kita hanya bisa serahkan nasib pada langit saja."
Ho Koan-beng tidak bisa berkata apa lagi, Dia hanya bisa
bengong memandang gurunya.
Matahari terbenam diufuk barat, angin malam meniup sepoi-
sepoi, mengikuti hembusan angin terdengar suara "Kraak kraak!",
Ho Koan-beng melihat, terlihat anak muda pemetik kecapi itu
dengan kapaknya sedang mengampak pohon itu lagi, tidak tahan
hatinya tergerak, dalam hati berkata:
'Asal usul orang ini aneh sekali, apakah semua ini dia yang
melakukannya?'
Anak muda pemetik kecapi itu mengampak sebentar, melihat hari
sudah gelap, sambil menenteng kapak terbalik berjalan menuju ke
dalam rumah.
Dia berjalan lewat di depan Ho Koan-beng dan gurunya, tanpa
melirik sedikitpun, langsung berjalan menuju kamarnya.
Melihat bayangan punggung orang ini, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai
bertanya:
"Anak Beng, apa marganya?"
Ho Koan-beng menggelengkan kepala, dia lalu menceritakan
kembali kejadian kemarin malam, ketika dia minta menumpang
menginap di rumah, dalam hati Ciang-bun-jin Hoa-san-pai pun
timbul curiga, tapi karena dia tidak melihat dengan mata kepala
sendiri, maka walaupun di dalam hatinya ada beberapa perkiraan,
tapi tetap saja tidak bisa percaya penuh.
Malam kembali menyelimuti bumi, di lapangan liar hening tidak
ada suara, Sun Cui-giok keluar dari dalam rumah, berteriak:
"Makan!"
Hati Guru dan murid terasa sangat berat, terhadap makan malam
ini, sedikit pun tidak ada selera, Ho Koan-beng dengan tawar
menjawab:
"Kalian makanlah dulu!"
Sun Cui-giok dengan terkejut sekali melihatnya, seperti sudah
tahu, mereka berdua guru dan murid sedang memikirkan cara
menghadapi masalah malam ini, saat itu dia tidak banyak bertanya
lagi kembali masuk lagi ke dalam.
Dalam hati Ciang-bun-jin Hoa-san-pai timbul banyak kecurigaan,
begitu juga dalam hati Ho Koan-beng banyak persoalan yang
mengganggu, kedua orang ini terus berpikir-pikir, keduanya tidak
tahu bagaimana bisa timbul masalah-masalah yang aneh ini,
terpaksa dengan pikiran kosong kembali masuk ke dalam rumah.
Di dalam ruangan besar, termasuk Ci-hoat-kui, semua ada empat
orang, Tui-hong-tayhiap sudah mengatur, menjadikan Sun Cui-giok
dan Ho Koan-beng satu kelompok dan menyurah Ci-hoat-kui
sembunyi di dalam sudut gelap di pekarangan, dia sendiri berjalan
kesana-kemari, jika mereka menemukan hal yang mencurigakan,
maka harus bersiul sebagai isyarat, selesai mengatur demikian, Ho
Koan-beng mendadak teringat satu hal, tanyanya:
"Guru, bagaimana dengan orang itu?"
Yang dia tanyakan tentu saja anak muda pemetik kecapi, Ciang-
bun-jin Hoa-san-pai membuka sepasang telapak tangannya,
berkata:
"Biarkan saja!"
Baru saja dia berkata, tiba-tiba di luar terdengar suara ketukan
pintu yang bernada gelisah.
Empat orang yang ada di dalam rumah menjadi terkejut, dalam
hatinya berpikir, saat ini walaupun sudah malam, tapi masih terlalu
dini bagi orang yang bergerak di malam hari, bagaimana bisa ada
suara ketukan pintu?
Di saat keempat orang itu tertegun, orang di luar dengan
terburu-buru berteriak:
"Mohon tanya, apakah ini rumahnya suami istri Ho-tayhiap?"
Ho Koan-beng mendengar, suara orang ini terasa asing sekali,
saat itu tanpa berpikir panjang, dia berbisik-bisik sebentar dengan
Cui-giok, kedua orang membagi diri dari kiri dan kanan lalu
menerjang keluar.
Dua orang itu berturut-turut tiba di luar pintu, terlihat di depan
pintu berdiri satu orang, wajah orang ini terlihat sangat gelisah dan
tidak henti-hentinya melihat ke arah jauh, sepertinya takut ada yang
meng-ikutinya dari belakang.
Begitu Ho Koan-beng muncul, dia bertanya:
"Sobat, malam-malam berkunjung kemari entah ada keperluan
apa?" -
Melihat ada orang keluar dari dalam rumah, dengan terburu-buru
orang itu bertanya:
"Apakah anda Ho-tayhiap?"
"Betul, akulah Ho Koan-beng."
Orang itu menjadi gembira "Bluuk!" dia ber-sujud ke atas tanah,
berteriak:
"Ho-tayhiap selamatkan diriku!"
Hati Sin-kiam-jiu tergetar, tidak perlu ditanya lagi, dia sudah tahu
masalahnya, buru-buru dia ber-kata:
"Apakah Ang-hoa-kui-bo yang menyuruh kau datang kemari?"
Kali ini orang itu yang terkejut, sambil terkejut berkata:
"Betul, Ho-tayhiap bisa tahu kejadian sebelumnya, nyawa hamba
akhirnya bisa diselamatkan juga."
Ho Koan-beng tertawa pahit, lalu berkata ke belakang:
"Adik Giok, ada seorang lagi datang kemari!"
Sun Cui-giok berkelebat keluar, mendadak menusukan
pedangnya pada orang itu!
Ho Koan-beng terkejut, teriaknya: "Cui-giok, kau mau apa?"
Dia menjulurkan pedangnya, ingin menangkis, siapa tahu Cui-
giok membalikan pergelangan tangan, ujung pedangnya
ditempelkan di jalan darah Beng-bun orang itu, berkata dingin:
"Cepat katakan dengan jujur, jika ingin menipu, pedang
pusakaku tidak akan memberi ampun!"
Ho Koan-beng mendadak jadi sadar, di dalam hati berpikir saat
orang ini datang sedikit pun tidak menimbulkan suara, tiba-tiba
mengetuk pintu, hal ini sungguh mencurigakan.
Orang itu membelalakan sepasang matanya, dengan keras
berkata:
"Kau ini Ho-tayhiap bukan?"
Ho Koan-beng mengangkat kepalanya:
"Siapa bilang bukan, hemm... hemm, jika kau ingin menipu, tidak
akan berhasil!"
Mendengar ini, ketegangan di wajah orang itu baru mengendur,
keluhnya:
"Betullah kalau begitu, aku pun tahu Tayhiap akan curiga
padaku, haay! Kalian lihat apa ini?"
Sesudah berkata dia mengangkat kedua kaki-nya, Ho Koan-beng
dan Sun Cui-giok melihat, terlihat di telapak kakinya darah segar
menetes, ternyata dia telah menempuh jalan yang amat jauh, baru
bisa tiba disini.
Melihat ini Ho Koan-beng dan Cui-giok jadi tertegun, tanyanya:
"Anda dilukai oleh siapa?"
Buru-buru orang itu melanjutkan:
"Aku dilukai oleh Ang-hoa-kui-bo, lalu aku disuruh mencari Ho-
tayhiap, untuk menyelamatkan nyawaku, jika tidak......"
Ho Koan-beng setengah percaya setengah curiga dia
memandang Sun Cui-giok, lalu tanyanya:
"Mohon tanya siapa nama anda?"
"Aku adalah murid dari perguruan Tiang-pek, Sie Yong-ki, mohon
Tayhiap bisa menolongku."
Tidak lama setelah mengatakan ini, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai
Cia Thian-cu sudah iberjalan keluar, melihat sekali pada Sie Yong-ki,
lalu berkata pada Ho Koan-beng:
"Anak Beng, bawalah dia masuk ke dalam untuk dirawat
lukanya!"
Ho Koan-beng menyahut, lalu dengan Cui-giok membopong dia
masuk ke dalam, kemudian menutup pintu.
Kata Sun Cui-giok:
"Lo-cianpwee, Beng-toako, aku masuk ke dalam mengambil obat,
untuk mengobati luka orang ini."
Setelah berkata, dia lalu membalikan tubuh dengan langkah
ringan masuk ke dalam.
Di luar selain Cia Thian-cu dan muridnya, masih ada Ci-hoat-kui
Cin Kao yang bersembunyi di kegelapan dan Sie Yong-ki yang
terluka.
Cia Thian-cu melihat-lihat ke sekeliling, lalu berkata:
"Anak Beng, kau dan aku berpisah mengawasi ke sekeliling, jika
ada apa-apa, segera bersiul memberi kabar."
Ho Koan-beng menyahut, lalu berjalan ke sebelah kanan,
sedangkan Ciang-bun-jin Hoa-san-pai berjalan ke sebelah kiri.
Saat itu di dalam ruangan belakang sudah ada Giok-siau-long-
kun Sang-toh yang entah kapan masuk kesana, dia sedang
menunggu di dalam ruangan.
Anak muda pemetik kecapi yang berada di sudut mengawasinya,
menunggu apa yang akan dilakukannya.
Pada saat ini terdengar langkah Cui-giok yang berjalan masuk,
Giok-siau-long-kun mendengar suara itu, dia melihat pada Cui-giok
lalu mengeluarkan suara "Hemm hemm hemm.'", Sun Cui-giok
adalah seorang yang sangat teliti, mendengar di dalam ruangan ada
suara asing, dia menghentikan langkah-nya, mendadak mendengar
ada orang berkata:
"Ho-hujin, ada masalah apa hingga kau begitu gelisah! berjalan
begitu cepat, apa tidak takut terjatuh? Lebih baik pikirkan dulu
dirimu!"
Sun Cui-giok terkejut, mendengar suara orang ini, dia mengenal
sekali itu adalah suara Giok-siau-long-kun Sang-toh, nada bicaranya
terdengar penuh dengan rasa cemburu, saat ini dia seperti binatang
yang terperangkap, tidak tahan dia membentak:
"Kau mau apa!"
Setelahberteriak,diasadarSang-tohmasihingin
mempermainkan dia sebelum membunuhnya, siapa sangka pada
saat ini, mendadak di belakang tubuhnya ada angin bertiup,
seseorang berkata dingin:
"Jangan melukai dia!"
Orang ini suaranya sangat pelan, Cui-giok jadi bersemangat lagi,
dia membelalakan mata melihatnya, terlihat di sisinya berdiri
seorang yang bercadar hitam, walaupun wajahnya di tutup cadar,
tapi sekali melihat Cui-giok sudah tahu dia adalah anak muda
pemetik kecapi itu.
Sepasang tangannya kosong tidak memegang apa-apa, hanya
tampak sepasang matanya yang menyorot tajam, Cui-giok merasa
kelopak matanya menjadi panas, teriaknya:
"Sin-hiong, aku tahu ini adalah kau!"
Orang yang bercadar itu tidak mempedulikan dia, dua jarinya
sudah bergerak menjepit.
Sang-toh tertawa dingin:
"Ingin bertarungi? Kenapa bercadar takut, di lihat orang!"
Seruling di tangannya segera menotok jalan darah kaku Cui-giok,
sambil membalikkan tangan menotok ke arah orang itu!
Dalam satu junis dia melakukan dua gerakan, selain menotok
jalan darah Cui-giok, masih dapat membalas serangan orang
bercadar itu, mengandalkan ilmu silat ini cukup membuat ketakutan
para pesilat tinggi dunia persilatan.
Siapa sangka orang itu tidak menghindar dan tidak bergerak,
sambil tertawa dingin malah berkata:
"Gurumu tidak datang, kau seorang diri masih kurang kuat!"
Kedua jarinya mendadak disentilkan, itulah Tan-ci-sin-tong
(Jentikan jari dewa) yang sangat terkenal di dunia persilatan, Giok-
siau-long-kun hanya merasa pergelangan tangannya sedikit
tergetar, seruling di tangannya hampir saja direbut oleh lawan-nya.
Sang-toh jadi terkejut, dia sadar telah bertemu dengan lawan
tangguh, dia tertawa panjang, lalu meloncat ke atas, sekejap mata
sudah menghilang di kegelapan malam.
Ho Koan-beng yang ada diluar, melihat Cui-giok sudah pergi
cukup lama, tapi sedikit pun tidak ada kabarnya, buru-buru berjalan
keluar menengoknya, begitu melihat dia tergeletak di atas lantai,
buru-buru dia membopongnya, berteriak:
"Guru, guru......!"
Berteriak beberapa saat, baru melihat gurunya berlari masuk ke
dalam, Ho Koan-beng berkata lagi:
"Coba guru lihat, kira-kira dia terluka tidak?" Cia Thian-cu
melihatnya:
"Tidak apa-apa, dia hanya ditotok jalan darah kakunya!"
segera dia menepuk, dan Cui-giok kembali menjadi sadar,
tanyanya:
"Dimana orangnya?"
Ho Koan-beng diam-diam menghela nafas:
"Entah siapa yang datang? Baru saja berada di atas atap rumah,
entah bagaimana tahu-tahu sudah meloncat ke bawah, haay, kapan
adik Giok ditotok?"
Dia berturut-turut dua kali berkata 'entah', malah membuat Tui-
hong-tayhiap bingung!
Harus diketahui saat peristiwa tadi terjadi, Ciang-bun-jin Hoa-
san-pai sedang berada di paling belakang rumah, kejadian di depan
dia sedikit pun tidak tahu, saat itu dia bertanya:
"Hanya satu orang yang datang?"
"Murid hanya melihat satu orang!"
Lalu dia menggerakan matanya, melihat Cui-giok sudah sadar
kembali, baru merasa sedikit tenang, mendadak teringat di luar
masih ada Sie Yong-ki berdua, meskipun dia tidak peduli Sie Yong-
ki, berdua? Tapi sudah seharusnya dia pergi melihatnya, berkata
lagi:
"Guru, kita pergi keluar rftelihat-lihat."
Tiga orang lari keluar, terlihat Sie Yong-ki seorang diri sedang
berjongkok membungkus lukanya, Giok-siau-long-kun sudah tidak
ada.
Ho Koan-beng sangat kebingungan, keadaan di tempat ini dia
sangat hafal, jika Giok-siau-long-kun dalam sekejap mata bisa
menghilang, bagaimana pun dia tidak bisa percaya.
Wajah Sun Cui-giok terlihat seperti kehilangan, dia teringat
kejadian yang baru berlangsung, orang yang bercadar tadi jika
bukan Sin-hiong lalu siapa?
Dia tidak bisa mengerti kenapa dia harus bersikap begitu
misterius, tapi masalah ini kelihatannya hanya dia seorang diri saja
yang tahu, dia harus mencari kesempatan menjelaskan padanya,
sebab dia sendiri tahun demi tahun mengharapkan dia pulang,
sampai sekarang sudah sepuluh tahun!
Hati Ho Koan-beng pun terasa kacau sekali, tanyanya:
"Saudara Sie, bagaimana luka di kakimu?" Sie Yong-ki tetap
masih tidak bisa berjalan, berkata:
"Tidak apa-apa, tapi Tayhiap harus melihat siapa kedua orang
itu?"
Ho Koan-beng berlari ke sebelah kanan, begitu meneliti, tidak
tahan berteriak:
"Heh, dia Ci-hoat-kui Cin Kao, kenapa dia pun dibunuh?"
Kata-kata ini begitu keluar, hati Ciang-bun-jin Hoa-san-pai pun
terasa berat.
Ci-hoat-kui Cin Kao tadi disuruh bersembunyi di dalam
pekarangan, kapan dibunuh, mereka semua tidak tahu, orang-orang
di pihaknya, bukankah seperti orang yang tidak berguna saja?
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai berkata:
"Koan-beng, kau lihat lagi kepala siapa yang ada disana?"
Ho Koan-beng menurut, lari kesana, begitu melihat, terasa
hatinya menjadi berat, teriaknya: "Murid Bu-tong, Gouw-in!"
Dia terpikir Gouw-in kemarin malam dia masih hidup, kemudian
mendadak dia menghilang, dia mengira Gouw-in sudah pergi tanpa
pamit, siapa duga ternyata dia telah dibunuh seseorang
Dalam sekejap, di sisi gunung yang sepi ini, suasana menjadi
seram dan menyedihkan menutupi hati setiap orang, semua orang
tidak tahan merinding.
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai berpikir sebentar, mendadak berteriak:
"Anak Beng, kau urus baik-baik, orang itu pasti masih ada di
sekitar ini!"
Habis berkata, dia sudah berlari ke dalam lapangan liar yang
gelap.
Ho Koan-beng melihat bayangan punggung gurunya, tidak tahan
diam-diam dia mengeluh, menurut yang dia tahu, sejak gurunya
turun gunung, dia selalu bertindak lebih dulu, tidak diduga disini
malah selalu didahului orang, kelihatannya kejadian ini bukan
dilakukan sendiri oleh Sang-toh, mungkin saja guru setannya itu
sudah datang.
Berpikir sampai disini, tidak tahan dia jadi mengkhawatirkan
gurunya, dia berjalan ke arah kedua mayat, tangan di angkat
memrjawa mayat itu, lalu di sekitarnya menggali lubang untuk
menguburkannya.
Tiga orang itu kembali lagi ke dalam ruangan besar, Ho Koan-
beng menaruh Sie Yong-ki di atas kursi yang ada sanderannya, tidak
henti-hentinya berjalan bolak-balik di dalam ruangan, suasananya
sangat berat.
Mendadak, di luar pintu terdengar alunan suara kecapi, entah
siapa orang yang memetik kecapi, sebuah lagu sedang dilantunkan,
suaranya sangat memilukan, jika dihubungkan dengan keadaan di
dalam ruangan yang berat itu, membuat orang yang mendengarnya
tidak tahan ingin meneteskan air mata.
Sun Cui-giok pun mendengar, hatinya tergetar, dia tidak tahan
lagi, lalu bangkit berdiri berjalan keluar.
Ho Koan-beng terkejut berkata:
"Adik Giok, kau jangan keluar seorang diri!"
Sun Cui-giok tidak mempedulikannya, dia tetap terus jalan
keluar.
Di lapangan liar sepi sekali, di bawah sinar bulan dan bintang,
terlihat anak muda pemetik kecapi sambil memeluk kecapinya duduk
diatas batu hijau, matanya terpejam, dua jarinya dengan pelan
memetik kecapi, alunan yang memilukan, keluar dari jari-jarinya itu.
Sun Cui-giok berjalan ke sisinya, tapi anak muda pemetik kecapi
tidak mempedulikannya, dia sudah tenggelam ke dalam suara
kecapinya.
Saat ini Ho Koan-beng pun sudah berjalan keluar, dari kejauhan
dia melihat di sisi gunung ada satu bayangan orang yang bergerak-
gerak, mula-mula dia terkejut, menunggu dia bisa melihat dengan
jelas, ternyata orang itu adalah gurunya yang dengan lesu sedang
berjalan kembali. Ho Koan-beng tidak perlu bertanya, dia tahu
gurunya kembali dengan sia-sia.
Tiga orang itu tanpa disengaja berjalan ke sisinya anak muda
pemetik kecapi, Cui-giok bertanya: "Kecapi ini apa ada namanya?"
Anak muda pemetik kecapi itu sedikit mem-buka matanya lalu
menggelengkan kepala: "Tidak ada."
"Seharusnya ada sajaknya bukan?"
Dalam hati Ho Koan-beng merasa terkejut, pikirnya, bagaimana
dalam keadaan begini masih sempat menanyakan hal yang tidak
ada sangkut pau tnya.
Anak muda pemetik kecapi itu berkata tawar:
"Ada sih ada, hanya takut merusak pendengaranmu!"
Cui-giok dengan emosi berkata:
"Kalau begitu coba kau nyanyikan, aku tahu seseorang setelah
mati, pasti harus disembahyangi, jika sebelum mati bisa mendengar
satu lagu yang melega-kan hati, mati pun bisa memejamkan mata."
Setelah dia mengatakan ini, di sudut matanya sudah berlinang
dua tetes air mata, Ho Koan-beng melihat keadaan ini, masih
mengira setelah mendengar lantunan kecapi ini, dia jadi terlalu
sedih, sehingga berkata yang bukan-bukan, pelan dia
menghampirinya, berkata:
"Adik Giok, kita tidak akan mati."
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai seperti teringat sesuatu, dalam hatinya
berkata:
"Betul, ternyata keduanya datang demi wanita ini, haay, jika
hanya demi asmara perempuan dan laki-laki, lalu menimbulkan
kerusuhan besar di dunia persilatan, bukankah itu sangat tidak
pantas sekali?'
Anak muda pemetik kecapi melihat situasi yang mesra ini,
mendadak bangkit berdiri, mengeluh berkata:
"Haay, lewat malam ini, aku pun sudah harus pergi!"
Di dalam suaranya samar-samar ada perasaan kesepian, setelah
bicara, pelan-pelan berjalan kesisi gunung, kembali mengangkat
kapak, mulai lagi bekerja menebang pohon besar itu.
Dengan perasaan tidak mengerti Ho Koan-beng mengikutinya:
"Saudara, buat apa ini?"
Wajah kuning kering anak muda pemetik kecapi tergerak,
berkata:
"Musim dingin hampir tiba, di saat hujan salju memerlukan
banyak kayu bakar, aku telah menumpang makan di rumahmu, jadi
harus mengerjakan sesuatu untuk kalian?"
Mendengar ini wajah Sun Cui-giok berkelebat bayangan gelap,
sejenak tidak bisa menahan diri, teriak berkata:
"Sin-hiong, kenapa kau masih berkata begitu, ayahku sudah lama
meninggal dunia!"
Begitu kata-kata ini keluar, Ho Koan-beng langsung mundur
selangkah ke belakang, sambil terkejut berkata:
"Ternyata kalian sudah saling kenal?"
Rasa terkejut di wajahnya, kepedihan di hati-nya, dalam sekejap
terpampang jelas, dia bengong memandang tamu aneh pemetik
kecapi yang dipanggil Sin-hiong, sesaat dia jadi tidak bisa bicara.
Seperti sudah disepakati, dia dengan Cui-giok tadinya sudah
berjanji tiga hari kemudian akan menikah, tidak diduga lima hari
yanglaludidatangiolehGiok-siau-long-kun,sehingga
pernikahannya terganggu, jika diganggu lagi oleh orang yang
dipanggil Sin-hiong, maka, pernikahan dia dengan Cui-giok akan
gagal sudah.
Dia sangat mencintai Sun Cui-giok, sehingga tidak mempedulikan
segala akibatnya, demi masalah ini, dia sekarang bermusuhan
dengan Sang-toh, Sang-toh malah memanggil gurunya, masalah ini
semakin menjadi besar, jika mengatakan Ci-hoat-kui dan murid Bu-
tong Gouw-in adalah korban dari perkembangan masalah ini, itupun
tidak dianggap keterlaluan.
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai memperhatikan dari samping, dalam
hati segera jadi mengerti, dia tahu anak muda yang dipanggil Sin-
hiong ini, pasti bukan seorang yang biasa, tapi dia punya sahabat di
seluruh negeri, tidak ada satu pun yang dia tidak kenal di berbagai
perguruan, tapi dia justru tidak tahu asal-usul anak muda ini.
Anak muda pemetik kecapi itu memandang dengan sorot mata
kaku, memandang sekali pada Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok yang
ada di sampingnya, dengan suara yang dalam berkata:
"Hujin bicara apa? Aku tidak mengerti!"
Sun Cui-giok melihat dia tidak mau mengaku, hatinya jadi
gelisah, air mata sudah bercucuran, dia berdiri di sisi menangis, Ho
Koan-beng melihat, di dalam hati merasa tidak enak sekali, pikirnya
buat apa aku masih tinggal disini?
Dia sedang memikirkan apakah dirinya masih perlu tinggal disini,
dia jadi sangat menyesal kemarin malam memaksa musuh cintanya
ini tinggal disini, sehingga membuat Cui-giok jadi sedih, dia sendiri
pun sangat sedih.
Dulu ketika menebang pohon besar ini, gerakan anak muda
pemetik kecapi sangat lincah sekali, setelah melihat Sun Cui-giok
menangis, walau masih meneruskan menebang pohon, tapi yang dia
rasakan saat ini, yang dia tebang itu bukanlah pohon besar, tapi
adalah sebuah besi baja yang amat keras dan kuat.
Di dalam hatinya masih ada perasaan pedih.
Tiga orang itu berdiri diam, selain anak muda pemetik kecapi
masih terus menebang pohon, di tempat ini, sangat hening seperti
kematian.
Anak muda pemetik kecapi itu hanya menebang beberapa saat,
lalu berjongkok melihatnya, pohon besar ini sudah ditebangnya
sekitar tujuh delapan puluh persen, di dalam hati berpikir:
"Besok pagi satu hari lagi, aku sudah bisa menyelesaikan
harapanku ini."
Dalam hatinya berpikir begitu, lalu menaruh kapaknya,
mengangkat kecapi klasiknya, tidak mempedulikan Ho Koan-beng
dan Sun Cui-giok berdua, bagaimana perobahan wajah mereka, dia
sendirian berjalan meninggalkan tempat itu.
Dengan demikian, mereka berdua jadi semakin canggung saja.
Mendadak Cui-giok menghentikan tangisnya dengan bencinya
berkata:
"Bagus, jika kau tidak mau mengakuinya, bunuh saja aku!"
Anak muda pemetik kecapi itu merasa hatinya tergetar, di dalam
hati berkata:
'Kau salah mengerti, kenapa kau memaksa aku mengakuinya?"
Sebenarnya tadi dia ingin mengakuinya, hanya karena Cui-giok
sekarang atau di kemudian hari akan menjadi orangnya keluarga
Ho, jika dia mengakuinya, bagaimana dia menyelesaikan keadaan
ini? Maka dia hanya bisa mengeraskan hati, tapi di dalam hatinya,
dia sangat pedih sekali?
Begitulah sifat dia, lebih baik dirinya yang sedih, tapi tidak ingin
membangun kegembiraan diri sendiri di atas kepedihan orang lain.
Tapi, sekarang bukan hanya dia sendiri yang pedih, Sun Cui-giok
sedang pedih, Ho Koan-beng juga pedih, malah Giok-siau-long-kun
Sang-toh pun sedang pedih?
Semua ini, dia tahu betul, berjalan dua langkah, tidak tahan
mengeluh panjang:
"Sen Sin-hiong, buat apa kau membuat begitu banyak orang
menjadi sedih?"
Ketika mengangkat kepala, bulan sudah terbenam di barat, tapi
tepat di saat ini, dari kejauhan kembali terdengar derap kaki kuda
yang cepat menuju ke tempat itu.
0oooodeooo0
Bab 2
Pendekar Kail Emas
Derap telapak kuda itu menyadarkan pikiran semua orang
kembali ke kenyataan, mendadak Ciang-bun-jin Hoa-san-pai
bersuara "Eh!" berkata:
"Ada apa ini? Bu-tong-sam-kiam pun bisa datang kemari!"
Ho Koan-beng ikut terkejut mendengarnya, di dalam hatinya
berpikir:
'Nama Coan-hong Totiang, Coan-kong Totiang dan Coan-soan
Totiang dari Bu-tong-sam-kiam menggemparkan dunia persilatan,
ketiga orang ini adalah sute dari ketua Bu-tong sekarang Coan-cin
Cinjin, jika tiga orang ini bersatu bertarung melawan musuh, di
dalam dunia persilatan belum ada orang yang bisa bertahan lebih
dari lima puluh jurus, kenapa sekarang bisa bersama-sama datang
kemari?'
Dia teringat Gouw-in yang tanpa diketahui tewasnya, jika ketiga
orang ini datang kemari dengan tujuan membalas dendam,
masalahnya tentu akan semakin rumit. Ketika sedang berpikir,
ketiga ekor kuda itu sudah tiba di depannya, Ciang-bun-jin Hoa-san-
pai berteriak:
"Yang datang ini apakah Coan-hong Totiang? Cia Thian-cu
menyambut anda disini!"
Salah satu diantara ketiga orang itu tertawa keras katanya:
"Bagus sekali, benar saja Cia-tayhiap ada disini!"
Ketika berkata, ketiga orang itu sudah turun dari atas kuda.
Wajah ketiga orang itu hampir sama, berwajah persegi dengan
janggut panjang melayang-layang di depan dada, dipunggung
masing-masing terselip sebilah pedang panjang, tiga pasang sorot
mata yang berkilat-kilat, auranya membuat orang menghormati-nya.
Saat ini Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok pun sudah keluar
menyambut, Coan-hong Totiang mendengus sekali, bertanya:
"Cia-tayhiap apakah dia ini murid anda?"
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melirik sekali pada Ho Koan-beng,
teriak:
"Koan-beng, cepat perkenalkan diri pada ketiga Cianpwee dari
Bu-tong ini!"
Baru saja Ho Koan-beng akan maju ke depan, Coan-hong Totiang
mendadak mencegahnya:
"Kami bersaudara tidak berani menerimanya, hem... hemmm,
lebih baik tunggu saja sampai Ang-hoa-kui-bo datang!"
Di dalam kata-katanya seperti ada sesuatu, Ciang-bun-jin Hoa-
san-pai tertegun, didalam hati berpikir:
'Tidak memperkenalkan diri ya sudah, apakah muridku begitu
tidak berharga?'
Kedua orang ini beramah tamah tapi didalam hati bertentangan,
Tui-hong Tayhiap menahan diri dan bertanya:
"Mohon tanya anda bertiga datang kemari, ada keperluan apa?"
Coan-hong Totiang berkata dingin:
"Di dalam perguruan kami ada seorang murid yang tidak
berguna, aku dengar kemarin malam dia menginap disini, entah
sekarang ada dimana?"
Saat dia bicara, tampangnya angkuh sekali, mendengar ini Ciang-
bun-jin Hoa-san-pai teringat kedua kepala orang itu, tapi dia tidak
mau mengata-kannya, sambil memiringkan kepala berkata:
"Koan-beng, apa kau tahu masalah ini?" Ho Koan-beng jadi
merasa resah, jawabnya: "Saudara Gouw kemarin malam masih ada
disini, tapi saat Giok-siau-long-kun datang kesini, dia tidak tahu
sudah pergi kemana, setelah malam ini......"
Ho Koan-beng takut dengan nama besar Bu-tong-sam-kiam,
sesaat gagap tidak meneruskan per-kataannya, Coan-hong Totiang
mendengus lagi: "Apakah sudah mati, betul tidak?"
Ho Koan-beng menganggukan kepala: "Mati bersama dengan Ci-
hoat-kui Cin Kao, aku sudah menguburkan mereka."
Wajah Coan-hong Totiang berubah dan berkata: "Cia-tayhiap,
Ang-hoa-kui-bo sebentar lagi akan datang, saat itu kita harus
bertarung jika kami bersaudara menang, maka aku akan membawa
murid kesayangan anda, jika kalah, murid perguruan kami yang
mati tanpa sebab, kami jadi tidak akan memper-soalkannya lagi?"
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai melototkan mata, bertanya:
"Apa maksudnya?"
Coan-hong Totiang tertawa dingin:
"Mudah sekali, murid perguruan kami dengan murid anda
bersama-sama menghadapi musuh, tapi hanya dia yang tewas, itu
tidak bisa tidak membuat orang timbul curiga!"
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai tidak bisa menahan diri lagi, dengan
marah berkata:
"Kau mencurigai Koan-beng?"
Coan-hong Totiang tidak bicara, hanya meng-anggukan kepala.
Mendadak Ciang-bun-jin Hoa-san-pai tertawa keras, lalu berkata:
"Perguruan Hoa-san adalah perguruan luras, muridnya tidak
mungkin seperti itu?"
Warna wajah Coan-hong Totiang berubah, juga dengan marah
berkata:
"Apakah Bu-tong-pai pun beraliran sesat?"
Setelah dia berkata ini, jarinya sudah hampir menyentuh
pegangan pedang, Coan-soan dan Coan-kong yang di belakang,
melihat suhengnya ada gejala mau menyerang, kedua orang itupun
mempersiapkan dirinya.
Maka situasi berubah jadi sangat menegangkan!
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara "Ting tang!", Coan-hong
Totiang membalikan kepala melihat, lalu berkata:
"He he he, ternyata masih ada orang yang mau membantu!"
Suara kecapi itu seperti sengaja bertentangan dengan Coan-hong
Totiang, suara yang dialunkannya sangat merdu sekali, hingga
orang yang mendengar-nya merasa tenang dan nyaman.
Hati Coan-hong Totiang tergerak, tanyanya:
"Cia-tayhiap, apakah orang ini dari perguruan Hoa-san?"
Ilmu silat Coan-hong Totiang tidak lemah, tapi setelah dia
mendengar suara kecapi ini, dia merasa amarahnya jadi mereda.
Harus diketahui, orang yang tinggi ilmu silatnya di dunia persilatan,
sering tanpa perlu menggunakan senjata, sudah dapat menaklukan
lawannya, suara kecapi ini datangnya tiba-tiba, maka-nya Coan-
hong Totiang menanyakannya.
Dengan pandangan tidak mengerti ketua Hoa-sanpai melihat
pada anak muda pemetik kecapi itu, berkata:
"Entah!"
Begitu kata-kata ini terdengar, warna wajah Coan-hong Totiang
kembali berubah, dia melihat anak muda pemetik kecapi itu sedang
memeramkan sepasang matanya, kedua jarinya tidak henti-hentinya
memetik snar kecapi, seperti yang sedang hidup di alam yang
berbeda.
Dalam sekejap, keadaannya kembali menjadi tenang, selain
suara "Ting tang!" dari kecapi itu, udara di sekeliling masih sangat
menegangkan.
Coan-hong Totiang menghela nafas, pelan berkata:
"Urusan ini, kita tangguhkan dulu, sekarang lebih baik masuk ke
dalam ruangan dulu."
Setelah berkata begitu, dia langsung masuk ke dalam rumah
terlebih dulu.
Dalam hati Ciang-bun-jin Hoa-san-pai menjadi tidak mengerti,
melihat Coan-hong Totiang begitu, terpaksa dia memanggil Ho
Koan-beng dan Sun Cui-giok ikut masuk ke dalam.
Setelah semuanya duduk didalam ruangan, Coan-hong Totiang
berkata pada Coan-kong yang ada di sampingnya:
"Sute, kau menemukan apa pada orang itu?"
Dalam Bu-tong-sam-kiam, Coan-hong Totiang dipandang sebagai
orang yang paling teliti, setelah berpikir sejenak, dia berkata:
"Sebenarnya, aku pun tidak menemukan apa-apa, aku malah
merasa kecapinya ada keanehan!"
Mendengar kata-kata ini, tiba-tiba Ciang-bun-jin Hoa-san-pai
tergetar, ingatannya kembali menerawang, tidak tahan dia jadi
berguman:
"Kim-kau-kiam, Kim-kau-kiam......"
Mendengar ini Bu-tong-sam-kiam jadi tergetar, Coan-kong
Totiang kembali berkata:
"Cia-tayhiap apa kau menemukan sesuatu?"
Di tanya begitu, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai segera menceritakan
kejadian huruf di atas pintu itu, lalu sambil mengeluh dia berkata:
"Orang ini asal usulnya sangat aneh, apakah dia ada hubungan
atau tidak dengan Khu Ceng-hong yang berjuluk Liong-koan-hong
(Naga menggulung angin) yang dulu seorang diri bertarung dengan
sembilan perguruan besar di dunia persilatan?"
Coan-hong Totiang berpikir sejenak, lalu meng gelengkan kepala:
"Ini sulit dikatakan."
Ho Koan-beng yang di pinggir mendengarkan, hatinya menjadi
lebih risau, bukankah kedudukan Bu-tong-sam-kiam tidak rendah?
Setelah mereka masuk ke dalam ruangan, tidak membicarakan
masalah Anghoa-kui-bo, malah membicarakan anak muda pemetik
kecapi itu, apa orang itu begitu penting?
Tadinya dia ingin tampil menanyakan, tapi entah kenapa? malah
tidak ada keberanian. Pada saat ini, mendadak terdengar suara
kecapi "Tang!" lalu berhenti, seluruh orang didalam ruangan
tergetar, tubuh Coan-hong Totiang sedikit bergerak, lalu melayang
keluar.
Begitu Coan-hong Totiang bergerak, orang-orang yang ada di
dalam ruangan juga bergerak mengikutinya, siapa tahu setelah
keluar melihat, pada malam yang gelap gulita, di lapangan liar itu
tidak terlihat sesosok bayangan apapun!
Ho Koan-beng berpikir-pikir, tidak tahan sambil menghela nafas
berkata:
"Haay, dia sudah pergi!"
Sun Cui-giok melihat keadaan begini, sejenak dia jadi emosi,
teriaknya:
"Sin-hiong, Sin-hiong......"
Teriakannya terdengar sampai jauh sekali, tapi hanya ada gema
suaranya saja yang menyahut, tapi siapa tahu gemanya belum
berhenti, di kejauhan terdengar lagi suara keliningan kuda, dua ekor
kuda dengan cepat berlari mendekat.
Wajah semua orang jadi berubah, tidak tahu siapa yang
berteriak:
"Ang-hoa-kui-bo sudah datang!"
Tadinya semua orang pun sudah membayangkan Ang-hoa-kui-bo
sudah datang bersama muridnya, hanya saja setelah di teriaki, di
dalam kegelapan malam, hati semuaorang menjaditegang,
begitu memperhatikan, benar saja di depan terlihat ada dua
bayangan kuda.
Bu-tong-sam-kiam meloncat kedepan, bersama sama berteriak:
"Kami Bu-tong-sam-kiam sudah lama menunggu anda!"
Baru saja ketiga orang itu selesai bicara, terdengar seorang
dengan dingin berkata:
"Apakah Ciang-bun-jin Hoa-san-pai ada?"
Tui-hong Tayhiap tidak mau diremehkan, dia meloncat ke depan
dan berteriak:
"Cia Thian-cu ada disini!"
Orang yang bicara itu sambil tertawa berkata:
"Bagus, bagus, kalian semua tidak perlu sungkan lagi!"
Selesai bicara wajah orangnya sudah terlihat jelas, seorang
nyonya setengah baya yang tinggi besar sudah tiba di depan
mereka. Di belakangnya ada satu orang sedang berlari dengan
cepat menghampiri.
Orang ini kelihatan usianya ada lima puluh tahun lebih, diatas
gelung rambutnya disisipi setang-kai bunga merah yang mencolok,
di tangannya memegang sebuah tongkat besi, dialah Ang-hoa-kui-
bo Gouw Ci-hiang yang sangat ditakuti oleh orang-orang dunia
persilatan!
Setelah dia muncul, sofot matanya laksana mata pisau yang
menyapu semua orang, dia berkata:
"Dimana Sie Yong-ki dari perguruan Tiang-pek?"
Coan-hong Totiang tertawa dingin berkata:
"Gouw Ci-hiang kau datang kesini sebenarnya mencari siapa?"
Ang-hoa-kui-bo menghentakan tongkat besi-nya, berkata dingin:
"Aku mencari siapa saja!"
Habis bicara, dia menunjuk dengan tangannya pada Ho Koan-
beng dan Sun Cui-giok, memiringkan tubuh bertanya:
"Anak Toh, yang kau katakan itu dua bocah ini?"
Hati Ho Koan-beng dan Sun Cui-giok menjadi tegang, keduanya
sudah menghunus pedang.
Giok-siau-long-kun maju ke depan, menyahut: "Betul!"
"Kalau begitu, kedua orang ini kau yang urus!" Habis berkata,
tubuhnya berkelebat, tongkat besi sudah menyapu melintang!
Serangan tongkat ini kelihatannya menyerang Bu-tong-sam-kiam,
tapi yang dituju ujung tongkat malah menusuk Ciang-bun-jin Hoa-
san-pai Cia Thian-cu.
Bu-tong-sam-kiam dan Tui-hong Tayhiap berempat, seumur
hidupnya tidak pernah bertarung bersama-sama melawan satu
orang, sekarang karena terpaksa oleh keadaan, empat orang ini jadi
bersatu melawannya. Pertama-tama Bu-tong-sam-kiam yang
bergerak, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai mengikutinya, ompat pedang
tajam begitu menyerang, hanya terlihat ribuan sinar perak berkilau-
kilau, semua menyerang pada Ang-hoa-kui-bo.
Melihat itu Ang-hoa-kui-bo berkata dingin: "Cukup hebat, bisa
digolongkan ke dalam pesilat tinggi dunia persilatan!"
Selesai bicara, tongkat besinya bergerak, dengan jurus Ya-can-
pat-hong (Bertarung malam dari delapan penjuru bertarung), dia
menggetarkan tongkatnya, menangkis keluar empat senjata
lawannya!
Bu-tong-sam-kiam sangat marah, dalam sekejap mata ke tiga
orang itu sudah merubah beberapa jurus pedang, dalam kelebatan
sinar pedang, setiap jurusnya menyerang titik kematiannya Ang-
hoa-kui-bo!
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai pun mengeluarkan jurus pedang
pengejar angin, serangan pedangnya tidak ada celah, laksana air
sungai Tiang-kang mengalir ke bawah, dalam sekejap mengepung
rapat Ang-hoa-kui-bo!
Lima orang ini begitu bertarung, semuanya menggunakan jurus
menyerang, dalam sekejap mata lima-enam jurus sudah
terlewatkan!
Di pihak lain, Giok-siau-long-kun Sang-toh pun sudah
menyerang, dalam kelebatan serulingnya, telah mendesak Ho Koan-
beng dan Sun Cui-giok sampai mundur terus ke belakang!
Semua orang di lapangan tidak ada satu orang pun yang
menganggur, semua orang tidak saja ber-tarung demi nama, juga
bertarung demi nyawa.
Di saat semua orang sedang tegang bertarung, mendadak
terdengar suara keras yang menggelegar, ternyata pohon besar di
sisi gunung sudah tumbang, terdengar siulan panjang yang
memekakan telinga menembus langit, di dalam bayangan rimba di
sisi gunung, laksana kilat melayang turun sesosok bayangan
manusia!
Orang itu ternyata adalah anak muda pemetik kecapi itu, saat ini
ditangannya membawa pelana kuda, kelihatannya dia seperti siap
akan pergi!
Kemunculannya yang mendadak, membuat orang-orang di
lapangan tidak peduli yang kenal atau tidak kenal, di dalam hatinya
semua jadi terkejut!
Lebih-lebih rasa terkejutnya Sun Cui-giok, gerakannya jadi
melambat, hampir saja terkena serangan Sang-toh!
Ang-hoa-kui-bo mengayunkan tongkat besinya, memaksa
mundur empat orang lawannya, lalu, berkata:
"Bocah, tenaga dalammu hebat juga? Apa kau ada selera
bermain-main?"
Anak muda pemetik kecapi itu melihat ke arah jauh, satu
bayangan merah dengan cepat sudah berlari mendekat, itu adalah
kuda yang dia tunggangi, dia dengan santai memasang pelananya,
berkata:
"Walaupun aku belum lama turun gunung, tapi aturan dunia
persilatan masih tahu sedikit."
Perkataannya seperti tidak mengerti arah pembicaraan, orang
bertanya di timur, dia malah menjawab di barat, Giok-siau-long-kun
langsung berteriak:
"Guru, dialah orang yang 'dulu' menyelamatkan wanita hina itu!"
Kata 'dulu' yang dia katakan itu, tentu saja menunjuk pada
kejadian tadi malam, mengenai siapa wanita hina itu? tidak perlu
ditanyakan lagi, tentu saja mengarah pada Sun Cui-giok.
Setelah mendengar kata-kata ini, di dalam hati Bu-long-sam-
kiam, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai dan Ho Koan-beng jadi tergetar,
apa lagi Ho Koan-beng, wajahnya tampak sangat gelisah.
Ang-hoa-kui-bo melihat anak muda pemetik kecapi, hatinya
sedikit tidak percaya, tanyanya:
"Anak Toh, yang kau katakan itu dia?"
Giok-siau-long-kun menganggukan kepala:
"Melihat bentuk tubuh dan bicaranya, sedikit pun tidak salah!"
Ang-hoa-kui-bo bersiul pelan, siapa sangka ketika melihat, dia
menjadi marah, katanya: "Bocah, kau sedang apa?"
Ternyata saat Ang-hoa-kui-bo bicara dengan muridnya, anak
muda pemetik kecapi itu dengan santai sedang membereskan
pelana kudanya, terhadap pembicaraan kedua orang itu, seperti
tidak mendengar.
Orang-orang yang ada di pinggir lebih-lebih jadi terkejut, dalam
hati semua orang tergerak, mereka berpikir:
'Dihadapan Ang-hoa-kui-bo kau berani melakukan perbuatan
begini, tentu sudah bosan hidup."
Saat itu, anak muda pemetik kecapi sudah selesai memasang
pelana kudanya, lalu pelan-pelan mengeluarkan satu potongan
perak, menimbang-nimbang di tangannya, dengan tidak
mempedulikan kata-kata Ang-hoa-kui-bo, dia berkata:
"Aku sudah menumbangkan pohon besar itu, inilah lima liang
perak, haay... akhirnya aku sudah bisa melunasi dan bisa bebas!"
Semua orang mendengar perkataannya, malah termasuk Ang-
hoa-kui-bo dan muridnya, tapi tidak tahu dia sedang bicara apa?
Ketika sedang keheranan.
Tampak seberkas sinar putih melesat, potongan perak itu dengan
utuh sudah jatuh di depan Sun Cui-giok.
Di hadapan musuh kuat, dia malah melakukan hal ini, tapi Sun
Cui-giok malah sangat sedih dan bersuara gemetar:
"Sin-hiong, kenapa kau memperlakukan aku begini rupa?"
Setelah berkata, air matanya sudah bercucuran di kedua pipinya.
Melihat keadaan ini, mendadak Ang-hoa-kui-bo tertawa lepas
katanya:
"Bagus, dua-duanya datang demi wanita itu, bocah, kita jadi satu
keluarga!"
Semua orang yang mendengar perkataannya, di dalam hatinya
bertambah keheranan, hatinya berpikir, 'Ang-hoa-kui-bo malah ingin
berhubungan dengan dia? Bukankah ini berita yang menggempar-
kan dunia?
Siapa tahu, anak muda pemetik kecapi malah menggelengkan
kepala:
"Aku tidak satu keluarga dengan siapa pun!" Kata-kata ini begitu
terdengar, hati semua orang kembali jadi tergetar!
Walaupun orang-orang di sana tidak banyak, tapi kedudukan
setiap orang cukup bisa menggetarkan dunia persilatan, tapi mereka
tidak menyangka, anak muda pemetik kecapi ini tidak memandang
terhadap siapapun, bagaimana tidak membuat orang yang sedang
keheranan jadi lebih heran lagi!
Selama hidupnya, Ang-hoa-kui-bo tidak pernah mengalah pada
orang lain, tapi malam ini setelah bertemu denganseorang
pemuda asing yang sikapnya aneh, di dalam hati dia jadi merasa
keheran-an, saat itu dia bertanya:
"Bocah, aku tidak akan menguji ilmu silatmu lagi, dengan
mengandalkan keberanian seperti ini saja, sudah cukup membuat
kagum orang di seluruh dunia, siapa namamu?"
Tubuh anak muda pemetik kecapi tergetar, dengan nada dalam
dia berkata:
"Terima kasih, aku hanya orang kecil yang tidak punya julukan,
namaku Sen Sin-hiong!"
"Sen Sin-hiong?" nama ini asing sekali, hampir bersamaan itu ada
beberapa orang berteriak keheranan, mereka pikir, kecuali Sun Cui-
giok, di wajah setiap orang tampak sinar keheranan.
Setelah Sin-hiong berkata, perlahan melangkah dua langkah,
berkata pada Sun Cui-giok:
"Ho-hujin, sejak kecil aku mendapat perlindunganmu, sekarang
aku sudah menumbangkan pohon besar itu dan sudah melunasi
utang lima liang perak itu, entah Hujin masih ada tugas apa lagi,
tugas apa pun asalkan aku mampu melaksanakannya walau harus
menempuh bahaya, aku pasti akan melakukan!"
Sun Cui-giok melihat, sampai saat ini Sin-hiong masih mengolok
dirinya, hatinya jadi merasa sakit, hampir saja dia pingsan karena
kesalnya.
Sin-hiong pelan-pelan mundur kembali ke sisi kudanya,
mengangkat kepala berkata:
"Jika tidak ada tugas lagi, dan keinginanku pun sudah tercapai,
aku sudah harus pergi sekarang!"
Sesudah berkata, baru saja akan naik ke atas kuda, mendadak
terdengar seseorang berteriak dingin:
"Tunggu!"
Sin-hiong berhenti, tanpa memalingkan kepalanya dia berkata:
"Selain Ho-hujin, kata-kata siapa pun tidak akan kudengar!"
Ternyata yang teriak itu adalah Ang-hoa-kui-bo, melihat sikap
Sin-hiong, sekali ingin berhenti langsung berhenti, begitu ingin pergi
langsung pergi, tadinya dia masih bisa menahan diri, tapi sekarang
jika dia tidak bertindak, orang-orang di dunia persilatan pasti akan
mencemoohkan dia, takut pada seorang Boanpwee saja. Ang-hoa-
kui-bo tertawa dingin berkata: "Kau mau pergi tidak sulit, tapi harus
menerima lima jurus seranganku terlebih dulu."
Dengan kedudukan dia, menghadapi seorang anak muda yang
tidak bernama, seharusnya cukup mengatakan tiga jurus, tapi
karena melihat sikap Sin-hiong yang aneh, dia merasa lawannya
tentu punya kemampuan tinggi, maka dia mengatakan lima jurus.
Perlahan Sin-hiong menabahkan tubuh: "Aku dengan kau tidak ada
permusuhan juga tidak ada dendam, kenapa memaksa aku
bertarung?"
Melihat gurunya begitu sabar melayani Sin-hiong, Giok-siau-long-
kun malah sudah tidak sabar lagi, teriaknya:
"Guru, biar aku yang mencoba dia!"
Ang-hoa-kui-bo setuju, maka dia mundur ke pinggir, sambil
berkata:
"Anak Toh, dia sama sepertimu, kau jangan melukai dia!"
Sang-toh mendengus dingin, dia ingin sekali dengan satu tusukan
seruling menghabiskan nyawa Sin-hiong, tapi di wajahnya dia
menyahut:
"Murid tahu!"
Sin-hiong melihat sekali, lalu menggelengkan kepala:
"Kau belum mampu!"
Sang-toh marah besar, memaki:
"Kau sombong sekali, Terima jurus ini!"
Begitu suaranya habis, orangnya sudah berada di depan, terlihat
bayangan hijau berkelebat, seruling di tangannya sudah menotok ke
arah tiga jalan darah mematikan Tiong-teng, Tan-tian, Kian-ki!
Serangannya cukup hebat, begitu jurusnya dilancarkan,
serulingnya mengeluarkan suara yang menusuk telinga, empat
orang pesilat tinggi yang di pinggir mendengarnya sampai
merinding.
Sin-hiong hanya bergerak sedikit, lima jarinya mencengkram,
sambil membentak dingin:
"Dengan kemampuan yang hanya begini, mungkin harus belatih
lagi beberapa tahun!"
Cengkraman dia itu sangat cepat dan kuat, walaupun bergerak
belakangan, tapi tibanya lebih cepat dari pada Sang-toh, sekali
bergerak sudah hampir mencengkram pergelangan tangan Giok-
siau-long-kun!
Giok-siau-long-kun sangat terkejut, tiba-tiba dia teringat jurus
yang digunakan oleh orang yang bercadar itu, bukankah gerakannya
sama dengan ini? Di saat terkejut, jurusnya dirubah menjadi jurus
Ciam-liong-cut-hai (Naga menyelam keluar dari laut.), ujung seruling
menotok pergelangan tangannya Sin-hiong.
Sin-hiong sekali lagi mengeluarkan keluhan:
"Kenapa kau masih tidak tahu diri?"
Habis bicara, tidak terlihat dia bergerak, tahu-tahu sudah berada
di belakang Giok-siau-long-kun, telapak tangannya diangkat, baru
saja akan meng-hantam, mendadak terdengar seseorang berkata:
"Anak Toh, mundurlah!"
Hantaman telapak tangan Sin-hiong itu hanya berpura-pura saja,
jika dia benar-benar menghantam, mungkin siapa pun tidak akan
bisa menghalanginya? Saat itu dia segera menarik tangannya,
sambil tertawa berkata:
"Sudah kubilang, kau tidak akan mampu?"
Dia berkata, bertindak, atau bertarung dengan orang, semua
sikapnya tampak pelan dan tenang, seperti orang pemalas saja, tapi
sekali jurusnya keluar, seperti kilat kecepatannya, mungkin di dunia
ini tidak ada orang yang bisa menandinginya?
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai, Bu-tong-sam-kiam, Ho Koan-beng
dan Sun Cui-giok melihat dengan mata terkejut dan bengong!
Tadi Sun Cui-giok diperlakukan hingga menjadi sangat sedih, saat
ini dia malah jadi bersemangat, dia bergumam
"Sin-hiong, Sin-hiong, kau jangan melepaskan mereka yaa!"
Anak yang sepuluh tahun lalu pernah mengalami penghinaan
yang amat besar, akhirnya bisa merasa lega, mendengar suara Sun
Cui-giok yang mengandung daya tarik itu, mendadak semangatnya
jadi bergelora, tangan kanannya perlahan dia mengusap wajahnya,
terlihat bedak kuning di wajahnya berjatuhan, dalam sekejap mata,
di hadapan mereka tampak seorang pemuda yang sangat tampan
dan gagah!
Sun Cui-giok berteriak: "Ini baru Sin-hiong yang sepuluh tahun
lalu!"
Ho Koan-beng diam-diam terkejut, dalam harinya berpikir:
‘Ternyata dia datang kesini dengan merubah wajahnya?'
membandingkan dengan dirinya, dia merasa kalah tampannya.
Perlahan Ang-hoa-kui-bo maju dua langkah ke depan, lalu
menghentakkan tongkatnya, berkata:
"Bocah, kau sudah merebut hati semua orang! Jika kau tidak
menerima lima jurusku, apa kau tidak merasa malu?"
Sin-hiong tertawa:
"Betulkah? Aku tidak bertarung tidak apa-apa, tapi jika
bertarung, maka tidak akan ada batasan lima jurus saja."
Setelah berkata, dengan tenang berjalan menuju kudanya,
mengambil kecapi kuno antik itu, dipukulnya pelan, terdengar suara
"Teng!", tahu-tahu di tangannya sudah memegang sebilah senjata
yang seperti kail tapi bukan kail, seperti pedang tapi bukan pedang.
Melihat itu, sorot mata Ho Koan-beng melihat ke atas pintu,
matanya jadi semakin membelalak lebar.
Ang-hoa-kui-bo terkejut dan berteriak:
"Kim-kau-kiam!" Bukan hanya dia yang berteriak, Ciang-bun-jin
Hoa-san-pai dan lain-lainnya pun ikut berteriak, di wajah masing-
masing orang tampak rasa terkejut, keheranan.
Sin-hiong menyentil batang pedangnya sekali, katanya:
"Terima kasih, kalian masih ingat pedang pusaka guruku, itu
menunjukan masih menghormati-nya, aku ucapkan sekali lagi
banyak terima kasih."
Diam-diam Ang-hoa-kui-bo menghela nafas, di dalam hatinya
berkata:
'Ternyata bocah ini adalah muridnya Khu Ceng-hong, kalau
begitu tidak mengherankan sifatnya aneh.'
Tapi dia berpikir lagi, dengan kepandaiannya yang telah terlatih
puluhan tahun, walaupun dia telah dilatih oleh Khu Ceng-hong,
tenaga dalamnya pasti tidak akan mampu menandingi dirinya,
dalam lima jurus walaupun mungkin dia tidak bisa menang, tapi
juga tidak akan kalah?
Berpikir sampai disini, dia memegang tongkat besinya erat-erat,
berkata:
"Silahkan menyerang dulu, jika tidak, orang akan mengira aku
hanya berani pada anak kecil saja?"
"Baiklah, ini jurus pertamaku!"
Begitu perkataannya selesai, tubuhnya sudah berada di belakang
Ang-hoa-kui-bo, secepat kilat pedangnya menusuk!
Ang-hoa-kui-bo tertawa dingin, tubuhnya berputar, tongkat
besinya menyapu ke belakang, angin yang dibawa oleh tongkat,
membuat baju orang-orang yang di pinggir berkibar, tenaga
dalamnya sungguh mengejutkan!
Siapa sangka, ketika tongkatnya menyapu, di depan sudah tidak
ada siapapun, saat Ang-hoa-kui-bo tertegun, mendadak dia merasa
di belakangnya ada angin dingin menyerang, dia tahu Sen Sin-hiong
kembali sudah ada di belakang tubuhnya, dia berteriak keras,
tongkat besinya laksana naga hitam, berturut-turut menyerang
sebanyak dua jurus.
Sin-hiong tertawa keras:
"Bagus, dua jurus menghadapi empat jurus, itu baru adil!"
Setelah kedua orang itu bertarung, Sin-hiong hanya
mengeluarkan dua jurus, tapi Ang-hoa-kui-bo sudah mengeluarkan
empat jurus, makanya begitu Sin-hiong mengatakannya, wajah Ang-
hoa-kui-bo pun dengan sendirinya menjadi merah.
Hanya saja jurus dia selain keras juga amat dahsyat, walau
hanya menyerang empat jurus, tapi orang yang melihat di pinggir,
tongkatnya sudah berubah menjadi puluhan banyaknya!
Ketika Sen Sin-hiong berkata, tubuhnya sudah dikurung dengan
rapat oleh angin pukulan tongkat Ang-hoa-kui-bo.
Sun Cui-giok terkejut dan berteriak:
"Sin-hiong, bereskan dulu pertarungannya baru bicara."
Dia mengira Sin-hiong hanya bisa bicara saja, siapa duga
teriakannya belum selesai, mendadak terlihat sinar pedang di
lapangan semakin besar, "Huut huut!" mengikuti angin pukulan
tongkat yang berputar-putar, begitu Ang-hoa-kui-bo menyerang
dua-tiga jurus, dia pun ikut membalas dua-tiga jurus! bergerak,
perubahan jurus Ang-hoa-kui-bo hampir bersamaan waktu sudah
tiba!
Tampak di wajah Giok-siau-long-kun ada rasa bangga, dengan
sombongnya berkata:
"Tepat lima jurus!"
Sun Cui-giok melihat tubuh Sin-hiong sudah diangkat oleh angin
pukulan tongkat, hatinya jadi tergetar, hampir saja dia tidak berani
melihatnya.
Ketika tubuh Sin-hiong diangkat oleh angin pukulan tongkat,
mendadak terlihat diatas udara dia menyabetkan pedangnya,
meminjam tenaga angin pukulan tongkat dia langsung meloncat,
dan orangnya sudah berada diatas kuda yang jauhnya tiga tombak.
Empat orang pesilat tinggi yang menonton di pinggir merasa
terkejut saling berpandangan, mereka mengira Sin-hiong sudah
kalah, saat mereka meneliti lagi, terlihat wajah dia berseri-seri, dan
berkata:
"Gouw-cianpwee, terima kasih atas keramahannya!"
Setelah bicara, memandang lagi pada pada pesilat tinggi dari Bu-
tong dan Hoa-san, di dalam hati berpikir di kemudian hari aku akan
mencari kalian.
Wajah Ang-hoa-kui-bo terlihat tidak enak di pandang, dia
menghentakkan kedua kakinya, berteriak:
"Anak Toh, kita kembali lagi ke gunung dan berlatih lima tahun
lagi!"
Habis bicara, dia menarik Giok-siau-long-kun, Giok-siau-long-kun
tidak mengerti, di dalam hati berpikir:
'Guru tidak kalah, kenapa mau pergi dari tempat ini?"
Tapi tarikan Ang-hoa-kui-bo sangat kuat, dia pun tidak bisa
berbuat apa-apa, dua bayangan itu dalam sekejap menghilang di
lapangan liar, bersamaan datangnya sinar pagi.
Kejadian inipun membuat semua orang jadi lebih tidak mengerti!
Tapi Coan-kong Totiang dari Bu-tong-sam-kiam terlihat lebih
teliti, sambil melihat ke kiri dan kanan, mendadak dia melihat diatas
tanah ada sekuntum bunga merah yang mencolok mata, teriaknya:
"Kalian lihat, apa itu?"
Semua orang melihat ke arah yang ditunjuk, sekarang hati
mereka baru mengerti apa yang telah terjadi, tapi pada saat ini
terdengar suara derap kuda, suara kecapi mengalun di udara, Sin-
hiong sudah melarikan kudanya, dalam sekejap mata sudah berlari
sejauh dua puluh tombak lebih!
Sun Cui-giok seperti baru bangun dari mimpi-nya, tubuhnya
meloncat, langsung mengejar ke depan!
Sambil mengejar, dia memanggil-manggil nama Sin-hiong.
Ho Koan-beng merasa sangat sedih, Ciang-bun-jin Hoa-san-pai
melihat pada murid kesayangan-nya, berkata:
"Beng-ji, sudahlah, Ang-hoa-kui-bo pun harus berlatih lagi lima
tahun, sepuluh tahun lagi kau muncul ke dunia persilatan pun tidak
terlambat!"
Mereka tadi masih bisa melihat seekor kuda dan seseorang
berlari di atas lapangan liar, tapi setelah lewat sejenak, suara
kecapi, suara orang, dan dua titik hitam yang satu di depan yang
satu di belakang, pelan-pelan telah menghilang.
Ciang-bun-jin Hoa-san-pai menarik murid kesayangannya yang
sedang sedih dan marah, bengong sejenak, lalu menganggukan
kepala pada Bu-tong-sam-kiam berkata:
"Sobat-sobat, sampai jumpa lagi lima tahun kemudian!"
Dengan hati berat, Bu-tong-sam-kiam pun saling pandang, ambisi
mereka jadi terpukul, bersama-sama mereka berkata:
"Cia-tayhiap, sampai ketemu lagi lima tahun kemudian!"
Habis berkata, lima bayangan orang membagi arah, yang satu ke
timur yang satu ke barat meng-hilang dari lapangan liar.
Setelah lima orang itu pergi, dari dalam rumah muncul satu
orang, tentu saja dia adalah Sie Yong-ki dari perguruan Tiang-pek,
kejadian tadi dia menyaksikan dengan jelas, melihat empat pesilat
tinggi paling top di dunia persilatan masa kini semua meninggalkan
tempat dengan hati terpukul, dia sendiri bisa berkata apa lagi?
Sambil menggeleng-gelengkan kepala, lalu dia pun pergi dengan
lesu.
Lapangan liar, kembali keasalnya, jadi tenang lagi.
Sen Sin-hiong berlari di depan, samar-samar dia mendengar di
belakangnya ada yang memanggil, beberapa kali dia ingin
menghentikan langkahnya, tapi setelah dia berpikir, Sun Cui-giok
adalah calon istri Ho Koan-beng, tidak pantas dia menjalin kembali
hubungan dengan dia?
Dia mengeraskan hati, di belakang Sun Cui-giok semakin
memanggil, dia berlari semakin cepat, sebentar saja dia sudah
berlari sejauh tiga lima li.
Matahari sudah tinggi, Sen Sin-hiong baru menghela nafas, di
dalam hati menanggung perasaan yang berat.
Keluar dari lapangan liar yang amat luas, di depan ada sebuah
kota kecil, sejak kecil Sin-hiong tumbuh disini, terhadap keadaan
disekitamya tentu saja sangat hafal, dia tahu kota kecil di depan
disebut kota Pek-yang, penduduknya tidak banyak, hatinya berpikir:
'Setelah makan, aku harus pergi ke Siauw-lim-si untuk
menyelesaikan persoalan pertama guru.'
Masuk ke dalam kota, dengan hafal sekali dia pergi ke satu
rumah makan, pelayan rumah makan melihat penampilan dia yang
tidak biasa, buru-buru menyambutnya:
"Tuan muda ingin makan apa? Di rumah makan kami segala
makanan ada."
Sin-hiong memperhatikan rumah makannya, karena waktunya
masih pagi, tamu di dalam rumah makan belum banyak, hanya meja
di sebelah timur, duduk seorang tua yang dandanannya lain dari
pada yang lain.
Orang ini berambut putih ikal, wajahnya hitam pekat, sepasang
matanya bengong memandang langit langit, entah sedang
memikirkan apa? Tangannya memegang gelas arak, tidak henti-
hentinya minum arak, terhadap masuknya Sin-hiong, sedikit pun
tidak ada perhatian.
Sin-hiong menyahut:
"Siapkan makanan apa saja, setelah makan aku harus segera
berangkat lagi!"
Sambil berkata, dia memilih satu meja, tepat duduk berhadapan
dengan orang tua itu, terlihat orang tua itu setelah minum, lalu
minum lagi berturut-turut beberapa gelas arak.
Sin-hiong jadi keheranan, di dalam hati berpikir:
'Orang ini pasti sedang mendapat kesulitan besar, kalau tidak
bagaimana bisa begitu risau?'
Tidak lama kemudian, pelayan rumah makan sudah
mengantarkanmakanannya,Sin-hiongdengansantai
menyantapnya, saat dia mengangkat kepala, mendadak terlihat dari
luar rumah makan berlari masuk seorang laki-laki setengah baya.
Orang itu tampak terburu-buni, setelah masuk langsung menuju
orang tua itu, dengan gugup berkata:
"HoLo-ianpwee, aku mendengar satu berita yang
menggemparkan!"
Orang tua itu menaruh gelas araknya diatas meja, lalu bertanya:
"Berita apa?"
Laki-laki setengah baya melihat dulu ke sekeliling, melihat di
dalam rumah makan tidak ada orang yang dicurigai, baru dengan
pelan berkata:
"Aku mendengar perguruan Hoa-san dan Bu-tong-sam-kiam
sudah mengunci pedangnya!"
Orang tua membelalakan sepasang matanya, dengan keras
berkata:
"Apa betul?"
"Tentu saja betul, dan aku mendengar Ang-hoa-kui-bo dan
muridnya pun dalam lima tahun ini tidak akan berkelana di dunia
persilatan!"
Di dalam rumah makan walaupun tidak ada orang, tapi berita ini
sungguh sangat mengejutkan, maka orang tua itu mendadak
bangkit berdiri, dengan keras berkata:
"Kau dengar dari siapa? He he he, berita ini mungkin tidak
benar!"
Harus diketahui, orang-orang yang disebut oleh laki-laki setengah
baya itu, nama mereka tidak satu pun yang tidak menggemparkan
dunia persilatan, asalkan salah satu dari mereka berjalan di dunia
persilatan, sudah cukup membuat dunia persilatan bergejolak, tidak
diduga orang-orang ini hanya dalam satu malam bersama-sama
mengundurkan diri, kata-kata ini jika didengar orang, siapa yang
bisa percaya?
Laki-laki setengah baya berpikir sejenak:
"Sepertinya seorang pesilat dari perguruan Tiang-pek yang
mengatakannya, tentu saja itu tidak akan salah."
Mendengar ini, orang tua berwajah hitam lalu berjalan memutar-
mutar di dalam ruangan, lalu cepat-cepat melemparkan satu tail
perak diatas meja, berkata:
"Saudara Tan, cepat ikuti aku!"
Tapi baru saja kedua orang itu akan melangkah keluar, terdengar
di luar pintu ada suara merdu berkata:
"Nona, kita beristirahat saja dulu di rumah makan ini?"
Sin-hiong melihat keluar pintu, terlihat ada dua orang remaja
gadis, satu berbaju putih yang satu lagi berbaju hijau sedang
berjalan masuk, gadis berbaju putih itu kulitnya putih bersih,
ditambah dia memakai baju putih, membuat orang yang melihatnya
merasa dia sangat anggun dan suci.
Sedangkan gadis berbaju hijau kelihatannya seorang pelayan,
usianya tidak besar, rambutnya digelung di atas kepala, saat bicara
meloncat-loncat sangat lincah sekali.
Gadis berbaju putih tidak bicara, hanya meng-anggukan kepala,
lalu pelan-pelan masuk kedalam.
Orang tua berwajah hitam dan silaki-laki setengah baya itu
tadinya mau pergi, melihat gadis berbaju putih masuk ke dalam, lalu
kedua orang itu lari kehadapan gadis berbaju putih, membungkuk
tubuh dan berkata:
"Nona Ong, kebetulan sekali kau datang!"
Gadis berbaju putih melayangkan tangannya, kata-nya tawar:
"Kalian sudah makan?"
"Sudah!" jawab kedua orang itu bersamaan.
Melihat ini Sin-hiong jadi merasa keheranan, dalam hatinya
berpikir:
'Gadis berbaju putih ini tampaknya lemah gemulai, kenapa kedua
orang ini begitu menghormati-nya?'
Setelah gadis berbaju putih duduk, gadis berbaju hijau baru pergi
memesan makanan. Orang tua berwajah hitam maju selangkah dan
berkata:
"Nona Ong, Bu-tong-sam-kiam sudah mengundurkan diri!"
Gadis berbaju putih menganggukan kepala:
"Aku sudah tahu, apakah kalian berdua sudah mendapatkan
khabarnya Tong-goat-sin-kun (Orang tua sakti dari gunung timur)
dan Pak-goat-lo-lo (Nenek sakti dari gunung utara)?"
Orang tua berwajah hitam menelan air ludahnya baru berkata:
"Kami dengar mereka berdua sudah pergi ke utara, hanya saja
tidak tahu kapan sampainya?"
Gadis berbaju putih itu mendengus dingin, berkata lagi:
"Kalau begitu, kau tentu tahu apa sebabnya Bu-tong-sam-kiam
mengundurkan diri dari dunia persilatan?"
Cara bicaranya menunjukkan kedudukannya seperti yang paling
tinggi, tapi orang tua berwajah hitam dan laki-laki setengah baya itu
bernafas pun tidak berani keras-keras, apa lagi terhadap pertanyaan
yang tadi dia tanyakan, membuat kedua orang itu tidak bisa
menjawab.
Memang mereka berdua tadinya hanya tahu Bu-tong-sam-kiam
mengundurkan diri, mengenai apa sebabnya mengundurkan diri,
kedua orang itu tidak ada yang tahu?
Dengan sorot mata tajam seperti pisau, gadis berbaju putih
menyapu sekali, lalu tertawa dingin:
"Ho Tiong, kau sudah banyak pengalaman di dunia persilatan,
apa masalah sekecil ini pun kau tidak bisa mendapatkannya?"
Sin-hiong mendengar gadis berbaju putih itu menyebutkan nama
orang tua berwajah hitam, dalam hatinya berpikir:
'Nama Ho Tiong sepertinya pernah kudengar, kenapa bisa begitu
takut pada gadis berbaju putih itu?'
Karena di dalam hati tidak mengerti, diam-diam dia melirik sekali,
terlihat wajah Ho Tiong kejang-kejang, sebagian besar mabuknya
sudah hilang, sambil gagap dia berkata:
"Kabar ini baru saja aku dengar, mengenai..." Belum lagi dia
melanjutkan kata-katanya, tangan mulus gadis berbaju putih
diayunkan, memotong perkataannya:
"Sudah, sudah, masalah ini kau tidak perlu repot lagi, Tong-goat-
sin-kun malam ini akan tiba, aku akan memberi sebuah tugas
padamu."
Bagaimana Ho Tiong berani menolaknya, dia menyahut sekali,
sepasang mata membelalak besar, tidak tahu gadis ini akan
memberikan tugas apa?
Setelah berkata, gadis berbaju putih dengan tenang
mengeluarkan sebuah sapu tangan bersulam, mengibaskan di
depannya dan berkata lagi:
"Jika kali ini kau tidak bisa menyelesaikannya, kau pulang sendiri
ke Heng-san."
Sikap gadis berbaju putih itu dari awal sampai akhir tampak
bersikap tenang-tenang saja, tapi begitu Ho Tiong mendengarnya,
wajahnya langsung menjadi tegang, dengan suara gemetar berkata:
"Mengorbankan nyawa pun hamba pasti akan
menyelesaikannya!"
Kata-kata ini begitu terdengar, hati Sin-hiong menjadi tergetar,
dia berkata dalam hati:
'Apa? Ho Tiong sudah menjadi budak orang?' Karena didorong
oleh rasa ingin tahunya, saat ini dia jadi memperhatikan percakapan
mereka, dia memiringkan tubuhnya sedikit, ingin mendengar tugas
apa yang akan diberikan pada Ho Tiong ?
Walaupun dadis berbaju putih ini tidak melihat ke arah Sin-hiong,
tapi ternyata sangat teliti sekali, dia melambaikan tangannya
berkata:
"Kau kemari!"
Ho Tiong berjalan ke sisi meja, terlihat gadis berbaju putih itu
dengan tangannya yang seperti bawang itu menulis beberapa huruf
diatas meja, tanya:
"Apa kau sanggup melaksanakannya?"
Ho Tiong merasa berat, sambil gagap berkata:
"Ini, ini......"
Dia beberapa kali mengucap ini-ini, jelas tugasnya sangat berat,
makanya dia tidak bisa meneruskan kata-katanya, wajah gadis
berbaju putih jadi serius, sambil tertawa dingin berkata:
"Kalau begitu, kau terpaksa kembali lagi ke Heng-san."
Entah apa yang ditulis di atas meja itu? hingga membuat Ho
Tiong begitu kesulitan, Sin-hiong tadinya ingin mendengar apa yang
dibicarakan gadis berbaju putih itu, tidak diduga dia begitu licin,
menuliskan apa yang ingin dia katakan diatas meja, Sin-hiong jadi
memuji a tas ketelitannya.
Wajah Ho Tiong tidak karuan sekali, berkata:
"Ini......hamba pasti bisa melaksanakannya."
Gadis berbaju putih tertawa, tangan mulusnya menghapus habis
huruf di atas meja, berkata lagi:
"Aku tahu masalah ini sedikit sulit, supaya kau semangat,
sekarang kau boleh makan sepuasnya."
Habis bicara, tanpa mempedulikan Ho Tiong lagi, dia berkata
pada laki-laki setengah baya.
"Tan Tiong, kau kemari!"
Laki-laki setengah baya dengan gemetaran meng hampirinya,
berkata:
"Hamba memberi hormat!"
Sambil tersenyum gadis berbaju putih berkata:
"Tugas kali ini kau cukup bagus melaksanakannya, tugas malam
ini kalian berdua bersama-sama melaksanakannya."
Laki-laki setengah baya yang dipanggil Tan Tiong ini masih tidak
tahu lugas apa yang harus dilaksanakan malam ini? Hanya saja
melihat warna wajah Ho Tiong kesulitan, saat itu buru-buru dia
menyahutnya, lalu bersama Ho Tiong duduk di meja lainnya.
Sin-hiong melihat gerak-gerik ke empat orang ini sangat
misterius, tidak tahan di dalam hari berkata:
'Mereka membicarakan orang lain aku tidak mau tahu, tapi Bu-
tong-sam-kiam dan Ciang-bun-jin Hoa-san-pai aku pernah bertemu
dengan mereka, jika bukan karena perintah guru harus dilaksanakan
secepatnya, kemarin malam aku tidak akan melepaskan mereka/
Dia berpikir, mendengar mereka malam ini ada masalah, tapi
merasa tidak ada hubungannya dengan dirinya, dia jadi tidak ingin
melibatkan diri, saat akan memanggil pelayan untuk membayar
rekening dan meninggalkan tempat, mendadak dia melihat di luar
pintu ada seorang laki-laki besar bertubuh tegap, berjalan masuk ke
dalam rumah makan.
Orang ini dipunggungnya terselip sebilah pedang panjang, kedua
matanya bersinar, setelah masuk ke dalam rumah makan, matanya
melihat ke sekeliling, saat dia melihat gadis berbaju putih, sorot
matanya berhenti disana.
Gadis berbaju putih itu sedang makan, terhadap masuknya laki-
laki besar berbaju ringkas, dia sepertinya tidak melihat, setelah
makan sejenak, dengan pelan dia berkata pada gadis baju hijau
yang ada disisinya:
"Ceng-ji, kita berangkat sekarang!"
Gadis berbaju hijau menyahut, mengeluarkan satu potong perak
besar, menaruhnya diatas meja, lalu berteriak:
"Pelayan, rekeningnya!"
Pelayan rumah makan segera menghampiri, gadis berbaju hijau
sambil menunjuk potongan perak besar diatas meja berkata:
"Uang perak ini untuk membayar rekening kami berempat, apa
cukup?
Potongan perak ini kelihatan nilainya lebih dari sepuluh liang,
jangan kata untuk makan empat orang ini, walau ditambah sepuluh
orang lagi pun cukup, wajah pelayan rumah makan berseri seri,
berkata:
"Cukup, cukup."
Gadis berbaju putih pelan-pelan berdiri, Ho Tiong dan Tan Tiong
ikut berdiri mengantarnya, gadis berbaju putih melambaikan tangan,
lalu berjalan keluar bersama dengan gadis berbaju hijau.
Sin-hiong mengawasi terus gerak-gerik mereka berempat, dia
menilai mungkin ilmu silat gadis berbaju putih ini sangat tinggi, jika
tidak, penjahat besar seperti Ho Tiong, bagaimana mungkin mau
tunduk pada dia?
Laki-laki berbaju ringkas yang baru masuk, menatap bayangan
punggung gadis berbaju putih, setelah mendengus dingin, lalu
duduk di salah satu meja, terhadap Ho Tiong dan Tan Tiong
nampak mimik wajahnya sinis.
Selama ini Ho Tiong bergerak di daerah Hoa cong, terhadap
golongan hitam di utara, dia hanya mendengar dan yang kenal tidak
seberapa, melihat tingkah laku laki-laki berbaju ringkas ini amat
sombong, dia tidak tahu amarahnya harus dilampias-kan dimana,
dengan bengis dia melototinya, sambil berkata menyinggung:
"Saudara Tan, Bu-tong-sam-kiam sudah mengundurkan diri, apa
kau tahu golongan hitam di utara masih ada siapa lagi?"
Nama Bu-tong-sam-kiam terkenal di dunia, Ho Tiong mengangkat
dirinya dengan hanya menyebut Bu-tong-sam-kiam, tujuannya
adalah menyombongkan diri di hadapan orang itu, siapa tahu
setelah orang itu mendengar, mendadak dengan sinis mendengus
dingin berkata:
"Bu-tong-sam-kiam memang tidak begitu hebat, lalu apa
hebatnya Lam-goat-sian-ku? (Dewi kecil dari gunung selatan)"
Nada bicara orang ini hesar sekali, Sin-hiong yang mendengar,
dalam hati berkata:!
"Ternyata gadis berbaju putih itu adalah Lam-goat-sian-ku, lalu
siapa Pak-goat-lo-lo dan Tong-goat-sin-kun?"
Beberapa kali dia ingin membayar rekening dan pergi, tapi
setelah mendengar nama-nama ini, maka dia menduga orang-orang
ini adalahorangorang besar yang ternama, hatinya semakin
berpikir kadi semakin ingin tahu, apa yang sedang mereka lakukan?
Tiba-tiba Ho Tiong bangkit berdiri, dengan marah berkata:
"Kalau begitu di seluruh dunia ini, andalah yang paling hebat
bukan?"
Orang itu tertawa keras:
"Tidak berani, aku Lang Tiong-sun jika bukan ada urusan
penting, malam ini ingin sekali mencoba kebisaanmu!"
Begitu orang ini menyebutkan namanya, Ho Tiong merasa
tubuhnya tergetar, teriaknya:
"Heh! Ternyata anda adalah ketua perguruan Tiang-pek!"
Lang Tiong-sun dengan sombongnya berkata:
"Kau juga tahu namaku?"
Melihat sikap Lang Tiong-sun amat sombong, Ho Tiong jadi
marah sekali, baru saja akan memaki, mendadak ditarik oleh Tan
Tiong di belakang, dengan pelan berkata:
"Ho Lo-cianpwee, lebih baik kita laksanakan tugas kita saja."
Ho Tiong memaksa diri untuk tenang, lalu duduk kembali.
Sin-hiong melihat sejenak, dalam hati berpikir: 'Tidak peduli
mereka malam ini akan melakukan apa? aku adalah orang luar,
lebih baik jangan melibatkan diri?'
Berpikir sampai disini, lalu memanggil pelayan, membayar
rekening dan meninggalkan tempat.
Kota Pek-yang adalah tempat yang sering dia kunjungi sejak
kecil, saat itu tidak seramai seperti sekarang, setelah sepuluh tahun
kembali mengunjunginya, keadaannya sudah berubah besar,
hatinya jadi ada satu perasaan tercengang.
Keluar dari mulut kota, dia berjalan pelan-pelan, mendadak dari
pinggir jalan muncul satu orang, Sin-hiong melihat, ternyata orang
ini adalah Lam-goat-sian-ku, dalam hati dia berpikir:
'Kenapa dia bisa muncul disini?'
Setelah tertawa, Lam-goat-sian-ku berkata:
"Hei, kenapa kau masih tidak turun dari atas kuda?"
Sin-hiong tidak kenal dengan dia, tidak tahu dia bicara dengan
siapa, dia membalikan kepala melihat ke belakang, saat itu
mendadak dia merasa ada angin lembut bertiup, lalu pinggang di
cengkram hingga merasa kaku, dan terdengar Lam-goat-sian-ku
berkata:
"Didepanku, kau tidak bisa berpura pura!"
Sin-hiong tidak mau kemampuannya diketahui orang, hatinya
berpikir
'Sungguh cepat gerakannya!'
Dia tidak tahu kenapa Lam-goat-sian-ku memperlakukan dia
seperti ini, maka dengan nada dalam dia berkata:
"Nona bicara apa? Aku sedikit pun tidak mengerti!"
Lam-goat-sian-ku menambah tenaganya, Sin-hiong tetap tidak
bergerak, dia hanya merasa di atas pinggangnya terasa kaku, di sisi
telinga kembali terdengar suara merdu berkata:
"Hemm... hemm... ilmu silatmu ini di depan orang lain boleh
berpura pura tidak bisa, tapi didepan aku kau jangan harap!"
Sin-hiong lebih-lebih tidak mengerti, tanyanya:
"Aku tidak bisa satu jurus pun ilmu silat, nona salah lihat orang?"
Tadinya dia ingin memukul keluar senjata Lam-goat-sian-ku yang
menempel di pinggangnya, tapi setelah dipikir dengan teliti, dia
merasa kurang yakin, sebab dia sadar, tadi Lam-goat-sian-ku dari
mulai bicara sampai bergerak menyerang, kecepatan gerakannya,
baru kali ini dia melihatnya, jika sekali bergerak dia tidak berhasil,
maka itu akan merepotkan sekali.
Lam-goat-sian-ku tertawa dingin:
"Tadi di dalam rumah makan, kau diam-diam memperhatikan
apa? Jika kau sudah mengetahui rahasia aku, maka terpaksa aku
persilahkan kau tidur panjang disini."
Diam-diam Sin-hiong menghela nafas, di dalam hati dia berpikir:
'Kau menulis apa diatas meja? Bagaimana aku bisa Lihu, bicara
orang ini sungguh tidak beralasan sekali.'
Ketika dia berpikir, 'jika keadaan sangat mendesak, mungkin saja
dia akan bergerak melawan-nya,' tepat disaat ini, mendadak di
depan terdengar suara kuda berlari, sekejap sudah tampak ada
seekor kuda berlari dengan cepat menghampiri!
"Heh" Lam-goat-sian-ku terkejut berkata:
"Si tua ini cepat sekali datangnya!"
Baru saja selesai berkata, kuda itu sudah tiba di depannya, Lam-
goat-sian-ku tidak enak bicara lagi, lalu menarik lengannya dan
pedangnya pun telah ditarik kembali, orang diatas kuda itu sambil
berseri-seri dia berkata:
"Nona Ong, siapa dia ini?"
Wajah cantik Lam-goat-sian-ku menjadi merah:
"Dia hanya seorang kecoa, hemm... dia malah berani berniat
buruk padaku!"
Kata-katanya hanya berbasa basi, tapi hanya didengar oleh Sin-
hiong, yang lainnya dia tidak merasa apa-apa? Hanya setelah
mendengar Lam-goat-sian-ku mengatakan dirinya berniat buruk
pada dia, diri jadi merasa di hina?
Wajah Sin-hiong jadi berubah, begitu dia akan bergerak, orang
yang barusan datang itu tertawa, lalu dua jarinya secepat kilat
menyerang Sin-hiong, menotok ke arah Ki-bun-hiatnya Sin-hiong,
sambil berkata:
"Berani tidak sopan pada Lam-goat-sian-ku dari Ngo-goat (Lima
orang gunung sakti), sama artinya dengan menghina aku Tong-
goat-sin-kun!"
Tubuhnya belum turun dari atas kuda, dan masih berjarak cukup
jauh dengan Sin-hiong, siapa sangka begitu dia bergerak, bukan
saja sangat cepat sudah turun dari atas kuda, serangan kedua
jarinya pun sudah hampir mengenai jalan darahnya Sin-hiong.
Bagaimana pun Sin-hiong tidak bisa tinggal diam lagi.
Dalam saat sekejap ini, otak dia sudah berputar, di dalam hati
berkata:
'Dua-tiga hari akhir-akhir ini, berturut-turut aku telah berjumpa
dengan beberapa kelompok orang, dan orang-orang ini amat
sombong, entah dari mana akar masalahnya?"
Baru saja dia akan bertindak, tepat di saat ini, di depan matanya
mendadak terlihat sinar pedang berkelebat, Lam-goat-sian-ku
berteriak:
"Ini masalahku, siapa yang mengijinkan kau ikut campur?"
Mereka berdua satu di depan satu di belakang bergerak bersama-
sama, tapi karena di tangan Lam-goat-sian-ku memegang pedang
pusaka, begitu pedangnya bergerak, sudah menyabet pergelangan
tangannya Tong-goat-sin-kun, satu arah lagi mengarah ke jalan
darah Ki-bun nya Sin-hiong!
Rupanya Lam-goat-sian-ku pun memaksa Sin-hiong terlibat di
dalamnya, hingga sebaik apa pun kesabarannya Sin-hiong, saat ini
amarahnya jadi timbul, mata dia menyapu sekali, melihat walaupun
pedang Lam-goat-sian-ku ditujukan pada dia, tapi gerakan lainnya
menyerang Tong-goat-sin-kun, di dalam hati pikir:
'Ada apa lagi ini?'
Pergelangan tangan Sin-hiong diputar, sambil membentak:
"Kalian ini mau apa?"
Tangan dia diputar, lima jarinya dibuka, jainya menyentil ujung
pedangnya Lam-goat-sian-ku, satu gerakan lagi mengunci
pergelangannya Tong-goat-sin-kun!
Maka Lam-goat-sian-ku hanya menghadapi satu pihak,
sedangkan Tong-goat-sin-kun dan Sinhiong berdua menghadapi
serangan dari dua pihak, pertarungan seperti ini, sungguh jarang
dilihat di dunia!
Walaupun Sin-hiong sembarangan memutar tangannya, tapi
pertahanan dan serangan dia tepat sekali, kedua orang itu tidak
terasa mengeluarkan suara dengusan, hampir bersamaan berteriak:
"Benar saja ada sedikit kemampuan!"
Setelah bicara, kedua orang itu merubah jurusnya, hanya terlihat
bayangan orang berkelebat, kedua orang itu sudah menyerang,
semuanya satu jurus dengan dua perubahan, kau serang aku, aku
juga serang kau, mereka bersama-sama menyerang Sin-hiong.
Hati Sin-hiong merasa bingung, pikirnya:
'Kedua orang ini sungguh tidak dimengerti, bertanya pun tidak
langsung melibatkan dirinya, di dunia ini mana ada aturan begini?
Sin-hiong masih duduk diatas kuda, bertarung dengan pesilat
tinggi kelas wahid seperti ini, salah sedikit saja akan berakibat fatal,
walaupun ketiga orang itu hanya menyerang dua tiga jurus, tapi
Sin-hiong sudah merasa amat terdesak!
Saat kedua orang itu menyerang dia, Sin-hiong tidak ingin
melawannya lagi, kedua kakinya menjepit perut kuda, tubuhnya
sudah berlari ke depan, Tong-goat-sin-kun yang melihat, langsung
berteriak: "Bocah, kau ingin melarikan diri!" Tangannya dibalikan,
secepat kilat menangkap rambut kuda.
Kuda Sin-hiong adalah kuda hebat, tenaga hentakannya besar
sekali, walau berhasil ditangkap oleh dia, kuda itu pun tidak akan
berhenti, tapi Sin-hiong takut kudanya terluka, di saat tangan Tong-
goat-sin-kun mengenai rambut kuda.
Sin-hiong tertawa dingin berkata: "Kau berani melukai kudaku?"
Telapak tangan kanannya laksana golok, disabetkan ke bawah,
samar-samar terdengar suara "Weet weet!", Tong-goat-sin-kun
terkejut sekali, di dalam hati pikir, orang ini tenaga dalamnya
sungguh tinggi sekali.
Dia terpaksa menarik kembali tangannya, mengambil
kesempatan ini Sin-hiong bersalto sejauh dua tombak lebih,
kudanya dengan dahsyat menerjang keluar.
Tong-goat-sin-kun tidak menduga Sin-hiong bisa lebih cepat dari
pada dia, menunggu Sin-hiong turun ke atas tanah, mata dia
membelalak besar sekali, sesaat tidak bisa bersuara.
Lam-goat-sian-ku pun tertegun, di dalam hati mereka berdua
berkata, pesilat tinggi di dunia persilatan hampir tidak ada satu pun
yang tidak mereka kenal, tapi mereka tidak pernah mendengar ada
orang yang menyebut diri pemuda ini?
Tong-goat-sin-kun lama tertegun dan menatap, lalu menggeleng-
gelengkan kepala berkata:
"He he he, terpaksa aku menggunakan senjata!" Habis bicara, dia
sudah mengeluarkan sebuah senjata yang bentuknya aneh, Sin-
hiong tidak bereaksi apa-apa? Hanya Lam-goat-sian-ku yang
melihat, wajah cantiknya mendadak berubah.
Ternyata senjata dia adalah sebuah cambuk, di ujung cambuknya
ada sebuah bola besi, tadi dia mengikatnya di pinggang, maka
ketika Sin-hiong bertarung beberapa jurus dengan dia, masih belum
tahu dimana senjata dia disimpan?
Berbeda lagi buat Lam-goat-sian-ku, dia tahu kelihayan bola besi
itu, makanya dalam sekejap Tong-goat-sin-kun mengeluarkan
senjatanya, warna wajah dia sudah berubah beberapa kali.
Sin-hiong hanya tertawa dingin memandang mereka berdua,
berkata:
"Kalian benar-benar ingin bertarung?"
Pikirnya didalam hati:
'Aku dengan kalian tidak ada dendam apa-apa, jika kalian benar-
benar ingin bertarung, aku pun harus menggunakan senjata.'
Tong-goat-sin-kun memelototkan sepasang matanya:
"Tadinya aku mengira bocah ini sedikit tidak pantas, sekarang
setelah melihatnya malah dia pantas bertarung dengan kami."
Kami yang dia katakan itu, tentu saja termasuk Lam-goat-sian-ku
di dalamnya, Sin-hiong baru saja turun gunung, karena mengemban
tugas berat, dia benar-benar tidak ingin menghabiskan waktu yang
tidak berguna, tapi tidak diduga justru di tengah jalan, dia bertemu
dengan masalah aneh ini.
Kata Sin-hiong:
"Sebenarnya, jika benar-benar bertarung aku pun tidak sanggup
menerima dua tiga jurus serangan kalian. Maka biarkanlah aku
pergi."
Dia hanya ingin terlepas dari permasalahan ini, maka dia
terpaksa menahan diri, tidak ingin melanjut-kan permasalahannya
dengan mereka berdua.
Lam-goat-sian-ku berpikir:
'Orang ini di dalam rumah makan sudah mengetahui rahasiaku,
tadinya aku ingin membunuh dia, tidak diduga malah bertemu
dengan si tua Tong-goat, jika dia ingin pergi, lebih baik suruh dia
pergi jauh-jauh, supaya tidak membocorkan rahasiaku.”
Berpikir sampai disini, dia segera memotong perkataannya:
"Tua Tong-goat, dalam pertemuan Ngo-goat kita kali ini,
sebenarnya dia tidak ada bagiannya, jika dia ingin pergi, lebih baik
biarkan saja dia pergi."
Tong-goat-sin-kun segera memainkan cambuk panjang di
tangannya hingga mengeluarkan suara "Weet weet!", rupanya
tangan dia sudah gatal sekali, jika tidak bertarung dengan Sin-
hiong, maka dia tidak akan puas, berkata:
"Kau tadi bilang bocah ini berniat buruk pada-mu, sekarang kau
malah melepaskan dia pergi, hemm... hemm... kulihat kau lah yang
berniat buruk?"
Wajah Lam-goat-sian-ku menjadi merah, dia adalah seorang
wanita, pikirannya komplek sekali, kata-kata Tong-goat-sin-kun
tidak ada maksud apa-apa, siapa tahu malah tepat mengenai tujuan
hatinya, dengan sendirinya dia jadi naik pitam berkata:
"Bagus, bagus, bagus, jika kita tidak biarkan dia pergi, coba kau
katakan dengan cara apa kita bertarung?"
Kedua orang ini berkata kesana kesini, seperti menganggap Sin-
hiong sebuah bola yang ditendang ke timur ditendang ke barat,
bagaimana Sin-hiong bisa menahan diri lagi, rubuhnya berputar
sekali, langsung berjalan ke depan.
Tong-goat-sin-kun melihatnya, lalu berteriak:
"Bocah, kami belum selesai bicara."
Sin-hiong tidak mempedulikan, sambil mengangkat kepala
dengan cepat berjalan ke depan.
Lam-goat-sian-ku merasa harga dirinya dilecehkan, tubuhnya
segera meloncat, menghadang di depan Sin-hiong, sambil tertawa
dingin berkata:
"Kau mau pergi? Harus mendapatkan persetujuan kami dulu."
Begitu kata kata ini terdengar, api amarah di dalam perut Sin-
hiong hampir saja meledak, dia berusaha sekuatnya menahan,
berkata:
"Nona adalah Lam-goat-sian-ku, yang itu pasti adalah Tong-goat-
sin-kun."
Lam-goat-sian-ku menganggukan kepala, berkata bangga:
"Tidak salah, kau juga tahu nama besar kami!"
Sin-hiong tidak mempedulikan dia, dia tertawa dingin berkata:
"Kalau begitu, masih ada seorang Pak-goat-lo-lo kenapa masih
belum tiba?"
Lam-goat-sian-ku tidak mengerti apa maksud dia tanyakan ini?
dia masih mengira Sin-hiong akan mengutarakan rahasia di dalam
rumah makan, saat itu dia siap menyerang, katanya marah:
"Masalah ini kau tidak pantas menanyakan-nya?"
Tubuh Sin-hiong tergetar, katanya tawar:
"Sudah lama kudengar di dunia ini ada lima nama gunung yang
ternama, di tempat ini sudah muncul tiga gunung, tapi tidak tahu
kapan See-goat (Gunung barat) dan Tiong-goat (tengah gunung)
bisa tiba?"
Setelah berkata, dia lalu bersiul pelan, kuda merahnya pelan-
pelan menghampir dia, Sin-hiong mengambil kecapi kuno lima senar
dari pelana, asal mengeluarkan sedikit tenaga, maka Kim-kau-kiam
yang telah menggemparkan dunia itu akan keluar dari sarungnya.
Situasi di depan mata tampak segera akan terjadi pertarungan,
hanya saja Lam-goat dan Tong-goat melihat dia menanyakan Pak-
goat, malah juga menyebut Tiong-goat dan See-goat, di dalam hati
jadi tergerak, Tong-goat-sin-kun meloncat kedepan, bertanya:
"Untuk apa kau menanyakan mereka?"
Sin-hiong dengan keras berkata:
"Aku ingin sekaligus menghadapi jurus hebat Ngo-goat!"
Kata-kata ini begitu keluar, Lam-goat dan Tong-goat kembali
tergetar!
Mereka tidak mengira, Sin-hiong bisa mengeluarkan perkataan
sebesar ini? setelah Tong-goat-sin-kun terkejut, cambuk
ditangannya dengan cepat menggulung keluar, teriaknya:
"Aku bereskan dulu, bocah sombong ini, baru memperebutkan
ketua Ngo-goat dengan mereka!"
Sin-hiong tertawa terbahak-bahak: "Aku siap menemani kalian
bermain-main!"
Begitu tubuhnya bergerak, sudah berada disisi Tong-goat-sin-
kun, jarinya yang seperti kail sudah mencengkram ke arah
cambuknya.
Tong-goat-sin-kun marah sekali, dia menggetarkan pergelangan
tangannya, tiba-tiba cambuknya menjadi lurus, bola besi di ujung
cambuk sampai mengeluarkan suara "Trang trang!", jelas dia sudah
mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, Sin-hiong memutar
tangannya, berteriak:
"Benda apa ini?"
Gerakannya sangat cepat, perubahan jurusnya pun sangat cepat,
tapi baru saja tubuh Sin-hiong mendekat, dia merasa kecapi kuno
yang dipeluk di tangan kirinya, seperti dihisap oleh satu tenaga yang
amat kuat, hampir saja terlepas dari tangannya.
Sin-hiong jadi terkejut, untung reaksinya cepat, tenaga di tangan
kiri ditambah, memeluknya dengan lebih erat, pergelangan tangan
kanan diputar tetap menangkap ujung cambuk Tong-goat-sin-kun.
Dua jurus berturut-turut yang digunakan Sin-hiong, semuanya
bukan cengkeraman biasa-biasa saja, tidak peduli Tong-goat-sin-kun
menggunakan jurus sehebat apapun, tampaknya tidak akan lolos
dari cengkeraman dia!
Lam-goat dan Tongrgoat tadinya menganggap enteng pada Sin-
hiong, sekarang setelah menyaksi-kan kepandaiannya, hati kedua
orangini jadi menciut.
Yang paling mengejutkan Tong-goat-sin-kun, adalah saat dia tadi
menyerang, bola besi di ujung cambuknya malah tidak bisa
menghisap kecapi kuno di tangan Sin-hiong. Harus diketahui, bola
besi di ujung cambuknya, sesungguhnya terbuat dari besi magnit
yang amat kuat, tidak peduli bertarung dengan siapapun, asalkan
dia mengerahkan tenaga dalam, jarak seberapa jauh pun, bisa
menghisap senjata lawan.
Tadi Lam-goat-sian-ku di dalam rumah makan, menugaskan Ho
Tiong dan Tan Tiong berusaha mencuri senjata Tong-goat-sin-kun,
supaya di saat pertarungan memperebutkan kedudukan ketua Ngo-
goat, dia bisa menghindar dari kerugian senjata, saat ini Tong-goat-
sin-kun malah tidak bisa berbuat apa apa terhadap kecapi kunonya
Sin-hiong, dalam keadaan terkejut ini dia merasakan suatu
keanehan.
Tong-goat-sin-kun tertegun sejenak, melihat cambuknya sudah
hampir tertangkap oleh Sin-hiong, tubuhnya segera berputar, lalu
meloncat kebelakang.
Sin-hiong tertawa:
"Bagaimana? Masih ingin bertarung?"
Habis bicara, kedua matanya melihat pada Lam-goat-sian-ku,
jarinya memetik-metik senar kecapi, hingga terdengar suara
nyaring, lalu berkata lagi:
"Haay! ilmuku hanya bisa ini saja, jika kalian sampai ini pun tidak
bisa melawannya, walau berhasil mendapatkan kedudukan ketua,
apa gunanya?"
Kata-kata dia ini tampaknya ditujukan pada Tong-goat-sin-kun,
tapi samar-samar ditujukan pada Lam-goat-sian-ku juga, Tong-goat
dan Lam-goat selama hidupnya tidak pernah menyerah pada siapa
pun, tapi kejadian hari ini sungguh membuat mereka terkejut sekali,
maka walaupun Sin-hiong menyindir mereka dengan kata-kata,
mereka berdua sesaat tidak bisa menjawabnya.
Tapi Tong-goat-sin-kun tidak bisa menerima kekalahan ini,
mendadak dia maju selangkah, cambuknya dipegang erat-erat, siap
bertarung kembali dengan Sin-hiong.
Sekarang sudah tengah hari, walaupun cuaca di utara matahari
teriknya tetap terasa panas, tapi udara di sekeliling mendadak
seperti terhenti, Tong-goat dan Lam-goat sudah menyiapkan tenaga
dalam sepenuhnya, tapi pada saat ini tiba-tiba terdengar derap kaki
kuda, diatas jalan raya datang lagi seekor kuda.
Kuda ini pelan-pelan mendekat, terdengar orang di atas kuda
berteriak:
"Mmm, sedang apa kalian?"
Di atas kuda duduk seorang nyonya tua, rambutnya sudah
beruban, punggung dia sedikit menonjol, duduk di atas kuda,
orangnya tidak lebih tinggi dari kepala kuda, tapi di tangannya
memegang tongkat yang besarnya sebesar mulut mangkuk,
kelihatannya sangat tidak serasi.
Dia berteriak sekali, melihat Tong-goat dan Lam-goat tidak
menyahut, dia berkata lagi:
"Kalian sudah bertarung sebelum aku datang? Itu tidak bisa
dihitung!"
Sesudah kata-katanya habis, dia mengawasi, terlihat Tong-goat
dan Lam-goat berdua seperti sedang menghadapi lawan tangguh,
dia tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Walaupun kalian ingin bertarung pun tidak seharusnya
memperlihatkan penampilan seburuk ini?"
Habis bicara, pelan-pelan dia turun dari atas kudanya, ketika
lewat di samping Sin-hiong, melihat pun tidak, dia lalu berdiri di
tengah lapangan, menggoyangkan tongkatnya dua kali, berkata:
"Baiklah, jika kalian berdua sudah gatal tangannya, bertarunglah
terlebih dulu, biar aku nenek tua yang menjadi wasitnya."
Dia berkata begitu banyak, tapi tidak ada seorang pun yang
mempedulikannya, sekarang dia baru merasa heran, kedua matanya
menyapu, melihat Sin-hiong memandang dia sambil tersenyum, dia
jadi merasa lebih heran lagi.
Tong-goat-sin-kun dengan nada dalam berkata:
"Nenek tua, sementara kau minggirlah dulu."
Hati Sin-hiong tergerak, bertanya:
"Apakah dia ini Pak-goat-lo-lo?"
Nyonya tua bungkuk ini menganggukan kepala:
"Betul, saudara kecil, siapa namamu?"
Sin-hiong tidak menjawab pertanyaannya, sambil tertawa
berkata:
"Anda sudah datang, dimana Tiong-goat dan See-goat?"
Dia melihat Pak-goat-lo-lo sangat ramah, maka perkataannya pun
menjadi lebih ramah, Pak-goat-lo-lo tidak bisa berpikir banyak, dia
menjawabnya:
"Sudah dekat! Sudah dekat!"
Sin-hiong pelan-pelan mengangkat kepalanya:
"Kalau begitu baguslah."
Dia hanya berkata sedikit, Pak-goat-lo-lo jadi tertegun, tepat di
saat ini, cambuknya Tong-goat-sin-kun diam-diam sudah datang
menggulung.
Begitu tubuh Tong-goat-sin-kun bergerak, Lam-goat-sian-ku pun
ikut bergerak, sekarang mereka berdua menghadapi musuh secara
bersama-sama, Pakgoat-lo-lo yang melihat, di dalam harinya
bertambah bingung lagi, pikirnya:
'Kenapa mereka bersama-sama menyerang seorang anak muda?”
Dia mendengus, baru saja akan melayangkan tangan
memisahkan mereka, mendadak dia melihat tubuh Sin-hiong
berkelebat, berputar kesampingnya, berkata:
"Lo-lo, mohon anda tegakan keadilan, bagaimana?"
Begitu rubuhnya bergerak, serangan Tong-goat dan Lam-goat
jadi tidak mengenai sasaran, mereka bersama-sama mendengus
sekali, bentaknya:
"Mau lari kemana?"
Setelah berkata, dua macam senjata hampir bersamaan waktu
menyerang lagi.
Pak-goat-lo-lo memutar tongkatnya, mendadak menyerang kedua
orang itu, sambil berteriak:
"Urusan bisa dirundingkan, jangan gunakan kekerasan, biar aku
nenek tua jadi orang penengah!"
Tong-goat dan Lam-goat kedua menyerang dengan sekuat
tenaga, jurusnya sangat ganas, siapa sangka mereka kembali
dihalangi oleh Pak-goat-lo-lo, jika kedua orang itu tidak menarik
tangannya, maka serangan yang dahsyat ini akan menuju ke arah
Pak-goat-lo-lo.
Sifat Tong-goat-sin-kun lebih cepat emosi melihat Pak-goat-lo-lo
mau menjadi orang penengah, dalam keadaan marah dia tidak bisa
berpikir panjang lagi, tanpa sadar memakinya:
"Kau nenek tua semakin tua malah semakin linglung,
mengandalkan apa kau mau menjadi orang penengah?"
Tenaga di tangannya masih belum dikurangi, terdengar
cambuknya bersuara "Weet weet!", jelas dia telah menggunakan
tenaga dalam sepenuhnya.
Gerakan Lam-goat-sian-ku lincah sekali, jurus pedangnya ganas,
saat Pak-goat-lo-lo menangkisnya, dia berturut-turut sudah
merubah tiga jurus yang berbeda.
Melihat mereka bertingkah seolah mau menghabisi nyawanya,
tidak tahan Pak-goat-lo-lo menjadi naik pitam, tongkat besinya
diayunkan beberapa putaran, sambil berteriak:
"Kalian mau bertarung dulu, ini tepat dengan keinginanku."
Dalam sekejap, ketiga orang itu malah saling menyerang satu
sama lain, tapi cara pertarungan mereka lain dari pada yang lain,
ketika permulaan, Pak-goat-lo-lo masih melawan Tong-goat dan
Lam-goat, tapi semakin bertarung, ketiga orang itu jadi tidak peduli
lagi siapa lawannya, mereka bertiga saling bertukar menyerang,
malah membiarkan Sin-hiong berdiri di pinggir.
Sin-hiong yang menyaksikan, jadi merasa geli, di dalam hati
berpikir:
'Kalian bertarung seperti ini, aku malah jadi orang penengah, dia
lalu mengeser dirinya mendekat sedikit, saat ini Tong-goat dan Lam-
goat sedang menyerang satu jurus pada Pak-goat-lo-lo, keduanya
pun saling menyerang satu jurus, begitu Sin-hiong melihat, dia
berteriak:
"Lo-lo, ujung tongkat tiga kiri empat kanan, jurus ini kau akan
mendahului mereka."
Pak-goat-lo-lo sedang sengitnya bertarung, tidak peduli siapa
yang mengatakannya, ujung tongkatnya segera bergerak menekan
ke kanan, dilanjutkan pelan balik menyapu, benar saja Tong-goat
dan Lam-goat terdesak oleh jurusnya.
Pak-goat-lo-lo gembira sekali, berteriak: "Saudara kecil, sekarang
harus bagaimana?"
Sin-hiong memperhatikan lalu, lalu tertawa: "Bagaimana kalau
tiga di depan empat di belakang?"
Pak-goat-lo-lo tertegun, di dalam hati berpikir:
'Tiga di depan masih bagus, empat di belakang bukankah akan
menghadap pada dirinya? tapi karena petunjuk dari Sin-hiong tadi
tepat dan hasilnya bagus sekali, saat ini dia tidak berpikir panjang
lagi, dia membalikkan pergelangan tangannya, menghantam ke
depan tiga kali, lalu membalikkan ujung tongkat ke belakang
kembali menyapu empat kali!
Ternyata hasilnya sangat bagus, sebab jurus ini kembali telah
mendesak Tong-goat dan Lam-goat, kedua orang itu terdesak ke
depan dan ke belakang, belum sempat balik menyerang, ujung
tongkat Pak-goat-lo-lo menghantam tiga kali di depan empat di
belakang sudah datang menyerang, kembali didahului olehnya.
Tong-goat dan Lam-goat tergetar keras, dalam hatinya berpikir:
'Dari mana asalnya dia, bagaimana bisa tahu terlebih dulu?’
Kedua orang itu mendadak mundur ke belakang, Tong-goat-sin-
kun berteriak:
"Celaka, bocah itu melarikan diri!"
Pak-goat-lo-lo yang mendengar lalu melihat-nya, benar saja Sin-
hiong sudah berada di pinggir hutan.
Tadinya dia tidak memikirkan banyak hal, saat ini dia jadi sedikit
mengerti, tubuhnya bergerak dan berteriak:
"Saudara kecil kau tidak boleh pergi!"
Tong-goat dan Lam-goat pun membuntuti berlari dari belakang,
baru saja mereka bertiga tiba di pinggir hutan, terdengar satu siulan
panjang, bayangan tubuhnya yang aneh itu berkelebat dua kali ke
dalam hutan, dengan keras berkata:
"Lo-lo, aku permisi dulu!"
Habis berkata, suara kecapi yang sangat merdu terdengar dari
dalam hutan, pelan-pelan menyebar keluar, setelah sampai di
telinga ketiga orang, Sin-hiong sudah berlari sejauh sepuluh tombak
lebih.
Ketiga orang itu tergetar, mereka saling pandang sekali, lalu
bersama-sama bertanya:
"Kau tahu siapa dia?"
Begitu kata-kata ini keluar, ketiga orang itu saling pandang lagi,
semua merasa wajahnya menjadi merah, jelas sekali kata-kata ini
begitu keluar, di dalam hati mereka bertiga, semua merasa malu.
Harus diketahui, kedudukan Ngo-goat sangat tinggi, tidak diduga
tiga dari mereka sudah terjungkal di tangan seorang anak muda
yang tidak punya nama, jika kabar ini sampai tersebar, bagaimana
mereka masih bisa bercokol di dunia persilatan?
Tong-goat-sin-kun mengeluh:
"Kita berlima tidak perlu bertarung lagi untuk memperebutkan
kedudukan ketua, lebih penting kita selidiki dulu asal-usul orang ini."
Ada perasaan yang sama di dalam hatinya Lam-goat dan Pak-
goat, Lam-goat-sian-ku seperti teringat sesuatu, di dalam hatinya
berkata:
'Apakah orang ini ada hubungannya dengan pengunduran diri
Bu-tong-sam-kiam dan Ang-hoa-kui-bo? Heh, jika benar dia, itu
tidak mengherankan lagi."
Berpikir sampai disini, dalam keadaan reflek hati Lam-goat-sian-
ku sepertinya samar-samar ada perasaan putus asa.
Setelah berkata tubuh Tong-goat-sin-kun sudah meloncat keatas!
dia lebih dulu mengejar ke depan.
Sin-hiong sekaligus berlari sejauh enam tujuh li, lalu membalikan
kepala melihat ke belakang, setelah tahu di belakang tidak ada
orang yang mengejar, baru dia melonggarkan tali kudanya,
melanjutkan berjalan ke depan, tidak lama kemudian matahari
sudah condong ke barat, dari kejauhan terlihat ada satu rumah
petani, dalam hatinya berpikir:
'Di depan sudah tidak ada kota lagi, lebih baik aku menginap satu
malam di rumah petani itu saja.'
Maka dia berjalan ke'sana, pelan mengetuk pintu.
Tidak lama, pintu dibuka lebar, seorang petani tua keluar dan
bertanya:
"Siauya, apa kau tersesat?"
Sin-hiong menggelengkan kepala, menjelaskan tujuannya, petani
tua itu memperhatikan lagi pada Sin-hiong dari atas sampai ke
bawah, seperti berkata pada dirinya sendiri:
"Hari ini sungguh kebetulan sekali, di tempat ku ini sudah
kedatangan tiga orang tamu, bagusnya ada dua orang guru yang
akan berangkat, tuan muda silahkan masuk."
Habisberkatabegitudia mengangkat tangan-nya
mempersilahkan tamunya masuk.
Mendengar kata-katanya petani tua, Sin-hiong menjadi sedikit
ragu, tapi kemudian hatinya berpikir:
'Tidak peduli didalam itu siapa orangnya? Aku baru saja turun
gunung mereka pasti tidak mengenal aku."
Masuk ke dalam rumah, Sin-hiong melihat ada seorang hweesio
yang gemuk besar dan seorang tosu yang kurus kering sedang
berhadapan minum arak, kedua orang itu melihat pada petani tua
yang membawa Sin-hiong masuk ke dalam, tapi mereka
mengacuhkan, dan meneruskan perbincangan mereka.
Sin-hiong pun tidak merasa tersinggung, terdengar hweesio
gemuk itu berkata:
"Hal ini sungguh di luar dugaan semua orang, selain Bu-tong-
sam-kiam dan Cia Thian-cu dari Hoa-san-pai, kenapa Ang-hoa-kui-
bo dan muridnya pun lima tahun tidak mau keluar rumah?"
Tosu yang kurus kering, minum araknya seteguk, memotong
perkataan:
"Kabarnya mereka dikalahkan oleh seorang anak muda, dan anak
muda itu ada hubungan dengan Khu Ceng-hong."
Mendengar itu, Hweesio gemuk besar merasa terkejut tanyanya:
"Apakah Khu Ceng-hong yang dua puluh tahun lalu, dalam waktu
setengah tahun berturut-turut melabrak sembilan perguruan besar
itu?"
Tosu kurus kering menganggukan kepala: "Betul, jika anak muda
ini ada hubungannya dengan dia, maka sembilan perguruan besar
itu harus bersiap-siap."
Dua orang itu berbincang-bincang sendiri. Petani tua itu
menempatkan Sin-hiong disisi, mereka juga tidak mempedulikan,
Sin-hiong dengan tenang-nya duduk, tapi dia memalingkan
kepalanya ke tempat lain, di dalam hati dia berpikir:
'Sebelum aku pergi ke Siauw-lim-si, lebih baik aku tidak
menonjolkan diri dulu.'
Walaupun kedua orang ini sedang membicara-kan dirinya, tapi di
dalam kepalanya sedang memikirkan hal lain. Ketika petani tua
mengantarkan makan malam, dia bangkit berdiri mengucapkan
terima kasih, lalu kembali duduk dan menyantap makan malamnya.
Hweesio gemuk dan tosu kurus makan lagi sejenak, tiba-tiba
hweesio gemuk menepuk perutnya sambil tertawa berkata:
"Kita Ngo-goat setiap tahun kumpul satu kali, setiap kali
berkumpul tidak ada hasilnya, aku lihat kedudukan ketua, tahun ini
harus ada yang menduduki."
Sambil bicara dia bangkit berdiri, menghentakkan sekali tongkat
hweesionya, tampangnya seperti yakin bisa merebut kedudukan
ketua.
Tosu kurus ikut tertawa:
"Betul, kulihat tahun ini harus ada keputusan." Habis berkata, dia
mengayun-ayun kebutan di langannya, sikapnya sombong sekali,
seperti tidak mau kalah oleh hweesio gemuk itu.
Hati Sin-hiong tergerak, mendengar nada bicara mereka, rupanya
mereka adalah Tiong-goat dan See-goat, lapi Sin-hiong merasa
heran kenapa mereka tadi bisa berbincang dengan ramah, setelah
bicara mengenai kedudukan ketua, wajah mereka berubah jadi
bermusuhan.
Lalu kedua orang itu masing-masing mengeluarkan satu tail uang
perak, kelihatannya mereka pun membayar masing-masing, diam-
diam Sin-hiong jadi merasa lucu. Begitu mereka menaruh uang
peraknya di atas meja, terdengar "Weet weet!" dua bayangan orang
bersama-sama melayang keluar, dalam sekejap sudah pergi entah
kemana.
Menyaksikan iru, tidak tahan Sin-hiong jadi menggeleng-
gelengkan kepala, diam-diam mengeluh:
"Mereka sudah setua itu, malah sampai berangkat pun mau
saling mendahului, jadi tidak aneh mereka begitu berambisi dengan
kedudukan ketua."
Dia makan pelan-pelan, petani tua itu berjalan keluar, sambil
berkata pada Sin-hiong:
"Siauya, kamarmu sudah disiapkan."
Sin-hiong cepat-cepat berdiri:
"Lopek berbuat begini, sungguh membuat aku malu."
Beberapa kali dia mengucapkan terima kasih-nya.
Memang, sejak kecil dia bekerja pada orang, sepanjang hidupnya
sering mendapat penghinaan, sekarang melihat petani tua
memperlakukan dia seperti ini, hatinya sungguh merasa tidak enak
sekali.
Setelah beberapa kali mengucapkan terima kasihi selesai makan,
dia sendiri membereskan piring mangkuk, tapi petani tua itu buru-
buru mencegahnya, Sin-hiong dengan emosi berkata:
"Lopek jangan salah paham, sepuluh tahun lalui aku adalah anak
yatim piatu yang sering dihina orang."
Petani tua itu seperti tidak mengerti apa yang dia bicarakan, dia
hanya membelalakan sepasang matanya, bengong memandang Sin-
hiong, tapi, Sin-hiong tidak menyalahkan, kembali dengan sabar dia
mengatakannya sekali lagi, mata petani tua itu membelalak jadi
lebih besar lagi.
Sin-hiong tersenyum, berkata lagi:
"Lopek, apa kau mengerti maksudku?"
Dia tidak tahu kenapa dirinya membicarakan ini pada petani tua
yang kurang pengertian, dia hanya merasakan, dirinya adalah orang
yang rendahan, selama sepuluh tahun, dia apa pun tidak
menanyakan, apa pun tidak dikatakan, hanya giat belajar ilmu silat
pada gurunya, tapi hari ini setelah sepuluh tahun kemudian, dia
telah berhasil melatih ilmu silatnya dan turun gunung, saat ini dia
seperti berdiri di atas puncak gunung yang paling tinggi,
memandang ke bawah gunung, ingin mengerjakan apa. Maka dia
bisa mengerjakannya?
Petani tua itu menggeleng-gelengkan kepala seperti masih tidak
mengerti, dia mengulurkan tangan ingin merebut piring mangkuk di
tangan Sin-hiong, tapi Sin-hiong hanya sedikit mengangkat
tangannya, bagaimana mungkin petani tua itu bisa merebut dari
tangannya, Sin-hiong membawa piring mangkuk masuk ke dalam.
Petani tua itu dengan terkejut memandang Sin-hiong, dalam
pikirannya, Sin-hiong adalah orang yang paling aneh dari banyak
orang yang pernah dia temui.
Matahari tenggelam di barat, malam telah menutupi bumi. Di
atas gunung di timur, sudah muncui bulan purnama.
Di sekeliling terasa tenang sekali, Sin-hiong membawa kecapi
kuno, berjalan ke sisi sebuah pohon besar, duduk di atas tanah, dua
jarinya dengan lembut memetik, alunan suara kecapi dari dua
jarinya menyebar ke sekeliling tempat itu, semakin menyebar ke
tanah liar.
Dia tenggelam dalam alunan suara kecapi yang merdu itu, tapi
pada saat ini, mendadak dari kejauhan terdengar teriakan:
"Ada disini!"
Sin-hiong tersenyum, dia sudah menebak yang datang ini siapa,
dia tetap memeramkan mata memetik kecapi, terhadap hal yang
ada di luar, sedikit pun tidak diperhatikan.
Tidak lama setelah suara itu berhenti, lima bayangan orang
dengan cepat menghampirinya.
Terdengar salah seorang bertanya:
"Siapa yang lebih dulu tiba?"
Terdengar lagi empat suara orang bersamaan menjawab:
"Tentu saja aku!"
Salah satunya berkata:
"Tunggu, tunggu, bocah ini dulu berkata ingin bertarung dengan
kita, Ngo-goat, siapa yang duluan maju?"
Orang yang bicara adalah Tong-goat-sin-kun, mereka lima orang
begitu berkumpul, biasanya masing-masing tidak mau mengalah,
selalu ingin lebih dulu, tapi terhadap Sin-hiong, di dalam hati dia
baru ada sedikit gentar.
Setelah dia mengatakan ini, Lam-goat-sian-ku dan Pak-goat-lo-lo
jadi ragu-ragu sejenak, hweesio gemuk dan tosu kurus yang tadi
karena tidak tahu kehebatan Sin-hiong, dengan keras berkata:
"Tentu saja harus aku!"
Setelah berkata, dua macam senjata sudah menyerang kepada
Sin-hiong!
Orang-orang ini lucu sekali, demi kemenangan, mereka membuat
Sin-hiong sebagai sasarannya, hweesio gemuk itu adalah Tiong-
goat-cui-seng (Hweesio mabuk dari tengah gunung), tongkat
hweesio di tangannya seberat seratus lima puluh kati lebih, sekali
disapukan, hampir bisa menghancurkan batu, membuka gunung.
Yang satunya lagi adalah See-goat-cin-jin (Tosu alim gunung
barat), kebutan di tangan dia walaupun ringan, tapi dialiri dengan
tenaga dalam, rambut kebutannya dihentaknya sampai menjadi
lurus, jika sampai tersapu oleh dia, aneh jika tubuh tidak terjadi
ratusan lubang.
Saat itu Sin-hiong sedang asyik memetik kecapi, serangan dua
macam senjata yang mendadak itu, dia seperti tidak merasakan,
suara "Ting tung!" masih terus mengalun, sedangkan jurus dari dua
pesilat tinggi ini sangat cepat! Tong-goat, Lam-goat dan Pak-goat
melihat Sin-hiong masih tidak gerak, semua jadi mengkhawatirkan
dia.
Baju dia sudah berkibar oleh angin pukulan, tongkat hweesio dan
kebutan hampir saja menyentuh bajunya, tiba-tiba Sin-hiong bersiul,
secepat kilat dia meloncat terbang ke atas, saat tubuhnya berada di
atas udara, dia menepuk pelan kecapi kunonya, terdengar suara
"Pang!", pedang emas berkaitnya sudah berada dii tangannya,
sekali tangannya mengayun, orang dan pedang sudah menjelma
menjadi kelebatan sinar, dari atas udara melesat ke bawah.
Kecepatan jurusnya sungguh tiada duanya, dua orang yang
menyerang hanya merasa angin dingin menyapu wajahnya, di saat
tertegun, hawa dingin dari pedang sudah hampir menusuk
pergelangan tangannya!
Maka jangan dikatakan pada dua orang yang menyerang, walau
Tong-goat, Lam-goat dan Pak-goat yang berdiri di pinggir pun, jadi
terkejut sekali!
Tiong-goat dan See-goat menarik tangannya, Sin-hiong tidak
melanjutkan serangannya, tubuhnya dengan entengnya turun di
samping Pak-goat-lo-lo tidak sampai lima kaki, sambil mengusap
pedangnya, dia berkata:
"Lo-lo, bagaimana jika aku mewakili kau bertanding dengan
mereka berempat?"
Dia tersenyum ramah, tapi di wajahnya tersirat sinar
keangkuhan.
Mata Ngo-goat semua membelalak besar, tidak tahu siapa yang
bersuara, mendadak ada berteriak:
"Heh,Kim-kau-kiam!"
Hati kelima orang itu menjadi ciut, ketika mereka melihat dengan
jelas di tangan Sin-hiong adalah Pedang kait emas, mereka baru
sadar, apa lagi Tiong-goat dan See goat, mereka tadi mereka masih
membicarakan masalah Khu Ceng-hong, tapi saat itu Sin-hiong tidak
mempedulikannya, melihat dari hal kecil ini saja, ilmu menahan
dirinya sudah bukan lawan orang biasa?
Pak-goat-lo-lo menegakan tubuhnya yang bungkuk, bertanya:
"Saudara kecil, apa hubunganmu dengan Liong-koan-hong?"
"Guruku!" jawab Sin-hiong dengan serius.
Begitu kata-kata terdengar, lima orang itu menghela nafas
panjang, di atas tanah segera terdengar jejakan kaki, ke lima orang
ini dalam situasi terpaksa, telah membentuk satu barisan kecil,
mengurung Sin-hiong di tengah-tengah.
Khu Ceng-hong adalah orang yang paling aneh di dunia
persilatan puluhan tahun lalu, dia tidak ada dendam apa pun
dengan sembilan perguruan besar dunia persilatan, tapi karena satu
perselisihan kecil, malah dalam waktu setengah tahun telah
bertarung dengan ke sembilan perguruan besar, akhirnya kalah
karena dikeroyok oleh para ketua sembilan perguruan besar itu,
sejak itu, tidak terlihat lagi jejaknya di dunia persilatan, orang-orang
mengira dia sudah meninggal, tidak diduga dia malah telah
mendidik seorang murid yang hebat begini?
Sifat Khu Ceng-hong begitu aneh, bagaimana dengan muridnya,
tidak perlu ditanyakan lagi, maka begitu Ngo-goat melihat Sin-hiong
membeberkan jati dirinya. Dengan kedudukan mereka, malah tanpa
sadar telah mengurung Sin-hiong, besarnya nama Khu Ceng-hong,
bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan pesilat tinggi biasa
dari dunia persilatan?
Sin-hiong seperti melihat keperkasaan gurunya di waktu dulu,
dengan bangga dia berkata:
"Kalian mau apa?"
Setelah berkata, Kim-kau-kiamnya diayun-ayunkan di depan
tubuh, entah dia mau menyerang atau tidak, tapi bagi mata Ngo-
goat, semua orang jadi meningkatkan kewaspadaannya, sebab
gerakan Sin-hiong tadi, dulu adalah awal penyerangan Kim-kau-
kiam sebelum bertarung.
Lima orang bersiap-siap bertempur.
Mata Sin-hiong menyapu, melihat sikap mereka, dia tahu malam
ini pertarungan sudah tidak bisa di hindarkan lagi, tapi dia tidak ada
dendam dengan mereka, maka dalam hatinya berpikir:
'He he he, tidak apa, aku akan menunjukan sedikit
kemampuanku!'
Sesudah berpikir begitu, Kim-kau-kiamnya berkelebat, menusuk
ke Tong-goat, See-goat dan Tiong-goat.
Ketika dia mulai bergerak terlihat perlahan, tusukan pedangnya
terlihat jelas, tapi ketika pedang-nya sudah di tengah jalan, malah
secepat kilat datang menusuk!
Untungnya ketiga orang ini sudah ada persiap-an, jika tidak,
mungkin mereka sejurus pun tidak bisa menahannya.
Ketiga pesilat tinggi ini di desak oleh keadaan, kelihatannya
mereka mau tidak mau harus bersatu menghad apinya.
Ketiga orang itu bersama-sama mendengus dingin, begitu
bergerak, tiga macam senjata bersamaan datang menggulung.
Lam-goat-sian-ku perlahan menghela nafas, lalu berkata pada
Pak-goat-lo-lo:
"Nenek tua, demi nama baik Ngo-goat, mereka bertiga sudah
bertarung, kenapa kau masih diam saja?"
Pak-goat-lo-lo menganggukan kepala, mengayunkan tongkat
besinya dan berteriak:
"Saudara kecil, maafkan aku!"
Sin-hiong menghindar, teriaknya:
"Lo-lo, tidak perlu sungkan."
Lam-goat-sian-ku juga tidak mau ketinggalan, tubuhnya bergerak
sambil melayangkan pedangnya, sekarang ke lima orang ini
bergabung bersama-sama, kekuatannya jadi berlipat ganda, terlihat
sinar pedang laksana kilat, bayangan tongkat laksana gunung,
dalam sekejap, Ngo-goat sudah menyerang sebanyak lima enam
jurus!
Semangat Sin-hiong jadi timbul, dia tertawa terbahak-bahak dan
berkata:
"Ini baru pertarungan!"
Begitu dia menggetarkan tangannya, ribuan bayangan pedang
telah terbentuk, hanya terdengar suara "Ssst ssst!", dalam sekejap
menyerang sebanyak tujuh-delapan belas jurus!
Ngo-goat menyerang sekuatnya, apa lagi Tiong-goat-cui-seng
dan Tong-goat-sin-kun berdua, mereka menggunakan jurus
dahsyat, kebutannya See-goat-cin-jin menyerang diantara celah-
celah serangan, setiap jurusnya menyerang ke titik yang mematikan
di seluruh tubuh Sin-hiong, Lam-goat dan Pak-goat membantu di
samping, walaupun jurus pedang Sin-hiong hebat sekali, jika dia
ingin keluar dari gempuran lawan, kelihatannya tidak begitu mudah.
Malam begitu tenang, tapi hawa pembunuhan menggelora,
setelah Sin-hiong bertarung sesaat, melihat kelima orang ini mati-
matian menyerang terus, tidak tahan di dalam hati berkata:
'Bertarung seperti ini terus, entah kapan baru bisa selesai?'
Setelah berpikir begitu, dia segera merubah jurusnya, mendadak
hawa pedangnya memancar, dia telah mengerahkan jurus-jurus
terhebat dari Kim-kau-kiam-hoat, pedangnya bergulung-gulung
menyerang, pertarungan jadi berubah, tadi ke lima orang itu
berebut menyerang, tapi sekarang di depan Ngo-goat seperti ada
belasan pedang yang berkelebatan, yang pertama terdesak mundur
adalah See-goat-cin-jin, diikuti oleh Tong-goat, Tiong-goat, Lam-
goat dan Pak-goat pun terdesak mundur ke belakang, hanya kurang
lebih tiga puluh jurus, Sian-souw-ngo-goat (Lima dewa menguasai
benua) yang menggemparkan dunia, semua terdesak mundur oleh
dia sejauh kurang lebih satu tombak!
0ooodeooo0
BAB 3
Suara kecapi, kecapi yang bersuara
Warna wajah Ngo-goat jadi berubah besar!
Ketika ke lima orang ini datang mengejar, mereka sudah sepakat
siapa yang bisa mengalahkan Sin-hiong, maka dialah yang menjadi
ketua Ngo-goat, tadinya mereka ingin bertarung satu lawan satu,
tapi karena keadaan terpaksa, mereka berlima malah jadi bersama-
sama menghadapinya. Tapi walaupun demikian mereka tetap saja
kalah.
Di dalam hati mereka diam-diam mengeluh, ketika mereka
kecewa, tidak terasa mereka mengeluar-kan keluhan "Haay!", di
malam begitu tenang suara keluhan ini terdengar sangat jelas, tapi,
mereka tidak mempedulikannya lagi.
Sin-hiong berjalan pelan-pelan di dalam radius lima tombak,
mengangkat kepala melihat cuaca langit, bulan purnama Sudah
tinggi di atas, angin meniup lembut, lalu dia menyelipkan
pedangnya, menggeleng-gelengkan kepala berkata:
"Kalian berlima, aku pamit dulu!"
Setelah berkata, dia bersiul pelan, dari kejauhan satu bayangan
merah berlari mendekat, dia adalah kuda merah hebatnya, Sin-
hiong tidak membuang waktu lagi, sekali menghentakan ujung
kakinya, tubuhnya sudah melayang ke atas udara, saat tubuh-nya
turun ke bawah, tepat di atas punggung kuda merah itu,
gerakannya indah sekali.
Di dalam pikiran Ngo-goat, masing-masing mempunyai pikiran
yang berbeda, semua orang masih ingin bertarung sekali lagi, tapi,
sekarang siapa pun tidak ingin berebut lebih dulu, perasaan hati
yang aneh ini erat-erat mengikat hati mereka, walaupun melihat
Sin-hiong sudah naik ke atas kuda, mereka masih tetap diam tidak
bergerak.
Sin-hiong masih belum pergi, dia berputar mengelilingi rumah
petani yang sederhana ini dua putaran, lalu memanggil-manggil:
"Lopek, Lopek!", begitu petani tua itu keluar, dia baru
menghentikan kudanya.
Perbuatannya ini, membuat Ngo-goat yang melihat di pinggir
membelalakan matanya, mereka tidak tahu apa maksud dia
memanggil keluar petani tua itu? sehingga ke lima orang itu
membelalakan matanya besar-besar, wajahnya penuh dengan ke
tidak mengertian.
Ternyata petani tua itu sudah mengetahui pertarungan mereka
tadi, saat ini dia masih ketakutan, begitu melihat Sin-hiong, dengan
gemetaran berkata:
"Siauya,kau......"
Tadinya dia ingin berkata, 'Kau mau menyuruh aku apa?'
mungkin karena ketakutannya, kata-kata selanjutnya tidak bisa
keluar dari mulutnya.
Sin-hiong tersenyum ramah, dia mengeluarkan sepotong perak
yang harganya satu tail dari dalam dadanya, berkata:
"Lopek, ini uang perak seberat lima liang, aku tadi sudah makan
nasi paman, maka terimalah perak ini."
Di saat dia mengatakan "ini uang perak seberat lima liang", di
dalam hati mendadak timbul rasa haru, hampir dia menggunakan
dua tangan memberikannya, petani tua itu tidak mau menerimanya,
dan berkata: "Siauya, jangan begitu!"
Sin-hiong mengeluh, mendadak dengan emosi berkata:
"Lopek, mohon bagaimana pun Lopek harus menerimanya,
sepuluh tahun yang lalu, demi uang lima liang perak nyawaku
hampir saja hilang, sekarang, haay! Walau lima puluh liang pun
tidak seberapa?"
Ini adalah kata-kata di lubuk hatinya, setelah mengatakan ini,
tidak peduli petani tua itu mengerti atau tidak, dia memaksa
memasukan ke dalam dadanya petani tua itu, lalu kedua kakinya
menjepit perut kuda, dengan tenangnya meninggalkan tempat itu.
Dia sudah pergi, tidak peduli wajah Ngo-goat seburuk apa,
pokoknya, malam ini dia sangat gembira sekali.
0odwo0
Tiga hari kemudian, di penyeberangan Huang-ho muncul seorang
anak muda dengan wajah penuh debu, orang ini tentu saja Sin-
hiong.
Sepanjang jalan dia terus memacu kudanya, hari ini dia sudah
tiba di Pa-li-cung di pantai utara Huang-ho.
Pa-li-cung adalah sebuah kampung yang amat besar, walaupun
dikatakan kampung tapi melihat luasnya malah lebih besar dari kota
kecil, saat ini sudah hampir malam, Sin-hiong sudah merasa letih
dan lapar, tapi dia memutuskan untuk menyeberang sungai terlebih
dulu.
Pelan-pelandiamemacu kudanya, berjalan menuju
penyeberangan sungai. '
Tiba di penyeberangan sungai, terlihat ombak kuning mengalir
dengan deras, perahu-perahu ditambatkan disisi sungai, di tengah
sungai tidak terlihat satu perahu pun.
Melihat keadaan ini, tidak tahan hati Sin-hiong menghela nafas,
kelihatannya malam ini dia terpaksa tidak bisa beristirahat di Pa-li-
cung. Saat itu dengan terpaksa dia memacu kudanya kembali ke
jalan semula.
Berjalan tidak jauh, mendadak dari belakang terdengar derap
kaki kuda, Sin-hiong membalikan kepala, terlihat ada tiga ekor kuda
sedang berlari dengan cepat.
Di atas kuda duduk tiga orang laki-laki, sekejap saja sudah
melewati dia.
Sin-hiong tertegun, pada saat ini ada lagi dua ekor kuda lewat
dengan cepatnya!
Ke lima orang itu semua memakai baju ringkas, tampangnya
terburu-buru, Sin-hiong bukan orang bodoh, sekali melihat, dia
sudah menerka di depan mungkin akan terjadi sesuatu keramaian!
Siapa duga pikirannya belum tetap, kembali ada beberapa ekor
kuda berlari dengan cepat melewati nya. Dia sedikit menghitung,
dalam sekejap ini sudah ada puluhan kuda yang melewatinya!
Sin-hiong jadi keheranan, di dalam hati berkata: 'Tidak peduli apa
yang mereka lakukan? Asal tidak ada sangkut pautnya dengan
diriku, setelah makan nanti aku langsung tidur saja, sebab besok
pagi-pagi aku harus melanjutkan perjalanan.'
Berpikir sampai disini, maka berjalan masuk ke dalam kampung.
Sekarang matahari sudah terbenam, ketika Sin-hiong hampir
masuk ke mulut kampung, terlihat di depan pintu sebuah rumah
besar di sisi jalan raya, terikat dua-tiga puluh ekor kuda.
Puluhan kuda ini tadi melewatinya, bahkan masih ada orang yang
sedang turun dari kudanya, hati Sin-hiong tergerak, tapi dia tidak
bisa menerka apa yang sedang terjadi di dalam rumah besar itu?
Rumah besar ini adalah tempat yang harus dilalui jika masuk ke
dalam kampung, Sin-hiong dengan tenangnya berjalan pelan-pelan,
siapa sangka baru saja tiba di depan pintu. Mendadak salah satu
dari dua orang laki-laki besar yang berdiri diluar pintu, berlarian
mendekatinya dan berteriak:
"Bagus, bagus, bukankah ini pemusik kecapi yang diperlukan?"
Ternyata ketika Sin-hiong sedang memeluk kecapi kunonya,
orang ini melihatnya, tanpa banyak tanya lagi langsung
menganggap dia adalah pemusik kecapi yang diundang, Sin-hiong
jadi marah men-dengar hal ini, tapi setelah dia pikir-pikir, dia
merasa di dalam rumah pasti ada yang tidak beres, kenapa dia tidak
mengambil kesempatan ini masuk ke dalam dan melihatnya.
Berpikir sampai disini, kemarahannya jadi reda, tapi dia tetap
berpura-pura dan berkata:
"Saudara, aku hanya lewat disini, bukan pemetik kecapi yang
kalian undang?"
Laki-laki besar itu melotot, dia berkata:
"Hei hei hei, kau sungguh tidak tahu diuntung, kau masuk saja
ke dalam, nanti kau pasti mendapat keuntungan."
Sin-hiong tersenyum, berkata lagi: "Boleh saja aku masuk ke
dalam, tapi aku ada syaratnya?"
Wajah orang itu jadi serius, dengan gusar tanya: "Syarat apa?"
Dua jari Sin-hiong memetik kecapi, lalu berkata: "Satu laguku
harganya lima liang perak, apa kalian bersedia membayarnya?"
Mendengar ini, laki-laki itu jadi tertawa keras dan berkata:
"Kukira ada syarat apa, ternyata hanya karena lima liang perak,
asalkan ketua perkumpulan puas, walau lima puluh liang atau lima
ratus liang, itu masalah kecil bagi kami?"
Sin-hiong jadi tergerak, dalam hati berkata: Ternyata rumah ini
adalah markas suatu perkumpulan, walaupun rumahnya besar, tapi
tampak nya tidak seperti itu?'
Setelah berkata, orang itu buru-buru memanggil seorang laki-laki
kampung, menunggu Sin-hiong turun dari kudanya, dia sudah
mendesak Sin-hiong supaya segera masuk ke dalam.
Dua orang itu berjalan satu di depan satu lagi di belakang,
setelah melewati dua pekarangan, mata menjadi terang, terlihat di
satu pekarangan besar, telah ada ratusan orang yang sedang
duduk, saat ini hampir tidak ada tempat yang kosong.
Di pekarangan itu ada puluhan meja, di atas meja sudah siap
makanan, daging ayam dan bebek, semua tersedia, hanya saja
orang-orang di sana semua diam tidak menggerakan sumpitnya,
seperti sedang menunggu seseorang.
Saat ini perut Sin-hiong memang sedang lapar, setelah melihat
ke sekeliling, orang yang membawa jalan berbisik padanya:
"Saudara, disini tidak ada bagian buatmu dan aku, kau ikut aku
ke belakang."
Sin-hiong diam-diam mengeluh, tanyanya:
"Kita mau ke tempat apa?"
Orang itu mencubit dia sekali, lalu menepuk-nepuk bahunya
berkata:
"Hari ini majikan kami sedang mengadakan upacara pembukaan
perkumpulan, para tamu dari segala penjuru sudah datang, kau dan
aku adalah orang bawahan, jika ingin makan harus makan di dalam
dapur."
Rupanya orang ini sudah melihat tampang kelaparannya, maka
dapat menerka isi hatinya, Sin-hiong yang mendengar, di dalam hati
merasa tidak rela, tapi dia sekarang ini hanyalah seorang pemetik
kecapi, ilmu seorang pemetik kecapi hanya untuk dinikmati orang
saja, mau berbuat apa lagi?
Sin-hiong tidak enak bertindak, terpaksa menganggukkan kepala,
berkata:
"Benar kata saudara, aku ingin mengisi perut lebih dulu saja."
Walau pun berkata demikian, tapi di dalam hati dia berpikir,
kalian terlalu memandang rendah orang, tiba saatnya aku ingin
melihat, apakah disini ada bagian aku atau tidak?
Orang yang membawa jalan itu tertawa dan berkata:
"Ini baru benar, nanti akan ada kesibukan buat kita lha!"
Sin-hiong tidak bicara lagi, dua orang itu pelan pelan berjalan
masuk ke dalam.
Setelah masuk ke pekarangan belakang, di dalam sedang sibuk
sekali, untungnya orang yang membawa jalan itu sangat gesit,
diam-diam meng-ambil dua piring besar masakan matang, tanpa
basa-basi lagi Sin-hiong sekaligus makan tiga mangkok besar.
Setelah makan, dia melihat ke sekeliling, dalam hatinya berkata:
'Walaupun seorang pemetik kecapi tidak ada kedudukan makan
di pekarangan besar depan, tapi ada kebebasan melihat-lihat di
belakang pekarangan kecil."
Sorot mata dia melihat sekelilingnya, tampak para pegawai
berlalu lalang, seperti sebuah kota saja, semua orang sibuk, ada
yang membawa masakan, ada yang mengambil arak, terlihat sangat
sibuk.
Dia melihat-lihat ke kiri, lalu melihat-lihat lagi ke kanan,
mendadak ada orang yang menepuk bahu-nya, lalu berteriak:
"Hey, setelah kenyang harus pergi!" Sin-hiong tidak berkata,
sambil membawa kecapi mengikuti orang itu berjalan keluar.
Tiba di pekarangan depan, keadaan disini ramai sekali, suaranya
terdengar ribut sekali, pembicaraan orang-orang ini, semua tertuju
dengan munculnya Kim-kau-kiam di dunia persilatan hari-hari
terakhir ini.
Diam-diam Sin-hiong merasa heran, di dalam hati pikir, 'kabar
yang mereka dengan sangat cepat!'
Orang yang membawa jalan menunjuk ke sisi sebuah dinding,
lalu berkata:
"Kau duduk dulu di sana, tiba saatnya aku akan memanggilmu!"
Sesudah berkata begitu, dia lalu pergi melaku-kan kesibukannya.
Pelan-pelan Sin-hiong berjalan ke sisi dinding, tempat ini kurang
di perhatikan orang, hanya ada dua tiga orang yang duduk disana,
setelah dia duduk, terdengar salah seorang dari tiga orang itu
berkata:
"Lo-tiang, mereka mengatakan orang yang menggunakan Kim-
kau-kiam itu adalah seorang anak muda, kulihat bukan begitu."
Orang lainnya bertanya:
"Bagaimana kau tahu bukan?"
Orang yang berkata tadi, belum sempat bicara, orang yang
duduk disebelah kiri sudah melanjutkan perkataannya:
"Tentu saja bukan, Kim-kau-kiam adalah senjata yang biasa
digunakan Liong-koan-hong, jika dia masih hidup, paling tidak
sudah berusia delapan-sembilan puluh tahun, bagaimana mungkin
bisa seorang anak muda?"
Pada saat ini, mendadak orang yang pertama bicara bersuara
heran, sambil terkejut berkata:
"Apa? San-lam-siang-siong pun datang kemari (Sepasang
penjahat dari San-lam)!"
Sin-hiong melihat ke arah yang ditunjuk, terlihat di gerbang
pintu, masuk dua orang, dua orang ini yang satu memakai baju
hitam yang satunya lagi memakai baju putih, wajahnya bengis
sekali, mereka adalah Lai-ta dan Lai-sun bersaudara yang sangat
ternama dari golongan hitam.
Ketiga orang yang sedang berbincang-bincang itu melihat Lai
bersaudara masuk ke dalam ruangan, wajah mereka jadi sedikit
berubah, yang lainnya bertanya:
"Siapa nenek tua buruk rupa yang duduk di meja utama itu?"
Dua orang itu menggeleng-gelengkan kepala, salah satunya
berkata:
"Nenek tua ini wajahnya jelek sekali, aku tidak pernah
mendengar orang mengatakannya."
Ketika tiga orang ini berbincang-bincang, Sin-hiong duduk di
pinggir dengan tenang mendengarkan sambil melihat-lihat, tapi
orang yang dibicarakan mereka, satu pun dia tidak ada yang kenal.
Tidak lama kemudian, terdengar suara gemu-ruh tepuk tangan,
lalu ada orang berteriak:
"Oey-pangcu sudah tiba!"
Sin-hiong melihat dari ruang belakang jalan keluar saru orang,
perawakan orang ini gemuk pendek, usianya sekitar empat puluhan,
wajahnya terlihat pintar dan gesit.
Saat ini Oey-pangcu ini sudah tiba di kursi utama, dia memberi
hormat ke sekeliling, dengan logat Suchuan berkata:
"Hari ini adalah peresmian pembukaan Hui-hong-pang kami
(Perkumpulan burung Hong terbang) sahabat-sahabat banyak yang
datang dari berbagai tempat, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk
menghormat, aku bersulang dulu tiga gelas besar."
Sesudah berkata, dia langsung minum habis dulu tiga gelas arak,
semua orang pun ikut minum araknya sampai habis.
Diam-diam Sin-hiong merasa heran, di dalam hati berpikir:
'Orang ini jelas orang Suchuan, kenapa lari kemari menjadi ketua
sebuah perkumpulan?
Begitu dia melirik, terlihat orang yang membawa jalan tadi berlari
menghampiri, teriaknya:
"Saudara, giliranmu, giliranmu, nanti kau alunkan lagu
keberuntungan."
Sin-hiong menganggukan kepala, bangkit berdiri lalu dengan
langkah besar berjalan menuju lapangan.
Di tengah lapangan disediakan sebuah kursi sandaran,
kelihatannya khusus untuk pemetik kecapi, saat ini puluhan pasang
mata berfokus pada dia. Setelah Oey-pangcu berkata, lalu
menyambung lagi:
"Hari ini tidak ada acara untuk menyambut tetamu, aku sengaja
mengundang seorang pemetik kecapi, sambil dia memetik
kecapinya, kita makan-makan, untuk menambah selera kalian."
Di lapangan kembali terdengar suara gemuruh tepuk tangan,
setelah Oey-pangcu berkata, lalu melambaikan tangannya,
mengisyaratkan Sin-hiong untuk mulai memetik kecapinya, Sin-
hiong menghirup nafas panjang, dalam hatinya berpikir:
'Dalam situasi seperti ini, aku tidak akan mengatakan jati diriku,
entah kalian akan mengeluarkan permainan apa lagi?
Saat dia memetik kecapinya, terdengar suara "Ting ting!", suara
kecapi sudah keluar dari jari nya.
Nada yang dia petik adalah nada yang rendah sekali, ternyata dia
hanya menggunakan satu senar, keadaan yang tadinya terasa
gembira, setelah suara kecapi dia keluar, suasana mendadak
berubah besar!
Begitu suara kecapi pelan-pelan mengalun, semua orang jadi
menahan nafas, tadinya orang-orang masih bisa tenang
mendengarkan, tapi kebelakangan, telinga mereka seperti berubah
jadi mata, di depan mata mereka tampak sebuah gambar.
'Di malam hujan salju, angin bertiup kencang, seorang anak kecil
sendirian sempoyongan berjalan di atas salju, bajunya tipis,
sepasang matanya berlinang air mata, dunia yang semuanya putih
ini, tidak tahu dirinya harus pergi kemana?'
Musik mengalun, karena gambarannya sangat mengharukan, hati
semua orang di lapangan jadi terkunci erat-erat oleh suara kecapi
yang amat melangsa ini, malah ada yang mencucurkan air mata.
Kira-kira lewat sekitar seperminuman segelas teh panas, suara
kecapi mendadak berhenti, orang-orang di seluruh lapangan yang
mendengarkan dengan tenang, semuanya mengeluarkan suara
keluh-an, di dalam hati sangat bersimpati pada kejadian yang
menimpa anak ini, mereka lupa bertepuk tangan, juga lupa pada
dirinya sekarang berada dalam situasi bagaimana, dalam sesaat,
kau pandang aku, aku pandang kau, diam tidak bergerak sambil
memegang gelas arak, wajahnya nampak seperti sudah
terpengaruhi oleh suara kecapi.
Sin-hiong tertawa tawar, berkata:
"Pangcu, apa perlu sebuah lagu lagi?"
Begitu kata-kata ini keluar, semua orang baru sadar, seperti baru
bangun dari tidur, hati setiap orang menjadi terkejut!
Harus diketahui, seorang yang berilmu tinggi, biasanya tidak
memerlukan senjata apa pun, hanya dengan suara kecapi sudah
bisa mempengaruhi jiwa lawan, jika suara kecapi melantunkan lagu
gembira, maka orang yang mendengarkan akan terus tertawa
terbahak-bahak tidak henti-hentinya, jika yang dilantunkan adalah
lagu sedih, semua orang akan menjadi sedih karenanya, tadi Sin-
hiong sudah menunjukan ilmunya ini.
Belum sempat Oey-pangcu menjawab, terlihat di meja utama
melayang keluar dua orang, salah satunya berteriak:
"Saudara Tiong-koan jangan terkena tipunya!"
Semua orang melihat, orang yang berkata ini adalah Lai-ta
saudara tua dari San-lam-siang-siong, dan yang satu lagi adalah
adiknya Lai-sun, saat ini dua bersaudara itu sudah melepaskan
senjata San-ciat-kun (tongkat tiga bagian), yang satu tangan kiri
yang satu tangan kanan, pelan-pelan mendesak ke arah Sin-hiong.
"He he he!" Lai-sun tertawa, "Siapa kau bocah? Apa tidak melihat
dulu tempat apa ini, aku akan menghukummu karena lancang
memamerkan ilmu silatmu di depan pesilat tinggi."
Sin-hiong tidak mempedulikan, dia hanya melirik dengan sudut
matanya, dua jarinya memetik kecapi dengan pelan, tidak
menunggu orang menyuruh, dia kembali melantunkan lagu.
Kali ini, nada yang dilantunkannya sangat menusuk telinga,
semua orang setelah mendengarnya, jadi gelisah, orang yang ilmu
silatnya kurang tinggi sudah tidak bisa duduk dengan tenang,
mereka berjalan berputar-putar di tempat itu.
Melihat itu, San-lam-siang-siong tidak tahan jadi naik pitam, dua
orang itu bersamaan terbang, San-ciat-kun (pemukul 3 ruas) dari
kiri dan kanan menyapu ke arah kecapi kuno Sin-hiong!
Lai bersaudara tidak percuma disebut orang paling hebat di aliran
hitam, begitu senjata mereka menyerang, tidak ada celah
sedikitpun, walaupun Sin-hiong menghindar ke arah mana,
tampaknya tidak akan lolos dari sapuan senjata kedua orang itu!
Orang yang tadi membawa Sin-hiong sudah ketakutan sampai
wajahnya pucat pias, di dalam hati berpikir:
'Celaka, bagaimana aku bisa membawa masuk orang yang
membawa mala petaka ini?
Sin-hiong dengan tenang masih memetik kecapinya, ketika dua
senjata datang menyapu, dia seperti tidak melihatnya, tiba-tiba
irama kecapi berubah, berubah berirama peperangan.
Di saat dua senjata San-ciat-kun itu hampir mengenai kecapi
kunonya, terlihat tubuh dia sedikit mengangkat, suara kecapi belum
putus, orangnya sudah meloncat ke atas, dua jurus yang dahsyat
ini, tepat melewati bawah tubuhnya!
Semua orang-orang di lapangan juga jadi terkejut kerenanya!
Begitu serangan San-lam-siang-siong tidak mengenai sasaran,
kedua orang itu menarik lengannya dan merubah jurus, baru saja
tubuh Sin-hiong turun ke bawah, kedua orang itu sudah
menghantam dengan dahsyat!
Sin-hiong tetap tenang, dia tidak membalas serangan, tampaknya
tugas dia sebagai pemetik kecapi masih belum selesai, jarinya terus
memetik senar, irama peperangan yang keluar bertambah keras.
Jurus kedua dari Lai bersaudara sudah diperhitungkan dengan
tepat, tempat mundurnya Sin-hiong, maka begitu mereka
menyerang, tidak tahan bersama-sama berteriak:
"Kau mau lari kemana lagi?"
Sin-hiong tidak bergerak, menunggu angin yang dibawa San-ciat-
kun tiba, terlihat tubuhnya kembali terangkat, malah menerobos
keluar dari celah kedua senjata itu, serangan kedua orang itu
kembali tidak mengenai sasaran.
San-lam-siang-siong berteriak "Heh!", di dalam hati kedua orang
itu merasa penasaran sekali, sebelum tubuh Sin-hiong turun,
senjata kedua orang itu sudah kembali datang menyerang!
Kecapi masih tetap mengalun, nadanya tambah cepat dan
menusuk telinga, begitu dua senjata datang menyapu, bayangan
Sin-hiong berkelebat dua kali di udara, ujung kaki dihentakan di atas
senjatanya Lai bersaudara, orangnya sudah melayang ke samping,
tepat turun di atas kursi utama.
Wajah Pangcu Hui-hong-pang berubah, dia membalikkan tangan
mencoba mencengkram sambil berteriak:
"Siapa kau sebenarnya!"
Sin-hiong menghentikan memetik kecapinya, sambil tersenyum
dia berkata: "Pemetik kecapi!"
Setelah berkata, orang berikut kursinya mundur ke belakang,
sehingga Oey Tiong-koan tidak berhasil menangkapnya!
Ketika Sin-hiong mundur, tepat ke samping si nenek tua yang
buruk rupa itu, terlihat keriput di wajah dia bergerak-gerak, dengan
suara seperti bebek liar dia membentak:
"He he he, kau tentu Kim-kau-kiam-khek yang disebut-sebut itu
bukan? aku Thian-ku-nio-nio ingin mencobamu (Nenek langit
cacad)!"
Setelah berkata, dia menjulurkan tangan kiri, berturut-turut tiga
kali menghantam Sin-hiong!
Ternyata orang ini hanya punya sebelah tangan, hanya saja
ketika dia menyebut julukannya, semua orang jadi tergetar, setan
besar dari gunung Kiu-hoa sudah datang, bakal ramailah
pertunjukan ini!
Sekarang Sin-hiong diserang dari dua arah, tapi dia tidak gentar,
tangan kanan sambil menangkis balik menyerang, juga dengan
dahsyat membalas tiga jurus, dia tertawa sambil berkata: "Permisi!"
Setelah berkata, tubuhnya sudah melayang ke arah pintu!
Di dalam hati Sin-hiong berkata, 'tidak peduli orang-orang ini dari
aliran lurus atau aliran sesat mereka sedikit pun tidak ada
hubungannya dengan dirinya, setelah tugasnya sebagai pemetik
kecapi selesai, berarti diapun harus meninggalkan tempat itu!'
Baru saja dia melayang ke samping pintu, mendadak satu
bayangan merah berkelebat masuk, orang ini seperti terburu-buru,
hampir saja menabrak-nya.
Semua orang melihat, orang yang masuk ini ternyata adalah
seorang nona berbaju merah berusia tujuh-delapan belas tahun,
tapi tidak ada seorang pun yang mengenalnya. Mata besar nona
berbaju merah itu berputar, tubuhnya sudah melesat ke samping,
gerakannya gesit sekali.
Sin-hiong sudah turun ke bawah, diapun melihatnya sekali, lalu
berkata:
"Hebat sekali gerakan nona, hampir saja kita bertabrakan!"
Nona berbaju merah melototi dia sekali, sorot matanya tertuju
pada kecapi kuno Sin-hiong, tanyanya:
"Kau tadi yang memetik kecapi?"
Sin-hiong menganggukkan kepala, mendadak dia teringat satu
hal, dia berjalan kehadapan Pangcu Hui-hong-pang, Oey Tiong-koan
dan berkata:
"Ketua, aku tadi melantunkan dua lagu, sebelumnya sudah
sepakat harga satu lagu lima liang perak, kau masih belum
membayar aku lho?"
Wajah Oey Tiong-koan terlihat buruk sekali, tapi tubuh Thian-ku-
nio-nio yang duduk disisinya sudah bergerak, teriaknya:
"Tidak apa, asalkan kau bisa mengalahkan aku, lima puluh liang
perak pun akan diberikan padamu!"
Dengan kesal Sin-hiong melihat dia, lalu berjalan ke depan orang
yang tadi membawa dia masuk dan berkata:
"Saudara, bukankah tadi kita sudah sepakat, kenapa majikan
kalian tidak mau membayar?"
Orang yang ditanya olehnya, tidak tahu harus berbuat
bagaimana, saat ini di belakang tubuhnya terdengar ada dua
bentakan keras dan ada bayangan orang berkelebat, Sin-hiong
membalikan tubuh melihat, terlihat di udara ada dua orang sedang
saling serang sejurus, lalu bayangan orang itu terpisah, dia seperti
tidak mengerti apa yang telah terjadi, wajah orang-orang yang
menonton pun tampak bengong.
Ternyata kedua orang yang barusan saling serang adalah Thian-
ku-nio-nio dengan gadis berbaju merah yang baru saja datang.
Nafas Thian-ku-nio-nio terlihat sedikit terengah-engah, sedangkan
gadis berbaju merah itu sedikit pun tidak terlihat kelelahan, semua
orang yang melihat keadaan ini, kembali memperlihatkan wajah
yang terkejut.
Nama Thian-ku-nio-nio sangat termasyur, walau pun sepanjang
tahun dia berada di gunung Kiu-hoa, tapi bayangannya seperti ada
dimana-mana, apa lagi perbuatannya sangat kejam, maka orang-
orang di dunia persilatan hampir tidak ada seorang pun yang tidak
tahu nama besarnya, tidak diduga hari ini dia malah dikalahkan oleh
seorang gadis muda yang belum punya nama, bagaimana hal ini
tidak membuat semua orang terkejut?
Bulu mata panjang gadis itu berkedip sekali, dengan dingin
berkata:
"Aku belum selesai bicara dengan dia, siapa yang suruh kau
bertindak dulu, heh heh!"
'Dia' yang ditunjuknya tentu saja Sin-hiong, dan Sin-hiong yang
mendengar jadi tertegun, dalam hatinya berpikir:
'Aku tidak kenal denganmu, apa yang ingin kau tanyakan?
tampaknya masalah di dunia persilatan ini sangat aneh-aneh.'
Tampaknya Thian-ku-nio-nio masih tidak bisa menerima
kekalahannya, tapi di dalam hati dia tahu, dalam bentrokan tadi,
untung gadis berbaju merah itu tidak sungguh-sungguh menyerang
dia, kalau tidak mungkin diri sendiri sudah mendapat luka.
Pengalaman dia di dunia persilatan sudah banyak sekali, tapi dia
justru tidak tahu siapa gadis ini?
Hari ini adalah peresmian Hui-hong-pang, Oey Tiong-koan tidak
terduga bisa muncul dua orang muda-mudi yang ilmu silatnya
begitu hebat, sekarang semua orang jadi tidak ingat akan maksud
kedatangan nya, walau pun dia adalah tuan rumah, saat ini dia
malah seperti menjadi seorang peran pembantu. Wajahnya menjadi
sangat kesal dan tidak dapat ditutupinya.
Sin-hiong berjalan dua langkah, tanyanya:
"Nona, kau mau bertanya apa, cepatlah, aku masih harus
mengejar waktu."
Dengan wajah tersenyum manis gadis berbaju merah itu berkata:
"Permainan kecapimu bagus, bagaimana kalau kau mainkan satu
lagu lagi?"
Sin-hiong menggelengkan kepala:
"Aku tidak mau main lagi, walaupun nona bersedia membayar
sepuluh liang perak."
Setelah berkata, baru saja dia melangkah mau meninggalkan
tempat itu, mendadak ada sinar perak berkelebat, sebilah pedang
panjang sudah meng-hadang jalannya, gadis berbaju merah itu
tertawa dan berkata:
"Boleh saja kau tidak memetik kecapi lagi, tapi tinggalkan
kecapinya disini, biar di saat kesal aku bisa menghibur diri."
Sin-hiong memperhatikan dia sekali, dia merasa wajahnya sedikit
mirip dengan Lam-goat-sian-ku, hatinya jadi tergerak, lalu dengan
tenang dia berkata:
"Nona jangan main-main, aku adalah seorang pemetik kecapi dan
kecapi adalah nyawaku, jika nona mau mengambil kecapi ini,
bukankah sama dengan mengambil nyawaku?"
Gadis berbaju merah itu menggetarkan pedang panjangnya:
"Betul, kecapi atau nyawa, pokoknya kau harus tinggalkan salah
satunya, jika tidak, aku sendiri yang akan mengambilnya!"
Kedua orang ini tadinya berbicara berjauhan, setelah berkata-
kata jadi semakin mendekat, semua orang yang mendengar, baru
sadar, ternyata gadis berbaju merah ini datang khusus untuk anak
muda ini?
Dalam hati Sin-hiong pun sekarang tahu, gadis berbaju merah ini
pasti ada hubungannya dengan Lam-goat-sian-ku, jika bukan
begitu, dia tidak akan ada alasan mencari dirinya?
Tapi, dia tetap memaksa menahan diri, berkata
"Aku tidak ada dendam apa pun dengan nona!"
Mendadak gadis berbaju merah itu merubah nada bicaranya,
dengan dingin berkata:
"Kau berturut-turut telah mengalahkan Ang-hoa-kui-bo dan Sian-
souw-ngo-goat, kenapa dihadap-an aku, kau begitu pelit?"
Kata-kata ini begitu keluar, orang-orang di lapangan menjadi
gempar!
Tadinya orang-orang hanya mendengar saja kabar bahwa Ang-
hoa-kui-bo dikalahkan oleh Kim-kau-kiam-khek, semua orang masih
sedikit tidak percaya, tidak diduga Sian-souw-ngo-goat yang nama-
nya menggemparkan dunia pun ternyata telah dikalahkannya, kata-
kata ini laksana guntur di siang hari bolong, menggetarkan hati
puluhan pesilat tinggi di seluruh lapangan.
Sin-hiong menghela nafas panjang:
"Nona salah melihat orang, mana aku ada kemampuan sebesar
itu?"
Sifat gadis berbaju merah seperti tidak sabaran, dia mendengus,
tanpa berkata lagi pedangnya sudah disabetkan kepada kedua
pergelangan tangan Sin-hiong!
Sin-hiong menghela nafas, wajahnya seperti mengatakan kenapa
terus memaksa aku?
Tubuhnya segera dimiringkan, 'katanya dalam hati:
'Apa sulitnya menghindar seranganmu?'
Gadis berbaju merah mendengus lagi, ujung pedangnya
digerakan mengejar, kemanapun Sin-hiong menghindar, ujung
pedang dia terus membuntuti, jurusnya sangathebat dan tidak ada
celahnya.
Sen Sin-hiong tidak bisa banyak berpikir lagi, kakinya di putar,
tubuhnya melayang melewati beberapa orang, maksudnya dia mau
meloloskan diri dari tempat itu. Siapa tahu, baru saja tubuhnya
turun, ujung pedang gadis berbaju merah pun sudah datang
menusuk lagi, dia tidak memberi nafas sedikitpun.
Walaupun gadis berbaju merah hanya menye-rang dua jurus,
tampak dia masih belum mengerahkan seluruh kemampuannya,
melihat ini Sin-hiong tidak terasa jadi menghela nafas, dalam
hatinya berpikir:
'Ilmu silat wanita ini, rasanya tidak di bawah Ang-hoa-kui-bo'
Setelah berpikir begitu, dua jarinya menyentil sambil berteriak:
"Sekarang aku tidak ada waktu berdebat denganmu, tunggulah
setelah aku kembali dari Siauw-lim-si."
Selesai berkata, tubuhnya melesat ke depan! Baru saja tubuh dia
melesat, mendadak di depan mata ada sinar perak berkelebat,
segulung hawa dingin pedang secepat kilat mengikutinya!
Tanpa membalikkan kepala, telapak tangan Sin-hiong
menghantam ke belakang:
"Mau bertarung atau membalas dendam, tidak perlu begini
terburu-buru." Setelah berkata, dia merasa yakin kali ini pasti bisa
memukul mundur jurus pedang gadis berbaju merah, tapi jurus
pedang gadis berbaju merah ternyata lain dari pada yang lain, baru
saja telapak tangan Sin-hiong memukul, ujung pedang gadis
berbaju merah sudah hampir mengenai tangan dia yang sedang
memegang kecapi. Sin-hiong jadi tersentak!
Tapi ilmu silatnya sangat tinggi, dalam keadaan bahaya ini dia
tidak menjadi kacau, begitu lengan kanannya tidak mengenai
sasaran, tangannya segera dibalikan, tahu-tahu Kim-kau-kiam sudah
berada di tangannya.
Kecepatan gerakannya tidak bisa di bayangkan, setelah pedang
pusakanya berada di tangannya, dia menyerang dengan jurus To-
tha-kim-ciong (Memukul jatuh lonceng emas), kelebatan sinar perak
langsung menyerang mengarah jalan darah Meh-bun gadis berbaju
merah itu!
Dalam kerumunan penonton tentu saja ada orang yang mengerti
jurus ini, melihat kehebatan jurus pedang kedua orang ini, semua
menghela nafas, sambil berkata:
"Sungguh pertarungan yang jarang terjadi dalam kurun waktu
seratus tahun!"
Saat ini Thian-ku-nio-nio, San-lam-siang-siong dan Pangcu Hui-
hong-pang, pelan-pelan bergerak menghampiri, Thian-ku-nio-nio
yang tadi sudah dikalahkan oleh gadis berbaju merah, saat ini dia
mengharapkan Sin-hiong bisa mengalahkannya, hingga kekesalan
dia terbalas.
Lain lagi dengan San-lam-siang-siong, mereka sudah dikalahkan
oleh Sin-hiong, di dalam hati tentu saja mengharapkan gadis
berbaju merah yang menang, maka ketika tadi gadis berbaju merah
berada diatas angin, hati mereka diam-diam merasa senang.
Gadis berbaju merah yang menusukan pedang panjangnya, tidak
menduga serangan balik Sin-hiong bisa secepat ini, dia mendengus
danberteriak:
"Gerakan hebat, jurus pedang hebat!"
Sesudah itu dia menggerakan tangannya, berturut-turut
menyabetkan pedangnya tiga kali!
Maksud Sin-hiong menusukan pedangnya, adalah hendak
mendesak supaya dia mundur, siapa sangka gadis berbaju merah itu
tidak mau mengalah, selangkah pun dia tidak mau mundur,
jurusnya di gerakan semakin dahsyat, dan pedangnya bergerak
mengarah kepada bagian yang mematikan dari tubuh Sen Sin-hiong.
Sin-hiong masih muda, saat ini diapun tidak dapat menahan diri.
Tubuhnya diputar, dari depan dia membalas tiga jurus!
Wajah sigadis berbaju merah menjadi dingin seperti salju,
pedangnya seperti naga bermain, berputar di sekeliling Sin-hiong,
setiap jurusnya mematikan. Dalam sekejap mereka sudah bertarung
tujuh-delapan belas jurus!
Diam-diam Sin-hiong mengerutkan alisnya, dalam hatinya
berpikir:
'Siapa sebenarnya dia ini, kenapa begitu bertemu dengannya
langsung menyerang mati matian?”
Saat ini bulan sudah naik ke atas, puluhan orang di pekarangan
menahan nafas, hanya San-lam-siang-siong yang tidak berdiam diri,
mereka berdua pelan-pelan bergerak ke arah pintu, menjaga pintu
kalau-kalau Sin-hiong mau melarikan diri.
Sin-hiong sudah menyerang beberapa jurus, tapi masih belum
berhasil, melihat bulan sudah terbit, di dalam hati berpikir:
'Tidak peduli kau ini siapa, lebih baik kutinggalkan tempat ini.'
Dia mengayunkan Kim-kau-kiam di tangannya danberteriak:
"Nona, kita bertemu lagi di lain waktu!"
Ayunan pedangnya, kelihatannya tidak ada keistimewaan, tapi
sudah dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, terdengar suara
"Ssst!" jurus pedang gadis berbaju merah sudah ditangkis ke
samping, tubuh Sin-hiong pun sudah bergerak ke pintu keluar!
Semua orang berteriak, tapi mendadak di mulut pintu berkelebat
dua bayangan orang, San-ciat-kun dari San-lam-siang-siong sudah
menghantam ke arah kepala Sin-hiong!
"Kalian masih penasaran?" Sin-hiong tertawa
Pedang pusakanya disabetkan, dan terdengar "Sst sst!" San-ciat-
kun San-lam-siang-siong sudah tinggal setengah, menjadi sepotong!
Pangcu Hui-hong-pang tergetar, dia mengira Sin-hiong mau
membunuh Lai bersaudara, maka dia berteriak:
"Jangan melukai tamuku!"
Tubuhnya meloncat ke atas, di udara dia memukul ke bawah!
Puluhan orang yang ada di dalam pekarangan, yang menjadi
tamu hanya sedikit, kebanyakan mereka adalah ketua cabang Hui-
hong-pang dari berbagai tempat, melihat ketuanya sudah turun
tangan, mereka pun tidak bisa menahan diri lagi, semua
mengangkat senjata, sambil berteriak mengurung Sin-hiong!
Sin-hiong menjadi marah, di dalam hati berpikir: 'Orang-orang ini
betul betul tidak tahu diuntung, aku tidak mengusik kalian, malah
kalian mencari gara-gara, he he he hari ini jika aku tidak
menunjukan beberapa jurusku, mungkin kalian tidak tahu kelihayan-
jurus Kim-kau-kiam aku?
Otak berputar, baru saja dia akan mengeluar-kan jurus Kim-kau-
kiam yang hebat, di depan mata berkelebat satu bayangan merah,
tubuh gadis berbaju merah sudah menerjang masuk ke dalam
kelompok orang-orang itu!
Terlihat pedangnya berkelebatan, jerit kesakit-an terdengar
dimana-mana, dalam sekejap dia sudah merobohkan tujuh-delapan
orang.
Melihat demikian, bukan saja orang-orang Hui-hong-pang
terkejut, Sin-hiong sendiri pun tidak mengerti! Jelas sekali dia tadi
menyerang ingin membunuh Sin-hiong, kenapa mendadak berbalik
membantu Sin-hiong.
Jurus pedang gadis berbaju merah tidak berhenti sampai disitu,
ketika semua orang sedang bengong, kembali lima-enam orang
sudah dirobohkan olehnya!
Melihat ini, hampir saja Oey Tiong-koan muntah darah saking
marahnya, dia berteriak:
"Kalian ini sebenarnya mau apa?" Setelah berkata, berturut turut
dia melancarkan serangan dengan telapak tangannya, angin
pukulan tangannya sangat dahsyat, semua serangannya mengarah
pada jalan darah kematiannya Sin-hiong dan gadis berbaju merah
itu!
Thian-ku-nio-nio pun tertegun sejenak, di dalam hati merasa ada
kejadian yang aneh sekali. Ketika dia mau bergerak membantu Oey
Tiong-koan, mendadak terdengar Sin-hiong berteriak:
"Ayo berhenti!"
Mana mungkin Oey Tiong-koan mau men-dengar perkataannya,
pukulan pertama belum selesai, telapak kedua sudah menyusul
memukul!
Sin-hiong berkelebat menghindar beberapa kali, lalu membentak:
"Oey-pangcu, ayo berhenti, tidak ada seorang pun anakbuahmu
yang terluka!"
Oey Tiong-koan tertegun, saat ini kemarahan-nya sampai
matanya pun menjadi merah, walau sudah tidak menyerang lagi,
tapi dia dengan galaknya masih berkata:
"He he he, masih berani mengatakan tidak melukai orang, apa
matamu sudah buta?"
Sesudah berkata, dia menggunakan jarinya menujuk, terlihat di
tanah penuh dengan orang yang tergeletak, masing-masing
mengeluarkan suara rintihan?
"Aku mau tanya di mana luka mereka?" tanya Sin-hiong tertawa.
Pertanyaan ini sungguh aneh sekali, jika orang orang ini tidak
terluka, kenapa pada meriritih? Oey Tiong-koan tidak mengerti
kenapa Sin-hiong menanya-kan ini, setelah diam sejenak, dengan
kesalnya dia berkata:
"Jika mereka tidak terluka, mereka pasti sudah gila, begitu?"
Sin-hiong tersenyum, dia menyimpan pedangnya, lalu berjongkok
memeriksa orang yang terluka, tidak lama kemudian, dua puluh
orang lebih yang tergeletak di tanah sudah bangkit berdiri, sedikit
pun tidak ada tanda-tanda terluka.
Oey Tiong-koan bengong, Sin-hiong tertawa lagi, lalu berkata:
"Oey-pangcu, kata-kata aku tidak salah bukan! nona ini tidak
melukai satupun anakbuahmu!"
Oey Tiong-koan tidak bisa berkata apa-apa, setelah diam sejenak
dengan mengeluh berkata:
"Sudah, sudah, aku Oey Tiong-koan buat apa bercokol lagi di
dunia persilatan?"
Dia putus asa, sebab dia bisa sampai tidak tahu, apa yang telah
dilakukan oleh lawan, walaupun dia bisa duduk di kursi ketua
perkumpulan ini, sudah tidak ada artinya lagi.
Gadis berbaju merah itu berkelebat, dia tertawa dingin pada Sin-
hiong dan berkata:
"Hei, rupanya kau boleh juga, sekarang aku jadi penjahatnya,
kau malah jadi orang baiknya, malam ini jika tidak mengetahui siapa
yang lebih ungui, siapa pun jangan harap bisa meninggalkan tempat
ini."
Sin-hiong memetik senar kecapinya, berkata: "Buat apa?"
Baru saja perkataannya berhenti, mendadak di luar pintu, masuk
satu orang, baru saja melangkah masuk ke dalam gerbang sudah
bertanya:
"Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"
Sin-hiong jadi tergetar, terlihat orang ini rambutnya acak-acakan,
wajahnya kuning, kotor oleh tanah, sorot matanya kaku, wajah
kuning, kelihatan-nya tidak seperti manusia, Sin-hiong yang melihat,
hampir saja berteriak.
Ternyata orang ini adalah Sun Cui-giok. Sejak malam itu Sen Sin-
hiong pergi meninggalkan Sun Cui-giok, Ho Koan-beng dan gurunya
pun pergi, dia terus mengejar Sen Sin-hiong dari belakang, kuda
yang ditunggangi Sin-hiong adalah kuda tercepat, ditambah sengaja
menghindarinya, maka walaupun Sun Cui-giok yang sudah mengejar
semalaman, tapi bayangan Sin-hiong pun sedikit pun tidak terlihat.
Tapi dia masih tidak putus asa, sebab dia punya banyak kata-
kata yang ingin diutarakan, jika tidak bisa bertemu dengan Sin-
hiong walaupun mengejar sampai ke ujung dunia dia tetap akan
mengejarnya, tapi disaat dia mengejar keluar, uang di tubuhnya
hanya tinggal satu dua tail tembaga saja, hari pertama dia masih
bisa lewat, tapi setelah hari kedua dia sudah tidak mampu lagi,
sepanjang jalan dia tidak makan, tidur berselimutkan langit, setelah
lewat dua hari, tubuhnya sudah tidak menyerupai orang lagi.
Sun Cui-giok beberapa kali ingin kembali lagi ke rumah, tapi
setelah dipikir-pikir, sepuluh tahun ini dia mengira Sin-hiong sudah
mati, tidak terduga Sin-hiong masih hidup dan sehat wal afiat, maka
di saat hatinya goyah, akhirnya bertekad meneruskan
pengejarannya.
Permulaan satu dua hari, dia masih bisa dengan tenang mencari
menelusuri jalan, setelah hari ketiga, dia sudah tidak tahan
kelaparan dan kedinginan, di tambah hatinya sangat gelisah, maka
dengan tidak sadar pikirannya menjadi kacau, setiap dia bertemu
dengan orang langsung ditanya, "Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"
orang-orang melihat pikiran-nya sedang kacau, semuanya
menganggap dia orang gila, maka dengan sembarangan saja
menggeleng-gelengkan kepala lalu pergi.
Mungkin langit kasihan melihat dia begitu rupa, sebab jika Sin-
hiong berniat pergi, jangan kata dia, gadis berbaju merah itupun
tidak akan bisa menahannya, walau seluruh orang dilapangan
menghadangnya, mungkin juga tidak akan bisa menahannya, jadi
Sun Cui-giok kembali akan menemui kegagalan.
Sun Cui-giok masuk ke dalam, dengan bengong melihat pada
orang-orang, kembali berkata: "Apa kau melihat Sin-hiong?"
Keadaan di dalam pekarangan tadinya sangat tegang, begitu dia
muncul, semua orang memandang dia dengan sorot mata terkejut,
situasi yang tegang menjadi reda, semua orang bengong saling
pandang, tidak tahu siapa orang yang dia cari itu?
Sen Sin-hiong merasa terharu, di dalam hatinya berpikir:
'Demi mencari aku, dia bertekad menempuh perjalanan ribuan li,
tidak hanya itu, kelihatannya dia pun sudah meninggalkan Ho Koan-
beng.'
Sesaat, Sin-hiong merasa menyesal sekali, mendadak dia maju ke
depan menarik Sun Cui-giok, berkata:
"Nona Sun, kenapa kau sampai jadi begini?"
Semua orang yang melihat, mendadak hatinya jadi terkejut, ada
orang berteriak terkejut dan berkata:
"Aah! Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-hiong?"
Sen Sin-hiong tidak mempedulikan semua ini, setelah dia
memanggil sekali, sorot sepasang mata Sun Cui-giok masih terlihat
kosong, dia kembali bertanya:
"Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"
Sin-hiong jadi emosi, dengan keras berkata:
"Nona Sun, aku ini Sen Sin-hiong!"
Mendengar ada orang menyebut Sen Sin-hiong, otot wajahnya
menjadi kejang-kejang sesaat, dia berkata lagi:
"Kau melihat Sen Sin-hiong?"
Sin-hiong hanya merasa seluruh tubuhnya tergetar, melihat
keadaannya, Sun Cui-giok pasti terkena penyakit yang sulit diobati,
penyakit ini ditimbulkan oleh dirinya, dia tidak bisa menahan diri, air
mata sudah bercucuran.
Harus diketahui, sejak kecil dia sudah banyak menerima hinaan
orang sehingga sifat dia berubah jadi dingin, tapi sebenarnya di
lubuk hati dia, kasih sayang-nya seperti api membara, saat dia
dalam keadaan sulit sebesar apa pun, walau ingin menangis,
mungkin dia masih bisa memaksa menahannya, hanya saja
sekarang, setelah Sun Cui-giok demi dia melepas-kan segalanya,
sampai wajahnya menjadi demikian tidak karuan, perasaan yang
sudah lama ditekannya mendadak meletus hebat seperti gunung
berapi, walaupun di sekelilingnya lebih banyak orang lagi, dia pun
tidak akan peduli, menangis sepuas-puasnya.
Gadis berbaju merah melihat kejadian ini dari samping dia salah
mengerti, mengira Sin-hiong adalah seorang yang tidak tahu
diuntung, sehingga membuat Sun Cui-giok jadi begini rupa, dia
mengangkat pedang nya dan berteriak:
"Aku akan membunuh dulu kau orang yang tidak tahu diuntung
ini, untuk menghibur hati nona ini!"
Sinar pedang begitu keluar, pedangnya dengan dahsyat sudah
datang menyabet!
Sin-hiong berdiri disana tidak bergerak, jangan dikata, saat ini.
bersama dengan Sun Cui-giok seperti sudah kehilangan
perasaannya, walaupun saat ini dia sedang dalam keadaan segar
bugar, mungkin dia pun tidak ingin melawannya!
Dia merasa sangat bersalah pada Sun Cui-giok, dulu Sun Cui-giok
pernah menolong dan membantu dia, memperhatikan dia, sekarang
ini walaupun samar-samar namanya sudah menggemparkan dunia
persilatan, tapi, dia sedikit pun tidak bisa melupakan Sun Cui-giok!
Serangan pedang gadis berbaju merah ini selain cepat juga keji,
dalam sekejap mata sudah tiba di bahu kanannya Sin-hiong.
Sin-hiong masih tidak bergerak, kelihatannya dia sudah pasrah
menerima tusukan pedang ini.
Orang-orang di dalam pekarangan semuanya berteriak terkejut,
mereka tidak sempat beraksi, sebab jurus pedang gadis berbaju
merah ini terlalu cepat, walaupun ada orang ingin mencegahnya,
mungkin juga sudah terlambat, mendadak terdengar suara robekan
kain yang keras, akhirnya gadis berbaju merah tidak tega, dia
menyabetkan pedangnya. membuat baju atas Sin-hiong menjadi
robek yang besar sekali.
Sin-hiong hanya memegang erat-erat tangan Sun Cui-giok,
sedikit pun tidak melepaskannya, saat ini di depan matanya hanya
ada Sun Cui-giok saja, walaupun langit runtuh, dia tidak akan
mengerutkan alisnya, apalagi gadis berbaju merah itu hanya
menyabetkan pedangnya.
Sekarang apapun tidak dia pedulikan, dengan tangan kiri
memegang kecapi kuno, tangan kanannya menarik Sun Cui-giok,
berlari keluar pintu.
Kali ini gadis berbaju merah tidak menghalanginya, tapi begitu
Sen Sin-hiong pergi, dia pun ikut berlari keluar pintu.
Saat ini di dalam pekarangan masih banyak orang, tapi tidak ada
satu orang pun yang mencoba menghalangi mereka, semua orang
mengantar pesilat tinggi muda itu pergi dengan sorot matanya, di
dalam hati mereka terbayang mungkin ketiga orang muda mudi ini,
sedang terlibat dalam asmara.
Sen Sin-hiong keluar dari kampung itu, hatinya terasa berat
sekali, sekarang, dia harus berusaha menyembuhkan penyakit Sun
Cui-giok, dia membawa kudanya, menaikan Sun Cui-giok ke atas
kuda, Sun Cui-giok tampak masih bengong, bolak-balik mengata-
kan pertanyaan itu-itu saja, Sin-hiong tidak mempeduli kan, dia
sendirian berjalan di depan menelusuri Huang-ho.
Sekarang angin dan ombak sudah mereda, tapi karena arusnya
sangat deras, di sekitarnya masih sulit terlihat ada perahu.
Kedua orang itu berjalan sejenak, mendadak, Sin-hiong merasa
di belakannya seperti ada sesuatu, dia membalikan kepala melihat,
entah kapan, gadis berbaju merah itu sudah membuntutinya dari
bela-kang.
Tadinya Sin-hiong masih membiarkan, tapi setelah berjalan
beberapa saat, gadis berbaju merah itu masih terus mengikutinya,
berjarak kurang lebih sepuluh tombak, ketika Sin-hiong
menghentikan langkahnya, gadis berbaju merah itupun ikut
berhenti, begitu Sin-hiong berjalan ke depan, dia pun ikut berjalan
lagi, seperti orang yang sedang mengawasi dia saja, selalu
membuntuti dia berjarak sepuluh tombak, tapi tidak bicara sepatah
katapun.
Bulan sudah naik tinggi, bumi jadi terang benderang, di dalam
hati Sin-hiong berpikir:
'Wanita ini aneh sekali, ada urusan apa dia terus mengikuti aku?"
Gadis berbaju merah tidak bicara, Sin-hiong pun malas
menyapanya, mereka dia tidak bicara terus berjalan ke depan,
entah berapa lama, di depan mendadak ada sebuah kali yang jernih,
hati Sin-hiong tergerak, pikirnya:
'Melihat keadaan nona Sun seperti ini, jika siang hari terlihat
orang, mungkin akan membuat orang menjadi curiga, aku harus
merapihkan dia terlebih dulu.'
Berpikir sampai disini, dia lalu menurunkan Sun Cui-giok dari atas
kuda, membasahi sedikit kain, seperti seorang ibu yang penuh kasih
sayang, dia membasuh wajah dan tangannya Sun Cui-giok, sambil
bertanya:
"Nona Sun, apa kau merasa baikan?"
Sepasang mata Sun Cui-giok menatap ke depan, walaupun Sin-
hiong ada di sampingnya, dia tetap bertanya:
"Apa kau melihat Sen Sin-hiong?"
Sin-hiong jadi menggeleng-gelengkan kepala tidak bisa berbuat
apa-apa, sambil menghela nafas dia berkata:
"Hay, bagaimana ini bisa menyalahkanku?" Dia terpikir:
'Tidak seharusnya Ho Koan-beng membiarkan Sun Cui-giok
sendirian mencari dirinya, tapi... bagaimana dia bisa tahu keadaan
sebenarnya, saat ini walaupun Ho Koan-beng sangat jauh, mungkin
dia saat inipun sedang memandangi bulan sambil bersedih.
Setelah wajah Sun Cui-giok dibasuh, walaupun tampak sedikit
lebih baik, tapi tetap tidak bisa menutupi penderitaannya, Sin-hiong
berpikir:
'Malam ini lebih baik aku beristirahat disini, besok baru mencari
tabib untuk mengobatinya.'
Sorot matanya tidak sengaja menyapu, terlihat gadis berbaju
merah itupun menghentikan kudanya, berdiri disana tidak bergerak,
Sin-hiong yang melihat, di dalam hatinya berpikir:
"Orang ini mengikuti aku terus; mungkin ada niat tidak baik."
Walaupun Sin-hiong tidak takut, tapi demi Sun Cui-giok, tentu
saja tidak bisa tidak dia harus meningkatkan kewaspadaannya, dari
atas pelana dia mengambil sebuah baju dan menggantinya, lalu
bersama Sun Cui-giok menyandar ke pohon beristirahat, tidak
mempedulikan gadis berbaju merah itu lagi.
Setelah lewat beberapa saat, mendadak ter-dengar lengkingan
suara di udara, suaranya mirip sekali dengan suara seruling, hanya
saja lagunya amat memilukan, membuat orang yang mendengarnya
jadi timbul perasaan sedih.
Sin-hiong sedikit menaikan tubuh atasnya, terlihat gadis berbaju
merah itu sedang duduk di atas batang pohon, mulutnya sedang
meniup seruling, suara seruling yang memilukan itu meluncur dari
atas ke bawah.
Sin-hiong menggeleng-gelengkan kepala, dalam hatinya berpikir:
'Wanita ini benar-benar aneh, sesudah meng-ikuti aku setengah
harian, tapi malah tidak mau mendekati aku, sekarang malah duduk
diatas pohon meniup seruling, apakah dia ingin bertanding dengan
kecapi kunoku?"
Dia masih berjiwa muda, keinginan untuk selalu menang masih
besar, hanya saja begitu dia melihat ke atas, bulan sudah miring ke
barat, sambil menggeleng-kan kepala, di dalam hati dia berpikir:
'Dia tidak mengganggu aku, buat apa aku mempedulikannya?
Berpikir sampai disini, lalu dia pura-pura tidak memperhatikan,
dia menyandar ke pohon seperti tertidur.
Saat membuka matanya, langit di ufuk timur sudah memutih,
buru-buru dia membopong Sun Cui-giok, ketika melihat ke atas
pohon, gadis berbaju merah kemarin malam itu entah sudah pergi
kemana?
Tanpa mempedulikannya, dia membopong Sun Cui-giok naik ke
atas kuda, di jalan masih belum ada orang, maka dengan
menggunakan ilmu meringankan tubuh dia bisa berlari dengan
cepat.
Setelah matahari terbit, Sin-hiong baru melambatkan larinya,
ketika berjalan tiba-tiba dia melihat di atas jalan ada beberapa
tulisan.
Sin-hiong melihat, yang ditulis diatas jalan adalah: "Jika ingin
menyembuhkan penyakit lupa ingatan, harus mencari Ong Leng."
Sesaat dia tertegun, tidak tahu apa tujuan surat ini? tulisan itu
tidak diambil di hatinya, dia kembali pelan-pelan berjalan ke depan.
Siapa sangka, baru berjalan tidak jauh, kembali dia melihat lagi
tulisan tadi, dia adalah orang yang sangat pintar, setelah berpikir,
tidak terasa di dalam hati berkata:
'Apakah penyakit nona Sun ini disebut penyakit lupa ingatan?
Kalau begitu, hanya orang yang dipanggil Ong Leng saja yang bisa
menyembuh-kan."
Berpikir sampai disini, timbul pertanyaan berikutnya, dunia begini
luasnya, ke mana harus mencari seorang yang tidak kenal ini? Dan
siapa orang yang menulis surat ini, semua harus diselidiki dulu.
Dalam sesaat, dia menjadi ragu-ragu, sia memutuskan, lebih baik
aku berjalan kg depan dulu.
Berjalan tidak jauh, tampak di depan ada sebuah rumah, maka
dia mempercepat langkahnya, ketika dia hampir masuk ke mulut
jalan, mendadak di belakang ada suarakudaberlari,dia
membalikan kepala melihat ke belakang, tampak gadis berbaju
merah kemarin malam, entah kapan sudah kembali mengikuti dia
dari belakang.
Tadinya Sin-hiong mengira dia sudah pergi, tidak di sangka dia
bisa kembali muncul disini, jika mengatakan dia berniat tidak baik,
tapi dia tidak terlihat beraksi, jika mengatakan dia berniatbaik, tapi
satu patah katapun tidak bersuara, hal ini jadi mem-buat Sin-hiong
jadi kebingungan.
Sin-hiong melihat, tapi tidak mempedulikan-nya, tiba di jalan
raya, dia lalu mencari sebuah penginapan, memesan dua kamar,
setelah mengantar Sun Cui-giok ke dalam kamar, terlihat gadis
berbaju merah itupun sudah tiba di depan penginapan.
Semua ini membuat Sin-hiong tidak tahu harus berbuat
bagaimana, terpaksa dia berpura-pura tidak melihatnya, dia mencari
meja yang jauh dan duduk disana, seorang palayan datang dan
bertanya:
"Siauya ingin makan apa?"
Sin-hiong sembarangan menyahut:
"Satu porsi goreng udang saja!"
"Masih ada yang lainnya?"
"Itu saja!" kata Sin-hiong sambil menggeleng-kan kepala.
Saat ini, gadis berbaju merah sudah masuk ke dalam, pelayan itu
sambil membawa daftar makanan berjalan ke depan dia dan
bertanya:
"Nona mau pesan apa?"
Gadis berbaju merah berkata tawar:
"Satu porsi goreng udang."
Pelayan tertegun, kembali bertanya:
"Masih ada yang lainnya?"
"Itu saja" kata gadis berbaju merah sambil menggelengkan
kepala
Pelayan itu membelalakan matanya besar-besar, baru saja
berjalan dua langkah, dia membalikan kepala melihat pada kedua
orang itu, lalu berteriak ke dalam:
"Dua porsi udang goreng!"
Sin-hiong bingung, wanita ini terus mengikuti dirinya sejak
kemarin malam, entah ada tujuan apa, sekarang malah mesanan
makanannya juga sama dengan dirinya sendiri, jika bukan bertujuan
tertentu, pasti sengaja mempermainkan dirinya!
Pikir sampai disini, dia tidak dapat menahan diri melihat sekali
padanya, gadis berbaju merah itu pun ternyata sedang memandang
dia, diam-diam Sin-hiong mengeluh, buru-buru membalikkan
kepalanya.
Pelayan itu mengantarkan dua porsi udang goreng, menaruh satu
porsi di masing-masing meja, Sin-hiong tidak menunggu pelayan
bertanya, sudah berkata:
"Satu porsi nasih putih!"
Sambil tersenyum pelayan itu berjalan ke depan gadis berbaju
merah dan berkata:
"Nona apa kau juga mau satu porsi nasi putih?"
Gadis berbaju merah itu menganggukan kepala, pelayan itu
dengan perasaan geli, pergi dari tempat itu.
Sin-hiong melihat dia selalu meniru gerakan-nya, dia tidak bisa
berbuat apa-apa, di dalam hati berkata:
'Nanti saat aku mencari tabib, apa kau juga mau mengikutinya?'
Pelayan itu sudah mengantarkan nasi putih, dia dengan cepat
hampir menghabiskan tiga mangkuk, siapa tahu saat dia menaruh
mangkuknya, gadis berbaju merah itupun baru saja menghabiskan
makannya.
Sin-hiong tertegun, didalam hatinya berpikir: 'Kau masih akan
memakan dua mangkuk lagi. Saat itu dia tidak mempedulikannya
lagi, dia menaruh uang perak di atas meja, berkata pada pelayan:
"Aku tidak tahu akan tinggal berapa lama disini, tolong terima
dulu lima liang perak ini, nanti baru diperhitungkan."
Pelayan itu menyahut sekali, Sin-hiong tidak memandang lagi
pada gadis berbaju merah itu, langsung berjalan keluar pintu
penginapan.
Berjalan tidak jauh, akhirnya dia tidak bisa menahan diri, dia
kembali menoleh ke belakang, benar saja, kali ini gadis berbaju
merah itu tidak meng-ikutinya, dia baru merasa tenang, dia
bertanya-tanya di sepanjang jalan, tapi tidak bisa menemukan
seorang tabib pun.
Sin-hiong merasa keheranan, akhirnya dia menghadang seorang
pejalan kaki dan bertanya:
"Mohon bertanya saudara, apakah di tempat anda ini satu tabib
pun tidak ada?"
Orang itu memperhatikan dia dari atas ke bawah, balik bertanya:
"Apakah saudara baru kali ini datang kemari?" Sin-hiong
menganggukan kepala, orang itu tertawa lalu berkata:
"Kalau begitu, aku beritahu, lima belas li dari sini ada seorang
Sai-hoa-to (Menandingi Hoa-to = tabib ternama di zaman dahulu)
tabib Ong, beliau ada disana, jika disini ada tabib pun tidak akan
ada pasiennya."
Sin-hiong terkejut, di dalam hatinya berpikir:
'Apakah tabib Ong ini adalah tabib Ong Leng itu?' Kalau begitu
tulisan di atas jalan itu benar adanya, saat itu dia berkata lagi:
"Mohon tanya tabib Ong itu, apakah namanya tabib Ong Leng?"
Wajah orang itu jadi serius, sambil melototkan matanya berkata
marah:
"Jika kau sudah tahu, kenapa masih bertanya lagi, hemm...
hemm... kurang ajar?"
Sesudah berkata begitu dia menghentakan kakinya, dengan
marah meninggalkan dia.
Untung saja Sin-hiong sudah tahu tempatnya tabib Ong Leng,
melihat waktu sudah tepat tengah hari, dalam hatinya berkata:
'Jarak lima belas li tidaklah terlalu jauh, masih ada waktu untuk
pulang pergi.'
Keluar dari mulut kota, orang-orang di jalan tidak terlalu banyak,
dengan cepat Sin-hiong berlari, jarak lima belas li tidak lama sudah
sampai, saat dia menghentikan langkahnya, di depan mata ada
beberapa rumah.
Dia melihat sekelilingnya, di depan datang seorang tua yang
rambutnya sudah fiutih, maka dia maju ke depan dan bertanya:
"Mohon bertanya Lopek, dimana tabib Ong tinggal?"
Orang tua ini kelihatannya sudah berusia enam puluh tahun
lebih, alis putihnya menutupi kelopak mata, tapi masih sehat dan
bersemangat, dia menghentikan langkah dan berkata:
"Ada perlu apa kau mencari dia?"
Sin-hiong terhentak, terpaksa dia menjelaskan tujuannya mencari
tabib Ong, orang tua di depan ini sedikit mengangkat kepala dan
berkata:
"Saudara kecil, mungkin kau tidak bisa menemui dia?"
Sin-hiong tergetar, dalam hatinya berpikir:
'Mana ada aturan seorang tabib tidak mene-rima pasien?' Saat itu
dia berkata lagi, "Aku sengaja datang kemari, karena seorang
temanku mengidap satu penyakit aneh, selain tabib Ong tidak ada
orang yang bisa menyembuhkannya, tolong tunjukan saja
rumahnya, aku sendiri akan memohon padanya, siapa tahu tabib
Ong akan menyanggupinya."
Orang tua itu mengeluh perlahan:
"Saudara kecil, kau salah paham, jujur saja aku katakan padamu,
jika hari hari biasa, dia akan menerima siapa pun, hanya sayang,
beberapa hari ini di dalam rumahnya ada masalah, saat ini apa dia
ada di rumah juga tidak tahu?"
Sin-hiong jadi tertegun, tapi dia tidak berkecil hati, berkata:
"Aku mohon bapak tunjukan saja rumahnya, hal lainnya terpaksa
melihat situasinya nanti."
Saat berkata, tampak sekali rasa gelisahnya, orang tua itu
menggeleng-gelengkan kepala, menunjuk pada satu pohon besar,
berkata:
"Itu disana, hay... mungkin dia tidak ada di rumahnya?"
Sesudah berkata, pelan-pelan dia berjalan meninggalkan Sin-
hiong.
Kelakuan orang tua ini terasa aneh, karena Sin-hiong dalam
keadaan gelisah jadi tidak memperhati-kan, setelah berterima kasih,
dia lalu berjalan ke rumah yang ada di bawah pohon besar itu.
Rumah ini besar sekali, rumah yang paling megah di daerah ini,
ketika Sin-hiong tiba di depan pintu, terlihat pintunya sudah terbuka
lebar, di seluruh rumah kosong tidak ada satu orang pun.
Begitu Sin-hiong melihat, dengan sendirinya terpikir kata-kata
orang tua itu yang mengatakan, di rumah tabib Ong sedang ada
masalah, maka melihat keadaannya begini, di dalam hati jadi
kebingungan.
Setelah Sin-hiong berpikir-pikir, tidak terasa dia membalikan
kepala melihat ke belakang, tapi orang tua tadi entah sudah pergi
kemana, kejadia ini semakin menambah kecurigaannya, dengan
penuh ragu-ragu dia melangkah masuk ke dalam.
Di belakang pintu adalah sebuah pekarangan, di dalam
pekarangan di tanam bermacam-macam bunga, waktu sudah
hampir tengah hari, bunga-bunga ini sudah sedikit kering, samar-
samar seperti meng-andung arti yang sama dengan keadaan rumah
ini.
Dia tetap tidak berani bertindaksembarangan, pelan dia
memanggil:
"Di dalam ada orang?"
Suara panggilannya menembus sampai ruang-an paling
belakang, gema suaranya sampai terdengar, kelihatannya di rumah
yang amat besar ini benar-benar tidak ada satu orang pun.
Sifat Sin-hiong amat ngotot, semakin sulit masalah, dia semakin
ingin tahu. Sesudah tahu di dalam rumah tidak ada orang, dia tidak
pikir panjang lagi, dia masuk kedalam.
Siapa sangka, baru saja dia masuk ke dalam pekarangan kedua,
dia jadi tertegun.
Ternyata di sudut kanan pekarangan, berjejer dengan rapi tiga
buah peti mati yang masih baru, di atas tanah masih ada bekas abu
pembakaran kertas, di depan tiga peti mati itu masing-masing ada
plat namanya, di atasnya tertulis, mendiang istri, mendiang putra
dan pelayan. Melihat ini Sin-hiong tidak tahan jadi menghela nafas,
di dalam hati berkata:
'Ternyata di rumahnya sedang ada orang mati, tapi kenapa tidak
ada orang yang menjaganya? Hay......malah tabib Ong Leng sendiri
pun tidak terlihat, bukan-kah ini sangat aneh?"
Dia berpikir, 'merasa hal yang aneh ini tidak hanya sampai disini,
dia harus tahu, tidak mungkin di rumah tabib Ong Leng bisa ada
orang mati, dalam sehari sekali gus mati tiga orang, jadi sebab
kematian ketiga orang inipun bukan hal yang biasa?
Biasanya setelah tahu ada masalah, seharusnya segera
meninggalkan tempat itu, tapi tidak demikian dengan Sin-hiong, dia
mau menyelidikinya lebih jelas lagi.
Dia berjalan menuju ke belakang, kira-kira berjalan tiga puluh
langkah lebih, di belakang ada satu pekarangan lagi, kedua sisinya
berderet kamar, di tengah pekarangan adalah sebuah gunung
buatan, di depan gunung buatan ada sebuah kolam air mancur,
suara airnya saat ini jika terdengar orang jadi timbul perasaan aneh.
Pekarangan belakang ini seperti lebih dingin dari pada dua
pekarangan di depannya, tapi ilmu silat Sin-hiong sangat tinggi dan
orangnya pun pemberani, pelan-pelan dia naik ke atas gunung
buatan, lalu melihat ke sekeliling, tapi tidak terlihat ada tempat yang
mencurigakan, baru saja hatinya merasa aneh, mendadak terdengar
suara "Kreek!" pintu kamar sebelah kiri terbuka, suara ini datangnya
mendadak sekali, orang seperti Sin-hiong pun begitu mendengar
hatinya merasa sedikit ngeri!
Tidak lama, di dalam kamar terdengar suara "Tik tak!", pintu
kamar itu pelan-pelan membuka lebar, akhirnya muncul satu orang.
Orang ini rambutnya acak-acakan, sepasang matanya merah
darah, kaki kirinya sedikit bengkok, tangan kanannya memegang
tongkat, rupanya jelek sekali, Sin-hiong yang melihat, bagaimana
pun juga tidak percaya dia adalah Sai-hoa-to Ong Leng?
Sepasang mata merah darah itu melihat ke arah Sin-hiong,
dengan suara seperti tambur rusak berkata:
"Bocah, ada keperluan apa kau datang kesini?"
Di dalam hati Sin-hiong walaupun yakin dia bukan tabib Ong
Leng, tapi dia tidak enak mengatakannya, lalu bertanya:
"Apakah betul tabib Ong tinggal disini?"
Orang itu melihat Sin-hiong, dia menunjuk dengan tongkatnya ke
pekarangan kedua, berkata:
"Sedikit pun tidak salah! Apa saat kau masuk tidak melihat
dengan jelas?"
Sin-hiong pelan-pelan turun dari gunung buatan, berkata lagi:
"Kalau begitu, mohon tanya apakah tabib Ong ada di rumah? Aku
datang dari jauh, ingin mengaju-kan satu permohonan!"
Orang aneh ini tertawa dingin:
"Mencari dia untuk mengobati penyakit? Dia sendiri sekarang pun
harus mencari orang untuk mengobati .penyakitnya, bagaimana ada
waktu membantu orang lain, bocah, kau datang tidak kebetulan!"
Sin-hiong membandingkan kata-kata orang ini dengan orang tua
tadi, dia sudah menduga masalah ini pasti ada apa-apanya, apalagi
jelas ada tiga buah peti mati baru itu?
Diam-diam dia memperhitungkan, pikirnya, 'bagaimana pun jika
tidak bisa bertemu dengan tabib Ong Leng, dia tetap harus tahu
siapa orang aneh ini,' tapi jika menanyakan langsung, mungkin
kurang sopan, maka dengan pura-pura mengeluh dia berkata:
"Aku sengaja datang kesini, tidak disangka tidak bisa bertemu
dengan tabib Ong, hay.. masalah-nya jika tidak bisa bertemu
dengan dia, penyakit temanku akan semakin parah."
Medengar ini, orang aneh itu tertawa, katanya: "Kenapa kau
banyak mengeluh, kesempatan masih ada, tapi harus menunggu
sampai malam baru bisa bertemu dengan dia, kau kembali lagi saja
nanti."
Setelah Sin-hiong mendengar ini, dia seperti di malam yang gelap
gulita melihat satu sinar lampu, hatinya merasa senang, hingga lupa
menanyakan jati dirinya orang aneh itu, buru-buru dia berkata:
"Kalau begitu, malam nanti aku terpaksa datang kesini lagi."
Setelah berkata begitu, dia bersoja, pergi keluar pintu.
Baru saja dia berjalan dua langkah, mendadak orang aneh itu
berteriak:
"Berhenti! Aku masih ada pertanyaan pada-mu!"
"Anda masih ada pertanyaan apa, silahkan katakan."
"Kau sungguh-sungguh datang untuk berobat pada tabib Ong
Leng?" kata orang itu dingin.
"Betul!" angguk Sin-hiong.
Bola mata orang aneh itu berputar, di dalam hatinya berpikir:
'Orang ini masih muda, tapi keberaniannya besar sekali, dia
sudah melihat tiga peti mati di depan, tapi masih berani masuk ke
dalam, mungkin dia bukan orang sembarangan.”
Ketika Sin-hiong berhenti, orang itu sekali lagi memperhatikan
Sin-hiong, melihat wajah yang penuh tekad, tapi masih kekanak
kanakan, dia jadi tidak bisa memutuskan pikirannya, terpaksa
berkata:
"Jika malam ini kau ingin kemari, kau harus datang lebih pagi,
jika tidak, mungkin kau tidak bisa bertemu lagi dengan dia, atau
hanya bisa menemukan mayatnya."
Mendengar ini, Sin-hiong teringat keadaan di dalam kamar,
hatinya segera mengerti, tapi wajahnya tidak menampakan apa-apa,
dia hanya tertawa dingin di dalam hati.
Setelah berkata, orang itu kembali bertanya lagi: "Apa kau sudah
tahu?"
Sin-hiong menganggukan kepala, menunjuk-kan sudah tahu.
Orang aneh itu melayangkan tongkatnya: "Kalau begitu,
pergilah?"
Setelah keluar dari pintu, di dalam hati dia merasa bertambah
banyak satu masalah lagi, dalam hatinya berpikir:
“Tadinya aku tidak ingin melibatkan diri, tapi sepanjang
perjalanan justru banyak masalah yang mau tidak mau aku harus
turun tangan."
Sambil berjalan dia terus berpikir, tidak sampai waktu
menghabiskan segelas teh panas, dia sudah kembali lagi ke
penginapan, saat dia masuk ke dalam pintu, gadis berbaju merah itu
sudah tidak terlihat, tapi di meja sebelah timur, ada seorang sedang
menundukan kepalanya minum arak.
Sin-hiong melihat, ternyata dia adalah orang tua yang alisnya
putih panjang itu, tidak tahan hati dia tergerak, maka dia pun
melangkah masuk ke dalam penginapan.
Seorang pelayan melihat dia masuk, cepat-cepat berkata:
"Siauya baru datang sekarang!"
Karena hati Sin-hiong sedang ada masalah, dia menggerakan
tangannya berkata:
"Tidak perlu terburu-buru, aku tadi pergi mencari tabib Ong,
setelah setengah harian, akhirnya ada orang memberitahu, katanya
dia sudah pergi ke kota, apa kalian sudah melihat dia?"
"Hi hi hi!" pelayan itu tertawa lalu berkata, 'Siauya ini pandai
berkelakar, orang yang duduk disana itulah tabib Ong?"
Sin-hiong pura-pura terkejut dan cepatberkata:
"Aku, sungguh punya mata tidak bisa melihat Tai-san, supaya
tidak memberi kesan kurang hormat biar aku menemuinya."
Setelah berkata, baru saja dia akan melangkah maju, pelayan itu
sudah menariknya dan berkata:
"Siauya jangan terburu-buru, aku pun punya satu hal yang harus
dilaporkan!"
Sin-hiong tertegun, seperti merasakan, sesuatu telah terjadi,
pelayan itu berkata lagi:
"Nona berbaju merah yang tadi makan nasi bersama Siauya
mengatakan, dia adalah temannya Siauya, Siauya pergi karena ada
keperluan, jadi dia membawa pergi nona yang Siauya tinggalkan di
dalam kamar, dan supaya aku memberitahukan pada Siauya, dia
menunggumu di pulau Teratai!"
Tadinya semangat Sin-hiong sedang senang, tapi setelah
mendengar laporan ini, tidak tahan dia jadi tergetar, di dalam hati
berkata:
'Sudahlah, ternyata wanita jalang ini benar benar berniat buruk,
tapi, dimana pulau Teratai itu?'
Dia belum lama masuk ke dunia persilatan, terhadap masalah
dunia persilatan dia masih kurang pengetahuan, sesaat dia malah
berdiri bengong, tidak bisa berkata-kata.
Orang tua beralis panjang itu memang benar tabib Ong Leng, di
rumahnya dia sedang mendapat mala petaka, terpaksa dia minum
arak untuk meng-hilangkan duka, tapi setelah mendengar pelayan
itu menyebut pulau Teratai, mendadak dia bersuara "Iiih!" dengan
terburu-buru dia bertanya:
"Pelayan, nona yang dari pulau Teratai itu sudah berapa lama
pergi?"
Pertanyaan ini sebenarnya pertanyaan yang ingin Sin-hiong
tanyakan, tidak diduga malah didahului olehnya, tidak tahan dia jadi
tertegun, terdengar si pelayan berkata lagi:
"Belum lama, kira-kira kurang dari empat jam!" Begitu kata-kata
ini keluar, Sin-hiong dan orang tua beralis panjang itu sama-sama
tergetar, harus diketahui, waktu empat jam buat orang biasa, tentu
saja berjalan tidak akan begitu jauh, tapi bagi orang-orang seperti
mereka, mungkin sudah puluhan li jauhnya.
Mendengar ini, Sin-hiong seperti kehilangan sesuatu, Sun Cui-
giok sudah dibawa pergi oleh sigadis berbaju merah itu, sekarang
diri sendiri sudah tidak ada keperluan mencari tabib Ong lagi, baru
saja tubuhnya mau bergerak, mendadak terpikir tabib Ong Leng
juga menanyakan pulau Teratai, di dalam hati berpikir:
'Apakah mereka saling kenal? Kenapa aku tidak menanyakan saja
alamat pulau Teratai, setelah aku menyelesaikan urusan, nanti jadi
mudah mencari-nya.
Ong Leng bengong menatap Sin-hiong, di dalam hati berkata:
'Bocah ini tadi pergi mencariku, kukira dia orang biasa yang mau
berobat, tidak di sangka dia adalah temannya lihiap berbaju merah
dari pulau Teratai, kelihatan orang ini seharusnya bukan orang
biasa?"
Tapi setelah dia meneliti, tidak terlihat keistimewaan pada dari
Sin-hiong di dalam hati dia jadi putus asa, sambil menundukan
kepala dia minum tiga gelas arak lagi, hatinya pun semakin menjadi
berat.
Sin-hiong berjalan mendekat, lalu bersoja:
"Mohon tanya, apakah Lopek tahu alamatnya pulau Teratai itu?"
Ong Leng tertegun, pelayan tadi jelas-jelas mengatakan dia
adalah temannya Lihiap berbaju merah, kenapa letak pulau Teratai
juga tidak tahu, bukankah ini hal yang aneh?
Setelah berpikir, dia jadi lebih yakin Sin-hiong tidak mempunyai
kepandaian apa-apa, maka dia berkata:
"Saudara kecil, pulau Teratai berada delapan belas li dari laut
Selatan, jika kau kenal dengan Lihiap berbaju merah itu, kenapa
sampai nama besar pulau Teratai juga tidak tahu?"
Dua kalimat terakhir dia hanya asal berkata-kata, dia tidak
mengharapkan jawaban, setelah bicara "Glek!" kembali dia minum
araknya.
Sin-hiong terkejut berkata:
"Lihiap berbaju merah? Apakah maksud Lopek wanita berbaju
merah itu adalah Lihiap berbaju merah?"
Semakin mendengar, Sai-hoa-to semakin heran, semakin
mendengar semakin merasa sehebat-hebatnya Sin-hiong paling juga
seorang yang terpelajar, dia menggeleng-gelengkan kepala:
"Rupanya kau tidak tahu, pulau Teratai sangat ternama di dunia
persilatan, walau raja langit turun ke bumi, pun harus mengalah
pada mereka, apa lagi......"
Tadinya dia mau menceritakan apa yang di alaminya, tapi melihat
wajah Sin-hiong yang bengong, dia jadi berpikir lagi:
'Apa gunanya aku menceritakan kepadanya? Maka setelah
berkata setengahnya, tiba-tiba berhenti.
Walaupun Sin-hiong sedang memikirkan masa lah Sun Cui-giok,
tapi setelah memperhatikan wajah lawan bicaranya, dia seperti
mengerti maksud tabib Ong Leng? Saat itu sambil tersenyum dia
berkata:
"Terima kasih atas pemberitahuannya."
Setelah berkata begitu, dia lalu mengundurkan diri.
Tabib Ong Leng merasa masalahnya tidak bisa terpecahkan,
maka dia minum araknya segelas dan segelas lagi, minum sampai
sore hari, baru pelan-pelan bangkit berdiri, dia mengeluarkan satu
potong perak besar, berkata:
"Ini untuk pembayar arak."
"Tuan besar Ong, minuman arak ini tidak perlu dibayar sebanyak
itu?" kata pelayan dengan terkejut.
Ong Leng tidak mempedulikan, langkahnya sudah sempoyongan,
hampir tiba di depan pintu, dia mengangkat kepala ke langit
berkata:
"Mungkin mayat sendiripun tidak ada orang yang mengurus, buat
apa harta di luar tubuh ini?"
Setelah berkata, dengan sempoyongan dia berjalan keluar rumah
makan.
Sin-hiong menyaksikan semuanya, di dalam hati jadi merasa
lucu, setelah makan beberapa saat, lalu pergi ke kamar untuk
beristirahat.
Setelah sesaat, hari sudah hampir malam, Sin-hiong bangkit dari
istirahatnya dan berjalan keluar kamar, menyuruh pelayan
mengeluarkan kudanya, setelah memberikan lima liang perak
kepada pelayan, dia lalu naik keatas kuda, pelan-pelan berjalan ke
mulut kota.
Walaupun berjalan perlahan, jarak lima belas li pun tidak
memerlukan banyak waktu, dia dengan Ong Leng tidak kenal, tapi
dia khawatir orang aneh berkaki satu itu menyerang lebih dulu,
maka setelah tiba di tempat itu, dia lalu melepaskan kudanya,
seorang diri diam-diam berjalan menuju ke pohon besar itu.
Malam sudah menutupi bumi, rumah tabib Ong Leng di siang hari
saja sudah terasa dingin, di malam hari tentu saja jadi lebih angker
dan menakutkan, tidak ada orang yang menyalakan lampu, Sin-
hiong melihat ke kiri dan kanan, melihat tidak ada orang, dengan
ringannya dia meloncat ke atas pohon.
Dari atas melihat ke bawah, seluruh rumah bisa dilihat dengan
jelas, Sin-hiong tidak bergerak lagi, sepasang matanya mengawasi
pekarangan ketiga itu, asal di dalam ada sedikit gerakan, tidak akan
lolos dari pengawasannya.
Waktu sudah hampir kentongan ke tujuh, mendadak dari jalan
raya ada seseorang berjalan mendekat, di atas bahu orang ini
sepertinya menggotong sesuatu benda, tapi meskipun begituj dia
tetap masih berjalan cepatsekali, sekejap saja sudah mendekat.
Sin-hiong meneliti, ternyata dia adalah Sai-hoa-to Ong Leng,
benda apa yang digotong diatas bahunya? Ternyata adalah sebuah
peti mati yang baru.
Begitu Sin-hiong melihat, dia sudah tahu apa tujuannya, tapi dia
masih tetap bersembunyi tidak bergerak, di dalam hati dia sudah
ada persiapan.
Setelah tabib Ong Leng tiba di depan pintu, dia baru
melambatkan langkahnya, berjalan di depan tiga peti mati di
pekarangan kedua itu, dengan sedih dia menatap lama sekali,
laluberguman:
"Kalian mati masih ada orang yang mengurus mayatnya, hay---?
Mungkin aku tidak seberuntung kalian."
Sambil bicara dia menaruh peti mati itu diatas tanah, di dalam
pekarangan dia berjalan mondar-mandir sebentar, kadang melihat-
lihat bulan di langit gelap, seperti sedang menunggu kedatangan
dewa kematian.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara tongkat besi di
pekarangan belakang, wajah tabib Ong Leng berubah, kembali
bergumam
"Saatnya tidak lama lagi, kalian jalanlah lebih dulu, aku segera
menyusul!"
Nada suaranya sangat memilukan, Sin-hiong yang ikut
mendengarnya di atas pohon, jadi bergejolak, di dalam hati berpikir:
'Walaupun dosa Sai-hoa-to Ong Leng harus dihukum mati, hanya
mengandalkan prilakunya, sudah cukup meringankan setengah
hukumannya.
Suara "Tok tok!" pelan-pelan mendekat, tidak lama kemudian,
benar saja, orang aneh berkaki satu itu berjalan keluar dari
pekarangan belakang, sambil tertawa dia berkata:
"Ong Leng, malam ini giliranmu!"
Setelah berkata, tongkat besinya ditanjapkan ke tanah, ternyata
tongkatnya bisa menancap sampai setengahnya.
Tabib Ong Leng terdiam sejenak, berkata:
"Tunggu sebentar, aku masih ada perkataan yang mau
dibicarakan."
Wajah orang aneh berkaki satu itu, menunjuk-kan tawa yang
keji, katanya:
"Katakanlah, tapi, kau masih ada waktu, asal kau mengatakan
peta rahasia itu disembunyikan oleh siapa, kita masih teman lama."
Sai-hoa-to Ong Leng tidak mempedulikannya, dia berkata lagi:
"Hiang Pu-cia, sia-sia saja siasatmu, peta ini berhubungan erat
dengan keselamatan dunia persilat-an, jangan kata aku tidak tahu,
walau tahu pun, aku tidak akan memberitahu padamu."
Sin-hiong berpikir:
"Peta apa yang dia bicarakan?' Setelah melihat prilaku tabib Ong
Leng, tidak tahan dia mengangkat jempolnya, diam-diam memuji,
'Cukup jantan tabib Ong Leng ini, tidak sia-sia malam ini aku datang
kemari."
Orang aneh berkaki satu yang dipanggil Hiang Pu-cia dengan
tertawa dingin berkata:
"Kau tidak mau mengatakannya, tidak apa-apa, hanya aku
menyayangkan dirimu saja."
Sai-hoa-to Ong Leng dengan bangga berkata:
"Apa yang harus disayangkan, manusia akhir-nya pun akan mati,
hanya saja setelah aku mati, harap kau bisa memasukan mayatku
ke dalam peti mati itu, biar aku merasa puas."
Tiba-tiba Hiang Pu-cia tertawa keras, katanya: "Hanya ini
permohonanmu? Maaf, aku tidak sudi, sebaliknya setelah kau mati,
aku akan melempar-kan mayatmu ke dalam gunung untuk dimakan
oleh serigala liar."
Mendengar kata-kata dimakan serigala liar, Sin-hiong yang
bersembunyi diatas pohon, merasa kepalanya berbunyi keras,
hampir saja jatuh dari atas pohon.
Sai-hoa-to Ong Leng menegakkan tubuhnya, dengan sedih
berkata:
"Julukanmu adalah Sin-tung-thian-mo (Dewa tongkat setan
langit), aku tahu diri aku tidak akan mampu bertahan lebih dari lima
jurus di bawah tongkatmu, tapi kau juga harus ingat, ketika kedua
kakimu hampir cacad tidak berguna, jika bukan karena aku, kau
juga tidak akan ada seperti hari ini, Hiang Pu-cia, apakah
permohonan terakhirku ini kau juga tidak bisa mengabulkannya?"
Dia mengatakan kata-katanya, dengan nada seperti minta
dikasihani, tapi Sin-tung-thian-mo tidak terpengaruh, wajahnya
memancarkan hawa mem-bunuh, dia berteriak:
"Sia-sia saja kau mengatakan ini, setiap hal yang aku minta,
asalkan orang tidak menyanggupinya, kau sudah tahu apa
akibatnya?"
Permohonan terakhir Sai-hoa-to Ong Leng ternyata ditolak,
dengan suara gemetar dia berkata:
"Bagus, bagus, bagus, silahkan turun tangan, orang jahat pasti
ada hukum karmanya, Hiang Pu-cia, saksikan saja olehmu nanti!"
Setelah berkata, dia mundur sedikit ke belakang, walaupun dia
tahu kemampuannya kalah dari lawan, tapi tetap akan melawan
semampunya.
Sin-tung-thian-mo memutar tongkat besinya, baru saja akan
menghantam, mendadak dia berhenti, dan berkata pada dirinya
sendiri:
"Siang hari tadi aku telah berjanji pada seorang anak muda,
menyuruh dia datang kemari sebelum jam sembilan untuk
menemuimu, tunggu saja sebentar lagi, seharusnya diapun sudah
datang kemari."
Mendengar ini. Tabib Ong Leng mengira, anak muda itupun
lawannya Hiang Pu-cia, yang tidak akan dibiarkan hidup, maka
dengan bencinya berkata:
"Hiang Pu-cia, kau tidak boleh membunuh orang yang tidak ada
sangkut pautnya, anak muda itu ada dendam apa denganmu?"
Dia dengan Sin-hiong tidak saling kenal, saat ini malah
mengajukan permohonan untuk meng-ampuni Sin-hiong, Sin-hiong
yang bersembunyi di atas pohon, sudah menahan diri tidak kurang
dari lima kali, sekarang mendengar ini, dia sudah tidak bisa
menahan diri lagi, pelan-pelan dia turun dari atas pohon, berdiri di
depan pintu dan berteriak:
"Mohon tanya, apa tabib Ong ada dirumah?"
Sai-hoa-to Ong Leng mendengar, wajahnya jadi berubah besar,
Sin-tung-thian-mo terta wa terkekeh-kekeh dan berkata:
"Membicarakan Coh-coh, Coh-coh segera tiba, orang yang
mengurusi mayatmu sudah tiba!"
Sin-hiong pura-pura tidak tahu apa yang terjadi di dalam rumah,
mendengar ada suara orang, kembali dia berteriak:
"Benar saja ada di rumah."
Setelah berkata dia berjalan masuk ke dalam.
Tabib Ong Leng melihat yang masuk adalah Sin-hiong, di dalam
hati dia menyesal sekali, pikirnya:
'Ketika di rumah makan seharusnya aku mengakui, sebelum mati
bisa menyelamatkan satu nyawa, di kehidupan mendatang juga bisa
membalaskan dendam ini.'
Hiang Pu-cia memperhatikan Sin-hiong, melihat dia memegang
kecapi kuno, sambil tertawa dia berkata:
"Bocah, kau datang tepat sekali, apakah kau bisa mengalunkan
lagu bela sungkawa?"
Sin-hiong pura-pura terkejut dan berkata:
"Aku datang kemari mencari tabib Ong untuk berobat, bukan
datang kemari untuk melantunkan lagu, kau jangan salah paham."
Sin-tung-thian-mo tertawa dingin:
"Aku menyuruh kau memetik kecapi, maka kau harus memetik
kecapinya, mengenai hal berobat, tunggu saja setelah sampai di
akhirat nanti."
Sin-hiong diam-diam menghela nafas, dua jarinya benar saja
memetik senar kecapi sambil berkata:
"Kau ingin aku memetik kecapi pun boleh, tapi harga satu lagu
lima liang perak."
Dia paling ingat pada lima liang perak, tidak peduli di tempat
apa, asalkan ada kesempatan membicarakan uang, begitu berbicara
selalu lima liang perak, tadi ketika mendengar Sin-tung-thian-mo
mengatakan memberi makan pada serigala liar, saat ini dia
mengatakan lima liang peraknya lebih keras lagi.
Tabib Ong Leng menyaksikan di pinggir, hati-nya merasa gelisah
sekali, diam-diam dia menyalahkan anak muda yang tidak tahu
keadaan bahaya, sekarang masih bisa membicarakan lima liang
perak, padahal nyawanya saja sudah tidak bisa diselamatkan, buat
apa lagi uang lima liang perak?
Sin-tung-thian-mo membentak:
"Kau mau main kecapi atau tidak?"
Sin-hiong melihat wajah galaknya, dia mundur selangkah dan
berkata:
"Main, main, tapi, biar aku pikirkan dulu kira-kira memainkan
lagu apa?"
Sin-tung-thian-mo mengira dia benar-benar sedang memikirkan
lagunya, dengan sabar dia menunggu, setelah menunggu lama
masih tidak melihat dia memetik kecapi, dengan marah dia berkata:
"Bocah, kau ini sedang apa?"
Setelah berkata, dia kembali mengangkat tongkat besinya, Sin-
hiong menggoyang-goyangkan tangannya:
"Tunggu, sampai saat ini masih belum terpikir-oleh ku, biar aku
tanyakan dulu pada Lopek ini."
Sin-tung-thian-mo tertawa:
"Kali ini kau menanyakan pada orang yang tepat, hei! Lo-ongkau
ingin dia memainkan lagu apa?"
Wajah Ong Leng sangat tidak enak dipandang, sepasang
matanya menatap tajam pada anak muda yang tidak tahu diri ini,
tapi semakin melihat dia semakin keheranan, semakin melihat,
semakin terkejut, akhirnya tanpa sadar dia berteriak:
"Hay! Bukankah kau adalah Kim-kau-kiam-khek yang dikabarkan
itu!"
Ternyata ketika Ong Leng memperhatikan Sin-hiong, dia melihat
lengan kanannya pelan-pelan di angkat, lengan tangannya semakin
ditarik semakin panjang, akhirnya, dia melihat dari dalam kecapi
kunonya Sin-hiong mencabut Kim-kau-kiam yang menggemparkan
dunia itu!
Sekarang hati tabib Ong Leng tidak tahu ada rasa manis atau
pahit, setelah berkata diikuti dengan suara gemetar dia menghela
nafas:
"Aku ini orang yang mempunyai mata tapi tidak melihat gunung
Tai, hay......"
Emosinya sangat bergejolak, sehingga kata-kata berikutnya tidak
bisa diteruskan lagi, kata-kata barusan adalah kata-kata yang
dikatakan Sin-hiong di rumah makan, sekarang kembali di ucapkan
oleh dia, sebab katanya itu tidak ada yang terasa lebih tepat lagi.
"Terima kasih!" kata Sin-hiong tertawa.
Sin-tung-thian-mo tertawa dingin: "Lo-ong... selamat, kau telah
mendapatkan seorang pembantu, hemm... hemm... lalu kenapa
kalau dia Kim-kau-kiam-khek?"
Ketika berkata-kata, tongkat besinya dipegang erat-erat, jelas dia
pun tidak berani lengah. Sorot mata Sin-hiong menyapu, sambil
tertawa berkata:
"Kau hanya punya satu kaki, jika bertarung denganmu, tentu saja
akan menguntungkan aku, begini saja, aku mengalah tiga jurus
denganmu!"
Begitu kata-kata ini terdengar, tabib Ong Leng jadi sangat
terkejut, teriaknya:
"Siau-enghiong, jangan lakukan itu!"
Sin-hiong tidak tahu Hiang Pu-cia punya julukan Sian-tung,
bagaimana jurus tongkatnya? Dia sama sekali tidak tahu, tapi dia
sudah berkata dengan sombongnya.
Hiang Pu-cia tiba tiba tertawa terbahak bahak dan berkata:
"Kau kira sesudah mengalahkan Ang-hoa-kui-bo dan Sian-souw-
ngo-goat, lalu bisa memandang rendah orang sedunia? He he he,
katak dalam tempurung, bagaimana tahu betapa luasnya dunia
luar?"
Sesudah berkata begitu, dia menghentakan kaki kirinya,
mengangkat tongkat, dan berkata lagi:
"Tunggu, tunggu, biar aku pikir-pikir dulu menggunakan
jurusnya?"
Sin-hiong tertawa dingin:
"Kau boleh gunakan jurus apa saja, dalam tiga jurus aku pasti
tidak akan membalas."
Walaupun berkata begitu, di dalam hati sedikit banyak ada juga
perasaan heran, pikirnya:
'Di dunia ini mana ada orang semacam ini, bertarung dengan
orang harus memikirkan dulu menggunakan jurus apa.'
Sepasang mata merah dari Hiang Pu-cia berputar, dengan tanpa
sungkannya dia berkata:
"Apa kau sudah siap belum? aku sudah siap dengan jurus
pertamaku."
Setelah itu, tongkatnya diayun lalu diputar, terdengar suara
"Weed!", dengan angin keras yang amat kuat menggulung ke arah
Sin-hiong.
Sin-hiong dengan santai menghindar, tapi jurus Hiang Pu-cia
ternyata adalah jurus tipuan, ujung tongkatnya tiba-tiba menyapu
ke arah dia menghindar, kecepatan serangannya, baru pertama kali
Sin-hiong melihat sejak dia turun gunung!
Diam-diam Sin-hiong memuji, lalu berkata: "Tidak percuma dia
disebut Tongkat dewa!" Kaki melangkah dengan kebalikan 'langkah
tujuh bintang,' dengan cepat berputar ke belakang tubuh Hiang Pu-
cia, tapi langkahnya belum selesai, tongkatnya Hiang Pu-cia sudah
mengikutinya datang menyapu, sambil berteriak:
"Bocah, jangan lari, ini masih jurus pertama?" Dalam satu jurus
dia membuat tiga perubahan, tidak peduli Sin-hiong berputar
kemana pun, tongkat-nya juga bergerak mengikutinya, tidak
memberi Sin-hiong kesempatan menarik nafas, tabib Ong leng yang
menyaksikan sampai mencucurkan keringat dingin.
Sin-hiong pun tergetar, dia tidak menduga jurus tongkat Hiang
Pu-cia bisa sehebat ini, alisnya dikerutkan dalam-dalam, tubuhnya
jadi diam di tempat, ketika tongkat Sin-tung-thian-mo datang
menyapu, dia hanya meloncat sekali, Sin-tung-thian-mo bersuara
"Heh!" begitu ujung tongkatnya digetar-kan dia mengetarkan Sin-
hiong ke udara!
Melihat hal itu, tabib Ong Leng sampai berteriak, "Aduh!", begitu
melihat ke atas, terlihat Sin-hiong dua kali salto di atas udara,
tubuhnya miring turun ke bawah ke tempat asalnya dia berdiri,
sedikit pun tidak terluka.
"Inilah jurus pertama!" kata Sin-hiong tertawa. Hiang Pu-cia
terkejut, wajahnya jadi berubah hebat, di dalam hati dia berpikir:
'Sapuan tongkatku tadi walaupun tidak telak mengenai dia, tapi
di bawah getaran angin pukulan, kenapa bocah ini sedikit pun tidak
terluka?
Dia membelalakan matanya besar-besar, tiba-tiba tongkatnya
dipindahkan ke tangan kiri, sambil tertawa dingin dia berkata:
"Bagus, coba terima jurus keduaku!"
Tongkatnya menyapu melintang, kali ini tidak mempedulikan lagi
jurus tipuan atau jurus asli, tampaknya seperti ingin mengadu
kekuatan.
Sepasang mata Sin-hiong menyorot tajam, tanpa berkedip
mengawasi sapuan tongkat tangan kiri ini.
Ketika ujung tongkat akan mengenai baju, Sin-hiong mendadak
dia mundur selangkah ke belakang, Hiang Pu-cia memutar
tangannya, jurus sapuan ini tidak berubah, tetap masih jurus tadi,
tapi tongkat di tangannya sepertinya memanjang satu cun lebih,
dengan ganasnya menotok ke Kian-keng-hiat nya Sin-hiong!
"Jurus keduamu juga biasa saja, aku sudah merasakannya."
Langkah mundurnya tadi hanyalah gerakan tipuan, menunggu
tongkat Hiang Pu-cia tidak bisa memanjang lagi, tubuh Sin-hiong
sedikit merendah ke belakang, tongkat Hiang Pu-cia lewat dari sisi
bahunya!
Berturut-turut Hiang Pu-cia menyerang dua jurus, setiap jurus
perubahannya sangat banyak, tapi semua dengan mudah dihindari
oleh Sin-hiong, walaupun dia memiliki julukan Thian-mo, saat ini
hatinya pun jadi berdebar-debar.
"Kau sudah menyerang dua jurus, jurus ketiga tidak digunakan
juga tidak apa."
"Kenapa, kau takut?"
Dengan sinis Sin-hiong berkata:
"Kau belum pantas membuat aku takut? Dua jurus pertamamu
juga hanya segitu, jurus ketiga juga akan sama begitu? mengingat
kau susah payah berlatih sampai setinggi ini, jika lewat tiga jurus,
saatnya aku membalas menyerang, mungkin kaki kirimu itu pun
akan menjadi cacad."
Dia berkata dengan enteng, tapi Sin-tung-thian-mo yang
mendengar menjadi marah besar, dan memaki:
"Bocah, jangan pandai bersilat lidah saja!"
Segera dia memutar tongkatnya, kali ini dia mengerahkan
seluruh kemampuannya, kedahsyatan-nya bagaimana? Mungkin dia
sendiri pun tidak tahu?
Dengan gesit Sin-hiong berkelebat ke belakang tubuhnya, dia
tahu ujung tongkat Hiang Pu-cia pasti berputar ke belakang, maka
tubuhnya berhenti sedetik, lalu tubuhnya meloncat keluar sejauh
tiga tombak!
Benar saja, perkiraannya sedikit pun tidak salah, saat serangan
jurus ketiga Hiang Pu-cia datang menyerang, Sin-hiong sudah
berada sejauh tiga tombak.
Ketiga jurus serangan Hiang Pu-cia sudah gagal, mungkin untuk
pertama kalinya dia mengalami hal ini seumur hidupnya sesudah
bersuara "Heh!" dia berteriak keras:
"Inilah jurus ke empatku, sekarang kau sudah boleh
membalasnya!"
Dia memutar tongkatnya, angin puting beliung yang besar sudah
menerjang ke arah Sin-hiong!
Sin-hiong jadi naik pitam, dalam hatinya berpikir:
'Orang ini tidak tahu diuntung,' sekilas dia mendesak bagian kiri
Hiang Pu-cia, pedangnya menepis.
Hiang Pu-cia berputar, Sin-hiong pun ikut berputar, saat
menyerang, Sin-hiong selalu menyerang bagian kiri Hiang Pu-cia,
Sin-hiong tahu Hiang Pu-cia hanya memiliki satu kaki kiri, tentu saja
gerakannya tidak selincah dirinya, tidak sampai lima jurus, dia sudah
dibuat Sin-hiong berputar-putar kalang kabut.
Jika saat ini Sin-hiong mau merobohkan dia, setiap saat Hiang
Pu-cia bisa roboh, tapi Sin-hiong tidak mau melakukannya, ujung
pedang disabetkan teriaknya:
"Kuberi tanda di tangan kirimu."
Terlihat sinar perak berkelebat, lalu terdengar suara "Ssst!",
lengan kiri Hiang Pu-cia tahu-tahu sudah berdarah dilukainya, baju
dikirinya pun sudah disobek oleh Sin-hiong.
Sin-tung-thian-mo terkejut, tubuhnya dengan cepat melompat
mundur ke belakang.
Tabib Ong Leng meloncat menghampiri dan berkata:
"Siau-enghiong jangan bunuh dia!" Sin-hiong tertegun, tubuhnya
dimiringkan lalu bertanya:
"Entah Ong-tayhiap ada petunjuk apa?"
"Maaf Siau-enghiong jangan menyebut aku seperti itu, aku tidak
pantas dipanggil Tayhiap?"
0odwo0
Sin-hiong merasa terharu, dalam hati berkata: 'Orang ini hatinya
penuh kasih, tidak percuma dia menjadi tabib yang menolong
orang.'
Ketika sedang berpikir, mendadak ada orang berkata dengan
dingin:
"Tidak perlu diangkat-angkat, sebenarnya, ilmu pertabiban Ong-
tayhiap di dunia ini siapa yang bisa menandinginya?"
Setelah terdengar perkataan ini, di pekarangan depan berlari
masuk dua orang!
--0o0dw0o0--
BAB 4
Seperti bayangan mengikuti bentuk
Dua orang yang datang itu adalah Lam-goat-sian-ku dan
pelayannya Ceng-ji, pada saat kedua orang itu muncul, ada satu
bayangan manusia juga bersamaan meloncat keluar ke arah yang
berlawanan.
Sai-hoa-to Ong Leng berteriak:
"In-kong, In-kong......"
Lam-goat-sian-ku tertawa dingin dan berkata: "Orang-orang di
dunia persilatan semua mengatakan kita sudah kalah di tangan Kim-
kau-kiam-khek, kenapa setelah melihat kita dia masih melarikan
diri?"
Hati Sin-tung-thian-mo pun punya perhitungan sendiri, tanpa
mengucapkan sepatah kata pun, dia menggerakan tongkatnya,
dengan tertatih-tatih pergi menghilang di kegelapan malam.
Ceng-ji berteriak:
"Sian-ku, apa kita harus mengejarnya?"
Dengan mata dingin Lam-goat-sian-ku memandang bayangan
punggung Hiang Pu-cia, katanya:
"Mengejarnya sudah pasti, tapi..."
Perkataannya berhenti sebentar, lalu berkata lagi:
"Ong-tayhiap, dimana peta itu?"
Sai-hoa-to mengeluh panjang, lalu berkata:
"Nona Ong, terus terang saja, peta rahasia itu tidak ada
ditanganku, sepuluh hari yang lalu kudengar masih muncul di Soa-
say, apakah nona tidak pernah mendengar kabarnya?"
Lam-goat-sian-ku mengerutkan alis, tanyanya:
"Benarkah perkataanmu ini?"
"Kenapa nona juga tidak percaya kata-kataku, demi peta yang
tidak ada gunanya ini, aku hampir mengalami mala petaka,
keluargaku sudah musnah, malah hari ini dan untuk selanjutnya,
selain Kim-kau-kiam-khek yang menyuruh aku, walau aku harus
mati aku pun tidak akan menolaknya, siapa pun orang dunia
persilatan yang datang ingin berobat, mati pun aku tidak akan
melayaninya!"
Habis berkata, dia berjalan selangkah demi selangkah memiju
tiga buah peti mati itu, sepasang matanya berlinang air mata,
kesedihan hatinya tidak perlu diutarakan lagi.
Tadinya Lam-goat-sian-ku masih ingin ber-tanya lagi, tapi setelah
melihat keadaannya, walaupun ada pertanyaan pun sudah tidak bisa
ditanyakan lagi. Kata-kata Sai-hoa-to Ong Leng walaupun tidak enak
di dengar, dia pun tidak enak melakukan tindakan, setelah melihat-
lihat waktu, dia berkala:
"Ceng-ji, lebih baik kita kejar dia dulu saja." Ceng-ji menyahut,
dalam sekejap mereka berdua pun menghilang di kegelapan malam.
Waktu sudah menunjukan tengah malam, di atas jalan raya ada
seorang penunggang kuda sedang memacu kudanya, dia adalah
Sin-hiong.
Ketika berada di rumah Sai-hoa-to, tadinya dia tidak berniat
langsung pergi meninggalkan tempat itu, setelah melihat yang
datang adalah Lam-goat-sian-ku, khawatir dia mengusik masalah
lama, sehingga dirinya terganggu, maka dia lari keluar ke arah
berlawanan.
Sekarang, malam begitu kelam, tapi hati Sin-hiong sedikit
bergejolak, dia teringat Sun Cui-giok, asal Lihiap berbaju merah itu
tidak berniat buruk padanya, aku pasti bisa membebaskan Sun Cui-
giok.
Berlari sebentar, dia baru memperlambat kudanya, jam tiga
malam sudah lewat, jam lima pun sudah lewat, sampai hari sudah
terang dia masih tidak berhenti, sekarang ini dia hanya punya satu
tujuan.... Pergi ke kuil Siauw-lim-si di Song-san.
Saat terpikir kuil Siauw-lim-si, wajahnya tampak sinar
keangkuhan, di dalam hati dia berpikir:
'Kuil Siauw-lim-si adalah sumber ilmu silat di seluruh dunia, sejak
dahulu diagungkan oleh orang-orang dunia persilatan, hemm...
hemm... jika dua hari kemudian, seorang anak muda yang tidak
punya nama bisa mengalahkan ketua mereka, siapa yang bisa
percaya. Sepuluh tahun lalu anak muda ini masih seorang anak
yang bekerja pada orang sebagai pengambil kayu bakar, sepuluh
tahun kemudian malah bisa melakukan hal yang menggemparkan
dunia?'
Dia membayangkan dan membayangkan, tidak terasa wajahnya
jadi berseri-seri.
Sepanjang perjalanan Sin-hiong tidak berhenti, dalam perjalanan
dia hanya makan sedikit, lalu kembali melanjutkan perjalanannya,
tiga hari kemudian pada tengah hari, dia sudah tiba di Mong-kin di
provinsi Ho-lam.
Mong-kin adalah sebuah kabupaten besar di Ho-lam, dengan
melakukan perjalanan seperti yang Sin-hiong lakukan sekarang,
besok di waktu ini dia sudah bisa tiba di Song-san. Hati dia sedikit
bergolak, berjalan melalui jalan raya, terlihat orang ramai berlalu
lalang, di dalam hati dia berkata: .
"Bagaimana pun hari ini aku tidak bisa tiba di Song-san, lebih
baik beristirahat dulu disini satu malam, sekalian melihat-lihat
keadaan."
Harus diketahui sejak turun gunung, dia jarang berhenti dalam
melakukan perjalanan, sehingga kadang-kadang dia berjalan di
tempat yang sepi, jarang sekali tiba di kabupaten besar seperti
Mong-kin ini, maka kali ini setelah menetapkan hati, dia
menghentikan perjalanannya, melihat-lihat dimana ada tempat
untuk istirahat.
Tiba-tiba dia melihat ada dua orang hweesio tinggi besar berjalan
di depannya.
Hweesio dan tosu di dunia ini banyak sekali, dua orang itu lewat
begitu saja di hadapannya, tadinya dia tidak terlalu memperhatikan,
hanya ada salah seorang di saat akan lewat, mendadak berkata:
"Bu-keng Suheng, apa kau pernah mendengar nama Kim-kau-
kiam-khek?"
Hati Sin-hiong tergetar, matanya segera melirik, terdengar
seorang lagi menjawab:
"Tidak pernah dengar, tapi sekarang sudah banyak
mendengarnya!"
Tadinya Sin-hiong masih ingin mendengarkan lanjutannya, tapi
kedua hweesio itu sudah berjalan jauh. Dia melakukan perjalanan
memang ingin pergi ke Siauw-lim-si, begitu mendengar percakapan
ini, dia segera tahu mungkin kedua hweesio ini akan pergi ke kuil
Siauw-lim-si.
Dia berpikir-pikir, di dalam hati berkata:
'Tidak percuma kuil Siauw-lim-si disebut perguruan besar yang
ternama, belum lagi dia tiba, mereka sudah mempersiapkan diri dan
meningkatkan kewaspadaannya,'
Dia berputar dua kali di jalan raya, lalu ber-jalan menuju sebuah
penginapan.
Saat ini, saatnya makan malam, di dalam rumah makan sudah
banyak orang, ketika Sin-hiong masuk sudah tidak ada tempat
kosong lagi, pelayan rumah makan menyambutnya dan berkata:
"Siauya mau menginap?"
Sin-hiong menganggukan kepala, tadinya dia ingin makan saja,
hanya begitu melihat di ruangan makan sudah penuh orang, maka
sekalian saja dia memesan kamar dulu baru makan, maka dia
menjawab:
"Boleh juga, kau carikan aku satu kamar dulu."
Pelayan itu dengan wajah berseri-seri men-jawab sambil
membawa Sin-hiong ke pekarangan belakang dan berkata:
"Aku tahu Siauya ingin makan, tapi di luar terlalu banyak orang?
Biar aku nanti mengantarnya ke dalam kamar."
Perkataannya cocok dengan keinginan Sin-hiong, saat itupun dia
pesan dua macam masakan, dan pelayan segera pergi
mengurusnya. .
Setelah Sin-hiong duduk, dalam hati berpikir 'Di tempat ini lebih
baik berlaku sopan sedikit, maka dia menggantungkan kecapi
kunonya diatas dinding, dengan tampangnya yang sangat tampan,
persis seperti seorang pelajar yang baru
Tidak lama, pelayan sudah mengantarkan makanan, setelah Sin-
hiong selesai makan, baru saja bangkit berdiri ingin berjalan-jalan,
tiba-tiba terdengar suara kaki berjalan dan satu suara merdu yang
berkata:
"Kamar yang ini saja!"
Suaranya buat pendengaran Sin-hiong terasa seperti hafal sekali,
hatinya berpikir:
'Cepat benar kedatangan mereka!' Terpaksa dia menunda
langkahnya, setelah suara kaki itu lewat di pintu kamar, diam-diam
dia membuka pintu, benar saja dia melihat Lam-goat-sian-ku dan
Ceng-ji sudah lewat dari pintunya.
Setelah kedua orang itu cukup jauh, baru dia pelan-pelan
berjalan keluar, siapa sangka baru saja sampai di mulut loteng, di
depan tiba-tiba ada seorang hweesio yang mendekat kepada Sin-
hiong, sambil mengucapkan 'O-mi-to-hud' lalu berkata:
"Mohon tanya apakah Sicu marga Sen?"
Sin-hiong terkejut dan menjawab:
"Benar, aku Sen Sin-hiong, entah guru ada perlu apa?"
"Kalau begitu, Sicu ini pasti adalah Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-
hiong yang akhir-akhir ini terkenal di dunia persilatan."
Sin-hiong berpikir cepat:
"Terima kasih, sebenarnya aku tidak berani menerima sebutan
ini."
Hweesio itu pelan-pelan melangkah dan berkata: "Melihat hati
Sicu yang terbuka ini, tidak perlu malu mendapat julukan Kim-kau-
kiam-khek."
Hweesio ini sambil berkata sambil meng-halangi jalan di mulut
loteng, tidak naik juga tidak berniat turun, jika saat ini Lam-goat-
sian-ku keluar, pasti dia akan melihat Sin-hiong dan mungkin akan
menambah kerepotan.
Setelah berhenti sejenak, hweesio itu kembali berkata:
"Aku Ci-hui dari Siauw-lim-si, ada satu masalah yang ingin
dibicarakan dengan Sicu, entah Sicu ada waktu atau tidak?"
Tubuh Sin-hiong tergetar, dalam hati berpikir:
'Belum sampai di Siauw-lim-si, mereka sudah datang mencariku,
entah apa tujuan orang ini?" Saat itu dia memiringkan tubuh dan
berkata:
"Di ruang makan sangat ramai, jika Taysu bersedia, bagaimana
jika berbicara di dalam kamar?
Setelah berbicara, dia mengangkat tangan mempersilahkan.
Ci-hui Taysu tidak sungkan-sungkan, kedua orang itu lalu masuk
dan duduk di dalam kamar, mata Ci-hui Taysu memandang kecapi
kuno di atas dinding, Sin-hiong jadi waspada, pikirnya:
'Walaupun kau berniat buruk, mungkin masih belum mampu.'
Ci-hui Taysu menarik kembali sorot matanya, dengan suara
seperti mengeluh dia berkata:
"Beberapa puluh tahun yang lalu, pedang pusaka ini pernah
membuat geger di perguruan kami, saat itu aku masih kecil, tapi
tahu guru Sicu bertarung demi gengsi, sehingga kedua belah pihak
tidak bisa berdamai, mungkin Sicu pun tahu hal ini."
Sin-hiong menganggukan kepala, Ci-hui Taysu melanjutkan:
"Sicu tahu akan hal ini sangat bagus, aku datang kemari hanya
ada satu permohonan kecil."
Saat dia mengatakan ini, wajahnya tampak tenang, Sin-hiong
bertanya:
"Entah apa permohonan Taysu?"
"Masalah yang sudah lewat biarkan saja lewat, entah Sicu ada
niat berdamai atau tidak, ini tergantung pikiran Sicu."
Maksud kata-katanya, mengharapkan Sin-hiong membatalkan
kepergian ke kuil Siauw-lim-si, Sin-hiong tertegun, didalam hati
pikir:
'Bagaimana bisa? Guru memperlakukan aku seperti anak sendiri,
wasiat beliau sebelum meninggal dunia, menyuruh aku mengunjungi
sembilan perguruan besar di dunia persilatan, jika kuil Siauw-lim-si
juga tidak bisa dikunjungi, perguruan lainnya tidak perlu diceritakan
lagi.'
Tadinya dia ingin menolak, tapi ketika mata-nya tidak sengaja
melihat wajah Ci-hui Taysu yang penuh welas asih, walau hatinya
ada niat menolak, tapi sesaat tidak bisa mengatakannya.
Ci-hui Taysu adalah hweesio berilmu tinggi, begitu melihat wajah
Sin-hiong, dia sudah tahu kesulitannya, saat itu sambil tersenyum
dia berkata lagi:
"Perintah guru seperti perintah ayah, aku rasa di dalam hati Sicu
pasti ada kesulitan?"
"MataTaysutajamsekali,walaupunakuberniat
menyanggupinya, tapi perintah guru tidak bisa ditolak, terpaksa
mengecewakan niat baik Taysu."
Ci-hui Taysu berpikir sejenak, mendadak dia mengambil dua
sumpit di atas meja, satu diberikan pada Sin-hiong, Sin-hiong masih
belum tahu apa tujuannya, Ci-hui Taysu sudah berkata:
"Aku adalah kepala cabang Siauw-lim-si bagian barat, jika Sicu
tidak bisa menolak perintah guru, terpaksa aku mencoba dulu
kehebatan ilmu silat Sicu, jika Sicu menang, silahkan datang ke
Siauw-lim-si, jika kalah?......"
Sin-hiong melanjutkan:
"Itu hanya bisa menyalahkan aku belajar ilmu silat kurang mahir,
walau pergi pun tidak akan ada hasilnya, lalu buat apa pergi?"
Ci-hui Taysu menganggukan kepala:
"Hanya saja, aku sudah sepuluh tahun lebih tidak pernah
menggunakan senjata, bagaimana kalau kita menggunakan sumpit
di tangan masing-masing untuk mencobanya?"
Hati Sin-hiong tergerak, pikirnya:
'Akalnya bagus juga, saat itu dia sudah memegang erat
sumpitnya dan berkata:
"Jika begitu, silahkan Taysu menyerang ter-lebih dulu?"
Ci-hui Taysu tidak sungkan-sungkan lagi, diam-diam menghirup
nafas, teriaknya, "Siap"! dia melayangkan sumpitnya, menotok ke
arah jalan darah Kian-hu-hiat Sin-hiong! '
Dua orang itu saling berhadapan, jaraknya tidak sampai empat
lima kaki, dengan ilmu silatnya, mereka bisa menewaskan lawannya,
di luar walaupun tampak beramah-ramah, tapi ketika bertarung,
malah lebih lihay dari pada menggunakan senjata yang sebenarnya.
Sin-hiong tidak berani lengah, sumpitnya menangkis lalu balik
menyerang.
Siapa sangka jurus Ci-hui Taysu, kelihatannya diarahkan ke jalan
darah Kian-hu-hiat di tubuh sebelah kiri Sin-hiong, tapi ketika Sin-
hiong menangkis, terlihat pergelangan tangan dia sedikit diangkat,
mendadak arahnya berubah, menotok jalan darah Kian-hu-hiat di
sebelah kanan tubuh Sin-hiong.
Sin-hiong sedikit terkejut dan berteriak:
"Jurus bagus!"
Tubuhnya merendah ke belakang, lengan kanan kembali
menangkisnya, tapi tidak memberi kesempatan Ci-hui Taysu
meneruskan serangannya, tangannya langsung menotok jalan
Hwan-sui-hiat Ci-hui Taysu.
Kecepatan jurusnya, sungguh tidak bisa dibayangkan, dalam
sekejap Sin-hiong sudah bisa balik menyerang, wajah Ci-hui Taysu
jadi berubah, sumpit di tangannya memdadak di gunakan sebagai
tongkat hweesio, secepat meteor menyapu melintang.
Jika Sin-hiong tidak segera merubah jurusnya dan menarik
tangannya, 'senjata' di tangannya ada kemungkinan akan terpukul
dan terlepas dari tangan-nya, sepasang mata Sin-hiong jadi
bersinar, otaknya berputar cepat, di dalam hati berkata:
'Jika aku tidak mengeluarkan kemampuanku, mungkin dia tidak
mau mengaku kalah?'
Mengambil kesempatan sumpit Ci-hui Taysu datang menyapu,
dia segera mengerahkan seluruh tenaga di lengan kanannya,
jurusnya pun berubah jadi memotong melintang, menyambut jurus
lawan.
Diam-diam Ci-hui Taysu merasa senang, di dalam hati berpikir:
'Jurus pedangmu mungkin sangat hebat, tapi jika bertarung
tenaga dalam dengan aku, bukankah itu hanya mempermalukan diri
sendiri?
Dia merasa yakin sebab tenaga dalamnya sudah dilatih puluhan
tahun, dibandingkan Sin-hiong berlatih sejak kecil sampai sekarang,
dia pasti menang.
Saat itupun dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya
disalurkan ke lengan kanannya, hanya terdengar sebuah suara
nyaring "Paak!", dua buah sumpit sekali bersentuhan langsung
berpisah lagi, Ci-hui Taysu bergoyang dua kali, Sin-hiong masih
duduk di tempatnya tidak bergerak, sambil tertawa dia berkata:
"Terima kasih!"
Otot di wajah Ci-hui Taysu kejang-kejang, sambil menghela nafas
panjang dia berkata:
"Sejarah puluhan tahun lalu rupanya akan terulang lagi, aku
sudah mencegah semampunya. Terima kasih Sicu tidak melukai
aku."
Sesudah berkata, pelan-pelan dia bangkit berdiri, lalu berjalan
keluar pintu.
Sin-hiong berdiri lalu berjalan ke pintu mengantarnya, tiba-tiba
matanya menjadi terang, di luar pintu sudah berdiri dua orang
gadis, yang satu berbaju putih yang satu lagi berbaju hijau.
Dua orang ini adalah Lam-goat-sian-ku dan Ceng-ji, dua orang ini
tinggal di kamar seberang sana, tadinya tidak terpikir Sin-hiong bisa
berada disini, karena tadi terdengar suara beradunya sumpit, telinga
kedua orang ini sangat tajam, dengan cepat berlari datang.
Ceng-ji menatap bayangan punggungnya Ci-hui Taysu dan
berteriak:
"Sian-ku, dia nakal sekali, sekarang kembali menghina hweesio
dari Siauw-lim-si!"
Usia dia masih kecil, dan suka usil, kadang-kadang dimaki Lam-
goat-sian-ku sehingga jadi nakal, maka begitu berkata dia langsung
berkata seperti ini terhadap Sin-hiong.
Dengan kesal Lam-goat-sian-ku melihat sekali pada Sin-hiong,
lalu dengan marah berkata:
"Kau menyebarkan berita kemana-mana, bahwa kami Sian-souw-
ngo-goat pernah dikalahkan olehmu, hemm... hemm... malam ini
mau tidak mau aku harus mencobamu."
Setelah berkata, dia menarik Ceng-ji, dua orang itu kembali
mundur ke depan pintu kamar mereka, tapi tidak masuk ke dalam,
mereka mengambil posisi hanya mengawasi, asalkan Sin-hiong pergi
kemana, mereka pun akan mengikutinya.
Tadinya Sin-hiong ingin menjelaskan, tapi Lam-goat-sian-ku tidak
memberi dia kesempatan untuk menjelaskan, dia berjiwa muda,
begitu berpikir tidak tahan dia jadi marah dan berkata:
"Sengaja aku akan jalan-jalan keluar, aku mau lihat kalian bisa
berbuat apa padaku?"
Baru saja dia mengangkat kakinya mau melangkah keluar,
sebuah pikiran berkelebat di dalam kepalanya, tidak tahan dia
berkata pada dirinya:
"Tidak bisa, jika aku pergi, dan mereka juga ikut di belakangku,
di siang hari bolong begini, bukan-kah akan ditertawakan orang."
Dulu dia punya pengalaman dengan wanita berbaju merah, kali
ini tentu saja dia harus lebih hati hati, terpaksa dia kembali lagi ke
dalam kamar.
Tadinya Sin-hiong ingin pergi melihat-lihat kota Mong-kin, tidak
di sangka malah di buat kacau oleh orang, nanti malam, Lam-goat-
sian-ku masih mau mencoba dia, karena merasa kesal, maka dia
tidur di atas ranjang.
Kemarin malam, dia semalaman tidak tidur, setelah berbaring
diatas ranjang tidak terasa dia jadi tertidur lelap.
Ketika bangun, pelayan sudah mengantarkan nasi, Sin-hiong
makan sedikit, lalu diam-diam menyuruh pelayan membawa
kudanya dan menunggu dia di luar pintu, berkata:
"Aku ada urusan harus melanjutkan perjalanan, ini lima liang
perak, lebihnya buat tip saja."
Pelayan itu berulang-ulang mengucapkan terima kasih, dengan
gembira meninggalkan tempat itu.
Setelah pelayan itu pergi, Sin-hiong berjalan ke sisi jendela
melihat keluar, waktunya sudah hampir malam, lalu diam-diam dia
keluar dari jendela belakang.
Dia mengira kali ini tidak ada orang yang tahu, tapi baru saja
turun dari jendela, terdengar di belakang ada yang berteriak:
"Berhenti, kau telah mencuri barang orang?"
Sin-hiong membalikan kepala melihat, ternyata dia adalah Ceng-
ji, tidak tahan wajahnya menjadi merah dan berkata:
"Nona Ceng, sungguh aku tidak berkata seperti itu, mohon kau
beritahu Lam-goat-sian-ku, ini salah paham yang amat besar."
Dia tidak tahu siapa nama Ceng-ji, hanya mendengar Lam-goat-
sian-ku memanggil dia Ceng-ji, maka dia juga panggil dia nona
Ceng.
Dengan wajah serius Ceng-ji berkata:
"Aku tidak peduli kau berkata atau tidak, aku mendapat perintah
dari Sian-ku, menjaga disini, hemm.. hem,... benar saja perkiraan
Sian-ku, kau ingin melari-kan diri melalui jendela belakang?"
Merah wajah Sin-hiong masih belum hilang, walaupun dia bukan
seorang pencuri, sekarang pun seperti menjadi orang gila, tidak
tahan di dalam hati dia jadi merasa kesal, dan berkata:
"Percaya atau tidak terserah, aku harus melanjutkan
perjalananku!"
Setelah berkata begitu, dia langsung melangkah ke depan.
Ceng-ji melihat dia mau pergi, maka berteriak:
"Kau benar-benar mau pergi?"
Sin-hiong tidak peduli lagi, Ceng-ji khawatir diri melarikan diri,
secepat kilat mencabut pedang di punggungnya, dengan jurus Kau-
hu-bun-lu (Pencari kayu bakar bertanya jalan) dia menusuk Sin-
hiong.
Sin-hiong sedang berjalan ke depan, merasa di belakang ada
suara senjata membelah angin, dia tahu Ceng-ji sudah menyerang,
tubuhnya mendadak mencelat ke belakang, turun di belakang Ceng-
ji, sambil tertawa berkata:
"Nona Ceng, kau tidak mendengar kata-kataku, terpaksa aku
lumpuhkan kau sejenak."
Telapak tangan kanan secepat kilat menepuk, Ceng-ji tidak
menduga Sin-hiong bisa mundur ke belakang, ketika dia sadar dia
hanya merasa pinggang-nya kesemutan, lalu tidak bisa bergerak
lagi.
Setelah Sin-hiong melumpuhkannya, khawatir Lam-goat-sian-ku
datang, buru-buru dia berlari keluar, lalu naik ke atas kudanya dan
memacu keluar kota.
Saat ini malam baru saja tiba, di jalan ramai oleh orang, dengan
susah payah Sin-hiong tiba di gerbang kota, begitu melihat ke
belakang, ribuan rumah di kota Mong-kin sudah menyalakan lampu,
kedua kaki Sin-hiong menjepit perut kuda, maka kudanya berlari
cepat ke depan.
Keluar dari Mong-kin, pejalan kaki sudah semakin sedikit, Sin-
hiong terus memacu kudanya, selama lima-enam jam, sudah
puluhan li dia mening-galkan kota Mong-kin.
Dia menarik nafas lega, setelah tahu Lam-goat-sian-ku tidak akan
bisa mengejarnya lagi, dia baru memperlambat jalannya, ketika
malam sudah larut dia sudah menembus keluar dari kata Yan-si, dan
melanjutkan perjalanannya kira-kira dda jam, di depan samar-samar
tampak hutan gunung.
Sin-hiong melihat, dia merasa dia sudah tiba di lereng gunung
Song, saat itu dia menghentikan kuda-nya, melihat di pinggir
gunung ada satu titik sinar lampu, hatinya tergerak dan berkata
didalam hati:
'Sudah selarutku, orang disana masih belum tidur, biar aku ke
sana minta segelas air untuk minum?'
Setelah berpikir, maka dia melarikan kudanya kesana.
Berjalan kira-kira sepuluh tombak lebih, mendadak di tempat
yang ada lampu itu terdengar suara "Trang!" belum hilang suara itu
di sisi bayangan hutan sudah berjalan keluar sebaris hweesio kecil.
Para hweesio kecil ini datang menghampirinya, jumlahnya ada
dua puluh lebih, di tengahnya berjalan seorang hweesio berbaju
abu-abu, baru saja Sin-hiong akan menghindar, tapi sudah tidak
keburu lagi, terpaksa dia berdiri disana tidak bergerak.
Seorang hweesio berbaju putih sedang berjalan, melihat di
tengah jalan berdiri seseorang, mata tajam-nya menyapu, melihat
orang ini sedang memeluk kecapi kuno lima senar, buru-buru dia
berteriak pelan, para hweesio kecil di belakangnya segera membagi
kedua sisi lalu berhenti, hweesio berbaju abu-abu seorang diri
datang menghampiri.
Sin-hiong sedikit terkejut, di dalam hati berpikir, 'apakah dia
bertemu dengan hweesio Siauw-lim-si? Hweesio berbaju abu-abu itu
sudah merangkap kan telapaknya dan berkata:
"Apakah Sicu ini Sen-tayhiap?"
Sin-hiong pun membalas dengan bersoja:
"Betul, aku Sen Sin-hiong, tidak tahu siapa Tay-suhu ini?"
Hweesio berbaju abu-abu itu memperhatikan Sin-hiong,
wajahnya menunjukan rasa tidak percaya dan berkata:
"Aku Ci-chan, kepala cabang kuil siauw-lim-si bagian selatan, tadi
aku mendapat kabar dari Suheng Ci-hui, hari hari ini Sicu akan
datang, tapi tidak menduga datangnya begini cepat, mohon
dimaafkan tidak menyiapkan penyambutan."
Ternyata hweesio yang dipanggil Ci-chan ini sudah mendapatkan
perintah, makanya hanya berjaga-jaga saja terhadap Sin-hiong,
setelah berbicara, sorot matanya yang tajam hanya melihat Sin-
hiong dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, sedikit pun tidak
ada tanda-tanda ingin bertarung.
Setelah mendengar perkataannya, Sin-hiong baru tahu tempat ini
adalah kuil cabang dari Siauw-lim-si bagian selatan, di dalam hati
dia berpikir:
'Aku sudah datang, kenapa tidak segera saja menyelesaikan
masalahnya, maka saat itu dia berkata:
"Tidak apa-apa, apakah Hong-tiang Bu-su Lo-cianpwee saat ini
ada di kuil?"
Kata kata ini tanpa tedeng aling-aling, Ci-chan taysu begitu
mendengar wajahnya jadi berubah dan berkata:
"Sekarang sudah malam, dari sini ke kuil kami berjarak puluhan
li, dan jalannya jalan gunung, walau-pun ilmu meringankan tubuh
Sicu sangat hebat, mungkin besok pagi baru bisa tiba, jika Sicu
berkenan, sementara silahkan menginap satu malam di kuil aku,
masalah Sicu dengan perguruan kami, diselesaikan besok saja,
bagaimana?"
Sin-hiong berpikir, dia merasa masuk akal, maka berkata:
"Merepotkan Taysu saja?"
Ci-chan Taysu tertawa, katanya:
"Sicu adalah orang terhormat, mau singgah di kuil kami, sudah
satu kehormatan bagi perguruan kami, mana berani berkata
merepotkan."
Setelah berkata, lalu dia berjalan di depan membawa jalan ke
kuil.
Kuil ini terlihat besar sekali, ruangannya megah, patung-patung
Budhanya komplit, begitu melihat Sin-hiong berkata di dalam hati:
'Kuil Siauw-lim-si adalah kuil paling tersohor di dunia persilatan,
cabang kuil nya saja sudah demikian hebat, kuil pusatnya jangan
dikatakan lagi.'
Berpikir sampai disini, di dalam hati segera timbul perasaan
hormat.
Ci-chan Taysu menempatkan Sin-hiong di sebuah kamar tamu,
kedua orang itu tidak banyak berbincang, Sin-hiong tahu Siauw-lim-
pai adalah perguruan beraliran lurus yang ternama, tentu saja tidak
akan mencelakakan dirinya, maka dengan tenang dia tidur.
Pagi hari, Sin-hiong sudah berpakaian rapih, mendadak di luar
pintu terdengar suara kaki berjalan yang terburu-buru, belum
sempat dia membuka pintu, sudah terdengar "Tok tok!" suara
mengetuk pintu, pintu kamar pun dibuka, Ci-chan Taysu berdiri di
depan pintu sambil memegang tongkat hweesio dengan wajah
marah.
Sin-hiong melihat kemarin malam dia masih ramah, kenapa pagi
ini berbeda sekali? Tidak tahan dengan kebingungan dia bertanya:
"Taysu datang dengan muka marah begini, apakah karena aku
datang kesini?"
"Hemm!" Ci-chan Taysu marah dan berkata:
"Walaupun sifat Khu Ceng-hong aneh, tapi dia adalah orang
jujur, tidak di sangka telah mendidik seorang murid seperti ini? Aku
sungguh menyayangi-nya?"
Sin-hiong terkejut, di dalam hati berpikir: 'Kata-kata dia jelas-
jelas memuji guru, tapi arti di dalam kata-katanya malah memaki
aku, apa sebabnya?'
Otak dia berputar, diam-diam di dalam hati kembali berkata:
'Sebelum guru wafat, pernah berkata sembilan perguruan besar
di dunia persilatan, walaupun masing masing menyebut dirinya
adalah aliran putih dan ilmu silat lurus, tapi tetap saja Siauw-lim-pai
yang paling jujur dan terbuka, hari ini setelah aku melihatnya,
mungkin itu tidak benar?'
Sin-hiong dengan kebingungan bertanya: "Kata-kata guru ini
sungguh membuat aku bingung, tolong katakan lebih jelas?"
Ci-chan Taysu masih marah, berkata dingin: "Orang jujur tidak
perlu secara diam-diam melakukan hal yang tidak terpuji, kau masih
mau berpura-pura?"
Begitu perkataannya habis, Sin-hiong jadi tertegun bingung,
dengan nada dingin dia berkata:
"Tay-suhu adalah seorang hweesio berilmu tinggi, jangan
sembarangan menuduh orang?"
Ci-chan Taysu bertambah marah dan berkata:
"Aku menuduhmu? He he he, kalau begitu biar aku mencoba dulu
ilmu silatmu."
Sin-hiong menghirup nafas panjang, sesaat dia tidak tahu apa
yang terjadi, melihat Ci-chan Taysu terus mengancam dia, tidak
tahan di dalam hatinya pun jadi marah, dia mengambil kecapi
kunonya, sambil tertawa dingin berkata:
"Apa aku takut padamu?"
Kemarahan Ci-chan Taysu memuncak, dia tidak bisa menahan
diri, sambil mundur ke belakang dia berteriak:
"Bagus bagus bagus, di luar tempatnya luas, kita kelapangan
rumput untuk bertarung, lihat siapa yang lebih unggul!"
Setelah berkata, dengan menenteng tongkat hweesionya, dia
langsung pergi ke lapangan.
Tadi Sin-hiong dimaki tanpa alasan, sekarang terus-menerus
didesak, walaupun kesabarannya sangat tinggi, tetap saja akhirnya
tidak bisa menahan amarahnya, tanpa berpikir panjang, dia
menegakan tubuh mengikutinya ke luar lapangan.
Saat ini di luar kuil sudah berdiri dua puluhan hweesio kecil yang
berdiri di kedua sisi lapangan, Ci-chan Taysu berdiri di tengah, Sin-
hiong melihatnya seperti itu, tahu mereka sudah mempersiapkan
langkah kedua, saat itu dia tidak pedulikan keadaan, dia berjalan ke
tengah-tengah dan berteriak:
"Kalian mau maju bersama-sama, atau Tay-suhu sendiri yang
maju duluan."
Ci-chan Taysu mengangkat tongkat hweesio-nya, dengan marah
berkata:
"Sombong sekali, coba terima dulu dua pukulan tongkatku!"
Setelah berkata, dia memutar tongkat-nya, "Weed!" menyapu.
Sin-hiong sadar, hari ini mau tidak mau dia harus bertarung,
ketika ini mendadak dia seperti melihat keperkasaan gurunya
sepuluh tahun yang lalu, darahnya terasa bergejolak, Kim-kau-kiam
nya pun langsung disabetkan.
Ci-chan Taysu mendengus, tongkatnya diayun-ayunkan, dalam
sekejap sudah menyerang tujuh delapan jurus!
Sin-hiong mengerahkan tenaga dalamnya dan pedangnya
digetarkan, titik-titik sinar perak laksana hujan, menebar di
sekeliling Ci-chan Taysu, inilah jurus Sin-hoan-put-ie (Berputar-putar
tidak berhenti) jurus paling lihay dari jurus Kim-kau-kiam!
Di dalam setengah bulan lebih ini, Sin-hiong belum pernah
menunjukan kehebatan jurus Kim-kau-kiam, walau bertemu dengan
pesilat yang lebih tinggi sekalipun, dia bisa dengan tenang
melumpuhkan, tapi keadaan hari ini berbeda, karena dia marah, dia
telah menggunakan jurus paling hebatnya!
Begitu jurus ini di keluarkan, Ci-chan Taysu segera merasakan di
sekelilingnya penuh dengan bayangan dingin, dia jadi terkejut, dia
membentak, dari ribuan bayangan tongkat sekarang berubah jadi
satu, dengan dahsyat menyerang Sin-hiong.
Sin-hiong tertawa dingin, pergelangan tangan-nya diputar, satu
kilatan dingin sudah menerjang ke titik saluran Koan-goan nya Ci-
chan Taysu dan berteriak:
"Jika Tay-suhu tidak mundur, aku tidak akan segan-segan lagi
menusuk."
Segulung cahaya berkelebat di depan mata Ci-chan Taysu, tahu-
tahu ujung pedang Sin-hiong sudah hampir mengenai sasaran,
ketika dia terkejut, dua puluh orang hweesio kecil yang melihat dia
dalam bahaya, semua bergerak mengangkat tongkatnya, langsung
mengurung Sin-hiong di tengah.
Sin-hiong tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Tidak di sangka Siauw-lim-pai yang dikata-kan partai lurus, hari
ini ternyata bisa mengeroyok orang!"
Setelah berkata, dia menggerakan pedangnya, terdengar ".Tring
tring trang trang!", diantara dua puluh hweesio kecil itu, sudah ada
lima buah tongkat terpental ke udara.
Hati Ci-chan Taysu jadi tergetar!
Pada saat ini, terdengar ada orang mengucap-kan "O-mi-to-hud!"
lalu berkata:
"Sen sicu sungguh menepati janji."
Sin-hiong mengangkat kepala melihat, terlihat Ci-hui Taysu
pelan-pelan berjalan keluar dari sisi gunung, di belakangnya, juga
ada dua puluhan hweesio kecil mengikutinya.
Sin-hiong tersenyum dan berkata:
"Tay-suhu pun datang untuk mencegah aku?"
Ci-hui Taysu merangkapkan telapaknya dan berkata:
"Maaf, aku mendapat perintah ketua, khawatir Ci-chan Sute
bukan lawannya Sicu, maka menyuruh aku menghentikan dia."
Ci-hui Taysu berkata, sambil menghampiri, ketika dia berhenti,
dua puluh orang hweesio kecil masih berjalan terus setelah
mendekati Sin-hiong baru menghentikan langkahnya.
Maka keadaannya mendadak jadi berubah.
Mata Sin-hiong menyapu, melihat hweesio yang mengurung dia
tepat ada empat puluh orang hatinya tergerak, dalam hatinya
berkata:
'Guru pernah berkata, ilmu barisan Siauw-lim-si yang disebut
barisan Lo-han namanya sangat terkenal di dunia persilatan, entah
sudah berapa banyak pesilat tinggi ternama yang telah
dikalahkannya, tampak nya sekarang akan digunakan untuk
menghadapi diriku.'
Berpikir sampai disini, tidak terasa diam-diam dia menghela nafas
dan berkata:
"Bagus kalau begitu, aku ingin mencoba ilmu silat terhebatnya
perguruan Siauw-lim!"
Ci-hui Taysu tersenyum, mendadak berkata pada Ci-chan Taysu:
"Hanya dengan setengah strategi menghadapi lawan, mungkin
kita masih bukan lawannya Sen-tayhiap?"
Ci-chan Taysu mundur selangkah kebelakang:
"Suheng jangan membesar-besarkan lawan, kita coba dulu saja."
Dia lalu menyiapkan tongkatnya, dua puluh orang hweesio kecil
di belakangnya pun merapat dan bersiap-siap, tidak membuang
waktu lagi, tongkatnya sudah datang menggulung.
Begitu Ci-chan Taysu bergerak, dua puluh orang hweesio kecil itu
pun ikut bergerak, dalam sekejap mata, Ci-hui Taysu dengan dua
puluh hweesio kecilnya juga dari arah berlawanan datang
menyerang.
Dua pesilat tinggi dari Siauw-lim-si melakukan pengeroyokan,
ditambah empat puluh hweesio kecil, tampak seperti puluhan ribu
naga meliuk-liuk di udara.
angin pukulan yang ditimbulkan oleh tongkat sangat dahsyat,
mengurung Sin-hiong dengan bayangan tongkatnya di tengah-
tengah.
Sin-hiong tidak berani lengah, dia meng-gerakan pedang
pusakanya, kilatan perak berkelebat menyerang kearah Ci-chan
Taysu!
Ci-chan Taysu sudah mengetahui kehebatan Sin-hiong, dia tidak
berani terlalu dekat, ketika pedang Sin-hiong menyerang, dia sedikit
mundur ke belakang, di pihak Ci-hui Taysu, dua puluh satu tongkat
dengan cepat sudah datang menggulung, menutup kekosongan.
Sin-hiong tidak terlalu mendesak, begitu kelompok Ci-chan
mundur, dia menggetarkan pedang membentuk kilatan perak ribuan
tombak, tahu-tahu menyerang ke kelompok Ci-hui Taysu!
Hanya satu garakan pedangnya, tapi tampak seperti ada dua
pedang yang menyerang, begitu pedang diangkat lalu disabetkan,
hanya sekejap mata hampir seluruh hweesio itu diserang
pedangnya!
"Heh!" Ci-hui Taysu berteriak, "jangan menangkis!"
Tubuhnya dimiringkan, "Weed weed!" tongkat nya menyapu dua
kali!
Ci-chan Taysu pun tentu saja tidak tinggal diam, sesudah mundur
dia langsung maju lagi, kedua orang itu bersama-sama menyerang,
ditambah empat puluh hweesio kecil itu, walaupun para hweesio
kecil ini masih berusia muda, tapi dasar ilmu silat mereka sudah
kuat, menyerang bersama dengan kedua orang tua itu, sedikit pun
tidak terlihat ada celahnya, walaupun jurus pedang Sin-hiong
sangat cepat,tapi dalam waktu singkat jika ingin memukul
mundur mereka, itu adalah hal yang tidak mungkin.
Dalam sekejap, Sin-hiong sudah menyerang sebanyak empat-
lima jurus.'
Setiap kali jika dia melakukan serangan, empat puluh hweesio ini
mundur ke belakang, jika dia menyerang ke timur, orang-orang di
kedua sisinya datang menyerang membantu rekannya, maka walau
pun dia menyerang, tapi tidak bisa berbuat apa-apa pada mereka?
Sin-hiong mengerutkan alisnya, di dalam hati berkata:
'Jika terus menerus begini, bagaimana aku bisa naik gunung.'
Ketika dia berpikir, mendadak dia mendapat satu akal, saat ini
dua puluh satu batang tongkat di pihak Ci-hui Taysu telah datang
menekan, Sin-hiong bersiul panjang, dia memutar pedangnya
membentuk gulungan angin keras, membawa senjata dua puluh
hweesio kecil itu bergeser ke samping, lalu dengan dahsyat
pedangnya menyerang Ci-hui Taysu.
Buru-buru Ci-hui Taysu menangkis dengan tongkatnya, tapi
serangan susulan kedua dan ketiga Sin-hiong sudah berturut-turut
menyerang, kecepatan serangannya sulit dibayangkan, sekarang Ci-
hui Taysu seperti berhadapan sendirian, Sin-hiong menyerang tiga
jurus, Ci-hui Taysu sudah didesak mundur sebanyak lima-enam
langkah.
Begitu Ci-hui Taysu mundur, serangan bersama dari kedua sisi
dengan sendirinya muncul satu celah besar, Sin-hiong tidak
membiarkan mereka mengambil nafas, dia membalikan tubuh
menusukan pedangnya tujuh-delapan kali, empat puluh hweesio
disisi tubuhnya hanya merasakan kelebatan pedang, semua jadi ikut
mundur ke bel akang.
Ci-hui Taysu dan Ci-chan Taysu dengan perasaan berat
mengeluh, di dalam hati mereka, saat ini merasa sangat sedih.
Sin-hiong mengusap pedang melihat ke sekeliling, dengan
gagahnya berkata:
"Masih ada berapa banyak orang dari Siauw-lim-pai, silahkan
maju semua."
Udara dipagi hari amat segar, tapi empat puluh hweesio itu
tertekan oleh keperkasaan dia, semua orang membelalakan
matanya besar-besar, siapa pun tidak ada yang berani
mengeluarkan suara.
Tepat pada saat ini, terdengar satu orang dengan lembut
berkata:
"Dua Sute kurang rajin berlatih silat, tapi Sicu pun tidak
seharusnya memandang rendah mereka."
Selesai berkata, terlihat di sebelah timur dan barat muncul dua
orang hweesio berbaju abu-abu, salah satunya berperawakan kurus
kecil, tapi yang sarunya lagi malah tinggi besar, kedua tangannya
masing-masing memegang tongkat hweesio dalam sekejap mata
sudah berada di tengah lapangan.
Sambil tertawa Sin-hiong berkata: "Betul, tapi jika aku tidak
mengatakannya, mungkin kedua Tay-suhu ini tidak akan muncul!"
Hweesio yang berperawakan kurus kecil memperhatikan Sin-
hiong sekali dan dengan suara lembut berkata:
"Ilmu silat Sicu sangat hebat, sayang kemarin malam di kuil kami
hanya muncul sekelebat saja, kenapa hari ini bisa bertarung dengan
terang-terangan, apakah ini yang disebut kelakuan seorang laki-laki
sejati, datang terang-terangan, pergi dengan diam-diam!"
Maksud kata-katanya penuh dengan ejekan, tapi begitu Sin-hiong
mendengar, dia jadi teringat sikap Ci-chan Taysu tadi, di dalam hati
dia segera mengerti, ternyata ada orang yang menyamar dirinya
datang mengacau.
Sin-hiong berkata:
"Apakah ada orang yang berani menggunakan namaku datang
mengacau di kuil Siauw-lim-si?"
Kim-kau-kiam-khek Sen Sin-hiong berpikir, dia belum lama turun
gunung! Orang yang dikenalnya pun sangat terbatas, kali ini dia
datang ke kuil Siauw-lim-si, dia sendiri pun tidak memberi tahu pada
orang lain, mungkin tidak ada orang kedua tahu hal ini.
Ci-keng Taysu melihat Sin-hiong berkata berputar-putar, dia
masih mengira dia sudah mengakui-nya, maka dia berkata lagi:
"Nama sehutanku Ci-keng, ini adalah suteku yang paling besar
namanya Ci-goan, dua orang yang tadi bertarung dengan Sicu tidak
perlu aku perkenal-kan lagi, terus terang saja, walaupun ilmu silatku
di kuil Siauw-lim-si tidak seberapa? Tapi siapa pun orang kalau
berani mengacau dihadapanku, aku tentu tidak bisa membiarkan!"
Setelahberkata,tubuhnyapelan-pelanber-gerak,
menggoyangkan dua kali tongkat hweesionya, menampakkan dia
siap bertarung.
Tadinya Sin-hiong mau menjelaskan orang yang datang kemarin
malam bukan dirinya, tapi setelah melihat kelakuan hweesio ini
walaupun lembut, tapi kata-katanya tidak enak didengar, apa lagi
setelah berkata dia menunjukan sikap siap bertarung, itu tandanya
kalau bukan menantang dirinya lalu apa lagi?
Dia menggetarkan Kim-kau-kiam, mengeluar-kan kilatan sinar
yang mencolok mata, sambil tertawa berkata:
"Jika Tay-suhu sudah berkata begitu, aku marga Sen tidak bisa
berkata apa-apa lagi, apa kalian berempat mau bersama-sama
maju?"
Otot tipis di wajah Ci-keng Taysu bergerak-gerak katanya:
"Ilmu silat Sen-tayhiap sangat hebat, jadi kami tidak akan
sungkan lagi."
Dia mengatakan ini hanya untuk mengalihkan perhatian, setelah
berbicara, langsung berteriak "Maju!", empat orang hweesio besar
generasi huruf Ci, sudah bersama-sama maju menyerang!
Begitu empat orang ini bergerak, empat puluh hweesio kecil yang
berdiri di pinggir pun mengikuti-nya, hanya saja para hweesio kecil
yang tidak terlalu mendesak, tapi setiap ada kesempatan, maka
secepat kilat menyerang dengan tongkatnya.
Ci-keng Taysu berempat mengayunkan tongkat beratnya,
jurusnya dahsyat, ke empat orang itu bersama-sama menyerang,
kekuatannya entah berapa kali lipat, apa lagi ditambah empat puluh
hweesio kecil membantu nya, dengan kekuatan seperti ini, siapa
pun pesilat tinggi di dunia ini, mungkin tidak ada orang yang
mampu menghadapinya lebih dari tiga puluh jurus!
Bayangan tongkat memenuhi langit, bayangan orang
berkelebatan, empat pesilat tinggi dari Siauw-lim-si sudah
menyerang tidak kurang dari dua puluh pukulan tongkat!
Tubuh Sin-hiong sedikit gemetaran, sejak dia turun gunung,
pertarungan kali ini bisa disebut pertarungan yang paling dahsyat,
angin pukulan tongkat terasa menggetarkan, membuat bajunya
berkibar-kibar, tiba-tiba Sin-hiong berteriak, pedang pusakanya
menciptakan gulungan sinar perak yang berkilau-kilau, menutup
langit juga dengan dahsyat membalas serangan tujuh delapan jurus!
Ci-keng Taysu berempat merasa setiap kali meraka menyerang,
sepertinya selalu ditekan Sin-hiong, sinar pedang dia seperti air
raksa tumpah ke tanah, hati ke empat orang itu jadi dingin, masing-
masing sekuat tenaga menyerang lagi tujuh delapan jurus!
Empat puluh hweesio yang ikut mengurung, tadinya masih bisa
sesekali menyerangkan tongkatnya, sekarang mereka mendadak
merasa setiap serangan pedang Sin-hiong selalu ada hawa dingin
yang lewat di wajah, masing-masing jadi mengetatkan jurusnya,
begitu ke empat hweesio menyerang tujuh delapan jurus, mereka
pun ikut menyerang dua tiga jurus..
Maka begitu ke empat puluh empat orang hweesio menyerang,
maka akan terbentuk seratus lebih bayangan tongkat menyerang
pada Sin-hiong!
Diam-diam Sin-hiong menghela nafas dingin, di dalam hatinya
berpikir:
'Melihat keadaannya, mau tidak mau aku harus melukai beberapa
orang.'
Maka dia mengangkat pedangnya, jurusnya segera berubah, dia
sudah mengeluarkan jurus yang paling lihaynya dari jurus Kim-kau-
kiam secara berturut-turut, terlihat sinar pedang membesar, laksana
layar langit menutup dari atas, walaupun empat puluh lebih hweesio
dari Siauw-lim-si berusaha menahan, tapi tidak bisa berbuat apa-
apa, sebaliknya, saat Sin-hiong membalas menyerang, sudah ada
empat lima hweesio kecil yang terluka dan jatuh ke tanah!
"Heh!" Ci-keng Taysu berteriak, "sungguh hebat!" tanpa
menghiraukan bahaya maju menyerang!
Melihat Ci-keng Taysu tanpa mempedulikan bahaya maju
menyerang, tubuh Sin-hiong malah mundur sedikit kebelakang, dan
berturut turut menusukan pedangnya tiga kali, tiga tusukan ini
ditujukan kepada Ci-goan, Ci-hui dan Ci-chan bertiga.
Ci-keng Taysu membelalakan sepasang mata-nya, dia merasa ini
adalah kesempatan terbaik dia untuk menyerang, "Weet weet!" dia
menyapukan tongkatnya, mengarah jalan darah besar di tubuh Sin-
hiong dari atas sampai bawah!
Ci-goan Taysu bertiga pun segera menggetar-kan tongkatnya,
siapa tahu belum lagi jurus mereka dilancarkan, secepat kilat Sin-
hiong membalikan tubuhnya, ujung pedang dari bawah tiba-tiba
dilontarkan ke atas, gerakan ini berbalik dengan gerakan Ci-keng
Taysu, walaupun jurus Sin-hiong bergerak belakangan, tapi tiba
lebih dulu, sekali mencongkel, Ci-keng Taysu hanya merasa ada
hawa dingin menyerang, dia memutar tongkatnya, serangan Sin-
hiong tidak mengendur, sekali menyabetkan pedang, tiga orang
hweesio kecil yang menyerang dari belakang kembali dilukainya
roboh ke tanah!
Hanya dalam waktu singkat, di pihak Siauw-lim-si sudah ada
delapan hweesio yang terluka dan roboh ke tanah, suara rintihannya
masuk ke dalam telinga Sin-hiong, dia mendadak merasa tidak tega,
di dalam hati berkata:
"Hay...! Tujuanku kemari hanya ingin bertemu pada ketua Siauw-
lim-si, Bu-su Taysu seorang, buat apa melukai orang-orang yang
tidak berdosa?"
Berpikir sampai disini, pikirannya tergerak, maka dia memutuskan
malam ini datang kembali kemari, "Ssst sst!" dia menyabetkan
pedangnya, lalu meloncat, langsung berlari ke bawah gunung!
Siapa tahu walaupun rencananya bagus, tapi kenyataannya
orang lain tidak membiarkan dia, tepat ketika dia berhenti, terlihat
di depannya ada bayangan orang berkelebat, seorang hweesio
berbaju kuning yang kurus kering, sudah menghadang di
hadapannya.
Hweesio itu kelihatan sudah berusia tujuh puluh tahunan, sedang
meredupkan sepasang mata-nya, di lehernya dikalungkan sebuah
tasbih, penam-pilannya damai sekali, Sin-hiong terpengaruh oleh
kecepatan gerakannya, tidak tahan jadi tertegun dan bertanya:
"Tay-suhu menghadang jalanku, apakah tidak mengizinkan aku
turun gunung?"
Hweesioitupelan-pelanmembuka matanya sambil
merangkapkan telapaknya berkata:
"Sicu sudah datang ke kuil kami, buat apa terburu-buru pergi?"
Saat ini Ci-keng Taysu berempat sudah terbang menghampiri,
begitu melihat hweesio tua kurus kering ini, buru-buru
merangkapkan telapaknya menghormat, sambil memanggil Supek,
ke empat orang itu mundur dengan hormat ke belakang.
Melihat ke empat orang ini begitu meng-hormati orang ini, dan
juga memanggil Supek, Sin-hiong jadi sadar kedudukan hweesio tua
kurus kering ini amat tinggi, jika bukan ketua Siauw-lim-si, juga
pasti saudara seperguruannya ketua Siauw-lim-si.
Dugaannya sedikit pun tidak salah, hweesio tua kurus kering ini
adalah Sute ketua Siauw-lim-si, Bu-cu Taysu, dia juga salah satu
dari tiga tetua Siauw-lim-pai yang masih ada, tingkat ilmu silatnya,
tampak tidak dibawah Suhengnya Bu-su Taysu.
Nama seseorang seperti bayangan pohon, Sin-hiong tidak berani
bertindak sembarangan, dia berkata:
"Bukan aku ingin buru-buru pergi, karena kemarin malam ada
orang yang menggunakan nama-ku, sebelum masalahnya jelas, aku
terpaksa menunda sebentar."
Bu-cu Taysu mengeluh, sepasang matanya mendadak
membelalak besar, satu sorot mata yang dingin menyorot ke arah
wajah Sin-hiong dan berkata:
"Kalau begitu ternyata benar, menurut pendapatku, murid Khu
Ceng-hong tidak mungkin berbuat begitu."
Mendengar ini, dalam hati Sin-hiong timbul perasaan bangga dan
berkata:
"Terima kasih atas pujian Tay-suhu!" Bu-cu Taysu berpikir
sejenak, berkata lagi:
"Tapi, Sicu kecil sudah datang kesini, masalah dengan perguruan
kami, lebih baik diselesaikan secepatnya!"
Sin-hiong tergerak, di dalam hati berpikir: Hweesio tua ini masih
mudah marah saat itu sambil menghela nafas dia berkata lagi:
"Saatnya tentu saja tidak akan lama lagi, Tay-suhu tenang saja,
aku sudah datang kemari, tengah malam ini aku pasti datang untuk
bertemu dengan Bu-su Lo- cianpwee!"
Bu-cu Taysu tersenyum, dia mengayunkan tangannya, Ci-keng
berempat semua mundur ke pinggir, tidak terlihat dia bergerak,
tahu-tahu tubuh-nya sudah meloncat ke atas, orangnya masih di
udara dia sudah berkata:
"Kalau begitu, aku dan saudara seperguruan akan menanti
anda."
Setelah berkata, dalam sekejap mata tubuhnya sudah
menghilang di tengah gunung, kecepatannya sungguh jarang
terlihat di dunia persilatan!
Dengan penuh pertanyaan, pelan-pelan Sin-hiong berjalan turun
gunung, saat ini sudah hampir tengah hari, dia berputar dua
putaran, di sekitar lereng gunung sembarangan makan sedikit
makanan, tapi tidak melihat satu pun bayangan orang yang men-
curigakan! Ketika sore hari, Sin-hiong kembali fagi! Dia tidak berani
bertindak sembarangan menghadapi kuil Siauw-lim-si, maka dengan
hati-hati sekali berjalan menelusuri pinggir gunung, setelah berjalan
sejenak baru menggunakan ilmu silat meringan-kan tubuh naik ke
puncak gunung!
Ilmu meringankan tubuhnya memang hebat, tidak sampai satu
jam, dia sudah naik setengah gunung lebih.
Saat ini, di puncak gunung sudah ada titik-titik sinar lampu, suara
"Duuk duuk!" dari tambur dan "Tang tang!" dari gong tidak henti-
hentinya terdengar, kiranya para hweesio Siauw-lim-si sedang
melaksana-kan pelajaran malam.
Ketika sedang melihat-lihat, mendadak dari hutan di sebelah
kanan terdengar suara "Ssst ssst!", lalu dua bayangan orang dengan
kecepatan tinggi berkelebat di depan matanya!
Sin-hiong tergerak lalu dia pun menambah kecepatan, dalam dua
tiga loncatan sudah hampir mengejar mereka. Begitu melihat, di
dalam hati berpikir, 'ternyata mereka berdua?'
Ilmu silat kedua orang itu tidak lemah, tapi dibandingkan dengan
Sin-hiong, masih kalah satu dua kelas, dua orang itu berlari di
depan, diam-diam Sin-hiong mengikuti dari belakang, kedua orang
itu masih belum tahu ada yang mengikutinya.
Ketika kedua orang itu sudah sampai di pinggir hutan, mendadak
menghentikan langkah, salah satunya berkata:
"Sian-ku, waktunya masih terlalu pagi?"
Ternyata dua orang ini adalah Lam-goat-sian-ku dan Ceng-ji,
kemarin malam di dalam penginapan, Ceng-ji telah di totok jalan
darahnya oleh Sin-hiong, setelah Sian-ku datang, Ceng-ji
menceritakan kejadian-nya, usia Lam-goat-sian-ku walaupun tidak
besar, tapi pengalaman di dunia persilatan sudah banyak, setelah
dipikir dengan teliti, maka dia segera datang ke kuil Siauw-lim-si
bersama Ceng-ji.
Sin-hiong berjalan melalui jalan raya, sedang mereka berdua
berjalan melalui jalan kecil. Ketika Sin-hiong beristirahat di dalam
gunung, kedua orang ini diam-diam naik ke atas gunung, setelah
merobohkan hweesio Siauw-lim-si sebanyak lima-enam belas orang,
akhirnya menuliskan Kim-kau-kiam-khek lalu pergi.
Dalam pikiran Lam-goat-sian-ku, tidak peduli Kim-kau-kiam-khek
naik ke atas gunung atau tidak, dia sudah membuat satu kesan
buruk untuk dia, setelah dia mengetahuinya pasti akan datang
kesini, maka kedua orang itu malam ini secara diam-diam naik ke
atas gunung untuk melihatnya.
Siapa sangka masalah ini sudah ketahuan, dan yang lebih diluar
dugaan mereka adalah saat ini Sin-hiong sedang mengikuti mereka
dari belakang?
Lam-goat-sian-ku melihat cuaca, berkata:
"Ceng-ji, kita tunggu disini, kita menunggu di timur dan barat,
jika menemukan sesuatu, maka ber-tepuk tangan tiga kali sebagai
tanda."
Ceng-ji menganggukan kepala, setelah Lam-goat-sian-ku selesai
berkata, langsung jalan kearah barat.
Setelah Lam-goat-sian-ku pergi, Ceng-ji menoleh ke belakang,
baru saja melangkah dua langkah, tiba-tiba dia merasa di
belakangnya bertiup angin kecil, Ceng-ji terkejut, dengan reflek dia
mencabut pedangnya dari punggung, tapi dipunggung hanya
tertinggal sarung pedang yang kosong.
Wajah cantik Ceng-ji menjadi pucat karena terkejut, baru saja
mau bertepuk tangan tiga kali, tapi dia tidak tahu apakah orang
yang datang ini adalah Sin-hiong atau bukan, ketika dia terbengong,
tiba-tiba dia merasa lehernya kesemutan, sepertinya ditiup oleh
orang, hatinya kembali terkejut, dia melihat-lihat ke sekeliling,
setengah bayangan orang pun tidak terlihat!
Ceng-ji berputar dua putaran lalu berguman:
"Tidak peduli kau atau bukan, aku tepuk tangan tiga kali dulu
saja."
Dia .mengangkat telapaknya saat akan bertepuk, mendadak
merasa sikutnya kesemutan, saat membalik kan kepala melihat ke
belakang, di belakang tubuh sudah berdiri seseorang!
Rasa tekejut Ceng-ji kali ini amat sangat, saat dia melihat jelas
orang yang berdiri di belakang adalah Sen Sin-hiong yang dia cari
itu, baru saja akan bertepuk tangan lagi, tiba-tiba Sin-hiong
memukul tangannya dengan gagang pedang, sambil tersenyum
bertanya:
"Nona Ceng, apakah kalian kemarin malam sudah datang
kemari!"
Ceng-ji yang sudah dipukul oleh Sin-hiong, jadi tidak bisa
mengangkat tangannya, tidak tahan sambil marah berkata:
"Tidak tahu!"
Teriakan Ceng-ji ini menimbulkan perasaan heran Lam-goat-sian-
ku, dari kejauhan dia bertanya:
"Ceng-ji, kau sedang bicara dengan siapa?"
Sin-hiong takut dia berteriak lagi, dia memutar pegangan pedang
menotok jalan darah Ceng-ji, ketika Lam-goat-sian-ku berlari
datang, Ceng-ji sudah dikempit Sin-hiong entah dibawa pergi
kemana?
Lam-goat-sian-ku bersuara "Iiih!" teriaknya:
"Ceng-ji! Ceng-ji......"
Suaranya terdengar sampai jauh, tapi jejak Ceng-ji sudah
menghilang.
Dia tidak berteriak tidak apa-apa, sekali berteriak telah
mengejutkan para hweesio Siauw-lim-si, tidak lama setelah dia
berteriak, dari kejauhan ada empat bayangan orang berlari
mendekat!
Lam-goat-sian-ku tertegun sejenak. Sesaat dia masih belum
menentukan apakah dirinya harus menghindar atau tidak,
mendadak dari sisi kiri berhembus angin kecil, sesosok bayangan
manusia secepat kilat sudah menyambut kedatangannya!
Lam-goat-sian-ku terkejut, baru saja akan mengejarnya,
mendadak di belakang terdengar suara "Mmm..!", Lam-goat-sian-ku
segera membalikkan tubuh, melihat, terlihat Ceng-ji sedang
terbaring disisi satu pohon besar?
Tidak perlu bertanya lagi, dia sudah tahu apa yang terjadi, buru-
buru dia membuka totokan Ceng-ji dan berteriak:
"Cepat kita kejar!"
Begitu melihat, dia melihat empat bayangan orang itu sudah
berbelok ke arah lain.
Lam-goat-sian-ku sadar ini sengaja dipancing oleh Sin-hiong tapi
dia sedikit pun tidak merasa berterima kasih, dia bersuara
"Hemm...!" lalu lari ke puncak gunung bersama dengan Ceng-ji!
Mereka berdua terus lari ke depan, tapi setiap berjarak sekitar
sepuluh tombak, di atas tanah selalu tergeletak dua orang hweesio,
para hweesio ini sepertinya sedang terlelap tidur, kelihatannya telah
ditotok jalan darah tidurnya!
Diam-diam Lam-goat-sian-ku merasa heran, jika orang yang
melakukannya adalah Sen Sin-hiong, jarak waktu dia berangkat
tidak berbeda jauh dari pada dirinya, bukan saja dia bisa
menghindar dari empat orang hweesio, malah ketika dia berlari ke
depan, di sepanjang jalan bisa menotok hweesio sebanyak ini, ilmu
silatnya sungguh sudah sampai ke titik menakutkan!
Sekarang sudah hampir jam sembilan malam, Lam-goat-sian-ku
dan Ceng-ji sudah tiba di depan gerbang kuil. Terlihat di seluruh kuil
gelap gulita, di dalam dan di luar kuil nampak sepi, seperti tidak ada
orang saja!
Melihat ini, Lam-goat-sian-ku kembali merasa heran, melihat
keadaan sekarang, apakah Sen Sin-hiong itu masih belum sampai?
Ketika dia bertanya-tanya, tiba-tiba di belakang tubuh terdengar
suara "Sreek sreek!", suara ini walau kecil sekali, tapi dengan
kemampuan ilmu silatnya Lam-goat-sian-ku, tentu saja tidak sulit
bisa men-dengarnya, begitu dia memutar tubuh, empat orang
hweesio berbaju abu-abu sudah berdiri di belakang tubuhnya.
Lam-goat-sian-ku mendengus dan berkata:
"Kalian bersembunyi seperti ini mau apa?"
Hweesio yang datang ini adalah Ci-keng Taysu dan kawan-
kawannya, empat orang ini adalah murid terhebat di generasinya,
mereka sedang kesal sebab tidak bisa menghalangi kedatangan Sin-
hiong.
Malam ini kuil Siauw-lim-si bersiaga penuh seperti akan
menghadapi musuh berat, setelah larut malam, selesai pelajaran
malam, seluruh lampu dari depan sampai belakang dipadamkan,
tapi setelah berjaga-jaga setengah malaman, bukan saja murid di
bawah gunung tidak ada yang melapor, dan juga tidak menemukan
jejak musuh seorang pun?
Sebenarnya, mereka tidak tahu, murid-murid yang disebar di
bawah gunung telah ditotok jalan darahnya oleh orang secepat kilat.
Ci-keng Taysu berempat ditugaskan menjaga pintu gerbang, tadi
mereka menemukan di bawah gunung ada orang, tapi selelah
mengejarnya sebentar, orang itu sudah menghilang, saat ini baru
saja kembali lagi ke pintu gerbang, mendadak melihat Lam-goat-
sian-ku muncul bersama dengan pelayannya, empat orang itu
segera keluar mengikutinya.
Ci-keng Taysu sambil tersenyum berkata:
"Apakah yang datang ini Lam-goat-sian-ku?"
Lam-goat-sian-ku mendengus dingin:
"Aku tanya kalian, apakah kalian berempat ini datang untuk
menghadang aku?"
Tay-suhu Ci-goan menggerakan tubuhnya yang gemukbesar itu
dan berkata:
"Maaf......"
Kata-kata selanjutnya belum selesai, dia membentak, tongkatnya
diangkat menyerang ke belakang tubuh Lam-goat-sian-ku!
Lam-goat-sian-ku tidak meyangka dia akan diserang, baru saja
mau mencabut pedangnya untuk melawan, mendadak seseorang
dengan lembut berkata:
"Dimana Bu-su Lo-cianpwee?"
Begitu perkataannya habis, orangnya muncul, dialah Sin-hiong!
Saat ini tongkat Tay-suhu Ci-goan sedang menyapu, ketika Sin-
hiong berkelebat, tepat ketika tongkat Ci-goan menghantam ke
bawah, hanya terdengar "Weet!" orangnya sudah berlari menuju ke
ruangan besar!
Maka enam orang yang di luar kuil jadi saling pandang terkejut!
Ci-keng Taysu berempat adalah orang yang bertugas menjaga
gerbang, Lam-goat-sian-ku berdua dengan pelayannya, berniat mau
bertarung dengan dia, enam orang ini punya tujuan sama, setelah
tertegun, enam bayangan orang segera meluncur mengikutinya.
Gerakan Sin-hiong sangat cepat, tapi saat dia mau masuk ke
dalam ruangan besar, mendadak dia merasakan ada angin kencang
mendorong keluar, kemudian seseorang membentak:
"Keluar!"
Tubuh Sin-hiong sedikit tergetar, mengikuti angin pukulan, di
udara dia bersalto dua kali, tahu-tahu pedangnya sudah dipegang,
terlihat satu kelebatan sinar perak menyabet ke bawah, sambil
tertawa dia berkata:
"Belum tentu!"
Dia menunjukan kehebatan ilmu meringankan tubuhnya, sambil
pedangnya dengan cepat disabetkan ke bawah, terdengar orang di
dalam ruangan berteriak:
"Ilmu meringankan tubuh yang hebat, jurus pedangnya juga
hebat!"
Sedikit mengangkat telapak tangannya, telapak tangan kiri
menggantikan telapak tangan kanan, satu angin keras kembali
menyerang Sin-hiong!
Rupanya orang di dalam ruangan itu tidak mau Sin-hiong masuk
ke dalam ruangan, tapi sifat Sin-hiong juga aneh sekali, semakin
orang tidak mengijin-kan dia masuk, dia semakin memaksa
menerjang masuk!
Saat ini enam orang di belakang sudah datang, empat buah
tongkat dan dua bilah pedang, semuanya menyerang sejurus pada
Sin-hiong!
Selarang di depan dan di belakang diserang musuh, tidak peduli
lagi dia maju atau mundur, jika dia tidak membuat gerakan yang
mengejutkan, bagaimana pun dia tidak akan lolos dari bahaya.
Apa lagi, saat ini tubuhnya berada di udara?
Serangan pedang Sin-hiong tadi, bukan saja tidak bisa memukul
mundur orang itu, saat angin pukulan kedua lawan menembus
keluar, malah meng-angkat tubuhnya sedikit ke atas, Sin-hiong
sadar ilmu silat orang ini jauh lebih tinggi dari pada Ci-keng Taysu
berempat!
Tidak sulit bagi dia menghadapi serangan ini, tapi tidak terpikir
juga oleh enam orang di belakang yang ikut menyerang, hatinya
tergetar, di saat bahaya ini, dia menarik nafas mengerahkan tenaga
dalamnya, kaki kirinya menopang ke kaki kanan, tubuhnya kembali
melesat ke atas, jurus dahsyat dari tujuh orang dari depan dan
belakang, jadi lewat di bawah kaki dia!
Menyaksikan ini, tujuh orang pesilat dunia persilatan jadi terkejut
sekali!
Tapi, yang lebih mengejutkan mereka masih ada di belakang,
tepat ketika ke tujuh orang itu tertegun, tubuh Sin-hiong sudah
turun ke bawah, lalu dengan tepat menerjang masuk ke dalam
ruangan besar!
Sekejap mata, ke tujuh orang itu terkejut sampai bengong.
Sin-hiong tidak mempedulikan mereka, setelah tubuhnya
berhenti, sorot matanya menyapu, terlihat di tengah ruangan duduk
satu orang, saat inipun sedang bangkit berdiri dan berkata:
"Ilmu meringankan tubuh dan jurus Sicu tadi bisa dikatakan tiada
dua nya di dunia, tapi aku Bu-in masih ingin mencobanya!"
Kata-kata ini membuat Sin-hiong merasa tersanjung! Sebab jika
kata-kata ini keluar dari mulut orang lain, nilainya tidak seberapa,
tapi kata-kata ini keluar dari mulut salah satu tiga tetua Siauw-lim-si
Bu-in Taysu, dan Siauw-lim-si adalah lambang kekuatan dunia
persilatan, murid dari perguruan ini tidak pernah memuji siapa pun,
hari ini dia bisa memuji Sin-hiong, bagaimana Sin-hiong tidak
merasa bangga?
Sin-hiong tersenyum dan berkata: "Kata-kata Tay-suhu sungguh
membuat aku malu, silahkan Tay-suhu keluarkan jurusnya!"
Bu-in Taysu mengangkat kepala dan tanpa sungkan berteriak:
"Kalau demikian, aku tidak sungkan lagi!" Dia lalu mengayunkan
telapak tangannya, menyerang Sin-hiong dengan dahsyatnya!
Serangan telapak tangannya kelihatan sedikit pun tidak
bertenaga, tapi begitu telapaknya sampai di tengah jalan, mendadak
terjangan anginnya menguat, enam orang pesilat tinggi yang berdiri
di belakang Sin-hiong pun merasakan angin pukulan ini menerpa
wajah, menimbulkan rasa sakit, bisa dibayangkan dahsyatnya
pukulan telapak tangan ini!
Sin-hiong melemparkan pedangnya teriaknya:
"Bagus!"
Setelah berkata, ujung pedangnya pelan-pelan menyabet, inilah
salah satu jurus hebat dari jurus Kim-kau-kiam yang dinamakan
Ceng-cui-boan-ta (Meniup ringan memukul pelan)!
Walaupun jurusnya dilancarkan lambat, tapi Bu-in Taysu seperti
sudah tahu kelihayan jurus ini, dia membalikan telapak tangan, lima
jarinya yang seperti kaitan, dengan cepat mengunci pergelangan
tangan Sin-hiong!
Sin-hiong berkelebat, setelah meloncat lalu dia berputar, dia
tetap melanjutkan tusukannya.
Tadinya Lam-goat-sian-ku mau membantu menyerang, tapi
melihat gerakan mereka begitu pelan, kelihatannya seperti anak
kecil sedang bermain-main, di dalam hati dia kebingungan, siapa
sangka di saat dia berpikir, kedua orang itu sudah menambah
jurusnya lagi, sekarang mereka bergerak dengan kecepatan dan
kedahsyatannya, mungkin sejak lahir baru kali ini dia
menyaksikannya!
Wajah Bu-in Taysu berubah, tadi dia sudah menyerang dua jurus,
tubuhnya tidak 'pernah bergeser sedikit pun, ketika jurus kedua Sin-
hiongdilancarkan, dia tidak bisa lagi tidak bergerak, mantel besarnya
mengembang, membalas dengan sebuah pukulan telapak tangan.
Kecepatan pukulan tangannya sudah menggunakan seluruh
kemanpuannya, dia menghantam dengan dahsyat ke arah pedang
pusaka Sin-hiong!
Sin-hiong tersenyum dan berteriak: "Jurus telapak tangan yang
bagus!" Dia segera menarik pergelangan tangannya, mendadak
jurus Ceng-cui-boan-ta berubah menjadi jurus San-tian-keng-hong
(Kilat mengejutkan pelangi), kecepatan gerakan pedangnya pun
sulit digambarkan, dalam waktu sekejap mata, ujung pedang sudah
hampir memotong punggung telapak tangan Bu-in Taysu! Burin
Taysu mengeluh sambil berkata: "Jurus pedang ini, bisa dikatakan
hasil karya terhebatnya Khu-tayhiap!"
Walaupun perkataannya sangat santun, tapi jurus telapak dan
gerakannya sedikit pun tidak lambat, perkataannya belum selesai
"Hut hut hut!" berturut-turut dia menyerang dua tiga telapak
tangan!
Serangan pedang Sin-hiong kali ini tampak akan berhasil, tapi
tidak diduga begitu Bu-in Taysu menghantam, angin pukulan yang
bergetar, bisa merubah sedikit arah pedang, Sin-hiong terkejut,
tepat di saat ini, sebelah telapak tangan Bu-in lainnya, secepat kilat
datang menyerang!
Sin-hiong terkejut, lengannya dijulurkan, pedangnya menyabet
ke samping!
Dia tidak ingin melukai musuhnya, asal kan dirinya selamat sudah
cukup, siapa tahu begitu Bu-in Taysu mendapat kesempatan,
tubuhnya maju mendesak, lengan bajunya sekali digetarkan, satu
jurus Liu-in-hui-siu (Awan mengalir lengan baju terbang) sudah
dilancarkan, Sin-hiong hanya melihat bayangan orang berkelebat,
sebuah angin pukulan yang dahsyat sudah datang menggulung ke
arah wajahnya!
Kekuatan terpaan angin ini, hampir membuat Sin-hiong tidak bisa
membuka matanya!
Empat orang hweesio besar dari Siauw-lim-si yang berdiri di
pinggir melihat keadaan ini, wajahnya tampak gembira, di dalam
hati mereka berpikir:
'Jika Kim-kau-kiam-khek sampai tidak bisa mengalahkan paman
guru Bu-in, maka tidak perlu lagi datang ke paman guru Bu-cu.”
Wajah cantik Lam-goat-sian-ku tampak sedikit gelisah, dia pun
mengharapkan Sin-hiong kalah, tapi di dalam hati seperti merasa
mengkhawatirkan Sin-hiong.
Merasa kipasan lengan baju Bu-in Taysu amat dahsyat, Sin-hiong
segera membentak "Heh!", satu jurus Cian-li-peng-swat segera di
lancarkan (Seribu Li semua es), jurus ini adalah jurus terhebat dari
jurus pedang Kail emas, terlihat ribuan titik-titik bunga perak,
dilanjutkan dengan suara keras "Sreet!", bayangan orang mendadak
berpisah, dan Sin-hiong berteriak:
"Maaf Bu-in Taysu!"
Setelah berkata, tubuhnya sudah berlari masuk ke dalam
ruangan besar ke dua!
Kejadian ini bukan saja di luar dugaan ke enam orang yang ada
di belakang, Bu-in Taysu pun tergetar!
Lengan bajunya sudah robek dipotong pedang Sin-hiong,
wajahnya tampak merasa malu, dengan perasaan berat dia berjalan
dua langkah dan berkata:
"Ci-hui, kau kemari!"
Hweesio Ci-hui terdiam seribu bahasa, lalu maju ke depan, Bu-in
Taysu kembali berkata:
"Kedudukanku, hari ini aku serahkan padamu! Jika sepuluh tahun
kemudian aku beruntung masih hidup, aku akan membalas
penghinaan ini."
Habis berkata, dengan lesu dia berjalan ke bawah gunung!
Enam orang di sisi begitu mendengar kata-kata ini, tidak peduli
dari hweesio Siauw-lim-si atau bukan, semua merasa hatinya
menjadi dingin, harus diketahui dengan kedudukan dan ilmu silatnya
Bu-in Taysu, masih tidak bisa melupakan penghinaan ini, kalau
begitu, kekalahan dia tadi, mungkin orang luar tidak bisa
merasakannya.
Ci-hui Taysu merangkapkan telapak meng-antar kepergiannya, di
d alam hati dia juga merasa kosong.
Saat ini, Sin-hiong sudah masuk ke dalam ruangan besar kedua,
terlihat Bu-cu Taysu yang bertemu kemarin malam sedang
tersenyum menjaga pintu dan berkata:
"Sicu sungguh menepati janji, aku sudah lama menunggu."
Sin-hiong membungkuk menghormat: "Harap Tay-suhu bisa
memberi petunjuk!" Bu-cu Taysu melihat, tidak terasa di dalam hati
berkata:
'Ilmu silat anak ini tidak bisa diukur, tapi sikapnya sangat sopan,
tampaknya sangat berbeda dengan sifat Khu Ceng-hong dulu?"
Saat itu dia memiringkan sedikit tubuhnya dan pelan-pelan
melepaskan tasbih di leher, kembali berkata:
"Aku akan menggunakan 108 butir tasbih Budha ini untuk
mencoba kepandaian Sicu!"
Sin-hiong menegakan tubuhnya dan sambil tersenyum berkata:
"Kalau begitu, aku akan mulai bertindak!"
Kim-kau-kiam dijulurkan, menusuk ke arah kiri dan kanan jalan
darah Kian-keng di bahu Bu-cu Taysu.
Tanpa menggerakan tubuhnya, Bu-cu Taysu menangkis dengan
tasbih di tangannya, Sin-hiong terpaksa menarik kembali
pedangnya, Bu-cu Taysu berteriak, tasbih di tangannya mendadak
melesat, setiap butirnya menuju salah satu jalan darah Sin-hiong,
seratus delapan butir tasbih ini satu pun tidak ada yang meleset,
menutup seratus delapan jalan darah besar maupun kecil!
Tubuh Sin-hiong tergetar, dia memutar pedang nya membentuk
tabir pedang yang rapat, melindungi seluruh jalan darah di
tubuhnya, sehingga tasbih Bu-cu Taysu membentur pedangnya,
terdengar suara "Ting ting tang tang!" tidak berhenti-hentinya,
meskipun tasbih Bu-cu Taysu tidak mengenai dirinya, tapi kedua
lengan Sin-hiong terasa kesemutan!
Bu-cu Taysu berteriak:
"Sungguh kepandaianmu hebat sekali!"
Segera dia menggerakan kaki dan tangannya, tasbih yang
berceceran mendadak jadi meluncur ke tangannya, sesudah bersatu
lagi laksana sebuah pecut saja, datang melilit pinggangnya Sin-
hiong!
Dalam pertarungan sejurus tadi, untung saja Sin-hiong tidak
sampai kalah, sekarang semangatnya jadi menggelora, dia
menggerakan pedangnya mem-
bentuk beberapa bunga pedang, dengan keras berteriak:
"Kepandaian Tay-suhu juga tidak lemah!" Lalu kedua orang itu
dalam sekejap mata sudah saling menyerang lima enam jurus,
saling tidak bisa mengungguli lawannya, setiap kali merapat
langsung berpisah lagi, saat ini, dari belakang pelan-pelan masuk
lima orang.
Lima orang ini adalah Lam-goat-sian-ku dan lain-lain, hanya tidak
terlihat Ci-hui Taysu seorang.
Ci-keng Taysu dengan wajah penuh perhatian menyaksikan dua
bayangan yang bertarung di tengah ruangan, terlihat kedua orang
itu berputar-putar, tidak terasa dia menghirup nafas dingin, di dalam
hati berkata:
"Anak ini sudah bertarung dengan paman guru Bu-in, sekarang
masih dapat bertarung dengan paman guru Bu-cu begitu lamanya,
tampaknya pintu inipun tidak bisa menahan dia."
Lam-goat-sian-ku pun lama memperhatikan, dia seperti sedikit
terharu, di dalam hati berpikir:
'Ilmu silat orang ini sungguh hebat sekali, selama ada dia, kami
Sian-souw-ngo-goat jangan harap bisa berdiri di dunia persilatan.”
Setelah berpikir demikian, dia sudah bertekad memusnahkan Sin-
hiong!
Tepat pada saat ini, mendadak Bu-cu Taysu berteriak keras,
tasbihnya menjelma jadi bayangan pecut, menyerang ke empat titik
jaan darah di seluruh tubuh Sin-hiong!
Sin-hiong memiringkan tubuh, menusuk dengan jurus Ban-li-in-
san (Awan gunung tampak selaksa li), dengan cepat memotong
pecutnya Bu-cu Taysu.
Wajah Bu-cu Taysu terlihat sangat serius, sambil menggetarkan
pergelangan tangannya, dia memusatkan seluruh tenaga dalam ke
lengan kanannya, butir-butir tasbihnya dengan tekanan ribuan kati
sudah menekan ke seluruh tubuh Sin-hiong.
Sin-hiong merasa ada angin pukulan yang menekan dadanya,
buru-buru dia merubah jurusnya, siapa tahu tasbihnya Bu-cu Taysu
seperti ada tenaga sedotan yang sangat besar, hanya terdengar
suara keras "Ssst ssst!" pelan-pelan menyedot pedangnya Sin-hiong.
Memang ini adalah serangan terakhir Bu-cu Taysu yang telah
mengerahkan seluruh tenaga dalam-nya, jika jurus ini gagal, dia
akan kehabisan tenaga, walaupun Sin-hiong tidak menyerang, dia
pun harus tahu diri mundur mengalah.
Sin-hiong terkejut, tangannya memegang erat-erat pedang
pusakanya, tapi tenaga dalam dia masih di bawah Bu-cu Taysu,
walau telah mengerahkan seluruh tenaganya, pedangnya pelan-
pelan masih tertarik.
Lima orang di belakang yang melihatnya, semua menahan nafas,
dan berdebar-debar.
Tiba-tiba, sebuah pikiran aneh berkelebat di kepala Lam-goat-
sian-ku, dalam hatinya berkata:
'Jika Sin-hiong sampai kalah, apakah aku yang harus bertarung
melawan Bu-cu Taysu?”
Kenapa dia bisa berpikir seperti ini, mungkin dia sendiri pun tidak
tahu?
Hanya saja, ketika pikirannya sedang bimbang, pedang pusaka
Sin-hiong tinggal lima cun dari sisi tubuh Bu-cu Taysu. Asalkan
mendekat sedikit lagi, tangan Bu-cu Taysu yang lain bisa memukul,
meski-pun pelan, sehebat apa pun kemampuan Sin-hiong, mungkin
tidak berdaya melawannya, akhirnya dia harus kembali lagi ke
gunung untuk berlatih beberapa tahun lagi.
Kepala Sin-hiong sudah mengeluarkan keringat, tiba-tiba di
depan matanya terbayang wajah gurunya yang tersenyum penuh
kasih sayang, tampaknya wajah tersenyum beliau ini terjadi ketika
telah mengalahkan berbagai perguruan, di dalam hati dia jadi
berpikir:
'Jika dia sendiri tidak bisa mengalahkan Siauw-lim-pai ini, apa
bisa disebut muridnya Khu Ceng-hong?’
Berpikir sampai disini, segera matanya menjadi terang, entah ada
tenaga yang datang dari mana, maka dia berteriak keras, pedang
pusakanya didorong lalu disabetkan, terdengar "Trang!" yang keras,
tasbih di tangan Bu-cu Taysu sudah terpotong jadi dua oleh Sin-
hiong, "Ting ting ring!" butiran tasbih jatuh ke tanah.
Wajah Bu-cu Taysu berubah hebat, tubuhnya tergetar dan
berkata:
"Sicu memang hebat, aku mengaku kalah!" Habis berkata, lalu
dia meloncat dan menghilang di kegelapan malam.
Di sekeliling terdengar keluhan pelan, ternyata ketika kedua
orang itu bertarung sengit, di dalam ruangan kedua sudah berdiri
tidak kurang seratusan hweesio Siauw-lim-si.
Keluhan seperti ini, tentu saja menyayangkan Bu-cu Taysu, tapi
bagaimana mereka bisa tahu, setelah pertarungan ini tenaga dalam
Sin-hiong pun sudah terkuras banyak, tubuhnya bergoyang-goyang
dua kali, hampir saja jatuh ke tanah.
Buru-buru dia memejamkan sepasang matanya, diam-diam
mengumpulkan, ketika mengangkat kepala, terlihat seorang hweesio
tua yang rambut dan janggut-nya sudah putih berjalan
menghampiri.
Baru saja Sin-hiong mau membuka mulut, hweesio tua itu sudah
berkata:
"Di bawah jenderal yang kuat tidak ada prajurit yang lemah,
kelihatannya sejarah dua puluh tahun yang lalu kembali akan
terulang."
Begitu hweesio tua itu keluar, para hweesio di sekeliling
semuanya memberi hormat, Sin-hiong jadi tergerak, dalam hati
berkata:
"Orang ini pasti ketua Siauw-lim-si, Bu-su Taysu." Siauw-lim-pai
adalah pemimpin dunia persilatan, walaupun sepuluh tahunan
terakhir ini, masing masing perguruan saling berebut kekuasaan,
tapi terhadap Bu-su Taysu, mereka masih menghormatinya. Sin-
hiong memaksakan diri supaya tenang, sambil mengepalkan telapak
tangan berkata:
"Terima kasih, aku datang kemari atas wasiat guru aku, harap
Lo-cianpwee bisa mengerti!"
Ketua Siauw-lim-si tersenyum dan berkata: "Sicu kecil berturut-
turut telah mengalahkan dua adik seperguruanku, ilmu silatnya
sudah lebih tinggi dari pada guru Sicu dulu, tampaknya ombak di
belakang Tiang-kang mendorong ombak yang depan, jika Pinceng
pun kalah di tangan Sicu kecil, murid-murid Siauw-lim-si tidak akan
pernah lagi muncul di dunia persilatan."
Kata-kata ini begitu keluar, tidak saja para hweesio besar kecil
dari Siauw-lim-si sangat terkejut, Sin-hiong pun tidak tahan jadi
tergetar.
Memang kata-kata Bu-su Taysu ini, tidak ber-beda dengan
menggunakan nama baik ratusan tahun Siauw-lim-pai sebagai
taruhannya, dengan kata lain, jika dia pun kalah oleh Sin-hiong,
maka di kemudian hari tidak ada lagi nama Siauw-lim-pai.
Taruhan dia sungguh terlalu berat, mungkin tidak masalah
Siauw-lim-paimengorbankanbeberapaorang,tapijika
mengorbankan seluruh orang-orang Siauw-lim-si, hal ini tidak
pernah terjadi selama ratusan tahun sejarah Siauw-lim-si.
Tapi, jika Bu-su Taysu tidak ada keyakinan bisa menang, dengan
kedudukan dia dan pengalamannya, bagaimana pun dia tidak akan
melakukan hal sebodoh ini?
Semua mata para hweesio membelalak besar, nafas semua orang
seperti terhenti, hati berdebar-debar, keringat dingin di punggung
bercucuran.
Lam-goat-sian-ku adalah seorang wanita, tentu saja akan lebih
teliti dibandingkan orang lain, melihat keadaan begini, tidak tahan di
dalam hati berkata:
"Hweesio tua Bu-su ini sungguh pandai mengambil kesempatan,
Sen Sin-hiong sudah bertarung setengah malaman, tenaga
dalamnya belum pulih, dia sekarang malah bertingkah seperti orang
jujur, hemm.. hemm... orang-orang Siauw-lim-si ternyata sama
saja?"
Walaupun dia mengharapkan Sin-hiong kalah, tapi menyaksikan
ketidak adilan ini, dia jadi memihak pada Sin-hiong.
Sin-hiong jujur, dia tidak banyak pikiran, melihat Bu-su Taysu
menyatakan ini, di dalam hatinya malah jadi tidak tenang dia
berkata:
"Terlalu berat kata-kata Tay-suhu ini, bagiku cukup
melaksanakan perintah guruku saja, mengenai masalah perguruan
anda di kemudian hari, kiranya terlalu pagi dikatakan sekarang,
sebelum tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah."
--oo0dw0oo--
JILID KE DUA
BAB 5
Ketua perkumpulan Naga
Habis berkata, dia menggerakan tubuhnya, di dalam hatinya
kembali menggelora, jika di dalam pertarungan ini, dia beruntung
bisa mengalahkannya dan selain namanya membumbung di dunia
persilatan, yang paling membuat hatinya tenang adalah bisa
menyelesaikan salah satu harapan gurunya.
Bu-su Taysu melepaskan kebutan di pinggang-nya dan sambil
tersenyum berkata:
"Pinceng sudah puluhan tahun tidak bertarung, malam ini Sicu
datang ke kuil Pinceng, dan berturut-turut mengalahkan murid
perguruan kami, dan Sicu juga sudah bertarung setengah malaman,
menurut pendapat Pinceng, kita menentukan siapa pemenang-nya
dalam tiga puluh jurus saja, bagaimana?"
Mendengar ini, Lam-goat-sian-ku tidak bisa menahan diri lagi,
mendadak dia menyela:
"Jika di dalam tiga puluh jurus tidak ada yang menang atau
kalah, bagaimana?"
Bu-su Taysu melirik, dengan tawar berkata:
"Itu hal yang tidak mungkin."
Lam-goat-sian-ku melihat tingkahnya yang dingin, tidak tahan
dengan tertawa dingin berkata:
"Mungkin saja, dia sudah bertarung setengah malaman, Tay-
suhu ingin mengambil kesempatan sebelum tenaganya pulih
langsung bertarung dengan-nya, pada saatnya tiba, mungkin tidak
seperti yang diharapkan?"
Kata-kata ini sama dengan membuka boroknya Bu-su Taysu,
wajah Bu-su Taysu menjadi merah, dengan dingin berkata:
"Lalu harus bagaimana menurut pendapat nona?"
Lam-goat-sian-ku tertawa dingin:
"Pertarungan apa pun harus ada yang menang dan yang kalah,
kenapa harus ditentukan dulu dua puluh jurus atau tiga puluh
jurus?"
Perkataannya samar-samar mengandung ejekan, wajah Bu-su
Taysu jadi berubah katanya marah:
"Nona ini hanya bisa bersilat lidah saja, tiba saatnya tentu bisa
tahu sendiri!"
Lam-goat-sian-ku mendengus, sepasang matanya melototi Sin-
hiong, diam-diam mengumpat:
"Kau sungguh bodoh sekali, sudah setengah harian aku
membelamu, malah tampak seperti tidak ada apa-apa, jika kau nanti
sampai kalah, aneh jika aku tidak menambah dua sayatan pedang
ditubuhmu!"
Ketika Bu-su Taysu berdebat dengan Lam-goat-sian-ku, Sin-hiong
sudah memulihkan tenaganya, dalam hatinya berpikir:
'Malam ini adalah urusan pribadiku, kau malah bicara mewakiliku,
saat itu dia sengaja bertanya:
"Kalian berdua sudah selesai bicaranya?"
Mendengar ini, Lam-goat-sian-ku bertambah naik pitam, dia
mendengus beberapa kali.
Bu-su Taysu tertawa:
"Ternyata kalian tidak satu kelompok, Pinceng malah telah
meninggalkan masalah pokoknya."
Setelah berkata, dia menggetarkan kebutan di tangannya dan
berkata lagi:
"Sicu kecil, silahkan maju!"
"Maaf!" teriak Sin-hiong tidak sungkan lagi.
Dia menggerakan pedangnya, ujung pedang nya mengeluarkan
desiran angin tajam, secepat kilat menusuk tiga tempat di tubuh Bu-
su!
Bu-su Taysu tadi mengatakan dalam tiga puluh jurus ingin
menentukan pemenangnya, walaupun Sin-hiong tidak berkata apa-
apa, tapi di dalam hati dia pun punya niat yang sama, maka begitu
menyerang dia sudah menggunakan tiga jurus yang dahsyat!
Tubuh Bu-su Taysu berputar, kebutan di tangannya digulung,
serat kebutan tiba-tiba mengembang jadi besar, dengan cepat
disapukan ke punggung Sin-hiong!
Serangan Sin-hiong tidak mengenai sasaran, tapi dia masih
tenang, dia membalikkan tangan menusuk lagi: "Inilah jurus kedua!"
Bu-su Taysu mengembangkan kebutannya, melihat Sin-hiong
membalas serangan dengan menusukkan pedangnya, di dalam hati
berpikir:
'Kesempatan baik ini jangan disia-siakan’, dia sedikit mengurangi
tenaga, serat kebutannya tiba-tiba menyatu kembali, begitu di
putar, langsung menggulung pergelangan tangan dan pedangnya
Sin-hiong.
Penggunaan jurus ini sangat tepat, saat ini Sin-hiong masih
belum membalikkan tubuhnya, jadi dia kehilangan kesempatan
menyerang, jika ingin merebut kembali kesempatan menyerang,
mungkin sulit di dapat dalam sepuluh jurus!
Dalam hati kedua orang itu sepertinya sudah berjanji akan
menentukan kemenangan dalam tiga puluh jurus itu, serangan Bu-
su Taysu ini bisa dikatakan sangat cepat dan jitu, Sin-hiong sedikit
tergetar, dia membalikkan tangannya, kembali pedang nya menusuk
ke belakang!
Bu-su Taysu pun sama dia membalikkan pergelangan tangannya,
kembali membelit pergelang-an tangan Sin-hiong, sambil tertawa
berkata:
"Ini seharusnya jurus kelima bukan!"
Tapi Sin-hiong sudah membalikkan tubuh dan menusuk dengan
pedangnya dua kali, kedua tusukan ini menggunakan jurus yang
sama, Bu-su Taysu pun begitu, orang yang di pinggir bisa melihat
dengan jelas, Bu-su Taysu sudah berada diatas angin!
Saat ini, di dalam ruangan ratusan pasang mata sedang
memperhatikan pertarungan hidup atau mati ini, para hweesio
Siauw-lim-si melihat ketua mereka berada diatas angin, hati mereka
jadimerasalega,adajugayangberbisik-bisik
memperbincangkannya.
Lam-goat-sian-ku merasa menyesal, di dalam hati berpikir:
'Jurus ini jelas-jelas diciptakan sendiri oleh Sin-hiong, jika orang
lain yang melakukannya, mungkin tidak akan membiarkan
mengambil kesempatan.’
Tepat ketika kebutan Bu-su Taysu menggulung, Sin-hiong
mengambil nafas dan teriak:
"Betul, ini jurus keenam!"
Setelah berkata, mendadak tubuhnya meluncur ke atas, jurus Bu-
su Taysu jadi lewat di bawah telapak kakinya, tapi, Bu-su Taysu
tidak mengendur serangan-nya sedikit pun, begitu tubuh Sin-hiong
bergerak naik ke atas, dia pun ikut naik keatas,
"Ssst!" di udara dia menyapukan kebutannya, tetap menyerang
punggung Sin-hiong!
Jurus yang dikeluarkan sangat keji, ratusan orang di lapangan
menjadi tegang, tidak peduli yang kenal atau tidak, semua orang
jadi mengkhawatirkan Sin-hiong!
Ternyata Sin-hiong masih menyimpan jurus-nya, sekejap Bu-su
Taysu menyerang, dia menarik nafasnya, tubuhnya kembali
meluncur ke bawah, serangan Bu-su Taysu kembali gagal!
Baru saja tubuh Sin-hiong turun, dengan cepat dia membalikkan
tubuhnya dan berkata:
"Jurus ke enamku walaupun belum dikerahkan sepenuhnya, tapi
tetap dihitung satu jurus, inilah jurus ketujuh!"
Setelah berkata, pedang pusakanya disabetkan ke atas, dengan
cepat menyabet sepasang kaki Bu-su Taysu!
Dalam sekejap Sin-hiong sudah membalikkan keadaan, sekarang
pedangnya sudah menyerang, jika Bu-su Taysu ingin turun ke
bawah dengan selamat, kelihatannya hal ini sulit sekali.
Perubahan ini, membuat para hweesio Siauw-lim-si menjadi
tegang, semua orang jadi khawatir!
Tapi pengalaman bertarung Bu-su Taysu sudah puluhan tahun,
menghadapi keadaan yang berbahaya ini dia menghentakan
sepasang kakinya,
"Weet!" dengan jurus Coan-ping-kiu-siau (Burung garuda
berputar sembilan kali di kabut), dari atas dia menyapukan kebutan
di tangannya ke bawah.
Sin-hiong dengan tenang meloncat ke samping dan berkata:
"Tay-suhu silahkan turun saja, aku tidak akan mengambil
kesempatan dalam kesempitan!"
Tentu saja Bu-su Taysu tidak menduga lawan-nya bisa begitu
cepat menghindar ke samping, otaknya berputar cepat, saat itu
dengan keras berkata:
"Sicu tidak percuma menjadi muridnya Khu Ceng-hong, setiap
tindakanmu telah mendapat arahannya!"
Saat tubuhnya turun ke bawah, dia memainkan kebutannya
membentuk beberapa gulungan angin, berlapis-lapis menutup ke
arah Sin-hiong!
Kelihatannya dia sudah benar-benar marah, Sin-hiong masih
tetap tenang, dia menggerakan pedangnya, berturut-turut menusuk
tiga empat kali, mulutnya dengan keras berteriak:
"Jurus ke delapan, ke sembilan, ke sepuluh!"
Bu-su Taysu tidak bicara apa-apa, jurusnya semakin lama,
semakin kuat, gulungan angin yang dia bentuk pun semakin besar,
dalam sekejap sudah menyerang tujuh-delapan jurus!
Angin menderu-deru, orang-orang yang menyaksikan di pinggir
ikut merasakan ada angin dingin menerpa wajahnya, dan angin itu
telah menggulung Sin-hiong di tengah-tengah gulungan angin!
Bu-su Taysu merasa kesal sebab serangannya tidak berhasil,
inaka dia melakukan serangan cepat, di dalam hati berpikir:
'Setelah satu-dua puluh jurus berlalu, walau-pun tidak bisa
mengalahkan dia, tapi seharus dia bisa menang setengah jurus, jika
tidak, mulai sekarang dan seterusnya Siauw-lim-pai akan terputus
dengan dunia persilatan.”
Setelah mendapat lawan yang seimbang, Sin-hiong jadi
bersemangat, jurus sakti dari jurus Kim-kau-kiam pun di keluarkan
semua, dalam sekejap dia pun balas menyerang tujuh-delapan
jurus!
Sungguh satu pertarungan yang jarang terjadi, keduanya tidak
mau mengalah, sehingga hati orang-orang yang menyaksikannya
jadi berdebar-debar!
Dua puluh jurus sudah lewat, penentuan siapa pemenangnya
tinggal dalam sisa sepuluh jurus lagi, maka kedua belah pihak
semakin menyerang habis-habisan, tadi masih bisa terlihat ada dua
gulung angin keras saling menyerang, lewat dua puluh jurus, dua
gulungan angin sudah menjadi satu, tidak bisa dilihat lagi mana Bu-
su Taysu mana Sin-hiong?
Ci-keng Taysu adalah murid sulung Bu-su Taysu, dia mengerti
nama baik Siauw-lim-si ada dalam pertarungan ini, dia jadi tidak
bisa menahan diri pelan-pelan maju ke depan!
Sorot mata Ceng-ji cukup tajam, melihat keadaan ini dia jadi
berteriak:
"Sian-ku, mereka mau mengeroyok!"
Lam-goat-sian-ku melirik, benar saja terlihat Ci-keng dan Ci-goan
pelan-pelan berjalan meng-hampiri arena pertarungan, maka
setelah mendengus, dia berkata:
"Siapa yang berani mengeroyok!"
Habis bicara, dia sendiri pun maju ke depan!
Semua orang jadi mengalihkan perhatian, tepat pada saat ini,
tiba-tiba terdengar
"Ssst ssst!" seseorang berteriak:
"Sudah! Tepat tiga puluh jurus!"
Mendengar suaranya, dia adalah Sin-hiong, terlihat bayangan
mereka berpisah, wajah Bu-su Taysu tampak pucat, Sin-hiong
memasukan pedang ke dalam kecapi kunonya dan berkata lagi:
"Bu-su Lo-cianpwee, terima kasih telah sudi mengalah!"
Mendengar teriakan ini, semua orang yang tidak tahu apa yang
telah terjadi, segera melihat wajah Bu-su Taysu, sekarang semua
orang jadi mengetahui siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Ternyata setelah sejurus tadi, kedua orang itu melakukan
serangan secara bertubi-tubi, setelah Bu-su Taysu menyerang tujuh-
delapan jurus, dilanjutkan dengan menyerang lagi lima-enam jurus,
setiap jurusnya amat ganas, dan ditujukan ke bagian mematikan
Sin-hiong!
Sebaliknya Sin-hiong semakin bertarung semakin berani, setelah
Bu-su Taysu berturut-turut menyerang tiga empat belas jurus, dia
pun tidak jadi lemah, dia membalas menusukan pedangnya
sebanyak tiga belas jurus pedang!
Tiga belas jurus pedang ini, semuanya adalah jurus mematikan
dari jurus Kim-kau-kiam, dalam sesaat, Bu-su Taysu hanya
merasakan di depan mata ada hawa pedang yang bergetar-getar,
tidak tahu arah mana yang dituju oleh pedang Sin-hiong, sedikit
tertegun saja, kebutan di tangannya sudah disabet pedang Sin-
hiong, hingga terdengar dua suara "Ssst ssst!", rambut kebutannya
sepertiga sudah dipotong oleh pedang Sin-hiong!
Wajah Bu-su terlihat sangat berat, teriaknya: "Ci-keng, kau
kemari!"
Dengan perasaan ngeri Ci-keng Taysu berjalan menghampiri,
dengan suara gemetar berkata:
"Murid menghadap guru."
Bu-su Taysu menghela nafas panjang, katanya:
"Ci-keng, mulai sekarang, kau adalah ketua Siauw-lim-si, tidak
peduli apapun yang terjadi? Selama ada Kim-kau-kiam-khek, maka
murid Siauw-lim-si dilarang menginjakan kakinya di dunia
persilatan!"
Ci-keng Taysu tergetar, baru saja mau bicara, Bu-su Taysu
kembali berkata:
"Ingat baik-baik kata-kata gurumu ini, kau harus baik-baik
menjaga diri!"
Setelah berkata begitu, dia berjalan selangkah demi selangkah ke
kamar sembahyang di belakang!
Di dalam ruangan walaupun ada seratus lebih hweesio, tapi hati
semua orang seperti telah mendapat sebuah pukulan berat, semua
orang bukan saja merasa berat, setengah lebih diantaranya malah
diam-diam menangis.
Sin-hiong melihat keluar ruangan, bulan sudah terbenam di
barat, kelihatannya sudah jam tiga pagi! Dia menggeleng-gelengkan
kepala, tidak tahu apa yang akan dilakukan? Dia diam seribu
bahasa, berjalan ke arah yang berlawanan!
Seratus lebih hweesio Siauw-lim-si saat ini menatap
punggungnya dengan sorot mata marah, beberapa di antaranya
yang beremosi tinggi, beberapa kali mau menerjang keluar, tapi
semua dicegah oleh Ci-keng Taysu, Sin-hiong pelan-pelan berjalan
keluar ruangan!
Keluar dari gerbang kuil, mata Sin-hiong sudah berlinang air
mata, dia berguman pada dirinya sendiri:
"Guru, guru, persoalan dengan Siauw-lim-si telah selesai!"
Baru saja melangkah beberapa langkah lagi, terdengar satu
orang dengan dingin berkata:
"Sen-tayhiap, selamat, tapi persoalan kita belum selesai!"
Sin-hiong tidak perlu memutar kepala, dia sudah tahu siapa
orangnya, maka dia menjawab:
"Nona, aku tidak ada dendam denganmu, buat apa kau memaksa
aku terus?"
Ternyata orang yang datang itu adalah Lam-goat-sian-ku, dia
masih belum melupakan kebencian-nya kepada Sin-hiong, setelah
mendengar perkataan Sin-hiong, kembali dengan dingin dia berkata:
"Apa kau sudah takut?"
Diam-diam Sin-hiong mengambil nafas dengan menahan diri dia
berkata: "Betul!"
"Kalau begitu, di kemudian hari kau tidak boleh mengatakan
Sian-souw-ngo-goat pernah dikalah kan olehmu!"
Sin-hiong kembali menganggukan kepala: "Sebenarnya aku tidak
pernah mengatakan hal itu!"
Setelah berkata, tidak peduli lagi keadaan Siauw-lim-si
bagaimana, juga tidak pedulikan wajah Lam-goat-sian-ku seperti
apa, di depan matanya terbayang beberapa gunung besar, yaitu
gunung Bu-tong, gunung Kun-lun, gunung Tiang-pek......, gunung-
gunung inilah yang harus dia datangi selanjut nya, makanya tidak
peduli lagi Lam-goat-sian-ku berkata apa? Dia pun pergi
Sin-hiong pelan pelan berjalan turun gunung!
Malam semakin larut!
Sin-hiong menunggang kuda turun ke bawah gunung, derap kaki
kudanya terdengar pelan-pelan, orang dan kudanya menghilang di
kegelapan malam.
Dia berjalan pelan-pelan, di dalam hati merasakan perasaan lega.
Sekarang dia sudah meninggalkan Song-san hampir tiga puluh li,
melewati satu parit yang jernih, di depan ada satu hutan yang lebat,
dia melihat-lihat, di dalam hati berkata:
'Hari segera akan terang, lebih baik aku istirahat di dalam hutan
itu saja.'
Setelah berpikir begitu, maka dia mencari satu tempat yang agak
tersembunyi, mengikat kudanya di pinggir, lalu menyandar ke
sebuah pohon besar untuk beristirahat.
Siapa sangka, baru saja dia memejamkan matanya, mendadak
ada setetes benda yang lengket dan dingin menimpa di wajahnya,
tadinya Sin-hiong mengira itu adalah embun pagi, tapi setelah
diusap-nya, terasa tetesan itu ada yang aneh, dia segera meloncat
berdiri dan berkata:
"Darah!"
Menggunakan matanya yang tajam, dia melihat ke atas, benar
saja diantara dedaunan yang rimbun ada satu benda bergoyang-
goyang, dia melihat lagi dengan teliti, ternyata itu adalah sepasang
kaki manusia.
Tampaknya orang ini digantung diatas pohon, Sin-hiong jadi
terkejut, di dalam hati berkata:
"Melihat keadaannya, mungkin disini pernah terjadi sesuatu, tapi
sepanjang aku berjalan, kenapa tidak melihat ada tanda yang
mencurigakan!"
Dia berpikir kembali lalu berguman:
"Disini sangat dekat dengan Siauw-lim-pai, siapa orang yang
berani melakukan kejahatan di daerah ini, orang ini sungguh berani
sekali?"
Sambil berpikir dia berjalan ke depan, tanpa terasa sudah
kembali lagi ke pinggir parit itu, di bawah sinar yang masih remang-
remang, sepertinya air parit ini samar-samar ada warna merah.
Sin-hiong melihat keadaannya begini, tanpa berpikir panjang dia
lari menelusuri parit itu.
Berjalan tidak jauh, benar saja di tengah parit tergeletak sesosok
mayat, punggung orang ini telah dikapak orang dengan sadis, darah
segar mengalir mengikuti arus parit, hatinya membenarkan adanya
kejadian ini.
Tapi ketika dia menelitinya, di atas arus sungai kembali ada
segumpal darah, Sin-hiong tergerak, di dalam hati berkata:
'Apakah diatas juga terjadi sesuatu?'
Dia kembali berjalan ke depan, berjalan tidak sampai sepuluh
tombak, benar saja di dalam parit tergeletak lagi sesosok mayat!
Karena orang ini tergeletak menengadah ke atas, terlihat orang
ini berusia lima puluh tahun lebih, beralis tebal, dadanyajuga
dikapak dengan sadis oleh orang!
Sin-hiong tertegun, di dalam hati berpikir sungguh sadis orang
yang melakukan ini, yang satu dikapak', dadanya, yang satu dikapak
punggungnya, malah setelah membunuh, mayatnya dilemparkan ke
dalam parit, siapa yang melakukannya?
Hatinya berpikir, kakinya pelan-pelan berjalan ke depan, berjalan
tidak jauh, terlihat di tengah-tengah parit duduk satu orang, melihat
ini, Sin-hiong menghentikan langkahnya dan bertanya:
"Siapa Tuan?"
Tapi, setelah dia bertanya, orang itu diam tidak menjawab, Sin-
hiong berjalan menghampirinya, ter-lihat bibir orang ini
mengeluarkan darah, kelihatannya orang ini sudah mati terkena
oleh pukulan keras, mungkin belum lama terjadi?
Sin-hiong mengambil nafas panjang, keadaan yang terjadi di
depan mata ini sangat aneh dan misterius, walaupun dia sangat
pintar, saat ini dia pun tidak bisa tahu apa yang terjadi?
Dia melihat ke kiri dan ke kanan, saat ini, di ufuk timur sudah
tampak putih, bumi samar-samar bisa terlihat, tapi setelah dia
memeriksa, tetap saja tidak tahu apa yang telah terjadi, terpaksa
dia kembali berjalan ke depan.
Tiba di dalam hutan, terlihat di bawah pohon banyak tetesan
darah menghitam, hati Sin-hiong tergerak, baru saja mau meloncat
ke atas, memeriksa apa yang terjadi, mendadak dari luar hutan ada
orang berteriak:
"Saudara, jangan sekali-sekali menyentuhnya!"
Sin-hiong terkejut, buru-buru menghentikan gerakannya, terlihat
seorang tua sedang berjalan masuk ke dalam hutan.
Setelah orang tua itu masuk ke dalam hutan, dia berkata lagi:
"Saudara kecil ini mungkin tidak tahu nama besarnya Cian-tok-
mo-kun (Iblis seribu racun), setelah dia melukai orang, lalu
menyebarkan racun di sekeliling mayatnya, jika dia menyebarkan
racun yang sifatnya ganas, orang biasa begitu menyentuhnya
langsung mati!"
Mendengar kata-kata ini, hati Sin-hiong langsung terasa dingin,
buru-buru dia berterima kasih dan berkata:
"Jika bukan Lo-cianpwee yang mencegah, mungkin aku sudah
mati sekarang, boleh tahu nama Lo-cianpwee?"
Orang tua itu tersenyum pada Sin-hiong:
"Aku Ong Ciu-ping, teman-teman di dunia persilatan
memanggilku Mo-in-kim-ci (Mengusap awan dengan sayap emas)!"
Hati Sin-hiong sedikit tergerak, dia berpikir: 'Yang lain mungkin
aku tidak tahu, Mo-in-kim-ci Ong Ciu-ping ini adalah ketua dunia
persilatan bagian selatan, saat aku turun gunung, di sepanjang jalan
aku sudah sering mendengar orang menyebut namanya, kenapa
bisa bertemu dia disini?'
Setelah berkata, Ong Ciu-ping melihat Sin-hiong yang sedang
bengong menatap dirinya, tidak tahan di dalam hati berkata:
'Siapa sebenarnya orang ini? Tampaknya dia belum tahu nama
besar Cian-tok-mo-kun, terhadap diriku pun mungkin masih sangat
asing."
Otak Sin-hiong berputar, lalu berkata:
"Ternyata Ong Lo-cianpwee, terimalah hormat Boanpwee,
apakah Lo-cianpwee tahu mayat-mayat itu siapa?"
Ong Ciu-ping menghela nafas, berkata:
"Tiga orang yang mati di parit adalah Koan-lok-sam-hiong, Ting
bersaudara, mengenai yang diatas pohon itu? Orangnya lebih
ternama lagi dia adalah Tiang-long-kiam-khek Ang Han-nian!"
Sin-hiong mendengar, hatinya jadi tergetar!
Semua orang dunia persilatan tahu, empat orang ini adalah
orang-orang yang telah menggempar-kan dunia persilatan, setiap
orang yang bergerak di dunia persilatan, hampir tidak ada yang
tidak tahu nama besar mereka, tidak diduga mereka bisa mati
bersamaan di tempat ini, bagaimana tidak mengejut-kan orang?
Siapa sangka, baru saja Ong Ciu-ping selesai bicara, mendadak
terdengar sebuah tawa yang lembut dan dingin, mula-mula
terdengar jauh tapi sekejap sudah mendekat!
Wajah Mo-in-kim-ci Ong Ciu-ping berubah, teriaknya:
"Dia sudah datang!"
Sin-hiong melihat ke arah suara, terlihat orang yang datang ini
kepalanya sangat besar, tingginya tidak sampai lima kaki, wajahnya
bulat seperti bola saja, kedua matanya menonjol keluar, laksana
setan muncul di dalam hutan!
Ternyata orang yang datang ini adalah Cian-tok-mo-kun,
sepasang matanya yang menonjol itu melototi kedua orang ini,
dengan dingin berkata:
"Tidak disangka Mo-in-kim-ci Ong-tayhiap pun sudah datang, lalu
siapa bocah ini?"
Tampangnya sudah jelek, ditambah bicaranya begitu dingin,
membuat orang yang mendengarnya, jadi merasakan hatinya
menjadi dingin.
Ong Ciu-ping maju dua langkah sesudah mendengus lalu
berkata:
"Tidak salah, aku memang sudah datang, kelakuanmu dari dulu
tidak berbeda jauh, Ting bersaudara dan Ang-tayhiap tidak mau
mendengar nasihatku, dan bersikeras mau mengejar, jadi hanya
bisa menyalahkan nasib mereka yang tidak bagus."
Tubuh Cian-tok-mo-kun yang pendek kecil bergoyang dua kali,
sambil tertawa terkekeh-kekeh dia berkata:
"Kau pun tidak perlu berbuat seperti kucing menangisi tikus,
pura-pura baik hati, jika kau datang untuk mendapatkan Ho-siu-oh
(sejenis ginseng) yang berusia ribuan tahun ini, hemm.. hemm..
nasibmu juga tidak akan lebih baik dari pada mereka?"
Mo-in-kim-ci tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Kau pandai sekali mengangkat dirimu, orang lain takut padamu,
tapi aku Ong Ciu-ping tidak takut sedikitpun!"
Cian-lok-mo-kun tertawa dingin:
"Aku tidak menyuruh orang takut padaku!"
Baru saja dia menggerakan tangannya ingin menyerang,
mendadak dari kejauhan datang lagi tiga bayangan orang, sambil
tertawa berkata:
"Orang-orang yang serakah sudah datang, aku akan mengantar
mereka ke neraka satu per satu!"
Setelah berkata, ketiga bayangan orang itu sudah tiba.
Salah satunya berkata:
"Aku bilang apa, dia tidak akan lari kemana?"
Habis bicara, dari pinggangnya melepaskan sepasang Poan-koan-
pit (Pena hakim), wajahnya tampak sombong sekali.
Ketiga orang ini berusia sekitar lima puluhan, dua orang lainnya
yang satu sedang menghisap pipa tembakau panjang, yang satunya
lagi bertangan kosong, mereka adalah Hio-cu (Ketua ruangan) dari
tiga ruangan dalam di perkumpulan Poan-liong ( Naga yang melilit),
Seng-si-poan (Hakim mati hidup) Kang-ceng, Thie-yan-kan (Tongkat
tembakau) Seng Ki-ho, Ang-sat-ciang (Telapak tangan merah) Lai-
cen.
Cian-tok-rno-kun tertawa lalu berkata:
"Kalian dari Poan-liong-pang berambisi menguasai dunia
persilatan, kali ini demi sebatang Ho-siu-oh yang berusia ribuan
tahun, tidak segan-segan mengerahkan seluruh kekuatan, rupanya
hari ini sebuah pertarungan sengit tidak akan terhindarkan lagi."
Saat ini matahari sudah terbit, wajah orang-orang di dalam hutan
semua terlihat tegang, asalkan ada salah seorang sedikit bergerak,
mungkin satu pertarungan besar akan pecah.
Tanpa sengaja Sin-hiong menjumpai masalah ini, dia tahu Ho-
siu-oh ada barang langka bagi manusia, tapi setelah dipikir-pikir,
empat pesilat tinggi di depan mata ini bersedia mati demi sebuah
keserakahan, berebut sampai akhirnya semua orang tidak mendapat
keuntungan.
Berpikir sampai disini, maka pelan-pelan dia bergerak siap
meninggalkan hutan.
Tapi baru saja dia melangkah dua langkah, mendadak terdengar
seseorang dengan dingin berkata:
"Bocah, berhenti kau!"
Suaranya tidak keras, tapi sepatah kata-kata-nya jelas terdengar,
Sin-hiong tahu orang ini adalah Cian-tok-mo-kun, dia lalu berhenti
dan bertanya:
"Kenapa aku harus menurut padamu?"
Cian-tok-mo-kun tertawa dingin:
"Kau sudah datang kesini, tentu saja aku harus memasukan kau
ke dalam persoalan ini, kau tidak boleh pergi?"
Diam-diam Sin-hiong menarik nafas, berkata: "Mungkin aku tidak
pantas?"
Cian-tok-mo-kun melepaskan kapak di punggungnya dan berkata
lagi:
"Aku tidak peduli kau pantas atau tidak, pokoknya Ho-siu-oh
berusia ribuan tahun ini aku pun mendapat dari orang lain, jika ada
orang ingin merebut dari tanganku, harus melihat kemampuannya
sampai dimana? Kau juga boleh mencoba nasibmu!"
Sin-hiong memutar otaknya, hati berpikir:
'Dia memaksaku seperti ini, rasanya ingin pergi pun tidak bisa."
Baru saja akan menjawab, mendadak dari luar hutan ada orang
berkata:
"Boleh tidak sekalian masukan aku Lim Tai-goan!"
Begitu suaranya menghilang, orangnya sudah muncul, terlihat
dari luar hutan berjalan masuk satu orang!
Orang ini memakai baju compang camping, wajahnya kotor,
tangannya memegang sebatang tongkat pemukul anjing dari bambu
hijau, setelah masuk ke dalam hutan, dia memandang semua orang
dan berkata lagi:
"Minat semua orang tidak kecil, menurut pendapatku, lebih baik
kita rundingkan dulu sebuah cara yang bagus."
Dia bicara seorang diri, tapi semua orang yang ada dilapangan
tidak ada satu pun yang mempedulikannya.
Tiga pesilat tinggi dari perkumpulan Poan-liong yang baru
datang, saling menatap sekali, Thie-yan-kan Seng Ki-ho batuk dua
kali lalu berkata:
"Kami dari Poan-liong-pang tidak mau tahu persoalan orang lain,
Kang-hiocu, betul tidak?"
Seng-si-poan mengadukan sepasang Pan-koan-pit di tangannya,
sambil menganggukan kepala:
"Betul!"
Lai-ceng menggosok-gosok telapaknya dan melanjutkan:
"Kalau begitu, biar aku yang duluan saja!"
Setelah berkata, dia mengayunkan telapak tangannya, terlihat
telapak tangannya berwarna merah darah, pukulan telapak
tangannya mengarah pada Cian-tok-mo-kun!
Cian-tok-mo-kun menangkis menggunakan kapak di tangan
kanannya, tangan kiri dengan cepat dijulurkan sambil berkata
dingin:
"Kalian bertiga tidak bersama-sama maju, mungkin tidak akan
mampu!"
Dalam ayunan kapaknya, samar-samar terdengar suara gemuruh,
tangan kirinya menyerang ke Ki-bun-hiat di tubuh Ang-sat-ciang Lai-
cen!
Dia langsung menggunakan sepasang tangan-nya, serangannya
pun secepat kilat, tidak percuma disebut pesilat tinggi kelas wahid di
dunia persilatan!
Lai-cen berturut-turuit menghindar, sambil menghantam tiga kali,
teriaknya:
"Kepandaian yang begini, masih belum masuk dalam pandangan
aku marga Lai!"
Mata Cian-tok-mo-kun menyorot sinar aneh, di dalam hati
berpikir:
Disini ada tiga pesilat tinggi dari Poan-liong-pang, disana masih
ada Ong Ciu-ping yang menjadi ketua lima wilayah selatan dan
ketua Kai-pang Lim Tai-goan, di antara orang-orang ini, tidak ada
satu pun yang terlihat lemah, entah bagaimana dengan bocah itu?'
Hatinya sedang berpikir, tapi tangannya sedikit pun tidak
mengendur, kapak besarnya berputar putar, tubuhnya mendadak
maju satu langkah, tangan kiri secepat kilat memukul ke depan!
Melihat ini, Kang-ceng tidak tahan berteriak:
"Lai-heng, hati-hati telapaknya beracun!"
Lai-cen sudah tahu di telapak tangan kirinya Cian-tok-mo-kun
ada racunnya, maka dia tidak berani terlalu mendesak ke depan, dia
hanya memiringkan tubuhnya sedikit. Tapi Cian-tok-mo-kun yang
mendapat kesempatan tidak mensia-siakannya:
"Hemm..!" lalu kapaknya dibacokan ke arah pinggang!
Ang-sat-ciang terpaksa menghindar lagi, Cian-tok-mo-kun jadi
mendapat kesempatan:
"Weet weet weet!" berturut turut membacokan kapaknya tiga
kali!
Karena Lai-cen kehilangan kesempatan, maka terpaksa mundur
terus ke belakang, melihat keadaan ini, Seng Ki-ho dari Poan-liong-
pang segera berteriak Thie-yan-kan di tangannya bergerak
menyerang!
Cian-tok-mo-kun tertawa dingin berkata:
"Kalau masih ada lagi, kenapa tidak sekalian maju saja?"
Tangan kirinya menyapu melintang, kapak di tangan kanan tetap
membacok ke Ang-sat-ciang dengan ganas!
Mendapat bantuan dari Seng Ki-ho, tekanan terhadap Lai-cen
dengan sendirinya jadi berkurang, dia langsung melancarkan
serangan bertubi-tubi, sepasang telapak tangannya, mencoba
merampas kapak di tangan Cian-tok-mo-kun!
Setelah dua orang dari Poan-liong-pang maju bersama, mereka
bisa mengambil kembali inisiatif, Sin-hiong yang melihat di pinggir,
sangat memandang rendah tindakan pengeroyokan ini, hidungnya
mendengus, sorot matanya tertuju pada Seng-si-poan, mendadak
satu bayangan orang berkelebat, tongkat pemukul anjing dari ketua
Kai-pang Lim Tai-goan menotok dari atas!
Lim Tai-goan adalah orang yang sudah ternama dan banyak
akalnya, setelah menyaksikan di pinggir, dia tahu Ho-siu-oh yang
berusia ribuan tahun itu berada di tangannya Cian-tok-mo-kun, buat
dia menghadapi Cian-tok-mo-kun sendiri, dia masih ada akal bisa
merebutnya, tapi jika sampai jatuh ke tangan orang-orang Poan-
liong-pang, yang orangnya banyak, ingin merebut dari tangan
mereka, harus menghabis-kan banyak tenaga.
Sebagai ketua Kai-pang, ilmu silat Lim Tai-goan tentu saja tidak
rendah, begitu tongkatnya menotok, dia sudah menyerang ketiga
orang itu.
Ketiga orang itu sedang bertarung sengit, tidak mengira Lim Tai-
goan bisa melakukan hal ini, maka mereka jadi tidak
memikirkan'untuk melukai lawannya lagi, sekuat tenaga mereka
membalas menyerang, lalu dengan cepat meloncat mundur ke
belakang!
Thie-yan-kan Seng Ki-ho menghisap pipa tembakaunya dua kali,
dengan dingin berkata:
"Ketua Lim pun ingin melibatkan diri?"
Saat ini Lim Tai-goan sudah menarik kembali tongkat pemukul
anjingnya, sambil tertawa berkata:
"Maaf, karena saudara Seng bertiga ingin mengeroyoknya, aku
merasa ini tidak adil, jadi terpaksa membantunya."
Seng-si-poan Kang-ceng tadinya mengawasi Sin-hiong, jadi
ketika kedua temannya bertarung, dia masih tetap diam tidak
bergerak, saat semua orang sudah berhenti tidak bertarung, dia
langsung meloncat ke depan dan berkata:
"Saudara Lim, jika kau benar mau melibatkan diri, biar aku saja
yang menemaninya, bagaimana?"
Lim Tai-goan melirik, sambil berseri-seri berkata:
"Kenapa kau begini terburu-buru? Nanti pun aku pasti akan
membuatmu puas."
Setelah berkata, dia melambaikan tangan pada Sen Sin-hiong
dan berkata lagi:
"Bocah, kau murid siapa?"
Sin-hiong mengerutkan alis, di dalam hati berpikir:
'Orang-orang dunia persilatan yang baru sedikit punya nama,
kenapa rata-rata sombong dan membosankan, saat itu dia maju
dua langkah dan berkata: "Apa kau punya masalah? Silahkan
katakan saja."
Lim Tai-goan mengedipkan mata, berkata: "Jika kau murid dari
perguruan ternama yang lurus, aku bisa menjadikan kau seorang
wasit, jika dari generasi penerus aliran tidak karuan, maka kau tidak
pantas dijadikan juri!"
Mendengar ini, di dalam hati Sin-hiong sedikit marah, dia tertawa
dingin dan berkata:
"Walaupun aku bukan keluaran dari perguruan ternama dan
lurus, tapi juga bukan dari aliran sesat, anda salah mencari orang!"
Setelah berkata, pelan-pelan mendekati Cian-tok-mo-kun,
berkata lagi:
"Entah saudara tua ini percaya padaku atau tidak, coba kau
keluarkan Ho-siu-oh berusia ribuan tahun itu biar aku yang
menjaganya untukmu, aku jamin mereka tidak bisa merebutnya!"
Kata-kata ini begitu terdengar, lima pesilat tinggi yang ada di
pinggir semuanya jadi terkejut!
Lim Tai-goan tertawa keras dan berkata:
"Saudara kecil, kelakar apa yang kau lakukan?"
"Yang aku katakan ini kenyataan!" kata Sin-hiong serius.
Dia tadi melihat kelakuannya Cian-tok-mo-kun sangat sadis,
semula dia tidak simpatik padanya, tapi setelah melihat beberapa
orang yang datang belakangan, selain Mo-in-kim-ci, semua
menampakan ketamakannya, maka dia mengeluarkan kata-kata ini.
Cian-tok-mo-kun meneliti dan berkata: "Tadi bukankah kau
berkata tidak pantas?"
Sambil tersenyum Sen Sin-hiong berkata: "Sekarang sudah
pantas, tidak percaya kau boleh mencoba aku tiga jurus dulu."
Cian-tok-mo-kun tertawa terkekeh-kekeh: "Melihat hal ini, kau
pun bisa dianggap salah satunya, aku akan mencoba setiap orang,
lihat nyawa tua siapa yang lebih panjang!"
Setelah berkata, tubuhnya bergerak, tangan kiri nya dijulurkan
mencengkram ke arah Sin-hiong!
Melihat usia Sin-hiong masih muda, Cian-tok-mo-kun menyerang
hanya menggunakan separuh tenaga dalamnya, pikiran di dalam
hati:
'Kalau kau bisa menghindar jurusku ini, sudah bisa dianggap
bagus.
Tapi kejadiannya di luar dugaan semua orang, saat tangan Cian-
tok-mo-kun mencengkram, tampak di depan mata bayangan orang
berkelebat, tahu-tahu dia sudah kehilangan bayangan Sin-hiong!
Cian-tok-mo-kun jadi sangat terkejut!
Dengan cepat dia memutar tubuhnya, terlihat Sin-hiong sambil
tertawa berdiri di belakang tubuh-nya, tidak tahan dia menarik nafas
dingin, di dalam hati berkata:
"Gerakan bocah ini sungguh cepat, dia orang yang sulit
dihadapi!"
Gerakan Sin-hiong yang sangat cepat, tidak saja membuat Cian-
tok-mo-kun terkejut, lima orang pesilat tinggi yang berdiri di pinggir
pun ikut terkejut.
Sin-hiong masih berdiri di sana tidak bergerak dia berkata:
"Kenapa kau tidak mengerahkan seluruh tenagamu, jurus ini
tidak usah dihitung, coba lagi!"
Diam-diam Cian-tok-mo-kun tergetar, di dalam hati berpikir:
'Tidak peduli bagaimana, aku harus mencoba-nya lagi", maka
sambil berteriak, tubuhnya menerjang ke depan!
Di dunia persilatan sekarang, Cian-tok-mo-kun termasuk salah
satu pesilat tinggi terhebat, jika tidak, dia tidak mungkin bisa
membunuh Koan-lok-sam-hiong dan Tiang-long-kiam-khek Ang
Han-nian.
Mengambil kesempatan saat menerjang ini, sepasang tangannya
bergantian menyerang, satu telapak dan satu kapak, tenaganya
tidak kurang dari ribuan kati, tapi, baru saja tubuhnya mendekat,
kembali bayangan orang berkelebat, serangan dia kali ini kembali
mengalami kegagalan!
Cian-tok-mo-kun sangat terkejut, tepat pada saat ini, sebuah
benda dingin sudah menempel diatas lehernya, Cian-tok-mo-kun
kembali terkejut, terdengar suara Sin-hiong di belakang dengan
tertawa dingin dan berkata:
"Silahkan kau nilai, apakah aku pantas atau tidak?"
Cian-tok-mo-kun hanya merasa perasaan dingin di leher, terus
menembus ke telapak kakinya, bagaimana dia bisa menjawab
pertanyaan ini?
Tampak wajah keheranan tiga pesilat tinggi dari Poan-liong-pang
dan ketua Kai-pang setelah melihat peristiwa ini, Mo-in-kim-ci Ong
Ciu-ping tidak bisa menutupi emosi di dalam hatinya, sambil
menghela nafas panjang berkata:
"Ternyata saudara kecil adalah Kim-kau-kiam-khek yang
menggemparkan dunia, apa lagi yang tidak pantas?"
Nama Kim-kau-kiam-khek, dalam beberapa bulan ini sudah
tersebar ke seluruh dunia persilatan, jika kejadian kemarin malam di
Siauw-lim-si juga dihitung, mungkin seluruh dunia persilatan juga
akan geger, tapi apa cukup dengan wajah terkejut beberapa orang
di lapangan ini, langsung masalah ini selesai?
Sin-hiong tertawa:
"Jika sudah cukup pantas, tolong keluarkanlah biar aku yang
menjaganya, kalian mau bagaimana bertarung, aku tidak peduli, aku
masih ingin baik-baik beristirahat."
Setelah berkata, dia sudah menarik kembali pedang pusakanya,
Cian-tok-mo-kun membalikkan tubuh, meneliti lagi Sin-hiong, pelan-
pelan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna kuning emas dan
berkata:
"Aku percaya pada Kim-kau-tayhiap, tapi aku punya satu hal
yang harus kukatakan terlebih dulu."
"Asalkan saudara tua percaya, semua mudah dibicarakan." Kata
Sin-hiong
Cian-tok-mo-kun membuka setengah kotak kecil itu, para pesilat
tinggi yang berdiri di pinggir membelalakan sepasang matanya, otak
mereka berputar dengan cepat, walaupun mereka gentar terhadap
ilmu silat Sin-hiong, tapi demi keuntungan besar di depan mata,
semua orang juga bersiap siap ingin mencobanya.
Mata Cian-tok-mo-kun menyapu sekali, katanya:
"Terus terang saja, Ho-siu-oh berusia ribuan tahun yang aku
miliki ini, adalah hasil curian dari seorang saudagar kaya di ibu
kota."
Seng-si-poan Kang-ceng marah dan berkata:
"Walaupun kau mencuri dari baginda raja, apa urusannya dengan
kami? Ada kentut apa cepat lepaskan, kami tidak sabar menunggu
lama-lama."
Dengan kesal Cian-tok-mo-kun melototinya dan berkata lagi:
"Walau aku dijuluki Cian-tok-mo-kun, tapi aku percaya hatiku
masih bersih, dibandingkan dengan orang yang mengaku dirinya
dari aliran lurus, tapi secara diam-diam melakukan hal yang busuk,
laki-laki merampok, yang perempuan jadi pelacur, apakah kalian
tahu untuk apa aku jauh-jauh menempuh ribuan li mencuri Ho-siu-
oh ini?"
Seng-si-poan melihat dia bicara memutar jauh, tidak tahan
menjadi marah berkata:
"Buat apa kau banyak bicara kosong? Siapa yang pedulikan
semua ini!"
Cian-tok-mo-kun tertawa dingin dan berkata:
"Hemm.. hemm.., aku bicara kosong? Aku ingin bertanya sebuah
pertanyan, bagaimana kelakuan ketua perumahan Tiong Hong-kun
dari perumahan Ho-gu di Ho-lam?"
Begitu kata-kata ini keluar, wajah beberapa orang disana
tergetar, mereka bersama-sama berkata:
"Orang ini tidak jelek, kenapa dia?"
Cian-tok-mo-kun menghela nafas panjang dan berkata:
"Bagus, tiga bulan yang lalu aku lewat di Ho-gu-cung, aku
melihat Tiong-tayhiap sudah sekarat, setelah aku tanya, baru tahu
ternyata dia diserang secara diam-diam oleh musuh!"
Mo-in-kim-ci terkejut dan bertanya:
"Siapa yang diam-diam menyerang dia?"
Sorot tajam mata Cian-tok-mo-kun menyapu wajah ketiga ketua
hio dari perkumpulan Poan-liong, satu kata persatu kata berkata:
"Pangcu dari Poan-liong-pang, Kiu-bun-liong (gambar sembilan
naga) CiuKiu-kun!"
Orang-orang yang mendengar kabar itu, kecuali Sin-hiong
semuanya sangat tergetar!
Ketua Ho-gu-cung Tiong Hong-kun, sepanjang usianya menjalin
persahabatan di seluruh dunia persilatan, bukan saja ilmu silatnya
sangat tinggi, orangnya pun sangat ramah, di dunia persilatan tidak
peduli aliran putih atau hitam, tidak peduli terjadi masalah apa,
asalkan dia keluar mendamaikannya, tidak ada satu pun yang tidak
jadi berdamai, sehingga dia pun mendapat sebutan membanggakan
Hoo-hoo-sianseng (Tuan baik hati), tidak diduga orang yang
dihormati oleh semua orang, malah mendapat serangan diam-diam
dari ketua Poan-liong-kun Ciu Kiu-kun, siapa yang berani percaya?
Seng-si-poan tertawa sinis dan berkata:
"Kau mau mengadu domba, tidak mungkin?"
Setelah berkata, sepasang penanya dengan dahsyat sudah
datang menyerang!
Tapi baru saja tubuhnya bergerak, mendadak dari luar hutan ada
orang tertawa keras dan berkata:
"Kang-hiocu jangan sembarangan bertindak, kata-kata dia sedikit
pun tidak salah!"
Suara ini sangat nyaring, menggetarkan telinga setiap orang
sampai mendengung tidak henti hentinya.
Sin-hiong melihat ke arah suara itu berasal, terlihat dari luar
hutan melayang masuk satu orang, orang ini terlihat belum tua,
memakai baju putih, yang paling mencolok mata orang, di atas
bajunya ada gambar sembilan naga emas, dengan mulut terbuka
lebar dan cakarnya membentang, seperti melepaskan diri terbang
keluar.
Kang-ceng terpaksa menghentikan gerakan-nya, setelah tertegun
lalu bertanya:
"Ketua, kata-kata anda ini apakah benar?"
Ternyata orang yang datang ini adalah ketua Poan-Iiong-pang
sendiri, Kiu-bun-liong Ciu Kiu-kun, tampangnya walaupun masih
muda, sebenarnya usia-nya sudah mencapai enam puluh tahun,
ilmu silat luar dan dalamnya sudah mencapai puncaknya, setahun
yang lalu dia mendirikan Poan-liong-pang, ambisinya sangat besar,
yaitu ingin menghadapi berbagai perguruan besar.
Ciu Kiu-kun tertawa:
"Sebenarnya dia hanya tahu sedikit tidak tahu yang lainnya, kita
rebut dulu Ho-siu-oh nya!"
Cian-tok-mo-kun mendengus dingin, berkata:
"Rasanya tidak segampang itu!"
Ketua Poan-liong-pang melihat sekali pada semua orang dengan
sombongnya dan berkata:
"Tidak peduli barang apa itu, asalkan aku marga Ciu
menginginkannya, walau itu adalah simpanan istana raja, aku pun
akan merebutnya."
Sin-hiong ikut mendengus dingin.
Ketua Poan-liong-pang tertawa dingin:
"Ternyata saudara Lim, masih belum rela?"
Ketua Kai-pang berdiri sangat dekat dengan Sin-hiong, dengusan
tadi di kira Kiu-bun-liong, Lim Tai-goan yang mengeluarkannya,
makanya setelah membalikkan rubuh, bibirnya tersenyum dingin.
Sebenarnya dugaannya salah besar, yang mengeluarkan
dengusan dingin ini bukan Lim Tai-goan, tapi dari Sin-hiong yang
dipandang rendah oleh dia.
Di dalam hati Lim Tai-goan merasa lucu, hatinya berkata:
'Melihat sasaran saja sudah salah, buat apa masih bersikap
sombong? Tapi dia tidak mau dipandang lemah, dia balik
membalasnya dan berkata:
"Tentu saja, kita harus mencoba mengujinya!"
Mendadak ketua Poan-liong-pang tertawa terbahak-bahak dan
berkata:
"Bagus, kalau begitu kita harus menunggu apa lagi? Sedari dulu
barang pusaka dan senjata pusaka, orang yang berilmu baru bisa
mendapatkannya, kau dan aku selesaikan dulu saja masalah kita."
Pelan-pelan dia melepaskan ikat pinggangnya, sekali digetarkan,
terdengar satu suara "Ssst!", ikat pinggang itu sudah menjadi tegak
lurus, segulung sinar perak bergetar, ternyata itu adalah sebuah
pedang lentur!
Thie-yan-kan Seng Ki-ho meloncat ke depan dan berteriak:
"Ketua, membunuh ayam tidak perlu menggunakan golok sapi,
pengemis ini serahkan saja padaku!"
DengusanSin-hiongtadi,Kiu-bun-liongpunberdiri
membelakanginya, maka tidak tahu suara itu berasal dari Sin-hiong,
tapi Seng Ki-ho melihatnya dengan jelas, setelah dia menyaksikan
ilmu silatnya Sen Sin-hiong, dia khawatir Kiu-bun-liong meman-dang
sebelah mata, maka setelah mendengar perkataan Kiu-bun-liong,
pipa tembakaunya menunjuk pada Sin-hiong dan berkata lagi:
"Orang ini adalah Kim-kau-kiam-khek yang baru-baru ini muncul
di dunia persilatan, Cian-tokmo-kun mau menyerahkan Ho-siu-oh
padanya, agar dia menjaganya!"
Mendapat laporan ini, wajah Kiu-bun-liong tidak tahan jadi
berubah, berita Kim-kau-kiam-khek mengalahkan Ang-hoa-kui-bo,
danBu-tong-sam-kiam,jugaketuaHoa-san-paihingga
mengundurkan diri dari dunia persilatan, telah menggemparkan
dunia persilatan, dia tidak diduga peristiwa yang menggemparkan
dunia ini, dilakukan oleh seorang bocah yang begitu muda?
Tapi, Ciu Kiu-kun sudah bertekad harus mendapatkan Ho-siu-oh,
dia berpikir sejenak lalu menganggukan kepala dan berkata:
"Saudara Kang, saudara Lai, kalian masing masing hadapi satu
orang, Kim-kau-kiam-khek yang termasyur ini biar aku yang
menghadapinya!"
Kang-ceng dan Lai-cen menyahut sekali, yang satu maju dan
berdiri di hadapan Cian-tok-mo-kun, yang satu lagi menghadang di
depan Mo-in-kim-ci Ong Ciu-ping, dia sendiri pelan-pelan berjalan
menuju Sin-hiong.
Situasi mendadak jadi menegangkan, tapi Sin-hiong dengan
tenangnya memetik sekali kecapinya, dia berteriak pada Cian-tok-
mo-kun:
"Hei, apa yang sudah kau katakan itu jadi tidak?"
Saat ini Seng-si-poan Kang-ceng sudah berdiri di depan Cian-tok-
mo-kun, kedua orang ini sedang saling mengawasi dengan ketat,
ketika Sin-hiong berteriak, tubuh Cian-tok-mo-kun sedikit bergerak
dan menjawabnya:
"Tentu saja jadi, hanya......"
Tadinya dia mau mengatakan "Tapi sekarang tidak bisa", tidak
disangka kata-katanya belum keluar, Pan-koan-pit Seng-si-poan
dengan cepat sudah menyerang!
Sen Sin-hiong marah dan berkata:
"Siapa yang berani mengganggu acaraku?"
Tubuhnya meloncat ke atas, pedangnya dengan dahsyat sudah
menyabet dari atas.
Ketua perkumpulan Poan-liong tidak bersiap, sehingga Sin-hiong
bisa terlepas meloncat keatas.
Melihat Sin-hiong terlepas dari pengawasannya, dia berteriak
keras, tubuhnya datang menerjang, ketika pedang Sin-hiong
menusuk ke bawah, pedang pusakanya pun sudah menyerang.
Tampak dua sinar bentrok, diikuti suara "Paak paak!", Kiu-bun-
liong berteriak:
"Jurus pedang yang bagus!"
Dia menggetarkan lengannya, menyalurkan tenaga dalam ke
batang pedang, lalu melancarkan tiga jurus pedang menyerang ke
atas, tidak membiarkan Sin-hiong bisa selamat turun ke bawah.
Tubuh Sin-hiong sedang berada di udara, walau serangan dia
sangat dahsyat, tapi karena tidak ada pijakan, saat dua pedang
beradu, tubuh Sin-hiong kembali terlontar ke atas!
Saat ini enam orang yang berdiri di pinggir masih belum
bertarung, melihat cara bertarung kedua orang ini, semua orang
membelalakan matanya, Mo-in-kim-ci Ong Ciu-ping malah jadi
mengkhawatirkan keadaan Sin-hong.
Sin-hiong tidak terburu-buru, dia menyabetkan pedangnya dua
kali, setelah terlontar ke atas, tubuh berikut bayangan pedang
kembali dengan dahsyat menusuk ke bawah.
Karena Kiu-bun-liong berada di bawah, tentu saja lebih
menguntungkan dia, tapi setelah dia berturut turut menyerang tiga
empat jurus dengan sia-sia, hatinya jadi sangat terkejut!
Saat ini, rubuh Sin-hiong kembali meluncur ke bawah, ketua
perkumpulan Poan-liong memutar otak, dia cepat menghindar ke
samping sedikit, tapi ketika jarak Sin-hiong ke tanah tinggal tiga
lima cun lagi, Ciu Kiu-kun mendengus dingin, pedangnya menyabet
pinggang Sin-hiong.
Jurus ini sungguh diluar dugaan, tadi dia menghindar, orang-
orang yang menyaksikan di pinggir mengira dia tidak sanggup
menahan serangan Sin-hiong, tidak di sangka dia mempunyai
rencana lain.
Sin-hiong tertawa dingin dan berkata:
"Jika aku tidak tahu kau punya gerakan ini, maka tidak pantas
berkelana di dunia persilatan."
Walaupun tubuhnya belum menyentuh tanah, pedangnya sudah
menusuk dari samping, inilah jurus Can-goat-siau-seng (Bulan sabit
menyinari bintang) dari jurus Kim-kau-kiam! .
Jurus Can-goat-siau-seng ini, di dalam ilmu Kim-kau-kiam adalah
jurus yang paling ganas, ketika Sin-hiong mempelajari jurus ini,
gurunya pernah dengan nada terharu berkata:
"Kalau tidak dalam keadaan sangat mendesak, jangan
menggunakan jurus Can-goat-siau-seng ini!"
Selama mengembara, Sin-hiong sudah tidak sedikit bertarung
dengan pesilat tinggi dunia persilat-an, tapi jurus ini tidak pernah
dia gunakan.
Ketika pedang ketua Poan-liong-pang sedang di gerakan
menyerang melintang, dia merasa yakin serangannya akan berhasil,
tapi baru saja jurus pedangnya keluar setengah, pedang Sin-hiong
sudah datang menyerang dari sisi miring, Kiu-bun-liong segera
merasa punggung tangannya tersentuh dinginnya logam, tidak
tahan dia jadi terkejut sekali, tubuhnya pun meloncat mundur ke
belakang kurang lebih tiga tombak!
Sin-hiong masih berbaik hati, saat mengenai sasaran dia hanya
memukul menggunakan bagian pedang yang tidak tajam, jika dia
berniat melukai Kiu-bun-liong, telapak lengan kanan ketua
perkumpulan Poan-liong ini tentu sudah terpotong.
Sin-hiong dengan angkuhnya tertawa:
"Ketua Poan-liong-pang pun biasa-biasa saja.."
Enam orang yang berada di pinggir lapangan semuanya terkejut
dan ngeri, siapapun tidak berani mengeluarkan suara?
Cian-tok-mo-kun mengeluh dan berkata:
"Kim-kau-tayhiap bolehkah aku menanyakan nama anda?"
Sin-hiong tertawa dan berkata:
"Maaf, namaku Sen Sin-hiong, apa kalian masih ada
pertanyaan?"
Semua orang menyaksikan ketua Poan-liong-pang saja dalam
sekejap sudah dikalahkan, siapa yang berani mengajukan
pertanyaan pada dia?
Cian-tok-mo-kun tidak berucap apa-apa lagi, dia mengeluarkan
kotak kecil berwarna kuning emas itu, dengan kedua tangan
menyodorkannya.
Tapi baru saja dia menjulurkan tangannya, terdengar beberapa
teriakan, dan bayangan orang berkelebatan, Cian-tok-mo-kun
secepat kilat mundur ke belakang, sambil tertawa berkata:
"Melihat keuntungan lupa budi pekerti, apakah ini sifat asli
kalian?"
Dalam kejadian tadi, orang-orang yang ada di lapangan semua
bereaksi, sampai ketua lima wilayah selatan dari golongan
perampok Ong Ciu-ping juga tidak terkecuali! Hanya Sin-hiong saja
yang tidak bergerak.
Terlihat sekali orang-orang ini menginginkan benda langka itu,
jika kotak kecil ini sampai jatuh ke tangan Sin-hiong, mereka
berpikir betapa sulitnya merampas barang itu, sedangkan jika masih
berada di tangan Cian-tok-mo-kun, mereka tidak terlalu risau.
Setelah semua orang tidak berhasil merebut-nya, ketua Kai-pang
Lim Tai-goan melihat pada Kiu-bun-liong dan berkata:
"Ketua Kiu, apakah kita sekarang di barisan yang sama!"
Mata Kiu-bun-liong berputar-putar, lalu menganggukan kepala:
"Jika kami berhasil mendapatkan Ho-siu-oh, kami akan membagi
kau sepuluh persen!"
Memang Ho-siu-oh adalah barang pusaka, jika orang biasa
makan sedikit saja, bisa menghidupkan orang mati, jika orang yang
berlatih ilmu silat makan barang pusaka ini, hampir sebanding
dengan berlatih ilmu silat selama sepuluh tahun, walau jumlah
sepuluh persen itu kecil, tapi faedahnya besar sekali, Lim Taigoan
memperhitungkan keadaan di lapangan, dia merasa itupun sudah
memuaskan, maka dia berkata:
"Perkataan laki-laki sejati...!"
Kiu-bun-liong segera menjawab:
"Seperti kuda lari ditambah satu pecut!" jawab Kiu-bun-liong
Kedua orang ini adalah ketua dari dua perkumpulan besar di
dunia persilatan, begitu perjanjian disepakati, sama dengan kerja
sama kedua perkumpulan besar itu, walaupun Sin-hiong saat ini bisa
mendapatkan Ho-siu-oh, tapi dia akan mendapatkan kerepotkan
yang besar sekali?
Ketua dari lima wilayah selatan Ong Ciu-ping merasa selalu tidak
diajak bicara, saat ini tidak bisa menahan diri lagi, sambil tertawa
dingin berkata:
"Sen-tayhiap, biar aku membantumu!"
Kata-kata dia ini mengisyaratkan sesuatu, Kiu-bun-liong dan Lim
Tai-goan berdua jadi mendengus mendengarnya, bersama Seng-si-
poan tiga orang tiba-tiba menghadang di tengah Sin-hiong dan
Cian-tok-mo-kun, tujuannya adalah untuk mencegah Cian-tok-mo-
kun memberikan Ho-siu-oh itu ke tangan Sin-hiong.
Sin-hiong mendengus lalu berkata:
"Kalian mau apa?"
Tangan kiri menyapukan kecapinya, tangan kanan menyerang
dengan pedangnya, dengan dahsyat menyerang kelima orang itu!
Ilmu silat ke lima orang ini tidak lemah, bersama-sama mereka
berteriak, masing-masing mengeluarkan kehebatannya, dalam
sekejap angin pukulan dan bayangan tongkat, hawa pedang dan
ujung pena hakim balik menyerang Sin-hiong!
Sin-hiong tertawa keras dan berkata:
"Silahkan kalian tanya pada diri sendiri, apakah lebih hebat dari
pada tiga tetua Siauw-lim-si?"
Sepasang tangan berputar-putar, dalam sekejap mata dia
melancarkan serangan sebanyak lima-enam jurus, dan tubuhnya
pun sudah keluar dari kepungan!
Cian-tok-mo-kun buru-buru mengeluarkan kotak kecil itu, Sin-
hiong menggeleng-gelengkan kepala dan berkata:
"Tidak usah, kau pergilah, orang-orang disini biar aku yang
urus!"
Setelah berkata, dia melihat sekali pada Ong Ciu-ping dan
berkata lagi:
"Ong Lo-cianpwee, menolong nyawa orang, bagaimana pun jauh
lebih baik dari pada melihat keuntungan lalu lupa pada teman, jika
ketua perumahan Tiong itu adalah orang yang dihormati dunia
persilatan, maka mohon Lo-cianpwee melupakan niat merebut Ho-
siu-oh ini."
Kata-kata yang dia ucapkan itu amat kuat, Mo-in-kim-ci dengan
terharu berkata:
"Dengan perkataan Sen-tayhiap ini, aku marga Ong tidak akan
ada pikiran merebutnya lagi, sekarang di tempat ini aku sudah tidak
ada urusan lagi, jika Tayhiap di kemudian hari ada kesempatan,
harap mampir ke Bu-tiang, untuk mengunjukan rasa hormat-ku."
Setelah berkata, dia bersoja pada Sin-hiong, membalikkan tubuh
pergi meninggalkan tempat itu.
Cian-tok-mo-kun lebih terharu lagi, berteriak:
"Sen-tayhiap, aku juga tidak banyak basa-basi lagi, mengucapkan
terima kasih, aku pasti menyampaikan hati tulus anda pada ketua
perumahan Tiong, jika dia beruntung bisa sembuh, sepanjang tahun
akan mendirikan peringatan untuk menyembahmu."
Setelah berkata begitu, sekali meloncat orang-nya dengan cepat
pergi.
Seumur hidup Sin-hiong belum pernah di hormati orang seperti
ini, saat ini dia malah merasa tidak enak, sorot matanya pelan-pelan
ditarik, tiba-tiba dia melihat ketiga Hio-cu dari Poan-liong-pang
sudah berlari keluar dari hutan!
Sin-hiong jadi marah, sambil berteriak, tubuh-nya dengan cepat
mengejar keluar!
Tapi baru saja dia bergerak, Lim Tai-goan dan Ciu Kiu-kun dua
pesilat tinggi inipun sudah mengambil kesempatan, dua macam
senjata dengan cepat datang menyerang.
Sin-hiong mendengus dingin, Kim-kau-po-kiam disabetkan ke
belakang, tapi tubuhnya tetap menerjang ke depan!
Ciu Kiu-kun marah dan berkata:
"Jika kami berdua tidak bisa menghadangmu, untuk apa aku
marga Ciu berkelana di dunia persilatan lagi!"
Baru saja mau mengejar, mendadak dia ditekan oleh Lim Tai-
goan yang berada di sampingnya:
"Saudara Ciu, suara di timur serang ke barat, ini kesempatan
bagus buat kita!"
Mendengar ini, Ciu Kiu-kun seperti sadar, tepat ketika Sin-hiong
mengejar Seng-si-poan dan kawan-kawannya, kedua orang itu
saling tertawa, lalu mengejar ke arah larinya Cian-tok-mo-kun.
Sen Sin-hiong yang kurang pengalaman di dunia persilatan, terus
mengejar tiga orang itu, malah melupakan dua orang ini.
Ilmu meringankan tubuhnya sangat hebat, Kang-ceng bertiga
sudah berlari sejauh dua tiga puluh tombak, sesudah Sin-hiong
berhasil mengejarnya dia membentak:
"Berhenti!"
Mendengar bentakannya, ketiga orang itu langsung berhenti,
Seng Ki-ho dengan dingin berkata: "Apa kami tidak boleh pergi?"
Sin-hiong tertawa dingin:
"Apa tujuan kalian pergi, bukankah kalian mau berputar lalu
mengejar orang, hemm... hemm... siasat busuk ini tidak bisa
mengelabui aku?"
Ang-sat-ciang Lai-cen tergesa-gesa, perlahan berkata:
"Tahan dia!"
Tujuan Sin-hiong menghadang mereka sesaat, supaya Cian-tok-
mo-kun bisa dengan bebas pergi, tapi begitu dia melihat, di depan
mata seperti ada yang kurang, mendadak hatinya tergetar, di dalam
hati dia berpikir:
'Kenapa aku begini bodoh, tiga orang di depan ini hanya orang
kelas dua, dua orang di belakang itu, baru orang yang mesti
diperhatikan.'
Berpikir sampai disini, dia jadi malas menjawab, dia membalikkan
tubuh lari kembali lagi ke tempat semula.
Dia sungguh orang pintar yang bodoh sesaat, walaupun sekarang
balik lagi ke tempat tadi, apakah Lim Tai-goan dan Kiu-bun-liong
masih ada disana?
Begitu Sin-hiong tiba di tempat semula, benar saja tempat itu
sudah tidak ada satu orang pun, pertama-tama dia tertegun, lalu dia
mengerti, dia sendiri jadi tertawa bisu, di dalam hati berkata:
"Yang penting kalian semua pasti pergi ke Ho-gu-cung, aku
punya kuda Ang-ji, tidak usah takut tidak bisa mengejar mereka?"
Berpikir sampai disini, dia lalu naik ke atas kudanya mengejar ke
arah Ho-gu-cung!
Sin-hiong sadar mereka berangkatnya masih belum lama, di
dalam hati berpikir:
"Paling bagus jika aku bisa mengejar mereka sebelum tengah
hari", maka dia menjepitkan sepasang kakinya, satu orang dengan
satu kuda dengan cepat berlari ke depan.
Sambil memacu kudanya dia mengawasi, tapi tetap saja
menemukan satu orang pun.
Sin-hiong berpikir di dalam hati:
'Apakah Cian-tok-mo-kun melakukan perjalan-an melalui jalan
kecil? Jika tidak, bagaimana pun seharusnya dia sudah
menemukannya."
Tadinya masalah ini tidak ada sangkut paut dengan dirinya, tapi
karena dorongan rasa keadilan, tanpa sadar, Sin-hiong jadi
mengambil beban ini.
Di sepanjang jalan, sejauh mata memandang, semua adalah
hutan rimbun, semakin Sin-hiong berjalan ia merasa semakin ada
yang tidak beres, tadinya dia ingin balik kembali, tapi sekarang
waktu sudah tidak |Mgi lagi, saat dia maju ke depan, bukan saja
tidak pernah bertemu orang, satu rumah pun tidak terlihat, di dalam
hati dia berpikir:
'Dari pada kembali lagi, lebih baik mencoba jalan ke depan lagi,
siapa tahu bisa menemukan sesuatu?'
Setelah memutuskan, maka dia melarikan kudanya lagi.
Berjalan tidak lama, jalannya sudah sedikit datar, di sepanjang
jalan pun sudah ada beberapa rumah, dia mencoba menanyakan
pada orang-orang di jalan, apakah melihat orang yang seperti Cian-
tok-mo-kun k-vval, orang-orang itu menjawabnya tidak tahu, walau
pun sia masih meneruskan jalannya, tapi pikirannya sudahh sedikit
goyah.
Waktu tengah hari sudah lewat, di depan mata kembali tampak
tanah liar, Sin-hiong jadi merasa menyesal, jika sudah tahu begini,
tadi dia seharusnya beristirahat dulu.
Kembali berjalan beberapa saat dia merasa perutnya keruyukan,
hatinya jadi sedikit gelisah dan begitu mengangkat kepala, dia
melihat tidak jauh dari tempatnya tampak ada satu tembok merah.
Hati Sin-hiong tergerak di dalam hatinya berfikir:
'Kelihatandi didepan itu jika bukan kelenteng pasti sebuah kuil,'
karena sedang merasa kelaparan dia tidak berpikir panjang lagi,
mempercepat jalannya mendekati tempat itu.
Setelah dekat dia dia melihat memang sebuah kelenteng, warna
merah ddi sudut temboknya sudah terkelupas, tembok di
perkarangan belakang juga sudah roboh, tampaknya sebuah
kelenteng yang sudah tidak digunakan lagi
Sin-hiong merasa lemas, tapi dia sudah datang kesini, terpaksa
pelan-pelan turun dari kuda, masuk ke dalam bangunan kelenteng,
terlihat patung Budha di dalam sudah pada miring-miring, tiang
merahnya pun sudah tidak berwarna merah lagi, melihat
keadaannya kelenteng ini paling sedikit sudah ada lima enam tahun
tidak ada penghuninya.
Pelan-pelan dia berjalan ke tengah ruangan, begitu
memperhatikan, ternyata ini adalah kelenteng Koan kong di dalam
hati berpikir:
'Rasa setia kawan Koan-kong menerangi bumi dan langit, kenapa
kelentengnya tidak ada orang yang mengurus?'
Hatinya merasa ada ketidakadilan untuk Koan kong, sorot
matanya melihat ke arah koridor sebelah kanan, terlihat dalam
bayangan di sudut koridor ada sepasang kaki, Sin-hiong melihatnya
jadi terkejut sekali.
Tapi karena ilmu silatnya tinggi dan orangnya pemberani, dia
berdiri sesaat, kedua kaki itu tetap tidak bergerak, dia tahu pasti
ada sesuatu, maka dia berjalan menghampirinya, siapa tahu, begitu
dia melihat, ternyata itu adalah setengah bagian tubuh bawah
seseorang.
Hati Sin-hiong jadi merasa tertekan, diam diam dia menarik nafas
dan di dalam hati berkata:
'Dimana setengah bagian rubuhnya lagi?'
Dia maju lebih dekat lagi, siapa tahu tidak melihat tidak apa-apa,
begitu meneliti, hatinya jadi tambah terkejut!
Pagi ini dia telah melihat bagaimana baju Cian tok-mo-kun, saat
ini orang yang tergeletak diatas lantai, baju dan warnanya persis
sama dengan yang dipakai Cian-tok-mo-kun, maka orang yang mati
ini di pastikan Cian-tok-mo-kun.
Sin-hiong jadi bengong melihatnya, di dalam hati dia berpikir,
'setengah tubuh bawahnya berada disini, setengah tubuh atasnya
mungkin ada disekitar ini, maka dengan telapak tangan menjaga
didepan dada, tubuhnya meloncat melesat ke dalam koridor.
Koridor ini tidak panjang, setelah Sin-hiong melewatinya,
matanya menjadi terang, ternyata di ujung koridor ada sebuah
pekarangan yang tidak kecil, di tengah pekarangan ada tiga buah
pohon besar, karena sudah lama tidak ditinggali, orang yang melihat
merasa ada sedikit angker.
Setelah masuk ke dalam pekarangan, sorot mata dia pelan-pelan
menyapu, mendadak, di belakang pohon besar kedua seperti ada
sesuatu yang digantung? tidak berpikir panjang lagi, dia langsung
berjalan mendekat!
Sin-hiong jadi terkejut, dalam hatinya berpikir:
'Cian-tok-mo-kun belum lama berpisah dengan nya, bagaimana
bisa dalam waktu yang begitu singkat sudah dibunuh orang, jika dia
dibunuh oleh Kiu Bun-liong dan Lim Tai-goan, tampaknya tidak
mungkin?
Terhadap ilmu silat ketua Kai-pang dan ketua perkumpulan Poan-
liong, dan Cian-tok-mo-kun sangat tahu sekali, walau dua orang
mengeroyoknya, Cian-tok-mo-kun pun tidak akan mati secepat ini?
Setelah Sin-hiong berpikir-pikir, dalam sesaat masih belum
terpikir siapa orang yang memiliki ilmu silat setinggi ini, saat itu dia
pelan-pelan berjalan mendekati mayat itu, ketika dia ingin
menurunkan mayat Cian-tok-mo-kun kebawah, baru saja meng-
angkat tangannya, mendadak dia melihat disisi mayat Cian-tok-mo-
kun ada sebelas huruf yang diukir orang dengan menggunakan ilmu
jari Tay-lek-kim-kong-ci (Jari Kimkong), berbunyi, 'mengembalikan
perbuatan orang pada orangnya sendiri'!
Sebelas huruf ini terukir sedalam kira-kira setengah senti, jika
dilihat dari ilmu silatnya, baru kali ini dia melihatnya sejak turun
gunung.
Sin-hiong sangat terkejut, kembali melihat kekiri dan kanan, dia
melihat disisi kiri mayat Cian-tok-mo-kun, juga digambar satu
kuntum bunga teratai dengan cara yang sama, dia teringat Say-hoa-
to pernah berkata masalah pulau Teratai, di dalam hati dia berpikir,
'apakah semua ini dilakukan oleh ketua pulau Teratai?'
Dia tidak tahu, siapa nama dan marga ketua pulau Teratai, hanya
dia sudah merasa ilmu silatnya gadis berbaju merah itu sangat
tinggi, maka bagaimana dengan ketua pulau Teratai? Tentu saja
tidak perlu ditanya lagi.
Dia memutar otaknya, mengangkat tangan untuk kedua kalinya,
baru saja mau menurunkan mayat Cian-tok-mo-kun, mendadak dari
luar koridor ada yang teriak:
"Tunggu, tunggu, apa kalian melihat jelas bocah itu lari masuk ke
dalam kuil ini?"
Terdengar orang lainnya menjawab:
"Tidak peduli benar atau tidak, diluar ada kuda, maka di dalam
pasti ada orang!"
Baru saja orang itu berhenti berkata, mendadak "Iiih!" dan
berkata lagi:
"Tan-tayhiap, kau melihat apa?"
Ternyata orang yang datang itu hanya dua orang saja, orang
yang dipanggil Tan-tayhiap melihat kearah yang ditunjuk dan
berteriak:
"He he, sepasang kaki!"
Kedua orang di luar itupun sudah menemukan sepasang kaki itu,
Sin-hiong melihat ke sekeliling, melihat disebelah kiri ada panggung
bedug, maka tanpa mengeluarkan suara dia meloncat keatasnya!
Tapi baru saja dia masuk ke dalamnya, mendadak dia merasakan
sebuah pukulan dahsyat menghantam dari atas!
Sin-hiong terkejut, dia menjulurkan tangan ingin menangkisnya,
mendadak orang itu menarik kembali pukulan tangannya, dengan
dingin berkata:
"Sen-tayhiap, dunia ini benar-benar sempit!"
Sin-hiong semakin terkejut, sekali melihat, tidak tahan dia
terkejut dan berteriak:
"Ternyata kau?"
"Betul, kau tidak menyangka!"
"Tidak juga?" kata Sin-hiong tersenyum.
Walaupun berkata begitu, tapi di dalam hati dia merasa sungguh
sedikit diluar dugaan, pikirnya:
'Menurut kabar, bukankah dia sudah meng-ikuti gurunya pulang
ke Hoa-san?’
Ternyata orang ini bukan orang lain, dia adalah Ho Koan-beng
murid dari Hoa-san, juga calon suami-nya Sun Cui-giok!
Kenapa Ho Koan-beng bisa datang kesini, dan bersembunyi di
dalam kegelapan, hanya dia sendiri yang tahu, dia pelan-pelan
berjalan keluar, tampak janggutnya sudah tumbuh panjang,
wajahnya kusam
Sin-hiong yang melihat di dalam hati merasa tidak enak, dia
mengira karena Koan-beng merindukan Cui-giok, dia diam-diam
kabur keluar gunung, sehingga keadaannya jadi tidak terurus.
Ho Koan-beng melihat pada Sin-hiong sambil tersenyum berkata:
"Di luar ada orang yang datang mengejarku, perkataan kita harus
pelan sekali!"
'Tidak apa-apa!" kata Sin-hiong tertawa dingin.
Ho Koan-beng mendadak mengangkat kepalanya, dalam hati
berpikir, 'dia ini pernah mengalahkan Ang-hoa-kui-bo, di sepanjang
jalan, Lam-goat-sian-ku dari Ngo-goat juga pernah dikalahkan dia,
walaupun Cap-poh-tui-hun (Sepuluh langkah pengejar roh) Tan
Tong dan Hek-ho (Rubah hitam) Souw Cian sangat lihay, mungkin
masih bukan lawannya?’
Ketika Ho Koan-beng sedang berpikir, di bawah sudah terdengar
derap kaki orang, dua orang itu mengawasi dari atas ke bawah,
terlihat dua orang laki-laki yang satu hitam dan yang satu lagi putih,
sedang berjalan keluar dari koridor.
Sin-hiong tidak mengenal kedua orang ini, juga tidak tahu apa
hubungan Ho Koan-beng dengan mereka, di dalam hati dia hanya
menduga, jika kedua orang itu naik ke atas, bagaimana pun aku
akan membela Ho Koan-beng.
Kedua orang itu mencari-cari di dalam pekarangan, sedangkan di
dalam hati Ho Koan-beng memikirkan hal lain, dia berpikir, dia telah
mendapat-kan sebuah buku rahasia yang diinginkan oleh seluruh
orang di dunia persilatan, tampaknya Sin-hiong sedikit pun tidak
lalui, sayang saat ini dia masih belum melatih ilmu mIaI y.mg «ida
di dalam buku itu, jika tidak, jangan kala kedua orang yang ada di
bawah itu, terhadap Sin-hiong pun, dia akan menyerang untuk
membalas dendam karena telah merebut istrinya.
Sesaat kedua orang itu mencari-cari di bawah, terdengar laki-laki
yang berwajah putih itu berkata:
"Saudara Souw, kau lihat itu?"
Habis berkala, dia sudah datang menghampiri dan melihat,
mendadak dia berteriak:
"He he he, ternyata perbuatan ketua pulau Teratai?"
Begitu kata-kata ini keluar, laki-laki wajah hitam itu jadi tertegun,
sambil gugup berkata: "Dia?......"
Ketika berkala, wajahnya tampak tidak wajar, Sin-hiong yang
melihat, jadi ingat apa yang dikatakan oleh Sai-hoa-to di
penginapan itu, ternyata perkataan-nya tidak bohong, bagaimana
hebatnya ketua pulau Teratai, hanya melihat warna wajah kedua
orang di bawah itu sudah bisa dibaca, jika bertemu dengan ketua
pulau Teratai, jangan dibicarakan lagi.
Laki-laki berwajah hitam itu hanya mengucap-kan satu patah
kata, laki-laki berwajah putih itu jadi mundur satu langkah, berkata
lagi:
"Apa kau tahu siapa yang digantung diatas pohon itu?"
Laki-laki wajah hitam menggelengkan kepala, laki-laki wajah
putih itu menghela nafas, dengan kaku berkata:
"Cian-tok-mo-kun!"
Laki-laki berwajah hitam terlihat lebih terkejut dan berkata:
"Tan-tayhiap, menurut pendapatku, kalau dia sudah melibatkan
diri dalam masalah ini, aku pikir lebih baik kita mundur saja."
Tan-tayhiap itu berpikir sesaat, lanjutnya:
"Aku tidak sependapat, dengan kemampuan kita berdua, kenapa
harus takut padanya?"
Walaupun berkata begitu, tapi wajahnya ada sedikit rasa
khawatir, tampak dia menggenggam erat-erat kepalannya, seperti
merasa ketua pulau Teratai bersembunyi di sekitar tempat ini.
Laki-laki wajah hitam itupun berpikir sejenak, dia merasa kata-
katanya masuk akal, dia menegakan rubuhnya sebentar dan
berkata:
"Aku Hek-ho Souw Cian dan Cap-poh-tui-hun Tan Tong ada
disini, jika ketua pulau ada maksud apa, silahkan keluar saja!"
Kata-katanya hanya untuk menggertak saja, setelah dia berkata,
di sekeliling masih sunyi senyap!
Kedua orang itu menunggu sejenak, melihat di sekeliling masih
tidak terdengar apa-apa, Cap-poh-tui-hun jadi berani, sambil
tertawa dia berkata:
"Entah siapa, berani sekali menyamar jadi ketua pulau Teratai,
he he......"
Dia tertawa sejenak, sepasang matanya mengawasi ke sekeliling.
Sin-hiong yang bersembunyi diatas panggung bedug, merasa
dengan kepandaian Ho Koan-beng, walau berlatih sepuluh tahun
lagi, tidak mungkin bisa menyamar jadi ketua pulau Teratai,
kelihatannya huruf dan tanda gambar diatah pohon itu memang
perbuatan ketua pulau Teratai.
Setelah berpikir begitu, dia melirik ke sisi, terlihat Ho Koan-beng
pun sedang memandang dia, saat itu dengan pelan dia bertanya:
"Saudara Ho, saat kau datang kesini, apakah melihat ketua pulau
Teratai?"
Ho Koan-beng menggelengkan kepala, dengan pelan berkata:
"Aku masuk dari belakang, keadaan di depan, sedikit pun aku
tidak tahu!"
Berkata sampai disini, mendadak dia teringat satu hal dan
kembali berkata:
"Sen-tayhiap, jika kedua kedua orang itu naik ke atas, apa kau
bisa membantuku menahannya?"
Sin-hiong tersenyum dan berkata:
"Tentu saja bisa!"
Ho Koan-beng menarik nafas lega dan berkata: "Kalau begitu, di
kemudian hari jika kita bertemu lagi, aku pasti mengalah dulu tiga
jurus pada mu!"
Sin-hiong jadi tergetar, dia tidak tahu apa maksud kata-katanya?
Dia jadi bengong melihat pada Ho Koan-beng.
Mungkin, karena Ho Koan-beng berkata sedikit emosi, suaranya
jadi sedikit keras, ilmu silat kedua orang di bawah itu tidak rendah,
sedikit saja ada gerakan, tidak bisa mengelabui mereka, Cap-poh-
tui-hun berteriak:
"Diatas ada orang!"
Hek-ho menghentikan geraknya, membentak: "Siapa? Cepat
keluar?"
Melihat kedua orang itu berteriak, Sin-hiong dan Ho Koan-beng
sudah tidak bisa bersembunyi lagi, wajah Ho Koan-beng berubah
dan berkata:
"Sen-tayhiap, apa kau sanggup menahan mereka berdua?"
Dalam benak Sin-hiong masih memikirkan kata katanya tadi,
setelah mendengar sambil mengangguk-kan kepala berkata:
"Aku bisa mencobanya!"
Ho Koan-beng tertawa dingin dan berkata lagi:
"Kalau begitu, aku ada satu permintaan kecil?"
"Silahkan katakan!"
Ho Koan-beng melihat-lihat ke bawah, melihat Cap-poh-tui-hun
dan Hek-ho sudah bersiap-siap meloncat ke atas, cepat-cepat
berkata:
"Hadang mereka berdua, atau pancing mereka keluar kuil!"
Sin-hiong tertegun, baru saja mau bertanya, mendadak satu
bayangan orang berkelebat, Cap-poh-tui-hun sudah loncat naik ke
atas!
Sin-hiong tidak sempat bertanya lagi, telapak tangannya sudah
menghantam sambil berkata:
"Turun!"
Serangannya sangat cepat, belum sempat Cap-poh-tui-hun
menginjakan kakinya, mendadak merasa ada sebuah angin pukulan
menyerang dadanya, tubuhnya bergoyang lalu telapak tangannya
menangkis sambil berkata dingin:
"Sobat, apa kau berani turun ke bawah?"
Dia tidak bisa menginjakan kakinya diatas, sambil bersalto
terpaksa turun lagi ke bawah.
Karena masalah sudah mendesak, Sin-hiong memandang pada
Ho Koan-beng katanya:
"Tidak peduli apa pandanganmu terhadap aku? Masalah ini biar
aku sendiri yang menanggung-nya!"
Setelah bicara, orangnya langsung melayang turun ke bawah.
Cap-poh-tui-hun dan He Hu berdua melihat dari atas ada orang
melayang turun ke bawah, kedua orang itu mengawasi, tapi tidak
mengenalnya, Souw Cian berteriak:
"Saudara Tan, mungkin dia yang menyamar jadi ketua pulau
Teratai."
Tan Tong mendengus, lalu berkata:
"Rasanya belum pantas!"
Hati Sin-hiong merasa tidak enak, sebenarnya dia dengan hati
tulus membantu Ho Koan-beng, tapi Ho Koan-beng malah
membalas dengan memusuhi-nya, mengatakan di kemudian hari
jika bertemu lagi, akan mengalah tiga jurus pada dia, maka dia
malas bicara banyak dengan kedua orang ini, dia berkata:
"Biar kalian lihat, apa aku pantas atau tidak!"
Dia memutar sebelah tangannya, menyapu ke arah dua orang
itu!
Cap-poh-tui-hun tertawa dingin:
"Bocah, bicaramu terlalu besar!"
Sepasang telapak tangannya berturut-turut menghantam, dan
terlihat angin pukulan laksana gunung datang menekan Sin-hiong.
Ketika Sin-hiong menyerang dengan sebelah tangannya,
mendadak dia merasa serangan yang datang ini seperti kurang
tepat, dalam waktu yang singkat ini, dia masih belum lupa kata-
katanya Ho Koan-beng, yaitu harus menghadang kedua orang ini,
atau memancing mereka keluar dari kuil. Maka dia mengambil
nafas, pukulannya di geser dan tubuhnya meluncur keluar,
mendarat ke samping Hek-ho, Souw Cian sambil menghantam dan
berkata:
"Kenapa kau tidak bergerak?"
Pukulannya terlihat enteng sekali, Souw Cian tertawa dan
berkata:
"Bocah, kau ingin main main?"
Siapa sangka baru saja dia selesai bicara, mendadak dia merasa
angin pukulan lawan berubah bertambah kuat, Sin-hiong sambil
tertawa berkata:
"Main-main juga boleh!"
Hek-ho tergetar, sekarang tenaga pukulan Sin-hiong sudah
bertambah beberapa kali lipat, terlihat angin pukulannya seperti
gelombang ombak datang menerjang, Souw Cian berteriak:
"Saudara Tan, ilmu silat orang ini tidak di bawah ketua pulau
Teratai!"
Setelah Cap-poh-tui-hun berteriak, diam-diam menyerang
dengan telapak tangannya!
Sebenarnya Sin-hiong bisa saja dengan sekali pukulan memukul
mundur Souw Cian, tapi dia selalu teringat pesannya Ho Koan-beng,
maka ketika serangannya sampai di tengah jalan, dia mengurangi
tenaga dalamnya, walau demikian, Hek-ho Souw Cian tetap tidak
bisa menahannya, "Duuk duuk duuk!" dia mundur tiga langkah ke
belakang.
Tan Tong mendapat julukan Cap-poh-tui-hun, tentu saja pukulan
tangan kosongnya luar biasa, serangan yang dilakukan secara
diam-diam tetap menimbulkan angin pukulannya yang menderu,
membentuk tembok tenaga yang amat dahsyat di depan belakang
dan menekan ke arah Sin-hiong!
Tapi Sin-hiong berkelebat, kembali berputar ke belakang Hek-ho,
sambil tertawa berkata:
"Kau tidak boleh pergi?"
Pelan-pelan dia mendorong telapak tangannya, dengan
menghindar ke timur menyerang barat, dua serangan Cap-poh-tui-
hun tidak mengenai sasaran, sedangkan Hek-ho Souw Cian merasa
tekanannya makin bertambah?
Souw Cian membentak, secepat kilat dia menyerang sampai lima
enam pukulan tangan!
Sin-hiong tertawa, dengan entengnya menghindar, lalu
membalas serangan dengan telapak tangannya pada Cap-poh-tui-
hun!
Cap-poh-tui-hun dan Hek-ho masing-masing jadi bertarung
sendiri-sendiri, sebab dengan gerakan cepat Sin-hiong berkelebat
diantara mereka, kedua orang itu sudah mengerahkan segala
kemampuannya tapi tetap tidak bisa menyentuh dia?
Hek-ho berteriak:
"Saudara Tan, lebih baik kita mengeroyok dia?"
Dia menduga ilmu silat Sin-kiong tidak di bawah ketua pulau
Teratai, jadi tidak masalah kalau melakukan pengeroyokan?
Sin-hiong tertawa dan berkata:
"Apa masih ada orang ketiga?"
Setelah berkata, dia mengeluarkan Kim-kau-po-kiam, kilatan
pedang berkelebat, dengan cepat memotong pergelangan tangan
Souw Cian!
Cap-poh-tui-hun tergetar dan berteriak: "Kim-kau-kiam!" .
Mendengar nama Kim-kau-kiam, tidak tahan Hek-ho jadi sangat
terkejut, dia menarik telapak tangannya dan segera mundur ke
belakang!
Sin-hiong tersenyum, dia mengangkat kepala dan memanggil:
"Saudara Ho, saudara Ho......"
.Tapi sesudah dia memanggil beberapa kali, di atas malah tidak
ada orang yang menjawab.
Sin-hiong jadi tertegun, hatinya berpikir:
'Apakah Ho Koan-beng sudah pergi?'
Ketika dia sedang menduga-duga, Cap-poh-tui-hun berdua
membelalakan matanya besar-besar, otak mereka sudah berputar
seratus delapan puluh derajat, pikirnya:
"Betulkah orang ini Kim-kau-kiam-khek yang mengalahkan Ang-
hoa-kui-bo dan Sian-souw-ngo-goat?'
Ketika kedua orang itu berpikir sambil bengong, Sin-hiong sudah
memanggil berkali-kali, melihat Ho Koan-beng tidak menjawab, di
dalam hati berpikir:
'Tugasnya sudah selesai, buat apa bertarung dengan mereka
lagi?'
Setelah berpikir, maka dia melangkahkan kaki keluar dari kuil!
Cap-poh-tui-hun dan Hek-ho berdua jadi ketakutan mendengar
nama Kim-kau-kiam-khek, dua orang itu bengong tidak bergerak-
gerak, memandang bayangan punggung Sin-hiong meninggalkan
tempat.
Baru saja Sin-hiong berjalan beberapa langkah, mendadak dia
teringat pada Cian-tok-mo-kun, walau-pun berhati kejam, tapi
sebelum mati telah melakukan satu hal yang baik, jika membiarkan
mayatnya tergantung di dalam kuil, bukanlah hal yang baik.
Berpikir sampai disini, maka dia kembali masuk lagi.
Dia berjalan lewat di depan Cap-poh-tui-hun sambil
memandangnya berkata:
"Aku tidak punya dendam dan permusuhan dengan kalian, buat
apa kalian mencari aku?"
Setelah berkata, dia berjalan ke sisi pohon besar, menurunkan
mayat Cian-tok-mo-kun, sesaat dia merasa terharu dan berkata lagi:
"Orang ini di dunia persilatan mungkin seorang penjahat, tapi dia
bisa membedakan mana yang buruk dan mana yang baik, kalau
begitu dia adalah orang yang baik."
Dia hanya berkata pada dirinya sendiri, tidak memperhatikan
bagaimana wajah kedua orang di sisinya, suasana di sekeliling
begitu tenang, siapa yang terpikir, Kim-kau-kiam-khek hari ini mau
menguburkan mayat Cian-tok-mo-kun?
Sin-hiong membawa bagian atas tubuh Cian-tok-mo-kun,
berjalan pelan-pelan, derap kaki dia di atas tanah terdengar sangat
berat.
Baru saja dia mau masuk ke dalam koridor, Cap-poh-tui-hun
mendadak berteriak:
"Tunggu, aku masih ada pertanyaan!"
Sin-hiong membalikkan tubuh dan bertanya:
"Masih ada apa lagi?"
Setelah berpikir sebentar, Cap-poh-tui-hun merasa membiarkan
dia begitu saja pergi, akan membuat dia kehilangan muka, saat itu
dia tertawa dan berkata:
"Siapa kau ini sebenarnya, aku marga Tan masih belum tahu!"
Di dalam hati dia berpikir, 'gitar kuno itu sesungguhnya tidak bisa
mewakili Kim-kau-kiam-khek" maka dia bertanya ini.
Sin-hiong tertawa dan berkata:
"Bukankah tadi sudah mencobanya?" Berkata sampai disini, lalu
melanjutkan:
"Kalian berdua cobalah tanya pada diri kalian, bagaimana
kepandaian kalian dibandingkan dengan perguruan Siauw-lim?"
Saat dia berkata ini, ternyata dalam hatinya sangat terharu, pelan
pelan menaruh mayatnya Cian-tok-mo-kun, dan pelan-pelan
berjalan kembali.
Dua orang itu mengira Sin-hiong mau menyerang mereka, baru
saja tubuh Sin-hiong bergerak, dua angin pukulan yang amat
dahsyat sudah datang menyerang!
Sin-hiong mendengus dingin, dia membalikkan telapak
tangannya, terdengar "Paak! Paak!" tiga bayangan orang tergetar,
Tan Tong dan Souw Cian masing-masing tergetar mundur satu
langkah ke belakang, tubuh Sin-hiong juga bergoyang-goyang dua
kali.
Kedua orang itu sangat terkejut, wajahnya pun berubah besar!
Mereka sadar, Sin-hiong hanya menggunakan sebelah tangan,
jika dia menggunakan sepasang tangannya, atau menggunakan
Kim-kau-kiam,Cap-poh-tui-hundanHek-hotidakbisa
membayangkan.
Sesudah memukul mundur dua orang itu, tubuh Sin-hiong tidak
berhenti, dia berjalan ke bawah panggung bedug, melihat ke atas
sebentar lalu meloncat ke atas.
Setelah berada di panggung bedug, di atas sudah kosong tidak
ada apa-apa, dalam hati Sin-hiong berkata:
‘Tampaknya ilmu silat Ho Koan-beng sudah lebih maju dari pada
dulu, dia dengan dua orang di bawah itu hanya bertarung empat
lima jurus, tapi Ho Koan-beng dengan tenang sudah meninggalkan
tempat itu tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, maka
perkataannya tadi telah menunjukan sesuatu rahasia.’
Sambil dia berpikir, dia berjalan berputar diatas panggung
beberapa langkah, mendadak dia teringat Sun Cui-giok, di dalam
hati berpikir:
'Ho Koan-beng tidak tinggal di Hoa-san, malah diam-diam turun
gunung, mungkin itu demi Cui-giok.”
Berpikir sampai disini, tanpa sadar dia meng-hela nafas, Ho
Koan-beng dengan Sun Cui-giok sudah bertunangan, buat apa dia
terlibat lagi di dalamnya?
Tapi, entah dimana Sun Cui-giok sekarang, bagaimana pun dia
harus mencarinya dan mengembalikan pada Ho Koan-beng.
Berpikir demikian, hatinya jadi merasa sedikit tenang, maka dia
kembali meloncat ke bawah.
Tapi, baru saja kakinya mau menginjak tanah, Cap-poh-tui-hun
dan Hek-ho sudah kembali menyerangnya, ternyata ketika Sin-hiong
naik ke atas panggung bedug, Tan Tong dan Souw Cian sudah
selesai mengatur siasat, di saat Sin-hiong belum siap, mereka akan
menyerang dan membunuh dia.
Serangan telapak tangan kedua orang itu menggunakan seluruh
tenaganya, serangannya tentu saja lebih dahsyat dari pada yang
tadi, terlihat angin keras seperti gelombang, hampir menggulung
seluruh tubuhnya Sin-hiong.
Sin-hiong jadi naik pitam, di dalam hati berpikir:
'Kedua orang ini benar-benar tidak tahu diri, maka dia segera
membentak, Kim-kau-po-kiam nya bergerak menusuk sebanyak
enam tujuh kali!
Belum pernah dia semarah kali ini, hal ini mungkin karena kata-
katanya Ho Koan-beng telah menyakiti hatinya, sehingga dia
melampiaskan amarahnya pada kedua orang ini.
Sinar matahari membuat bayangan pedang, mendadak kedua
orang itu merasa ada hawa pedang yang dingin menerpa wajahnya,
mereka jadi sangat terkejut, sekarang Cap-poh-tui-hun sudah yakin
dia berteriak:
"Kali ini tidak salah lagi!"
Hati kedua orang itu menjadi ciut, masing-masing menghantam
dengan sebelah tangan, dan tubuhnya buru-buru melesat ke
belakang!
Hek-ho membelalakan sepasang matanya, bengong memandang
Sin-hiong, dalam hatinya berpikir:
'Ketua pulau Teratai mengambil nyawanya Cian-tok-mo-kun, Kim-
kau-kiam-khek malah menguburkan mayatnya, tidak hanya itu,
kenapa Kim-kau-kiam-khek juga membela murid perguruan Hoa-
san?’
Pikiran Cap-poh-tui-hun juga sama, tapi dia sedikitpun tidak mau
mengaku kalah, dia dengan Hek-ho jauh-jauh mengejar Ho Koan-
beng sampai kesini, tujuannya adalah untuk merebut buku rahasia
itu, setelah mengejar sampai disini, tadinya dia sudah yakin akan
berhasil merebut buku rahasia itu dari tangan Ho Koan-beng, tidak
diduga muncul Sen Sin-hiong, sehingga Ho Koan-beng dengan
bebas bisa melarikan diri, bagaimana dia mau menerimanya?
Sin-hiong tidak mempedulikan, dia menyimpan pedang
pusakanya, lalu melangkah keluar dari kuil.
Sampai di sisi koridor, kembali mengangkat mayat Cian-tok-mo-
kun, di dalam hati berpikir:
'Demi sebuah Ho-siu-oh berusia ribuan tahun, entah sudah
berapa banyak nyawa yang melayang, sampai akhirnya Cian-tok-
mo-kun sendiri pun mati karena sebuah Ho-siu-oh, dia berhati baik
tapi mendapatkan balasan yang buruk", maka Sin-hiong
memutuskan untuk menguburkan mayatnya, supaya mayatnya tidak
dimakan anjing liar!
Ketika Sin-hiong berjalan masuk ke dalam koridor, Tan Tong
sudah datang mengejarnya sambil membentak, dia mendorongkan
sebelah telapak tangannya, menghantam!
Koridornya tidak besar, angin pukulan tangan Tan Tong yang
sangat dahsyat hampir memenuhi seluruh koridor, Sin-hiong masih
tetap berjalan ke depan, begitu Tan Tong menghantam, dia pun
segera membalikkan tangan menangkisnya, menghilangkan
serangan Tan Tong itu.
Cap-poh-tui-hun sedikit terkejut, tapi dia masih belum mau
mundur, sebelah telapak tangan lainnya kembali bergerak
menghantam!
Gerakan Sin-hiong sangat cepat, saat pukulan kedua Tan Tong
datang, Sin-hiong sudah mengangkat setengah mayat bawahnya
Cian-tok-mo-kun, tubuhnya juga sudah tiba di dalam ruangan besar.
Pukulan telapak tangan kedua Tan Tong kembali tidak mengenai
sasaran, dia sadar bukan lawannya Sin-hiong, maka berteriak:
"Saudara Souw, kita serang bersama-sama!"
Souw Cian menyahut, keduanya berlari keluar!
Saat ini Sin-hiong sudah keluar dari dalam ruangan besar, dia
sedang membungkuk menggali lubang, Tan Tong dan Souw Cian
diam-diam menghampirinya!
Sin-hiong jadi naik pitam dan berkata:
"Kalian berdua sebenarnya ingin apa?"
Tan Tong dingin berkata:
"Apakah kau sudah mendapatkan buku Hiang-Liong-pit-to (Buku
rahasia menaklukan naga)?"
Sin-hiong tertegun sejenak, sambil terkejut, berkata:
"Hiang-liong-pit-to?"
Mendadak dia teringat masalah Sin-tung-thian-mo, dalam hati
tentu saja terkejut dan berkata:
'Melihat keadaan, rupanya Ho Koan-beng sudah mendapatkan
buku rahasia itu, tidak aneh dia terlihat tergesa-gesa, dia tadi
berkata di kemudian hari akan mengalah tiga jurus padaku, ternyata
dia telah mendapatkan buku rahasia itu?"
Souw Cian mengawasi gerak geriknya Sin-hiong, saat itu dia
sudah menduga sedikit, ketika Cap-poh-tui-hun akan menyerang
lagi, dia segera menarik dan berbisik:
"Saudara Tan, buku itu tidak ada di tangannya, lebih baik kita
cepat mengejar orang itu, mungkin murid Hoa-san itu belum jauh?"
Cap-poh-tui-hun menjadi sadar, di dalam hati berpikir:
'Betul juga, jika Kim-kau-kiam-khek tahu buku rahasia itu ada di
tangan murid Hoa-san itu, mungkin dia pun tidak akan melepaskan
begitu saja?"
Berpikir sampai disini, dia lalu menganggukan kepala, lalu
bersama Souw Cian berlari keluar meninggalkan Sin-hiong.
Kepergian mereka yang secara mendadak, buat Sin-hiong sedikit
pun tidak merasa terganggu, setelah menguburkan mayatnya Cian-
tok-mo-kun, pelan-pelan dia berjalan ke sisi kuda, baru saja akan
memacu kudanya, sudut matanya seperti melihat sebuah sinar
aneh.
Sin-hiong terkejut, dalam hati bertanya-tanya, benda apa itu?
Karena dorongan rasa ingin tahunya, maka dia jalan
menghampiri, ketika sudah dekat, mendadak seluruh tubuhnya
tergetar. Heh! Ternyata diatas tanah ada sebuah kotak kecil tempat
menyimpan Ho-siu-oh itu?
'Kenapa kotak kecil ini bisa berada disini,' Sin-hiong berpikir-pikir,
tapi masih tetap tidak bisa mendapat jawaban, kenapa benda itu
bisa berada di tempat terbuka tapi kedua orang itu tidak
melihatnya?
Ketika dia berjalan menghampiri dan mengambil kotak kecil
warna kuning mas itu, terasa ada bau harum yang menusuk hidung,
sehingga semangatnya menjadi naik, di dalam hati berpikir:
'Sudah banyak orang mati karena benda ini, tapi aku
mendapatkannya tanpa mengeluarkan sedikit tenaga pun?'
Dia teringat Cian-tok-mo-kun yang membawa Ho-siu-oh, ingin
pergi ke gunung Ho-gu untuk mengobati penyakit ketua perumahan
Tiong, sekarang Cian-tok-mo-kun sudah mati di tengah jalan, tugas
ini rupanya harus dia sendiri yang melanjutkannya.
Walaupun dia mendapatkan benda pusaka, tapi sedikit pun dia
tidak berniat memiliknya, menolong orang seperti memadamkan api,
maka tanpa membuang waktu lagi, dia buru-buru naik ke atas kuda
dan memacunya!
Di sepanjang jalan Sin-hiong tidak berhenti, dia langsung berlari
menuju tujuannya, lima hari kemudian, dia sudah melewati Lu-tian
dan tiba di kota Lu-san.
Saat itu, hari sudah hampir gelap, dia sudah beberapa hari
kurang istirahat, maka dia memutuskan mencari sebuah tempat
untuk beristirahat, supaya bisa melanjutkan perjalanannya di malam
hari.
Begitu masuk ke dalam kota, dia mencari sebuah lempat
istirahat, hal yang pertama-tama dilaku kan adalah makan dulu
yang kenyang. Lalu memesan satu kamar, dan tidur tanpa
mempedulikan segala sesuatu.
Entah sudah lewat berapa lama, saat bangun dari tidurnya, di
luar sudah gelap, di atas genting terdengar sangat berisik, Sin-hiong
berjalan ke jendela dan membukanya, ternyata sedang turun hujan.
Hujan ini mulanya kecil, tapi semakin lama semakin besar, Sin-
hiong jadi gelisah, dia seperti semut di atas kuali panas, dia berjalan
berputar-putar di dalam kamar.
Kelihatannya hujan ini sangat lebat, bukan saja hujannya besar,
anginnya pun sangat kencang, dalam waktu tidak lama, di atas jalan
air sudah menggenang setinggi tiga cun.
Sin-hiong hanya menghela nafas memandangi jendela, dia
berpikir, bagaimana keadaan ketua perumahan Tiong sekarang, jika
dia sampai telat satu langkah, dan penyakitnya sampai tidak
tertolong lagi, bukankah itu akan memberatkan dosanya?
Berpikir sampai disini, diapun merasa dia tidak seharusnya dia
takut akan hujan, sehingga gagal menolong orang, maka buru-buru
dia membuka pintu kamar, memanggil pelayan membayar
rekeningnya, lalu melarikan kudanya di bawah guyuran hujan
menuju tempat tujuan!
Berjalan tidak jauh, seluruh tubuhnya sudah basah kuyup, pada
saat ini, mendadak di depan dia ada seekor kuda berlari dengan
cepat!
Orang ini seperti tergesa-gesa, dia terus mengayunkan
cambuknya memacu kuda, dengan cepat sudah mendekati Sin-
hiong.
Orang itu mungkin sudah lama memacu kudanya, ditambah
hujannya terlalu besar, sehingga pandangannya terganggu, ketika
mendekat Sin-hiong menghindar ke pinggir, orang itu bersuara
"Ahh!", mengayunkan cambuknya dan berteriak: "Beri jalan!" '
Walau gerakan orang itu sangat cepat, tapi Sin-hiong sudah
menghindar ke pinggir, tapi orang itu dengan sembarangan
mencambuk, hati Sin-hiong jadi merasa sedikit tidak enak.
Cambuk orang itu tidak mengenai Sin-hiong, tapi kuda yang
sedang berlari cepat itu mendadak meringkik, empat kakinya
mendadak berhenti, dan orang yang berada diatas kuda sedikit pun
tidak bergerak, melihat ini, Sin-hiong tidak terasa memuji:
"Kepandaian menunggang kuda yang hebat!"
Setelah berhenti, sorot mata orang itu dengan dingin menyapu
lalu mendengus dan berkata:
"He he he, sudah datang!"
Kata-kata orang ini tidak ada ujung pangkal-nya, Sin-hiong jadi
bengong, tapi setelah bicara, orang itu kembali memacu kudanya
pergi!
Walaupun dalam hati Sin-hiong tidak mengerti, tapi karena
dirinya ada urusan penting, maka dia tidak bisa memikirkan telalu
lama, diapun lalu memacu kudanya keluar kota.
Perumahan Ho-gu tidak jauh dari Lam-tai, tapi Sin-hiong harus
melewati beberapa bukit dulu, hujan dan angin begitu besar,
sehingga perjalanannya mendapat kesulitan.
Tapi, di dalam hati Sin-hiong bukan saja sedikit pun tidak
mengeluh, malah dia bertambah gelisah, ingin secepatnya sampai di
tempat tujuan, supaya bisa menolong nyawanya marga Tiong itu.
Dia terus memacu kudanya ke depan, bajunya sudah basah
kuyup, tubuh bawahnya juga sudah kotor oleh jipratan lumpur,
ketika dia mengangkat kepala, terlihat di kejauhan ada sebuah sinar
lampu.
Sin-hiong tidak pikir panjang, kedua kakinya menjepit perut kuda,
berlari ke arah sinar lampu.
Setelah dekat, di depannya ternyata dihadang oleh sungai yang
airnya jernih, ada bayangan hitam berlapis-lapis, tampak jika bukan
sebuah perumahan tentu sebuah kota, tapi keadaan terasa aneh, di
tempat ini kecuali dipuncaknya ada sinar lampu kuning, yang
lainnya setitik sinar pun tidak ada!
Sungai ini lebarnya sekitar enam tujuh tombak, untuk dia jika
ingin meloncat menyeberangnya tidak menjadi halangan, tapi tidak
untuk kudanya, dia melihat lihat ke sekeliling, lalu berjalan
menyusuri sungai.
Sampai di satu tempat yang sungainya menyempit, Sin-hiong
berpikir akan meloncat menyeberangi berikut kudanya.
Baru saja kaki depan kudanya menginjak tanah, mendadak di
kegelapan ada orang sambil menghela nafas, berkata pelan:
"Hay, hujan begitu lebarnya, apakah kalian juga tidak mau
melepaskan dia?"
Suara ini terdengar sangat tua, Sin-hiong yang mendengar, tidak
tahan jadi terkejut lalu bertanya:
"Mohon tanya, apakah disini perumahan Ho-gu?"
Setelah orang yang berada di dalam kegelapan berbicara, dia
tidak mengeluarkan suara lagi, ter-dengar dari kejauhan ada suara
"Ssst!", satu bayangan orang laksana burung terbang datang
mendekat dan berteriak:
"Bu, siapa yang datang?"
Suara tua tadi berkata:
"Entah, tapi pada saat ini jika ada orang yang datang kemari,
pasti tidak berniat baik?"
Nada suaranya sangat dalam, Sin-hiong sedikit terhentak lalu
berteriak:
"Cayhe Sen Sin-hiong, sengaja datang untuk berkunjung pada
ketua perumahan Tiong!"
Baru saja dia selesai bicara, satu bayangan orang sudah datang
menerjang dan berkata dingin:
"Terima kasih, buat apa anda banyak hormat?"
Setelah berkata, setitik sinar perak melesat menusuk Sin-hiong!
Hujan masih turun, dua orang di kegelapan itu tidak mengaku
juga tidak membantahnya, Sin-hiong tidak tahu harus berbuat
bagaimana, sedangkan orang ini sudah menusukan pedangnya,
maka dia menarik tali kekang kudanya menghindar tusukan pedang
dan berkata lagi:
"Mohon tanya apakah ketua perumahan Tiong tinggal disini?"
Orang itu berkata marah:
"Kalau betul bagaimana, kalau bukan bagai-mana pula?"
Habis berkata, dia kembali menusukan pedangnya!
Dalam sekejap, otak Sin-hiong sudah berputar beberapa kali, di
dalam hati berkata: 'Apakah aku salah jalan?'
Dia tidak bergerak di atas kudanya, hanya tangan kanan
dilintangkan, menghantam dan berteriak:
"Saudara sembarangan menyerang orang, apa keinginanmu
sebenarnya?"
Tusukan pedang orang itu sangat cepat, tapi Sin-hiong lebih
cepat lagi, saat angin pukulannya menyapu melintang, hampir saja
menggetarkan pedang orang itu terlepas dari pegangannya.
Orang itu sangat terkejut, segera membalikan pergelangan
tangannya, terdengar suara tua dari kegelapan berteriak:
"Lam-hwan mundur!"
Begitu suaranya terdengar orangnya sudah datang, angin
pukulan menerjang punggung Sin-hiong!
Tadi Sin-hiong belum menggunakan seluruh tenaganya, saat
suara tua itu muncul dan mendadak menyerang, dia segera menarik
serangannya, bertahan tapi tidak membalas menyerang, dengan
nada dalam dia berkata:
"Orang tua, boleh tahu nama besar anda?"
Sambil berkata, dia menarik kudanya ke sisi, dengan mudah
menghindar serangan lawannya!
Orang yang menyerang itu adalah seorang nyonya tua itu,
setelah terhenti sejenak, dengan suara gemetar berkata:
"Kalian selain telah membunuhnya, masih mau menyelidik
keluarga dan namaku, apakah kalian ingin membunuh seluruh
keluarga sampai keakar-akarnya?"
Saat ini hujan sudah sedikit mereda, Sin-hiong mengusap air di
wajahnya, dengan perasaan tidak mengerti berkata:
"Aku hanya ingin tahu benar tidak ketua perumahan Tiong
tinggal disini, kalian berdua tidak mau memberitahu, ya sudah."
Setelah berkata, dia membalikan tubuh dan pergi, mendadak di
belakang tubuh terdengar suara "Ssst ssst!", sekejap terlihat ada
lima enam bayangan orang dengan cepat berlari mendatangi.
Melihat itu nyonya tua buru-buru berkata:
"Anak Hwan cepat sembunyi, biar aku sendiri yang
menghadapinya!"
Pemuda yang dipanggil anak Hwan itu berteriak:
"Ibu, mana bisa begitu, aku tidak bisa meninggalkan kau
sendirian menghadapi bahaya besar ini!"
Tadinya Sin-hiong tidak tahu apa yang terjadi disini, tapi setelah
mendengar perbincangan ibu dan anak mi, di dalam hati merasa
terharu, maka dia menawarkan diri, katanya:
"Kalian berdua silahkan bersembunyi, biar aku yang
menghadapinya."
Nyonya tua itu merasa ragu-ragu, melihat dia sekali, dengan
terkejut bertanya:
"Kau bukan sekelompok dengan mereka?"
Sin-hiong menggelengkan kepala dan balik bertanya:
"Lalu kalian ini dari kelompok mana?" Nyonya tua itu masih ingin
bicara, tapi lima enam bayangan orang di belakang sudah muncul!
Sin-hiong melihat, mengenali diantara lima enam orang itu, tiga
orang diantaranya adalah ketua hio dari Poan-liong-pang yaitu
Seng-si-poan Kang-ceng dan kawan-kawannya, tapi tiga orang
lainnya tidak dikenal.
Dari kejauhan Ang-sat-ciang Lai-cen sudah melihat Sin-hiong
duduk diatas kuda maka dia berteriak:
"Bagus sekali, Kim-kau-kiam-khek juga ada disini!"
Tidak masalah dia mengatakan ini, tapi nyonya tua dan pemuda
itu yang ada di samping Sin-hiong, mereka mendengarnya jadi
tergetar, nyonya tua itu tidak bisa bertahan lagi dengan suara
gemetar berkata:
"Enghiong ini Kim-kau-tayhiap yang muncul belum lama ini?"
Sin-hiong tertawa dan berkata:
"Terima kasih, orang tua, benarkah ketua perumahan Tiong
tinggal disini?"
Nyonya tua itu menghela nafas berkata:
"Jika tahu dari tadi yang datang ini adalah Kim-kau-kiam-khek,
apa lagi yang tidak bisa dikata-kan oleh kami, sekarang walau masih
hujan, tapi tidak lama lagi hari akan terang."
Kata-katanya bermakna dalam, tapi siapa pun yang
mendengarnya, jadi tahu apa arti kata-katanya itu, setelah nyonya
tua itu berkata, kembali berkata pada Seng-si-poan Kang-ceng:
"Kang-tayhiap, semasa hidupnya Hong-kun tidak pernah
melakukan kesalahan pada teman-teman dunia persilatan, ketua
perkumpulan anda selain telah membunuhnya, masih menyuruh
orang beberapa kali datang mengganggu, apakah ingin membunuh
semua orang sampai keakar-akarnya?"
Seng-si-poan tidak bisa menjawab, tapi Sin-hiong yang
mendengarnya, tidak tahan jadi tergetar keras, dengan keras tanya:
"Orang tua, apakah ketua perumahan Tiong sudah meninggal
dunia?"
Nyonya tua dengan sedih menganggukkan kepala:
"Dia sudah meninggal kemarin, walaupun kedatangan Tayhiap
terlambat, tapi masih bisa menyelamatkan seluruh keluargaku, jika
Hong-kun mengetahui di alam sana, tentu bisa tersenyum menutup
matanya."
Mendengar ini Sin-hiong jadi merasa kesal sambil menghela
nafas berkata:
"Hay...! Salahku datang terlambat selangkah, ini sudah nasib!"
Nyonya tua itu tidak mengerti apa maksud kata-katanya, hingga
bertanya:
"Aku tidak mengerti apa maksud perkataan Kim-kau-tayhiap?"
Sin-hiong melihat kekiri kanan lalu berkata:
"Sekarang aku tidak sempat menjelaskannya, biar aku usir dulu
mereka."
Setelah berkata, dia meloncat turun, lalu maju ke depan dan
mengeluarkan Kim-kau-po-kiam dari dalam gitar kuno sambil
membentak:
"Kenapa kalian masih bengong? Jika tidak mau segera pergi,
maka aku akan mengusir kalian."
Selama ini tindakan dia selalu tenang, hanya malam ini dia
bertindak tegas dan cepat, enam orang di belakang rubuhnya
adalah enam ketua hio dari Poan-liong-pang, enam orang ini
walaupun sama-sama menduduki jabatan penting di dalam
perkumpulan itu, tapi enam orang ini selama ini tidak pernah
bertugas bersama-sama, perihal bersama-sama mengeroyok orang,
mungkin itu tidak pernah terjadi.
Tapi kejadian malam ini justru aneh, entah disebabkan oleh apa,
hari ini bukan saja mereka berjalan bersama-sama, malah tanpa
berdiskusi lagi, ke enam orang ketua hio itu sudah bersiap-siap
mengeroyok Sin-hiong.
Nyonya tua yang ada di pinggir sangat cemas dan berteriak:
"Sen-tayhiap, apa anda sanggup melawan-nya?"
Sin-hiong tersenyum dan berkata: "Tidak apa-apa, anda berdiri
saja di pinggir dan menonton."
Tiga ketua hio dari ruang luar Poan-liong-pang, salah satunya
adalah Cauw Li-kun dari gunung Ngo-cie (lima jari) di Lam-hai (laut
selatan), orang ini bertubuh kecil pendek, menggunakan sepasang
Poan-koan-pit, tapi ilmu silatnya berbeda dengan ilmu silat dari
dunia persilatan Tionggoan, julukannya adalah Hai-sang-kui-seng
(Kura-kura di atas laut), satu lainnya namanya Huang-ho-siang-jin
(Pendeta bangau kuming) Huang-seng, kesukaannya memakai baju
kuning, di tangannya memegang sebuah kipas berdaun besar, ilmu
silat menotok jalan darah, bisa dikatakan dia adalah salah satu
orang hebat di dunia persilatan, orang yang kurus tinggi yang
berdiri disisi Seng-si-poan, adalah pesilat tinggi dari perguruan
pedang Thian-lam, julukannya Kiam-cen-lam-thian (Pedang yang
menggetarkan langit selatan) Nie Tai seng, tiga orang ini datang
dari ber-bagai daerah, tapi sepanjang hidupnya jarang sekali
menemukan lawan yang seimbang?
Begitu Sin-hiong mendesak ke depan, enam orang pesilat tinggi
ini malah mundur selangkah!
Seng Ki-ho menggoyangkan pipa rokoknya dua kali dan berkata:
"Kau tidak perlu bangga dulu, aku tanya padamu, apakah kau
pernah pergi ke kuil Siauw-lim?"
"Benar!" angguk Sin-hiong.
Wajah keenam orang ini berubah, Cauw Li-kun menggoyangkan
Poan-koan-pit nya dan berteriak:
"Jika tiga tetua Siauw-lim saja kalah olehmu, maka kami tidak
malu mengeroyokmu?"
Kata-katanya seperti ditujukan pada teman-temannya, begitu
ucapannya keluar, hawa di sekeliling jadi semakin tegang, Huang-
ho-siang-jin bergerak, sambil menggerak-gerakan kipasnya, tertawa
dingin:
"Betul atau tidak, harus kami uji dulu!"
Tubuh Sin-hiong belum bergerak, lengan kirinya memotong
sambil menghantam dengan santai!
Siapa sangka gerakan Huang-ho-siang-jin yang terlihat jelas-jelas
ke arah kiri, di tengah jalan, mendadak bembah jadi menyerang
Kian-keng-hiat di bahu kanan Sin-hiong!
Sin-hiong sedikit tertegun lalu sambil tertawa dingin berkata:
"Rupanya gerakan sesat!"
"Huut!" lengan kirinya datang menggulung, menjulurkan lima jari
dengan cepat mencengkram pedang Huang-ho-siang-jin.
Huang-ho-siang-jin merasa ada angin keras menyerang, baru
saja mau merubah jurusnya, Kiam-cen-thian-lam Nie Tai-seng yang
ada di belakang sudah membentak, menyerang dengan pedangnya!
Sin-hiong tersenyum dan berkata:
"Empat orang lagi yang di sana sekalian saja maju bersama."
Kim-kau-po-kiam dengan dahsyat disabetkan, langsung
menyerang ke dua orang itu! Kecepatan jurusnya, sungguh sulit
dibayang-kan, belum sempat telapak tangan Huang-ho-siang-jin
ditarik kembali, dan serangan pedang Kiam-cen-thian-lam baru
sampai di tengah jalan, pedang Sin-hiong seperti kilat sudah
mendahuluinya!
Kedua orang itu sangat terkejut, pada saat ini, tiba-tiba empat
orang yang ada di belakang bersama-sama bergerak, terdengar
suara angin menderu-deru, ternyata empat orang inipun masing-
masing sudah menyerang satu jurus!
"Begini baru betul!" kata Sin-hiong tertawa.
Dia memutar pedangnya, menusuk kearah Seng-si-poan yang
paling dekat jaraknya.
Kang-ceng mendengus dingin, dia menangkis dengan Poan-koan-
pit di tangannya, tapi Sin-hiong sudah menarik kembali tangannya,
ketika pedangnya berputar, telah menggulung ke dalam gulungan
pedang dari kanan ke kiri Lai-cen, Cauw Li-kun, Seng Ki-ho, Kiam-
cen-thian-lam empat orang itu.
Nyonya tua yang berdiri di pinggir, melihat jurus pedang Sin-
hiong begitu hebat, tidak tahan sambil menghela nafas berkata:
"Hay! Sungguh tidak percuma julukan Kim-kau-kiam-khek!"
Ke enam orang ketua hio dari Poan-liong-pang itu adalah orang-
orang pilihan di dunia persilatan, tidak di duga walaupun enam
orang itu sudah mengeroyok seorang lawannya, bukan saja mereka
tidak mendapat keuntungan sedikitpun, malah sebalik nya hanya
mampu bertahan saja, dalam hati ke enam orang ini tidak bisa
menerimanya, maka dengan berteriak keras, mereka sekuat tenaga
menyerang dua tiga jurus, ingin membalikkan keadaan.
Saat ini hujan angin sudah berhenti, awan tebal di langit disinari
sinar bulan sabit, di atas tanah keadaan agak terang, dan bisa
dilihat dengan jelas, wajah nyonya tua dan anaknya terlihat kejang-
kejang.
Pemuda itu dengan suara gemetar bertanya
"Ibu, apakah kita harus membantu dia?"
Nyonya tua itu menghela nafas, menggelengkan kepala dan
berkata:
"Tidak perlu, tiga tetua Siauw-lim pun bukan lawannya, enam
orang ini tidak ada artinya bagi dia?"
Nada bicaranya penuh dengan keyakinan, hanya saja, setelah
perkataannya selesai, terdengar suara "Paak!", sinar perak yang
menyilaukan mata menerjang ke langit, dan terdengar Sin-hiong
tertawa:
"Maaf!"
Lalu terlihat bayangan orang berkelebat, tubuh Kiam-cen-thian-
lam sempoyongan mundur ke belakang sampai tiga langkah baru
bisa berhenti, wajahnya terkejut bengong memandang Sin-hiong.
Ternyata dalam jurus tadi, enam pesilat tinggi dari Poan-liong-
pang telah mengerahkan seluruh kemampuannya, Sin-hiong pun
tidak mau menghabis-kan waktu terlalu banyak, mengambil
kesempatan enam orang itu menyerang mengerahkan seluruh
tenaganya, dia berkelebat ke sisi tubuh Cauw Li-kun, baru saja
Poan-koan-pit Cauw Li-kun ingin menusuk, Sin-hiong sudah
menyerang duluan, dia merubah jurusnya, sepasang tangan
berturut-turut menotok sebanyak enam jurus!
Sin-hiong tertawa dingin, dia menggetarkan pedang pusakanya,
dengan jurus Swat-san-ceng-cui (Gunung es berwarna hijau tua) dia
ingin membunuh Cauw Li-kun, tapi Cauw Li-kun pintar melihat
gelagat, tubuhnya segera bergerak ke pinggir, saat itu Kiam-cen-
thian-lam bertepatan masuk, membuat dua hawa pedang seperti
berbelit, Nie Tai-seng hanya merasakan tangannya jadi ringan,
tahu-tahu pedangnya sudah terlontar ke atas langit, dan dia
terdorong mundur tiga langkah ke belakang!
Setelah usaha Sin-hiong berhasil, maka jurus pedangnya semakin
dahsyat, sorot matanya menyapu ke arah Cauw Li-kun, sambil
tertawa berkata:
"Sekarang giliranmu!"
Satu lagi serangan dahsyat dari jurus Kim-kau-po-kiam kembali
menyerang, Cauw Li-kun terkejut, Poan-koan-pit di tangan
kanannya membabat seperti pedang, sedangkan yang di tangan kiri
diputar, dalam satu jurus membuat dua dua gerakan perubahan
semua mengarah pada jalan darah mematikan di depan dada Sin-
hiong!
Saat itu Seng-si-poan dan temannya yang ada di samping,
melihat Kiam-cen-thian-lam sudah kalah, dan Hai-sang-kui-seng
berada dalam keadaan bahaya, tanpa banyak berpikir lagi empat
orang itu datang menyerang dari empat arah yang berbeda.
Walaupun Sin-hiong diserang dari empat arah, tapi dia masih
tetap tenang, Kim-kau-po-kiam nya mendongkel ke belakang,
segera saja Seng-si-poan berempat melihat sejalur sinar perak yang
menyilau-kan mata, mereka jadi menghentikan serangannya
sejenak, pada saat ini, dia sudah menarik kembali pedangnya, satu
kilatan sinar dingin datang meng-gulung ke arah Cauw Li-kun!
Cauw Li-kun terkejut, dia segera menghindar ke belakang, tapi
Sin-hiong sudah datang menempel-nya, tenaga di pergelangan
tangan bertambah kuat, sinar pedang laksana pelangi sudah
menggulung:
"Lepas!"
Dalam keadaan terkejut Cauw Li-kun mendengus sekali, dengan
cepat menotokan Poan-koan-pit nya, sambil berteriak:
"Tidak bisa!"
Jurusnya menunjukan ingin mati bersama-sama, dia tidak peduli
pedang Sin-hiong yang ingin memotong sepasang pergelangan
tangannya, sepasang penanya tetap menyerang jalan darah
kematian Sin-hiong!
Sin-hiong tertawa dingin, begitu mengangkat kepala, wajahnya
sudah timbul hawa membunuh, pada saat ini, dari kejauhan tiba-
tiba muncul lagi dua bayangan orang!
Gerakan kedua orang itu sangat cepat, sambil berlari, tertawa
keras dan berkata:
"He he he, dunia ini kecil sekali, saudara Lim, kita bertemu lagi
dengan Kim-kau-kiam-khek!"
Mendengar suara orang ini, ternyata ketua Poan-liong-pang
sudah tiba bersama dengan ketua Kai-pang, setelah terdengar
suaranya, kedua orang itu sudah tiba di lapangan, Sin-hiong
melihat, benar saja kedua orang itu adalah Lim Tai-goan dan Ciu
Kiu-kun.
Tangan Ciu Kiu-kun sedang mengempit seorang anak muda,
nyonya tua yang saat ini berdiri di pinggir, begitu melihat tidak
tahan berteriak marah:
"Ciu Kiu-kun, kau menangkap anakku, apa kau mau
mengancam?"
Ciu Kiu-kun tertawa keras lalu berkata:
"Dugaan nyonya sedikit pun tidak salah!"
Habis berkata, sorot matanya beralih kepada Sin-hiong dan
berkata lagi:
"Sen-tayhiap, malam ini bulannya terang dan tidak ada angin,
sungguh cuaca yang bagus sekali, anda telah dua kali mengganggu
urusanku, terpaksa aku membuat kau tidur selamanya disini"
Kata-kata ini bukanlah kata-kata yang menggertak, keadaan di
depan mata sangat jelas, jika dihitung jumlahnya, dia dan Lim Tai-
goan mereka sekarang ada delapan orang, walaupun kemampuan
Sin-hiong setinggi langit, mungkin tidak akan mampu melawan
keroyokan delapan orang ini?
Nyonya tua itu merasa sangat gelisah melihat anaknya sudah
ditangkap, setelah mendengar kata-katanya ketua Poan-liong-pang,
hatinya jadi merasa lebih berat, diam-diam dia berkata pada dirinya:
"Kelihatannya mereka mau mengeroyok dan membunuh Kim-
kau-kiam-khek, ke delapan orang ini tidak ada satu pun yang bukan
pesilat top dunia persilatan, mungkin Kim-kau-kiam-khek masih
mampu menghadapi enam orang tadi, sekarang setelah ditambah
Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan, Kim-kau-kiam-khek pasti bukan
lawan mereka!"
Setelah nyonya tua itu berpikir, keringat dingin di punggungnya
juga mulai bercucuran.
-oo0dw0oo-
BAB 6
Rasa setia kawan yang besar
Terhormat dan menakutkan
Sin-hiong menyentil gitar kuno nya, terdengar "Tung!" suara gitar
belum hilang dia sudah berkata:
"Perbuatan ketua perumahan Tiong semasa hidupnya cukup baik,
tapi orang telah membunuh dia, bahkan tidak mau melepaskan
istrinya yang sudah tua, hemm.... jika aku tidak melibatkan diri pada
masalah iin mungkin langit pun tidak bisa menerimanya."
Kata-kata ini dikeluarkan dengan blak-blakan dan penuh
semangat, siapapun yang mendengarnya judi tergerak hatinya.
Nyonya tua sampai menangis mendengarnya dengan penuh
terima kasih, berteriak gemetar:
"Sen-tayhiap, aku tidak tahu harus bagaimana berterima kasih
padamu?"
"Nenek, aku masih belum mengusir para penjahat ini?" kata Sin-
hiong.
Mata ketua Poan-liong-pang Ciu Kiu-kun menyapu kawan-
kawabnya, lalu berteriak:
"Saudara Lim, kau dulu yang maju atau aku?"
Ciu Kiu-kun sangat licik dan dingin, dia mendengar Sin-hiong
telah mengatakan pendiriannya, sedangkan enam orang anak
buahnya sudah tampak goyah, maka dia langsung berkata
demikian.
Walaupun sifat Lim Tai-goan penuh siasat, hanya karena dia
ingin sekali memiliki Ho-siu-oh yang berusia ribuan tahun, makanya
tanpa sadar, dia membiarkan dirinya dikendalikan oleh Ciu Kiu-kun.
Ketua Kai-pang menggerakan tongkat di tangannya sambil
tertawa berkata:
"Siapa dulu yang maju, sama saja!"
Setelah berkata, selangkah demi selangkah dia maju ke hadapan
Sin-hiong.
Walau pun Sin-hiong masih tetap terlihat tenang-tanang, tapi di
dalam hatinya, dia' tidak bisa tidak harus memperhitungkan terlebih
dulu, dengan cara apa mengusir delapan orang pesilat tinggi di
depan mata ini?
Hati dia terus menyebut:
'Delapan orang, delapan orang, hmmm...! Bagaimana sebaiknya
aku mengusir kedua ketua ini!"
Ketika berpikir, tubuhnya bergerak ke arah kanan, tepat
menghadang di tengah-tengah antara Lim Tai-goan dan Ciu Kiu-
kun, juga berada di depan nyonya tua itu, berjaga-jaga apabila
lawannya mendadak menyerang dia.
Nyonya tua inipun seorang yang ber-pengalaman di dunia
persilatan, gerak-gerik Sin-hiong tidak bisa mengelabui matanya,
setua ini hidupnya, belum pernah dia bertemu dengan seseorang
yang keteguhannya begitu besar dalam membela kebenaran seperti
Sin-hiong.
Keadaan malam hari itu terasa sangat tenang sekali, tapi di
dalam ketenangan nya ditutupi hawa pembunuhan.
Ciu Kiu-kun pelan-pelan mendekati Sin-hiong, begitu Ciu Kiu-kun
bergerak, enam ketua hio di belakangnya juga ikut bersiap-siap
mengeroyok Sin-hiong.
Nyonya tua yang berada dibelakang Sin-hiong merasa gelisah
dan berteriak: "Sen-tayhiap......"
Sin-hiong menghela nafas, pedang di tangan-nya diayunkan,
sambil membusungkan dada menyahut:
"Nenek tenang saja, ini hanya menambah sedikit kerepotan
bagiku!"
Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua masih berjarak tiga tombak
lebih dari Sin-hiong, tapi begitu Sin-hiong mengangkat pedangnya,
dia sekaligus menyerang kedua orang itu!
Lim Tai-goan mendengus, tongkat bambu hijau digerakan
melintang teriaknya:
"Saudara Ciu, siapa yang berhasil lebih dulu, maka dia yang akan
mendapat lebih satu bagian, bagaimana?"
Kiu Bun-liong menggetarkan pedang pusaka-nya menusuk,
"Ssst!" sambil tertawa berkata:
"Baik!"
Kedua orang itu malah menganggap Sin-hiong adalah objek
pembagian barang jarahan, masing-masing menyerang saru jurus,
terdengar suara pedang membelah angin sangat mengerikan,
kekejaman jurusnya sulit dibayangkan.
Sin-hiong tidak tergesa-gesa, sorot matanya mencuri pandang,
melihat enam orang lainnya dari Poan-liong-pang juga bersiap-siap
menyerang, Sin-hiong menggetarkan pedangnya, di ujung pedang
mendadak keluar dua kuntum bunga perak, sambil tertawa berkata:
"Berebut siapa lebih dulu, itulah watak sebenarnya generasi kita!"
Setelah mengeluarkan jurus pertama, langsung diikuti dengan
jurus kedua, kecepatan gerakannya, membuat orang yang
melihatnya seperti masih belum berganti jurus yang pertama!
Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua menyerang saru jurus,
tidak diduga masih bisa di ungguli oleh Sin-hiong pada gerakan
kedua, sebagai ketua sebuah perkumpulan, wajahnya mereka
menjadi merah.
Lim Tai-goan menggerakan tongkat bambu hijaunya membentuk
putaran angin keras, berteriak:
"Saudara Ciu, jika begini terus kita sungguh malu?"
Hati Ciu Kiu-kun pun tentu saja merasa tidak enak dia menyahut:
"Betul, mari kita coba lagi beberapa jurus, lihat hasilnya!"
Ketika berkata, kedua orang itu sudah hampir menyerang
sebanyak tujuh delapan jurus!
Kali ini, kedua orang itu menyerang dengan sekuat tenaga,
kedahsyatannya dibandingkan dengan sebelumnya, entah lebih
dahsyat beberapa kali lipat?
Ketua Poan-liong-pang Ciu Kiu-kun pernah bertarung dengan Sin-
hiong, sedangkan Lim Tai-goan belum pernah, tapi di dalam hati dia
sangat jelas bagaimana kepandaian Sin-hiong, walaupun kedua
orang itu berteriak-teriak, tapi mereka sedikit pun tidak berani
lengah.
Di antara enam orang Poan-liong-pang, hampir semuanya sudah
pernah dikalahkan oleh Sin-hiong, saat menyaksikan Ciu Kiu-kun
dan Lim Tai-goan berdua juga tidak bisa mengalahkannya, keenam
orang itu diam-diam maju bergabung!
Dalam sekejap, hawa pedang menerjang langit, angin serangan
beratnya seperti gunung, delapan orang itu mengeroyok Sin-hiong
seorang, walaupun ilmu silat Sin-hiong sangat hebat, terpaksa dia
mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghadapi mereka.
Sambil bertarung diam-diam Sin-hiong berpikir:
'Jika bertarung seperti ini, entah sampai kapan baru bisa selesai'
dia mengerutkan alis, pedangnya mengeluarkan jurus yang dahsyat
menyerang Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan. Dia sudah mengambil
keputusan, menangkap penjahat tangkap dulu rajanya, maka begitu
jurus dahsyatnya keluar, ternyata menunjukan hasilnya.
Karena rasa gentar enam pesilat tinggi dari Poan-liong-pang
terhadap Sin-hiong masih belum hilang, Sin-hiong menggunakan
kesempatan sekecil ini, sebisanya menyerang tujuh delapan tusukan
pedang pada Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan berdua!
Ilmu pedang Sin-hiong sangat hebat, sejurus demi sejurus
dikeluarkan dengan sangat cepat, walaupun Qiu Kiu-kun dan Lim
Tai-goan pesilat tinggi yang jarang ada tandingannya, mereka tidak
bisa mengembangkan permainannya, ujung pedang Sin-hiong
terlalu cepat, kecepatan dan kedahsyatannya sudah sampai tingkat
susah diukur!
Seng-si-poan Kang-ceng dan kawan-kawannya melihat keadaan
itu, wajahnya jadi berubah, buru-buru ke enam orang itu
menyerang, maka Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan terlepas dari
bahaya, walau demikian, wajah Qiu Kiu-kun dan Lim Tai-goan sudah
terlihat gentar dan berubah warnanya.
Setelah mundur ke dua orang itu, setelah lalu maju kembali,
masing-masing mengerahkan seluruh kemampuannya, bersama
sama dengan enam orang anak buahnya menyerang Sin-hiong,
tampaknya, malam ini jika mereka tidak membunuh Sin-hiong tidak
akan berhenti.
Sembilan orang di lapangan semakin bertarung semakin seru,
semakin bertarung semakin cepat, sampai hampir membuat langit
dan bumi juga berubah warna karenanya.
Nyonya tua dan putranya berdiri di ginggir, seumur hidupnya
belum pernah dia menyaksikan pertarungan seramai ini, nafas
kedua orang ini jadi sesak, pemuda itu dengan suara gemetar
berkata:
"Ibu, apakah kita harus membantu Sen-tayhiap?"
Mereka berdua sadar walau mereka maju membantu juga tidak
ada gunanya, tapi karena melihat seluruh bayangan Sin-hiong
tertutup rapat oleh bayangan pedang dan telapak tangan delapan
orang itu, maka dia mengatakan ini.
Nyonya tua itu melihat sejenak, tidak tahan sambil mengeluh
panjang berkata:
"Ah... walaupun kita ingin membantunya, juga tidak tahu
bagaimana caranya!"
Baru saja dia selesai berkata, mendadak dari kejauhan ada suara
yang pelan sekali terdengar, suara ini terdengar seperti suara
seruling, tapi setelah di teliti, sepertinya bukan seruling, suaranya
begitu pelan, tapi bisa menembus kesiuran pedang dan tongkat,
masuk ke dalam telinga semua orang, kehebatan tenaga dalam
orang ini, sudah bisa dibayangkan.
Ciu Kiu-kun yang pertama mendengar, lalu Lim Tai-goan juga
mendengarnya, diikuti Kang-ceng, Cauw Li-kun dan kawan-kawan
mendengarnya, setelah semua orang mendengarnya, tidak satu pun
wajahnya yang tidak berubah besar!
Nyonya tua pun ikut mendengar, tidak tahan dia berteriak:
"Ketua pulau Teratai!" kata-kata ini entah mengandung berapa
besar kekuatannya.
Lim Tai-goan menyapukan tongkat, berteriak:
"Pusaka apa pun aku sudah tidak mau lagi, selamat tinggal!"
Setelah berkata begitu, dia langsung mundur ke belakang dan
secepatnya meloncat pergi meng-hilang entah kemana!
Kiu Bun-liong Ciu Kiu-kun pun tidak mau membuang waktu,
sambil bersiul dia berkata:
"Ayo kita cepat pergi, jangan sampai bertemu dengan orang
aneh ini!"
Saat berkata, bekerja sama dengan ke enam ketua hio
menyerang saru jurus, lalu tujuh bayangan orang itu berkelebat
langsung mundur ke belakang dalam sekejap sudah menghilang
entah kemana.
Sin-hiong tidak mengejar, tapi dia jadi bengong oleh kejadian di
depan matanya.
Sebelumnya, ketika di dalam kuil Koan-ti yang tidak terpakai, dia
pernah menyaksikan wajah ketakutan Hek-ho Souw Cian dan Cap-
poh-tui-hun ketika membicarakan ketua pulau Teratai ini, dan masih
ada lagi perkataan Sai Hoa-to Ong Leng di dalam penginapan itu,
saat ini dia melihat lagi keadaan seperti ini, dia sadar kata-kata
mereka tidak berbohong, ketinggian ilmu silat ketua pulau Teratai
ini, sudah sampai tingkat yang menakutkan orang!
Saat ini, suara aneh itu sudah semakin keras, tapi tidak lama
mendadak berhenti, terdengar seseorang berkata dingin:
"Hey! Siapa disiru?"
Nyonya tua itu merapihkan baju, dengan hormat sekali
menjawab:
"Aku Te Gouw-nio, istri mendiang Tiong Hong-kun, dan ini
putraku Tiong Yang-hoa, tidak tahu ketua pulau datang berkunjung,
mohon seribu maaf."
Sin-hiong berdiri di samping, diam-diam mengerutkan alis,
hatinya berpikir:
'Siapa sebenarnya ketua pulau Teratai ini, ada sebagian orang
hanya mendengar nama besar nya saja sudah ketakutan dan cepat-
cepat menghindar, seperti Ciu Kiu-kun dan Lim Tai-goan pesilat
tinggi ini, hanya mendengar suaranya saja, belum melihat orangnya,
sudah ketakutan pergi meninggalkan tempat, sekarang Te Gouw-nio
berkata begitu hormat, aku malah ingin mengenal dia, melihat
apakah dia ini seorang yang berkepala tiga berlengan enam?'
Ketika sedang berpikir, baru saja mau memperkenalkan
namanya, di sudut matanya terlihat nyonya tua yang bernama Te
Gouw-nio itu sedang memberi isyarat mata, terpaksa dia menahan
diri, cepat-cepat menelan kembali kata-kata yang akan keluar dari
mulutnya.
Setelah Ketua pulau Teratai mendengar ini kembali berkata:
"Apakah kalian telah melihat anakku Lan-ji?"
Te Gouw-nio tersentak sejenak, dengan suara gemetar berkata:
"Yang anda maksud Ang-ie-li-hiap (Pendekar wanita Baju
Merah)? Kami belum melihatnya!"
Sin-hiong sedikit terkejut, dalam hatinya berkata, 'bukankah nona
Baju Merah itu sudah kembali ke pulau Teratai?
Sin-hiong jadi sangat gelisah, sebab Cui-giok ada di tangan nona
Baju Merah itu, jika dia sendiri juga tidak tahu dia dimana,
bagaimana dengan keselamatan Cui-giok? Bukankah itu membuat
orang jadi khawatir.
Setelah ketua pulau Teratai berkata, hanya terdengar suara aneh
yang pelan lalu menjauh, walau dikatakan 'pelan' tapi dalam sekejap
sudah sejauh sepuluh tombak lebih!
Sejak turun gunung belum pernah Sin-hiong bertemu lawan yang
sepadan, sekarang setelah bertemu dengan ketua pulau Teratai
yang namanya menaklukan dunia, melihat kejadian yang barusan
terjadi, dia merasa kata-kata Sai Hoa-to Ong Leng di penginapan
sedikit pun tidak berlebihan.
Dia terbengong sejenak, mendadak Te Gouw-nio bersuara "Iiih!"
dan terkejut berkata:
"Nona Lim, ayahmu baru saja mencari kau!"
Sin-hiong membalikan rubuh, terlihat seorang nona berbaju
merah yang dulu dia lihat, dari kejauhan sedang datang
menghampiri.
Kali ini nona berbaju merah datang seorang diri, setelah dia
mendekat, mengedipkan matanya pada Sin-hiong dan berkata:
"Pelan sedikit, ayah ku sangat pintar!"
Wajahnya ketika berkata terlihat sangat nakal, setelah berkata
dia mengangkat angkat bahunya, menjulurkan tangannya pada Sin-
hiong dan berkata:
"Berikan!"
"Berikan...apa?" tanya Sin-hiong tertegun.
Nona berbaju merah tertawa dan berkata:
"Kau bisa membohongi orang lain, tapi tidak bisa membohongi
aku, mana Ho-siu-oh yang berusia ribuan tahun itu?"
Sin-hiong tergetar, katanya:
"Barang itu untuk menyelamatkan orang, untuk apa nona
menginginkan barang itu?"
"Penyakit nona Sun masih belum sembuh, barang yang berhasil
kau dapatkan, jika bukan untuk dia untuk siapa lagi?"
Mendengar dia menyebut Sun Cui-giok, otaknya terpikir
bayangan Ho Koan-beng, tidak tahan dia menghela nafas panjang,
sorot matanya pindah pada nona berbaju merah itu dan berkata:
"Jauh-jauh aku datang kesini, tadinya ingin menggunakan Ho-
siu-oh ini menyelamatkan nyawa-nya ketua perumahan Tiong, tidak
terduga terlambat satu langkah!"
Berkata sampai disini dia berhenti sejenak, lanjutnya:
"Tapi, ketika aku mendapatkan Ho-siu-oh ini, juga bertemu
dengan seseorang, apakah nona tahu siapa orangnya?"
Selama hidupnya nona berbaju merah sudah biasa dimanja,
melihat Sin-hiong bicaranya tidak terus terang, dia sudah tidak
sabaran lagi, lalu berkata:
"Kau seorang laki-laki sejati, tapi bicaranya berbelit-belit,
sungguh membuat orang jadi kesal!"
Sin-hiong memotong:
"Orang ini ada hubungan erat dengan nona Sun, walau kau
berniat baik pada nona Sun, tapi mungkin orang lain tidak mau
menerimanya."
Nona berbaju merah mengerutkan alis sambil tertawa dingin
berkata:
"Siapa orangnya tidak terima?" Sin-hiong menghela nafas:
"Kukatakan juga nona tidak tahu, lebih baik kau sendiri saja
tanyakan pada nona Sun." Habis bicara, pelan-pelan berjalan
mendekati Te Gouw-nio dua langkah, Te Gouw-nio menarik pemuda
di sisinya berjalan mendekati, ibu dan anak ini tidak berkata sepatah
kata pun, langsung bersujud pada Sin-hiong.
Sin-hiong terkejut sekali dan bertanya:
"Orang tua, kalian ini mau apa?"
Te Gouw-nio tidak mempedulikan, berkata:
"Walaupun aku kehilangan seorang anak, tapi itu tidak masalah."
Sin-hiong buru-buru maju mau mengangkat mereka berdiri, tapi
Te Gouw-nio bersikukuh tidak mau berdiri, nona berbaju merah itu
tertawa dan berkata:
"Nenek, walau kau ada masalah apa pun, tidak pantas kau
bersujud pada marga Sen ini?"
Dengan suara gemetar Te Gouw-nio berkata:
"Nona Lim, saat ini walau keluargaku sudah hancur lebur, tapi
budi besar Sen-tayhiap pada kami, seumur hidup kami tidak bisa
melupakanriya...."
Sin-hiong melihat dia bersikukuh mau ber-sujud, dia tidak bisa
berbuat apa-apa, terpaksa dia ikut bersujud dan segera berkata:
"Orang tua, sungguh membuat aku jadi berdosa, ayo cepat
bangun, jika tidak, satu-satunya jalan terpaksa aku pergi dari sini!"
Te Gouw-nio membelalakan sepasang mata-nya, sambil sedikit
marah berkata:
"Kau belum mendengar sepatah kataku, mana boleh pergi begitu
saja?"
Sekarang di tanah ada tiga orang bersujud, hanya nona berbaju
merah itu seorang diri berdiri di sana, dia dengan wajah sedikit
canggung dia berteriak:
"Nenek, kalian semua bersujud, aku pun tidak bisa berdiri terus,
baik, baik, baik, aku juga ikut bersujud saja."
Harus tahu tabiat nona berbaju merah itu walau amat sombong,
tapi terhadap aturan hubungan orang tua dengan anak kecil sangat
dijunjungnya, setelah berkata, tubuhnya sudah membungkuk.
Te Gouw-nio jadi sangat terkejut dan teriak:
"Ini bagaimana boleh!"
Setelah berkata, dia memburu ke depan sambil mengeluh
berkata:
"Nona Lim, kenapa kau juga begini?"
"Jika ingin aku tidak berbuat begini, boleh, nenek cepat suruh
saudara Tiong berdiri."
Dia benar benar pandai mengambil kesem-patan, jika Te Gouw-
nio saat ini menuruti menyuruh anaknya berdiri, bukankah tinggal
Sin-hiong seorang diri yang bersujud di sana? Kelihatannya, dia
sengaja berbuat supaya Sin-hiong malu.
Sin-hiong berhati jujur, tentu saja tidak tahu apa isi hati nona
berbaju merah ini, tapi melihat Te Gouw-nio bangun maju memburu
ke depan, dia dengan reflek mengangkat Tiong Yang-hoa berdiri
dan berkata:
"Saudara Tiong, ada masalah apa kita bisa bicarakan dengan
baik-baik, buat apa berbuat begini?"
Te Gouw-nio melihat, tidak tahan dengan berat berkata:
"Hay! Kalian berdua memperlakukan keluarga ku seperti ini, aku
bisa berkata apa lagi, hari ini ada kesempatan yang sulit didapat,
bagaimana kalau kalian berdua kerumahku untuk berbincang-
bincang sejenak?"
Nona berbaju merah sambil tertawa berkata:
"Jika aku tidak ada halangan lain, Ho-siu-oh berusia ribuan tahun
itu tidak akan jatuh ke tangan orang lain, dengan kata lain, aku juga
tidak akan datang kemari, nenek, menurutmu betul tidak?"
Entah apa maksud dia mengatakan ini, tapi setelah
mengatakannya, Te Gouw-nio segera men-jawab:
"Tentu saja!"
Nona berbaju merah dengan bangga tertawa dan berkata:
"Nenek, kau yang paling mengerti orang-orang kami dari pulau
Teratai, dengan memandang wajah-mu, kita boleh berbincang-
bincang."
Ketika dia berkata, dengan enteng memandang Sin-hiong, Te
Gouw-nio mengerti orang macam apa dia, 'mendengar suara senar
sudah tahu maksudnya', tidak tahan dalam hatinya berkata:
'Kelihatan nona Lim seperti sengaja mau mempersulit Sen-
tayhiap, apakah diantara mereka ada sesuatu perselisihan?"
Saat ini Sin-hiong sudah sedikit mengerti apa tujuannya, sambil
tertawa berkata:
"Nenek tidak perlu pusing, anda temani saja nona ini berbincang-
bincang, aku nanti menyusul, juga sama saja?"
Sekarang Sin-hiong sudah tahu nona berbaju merah itu sengaja
mempermalukan dia, hatinya berpikir, 'ada bapak pasti ada
anaknya, buat apa aku peduli padanya?’
Tapi dengan ini, jadi membuat sulit Te Gouw-nio, yang ingin
diajak bicara sebenarnya adalah Sin-hiong, tapi justru nona berbaju
merah tidak membiar-kan dia bersama dengan Sin-hiong, dalam hati
dia sebenar-nya tidak rela, tapi karena segan oleh nama besarnya
pulau Teratai, walau ditambah seribu kali lagi tidak rela, juga tidak
bisa mulutnya berkata.
Nona berbaju merah tertawa dingin:
"Kau ada urusan datang kesini, tentu saja ada yang mau
dibicarakan, kau pura-pura terbuka, tidak aneh di dunia persilatan
bisa mendapatkan julukan kosong?"
Semakin didengar semakin tajam perkata-annya, Te Gouw-nio
jadi gelisah, dia khawatir Sin-hiong tidak bisa menahan diri, jika
kedua orang itu bertengkar, dia tidak tahu harus bagaimana, saat
itu cepat cepat dia berkata:
"Kalian berdua adalah tamuku, jika nona bisa memandang
wajahku, izinkan kita berbicara bertiga saja, masalah ini sebenarnya
menyangkut keselamatan seluruh dunia persilatan!"
Nona berbaju merah jadi tertegun dan berkata:
"Masalah apa, sampai begitu pentingnya?"
Te Gouw-nio melihat dia sekali dengan pelan berkata:
"Nona tentu tahu kelakuannya Hong-kun, ketua Poan-liong-pang
Ciu Kiu-kun tidak mau melepas dia, karena ada dua masalah besar."
Tadinya dia mau mengundang kedua orang itu masuk dulu ke
dalam rumah baru pelan-pelan mencerita kannya, sekarang karena
didesak oleh keadaan, maka dia terpaksa menceritakannya terlebih
dulu.
Sin-hiong pun jadi tegang mendengarnya, dia mengulang kata-
kata itu:
"Dua masalah besar?"
Te Gouw-nio menganggukan kepala dan berkata lagi:
"Seratus tahun lalu, di dunia persilatan muncul dua orang aneh
yang berilmu tinggi, yang satu lurus, yang satu sesat, kemudian
kedua orang itu berturut-turut meninggal dunia, tapi sebelum
mereka mati, telah menulis di atas dua buah buku, ilmu silat hasil
penyelidikan seumur hidup mereka."
Sin-hiong hatinya tergerak dan bertanya:
"Apakah Hian-liong-pit-to (Buku rahasia menaklukkan naga)?"
Te Gouw-nio keheranan, melihat Sin-hiong dan berkata:
"Benar, dan yang satunya lagi adalah Hu-houw-pit-to (Buku
rahasia menaklukkan harimau), yang Sen-tayhiap katakan itu adalah
tulisan yang dibuat oleh In-liong-kiam-khek (Pendekar pedang naga
di awan) Kongsun Seng dari aliran lurus, yang satunya lagi ditulis
oleh Im-san-hong-khek (Orang gila dari gunung dingin) Suto Bu-ku,
jadi dua tulisan ini yang satu aliran lurus, yang satu lagi aliran
sesat. yang membuat orang merasa aneh adalah kabarnya kedua
tulisan ini akhir-akhir ini telah muncul di dunia persilatan!"
Nona berbaju merah bersuara "Mmm!" pelan dan menyela
berkata:
"Apakah ini salah satu masalah besar yang dikatakan nenek
tadi?"
Sin-hiong mendengar beritanya diam-diam terkejut, di dalam hati
berpikir:
'Rupanya Ho Koan-beng sudah mendapatkan buku rahasia Hiang-
liong-pit-to, tidak aneh kelakuan dia amat sombong, tampaknya
ketika di dalam kuil terlantar itu, dia masih belum berhasil
melatihnya, makanya sampai meminta tolong padanya untuk
menahan Hek-ho Souw Cian dan Cap-poh-tui-hun?
Berpikir sampai disini, dia bertanya:
"Untuk Hiang-liong-pit-to aku sudah tahu ada dimana, tapi entah
di tangan siapa Hu-houw-pit-to?"
Wajah Te Gouw-nio sedikit berubah, bertanya:
"Hiang-liong-pit-to jatuh ke tangan siapa?"
Dengan nada dalam Sin-hiong berkata:
"Sin-kiam-jiu Ho Koan-beng dari perguruan Hoa-san!"
Warna wajah nona berbaju merah jadi berubah dan berkata:
"Nama orang ini sepertinya pernah kudengar."
Sin-hiong teringat kejadian sebelumnya, tanpa terasa berkata:
"Orang ini di lima provinsi utara ada sedikit nama, tapi jika di
dunia persilatan tidak seberapa!"
Melihat Sin-hiong menjawab dengan kesal nona berbaju merah
berkata:
"Aku tidak tanya padamu, siapa yang mau kau menjawabnya?"
Melihat nona berbaju merah masih menganggap musuh pada
Sin-hiong, Te Gouw-nio jadi ingin mendamaikan, lalu berkata:
"Jangan bertengkar dulu, apakah kalian mau tahu dimana
keberadaan Hu-houw-pit-to itu?"
Kata-kata ini benar saja manjur, mata nona berbaju merah
menyapu dan berkata:
"Coba nenek katakan, buku ini sekarang ada di tangan siapa?"
Te Gouw-nio menghela nafas dan berkata:
"Buku inilah yang menyebabkan keluargaku hancur lebur,
padahal sebenarnya mereka itu salah!"
Sin-hiong dan nona berbaju merah tergetar karenanya dan
bersama-sama berkata:
"Kejadiannya bagaimana?"
Te Gouw-nio melihat-lihat cuaca, melihat waktu sudah tidak pagi
lagi, cepat-cepat menyuruh anaknya yang ada disisi untuk
menyiapkan makanan menjamu tamu, dia sendiri dengan emosi
berkata lagi:
"Ketika suamiku masih hidup, pernah melihat buku ini satu kali,
tapi orang lain menuduh buku ini ada di tangannya, sehingga Poan-
liong-pang mengerah kan seluruh kekuatannya datang ingin
merebutnya, dan akhirnya sampai tewas, ini sungguh sangat tidak
menyesalkan?"
Berkata sampai disini, wajahnya sekelebat tampak warna
kesedihan, jelas hati yang pilu belum tampak seluruhnya.
Sifat nona berbaju merah sangat tergesa-gesa, dia mendesak:
"Nenek, sebenarnya buku itu jatuh ketangan siapa?"
Te Gouw-nio menggeleng-gelengkan kepala:
"Mendiang suamiku hanya pernah menyebut sekali masalah ini,
mengenai jatuh ke tangan siapa, aku sendiri sedikit pun tidak tahu!"
Sin-hiong menengadah melihat cuaca langit, terpikir Sai Hoa-to
Ong Leng dan Tiong Hong-kun kedua orang. ini karena buku itu,
keluarganya jadi hancur, sungguh sangat sial, saat itu dia menyela:
"Inilah satu masalah besar, tapi tidak tahu masalah besar yang
satu lagi?"
Te Gouw-nio melihat pada Sin-hiong sekali dan berkata:
"Itulah Ho-siu-oh berusia ribuan tahun yang berada ditangan
Sen-tayhiap, tadi Sen-tayhiap berkata tidak tanggung-tanggung dari
jauh datang ke sini, itu demi menggunakan pusaka ini untuk
mengobati sakit almarhum suamiku, aku malah ada satu
permintaan, entah Sen-tayhiap bisa mengabulkan tidak?"
Sin-hiong tergerak dan berkata:
"Lo-cianpwee ada permintaan apa, silahkan katakan saja!"
Dengan perasaan sangat berterima kasih te Gouw-nio melihat
Sin-hiong dan berkata:
"Tadi nona Lim berkata, dia ada seorang teman yang
memerlukan pusaka ini, menurut pendapatku, penyakit biasa tidak
akan memerlukan benda pusaka ini, tolong Sen-tayhiap pandang
mukaku, dengan bagian yang akan diberikan pada almarhum
suamiku, sebaiknya diberikan pada teman nona Lim, bagai-mana?"
Sin-hiong mendengar kata-kata ini, hatinya jadi bergejolak,
dalam hati berkata:
'Tidak heran orang-orang dunia persilatan memuji Tiong Hong-
kun, melihat kelakuan Te Gouw-nio sekarang, sudah pasti kabar itu
tidaklah bohong.’
Ketika sedang berpikir, baru saja dia akan menyanggupinya,
mendadak terdengar nona berbaju merah itu tertawa dingin dan
berkata:
"Nenek, kau salah, sebenarnya teman itu adalah teman dia,
sedikit pun tidak ada hubungannya denganku, aku hanya melihat
dia sangat kasihan, baru membantu dia mencari tempat untuk
melindunginya."
Te Gouw-nio tertegun, dia tidak tahu mereka ini sedang bermain
apa, melihat kesini dan melihat kesana, terlihat Sin-hiong juga
tersenyum dan berkata:
"Sebenarnya nona Lim salah, aku hanya bisa mengatakan waktu
kecil aku kenal nona Sun, calon suami dia adalah Ho Koan-beng
murid dari perguruan Hoa-san yang baru-baru ini mendapatkan
buku rahasia Hiang-liong, aku Sen Sin-hiong membantu nona Sun,
hanya bisa disebut untuk membalas budinya."
Begitu kata-kata ini keluar, wajah wanita baju merah dan Te
Gouw-nio tampak warna aneh.
Wajah nona berbaju merah tampak menjadi merah, entah apa
sebabnya, saat ini dia sangat senang mendengar Cui-giok masih
mempunyai seorang calon suami, mengenai apa yang dikatakan Sin-
hiong selanjutnya, dia sedikit pun tidak mendengarnya.
Berbeda dengan pikirannya Te Gouw-nio, dalam harinya berpikir:
'Dengan ilmu silatnya Sin-hiong, sampai tiga tetua Siauw-lim,
Ang-hoa-kui-bo dan Sian-souw-ngo-goat juga bukan lawannya, budi
apa lagi yang harus dia balas?'
Sesaat, ketiga orang itu jadi membisu.
Malam sudah larut, angin dingin bertiup, bulan sabit pelan-pelan
jatuh ke barat, kelihatannya waktu sudah lewat jam tiga, sudah
hampir pagi.
Sin-hiong pelan-pelan mengeluarkan kotak kecil itu dan berkata:
"Benda ini tadinya memang bukan milikku, silahkan nona Lim
menerimanya!"
Te Gouw-nio tadi mengatakan, hanya minta sebagian saja, tapi
dia malah memberikan seluruh Ho-siu-oh itu, sudah ada banyak
orang demi benda langka ini mengorbankan nyawanya, tapi dia
sedikit pun tidak sayang, kejadian ini jika dilihat oleh orang,
bagaimana tidak membuat orang jadi terharu?
Nona berbaju merah dan Te Gouw-nio saling pandang, tapi tidak
seorang pun mengulurkan tangan menerimanya.
Sin-hiong melihat kedua orang itu berdiri di sana tidak bergerak,
dia berkata lagi:
"Nona Lim, apa aku salah berkata?"
Tadinya nona berbaju merah merasa kesal dan iri terhadap Sin-
hiong, sekarang menyaksikan penampilan dia seperti seorang
jenderal besar yang pandangannya terbuka, di dalam hati malah
merasa senang dan sayang, mata besarnya sekali berputar dan
berkata:
"Sen-tayhiap salah mengerti, aku tidak bermaksud seperti itu."
Saat dia bicara, suaranya tampak lembut sekali, malah menyebut
Sin-hiong sebagai Sen-tayhiap, kelakuan yang mendadak berubah
ini, tidak saja membuat Te Gouw-nio terkejut, Sin-hiong sendiri pun
merasa tidak menduganya.
Setelah bengong sesaat Sin-hiong bertanya:
"Kalau begitu, apakah nona Lim masih ada masalah apa lagi?"
Wajah nona berbaju merah menjadi merah:
"Maaf, sebenarnya penyakit nona Sun sudah jauh lebih baik, tapi
tenaganya masih belum pulih, jadi hanya perlu sedikit Ho-siu-oh
berusia ribuan tahun, tidak perlu sebanyak ini?"
Melihat kedua orang itu semakin bicara semakin ramah, di dalam
hati Te Gouw-nio berkata:
'Beginilah anak muda, bicara baik ya baik, sekali bicara buruk
langsung buruk, mereka pasti tadinya hanya emosi saja, mmm
mmm sekarang sudah baikan seperti sediakala lagi!'
Tangan Sin-hiong sudah menyodorkan Ho-siu-oh, sekarang tidak
bisa tidak dengan canggung ditarik kembali, sepasang matanya
bengong memandang nona berbaju merah, Sesaat tidak tahu harus
berkata apa?
Nona berbaju merah biasa bersifat sombong, tapi hari ini terasa
lain, hal ini terjadi mungkin rianya pada Sin-hiong saja, sebab
walaupun ayahnya ada dilapangan sekali pun, tetap saja harus
mengalah sedikit pada dia.
Kedua orang itu saling pandang, akhirnya Sin-hiong sedikit malu-
malu, membalikan kepala menoleh pada Te Gouw-nio dan berkata:
"Aku masih ada urusan, Ho-siu-oh berusia ribuan tahun ini,
tolong kalian saja yang mengurus-nya."
Setelah berkata, dia melemparkan kotak Ho-siu-oh itu pada Te
Gouw-nio, lalu naik keatas kuda dan memacunya pergi.
Te Gouw-nio dan nona berbaju merah melihat, hampir
bersamaan berteriak:
"Sen-tayhiap......"
Sin-hiong mendengar dan membalikkan tubuh tanyanya:
"Anda berdua masih ada perlu apa lagi?"
Te Gouw-nio melihat pada nona berbaju merah, maksudnya
supaya dia bicara lebih dulu, siapa tahu nona berbaju merah tadinya
juga tidak ada yang mau dikatakan, hanya dia melihat Sin-hiong
mau pergi, mendadak merasa seperti kehilangan sesuatu saja, jadi
berteriak.
Saat Te Gouw-nio memandang dia, wajahnya jadi merah,
untungnya dia mendadak mendapat akal, buru-buru menutupi
malunya dengan berkata:
"Ayahku tadi mencari aku, akupun sudah harus pergi, tapi
masalah nona Sun itu, harus Sen-tayhiap yang mengurusinya baru
baik."
Kali ini dia menutupinya dengan tanpa celah, Sin-hiong tidak
mengira, betul saja dia berkata:
"Jika demikian, tolong nona beritahukan padaku, dimana nona
Song sekarang berada?"
Nona berbaju merah mengedipkan mata dan berkata:
"Tempat itu sulit dicarinya, lebih baik aku saja membawa kau
kesana!"
Te Gouw-nio melihat mereka berdua bersama-sama mau pergi,
sadar tidak ada gunanya meng-undang mereka tinggal, maka dia
buru-buru berkata:
"Apa? Jadi kalian sudah mau pergi. Ho-siu-oh berusia ribuan
tahun ini ada di tanganku, mungkin akan menimbulkan mala petaka
padaku, lebih baik Sen-tayhiap saja yang membawanya......"
Setelah berkata, dia melempar kembali pada Sin-hiong.
Sin-hiong menerimanya, setelah dipikir-pikir, dia sadar omongan
Te Gouw-nio tidak salah, saat itu berkata:
"Lo-cianpwee melakukan ini, aku juga tidak sungkan lagi, tapi Lo-
cianpwee tenang saja, setelah aku menyelesaikan masalahnya nona
Sun, aku akan pergi ke Poan-liong-pang untuk mengambil kembali
orang yang ditahannya."
Yang dia maksud adalah putra Te Gouw-nio, dengan sangat
berterima kasih Te Gouw-nio berkata:
"Sen-tayhiap, aku percaya padamu!"
Sin-hiong menganggukan kepala, menunggu nona berbaju merah
sudah dekat, dia pun turun dari kuda dan berkata:
"Nona Lim, berapa jauh nona Sun dari sini?"
Nona berbaju merah tertawa:
"Mungkin jauhnya puluhan li, mengambil kesempatan sebelum
hari terang, kita masih bisa menenpuh jalan sebagian, kulihat begini
saja, aku jalan di depan, kau ikuti di belakang sambil menunggang
kuda."
Setelah berkata, tidak menunggu Sin-hiong setuju atau tidak,
sekali menghentakan kaki, orangnya sudah terbang ke depan,
dalam sekejap sudah pergi sepuluh li lebih, gerakannya sangat
cepat sekali.
Sin-hiong tahu, dia ingin memamerkan ilmu silat dihadapannya,
hatinya merasa lucu, tapi tidak menghalangi dia, sepasang kaki
segera menjepit perut kuda, cepat-cepat mengikutinya.
Ilmu silat nona berbaju merah itu diajarkan sendiri oleh ketua
pulau Teratai, larinya sangat cepat, dari belakang Sin-hiong
menyaksikannya, tidak tahan diam-diam memujinya:
'Tidak heran orang-orang begitu takutnya pada ketua pulau
Teratai, ilmu silat putrinya saja sudah sehebat ini, bagaimana
dengan dia sendiri sudah bisa dibayangkan."
Saat itu dia tidak berani berlambat-lambat, dengan cepat
mengikuti nona berbaju merah itu dari belakang, dia selalu
mengambil jarak kurang lebih sepuluh tombak, tidak lama
kemudian, kedua orang itu sudah lari dua puluh li lebih.
Berlari lagi sesaat, tidak terasa mereka sudah melakukan
perjalanan hampir tiga puluh li lebih, di kaki langit timur sudah
nampak memutih, ketika berlari mendadak melihat nona berbaju
merah menghentikan langkahnya dan terkejut:
"Celaka, mungkin telah terjadi sesuatu!"
Sekejap Sin-hiong sudah berada disisinya dan tanyanya:
"Nona Lim menemukan apa?"
Nona berbaju merah menunjuk satu pohon besar di sisi jalan dan
berkata:
"Apakah Sen-tayhiap melihat tanda disana?"
Sin-hiong melihat ke arah yang ditunjuknya, terlihat diatas
sebuah ranting besar, samar-samar ada bekas cakaran yang dalam
sekali, setelah diteliti lagi, baru terlihat itu seperti gambar sebesar
daun, saat itu berkata:
"Ini adalah sebuah daun pohon, tapi batangnya sangat panjang,
dan di kedua ujung daun juga sangat besar sekali, tidak tahu tanda
siapa itu?"
Warna wajah nona berbaju merah berubah sangat serius, setelah
berpikir sesaat baru berkata:
"Mmm, pasti dia!"
Sin-hiong melihat nona berbaju merah begitu, maka tahu
masalahnya tidak mudah, tidak tahan menghela nafas panjang dan
tanya:
"Nona Lim, siapa dia itu?"
Melihat jati diri dan ilmu silat nona berbaju merah sampai bisa
bengong setelah melihat daun pohon aneh ini, berarti orang yang
ditanyakan itu pasti orang yang luar biasa.
Pelan-pelan Nona berbaju membalikkan tubuhnya dan berkata:
"Aku ingat ayahku pernah berkata, dulu dia pernah mempunyai
seorang lawan yang seperti ini, orang ini namanya Tonghong Ki,
dari gunung Ngo-ki di pulau Giok-sik, menyebut dirinya Ngo-ki-
thian-cun (Datuk lima keahlian), waktu itu dia bertarung dengan
ayahku selama lima hari lima malam, ayahku hanya bisa menang
setengah jurus saja, orang ini kali ini muncul kembali, mungkin
bertujuan pada kami?"
Mendengar ini hati Sin-hiong sampai tergetar, pikirnya, orang
seperti ketua pulau Teratai pun tidak diduga bisa ada musuh yang
mencarinya, kelihatannya masalah di dunia persilatan, sungguh
penuh dengan perubahan yang besar, di kemudian hari, dia tidak
boleh bertindak seenak sendiri.
Sebenarnya, itu hanya pikirannya, walaupun dia lebih teliti lagi,
masalah yang ingin dia hindarkan pun tidak akan bisa terhindarkan.
Setelah nona berbaju merah mengatakan hal ini, dia lalu berjalan
kembali ke depan.
Kali ini kedua orang itu jalannya dengan pelan sekali, berjalan
tidak sampai satu li, hari sudah terang benderang, baru saja Sin-
hiong mau menanyakan jauhnya, mendadak nona berbaju merah itu
berhenti kembali dan berkata:
"Cepat, nona Sun benar-benar mengalami masalah!"
Setelah berkata, tanpa mengajak Sin-hiong lagi dia sudah
melesat ke depan.
Saat ini matahari sudah terbit, baju merahnya terlihat sangat
mencolok mata, bayangan merah berkelebatan diatas jalan raya,
dalam sekejap mata sudah menghilang di dalam hutan di kejauhan
itu.
Sin-hiong tidak tahu sebenarnya sudah timbul masalah apa, juga
tidak keburu menanyakan, dia pun segera mengikutinya.
Tiba di depan hutan itu, terlihat nona berbaju merah sedang
loncat turun dari satu pohon yang sangat besar, wajahnya bengong,
di tangannya memegang sehelai surat.
Sin-hiong hanya melihat dia seorang diri turun dari atas pohon,
tidak melihat Cui-giok di sana, hatinya jadi sedikit tergetar dia
berteriak:
"Apa benar telah terjadi masalah pada nona Sun?"
Nona berbaju merah menganggukan kepala, lalu memberikan
surat di tangannya, Sin-hiong menerimanya dan melihat, diatasnya
tertulis:
"Sementara kupinjam dulu putri kesayangan-mu, sampai jumpa
lagi di gunung Ngo-ki."
Di bawahnya tertera jelas gambar pohon berdaun aneh yang
kemarin dilihat itu, di dalam daun digambar lima Budha yang
berbeda-beda, bentuknya ada yang tinggi ada yang pendek, tapi
semuanya tidak enak dipandang.
Melihat ini, Sin-hiong tidak tahan dengan nada dalam bertanya:
"Nona Lim, apakah nona Sun sudah dibawa pergi oleh Ngo-ki-
thian-cun?"
Nona berbaju merah menganggukan kepala:
"Benar, dia salah mengerti, mengira Cici Cui-giok adalah aku,
henmm... biar kita menghadapi dia memangnya kita takut?"
Sifatnya sombong, walaupun dia mendadak mendapatkan
masalahbesar,tetapsajatidakbisamenghilangkan
kesombongannya itu, tapi berbeda dengan Sin-hiong, dia berpikir
sejenak, di dalam hati berpikir sungguh sial nasibnya Cui-giok,
bagaimana pun aku harus berusaha menolongnya!
Walaupun dia tidak pernah tahu bagaimana orangnya Ngo-ki-
thian-cun ini, tapi dia berambisi untuk bertarung dengannya.
Nona berbaju merah melihat Sin-hiong, bertanya:
"Kau ikut tidak?"
Sin-hiong menganggukan kepala: "Tentu saja ikut, tapi......"
Tadinya dia ingin berkata 'tapi aku masih banyak urusan yang
harus diselesaikan', tapi setelah dipikir lagi apa gunanya kata-kata
ini dikatakan pada nona berbaju merah ini? Makanya sampai di
tengah jalan kata-katanya ditelannya kembali.
Nona berbaju merah melihat dia berkata setengah setengah, di
dalam hati sangat tidak senang, dengan marah dia berkata:
"Kau orangnya aneh sekali, melakukan apa saja selalu menolak
dengan berbagai alasan?"
Diam-diam Sin-hiong menghela nafas, katanya:
"Nona Lim, aku memang ada kesulitan, tapi tidak tahu ini tempat
apa?"
Nona berbaju merah merasa marah, kedua pipinya jadi
mengembung, di dalam hati berkata:
'Sudah sekian lama, buat apa kau tanyakan ini tempat apa?' Tapi
dia tetap berkata:
"Tempat ini tidak jauh dari Po-cia-tian, dari sini berjalan ke
selatan, setelah tiga hari akan sampai di perbatasan Ho-ti!"
Hati Sin-hiong sedikit tergerak katanya:
"Baguslah kalau begitu, nanti setelah aku membereskan
urusanku di Bu-tong-san, baru kita bersama pergi ke pulau Giok-sik,
bagaimana?"
Semakin mendengar Nona berbaju merah semakin heran, di
dalam hati berpikir:
'Masalah di depan mata saja belum selesai, kau sudah mau pergi
ke gunung Bu-tong mencari masalah!'
Ternyata dia sudah tahu Sin-hiong pernah pergi ke Siauw-lim-si,
makanya sekali menduga langsung tepat.
Di dalam hati walaupun dia tidak mau, tapi saat ini Sin-hiong
seperti mempunyai daya tarik buat dia, malah membuat wanita
yang sifatnya amat sombong ini tanpa sadar menjadi lemah, saat itu
dia bertanya:
"Kau mau pergi ke gunung Bu-tong, apa aku boleh ikut?"
Sin-hiong tertegun, hal ini belum terpikirkan oleh dia, jika dia
ingin pergi ke pulau Giok-sik dengan-nya, tentu saja tidak bisa tidak
harus menghiraukan dia, setelah dipikir-pikir dia berkata:
"Aku pikir begini saja, nona beritahu aku dimana pulau Giok-sik
itu, lalu pada saatnya tiba aku pasti datang, bagaimana."
Nona berbaju merah mengangkat alis dan tertawa dingin
berkata:
"Kau ingin meninggalkan aku? Tidak bisa!"
Begitu kata-kata ini keluar, dia sendiri segera merasa
perkataannya ada yang salah, wajahnya segera menjadi merah,
hatinya terasa meloncat-loncat, buru-buru menundukan kepalanya.
Sin-hiong sedang memikirkan masalah lain, tidak memperhatikan
tingkah nona berbaju merah yang aneh ini, mendengar kata-
katanya mengandung emosi, tidak tahan sambil mengeluh dia
berkata:
"Nona tidak tahu, kali ini aku pergi ke gunung Bu-tong, untuk
menyelesaikan masalah perguruan, aku pikir waktunya tidak akan
lama, paling tiga lima hari sudah cukup."
Nona berbaju merah berpikir-pikir, berkata:
"Itu tidak ada hebatnya, kau kerjakan masalahmu, aku pergi
bermain-main, apa tidak boleh?"
Sin-hiong melihat dia semakin berkata semakin marah, dengan
terpaksa menganggukan kepala:
"Baiklah, tapi aku ada satu syarat, mohon nona bisa
menyanggupinya?"
Melihat Sin-hiong mengizinkannya, hatinya sangat gembira:
"Syarat apa? Coba kau katakan dulu!"
Sin-hiong melihat dia sekali:
"Aku pernah pergi ke Siauw-lim-si satu kali, mungkin saat ini
orang-orang dari Bu-tong-pai sudah bersiap-siap, setelah kita tiba di
bawah gunung harus berpisah, setelah menyelesaikan masalahnya
baru mencari tempat untuk bertemu kembali, bagaimana?"
Nona berbaju merah menjawab:
"Ini tidak masalah, aku setuju!"
Sudah hampir tengah hari, kedua orang itu tidak banyak bicara
lagi, nona berbaju merah membawa kudanya, kedua orang itu
menelusuri jalan gunung berlari menuju ke Po-cia-tian!
Dua orang ini, yang satu gadis lugu, cantik dan lincah, yang
satunya lagi pemuda yang tampannya yang jarang ada
tandingannya, kedua orang ini walaupun berjalan menelusuri jalan
gunung, tapi di sepanjang jalan tetap saja menimbulkan perhatian
orang, semua membicarakan kedua remaja ini, sungguh sepasang
yang amat serasi?
Di dalam perjalanan, Sin-hiong baru tahu nama nona ini adalah
Lim Hui-lan, ayahnya ketua pulau Teratai namanya Lim Ki-kun,
kedua orang ini mula mula masih menjaga jarak, setelah lewat dua
tiga hari, mereka jadi semakin akrab saja.
Bukung di hari ketiga, kedua orang iru sudah hampir tiba di
tempat tujuan, Sin-hiong memutar kepala dan bertanya:
"Nona Lan, hari ini kita harus beristirahat satu malam!"
"Terserahmu!" kata Hui-lan dengan riang.
"Kau harus menurut padaku, jangan menimbulkan masalah!"
Sambil menutup mulutnya dengan tangan Hui-lan berkata:
"Kau ini cerewet amat, sepanjang perjalanan ini, kapan aku
menimbulkan masalah?"
Melihat penampilannya yang tertawa malu-malu, begitu memikat
sekali, tidak terasa Sin-hiong jadi bengong, di dalam hatinya
berkata, sebenarnya dia sangat nakal, di sepanjang perjalanan
bersama dirinya, benar saja sangat penurut, manusia, sungguh
aneh sekali!
Saat ini kedua orang sudah semakin dekat ke mulut kota, Sin-
hiong memperhatikan dan berkata:
"Nona Lan, bagaimana kalau kita mencari penginapan yang
sedikit sepi?"
"Kenapa begitu?" tanya Hui-lan heran
Sin-hiong sengaja dengan misterius berkata: "Masa kau tidak
tahu, aku khawatir orang mengenali kita, hingga begitu saatnya
tiba, bisa menimbulkan kerepotan."
Bola mata Hui-lan berputar dua kali: "Kalau memang begitu, kau
harus ikut aku!"
Setelah berkata, dia menarik tali kudanya, masuk kota bukan dari
jalan besar, tapi belok dua belokan masuk ke satu jalan besar,
walau jalanan tetap ramai, tapi disini sangat tenang.
Kedua orang itu tiba di depan satu penginap-an, belum turun dari
atas kuda, di dalam penginapan sudah ada orang berteriak:
"Bagaimana mungkin, seluruh dunia persilatan bukankah sudah
habis!"
Sin-hiongtertegun,seorangpelayan sudah keluar
menyambutnya, sambil tertawa berkata:
"Anda berdua datang untuk menginap?"
Sin-hiong menganggukan kepala:
"Tolong sediakan kami dua kamar yang tenang."
Setelah berkata, dia meloncat turun dari atas kuda, lalu berjalan
masuk ke dalam penginapan bersama dengan Hui-lan.
Ketika lampu mulai dinyalakan, karena jalan ini sangat tenang
dan perabotan di dalam penginapan sangat bersih dan sederhana,
mereka sembarangan mencari tempat, lalu memesan beberapa
masakan, mendadak terdengar satu orang lagi berteriak:
"Saudara Ong coba kau katakan, setelah Siauw-lim-si giliran
perguruan mana lagi?"
Sin-hiong dan Hui-lan melihat kearah orang yang bicara, terlihat
di meja seberang duduk dua orang tua setengah baya, salah
seorangnya berjanggut sangat panjang, yang satunya lagi alisnya
panjang sekali, terlihat yang berjanggut panjang itu menjawab:
"Menurut perkiraan aku, jarak Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai
kedua perguruan ini paling dekat, mungkin tujuan Kim-kau-kiam-
khek selanjurnya Bu-tong-pai!"
Yang beralis panjang berkata:
"Ini sungguh satu hal yang kurang beruntung, ketua pulau
Teratai dan Ngo-ki-thian-cun bersamaan waktunya muncul di dunia
persilatan, tiga tetua Siauw-lim-pai yang bisa menghadapi mereka
berdua, tidak diduga malah dipaksa oleh Kim-kau-kiam-khek keluar
dari Siauw-lim-si, jika Sin-hiong sampai tidak bisa melawan jurus
pedang kedua setan ini, aku lihat dunia persilatan akan jadi kacau
sekali!"
Kedua orang itu berbincang sambil berkeluh kesah, wajahnya
tampak kesedihan, Sin-hiong yang mendengar hal ini, di dalam hati
tidak tahan berkata:
"Ini sungguh diluar dugaan aku, tidak terpikir tiga tetua Siauw-
lim-pai karena dia mundur dari Siauw-lim-pai, jika aku bisa
mengalahkan ketua Bu-tong-pai, Coan-cin Cinjin, apakah dia juga
akan berbuat sama dengan tiga tetua Siauw-lim-pai, dunia
persilatan benar benar akan menjadi kacau sekali."
Dia terus memikirkan masalah ini, sorot matanya tanpa disengaja
menyapu, tampak kedua pipi Hui-lan mengembung besar,
tampaknya dia sangat marah.
Hati Sin-hiong tergerak, di dalam hati berpikir:
‘Tadi kedua orang tua itu telah menjelekan ketua pulau Teratai,
tidak heran jika dia marah,' saat itu terpaksa dia mendekatkan
tempat duduknya dengan pelan berkata:
"Nona Lan, kedua orang ini bukan apa apa, jangan pedulikan
mereka!"
Tapi Hui-lan tidak mau mendengar kata katanya, sambil
mendengus dia berkata:
"Aku harus menghajar mereka!"
Dia berkata dengan keras, dua orang itu melihat kearahnya,
melihat Sin-hiong dan Hui-lan masih muda, sedikit pun tidak
menduga kata-kata Hui-lan ini ditujukan pada mereka?
Orang tua yang berjanggut panjang itu kembali berkata:'
"Apakah kau pernah mendengar Thian-ho-tiauw-sou (Pemancing
langit sungai) Ling Ie dari gunung Pek-thian, dia juga sudah muncul
di dunia persilatan?"
Baru saja si alis panjang itu mau menjawab, mendadak terdengar
suara "Huut!", satu titik bayangan hitam sudah melesat ke arahnya!
Orang itu terkejut sekali, dia segera menyentil dengan dua
jarinya, melontarkan bayangan hitam itu ke pinggir, lalu matanya
memandang kearah Sin-hiong dan bertanya:
"Apa kalian dua bocah ingin bermain-main dengan aku Ong
Hiang-go?"
Karena datangnya bayangan hitam itu sangat cepat, walaupun
dia bisa mementalkannya, tapi dia tidak tahu siapa yang
melemparkannya, maka Sin-hiong pun termasuk dalam dugaannya.
Tadi Sin-hiong bergerak, ingin mencegah Hui-lan jangan
menimbulkan masalah, tapi Hui-lan yang banyak akalnya,
menjulurkan sumpitnya pura-pura mengambil sayur di piring, dalam
sekejap mata dia telah melontarkannya!
Setelah orang itu telah menyebutkan namanya, mendadak
terdengar Hui-lan tertawa dan berkata:
"Sudah lama aku mendengar Ong Hiang-go dan Pouw Seng
dijuluki Sam-hiang-siang-cia (Sepasang hebat dari tiga sungai besar
tiga), aku malah ingin mencobanya!"
Ong Hiang-go jadi tertegun, dia sungguh tidak mengerti usia Hui-
lan begitu muda, sekali bicara sudah bisa mengenali Pouw Seng dan
menyebutkan julukan-nya, maka sambil tertawa dia berkata:
"Nama aku memang Ong Hiang-go dan inilah Pouw Seng, mata
nona tajam sekali, tapi kami tidak kenal dengan nona, tidak tahu
kenapa nona menyerang dan mempermainkan kami?"
Hui-lan tertawa dingin:
"Menyerang dan mempermainkan? enak sekali perkataanmu, aku
hanya mendidik kalian, selanjutnya jangan menjelekan nama orang
di belakang?"
Ong Hiang-go merasa tidak mengerti, di dalam hatinya berpikir,
tadi dia dengan Pouw Seng tidak mengatakan apa-apa?
Tentu saja dia tidak terpikir, Hui-lan adalah putri kesayangannya
ketua pulau Teratai, walaupun Pouw Seng tidak tahu apa sebabnya
diserang Hui-lan, tapi dia orangnya sangat sabar, saat matanya
menyapu, terlihat gitar kuno yang ada disisi Sin-hiong, wajahnya
segera berubah dan buru-buru berkata:
"Saudara Ong, nona itu hanya berkelakar dengan kita, kau
jangan menganggap serius!"
Ong Hiang-go melihat Pouw Seng tidak mengatakan apa-apa,
dia tentu saja tidak mau memperpanjang masalah, setelah tertawa
dia kembali minum araknya bersama dengan Pouw Seng.
Sin-hiong melihat kedua orang ini penyabar, dia khawatir Hui-lan
terus mengusiknya, sehingga masalahnya jadi besar, buru-buru
dengan keras berkata:
"Nona Lan, kita sudah harus beristirahat!"
Tadinya Hui-lan memamg mau mengusiknya, tapi setelah melihat
kedua orang itu bisa menahan diri, dia jadi tidak enak meneruskan,
tapi amarah dia masih belum reda, dengan kesal berkata pada Sin-
hiong:
"Istirahat? Aku masih belum kenyang?"
Setelah berkata, kembali dia pelan-pelan makan nasi.
Sin-hiong tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa menemaninya di
samping, asalkan dia tidak usilan lagi, dia sudah merasa tenang.
Sam-hiang-siang-cia makan lagi sejenak, lalu bayar rekening dan
cepat-cepat pergi keluar.
Sesudah kedua orang itu pergi, Sin-hiong merasa lega lagi, dalam
hatinya berkata:
'Sekarang kau tidak bisa berbuat apa-apa lagi?'
Dia sambil memikirkan keadaannya sekarang, dia memikirkan
masalah Bu-tong-pai, tadi Sam-hiang-siang-cia tanpa bermaksud
apa-apa menyebut nama-nya, membuat dia terus memikirkannya.
Sin-hiong duduk disisi, otaknya terus memikirkan masalah di
kemudian hari.
Hui-lan makan dengan lambat sekali, dan Sin-hiong terus
memikirkan masalahnya sendiri, maka gerak-gerik Hui-lan dia sama
sekali tidak memper-hatikan.
Lewat beberapa saat, dari luar penginapan masuk lagi tiga orang!
Ketiga orang ini usianya belum terlalu tua, tapi tampangnya
gagah, di punggung mereka masing masing membawa sebilah
pedang panjang, pita pedangnya melayang-layang, penampilannya
bukan orang biasa!
Setelah ketiga orang ini masuk, tiga pasang mata menyapu ke
arah Sin-hiong dan Hui-lan, wajah salah seorang tampak terkejut,
dia segera berbisik pada kedua rekannya, membuat wajah kedua
orang lainnya jadi berubah!
Ketiga orang ini melihat sekali pada Sin-hiong, salah satunya
berkata:
"Toako, hari ini bisa kebetulan sekali!"
Seorang lainnya sudah mengerti, menjawab:
"Dunia ini sebesar daun kelor, mmm, kebetulan sekali, kebetulan
sekali."
Orang yang bicara ini sorot matanya terus menatap gitar kuno di
sisi Sin-hiong, tampak wajahnya seperti ingin mencoba.
Tingkah laku ketiga orang ini, Sin-hiong sendiri tidak
merasakannya, tapi Hui-lan sudah memperhatikan dan pelan
berkata: ,
"Tadi kau khawatir ada masalah? Aku lihat sekarang sudah ada
orang yang memperhatikanmu!"
Sin-hiong tergerak dan pura-pura berkata:
"Kalau begitu kenapa kau tidak cepat-cepat makan!"
Hui-lan tertawa, dengan pelan berkata: "Siapa suruh kau
membawa gitar kuno itu, sekarang mau menghindarpun, sudah
tidak bisa lagi!"
Setelah berkata begitu, dia menaruh sumpitnya dan bersama Sin-
hiong pergi ke pekarangan belakang.
Setelah mereka sampai di belakang, Hui-lan melihat sekeliling
tidak ada orang lalu berkata:
"Sam-hiang-siang-cia tidak ada apa-apanya, tapi ketiga orang ini
tidak mudah dihadapi?"
"Kita tidak mengusik mereka, kenapa meraka mau mencari
masalah?" kata Sin-hiong.
"Kau tidak mengusik orang, tapi orang akan mengusikmu, kalau
tidak percaya tunggu saja nanti malam!" kata Hui-lan sambil
tertawa.
Sin-hiong menghela nafas dan bertanya:
"Apa kau tahu siapa mereka itu?"
Hui-lan berpikir sejenak lalu berkata:
"Bukankah kau tadi mendengar orang menyebut Thian-ho-tiauw-
sou dari Pek-thian-san? Menurut pandanganku, mungkin ketiga
orang ini ada hubung-an erat dengan setan itu?"
Sin-hiong tidak menyangka, walaupun usia Hui-lan lebih muda
dari dirinya, tapi pengalamannya di dunia persilatan tidak bisa
dibandingkan dengannya, dalam hati dia berpikir, siapa Thian-ho-
tiauw-sou ini, dan kenapa dia mau mencari aku?
Hati penuh pertanyaan, tapi setelah dipikir-pikir, dia malah
mengira Hui-lan hanya menakut-nakuti dia saja, maka sambil
tertawa dia berkata:
"Kita tidak usah pedulikan mereka, pokoknya kita besok pagi-pagi
sekali kita berangkat saja!"
Setelah berkata dia langsung masuk ke kamarnya sendiri.
Malam sudah berjalan, karena tempat ini sepi, walaupun belum
terlalu malam, tapi disekeliling sudah sangat sepi sekali.
Waktu sekarang sudah sekitar jam delapan malam, Sin-hiong
sedang berbaring diatas ranjang pura-pura tidur, mendadak di atas
atap rumah terdengar suara baju tersampok angin.
Sin-hiong langsung bangun, terdengar diatas atap ada orang
berteriak:
"Disana ada orang!"
Salah satu lainnya mendengus dan berkata:
"Kita kejar untuk melihatnya!"
Selesai bicara, diatas atap kembali menjadi sepi!
Sin-hiong berjalan ke jendela melihat keluar, terlihat langit penuh
bintang, setengah bayangan orang pun tidak ada?
Hatinya merasa heran, diam-diam berkata:
"Gerakan ketiga orang itu sungguh cepat sekali, tidak aneh nona
Lan mengatakan mereka tidak mudah dihadapi, apakah mereka
datang kemari untuk menghadapi aku?"
Ketika Sin-hiong berpikir, dia sudah selesai memakai bajunya,
sambil membawa Kim-kau-po-kiam dia melesat ke atap rumah, dia
tidak ingin membangunkan nona Lan.
Setelah itu dia terbang dengan cepat menyusul mereka.
Gerakan dia sangat cepat, dalam beberapa kali loncatan, dia
sudah keluar dari kota, tapi saat matanya menyapu, tiga orang
didepan itu sudah pergi entah kemana?
Sin-hiong jadi tertegun, dengan ilmu silatnya sekarang, orang-
orang dunia persilatan tidak ada satu pun yang dilihatnya, pesilat
tinggi kelas satu pun, dia tidak akan menaruh di dalam hati!
Tapi, kecepatan ketiga orang ini dari mulai muncul sampai pergi,
sungguh di luar dugaannya, bagaimana dengan Thian-ho-tiauw-sou,
itu tidak perlu dikatakan lagi?
Dia tertegun sejenak, dia melihat ke tempat jauh, tampak secara
samar di kejauhan ada sebuah gunung kecil, di atas gunung tumbuh
beberapa pohon, di daerah ini selain gunung itu yang bisa
menghalangi pandangan, tempat yang lainnya semua bisa diawasi,
Sin-hiong tidak banyak pikir lagi, langsung berlari kesana!
Untuk mencapai gunung itu, dia harus melalui lapangan liar yang
amat luas, saat tubuhnya muncul, mendadak di dalam hutan ada
orang berteriak:
"Toako, kenapa bisa datang satu lagi?"
Suaranya seperti di kenal, begitu Sin-hiong mendengar dia sudah
tahu orang itu adalah salah seorang dari tiga orang yang datang ke
penginapan, dia sedikit pun tidak menghentikan gerakannya,
dengan cepat melesat kesana!
Tapi, ketika dia hampir sampai di gunung kecil itu, orang yang
berada di gunung tiba-tiba mengeluar-kan suara "Iiih!" lalu berkata:
"Lo-ji, kau salah lihat, orang ini baru yang kita inginkan!"
Setelah berkata, mendadak terdengar "Ssst ssst ssst!", dari
dalam hutan itu loncat keluar tiga bayangan orang!
Ketiga orang yang mendadak muncul, tanpa basa basi langsung
menghadang jalannya Sin-hiong, orang yang di tengah berteriak:
"Berhenti!"
Sin-hiong pura pura tidak mendengar, dia masih terus lari ke
depan!
Tapi baru saja dia bergerak, mendadak di depan matanya ada
sinar perak berkelebat, serangkum hawa dingin yang tajam
menyabet wajahnya!
Sin-hiong berteriak lalu berkata:
"Kenapa kalian tidak tahu aturan?"
Setelah berkata, lima jari kanannya sudah maju mencengkram!
Orang itu tertawa dingin:
"Melihat dari jurusnya, tidak percuma kau mendapat julukan itu!"
Sedikit merubah gerakan pergelangan tangan, ujung pedangnya
sudah memotong ke arah lima jari Sin-hiong!
Jurus pedang orang ini sangat hebat, perubahan jurusnya pun
sangat cepat, kedahsyatan jurusnya, jarang terlihat di dunia
persilatan!
Sin-hiong pun merasa kagum, dalam hatinya teringat kata-
katanya Hui-lan, matanya menyapu, terlihat orang yang di hadapan
ini adalah orang yang paling muda di antara ketiga orang ini,
otaknya berputar cepat, di dalam hati berkata:
"Orang ini sudah begini hebat ini, dua orang lainnya jangan
dikatakan lagi!"
Setelah berpikir, jari tangannya diputar dan menyentil, lalu
berteriak:
"Coba jurus ini!"
Mendadak lima jarinya menjulur ke depan, dengan cepat
mengunci ke arah pergelangan orang itu!
Orang itu dengan tenang menghentakan pedang pusakanya,
ujung pedang kembali menyabet ke arah lima jari Sin-hiong!
Sin-hiong sedikit tertegun dan berteriak:
"Jurus yang hebat!"
Dua jarinya menyentil, dia sudah mengerahkan ilmu jari yang
telah menggemparkan dunia persilatan, Tan-ci-sin-tong (Sentilan
jari dewa), dia yakin bisa mementalkan pedang lawannya ke
samping, tapi siapa sangka kenyataannya tidak sesuai!
Saat pedang orang itu sudah hampir mengenai jari tangan Sin-
hiong, mendadak lawannya menarik pedangnya dan mundur ke
belakang, sambil tertawa dingin dia berkata:
"Kim-kau-kiam-khek benar-benar hebat, aku marga Hoa ingin
mencobanya beberapa jurus lagi?"
Pedangnya diayunkan dari samping, mem-bentuk bunga-bunga
pedang meluncur ke arah bahu kanan Sin-hiong!
Sifat Sin-hiong memang berbeda dengan orang lain, jika bertemu
lawan kuat dia akan semakin kuat, jika bertemu dengan yang lemah
dia masih bisa mengalah sedikit, dia melihat orang ini usianya masih
muda, ilmu pedangnya sudah sehebat ini, di dalam hatinya sudah
menyukai pada bakat orang ini.
Tapi pikiran lawannya malah berbeda dengan dirinya, dengan
jurus ini lawannya sudah mengerah-kan seluruh kemampuannya,
bertekad ingin merebut kemenangan, sentilan jari Sin-hiong jadi
tidak berhasil mementalkan pedangnya, sepasang mata Sin-hiong
melotot, segera mengangkat lengan mencabut keluar Kim-kau-po-
kiam, sekali menggetarkan tangan, satu kilatan dingin menyerang
orang itu, sambil tertawa dia berkata: "Kau mau mengadu jiwa?"
Serangan pedangnya ini adalah serangan yang paling lihay dari
jurus Kim-kau-kiam, pedangnya baru bergerak, sudah terdengar
suara gemuruh, bukan saja telah menghindari pedang lawan, di
dalam kilatan perak, juga sudah menutup enam jalan darah besar di
depan tubuh lawan!
Tubuh orang itu berkelebat, lalu mendengus: "Jurus inipun tidak
bisa berbuat apa-apa?" Dia malah balik menyerang, sambil
menggetarkan pergelangan tangan, dalam sekejap mata telah
menusukan pedangnya tiga kali!
Kelihatannya orang ini sudah berniat mengadu jiwa dengan Sin-
hiong, terlihat jurus yang diguna-kannya sangat bahaya, tapi karena
Sin-hiong sudah mengeluarkan jurus pedangnya, walaupun kemam-
puan dia lebih tinggi lagi, juga tidak mungkin bisa mengalahkan Sin-
hiong, dua orang yang berdiri di belakang melihat ini, tidak tahan
wajahnya jadi berubah hebat!
Kedua orang itu bersama-sama berteriak: "Lo-sam, jangan!"
Dalam sekejap mata, otak Sin-hiong berputar beberapa kali, di
dalam hati berkata:
'Aku tidak punya dendam denganmu, kenapa begitu bertemu
langsung mau mengadu nyawa? Sin-hiong menggetarkan
lengannya, Kim-kau-po-kiam sudah menangkisnya, terdengar
"Traang!"
keras sekali, di depan mata kembang api berpijar, orang itu
sudah didorong mundur lima langkah ke belakang oleh Sin-hiong!
Dalam jurus tadi, Sin-hiong masih menaruh kasihan, jadi tidak
ingin melukai lawannya, jika dia menggunakan seluruh tenaganya,
mungkin orang itu sekarang sudah terluka oleh pedangnya.
Hati orang itu terkejut sekali, dua orang yang ada di pinggir pun
wajahnya berubah warna!
Sebenarnya ketiga orang ini adalah saudara sekandung, tiga
orang ini semuanya adalah muridnya Thian-ho-tiauw-sou, dia telah
menciptakan jurus pedang Thian-san yang sangat hebat, jaman
sekarang mungkin tidak ada jurus pedang dari perguruan mana pun
yang dapat melawannya, tidak diduga hari ini ternyata jurus
pedangnya bisa dikalahkan oleh Sin-hiong dengan tenangnya,
bagaimana hal ini tidak membuat mereka terkejut?
Di antara tiga orang ini, yang sulung namanya Hoa Tiang-hong,
yang nomor dua Hoa Sian-hong, nomor tiga Hoa Leng-hong,
mereka belajar ilmu silat pada Thian-ho-tiauw-sou sudah dua puluh
tahun lebih, sepanjang hidupnya belum pernah keluar dari Pek-
thian-san, mereka mengira jurus pedang Thian-san tidak ada
lawannya di seluruh dunia, kali ini tiga orang itu ikut Thian-ho-
tiauw-sou keluar gunung, ambisinya sangat besar, tapi diluar
dugaan pada pertarungan pertama setelah keluar gunung, mereka
sudah mengalami kekalahan kecil?
Hoa Leng-hong menarik nafas dan berkata:
"Ulang lagi, ulang lagi!"
Sin-hiong melihatdia dan bertanya:
"Aku Sen Sin-hiong, belum pernah kenal dengan kalian bertiga,
apakah kalian bertiga telah salah mencari orang?"
Menurut pikirannya, setelah memberitahukan namanya, mungkin
mereka sadar telah salah mencari orang, siapa sangka, setelah dia
memberitahukan namanya, Hoa Leng-hong dengan dingin berkata:
"Hemm.. hemm... kau mau menggunakan nama besar Kim-kau-
kiam-khek menekan kami!"
Sin-hiong tertegun sejenak, dalam hati berpikir:
'Rupanya mereka sudah menetapkan sasaran-nya adalah aku',
saat itu dia berkata lagi:
"Apakah kalian bisa beritahukan nama besar kalian?"
Dia kembali berpikir, tidak peduli kalian ini dari Thian-san atau
dari Tai-san, aku Sen Sin-hiong tidak pernah mengusik kalian?
Sepanjang hidupnya dia sudah sering men-dapat penghinaan
orang, sejak kecil dia sudah terbiasa menahan diri, sekarang
walaupun ada orang meng-hina, dia tetap masih tidak mau marah.
Hoa Leng-hong mengluarkan suara dari hidungnya dan berkata:
"Kau belum pantas mengtahui nama kami bertiga?"
Kata-kata ini sangat menusuk telinga, tapi Sin-hiong masih
memaksa diri tidak marah, dia melirik, terlihat dua orang yang
berada dibelakang Hoa Leng-hong juga sudah bersiap-siap, dia
sadar asal dirinya bergerak, mungkin dua orang di belakang Hoa
Leng-hong juga akan ikut bergerak?
Saat ini jarak Hoa Leng-hong pada Sin-hiong hanya kurang dari
satu tombak, kedua orang saling pandang, Hoa Leng-hong
memegang pedangnya erat-erat, Sin-hiong menghela nafas dan
berkata:
"Hay! Buat apa saudara memaksa aku seperti ini!"
Walaupun dia tidak mau mengusik orang, tapi orang tidak mau
melepaskan dia, Hoa Leng-hong berteriak, pedangnya sudah
menyerang!
Baru saja Hoa Leng-hong menyerang, tiba-tiba di dalam hutan di
atas gunung berkelebat bayangan merah dan seorang berteriak:
"Sen-tayhiap, kali ini giliran kami dari pulau Teratai!"
Setelah berbicara, sebuah kilatan perak sudah menyerang ke
arah Hoa Leng-hong.
Sin-hiong tertegun, pikirnya kapan dia datang?
Ternyata orang ini adalah Hui-lan, walaupun usianya lebih muda
satu dua tahun dari Sin-hiong, tapi pengalamannya di dunia
persilatan lebih banyak dari pada Sin-hiong, dia sudah lama
mengenal ketiga orang ini adalah pesilat tinggi dari perguruan
Thian-san, tadi siang dia pernah memperingatkan kepada Sin-hiong,
melihat sikap Sin-hiong seperti tidak memperhatikan, maka dia
seorang diri diam-diam bersiap.
Baru saja tiga bersaudara muncul di atap kamar, Hui-lan sengaja
sekelebat menampakkan diri, tujuannya adalah memancing mereka
bertiga keluar, tapi tidak diduga ilmu silat Hoa bersaudara begitu
hebat, sepanjang jalan mengejar hampir saja dia terkejar, sampai
tidak ada jalan lagi, jika bukan Sinhiong muncul tepat pada
waktunya, maka keadaan dia akan sangat terancam.
Saat Hui-lan tadi muncul, sengaja menyebut-kan nama pulau
Teratai, tujuannya adalah supaya mereka tahu jati dirinya, siapa
sangka Hoa Leng-hong sedikit pun tidak peduli, sambil menarik
lengannya sambil tertawa dingin dia berkata:
"Sebenarnya kami pun ingin mencari orang dari pulau Teratai
tapi sulit menemukannya, kebetulan sekali kau datang kemari!"
Dia menggetarkan pedangnya, langsung meli-bat pedang Hui-lan.
Sin-hiongyangmelihat,tidaktahandiam-diam
mengkhawatirkannya, sebab dia sadar, tubuh Hui-lan masih diatas
udara, serangannya walaupun dahsyat, tapi sulit mengerahkan
tenaga, dia khawatir celaka, maka sekali berkelebat dia berteriak:
"Nona Lan hati-hati!"
Dengan cepat dia menusukan pedangnya pada jalan darah Beng-
bun Hoa Leng-hong!
Jurusnya ini sebenarnya hanya untuk mengalih kan perhatian
Hoa Leng-hong, siapa duga, baru saja dia bergerak, mendadak
terdengar seseorang berteriak:
"Mengeroyok orang, bagaimana bisa disebut seorang Enghiong?"
Lalu terasa ada satu hawa dingin pedang menyerang dari
belakang!
Sin-hiong berkelebat dan telapak tangannya menyapu ke
belakang, serangan ke arah Hoa Leng-hong tetap tidak berubah,
tapi setelah dia menyapukan tangannya, pedang yang menyerang
dari belakang sudah ditepisnya dia ke samping!
Hui-lan tertawa:
"Sen-tayhiap, kenapa kau begitu memandang rendah kami dari
pulau Teratai?"
Setelah tertawa, mendadak terlihat sinar pedang di tangannya
mengembang, serangan pedang Sin-hiong ini sudah sangat cepat,
tapi pedang Hui-lan hampir tidak kalah cepatnya dengan dia, Sin-
hiong menggeleng-kan kepala dan memujinya:
"Jurus pedang pulau Teratai benar-benar hebat?"
Ternyata Hui-lan tadi sengaja ingin pamer, melihat Sin-hiong
memujinya, hatinya menjadi sangat gembira, Hoa Leng-hong yang
diserang dari depan dan belakang, buru-buru meloncat mundur
sejauh tiga tombak, maka Hui-lan dengan tenang turun ke bawah.
Wajah Hoa bersaudara berubah hebat, orang tertua bersaudara
Hoa Tiang-hong berkata:
"Kalian dulu yang melakukan pengeroyokan, jangan salahkan
kami!"
Dia mengayunkan pedangnya di depan tubuh dengan indah, Sin-
hiong dan Hui-lan tidak tahu dia ingin melakukan apa dengan
gerakannya? Ketika sedang tertegun, mendadak merasa di belakang
tubuhnya ada angin tajam, segera mereka masing-masing
menusukan pedangnya ke belakang, Hui-lan tertawa dan berkata
pada Sin-hiong:
"Sen-tayhiap, malam ini kita berdua harus dengan puas
bertarung!"
Begitu pedangnya menyerang, serangan kedua dan ketiga tidak
putus-putusnya berlangsung, dalam sekejap mata, di depan tubuh
Hui-lan sudah terbentuk satu tabir pedang dan maju menekan ke
arah Hoa Leng-hong!
Melihat ini, semangat Sin-hiong jadi naik diapun berteriak keras:
"Jurus pedang bagus! Jurus pedang bagus!"
Melihat orang bertarung Sin-hiong jadi gatal ingin bertarung juga,
maka sekali menggetarkan lengan, sinar perak di tangannya jadi
mengembang, dalam sekejap dia telah menyerang sebanyak lima
enam jurus ke Hoa Sian-hong dan Hoa Tiang-hong yang ada di
belakang!
Hoa Tiang-hong dan Hoa Sian-hong berdua tertawa dingin dan
berkata:
"Kau juga tidak jelek!"
Hoa Sian-hong bukannya maju malah mundur, digantikan oleh
Hoa Tiang-hong maju menghadang!
Sin-hiong mengerutkan alis dan berkata:
"Hanya satu orang saja yang maju?"
Dia mempercepat gerak pedangnya, kekuatan pedangnya tidak
kurang dari seribu kati, Hoa Tiang-hong merasa tekanannya
semakin berat, buru-buru meloncat ke belakang, Hoa Sian-hong
sudah kembali menerjang ke depan, pedangnya menyerang dari
samping, sambil mendengus dia berkata:
"Kau salah mencari lawan, babak ini harus aku yang
menghadangnya!"
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 2 komentar... read them below or add one }
salam sehat
nice gan, makasih atas share postnya salam :)
Posting Komentar