mau berlutut dengan sangat hormat tanpa bergerak di depan goa
tempat kediamannya itu"
"Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu sudah berlutut sangat
lama sekali di sana?" tanya Wi Lian In kembali.
"Coba kau lihat di atas punggung orang itu sudah terdapat
dedaunan kering yang amat banyak sedang saat ini di atas puncak
sama sekali tidak ada angin, ranting-ranting pohon pun tidak
bergoyang maka aku menduga orang itu tentu sudah berlutut
sangat lama sekali"
Dengan perlahan Wi Lian In menganggukkan kepalanya.
"Jikalau orang itu memang datang untuk mengangkat dia sebagai
guru, maka si Kay Kong Beng ini memang sedikit pun tidak punya
perasaan-"
Mendengar perkataan dari Wi Lian In ini sekali lagi Ti Then
tertawa dingini
"Kecuali dia disebut sebagai si kakek pemalas yang kerjanya
hanya duduk melulu, dia pun memiliki sebuah hati yang amat keras
bagaika baja"
"Bilamana dia tidak ingin menerima orang itu sebagai muridnya,
kenapa tidak mau terus terang saja beritahu kepadanya, sebaliknya
menyuruh orang itu berlutut dalam waktu yang amat panjang?"
"Dahulu aku juga pernah datang ke sini mohon dia menerima
diriku sebagai muridnya, dia sepatah kata-kata pun tidak bilang,
hanya pejamkan matanya terus sambil duduk tidak bergerak, Hmm.
."
"Ooh. ." seru Wi Lian In sambil pentangkan matanya lebar-lebar.
"Kau. . kau juga pernah mohon mengangkat dia sebagai gurumu??"
"Benar" sahutnya Tt Then mengangguk.
"Hal ini benar terjadi kapan??"
"Dahulu. ."
"Sebelum belajar ilmu dari Bu Beng Lojin?"
"Ehmm" Ti Then tidak membuka mulutnya kembali, dia tidak
ingin membicarakan peristiwa yang sudah terjadi waktu yang
lampau, karena bilamana harus menceriterakan urusan yang sudah
lalu maka dia akan menemui kesulitan di dalam menceriterakan asal
usulnya itu.
Wi Lian In yang melihat dia tidak mau memberi penjelasan
sejelas-jelasnya segera mengira dia tidak ingin mengingat kembali
peristiwa yang menyedihkan hatinya, karena itu dia pun tidak terlalu
mendesak. sambil menarik ujung bajunya dia berkata: "Bagaimana
kalau kita lihat-lihat di sana?"
"Baik, jika orang itu benar-benar ingin menganggap Kay Kong
Beng sebagai guru, lebih baik cepat-cepat kita nasehatkan padanya
untuk menghilangkan pikiran ini."
Sambil berkata dia segera mulai berjalan menuju ke gua
tersebut.
Kurang lebih setelah mereka berjalan delapan sembilan kaki dari
dimana pemuda itu berlutut, dari sana sudah dapat melihat si kakek
pemalas Kay Kong Beng yang ada dalam gua.
selang pada saat ini mendadak si kakek pemalas Kay Kong Beng
mementangkan matanya lebar-lebar, ujarnya dengan dingin.. "Kau
belum pergi?"
Usianya kurang lebih sudah mendekati sembilan puluh tahunan,
rambut serta jenggotnya sudah memutih bagaikan perak. Wajahnya
kaku dan sangat berwibawa disertai sifatnya yang dingin kaku. Pada
badannya dia memakai jubah tipis berwarna hijau, mungkin karena
sudah terlalu lama duduk di sana seluruh tubuhnya penuh dengan
debu sehingga keadaannya mirip sekali dengan seorang pengemis.
Pemuda yang berlutut di depan gua ketika mendengar si kakek
pemalas Kay Kong Beng membuka mulutnya terlihatlah seluruh
tubuhnya tergetar dengan amat keras. segera dengan nada
merengek ujarnya.
"Hamba mohon kau orang tua mau terima aku sebagai murid,
sejak ini hari walau pun di suruh menjadi anying atau kuda sebagai
pembalasan jasa hamba juga mau"
Ternyata tidak salah, dia memang datang untuk mohon diterima
sebagai murid.
Tanpa terasa Ti Then mau pun wi Lian In bersama-sama
menghentikan langkah kakinya, ketika mereka mendengar kalau si
kakek pemalas Kay Kong Beng membuka mulut, hal ini berarti juga
pemuda itu mem punyai harapan, karenanya tidak ingin maju untuk
mengganggu.
Tampak si kakek pemalas Kay Kong Beng mengerutkan alisnya
yang sudah memutih, ujarnya dengan suara amat berat.
"Sekali pun kau berlutut seratus tahun lagi juga tidak berguna,
Lohu sejak dulu sudah ambil sumpah tidak akan menerima murid
lagi."
Pemuda itu menganggukkan kepalanya berulang kali, dengan
nada memohon ujarnya lagi:
"Hamba mem punyai dendam berdarah yang harus dibalas,
bilamana kau orang tua tidak mau menerima hamba sebagai murid
berarti hamba tidak mem punyai kesempatan lagi untuk membalas
dendam sakit hati ini. ."
"Soal ini tidak ada hubungannya dengan lohu" jawab si kakek
pemalas itu dengan suara amat dingin.
Hampir-hampir pemuda itu dibuat menangis karena cemasnya,
dengan nada isak tangis yang ditahan-tahan mohonnya lagi.
" Hamba mohon kau orang tua mau berbuat baik, asalkan kau
orang tua tidak mau terima aku sebagai murid. lebih . . lebih baik
hamba mati. . mati. . di sini saja."
"Hmmm, setiap orang yang mohon Lohu terima dia sebagai
murid tentu bilang punya dendam sakit hati yang harus dibalas,
Lohu telah bosan terhadap omongan itu"
Pemuda itu tidak bisa menahan isak tangisnya lagi, dengan
melelehkan air matanya, rengeknya lagi.
"Setiap perkataan yang hamba katakan adalah nyata,jlkalau kau
orang tua tidak percaya boleh. . boleh pergi menyelidiki sendiri"
"Tidak perlu periksa lagi" Potong si kakek pemalas cepat "Lohu
sama sekali tidak akan percaya kalau Wi Ci To bisa melakukan
pekerjaan yang merugikan orang banyak ini"
Ketika Wi Lian In mendengar bahwa persoalan ini menyangkut
ayahnya tanpa terasa tubuhnya tergetar keras, segera dia siap maju
ke depan untuk menanyai lebih jelas lagi. Ti Then yang melihat
tindak tanduknya ini dengan cepat-cepat mencegah dirinya, ujarnya
setengah berbisik,
"Jangan keburu napsu, kita dengar lagi apa yang akan dikatakan-
"
Agaknya pemuda itu masih tidak merasakan Ti Then serta Wi
Lian In sudah ada di sampingnya, dengan perasaan yang bergolak
dia angkat tangannya bersumpah.
"Bilamana perkataan dari hamba ada sepatah yang bohong,
biarlah Thian memberikan kematian yang mengerikan kepadaku, Wi
Ci To bajingan tua itu memang benar-benar sudah membunuh mati
ayah ibuku bahkan sudah merampas pusaka keturunanku pedang
pusaka Khang Lu Po Kiam."
-0000000-
Ada saat berbicara dia angkat kepalanya, dengan demikian Ti
Then serta Wi Lian In bisa melihat bagian dari wajahnya, begitu
mereka bisa melihat wajahnya tanpa terasa lagi mereka berdua
menjerit kaget.
Dialah sinaga mega Hong Mong Ling adanya.
Ternyata dia sudah lari ke atas gunung Kim Teng san untuk
omong sembarangan di hadapan sikakek pemalas Kay Kong Beng.
Wi Lian In merasa terkejut, gusar juga girang dia mana bisa
bersabar lebih lama lagi, sambil membentak nyaring dengan cepat
tangannya mencabut keluar pedangnya dan menubruk kearahnya.
Hong Mong Ling yang mendengar secara tiba-tiba dari belakang
badannya muncul suara bentakan nyaring dengan cepat dia
menoleh ke belakang, tetapi begitu dilihatnya mereka adalah Wi
Lian In serta Ti Then saking terkejutnya dia menjerit keras, hampir-
hampir sukmanya ikut melayang saking takutnya, sambil menjerit
ngeri dia melayang dan melarikan diri menuju ke samping kanan
dari gua tersebut.
"Bangsat kau mau lari kemana". Bentak Wi Lian In dengan amat
gusar. Tubuhnya dengan cepat menubruk melakukan pengejaran
dengan amat cepatnya.
Ti Then pun ikut menyusul dari belakang, tubuhnya bagaikan
seekor kuda terbang, di dalam sekejap mata saja sudah melampaui
diri Wi Lian In dan berada kurang lebih empat kaki di belakang
Hong Mong Ling. Tetapi pada saat itulah Hong Mong Ling sudah
berada di pinggiran puncak. dengan gugupnya dia tanpa memilih
jalan lagi sudah meloncat turun dari atas puncak tersebut.
Ti Then yang tidak tahu keadaan dari
puncak itu ketika
dilihatnya dia meloncat turun dia pun ikut meloncat juga.
Tetapi begitu dia sudah meloncat turun segera terlihatlah
keadaan dari puncak itu tanpa terasa dia sudah menarik napas
dingin, diam-diam pikirnya dtngan perasaan terkejut. "Bangsat cilik
kau sungguh-sungguh tidak ingin nyawamu lagi"
Kiranya di bawah puncak itu adalah sebuah tebing yang amat
curam. jaraknya dengan punggung puncak itu ada dua puluh kaki
lebih, sedang ditengahnya sama sekali tidak terdapat pohon yang
bisa menghambat daya luncur tersebut, karenanya bila meloncat
turun dari sana berarti juga melakukan bunuh diri.
Sedang keadaan dari Hong Mong Ling saat ini seperti juga
sebuah bintang yang rontok dengan cepatnya meluncur terus
kearah bawah.
Ti Then yang berada di dalam keadaan terkejut itu tiba-tiba
melihat tubuh Hong Mong Ling yang meluncur dengan cepatnya ke
bawah itu mendadak mencabut keluar pedangnya. pada saat dia
berhasil mencabut keluar pedangnya itulah tubuhnya sudah berada
kurang lebih satu kaki dari permukaan tanah. "Triing. . "
Terdengar suara ujung pedang yang mengenai tanah kemudian
disusul dengan suara benturan yang amat keras, seluruh tubuh
Hong Mong Ling dengan amat beratnya terlempar jatuh ke atas
permukaan tanah.
Mungkin karena dia menggunakan pedangnya terlebih dulu untuk
menyentuh tanah sehingga bisa membuang sebagian besar dari
daya tekanan itu, karena itulah dia tidak sampai menjadi terluka
parah setelah jatuh terlentang beberapa saat lamanya dia segera
berguling dan bangun kembali untuk kembali melarikan diri ke
bawah puncak.
Ti Then pun segera ikut menggunakan caranya itu, pedangnya
dengan cepat dicabut keluar kemudian dengan gaya menusuk
menutul permukaan tanah dan membuang sebagian dari tenaga dan
dengan gesitnya dia berguling ke samping.
Ketika memandang kembali terlihatlah saat itu Hong Mong Ling
sudah berada kurang lebih beberapa kaki jauhnya dari tempat
dimana kini dia berada dikarenakan tempat selanjutnya tumbuh
dengan rapatnya pohon-pohon maka dengan enaknya dia bisa
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk melarikan diri.
Wi Lian In yang berdiri diujung puncak tidak berani langsung
meloncat turun dengan cepat teriaknya.
" Cepat kejar.. cepat kejar jangan sampai dia lolos kembali."
Dengan cepat Ti Then melayangkan tubuhnya ke tengah udara,
kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat mengejar kearah depan.
Agaknya Hong Mong Ling sudah ambil keputusan biar pun dirinya
mati juga tidak ingin sampai ditawan kembali oleh Ti Then tampak
dengan nekatnya dia terus terjun ke bawah puncak.
Ti Then dengan kencangnya mengejar terus dari belakang, satu
rintangan demi satu rintangan bisa dilaluinya dengan selamat.
Di dalam sekejap mata mereka berdua sudah tiba di kaki gunung,
Hong Mong Ling yang pertama-tama mencapai permukaan tanah
tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju kearah hutan rimba
yang agak lebat di samping tempat itu.
Begitu tiba di atas tanah datar kecepatan larinya Ti Then pun
semakin lipat ganda, tampak di dalam satu dua kali loncatan saja
dia sudah berada kurang lebih beberapa kaki di belakangnya.
Agaknya Hong Mong Ling sudah tahu kalau dia tidak mungkin
berhasil lolos dari kejarannya, mendadak tubuhnya berputar sedang
pedangnya dengan amat dahsyat melancarkan satu serangan
mematikan kearah belakang.
Ti Then dengan cepat angkat pedangnya menangkis kemudian
disusul dengan tiga serangan berantai melanda tubuhnya, di dalam
sekejap saja sudah membuat Hong Mong Ling menjadi kalang kabut
dibuatnya.
Dengan paksakan diri Hong Mong Ling berhasil juga meloloskan
diri dari beberapa serangan itu, agaknya dia tahu dirinya sudah
terjepit mendadak tertawa sedih.
“Ti Then, kau sudah rebut calon istriku kini mau bunuh aku lagi,
dimana letaknya hati nalurimu??
“Sebetulnya aku tidak punya maksud untuk membunuh kau,
tetapi hatimu terlalu jahat,.”
“Aku hanya ingin mengangkat si kakek pemalas sebagai suhuku,
sama sekali tidak mengandung maksud lain”
“Kalau begitu kenapa tadi kau bilang Wi Ci To sudah bunuh mati
ayah ibumu bahkan sudah merebut barang pusaka turun
temurunmu?”
Hong Mong Ling menjadi kelabakan dibuatnya.
“Itu...itu salahku bicara terlalu cepat, jikalau kali ini kau mau
melepaskan aku, aku bersumpah akan mengubah sifatku yang jelek
ini.”
Dengan meminyam kesempatan sewaktu mereka sedang
berbicara itulah Ti Then dengan cepat menempelkan ujung
pedangnya ke depan ulu hatinya kemudian memaksa dia mepet
dengan pohon, bentaknya.
“ Lepaskan padangmu. “
Hong Mong Ling menurut perintahnya dan melepaskan
pedangnya ke atas tanah, ujarnya sambil tertawa pahit :
“Bilamana kau bunuh mati aku mungkin selama hidupmu akan
merasa menyesal, “
Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya.
“Sekarang aku mau tanya satu urnsan kepadamu, jika kau bisa
memberikan jawaban yang memuaskan hati aku segera melepaskan
satu jalan kehidupan buat dirimu.”
Hong Mong Ling menjadi amat girang, “Baik, silahkan bertanya.”
“Apa tujuan dari Hu Pocu bersekongkol dengan kau untuk
menculik pergi nona Wi?”
“Dia menaruh simpatik kepadaku”
Alis dari Ti Then segera dikerutkan rapat-rapat, ujarnya sambil
tertawa dingin.
“Nona Wi dengan cepat akan sampai di sini, jikalau dia sudah
sampai di sini aku tidak bisa membantu kau lagi, makanya cepat kau
katakan terus terang.”
Hong Mong Ling dibuat ragu-ragu beberapa saat lamanya,
akhirnya jawabnya juga.
“Baiklah, urusan yang sebetulnya adalah begini, ada orang yang
melakukan jual beli dengan Hu Pocu dan sanggup memberi dia
selaksa tahil perak sebagai balas jasanya, syaratnya adalah
mintakan sebuah barang dari dalam Loteng penyimpan kitabnya..”
“Siapa orang itu?” desak Ti Then lebih lanjut.
“Dia adalah .....”
“Plaak...” mendadak keningnya terpukul oleh semacam senyata
rahasia sehingga darah segar memancar keluar membasahi empat
penjuru.
Sebuah batu cadas dengan amat tepatnya bersarang
dikeningnya, dikarenakan tenaga sambitan yang amat keras dan
kuat membuat batu itu seketika itu juga bersarang amat dalam di
dalam kepalanya itu, darah segar memancar keluar dengan amat
derasnya.
Ti Then menjadi amat terperanyat dengan cepat dia putar
pedangnya melindungi badan bentaknya dengan keras.
“Kawanan tikus dari
menggelinding keluar. “
mana
yang
sudah
datang,
cepat
Batu itu berkelebat dari belakang tubuhnya karena itu segera dia
memutar tubuhnya ke belakang, dengan kepandaiannya sekarang
serta kecepatan geraknya boleh di kata waktu antara dia putar
badannya serta Hong Mong Ling terkena sambaran batu itu hanya
terpaut tidak lebih sekejap mata saja, tetapi walau pun dia sudah
putar matanya memandang keempat penjuru jangan dikata
orangnya sekali pun bayangannya juga tidak tampak.
Ti Then merasa terkejut bercampur gusar baru saja dia siap
hendak melakukan pengejaran mendadak dari kaki puncak sebelah
depannya muncul dua sosok bayangan manusia..si kakek pemalas
Kay Kong Beng serta Wi Lian In, segera tanyanya.
“Nona Wi, kau melihat tidak seorang melarikan diri dari tempat
ini?”
Sambil lari mendekat sahutnya Wi Lian In cepat.
“Tidak, apa dia berhasil melarikan diri ?”
“Yang aku maksudkan bukan Hong Mong Ling” jawab Ti Then
semakin bingung.
“Dia adalah orang yang lain dan baru saja menyambit senyata
rahasia membunuh mati Hong Mong Ling.”
Air muka Wi Lian In segera berubah amat hebat,
“Ada urusan apa? . , . siapa orang itu ?” tanyanya dengan amat
terperanyatat.
“Karena aku tidak melihat dia baru bertanya dengan dirimu,
ketika aku putar tubuhku orang itu sudah melarikan diri tanpa
bekas..”
Agaknya Wi Lian In benar-benar dibuat terperanyat, tanyanya
kepada si kakek pemalas Kay Kong Beng yang berdiri disisinya:
“Kay Lodianpwe, kau melihat tidak?”
“Tidak.” Jawab sikakek pemalas Kay Kong Beng sambil gelengkan
kepalanya. “Lohu selama ini ikut kau turun kemari, kau tidak melihat
sudah tentu Lohu juga tidak melihatnya.”
Waktu berbicara air mukanya masih tetap dingin kaku dan sangat
tawar, agaknya semua urusan tidak ada hubungannya dengan dia.
“Bajingan. Aku harus cari orang sampai dapat...” seru Ti Then
dengan amat gusarnya.
Sambil berkata tubuhnya dengan cepat berkelebat mengejar
kearah depan.
Dia memastikan orang itu tentu orang yang mengadakan jual beli
dengan Hu Pocu, pihak lawan sengaja turun tangan membunuh
mati Hong Mong Ling tentu bertujuan untuk menutup mulutnya,
karena itulah dia sudah bulatkan tekad untuk mencari hingga dapat
orang yang melakukan pemibunuhan itu.
Wi Lian In ketika melihat Ti Then melakukan pengejaran segera
ujarnya kepada sikakek pemalas Kay Kong Beng.
“Kay Lo-cianpwe, kau bisa bantu kami untuk carikan orang itu ?”
Si Kakek pemalas Kay Kong Beng tetap berdiri ditempat semula.
“Lohu tidak ingin terlibat di dalam urusan yang tidak berguna,
kalian pergilah cari sendiri” ujarnya dengan amat tawar.
Wi Lian In tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa dia mendepakkan
kakinya keras-keras ke atas tanah kemudian mengejar dengan
mengambil arah yang berlainan.
Menanti setelah mereka berdua lenyap dari pandangan barulah
sikakek pemalas itu berjalan mendekati mayat Hong Mong Ling yang
sudah putus napas itu, lama sekali dia memandang wajahnya
kemudian baru menghela napas panjang.
“Hati bangsat cilik ini amat jahat, dia seharusnya binasa..”
ujarnya sambil gelengkan kepalanya.
Ti Then yang kerahkan tenaga dalamnya sepenuh tenaga
membuat larinya pun semakin cepat, bagaikan kilat cepatnya dia
melakukan pemeriksaan disekeliling hutan itu. sesudah dicarinya
ubek-ubekan selama setengah hari lamanya tetap tidak memperoleh
hasil, dia pun dengan uring-uringan terpaksa kembali ketempat
semula.
Sesampainya di sana tampaklah olehnya si kakek pemalas masih
berdiri di hadapan. mayat Hong Mong Ling, dia tidak berani berlaku
ayal dengan cepat maju ke depan memberi hormat, ujarnya,
“ Kay Lo-cianpwe apa masih ingat dengan cayhe ?
Dengan perlahan kulit mata si kakek pemalas bergerak melirik
sekejapkearahnya.
“Bukankah kau sipendekar baju hitam Ti Then yang pada tahun
lalu memohon Lohu menerima dirimu sebagai murid?” ujarnya
dengan nada amat tawar,
“Benar, urusan tahun yang lalu tidak usah kita ungkap lagi.“
Terlihat sikakek pemalas sedikit tersenjum.
“Jika dilihat dari gerakan tubuhmu tadi kelihatan sekali jauh tebih
hebat berpuluh-puluh kali lipat dari tahun yang lalu jagoan dari
mana yang sudah menggembleng dirimu ?”
“Maaf tidak bisa cayhe sebut”
Pada wajah sikakek pemalas Kay Kong Beng sedikit pun tidak
kelihatan perasaan tidak puasnya, dia tertawa terbahak-bahak.
“Kau bocah cilik apa masih menaruh perasaan marah kepada diri
Lohu?”
“Tidak.”
“Kalau begitu bagus sekali, bukannya Lohu tidak pandang dirimu
sebaliknya dikarenakan sejak dulu Lohu sudah angkat sumpah untuk
tidak menerima murid lagi.”
“Boanpwe sudah tahu kalau kau orang tua pada waktu yang
lampau pernah menerima satu murid kemudian dikarenakan
muridmu itu berbuat jahat dan durhaka maka di dalam keadaan
gusar kau orang bunuh mati muridmu itu kemudian bersumpah
untuk tidak menerima murid kembali, kau orang tua tidak mau
menarima murid kembali memang sangat beralasan sekali. “
“Benar.” jawab Sikakek pemalas Kay Kong Beng mengangguk.
“Makanya Lohu tidak ingin menerima murid kembali dan tidak ingin
membunuh mati muridku yang kedua ini.”
Ti Then dengan perlahan-lahan menoleh memandang keempat
penjuru.
“Nona Wi kemana?”
“Mengejar orang itu.”
Dengan perlahan Ti Then berjongkok di depan mayat dari Hong
Mong Ling dan memeriksanya dengan teliti luka pada bagian
kepalanya, ketika dilihatnya batu yang menyambar tersebut
bersarang sedalam satu cun tanpa terasa hatinya merasa berdesir
juga, ujarnya.
“Sungguh hebat tenaga dalam orang itu.”
Si kakek pemalas Kay Kong Bang hanya mengangguk saja tanpa
mengucapkan sepatah kata pun.
“Locianpwe sudah tahu orang itu?” tanya Ti Then lagi sambil
menuding kearah mayat Hong Mong Ling.
“Tadi sudah dengar dari nona Wi.”
“Locianpwe bisa percaya terhadap semua omongannya?”
“Jikalau dia mengatakan orang lain, Lohu mungkin masih mau
percaya, tetapi dia bilang Wi Ci To yang sudah membunuh mati
ayah ibunya hal ini Lohu tidak akan mempercayai,”
Ti Then menjadi amat girang.
“Itulah sangat bagus, padahal orang tuanya...” ,
Baru saja berbicara sampai di sini ranting-ranting di atas
kepalanya mendadak bergoyang, tampak dengan ringannya Wi Lian
In meloncat turun dari atas pohon itu.
“Kau menemukan sesuatu?... tanya Ti Then dengan cepat.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 18.1: Pembesar kota Cuo It Sian
"Tidak, setan pun tak kelihatan."
"Hmm" dengus Ti Then dengan amat gemasnya. "aku harus
berusaha cari dia sampai dapat, dia tak akan lolos dari tanganku"
"Sebetulnya tadi sudah terjadi urusan apa?" tanya Wi Lian In
perlahan.
Ti Then
tambahnya:
segera
menceritakan
pengalamannya
terakhir
"Di dalam pada saat ini orang yang bisa membayar uang
sebanyak satu laksa tahil perak tidak banyak jumlahnya, dengan
menurut titik terang itu pasti bisa kita dapatkan."
"Si anying langit rase bumi punya banyak uang, mereka juga
bisa melakukan" tiba-tiba si kakek pemalas menimbrung.
Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya.
"Pasti bukan perbuatan dari si anying rase bumi"
"Ooh . . ." seru si kakek pemalas.
"Dengan berdasarkan hal apa kau berani bicara begini."
"Karena sianying langit Kong sun Yau sudah binasa diujung
pedang boanpwe."
Tanpa terasa air muka si kakek pemalas sedikit berubah. "Kiranya
begitu" sahutnya perlahan.
"Kau sanggup membinasakan si anying langit Kong sun You
berarti juga kepandaian silatmu sudah mencapai tarap amat tinggi."
Ti Then tidak mau menyawab perkataannya itu, kepala Wi Lian
In ujarnya: "Bagaimana kalau kita kubur saja mayatnya."
Dengan pandangan gemas dan penuh diliputi kebencian Wi Lian
In melirik sekejap ke atas jenazah Hong Mong Ling.
"Bajingan ini sudah melupakan budinya Tia yang sudah
membesarkan dirinya, bahkan masih memfitnah dia orang tua
menghina dan mengatakan Tia sudah membinasakan ayah ibunya,
manusia yang berhati binatang semacam ini buat apa kita kuburkan
mayatnya??"
"Pokoknya dia sudah binasa, buat apa pikirkan persoalan itu
lagi??"
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.
"Kau mau kuburkan mayatnya, kuburlah sendiri aku tidak mau".
Terpaksa Ti Then mencabut pedangnya dan seorang diri
menggalikan sebuah liang untuk mengubur mayat Hong Mong Ling.
"Nona Wi, apakah ayahmu baik-baik saja ??" Tanya sikakek
pemalas kemudian kepads Wi Lian In.
Wi Lian In tidak berani kurang hormat, segera dia bungkukkan
badannya memberi hormat:
"Terima kasih atas perhatian cianpwe, Tia baik-baik saja""
"Ehmm. Lohu sudah ada dua tahun lamanya tidak bertemu
dengan ayahmu, bilamana kau bertemu dengan dia sampaikan
salam dari Lohu."
"Baiklah terima kasih atas perhatian cianpwe" Sekali lagi Wi Lian
In memberi hormat.
"Lohu mau kembali ke dalam goa, apa kalian mau duduk-duduk
sebentar di dalam goa?"
"Tidak perlu, tidak berani mengganggu ketenangan dari cianpwe"
jawab Wi Lian In dengan gugup.
Si kakek pemalas segera tersenyum, dengan cepat bagaikan kilat
dia putar tubuhnya dan berlalu dari sana.
Saat ini Ti Then sudah selesai mengubur mayatnya Hong Mong
Ling, sambil melemaskan otot-ototnya dia memandang bayangan si
kakek pemalas yang mulai melayang dengan cepatnya menuju ke
atas puncak, gumamnya seorang diri:
"Orang tua ini boleh dikatakan baik juga, boleh dikatakan jahat,
sungguh membuat orang menjadi bingung."
"Perduli bagaimana pun, asalkan dia tidak berbuat kejahatan
sudahlah cukup" Sambung Wi Lian In segera.
Dengan perlahan Ti Then membersihkan pedangnya kemudian
memasukkan kembali ke dalam sarungnya.
"Tadi bagaimana dia mau ikut kau datang kemari?" tanyanya
kemudian.
"Ketika dia mendengar aku adalah putrinya dari Pek Kiam Pocu
sikapnya segera berubah, dia bilang dia tidak akan percaya terhadap
semua perkataan dari Hong Mong Ling bahkan mengutarakan
kepadaku mau membantu menawan kembali si bangsat cilik Hong
Mong Ling itu."
Ti Then segera tersenyum:
"Kelihatannya di dalam dunia ini dia hanya menghormati ayahmu
seorang saja"
Wi Lian In pun segera ikut tertawa.
"Hal ini berarti juga dia bukanlah seorang yang benar-benar suka
menyendiri"
"Mari kita pergi dari sini"
Wi Lian In segera mengangguk, dengan berdampingan mereka
berjalan menuruni gunung itu dengan langkah yang amat perlahan.
sembari berjalan tak henti hentinya Ti Then berpikir terus. .
"Aku tidak bisa menerka di dalam Bulim waktu ini selain si anying
langit rase bumi yang memiliki banyak uang siapa lagi yang bisa
begitu kayanya kau tahu tidak?"
"Kau jangan terlalu percaya atas perkataannya, mungkin sekali
dia sedang berbohong"
"Tidak." Bantah Ti Then segera.
"Aku percaya dia bukan sedang berbohong, coba kau pikirlah
jikalau dia sedang berbohong kenapa orang lain bisa bunuh mati dia
secara tiba-tiba sewaktu dia hendak memberi tahu nama orang
yang mengadakan jual beli?"
"Tapi waktu itu bukankah Tia sudah membawa kita masuk ke
dalam Loteng Penyimpanan kitab untuk melihat-lihat?" Bantah Wi
Lian In tidak mau kalah.
"Bukankah di dalam loteng itu kecuali terdapat kitab-kitab serta
lukisan yang bertumpuk tumpuk hanya ada rahasia pribadi Tia
sendiri?" Ti Then hanya tertawa tidak menyawab.
Dengan cepat Wi Lian In putar kepalanya memandang dirinya.
"Apa kau kira Tia masih menyimpan rahasia yang tidak mau
diceritakan pada kita"
"Bukan suatu rahasia, tapi semacam barang"
"Selamanya Tia menganggap uang perak. mau pun emas seperti
kotoran manusia, dia tidak akan menyimpan barang-barang
berharga yang bernilai satu kota"
Ti Then tidak ingin membuat dia tidak gembira segera ujarnya
lagi:
"Ehm, kemungkinan sekali orang yang melakukan jual beli itu
tahu kalau ayahmu memiliki sebuah Loteng Penyimpanan kitab yang
amat misterius, lalu sudah mengangap di dalamnya pasti tersimpan
barang-barang berharga, dengan demikian timbulah hati serakahnya
dan menggunakan uang sebesar selaksa tahil perak untuk
menyuruh Hu Pocu masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab itu
melakukan pencurian"
Wi Lian In segera mengangguk tanda menyetujui pendapatnya
ini.
"Yang aneh kenapa Hu Pocu mau menyanggupi permintaan
orang lain dan melakukan pekerjaan yang begitu memalukan
terhadap Tia."
"Uang sejumlah satu laksa tahil perak. jumlah itu bukanlah suatu
jumlah yang kecil sudah tentu setiap orang terpancing itu"Jawab Ti
Then tertawa.
"Sedangkan orang yang melakukan jual beli itu ternyata tak tahu
barang apa yang sudah disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab
itu sehingga berani mengeluarkan uang satu laksa tahil perak . . Hm
siapa dia?"
Berkata sampai di situ mendadak dia menghentikan langkah
kakinya, sedang air mukanya penuh diliputi oleh perasaan terkejut
bercampur ragu-ragu.
Ti Then yang melihat perubahan wajahnya segera tahu tentu dia
sudah teringat siapa orang yang bisa melakukan jual beli itu,
hatinya menjadi amat girang, tanyanya dengan cepat,
"Siapa?"
"Tidak mungkin, tidak mungkin." seru Wi Lian In kembali sambil
gelengkan kepalanya "Dia tak mungkin mau melakukan pekerjaan
semacam ini."
"Siapa yang kau maksudkan?" desak Ti Then lagi.
"Pembesar kota atau sian Thay ya, Cuo It Siang"
Pikiran Ti Then menjadi terang kembali.
Tak salah dalam Bu lim selain si Anying langit Rase Bumi, boleh
dihitung sian Thay ya Cuo It Sian saja yang paling kaya.
"Tapi aku berani pastikan dia pasti bukanlah orang yang
melakukan jual beli itu"
Ti Then berpikir sebentar kemudian mengangguk.
"Ehmm, si pembesar kota Cuo It Sian merupakan seorang
pendekar tua yang sudah mem punyai nama sangat terkenal di
dalam dunia kang ouw, dengan sifat dan tindak tanduknya setiap
hari dia tak mungkin mau melakukan pekerjaan semacam ini . . ."
Kiranya yang dikatakan sebagai pembesar kota Cuo It Sian dalam
Bu lim mem punyai nama yang sangat terkenal sekali, dia bukan
saja pandai di dalam ilmu silat dalam hal ilmu surat menyurat pun
sangat jempolan, pada waktu yang lampau sesudah dia lulus dalam
ujian negara dia diangkat sebagai pembesar kota tapi baru saja
menyabat kedudukan itu satu tahun lamanya dia sudah meletakkan
jabatannya, sebabnya karena di dalam melakukan penyelidikan dan
pemeriksaan soal pembunuhan, para pembunuhnya ternyata adalah
para enghiong hohan yang sedang membela keadilan. Dia tahu
kedudukannya sebagai pembesar sangat terikat karenanya segera
letakkan jabatannya pulang kam pung.
sejak waktu itu dia sering berkelana di dalam Bu lim sebagai
seorang pendekar yang menegakkan keadilan. Dengan harta
peninggalan leluhurnya yang begitu banyak. bukan saja hidupnya
cukup dan senang bahkan suka membantu kepada yang lemah dan
karena itulah semua orang di dalam Bu lim menyebut dirinya
sebagai Sian Thay ya.
Dengan perkataan lain, dia merupakan seorang pendekar yang
membenci akan kejahatan, manusia semacam ini sudah tentu tidak
mungkin mau melakukan jual beli dengan Huang puh Kiam Pek
untuk mencuri barang dari Wi Ci To.
"Tetapi..." ujar Ti Then lagi sesudah berpikir beberapa waktu
lamanya. "Selain dia, siapa lagi yang bisa mengeluarkan uang
sebanyak selaksa tahil perak???"
"Mungkin orang yang melakukan jual beli itu bukanlah orang dari
kalangan Bu lim."
Ti Then segera tertawa:
"Kalau begitu kau tidak setuju dengan pendapatku tadi?"
"Apa pendapatmu?" Tanya Wi Lian In melengak.
"Aku tadi berpendapat kalau orang yang membunuh mati Hong
Mong Ling adalah orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu."
"Tetapi dengan kepandaian silatnya yang tidak lemah, jikalau dia
ingin mencuri semacam barangnya Tia bukankah bisa turun tangan
sendiri?" bantah Wi Lian In cepat.
"Sebabnya bisa sangat banyak sekali, sekarang aku baru tahu
satu sebabnya saja, tentu dia sudah menyelidiki keloteng Penyimpan
kitab itu dan mengetahui di sana sudah terpasang alat-alat rahasia
yang amat lihay, karena tahu tidak bisa turun tangan sendiri lalu
melakukan jual beli dengan diri Hu Pocu"
Tanpa terasa Wi Lian In menganggukkan kepalanya.
"Ehmm, masih ada satu sebab lagi, tentu orang yang melakukan
jual beli itu mem punyai hubungan persahabatan yang amat erat
dengan diri Hu pocu, makanya Hu pocu baru menyanggupi . . . ."
Berbicara sampai di sini mendadak air mukanya berubah kembali
dengan amat hebatnya.
"Jika demikian adanya, itu sian Thay ya Cuo It Sian merupakan
orang yang patut dicurigai."
Dengan tajam Ti Then memandangi wajahnya.
"Apakah Cuo It Sian sangat baik dengan Hu Pocu?"
"Benar, mereka merupakan sepasang sahabat yang paling erat"
"Kalau begitu, kita bisa pergi mencari Cuo It Sian untuk diajak
berbicara"
"Rumahnya ada dikota Tiong khin Hu, darisini masih ada tiga hari
perjalanan"
"Ehmm perjanyian dengan si rase bumi Bun Jin cu masih ada dua
belas hari lamanya, masih ada waktu." ujar Ti Then segera.
" Kalau begitu mari kita berangkat."
Mereka berdua segera turun
mengambil kudanya kembali
berangkat memasuki daerah
sampailah mereka di kota Tiong
dari gunung Kim Teng san, setelah
di rumah petani mereka segera
siok Khin. Tiga hari kemudian
khin Hi
Hari itu siang hari sudah menjelang, sinar matahari dengan amat
teriknya memancarkan sinarnya ke seluruh jagad. Mereka berdua
sesudah menangsal perutnya disebuah kedai rumah makan dan
bertanya alamat dari Cuc It sian barulah menunggang kuda masing-
masing menuju ke sana.
Ujar Wi Lian In kemudian ketika berada ditengah jalan:
"Sesudah bertemu muka nanti kita harus menggunakan cara apa
untuk membuktikan dia benar atau bukan orang yang melaksakan
jual beli tersebut??"
"Pertama-tama kita beritahukan kepadanya terlebih dulu kalau
kita baru saja pulang dari gunung Kim Teng san, jikalau dia
memang benar orang yang melakukan jual beli itu setelah
mendengar perkataan kita air mukanya pasti berubah, dengan
berdasarkan hal ini sedikit-dikitnya kita bisa buktikan kalau dia
adalah si pembunuh Hong Mong Ling. Jika air mukanya sama sekali
tidak berubah?" Tanya Wi Lian In kemudian.
"Kalau memang begitu kita beritahukan kepadanya kalau Hu
Pocu karena gagal melakukan pekerjaan kini sudah bunuh diri dan
ayahmu perintahkan kita berdua untuk sengaja menyambangi
dirinya untuk dimintai beberapa petunjuk. jika kita bicara begini
bilamana dia adalah orang yang melakukan jual beli itu air mukanya
tidak bisa tenang-tenang saja, sedikit berubah saja kita bisa
pastikan dia itu orangnya"
"Pendapatmu sungguh bagus sekali, baiklah kita lakukan
demikian saja." Pada saat mereka berbicara itulah tanpa terasa
sudah tiba di depan rumah Cuo It Sian.
Bangunan ini amat besar dan megah sekali, pintu depan dicat
merah darah sedang tembok yang mengelilingi bangunannya amat
tinggi sekali, sedang tangga batu yang menghubungkan jalan
dengan pintu dibuat dari ubin yang mengkilap. satu kali pandang
saja sudah tahu kalau dia merupakan seorang hartawan yang
sangat kaya, baru saja mereka berdua tiba di depan pintunya
terlihatlah seorang pelayan tua sudah menyambut kedatangan
mereka, ujarnya sambil merangkap tangannya memberi hormat:
"Kalian berdua mau cari siapa ?"
Sengaja Ti Then perlihatkan sikapnya yang amat dingin dan
angkuh. "Mau cari Lo ya kalian"
"Oooh .. tolong tanya siapa nama dari kongcu?" tanya pelayan
tua itu lagi sambil tertawa.
"Cayhe Ti Then sedang dia adalah nona Wi, putri kesayangan
dari Pek Kiam Pocu, kami sengaja datang menyambangi lo ya
kalian"
Ketika pelayan itu disebutkannya nama ini, sikapnya semakin
ramah lagi, berkali-kali dia rangkap tangannya memberi hormat,
"Kiranya kalian datang dari Pek Kiam Po, silahkan masuk ke
dalam untuk minum teh."
Selesai berkata dia bergegas ke samping mempersilahkan tamu-
tamunya untuk masuk.
"Apa Lo ya kalian ada dirumah?" Tanya Ti Then mendadak.
"Lo ya baru saja keluar rumah, tapi orangnya ada di dalam kota
saja. . Silahkan kalian berdua tunggu sebentar di dalam blar Lo han
segera kirim orang cari dia kembali"
Ti Then segera mengangguk. Ia dan Wi Lian In segera masuk ke
dalam ruangan dalam.
Pelayan tua dengan memimpin mereka berjalan masuk melalui
ruangan tengah, ruangan minum teh dan akhirnya berbelok ke
suatu serambi yang amat panjang, setelah itu barulah sampai
disuatu ruangan tamu yang amat kecil tapi indah sekali. Pelayan tua
itu segera mempersilahkan mereka berdua untuk duduk ujarnya:
"Lo ya kami selamanya paling suka menerima tamu-tamu
terhormat di dalam ruangan tamu yang kecil ini, kalian berdua
jangan sampai marah"
Sambil berkata dia meletakkan dua cawan teh wangi ke depan Ti
Then serta Wi Lian In sambungnya:
"Kalian berdua tunggulah sebentar di sini, biariah Lo han kirim
orang untuk panggil Lo ya kami kembali"
Selesai berkata dia segera memberi hormat dan mengundurkan
diri dari dalam ruangan.
Wi Lian In setelah melihat pelayan tua itu pergi baru bergeser ke
samping tubuh Ti Then, ujarnya dengan suara rendah:
"Aku rasa.. mungkin kita sudah salah anggap orang lain".
"Kenapa ??" tanya Ti Then sambii tersenyum.
"Coba kau lihat orang lain begitu kaya tapi tidak menjadi
sombong karenanya, bahkan terhadap orang lain begitu ramah,
bagaimana bisa jadi orang yang bermaksud jahat ??"
"Tahu orangnya tahu wajahnya belum tentu tahu hatinya, di
dalam dunia ini banyak orang yang menggunakan kedok orang baik
padahal hatinya amat busuk dan tersimpan niat-niat jahat yang
berada diluar batas."
Wi Lian In segera mengerutkan alisnya: "Tapi aku rasa Cuo It
Sian bukanlah manusia semacam ini. ."
"Aku juga tidak berani pastikan dialah orang yang melakukan jual
beli tersebut tetapi kita harus mengadakan penyelidikan juga
terhadap dirinya."
"Ehmmm .... nanti sesudah bertemu dengan dia apa yang kita
ucapkan lebih baik sedikit sopan dan halus sehingga tidak sampai
mencelakai orang lain."
"Aku sudah tahu, kau berlegalah hati". sahut Ti Then sembari
tertawa.
Dengan perlahan Wi Lian In angkat cawannya dan mereguk
sedikit teh itu, ujarnya kemudian:
"Teh ini sungguh wangi sekali, entah menggunakan daun teh apa
namanya??"
Ti Then pun ikut meneguk satu tegukan, kemudian sahutnya:
"Inilah yang dinamakan Yu Cian, aku pernah minum teh ini dahulu."
"Apa itu Yu Cian??"
"Itulah Teh yang dipetik sebelum musim pemghujan, teh
semacam ini sesudah direndam dengan air panas yang mendidih
kemudian diletakkan di bawah sorotan sinar matahari segera akan
timbul suatu warna yang menyilaukan mata, bukan saja rasanya
gurih dan harum bahkan sangat mahal harganya"
Tidak tertahan lagi Wi Lian In meneguk lagi satu tegukan ujarnya
kemudian sambil tertawa:
"Pengalaman dan pengetahuanmu sungguh amat luas." .
Ti Then pun ikut tertawa.
"Itu bukanlah terhitung apa- apa."
"Cuo It Sian sudah begitu tidak aneh kalau dia tidak ingin
menyabat sebagai pembesar lagi, coba kau lihat tempat tinggalnya
ini saja mungkin hampir meliputi seratus dua ratus kamar
banyaknya."
"Tidak salah, disekitar kota Cong cin -Hu mi semua bangunan
kebanyakan tidak sebesar rumah ini"
Baru saja mereka berbicara sampai di situ tampaklah pelayan tua
tadi sudah berjalan masuk bersama-sama seorang tua yang
memakai pakaian amat perlente sekali"
Ti Then segera mengira kakek tua berbaju perlente itu adalah si
sian Thay ya, dengan cepat dia bangkit berdiri:
Pelayan tua itu dsngan cepat berkata sambil tertawa:
"Ini adalah kuasa kami, Lo ya kami sebentar lagi baru kembali"
"ooh... Ti Then tidak berani berlaku ayal, segera dia rangkap
tangannya memberi hormat kepada orang itu. "selamat bertemu,
selamat bertemu."
Orang tua itu cepat-cepat balas memberi hormat, ujarnya
ssmbari tertawa:
"Ti Siauw hiap silahkan duduk, majikan kami baru saja keluar
harap tunggu sebentar lagi."
Ti Then segera mengucapkan kata-kata merendah dan duduk
kembali ke tempat semula. Kuasa she Go itu pun duduk di hadapan
mereka, kepada Wi Lian In tanyanya. "Nona ini apakah putri
kesayangan dari Wi Pocu??"
Wi Lian In dengan tersenyum malu-malu menundukkan
kepalanya, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Kuasa she Go itu pun segera menoleh kepada Ti Then kembali.
"Aku dengar katanya Ti siauw hiap sudah diangkat sebagai Kiauw
tauw dari Benteng Pek Kiam Po??"
"Benar. ."
"Sungguh soorang pemuda enghiong" puji kuasa she Go itu.
"Para pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po semuanya
merupakan jago-jago nomor wahid di dalam Bu lim, dengan usia
dari Ti Siauw hiap yang masih demikian muda ternyata dapat
menduduki di atas para pendekar pedang sungguh merupakan
suatu hal yang aneh dan sukar untuk dipercaya."
"Terima kasih atas pujian diri Penguasa Go, cayhe tidak berani
untuk menerimanya"
"Ini hari Ti Siauw hiap serta nona Wi datang kemari entah mem
punyai urusan apa? " tanyanya lagi dengan sopan.
"Kami sengaja datang untuk menyambangi majikan kalian-"
"Oooooh... terima kasih, terima kasih. . Ehm, aku dengar katanya
di dalam Benteng Pek Kiam Po pada waktu-waktu mendekat ini
sudah berturut-turut terjadi beberapa urusan entah berita ini benar
tidak..."
"Penguasa Go sudah mendengar berita apa?" tanya Ti Then
dengan amat cepat. Penguasa Go melirik sekejap kearah Wi Lian In
kemudian sambil tertawa jawabnya. " Urusan mengenai Hong siauw
hiap dan nona Wi..."
"Sedikit pun tidak salah, samuanya memang peristiwa yang
nyata"jawab Wi Lian In dengan mantap.
"Heeeii .. sungguh tidak nyana Hong siauw hiap dia orang
ternyata sudah terjurumus ke dalam lembah yang demikian hinanya,
sungguh sayang sekali."
"Hong Mon Ling sudah mati."
Seketika itu juga penguasa Go menjadi sangat terperanyat.
"oooh, ayahmu. . ayahmu yang hukum mati dia?"
"Bukan"
"Lalu. , lalu bagaimana dia bisa mati?" tanya penguasa Go itu
semakin terperanyat. saat itulah Ti Then secara tiba-tiba memotong,
"Majikanmu kapan baru kembali?"
Agaknya penguasa Go menjadi melengak atas dipotongnya
perkataan ini, tapi dengan cepat dia sudah sadar kembali kalau Ti
Then tidak senang dia mencampuri urusannya, dengan wajah penuh
senyuman paksa ujarnya kemudian.
"Sudah hampir datang, tadi majikan kami sedang pergi cari
teman untuk diajak ngobrol, mungkin sebentar lagi sudah kembali,
apakah Ti siauw hiap ada urusan yang penting?"
"Ooh. . tidak begitu penting, hanya ada satu urusan yang hendak
minta keterangan darinya"
"Entah urusan apakah itu?" tanya penguasa Go cepat.
"Urusan ini lebih baik dibicarakan sesudah bertemu muka sendiri
dengan majikan kalian-"
"Baik. . baik. ." Seru penguasa Go berulang kali sambil tertawa
malu, "Silahkan kalian menunggu sebentar. . ooh iya, apa kalian
berdua sudah bersantap"
"Sudah."
"Jikalau belum bersantap, kalian berdua tidak usah terlalu
sungkan- . oooh.. majikan sudah datang."
Ti Then mau pun Wi Lian In segera menoleh ke arah luar
ruangan, ternyata tidak salah seorang tua beejubah hijau dengan
langkah tergesa-gesa berjalan menuju ke dalam ruangan tamu yang
amat kecil itu.
Kakek tua itu berusia kurang lebih delapan puluh tahunan,
rambutnya sudah memutih semua, sedang alisnya amat panjang
sampai di bawah mata, hidungnya yang mancung serta wajahnya
yang merah bersinar menunjukkan suatu semangat yang tinggi
serta keangkeran yang tak terbantahkan.
Wi Lian In pernah bertemu dengan Sian Thay ya Cuo It Sian ini,
karenanya begitu dilihatnya si pembesar kota itu datang segera dia
bangkit berdiri untuk menyambut. Ti Then yang berada di
sampingnya pun segera ikut bangkit berdiri.
Dengan langkah yang amat cepat si pembesar kota Cuo It san
berjalan masuk ke dalam ruangan tamu itu, begitu dilihatnya Wi
Lian In berdiri di sana segera dia tertawa terbahak bahak.
"Haa. . hee. . hey budak. angin apa yemg meniup kau datang ke
sini?"
Wi Lian In tidak berani berlaku ayal di hadapan seorang cianpwe
segera dia menjura uutuk memberi hormat.
"Wi Lian In datang menghunjuk hormat kepada Cue locianpwe."
"Haa. . hee. . hee. ." sipembesar kota Cuo It Sian tertawa lagi,
"Benerapa tahun tidak bertemu, kau sudah bertambah tinggi"
sambil tertawa malu Wi Lian In menundukkan kepalanya rendah-
rendah, tanpa memberikan jawaban.
Dengan perlahan Cuo It Sian menoleh kearah Ti Then, tanyanya
sambil tertawa.
"Apakah saudara ini adalah Ti Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam
Po, si pendekar baju hitam Ti Then?"
Ti Then pun segera merangkap tangannya memberi hormat.
"Boanpwe memberi hormat, harap cianpwe suka memaafkan-"
"Tidak perlu begitu sungkan, cepat duduk untuk berbicara" seru
Cuo It san tertawa.
Penguasa Go pun dengan cepat mengundurkan diri dari sana,
demikianlah tua muda tiga orang segera mengambil tempat
duduknya masing-masing. Pertama-tama Cuo It Sian yang buka
mulut.
"Apakah ayahmu tidak datang??" tanyanya.
"Tidak"
"Sudah ada beberapa tahun lamanya lohu tidak mengunjungi
Benteng Pek Kiam po, apakah ayahmu serta Hu Pocu baik-baik
saja??" Wi Lian In tidak menyawab, dia hanya melirik sekejap
kearah Ti Then.
Cuo It Sian yang melihat air muka mereka sedikit aneh segera
menjadi tertegun.
"Ada urusan apa??" tanyanya keheranan.
Sepasang mata Ti Then dengan amat tajamnya memandang ke
atas wajahnya, kemudian baru jawabnya dengan perlahan.
"Urusan ini sangat panjang untuk diceritakan, kali ini boanpwe
serta nona Wi sengaja dari gunung Kim Teng san datang ke mari
untuk menyambangi diri Locianpwe"
Ketika Cuo It Sian mendengar jawaban ini dia sepertinya merasa
keheranan, sambil mengedip-ngedipkan matanya dia balas pandang
sekejab Ti Then-" Kalian datang dari gunung Kim Teng san, apa arti
perkataan ini??"
Air mukanya hanya diliputi oleh perasaan terkejut dan heran,
sama sekali tidak terdapat perasaan ragu-ragu serta takutnya.
Ti Then dengan amat tajamnya memandang wajahnya terus,
tambahnya:
"Benar kami datang dari gunung Kim Teng san, sengaja datang
menyambangi diri locianpwe."
Tanpa terasa Cuo It Sian menggerutkan alisnya rapat-rapat,
dengan perasaan bingung ujarnya.
"Jadi maksud kalian- kalian baru saja naik kegunung Kim Teng
san untuk untuk menyambangi si kakek pemalas Kay Kong Beng
kemudian datang ke rumah Lohu?? Ini. . ini berarti ada urusan
apa?"
Ti Then sedikit pun tidak melihat adanya perubahan yang aneh
pada wajahnya, tanpa terasa dia dibuat gugup juga, ujarnya.
"Apakah Locianpwe tidak tahu kalau Hu pocu kami sudah bunuh
diri??"
Air muka Cuo It Sian seketika itu juga berobah amat hebat,
mendadak dia bangkit berdiri teriaknya dengan terperanyat.
"Apakah Huang Puh Kiam Pek bunuh diri? dia kenapa mau bunuh
diri??"
Kali ini walau pun air mukanya berubah amat hebat tetapi
perubahan ini jelas sungguh berubah, dan bukannya berubah
seperti apa yang dibayangkan oleh Ti Then semula.
Ti Then segera mem punyai dugaan kalau dia bukanlah orang
yang melakukan jual beli serta membunuh mati Hong Mong Ling,
karena jika dia betul-betul orangnya tidaklab mungkin perubahan
wajahnya begitu sungguh-sungguh, karenanya perasaan curiga
yang semula ditujukan kepada diri pembesar kota Cuo It Sian ini
pun menjadi goyah juga. Dia menarik napas panjang-panjang, lama
kemudian barulah ujarnya.
"Inilah hal yang Wi Pocu sangat ketahui, karenanya Wi pocu
memerintahkan boanpwe untuk datang kemari minta petunjuk dari
Locianpwe, karena Lo cianpwe sudah bersahabat sangat lama sekali
dengan diri Hu Pocu, kemungkinan sekali Locianpwe tahu mengapa
Hu Pocu bunuh diri"
Dengan perasaan terkejut bercampur heran Cuo It Sian
memandang wajah Ti Then tak berkedip.
"Lohu sudah ada dua tiga tahun lamanya tidak bertemu dengan
Hu Pocu, dia Heey. . coba bagaimana kalau kalian Ceritakan dulu
dengan teliti keadaan yang sudah terjadi??"
Ti Then menundukkan kepalanya berpiklt sebentar, kemudian
barulah mengangguk.
"Baiklah, urusan ini harus diceritakan sedari Wi pocu
membatalkan ikatan jodoh antara Hong Mong Ling dengan nona Wi,
tentang urusan ini tentunya Locianpwe sudah dengar berita dari
orang lain bukan?"
"Benar, pernah mendengar tentang berita ini"
"Ada satu malam boanpwe sedang bermain Catur dengan Hu
Pocu sehingga jauh malam mendadak budak kami datang melapor
kalau nona Wi sudah lenyap tanpa bekas, Hu Pocu serta boanpwe
segera berangkat menuju ke kamar untuk mengadakan
pemeriksaan, menurut keadaan pada waktu itu kami mengambil
kesimpulan kalau nona Wi sudah diculik, oleh Hu Pocu
memerintahkan seluruh pendekar pedang yang ada di dalam
Benteng untuk mengadakan pemeriksaan di empat penjuru.."
"Waktu itu apakah Wi Pocu tidak berada di dalam Benteng??"
potong cuo It Sian mendadak.
“Benar, Wi Pocu serta seorang pendekar pedang merah karena
ada urusan sudah keluar Benteng, tetapi pada keesokan harinya Wi
Pocu sudah kembali lagi ke dalam Benteng dan sekali lagi
menggerakkan semua pendekar pedang yang ada di dalam Benteng
untuk melakukan pengejaran. Hu Pocu serta boanpwe pada pagi
hari-hari ketiga bersama-sama meninggalkan Benteng Pek Kiam Po
,,”
Segera dia menceritakan kembali bagaimana dia menerima
undangan dari si setan pengecut, bagaimana melukai kulit kepala si
Setan pengecut itu di atas gunung Kim Teng San menolong kembali
Wi Lian In lalu bagaimana mengetahui bahwa Huang Puh Kian Pek
adalah si setan pengecut itu.
Ketika
selesai
mendengar
cerita
itu
Cuo
It
saking.terperanyatnya sudah menjerit tertahan, tanyanya.
Sian
“Apakah sesudah kalian berhasil membuka rahasianya lalu dia
melakukan bunuh diri?”
“Benar.” Sahut Ti then mengangguk.
Sebelum dia melakukan bunuh diri apakah tidak mengatakan
kenapa dia sampai bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk
menculik diri Nona Wi?”
Terpaksa Ti Then berbohong sahutnya.
“Benar, dia bilang sudah menerima pesanan jual beli dari
seseorang, orang itu sanggup membayar selaksa tahil perak
Kepadanya dengan syarat mencurikan semacam barang Wi Pocu
dari dalam Loteng Penyimpan Kitabnya”
Air muka Cuo It Sian sedikit pun tidak berubah, tanyanya dengan
cemas:
“Siapakah orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu
itu?”
Ti Then tidak segera memberikan jawabannya, hanya ia terus
menerus memperhatikan perubahan air muka pihak lawan, sebentar
kemudian setelah merasa yakin kalau dia bukanlah orang yang
melakukan jual beli itu, jawabnya:
“Hu Pocu hanya mengatakan ada orang yang melakukan jual beli
dengan dia dengan upah selaksa tahil perak, karena untuk sesaat
dia menjadi rakus akan harta makanya baru menerima permintaan
tersebut sedangkan siapa yang sudah melakukan pekerjaan ini dia
sama sekali tidak mau mengatakannya"
Dia berhenti sejenak, kemudian sambungnya:
“Kiranya Wi Pocu tahu kalau Locianpwe mem punyai hubungan
persahabatan yang sangat erat dengan Hu Pocu selama puluhan
tahun lamanya, sengaja mengirim boanpwe kemari untuk minta
keterangan barangkali locianpwe mengetahui sedikit urusan ini”
Cuo It Sian mengerutkan alisnya rapat-rapat, lama sekali dia
tidak menyawab, kurang lebih seperminum teh kemudian baru
terdengar dia membuka mulutnya member jawaban:
“Selama ini Hu Pocu jadi orang amat jujur dan berhati lurus
bagaimana bisa melakukan pekerjaan semacam ini? Hei, sungguh
membuat orang merasa diluar dugaan...TiSiauwhiap tadi bilang baru
saja pulang dari gunung Kim Teng San, sebetulnya apa arti dari
perkataan ini?”
“Setelah Boanpwe serta nona Wi menerima perintah untuk
meninggalkan Benteng ditengah jalan sudah mendengar perkataan
dari seorang kawan Bulim yang mengatakan pernah bertemu muka
dengan Hong Mong Ling di atas gunung Kim
Teng San, karenanya segera boanpwe berdua berangkat menuju
ke atas gunung Kim Teng San dengan harapan bisa menawan dia”
“Tidak salah.”Sahut Cuo It Sian mengangguk. “Jikalau bisa
berhasil menawan Hong Mong Ling maka kita bisa tahu juga siapa
orangnya yang sudah melakukan pekerjaan jual beli itu akhirnya
apa kalian berhasil menawan dia kembali?”
“Setelah boanpwe berdua tiba di atas gunung Kim Teng San,
pada waktu itulah sudah menemukan kalau Hong Mong Ling sedang
berlutut di depan gua tempat kediaman Si kakek pemalas Kay Kong
Beng, dia sedang memohon si kakek pemalas Kay Kong Beng mau
menerimanya sebagai murid dengan harapan bisa memperoleh
sebuah sandaran.”
“Lohu dengar si kakek pemalas sudah bersumpah untuk tidak
menerima murid kembali, mungkin dia tidak akan diterima sebagai
muridnya bukan?”
“Benar” jawab Ti Then mengangguk, “Ketika dia melihat
boanpwe berdua muncul di sana dengan gugup segera melarikan
diri, tetapi ketika sampai di bawah puncak dia sudah berhasil
boanpwe tawan dan pada saat boanpwe sedang paksa dia untuk
memberitahukan nama orang yang melakukan jual beli itu, baru dia
mau menyawab saat itulah sebuah batu cadas sudah menyambar
datang dan tepat menghajar batok kepalanya sehingga binasa”
“Haaaa....siapa orang itu?” Tanya Cuo It Sian kaget.
“Sudah tentu orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu
Pocu, dia sengaja turun tangan membunuh Hong Mong Ling untuk
melenyapkan kesaksian.”
“Siapakah orang itu ?” tanya Cuo It Sian lagi sambil memandang
tajam wajahnya.
Ketika Ti Then melihat dia betul-betul tidak memperlihatkan
sedikit perubahan pun segera memastikan kalau dia bukanlah orang
yang
sudah melakukan jual beli itu, karenanya dengan terus terang
jawabnya.
“Sungguh sayang sekali boanpwe sama sekali tidak melihat
dirinya, begitu batunya menyambar segera dia melarikan diri dari
sana, karena itu boanpwe tidak berhasil menawan dia kembali.”
“Heey... sungguh sayang sekali”
“Kenapa tidak, tetapi boanpwe percaya cepat atau lambat
akhirnya aku berhasil juga menawan dia, karena di dalam Bu-lim
orang yang bisa membayar uang sebesar satu laksa tahil perak tidak
banyak jumlahnya.”
Mendengar perkataan itu air muka Cuo It Sian segera berubah
amat hebat, sepasang matanya mernancarkan sinar yang amat
tajam, sesudah memandang beberapa saat lamanya ke atas wajah
Ti Then pada air mukanya segera timbullah senyumannya yang
amat dingin.
“Lohu sekarang paham, kalian sudah mencurigai Lohu kalau
adalah orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu”
“Tidak berani, tidak berani..locianpwe sudah salah paham”
Cuo It San tertawa dingin.
“Lohu merupakan salah satu orang yang sanggup membayar
uang sebesar selaksa tahil Perak, ditambah lagi merupakan kawan
baik dari Hu Pocu, bukan begitu?”
“Nama besar dari locianpwe sudah tersebar diseluruh Bu-lim,
mana boanpwe berdua berani menaruh perasaan curiga terhadap
diri locianpwe, kedatangan boanpwe ini hari hanya mengharapkan
locianpwe mau member sedikit gambaran dan sedikit keterangan
kepada kami, selain itu tidak punya maksud lainnya”
Sekali lagi Cuo It Sian memandang tajam wajahnya, dengan
diiringi suatu senyuman yang amat tidak gembira ujarnya.
“Jikalau perkataanmu ini tidak bohong, Lohu di sini minta maaf
terlebih dulu karena tidak bisa membantu kalian sebab lohu sendiri
juga tidak tahu siapa orangnya yang patut dicurigai”
“Di dalam dunia kangouw saat ini kecuali locianpwe serta si
anying langit rase bumi siapa lagi yang amat kaya?”
“Lohu tidak tahu” sahut Cuo It Sian sambil gelengkan kepalanya,
Bilamana kalian menganggap siapa yang kaya dialah manusia yang
patut dicurigai boleh dikata pikiran kalian terlalu kekanak-kanakan”
“Tetapi hal ini sangat beralasan sekali” timbrung Wi Lian In yang
selama ini bungkam terus.
“Kalau begitu” ujar Cuo It Sian lagi sambil tertawa dingin tak
henti-hentinya.
“Lohu juga termasuk salah seorang yang patut dicurigai bukan?
Coba kalian ke kota dan tanyakan kepada penduduk di sini selama
dua bulan yang baru lalu pernahkah Lohu meninggalkan kota Tiong
Khin Hu ini barang setapak pun, orang-orang di dalam kota setiap
hari melihat lohu ada di sini”
“Locianpwe kau jangan marah” Wi Lian In coba meredakan
hawa amarah Cuo It Sian yang mulai berkobar, “Kami memang
benar-benar tidak menaruh perasaan curiga terhadap diri
Locianpwe, kami hanya sengaja datang kemari untuk minta
keterangan dari kau orang tua dan mengharapkan dari sini bisa
memperoleh sedikit keterangan”
Jilid 18.2: Tertawan di gudang bawah tanah
"Jikalau kalian tidak pernah menaruh perasaan curiga terhadap
lohu kenapa pertama yang kalian ucapkan adalah kalian baru saja
datang dari gunung Kim Teng san? hal ini membuktikan kalau kalian
sudah menaruh curiga lohulah orang yang sudah membinasakan
Hong Mong Ling sewaktu berada digunung Kim Teng san. kalian kini
sengaja berbicara tentu sengaja sedang memeriksa perubahan
wajah dari lohu apakah mencurigakan atau tidak"
Wajah Lian In segera berubah menjadi merah padam.
"Sudahlah tetapi sekarang kami sudah percaya kalau kau orang
tua bukanlah orang yang melakukan jual beli itu"
Dengan wajah penuh perasaan tidak senang Cuo It Sian bertanya
kembali: "Sekarang ayahmu berada dimana?"
"Beberapa hari kemudian dia akan pergi ke istana Thian Teh
Kong untuk menemui janyinya."
"Kalian juga mau pergi ke istana Thian Teh Kong?" tanya Cuo It
sian lagi.
"Benar."
"Kalau lohu mau membicarakan
berhadapan dengan ayahmu"
persoalan
ini
langsung
Wi Lian In menjadi gugup dibuatnya.
"Tidak... tidak perlu begitu"
"Kenapa? apakah Lohu tidak seharusnya pergi mencari ayahmu
untuk membicarakan persoalan ini hingga menjadi jelas..."
"Bukan begitu" seru Wi Lian In agak gugup "Kami pergi ke istana
Thian Teh Kong sebetulnya mau bertempur dengan si rase bumi
Bun Jin Cu, jikalau orang tua berangkat bersama-sama kami si rase
bumi Bun Jin Cu bisa salah paham menganggap kau orang tua
merupakan bala bantuan kami, lebih baik kau orang tua tidak usah
berbuat begini."
"Sampai waktunya biarlah Lohu berdiri di samping untuk
menonton saja."
"Tetapi"
Mendadak Cuo It sian tertawa terbahak-bahak.
"Ha. . haa . haaa.. haaa.. Lohu sekarang sudah paham, ini hari
kalian datang mencari lohu pasti bukan atas perintah dari ayahmu,
bukan begitu?"
"Benar" sahut Wi Lian In, sekali lagi wajahnya sudah berubah
menjadi merah padam seperti kepiting rebus. "Jika Tia tahu kami
datang ke sini mencari kau orang tua, dia pasti akan marah
kepadaku"
"Baik, baik" seru Cuo It Sian tertawa terbahak-bahak. " Kalian
datang mencari Lohu sekali pun bukan atas perintah dari ayahmu,
tapi Lohu mengingat usia kalian yang masih kecil tidak akan cari
perkara lagi dengan diri kalian"
Wi Lian In menjadi amat girang.
"Dengan begitu kau orang tua tidak jadi ikut kami pergi ke istana
Then Teh Kong bukan ???"
"Benar" sahut Cuo It sian mengangguk.
Saat itulah Wi Lian In baru merasa hatinya menjadi lega, dengan
tersenyum malu dia menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Keponakan perempuanmu tidak tahu apa-apa sehingga
membuat salah terhadap kau orang tua, sungguh maaf sekali"
"Tidak mengapa, tidak mengapa padahal urusan ini tidak bisa
salahkan kalian kalau sampai menaruh curiga kepadaku, Lohu
memang tidak salah memiliki banyak uang bahkan Hu pocu pun
mem punyai hubungan persahabatan yang amat erat selama
puluhan tahun lamanya, jikalau Lohu misalnya mohon padanya
untuk mencarikan semacam barang milik ayahmu, dia memang pasti
sukar untuk menampiknya."
Dia berhenti sebentar untuk
tambahnya lagi sambil tertawa:
berganti
napas,
kemudian
"Tetapi kalian pun harus berpikir walau pun harta kekayaan dari
lohu ini boleh di kata belum menangkan sebuah negara tapi untuk
dipakai seumur hidupku masih terlalu berlebihan, Lohu mau apa,
ada apa, buat apa pergi menyuruh orang lain untuk mencuri sebuah
barang ke punyaan ayahmu??"
Ti Then segera bangkit berdiri, sambil merangkap tangannya
memberi hormat ujarnya:
"Perkataan dari Locianpwe sedikit pun tak salah, maaf tadi
boanpwe sekalian sudah menaruh curiga kepada diri Locianpwe,
mohon locianpwe suka memaafkan, kini ijinkan boanpwe sekalian
memohon diri"
"Buat apa begitu tergesa-gesa?" tanya Cuo It sian melengak.
"Perjanyian dengan pihak istana Thian Teh Kong tinggal
beberapa hari saja, kami harus segera berangkat untuk mengejar
waktu."
" Kalau memang begitu lohu juga tidak akan menahan kalian
lebih lama lagi" seru Cuo It sian kemudian sambil bangkit berdiri
"Lain kali jika lewat dikota ini jangan lupa untuk tinggal beberapa
hari di rumah Lohu ini, walau pun usia dari lohu sudah amat tua
tetapi sangat suka untuk bergaul dan berkawan dengan orang-
orang muda"
Ti Then segera menyanggupi hal itu, bersama-sama dengan Wi
Lian In mereka berpamit dan keluar dari ruangan itu.
Cuo It Sian menghantar mereka berdua sampai diluar pintu
besar, masing-masing barulah berpisah, Ti Then bersama-sama Wi
Lian In dengan menunggang kudanya masing-masing dengan cepat
berjalan ke tengah jalanan dalam kota.
Terdengar Wi Lian In menghela napas panjang, ujarnya
kemudian ketika sudah berada ditengah jalan.
"Coba kau lihat, sejak semula aku sudah bilang dia tak mungkin
orang yang sudah melakukan jual beli itu"
" Tetapi jika tidak datang sendiri untuk membuktikan siapa yang
tahu kalau dia bukan orangnya?" Bantah Ti Then cepat.
"Untung sekali dia tidak kukuh untuk ikut kami pergi menemui
Tia, kalau tidak Tia tentu akan memaki aku setengah mati."
"Kita mencurigai dialah orang yang sudah melakukan jual beli itu
semuanya sangat beralasan sekali, aku kira ayahmu tidak akan
memaki kita semua."
"Sekali pun perasaan curiga kita pada dirinya sangat beralasan
tetapi perkataannya lebih beralasan lagi, dia sangat kaya sekali,
mau apa ada apa buat apa pergi mencuri barang miliknya Tia?"
Mendengar perkataan ini Ti Then terpaksa tertawa pahit.
"Kemungkinan sekali barang milik ayahmu itu untuk dibeli
dengan uang."
"Kau berbicara demikian berarti juga masih menaruh sedikit
curiga terhadap dirinya"
"Tidak" Bantah Ti Then dengan cepat.
"Maksudku, sekali pun orang kaya masih ada alasan juga untuk
pergi mencuri barang miliknya orang lain-"
Dengan sedihnya Wi Lian In menghela napas panjang.
"Hanya entah barang apa yang sudah Tia simpan di dalam
Loteng Penyimpan kitabnya itu?"
"Sesudah bertemu dengan ayahmu lebih baik kita jangan
tanyakan soal ini"
"Kenapa?"
"Sebelum Hu Pocu bunuh diri dia pasti sudah menguraikan
persoalan ini di hadapan ayahmu, sedang ayahmu kalau
memangnya tidak ingin kita ikut mengetahui persoalan iui di
dalamnya pasti ada persoalan yang harus dirahasiakan, kita tak
seharusnya membuat ayahmu serba susah"
"Tidak. persoalan ini harus di tanyakan sampai jelas"
"Sekali pun kau ingin tahu, ayahmu belum tentu mau beri tahu
padamu"
Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.
"Aku tidak percaya kalau Tia masih ada rahasia yang tidak boleh
diberitakan pada putrinya sendiri"
"Mungkin ada satu hari ayahmu akan memberitahukan persoalan
ini dengan sendirinya tetapi sekarang aku kira belumlah saatnya
buat kita untuk ikut mengetahui soal ini"
"Apa kau menganggap barang yang disimpan Tia itu ada
hubungannya dengan rahasia pribadinya?"
"Aku kira bukan" jawab Ti Then gelengkan kepalanya. Jika ada
sangkut paut dengan rahasia pribadi ayahmu maka orang yang
bermaksud mengadakan pencurian itu pasti seorang dari kalangan
lurus, tetapi orang yang memerintahkan Hu pocu melakukan
pencurian itu bukanlah orang dari kalangan lurus"
"Kalau memangnya tidak ada sangkut pautnya dengan rahasia
pribadi Tia, kenapa kita tidak boleh ikut menyelidikinya??"
"Persoalan ini aku sendiri juga tidak mengerti, pokoknya kalau
memang ayahmu tidak mengijinkan kita ikut tahu di dalamnya pasti
ada alasan-alasan yang kuat" Dengan perlahan
Wi Lian In menghela napas panjang.
"Huy, sudahlah untuk sementara aku akan berpura-pura tidak
tahu akan urusan ini, kini apa kita langsung menuju ke istana Then
Teh Kong??"
"Untuk menginap satu hari di dalam kota juga boleh, hanya saja
bila Cuo It sian tahu akan hal ini dia pasti tidak akan senang hati."
"Kalau begitu kita keluar dari kota saja" Mereka berdua segera
menyalankan kudanya keluar dari kota Tiong khin cu dan berangkat
menuju kearah selatan, ketika sudah berjalan sejauh dua puluh li
sampailah mereka di sebuah dusun kecil sedang hari pun mulai larut
malam.
"Sudahlah" seru Wi Lian In tiba-tiba sambil tertawa. "Seperti juga
perkataan dulu menjelang tengah malam beristirahatlah, ayam
mulai berkokok baru melihat langit kembali"
"Aku kira di dalam dusun ini tidak ada rumah penginapan" ujar Ti
then ikut tertawa juga.
"Kalau begitu kita cari kuil saja untuk menginap satu malam."
Ternyata dugaan mereka sedikir pun tidak salah, sekali pun
sudah berputar ke seluruh dusun, ternyata sebuah rumah
perginapan pun tidak kelih atan, tetapi diluar dusun di temuinya
sebuah kuil dari kaum Toosu.
Kuil Toosu itu bernama kuil sam Cing Kong, walau pun
bangunannya tidak begitu besar tetapi keadaannya amat tenang
sekali karena itu mereka berdua segera mengambil keputusan untuk
menginap di sana.
Segera terlihat seorang tosu tua dengan amat ramahnya berjalan
keluar menyambut kedatangan mereka, setelah mengetahui maksud
kunjungan Ti Then berdua dengan perasaan amat girang ujar Toosu
tua itu.
"Baiklah, kalian berdua kalau tidak merasa muak dengan kotoran
kuil kami, silahkan untuk bermalam di sini"
Ti Then menjadi amat girang sekali.
"Entah siapa sebutan dari Tootiang??" tanyanya.
"Pinto It Cing dan merupakan penerima tamu dari kuil ini" Ti
Then pun segera memperkenalkan dirinya.
"Cayhe bernama Ti Then sedang nona ini adalah putri dari Pek
Kiam Pocu"
Ketika itu It Cing sanyien mendengar kalau mereka merupakan
orang-orang dari kalangan Bu lim, air mukanya segera berubah
amat hebat, dengan tertawa paksa ujarnya. "oooh .. silahkan
masuk. silahkan masuk. ."
Selesai minum teh It Cing Toojin segera bangkit memimpin
mereka berdua menuju kedua buah kamar yang bersih dan tenang
sekali, akhirnya tanyanya juga. " Kalian berdua tentu belum
bersantap malam bukan?"
"Benar, tetapi cayhe membawa bekal makanan kering, Tootiang
tidak usah. ."
"Bekal kering untuk dimakan ditengah jalan" potong it Cing
Toojin dengan cepat, "Kini sicu sudah ada dikuil kami, buat apa
berlaku begitu sungkan-sungkan- tunggulah sebentar biar Pinto
perintah orang untuk kirim nasi kemari."
Selesai berkata dia memberi hormat dan mengundurkan diri dari
kamar.
Tidak lama kemudian seorang Toosu berusia pertengahan
dengan membawa senampan nasi dan sayur berjalan masuk ke
dalam kamar kemudian meletakkan nasi serta sayur itu ke atas meja
dengan amat rapinya, ujarnya kepada Ti Then sambil memberi
hormat. "sicu silahkan bersantap.jikalau membutuhkan apa-apa
silahkan perintah saja."
"Terima kasih atas perlakuan kalian yang baik, cayhe tidak
memerlukan apa-apa lagi" sahut
Ti Then cepat sambil gelengkan kepalanya.
Sesudah Toosu berusia pertengahan itu meninggalkan kamar,
barulah Ti Then bersama-sama Wi Lian In duduk saling berhadapan
dan mulai bersantap. sambil bersantap ujar Wi Lian In dengan
perlahan.
"Toosu-toosu dari kuil ini sangat baik sekali memperlakukan
orang lain, besok sebelum berangkat kita harus beri beberapa tahil
perak kepada mereka"
"Baiklah, aku juga merasa Toosu-toosu itu sangat ramah dan
sopan sekali, seharusnya kita kasih persen lebih banyak kepada
mereka"
"Adakalanya, bisa hidup beberapa hari lamanya ditempat yang
demikian sunyinya ini terhadap badan mau pun pikirannya sangat
baik sekali."
" Betul" Sahut Ti Then setuju. "Bila cuma beberapa hari saja
masih tidak mengapa. kalau kelamaan mungkin akan merasa kesal
juga. ."
Sedang mereka berdua bercerita sambil bersantap masuklah
Toosu berusia pertengahan tadi membawa sepoci teh panas,
sehabis membereskan meja dia pun mengundurkan diri kembali.
Ujar Ti Then kemudian-
"Jarak hari ini sampai waktu perjanyian kita dengan si rase bumi
Bun Jin Cu masih ada delapan hari lamanya, sedang kita baru hari
sudah bisa tiba di istana Thian Teh Kong, coba kaupikir enaknya
selama beberapa hari ini kita pergi kemana?"
"Bagaimana kalau kita menginap beberapa hari di dalam kuil ini
saja ??"
"Tidak baik, lebih cepat cari tempat untuk bermain saja"
"Hanya tidak tahu disekitar tempat ini ada pemandangan yang
indah tidak ??"
"Besok pagi kita pergi tanya pada toosu itu bukankah sudah
beres?"
"Baiklah sekarang kau kembalilah kekamar untuk beristirahat"
Dengan perlahan Wi Lian In berjalan ke dekat meja dan
menuang teh ke dalam dua cawan, sambil mengangsurkan cawan
yang satu ke depan Ti Then ujarnya dengan manya:
"Aku masih tidak ingin tidur, kita ngomong-ngomong lagi saja."
Ti Then segera menerima cawan itu dan meneguknya satu
tegukkan-
"Waktu buat kita untuk ngomong-ngomong masih sangat banyak
sekali" serunya sambil tertawa.
"Jika kau bosan dengan aku biarlah aku segera pergi" ujar Wi
Lian In kurang senang kemudian diteguknya jugs teh dalam cawan
itu.
"Ha ha ha. . jangan ngomong begitu"
Wi Lian In segera meletakkan cawannya ke atas meja, kemudian
berjalan ke hadapannya, ujarnya dengan malu-malu:
"Coba ngomonglah secara terus terang, sebenarnya ... kau suka .
suka padaku tidak?"
Ti Then sama sekali tidak menduga kalau dia bisa mengeluarkan
kata-kata ini, untuk seketika itu juga dia dibuat kelabakan.
"Su. . . sudah. . sudah tentu suka".
Wi Lian In angkat kepalanya memandang sekejap ke arahnya,
dengan wajah sedih ujarnya:
" Tetapi aku merasa kalau kau tidak suka padaku, kau selalu
menghindari aku, selalu berlagak pura. . . berlagak pilon-"
Ti Then pun meletakkan cawannya ke atas meja, sambil
memegang kencang sepasang pundaknya dia menghela napas
dengan perlahan-
"Tidak salah, aku selalu berusaha menghindari kau, hal ini
karena. . karena aku tidak sesuai untuk mencintai. . mencintai
dirimu."
Menggunakan kesempatan ini Wi Lian In menyatuhkan diri ke
dalam pelukannya ujarnya dengan air mata yang menetes ke luar:
"Kau sedang omong kosong,jika kau tidak pantas siapa lagi yang
pantas? siapa lagi yang sesuai?"
"Siapa pun pantas, siapa pun sesuai cuma aku seorang yang
tidak pantas" jawab Ti Then perlahan sedang tangannya dengan
sangat mesra mengelus elus rambutnya yang indah itu.
Mendadak Wi Lian In angkat kepalanya dengan air muka penuh
perasaan terkejut bercampur gusar, ujarnya: "Apa arti dari
perkataanmu ini?"
Dengan cepat Wi Lian In angkat tangannya untuk menutupi
bibirnya, ujarnya dengan manya.
"Siapa yang menghendaki kau punya kedudukan? siapa yang
menghendaki kau punya uang? Kenapa kau bisa punya pikiran
yang demikian menggelikan?"
Berbicara sampai di sini mendadak sepasang tangannya yang
sedang merangkul Ti Then dengan perlahan terlepas sedang
tubuhnya pun dengan amat lemasnya merosot ke bawah untuk
kemudian jatuh terlentang tidak sadarkan diri.
Ti Then yang melihat seCara tiba-tiba dia jatuh tidak sadarkan
diri hatinya menjadi amat terperanyat, cepat- cepat ditariknya. "Wi
Lian In kau kenapa?" tanyanya dengan cepat.
Sepasang mata Wi Lian In dipejamkan rapat-rapat, tubuhnya
lemas tak bertenaga sama sekali ternyata dia benar- benar jatuh tak
sadarkan diri
Ti Then sama sekaii tidak menduga die bisa jatuh tidak sadarkan
diri secara tiba-tiba untuk sesaat hatinya menjadi bingung sekali,
segera dia meaggendong badannnya untuk di atas pembaringan.
Tetapi baru saja
mendadak lututnya
tubuhnya mau pun
tanah. Dia pun jatuh
dia berjalan dua langkah dari tempat semula
menjadi sangat lemas saking tidak kuatnya
tubuh Wi Lian In sama-sama jatuh ke atas
tidak sadarkan diri.
00000
PERTAMA-TAMA yang sadar kembali adalah Ti Then, dia seperti
baru saja bangun dari suatu tidur yang amat pulas sekali, tetapi
ketika dia bisa membuka matanya kembali dan melihat dengan jelas
pemandangan di sekeliling tempat itu tanpa terasa lagi dia
menemukan dirinya sudah tidak tertidur di dalam kamar pada kuil
san cing Koan itu, kini dia berada disuatu ruangan bawah tanah
yang amat dingin, lembab dan gelap sekali.
Luas dari ruangan bawah tanah itu kurang lebih hanya lima kaki
saja, sekelilingnya merupakan dinding dinding tanah yang amat
lembab.
Di bawah dinding tanah sebelah badannya terdapatlah sebuah
tangga-tangga batu yang menuju ke atas, diujung tangga batu
terdapat sebuah pintu besi, sedang di samping pintu di atas dinding
tergantunglah sebuah lampu minyak. selain itu tidak tampak barang
lainnya.
Ti Then merasakan baru saja terbangun dari suatu impian yang
amat buruk. sesudah tertegun beberapa saat lamanya barulah dia
mulai angkat kakinya berjalan menuju ke atas tangga-tangga itu.
Tetapi baru saja berjalan sejauh tiga depa, mendadak
terdengartah.. "cring .." seketika itu juga badannya berhenti
bergerak. walau sudah berusaha sekuat tenaga tetap tidak berhasil
untuk maju.
Cepat- cepat dia tundukkan kepalannya memandang, saat itulah
dia baru merasa kalau dibagian pinggangnya sudah di ikat dengan
seutas rantai yang amat kuat sedang ujung rantai tersebut diikat
dengan sebuah tiang besi yang ditanam amat dalam sekali di bawah
permukaan tanah.
Pada waktu dia melihat adanya tiang besi itulah dia juga melihat
diri Wi Lian In seperti juga dirinya dirantai dengan besi dan saat ini
sedang berbaring dipojokan dinding.
Ti Then segera meloncat ke samping tubuh Wi Lian In, tertaknya
dengan cemas.
"Lian In- . Lian In, cepat kau bangun"
Wi Lian In lelap tertidur dengan amat pulasnya.
Ti Then segera gerakan tangannya menggoyangkan tangannya
teriaknya kembali: "Lian In- , Lian In- , cepat bangun"
Waktu itulah Wi Lian In baru mengeluarkan sedikit suara, dengan
perlahan matanya dipentangkan kemudian gumamnya dengan
suaranya yang amat manya. "Hari belum terang, tidur sebentar
lagi."
Baru berbicara sampai di situ mendedak dia bangkit berdiri, air
mukanya berubah sangat hebat. "Hey, tempat mana ini?"
"Sebuah ruangan bawah tanah" sa hut Ti Then tertawa pahit.
"Ruang bawah tanah?" teriak Wi Lian In dengan perasaan amat
terperanyat "Ruang bawah tanahnya siapa?? bagaimana kita sampai
di sini??"
"Mungkin ruang bawah tanahnya kuil Sam Cing Koan, HHmm,
kita masih bilang mereka angat sopan dan ramah menghadapi
tamu-tamu, kiranya tak lebih kaum bajingan rampok"
"Tetapi. ." seru Wi Lian In lagi dengan kaget. "Bagaimana
mereka bisa berhasil menawan kita kembali?"
"Sesudah kita minum air tehnya tidak lama kemudian sudah jatuh
tidak sadarkan diri, tentu di dalam tehnya sudah diberi obat
pemabok oleh mereka."
Wi Lian In menjadi amat geli, sekali pergelangan tangannya
dengan cepat di balik untuk mencabut keluar pedangnya, siapa tahu
dia sudah menangkap tempat kosong, sehingga tanpa terasa lagi air
mukanya berubah sangat hebat, dengusnya dengan amat dingin-
"Hmmm pedangku juga diambil mereka"
Melihat kegusaran dari Wi Lian In, Ti Then tertawa pahit lagi,
ujarnya sambil menuding kearah rantai yang mengikat pinggang
mereka. "Mereka masih merantai kita dengan sebuai rantai yang
begitu besar"
Wi Lian In dengan cepat mencekal erat-erat rantai itu, sepasang
matanya merah berapi saking marahnya. "Bisa tidak diputus dengan
paksa?"
"Biar aku coba-coba."
Dia putar badannya kearah tiang besi itu, sepasang tangannya
dengan kencang mencekal erat-erat rantai tersebut kemudian di
tariknya beberapa kali. Akhirnya bukan saja tidak berhasil
memutuskan rantai itu bahkan untuk menggoyangkan tiang besinya
pun tidak sanggup.
Tanpa terasa lagi dia mengeluarkan seruan kecewa.
"Tidak bisa, tidak bisa .. . barang semacam ini harus ada sebuah
pedang pusaka yang bisa memotong besi baru bisa berhasil"
Wi Lian In pun mengerahkan tenaganya untuk mencoba tarik
rantai itu, ketika dilihatnya betul- betul dia tidak berhasil
memutuskan rantai tersebut, dia baru berhenti menarik, ujarnya
sambil menggerutuk gigi "Toosu bangsat, apa maksud mereka
untuk menahan kita ditempat seperti ini?"
Ti Then tidak memberikan jawabannya, matanya dengan amat
tajam memandang lurus ke atas tiang besi itu. Lama sekali baru dia
buka mulutnya. "Entah tiang besi ini bisa dicabut keluar dari
permukaan tanah atau tidak?"
"Mari kita coba bersama-sama."
Demikianlah mereka berdua segera mendekati tiang besi itu,
empat buah tangan bersama-sama merangkul tiang besi tersebut
kemudian bersama-sama mencabutnya.
siapa tahu sekali pun mereka sudah kerahkan seluruh tenaga
yang mereka miliki, jangan dikata tercabut, sedikit bergerak pun
tidak. seperti tiang besi itu sudah berakar di dalam tanah.
Hal ini membuat Wi Lian In menjadi amat heran-
"Suatu urusan yang amat aneh, dengan kekuatan kita berdua,
sekali pun sebuah pohon besar juga bisa roboh, kenapa tidak
sanggup untuk mencabut keluar sebuah tiang besi saja."
"Dalam hal ini hanya ada satu sebab saja, tiang besi ini
dihubungkan dengan tiang besi yang lain, jika ada empat tiang besi
yang ditanam di bawah tanah, sekali pun kita berdua kerahkan
semua tenaga juga tidak akan berhasil." Tak terasa lagi Wi Lian In
menjadi murung dibuatnya. "Lalu bagaimana baiknya?"
"Duduk dulu, kita menanti sebentar lagi" sambil berkata dia
duduk bersandar ke dinding.
Dengan gemasnya Wi Lian In pun mendepakkan kakinya ke atas
tanah, kemudian duduk disisi Ti Then, ujarnya lagi.
"Sungguh aneh sekali, aku lihat Toosu-Tosu bangsat itu sama
sekali tidak memiliki kepandaian silat, coba kau lihat mereka
memiliki ilmu silat tidak?"
"Ehmm.. tidak." sahut Ti Then gelengkan kepalanya. Dengan
gemas sekali lagi Wi Lian In menghela napas panjang.
"Ternyata kita bisa kecundang ditangan para tosu-tosu bangsat
yang tidak berkepandaian silat, sungguh menyesal sekali"
"Di dalam kuil Sam Cing Koan bukan hanya ada Toosu menerima
tamu itu saja, Toosu-toos yang lain mungkin memiliki kepandaian
silat"
Wi Lian In segera merogoh ke dalam sakunya, tapi sebentar
kemudian sudah mendengus dengan amat gusar,
"Hmm semua uangku sudah diambil mereka,
bagaimana?"
punyamu
Ti Then pun ikut merogoh ke dalam sakunya.
"Semua sudah diambil oleh mereka, iih, salah masih ada ini"
Kiranya uang kertas itu adalah uang yang diterimanya dari si Giok
Bin Longkung cu Hoay Lo, itu manusia cabul tempo hari, uang yang
sebesar lima belas laksa tahil itu di dalam gudang uang Tiang An
Glen Khie di kota Tiang An.
Waktu itu sesudah dia berhasil menawan itu manusia cabul Giok
Bian Lang cung cu Hoay Lo dia pernah menggunakan uang itu untuk
menebus nyawanya, dia menganggap uang itu adalah hasil
rampasan, rampokan pihak lawannya karena itu tidak mau
menyanggupi permintaannya dan turun tangan menghukum mati
dia orang.
Setelah itu dalam anggapannya dia ingin pergi kekota Tiang An
untuk mengambil uang tersebut guna dibagikan kepada orang-
orang miskin, karena perubahan yang terjadi berulang kali,
maksudnya ini tidak terlaksana terus tidak di sangka ini hari ternyata
uang itu tidak sampai terampas oleh bajingan-bajingan toosu di atas
kuil Sam Cing Koan.
"Sungguh suatu urusan yang aneh" teriak Wi Lian In keheranan,
"Uang kertas ini bisa memperoleh uang sebesar lima belas laksa
tahil kenapa mereka tidak mau"
"Ehmm" Ti Then segera memasukkan uang itu ke dalam sakunya
kembali. "Inilah keteledoran mereka, kau jangan berteriak keras-
keras sehingga mereka bisa tahu urusan ini"
Dengan perlahan Wi Lian In mengangguk. ujarnya dengan suara
yang amat lirih sekali.
"Mereka mengurung kita ditempat ini entah bermaksud hendak
menggunakan cara apa membereskan kita?"
"Semoga saja tidak memotong daging kita untuk di jual sebagai
makanan."
"Kau jangan omong sembarangan" teriak Wi Lian In dengan
amat terperanyat. "Mereka bukannya sedang membuka kedai gelap.
buat apa potong daging kita untuk dijual ??"
"Selain itu tidak terpikir oleh ada alasan apa lagi mereka mau
tangkap kita, jika ditinyau dari keadaan biasanya setelah mereka
merampas uang kita tentu membunuh sekalian kita sehingga bersih"
"Dan terbukti kini dia tidak membunuh kita, tentu ada maksud-
maksud lainnya..." sambung Wi Lian In segera.
"Tidak mungkin-. tidak dia menawan kita sebagai sandera untuk
memeras ayahmu"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
"Aku percaya di dalam kuil itu pasti ada Toosu yang memiliki
kepandaian silat, sedang ketika kita masuk ke dalam kuil untuk
menginap secara gegabah sudah lapor nama kita, mereka kalau
sudah tahu kalau kau adalah putrinya Pek Kiam Pocu, sekali pun
nyalinya mereka lebih besar pun belum tentu berani melakukan
pekerjaan ini."
Wi Lian In yang merasa perkataan dari Ti Then sangat berasalan
sekali, tanpa terasa sudah mengangguk.
"Tidak salah.. karena itu turun tangan membinasakan diri kita
tetapi mereka sama sekali tidak turun tangan terhadap kita"
"Itulah sebabnya" seru Ti Then sambil kerutkan alisnya rapat-
rapat. "Kita tidak bisa paham soal ini ..Hmm. Aku sudah tahu, tentu
Tosu-toosu dari kuil Sam Ciang Koan ini adalah anak buah dari si
anying langit rase bumi" Air muka Wi Lian In segera berubah sangat
hebat.
"Berdasarkan hal apa kau berani memastikan kalau mereka
adalah anak buah dari si anying langit rase bumi??"
"Anak buah dari si anying langit rase bumi sangat banyak sekali
dan meliputi berbagai golongan, apa lagi tempat ini dengan istana
Thian Teh Kong jaraknya sangat dekat sekali, karena Toosu-toosu
dari kuil san Cing Koan ini pasti anak buah dari si anying langit rase
bumi mereka tahu si rase bumi Bun Jen Cu sudah menantang
ayahnya untuk bertanding, maka dari kini mereka tawan kita
terlebih dahulu kemudian memaksa ayahmu untuk mengaku kalah"
Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi pucat pasi, dengan
nada amat cemas serunya.
" Kalau benar begitu, kita harus cepat- cepat berusaha untuk
melarikan diri dari sini"
Dengan perlahan Ti Then mengangguk, mendadak ujarnya
dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.
"Ada orang datang, kita cepat- cepat berbaring ke tanah pura-
pura masih belum sadar" dengan meminyam kesempatan dia tidak
bersiap siaga kita turun tangan menguasai dirinya"
Selesai berkata dengan mengambil tempat seperti semula Ti
Then jatuhkan diri berbaring kembali.
Wi Lian In pun dengan cepat ikut berbaring ketempat semula.
Baru saja mereka selesai berbaring, pintu besi diluar tangga batu
itu sudah terbuka kemudian disusul dengan suara gesekan pintu
yang amat panjang, seorang berkerudung hitam dengan membawa
makanan berjalan turun ke bawah.
Manusia berkerudung ini seluruh badannya memakai pakaian
berwarna hitam, selain dari potongannya bisa dilihat kalau dia
adalah seorang lelaki sampai kira- kira berusia berapa tahun pun
tidak tahu.
Dia berjalan turun ke bawah tangga batu yang terakhir,
kemudian berhenti kurang lebih empat depa dari tempat dimana Ti
Then sekalian berbaring, setelah memandang beberapa waktu ke
arah Ti Then serta Wi Lian In yang berbaring di atas tanah,
mendadak dia mengeluarkan suara tertawanya yang amat dingin.
"He. Hee.. kalian sungguh-sungguh belum sadar kembali?"
Selesai berkata dia bungkukkan badannya meletakkan makanan
yang dibawanya itu ke atas tanah, kemudian putar badannya siap
pergi dari sana.
Mendadak Ti Then meloncat bangun tangannya dengan dahsyat
melancarkan satu cengkeraman maut mengarah pinggang pihak
lawannya, serangan ini dilakukan bagaikan kilat cepatnya tetapi
ketika berada kurang lebih lima enam cun dari pihak lawannya
tubuhnya sudah tertahan oleh rantai yang mengikat pinggangnya.
Agaknya manusia berkerudung hitam itu telah tahu kalau Ti Then
tidak akan sanggup mencengkeram dirinya, karena itu sengaja dia
tidak menghindar bahkan berdiri tegak tidak bergerak sedikit pun
juga, ujarnya sambil tertawa aneh.
"Suatu ilmu cengkeraman yang amat bagus, jikalau tadi aku
terkena cengkeramanmu itu pasti sekerat dagingku akan hilang"
Ti Then betul-betul dibuat amat gusar sekali, telapak kanannya
ditarik sedang kakinya mendadak melancarkan satu tendangan kilat
mengancam lambung pihak lawannya. orang berkerudung hitam itu
sekali lagi tertawa terbahak-bahak, dia mundur setengah langkah ke
belakang menghindarkan diri dari tendangan tersebut, ejeknya lagi:
"Tendanganmu kali ini juga tidak jelek. hanya kurang panjang
sedikit ha ha ha..." Ditengah suara tertawanya yang amat keras dia
mulai melangkah naik ke atas tangga-tangga batu itu untuk pergi.
"Berhenti" Bentak Ti Then dengan amat gusar.
Orang berkerudung hitam itu sama sekali tidak mau menggubris
dan meneruskan langkahnya menaiki tangga-tangga batu itu,
setelah melewati pintu besi lantas ditutupnya pintu itu dengan amat
keras.
Saking gusarnya hampir-hampir Ti Then merasakan dadanya
mau meledak dibuatnya, makinya dengan amat gusar:
"Bajingan pengecut, cucu kura-kura, Kenapa kalian tidak mau
bicara lebih jauh lagi?"
"Sudah. . sudahlah. . tidak usah memaki lagi" ujar Wi Lian In
sambil bangkit duduk. "Aku lihat mereka pasti anak buah dari si
anying langit rase bumi"
"Hmm, jika aku berhasil meloloskan diri dari sini, pasti kubunuh
mereka satu persatu" seru Ti
Then dengan amat gemas. "Jika dilihat bentuknya, dia bukan
Toosu-toosu itu."
Ti Then dengan berdiam diri duduk kembali ke tempat semula,
sesudah menghembuskan napas panjang-panjang barulah ujarnya:
"Tempat ini kemungkinan sekali bukan berada dikuil Sam Cing
Koan itu .."
"Dan ruangan bawah tanah ini bukan ruang bawah tanahnya kuil
Sam Cing Koan?" Tanya
Wi Lian In dengan amat terperanyat.
"Mungkin kita sudah berada di dalam istana Thian Teh Kong."
Sekali lagi Wi Lian In dibuat terperanyat oleh perkataan ini.
"Tidak mungkin, agaknya kita belum begitu lama jatuh pingsan."
"Bagaimana kau bisa tahu kalau kau belum jatuh pingsan sangat
lama? Mungkin kita sudah tidak sadarkan diri beberapa hari
lamanya, kemudian mereka membawa kita dari kuil Sam Cing Koan
ke dalam istana Thian Teh Kong."
Berbicara sampai di sini, dia mengambil makanan yang baru saja
dikirim itu ujarnya lagi.
"Coba kau lihat, makanan ini jauh lebih bagus dari makanan yang
kita temui sewaktu berada di dalam kuil Sam Cing Koan, tempat ini
pasti bukan kuil Sam Cing Koan itu" Dengan perasaan amat terkejut
bercampur ragu-ragu teriak Wi Lian In lagi:
"Jikalau tempat ini adalah istana Thian Teh Kong, tadi orang itu
kenapa harus berkerudung?? si rase bumi Bun Jin Cu kenapa tidak
turun kemari untuk bertemu muka dengan kita??"
"Dia mungkin sengaja memperlihatkan kemisteriusannya, dia
pikir mau menyiksa kita terlebih dulu".
"Hey. ." Wi Lien in menghela napas panjang. "Kelihatannya untuk
melarikan diri kita akan mengalami kesulitan.
“Lain kali jika dia kirim santapan buat kita lagi, aku harus carikan
satu akal buat menawan dia”
Mendengar perkataan itu Wi Lian In tertawa pahit.
“Jika dia tidak mau berjalan mendekati kita, bagaimana kita bisa
menawan dirinya?”
“Aku punya akal, mari sekarang kita makan dulu”
Dia bangkit berdiri dan mengambil makanan itu ke hadapan Wi
Lian In, ketika dilihatnya makanan itu sangat lezat kelihatannya
tanpa terasa dia sudah tertawa.
“Coba kau lihat makanan itu jauh lebih enak daripada makanan
yang kita temui sewaktu berada di kuil Sam Cing Koan, aku berani
bertaruh tempat ini pasti bukan kuil Sam Cing Koan itu”
Agaknya Wi Lian In tidak bernapsu untuk bersantap, dengan
wajah amat murung ujarnya.
“Coba kau katakan, kau punya akal apa untuk menawan orang
berkerudung itu?”
Ti Then tidak mau langsung memberikan jawabannya, dia
mengambil semangkok nasi, ujarnya kemudian sambil tertawa:
“Makan kenyang dulu, setelah itu aku baru beritahukan
kepadamu”
“Aku tidak bernapsu”
“Tidak makan kenyang mana ada tenaga untuk menawan
musuh? Cepat makan, cepat makan!”
Wi Lian In segera merasa kalau perkataannya sedikit pun tidak
salah, dengan paksakan diri dia pun mengambil nasi untuk makan.
Ti Then yang dikarenakan sudah mem punyai cara untuk
menawan musuh hatinya sangat gembira sekali, satu mangkuk nasi
belum berapa lama sudah habis disikat olehnya.
Wi Lian In yang melihat dia bersantap dengan begitu
bernapsunya segera mengangsurkan nasinya yang masih separuh
ke hadapan wajahnya, ujarnya dengan manya.
“Aku tidak habis, kau tolonglah aku habiskan nasi yang masih
separuh ini”
Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya.
Jika kau tidak mau habiskan nasi itu maka aku tidak mau
beritahukan bagaimana caranya menawan pihak musuh”
“Aku sungguh-sungguh tidak bernapsu untuk bersantap”
“Bagaimana juga kau harus makan”
Wi Lian In menjadi agak gemas dibuatnya.
“Hmmm, kau mau paksa aku?”
“Sekarang kau baru tahu?” balas tanya Ti Then sambil tertawa
terbahak-bahak.
Dalam hati Wi Lian in tahu dia berbuat demikian karena takut dia
menderita kelaparan karena itu memaksa dia untuk berdahar, tanpa
terasa hatinya merasa terhibur juga, sehingga tanpa dia sadari nasi
yang masih ada separuh mangkuk di dalam sekejap saja sudah
disikat hingga ludas.
Agaknya dia sangat ingin sekali mengetahui caranya Ti Then
hendak menawan musuh, sambil membersihkan mulutnya dia
berkata.
“Sudah selesai, ayoh sekarang beritahukan padaku kau mau
menggunakan cara apa untuk menawan orang berkerudung itu?”
“Menggunakan cambuk”
“Darimana kau mendapatkan cambuk itu?” Tanya Wi Lian In agak
melengak.
Ti Then segera melepaskan ikat pinggangnya dan memegang
ujung dari ikat pinggang tersebut, sedikit tangannya digetarkan
seketika itu juga ikat pinggang yang amat lemas menjadi kuat
bagaikan seekor naga yang sedang menari.
Ujarnya sambil tertawa.
“Inilah cambuk, bajingan tadi bilang kakiku tidak cukup panjang,
sekarang cambuk ini cukuplah panjang buat menawan dirinya”
Melihat itu Wi Lian In menjadi amat girang sekali.
“Permainan ini adalah ilmu andalan dari si rase bumi Bun Jin Cu,
kau juga bisa?”
Sekali lagi Ti Then menggerakkan ikat pinggangnya.
“Dulu aku belum pernah mempelajari ilmu ini tetapi di dalam
keadaan yang terpaksa mungkin masih bisa memperoleh sandaran”
Wi Lian In menjadi amat girang sekali.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 19.1: Terjebak dalam lautan api
"Bagus sekali, sewaktu kau mengenakan ikat pinggang ini
menggulung sepasang kakinya aku segera kirim satu pukulan ke
badannya"
Dengan perlahan Ti Then mengangguk.
"Betul sekali" sahutnya tertawa, "Kita harus bekerja sama dengan
sangat erat, sekarang kau berdirilah di sana biar aku coba-coba
terlebih dulu."
Wi Lian In menurut dan berdiri ditempat dimana dia tidak dapat
mundur kembali, ujarnya:
"Kau harus berlatih hingga betul-betul bisa menggulung
sepasang kakiku kemudian menarik seluruh tubuhku kearahmu
sana."
Perkataan "sana" baru selesai di katakan mendadak terasa
olehnya pandangannya menjadi kabur, pinggangnya terasa
mengencang seperti juga dililit oleh seekor ular, seluruh badannya
meninggalkan permukaan tanah melayang menuju kearah Ti Then.
Dengan gerakan yang amat gesit Ti Then membuang ikat
pinggangnya ke atas tanah kemudian sepasang tangannya
menerima tubuhnya yang ramping kecil itu dan memeluknya dengan
amat kencang.
Dengan mengambil kesempatan itu dengan amat mesranya dia
kirim satu ciuman ke atas pipinya, ujarnya dengan perlahan. "Apa
betul begitu??"
Saking malunya seluruh wajah Wi Lian In berubah menjadi
merah dadu, kepalanya segera disusupkan ke atas dada Ti Then
bersamaan pula kepalannya dengan perlahan-lahan memukuli
badan Ti Then.
"Kau jahat, aku tidak mau. ." serunya sambil tertawa malu-malu.
Ti Then memeluk badannya semakin kencang lagi. "Sejak dulu aku
sudah bilang aku lebih jahat dari Hong Mong Ling."
"Ehmm..jika kau sebut namanya lagi aku tidak mau perduli kau
lagi."
Ti Then angkat kepalanya kembali, dia segera berganti dengan
bahan pembicaraan yang lain.
"Sekarang entah waktu siang atau malam?"
"Mungkin sudah tengah malam. "
"Kalau begitu kita harus tunggu beberapa jam lagi bajingan itu
baru datang kembali."
"Jikalau misalnya secara tiba-tiba si rase bumi Bun Jin Cu datang
kemari kau punya maksud untuk berbuat bagaimana?" tanya Wi
Lian In tiba-tiba.
"Kita harus melihat bagaimana sikapnya terhadap kita terlebih
dulu, jikalau dia punya maksud untuk turun tangan membinasakan
kita, terpaksa kita harus turun tangan untuk mengadu jiwa, kalau
tidak lebih baik kita jangan banyak bergerak secara gegabah."
"Jika bisa berhasil menawan dia bukankah sangat bagus sekali,
kenapa lebih baik berdiam saja??" tanya Wi Lian In lagi.
"Kepandaian silat dari si rase bumi Bun Jin Cu bukankah kau
sudah melihat sendiri, jika mau menggunakan ikat pinggang ini
untuk menawan dia mungkin tidak terlalu mudah."
"Tetapi jikalau orang berkerudung itu bukan seorang yang
terpenting, buat apa menawan dirinya??"
"Aku lihat manusia berkerudung itu bukanlah seorang yang tidak
terpenting, jikalau tidak penting kenapa dia harus mengerudungi
wajahnya."
"Masih ada lagi, jikalau dibadannya tidak membawa kunci dari
rantai ini bagaimana??"
" Kalau begitu jika si rase bumi Bun Jin Cu mau menolong nyawa
dia, harus memberikan kuncinya kepada kita."
"Apa mungkin si rase bumi Bun Jin Cu mau melepaskan kita
hanya untuk menolong nyawa orang anak buahnya?"
Ti Then segera angkat bahunya.
"Benar, dia tidak akan melepaskan kita hanya untuk menolong
nyawa seorang anak buahnya, tetapi di dalam keadaan seperti ini
selain kita harus mencoba untuk menggunakan cara itu, apa kau
punya cara yang lain lagi??"
Wi Lian In juga tidak terpikirkan cara yang lebih bagus lagi,
terpaksa dia menghela napas panjang, kemudian menundukkan
kepalanya rendah-rendah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kurang lebih sesudah lewat tiga jam lamanya, apa yang
ditunggu-tunggu Ti Then selama ini sudah muncul. Terdengar suara
pintu besi diluar dibuka kemudian suara langkah seseorang yang
semakin lama semakin mendekat bergema datang.
Ti Then segera kirim tanda kepada Wi Lian In, sepasang tangan
ditekuk di depan dadanya padahal tangan kanannya secara diam-
diam masuk ke dalam sakunya mengambil keluar ikat pinggangnya
dan siap untuk turun tangan.
Wi Lian In pun segera bergeser ke depan dan duduk di sebelah
kanan dari Ti Then, dia cudah bersiap sedia untuk turun tangan
menotok jalan darah pihak musuhnya begitu ikat pinggang dari Ti
Then berhasil meliliti pinggang lawannya.
Pada saat kedua orang itu baru saja selesai bersiap sedia, pintu
besi sudah terbuka dan masuklah orang berkerudung hitam tadi.
Pada tangannya dia membawa sebuah tong kayu yang besar
agaknya tempat itu sengaja dikirim buat Ti Then berdua membuang
kotoran.
Dia menuruni terus tangga-tangga batu itu, sesudah meletakkan
tong besar itu ke atas tanah dari dalamnya diambil keluar dua
mangkuk nasi dan diletakkan ditempat di mana Ti Then berdua tidak
bisa maju lagi. sesudah mengambil kembali mangkuk- mangkuk
kosong yang terdahulu, dia baru mendorong tong besar itu ke
depan, gerak geriknya amat hati-hati dan teliti sekali agaknya dia
terus menerus bersiap sedia terhadap todongan Ti Then yang
mendadak.
Ti Then yang melihat dia amat waspada dan tidak gampang
untuk turun tangan, di dalam hatinya diam-diam merasa amat
cemas sekali, ujarnya kemudian sambil tertawa:
"Saudara terus menerus tidak mau beritahukan alasan kenapa
menawan kami berdua, agaknya di dalam hal ini ada sebab-sebab
tertentu, tetapi ada satu hal tentunya saudara mau menyawabnya
dengan berlega hati bukan, sekarang waktu apa?"
Orang berkerudung hitam itu mengambil kembali kedua buah
mangkuk yang kosong itu, tertawanya dengan seram.
"Buat apa kalian menanyakan soal itu??" ujarnya dingin.
"Ingin tanya saja, kami di kurung di dalam tempat ini sudah
beberapa lamanya?"
"Sekarang waktu pasang lampu, kalian sudah jatuh tidak
sadarkan diri selama satu malam"
"Ooh kiranya sudah satu hari satu malam" seru Ti Then agak
tertahan "Lalu apa saudara juga tidak mau beritahu alasan apa
kalian mau menawan kami??"
"Belum sampai waktunya" jawab manusia berkerudung itu
singkat.
"Aku tahu sekarang, kalian tentu sedang menanti Wi Pocu datang
memenuhi janyi kemudian baru jatuhi hukuman kepada kita, bukan
begitu??"
Manusia berkerudung itu segera memperlihatkan senyumannya
yang amat misterius.
"Sedikit pun tidak salah" sahutnya dingin.
"Sekarang si rase bumi Bun Jin Cu apa berada di sini?" Tanya Ti
Then lagi.
"Benar" sahut orang berkerudung itu singkat.
" Kenapa dia tidak mau turun bertemu muka dengan kami??"
"Jika kalian pengen mati juga tidak perlu begitu cepat- cepat,
pada saat dia bertemu muka dengan kalian berarti juga waktu kalian
untuk meninggalkan dunia ini."
"Aku tahu dia pasti benci sekali kepada diriku karena aku sudah
bunuh suaminya" ujar Ti Then tertawa.
Manusia berkerudung hitam itu hanya tertawa dingin saja,
kemudian putar tubuhnya pergi dari situ.
Tangan kanan Ti Then segera melayang mengebutkan ikat
pinggang yang sudah disiapkan ditangannya itu, laksana seekor ular
raksasa yang baru keluar dari dalam gua bagaikan kilat cepatnya
meluncur ke depan.
"Plaakk" dengan amat tepat sekali ikat pinggang itu melilit
seluruh pinggang dari manusia berkerudung hitam itu
Orang berkerudung hitam itu menjadi sangat terperanyat,
dengan cepat dia berusaha melepaskan diri dari lilitan tersebut,
tetapi pada saat yang bersamaan itu pula seluruh tubuhnya berhasil
ditarik meninggalkan permukaan melayang kearah Ti Then.
Wi Lian In segera melayang ke depan melancarkan satu totokan
yang dahsyat menghajar jalan darah Ling Thay Hiat di bagian
punggungnya, karena itu ketika tubuhnya orang berkerudung hitam
itu terjatuh ke atas tanah dia sudah tidak bertenaga lagi untuk
bergerak.
Kiranya jalan darah "Ling Thay Hiat" sekali pun merupakan salah
satu jalan darah kematian di dalam tubuh manusia tetapi asalkan
turun tangan tidak terlalu berat tidak akan sampai mencabut nyawa
orang tersebut, karena Wi Lian In masih ingin menggunakan dia
sebagai sandera untuk memaksa si rase bumi Bun Jin Cu
melepaskan dia serta Ti Then karena itu dia tidak membinasakan
orang tersebut.
Dengan cepat Ti Then bergerak kembali menambahi orang itu
dengan satu totokan kembali pada jalan darah kakunya, seperti baru
saja mendapatkan harta kekayaan dengan cepat dia seret orang itu
ke samping.
"Cepat geledah badannya" seru Wi Lian In dengan suara yang
lirih.
Dengan cepat Ti Then mengulur tangannya merogoh ke dalam
saku orang berkerudung itu, tetapi walau pun sudah diperiksa
setengah harian lamanya tetap tidak menemukan sesuatu apa pun,
tanpa terasa lagi dia merasa sedikit kecewa.
"Hmm dia sungguh-sungguh
dengusnya dengan cemas.
tidak
membawa
kunci
itu."
Wi Lian In tidak mau ambil diam, tangannya dengan cepat
merampas kain kerudungnya itu sehingga terlihatlah suatu wajah
yang ramah dan gagah, sedikit pun tidak nampak tanda-tanda
pernah berbuat jahat sedang usianya sudah berada di atas lima
puluh tahunan. Tidak terasa lagi dia menjadi melengak.
"Orang ini aku tidak kenal, apa kau kenal dengan dia orang?"
"Aku juga tidak kenal, sungguh aneh sekali. ." seru Ti Then
sambil gelengkan kepalanya.
"Benar" sambung Wi Lian In lagi dengan air muka penuh
perasaan ragu-ragu "Kalau dia memangnya tidak kenal dengan kita,
kenapa harus mengerudungi wajahnya??" Ti Then segera menggigit
kencang bibirnya:
"Sekarang aku punya suatu perasaan, kemungkinan sekali orang
ini bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu itu"
Wi Lian In agak tertegun mendengar keterangan ini.
"Ooh. . bagaimana bisa bukan?"
"Pertama, jika orang ini betul- betul anak buah dari si rase bumi
Bun Jin Cu, tidak ada alasan buat dia untuk mengerudungi
wajahnya, kedua, pertama kali dia datang kemari sepatah kata pun
dia tidak mau berbicara, tetapi ketika kedatangannya kali ini dengan
amat cepatnya dia sudah mengaku sebagai anak buah dari si rase
bumi Bun Jin Cu, hal ini membuktikan bahwa setelah mereka
melihat kita sudah salah menganggap dia sebagai anak buahnya si
rase bumi Bun Jin Cu untuk menutupi asal usulnya yang
sesungguhnya dia sudah mengakui dengan cepat"
"Jika orang ini bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu, lalu
siapakah dia? Apa tujuannya menawan kita di sini?" tanya Wi Lian
In dengan perasaan amat terkejut bercampur heran.
" Cepat kita sadarkan kemudian paksa dia untuk berbicara."
Tetapi .. baru saja mereka membalikkan badan manusia
berkerudung hitam itu untuk bersiap menyadarkan dirinya, pintu
besi di atas tangga-tangga batu itu mendadak tanpa mengelearkan
sedikit suara pun sudah muncul kembali dua orang manusia. Tidak
salah, dua manusia berkerudung hitam.
Pada tangan ke dua orang manusia berkerudung hitam itu
masing-masing membawa seperangkat busur serta anak panah dan
berdiri berjajar di atas tangga batu itu, sikapnya amat dingin dan
kaku mirip sekali dua setan yang baru saja keluar dari neraka.
Melihat hal itu air muka Ti Then segera berubah sangat heran,
dengan cepat dia lintangkan badan manusia berkerudung hitam itu
ke depan Wi Lian In serta dirinya, kiranya dia mau menggunakan
tubuh manusia berkerudung hitam itu sebagai tameng dari serangan
anak-anak panah, ujarnya dengan tertawa dingin:
"Jika kalian berani lepaskan anak panah untuk memanah kami,
maka yang binasa adalah dia terlebih dulu".
Kedua orang manusia berkerudung hitam itu tidak mengucapkan
sepatah kata pun, mereka masing-masing mulai mempersiapkan
anak panahnya masing-masing, terdengarlah salah satu diantara
mereka berdua dengan suara yang amat dingin dan kaku berkata:
" Kalian mau lepaskan orang itu tidak??"
"Jika kalian mau melepaskan kami pergi, maka kami juga akan
melepaskan orang ini"
"Kalau tidak?" ejek manusia berkerudung hitam itu sambil tak
henti-hentinya memperdengarkan suara tertawanya yang amat
dingin
" Kalau tidak. kami minta dia menemani kami mati"
" Kalian tidak akan kami jatuhi hukuman mati, asalkan kalian mau
lepaskan dia maka kalian bisa menanti di sini dengan tenang."
"Menanti apa?" desak Ti Then cepat.
"Menanti sesudah usaha kita mencapai keberhasilan maka kalian
segera akan mendapatkan kebebasan juga."
"Kalian bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu bukan?"
"Benar atau bukan sekarang kalian tidak perlu tahu."jawab orang
berkerudung hitam itu keras.
"Aku mau tahu."
Mendadak orang berkerudung hitam itu terbahak-babak dengan
amat keras. "Tetapi siapa yang mau beritahu kepada kalian??"
Ti Then segera menuding kearah orang berkerudung hitam yang
berada ditangannya. "Dia bisa beritahu kepada kami" sahutnya
dingin.
Suara tertawa dari manusia berkerudung hitam itu mendadak
berhenti, sepatah demi sepatah ujarnya dengan suara berat:
"Kalian bila tidak lepaslan dia kembali maka kalian akan
mendapatkan suatu pelajaran yang lain dari pada yang lain, kalian
lihat saja"
"Suatu perlakukan yang bagaimana??" tanya Ti Then dengan
wajah dingin sedang mulutnya tidak hentinya memperdengarkan
suara tertawa yang amat menusuk telinga.
" Kalian tidak mungkin akan memperoleh makan"
Ti Then angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak.
"Tetapi jika kami berdua mati kelaparan, kalian
menggunakan apa untuk berjual beli dengan diri Wi Pocu??"
mau
"Tidak lama lagi Wi Ci To akan memperoleh berita dari kami,
sedang urusan kita dengan dia pun bisa di selesaikan di dalam lima
hari ini, kalian tidak makan tidak akan sampai membuat kalian mati
kelaparan, hanya saja suatu penderitaan yang agak berat akan
menimpa diri kalian, buat apa kamu semua memaksa untuk
merasakan penderitaan tersebut??"
"Sebenarnya kalian sedang mengadakan jual beli apa dengan Wi
Pocu?"
" Kalian tunggu saja dan tanya sendiri dengan Wi Ci To" jawab
orang berkerudung itu dingin.
"Baiklah" sahut Ti Then kemudian sambil angkat bahunya.
"Jika kawanmu memang tidak mau berbicara biarlah aku pergi
tanya Wi Pocu sendiri sudah bertemu muka"
Sekali lagi orang berkerudung hitam itu mendengus dengan amat
dinginnya. " Kalian betul- betul tidak mau melepaskan dia?"
"Tidak"
Orang berkerudung hitam itu menjadi betul- betul gusar
dibuatnya.
"Heee... hee.. kau bangsat cilik agaknya tidak takut mati
kelaparan tetapi apa benar-benar merasa tega melihat nona Wi
menderita kelaparan???"
"Kalian tldak perlu ikut merasa kuatir, nonamu tidak akan
menderita kelaparan" sambung Wi Lian In dengan dingin.
"Tidak urung kalian tidak bisa lolos dari sini, buat apa mencari
gara-gara??"
Ti Then tidak mau kalah, segera dia pun menuding kearah orang
berkerudung hitam yang berhasil ditawan itu.
"Temanmu ini juga tidak akan solos dari cengkeramanku, apa
kalian tidak ingin menolong nyawanya"
Dari sepasang mata orang berkerudung hitam itu segera
memancarkan sinar yang amat tajam dan buas sekali, serunya
dengan gemas.
"Kau bangsat cilik jangan harap bisa mendapatkan berita seperti
apa yang kalian inginkan"
"Kau bukanlah dia, kenapa dia tidak mau menyawab semua
pertaayaanku???" ejek Ti Then sambil tertawa.
Orang berkerudung hitam itu tidak mau menyawab lagi, dia
melirik sekejap kearah temannya yang berada disisinya, kemudian
mereka berdua mulai menarik busurnya mengarah ulu hati dari
manusia berkerudung hitam yang berada di depan diri Ti Then.
Tiba-tiba .... mereka mulai melepaskan anak panah itu.
Jarak mereka tak lebih hanya lima depa saja, karena itu
meluncurnya dua buah anak panah itu bagaikan kilat cepatnya.
Ti Then sama sekali tak menduga pihak lawannya begitu teguh
untuk melenyapkan nyawa kawannya sendiri Ketika dilihatnya kedua
buah anak panah itu meluncur datang sebetuinya dia mau
menyingkirkan orang berkerudung itu ke samping, tapi ketika
teringat bilamana dia membawa orang berkerudung itu menyingkir
ke samping maka Wi Lian In yang ada di belakangnya akan
mengalami bencana, karena itulah disaat yang amat keritis itu dia
tetap ragu-ragu dan tidak bergerak sedikit pun dari tempat semula.
Sedang meluncurnya kedua batang anak panah itu pun amat
cepat, di dalam sekejap mata saja terdengarlah . . "Bluk . . . bluk..."
kedua batang anak panah itu dengan tepat menghajar ulu hati dari
orang berkerudung itu. Melihat hal ini Ti Then menjadi sangat
gusar.
"Bajingan bangsat, kalian sungguh amat kejam."
Orang berkerudung hitam itu hanya memperdengarkan suara
tertawanya yang amat aneh, lama sekali baru ujarnya.
"Sekarang kalian sudah tidak dapat memaksa dia untuk
mengucapkan kata-kata lagi, bagaimana kalau mayatnya
kembalikan kepada kami?"
Ti Then takut sesudah mayat itu dilemparkan kembali kepada
mereka, lantas mereka melancarkan serangan kembali terhadap
dirinya berdua karena itu dia tak mau melepaskan tamengnya dari
orang berkerudung tersebut.
Ketika orang berkerudung bitam itu melihat mereka tak mau
mengembalikan mayat tersebut, segera angkat kepalanya tertawa-
tawa.
"Baiklah jikalau kalian merasa sangat tertarik terhadap mayat
tersebut, biarlah aku tinggalkan di sini untuk kalian dahar
dagingnya"
Selesai berkata dia putar badan sambil menarik kawan di
sebelahnya untuk meninggalkan tempat itu.
Terlihatlah mereka mulai menaiki tangga-tangga batu itu sesudah
menutup kembali pintu besi dan menguncinya kembali terdengar
suara langkah kakinya semakin lama semakin jauh.
Lama sekali Ti Then berdiri tertegun di sana, kemudian baru
meletakkan kembali mayatnya ke atas tanah.
"Dugaanku ternyata tidak salah." ujarnya sambil menghela napas
panjang. "Ternyata mereka bukan anak buah dari si rase bumi Bun
Jin Cu."
Wi Lian In pun bergeser ke samping tubuh Ti Then, ujarnya
sambil memandang mayat tersebut dengan pandangan terperanyat.
"Sungguh kejam, untuk menyaga rahasia mereka ternyata
dengan tidak sayang turun tangan jahat membinasakan kawannya
sendiri, di dalam dunia ini ternyata masih ada manusia yang tidak
berprikemanusiaan"
"Dari hal ini sudah bisa diketahui kalau sekali pun mereka harus
mengorbankan dirinya pun tetap berjuang terus sampai mencapai
pada tujuannya...memeras ayahmu."
"Tetapi tidak tahu mereka mau Tia menyanggupi ucapannya?"
"Hmm, mereka pasti sedang ayahmu untuk menyerahkan
semacam barang"
"Betul, otak pimpinan dari orang orang yang menawan kita kali
ini pastilah orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu"
Air muka Wi Lian In segera berubah hebat.
"Tidak salah. . pasti dia orang, sedang manusia berkerudung ini
tentu anak buahnya semua"
Dia segera bangkit berdiri dan berjalan bolak balik di sana,
ujarnya lagi dengan perasaan murung:
"Bagaimana sekarang baiknya??"
"Bilamana ayahmu sudah setuju untuk menyerahkan barang itu
berarti kesempatan buat kita untuk hidup masih ada, tetapi. ."
"Kau pikir Tia bisa serahkan barang itu tidak?" potong Wi Lian In
dengan cepat.
" Untuk menolong nyawa kita mungkin dia mau, tetapi bukankah
karena kita berdua sudah menyusahkan ayahmu?."
"Tetapi kita tidak bisa meloloskan diri dari sini"
Dengan berdiam diri Ti Then memandangi mayat yang ada di
atas tanah itu dengan mata melotot, mendadak seperti baru saja
teringat akan sesuatu hal mendadak dia mencabut keluar dua
batang anak panah yang tertancap di dalam tubuh orang
berkerudung itu, serunya dengan sinar mata penuh gembira:
"Dua batang anak panah ini, mungkin bisa bantu kita untuk
meloloskan diri" Semangat Wi Lian In segera timbul kembali.
"Benar" serunya kegirangan, "Kita gunakan kedua batang anak
panah ini sebagai senyata rahasia dan berusaha membinasakan
mereka."
"Tidak. sekali pun kita berhasil membinasakan mereka untuk
meloloskan diri tetap tidak bisa."
"Kalau tidak, kau bermaksud berbuat bagaimana ???" tanya Wi
Lian In tertegun.
Ti Then segera memperendah suaranya.
"Kita gunakan kedua batang anak panah ini untuk membongkar
tiang besi yang tertanam di dalam tanah.
"Apa bisa??" tanya Wi Lian to ragu-ragu.
"seharusnya bisa. ."
"Tetapi, jika sewaktu kita sedang membongkar tiang besi ini
mendadak mereka masuk lagi, lalu. ."
"Tidak mungkin" potong Ti Then segera.
"Baru saja mereka menghantarkan nasi buat kita makan, di
dalam dua tiga hari ini mungkin mereka tidak akan datang lagi"
Pandangan Wi Lian In menjadi bersinar kembali.
" Kalau memang demikian, mari kita mulai bekerja, tetapi entah
harus bekerja berapa hari baru bisa membongkar tiang besi ini?"
"Jika di bawah tiang besi ini masih ada besi yang melintang di
dalam tanah, paling cepat mungkin kita harus bekerja satu hari
penuh baru bisa"
Wi Lian In segera mengambil satu batang anak panah dari
tangan Ti Then kemudian mulai berjongkok di bawah tiang besinya
dan mulai turun tangan bekerja.
Ti Then pun mulai bekerja untuk membongkar tiang besi itu,
ujarnya dengan suara perlahan:
"Hati-hati sedikit, jangan sampai ujung anak panah itu menjadi
putus"
Demikianlah bagaikan kilat cepatnya mereka bekerja terus
menggali tanah itu untuk berusaha membongkar tiang besi yang
mengikat mereka, tidak kurang satu jam kemudian mereka sudah
berhasi menggali tanah itu sedalam dua depa lebih.
Tapi semakin mereka bekerja semangatnya semakin berkobar,
karena tanah itu tidaklah keras, sehingga Ti Then tidak perlu
menggunakan ujung panah, cukup dengan telapak tangan saja
sudah bisa bekerja.
Ketika mereka sudah mencapai kurang lebih tiga depa dalamnya
mendadak terasa oleh mereka ujung anak panahnya terbentur
dengan suatu barang yang amat keras. Wi Lian In segera menjerit
keras. "Ada batu"
"Tidak salah, memang batu." seru Ti Then kegirangan. " Kenapa
kau malah kegirangan?"
Ti Then dengan menggunakan ujung anak panahnya
membersihkan pasir yang ada disekeliling batu itu kemudian telapak
tangannya ditusuk keujung pinggiran batu seketika itu juga sebuah
batu yang amat besar sudah terangkat dari dalam tanah. Ujarnya
sambil tertawa:
"Bukankah demikian satu persatu kita singkirkan batu ini jauh
lebih cepat daripada harus membongkar tanah itu?"
Wi Lian In ketika melihat perkataannya sedikit pun tidak salah dia
menjadi amat girang.
"Bagus sekali, jika demikian adanya kita bisa membongkar tiang
besi itu jauh lebih cepat lagi"
Ti Then sudah mendorong batu pertama ke samping segera
bungkukan badan mendorong kembali batu yang kedua. . ketiga.
.ke empat.
Tidak sampai satu jam kemudian mereka sudah berhasil
membongkar permukaan tanah sekitar tiang besi itu seluas lima
depa dengan dalam lima enam depa ditambah lagi sejumlah tiga
puluh buah batu besar sudah berhasil dikeluarkan dari dalam tanah.
"Tiang besi itu sungguh panjang sekali kenapa masih belum
teriihat dasarnya?" Tanya Wi Lian In kemudian-
"Mungkin sudah hampir.."
Dikarenakan rantai yang mengikat badan mereka hanya
sepanjang tiga depa ke sananya mereka harus bekerja sambil
membungkukkan badannya rendah- rendah, sesudah membongkar
sedalam satu depa kemudian ternyata tidak salah lagi, mereka
sudah dapat melihat ujung sebelah dalam dari tiang besi itu dan
dugaan Ti Then sertikit pun tidak salah, pada ujung tiang besi itu
dihubungkan lagi dengan empat tiang besi yang melintang.
Keempat tiang besi yang melintang itu ada sebesar batang
pedang panjangnya, setiap tiang besi ada tiga depa lebih dengan
mendatar lurus di dalam tanah, tidak tahu tiang itu dihubungkan
dengan tempat mana lagi.
Ti Then segera merangkul tiang besi itu dan menggoyangkannya
beberapa kali dengan sekuat tenaga, alhasil tiang besi itu kelihatan
sedikit mengendor, tanpa terasa lagi dia mengerutkan alisnya rapat-
rapat.
"Tidak bisa jadi, kita harus membongkar permukaan tanah ini
lebih lebar lagi sehingga keempat tiang besi yang melintang itu bisa
diangkat keluar."
"Jika kita begitu, mungkin kita harus bekerja satu hari lagi baru
bisa lolos" seru Wi Lian In murung
"Kita sekarang sudah bekerja dua jam lamanya mungkin
sekarang sudah tengah malam buta,jika kita teruskan pekerjaan ini
sekarang juga mungkin ketika cuaca menjadi terang kembali seluruh
pekerjaan kita sudah selesai, ayoh, cepat turun tangan."
Demikianlah mereka berdua segera melanjutkan kerjanya
kembali menggali tanah di bawah tiang besinya masing-masing.
Ti Then yang bekerja deagan amat giat hanya di dalam beberapa
waktu saja sudah berhasil membongkar permukaan tanah
sepanjang tiga depa dan saat itulah dia sudah tidak bisa bekerja
kembali karena rantai yang mengikat badannya sudah tidak dapat
mau kembali.
Ini merupakan suatu persoalan yang paling berat, rantai yang
mengikat badannya mereka hanya sepanjang tiga depa saja, di
tambah dengan lengannya paling banyak juga hanya mencapai
sejauh empat lima depa dari tempatnya, untuk lebih maju lagi
sudah tentu tidak mungkin.
Wi Lian In bekerja jauh lebih perlahan tetapi ketika dilihatnya
keadaan Ti Then yang tidak dapat melanjutkan pekerjaan itu tanpa
terasa dia pun berhenti, ujarnya sambil menghela napas panjang:
"Bagaimana??"
Sepasang mata dari Ti Then mengeluarkan sinar yang amat
tajam, dia membuang anak panah itu dan memundurkan diri ke
samping tiang besinya itu tubuhnya sedikit berjongkok ke bawah
sepasang tangannya dtngan kencang mencekal tiang itu dan
menariknya dengan sekuat tenaga.
"Kraaak . . . ." terdengar suara yang amat nyaring bergema
memenuhi seluruh ruangan itu, tiang besi itu patah menjadi dua
bagian oleh tenaga tarikan dari Ti Then ini.
Melihat kejadian ini Wi Lian In menjadi amat girang. "Kekuatan
sakti, coba kita cabut yang lainnya lagi."
Ti Then segera putar tubuhnya menuju kearah tiang besinya
sesudah mencoba mencabutnya berulang kali akhirnya dengan
timbulkan suara yang amat nyaring tiang besi itu pun putus juga .
Perasaan girang yang meliputi seluruh hati Wi Lian In semakin
memuncak. Kita putuskan satu tiang lagi, kita segera akan lolos dari
sini".
"Tidak bisa, tidak bisa" jawab Ti Then dengan napasnya yang
ngos-ngosan seperti kerbau. "Biar aku istirahat sebentar, aku sudah
kerahkan semua tenagaku kini badanku betul- betul terasa amat
lelah."
"Kalau begitu biar aku yang coba mencabut"
Dia segera putar badannya. sepasang tanganya dengan erat-erat
mencekal tiang besi itu, kuda-kudanya diperkuat mendadak dengan
seluruh tenaganya dia mencabutnya ke atas, tetapi sekali pun sudah
kerahkan tenaga penuh tiang besi tersebut hanya sedikit bengkok
saja.
Ti Then segera tarik napas panjang-panjang. "Mari kita coba
dengan bergabung."
Sambil berkata tubuhnya pun ikut masuk ke dalam liang,
sepasang tangannya dengan erat mencekal tiang besi itu,
bersamaan pula tenaga mereka berdua dikerahkan ke luar, tanpa
banyak rewel lagi tiang ketiga itu pun berhasil dipatah menjadi dua
bagian.
Kini masih tersisa satu tiang lagi, tetapi mereka saat ini betul-
betul sudah kehabisan tenaga, jangan dikata untuk mencabutnya
hanya untuk mendorong saja mereka sudah merasa tidak kuat.
Mereka berhenti sebentar untuk istirahat, setelah itu sekali lagi
dicobanya dan kali ini ternyata berhasil.
Tiang besi yang terakhir ini pun berhasil mereka patahkan
menjadi dua bagian.
Tetapi hal ini bukanlah berarti mereka sudah lolos dari
kesukaran, karena waktu sekarang dibadan mereka masih ada
rantai yang mengikat badan mereka, sedang rantai itu dengan amat
kuatnya terikat di atas tiang besi itu, jika mereka ingin lolos dari
ruang bawah tanah itu terlebih dahulu harus dapat menerjang pintu
besi itu, bahkan sekali pun mau terjang itu pintu besi dibadan
mereka masing-masing pun tetap harus membawa sebuah tiang
besi yang amat banyak. dengan membawa tiang besi yang amat
berat.
Berat tiang besi itu saja sudah ada dua ratus kati, jikalau diluar
sana sudah bersiap-siap musuh dalam jumlah yang amat banyak.
dengan membawa tiang besi yang demikian beratnya apa mereka
bisa meloloskan diri?"
Mereka berdua tampak duduk beristirahat sebentar, ujarnya Wi
Lian In pada saat itu
"Bagaimana kalau kita
menggunakan tiang besi ini?"
terjang
pintu
besi
itu
dengan
"Jangan, tunggu sebentar . ." seru Ti Then sambil gelengkan
kepalanya.
"Masih mau tunggu apa lagi?"
"Kita tangsal perut terlebih dahulu baru cari akal."
Dia bangkit berdiri dan mengambil kedua mangkuk nasi yang
dihantar oleh dua orang berkerudung hitam itu, sambil memberikan
satu mangkuk nasi kepada Wi Lian In ujarnya sambil tertawa.
"Jika mau adu jiwa kita juga harus makan kenyang dulu, bukan
begitu?"
Wi Lian In hanya tersenyum saja sambil menerima mangkuk nasi
itu, tidak lama kemudian dia sudah menyikat habis nasi tersebut.
Selesai bersantap mereka berdua baru bangkit berdiri, ujar Ti
Then sambil tertawa. "Sudah, sekarang kau mulai berteriak." . Wi
Lian menjadi melengak. "Apa?"
"Dari pada harus menggunakan tiang besi ini untuk mendobrak
pintu besi tersebut, lebih baik kita pancing mereka datang untuk
membukakan pintu buat kita."
Wi Lian In segera merasa cara ini sedikut pun tak salah, dia
menjadi amat girang sekali.
"Bagus" serunya "Biar aku mulai berteriak . . . Ehmm, tunggu
sebentar . . ."
"Ada apa?"
Mendadak wajah Wi Lien In berubah menjadi merah dadu, dia
menundukkan kepala rendah-rendah kemudian ujarnya malu: "Tidak
mengapa aku hanya ingin . . ."
"Kau ingin berbuat apa?" tanya Ti Then melengak.
Dengan gemasnya Wi Lian In mendepakkan kakinya ke atas
tanah, sahutnya dengan malu malu.
"Aku tidak ingin berbuat apa-apa, aku hanya ingin . . ingin..."
Ti Then yang melihat jawabannya terputus-putus tanpa terasa
sudah tertawa terbahak-bahak.
"Kau ingin apa cepat katakaniah, buat apa sungkan??"
"Kau . . kau.. berdirilah menghadap ke sana." sera Wi Lian In
dengan perasaan amat malu. "Jangan bergerak yaah, jangan
menoleh tahu tidak"
Seketika itu juga Ti Then menjadi paham, segera dia memutar
tubuhnya membelakangi dirinya dan berdiri tidak bergerak sedikit
pun juga. "Sudahlah, sekarang silahkan"
Agaknya Wi Lian In masih merasa tidak lega hatinya ujarnya lagi.
"Kau jangan mengintip yeah, kalau tidak. . kalau tidak aku pukul
kau"
"Baik, baiklah, sekarang silahkan cepat"
Wi Lian In barulah mulai melepaskan ikat pinggang dan
pakaiannya untuk berjongkok menyelesaikan urusan pribadinya,
sebentar kemudian dengan perasaan malu dia sudah bangkit berdiri
kembali.
"Sudahlah sekarang bagaimana kalau aku mulai berteriak??"
tanyanya sambil tersenyum malu.
"Baik, sekarang mulai berteriak."
"Harus berteriak bagaimana??"
"Bagaimana pun boleh, asal bisa memancing mereka datang
kemari."
"Bagaimana kalau aku berteriak ngeri?"
"Baiklah" sahut Ti Then sambil tertawa.
Demikianiah Wi Lian In lantas berteriak ngeri dengan amat
panjang dan kerasnya, suara itu penuh diliputi oleh perasaan yang
amat takut, kesakitan seperti baru saja digigit oleh setan.
Ti Then pun segera memungut dua buah potongan tiang besi
tadi, sambil mengangsurkan kepada kepada Wi Lian In ujarnya lagi:
"Bawa barang ini, nanti bisa kita gunakan sebagai pengganti
pedang"
Wi Lian In segera menerimanya dan disisipkan ikatan
pinggangnya, kemudian bersama-sama dengan Ti Then mengangkat
tiang besi itu, siap menerjang kearah pintu-pintu besi tersebut.
Dengan pusatkan seluruh perhatian mereka bersiap sedia, tetapi
lama sekali tidak terdengar juga adanya orang yang menuruni
tangga-tangga batu itu, tanpa terasa dia menjadi ragu-ragu.
"Kenapa?? kenapa mereka belum datang juga ??"
"Sttt, jangan berbicara"
"Bagaimana kalau aku berteriak lagi?"
"Tidak perlu, mereka pasti akan datang."
Ternyata dugaan dari Ti Then sedikit pun tidak salah, baru saja
dia selesai berbicara dari depan pintu besi itu sudah terdengar suara
langkah dua orang yang berjalan dari kejauhan mulai mendekati
tempat tersebut. Kemudian disusul dengan suara dibukanya kunci
besi itu.
Ti Then yang mengangkat ujung tiang yang berada di depan
segera sedikit mengangguk memberi tanda kepada Wi Lian In,
setelah itu dengan memperingan langkah masing-masing mereka
mulai berjalan menaiki tangga batu itu siap menerjang keluar.
"Kraaaak..." suara yang smat nyaring bergema, pintu besi itu
perlahan-lahan mulai membuka.
Yang muncul tidak lain adalah dua orang berkerudung hitam
yang tadi, tetapi begitu mata mereka terbentur dengan Ti Then
serta Wi Lian In yang berdiri di belakang pintu sambil mencekal
tiang besi tersebut saking terperanyatnya mereka sudah berteriak
tertahan, salah satu diantara mereka segera menyambar ujung
pintu siap untuk di tutup kembali.
Tetapi baru saja tangannya mencapai pinggiran pintu itu, Ti Then
serta Wi Lian In dengan masing-masing mengeluarkan suara
bentakan yang amat nyaring dengan mencekal tiang besi itu sudah
menerjang ke luar dari sana.
Berat tiang besi itu ada dua ratus kati di tambah dengan tenaga
dorongan mereka berdua sudah cukup sebetulnya untuk menerjang
sebuah pintu kota, apa lagi hanya pintu besi yang kecil.
Jika orang sampai kena terjang tiang ini tidak urung seketika itu
juga akan binasa ditempat, karenanya orang-orang berkerudung
hitam itu dengan amat gugupnya sudah meloncat ke samping untuk
menghindarkan diri.
Demikianiah Ti Then beserta Wi Lian In dengan tanpa perduli
keadaan disekelilingnya sudah menerjang keluar dari pintu besi itu
dengan masih membawa tiang besi yang amat berat.
Diluar pintu besi itu merupakan sebuah rumah yang terbuat dari
tanah liat di dalamnya bertumpuk-tumpuk barang-barang
pertanyan, sekali pandang saja sudah tahu rumah itu merupakan
sebuah gudang pertanyan yang biasanya digunakan untuk
menyimpan gandum serta alat-alat bertani.
Ketika Ti Then serta Wi Lian In melihat keadaan ditempat itu
tanpa tarasa lagi sudah menjadi melengak, tetapi mereka tidak
berhenti sampai di sana ketika dilihatnya kedua orang berkerudung
hitam sudah meloncat keluar dari rumah itu itu mereka pun segera
menerjang terus keluar dari sana.
Saat ini cuaca menunjukkan hampir terang tanah, keadaan
disekeliling tempat itu masih gelap gulita, tetapi pada saat mereka
sudah berada diluar rumah itu sekali pandang saja mereka sudah
melihat tempat itu adalah sebuah tanah lapang yang biasanya
digunakan untuk menjemur padi.
Pada permulaan ketika mereka dikurung di dalam ruangan di
bawah tanah di dalam otak mereka masing-masing terus menerus
memikirkan di tempat manakah sekarang mereka berada, semula
mereka mengira sudah berada diruang bawah tanahnya istana
Thian Teh Kong akhirnya tahu juga kalau dugaan mereka salah,
tetapi mereka sama sekali tidak menduga kalau mereka sudah
berada dirumah seorang petani.
Bagaimana bisa di rumah seorang petani?
Jilid 19.2 : Janyi menjadi suami istri
Baru saja mereka berdua merasa terkejut dan heran mendadak
terdengarlah suara desiran angin yang amat tajam, tampak dua
batang anak panah dengan amat dahsyatnya sudah meluncur
secara diam-diam kearah mereka.
Sabatang anak panah mengancam Ti Then sedang sebatang
lainnya mengancam Wi Lian In.
Ti Then segera bungkukkan badannya ke bawah tiang hesi yang
ada ditangan kanannya dengan tepat memukul kearah anak panah
tersebut, bersamaan pula bentaknya dengan cemas.
“Lian In, hati-hati”
Dengan kecepatan yang luar biasa Wi Lian In segera mencabut
tiang besinya pula untuk memukul jatuh anak panah yang
mengancam badannya.
“Cepat mundur ke dalam rumah!” serunya keras.
Baru saja dia selesai berkata tampak dua batang anak panah
dengan mengeluarkan sambaran angin yang amat tajam meluncur
kembali mengancam mereka berdua.
Sekali lagi mereka pukul jatuh anak-anak panah itu.
Terdengar Ti Then berteriak dengan amat keras.
“Mereka berada di ujung rumah di sebelah depan, cepat kita
serang ke sana!”
“Jangan!” seru Wi Lian In dengan amat cepat, “Kita mundur
kembali ke dalam rumah saja, lebih baik kita cari kampak untuk
putuskan rantai-rantai ini”
Ti Then segera merasa perkataannya sedikit pun tidak salah,
akhirnya bersama-sama dengan Wi Lian In dengan tergesa-gesa
mereka mengundurkan diri ke dalam rumah itu dan menutup rapat-
rapat pintunya, setelah meletakkan tiang besi itu ke atas tanah
mereka mulai mencari alat untuk memutuskan rantai-rantai
tersebut.
Tetapi sekali pun sudah mencari disekeliling rumah itu tetap tidak
tampak adanya kampak, tetapi ditemuinya sebuah cangkul.
Ti Then segera mengambil cangkul tersebut, ujarnya dengan
cepat kepada Wi Lian In:
“Cepat berjongkok, biar aku coba”
Wi Lian In menurut omongannya dan berjongkok lantas
meletakkan rantainya ke atas tanah.
“Criiiing!” terdengar suara yang amat nyaring bergema diseluruh
ruangan disertai dengan percikan bunga-bunga api, ujung cangkul
itu sedikit bengkok tetapi rantainya tetap utuh tidak cedera sedikit
pun juga.
“Tidak ada gunanya, cangkul itu tidak berguna” seru Ti Then
sambil membuang cangkul itu ke atas tanah.
“Kurang ajar” teriak Wi Lian In dengan amat gusar, “Di sini
terdapat begitu banyak alat-alat tetapi sebuah kampak pun tidak
kelihatan”
“Tentu sudah disembunyikan oleh mereka, mari kita terjang lagi
keluar, bagaimana kalau kita cari di dalam rumah yang lain?”
“Mereka melancarkan serangan dari tempat kegelapan, sukar
buat kita untuk berjaga-jaga, lebih baik untuk sementara kita
menunggu di sini saja sampai terang tanah”
“Begitu
pun juga boleh” sahut Ti Then kemudian sambil
mengangguk sesudah berpikir sebentar. “Agaknya mereka cuma
dua orang saja, baiklah kita tunggu sampai terang tanah baru turun
tangan bereskan mereka.”
“Gelegar . . !” mendadak suara yang amat keras bergema
memenuhi seluruh ruangan , kiranya pintu kayu depan rumah itu
sudah mulai diserang dengan menggunakan batu-batu cadas yang
amat besar sehingga menggetarkan dengan amat kerasnya.
“Hmmm..” Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya. “Coba kau
lihat mereka malah berani menyerang kita”
“Kelihatan sekali kepandaian slat mereka tidak seberapa,
bilamana berani merusak pintu untuk menyerang kita Iebih baik kita
tutup jalan mundurnya terlebih dahulu kemudian baru kita tangkap
dari dalam.”
“Betul” seru Ti Then tertawa.
“Bluuuk..!” Sekali lagi suara pintu kayu yang terkena gempuran
batu besar.
“Mari kita palangkan tiang besi ini di belakang pintu kayu itu”
Seru Ti Then
dengan suara perlahan. ” Jika kita melihat mereka menyerang
masuk segera angkat tiang besi itu biar mereka jatuh tersungkur”
Wi Lian In menjadi amat girang sekali.
“Pendapat yang amat bagus.”
Mereka berdua satu di sebelah kiri yang lain di sebelah kanan
berjongkok didekat pintu kemudian palangkan itu tiang besi di
depan pintu untuk menanti dengan amat tenangnya.
Sebuah batu besar mengenai pintu rumah itu lagi membuat pintu
tersebut menjadi patah dua bagian dan terpentang ke samping.
Terdengar orang berkerudung hitam itu dengan suaranya yang
tertawa seram.
“Hey bocah cilik cepat keluar dan menyerah tanpa melawan,
kalau tidak kalian
akan merasakan siksaan yang sangat berat”
Ti Then tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.
“Kalian punya kepandaian apa saja silahkan gunakan keluar, aku
sekalian sudah siap sedia untuk minta petunjuk.”
“Jika kau bangsat
menggelinding keluar. “
cilik
ingin
hidup
lebih
lama
cepat
“Aku tidak ingin hidup, kalian masuklah” jawab Ti Then sambil
tertawa nyaring.
“He.. . he .. he.. . kalian sungguh-sungguh sudah ambil
keputusan untuk mati didaIam rumah itu?” Tanya orang
berkerudung hitam itu sambil tertawa aneh.
“Benar.”
“Bagus, lohu akan memenuhi harapan kalian”
Selesai dia berbicara mendadak terlihatlah segumpal bayangan
hitam melayang menuju ke atas atap rumah tersebut.
Kiranya setumpuk rumput kering adanya.
Selesai melemparkan rumput kering itu disusul dengan desiran
anak panah berapi meluncur kearah rumput kering tersebut,
agaknya rumput itu semula sudah diberi minyak karena itu begitu
terkena api segera terbakar dengan amat besarnya.
Kiranya mereka punya maksud untuk membakar Ti Then berdua
di dalam rumah batu itu.
Ti Then sama sekali tidak menyangka nereka bisa berbuat begitu,
ketika dilihatnya api berkobar dengan amat besarnya dia merasa
amat terperanyat, dengan tergesa-gesa dia meloncat keluar sedang
kakinya dengan melancarkan satu tendangan kilat menendang
rumput-rumput kering yang berapi itu.
Tendangan itu dilancarkan bagaikan kilat cepatnya karena itu
tidak sampai melukai kakinya.
Siapa tahu kedua orang berkerudung yang berada diluaran ketika
melihat dia melancarkan tendangan kilat menyingkirkan rumput-
rumput kering tersebut, empat telapak mereka segera melayang
melancarkan satu serangan dahsyat.
Terasalah segulung angin serangan yang amat dahsyat bagaikan
menggulungnya ombak besar ditengah samudra menggulung tak
henti-hentinya kearah rumput kering itu membuat api yang sedang
berkobar bergolak dengan dahsyatnya melayang kembali ke dalam
rumah itu.
Ti Then yang badannya masih terikat oleh rantai membuat
gerakannya tidak leluasa lagi, karenanya dia tidak sanggup untuk
melancarkan serangan juga memukul balik rumput-rumput kering
itu, di dalam keadaan yang amat gugup diambilnya cangkul yang
menggeletak di atas tanah kemudian menyambut datangnya
rumput-rumput kering itu.
Sambarannya kali ini membuat rumput-rumput kering itu menjadi
tersebar keempat penjuru dan jatuh di tiang-tiang pintu yang
terbuat dari kayu, seketika itu juga rumput-rumput kering yang
berapi itu mulai membakar apa yang ditemuinya.
Wi Lian In dengan cepat mengambil sebuah karung goni dan
dipukul-pukulkan ke atas tanah dimana api mulai berkobar.
Tetapi baru saja mereka selesai memadamkan api itu tampak
segumpal rumput kering serta sebatang anak panah berapi
melayang kembali ke dalam, seketika itu juga rumah tersebut
terbakar kembali.
Ti Then menjadi amat gusar sekali, makinya.
“Anak jadah cucu kura-kura, Lian In ayoh kita terjang keluar saja
adu jiwa dengan mereka”
“Baik, kita bunuh mereka semua”
Kedua orang itu segera menerjang keluar, sambil membentak
keras mereka menerjang keluar dari rumah itu dengan ditangan kiri
dan tangan kanan mereka masing-masing membopong sebuah tiang
besi.
Kedua orang berkerudung hitam ketika melihat mereka
menerjang bersamaan waktunya melancarkan satu serangan
dengan menggunakan anak panah mereka kemudian bersama-sama
menyatuhkan diri ke samping bersembunyi ditempat kegelapan.
Di dalam sekejap mata saja ada dua batang anak panah lagi
meluncur dari arah Barat serta Utara menyerang ke tubuh Ti Then
serta Wi Lian In dengan amat cepatnya.
Kiranya mereka tidak berani bertempur berhadap-hadapan
dengan Ti Then,
kini mereka hendak menggunakan kelemahan dari Ti Then yang
harus membopong tiang besi untuk melancarkan serangan
mendesak dirinya.
Ti Then dengan amat gusarnya membentak keras, mendadak dia
melemparkan tiang besi yang dibawanya dan melayangkan
tangannya menyambut datangnya sambaran anak panah itu,
kelihatannya dia hendak menggunakan anak panah itu sebagai
senyata rahasia untuk balas melancarkan serangan kepihak musuh.
Wi Lian In pun segera berbuat sama dengan diri Ti Then, hanya
sayang mereka berdua tidak bisa melihat dengan jelas tampat
persembunyian mereka berdua karenanya serangan balasan mereka
dengan menggunakan anak panah itu tidak sampai mencapai pada
sasarannya.
Dengan kecepatan bagaikan kilat Ti Then memungut kembali
tiang besi itu kemudian bentaknya :
“Bunuh dulu binatang yang ada di sebelah Timur, ayoh jalan.”
Mereka berdua dengan masing-masing menggotong tiang besi itu
dengan cepat berlari menuju kesudut sebelah Timur, tetapi ketika
sampai ditempatnya ternyata tidak tampak bayangan musuh.
Sedang pada saat yang bersamaan pula dari belakang tubuh mereka
meluncur datang dua batang anak panah membokong diri mereka.
Mereka berdua dengan cepat putar tubuhnya memukul jatuh
anak panah itu, ketika memandang ke atas tampaklah kedua orang
berkerudung hitam itu sudah berdiri di atas atap dua buah rumah.
Dengan amat gusarnya Ti Then membentak keras.
“Kalau kalian betul-betul punya nyali turunlah, kita tentukan di
atas permainan senyata”
“Ha ha ha ... .jangan cemas” teriak manusia berkerudung hitam
itu sambil tertawa terbahak-bahak, “Sebelum kucing menghabiskan
tikus hasil mangsanya seharusnya dipermainkan dulu sampai puas"
Ti Then segera menaungut anak panah yang terjatuh ke atas
tanah itu dan disambit kembali kearah orang itu, bentaknya:
“Ayo gelinding turun dari sana.”
Anak panah itu meluncur lebih dari pentangan busur tetapi begitu
orang berkerudung hitam itu melihat Ti Then melayangkan
tangannya tubuhnya dengan cepat menyingkir ke samping beberapa
depa jauhnya kerena itu dengan sangat mudah sekali dia berhasil
menghindarkan serangan tersebut.
Manusia berkerudung hitam lainnya segera membalas serangan
itu dengan memanahkan sebatang anak panah kearahnya,
demikianlah saat itu juga antara
pihak terjadilah suatu pertempuran panah yang amat seru sekali.
Mendadak ujar Wi Lian In dengan suara perlahan.
“Jangan disambit kembali”
Waktu itu Ti Then baru saja menangkap sebatang anak panah
dan siap disambit
kembali, mendengar perkataan itu dia menjadi tertegun.
“Kenapa ?” tanyanya.
Dengan suara yang amat Iirih sehingga hampir-hampir tidak
terdengar sahut Wi Lian In:
“Anak panah yang mereka bawa sudah tidak banyak lagi, asalkan
kita terus menerima saja menanti setelah anak panah mereka habis,
mereka tidak akan mengapa-apakan kita lagi.”
“Betul” seru Ti Then tertawa. “Labih baik kita maju beberapa
langkah ke depan untuk pancing mereka memanah lebih banyak
lagi.”
Mereka berdua lantas maju dua langkah ke depan dan berdiri
ditepi lapangan untuk penjemuran padi itu.
Kedua orang berkerudung hitam itu ketika melihat mereka
berdua bukannya mencari tempat bersembunyi bahkan malah
munculkan kini segera memanahkan anak panahnya terus menerus.
Dengan amat gesitnya Ti Then mau pun Wi Lian In meloncat
kekanan kekiri untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut,
walau pun ditangan mereka harus mengangkat sebuah tiang besi
yang amat berat tetapi tidak sebuah pun anak-anak panah itu
mangenai badan mereka.
Tidak lama kemudian anak panah dari kedua orang berkerudung
hitam itu sudah tinggal tidak seberapa banyak lagi.
“Ha ha ha ha .. . . bagaimana?” Ejek Ti Then tertawa terbahak
bahak.
“Terang-terangan kalian tidak bisa mengapa-apakan kami, aku
lihat Iebih baik kalian turun saja ke sini untuk bergebrak”
Kedua orang berkerudung hitam itu tidak memberikan
jawabannya barang sekejap
pun, mereka saling bertukar
pandangan kemudian secara tiba tiba bersama-sama menyatuhkan
diri ke belakang wuwungan rumah dan lenyap tanpa bekas.
Wi Lian In menjadi melengak dibuatnya.
“Hmmm.. entah mereka berdua menggunakan permainan setan
apa lagi?”
“Tidak usah takuti mereka, cuma dua orang saja bahkan hari
pun hampir terang tanah apa pun yang bakal terjadi kita tidak usah
takuti lagi”
“Dekat dekat sini agaknya tidak ada rumah petani yang kedua,
entah tempat manakah ini?”
Baru saja Ti Then mau memberi jawabannya mendadak terasalah
olehnya dari belakang tubuhnya ada sambaran angin tajam yang
membokong dirinya dengan cepat dia bungkukkan badannya sedang
tiang besi yang ada ditangannya di balik melancarkan tangkisan.
“Traaaaang . “ suara benturan besi segera bergema disusul
dengan percikan bunga api memenuhi angkasa.
Secara diam-diam kedua
munculkan diri di belakang
orang
berkerudung
itu
sudah
badan mereka berdua, kali ini ditangan masing-masing mencekal
sebuah golok besar kelihatannya mereka punya maksud untuk
beradu tenaga dengan diri Ti Then berdua.
Ti Then sesudah berhasil menangkis pergi serangan golok pihak
musuhnya, tubuhnya dengan cepat berputar balik, tiang besi
ditangannya ditekan ke atas kemudian secara tiba-tiba menyerang
kearah orang berkerudung hitam yang sedang membokong diri Wi
Lian In itu.
Serangannya ini dilancarkan bagaikan kilat cepatnya, hanya
sayang ditangan kirinya harus menggendong tiang besi yang amat
berat bahkan Wi Lian In yang ada di sampingnya tidak bisa
menyesuaikan diri dengan gerakannya karena itu serangan yang
dilancarkan ini tidak sampai pada tubuh pihak musuhnya dan
mencapai sasaran yang kosong.
Kedua orang berkerudung hitam itu sama-sama tertawa aneh,
satu dari sebelah
kiri yang lain dari sebelah kanan bersama-sama mengangkat
goloknya melancarkan serangan kembali, tetapi mereka tidak berani
langsung menyerang berhadap-hadapan dengan diri Ti Then, setiap
serangan mereka pasti ditujukan pada tempat-tempat yang sukar
bagi Ti Then untuk bergerak.
Semula di dalam anggapan Ti Then asalkan pihak lawannya mau
turun tangan dengan dia maka dirinya dengan amat mudah bisa
menggunakan ilmunya yang amat sakti untuk membinasakan
mereka berdua, tetapi sekarang sesudah bergebrak beberapa jurus
banyaknya dia baru merasa kalau keadaannya tidak semudah apa
yang dipikirkan semula.
Ketika dilihatnya Wi Lian In diserang dan dipaksa berada di
dalam keadaan amat bahaya, segera serunya dengan gugup:
“Lian In, lepaskan tiang besi itu dan duduklah.”
Wi Lian In yang mendengar perkataan itu segera tahu kalau Ti
Then siap menggunakan sikap tenang untuk menguasai lawannya,
karena itu dia lantas meletakkan tiang besi itu ke atas tanah dan dia
sendiri tanpa ragu-ragu lagi duduk ke atas tanah.
Ti Then
pun ikut duduk, merekti berdua duduk dengan
punggung menempel
punggung sedang tangannya yang lain
memutarkan tiang besi itu untuk melindungi dirinya sendiri dari
serangan pihak musuh, demikianlah mereka dengan amat
mudahnya berhasil memunahkan setiap serangan musuh.
Kedua orang berkerudung hitam itu menyerang kembali
beberapa saat lamanya ketika dilihatnya mereka tidak sanggup
melukai diri Ti Then berdua, salah satu diantara orang berkerudung
hitam itu segera memberi tanda dan mereka berdua dengan tidak
banyak cakap lagi mengundurkan diri ke belakang kemudian
melenyapkan diri di balik kegelapan.
“Mungkin mereka mau melepaskan panah-panah lagi, mari kita
mundur ke bawah tembok pojokan sana untuk menghindarkan diri
dari bokongan pihak musuh.”
Siapa tahu sekali pun mereka sudah menunggu setengah jam
lamanya tetap tidak mendengar sedikit gerakan apa pun.
“Heran...” Seru Wi Lian In ragu-ragu.
“Apa mereka sudah tahu sukar lantas mengundurkan diri?”
“Aku kira tidak mungkin, mereka pasti tidak akan melepaskan
kita dengan begini saja, mereka tentu sedang mempersiapkan suatu
penyerangan kembali”
Dengan dinginnya Wi Lian In mendengus.
“Aku tidak percaya mereka bisa melancarkan penyerbuan dengan
cara yang lain lagi.”
“Aku hanya tahu mereka tidak lepas tangan begitu saja, untuk
menutup penyamaran mereka..... “
Perkataannya belum selesai mendadak di sekeliling rumah petani
itu bergema
Suara percikan yang amat keras disusul berkobarnya lautan api
yang amat dahsyat.
Lautan api itu muncul dari empat penjuru rumah pertanyan itu,
hanya di dalam sakejap mata saja gulungan api yang amat dahsyat
menggulung ketengah udara dan menge pung semua tempat.
Jelas sekali kedua orang berkerudung hitam itu secara diam-diam
sudah menyiram sekeliling tempat itu dengan minyak bakar
kemudian menyulut api sehingga membuat api itu baru mulai saja
sudah berkobar begitu dahsyatnya, hanya di dalam sekejap mata
saja kedua buah rumah itu sudah terbakar menjadi abu.
Air muka Wi Lian In segera berubah amat hebat, teriaknya
dengan amat terperanyat.
“Celaka mereka mau bakar kita hidup-hidup.”
Selamanya Ti Then punya nyali yang amat besar dan tidak
pernah kacau pikirannya menghadapi berbagai mara bahaya, tapi
kali ini ketika dilihatnya empat penjuru semuanya merupakan lautan
api yang berkobar-kobar dengan amat dahsyatnya, air mukanya
tanpa terasa berubah memucat juga, teriaknya dengan gemas:
“Kurang ajar, seharusnya sejak tadi aku
mereka bisa melakukan pekerjaan ini”
punya pikiran kalau
“Kalau begitu kita cepat-cepat mundur ke liang ruang bawah saja
untuk bersembunyi” teriak Wi Lian In dengan amat cemasnya.
“ Tidak bisa, walau pun ruang bawah tanah itu tidak sampai
terbakar tetapi kita bisa dipanggang sampai mati.”
Pikiran Wi Lian In menjadi amat kacau, serunya dengan gemetar.
“Lalu bagaimana baiknya?”
“Terjang keluar.”
“Tidak mungkin, empat penjuru merupakan lautan api bagaimana
kita bisa terjang keluar ? Lebih baik kita bersembunyi di dalam
ruang bawah tanah itu saja?”
“Tidak bisa.”potong Ti Then dengan tegas, “Kita tidak bisa
bersembunyi di dalam ruang bawah tanah itu lagi..mari ikuti diriku!”
Dia mengangkat tiang besinya kembali bersama-sama dengan Wi
Lian In mereka Iari keluar dari rumah itu menuju ketengah lapangan
penjemur padi.
Di depan Iapangan penjemuran padi tidak terdapat barang apa
pun, karena api yang berkobar di sebelah sana agak lemah, jilatan
api tidak lebih hanya enam tujuh depa tingginya.
Pada jarak kurang Iebih tiga kaki dari tembok api itu Ti Then
menghentikan langkahnya.
“Mari kita meloncat dari sebelah sini saja.”serunya.
Wi Lian In menjadi terkejut bercampur gugup.
“Dengan menyeret tiang besi yang begitu beratnya apa mungkin
bisa meloncat keluar?” serunya.
“Bisa, gunakan saja tiang besi itu untuk meloncat keluar,
demikian saja, kita
Masing-masing menggendong satu pojokan kemudian Iari ketepi
tembok lautan api itu kemudian menancapkan ujung yang lain ke
atas permukaan tanah, dengan meminyam kekuatan ini kita
layangkan badan keluar dari lingkungan tersebut”
Sambil berkata dia member contoh kepada diri Wi Lian In.
Melihat hal itu Wi Lian In menjadi amat terkejut bercampur
girang.
“Cara ini sedikit pun tidak jelek, hanya saja kalau tidak berhasil
badan kita pasti akan terjatuh ke dalam lautan api”
“Betul” seru Ti Then tersenyum pahit, “Tetapi selain ini tidak ada
cara lain lagi”
“Baiklah, daripada mati lebih baik kita tempuh bahaya ini saja,
tetapi...”
“Tetapi kenapa?”
Wajah dari Wi Lian In mendadak berubah menjadi merah dadu,
dengan perasaan amat malu ujarnya.
“Waktu itu sewaktu masih ada di kuil Sam Cing Koan kau pernah
bilang suka padaku, entah itu sungguh-sungguh atau tidak?”
Ti Then sama sekali tidak menduga di saat-saat yang begitu kritis
dan membahayakan jiwa mereka dia sekali lagi mengungkit urusan
ini membuat di dalam hati diam-diam merasa amat geli juga.
“Sudah tentu sungguh-sungguh” serunya sambil mengangguk.
Wi Lian In dengan perlahan mengangkat kembali wajahnya yang
telah memerah itu, tanyanya lagi dengan perasaan malu bercampur
girang.
“Kalau begitu, kau punya rencana untuk meminang aku tidak?”
“Sudah
tentu”
sekali
lagi
Ti
Then
mengangguk,
“Tetapi....sekarang aku kira bukan waktunya untuk membicarakan
soal ini..”
“Tidak” potong Wi Lian In dengan serius, “Sekarang adalah
waktu yang paling tepat untuk membicarakan soal ini, jika kau mau
meminang aku maka sekarang juga aku sudah menganggap kau
sebagai suamiku, dengan demikian jikalau kita sampai mati tertelan
oleh lautan api itu kita mati juga sebagai suami istri”
“Kalau kita tidak jadi mati?” tanya Ti Then lagi.
“Kalau begitu dari kedudukan sebagai suami istri kita undurkan
sebagai calon suami istri, nanti setelah Tia setuju kita baru resmikan
upacara ini”
Ti Then menjadi sangat girang sekali.
“Baik, kalau begitu bagus sekali”
“Perlu kita berlutut untuk upacara?”
“Sesukamu” sahut Ti Then tertawa.
“Kalau begitu kita berlutut menghadap ke langit” seru Wi LIan In
sambil tertawa malu, “Sesudah sembahyang dengan langit dan bumi
kita masing-masing saling member hormat, bagaimana?”
“Bagus sekali!”
--
33
Mereka berdua segera berlutut menghadap ke sebelah selatan
dan menghormat kepada langit dan bumi setelah itu bangkit berdiri
dan saling memberi hormat lagi.
Saat itu Wi Lian In betul-betul merasa amat girang sehingga
tanpa bisa dicegah lagi dia sudah menubruk ke dalam pelukan Ti
Then dan mengucurkan titik air mata kegirangan.
Mereka berdua saling berpeluk dengan eratnya, masing-masing
tidak ada yang buka suara untuk memecahkan kesunyian yang
nikmat tersebut.
Api yang berkobar disekeliling mereka semakin lama semakin
membesar dan akhirnya disekitar tempat itu pun mulai terbakar
dengan dahsyatnya.
Lama sekali baru kelihatan Ti Then dengan perlahan mendorong
badannya ke samping.
“Mari, sekarang kita lompati tembok lautan api ini”
Mereka berdua dengan tidak banyak cakap masing-masing
mencekal satu ujung tiang besi itu kemudian bersama-sama
mengangkatnya.
“Ayoh jalan” bentaknya disusuI tubuhnya bergerak menerjang ke
depan.
SeteIah berlari sampai ditepian tembok api itu mereka segera
meletakkan ujung yang satu dari tiang besi itu ke atas tanah
kemudian membentak Iagi :
“Naik!”
Tubuh mereka bersama-sama meloncat ke atas dengan
meminyam kesempatan sewaktu tiang itu berdiri mereka bersama-
sama meIepaskan ujung tiang besi sehingga dengan begitu tubuh
mereka pun ikut melayang ke atas.
Tiang besi itu sebetulnya ada enam depa panjangnya ditambah
dengan panjang rantai tiga depa karenanya sekali loncat mereka
bisa mencapai setinggi sembilan depa, akhirnya mereka berhasii
juga melewati jilatan api setinggi enam tujuh depa itu dengan
selamat dan berkelebat menuju kearah luar.
Siapa tahu lebar tembok api itu ada satu kaki, karenanya ketika
mereka masing-masing mencapai di atas permukaan tanah empat
buah kaki mereka dengan serta merta terjatuh ke dalam lautan api.
Suatu perasaan yang amat sakit menyerang diseluruh kulit kaki
mereka membuat Ti Then mau pun Wi Lian in saking sakitnya sudah
berteriak keras.
Tanpa terasa lagi dengan sekuat tenaga mereka berguling kearah
luar dan menyeret pergi tiang besi yang ada ditengah lautan api itu
sejauh tiga empat kaki jauhnya dan lolos dari bahaya tersebut.
Ti Then dengan tidak perdulikan perasaan amat sakit yang
menyerang kakinya dia dengan sekuat tenaga meloncat ke depan
kemudian dengan menyeret Wi Lian In serta tiang besi itu berlari
lagi sejauh beberapa kaki.
Tetapi pada saat mereka baru saja lolos dari bahaya ituiah
mendadak dari samping kiri kanan mereka berkelebat bayangan
manusia kemudian disusul dengan berkelebatnya dua batang golok
besar yang memancarkan sinar keperak-perakan, hanya di dalam
sekejap saja golok tersebut sudah membabat di pinggiran badan
mereka.
Sekali lagi kedua orang berkerudung hitam itu melancarkan
serangan kearah Ti Then berdua.
Di dalam keadaan yang amat bingung dan kacau Ti Then tidak
sempat mencabut keluar tiang besi yang terselip dipinggangnya
untuk digunakan menangkis serangan golok pihak Iawannya,
terpaksa dia mengguling ke samping bersamaan pula dia
membentak keras dan melancarkan tendangan sapuan kearah kaki
musuh.
Dengan tendangan sapuan ini sebetulnya dia tidak
mengharapkan bisa mengenai pihak musuhnya, siapa tahu urusan
yang berada diluar dugaannya sudah terjadi, orang berkerudang
hitam itu ternyata tidak sanggup untuk menghindarkan diri dari
serangan tersebut.
“Bluuuk . . “ dengan disertai suara teriakan kaget orang
berkerudung hitam itu jatuh terlentang di atas tanah.
Pada saat yang bersamaan pula Wi Lian In berhasil
menghindarkan diri dari serangan golok orang berkerudung hitam
lainnya, di dalam keadaan yang amat cemas tanpa terasa lagi
tangannya sudah mencomot segenggam pasir dan disambitnya
tepat mengarah wajah pihak musuh.
Serangan aneh dengan menggunakan secomot pasir ini kelihatan
sekali
berada diluar dugaan orang berkerudung hitam itu karenanya
dengan tepat pasir tersebut menghajar wajahnya, mungkin ada
beberapa pasir yang masuk ke dalam matanya, terdengar dia
berteriak aneh kemudian sambil menutupi wajahnya mengundurkan
diri ke belakang dengan tergesa gesa.
Sebaliknya orang berkerudung hitam yang tersapu jatuh oleh
serangan Ti Then tadi tidak sempat untuk melarikan dirinya. Ti Then
yang melihat dia terjatuh segera menubruk ke atas tubuhnya
sedang sepasang tangannya dengan sekuat tenaga mencekik
lehernya dan menekan terus ke atas tanah.
Dia betul-betul merasa benci dan gemas atas keganasan pihak
lawannya oleh sebab itu sewaktu turun tangan dia sama sekali tidak
ragu-ragu. “Kraaak . Suara remuknya tulang-tulang bergema
memenuhi sekeliling tempat itu, ternyata tulang leher dari orang
berkerudung hitam itu sudah berhasil dicekik remuk olehnya.
Dikarenakan sewaktu turun tangan dia melancarkan serangannya
dengan secepat kilat maka sampai suara teriakan ngerinya pun
belum sempat diteriakkan dia sudah binasa.
Orang berkerudung hitam yang terkena percikan pasir tadi
setelah melihat kawannya binasa saking takutnya seluruh wajahnya
sudah berubah menjadi pucat pasi, berulangkali dia mundur ke
belakang agaknya dia betul-betul merasa amat takut.
Ti Then menarik kembali tangannya dan bangkit berdiri dengan
perlahan, ujarnya dengan amat dingin sambil memandang tajam
wajah orang berkerudung hitam itu.
“Kini tinggal kau seorang.”
Sekali lagi orang berkerudung hitam itu mundur beberapa
langkah ke belakang, agaknya dia bermaksud melarikan diri dari
sana.
“Kau tidak akan bisa lari.” Seru Ti Then tertawa dingin. “Kau
harus menyerang kami lagi, menyerang sampai kami betul-betul
binasa baru boleh pergi, kalau tidak asalkan kami berhasil melarikan
diri sini dan menanyakan pada rumah-rumah petani yang ada
disekitar tempat ini siapa majikan kalian, aku tidak akan menemui
kesukaran untuk mengetahui siapakah otak dari kalian.”
Sepasang mata dari orang berkerudung hitam itu segera
berkedip-kedip, mendadak ujarnya.
“Kam pung pertanyan ini adalah lumbung dari Sian Thay-ya, Cuo
It Sian, otak pimpinan kita adalah sipembesar kota Cuo It Sian
tersebut.”
Selesai berkata sepasang kakinya mendadak menutul permukaan
tanah dan lari ke depan, Iaksana segulung asap hitam hanya di
dalam sekejap saja dia sudah lari tanpa bekas ditelan kagelapan
yang masih mencekam sekeliling tempat itu.
Ti Then seketika itu juga menjadi tertegun.
Perkataan dari orang berkerudung hitam itu membuat hatinya
betul-betul tergetar, dia tidak paham apa maksud dari perkataan
orang itu, apakah perkataannya itu benar? Apa tujuannya untuk
mencelakakan diri si pembesar kota Cuo It Sian ?? Atau memang
punya maksud lain ?
Wi Lian In pun dibuat terkejut oleh perkataan tersebut, ketika
dilihatnya orang berkerudang hitam itu sudah berlari amat jauh
tanpa terasa dia sudah bergumam seorang diri:
“Apa betul perkataannya? Apa betul pemimpin mereka adalah itu
pembesar kota Cuo It Sian ?”
Tampak Ti Then menarik napas panjang-panjang.
“Sukar untuk dipastikan.” serunya sambil gelengkan kepalanya
berulang kali. “Perkataannya ini boleh dipercaya juga boleh tidak
dipercaya. “
“Perkam pungan tani ini apa betul milik si Cuo It Sian atau bukan
kita bisa selidiki dengan mudah.”
Ti Then berpikir sejenak, kemudiana baru menyahut.
“ Aku kira tidak salah, perkam pungan tani ini pasti miliknya Cuo
It Sian.”
“Bagaimana kau bisa tahu ?” tanya Wi Lian In terperanyat.
“Perkataan dari orang itu pastl terselip suatu rencana busuk
Iainnya.kalau memangnya suatu siasat busuk maka tempat yang
dimaksud tentu sungguh-sungguh sehingga membuat kita menjadi
percaya, makanya aku rasa ucapannya yang mengatakan perkam
pungan tani ini miliknya itu pembesar kota Cuo It Sian sedikit pun
tidak salah.”
“Kalau begitu orang yang perintah tangkap dan tawan kita juga
betul-betul perbuatan dari Cuo It Sian?”
“Belum tentu” Ti Then gelengkan kepalanya. “Untuk menutupi
asal usul yang sebetulnya pihak lawan tanpa ragu-ragu turun
tangan melenyapkan kawannya sendiri, kenapa sewaktu mau pergi
sudah membocorkan keadaan yang sebenarnya ?”
Tanpa terasa Wi Lian In sudah mengangguk:
“Tidak salah. Tidak salah, dia berkata begita tentu mau
menjerumuskan diri Cuo It Sian. “
Sekali lagi Ti Then gelengkan kepalanya.
“Tetapi dia harus tahu juga kalau kita tidak akan percaya
omongannya dengan begitu mudah, maka... perkataannya ini
kemungkinan juga memang betul, maksud dia berbicara terus
terang pasti mengharap dalam hati kita timbul perasaaan tidak
percaya memancing kita masuk ke dalam alam kebingungan”
“Sebetulnya kau sedang membicarakan apa?” tanya Wi Lian In
melongo.
“Maksudku, majikan mereka. Adalah itu pembesar kota Cuo It
Sian juga mungkin betul lima bagian karena dia melihat dirinya tidak
berhasil mencelakai kita dan
Kita
pun bisa bertanya-tanya disekitar tempat ini apalagi
sewaktu kita sudah dapat dengar dari penghuni perkam pungan tani
ini kalau tempat itu miliknya sipembesar kota Cuo It Sian sudah
tentu kita akan mencurigai diri Cuo It Sian, karena dia memberitahu
kita terlebih dahulu kalau pemimpin mereka adalah Cuo It Sian agar
di dalam pikiran kita timbul perasaan tidak percay, karena dia
merasa kita tidak akan percaya atas omongannya”
Saat itu Wi Lian In baru paham tanpa terasa dia mengangguk
lagi.
“Tidak salah, jika ditinyau dari sini orang yang menjadi otak dari
penangkapan kita kemungkinan sekali perbuatan dari Cuo It Sian. “
“Yah atau bukan, sekarang kita hanya bisa pilih salah satu.”
“Kita boleh pergi Tanya-tanya dulu sekeliling perkam pungan tani
ini, tetapi sebelumnya kita harus mencari akal membuka rantai yang
mengikat pada badan kita”,
Ti Then tersenyum, sambil menunjuk kearah orang berkerudung
hitam yang baru saja dibunuhnya itu ujarnya.
“Jika dugaanku tidak salah, kunci untuk membuka rantai kita ada
di dalam badannya”
Wi Lian In segera memperlihatkan perasaan yang amat girang.
“Ooooh, bagaimana kau bisa tahu kunci itu berada di dalam
badannya?”
“Tadi sesudah aku bunuh mati orang ini, manusia berkerudung
hitam yang lainnya segera mundur ke belakang dengan perasaan
amat takut, jika ditinyau dari keadaan kita sekarang ini dengan
badan dirantai pada tiang besi yang amat
Berat untuk mengejar dirinya pun tidak mungkin bisa berhasil,
buat apa harus takut? Karena itu pikiranku segera bergerak, aku
pikir...”
“Kunci itu berada dibadannya” sambung Wi Lian In dengan amat
girang.
“Betul” seru Ti Then ikut tertawa girang.
Wi Lian In segera meloncat ke samping mayat dari manusia
berkerudung hitam itu san mulai memeriksa isi sakunya, mendadak
tampak dia berteriak girang kemudian meloncat bangun sambil
memperlihatkan dua buah kunci.
“Coba kau lihat” teriaknya keras, “Dugaanmu sedikit pun tidak
salah, kunci itu memang ada di dalam sakunya”
Ti Then betul-betul merasa amat girang sekali.
“Coba bawa kemari, kita coba” serunya cemas.
Wi Lian In segera menuju ke belakang badannya dan
memasukkan salah satu kunci yang ada ditangannya ke dalam
lobang kunci rantai tersebut kemudian memutarnya kekanan.
“Klik” rantai sudah terbuka.
Ti Then betul-betul merasa amat girang sekali, cepat-cepat
direbutnya kuncinya yang lain dan membukakan rantainya mereka
berdua yang bisa bebas kembali dari belenggu tak tertahan sudah
pada meloncat kegirangan.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 20.1 Api cinta Wi Lian In
Tiba-tiba Wi Lian In menjerit kesakitan. "Aduh . . kakiku sakit
benar aduh . . ."
"Waah . . . tentu terkena api sewaktu meloncat tadi, mari sini
biar aku periksa sebentar."
Dia menarik celana kakinya ke atas, terlihatlah kakinya yang
semula berwarna putih laksana salju kini sudah berubah menjadi
memerah dengan penuh gelembung-gelembung air yang amat
banyak. dalam hati Ti Then merasa sedikit tak tega lalu hiburnya
dengan suata perlahan-
"Wah masih untung cuma kulitnya saja yang terluka, sebentar
saja akan sembuh dengan sendirinya"
"Lalu bagaimana?" tanya Wi Lian In kemudian dengan nada
kuatir. "Omong kosong ,mari sini biar aku yang periksa"
"Tidak usah periksa lagi" Ujar Ti Then sambil tertawa, dia lantas
bangkit dan berdiri kembali.
"Saat ini kau juga tidak membawa obat luka terbakar, cuma lihat-
lihat saja apa gunanya?? Yang penting kita sekarang harus cepat-
cepat meninggalkan tempat ini, nanti setelah sampai di dalam kota
kita baru beli obat buat luka- luka terbakar ini."
Waktu itu sang surya sudah memancarkan sinarnya keempat
penjuru, dari tempat kejauhan seCara samar-samar terdengar
kokokan ayam yang saling sahut menyahut.
Mendengar suara kokokan ayam itu Wi Lian In segera angkat
tangannya menuding kearah mana berasalnya suara kokokan ayam
tersebut serunya dengan girang.
"Di sebelah sana tentu ada rumah kaum petani, ayoo kita lihat ke
sana."
Kedua orang itu segera meninggalkan rumah petani yang kini
sudah terbakar musnah itu.
Kurang lebih setelah melakukan perjalanan sejauh setengah li,
tak salah lagi mereka sudah menemukan sebuah rumah petani,
kaum petani di sana sejak pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya dan
kini hanya terlihat seorang perempuan sedang menCuoi pakaian
didekat sumur.
Dengan tanpa sungkan-sungkan lagi Wi Lian In maju
menghampiri perempuan itu untuk kasi hormat. Ujarnya: "Toa so
permisi."
"Kalian . . . . " teriak perempuan desa itu mendadak dengan
pandangan penuh perasaan terperanyat, dia memandang kearah Ti
Then berdua kemudian meloncat bangun "Kalian datang dari
mana??"
"Kami kakak beradik sedang mencari seorang famili kami, siapa
tahu ketika berjalan sampai di sini sudah tersesat,Toa so tolong
tanya tempat manakah ini?"
"Ooh, kiranya di sini bernama desa Thay Peng cung," sengaja Wi
Lian In memperlihatkan perasaan terperanyat. "Kami kakak beradik
sebetuinya mau pergi ke Tiong cing hu, entah kota Tiong cing hu
terletak didaerah mana? jaraknya dari sini masih seberapa jauh?"
"Waah jauh sekali. Kota Tiong cing hu terletak di sebelah barat
daya harus melakukan perjalanan selama satu hari penuh baru
sampai di sana."
"Aaah, masih harus menempuh satu hari perjalanan??. kami kira
kota Tiong cing hu sudah dekat dari sini"
"Kota Tiong khing hu adalah sebuah kota besar, sewaktu hamba
masih muda pernah pergi satu kali, pergi ke sana waktu itu hamba
harus berjalan satu hari penuh baru sampai"
"Famili kami kakak beradik bernama Cuo It sian, mungkin Toa so
pernah mendengar nama dari Cuo it sian ini bukan?"
Mendengar disebutnya nama Cuo It sian ini perempuan desa itu
menjadi sangat girang sekali.
"Oooh . . . kiranya kalian mau mencari Cuo Lo-ya, kami
penduduk dari desa Thay Peng Cun semuanya merupakan lumbung
padi milik dia orang tua, sudah tentu kami tahu diri Cuo Lo-ya"
Berbicara sampai di sini sikapnya pun berubah menjadi sangat
ramah sekali, sepasang tangannya yang masih basah oleh air Cucian
dengan tergesa gesa digosok-gosokkan ke atas celananya kemudian
dengan wajah penuh dihiasi oleh senyuman ujarnya:
"Mari ... mari . silahkan kalian berdua masuk ke dalam rumah,
tentu kalian berdua belum sarapan pagi bukan . . . ."
"Tidak. tidak perlu kami sudah makan." potong Wi Lian In
dengan gugup "Terima kasih atas maksud baik dari Toa so, kita
harus segera berangkat"
Dengan terburu-buru mereka memberi hormat, kemudian putar
badannya melanjutkan perjalanannya. .
sesudah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya barulah
terdengar Wi Lian In tertawa dingin:
"Heee.. hee .. kelihatannya si pembesar kota Cuo It sian tidak
bisa luput dari kecurigaan kita."
Ti Then tidak langsung memberikan tanggapannya,
termenung berpikir sejenak lalu baru jawabnya.
dia
"Sebelum kita memperoleh bukti yang betul-betul bisa di pegang
teguh, lebih baik jangan secara sembarangan menuduh kalau dialah
orang manusia berkerudung itu untuk menawan dan menyekap
kita..."
"Lalu apa rencanamu dari sekarang untuk menyelidiki urusan ini
??"
"Kembali ke kuil Sam cing Koan dulu"
"Benar" seru Wi Lien In menganguk, "Kita mengupas bajingan-
bajingan toosu itu terlebih dulu, jikalau mereka sudah mengaku
kalau pemimpin mereka adalah Cuo It sian, kita bisa bawa mereka
untuk bertemu dengan Cuo It Sian."
"Aku pikir peristiwa kita dibikin mabok kemungkinan sekali tidak
ada sangkut pautnya dengan tosu-tosu dari kuil Sam cing Koan-"
Wi Lian In menjadi melengak
"Bagaimana tidak ada sangkut pautnya?? kita dibikin mabok
sewaktu berada di dalam kuil, apalagi yang kirim teh itu kepada kita
juga toosu-toosu dari kuil tersebut"
"Jikalau yang menjadi otak mereka adalah cuo It Sian,
seharusnya mereka tahu bisa jelas dari kuil Hwesio-hwesio sukar
untuk melarikan diri dari kuil tosu, mereka tidak mungkin berani
memerintahkan toosu-toosu kuil itu untuk memberi obat pemabok
ke dalam air teh yang bakal kita minum"
"Kalau begitu, dia sudah kirim orang lain untuk bersekongkol
dengan toosu-toosu kuil Sam cing koan ??"
"Kalau misalnya betul-betul begitu" sahut Ti Then kemudian
"Maka orang itu seharusnya mem punyai hubungan yang sangat
erat sekali dengan tosu-tosu kuil Sam cing Koan, karena itu para
toosu baru menyanggupi untuk membantu mereka, aku lihat tidak
mungkin. . tidak mungkin"
"Tetapi tidak perduli bagaimana pun juga, peristiwa dibikin
maboknya kita oleh toosu-toosu kuil sam Cing Koan adalah peristiwa
yang betul-betul sudah terjadi"
"Sekali pun begitu" bantah Ti Then lagi, " Kemungkinan sekali
otak dari peristiwa ini datang sendiri lalu kirim orang untuk secara
diam-diam bercampur baur dengan toosu-tosu yang lain kemudian
secara sembunyi-sembunyi memasukkan obat pemabok itu ke
dalam air teh kita."
" Walau pun kemungkinan bisa begitu, tapi. ."
"Aku rasa pasti demikian" potong Ti Then cepat.
" Kalau memangnya demikian lalu buat apa kita pergi ke kuil Sam
Cing Koan?"
"Pergi mengambil buntalan serta kuda kita"
Saat itulah Wi Lian In baru ingat kalau buntalan serta kuda
tunggangan mereka masih ketinggalan di dalam kuil sam Cing Koan-
segera dia tertawa.
"Ha.. haa.. aku sudah lupa kalau buntalan serta kuda
tungggangan kita masih disimpan di dalam kuil sam Cing Koan-.."
Satu jam kemudian mereka berdua sudah tiba di dalam dusun
dimana terletak kuil sam Cing Koan, sesudah pergi membeli obat
terbakar di sebelah kedai obat barulah mereka menuju kekuil sam
Cing Koan-
"Tidak perduli bagaimana pun kita harus memancing-mancing
pada mereka dengan pertanyaan-pertanyaan" seru Wi Lian in
kemudian sampainya di depan kuil sam Cing Koan itu,
"Kemungkinan sekali diantara tosu-tosu yang ada di dalam kuil
sekarang ini masih ada yang merupakan komplotan dari orang-
orang berkerudung hitam itu."
"Sudah tentu harus ditanyai dulu, tetapi aku percaya kita tidak
akan bisa berhasil memperoleh jawaban yang memuaskan hati, mari
kita masuk."
Mereka berjalan menaiki tangga di depan pintu kemudian masuk
ke dalam ruangan besar yang bernama sam Cing Thlen waktu itulah
mereka sudah melihat si penerima tamu . "It Cing" tojin menerima
seorang kakek tua itu dari rakyat biasa dan kini baru berbicara,
ketika dia orang melihat Ti Then serta Wi Lian In berjalan ke dalam
ruangan, air mukanya seketika itu berubah menjadi amat terkejut
bercampur gembira, cepat-cepat dia berdiri dan datang menyambut:
"Bukankah kalian berdua adalah sepasang kakak beradik yang
kemarin hari menginap di dalam kuil kami??" teriaknya.
"Benar" jawab Ti Then sambil bungkukkan badannya memberi
hormat.
"Malam itu sesudah kalian berdua bersantap. kenapa secara tiba-
tiba sudah lenyap tanpa bekas?"
"Ha. ha . soal itu kami harus bertanya juga kepada Totiang yang
pada malam itu mengirim santapan buat kami berdua."
"Ooooh..." teriak It Cing Toojin tertegun, "Apa mungkin sian
Tong sudah berlaku kurang hormat kepada kalian dan sudah
berbuat salah kepada kalian berdua?"
"Oooh totiang yang malam itu kirim santapan buat kita bersama
sian Tong??" tanya Ti Then tersenyum.
"Benar, selama ini dia sangat sopan menghadapi orang lain, tidak
disangka kali ini sudah melakukan kesalahan terhadap kalian
berdua, waah. dia memang seharusnya dihukum" Ti Then segera
tersenyum.
"sian Tong totiang bukannya melakukan kesalahan kepada kami
berdua karena sikap serta tindak tanduknya"
" Kalau tidak" teriak It Cing Toojin melengak. "Bagaimana dia
sudah berbuat salah kepada kalian berdua"
Ketika Ti Then melihat dalam ruangan itu masih ada orang
sedang menyambangi kuil dia tidak mau secara terus terang
membeberkan kejadian yang sesungguhnya di depan orang lain
sehingga membuat nama baik dari kuil sam Cing Koa bernoda,
karenanya itu ujarnya kemudian.
"Dapatkah Tootiang mempersilahkah sian Tootiang untuk ikut
kami berbicara di dalam kamar belakang??"
"Baiklah" sahut It Cing Toojin kemudian sambil mengangguk
"Buntelan dari sicu berdua masih ada di dalam kamar belakang,
silahkan kalian berdua menanti sebentar di dalam kamar belakang,
biarlah pinto mencari sian Tong"
Ti Then mengangguk menyetujui, dengan diikuti oleh Wi Lian In
mereka berdua berjalan melalui pintu samping ruangan tengah itu
menuju kekamar di mana kemarin malam mereka menginap.
Ternyata kedua buah buntalan itu masih tetap terletak di atas
pambaringan dengan baiknya, agaknya mereka memang betul-betul
tak pernah menggeserkan buntalan itu.
Wi Lian In segera membuka buntalannya untuk memeriksa
sebentar isinya, setelah itu barulah ujarnya sambil tertawa:
"Kelihatannya mereka betul- betul jujur, buntalanku sama sekali
tidak dikutik-kutik oleh mereka"
"Tapi buntalanku pasti sudah diperiksa oleh mereka"
Perkataan ini baru saja di ucapkan terlihatlah It Cing Tojin serta
Sian Tong Toojin sudah berjalan masuk ke dalam kamar.
Agaknya It Cing Toojin sudah mendengar apa yang diucapkan
oleh Ti Then tadi, sambungnya kemudian.
"Benar, pinto memang pernah membuka buntalan dari sicu untuk
diperiksa isinya karena lenyapnya kalian berdua secara tiba-tiba
membuat pinto merasa tidak tenang untuk mencari tahu asal usul
kalian berdua mau tak mau terpaksa kami mesti membuka buntalan
kalian untuk diperiksa, harap sicu berdua tak sampai marah karena
hal ini"
"Tidak mengapa, tidak mengapa. . memang seharusnya begitu."
It Cing Tojin lantas menuding ke arah Sian Tong Toojin yang
berada di sampingnya, ujarnya:
"Dialah sian Tong yang pada malam itu melayani sicu berdua, dia
sudah berbuat salah apa sicu sekalian boleh secara langsung
menegur padanya agar pinto pun bisa menyatuhi hukuman
kepadanya"
Sepasang mata Ti Then dengan amat tajamnya memandang
seluruh tubuh dari Sian Tong Toojin, lama sekali baru terdengar dia
tertawa dingin.
"To Tiang sudah mendapatkan perintah dari siapa untuk
memasukkan obat pemabok ke dalam air teh kami?"
"Sicu, kau sedang berbicara apa??" tanya sian Tong Toojin
termangu- mangu.
" Kenapa Tootiang harus berpura-pura bodoh?"
Air muka Sian Too Toojin semakin berubah hebat, dia segera
menoleh ke arah It Cing Toojin yang berdiri di sampingnya.
"Susiok" ujarnya dengan perasaan bingung "sicu ini sedang
berbicara apa?"
Agaknya It Cing Tojin sudah dibuat terperanyat oleh perkataan
tersebut, keringat dingin mengucur keluar dengan derasnya,
wajahnya pun berubah pucat pasi serunya lagi sambil memandang
kearah diri Ti Then-
"Jadi maksud sicu air teh yang pada malam itu dikirim sian Tong
kekamar kalian sudah ditaruhi obat pemabok di dalam?"
"Sedikit pun tak salah." sahut Ti Then dengan amat dingin
"setelah kami minum air teh itu tak lama kemudian jatuh tak
sadarkan diri, sewaktu sadar kembali ternyata kami sudah dikurung
di sebuah ruangan di bawah tanah"
"Hal ini sungguh-sungguh sudah terjadi?" Teriak It Cing Toojin
dengan perasaan terkejut.
"Sampai pagi hari inilah kami baru berhasil melarikan diri dari
dalam ruangan bawah tanah itu, Tootiang, kau bisa melihat sendiri
bukan dari dandanan serta pakaian kami yang kotor dan koyak ini."
"Tetapi siauwte tak pernah melakukan pekerjaan semacam ini."
Seru Sian Tong Toojin keras-keras. Ti Then tertawa dingin:
"salah satu dari ketiga orang berkerudung hitam yang menculik
dan mengurung kami itu sudah mengaku kepada kami."
"Dia bilang siauw te yang menaruh obat pemabuk itu ke dalam
air teh kalian?" Teriak sian Tong Toojin dengan amat gusar.
"Tidak salah"
"Omong kosong." teriak Sian Tong Toojin sambil mencak-mencak
saking gemasnya.
"Dia sedang memfitnah aku, sekarang dia ada dimana?? Ayoh
kita cari dia untuk diajak beradu muka dengan aku."
"Dia sudah aku lukai bagian lehernya kini masih berada di tempat
itu."
"Kalau begitu" ujar sian Tong Toojin dengan amat gusarnya "Mari
kita bersama-sama pergi cari dia, di hadapan kita semua boleh
kalian tanyakan, siauw te mau lihat dia masih berani mengoceh tak
karuan tidak"
"Sebetulnya siapakah mereka itu? Kenapa mau menculik kalian
berdua?...." tanya It Cing Toojin kemudian-
Ti Then berdiam diri tak menyawab, dia tahu sian Tong Toojin
memang benar-benar tidak tersangkut di dalam urusan ini
karenanya dia pura-pura tak mendengar.
"Demikian pun baik juga." ujarnya kemudian, "cayhe akan pergi
ke sana untuk membawa dia orang datang kemari, aku mau lihat
dia yang sedang memfitnah diri Too tiang atau Too tiang yang
sedang berbohong bagaimana?"
"Bagus sekali, hal ini memang jauh lehih bagus, kebersihan hati
siauw te bagaimana bisa dirusak orang dengan seenaknya, sicu
cepat engkau tangkap dia dan bawa ke sini agar semua orang bisa
menjadi jelas. Hmm... h mm... kurang ajar... kurang ajar..."
Ti Then segera menyinying buntalannya dan diikat pada
punggungnya, setelah itu baru tanyanya.
"Kuda tunggangan kami berdua masih di sini bukan?"
"Benar, biar siauw te pergi menuntunnya kemari." selesai berkata
dengan tergesa-gesa dia berjalan pergi.
Ti Then segera merangkap tangannya memberi hormat kepada
diri It Cing ujarnya.
" Kemungkinan sekali orang berkerudung hitam itu memang dia
membohong untuk memfitnah diri sian Tong Tootiang. pokoknya
bagaimana keadaan yang sebetulnya biarlah cayhe sesudah
membawa dia datang ke sini baru kita periksa lagi dengan lebih
teliti"
"Baiklah, pinto berani pastikan kalau sian Tong tidak mungkin
merupakan seorang yang begitu jahatnya, sicu silahkan pergi tawan
orang itu untuk dibawa ke sini"
Mereka bertiga segera berjalan keluar dari kamar, terlihatlah sian
Tong tojin sudah menuntun kedua ekor kuda itu menanti di depan
pintu.
Ti Then serta Wi Lian In segera menerima kudanya masing-
masing dan meloncat naik ke atas, sesudah memberi hormat
kembali kepada It Cing Tojin mereka segera melarikan kudanya
meninggalkan kuil sam Cing Koan.
Mereka berdua sesudah melarikan kudanya beberapa waktu
lamanya baru terlihatlah Ti Then tertawa pahit.
"Coba kau lihat, betul tidak omonganku ?? mereka tentu tidak
tahu urusan ini".
"Kenapa tadi kau bilang mau membawa orang berkerudung
hitam itu untuk dihadapkan dengan dia orang?, bukankah orang
berkerudung hitam itu sudah kau cekik mati sejak tadi-tadi?"
"Jikalau tidak berbohong mana mungkin
melepaskan kita pergi dengan begitu saja"
mereka
akan
"Kini seharusnya kita pergi cari Cuo It sian"
"Tidak. tidak ada gunanya cari dia"
Wi Lian In menjadi melengak.
"Tidak pergi cari Cuo It sian lalu seharusnya pergi cari siapa?."
"Cari ayahmu.."
Sekali lagi Wi Lian in dibuat melengak oleh jawaban dari Ti Then
ini. "Ooooh. . benar ??"
"Sekali pun yang menjadi dalang penculikan kita adalah Cuo It
sian tetapi sekarang kita sama sekali tidak punya bukti apa pun,
kita bisa mengapa-apakan dirinya, tidak perduli siapa orang yang
menjadi dalang di dalam penculikan ini, tujuan mereka adalah
hendak menggunakan kita orang sebagai tunggangan untuk
memaksa ayahmu menyerahkan barang itu, makanya kita harus
mencari ayahmu untuk diajak berunding, asalkan kita berhasil
bertemu dengan ayahmu kemudian menanyakan lebih jelas lagi,
tidaklah sukar bagi kita untuk mengetahui siapa dalang yang
sebenarnya."
"Ehmmm, memang beralasan juga" jawab Wi Lian In kemudian
sambil mengangguk "Tetapi entah sekarang Tia sudah tiba diistana
Thian Teh Kong belum?"
"Kita berangkat sekarang juga, kemungkinan sekali bisa bertemu
dengan beliau"
"Aku punya satu pendapat, bagaimana kalau kits kembali kedesa
Thay peng sun untuk melihat-lihat keadaan di sana?"
"Tidak salah" seru Ti Then, segera di teringat akan sesuatu hal
kembali, "Mari kita berangkat sekarang juga, kemungkinan sekali di
sana kita bisa bertemu dengan pihak lawan"
"Selain itu masih bisa mencari kembali pedang kita, kita mau
pergi keistana Thian Teh Kong seharusnya mem punyai pedang
yang menggembel dibadan kita."
"Baiklah, ayoh kita cepat berangkat"
Mereka berdua segera melarikan kuda dengan cepat, tidak selang
lama kemudian sudah berada kembali di dalam dusun Thay Peng
Cung.
Pada jarak kurang lebih ratusan langkah dari depan dusun
tersebut mereka meloncat turun dari kuda dengan sangat cepat,
memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu.
Terlihatlah keadaan didusun tersebut sebagian besar sudah
terbakar musnah, kini hanya tinggal tembok-tembok serta tiang
tidak ikut terbakar berdiri serabutan, diatap asap dengan tebalnya
tetapi keadaan disekitar tempat itu tidak tampak bayangan manusia
pun-
Agaknya Wi Lian In merasa keadaan diluaar dugaannya, serunya:
"Bagaimana di sini tidak tampak sesosok bayangan manusia pun???"
"Mari kita lihat-lihat ke sana"
Dengan jalan menyelinap mereka berdua dengan bersembunyi-
sembunyi jalan mendekati perkam pungan tersebut, sesudah
memeriksa disekeliling dusun itu, terasalah oleh mereka kalau
disekeliling tempat itu memang betul-betul tidak tampak bayangan
musuh, karenanya dengan tenang-tenang baru berani munculkan
diri untuk berjalan maju ke depan.
orang berkerudung hitam dibunuh mati Ti Then tadi, kini
mayatnya sudah terbakar, panasnya hawa di sana saat ini seluruh
kulit badan sudah terkupas bahkan seluruh tubuhnya sudah
digenangi dengan air bercampur darah yang amis sekali baunya,
keadaan begitu seram dan memaksa orang mau muntah.
"Mayat ini belum pernah dipindah dari tempat semula,
kelihatannya mereka belum datang ke sini" ujar Ti Then kemudian-
"Tetapi aneh, seharusnya penduduk disekitar dusun ini tahu
kalau ditempat ini terjadi kebakaran tetapi kenapa tidak ada orang
yang datang??"
"Api mulai membakar ditengah malam buta, kemungkinan sekali
mereka memang tidak melihatnya"
"Lalu satu keluarga dari petani yang mendiami tempat ini sudah
pergi kemana?" potong Wi Lian In tiba-tiba.
Ti Then termenung berpikir sebentar kemudian baru jawabnya:
"Ada dua kemungkinan, yang pertama sudah dibunuh oleh
mereka, yang kedua sudah pindah dari tempat sini. jikalau sudah
pindah lalu.."
"Lalu yang perintah mereka sudah tentu si pembesar kota Cuo It
sian" potong Wi Lian In-
"Benar" jawab Ti Then mengangguk. "Cuo It Sian merupakan
pemilik tanah dari perkam pungan ini, hanya dia seorang saja yang
bisa memerintahkan penduduk sini untuk pindah."
"Waaaah. .waaah... celaka, pedang kita sudah tentu rusak karena
terbakar"
"Pedang itu tidak mungkin bisa terbakar rusak. ayoh kita lihat-
lihat di dalam sana, mungkin pedangnya masih ada."
Demikianlah mereka berdua segera masuk ke dalam rumah itu
untuk mencari kembali pedang mereka, sesampainya diruangan
yang sudah terbakar hangus di sana di temuinya oleh mereka lima
sosok mayat yang sudah terbakar hangus.
"Ooh Thian " teriak Wi Lian In dengan perasaan terperanyat, "
Kelima sosok mayat ini apakah mayat dari pemilik rumah ini?"
"Pasti benar" jawab Ti Then dengan wajah serius. "Coba kau lihat
diantara kelima sosok mayat adalah mayat bocah . ."
Tak tertahan lagi Wi Lian In menarik napas dingin, dengan
gemas teriaknya. "Hmm . . . sungguh kejam hati bajingan-bajingan
itu" Ti Then pun mengerutkan alisnya rapat-rapat.
"Yang aneh, sewaktu kemarin malam kita melarikan diri dari
ruangan bawah tanah kenapa tidak menemukan mereka-mereka
ini?"
" Kemarin malam kita sama sekali tidak masuk ke dalam ruangan
tamu ini."
"Tetapi sewaktu terjadi kebakaran seharusnya orang-orang ini
berteriak minta tolong . . . ." bantah Ti Then lagi, tapi sebentar
kemudian dia sudah menjerit tertahan "HHmm, mereka berlima
tentu telah di totok jalan darah bisunya sehingga tak sanggup untuk
berteriak minta tolong, Heeey. . sungguh mengerikan"
Wi Lian In tidak berani terlalu banyak melihat lagi, serunya
kemudian-
"Mari kita keluar saja."
Ti Then melakukan pencarian kembali di antara reruntuhan
tembok, tetapi tetap tidak menemukan kembali kedua belah pedang
mereka, akhirnya dia mengundurkan diri juga dari ruangan tamu itu
untuk mencari diantara reruntuhan ditempat lainnya.
Mereka berdua dengan susah payah mencari setengah harian
lamanya tetapi tetap tidak memperoleh hasil, terpaksa dengan hati
kesal Ti Then berdua berhenti mencari.
Ti Then mengambil keluar bubuk obat dan membubuhinya pada
luka Wi Lian In kemudian membubuhi juga pada kakinya sendiri,
setelah itu baru ujarnya:
"Aku lihat di dalam waktu yang sangat singkat tidak mungkin kita
memperoleh hasil, kita tak usah menunggu lagi, sekarang juga kita
berangkat ke istana Thian Teh Kong."
"Baiklah, aku mau berganti pakaian dulu tolong kau jagakan
jikalau ada orang datang cepat-cepat beritahu padaku"
"Jadi maksudmu sewaktu kau berganti pakaian aku tidak usah
menutup mataku?" goda Ti Then sambil tertawa.
"cis . . . jangan omong sembarangan aku mau berganti pakaian
di belakang runtuhan tembok itu,tapi kau jangan ngintip lho, kalau
tidak. . . awas aku pukul kau."
"Kita sekarang sudah jadi suami istri, buat apa kau begitu rikuh-
rikuh terhadap aku orang??"
"Bukan suami istri, tapi calon suami istri" bantah Wi Lian In
dengan serius, " Kemarin malam aku sudah berbicara sangat jelas,
jikalau kita mati maka boleh dianggap kita sudah menjadi suami
istri, tetapi kalau tidak mati kita harus undurkan sebutan kita
sebagai calon suami istri."
"Omongan apa itu??" seru Ti Then sambil menghela napas
panjang-panjang "Aku sungguh menyesal kenapa kemarin malam
tidak terbakar mati saja?"
Wi Lian In segera tertawa cekikikan, dia melepaskan buntalannya
dan berjalan ke balik reruntuhan tembok untuk berganti pakaian-
"Cepat sedikit, aku juga mau berganti"
Wi Lian In yang di balik runtuhan tembok segera menyawab.
"Kenapa kau tidak berganti pakaian di sana saja??"
"Waaah tidak bisa .. .tidak bisa, jika ada orang datang aku harus
lari kemana??"
"Kau seorang lelaki takut apa lagi?" seru Wi Lian In sambil
tertawa geli.
" orang lelaki tidak takut orang lelaki tapi takut dengan orang
perempuan, jikalau secara tiba-tiba datang seorang nona dan waktu
itu aku sedang telanyang .. waah kemana aku harus lari??"
"Hmmm, kamu orang sedang mimpi yaa?" teriak Wi Lian In
sambil tertawa terus.
Ditengah percakapan itulah dia sudah selesai berganti pakaian
dan berjalan keluar dari balik runtuhan tembok. Ti Then segera
melepaskan buntalannya sendiri.
"Sekarang giliranku, kau jangan mengintip aku ganti pakaian lho"
serunya sambil tertawa
Air muka Wi Lian in seketika itu juga berubah menjadi merah
padam. "Cis. . siapa yang mau mengintipkan ganti pakaian??"
Sambil tertawa Ti Then berjalan ke balik runtuhan tembok
kemudian melepaskan semua pakaiannya yang sudah kotor, siapa
tahu baru saja dia memakai celananya mendadak terdengar Wi Lian
in yang ada diluar sudah berteriak: "Aduh celaka ada orang datang"
Seketika itu juga Ti Then menjadi kelab akan, tanpa memakai
pakaian atasnya lagi dengan badan setengah telanyang dia berlari
keluar: "Dimana. . dimana??" tanyanya gugup,
seketika itu juga Wi Lian In tertawa cekikikan sehingga badannya
terbungkuk- bungkuk .
-ooo00000ooo-
Dua hari kemudian mereka sudah tiba dekat dengan gunung Kim
Hud san- dimana terletaknya istana Thian Teh Kong, dari jauh
hanya terlihatiah pegunungan yang saling bersambungan
menembus awan.
Jika dilihat dari kejauhan puncak Kim Hud san semuanya ada
empat buah, lingkar melingkar sambung menyambung laksana naga
yang sedang tertidur keadaannya amat megah sekali.
Tak terasa lagi Wi Lian In sudah memuji.
" Gunung Kim Hud San inijauh lebih bagus dari pada gunung
Kiam Teng san."
"Aku dengar di atas gunung ada tempat-tempat pesiar yang
bagus-bagus dan indah sekali seperti kuil Lian Hia si, si Ci Gi, gua
sak Gouw Tong, gua Ku Hud Tong dan lain-lainnya. Katanya dahulu
sering banyak pelancong yang berpesiar ke sana. ."
"Lalu sejak si anying langit rase bumi mendirikan istana Thian
Teh Kong di sana kaum pelancong jarang yang berani ke sana?"
"Benar." sahut Ti Then mengangguk. "Bukan saja kaum
pelancong tidak berani berpesiar ke sana, sampai pada hwesio yang
berdiam di dalam kuil di atas gunung pun pada meninggalkan
gunung, mereka tidak berdiam menjadi satu dengan kaum
perampok."
"Hmmm si anying langit rase bumi sungguh buas sekali."
Maki Wi Lian In dengan gusar. "Mereka tidak pergi ke tempat lain
justru datang ke sini merusak pemandangan indah.".
"Bukan begitu saja" tambah Ti Then lagi. "Aku dengar semua kuil
yang ada digunung sekarang ini sudah dijadikan sarang perampok
oleh mereka."
"Lalu istana Thian Teh Kong didirikan di sebelah mana?"
"Mungkin tidak jauh dari si ci Go tetapi tempat yang sejelasnya
aku sendiri juga tidak tahu"
"Jarak waktu dengan saat perjanyian masih ada dua hari
lamanya, kini kita mau langsung naik ataukah menanti Tia di bawah
gunung saja?"
"Siang hari menunggu di bawah gunung"
"Kalau malam naik ke gunung
sambung Wi Lian In sambil tersenyum.
melakukan
penyelidikan?"
"Benar." jawab Ti Then sambil mengangguk
"Si rase bumi Bun Jin Cu kini sudah kehilangan suaminya, dengan
kepandaian serta kekuatan anak buahnya dia tidak mungkin berani
menantang ayahmu secara terang-terangan, kemungkinan sekali
mereka sudah pergi mengundang jago-jago Bu lim lainnya untuk
mereka di dalam pertempuran kali ini atau mungkin juga dia sudah
mengatur jebakan buat kita agar kita terpancing, karenanya kita
harus naik ke atas gunung untuk mengadakan penyelidikan terlebih
dahulu."
Wi Lian in segera angkat kepalanya memandang keadaan
cuacanya lalu baru ujarnya.
"Sekarang masih ada waktu satu jam baru malam hari menjelang
datang, lebih baik kita cari suatu tempat yang baik untuk istirahat."
Ti Then segera pentangkan matanya memandang keadaan
sekeliling tempat itu, terlihatlah di sebelah kiri diantara rentetan
pegunungan yang melingkar terdapat sebuah hutan yang sangat
lebat sekali, serunya kemudian sambil menuding kearah sana. "Mari
kita ke sana saja."
sewaktu naik gunung mereka berdua sudah menitipkan kuda
tunggangan mereka pada rumah kaum tani disekitar tempat itu,
karenanya gerak geriknya mereka sekarang jadi lebih lebih leluasa,
hanya di dalam beberapa kali loncatan saja mereka berdua sudah
berada di dalam hutan yang lebat itu.
"Kita bersembunyi di dalam hutan yang begini lebat, jikalau Tia
datang apa dia orang tua bisa melihat kita?" Ujar Wi Lian In
kemudian sesampainya di dalam hutan itu.
"Bisa, tempat ini merupakan jalan gunung untuk menuju ke atas
gunung."
"Buat sementara orang lain tentu akan menggunakan jalan ini
tetapi buat ayahku belum tentu"
Ti Then segera tersenyum.
"Tidak ayahmu pasti bisa menggunakan jalan ini untuk naik
gunung."
"Alasanmu."
"Karena ayahmu merupakan seorang yang suka terus terang,
jikalau dia naik gunung untuk memenuhi janyi pastilah dia akan
secara terang-terangan naik gunung, tidak mungkin dia orang tua
mau naik gunung secara sembunyi-sembunyi."
Ketika Wi Lian In mendengar dia orang sedang memuji ayahnya
dalam hati lantas merasa sangat gembira sekali, tanpa terasa lagi
dia sudah melemparkan satu senyuman manis kepadanya.
"Perkataanmu sedikit pun tidak salah. Tia memang seorang lelaki
yang demikian-" Ti Then tersenyum, tambahnya kemudian-
"Tetapi kemungkinan sekali kita tidak bisa bertemu dengan
ayahmu jika terus menanti di sini"
"Perkataanmu kenapa begitu plin plan?" seru Wi Lian In
melengak.
"Kemungkinan sekali si otak dari penculikan diri kita itu sama
sekali tidak tahu kalau kita sudah melarikan diri
Wi Lian In segera merasa perkataannya sedikit pun tidak salah,
tak terasa lagi dia mengangguk.
"Ehmm jika memang betul-betul begitu, bilamana Tia sudah
mendengar kalau kita tertawan kemungkinan sekali sudah
membatalkan datang ke sini untuk memenuhi undangan dari pihak
istana Thian Teh Kong"
sinar matanya yang amat indah itu berkedip-kedip sebentar
kemudian dengan merasa kuatir tambahnya: "Lalu bagaimana kita
sekarang??"
"Biar aku seorang diri naik ke atas gunung untuk memenuhi
undangan"
"Lalu aku??"
"Pergi cari ayahmu."
" Kau suruh aku pergi kemana mencarinya?"
"Sebelum si otak penculikan itu mau menggerakkan ayahmu, dia
tentu membiarkan ayahmu melihat diri kita terlebih dulu. Karenanya
kau harus menuju ke dusun Thay Peng cun sana."
"Tetapi" bantah Wi Lian In lagi "Dengan seorang diri kau naik ke
atas gunung untuk memenuhi undangan, apakah kamu orang sudah
merasa punya pegangan untuk mengalahkan si rase bumi Bun jin
Cu beserta anak buahnya??"
"Jika mereka menyerang satu persatu aku merasa masih punya
kekuatan untuk menghalau mereka, bilamana mereka bergerak
secara bersama-sama tidak kuat jauh lari dengan kedua belah
kakiku ini."
"Tidak" sekali lagi bantah Wi Lian In.
"Malam ini kita masih menyelidiki dulu keadaan istana Thian Teh
Kong kemudian baru balik ke sini menunggu Tia, bilamana lusa
masih belum datang untuk memenuhi janyi hal itu berarti Tia sudah
ikut si penculik itu pergi ke perkam pungan Thay Peng cun itu, kita
harus berusaha bertemu dengan sirase bumi Bun jin Cu untuk
mengundurkan perjanyian ini, setelah itu bersama-sama pergi
mencari Tia."
"Demikian pun baik juga, tetapi malam ini biar aku seorang diri
saja yang pergi mengintip. kau lebih baik tunggu saja di sini."
" Kenapa ??" seru Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.
"Jika seorang diri saja yang mengintip maka keadaan kita sukar
diketatui oleh mereka, jikalau kita harus pergi bersama-sama,
bilamana sampai ketemu waahh sulit buat kita untuk menolong dari
jebakan si rase bumi Bun Jin Cu."
"Tidak aku juga mau ikut"
"Baik" seru Ti Then setengah mengancam "Bilamana kau tidak
mau mendengar omonganku, sesudah kembali kebenteng Pek Kiam
Po aku segera minta berhenti dari ayahmu"
Mendengar ancaman itu Wi Lian In jadi gugup,
"Baik . .... baik" serunya cepat. "Aku mendengar omonganmu,
aku mendengar omonganmu"
Ti Then segera tersenyum.
" Calon istriku yang paling cantik, sekarang silahkan mengambil
keluar rangsum kita, bagaimana kalau kita makan bersama-sama
.??"
Mereka berdua lalu mendahar rangsum tersebut setelah itu saling
berpelukan dan bermesraan, lama sekali di bawah pohon yang
rindang. Tiba-tiba terdengar Wi Lian In menghela napas panjang.
"Haay . . . malam begitu cepat datang."
"Heehh . . . kenapa ???" saru Ti Then melengak.
Wi Lian In segera tersenyum malu, kepalanya ditundukkan
rendah-rendah.
"Kau mau berangkat kapan?? "
"Sebentar lagi, dari sini untuk mencapai istana Thian Teh Kong
masih ada setengah hari perjalanan-"
Perlahan-lahan Wi Lian In menyatuhkan dirinya kembali ke dalam
pelukannya, ujarnya sambil memejamkan sepasang matanya.
" Lebih baik kau berangkat pada kentongan pertama saja, si rase
bumi Bun Jin Cu tentu sudah mengatur banyak penjagaan di
sekeliling istananya, kalau pergi terlalu pagi malah lebih mudah di
ketahui oleh mereka"
Perlahan-lahan pada wajahnya terpancarkan suatu sinar
kebahagian, sinar tersebut tentu bisa ditemui di wajah setiap nona
yang sedang terjerumus di dalam lembah percintaan, karena hal
inilah Ti Then segera tahu kenapa dia minta dirinya berangkat
sesudah kentongan pertama, dia bukan merasa kuatir atas
keselamatan dirinya kalau sampai diketahui oleh anak buahnya si
rase bumi Bun Jin cu melainkan dia mengharapkan bisa bergumul
dan bermesra-mesraan lebih lama lagi dengin dirinya.
Jilid 20.2 Terperangkap di istana Thian Teh Kong
Setiap kali dia menghadapi "Rasa cinta yang demikian tebalnya"
ini Ti Then selalu merasa seperti meneguk secawan arak yang manis
bercampur rasa pahit, dalam hati dia merasa girang juga merasa
murung, karena dalam pikirannya segera terbayang kembali olehnya
kalau dia hanya menerima perintah dari seseorang. . dia cuma
sebuah patungnya saja.
Tanpa terasa lagi tangannya mulai mengusap wajahnya yang
halus itu, sembari merasakan kenikmatan dari perasaan cintanya
yang berkobar-kobar ini dalam hatinya merasa perih juga seperti
diiris-iris oleh beribu-ribu golok.
Tetapi Wi Lian In sama sekali tidak mengetahui akan hal ini, pada
wajahnya terbayang suatu senyuman yang sangat gembira, ujarnya
sambil tertawa ringan-"Aku punya usul. ."
"Usul apa?" tanya Ti Then melengak.
"Selesai kita membereskan urusan di sini kita langsung pulang ke
dalam Benteng saja, sewaktu kau bertemu dengan si locia itu
pelayan tua kau bisa secara diam-diam kasi tanda kepadanya. ."
Untuk beberapa waktu lamanya Ti Then dibuat bingung oleh
perkataannya yang tidak ada ujung pangkalnya ini. "Beri tanda apa
kepada si Lo-cia. . ???"
"Hmm, kau pura-pura bodoh." seru Wi Lian In dengan
manyanya, sedang tangannya dengan perlahan mencubit kakinya Ti
Then-
"Oooh. ." Ti Then segera paham apa yang sedang dimaksudkan-.
"Kau minta aku suruh si Locia mewakili aku pergi meminang
dirimu??"
"Si Locia sangat suka kalau kita orang bisa bersatu, dia tentu
mau membantu kamu orang."
"Tapi aku tidak bisa omongnya."
"Tidak usah terus terang, secara diam-diam saja kau beri tanda
kepadanya"
"Bagaimana caranya?" tanya Ti Then lagi,
"Sewaktu lain kali dia mengungkat kembali hubungan diantara
kita berdua, kau bolehlah berkata kepadanya sambil tertawa. "Locia,
kau cuma bicara di mukaku terus apa gunanya?, sesudah dia
mendengar perkataanmu ini dia toh punya pikiran untuk menjadi
mak comblangnya, walau pun dia cuma seorang pelayan saja, tetapi
dia sudah turut dengan ayahmu selama puluhan tahun lamanya,
perkataannya Tia tidak akan menganggapnya sebagai angin lalu"
"Bilamana ayahmu tidak setuju?" tanya Ti Then sambil tertawa.
"Tidak mungkin, bilamana Tia menolak dia orang tua tidak
mungkin bisa membiarkan kita berdua melakukan perjalanan
bersama-sama pada kali ini."
"Bilamana ayahmu bermaksud untuk menjodohkan kau
kepadaku, kenapa tidak tunggu saja sampai dia bilang sendiri?"
Wi Lian in tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tak terasa lagi sambil
tertawa malu dia mencubit kembali kaki Ti Then berulang kali.
"Baiklah" serunya dengan gemas. "Sudah. . sudahlah, aku sama
sekali tidak memaksa."
"Lian In" seru Ti Then kemudian sambil menghela napas
panjang. "Sekali lagi aku mau berbicara aku betul-betul suka
padamu tetapi kemungkinan sekali pada satu hari kau bisa
mengetahui kalau aku bukanlah seorang yang baik."
Wi Lian In pun ikut menghela napas panjang:
"Andaikata seperti apa yang kau katakan, di kemudian hari kau
berbuat tidak baik kepadaku, waktu itu aku mau menerimanya
dengan rela hati, bajingan itu selamanya tidak pernah mengatakan
begitu, dia selalu bilang kalau dia jadi orang sangat jujur, sangat
pendiam sangat berbudi dan bagaimana cintanya kepadaku. ."
Setelah mendengar perkataan ini Ti Then semakin merasa
menyesal, dalam hati segera dia mengambil satu keputusan
pikirnya.
"Dia begitu cinta dan menaruh hatinya kepadaku, bagaimana aku
tega mempermainkan dirinya?? Heey. sudah. .sudahlah, lain kali
jikalau majikan patung emas perintahkan aku untuk melakukan
pekerjaan yang merugikan mereka ayah beranak. sekali pun harus
binasa aku juga tidak melakukannya."
Sesudah mengambil keputusan ini, hatinya pun terasa begitu
leganya, mendadak dia ulurkan tangannya mengangkat kepalanya
ke atas kemudian kirim sebuah ciuman mesra ke atas bibirnya.
Wi Lian In sama sekali tidak menduga dia bisa berbuat demikian,
seketika itu juga dia dibuat kelabakan, tetapi hal ini pun merupakan
suatu kejadian yang sangat diinginkan sejak dahulu karenanya dia
hanya memberi sedikit perlawanan kemudian berdiam diri
membiarkan Ti Then melakukan penyerbuannya.
Suasana yang manis dan mendebarkan hati itu hanya di dalam
sekejap saja sudah berlalu, kentongan pertama kini menjelang di
depan mata, terpaksa dengan hati berat Ti Then mendorong
badannya ke samping lalu bangkit berdiri "Sekarang aku harus
berangkat" ujarnya perlahan.
"Ti Toako, biarkan aku mengikuti dirimu?" Mohon Wi Lian In
segera.
"Tidak. kau harus menanti di sini."
"Woow. . kamu orang. ." seru Wi Lian In sambil mencibirkan
bibirnya.
"Aku tidak ingin kau pun menempuh bahaya, aku juga tidak mau
membiarkan si rase Bumi Bun Jin Cu menawan dirimu karenanya
terpaksa aku harus berbuat demikian-"
"Kalau begitu kapan kau baru kembali??"
"Sebelum terang tanah, bilamana sesudah terang tanah aku
belum kembali juga, hal ini berarti juga aku sudah menemui sesuatu
kejadian diluar dugaan, waktu itu kau harus cepat-cepat
meninggalkan tempat ini pergi cari ayahmu, paham tidak??"
"Tidak, jikalau kau tidak kembali aku pasti mau raik ke atas
gunung mencari kau."
"Hmm" sahut Ti Then sambil tertawa "Jikalau benar-benar begitu
tentu si rase bumi segera membagi hartanya kepada anak buah
mereka."
"Soal ini aku tidak mau ikut campur" Desak Wi Lian In tetap
ngotot, "Besoknya aku mesti bersama-sama kau orang"
"Baik. . baiklah" sambung Ti Then dengan cepat "Urusan tidak
akan berobah menjadi demikian beratnya, kau tidak usah berbicara
lagi, aku mau pergi"
Baru saja dia selesai berbicara tubuhnya sudah berkelebat sejauh
puluhan kaki kemudian dengan cepatnya berlari dan lenyap di balik
pepohonan yang amat lebat disekitar tempat itu.
Bagaikan melayangnya seekor burung elang dengan amat
cepatnya dia berkelebat menuju ke atas puncak gunung Kim Hud
san, di dalam sekejap mata saja sudah berada di atas sebuah
puncak bukit, sambil berdiri diam diam memandang kealam di
sekelilingnya.
Terlihatlah kurang lebih satu li di punggung gunung secara
samar-samar terlihatlah memancarnya beberapa titik lampu yang
sangat terang, dia tahu tempat itu pasti bukanlah istana Thian Teh
Kong melainkan sebuah kuil yang sudah direbut oleh orang-orang
istana Thian Teh Kong. Tubuhnya dengan berkelebat menuju ke
arah dimana berasalnya sinar yang terang itu.
Tetapi sesudah berlari selama beberapa waktu lamanya
mendadak dia merasakan kalau keadaan sedikit tidak beres.
Karena kini dia sudah berada kurang lebih empat lima li jauhnya
memasuki gunung tetapi selama perjalanan ini dia sama sekali tidak
bertemu dengan seorang penjaga pun.
Gerak geriknya sangat gesit dia cepat sekali, tetapi selama ini dia
tidak lupa untuk memeriksa setiap tempat yang kemungkinan sekali
ditempati sebagai pos penjagaan, tetapi setiap tempat pegunungan
yang dilalui selama ini bukan saja keadaannya amat terang bahkan
tidak tampak seorang penyahat pun yang berjaga ditempat-tempat
yang strategis. Keadaan seperti tidak perduli untuk orang yang
berjalan malam macam apa pun tentu merasakan suatu keadaan
yang tidak beres. Atau dengan perkataan lain tidak ada penjagaan
di atas gunung bukannya berarti si rase Bun Jin Cu sudah
mengendorkan penjagaan terhadap serangan orang lain, melainkan
dia sudah perintahkan orang agar termakan ke dalam jebakan yang
membingungkan ini, dia sengaja tidak memberi penjagaan pada
pos-posnya, hal ini bermaksud agar musuhnya terjerumus ke dalam
jebakannya yang sudah disiapkan terlebih dahulu.
Karenanya gerak gerik Ti Then semakin berhati-hati, dia tidak
berani bergerak maju secara serampangan, tubuhnya dibungkukkan
rendah-rendah, kemudian dengan menggunakan pohon-pohon serta
dedaunan yang tumbuh di sana sebagai penghalang pandangan,
bergerak dengan sangat hati-hati sekali, dia sama sekali tidak
membiarkan sinar rembulan
menyinari tubuhnya sehingga meninggalkan bayangan di
belakangnya, apalagi sesuatu yang membuat orang lain merasa
curiga.
Sebentar dia berlari cepat, sebentar kemudian dia berhenti dan
berjongkok, gerak geriknya amat berhati-hati, sesudah membuang
waktu yang sangat banyak akhirnya dia berhasil juga mendekati
tempat dimana berasalnya sinar lampu tadi.
Dengan terburu-buru dia menerobos ke dalam sebuah semak
kemudian menongolkan kepalanya keluar, terlihatlah olehnya
sebuah pemandangan yang lain daripada yang lain, bahkan hal itu
membuat dia berdiri tertegun. Apakah sinar lampu itu mendadak
lenyap?
Bukan, sinar lampu masih ada, cuma yang ia lihat sekarang
bukanlah sinar lampu melainkan sinar dari api yang sedang
berkobar.
Di atas punggung gunung itu tidak tampak adanya kuil lagi,
melainkan setumpukan puing-puing berserakan memenuhi
permukaan tanah.
Setumpukan puing-puing itu diantaranya masih mengepulkan api
yang lumayan besar.
Tempat itu memang betul-betul merupakan sebuah kuil, cuma
sekarang kuil itu sudah terbakar hingga tinggal puing-puingnya. Iih.
. sudah terjadi peristiwa apa?
Apa mungkin Wi Ci To sudah tiba?
Tidak mungkin, dia adalah seorang yang tahu aturan dan
bukanlah manusia semacam dia sebelum waktunya yang sudah
dijanyikan pasti tidak akan mempercepat waktunya datang ke atas
gunung untuk melancarkan serangan bokongan.
Peristiwa ini tentu dilakukan oleh musuh-musuh dari si anying
langit rase bumi yang sudah mendengar akan kematian dari si
anying langit Kong Sun Yau dan kini sengaja datang hendak balas
dendam dan membumi hangus semua tempat yang ada disekitar
istana Thian Teh Kong.
Sambil berpikir keras Ti Then memandang keadaan sekelilingnya
dengan lebih teliti lagi, baru saja dia mau majukan jalannya ke
depan untuk melihat lebih jelas lagi mendadak dari antara
pepohonan di sebelah kiri dari reruntuhan puing-puing kuil itu
berjalan mendatang dua orang lelaki berpakaian singsat, keadaan
dari mereka berdua amat mengenaskan sekali, pakaian mereka
sudah robek-robek tidak karuan bahkan kelihatan beberapa lubang
bekas terkena api apalagi badannya terluka bakar sehingga
membuat gerak-gerik mereka sangat lamban sekali.
Mereka berdua dengan saling rangkul-merangkul memaksakan
diri berjalan ke depan sedang dari mulutnya tidak henti-hentinya
mengeluarkan suara rintihan yang memilukan hati.
Sesampainya di luar hutan di dekat runtuhan puing-puing kuil itu
mereka baru menghentikan langkah kakinya, sambil memandang ke
arah puing-puing yang berserakan itu mereka bersama-sama
menghela napas panjang.
Terdengar salah satu diantara mereka itu sambil menghela napas
panjang makinya dengan perasaan sangat gemas.
“Maknya..tidak kusangka ini hari aku bisa terjatuh sampai
keadaan semacam ini.”
Salah seorang lelaki dengan telinga seperti kuping gajah itu
segera menyambung:
“Heeeyy....cialat...cialat...begitu Thian Cun modar semuanya juga
ikut musnah.”
“Hanya sayang kita sudah mengikuti Thian Cun selama puluhan
tahun lamanya kini apa pun tidak mendapat.”
“Itu salahnya kita sendiri, semua orang secara diam-diam
membuat rencana untuk merampok semua harta benda yang ada di
dalam istana sebaliknya kita malah dengan enak-enak tertidur pulas,
untung
saja
kita
cepat-cepat
sadar
tidak...waaah...waaah..nyawa pun ikut lenyap.”
kembali,
kalau
“Heey..entah bagaimana keadaan di dalam istana sekarang ini?”
“Apanya yang bisa dibicarakan lagi, sudah tentu keadaannya
seperti tempat ini. Semua orang dengan andalkan nyawa sendiri-
sendiri pada merampok barang yang ditemui kemudian lemparkan
api
ke
dalamnya..semuanya
akan
segera
beres,
makanya..makanya...”
“Bagaimana kalau kita ke istana sebentar untuk lihat?”
“Sudah, sudahlah tidak perlu pergi lagi, kaki kanan aku si orang
tua sudah terluka bakar kini terasa begitu sakitnya, buat apa balik
ke sana lagi..makanya, lebih baik kita turun gunung saja.”
“Turun gunung sekarang juga?”
“Kenapa?”
“Cuaca begini gelapnya, apalagi di badan kita masih terluka,
jikalau sampai jatuh bukankah keadaan kita semakin parah?”
“Tidak mungkin, ayoh kita perlahan-lahan jalan..”
Berbicara sampai di sini mereka berdua segera saling bombing
membimbing untuk menuruni gunung itu dengan mengikuti jalan
kambing yang ada di sana.
Ti Then sesudah melihat bayangan dari kedua orang itu lenyap
dari pandangannya dia barulah bangkit berdiri, pikirnya.
“Kiranya di dalam istana Thian The Kong sudah terjadi
kekacauan, kaum perampok sudah pada berontak dan kini
merampok semua harta kekayaan yang tersimpan di dalam istana
Thian Teh Kong.”
Akhirnya seperti ini dia sama sekali tidak pernah
membayangkannya, tetapi dia paham akibat ini memang seharusnya
terjadi, pada waktu yang lalu pengaruh istana Thian Teh Kong bisa
kuat hal ini dikarenakan kepandaian silat dari si Anying langin Kong
Sun Yauw sangat liehay, karenanya anak buahnya tidak berani
melawan, sebaliknya kini si Anying langit Kong Sun Yauw sudah
binasa, si Rase bumi Bun Jin Cu pun sedang merasa sedih sehingga
tidak ada kekuatan untuk mengurusi anak buahnya, sudah tentu
banyak anak buahnya akan memberontak kemudian merampok dan
melarikan diri dari atas gunung.
Akibat yang terjadi seperti ini terhadap kalangan Bu-lim memang
merupakan suatu hal yang menyedihkan.
Ti Then menarik hawa segar dalam-dalam kemudian pikirnya lagi
:
“Entah sirase bumi Bun Jin Cu masih ada di atas gunung atau
tidak ? Aku harus naik ke atas untuk Iihat-lihat, jikalau dia masih
ada di sana lebih baik aku selesaikan saja urusan ini secara pribadi.”
Begitu pikiran ini berkelebat di dalam benaknya dia segera mulai
menggerakkan badannya melayang menuju ke puncak gunung.
Setelah diketahui olehnya kalau di dalam istana Thian Teh Kong
sendiri sudah terjadi kekacauan hal ini berarti juga tidak adanya
penjagaan di atas gunung bukanlah merupakan salah satu siasat
yang sedang diatur oleh sirase bumi Bun Jin Cu, karenanya dia tidak
perlu menyembunyikan dirinya lagl selama di dalam perjalanan ini,
dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah
mencapai pada kesempurnaan dia melayang terus menuju puncak
gunung.
Setelah melewati gua Sak Gouw Tong serta Si Ci Go dia
melanjutkan kembali perjalanannya sejauh puluhan li dan akhirnya
sampai juga di istana Thian Teh Kong.
Istana Thian Teh Kong yang sudah menggetarkan seluruh dunia
kangouw ini sama sekali tidak sampai dibakar oleh kaum
pemberontak, tetapi depan pintu istana terlentanglah berpuIuh
puluh mayat yang menggeletak memenuhi permukaan tanah, ada
yang kepalanya putus, ada yang perutnya robek sehingga ususnya
keluar dan lain-lain, keadaan yang begitu mengerikan, darah yang
berbau amis tercecer memenuhi seIuruh
permukaan tanah.
Jika dilihat dari keadaan .tersebut agaknya pertempuran sengit
baru saja berhenti tidak lama.
Ti Then takut di dalam istana kemungkinan sekaIi masih tersisa
kaum penyahat yang masih belum meninggaIkan tempat itu dan
tidak berani langsung menerjang masuk ke dalam, setelah
diperiksanya dengan amat teliti keadaan sekeliling tempat itu dan
betul-betul merasa yakin kalau tidak ada musuh yang masih sisa di
dalam istana itu, dia barulah berani meloncat naik ke atas
wuwungan dari istana Thian Teh Kong tersebut.
Keadaan di dalam istana itu sama saja seperti keadaan diluar,
mayat-mayat menggeletak diseluruh tempat agaknya karena
perebutan harta kekayaan memaksa mereka saling bunuh
membunuh.
Diantara mayat-mayat itu bahkan ada dua mayat yang gayanya
sangat menggelikan sekali, mereka berdua sudah binasa
semua,yang satu terkena tembusan pedang panjang sedang yang
lain terkena bacokan pada pundak sebelah kirinya tetapi ditangan
masing masing bersama sama mencekal sebuah buntalan, agaknya
sesudah terluka parah dan rubuh ke atas tanah mereka masih ingin
memperebutkan buntalan tersebut.
Ti Then sesudah berdiam diri untuk memperhatikan keadaan
kemudian
dengan
tanpa
disekelilingnya
beberapa
saat
mengeluarkan sedikit suara pun dia meloncat turun dari atas
wuwungan rumah. lalu berjalan mendekati buntalan itu, terlihatlah
di dalam buntalan itu kini cuma tersisa dua stel pakaian saja,
agaknya intan permata yang berharga sudah disikat oleh ‘Nelayan
Beruntung’ yang menonton di samping.
Dia melemparkan kembali buntatan itu ke atas tanah. kemudian
melanjutkan langkahnya menuju ke dalam, setelah melewati
ruangan besar, ruang Teh, ruang bunga sampailah dia disebuah
serambi yang amat panjang sekali bahkan dari dalam serambi itu
secara samar-samar terdengarlah suara seorang perempuan sedang
menangis terisak-isak.
Dia segera angkat kepalanya memandang ke sana terilhatlah di
hadapannya berdirilah sebuah ruangan yang amat besar dan megah
sekali, di atas ruangan itu terpancanglah sebuah papan nama
bertuliskan ‘Khie le Tong’ tiga huruf kata dari emas.
Suara tangisan itu tidak lama berkumandang keluar dari dalam
ruangan “Khie le Tong” itulah.
Dalam hati Ti Then merasa amat terperanyat, cepat-cepat dia
menyatuhkan diri berjongkok di samping sebuah tiang besar,
pikirnya:
“Untung sekali masih ada seorang yang hidup, entah siapakah
dia orang ?? Apakah sirase bumi Bun Jin Cu ? Ataukah dayang dari
istana Thian Teh Kong?”
Dengan amat tenangnya dia memperhatikan keadaan di sana
selama beberapa saat lamanya, akhirnya dia mengambil keputusan
untuk masuk ke dalam mengadakan memeriksa, demikianlah
tubuhnya segera bergerak menuju kearah ruangan Khie Ie Tong
tersebut.
Sesampainya di samping ruangan Khie Ie Tong itu suara tangisan
terisak dari dalam ruangan itu terdengar semakin jelas lagi, di atas
tebing Sian Ciang di belakang benteng Pek Kiam Po tempo hari
pernah mendengar suara isak tangisan rase bumi Bun Jin Cu oleh
karena jtulah begitu dia mendengar suara tangisan tersebut segera
diketahui olehnya kalau suara tangisan itu bukan lain berasaI dari si
Rase bumi Bun Jin Cu.
“Hmmm, ternyata dia masih ada di sini.”
Setelah berpikir keras beberapa waktu lamanya mendadak
terdengar Ti Then berteriak :
“Orang yang ada di dalam apa benar si rase bumi Bun Jin Cu ??
Dari dalam ruangan Khie le Tong suara tangisan dari si rase bumi
Bun Jin Cu segera berhenti kemudian diikuti ruangan itu menjadi
terang benderang,
“Siapa ?” tanya si rase bumi Bun Jin Cu dengan suara yang amat
dingin sekali.
Ti Then segera munculkan dirinya di depan pintu Khie le Tong
itu.
“Cayhe Ti Then,” sahutnya. tenang.
TerIihatlah pada waktu itu si rase bumi Bun Jin Cu sedang duduk
disebuah kursi kebesaran, pakaiannya tidak karuan rambutnya
kacau sedang wajahnya amat pucat, begitu dilihatnya Ti Then sudah
muncul di depan air mukanya tanpa terasa lagi sudah berubah
sangat hebat. Cepat-cepat dia meloncat bangun kemudian serunya
dengan amat benci:
“Kiranya kamu orang.”
“Entah di dalam istana itu sudah terjadi urusan apa?”
Si rase bumi Bun Jin Cu tidak memberi jawabannya, dengan
pandangan mata yang rnemancarkan sinar kebencian dia pelototi
diri Ti Then, kemudian sambil menggigit bibirnya dia berteriak
kembali.
“Waktu perjanyan belum tiba, kau bangsat cilik buat apa datang
ke sini ?”
“Aku boleh bicara terus terang padamu malam ini sebenarnya
aku cuma datang ke atas gunung untuk melakukan pengintaian,
siapa tahu di dalam istana Thian Teh Kong sudah terjadi peristiwa
yang demikian menyedihkan karena itu terpaksa aku meneruskan
perjalanan datang ke sini untuk melihat keadaan yang sebenarnya.”
Sepasang alis dari Si rase bumi Bun Jin Cu segera dikerutkan
rapat-rapat, sambil menggerutuk giginya dia menjerit kembali.
“Semuanya ini hasil hadiah yang kau berikan kepada kami,
kedatanganmu malam ini sungguh bagus sekati bilamana aku tidak
bisa menghancurkan tubuhmu sekali pun binasa mataku tidak
meram.”
“Hee..heee..bukankah anak buahmu sudah pada meninggalkan
dirimu seorang diri?” ejek Ti Then sambil tertawa tawar.
“Tidak salah” teriak si rase bumi Bun Jin Cu sambil menghajar
sebuah meja dengan amat kerasnya, “Mereka semua memang
sudah pergi, tetapi kau bangsat cilik jangan bergembira terlebih
dahulu, cukup aku seorang sudah lebih dari cukup untuk bereskan
dirimu.”
“Aku menaruh perasaan simpatik terhadap kejadian yang kau
alami, tetapi harus kau ketahui pada itu hari kejadian di atas tebing
Sian Ciang jikalau aku tidak bunuh suamimu kemungkinan sekali
aku sudah terbunuh oleh dirinya. .”
“Tidak usah banyak omong lagi,” sekali lagi teriak si rase bumi
Bun Jin Cu sambil menghajar meja yang ada di sampingnya. Ti Then
segera tertawa dingin.
“Aku cuma mengharapkan kau menjadi paham, istana Thian The
Kong kalian bisa menjadi demikian kesemuanya dikarenakan
keserakahan dirimu, janganlah kau salahkan urusan ini kepadaku.”
“Tidak usah banyak omong lagi, pokoknya ini hari aku harus
bunuh dirimu untuk melampiaskan kebencianku terhadap dirimu.”
“Bagus sekali, aku tahu untuk selamanya kau tidak akan
melepaskan aku hidup, memang lebih baik kita selesaikan urusan
diri kita pada malam ini juga. Tetapi kini, seperti omonganku tadi,
aku betul-betul merasa simpatik atas kejadian yang kau alami,
walau pun kau Bun Jin Cu bukanlah seorang perempuan baik-baik,
tetapi tidak perduli bagaimana pun kejadian yang kau alami selama
satu bulan ini betul-betul membuat keadaanmu patut dikasihani.”
“Telur makmu.” maki si rase bumi Bun Jin Cu dengan gusarnya.
"Aku tidak membutuhkan rasa simpatik dari kau bangsat.”
Mendengar makian yang kotor itu Ti hen. tanpa terasa sudah
kerutkan alisnya rapat-rapat.
“Maksud dari perkataanku tadi, malam ini aku tidak akan
membunuh dirimu, nanti bilamana terjadi pertempuran diantara kita
kau boleh serang aku dengan. menggunakan cara apa pun, waktu
itu aku akan bertahan saja tanpa melancarkan serangan balasan,
jikalau kau berhasil membunuh mati aku, yaaah.. tidak ada
perkataan lain lagi tetapi jikalau kau tidak berhasil rnembinasakan
diriku maka lain kali jikalau sampai bertemu kembali, aku, tidak
akan sungkan-sungkan lagi terhadap kau orang. "
“Hmm..kau bangsat cilik jangan bermimpi, malam ini kau tidak
akan berhasil meloloskan diri dari tanganku.” Teriak si rase bumi
Bun Jin Cu sambil tertawa dingin tak henti-hentinya.
“Perkataanku kini sudah selesai, sekarang silahkan kau mulai
turun tangan”
Dari balik sebuah kursi Si rase bumi Bun Jin Cu mencabut keluar
sebilah pedang panjang, teriaknya sambil menudingkan pedang itu
ke hadapan Ti Then.
“Kau masuklah ke sini, kita bereskan hutang-hutang kita di dalam
ruangan Khie le Tong ini juga”
Ti Then sama sekali tidak mau percaya kalau dirinya bisa terluka
ditangannya,..tanpa ragu-ragu lagi dia berjalan masuk ke dalam
ruangan itu.
Ketika Bun Jin Cu melihat dia berjalan memasuki ke dalam
ruangan mendadak berteriak kembali :
“Berhenti !”
“Ada apa??” tanya Ti Then tersenyum tapi dia menghentikan
langkahnya juga.
“Aku mau bertanya suatu urusan...”
“Silahkan berbicara”
“Malam ini kalian datang berapa orang?”
“Cuma dua orang saja, aku serta nona Wi.”
“Wi Ci To ???".
“Dia tidak datang bersama kami, mungkin lusa baru sampai
didini.”
Sepasang mata dari Bun Jin Cu segera berkedip-kedip tanyanya
kembali:
“Dimana budak itu ?"
“Dia tidak ikut naik ke atas gunung”
“Kenapa tidak sekalian ikut ke sini??"
“Sebelum waktunya perjanyian buat apa dia datang ke sini??”
“Kini dia ada dimana ?”
“Maaf tentang pertanyaan ini cayhe tidak bisa memberikan
jawabannya.” seru Ti Then sambil tertawa.
Si rase bumi Bun Jin Cu segera tertawa dingin tak henti-hentinya.
“Aku sangat mengharapkan dia ikut datang, agar dia bisa melihat
dengan cara bagaimana aku menghukum rnati dirimu”
“Haaaa ..haaaaa.. tapi dia tidak punya ganyalan sakit hati apa-
apa dengan dirimu..”
Sepasang mata bolanya segera berputar-putar sekali lagi dia
tertawa dingin,
“Tentu dia sedang menunggu di bawah gunung, hmmm.. kini aku
mau tawan dirimu terIebih dulu, jikalau lama sekali dia tidak melihat
kau kembali tentu dengan sendirinya bisa naik ke atas gunung
untuk mengadakan pencarian. hee ,... heee..saat itu aku mau
sekalian tangkap dirinya,”
“Tidak salah pada waktu itu dia memang bisa naik ke atas
gunung untuk mencari aku tetapi apa kau punya kekuatan untuk
menawan aku orang ?”
“Hee..hee.. tanpa membuang banyak tenaga aku bisa tawan kau
bangsat”
Mendadak Ti Then teringat kembali kalau di dalam istana Thian
Teh Kong penuh dipasangi alat-alat rahasia, kemungkinan sekali di
dalam ruangan Khie Ie Tong ini sudah dipasang sebuah alat rahasia
yang sangat dahsyat sekali, tanpa terasa lagi dia sudah merasa
amat terperanyat, cepat-cepat dia menjejak tubuhnya meloncat
mundur ke belakang.
Tetapi... dia sudah terlambat satu tindak.
Pada saat dia sedang teringat kembali untuk mengundurkan diri
dari ruangan Khie le Tong itulah mendadak permukaan tanah yang
diinyaknya sudah meresap ke dalam, kemudian diikuti dengan suara
peletekan yang amat nyaring, permukaan tanah itu sudah membalik
kearah dalam tanah.
Kiranya permukaan tanah dari ruangan Khie le Tong ini
merupakan sebuah papan yang bisa berputar.
Ti Then tidak sempat untuk menghindarkan diri lagi dari kejadian
itu, padahal sekali pun dia sempat meloncat mundur juga tidak
mungkin bisa menghindarkan diri dari kejadian itu karena seluruh
badannya kini sudah meluncur turun ke bawah dengan kecepatan
yang luar biasa.
Begitu tubuh Ti Then meluncur ke bawah, papan permukaan
yang ada di atasnya sudah menutup kembali seperti asalnya
semula, karenanya Ti Then yang meluncur ke bawah dengan amat
cepatnya itu sebelum tubuhnya mencapai permukaan tanah
keadaan di sekelilingnya sudah menggelap kembali.
Dia tidak tahu, bagaimana keadaan di bagian bawahnya, tetapi
dengan cepat, di dalam hatinya sudah mengambil suatu bayangan
yang paling buruk yaitu dia menduga dibagian bawahnya sudah
dipasang golok-golok yang amat banyak sekali menantikan
kejatuhan badannya, karena itu cepat-cepat dia mengerahkan
seluruh tenaga dalamnya melancarkan satu pukulan dahsyat kearah
bawah, pada saat yang bersamaan puIa. dengan menggunakan
tenaga pantulan itu dia berjumpalitan di tengah udara untuk
kemudian melayang turun dengan amat ringannya.
Di daIam sekejap saja tubuhnya sudah mencapai permukaan
tanah, pada saat kakinya mencapai tanah itulah seperti
menggerakkan alat rahasia lainnya terdengarlah suara benturan
yang amat keras di bagian atasnya sebuah benda besi yang amat
berat sekali melayang turun menghajar kepalanya.
Ti Then menjadi amat terperanyat sepasang tangannya dengan
cepat diayunkan ke atas siap-siap menerima benda yang mau
menekan dirinya itu, siapa tahu pada jarak kurang lebih beberapa
depa di atasnya benda itu berhenti bergerak.
Dia menghembuskan napas lega, dengan perlahan kakinya mulai
bergerak ke samping sedang tangannya mulai meraba-raba,
terasalah di sekelilingnya Cuma ada terali besi yang amat kuatnya.
Sebuah...dua..tiga..empat buah..mendadak dia menjadi paham,
teriaknya dengan perasaan amat kaget:
“Celaka, kiranya aku dikurung di dalam sebuah sangkar besi.”
Cepat-cepat dia mencekal besi-besi itu kemudian dengan sekuat
tenaga ditarik-tariknya beberapa kali, walau pun sudah kerahkan
seluruh tenaganya keadaan masih tetap seperti semula, bukan saja
tidak cidera bahkan gemilang sedikit pun tidak.
Besarnya terali besi itu ada sebesar kepalan bocah cilik, sedang
luasnya tempat itu hanya cukup buat dia berdiri saja,..dia tahu
ternpat ini adalah sebuah kurungan besi yang amat kuat sekali.
Bagaimana sekarang ?
Si rase bumi Bun Jin Cu sebentar lagi tentu sudah sampai di sini ,
„.
Mendadak ditengah kegelapan itu tertembuslah suatu sinar yang
amat terang sekali, sinar itu semakin lama semakin membesar,
dengan diikuti masuknya sinar terang terdengar juga suara cicitan
yang amat nyaring.
Sebuah pintu batu yang amat besar dengan perlahan-lahan
bergeser kearah sebelah kiri.
Ketika seluruh pintu batu itu sudah bergeser ke samping, sinar
terang memancar masuk memenuhi seluruh ruangan, dia bisa
melihat keadaan disekelilingnya dengan amat jelas sekali bahkan
melihat juga si rase bumi Bun Jin Cu yang berdiri di depan pintu.
Sedikit pun tidak salah, dia memang sudah terjerumus di dalam
sebuah
sangkar terbuat dari besi.
Pada tangan Bun Jin Cu menenteng sebuah lampu yang tahan
terhadap angin sedang wajahnya penuh dengan senyuman puas
sedang memandang dirinya, mendadak terlihatlah tangannya
menekan sebuah tomboI pada dinding di sampingnya kemudian
serunya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
“Hey bangsat cilik, ayoh kemari.”
Sangkar dari besi itu dengan perlahan-lahan segera bergeser ke
depan dan terus bergerak sampai pada ujungnya yang persis ada di
hadapan dari dari si rase bumi Bun Jin Cu.
Bun Jin Cu segera meletakkan Iampu yang ada ditangannya ke
atas tanah kemudian sambil bertolak pinggang, ejeknya dengan
suara yang amat dingin.
“Bagaimana ? Hey bangsat, kau punya perkataan apa lagi ?”
“Tidak ada yang bisa dibicarakan lagi, sekarang aku sudah
terjatuh ke tanganmu, mau dibunuh mau disiksa sesukamu.”.
“Kau sudah bunuh suamiku, mencelakakan kami orang-orang
istana Thian Teh Kong sehingga berantakan, aku tidak akan
memberikan kematian yang terlalu cepat buat kamu orang, aku mau
menggunakan bermacam-macam cara siksaan untuk menyiksa
kamu, aku mau membuat kau binasa perlahan-lahan, binasa
sepotong demi sepotong”
“Apa itu binasa secara perlahan-Iahan, binasa sepotong demi
sepotong?” tanya Ti Then sambil tertawa pahit.
“Nanti kau akan tahu dengan sendirinya.”
“Besok lusa Wi Pocu sudah sampai di sini, jika kau mau
menghukum mati diriku lebih baik cepat sedikit.”
“Hmmm..” dengus Bun Jin Cu dengan amat dinginnya, “Kau
masih mengharapkan ada orang yang dating menolongmu keluar
dari sini?”
“Bilamana Wi Pocu tahu kalau aku sudah kau tawan sudah tentu
akan berusaha untuk menolong aku.”
“Betul!” seru si rase bumi Bun Jin Cu sambil tertawa dingin,
“Tetapi selamanya dia tidak akan berhasil.”
“Hee..soal ini lebih baik kita tunggu saja di kemudian hari.”
Bun Jin Cu tidak berbicara lagi, pada sebuah tempat di atas
dinding dia menekan lagi sebuah tombol alat rahasia, setelah itu
dengan tenangnya dia meninggalkan tempat tersebut.
Semula Ti Then menganggap tentunya dia akan menggerakkan
alat rahasia untuk mengembalikan sangkar besinya ketempat
semula, tetapi segera dia merasa keadaan sedikit tidak beres karena
begitu dia menekan tombol tersebut sangkar besi dimana dia berada
bukannya mundur ke belakang melainkan meluncur kembali ke
bawah,
Kurang lebih sesudah menurun sejauh tiga empat depa dalamnya
mendadak permukaan sangkar besi itu sudah terendam di dalam air
yang sangat dingin, kiranya di bawah permukaan tanah itu
merupakan sebuah kolam air yang sangat dingin.
Sangkar besi itu meluncur turun terus ke bawah sehingga air
yang merendam badan Ti Then setinggi lehernya, dalam hati dia
benar-benar merasa berdesir pikirnya:
“Oooh...Thian, sebetulnya dia mau berbuat apa terhadap diriku
dengan
merendam
badanku
ke
dalam
kolam??
mau
menenggelamkan badanku ataukah agar badanku menjadi hancur
?”
Kelihatannya dia punya maksud untuk menenggelamkan seluruh
badannya, karena ketika air sudah mencapai pada lehernya sangkar
besi itu masih terus meluncur ke bawah sehingga seketika itu juga
air kolam melampaui kepalanya.
Dengan tergesa-gesa dia merambat naik ke atas sangkar besi itu
untuk menongolkan kepalanya ke atas permukaan air, siapa tahu
sangkar besi itu tidak berhenti sampai di situ saja akhirnya sangkar
besi itu berhenti pada dasar kolam.
Kini dia terkurung di dalam sangkar, untuk keluar sudah tidak
mungkin lagi karena seluruh tubuhnya sudah terkurung di dalam air
sedang pernapasannya pun mulai terasa amat sesak.
Seperti seekor tikus yang terjatuh ke dalam air dengan gugup dia
bergerak ke sana kemari berusaha membuka penutup dari sangkar
besi itu, tetapi walau pun dia sudah berusaha dengan menggunakan
seluruh
tenaga dalamnya tetap tidak memperoleh hasil yang diinginkan,
beberapa waktu kemudian dia mulai terasa napasnla habis, tanpa
bisa dicegah lagi dia mulai membuka mulutnya meneguk air kolam
itu.
Satu detik kemudian dia tidak bisa bergerak lagi, tubuhnya
dengan amat tenangnya menggeletak pada dasar kolam ..jatuh
tidak sadarkan diri.
XXX
Waktu itu Wi Lian In sedang menunggu di bawah pohon dengan
amat tenangnya, dia rnerasakan hatinya amat kesepian tetapi
sedikit pun tidak merasa kuatir atas keselamatan dari Ti Then,
karena dia percaya dengan kepandaian silat yang dimiliki Ti Then
sekarang ini dia masih sanggup untuk menghadapi segala mara
bahaya.
Sepasang tangannya dipangku di depan dadanya sedang
kepalanya didongakkan memandang rembulan yang terpancang
ditengah awan, pada benaknya terbayang kembali berbagai
pemandangan indah semasa lalu, terbayang olehnya juga keadaan
sewaktu benteng Pek Kiam Po mengadakan perayaan buat
perkawinannya dengan Ti Then, bagaimana para tamu pada
berdatangan untuk memberi selamat sehingga seluruh Benteng
penuh sesak, ayahnya dengan senyum manis menarik tangannya Ti
Then untuk dikenalkan pada tamunya satu persatu...
Mendadak segulung awan gelap menutupi cahaya rembulan
membuat cuaca menjadi sangat gelap, seketika itu juga dia menjadi
sadar kembali dari lamunannya.
Pada saat itulah mendadak dia merasakan seseorang dengan
perlahan lahan mendekati badannya, dalam hati diam-diam dia
merasa sangat girang pikirnya.
“Tentu dia sudah kembali, tentu dia sudah datang. Hmmmm,dia
mau memeluk aku dari belakang agar aku menjadi kaget.”
Karena itu dia tidak bergerak lagi, dengan pura-pura tidak tahu
dia tetap berpangku tangan duduk di sana.
Perasaannya sedikit pun tidak salah, di belakang badannya
memang benar-benar ada seseorang yang mulai berjalan mendekati
badannya, cuma saja orang itu bukan Ti Then melainkan adalah
seorang yang berkerudung hitam.
Orang berkerudung hitam ini bukanlah orang yang sudah
melarikan diri sewaktu ada di perkam pungan Thay Peng Cung
melainkan orang lain.
Tubuhnya tinggi bahkan kelihatan gemuk sekali, sepasang
matanya memancarkan sinar yang amat tajam, jika dilihat dari
gerak-geriknya jelas sekali kepandaian silatnya berada jauh di atas
kedua orang berkerudung hitam yang melarikan diri dari perkam
pungan Thay Peng Cung tempo hari itu.
Dengan perlahan-lahan dia menggeserkan badannya mendekati
Wi Lian In yang sedang duduk terpekur, agaknya dia punya
maksud untuk menawan diri Wi Lian In secara tiba-tiba.
Akhirnya dia sudah mencapai pada kurang lebih tiga depa dari
diri Wi Lian In.
Tampak tangan kanannya dengan perlahan-lahan diangkat ke
atas sehingga terlihatlah lima jarinya yang seperti kuku garuda,
dengan perlahan dia mulai mendekat tubuh Wi Lian In dan
mengancam jalan darah Cian Cing Hiat-nya.
Pada saat yang bersamaan pula mendadak Wi Lian In putar
badannya menubruk kearah sepasang kaki dari ‘Ti Then’ sambil
serunya genit.
“Haa....haaa..mau menggoda aku yaah?”
Orang berkerudung itu sama sekali tidak menyangka dia bisa
melancarkan serangan ini dengan cepat sepasang kakinya menutul
permukaan tanah kemudian meloncat mundur sejauh tujuh delapan
kaki dari tempat semula.
Ketika Wi Lian In melihat orang itu bukanlah Ti Then dalam hati
juga merasa terperanyat, dengan gugup dia meloncat bangun
kemudian teriaknya.
“Siapa kau?”
Walau pun di dalam keadaan terperanyat dan gugup tetapi dia
bisa melihat kalau pihak lawannya bukanlah anak buah dari si rase
bumi Bun Jin Cu (Karena anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu
tidak perlu menggunakan kain kerudung segala), juga dia tahu
orang ini bukanlah orang berkerudung hitam yang melarikan diri
tempo hari sewaktu ada di dalam perkam pungan Thay Peng Cung.
Ketika orang berkerudung hitam itu mendengar perkataannya
ditambah lagi melihat perubahan wajahnya yang amat terperanyat
bercampur gugup segera tahu kalau tadi dia sudah salah
menganggap dirinya sebagai Ti Then, tanpa terasa lagi dia tertawa
terbahak-bahak.
“Kau kira aku siapa? Kekasihmu Ti Then? He..hee...”
Wi Lian In benar-benar merasa malu, gusar bercampur kaget,
segera dia maju satu langkah ke depan, kemudian bentaknya
dengan nyaring:
“Siapa kamu orang?”
Orang berkerudung hitam itu tetap tidak bergerak, dia hanya
tertawa dingin tak henti-hentinya.
“Aku datang khusus hendak menyampaikan sebuah kabar buruk,
kekasihmu Ti Then sudah binasa di dalam istana Thian Teh Kong.”
Wi Lian In benar-benar merasakan hatinya tergetar sangat keras
sekali, air mukanya berubah menjadi pucat pasi sedang suaranya
pun rada gernetar.
“Kau . . . kau orang dari istana Thian Teh Kong?”
“Tidak salah” jawab orang berkerudung hitam itu mengangguk.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 21.1 : Wi Lian In juga terjebak
Walau pun dalam hati Wi Lian In merasa amat terperanyat,
tetapi dengan perasaan curiga tanyanya pula
“ Bilamana kau anak buah dari istana Thian Teh Kong kenapa
mukamu kau tutupi dengan kain kerudung?”
“Hee ?. hee .. karena akulah majikan yang baru dari istana Thian
Teh Kong"
“Hmmmm” Dengus Wi Lian In dengan amat dingin. “Kecuali Si
rase bumi Bun Jin Cu sudah modar, kalau tidak dari istana Thian
Teh Kong tidak akan muncul pemimpin baru. "
“Ha..ha.. kau bodoh, bodoh amat, sekarang si rase bumi Bun Jin
Cu kan sudah menjadi istriku. “
Mendengar perkataan ini Wi Lian In semakin terperanyat,
pikirnya:
“ Jikalau si rase bumi Bun Jin Cu itu benar-benar sudah
mendapatkan seorang suami yang baru maka sebagai pemimpin
baru dia mem punyai cara berpikir yang berbeda pula, dia memang
mirip sekali dengan lagak seorang pemimpin. “
“Omong kosong “ Teriaknya kemudian sembari berusaha
menenangkan pikirannya. “Bun Jin Cu baru saja kehilangan
suaminya, dia tidak mungkin mau mencari suami yang baru sebelum
suaminya dikubur satu bulan lamanya”
“Tetapi dia mau tidak mau terpaksa harus berbuat demikian “
sahut lelaki berbaju hitam yang berkerudung itu, “Karena dia sangat
memerlukan bantuan dari seorang suami untuk menyelesaikan
pekerjaannya pada esok hari. “
Wi Lian In segera merasa perkataannya ini beralasan juga,
seketika itu juga kepercayaannya terhadap “Kematian” Ti Then pun
menjadi bertambah tebal beberapa bagian hatinya terasa semakin
terkejut lagi.
"Kau jangan omong sembarang di sini.” Bentaknya dengan
teramat gusar. “Kau tahu bagaimana macam Ti Kiauw tauw kami?
dengan mengandalkan kepandaianmu yang seperti monyet
kepanasan jangan harap bisa melukai dirinya.”
“Kau tidak tahu siapakah aku yang sebetulnya, bagaimana bisa
tahu pula kalau aku tidak sanggup untuk melukainya?" Balas seru
lelaki berbaju hitam yang berkerudung itu sembari tertawa dingin.
“Aku tidak mau perduli siapa kau orang” teriak Wi Lian ln dengan
amat gusarnya, “Di dalam Bu lim pada saat ini kecuali si kakek
pemalas seorang jangan harap bisa menemukan orang yang bisa
mencelakai jiwanya. “
“Heee .. . heee .... aku bisa anggap perkataanmu itu sedikit pun
tidak salah tetapi alat-alat rahasia yang dipasang di dalam istana
Thian Teh Kong kami sudah cukup untuk menghancur lumurkan
seluruh isi badannya”
Wi Lian In pun tahu bagaimana hebat serta dahsyatnya a!at-alat
rahasia yang dipasang di dalam istana Thian Teh Kong,
kepercayaannya kali ini semakin bertambah beberapa bagian lagi.
Di dalam keadaan yang amat sedih bercampur gusar dia segera
membentak keras, tubuhnya sambil menubruk maju ke depan
teriaknya
“Aku akan adu jiwa dengan kau orang”
Sepasang tangannya dipentangkan di tengah udara, jari-jari
tangannya ditegangkan bagaikan baja lalu melancarkan serangan
dahsyat mencukil kearah sepasang mata pihak lawan.
Lelaki berkerudung itu segera tertawa panjang, telapak
tangannya dengan gaya “ Tong Ci Pay Kwan Im” atau bocah cilik
menyembah dewi Kwan Im menyambut datangnya serangan
tersebut, bersamaan pula kaki kanannya diangkat melancarkan
tendangan kilat menghajar lambungnya.
Ketika Wi Llan ln melihat serangan yang dilancarkan pihak lawan
ternyata tidak jelek dia tidak berani berlaku gegabah lagi, tubuhnya
dengan amat cepat miring ke samping sepasang telapak tangannya
dengan amat cepat membabat kearah kaki kanan pihak Jawan yang
menendang dirinya.
Telapak kiri lelaki berkerudung itu cepat cepat menyambar ke
samping. “Plaak.” dengan keras lawan keras dia tangkis datangnya
serangan dari Wi Lian In itu.
Wi Lian In segera merasakan tangannya seperti terbentur dengan
baja yang amat kuat, telapak tangan kanannya terasa amat sakit
sekali sehingga tak kuasa lagi tubuhnya tergetar mundur dua
langkah ke belakang.
Dengan pertempuran ini masing-masing pihak sudah merasa
amat jelas bagaimana kehebatan ilmu silat lawannya, jelas di dalam
hal tenaga dalam lelaki berkerudung itu jauh lebih tinggi beberapa
tingkat dari diri Wi Lian In.
Wi Lian In yang melihat tenaga dalam dirinya tidak sanggup
memenangkan pihak lawan cara bertempurnya segera berubah,
serangan-serangan yang dilancarkan banyak kosong dari pada nyata
dia tidak ingin menyambut datangnya serangan pihak lawan
denganke ras lawan keras kembali.
Dari ayahnya dia pernah belajar sebuah ilmu telapak yang khusus
ditujukan untuk melawan pihak musuh yang memiliki tenaga dalam
jauh Jebih tinggi dari dirinya, ilmu tersebut disebut sebagai ilmu
telapak “Lok Hoa Ciang” atau ilmu bunga berguguran, segera tanpa
berpikir panjang lagi dia mengeluarkan seluruh jurus dari ilmu
telapak bunga berguguran untuk menyambut datangnya serangan
dari pihak musuh.
Untuk beberapa saat lamanya lelaki berkerudung itu segera
terdesak mundur terus oleh keampuhan dari ilmu telapak itu, tetapi
semakin lama akhirnya dia berhasil juga mengetahui kunci
kelemahan dari ilmu telapak bunga berguguran itu, di dalam
sepuluh jurus kemudian dia sudah berhasil memunahkan seluruh
serangan pihak lawan di atas angin kembali.
Wi Lian ln yang hatinya bercabang karena memikirkan
keselamatan dari Ti Then membuat perhatiannya pun menjadi tidak
tercurahkan di dalam pertempuran ini, ketika diiihatnya ilmu telapak
bunga berguguran sudah digunakan habis tetapi masih belum juga
berbasil mendapatkan kemenangan hatinya terasa semakin
bertambah kacau, serangan yang dilancarkan menjadi kacau balau
sehingga berturut turut dia terdesak mundur terus oleh serangan
musuh.
Lelaki berkerudung itu tidak mau melepaskan barang satu detik
pun, dia terus menerus melancarkan serangan gencar mendesak
mundur Wi Lian In sedangkan mulutnya memperdengarkan suara
tertawanya yang amat menyeramkan.
“Heee ..hee , , budak liar-“ ejeknya dingin. “Jikalau kau orang
mau menemukan mayat kekasihmu lebih baik serahkan saja kau
orang tanpa melawan, aku segera akan membawa kau naik ke atas
gunung untuk menemuinya “
Baru saja dia orang habis berkata mendadak wajah Wi Lian In
berubah sangat girang sekali, teriaknya dengan cemas.
“ Aaaah.. „ Ti Kiauw tauw sudah datang “
“ Haaa ,, haa , mayatnya pun sudah mulai dingin” seru lelaki
berkerudung itu sambil tertawa terbahak-bahak. “Kau jangan ngibul
tidak karuan, dia orang tidak akan bisa muncul kembali di sini hee,,
hee, kau mengharapkan dia orang bisa datang menolong dirimu?
mimpi, hii, hii, kau orang sedang mimpi di siang hari bolong”
Wi Lian In yang melibat dia orang sama sekali tidak dibuat takut
oleh gertakannya ini dalam hati semakin percaya lagi kalau Ti Then
sudah binasa di dalam istana Thian Teh Kong, saking sedih hatinya
permainan siiatnya pun menjadi bertambah kacau balau.
Melihat kesempatan yang amat baik lelaki berkerudung itu
dengan cepat maju melancarkan titiran serangan gencar mendadak
kakinya menyapu kearah kaki Wi Lian In dengan cepatnya sembari
membentak keras
“ Kau rubuhlah."
Wi Lian ln tidak sempat menghindarkan diri lagi, kakinya terkena
sapuan tersebut dengan amat cepatnya.
"Bruuuk.” Tubuhnya dengan amat keras terbanting ke atas tanah
tidak bisa berkutik lagi.
Lelaki berkerudung itu segera tertawa terbahak-bahak, jari
tangannya dengan kecepatan bagaikan kilat melancarkan serangan
totokan ketubuh Wi Lian In.
Mendadak . . . .
“Lian In kau jangan gugup, aku datang” Suara seseorang yang
amat berat secara tiba-tiba berkumandang keluar dari dalam sebuah
hutan yang amat lebat.
Jika didengar dari nada suaranya orang itu mirip sekali dengan
diri Ti Then.
Seluruh tubuh lelaki berkerudung itu terasa bergetar dengan
amat kerasnya jelas sekali dia benar-benar merasa terperanyat.
Tanpa memperdulikan lagi diri Wi Lian ln yang menggeletak di
atas tanah dengan cepat tubuhnya meloncat ke atas pohon
kemudian berlalu dengan terbirit-birit.
Wi Lian ln benar-benar dibuat teramat girang, cepat-cepat dia
meloncat bangun lalu berseru dengan keras.
“Then ko, apa betul kau orang yang datang?"
Terdengar suara ujung baju yang tersampok angin berderu
mendatang, mendadak di depan tubuhnya berkelebat datang
sesosok bayangan manusia.Tetapi orang itu bukanlah Ti Then,
melainkan seorang pendekar berusia pertengahan.
Wajah pendekar berusia pertengahan ini cukup tampan,
pakaiannya merupakan sebuah jubah enghiong yang bersulamkan
seekor naga dari emas pada pinggangnya tersoren sebilah pedang,
sedang pada ujung pedang tergantunglah sebuah kain yang
berwarna merah.
“Kau, Suma suko” seru Wi Lian In agak tertegun dengan
membelalakkan matanya.
Kiranya pendekar berusia pertengahan ini bukan lain adalah salah
satu pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po yang
bergelar “Mo lm Kiam Khek” Suma San Ho adanya.
Begitu tubuh si Mo Im Kiam Khek-Suma Sin Ho. melayang turun
ke atas permukaan tanah dengan cepat dia melintangkan
padangnya di depan dada. matanya menyapu sekejap ke empat
penjuru lalu ujarnya dengan cemas.
“Sumoay- di mana musuhnya? “
Dalam hati Wi Lian In merasa sangat kecewa sekali karena orang
yang datang bukanlah diri Ti Then, tetapi dalam hati dia pun merasa
amat terkejut bercampur heran karena dia sama sekali tidak
menyangka di dalam keadaan yang sangat berbahaya pendekar
pedang merah ini bisa tepat munculkan dirinya di sana, dengan
pandangan termangu mangu dia orang memperhatikan diri Suma
San Ho.
“Suma Suko. bagaimana kau orang bisa sampai di sini? “
Bukannya memberi jawaban dia malah balik bertanya.
“Ie heng tahu besok pagi Wi Pocu ada janyi dengan pihak istana
Thian Teh Kong- karenanya aku bermaksud malam ini mengadakan
penyelidikan dulu terhadap situasi pihak musuh karena itu aku
sengaja datang ketempat sini. tadi aku dengar kau berteriak Ti
Kiauw Tauw sudah datang,.... .sebenarnya sudah terjadi urusan
apa??? Ti Then sudah pergi kemana??? siapakah orang yang sudah
menyerang dirimu tadi ??? “
Mendengar pertanyaan itu tak tertahan lagi titik-titik air mata
mengucur keluar dengan derasnya membasahi seluruh wajah Wi
Lian ln.
“ Ti Kiauw tauw sudah binasa.” ujarnya sembari menangis
terisak-isak.
“Sungguh?” Teriak Suma San Ho dengan amat terkejut. “Jadi
yang dimaksud sebagai mayat pun sudah mendingin olteh orang itu
adalah diri Ti Kiauw tauw.”
“ Benar.” Sahut Wi Lian In mengangguk, suara tangisannya
semakin lama semakin keras. “Dia bilang Ti Kiauw Tauw sudah
terjebak oleh alat rahasia dan kini sudah meninggal“
“Lalu siapakah orang itu?” Tanya Suma San Ho dengan semakin
cemas lagi.
“ Seorang lelaki yang berkerudung, dia menyebut dirinya sebagai
suami si rase bumi Bun Jin Cu yang baru, pemimpin baru dari istana
Thian Teh Kong.”
“Tetapi aku rasa hal ini tidak mungkin” Seru Suma San Ho kaget.
“Aku pun merasa demikian, si rase bumi Bun Jin Cu tidak
mungkin mau kawin lagi dengan begitu cepat, - tetapi perkataan
dari lelaki berkerudung itu sangat beralasan sekali, dia bilang Bun
Jin Cu sangat membutuhkan seorang suami untuk menggantikan
ayahku, perkataan ini ...”
“Perkataan ini tidak dipercaya.” Potong Suma San Ho dengan
cepat.
Wi Lian In menjadi melengak.
“Kenapa tidak boleh dipercaya? Bun Jin Cu memang seharusnya
membutuhkan seorang yang memiliki kepandaian silat amat tinggi
untuk membantu dia orang menghadapi musuh-musuhnya untuk
memenangkan
pertempuran
esok
pagi
dia
seharusnya
mengorbankan semuanya demi tercapainya cita-cita ini,”
“Tidak benar, tidak benar” ujar Suma San Ho sambil gelengkan
kepalanya berulang kali. “Berita yang le heng dapatkan sama sekali
tidak ada yang menganggap soal Bun Jin Cu sudah kawin lagi”
"Kau sudah memperoleh berita apa? “ tanya Wi Lian In
melengak.
“ Kemarin sore le heng mendengar banyak orang yang berbicara
katanya orang-orang pihak istana Thian Teh Kong sudah pada
menghianati diri Bun Jin Cu, katanya karena mereka melihat si
anying langit Kong Sun Yau sudah modar dan mengetahui juga
perjanyiannya dengan Wi Po cu esok hari mereka segera merasakan
kalau pemimpin mereka tidak akan sanggup mengalahkan orang-
orang benteng Pek Kiam Po karenanya bersama sama mereka
sudah berkhianat dan melarikan diri turun gunung sesudah
merampok seluruh kekayaan yang ada di dalam istana , . . apakah
kalian tidak pernah mendengar adanya berita ini?”
“Tidak pernah, apakah sungguh hal ini sudah terjadi?” tanya Wi
Lian ln terkejut.
“Kemungkinan besar hal ini sudah terjadi, karena di tengah
perjalanan le-heng sudah menemui beberapa orang anggota istana
Thian Teh Kong ketika mereka melihat diri le-heng ternyata sudah
pada berlarian menyauhi
perlawanannya “
diriku
tanpa
berani
memberikan
"Jika hal ini benar-benar sudah terjadi maka lelaki berkerudung
tadi pasti bukanlah suami yang baru dari si rase bumi Bun Jin Cu”
seru Wi Lian In mendadak, “karena jika Bun Jin Cu mau kawin dia
tentu mencari seorang yang memiliki kepandaian silat amat lihay,
jikalau dia sudah mem punyai seorang suami yang memiliki
kepandaian silat amat lihay anak buahnya sudah tentu tidak akan
menghianati dirinya lagi, bukan begitu? “
“Kapan kau serta Ti Kiauw-tauw tiba di sini ?”
“Sebelum malam hari sudah tiba di sini, Ti Kiauw-tauw bilang
mau naik ke gunung untuk menyelidiki jejak musuh di dalam istana
Thian Teh Kong dan menyuruhi aku menunggu di sini, aku sudah
menunggu dua jam lamanya mendadak muncul lelaki berkerudung
itu, kepandaian silatnya sangat lihay sekali aku tidak bisa
mengalahkan dia “
“Tetapi.. “ ujar Suma San Ho kemudian sambil mengerutkan
keningnya setelah berpikir sejenak. “Jika dia orang bukan orang
pihak istana Thian Teh Kong lalu mengapa sudah turun tangan
membokong dirimu ? maka , . .”
“Aaaah ... sekarang aku baru tahu” tiba-tiba teriak Wi Lian In
dengan keras. “Dia tentunya pemimpin dari tiga orang berkerudung
yang terdahulu, dia bukan lain tentu yang sudah melakukan jual beli
dengan Hu Pocu kita.”
Suma San Ho yang mendengar perkataan ini segera dibuat
menjadi bingung, sambil mengucak-ucak matanya dia bertanya:
“Siapakah ketiga orang berkerudung itu? siapa yang sudah
mengadakan jual beli dengan Hu Pocu kita ?”
Persoalan ini jika diceritakan amat panjang sekali, lebih baik kita
pergi memecahkan teka teki mati hidupnya Ti Kiauw tauw serta
keadaan dari istana Thian Teh Kong dulu, lalu aku baru
menceritakam seluruh persoalan kepadamu”
“Baiklah” jawab Suma San Ho mengangguk. “Tetapi le heng
percaya Ti Kiauw tauw belum menemui bencana, dia pasti masih
hidup “
Mendengar perkataan ini Wi Lian In menjadi amat girang,
tanyanya,
“Dengan berdasarkan apa kau berani memastikan, kalau Ti Kiauw
tauw belum menemui bencana?“
Suma San Ho segera tersenyum.
“Tadi secara mendadak kau berteriak “Ti Kiauw tauw sudah
datang” apakah sengaja sedang memancing jawaban dari pihak
lawan? “
“Benar, tetapi bangsat itu sama sekali tidak dibuat kaget oleh
perkataanku itu, bahkan sebaliknya malah tertawa terbahak bahak,
dia bilang mayat dari Ti Kiauwtauw sudah mendingin maka aku jadi
merasa sangat kuatir terhadap keselamatan Ti Kiauw tauw"
“ Ti Kiauw tauw sudah pergi selama dua jam lamanya dan belum
kembali juga, kemungkinan sekali dia memang sudah terjatuh ke
tangan si rase bumi Bun Jin Cu tetapi dia pasti belum menemui
kematiannya alasannya, pertama: Besok pagi Bun Jin Cu akan
mengadakan pertempuran melawan Wi Pocu jikalau malam ini dia
berhasil menawan diri Ti Kiauw tauw maka dia tidak akan cepat-
cepat penghukum mati dirinya sebaliknya menahan dirinya untuk
menguasahi Wi Po cu pada keesokan harinya. Kedua : tadi aku
sewaktu Ie-heng menirukan nada suara dari Ti Kiauw tauw dengan
berkata “Aku datang” lelaki berkerudung itu cepat-cepat melarikan
diri dari sini, hal ini berarti juga kalau Ti Kiauw tauw belum mati, jika
dia sudah mati mengapa lelaki berkerudung itu segera melarikan diri
sesudah mendengar suaranya?“
“Benar, benar sekali“ Seru Wi Lian In dengan amat girang. “
Tetapi lebih baik kita menyeiidiki urusan ini sampai jelas terlebih
dulu . „ , ayoh jalan“
Wi Lian In dengan cepat berlari menuju ke atas gunung, Suma
San Ho pun mengikuti dari belakangnya sambil berlari tanyanya
dengan suara keras,
“ Sumoay, apakah Pocu tidak berjalan bersama-sama dengan
kalian ?”
“Tidak, Tia berangkat dulu satu hari sebelum kita berangkat,
katanya
dia mau menawan diri Hong Mong Ling. Ooooh benar, aku mau
memberitahukan satu hal kepadamu, itu bangsat yang tidak tahu
malu Hong Mong Ling sudah menemui ajalnya.”
“Aaaah??? dia mati di tangan siapa?” tanya Suma San Ho
tertegun.
“Dia sudah dibinasakan oleh lelaki berkerudung tadi. aku percaya
orang berkerudung tadi pastilah orang yang sudah melakukan jual
beli dengan Hu Pocu kita.”
“Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?”
“Baiklah aku sekarang juga menceritakan urusan ini kepadamu,
sebenarnya urusan adalah begini, setelah aku serta Ti Kiauw tauw
meninggalkan benteng karena waktu itu masih ada dua puluh hari
lamanya dengan waktu perjanyian dengan Bun Jin Cu maka Ti
Kiauw tauw mengajak aku berpesiar kegunung Kim Teng San . . .”
“Kim Teng San?” sela Suma San Ho terperanyat. “Bukankah
gunung Kim Teng San merupakan tempat kediaman dari si kakek
pemalas Kay Kong Beng, kalian sudah bertemu dengan dia orang? “
“Sebenarnya kami tidak bermaksud untuk menemui Kay Kong
Beng itu tetapi sesampainya di atas gunung Kim Teng San karena
tidak ada tempat indah yang bisa dinikmati maka kami mengambil
keputusan untuk pergi ke rumah kediaman Kay Kong Beng.
Siapa sangka sewaktu tiba di depan gua tempat tinggal Kay Kong
Beng di atas puncak gunung Kim Teng San ternyata kami sudah
menemukan itu bangsat cilik Hong Mong Ling sedang berlutut di
depan gua memohon Kay Kong Beng untuk menerimanya sebagai
murid..”
Sewaktu dia menyelesaikan ceritanya mereka berdua sudah tiba
di punggung gunung, yaitu tepat di depan kuil yang sudah terbakar
hangus itu.
Melihat asap yang masih mengepul di antara tumpukan puing-
puing tak terasa lagi Suma San Ho sudah berkata.
“Kelihatannya berita yang tersiar dalam dunia kang ouw adalah
sungguh-sungguh terjadi, istana Thian Teh Kong agaknya memang
benar-benar sudah menemui pengkhianatan”
“Tidak tahu bagaimana dengan keadaan istana Thian Teh Kong-
nya sendiri?” ujar Wi Lian In sambil memandang ke tempat
kejauhan. “Jikalau di sana pun sudah terbakar musnah hal ini
berarti juga Ti Kiauw-tauw tidak mungkin sudah terjebak di dalam
alat rahasia yang dipasang di dalamnya.
“Benar” jawab Suma San Ho mengiakan. “Kemungkinan sekali
istana Thian Teh Kong belum sampai terbakar musnah, jikalau
sudah hancur lebur mana mungkin Bun Jin Cu tetap berdiam
ditempat ini ? Ti Kiauw tauw pun tidak mungkin pergi sedemikian
lamanya.”
Seketika itu juga Wi Lian ln merasakan hatinya mulai murung
kembali, tanyanya dengan amat cemas :
“Jarak dari sini ke istana Thian Teh Kong masih seberapa jauh?”
“Tidak terlalu jauh lagi, mari ikuti diriku"
Dengan dipimpin oleh Suma San Ho mereka berdua segera
melakukan perjalanan kembali ke depan, setelah melewati sebuah
tebing yang terjal mendadak Suma San Ho menghentikan
langkahnya, ujarnya dengan suara perlahan sambil menuding
kearah sebuah bayangan hitam di atas gunung yang ada
diseberangnya.
“Coba kau lihat, itulah istana Thian-Teh Kong”
Saat ini pagi hari sudah mulai mendekat, sinar rembulan telah
lenyap dari udara membuat suasana di sekeliling tempat itu amat
gelap sekali, ditengah kegelapan cuma terlihat sedikit sinar lampu
yang memancarkan keluar dari dalam istana Thian Teh Kong
ditempat kejauhan, keadaan pada saat itu amat menyeramkan
sekali.
“Kau lihat bagaimana?” tiba-tiba bisik Wi Lian ln dengan suara
perlahan.
“ Selama di dalam perjalanan menuju ke tempat ini sama sekali
kita tidak menemukan kaum perampok yang berjaga-jaga di sekitar
tempat ini, jelas sekali istana Thian Teh Kong sudah menemui
bencana tetapi jika ditinyau dari keadaan ini agaknya istana Thian
Teh Kong itu sama sekali tidak menemui cedera, sudah tentu Bun
Jin Cu pun masih ada di sana..”
“Jika demikian tidak salah lagi Ti Kiauw tauw pasti sudah
tertawan olehnya” sambung Wi Lian In dengan hati yang berdebar-
debar keras.
“Ehmmm..coba kau lihat baiknya kita masuk ke dalam istana
sekarang juga atau menanti sesudah terang tanah?”
“Sudah tentu sekarang juga,”
“Tetapi suasana di dalam istana itu amat gelap sekali “ seru
Suma San Ho ragu-ragu, “ apalagi kita pun tidak tahu bagaimana
keadaan di dalam istana tersebut, jikalau sampai terjebak oleh alat
rahasia mereka . . .”
“Jika kau tidak berani masuk tunggulah di tempat ini saja biar
aku masuk seorang diri” Potong Wi Lian In cepat.
Tubuhnya dengan cepat melayang ke arah istana Thian Teh Kong
itu.
Dengan terburu-buru Suma San Ho memburu ke depan.
“Nona Wi kau jangan salah paham” ujarnya dengan suara yang
amat lirih, bukannya nyali le-heng kecil tetapi aku rasa kita harus
bekerja dengan berhati-hati”
Saat ini Wi Lian In cuma ada satu tujuan saja di dalam hatinya
yaitu mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Ti Then terhadap
keselamatan dirinya sendiri sama sekali dia tidak mengambil pikiran
lagi, mendengar perkataan itu dia segera tertawa dingin.
“Setelah kita tiba di istana Thian Teh Kong asal jangan masuk ke
dalam rumah bukankah alat-alat rahasia itu sama sekali tidak bisa
mengapa-apakan diri kita?”
“Sekali pun begitu lebih baik kita sedikit berhati-hati “ ujar Suma
San Ho perlahan, “Kemungkinan sekali masih banyak orang yang
tidak menghianati diri Bun Jin Cu.”
Wi Lian In tidak berbicara lagi, dengan beberapa kali loncatan dia
melayang turun di depan istana Thian Teh Kong itu.
Ketika dilihatnya terdapat banyak mayat-mayat
bergelimpangan di depan istana itu dia menjadi tertegun.
yang
“liih „ . orang-orang ini apakah dibunuh mati oleh Ti Kiauw
tauw?”
Suma San Ho segera berjongkok memeriksa keadaan dari mayat
mayat tersebut lalu gelengkan kepalanya,
“Bukan, orang-orang ini sudah mati kurang lebih sudah mati satu
hari lamanya “
“Lalu siapa yang melakukannya? “ tanya Wi Lian In heran.
“Kemungkinan sekali dilakukan oleh Bun Jin Cu sendiri“
”Tidak salah “ Seru Wi Lian In menjadi panas kembali, “Dia
melihat orang orang ini pada mengkhianati dirinya sudah tentu
sangat marah sekali, karenanya dalam keadaan marah dia lalu turun
tangan kejam membinasakan mereka semua”
Dia berhenti sebentar untuk menyapu sekejap ke sekeliling
tempat itu, lalu tambahnya lagi.
“ Jika dilihat dari keadaan ini di dalam istana masih ada orang
lain tidak?”
“ Menurut apa yang le heng ketahui di antara anak buah si
anying langit rase bumi cuma ada dua orang saja yang tidak
mungkin mengkhianati diri mereka,”
“Siapa?” Tanya Wi Lian ln sambil memandang kearahnya dengan
tajam.
“Si menteri pintu serta Pembesar jendela. dua orang ini paling
setia terhadap si anying langit rase bumi, kini sekali pun si anying
langit sudah modar tetapi mereka tidak mungkin mau mengkhianati
diri Bun Jin Cu”
Mendengar disebutnya nama-nama itu Wi Lian ln segera tertawa
dingin.
“Jika cuma kedua orang ini saja kita tak perlu terlalu takut lagi,
kepandaian silat mereka aku orang sudah pernah menyajalnya, aku
kira tidak ada yang bisa dibanggakan”
Dia berjalan menuju ke samping sesosok mayat lalu memungut
sebilah pedang panjang.
“Ayoh jalan” ujarnya sambil berjalan menuju ke pintu depan,
“Kita lihat-lihat ke dalam”
Setelah mereka berdua keluar memasuki pintu depan, apa yang
dilihat keadaan di sana mirip sekali seperti yang ditemui Ti Then
semula di dalam istana penuh bergelimpangan mayat-mayat yang
kebanyakan kehilangan lengannya, kaki atau kepalanya, darah yang
mulai membeku berceceran di semua tempat membuat keadaannya
sangat mengerikan sekali.
Suma San Ho yang merupakan seorang pendekar yang memiliki
nama terkenal di dalam Bu lim entah sudah menemui berapa
banyak pertempuran yang ngeri tetapi ketika melihat suasana di
dalam istana itu tak terasa lagi dengan membelalakan matanya dia
menghela napas panjang.
“Sungguh tidak kusangka istana Thian Teh Kong yang sudah
memimpin kaum Liok-lim selama puluhan tahun lamanya kini sudah
mendapatkan akhir yang demikian mengenaskan“
“Bilamana pada hari biasa si anying langit serta rase bumi bisa
baik-baik menarik anggotanya sudah tentu tidak akan terjadi
pengkhianatan semacam ini “
Mereka berdua dengan melintangkan pedang di depan dada
melakukan pemeriksaan kembali di sekeliling tempat itu, ketika
dirasanya tak tampak sesosok manusia yang masih hidup dan
dengan segera mereka melanjutkan langkahnya masuk ke dalam
istana itu dan tiba di depan ruangan Khie Ie Tong tersebut.
Mendadak dari dalam ruangan Khie Ie Tong berkumandang
keluar suara rintihan yang amat lemah sekali.
Suara itu sepertinya dikeluarkan oleh seorang yang sudah
mendekati ajalnya, kedengarannya amat mengerikan sehingga
mendirikan bulu roma.
Wi Lian In serta Suma San Ho yang mendengar suara ini
bersama sama menjadi amat terkejut, cepat-cepat tubuhnya
membungkuk ke bawah dan pusatkan perhatiannya untuk
mendengar.
Beberapa saat kemudian terdengar Suma San Ho berbisik dengan
suara yang amat lirih kepada Wi Lian In :
“ Agaknya suara itu berasal dari seorang rampok muda“
“ Tapi aku rasa suara itu mirip sekali dengan suara Ti Kiauw-
tauw” bantah Wi Lian In.
Air muka Suma San Ho segera berubah sangat hebat.
“ Oooooh . . . benar ?“
Wi Lian In segera pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan
kembali suara itu beberapa saat lamanya, akhirnya dengan wajah
berubah amat hebat bisiknya:
“ Aaaah .... semakin didengar aku rasa semakin mirip “
“ Jika dia orang adalah Ti Kiauw-tauw bagaimana dia orang bisa
terluka di dalam ruangan Khie Ie Tong ini ?”
“Tentu sewaktu dia memasuki ruangan Khie Ie Tong ini untuk
mengadakan pemeriksaan sudah tersenggol alat rahasia dan
terhajar semacam senyata rahasia.”
“Tidak bisa jadi “ seru Suma San Ho mengemukakan kecurigaan
hatinya. “Jikalau Bun Jin Cu melihat dia sudah terluka tentu segera
menawan
dia orang untuk disimpan di dafam penyara, dia tidak mungkin
membiarkan dia orang berbaring di sana terus”
“ Tetapi jika Bun Jin Cu sudah meninggalkan istana Thian Teh
Kong ini?”
Sinar mata Suma San Ho segera berkelebat, akhirnya dia
mengangguk juga.
“Ehmmm tidak salah, kemungkinan sekali Bun Jin Cu sudah
meninggalkan
tempat ini...coba kau berteriaklah untuk lihat-lihat adakah reaksi
dari dalam ruangan”
Wi Lian In segera bangkit berlari dan berteriak ke arah ruangan
Khie Ie Tong itu,
“Hey . . di dalam ada orangkah ?
Dari tengah ruangan tersebut segera menyahut suara seorang
dengan nada terputus-putus.
“Lian. . In . . kau... kau ..ce . , . pat . . . daaa - ., datang .”
Kecuali Ti Then siapa orang lagi yang bisa memanggil dirinya
dengan sebutan Lian In?
Wi Lian In menjadi sangat girang sekali dia menoleh dan
menggape kearah Suma San Ho lalu bertindak menuju ke ruangan
Khie Ie Tong tersebut
“Tunggu dulu” cepat Suma San Ho menarik tangannya.
“Kenapa?“ teriak Wi Lian In dengan amat gusar.
Suma San Ho tidak ambil perduli terhadap dirinya yang merasa
kurang senang terhadap tindakannya ini, teriaknya keras :
“Ti Kiauw tauw, di dalam sana adakah alat rahasia ?”
“Kaaau .. . . kau .. kau siapa ?” Suara rintihan dari Ti Then
segera bergema kembali.
“Cayhe adalah Suma San Ho dari pendekar pedang merah “.
“Aiaa . . . aaaalat .... alat rahasia di sini - - - di si ni sudah ....
sudah berjalan . . . kaaa .... kalian cepat .. , cepat masuk . tolong . .
tolong . . aaaku . . - aku . - - aaa . “
“ Aku datang” Wi Lian In tidak bisa menahan golakan hatinya
dengan cepat dia berkelebat masuk ke dalam ruangan tersebut.
Suma San Ho yang melihat sumoaynya berlari masuk segera
mengikutinya dari belakang mereka berdua dengan cepat
menerjang masuk ke dalam ruangan Khie Ie Tong yang amat gelap
gulita itu.
Untuk beberapa saat lamanya mereka tidak bisa melihat Ti Then
sebenarnya sudah terluka diarah sebelah mana, Wi Lian ln jadi
bingung serunya kembali,
“ Ti Kiauw iauw, kau berada di mana?“
Baru saja ucapannya selesai mendadak permukaan tanah yang
diinyak oleh mereka sudah membalik kearah dalam.
Seperti halnya dengan Ti Then mereka pun tidak punya
kesempatan untuk melarikan diri, bersama-sama tubuhnya meluncur
jatuh ke bawah.
Lalu seperti juga dengan Ti Then mereka berduaan terkurung di
dalam kerangkeng besi di bawah tanah itu.
Wi Lian In menjadi sangat terperanyat, teriaknya berulang kali
“Aduh celaka... kita kena tipu, kita kena tipu,”
Suma San Ho lalu mencabut keluar pedangnya dan membacok
kearah kurungan besi tersebut tetapi tidak berguna, besi terali itu
terbuat dari baja murni yang tidak mungkin bisa dihancurkan
dengan menggunakan pedang biasa, dia menjadi menghela napas
panjang.
“Sungguh jahanam sekali “ makinya dengan gusar. "
“Semuanya adalah kesalahanku” ujar Wi Lian ln dengan wajah
sangat malu, “Aku sama sekali tidak mendengar kalau suaranya
ternyata palsu”
“ Heee, heee, semuanya dikarenakan kelihayan dari permainanku
untuk menirukan nada suara dari kekasihmu itu “
Dengan diiringi suara tertawanya yang kegirangan si rase bumi
Bun Jin Cu sudah muncul pada ujung kurungan besi itu.
Bersamaan dengan suara terbukanya pintu batu, pada ujung
dinding dengan perlahan-lahan terbuka ke samping, serentetan
sinar yang amat terang memancar masuk dalam ruangan.
Dengan wajah penuh senyuman Bun Jin Cu muncul di depan
pintu, lalu tangannya menekan tombol pada dinding, kurungan besi
itu dengan cepatnya sudah meluncur ke depan tubuhnya.
“Hii.. . . bii . penghasilanku malam ini sungguh bagus sekali “
ujarnya tertawa cekikikan, “Di dalam satu malaman aku sudah
berhasil memperoleh tiga ekor ikan besar “
Wi Lian In benar-benar dibuat sangat gusar sekali, kakinya
dengan cepat melancarkan tendangan dahsyat menghajar besi
kurungan tersebut. f
“Nenek bangsat” makinya dengan amat gusar “Kau sudah apakan
Ti Kiauw-tauw kami ?”
“Kau ingin cepat-cepat bertemu dengan dia bukan ?“ ejek Bun Jin
Cu tertawa.
Sudah tentu Wi Lian ln sangat mengharapkan bisa bertemu
dengan diri Ti Then untuk mengetahui mati hidupnya, tetapi dia
tidak memberikan jawabannya, sepasang matanya dengan amat
gusar melotot ke arahnya dia kepingin sekali menerjang keluar dari
kurungan lalu kirim satu bacokan membinasakan dirinya.
“Nona Wi” ujar Bun Jin Cu kembali sambil tertawa. “Aku tahu kau
sangat suka kepada dirinya, tetapi aku orang mau memberi nasehat
kepadamu lebih baik perasaan cintamu ini kau tarik kembali, karena
untuk hidupmu kali ini tidak mungkin bisa memperoleh jawabannya
lagi”
Wi Lian In ketika mendengar perkataan itu menjadi amat
terperanyat.
“Kau sudah mencelakai dirinya ?” Bentaknya dengan amat gusar.
“Apakah dia orang tidak seharusnya modar?” Balas tanya Bun Jin
Cu sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding tembok.
Wi Lian In benar-benar dibuat teramat
menggetarkan pedangnya dia menantang.
gusar
sambil
“Lepaskan aku keluar, aku mau menyagal kau nenek tua yang
jelek.”
Bun Jin Cu tenang-tenang saja seperti baru melihat harimau
betina yang sedang kalap dia tersenyum-senyum.
“Perkataan kau orang sungguh lucu sekali, mana mungkin aku
mau melepaskan dirimu hanya untuk membunuh diriku?”
“Mari kita adakan pertempuran yang menentukan mati hidup
kita, coba lihat kau yang mati atau aku yang hidup,” teriak Wi Lian
In kembali.
“Heee . . - hee .. , , aku tidak akan berbuat demikian,” ujar Bun
Jin Cu sambil gelengkan kepalanya,” Aku sudah berbasil menawan
dirimu, buat apa kau paksa aku untuk membuang tenaga dengan
percuma?“
“Perempuan cabul, nenek tua yang jelek, tidak aneh kalau anak
buahmu pada menghianati dirimu, kau.. . , , kau tidak cukup
bersikap sebagai pentolan perampok perempuan“
“Hiii ..- hiii . .,hiii . . . ayo maki, maki terus sepuas hatimu, nanti
aku mau suruh kau menangis terus.”
“Bun Jin Cu.” Tiba-tiba Suma San Ho menimbrung- “Kau punya
rencana menghukum kita dengan cara apa?”
“Kau tunggu saja nanti,”
“Heee ... heee . , .aku mau peringatkan satu hal kepadamu” ujar
Suma San Ho kembali sambil tertawa dingin, “Pendekar pedang
merah dari Benteng Pek Kiam Po sudah pada kumpul di atas gunung
ini, jikalau kau kepingin hidup cepat lepaskan kita dari sini”
Mendengar perkataan tersebut Bun Jin Cu segera angkat
kepalanya tertawa terbahak bahak.
“Pendekar pedang merah dari benteng Pek Kiam Po kalian itu
masing-masing macam apa? kini aku orang sudah berhasil menawan
nona Wi yang terhormat ini, sekali pun datang seratus orang Wi Ci
To aku pun tidak akan takut.”
“Tapi bilamana kami mati kau pun jangan harap bisa meloloskan
diri dengan selamat”
Bun Jin Cu tertawa semakin keras lagi.
“Perkataanmu ini kemungkinan sekali tidak salah, tetapi sejak
semula.
aku orang sudah tidak ingin hidup lebih lama lagi, ini hari aku
orang bisa menghukum mati Ti Then serta nona Wi ini sekali pun
pada kemudian hari harus binasa ditangan Wi Ci To sedikit pun aku
tidak merasa menyesal”
“Ti Kiauw-lauw sudah membinasakan suamimu, kalau kau orang
mau membalas dendam ini kami tidak bisa berkata apa-apa lagi,
tetapi Wi Sumoay kami ini tidak punya dendam apa-apa dengan
kau orang, kenapa kau pun ingin membinasakan dirinya?“
Bun Jin Cu segera tertawa, “Sewaktu ada dialas tebing Sian Ciang
dia sudah mengejek diriku, karena itu setelah aku orang membuat
dia merasakan penderitaan yang amat hebat lalu sekalian
membasminya dari muka bumi “
Wi Lian In segera menjerit keras, teriaknya
“Sekarang juga aku mau mengejek dirimu lagi, kau kehilangan
suamimu memang pantas, bagus sekali kematiannya ini namanya
takdir buat kau orang, tahu tidak perempuan cabul ?“
Air muka si rase bumi Bun Jin Cu berubah sangat hebat.
“Menteri pintu, pembesar
panggilnya dengan keras.
jendela,
kalian
masuk
kemari”
“Baik”.
JILID 21.2 : Pengkhianatan menteri pintu
Ditengah suara sahutan tampak dua orang berjalan masuk ke
dalam pintu dan muncul di belakang tubuh Bun Jin Cu.
“Bawa mereka ke dalam ruangan siksa” perintahnya kepada
kedua orang itu.
Selesai berkata dia berjalan meninggalkan tempat itu.
Ketika si menteri pintu melihat dia berlalu dari sana dari
wajahnya segera terlintas senyumannya yang amat seram, dengaa
perlahan dia ke ujung ruangan dan menekan sebuah tombol di
sana.
Dengan disertai suara gesekan yang amat keras kurungan besi
dimana Wi Lian In serta Suma San Ho berada dengan perlahan
mulai menurun ke bawah dan masuk ke dalam kolam air itu.
Atau dengan perkataan lain, mereka
penyambutan seperti yang dialami Ti Then.
pun mendapatkan
Kurang lebih seperempat jam kemudian, menteri pintu baru
menekan tombol kembali untuk mengerek naik kurungan besi
tersebut.
Saat Wi Lian In serta Suma San Ho yang ada di dalam kurungan
besi itu sudah jatuh tidak sadarkan diri, bagaikan dua ekor ayam
yang tercebur ke dalam air dengan lemasnya mereka menggeletak
di dasar kurungan.
Si pembesar jendela segera memandang ke arah Wi Lian In,
wajahnya sudah penuh diliputi oleh napsu jahat, ujarnya dengan
cengar cengir.
“Nona yang begitu cantiknya kalau dibinasakan sungguh sayang
sekali . .”
“Haa , . haa , , bagaimana, kau sudah mengilar.: “ Goda si
menteri pintu tertawa terbahak bahak.
“Cuma aku tidak enak untuk mengusulkan permintaanku ini“
“Bagaimana kalau Lohu yang mewakili dirimu?“
“Apakah Hujin setuju? “
“Jangan kuatir” seru si menteri pintu tersenyum “Menanti setelah
Wi Ci To pun berhasil ditawan aku kira hujin tentu menyetujuinya,
kau menggunakan barang apa untuk mengucapkan terima kasihnya
kepadaku?”
Si pembesar jendeia segera tertawa terbahak-bahak.
“ Kita menteri pintu pembesar jendeia, kau suka harta aku suka
perempuan sudah tentu aku menggunakan uang untuk
mengucapkan terima kasihku kepadamu"
“Berapa ?“
“Bagaimana kalau seratus tahil perak"
“Baik, kita putuskan demikian.”
Demikianlah mereka berdua lalu membuka pintu kurungan besi
itu dan menggotong tubuh Wi Lian In serta Suma San Ho keluar.
Setelah diberi pertolongan seperlunya ketika melihat mereka
hendak sadar kembali dari pingsannya kedua orang itu segera
menotok jalan kakunya, setelah itu dengan seorang membopong
sesosok tubuh berjalan keluar dari sana.
Setelah melewati sebuah lorong kecil dan melewati sebuah pintu,
sampailah mereka di dalam sebuah ruangan siksa yang agak lebar.
Di dalam ruangan siksa itu sudah tersedia berbagai macam alat
siksa yang sangat menyeramkan.
Si rase bumi Bun Jin Cu duduk di atas sebuah kursi yang tertutup
dengan sebuah kulit macan, beberapa kaki di hadapannya berdirilah
tiga buah tiang kayu yang pada tiang tengah sudah terikat
seseorang.
Orang itu bukan lain adalah Ti Then.
Sepasang tangan serta sepasang kakinya terpentang lebar-lebar
yang masing-masing bagiannya sudah terikat kencang-kencang di
atas tiang kayu tersebut, baju bagian atasnya sudah terbuka
sehingga terlihatlah dadanya yang sudah dipenuhi dengan bekas-
bekas cambukan, setiap bekas cambukan masih mengalirkan darah
segar.
Jelas sekali dia baru saja memperoleh pukulan yang kejam
sehingga jatuh tidak sadarkan diri.
Setelah si menteri pintu dan pembesar jendela menyeret tubuh
Wi Lian In serta Suma San Ho masuk ke dalam ruangan siksa
terdengar Bun Jin Cu sudah berkata.
“Ikat mereka di atas tiang kayu itu lalu bebaskan jalan darahnya“
“Perlukah membuka pakaian mereka? “ tanya si pembesar
jendela tiba-tiba sambil lertawa.
“Pakaian dari Suma San Ho boleh di buka, pakaian Wi Lian In
jangan”
Air muka si pembesar jendela segera memperlihatkan rasa
kecewanya.
“Kenapa tidak ditelanyangi sekalian?“ tanyanya tertawa nyengir.
“Lo Ciauw, kau orang semakin tua semakin menjadi“ goda Bun
Jin Cu sambil tertawa cekikikan,"Kau sudah mengambil perhatian
khusus dengan budak itu?”
Air muka si pembesar jendela segera berubah memerah, dia
tertawa dengan malu-malu.
“Hamba tidak berani “ sahutnya perlahan.
“Ehmmrnm ... " kenapa kau orang sudah berlaku sungkan?“ Goda
si menteri pintu sembari mengikat tubuh Suma San Ho ke atas tiang
kayu.
Dengan mengambil kesempatan itulah si pembesar jendeIa
tertawa cengar cengir tanyanya:
“ Hujin, kau bermaksud berbuat apa terhadap budak ini? “
“Nanti sesudah berhasil tawan Wi Ci To sekalian kita baru
menghukum mereka dengan perlahan-lahan, tapi kau jangan kuatir
aku tahu kesukaan dari Lo Ciauw kau orang, sebelum aku
menghukum mati dirinya aku akan kasih kesempatan buat kau
orang untuk menikmati tubuhnya..”
Si pembesar jendela menjadi amat girang.
“Baik . . . baik . . “ sahutnya berulang kali. “Terima kasih hujin..
terima kasih hujin,”
“ Masih ada kau Lo si, nanti setelah dendam sakit hatiku terbalas
aku orang akan perseni dirimu sebanyak-banyaknya. Hey.. di tengah
tiupan angin taupan kita bisa mengetahui mana yang rumput mana
yang bukan, ditengah kesusahan baru ketahuan siapa yang setia
siapa yang tidak, tidak ku sangka sama sekali diantara ribuan orang
banyaknya cuma kalian berdua saja yang mau setia kepadaku”
“Hujin kau jangan bicara sembarangan lagi “ bantah si menteri
pintu dengan cepat. “Hamba sama sekali tidak menaruh minat
terhadap perempuan “
Bun Jin Cu segera tetawa. “Kau tidak suka perempuan apakah
tidak suka pada harta pula?“
“Harta? siapa yang tidak suka padanya?” ujar si menteri pintu
sambil tertawa malu. “Tetapi saat ini seluruh harta kekayaan yang
ada di dalam istana Thian Teh Kong sudah dirampok habis-habisan.
.“
“Tidak, terus terang saja aku beritahukan kepada kalian, harta
kekayaanku masih amat anyak sekali“
“Sungguh?” tanya si menteri pintu dengan amat girangnya.
“Kau sudah tertarik?” Goda si rase bumi Bun Jin Cu kembali
sambil melirik sekejap kearahnya.
Dengan gugup si menteri pintu gelengkan kepalanya berulang
kali.
“'Tidak tidak . . hamba ikut bergembira buat diri hujin.. ternyata
hujin sudah merasakan hal yang bakal terjadi di kemudian hari
sehingga menyimpan sebagian besar dari harta kekayaannya ke
dalam suatu tempat yang tersembunyi, dengan demikian . . dengan
demikian bisa digunakan oleh Hujin untuk melanjutkan hidup di
kemudian hari “
“ Heeey . . . harta kekayaan yang tersimpan bernilai di atas
jutaan tahil perak banyaknya, untuk beberapa keturunan pun tidak
akan habis dipakai”
“Kalau begitu bagus sekali, untuk beberapa keturunan pun tidak
akan habis dipakai "
“Biarlah menanti setelah aku berhasil membalaskan dendam buat
suamiku
aku
akan
mengambil
keluar
sebagian
untuk
menghadiahkan kepadamu, sedikit-dikitnya aku harus beri seratus
ribu tahil perak buat kau orang.”
”Tidak .. . tidak, hamba tidak berani menerimanya” Tolak si
menteri pintu dengan cepat.
“Kenapa ?”
“Hamba tidak ikut mengkhianati diri hujin bukanlah dikarenakan
mengharapkan persenan yang begitu banyak dari hujin” jawab si
menteri pintu dengan serius, ”Hamba cuma mengharapkan bisa
mengikuti hujin untuk selamanya untuk membalas terima kasihku
atas perhatian yang di berikan hujin kepada kami.”
Agaknya Bun Jin Cu dibuat terharu juga oleh kata-katanya ini,
matanya menjadi memerah hamper-hampir butiran air mata
menetes keluar.
“Aku tahu kalian berdua sangat setia kepadaku, tetapi sejak
Thian Cu binasa aku sudah merasa berputus asa, nanti biarlah
setelah urusan selesai semua aku mau cari sebuah tempat yang
tidak pernah didatangi manusia untuk melanjutkan hidupku
selanjutnya, karena itu kau tidak usah sungkan-sungkan lagi,
perkataan yang sudah aku katakan selamanya tidak akan berubah
kembali, sampai waktunya aku pasti akan menghadiahkan seratus
ribu tahil perak kepadamu“
“Budi kebaikan dari hujin hamba menerimanya saja di dalam
hati” ujar si menteri pintu serius pula “ Tetapi hamba tidak akan
menerima uang barang satu peser pun dari hujin”
Agaknya si pembesar jendela merasa keheranan atas kebaikan
hati dan kesetiaan dari menteri pintu ini, tak tahan lagi dia berseru :
“Lo si selama hidupnya kau orang paling suka dengan uang perak
yang putih berkilauan, kenapa kali ini kau menolak pemberian dari
hujin?“
“Tidak salah, lohu selama hidupnya memang paling suka dengan
uang perak” jawab si menteri pintu dengan wajah berubah keren.
“Bahkan boleh di kata saking senangnya sampai tidak bosan-
bosannya, tetapi uang yang lohu sukai adalah uang orang lain,
bukan uang dari Hujin“
Ketika si pembesar jendela melihat wajahnya yang serius tak
terasa lagi sudah menjulurkan lidahnya.
“Hee . heee, , , tidak kusangka kau Lo si ternyata seorang
manusia yang berbudi “
Bun Jin Cu yang melihat mereka sudah selesai mengikat tubuh
Wi Lian In serta Suma San Ho ke atas tiang lalu ujarnya sambil
tertawa:
"Sudah, sudahlah, sekarang kalian boleh keluar berjaga-jaga di
sana, jikalau menemukan Wi Ci To sudah datang cepatlah datang
memberi kabar kepadaku”
Si menteri pintu serta pembesar jendela segera menyahut dan
mengundurkan diri dari dalam ruangan siksa itu.
Bun Jin Cu lalu bangkit berdiri dan mengambil segentong air dan
disiramkan ke atas wajah Ti Then, setelah meletakkan kembali
gentong tersebut dia mengambil sebuah cambuk dan kembali ke
kursinya semula.
“Hmmm “ dengusnya dingin. “Kali ini aku mau lihat kau bangsat
busuk merasa tidak “
Tidak lama kemudian Ti Then sudah sadar kembali dari
pingsannya.
Dia segera memperdengarkan suara tertawanya yang mendirikan
bulu roma, ujarnya:
“Hey bangsat cilik, coba kau angkat kepalamu siapa yang sudah
ada dikanan kirimu ??? “.
Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya, ketika melihat Wi
Lian ln yang ada di sebelah kiri serta Suma San Ho yang ada di
sebelah kanannya dia menjadi sangat terperanyat.
“Bukankah dia adalah “ Mo Im Kiam khek “ Suma San Ho, kenapa
kau pun tawan dirinya ?”
“ Dia datang bersama-sama dengan kekasihmu, aku dengan
tanpa membuang sedikit tenaga pun sudah berhasil menawan
mereka berdua”'
“Tentu kau menggunakan papan terbalik yang ada di dalam
ruangan Khie Ie Tong ?” Seru Ti Then tertawa pahit.
“Sedikit pun tidak salah” jawab Bun Jin Cu mengangguk. Walau
pun papan terbalik itu merupakan satu macam alat rahasia yang
paling sederhana tetapi kegunaannya amat besar sekali,
kemungkinan sekali dengan alat itu aku pun berhasil menawan Wi
Ci To tanpa membuang banyak tenaga.”
Dengan perlahan Ti Then menghela napas panjang.
“Aku betuI-betul merasa tidak paham, sebetulnya siapakah
musub besar yang sudah membinasakan suamimu?”
Bun Jin Cu segera tertawa dingin tak henti-hentinya.
“ Malam itu sewaktu ada di atas tebing Sian Ciang jika bukannya
Wi Ci To datang tepat pada waktunya dan melancarkan pisau
terbang sehingga memutuskan angkinku kau bangsat cilik tidak
akan berhasil membinasakan suamiku, maka itu seluruh orang-
orang dari Banteng Pek Kiam Po merupakan musuh besarku”
“ Hmm, tentu selama ini kau merasa cuma suamimu seorang saja
yang tidak patut untuk menerima kematiannya ?“
"Benar"
“Tapi aku rasa cuma orang yang bisa berjaga diri saja yang tidak
seharusnya binasa“
Bun Jin Cu mendadak meloncat bangun dan kirimkan satu
pukulan cambuk ke atas badannya, dia tertawa dingin dengan
seramnya.
“Kau orang tidak usah banyak bicara dengan aku, aku tidak ingin
berbicara soal apa pun dengan kau “
Berbicara sampai di sini dia menarik rambut Wi Lian ln dan
mendongakkan kepalanya ke atas lalu mendengus dengan amat
dingin.
“Kau budak jelek, tidak mau sadar-sadar juga?”
"Cuh . .” mendadak Wi Lian In meludahkan riak ke atas wajahnya
yang dengan tepat menghajar hidung Bun Jin Cu.
Si rase bumi menjadi amat gusar sekali, dia mundur dua langkah
ke belakang lalu mengangkat cambuknya kirim satu cambukan ke
atas tubuhnya.
Wi Lian In segera merasakan badannya amat sakit sekali, dengan
menahan sakit dia melototkan matanya memandang dia orang
dengan amat gusar.
Ti Then yang melihat kejadian itu segera merasakan hatinya
seperti diiris iris dengan amat gusar dia meronta sekuat tenaga lalu
bentaknya dengan keras.
“Tahan, perempuan cabul kenapa kau pukul badannya?“
oooooOooooo
Mendengar perkataan itu Bun Jin Cu menghajar tubuh Wi Lian In
makin keras lagi, sembari memukul ujarnya tertawa melengking.
“ Aku sengaja akan memukul dia, aku mau lihat kau merasa
sedih tidak ?“
Saat ini Suma San Ho pun sudah sadar kembali dari pingsannya,
ketika dilihatnya Wi Lian In mendapatkan hajaran yang begitu
kejam seketika itu juga dia menjadi amat gusar.
“Perempuan sundal. Nenek jelek. kenapa kau tidak memukul aku
saja?” teriaknya dengan mata melotot.
“ Kau tunggu saja sebentar lagi akan tiba giliranmu “
Sembari berkata cambuknya bagaikan titiran air hujan dengan
kerasnya dihajarkan ke atas tubuh Wi Lian ln.
Ti Then benar-benar dibuat gusar oleh tindakannya ini, sambil
membentak keras sepasang tangannya mengerahkan seluruh
tenaga untuk meronta.
“ Kraak , . “ tiang kayu yang mengikat tangannya seketika itu
juga terputus menjadi dua bagian.
Kiranya tali yang digunakan untuk mengikat sepasang tangan
serta sepasang kakinya itu merupakan otot kerbau yang sangat
kuat, semula dia pernah mencoba untuk memutuskannya tetapi
tidak berhasil kini melihat Wi Lian In memperoleh hajaran yang
demikian kejam membuat dia orang dalam keadaan amat gusar
segera mengeluarkan suatu tenaga gaib yang amat hebat sekai
membuat tiang kayu tersebut menjadi patah.
Tetapi walau pun kayu itu patah orang masih tidak sanggup
untuk meninggalkan tiang kayu itu karena sepasang kakinya masih
terikat di atas tiang.
Ketika Bun Jin Cu melihat dia sudah berhasil meronta sehingga
tiang kayu menjadi putus dengan cepat tubuhnya meloncat ke
belakang lalu melancarkan serangan menotok jalan darah kakinya.
Ti Then tidak bisa menghindar lagi terasa seluruh tubuhnya
menjadi linu seketika itu juga anggota badannya tidak bisa
bergerak.
Bun Jin Cu segera berputar ke depan badannya, sambil bertolak
pinggang memperlihatkan sikapnya yang menantang, dia tertawa
genit.
“Sejak tadi aku sudah tahu lebih baik aku pukul dia daripada
memukul dirimu sekarang tentu puas bukan?"
”Kubunuh kau bangsat Perempuan.” Teriak Ti Then dengan amat
gusarnya.
“Bilamana kau bangsat cilik berhasil meloloskan diri dari istana
Thian Teh Kong ini aku akan menantikan kedatanganmu kembali,
tetapi sekarang aku orang tetap mau memukul dia, kau baik-baiklah
berdiri nonton di sana.”
Selesai berkata pinggulnya digoyang-goyangkan lalu berjalan ke
hadapan Wi Lian In dan dengan perlahan mulai mengangkat
cambuknya.
Suma San Ho yang melihat kejadian ini benar benar tidak kuasa
menahan hawa amarahnya,bentaknya keras
“Perempuan sundal kenapa kau tidak berani pukul aku ? Mari kau
ke sini kalau berani pukul aku saja “.
Bun Jin Cu pura-pura tidak mendengar, cambuknya diangkat
tinggi-tinggi lalu dengan sekuat tenaga dihajar ke atas tubuh Wi
Lian In.
Pada waktu dia menghajarkan cambuknya yang pertama itulah
mendadak pintu ruangan siksa itu dibuka, tampak si pembesar
jendela dengan wajah gugup berlari masuk.
“Ada urusan apa?” tanya Bun Jin Cu dengan cepat sewaktu
dilihatnya wajah si pembesar jendela amat gugup.
“Lapor kepada hujin, di dalam istana sudah kedatangan seorang
manusia yang sangat misterius” ujar sipembesar jendela dengan
cepat.
“Siapa ?” tanya Bun Jin Cu kaget.
“Tidak tahu, dia memakai baju berwarna hitam, wajahnya
berkerudung kepandaian silatnya tidak jelek, sewaktu dia sudah
berada di belakang tubuh hamba, saat itulah hamba baru merasa . .
.”
“Lalu bagaimana dengan Lo-si ? “ tanya Bun Jin Cu kaget.
“Lo-si tidak mengapa, manusia misterius itu sama sekati tidak
menyerang hamba sekalian, dia cuma bilang mau bertemu dengan
Hujin untuk membicarakan sebuah juai beli.”
“ Dia tidak mau menyebutkan namanya? Tanya si rase bumi ini
semakin terperanyat.
“ Benar, tetapi dia berkali-kali mengutarakan bahwa dia bukan
datang kemari mencari gara-gara melainkan hendak membicarakan
sebuah barang dagangan.”
“Barang dagangan apa?“
“Dia biiang setelah bertemu
membicarakannya sendiri”
dengan
hu
jin
baru
mau
Bun Jin Cu segera tertawa dingin.
“Hmm.. aku kira tentu dialah Wi Ci To itu, da ingin memancing
aku keluar dari sini“
“Tidak. . . bukan, bukan dia.” Cepat si pembessr jendela
gelengkan kepalanya. “Dari bentuk tubuhnya sangat mirip dengan
diri. Wi Ci To“
"Sebelum aku berhasil menawan diri Wi Ci To aku orang sudah
mengambil keputusan untuk tidak meninggalkan ruangan di bawah
tanah ini, coba kau keluar tanya padanya mau membicarakan soal
juai belii barang apa, bilamana dia tidak mau bicara terus terang
katakan saja aku tidak ingin membicarakan persoalan ini dengan
dirinya itu“
“Baik” sahut si pembesar jendela dan berlalu dari sana.
Sepasang mata dari Bun Jin berputar-putar mendadak dia
melepaskan cambuk dan pergi menutup pintu setelah itu baru
duduk kembali ke kursinya sambil melirik sekejap kearah Ti Then,
Wi Lian ln serta Suma San Ho tiga orang.
“Kalian jangan bergirang dulu “ ujarnya sambil tertawa dingin. “
jika orang yang baru saja datang itu hendak menolong kalian maka
jangan harap dia orang bisa melakukannya, saal ini kecuali kami
orang-orang dari istana Thian Teh Kong tidak ada seorang pun
yang bisa menerobos masuk ke dalam ruangan siksaan ini“
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu tambahnya,
“Sedang aku orang pun sudah mengambil keputusan untuk
mempertahankan tempat ini, tidak perduli siapa yang sudah datang
aku sudah memastikan diri untuk tidak keluar “
Wi Lian ln serta Suma San Ho yang mendengar dari mulut si
pembesar jendela itu mengatakan orang yang baru saja datang
adalah “Seorang yang misterius” segera mengetahui orang itu
tentulah lelaki berkerudung tadi, karenanya terhadap “ Pendatang""
itu sama sekali tidak menaruh harapan, dalam hati Ti Then tergerak
juga oleh perkataan ini, walau pun dia juga menduga “Pendatang”
itu kemungkinan sekali kaum komplotan dari orang-orang
berkerudung yang munculkan diri di dusun Thay Peng Cung tetapi
dia pun merasa kemungkinan sekali “Pendatang “ itu adalah orang
dari benteng Pek Kiam Po, segera dia pun tertawa dingin.
“Hmmm, sesudah istana Thian Teh Kong rata dengan tanah,
tempat ini pun bisa digali dengan perlahan-lahan, akhirnya liang
rasemu ini bakal terbongkar juga “
Mendadak..
Suara ketukan pintu memecahkan kesunyian kembali.
Dengan amat gesit Bun Jin Cu meloncat ke samping pintu lantas
tanyanya dengan suara keras.
“Siapa? Lo-Ciauw?”
“Benar, hamba adanya” sahut orang itu.
“Apakah orang tersebut sudah berhasil menerjang masuk ke
dalam istana?”
“Belum” jawab pembesar jendela dengan sangat hormat, “Dia
masih berdiri di luar ruangan Khie Ie Tong”
Mendengar sampai di sana, Bun Jin Cu baru merasa lega, dia
segera membuka pintu membiarkan si pembesar jendela berjalan
masuk.
“Dia berbicara apa lagi?”
“Dia masih tidak mau menjelaskan persoalannya, tapi dia
menjelaskan juga barang apa yang hendak diperjual belikan dengan
diri hujin”
Berbicara sampai di sini dia melirik sekejap kearah Ti Then serta
Wi Lian ln lalu tertawa terbahak-bahak.
“ Urusan apa yang begitu menggelikan ?” tanya si Bun Jin Cu
keheranan.
“ Sungguh menggelikan, sungguh menggelikan sekali, haa ....
haaa .... “
Melihat dia orang tidak memberikan jawaban juga Bun Jin Cu
segera mengerutkan keningnya.
“Sebenarnya dia mau membicarakan perdagangan apa dengan
aku?”
“Dia bilang mau membeli kedua orang itu dari tangan hujin “
sahutnya sambil menuding ke arah Ti Then serta Wi Lian In.
“ Ooh ... dia mau membeli kedua orang ini ?”
“ Benar, dia bilang mau membayar seratus ribu tahil perak
kepada hujin untuk membeli kedua orang tersebut“
Wajah si rase bumi Bun Jin Cu segera berubah adem, dia tertawa
dingin.
“Perkataanku sedikit pun tidak salah bukan ? jikalau dia orang
bukan Wi Ci To sendiri tentulah salah satu pendekar pedang merah
dari Benteng Pek Kiam Po.”
“Tidak mungkin “ Bantah si pembesar jendela gelengkan
kepalanya.
“Hamba berani memastikan kalau dia orang bukanlah pendekar
pedang merah dari benteng Pek Kiam Po,”
“Sungguh?” Seru Bun Jin Cu kurang percaya.
“Benar, jikalau orang-orang dari benteng Pek Kiam Po
mendengar kalau ketiga orang ini sudah terjatuh ketangan hujin
mereka pasti akan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk
berusaha menolong mereka meloloskan diri, dengan sifat mereka
tidak mungkin pihak sana mau mengeluarkan banyak uang untuk
membeli mereka bertiga karena jikalau mereka sampai membeli
mereka bertiga bukankah nama dari Benteng Pek Kiam Po akan
hancur?”
Bun Jin Cu segera merasakan perkataannya ini sediki t pun tidak
salah, tanpa terasa lagi dia sudah mengangguk.
“Hmmm . . . pemikiranmu ini memang sangat beralasan sekali .
.”
“Apa lagi..” sambung si pembesar jendela itu lagi, ”Orang itu
cuma bilang mau membeli Wi Lian In serta Ti Then dua orang dan
sama sekali tidak mengungkat-ungkat Mo Im Kiam Khek, bilamana
orang itu berbasal dari benteng Pek Kiam Po sudah tentu dia pun
akan membeli sekalian diri Mo Im Kiam Khek.”
“Benar, sangat beralasan, lalu apakah dia orang juga
mengatakan tujuannya untuk membeli Ti Then serta Wi Lian In?”
“Benar, dia bilang dia orang ada dendam sakit hati dengan Wi Ci
To, dia hendak menggunakan kedua orang ini untuk menguasahi
diri Wi Ci To.”
“ Kalau memang demikian tujuannya sama seperti apa yang aku
orang cita-citakan.”
“ Bagaimana dengan keputusan hujin?”
”Hmmm...” dengus si rase bumi dengan amat dingin. “ Kau pergi
beritahu kepadanya, jangan dikata seratus ribu tahil perak sekali
pun satu juta tahil perak aku juga tidak akan menjual mereka
kepadanya.”
“Baik,” sahut si pembesar jendela lalu berlalu dari sana dengan
terburu-buru.
Bun Jin Cu segera menutup pintu kembali, kepada Ti Then
bertiga dia menyengir.
“Kalian sudah dengar belum? musuh besar dari We Ci To
sungguh banyak sekali.”
Ti Then bungkam tidak berbicara.
“Di antara kalian bertiga adakah yang tahu siapakah orang itu ?”
tanyanya lagi sambil tertawa.
“Bilamana kau orang kepingin kenapa tidak keluar sendiri untuk
melihat-lihat?” Seru Ti Then dengan amat dingin.
“Aku orang sama sekali tidak tertarik dengan dirinya “
“ Sebaliknya orang itu sangat tertarik kepadamu” sambung Suma
San Ho dengan cepat. “Dia bilang dialah suamimu yang baru.”
“ Suma San Ho apakah badanmu benar-benar merasa gatal?“
teriak si rase bumi tertawa keras.
“Hal ini sungguh-sungguh terjadi, tadi sewaktu masih ada di
bawah gunung dia sudah membokong nona Wi dan mengaku
sebagai majikan baru dari istana Thian Teh Kong, dia bilang dialah
suamimu yang baru.”
“ Aaaah sungguh ??? “.
“Jika kau tidak percaya kenapa tidak keluar untuk bertanya
sendiri ? “
“Lalu tahukah kau siapakah dia orang?” tanya Bun Jin Cu lagi
sambil tertawa.
“Baiklah”
“Berapa besar usianya? bagaimana wajahnya?”
“Wajahnya berkerudurg sehingga tidak bisa dilihat, tetapi jika
didengar dari suaranya dia tidaklah terlalu tua, bahkan kepandaian
silatnya tidak rendah aku rasa dia dia orang sangat cocok untuk
dijadikan suamimu yang baru”
Wajah Bun Jin Cu segera berubah memerah, dengan nada malu-
malu ujarnya.
“Bangsat, kau pun merasa kuatir juga terhadap perkawinan aku
orang? “
Baru saja Suma San Ho mau memberi jawaban mendadak dari
pintu luar terdengar kembali suara ketukan pintu,
“Lo ciauw?” tanya Bun Jin Cu dengan cepat.
“Bukan, hamba adanya “ Suara dari menteri pintu,
Bun Jin Cu segera membuka pintu membiarkan si menteri pintu
berjalan masuk,
“Bagaimana dengan Lo ciauw?'- tanyanya cepat.
“ Dia tidak mengapa “
“ Lalu bagaimana dengan orang itu?TM-
“Dia masih ada di sana, dia minta hamba masuk ke dalam untuk
memberi nasehat kepada hujin, dia bilang jikalau hujin tidak ingin
menjual tawanan itu dia sangat mengharapkan hujin mau
mengubah cara dengan bekerja sama dengan dia orang untuk
bersama sama menghadapi Wi Ci To. hamba rasa . . . “
Berbicara sampai di sini dia segera menutup mulutnya rapat-
rapat.
“Kau rasa bagaimana ?“
“Hamba rasa orang itu sangat bernapsu sekali untuk ikut
bersama kita bahkan kepandaian ilmu silatnya amat tinggi, tadi di
depan hamba dia sudah mempamerkan satu tenaga pukulannya
dimana hanya dalam satu kali sambaran saja patung singa di depan
ruangan Khie le Tong sudah berhasiI dihancurkan”
Air muka Bun Jin Cu segera berubah sangat hebat, serunya
“Patung arca singa yang ada di depan ruangan Khie le Tong
dibuat dari bahan yang sangat keras, jikalau dia orang bisa
menghancurkan benda tersebut berarti puIa tenaga dalamnya
mencapai pada tarap kesempurnaan.”
“Benar, maka itu hamba rasa jikalau hujin mau bekerja sama
dengan dia orang kemungkinan sekali bisa mendirikan kembali
kewibawaan dari istana Thian Teh Kong kita untuk melanjutkan
menjagoi Bu-lim”
Sepasang mata dari Bun Jin Cu segera berkedip-kedip tanyanya:
“ Dia tetap tidak mau bicara terus terang soal asal usulnya?“
“ Benar, dia bilang jikalau hujin mau bekerja sama dengan dia
maka setelah menjadi orang sendiri sudah tentu dia orang tidak
akan menyembunyikan asal usulnya”
“Jika kau dengar dari suaranya kau kira berapa besar usianya ?”
“Mungkin enam puluh tahun ke atas”
Bun Jin Cu menjadi amat gusar, teriaknya kalap:
“Ooooh , , , , kiranya seorang kakek tua celaka.”
Si menteri pintu yang melihat secara mendadak dia menjadi
gusar dalam hati menjadi keheranan.
“Dia . . . dia .. walau pun usianya sudah lanjut tetapi bukan
seorang kakek tua celaka, tubuhnya tinggi kekar perkataannya pun
amat nyaring dan berwibawa membuat orang yang mendengar
merasa amat kagum.
“Tidak mau, tidak mau” teriak si rase bumi Bun Jin Cu dengan
amat gusarnya. “Aku tidak mau bekerja sama dengan dia orang, kau
suruh dia orang cepat menggelinding dari sini “
“Hujin kau jangan marah dulu” Ujar si menteri pintu mendadak
dengan memperendah suaranya. “Dia orang benar-benar punya
maksud untuk bekerja sama dengan kita, bahkan dia memberikan
sebuah nota uang sebesar seratus ribu tahil perak, katanya jika
hujin setuju..”
“Tidak usah banyak omong lagi” potong si rase bumi Bun Jin Cu
sambil mengulapkan tangannya, “kau sendiri pun tidak usah
banyak komentar suruh dia cepat-cepat menggelinding dari sini.”
Si menteri pintu segera tertawa, dari wajahnya terlintas sifat
liciknya.
“Hujin tunggu dulu, dia masih mengatakan sesuatu, tapi hujin
jangan marah setelah mendengar perkataan ini “
“Bukankah dia orang bilang mau memperistri diriku?” Sambung
Bun Jin Cu cepat.
“Bukan.”
Bun Jin Cujadi tertegun.
“Kalau tidak, dia mengatakan apa?”
Si menteri pintu melirik sekejap ke arah Ti Then bertiga lalu
merendahkan suaranya.
“Perkataan ini lebih baik jangan sampai mereka bertiga ikut
mendengar . .”
Si rase bumi Bun Jin Cu segera menarik dia orang untuk maju
beberapa langkah ke depan lalu baru ujarnya
“Sekarang kau berbicaralah”
Menteri pintu segera menempelkan bibirnya ke samping telinga
dan berkata dengan suara yang amat lirih,
“Dia bilang jikalau hujin tidak menginginkan uang yang seratus
ribu tahil perak itu maka dia bersedia untuk menghadiahkan uang
seratus ribu tahil perak itu kepada . . . Lohu”
Kata terakhir “ Lohu” segaja diperkeras, dan pada saat yang
bersamaan
pula jari tangannya melancarkan serangan menotok jalan darah
kaku pada tubuh Bun Jin Cu.
Air muka Bun Jin Cu segera berubah sangat hebat, sepasang
matanya terbelalak, dengan perasaan amat gusar bentaknya:
“Lo si„ kau berbuat apa?”
Perkataan terakhir baru selesai diucapkan tubuhnya sudah rubuh
ke atas tanah.
Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini membuat Bun Jin Cu
sangat terperajat, demikian juga dengan Ti Then bertiga yang
terikat di atas tiang kayu, mereka sama sekali tidak menyangka si
menteri pintu bisa ikut berkhianat juga.
Si menteri pintu segera tertawa seram. Sikapnya sudah berubah
sangat ganas dan kejam sekali, sambi memandang kearah Bun Jin
Cu yang tertotok di atas tanah ujarnya dengan perlahan.
“Mau apa? Hee . , . hee . . , hee ... jika kau orang belum jelas
biarlah lohu mengulangi lagi, dia bilang jikalau hujin tidak mau
menerima uang sebesar seratus ribu tahil perak itu maka dia rela
menghadiahkan uang tersebut kepada diri Lohu. “
Air muka Bun Jin Cu sudah berubah menjadi pucat kehijau-
hijauan, dia tahu perbuatan apa yang hendak dilakukan si menteri
pintu terhadap dirinya, di samping merasa terkejut bercampur
ketakutan dia pun merasa sangat gusar, bentaknya.
“ Budak bangsat nyalimu sungguh besar kau sudah bosan hidup
lebih lama lagi?”
“Heee .. . hee . . .Hujin yang baik, kau orang jangan marah-
marah dulu” Seru si menteri pintu sambil tertawa seram. “Di dalam
keadaan seperti ini kau jangan menyalahkan tindakan dari Lohu ini“
“Kau pingin berbuat apa?” Teriak si rase bumi dengan penuh
perasaan gusar bercampur kaget.
“Jual mereka berdua untuk mendapatkan uang tambahan yang
tidak terduga,” jawab si menteri pintu sambi! menuding ke arah Ti
Then serta Wi Lian In.
“Bagus, bagus sekali, tidak kusangka kau pun mengkhianati
diriku” seru Bun Jin Cu sambil meneteskan air mnta saking
mangkelnya. “ Tetapi sewaktu aku hendak memberi uang sebesar
seratus ribu tahil perak kepadamu tadi kenapa kau tidak mau terima
? mengapa sekarang hanya Jikarenakan uang sebesar seratus ribu
tahil perak pula kau mengkhianati diriku?”
“Haaaa , haaa , , , kau terlalu memandang rendah keinginanku,
jikalau Lohu cuma menginginkan seratus ribu tahil perakmu buat
apa aku orang menanti sampai hari ini batu berkhianat? terus
terang saja aku beritahu kepadamu, sejak semula Lohu sudah tahu
kalau sebagian besar harta kekayaanmu sudah kau sembunyikan di
suatu tempat karena tidak tahu tempat penyimpannya maka aku
tidak ikut kawan-untuk mengkhianati kau ”
“Kau jangan mimpi” Teriak Bun Jin Cu gusar, “Kau jangan harap
bisa memperoleh harta kekayaan tersebut.”
Pada wajah menteri pintu segera terlintaslah senyuman yang
amat licik dan kejam.
“Tidak, Lohu tahu kau masih tidak ingin mati kau tentu bisa
berikan barang barang itu kepadaku, bukan begitu ? “
“Sekali
pun aku harus mati aku bersumpah tidak akan
menyerahkan barang-barang itu kepadamu.” Teriak Bun Jin Cu
sambil menggigit bibir menahan kemangkelan hatinya yang sudah
memuncak.
“Bagus sekali, kalau kau orang memangnya tidak takut mati lohu
pun tidak ingin membinasakan dirimu, tetapi Lohu bisa memotong
sepasang kakimu lalu menghancurkan kecantikan wajahmu
sehingga kau berubah menjadi seorang nenek tua yang sangat jelek
dan cacad”
Mendengar ancaman itu air muka Bun Jin Cu segera berubah
menjadi pucas pasi, dengan amat gusar dia melototkan matanya
kearahnya, akhirnya sambil menghela napas panjang dia berkata
dengan nada yang amat sedih
"Lo-si, kau berlaku demikian kepada ku apakah tidak merasa
kalau tindakanmu itu terlalu kejam?'"
"Begitulah.” ujar simenteri pintu sambil tertawa serak, “Hujin,
kau tahu aku pun tahu kita semua suka membicarakan persoalan
dengan baik-baik”
“Kau terlalu bodoh, orang yang ada di depan itu sekarang
menyanggupi dirimu untuk menyerahkan uang sebesar seratus ribu
tahil perak tetapi setelah kau menyerahkan kedua orang itu
kepadanya maka dia akan turun tangan membunuh dirimu” ujar si
rase bumi memberi peringatan.
Soal ini Lohu sejak tadi sudah memikirkannya" Sela si menteri
pintu sambil angkat bahunya. “Sebelum aku orang mendapatkan
uangnya Lohu tidak akan turun tangan menyerahkan mereka
berdua kepada dirinya, tentang hal ini kau boleh berlega hati “
“Tapi kemungkinan juga uang tersebut adalah palsu . . “
“Tidak akan palsu, Lohu sudah memeriksa nota uang tersebut
dengan teliti, aku kenal dengan tandannya yang ada di atas, Lohu
pun mem punyai simpanan uang di dalam gudang uang itu”
“Lo Ciauw apakah ikut juga mengkhianati diriku?” Akhirnya tanya
Bun Jin Cu dengan sedih
“Tidak, dia orang kecuali paling doyan perempuan terhadap hujin
sangat setia”
Bun Jin Cu menjadi sangat girang teriaknya.
“ Bagus sekali, akhirnya masih ada juga orang yang tidak
mengkhianati diriku”
“Tetapi sungguh amat sayang” Seru menteri pintu menyengir,
“Tidak beruntung dia ... dia sudah mati “
-ooo0dw0ooo-
Jilid 22 : Barang apa yang diminta lelaki berkerudung?
”Kau sudah membunuh dirinya? "tanyanya Bun Jin Cu tertegun.
“Tidak salah“ sahut si menteri pintu mengangguk, “Lohu tahu
kau orang tidak akan mau menjual tawanan itu juga tidak akan mau
bekerja sama dengan dia orang semakin tahu pula dia si Lo Ciauw
tidak bisa menghianati dirimu, karenanya Lohu turun tangan terlebih
dulu membunuh mati dia orang.”
“Sungguh tidak kusangka, sungguh tidak kusangka kau Lo si
mem punyai hati yang demikian kejamnya ..” Teriak Bun Jin Cu
dengan wajah yang amat sedih bercampur gusar.
“Bukankah kau orang sering berkata dengan suamimu, Tahu
mukanya tahu wajahnya belum tentu tahu isi hatinya beberapa
perkataan ini? “
Bun Jin Cu benar-benar dibuat gemas sumpahnya.
“Kau tidak akan memperoleh cara kematian yang wajar, kau
tidak akan mati dengan sempurna“
Mendengar perkataan itu air muka si menteri pintu segera
berubah hebat, dari atas dinding dia mencabut keluar sebilah golok
baja lalu menjerat badannya berdiri ujarnya sambil melototi dirinya
dengan amat buasnya:
“Lohu sudah tidak sabaran untuk banyak bertanya, sekarang kau
harus menyawab pertanyaan lobu, dimanakah harta kekayaanmu itu
kau sembunyikan?“
“Jika aku tidak mau menyawab apa kah kau akan merusak
kecantikan wajahku serta memotong kedua belah kakiku?" tanyanya
lagi dengan wajah berubah pucat pasi.
“Sedikit pun tidak salah” jawab menteri pintu ketus.
“Tetapi bilamana aku memberitahukan tempat penyimpanan
harta kekayaan tersebut kau tidak akan membunuh diriku?”
“Benar“ sahutnya mengangguk.
“Aku tidak percaya “
“Apa yang sudah lohu katakan selama ini tidak akan berubah
kembali, aku tidak akan berbohong“
“Kau tidak takut kalau aku mencari balas kepadamu pada
kemudian hari?”
Si menteri pintu segera tertawa terbahak-bahak.
“Selamanya kau tidak akan bisa mencari lohu untuk membalas
dendam karena lohu cuma menyanggupi untuk tidak membunuh
kau, lohu sama sekali belum pernah menyanggupi untuk tidak
memusnahkan seluruh kepandaian silatmu”
“Apa?“ teriak Bun Jin Cu dengan sangat terperanyat. “Aku mau
memberitahukan tempat penyimpanan harta kekayaanku kau orang
masih hendak memusnahkan seluruh ilmu silatku?”
"Yaaa, cuma ada satu jalan ini yang bisa membuat Lohu berlega
hati”
Dari sepasang mata si rase bumi Bun Jin Cu segera memancar
keluar sinar kemarahan yang berapi-api, agaknya saking gemasnya
dia kepingin sekali menelan dia orang bulat-bulat. Sambil menggigit
bibir teriaknya sepatab demi sepatah
“Si Im piauw kau binatang buas yang berhati srigala . .. “
Mendadak si menteri pintu menekankan golok bajanya ke atas
batang hidungnya.
“Lohu tidak akan bertanya untuk ketiga kalinya, kau mau
memberi tahu tempat penyimpanan harta kekayaanmu tidak?”
bentaknya keras.
Seketika itu juga si rase bumi Bun Jin Cu berhenti memaki,
setelah menarik napas panjang sahutnya dengan nada terputus-
putus.
“Har ... harta . . , harta kekayaan ., itu , , di , . . disimpan , - -
disimpan di dalam . di dalam sebuah ruang rahasia di dalam
ruangan siksa ini “
“Pada dinding sebelah mana? "tanya si menteri pintu sambi!
menyapu sekejap di sekeliling ruangan tersebut,
“Dinding yang di belakang itu.”
Si menteri pintu segera mengalihkan pandangan matanya kearah
dinding tembok yang ada di belakang ruang siksa tersebut, agaknya
dia merasa berada diluar dugaan.
“Haaa . ... ha. ha .... tidak kusangka harta kekayaanmu itu kau
sembunyikan di dalam dinding ruangan siksa ini ...”. seru nya sambil
tertawa terbahak-bahak. “Bagaimana cara membuka dinding
tersebut?”
“Dinding tersebut tidak akan bisa digerakkan.”
“Lalu bagaimana caranya untuk masuk ke dalam ?“tanya si
menteri pintu ragu-ragu.
“Pada dinding tersebut seluruhnya mem punyai seratus buah
batu besar, kau singkirkan dulu batu yang ketiga puluh enam,
empat puluh enam dan lima puluh enam setelah itu kau akan
menemukan sebuah jalan di bawah tanah yang sempit.”
“Di dalam ruangan itu adakah alat rahasianya ??”
“Tidak ada.”
“Sungguh tidak ada ?“ seru si menteri pintu tertawa dingin.
“Jikalau kau orang merasa takut kenapa tidak bawa aku sekalian
kssana?”
“Lohu memang mem punyai maksud demikian.”
Tangannya dengan cepat mencengkeram tangan kanan dari Bun
Jin Cu lalu menyeretnya ke bawah dinding bata tersebut, lantas
dengan
menggunakan tangan kanannya dia memeluk pinggangnya
sehingga membuat badannya bersandar pada tubuhnya sendiri,
tangannya yang lain mulai menggerakkan golok baja untuk
mengorek keluar ketiga buah batu bata yang dimaksud tadi.
“Ketiga buah batu bata ini?” tanyanya.
“Benar, empat buah batu bata ini ada yang di bawah batu nomor
tiga puluh enam, empat batu bata yang ada di bawah nomor empat
puluh enam serta empat batu bata yang ada di bawah batu nomor
lima puluh enam harus dibongkar juga”
“Heee ... he hee maaf hujin, sewaktu ini lohu bekerja aku harus
tetap memeluk dirimu seperti ini, karena jika ada suatu peristiwa
yang terjadi secara mendadak kau pun tidak dapat ikut melarikan
diri . . . sekarang sekali lagi aku mau bertanya harta kekayaanmu itu
apa betul kau simpan ditempai ini?”
"Benar” teriak si rase bumi Bun Jin Cu dengan amat sengit.
Si menteri pintu segera tersenyum, golok bajanya diangkat dan
mulai bongkar batu-batu bata yang dimaksudkan, berturut turut dia
menusuk beberapa kali pada batu nomor tiga puluh enam sehingga
menjadi kendur baru menggunakan ujung golok mencukilnya keluar.
Sewaktu dia membongkar sedalam setengah depa mendadak dia
berhenti bekerja dan menggeserkan kakinya setengah langkah ke
samping sehingga badan dari Bun Jin Cu kini berhadap-hadapan
langsung dengan dinding batu tersebut, ujarnya sambil tertawa
seram.
“Sewaktu aku melepaskan batu bata ini, jikalau dari dalam
dinding meluncur keluar senyata-senyata rahasia itu akan tepat
menghajar wajahmu terlebih dulu”
“Heee . . . hee . . kau terlalu teliti, aku lihat aku tidak akan
berhasil membokong dirimu” ujar Bun Jin Cu sambil tertawa pahit.
Si menteri pintu segeta tertawa, dia meletakkan golok bajanya ke
atas tanah lalu menggunakan tangannya membongkar batu bata
tersebut.
Batu yang seberat tiga puluh kati segera terjatuh ke atas tanah
sehingga mengeluarkan suara yang amat keras sekali.
Sedang dari atas dinding itu sama sekali tidak ada gerakan apa
pun juga, tak ada senyata rahasia yang meluncur keluar.
Di balik batu itu suasana amat gelap sekali tidak tampak barang
apa-apa di sana kecuaii secara samar-samar bisa diduga kalau
tempat itu merupakan sebuah jalan rahasia.
Si menteri pintu yang melihat dari balik dinding itu tidak ada
senyata rahasia yang meluncur keluar dia baru menengok ke dalam
untuk memeriksa.
“Berapa panjang jalan rahasia ini?” tanyanya tiba-tiba sambil
tertawa.
“Ada tujuh delapan kaki panjangnya “
“Kalian menyimpan harta kekayaan itu pada ujung jalan rahasia
ini ?”
“Tidak, pada ujung jalan rahasia itu terdapat sebuah pintu besi,
di balik pintu besi terdapat sebuah ruangan kecil, seluruh harta
kekayaanku ada di dalam ruangan kecil itu.”
Si menteri pintu menjadi amat girang sekali, tanpa banyak
bertanya lagi dia segera membongkar keluar batu yang keempat
puluh enam serta ke lima puluh enam, setelah itu dengan mengikuti
ketiga buah batu tadi dia melanjutkan membongkar.
Kurang lebih seperminum teh lamanya seluruh pintu jalan rahasia
sudah muncul di hadapannya.
Ti Then, Wi Lian In serta Suma San Ho yang terikat di atas tiang
kayu dan menghadap ke depan pintu ruangan siksa pula karenanya
tidak bisa melihat bagaimana keadaan di sana, tetapi rasa
terperanyat serta ngeri yang semula meliputi hati mereka bertiga
semakin lama semakin Ienyap karena mereka tahu jika mereka
terjatuh ketangan orang berkerudung itu maka kesempatan untuk
melanjutkan hidup masih ada.
Hal ini jelas sekali, tujuan dari si rase bumi Bun Jin Cu adalah
menawan mereka untuk dibunuh sebagai balas dendam atas
kematian suaminya, sebaliknya tujuan dari lelaki berkerudung itu
hanya bertujuan untuk memaksa Wi Ci To menyerahkan barang
tersebut kepadanya, jikalau Wi Ci To sudah menyerahkan “Barang”
tersebut kepadanya sudah tentu mereka segera akan dilepaskan.
Saat itu terdengar si menteri pintu sedang bertanya.
“Jalan rahasia ini dibangun sudah lama?”
“Sewaktu mendirikan istana Thian Teh Kong jalan rahasia itu
sudah ada”
“Bagaimana lohu tidak tahu?”
“Selain kami suami istri berdua tidak ada orang ketiga yang tahu”
“Atau dengan perkataan lain, jalan rahasia ini kalian suami istri
yang menggalinya sendiri?”
“Bukan begitu, orang-orang yang menggali jalan rahasia ini
sudah kami bunuh semua setelah mereka menyelesaikan
pekerjaannya”
“Ooooh kiranya begitu” ujar si menteri pintu sambil
tertawa.”Harta kekayaan yang disimpan di dalam ruangan tersebut
apa benar-benar bernilai di atas puluhan juta tahil perak?”
“Benar, semua barang merupakan barang-barang berharga yang
tidak ternilai harganya, diantara itu cuma ada sebuah peti emas
yang merupakan barang paling tidak berharga, maukah kau
memberikan batangan emas itu kepadaku?”
“Ada berapa banyak?“
"Cuma tiga puluh kati“
“Heee . . heee , , . tiga puluh kati emas murni merupakan sebuah
harta kekayaan juga kenapa Lohu harus memberikannya
kepadamu?“
Bun Jin Cu hanya bisa menghela napas paajaag.
“Jika kau tidak memberikan sedikit kepadaku bukankah aku akan
menjadi ludas dan amat miskin?”
“Baiklah, mengingat hubungan persahabatan kita pada waktu-
waktu yang lalu lohu akan berikan satu kati emas buatmu untuk
melanjutkan hidupmu dikemudian hari“
“Cuma satu kati? satu kati emas bisa digunakan untuk apa ?“
“Kau jangan terlalu serakah, satu kati emas murni bukanlah satu
jumlah yang kecil, asalkan sedikit mengirit maka barang itu bisa
memberi makan kepadamu selama satu, dua tahun lamanya.”
“Bagaimana untuk selanjutnya??? “
Si menteri pintu termenung sebentar, lalu tertawa.
“Sudah tentu setelah lohu memusnahkan seluruh ilmu silatmu
kau tidak bisa merampok lagi kemana-mana, maka itu lohu
nasehatkan kepadamu di dalam satu, dua tahun ini kau cepat-
cepatIah mencari seorang suami yang baru untuk nunut hidup,
dengan wajahmu yang cantik lohu kira untuk mencari pengganti
suami tidaklah terlalu sukar. “
“Hmmmm, terima kasih atas pemikiranmu buatku itu“ dengus
Bun Jin Cu dengan amat dinginnya.
“Sudah cukup, ayo kita masuk.”
“Kau tidak takut di dalam jalan rahasia itu sudah diatur alat-alat
rahasia yang bisa membinasakan jiwamu?"
Si menteri pintu segera tertawa terbahak bahak.
“Tidak takut, karena lohu akan memeluk badanmu terus, tidak
perduli sudah terjadi urusan apa pun kau harus menemani lohu”
“Heee ..... perkataanmu sedikil pun tidak salah” ujar si rase bumi
sambll menghela napas panjang, “ Aku orang memang masih tidak
ingin mati .... sekarang kau dengarlah petunjukku, berjalanlah
masuk dengan melalui pinggiran dinding,”
Dengan menggunakan tangan kirinya si menteri pintu memeluk
pinggangnya erat-erat membuat badannya dengan kencang
menempel pada badannya sendiri, segera dia mengikuti petunjuk itu
untuk berjalan masuk dengan melalui pinggiran dinding sebelah
kanan.
Di atas jalan rahasia itu secara samar-samar bisa terlihat
tersusun rapi sebuah demi sebuah batuan hijau yang mengkilap
jelas sekali di dalam jalan rahasia itu sudah dipasang alat rahasia
yang amat lihay sekali.
Kurang lebih berjalan lima kaki kemudian sewaktu kaki kanan si
menteri pintu
hendak menginyak batu hijau yang kelima mendadak Bun Jin Cu
berteriak:
“Berhenti.”
Dalam hati si menteri pintu merasa amat tegang, mendengar
perkataan tersebut tubuhnya tak kuasa lagi sudah tergetar dengan
amat keras.
Dengan cepat dia berhenti di atas batu hijau yang kelima itu
sambil tanyanya :
“Ada apa ?”
“Sekarang berganti berjalan melalui dinding sebelah kiri“
“Jika berjalan salah akan terjadi peristiwa apa?“ tanya si menteri
pintu kemudian sambil memperhatikan batuan hijau yang tersusun
di atas permukaan tanah itu.
“Ada seratus dua puluh batang anak panah akan meluncur dari
empat penjuru jalan rahasia ini “
Dengan perlahan si menteri pintu dongakkan kepalanya ke atas
dinding jalan rahasia itu, tampak suasana amat galap sekali
sehingga tidak terlihat ujung dindingn, dalam hati dia segera tahu di
atas sana tentu sudah dipasang alat rahasia.
Tak terasa lagi sambil menghembuskan napas dingin ujarnya :
“Jalan rahasia ini demikian sempitnya jikalau bersamaan waktu
meluncur keluar seratus dua puluh batang anak panah sekali pun
dia memiliki kepandaian silat yang amat tinggi pun sukar untuk
meloloskan diri .. “
“Karena ini kita tidak boleh salah jalan barang satu tindak pun”
seru Bun Jin Cu sambil tertawa dingin.
Si menteri pintu segera memindahkan badannya ke sebelah
kanan lalu dengan sangat berhati-hati sekali berjalan ke samping
satu langkah besar, dan tanyanya kembali :
“Sekarang maju ke depan berapa langkah ?”
“Kau jalanlah terus, sampai pada tempat yang tidak bisa dilalui
tentu aku bisa memberitahukan kepadamu”
Akhirnya dengan sangat berhati-hati sekali si menteri pintu
berjalan maju melalui tiga buah batu hijau dan berhenti kembali.
“Sekarang bagaimana ?“
“Aku belum suruh kau berhenti buat apa kau merasa begitu
tegang?“
“Jawabanmu jangan sembarangan” teriak si menteri pintu
dengan amat gusar.
“Maju lagi tiga langkah ke depan “
Si menteri pintu segera maju lagi ke depan.
Siapa tahu baru saja dia berjalan dua langkah ke depan
mendadak terdengar si rase bumi Bun Jin Cu sudah berteriak kaget:
“ Aduh . . .. . “
Suara teriakan kagetnya ini hampir-hampir membuat nyali si
menteri pintu copot dari dalam raganya, tububnya tergetar dengan
amat keras sekali lalu dengan ketakuan dia meloncat ke atas udara
dan melayang keluar dari jalan rahasia itu dengan amat cepatnya.
oooX ooo
37
Tetapi sewaktu dia sudah tiba di luar jalan rahasia itu, dari dalam
ruangan sama sekali tidak terjadi sesuatu kejadian apa pun.
Hal ini benar-benar membuat dia menjadi melengak, dengan
amat kheki tanyanya: “Hey sudah terjadi urusan apa?“
“Tidak mengapa“ sahut Bun Jin Cu sambi! tertawa genit "Aku ada
sedikit urusan pribadiku yang harus diselesaikan”
“Telur makmu,” Teriak si menteri pintu dengan amat gusar. “Kau
sengaja mencari gara-gara dengan lokhu.”
“Ouw .... aku kan sungguh-sungguh, karena hatiku merasa amat
cemas kepingin sekali aku orang menyelesaikan sedikit urusan
pribadiku terlebih dulu, biarlah kita baru masuk kembali setelah aku
menyelesaikan urusanku itu“
“Tidak bisa jadi,” teriak menteri pintu keras-keras, “Mau pergi
kencing yaah nanti, kau tunggu saja setelah kita berada didalm
ruangan jalan rahasia itu,”
”Tapi aku sudah betul-betul tidak bisa tahan lagi.”
“Jangan banyak bicara, jika kau berani cari gara-gara lagi jangan
salahkan lohu akan kasih sedikit hajaran kepada mu“
Sehabis berkata dengan amat gusarnya dia berjalan kembali ke
dalam ruangan rahasia tersebut.
Dengan melalui jalan yang semula dia berjalan lima langkah dari
dinding sebelah kanan lalu berjalan lima langkah lagi dari dinding
yang sebelah kiri dan berdiri pada tempat yang semula.
“Sekarang harus berjalan berapa langkah lagi ?” tanyanya
dengan amat gusar.
“Maju satu langkah ke depan.”
Dengan mengikuti petunjuk itu si menteri pintu berjalan maju
satu langkah ke depan. laiu tanyanya kembali:
“Selanjutnya?”
“Sekarang berjalan melalui batuan hijau yang ada di sebelah
tengah, kau maju lagi tujuh langkah ke depan”
Dengan mengikuti petunjuk itu si menteri pintu segera berjalan
maju melalui batuan hijau yang ada di sebelah tengah, setindak
demi setindak dia berjalan maju ke depan.
Menanti setelah Bun Jin Cu seka lian bertindak pada langkah
yang kelima mendadak dia menghela napas dengan amat sedihnya.
“Si Im Piauw orang-orang berkata manusia binasa karena harta
burung mati karena makanan kenapa kau tidak mau percaya
terhadap pepatah kuno itu ?”
“Kau berbicara apa?“ seru menteri pintu melengak.
Baru saja dia berkata sampai di situ kaki kirinya sudah menekan
pada batuan hijau yang keenam, segera dia merasakaa batuan hijau
yang diinyaknya itu menekan turun ke bawah, hatinya segera
merasa tidak beres tetapi baru saja dia bersiap mengundurkan diri
dari sana waktu sudah tidak mengijinkan lagi.
“Sreeet . . sreet . .” suara berdesirnya anak panah yang meluncur
keluar bagaikan air hujan dengan amat cepatnya meluncur keluar
dari empat penjuru ruangan dan berkelebat menuju kearah mereka.
Seketika itu juga ada berpuluh-puluh anak panah yang berhasil
menembusi bagian kepala, lengan, dada serta kaki dari menteri
pintu serta Bun Jin Cu.
Segera terdengarlah si menteri pintu memperdengarkan suara
jeritan ngerinya yang penghabisan, tubuhnya berkelejet beberapa
kali lalu rubuh ke atas tanah tidak berkutik kembali.
Tubuh Bun Jin Cu pun ikut rubuh ke atas tanah tetapi dia sama
sekali tidak memperdengarkan suara teriakan yang ngeri sebaliknya
tertawa keras dengan amat seramnya.
Suara tertawanya semakin lama semakin perlahan akhirnya dia
tundukkan kepalanya menemui ajalnya dengan mulut penuh
senyuman.
Ti Then, Wi Lian In serta Suma San Ho tidak bisa melihat
kejadian apa yang sudah terjadi di dalam jalan rahasia itu, tetapi
mereka
pun sedikitnya mendengar peristiwa apa yang telah
berlangsung, terdengar Ti Then dengan perasaan terkejut
bercampur girang berteriak keras
“Haaaa mereka sudah menggerakkan alat rahasia “
Dengan sekuat tenaga Suma San Ho menoleh ke belakang,
ketika dilihatnya tubuh Bun Jin Cu serta si menteri pintu yang
menggeletak di atas tanah dengan tubuh penuh tertancap oleh
delapan sembilan batang dengan anak panah tak terasa lagi dia
sudah menjerit tertahan.
“Tidak salah, mereka sudah binasa terkena sambaran anak
panah.”
“Bagus - , . bagus sekali.” teriak Wi Lian In dengan amat
girangnya sehingga melupakan badannya yang amat sakit.
“Sekarang mereka sudah
pembalasan dari Thian”
binasa,
itulah
yang
dinamakan
“Ternyata dia punya keberanian untuk mengadu jiwa dengan
sang pengkhianat, hal ini sungguh berada di luar dugaanku” ujar Ti
Then dengan terharu.
“Itulah disebabkan dia terlalu becci terhadap si menteri pintu
yang sudah mengkhianati dirinya sehingga tanpa sayang jiwanya
sendiri dia sudah mengadu jiwa dengan dirinya” timbrung Suma San
Ho dengan amat gembira.
“Sekarang aku mau mulai berusaha membebaskan totokan jalan
darahku bagaimana kau? Tempat-tempat yang terpukul terasa sakit
tidak?”
“Ada sedikit sakit tetapi tidak mengapa aku rasa perlahan-lahan
akan sembuh dengan sendirinya . . , . Suma suheng, bagaimana
dengan keadaanmu?”
“Ie-heng baik-baik saja” sahut Suma San Ho dengan cepat.”
Cuma saja tangan serta kakiku terikat kencang-kencang oleh otot
kerbau itu . . . .”
“Eeeeh lelaki berkerudung itu sudah berada di dalam istana, kita
harus cepat-cepat berusaha untuk meloloskan diri dari ikatan tiang
kayu ini” tiba-tiba Wi Lian in memperingatkan.
“Tadi si menteri pintu bilang dia orang sudah membinasakan si
pembesar Jendela, entah hal ini benar atau tidak?”
“Aku kira sedikit pun tidak salah” jawab Suma San Ho cepat.
“Karena ingin menelan semua harta kekayaan kemungkinan sekali
dia tidak akan melepaskan diri pembesrJendela”
“Kalau memang demikian adanya, cayhe rasa keselamatan kita
untuk sementara tidak mengapa”
“Tidak salah” jawab Suma San Ho. “Lelaki berkerudung itu tidak
ada yang menunjuk jalan dia tentunya tidak berani menerjang
secara sembarangan ke sini dengan menerjang kedelapan belas
alat-alat rahasia yang sudah dipasang si anying langit rase bumi
disekeliling tempat ini”
“Sekarang persoalannya sekali pun kita berhasil melepaskan diri
dari belenggu ini tapi tidak bia menorobos keluar dari tempat ini”
ujar Ti Then lagi.
“Lebih baik kita bicarakan persoalan itu setelah kita lolos dari
tiang kayu ini, kau membutuhkan waktu berapa lama untuk
membebaskan diri dari totokan jalan darahmu itu ?”
“Kurang lebih setengah jam lamanya”
“Kalau begitu cepatlah kau mengerahkan tenagamu, tidak perduli
bagaimana pun kita harus meloloskaa diri dari ikatan tiang kayu ini
sebelum lelaki berkerudung itu berhasil memasuki ruangan siksa
ini.”
“Baik, aku tidak akan berbicara kembali dengan kalian.”
Ti Then segera memejamkan matanya untuk pusatkan seluruh
perhatiannya mengatur pernapasan, dengan mengikuti aliran jalan
darah dia berusaha menggunakan hawa murninya untuk menerjang
jalan darahnya yang tertotok.
Waktu itu lelaki berkerudung yang sedang menanti diluar
ruangan Khie Ie Tong sewaktu melihat si menteri pintu sudah amat
lama sekali tidak keluar-keluar juga hatinya tidak sabaran, sambil
menggendong tangan dia berjalan mondar mandir dan bergumam
seorang diri:
“Hmmm, sudah begitu lama kenapa dia tidak balik? tentu di sana
sudah terjadi peristiwa, tetapi jikalau dia tidak berhasil menguasai
Bun Jin Cu sebaliknya dibunuh olehnya kenapa si rase bumi itu tidak
keluar untuk menengok ?? apakah dia sudah bersiap sedia umuk
bertahan di dalam ruangan siksanya itu?”
Mendadak telinganya menangkap suatu gerakan tubuh yang
mencurigakan, tubuhnya dengan cepat berkelebat bersembunyi di
balik sebuah wuwungan rumah,
“Ada orang yang datang?”
Tidak salah, tempat itu sudah kedatangan dua orang.
Kedua orang itu kurang lebih sudah berusia empat puluh
tahunan, tubuhnya memakai baju singsat berwarna hijau dengan
sebuah golok besar tergores pada punggungnya, jika dilihat dari
wajahnya yang bengis kejam jelas sekali mereka bukanlah manusia
baik-baik.
Gerakan tubuh mereka sangat mencurigakan sekali, seiampainya
di depa t ruangan Cbi le Tong sewaktu dilihatnya tubuh si pembesar
jendela sudah menggeletak tak bernyawa di atas tanah wajah
mereka segera berubah amat hebat.
Mereka saling berpandangan sekejap lalu terdengarlah salah
seorang yang berbadan tinggi besar berbisik dengan suara yang
amat lirih:
“Bukankah dia orang adalah sipembesar jendela ?”
Lelaki kasar yang punya bentuk badan pendek kecil segera
mengangguk, “Tidak salah, dialah si pembesar jendela itu.”
“Sungguh heran sekali,” terdengar lelaki berbadan tinggi besar
itu berseru dengan pandangan terperanyat.
“Dia sama sekali tidak mengkhianati diri Teh Ho Kenapa dia pun
terbunuh ?”
“Entah si menteri pintu masih ada tidak?” tiba-tiba silelaki
berbadan pendek memberi peringatan sedang matanya berputar
memandang ke sekeliling tempat itu.
“Si pembesar jendela sudah mati sudah tentu si menteri pintu
pun tidak akan hidup kemungkinan juga dia sudah meninggalkan
tempat ini.”
“Tapi Teh Ho kemungkinan juga masih di dalam.”
“Tidak mungkin” seru lelaki berbadan besar itu cepat. “Aku berani
bertaruh dengan kau orang, dia pasti sudah meninggalkan istana
Thian Teh Kong ini”
“Tapi lebih baik kita sedikit berhati-hati jangan dikarenakan
sedikit harta kita malah kehilangan nyawa”
Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya
kembali:
“Omong terus terang saja, Lo Liuw, sebenarnya kau merasa Teh
Ho masih ada seberapa banyak harta kekayaan yang terpendam di
ruang bawah tanahnya ? apa barang-barang ini pasti ada ?”
“Pasti, tidak salah lagi” sahut lelaki berbadan besar itu sambil
mengangguk. “Lo cu sudah kerja selama tujuh, delapan tahun
lamanya di dalam ruangan alat-alat rahasia dan sering sekali melihat
Thian Cun serta Teh Ho memasuki ruangan siksa itu, mereka pasti
sudah menyembunyikan sejumlah harta kekayaan di dalam ruangan
itu.”
“Jikalau di dalam ruangan siksa itu benar-benar sudah tersimpan
sejumlah harta kekayaan bagaimana Teh Kong ini?” Sela si lelaki
berbadan pendek itu.
“Aku orang tua bisa mengambil kesimpulan kalau dia orang
sudah meninggalkan tempat itu alasaanya ada dua Pertama, esok
hari merupakan waktu janyinya kepada Wi Ci To untuk mengadakan
pertandingan, dia orang bukanlah tandingan dari Wi Ci To
karenanya dia harus menghindarkan diri dari tempat tersebut,
kedua: menurut anggapannya harta kekayaan yang disimpan di
dalam ruangan siksa tak
ada yang mengetahuinya, karena itu dengan berlega hati dia
meninggalkan tempat itu, dia bisa balik kembali ke atas gunung
setelah waktu perjanyian dengan Wi Ci To lewat.”
Lelaki kasar berbadan pendek itu segera termenung berpikir
sebentar akhirnya sambil memandang tajam wajahnya dia berkata:
“Lalu apakah ksu sudah merasa yakin bisa melewati kedelapan
belas buah alat
rahasia itu ?”
“Aku orang tua sudah bekerja selama tujuh, delapan tahun
lamanya di dalam kamar alat-alat rahasia itu, terhadap semua alat
rahasia aku sudah mengenalnya seperti mengenali jariku sendiri,
kau boleh berlega hati tidak perlu melewati kedelapan belas alat
rahasia itu pun masih bisa sampai di dalam ruangan siksa“
Mendengar perkataan teisebut lelaki berbadan pendek itu
menjadi amat girang sekali,
“Kalau memangnya demikian urusan tidak bisa ditunda-tunda
lagi, ajoh mari kita masuk ke dalam”
“Sekali lagi aku orang tua berbicara” tiba-tiba ujar lelaki berbadan
tinggi besar itu dengan serius.
“Setelah kita mendapatkan harta kekajaan itu maka aku orang
tua akan mendapatkan tujuh bagian sedangkan kau orang cuma
tiga bagian.”
“Tidak ada persoalan. tetap seperti perkataan semula.”Jawab
lelaki pendek itu mengangguk berulang kali.
“Kalau begitu ikutilah diri lohu” ujarnya kemudian sambil
melanjutkan langkahnya memasuki ruangan Khie Ie Tong tersebut,
Pada saat mereka berdua berjalan memasuki pintu ruangan Khie
Ie Tong itulah si lelaki berkerudung yang semula bersembunyi di
atas wuwungan rumah mendadak melayang turun ke atas tanah
dan bergerak menuju ke belakang badan kedua orang laki-laki kasar
itu.
Kedua orang lelaki kasar itu masih tetap tidak merasakan
sesuatu, mereka melanjutkan perjalanannya terus menaiki tangga.
Tangan kanan dari lelaki berkerudung itu dengan cepat
berkelebat mencengkam leher dari lelaki berbadan pendek itu
kemudian mengangkat seluruh badannya ke atas.
“ Aduuh .. “
Saking terkejutnya lelaki berbadan pendek itu sudah berteriak
tertahan.
Tetapi baru saja suara teriakannya keluar dari mulut tubuhnya
sudah dilemparkan beberapa kaki jauhnya oleh lelaki berkerudung
itu sehingga kepalanya hancur dan darah segar berceceren keluar,
tubuhnya hanya berkelejet beberapa kali lalu rubuh binasa.
Lelaki berbadan tinggi besar itu menjadi amat terperanyat sekali
hamper-hampir membuat sukmanya pun ikut melayang, sambil
menjerit-jerit keras tubuhnya dengan cepat mengundurkan diri ke
belakang.
Tubuh lelaki berkerudung itu bagaikan bayangan setan saja
mengikuti terus dari belakang badannya.
“Heee . . hee jangan lari aku tidak akan membinasakan dirimu”
Lelaki berbadan tinggi besar itu tidak mau tahu, pergelangan
tangan kanannya dengan cepat di balik mencabut keluar golok yang
terselip pada pinggangnya lalu dengan dahsyatnya dibacok ke atas
kepala lelaki berkerudung itu.
Tubuh lelaki berkerudung itu dengan cepat berkelebat ke
samping, telapak tangannya di balik mencengkeram pergelangan
tangan lawannya sedang mulutnya membentak keras.
“Lepas”
Seketika itu juga lelaki berbadan tinggi besar itu merasakan
pergelangan tangan yang dicengkeram oleh orang berkerudung itu
terasa amat sakit sekali, golok di tangannya tidak dapat dicekal lagi
dengan menimbulksn suara yang amat nyaring goloknya terjatuh ke
atas tanah.
Saking-takutnya seluruh tubuh lelaki berbadan tinggi besar itu
gemetar dengan amat kerasnya, sepasang lututnya menjadi lemas,
tak kuasa lagi dia jatuhkan diri berlutut di atas tanah.
“Ooh Thayhiap am puni aku orang” mohonnya dengan suara
gemetar.
“Hmm.. aku bilang tidak akan membunuh kau yah tidak bunuh,
apa telingamu sudah tuli?”
Mendengar perkataan tersebut lelaki itu menjadi terkejut
bercampur gembira, serunya berulang kali.
“Baik, baik, kau . . kau siapakah kau orang tua?”
“Lohu adalah Wi Ci To dari benteng Pek Kiam Po” sahut orang
berkerudung itu dingin.
“Aaaah?” tak kuasa lagi lelaki itu menjerit tertahan lalu berdiri
melongo tak bisa mengucapkan sepatah kata pun juga.
Sinar mata lelaki berkerudung itu segera berkelebat dengan amat
tajamnya, dia tertawa dingin tak henti-hentinya.
“Siapa namamu?’ tanyanya.
“Hamba bernama Liuw Khiet“ sahut lelaki tersebut sambil
menelan ludah.
“Kau pun anak buah dari istana Thian Teh Kong?”
“Benar” Jawab si Liauw Khiet mengngangguk.”Tetapi sekarang
hamba sudah mengkhianati Teh Ho dan bukan anggota dari istana
Thian Teh Kong lagi.”
“Tadi kau bilang sudah bekerja selama tujuh delapan tahun
lamanya di dalam ruangan alat rahasia, perkataanmu itu sungguh-
sungguh atau sedang berbohong?”
"Sungguh . . . sungguh waktu itu hamba benar-benar terdesak
karenanya tidak berani melawan.""
“Kau benar-benar mem punyai cara untuk memasuki ruangan
siksa itu tanpa melalui kedelapan belas alat rahasia tersebut? “
sambung lelaki berkerudung itu.
Benar. “Seru lelaki tersebut setelah ragu ragu sebentar.
“Bagus sekali, kau bawalah lohu masuk ke dalam,”
“Wi Pocu mau berbuat apa masuk ke dalam ruangan siksa itu?”
tanya Liuw Khiet ragu ragu.
“Mencari Bun Jin Cu”
“Aaaah “ Liuw Khiet segera berteriak kaget. “Teh Ho masih . . .
masih ada di dalam istana Thian Teh Kong?”
“Tidak salah” sahutnya mengangguk, “Dia tahu lohu sudah
datang lalu tidak berani keluar bertempur, selama ini dia terus
menerus bersembunyi di dalam ruangan siksanya saja, karena itu
terpaksa lohu harus masuk ke dalam mencarinya.”
“Tentang soal ini ...tentang ini..”
Lelaki berkerudung itu segera tertawa dingin.
“Jikalau kau orang tidak mau baik-baik membawa lohu masuk ke
dalam, jangan salahkan lohu akan membinasakan dirimu”
Air muka Liuw Khiet segera berubah pucat pasi, sahutnya
berulang kali:
“Baik..baik. hamba akan membawa Wi Pocu masuk ke dalam.
cuma . . “.
“Cuma apa ?”
“Jikalau Wi Pocn tidak berhasil membinasakan dirinya maka
hamba akan menerima akibat yang mengerikan.”
“Ooooh. . . hehe ,, heee .. kau boleh berlega bati,” Ujar lelaki
berkerudung itu sambil tertawa seram. “Lohu pasti berhasil
membasmi dirinya“
“Setelah Wi Pocu membinasakan dirinya apakah kau orang tua
juga mau melepaskan hamba?”
“Sudah tentu, sudah tentu “Sahut orang berkerudung itu
berulang kali.
“Jikalau di dalam ruangan siksa itu benar-benar terdapat harta
kekayaan maka Lohu mau perseni beberapa bagian kepadamu.”
Mendengar perkataan tersebut Liuw Khiet menjadi amat girang
sekati, dia segera mengangguk,
“Baik , , . baik , ,, terima kasih Wi Pocu, sejak ini hari hamba
tentu akan berubah sifat dan jadi orang baik-baik"
Lelaki berkerudung itu tidak mau banyak bicara lagi dia segera
menarik tangannya berjalan memasuki ruangan Khie Ie Tong itu
tanyanya.
“Kita masuk melalui ruangan Khie Ie Toag ini?”
“Benar, di belakang meja panjang itu.”
“Lohu tahu diatss permukaan ruangan ini sudah dipasang papan
terbalik, kita harus berjalan melalui mana sehingga tidak mengenai
alat rahasia tersebut?“
“Papan membalik ini bukan bergerak secara otomatis tetapi harus
digerakkan dengan tenaga manusia, alat untuk menggerakkan
papan itu ada di bawah meja panjang tersebut, kini di balik meja
panjang tidak ada orang yang ada di sana dengan sendirinya alat
rahasia ini tidak akan berjalan“
“Hmm, jika kau berani menipu lohu jangan salahkan aku
membinasakan dulu dirimu” tiba-tiba ancam lelaki berkerudung itu
dengan suara yang amat berat.
“Wi Pocu harap kau berlega hati, hamba sekali pun punya nyali
lebih besar- pun tidak berani menipu kau orang tua”
“Baiklah, mari kita masuk ke dalam“
Dengan menarik tangan Liuw Khiet dia berjalan memasuki
ruangan Khie Ie Tong itu.
Dengan sangat berhati-hati sekali dia berjalan menuju ke
belakang meja panjang itu lalu bungkukan badannya memeriksa,
tetapi di atas meja itu sama sekali tidak terlihat adanya tombol
rahasia segera di dalam anggapannya Liuw Khiet sudah apusi
dirinya, dengan amat gusar sekali dia mengerahkan tenaga
murninya untuk menggencet pergelangan tangan dari Liuw Khiet.
“Hmm, heee .... hee ,, di bawah meja panjang itu sama sekali
tidak ada tombol rahasia,” ujarnya sambil tertawa dingin.
Seketika itu juga Liuw Khiet merasa kan pergelangan tangannya
sangat sakit se hir-tga serasa menusuk tulang, dia cepat-cepat
bungkukkan badannya
“Ada. ada, hamba akan membukanya buat kau orang tua lihat,”
“Dimana tombol rahasia itu?” Seru lelaki berkerudung itu kembali
sambil tertawa dingin, tetapi lima jarinya yang mencengkeram
pergelangan tangan Liuw Khiet sudah mulai mengendor.
Dengan terburu-buru Liuw Khiet mengulur tangannya menepuk
dan mendorong meja panjang tersebut, segera terlihatlah sebuah
jalan rahasia yang sangat gelap.
Pada tengah pintu ruangan rahasia itu tampaklah empat buah
tomboi yang berwarna merab, kuning, hitam dan putih empat
warna.
Dia segera menuding kearah tombol tersebut sambil berkata :
"Coba kau orang tua lihat, bukankah ini merupakan tombol-
tombol alat rahasia?”
“Ehmm . . kenapa ada empat buah banyaknya“
“Yang merah digunakan untuk membuka papan berputar, yang
hitam untuk turun sedang yang putih untuk naik ke atas dan yang
kuning digunakan untuk menutup papan berputar” sahut Liuw Khiet
menerangkan.
“Apa yang dimaksud dengan naik ke atas dan turun ke bawah“
”Jika kita menekan tombol hitam maka papan yang kita inyak
sekarang akan turun ke bawah dan terus meluncur sampai jalan
rahasia di bawah tanah”
“Oooh kiranya begitu, di dalam jalan rahasia dbawah tanah
adakah alat rahasia?”
tanya lelaki berkerudung itu menjadi paham kembali.
“Tidak ada, di sana cuma ada tiga buah pintu besi“
“Setelah melewati ketiga buah pintu besi itu kita akan sampai di
dalam ruangan siksa?”
“Benar “
Agaknya lelaki berkerudung itu tidak percaya kalau susunan
ditempai itu bisa begitu sederhananya, nada suaranya segera
berubah menjadi amat keras.
“Tadi kau bilang di dalam ruangan siksa itu si anying langit rase
bumi sudah menyimpan barang-barang berharganya, kalau memang
begitu kenapa di dalam ruangan siksanya dia tidak memasang alat
rahasia apa pun?”
“Jaian rahasia ini biasanya cuma digunakaa oleh Thian Cun serta
Teh Ho dua orang saja, untuk keselamatan mereka sendiri sengaja
mereka tidak memasang alat rahasia di sana,”
“Baiklah, sekarang kau boleh pencet tombol itu,”
Liuw Khiet segera menekan tombol berwarna hitam itu, papan
yang seluas tiga depa itu segera tanpa mengeluarkan sedikit suara
pun meluncur ke bawah menuju ke ruangan rahasia yang ada di
bawah tanah.
Ruangan bawah tanah itu terbuat dari batu batu cadas yang
amat kuat, luasnya ada empat depa sedang tingginya satu kaki dan
panjangnya lorong tersebut tidak diketahui karena tiga kaki dari
sana sudah terhalang oleh sebuah pintu besi.
Lelaki berkerudung itu segera menarik Liuw Khiet turun ke atas
tanah tanyanya kembali
“Di dalam lorong bawah tanah ini apakah tidak ada lampu?“
“Tidak ada”
“Kalau begitu” ujar lelaki berkerudung itu lagi sambil menuding
kearah papan yang baru saja meluncur ke bawah itu.”jika barang ini
sudah naik ke atas bukankah kita harus meraba-raba ditengah
kegelapan.”
“Tidak mengapa, pintu besi itu mudah untuk dibukanya."
Agaknya lelaki berkerudung itu merasa hatinya kurang mantap,
dia segera menuding kearah pintu besi ini dulu kemudian baru
menaikkan kembali barang ini.
Liuw Khiet segera menyahut, dia berjalan ke depan pintu besi
yang ada di dalam lorong bawah tanah lalu mencekal gelang pintu
dan menariknya lima kali lalu mendorong ke belakang.
“Kraaak ..” dengan menimbulkan suara yang amat nyaring pintu
besi itu segera membuka ke samping.
Saat ini di hadapan mereka terbentanglah sebuah jalan rahasia
yang panjangnya ada tiga kaki, pada ujung jalan rahasia itu muncul
kembali sebuah pintu besi yang bentuknya serupa dengan pintu besi
di hadapan mereka sekarang ini.
"Pintu besi yang kedua itu apa perlu di buka pula?” tanya Liuw
Khiet sambil memandang kearah orang itu,
“Bukankah kau bilang semuanya ada tiga buah pintu?”
“Benar“
“Kalau begitu buka semuanya terlebih dahulu kita batu menutup
pintu masuk “
Liuw Khiet segera menyahut dan berjalan ke depan pintu besi
yang kedua itu tangannya menarik gelangan pintu empat kali dan
mendorongnya ke belakang, pintu besi itu pun terbuka.
Ketika dia berhasil membuka pintu yang ketiga, tampak jalan
rahasia itu berbelok ke kanan, pada ujungnya terdapatlah sebuah
pintu batu
“Itulah ruangan siksa“ ujar Liuw Khiet dengan perlahan sambil
menuding kearah pintu batu itu.
Suaranya rada gemetar, karena dia merasa sangat takut dan
ngeri terhadap diri si rase bumi Bun Jin Cu.
“Jika pintu besi itu ditutup mati dari dalam kita harus berbuat
bagaimana untuk membukanya ?“ tanya lelaki berkeruduog itu pula
dengan suara perlahan.
“Terpaksa kita harus menghancurkan pintu tersebut.”
Lelaki berkerudung itu segera termenung berpikir sebentar,
akhirnya jawabnya
“Baiklah,lohu akan kembali ke sana untuk menutup pintu, kau
baik-baiklah menunggu di sini”
Sembari berkata tangan kanannya dengan cepat berkelebat
menotok jalan darah kaku dari tubuh Liuw Khiet.
Belum sempat Liuw Khiet menjerit tertahan tubuhnya sudah
jatuh duduk di atas tanah, wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
Lelaki berkerudung itu dengan cepat membalikkan badannya
kembali ke pintu depan lalu menekan tombol berwarna putih itu
untuk menaikkan kembali papan tersebut, setelah itu berjalan
kembali ke depan pintu batu dan mendorong pintu tersebut
dengan sekuat tenaga, tetapi pintu itu sama sekali tidak
gemilang.
Dia menjadi gusar, tubuhnya mundur satu langkah ke belakang
lalu membentak keras dan melancarkan satu tendangan dahsyat
kearah pintu tersebut,
“Braaak . . ,”suara yang amat nyaring segera bergema memenuhi
seluruh lorong tetapi pintu itu sema sekali tidak tampak cedera,
jelas sekali memperlihatkan kalau pintu tersebut memang amat kuat
sekali.
Ti Then, Wi Lian In serta 3uma San Ho yang mendengar dari luar
ruangan siksa itu ada suara orang yang sedang menendang pintu
dalam hati segera tahu kalau lelaki berkerudung itu sudah sampai di
sana, mereka bertiga segera saling bertukar pandangan dengan hati
yang ngeri.
“Ti Kiauw tauw” terdengar Wi Lian In berkata dengan suara yang
amat cemas, “Kau sudah berhasil membebaskan jalan darahmu?”
Ti Then gelengkan kepalanya tetapi dia tidak mengucapkan
sepatah kata pun.
Sebetulnya pada detik-detik terakhir itu dia sudah akan berhasil
membebaskan jalan darah kaku yang tertotok pada badannya tetapi
suara tendangan pintu yang berkumandang secara tiba-tiba itu
membuat dia merasa terkejut sehingga hawa murni yang sudah
dipersatukan menjadi buyar kembali.
Tetapi dia tidak berani banyak berbicara dia hendak
mengumpulkan kembali hawa murninya untuk menggunakan
kesempatan yang terakhir ini menerjang jalan darahnya yang
tertotok sehingga bisa terbebas sebelum pihak musuh berhasil
mendobrak hancur pintu batu tersebut.
Kirannya kayu yang mengikat tangannya kini sudah terputus oleh
tangannya, asalkan jalan darahnya terbebas maka sepasang
tangannya segera akan bebas bergerak.
“Braaak. Braak. Braak“
Pintu batu itu ditendang kembali sehingga membuat pintu
menjadi tergetar dengan amat kerasnya, jika ditinyau dari keadaan
saat ini kemungkinan sekali sebentar lagi pintu itu akan terpukul
bancur.
Wi Lian In menjadi sangat terperanyat, teriaknya dengan hati
cemas.
“Cepat . . . ccpat sekali, Ti Kiauw tauw kau cspatlah sedikit,
mereka sudah hampir berhasil menerjang piniu itu”
“Jangan takut.” Tiba-tiba Suma San Ho menenangkan suasana
yang mulai menegang itu, “Pintu itu terhalang oleh besi, untuk
beberapa saat lamanya dia tidak mungkin bisa msnjebolkan pintu
itu,”
“Tidak” bantah Wi Lian In dengan
menghancurkan pintu itu dengan cepat.
cepat,”
Dia
bisa
“Braak. Braaak„ Braak.”
Suara tinjuan yang amat nyaring bergema kembali, ternyata
sedikit pun tidak salah pintu itu sudah kelihatan mulai mengendor
dari engselnya,
Mendadak terdengar lelaki berkerudung itu tertawa terbahak
bahak,
“Hey Bun Jin Cu“ teriaknya mengejek. “Kau bersembunyi terus di
dalam ruangan bukanlah suatu cara yang bagus lebih baik kau
orang cepat bukakan pintu buat aku?“
Wi Lian In menjadi melengak, medadak di dalam benaknya
berkelebat suatu ingatan dengan menirukan nada suara dari Bun Jin
Cu teriaknya
”Hey siapa kau orang?”
Lelaki berkerudung itu sama sekali tidak mengerti kalau Bun Jin
Cu sudah mati, karenanya dia orang sama sekali tidak mencurigai
pula kalau suara itu bukan suara dari Bun Jin Cu sendiri, kakinya
sekali lagi menendang pintu batu itu dengan berat-berat lalu
tertawa terbahak-bahak.
“Jika kau orang mau tahu siapakah Lohu kenapa tidak membuka
pintu mempersilahkan aku orang masuk saja?“
“Tidak, aku tidak akan membukakan pintu sebelum kau orang
menjelaskan siapakah adalah kau orang“
“Kau boleh berlega hati” teriak lelaki berkerudung itu. “Lohu
bersumpah tidak akan mengganggu seujung rambut pun dirimu.
Lohu sengaja datang kemari untuk membicarakan kerja sama kita
untuk menghadapa Wi Ci To”
“Bagus, bagus sekali“ sahut Wi Lian In dengan menirukan lagak
dari Bun Jin Cu. “Tetapi aku orang masih tidak mengetahui siapa
ssbenarnya kau, bagaimana aku bisa menyetujui untuk bekerja
sama dengan dirimu?“
”Lebih baik kita bicarakaa soal ini setelah berhadap-hadapan
muka, di samping itu lohu pua bisa memberitahukan namaku”
“Hee . hee . aku tidak akan tertipu oleh pancinganmu” Seru Wi
Lian In mendadak sambil tertawa dingin. “Jika mau membicarakan
soai ini leoih baik kau berdiri saja di pintu luar”
“Omong yang mudah saja lohu hendak menggunakan putrinya
serta bangsat cilik she-Ti itu untuk memaksa Wi Ci To menyerahkan
sebuah barang”
“Kau akan memaksa Wi Ci To untuk menyerahkan barang apa ?“
desak Wi Lian In lebih lanjut. f
“Sebuah barang yang sangat tidak berharga untuk dibicarakan.”
“Kalau memangnya tidak berharga, buat apa kau mencari barang
tersebut?”
“Barang itu sangat tidak berharga, sampai dijual pun tidak laku,”
“Sebetulnya barang apa yang sedang kau cari?” desak Wi Lian In
terus.
“Lohu tidak bisa memberitahukan hal ini kepadamu.”
“Hal ini berarti juga kau sama sekali tidak bermaksud sungguh-
sungguh untuk bekerja sama dengan diriku.”
“Lohu akan segera memberikan uang sebesar seratus ribu tahil
perak untuk membeli tawaranmu itu.”
Wi Lian In segera tertawa dingin.
“Aku orang sama sekali tidak tertarik dengan uang seratus ribu
tahil perakmu itu.”
“Tapi Lohu masih bisa membantu dirimu untuk menghadapi Wi Ci
To, dengan tenaga gabungan dari kita berdua Wi Ci To pasti bisa
diringkus dengan mudah" ujar lelaki berkerudung itu coba memaksa
Bun Ji Cu untuk tertarik.
“Sekarang aku sudah punya tiga orang tawanan, buat. apa aku
orang takut dengan Wi Ci To lagi?”
“Kau terlalu memandang rendah dirinya, dia tidak akan mau kau
kuasai dengan begitu mudahnya”
“Oooh benar?” Seru Wi Lian In sambil tertawa terbahak-bahak.
“Coba kau bilang tegakah dia orang melihat putrinya, dia masih
mem punyai berpuluh puluh orang pendekar pedang merah yang
memberikan bantuannya. Kau tidak akan bisa bertahan melawan
kerubutan mereka.”
“Hii . . hiii . • .hii . , . menunggang keledai membaca not lagu,
kita lihat saja bagaimana hasilnya nanti, “ Sela Wi Lian In kemudian
sambil tertawa.
“Tidak perduli bagaimana pun apa kau sudah ambil keputusan
untuk tidak mau bekerja sama dengan Lohu ?“ Tiba-tiba ancam
lelaki berkerudung itu sambil tertawa dingin.
Wi Lian In menoleh memandang sekejap kearah Ti Then, ketika
dilihatnya dia
masih mengerahkan tenaga dalamnya untuk membebaskan jalan
darahnya yang tertotok lalu ujarnya lagi,
“Di dalam keadaan seperti ini aku punya beberapa syarat, jika
kau bisa penuhi syarat-syarat tersebut aku baru mau bekerja sama
dengan dirimu"
“Cepat kau katakana!”
“Pertama, sebutkan siapa kau orang. Kedua, katakan barang apa
yang hendak kau paksakan dari Wi Ci To untuk diserahkan kepada
dirimu“
“Hmmm “ dengus lelaki berkerudung itu dengan kurang senang,
“Buat apa kau tertarik dengan urusan ini?“
“Tertarik?” Mendadak Wi Lian In tertawa terbahak-bahak “Sifat
manusia memang demikian“
“Jikalau lohu tidak mau berbicara apakah kau tidak ingin
menerima permintaan dari lohu untuk mengadakan Kerja sama?"
Seru lelaki berkerudung itu dengan amat dingin.
Wi Lian In tidak memberikan jawaban secara langsung, dia
segera tertawa.
“Jikalau kau mau bsrbicara terus terang, aku orang pasti akan
merahasiakannya bahkan tidak mau pula barang yang hendak kau
hadiahkan kepadaku, kau lihat bagaimana?“
“Tidak” potong lelaki berkerudung itu dengan tegas,
“Permintaanmu itu lohu tidak sanggup untuk memenuhinya,aku
cuma minta kau mau menyetujui kerja sama diantara kita kalau
tidak lohu segera akan menerjang masuk ke dalam ruanganmu ini"
Dia berhenti sebentar lalu sambungnya sambil tertawa seram :
“Jikalau Lohu berhasil mendobrak pintu ini sampai waktu itu
sekali pun ingin bekerja sama dengan Lohu aku pun tidak akan
mau“
Wi Lian In yang melihat jalan darah dari Ti Then belum berhasil
juga dibebaskan hatinya merasa amat cemas sekali nada ucapannya
segera berubah amat halus sahutnya
“Jikalau aku orang menyanggupi kau hendak menggunakan cara
apa untuk membantu diriku untuk menghadapi Wi Ci To?”
“Sewaktu besok pagi dia naik ke atas gunung dia orang tentu
membawa banyak sekali pendekar pedang merah. Lohu membantu
dirimu membasmi semua pendekar pedang merah lalu bersama-
sama bergabung tenaga menghadapi dirinya.”
“Kau punya pegangan kuat untuk mengalahkan para pendekar
pedang merah itu?”
“Sama sekali tidak ada soal” jawab lelaki berkerudung itu singkat.
“Tetapi aku pun percaya tanpa bantuan dari dirimu aku masih
sanggup untuk menghadapi para pendekar pedang merah itu dan
membasminya semua“
“Hmm” terdengar lelaki berkerudung itu tertawa dingin, “Kau
hendak menggunakan cara apa untuk membasmi seluruh pendekar
pedang merahnya?”
“Asalkan aku berhasil memanctng mereka untuk memasuki
ruangan di bawah tanah ini maka aku bisa menggerakkaa alat
rahasia untuk membasmi para pendekar pedang merah itu“
Mendengar perkataan itu lelaki berkerudung itu segera terbahak
bahak.
“Cuma sayang kedelapan belas alat rahasiamu itu sudah aku
hancurkao semua,
coba pikirlah jika aku tidak berhasil menghancurkan alat-alat
rahasia itu bagaimana Lohu bisa sampai di sini dalam keaadaan
selamat?”
“Haaa.. kau berhasil melewati kedelapan belas alat rahasiaku
itu?” teriak Wi Lian In pura-pura kaget.
“Sedikit pun tidak salah” jawab lelaki berkerudung itu sambil
tertawa tergelak.
"Karena Lohu melihat si menteri pintu lama sekali tidak kembali
juga, di dalam keadaan cemas terpaksa aku menerjang kemari
seorang diri, sekarang kedelapan belas alat rahasiamu itu sudah
berhasil Lohu hancurkan”
“Hmmm, tidak kusangka kau lihay juga“teriak Wi Lian In semakin
terperanyat.
“Maka itu sekarang kau cuma ada satu jalan saja ....
menyanggupi untuk bekerja sama dengan Lohu”
“Soal ini aku harus pikirkan terlebih dulu, sudah tentu kau harus
memberi waktu buat aku orang berpikir sebentar bukan?”
“Tidak” tolak lelaki berkerudung itu ketus, “Jika kau tidak mau
menerima maka Lohu segera akan menerjang pintu batumu ini“
“Jikalau kau orang benar-benar punya maksud untuk bekerja
sama dengan aku sudah tentu membiarkan aku untuk berpikir
sebentar”.
Lelaki berkerudung itu termenung berpikir sebentar, akhirnya dia
baru menyawab
“Baiklah, cepat kau berpikir"
Ketika Wi Lian In mendengar dia orang sudah menyetujui untuk
mcmberi waktu kepada dirinya untuk berpikir hatinya menjadi agak
lega, segera kepada Ti Then tanyanya dengan suara perlahan.
“Hey, kau harus menunggu berapa waktu lagi baru berhasil
membebaskan diri dari totokan jalan darah?”
Ti Tben tetap bungkam tidak mengucapkan sepatah kata pun.
“Jangan ganggu dia, waktu masih belum tiba sekali pun kau ribut
juga tidak
Berguna” Tiba-tiba Suma San Ho menimbrung dengan suara
yang perlahan.
Wi Lian In mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tidak berbicara
lagi.
Beberapa saat kemudian terdengarlah suara teriakan dari lelaki
berkerudung berkumandang lagi agaknya dia sudah merasa tidak
sabaran.
“Bun Jin Cu, kau sudah mengambil keputusan belum?”
“Kau jangan ribut,aku sedang barpikir masak-masak“ seru Wi
Lian In dengan gugup.
“Hmm jika kau mau cepat-cepatlah bilang kalau tidak mau yaa
cepat menolak buat apa berpikir lama-lama?” teriak lelaki
berkerudung itu dengan amat gusar.
“Aku sedang memikirkan satu urusan jikalau aku setuju untuk
bekerja sama dengan dirimu nanti setelah kau mendapatkan barang
yang kau dapatkan apakah kau orang masih melanjutkan untuk
bekerja sama dengan dirimu? ataukah kita berjalan berpisah?”
“Jika kau orang senang untuk bekerja sama terus dengan lohu
sudah tentu lohu akan membantu kau untuk mendirikan istana
Thian Teh Kong kembali.”
“Kalau begitu bukankah kita orang akan menduduki sebagai
pemimpin baru dari istana Thian Teh Kong?“
“Haaaa . . . haaa . , , jika lohu yang menduduki puncak
pimpinan hal ini tidak akan merendahkan nama besar dari dirimu.”
“Tadi aku dengar dari si menteri pintu serta pembesar jendeia
katanya kepandaian silatmu amat tinggi sekali, tetapi saudara bukan
apaku bagaimana kau orang bisa menduduki tempat puncak
pimpinan dari istana Thian Teh Kong?“
“Hiii.. hiii ,. jika kau mau, lain kali kita bisa hidup bersama untuk
selama- lamanya,”
"Baiknya sih baik cuma aku takut di tertawai orang lain” seru Wi
Lian In tertawa malu-malu.
Lelaki berkerudung itu segera tertawa terbahak-bahak,
“Usiamu masih sangat muda, jika kawin lagi
sepantasnya siapa yang berani mentertawakan dirimu?”
memang
“Tetapi . ,Heeey.” tak tertahan lagi Wi Lian In menghela napas
panjang, “Aku masih tidak bisa melupakan suamiku yang terdahulu.”
“Orang yang sudah mati tidak akan bisa hidup kembali, buat apa
kau begitu rindu kepadanya?”
“Semasa hidupnya dia terlalu baik kepadaku, bagaimana aku
orang tidak memikirkan dirinya?”
“Kalau begitu" ujar lelaki berkerudung itu kemudian sambil
tertawa serak. “Kau ingin menyanda untuk selamanya?"
”Tentang soal ini untuk sementara waktu aku masih belum
mengambil keputusan”
“Jika kau tidak ingin kawin lagi yah sudahlah, setelah kita bekerja
sama untuk melenyapkan benteng Pek Kiam Po kita bisa berjalan
menurut jalannya masing-masing”
“Tunggu dulu“ tiba tiba Wi Lian In berteriak dengan suara berat,
“Aku hendak menanyakan suatu urusan kepadamu”
”Ada urusan apa lagi?” tanya lelaki kerudung itu sambil
mendengus dingin. “Ini tahun kau umur berapa?”
“Sudah enam puluh tahun lebih.“
“Aih . . .” Teriak Wi Lian In dengan amat keras. “Sudah berumur
enam puluh tahun ?“
“Kenapa ?“
“Usiamu sudah terlalu tua“
Lelaki berkerudung itu menjadi amat gusar sekali setelah
mendengar perkataan dari Wi Lian In itu, kakinya dengan hebat
melancarkan satu tendangan kilat ke arah pintu batu itu, sedang
mulutnya dengan amat gusar membentak:
“Jika kau orang tidak punya maksud kawin dengan Lohu buat
apa ikut campur dengan bertanya-tanya umurku?“
“Aaaah . . . . jangan marah dulu, jangan marah dulu“ seru Wi
Lian In dengan gugup “Aku masih belum mengambil keputusan“
“Kau siluman rase sungguh amat licik kau hendak mengulur ulur
waktu ??” teriak lelaki berkerudung itu sambil melancarkan
tendangan kembali menghajar pintu batu itu.
Wi Lian In yang mendengar dia melancarkaa serangan kembali
menghajar pintu batu itu dalam hati merasa sangat cemas sekali,
apalagi saat ini jalan darah dari Ti Then belum berhasil dibebaskan,
terpaksa teriaknya dengan amat keras:
“Aku mau bertanya kembali tentang satu urusan, kau sudah
beristri belum?”
Lelaki berkerudung itu tidak mau memberikan jawabannya lagi,
dengan sekuat tenaga dia melancarkan tendangan menghajar pintu
batu itu sehingga membuat seluruh ruangan siksa menjadi tergetar
dengan amat kerasnya.
Situasi sudah mencapai pada tarap sangat kritis sekali.
Saat ini Ti Then masih tetap memejamkan matanya untuk
mengatur pernapasan dari atas kepalanya tampak butiran keringat
sebesar kacang kedelai dengan derasnya menetes keluar, wajahnya
merah padam agaknya dia sudah mencapai pada
puncak
latihannya.
ooo00ooo
38
Tak tertahan lagi Wi Lian In berseru dengan suara yang
perlahan, “Ti Kiauw tauw, cepat sedikit dia dan hampir berhasil
mendobrak pintu tersebut”
Baru saja perkataannya selesai mendadak terdengar suara
jatuhnya benda besi ke atas tanah . . . pantek dari pintu batu itu
sudah berhasil digetarkan hingga terlepas dari tempatnya.
Bersamaan dengan membukanya pintu batu itu bagaikan kilat
cepatnya lelaki berkerudung itu berkelebat masuk ke dalam
tubuhnya tegak sepasang tangannya disilangkan di depan dada,
lagaknya sedang siap menerima serangan musuh.
Tetapi ketika dilihatnya di dalam ruangan siksa itu sama sekali
tidak tampak bayangan dari Bun Jin Cu dia menjadi tertegun,
bersamaan pula tubuhnya berdiri tegak matanya dengan amat
tajam sekali menyapu sekejap ke arah diri Ti Then, Wi Lian In serta
Suma San Ho bertiga.
“Dimana Bun Jin Cu?” tanyanya dengan suara berat.
“Dia sudah lari.” Cepat-cepat sahut Suma San Ho.
“Heee , he , .. dia lari kearah mana?“ Seru si lelaki berkerudung
itu sambil tertawa dingin.
“Tadi aku lihat dia orang berlari menuju ke belakang dinding batu
itu.”
Sepasang mata lelaki berkerudung itu dengan cepat msnyapu
sekejap kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya pada dinding batu
pada bagian belakang dari ruang siksa itu tampak sebuah lubang
besar dia segera menjerit tertahan.
“Dia melarikan diri melalui dinding batu itu?” tanyanya lagi.
“Tidak salah“
Mendadak lelaki berkerudung itu berkelebat menuju ke samping
dinding batu itu dan menengok ke dalam ruangan jalan rahasia
yang ada di balik dinding, waktu itu lah dia menemukan pada
kurang lebih tiga kaki di dalam ruangan rahasia itu menggeletak dua
sosok mayat yang dia orang bisa melihat dengan jelas orang
tersebut bukan lain adalah Bun Jin Cu serta si menteri pintu
tubuhnya segera terasa bergetar dengan amat keras.
“Iiilh . . dia sudah mati?” serunya tertahan.
“Siapa yang sudah mati?” tanya Suma San Ho pura-pura merasa
terperanyat.
“Bun Jin Cu serta si menteri pintu, mereka suduh menginyak alat
rahasia dan kini sudah binasa ditengah jalan rahasia itu terhajar
hujan panah”
“Tidak aneh sewaktu kau berhasil menerjang pintu dan
memasuki ruangan ini kita mendengar suara teriakannya, kiranya
dia sudah terkena alat rahasia . . haa.. . haaa hal ini sungguh
menyenangkan sekali, tidak kusangka sama sekali Bun Jin Cu pun
bisa menemui ajalnya terkena alat rahasia yang dipasangnya
sendiri”
Lama sekali lelaki berkerudung itu memandang tajam mayat Bun
Jin Cu yang menggeletak di atas tanah, mendadak dia mengambil
sebuah batu cadas yang besar dan disambitkan tepat menghajar
mayatnya yang menggeletak di atas tanah.
Batu cadas itu dengan amat kerasnya terjatuh ke atas tubuh Bun
Jin Cu sehingga mengeluarkan suara yang amat keras sekali.
Ketita batu itu mengggelinding ke samping dengan tepat
membuat wajah Bun Jin Cu tertoleh kearah luar.
Kiranya dia takut Bun Jin Cu sedang berpura-pura mati
karenanya sengaja dia menyambitkan batu itu untuk memeriksa
apakah Bun Jin Cu benar-benar sudah binasa, kini ketika dilihatnya
dia orang benar-benar sudah menemui ajalnya seketika itu juga
hatinya menjadi sangat gembira sambil mendongakkan kepalanya
tertawa terbahak serunya:
“Tidak salah, tidak salah, dia orang memang betul-betul sudah
binasa, haaa . .haa baaa . . - berarti juga kalian bertiga kini sudah
menjadi barang di dalam kantong lohu”
Ditengab suara tertawanya yang amat keras tubuhnya melayang
menuju ke hadapan Ti Then bertiga.
Melihat lelaki berkerudung itu melayang mendekati mereka
bertiga,, Suma San Ho menjadi kuatir, ujarnya dengan cepat.
“Kita bertiga harus terjatuh ketangan saudara hal ini sungguh
merupakan suatu tejadian j«ng sangat beruntung”
“Oooh benar?” teriak leliki berkeru dung itu sambil tertawa
tergelak.
“Sedikit pun tidak salah” sahut Suma San Ho membenarkan. “Bun
Jin Cu menawan kami dikarenakan mau membalas dendam
sedangkan saudara cuma hendak menggunakan kami untuk
merebut semacam barang saja“
“Tetapi jikalau Wi Ci To tidak mau menyerahkan barang yang
Lohu minta itu maka kalian pun jangan harap bisa hidup” ujar lelaki
berkerudung itu sambil tertawa seram.
“Sekali pun perkataanmu sedikir pun tidak salah tetapi saudara
pun tidak akan membinasakan kita pada saat ini, bukan begitu?”
Lelaki berkerudung itu tidak memberikan jawabannya, dengan
langkah perlahan dia berjalan menuju kehadaoan Ti Then lalu
mengangkat kepalanya yang tertunduk dengan lemasnya itu.
Ketika dilihatnya sepasang mata Ti Then terpejam rapat-rapat,
sepertinya sedang jatuh tidak sadarkan diri tak terasa lagi dia sudah
tertawa dingin.
“Kenapa dengan bangsat cilik ini?”
“Dia sudah terpukul rubuh oleh Bun Jin Cu“ sahut Suma San Ho
berbohong.
Dengan amat teliti sekali lelaki berkerudung itu memeriksa kedua
buah tiang kayunya yang terpatahksn, melihat ini dia menghela
napas panjang.
“Hey...tenaga dalamnya sungguh tidak lemah, kayu yang begitu
kuatnya dia masih bisa mematahkannya”
“Karena dia memutuskan kayu tiang itulah Bun Jin Cu baru
memukulnya hingga jatuh tidak sadarkan diri, pukulannya sungguh
amat kejam sekali.”
Dengan langkah perlahan lelaki berkerudung itu beralih ke
hadapan Wi Lian In ejeknya sambil tertawa.
“Hee...hee..agaknya kau pun sudah merasakan sedikit deritamu
juga?”
Wi Lian In melengos, mulutnya tetap ditutup rapat-rapat.
Lelaki berkerudung itu pun segera beralih ke depan tubuh Suma
San Ho.
“Bun Jin Cu bersiap-siap mau melarikan diri kenapa dia tidak mau
membunuh dirimu terlebih dulu?” ujarnya sambil tertawa.
“Kemungkinan sekali dia tidak bermaksud uniuk melarikan diri
meninggalkan istana Thian Teh Kong ini, agaknya dia berusaha
untuk membawa si menteri pintu bersembunyi di suatu tempat lalu
baru balik kemari membawa kita semua meninggalkan ruangan
siksa, siapa sangka mereka sudah tidak kebentur dengan alat
rahasia sehingga menemui ajalnya.”
Agaknya lelaki berkerudung dia sama sekali tidak mencurigai
perkataan dari Suma San Ho ini, dia segera mengangguk.
“Sebetulnya Lohu
punya maksud sungguh-sungguh untuk
bekerja sama dengan dirinya, asalkan dia mau menyanggupi diri
Lohu maka dia pun tidak akan menerima kematiannya dengan
demikian mengenaskan”
“Sebetulnya saudara bermaksud meminta barang apa dari Pocu
kami?” tiba-tiba tanya Suma San Ho.
“Soal ini kalian tidak perlu tahu” sahutnya ketus.
“Apakah kitab pusaka Ie Cin Keng itu?”
Mendengar disebutnya kitab pusaka
berkerudung itu segera terbahak-bahak.
Ie
Cin
Keng
lelaki
“Kitab pusaka Ie Cin Keng itu sekali pun kalian hadiahkan untuk
Lohu sebagai kertas pembersih pantatku. Lohu belum tentu mau.”
“Apakah dikarenakan sebuah lukisan?” tiba-tiba timbrung Wi Lian
In,
Agaknya lelaki berkerudung itu dibuat melengak, tapi sebentar
kemudian sudah tertawa kembali.
“Haaa . . . haaa . , , haaa , . . bagaimana kalian bisa pikirkan
tentang lukisan? apakah di dalam loteng penyimpan kitab dari
ayahmu itu sudah tersimpan sebuah lukisan yang sangat berharga
sekali?“
“Di dalam loteng penyimpan kitab ayahku kecuali kitab serta
lukisan tidak ada barang yang berharga lagi.”
“Lobu tidak menghendaki kitab-kitab serta lukisan-lukisan dari
ayahmu itu” ujar lelaki berkerudung itu sambil tertawa. “ Sekali pun
kitab serta lukisan lukisan itu lebih berharga lohu tidak akan
memandang barang sekejap pun”
“Lalu kau orang menghendaki barang apa?” Desak Wi Lian In.
“Soal ini kalian tidak perlu tahu” Potong lelaki berkerudung itu
sambil gelengkan kepalanya. “Bukankah lohu tadi sudah bilang
kalian tidak usah ikut mengetahui persoalan ini?”
Tiba-tiba Wi Lian In menghela napas panjang ujarnya,
“Aku sangat haus dapatkah kau orang carikan secawan teh buat
diriku?“
“Ditempat ini mana ada teh?” ujar lelaki berkerudung itu sambi
menyapu sekejep
kesekeliling tempat itu.
“Aku pun tidak tahu, coba kau keluarlah dari sini tolong
membantu aku carikan”
Perasaan curiga segera menyelimuti wajahnya, mendadak dia
tertawa seram.
“Heee . . hee , . sekarang aku tahu, bukankab kau sedang
menipu lohu untuk keluar dari sini lalu dengan mengambil
kesempatan itu melarikan diri dari tempat ini?”
“Jikalau kami mem punyai cara untuk melarikan diri tidak akan
menanti sampai sekarang, buat apa kau orang banyak curiga?”
“Tapi kekasihmu segara akan sadar kembali” ujar lelaki
berkerudung itu sambil menuding kearah Ti Then, “Dia sudah
berhasil memutuskan tiang kayu yang mengikat tubuhnya maka
setelah dia sadar kembali dengan cepat dia akan berhasil
melepaskan otot kerbau yang mengikat badannya, bukan begitu?“
“Dia baru saja dipukul dengan amat kejam, tidak mungkin dia
orang bisa sadar kembali dengan cepat“ ujar Wi Lian In sambil
menghela napas panjang dengan amat sedihnya.
Lelaki berkerudung itu tak bias menahan gelinya, dia segera
tertawa keras.
“Jika kau mau minum the boleh saja, tetapi Lohu harus menotok
jalan darah kakunya dulu”
“Kalau begitu sudahlah, aku tidak jadi minum” teriak Wi Lian In
dengan gugup.
“Hal ini semakin membuktikan kalau kau sedang menipu diri
Lobu, sekarang Lohu harus menotok jalan darah kakunya terlebih
dulu”
Selesai berkata jari tangannya dipentangkan lalu dengan
kecepatan bagaikan kilat menotok jalan darah kaku pada tubuh Wi
Lian ln.
Wi Lian In yang melihat permainannya yang pura-pura malah jadi
berantakan tak terasa lagi menjadi sangat gusar, makinya:
“Bajingan tua, kau tunggu saja setelah ayahku datang tentu ada
tontonan yang bagus buat kau orang”
Lelaki berkerudung itu tertawa terbahak-bahak, kakinya mulai
bergerak mendekati diri Ti Then.
“Lohu memang kepingin sekali kalau ayahmu bisa datang kemari
dengan cepat”
Sambil berkata jari tangannya pun dengan cepat diangkat
menotok jalan darah kaku pada tubuh Ti Then.
Pada saat jari tangannya hendak mendekati jalan darah kaku
pada tubuh Ti Then itulah mendadak sepasang tangan dari Ti Then
diangkat, tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat
membabat kearah lambungnya.
Seketika itu juga lelaki berkerudung itu mendengus berat,
tubuhnya dengan sempoyongan mundur tiga langkah ke belakang
lalu berjongkok sambil memegangi lambungnya yang kena hajar.
Hal ini memperlihatkan kalau serangan dari Ti Then tadi dengan
amat tepat sekali berhasil menghajar lambungnya sehingga dia
mendapatkan luka dalam yang tidak ringan.
Dengan cepat Ti Then bungkukkan badannya melepaskan otot
kerbau yang mengikat kakinya, dia harus cepat-cepat melepaskan
ikatan kakinya ini untuk meloloskan diri, karena sebentar lagi lelaki
berkerudung itu tentu akan melancarkan serangan ke arahnya.
Tetapi baru saja dia berhasil melepaskan belenggu pada kaki
kanannya lelaki berkerudung itu sudah bangkit berdiri.
Dengan disertai suara bentakan yang amat kerasnya menubruk
maju ke depan, telapak tangan kanannya dipentangkan sehingga
tampaklah lima jarinya yang bagaikan cakar burung elang dengan
amat dahsyat menghajar jalan darah “Yu Bun hiat” pada dada
sebelah kirinya.
Datangnya serangan ini sangat dahsyat sekali, agaknya dia
hendak membinasakan Ti Then sebelum terlepas dari ikatan karena
itu tubuhnya pun tidak sanggup untuk meloloskan diri dari tiang
kayu tersebut melihat datangnya serangan pihak musuh terpaksa
tubuhnnya menyingkir ke samping bersamaan pula kaki kanannya
dengan sekuat tenaga menjejak permukann tanah sehingga
tubuhnya akan sedikit meleng, dengan bersusah payah akhirnya dia
berhasil juga menghindarkan diri dari serangan musuh.
Tangannya dengan cepat menyambar otot kerbau yang semula
digunakan untuk mengikat tangannya itu dengan menggunakannya
sebagai cambuk dia melancarkan serangan melilit leher pihak lawan.
Tubuhnya yang harus memikul sebuah tiang kayu yang amat
berat tetapi berhasil juga menghindarkan diri dari satu serangan
dahsyat jeng dilancarkan oleh lelaki berkerudung itu bahkan berhasil
pula menggunakan otot kerbau sebagai cambuk balas melancarkan
serangan membuat Wi Lian In serta Suma San Ho yang melihatnya
merasa sangat kagum, tak terasa lagi mereka berteriak mcmuji.
Sebaliknya gerakan silat dari lelaki berkerudung itu pun tidak
bodoh, bukannya mundur tubuhnya semakin mendesak maju ke
depan, tubuhnya yang sebelah atas membungkuk untuk
menghindarkan diri dari ancaman otot kerbau dari Ti Then
sedangkan sepasang telapak tangannya bersama-sama membabat
ke depan menghajar pinggang dari Ti Then.
Kecepatan geraknya amat mengagumkan
berkelebatnya sinar kilat di tengah udara.
sekali
laksana
Ti Then segera bersuit panjang mendadak dengan membawa
serta tiang kayu yang mengikat badannya dia meloncat sejauh lima
enam kaki jauhnya ke ujung kanan dari dinding batu itu.
Di bawah dinding batu itu tersedialah bermacam-macam alat
siksa yang diantaranya tergantung sebuah rantai besi.
Dengan cepat Ti Then menyambar rantai besi itu kemudian
digetarkan dan menyapu ke tubuh lelaki berkerudung yang saat itu
datang mengejar.
Melihat datangnya serangan rantai lelaki berkerudung itu segeta
tertawa dngin kakinya menggelincir ke samping, tubuhnya dengan
cepat rebah kekiri, telapak tangan kirinya bagaikan kilat cepat
menyambar datangnya serangan rantai dari Ti Then itu.
Ti Then mana mau membiarkan rantainya tertangkap, dengan
cepat tangannya digetarkan kembali, rantai besi itu mendadak
bagaikan seekor ular dengan licinnya beputar-putar lalu dengan
dahsyatnya menusuk ke dada pihak lawan.
Agaknya lelaki berkerudung itu sama sekali tidak menyangka
kalau Ti Then bisa memainkan rantai itu sehingga demikian
sempurnanya, untuk sesaat dia tidak sanggup untuk memecahkan
jurus tersebut terpaksa dengan cepat tubuhnya melayang mundur
kembali ke belakang.
Ti Then berhasil mendesak mundur pihak lawannya dengan cepat
dia meloncat kembali ketengah udara kemudian memepetkan tiang
kayunya pada dinding batu.
Kiranya dia sudah menemukan kalau di atas dnding itu
tergantung sebuah golok baja, dia berharap bisa memperoleh golok
baja itu sehingga bisa digunakan untuk memutuskan otot kerbau
yang mengikat kakinya.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 23 : Wi Ci To datang memenuhi janji
Sudah tentu lelaki berkerudung itu pun mengetahui maksud
hatinya, karena itu setelah tubuhnya terdesak mundur ke belakang
disertai dengan suara bentakan yang amat keras tubuhnya sekali
lagi menubruk ke arah depan.
Ti Then yang meloncat kearah dinding di mana tergantung golok
baja itu sama sekali tidak segera mencabut keluar golok tersebut.
Mendadak dia membentak keras, rantai besi ditangannya dergan
sekuat tenaga diobat-obitkan ke depan lalu meluncur terlepas dari
tangannya.
Rantai besi itu bagaikan seutas tali dengan kecepatan tinggi
meluncur dengan dahsyatnya menghajar tubuh lelaki berkerudung
itu.
Agaknya lelaki berkerudung itu sama sekali tidak menyangka Ti
Then bisa melakukan hal itu, untuk sesaat lamanya dia terdesak
untuk menyingkir ke samping kiri menghindar diri dari sambitan
rantai besi itu.
Dan pada saat yang amat singkat itulah Ti Then sudah berhasil
mencabut keluar golok baja yang tergantung di atas dinding lalu
dengan beberapa kali bacokan berhasil memutuskan otot kerbau
yang mengikat kaki kirinya.
Dengan demikian dia sudah bebas dari belenggu.
Setelah tidak ada tiang kayu yang mengganggu gerakannya pun
semakin bebas lagi, serangan yang dilancarkan kearah lelaki
berkerudung itu menjadi semakin gencar siapa tahu pada saat dia
hendak menggerakkan golokya melancarkan serangan itulah lelaki
berkerudung itu sudah berhasil meloncat ke hadapan Wi Lian In.
Telapak tangan lelaki berkerudung itu dengan cepat ditekan ke
atas batok kepala dari Wi Lian ln sembari membentak mengancam :
“Jangan bergerak, sedikit kau bergerak saja Lohu segera akan
menyagal budak ini”
Ti Then sama sekali tidak menyangka kalau orang berkerudung
itu bisa menggunakan cara yang paling rendah untuk mempersalahi
dirinya, dia segera menghentikan langkahnya.
“Heee . . heee - . beranikah kau bertempur secara jujur dengan
diriku?” tantangnya dengan wayah adem.
Ketika lelaki berkerudung itu melihat ternyata dia benar-benar
tidak berani bergerak maju hatinya merasa agak lega, dia pun
tertawa dingin dengan amat seramnya,
“Aku tidak ada keperluan untuk berbuat demikian.” serunya.
“Tidak kusangka di dalam Bu lim ternyata masih ada juga
manusia yang tidak tahu malu seperti kau” Dengus Ti Then dengan
amat gusar.
Lelaki berkerudung itu segera menyengir kejam.
"Lohu tidak malu, yang aku takuti cuma tujuanku yang tidak
mencapai sukses”
“Sekarang kau tidak akan bisa mencapai tujuanmu lagi, jikalau
kau ingini nyawamu cepatlah bergelinding dari sini,”
“Hmm, sekarang Lohu masih ada di atas angin, kenapa harus
menggelinding dari sini ?“ Serunya dengan nada mengejek.
Mendadak suaranya berobah menjadi amat keren, dengan
gusarnya dia membentak:
“Lepaskan golokmu, kalau tidak jangan salahkan lohu tidak
berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap budak ini “
“Ti Kiauw tauw,jangan perduli dirinya “ Teriak Wi Lian In dengan
cepat, “Cepat kau serang dia orang, kau tidak usah mengurusi diriku
lagi.“
Telapak tangan kiri dari lelaki berkerudung itu dengan cepat
dipentangkan di depan dadanya dengan gaya hendak meraba
teteknya.
“Kau surgguh-sungguh tidak takut ?” ancamannya sambil tertawa
menyengir dengan kejamnya.
Seketika itu juga air muka Wi Lian In berubah pucat pasi, dia
tidak berani membuka mulut lagi.
Ketika lelaki berkerudung itu melihat dia tidak berani berteriak
lagi kepalanya dengan perlahan ditoleh kearah Ti Then.
“Kau dengar tidak? Lohu perintah kau untuk melepaskan golok
tersebut”
Walau pun Ti Then tahu kalau pihak lawannya tidak akan turun
tangan jahat dengan membinasakan diri Wi Lian In tetapi dia pun
tidak berani menggunakan taruhan nyawa Wi Lian In untuk
menempuh bahaya, segera dengan hati uring-uringan dia
melemparkan goloknya ke atas tanah, tetapi mulutnya tetap
memperdengarkan suara tertawa dingin yang tak henti-hentinya,
“Sekali pun golok ini aku lepaskan tetapi kukira kau belum bisa
mengapa-apakan diriku ?"
“He.. hee kau bangsat cilik lihat saja nanti'“ seru lelaki
berkerudung itu sambil tertawa seram.
Sehabis berkata mendadak tangan kirinya diulur memeluk
pinggang dari Wi Lian In dengan membawa sekalian tiang kayunya
dia berjalan menuju ke pintu depan.
Ti Then yang tidak tahu dia orang hendak berbuat apa terhadap
Wi Lian ln ketika melihat dia membawa pergi Wi Lian In dari sana
hatinya menjadi amat cemas tak terasa lagi tubuhnya maju satu
langkah ke depan teriaknya dengan gusar:
“Kau mau berbuat apa terhadap dirinya?”
Telapak tangan kanan dari lelaki berkerudung itu dengan cepat
ditekankan kembali ke atas batok kepala Wi Lian In,
“Jangan bergerak.” teriaknya kasar, “Apakah kau ingin melihat
budak ini menemui ajalnya ditanganku ?”
“Kau hendak membawa dirinya kemana ?“
“Tidak akan meninggalkan ruangan siksa ini. Lohu sudah datang
dengan membawa seorang pembantu.“
Diam-diam Ti Then merasa amat terperanyat sekali, tak terasa
lagi dia sudah bertanya :
“Kau sudah membawa pembantu ? “
“Benar, dia sekarang berada di depan pintu ruangan siksa ini “?
sahut lelaki berkerudung itu dtngaa amat bangga.
Sambil berkata dengan menyeret tubuh Wi Lian In dia
mengundurkan diri dari pintu batu itu.
Pada saat dia mengundurkan diri ke depan pintu batu itulah
dengan amat gesit tangannya rnelancarkan cengkeraman
mengangkat sesosok tubuh manusia ke atas.
Orang itu bukan lain adalah Liuw Khiet yang membawa dia orang
memasuki ruangan siksa ini.
Sudah tentu Ti Then tidak kenal dengan Liuw Khiet, ketika
dilihatnya tubuh orang itu amat kaku dia orang segera mengerti
kalau orang tersebut sudah tertotok jalan darahnya oleh lelaki
berkerudung itu, dalam hati dia merasa semakin heran.
“Orang inikah pembantumu?” tanyanya perlahan.
“Tidak salah” sahut lelaki berkerudung sambil mengangguk. “Jika
dia menginginkan nyawanya sudah tentu harus menjadi pembantu
lohu”
“Siapakah sebenarnya dia orang?" tanya Ti Then kembali.
“Dia bernama Liuw Khiet, yang semula merupakan salah seorang
anak buah dan istana Thian Teh Kong yang bekerja di ruang alat
rahasia “
“Tentang hal ini aku sama sekali tak menduga, kiranya di tempat
ini masih ada dia seorang yang belum meninggalkan istana Thian
Teh Kong ini”
“Tidak” bantah lelaki berkerudung itu dengan cepat “Dia sudah
pergi dari sini tapi Kembali lagi untuk mencuri harta kekayaan dari
Bun Jin Cu, akhirnya dia tidak untung sudah berhasil Lohu tangkap”
Dia melepaskan tubuh Liuw Khiet itu ke atas tanah lalu dengan
kerennya dia membentak.
“Hey Liuw Khiet, kau ingin mati atau hidup ?"
“Mau hidup . . mau hidup” sahut Liuw Khiet dengan suara
gemetar, “Hamba mau menjadi pembantu dari kau orang tua”
“Kalau begitu sangat bagus sekali“sahut lelaki berkerudung itu
sambil tertawa, “Apa yang Lohu perintahkan kau harus
melakukannya dengan cepat, tahu tidak ?”
“Tahu . . tahu . , tahu.”
“Kau orang bisa menotok jalan darah ?” tanya lelaki berkerudung
itu.
“Sedikit-sedikit saja.”
“Kalau begitu kau pun kenal letaknya jalan darah di tubuh
manusia bukan ?” tanya lelaki berkerudung itu lagi dengan suara
yang amat dingin.
“Kenal ... kenal”
“Bagus sekali " seru lelaki berkerudung itu dengan amat
gembira. “Sekarang Lohu mau membebaskan jalan darahmu yang
tertotok lalu kau pergi menotok jalan darah kaku dari bangsat cilik
itu, berani tidak ?”
“Asalkan kau orang tua masih menguasai nona Wi itu hamba
sudah tentu berani”
“Bagus sekali” teriak Ielaki berkerudung itu lagi dengan amat
gembiranya. “Baik-baiklah kau membantu Lohu untuk menguasahi
ketiga orang itu, setelah urusan selesai Lohu pasti akan perseni
dirimu banyak-banyak bahkan melepaskan kau dari sini.”
“Baik .. baik terima kasih atas kebaikan budi kau orang tua.”
“Tetapi bilamana kau orang berani memperlihatkan permainan
busuk seketika itu juga Lohu akan mencabut nyawamu saat itu
juga”
“Baik ,. baik, hamba tidak berani” seru Liuw Khiet berulang kali.
Telapak tangan dari lelaki berkerudung itu segera menepuk ke
atas badannya membebaskan jaian darah kakunya yang tertotok.
“Nah sekarang bangunlah.”
Liuw Khiet berdiam diri sebentar lalu baru bangkit berdiri, dengan
gaya yang amat hormat ujarnya:
“Sekarang aku harus pergi menotok jalan darahnya ?”
“Tidak salah” sahut lelaki berkerudung itu mengangguk.
“Sewaktu turun tangan kau harus melancarkannya dengan sekuat
tenaga”
“Dia tidak akan melawan bukan?” tanya Liuw Khiet lagi dengan
ketakutan sambil melirik sekejap kearah Ti Then.
“Tidak mungkin berani” sahut lelaki berkerudung itu tertawa,
“Jika dia berani melawan maka nona Wi inilah yang akan menderita
terlebih dulu”
Mendengar perkataan tersebut nyali Liuw Khiet jadi bertambah
besar, dengan gaya seekor anying hendak menggigit manusia
dengan langkah perlahan dia berjalan mendekati tubuh Ti Then.
“Liuw Khiet” seru Ti Then sambil tertawa. “Kau sungguh amat
bodoh, sewaktu kau berhasil menotok jalan darah kakuku maka dia
akan turun tangan membinasakan dirimu,, dia selamanya tidak
pernah melepaskan siapa pun “
“Cuh, kau bangsat cilik tidak usah banyak omong lagi“ Bentak
Liuw Khiet dengan amat gusar “Pandanganku orang tua jauh lebih
terang dari dirimu, siapa
menentukannya sendiri“
yang
bisa
dipercaya
aku
baru
“Jikalau kau orang tidak parcaya terhadap omonganku,
silahkanlah untuk cepat turun tangan” sahut Ti Then kemudiaa
sambil tertawa serak,
“Angkat tanganmu ke atas.” Bentak Liuw Khiet dengan cepat.
Ti Then tertawa dia menurut saja, perintah tersebut dengan
mengangkat tangannya ke atas,
Jari telunjuk serta jari tengah dari Liuw Khiet dengan amat
tepatnya menghajar jalan kaku dari Ti Then.
Seketika itu juga Ti Then rubuh ke atas tanah.
Saat itulah lelaki berkerudung itu baru bisa menghembuskan
napas lega, dia segera meletakkan tubuh Wi Lian In ke atas tanah
lalu tertawa ter-babak-bahak.
“Bagus .... bagus sekali. sekarang seret dia orang kemari lalu
mengikat tangan serta kakinya dengan menggunakan otot kerbau
tersebut, “
Liuw Khiet menyahut dan menarik sepasang kaki Ti Then untuk
dibawa menuju ketengah itu antara tubuh Wi Lian In serta Suma
San Ho, setelah itu memungut otot kerbau yang menggeletak di
atas tanah.
Dengan perlahan dia memungut dua utas otot kerbau, baru saja
tubuhnya hendak berjalan menuju ke samping tubuh Ti Then
mendadak air mukanya berubah sangat hebat, sambil
membelalakkan matanya lebar-lebar dia memandang ke depan pintu
itu lalu berteriak dengan amat keras
“Iiiih siapa kau?”
Ssbenarnya saat ini telaki berkerudung itu sedang berdiri
membelakangi pintu batu tersebut, mendengar perkataan itu
dengan amat terkejut sekali dia putar badannya ke belakang lalu
melancarkan satu serangan dahsyat ke depan.
Perubahan yang dilakukan amat cepat sekali, laksana
berkelebatnia kilat, siapa tahu setelah melancarkan serangannya itu
dia segera menemukan kalau di depan pintu batu itu sama sekali
tidak menemui jejak musuh.
Sedang saat dia merasakan kalau di depan pintu tidak tampak
adanya orang itulah mendadak punggungoja sudah terhajar oleh
satu pukulan yang amat dahsyat sekali.
Orang yang melakukan serangan dahsyat itu bukan lain adalah Ti
Then sendiri.
Kiranya Liuw Khiet tadi sama sekali tidaksecara sungguh-sungguh
metotok jalan darah kakunya, sedangkan di dalam ruangan siksa itu
pun sama sekali tidak terdapat manusia lain.
Setelah lelaki berkerudung itu merasakan punggungnya kena
hajar dengan amat keras itulah dia segera merasa dirinya sudah
kena tipu, tubuhnya dengan cepat berjumpalitan keluar dari pintu
batu itu lalu dengan amat cepatnya melayang keluar dari ruangan
bawah tanah itu.
Ti Then segera membentak keras, tubuhnya meloncat ke atas
melakukan pengejaran dari belakang.
Liuw Khiet pun dengan tergesa-gesa memungut golok yang ada
di atas tanah lalu meloncat ke samping tubuh Wi Lian ln dengan
menggunakan golok itu dengan cepat dia memutuskan otot kerbau
yarg mengikat tangan kakinya setelah itu menyusul memutuskan
otct kerbau yang mengikat tangan serta kaki dari Suma San Ho.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini benar benar berada
diluar dugaan dan Wi Lian In mau pun Suma San Ho sendiri, Wi
Lian In dangan membelalakan matanya memandang kearah Liuw
Khiet serunya dengan amat terkejut bercampur girang.
“Kau . . . kau tidak menotok jalan darah kakunya?“
Liuw Khiet setelah memutuskan otot kerbau yang mengikat
tangannya Suma San Ho dia segera berjongkok memutuskan otot
kerbau yang mengikat kakinya., saat itu dia segera tertawa
sahutnya.
"Tidak, bukankah tadi hamba sudah bilang pandangan hamba
jauh lebih jelas
siapa yang bisa dipercaya siapa yang tidak bisa dipercaya,”
“Bagus sekali” teriak Wi Lian In dengan amat girang sekali. “Kau
jadi manusia tidak jelek juga, nanti kami tentu baik-baik
mengucapkan terima kasih kepadamu”
Berbicara sampai di situ tubuhnya sudah menerjang keluar dari
ruangan siksa tersebut.
Saat ini Liuw Khiet sudah berhasil memutuskan seluruh otot
kerbau yang mengikat tubuh Suma San Ho.
Dengan cepat Suma San Ho meloncat kearah dinding sebelah kiri
untuk mencabut keluar sebilah pedang yang tergantung di sana.
Baru saja dia hendak menerjang keluar dari ruangan itu untuk
menyusul diri Wi Lian In mendadak tampak Wi Lian In sudah balik
kembali ke dalam ruangan siksa itu.
“Kenapa kau?” seru Suma San Ho tertegun.
“Sungguh cepat sekali.” teriak Wi Lian In dengan wayah amat
terkejut, “Mereka sudah berlari meninggalkan tempat ini dengan
amat cepatnya,”
Air muka Liuw Khiet segera berubah sangat hebat.
“Kalau begitu tentu mereka sudah berlari masuk ke dalam
ruangan bawah tanah yang pernah dipasangi dengan alat-alat
rahasia itu. kalau tidak mereka tidak akan lari dengan cepatnya.”
Mendengar perkataan tersebut Wi Lian In menjadi sangat
terperanyat sekali.
“Dua buah jalan rahasia itu yang mana baru menuju ke tempat
alat rahasia itu" tanyanya dengan cemas.
"Jalan di bawah tanah yang berbelok ke kanan dan terus
lempeng itu merupakan jalan di bawah tanah yang sudah dipasangi
dengan delapan belas buah alat rahasia“
“Bukankah tadi bajingan tua itu bilang sudah berhasil merusak
kedelapan belas buah alat rahasia tersebut?“
“Dia sedang omong kosong." seru Liuw Khiet dengan cepat.
“Kalau begitu” ujar Wi Lian In kembali “Bagaimana dia sampai di
dalam ruangan siksa ini dengan selamat tanpa melewati kedelapan
belas alat rahasia tersebut??”
“Dia memaksa hamba untuk membawa dia masuk kemari dengan
mengambil jalan rahasia yang lain.”
“Kalau begitu” ujar Wi Lian In dengan keheranan, “Kenapa dia
tidak melarikan diri dengan melalui jalan rahasia yang semula?“
“Pada ujung jalan rahasia itu terdapat sebuah alat rahasia yang
digunakan untuk naik turun” ujar Liuw Khiet menerangkan,
”Mungkin dia melihat waktunya untuk mencapai jalan tersebut tidak
sempat lagi makanya dia memilih jalan rahasia yang dipasangi
dengan delapan belas alat rahasia itu untuk melarikan diri „ . .cepat,
kita pergi lihat “
Selesai berkata dia berlari terlebih dahulu memimpin yang lain
untuk berlari ke depan.
Wi Lian In serta Suma San Ho yang mengikuti dari belakang
bersamaan sudah bertanya.
“Kau memahami jalan di sini?”
“Paham" sahutnya cepat, “Aku cuma takut tidak sempat
menyusul mereka, alat rahasia yang berada di paling depan
bernama “Siang Sek Sin Peng “ atau sepasang batu mengepres kue,
alat tersebut amat libay sekali“
“Apa itu Siang Sek Sin Peng,?" tanya Suma San Ho kebingungan.
“Jikalau kita tidak mengerti bagaimama cara jalannya melalui
tempat itu maka bilamana kita menyenggol alat rahasia dari kedua
belah dinding akan muncul batu besar, yang bersama-sama
menggencet menjadi gepeng, itulah yang dinamakan Siang Sek Sin
Peng.”
Wi Lian In yang mendengar kelihayan dari alat rahasia itu hatinya
segera merasa berdebar debar.
“Jika bajingan tua itu berhasil digencet mati itulah paling bagus,
cuma aku takut .. takut Ti Kiauw tauw pun ikut menemani dirinya.”
“Semoga saja merekajangan sampai begitu ... “ Sela Liuw Khiet
dengan ce pat.
Selesai berkata dengan amat cepatnya dia berlari ke depan,
mendadak dengan wayah terperanyat dan muka pucat dia
menghentikan langkahnya.
“Kenapa??” tanya Wi Lian In dengan cepat sewaktu dilihatnya dia
orang ketakutan.
“Coba kajian libat” serunya sambil menuding ke depan.
Wi Lian In serta Suma San Ho dengan cepat mengalihkan
pandangan matanya, mengikuti arah yang dituding oleh Liuw Khiet
itu. tampaklah kurang lebih tiga kaki dari mereka berdiri jalan
rahasia tersebut sudah terhalang oleh dua buah pintu batu yang
amat rapat sekali, Wi Lian menjadi bingung, tanyanya.
“Kau tidak bisa membuka pintu batu yang besar itu?“
“Itu bukan pintu batu” seru Liuw Khiet dengan cepat sembari
menarik napas panjang-panjang. “Itulah yang tadi hamba
maksudkan sebagai alat rahasia Siang San Sin Pek, kedua buah batu
itu merupakan batu yang digunakan untuk menggencet ke tengah.
Sedang saat ini kedua buah batu besar itu sudah merapat satu
sama lainnya hal ini sudah tentu berarti juga kalau alat rahasia itu
sudah menggencet sesuatu.”
Wayah Wi Lian In segera berubah amat hebat, serunya,
“Jadi maksudmu, mereka sudah tergencet di dalam?“
“ Kemungkinan sekali memang demikian .. “ sahut Liuw Khiet
mengangguk.
Wayah Wi Lian In segera berubah menjadi amat sedih sekali,
sambil mencekal tangan Liuw Khiet serunya dengan suara setengah
menangis.
“Apa betul-betul tidak ada jalan untuk meloIoskan diri?”
Liuw Khiet segera tertawa pahit.
“Panjang kedua buah batu ini ada lima kaki, jikalau sewaktu
mereka menyenggol alat rahasia itu dapat segera meloncat mundur
kemungkinan sekali bisa lolos . ..tetapi menurut apa yang sudah
sering terjadi mereka tidak mungkin berhasil mencapai lima kaki
jauhnya di dalam satu kali loncatan saja.”
Mendengar keterangan itu Wi Lian In menjadi amat sedih,
mendadak dia menutupi wayahnya dengan tangan lalu menangis
terseduh-seduh dergan amat sedihnya.
“Eeeeh jangan menangis,jangan menangis” seru Suma San Ho
dengan gugup, “Kita sama sekali tidak mendengar kalau mereka
sudah memperdengarkan suara yang mencurigakan, kemungkinan
sekali sebelum kedua buah batu besar itu menggencet ketengah
mereka sudah berhasil meloncat keluar dari jalan rahasia ini.”
“Kaujangan menghibur diriku,” seru Wit Lian In sambil menangis
semakin keras, “Tidak perduli siapa pun tidak mungkin berhasil
meloncat sejauh lima kaki hanya di dalam satu kali loncatan saja,
dia, . . . dia tentu sudah tergencet di tengah.“
“Dapatkah kau memisahkan kedua buah batu besar itu ?” tanya
Suma San Ho kemudian kepada Liuw Khiet.
“Dapat .... dapat “ jawab Liuw Khiet mengangguk. “ Tetapi
hamba harus berputar satu jalan yang amat panjang sekali baru
bisa sampai di dalam kamar alat rahasia tersebut, aiat untuk
membuka alat rahasia “Siang Sak Sia Peng “ ini
dalam kamar rahasia tersebut”
pun berada di
“Kalau begitu bagaimana kalau kau pergi membuka alat rahasia
ini terlebih dulu ?” ujar Suma San Ho dengan gugup.
“Baiklah, kalian harap tunggu sebentar di sini “
Selesai berkata dengan cepat dia putar badan meninggalkan
tempat itu.
Suma San Ho dengan perlahan menoleh kearah Wi Lia n In dan
hiburnya dengan kata-kata yang halus:
“Sumoay untuk sementara waktu lebih baik kaujangan bersedih
hati dulu, " Ie-heng percaya Ti Kiauw tauw tidak mungkin menemui
bencana, dari wayahnya jelas memperlihatkan kalau dia orang
bukanlah seorang yang pendek usia . .”
“Sungguh ?” tanya Wi Lian In mendadak sambil angkat kepalanya
yang sudah dibasahi oleh butiran air mata itu.
“Sungguh” jawab Suma San Ho mengangguk. “Alisnya panjang
sekali hal ini membuktikan kalau dia orang termasuk orang yang
panjang umur, dia tidak mungkin bisa mati dengan begitu
mudahnya,”
“Kau bisa meramal ?” tanya Wi Lian In tertegun.
“Benar" sahut Suma San Ho sambil tertawa paksa, “Cuma hanya
paham sedikit kulitnya saja”
Wi Lian In menundukkan kepalanya kembali sambil menangis
tersedu-sedu.
“Jika dia mati aku pun tidak ingin hidup lebih lanjut, kau tahu
tidak dia jadi orang amat baik, dia sangat baik sekali terhadap
diriku, bahkan kita . . kita , , .”
“Benar, orang budiman akan selalu di lindutgi Thian, dia tidak
akan mati” coba hibur Suma San Ho sekali lagi, tak urung nada
suaranya menunjukkan kesedihan hatinya pula.
“Tetapi aku mengetahui dengan amat jelas kepandaian silat yang
dimilikinya, tak mungkin bisa sekali loncat mencapai sejauh lima
kaki”
Jika seseorang mencapai pada saat kritis yang mengancam
jiwanya kadang kala bias muncul suatu tenaga gaib yang sesuatu
luar biasa sekali, Ie-heng percayaTi Kiauw tauw pasti lolos dari mara
bahaya ini”
Mendadak Wi Lian In meloncat ke hadapan kedua buah batu
raksasa itu lalu berteriak menghadap ke arah celah yang ada di
tengahnya:
“Ti Kiauw tauw... Ti Kiauw tauw, kau berada dimana?”
Selesai berteriak dia menempelkan telinganya kearah celah-celah
tersebut untuk pusatkan perhatiannya mendengar.
Tetapi dia segera menjadi kecewa, dia sama sekali tidak
mendengar sedikit suara pun dari Ti Then.
Suma san Ho segera maju ke depan menariknya ke belakang.
“Kemungkinan sekali dia sudah jauh meninggalkan tempat ini”
ujarnya. “Karena itu dia orang sudah tidak mendengar suara
teriakanmu itu”
“Jalan rahasia ini adalah lurus, jikalau dia masih hidup sudah
seharusnya mendengar suara teriakanku ini”
“Tadi Liuw Khiet sudah berkata kalau di dalam jalan rahasia ini
dipasang delapan belas buah alat rahasia, jikalau alat rahasia
tersebut sudah mulai bergerak belum tentu jalan rahasia ini masih
tetap lurus seperti semula”
“Itu Liuw Khiet sudah pergi amat lamanya tidak ada beritanya
lagi? Apa dia sudah melarikan diri?” gumam Wi Lian In kemudian.
“Tidak mungkin, dia memberi bantuan dulu kepada kita tidak
mungkin dia orang akan melarikan diri”
“Aku ada satu hal yang tidak paham” ujar Wi Lian In
mengemukakan keberatan hatinya. “Kenapa dia orang bias berdiri di
pihak kita?”
“Karena dia tahu kita tidak akan membinasakan dirinya”
“Sungguh sayang sekali Ti Kiauw tauw tidak berhasil melukai
bajingan tua itu dengan pukulannya tadi” seru Wi Lian In sambil
menghela napas panjang. “Jikalau pukulannya tadi berhasil
membinasakan dirinya maka sudah tentu tidak akan terjadi peristiwa
semacam ini”
“Kenapa tidak?” sambung Suma San Ho. “Tetapi hal ini tidak bias
dikatakan karena tenaga dalam Ti Kiauw tauw terkuras pada saat itu
dia melancarkan serangan dengan berbaring sudah tentu tenaga
dalamnya tidak dapat dikerahkan sepenuh tenaga, apalagi bajingan
tua itu...”
Perkataannya belum selesai mendadak terdengar suara
berderiknya batu-batuan yang amat ramai, kedua belah batu
raksasa yang merapat tadi dengan perlahan mulai bergeser kekanan
dan kekiri.
Di dalam sekejap saja batu tersebut sudah kembali menjadi
sebuah jalan rahasia.
Walau pun jalan rahasia itu amat gelap tetapi mereka berdua
hanya di dalam sekali pandang saja bisa melihat pada batu cadas
yang ada di sebelah kanan terbanting sesosok mayat manusia yang
kini sudah d buat gepeng oleh gencetan batu.
Dengan suara yang amat keras Wi Lian In menjerit ngeri
tubuhnya menjadi lemas seketika itu juga dia jatuh tidak sadarkan
diri di atas tanah.
Suma San Ho menjadi amat terperanyat, dengan gugup dia
membangunkan badannya kembali sambil berteriak dengan suara
yang amat cemas :
“Sumoay, sumoay, kau bangunlah.”
Wi Lian In sedikit pun tidak berkutik, biji matanya yang setengah
terbuka dan setengah tertutup itu berputar kearah atas, tubuhnya
amat lemas jelas sekali dia memang sudah jatuh tidak sadarkan diri.
Suma San Ho berteriak lagi beberapa kali tetapi dia tetap jatuh
tidak sadarkan dirinya, terpaksa dia meletakkan kembali tubuhnya
ke atas tanah lalu berlari memasuki jalan rahasia tersebut
keadaasnya saat ini amat bingung sekali karena dia tahu orang yang
sudah kena gencet mati itu pasti Ti Then, dia bisa mengambil
kesimpulan ini karena ada sebuah alasan yang amat kuat. Sewaktu
alat rahasia itu muIai berjalan lelaki berkerudung itu berlari dipaling
depan sehingga dia masih mem punyai harapan untuk meloloskan
diri, sebaliknya Ti Then yang melakukan pengejaran di belakang
pasti sukar untuk meloloskan diri, hal ini sudah terang jelas sekali
dan masuk diakal.
Tetapi sekali pun begitu dia masih mem punyai satu harapan, dia
mengharapkan orang yang sudah kena gencet mati itu bukanlah Ti
Then.
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar