Cersil : Rahasia Istana Terlarang 3 [Serial Kunci Wasiat]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 07 Oktober 2011

Si Raja Obat Bertangan Kejilah yang paling gelisah. keringat dingin mengucur ke luar
membasahi seluruh tubuhnyaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
“Wan-jie!” serunya cemas. “Ucapan Siauw Ling sedikitpun tidak salah, kematian adalah
suatu peristiwa yang besar, janganlah kau gunakan kematian sebagai bahan lelucon-ayoh
cepat mundur!”
“Anak buah empek Shen amat banyak,” bisik Wau jie dengan nada yang lembut setelah
rnemandang sekian para boesu yang mengurung disekeliling tempat itu. “Sulit bagi kalian
untuk lolos dari kepungan dalam keadaan selamat….”
“Sekalipun mereka berhasil menerobos keluar dari kepungan, nona serta kedua orang
tua Siauw Ling pun tak dapat lolos dalam keadaan hidup,” sambung Shen Bok Hong
sambil tertawa berat.
Wan-jie tidak berbicara lagi, ia dorong tu-buh Kim Lan sambil berbisik, “Ayoh Jalan.”
Tatkala menjumpai Shen bok hong tadi saking takutnya seluruh tubuh kimlan teal
berubah jadi lemas, untuk maju melangkah ke depan rasanya berat sekali, namun ketika
teringat akan keadaan wan jie yang lemah dan tidak mengerti ilmu silat namun tidak takut
mati, terpukullah hati kecillnya, sambil gertakan giginya dan keraskan hatinya ia berjalan
menuju kearah shen bok hong.
Keadaan siRaja Obat Bertangan Keji lebih lebih mengenaskan iagi, saking cemasnya
keringat dingin mengucur keluar tiada henti-nya membasahi seluruh tubuhnya.
Siauw Ling yang menyaksikan tingkah laku kedua orang gadis tersebut dari kejauhan,
diam-diam mengempos tenaga guna melakukan persiapan, pedang dicekal kencangkencang
lalu berseru dengan dingin dengan keras, Shen Bok Hong, dia adalah seorang
gadis lemah yang sama sekali tidak mengerti akan ilmu silat, bila kau berani melukai
dirinya, maka namamu akan jatuh pamor, kau tidak akan punya muka lagi untuk unjuk
muka lagi untuk berjumpa dengan enghiong di kolong langit ini.
Keadaan S Raja Obat bertangan keji lebih mengenaskan lagi, saking cemasnya keringat
dingin mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh tubuhnya.
“Shen Bok Hong!” iapun berseru. “Kalau kau lukai siauwli. maka aku akan meracuni
pula seluruh penghuni perkampungan Pek Hoa san-cung mu, anjing ayam tak akan kubiarkan
hidup!”
“Tia, Siauw-ling, harap kalian legakan hatimu. Empek Shen tidak nanti melukai di-riku.”
seru Wanji sambil berpaling.
“Haapa.—haa…. jangan terlalu yakin dengan jalan pikiranmu sendiri,” seru Shen Bok
Hong tertawa terbahak-bahak. “Ayahmu telah memutuskan persaudaraan dengan diriku
sedang empek Shen mu bukan seorang manusia yang berjiwa besar, kemungkinan besar
akan melukai dirimu.”
Semeutara pembicaraan berlangsung. Wan jie dengan Kim Lan telah berada dihadapan
tubuhnya.
Wan jie tersenyum.

“Empek Shen. Boanpwe tidak dapat menggunakan racun, kau tak usah jeri padaku.”
Katanya.
“Hmm! sekalipun kau dapat menggunakan racunpun. aku tidak nanti jeri kepadamu “
“Kalau begitu bagus sekali, silahkan Em-pek Shen tempelkan telingamu ke tepi bibirku,
hendak membisikkan sesuatu kepadamu.”
„Persoalan apa?” tanya sben Bok Hong rada tertegun. “Silahkan nona utarakan begitu
saja.”
“Tidak bisa, apa yang akan kuucapkan merupakan suatu rahasia yang amat besar, aku
tidak ingin merekapun ikut mendengar.”
“Apakah ayah mu sendiripun tak boleh ikut mendengarkan?”
“Bila ia tahu, mungkin aku akan di caci-maki habis-habisan, tentu taja ia tak bolch ikut
mendengarkan.”
Shen Bok Hong termenung berpikir seben-tar, akhirnya ia bongkokkan tubuhnya yang
tinggi besar itu dan ditempelkan telinganya disisi biblr gadis tersebut.
Tampak Wan-jie kasak kusuk membisikan sesuatu ketelinga Shen Bok Hong, diikut air
muka gembong lblis itu berubah hebat.
“Sungguh?” tanyanya sambil bangun ber-diri.
“Banyak perkataan telah kuucapkan, badan ku terasa amat lelah sekali, kalau kau tidak
mau percaya, akupun tak dapat berbuat apa-apa.”
Sekilas eahaya penuh napsu membunuh berkelebat diatas mata Shen Bek Hong lalu ia
berseru, “Budak cilik, aku harus menghancur lumatkan tubuhmu terlebih dahulu!”
Wan jie tersenyun.
“Janganlah disebabkan urusan kecll ini hingga mengakibatkan masalah besar jadi
terbengkelai. apa gunanya kau bunuh seorang gadis lemah yang tidak mengerti ilmu silat
macam aku?”
Seandainya aku kabulkan permintaanmu dan membuyarkan para boe-su yang mengurung
disekelillng tempat ini?” perlahan-lah napsu membunuh diatas wajah gembong iblis
itu menyusnt.
“Tentu saja kupenuhi janjiku tadi itu!”
“Seandainya kau membohongi aku?”
“Lepaskan dulu mereka agar berlalu dari sini, akn akan tetap tinggal disini sebagai
sandera.”

Para jago tidak tahu apa yang telah di-ucapkan gadis tersebut kepada Shen Bok Hong
namun setelah mendengar kesanggupan gembong iblis itu untuk membnyarkan para
boesu yang berada disekitar tempat itu, mereka sama sama tercengang dan tidak habis
mengerti.
“Baik! kita tetapkan demikian saja,” seru Shen Bok Hong, ia ulapkan tangannya dan
menambahkan. “Buka sebuah jalan buat mereka!
sekitar tempat itu sama-sima mengiakan, dari arah Tiraur. Barat. utara maupun Selatan
terbukalah sebuah jalan untuk Icwat.
“Empat pintu telah kubuka semua. terserah kalian hendak berlalu dengan lewati arah
mana!” ujar gembong iblis itu kembali.
Wan-jie segera berpaling dan memandang sekejap kearah Sianw Ling, pintanya,
“Siauw.ling, aku mohon kepadamu sudi-lah msndengarkan perkataanku, mau bukan?”
“Nona Wan, katakanlah permintaanmu itu!”
“Oawaiaii kedua orang tuamu serta para jago. berangkatlah menuju kearah Selatan.”
“Bagaimana dengan nona sendiri?”
“Aku akan tetap berada disini sebagai sandera.”
“Tidak bisa, aku Siauw Ling sebagai seorang lelaki sejati tidak sudi melakukan
perbuatan seperti itu, lebih baik aku bertempur sampai tiiik darah penghabisan
daripada mendengarkan permintaan nona….”
“Aaaa! kau, sebagai seorang enghiong memang sepantasnya bartempur sampai titik
darah penghabisan tetapi bagaimana nasib ke dua orang tuamu? apakah merekapun
harus menemani kau untuk bertempur sampai mati….?”
Siauw Ling tertegun, untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengungkapkan
sepatah katapun.
“Shen-heng!” Tiba-tiba si Raja obat ber-tangan keji berseru sambil menjura. “Sianw-te
akan tetap tinggal disini sebagai sandera, bagaimana kalau kau bebaskan siauw-li.”
“Percuma aku menahan dirimu!”
“Oooh Tia!” Seru Wan jie. “Detik ini pu-trimu berada disisi empek Shen. seandainya ia
membabatkan telapak tangannya niscaya putrimu segera akan mati binasa, sekalipun Tia
ada maksud menolong akupun percuma.
“Anaku, siapa suruh kau hantarkan diri kemulut harimau?”
“Kini putrimu telah berada diambang mulut harimau, banyak bicarapun tak ada
gunanya “

Mendadak gadis itu tersenynm, tambahnya
“Tapi aku percaya bahwa empek Shen tidak akan melukai diriku”sinar matanya
beralih keatas wajah Shen Bok Hong “Benar bukan empek Shen?”
“Asal kau tidak membohongi aku, tentu saja ttdak nanti kulukai dirimu….!”
“Nah, sudah kalian dengar perkataannya itu? kenapa belum juga pergi?”seru Wanjie
sambil menyeka air keringat diatas kepalanya-
Mendadak Sianw Ling menggertak gigi, kepada si Raja obat serta sepasang pedagang
cerunya, “Aku minta agar cuwi sekalian dengan membawa serta kedua orang tuaku
segera berlalu dari sini, aku orang she Siauw akan tetap berada disini mendampingi nona
Wan.”
“Begitupun balk juta.” Wan jle mengang-guk sambil membenahi rambutnya yang kusut,
meski situasi amat gawat namun gadis lemah tersebut sama sekali tidak gentar,
malahan ia kelihatan begitu tenang.
“Meskipun tabiat empek Shen rada licik dan jahat, namun otaknya amat pintar,
tidak nanti membinasa diri kita karena mengikuti napsu sehingga merusak cita-cita
untuk menjagoi dunia persilatan….”
Sinar matanya menyapu sekejap wajah Shen Bok Hong, tanyanya, “Benar bukan Empek
Shen?”
“Hmm, anggap saja benar!”
Wan-jie.tersenyum, sinar matanya kembali beralih keatas wajah Siauw Ling dan
menambahkan
“Anakku jangan bunuh diri,” seru Raja obat bertangan keji dengan air mata bercucuran.
“Nah. Kalan begitu kalian harus segera pergi dari sini!”
Kim Lan tidak berani membangkang, ber-sama-sama si Raja Obat Bertangan Keji
mereka segera berlalu kearah Selatan.
Menanti semua orang telah berlalu. wanjie jadi lemas karena mengeluarkan banyak tenaga
untuk bicara, kakinya lemas dan badannya roboh keatas tanah.
Untung Siauw Ling berada didekatnya, dengan cepat si anak muda itu menyambar
tubuhnya dan dipeluknya erat-erat.

Wan-jie menghembuskan napas panjang, dengan sikap yang tenang ia bersandar
didada Siauw Ling lalu ujarnya sambil tertawa, “Aku masih ingat bahwa aku pernah
memberitahukan namaku kepadamu, kau tentu masih ingat bukan?”
“Tentu saja masih ingat?”
“Coba katakan siapa namaku?”
“Bukankah nona bernama Lam-kong Giok?”
“Ehmm, sedikltpun tidak salah.”
Selama ini Shen Bok Hong hanya berdiri mematnng disisi kalangan, sejak para jago
meninggalkan tempat itu tak sepatah kata-pun yang diucapkan, kini kesabarannya telah
habis, dengan suara dingin segera tegurnya, “Perkataan semacam itu lebih baik dibicarakan
nanti saja, meski kesabaran loohu baik, namun kalian harus tahu bahwa bahwa
kesabaran seseorang itu terbatas!”
Siauw Ling menoleh, setelah dilihatnya bayangan para jago lenyap tak berbekas, ia
lantas berseru sambil busungkan dada, “Shen Toa Cungcu, kau ingin ajak aku orang she
Shiauw berdue!?”
Seluruh tubuh Shen Bok Hong tergetar keras saking marahnya, dengan paksa ia menahan
hawa marahnya itu, katanya, “Shen Toa Cung-cu sangat berharap bisa menawan aku
serta kedua orang tuamu kembali keperkampungan Pek Hoa-san-cung, kini harapannya
susah terwujud, aku tebak dalam hati ia tentu merasa mendongkol sekali.”
Siauw Ling segera berpikir setelah mende-ngar perkataan itu, “Bocah ini rupanya
sedang cari gara-gara, dalam keadaan serta situasi seperti ini sudah untung kalau Shen
Bok Hong tak mau turun tangan melukai dirinya. apa gunanya sih mengolok olok dia
sehingga membangkitkan hawa amarahnya? jaraknya dengan dia begitu dekat seumpama
kata gembong iblis itu berubah pikiran, mungkia tidak sempat bagiku untuk menolong
jiwamu….”
Dalam hati ia berpikir demikian, dimulut ia mengiakan.
“Ucapan nona sedikitpun tidak salah”
Lam kong giok tersenyum.
“Tapi…. sayang seribu kali sayang,” kata-nya kembali. “Sepandai-pandainya tupai
melompat akhirnya jatuh juga, sepintar- pintarnya seseorang akhirnya kena dipecundangi
pula oleh orang lain, disebabkan hendak membinasakan kita berdua, cita-citanya untuk
menguasai dunia kangouw akan beran-takan.”
Siauw Ling tidak mengerti apa yang sedang dimaksudkan gadis tersebut, namun ia
rnenjawab juga sekedarnya.
“Sedikitpun tidak salah!”

“Selama ini aku selalu menyebut ShenToa Cung-cu sebagai empek, tapi kini ia telah
memutuskan hubungan persaudaraan dengan ayahku. apa boleh buat…. akupun tak bisa
me nyebut dia sebagai empek lagi!”
Tidak malu Shen Bok Hong disebut sebagai seorang pemimpin dunia kangouw, ken-dati
Larn Kong Giok mengejek, menyindir maupun mengolok-olok dia dengan kata apa pun, ia
tetap membungkam dalam seribu bahasa, sikapnya tetap serius dan tubuhnya sama sekali
tidak berkutik dari tempat semula.
Kurang lebih seperminum teh kemudian gembong iblis ini baru buka suara menegur,
“Nona, waktunya sudah habis!”
“Ehmm. benar, waktunya memang sudah habisl”
“Sekarang kau harus penuhi janji yang telah kau katakan pada diri loohu itu!”
“Begini saja, seru Lam-kong Giok sambil menyapu sekejap sekeliling tubuhnya.
“Buyarkan dulu para boo-su berbaju hitam itu, dengan demikian aku bisa segera
melarikan diri setelah barang itu kuserahkan kepadamu….
Sinar mata Shen Bok Hong berputar, ia termenung dan membungkam.
“Sudahlah, tak usah mencari akal setan lagi,” tegur Lam-kong Ciok tersenynm. “Peta
tersebut telah kubagi menjadi beberapa ba-gian dan kusembunyikan dibeberapa tempat
yang berbeda pula, sekalipun kau berhasil membinasakan diriku dan mendapatkan
sebagian dari peta itupun percuma saja, tidak nanti kau mendapat sesuatu dari peta yang
tak lengkap.”
“Heeeh…. heeeh nona, apakah kau tidak merasa terlalu banyak syarat yang kau ajukan.”
“Kau telah menyetujui untuk tidak mencelakai kami, apa bedanya kalau cuma
membuyarkan para boe-su disekeliling tempat ini?”
“Dengan cara apa kau hendak membukti-kan kepadaku bahwa kau bukan lagi
membohongi diriku -?”
“Aku tidak nanti membohongi dirimu, kalau kau tetap banyak curiga, yah…. apa boleh
buat….”
Sinar matanya berputar menyapu sekejap tempat itu, lalu tambahnya, “Paling banter
kau cuma dapat membinasa kan diriku seorang, Siauw Ling pasti berhasil meloloskan diri
dari kepungan. Eeeei orang she Shen, pada saat ini kau berdiri pada posisi yang tidak
menguntungkan, mengapa tidak mau mengalah satu tindak?”
“Budak cilik.” seru Shen Bok Hong sambil menarik napas panjang. “Kalau kau bohongi
aku, maka sekalipun kau bersembunyi diujung langitpun akan kucari sampai ketemu dan
akan kusuruh kau mencicipi bagaimanakah rasanya siksaan yang terhebat dikolong la-ngit
ini.”

“Sebaliknya kalau aku tidak membohongi dirimu?”
“Timbal balik yang loohu berikan kepadamu rasanya tidak terhitung kecil….” ia
ulapkan tangannya. “Buyarkan semua orang disekitar tempat ini!”
Tampak para boe-su yang berada disekitar tempat itu sama-sama mengundurkan diri,
dalam sekejap mata mereka telah bubar semua.
“Nona, para boesu disekeliling tempat ini Sudah pada bubar, dan loohu-pun sudah
berulang kali mengalah kepadamu, harap kau sedikit tahu diri….” Shen Bok Hong
memperingatkan.
Lam kong Giok tidak langsung menjawab, ia menyapu sekejan para lelaki berbaju
merah yang berada dibelakang gembong iblis itu, kemudian berkata, “Toa-cung-cu,
setelah kau membubarkan para boe-su berbaju hitam yang berada disekeliling tempat ini.
rasanya kau tak perlu menahan pula lelaki berbaju merah itu.”
“Nona, janganlah membangkitkan hawa gusar dalam hati loohu, kalau kau mendesak
diriku terus menerus, kemungkinan besar aku akan berubah pikiran.”
Siauw Ling yang selama ini membungkam terus, tiba-tiba mencela dari simping ;
“Peluang bagimu untuk menghalangi perjalanan aku orang she-siauw kian lama kian
bartambah kecil. kalau Toa-chung-cu tidak percaya silahkan coba sendiri.”
“Perjalanan sejauh seratus li telah kau le-wati sembilan puluh li. ini merupakan
langkahmu yang terakhir. Kalau kau tetap keras kepala maka usahamn selama ini akan
menemui kegagalan total,” Lam Kong Giok menambahkan.
Tiba-tiba Shen Bok Hong angkat kepala dan tertawa terbahak-bahak
“Haaa…. haaa haaa…. sungguh tak kunyana aku Shen Bok Hong sebagai seorang
pemimpin kangouw harus tunduk dan kecun-dang ditangan seorang gadis lemah yang
ber-penyakitan!”
“Toa cung-cu, kau terlalu memiji!” Shen Bok Hong berpaling kearah lelaki berbaju
merahnya dan menitahkan, “Kalian mundurlah sejauh setu tombak” Lelaki-lelaki berbaju
merah yang berdiri dibelakang gembong iblis itu tidak membangkang. dengan mulut
tertutup mereka sama-sama mengundurkan diri kebelakang.
Menanti orang-orang Itu telah lenyap di-tengah kegelapan, Shen Bok Hong baru
berkata kembali, “Nona, apakah kau masih ada syarat lain?”
“Tidak ada ” ia merogoh saknnya ambil keluar sebuah bungkusan kain kuning lain
melanjutkan. “Padahal peta ini ada didaiam saku bajuku dalam keadaan komplit, perduli
dengan cara apapun kau tawan atau bunuh aku. benda ini dapat kan peroleh dengan
gampang sekali.”

Shen Bok Hong siap meayambut bungkusan itu, tapi secara tiba-tiba Siauw Ling
membentak keras, “Tunggu sebentar!”
“Saudara Siauw, apa maksudmn?”
Pedang ditangan si anak mnda itu memben-tuk gerakan satu lingkaran, bunga pedang
berkelebat melindungi tubuh Lam Kong Giok, kemudian menjawab
Memandang kearah dimana Siauw Ling melenyapkan diri, gembong iblis ini
menghembuskan napas panjang, perlahan-lahan ia putar badan berlalu dari situ.
Ditiujau dari gerakan tubuh Siauw Ling kala meninggalkan tempat Itu, ia sadar bahwa
ilmu meringankan tubuhnya masih rada rendah jika dibandingkan dengan si anak muda
tersebut, tapi justru karena hal inilah niataya untuk membunuh Siauw Ling semakin tebal.
Dalam pada itu Siauw Ling dengan menggendong Lam Kong Giok melakukan
perjalanan cepat meninggalkan tempat yang sangat berbahaya itu. dalam sekejap mata
puluhan li telah dilewatkan. menanti dirasakannya Shen Bok Hong tidak mengejar datang
ia baru berhenti.
“Nona, perlukah kita beristirahat sejenak?”
“Oooh; sungguh cepat larimu. angin di-ngin yang menyabok wajahku hampir hampir
saja membinasakan dirikul”
“Aaaah nona maaf seribu kali maaf ber-hubung keadaan kita pada waktu itu amat
berbahaya, maka cayhe cuma sempat berpi-kir bagaimana caranya membawa nona
melarikan diri dari situ, cayhe telah lupa kalan nona baru saja sembuh dari sakit.”
Lam-kong Giok tersenyum.
•’Sebenarnya aku sudah pingsan sejak tadi.”
“Apakah disebabkan cayhe keburu ber-henti.”
“Bukan. berhubung kau membopong aku maka seandainya aku jatuh tidak sadarkan
diri, bukankah tak dapat kurasakan keha-ngatan tubuh yang bisa kurasakan hanya
sejenak ini saja?”
Siauw Ling tertegun, ia bungkam dalam seribu bahasa
“Masih ingatkah kau? ketika ayahku hendak menjodohkan diriku sebagai binimu, tapi
kau menolak dengan tegas….
000O000
SIAUW LING menghela napas panjang.

“Aiii. nona Giok, kejadian yang sudah lampau lebih baik tak usah diungkap lagi. kita
harus cepat-cepat menemukan kembali ayahmu.”
Perlahan-lahan Lam-kong Giok memejam-kan kembali sepasang matanya dan
membungkam, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya yang pucat.
Menyaksikan gadis itn melelehkan air mata, ingin sekali Siauw Ling menghibur dirinya
dengan beberapa patah kata, namun ia sadar sepatah kata lebih banyak ia ucap kan
berarti akan mendatangkan pula kere-potan bagi dirinya, maka ia berlagak pilon dan purapura
tidak melihat. Sambil membopong gadis itu cepat cepat Siauw Ling me lanjutkan
kembali perjalanannya,
Kurang lebih beberapa li kemudian, mendadak tampak dua sosok bayangan manusia
laksana sambaran kilat cepat meluncur da-tang, Siauw Ling ingin menghindari na-mun
tidak sempat lagi, terpaksa dengan tangan kiri ia menyambar Lam Kong Giok, tangan
kanannya segera mencabut keluar pe-dang poo-kiamnya.
Ketika tiba dihadapan si anak muda itu kedua sosok bayangan manusia tadi secara
mendadak berhenti, kiranya mereka bukan lain adalah Soen Put-shla serta si Raja obat
Bertangan Keji.
Tatkala si Raja obat Itu menyaksikan Siauw Ling telah kembali membopong putri
kesayangannya, hati yang semula gelisah kini jadi tenang kembali, tanyanya sambil
menghembus napas panjang, “siauw thayhiap apakah Siauwli terluka “
“Putrimu dalam keadaan sehat walafiat.”
Perlahan-lahan Tok chiu Yok ong mende-kati putrinya dan berbisik lirih
“Wan-jie, apakah kau baik-baik saja?”
“Tia, aku baik-baik saja ” sahut Lam-kong Giok sambil membuka matanya dan
memandang sekejap ayahnya.
Seolah-olah mendapatkan harta karun, cepat-cepat siraja obat itu membopong putrinya
dari tangan Siauw Ling.
“Anakku sayang. dengan cara apakah kau berhasil mengundurkan Shen Bok Hong?”
Rupanya Lam Kong Giok merasakan amat lelah sekali, dengan nada lemah ia
menyahut, “Oooo ayah! aku sudah tiada tenaga lagi untuk berbicara!”
“Baik baik, jangan bicara, jangan bicara, kau benar-benar putri si Raja Obat, mes-ki
baru sembuh diri penyakit parah namun kehebatannya luar biasa!”
Wajahnya penuh rasa gembira yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, hal ini bisa dibayangkan
betapa bangganya ia memiliki seorang anak yang cerdik.
“Kecerdikan serta keberanian putrimu benar-benar tidak berada dibawah seseorang
enghiong hoohan, cayhe merasa sangat ka-gum,”seru Siauw Ling memuji.

“Haaaa…. haaa…. pujian semacam ini muncul dari mnlut Siauw-thayhiap, tentu saja
kenyataannya tak bisa ditambah iagi.”
“Aku sipengemis tua benar-benar tidak mengerti dengan cara apakah nona Lam Kong
Giok berhasil mengundurkan musuh tang-gnh?” tanya Soen Put-shia.
“Tentu saja ia selalu menggunakan suatu siasat yang amat lihay sekali!”
Kiranya ia sendiripun tidak tahu dengan akal apakah putri kesayangannya berhasil
menaklukkan Shen Bok Hong yang terkenal akan kelicikan serta kekejiannya itu, bahkan
dapat membuyarkan pula para boe-su yang mengurung mereka.
Jilid 10
Soen Put-shia yang berada disisi kalangan pun ikut putar otak berpikir keras, “Putrinya
selalu berada dalam keadaan tidak sadarkan diri, selama belasan tabun hanya beberapa
hari saja berada dalam keadaan sadar: Dengan kejadian seorang gadis lemah tak
bertenaga ternyata berhasil menaklukkan seorang gem bong iblis kenamaan, hal ini
memang merupakan suatu peristiwa yang patut digirangkan, namun ditinjau sikapnya
yang latah…. apakah kegembiraan ini tidak sedikit berlebihan….”
Suatu ingatan berkelebat lewat dalam bona nya, kepada Siauw Ling segera ia bertanya,
“Saudara Siauw, tahukah anda dengan cara apakah nona Lam kong mengundurkan
musuh tangguh?”
“AKU kurang begitu jelas” sahut Siauw Ling seraya geleng kepala. “Yang cayhe ketahui
hanyalah nona Lam kong te-lah menyerahkan sebuah bungkusan kuning kepada Shen Bok
Hong.”
“Saudara Sianw. tahukah kau benda apakah yang ada di dalam bungkusan kain kuning
itu?”
“Agaknya sejenis peta rahasial”
“Peta rahasia tersebut tentu penting artinya. bahkan jauh lebih penting daripada
kematian kita beberapa orang “
“Sungguh aneh! sunggub mengherankan,” tiba-tiba si Raja Obat bsrtangan keji
menimbrung dan samping. “Selama ini putriku selalu berada dalam keadaan tidak
sadarkan diri. darimana ia dapatkan peta rahasia tersebut.
“Si makhluk beracun paling suka memuji ke pintaran putrinya,” pikir Soen Put shia
“Sampai-sampai dimasa tuanya ia rela melepaskan kejahatan kembali kejalan yang benar,
kenapa aku sipengemis tua tidak memuji-muji putrinya agar ia merasa gembira? dengan
berbuat demikian mungkin ia bisa merasakan banyak perbedaan antara manusia yang
ber-ada digolongan sesat serta manusia yang berada didalam golongan kaum lurus.”

Berpikir akan hal itn, ia lantas tersenyum dan berkata, “Kecerdikan putrimu tiada
tandingnya di kolong langit, perhitungannya selalu masak dan tepat, mana bisa kita duga
semua jalan pikirannya
Tidak salah lagi, si Raja Obat Bertangan Keji kontan jadi kegirangan setengah mati
setelah mendengar pujian itu.
“Soen-heng, terlalu berat ucapanmu itu.” serunya “Pada saat putriku muncul kembali
dalam dunia persilatan dikemudian hari, ma-sih sangat mengharapkan perhatian serta
bimbingan dari Soen-heng.”
“Dengan senang hati akan kulaksanakan permintaanmu itu.”
“Pada saat ini kedua orang tua Siauw thayhiap sedang menantikan kehadiran putra
kesayangannya, silahkah Soen-heng memba-wa Siauw thayhiap untuk berjumpa dengan
ayah ibunya, rasa cinta seorang ayah dan ibu terhadap putra putrinya akulah yang tau
paling jelas!”
“Bagaimana dengan loocianpwe….”
“Untuk sementara waktu loohu hendak berpisah dulu dengan cuwi sekalian.”
“Kemana kau akan pergi?” tanya sipengemis tua.
Keadaan putriku dalam kondisi penyembuhan, bila knbiarkan dia berada dalam keadaan
begini terus. bukankah tindakanku ini meru-pakan suatu tindakan yang patut disesalkan
sepanjang masa? Aku hendak mencari suatu tempat ditengah pegunungan yang sunyi dan
terpencil untuk mengasingkan diri, aku akan menggunakan seluruh kepandaian yang kumiliki
untuk mencari bahan obat mujarab, membuat pil mustajab dan dengan meminjam
kasiat obat obatan tersebut akan kugunakan untuk menutupi kekurangan kekurangan tubuh
putriku, aku hendak menggunakan tempo selama tiga tabun untuk menciptakan
sekuntum bunga aneh bagi dunia persilatan.”
“Entah dimana terdapat obat mujarab, di-mana kau hendak mencarinya….”
“Tentang sosl ini harap Soen-heng tak usah kuatirkan, tatkala siauw te sedang mencari
obat mujarab untuk menyembuhkan penyakit putriku tempo dulu, hampir seluruh puncak
serta lembah gunung yang tersohor telah ku jelajahi, meski obat mujarab untuk
menyembuhkan penyakit putriku tak berhasil kuda-patkan namun secara sambil lalu aku
berhasil mengumpulkan beberapa jenis bahan obat obatan yang sukar didapat, kini
benda-benda itu telah ditimbun di dalam suatu tempat yang rahasia sekali letaknya.”
Ia tarik napas dalam dalam memandang bintang yang bertaburan diangkasa,
sambungnya lebih jauh, “Aku selalu bercita cita, setelah penyakit putriku sembuh aku
akan membuat obat mujarab untuk menguatkan tubuhnya, kemudian mewariskan seluruh
kepandaian silatku kepadanya, agar ia berhasil melampaui batas waktu untuk belajar silat,
aku hendak menggunakan tempoùsesingkat mungkin untuk memperoleh hasil sebesar
mungkin, dan kini apa yang kucita citakan semula hampir menjadi kenyataan.”

“Apabila Yok Ong memang memiliki semangat sebesar itu, aku sipengemis tua tak akan
menahan dirimu lebih jauh.”
“Waktu dikemudian hari masih panjang, selama gunung masih hijau dan air masih
mengalir kesempatan bagi kita untuk berjnmpa dikemudian hari masih banyak. Nah.
selamat berpisah dan sampai jumpa lagi.”
Berbicara sampai disitu, ia putar badan dan berkelebat pergi, dalam sekejap mata
bayangan tubuhnya telah lenyap.
Memandang bayangan punggung si raja obat bertangan keji yang menjauh, Soen Put
Shia menghela napas panjang.
“Aaai….! Selama ini perbuatan serta tindak-tanduknya selalu keji dan telengas, sungguh
tak nyana ia begitu besar cinta kasih nya terhadap putrinya sendiri.”
“Sejak jamnn dahulu kala yang ada hanya lah anak yang tak berbakti, selamanya tiada
orang tua yang tak menyayangi putra-putri-nya.”
“Aaai kini Lam-kong telah pergi, kitapun harus berangkat pula.”
Seolah-olah terperanjat Siauw Ling memandang sekejap kearah Soen Put-shia, bibir
nya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu namun akhirnya dengan mulut
membungkam ia nunyusul di belakang pengemis itu.
Ditengah kegelapan malam yang mencekam kedua orang itu melakukan perjalanan
cepat, dalam sekejap mata empat lima li telah dilewati.
Mendadak Soen Put-shia berhenti, dengan kepala tertunduk ia meneliti sejenak
permukaan tanah, kemudian berbelok kearah sawah dan melanjutkan perjalanannya.
Siauw Ling pun tidak banyak bertanya mengikuti dibelakang Soen Put shia kembali
mereka lakukan perjalanan sejauh beberapa li.
Tiba-tiba…. dari balik semak belukar dihadapan mereka berkumandang keluar suara
bentakan seseorang, “Siapa disana “
“Aku sipengemis tua!”
Sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, si siepoa emas Sang Pat telah melon-cat
keluar dari dalam semak!
“Dimana ayah ibuku?” Siauw Ling segera menegur.
“Siauwte menganggap tempat ini kurang aman dan sangat berbahaya, maka aku telah
memerintahkan Tu Kioe serta Kiem Lan, Giok Lan dengan membawa kedna orang tua
meninggalkan tempat ini lebih dahulu, sedangkan siauwte menanti kedatangan toako
berdua disini.”

Sepasang alis Sianw Ling langsung berkerut namun mulutnya membungkam, dalam
hati ia berpikir ;
“Kekuatan Tu Kioe; serta kedua orang dayang itu minim sekali, seandianya ditengah
jalan mereka berjumpa dengan para jago dari perkampungan Pek Hoa San-cung, entah
bagaimana jadinya?”
Rupanya Sang Pat dapat menebak apa yang dirasakan dalam hati Siauw Ling, buru
buru ia menyambung kembali, “Kami menggunakan kedua ekor anjing raksasa tersebut
sebagai penuajuk jalan, mereka dapat menghindari setiap mata-mata perkampungan Pek
Hoa San-cung!”
“Mereka sudah berangkat berapa lama?” tanya sang pengemis tua.
“Belum sampai sepertanak nasi lamanya.”
“Kalau begitu mari kita susul mereka!”
“Siauwte akan membawa jalan!” sambil menyimpan sie-poa emasnya mereka segera
lari kearah Tenggara.
Malam amat gelap, pemandangan disekeliling mereka susah dilihat jalas. Siauw Ling
takut mereka telah salah ambil jalan maka dengan suara berat segera tegurnya, “Saudara
Sang, kita jangan lari terlala cepat, jangan sampai kita salah jalan….”
äTak usah toako kuatirkan, siauwte punya perhitungan!”
Siauw Ling tak dapat berbuat apa-apa lagi, terpaksa ia mengintil dibelakangnya.
Kurang leblh satu li kemudian mendadak tamnak sesosok bayangan hitam laksana kilat
meluncur datang.
Siauw Ling segera mengempos tenaga telapaknya diangkat keatas siap melancarkan
serangan, tapi secara tiba-tiba ia saksikan Sang Pat membentangkan sepasang tangannya,
bayangan hitam tadi langsung menubruk kedalam pelukan Sang Pat.
Kiranya bayangan hitam yang meluncur datang tadi bukan lain adalah salah seekor
anjlngnya.
Soen Put-shia memiliki pengetahuan amat luas, meski ia tak paham dengan gerak-gerik
anjing tersebut, namun ia merasakan keada-an kurang menguntungkan, tak tahan segera
serunya, “Aaaah, rupanya telah terjadi peristiwa diluar dugaan!”
Beberapa patah kata tersebut berat bagai-kan martil yang menggoda hati Siauw Ling,
sekujur tabuhoya gemetar keras.
“Peristiwa apa yang telah terjadi ayoh cepat kita lari kesana!”
Mengikuti dibelakang anjing tersebut, mereka lari kedepan dengan segenap tenaga.

Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siauw Ling sekalian amat lihay dan sem-purna
sekali, lari anjing raksasa itupun laksana sambaran kilat, maka dalam sekejap mata
mereka telah melakukan perjalanan sejauh enam tujuh li.
Ditengah kegelapan malam yang mence-kam tampak sebuah lampu lentera berwarna
merah jauh tersungging ditengah angkasa, gulungan ombak yang amat santar bergelora
disisi telinga.
Tatkala semua orang angkat kepalanya memandang keluar, terlihatlah Tu Kioe sedang
berdiri diatas sebuah jembatan gantung yang menonjol keatas dengan sepasang tangannya
memainkan senjata Pit serta gelang perak pelindung tangannya, waktu itu ia
sedang melangsungkan pertarungan seru mela-wan seorang lelaki berbaju hitam.
Luas jembatan gantung itu hanya tiga depa lagipula Sudah kuno sekali bentuknya,
pertarungan sengit antara dua jago tersehut mengakibatkan jembatan gantung tadi
goncang dengan dahsyatnya, suara gemercitan berkumandang nyaring dan setiap saat
kemungkinan besar jembatan ambruk dan jatuh kedalam sungai….
Kurang lebih enam tujuh depa dibelakang lelaki berbaju hitam itu berdiri pula seorang
lelaki berbaju hitam yang mempunyai pera-wakan badan kurus kecil, tangannya
membawa sebuah lampu lentera berwarna merah sebagai penerangan.
Dibawab sorotan sinar lampu tampak dua sosok mayat lelaki berbaju hitam
menggeletak diatas tanah, jelas mereka semua terluka diujung senjata Tu Kioe.
Dalam pada itu diujung jembatan gantung tadi tampak bayangan manusia saling
berkelebat, secara lapat-lapat tampak sebuah pa-tung yang maha besar berdiri dengan
angkernya ditengah kegelapan.
“Aaah! manusia-manusia keparat dari perkumpulan Sin Hong Pang!” Gumam Siauw
Ling buru-buru ia lari kedepan dan melon-cat naik keatas jembatan gunung itu.
“Saudara Siauw,” Teriak Soen Put shia “keadaan jembatan gantung itu sudah terlalu
parah, mungkin tidak kuat memuat dirimu pula, jangan gegabah…. apa gunanya
menempuh bahaya dengan percuma? setelah kita tiba disini rasanya tak usah lari pada
mereka lagi. suruh Tu Kioe mengundurkan diri dari atas jembatan-jembatan.”
Siauw Ling menimbang sejenak keadaan situasi diatas jembatan, kemudian menjawab,
“Posisi Tu Kiojbardiri pida saat ini Cuma terpaut satu tombak dari permukaan tanah.
sekalipun jembatan gantung itu tidak kuat
dan jebol rasanya ia masih sempat meloncat balik ketepian….
“Biarlah siauwte yang menyambnt keda-tangan saudara Tu’ sela Sang Pat sambil
memperslapkan senjata Sie-poa emasnya. “Sedang toako temuilah lebih dahulu kedua
orang tuamu.”
Tidak menunggu jawaban lagi sang loo-toa dari sepasang pedagang ini segera
meloncat naik keatas jembatan teriaknya keras, “Loo jie, cepat mundur dan beristirahat
sejenak, serahkan saja manusia ini kepadaku!’

Meski bentakan itu tidak begitu keras, namun Tu Kioe tetap tidak menggubris ucapan
tadi, senjata ditangan tetap diputar gencar hal ini jelas menunjukkan bahwa pertarungan
tersebut barjalan amat sengit.
Pengalaman Sang Pat amat luas, tatkala ia saksikan Tu Kioe tidak menjawab segera
tahulah dia bahwa keadaan sedikit tidak beres, hawa murni dengan cepat disalurkan
keseluruh tubuh kemudian menerjang keatas jembatan.
Dalam pada itu Siauw Ling sedang memutar sepasang biji matanya mencari tahu
tempat persembunyian kedua orang tuanya, ketika ia tidak berhasil menjumpai Kiem Lan.
Giok Lan sekalian, hatinya terasa amat gelisah, pikirnya, “Seandainya kedua orang dayang
itu membawa kedua orang tuaku bersembunyi disekitar sini, semestinya sekarang telah
mnnculkan diri…. ämengapa hingga kini tidak kelihatan juga batang hidungnya….?”
Belum habis ia berpikir, tampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan
cepatnya-
Ketajaman mata Siauw Ling melebihi orang lain, dalam sekejap mata ia telah saksikan
bahwasannya orang itu bukan lain adalah Kiem Lan, maka ia lantas berseru, “Kiem Lan?
kedua orangà….”
“Loo-ya serta hujien berada dalam keadaan aman dan tidak kekurangan apa pun jua.”
tugas Kiem Lan sambil menerjang kehadapan Siauw Ling. “Sebaliknya Giok Lan telah
menderita luka parah, Budak telah memba-wa mereka bersembunyi dibalik semak belukar
yang lebar. Hingga kini Tu jie-ya telah membinasakan empat orang musuh tangguh.
mungkin isi perutnya telah terluka.
Kongcu! cepatlah tolong dia dan gantikan kedudukannya.”
Siauw Ling tidak membuang banyak waktu lagi, kepada Soao Put shia segera pesannya,
“Loocianpwe! aku minta kau suka memeriksa sejenak keadaan luka dari Giok Lan, sedang
Boanpwe akan membantu Sang-heng menghadapi musuh tangguh!”
“Aliran air sungai amat deras keadaan situasipun amat berbahaya, lebih baik
pertahankanlah keutuhan dari jembatan gantung ini,” pesan sang pengemis.
“boanpwe akan Mengingat pesan itu!” dengan langkah lebar anak mjda itupun berjalan
ke atas jembatan.
Sepeninggalnya si anak muda tadi, Soen Pot shia berpaling kearah kiem Lan sambil
berkata, “Harap nona suka membawa aku sipenge-mis tua ketempat persembunyian, akan
coba kuperiksa keadaan luka dari nona Giok Lan.”
Kiem Lan mengiakan, buru-burn ia berlalu untuk membawa jalan.
Dalam pada itu Siauw Ling telah mendekati jembatan gantung, sedang Sang Pat telah
tiba diatas jembatan menggantikan kedudukan Tu Kioe.

Sedang Tu Kioe sendiri dengan langkah sempoyongan mengundurkan diri dari atas
jembatan, baru saja tiba dihadapan Siauw Ling dan berteriak “Toako” badannya tidak kuat
mem pertahankan diri, lagi. ia jatuh rubnh keatas permukaan tanah.
Laksana kilat Siauw Ling ayunkan tangannya mencengkeram tubuh Tu Kioe, tampak
dada serta kaki kirinya telah terluka lebar, darah segar membasahi seluruh tububnya dan
keadaan mengenaskan sekali.
“Saudara Tu!’ segera serunya dengan nada sedih. “Korbankan semangatmu siauw-heng
akan membantu dirimu untuk memberi bantuan tenaga,jangan keburu pingsan!”
Dengan tangan kiri menahan tubuh Tu Kioe ia tempelkan telapak kananya keatas
punggung Tu Kioe dan salurkan hawa murninya lewat jalan darah Ming Bou-hiat diatas
tubuh Tu Kioe.
Beberapa saat kemudian terdengar Tu Kioe menghembuskan napas panjang dan
membuka sepang matanya
“Toako, ilmu silat siauwte amat…. cetek hampir-hampir saja aku tak melindungi
keselamatan kedua orang tuamu, tapi aku telah berusaha dengan segenap tenaga….”
Berbicara sampai disitu, ia pejamkan kem bali sepasang matanya.
“Aaaai….! atas bantuan Tu-heng. siauw-heng pun merasa amat berterima kasih sekali.
la merandek sejenak, kemudian sambung nya, “Lukamu tidak ringan, tidak baik digunakan
untuk banyak berbicara. Cepatlah salur kan hawa murnimu untuk bergabung dengan
hawa murni yang ku alirkan kedalam tubuhmu, berusahalah tenangkan peredaran darah
mu kemudian siauw-heng akan mengobati luka-lukamu itu.”
“Terima kasih Toako!” sekilas senyuman tiba-tiba tersungging diatas wajah Tu Kioe
yang cidera.
Teringat kegagahan serta semangat jantan saudaranya ini Siauw Ling merasa hatinya
pedih bercampur terharu, sembari salurkan hawa murninya ia mengobati luka dalamnya
yang parah, iapun memeriksa mulut luka di atas dada serta kaki kiri saudaranya itu.
untung luka bacokan itu tidak sampai melukai tulang.
Setelah memperoleh bantuan hawa murni Siauw Ling yang tiada hentinya mengalir
masuk kedalam tubuhnya itu, daya tahan Tu Kioe pun berangsur pulih, rasa lelah sehabis
bertempur pun menjadi berkurang.
Menengok keatas kening Siauw Ling yang basah kuyup oleh keringat, saudara kedua
dari sepasang pedagang ini merasa sangat ter haru bisiknya, “Berkat bantuan hawa murni
dari toako, saat ini siauwte sudah dapat mengatur pernapasan sendiri. Toako. kaupun
boleh beristirahat sejenak….”
Tiba-tiba…. Suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang datang memotong
ucapan Tu Kioe yang belum selcsai.

Semua orang berpaling, tampak lelaki berbaiju hitam yang melangsungkan
pertempuran sengit melawan Sang pat itu berhasil dipukul jatuh dari atas jembatan
gantung
Jeritan ngeri tadipun dengan cepat tenggelam ditengah aliran sungai yang deras
dibawah jembatan….
Siauw Ling segera ambil keluar sebung-kus obat luka dari sakunya, membububi obat
tadi keatas mulut luka, membungkusnya dengan kain baju kemudian berpesan, “Saudara
Tu, baik-baiklah merawat lukamu, aku akan membantu saudara Sang. “
Sementara itu, dan pihak lawan telah muncul dua orang lelaki kekar untuk
menggantikan rekan-rekannya yang menemui naas.
Sang Pat siapkan senjata Sie-poanya untuk menyambut kedatangan mereka. namun
Siauw Ling dengan keluarkan ilmu meringankan tubuh delapan langkah naik kelangitnya
telah melampaui tubuhnya.
Begitu si anak muda itu melayang turun ke atas tanah, jaraknya dengan Sang Pat telah
terpaut delapan depa lebih, segera pesan nya, “Saudara Sang, cepat kembali dan rawat
luka dari saudara Tu. biarlah siauw-heng yang harus membuka jalan!”
Sang Pat mengerti sampai dimanakah ta-raf kepandaian siiat yang dimiliki si anak muda
itu, ia tidak membantah dan segera mengiakan.
“Toako hati-hatilah menghadapi mereka!” Dengan mengempos tenaga Siauw Ling maju
menyongsong kehadiran musuh-musuhnya.
Pada waktu itu lelaki yang membawa lentera tersebut telah mengundurkan diri
kebelakang setelah menyaksikan rekannya dihan-tam jatuh kedalam sungai oleh senjata
sie-poa Sang pat.
Gerakan tubuh Siauw Ling amat cepat. dalam sekejap mata ia telah mengejar sampai
dihadapan lelaki berlentera merah itu.
Menyaksikan jalan perginya terhadap musuh, terpaksa lelaki itu memindahkan
lenteranya ketangan kiri, sedang tangan kanannya meloloskan tubuh Siauw Ling.
Pada saat ini hati Siauw Ling penuh dili-Puti rata sedih, gusar dan gelisah, serangan
yang dilancurkan pun amat berat sekali.
Traang! Ditengah suara bentrokan nyaring yang memekikan telinga. golok lelaki tadi
kena dipukul sampai mental kesamping.
Bersamaan dengan gerakan pedangnya membal kemuka, Siauw Ling mengirim pula
serangkaian tendangan kilat berantai.
Cepat-cepat lelaki itu menghindar, ia berhasil menghindari ancaman kaki kiri lawan,
namun tendangan kaki kanan berikutnya tak bisa dihindari lagi duuuk! lambungnya kena

tertendang telak, seluruh tubuhnya mencelat ketengah udara dan bersama sama lampu
lentera tadi terbanting diatas jembatan.
Dengan padamnya lampu lentera tadi. suasana diatas jembatanpun seketika jadi gelap
gulita.
Sianw Ling membentak keras, pedangnya berputar dan melancarkan serangan terlcbih
dahulu.
Lelaki yang berada dipaling depan itu menggunakan sebuah golok raksasa sebagai
senjatanya, melihat datangnya tusukan buru-buru ia babat senjata kedepan.
Rupanya orang itu terlalu mengandalkanj kekuatan tangannya, ketika dilihatnya Siauw
Ling menyambut golok raksasanya dengan keras lawan keras, ia menduga senjata lawan
pasti akan berhasil dipukul lepas.
Siapa smgka peristiwa yang kemudian terjadi jauh diluar dugaannya, tatkala golok serta
pedang itu saling membentur, dari ujung pedang Siauw Ling seolah olah muncul suatu
tenaga yang berwujud, kekuatan dahsyat yang dipancarkan keluar dari tangannya tadi
dengan amat gampang berhasil dibuyarkan. sementara pedang lawan laksana kilat telah
membabat kebawah-
Terasa cahaya tajam berkelebat didepan mata, lelaki bersenjata goiok tadi menjerit
ngeri, lengan kanannya tahu-tahu sudah kena terbabat kutung menjadi dua bagian
Telapak kiri Siauw Ling bergerak cepat…. Duuuuk! sebuah pukulan bersarang pula
didepan dadanya, membuat tubuh lelaki ter-sebut mencelat kebelakang dan roboh
dibawah jembatan.
setelah pukul roboh lelaki tadi, kaki kanan Siauw Ling bergerak cepat mencukil golok
raksasa lawannya yang menggeletak diatas tanah, kemudian dengan tangan kiri mencekal
gagang golok tadi ia sambit senjata tersebut sebagai senjata rahasia mengancam lelaki
kedua yang telah menyongsong datang itu.
Ketika menyaksikan rekannya telah roboh ditangan musuh belum sampai dua jam,
lelaki itu sudah. tertegun, kini menyaksikan datangnya sambaran golok raksasa ia makin
mendekat.
Disaat-saat yang paling kritis itulah, ba-dannya buru-buru berkelit kesamping untuk
menghindarkan diri.
Luas jembatan gantung Itu cuma tiga depa dalam keadaan gugup lelaki itu menghindar
kesamping, maka tidak ampun lagi kepalanya menumbuk diatas tiang pengaman
jembatan tadi membuat kepalanya pusing tujuh keliling dan mata terasa berkunang
kunang.
“Sreet! golok rakiasa tadi dilringi desiran angin tajam telah menyambar lewat dari sisi
tubuhnya sekalian membawa pergi lengan kirinya yang tak sempat menghindar.

Lelaki itu menjerit kesakitan, pikiran ke dua belum sempat berkelebat dalam benaknya
sebuah tendangan kilat telah membuat badannya mencelat jatuh dari jembatan.
Kiranya Siauw Ling merasa amat kuatir atas kehadiran bala bantuan dari Shen Bok
Hong, maka ia merasa pada saat ini harus menggunakan gerakan yang paling cepat untuk
menyelesaikan musuh-musuhnya, agar ia punya kesempatan membawa kedua orang
tuanya meloloskan diri dari situ.
malam semakin amat gelap, rupanya musuh-musuhnya yang ada diseberang jembatan
tak seorangpun yang tahu akan hasil pertarungan rekan rekannya, meski kedua orang
lelaki itu Sudah roboh namun tiada bala bantuan yang muncul iagi.
Mengambil kesempatan baik itulah Siauw Ling mengempos tenaga dan menerjang
turun dari jembatan.
Pada waktu itu diujung jembatan tampak dua orang lelaki kekar bersenjata golok
berkepala setan sedang melongok kearah jembatan.
Jelas mereka tidak pernah menyangka bahwa kedua orang bala bantuan yang barusan
dikirim. dalam sekejap mata Sudah roboh binasa diujung pedang Siauw Ling.
Gerakan tubuh si anak muda itu luar biasa cepatnva, menanti kedua orang itu sadar
akan bahaya. Siauw Ling telah tiba diujung jembatan pedang ditangan kanannya dengan
gerakan,” Hay Hoe Sin Loo “menciptakan selapis bayangan pedang yang menyilaukan
mata menyerang orang yang ada disebelah Selatan, sedang tangan kirinya dengan ilmu
totok Siauw Loo Sin Ci menyerang musuh di Utara.
Sungguh dahsyat ilmu totokan tersebut, lelaki diarah Utara itu belum sempat melihai
jelas wajah Siauw Ling, jalan darah penting Hian Kie Hiat diatas dadanya sudah terhajar
telak oleh ilmu Siauw Loo Sin Ci tersebut, tidak sempat berteriak lagi badannya roboh
keatas jembatan.
Sedangkan orang yang ada disebelah selatan tatkala menyaksikan berlapis lapis
bayangan pedang mengurung kepalanya, dengan. gugup putar goloknya untuk
menangkis, siapa sangka tangkisannya mengenai sasaran yang kosong.
Suatu ingatan yang mengerikan terbayang diatas wajahnya, buru-buru ia putar badan
siap melarikan diri, sayang tidak sempat lagi. cahaya pedang berkelebat lewat diatas
kepalanya, batok kepala yang gede itupun kena terbabat kutung dan rontok keatas tanah.
Dalam sekejap mata Siauw Ling telah menyelesaikan lagi dua orang musuhnya, ia
teruskan langkahnya menerjang kedepan.
Mendadak…. cahaya api berkilauan, ditengah kegelapan malam mencekam secara tibatiba
muncul dua buah lentera yang menerangi seluruh ruangan.
Siauw Ling menghembuskan napas pan-jang, ia mendongak dan terlihatlah sebuah
patung raksasa berwajah seram berdiri dengan seramnya kurang lcbih empat tombak
didepan mata.

Delapan orang lelaki berbaju serba hitam dengan senjata terhunus berdiri berjajar-jajar
dihadapan patung area tersebut.
Empat orang lelaki tinggi besar berbulu hitam, bercelana pendek dan ditengah mirip
maunsia, setengah mirip kunyuk berdiri di-kedua belah samping patung tadi.
Sedangkan dibelakang area tersebut tampak bayangan manusia bergerak rapat, entah
berapa puluh orang jago bersemayam disitu.
“Sin-Hong Pangcu!” tegur Siauw Ling sambll menyilangkan pedangnya didepan dada.
“Kalaukau ingin angkat nama didalam dunia persilatan. mengapa tidak berani menjumpai
orang dengan wajah aslimu? Hum! berlagak misterius menyaru jadi malaikat, kau anggap
bisa menakut-nakuti orang?”
“Siapa kau? Besar benar bacotmu ‘” seren-tetan suara yang merdu dan nyaring mun-cul
dari balik patung area.
Sepasang alis Siauw Ling berkerut pikirnya, “Kalau didengar dari suara pembicaraannya,
jelas dia adalah seorang wanita. sungguh tak nyana seorang perempuan ternyata
dapat menciptakan sebuah patung patung yang amat besar dan berwajah seram untuk
bersembunyi didalamnya.
Berpikir sampai disitu, ia menjawab ketus ‘Cayhe Siauw Ling, ling, sungguh jarang
sekali menjumpai seorang perempuan ber-main setan didalam dunia kangouw
macamkau…. Heee h-ee…. patung seram in hanya bisa menakut-nakuti manusia dungu
belaka, kalau kau ingin meminjam keseraman tersebut untuk menjagoi dunia kangouw
Hoooo hoooo…. apa kau tidak merasakan bahwa perbuatanmu itu sangat menggelikan
sekali?”
Rupanya orang yang berada dibalik patung berwajab seram itu dibikin gusar oleh
ucapan Siauw Ling, dari sepasang matanya yang gede bagaikan kepalan tangan itu secara
tiba-tiba memancar keluar dua rentetan cahaya tajam.
“Kalian mundur semua, akan kujumpai sendiri manusia yang bernama Siauw Ling ini!”
serunya dingin.
Delapan orang lelaki berbaju hitam yang mencekal pedang itu sama-sama mengiakan
dan mengundurkan diri kebelakang patung.
Pada saat ini pengetahuan Siauw Ling da-lam menghadapi musuh tangguh indah amat
luas sekali, sejak kehadirannya ditempat itu secara diam-diam ia awasi terus gerak-gerik
keempat manusia aneh berbulu hitam itu, menyaksikan gerak-geriknya yang lambat
tonjolan otot-otot tubuhnya yang kekar ia mengerti bahwa kekuatan tubuh keempat orang
Itu luar biasa sekali, diam-diam ia pertingkat kewaspadaannya.
Sementara itu dari balik patung area telah berkumandang keluar suara teguran yang
amat merdu
“Hey Siauw Ling, silahkan mulai turun tangan!”

“Kau bersembunyi dibalik patung area, secara bagaimana kita bisa bergebrak?”
“Haaa…. haaa…. patung area inilah Sin Hong Pangcu, silahkan kau turun tangan
dengan sesuka hatimu!”
Siauw Ling awasi patung area tersebut tampak tinggal patung ada satu tombak lebih
empat lima, seluruh tubuhnya dicat warna-warni, ia tak tahu bagaimana harus turun
tangan menghadapinya, maka ia berseru, “Cayhe akan menanti pelajaran, silahkan
pangcu turun tangan lebih dahulu!”
Diluar ia berkata demikian,” dalam hati pikirnya
“Selama kau masih bersembunyi dalam. patung area, akan kulihat dengan cara apa-kah
kau hendak turun tangan.”
Meski dalam hati berpikir. namun ia tak berani berlaku ayal, diam-diam si anak muda
inipun bikin persiapan.
….”Selama kan masih bersembunyi dalam patung area, akan kulihat dengan cara apakah
kau hendak turnu tangan.”
Meski daiam hati berpikir. namun ia tak berani berlaku ayal, diam-diam si anak muda
inipun bikin persiapan.
Dalam pada itu Siauw Ling telah berada kurang lebih satu tombak dihadapan patung
area tersebut, tatkala di rasakan datangnya semburan cahaya putih itu amat santar, buru
buru pedangnya dibabat keluar untuk menangkis.
Traaang….! ditengah bentrokan nyaring cahaya putih tersebut mental kesamping
setelah termakan tangkisan pedang Siauw Ling.
dibawah sorotan cahaya lentera, tampakalah cahaya putih yang barusan terpental itu
bukan lain adalah sebilah pedang pendek yang panjangnya kurang lebih satu depa.
Setelah terpental kesamping, pedang pendek itu berputar setengah lingkaran ditengah
udara kemudian secara tiba-tiba meluncur kembali kedalam mulut area yang gede dan
lebar itu.
Siauw Ling tertawa dingin, serunya: “Diujung pedang pendek itu nona Ikat dengan
seutas tali yang kuat, tentu saja senjata tadi bisa kau gunakan dan tarik kembali dengan
sekehendak hati sendiri. Hmml permainan semacam ini tak dapat dikatakan sebagai suatu
permainan yang kukoay dan mengejutkan hati.”
Baru saja ia menyelcsaikan kata-katanya, tiba-tiba terdengar suara kemeresek yang
amat nyaring berkumandang diangkasa, lengan kanan sang arca yang gede dan kasar itu
perlahan-lahan melayang datang.
Siauw Ling silahkan pedangnya didepan dada siap menghadapi musuh. sepasang
matanya dengan tajam mengawasi terus gerak gerik lengan arca itu

“Siauw Ling!” terdengar Sin Houg Pangcu berseru. “Kalau punya nyali beranikah kau
maju sedikit lagi kedepan???”
“Kenapa tidak berani???” jawab Siauw Ling sambil melangkah maju kemuka.
“Saudara Siauw!!!” tiba-tiba Soen Put Shia yang ada dibelakang berseru. “Jangan
sampai terperangkap oleh siasat licik lawan!”
Sesosok bayangan manusia diiringi desiran angin tajam meloncat datang, sebelum
tubuhnya tiba angin pukulan telah dilepaskan kedepan, segulung angin tajam dengan
cepat menghantam telak diatas dada patung area tersebut….”
Tampak patung area yang tinggi besar itu bergoyang tiada hentinya. namun tetap tak
bergerak barang sedikitpun jua,
Dengan tangan kanan Soen-put-shia melancarkan pukulan udara kosong. tangan
kirinya segera menyambar lengan kiri Siauw Ling dan menyeret si anak muda itu mundur
kebelakang.
“Saudara Siauw, saat ini keadaan kita sangat tidak menguntungkan, apa gunanya
mengumbar hawa amarah dengan dia?” bisiknya lirih.
“Ucapan locianpwe memang tidak salah, tetapi ia menghadang jalan perginya kita kalau
tidak kita tundukan lebih dahulu, dari mana kita bisa melewati rintangan ini?”
“Kenapa kita tidak memutar saja dari samping mereka?”
Dibelakang patung arca itu masih tersem-bunyi tidak sedikit jago lihay, apakah mereka
rela melepaskan kita dengan begitu saja….
Bicara sampai disitu, dengan suara lirih si anak muda itu menambahkan, “Saat ini luka
yang diderita Tu Kioe serta Giok Lan tidak ringan, dewasa ini sudah tiada kemampuan
untuk bertempur lagi, sedangkan kedua orang tuaku pun tidak pernah belajar ilmu silat.
seandainya kita tak dapat mengusir gerombolan Sin Hong Pang ini dan memukulnya
mundur, aku rasa sulit bagi kita untuk melewati mara bahaya ini.”
“Setelah aku sipengemis tua menerjunkan diri kembali kedalam dunia persilatan, dari
anak murid perkumpulan kami aku dapat tahu tentang keadaan dari patung area ini Tanda
pengenal dan perkumpulan Sin Hong Pang ini aku dengar dibuat oleh dua belas orang ahli
kenamaan selama sepuluh tahun lamanya, alat rahasia yang dipasang dalam patung
tersebut luar biasa dahsyatnya, bukan saja tangan serta kakinya dapat berputar sambil
melancarkan serangan. bahkan dapat pula melepaskan tiga puluh enam macam senjata
rahasia yang berbeda. Aku dengar diantara senjata rahasiapun ada kabut beracun serta
air beracunnya merupakan senjata yang terkeji. Barang siapa berani melang-kah satu
tombak dari hadapannya, serta iapun memiliki llmu silat yang bagaimana lihay pun serta
gerakan tubuhnya bagaimana cepatpun jangan harap bisa terhindar dari halangan kabut
beracun serta air beracunnya!”

“Jadi kalau begitu patung arca dari perkumpulan Sin Hong Pang ini tak dapat di-layani
olah siapapun?”
“Setiap kabar berita yang tersiar ditempat luaran, kebanyakan pasti ditambahi dengan
kata-kata gede yang mengibul, sulit bagi kita untuk menduga keadaan sebenarnya.
Tempat mereka mengatakan patung ini sangat lihay, sekalipun ada kata kata yang
sengaja dibesar-besarkan, rasanya kenyataan tidak akan terpaut terlalu jauh. Kini kau
adalah satu satunya tuan penolong yang dapat menyelamatkan umat Bulim dari
kemusnahan, disamping itu harus melindungi pula keselamatan kedua orang tuamu, Apa
bila bukan terdesak oleh keadaan lebih baik janganlah mengambil jalan untuk adu jiwa,
seandainya memang tiada jalan lain…. yaah apa boleh buat, tetapi selama masih ada
kesempatan untuk menghindar. hindari-lah jalan yang menempuh bahaya, lagi pula pihak
lawan bukan menghadapi dirimu dengan tangan telanjang, apa sih gunanya mengumbar
napsu terhadap senjata rahasia, ka-but beracun serta air beracun?”
“Lain bagaimana menurut pendapat Loo-Cianpwee?”
Menurut pendapat aku sipengemis tua, lebih baik kita lanjutkan perjalanan dengan
memutar saja, asalkan kita mendekati ruang lingkungan satu tombak darinya meski ada
senjata rahasia rasanya tidak nanti bisa me lukai kita.”
“Baiklah. kalau begitu aku akan menuruti pendapat locianpwee saia, kini biarkanlah
bosnpwe menghadapi musuh sedang locianpwee suruhlah mereka cepat-cepat
menyebrangi jembatan.”
“Tak usah, aku sipengemis tua telah menjanjikan tanda peringatan dengan Sang Pat
sekalian!”
Berbicara sampai disitu, ia mendongak dan bersuit panjang
Sementara Itu Siauw Ling pun merogoh keluar segenggam mata uang, katanya dengan
suara lirih, “Meski patung arca lni dibuat amat sem-purna. namun tubuhnya yang besar
dan be-rat sulit untuk bergerak secara leluasa, asal kita dapat menghalangi beberapa
orang anak buahnya jangan sampai menggerakkan patung arca itu. rasanya itu sudah
lebih dari cukup.”
“Keadaan situasi yang kita hadapi amat kritis, aku rasa saudara Siauw pun tak usah
ragu-ragu untuk turun tangan melukai musuh kalau kita tidak sedikit tunjukkan kelihayan,
darimana pihak lawan bisa kita bikin jeri?”
“Ucapan locianpwee tepat sekali….” si anak muda ini merandek sejenak, kemudian
sambungnya dengan suara lantang, Hey orang-orang dari perkumpulan Sin-Hong Pang,
dengarkan baik baik perkataan-ini! Cayhe sekalian lewati tempat ini sama sekali tidak
membawa maksud untuk bergebrak melawan cuwi sekalian. tetapi seandainya cuwi
sekalian mendesak terus menerus jangan salahkan kalau cayhe akan turun tangan keji!”
“Heee…. heee…. kiranya setengah harian kalian bercakap-cakap, apa yang dibicarakan
bukan lain adalah siasat untuk melarikan diri,” jengek Sin Hong, Pangcu sambil tertawa
dingin.

Tampak batok kepala patung arca yang berwajah seram itu perlahan-lahan bergebrak
serentetan cahaya mata yang tajam menatap kedua orang itu tiada hentinya.
“Ehmm, perkataan locianpwee sedikitpun tidak salah,” bisik Siauw Ling lirih. “Patung
arca ini benar-benar diciptakan dengan amat sempurna sekali!”
“Siauw Ling!” kembali terdengar Sin Hong Pangcu berseru sambil tertawa dingin, “Punpangcu
sudah lama mendengar nama besar-mu dalam dunia kangouw, ini berani kah kau
bertarung melawan aku”
“Caybe sama sekali tidak jeri terhadap-. diri nona, namun berhubung malam ini aku
masih ada banyak urusan yang harus segera diselesaikan maka tak dapat terlalu lama aku
berdiam disini, seandainya dikemudian hari aku punya kesempatan untuk berjumpa lagi
dengan pangcu, aku orang she Siauw pasti akan mohon petunjak dari satu tombak dihadapan
pangcu”
Sungguhkah ucapanmu itu?”
“Tentu saja sungguh.”
“Lepaskan mereka pergi, siapapun dilarang untuk turun tangan menghalangi mereka,”
tiba-tiba Sin Hong Pangcu berteriak lantang.
Peristiwa ini bukan saja jauh berada di-luar dugaan Siauw Ling sampai-sampai Soen Put
shia yang berpengetahuan banyak dan berpengalaman luaspun dibikin tercengang oleh
kejadian itu.
Sementara itu tampaklah empat orang manusia berbulu hitam itu sama-sama
menggotong arca tadi mengundurkan dirl sejauh tiga tombak kebelakang sehingga
terbukalah sebuah jalan lewat.
“Locianpwee! bisik Siauw Ling lirih. “Pengetahuanmu sangat luas, dapatkah kau lihat
sebenarnya apa yang telah terjadi?”
“Jika didengar dari suara yang berkumandang keluar dari balik patung arca itu, rupanya
Sin Hong Pangcu adalah seorang perempuan!”
“Sedikitpun tidak salah.”
“Kalau begitu lapat sekali, selama hidup aku sipengemis tua paling takut dengan sejenis
manusial”
“Siapa yang kau takuti?”
“Perempuan, setiap perbuatan yang dilakukan perempuan tak pernah dapat aku tebak
dengan tepat.”
Sementara mereka masih bercakap-cakap. Sang Pat dengan membawa kedua orang
tua Siauw Ling. Tu Kioe serta Kiem Lan, Giok Lan telah menyebrangi Jembatan gantung.
kedua ekor anjing raksasa itupun ikut menguntil dibelakangnya Sang Pat.

“Toako!” bisik lootoa dari sepasang pedagang ini dengan suara amat lirih. “Perintah
hancurkan jembatan gantung ini? Tatkala Siauwte sedang menyebrangi jembatan tadi,
dapat kulihat dua kuntum bunga api meluncur ketengah angkasa. kemungkinan besar
para pengejar dari perkampungan Pek hoa-san-cung telah tiba!”
Mendengar kabar tersebut sepasang alis Sianw Ling kontan berkerut.
“Kalian cepatlah berlalu dari sini. lebih baik pilih jalan kecil yang sunyi dan terpencil,
sedang kejadian selanjutnya biarlah di-hadapi olehku serta Soen Loocianpwee dua orang.
Tindakan pihak Perkumpulan sin Hong Pang yang memberi jalan lewat bagi kita sulit
diduga maksud tujuannya, kemungkinan besar mereka akan berubah pendapat!”
Sang Pat tidak berani banyak bicara lagi, sambil menggendong Siauw-thay-jien dan
melayang Tu Kioe segera berlalu terlebih dahulu.
Kiem Lan dengan menggendong Siauw hu-jien serta memayang Giok Lan menyusul dibelakang
Sang Pat.
Menyaksikan kedua orang tuanya Itu menderita akibat perbuatannya selama ini dalam
dunia – persilatan, Siauw Ling merasa amat sedih sekali, tak terasa titik-titik air mata
jatuh berlinang membasahi wajahnya.
Agaknya Sin-Hong pangcu adalah seorang perempuan yang pegang janji, selama
rombongan Sang Pat mengundurkan diri dari situ, mereka sama sekali tidak turun tangan
menghadang.
Menanti Sang Pat semuanya telah pergi jauh, Siauw Ling baru berbisik kepada Soen Put
shia ;
“Loociaupwee, kitapun harus segera mengundurkan diri, “Baik, alangkah baiknya kalau
kau menyapa dulu sang pangcu dari perkumpulan Sin Hong Pang!”
Siauw Ling tidak menjawab. pikirnya dalam hati, “Ditinjau dari situaisi yang terbentang
di-depan mata malam ini, seandainya Sin Hong Pangcu benar-benar turun tangan,
mungkin kedua orang tuaku, serta Tu Kioe dan giok Lan yang terluka sukar untuk lolos
dari sini dalam keadaan selamat, aaai memang sepantasnya aku menyapa dulu kepada
dirinya “
Segera ia menjura kearah patung dan ber-seru, “Baik hati pangcu yang ditujukan pada
malam ini, aku orang she-Siauw akan ingat selain dalam hati, kemudian hari aku pasti
akan membalas kebaikan ini.”
“Tak usah berterima kasih lagi, nah cepatlah berlalu!”
“Ayo jalan,” bisik Soen Put-shia, sambil menarik tangan Siauw Ling, mereka segera
berlalu dari situ.
ilmu meringankan tubuh yang dimliki ke dua orang ini amat sempurna, dalam sekejap
mata mereka telah berhasil menyusul Sang Pat sekalian.

Menanti mereka telah bergabung dengan rombongan, Soen Put-shia menghembuskan
napasnya panjang katanya, “Saudara Siauw, kalau didengar dari nada ucapan Sin-Hong
Pangcu barusan. rupanya mereka tidak mengandung rasa permusuhan dengan dirimu!”
“Hingga kini boanpwee pun masih belum mengerti apa sebabnya secara tiba-tiba ia bisa
buyarkan rasa permusuhan dan menjadi sahabat.
Aaaal hati kaum perempuan memang paling sukar diduga, lebih baik tak usah kita
pikirkan lagi, oooh yaaa, ada satu persoalan penting hendak kubicarakan dengan dirimu,
entah saudara siauw hendak memutus-kan secara bagaimana?”
‘Urusan apa?”
“Dewasa ini makin tersohor namamu dalam dunia persilatan, semakin banyak
permusuhan yang kau ikat, terutama sekali Shen Bok Hong, ia telah menganggap dirimu
sebagai duri diatas mata. Kekuasaan serta pe-ngaruh perkampungan Pek Hoa sancung
amat besar, aku rasa bahkan ada diatas partai-partainya besar dewasa ini. sedang kau
dengan sendirinya berubah jadi permimpin di-antara para jago-jago dikalangan lurus,
kekacauan yang terjadi dalam Bu-lim saat ini tak akan bisa tenang kembali dalam tiga im
tahun mendatang, aku pengemis tua menasehati dirimu lebih baik pikullah beban ini.
tentu saja aku akan membantu dirimu dari samping. sekalipun mati juga tidak
menyesal. Namun ayah serta lbumu merupakan suatu resiko yang amat besar, barang
siapapun berhasil menawan kedua orang tua itu berarti dapat menundukkan dirimu,
memaksa kau berubah pikiran hingga tenagamu di-gunakan orang, maka kita harus
pikirkan hal itu dengan serius.”
Siauw Ling monghembuskan napas panjang mulutnya bungkam dalam seribu bahasa.
Oleh karena itu persoalan yang paling penting dewasa ini adalah menghantarkan orang
tuamu kesatu tempat yang aman dan rahasia, dengan demikian kau bisa menghadapi
musuh tangguh dengan sepenuh hati.” Soen Put shia menambahkan,
“ucapan loocianpwee sedikitpun tidak salah tapi dimanakah letak tempat yang aman
itu?”
“Markas besar perkumpulan Kay pang kami termasuk daerah yang aman, cuma ayah
ibumu mungkin merasa seditik dan kurang leluasa karena setiap hari harus bergaul
dengan kaum kaum pengemis.”
“Meskipun markas besar perkumpulan lo cianpwee dijaga amat ketat, tapi sayang
seribu kali sayang dalam kubu perkampungan itu tersendiri sudah tersusup mata-mata
dari perkampungan Pek-Hoa san-cung. dan sean-dainya kedua orang tuaku berdiam
didalam markas besar perkumpulan locianpwe, mungkin kabar berita ini dengan cepat
akan tersiar kedalam telinga Shan Bok Hong….”
“Sungguhkah ucapanmu itu?”

“Loocianpwee. sebarusnya kau tah bukan bahwa aku tak pernah bicara tak karuan
sebelum ada bukti? Bukan saja dalam tubuh perkumpulan loocianpwee saja yang telah di
susupi mata-mata Shen Bok Hong, bahkan dalam setiap partai besar yang berdiri de-wasa
ini telah disusupi oleh mata-mata Shen Bok Hong tidak terkecuali perkumpulan Sin Hong
Pang.”
“Turun temurun anggota perkumpulan Kay-pang kami dianggap orang sebagai manusia
paling setia kawan. seandainya benar benar terjadi peristiwa macam ini, ooh! benarbenar
suatu kejadian yang memalukan sekali”
la merandek sejenak, lalu menambahkan: “Saudaraku tahukah kau siapakah orang itu
“Tatkala Shen Bok Hong mengumpulkan mereka, pada wajah mereka memakai kerudung
hitam semua, sehingga sulit bagi boan-pwe untuk mengenalinya.”
“Telah lama aku sipengemis tua tidak mencampuri urusan perkumpulan, tetapi
persoalan ini amat serius sekali, tak bisa tidak aku harus selidiki orang itu sampai dapat.”
Siauw Ling menghela napas rlngan. bibir nya bergerak seperti mau mengucapkan
sesuatu namun akhirnya dibatalkan
Dalam hati si anak muda itu sadar bahwa masalah ini amat serius dan besar akibatnya
sehingga bila ia salah bicara kemungkinan besar akan menimbulkan pertumpahan darah
dalam tubuh perkumpulan itu sendiri. maka sebelum mendapat bukti yang nyata ia tidak
berani sembarangan bicara.
Soen Put-shia mendehem ringan, lalu ber kata kembali, “Ketika Shen Bok Hong
menderita luka parah tempo dulu, seandainya para jago yang mengejarnya dia mau
bersabar betul mencari dengan seksama kemudian menghukum mati dirinya, dunia
persilatanpun tidak nanti akan jadi kacau macam ini hari.
Aaaai. membabat rumput tidak ke akar-akarnya, timbullah bibit bencana seperti
sekarang ini, mungkin kejadian ini jauh diluar dugaan para jago yang mengejar gembong
iblis tersebut dahulu.”
“ilmu silat yang dimiliki orang Ini bukan saja amat sempurna dan sukar diukur, kelicikan
serta kekejamannya sukar ditandingi pula oleh orang lain, yang aneh mengapa justru
manusia semacam ini berhasil mengumpul-kan jago Bu lim sebegitu banyak untuk jual
nyawa kepadanya?”
“Orangnya pandai mengumpulkan orang. akalnya licik hatinya kejam dan ilmu silat-nya
lihay, tentu saja namanya cepat menjulang keangkasa….” pengemis tua itu merandek
sejenak lalu melanjutkan
“Kalau memang Kay-pang tak bisa didatangi, lalu bagaimana rencana saudara
mengenai kedua orang tuamu?”
“Boanpwee pun tak mengerti dimanakah merupakan tempat yang aman f”

‘Saudaraku, kau harus menyelesaikan dahulu masalah kedua orang tuamu secara baikbaik:,
dengan demikian kau baru dapat bertindak leluasa dalam dunia persilatan. Menurut
pandangan aku sipengemis tua, nama besarmu dewasa ini sud h menggetarkan dunia
kangouw, dua tiga tahun kemudian kau pasti akan diangkat sebagai pemimpin Bulim
dan bersaing dengan Shen Bok Hong serta siauw Yauw-cu. selama ratusan tahun
belakangan belum pernah dunia kangouw mengalami kekacauan seperti ini hari, ini
merupakan jaman yang paling mengenaskan bagi umat kangouw, bukannya aku sipengemis
tua menyanjung dirimu, tapi ditinjau dari situasi Bu-lim saat ini kecuali kau
seorang rasanya tiada orang kedua yang dapat menyelesaikan keadaan ini”
Jilid 11
“Aai! locianpwee, kau terlalu memuji diri boanpwee!”
“Haaa…. haaa…. seiama hidup aku sipengemis tua tak pernah memuji orang, hanya
saja dalam keadaan kacau semacam ini aku harus mohon bantuan bagi umat umat Bu-lim
yang menderita….
Mendadak dengan nada rendah tambahnya: “Kedua orang tuamu telah menjadi suatu
beban yang amat berat bagimu, Shen Bok Hong tidak nanti adu kekerasan dengan kau.
dia pasti akan menggunakan segala daya upaya untuk mencari tahu jejak kedua orang
tuamu. Saudara Siauw? aku sipengemis tua rela menggunakan sisa umurku untuk
membantu dirimu, asalkan saja kaupun punya kepandaian untuk memikul tanggung jawab
berarti ini.”
Siauw Ling dapat menangkap artl lain dari pada kata-kata tersebut, untuk beberapa
saat lamanya ia bungkam dalam seribu bahasa.
Si-sie poa emas Sang Pat yang selama lni tidak ikut bicara, tiba-tiba menimbrungnya
dari samping,
“Cayhe telah mendapatkan suatu tempat terpencil yang mungkin bisa terlepas dari
pengamatan mata-mata Shen Bok Hong.
“Dimana?”
“Tempat Itu letaknya ditengah laut Selatan dan merupakan sebuah pulau kosong yang
dikelilingi oleh samudra luas bukan saja tempat aman bahkan pemandangan alam sangat
indah. Seandainya Kiem Lan serta giok Lan suka menemani kedua orang tua itu
mengasingkan diri disana, kemungkinan besar Shen Bok Hong tidak akan berhasil
mengejar mereka.”
….
“Tidak bisa jadi,” seru Soen put shia menyatakan ketidak setujuanya. Penduduk yang
berdiam diatas pulau kosong itu cuma beberapa puluh keluarga saja. seandainya kedua

orang tua itu tiba diatas pulau tersebut kedatangannya pasti akan menggemparkan
seluruh pulau kabar berita ini lambat laun pasti akan tersiar juga kedaratan Tionggoan.”
I Sang-pat termenung kemudian mengang-glk.
“Ucapan locianpwe ada benarnya juga, kita arus mencari suatu tempat terpencil yang
sama sekali tidak berpenghuni!”
“Itupun salah besar. Tempat yang harus kita cari adalah suatu tempat yang bisa
melegakan hati saudara Siauw, agar dengan demikian saudara Siauw tak usah cabangkan
pikirannya lagi untuk merisaukan persoalan itu “
“Aaai….!” Siauw Ling menghela napas pan Jang “Sungguh tak nyana dikolong langit
yang begitu luas, ternyata aku Siauw Ling telah menyusahkan kedua orang tuaku
sehingga tiada tempat untuk berteduh.”
Toako. kau tak usah sedih. Persoalan ini biar kita pikirkan perlahan-lahan saja, suatu
saat kita pasti akan berhasil mendapatkan suatu tempat yang bisa melegakan hati toako.
Sementara pembicaraan itu sedang berlangsung, tiba-tiba terdengar suara derap kaki
kuda berkumandang datang-
“Cepat bersembunyi kebalik semak!” bisik Soen Put-shia sambil meloncat kesisi jalan
Tampaklah dua ekor kuda laksana kilat cepatnya meluncur datang kearah mereKa berada.
Terdengar orang yang berada dikuda sebelah depan mengomel, “Kita sudah melakukan
perjalanan selama sehari semalam. namun sedikit kabarpun belum- ada, aku lihat kita
pasti telah salah ambil jalan!
“ToNG-HENG. Legakan hatimu,” jawab orang kedua. “Ramalan sakti siauw-te
selamanya tak pernah salah, arah yang benar adalah sini!”
Sang Pat yang bersembnnyi dibalik semak belukar segera berbisik kapada Siauw Ling
setelah mendengar ucapan tersebut.
“Toako. bukankah suara lni adalah suara dari Suma Kan siperamal sakti dari Lautan
Timur.
“Hmm, memang mirip suaranya. tapi biarlah mereka mendekat lebih jauh dulu baru kita
bicarakan lagi.”
Kedua ekor kuda itu bergerak semakin dekat dengan tempat persembunyian beberapa
orang itu. ternyata orang yang berada di paling depan memang bukan laiu adalah Suma
Kan.
Sedang orang kedua yang berada dibelakang memanggul busur besar dipunggungnya
dengan sebuah karung penuh berisi anak panah tergantung dipinggang, dia bukan lain
adalah sipanah sakti yang menggetarkan jagad Tong goan Khie adanya.

Sianw Ling segera meloncat keluar dari tempat persembunyiannya seraya berseru,
“Suma-heng, kau sedang mengejar siapa?”
Kemunculan Siauw Ling secara mendadak itu mengejutkan hati Suma Kan. buru-buru ia
tarik tali les kudaaya sehingga kuda yang sedang lari cepat segera berhenti.
“Aah, Siauw-heng! aku sedang mencari kau!” sahutnya sambil loncat turun dari pelana.
ia lari menghampiri si anak muda itu mencekal tangannya dan berseru kembali, “Ooh.
sungguh payah mencari kalian….”
Tidak menanti Siauw Ling menjawab. kembali ia berpaling kearah Tong Goan Khie
sambil berseru, “Tong-heng, bagaimana dengan ramalan sakti sianw-te?”
“Sungguh luar biasa sekali!”
Si pemanah sakti yang menggetarkan jagad itupun meloncat turun dari atas kuda,
berjalan kearab Siauw Ling dan berkata kembali setelah menjura dalam dalam. “Sejak Be
Coug Piauw Pacu menderita luka parah, ia telah menyanjung diri Siauw-heng, katanya.
Seandainya kita inginkan umat Bu-lim lolos dari penjagalan sadis yang telah melanda
sungai telaga saat ini, maka kita harus mengangkat siauw-heng sebagai pemimpin Bu-lim

“Bagaimana keadaan luka dari Be-Piauw Pacu?” tukas Siauw Ling dengan hati cemas.
“Walaupuu lukanya amat parah, namun berkat pertolongan dari Boe Wie Tootiang itu
sang Ciangbunjien dari Bu-tong-pay,jiwanya berhasil diselamatkan!
“Aaaai…. orang budiman selalu dilindungi Thian, semoga kesehatannya lekas pulih
kembali seperti sedia kala.”
“Siauw-heng, apakah kau tidak berada sa-ma-sama Tiong Chiu siang-ku?” tanya Suma-
Kan.
“Sepasang pedagang dari Tioug-Chiu berada disini!” seru Sang Pat sambil membim-bing
Tu Kioe bangun berdiri.
“Bagus sekali, bagus lekali,” teriak Suma-Kan kegirangan, “setelah memperhatikan cuwi
sekalian sehat walafiat.siauwte pun dapat mempertanggung jawabkan diri kepada
mereka.”
“Mempertanggung jawabkan apa””
“Para engbiong heohan sama-sama menguatirkan keselamatan kalian berdua. sedang
siauwte ngotot bilang kalian sehat semua. Seandainya kamu berdua mendapat celaka,
bukankah para enghiong hoohan yang ada di kolong langit akan mentertawakan ramalan
dari aku orang she suma tidak cocok?”
“Meski siauwte tidak mati, namun luka tidak ringan!…. Mendadak…. Sang Pat teringat
kembali akan sipencuri sakti Siang Whie, buru-buru tanya-nya “Bagaimana keadaan dari
pencuri tua itu?”

“Luka yang diderita Siang-heng rada enteng, ia sudah dapat bergerak seperti sedia
kala.”
sekarang mereka berada dimana?” sela Soen Put-shia sambil perlahan-lahaan menampilkan
diri.”
Seraya turun dari kuda, serunya kepada Tu Kioe, “Tu-heng, silahkan naik keatas kuda
untuk melanjutkan perjalanan!”
Siauw Ling yang menyaksikan tingkah laku orang itu dalam hati merasa tercengang,
pikirnya, “Ketika pertama kali aku berjumpa dengan orang ini. sikapnya angkuh dan
dingin, sedikitpun tidak pandang sebelah mata kepada orang lain, mengapa sikapnya pada
saat ini bisa berubah jadi begitu hangat dan ramah?
sungguh aneh….”
Terdengar Sang Pat telah berseru: “Ldo-jie, naiklah keatas kuda! setelah si tukang
ramal mengalah kepada kita, tidak seharusnya kita tolak tawaran baiknya itu!” “Kalau
begitu terpaksa aku harus merepotkan dirimu.” kata Tu Kioe dingin sambil melangkah
maju dengan langkah lebar.
“Tu-heng sedang terluka, sudah sepantas-nya kalau siauwte berikan kuda ini kepadamu.”
“Sinar mata Sang Pat perlahan-lahan beralih kearah Tong Goan Khie. lain berkata pula.
“Toug heng, kami masih ada seorang nona yang menderita luka….”
“Mana orangnya??? silahkan dia naik keatas kuda!”
“Nona Kim Lan!” Sang-pat segera berseru. “Bagaimanakah keadaan luka dari Giok
Lan?? apakah ia sanggup melanjutkan perjalanan dengan menunggang kuda??”
“Berkat perawatan dari Soen Locianpwe, hawa murninya berhasil dipulihkan kembali
dan luka yang ia deritapun berangsur sem-buh kembali mungkin ia masih sanggup
melanjutkan perjalanan dengan menunggang kuda.”
“Bagus sekali! cepatlah bawa dia kemari.”
Kim Lao mengiakan, sambil membopong Giok Lan ia segera menaikkan saudaranya
keatas pelana kuda milik Tong Goan Khie.
Siauw Ling merasa tidak tenteram, sebetul nya ia ingin mengucapkan beberapa patah
kata rasa terima kasihnya. namun sebelum ia sempat berbicara terdengarlah Soen Put
shia telah berseru, “Asal Shen Bok Bong berhasil melintasi Jembatan gantung ini, dia pasti
akan menge-jar kita kembali, kita harus cepat cepat ting galkan tempat ini!”
“Baik,” sahut Suma Kan, “siauw-te akan membawa jalan!”

Demikianlah sang peramal sakti dari Lautan timur itupun berangkat terleblh dahulu
menuju kearah depan disusul dengan Sang Pat serta yang lain.
Ditengah perjalanan Siauw Ling meuceritakan kisah perjalanan nya selama in yang
membuat Suma Kan serta Tong-goan Khie jadi melongo dan terbelalak.
Selesai mendengar kisah tersebut, tak ta-han Tong goan Khie menghela napas dan
nenggumam, “Seorang Shen Bok Hong saja sudah cukup memusingkan kepala apalagi kini
bertambah lagi dengan seorang Su-hay Koan-cu. Aaaai, kekalutan yang sedang
berlangsung dalam dunia persilatan boleh dikata merupakan kejadian yang paling ruwet
selama ratusan tahun belakangan ini.”
“Telah lama aku dengar Boe Wie Tootiang itu sang ciangbunjien dari partai Bu tong
punya akal yang tajam.” ujar Soen Put-ship. “Seandainya dia dapat memperoleh Satu cara
dimana dapat memaksa Su-hay Koan-cu serta Shen-bok Houg harus bertarung sendiri.
kemungkinan besar kita bisa mengirit banyak tenaga!”
“Menurut pendapat cayhe, baik Shen Bok Hong maupun Su Hay Koencu semua
merupakan manusia yang berakal panjang, rasanya tidak gampang untuk menghasut
mereka agar melakukan pertarungan sendiri,” kata Siauw Ling memberi pendapat.
“Bagaimana dengan ilmu silat yang dimiliki Su Hay Koan-cu itu?” tanya Suma Kan.
“Kami tidak sempat bertarung dengan orang ini, jadi sulit untuk memberikan gambaran
yang jelas….”
“Aku sipengemis tua tahu sedikit mengerti tentang keadaan Siauw Yauw-cu, orang in
bukan memiliki ilmu silat yang amat tinggi bahkan licik dan keji luar bisa Su Hay Koen cu
bisa menarik manusia macam Siauw Yauw-cu sebagai pembantu setianya, aku rasa dia
pastilah bukan manusia sembarangan.” Baik Tong Goan Khie- maupun Suma Kan samasama
tidak tahu akan asal usul dari Siauw Yauw-cu, maka untuk beberapa saat mereka
tak tahu apa yang harus diucapkan.
Tatkala fajar mulai menyingsing, sampailah Siauw Ling sekalian disebuah dusun kecil
karena kesehatan Siauw Hujien yang tidak mengijinkan terpaksa para jago harus
beristirahat setengah harian disitu, kemudian menyewa sebuah kereta kuda untuk
melanjutkan perjalanan.
Kali ini perjalanan dilakukan seharian penuh, menanti sang aurya telah lenyap dibalik
gunung sampailah mereka ditepi sebuah telaga
Siauw-heng.” kata Suma Kan. “Boe Wie Tootiang sekalian pada berkumpul ditepi pantai
seberang telaga….”
Siauw Ling mendongak dan menatap kedepan, tampaklah olehnya sebuah bukit nan
hijau membentang kedepan mata, pada kaki bukit secara samar-samar nampsk
sekelompok rumah gubuk.

Soen Put-shia pun diam-diam mengukur luas telaga itu, ia duga panjangnya Ada dua li
dengan luas beberapa li, maka ia lantas berkata, “Disini tiada nampak untuk menyebrangi
telaga ini, bagaimana caranya kita bisa ketempat itu?”
“Tak usah loocianpwee risaukan tentang persoalan ini,” sahut Tong Goan Khie. “Cay-he
segera akan suruh mereka kirim sebuah perahu kemari!”
Tangan kiri mengambil gendewa, tangan kanan mempersiapkan sebatang anak panah
bersuara dan…. Sreeet anak panah itupun di lepas ketengah udara
Beberapa saat kemudiau. anak panah itu berdesir membelah angkasa, dari permukaan
telaga pun muncul sebuah sampan kecil yang perlahan lahan bergerak mendekat.
Sungguh cepat laju sampan kecil itu. beberapa saat kemudian sampailah perahu tadi
ditepi pantai dimana para jago menanti.
Seorang toojien setengah baya yang menyoren pedang mendayung sampan, dengan
ditemani seorang lelaki berbaju biru berdiri keren diujung perahu, dia bukan lain adalah
Cheng Yap Cing. sang sute dari Boe Wie Tootiang.
Tidak menanti sampan berbenti, Cheng Yap Cing segera loncat naik kedaratan lalu
seraya menjura kearah Tong Goan Khie serta Suma Kan serunya, “Merepotkan kalian
berdua Sinar matanya beralih keatas tubuh Soen Put-shia lalu menjura dan menyapa, “Tak
nyana loocianpwee pun sudi mengun-jungi tempat ini \”
“Ehmm, suhengmu tak pernah mencam-puri urusan dunia kangouw, aku pengemis
tuapun tidak nyana kalau dalam peristiwa kali ini terpaksa ia haruS terjunkan diri lagi
kedalam dunia kangouw!”
“Meski gelar suheng kami adalah Boe Wie namun dia adalah seorang pendekar yang
berjiwa besar. pertama kali terjadi kegaduhan dalarn Bu-lim. partai kami sudah terseret
dalam kancah kekacauan tersebut, berkat kebijaksanaan serta kebesaran Jiwa suheng
kamilah maka partai kami tidak tega melihat pertumpahan darah berlangsung terus
“Kenapa? Sauw-lim, Go-bie, Ceng-shia ser ta partai partai besar lainnya sama-sama
berpeluk tangan belaka??”
“Suheng kami telah mengutus seorang murid untuk menemui Sauw-lim Hong-tiang
dalam Surat mana telah dijelaskan pula bagai-mana keadaan situasi dalam dunia
persilatan dewasa ini. utusan kami hingga kini belum kembali, jadi bagaimanakah sikap
partai Siauw-lim masih belum bisa dikatakan “
ia merandek sejenak, kemudian tambahnya, “Suheng kami telah menanti kehadiran anda
sekalian. silahkan cuwi semua naik keatas perahu ‘”
Soen Put-shia pun tidak sungkan sungkan lagi, ia segera meloncat naik keatas sampan.
“Cheng-heng. silahkan anda menghantar Soen Loocianpwee serta Siauw-thay hiap
sekalian menyeberang lebih dahulu, kami sekalian akan menanti disini.” teru Suma Kan.

Kiranya sampan itu amat kecil sekali. setelah Soen Put-shia. Siauw Ling serta Siauw
thay-jien suami istri ditambah pula dengan Kim Lan. Giok Lan naik keatas perahu, di-atas
sampan itu sudah tiada tempat luang lagi.
Cheng Yap Ching mengangguk, kepada tootiang pendayung bisiknya, “Tinggallah kau
disini menemani mereka biar aku yang pegang kemudi!”
Walaupun usianya masih muda, namun kedudukannva dalam partai Bu-tong tinggi
sekali. Toojien itu segera mengiakan dan meloncat naik keatas daratan.
Setelah toosu itu mendarat, Ceng Yap Cing menggerakkan dayungnya. perahu
meluncur kedepan taksana kilat, dalam sekejap mata Sampailah mereka ditepi pantai
seberang.
Tampaklah Boe Wie Tooiiang yang memelihara jenggot putih sepanjang dada dengan
membawa lm Yang cu telah menanti ditepi pantai.
Siauw Ling memutar biji matanya memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, ia
temukan tempat itu merupakan sebidang tanah yang berbentuk setengah lingkaran,
separuh menempel dibukit dan separuh lagi menempel telaga, pemandangan sangat indah
dan amat mempesonakan sekali.
Boe Wi Tootiang rangkap tangannya menjura kearah Soen Put-shia, lalu ujarnya sambil
tertawa, “Puluhan tahun lamanya locianpwe mengasingkan diri, tak nyana kali ini terseret
kembali kedalam kancah pembunuhan serta kekacauan dunia persilatan.”
“Haaa-haaa…. aku pengemis tua sudah tua dan pikun. dalam keadaan loyo masih bisa
menyumbangkan sedikit tenaga bagi keadi-lan Bu-lim, meski harus matipun tidak
menyesal!”
Siauw Ling yang teringat kembali akan bndi Boe Wie Tootiang dimana pernah
membantu dirinya, buru-buru maju kedepan memberi hormat dan menyapa, “Boanpwe
Siauw Ling menghunjuk hor-mat kepada Tootiang.”
“Siauw thay-hiap kini kau telah menjadi orang yang paling dihormati oleh setiap umat
Bu-lim, pinto beruntung telah kenal dirimu sejak dulu. tak usah banyak adat!”
“Aaaai…. aku orang she Siauw masih muda dan tolol. budi serta kemampuan apa yang
di miliki? pujian dari tootiang malahan membuat boanpwee jadi malu!”
Boe wie Tootiang tersenyum. ia menoleh memandang sekejap kearah Im Yang-cu lalu
berkata, “Jie-te, wakililah siauw-heng untuk menyambut para enghiong.”
Sedang kepada Soen Put-shia, sang ketua dari Bu-tong-pay ini berkata
“Silahkan anda berdua masuk kedalam kamar untuk minum teh, kebetulan sekali pinto
sedang menjumpai suatu masalah yang amat menyulitkan pikiranku, pinto ingin mo-hon
petunjuk dari kalian berdua.”

Sementara itu tampak dua orang toojien setengah baya tampil kedepan menyambut
kedatangan Siauw thay jien suami istri, Kiem lan serta Giok Lan untuk diantar masuk ke
salah satu gubuk.
Sedangkan Siauw Ling serta Soen Put-shia mengikuti dibelakang Boe Wie Tootiang
masuk kedalam gubuk yang lain.
Perabot dalam gubuk itu amat sederhana sekali, kecuali sebuah dipan, sebuah meja
hanya tampak beberapa buah kursi bambu belaka, meski demikian keadaan ruangan itu
amat bersih.
Seorang toosu cilik berwajah cakep segera munculkan diri uutnk menghidangkan air
teh.
Soen Put-shia adalah seorang jago tua yang sudah lama mencicipi asam garam, namun
begitu wataknya tetap berangasan. ter-dengar ia berseru dengau nada gclisah, “Tootiang,
persoalan apa yang sedang kau hadapi? cepat utarakan, aku sipengemis tua sudah tidak
sabar menunggu lagi!’”
Boe Wie Tootiang tidak langsung menjawab, ia ulapkan tangannya mengundurkan
toosu citik tadt kemudian mengunci pintu ruangan rapat rapat.
Menyaksikan tingkah lakn toosu tua tersebut, dalam hati Soen put-shia merasa
tercengang, pikirnya, “Aaaah-….! kalau dilihat tingkah laku sihidung korban ini, rupanya
persoalan yang terjadi amat rahasia sekali….”
Sementara itu terdengar Boe Wie Tootiang menghela napas ringan lalu berkata,
“Peristiwa ini berlangsung amat mendadak sehingga pinto sendiripun dibikin kebingungan
setengah mnti. Seandainya hari ini Siaaw-thay hiap tidak datang. mungkin malam nanti
ditempat ini bakai terjadi suatu pertumpahan darah yang mengerikan.”
“Apakah peristiwa tersebut ada sangkut pautnya dengan boanpwe?” tanya Siauw Ling
tercengang.
“Sedikitpun tidak salah, orang itu datang kemari dengan maksud mencari Siauw-thayhiap.”
“Siapakah orang itu?”
“Pak-Thian-Coen-cu dari istana es!”
“Apa? gembong iblis tua itupun telah hadir diatas daratan Tionggoan?” sela Soen Putshia
dengan wajah berubah.
“Benar, kini ia benda kurang lebih sepuluh li disekitar sini. Meskipun iblis tersebut
berdiam jauh di istana Es yang terletak di Lautan Utara yang jarang sekali mengunjungi
daratan Tionggoan, namun beritanya amat tajam sekali, terhadap situasi Bu-lim yang
sedang berlangsung dewasa ini ia tahu bagaikan melihat jari tangan sendiri….”

“Apakah gemboug iblis itu telah bersekongkol dengan Shen Bok Hong untuk
menciptakan badai pembunuh berdarah diatas daratan Tionggoan?” sela sang pengemis.
Dengau cepat Boe Wie Tootiang mengge-leng
Pak Thian-Coeu-cu adalah seorang jagoa yang tinggi hati, mana ia sudi bersekongkol
dengan manusia seban sa Shen Bok Hong? lagi pula selama ini ia tidak punya ambiai
untuk merajai Bu lim….
“Kalau begitu ia datang kemari khusus untuk mencari satroai dengan Siauw Ling pribadi?”
“Sedikitpun tidak salah “
Sinar mata toosu tua dari Bu-tong Pay Ini perlahan-lahan menatap wajah Siauw Ling,
lalu sambungnya’
“Siauw-ttaay-taiep, harap kau jangan marah. Meski pinto sendiripun sadar bahwa di
balik perisitiwa ini pasti telah terjadi salah paham, namun bagaimana juga aku harus
terangkan duduknya perkara.”
“Silahkan loeCianpwee utarakan kata kata-mu, boanpwee akan mendengarkaa dengan
seksama.”
“Apakah Siauw thay-hiap kenal dengan putri kesayangan dari Pak-thian Coencu?”
“Pernah ketemu dua kali!”
“Kalau begitu, meski peristiwa ini terjadi karena salah paham namun sama sekali bukan
isapan jempol belaka?”
“Sebenarnya apa yang telah terjadi? ha-rap locianpwe terangkan dengan jelas.”
“Kemarin malam secara tiba-tiba Pak-thian Coencu muncul ditempat ini seorang diri,
setelah menyeberangi telaga ia langsung menyerbu kedalam gubuk. Piuto yang sudah
lama mendengar akan nama besarnya dan sadar pula sampai dimanakah taraf ilmu silat
yang dimiliki, segera menyambut kedatangannya dengan segala tatacara, siapa tahu ia
tidak menggubris diri pinto bahkan langsung mencari tahu jejak dari Siauw-thay hiap….”
“Lalu bagaimana jawab totiang?”
“Menyaksikan Wajahnya penuh kegusaran, pinto segera menjawab tidak tahu tetapi ia
tidak percaya dengan perkataan pinto, sebelum meninggalkan tempat ini ia telah
mengancam kepada pinto agar menemukan Siauw thayhiap sebelum tengah malam nanti,
ka-lau sampai saatnya pinto tidak berhasil mencari tahu jejak Siauw thayhiap, maka ia
hendak membasmi seluruh anggota perguru-an Bu-toug Pay kami.”
“Mengapa?”
“Dia bilang Siauw thayhiap telata melarikan putrinya….”

“Apa alasannya ia menuduh demikian?• sepasang alis si anak muda itu langsung
berkerut, sinar tajam memancar kelUar dari matanya.
“Pinto tahu bahwa dibalik peristiwa ini pasti telah terjadi kesalahan paham, namun Pak
Thiau Cosa-cu tidak mau menerangkan lebih jauh, dengan penuh kegusaran ia segera
berlalu.”
“Aah, mungkin gembong iblis itu memang sengaja hendak mencari satroni,” kata Soen
Put-shia, “selama beberapa hari ini. aku sipengemis tua selalu berada disamping Siauw
heng. belum pernah. kami berjumpa dengan putrinya Pak Thian Coen-cu.”
“Mengenai peristiwa ini Sudah berulang kali pinto putar otak. pinto merasa yakin pasti
ada rahasia lain yang terkandung dibalik kejadian ini….” sinar mata toosu itu beralih
keatas wajah Siauw Ling kemudian menambahkan.
“Dewasa ini dalam dunia persilatan telah muncul dua orang Siauw Ling….”
“Sedikitpun tidak salah!” Mendadak Soen Put-shia menjerit sambil loncat bangun.
“Perbuatan ini pasti hasil karya dari Siauw Ling gadugan itu.”
Sebaliknya siauw Ling menghela napas panjang.
“Sebelum duduknya perkara dibikin jelas, janganlah kita menuduh Lam Giok Thong
dengan tuduhan yang bukan-bukan sudahlah! tak usah dibicarakan lagi, tunggu Saja hasil
perjumpaanku dengan Pak Thian Goeu-cu nanti malam.”
Kalan dilihat dari situasi saat ini, rasanya cara itu memang paling cepat, sampai
waktunya biarlah pinto serta Soen Loocianpwee menemani kau untuk berjampa dengan
dia, dengan begiiu seandainya sampai terjadi pertarungan kamipun bisa memberi
bantuan.”
“Jejak boanpwee tiada yang dirahasiakan boanpwe tidak takut dituduh dengan tuduhan
yang bukan-bukan!”
“Walaupuu begitu, namun Pak-thian Coeu cu adalah seorang manusia yang berwatak
tinggi hati, aku takut kalau ia tak sudi mendengarkan penjelasanmu!”
Kalau ia memaksa terus apa boleh buat? terpaksa akan kulayani kemauannya sampai
dimanapun.”
Dari mulut orang, Boe Wie Tootiang pernah mendengar tentang kegagahan SiauwLing
dikala ia bertempur melawan orang-crang dari perkampnugan Pek Hoa Sau-cung, meski
demikian melihat usianya yang masih muda toosu itu merasa ragu-ragu akau
kemampuannya untuk melawan Pak Thian boeu-cu, sebenarnya ia ingiu mengucapkan
beberapa patah kata nasehat, tapi secara mendadak pintu terbuka, dua toosu cilik
penjaga pintupun melangkah masuk kedalam ruangan sambil melapor.
‘Jie-susiok beserta para jago telah tiba, mereka menanti diluar ruangan!”

“Oooow….! cuwi sekalian silahkan masuk!” buru-buru Boe Wie Tootiang bangun berdiri
dan menyambut kedepan pintu.
Dipimpin oleh Sang Pat yang berjalan paling depan, Tu Kioe. Tong goan Khie, Suma
Kan, Cheng Yap Cing serta Im Yang-cu se gera melangkah masuk kedalam ruangan.
Toosu cilik muncul untuk menghidangkan air teh, dan para jagopun sama-sama ambil
tempat duduknya masing-masing.
Menanti suasana menjadi sunyi kembali. Suma Kan segera menjura dan berkata sambil
tertawa, “Tootiang, berkat ilmu meramalku yang tepat akhirnya siauwte berhasil
menemukan Siauw thayhiap sekalian, cayhe rasa tootiiang| tentu tidak merasa kecewa
bukan.”
“Merepotkan diri Suma-heng “
Sinar mata toosu tua ini beralih kearah Tu Kioe, lalu tambahnya, ‘Bagaimana keadaan
luka Tu-heng? apa-kah perlu beristirahat sejenak diruang belakang.”
“Tidak usah, cayhe masih sanggup mempertahankan diri!”
Wajah orang ini rupanya selalu dingin terus kendati berbicara dengan siapapun terutama
sekali nada suaranya bukan saja dingin bahkan ketus dan tidak enak didengar. hal
ini membuat setiap pendengar merasakan hatinya jeri dan tidak enak.
Boe Wi Tootiang tidak tersinggung akan sikap orang itu ia malah tersenyum.
“Pinto memilih tempat ini sebagai markkas, tujuannya tidak lain adalah dikarenakan
tempat ini tidak mudah diserang musuh secara menggelap dengan ketajaman
pendengeran Shen Bok Hong yang sudah terkenal dise luruh koloug langit, mungkin saja
pada saat ini ia sudah tahu tempat kita berada, seandainya ia ada maksud…. mencari….
satroni dengan kita orang mungkin didalam dua tiga hari lni ia bakal datang membawa
para jago
Ia merandek sejenak untuk tukar napas, lalu ujarnya, “Cuwi sekalian datang dari
tempat jauh, pinto rasa perut kalian tentu sudah keroncongan bukan? silahkan bersantap
lebih da-hulu kemudian Pinto akan mengantar cuwi sekalian beristirahat dikamar
penginapan. dengan demikian seandainya Shen Bok Hong muncul disini dengan membawa
para jago nya, kitapun sudah mempunyai semangat baru untak berduel mati-matian
dengan dirinya.
Berbicara sampai disitu, tampak dua orang toojien setengah baya masuk kedalam
gubuk sambil berkata, Silahkan cuwi sekalian bersantap dikamar makan!”
Begitulah, dibaWah petunjuk dua orang toojien setengah baya itu para jago pindah
kedalam gubuk yang lain untuk bersantap, disana sayur serta arak telah tersedia, pada
meja sebelah dalam dihidangkan ikan, daging, ayam dan bebek sedang dimeja sebelah
luar tersedia beberapa piring sayur yang be-bas dari barang berjiwa.

Kiranya Boe Wie Tootiang serta Im Yang-cu adalah anak murid kaum beribadat. mere
ka semua pantang makan barang berjiwa.
Selesal bersantap, dibawah petunjuk beberapa toojien para jagoanpun pergi
beristirahat.
Semula tempat itu berdiam beberapa pu-luh keluarga nelayan serta pemburu namun
setelah Boe Wie tootiang memilih tempat itu sebagai markas besar dalam perlawananya
menentang pengaruh perkampungan Pek Hoa san-cung, toosu tua ini telah membeli
daerah sana dengan harga yang tinggi. sebab ia tidak ingln menyaksikan penduduk yang
tak bersalah itu ikut menjadi korban atas kega-nasan orang orang Bu-lim.
Siauw Ling berdiam disebelah Timur orang tuanva, menyaksikan putra kesayangan
mereka telah menjadi pemimpin Bu-lim, kedua orang tua itu mengerti bahwa tak mungkin
bisa menasehati lagi puttanya untuk mengundurkan diri dari pertikaian Bu lim, merekapun
membungkam dalam seribu bahasa.
Meski demikian Siauw-hujien yang sangat menyayangi putranya setiap hari, setiap
malam selalu menguatirkan keselamatan Siauw Ling, beberapa kali ia hendak menasehati
putranya ini untuk mengundurkan diri dari dunia persilatan serta mencari tempat yang
sunyi untuk hidup dengan perdamaian, namun setiap kali selalu dicegah oleh Siauwthayjien.
Malam itu ketika kentongan kedua telah tiba. diam-diam Sicuw Liag bangun dari
tidurnya setelah beristirahat setengah harian semangat maupun tenaganya telah pulih
kembali.
Tatkala ia lihat kamar orang tuanya masih terang benderang oleh lampu, dalam hati
segera pikirnya, “Aku Siauw Ling telah menyusahkan orang tua. usia mereka sudah lanjut
namun harus melakukan perjalanan jauh karena aku.
Aaaai sungguh kasihan mereka ini…. sudah tengah malam beginipun mereka belum
tidur.”
Berpikir demikian tanpa terasa kakinya melangkah kearah plntu, belum sempat ia me
ngetnk pintu tiba-tiba terdengar suara ibunya berkumandang keluar dari ruangan.
“Aaaai….! semula aku mengharapkan putraku hidup sebagai petani dan melewatkan
masa hidupnya dengan penuh kedamaian, justeru karena Ling-jie terlalu pandai akhirnya
beginilah jadinya, banyak persoalan menim-pa dirinya…. membuat aku siang malam harus
menguatirkan keselamatan jiwanya.
Suara Ibunya penuh mengandung rasa sayang dan cinta kasih. membuat Sianw Ling
yang mendengar mengucurkan air mata.
“Sudahlah, tak usah kau pikirkan lagi,” Suara Siauw Thay-jien segera menyambung.
“Seandainya Ling jie benar benar hidup didunia sebagai petani, mungkin kau akan mengatakan
dia tidak becus, sekalipun kita harus menderita selama dalam perjalanan namun
banyak pengetahuan serta pengalaman yang kita dapatkan, gunung nan hijau, telaga nan

jernih serta bintang dan rembulan yang tersebar-diangkasa benar-benar merupakan
pengalaman yang tak pernah kuimpikan sebe-lumnya….”
Sebagai ayah, kau sama sekali tidak memikirkan tentang keselamatan putra sendiri.”
tegur Siauw hujien dengan gusar, “Setiap hari ia bergelimpangan diantara sambaran golok
dan tombak…. kau harus tahu golok dan tombak tiada bermata. seandainya ia sampai
terlu-ka ditangan…. musuh…. bagaimana jadinya
nanti?”
“Haaa…. haaa…. tentang soal ini, tak usahlah kau kuatirkan, sudah kulihat sendiri
betapa lihaynya kepandaian silat yang ia milikl, sekalipun adalah seratusribu orang
pasukan berkuda dan hujan Panah yang melanda jagad tidak nanti tubuhnya berhasil
dilukai, Coba kau lihat, usianya masih muda belia namun ia dihormati oleh para jaga. para
enghiong hoohan yang ada didalam Bn-llm, betapa terhormat kedudukannya saat ini,
sebagai ayah aku merasa amat bangga mempunyai putera macam begini….”
“Ooooow…. bagus! bagus sekali…. pandai benar kau puji perbuatannya itu, tidak aneh
kalau wataknya begitu liar dan kasar, kau sebagai ayahnya pun begini!”
“Andaikata Leng-jie tidak mempelajari serangkaian ilmu silat yang begitu sakti,
dapatkah ia hidup hingga detik ini masih su-kar diramal kau tentu masih ingat bukan akan
perkataan yang kusampaikan kepadamu dahulu.”ia mengidap penyakit aneh. sampaisampai
tabib kenamaanpun dibikin kewalahan oleh sakitnya itu, paling banter ia cuma
hidup sampai usia dua puluh tahun, – karena itu lah aku punya rencana untuk membawa
ia pesiar kemana mana setelah usianya genap mencapai angka sepuluh, agar tidak
kecewa ia hidup didunial”
“Sekalipun begitu, keadaan dahulu dan keadaan saat ini jauh berbeda, kini penyakit
aneh yang diderita Ling-jie telah sembuh, apakah kau ngotot hendak mengatakan hahwa
ia masih mengidap penyakit aneh??”
“Ling-jie pun sudah lama mati karena penyakit anehnya yang diderita. Ling-jie yang ada
sekarang bukanlah Ling-jie milik kita lagi.
“Aku yang melahirkan dia dan aku pula yang membesarkan dia, kalau bukan milik-ku
milik siapa lagi7″
“Haaa…. haaa…. Ling-jie yang kumiliki saat ini merupakan bintang penolong bagi umat
bu-lim, mati hidup beribu-ribu orang terletak diatas bahunya, seandainya. Hujien tetap
berhati egois dan memaksa Ling-jie untuk membuang kedudukannya sekarang dan masuk
desa hidup sebagai petani, sebagai anak yang berbakti Ling-jie pasti akan mengikuti
permintaanmu itu, akhirnya kita memang mendapatkan kembali Ling-jie tapi umat Bu-lim
jadi menderita, berapa banyak ayah ibu bakal kehilangan putra kesayangan mereka?
berapa banyak kaum istri yang bakal kehilangan suaminya? dan berapa banyak anak yang
bakal kehilangan orang tuanya….”
“Aaaai….! uSia Lingjie belum mencapai angka dua pulnh, begitu pentingkah dirinya bagi
keselamatan umat mannsia?”

“Sekalipnn usianya masih sangat muda, namun kepandaian silat yang dimilikinya telah
mencapai pada puncak kesempurnaan, saat ini dia boleh dibilang terhitung sebagai jagoan
lihay. Meskipun pertumpahan darah yang berlangsung kini menyangkut soal dendam sakit
hati serta balas membalas antara umat Bulim sendiri, tapi akibat yang timbul karena
pertumpahan darah ini kemungkinan besar akan menyeret pula para penduduk untuk ikut
menderita, apakah kau cuma memikirkan keselamatan putramu belaka dan
mengabaikan keselamatan orang lain? seandainya jalan pikiranmu tetap begitu
aaaai….? apakah kau tidak merasa tarlalu mementingkan diri sendiri?”
•000O000-
SIAUW Ling yang mencuri dengar pem-bicaraan orang tuanya diluar jendela. merasa
kan darah panasnya bergelora didalam dada, semangatnya timbul kembali, tanpa pikir
panjang ia segera putar badan dan menuju keruang tinggal Boo Wie Tootiang.
Sementara itu Boe Wie Tootiang serta Soen Put-shia telah menanti kedatangannya
diluar ruangan, menyaksikan si anak muda itu muncul mereka segera maju menyambut.
“Boanpweo telah datang terlambat. Harap cianpwee berdua 8uka momaafkan ” bisiknya
lirih.
“Tepat sekali kedatanganmu saat ini,” sa-hut Soen Put-shia sambil memandang cuaca.
“Persoalan mengenai Pak thian Coen-cu tidak ingin pinto sebarkan hingga diketahui
para jago,” kata Boe Wie Tootiang pula. “Oleh sebab itu pinto hanya mengajak Soen heng
seorang belaka untuk menemani SiaUw Thayhiap, disamping itu ada baiknya kita temui
gembong iblis itu dipantai seberang saja, dengan begitu seandainya sampai terjadi
pertempuran tidak sampai mengejutkan para jago.”
“Ucapan Loocianpwee tepat sekali!” Ketika mereka tiba ditepi telaga, Cheng Yap Cing
dengan pakaian ringkas Serta pe-dang tersoren telah menanti diatas Sampan.
“Darimana kau bisa tahu?” tegur Boe Wio Tootiang dengan alis berkerut.
“Harap suheng suka memaafkan!” buru buru Cheng Yap Cing menjura. Soen Put-shia
tertawa. “Menurut penglihatan aku sipengemis tua, dikemudian hari sutemu ini bakal
mengangkat nama partai Bu-tong kalian. Biarkaniah dia ikut untuk menambah
pengetahuan!”
Hmmm kalau…. bnkan Soen Locianpwe yang mintakan ampun, saat ini juga kau sudah
pasti telah kuusir dari atas sampan.” Chen Yap-cing tersenyum. “Terima kasih atas
bantuan locianpwee!” katanya sambil menjura kearah si pengemis.
“Sudah, tak usah banyak adat. ayoh cepat berangkat!”
Chen Yap-eing mengambil dayung lalu berseru kepada Boe Wie Tootiang, “Biarlah
sianwte yang pegang kemudi, rnurid yang suheng tugaskan pegang kemudi tadi telah
siauwte perintahkan pulang’”

Dengan kekuatan lengannya, sekali dayung sampan kecil itupun meluncur ketengah
telaga laksana…. kilat.
Awan hitam menutupi seluruh jagad, menutupi pula sinar rembulan serta bintang yang
tersebar diangkasa, permukaan telaga tampak gelap gulita sekali.
Dengan sepasang mata yang tajam Boe Wie Tootiang menatap kepermukaan telaga
lalu lambat-lambat berkata, “Kita harus lebih berhati-hati, seandainya Pak Thian Coen-cu
datang lebih pagi dari kita dan langsung menerjang kemarkas kita. Aaai…. entah
bagaimana akibatnya.”
Sementara pembicaraan berlangsung, mendadak tampak sebuah sampan kecil
meluncur datang dengan cepatnya.
“Orang yang berada diatas sampan itu bukankah Pak-thian Coen-cu?” ujar Soen Putshia.
Tidak menunggu perintah dari Boe Wie-tootiang, Cheng Yapcing segera putar kemudi
dan mendayang sampan mereka menyongsong kedatangan orang itu.
Dalam sekejap mata kedua belah pihak telah berpapasan, Cheng Yap cing putar
kemudi, sampannya diputar sedemikian rupa sehingga menghalangi jalan pergi dari
sampan kecil itu.
Boe Wie-totiang yang berada diujung perahu segera menjura sambii menyapa, “Apakah
anda adalah Pak-thian Coen-cu.”
“Sedikitpun tidak salah, memang loohu adanya.”
Dari atas sampan tadi perlahan-lahan bangun berdiri seorang kakek tua berbaju hijau
bertopi kecil.
Kiranya diatas sampan kecil orang itu di pasang sebuah kursi malas, dan si kakek
tadtipun berbaring diatas kursi malas tadi.
“Ehmm…. Pak-thian Coen-cu pandai benar mencari kesenangan.” pikir Soen Put-Bhia
didalam hati. “Diatas sampan kecil ma-cam itupun ia pasang sebuah kursi malas!”
Dalam pada itu Siauw Ling telah memperhatikan diri Pak Thian Coen-cu. Ia saksikan
diatas sampan itu kecuali dia seorang hanya seorang lelaki kekar yang pegang kemudi.
Dalam hati ia merasa tercengang, segera katanya, “Selamanya orang ini selalu pergi
dengan pengawal yang banyak, mengapa pada malam ini ia datang seorang diri? Sungguh
mengherankan.”
Terdengar Boe Wie tootiang sambil terta-wa telah menegur ;
“Saat ini kentongan ketiga belum tibar sungguh pagi benar kedatangan Coen-cu!”

“Apakah Tootiang sudah menemukan diri Siauw Ling ” bukannya menjawab si Rasul
dari langit utara malah bertanya.
“Sungguh beruntung sekali pinto tak sampai mengecewakan hati Coen-cu, cuma saja.”
“Cayhelah manusia yang bernama Siauw Ling, entah Coen-cu ada urusan apa mencari
aku?” tukas si anak muda itu tidak menunggu sampai Boe Wie tootiang menyelesaikan.
kata-katanya.
“Eham. sejak tadi lohu sudah menduga akan dirimu, ternyata dugaanku tidak salah.”
Sinar matanya perlahan-lahan beralih keatas tubuh Soen-put-shia dan menambahkan
“Bukankah kau adalah Soen-put-shia tiang loo dari perkampungan Kay-pang….”
“Haaa…. haaa…. tidak salah, memang aku si pengemis tua adanya.”
“Sudah lama lohu mendengar akan nama harummu, sungguh beruntung malam ini kita
dapat saling berjumpa.”
“Terima kasih.-.terima kasih….”
Perlahan lahan sinar mata Pak-thian Coen cu beralih kembali keatas wajah Siauw Ling-
“Sekarang siauwli berada dimana?” ia me negur.
“Kemana perginya putrimu, darimana cayhe bisa tahu???” dengan seksama, seandainya
nama cayhe yang ternoda. hal ini masih mendingan. Seandainya nama putrimu lah yang
ternoda…. aaai…. bagi dia. kejadian ini beuar-benar merupa-kan suatu peristiwa yang
menimbulkan hati.”
“Hmmm! Kalau bukan kau yang mencu-liknya. lalu kemana perginya putriku??”
“Darimana cayhe bisa tahu??”
“Apakah kau sungguh – sungguh tidak tahu,” tegur Pak-thian Coen-cu kembali setelah
berpikir sejenak.
“Tentu sungguh, apakah cayhe sudi mengajak kau bergurau dalam menanggapi
persoalan ini!”
Pak-thian Coerj-cu termenung dan berpikir sebentar, kemudian ia berkata kembali,
“Perduli kau atau bukan yang…. menculik putriku, selama putriku belum munculkan diri
aku tetap menuduh kaulah yang melarikan!”
‘Coan cu, perkataanmu sama sekali tidak tahn aturan. sebenarnya apa maksudmu?”
“Haaa…. haaa…. haaa…. dikolong langit dewasa ini, masih ada beberapa banyak manusia
yang pantas msmbicarakan soal cengli dengan diri loohu?”

“Lalu mennrut maksud Cosn-cu, kau hen-dak menghukum aku orang she Siauw dengan
cara apa?”
Sisnak muda ini sadar bahwa kepandaian silat yang dimiliki orang ini sangat lihay,
dalam situasi yang serba kalut dan kacau macam ini ia tidak ingin menanam bibit
permusuhan lagi dengan orang banyak. Oleh sebab itulah kendati dalam hati ia merasa
sangat mendongkol hingga sukar ditahan namun ia berusaha keras untuk tetap bersabar.
“Loohu hendak membawa kau pergi dari sini,” kata Pak Thian Coen-cu lagi.
putrimu teal pergi, sekalipun aku dibawa pergi pun percuma,” seru Siauw Ling dengan
nada tertegun.
“Loohu punya akal bagus!”
“Seandainya akalmu itn dapat membantu uutuk mencari kembali putrimu, dengan
Senang hati aku orang she Siauw akau membantu, tapi dapatkah Coen-cn jelaskan dahulu
bagaimanakah rencanamu itu. agar cayhepun bisa pertimbangkan dengan seksama “
“Putriku pergi meninggalkan rumah sebabnya bukan lain adalah karena hendak mencari
kau, asal loohu bawa pergi dirimu kemudian mengumumkan kepada dunia bahwasanya
loohu berhasil menangkap Siauw Ling dalam sebulan kau akan kuhukum mati. Demi
menolong jiwamu sebelum batas waktu sebulan habis putriku tentu akan pulang
kerumah.”
“Heee…. heee heee…. suatu akal yang sangat bagus.” jengek Soen Put-shia sambil
tertawa dingin, “hanya saja ada satu hal yang aku rasa kurang bagus.”
“bagaimana yang kurang bagus?”
“Seandainya putrimu terlambat mendengar berita itu sehingga pulang lebih dari sebulan
atau seandainya setelah mendengar kabar itu tapi tetap tak mau kembali, bagaimana
tindakan Coen-Cu terhadap diri Siauw Ling?”
“Seandainya tiada permohonan dari putri ku, setiap perkataan yang telah loohu
utarakan tidak akan kurubah kembali….”
Ia merandek tejenak, kemudian terusnya: “Maksud tujuan loohu dalam perjalananku
kedaratan Tionggoan kali ini bukan lain adalah hendak mencari tahu dimanakah kunci
istana terlarang tersimpan, siapa sangka putriku meninggalkan rnmah tanpa pamit
sehingga mengakibatkan pikiran loohu
kalut dan hati jadi sedih. karena persoalan ini pula terpaksa masalah istana terlarang
harus kukesampingkan terlebih dulu.”
“Jadi maksud Coen-cu, seandainya dalam satu bulan kau tidak berhasil juga menemu
kan putrimu. maka kau benar-benar akan menghukum mati diri Sianw Ling?”
“sedikitpun tidak salah, oleh sebab itulah loohu tidak mengerti bagian manakah yang
kau maksudkan tidak bagus.”

Mendengar perkataan itu, darah panas dalam rongga dada Siauw Ling kontan bergolak
begitu hebatnya sampai sukar ditahan lagi, segera serunya, “Ada satu masalah. mungkin
coen-Cu telah lupa untak memikirkatnja.”
“Persoalan apa “
“Coen-cu lupa bahwa aku Siauw Ling tidak nanti sudi menyerah kalah dengan begitu
saja “
“Heee…. heee…. heee…. masa kau berani bergebrak melawan lohu….?….”
“Kenapa tidak berani??”
“Bagaimana kalau diatas sampan kecil ini juga?” teriak Pak-thian Coen cu marah.
Mendengar tantangan itu Siauw Ling segera berpikir dalam hati, “Ia sudah lama
berdiam diistana es yang terletak di samudra sebelah utara, kepandaiannya bermain
dalam air tentu lihay sekali, aku tak boleh melayani tantangannya diatas tampan “
Berpikir akan hal itu, ia tahan hawa amarahnya dan berkata, “Tempat ini terlalu kecil
lagi sempit, apa bila Coencu ingin berduel lebih baik mencari tempat yang lebih luas saja.”
“Baiklah” ia ulapkan tangannya dan sampan kecil itupun segera meluncur lebih dahulu
kearah pantai.
Soen-put-shia melirlk sekejap kearah. Boe Wie Tootiang, lalu berkata, “Ditinjau dari
situasi yang terbentang di depan mata saat ini, rupanya perdamaian tak bisa diharapkan
lagi “
Boe Wi Tooiiang mengangguk. mendadak tangan kirinya menekan kebawah sehingga
perahu sampan itu bergerak lambat. menunggu Pak-thian Coen-cu sudah pergi jauh ia
baru berbisik kepada Siauw Ling.
“Siauw thay-hiap kepandaian silat yang dimiliki Pak thian Coencu lihay sekali, benarkah
Siauw thayhiap hendak bertempur melawan dirinya??….”
“Urusan sudah mendesak hinpga mencapai puncaknya, meski boanpwe tidak ingin
betempurpun tak bisa!”
“Kalau begitu kita layani saja dirinya secara bergilir, pertarungan pertama serahkan saja
kepada aku sipengemis tua, seandainya aku gagal untuk menangkan dirinya barulah
saudara siauw…. turun tangann, dalam keadaan seperti in kita tidak usah persoalkan
peraturan Bu-Iim lagi, bila perlu Tootiangpun sekalian turun tangan….”
“Aku rasa cara ini rada kurang bagus….”
“Dimana letak kekurang bagusannya?’.'“

“Anak buah yang dimiliki Pak thian Coen cu banyak sekali dan Cayhe pernah saksikan
sendiri dengan mata kepalaku Seandainya kita layani dia secara bergilir, kemungkinan
besar kejadian ini akan mengundang anak buahnya untuk membantu dia, bukankah
kejadian ini malah mendatangkan kerepotan bagi kita sendiri? lebih baik biarlah cayhe
turun tangan seorang diri, baik menang mau-pun kalah jangan sampai menyeret orang
lain sehingga terjerumus pula dalam masalah ini.”
“Setelah aku sipengemis tua serta boe Wie Tootiang ikut campur dalam peristiwa in
tidak nenti kami akan biarkan Pak-thian Coen-cu menggusur kau pergi dari sini.
Seandainya kau menang dalam pertempuran kali ini tentu saja jauh lebih bagus,
seandainya kau tidak beruntung dan kalah, maka aku sipengemis tua serta Boe Wie
Tootiang tidak nanti berpeluk tangan belaka. dan dalam pertempuran selanjutnya pasti
akan terjadi peristiwa berdarah yang mengerikan.”
Sementara mereka bercakap-cakap, sampan kecil itu telah tiba ditepi daratan
Dalam pada itu Pak-thian Cosn-cu telah menunggu ditepi daratan dengan wajah penuh
tidak sabar tegurnya dingin, “Luas telasa ini paling banter Cuma seratus tombak, meski
perjalanan kalian lakukan lebih lambatpun tidak seharusnya hingga kini baru tiba….”
Siauw Ling tidak menggubris, ia loncat naik keatas daratan lalu berseru
“Coen-Cu, silahkan mulai turun tangan!”
Waktu itu awan gelap yang menyelimuti angkasa telah buyar, rembulan nan indah
tergantung jauh di awang-awang memberikan cahaya yang redup di bumi, bintang
bertaburan diseluruh angkasa.
Pak Thian Coeu-cu mengamati sejenak wajah Siauw Ling, kemudian tertawa hambar.
“Usiamu masib muda sungguh tak dinyana nyalimu benar-benar hebat sekaii!”
“Tak usah kau puji diriku:” Terdengar suara ujung baju tersampok angin, Soen Putshia,
Boe Wie tootiang serta Ceng Yap Cing sama telah loncat keatas daratan.
Dipandangnya sekejap ketiga orang Itu dengan sinar mata dingin, setelah itu ia
menatap kembali wajah Siauw Ling dan berkata, “Cabut senjatamu!”
“Coen-cu, silahkan kau cabnt keluar senjatamu!” sahut Siauw Ling sambil cabut ke luar
pedangnya yang tersoren diatas punggng.
“Loohu akan layani dirimu dengan sepa-sang telapak ini saja!”
Jilid 12
“Kalau Coencu memang tidak sudi meloloskan senjata, baiklah, cayhepun akan layani
dirimu dengan tangan kosong!’ seraya berkata si anak niuda itu masukkan kembali
pedsngnya kedalam sarung lalu serahkan ketangan Soen Put-shia.

Perbuatannya ini kontan mengerutkan sepasang alis Pak Thian Coen cu.
“Kau ingin bertempur dengan tangan kosong? mana mungkin kau bisa menandingi diri
loohu?”
“Seandainya cayhe tetluka ditangan Coencu, hal ini haruslah salahkah cayhe kurang
sempurna dalam latihan, meski matipun tidak menyesal. Hanya saja cayhe ingia jelaskan
lebih dulu satu persoalan, yaitu aku tidak pernah menculik putri Coen-cu.”
“Soal itu loohu bisa percaya tapi tidak ada kau sebagai umpan loohu rasanya sulit untuk
menemukan kembali putriku itu, maka dari itu di dalam keadaan yang mendesak, terpaksa
aku harus menangkap dirimu hidup-hidup.”
“Setiap umat manusla yang ada dikolong langit sama sama tahu betapa lihaynya ilmu
silat yang Coen cu millki, ini hari cayhe bisa mendapat kesempatan untuk bertempur
melawau Coen-cu, kejadian ini betul-betul merupakan suatu kehormatan bagi diriku.
Perduli menang atau kalah cayhe pasti akan layani diri Coen-cu dengan segenap tenaga”
“Heee…. heee heee tidak mudah kau dapatkan kesempatan untuk menangkan diriku”
jengek Pak Thian Coen-cu sambil tertawa hambar.
Tiba-tiba ia ayun telapaknya mengirim satu pukulan kemuka.
Dipandangg dari ayunan telapak tangannya seolah-olah suatu gerakan tanpa
mengguna-kan tenaga, namun dibalik kehalusan gerak itulah tersembunyi segulung
kekuatan yang luar biasa sekali menggulung datang.
Slauw Ling sadar bahwa menang kalah dalam pertempuran kali ini sangat
mempengaruhi kehidupan selanjutnya: Oleh sebab itu ia tak berani bertindak gegabah,
tubuhnya mengegos kesamping meloloskan diri dari ancaman.
“Hati-hati….” hardik Pak Thian Coen-cu
Tiba-tiba ia ayun telapaknya mengirim satu pukulan kemuka.
Dipandang dari ayunan telapak tangannya seolah-olah suatu gerakan tanpa
menggunakan tenaga, namun dibalik kehalusan gerak itulah tersembunyi segulung
kekuatan yang luar biasa sekali menggulung datang.
Siauw Ling sadar bahwa menang kalah dalam pertempuran kali ini sangat
mempengaruhi kehidupan selanjutnya: Oleh sebab itu ia tak berani bertindak gegabah,
tubuhnya mengegos kesamping meloloskan diri dari ancaman.
“Hati-hati….” hardik Pak Tbian Coen-cu
Siauw Ling melengak bercampur kagum tatkala mendengar pihak lawan berhasil
mnyebut nama ilmu silatnya dalam beberapa gebrakan, diam-diam pikirnya dalam hati,
“Pengetahuan serta pengalaman orang ini dalam hal ilmu silat betul-betul luar biasa

Segera sabutnya, “Tidak salah, Liauw sian cu adalah suhu cayhe!”
“Hehh…. hebh…. tldak aneh sikap serta lagak lagumu sombong dan jumawa sekali!”
Sepasang telapaknya bergerak makin kencang angin pukulan laksana gulungan ombak
ditengah samudra melanda datang.
Siauw ling tidak gentar, ia keluarkan ilmu telapak kilat berantai ajaran Lam It Kong
yaitu Lian-hoan sam-tiam ciang-hoat yang disertai ilmu totok Cap-jie lan-hoa-hud-hiat
Chin untuk bendung semua gasakan serta hantaman angin pukulan Pak-thian Coen cu
yang menggila hebatnya.
Dalam pada itu Soen Put shia serta Boe-wie Totiang yang menyaksikan jalannya
pertempuran dari sisi kalangan, diam-diam kumpulkan pula tenaga dalamnya untuk
bersiap sedia, asal Siauw Ling kelihatan kete-ter dan kehabisan tenaga, mereka berdua
de-ngan segera akan melancarkan satu pukulan kilat untuk memberi pertolongan.
Dalam pandangan kedua tokoh silat ini, dengan nama besar Pak-thlan Coen-cu didalam
dunia persilatan, Siauw Ling tidak bisa bertahan hingga jurus yang ketiga puluh.
Siapa sangka kajadian selanjutnya benar-benar diluar dugaan kedua orang itu, meski
pertempuran antara Siauw Ling melawan Pak Thian Coen-cu telah…. berlangsung hingga
jurus yang kelima puluh. namun keadaan tetap seimbang. siapa pun tidak sanggup untuk
mendesak apalagi mengalah kan pihak lawannya.
Haruslah diketahui ilmu pukulan kilat berantai ajaran Lam It Kong adalah suatu
kepandaian yang mengutamakan kecepatan gerak, ilmu macam ini paling sesnai kalau di
gunakan untuk menyerang musuh, sebaliknya ilmu totok dua belas bunga Lam ajaran
Liauw Siauwcu mengutamakan kelincahan serta keringanan gerak, kepandaian tergebut
paiing cocok digunakan untuk membendung serta mengancam kelemehan lawan.
pada saat yang bersamaan Siauw-Iing telah menggunakan dua jenis kepandaian yang
berbeda untuk melawan musuh, maka kepandaian gabungan ilmu itu tentu saja akan
berubah jadi suatu kepandaian untuk menyerang serta kepandaian untuk bertahan yang
paling lihay pada masa itu.
Serangan-serangan yang dilancarkan Pak Thian Coen cu luar biasa dahsyatnya. namun
dia cuma berhasil menghancurkan serangan-serangan kilat berantai dari Siauw-Iing
belaka, setiap kali ia dipaksa buyarkan sera-ngannya ditengah jalan oleh ilmu kebutan Cap
Jie Lan-hoa-bud-hiad-chiu yang jitu.
Pertarungan sudah berjalan mendekati seratus jurus lebih, bentrokan bentrokan
kekerasanpun sudah makin sering terjadi, karena ltulah situasi dalam kalangan kian lama
terasa kian tegang dan berbahaya, membuat hati orang jadi berdebar.
Masing masing pihak kembali saling ber-gebrak beberapa jurus, mendadak Pak Thian
Coen-cu tarik kembali telapaknya dan mengundurkan diri kebelakang.
Tatkala mulai pertama bergebrak melawan Pak Thien Coen-cu tedi, dalam hati kecil-nya
SienW Ling sedikit banyak masih ter-pengaruh oleh rasa jerl. namun setelah beberapa

puluh jurus berlangsung, nyalinya kian lama semakin besar, dalam penyerang-an maupun
pertahananpun bergebrak semakin leluasa ketika itu ia sedang bersiap sedia melancarkan
serangan balasan, siapa nyana Pak Thlan Coen-cu mundur secara menda-dak.
Soen Put-shia melirik sekejap Boe Wie Too-tiang lalu mengangguk lirih.
Boe Wie Tootiang pun tersenyum dan mengangguk.
Walanpun kedua orang tokoh silat ini tidak saling mengucapkan sepatah katapun,
namun dalam hati masing masing pada saat yang bersamaan telah memuji kelihayan ilmu
silat dari siauw Ling, keberanian serta kehebatan dari si anak muda ini telah menggerakan
hati ketua Bu-tong pay ini.
Dalam pada itu terdengar pak Thien Coen cu berkata dengan nada dingin dan hambar”-
”Seandainye dugaan loohu tidak salah. ilmu telepak yang barusan kau gunakan adalah
ilmu telapak kilat berantai dari Lam It Kong bukankah begitu?”
“Sedikitpun tidak salah, pengetahuan Coen cu betul-betul patut dipuji dan dikagumi!”
“Hmmm! Kau bisa mewarisi ilmu silat dari Lam It Kong serta Liuw siancn dua oreng
tokoh besar ilmn silat dalam Bu lim pada saat yang bersamaan, tidak aneh kalau kalau
dalam waktu singkat namamu bisa tersebar dan tersohor dalem dunia Kangonw.”
“Coen-cu terlalu memuji!”
“Cuma…. ada satu persoalan yang kurgan loohu pahami, dapatkah kau beri keterangan
kepadaku?”
“Silahkan Coen-cu ajukan pertanyaanmu itu?”
“Belasan tahun berselang loohu pernah adu ilmu telapak tangan dengan Lam It Kong,
pernah pula beradu ilmu silat dengan LiuW Sian-cu, ketika itu loohu jauh lebih menang
setingkat dari mereka -….”
Mendengar kakek tua Ini menghina ayah ibu angkatnya, burn-bnru Siau Ling menukas
“Menurut pandangan cayhe, belum tentu apa yang Coen-cu katakan adalah kejadian yang
sesungguhnya!” Pak Thlan Cojn-cu jadi sangat gnsar. “Siapakah loohu? apa kedudukanku
dalam duuia persilatan, kapan aku parnah bicara bohong?”
Sabenarnya Slanw Ling ingin membantah lagi, namun Soen Put-shia telah keburu ber
setu, “Saudara Sianw biarkan dia bicara lebih lanjut!”
“Coen-cu kalau ucapanmu tidak ngoceh belaka. tentu saja cayhe akan mendengarkan
dengan seksama.”
Pak Thian Coen cu tidak menggubris, ia lanjutkan kembali kata-katanya lebih jauh:
“Oleh karena itulah loohu tahu untuk mempelajari ilmu pukulan kilat berantai dari Lam it
Kong, maka seseorang harus memiliki tenaga dalam hasil latihan selama dua puluh tahnu
keatas, dengan demikian kekuatan pukulannya baru nampak dengan nyata. Tetapi usia
anda masih amat muda sekahpun sejak lahir dari perut ibumu-kau telah beiajar ilmu

siiatpun belum tentu bisa mencapai kesempurnaan seperti ini. Disini lah letak ketidak
pahamanku!”
“Cayhe menyadari bahwa kekuatan daya pukulku cuma seperseratus dari gie-hu ku,
Coen.cu terlalu memuji!”
“Kalau loohu beritahukan kekuataan anda dewasa ini boleh dibilang setaraf dengan
kemarnpuan Lam it Kong tatkala bertempur melawan loohu tempo dalu. tetapi pada waktu
itu Lam It Kong masih muda dan kekar badannya untuk memperdalam ilmu pukulan kilat
berantainyapuu ia sudah menghabiskan tempo selama tiga puluh tahun lebih.”
“Bakat tiap manusia berbeda, tentu saja hasil latihan setiap manusiapun tidak sama,”
timbrung Soen Put shia dari samping.
“Cerewet! loohu tidak bertanya kepada kau slpengemis tua!”
“Haaa…. haaa…. haaa…. Siapapun tahu kalau aku sipengemis tua paling suka
mencampuri uruSan Orang lain, kenapa aku tak boleh ikut menimbrung?”
“Coen-cu!” cepat Siauw Ling menyela kem bali. “Kau mengajukan pertanyaan semacam
itu kepada cayhe, tolong tanya apa maksnd yang sebenarnya?”
“Karena tidak paham maka lohu bertanya aku sama sekali tidak bermaksud apa apa “
“Pertanyaanmn sulit untuk cayhe jawab, tapi kalan Coen-eu memang ingin tahu. hal ini
mungkin disebabkan cara yang jitu dari Gie-hu ku untuk mewariskan kepandaian tersebut
kepadaku!”
“Dibalik gerakan ilmu telapakmu terdapat bagian yang berbeda jauh dari gerakan asli
Lam It Kong, kalau tidak loohu katakan, tentu kau tidak tahu bukan?”
“Ehmmm, ucapannya tidak salah.” pikir Siauw Ling, segera tanyanya, “Cayhe tidak
merasa ada perbedaan dalam gerakan ilmu telapakku tapi seandainya kalau memang ada.
hal itu mungkin disebab-kan karena aku tidak sempat mendalami inti sari dari kepandaian
ayah angkatku itu.”
‘Tenaga pukulan Lam It Kong termasuk dalam sifat keras atau Yang, sebaliknya
kekuatan dibalik seranganmu terdapat sifat lunak atau Im dibalik kekerasan atau Yang!
Tentu kau tidak tahu bukan?”
“Mungkinkah caraku belajar tenaga dalam berbeda dengan gie-hu maka tenaga yang di
pancar keluar jadi berbeda?” pikir Siauw Ling.
Meski dia tetap diam, namun timbul rasa kagum yang mendalam terhadap luasnya
pengetahuan dari Pak-thian Coen-cu.
Terdengar kakek sakti dari istana Es itu berkata lebih lanjut, “Seandainya kau melayani
serangan loohu niscaya mengandalkan ilmu pukulan kilat berantai saja, dalam tiga puluh
gebrakan pertama loohu telah berhasil menotok jalan darahmu.”

“Kalau begitu Coen-cu sudah mengalah dan mengampuni jiwaku?”
“Itu sih tidak. Hanya disebabkan kau telah menggunakan ilmu totok Cap-jie-lac-hoahud
hiat chin dari Liauw sian-cu. maka banyak ilmu Kien na-jiu yang loohu miliki tidak
sanggup memperlihatkan kelihaiannya”
“Oow…. kiranya begitu….”
“Masih ada satu hal lagi ingin loohu sampaikan kepadamn, ilmu totok Cap-jie Lan-hoahud-
hiat-chiu tersebut hingga kini merupakan ilmu bertahan yang paling menonjol
dikolong langit, kecuali loohu mungkin tak ada orang lain yang bisa memecahkannya.”
“Didengar dari nada ucapan Coen-cu seolah olah kau punya kepandaian untuk
memecah-kan ilmu totokan itu 7″
“Sedikitpun tidak salah. seandainya loohu tidak sanggup memecahkan rahasia dari ilmu
totok Cap-jie lan-hoa hud-hiat jiu tersebut percuma saja aku disebut orang sebagai Rasul
dari Langit Utama.”
“Pengetahuan orang Ini amat luas, mungkin perkataannya bukan gertak lambal belaka….
-” Pikir Siauw Ling didalam hati.
Terdengar Pak Thian Coen-cu melanjutkan kembali kata-katanya dengan nada dingin.
“Masih ada persoalan lagi hendak loohu terangkan dahulu, agar kau punya kesempatn
untuk menentukan pilihannya sendiri.”
“Coen-cu ada persoalan apa lagi yang hendak kau utarakan?”
“Selama hidup loohu baru dua kali bergebrak dengan orang hingga melebihi jurus yang
keseratus. Dan kali ini merupakan ketiga kalinya. Seorang boanpwe macam kau ternyata
berhasil memiliki kesempurnaan ilmu hingga taraf begini tinggi. Bagaimanapun juga kau
patut menerima pujian serta rasa kagum dari loohu.
Dalam hati Siauw Ling senang karena di puji, namun diiuar ia sengaja tertawa ham bar.
“Tldak pernah cayhe berpikir sampai kesitu, seandatnya Coen cu cuma ingin
mengucapkan kata-kata semucam itu belaka, lebih baik jangan kauteruskan lagi, sebab
percuma”
Air muka Pak Thian Coen-cu berubah hebat.
“Bagus. Kalau memang begitu loohu pun akan langsung membicarakan persoalan
pokok”
la meraudek sejenak, kemudian sambungnya, “Ilmu silat yang ada dikolong langit
jarang sekali bisa didapatkan serangkaian ilmu telapak atau ilmu pukulan yang pada saat
bersamaan bisn digunaknn untuk menghadapi ilmu pukulan kilat berantai serta ilmu totok
dua belas bunga Lan, sekalipan loohu sendiri punya kemampuan untuk memecahkannya.
namun bila tidak kugunakan tepat pada saatnya, kemungkinan jiwaku bakal terancam

bahaya atau mungkin akan melukai dirimu hingga luka parah, olch sebab itulah sebelum
kejadian macam ini berlangsung, aku harus terangkan lebih dahulu”
“Oooow…. tidak mengapa. tidak mongapa seumpama kata cayhe mati atau terluka
anggap saja hal ini disebabkan aku she Siauw kurang rajin dalam melatih ilmu silatku,
meski matipun tak usah disesal-kan.”
“Kalau begitu kejadiannya maka tujuanku akan berubah. Loohu sama sekali liada
maksud membinasakan dirimu.” kata Pak Tbian Coen-cu. “Loohu Cuma ingin menang-kap
kau lalu menggunakan dirimu sebagai umpan guna memancing pulangnya putriku,
seandainya sekali hantam kucabut jiwamu, bukankah tindakanku malah bertentangan
dengan maksudku semula.
“Cuaca kadangkala terang kadangkala mendung, aku rasa persoalan yang ada dikolong
langit tak sepotongpun yang sempurna.” Kata Siauw Ling. “Walaupun cara Coen-cu berpikir
sangat bagus, sayang seribu kali sayang kita punya kemampuan tapi tenaga kurang,
apa yang dapat kami lakukan?”
“Loohu punya satu cara untuk mengatasi kesulitan tersebut, entah sudikah kau sanggupi.”
“Coba katakanlah!”
“Bila kau sadar bahWa kau bukan tan-dingan loohu kenapa tidak menyerah kalah saja?
dengan berbuat begitu bukan saja jiwamu selamat, apa yang lohu cita-citakan pun bakal
terwujud. Bukankah bagi kita masing masing pihak saling menguntungkan??”
“Sayang aku orang she Siauw bukanlah manusia pengecut yang takut mati, maksud
baik Coen-cu terpaksa harus kutampik.”
‘bocah keras kepala. kau betul Betul tak tahu diri! Terima nih seranganku!!” teriak Pakthian
Coen cu sangat murka.
Telapak kanan diayun,sebuah serangan dahsyat segera dilepaskan.
Serangannya kali ini jauh berbeda dengan serangan pertama kali tadi, sebelum sang
telapak menyambar tiba. segulung angin pukulan yang dingin dan tajam hingga merasuk
tulang telah melanda tiba.
“ilmu silat anakah ini?? kenapa begitu dingin?” pikir Siauw-ling dengan alis berkerut.
la tak berani berlaku ayal, buru buru tangan kanannya diayun kemuka menyambut
datangnya serangan dengan keras lawan keras.
Brak…. l sepasang telapak saling beradu. mendadak si anak muda itu rasakan segenap
tubuhnya kaku dan dinginnya luar biasa.
Terdengarah suara Pak-thian Cosu-co yang dingin bergema datang, “Inilah ilmu
pukulan es Hian Peng Ciang yang paling kuandalkan. jangan dikata manusia macam kau,

sekalipun jago kelas Wahid pun tidak nanti sanggup menyambut sepuluh buah
pukulanku.”
Sembari berbicara, sepasang telapak di ayun beruntun, kembali dua buah serangan
dahsyat dilancarkan,
Diam-diam Siauw Ling gertak gigi, sepasang telapak diayun berbareng dan serentak ia
sambut pula kedua buah serangan lawan.
Begitu saling bertemu, anak muda tersebut merasakan begitu dahsyat hawa dingin
yang memancar keluar dari serangan tadi, demikian hebatnya sehingga boleh dibilang
beberapa kali lipat lebih dahsyat dari serangan pertama, batinya terperanjat dan segera
pikirnya, “Bila kulayani terus dirinya dengan cara begini bukankah lama kelamaan aku
bakal mati beku karena kedinginan.”
Dalam pada itu Pak Thian Coeueu telah tertawa terbahakbahak.
“Haaa…. -haaa…. haaa…. ternyata kau benar-benar luar biasa, meski sudah terima tiga
buah pukulan loohu secara beruntnn, air mukamu sama sekali tidak berubah.”
Tangan kanan diayun kembali kemuka, serentetan hawa dingin yang aneh sekali
kembali.menyerang tiba.
Serangannya yang dilancarkan sejurus de-mi sejurus ini memaksa Siauw Ling tanpa
punya kesempatan untuk berpikir harus menerima setiap serangannya dengan keras lawan
keras.
Terasa seluruh badan mnlai membeku, serentetan hawa yang sangat dingin menyebar
keseluruh organ badan, tak kuasa ia bersin, ulu hatinya terasa sakit dan serasa anggota
badannya mulai membeku.
Pak Thian Coin-cu semakin tidak mau kasih kesempatan bagi lawannya untuk ber-kutik,
secara beruntun ia melepaskan kembali tiga buah serangan berantai.
Siauw Ling jadi kerepotan, tangan kiri Serta kanannya terpaksa harus berputar kesana
kemari menyambut setiap ancaman yang datang kearahnya.
^Mendadak Pak thian Coen-cu berhenti menyerang, ia tertawa dan mengejek,
“Bagaimana rasanya ilmu telapak Hian-peng-ciang dari lohu ini? Enak bukan?”
Pada waktu itu Siauw Ling telah merasakan adanya segulung hawa dingin yang sa-ngat
aneh menyerang kedalam tubuhnya mem buat keempat anggota badannya membeku dan
tak dapat bergerak dengan leluasa-
Hatinya terkejut bercampur ngeri, disamping itu iapun mendongkol dan marah, “Ilmu
silat aliran sesat macam begini tidak bakal bisa menangkan ilmu silatku-
“Untuk melatih kepandaian silat yang demikian dahsyatnya ini lohu telah membuang
waktu selama puluhan tahun lamanya dengan berlatih giat. siapa bilang ilmuku ini adalah
ilmu sesat?”

Siauw Ling rasakan hawa dingin yang menyerang kedalam tubuhnya kian lama kian
bertambah parah, segenap organ tubuhnya seolah-olah teiah dikuasai oleh hawa dingin
yang menyerang masuk itu. ia sadar bahwa dirinya tak mungkin sanggup bertempur lebih
jauh. Namun diapun tidak rela mengaku kalah dengan begitu saja.
Maka sambil kerahkan tenaga murninya untuk melindungi badan, tangan kanan
mempersiapkan ilmu totok Siuw-lo cie sedang tangan kiri merogoh kedalam saku ambil
keluar sebutir pil ujarnya dingin, “Coen-cu hanya tahu Liuw Sian-cu lihay dalam ilmu totok
Cap jie lan-hoa hud hiat chiu, tahukah kau ilmu Sakti apa lagi yang dia miliki?”
“Kecuali ilmu rotok dua belas bunga Lan, cayhe betul betul tak dapat menebak
kepandaian silat apa lagi yang ia miliki.”
“Heeh…. heeh…. heeh…. Coen-cu kepingin tahu?”
“Bagus! lohu pingin tahu kepandaian macam apa lagi yang ia miliki I”
“Hmm! Mula-mula rasakan dahulu keli-hayan ilmu senjata rahasia dari Liuw Sian-cu.
Tangan kanan diayun, segenggam butiran perak segera meluncur kemuka mengancam
jalan darah atas bawah, kiri serta kanan Pak Thian Coencu.
“Haaa…. haa…. haa…. ilmu penye-bar senjata rahasia Man-thian Hoa-yu ma-cam inipun
kau anggap kepandaian sakti, sungguh menggelikan….”
Sepasang telapak diayun berbareng kemu-ka, segulung hawa pukulan yang maha dahsyat
segera meluncur kedepan membuat bu-tiran-butiran perak yang mengancam sekeliling
tubuhnya sama • sama rontok keatas tanah.
Tatkala Pak Thian Coen cu sedang memukul rontok senjata rahasia yang mengancam
tubuhnya itulah, tiba-tiba Sianw Ling membentak keras. Badannya meloncat keangkasa
dan dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya ia lepaskan ilmu sakti Siauw
Loo Sin Cie.
Pada waktu itn segenap perhatian Pak Thian Coencu hanya ditujukan keatas senjata
rahasia, ia tidak menyangka kalau di-saat semacam itulah Siauw Ling bisa mele-paskan
kepandaian saktinya.
Segulung angin totokan yang maha dah-syat diiringi desiran angin tajam, laksana kilat
meluncur kemuka.
Menanti sikakek tua Itu menduSin akan bahaya yang datang mengancam, waktu sudah
tak sempat lagi baginya untuk menghindar, angin totokau itu tahu-tahu sudah berada di
atas jalan darah penting “Hiau Kia Hiat” di atas dada depannya.
Dalam keadaan gugup sekuat tenaga ia banting tubuhnya kearah samping.
Mendadak iganya terasa amat sakit, angin serangan tadi dengan telak telah menghajar
jalan darah Thay Paouw Hiat.

Tenaga serangan dari ilmu totok Siauw Loo Sin Cie ini benar-benar luar biaaa sekali
meski Pak Thian Cosn-cu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, tak urung keok
juga, terasalah darah segar bergolak kencang didalam dada, mata berkunang-kunang dan
kepala pusing tujuh keliling hampir-hampir saja ia jatuh terjengkang keatas tanah.
Namun, bagaimanapun juga dia adalah se orang jagoan yang memiliki ilmu silat luar
biasa, buru-buru ia mengempos tenaga dan menekan darah segar yang bergelora dalam
dadanya, kemudian cepat-cepat ia putar badan dan ngeloyor pergi dari situ.
Siauw Ling sendiri, meski serangan Siauw Loo cie yang dilancarkan dengan segenap
tenaga itu berhasil mengenai sasarannya, tetapi daya tahan tubuhnya sudah hancur,
begitu habis menyerang kakinya jadi lemas dan badannya langsung roboh keatas tanah.
Soen Put shia serta Boa Wie Tootiang buru-buru lari kedepan memayang tubuh Siauw
Ling, seru mereka hampir berbareng, “Parahkah luka yang kau derita?”
Dibawah sorot cahaya malam yang remang remang, kedua orang tokoh silat itu dapat
kan wajah Siauw Ling telah berubah jadi pucat pias bagaikan mayat. Sepasang mata
terpejam rapat sementara mnlutnya masih menggumam seorang diri, “Inilah ilmu totok
Siauw-loo sin-cie dari Liuwsian cu!”
Habis berkata. si anak muda itu jatuh tidak sadarkan diri.
Soen Put-shia amat gusar sekali menyaksi kan kejadiah itu, makinya kalang kabut,
“Keparat, kunyuk tua! kau telah melukai sahabat cilik kami dengan menggunakan ilmu
silat beracun….”
Tapi ketika ia mendongak, bayangan Pak-Thian Coen-cu telah lenyap tak berbekas.
“Loocianpwee tak usah mendongkol atau marah-marah lagi,” cegah Boe Wie Tootiang
sambil menghela napas ringan. “Luka yang diderita Pak-THian Coen-cu pun tidak ringan,
Justeru karena itu ia melarikan diri dari sini. Dalam pertarungan barusan. dia sendiri pun
tidak peroleh keuntungan apa apa….”
“Bukannya begitu…. Aaaai….! tadi, sudah sepantasnya kalau aku sipengemis tua
mewakili dia untuk menahan sebagian dari tenaga serangannya lebih dahulu.”
“Kini. kejadian telah berlangsung. Sekalipun locianpwe merasa sesalpun tak berguna.
persoalan paling penting yang harus kita lakukan sekarang adalah bagaimana caranya
mengobati luka dalam yang diderita Siauw thay hiap agar ia sembuh kembali seperti sedia
kala,”
Soen Put Shia mengangguk, ia ulurkan tangannya untuk periksa pernapasan Siauw Ling
terasa olehnya napas si anak muda itu lemah sekali, rupanya luka dalam yang ia derita
amat parah sekali. Tak kuasa sepasang alisnya berkerut.
“ehhmmm. Luka dalam yang ia derita amat parah sekali!” serunya

Boe Wie Tootiang membungkam, lama ia termenung namun kemudian katanya,
“Peristiwa terlukanya Siauw-thay-hiap. lebih baik kita rahasiakan rapat-rapat. Menurut
pendapat Pinto, lebih baik kita cari sebuah tempat disekitar tempat ini untuk merawat
lukanya- Entah bagaimana menurut Pendapat Locianpwe?7″
“Tidak salah. Mata mata Shen Bok Hong tersebar dimana-mana, lagipula mereka punya
pendengaran yang sangat tajam. Seandainya berita ini sampai tersiar keluar, dengan
cepat kabar ini bakal terdengar oleh gembong iblis itu!”
“Kurang lebih dua li dari sini terdapat sebuah rumah petani yang kaya, bagaimana
kalau kita hantar Siauwthay-hiap kesitu agar merawat luka dalamnya??” tiba – tlba Cheng
Yap cin menyela.
“Berapa jumlah anggota keluarga mereka?? kalau anggota keluarga mereka terlalu banyak
kemungkinan besar kabar ini bisa bocor pula keluaran!”
“Meski keluarga petani itu kaya, namun tiada pelayan yang bekerja disitu, kecuali
sepasang suami istri, mereka hanya memlliki seorang putri belaka….”
“Darimana kau bisa tahu?” tanya Boe Wie Tootiang.
“Siauw-te pernah membawa Be cong-pacu untuk merawat lukanya disana, maka dari
itu siauwte, mengetahui hal ini dengan amat jelas.”
“Kalau begitu bagus sekali, luka yang di-derita Siauw-thay-hiap parah sekali, kita tak
boleh banyak buang waktu lagi, ayoh kita segera berangkat kesitu”
Cheng Yap Cing mengiakan dan Segera berangkat menuju kerumah petani kaya yang
dimaksudkan.
Soen put-shia menggendong Siauw – ling menyusnl dibelakang, sedang Boe Wie Tootiang
melindungi dipaling belakang, dalam sekejap mata dua li telah dilalui dengan ce-pat.
Sebuah bangunan rumah yang tinggi besar kini terbentang didepan mata, Cheng Yapcing
langsung menuju kepintu dau menggedor gerbang pintu yang besar hingga
menimbulkan sua a keras
Beberapa saat kemudian muncul seorang lelaki setengah baya membuka pintu bagi
mereka.
Ketika membuka pintu, mulut orang itu masih bergumam memaki kata-kata kotor tetapi
setelah menyaksikan Cheng Yap-cing yang berdiri sambil menyoren pedang ia tampak
kaget dan segera membungkam.
Cheng Yap cing pura-pura berlagak pilon, ia menjura, “Tolong Heng-thay suka memberi
kabar kepada empek Lie, katakan saja seorang pemuda she Cheng ingin berjumpa dengan
beliau.”
“Ooouw…. kiranya Cheng toa-ya”

“Tio-heng. Kau masih ingat dengan diri sianw-te?”
“Cheng toa-ya terlalu sungkan. panggil saja diri hamba dengan sebutan nama ” Ooh
ya…. Cheng tay-hiap. Harap kau menanti sejenak disini, hamba segera melaporkan
kehadiranmu kepada tuan majikan.
Tidak lama lelaki itu berlalu, ia muncul kembali mengiringi seorang kakek tua yang
berwajah ramah dan penuh welas kaslh.
“Empek Lie. Maaf…. maaf…. kembali aku datang mengganggumu!” seru Cheng Yapcing
sambil maju memberi hormat.
“Bangunan rumah loe-han sangat luas. di gunakanpun masih sisa banyak. Cheng sauw
ya tak perlu sungkan sungkan, silahkan masuk kedalam rumah!….”
Diiringi lampu lentera yang dibawa lelaki kekar itu, beberapa orang tadipun masuk
kedalam sebuah ruangan besar.
“Cheng toa-ya. Kau ada pesan apa lagi?”
“Malam malam kita sudah datang mengganggu membuat hati tak enak, Tioheng,
silahkan beristirahat!”
Kakek tua itu memandang sekejap kearah Soen Put Shia serta Siauw Ling diapun tidak
banyak bertanya, lelaki she Tio tadi segera mengundurkan diri dari ruangan Menanti
kedua orang itu sudah berlalu Cheng Yap cing menutup daun pintu seraya berkata sedih,
“Diruang ini pula tempo dulu Be Cong Pionw Pacu merawat lukanya, sungguh tak
kusangka. ini hari kembali aku gunakan ruangan ini untuk merawat luka seorang rekan
kita. Sungguh aneh,” bislk Soen Put Shia. “Masa keluarga yang begitu ramah halus kok
sudi menerima kita orang-orang dari kalangan dnnia persilatan??”
“Rupanya mereka suami istri berdua per nah mendapat budi kebaikan dari Cong Piauw
Pacu pada masa silam.”
Boe Wie Tootiang termenung lama sekali. mendadak ia buka suara dan berkata, “Mata
mata Shen Bok Hong tersebar sam-pai ratusan li dari kota Koei Chiu, kita tak boleh
menyusahkan orang lain. Pinto akan gunakan segenap tenaga yang kumiliki untuk coba
menyembuhkan luka Siauw-tay. hiap seandainya keadaan Siauw-thay-hiap, masih belum
juga menunjukkan tanda-tanda kebaikan, kita harus mencari tempat lain yang lebih aman
untuk merawat lukanya. Bagaimana pun juga, kita tak boleh tinggal disini sehingga
mengakibatkan keluarga pe-tani yang baik hati ini pun ikut terseret dalam lembah
kehancuran.”
“Perkataan Tootiang tepat sekali!” pelahan lahan ia dekati pembaringan dan membalingkan
rabuh Siauw Ling keatas pembaringan tersebut.
“Sam-te, dekatkan lampu lilin itu kemari.” bisik Boe Wie Tootiang lirih. Cheng Yap-cing
mengiakan. sambil membawa lampu lilin ia dekati pembaringan.

Dengan meminjam cahaya lampu lilin itulah. Boe Wi Tootiang memeriksa air muka
Siauw Ling dengan teliti, namun dengan cepat ia kerutkan dahinya.
Sejak Siauw Ling menderita luka, air muka Boo Wie Tootiang selalu kelihatan te-nang
sekali, tapi saat ini air mukanya telah berubah sangat hebat.
“Sudah lama aku dengar akan kelihayan Totiang dalam ilmu pertabiban, aku rasa kau
pasti sudah punya keyakinan untuk menyembuhkan luka Siauw Ling bukan?” kata Soen
Put-shin.
Boe Wie Totiang tidak menjawab, ia cekal tangan Siauw Ling dan dirabanya beberapa
saat kemudian sambil geleng kepala ia menghela napas panjang.
“Pinto sama sekali tidak punya keyakinan
“Kalau begitu, keadaannya Sangat berbahaya sekali?”
“Rupanya ia terluka oleh sejenis ilmu silat yang istimewa, barang siapa ying tak paham
dengan keadaaa luka tersebut sulit untuk memberikan pertolougan. Aai tapi pinto pasti
akan berusaha sekuat tenaga.”
“Toot iang hendak turun tangan dengan gunakan cara apa?”
“Saat ini pernapasannya lemah sekali, pinto hendak menggunakan tenaga dalam untuk
bantu memperlancar peredaran darahnya lebih; dahulu. kemudian baru mengobatinya
dengan bahan obat-obatan!”
“Aku sipengemis tua sama sekali buta terhadap ilmu pertabiban, apa yang hendak
kaulakukan terserah pada keputusan totiang!”
“Baiklah, pinto akan coba-coba lebih dahulu!” bisik Boe Wie Totiang dengan wajah
serius rupanya ia merasa berat hati untuk mulai dengan pengobatannya.
Sambil memayang tubuh siauw Ling, tangan kanannya menekan diatas jalan darah
Ming Coen-hiat. lalu hawa murninya disalur kan keluar, rentetan aliran panaspun langsung
menerjang masuk kedalam tubuh Siauw Ling.
Sepertanak nasi lamanya telah lewat dengan percuma, Siauw Ling tetap tidak mem
perlihatkan reaksi apapun juga.
Ketika Soen Put shia meraba tangan kiri Siauw Ling, terasa lengan tersebut telah ber
ubah menjadi dingin bagaikan segera ujarnya, “Totiang, lebih baik kau tak usah buang
tenaga dengan percuma. gantilah dengau cara yang lain!”
Boe Wie Totiang menghela napas panjang ia tarik kembali tangan kanannya lalu dari
dalam saku ambil keluar sebuah borol por-selen dari dalam botol tadi ia ambil dua butir pil
dan dijejelkan kedalam mulut si anak muda itu.

Dibawah sorotan sinar lilin, tampak wajah Siauw Ling telah berubah jadi hijau, bibir
mulutnya mulai menghitam dan dua butir pil yang dijejalkan kedalam mulutnya tadi susah
ditelan kedalam perut.
“Wah…. rupanya dia sudah tak ketolongan lagi.” bisik Soen Put shia sambil geleng
kepalanya.
Boe Wie Totiang mengempos tenaga, ia pentang gigi Siauw Ling dan jejalkan kedua
butir pil tadi dengan paksa.
Kedua butir pil tadi masuk ke dalam perut namun bagaikan batu yang tenggelam didasar
samudra, lama sekali tidak menunjukan reaksi apapun.
Tiba-tiba Soen Put-shla mendepak kakinya ke atas tanah keras-keras.
“Totiang. sementara kau berusaha disini dengan sekuat tenaga, aku si pengemis tua
akan pergi mencari si Raja Obat Bertangan keji!”
“Kalau membicarakan soal ilmu pertabib-an, kepandaian si Raja Obat Bertangan Keji
memang terbilang sebagai Tabib nomor Wahid dikolong langit dewasa ini, seandainya
loocianpwe berhasil menemukan dirinya hal ini memang jauh lebih baik.”
“Tapi…. locianpwe, tahukah kau dimana Tok-chiu Yok ong berada saat ini?” tiba-tiba
Cheng Yap Ching menycla.
“Tidak!”
“Kalau memang locianpwe belum tahu di manakah ia berada, jagad begini luas. ke
manakah kau hendak menemukan dirinya 7”
“Mencari jarum di dasar samudra, terpak-sa aku harus adu nasib!”
“Bila keadaan tidak menunjukkan perubahan. aku lihat jiwa Siauw thayhiap sukar untuk
diperpanjang lebih dari dua hari.”
“Apakah tootiang tidak mampu untuk memperpanjang umurnya sampai beberapa hari”
“Apabila pinto punya keyakinan untuk memperpanjang umurnya beberapa harl lagi,
locianpwe pun rasanya tak perlu pergi mencari si Raja Obat Bertangan keji.”
Air muka Soen Put shia berubah hebat. “Kalau kita tak sanggup berbuat apa apa lebih
baik tinggalkan saja dirinya diatas perahunya Su Hay Koencu. Disana belum ten-tu jiwanya
bakal modar.”
Ia merandek sejenak, lain sambungnya: “Saat ini apa yang hendak totiang laku-kan
terhadap diri Siauw Ling?”
Sementara berbicara, sepasang matanya berkilat tajam, hawa gusar secara lapat lapat
menghiasi air mukanya

Boe Wie Tootiang sendiri, walaupun hati-nya sangat terharu namun diluaran ia
berusaha keras mempertahankan ketenangan hatinya, ia berkata, “Pinto akan coba
menolong Siauw thay-hiap dengan tusukan jarum, seandainya cara inipun tidak berhasil
menolong selembar jiwanya.Aai pinto tak bisa berbuat apa-apa lagi.”
“Jadi maksudmn…. seandainya tusukan jarum yang hendak kau lakukan ini tidak
berhasil juga memperpanjang jiwa Siauw Ling, maka ia bakal mati tak tertolong lagi?”
“Haaa…. haaa haaa…. seandainya benar-benar terjadi demikian, apa yang hendak
tootiang lakukan???” mendadak Soen Put-s ia bertanya sambil tertawa terbahak-bahak
“Maksud locianpwe???”
“Maksud hatiku? Siauw Ling mati di tangan totiang serta aku si pengemis tua, sedang
kita adalah sepasang semut yang dtikat dengan sebuah benang. Kau ingin terbang tak
bisa sedang aku ingin lari pun tidak mungkin!”
Boe Wie Totiang tertawa hambar. ia bungam dalam seribu bahasa.
“Maksud Lo cianpwe, apakah suhengku pun harus ikut mengorbankan jiwanya demi
Siauw Ling?” sela Ceng Yap Ching tiba-tiba.
Tabiat sipengemis tua ini kasar, barangasan dan gampang naik darah. Sepanjang hidupnya
sifat tersebut sukar dirubah. Kalau tidak demikian dengan nama baik serta
kedudukannya mungkin sejak dulu ia sudah diserahi jabatan sebagai ketua perkumpulan
Kay-pang.
“Loocianpwe, legakan hatimu,” ujar Boe Wie Tootiang lagi. “Seandainya Siauw Ling
benar-benar berumur pendek dan meninggal dunia pinto pasti akan bunuh diri untuk
menebus dosa!”
“Apa yang aku sipengemis tua utarakan tadi. tidak lebih cuma kata-kata dikala hatiku
sedang mendongkol belaka. Harap tootiang jangan pikirkan didalam hati. Hanya saja….
seandainya Siauw Ling benar-benar meninggal dunia, menurut apa yang aku pe-ngemis
tua ketahui pasti ada beberapa orang yang akan menyusul diri kealam baka.”
“Siapa saja?”
“Orang pertama adalah ibu kandungnya.”
“Sebagai orang tua, kasih sayang terhadap putranya melampaui cinta kasih apapun
juga, ini memang kemungkinan besar bisa terjadi. lain siapa lagi kecuali ibunya.”
“Sepasang pedagang dari Tiong Chin Kiem Lan serta Giok Lan, dua orang dayang yang
ia bawa dari perkampungan Pek Hoa San-Cung.
“Waah, mana mungkin?”

“Jangan dibilang mereka, sekalipun aku si pengemis tuapun sudah bosan hidup
dikolong langit. Eeeei bocah cilik kau beget menarnh curiga, apakah perkataanku pun
tidak sudi kau percaya?”
Cheng Yap Clng tidak banyak bicara lagi ia membungkam.
Dalam pada itu Boe Wie Tootiang telah ambil keluar jarum emasnya dari dalam saku,
serunya, “Sam te, dekatkan lilin itu kemari.” Cheng Yap cing mengiakan, ia angkat lampu
lilin itu tinggi tinggi sehingga sekeliling tubuh Siauw Ling tertampak jelas.
Boe Wie Tootiang memeriksa sejenak sekujur tubuh si anak muda itu, setelah jalan
darah yang diincarkan ketemu. maka jarum emas itu pun segera ditusuk kebawah.
Tatkala jarum emas tadi menembusi jalan darah, mendadak SiauwLing
menghembuskan napas panjang,
“Ooo…. dingin…. dingin….”
“Aaah, benar,” kata Boe Wie TooMang Sambil cabut kembali jarum emasnya. “ilmu
kepandaian dari Pak-thian Coen cu adalah ilmu beracun berhawa dingin. setelah kena
diserang bawa dingin tersebut pasti sudah mengeram didalam tubuhnya, akan kucoba
memberi obat kepadanya untuk mengusir hawa tersebut!”
Sewaktu menyaksikan Siauw Ling secara tiba-tiba dapat buka snara, Soen-put-shia
kegirangan setengah mati, buru-buru ia berseru, “Rupanya tusuk jarummu lihay sekali.
Totiang, bagaimana kalau kau tusuk pula ja-lan darahnya yang lain?”
“Sekarang, sekujur tubuhnya terserang oleh hawa dingin yang jahat. seandainya kita
tak dapat mengusir ha-wa jahat tersebut, sekalipun ia dapat sadar kembalipun percuma
saja!”
“Lalu kau hendak menggunakaa resep obat apa untuk mengusir hawa dingin yang
mengeram dalam tubuhnya itu?”
“Hawa dingin yang mengeram dalam tubuhnya sama sekali berbeda dengan hawa
dingin yang mengeram dalam tubuh kebanyakan orang, maka dari itu kadar obat yang,
diberikan kepadanya harus lebih tinggi. Pinto akan segera buka resep dan kita harus depat
cepat belikan dirumah obat terdekat.”
“Baik, cepatlah kau blkin resepnya aku sipengemis tua segera akan pergi ketoko obat!”
“Saat ini fajar baru menyingsing, bagai mana kalau kita menunggu sejenak lagi?”
“Jiwa rnanusia lebih berharga dari apapun jnga. apalagi jiwa Siauw-thay hiap
amat kritis, masa masalah besar inipun harus diundur-undurkan lagi?….”
Boe Wie Tootiang tertawa getir.

“Perkataan locianpwe memang tidak sa-lah, tetapi pinto pun harus hati-hati dalam
mengambil setiap tindakan….”
“Cuma membuat resep kan suatu peker-jaan yang gampang sekali, kenapa harus
menunggu sampai lama?”
Boe Wie Tootiang dibikin apa boleh buat, terpaksa ia berkata, “Tenaga dalam yang
dimlliki Siauw thayhiap telah mencapai puncak kesempurnaan, tetapi saat Ini sekujur
tubuhnya terserang juga oleh hawa dingin tersebut, hal ini menandakan bahwa hawa
dingin yang rnengeram dalam tubuhnya bukanlah hawa dingin biasa obat yang akan kita
gunakan untuk mengu-sir hawa dingin itupun jauh berbeda dengan resep obat biasa. Nah
maka dari Itu sebelum membuka resep. pinto harus pikirkan lebih dahulu dengan
seksama”
Soen Put-shia berpikir sejenak, ia merasa bahwa ucapan tersebut sedikitpun tidak salah
maka iapun lantas membungkam.
Boe Wie Tootiang menghela napas panjang.
“Loocianpwe. legakanlah hatimu,” hibur-nya. “Dengan tenaga dalam yang dimiliki Siauw
Ling, sekalipun ia sudah terluka oleh hawa pukulan dingin dari Pak Thian Coen-cu
Pada saat Italah tiba-tiba terdengar suara keras berkumandang datang.
“Suara ledakan darimana asalnya ledakan tersebut?” seru Soen Put-shia terperanjat.
“Ledakan Itu berasal dari peringatan tanda bahaya.” sahut Cheng Yap-cing sambil
menerjang keluar dari ruangan.
Ketika ia menoleh, tampak Boe Wie Too-tiang masih tundukkan kepala sambil putar
otak, rupanya ia sedang memikirkan suatu persoalan yang amat sulit sekali sehingga
ledakan keras tadi sama sekali tidak terdengar olehnya.
Setibanya Boe Wie Tootiang tampak Cheng Yap-cing mendorong tubuh toosu itu seraya
berseru, “Suheng, tanda bahaya telah dilepaskan, rupanya ada musuh tangguh yang
menyusup kedalam markas kita “
“Tanda bahaya?” teriak Boe Wie Tootiang sambil melompat bangun.
“Tidak salah, barusan siauw-te melakukan pengintaian dari atas loteng, secara lapatlapat
aku lihat bunga api bertaburan diang-kasa, agaknya musuh tangguh telah
menyeberangi telaga.”
Boe Wie Tootiang segera berpaling kearah Soen Put-shia dan serunya, “Locianpwe,
harap kau tetap berada di-sini melindungi Siauw Ling, sedang pinto serta Ceng sute akan
pulang sebentar “
“Biarlah aku pengemis tua menemani kau pulang ke markas, tinggalkan saja sutemu disini
untuk menjaga Siauw Ling, seandainya Pak-Thian Coen-cu yang telah pergi kembail
lagi, aku sipengemis tua akan ajak dia untuk beradu jiwa.”

“Menurut pandangan pinto, luka yang di-derita Pak-Thian Coen-cu tidak ringan, tidak
Mungkin ia balik lagi kemari. Delapan bagian pastilah anak buah Sben Bok Hong yang
berhasil mengejar sampai disitu.”
Begitu gelisah hati toosu tua itu sehabis mengucapkan kata-kata yang terakhir tubuh
nya telah melayang keluar dari ruangan.
Cheng Yap Cing ingin menyusul suheng-nya, namun segera dihalangi Soen Put-shia
sambil berseru, “Bocah cilik, lebih baik kau tetap tinggal disini, jagalah diri Siauw Ling
baik-baik. biar aku sipengemis tua yang menemanl snhengmu.”
“Soal ini….”
“Ilmu silat yang dimillki soen Loocian-Pwe beratus-ratus kali lebih hebat darimu.”
Terdengar suara Boe Wie Tootiang berkumandang datang “Dengan hadirnya Soen loocian
pwee, meskipun ada musuh tangguh pun tidak susah untuk dihadapi, kau tetap tinggal
disitu Saja “
Ucapan tadi kian lama kian menjauh. tatkala perkataan terakhir selesai diucapkan
tubuhnya sudah lenyap dikegelapan.
Soen Put shia pun tidak banyak bicara, ia enjotkan badan pergi dari ruangan. dalam
sekejap mata tubuhnya pun lenyap dibalik kegelapan.
Cheng Yap-cing dibikin apa boleh buat terpaksa ia menarik napas panjang, menutup
pintu dan duduk disisi Siauw Ling.
la tak mengerti ilmu pertabiban, duduk di sisi Siauw Ling yang menggigil kedinginan,
jagoan muda dari Bu tong-pay ini sedikit kelabakan Kurang lebih seperminuman teh
kemudian. mendadak terdengar Siauw Ling mengigau keras.
“Aduh…. dingin…. dingin….”
Cheng Yap-cing buru-buru bangun menarik selimut untuk ditutupkan keatas tubuh
Siauw Ling.
Waktu ia sedang menutupi tubuh SiauW Ling dengan selimur. tiba-tiba terdengar suara
getaran keras disusul daun pintu yang tertutup rapat mendadak terbuka.
Segulung angin malam berhembus masuk lampu lilin bergoyang kencang membuat
suasana sedikit jadi suram.
Secepat kilat Cheng Yap-cing putar badan tangan kanan menyambar dan pedangnya
sudah dilepaskan dari sarung.
Seorang perempuan cantik berdandan keraton dan baju warna hijau serta sekuntum
bunga emas bersulamkan didepan dadanya perlahan berjalan masuk.
“Kiem Hoa Hujien “ tegur Cheng Yap-cing.

“Tidak salah!” dengan pandangan dingin nyonya itu berpaling ke arah Siauw Ling dan
melanjutkan ;
“Bagaimana dengan lukanya.
Cheng Yap-cing putar pedangnya membentuk selapis bunga pedang yang tebal, kamudian
baru berkata, “Walaupun ia tidak punya kemampuan lagi untuk melawan musuh,
namun selama aku orang she-Cheng masih berada disini, tidak nanti kubiarkan kau
mencelakai dirinya.”
Air muka Kiem Hoa Hujien berubah amat sedih. lambat lambat ia mendekati sisi
pembaringan.
“Berbenti!” bardik jagoau muda dari Bu-tong Pay ini sambil mendorong pedangnya
kemuka menciptakan serentetan cahaya tajam. “Kalau kau berani maju selangkah lagi.
hati hati pedangku tidak akan kenal ampun!”
“Janganlah kau gusarkan hatiku….”
“Kalau kugusarkan dirimu lantas kenapa?”
“Akan kusuruh kau rasakan kelihayan dari Pek Sian jie!”
“Pek Sian jie??”
“Ular aneh yang paling aneh paling be racun serta paling keji dikolong langit, ge-rak
geriknya lincah seluruh tubuhnya keras melebihi baja. Jangan dikata telapak, sekalipun
senjata tajam tidak akan mempan membacok tubuhnya.”
“Benarkah itu? cayhe radaan kurang percaya!”
“Jangan kau coba untuk menjajal. sebab tiada seorangpun memperoleh kesempatan
kedua untuk menjajal kelihayan Pek-sian-jieku.”
Perlahan lahan sinar matanya beralih ke atas wajah Siauw Ling dan…. menambahkan
“Aku tidak nanti mencelakai dirinya. aku hanya ingin memeriksa keadaan lukanya
belaka.”
“Dari mana aku bisa mempercayai dirimu?”
Tangan kanannya Kim Hoa Hujien segera merogoh kedalam sakunya ambil keluar
sebuah kotak porselen yang panjangnya satu depa dengan lebar setengah coen. lalu ujarnya
ketus, “Bagaimana hubudganmu dengan saudara ku ini?”
“Siapakah saudaramu?”
“Siauw Ling “

Cheng Yap-cing berpaling dan meman-dang sekejap kearah Siauw Ling, lalu jawabnya,
“Tidak terhitung baik, juga tidak terhi-tung terlalu jelek!”
Tiba-tiba Kiem Hoa Hujien menghela napas panjang dan menyimpan kembali kotak
knmala tersebut.
“Seandainya aku biarkan kau mati terpa-gut oleh Pek Sianjie, nanti kalau saudaraku
sadar dan mengetahui kejadian Ini,hatinya tentu merasa tidak senang.”
“Soal ini tak usah hujien ragu ragu kau….”
“Aku tidak punya banyak waktu untuk ribut dengan dirimu. cepat katakan! Kecuali kite
saling bergebrak masih ada cara apa lagi yang bisa diiempuh agar aku bisa memeriksa
keadaan luka dari saudaraku.”
“Seandainya kau memang benar – benar tiada maksud untuk mencelakai dirinya tentu
saja tiada halangan bagimu untuk memeriksa keadaan lukanya, cuma,
“Cuma apa? cepat katakan.”
Demi menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan aku hendak menotok
beberapa buah jalan darahmu, agar kau tidak memiliki kemampuan untuk melawan,
dengan demikian seandainya kau punya maksud un-tuk mencelakai dirlnya, akupun masih
punya kesempatan untuk turun tangan menghalang!”
“Baiklah! cepat kau turun tangan’” seraya berkata nyonya cantik dari suku Bianw ini
pejamkan mata dan berdiri sambil bertolak pinggang.
Tangan kiri Cheng Yap cing bergerak ce-pat menotok dua buah jalan darah penting
ditubuh Kiem Hoa Hujien. setelah itu ia baru menyingkir kesamping membuka jalan Kiem
Hoa Hujien.
“Sekarang kau boleh mendekati pembaringan untuk periksa keadaan lukanya, tapi lebih
baik janganlah kau sentuh tubuhnya.”
JILID 13
“Demi menjaga segala kemungkinan yang tidak diinginkan aku hendak menotok
beberapa buah jalan darahmu, agar kau tidak memiliki kemampuan untuk melawan,
dengan demikian seandainya kau punya maksud untuk mencelakai dirinya, akupun masih
punya kesempatan untuk turun tangan menghalangi!”
“Baiklah! cepat kau turun tangan!” seraya berkata nyonya cantik dari wilayah Biauw ini
pejamkan mata dan berdiri sambil bertolak pinggang.
Tangan kiri Cheng Yap cing bergerak cepat menotok dua buah jalan darah penting
ditubuh Kiem Hoa Hujien, setelah itu ia baru menyingkir kesamping.

“Sekarang kau boleh mendekati pembaringan untuk diperiksa keadaan lukanya, tapi
lebih baik janganlah kau sentuh tubuhnya.”
Dengan pandangan dingin Kiem Hoa Hujien memandang sekejap kearah Cheng Yap
cing, kemudian perlahan-lahan mendekati pembaringan. Ditatapnya wajah Siauw Ling
dengan seksama kemudian ia berbisik, “Lukanya parah sekali!”
“Ehmm, lukanya memang sangat parah.”
“Pak Thian Coencu!”
“Ilmu pukulan Hian peng ciang yang diyakininya memang sangat lihay sekali, kecuali
obat penawar buatannya sendiri, dikolong langit tiada obat lain yang bisa menolong….”
“Soal ini tak perlu kau risaukan, suhengku pandai sekali dalam ilmu pertabiban, aku
rasa dia pasti mempunyai cara untuk mengusir hawa dingin tersebut dari dalam
tubuhnya!”
Kiem Hoa Hujien tertawa dingin.
“Sayang kemampuan suhengmu masih terbatas sekali….” perlahan-lahan ia mundur
lima langkah kebelakang dan melanjutkan. “Cepat bebaskan jalan darahku, aku hendak
pergi mencari Pak thian Coen cu untuk mencarikan obat penawar baginya.”
Ucapan ini membuat Cheng Yap cing seketika jadi berdiri tertegun, ia bebaskan jalan
darah ditubuh Kiem Hoa Hujien lalu berkata, “Ilmu silat yang dimiliki Pak thian Coen cu
sangat lihay, kau hendak mencari obat bagi Siauw Ling, bukankah ini berarti mengantar
diri sendiri kemulut harimau?”
“Heeh…. heh…. heh…. aku rasa persoalan ini tiada sangkut pautnya denganmu.”
Cheng Yap cing melengak, untuk beberapa saat lamanya ia tak bisa mengucapkan
sepatah katapun.
“Baik-baik jaga dirinya dan tunggu kabarku, seandainya sampai besok pagi kentongan
kedua aku belum kembali, tak usah kalian tunggu diriku” seraya berkata Kiem Hoa Hujien
berjalan keluar.
“Tunggu sebentar!”
Dalam pada itu Kiem Hoa Hujien sudah berada didepan pintu, mendengar seruan
tersebut ia berhenti dan berpaling.
“Ada urusan apa lagi?”
“Tadi aku dengar ada tanda bahaya, apakah tanda tersebut ada hubungannya dengan
dirimu?”
“Shen Bok Hong memimpin langsung jago-jago lihay menyerbu kemari, mungkin
pertempuran sedang berkobar pada saat ini.”

“Cayhe masih ada satu persoalan yang belum paham.”
“Saat ini setiap detik waktuku berharga, mau tanya cepatlah utarakan!”
“Dari mana kau bisa tahu kalau Siauw Ling sedang merawat lukanya ditempat ini.”
“Ketika kalian bertempur melawan Pak thian Coen cu tadi, aku telah mengintai dari
balik kegelapan.”
“Jadi kalau begitu Shen Bok Hong pun tahu akan peristiwa ini?”
“Seandainya pada saat ini Shen Bok Hong tahu bahwa Siauw Ling berada disini sejak
tadi ia sudah muncul disini.”
Tidak menanti Cheng Yap cing melanjutkan kata-katanya, ia enjotkan badan melayang
keatas atap rumah, dalam sekejap saja ia telah lenyap ditelan kegelapan.
Memandang bayangan tubuh Kiem Hoa Hujien yang menjauh, Cheng Yap cing
menghela napas. Perlahan-lahan ia berjalan kembali kesisi pembaringan Siauw Ling.
Walaupun ia tak berani mempercayai seratus persen apa yang diucapkan Kiem Hoa
Hujien barusan, namun teringat kemungkinan besar pada saat ini suhennya sedang
bertempur melawan Shen Bok Hong, hatinya terasa gelisah. Ingin sekali ia memburu
keluar untuk membantu suhengnya, tapi iapun merasa tidak tega meninggalkan Siauw
Ling seorang diri. Untuk beberapa saat ia jadi terdiam dan tidak mengerti apa yang harus
dilakukan.
Waktu sedetik demi sedetik lewat dengan lambatnya, Cheng Yap cing yang penuh
diliputi kegelisahan merasakan duduk tak enak berdiripun tidak enak.
Dikala pikirannya sudah kacau dan hati semakin kebat kebit itulah, tiba-tiba dari luar
ruangan berkumandang datang suara langkah kaki dari seseorang.
Sejak tadi Cheng Yap cing sudah waspada cepat ia tiup lilin hingga padam
kemungkinan cabut keluar pedangnya dan bersembunyi dibalik pintu.
“Bagaimana dengan keadaan luka Siauw Ling?” terdengar suara Soen Put shia masuk
dari luar ruangan.
“Keadaan seperti sedia kala!”
Sesosok bayangan manusia menyambar lewat, Soen Put shia dengan gagah telah
berdiri didalam ruangan.
Cheng Yap cing segera masukkan kembali pedangnya kedalam sarung, menyulut lilin
dan bertanya, “Loocianpwee, kau telah berjumpa dengan Shen Bok Hong?”
“Kau telah saling berjumpa?”

“Dimanakah suhengku pada saat ini?”
“Suhengmu telah menyebrangi telaga, saat ini mungkin telah bergabung dengan para
jago” sembari berkata pengemis tua ini mendekati pembaringan Siauw Ling dan
memandang wajah si anak muda itu.
“Apakah loocianpwee telah bergebrak, tidak nanti aku sipengemis tua bisa datang
kemari dalam keadaan segar bugar.”
Cheng Yap cing jadi tertegun.
“Bukankah Shen Bok Hong sengaja datang kemari untuk mencari kita semua? setelah
saling berjumpa mengapa kalian tidak saling bertarung?”
“Aku sipengemis tuapun merasa tercengang mungkin kita orang memang belum
saatnya untuk modar!”
“Sebenarnya apa yang telah terjadi?”
Soen Put shia meraba dahulu kening Siauw Ling, setelah itu ia baru menyahut, “Tatkala
aku sipengemis tua serta suhengmu tiba ditepi telaga, Shen Bok Hong sekalian telah
berada ditempat itu, dalam beberapa patah kata saja aku berdua telah dikepung oleh
mereka, rupanya kedua belah pihak sudah tak dapat menghindarkan diri dari suatu
pertempuran. Pada saat yang kritis itulah tiba-tiba terdengar irama musik yang aneh
berkumandang, secara mendadak Shen Bok Hong memerintahkan anak buahnya untuk
buyar dan pergi dari situ. Kejadiannya memang sederhana sekali namun aku sipengemis
tua belum paham juga sampai kini sebenarnya apa yang telah terjadi.”
“Aai…. kalau begitu irama musik itulah yang telah membantu kita.”
“Soal ini aku sipengemis tua tidak mengerti, aku rasa suhengmupun setali tiga uang….”
Ia merandek sejenak, lalu katanya lagi, “Apakah disini telah terjadi suatu peristiwa?”
“Kiem Hoa Hujien telah berkunjung kesini.”
“Kiem Hoa Hujien telah datang kemari?” tanya Soen Put shia terkesima.
“Tidak salah!”
“Dari mana dia bisa tahu kalau kau serta Siauw Ling berada disini?”
“Ketika Siauw Ling bertempur melawan Pak thian Coen cu tadi, ia telah mengintai dari
samping!”
“Jadi ia menguntit kita sampai disini?”
“Mungkin demikian adanya.”

“Diseluruh saku perempuan siluman itu banyak tersimpan makhluk-makhluk beracun
apakah ia meraba tubuh Siauw Ling?”
“Ada cayhe disini, tentu saja aku tidak akan membiarkan dia meraba tubuh Siauw
Ling!”
Dengan sinar mata tajam Soen Put shia menatap wajah Cheng Yap cing lama sekali ia
baru bertanya, “Kiem Hoa Hujien bukanlah manusia yang gampang menuruti perintah
orang, mana ia sudi mendengarkan perkataanmu?”
“Mula-mula cayhe totok lebih dahulu jalan darah diatas sepasang lengannya setelah itu
kubiarkan dia mendekati pembaringan Siauw Ling. Dalam keadaan begini seandainya dia
ada maksud jahat, aku bisa mencabut jiwanya tanpa mengalami kesulitan.”
“Kemudian?”
“Setelah ia memandang Siauw Ling beberapa saat, aku bebaskan kembali jalan
darahnya dan biarkan ia pergi.”
“Apa yang ia ucapkan sebelum meninggalkan tempat ini?”
“Katanya dia mau pergi mencari obat penawar bagi Siauw Ling, dia minta kita tunggu
disini, apabila besok malam kentongan kedua itu belum datang juga, maka kita tak usah
menunggu lagi.”
“Kemana ia pergi mencari obat penawar itu?”
“Katanya dia mau pergi mencari Pak thian Coen cu.”
“Meskipun ilmu silat yang dimiliki Kiem Hoa Hujien tidak jelek, aku rasa dia masih
bukan tandingan dari Pak thian Coen cu.”
“Aaaai…. namun tatkala mengucapkan kata-kata tersebut nadanya keras dan tegas,
rupanya ia bukan lagi berbohong….”
Setelah merandek sejenak, tambahnya, “Yang cayhe tidak pahami hingga kini adalah,
apa sebabnya manusia semacam Kiem Hoa Hujien bisa menaruh rasa begitu kuatir
terhadap keselamatan diri Siauw Ling.”
Sepasang alis Soen Put shia berkerut.
“Kalau kau tanyakan persoalan itu kepada aku sipengemis tua, maka pertanyaanmu itu
akan sia-sia saja.”
“Loocianpwee, tinggallah disini untuk menjaga Siauw Ling, boanpwee akan pergi
menjenguk suhengku sebentar.”
“Pergilah! tapi menurut pandangan aku sipengemis tua, agaknya Siauw Ling tak dapat
mempertahankan diri hingga lebih dari kentongan kedua besok malam. Sewaktu kau

berjumpa dengan suhengmu nanti katakanlah kepadanya, suruh dia cepat-cepat kemari
untuk memberikan pertolongan seadanya.”
“Akan boanpwee ingat pesan-pesan dari cianpwee!” sehabis menjura, jago muda dari
Butong pay ini segera berlalu dari ruangan.
Sepeninggal Cheng Yap cing, pengemis Soen ambil sebuah kursi dan duduk
dipembaringan Siauw Ling. Memandang pemuda she Siauw berbaring tak berkutik,
hatinya merasa amat sedih, diam-diam pikirnya, “Seandainya aku pengemis tua tidak
menasehati dirinya, saat ini mungkin dia serta Tiong Chiu Siang Ku masih tetap tinggal
diatas perahu panca warnanya Su Hay Koen cu, dengan sendirinya iapun tidak akan
mengalami bencana seperti hari ini….”
Ia merasa bahwasanya peristiwa yang terjadi kali ini semuanya timbul karena dia. Hal
ini membuat hati pengemis tua ini semakin sedih.
Malam yang kelam berlangsung lama sekali, berada dalam keadaan yang tidak tenang
inilah Soen Put shia melwatkan malam panjang itu.
Keesokan harinya ketika fajar menyingsing, kakek tua she Lie muncul menghantarkan
hidangan pagi yang lezat.
Dalam pada itu anggota badan Siauw Ling kian lama kian bertambah dingin, ia selalu
berada dalam keadaan tidak sadar. Kecuali ada sedikit napas yang sangat lemah,
keadaannya tidak berbeda dengan orang mati.
Soen Put shia semakin gelisah, bagitu tak tenang hatinya sampai-sampai tak sesuap
nasipun yang tega ditelan kedalam perut.
Menanti tengah hari sudah lewat, barulah tampak Boe Wie Tootiang muncul disitu
dengan tergesa-gesa, ditangannya toosu tua itu membawa dua bungkus obat pengusir
hawa dingin.
Soen Put shia masuk kedapur sendiri untuk memasak obat-obatan tadi, kemudian
membawanya kedalam ruangan.
Ketika itu seluruh wajah Siauw Ling yang tampan telah berubah jadi hijau membesi,
seluruh tubuhnya kaku tak berkutik.
Untuk menuangkan obat yang telah dimasak itu kedalam perut Siauw Ling, baik Boe
Wie Tootiang maupun Soen Put shia harus membuang banyak pikiran serta tenaga.
Rupanya pengemis tua ini menaruh harapan yang sangat besar atas obat pengusir
hawa dingin dari Boe Wie Tootiang, maka dari itu setelah ia mencekokkan obat tadi
kedalam perut Siauw Ling, sepasang matanya dengan tajam menatap pemuda itu tak
berkedip.
Siapa sangka walaupun Siauw Ling telah menelan obat tersebut namun keadaannya
bagaikan batu yang tenggelam didasar samudra, satu jam sudah lewat tanpa
menunjukkan reaksi ataupun perubahan apapun.

Kontan Soen Put shia kerutkan sepasang dahinya.
“Tootiang, kau tidak salah menggunakan obat?” tegurnya.
“Setelah membuka resep pinto telah melakukan pemeriksaan sendiri terhadap bahan
obat-obatan tersebut. Semua obat yang telah tersedia tak ada yang salah, pinto rasa
resep itu tidak salah lagi.”
“Kalau kau memang tidak salah menggunakan obat, kenapa setelah Siauw Ling
menelan obat tersebut, tubuhnya sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun?”
Boe Wie Tootiang tertawa jengah.
“Mungkin hal ini dikarenakan ilmu pertabiban pinto yang kurang mahir, sehingga dalam
membuka resep tidak tepat.”
“Aaai, kalau begitu rupanya kita harus menunggu hasil dari Kiem Hoa Hujien.”
Rupanya dari mulut Cheng Yap cing, toosu tua dari Bu tong pay ini telah mendengar
peristiwa kemarin malam, dan sambungnya, “Seandainya Kiem Hoa Hujien benar-benar
berhasil mendapatkan obat penawar racun hawa dingin tersebut dari tangan Pak thian
Coen cu, peristiwa ini benar-benar merupakan suatu keberuntungan bagi kita.”
“Umpama ia tak berhasil?”
“Soal ini, soal ini….!”
Soen Put shia tertawa dingin.
“Seandainya Kiem Hoa Hujien tak berhasil mendapatkan obat penawar racun hawa
dingin dari Pak Thian Coen cu, terpaksa kita harus saksikan Siauw Ling mati didepan mata
kita bukankah begitu?”
oooo0oooo
“Diam-diam pinto telah melakukan pemeriksaan terhadap tanda-tanda penyakit Siauw
thayhiap, agaknya luka yang ia derita memang amat parah. Seandainya Kiem Hoa Hujien
tidak berhasil mendapatkan obat penawar dari Pak thian Coen cu, pinto sendiripun tak
tahu bagaimana harus menyembuhkan luka dari Siauw thayhiap.”
“Siapakah Pak thian Coen cu rasanya kita semua telah mengerti” kata Soen Put shia
kembali setelah termenung sejenak. “Sekalipun ilmu silat yang dimiliki Kiem Hoa Hujien
lebih lihay lagipun belum tentu bisa dapatkan obat penawar tersebut, mati hidup ada
ditangan Thian. Soal ini aku sipengemis tua tak dapat menyalahkan siapapun juga, namun
ada satu persoalan ingin sekali kutanyakan pada diri tootiang.”
“Selama pinto sanggup melaksanakan aku pasti berusaha dengan sekuat tenaga.”

“Kecuali Kiem Hoa Hujien berhasil dapatkan obat penawar untuk menyembuhkan luka
dari Siauw Ling, mungkinkah masih ada jalan lain yang bisa kita tempuh?”
“Hingga kini pinto masih belum berhasil mendapatkan obat mujarab lain yang bisa
mengusir hawa dingin dari tubuh Siauw thayhiap.”
“Maksud aku sipengemis tua, apakah dikolong langit dewasa ini masih ada tabib sakti
lain yang bisa menyembuhkan luka Siauw Ling tanpa menggunakan obat penawar dari
pak thian Coen cu?”
“Menurut apa yang pinto ketahui, dalam dunia persilatan dewasa ini hanya siraja obat
bertangan keji seorang yang memiliki kepandaian ilmu pertabiban sakti, dan pinto rasa
cuma dia seorang saja yang bisa menyembuhkan luka Siauw Ling tanpa menggunakan
obat penawar dari Pak thian Coen cu….”
Ia merandek sejenak kemudian sambungnya, “Maksud pinto, harap loocianpwee suka
bersabar untuk menunggu beberapa saat lagi, tunggu saja sampai janji nanti malam.
Seandainya Kiem Hoa Hujien tidak berhasil kita baru cari akal lain untuk menolong jiwa
Siauw thayhiap.”
“Jangan dikata Kiem Hoa Hujien bukan tandingan dari Pak Thian Coen cu, sekalipun ia
berhasil mendapatkan obat penawar itupun belum tentu datang menepati janji.”
“Kalau dalam persoalan ini pandangan pinto jauh berbeda dengan pandangan
loocianpwee. Seandainya Kiem Hoa Hujien berhasil mendapatkan obat penawar itu dia
pasti akan datang menepati janji, sebaliknya umpama kata ia tak berhasil mendapatkan
obat penawar itu, asal ia tidak mati ditangan Pak thian Coen cu, perempuan itu pasti akan
datang menepati janji.”
“Darimana kau bisa tahu?”
“Andaikata Kiem Hoa Hujien ada maksud hendak membinasakan Siauw Ling, apa
sebabnya ia buang kesempatan yang paling baik atau paling sedikit ia bisa melaporkan
kejadian ini kepada Shen Bok Hong sehingga gembong iblis itu dapat kirim jago-jagonya
kemari.”
Soen Put shia termenung beberapa saat kemudian berkata, “Jadi maksud tootiang, kita
baru bikin keputusan setelah kentongan kedua nanti malam?”
“Berbicara dari situasi yang kita hadapi sekarang, rasanya itulah satu-satunya jalan
yang paling tepat.”
Memandang Siauw Ling yang menggeletak diatas pembaringan, Soen Put shia
menghela napas panjang.
“Baiklah! kita tunggu saja sampai kentongan kedua nanti malam.”
Waktu dalam penantian berlalu bagaikan merangkak. Soen Put shia semakin gelisah
dibuatnya, ia berjalan mondar mandir dalam ruangan, sebentar-sebentar tiada hentinya ia

berhanti disisi pembaringan Siauw Ling untuk meraba jidatnya, meraba dadanya untuk
memeriksa napas begitu gelisah seakan-akan duduk diatas jarum.
Boe Wie Tootiang sendiri, meski dalam hati ikut gelisah namun ia berhasil menguasai
diri. Sepanjang hari toosu tua ini duduk bersila sambil pejamkan mata, tak sepatah
katapun yang diutarakan keluar.
Dengan susah payah akhirnya malam haripun menjelang tiba, Boe Wie Tootiang pun
bangun berdiri untuk menyulut lampu lilin.
Dalam pada itu napas Siauw Ling kian lama berubah jadi makin lemah, rupanya setiap
saat ada kemungkinan berhenti berdetak.
Memandang cahaya lilin diatas meja, Soen Put shia menghela napas sedih.
“Tootiang menurut pandanganmu apakah Siauw Ling melewatkan malam ini dengan
selamat?”
Boe Wie Tootiang tidak menjawab, ia cekal nadi Siauw Ling dan didengarkan dengan
seksama, terasa denyutan nadi si anak muda itu sebentar kedengaran dan sebentar lagi
lenyap. Ia sadar bahwa jika Siauw Ling tak bisa dipertahankan hingga keesokkan harinya,
dapat hidup sampai kentongan ketigapun sudah termasuk beruntung.
Satu-satunya harapan bagi Siauw Ling untuk melanjutkan hidup pada saat ini adalah
menanti kembalinya Kiem Hoa Hujien, kecuali perempuan itu berhasil mendapatkan obat
penawar dari Pak thian Coen cu rasanya tiada harapan lain yang bisa dilegakan lagi.
Sekalipun begitu Boe Wie Tootiang tidak ingin mengutarakan keluar, ia sadar
seandainya kenyataan tersebut dikatakan maka peristiwa itu pasti akan mendatangkan
rasa sedih serta gusar yang tak terhingga bagi Soen Put shia, maka ia sengaja berlagak
tenang, ujarnya sambil tertawa hambar, “Tenaga kweekang yang dimiliki Siauw thayhiap
amat sempurna, walaupun luka yang ia derita sangat parah, namun ia masih sanggup
mempertahankan diri hingga dua tiga hari lagi.”
“Sungguhlah perkataan dari tootiang itu?? atau mungkin kau sengaja sedang
menghibur hati aku sipengemis tua??” seru Soen Put shia setelah termenung sejenak.
“Apa yang pinto ucapkan adalah kata-kata yang sebenarnya, kecuali pinto sudah salah
memeriksa denyutan nadi dari Siauw Ling.”
Ucapan terakhir itu sengaja ia utarakan guna berjaga-jaga segala akibat dikemudian
hari, seumpama kata Kiem Hoa Hujien tak dapat datang sebelum kentongan kedua dan
Siauw Ling keburu sudah meninggal, maka ia akan mengakui kejadian tersebut sebagai
keteledorannya sewaktu memeriksa denyutan nadi si anak muda itu.
Waktu berlalu dalam suasana yang menyedihkan, Boe Wie Tootiang serta Soen Put shia
merasakan dadanya seperti ditindihi dengan baja seberat ribuan kati, siapapun tidak
mengeluarkan perkataan barang sepatahpun.

Mendekati kentongan kedua malam itu, suasana masih tetap sunyi senyap, Soen Put
shia merasakan hatinya amat sedih, begitu pedih hatinya memikirkan nasib Siauw Ling
sehingga ia tak sadar bahwa kentongan kedua telah tiba.
Sebaliknya Boe Wie Tootiang yang masih sanggup mempertahankan diri mengerti akan
hal itu, ia bangun berdiri dengan hati sangat gelisah, berjalan keluar ruangan ia berdiri
termangu-mangu.
Terasa malam itu begitu sunyi, tak nampak sesosok bayangan manusiapun ada disitu
apalagi bayangan dari Kiem Hoa Hujien sambil menghela napas sedih pikirnya, “Habislah
sudah, meskipun ia berhasil mendapatkan obat penawar, jika kedatangannya terlambat
setengah jam lagi, jiwa Siauw Ling pasti sudah melayang…. kendati ada obat dewapun
percuma….”
Sementara ia masih berdiri melamun, tiba-tiba dari tempat kejauhan berkumandang
datang suara teriakan seseorang, suara itu merdu dan lantang jelas suara seorang gadis.
Tatkala didengarnya dengan seksama, ia dengar suara itu seakan-akan sedang
memanggil nama Siauw Ling.
Ditengah malam yang sunyi, suara itu kedengaran berkumandang datang dari
kejauhan, paling sedikit ada dua li dari sana.
Suatu ingatan berkelebat dalam benak Boe Wie Tootiang, ia segera berpaling sambil
berpesan, “Loocianpwee, baik-baik menjaga Siauw Ling, pinto akan pergi sebentar….!”
Tidak menanti Soen Put shia menjawab, tubuhnya sudah melompat keluar dari ruangan
dan bergerak kearah mana berasalnya suara tersebut.
Suara panggilan Siauw Ling itu tiada hentinya berkumandang datang, Boe Wie Tootiang
terpaksa harus kerahkan segenap tenaganya untuk menyusul kesana.
Ilmu meringankan tubuhnya amat sempurna, toosu itu bergerak laksana hembusan
angin malam, dalam sekejap mata dua tiga li telah dilalui.
Dibawah sorotan cahaya bintang yang redup, tampaklah seorang gadis berbaju ringkas
warna hitam dan menyoren sebilah pedang dipunggung sedang berdiri ditepi jala sambil
memanggil nama Siauw Ling.
Rupanya gadis itu menyadari bahwasanya ada seseorang berjalan mendekati dirinya, ia
berhenti memanggil dan menegur, “Siapa???”
Diam-diam Boe Wie Tootiang pun merasa terperanjat setelah menyaksikan ketajaman
pendengaran gadis itu, pikirnya, “Siapakah gadis ini??? begitu tajam pendengarannya.”
Berjalan mengitari sebuah pohon besar, perlahan-lahan toosu tua itu munculkan diri.
“Pinto adalah Boe Wie Tootiang dari Bu tong pay!”

“Apa maksudmu datang kemari? aku bukan sedang memanggil dirimu!” tegurnya
dingin, sepasang biji mata yang bening menatap Boe Wie Tootiang tajam-tajam.
Meski nadanya dingin dan hambar namun masih menunjukkan kepolosan hatinya.
“Orang yang nona panggil bukankah Siauw Ling?”
“Tidak salah! tahukah kau sekarang dia berada dimana??”
“Siapakah nona? mengapa datang mencari Siauw Ling??”
“Kau tahu tidak dia berada dimana?” bentak gadis itu marah.
Boe Wie Tootiang mengangguk.
“Seandainya aku tidak tahu Siauw Ling berada dimana, tidak nanti pinto datang
kemari.”
“Cepat bawa aku menemui dirinya.”
“Kalau nona tidak sudi menyebutkan nama serta kedudukanmu, pinto tidak akan
membawa nona pergi menemui dirinya.”
“Aku bernama Liok Kian Thay, cukup bukan? cepat bawa aku pergi menjumpai dia.”
“Liok Kian Thay? belum pernah kudengar orang menyebutkan namamu!”
“Kau tidak tahu akan diriku, tapi tahu bukan akan nama ayahku!”
“Siapakah ayahmu?”
“Ayahku adalah Pak Thian Coen cu!”
Ucapan ini membuat Boe Wie Tootiang tertegun.
“Ooouw…. kiranya kau adalah putri istana es. Maaf…. maaf….”
“Semuanya telah kukatakan padamu, ayoh cepat bawa aku pergi menjumpai Siauw
Ling. Ilmu telapak salju ayahku amat keji dan sangat beracun, kalau terlambat lagi
mungkin dia tak tertolong lagi.”
Dalam hati Boe Wie Tootiang diam-diam berpikir, “Pada saat ini napas Siauw Ling
sudah lemah, diapun telah berada diambang kematian. Perduli perkataan gadis ini benar
atau tidak, bawa saja dia kesitu, siapa tahu kalau ia benar-benar mau menolong….”
Maka segera katanya, “Pinto akan membawa jalan buat nona!” tanpa banyak bicara ia
putar badan dan berlalu.
Liok Kian thay dengan cepat menyusul dari belakang, sambil lari tiada hentinya ia suruh
Boe Wie Tootiang berjalan lebih cepat.

Dalam sekejap mata mereka berdua telah kembali kedalam ruangan, waktu itu Soen
Put shia sedang membopong tubuh Siauw Ling dengan tangan kiri, sedang tangan
kanannya ditempelkan keatas jalan darah Ming Boe hiat si anak muda itu, agaknya ia
sedang salurkan hawa murninya untuk menolong Siauw Ling.
Ketika menyaksikan Boe Wie Tootiang kembali kedalam ruangan, pengemis tua itu
mendongak sambil berseru, “Kau telah membohongi aku sipengemis tua!”
Sebelum toosu tua itu sempat menjawab, Liok Kian thay dengan langkah terburu-buru
telah lari kedepan pembaringan, hardilnya, “Lepaskan dia!”
Jari tangan laksana sebuah tombak langsung menotok jalan darah diatas pergelangan
kanan Soen Put shia.
Pengemis tua itu angkat tangan kanannya menghindar, lalu meloncat bangun sambil
mengirim sebuah babatan, sementara matanya beralih keatas wajah Boe Wie Tootiang
sambil bertanya, “Tootiang siapakah nona ini?”
“Dia adalah putri kesayangan dari Pak thian Coen cu, kedatangannya kemari untuk
menolong jiwa Siauw Ling. Harap loocianpwee suka menyingkir kesamping!”
Dalam pada itu Liok Kian thay tidak mengucapkan sepatah katapun, dengan tangan
kanannya ia sambut serangan dari pengemis tua itu dengan keras lawan keras sedang
tangan kirinya merogoh saku ambil keluar sebutir pil dan dijejalkan kedalam mulut Siauw
Ling.
Sungguh dahsyat tenaga pukulan dari Soen Put shia, gadis she Liok itu seketika dipaksa
mundur dua langkah kebelakang, dengan adanya kejadian itu pil yang ada ditangan
kirinyapun tak sanggup dijejalkan kedalam mulut Siauw Ling.
Rupanya peristiwa ini membangkitkan hawa gusar dalam hati digadis tersebut, sebuah
tendangan tiba-tiba dilepaskan mengancam lambung Soen Put shia.
Pengemis tua itu loncat keatas meninggalkan pembaringan, lalu melayang turun
disudut ruangan.
“Kalau jiwanya sampai terancam, aku akan cabut jiwa kalian berdua sebagai gantinya!”
teriak Liok Kian thay gusar.
Tangan kanannya memayang tubuh Siauw Ling, sedang pil ditangan kirinya secepat
kilat dijejalkan kedalam mulut Siauw Ling.
Begitu pil tadi masuk kedalam mulut segera lumer setelah bercampur dengan air ludah.
Tanpa mengalami kesulitan apa-apa hancuran pil tadi masuk kedalam perut.
Selama ini dengan sepasang mata yang tajam Boe Wie Tootiang memperhatikan terus
perubahan diatas wajah Siauw Ling, disamping menyaksikan reaksi dari obat tersebut
iapun mengawasi setiap gerak gerik dari Liok Kian thay.

Sebaliknya Soen Put shia mencurahkan seluruh perhatiannya keatas tubuh Siauw Ling.
Pil emas itu benar-benar sangat mujarab, tidak selang beberapa saat kemudian tibatiba
Siauw Ling menggerakkan sepasang tangannya.
Menyakiskan Siauw Ling benar-benar telah sadar Boe Wie Tootiang merasa amat
girang.
“Nona Liok, obatmu benar-benar mujarab sekali!” serunya.
Sedangkan Soen Put shia berdiri tertegun.
“Siapakah nona ini?” ia bertanya lirih.
“Bukankah sejak tadi telah pinto terangkan bahwa dia adalah putri dari Pak thian Coen
cu?”
“Apa shenya?”
“Gadis ini mengaku she Liok bernama Kian Thay?”
“Lalu Pak thian Coen cu sendiri she apa?”
“Menurut apa yang aku ketahui, Pak thian Coen cu mengaku dirinya she Pek li, mana
mungkin putrinya jadi she Liok.”
“Sungguhkah begitu?” tanya Boe Wie Tootiang terperanjat.
“Tentu saja sungguh, sejak kapan aku pengemis tua pernah bicara bohong….”
Ia cekal tangan Boe Wie Tootiang erat-erat dan menambahkan, “Perduli dia she Thio
atau she Ong, perduli apa dia adalah putrinya Pak Thian Coen cu atau iblis dari selatan,
yang pokok dewasa ini kita kuatirkan keselamatan Siauw Ling. Asal dia berhasil
menyembuhkan luka dari diri Siauw Ling itu yang cukup parah.”
“Benar ucapan loocianpwee tepat sekali.”
Sementara itu Siauw Ling yang berbaring diatas pembaringan mendadak menggerakkan
lengannya sambil berseru, “Aduuuh…. dingin…. dingin sekali!” seraya menggeliat ia
bangun duduk.
“Saudara Siauw, kau sembuh bukan?” teriaknya Soen Put shia kegirangan.
Dibawah sorotan cahaya lampu tampak wajah Siauw Ling masih kelihatan pucat pias
bagaikan mayat, sepasang matanya sayu tak bersinar. Ketika mendengar teguran tersebut
ia berpaling dan memandang sekejap kearah pengemis tua itu.
“Boanpwee sudah rada baikan….” sinar matanya beralih keatas wajah Boe Wie
Tootiang lalu menambahkan, “Terima kasih atas budi pertolongan dari tootiang!”

Meski badannya belum sembuh seratus persen, namun kesadarannya telah pulih
kembali seperti sedia kala.
“Bukan aku yang menolong kau adalah nona ini yang telah menyembuhkan
penyakitmu” baru Boe Wie Tootiang berseru.
Siauw Ling segera berpaling dan memandang sekejap kearah gadis yang berdiri
dihadapannya.
“Siapakah nona? cayhe dengan dirimu tidak pernah saling mengenal, mengapa kau
datang kemari untuk menolong diriku.”
Semula Boe Wie Tootiang mengira gadis ini adalah putri dari Pak thian Coen cu cuma
dikarenakan ia tak suka menerangkan nama yang sebenarnya maka gadis itu tetap
mengaku sebagai Liok Kian thay. Tapi setelah menyaksikan Siauw Ling sendiri yang tidak
kenal, ia baru tahu bahwa gadis itu benar-benar datang dengan menyaru, suatu igatan
berkelebat dalam benaknya, sembari diam-diam mengepos tenaga, lambat-lambat ia
mendekati pembaringan Siauw Ling.
“Siauw thayhiap” serunya. “Perhatikanlah dengan seksama, nona ini adalah putri
kesayangan dari Pak thian Coen cu!”
Dengan pandangan tajam Siauw Ling memperhatikan wajah gadis itu, lama sekali ia
baru menggeleng.
“Bukan, dia bukan putri kesayangan dari Pak thian Coen cu!”
Tidak menanti gadis itu membantah, buru-buru Boe Wie Tootiang menyambung
kembali, “Dia bernama Liok Kian thay!”
“Waah…. waah…. semakin tidak benar lagi. Putri Pak thian Coen cu bernama Pek li
Peng sejak kapan ia ganti she jadi she Liok?”
Pada saat itulah Boe Wie Tootiang telah berada disisi Liok Kian thay, tiba-tiba ia ayun
tangannya mencengkeram jalan darah diatas pembaringan kanan gadis she Liok itu
kemudian tegurnya, “Siapakah nona? apa maksudmu menyaru sebagai putri kesayangan
dari Pak thian Coen cu?”
Liok Kian thay sama sekali tak kelihatan gentar, dengan tenang ia tersenyum.
“Lepaskan diriku!” katanya.
“Silahkan nona mundur lima langkah, pinto akan segera lepaska diri nona!”
“Apakah tootiang takut aku melukai dirinya?” jengek Liok Kian thay sambil memandang
sekejap wajah Siauw Ling.
“Tidak salah. Jarak antara nona dengan Siauw thayhiap terlalu dekat. Seandainya kau
turun tangan secara mendadak, pinto tidak akan sempat turun tangan menolong.”

“Seandainya aku hendak mencelakai jiwanya tidak nanti aku datang kemari untuk
menyembuhkan lukanya.”
“meskipun ucapan nona tidak salah, tapi sebelum asal usul nona dibikin terang sungguh
membuat hati kita jadi ragu. Lebih baik mundurlah lima langkah kebelakang.”
Liok Kian thay dipaksa apa boleh buat, terpaksa ia mundur lima tindak.
“sekarang kau boleh lepaskan diriku?”
Boe Wie Tootiang menurut dan benar-benar lepaskan cengkeramannya pada
pergelangan tangan kanan Liok Kian thay.
“Walaupun nona datang kemari pakai nama palsu, tapi pinto tetap merasa berterima
kasih sekali atas budi pertolonganmu terhadap diri Siauw thayhiap.”
Luas ruangan itu tak seberapa, setelah Liok Kian thay mundur lima tindak kebelakang
maka ia telah berada didepan pintu.
“Siauw siangkong, benarkah kau tidak kenal dengan budak?” ia menegur.
Kembali Siauw Ling menatap wajah gadis she Liok itu tajam-tajam, lama sekali kembali
ia menggeleng.
“Tidak kenal!”
“Siauw siangkong tentu kenal sama enci Hiang Soat bukan?”
“Kenal, dia adalah dayang kepercayaan dari nona Pek li, cahye pernah beberapa kali
berjumpa dengan dirinya.”
“Secara diam-diam Hiang Soat dengan mengikuti nona telah pergi mencari jejak
siangkong sebetulnya budakpun ingin ikut tapi nona paksa aku untuk tetap tinggal disisi
looya sekalian mencari berita tentang dirimu. Rupanya dalam hati nona telah tahu,
kepergiannya mencari diri siangkong pasti akan menggusarkan hati looya, maka sebelum
berangkat nona telah serahkan dua botol obat mujarab bikinan looya sendiri kepada
budak, agar setiap saat budak dapat menggunakan obat tersebut untuk menolong napas
panjang.”
“Nona pernah berpesan kepada budak untuk perhatikan gerak gerik looya, seandainya
ia berhasil temukan diri Siauw siangkong dan melukai dirimu, maka nona perintahkan
budak untuk datang mengantarkan obat pemusnah.”
“Dari mana nona bisa tahu kalau cayhe terluka?”
“Tengah hari tadi pasukan pengawal istana es berhasil menawan seorang wanita yang
bernama Kiem Hoa Hujien, katanya ia hendak mencuri pil bikinan looya, budak mendengar
kabar itu segera teringat akan diri siangkong, maka aku segera pergi menanyakan
persoalan ini kepada Kiem Hoa Hujien ini….”

“Mula-mula ia tak mau bicara” dayang itu melanjutkan. “Ketika kentongan pertama
telah tiba dan aku menengok dirinya lagi. ia baru suka menceritakan kisah untuk
menolong dirimu. Tentu saja budak jadi sangat terperanjat, sungguh tak nyana pesan
nona sebelum pergi kini jadi kenyataan….”
“Oouw kiranya begitu, sungguh tak nyana kejadian ini bisa berlangsung begini!”
“Budak lantas bertanya kepadanya, sekarang siangkong ada dimana?” terdengar Liok
Kian thay menyambung.
“Kiem Hoa Hujien tentu beritahu kepadamu bukan?” Boe Wie Tootiang menyela.
“Sedikitpun tidak salah!”
“Setelah diberitahu, mengapa nona tidak langsung datang kemari?”
“Baru saja Kiem Hoa Hujien bicara sampai tengah jalan, kebetulan majikan kami utus
orang untuk memeriksa dirinya, maka terpaksa budak harus menyembunyikan diri.”
Ia menghembuskan napas panjang dan melanjutkan, “Waktu itu tengah malam sudah
lewat, budak tak bisa menunggu sampai dia kembali lagi, maka terpaksa aku ikuti arah
yang diberitahukan kepadaku untuk mencari sendiri. Siapa sangka aku tak berhasil
menemukan diri siangkong saking cemasnya lalu budak meneriakkan nama siangkong.”
Ia sapu sekejap wajah Boe Wie Tootiang. “Tootiang ini munculkan diri dan paksa aku
sebutkan namaku. Berhubung situasi yang memaksa maka apa boleh buat, terpaksa aku
menyaru jadi nona.”
“Lok Kian thay apakah namamu yang sebenarnya?”
“Budak bernama Kian thay, Liok memang she budak yang sebenarnya!”
“Ada orang datang!” tiba-tiba Soen Put shia berseru sambil memadamkan lilin.
Terdengar ujung baju tersampok angin bergema diluar ruangan, rupanya ada
seseorang sedang meloncati pagar tembok.
Diam-diam pengemis tua itu menghimpun tenaga dalamnya mempersiapkan diri. Belum
sempat ia membentak terdengar suara seorang perempuan berkumandang datang,
“Bagaimana keadaan luka Siauw Ling? apakah ada perubahan?”
“Aaah Kiem Hoa Hujien telah datang” ujar Boe Wie Tootiang sambil cepat-cepat
membuka pintu.
Tampaknya Kiem Hoa Hujien dengan sepasang tangan menekan dada serta
lambungnya perlahan-lahan berjalan masuk.
Soen Put shia segera memasang lampu tampaklah Kiem Hoa Hujien sambil menggigit
bibir menahan sakit. rambut urap-urapan tidak karuan melangkah masuk dengan gerakan
yang sangat berat. jelas ia sudah menderita luka yang amat parah.

Tampaklah Kiem Hoa Hujien angkat kepalanya memandang sekejap Liok Kian thay
yang berada didepan pembaringan Siauw Ling, lalu berseru, “Oouw…. kau sudah tiba
disini?”
Liok Kian thay mengangguk, belum sempat ia menyahut Kiem Hoa Hujien sudah tak
sanggup berdiri lagi, ia jatuh tertunduk keatas tanah.
Buru-buru Liok Kian thay memburu kemuka dan memayang bangun tubuh perempuan
itu.
“Parahkah lukamu?”
“Ehm, sudah kau berikan obat penawar itu kepadanya?”
“Obat itu sudah ia telan, keadaannya berangsur mulai membaik!”
“Oouw…. nona Kian thay, terima kasih atas pertolonganmu! seandainya aku harus
mengejar sendiri kemari, mungkin kedatanganku sudah terlambat!”
“Hujien! bagaimana keadaan lukamu?” dengan rasa haru Siauw Ling bangun berdiri dan
turun dari pembaringan.
“Tidak mengapa, aku tidak bakal mati….” diiringi tertawa getir yang mengenaskan, tibatiba
ia muntah darah segar.
Liok Kian thay segera ambil keluar sapu tangan membersihkan nona darah yang ada
diujung bibir Kiem Hoa Hujien.
“Kau terluka ditangan looya kami?” tanyanya lirih.
“Bukan….”
“Nona Liok! luka dalam yang ia derita parah sekali, jangan terlalu banyak berbicara,
lebih baik jangan ditanya dulu!” buru-buru Boe Wie Tootiang memperingatkan.
Dari dalam sakunya ia ambil keluar sebuah botol porselen dan ambil keluar dua butir
pil, sambungnya, “Nona Liok, tolong berikan kedua butir pil ini kepadanya!”
Dengan cepat Liok Kian thay menerima pil tadi, tapi sebelum ia masukkan obat itu
kedalam mulut Kiem Hoa Hujien, perempuan berhati baja ini sudah menyambut sendiri pil
tadi dimasukkan kedalam mulut dan ditelan.
“Cuma menelan dua butir pil saja, aku masih belum membutuhkan pelayanan orang
lain” katanya sambil tertawa.
“Hujien! berkat obat penawar yang dihantar nona Liok kepadaku, keadaan lukaku
sudah berangsur mulai sembuh, bagaimana kalau Hujien naik keatas pembaringan dan
beristirahat sejenak?”

Meski sedang menderita luka parah, namun kekerasan hatinya masih seperti keadaan
semula, ia tersenyum dan menyela, “Orang lain menyebut aku sebagai Kiem Hoa Hujien,
apakah kaupun menyebut aku dengan panggilan itu juga?”
“Lalu apa harus memanggil dengan panggilan apa?”
“Panggil saja aku enci, bukankah selama ini aku selalu memanggil kau dengan saudara
cilik?”
Siauw Ling termenung sejenak, akhirnya ia mengangguk.
“Baiklah! cici, bagaimana kalau kau beristirahat sejenak diatas pembaringan?”
Kiem Hoa Hujien tersenyum dan bangun berdiri, tubuhnya sempoyongan seolah-olah
hendak roboh keatas tanah. Buru-buru Liok Kian thay datang memayang namun bantuan
dayang itu dengan cepat ditampik, dengan langkah masih terhoyong-hoyong ia hampiri
pembaringan dan duduk bersila disana.
Siauw Ling yang menyaksikan keadaan Kiem Hoa Hujien, dimana perempuan itu
dengan pertaruhkan nyawanya telah mengusahakan obat penawar baginya sehingga
menderita luka parah, dalam hati merasa sangat tidak tenang, dihampirinya perempuan
itu lalu berkata, “Cici, Boe Wie Tootiang sangat lihay dalam ilmu pertabiban. Bagaimana
kalau aku mintakan pertolongannya untuk memeriksa kedalam luka cici??”
Ia mengerti kekerasan hati Kiem Hoa Hujien, maka untuk menjaga agar Boe Wie
Tootiang tidak ditolak mentah-mentah dalam memeriksakan nadinya nanti, tak bertanya
lebih dahulu.
“Tak usah” Kiem Hoa Hujien segera menggeleng. “Bagaimana keadaan lukaku, didalam
hati aku mengerti dengan jelas, asal beristirahat semalam saja kekuatanku akan pulih
kembali seperti sedia kala.”
Bibir Boe Wie Tootiang bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu, namun akhirnya
batlkan niat tersebut.
Semula Soen Put shia mempunyai perasaan antipatik terhadap perempuan dari wilayah
Biauw ini, tapi sekarang pandangannya telah berubah, ia mendehem perlahan lalu
berkata, “Ilmu pertabiban yang dimiliki Boe Wie Tootiang meski belum dapat menandingi
kepandaian siraja obat keji, namun diapun termasuk tabib sakti dalam dunia persilatan
dewasa ini. Nona! mengapa kau berkeras kepala dan tidak membiarkan ia periksakan
nadimu??”
“Ucapan Soen loocianpwee sedikitpun tidak salah” Siauw Ling menyambung dari
samping. “Cici,,ebih baik biarkanlah Boe Wie Tootiang memeriksa denyut nadimu.”
“Benarkah kau takut aku mati?”
“Untuk menolong jiwa Siauw Ling, cici telah menderita luka dalam yang begitu parah
peristiwa ini membuat aku Siauw Ling merasa amat tidak tentram.”

“Baiklah, agar hatimu jadi tenang aku akan merepotkan sebentar diri tootiang?”
Perlahan-lahan Boe Wie Tootiang berjalan menghampiri perempuan itu, jari telunjuk
dan jari tengahnya ditempelkan keatas nadi sebelah kiri lama sekali ia baru berkata, “Luka
yang nona derita seharusnya tidak begitu parah, tapi dikarenakan setelah kau terluka lalu
tidak baik-baik bersemedi dan harus melakukan perjalanan cepat pula, maka keadaan luka
yang ringan itu jadi parah sekali.”
“Ehmmm, sungguh hebat permainanmu!” puji Kiem Hoa Hujien sambil tersenyum.
“Apakah masih ada harapan untuk ditolongnya?” Siauw Ling menyela.
“Pada saat ini darahnya sudah menyerang isi perut, untuk menjadi baik kembali seperti
sedia kala nona harus banyak beristirahat.”
“Berapa lama harus dibutuhkan untuk menyembuhkan lukaku itu? sebab aku tak bisa
terlalu lama berada disini.”
“Paling banyak tujuh hari, dan paling sedikit lima.”
“Ah, tidak bisa, lebih baik tak usah diperiksa lagi. Besok tengah hari aku sudah harus
tinggalkan tempat ini.”
“Bukannya pinto sengaja menakut-nakuti dirimu, apabila nona tidak beristirahat
sebagaimana mestinya bahkan hendak melakukan perjalanan lagi, maka keadaan lukamu
akan berubah makin parah. Kalau sampai jadi begini keadaannya sekalipun Hoa Tuo hidup
kembalipun belum tentu bisa menolong jiwa nona!”
Kiem Hoa Hujien tersenyum.
“Sebaliknya kalau aku tetap tinggal disini lima hari sekalipun tabib sakti paling
kenamaan yang ada dikolong langit dewasa ini kau kumpulkan semua disinipun belum
tentu bisa menolong jiwaku.”
Ia berhenti sejenak untuk ganti napas lalu tambahnya, “Justru karena aku ingin hidup
beberapa waktu lagi, maka terpaksa aku harus buru-buru tinggalkan tempat ini.”
“Mengapa?” tanya Siauw Ling heran.
“Kau pingin tahu?”
“Sedikitpun tidak salah!”
“Urusan telah jadi begini, tiada halangan kuberitahukan kepadamu, Shen Bok Hong
telah meracuni tubuhku secara diam-diam setiap sepuluh hari aku harus mendapatkan
sebutir pil pemusnahnya untuk memperpanjang waktu bekerjanya racun tersebut, tiga
hari kemudian adalah saat aku mendapatkan obat penawar itu sebab kalau tidak racun itu
akan mulai bekerja dan nyawaku pasti melayang!”
“Sudah terjadi peristiwa semacam ini?”

“Kau anggap aku sedang membohongi dirimu? jangan dibilang aku, setiap orang
penting yang ada didalam perkampungan Pek Hoa San cung sebagian besar keadaannya
tak berbeda dengan diriku. Semakin lihay ilmu silat yang dimiliki semakin lihay pula racun
yang dicekokkan kedalam tubuhnya. Menurut berita yang kudengar katanya obat racun itu
adalah karya siraja obat bertangan keji, lihaynya luar biasa.
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil : Rahasia Istana Terlarang 3 [Serial Kunci Wasiat] dan anda bisa menemukan artikel Cersil : Rahasia Istana Terlarang 3 [Serial Kunci Wasiat] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-rahasia-istana-terlarang-3.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil : Rahasia Istana Terlarang 3 [Serial Kunci Wasiat] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil : Rahasia Istana Terlarang 3 [Serial Kunci Wasiat] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil : Rahasia Istana Terlarang 3 [Serial Kunci Wasiat] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/cersil-rahasia-istana-terlarang-3.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar