Pendekar Patung Emas 5 [Thi Ten]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

Dengan langkah yang amat cepat dia terlari mendekati mayat itu,

terlihatlah

seluruh tulang dari mayat itu sudah kena gencet sehingga

gepeng laksana selembar kertas saja, keadaannya penuh dilumuri

dengan darah sehingga karena amat menyeramkan sekali.

Dikarenakan keadaan di dalam ruangan bawah tanah itu amat

gelap untuk beberapa saat lamanya dia tidak bisa membedakan

yang mati itu Ti Then atau si lelaki berkerudung itu, tiba-tiba dia

teringat kembali dengan lampu lentera yang tergantung di dalam

ruangan siksa, tubuhnya dengan cepat berlari balik mengambil

lampu lentera itu kemudian kembali lagi ke tempat semula.

Dengan meminyam sinar lentera itu dia melakukan pemeriksaan

dengan amat telitinya terhadap mayat tersebut sudah lama

membeku, hatinya menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia

meloncat balik, ke sampinng tubuh Wi Lian ln sembari teriaknya

keras :

“Sumoy! cepat bangun, orang yang kena gencet mati itu bukan

Ti Kiauw-tauw. “

Perkataan ini ternyata amat manjur sekali jika dibandingkan

dengan obat mujarab lainnya, seketika itu juga Wi Lian ln sadar

kembali dari pingsannya.

“Kau bilang apa ?” tanyanya dengan cemas.

“Ti Kiauw-tauw tidak mati” seru Suma San Ho dengan amat

girang-

“Sungguh? “ teriak Wi Lian ln sambil meloncat bangun.

“Sungguh.”

Dengan cepat Wi Lian ln merebut lampu lentera yang ada

ditangannya dan berlari menuju ke ruangan bawah tanah itu.

Ketika dia dapat melihat “ Lembaran “ mayat itu tak terasa lagi

hatinya menjadi bergidik, dengan ketakutan teriaknya :

“Aduh ,.. sungguh sukar sekali untuk dilihat, dia . .orang siapa ? “

“Dia bukan Ti Kiauw-tauw juga bukan bajingan tua itu”

“Bagaimana kau bisa tahu kalau dia bukan bajingan tua itu?”

teriak Wi Lian In dengan terperanyat.

“Coba kau lihat darah dari mayat itu sudah lama membeku,” ujar

Suma San Ho sambil menuding kearah mayat tersebut, jikalau yang

mati adalah Ti Kiauw-tauw atau bajingan tua itu maka orang yang

baru saja mati kena gencet darah yang mengalir keluar tidak

mungkia bisa langsung membeku,”

“Tidak salah.” Sahut Wi Lian In setelah memeriksa dengan teliti

mayat itu,”Bahkan baju yang dia pakai pun tidak mirip dengan

pakaian yang d pakai oleh Ti Kiauw tauw. tetapi siapakah orang ini?



“Aku duga dia orang tentu salah satu dari anak buah Bunn Jin

Cu, kemungkinan sekali orang ini meminyam kesempatan sewaktu

semua orang memberontak memasuki ruangan bawah rahasia ini

untuk mencari harta siapa tahu sudah kena gencet alat rahasia

hingga menemui ajalnya”

Sekali lagi Wi Lian In mengangguk dengan perlahan matanya

beralih kearah depan.

“Kalau begitu Ti Kiauw tauw setelah pergi kemana?” tanyanya.

“Sudah tentu berada di jalan rahasia sebelah depan, nanti biarlah

kita tunggu Liuw Khiet datang dulu kemudian kita baru...”

Baru saja dia berbicara sampai di situ mendadak terdengar dari

dalam ruangan bawah tanah itu berkumandang datang suara

seseorang.

“Kalian berdua harap berlega hati seluruh alat rahasia yang ada

di dalam ruangan bawah tanah ini sudah hamba tutup”

Suara dari Liuw Khiet dengan amat ringannya berkumandang

datang dari suatu tempat yang agaknya amat jauh sekali.

Suma San Ho menjadi melengak, dengan cepat dia menyuruh Wi

Lian In mengangkat tinggi lampu lentera itu, saat itulah mereka

baru menemukan di at as dinding atap ruangan tersebut terdapat

sebuah lubang yang bulat kecil, segera dia angkat kepalanya

berteriak :

“Liuw Khiet, kaukah ? “

“Benar” sahut Liuw Khiet dengan keras, “Kalian berdua sekarang

sudah berada di tengah-tengah alat rahasia Siang Sek Sia Peng ini.

apakah kalian menemukan sesuatu ?”

“Di sini sudah kena gencet seseorang, tetapi dia bukan Ti Kiauw-

tauw juga bukan orang berkerudung itu” teriak Suma San Ho

dengan keras.

“Oooh ,. kalau tidak siapa yang sudah kena gencet sehingga mati

?” seru Liuw Khiet dengan terperanyat.

“Aku tidak kenal, tetapi darah dari mayat sudah membeku,

kelihatannya dia sudah mati dua hari yang lalu.”

“Kalau begitu dia tentulah orang dari istana Thian Teh Kong . . “

“Hey Liuw Khiet. kau berada di dalam kamar alat rahasia?” teriak

Wi Lian In bertanya.

“Benar"

“Kau yang berada di dalam kamar rahasia dapatkah melihat

semua keadaan alat-alat rahasia tersebut?”

“Aku tidak bisa melihatnya secara langsung, tetapi dari

perubahan yang terjadi di sini aku bisa tahu alat rahasia mana

sudah mulai jalan . .”

“Kalau begitu” potong Wi Lian In dengan cepat. “Sebelum kau

menutup semua alat-alat rahasia yang sudah berjalan? “

ooo O ooo

“Sudah ada tiga macam alat rahasia yang bekerja, yaitu” Siang

Sek Sia Peng, Thay San Ya Ting - serta - ln Sian Wan“, alat rahasia “

Thay San Ya Ting “ itu terletak jalan rahasia depan kalian, hamba

sudah menaikkannya.”

Tidak menanti dia bicara habis Wi Lian In sudah bertanya

kembali dengan cemas

“Apakah yang dimaksud sebagai Thay San Ya Ting serta In Sian

Wang itu ?”

“Yang dimaksud sebagai Thay san Ya Ting adalah sebuah plat

besi yang beratnya dua ribu kati bergerak dari atas atap di jalan

rahasia ini menuju ke bawah dan dapat membuat orang menjadi

hancur”

“Lalu adakah orang yang kena kena ditindih mati oieh alat

rahasia Thay San Ya Ting itu ?” tanya Wi Lian In terperanyat,

“Tidak ada,, tetapi di dalam alat rahasia In Sian Wang agaknya

sudah menawan seorang, hamba tidak tahu orang yang ada di

dalam alat rahasia In Sian Wang itu Ti siauw hiap atau lelaki

berkerudung itu karenanya hamba tidak berani . , . . aduh .”

Perkataannya belum selesai diucapkan mendadak dia sudah

menjerit kaget.

Suma San Ho menjadi cemas, tanyanya dengan cepat .

“Liuw Khiet, kau kenapa ?”

“Ti, . . , tida .... tidak mengapa . .tidak mengapa .....” seru Liuw

Khiet tetapi suara jelas rada gemetar.

“Lalu kenapa kau menjerit kaget ?” tanya Suma San Ho menjadi

curiga.

“Seee . . . seekor tikus . . .. baru saja dia berlari melalui atas

kakiku . . . .”

Walau pun pada saat ini dalam hati Wi Lian In sedang merasa

kuatir atas keselamatan dari Ti Then, ketika mendengar perkataan

ini tak urung dia tertawa cekikikan juga.

“Hmm” godanya. “Kau orang adalah lelaki berbadan gede,

kenapa sama seekor tikus yang begitu kecil juga takut ? “

Liuw Khiet segera ikut tertawa, tetapi lertawanya sangat

dipaksakan.

“Sudah tentu hamba tidak takut dengan tikus, hamba kira sudah

kedatangan musuh“

“Hey alat rahasia In Sian Wang itu terletak di mana ? sebetulnya

permainan apa itu ? “ sela Suma San Ho.

“Alat tersebut terletak di depannya Thay San Ya Ting yang

merupakan sebuah jala besar yang tidak mungkin bisa diputus

dengan menggunakan senyata tajam, sekarang di dalam jala itu

agaknya sudah menangkap seseorang, kalian cepatlah pergi lihat ke

sana. “

Wi Lian In segera berlari dengan amat cepatnya menuju ke

depan.

Sumai San Ho pun mengikuti dengan cepat dari belakang,

mereka berdua setelah berlari beberapa saat lamanya mendadak

merasakan permukaan di hadapan mereka agak melesak masuk

beberapa Cun ke dalam.

Wi Lian In segera mengangkat lampu lenteranya untuk

memeriksa, tampak di atas dinding jalan rahasia itu terdapat sebuah

besi plat yang amat besar sekali, tak terasa lagi ia menghembuskan

napas dingin.

“Mungkin inilah yang disebut sebagai alat rahasia Thay San Ya

Ting itu?”

“ Tidak salah” sahut Suma San Ho mengangguk. “Jika plat baja

yang demikian besarnya terjatuh dari atas tentu seketika itu juga

membuat orang tergencet jadi hancur”

Wi Lian ln tidak mau membuang banyak waktu lagi ditempat itu,

dengan cepat dia berlari ke depan sambil serunya.

“Hayo cepat kiia melihat alat rahasia In Sian Wang itu”

Mereka berdua berlari kembali beberapa puluh kaki jauhnya,

mendadak di hadapan mereka terlihatlah sebuah jalan rahasia yang

melesak dalam sekali, disekeliling tempat liang itu tampaklah jeriji-

jeriji besi yang dengan amat rapatnya mengurung tempat tersebut.

Wi Lian In serta Suma San Ho cepat-cepat berlari mendekati

liang itu dan melongok ke bawah mendadak mereka menemukan

dalam liang terkurung sesosok bajangan hitam yang di atasnya

tertutup oleh sebuah jala, orang tersebut tidak lain adalah Ti Then.

“Ti Kiauw tauw” teriak Wi Lian ln dengan cepat.

Ti Then yang sedang meronta di dalam In Siang Wan itu ketika

melihat Wi Lian In serta Suma San Ho sudah pada datang menjadi

amat girang sekali, teriaknya :

“Lian In, Suma Heng, cepat kalian tolong aku keluar dari sini “

“Kau tidak terluka bukan ?” tanya Wi Lian In dengan hati yang

cemas.

“Tidak, tetapi jala ini sangat kuat sekali, aku tidak berhasil

menjebolnya....”

“Kau tunggulah sebentar, biar kusuruh Liuw Khiet segera

mengereknya ke atas”

Dia segera angkat kepalanya ke atas, ketika dilihatnya di atas

tempat itu tidak terdapat adanya lubang untuk berbicara dengan

nada mencoba dia segera berteriak:

“Hey Liuw Khiet, kau dengar suaraku bukan?”

Agaknya di ruangan sebelah atas terdapat juga lubang untuk

mendengarkan percakapan yang ada di bawah, terdengar suara dari

Liuw Khiet segera bergema mendatang.

“Dengar, apakah orang yang yang ada di dalam jala itu adalah Ti

Siauw hiap?”

“Benar.” seru Wi Lian In dengan amat girang, “Cepat kau

gerakan alat rahasia itu dan menggereknya ke atas”

Liuw Khiet segera menyahut dengan perlahan jala itu dikerek

naik ke atas sedang tubuh Ti Then yang terjerumus ke dalam liang

itu pun naik ke atas, dengan perlahan permukaan tanah yang

tadinya berliang dengan tanpa mengeluarkan sedikit suara pun

sudah balik kembali seperti keadaan semula.

Dengan tergesa-gesa Wi Lian In serta Suma San Ho membuka

jala itu menolong Ti Then keluar.

Ti Then yang berhasil meloloskan diri dari dalam jala In Sian

Wang dengan amat gemasnya melancarkan satu tendangan

menghajar jala itu.

“Permainan apa ini.” teriaknya gemas.

“Bukannya menangkap bajingan tua itu malahan menahan aku

orang“

“Sebenarnya sudah terjadi urusan apa?” tanya Suma San Ho

sambil tertawa.

Ti Then garuk garuk kepalanya.

“Aku mengejar bajingan tua itu dengan berturut turut melewati

dua buah alat rahasia, tidak disangka sewaktu aku mengejarnya

sampai di sini mendadak permukaan tanah yang aku inyak sudah

menurun ke bawah dan terjatuh ke dalam sebuah jala yang amat

besar, masih untung bajingan tua itu hanya memikirkan untuk

melarikan diri saja sehingga tidak melihat kalau aku sudah terjebak

di dalam alat rahasia itu, jikalau dia melihat aku terjatuh ke dalam

jala sudah tentu dia tidak akan melepaskan aku dengan demikian

mudah”

“Kalau begitu bajingan tua itu sudah berhasil meloloskan diri dari

jalan rahasia ini” timbrung Suma San Ho.

Ti Then menjadi melengak.

“Bagaimana Suma heng bisa tahu kalau dia orang telah lolos dari

jala di bawah tanah ini?” tanyanya keheranan.

“Liuw Khiet sekarang masih ada di kamar alat rahasia, dia bilang

dari ke delapan belas alat rahasia cuma ada tiga buah saja yang

sudah bergerak, dari hal ini jelas membuktikan kalau bajingan tua

itu sudah berhasil meloloskan diri dari sini “

“Nyawanya sungguh betuntung sekali “ tak tertahan lagi Ti Then

menghela napas panjang, “Pukulanku tadi ternyata sama sekali

tidak berhasil merubuhkan dirinya”

“Tadi dengan cara apa kau berhasil meloloskan diri dari Siang

Sek Sia Peng itu?" sela Wi Lian In tiba-tiba.

“Apa yang dimaksud Siang Sek Sia Peng itu?" tanya Ti Then

melengak.

“Dua buah batu raksasa yang bisa menggencet barang yang ada

ditengahnya, bagaimana kau bisa meloloskan diri dari gencetan batu

besar yang ada lima kaki panjangnya itu?”

“Oooh kiranya barang itu yang dinamakan Siang Sek Sia Peng”

seru Ti Then sambil tertawa. “Hmm, si anying Iangit rase bumi

sungguh lucu sekali, ternyala dia orang sudah menyamakan

manusian dengan kue”

“Sebenarnya kau menggunakan cara apa untuk meloloskan diri

dari sana?” desak Wi Lian In lebih lanjut.

”Gampang sekali, walau pun di dalam satu kali loncatan aku

tidak berhasil mencapai lima kaki jauhnya tetapi asalkan sebelum

kedua buah batu besar itu merapat aku bisa menutulkan kakiku ke

permukaan tanah di tengah batu lalu meloncat lagi keluar bukankah

sudah lolos?“

“Oooh , , . kiranya begitu, tadi aku betul-betul merasa sangat

kuatir sekali,” ujar Wi Lian In sambi! tertawa,

“Tadi sewaktu sumoay melihat di dalam Siang Sek Sia Peng itu

tergencet mati seorang dia sudah mengira Ti Kiauw-tauw .,„. sudah

mati, di dalam keadaan yang amat terperanyat dia sudah jatuh tidak

sadarkan diri” sambung Suma San Ho dengan cepat.

“Lalu ?” seru Ti Then kaget.

Suma San Ho segera tertawa terbahak-bahak. “Akhirnya setelah

mengetahui kalau orang

yang mati itu bukan Ti Kiauw-tauw dia segera sadar kembali.”

Wayah Wi Lian In segera terasa amat panas, dengan gemasnya

dia pelototi diri Suma San Ho.

“Sudah . . sudahlah,jangan bicarakan soal itu lagi” teriaknya

cepat dengan hati mendongkol.

“Sewaktu aku lewat di sana tadi aku pun dapat melihat di atas

dinding batu ada sesosok mayat, siapakah orang itu ?”

“Orang itu sudah mati dua hari yang lalu aku kira tentulah anak

buah dari istana Thian Teh Kong.”

“Ehmmm , . . “ dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya

memandang kearah jalan rahasia itu. “Sepertinya tadi aku dengar

suara Liuw Khiet ada di atas, apakah dia berada di sana ?”

“Benar” dia berada di dalam kamar alat rahasia, dia berbicara

dengan kita melalui sebuah corong kecil.

“Hey Liuw Khiet, kau meadengar suaraku tidak ?” teriak Ti Then

dengan keras.

“Dengar, apakah kau adalah Ti Siauwhiap ?” terdengar suara dari

Liuw Khiet berkumandang kembali dari atas ruangan.

“Benar, aku seharusnya mengucapkhn banyak terima kasih

kepadamu, bilamana bukannya kau bisa membedakan yang mana

jahat yang mana baik kita bertiga tentu akan sukar untuk

meloloskan diri dari cengkeraman bajingan tua itu.”

“Aaaah Ti Siauw-hiap tidak usah sungkan-sungkan”

“Bajingan tua itu sudah meloloskan diri dari dalam jalan rahasia

ini, kau harus berhati-hati.”

“Baik, hamba bisa.. hamba bisa berhati-hati”

Ti Then segera merasa nada suaranya sangat mencurigakan

sekali, dalam hati dia merasa keheranan, segera kepada Wi Lian In

serta Suma San Ho ujarnya dengan suara lirih:

“Sungguh aneh sekali, kenapa pada waktu berbicara kenapa

suaranya rada gemetar”

“Tadi dia dibikin terkejut oleh seekor tikus, mungkin rasa

kagetnya belum hilang” sahut Wi Lian In sambil tertawa.

“Kaget karena seekor tikus?” seru Ti Then keheranan.

“Dia yang bilang sendiri, tadi sewaktu Suma Suheng bercakap-

cakap dengan dirinya di dekat alat rahasia Siang Sak Sia Peng

mendadak dia menjerit kaget lalu Suma suheng tanya kepadanya

ada urusan apa dia jadi kaget, dia bilang baru saja ada seekor tikus

meloncat kakinya yang dia kira ada musuh datang sehingga menjadi

terperanyat, haa haaa seorang lelaki segede itu ternyata bisa dibuat

terperanyat hanya karena seekor tikus saja, sungguh lucu sekali “

Ti Then segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Tetapi tidak mungkin dia bisa terperanyat sampai seperti itu?“

Berbicara sampai di sini dia segera angkat kepalanya berteriak.

“Liuw Khiet, kau tidak mengapa bukan?”

Liuw Khiet tidak menyawab, lewat beberapa saat kemudian dia

baru menyawab.

“Tidak mengapa, tidak mengapa”

“Kami mau mengejar musuh lagi, kau lihat lebih baik kami

melalui jalan mana sehingga terasanya aman?”

Liuw Khiet tidak langsung menyawab lewat beberapa saat

kemudian baru sahutnya.

“Hamba sudah menutup semua alat rahasia yang ada di dalam

jalan rahasia ini, kalian bertiga boleh berjalan terus ke depan, tidak

selang lama segera akan menemukan kembali jalan keluar”

“Baiklah, sekarang kita baru berada di perjalanan melewati alat

rahasia In Sia Wang, di sebelah sana lagi merupakan alat rahasia

apa?"

“Alat rahasia selanjutnya bernama „Thian Ciang Kan Liem'

“Permainan macam apa itu?' tanya Ti Then tertawa.

“Sewaktu alat rahasia ini digerakkan dari atas atap dinding akan

memancar keluar air lima racun atau Ngo Tok Swe, barang siapa

yang terkena air beracun ini seketika itu juga akan menemui

ajalnya”

“Tempat itu ada seberapa jauh letaknya dari tempat kita

sekarang berada?”

“Kurang lebih dua puluh langkah, tetapi hamba sudah menutup

alat rahasia tersebut kalian bertiga boleh lewat dengan berlega

hati,”

"Baiklah sekarang kami juga akan pergi ke sana”

Selesai berkata dengan menggape kearah Wi Lian In serta Suma

San Ho dengan dia berjalan dipaling depan mereka melanjutkan

perjalanannya kembali.

Berjalan kurang lebih lima belas langkah mendadak dia

menghentikan langkahnya tidak bergerak lagi kepada Suma San Ho

yang ada di belakangnya dia berkata dengan suara yang amat lirih:

"Suma San Ho tolong pinyamkan pedangmu itu kepada siauw

te?"

Suma San Ho segera mencabut pedangnya dan diserahkan

kepadanya,

“Ti Kiauw tauw kau mau berbuat apa?” tanyanya keheranan.

Ti Then tidak menyawab, setelah menerima pedang tersebut dia

segera angkat pedang itu dan dilemparkan kearah jalan rahasia

yang ada di depannya,

“Braaak “dengan menimbulkan suara yang nyaring pedang itu

segera menggetarkan di atas tanah sehingga menimbulkan suara

yang ribut.

Seketika itu juga Suma San Ho mengerti maksud dari Ti Then,

dia segera tertawa ringan.

“Apakah Ti Kiauw tauw tidak ....percaya dengan Liuw Khiet lagi ?

“ tanyanya.

“Segala sesuatu lebih baik berhati-hati, bukan begitu?” bisik Ti

Then sambil tertawa.

“Sekarang boleh lewat bukan ? “

“Tidak,” cepat Ti Then sambil gelengkan kepalanya. “Kita coba

satu kali lagi, coba kau lemparkan sarung pedang itu ke depan.”

Suma San Ho segera mencabut keluar sarung pedangnya dengan

mengerahkan tenaga dalamnya dia menyambitkan sarung pedang

itu ke depan. Sarung pedang itu jatuh ke atas tanah dengan

menimbulkan suara yang nyaring tetapi alhasil sama saja seperti

keadaan semula dari dalam jalan rahasia itu sama sekali tidak

memperlihatkan gerak-gerik apa pun.

“Sekarang kita boleh maju ke depan” ujar Ti Then kemudian

sambil tertawa.

Mereka bertiga setelah berjalan kembali tiga puluh langkah

jauhnya dan dirasakannya sudah berlalu dari alat rahasia “Thian

Ciang Kan Liem“ terdengar Wi Lian In sudah bertanya :

“Entah selanjutnya merupakan permainan macam apa?”

“Coba aku Tanya” Ujar Ti Then sambil menghentikan langkah

kakinya.

“Hey Liuw Khiet.” teriaknya dengan keras.

“Ti Siauw hiap kau ada perintah apa lagi?” terdengar suara dari

Liuw Khiet berkumandang keluar dari atas ruangan.

“Kita sudah melalui alat rahasia Thian Ciang Kan Liem ,coba

katakanlah alat rahasia apa lagi yang ada di depan?”

“A!at rahasia itu dinamakan Ong Cong Coat Pit atau menangkap

kura-kura di dalam kendi.”

“Apa itu yang dimaksud dengan menangkap kura-kura di dalam

kendi ?“

“Sewaktu alat rahasia itu bergerak maka ada dua buah terali besi

yang akan meluncur turun ke bawah sehingga orang yang ada di

dalamnya kena kurungan”

“Hmmm aku tahu alat rahasia ini sama sekali tidak kelihatan

keistimewaannya,”

“Benar” sahut Ti Then membenarkan. “Sewaktu si anying langit

rase Bumi bermaksud hendak menangkap musuhnya dalam keadaan

hidup maka dia akan menggunakan alat rahasia ini.”

“Alat rahasia itu terletak dimana?”

“Berada kurang lebih sepuluh langkah dari tempat kalian

sekarang berada, hamba sudah menutup seluruh alat rahasia itu

kalian boleh maju terus dengan berlega hati”

“Baiklah, aku akan segera melewati tempat itu.”

Dia orang segera mengangkat

disambitkan kembali ke arah depan.

pedang

panjangnya

dan

“Traaang” sekali lagi pedang itu dengan mengeluarkan suara

yang amat nyaring terjatuh di atas tanah kurang lebih sepuluh

langkah di atas permukaan jalan rahasia itu.

“Braak . .. Braaak “ tidak lama suara pedang yang jatuh ke atas

tanah itu bergema diikuti dua buah suara yang amat keras

menggeletar memenuhi seluruh ruangan, dua buah terali besi yang

amat besar sudah terjatuh ke atas tanah satu terjatuh pada sepuluh

langkah di depan mereka sedang yang lain jatuh pada dua puluh

langkah dari mereka berdiri.

Wi Lian In yang nampak hal ini menjadi teramat gusar baru saja

dia mau membuka mulut untuk memaki Ti Then terburu-buru sudah

menutupi mulutnya.

“Jangan marah dulu. sebentar lagi kita baru memaki,” ujarnya

suara yang lirih.

Sehabis berkata tubuhnya dengan cepat meloncat ke depan terali

besi itu dan menggoyangkannya dengan amat keras, sembari

mendorong sembari teriaknya.

“Hey Liuw Khiet, kau orang sudah berbuat apa?”

“Haaa . . . ha . , haa . .”

Suara tertawa yang amat keras dan nyaring sekali bergema

datang dari ruangan di atas jalan rahasia itu.

Wi Lian In yang ikut meloncat ke tepian terali besi itu setelah

mendengar suara tertawa tersebut air mukanya segera berubah

sangat hebat, serunya dengan kaget.

“Aaah . . . dia“

“Tidak salah” sahut lelaki berkerudung itu sambil tertawa amat

keras “Memang Lohu adanya, haa . .haa . . Liuw Khiet sudah

menjual kalian kepadaku“

“Cepat” teriak Ti Then dengan suara amat keras: “Kita bersama-

sama coba mengangkat terali besi Ini“

Pada mulutnya berteriak-teriak dengan amat ribut padahal

badannya tetap berdiri tidak bergerak, agaknya dia berteriak-teriak

secara demikian bertujuan agar lelaki berkerudung yang ada di atas

ruangan itu mepgira kalau mereka bertiga sudah terkurung di dalam

terali besi itu.

Suma San Ho serta Wi Lian In segera mengetahui maksud hati

dari Ti Then mereka pun segera ikutan berteriak dengan suara

yang amat lantang.

“Mari, kita angkat terali besi ini,..”

Pada hal mereka sendiri pun tetap berdiri tidak bergerak.

Sekali lagi terdengar lelaki berkerudung itu tertawa terbahak

bahak.

“Lohu nasehatkan kepada kalian lebih baik duduk saja dengan

tenang-tenang di sana, kedua buah pintu terali itu sudah tertutup

mati, kecuali kalian mem punyai kekuatan selaksa kati hee . . . heee

. kalau tidakjangan harap kalian berhasil mengangkat terali besi ini“

“Hey keledai tua, “ maki Wi Lian In dengan gusar.”Jika kau

punya nyali ayoh turun bergebrak satu lawan satu dengan kami”

“Sudah tentu Lohu akan turun” ujar lelaki berkerudung itu sambil

tertawa.

“Ayoh kalau mau turun cepat menggelinding ke sini.“

Lelaki berkerudung itu

jawabannya, hal ini jelas

sama sekali tidak memberikan

memperlihatkan kalau dia orang

meninggalkan kamar alat rahasia itu untuk berangkat menuju ke

kamar alat rahasia menangkap kura-kura di dalam kendi ini.

“Hey keledai tua, kau dengar suaraku tidak?” teriak Wi Lian In

kembali.

“Nona Wi, dia orang sudah turun ke sana" terdengar suara Liuw

Khiet bergema mendatang.

“Kau , . Liuw Khiet “ seru Wi Lian ln tertegun. “Kau sudah

"menjual kami kepadanya“

“Tidak, hamba tidak akan berani menjual kalian kepadanya “

jawab Liuw Khiet ketakutan. “Peristiwa ini terjadi di luar dugaan

hamba, tadi secara mendadak dia menerjang masuk ke dalam

kamar alat rahasia ini lalu menangkap hamba dan hamba memaksa

untuk mendengarkaa perintahnya, kalau tidak . , “

“Cepat bilang, dia akan muncul sebelah mana? “ potong Ti Then

dengan cepat.

“Dia berjalan masuk dari jalan rahasia di depan kalian, kurang

lebih sekarang sudah ada ditengah jalan “

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu tambahnya.

"Sungguh maaf sekail saat ini jalan darah hamba sudah tertotok

aku orang tidak bisa menggerakan alat rahasia itu untuk menolong

kalian keluar dari jebakan tersebut”

“Terus terang saja aku beritahukan kepadamu” ujar Ti Then

dengan cepat, “Kami sama sekali tidak terkurung di dalam

kerangkeng besi itu.”

Mendengar perkataan itu Liuw Khiet menjadi teramat girang.

“Sungguh? tanyanya kaget. “Kalian berada dimana?”

“Kami ada di dekat alat rahasia Thian Ciang Kan Liem ini.”

“Bagus sekali” seru Liuw Khiet dengan cemas. “Kalian cepat

mundur kembali keluar pintu ruangan siksa lalu memutar dengan

mengambil jalan rahasia yang berbelok kesebeiab kanan dan

berjalan sampai di ujung, pada dinding ujung jalan itu bakal ada

sebuah batu yang bisa terlepas kalian cepat mendorong batu itu ke

dalam maka segera kalian akan menemukan dua buah tombol alat

rahasiayang berwarna putih serta hitam, kalian tekanlah tombol

hitam terlebih dulu maka akan ada sebuah papan meluncur turun ke

bawah kalian cepat-cepat berdiri di atas papan tersebut lalu tombol

berwarna putih, maka papan itu dengan ce pat akan membawa

kalian keluar dari ruangan Khie le Tong - . . cepat,”

Ti Then dengan cepat mengingat kata-kata tersebut lalu

menggape ke arah Suma San Ho serta Wi Lian In untuk berlari

dengan cepat-cepatnya melalui jalan rahasia semula.

Di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah tiba di depan pintu

ruangan siksa itu lalu berputar ke kanan dan berlari lagi beberapa

kaki hingga mencapai pada ujung jalan.

Dengan diterangi Iampu lentera yang dibawa oleh Wi Lian In Ti

Then segera memeriksa di sekitar tempat itu,

Ternyata sedikit pun tidak salah mereka segera menemukan

sebuah batu yang sudah kendor, dengan cepat batu itu didorong.

“Kraaak . “ dengan secara otomatis batu itu menyusup ke dalam

dinding sehingga muncullah dua buah tombol yang berwarna putih

serta hitam.

Dia agak ragu-ragu sebentar lalu ujarnya:

“Tadi Liuw Khiet mengatakan suruh menekan tombol yang hitam

dulu bukan ?”

“Tidak salah, menekan yang hitami dulu”

Ti Then segera menekan tombol itu, terdengar sedikit suara yang

amat perlahan sebuah papan seluas tiga depa dengan perlahan-

lahan meluncur turun ke bawah.

Serentetan sinar terang menyorot masuk ke dalam ruangan

bawah tanah, sudah tentu sinar itu berasal dari ruangan Khie le

Tong dekat dengan istana Thian Teh Kong itu.

Ketika papan yang sedang meluncur turun ke atas permukaan

tanah itu mencapai kurang lebih dua kaki dari pintu keluar Ti Then

segera menggape ke arah Suma San Ho serta Wi Lian In, ujarnya.

“Mari kita meloncat keluar “

Wi Lian In menyahut, tubuhnya dengan cepat melayang ke atas

lalu meloncat keluar dari pintu ruangan itu dan hinggap di tengah

sebuah ruangan yang amat besar dari ruangan Khie Ie Tong.

Suma San Ho pun dengan cepat ikut meloncat keluar. Ti Then

segera menekan tombol putih itu untuk menggerakkan papan itu

naik kembali ke atas sedang dirinya pun ikut meloncat keluar.

Kecepatan meluncur dari papan itu jauh lebih cepat naik ke atas

dari pada turun ke bawah, tidak selang lama Ti Then berhasil keluar

dari mulut ruangan tersebut papan itu sudah menutupi permukaan

tanah, dan tertutup mati.

Waktu itu adalah tengah malam dari hari ketiga, mereka bertiga

dengan hati penuh kegirangan memperhatikan keadaan di sekeliling

tempat itu lalu memperlihatkan senyuman yang amat gembira.

“Mungkin saat ini keledai tua itu sudah menemukan kalau kita

orang sudah tidak berada di dalam terali besi itu” ujar Wi Lian In

sambil tertawa,

“Aduh . . . celaka.” Mendadak teriak Ti Then dengan kaget, “Aku

sudah lupa menanyakan kepada Liuw Khiet dimana letaknya kamar

alat rahasia itu jikalau bajingan tua itu menemukan kalau kita

berada di dalam jebakan tersebut sudah tentu dia bisa benci

terhadap Liuw Khiet dan membinasakan dirinya.”

“Tidak salah,” sahut Suma San Ho dengan serius. “Hati orang

tidak jelek, kita harus berusaha untuk menolong dirinya.”

“Tetapi di dalam istana Thian Teh Kong ini terdapat begitu

banyak kamar-kamar, untuk sesaat lamanya aku kira sukar bagi kita

untuk menemukan kamar alat rahasia itu, lebih baik aku turun lagi”

Baru saja berbicara sampai di sini mendadak dia melihat ke

depan pintu ruangan Khie le Tong itu tampak sesosok bajangan

manusia berkelebat dengan amat cepatnya dengan segera

tangannya menyambar sebuah pot bunga dan disambitkan ke

arahnya dengan amat keras.

Suma San Ho serta Wi Lian In melihat adanya musuh yang

muncul di sana segera lintangkan telapak tangannya di depan dada

siap menghadapi sesuatu.

Tetapi, pada saat Ti Then menyambitkan pot bunga itulah dia

bisa melihat dengan jelas wayah dari orang tersebut, tak terasa lagi

dia sudah menjerit kaget.

Kiranya orang yang baru saja datang itu bukannya lelaki

berkerudung melainkan itu Pek Kiam Pocu dari benteng seratus

pedang, Wi Ci To adanya.

Ti Then takut pot kembang yang disambit olehnya mengenai

tubuhnya, segera dengan hati cemas serunya

“Cepat menghindarkan.”

Dengan sama sekali tidak gugup Wi Ci To memukul jatuh pot

bunga itu lalu berjalan memasuki ruangan Khie Ie Tong.

“Kalian pun sudah datang semua ?”tanyanya.

Tetapi di dalam satu kali pandangan itulah dia bisa melihat baik

Ti Then mau pun Suma San Ho pada setengah telanyang bahkan

melihat pula pada tubuh Ti Then sudah dipenuhi bekas cambukan

yang penuh dinodai oleh darah yang sudah membeku, air mukanya

segera terlintas suatu rasa yang amat kaget sekali.

“Eeeeh ..kalian kenapa?” tanyanya terperanyat.

Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah datang dengan cepat

berlari menyambut, teriaknya sambil tertawa.

“Tia, kau pun sudah datang”

Dengan cepat Wi Ci To menarik tangan putrinya

memperhatikan seluruh tubuhnya dengan amat teliti.

dan

“Lian In” ujarnya dengan terkejut, “Agaknya kau pernah dipukuli

dengan menggunakan cambuk?“

“Ehmmm . . . tadi aku dipukuli oleh Bun Jin Cu, kami secara tidak

sengaja sudah kena alat rahasianya dan di tawan di ruangan

siksanya”

“Mana Bun Jin Cu itu bangsat perempuan?” Serunya dengan

wajah amat gusar sekali, sedangkan matanya menyapu sekejap ke

sekeliling tempat itu.

“Dia sudah mati “

“Aaaah?” dengan perlahan sinar matanya dialihkan kearah Ti

Then lalu tanyanya:

“Apakah dia orang dibunuh oleh Ti-Kiauw tauw?”

“Bukan” sahut Ti Then sambiI memberi hormat. “Urusan ini sulit

untuk diceritakan secepatnya, biarlah setelah urusan ini beres

semua boanpwe baru laporkan urusan ini dengan lebih teliti lagi,

sekarang boanpwe harus menolong nyawa seseorang yang berada

di dalam keadaan yang sangat berbahaya . “

“Nyawa siapa orang yang sedang berada dalam keadaan bahaya?

“ tanya Wi Ci To dengan pandangan tajam.

“Seorang anak buah dari istana Thian Teh Kong yang bernama

Liuw Khiet, dia sudah menolong boanpwe bertiga meloloskan diri

dari cengkeraman seorang lelaki berkerudung yang tidak jelas asal

usulnya, sedangkan dia orang sekarang sudah tertotok jalan

darahnya oleh orang itu dan rubuh di dalam kamar alat rahasia.”

“Kemungkinan sekali lelaki berkerudung itu hendak pergi

membinasakan dirinya karena dia sudah menolong kita, cuma saja

boanpwe tidak tahu kamar alat rahasia itu terletak di bagian mana

dari istana ini, Pocu agaknya jauh lebih memahami hal-hal tentang

alat rahasia, dapatkah kau orang tua membawa kami menuju ke

kamar alat rahasia itu?”

Walau pun Wi Ci To cuma mendengar sedikit penjelasan saja

tetapi melihat sikap Ti Then yang amat serius segera mengetahui

kalau urusan ini tidak bisa ditunda lagi, dengan cepat dia putar

badannya menuju keluar.

“Kalian cepat ikut Lohu.”

Dengan memimpin diri Ti Then, Suma San Ho serta Wi Lian In

dia berjalan keluar dari ruangan Khi Ie Tong itu dan memasuki

sebuah ruangan dalam yang amat lebar dan indah sekali.

“Kamar alat rahasia itu berada di bawah ruangan ini” ujarnya

kemudian sambil menghentikan langkahnya.

“Tia, bagaimana kau orang bisa tahu?” tanya Wi Lian in dengan

amat girang.

“Kemarin sewaktu aku orang berjalan kemari di tengah jalan

sudah bertemu dengan seorang jagoan berkepandaian tinggi dari

istana Thian The Kong, dia beritahu kepada Lohu kalau istana Thian

Teh Kong sudah mengalami penghinaan bahkan memberitahukan

kepadaku juga kalau Bun Jin Cu sudah berada di dalam istana

bersiap-siap menggunakan alat rahasia untuk menghadapi diriku, di

samping itu dia pun menjelaskan letak keadaan dari berbagai alat

rahasia yang dipasang di dalam istana Thian Teh Kong ini dan

menjelaskan pula letak dari kamar alat rahasianya”

“Bagaimana orang itu mau membocorkan banyak urusan kepada

Tia?” tanya Wi Lian In keheranan,

Wi Ci To segera tertawa dingin.

“Semula aku orang juga merasa bingung dengan kejadian ini,

akhirnya setelah aku orang pikir masak-masak baru aku ketahui

kemungkinan sekali dia orang sudah merampok barang-barang

berharga dari istana Thian Teh Kong dalam jumlah yang amat

banyak, dikarenakan takut Bun Jin Cu datang mencari balas

kepadanya sengaja dia hendak menggunakan tangan Lohu untuk

membinasakan dirinya”

“Bagaimana kalau sekarang Wi Pocu terangkan dahulu jalan

masuk ke dalam kamar alat rahasia itu?” sela Ti Then dengan hati

cemas.

“Di dalam sebuah kamar kosong di dalam ruangan ini, kalian

masuklah untuk melihat-lihat” ujar Wi Ci To sambil menuding kearah

belakang ruangan itu.

Sambil berkata dia berjalan memasuki pintu ditengah ruangan

tersebut.

Ternyata sedikit pun tidak salah, di belakang ruangan itu

terdapat sebuah kamar kosong yang amat besar sekali, saat ini

pintu itu tertutup rapat.

Wi Ci To segera mendorongnya dan berjalan masuk menuju

kesebuah dinding di samping ruangan.

Dengan amat teliti sekali dia orang memperhatikan goretan-

goretan yang ada di sana lalu dengan mengarah satu tujuan telapak

tangannya melancarkan satu pukulan ke depan,

Batu pada dinding itu dengan cepat terpukul masuk sedalam tiga

cun tetapi sebentar kemudian sudah mental kembali seperti sedia

mula.

Dan pada saat itulah mendadak dinding tembok itu merekah

menjadi dua bagian yang setengah bagian bergeser ke sebelah kiri

dan yang lainnya bergeser ke sebelah kanan dan muncullah sebuah

ruangan rahasia.

Ditengah ruangan rahasia itu terdapat rentetan anak tanggayang

terus memantang ke dalam, suasananya amat gelap sekall sehingga

sulit untuk melihat lebih teliti seberapa dalam ruangan bawah tanah

itu.

“San Ho,” terdengar Wi Ci To berseru “Ditengah ruangan tadi ada

sebuah lampu lentera coba kau ambil dan bawa kemari”

Suma San Ho segera menyahut dan mengundurkan diri tidak

lama kemudian dengan membawa sebuah lentera dia berjalan

kembali ke dalam kamar itu.

Wi Ci To segera menerima lampu itu dan berjalan masuk kedakm

ruang rahasia tersebut, tanyanya.

“Kalian tadi bilang lelaki berkerudung itu masih ada di dalam

kamnr rahasia ?”

“Semula ada di jalan rahasia tetapi saat ini kemungkinan sekali

sudah kembali ke dalam kamar rahasia itu” sahut Ti Then sembari

berjalan mengikuti dari belakangnya.

Suma San Ho serta Wi Lian In pun dengan cepat mengikuti dari

belakang Ti Then setindak demi setindak berjalan menuruni anak

tangga tersebut.

”Apakah dia bukan orang dari istana Thian Teh Kong?” tanya Wi

Ci To lagi.

“Bukan, dia merupakan orang dari aliran lain.”

“Bagaimana dengan kepandaian silatnya?”

“Tidak jeiek, pendekar pedang merah dari benteng kita tak

seorang pun yang bisa melawan dirinya.”

“Kenapa dia dataog kemari mencari gara-gara dengan kalian?”

“Omong yang gampang saja, dia pingin penawan diri Lian In

serta hamba untuk dijadikan barang tanggungan untuk memaksa

Pocu . . . “

Saat itu Wi Ci To sudah mulai menuruni tangga yang bawah

ketika mendengar perkataan tersebut seketika itu juga dia

menghentikan langkahnya.

“Dia mau memaksa Lohu?“ tanyanya dengan sinar mata yang

berkelebat tajam.

“Dia orang tidak memberikan penjelasan yang seterang-

terangnya” sahut Ti Then tertawa, tetapi bilamana kita nanti

berhassil menawan dirinya sudah tentu akan menjadi jelas apa yang

sebenarnya dicari”

Wi Ci To termenung berpikir sebentar lalu tidak berbicara lagi,

dengan langkah lebar dia berjalan memasuki ruangan bawah tanah

tersebut.

Setelah menuruni tengah-tengah sampailah mereka disebuah

jalan rahasiayang amat lebar, tua muda empat orang segera

melanjutkan perjalanannya kembali dan tiba di depan sebuah pintu

besi.

Pintu besi itu cuma dirapatkan saja.

“Inilah yang dinamakan sebagai kamar alat rahasia” ujar Wi Ci To

kemudian sambil menuding ke arah pintu besi itu.

Selesai berkata dengan tendangan

serangan kearah pintu besi itu.

kilat

dia

melancarkan

Tangan kirinya dia membawa lampu sedang tangan kanannya

disilangkan di depan dada lalu dengan sangat berhati-hati sekali

berjalan masuk ke dalam,

Dangan mengikuti geseran lampu terlihatlah sebuah kamar alat

rahasia yang dipenuhi roda-roda bergerigi serta rantai yang malang

melintang tidak karuan muncul di hadapan mereka berempat.

Dikarenakan banyaknya alat yang ada di dalam kamar itu untuk

beberapa saat lamanya mereka tidak bisa melihat apakah di dalam

kamar itu ada orang atau tidak, Wi Ci To segera berkata kepada diri

Ti Then bertiga:

“Kalian bertiga berjaga-jagalah di pintu keluar ini biar lohu

seorang diri mencari-cari ke dalam”

“Tia, kau harus sedikit hati-hati” ujar Wi Lian ln kemudian

memberi peringatan.

Wi Ci To segera menyahut dan dengan langkah yang sangat hati-

hati dia berjalan memasuki ruangan itu,

Lampu lenteranya diangkat tinggi-tinggi sehingga bisa menerangi

ruangan jauh lebih luas lagi, dengan berjalan melewati berbagai

macam alat rahasia dia melakukan pemeriksaan terus akhirnya

sampailah di sebuah roda bergigi yang amat besar dan berhenti

bergerak.

“Iih . . di sini berbaring seseorang"

“Hamba . . hamba Liuw Khiet, kau ..” terdengar suara dari

seseorang bergema datang.

Ketika Ti Then mendengar suara itu segera berseru. “Pocu, dialah

Liuw Khiet, dia orang tidak terluka bukan?“

“Tidak, cuma jalan darahnya ter totok”

Liuw Khiet yang mendengar suara dari Ti Then segera berteriak.

“Ti Siauw-hiap cepat kemari tolong”

Sinar mata dari Wi Ci To menyapu sekejap ke sekeliling tempat

itu lalu baru bungkukkan badannya membebaskan jalan darah dari

Liuw Khiet.

“Dimana telaki berkerudung itu?” tanyanya.

“Sudah lari.”

“Lari kearah mana ?“ tanya Wi Ci To lagi sambil mengerutkan

alisnya rapat-rapat.

Dengan berusaha keras akhirnya Liuw Khiet berhasil berdiri juga,

ujarnya kemudian sambil menuding kearah sebuah pintu di tengah

ruang alat rahasia tersebut.

“Agaknya setelah dia orang tahu kau datang kemari segera

berlari masuk ke dalam kamar alat rahasia ini dan membuka alat

rahasia”Menangkap kura-kura di dalam kendi, setelah itu dengan

terburu-buru melarikar diri ke arah jalan keluar yang ada di dekat

ruangan Khie Ie Tong”

Ti Then,yang mendengar perkataan tersebut dengan cepatnya

dia berlari menu ju keluar ruangan depan dan berlari ke arah

ruangan Khie Ie Tong.

Jarak antara ruangan Khie Ie Tong sampai ruangan dalam itu ada

dua puluh kaki jauhnya karena itu hanya di dalam beberapa kali

loncatan saja dia sudah berada di dalam ruangan Khie Ie Tong,

dengan cepat dia berlari ke samping meja panjang itu.

Terlihatlah papan bergerak sudah menurun ke bawah, jika dilihat

dari keadaannya kemungkinan sekali lelaki berkerudung itu sudah

melarikan diri keluar dari ruangan Khie Ie Tong ini kemungkinan

juga dia baru akan meloncat keluar dari jalan rahasia itu.

Ti Then dengan cepat melongok ke dalam tetapi tidak terlihat

adanya bajangan dari lelaki berkerudung itu hatinya diam-diam

berpikir.

“Aku kira dia sudah melarikan diri dari sini, biar aku periksa sekali

lagi”

Begitu pikiran itu berkelebat di dalam benaknya dengan cepat dia

orang meloncat masuk ke dalam.

Dia percaya kepandaian silatnya masih bisa menangkan pihak

lawannya karena itu hatinya sama sekali tidak merasa takut, setelah

meloncat masuk ke jalan bawah tanah dengan langkah lebar dia

berjalan maju ke depan.

Setelah berjalan puluhan langkah banyaknya sampailah dia di

depan sebuah jalan rahasia yang bercabang, belok sebelah kanan

adalah ruangan siksa sedang belok sebelah kiri adalah jalan rahasia

yang dipenuhi dengan alat-alat rahasia.

Dia menengok ke arah kedua belah samping tetapi tidak tampak

bajangan dari lelaki berkerudung itu juga, segera tubuhnya dengan

cepat berkelebat menuju ke kamar siksa untuk memeriksanya

terlebih dahulu.

Langkah kakinya amat ringan sekali, dengan perlahan-lahan dia

berjalan mendekati pintu ruangan siksa itu lalu dengan cepatnya

menerjang masuk ke dalam ruangan sedangkan sinar matanya

menyapu ke sekeliling tempat itu.

Tetapi dengan amat cepatnya dia sudah menemukan kalau

ruangan siksa itu kosong melompong tak tampak sesosok manusia

pun, tubuhnya dengan cepat mendekati dinding menyambut keluar

sebilah golok dan menerjang keluar kembali menuju ke jalan rahasia

yang terpasang alat-alat rahasia itu.

Setelah melewati alat rahasia Siang Sek Sia Peng, Thay san Ya

Ting, In Siang Wang serta ‘menangkap kura-kura di dalam kendi’

empat buah alat rahasia terlihatlah kedua buah terali besi yang

tadinya menutupi jalan rahasia kini sudah diangkat kembali, segera

teriaknya dengan keras:

“Hey Liuw Khiet, Liuw Khiet, kalian masih ada di dalam kamar

alat rahasia ?”

“Masih,” sahut Liuw Khiet dari atas ruangan. “Apakah Ti siauw

hiap sudah menemukan sesuatu ?”

“Tidak, sekarang aku berdiri di dekat alat rahasia ‘Menangkap

kura-kura di dalam kendi’ itu mau mencoba periksa ke tempat a!at-

alat rahasia yang lain apakah semua alat sudah ditutup?”

“Biarlah aku periksa sebentar. .”

Sebentar kemudian dia baru menyawab:

“Sudah ditutup semua, Ti siauw hiap silahkan lewat dengan hati

lega.”

Dengan langkah yang cepat Ti Then segera berlari ke depan,

terlihatlah jalan rahasia itu ada yang lebar ada yang sempit bahkan

diantaranya terdapat pula beberapa ruangan yang mewah dan

sebuah gua yang amat besar, setelah lewat gua itu dia melewati

beberapa jalan tikungan yang membingungkan dan akhirnya

sampailah di depan sebuah pintu dan muncul kembali di dalam

kamar alat rahasia itu.

Wi Ci To masih memeriksa seluruh ruangan kamar alat rahasia itu

dengan amat teliti ketika dilihatnya Ti Then muncul kembali ke

dalam kamar itu dia agaknya dibuat tertegun.

“Bagaimana?” tanyaya.

“Pocu tidak usah mencari kembali, dia sudah melarikan diri dari

sini”

“Dia melarkan diri dengan mengambil jalan melalui pintu ruangan

Khie Ie Tong itu?” timbrung Liuw Khiet dengan cepat.

“Benar,” sahut Ti Then mengangguk, “Sewaktu aku sampai di

depan ruangan Khie IeTong di pintu keluar sudah terbuka, aku kira

dia teatunya sudah melarikan diri dari sini”

Wi Lian In yang sedang berjaga di pintu depan segera

mendepakkan kakinya ke atas tanah saking gemasnya.

“Aku kira dia belum lari jauh, mari cepat kita kejar“

Sehabis berkata dia mau putar badan untuk mengejar.

“Lian In kembali, jangan kejar lagi!” bentak Wi Ci To dengan

cepat.

Mendengar suara bentakan dari ayahnya Wi Lian In segera

menghentikan langkahnya:

“Kenapa tidak dikejar?” tanyanya sambil putar badan, “Keledai

tua itu jauh Iebih jahat dari Bun Jin Cu, seharusnya kita pergi

menawan dia orang untuk tanyai lebih jelas lagi“

“Sewaktu Ti Kiauw-tauw mengejar ke ruangan Khie Ie Tong dia

sudah melarikan diri” sahut Wi Ci To menerangkan, “Saat ini

kemungkinan sekali dia sudah berada jauh beberapa li dari sini,

apalagii kita pun tidak tahu dia melarikan diri dengan mengambil

arah yag mana, lebih baik tidak usah dikejar lagi”

“Hmmm, berka!i-kali dia membokong Ti Kiauw tauw serta

putrimu, bagaimana kita bisa melepaskan dirinya begitu saja ? “Seru

Wi Lian In dengan gemas.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 24 : Lelaki berkerudung lolos.

“Jangan cemas” ujar Wi Ci To dengan perlahan. "Lebih baik kita

keluar dari tempat ini terlebih dahulu lalu kalian ceritakan kejadian

yang sudah kalian alami kepadaku, kemungkinan sekali aku bisa

menebak siapakah orang itu”

Demikianlah mereka berlima segera berjalan keluar dari kamar

alat rahasia itu dan menuju keruangan luar, setelah mengadakan

pemeriksaan kembali dengan teliti dan memastikan kalau lelaki

berkerudung itu benar-benar sudah merat dari istana Thian Teh

Kong mereka baru berkumpul dan duduk-duduk di dalam ruangan

Khie Ie Tong.

“Eeei di mana baju Ti Kiauw tauw serta San Ho ?” tanya Wi Ci To

kemudian.

“Masih ada di dalam ruangan siksa” sahut Ti Then cepat.

“San Ho” seru Wi Ci To memberi perintah. “Coba kau turun ke

bawah dan ambil pakaian kalian kemari lalu kita harus cepat-cepat

atur langkah kita selanjutnya.

Suma San Ho segera menyahut dan meninggalkan tempat itu

untuk balik kembali ke daIam jalan rahasia.

“Tia “ ujar Wi Lian In kemudian. “Janyi pertempuran kita adalah

besok pagi, bagaimana tia ini hari sudah sampai ?”

“Aku dengar orang bilang katanya di dalam istana Thian Teh

Kong sudah terjadi pemberontakan karena itu sengaja aku lebih

pagi datang kemari, , . - eeehm tadi kalian bilang Bun Jin Cu sudah

mati, sebenarnya dia mati ditangan siapa?”

“Dia sudah bunuh diri,” sahut Ti Then.

“Kenapa dia harus bunuh diri ?” tanya Wi Ci To keheranan.

“Saking kehekinya karena pengkhianatan dari si menteri pintu

yang mengingini harta kekayaannya, ternyata dia orang telah

mengambil kesempatan sewaktu dia orang tidak siap sudah

menotok jalan darah dirinya dan paksa dia untuk mengakui tempat

penyimpanan harta kekayaannya, setelah dia orang memberitahu

tempat penyimpanan harta kekayaan itu si menteri pintu segera

menawan dia untuk mengikuti dirinya masuk ke dalam, akhirnya

sudah kena senggol alat rahasia sehingga mereka berdua sama-

sama terbinasa di tengah hujan anak panah ...”

oooOOooo

Baru saja dia membicarakan sampai di situ tampaklah Suma San

Ho dengan membawa pakaiannya sudah meloncat keluar dari dalam

ruangan rahasia.

Ti Then segera menerima pakaiannya dan mengenakannya lalu

sekali lagi menceritakan kisahnya sejak meninggalkan benteng Pek

Kiam Po. sewaktu dia menceritakan sudah bertemu dengan Hong

Mong Ling di atas gunung Kim Teng san di mana dia orang sudah

terbinasa kena sambitan batu, air muka Wi Ci To berubah sangat

hebat, timbrungnya:

“Siapa yang sudah turun tangan terhadap dirinya?

“Boanpwe tidak melihatnya, tetapi. .”

“Apa mungkin sikakek pemalas Kay Kong Beng yang turun

tangan?” potong Wi Ci To kembali.

“Tidak mungkin!” sambung Wi Lian In dengan cepat. “Sewaktu Ti

Kiauw tauw mengejar turun gunung putrimu menyusul ke bawah

bersama-sama dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng, sebelum

dia dan diriku menemukan mayatnya Hong Mong LIng dia orang

belum pernah meninggalkan diriku barang selangkah pun”

“ Kalau begitu menurut kalian siapa yang sudah menyambit mati

diri Hong Mong Ling?” tanya Wi Ci To.

“Menurut boanpwe pastilah lelaki berkerudung yang baru saja

melarikan diri dari istana Thian Teh Kong itu"

“Apa alasanmu?” seru Wi Ci To sambil memandang tajam

wajahnya.

“Menurut pengakuan Hong Mong Ling dikarenakan Hu pocu

sudah menerima jual beli dengan orang lain maka dia sengaja

perintahkan Hong Mong Ling untuk mencuIik pergi nona Wi, waktu

Hong Mong Ling mau menyebutkan nama orang yang melakukan

jual beli itu ternyata dia sudah dihajar mati oleh sambitan batu itu,

dari hal ini saja sudah jelas menunjukkan kalau orang yang turun

tangan membinasakan dirinya adalah orang yang mengadakan juai

beli Hu pocu itu sebetulnya Ielaki berkerudung itu terus menerus

menyusun siasat untuk menawan nona Wi serta boanpwe juga

bertujuan untuk mengadakan jual beli dari soal inilah boanpwe

berani memastikan kalau orang yang melakukan pembunuhan

terhadap Hong Mong Ling pastilah lelaki berkerudung hitam itu”

Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren.

“Apakah dia orang terus menerus berusaha menawan kalian

berdua?"

“Benar” sabut Ti Then mengangguk, “Setelah baanpwe serta

nona Wi meninggalkan gunung Kim Teng San selama dalam

perjalanan kami terus menerus, berpikir siapa lagi yang bisa

membayat uang tebusan sebesaf sepuluh laksa tahil perak di dalam

Bu lim pada saat ini?

Akhirnya kami teringat pada seseorang, dialah itu pembesar kota

atau Sian Thay ya Cuo It San,”

Begitu Wi Ci To mendengar disebutnya nama Sian Thay ya Cuo It

Sian air mukanya segera berubah sangat hebat, seketika itu juga dia

bungkam dalam seribu bahasa. Terdengar Ti Then melanjutkan

kembali pembicaraannya:

“Boanpwse sudah lama mendengar sifat yang lurus dan berbudi

dari itu Sian Thay ya Cuo It Sian dan menganggapnya tidak

mungkin orang semacam ini melakukan kejahatan, tetapi teringat

kembali persahabatannya yang amat rapat sekali dengan Hu Pocu

kecuali dia, orang lain sekali pun mem punyai uang tebusan yang

lebih banyak pun belum tentu Hu Pocu mau menerimanya, karena

itu kami segera mengambil keputusan untuk pergi ke kota Tiong Jin

Hu mencari Cuo It Sian guna membicarakan persoalan ini .

Segera dia pun menceritakan kisahnya ketika bertemu dengan

Cuo It Sian lalu dimana didaiam kuii Sam Cing Kong termakan obat

pemabok dan ditawan di bawah ruang sebuah rumah petani di

dusun Thay Hung Cung beserta bagaimana kemudian berhasil

meloloskan diri dari kurungan mereka.

Semakin mendengarkan kisah ini air muka Wi Ci To berubah

semakin hebat, dari matanya memancarkan sinar yang amat tajam

sekali, ujarnya dengan suara yang berat.

“Perkam pungan petani itu apakah merupakan lumbung padi dari

Cuo It Sian? “

“Tidak salah” sahut Ti Then sambil mengangguk.

“Salah satu di antara ketiga orang berkerudung itu sebelum

meninggalkan tempat itu apakah sungguh-sungguh mengaku anak

buah dari Cuo It Sian?” tanya Wi Ci To kembali.

“Benar, dia orang berkata begitu.”

Wi Ci To segera mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Jika cuma berdasarkan hal itu saja kita belum bisa memastikan

kalau orang berkerudung tadi adalah Cuo It Sian bahkan

menyawabnya dengan tenang saja kemungkinan sekali mereka

memang mem punyai rencana untuk mencelakai diri Cuo It Sian,

tetapi kemungkinan juga orang yang melakukan jual beli itu adalah

Cu It Sian sendiri, sedangkan orang itu sengaja mengaku terus

terang kemungkinan sekali bermaksud agar di dalam hati kita timbul

perasaan ke balikannya terhadap mereka dan menganggap Cuo it

Sian pastilah bukan pemimpin mereka.”

Wi Ci To termenung berpikir sebentar, akhirnya dia baru

menyawab.

“Jadi menurut pendapat Ti Kiauw tauw lelaki berkerudung tadi

pastilah Cuo It Sian?”

“Benar atau bukan boanpwe tidak berani memastikannya.”

Tiba-tiba dengan sedikit

dengan suara tegas.

pun tidak ragu-ragu ujar Wi Ci To

“Tetapi Lohu dapat memberitahukan kepada kalian, lelaki

berkerudung itu bukanlah Cuo It Sian. “

“Lalu siapakah dia ?”

“Lohu sendiri pun tidak tahu“ sahut Wi Ci To sambil gelengkan

kepalanya.

“Tia, dengan berdasarkan apa kau orang tua berani memastikan

kalau lelaki berkerudung itu bukanlah Cuo it Sian ?” timbrung Wi

Lian In.

“Alasannya ada dua, pertama: Cuo lt Sian adalah seorang

pendekar tua yang sifat mau pun tindak tanduknya amat jujur dan

berbudi. Lohu sangat memahami dirinya, orang semacam dia tidak

mungkin bisa melakukan pekerjaan seperti ini. Kedua, Jika Cuo It

Sian mau melaksanakan niatnya ini dia tidak akan berani

menggunakan lumbung padinya sendiri untuk berbuat sesuatu.“

“Betui.” Seru Ti Then. “Tetapi boanpwe masih ada satu persoalan

yang masih merasa tidak paham, yaitu gudang di bawah tanah yang

digunakan untuk mengurung kami ... “

“Orang yang mem punyai gudang di bawah tanah bukan cuma

satu dua oran g saja.” Cepat sela Wi Ci To sambil tersenyum.

“Tidak salah. Kebanyakan rumah, gudang di bawah tanah itu

dipergunakan untuk menyimpan barang-barang keperluan tetapi

gudang di bawah tanah yang digunakan untuk mengurung kami

sangat berlainan sekali dengan gudang-gudang yang lain, di dalam

gudang tersebut sudah tertanam tiang besar yang malang melintang

tidak keruan dan sangat berbeda dengan tiang besi lainnya, pada

dasarnya ada empat buah cabang besi yang satu sama lainnya

saling sambung menyambung, jelas sekali tempat itu khusus

digunakan untuk menawan jago-jago berkepandaian tinggi dari Bu

lim”

Terhadap pertanyaan ini agaknya Wi Ci To tidak dapat

memberikan jawabannya, dia cuma mengerutkan alisnya rapat-

rapat sambil gelengkan kepalanya berulang kali.

“Coba bayangkan” ujar Ti Then kembali, “Bilamana lelaki

berkerudung itu bukan Cuo It Sian bagaimana di dalam gudang

orang lain sudah disediakan peralatan seperti ini?”

“Tidak salah” sambung Wi Lian ln pula.”Orang lain tidak akan

tahu kalau di bawah gudang rumah petani itu sudah dipasang

perlengkapan seperti ini”

Wi Ci To jadi termenung lama sekali dia berpikir keras akhirnya

ujarnya kembali.

“Waktu itu aku orang merasa sangat gusar sekali, sehingga

sudah salah mengira kalau setelah menaruh simpatik kepada Mong

Ling dan sama sekali tidak menyelidiki lebih lanjut”

Soal ini sudah tentu membuat orang merasa kebingungan, tetapi

lohu percaya lelaki berkerudung itu pasti bukanlah Cuo It Sian.

“Tia berani memastikan kalau lelaki berkerudung itu bukan Cuo It

Sian. sudah tentu Tia telah tahu siapakah lelaki berkerudung itu

bukan?”

“Aku betul-betul tidak tahu.” sahut Wi Ci To sambil gelengkan

kepalanya.

“Lalu sebelum Hu Pocu bunuh diri apakah dia orang tidak

memberitahukan sesuatu kepada Tia?” tak tertahan lagi desak Wi

Lian In lebih lanjut.

“ Tidak,” sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, “Dia cuma

bilang merasa malu terhadap Tia, sedangkan karena apa dia mau

bekerja sama dengan Hong Mong Ling untuk menculik dirimu dia

orang sama sekali tidak mau memberi tahu.”

“Jikalau memangnya begitu, tidak seharusnya Tia membiarkan

dia orang lalu bunuh diri”

Agaknya Wi Lian In merasa sangat tidak puas terhadap

penjelasan dari ayahnya, tiba-tiba sambil mencibirkan bibirnya

ujarnya kepada Liuw Khiet:

“Liuw Khiet, di dalam istana ini apakah masih ada makanan yang

bisa didahar?”

“ Hamba tidak begitu jelas, mungkin masih ada sedikit,” sahut

Liuw Khiet dengan sangat hormatnya.

“Kalau begitu kau pergilah cari sedikit, kalau ada bawalah kemari

perutku terasa agak lapar.

Liuw Khiet sgera menyahut dan berlalu dari sana.

Wi Lian In memandang hingga bayangan tubuh Liuw Khiet

lenyap dari ruangan Khie le Tong lalu baru menoleh kembal kearah

ayahnya.

“Tia,” ujarnya dengan perlahan. “Tujuan lelaki berkerudung itu

menculik Ti Kiauw tauw serta purtimu sebetulnya hendak memaksa

Tia untuk menyerahkan semacam barang ?”

Tidak menanti orang selesai berbicara Wi Ci To sudah gelengkan

kepalanya.

“Lohu tidak paham barang apa yang di minta oleh dia orang.”

“Dia bilang barang itu sama sekali tidak berharga. Tia, tentunya

tahu bukan barang apa yang sama sekali tidak berharga yang

disimpan di dalam loteng penyimpan kitab tetapi baginya

merupakan barang yang maha penting ?”

“Lohu banyak menyimpan kitab-kitab serta lukisan-lukisan yang

kelihatannya sama sekali tidak berharga padahal merupakan barang

yang amat penting sekali.”

“Tetapi dia bilang tidak mau kitab-kitab serta lukisan itu.”

Wi Ci To tertawa pahit.

“Kalau begitu lohu semakin tidak tahu barang apa yang

sebenarnya dimaui dirinya.”

Wi Lian ln sekali lagi mencibirkan dirinya, dengan nada yang

amat manya serunya

“Tia, kau sungguh-sungguh tidak tahu ataukah memang sengaja

tidak mau beritahu kepada kami ?”

Air muka Wi Ci To segera berubah amat keren.

“Loteng penyimpan kitab yang ada di dalam benteng Pek Kiam

Po bukankah kau orang sudah melihatnya sendiri?” serunya dengan

nada kurang senang, “Di dalam sana selain kitab serta lukisan apa

pun tidak ada lagi”

“Kalau begitu urusan ini sungguh aneh sekali, walau pun lelaki

berkerudung itu tidak mengatakan nama dari barang itu tetapi jika

didengar dari nada ucapannya jelas dia tahu kalau dia pun

mengetahui barang yang dimintanya itu “

“Lalu kenapa dia tidak mau bicara terus terang?” balik tanya Wi

Ci To.

“Dia tidak mau bicara terus terang sudah tentu ada sebabnya.

“Sudah ., sudahlah, kau tidak usah berpikir sembarangan lagi “

sela Wi Ci To kemudian kurang sabar. "Teniunya dia orang sudah

mendengar orang lain bilang kalau lohu mem punyai sebuah loteng

penyimpan Kitab yang tidak memperkenankan orang lain masuk

atau melihatnya karena itu sudah menganggap di dalam loteng

penyimpan Kitab lohu itu sudah tersimpan semacam barang pusaka

yang sangat berharga sekali lalu timbullah niatnya untuk merebut.”

“Tidak mungkin begitu.” bantah Wi Lian In dengan cepat.

“Jikalau dia orang sama sekali tidak mengetahui barang apa yang

dimaui oleh dirinya sendiri bagaimana dia berani mengeluarkan

uang sebesar sepuluh laksa tahil untuk membelinya?”

“Menurut apa yang lobu ketahui Hu Pocu sama sekali tidak

pernah menerima uang sebesar sepuluh laksa tahil itu.”

“Dia sudah bersiap sedia untuk membayar uang sebesar sepuluh

laksa tahil perak itu, karena di dalam kantongnya dia membawa

selembar uang kertas .....”

Agaknya Wi Ci To tidak ingin melanjutkan pembicaraan tentang

soal ini mendadak dia bangkit berdiri.

“Kalian tadi bilang Bun Jin Cu sudah mati, dimana mayatnya ?”

“Ada di dalam sebuah jalan rahasia di balik tembok ruangan

siksa, dia memberitahu kepada si menteri pintu katanya seluruh

harta kekayaannya disimpan di dalam jalan rahasia tersebut, “sahut

Ti Then segera,

“Kalian ikutlah aku masuk ke dalam.”

Segera kepada Suma San Ho perintahnya:

“San Ho kau jagalah di atas ruangan ini, bilamana menemui lelaki

berkeudung itu , kembali lagi cepatlah kirim tanda bahaya.

“Tecu menerima perintah.” sahut

bungkukkan badannya memberi hormat.

Suma

San

Ho

sambil

Wi Ci To segera berjalan ke belakang meja panjang dan

melongok ke dalam ruangan bawah tanah itu, tanyanya:

“Kita berjalan melalui tempat ini?”

“Benar,” sahut Ti Then perlahan. “Biar boanpwe membawa

jalan.”

Selesai berkata dia segera meloncat turun ke bawah.

Wi Ci To serta Wi Lian ln pun ikut meloncat turun ke bawab,

sesampainya di bawah tanah Ti Then mengambil obor sebagai

penerangan untuk menyulut lampu lentera tadi baru memimpin

mereka berdua berjalan masuk ke dalam.

Mereka bertiga dengan cepat sudah tiba di dalam ruangan siksa

itu dan berhenti di depan jalan rahasia di balik dinding tersebut, di

bawah sorotan sinar lampu terlihatlah dengan amat jelasnya majat

dari Bun Jin Cu serta si menteri pintu masih menggeletak ditengah

jalan rahasia.

Lama sekali Wi Ci To memperhatikan mayat dari Bun Jin Cu lalu

sambil menghela napas panjang ujarnya :

“Seseorang asalkan hidup dengan teratur dan memakai aturan

pastilah tidak menemui ajal tanpa terurus”

“Tia, Bun Jin Cu bilang di jalan rahasia itu dia sudah menyimpan

harta kekayaannya dalam jumlah yang amat besar, bagaimana

kalau kita masuk untuk melihat-lihat?”

“Tidak.” sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. “Tidak

perduli ada beberapa banyak harta kekayaannya semua itu

bukanlah milik kita”

“Cuma melihat saja kan tidak mengapa?” desak Wi Lian In lebih

lanjut.

“Kalau memangnya tidak mau mengambil buat apa pergi

melihat?”

“Menurut pendapat boanpwe.”sela Ti Then tiba-tiba, “Jikalau di

dalam sana benar-benar sudah tersimpan harta kekayaan dalam

jumlah yang amat besar sekali pun kita tidak mengambilnya tetapi

paling sedikit harus diatur sedemikian rupa sehingga berguna”

“Bagaimana mengaturnya?”

“Diambil keluar lalu dibagi untuk menolong kaum miskin?”

“Ehmm . . , baik sih baik,”sahut Wi Ci To perlahan, “Cuma saja

siapa yang mau percaya kalau harta itu kita ambil guna menolong

kaum miskin?”

“Kini ada Liuw Khiet di sini, sewaktu kita membagikan harta

kekayaan tersebut kita boleh membawa sekalian dirinya agar dia

pun bisa menjadi saksi”

Wi Ci To termenung untuk berpikir sebentar akhirnya dia

mengangguk.

“Baiklah, kita masuk ke dalam untuk meIihat-lihat . . .apakah alat

rahasia yang dipasang di dalam jalan rahasia ini sudah semua?”

“Putrimu kira masih ada alat rahasia yang belum bekerja, biarlah

aku menyambitkan semacam barang ke dalam sana untuk

memeriksa.”

Wi Lian In segera mengambil sebuah batu cadas lalu dilemparkan

ke dalam jalan rahasia yang agak dekat dengan jalan keluar,

sewaktu dilihatnya sama sekali tidak terjadi perubahan apa pun dia

mengambil kembali sebuah batu dan disambitkan kearah jalan

rahasia di depan kedua mayat yang menggeletak ditengah jalan itu,

tetapi keadaan tetap tenang-tenang saja, ujarnya kemudian.

“Kelihatannya sudah pada bekerja”

“Hmm, bagaimana kau bisa tahu menggunakan cara ini untuk

memeriksa keadaan?” tanya Wi Ci To sambil tertawa.

“Aku belajar dari Ti Kiauw tauw” jawab Wi Lian In tertawa malu

sedangkan tangannya menuding kearah Ti Then.

“Bagus . . bagus sekali,” puji Wi Ci To sambil menganggukkan

kepalanya. "Tetapi jikalau jalan rahasia ini panjang maka di dalamn

ja tentu masih terdapat alat rahasia, maka itu kita tidak boleh cepat-

cepat mengambil kesimpulan kalau alat rahasia ini sudah bekerja

semua”

Sambil berkata dia bungkukkan badannya mengambil dua buah

batu lalu berjalan masuk ke dalam ruangan rahesia itu.

Mereka bertiga melewati mayat dari Bun Jin Cu serta si menteri

pintu lalu ber jalan kembali beberapa langkah dengan mengikuti

jalan rahasia yang berbelok ke kiri mereka melanjutkan

perjalanannya ke depan.

Ti Then dengan membawa lampu lentera berjalan dl belakang Wi

Ci To, segera mereka dapat melihat kalau jalan itu semakin lama

semakin sempit dan semakin panjang, luasnya cuma ada dua depa

sedang kedua belah dindingnya terbuat dari batu yang tidak

dibubuhi oleh pasir untuk menguatkannya.

Wi Ci To memandang sebentar ke sekeliling tempat itu lalu

ujarnya :

“Di dalam jalan rahasia ini pasti ada alat rahasianya, bahkan alat

rahasia itu tentu ada di atas dinding.”

Sambil berkala dia melemparkan sebuah batu kearah depan

untuk memeriksa keadaan di sana.

Ketika batu itu jatuh ke atas tanah segera terdengarlah suara

yang amat nyaring, memecahkan kesunyian tetapi sama sekali tidak

tampak adanya alat rahasia yang bekerja.

“Aaah.. tidak ada.” Seru Wi Lian In tegas. Segera dia melempar

kembali sebuah batu ke arah dinding yang lain.

Segera terdengarlah suara yang amat keras diikuti suara desiran

yang amat nyaring dari dinding sebelah kanan mendadak meluncur

keluar ratusan batang tombak yang bersama-sama meluncur ke

dinding sebelah kiri.

Tombak-tombak panjang itu dengan amat rapatnya terjejer di

atas dinding tembok laksana paku yang memantek di atas kayu

membuat seluruh jalan rahasia itu tertutup rapat.

Jikalau orang yang berjalan melewati sana sekali pun ilmu silat

yang dimilikinya amat dahsyat tentulah sebentar saja akan berubah

menjadi seekor Landak.

Tak terasa lagi Wi Lian In menghembuskan napas dingin,

“Ooooh Thian” serunya. “Untung sekali kita belum berjalan ke

dalam”

“Sungguh aneh sekali” timbrung Ti - Then sambil mengerutkan

alisnya, “tadi Liew Khiet bilang semua alat rahasia sudah tertutup

bagaimana sekarang alat rahasia di tempat ini bisa bekerja?”

“Sebabnya alat rahasia yang ada di dalam jalan rahasia ini bukan

diatur dari kamar alat rahasia yang ada di sana” sahut Wi Ci To

menerangkan.

“Oooh kiranya begitu” ujar Ti Then menjadi paham kembali. “Jadi

dengan perkataan lain, selain si anying langit rase bumi berdua

siapa pun yang berani melewati jalan rahasia ini tentu sukar lolos

dari kematian.”

Wi Ci To mengangguk.

“Selain ini dapat dibuktikan pula kalau di ujung jalan rahasia Ini

memang betul-betul tersimpan harta kekayaan dalam jumlah yang

amat besar sekali.”

Wi Lian In memandang berates-ratus tombak yang menutupi

jalan tadi, dia amat tertegun.

“Kita harus masuk ke dalam melalui mana?” tanyanya.

Wi Ci To segera mengambil lampu lentera yang ada di tangan Ti

Then sambil ujarnya:

“Di tempat ini tentu ada alat rahasia untuk membukanya, biarlah

lohu periksa sendiri “

Dia mengangkat lam punya memeriksa keadaan di sekeliling

tempat itu bersamaan pula tangannya memukul dinding serta

permukaan tanah, akhirnya di ujung permukaan tanah dia dapat

menerima suara pantulan yang sangat berbeda, akhirnya dia

membongkar jubin yang ada tempat pojokan itu.

Tampak di bawah jubin itu terdapat sebuah lubang kecil, di

tengah lubang itu terpendam sebuah tabung besi yang kecil pula

sedang di atas tabung besi itu terdapat sebuah alat untuk

memegang yang berwarna hitam pekat, jelas sekali itu adalah alat

yang digunakan untuk membuka alat rahasia tersebut.

Wi Ci To segera memegang tabung besi itu dan dengan perlahan

menariknya ke arah sebelah kanan, terdengar suara yang amat

nyaring, tombak-tombak besi yang tertancap di atas dinding tadi

dengan perlahan balik kembali ketempat semula.

“Sekarang kita boleh masuk ke dalam bukan?” ujar Wi Lian In

kemudian.

“Tidak boleh, coba kau lemparkan sebuah batu kembali ke

dalam.” seru Wi Ci To memberi perintah.

Wi Lian In segera berjalan keluar dari jalan rahasia itu dan

mengambil sebuah batu besar untuk kemudian dilempar ke depan.

“Sreest ....” Tombak besi yang semula sudah tertarik kembali ke

tempatnya yang semula sekali lagi meluncur keluar menancap pada

dinding yang ada di hadapannya.

Wi Lian In menjadi sangat terperanyat sekali.

“Aduh ..... bagaimana bisa jadi?” serunya keras.

Wi Ci To tersenyum.

“Hal ini berarti bilamana kau tidak mengerti caranya berjalan

melewati tempat ini tentu akan tersenggol alat rahasia”

“Jika alat rahasianya bekerja tombak-tomabk itu menghalangi

jalan hingga kita tidak bisa berlalu jika tidak bekerja kita pun tidak

mengerti cara jalannya, bukankah dengan demikian kita dapat

masuk ke dalam?” ujar Wi Lian ln sambil kerutkan alisnya.

“Soal itu sangat mudah sekali” Sela Wi Ci To tersenyum. “Asalkan

gagang dari tabung besi itu kita ganyal sehingga tidak bergerak lagi

maka alat rahasia itu pun akan mati dengan sendirinya”

Sehabis berkata dari dalam sakunya dia mencabut keluar sebilah

pisau belati dan sekali lagi mengembalikan gagang tabung besi itu

kea rah sebelah kiri membuat tombak besi itu menyusup kembali ke

tempat asalnya, setelah itu pisau belatinya baru ditusuk ke dalam

liang kecil menahan daya luncur daripada gagang tabung besi

tersebut.

Ti Then yang melihat pisau belati itu sudah selesai menahan

gagang dari tabung besi itu, dia orang segera putar tubuh

membopon sebuah batu cadas dan dilemparkan kea rah dalam.

Kali ini ternyata alat rahasia itu sama sekali tidak jalan.

Wi Lian In menjadi amat girang, serunya keras.

“Bagus, sekarang kita boleh masuk bukan?”

Wi Ci To mengangguk, dengan tegakkan badan dia menggetakan

kakinya berjalan masuk ke dalam.

Mereka bertiga berjalan kembali beberapa kaki jauhnya,

mendadak jalan rahasia itu berubah menjadi tangga-tangga batu

yang menurun ke bawah, Wje Ci To segera perintahkan Ti Then

untuk balik ke jalan rahasia sebelah depan mengambil lagi dua buah

batu cadas lalu dilemparkan ke arah bawah anak tangga batu

tersebut.

Sewaktu dilihatnya dari tempat itu sama sekali tidak dapat

perubahan apa pun hatinya menjadi terasa amat lega.

Di bawah tangga batu itu merupakan sebuah ruangan batu yang

luasnya ada satu kaki lebih, di dalamnya tidak terlihat adanya

barang lain kecuali dua buah peti mati yang terbuat dari tembaga.

Kedua buah peti mati tembaga itu membujur berdampingan dan

diletakkan tepat di tengah ruangan batu tersebut, kelihatannya

sangat menjeramkan sekali.

Tua muda tiga orang sewaktu melihat di dalam ruangan itu

kecuali dua buah peti mati tembaga, tidak terlihat adanya barang

apa pun tidak terasa lagi dibuat melengak juga.

“Iih.. si anying langit rase bumi menyimpan semua harta

kekayaan di dalam peti mati?” seru Wi Lian In sambil menjerit

tertahan.

Wi Ci To pun angkat lam punya untuk menerangkan empat

penjuru lalu dengan nada yang amat tenang ujarnya :

“Ruangan batu ini agaknya merupakan ujung dari pada jalan

rahasia tersebut”

Ti Then segera mengambil kembali dua buah batu yang tadinya

disambitkan ke arah tangga batu itu lalu dilemparkan ke tengah

ruangan batu tersebut, tetapi sama sekali tidak kelihatan adanya

perubahan apa pun dari dalam ruangan, ujarnya kemudian,

“Mari kita turun ke sana lihat!”

Mereda bertiga dengan langkah perlahan berjalan masuk ke

dalam ruangan batu itu, sekali lagi Wi Ci To memeriksa keadaan di

sekeliling tempat itu akhirnya deagan nada pasti serunya.

“Tidak bisa salah lagi, kecuali ruangan batu ini tidak ada jalan

rahasia atau ruangan batu lagi.”

“Sungguh aneh sekali” ujar Ti Then kemudian mengutarakan

keheranan hatinya. “Apakah mungkin si anying langit rase bumi

sudah menyimpan seluruh harta kekayaannya di dalam peti mati

tembaga tersebut?”

Wi Ci To termenung berpikir sebentar lalu dengan perlahan dia

mengusap peti mati yang terbuat dari tembaga itu.

“Jika dilihat keadaannya” ujarnya perlahan. “Kemungkinan sekali

Bun Jin Cu menipu si Menteri pintu, dalam tempat ini agaknya sama

sekali tidak tersimpan semacam harta kekayaan .. “

“Lalu kedua buah peti mati tembaga ini?” timbrung Wi Lian in

dengan ragu-ragu.

“Mereka suami istri berdua tentunya mempersiapkan tempat ini

sebagai tempat pekuburan jenasah bagi mereka sendiri,” sambung

Wi Ci To kemudian.

Dia meletakkan lampu lentera tersebut ke atas tanah lantas

mengangkat kedua peti mati tembaga itu sebentar, ujarnya lagi:

“Peti mati yang ada di sebelah kiri rada enteng sedang peti mati

yang ada di sebelah kanan rada berat, kemunkinan sekali peti mati

yang berat itu sudah berisikan jenasah dari si anying langit Kong

Sun Yauw”

“Bagaimana

mengusulkan.

kalau kita buka penutupnya?” ujar Ti Then

Wi Ci To berpikir sebentar kemudian baru jawabnya

“Kita buka peti mati yang rada enteng itu saja, jikalau di

dalamnya kosong melompong berarti juga kalau peti mati yang ada

di sebelah kanan itu terbaring jenasah dari Kong Sun Yauw”

Ti Then segera mengangguk dan dengan perlahan membuka

penutup peti mati yang ada di sebelah kiri.

Sekali pandang saja segera kelihatan kalau peti mati itu memang

betul-betul kosong tak berisi.

“Jika peti mati ini kosong tentunya peti mati yang ada di sebelah

kanan berisikan jenasah dari Kong Sun Yauw,” ujar Wi Lian In

perlahan. “Tapi kenapa mereka suami istri mau berbuat demikian?”

“Kemungkinan sekali dia orang takut mayatnya dirusak orang lain

la!u baru mempersiapkan alat rahasia itu, kejahatan yang mereka

suami istri perbuat sudah terlalu banyak sekali sudah tentu dalam

hati mereka pun takut kalau ada orang yang merusak mayat

mereka setelah mereka mati.”

“Kelibatannya orang jahat yang terlalu banyak melakukan

kejahatan setelah mati pun tidak tenang,” ujar Ti Then sambil

tertawa pahit.

Dengan perlahan Wi Lian In mengeIus-elus peti mati tembaga

yang ada di sebelah kanan, dengan perasaan ingin tahu bercampur

rasa takut ujarnya

“Kemungkinan sekali di dalam peti mati ini bukan tersimpan

mayat dari Kong Sun Yauw, bagaimana . . . bagaimana kalau kita

buka sebentar untuk dilihat?”

“Wi Ci To tidak menyawab sebaliknya kepada Ti Then ujarnya.

“Ti Kiauw-tauw, kita berbuatlah sedikit amal, coba kau bawa

jenasah dan Bun Jin Cu dan masukkan ke dalam peti mati yang

masih kosong ini.”

Ti Then mengangguk dan balik ke jalan rahasia di bagian depan

dan membopong jenasah dari Bun Jin Cu masuk ke dalam ruangan

batu, setelah mencabut keluar semua anak panah yang tertancap di

badannya barulah dia masukkan mayatnya ke dalam peti dan

menutup peti mati tersebut, ujarnya kemudian sambil tertawa:

“Setelah mati dia tentu tahu perbuatan kita ini dan seharusnya

mengucapkan terim kasih kepada kita, karena sampai kini kita

sudah bantu dirinya mengurusi mayatnya yang terlantar”

“Berbuat baik harus timbul dari hati sendiri, kita tidak

mengharapkan adanya ucapan terima kasih buat kita” sela Wi Ci To

sambil tertawa.

Air muka Ti Then segera berubah merah.

“Perkataan dari Pocu sedikit pun tidak salah, boanpwe cuma

omong guyon saja” sahutnya sambil tertawa malu.

“Ayoh jalan” seru Wi Ci To kemudian sambil balik menaiki tangga

batu.

“Tia“ seru Wi Lian In tiba-tiba. “Kita memeriksa lebih teliti lagi

sekitar tempat ini, kemungkinan sekali harta kekayaan itu dipendam

di bawah ruangan batu itu.”

Wi Ci To tidak menyawab sebaliknya melanjutkan langkahnya

menuju keluar.

Wi Lian In cuma bisa meleletkan lidahnya terhadap diri Ti Then

terpaksa dengan mengikuti dari belakangnya mereka berjalan keluar

dari tempat itu.

Sekembalinya di ruangan Khie le Tong tampak Liuw Khiet

membawa senampan makanan sedang menanti, dia tahu Wi Ci To

bertiga masuk ke dalam jalan rahasia itu untuk mencari harta

karenanya kelihatan sekali air mukanya penuh diliputi ketegangan

dan gembira cuma saja dia orang tidak berani membuka mulut

untuk bertanya.

Suma San Ho sendiri pun ingin sekali cepat-cepat tahu keadaan

di dalam jalan rahasia itu melihat Pocu tidak menyawab tak tertahan

lagi tanyanya

“Pocu, di dalam jalan rahasia itu apa benar-benar ada harta

kekayaan?”

“Tidak ada.” sahut Wi Ci To dengan wajah yang amat serius

sekali, “Di dalam jalan rahasia itu ada sebuah ruangan batu, di

dalam kurungan batu itu ada dua buah peti mati tembaga, yang

satu berisi jenasah dari Kong Sun Yauw sedang yang lain kosong. Ti

Kiauw tauw sudah memasukkan jenasah dari Bun Jin Cu ke dalam

peti mati yang kosong itu. Selain itu tidak tampak barang Iainnya”

“Ouuww” teriak Suma San Ho dengan amat kagetnya. “Kalau

begitu Bun Jin Cu cuma sengaja menipu si menteri pintu”

Wi Ci To mengangguk.

“Tidak, Bun Jin Cu ada harta kekayaan di dalam jumlah yang

amat besar di dalam istana ini” timbrung Liuw Khiet secara

mendadak.

Wi Ci To segara melirik sekejap ke arahnya, lantas tertawa

dingin.

“Kau sangat ingin mendapatkan hartaitu?” tanyanya dengan

suara yang amat dingin.

Liuw Khiet menjadi sangat terperanyat sekali.

“hamba tidak berani . . hamba tidak terani” jawabnya gugup.

“Liuw Khiet, aku mau bertanya kepadamu” sambung Ti Then

kembali. “Kau kira hara kekayaan lebih penting ataukah nyawa lebih

penting?”

Air muka Liuw Khiet segera berubah menjadi merah padam

seperti kepiting rebus, dia menundukkan kepalanya rendah-rendah,

“Sudah tentu . . . sudah tentu nyawa lebih penting, jika tidak punya

nyawa bagaimana harta kekayaan itu bisa digunakan?”

“Betul,” seru Ti Then tertawa. “Makanya jika ingin nyawamu

panjang janganlah memikirkan harta kekayaan itu lagi, coba kau

lihat saja si menteri pintu yang ingin merebut harta kekayaan

akhirnya dia harus mengorbankan nyawanya.”

Agaknya Liuw Khiet dapat dibuat mengerti, dia menganggukkan

kepalanya berulang kali.

“Benar . , - - benar . . .” serunya.

“Di dalam ruangan batu itu benar-benar tidak ada harta

kekayaan apa pun,” sambung Ti Then lagi. “Tetapi aku percaya

tentu si anying langit rase bumi masih mem punyai sejumlah harta

kekayaan yang disimpan di sesuatu tempat, persoalannya tempat

disimpannya harta kekayaan itu tentunya sudah dipasangi alat

rahasia yang amat lihay sekali, jikalau kau tidak berhati-hati

kemungkinan sekali sebelum memperoleh harta kekayaan itu sudah

binasa terkena alat rahasianya.”

Liuw Khiet menganggukkan kepalanya berulang kali,

“Perkataan dari Ti Siauw Hiap sedikit pun tidak salah, hamba

sudah mengambil keputusan tidak akan memikirkan harta kekayaan

itu lagi.”

Selesai berkata dia angkat kepalanya memandang sekejap kearah

Wi Ci Tou agaknya ada perkataan yang hendak disampaikan tetapi

tidak berani mengutarakan keluar.

“Kau ingin berbicara apa lagi ?” Tanya Wi Ci To kemudian setelah

dilihatnya perubahan wajah dari Liuw Khiet.

Mendadak Liuw Khiet jatuhkan diri berlutut di atas tanah, ujarnya

:

“Hamba ada satu permintaan harap Wi pocu mau menerima

hamba untuk dijadikan seorang penjaga atau pelayan di dalam

Benteng Pek Kiam Po”

Agaknya Wi Ci To sama sekali tidak menduga dia bisa

mengajukan permintaan ini, untuk sesaat lamanya dia dibuat serba

salah, ujarnya kemudian setelah berpikir sebentar.

“Ehmmm . . . soal ini ...”

Dengan cepat Liuw Khiet mengangguk-anggukkan kepalanya

berulang kali.

“Bilamana Pocu mau menerima hamba, sejak ini hari hamba

bersumpah untuk berbuat jadi seorang baik-baik” ujarnya setengah

mendesak.

“Pocu,” ujar Ti Then kemudian sewaktu melihat Wi Ci To dibuat

serba susah. “Hati orang ini tidak jelek terhadap boanpwe untuk

menerimanya tidaklah salah.”

“Baiklah.” Sahut Wi Ci To kemudian setelah mendengar

perkataan tersebut. “Cuma peraturan perguruan Lohu amat keras

sekali, sekali pun seorang penjaga benteng yang kecil pun asalkan

perbuatannya sedikit melanggar peratutan tentu akan segera

mendapatkan huskuman yang berat, tentang hal ini kau harus

memikirkan lebih masak lagi.”

“Baik .... baik hamba sudah menyesali perbuatan hamba tempo

hari, hamba akan berusaha untuk memperbaiki semua perbuat an

serta sifatku yang jelek, jikalau melanggar peraturan silahkan Pocu

segera menyatuhkan hukuman kepada hamba.”

“Baiklah, kalau begitu kau bangun.”

Liuw Khiet menjadi amat girang sekali, setelah menganggukkan

kepalanya tiga kali dia baru merangkak bangun dan berdiri di

samping dengan amat hormatnya.

Dengan perlahan Wi Ci To menyapu mereka bertiga dan ujarnya:

“Kalian bertiga pun harus dahar dulu, sesudah itu masih ada

urasun yang harus diselesaikan.”

“Tia, kita mau bekerja apa lagi? “ tanya Wi Lian ln kemudian.

“Nanti sesudah dahar aku baru beritahu kepada kalian.”

Demikianlah, Ti Then, Suma San Ho, Wi Lian In bertiga segera

mulai mendahar makanan yang ada di atas meja panjang itu.

Di dalam sekejap saja mereka bertiga sudah menghabiskan

semua makanan yang ada di atas nampan, sambil mambersihkan

mulutnya ujar Wi Lian la dengan cepat.

“Sudah, Tia kau ingin suruh kami berbuat apa ?”

“Kita masing-masin berpencar untuk menyulut api membakar

habis istana Thian Teh Kong ini”

Wi Lian ln menjadi melengak,

“Aaaaaa .... istana Thian Teh Kong yang demikian besarnya

jikalau harus dibakar semua bukankah terlalu sayang ?”

“Harus dibakar sampai musnah, kalau tidak lain kali tentu ada

orang yang bisa menggunakan tempat ini untuk berbuat jahat lagi,”

“Benar,” sambang Ti Then, “Liuw Khiet coba kau pergi cari sedikit

minyak . . “

Waktu itu hari sudah, magrib sebuah bangunan istana Thian Teh

Kong yang amat megah hanya di dalam sekejap saja sudah berada

di tengah lautan api yang berkobar dengan besarnya sehingga

suasana di sekeliling tempat itu terasa amat terang sekali bagaikan

sang surya yang memancarkan sinarnya dari balik gunung.

Di tengah berkobarnya api yang amat besar itulah tua muda lima

orang bersama-sama turun gunung.

Di tengah perjalanan terdengar Wi Lian In bertanya

“Tia, apakah kita tidak berusaha untuk menyelidiki asal-usul dari

manusia berkerudung itu?”

“Kita tidak tahu siapakah dirinya, bagaimana bisa

mengadakan penyelidikan?” seru Wi Ci To dengan tawar.

pergi

“Pergi cari Cuo It Sian”

“Tidak bisa!”

“"Kenapa?”tanya Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya. “Apakah

Tia merasa dia orang sama sekali tidak mencurigakan?”

“Benar.” Sahut Wi Ci To mengangguk, “Kau tidak boleh

menganggap lelaki berkerudung itu adalah Cuo It Sian dikarenakan

kau ditawan dan disekap di dalam gudang di bawah tanah milik

dirinya.”

“Sejak tadi aku kan sudah bilang jikalau dia orang mau

melakukan kejahatan tentu tidak akan berani menggunakan perkam

pungannya sendiri.”

“Tetapi sekali pun bukan dia jikalau kita pergi ke sana untuk

mengajak dia orang membicarakan persoalan ini kemungkinan sekali

masih bisa mendapatkan sedikit keterangan yang berguna” kata Wi

Lian In lebih lanjut.

Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya.

“Sebelum kita memperoleh bukti yang nyata aku tidak akan

membuat kesalahan dengan seorang pendekar tua yang mem

punyai nama serta kedudukan yang amat terkenal di dalam Bu lim.”

“Tapi kita cuma mengajak dia membicarakan persoalan ini saja . ,

.” desak Wi Lian ln kembali.

“Tidak perlu,” potong Wi Ci To dengan cepat. “Jika ingin

menawan orang lelaki berkerudung hitam itu satu-satunya jalan

adalah kembali ke dalam Benteng menantikan kedatangannya, kalau

memang dia ingin mendapatkan semacam barang dari diriku sudah

tentu sejak saat ini dia akan munculkan dirinya berulang kali.”

Wi Lian In tidak berbicara lagi jika dilihat dari wajah ayahnya

yang kukuh dan tidak mau pergi mencari Cuo It Sian jelas sekali

menunjukkan kalau ayahnya tdak punya maksud untuk menyelidiki

hal ikhwal tentang manusia berkerudung tersebut.

Sikapnya yang sama sekali berlawanan dengan keadaan biasanya

ini sudah cukup bagi Ti Then untuk membenarkan dugaannya, ia

tahu Wi Ci To tentu sedang menyembunyikan sesuatu barang yang

tidak menginginkan dirinya ikut mengetahui.

Sambil berkata dia melirik sekejap ke arah Ti Then lalu

melemparkan satu senyuman pahit. “Apa boleh buat.”

Ti Then cuma bisa angkat bahunya sambil balas mengirim satu

senyuman pahit dia tidak mengucapkan sesuatu apa pun.

Dalam hati dia tahu bilamana Wi Ci To tidak mau menyelidiki asal

usul dari lelaki berkerudung itu jelas sekali di dalam hal ini tentu ada

sesuatu rahasia yang dia orang tidak ingin pun orang lain ikut,

sebaliknya walau pun dirinya merupakan seorang Kiauw tauw dari

Benteng Pek Kiam Po tetapi bagaimana pun juga merupakan orang

luar.

Jikalau dirinya terus menerus memaksa untuk menyelidiki asal

usul dari lelaki berkerudung itu berarti juga dia hendak membongkar

rahasia pribadinya, hal ini sama sekali tidak berguna bagi dirinya.

Karena itu di dalam hati kecilnya Ti Then sudah mengambil

keputusan untuk tidak ikut memberikan pendapatnya mengenai diri

lelaki berkerudung itu.

Dengan berdiam diri mereka berlima melanjutkan perjalanannya

ke arah depan, sewaktu hamper mendekati kaki gunung Kim Hud

san mendadak Wi Ci To yang berada di paling depan

memperdengarkan suara tertahannya yang amat perlahan lalu

menghentikan langkahnya.

Wi Lian In yang ada di belakangnya menjadi melengak.

“Tia, ada urusan apa?” tanyanya.

“Coba kau lihat dari sana muncul seseorang ,” sahut Wi Ci To

sambil menuding ke arah jalan gunung yang ada di sebelah

depannya.

Ti Then berempat segera mengalihkan pandangannya ke depan,

ternyata sedikit pun tidak salah dari jalan gunung di tempat

kejauhan tampaklah seseorang yang memakai baju bijau dengan

cepatnya berlari mendatang.

“Hey agaknya seorang kakek tua, bahkan kepandaian silatnya

tidak jelek “ seru Ti Then pula.

“Apa mungkin jagoan berkepandaian tinggi dari pihak istana

Thian Teh Kong? “ sela Suma San Ho.

“Lobu kira bukan ...”

“Kalau begitu lebih baik kita bersembunyi dulu, coba kita lihat

siapa yang telah datang, setelah itu ...”

“Tidak perlu” potong Wi Ci To sambil tertawa, “tidak perduli yang

datang musuh atau kawan, kita tidak boleh bersembunyi.”

Pada waktu mereka sedang berbicara itulah orang tersebut sudah

datang semakin mendekat.

Sewaktu mereka berlima dapat melihat, dengan jelas wajah

orang tersebut tak tertahan lagi pada menjerit tertahan, agaknya

peristiwa ini jauh berada diluar dugaan mereka.

Siapakah yang sudah datang?

Orang itu bukan lain adalah si pembesar kota atau Sian Thay-ya

Cuo It Sian.

Ternyata secara tiba-tiba dia sudah munculkan dirinya di atas

gunung Kim Hud san.

Ti Then serta Wi Lian In pun merasa jauh berada di luar

dugaannya dengan kedatangan dari Cuo It Sian secara tiba-tiba

seketika itu juga dari dalam hatinya timbul perasaan curiga, karena

mereka segera terpikirkan, jikalau lelaki berkerudung itu adalah

penyamaran dari Cuo It Sian maka dia memang ada alasannya

untuk cepat-cepat mengembalikan wajah aslinya untuk mencuci

bersih kecurigaan yang timhul di hati orang lain.

Di dalam sekejap saja Cuo It Sian pun dapat melihat kedatangan

yang mendadak dari Ti Then sekalian, dia agak tertegun tetapi

sebentar kemudian sudah menerjang ke hadapan mereka, teriaknya

dengan perasaan kaget bercampur girang.

“Wi Pocu, kalian ... kalian baru saja datang dari istana Thian Teh

Kong?”

“Benar,” sahut Wi Ci To sambil rangkap tangannya menjura.

“Sudah lama kita tidak bertemu, Cuo heng, bagaimana ini hari bisa

muncul di tempat ini?”

“Haa ,.. , haa , , Lolap memang sengaja datang kemari untuk

bertemu dengan kalian.”

“Oohh . “ Seru Wi Ci To lalu kepada Ti Then, Suma San Ho serta

Putrinya dia berkata kembali.

“Ti Kiauw tauw, Suma San Ho, In ji kalian cepat datang

menghunjuk hormat kepada locianpwe.”

Kiranya walau pun Wi Ci To terhitung manusia berkepandaian

tinggi yang kedudukannya amat terhormat tetapi usianya jauh lebih

kecil beberapa tahun dari Cuo lt Sian, kerenanya terhadap diri Cuo

It Sian dia orang menaruh rasa hormat yang berlebihan,

Walau pun di dalam hati Ti Then, mau pun Wi Lian ln menaruh

rasa curiga terhadap diri Cuo It Sian tetapi sebelum mendapat bukti

yang menerangkan lelaki berkerudung itu adalah hasil

penyamarannya sudah tentu mereka tidak berani berlaku tidak

hormat, segera bersama-sama dengan Suma San Ho pada bertindak

maju untuk memberi hormat.

oooOOooo

Cuo It Sian yang melihat wajah Ti Then serta Wi Lian In agak

tidak beres dia segera tertawa terbahak-bahak.

“Ti Siauw Hiap, nona Wi kalian tidak perlu kuatir, Lolap kali ini

sengaja datang ke gunung Kim Hud san bukanlah hendak

mengadukan parsoalan ini kepada Wi Pocu.”

Wi Lian lu segera tertawa tawar.

“Urusan hari itu dimana Tit li sudah menyambangi Cuo

Locianpwe ayahku sudah mengetahui.”

“Ocoouw begitu?” kepada Wi Ci To ujarrnya.

“Wi Pocu sudah bertemu muka dengan Bun Jin Cu?”

“Belum, sewaktu aku orang she Wi sampai ke istana Thian Teh

Kong dia sudah bunuh diri.”

Cuo It Sian menjadi amat terperanyat serunya.

“Aaaah... kenapa dia bunuh diri?”

“Anak buahnya pada kemarin hari sudah pada mengkhianati

dirinya sedangkan anak buahnya yang bernama Menteri pintu telah

turun tangan menotok tubuh dirinya dan memaksa dia orang

menyerahkan harta kekayaannya, di dalam keadaan gusar dia sudah

memancing menteri pintu untuk memasuki sebuah jalan rahasia

yang penuh dipasang alat rahasia lalu sengaja menggerakkan alat

rahasia untuk bersama-sama menemani ajalnya dengan si menteri

pintu itu.”

Mendengar sampai di sini Cuo It Sian semakin terperanyat lagi.

“Apa? ternyata ada urusan seperti ini? kenapa anak buahnya

pada mengkhianati dirinya?”

“0rang-orang dari istana Thian Teh Kong sebenarnya merupakan

manusia ganas yang sukar diatur” ujar Wi Ci To sambil tertawa.

“Mereka sewaktu melihat si anying langit sudah mati segera

menganggap seorang wanita tidak mungkin bisa berbuat sesuatu

pekerjaan yang amat besar karena itu mereka pada tidak mau

mendengarkan perintah si rase bumi lagi dan akhirnya

memberontak.

Dengan perlahan Cuo It Sian mengangguk ujarnya sambil

menghela napas panjang:

“Orang jahat pasti akan menerima pembalasan yang mengerikan,

inilah satu contoh buat kita”

“Tadi Cuo heng bilang ada satu urusan sengaja datang mencari

lohu entah urusan apa yang penting? tanya We Ci To kemudian.

Dengan perlahan Cuo It Sian mengalihkan pandangannya melirik

sekejap ke arah Ti Then serta Wi Lian ln, lalu baru berkata ujarnya.

“Wi Pocu kau tidak tahu, beberapa hari yang lalu di rumah

lumbung padiku di desa Thay Peng Cung sudah terjadi suatu

peristiwa yang amat mengagetkan, sewaktu Lolap bertanya dengan

para petani yang ada di sekeliling tempat itu katanya peristiwa itu

kemungkinan sekali ada sangkut pautnya dengan seorang pemuda

serta seorang nona, dalam hati loap segera menduga pemuda serta

gadis itu kemungkinan sekali adalah Ti siauw hiap serta putrimu

karenanya sengaja aku datang kemari untuk bertanya.”

“Tidak salah,” sambung Ti Then dengan cepat, “Sepasang

pemuda pemudi itu memang benar boanpwe serta nona Wi”

Air muka Cuo It Sian segera berubah sangat hebat.

“Jikalau demikian adanya pemilik rumah lumbung padi yang ada

di sana sebanyak lima orang dibinasakan oleh Ti siauw hiap ?”

ujarnya dengan keras.

“Bukan.”

“Kalau bukan siapa yang sudah turun tangan terhadap mereka ?“

seru Cuo It Sian sambil melototi dirinya.

“Mereka dibunuh oleh tiga orang berkerudung, mereka

meminyam kesempatan sewaktu boanpwe berdua menginap dikuil

Sam Cing Kong secara diam-diam sudah menyelinap ke dalam kuil

dan menaruh obat pemabok ke dalam air teh yang dikirim ke kamar

boanpwe berdua, sehingga boan pwe berdua tidak sadarkan diri,

sewaktu kami sadar kembali boanpwe berdua sudah disekap di

dalam sebuah gudang di bawah tanah, akhirnya boanpwe dengan

memakai akal berhasil meringkus sa!ah seorang di antara mereka .

.”

Dengan amat jelasnya dia segera menceritakan kejadian yang

telah dialami olehnya kepada si pembesar kota.

Air muka Cuo It Sian tampak berubah menjadi terperanyat

bercampur gusar, dari matanya memancarkan sinar yang tajam

sekali.

“Perkataan dari Ti siauw hiap ini apakah sungguh-sungguh?”

tanyanya.

“Sedikit pun tidak salah,” sahut Ti Then mengangguk.”Akhirnya

boanpwe berdua melakukan pemeriksaan kembali di dalam perkam

pungan tersebut, saat itu api sudah padam sedang boanpwe berdua

kembali untuk mencari pedang yang lenyap di tengah abu tetapi di

dalam ruangan tengah sudah menemukan lima sosok mayat yang

sudah hangus terbakar, menurut dugaan boanpwe tentunya

semalam ketiga orang berkerudung itu sudah menotok jalan darah

kaku serta bisunya sehingga sewaktu terjadi kebakaran sama sekali

tidak terdengar suara mereka yang berteriak minta tolong”

Cuo It Sian menjadi setengah percaya setengah tidak, tanyanya

lagi,

“Lalu apa tujuan mereka untuk menculik kamu berdua ?”

Dengan perlahan Ti Then menoleh arah Wi Ci To, tanyanya.

“Wi Pocu bolehkah boanpwe berbicara?”

“H mm m . . katakanlah” sahut Wi Ci To mengangguk.

Waktu itulah Ti Then baru berkata lagi terhadap diri Cuo It Sian

yang sudah memperhatikan dirinya terus menerus.

“Mereka bertiga mendapat perintah dari seorang lelaki

berkerudung hitam, sedangkan tujuan dari lelaki berkerudung hitam

itu sehingga menculik boanpwe berdua ialah hendak menggunakan

kami berdua sebagai barang tanggungan untuk memaksa Pocu kami

menyerahkan semacam barang.”

Sinar mata Cuo lt Sian segera berkilap-kilap, desaknya lebih

lanjut .

“Dia mau memaksa Wi Pocu menyerahkan barang apa?”

“Soal ini dia orang terus menerus tidak mau mamberi penjelasan,

katanya cuma sebuah barang yang sama sekali tidak berharga.”

Cuo It Sian segera berpaling memandang ke arah Wi Ci To lantas

tanyanya:

“Wi Pocu apakah kau tahu barang apa yang diminta olehnya?”

“Aku orang she Wi pun tidak mengerti” sahut Wi Ci To sambil

gelengkan kepalanya.

“Pihak lawan mengatakan barang itu tidak berharga tetapi bisa

dipikir tentunya sangat berharga sekali buat dirinya, Wi Pocu

sebaiknya kau harus mengetahuinya.”

Wi Ci To segera tersenyum.

“Aku orang she Wi benar-benar tidak tahu, di dalam loteng

penyimpan kitab aku orang she Wi memang banyak tersimpan

lukisan serta kitab-kitab kuno yang kelihatannya tidak berharga

padahal sangat bernilai sekali, tetapi pihak lawan bilang tidak

menghendaki lukisan atau kitab sehingga membuat aku orang she

Wi sendiri pun tidak paham barang apa yang sebenarnya diminta

olehnya.”

“Hal ini memang membuat orang menjadi kebingungan” seru Cuo

It Sian sambil kerutkan alisnya rapat-rapat.

Dia berpikir sebentar lalu mengalihkan pandangannya ke arah Ti

Then, tanyanya kemudian :

“Jika didengar perkataan Ti siauw hiap agaknya kau orang sudah

pernah bertemu dengan dirinya?”

“Benar,” sahut Ti Then mengangguk. “Dia pernah datang ke

gunung Kim Hud san pada beberapa jam yang lalu sewaktu masih

ada di dalam istana Thian Teh Kong”

Demikianlah dia pun segera menceritakan bagaimana lelaki

berkerudung itu hendak bekerja sama dengan Bun Jin Cu lalu

peristiwa yang sudah terjadi setelah itu.

Cuo It Sian menjadi sangat terperanyat sekali.

“Kalian sudah tahu siapakah mereka itu?” tanyanya.

“Dia orang terus menerus memakai kerudung pada kepalanya

bahkan sewaktu berbicara sengaja mengubah nada suaranya

sehingga kita tidak dapat mengenal dirinya.”

“LaIu menurut Ti Siauw hiap berapa besar usianya?”

“Kurang lebih enam puluh tahunan”

“Senyata tajam apa yang digunakan?”

“Tidak membawa senyata tajam,” sahut Ti Then sambil

gelengkan kepalanya.

“Lalu ilmu silatnya termasuk ilmu yang berdasarkan Iwekang

ataukah Gwa-kang?”

“Ilmu silatnya termasuk dalam golongan orang yang meyakinkan

Iwekang, tenaga dalamnya berhasil dilatih sehingga mencapai taraf

yang sangat tinggi cuma saja tidak tahu dia dari aliran mana karena

sebenarnya dia belum pernah secara sungguh-sungguh bergebrak

dengan boanpwe”

“Bagaimana dengan perawakan badannya?”

“Tinggi besar seperti locianpwe, gemuk kurusnya

mirip dengan Locianpwe”

pun sangat

“Ehmmm . . .” Alisnya dikerutkan rapat-rapat lalu tanyanya

kepada diri Wi Ci To.

“Wi Pocu, apakah kau orang sudah teringat seseorang dari

kalangan Bu lim yang mem punyai perawakan seperti itu?”

“Aku ingat akan seseorang” sahut Wi Ci To tertawa.

“Siapa?” tanya Cuo It Sian dengan amat girang.

“Si pembesar kota Cuo It Sian.” sahut Wi Ci To sambil tertawa.

Cuo It Sian jadi melengak disusul dengan suatu senyuman pahit

menghiasi bibirnya.

“Wi Pocu kau orang jangan berguyon, dengan amat kejamnya dia

sudah membinasakan orang-orang Lolap, pikirannya pun amat licik

Lolap pasti akan mencari dirinya untuk membalas dendam”

“Masih ada satu geguyon lagi yang Locianpwe setelah

mendengar tentu akan gusar dan gembar-gembor saking marahnya”

timbrung Wi Lian ln secara tiba-tiba.

Cuo It Sian menjadi melengak. “Geguyon apa?” tanyanya.

“Malam itu sewaktu masih ada di perkam pungan tersebut

setelah kami berhasil meloloskan diri dari lautan api dan

membinasakan orang berkerudung yang kedua, orang berkerudung

terakhir sebelum meninggalkan tempat itu sudah memberitahukan

suatu berita yang menggetarkan hati. . “

“Dia bilang apa?” tanya Cuo It Sian dengan penuh perhatian.

“Dia bilang pemimpin mereka bernama si pembesar kota Cuo It

Sian”

Seketika itu juga air muka Cuo It Sian berubah sangat hebat,

sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap kearab Wi Ci To

sekalian lalu ujarnya.

“Kelihatannya kalian sudah menaruh curiga terhadap Lolap?”

“Locianpwe kau jangan marah,” sela Ti Then dengan nada serius

sekali. “Lelaki berkerudung itu memang berkata demikian.”

“Sedang kalian pun percaya terhadap omongannya?” sambung

Cuo It Sian sambil tertawa dingin.

“Sudan tentu boanpwe tidak berani percaya perkataan dari orang

berkerudung itu jelas sekali menujukkan kalau dia orang sedang

sengaja mencelakai diri locianpwe”

Mendengar perkataan tersebut hawa amarah dari Cuo It Sian

dengan perlahan mereda kembali, dia segara mengangguk.

“Kelihatannya bukan saja lelaki berkererudung itu hendak

mendapatkan barang milik

Wi Pocu bahkan ingin mencelakai Lolap. Hmm, sungguh kejam

siasatnya sekali panah mendapat dua burung yang mereka

laksanakan.”

“Mungkin dia ada dendam sakit hati dengan Cuo heng sehingga

berbuat demikian terhadapmu” Tiba-tiba Wi Ci To memperingatkan.

“Selama hidupku Lolap benci orang-orang yang sudah bentrok

dergan aku amat banyak sekali, tetapi entah lelaki berkerudung itu

merupakan penyamaran dari musuhku yang mana?”

“Ooh yaa masih ada satu urusan yang boanpwe ingin minta

penjelasan”' ujar Ti Then lagi, “Pertanyaan ini setelah boanpwe

katakan harap locianpwe jangan menjadi marah dibuatnya”

“Urusan apa? “ tanya Cuo It Sian dengan pandangan yang amat

tajam.

“Di dalam gudang di bawah tanah itu ada terpendam sebuah

tiang besi yang khusus digunakan untuk menyekap tawanan-tawan,

apakah di dalam gudang bawah tanah orang lain juga mempunyai

barang tersebut?”

“Betul, urusan ini Lolap memang sukar untuk menjelaskannya

....”

Berbicara sampai di sini dia segera menoleh kearah Wi Ci To dan

tanyanya.

“Wi Pocu, apakah kau masih ingat kalau lolap mempunyai

seorang adik ?”

“Tidak salah, tidak salah” seru Wi Ci To membenarkan. “Urusan

itu sudah terjadi pada sepuluh tahun yang lalu.”

“Jelas dari air muka Cuo lt Sian menunjukkan rasa sedihnya, dia

menghela napas panjang,

“Dia sudah hidup selama dua puluh satu tahun lamanya di dalam

gudang bawah itu, setiap kali lolap teringat dirinya hatiku segera

merasakan seperti diiris-iris - . . .”

“Aaasaaah ., . , Locianpwe mem punyai seorang adik yang

pernah tinggal di dalam gudang di bawah tanah itu?” Tanya Wi Lian

In keheranan.

“Benar.” sahut Cuo It Sian sambil mengangguk. “Dia jauh lebih

cerdik dari lolap pada usia dua puluh tahun dia sudah berhasil

meiatih ilmu silatnya sehingga mencapai pada tarap kesempurnaan

tetapi akhirnya dikarenakan jatuh hati dengan seorang nona dan

dikarenakan berbagai sebab sehingga tidak berhasil mengawini

nona tersebut dia menjadi gila, bergerak sedikit saja lantas turun

tangan membunuh orang akhirnya lolap tidak bisa berbuat apa-apa

Iagi terpaksa mengurungnya di dalam gudang bawah tanah itu, dia

hidup selama dua puluh satu tahun lamanya di dalam gudang

bawah tanah tersebut dengan sangat menderitanya, akhirnya dia

meninggal dunia karena sakit.”

Berbicara sampai di sini tidak tertahan lagi titik air mata menetes

keluar membasahi wajahnya.

“ Oooh kiranya begitu” seru Wi Lian In ikut terharu, “Tidak aneh

kalau di dalam gudang tersebut sudah terpendam tiang besi yang

begitu kuatnya.”

Sekali lagi Cuo It Sian kerutkan alisnya rapat-rapat.

“Tetapi yang paling aneh bagaimana lelaki berkerudung itu bisa

tahu kalau di dalam gudang bawah tanahku itu ada barang seperti

itu sehingga bisa menawan kalian berdua ke sana?”

“Hal itu berarti juga kalau lelaki berkerudung itu sangat

memahami keadaan dari Locianpwe, atau dengan perkataan lain

kemungkinan sekali lelaki berkerudung itu adalah orang yang

locianpwe sangat kenal”

“Tidak salah” Cuo It Sian mengangguk, “Tetapi sekarang lolap

masih tidak bisa menduga siapakah dia orang “

“Ada satu hari boanpwe pasti bisa menangkap si rase tua itu,

sampai waktunya aku tentu akan menyerahkan kepada locianpwe

untuk dijatuhi hukuman yang setimpal”

“Jikalau lolap yang menangkapnya terlebih dahulu maka lolap

segera akan memberi kabar kepada kalian oooh benar, Wi Pocu

waktu itu lolap dengar dari Ti siauw hiap yang katanya Hu pocu

meninggal karena bunuh diri, apakah bunuh dirinya itu sungguh-

sungguh ada sangkut pautnya dengan lelaki berkerudung itu?”

“Ehmmm” sahut Wi Ci To sembarangan lalu bungkam kembali.

Air muka Cuo It Sian agak sedikit berubah kurang senang, cepat-

cepat dia berganti bahan pembicaraan.

“Lantas Wi Pocu punya maksud untuk langsung pulang ke dalam

Benteng sekarang juga?”

“Benar,” sahut Wi Ci To mengangguk, “Sampai saat ini cita-cita

dari lelaki berkerudung itu sama sekali belum mencapai, sudah tentu

dia orang tidak akan berpangku tangan saja, kemungkinan sekali dia

bisa kembali ke dalam Benteng”

Baru saja berbicara sampai di situ mendadak air mukanya

berubah sangat hebat cepat-cepat bentaknya

"Cepat tiarap”

Cuo It Sian, Suma San Ho serta Wi Lian In empat orang segera

bisa mendengar suara menyambarnya senyata rahasia yang

menampok angin berkelebat kearah mereka dengan cepat tubuhnya

bersama-sama membungkuk ke bawah untuk menghindar.

“Braaaaak , .. “ dengan disertai suara desiran yang amat tajam

senyata rahasia itu melewati atas kepala kelima orang itu nancap di

atas batang pohon di pinggir jalan.

Pada ujung anak panah itu terikatlah secarik kertas putih, jelas

sekali pihak-musuh sedang mn menyambit suratnya dengan

menggunakan perantara anak panah.

Cuo It Sian, Ti Then serta Suma San Ho yang melihat hal ini

bersama-sama membentak keras, tubuh mereka bersama-sama

berkelebat menuju ke arah mana berasalnya suara sambitan tadi.

Di kedua belah samping jalan gunung itu semuanya merupakan

pepohonan yang amat rindang dan rapat sekali sehingga mereka

bertiga menubruk ke depan beberapa kaki jauhnya tubuh mereka

sudah lenyap di balik pepohonan.

Wi Lian In pun ingin ikut mengejar tapi keburu ditahan oleh Wi

Ci To ujarnya:

“Tidak perlu, ada mereka tiga orang lebih dari cukup”

Liuw Khiet segera meloncat mendekati pohon itu dan mencabut

keluar anak panah tersebut yang kemudian dengan sangat

hormatnya diangsurkan kepada Wi Ci To.

Sebatang anak panah yang bersurat, pocu silahkan lihat, ujarnya.

Wi Ci To segera menerima anak panah itu dan melepaskan

secarik kertas yang terikat pada batang anak panah itu laIu

dibacanya.

Sebentar saja air mukanya sudah berubah sangat hebat sekali.

Kiranya pada kertas tersebut bertulisan :

“Dipersembahkan kepada Pek Kiam pocu. Wi Ci To.

Tiga pendekar pedang merah dari Benteng kalian, Ih Kun. Kha

Cay Hiong serta Pauw Kia Yen telah berada ditangan lohu.

Jikalau kalian tidak ingin melihat mereka bertiga dibunuh oleh

aku orang, cepatlah persiapkan barang yang sudah lohu ingini itu.

Menanti balasan dari saudara.”

Di bawah surat itu tidak tampak adanya nama si pengirim.

Tetapi sekali pandang saja Wi Lian In segera berteriak keras.

“Aaaah tentu si lelaki berkerudung itu yang menulis.”

Air muka Wi Ci To berubah menjadi pucat ke hijau-hijauan

menahan rasa gusar, dengan dinginnya dia berdiri di sana tanpa

mengucapkan sepatah kata pun tetapi barang siapa saja yang

melihatnya tentu segera akan mengetahui bagaimana kegusaran

yang sedang bergolak di dalam hatinya.

“le Kun, Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen bagaimana bisa

terjatuh di tangannya?” tanya

Wi Lian In dengan sangat terperanyat.

Dari sepasang mata Wi Ci To segera memancar keluar sinar mata

yang amat tajam sekali, sepatah demi sepatah sahutnya .

“Kepandaian silat mereka bertiga tidak rendah sekali pun tidak

berhasil memenangkan pihak lawan belum tentu bisa tertawan oleh

mereka tentunya sewaktu mereka berangkat kemari di tengah jalan

sudah terkena jebakan yang dipasang oleh mereka”

“Lalu bagaimana baiknya?” tanya Wi Lian In murung. “Jikalau Tia

tidak menyerahkan barang itu tentunya mereka bertiga akan

dibunuh secara kejam”

Wi Ci To tetap berdiam diri tidak mengucapkan sepatah kata pun

sedangkan dari sepasang matanya jelas sekali tampak kegusaran

yang sukar untuk ditahan.

Sekali lagi Wi Lian In menghela napas panjang ujarnya.

“Semula aku orang selalu menaruh curiga kalau lelaki

berkerudung itu adalah Cuo it Sian. kiranya dugaanku tersebut

sebetulya salah”

Baru saja bicara sampai d sini tampak Cuo It Sian, Ti Then serta

Suma San Ho bertiga sudah berkelebat mendatang.

Di tangan Ti Then tampaklah seorang lelaki kasar berbaju hijau

yang terkena cengkeramannnya.

Ditangan lelaki berbaju hijau itu masih memegang sebuah busur,

jeias sekali panah tadi dialah yang memanah.

Melihat hal itu Wi Lian In menjadi amat gusar, teriaknya.

“Hoore sudah ketangkap, sudah ketangkap”

Bagaikan sedang menenteng seekor ayam kecil saja dengan

amat ringannya Ti Then berkelebat mendatang kemudian dengan

kerasnya membanting tubuh lelaki berbaju hijau itu ke hadapan Wi

Ci To, ujarnya.

“Tidak salah, budak inilah yang baru saja memanahkan anak

panah tersebut”

Dari dandanan lelaki berbaju hijau itu jelas menunjukkan kalau

dia merupakan seorang lelaki kasar yang sering berbuat jahat, dia

orang yang dibanting ke atas tanah oleh Ti Then segera m

merasakan kepalanya amat pening dadanya sesak, untuk beberapa

saat lamanya tidak sanggup untuk bangun.

Lama sekali baru kelihatan dia jatuhkan diri berlutut di hadapan

Wi Ci To, ujarnya dengan badan gemetar:

“Thay ya am pun . . hamba . , hamba...”

“Siapa namamu?” bentak Wi Ci To dengan amat keras.

“Hamba bernama Mao ji, penduduk dari Lam Khuan Sian “ sahut

lelaki berbaju hijau itu dengan badan gemetar.

“Anak panah tadi kau yang memanah?” tanya Wi Ci To kembali.

“Benar . . . . benar , , . “ sahut lelaki berbaju hijau itu sambil

mengangguk-anggukkan kepalanya. “Hamba tolol dan tidak tahu

aturan harap Loya mau mengam puni dosa hamba”

“Kau sudah seberapa lama mengikuti lelaki berkerudung itu?”

potong Wi Ci To kembali.

“Tidak - . , hamba tidak kenal dengan dia orang, kurang lebih

setengah jam yang lalu sewaktu hamba melewati gunung ini dia

sudah mencegat hamba, dia orang tanya maukah hamba mencari

untung besar sepuluh tail perak, karena hamba kena jiret kerlipan

uang perak seberat sepuluh tail perak, dia perintahkan hamba untuk

bersembunyi di balik pohon dan sewaktu melihat kalian turun segera

anak panah bersurat ini suruh dipanahkan . .”

“Omong kosong” bentak Wi Ci To secara tiba-tiba.

Lelaki berbaju hijau itu menjadi sangat terperanyat, dia

mengangguk-anggukkan kepalanya semakin cepat lagi.

“Sungguh... perkataan dari hamba .semuanya sungguh-sungguhi

. . coba kau lihat?”

Sembari berkata dari dalam sakunya dia mengambil keluar

sepuluh tahil perak dan ujarnya kembali :

“Coba kau lihat inilah uang sepuluh tahiI perak yang dia orang

hadiahkan kepada hamba”

“Kau orang masih tidak mau bicara terus terang ?” bentak Wi Ci

To kembali sambil melototkan sepasang matanya besar-besar.

Saking cemasnya hampir-hampir lelaki berbaju hijau itu dibuat

menangis, teriaknya dengan terputus-putus:

“Per...perkataan hamba....sungguh-sungguh, jika kau orang . .

orang tua tidak percaya hamba . hamba segera . . segera angkat

sumpah.”

“San Ho bunuh dia!” perintah Wi Ci To kemudian sambil menoleh

ke arah Suma San Ho.

Suma San Ho sudah tahu pocu mereka selamanya tidak pernah

membunuh orang secara sembarangan, dia tahu Pocunya ini sedang

menakut-nakuti dirinya karena itu dia segera menyahut kemudian

mencabut keluar pedangnya dan ditempelkan ke atas lehernya siap

ditebaskan ke atas kepalanya.

Saking takutnya lelaki berbaju hijau itu menjerit-jerit seperti babi

yang disembelih, teriaknya.

“Oooh . . thay ya am pun . thay ya am punilah hamba, di rumah

hamba masih ada seorang ibu yang sudah berusia delapan puluh

tahun, hamba tidak boleh mati..”

“Baiklah, lepaskan dia pergi” seru Wi Ci To kemudian sambil

tersenyum.

Suma San Ho segera mendorong badannya ke depan sambil

membentak.

“Sana menggelinding cepat-cepat dari sini”

Bagaikan baru saja mendapatkan rejeki nomplok lelaki berbaju

hijau itu segera berteriak kegirangan, sambil menghembuskan

napas lega dia merangkak bangun seperti anying yang kena gebuk

dengan terbirit-birit melarikan diri dari sana.

“Tia” ujar Wi Lian In sewaktu melihat ayahnya melepaskan orang

itu pergi, “Kau orang tua tidak seharusnya melepaskan dia dengan

begitu saja kemungkinan sekali dia anak buah dari lelaki

berkerudung tersebut”

Wi Ci To tidak berdaya setelah melihat lelaki berbaju hijau itu

pergi jauh baru ujarnya kepada Ti Then dengan suara yang amat

lirih.

“Ti kiauw tauw coba kau buntuti dirinya, lohu akan menanti kau

di dalam rumah penginapan

Ya Lay di dalam kota Ci Kian Sian.

Ti Then segera menyahut dan dengan mengerahkan ilmu

meringankan tubuh dia berkelebat masuk ke dalam hutan untuk

membuntuti dirinya dari tempat kejauhan.

Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di tanab rumput di

bawah gunung, tampak lelaki berbaju hijau itu dengan cepatnya

berlari menuju ke kota Lan Khuan sian, selama di dalam

perjalanannya ini dia beberapa kali menengok ke belakang agaknya

dia merasa takut Wi Ci To sekalian mengejarnya.

Sudah tentu jejak dari Ti Then tidak dapat diketahui olehnya,

terus menerus menyaga jarak yang tertentu dengan dirinya selama

di dalam perjalanan ini dia menguntit dengan sangat berhati-hati

sekali.

Setelah mengikuti sejauh puluhan lie akhirnya sampailah mereka

di dalam kota Lam Khuan sian, begitu masuk ke dalam kota lelaki

berbaju hijau itu sudah tidak tampak rasa kaget atau ketakutan.

Dengan badan tegak langkah Iebar dia berjalan dengan

seenaknya di tengah jalan, agaknya dia merupakan seorang

benggolan yang paling ditakuti di dalam kota Lam Khuan Sian ini

banyak orang-orang yang berlalu lalang di tengah jalan ketika

bertemu dengan dia orang segera bungkukkan badannya memberi

hormat.

Ti Then tetap menguntit dirinya dari tempat kejauhan, setelah

melalui jalan raya yang besar mendadak tampak lelaki berbaju hijau

itu berbelok ke sebuah jalan kecil dan akhirnya berbelok pula ke

sebuah lorong kecil dan mamasuki sebuah rumah yang sudah

bobrok.

Baru saja dia mendorong pintu untuk masuk, dari dalam rumah

segera terdengar suara seseorang perempuan yang tinggi

melengking sedang bertanya.

“Siapa? “

“Aku . . Lo kongmu.” sahut lelaki berbaju hijau itu sambil

menutup kembali pintu rumahnya.

Tampaklah seorang wanita setengah baya yang rambutnya awut-

awutan tidak karuan berjalan keluar dari dalam rumah, tanyanya.

“Heei kenapa sepagi ini kau orang sudah pulang?”

“Ambillah secawan air teh terlebih dulu”Seru lelaki berbaju hijau

itu sambil duduk di atas sebuah kursi.

“Hmmm,” terdengar perempuan yang rambutnya awut-awutan

itu tertawa dingin. “Jika dilihat dari modelmu tentunya kau orang

berhasil memperoleh suatu jual beli yang agak lumayan ?”

“Sedikit pun tidak salah,” sahut lelaki berbaju hijau itu sambil

tertawa senang.

Perempuan yang rambutnya awut-awutan itu segera masuk ke

dalam rumah mengambil secawan teh dan diangsurkan kepadanya.

“Lo nio tahu setiap kali kau mem punyai uang tentu badanmu

bisa gemetar dengan keras,” Serunya sambil tertawa.

Sehabis minum secawan air teh lelaki berbaju hijau itu segera

mengangsurkan cawan kosongnya kepada dia orang ujarnya sambil

mengangkat kakinya ke atas kursi.

“Hey nasinya sudah matang?”

“Woou...masih terlalu pagi”

“Maknya .... nenek anying" maki lelaki berbaju hijau itu dengan

amat gusarnya, “Tentu kau orang berjudi lagi?”

“Tidak salah” sahut perempuan itu tidak mau kalah, “Kau bisa

pergi main pelacur di luaran sedang Lo nio tidak pernah pergi cari

lelaki unluk main, apa kau tidak terima? kau mau cari gara-gara

dengan aku yaaa ?”

Lelaki berbaju hijau itu segera mendengus dingin, dari dalam

sakunya dia mengambil keluar sepuluh tahil peraknya dan dengan

berat digebrakkan ke atas meja.

“Coba kau lihat barang apa ini?” t eriaknya keras.

Pandangan mata perempuan tersebut terasa menjadi terang,

dengan cepat dia merebut uang itu sambil mengusap-usapnya

dengan penuh bernapsu, dengan perasaan amat girang bercampur

terkejut dan keheranan tanyanya

“Heeey, kau dapat merampas dari mana? “

“Maknya, setiap kali aku punya uang tentu kau menganggap aku

mendapatkannya dengan jalan merampas.”

“Kalau tidak kau mendapatkan keuntungan dari toko yang mana

?“ seru perempuan tersebut sambil tersenyum-senyum kuda.

“Aku bukan mendapatkannya dari cari untung di toko, aku orang

memperoleh uang itu dengan taruhan nyawa“ teriak lelaki berbaju

hijau itu dengan mendongkol.

“Oooh. . tidak kusangka kau masih bisa mencari uang juga, eei

dengan cara bagaimana kau mendapatkan uang itu ?”

“Sore itu sewaktu aku tiba dibawab kaki gunung Kim Hud san

tiba-tiba

perjalananku

dihadang

oleh

seseorang

lelaki

berkerudung..”

“Aduh..”teriak perempuan itu dengan amat keras, “Apakah kau

orang tukang todong sudah bertemu dengan perampok?”

“Maknya ... “ sekali lagi lelaki berbaju hijau itu memaki sambil

melototkan matanya.

“Kalau bicara perlahan sedikit, neneknya,,. aku orang setiap hari

harus gulung sana gulung sini bukankah cuma memelihara kau

perempuan cabul. sekarang kau malah maki aku tukang

todong..perempuan sundal”

-ooo0dw0ooo-

Jilid 25 : Kecurigaan pada si pembesar kota

“BAGUS ! bagus !" seru perempuan itu kembali sambil tertawa.

“Perduli apa, teriak atau tidak berteriak pokoknya tetangga-tetangga

kita sudah pada mengerti semua keadaan kita, kau orang masih

takut apa lagi?"

“Hm !"' dengus lelaki berbaju hijau itu kurang puas." Tetapi uang

sebanyak sepuluh tahil yang aku dapatkan ini hari bukan dapat dari

merampas”'

“Scbenarnya sudah terjadi urusan apa?" tanya perempuan yang

rambutnya awut-awutan itu dengan nada serius, sedang senyuman

yang semula menghias bibirnya kini lenyap tak berbekas lagi.

“Lelaki berkerudung itu tanya padaku apakah mau untung

sepuluh tahil perak, aku yang melihat wajahnya dalam hati segera

tahu kalau dia orang ada urusan yang ingin meminta bantuanku,

karena itu aku segera menerimanya, dia lalu mengambil keluar

sepuluh tahil perak dan diberikan kepadaku di samping memberikan

pula sebuah busur dan sebatang anak panah yang di atasnya terikat

segulung kertas “

“Aku tahu, sekarang!" Nyeletuk perempuan itu. "Dia orang minta

kau pergi membunuh orang, bukan begitu ?”

Lelaki berbaju hijau itu menjadi sangat gusar sekali.

“Kenapa kau terus menerus memotong pembicaraan orang ?"

"Baik - . . baiklah .... sekarang kau lanjutkanlah perkataanmu !"

"Lalu dia membawa aku menuju ke sebuah jalan gunung di atas

gunung Kim Hud-san, dia meminta aku bersembunyi di dalam hutan

di samping jalan gunung tersebut, katanya nanti bakal ada lima,

enan oraag yang akan turun gunung melalui jalan itu, dia memesan

kepadaku kalau melihat mereka turun, panah bersurat ini harus

dipanahkan kearah mereka."

"Akhirnya kau berhasil membinasakan salah seorang diantara

mereka ?” tanya perempuan itu kembali.

Dengan amat kasarnya lelaki berbaju hijau itu menggebrak meja

yang ada di sampingnya.

"Aku suruh kau orang jangan memotong pembicaraanku, kau

mengerti tidak?" bentaknya dengan amat gusar.

"Baik. baiklah kau boleh teruskan !"

“Lelaki berbaju hitam itu tidak perinlahkan aku untuk membunuh

orang, dia cuma meminta aku memanahkan secarik surat kepada

mereka, enam orang yang baru saja turun gunung itu, aku lalu

menunggu di dalam hutan selama setengah jam lamanya ternyata

sedikit pun tidak salah, ternyata dari atas gunung muncul enam

orang, aku segera memanahkan, setelah itu lalu putar ..badan

melarikan diri ... . "

"Tidak aneh seluruh badanmu berkeringat bau, lalu bagaimana

selanjutnya?” Timbrung perempuan itu kembali.

Lelaki berbaju hijau itu menelan ludah lebih dulu kemudian baru

sambungnya.

"Aku belum barhasil lari seberapa jauh segera sudah terkejar

oleh seorang tua dan dua orang pemuda, sewaktu aku melihat tidak

bisa melarikan diri lagi dari kejaran mereka terpaksa memutar

badan memberikan perlawanan sengit kepada mereka ..."

"Akhirnya kau berhasil dikalahkan?” seru perempuan itu sambil

tertawa.

"Jika aku orang kalah saat ini mana mungkin bisa kembali

kerumah ?”

“Hm ! hm ! terus terang saja aku beritahu kepadamu si orang tua

serta kedua orang pemuda itu semuanya merupakan gentong nasi

belaka tidak sampai dua jurus aku sudah berhasil pukul mereka

bertiga sehingga jatuh bangun dan akhirnya berlutut di depanku

minta diam puni jiwanya, aku yang melihat keadaan mereka sangat

kasihan sekali lalu mengam puni mereka”

Mendengar kisahnya ini agaknya perempuan itu tidak mau

percaya, sambil mencibirkan bibirnya dia tertawa mengejek.

"Oooh sungguh ??" serunya kurang percaya.

"Sudah tentu sungguh, kapan aku orang pernah menipu dirimu

?” balas teriak lelaki berbaju hijau itu dengan serius.

“Lalu siapa lelaki berkerudung itu ?"

“Siapa yang tahu" jawab lelaki berbaju hijau itu sambil gelengkan

kepalanya. “Setelah itu aku pun tidak pernah bertemu kembali

dengan dirinya, kelihatannya dia menyerupai seorang kakek tua

yang sudah berusia lima, enam puluh tahunan, tubuhnya kurus

sekali

Ti Then yang bersembunyi di balik rumah setelah mendengar

perkataannya sampai di sini segera mendorong pintu berjalan

masuk ke dalam.

"Mao Ji !" serunya sambil tertawa, "Coba kau ulangi sekali lagi

badan lelaki berkerudung itu apakah kurus sekali?"

Agaknya lelaki berbaju hijau itu mimpi pun tidak pernah

menyangka kalau Ti Then bisa membuntuti dirinya sampai di sini,

melihat kehadiran dirinya air mukanya segera berubah sangat

hebat, sambil berteriak aneh tubuhnya meloncat ke atas sedang

tangannya menyambar sebuah kursi yang terbuat dari bambu dan

dilemparkan kearah Ti Then.

Ti Then segera ayunkan telapak tangannya mengirim satu

pukulan menghantam datangnya kursi bambu itu sehingga hancur

berantakan dan tersebar ke atas tanah, tubuhnya dengan

mengambil kesempatan ini mendesak maju ke depan lalu

mencengkeram baju didada lelaki berbaju hijau itu.

"Jika kau berani sedikit bergoyang saja segera aku orang akan

mencabut keluar seluruh. Otot-ototmu satu demi satu!” ancamnya

sambil tertawa.

Agaknya lelaki berbaju hijau itu termasuk manusia yang suka

menindas yang lemah tapi takut dengan yang keras, kali ini

badannya dicengkeram oleh Ti Then segera gemetar dengan amat

kerasnya.

“Baa .... baaik I Baik !' sahutnyagugup, “Ada omongan kita

bicarakan secara baik-baik .... ada omongan kita bicarakan secara

baik-baik"

Air muka perempuan yang rambutnya awut-awutanan itu pun

kelihatan amat gugup dan terkejut sekali, dengan cepat dia

menyusupkan uang seberat sepuluh tahil perak itu ke dalam

sakunya lalu mengambil sapu siap dipukulkan ke atas badan Ti

Then.

“Ayoh cepat lepas tangan!" jeritnya dengan suara yang

melengking tinggi. “Kenapa kau menangkap lakiku?"

Ti Then tidak ambil gubris terhadap dirinya, dia tetap

memandang kearah lelaki berbajau hijau itu sambil tertawa,

tanyanya:

“Kau sudah melihat betul-betul? Apa tidak salah lelaki itu mem

punyai badan yang amat kurus sekali ?''

Dia bisa sangat memperhatikan bentuk badan dari ‘Lelaki

berkerudung’ itu karena dia ingin membuktikan “Lelaki

berkerudung"' yang memerintahkan lelaki berbaju hijau untuk

mengirim surat ancaman ini benar atau tidak sama dengan lelaki

berkerudung yang muncul di dalam istana Thian Teh Kong itu,

karena menurut apa yang dilihat olehnya lelaki berkerudung yang

munculkan dirinya di dalam istana Thian Teh Kong itu mem punyai

potongan badan yang tinggi besar, jikalau perkataan dari lelaki

berbaju hijau yang mengatakan lelaki yang berkerudung itu mem

punyai badan yang amat kurus sekali adalah sungguh-sungguh

maka hal ini dengan amat jelas sekali membuktikan kalau ‘Lelaki

berkerudung’ yang mengirim surat ancaman ini sama sekali

bukanlah lelaki berkedung yang ditemuinya.

Dia merasa hal ini sangat penting sekali, alasan yang paling

penting adalah bilamana ‘Lelaki berkerudung’ yang sudah

memerintahkan lelaki berbaju hijau itu adalah lelaki berkerudung

yang ditemuinya maka jelas sekali menunjukkan si pembesar kota

atau Si Sian Thay-ya, Cuo It Sian bukanlah lelaki berkerudung hitam

itu, sebaiiknya jikalau lelaki berkerudung yang memerintahkan lelaki

berbaju hijau ini sama sekali lain dengan "lelaki berkerudung hitam

yang ditemuinya di dalam istana Thian Teh Kong maka keadaan dari

Si Sian Thay-ya atau si pembesar kota Cuo It Sian sangat

mencurigakan sekali.

Agaknya lelaki berbaju hijau itu saking tegangnya sehingga

napasnya serasa sesak sekali, ujarnya kembali dengan gugup :

“Beeee . . . benar . . . beee .... benar tubuhnya kurus . . . kurus-

sekali”

“ Seberapa tinggi badannya ?? “ tanya Ti Then kembali.

“Tidak terlalu tinggi, seperti . . . sepe-perti isteriku ini . . . “

Ti Then segera melirik sekejap ke arah perempuan yang awut-

awutan itu lagi, serunya kembali sambil tertawa :

“Kau tidak omong kosong bukan ! “

“Tidak! tidak! perkataan hamba sungguh-sungguh benar tidak

ada sepatah kata pun yang berbohong. “

“Tapi apa yang aku dengar selama setengah harian di luar rumah

tadi sudah merasakan di dalam sepuluh patah katamu ada sembilan

bagian yang sedang berbohong.”

Wayah lelaki berbaju hijau itu segera berubah menjadi merah

padam seperti kepiting rebus, lama sekali dia orang tidak dapat

mengucapkan sepatah kata pun juga.

Air muka Ti Then segera berubah menjadi sangat serius sekali,

serunya : “Aku sudah tahu kau orang adalah seorang tukang todong

yang terkutuk, kali ini aku am puni nyawa anyingmu. Tapi lain kali

jikalau kau orang masih saja melakukan pekerjaan semacam ini

heee . . . . heee .... jangan salahkan aku orang akan mencabut

nyawamu pada setahun kemudian"

Selesai berkata dengan mengerahkan tenaga dalamnya dia

mendorong rubuh ujung tembok dari rumah itu.

Setelah itu dengan perlahan dia menoleh ke arah perempuan

dengan rambut yang awut-awutan tadi, tambahnya:

“Lelakimu ini sungguh pandai berbohong, terang-terangan tadi

aku melihat dia orang mendapatkan lima puluh tahil perak dari lelaki

berkerudung itu sekarang dia bilang cuma mendapat sepuluh tahil

perak saja. Heee .... heee . , kamu orang sudah kena dibohongi”

Sehabis berkata dengan langkah lebar dia berlalu dari sini.

Belum jauh dia meninggalkan rumah itu segera terdengar suara

bantingan barang-barang yang amat ramai dari dalam rumah

tersebut disusul dengan suara makian dari perempuan tersebut :

“Bagus, bagus sekali ! Kau lelaki bangsat, pandai juga kamu orang

mengkorup uang belanya, terang-terangan orang lain perseni kau

sebanyak lima puluh tahil perak sekarang kau cuma mengaku

mendapat sepuluh tahil perak saja, cepat serahkan empat puluh

tahil perak yang lain, kalau tidak Lo-nio segera akan adu jiwa

dengan dirimu !”

"Eeeeei . . . tunggu dulu, tunggu dulu. Kau jangan mau

mendengar omongannya, aku betul-betul cuma mendapatkan

sepuluh tahil perak dari orang itu . . . Aduh !! "

Selanjutnya terdengarlah suara yang amat berisik sekali bergema

dari dalam rumah tersebut.

Dalam hati diam-diam Ti Then merasa sangat geli sekali, dia

segera berbelok keluar dari lorong itu melalui jalan besar, saat ini

malam hari sudah tiba, perut pun terasa amat lapar, dalam hati dia

segera mengambil keputusan untuk mencari sebuah rumah makan

untuk berdahar dulu kemudian baru melakukan perjalanan malam

menuju ke kota Ci Kiang sian untuk bertemu dengan Wi Pocu

sekalian.

Dengan mengikuti jalan besar, dia kembali berjalan puluhan

langkah jauhnya, mendadak di depan sebuah kuil dia melihat

banyak orang yang berkerumun mengelilingi sebuah lapangan, dari

tengah banyak orang itu terdengarlah suara tambur serta

gembrengan yang amat ramai sekali, sekali pikir saja dia segera

tahu tentunya ada orang yang jual akrobat sedang mamberikan

tontonannya di sana, dengan perlahan dia pun berjalan menuju ke

sana.

Tampak orang yang melakukan pertunjukan tersebut adalah

seorang kakek tua, seorang pemuda serta seorang nona, saat ini si

kakek tua yang ada di tengah kalangan sedang mempertunjukkan

Ilmu jari sakti Ci Sin Kang" yang jarang ditemui di dalam Bu-lim, dia

orang menggunakan jari tengah serta jari telunjuk dari tangan

kanannya menutul permukaan tanah la!u tubuhnya berdiri dengan

mengandalkan kekuatan jari tersebut, atau dengan perkataan lain

dia menahan seluruh berat badannya dengan mengandalkan

kekuatan jarinya itu.

Sungguh merupakan sebuah ilmu kepandaian yang sangat lihay

sekali !

Ti Then sama sekali tidak menyangka kalau orang yang

melakukan pertunjukan tersebut merupakan seseorang yang

memiliki kepandaian silat demikian tingginya, dalam hati merasa

sangat terkejut bercampur keheranan.

Dia segera maju ke depan untuk meIihat lebih jelas lagi, tapi

sewaktu dia melihat jelas wayah dari orang tua itu seketika itu juga

hatinya seperti digodam dengan sebuah palu yang amat besar,

seketika itu juga seluruh tubuhnya gemetar dengan amat kerasnya.

Dengan cepat dia mendesak untuk maju ke barisan yang paling

depan lantas teriaknya dengan suara yang amat keras : “Yan

Locianpwe ! "

Betul, dia memang kenal dengan orang tua penjual silat ini.

Bukan saja dia kenal dengan orang tua she Yan ini bahkan pada

masa yang lalu dia orang masih, mem punyai hubungan yang

sangat penting sekali dengan orang tua She Yan ini.

Kakek tua yang sedang mempertunjukkan ilmu “lt Ci Sin Kang"

itu sewaktu mendengar ada orang yang memanggil namanya dia

segera berhenti bermain dan bangkit berdiri, matanya dengan

perlahan menyapu ke sekeliling tempat itu bersamaan pula

tanyanya

“Kawan dari mana yang sudah memanggil aku orang ?"

Sewaktu kakek tua itu melihat Ti Then ada di sana air mukanya

segera berubah hebat.

“Kau. . . . Ti Then ?" serunya.

Ti Then mengangguk dengan perlahan, jelas sekali wayahnya

kelihatan amat terharu sekali.

Wajah kakek tua itu pun terlihat sangat terharu, setelah melototi

Ti Then beberapa waktu lamanya mendadak kepada para penonton

yang ada di dalam kalangan itu dia merangkap tangannya menjura.

“Saudara-saudara sekalian !” ujarnya sambil tertawa.

“Pertunjukan ini hari sampai di sini saja, terima kasih atas

kunjungan dari saudara-saudar sekalian!”

Ketika para penonton mendengar dia mau bubaran segera pada

meninggalkan tempat itu, uang persenan yang diberikan pun tidak

seberapa banyak.

Si pemuda serta sang nona yang mengikuti kakek tua itu

agaknya kenal juga dengan diri Ti Then, ketika melihat para

penonton pada bubaran mereka bersama-sama berjalan mendekati

diri Ti Then, jelas pada air muka mereka memperlihatkan

kegemasan serta kebencian hatinya.

Setelah memperhatikan diri Ti Then beberapa saat lamanya

terdengar si pemuda itu tertawa dingin.

“Kelihatannya pada waktu dekat-dekat

mendapatkan penghasilan yang lumayan juga ?"

ini

kau

orang

Air muka Ti Then sedikit pun tidak berubah sedangkan mulutnya

tetap membungkam di dalam seribu bahasa.

Sang nona itu pun segera tertawa dingin, tambahnya :

“Kenapa kau orang tidak berbicara ? Apa mungkin kau sudah

tidak kenal dengan kami orang-orang yang hidupnya tergantung

menjual silat ?"

Air muka kakek tua itu segera berubah amat keren, bentaknya :

" Wi lh, Lan-ji, jangan kurang ajar kalian, cepat bereskan barang-

barang itu dan kembali ke rumah penginapan terlebih, dulu!"

Pemuda yang bernama Wi Ih serta nona yang bernama Lan-ji itu

tidak berani membangkang perintah dari sang kakek tua, dengan

gusarnya mereka melotot sekejap kearah Ti Then lalu dengan uring-

uringan berlalu dari sana untuk membereskan gembrengan, tambur

serta alat-alat Iainnya yang ada di dalam kalangan.

Tampak kakek tua itu berjalan maju menggandeng tangan Ti

Then lalu ujarnya :

" Ayoh pwrgi, kita mencari satu tempat untuk omong-omong".

Dengan berdiam diri Ti Then mengikuti dari samping kakek tua

itu dan berjalan ke sebuah rumah makan.

"Bagaimana kalau kita naik ke atas loteng ? " tanyanya sambil

menghentikan langkahnya.

"Baiklah, kita minum berapa cawan, " sahut sang kakek tua

sambil mengangguk.

Mereka berdua segera naik ke atas loteng rumah makan itu dan

mencari sebuah tempat untuk duduk, setelah meminta beberapa

macam arak mereka saling berpandangan tanpa ada yang

mengucapkan kata-katanya terlebih du!u, agaknya mereka berdua

merasa banyak perkataan yang hendak diucapkan tetapi tidak tahu

baiknya memulai dari bagian yang mana karena itu sama-sama

bungkam diri.

Lama sekali baru terdengar

memecahkan kesunyian.

Ti

Then

yang

mula-mula

“Kau orang tua sudah ada berapa tahun lamanya melakukan

pertunjukan jual silat?" tanyanya.

“Sudah hampir satu tahun lamanya."

“Kenapa kau memilih jalan ini untuk melanjutkan hidup kalian ?"

Kakek tua itu segera tertawa pahit.

"Kecuali menjual silat Lohu masih bisa melakukan pekerjaan apa

lagi ?"

"Aaaai .... semuanya ini dikarenakan kesalahan hamba . . . " seru

Ti Then sambil menundukkan kepalanya.

Kakek tua itu pun ikut menghela napas panjang.

"Kau orang tidak usah menyalahkan dirimu sendiri, orang yang

sering berjalan malam pun tidak urung akan bertemu juga dengan

setan."

''Wi Ih bocah itu tidak jeiek" sambung kakek tua itu lagi. "Dan

belum pernah, meninggalkan Lohu sedangkan Lan-ji pun mem

punyai perhatian terhadap dirinya, maka itu pada beberapa bulan

yang lalu Lohu sudah kawinkan mereka berdua."

“Hal itu bagus sekali !" sahut Ti Then sambil mengangguk.

“Sikap serta tindak tanduk mereka tadi kurang baik terhadap

dirimu harap kau orang jangan marah di hati " ujar kakek tua itu

lagi.

“Tidak .... tidak ! Mereka memang seharusnya membenci diriku "

ujar Ti Then dengan amat murung.

“Kau sudah bertemu dengan dirinya?”

“Siapa ?" tanya Ti Then melengak.

“Si Hong Liuw Kiam Khek atau si jagoan pedang yang suka

pelesiran, Ing Ping Siauw?”

“Belum ?" jawabnya sambil gelengkan kepalanya.

Kakek tua itu segera menghela napas panjang kembali.

“Kau orang apa merasa yaki perbuatan itu dilakukan oleh si

jagoan pedang suka pelesiran Ing Ping Siauw ?" tanyanya.

“Di dalam sepuluh bagian ada delapan bagian tidak salah, karena

sejak kejadian itu. di dalam Bu-lim tidak pernah terdengar namanya

mau pun beritanya lagi. "

000O000

“Janyinya dengan dirimu masih ada setahun Iamanya bukan ?”

tanya takek tua itu lagi.

“Benar !"

Sekaii lagi kakek tua itu menghela napas panjang.

“Lohu betul-betul tidak paham apa tujuannya dia orang berbuat

demikian ?"

“Aku rasa tentunya demi nama baik dirinya, ada orang bilang si

jagoan pedang suka pelesiran, Ing Ping Siauw, si naga mega Hong

Mong Ling serta cayhe merupakam tiga orang jago dari angkatan

muda, dia orang sangat mengharapkan bisa menduduki pda jagoan

yang pertama diantara tiga jagoan angkatan muda lain.”

Baru saja kakek tua itu mau berbicara lagi tampak si pelayan

sudah membawa sayur serta arak, dia segera menutup mulutnya

kembali.

Menaati setelah pelayan itu mengatur sayur serta arak di atus

rneja Ti Then segera bangkit memenuhi cawan dari si orang tua lalu

memenuhi juga cawannya sendiri, setelah itu dengan berdiam diri

masing-masing menghabiskan isi cawannya sendiri-sendiri.

"Pada akhir-akhir ini kau orang bagaimana ?” tanya kakek tua itu

tiba-tiba,

"Cayhe sekarang menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam

Benteng Pek Kiam Po”

"Apa ?" seru kakek tua itu kaget.

"Cayhe menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng Pek

Kiam Po."

"Hal . . hal ini mana mungkin ?" seru kakek tua itu ragu-ragu.

"Orang yang bisa menyabat sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng

Pek Kiam Po seharusnya mem punyai kepandaian silat yang jauh di

atas para pendekar pedang merah lainnya yang ada di dalam

Benteng, sedangkan kau . . kau , .”

“Cayhe sudah menemui suatu kejadian yang aneh dan

mendapatkan pelajaran ilmu silat yang amat lihay dari seorang

manusia aneh di dalam Bu-lim . . . “

"Siapakah manusia aneh tersebut?"

“Hal inilah cayhe ingin sekali mengutarakannya keluar, tetapi

berhubung adanya sebab-sebab yang amat penting pada saat ini

cayhe tidak bisa memberitahukan seluruh keadaan dari manusia

aneh tersebut harap kau orang tua suka memaafkan."

“Dia bisa melatih ilmu silatmu sehingga melebihi kepandaian silat

dari pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po?” tanya

kakek tua itu kembali.

"Benar “

"Kalau begitu tentang Ing Ping Siauw sudah tentu tidak ada

persoalannya lagi?"

"Benar, tetapi cayhe harus menanti delapan bulan kemudian baru

bisa mencari dirinya, sekarang cayhe masih belum bisa."

"Kenapa ?" tanya kakek tua itu melengak.

“Sebab-sebabnya cayhe tidak bisa menjelaskan" sahut Ti Then

sambil gelengkan kepalanya.

“Ehmmm”

“Menunggu setelah semua persoalan ini telah beres tentu cayhe

bisa menceritakan seluruh persoalan ini kepada kau orang tua"

“Ehmmm”

“Bagaimana hidup kalian sampai sekarang?"

“Masih baik"

“Tapi harus melakukan pertunjukan silat terus bukanlah suatu

acara yang baik”

“Sebaliknya Lohu merasa sangat bagus sekali, sekali pun

pendapatannya amat sedikit tetapi tidak ada ikatan apa pun."

“Tetapi bilamana sampai bertemu dengan orang yang pernah

dikenal .... bukankah..”

“Lohu mengandalkan kepandaian untuk mencari uang kenapa

harus malu bertemu dengan orang lain? "

“Cayhe cuma mengharapkan kau orang tua bisa membangun

kembali kejayaan serta kewibawaanmu seperti tempo hari."

“Tidak bisa jadi, siapa yang masih percaya dengan Lohu ?"

“Kalau begitu bagaimana kalau berdagang?"

“Soal itu harus membutuhkan sejumlah uang."

“Kalau lima belas laksa tahil perak cukup tidak?"

“Ehm,..berapa?"

Ti Then segera mengambil keluar uang kertas yang

didapatkannya dari si Giok Bin Langcun, Cu Hoay Lo lalu diberikan

kepada orang tua tersehut, ujarnya :

"Uang kertas ini dikeluarkan oleh gudang uang di kota Tiang An.

kau orang tua dengan membawa uang kertas ini bisa pergi

mengambil uang sebesar lima belas laksa tahil perak."

"Kau mendapatkan uang sebanyak ini dari mana??" tanya kakek

tua itu dengan amat terperanyat sekali.

"Uang itu bukan milik cayhe, pada dua bulan yang lalu secara

tidak sengaja cayhe sudah berhasil menawan diri si "Giok Bian

Langcun" Cu Hoay Lo, kau orang tua tentunya sudah pernah

mendengar nama "Giok Bin Langcun" Cu Hoay Lo bukan ?"

"Ehmm benar!" sahut kakek tua itu sambil mengangguk.

"Menurut berita yang tersiar katanya dia merupakan seorang

penyahat cabul yang kejahatannya sudah bertumpuk-tumpuk.''

"Benar, waktu itu sewaktu cayhe beserta putri dari Wi Pocu, Wi

Lian In karena ada urusan melewati sesuatu tempat telah ditemui

oleh Giok Bin Langcun ini, dengan mengambil kesempatan sewaktu

cayhe sekalian mcnginap di sebuah rumah penginapan dia secara

diam-diam sudah mencampurkan obat pemabok ke dalam makanan

kami, akhirnya hal itu sudah ditemui oleh cayhe dan berhasil

menawannya, karena dia kepingin hidup terus segera mengambil

keluar uang kertas ini untuk menebus nyawanya. . .”

Kakek tua itu segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, potongnya

:

"Lalu kau orang menerima uang kertasnya ini dan melepaskan

dirinya pergi?"

"Tidak, cayhe menerima pemberian uang kertasnya ini lalu

menajatuhi hukuman mati kepadanya."

"Eeeeh .... seharusnya setelah kau orang mau menerima

uangnya ini tidas sepantasnya membinasakan dirinya" seru kakek

tua itu.

"Sesaat cayhe turun tangan aku sudah menanyainya dengan

amat jelas, cayhe dapat tahu kalau uang itu dia berhasil kumpulkan

dari hasil rampokannya selama ini, karena itulah cayhe merasa uang

itu tidak sah buat menebus nyawanya, apalagi cayhe pun tidak

punya perhatian untuk menggunakan uang sebanyak lima belas

laksa tahil perak ini, cayhe mem punyai maksud bilamana ada waktu

luang mau berangkat menuju ke- Tiang-An antuk mengambil uang

tersebut dan dibagikan kepada kaum miskin."

"Kalau begitu Lohu semakin tidak berani menerima uang itu?"'

ujar kakek tua kemudian.

"Tidak mengapa!" sahut Ti Then dengan perlahan. "Menanti

setelah tahun depan aku barhasil menyelesaikan urusan ini dengan

si jagoan pedang suka pelesiran Ing Ping Siuw kau orang boleh

mengurangi lima belas laksa tahil buat aku orang."

"Tidak!" seru kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya. "Kau

bisa bertemu dengan Ing Ping Siuw atau tidak masih merupakan

satu persoalan, sekarang lohu tidak bisa menerima pemberian uang

tersebut."

"Cayhe percaya bisa bertemu dengan Ing Ping Siuw dan

menyelesaikan persoalan ini, kau orang tua harap berlega hati untuk

menerimanya."

"Tidak perlu!" ujar kakek tua itu sambil gelengkan kepalanya.

"Lohu sampai sekarang masih belum miskin benar-benar sehingga

makan pun tidak ada, aku tidak perlu membutuhkan uang sebegitu

banyak, Lebih baik kau menyimpannya kembali !"

Agaknya Ti Then tahu sifat dari orang tua itu dia pun tidak mau

mendesak lebih lanjut, dan memasukkan kembali uang ketas itu ke

dalam sakunya.

"Kalau begitu" ujarnya "kemudian. "Kita harus menentukan

waktu untuk bertemu muka kembali, kalau tidak di tempai yang

demikian luasnya cahe diharuskan pergi ke mana untuk menemui

dirimu??"

"Perjanyian dari Ing Ping Siuw masih ada satu tahun lamanya,

kalau begitu kita tentukan saja pada hari ini tahun depan kita

bertemu muka kembali di bawah loteng Cuan Yen Lo dikota Tiang

An."

"Baiklah! Sampai waktunya aku orang tentu akan menunggu."

Kakek tua itu segera meneguk habis isi cawannya lalu

memperhatikan diri Ti Then sambil tertawa.

"Sekali lagi Lohu mau beritahu kepadamu, kau orang tidak usah

merasa menyesal dikarena urusan itu, Lohu tahu kau orang

merupakan seorang pemuda yang jujur maka itu tidak perduli lain

kali kau bisa atau tidak menyelesaikan persoalan ini lohu sama

sekali tidak memikirkannya di dalam hati."

"Tidak !" seru Ti Then dengan tegas, “Tentang persoalan itu pasti

akan cayhe urus sampai selesai.”

''Lohu sangat tertarik dengan kehebatan dan kepandaianmu bisa

menyabat

sebagai Kiauw-tauw di dalam Benteng Pek Kiam Po" ujar orang

tua itu sambil ter senyum. "Dapatkah kau orang menceritakan

kisahmu secara bagaimana bisa memasuki Benteng Pek Kiam Po ?"

“Cayhe kenal dengan seorang pendekar pedang merah dari

Benteng Pek Kiam Po, dia orang she-Shia bernama Pek Tha yang

merupakan anak murid dari Wi Pocu, pada suatu hari. . . . yaitu

setelah cayhe memperoleh kejadian aneh .... sewaktu melakukan

perjalanan melalui kota Gobi cayhe sudah bertemu dengan Shia Pek

Tha itu, dia kukuh mau mengundang cayhe untuk mertamu di dalam

bentengnya, waktu itu Wi Pocu punya keinginan untuk mengetahui

kepandaian silat dari cayhe, apakah bisa memenangkan pendekar

pedang merah dari Bentengnya lalu dia perintahkan beberapa orang

pendekar pedang merah untuk menyajal kepandaian cayhe,

akhirnya beberapa orang pendekar pedang merah itu sudah

terkalahkan di tanganku, ternyata Wi Pocu jadi orang sangat jujur,

bukannya menjadi marah dia malah memuji-muji cayhe bahkan

memberi jabatan Kiauw-tauw kepada cayhe, melihat sikapnya yang

bersungguh-suugguh terpaksa cayhe menerimanya”

“Sungguh tidak kusangka kau bisa menemui kejadian aneh

seperti ini" seru kakek

tua itu sambil memperlihatkan rasa herannya. "Lalu ada urusan

apa ini hari kau

datang kekota Lam Khuan sian ini ?"

"Jika membicarakan persoalan ini sukar sekali untuk dijelaskan

dengan sepatah dua patah kata saja, persoalan ini dimulai dari

muridnya Wi Pocu yaitu Hong Mong Ling main perempuan lacur di

tempat luaran . . . .”

Demikianlah dia segera menceritakan bagaimana Hong Mong

Ling diusir dari perguruan, bagaimana dia orang bekerja sama

dengan Hu Pocu menculik Wi Lian In lalu bagaimana Hong Mong

Ling menyiarkan berita bohong di luaran yang menyatakan dirinya

sudh memperoleh kitab pusaka "Ie Cin Keng" dari Siauw-lim-Pay lalu

bagaimana si anying langit rase bumi merebut kitab tersebut

sehingga terjadi peristiwa yang amat panjang.

Sewaktu kakek tua itu mendengarkan, kisah ini tak terasa lagi

hatinya merasa sangat terperanyat sekali, tanyanya : .

“Sebenarnya Wi Pocu mem punyai barang pusaka apa toh

sehingga membual leIaki berkerudung itu mau melakukan tindakan

kejam semacam ini ?"

“Tidak tahu” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya, “Selama

ini Wi Pocu tidak mau mengakui sudah menyimpan semacam

barang pusaka atau tidak, cayhe sendiri pun tidak tahu”

Mereka berdua sambil berdahar sambil bercerita tidak terasa lagi

hari sudah menunjukkan tengah malam, para tetamu yang

bersantap di rumah makan itu pun sudah pada berlalu, akhirnya

kakek tua itu bertanya:

“Kalau begitu malam ini juga kau punya maksud untuk keluar

dari kota untuk bertemu dengan Wi Pocu?”

“Benar”

“Kalau begitu” ujar kakek tua itu sambil bangkit berdiri, “Kita

berpisah dulu di sini, pada hari yang sama tahun depan kita

bertemu kembali di loteng Cian Yen Lo di kota Tiang An!”

Ti Then segera memanggil pelayan untuk bikin rekening lalu

bersama-sama turun dari loteng dan berpisah di tengah jalan, kakek

tua itu kembali ke rumah penginapan sedangkan Ti Then dengan

melakukan perjalanan malam meninggalkan kota untuk menunju ke

kota Ci Kiang sian yang jaraknya ada ratusan li jauhnya.

Setelah melakukan perjalanan selama satu malam pada waktu

hari mendekati terang tanah dia sudah tiba dikata Ci Kiang Sian.

Setelah menemukan rumah penginapan Ye Lay dan bertanya

pada pemilik rumah penginapan itu dia segera mengetahui kalau Wi

Ci To sekalian memang betul menginap di sana, dengan diantar oleh

pelayan dia berjalan mendatangi sebuah kamar.

Pelayan itu segera menuding kearah pintu kamar itu, ujarnya :

"Sianseng tua yang she-Wi itu menginap di dalam kamar yang

sebelah tengah, mungkin saat ini belum bangun."

Ti Then segera mengetuk pintu sambil berseru :

"Pocu, apakah kau orang sudah bangun ?”

Pintu kamar segera terbuka, tampak Wi Ci To sambil tersenyum

sudah berdiri di balik pintu.

"Ti Kiauw-tauw kau melakukan perjalanan malam '?" tanyanya.

'"Benar,"

"Silahkan masuk.''

Baru saja Ti Then duduk di dalam kamar nya Wi Ci To tampaklah

Wi Lian In, Suma San Ho serta s i pembesar kota Sian Thay Ya yang

mendengar suaranya dari kamar sebelah sudah pada berdatangan

untuk menanyakan jejak dari lelaki berbaju hijau itu.

“Orang itu tentu bukan anak buah dari lelaki berkerudung itu"

ujar TiThen kemudian. “Kemarin cayhe menguntit dirinya terus

hingga ke dalam kota Lam Khuan sian . . . "

Dia orang segera menceritakan seluruh apa yang didengarnya

kepada semua orang.

Sedangkan mengenai orang tua yang ditemuinya dikota tersebut

dia orang sama sekali tidak mengungkap barang sepatah kata pun

juga.

Wi Ci To segera menghela napas panjang.

"Hal ini sungguh berada diluar dugaanku. Lohu kemarin

menyuruh Ti Kiauw tauw membuntuti dirinya tidak lebih cuma takut

sudah salah menduga "

"Pihak lawan apakah tidak mengirim berita lagi?" tanya Ti Then

kemudian.

"Tidak"

"Kemarin tulisan di atas anak panah itu mengatakan apa saja ?"

tanya Ti Then kembali.

"Dia bilang tiga orang pendekar pedang merah dari Benteng kita

.... Ih Kun,Kha Hiong serta Pauw Kia Pen sudah terjatuh ke

tangannya, dia minta barang yang diinginkan supaya dipersiapkan

dan menunggu beritanya."

Ti Then menjadi amat terperanyat.

"Hmm ! ternyata permainanya Iihay juga!”

"Benar” seru Wi Ci To sambi! Tertawa dingin. "Tetapi di

kemudian hari ia bakal menyesal su sudah memperlihatkan

permainan ini!”

"Kini Wi Pocu punya rencana apa untuk menghadapi mereka ?"

"Kini orang kita tidak tahu mereka sudah membawa orang-orang

itu kemana terpaksa kita harus kembali ke dalam Benteng untuk

menunggu berita."

"Di atas suratnya apakah dia orang juga tidak menjelaskan

barang apa yang ia minta??" tanya Ti Then lagi.

"Tidak" sahut Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya, "Agaknya dia

mengira Lohu sudah tahu barang apa yang dia minta itu, pada hal

Lohu sendiri sampai sekarang pun masih tidak tahu barang apa

yang sebenarnya dia inginkan.”

Ti Then segera menoleh ke arah Cuo It Sian lalu dengan amat

sopannya bertanya:

"Apakah Cuo Locianpwe punya rencana untuk ikut bersama-

sama kita pergi ke Benteng Pek Kiam Po ?"

"Benar" sahut Cuo It Sian sambil mengangguk. "Dia berani

mencari gara-gara dengan Ioolap sudah tentu lolap harus baik-baik

memberi pelajaran kepadanya."

Ti Then termenung berpikir sebentar lantas baru ujarnya

kembali:

“Sekarang dia orang sudah berhasil menawan ketiga orang kita,

setelah ada barang tanggungan sudah seharusnya dia orang

menampakkan dirinya."

"Lolap percaya dia masih belum berani menampakkan diri secara

terang-terangan" ujar Cuo lt Sian sambil tertawa dingin tak henti-

hentinya. "Kecuali dia orang sudah tidak sayang dengan nyawanya

sendiri."

"Lantas Pocu apa sudah mengambil keputusan untuk menerima

ancamannya ini?"' tanya Ti Then kemudian sambil menoleh ke arah

Wi Ci To.

"Lohu sendiri sampai sekarang masih belum bisa mengambil

keputusan, karena Lohu tidak tahu barang apa yang orang dia

mintai, apa lagi seharusnya dia orang memperlihatkan terlebih dulu

Ih, Kha serta Pauw tiga orang yang sudah mereka tawan."

"Betul" sahut Ti Then sambil mengangguk. "Kita harus

mengetahui terlebih dulu apakah Ih, Kha serta Pauw betul-betul

sudah terjatuh ke tangannya setelah itu baru memikirkan beberapa

syarat untuk ditukar dengan ketiga orang itu"

Wi Ci To melihat Liauw Khiet berdiri dipintu depan segera

perintahnya :

"Liauw Khiet cepat kau perintahkan orang untuk siapkan

makanan, setelah berdahar kita harus cepat-cepat meninggalkan

tempat ini."

Dengan sangat hormatnya Liauw Khiet menyahut dan berlalu dari

tempat itu.

Ti Then yang secara tiba-tiba sudah teringat kembali kedua ekor

kudanya yang sudah dititipkan di rumah petani di bawah gunung

Kim Hud san lantas bertanya kepada Wi Lian In: "Kau tidak

membawa kedua ekor kuda kita ?"

"Sudah." sahut Wi Lian In cepat," Kemarin Tia sudah membeli

lagi empat ekor kuda jempolan, nanti kita masing-masing

menungang kuda untuk kembali ke dalam Benteng."

Setengah jam kemudian tua muda enam orang sudah selesai

sarapan pagi dan melunasi rekening rumah penginapan, setelah itu

bersama-sama naik ke atas kudanya dan malakukan perjalanan

menuju ke kota Go-bi,

Jarak kekota Ci Kiang sampai ke kota Go-bi ada tiga

perjalanan, karenanya mereka berenam tidak berani

perjalanan terlalu cepat takut kuda tunggangannya

sehingga karena itu perjalanan mereka dilakukan tidak

tidak lambat.

empat hari

melakukan

tidak kuat

cepat juga

Di tengah perjalanan tiba-tiba Wi Lian In kirim satu kerdipan

mata kepada Ti Then, Ti Then yang melihat hal itu segera tahu

kalau dia orang mau mengajak dirinya untuk bercakap-cakap

karenanya sengaja dia orang memperlambat lari kudanya.

Akhirnya makin lama mereka berdua ketinggalan semakin jauh

dari rombongan, tanya Ti Then kemudian sambil melarikan kudanya

berbareng dengan dirinya.

"Ada urusan apa ?"

“Kita semua sudah salah menduga" ujar Wi Lian In sambil

menuding kearah Cuo It Sian yang berlari di depan. "Ternyata dia

orang bukanlah lelaki berkerudung itu!"

'Sungguh !” sahutnya tegas "Satu orang tidak mungkin bisa

berubah menjadi dua orang, kemarin dia berjalan bersama-sama

dengan kita, sudah tentu dia tidak bisa pergi menyuruh lelaki

berbaju hijau itu untuk mengirim surat tersebut."

"Tetapi lelaki berbaju hijau itu berkata bahwa pada setengah jam

sebelumnya orang berkerudung itu baru pergi mencari dirinya,

sedangkan dia..... Cuo It Sian sewaktu bertemu dengan kita sampai

waktu lelaki itu memanahkan suratnya agaknya belum kelewat

setengah jam Iamanya?"

"Benar !" sahut Wi Lian In mengangguk. "Dia berbicara dengan

kita lama sekali, pasti ada setengah jam lamanya"

"Kalau memangnya demikian dia orang masih tetap sangat

mencurigakan sekali” ujar Ti Then sambil tertawa.

"Kenapa?" seru Wi Lian In lertegan. "Apakah dia orang mem

punyai ilmu untuk memisahkan diri ?"

"Manusia berkerudung yang memerintahkan lelaki berbaju hijau

untuk kirim surat panah tersebut bukanlah manusia berkerudung

yang kita temui, melainkan manusia berkerudung yang lain.”

"Bagaimana kau bisa tahu dia adalah orang lain ?'" tanya Wi Lian

In keheranan.

"Lelaki berbaju hijau itu bilang orang yang memerintahkan

dirinya adalah seorang lelaki berkerudung yang badannya amat

kurus sekali, sedangkan, lelaki berkerudung yang kita temui tempo

hari sewaktu masih ada di istana Thian Teh Kong mem punyai

perawakan yang tinggi besar dari hal ini saja sudah jelas

membuktikan kalau dia adalah orang lain."

"Eeei . , . lelaki berkerudung yang melarikan diri sewaktu berada

di perkam pungau Thay Peng Cun itu pun agaknya mem punyai

perawakan yang amat kurus sekali ?" ujar Wi Lian In secara tiba-

tiba.

“Tidak salah, kemungkinan sekali memang dia orang " sahut Ti

Then sambil mengangguk.

"Hmm.Jika dilihat dari hal ini, orang yang ada di depan kita ini

sangat mencurigakan sekali ?"

"Jika keadaan ini tidak melihat maka aku sangat mengagumi

nyaiinya yang demikian besar" ujar Ti Then sambil tersenyum.

"Kau orang apakah tidak menceritakan urusan ini kepada ayahku

?"

"Tidak, dia terus menerus mengikuti dari samping tubuh ayahmu

lantas suruh dengan cara bagaimana membuka suara??"

"Urusan ini harus cepat-cepat dilaporkan kepada Tia, aku

pencaya Tia

pun masih mengira lelaki berkerudung yang

memerintahkan lelaki berbaju hijau itu adalah lelaki berkerudung

yang semula."

"Menanti jika malam nanti kita menginap di rumah penginapan,

dengan mengambil kesempatan sewaktu Cuo It Sian tidak ada di

samping ayahmu cepat-cepatlah kau menceritakan hal ini kepada

beliau.”

Wi Lian In segera mengangguk.

"Tetapi" ujar Ti Then kembali. "Kau tidak boleh tetap ngotot

menuduh Cuo It Sian adalah lelaki berkerudung itu, kau cukup

memberitahu kepada ayahmu saja lelaki berkerudung yang

memerintahkan lelaki berbaju hijau itu sama sekali bukanlah lelaki

berkerudung yang kita temui di dalam istana Thian Teh Kong."

"Kalau cuma berkata demikian bagaimana Tia bisa mengerti ?"

"Ayahmu itu manusia macam apa ? Ada urusan apa yang dia

orang tidak dapat pikirkan ?" Seru Ti Then sambil tersenyum.

Wi Lian In segera mengangguk, dia tersenyum,

“Tidak perduli lelaki berkerudung itu benar Cuo It Sian atau tidak,

menanti setelah kita kembali ke dalam Benteng kemungkinan sekali

segera kita orang bisa tahu barang apa yang dia minta sehingga

memaksa ayahmu untuk menyerahkan kepadanya !"

Hari itu malam hari sudah menjelang, keenam orang itu pun

baru saja tiba di sebuah kota, mereka segera pada mencari rumah

penginapan untuk beristirahat.

Dengan mengambil kesempatan sewaktu Cuo It Sian tidak ada di

samping ayahnya Wi Lian In segera menceritakan bagaimana

manusia berkerudung yang memerintahkan lelaki berbaju hijau itu

sama sekali bukan manusia berkerudung yang mereka temui di

dalam istana Thian Teh Kong.

Setelah mendengar perkataan itu agaknya Wi Ci To sama sekali

tidak menjadi terkejut atau heran.

"Lalu bagaimana ?" tanyanya sambil tertawa.

"Semula aku mengira dia adalah seorang yang sama ternyata

dugaan ini salah, kalau begitu . , . kalau, begitu - - ."

"Kalau begitu hal ini berarti juga manusia berkerudung itu adalah

anak buahnya dari manusia berkerudung hitam itu" sambung Wi Ci

To dengan cepat.

"Selain itu berarti juga ada salah seorang yang harus kita curigai”

"In-ji, kau orang jangan pikir yang bukan-bukan" Seru Wi Ci To

kemudian sambil mengerutkan alisnya rapat-rapat.

“Bukannya aku menaruh banyak curiga, tetapi berbagai fakta

sudah membuktikan , kalau . . . "

"Sudahlah “ potong Wi Ci To sambil mengulapkan tangannya.

"Kita jangan membicarakan persoalan ini lagi, aku ada satu urusan

yang hendak aku tanyakan kepadamu”

"Urusan apa ?' tanya Wi Lian In tertegun.

"Urusan ini sebetulnya ibumu yang cocok untuk bertanya" ujar Wi

Ci To sambil tertawa perlahan."Tetapi sayang ibumu teiah

meninggal dunia maka itu terpaksa akulah yang mewakili dirinya

untuk menanyai kau orang. . . . sebenarnya kau punya perhatian

tidak terhadap Ti Kiauw tauw ?"

Wi Lian In sama sekali tidak menyangka ayahnya bisa

menanyakan soal ini pada saat dan tempat seperti ini, seketika itu

juga saking malunya seluruh wayahnya sudah berubah menjadi

merah padam.

"Aku tidak tahu. . , . " Serunya sambil menutupi wayahnya

dengan kedua belah tangannya.

Wi Ci To segera tersenyum.

"Aku lihat selama beberapa hari Ini kau sudah mulai menaruh

rasa cinta terhadap Ti Kiauw-tauw, tetapi sekali pun begitu aku

harus bertanya terlebih dahulu kepapamu, kau rasa bagaimana ?"

Dalam hati Wi Lian In merasakan hatinya berdebar-debar dengan

amat kerasnya, dia merasa terkejut bercampur girang tetapi

tangannya tetap menutupi wayahnya dan tidak mengucapkan

sepatah kata pun.

'"Dengan mengambil kesempatan dia orang tidak ada di sini kau

boleh mengutarakan isi hatimu kepadaku, dengan demikian aku

pun bisa mengambil inisiatif” desak Wi Ci To selanjutnya.

"Dia . ., . dia .... putrimu merasa dia .... dia tidak jelek . . . !"

"Benar !" ujarya Wi Ci To sambil tertawa. "Aku pun merasa dia

orang tidak jelek hanya saja lohu merasa ada berbagai tempat yang

benar-benar membuat orang merasa tidak paham!”

"Tia, kau tidak memahami apanya ??" tanya Wi Lian In kemudian

dengan malu-malu.

"Lohu sendiri pun tidak bisa mengutarakannya keluar, lohu cuma

merasa agaknya dia mem punyai sesuatu rahasia."

"Tetapi aku tidak melihat bagian mananya yang tidak beres."

"Kau tentu masih ingat sewaktu si anying langit rase bumi

menyerang Benteng Pek Kiam Po kita pada malam hari bukan ?"

ujar Wi Ci To dengan perlahan. "Malam itu setelah si rase bumi

meninggalkan Tebing Sian Ciang lohu sudah mengundang dia untuk

kembali ke dalam benteng dan mengajaknya masuk ke dalam kamar

bukuku untuk berbicara, waktu itu lohu sangat menaruh curiga

kalau dialah Lu kongcu itu lantas dengan sejujurnya lohu minta dia

memberitahukan maksud tujuannya, semula dia tidak mau

menyawab akhirnya setelah lohu mendesaknya lebih lanjut

mendadak dia meneteskan air mata....”

Mendengar sampai di situ Wi Lian ln segera mencibirkan bibirnya.

"Dia memangnya bukan Lu Kougcu itu setelah Tia memaksa dia

terus untuk menyawab sudah tentu hatinya terasa tertekan

sehingga menjadi sedih hati dan meneteskan air mata "

“Tidak . . . . bukan demikian" bantah Wi Ci To sambil gelengkan

kepalanya. "Waktu itu lohu cuma bertanya kepadanya apakah ada

sesuatu perkataan yang sukar untuk diutarakan atau mungkin ada

persoalan yang menyulitkan hatinya, lohu bilang kalau ada tentu

aku akan bantu untuk menyelesaikan persoalan tersebut, setelah

mendengar perkataan tersebut mendadak dia meneteskan air

matanya, dia bilang jikalau lohu mau membantu dirinya untuk

menyelesaikan persoalan ini hanya ada satu cara saja yaitu meminta

lohu berkelahi dengan dirinya, mengalahkan dirinya !”

"Apa artinya ini?" seru Wi Lian In tertegun.

"Aku sendiri pun tidak paham tetapi dia orang tidak mau

menjelaskan lebih lanjut, dia cuma bilang harap lohu untuk

sementara waktu mau menganggap dirinya sebagai musuh besar

lalu bertempur dengan dirinya, jikalau lohu berhasil mengalahkan

dirinya hal ini berarti juga sudah membantu dia menyelesaikan satu

persoalan yang menyulitkan sekali."

Sepasang mata Wi Lian In segera terbelalak lebar-lebar, dengan

perasaan sangat terperanyat ujarnya :

"ini . . . ini... sebetulnya apa artinya?"

"Dia bilang alasannya sampai kini belum bisa diterangkan, tetapi

jikalau lohu berhasil mengalahkan dirinya maka dia mau

menceritakan sebab-sebabnya kepadaku."

"Lalu Tia menyanggupinya ?" Tanya Wi Lian In terperanyat.

"Dia mem punyai budi terhadap kita ayah beranak, bagaimana

aku bisa mengabulkan permintaannya yang sangat membingungkan

ini ?" Seru Wi Ci To sambil tertawa pahit.

"Sampai sekarang

sebabnya !"

dia

belum

pernah

mengatakan

"Tidak !"

"Kalau begitu biarlah aku pergi menanyai dirinya !"

sebab-

Selesai berkata dia segera pjtar badan siap berlalu dari dalam

kamar.

"Tidak !” Cegah Wi Ci To sambil menarik tangannya. "Kau jangan

pergi menanyai dirinya !"

"Kenapa ?" tanya Wi Lian In keheranan.

"Setiap orang tentu mem punyai suatu rahasia yang tidak bisa

dikatakan kepada orang lain. sekarang bilamana kau bertanya

kepadanya belum tentu dia mau mengutarakannya keluar bahkan

lohu merasa rahasianya ini tentu tidak ada sangkut pautnya dengan

Benteng kita, karena selama beberapa hari ini menurut pengamatan

lohu terhadap dirinya aku sudah dapat melihat kalau dia sama sekali

tidak menaruh suatu rencana terhadap Benteng kita, dia

Betul-betul merupakan seorang pemuda yang halus budi dan

baik-baik"

"Tetapi kalau memangnya dia mem punyai kesukaran seharusnya

kita pergi membantu dirinya" ujar Wi Lian In dengan ngotot.

"Benar!" sahut W ie Ci To sambil mengangguk. "Tetapi satu-

satunya jalan untuk membantu dia menyelesaikan kesukarannya

adalah menyuruh lohu mengalahkan dirinya dengan menggunakan

ilmu silat, coba kau pikir dapatkah hal ini dijalanan?"

"Kalau begitu biar aku pergi bertanya kepadanya, kemungkinan

sekali dia mau memberikan jawabannya".

Sekali lagi Wi Ci To gelengkan kepalanya.

"Tidak,jikalau kau bertanya padanya saat ini dia orang bisa salah

paham dan menganggap kita ayah beranak masih menaruh curiga

terhadap dirinya"

Dia berhenti sebentar lantas sambungnya sambil tertawa.

"Cuma ada suatu waktu di dalam keadaan yang tertentu kau

boleh pergi bertanya kepadanya."

"Keadaan bagaimana?” tanya Wi Lian In keheranan.

"Setelah kalian menjadi suami isteri !" Wayah Wi Lian In segera

berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus, saking

malunya tak sepatah kata pun bisa diucapkan keluar.

"Setelah kalian menjadi suami isteri berarti juga kita sudah satu

keluarga, saat itulah kau boleh bertanya kepada dirinya

kemungkinan sekali dia mau mengatakan sebab-sebabnya." ujar Wi

Ci To lagi.

"Tetapi Tia masih belum jelas mengetahui

bagaimana Tia begitu tega menjodohkan..”

asal-usulnya

Baru saja berbicara sampai di sini mendadak dia dapat melihat Ti

Then serta Suma San Ho berjalan masuk ke dalam kamar, dengan

terburu-buru dia menutup mulutnya. kembali.

Dengan perlahan Wi Ci To angkat kepalanya memandang kearah

Ti Then serta Suma San Ho yang baru saja masuk ke dalam kamar

itu, ujarnya kemudian sambil tertawa :

“Ti Kiauw-tauw, San Ho kalian keluarlah sebentar, lohu sedang

membicarakan suatu urusan dengan Siauw-li”

Dengan sangat hormatnya Ti Then serta Suma San Ho menyahut

lalu mengundurkan diri dari dalam ruangan.

Ketika Wi Lian In melihat mereka sudah mengundurkan diri

segera sambungnya kembali dengan suaranya lirih :

"Tia, apakah kau tega menjodohkan kami kepadanya?”

Dengan perlahan Wi Ci To mengangguk-

"Bukankah tadi aku sudah bilang dia adalah seorang pemuda

yang dapat dipercaya, tidak perduli di dalam hatinya masih

menyimpan rahasia apa atau lain kali akan berbuat pekerjaan apa,

lohu percaya dia tidak akan membahayakan keselamatan dari

Benteng kita."

Wi Lian In segara mengangguk tanpa mengucapkan kata-kata

lagi.

"Sekarang aku mau tanya lagi, apakah kau sungguh-sungguh

menyenangi dirinya?" tanya Wi Ci To lebih lanjut.

"Siauw-li serahkan Tia yang mengambil keputusan " sahutnya

perlahan, dengan air muka yang berobah menjadi merah.

Halaman 47-48 robek/hilang

"Benar, lolap masih teringat beberapa tahun yang lalu Pocu

pernahmengalah dua biji catur kepada lolap tetapi akhirnya kita

main seimbang, ini hari Lolap mau melihat apakah permainan

caturku ada mendapatkan kemajuan atau tidak."

"Bagus sekali !" sahut Wi Ci To dengan girang. "Tetapi kita batasi

dua kali permainan saja, besok kita harus masih melakukan

perjalanan, ini malam kita orang tidak boleh terlalu banyak capai."

Berbicara sampai di sini segera tolehnya kearah Wi Lian In."

"In-ji, kau pergilah

seperangkat catur !"

menyuruh

pelayan

mempersiapkan

Wi Lian In menyahut dan mengundurkan diri dari dalam kamar

lalu perintahkan pelayan untuk mengambil alat catur.

Setelah semuanya selesai dia baru pergi mencari Ti Then serta

Suma San Ho ujarnya kemudian :

"Ti Kiauw-tauw, Suma suheng, bagaimana kalau kita berjalan-

jalan ke kebun bunga ?".

Padahal dia cuma ingin mengajak Ti Then seorang saja, karena

melihat Suma San Ho pun ada di situ dia merasa tidak baik untuk

meninggalkan dia seorang diri oleh sebab itulah sengaja dia

mengajaknya sekalian.

Ternyata Suma San Ho tahu diri juga, sahutnya dengan cepat :

"Kalian berdua pergilah, aku tidak ingin pergi."

"Kenapa tidak mau ikut ?" sengaja Wi Lian In mengomel.

"Ie-heng merasa lelah sewaktu melakukan perjalanan, lebih baik

aku cepat-cepat kembali ke kamar untuk beristirahat."

Selesai berkata dia sengaja memperlihatkan muka setan pada Ti

Then lantas kembali ke dalam kamar.

Demikianlah akhirnya Ti Then serta Wi Lian In berjalan ke dalam

kebun bunga di belakang rumah penginapan tersebut, agaknya

kebun bunga itu tidak pernah terawat karena kelihatan sekali

rumput yang tumbuh dengan amat suburnya ....

Walau pun begitu di dalam pandangan Wi Lian In tempat ini

merupakan suatu tempat yang sangat indah sekali, bersama-sama

dengan Ti Then mereka berjalan menuju ke sebuah gardu lalu

duduk berdampingan

"Kau sudah beritahukan urusan itu kepada ayahmu ?" tanya Ti

Then kemudian.

"Benar !" sahut Wi Lian In mengangguk. "Tetapi Tia mengatakan

aku banyak menaruh curiga terhadap.orang lain dan suruh aku

jangan banyak berpikir tidak karuan."

"Kemungkinan juga Cuo It Sian bukanlah manusia berkerudung

hitam itu, seharusnya ayahmu jauh lebih jelas dari kita."

Dengan perlahan Wi Lian In mengangguk.

"Saat ini Tia sedang main catur dengan dia orang di dalam kamar

...."

"Tadi ayahmu sedang membicarakan apa dengan kau ?" tanya Ti

Then kemudian,

"Coba kau terka !" seru Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.

Ti Then tersenyum.

"Apakah kalian sedang membicarakan barang yang diminta oleh

manusia berkerudung hitam itu?"

"Bukan !" jawab Wi Lian In sambil mengelengkan kepalanya.

"Membicarakan cara-cara untuk menolong Ih, Kha serta Pauw

tiga orang??"

"Soal itu tidak ada keharusan untuk mengelabuhi kau serta Suma

Suheng !"

"Lalu membicarakan urusanmu ?" seru Ti Then sambil tertawa.

"Cuma benar separuh saja."

"Lalu yang separuh membicarakan siapa ?" Tanya Ti Then lagi

sambil tertawa serak.

Wi Lian In segera manempelkan bibirnya dekat telinganya lantas

dengan nada yang manya sahutnya :

"Membicarakan dirimu."

"Membicarakan tentang apa tentang diriku?" Tanya Ti Then

dengan hati menegang.

Wi Lian In segera kirimkan satu kedipan mata yang menggiurkan

kepadanya "Coba kau terka lagi?” ujarnya.

"Dia orang tua menasehati dirimu untuk jangan terlalu bergaul

rapat dengan diriku?"

"Hihi...hiii...justru sebaliknya!"

Mendengar sampai di situ Ti Then segera menjadi paham

kembali, dia tersenyum.

"Kau menceritakan urusan tentang hubungan kita yang sudah

mengikat menjadi calon suami istri ?"

"Tidak, baru saja aku mau membicarakan urusan itu dengan Tia

mendadak dia balik bertanya kepadaku apakah aku..apakah aku. . .

kau mengerti bukan ?"

"Tidak!" sahut Ti Then sambil tertawa.

Dengan manyanya dia segera mencubit lengan Ti Then, serunya

dengan suara aleman:

“Jikalau kau pura-pura bodoh terus aku tidak mau berbicara lagi."

"Baik baiklah! aku tidak pura-pura bodoh lagi "ujar Ti Then

kemudian sambil tertawa terbahak-bahak. "Lantas bagaimana kau

memberikan jawabannya kepada ayahmu?”

"Aku bilang aku tidak tahu."

"Bagus sekali”

“Kenapa bagus sekali ?” Seru Wi Lian ln sambil mengirim satu

kerlingan mata kepadanya.

"Tidak mau dan tidak tahu mem punyai perbedaan yang sangat

besar sekali, bukan begitu ?"

"Ehmm .. , . selamanya Tia belum pernah langsung menanyakan

urusan ini kepadaku, tadi aku benar-benar merasa sangat malu

sekali” ujar Wi Lian In lagi sambil merebahkan dirinya ke dalam

rangkulan Ti Then.

"Tidak usah putar-putar lagi, akhirnya bagaimana ?"

"Dia bilang sesudah menolong Ih, Kha serta Pauw tiga orang

segera dia orang tua mau mengawinkan kita berdua."

Seketika itu juga Ti Then merasakan hatinya terjeblos ke dalam

jurang yang amat dalam sekali, dia merasa hatinya bagaikan dipukul

oleh ombak samudra yang tak putus-putusnya.

Urusan ini merupakan satu hal yang dinantikan sejak lama sekali,

juga merupakan sebuah urusan yang paling ditakuti olehnya. saat

ini dia tidak dapat mengata hatinya girang atau murung, seluruh

tubuhnya terasa menjadi sangat tegang sekali, karena dengan

demikian berarti juga 'Rencana busuk" dari majikan patung emas

sudah hampir mencapai kesuksesan

sedangkan dirinya sebagai seorang patung emas

mulai memperoleh perintah,

pun bakal

untuk melakukan sesuatu perbuatan yang sama sekali merugikan

Wi Ci To bersama putrinya..”

ooooOOoooo

Walau

pun di dalam hati kecilnya dia sudah mengambil

keputusan jikalau majikan patung emas mau perintah dirinya

melakukan suatu pekerjaan yang sekali merugikan Wi Ci To beserta

putrinya dia akan melakukan perlawanan dengan taruhan nyawa,

tetapi setelah dipikir lebih teliti lagi dia pun merasa bahwa urusan

ini tidak bisa diselesaikan dengan kematian dirinya, karena majikan

patung emas baru mau memberikan peiintahnya yang kedua selelah

dirinya kawin dengan Wi Lian In.

Sedangkan pada saat itu nasi sudah akan menjadi bubur, jikalau

dirinya mati bukankah sama saja dengan dirinya sudah merusak

kebahagiaan dari seorang nona?

Makanya dia merasakan hatinya sangat bingung sekali.

Saat ini Wi Lian In pun dapat melihat dia orang betul-betul mem

punyai pikiran yang ruwet, dengan perlahan tangannya ditepuk-

tepukkan ke atas bahunya lalu tanyanya dengan suara yang amat

halus:

"Agaknya kau merasa tidak begitu gembira ??"

"Siapa yang bilang??" ujar Ti Then dengan cepat sambil

memperlihatkan senyumya.

"Dari sikapmu aku bisa melihat jelas!”

“Tapi belum tentu rasa gembira yang terkandung di dalam hati

harus diperlihatkan di atas wayah"

"Tetapi berita ini tidak seharusnya membuat kau orang merasa

sangat tidak gembira !"

"Apakah wayahku memperlihatkan kalau hatiku merasa tidak

senang?" tanya Ti Then kemudian.

"Sedikit pun tidak salah,"

“Kau sudah salah melihat” seru Ti Then kemudian. "Aku tidak

mem punyai alasan untuk merasa tidak gembira, aku cuma..eeei!

Ini yang dinamakan ilmu menenangkan hati, yang dimaksud

sekali pun gunung ambruk di depan mata tidak menjadi kaget,

gembira tidak kelihatan senang, menemui bencana tidak kelihatan

murung, malang tidak tampak mengerang.

"Omong kosong! Kecuali tidak suka padaku kalau tidak

bagaimana bisa melihat gembira tidak menjadi girang hati?" Sela Wi

Lian In sambil mencibirkan bibirnya.

"Bukankah aku sekarang sedang girang hati?' Ujar Ti Then cepat-

cepat sambil meraperlihatkan tertawanya yang dipaksakan.

“Aku bisa melihat kau sengaja memperlihatkan tertawamu yang

dipaksakan”

"Bagaimana bisa jadi ?” ujar Ti Then sambil mengangkat

bahunya. "Aku sudah bilang aku tidak mem punyai alasan untuk

bergirang hati"

"Bilamana seseorang tidak dapat mengikuti perubahan perasaan

hatinya dengan memperlihatkan gembira, marah, murung dan sedih

hati hal ini membuktikan kalau ...... membuktikan kalau...”

“Membukikan kalau orang itu adalah seorang yang amat dingin

kaku dan tidak berperasaan bukan begitu??" sambung Ti-Then

dengan cepat.

"Tapi aku tahu kau bukanlah seorang manusia yang dingin kaku

dan tidak berperasaan'

"Kalau begitu sangat bagus sekali”

''Lalu kau mem punyai rahasia apa yang terkandung di dalam

hatimu ??" desak Wi Lian In lagi.

"Aku tidak punya rahasia apa-apa !"

"Kau sedang menipu aku !"

"Jika semisalnya aku benar-benar ada rahasia hati maka itu

berarti juga aku sedang merasa murung apakah dikemudian hari

aku bisa memberikan kegembiraan buat dirimu...”

"Asalkan kau benar-benar suka padaku tidaklah perlu untuk

merasa murung hati" ujar Wi Lian In sambil memandang tajam

wayahnya.

"Sudah tentu aku suka padamu. ..."

Wi Lian ln segera menarik-narik ujung bajunya, lantas ujarnya

dengan suara yang perlahan : "Omong sesungguhnya sebetulnya

kau mempnyai rahasia atau tidak ?"

Dalam hati Ti Then merasakan hatinya serasa berdesir.

"Haa . . . haaa . - . haaa .... Bagaimana malam ini kau bisa

memperlihatkan sikap yang demikian berubah dan tidak seperti

biasanya ?" ujarnya sambil tertawa paksa.

"Apa kau orang minta bukti ?"'

"Coba katakan !" ujar Ti Then sambil angkat kepalanya.

"Sebenarnya Tia sudah cegah aku untuk jangan menanyakan

urusan ini kepadamu, dia bilang sekali pun di dalam hatimu

tersimpan sesuatu rahasia tetapi belum tentu mem punyai bahaya

bagi kita ayah beranak, sekali pun begitu tapi aku merasa ada

pentingnya juga untuk bertanya lebih jelas lagi kepadamu karena

sekarang aku sudah menjadi calon istrimu, aku mem punyai hak dan

tugas untuk ikut memikul kemurungan hatimu itu !"

Semakin lama Ti Then merasa hatinya semakin tidak tenang,

tetapi pada wayahnya masih tetap memperlihatkan sikapnya yang

sama sekali tidak menjadi sesuatu urusan apa pun.

"Jikalau di dalam hatiku tersimpan suatu urusan tentu aku bisa

memberitahukannya kepadamu, tapi aku betul-betul tidak mem

punyai rahasia apa pun."

"Kalau begitu" ujar Wi Lian In lagi sambil memandang tajam wa

jahnya. "Waktu itu setelah kau berhasil memukul mundur si anying

langit rase bumi di atas tebing Sian Ciang dan mengikuti Tla masuk

ke dalam ruangan baca di dalam benteng kenapa kau minta Tia

untuk berkelahi dengan dirimu ? Kenapa kau bilang apabila Tia bisa

mengalahkan dirimu berarti pula sudah

menyelesaikan suatu urusan yang amat sulit ?"

membantu

kau

Ti Then sama sekali tidak menyangka dia bisa secara tiba-tiba

menanyakan kembali urusan ini, untuk beberapa saat lamanya dia

orang dibuat kelabakan tidak tahu bagaimana baiknya untuk

memberikan jawabannya.

"Ooouw .... soal ini??" ujarnya agak malu.

"Sekarang juga aku minta penjelasan yang beralasan dari

dirimu,"

"Itu...itu ..... sebetulny tidak ada urusan ap-apa!" sahut Ti Then

dengan gelagapan. “Waktu Itu kalian terus menerus menganggap

aku sebagai Lu kongcu maka dalam hati aku merasa kheki dan ingin

sekali . . ingin sekali meningalkan Benteng Pek Kiam Po, tetapi

menginginkan aku orang supaya tetap tinggal di sana, hatiku waktu

itu benar-benar merasa serba susah bahkan ayabmu terus menerus

mendesak aku dan bertanya apakah di daiam hatiku sudah

tersimpan satu rahasia.

Di dalam keadaan terdesak mendadak dalam ingatanku

berkelebat satu akal. aku pura-pura memperlihatkan kalau aku

benar-benar mem punyai sesuatu rahasia hati yang tidak bisa

diberitahukan kepada orang lain, dengan mengambil kesempatan itu

aku pun mengajak dia untuk berkelahi.

Padahal aku tahu ayahmu pasti tidak akan mau bertempur

dengan diriku, saat itu aku sengaja berkata demikian sebetulnya

bertujuan agar ayahmu menarah rasa curiga yang lebih besar lagi

terhadap diriku sehingga mengijinkan aku meninggalkan Benteng

Pek Kiam Po kalian itu!"

“Penjelasan ini sama sekali tidak sesuai dengan keadaan !" Seru

Wi Lian In kemudian setelah selesai mendengarkan perkataannya

itu.

"Tetapi hal ini merupakan kejadian yang sungguh-sungguh!"

Agaknya Wi Lian In merasa sangat tidak puas dengan

penjelasannya itu, dia tundukkan kepalanya tidak mengucapkan

sepatah kata pun,

Ti Then dengan sikap seperti sengaja seperti juga tidak sengaja

menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, lantas bisiknya dengan

suara yang amat lirih :

"Lian in, jikalau kau merasa tidak tega hati ternadap aku orang

kau boleh beritahukan kepada ayahmu supaja untuk sementara

waktu menunda maksudnya untuk menyelenggarakan perkawinan di

antara kita !"

Wi Lian In merasa semakin tidak puas lagi, mendadak dia bangkit

berdiri.

"Baik, aku segera memberitahukan urusan ini kepada Tia ! "

Selesai berkata dengan gemas dan marahnya dia berlari

meninggalkan gardu tersebut.

Dengan, pandangan yang amat sayu Ti Then memperhatikan dia

orang berlalu meninggalkan kebun bunga itu, dalam hati dia benar-

benr merasa sangat sedih sekali, tetapi dia pun merasa sedikit

girang hati.

Dia menganggap bilamana Wi Lian In benar-benar

memberitahukan perkataan ini kepada ayahnya maka untuk

sementara waktu Wi Ci To tentunya akan menghapuskan pikiran

tersebut, walau pun hal ini akan menusuk hatinya tetapi terhadap

kehidupan selanjutnya malah mem punyai kebaikan.

Jika dibicarakan dengan perkataan lain, dia menganggap sehari

dirinya belum kawin dengan Wi Lian In maka satu hari pula majikan

patung emas tidak dapat memberikan perintahnya yang kedua, jika

secara demikian berlarut-larut terhadap "Rencana busuk" yang

disusun oleh majikan patung emas

pun menjadi kurang

menguntungkan sebaliknya terhadap dirinya sendiri Wi Ci To dan Wi

Lian In sangat "Menguntungkan" sekali.

Tetapi apakah Wi Lian In benari pergi ke kamar ayahnya dan

meminta dia orang tua untuk sementara waktu membatalkan

maksudnya hendak mengadakan perkawinan di antara mereka?

Tidak! Sama sekali tidak!

Dia terus berlari masuk ke dalam kamarnya di rumah penginapan

tersebut lantas naik ke atas pembaringan untuk tidur dengan

lelapnya.

Keesokan harinya tua muda enam orang sesudah membereskan

rekening segera meninggalkan rumah penginapan itu untuk

melanjutkan perjalanan kembali ke Benteng.

Di tengah perjalanan tidak terjadi urusan apa-apa, pada hari

keempat siang akhirnya mereka berenam sudah tiba kembali ke

dalam Benteng Pek Kiam Po.

Di bawah sambutan yang amat hormat dari beberapa puluh

orang pendekar pedang merah Wi Ci To masuk ke dalam Benteng

dan duduk di tengah ruangan, tanysnya kemudian kepada si jago

pedang penembus ulu hati, Shia Pek Tha :

"Pek Tha, sudah beberapa lama kau kembali ke dalam Benteng

?"

"Hamba sudah ada enam, tujuh hari lamanya kembali ke dalam

Benteng."

"Apakah di dalam Benteng sudah terjadi sesuatu urusan ?” tanya

Wi Ci To kembali.

"Tidak."

“Apakah tidak menemukan adanya manusia yang tidak dikenal

menyusup ke dalam Benteng kita ?"

"Tidak ada, sejak Pocu meninggalkan Benteng keadaan di sini

sama sekali aman tentram tidak t erjadi suatu peristiwa pun."

Dengan perlahan Wi Ci To menyapu sekejap kearah para

pendekar pedang merah yang berdiri di sampingnya lantas

tanyanya:

"Kalian semua pada menerima perintah untuk meninggalkan

Benteng guna menawan Hong Mong Liang manusia terkutuk itu,

sewaktu kembali ke dalam Benteng ada siapa yang pernah bertemu

dengan Ih Kun, Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen?"

"Tecu tidak ada yang melihat !" sahut para pendekar pedang

merah secara berbareng.

"Bagaimana dengan mereka bertiga?" tanya Shia Pek Tha dengan

amat terperanyat.

"Mereka bertiga sudah terjatuh ke tangan seorang manusia

berkerudung hitam"

Segera dia menceritakan seluruh kejadian itu dengan sejelas-

jelasnya.

Sampai waktu ini masih ada tpakah Ih,

Kha serta Pauw tiga orang betul-betul terjatuh ke tangan manusia

berkerudung hitam itu masih merupakan satu pertanyaan yang

mencurigakan bagiku .. . . " ujar Shia Pek Tha dengan perlahan.

"Tidak akan' salah lagi !" seru Wi Ci To sambil tertawa dingin tak

henti-hentinya. "Manusia berkerudung itu tidak perlu menggunakan

omongan bohong untuk menipu kita. Ih, Kha serta Pauw tiga orang

pasti sudah terjatuh ketangan musuh !"

Shia Pek Tha termenug berdiam diri.

"Dia minta lohu kem bali ke dalam Benteng untuk menunggu

kabar beritanya" ujar Wi Ci To lagi. "Maka di dalam beberapa hari ini

pasti ada berita yang akan muncul, kalian seharusnya sedikit

berhati-hati lagi."

Selelah semuanya selesai dia segera memerintahkan untuk

mempersiapkan perjamuan buat menyambut datangnya si Sian

Thay-ya atau si pembesar kota Cuo It Sian. Sore itu dengan

membawa mabok Ti Then balik kembali ke dalam kamarnya, si Lo-

cia itu pelayan tua segera membantu dia membawakan sebaskom

air untuk cuci muka, lalu sambil tertawa pecengis-an ujarnya :

"Ti Kiauw-tauw, katanya Hong Mong Ling itu bangsat cilik sudah

mati ?"

"Benar!" sahut Ti Then sambil mencuci muka. "Dia dibinasakan

oleh sebuah batu yang disambit oleh manusia berkerudung hitam."

"Sebetulnya manusia

mana?"tanya Lo-cia lagi.

berkerudung

itu

berasal

dari

aliran

"Sampai sekarang masih belum tahu..."

"Hamba dengar si rase bumi Bun Jin Cu pun sudah mati"

"Tidak salah, dia sudah bunuh diri !"

Dia orang "kenapa mau bunuh diri?" desak si-Lo-cia lebih lanjut.

Ti Then segera melemparkan handuknya kearah dia lantas

menepuk-nepuk bahunya.

“Aku baru saja pulang" ujarnya sambil tertawa. "Sekarang aku

orang harus tidur dulu dengan nyenyak lain kali saja aku

beritahukan kepadamu."

"Baik .... baik .... baik !" sahut Lo-cia sambil bungkukkan dirinya

memberi hormat. "Heee .... heee .... hamba selamanya tidak bisa

menghilangkan penyaktt cerewetnya ini, Ti Kiauw-tauw silahkan

beristirahat!"

Selesai berkata dengan mengambil

mengundurkan dirinya dari dalam kamar.

baskom

air

itu

dia

Ti Then segera naik ke atas pembaringan untuk beristirahat,

tidak terasa lagi dia sudah tertidur dengan amat nyenyaknya.

Menanti setelah didengarnya ada orang yang mengetuk pintunya

dia baru bangun dari pulasnya, ketika melihat keluar jendela

terlihatlah hari sudah gelap, dengan tergesa-gesa dia meloncat

bangun sambil bertanya :

"Siapa ?”

"Aku !”

Suara dari Wi Lian In !

"Silahkan masuk !" ujar Ti Then kemudian sambil tersenyum.

"Kenapa tidak pasang lampu?" tanyanya.

"Aku baru saja cuci muka sebentar, kemudian sudah tertidur

dengan amat nyenyaknya.”

Dia segera menyulut lampu kamar dan katanya sambil tertawa :

"Apa sudah waktunya untuk tidur malam ?"

"Sudah hampir" sahut Wi Lian In mengangguk. "Aku lihat satu

siangan kamu orang terus menerus tutup pintu tidak keluar

makanya sengaja aku kemari untuk menjenguk, tidak tahunya kau

sedang tidur.”

"Setelah tiba di dalam Benteng hatiku merasa amat tenang

sekali, karenanya mudah sekali untuk tertidur nyenyak."

"Hiii ..hii .... kiranya kau pun mem punyai perasaan hati tenang

setelah kembali ke dalam Benteng sehingga bisa tertidur dengan

amat nyenyaknya" ujar Wi Lian In sambil tertawa. "Aku masih

mengira kau dapat bersikap seperti di tempat luaran, melihat

kegembiraan tidak senang, menemui bencana tidak murung!"

"Kau orang sungguh pintar sekali mencari kelemahan ucapan

orang lain" seru Ti Then sambil angkat bahunya.

"Tia serta Cuo It Sian sedang ngomong-ngomong di dalam kamar

buku, bagaimana kalau kita pergi ke sana ?"

"Baiklah, mari kita ke sana.”

“Rasanya kau sudah tidak menaruh rasa curiga dengan Cuo It

Sian?”

“Rasa curiga sudah tentu masih ada sedikit" ujar Ti. Then sambil

tertawa. "Tetapi kalau memangnya ayahmu menyalahkan kita orang

terlalu banyak menaruh curiga kepada orang lain lebih baik untuk

sementara kita lepaskan rasa curiga tersebut”

"Tla sering menggunakan hati seorang budiman untuk

menghadapi pikiran licik manusia rendah, aku merasa kuatir...”

Ti Then termenung sebentar lantas ujarnya sambil tertawa :

“Bilamana kau merasa kuatir aku bisa ajarkan satu cara buat

dirimu."

“Coba kau katakanlah !”

"Selama beberapa malam ini kau jangan tidur tetapi sembunyilah

diluar jendela Cuo It Sian untuk melakukan pengintaian."

“Kau menganggap jikalau dia adalah manusia berkerudung hitam

itu maka dia bisa melakukan gerakannya pada malam hari ?" tanya

Wi Lian ln sambil memperhatikan wajahnya.

"Benar “ sahut Ti Then mengangguk. "Kemungkinan sekali

diwaktu malam secara bersembunyi-sembunyi dia bisa mendekati

jendela dari ayahmu untuk kirim beritanya.”

"Apakah yang kau maksud dengan berita adalah waktu serta

tempat untuk saling tukar menukar barang ?" tanya Wi Lian ln

perlahan.

"Benar."

"Dapatkah dia orang pergi mencari barang milik ayahku dengan

mengambil kesempatan sewaktu ada di dalam Benteng kita ?"

"Tidak mungkin!” sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

"Jikalau dia menganggap barang tersebut bisa dicuri sejak dahulu

dia sudah turun tangan untuk mencurinya."

Dengan perlahan Wi Lian ln mengangguk.

“Jikalau menyuruh aku seorang diri mengawasi gerak-geriknya

dengan seorang diri aku rasa terlalu tidak enak, bagaimana jika kau

temani aku?" ujarnya kemudian.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 26 : Manusia berkerudung ternyata Sian Thay-ya

"TIDAK, aku tidak dapat menemani kau orang !”sahut TI Then

sambil gelengkan kepalanya.

"Kenapa ?” tanya Wi Lian In dengan kurang senang.

"Di dalam Banteng sebelum mendapatkan perintah dari ayahmu

aku tidak leluasa untuk sembarangan bergerak"

"Jikalau Tia nanti menyalahkan kau biarlah aku ssorang diri yang

menanggung.”

"Aku orang bukannya takut dimaki oleb ayahmu sebaliknya

karena kedudukanku sebagai Kiauw-tauw seharusnya menghormati

ayahmu" ujar Ti Then mengharapkan.

"Baiklah, jikalau kau tidak mau menemani aku biarlah aku ajak

Pek Tha suheng untuk menemani aku orang !" Seru Wi Lian In

sambil mencibirkan bibirnya.

"Bagus, aku setuju !”

Dengan sangat tidak senang Wi Lian In berlalu dari sana.

Malam hari itu sekali lagi Wi Ci To menyamu diri Cuo It Sian,

semua orang minum arak dan bersantap dengan gembiranya,

setelah ngobrol ke sana ke sini akhirnya masing-masing kembali ke

kamarnya sendiri-sendiri untuk beristirahat.

Ti Then yang sekembalinya ke dalam kamar segera mandi lalu

naik ke atas pembaringannya untuk tidur.

Dia tahu majikan patung emas tentu akan munculkan dirinya

ditengah malam untuk menanyai kejadian serta kemajuan yang

dicapai dengan Wi Lian In selama satu bulan lebih ini, dalam hati dia

terus berpikir untuk mencari jawaban yang akan diberikan nanti.

Ternyata sedikit pun tidak salah, kurang lebih pada kentongan

ketiga majikan patung emas sudah munculkan dirinya beserta

dengan patung emasnya dari atas atap rumah.

Kali ini Ti Then sudah bangun dari pulasnya sebelum majikan

patung emas menurunkan patung emasnya, dengan mata melotot

lebar-lebar dia memperhatikan sepasang tangan yang agak samar-

samar membuat atap kamarnya lalu melihat juga patung emas itu

dengan perlahan-lahan diturunkan ke samping pembaringan, dalam

hati diam-diam dia orang merasa sangat terperanyat sekali pikirnya:

"Kenapa tiap kali dia munculkan dirinya di atas atap rumah

selama ini tidak pernah ditemui oleh para pendekar pedang yang

melakukan perondaan di sekeliling Benteng ?? apa mungkin dia

benar-benar sudah berhasil melatih ilmu untuk melenyapkan diri ?

"Ti Then, kau bangunlah !"

Terdengar suara dari majikan patung emas dengan amat

Iembutnya berkumandang datang dari atas rumah.

Ti Then segera bangun dan menggoyang-goyangkan patung

emas tersebut, serunya dengan menggunakan ilmu untuk

menyampaikan suara .

"Aku tahu malam ini kau bisa datang” Majikan patung emas pun

segera tertawa.

"Aku pun tahu kau orang sedang menunggu aku"

"Kau ada banyak pertanyaan yang hendak kau ajukan bukan ?"

"Benar!" sahut majikan patung emas itu singkat.

"Ehmmm..kau boleh mulai bertanya !"

"Kau bicaralah ! Ceritakan seluruh kejadian yang kau alami sejak

meninggalkan benteng Pek Kiam Po sampai kembali lagi ke dalam

benteng"

"Jika demikian adanya, bercerita sampai pagi pun belum tentu

bisa selesai" seru Ti Then dengan keras.

"Katakan saja yang penting-penting”

"Setelah kami meninggalkan Benteng Pek Kiam Po karena jarak

waktu perjalanan dengan si rase bumi, mengambil keputusan untuk

pergi kegunung Kim Teng San terlebih dahulu untuk main-main. ..”

"Hey bocah Cilik !" Potong majikan patung emas tiba-tiba. "Kau

orang sengaja pergi kegunung Kim Teng San apakah hendak

mempamerkan kepandaian silatmu di hadapan si kakek pemalas Kay

Kong Beng itu?"

"Apa arti dari perkataanmu ini?" serunya.

"Tahun yang lalu kau pernah pergi ke tempatnya meminta dia

menerima kau sebagai muridnya tetapi dia tidak mau menerima, di

dalam hatimu sudah tentu merasa gemas juga terhadap dirinya

bukan ? kini kau sudah berhasil mempelajari kepandaian silat dari

diriku, kau sengaja mau memamerkan di hadapannya bukan begitu

?"

"Tidak benar “ Jawab Ti Then sambil gelengkan kepalanya. "Dia

orang tidak mem punyai alasan untuk harus menerima aku sebagai

muridnya sehingga aku pun tidak punya alasan untuk membenci

dirinya apa lagi sengaja pergi ke tempat tinggalnya untuk

mempamerkan kepandaian silatku !"

"Ehmm . . , sekarang teruskan !”

"Semula kami pun tidak ingin pergi menemui Kay Kong Beng

tetapi kemudian Wi Lian In bilang sekali pun dia orang belum

pernah bertemu muka dengan jago nomor wahid di dalam Bu-lim

saat ini dan terus menerus mengajak aku untuk menyambanginya,

akhirnya aku membawanya juga pergi ke atas puncak, siapa tahu

sewaktu hendak tiba di depan gua tempat Kay Kong Beng itulah

mendadak kita menemukan Hong Mong Ling sedang berlutut di

depan gua itu . . . "

Dengan amat tenangnya majikan patung emas mendengarkam

semua kisahnya, menanti setelah didengarnya Hong Mong Ling

telah dibinasakan oleh seorang dengan menggunakan sambitan

batu sewaktu dia orang mau memberi tahu nama dari orang yang

sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu segera diselanya :

"Sudah tentu orang itu adalah orang yang telah melakukan jual

beli dengan Huang Puh Kiam Pek ?"

“Sedikit pun tidak salah, dia membinasakan Hong Mong Ling

agar dia menutup mulut untuk selama-lamanya."

"Lantas kau berhasil menemukan orang ini?” tanya majikan

patung emas lagi.

"Tidak” gerak geriknya sangat cepat sekali, waktu aku bersama-

sama dengan nona Wi melakukan pemeriksaan di sekeliling tempat

itu ternyata sama sekali tidak menemukan sedikit pun jejak yang

mencurigakan, akhirnya kita teringat kembali kalau di dalam Bu-lim

saat ini orang yang bisa membayar uang sebesar satu laksa tahil

perak kecuali si anying langit rase bumi cuma ada Sian Thay-ha atau

si pembesar kota Cuo It Sian saja karenanya kami mengambil

keputusan untuk pergi mencari Cuo It Sian .. "

Dia segera menceritaikan seluruh kisahnya dengan amat jelas

sekali, tidak selang lama kemudian seluruh kejadian yang dialaminya

sudah selesai diceritakan.

“Jika demikian adanya Cuo It Sian itu ini memang merupakan

seorang yang sangat mencurigakan sekali" ujar majikan patung

emas kemudian.

"Ya atau tidak aku tidak berani bicara sembarangan,"

“Seharusnya Wi Ci To mengetahui akan hal ini.”

"Aku pun berpikir demikian !"

"Wi Ci To bilang dia orang tidak tahu barang apa yang diminta

oleh manusia berkerudung hitam itu, menurut aku tentunya

merupakan omong kosong belaka !” ujar majikan patung emas lagi

dengan perlahan.

"Aku pikir tentunya kau tahu bukan barang apa yang diminta oleh

manusia berkerudung hitam itu ?"

"Aku tidak tahu!"

"Tentunya aku pun berbicara tidak sesungguhnya!” Sambung Ti

Then segera.

“Aku bukannya manusia berkerudung hitam itu bagaimana aku

orang bisa tahu barang apa yang diminta dirinya?”

"Aku percaya kau orang tentunya merupakan orang-orang dari

satu golongan, barang yang diminta pun tentu sama!"

"Haaa. . haaa. . . . bagaimana kalau kita bertaruhan?" ujar

majikan patung emas sambil tertawa.

"Taruhan apa?"

"Bilamana dikemudian hari kau tahu kalau barang yang diminta

manusia berkerudung itu sama dengan barang yang aku minta kau

boleh tidak usah menjadi patung emasku lagi, sebaliknya jikalau

barang yang aku minta sama sekali berbeda bagaimana kalau kau

orang jadi patung emasku lagi untuk selama satu tahun"

Ti The a segera merasakan hatinya bergidik.

"Tidak mau. . . . tidak mau. . . ." serunya dengan gugup.

"Kau sudah takut?" ejek majikan patung emas sambil tertawa.

"Benar!" sahut Ti Then sambi! memperlihatkan tertawanya yang

amat pahit. "Aku yang jadi patung emas sudah merasakan sangat

menderita sekali, jikalau harus jadi patung emas selama satu tahun

lagi bukankah nyawaku pun akan ikut Ienyap?"

"Kalau begitu seharusnya kau orang mau percaya kalau tujuanku

sama sekali berbeda dengan tujuan dari manusia berkerudung hitam

itu!”

"Aku percaya ....... aku percaya !" sahut Ti Then berulang kali,

"Ehmm ...... bagaimana hubunganmu dengan Wi Lian In ?" tanya

majikan patung emas lagi.

"Seperti keadaan semula, tidak baik juga tidak jelek."

Mendengar perkataan itu majikan patung emas menjadi amat

gusar.

“Hal ini berarti juga kau orang belum mengeluarkan

kepandaianmu terhadap dirinya, bukan begitu ?" bentaknya dengan

keras.

"Coba kau pikirlah lebih teliti, kejadian yang sudah aku alami

selama satu bulan ini, kami benar-benar tidak mem punyai

kesempatan untuk berCintaan dan bermesra-mesraan !"

"Aku tidak percaya !” Seru majikan patung emas. "Jikalau

diantara kalian yang satu punya rasa Cinta sedang yang lain tidak

punya maksud berbuat begitu sekali pun kalian dijebloskan ke dalam

neraka tingkat kedelapan belas juga sama sekali tidak punya selera

untuk berkasih-kasihan."

"Aku nasehatkan kau lebih baik jangan keburu-buru, urusan

semacam ini tidak bisa dipaksa!"

"Aku pun menasehatkan padamu" seru majikan patung emas

sambil tertawa dingin." Jikalau kau ingin cepat-cepat bebaskan diri

dari belenggu, cepat-cepat memperistri dirinya !"

"Jikalau Wi Ci To mem punyai maksud untuk mengawinkan

putrinya kepadaku kemungkinan sekali sudah hampir"

"Dia orang pernah memberi tanda kepadamu?"

"Belum" sahut Ti-Then sambil gelengkan kepalanya, "Sekarang

dia orang sedang merasa risau karena ketiga orang anak buahnya

terjatuh ke tangan manusia berkerudung hitam itu, mana dia orang

punya selera untuk mengurusi urusan ini?”

"Kalau memangnya begitu apa yang kau artikan dengan ‘Mungkin

sudah hampir itu’? kau berdasarkan apa berani berkata demikian ?"

"Aku sedang berpikir jikalau aku bisa menolong Ih, Kha serta

Pauw tiga orang lolos dari 'belenggu manusia berkerudung hitam itu

kemungkinan sekali dia bisa mengawinkan putrinya kepadaku”

"Tidak salah !" sahut majikan patung emas itu membenarkan.

"Hal ini membutuhkan berapa waktu lamanya?"

"Soal ini tidak bisa diketahui dengan pasti sskarang kami sedang

menunggu berita dari manusia berkerudung hitam itu, menanti

selelah ada berita darinya aku segera akan melakukan sesuatu

gerakan, uma saja....."

“Cuma saja apa?"

“Aku takut dia orang tidak memperkenankan aku ikut campur di

dalam urusan ini”

“Yang kau maksudkan Wi Ci To ?"?" tanya majikan patung emas.

“Benar!” jawab Ti Then sambil mengangguk. "Dia tidak mau

memberitahukan barang apa yang diminta oleh manusia

berkerudung hitam itu kemungkinan sekali dia

pun tidak

memperbolehkan aku untuk membantu dia orang pergi menolong

orang karena jikalau aku ikut di dalam gerakannya maka akhirnya

kemungkinan juga aku pun bisa ikut mengetahui “rahasia" nya !”

"Tetapi dia pun tidak mungkin membiarkan ketiga orang anak

buahnya kehilangan nyawa bukan?"

"Sudah tentu, tetapi dia bisa pergi seorang diri untuk

menyelesaikan urusan ini dengan manusia berkerudung hitam itu."

"Aku kira tidak mungkin, kecuali dia rela menyerahkah barang

yang diminta pihak lawan kalau tidak dia pasti akan membawa

pembantu di dalam menyelesaikan urusan ini”

"Jikalau dia membutuhkan tenaga bantuanku sudah tentu aku

akan membantunya dengan hati rela dan menolong kembal Ih, Kha

serta Pauw tiga orang, saat itu bilamana dia mem punyai maksud

untuk mengawinkan putrinya kepadaku kemungkinan sekali segera

akan mengutarakannya keluar."

"Baiklah., aku menunggu beritamu !” akhirnya seru majikan

patung emas itu dengan perlahan.

“Kalau aku sudah ada janyi sebelumnya dengan dirimu sudah

tentu aku bisa melakukannya dengan sepenuh hati, tetapi aku tidak

berani memastikan aku pasti bisa memenuhi harapanmu, tidak

perduli bagaimana pun juga perkawinan adalah, merupakan satu

soal yang maha besar, hal ini kau seharusnya mengerti jelas terlebih

dahulu."

Sebenarnya majikan patung emas sudah menarik patung

emasnya naik ke atas untuk berlalu dari sana, mendengar perkataan

itu mendadak dia berhenti sehingga membiarkan patung emasnya

bergantungan ditengah udara.

"Apa arti dari perkataanmu itu ?” tanynya.

“Aku bilang belum tentu aku berhasil mencapai apa yang

diharapkan."

“Kecuali kau sengaja mengacau jalannya rencanaku ini kalau

tidak pasti akan berhasil" ujar majikan patung emas sambil tertawa

dingin. "Karena Wi Lian In sudah menaruh rasa Cinta kepadamu !.

Kalian berdua sudah sama-sama jatuh Cinta dan sama-sama senang

pada yang lainnya!"

“Tetapi masih ada searang Wi Ci To” sambung Ti Then dengan

amat cepat. "Jikalau dia orang tidak mem punyai maksud untuk

mengawinkau putrinya kepadaku, sekali pun Wi Lian In menaruh

Cinta kepadaku secara bagaimana pun juga tidak berguna."

Majikan patung emas termenung berpikir sebentar, lalu dengan

suara yang amat ketus dan dingin teriaknya :

“Apakah kau orang sudah menceritakan hubungan diantara kita

kepada Wi Ci To secara diam-diam ?"

"Tidak...!”

"Kalau begitu” sambung majikan patung emas lagi. "Dengan

watak serta kepandaian silatmu ditambah pula dengan jasa yang

kau peroleh buat benteng Pek Kiam Po, Wi Ci To pasti akan

menerima dirimu sebagai menantunya!”

Ti Then termenung tidak menyawab lagi.

"Tapi menurut aku” sambung majikan patung emas lagi, "Tidak

perduli kau berhasil bantu dia untuk menolong Ih, Kha serta Pauw

bertiga atau tidak, setelah urusan ini beres semua dia pasti akan

mengawinkan putrinya kepadamu, kalau tidak......kalau tidak hal ini

berarti kau pernah secara diam-diam memberitahukan kepada Wi Ci

To kalau kau orang sama sekali tidak punya maksud untuk

mengawini putrinya, sampai waktu itu aku tidak berlaku sungkan-

sungkan lagi terhadap dirimu!”

Ti Then tetap bungkam diri tidak berbicara.

Dengan perlahan majikan patung emas menarik kembali patung

emasnya ke atas sambil ujarnya kembali :

"Pokoknya kau orang boleh berlega hati, kau tidak usah takut

kalau lain kali aku menyuruh kau mencelakai Wi Ci To, Wi Lian In

atau anak buahnya, sekali lagi aku terangkan tujuanku sama sekali

tidak ada jeleknya terhadap semua orang yang ada di dalam

Benteng Pek Kiam Po ini”

"Tidak ada jeleknya apakah mungkin ada baiknya ?"

Waktu itu majikan patung emas sudah menarik kembali patung

emasnya, ketika mendengar perkataan tersebut dia lantas

menyawab :

“Boleh dikata sangat menguntungkan dirimu, karena Wi Ci To

yang

punya menantu seperti kau boleh dikata sangat

menguntungkan dirinya."

“Kalau begitu apakah tujuanmu baru berhasil setelah aku berhasil

memperistri diri Wi Lian In ?”

“Bukan, tujuanku adalah . , .. baiklah ! Aku bisa beri sedikit

keterangan buat dirimu. Cuanku pun sama dengan tujuan dari

manusia berkerudung hitam itu yaitu ingin mendapatkan semacam

barang yang tidak berharga dari Wi Ci To, Cuma saja barang yang

aku minta sama sekali berbeda dengan barang yang diinginkan oleh

manusia berkerudung hitam itu !”

"Kalau memangnya sama sekali tidak berharga buat apa kau

orang berusaha begitu keras dengan bersusah payah hendak

mendapatkanaja ?”

"Karena dia sangat penting buat diriku" sahut majikan patung

emas itu dengan tegas. "Kita ambil contoh saja bilamana aku

sedang membangun satu rumah tetapi kekurangan sebuah batu

bata sebaliknya di daiam Benteng Wi Ci To mem punyai kelebihan

batu bata maka itu aku ingin mendapatkan batu bata milik Wi Ci To

ini terhadap dirinya boleh dikata sama sekali tidak menemui

kerugian apa pun sebaliknya jika dibicarakan buat aku orang dengan

barang itu maka rumahku akan segera jadi.... sudahlah, untuk

malam ini sampai sekian saja, kau pergilah tidur!”

Dia mengulur keluar tangannya yang samar-samar untuk

menutup atap kamar lantas bagaikan bertiupnya angin sudah

berlalu dari sana tanpa mengeluarkan sedlkit suara pun.

Dengan termangu-mangu Ti Then memandang ke atas jendela,

penjelasan dari majikan patung emas ini bukan saja tidak membuat

dia menjadi jelas atas beberapa persoalan yang membingungkan

hatinya bahkan semakin membingungkan lagi, sudah tentu dia

paham apa yang diminta oleh majikan patung emas itu bukanlah

sebuah batu bata seperti perkataannya tadi, perkataan biar pun ini

tidak lain Cuma perumpamaan saja, tetapi di dalam hati dia berpikir:

“Kalau memangnya barang yang diminta oleh majikan patung

emas itu sama sekali tidak ternilai sehingga menyerupai sebuah

batu bata apa lagi merupakan barang 'Sisa"' dari Wi Ci To, kenapa

dia orang tidak mau memintanya dari Wi Ci To secara berterus

terang ? Sebaliknya menggunakan berbagai macam tindakan untuk

bersusah-payah memperolehnya ?”

Karena itulah dia menanggap perkataan dari si majikan patung

emas itu sama sekali tidak benar!

Dengan bersusah-payah dia memeras seluruh otaknya untuk

memecahkan persoalan ini, sampai terang tanah dia tidak bisa

memejamkan matanya kembali.

Pagi Itu setelah dia orang selesai sarapan pagi dengan Wi Ci To

serta Cuo It Sian dikarenakan dari manusia berkerudung hitam itu

masih belum ada ''Berita'" yang datang semua orang tidak ada

pekerjaan untuk dilakukan. Cuo It Sian segera mengusulkan kepada

Wi Ci To .

"Wi Pocu !" ujarnya, "Dari pada menganggur bagaimana kalau

kita main catur di dalam kamar bacamu ?"

"Bagus sekali !" sahut Wi Ci To sambil mengangguk. "Hari itu

sewaktu masih ada di rumah penginapan kita masing-masing

menang satu kali, ini hari kita harus menentukan siapa yang

menang siapa yang kalah !”

Demikianlah mereka berdua segera masuk ke dalam kamar baca

untuk main catur.

Menanti setelah mereka pergi dalam ruangan Wi Lian In buru-

buru berbisik kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih :

"Kemarin malam aku bersama-sama dengan Pek Tha suheng

mengawasinya satu malam akhirnya sama sekali tidak menemukan

apa pun."

"Jikalau dia adalah manusia berkerudung hitam itu maka ini hari

atau malam ini tentu akan mengadakan sesuatu gerakan, kalian

awasi lagi satu malam !"

Wi-Lian In segera menguap beberapa kali, ujarnya:

"Semalaman tidak tidur sungguh lelah sekali, aku mau pergi tidur

dulu!"

"Benar, kau harus beristirahat dulu, nanti biarlah aku yang

melakukan pengawasan."

"Jikalau kau menemukan sesuatu cepatlah datang kekamarku

untuk beritahukan kepadaku."

"Tentu” sahut Ti Then mengangguk.

Setelah Wi Lian In pergi dia segera berjalan menuju ke kamar

baca dari Wi Ci To pikirnya mau menonton jalannya permainan catur

tersebut, tetapi baru saja berjalan sampai di bawah loteng

penyimpan kitab itu mendadak terlihatlah Shia Pek Tha berjalan dari

depan, dia segera- tertawa.

"Ti Kauw-tauw, bagaimana kalau kita mencari satu tempat untuk

ngobrol ?"

Dalam hati Ti Then tahu dia mau membicarakan soal apa, segera

dia mengangguk.

"Baiklah, mau kemana ?”

"Kekebun bunga saja, di sana agak tenang dan sepi"

Sesampainya di dalam kebun bunga mereka berdua segera

duduk di dalam sebuah gardu bersegi enam, terdengar Shia Pek Tha

membuka pembicaraan terlebih dahulu:

"Kemarin malam aku bersama-sama nona Wi melakukan

pengintaian semalaman di depan kamar Cuo It Sian tentunya Ti

Kiauw-tauw tahu bukan ?"

"Tahu!" jawab Ti Then sambil mengangguk. “Semula dia minta

siauw-te yang menemani tetapi siauw-te segera merasa hal itu tidak

pantas karenanya aku suruh dia pergi mencari Shia-heng "

Ar muka Shia Pek Tha segera berubah menjadi sangat murung.

"Ti Kiauw-tauw!" ujarnya. "Kau mengira Cuo lt Sian itu apakah

ada kemungkinan adalah manusia berkerudung hitam itu ?"

"Jika dilihat dari jejak serta keadaannya memang dia orang

sangat mencurigakan sekali, tetapi siauw-te tidak berani

memastikan kalau dia oranglah manusia berkerudung hitam itu."

"Tapi Cuo It Sian merupakan seorang jago tua yang namanya

sangat terkenal di dalam Bu-lim, bagaimana mungkin dia mau

melakukan pekerjaan seperti ini?"

“Siauw-te pun berpikir demikian. , .”

“Yang dimaksudkan berbagai bukti oleh Ti Kiauw tauw tadi

sebetulnya maksudkan beberapa hal ?"

"Pertama : sifat dari Hu Pocu kau, aku semuanya mengetahui

jelas, jikalau orang yang melakukan jual beli bukan kawan karibnya

dia tentu tidak mau menyanggupi untuk melakukan pekerjaan yang

menyalahi Pocu kita, sedangkan Cuo It Sian itu adalah kawan karib

dari Hu Pocu bahkan dia orang sangat kaya sekali, cuma dia orang

saja yang bisa membayar sepuluh laksa tahil perak. Kedua : Tempat

untuk mengurung sauw-tauw serta nona Wi di bawah gunung

bawah tanah adalah di dalam rumah tani di-desa Thay Peng Cung

yang merupakan milik Cuo It Sian, walau pun hai ini bisa di artikan

kemungkinan sekali manusia berkerudung itu sengaja mau

mencelakai diri Cuo It Sian tetapi setelah Siauw-te pikirkan masak-

masak siauw-te merasa manusia berkerudung itu tidak akan mem

punyai nyali untuk bersama-sama menyalahi Benteng Pek Kiam Po

serta diri Cuo It Sian.

"Ketiga: Sewaktu Pocu bersama siauw-te sekalian enam orang

baru saja keluar dari istana Thian Teh Kong, Cuo It Sian sudah

muncul di sana bahkan tidak lama kemudian ada orang yang

memanahkan surat ancaman itu, jika ditinyau dari urutan yang

terjadi . secara tiba-tiba dan bersamaan itu sesungguhnya dia

bertujuan untuk membersihkan kecurigaan serta nama baiknya,

dengan berdasarkan tiga hal ini siauw-te segera menaruh curiga

kalau Cuo it Sian itulah simanusia berkerudung hitam itu.”

Dengan perlahan Shia Pek Tha mengangguk.

"Tetapi" ujarnya lagi memperlihatkan ragu-ragunya. "Jikalau

dikatakan Cuo it Sian adalah manusia berkerudung hitam itu lalu

barang apa yang sebenarnya dia kehendaki seharusnya Pocu kita

mengetahuinya dengan jelas, kenapa Pocu bilang sama sekali tidak

tahu ?”

“Soal ini seharusnya Shia-heng mengetahui dengan sendirinya"

sahut Ti Then sambil tertawa.

oooOOOooo

Dari sepasang mata Shia Pek Tha segera memancar keluar sinar

yang berkedip-kedip, dengan wajah penuh perasaan terperanyat

serunya:

"Apa mungkin Pocu kita sengaja tidak mau memberitahu ??"

Ti Then cuma tertawa saja tanpa mengucapkan sepatah kata

pun,

"Benar!" seru Shia Pek Tha sambil mengangguk. "Di dalam loteng

penyimpanan kitab dari Pocu kita ini selamanya tidak

memperbolehkan orang lain untuk memasukinya aku kira di

dalamnya tentu sudah di simpan semacam barang ,, . , "

Ti Then tetap tersenyum tidak mengucapkan sepatah kata pun,

Mendadak Shia Pek Tha angkat kepalanya memandang tajam ke

atas wajahnya.

"Aku dengar katanya Pocu pernah membawa Ti Kiauw-tauw serta

nona Wi memasuki loteng penyimpan kitab tersebut?” tanyanya

dengan suara perlahan.

"Benar”

"Dapatkah Ti Kiauw-tauw menceritakan keadaan di dalam loteng

penyimpan kitab itu?”

“Boleh, tetapi Pocu merasa kurang senang kalau orang lain

mengetahui rahasianya, jikalau Shia-heng sudah mengetahui akan

hal ini lebih baik yangan secara sembarangan memberitahukan

kepada orang lain,"

"Tentang hal ini sudah tentu, harap kiauwtauw berlega hati."

seru Shia Pek Tha dengan cepat.

“Di dalam loteng penyimpan kitab dari Wi Pocu yang penting

sebenarnya tersimpan suatu kisah cinta...”

Segera dia menceritakan bagaimana pada waktu dahulu Wi Ci To

sudah kawin dengan seorang perempuan yang bernama "Su Sia

Mey" yang bermain bersama-sama sejak kecil lalu bagaimana

meninggalkan rumah mencari guru silat kenamaan karena rindu Su

Sin May jatuh sakit dan meninggal dunia sehingga hal ini membuat

hatinya terasa amat sedih sekali, karena rindunya lantas dia

membuat sebuah lukisan dari wajah Su Sin May dan disembunyikan

di dalam loteng penyimpan kitab itu . .

Sudah tentu cerita dari Wi Ci To ini adalah sebuah cerita bohong

sesuai dengan pemberitahuan dari majikan patung emas itu tetapi

saat Ini dia terpaksa harus menceritakan "Cerita bohong” ini kepada

Shia Pek Tha.

Setelah selesai mendengar kisah itu dengan perasaan amat

terperanyat Shia Pek Tha berseru :

"Tidak kusangka sama sekali Wi Pocu bisa mem punyai suatu

kisah cinta yang mengharukan, tetapi barang yang dikehendaki oleh

manusia berkerudung hitam itu tentunya bukan lukisan dari Su Sin

May itu-bukan?”

"Menurut dugaan siauw-te pasti bukan''sahut Ti Then sambil

mengangguk. "Karena kisah cinta itu sama sekali tidak ada sangkut

pautnya dengan orang lain"

“Kalau begitu . . . “ seru Shia Pek Tha Sambil mengerutkan

alisnya rapat-rapat. “Kemungkinan sekali Pocu kita masih mem

punyai rahasia lain yang belum diutarakan keluar”

"Pocu kita adalah ssorang jagoan Bu lim yang sangat

mengagumkan dan patut kita hormati, maksudnya siauw-te kira

tidak seharusuja kita orang pergi menyelidiki rahasianya."

"Sudah tentu, sudah tentu” sahut Shia Pek Tha sambil

mengangguk. "Tetapi yang membuat aku orang merasa sangat

heran sekali adalah : Baik dia orang tua mau pun lelaki berkerudung

hitam itu kenapa tidak ada yang mau menyebutkan nama mau pun

macam dari barang tersebut ?"

"Soal ini siauw-te sendiri pun tidak jelas”

Dengan perlahan Shia Pek Tha angkat kepalanya memperhatikan

wajahnya, lantas tanyanya dengan perlahan.

"Ti Kiauw-tauw! Kau rasa dapatkah Pocu kita menyerahkan

barang yang diminta oleh manusia berkerudung hitam itu untuk

ditukar dengan nyawa Ih, Kha serta Pauw tiga orang ?"

"Siauw-te tidak tahu."

“Aku rasa dia orang tidak mungkin dapat duduk tidak bergerak

melihat Ih, Kha serta Pauw tiga orang dibunuh orang lain” ujar Shia

Pek Tha lagi sambil menghela napas panjang.

"Sebelum manusia berkerudung hitam itu datang kemari untuk

mengirim berita mengenai waktu serta tempat untuk saling tukar

barang lebih baik untuk sementara waktu kita anggap saja menusia

berkerudung hitam itu adalah Cuo It Sian, secara diam-diam kita

meneruskan pengawasannya terhadap semua gerak gerik dia orang.

Bagaimana pendapat dari Shia-heng ?"

"Sampai saat ini terpaksa kita harus berbuat demikian" sahut

Shia Pek Tha sambil mengangguk.

Sampai di situ Ti Then segera bangkit berdiri.

"Sekarang mereka sedang bermain catur di dalam kamar baca,

siauw-te pikir mau pergi ke sana untuk melihat-lihat. Lain hari kita

berbicara lagi!" Serunya kemudian.

Mereka berdua segera berjalan keluar dari kebun bunga. Shia

Pek Tha melanjutkan perjalanannya menuju kehalaman luar

sedangkan Ti Then berjalan menuju ke pintu luar dari kamar baca

Wi Ci To, melihat pintu tersebut tertutup rapat dia orang lantas

maju ke depan untuk mengetuk pintu.

"Siapa?" Terdengar suara dari Wi Ci To berkumandang keluar

dari dalam kamar baca.

"Boanpwe !'

"Oooo . - silahkan masuk"

Ti Then segera mendorong pintu dan berjalan masuk ke dalam,

terlihatlah Wi Ci To serta Cuo It Sian ternyata benar-benar sedang

saling berhadap-hadapan main catur, cepat-cepat dia rangkap

tangannya menjura.

“Boanpwe dengan besar nyali datang menonton jalannya

permainan catur ini tentunya tidak mengganggu kalian berdua

bukan ?"

"Tidak.. . tidak" sahut Wi Ci To cepat sambil tertawa.

Ti Then lantas mengambil sebuah bangku dan duduk di samping

mereka, terlihatlah di atas papan catur kelihatan tinggal beberapa

biji catur saja, tak tertahan lagi tanyanya.

"Sudah main satu babak ?"

"Belum, baru babak pertama."

"Ouww . . . sungguh perlahan . sekali “ ujar Ti Then sambil

tertawa.

"Kenapa tidak?” Timbrung Cuo It Sian itu si pembesar kota

sambil tertawa pula, "Biasanya Pocu kalian selalu bermain gesit dan

cepat siapa sangka permainan babak ini ternyata sangat lambat

sekali”

"Penjagaan dari Cuo-heng semakin lama semakin dahsyat dan

semakin membingungkan aku orang she Wi jikalau tidak ingin babak

ini menemui kekalahan sudah seharusnya bermain dengan sangat

berhati-hati sekali."

Mendengar perkataan dari Wi Ci To ini Cuo It Sian segera tertawa

terbahak-bahak.

"Lebih baik Pocu cepat mengambil keputusan, jikalau berpikir

terlalu lama sering sekali permainan ini akan menjadi permainan

catur yang busuk”

Lama sekali Wi Ci To memperhatikan papan catur serta biji

caturnya, setelah termenung berpikir beberapa saat lamanya dia

baru meletakkan satu biji caturnya ke atas papan catur kemudian

dia menoleh ke arah Ti Then,

“Tadi Lohu mengalah dua biji catur kepadanya, kelihatannya

memang benar-benar sangat berat sekali. .” ujarnya sambil tertawa.

Ti Then cuma tersenyum-senyum tanpa mengucapkan sepatah

kata pun.

Sekali lagi Wi Ci To tertawa.

"Sewaktu bermain catur di dalani rumah penginapan itu kita

masing-masing menang satu kali, permainan kali ini merupakan

permainan untuk menemukan siapa yang bakal menang siapa yang

bakal kalah karenanya lohu harus mamenangkannya "

Mendadak Cuo It Sian memajukan satu biji caturnya ke depan,

dia tenawa tergelak dengan amat kerasnya.

"Sekarang adalah Lohu yang menguasai kalangan, jika ingin

menang seharusnya mengeluarkan satu jurus jalan aneh!" ujarnya

keras.

"Ehmmm...memang harus dicarikan sebuah jalan yang aneh

sekali."

"Kalau begitu bunuh saja " Timbrung Ti Then tiba-tiba.

Air muka Wi Ci To berubah menjadi amat keren sekali.

"Tidak, waktunya belum tiba” Serunya perlahan. "Sekarang

terpaksa kita harus mengikuti permainannya dengan jalan saling

buntut membuntuti, menanti ada kesempatan yang baik kita baru

kasih satu serangan total yang membuat dia orang gelagapan tidak

karuan."

Sembari berkata dia memajukan biji caturnya kembali.

Cuo It Sian segera mengambil satu biji caturnya ditaruhkan ke

atas papan, ujarnya sambil tersenyum-senyum mengejek:

“Jikalau Pocu ingin bermain uber-uberan dengan Lolap terpaksa

Lolap harus melakonkan suatu pertempuran cepat-cepatan dengan

diri Pocu !”

“Coba kau lihat!” seru Wi Ci To kemudian sambil menoleh kearah

diri Ti Then. '"Dia orang meminyam kesempatan sewaktu aku

mengalah berulang kali kepadanya dia mau menggunakan

permainan paksaan, sungguh menjengkelkan sekali!"

Ti Then yang selama ini mendengarkan pembicaraan mereka

segera merasakan kalau ucapan mereka tidak mengenai permainan

catur saja melainkan menyangkut suatu kata-kata rahasia yang

menyangkut suatu peristiwa besar, tidak terasa lagi hatinya

berdebar-debar dengan amat kerasnya, dalam hati pikirnya.

"Apa mungkin si pembesar kota ini benar-benar adalah manusia

berkerudung hitam itu ? Tetapi jika dilihat dari sikapnya yang amat

tenang sekali laksana batu karang kemungkinan sekali memang

betul dia orang adanya. Hmm! sungguh besar ju ga nyalinya dia

orang ternyata berani saling berhadap-hadapan dengan Pek Kiam

Pocu Wi Ci To yang namanya sudah meggetarkan sungai telaga”

Berpikir sampai di sini tidak terasa dia melirik sakejap kearah diri

Cuo It Sian.

“Bagaimana? apakah kau juga minta lolap bertindak terlalu

ganas, terlalu kejam?” ujar Cuo It Sian sambil tertawa sewaktu

melihat dia orang melirik kearah dirinya.

"Tidak berani !" ujar Ti Then dengan cepat. ''Dalam hati

boanpwae sedang berpikir : jikalau Pocu tidak mengalah aku kira

kau orang tua tidak bisa bermain dengan demikian enaknya."

Cuo It Sian segera tertawa terbahak-bahak, “Sudah tentu. .

.sudah tentu ! permainan catur dari Pocu kalian jadi lebih tinggi dari

kepandaian Loiap, jikalau dia orang tidak mau mengalah bagaimana

Lolap berani diam-diam dengan dia orang!”

Ti Then cuma tertawa saja tidak memberikan jawabannya, sekali

lagi dia orang berpikir:

"Benar jikalau perkataan ini dimaksudkan dia orang sudah

menguasai Ih, Kha serta Pauw tiga orang, Wi Ci To memang benar-

benar tidak leluasa untuk turun tangan"

Terdengar Cuo It Sian sudah melanjutkan lagi kata-katanya :

“Permainan ini mirip sekali dengan tindakan yang dipakai oleh

manusia berkerudung hitam itu, kepandandaian silatnya tidak bisa

memadahi kepandaian silat dari Pocu kalian sehingga dia harus

berusaha menggunakan akan menawan Ih, Kha serta Pauw tiga

orang terlebih dulu kemudian baru memaksa Pocu kalian. Lolap

percaya beritanya sudah hamper tiba di sini !"

"Perumpamaan ini memang paling sesuai !" ujar Wi Ci To sambil

tertawa keras.

"Benar !" sambung Ti Then sambil tertawa juga. "Cuo Locianpwe

berbicara demikian seperti juga kau adalah manusia berkerudung

hitam itu “

"Bilamana Lolap adalah manusia berkerudung hitam itu maka

urusan bisa kita selesaikan dengan mudah” ujar Cuo It Sian tiba-tiba

sambil tertawa.

"Bagaimana perkataanmu ini bisa kau ucapkan?” Tanya Ti Then

keheranan

“Kalian boleh turun tangan menawan Lolap lalu memaksa Lolap

untuk melepaskan orang yang sudah ditawan."

"Perkataan itu ini sedikitpun tidak salah cuma sayang Locianpwe

bukanlah manusia berkerudung hitam itu"

Walaupun pada mulutnya ia berbicara demikian padahal di dalam

hati diam-diam pikirnya:

“Benar! sedikit pun tidak salah! jikalau dia benar-benar adalah

manusia berkerudung itu kenapa Wi Ci To tidak mau melakukan hal

ini?

Kini Wi Ci To tidak mau berbuat demikian berarti juga kalau dia

bukanlah manusia berkerudung hitam itu, ataukah dia mem punyai

kesulitan sehingga tidak bisa turun tangan membuat dia ragu-ragu

dan takut untuk turun tangan?"

Di tengah tertawa serta ngobrolan yang ramai kedua orang tua

itu melanjutkan permainan catur mereka, Wi Ci To tetap bermain

dengan amat lambat sekali, entah dia betul-betul sedang berpikir

keras atau sengaja mengulur waktu?

Sampai siang hari sudah lewat permainan catur babak pertama

baru selesai, dan hasilnya adalah seri.

Wi Ci To segera tertawa terbahak-bahak :

"Haaaaa, . .. .haaaaa. .. .haaa . , . seri memang paling bagus !

damai jauh lebih baik”

“Tetapi lolap tidak ingin damai atau seri, nanti sore sekali lagi kita

adu kepandaian!” Seru Cuo It Sian sambil tertawa.

Sorenya mereka kembali melanjutkan kembali permainan catur

mereka di dalam kamar baca, Ti Then pun tetap menonton

jalannya pertandingan itu dari samping.

Permainan catur kali ini Wi Ci To main semakin lambat lagi,

menanti setelah hari menunjukkan tengah malam permainan

tersebut baru sampai di tengah jalan agaknya perhatian Wi Ci To

tidak terletak pada permainan catur tersebut, dengan tak hentinya

dia bergumam terus :

“Aneh, kenapa masih belum datang juga?”

"Kemungkinan sekali mereka sedang mengadakan persiapan,

setelah persiapan mereka selesai sudah tentu akan datang ber

tanya." sahut Cuo It Sian tetap tenang.

"Mari kita pergi bersantap dulu !" ujat Wi Ci To kemudian sambil

bangkit berdiri.

"Tetapi permainan catur kita belum selesai !" Jawab Cuo It Sian

sambil memandang kearah papan catur tersebut.

“Kita lanjutkan sesudah bersantap,"

Mereka bertiga segera pergi menuju ke ruangan makan,

mendadak tanya Wi Ci To:

"Ti Kiauw-tauw, selama satu harian ini kenapa In-ji tidak ada?

Dia pergi kemana?”

Baru saja ucapannya selesai terdengarlah suara dari Wi Lian In

berkumandang datang dari tempat luaran.

"Tia ! aku sudah datang !” teriaknya.

Disusul dengan munculnya seorang gadis ke dalam ruangan

makan tersebut.

"In-ji, hari ini kau pergi kemana ?" Tanya Wi Ci To.

"Aku tidak pergi kemana pun, seharian ini aku beristirahat di

dalam kamar”

“Kau sudah tidur satu harian penuh ?"

“Benar” Sahut Wi Lian In dengan malu-malu. "Pada waktu-waktu

yang lalu aku tidak pernah tidur dengan nyenyak, karenanya ini hari

aku tidur sepuas mungkin."

"Haaaoayaaa .... kau budak semakin lama semakin malas . . . "

Berbicara sampai di situ dia segera mempersilahkan Cuo it Sian

untuk ambil duduk.

Sewaktu mereka berempat sedang bersantap

terdengar Wi Lian In membuka mulut bertanya.

mendadak

"Tia, apakah sudah ada berita dari manusia berkerudung hitam

itu ?"

"Belum !" jawab Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. "Entah di

dalam cupu cu punya dia orang sedang menjual obat apa!”

"Sungguh aneh sekali !” ujar Wi Lian In keheranan. "Dia meminta

kita orang kembali ke benteng untuk menunggu beritanya, kini kita

sudah dua hari kembali ke dalam Banteng tetapi belum juga

mendapat berita dari dirinya, , , “

"Kecuali dia orang sudah tidak menginginkan barang dari Wi

Pocu, kalau tidak cepat atau lambat dia pasti akan kirim berita buat

kita" Sahut Cuo It Sian dengan cepat.

Dengan perlahan Wi Lian In menoleh ke arah Ayahnya, lantas

tanyanya.

"Apakah Tia rela menyerahkan barang itu untuk menolong Ih,

Kha serta Pauw tiga orang ?"

''Sampai saat ini lohu masih belum mengambil keputusan" jawab

Wi Ci To setelah termenung berpikir sebentar. "Karena lohu masih

tidak tahu barang apa yang dia orang minta”

Wi Lian ln tidak bertanya lagi, dengan berdiam diri dia

melanjutkan santapannya.

“Ti Kiauw-tauw, nanti lohu minta tolong kau orang mau

memeriksa keadaan di sekeliling tempat ini, serangan terang-

terangan bisa dicegah, serangan bokongan sukar diduga, kita harus

berhati-hati menghadapi mereka."

“Baiklah”

“Ayoh jalan !" ujarnya kemudian kepada Cuo It Sian." Kita

melanjutkan permainan catur yang belum selesai tadi !"

Setelah kedua orang itu meninggalkan ruangan makan Wi Lian In

segera bertanya kepada Ti Then dengan suara yang amat lirih :

“Apa kau orang sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan

?"

“Tidak."

“Kalau begitu kemungkinan

berkerudung hitam itu?"

sekali

dia

bukanlah

manusia

“Kita tidak bisa berkata begitu, aku kira lebih baik kita

meneruskan pengawasan kita secara diam-diam !"

"Selama seharian ini apakah dia orang terus menerus bermain

catur dengan Tia di dalam kamar baca ?" tanya Wi Lian In lagi.

"Benar “ sahut Ti Then sambil mengangguk. "Aku masih ingat

perkataanmu tempo hari, bukankah permainan ayahmu amat cepat

sekali ?"

"Tidak salah, permainan catur ayahku itu memang amat cepat,

selamanya dia orang paling merasa tidak sabaran untuk berpikir

keras."

"Tetapi permainannya hari ini dengan Cuo It Sian ternyata sama

sekali berbeda dengan keadaan biasanya, permainannya kali ini

sangat lambat sekali."

"Kemungkinan sekali Tia terlalu kuatir atas keselamatan dari Ih,

Kha serta Pauw tiga orang sehingga sama sekali tidak mem punyai

minat untuk bermain catur ?"

"Jikalau dia orang tidak mem punyai minat untuk bermain catur

seharusnya bermain lebih cepat lagi" Sela Ti Then perlahan.

“Kalau tidak, lalu apa artinya ?” Tanya Wi Lian In keheranan.

"Aku merasa agaknya di dalam benak ayahmu sedang

memikirkan sesuatu urusan untuk cepat-cepat mengambil

keputusan, dia orang bukannya sungguh-sungguh sedang bermain

catur melainkan sedang memikirkan satu urusan yang lebih

penting,"

"Perkataanku tadi kan tidak salah, pasti sedang memikirkan cara-

cara untuk menolong Ih, Kha serta Pauw tiga orang dari belenggu

manusia berkerudung hitam tersebut"

"Kini berita dari manusia berkerudung belum tiba, apanya yang

bisa dipikirkan?" Ujar Ti Then sambil mengerutkan alisnya rapat-

rapat. "Makanya aku pikir tentunya ayahmu bukan sedang

memikirkan persoalan untuk menolong Ih, Kha serta Pauw tiga

orang, melainkan sedang berpikir perlukah dia orang pergi

menolong Ih, Kha serta Pauw tiga orang atau tidak,”

“Tentunya urusan ini ayahmu tentu akan menceritakan suatu

cara untuk menolong mereka !"

"Belum tentu" ujar Ti Then sambil tertawa. "Di dalam pikiran kita

nyawa Ih, serta Pauw tiga orang sangat penting sekali tetapi

kemungkinan juga barang dari ayahmu itu jauh lebih penting dari

nyawa Ih, Kha serta Pauw tiga orang!"

Wi Lian In termenung tidak berbicara. "Sekarang kau pergilah ke

kamar baca untuk melihat mereka bermain catur sedang aku mau

periksa sebentar sekeliling tempat ini."

Selesai berkata dia berjalan keluar dari ruangan makan itu.

Dia melalui pintu Benteng berjalan keluar lantai dengan

mengikuti tembok benteng melakukan perondaan disekeliling

tempat itu.

Setelah semuanya diperiksa dengan amat teliti dia baru kembali

ke dalam Benteng dengan mengambil jalan dari pintu Benteng yang

semula.

Baru saja dia orang memasuki benteng, mendadak tampak Wi

Lian In berlari mendatang, tak terasa lagi dengan perasaan heran

tanyanya : "Eeeeei . . . kenapa kau pun ikut keluar?”

"Tia tidak memperbolehkan aku ikut menonton” seru Wi Lian In

sambil mencibirkan bibirnya.

"Kenapa?” Tanya Ti Then keheranan.

“Dia meminta aku pergi memeriksa di sekeliling tempat ini untuk

berjaga-jaga jangan sampai ada musuh yang menyusup ke dalam

Benteng .... coba kau piker kita memangnya sedang menanti

kedatangan dari pihak musuh kenapa sekarang diharuskan berjaga-

jaga jangan sampai ada musuh yang menyusup kembali ?”

“Benar” sahut Ti Then sambil mengangguk. “Apalagi semua

pendekar pedang kita sudah bersiap siaga di dalam Benteng,

sebetulnya tidak perlu ditambah kau seorang lagi...apakah mungkin

hal ini dikarenakan pelbagai sebab lantas ayahmu sengaja

menyuruh kau orang keluar?”

"Aku pun berpikir demikian !”

Ti Then termenung berpikir sebentar, mendadak teriaknya.

“Aaaaah...mungkin...mungkin..biar aku pergi lihat !”

Sehabis berkata dengan langkah yang amat cepatnya dia berlari

masuk ke dalam Benteng.

Di dalam sekejap saja dia sudah tiba di depan kamar baca itu,

tampak keadaan di dalam kamar itu terang benderang agaknya

masih ada penghuninya di dalam kamar itu, segera dia orang maju

ke depan untuk mengetuk pintu.

Tetapi sekali pun dia sudah mengetuk pintu berulang kali dari

kamar itu tetap tidak terdengar suara dari Wi Ci To yang sedang

bertanya.

Dalam hati diam-diam dia terasa tergetar amat keras, dengan

cepat teriaknya.

“Pocu! Pocu ! Bolehkah boanpwe masuk ke dalam?”

Suasana di dalam kamar itu tetap sunyi senyap tidak terdengar

sedikit suara pun.

Dia segera tahu urusan tentunya terjadi suatu perubahan,

dengan cepat tangannya mendorong pintu tersebut dan masuk ke

dalam.

Terlihatlah di tengah kamar baca itu masih tergeletak papan

catur serta biji caturnya, sebaliknya bayangan dari Wi Ci To mau

pun Cuo It Sian sudah tidak nampak lagi.

“Iiih...mereka pergi kemana?”

Dengan cepat dia berlari masuk ke dalam kamar dan melakukan

pemeriksaan dengan teliti, terlihatlah keadaan di dalam kamar baca

itu sama sekali tidak tampak kacau balau, dalam hati dia merasa

semakin terperanyat lagi.

Dengan kecepatan dia balik badan berlari keluar dari kamar baca

dan bertanya kepada dua orang pendekar pedang hitam yang

sedang berjaga di depan loteng penyimpan kitab itu.

"Apakah kalian melihat Poca

meninggalkan kamar baca itu ?"

beserta

Cuo

Locianpwe

"Tidak !" Sahut kedua orang pendekar pedang hitam itu

bersama-sama, "Sejak Pocu serta Cuo Locianpwe masuk ke dalam

kamar sampai kini mereka belum pernah keluar."

Ti Then segera menduga kemungkinan sekali Wi Ci To serta Cuo

It Sian sudah keluar melalui jendela di belakang kamar baca itu,

dengan cepat tubuhnya meloncat kembali ke dalam kamar baca

tersebut.

Terlihatlah di dalam kamar baca itu semuanya ada dua buah

jendela sedang kedua buah jendela itu sampai kini masih tertutup

rapat-rapat, dia segera maju ke depan untuk mendorongnya tetapi

walau pun sudah didorong dengan sekuat tenaga tetap tidak

terbuka juga membuat hatinya bertambah cemas lagi. Pikirnya:

“Sungguh aueh sekali, jikalau mereka keluar melalui jendela itu

sudah seharusnya jendela ini tidak dapat ditutup kembali dari dalam

kamar, sedangkan kedua orang pendekar pedang hitam yang

menyaga di depan Loteng penyimpan kitab itu pun bilang tidak

melihat mereka berdua keluar dari dalam kamar lalu apakah mereka

sudah

berhasil

meyakinkan

ilmu

meienyapkan

diri

?

Ehemmm...benar! tentunya mereka keluar dari atap rumah, biar aku

naik ke atas untuk memeriksanya !"

Berpikir sampai di situ tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas

atap rumah, terlihatlah atap-atap rumah itu sama sekali tidak

terlihat adanya tanda-tanda yang pernah dibuka orang, jelas sekali

Wi Ci To serta Cuo It Sian tidak mungkin keluar dengan melalui

tempat tersebut.

Jalan keluar dari kamar baca itu kecuali pintu kamar cuma ada

dua jendela atau atap rumah, sekarang atap itu pun kelihatan tidak

mungkin bisa dilalui sedangkan mereka berdua pun tidak keluar

melalui pintu kamar, lalu bagaimana mereka bisa lenyap ?

Bagaimana dua orang manusia hidup bisa lenyap secara tiba-tiba

dari dalam kamar tersebut ?

Apa mungkin mereka sudah berhasil meyakinkan ilmu untuk

melenyap diri ?

Tidak ! tidak mungkin terjadi urusan ini !

Dia orang segera merasakan urusan ini amat gawat sekali,

dengan cepat tubuhnya meloncat turun ke bawah kemudian

berteriak dengan kerasnya kearah kedua orang pendekar pedang

hitam, yang berjaga di luar loteng penyimpan kitab itu:

"Cepat panggil nona serta pendekar merah untuk berkumpul di

sini, Pocu seru Cuo Locianpwe sudah lenyap”

Kedua orang pendekar pedang hitam itu tetap berdiri tegak, dari

wajahnya jelas memperlihatkan sikap yang serba salah.

"Lapor kepada Ti-Kiauw-tauw !" ujar mereka berdua secara

berbareng. "Sebelum cayhe memperoleh perintah dari Pocu tidak

berani melalaikan tugas kami."

Ti Then sedikit mengerutkan alisnya ujung kakinya dengan cepat

menutul permukaan tanah dan berlari menuju ke halaman depan,

teriaknya dengan keras :

"Heeeei .... Lian ln ! saudara-saudar sekalian kemarilah semua . ,

. . Pocu serta Cuo Locianpwe sudah lenyap tak berbekas”

Baru saja dia selesai berteriak segera terlihatlah Wi Lian In

beserta lima, enam orang pendekar pedang merah pada berlari

mendekat, tanyanya dengan amal terperanyat :

"Ada apa ?"

"Pocu serta Cuo Locianpwe telah, lenyap!”

Baik Wi Lian In mau pun keenam orang pendekar pedang merah

itu segera menjerit kaget, air muka mereka berubah sangat hebat

sekali.

"Bagaimana lenyapnya ?”

"Semula mereka masih ada di dalam kamar bermain catur, tetapi

tadi sewaktu siauw-te mau masuk ke kamar baca itu ternyata sudah

menemukan mereka tidak ada di dalam kamarnya bahkan kedua

orang saudara yang berjaga di depan loteng penyimpan kitab itu

pun bilang mereka tidak melihat kedua orang tua itu berjalan

keluar”

"Apa mungkin mereka keluar melalui jendela ?" tanya. Shia Pek

Tha dengan sangat terperanyat.

“Tidak, baik kedua buah jendela mau pun atap kamar itu

semuanya tertutup amat rapat, siauw-te sudah memeriksanya

dengan teliti...mereka tidak mungkin melalui tempat tersebut.”

“Bagaimana bisa terjadi urusan ini?” seru Shia Pek Tha kembali

dengan amat terperanyat.

“Mari kalian ikut aku pergi memeriksa!” tiba-tiba Wi Lian In

berteriak keras.

Di tengah suara teriakannya itulah dia sudah berkelebat menuju

ke depan.

Semua orang segera mengikutinya dari belakang dan bersama-

sama berlari menuju ke depan kamar baca, setelah mengadakan

pemeriksaan dengan amat teliti akhirnya terbukti jendela itu sama

sekali tidak terbuka sedangkan atap itu pun tidak memperlihatkan

tanda-tanda pernah dibuka oleh orang lain.

Shia Pek Tha segera berlari keluar dan bertanya kepada kedua

orang pendekar pedang hitam yang sedang berjaga di depan loteng

penyimpan kitab itu.

“Kalian benar-benar tidak melihat Pocu serta Cuo Locianpwe

keluar dari dalam kamar?”

"Benar!" sahut kedua orang itu secara berbareng. “Cayhe sekali

pun melihatnya dengan amat jelas sekali Pocu serta Cuo Locianpwe

memang benar-benar tidak pernah keluar dari dalam kamar”

“Hal ini sungguh aneh sekali!” sela Ki Tong Hong salah satu dari

pendekar pedang merah itu dengan keras. “Mereka tidak pernah

keluar dari pintu, juga tidak keluar dari jendela mau pun dari atas

atap rumah tetapi bagaimana tidak pernah kelihatan manusianya?”

Sekali lagi semua orang berlari masuk ke dalam kamar baca itu

dan mengadakan pemeriksaan yang amat teliti sekali terhadap

seluruh isi kamar tersebut.

Mendadak dari atas meja buku Ki Tong Hong mengambil keluar

secarik kertas putih sambil teriaknya keras :

"Coba lihat, Pocu sudah meninggalkan sepucuk surat!”

"Ditujukan buat Ti Kiauw-tauw beserta semua pendekar pedang

merah yang ada di dalam Benteng”

“Lohu baru saja memperoleh sepucuk surat dari manusia

berkerudung hitam yang mengajak lohu pergi kesuatu tempat untuk

membicarakan persoalan ini. Lohu segera mengajak Cuo-heng

melakukan perjalananan cepat untuk memenuhi janyi itu. Kalian

semua harus tetap tinggal di dalam Benteng dan melakukan

penjagaan yang lebih ketat lagi. Jangan sekali-kali ada yang

meninggalkan benteng sehingga bisa digunakan kesempatan itu

bagi pihak musuh. Sekian”

Semua orang yang pada mengerubung untuk membaca surat itu

segera pada berubah wajahnya, air muka mereka penuh diliputi oleh

perasaan terkejut bercampur heran.

Karena sekali

pun mereka sudah membaca surat yang

ditinggalkan oleh Pocu mereka dan mengetahui kalau Pocu mereka

bersama-sama dengan Cuo It Sian sudah pergi memenuhi janyi

dengan manusia berkerudung hitam itu tetapi mereka semua masih

tidak paham dengan cara apa mereka bisa meninggalkan kamar

baca itu?

Masih ada lagi, surat yang dikirim oleh manusia berkerudung

hitam itu dengan cara bagaimana bisa dihantar masuk ke dalam

Benteng?

Sejak Wi Ci To berenam kembali ke dalam Benteng, oleh karena

mengetahui kalau dari pihak manusia berkerudung hitam itu bakal

ada berita yang hendak dikirim datang maka penjagaan di dalam

Benteng itu sudah diperkuat berkali-kali lipat sehingga mereka

semua percaya jikalau benar-benar ada orang luar yang mau masuk

ke dalam Benteng pasti tidak akan lolos dari pengawasan para

pendekar pedang yang melakukan penjagaan di sekitar Benteng itu.

Sebaliknya kini ternyata manusia berkerudung hitam itu bisa lolos

dari pengawasan para pendekar pedang dan mengirim surat

tersebut ke dalam Benteng bahkan Pocu mereka serta Cuo It Sian

pun secara tiba-tiba dan amat misterius sekali bisa meninggalkan

Benteng Pek Kiam Po tanpa diketahui, bukankah hal ini merupakan

suatu urusan yang berada diluar dugaan mereka?

Karenanya untuk beberapa saat lamanya mereka cuma bisa

saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Akhirnya Wi Lian In lah yang memecahkan kesunyian itu terlebih

dahulu, setelah ragu-ragu sebentar akhirnya dia berkata:

“Aku tahu secara bagaimana Tia serta Cuo Locianpwe bisa

meninggalkan kamar baca itu!”

Mendengar perrkataan tersebut tidak terasa lagi semangat semua

orang berkobar kembali.

“Mereka dengan cara apa meninggalkan tempat ini?” Tanya

mereka berbareng.

Dengan perlahan Wi Lian In melirik sekejap kearah sebuah lemari

pakaian yang ada di dalam kamar itu, lantas ujarnya:

“Di dalam kamar baca ayahku ada sebuah jalan rahasia di bawah

tanah yang bisa berhubungan dengan sebuah gua di atas tebing

Sian Ciang..”

“Ooh..kiranya begitu!” seru semua orang dengan amat

terperanyat. “kalau begitu Pocu beserta Cuo Locianpwe tentunya

berjalan keluar melalui jalan rahasia ini.”

“Dimana mulut jalan rahasia itu?” tanya Shia Pek Tha kemudian.

“Di dalam lemari tersebut” sahut Wi Lian In sambil menuding

kearah lemari yang ada di dalam kamar itu.

Dengan wajah yang amat terkejut bercampur heran Tanya Ki

Tong Hong kembali sambil memandang kearah lemari tersebut:

"Kenapa kami semua tidak tahu kalau ditempat ini ada sebuah

jalan rahasia?”

“Ada satu kali” ujar Wi Lian In menerangkan. “Sewaktu Tia

menemukan kalau satu gua di atas tebing Sian Ciang itu

menghubungkan tempat tersebut dengan tanah di bawah Benteng

kita lantas secara diam-diam dia orang tua sudah menghubungkan

tempat ini dengan jalan rahasia ini yang siap-siap digunakan untuk

mengundurkan diri jikalau ada sesuatu kejadian yang berada di luar

dugaan”

Dia berhenti sebentar, lalu sambungnya lagi:

“Karena Tia takut saudara-saudara secara tidak berhati-hati

sudah membocorkan urusan ini keluar maka itu dia orang tua tidak

sampai memberitahukan urusan kepada kalian semua.”

“Tetapi kenapa Pocu harus keluar dengan melalui pintu rahasia

ini?” tanya Shia Pek Tha.

“Mungkin dia tidak ingin kita semua mengikuti dirinya.”

“Bilamana Pocu tidak memperbolehkan kita ikut asalkan dia

orang tua kasih perintah siapa orang yang berani melanggar

perintah dari Pocu?”

“Aku berani melanggar!” ujar Wi Lian In sambil tertawa.

“Tidak salah!” seru Shia Pek Tha sambil tertawa serak. “Tentunya

Pocu takut kau secara diam-diam mengikuti dirinya karena itu

secara sembunyi-sembunyi dia orang sudah berlalu dari dalam jalan

rahasia ini”

"Tetapi kalau memangnya Pocu tidak ingin jalan rahasia ini

diketahui oleh kita semua kenapa justru membiarkan Cuo Locianpwe

mengetabuinya?" Tanya Ki Tong Hong mengemukakan rasa heran di

dalam hatinya. "Walau pun Cuo Lo-Cianpwe merupakan seorang

pendekar yang mem punyai nama besar tetapi bagaimana pun juga

dia adalah orang luar!”

“Soal ini aku juga tidak paham. . . "Sahut Wi Lian In perlahan.

"Masih ada lagi, kenapa Pocu tidak membolehkan kita semua ikut

pergi?

Bukankah semakin banyak orang yang pergi harapan untuk

menolong Ih, Kha serta Pauw tiga orang bertambah besar?”

“Kemungkinan sekali hal ini merupakah salah satu syarat yang

diajukan manusia berkerudung itu, mungkin dia cuma mengijinkan

PoCu serta Cuo Lo-Cianpwe dua orang saja yang pergi memenuhi

janyi”

Dengan perlahan dia menoleh kearah Ti Then, lalu tanyanya:

“Ti Kiauwtauw, kau bagaimana?”

“Mungkin memang demikian adanya” sahut Ti Then sambil

tertawa.

Sekarang di dalam hatinya semakin merasa kalau Cuo It Sian ada

delapan bagian merupakan manusia berkerudung hitam itu, cuma

saja dikarenakan urusan ini menyangkut suatu rahasia dari Wi Ci To

yang tidak bisa diberitahukan kepada orang lain maka dia tidak ingin

mengatakan kecurigaan di dalam hatinya.

“Tapi tulisan yang ditinggalkan oleh Pocu sudah tertulis amat

jelas supaya kita semua menyaga Benteng lebih ketat lagi dan tidak

diperkenankan meninggalkan tempat ini”

“Untung saja yang kau maksudkan sebagai kita tidak termasuk

aku di dalamnya” sahut Wi Lian In sambil tertawa.

Ti Then menjadi melengak.

“Bagaimana tidak termasuk kau?”

“Bukankah tulisan yang ada di dalam surua itu menulis kalau

surat tersebut ditujukan buat Ti Kiauw-tauw beserta seluruh

pendekar pedang merah yang ada di dalam Benteng?”

"Tapi kau pun salah satu dari pendekar pedang merah!" Seru Ti

Then sambil tertawa.

“Tidak!” bantah Wi Lian In sambil gelengkan kepalanya. “Tia

menganggap aku sebagai putrinya. Selama ini dia tidak pernah

menganggap aku sebagai salah satu pendekar pedang merah dari

Benteng kita.”

“Jadi maksudmu kau ingin pergi mengejar?”

“Benar!” sahut Wi Lian In mengangguk.

"Baru saja kau bilang sendiri kemungkinan sekali saat ini Pocu

serta Cuo Locianpwe sudah meninggalkan jalan rahasia itu dan tidak

mungkin bisa kecandak, buat apa kau pergi mengejar?”

“Aku punya cara untuk mengejar Tia!”

“Cara apa?” tanya Ti Then heran.

“Sebentar lagi tentu kau orang akan tahu!”

Selesai berkata dia segera berlalu dari dalam kamar baca itu.

Shia Pek Tha yang melihat tindak tanduknya itu segera

mengerutkan alisnys.

"Dia tentu akan membawa anying sakti untuk mengejar jejak

Pocu,

tetapi...

bagaimana

kita

memperbolehkan

dirinya

meninggalkan, benteng seorang diri?”

“Apa itu anying sakti?” tanya Ti Then lagi.

“Benteng kita mem punyai seekor anying srigala yang bisa

mengejar seorang, asalkan bisa mengambil barang dari Pocu kau

membiarkan dia menciumnya maka dia bisa mengejar diri Pocu tidak

perduli dia orang kemana pun.”

“Kiranya demikian, kalau begitu sangat bagus sekali!”

“Tidak, kita tidak boleh membiarkan dia pergi seorang diri!”

“Aku kira siapa pun tidak bisa menahan maksudnya ini” ujar Ti

Then sambil tertawa.

“Lalu apakah Ti Kiauwtauw mau pergi bersama-sama dirinya?”

“Tidak bisa jadi” seru Ti Then sambil gelengkan kepalanya. “Pocu

sudah memberi perintah agar siauwte tetap tinggal di dalam

Benteng, bilamana siauwte pergi dan di dalam Benteng terjadi

sesuatu urusan, bukankah siauwte akan kesalahan?”

“Bilamana musuh bisa menyerang kita, dsngan kekuatan dua

puluh orang mungkin masih bisa memberikan perlawanan, tentunya

hal ini harap Ti Kiauw-tauw berlega hati" ujar Shia Pek Tha dengan

cepat.

“Tidak salah” Nyeletuk Ki Tong Hong. “Apalagi tidak perduli

sudah terjadi urusan apa pun di dalam Benteng kita agaknya jauh

lebih penting untuk melindungi keselamatan dari nona Wi !”

"Tetapi siauw-te sendiri tidak bisa melanggar perintah dari Po-Cu

?" seru Ti Then Coba mempertahankan diri.

“Ti Kiauw-tauw bisa menjelaskan kepada Pocu, karena hendak

melindungi kesalamatan dari nona Wi terpaksa kau orang harus

meninggalkan benteng”

Melihat mereka berdua terus mendesak dirinya terpaksa Ti Then

mengangkat bahunya.

“Biarlah nanti siauwte coba-coba untuk menasehatinya kembali,

jikalau dia orang tetap kukuh mau mengejar terpaksa siauwte harus

mengawasinya”

Tidak selang berapa lama ternyata dugaan dari Shia Pek Tha

sedikit pun tidak salah, Wi Lian In dengan membawa seekor anying

yang amat besar berjalan masuk ke dalam kamar baca.

Anying raksasa itu mem punyai perawakan badan yang amat

besar dan kuat sekali, sepasang matanya memancarkan sinar yang

berkilauan, sepertinya mau menggigit semua

ditemuinya, keadaannya amat menakutkan sekali!

orang

yang

Dengan menuntun sang anying, Wi Lian In berjalan masuk ke

dalam kamar lalu mengambil keluar sepasang sepatu dari Wi Ci To

dan membiarkan anying itu membauinya, setelah itu barulah

ujarnya:

“Sepatu itu adalah sepatu milik ayahku, kau baiklah menciumnya

lalu kita pergi mengejar Tia, tahu tidak?”

Anying itu segera membaui sepasang sepatu dari Wi Ci To itu

lantas sambil menggonggong berlari mendekati lemari tersebut.

Ti Then segera tertawa.

“Nona Wi lebih baik jangan pergi!” ujarnya.

“Tidak bisa, tentunya kau tahu bukan kenapa aku harus pergi?”

Beberapa perkataan ini kecuali Ti Then serta Shia Pek Tha siapa

pun tidak paham apa arti dari perkataan itu, kiranya dia sudah

merasa kalau Cuo It Sian kemungkinan sekali adalah manusia

berkerudung hitam itu, karena dia takut ayahnya terjebak ke dalam

pancingannya, karena itu memaksa untuk pergi menyusul.

“Aku percaya ayahmu pasti tidak akan terjadi sesuatu urusan apa

pun, lebih baik kau tetap tinggal di dalam Benteng saja!” ujar Ti

Then dengan perlahan.

Wi Lian In tidak mau menggubris perkataan itu, dengan cepat dia

membuka lemari itu dan menarik sebuah pedang pada dasarnya,

begitu papan itu ditarik keluar maka segeralah terlihat sebuah mulut

jalan rahasia muncul di hadapannya.

Sambil menarik anying tersebut untuk memasuki ke dalam lemari

ujarnya kemudian:

"Ayoh Cian Li Yan masuk ke dalam..”

Kiranya anying itu bernama Cian Li Yan atau simata seribu li.

Si Cian Li Yan segera merangkak ke atas lemar dan menyusup

masuk ke dalam jalan rahasia itu sambil memperdengarkan suara

gongongannya yang amat ramai.

"Selamat tinggal!" seru Wi Lian In kemudian sambil melambaikan

tangannya kepada semua orang.

Selesai berkata dia pun melangkah masuk ke dalam jalan rahasia

tersebut.

“Nona Wi, tunggu sebentar!” teriak Shia Pek Tha mendadak.

Wi Lian In segera menoleh dan kirim satu senyuman kepada

semua orang.

"Siapa yang berani menghalangi diriku aku akan suruh Cian Li

Yan menggigitnya terlebih dulu" ujarnya.

"Tetapi jikalau ada orang yang mau ikut kau pergi ?” tanya Shia

Pek Tha sambil tertawa.

Wi Lian In dengan perlahan melirik sekejap kearah Ti Then lantas

dengan nada mengejek serunya :

"Siapa yang punya nyali untuk ikut aku pergi ?"

"Aku !" sahut Ti Then cepat.

"Bukankah kau orang mau menyaga Benteng?" Seru Wi Lian In

sambil mencibirkan bibirnya.

"Aku kira ayahmu tentu akan menganggap melindungi dirimu

jauh lebih penting daripada menyaga Benteng Pek Kiam Po ini.”

"Tapi aku tidak membutuhkan perlindungan dari orang lain”

Selesai berkata dengan cepat dia menerobos masuk ke dalam

jalan rahasia tersebut.

Ti Then pun dengan cepat mengikuti dari belakangnya, setelah

masuk ke dalam jalan rahasia itu dia orang segsra merasakan

keadaan di sana sangat gelap sekali sehingga tidak dapat melihat

bayangan Wi Lian In yang ada di depannya, dia orang menjadi

gugup.

“Nona Wi, kau dimana?” teriaknya dengan keras.

“Aku di sini!” sahut Wi Lian In dari tempat kurang lebih puluhan

kaki dalamnya.

Ti Then segera berjalan maju ke depan sembari berjalan ujarnya

lagi.

“Jalan rahasia ini sungguh gelap sekali, kenapa tidak memasang

lampu?”

“Jika kau orang takut gelap lebih baik jangan ikut” teriak Wi Lian

In sambil tertawa.

Mendadak Ti Then menghentikan langkahnya.

"Aku orang benar-benar takut tempat yang gelap, kalau begitu

kau pergilah sendiri!”

Baru saja dia selesai berkata tampaklah jalan rahasia itu sudah

diterangi oleh lampu yang memancarkan sinarnya dengan amat

terangnya.

Tampak Wi Lian In dengan membawa sebuah lampu lentera

berdiri kurang lebih dua kaki di dalam jalan rahasia itu, teriaknya

sambil tertawa geli.

“Jika kau orang tidak mau datang, lihat saja lain kali aku

menggubris dirimu atau tidak !”

Sambil tersenyum Ti Then segera maju mendekati dirinya.

Demikian mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya

sambil berjalan berdampingan, mendadak terdengan Cian Li yan itu

anying yang ada di depan menyalak dengan amat kerasnya.

“Ada urusan apa?” tanya Ti Then dengan cepat.

“Di depan sana ada sebuah pintu batu, dia yang tidak bisa lewat

sudah tentu menyalak terus...” jawab Wi Lian In menerangkan.

Beberapa langkah kemudian ternyata tidak salah lagi, di depan

jalan rahasia itu terdapatlah sebuah pintu batu yang menghalangi

perjalanan selanjutnya, sedangkan itu anying “Cian Li Yan” berdiri

didekat pintu sambil menyalak tak henti-hentinya.

Wi Lian In segara maju ke depan membuka pintu batu itu dan

membiarkan "Cian Li Yan" si anying meneruskan perjalanannya ke

depan. ujarnya :

"Pintu batu itu sebetulnya tertutup rapat, sekarang ternyata

cuma dirapatkan saja, hal ini membuktikan kalau ayahku memang

benar-benar pernah melalui jalan rahasia ini”

"Apakah jalan rahasia ini tidak dipasangi alat rahasia ?"

"Tidak" sahut Wi Lian In dengan sambil gelengkan kepalanya. "Di

depan sana ada sebuah pintu besi yang bisa dibuka tutup secara

otomatis, setelah melewati pintu besi itu maka tempat yang di

depannya adalah gua alam”

ooOOoo

MEREKA berdua segera mengikuti jejak si anying" Cian Li Yan"

berjalan masuk ke dalam, kurang lebih setelah berjalan puluhan

langkah ternyata di dalam jalan rahasia itu kembali muncul sebuah

pintu besi yang menghalangi perjalanan mereka.

Wi Lian In segera mencekal gelang besi yang ada di atas pintu

dan memutarnya kekiri lantas kekanan, dengan perlahan pintu itu

terbuka lalu bergeser sendiri ke sebelah kanan. Ternyata sedikit

pun tidak salah di balik pintu itu merupakan sebuah gua alam yang

berliku amat panjangnya.

Setelah melalui pintu besi itu Wi Lian In segera memutar kembali

gelang baja yang ada di atas pintu tersebut sehingga pintu tersebut

bergeser kembali ke tempat semula, kemudian barulah bersama-

sama dengan Ti Then melanjutkan kembali perjalanannya mengikuti

jejak anying “Cian Li Yan” yang sudah lari terlebih dulu di depan.

Tidak lama kemudian kedua orang beserta sang anying tersebut

telah berjalan keluar dari sebuah gua yang amat sempit dan muncul

di samping sebuah hutan lebat di belakang bukit Sian Ciang.

Tampak anying itu membaui lagi sekeliling tempat itu, kemudian

dengan disertai suara gonggongannya yang amat keras ia berlari

menyusup ke atas gunung.

Arah yang dituju ternyata adalah puncak gunung Go-bi ini untuk

mengadakan pertemuan dengan ayahku"

“Jikalau manusia berkerudung hitam itu adalah Cuo It Sian maka

tempat yang mmenurut dugaannya merupakan tempat yang paling

cocok untuk bertemu dengan ayahmu adalah di atas gunung Go-bi

ini.”

“Kau rasa manusia berkerudung hitam itu apa mungkin

sipembesar kota Cuo It Sian?” tanya Wi Lian In dengan ragu-ragu.

“Di dalam sepuluh bagian ada delapan tidak akan salah”

“lalu Tia bisa keluar Benteng bersama-sama dengan dirinya

dikarenakan kemauannya sendiri ataukah dipaksa olehnya?”

"Soal ini aku orang tidak bisa mengetahui jelas, kita harus

menunggu sesudah bertemu dengan mereka baru bisa mengetahui

keadaan yang sebenarnya."

“Jika membicarakan di dalam soal ilmu silat Tia jauh lebih tinggi

tingkatannya daripada dirinya, tetapi saat ini dia sudah menguasai

Ih, Kha serta Pauw tiga orang, maka, ............Ehmmmm....kau rasa

ayahmu bisa menyerahkan barang itu kepadanya, karena menolong

orang lebih penting, dia orang tua tidak bisa melihat anak buahnya

dibunuh orang lain kecuali......”

"Kecuali bagaimana ?” tanya Wi Lian In cepat.

"Kecuali barang itu jauh lebih berharga dari pada nyawa dari Ih,

Kha, Pauw tiga orang, tetapi aku penrcaya di dalam dunia ini tidak

ada barang yang jauh lebih berharga dari pada nyawa manusia."

"Benar !' sahut Wi Lian In mengangguk. "Tetapi sifat ayahku

amat jujur sekali, selamanya dia tidak pernah mendapatkan tekanan

dari orang lain, jika permintaan dari pihak lawan sangat keterlaluan

atau mungkin dia orang juga lebih menegangkan setelah dia orang

menyerahkan barang yang diminta kepada pihak lawan, aku rasa

Tia tidak akan menyanggupi permintaannya itu."

“Jikalau dikarenakan ayahmu tidak menyerahkan barang tersebut

sehingga menyebabkan Ih, Kha serta Pauw tiga orang menemui

kematian yang amat mengerikan aku kira ayahmu pasti akan

mengerahkan semua jago pedang yang ada untuk menyelesaikan

urusan ini dengan pihak mereka.”

“Semoga saja keadaan jangan sampai begitu jelek..” seru Wi Lian

In segera.

Berbicara sampai di sini mereka berdua tidak membuka mulut

kembali, dengan mengikuti anying tersebut mereka melanjutkan

perjalanan dengan berdiam diri, karena mereka berdua merasa

kalau larinya "Cian Li Yan” semakin lama semakin cepat, hal ini

membuktikan kalau "tujuan" mereka sudah tidak jauh lagi.

Setelah melewati hutan yang lebar dan melanjutkan perjalanan

kembali sejauh satu, dua li sampailah mereka di depan sebuah

tebing yang sangat curam sekali.

Cian Li Yan segera membaui tebing tersebut dan mendongakkan

kepalanya memandang ke atas tebing sambil menyalak tak henti-

hentinya.

Ti Then segera tahu kalau Wi Ci To serta Cuo It Sian tentunya

ada di atas tebing curam tersebut.

"Lian In cepat suruh dia jangan menyalak lagi " teriaknya dengan

suara yang amat lirih.

Wi Lian In segera meloncat ke samping badan anyingnya.

“Sudah..sudahlah jangan menyalak lagi” serunya sambil mebelai

lehernya. “Kau baik-baiklah menunggu di tempat ini jangan

bergerak, tahu tidak?”

Cian Li Yan itu segera menggoyang-goyangkan ekornya dan

berbaring di bawah tebing tersebut tidak bergerak lagi.

Setelah itu Wi Lian In menggape kearah Ti Then memberi tanda

supaya bersama-sama melayang ke atas tebing, ujung kakinya

segera menutul permukaan tanah dan meluncur naik ke atas tebing

yang amat curam itu.

Tinggi tebing itu ada dua puluh kaki yang merupakan batu-batu

karang yang selapis demi selapis, karenanya mereka berdua yang

mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya hanya di dalam sekejap

saja sudah berhasil tiba di atas puncak tersebut.

Baru saja mereka berdua menginyakkan kakinya di atas puncak

tebing itu mendadak dari samping badannya terdengar suara

bentakan yang sangat keras sekali:

“Berhenti! kalian tidak diperkenankan datang kemari !"

Orang baru saja membentak itu bukan lain adalah si pembesar

kota Cuo It Sian.

Dia berdiri di atas tebing sebelah utara, di belakang badannya

masih ada empat orang, yaitu lelaki berkerudung hitam yang

perawakannya kurus kecil (sekali pandang saja Ti Then mau pun Wi

Lian In segera bisa mengenal kembali kalau orang itu adalah

manusia berkerudung yang berhasil meloloskan diri sewaktu ada di

perkam pungan Tay Peng cung), sedangkan ketiga orang lainnya

adalah Ih Kun, Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen yang mereka

tawan.

Mereka tiga orang diikat di atas sebuah pohon Siong di samping

tebing yang amat curam, sepasang tangan mau pun kakinya terikat

dengan amat kuatnya sehingga tidak dapat bergerak sedikit pun.

Sedangkan Wi Ci To berdiri di hadapan Cuo It Sian berlima

kurang lebih delapan kski di depannya, waajahnya amat murung

sekali jelas dia orang sudah menemui kesulitan.

Dari pemandangan waktu itu jeias sekali memperlihatkan kalau

manusia berkerudung yang mereka cari selama ini bukan lain adalah

Sian Thay-ya atau si pembesar kota Cuo It Sian adanya !

-ooo0dw0ooo-

Jilid 27.1 : Barang yang diminta....potongan pedang

Jelas sekali orang yang mengadakan jual beli dengan Hu Pocu

untuk mencuri semacam barang milik Wi Ci To lalu membinasakan

diri Hong Mong Ling di atas gunung Kim Teng san dengan sambitan

batu bukan lain adalah perbuatan dari Cuo It Sian si pembesar kota

ini. Sekali pun di dalam hati Wi Lian In sudah punya dugaan kalau

manusia berkerudung itu adalah Cuo It Sian tetapi sekarang setelah

melihat dengan mata kepala sendiri kalau Cuo It Sian benar-benar

adalah manusia berkerudung itu tidak urung merasa terkejut

bercampur gusar juga, alisnya dikerutkan rapat-rapat.

“Cuo It Sian, kiranya benar kau adanya!” teriaknya dengan amat

gemas.

Cuo It Sian segera tertawa terbahak-bahak.

"Sedikit pun tidak salah !" sahutnya ketus, "Cama saja kalian

mengetahui hal ini sudah terlalu lambat”

“Hmm...! Aku rasa sedikit

sambil tertawa dingin.

pun tidak lambat” seru Wi Lian In

Selesai berkata pergelangan tangan kanannya membalik dan

mencabut keluar pedang panjangnya lalu berjalan ke depan maju

mendesak kearah diri Cuo It Sian.

“In-ji, jangan sembarangan bergerak!” bentak Wi Ci To dengan

amat cepat.

Cuo It Sian segera mengundurkan satu langkah ke belakang dan

berdiri diantara Kha Cay Hiong serta Pauw Kian Yen telapak tangan

kanannya ditekan pada jantung Kha Cay Hiong sedang telapak nya

menekan dada dari Pauw Kia Yen.

“Benar..! Bagus sekali, ayoh maju satu langkah lagi !” serunya

sambil tertawa terbahak-bahak. “Lolap terpaksa main adu jiwa

dengan kalian !”

Si manusia berkerudung hitam yang badannya kecil kurus itu

pun segera melintangkan goloknya ke atas leher dari Ih Kun, dia

bersiap sedia asalkan Wi Lian In maju menyerang maka goloknya

akan segera ditabaskan ke atas kepala dari In Kun.

Wi Lian In yang melihat

menghentikan langkah kakinya.

keadaan

seperti

ini

terpaksa

"Kalian sungguh tidak berguna ! gentong nasi !” teriaknya

dengan amat gemas. “Hey bajingan tua ! terus terang saja aku

beritahu kepadamu, para pendekar pedang dari Pek Kiam Po kami

sudah mengepung tempat ini rapat-rapat, jikalau kau berani turun

tangan membinasakan ketiga orang itu maka kalian berdua jangan

harap pula bisa lolos dari kematian !"

Cuo It Sian sama sekali tidak menjadi jera ketika mendengar

ancaman tersebut, sekali lagi dia tertawa terbahak-bahak.

“Mati? haaa. . . , haaa. haaa. Lolap sama sekali tidak menaruh

rasa takut terhadapnya, sejak semula Lolap sudah mengambil

keputusan jikalau malam ini tujuanku tidak tercapai maka aku

segera akan adu jiwa dengan kalian l"

"Kenapa?

Air muka Cuo It Sian segera berubah menjadi amat keren.

“Kita tak perlu tahu!” serunya sambil mengejar kejam.

“Tia ! Sebetulnya dia orang minta barang apa?” Tanya Wi Lian In

sambil menoleh kearah ayahnya.

Wi Ci To tidak langsung memberikan jawabannya, lama sekali dia

termenung berpikir keras akhirnya baru jawabnya:

“Sebuah potongan pedang..”

"Hey orang she Wi, kau berani melanggar peraturan yang sudah

lolap tentukan” teriak Cuo It Sian dengan air muka yang berubah

sangat hebat.

Wi Ci To tertawa tawar.

"Aku orang she Wi cuma berbicara sampai di sini saja, apa

halangannya?” ujarnya dengan dingin.

“Asalkan kau orang berani berbicara sepatah kata lagi, Lolap

terpaksa akan adu jiwa dengan kalian!”

“Aku orang she Wi merasa perbuatan dari Cuo heng ini cuma

mendatangkan bencana buat dirimu sendiri !"

“Sebenarnya kau mau serahkan itu barang atau tidak?” teriak

Cuo It Sian dengan keras, napsu mulai menyelimuti wajahnya.

Wi Ci To dengan perlahan merogoh dan mengambil keluar

potongan pedang tersebut lalu tertawa.

“Sejak aku orang she Wi tahu kalau Cuo heng berhasil menawan

mereka bertiga, aku orang she Wi sudah mengetahui kalau aku

orang tidak bisa mempertahankan ptongan pedang ini lagi” ujarnya

perlahan. “Tetapi dapatkah kau orang menyambung kembali kedua

potongan pedang itu seperti sedia kala?”

Gagang pedang yang menghubungkan gagang dengan tubuh

pedang itu cuma ada enam tujuh cun saja panjangnya, pedangnya

pun amat kecil dan memancarkan sinar yang menyilaukan mata,

agaknya tidak salah lagi pedang itu merupakan satu pedang pusaka.

Cuo It Sian yang melihat Wi Ci To sudah mengambil keluar

potongan pedang itu air mukanya jelas kelihatan sangat terharu

sekali.

"Potongan yang sebelah lagi Lolap sama sekali tidak

membuangnya" ujarnya denga suara yang amat berat. “Maka itu

dapat mengembalikan seperti keasalnya atau tidak bukanlah urusan

yang penting..cepat kau lemparkan kemari!”

Dengan hati yang keberatan Wi Ci To mempermainkan potongan

pedang tersebut, agaknya dia pun merasa amat sayang untuk

melemparkan pedang tersebut kepadanya, ujarnya dengan

perlahan:

“Aku orang she Wi sudah menyimpan ptotongan pedang ini ada

tiga tahun lamanya, sekarang sebetulnya aku merasa amat sayang

sekali untuk diserahkan kepadamu...”

"Jikalau kau tetap menginginkan barang tersebut..hmmmm!

hmm! Jelas sekali keiga nyawa anak muridmu sukar untuk

dipertahankan lebih lama lagi!” ancam Cuo It Sian dengan

seramnya.

"Karena itulah aku orang she Wi harus tunduk kepala terhadap

pengaruh jahat untuk pertama kalinya" ujar Wi Ci To sambil

menghela napas panjang.

Dia berhenti sebentar, mendadak sinar matanya dengan amat

tajam sekali perhatikan diri Cuo It Sian, lantas tambahnya:

“Tetapi, anak murid dari aku orang she Wi sudah mengepung

puncak ini masa kalian percaya bisa meninggalkan tempat ini dalam

keadaan selamat ?”

"Lolap berdua percaya masih bisa menyingkir dari sini dalam

keadaan selamat”

"Kalian tetap akan membawa ketiga orang ini?” tanya Wi Ci To

lagi,

"Tidak, asalkan kau orang melemparkan potongan pedang itu

kepadaku, maka lolap segera akan melepaskan mereka bertiga,

perkataan yang aku sudah ucapkan selamanya tidak akan aku tarik

kembali !”

Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah ada maksud untuk saling

bertukar barang dengan pihak lawan hatinya merasa sangat cemas

sekali, walau pun dia orang sama sekali tidak mengetahui seberapa

berharga potongan pedang itu tetapi dia tahu barang tersebut tentu

sangat berharga sekali.

"Tia, kau sungguh-sungguh mau bertukar syarat dengan dirinya

?” tak kuasa lagi dia bertanya.

“Benar...." sahut Wi Ci To mengangguk.

Dengan perlahan Wi Lian In menoleh ke arah Ti Then,

maksudnya dia mengharapkan Ti Then bisa mencarikan akal untuk

merebut kembali posisi mereka yang amat terdesak ini.

Ti Then segera gelengkan kepalanya dengan perlahan, agaknya

dia tidak punya kekuatan itu.

Karena tempat dimana dia berdiri sekarang ini ada sebelas, dua

belas kaki jauhnya dari Cuo It Sian berada, dia merasa dirinya tidak

punya kekuatan untuk mencegah Cuo It Sian jikalau dia orang mau

turun tangan membinasakan seseorang.

Cuo It Sian yang melihat kejadian ini dalam hati merasa amat

girang sekali, senyuman bangga segera menghiasi bibirnya.

"Wi pocu. kau masih tunggu apa lagi? " tanyanya sambil tertawa

dingin.

"Baiklah, kau sambutlah !”

Selesai berkata dia segera ayunkan tangannya melemparkan

potingan pedang tersebut kepadanya.

Cuo It Sian dengan cepat menyambutnya, seperti baru saja

mendapatkan harta karun dengan cepat dia memasukan barang

tersebut ke dalam sakunya.

"Bagus , , , bagus sekali....” ujarnya sambil tertawa, “Pertukaran

kita kali ini sama sekali tidak merugikan siapa

pun aku

mengharapkan kau bisa melupakan kejadian ini dan mengharapkan

pula agar persahabatan diantara kita masih terikat rapat, lain kali

jikalau ada kesempatan luang tentu aku akan pergi ke rumahmu

untuk main catur lagi.”

Berbicara sampai di sini dia segera kirim satu kerdipan mata

kepada manusia berkerudung hitam yang berperawakan kurus kecil

itu lantas bersama-sama mengundurkan diri ke belakang pohon.

Manusia berkerudung dengan perawakan yang kurus kecil itu

pun dengan gerakan yang amat cepat menyorenkan goloknya ke

atas pinggang lalu bersama-sama mengundurkan diri ke belakang

pohon.

Di dalam sekejap saja mereka berdua sudah mencekal sebuah

tali yang terikat di atas pohon itu lalu dengan cepatnya

bergantungan melayang ke atas puncak yang lain !

Kiranya sejak semula mereka sudah mempersiapkan cara-cara

untuk meloloskan diri dari sana, di atas sebuah pohon Siong yang

besar di puncak gunung sebelah depan mereka sudah mengikat

dua utas tali yang ujung sebelahnya lagi diikat pada puncak sebelah

sini, saat inilah dengan menggunakan tali itu mereka berkelebat

menuju ke puncak yang lain sehingga dengan demikian bisa jauh

meninggalkan kejaran dari Wi Ci To sekalian.

Wi Ci To, Ti Then mau pun Wi Lian In yang melihat mereka

berhenti melayang ke puncak seberang segera bersama-sama

menubruk ke depan.

Tetapi sewaktu tiba di samping badan Kha, pauw serta Ie tiga

orang, Cuo It Sian serta lelaki berkerudung hitam itu sudah

melayang sejauh lima kaki lebih, bahkan dengan amat cepatnya

sudah lenyap di tengah kegelapan malam.

Wi Lian ln jadi amat cemas sekali.

“Tia ! Biar putrimu yang melindungi ketiga suheng, kau dengan

Ti Kiauwtauw cepatlah melakukan pengejaran !” ujarnya cemas.

"Tidak perlu, kita tidak mungkin bisa menyandak dirinya, biarkan

saja mereka pergi ! " ujar Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya.

“Tetapi potongan pedang itu. Bukankah Tia ingin merebutnya

kembali 7?"

Agaknya di dalam hati Wi Ci To mem punyai satu pikiran sendiri.

"Ehmmm . , . “ sahutnya. "Aku bisa dengan perlahan-lahan

mencarikan satu cara untuk merebutnya kembali.”

"Sekarang mereka belum pergi jauh jika Tia pergi mengejar

bersama-sama dengan Ti Kiauw-tauw kemungkinan sekali masih

bisa menyandak mereka !”

"Kau tidak tahu " ujar Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya

kembali. "Jikalau aku sekarang pergi mengejar, di dalam keadaan

yang kepepet kemungkinan sekali dia akan menghancurkan

potongan pedang tersebut, dengan demikian...Haaii...sekarang

kalian lepaskanlah ikatan ketiga orang itu !”

Ti Then segera turun tangan melepaskan tali yang mengikat

badan Pouw Kia Yen, sedangkan Wi Lian In dengan menggunakan

pedangnya memutuskan tali yang mengikat tubuh Kha Cay Hiong

serta Ih Kun.

Agaknya mereka bertiga sudah tertotok jalan darahnya, karena

itu setelah talinya terlepas mereka masih berdiri di bawah pohon

dengan amat kakunya, sedikit pun tidak bisa bergerak.

"Apa kalian sudah tertotok jalan darah kaku serta bisunya ?”

tanya Wi Ci To kemudian.

Kha, Ih serta Pauw bersama-sama mengedip-ngedipkan

matanya, jelas dugaan dari Wi Ci To ini sama sekali tidak salah.

Wi Ci To dengan cepat turun tangan membebaskan jalan darah

dari mereka bertiga, lantas baru tanyanya:

“Bagaimana kalian bisa kena tawan oleh Cuo It Sian ?"

Dengan wajah amat menyesal Ih, Kha serta Pauw tiga orang

bungkukkan badan menjura.

“Sewaktu tecu sekalian mendengar suhu mau menemui janyi di

atas istana Thian Teh Kong maka tecu bermaksud untuk berangkat

ke sana memberi bantuan siapa tahu sewaktu sampai ditengah jalan

dan menginap disebuah rumah penginapan, mendadak di dalam

makanan kami sudah ditaruhi obat pemabok..”

Agaknya selama beberapa hari ditawan ini mereka bertiga sama

sekali tidak diberi makan, karena itu badannya terasa amat lemas

sekali sampai berbicarapa pun tidak bertenaga.

“Baiklah kalian duduklah untuk beristirahat,” perintah Wi Ci To

Kemudian.

Ih, Kha serta Pauw tiga orang segera-duduk di atas pohon,

terdengar Pauw Kia Yen melanjutkan kembali pembicaraannya.

“Tecu bertiga selama ini dikuasai oleh manusia berkerudung yang

kurus kecil itu sampai pada lima hari yang lalu mereka baru

memberi tecu sekalian sedikit makanan..”

“Kami tidak tahu kalau pemimpin mereka adalah Cuo It Sian itu si

pembesar kota" sambung Ih Kun kemudian, " Sampai pai tadi suhu

datang bersama-sama dengan dia orang, kami baru paham

sebanarnyasudah terjadi urusan apa”

“Tia ! " tiba-tiba Wi Lian In menimbrung. “Sebenarnya potongan

pedang itu mengandung rahasia apa?”

“Lohu tidak bisa menjelaskannya.”

“Kenapa tidak boleh dijelaskan?” Tanya Wi Lian In lagi dengan

nada kurang senang.

“Karena Lohu sudah menyanggupi

membocorkan rahasianya ini”

dirinya

untuk

tidak

“Tia ! Kenapa kau orang begitu memegang janyi dengan manusia

semacam dia?” serunya cemberut.

"Tidak perlu dia orang bersifat bagaimana, kalau lohu sudah

menyanggupi maka di dalam urusan ini aku harus tetap pegang

janyi" ujar Wi Ci To dengan vvajah serius. "Itulah sifat dari Ioohu

yang lohu pegang teguh sejak dahulu."

"Pocu baru malam ini tahu kalau lelaki berkerudung yang muncul

di istana Thian Teh Kong itu adalah dirinya, ataukah. . . , ."' tiba-tiba

Ti Then menimbrung.

"Sejak semula lohu sudah tahu !" potong Wi Ci To dengan cepat.

“Lalu kenapa sewaktu dia mertamu di Benteng, pocu tidak mau

turun tangan menawannya?”

"Kalau berguna sejak semula lohu sudah turun tangan" ujar Wi Ci

To sambil tertawa pahit.

“Kenapa tidak berguna?” Tanya Ti Then keheranan.

“Dia tidak takut mati, bukankah tadi terang-terangan kalian

dengar sendiri beberapa kali dia berkata mau mengadu jiwa?

Perkataan tersebut bukanlah cuma gertak sambal belaka.”

“Kenapa dia tidak takut mati?” tiba-tiba Wi Lian In nyeletuk.

"ln-ji, kau jangan berusaha mengorek sampai dasar kuali” seru

Wi Ci To sambil tertawa.

"Putrimu masih ada satu pertanyaan lagi, seharusnya Tia

menyawab dengan sejujur-jujurnya“

"Persoalan apa ? "

“Dia. ..Cuo It Sian sebetulnya orang baik atau orang jahat ?”

"Orang baik !”

“Kalau begitu kenapa dia orang menggunakan cara yang begitu

rendah untuk merebut potongan pedang milik Tia?”

“Karena

miliknya!”

potongan

pedang

itu

sebenarnya

adalah

barang

Mendengar perkataan ini, Ti Then, Wi Lian In serta Ih, Kha, Pauw

tiga orang pada melengak semua.

“Apa?” tanyanya berbareng, “Potongan pedang itu miliknya?”

“Benar!” sahut Wi Ci To mengangguk.

Hal ini benar-benar merupakan satu urusan yang jauh berada

diluar dugaan mereka, kiranya potongan pedang itu adalah barang

milik Cuo It Sian.

Sebelum kejadian ini Ti Then sekalian selalu menganggap Cuo It

Sianlah yang sudah menggunakan cara yang paling kotor untuk

merebut barang milik Pocu mereka, siapa tahu urusan yang benar

malah ke balikannya, kiranya Cuo It Sian menggunakan cara-cara

rendah ini tidak lebih untuk merebut barang miliknya sendiri.

“Tia! Jadi maksudnya..kau...kau sudah merebut potongan

pedangnya?” tanya Wi Lian In dengan perasaan yang amat

terperanyat sekali.

Wi Ci To dengan perlahan gelengkan kepalanya.

“Lalu kenapa tidak dikembalikan kepadanya?”

"Pertanyaan ini Ioohu tidak bisa menyawabnya, karena setelah

menyawab pertanyaan ini berarti juga aku sudah membocorkan

rahasia tersebut!"

Dia berhenti sebentar, lalu dengan perlahan pada wajahnya

terlintaslah suatu senyuman yang amat dingin sekali, tambahnya:

"Walau pun potongan pedang itu adalah barang miiiknya tetapi

lohu tetap akan berusaha menggunakan akal untuk merebutnya

kembali !"

“Kenapa?” tanya Wi Lian In dengan terperanyat.

Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya.

"Aku tidak bisa memberitahukan kepadamu sekarang ini”

sahutnya perlahan.

Kepalanya didongakkan ke atas langit nan gelap, lantas dia

menarik napas panjang.

"Sudahlah, mari kita kembali ke dalam Benteng!”

Tua muda enam orang segera menuruni puncak gunung itu, di

tengah perjalanan sembari memperhatikan keadaan di sekeliling

tempat itu mendadak Wi Ci To tertawa geli.

“Eeeh In-ji!” serunya. “Bukankah kau bilang seluruh jago pedang

dari Benteng Pek Kiam Po sudah mengurung gunung ini rapat-

rapat? Kiranya kau orang sedang berbohong!”

“Sebetulnya putrimu memang bermaksud untuk menakut-nakuti

diri mereka..” sahut Wi Lian In sambil tertawa tawar.

Wi Ci To kembali memimpin melakukan perjalanan lagi.

“Bukankah lohu sudah tinggalkan surat di dalam Benteng yang

memerintahkan kalian menyaga Benteng? Kenapa kalian mengejar

kemari?” ujarnya lagi. “Tentu kau yang memaksa Ti Kiauwtauw

untuk mengejar kemari bukan?”

“Benar...” seru Wi Lian In kurang senang.

Karena dia orang tidak berhasil memperoleh seluruh rahasia itu

karena di dalam hati merasa sangat tidak senang sekali.

Kembali Wi Ci To melanjutkan perjalanannya, tiba-tiba sepertinya

saja teringat akan sesuatu urusan mendadak dia menghentikan

langkahnya.

“Oooh benar, kurang sedikit saja Lohu lupa memberitahu kepada

kalian..” ujarnya.

Ti Then sekalian pun pada menghentikan langkahnya.

“Pocu ada pesan apa?” tanyanya.

Dengan perlahan Wi Ci To putar badannya menghadap kearah

mereka, lalu dengan wajah yang amat serius dia pandangi mereka

denpan amat tajamnya.

"Peristiwa malam ini aku larang kalian membocorkannya keluar,

termasuk juga kepada para jago pedang yang ada di dalam

Benteng, mengerti!”

“Jikalau para saudara dari Benteng menanyai tecu, maka tecu

harus bagaimana memberikan penjelasannya?” tanya Kha Cay Hiong

kemudian.

“Katakan saja kalau tujuan dari orang berkerudung itu menculik

kalian sebetulnya mau merampas pedang yang lohu bawa ini dan

bermaksud menghina lohu, untung saja mendapatkan bantuan dari

diri Cuo It Sian sehingga akhirnya berhasil menolong kalian lolos

dari tawanannya, Sekarang Cuo It Sian sedang pergi mengejar lelaki

berkerudung hitam tersebut"

Mendengar perkataan itu dengan wajah yang amat tidak senang

Wi Lian In mencibirkan bibirnya,

"Tia tidak mau memberitahu rahasia tentang potongan pedang

itu masih tidak mengapa, kenapa sampai diculiknya jago pedang

kita oleh Cuo It Sian puni harus dirahasiakan ?"

"Tidak salah” seru Wi Ci To dengan suara yang amat berat.

"Urusan ini menyangkut suatu pergolakan yang amat hebat di

dalam Bu-lim, kalian janganlah membocorkan di tempat luaran”

“Jikalau pocu menggunakan alasan yang mengatakan manusia

berkerudung itu bertujuan untuk menghina diri pocu, seharusnya

kau orang tua pikirkan satu alasan yang lebih tepat lagi baru bisa”

sela Ti Then kemudian

“Alasan ? beritahukan saja ada kemungkinan dia orang

mempunyai rasa sakit hati dengan Lohu, selama hidupku lohu selalu

bertindak adil dan banyak menyalahi orang-orang dari kalangan

Hek-to, alasan ini sudah tentu bisa diterima, bukan ?”

“Ada satu hal yang kermungkinan sekali tidak bisa diterima !"

sambung Wi Lian In dengan cepat.

"Soal yang mana ?" tanya Wi Ci To sambil mengalihkan

pandangannya yang amat tajam ke atas wajahnya.

"Jika dia menculik pada jago kita dengan bertujuan untuk

menghina Tia, sudah seharusnya Tia tidak bisa melepaskan dirinya

dengan begitu saja, tetapi kini sebaliknya Tia malah bersama-sama

kita pulang ke dalam benteng, bukanlah hal ini sangat lucu sekali ?”

"Benar. . ., , benar, . .” seru Wi Ci To sambil tersenyum, “Kalau

begitu lohu tidak jadi pulang ke dalam Benteng bersama-sama

kalian ! "

Mendengar perkataan itu kini malah Wi Lian In yang dibuat

tertegun.

“Jika Tia tidak ikut kami pulang, lalu...”

“Lohu sudah mengambil keputusan untuk pergi mengejar Cuo It

Sian dan berusaha untuk merebut kembali potongan pedang

tersebut !” potong Wi Ci To dengan cepat.

“Putrimu juga ingin pergi !"'cepat seru Wi Lian ln.

“Tidak bisa jadi, jikalau kau ikut aku pergi mungkin malah bisa

menyulitkan pekerjaanku !”

Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.

"Sampai kapan putrimu baru tidak menyulitkan pekerjaan kau

orang tua?” serunya kurang senang. j

“Kali ini jikalau kau ingin ikut lohu maka kau orang tentu akan

menyulitkan urusan !”

Wi Lian In yang melihat perkataan dari ayahnya amat atos dan

keren sekali, di dalam hati segera paham kalau ayahnya sudah

mengambil keputusan untuk tidak membiarkan dirinya ikut, sekali

pun memohon juga tidak berguna terpaksa dia berdiam diri tidak

berbicara lagi.

“Ingat !" tiba-tiba Wi Ci To berbicara lagi dengan wajah yang

berubah amat keren. " Kalian jangan sekali-kali membocorkan

rahasia tentang lelaki, berkudung hitam itu adalah diri Cuo It Sian,

siapa saja yang berani melanggar lohu segera usir dia dari

perguruan ! ".

Dalam hati Ih, Kha serta Pauw merasakan hatinya berdesir,

dengan cepat mereka pada menjura bersama-sama.

"Tecu turut perintah !”

"Kau pun sama juga” ujar Wi Ci To lagi sambil melototi diri Wi

Lian In. " Asalkan kau berani membocorkan rahasia ini maka lohu

tidak akan menganggap kau sebagai putriku lagi ! "

Agaknya Wi Lian In selamanya belum pernah mendengar

ayahnya berbicara dengan demikian seriusnya, sehingga dalam hati

dia rada merasa sedih.

"Baiklah, putrimu tidak akan memberitahukan kepada orang lain"

sahutnya sambil mengangguk.

Mendadak Wi Ci To menarik tangan Ti Then, ujarnya:

"Ti Kiauw-tauw, kau ikutilah Lohu ke samping untuk berbicara

sebentar, lohu ada urusan yang harus dipesankan kepadamu !"

Dengan menarik tangan Ti Then dia berjalan beberapa langkah

ke tempat kejauhan, setelah dirasanya jarak dengan putrinya serta

Ih, Kha serta Pauw tiga orang rada jauh dia baru berhenti,

"Ti Kiauw-tauw." ujarnya dengan suara yang amat lirih, "Maukah

kau orang membantu lohu untuk mencuri kembali potongan pedang

tersebut ?”

“Hamba turut perinlah dari Pocu" sahut Ti Then cepat sambil

mengangguk kepalanya.

“Bagus sekali !” Teriak Wi Ci To kegirangan. "Setelah Cuo It Sian

berhasil merebut kembali potongan pedangnya kemungkinan sekali

dia akan menyembunyikan barang itu ke dalam rumahnya, ada

kemungkinan juga pergi memjari "Cu Kiam Lojin" atau siorang tua

pelebur pedang untuk menyambungkan pedang yang putus jadi dua

bagian itu ... Ti Kiauw-tauw tahu bukan dengan Cu kiam Lojin ini ?"

“Tahu" sahut Ti Then sambil mengangangguk. "dia adalah ahli

lebur pedang yang paling terkenal dikolong langit pada saat ini,

menurut apa yang hamba dengar katanya dia bertempat tinggal di

atas gunung Tong Ting Cun san”

“Benar, si "Cu Kiam Lojin" ini bernama Kan It Hong, bukan saja

dia pandai membuat sebilah pedang bagus bahkan bisa pula

menyambung sebilah pedatng yang sudah patah menjadi dua

bagian sehingga tidak kelihatan sedikit bekasnya pun Lohu sangat

mengharapkan Ti Kiauw-tauw mau mewakili Ioohu untuk pergi ke

gunung Cun san satu kali, jikalau kau menemukan Cuo It Sian pun

ada di tempat itu dan sedang membetulkan pedangnya maka

usahakanlah untuk mencuri potongan pedang itu kembali."

“Baiklah.”

“Urusan ini sangat penting sekali” pesan Wi Ci To lagi dengan

nada sungguh-sungguh. “Kau boleh berangkat meninggalkan

Benteng pada besok hari secara diam-diam, janganlah sampai

membiarkan In-ji mengetahuinya.”

“Baik!”

“Kau boleh menanti selama tiga bulan lamanya di atas gunung

Cun san setelah lewat tiga bulan kemudian jikalau tidak melihat Cuo

It Sian pergi ke sana juga kau kembali ke dalam Benteng untuk

membuat laporan."

"Tetapi, jikalau tidak berhasil mencuri bolehkah aku pergi

merampas?" tanya Ti Then kemudian.

''Tidak, harus dicuri bahkan jangan sampai ditemui kalau kaulah

yang melakukan pekerjaan tersebut."

Mendengar perkataan itu Ti Then segera tertawa.

“Bilamana Boanpwe tidak berhasil mencuri barang tersebut Pocu

jangan marah lho... karena boanpwe belum pernah melakukan

pekerjaan seperti ini,"

Wi Ci To pun tertawa.

"Lohu memerintahkan Ti Kiauw-tauw untuk berlaku sebagai

pencjuri dalam hati sebetulnya Ioohu merasa tidak enak, tetapi Ti

Kiauw-tauw boleh melakukan tugas tersebut dengan hati yang

tenang, karena pekerjaan ini sama sekali bukanlah suatu pekerjaan

yang jahat, semua alasan serta sebab-sebabnya lohu tentu akan

menjelaskan kepadamu dikemudian hari."

"Baiklah, boanpwe percaya potongan pedang dari Pocu ini pasti

mem punyai kegunaan yang sungguh-sungguh"

Jilid 27.2 : Menguntit Cuo It Sian ke gunung Cun san

Wi Ci To tidak berbicara lagi, dengan memegang tangan Ti Then

dia berjalan kembali ke hadapan Ih, Kha, Pauw serta putrinya.

"Sudahlah, kalian boleh pulang, ke dalam Benteng !" ujarnya

kemudian.

Pada wajah Wi Lian In segera diliputi oleh kecurigaan yang

menebal, dengan pandangan yang aneh dia memperhatikan

ayahnya serta diri Ti Then, lalu ujarnya.

"Tia ! kau orang tua apa mau mengejar Cuo It Sian ?"

“Tidak salah ! " sahut Wi Ci To sambil mengangguk, “Lohu

kemungkinan sekali langsung pergi kerumahnya di kota Tiong Cing

Hu maka itu kemungkinan sekali tidak bisa langsung pulang ke

rumah, kalian harus baik-baik tinggal di dalam Benteng sebelum

lohu pulang ke dalam Benteng kalian dilarang berkeliaran sendiri di

luaran, tahu tidak ?”

“Tetapi jikalau Tia menemui hal yang ada di luar dugaan, putrimu

bagaimana bisa mengetahuinya?”

"Di dalam tiga bulan jikalau Tia belum pulang ke Benteng juga,

saat itulah baru boleh meninggalkan Benteng untuk mencari Lohu.”

Selesai berkata tubuhnya segera meloncat ke depan, bagaikan

segulung asap hitam hanya di dalam sekejap saja sudah berada di

tempat yang jauh sekali.

Wi Lian In dengan pandangan tajam memperhatikan bayangan

ayahnya hingga lenyap dari pandangan, lantas dengan cepat

tanyanya kepada diri Ti Then:

“Tadi ayahku membicarakan soal apa dengan kau ? ''

"Tidak tahu !”

Sepasang mata Wi Lian In segera melotot lebar-lebar.

"Kau barani tidak beritahu kepadaku ?" serunya manya.

"Jikalau boleh membiarkan kau tahu, ayahmu

memberitahukan hal itu secara diam-diam”

pun tidak perlu

Agaknnya Wi Lian In dibuat bertambah kheki, dengan cepat dia

berhenti berjalan.

"Sekarang ayahku sudah tidak ada di sini, bukankah tidak ada

halangannya kau memberitahukan urusan tersebut kepadaku ?”

"Aku sebagai Kiauw-tauw dari benteng Pek Kiam po bagaimana

boleh memberitahukan tugas rahasia yang diperintahkan oleh

ayahmu ? maukah kau orang jangan nembuat aku jadi serba susah

?”

Wi Lian In sekali lagi menjejakkan kakinya ke atas tanah lalu

berjalan lagi dengan cepat.

Ti Then, Ih Kun, Kha Cay Hiong serta Pauw Kia Yen pun dengan

membawa serta si anying Ciaa Ii Yen mengikuti di belakangnya

berjalan kembali ke dalam Benteng.

Setelah berjalan beberapa saat kemudian mendadak Wi Lian In

menghentikan langkahnya kembali, terdengar dengan seorang diri

dia bergumam:

"Kenapa potongan pedang itu bisa miliknya Cuo It Sian? Kalau

memangnya barang milik Cuo It Sian kenapa dia tidak mau minta

kembali barang itu secara terbuka ?"

Ti Then yang ada di belakangnya sewaktu melihat mulutnya

berkemak kemik seorang diri segera tertawa geli.

"Eeei kau jangan berpikir sembarangan ," serunya.

Wi Lian In tetap seperti orang gendeng . . .

"Tia adalah seorang yang jujur, kenapa dia mau merampas

barang milik orang lain?”

''Ayahmu bisa menguasahi barangnya Cuo It Sian sudah tentu

ada alasan yang kuat, kau janganlah dikarenakan urusan ini lantas

menaruh rasa curiga terhadap perbuatan ayahmu."

"Tetapi aku merasa Tia rada sedikit aneh , . . . " seru Wi Lian ln

lagi ragu-ragu.

“Apakah sebab-sebabnya dilain hari tentu ayahmu bisa memberi

penjelasan dengan sendirinya.”

" Lalu kenapa tidak dijelaskan sekarang saja ?"

"Ayahmu tidak mau memberi penjelasan pada saat ini sudah

tentu ada alas an-alasa tertentu”

“Masih ada lagi” ujar Wi Lian In lagi dengan perlahan " Tadi

terang-terangan ayah bilang tidak mau pergi mengejar Cuo It Sian,

tetapi seteIah aku bilang tidak seharusnya dia kembali ke Benteng

kenapa secara mendadak pula dia mau pergi mengejar diri Cuo It

Sian, dia . . apakah dia sungguh-sungguh pergi mengejar diri Cuo It

Sian ?"

"Sudah tentu sungguh-sungguh, kali ini ayahmu sudah bersiap

sedia pergi ke kota Tiong Cing Hu untuk mencari diri Cuo It Sian.”

Dengan perlahan Wi Lian In menghela napas panjang lalu

melanjutkan kembali perjalanannya ke depan.

Lima orang dengan cepatnya sudah tiba di dalam Benteng,

mereka segera dirubung oleh para jago untuk memanyakan

pengalamannya, Ti Then serta Wi Lian In pun segera menceritakan

kisahnya waktu mereka bisa dikibuli.

Setelah semuanya selesai masing-masing baru kembali ke dalam

kamarnya untuk beristirahat.

Ti Then yang kembali kembali ke kamarnya segera menyulut

lampu minyak dan mengetuk tiga kali ke depan jendela, setelah itu

baru naik ke atas pembaringan untuk beristirahat.

Dia bersiap-siap hendak mencerirakan perintah dari Wi Ci To

yang menyuruh dia pergi mencuri potongan pedang itu kepada

majikan patung emas, karena perjalanannnya kali ini harus

memakan waktu selama tiga bulan lamanya, sewaktu dirinya

kembali dari gunung Cun san maka boleh dihitung dia sudah jadi

patung emas selama tujuh bulan lamanya, saat itu jaraknya dengan

" Kontrakan waktu " sudah tinggal lima bulan lagi, terhadap dia

majikan patung emas boleh dikata kepulangan tiga bulan ini

merupakan satu "kerugian " yang amat besar sekali, kemungkinan

sekali karena urusan ini maka “rencana busuk" nya tidak bisa

mencapai kesuksesan, maka itu dia harus memberikan

penjelasannya.

Sudah tentu terhadap tugas yang diberikan Wis Ci To kali ini dia

merasa sangat girang sekali, karena hal ini merupakan satu

kesempatan yang paling baik buat dirinya untuk mengundurkan

waktu berakhirnya perjanyian ini. Maka dia mengambil keputusan

sekali pun perjalanannya kali ini menuju ke gunung Cun san bisa

memperoleh hasil dengan amat lancar, dia pun baru akan kembali

ke dalam Benteng setelah tiga bulan lamanya.

Sewaktu dia tertidur sampai tengah malam, ternyata patung

emas dari majikan patung emas itu muncul juga dari atas atap

rumah.

"Ti Then !'" terdengar majikan patung emas dengan

mengerahkan ilmu untuk menyampaikan suaranya memanggil

dirinya..

"Cepat kau ceritakan kisahmu sewaktu pergi menolong Ih, Kha

serta Pauw tiga orang !”

"Aku mengundang kau datang kemari memangnya hendak

memberitahukan urusan ini kepadamu.."

"Kalau begitu cepatlah berbicara !"

"Ternyata Cuo It Sian itu si pembesar kota adalah manusia

berkerudung itu !"

"Sejak semula sudah ada di dalam dugaanku !"

"Pada malam tadi'" ujar Ti Then kemudian, "Dia mengajak Wi Ci

To main catur di dalam kamar bacanya, akhirnya mendadak mereka

lenyap secara bersamaan,

Nona Wi segera memastikan kalau mereka keluar melalui sebuah

jalan rahasia yang ada di dalam kamar baca itu, lantas dengan

membawa seekor anying sakti Cian Li Yen mengikuti mereka"

"Jalan rahasia itu menembus sampai dimana ?” tanya majikan

patung emas ingin tahu.

"Di dalam sebuah goa di belakang tebing "Sian Ciang, aku

bersama-sama dengan nona Wi sesudah keluar dari goa itu dengan

mengikuti anying sakti tersebut lantas melakukan pengejaran terus

yang akhirnya sampailah disebuah tebing yang amat curam, di atas

tebing curam itu terdapat sebuah puncak yang agak luas, kami

segera naik ke atas puncak itu, terlihatlah Cuo It Sian dengan

seorang lelaki berkerudung yang kurus kering sedang naenguasahi

Ih, Kha serta Pauw tiga orang, kiranya barang yang diminta oleh

Cuo It Sian adalah sebuah potongan pedang, itulah bukan lain

sebuah gagang pedang yang amat pendek sekali, kalihatannya amat

berharga sekali . . . . "

"Eeeei . , .- , kiranya potongan pedang itu yang dicari, lalu Wi Ci

To apa menyerahkan kepadanya ?" tanya majikan patung emas

lebih lanjut.

''Sudah diberikan. !'"

"Hmmmm , . . . orang she Cuo itu sungguh lihay sekali !"

"Setelah dia berhasil memperoleh potongan pedang itu bersama-

sama dengan si lelaki berkerudung yang kurus kecil meninggalkan

tempat itu, sesaat sebelum pergi dia masih mengundang Wi Ci To

untuk pergi main catur di rumahnya !”

"Sungguh berarti sekali. lalu Wi Ci To mengadakan pengejaran

tidak ?”

"Tidak segera pergi mengejar " jawab Ti Then. " Dia menyuruh

kami jangan membocorkan rahasia dari Cuo It Sian ini terlebih

dahulu kemudian memberi perintah juga kepadaku, setelah itu baru

.pergi mengejar”

"Kau di perintahkan untuk berbuat apa ?" tanya majikan patung

emas lebih lanjut.

"Soal ini nanti sada aku baru memberitahukan padamu, sekarang

aku mau membicarakan soal potongan pedang itu terlebih dulu, . .

sungguh mengherankan sekali . ... kiranya potongan pedang itu

sebetulnya adalah barang milik Cuo It Sian, sungguh lucu tidak ?"

“Ehmm, . . memang aneh sekali . . ."

"Aku sungguh tidak mengerti, kalau memangnya potongan

pedang itu adalah milik Cuo It Sian sendiri kenapa dia tidak minta

kembali secara terus terang saja ? sebaliknya menggunakan cara-

cara yang begitu rendah untuk turun tangan ? sedangkan Wi Ci To

pun merupakan seorang dari kalangan lurus yang biasanya

bertindak jujur dan pendekar, kali ini dia sudah manginginkan

barang milik orang lain ? bahkan mengusahakan juga mau merebut

kembali potongan pedang itu ?"

"Benar!" seru majikan patung emas itu memperdengarkan suara

keheranannya juga. "Urusan ini memang benar-benar membuat

orang kebingungan, apa mungkin potongan pedang itu sudah

mengandung suatu rahasia yang amat penting?"

"Pastilah begitu !" teriak T i Then membenarkan. "Bahkan rahasia

itu pastilah mem punyai hubungannya dengan mereka berdua

sehingga terjadilah suatu perebutan yang tidak terbuka, yang satu

ingin merebut yang lain ingin mempertahankan terus”

“Tidak salah, , : .tidak salah..”

“Tetapi" ujar Ti Then lagi: "Tidak perduli rahasia itu mem punyai

sangkut paut dengan urusan apa pun, menurut pandanganku maka

Wi Ci To berada didalarn kedudukan lurus sedangkan Cuo It Sian

berada di dalam kedudukan jahat”

"Ehmmm, , , apa benar ?” seru majikan patung emas dengan

suara yang tidak yakin.

“Benar!" sahut Ti Then mengangguk.

“Karena untuk mendapatkan potongan pedang itu Cuo It Sian

ternyata tidak jeri-jerinya membunuh dan mencelakai orang lain,

bahkan masih ingin bekerja sama

dengan si rase bumi Bun Jin cu, pekerjaannya ini tidak sesuai

dengan sifat asli seorang pendekar sejati !”

"Lalu kau kira bagaimana dengan cara yang aku lakukan saat

ini?".

"Tindakanmu rada kalem tidak seperti Cuo It Sian yang amat

ganas dan kejam tetapi ... jika dikatakan lihay juga tidak cukup

lihay!"

"Apa maksudmu ?" tanya majikan patung emas sambil tertawa.

"Karena kau minta aku kawin dulu dengan nona Wi. hal ini sedikit

keterlaluan ".

"Aku membantu kau mendapatkan seorang istri yang amat cantik

dan genit dan membantu Wi Lian In mencarikan seorang suami

yang tampan bahkan membantu Wi Ci To mencarikan seorang

menantu yang amat bagus sekali, apanya lagi yang jelek ?”

"Jikalau kau orang tidak bertujuan, hal itu memang amat bagus

sekali ! " seru Ti Then dengan cepat,

"Sudah. . . . sudahlah. . . . kau jangan omong kosong lagi ! "

potong majikan patung emas kemudian. " Tadi kau bilang Wi Ci To

sudah perintahkan dirimu untuk melakukan satu tugas sebetulnya

tugas apa itu ?”

"Dia minta aku pergi mencuri kembali potongan pedang tersebut”

"Bukankah dia sudah pergi sendiri?”

“Dia punya rencana pergi merebut barang itu di rumahnya Cuo

It Sian, tetapi dia pun merasa ada kemungkinan Cuo It Sian pergi

ke atas gunung Cun-san untuk mencari Ciu Kiam Lojin untuk bantu

dia menyambungkan kembali pedangnya yang sudah patah jadi dua

bagian itu, karenanya sudah perintahkan diriku untuk meminyam

kesempatan tersebut mencurinya kembali.."

“Hmmm !” dengus majikan patung emas itu dengan cepat. "Jarak

dari sini menuju ke gunung Cun san selama tiga bulan lamanya,

jikalau waktu itu tidak melihat juga Cuo It Sian pergi mencari Ciu

Kiam Lojin maka tiga bulan kemudian akan baru boleh pulang ke

dalam Benteng.''

Mendengar berita itu agaknya majikan patung emas dibuat

cemas sekali.

"Maknya ... dengan begitu bukankah perkawinanmu dengan Wi

Lian In juga harus diundurkan paling cepat tiga bulaa lagi “

teriaknya dengan gemas.

"Aku tahu pekerjaan ini sangat menggangu sekali terhadap

rencana yang kau susun tetapi coba kau pikir dapatkah aku

menolaknya ?"

oooOOooo

“Sudah tentu kau tidak bisa menolaknya . . . persoalannya

sekarang. . . , setelah lewat tiga bulan kemudian berarti di dalam

satu tahun sudah tinggal lima bulan saja, jikalau diantara waktu itu

timbul kembali persoalan bukankah tujuanku jadi berantakan ?"

"Bilamana tujuanmu sampai berantakan, hee. . . hee, . .

bukanlah kesalahanku" sahut Ti Then cepat.

"Hmm! jikalau rencanaku gagal maka orang yang paling gembira

tentunya kau kan ?" seru majikan patung emas dengan dingin,

"Mana. . . . mana. .”

Dengan dinginnya majikan patung emas bertanya kembali.

“Kenapa Wi Ci To memerintahkan kau berjaga selama tiga bulan

lamanya baru boleh pulang kembali ?"

"Alasannya mudah sekali, dia sudah mengambil keputusan untuk

merebut kembali potongan pedang tersebut."

"Hmm ! Hmm ! sungguh kurang ajar sekali.." teriak si majikan

patung emas dengan teramat gusar.

“Dia bahkan memerintahkan aku untuk meninggalkan Benteng

secara diam-diam dan jangan sampai membiarkan nona Wi, karena

alasannya dia orang takut sampai putrinya terjatuh kembali ke

tangan Cuo It Sian, makanya aku mem punyai rencana untuk

meninggalkan Benteng secara diam-diam besok pagi, entah kau

orang punya perintah lain tidak ?"

Lama sekali majikan patung emas berpikir keras, akhirnya dia

menyawab :

"Setelah kau orang berhasil mendapatkan potongan pedang itu

kau harus cepat-cepat kembali ke dalam Benteng, aku larang kau

berkeliaran lebih lama lagi di tempat luaran !"

"Hal ini sudah tentu !"

"Aku sudah mengambil keputusan untuk secara diam-diam

mengirim orang untuk mengawasi seluruh gerak gerikmu, jikalau

aku mengetahui kalau kau belum pulang juga walau pun potongan

pedang itu sudah kau dapatkan. . . .hmmm. , . ,hmmm. . .! aku

segera bunuh dirimu!"

"Kau punya hak untuk berbuat begitu?'serunya membantah.

"Rencana yang sudah aku susun harus mencapai hasil, lain waktu

setelah kau

kembali ke dalam benteng jikalau di dalam satu bulan Wi Ci To

belum juga menyiarkan berita perkawinan putrinya dengan dirimu,

maka waktu itu terpaksa aku melakukan perintahku yang kedua!"

"Perintahmu yang kedua ini adalah. . . . .” tanya Ti Then.

"Aku perintah kau orang cepat mengawini diri Wi Lian In !"

Ti Then segera merasakan hatinya tergetar amat keras dia

tertawa pahit.

"Jikalau kau demikian adanya memungkinan sekali urusan malah

jadi kacau tidak karuan!" serunya.

"Tidak mungkin ! sewaktu Wi Ci To tahu kau dengan putrinya

sudah melakukan hubungan gelap maka satu-satunya cara buat dia

orang dia. , . , .adalah, . . mengawinkan dirimu secepatnya !"

"Dia mungkin akan turun tangan membunuh diriku."

"Tidak mungkin !"

Ti Then segara termenung tanpa mengucapkan sepatah kata

pun

Dengan perlahan majikan patung emas menarik kembali patung

emasnya ke atas, tambahnya :

“Kau harus ingat, aku bisa mengirim orang secara diam-diam

mengawasi seluruh gerak gerikmu, sewaktu kau berhasil

mendapatkan potongan pedang itu dan tidak kembali juga, tanpa

banyak rewel lagi aku segera akan turun tangan membinasakan

dirimu !":

Selesai berkata dia segera menarik seluruh patung emasnya ke

atas atap dan menutup kembali atapnya lalu pergi.

Dengan mandongakkan kepalanya ke atas atap Ti Then diam-

diam merasa geli pikirnya:

"Untung saja kau tidak melarang aku pergi. . . :"

Dia mengira asalkan dia orang tidak terlalu keburu untuk pergi

mencuri potongan pedang dari Cuo It Sian itu maka dia masih mem

punyai waktu yang banyak untuk berkeliaran selama tiga bulan

ditempat luaran, karena itu terhadap gentakan dari majikan patung

emas dia sama sekali tidak merasa murung,

Keesokan harinya, baru saja dia selesai bersantap pagi tampaklah

pelayan perempuan Cun Lan sudah menghadap datang.

“Ti Kiauw tauw !” ujarnya sambil menjura, “Siocia mengundang

kau untuk berbicara di dalam kebun bunga”

“Baik, beritahu kepadanya sebentar lagi aku akan ke sana.”

Cun Lan segera menyahut dan meninggalkan tempat itu.

Sekembalinya ke dalam kamar Ti Then segera membereskan

pakaiannya secara diam-diam dan diletakkan di dalam kamar,

setelah itu dia pergi mencari Shia Pek Thad an ujarnya kepadanya:

“Shia heng, siauwte sudah mendapatkan perintah dari Pocu

untuk melakukan suatu tugas, setelah aku meninggalkan Benteng

maka semua urusan di sini kaulah yang mengurus”

“Pocu suruh Ti Kiauwtauw melakukan pekerjaan apa?” Tanya

Shia Pek Tha keheranan.

“Maaf, pocu sudah pesan wanti-wanti kepada siauwte untuk

jangan memberitahukan urusan ini kepada orang lain, harap Shia

heng suka memaafkan.”

Dengan perlahan Shia Pek Tha mengangguk.

“Apa nona Wi juga ikut pergi?” ujarnya.

“Dia tidak pergi. Pocu minta siauwte pergi seorang diri saja.”

“Kalau memang begitu lebih baik Ti Kiauwtauw pergi secara

sembunyi-sembunyi saja jangan sampai membiarkan dia orang

tahu.”

“Benar !” sahut Ti Then sambil mengangguk. “Baru saja dia

perintahkan Cun Lan untuk datang mengajak siauwte ngobrol di

kebun bunga, nanti tolong secara diam-diam Shia-heng bawa kuda

Ang San Khek itu keluar, dan tunggu aku di pintu Benteng setelah

siauw-te bercakap cakap beberapa patah kata dengan diirinya

siauwte segera mau berangkat "

"Baiklah, kepergian dari Ti Kiauw-tauw

membutuhkan waktu seberapa lama ?”

kali

ini

entah

"Tidak tentu, paling cepat satu, dua bulan, paling lambat yaa tiga

empat bulan”

"Urusan yang hendak Ti Kiauw-tauw kerjakan kemungkinan

sekali ada hubungannya dengan manusia berkerudung hitam

bukan?''.

Ti Then segera tertawa,.

"Maaf, siauw-te tidak bisa naemberitahu..”

"Baiklah “ ujar Shia Pek Tha pula sambil tertawa. "Aku pergi

mempersiapkan kuda buat Ti Kiauw-tauw ".

Selesai berkata dia segera berjalan menuju ke kandang kuda.

Ti Then yang berjalan ke kebun bunga segera tampaklah olehnya

Wi Lian In sedang duduk seorang diri di tepi bunga teratai, agaknya

dia sedang memikirkan sesuatu.

Dengan perlahan dia duduk di samping badannya lantas

bertanya:

"Ada urusan apa ?”

Wi,Lian In segara memutuskan sebatang ranting pohon Liauw

dan dikoyakan ke dalam air kolam:

"Perkataan yang Tia ucapkan kemarin malam kepadamu tentunya

kau mau memberitahukan kepadaku bukan ?” ujarnya dengan

perlahan.

"Sebelum aku menyawab pertanyaanmu ini, aku mau

menanyakan satu urusan dulu kepadamu . . „ , kau .suka tidak kalau

aku menghormat ayahmu ?”

“Baik.. ., baik, . . . kau tidak mau bicara yaa sudahlah ! buat apa

kau orang mengambil perkataan yang tidak berat untuk menekan

aku ?” seru Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.

Ti Then segera tersenyum.

“Kau adalah putri ayahmu, seharusnya kau orang lebih percaya

dan lebih menghormati ayahmu sendiri daripada aku ".

"Bukannya aku tidak percaya atau tidak menghormati ayahku,

aku cuma ingin tahu apa yang dia orang tua bicarakan dengan

dirimu ".

"Kemarin malam kan aku sudah bilang, jikalau ayahmu

memperbolehkan kau tahu kenapa harus berbicara secara pribadi

dengan aku orang."

Dengan sedihnya Wi Lian In menghela napas panjang.

"Aku tahu ayahku adalah seorang yang baik" ujarnya. "Tetapi

terhadap urusan yang menyangkut diri Cuo It Sian ini setelah

berpikir semalaman aku tetap tidak mengerti, aku tidak tahu kenapa

ayah ngotot mau mendapatkan kembali potongan pedang milik Cuo

It Sian itu ? sedangkan Cuo It Sian sendiri pun kenapa tidak mau

meminta langsung kepada ayahku secara terbuka ?"

"Tentang urusan ini ayahmu tidak pernah memberitahukan

kepadaku, sehingga aku sendiri pun tidak tahui”

"Apakah ayahku meminta kau orang membantu dirinya untuk

melakukan satu urusan?” tanya Wi Lian la kemudian sambil melototi

dirinya.

"Bukan !" sahut Ti Then sambil gelengkan kepalanya.

Mendadak Wi Lian In tersenyum.

"Sungguh-sungguh bukan ?" tanyanya.

"Sungguh !” sahut Ti Then dengan serius.

"Ini hari kau ingin berbuat apa ?”

"Tidak ingin berbuat apa-apa, cuma sada sat ini aku ada satu

urusan yang harus diselesaikan secepatnya , , "

"Urusan apa?” tanya Wi Lian In cepat.

Ti Then sengaja memperlihatkan wajah kemalu-maluan lalu

tertawa.

"Aku ingin pergi mengentengkan badan sebentar ! bilamana kau

tidak merasa kelamaan, tunggulah sebentar. . . . nanti kiia

ngomong-ngomomg lagi."

Mendengar perkataan itu air muka Wi Lian In segera berubah

memerah dengan malunya dia cemberut.

"Hmmm ! membosankan, sana. , sana. , . . “ serunya.

Ti Then segera bangkit berdiri dan ujarnya lagi sambil tertawa:

"Kau harus tunggu aku di sini, menanti aku kembali lagi ke sini

dan membicarakan. suatu urusan yang penting kepadamu”

Selesai berkata dengan gaya ada urusan genting dia berlari

keluar dari kebun bunga itu.

Sekembalinya dari dalam kamar dengan membawa buntalan dan

pedangnya dia segera berlari menuju kepintu Benteng.

Mendekati pintu benteng dia bertemu dengan Ki Tong Hong itu si

pendekar pedang merah, dia yang melihat Ti Then membawa

buntalan dan gerak geriknya tergesa-gesa segera maju bertanya :

“Ti Kiauw-tauw kau mau kemana ?”

"Ada urusan mau pergi ke kota sebentar..”

“Apa bukan melakukan perjalanan jauh?” Tanya Ki Tong Hong

sambil tertawa menyengir.

"Bukan..”

"Kalau begitu kenapa harus membawa buntalan?" desak Ki Tong

Hong lebih lanjut.

Untuk sesaat Ti Then tidak ada perkataan untuk menyawab, “Kau

orang boleh pergi bertanya dengan Shia-heng !"

Sehabis berkata dia segera merangkap tangannya memberi

hormat lalu keluar dari pintu Benteng.

Shia Pek Tha sejak semula sudah menanti diluar Benteng dengan

menuntun kuda Ang Shan Khek itu, melihat Ti Then berlari

mendatang dia segera datang menyongsong dan memberikan tali

les kudanya kepada dia orang.

Ti Then segera menerima tali les dan meloncat naik ke atas

punggung kudanya. Di tengah suara bentakannya yang amat

nyaring dia melarikan kudanya turun gunung.

Dia tahu jikalau Wi Lian In mendengar kalau dirinya

meninggalkan Benteng dia tentu akan mengejarnya, karena itu

selama perjalanan dia terus melarikan kudanya dengan amat cepat

sekali.

Hanya di dalam sepertanak nasi kemudian dia sudah menuruni

pegunungan Go-bi dan berlari di jalaa raya yang datar.

Setelah itu dia melarikan kudanya pula menuju ke arah timur.

Selama di tengah perjalanan tidak menemui kejadian apa-apa,

pada siang hari ketujuh dia sudah memasuki daerah Oh Kiang dan

menaiki gunung dari Bu Leng san.

Pemandangan disepanjang jalan amat indah sekali, akhirnya dia

memperlambat lari kudanya untuk melanjutkan perjalanan dengan

perlahan-lahan, dia orang benar-benar dibuat mabok oleh

keindahan alam sekitar tempat tersebut.

Dia berjalan . . - berjalan terus, tidak terasa lagi hari sudah

menjadi gelap.

Pandangan yang terlihat di hadapannya cumalah lereng-lereng

gunung terjal ini saling sambung menyambung, tak terasa lagi

gumamnya seorang diri :

"Aaaa . . . celaka, ini kemungkinan sekali aku harus menginap

ditempat terbuka."

Baru saja dia selesai bergumam, mendadak dari samping hutan

ditengah gunung berjalanlah keluar seorang tukang pencari kayu

yang usianya masih sangat muda sekali.

Pemuda itu mem punyai perawakan yang tinggi kekar dan sangat

berotot, wajahnya tampan dengan pada ikat pinggangnya tersoren

sebilah kampak pendek, pundaknya memikul satu pikulan kayu

bakar sedangkan langkahnya amat mantap sekali, jelas dia

merupakan orang yang pernah belajar ilmu silat.

Jilid 27.3 : Cian Pit Yuan membalas dendam

Ti Then yang melihat wajah pemuda sangat menarik rasa

simpatik segera menyelimuti dirinya, dia berjalan ke samping badan

pemuda itu lantas menjura: “Lo-te maaf mengganggu !”

Pemuda itu segera menghentikan langkah

mengangguk sebagai balasan menghormat,

kakinya,

dia

“Aaah.. Lo-heng tentu orang yang sedang melakukan perjalanan

bukan ?”

“Benar . . benar, tolong tanya dari tempat ini menuju kekota

yang terdekat masih ada seberapa jauh ?".

“Lo-heng mau pergi kemana ?”

“Kesebelah sana!” sahut Ti Then segera sembari menuding

kearah Utara.

"Tempat itu menuju kekota Ih Hong, kalau menunggang kuda

paling cepat juga ada setengah hari perjalanan !”

"Iiih. . . kalau begitu sesampainya di kota tersebut sudah tengah

malam buta?" teriak Ti Then amat terkejut.

"Benar, bilamana Lo-heng tidak menampik. silahkan menginap

satu malam di rumah gubukku?”

“Lote tinggal digunung ini?"

“Benar, tidak jauh dari sini."

"Tidak mengganggu?"

"Apa ganggu mengganggu, di rumah gubukku cuma siauw-te

seorang saja" sahut pemuda sambil tertawa,

Ti Then jadi keheranan. "Oooh. . Lote tinggal di atas gunung

seorang diri ?"

"Benar !” jawab pemuda itu sambiI menganggukkan kepalanya.

"Setelah orang tuaku mati satu-satunya ciciku juga kawin, sekarang

dirumahku cuma tinggal aku seorang diri saja."

"Lalu Lote menggantungkan pencari kayu sebagai penghidupan

sehari-hari ?" tanya Ti Then lagi.

"Benar!" sekali lagi pemuda itu mengangguk. "Ada kalanya aku

berburu adakalanya pula aku mencari kayu di hutan."

"Lalu siapa namamu?"

“Aku she Kwek bernama Kwek Kwan San, lalu kau ?"

"Aku adalah Ti Then!"

Pemuda Kwek Kwan San itu segera tersenyum ramah, ujarnya:

“Bagaimana Ti-heng? kau orang jadi bermalam dirumahku tidak?"

"Baik?" Sahut Ti Then dengan amat girang, Malam ini terpaksa

aku orang mengganggu satu malam !"

Agaknya Kwek Kwan San itu pun menaruh rasa simpatik

terhadap diri Ti Then, mendengar dia menyanggupinya hatinya

terasa amat girang sekali.

"Kalau begitu silahkan Ti-heng mengikut diri siauw-te !”

Sehabis berkata dia berjalan terlebih dahulu mengikuti jalan

gunung tersebut.

Ti Then pun turun dari kuda dan mengikuti dari sampingnya,

setelah berbelok-belok di jalan pegunungan yang agak lebar kini

mereka berbelok ke dalam sebuah jalan usus kambing yang amat

sempit sekali.

Setelah melalui lagi beberapa ratus langkah tampaklah tidak jauh

dari mereka sekarang berada berdirilah sebuah rumah gubuk.

"Itukah ramahmu ?" tanyanya segera.

"Benar !” jawab Kwek Kwan San mengangguk. "Rumahku jeiek

harap jangan dibuat geguyon"

"Mana . . . mana , . . Lo-te tinggal di sini seorang diri apakah

tidak terlalu kesepian ?" tanya Ti Then gugup.

"Dahulu aku memang rada kesepian tetapi sekarang sudah tidak,

karena baru-baru ini Siauw-te sudah mengangkat seorang suhu, dia

orang tua sekarang berdiam bersama-sama dengan siauw-te !"

"Oooh . . . kiranya begitu! laiu siapa, kah sebutan dari suhumu ?"

tanya riThtE kemudian

"Sebutan suhuku amat aneh sekuli, dia dipanggil sebagai Sang

Sim Lojin atau si kakek tua berduka hati, sedangkan siapakah nama

yang sesungguhnya selama ini dia orang tua tidak pernah mau

memberitahukannya kepada siauw-te . , ,”

"Sang Sim Lojin ?” tanya Ti Then terperanyat.

"Benar. Sang Sim Lojin !”

"Kenapa dia orang berduka ?"

“Entahlah..” sahut Kwek Kwan san sambil gelengkan kepalanya.

“Dia sekarang ada di dalam rumah?”

“Ada, suhuku jarang sekali keluar pintu”

"Jika dilihat dari langka lo-te yang begitu mantap sudah tentu

kepandaian silatnya amat hebat, kenapa kau orang masih

menggantungkan pencarian kayu bakar sebagai biaya hidup ?"

“Mana . : . . mana . . . “ ujar Kwek Kwan San sambil tertawa

malu. "Siauw-te cuma berhasil mempelajari sedikit permainan kaki

saja, jika dibandingkan dengan orang lain masih terpaut sangat jauh

sekali”

Sewaktu mereka bercakap-cakap itulah tanpa terasa sudah tiba

di depan rumah gubuk itu. Kwek Kwan San segera meletakkan kayu

bakar yang dipikulnya tadi ke atas tanah lantas berjalan masuk ke

dalam rumah.

"Suhu . . suhu . . . “ teriaknya keras "Kita sudah kedatangan

seorang tetamu."

Tetapi sewaktu dia berjalan masuk ke dalam rumah tidak terasa

lagi air mukanya rada sedikit tertegun.

“Iih . suhu, dia orang tua sudah pergi ke mana ?" jeritannya

kaget.

Ti Then pun ikut berjalan masuk ke dalam, ternyata di dalam

ruangan itu memang benar-benar kosong melompong dan sama

sekali tidak kelihatan jejak dari "Sang Sim Lojin" itu, lantas ujarnya :

"Kemungkinan sekali suhumu sudah keluar dari rumah."

Pada wajali Kwek Kwan San segera terlintaslah satu perubahan

yang amat aneh lantas dengan perlahan mengangguk.

"Benar .... Ti heng silahkan duduk biarlah siauw-te pergi

mencarinya sebentar”

Selesai berkata dia segera putar badan dan berjalan keluar.

Ti Then pun segera duduk di atas ruangan tersebut, matanya

dengan perlahan menyapu sekejap keseluruh dinding ditempat itu,

ketika dilihatnya di atas dinding sudah tergantung sebilah pedang

panjang dengan sarung yang amat kuno sekali dalam hati diam-

diam berpikir:

"Oooh . . . kiranya si Sang Sim Lojin ini pun merupakan seorang

jagoan pedang entah bagaimana kepandaiannya di dalam

permainan pedang ? dan mengapa mem punyai sebutan sebagai

Sang Sim Lojin?”

Sewaktu pikirannya berputar dengan keras itulah terdengar Kwek

Kwan yang ada diluar sedang berteriak keras:

"Suhu .... suhu . . . kau ada dimana ?” Suara teriakannya

semakin lama semakin perlahan dan semakin lama semakin kecil

agaknya dia sudah berada di tempat yang amat jauh sekali.

Kurang lebih seperempat jam kemudian tampaklah Kwek Kwan

San dengan wajah yang amat sedih sekali berjalan masuk kembali

ke dalam rumah, alisnya dikerutkan rapat-rapat.

"Aneh sekali, entah suhu dia orang tua sudah pergi ke mana ?"

"Apa suhumu jarang keluar?”

“Benar!” jawab Kwek Kwan San mengangguk. "Selama beberapa

bulan ini setiap kali siauw-te pulang dari mencari kayu dia pasti

menunggu di dalam rumah, entah mengapa ini hari sudah keluar

rumah..... haaaai..entah dia orang sudah pergi kemana ?”

"Jikalau mau pergi ke tempat kejauhan seharusnya dia orang tua

meninggalkan surat sebagai pemberitahuan"

"Benar ... sungguh aneh sekali ..” Seru Kwek Kwan San

keheranan tidak ada habisnya.

"Apa mungkin sudah menemui peristiwa lain ?"

"Jikalau sudah terjadi urusan, dengan kepandaian silat yang

dimiliki oleh suhu dia orang tua seharusnya bisa menghadapi

dengan mudah, kepandaian silat dari dia orang tua amat hebat

sekali”

" Pedang itu apakah milik suhumu ?” tanya Ti Then kemudian

sambil menuding kearah pedang yang tergantung di atas dinding

itu.

“Tidak salah!” sahut Kwek Kwan San mengangguk.

“Kalau begitu” ujar Ti Then lagi, “Dapatkah suhumu pergi ke

sekitar tempat ini untuk berjalan-jalan? Bilamana sudah terjadi

peristiwa yang diluar dugaan pedang itu tidak seharusnya masih

tergantung di atas dinding.”

Mendengar penjelasan dari Ti Then itu dengan perlahan perasaan

murung yang menyelimuti wajahnya mulai luntur.

“Perkataan dari Ti heng sedikit pun tidak salah” sahutnya rada

girang, “Silahkan kau tunggu sebentar, biar siuwte masuk ke dalam

untuk mempersiapkan makanan”

Selesai berkata dia berjalan masuk ke dalam rumah.

Tidak lama kemudian nasi panas dengan beberapa macam sayur

asin sudah dihidangkan di atas meja.

Kwek Kwan San kembali berjalan keluar dari rumah untuk

menengok, lalu dengan keheran-heranan ujarnya :

"Sungguh aneh sekali, bagaimana dia orang belum kembali

juga?"

"Coba tunggu sebentar lagi”

Kwek Kwan San segera kembali ke dalam rumah.

“Tidak, mari kita makan dulu" ujarnya kemudian.

Dia mempersilahkan Ti Then duduk dan mengambilkan dua

mangkuk nasi yang satu diangsurkan kepada Ti Then dan yang lain

buat dia sendiri, lantas bersama-sama bersantap.

Sembari makan tanya Ti Then lagi:

“Lo-te tahun ini umur berapa?”

“Delapan belas.”

“Kau

punya maksud untuk selamanya

pencarian kayu baker untuk biaya hidup?”

menggantungkan

"Tidak, lain kali setelah kepandaian silatku berhasil aku latih

hingga mencapai pada taraf yang tinggi siauwte punya rencana

untuk jadi Piauw-su, aku dengar jadi piauwsu paling mudah mencari

uang, bukan begitu?”

"Benar, tetapi juga sangat berbahaya sekali " sahut Ti Then

sambil mengangguk.

"Guruku pernah bilang, asalkan siauw-te mau berlatih selama

tiga tahun lamanya maka dia tanggung siauw-te bisa jadi jagoan

nomor satu, saat itu untuk jadi piauw-su bukanlah satu soal yang

sulit "

"Jadi piauwsu bukan saja harus mem punyai kepandaian silat

yang amat tinggi bahkan pengalamannya pun harus amat luas

sekali "

"Aku tahu " sahut Kwek Kwan San mengangguk, “Aku beleh

menyabat sebagai pengawal rendahan terlebih dulu. ooohh yaa, Ti-

heng bekerja apa ?”

"Cayhe menyabat sebagai Kiauw-tauw dari Benteng Pek Kiam Po”

Agaknya Kwek Kwan San belum pernah mendengar nama dari

Benteng Pek Kiam Po ini, mendengar perkataan tersebut dia jadi

tertegun.

"Apa itu Benteng Pek Kiam Po?” tanyanya.

"Benteng Pek Kiam Po adalah satu aliran di dalam Bu-lim yang

cukup besar pengaruhnya, markas besarnya ada di gunung Go-bi,

apakah suhumu belum pernah membicarakan soal Pek Kiam Po ini

kepadamu ?”

"Tidak!" sahut Kwek Kwan San sambil gelengkan kepalanya.

"Suhu kecuali setiap hari memberi pelajaran ilmu silat kepada siauw-

te, apapan tidak pernah dibicarakan.”

"Di dalam Bu-lim pada saat ini setiap jago yang pernah terjunkan

diri ke kalangan kang-ouw pasti akan tahu kalau di atas gunung Go-

bi ada sebuah Benteng Pek Kiam po, suhumu tidak pernah

mengungkatnya kepada mu mungkin dikarenakan perhatiannya

cuma dipusatkan pada pemberian pelajaran ilmu silat."

"Apakah orang-orang dari Benteng Pek Kiam Po

ilmu pedang semua?" tanya Kwek Kwan San lagi.

"Benar !”

"Siapakah Pocunya ?"

"Si pedang naga emas Wi Ci To.”

pun berlatih

“Apakah ilmu pedangnya sangat tinggi sekali?”

"Dia mem punyai nama harum sebagai Bu Lim Cit Ji Kauw-jin

atau jagoan nomor dua dari seluruh Bu-lim,"

Agaknya Kwek Kwan San menaruh perhatian khusus terhadap

urusan ini, desaknya lebih lanjut:

"Lalu siapakah si jagoan nomor wahid di dalam seluruh Bu-lim

saat ini ?”

"Si kakek pemalas Kay Kong Beng, tetapi dia bukan orang

benteng Pek Kiam Po kami, dia berdiam di puncak gunung Kim Teng

San “

"Ilmu pedang dari suhuku di dalam pandangan siauw-te amat

dahsyat dan liehay sekali, entah dapatlah kepandaian silatnya

dibandingkan dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng serta pocu

dari Benteng Pek Kiam Po tidak ? "

"Cayhe belum pernah melihat ilmu pedang dari suhumu,

sehingga sukar buatku untuk menyawab pertanyaan ini "

"Ada satu hari suhu pernah mendemontrasikan permainan

pedangnya buat siauw-te lihat, dia menancapkan tiga batang bambu

ke atas tanah lantas di dalam satu kali babatan saja sudah berhasil

menebas putus ketiga batang bambu tersebut, tetapi bambu yang

cuma diberdirikan itu sama sekali tidak rubuh”

"Kalau begitu kepandaian ilmu pedang dari suhumu memang

sangat dahsyat sekali " seru Ti Then tertarik.

"Jika dibandingkan dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng

serta Pocu dari Ti-heng rasanya bagaimana?”

"Hmmmm..mungkin hampir sama”

"llmu pedang dari Ti-heng tentunya sangat lihay bukan?”

"Mana. . mana. , ,” ujar Ti Then sambil tersenyum, "Cayhe masih

terpaut jauh"

"Tadi Ti-heng bilang kau menyabat sebagai apa di dalam Benteng

Pek Kiam Po?"

"Cong Kiauw-tauw."

“Apa yang dimaksud dengan Kiauw-tauw itu ?" tanya Kwek Kwan

San lagi

"Kedudukan Kiauw-tauw ada di bawah Pocu seorang dan

bertugas untuk memberi pelajaran ilmu silat kepada seluruh jagoan

pedang yang ada di dalam Benteng."

Mendengar penjelasan itu Kwek Kwan San jadi terperanyat

"Jagoan pedang yang ada di dalara Benteng Pek Kiam Po apakah

usianya sederajat dengan usia dari Ti-heng ?” tanyanya lagi.

“Tidak, jagoan pedang di dalam Benteng Pek Kiam Po yang

berusia sekecil cayhe cuma ada beberapa orang saja “

"Lalu bagaimana Ti-heng bisa menyabat sebagai Kiauw-tauw dari

para jago di dalam Benteng Pek Kiam Po" tanya Kwek Kwan San lagi

sambil berseru keheran-heranan.

"Hal ini dikarenakan , . , Ehmm, pertanyaan dari Lo-te ini

sungguh-sungguh membuat cayhe sukar untuk memberi jawaban.."

"Ooooh sekarang aku paham sudah tentu ilmu pedang dari Ti

heng jauh melebihi kepandaian silat dari para jago pedang lainnya

sehingga diangkat sebagai Kiauw-tauw, bukan begitu ?”

Ti Then sambil tertawa segera mengangguk.

Kwek Kwan San jadi amat girang sekali, serunya:

“Dapatkah Ti-heng memperlihatkan sedikit kepandaian untuk

siauwte lihat?”

“Haa..haa..siauwte tidak berani memperlihatkan kejelekanku di

hadapan kalian!” serunya dengan cepat sambil gelengkan kepalanya

cepat.

“Ti-heng kenapa sungkan?” ujar Kwek Kwan san dengan terburu-

buru.

“Siauw-te cuma ingin mengetahui bagaimana taraf kepandaian

silat yang aku miliki sekarang ini jika dilihat dari kepandaian yang Ti-

heng miliki. Siauw-te sejak belajar ilmu pedang dari suhuku dia

orang tua sampai saat ini belum pernah mengetahui bagaimana

hasil dari latihanku itu jikalau Ti heng mau sedikit

memperlihatkannya maka Siauw-te segera akan tahu seberapa

tinggi kepandaian yang aku miliki."

“Tapi...jikalau sampai suhumu pulang dan menemuinya bukankah

terlalu tidak baik . . . ," ujar Ti Then kembali berusaha menampik.

''Suhuku kemungkinan sekali ada urusan pergi ke kota, aku rasa

dia orang tua tidak mungkin bisa kembali dengan cepat,"

"Kalau begitu setelah selesai makan bilamana suhumu belum

kembali juga, cayhe akan memperlihatkan sedikit kejelekan."

akhirnya Ti Then mengabulkan.

Kwek Kwan San jadi amat girang sekali.

"Bagus sekali, mari kita cepat makan !”

Selesai berkata dengan lahapnya dia menghabiskan nasinya.

Tidak lama kemudian mereka berdua sudah kenyang benar-

benar. Kwek Kwan San tidak sempat membereskan mangkok

sumpitnya segera dia memohon lagi kepada diri Ti Then :

"Ti-heng bagaimana kalau mendemonstrasikan sekarang saja !”

"Baik, mari kita keluar rumah."

Mereka berdua segera jalan keluar dari rumah gubuk itu, Ti Then

memungut tiga batang bambu dan diletakkan di atas tanah lalu

mencabut keluar pedang panjangnya, dia tertawa. "Cayhe pun mau

jajal mengayunkan cara seperti suhumu, jikalau jelek Ioo-te jangan

tertawa Iho. ."

"Tidak mungkin, tidak mungkin. Ti-heng silahkan bermain" seru

Kwek Kwan San dengan cepat.

Ti Then segera pusatkan pikirannya, lantas kakinya maju satu

langkah ke depan, pedang yang ada di tangannya dengan cepai

bagaikan sambaran kilat dibabat ke depan.

...Sreeeet. ..... ditengah bekelebatnya sinar pedang yang

menyilaukan mata pedangnya sudah dimasukkan kembali ke dalam

sarungnya.

Sedang ketiga batang bambu itu pun masih tetap berdiri tidak

bergerak dari tempatnya, dengan lurus bamboo-bambu tersebut

masih berdiri di atas tanah.

Sepasang mata dari Kwek Kwan San terbelalak lebar-lebar

melototi ketiga bambu tersebut, beberapa saat kemudian dia baru

berjalan mendekati bambu tersebut menyenggolnya dengan

perlahan.

Ketiga batang bambu tersebut segera putus dan jatuh

berantakan di atas tanah, air mukanya segera berubah, dia merasa

terkejut bercampur kagum sehingga tidak terasa lagi menarik napas

panjang-panjang. “Oooh. . . . Ilmu pedang dari Ti-heng ternyata

seimbang dengan ilmu pedang dari suhuku, kau orang bagaimana

bisa berhasil melatih sehingga demikian hebatnya?”

Ti Then cuma tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun,

dia tidak ingin memberitahu kalau dirinya bisa mematahkan lima

batang bambu sekaligus, karena dia tidak ingin menghilangkan

kepercayaan seorang murid terhadap suhunya.

Lama sekali Kwek Kwan San mematung melongo kearahnya,

lantas dengan ragu-ragu serunya:

"Kau. . , usiamu masih muda, bagaimana kau orang berhasil

melatih ilmu pedangmu sehingga demikian tingginya ?”

"Cayhe berlatih ilmu pedang sejak berumur lima enam tahun

sehingga dengan demikian bisa memperoleh kesuksesan seperti ini,

tetapi jikalau membicarakan tenaga dalam mungkin Cayhe masih

kalah jika dibandingkan dengan suhumu”

Dengan amat kagumnya Kwek Kwan San memperhatikan dirinya

terus menerus ujarnya kemudian:

"Siauw-te baru belajar ilmu pedang beberapa bulan saja, entah

sampai kapan baru bisa berhasil mencapai seperti apa yang dimiliki

Ti-heng saat ini ?”

"Bakat lo-te amat bagus sedang pikirannya pun amat tajam

sekali, asalkan mau berlatih dengan giat lima tahun kemudian

pastilah kau orang bisa berhail mencapai taraf seperti ini”

“Tetapi.. “ bantah Kwek Kwan San.lagi. " Lima tahun kemudian

sewaktu siauwte berhasil mencapai pada taraf seperti Ti-heng saat

ini, maka pada waktu itu kedahsyatan dari ilmu silat Ti-heng entah

sudah menanyak seperti apa ?”

Ti Then segera tertawa geli,

"Lo--te kau tidak boleh berpikir demikian " ujarnya keras, “Ada

pepatah yang mengatakan satu gunung, lebih tinggi dari gunung

yang lain, ditengah yang hebat pasti ada yang jauh lebih hebat,

cayhe cuma bisa begini saja dapat dihitung seberapa tingginya?”

Agaknya Kwek Kwan San rada kikuk juga oleh perkataannya tadi,

dia tertawa malu dan ujarnya :

" Benar. siauw-te tidak seharusnya menginginkan diriku jauh

lebih tinggi dari orang lain”

Ti Then segera memungut kembali ketiga batang bambu itu dan

dilempar ke tempat kejauhan.

"Nanti sewaktu suhumu pulang lebih baik Lo-te

mengungkat-ungkat soal ini, mau bukan ? " ujarnya.

jangan

"Ti heng takut kalau suhuku mencari kau orang untuk diajak

bertanding ?"

"Benar !” jawab Ti Then tertawa, "Suhumu adalah seorang

locianpwe dari Bu-lim, cayhe seharusnya menaruh hormat

kepadanya ".

Suhu dia orang tua jadi orang memang amat baik sekali,

bilamana dia tahu kalau ilmu pedang Ti-heng amat tinggi sekali, dia

orang tua pasti akan ikut merasa bergirang hati ".

"Suhumu mem punyai julukan sebagai si kakek tua bersedih hati,

tentunya pada masa yang lalu sudah menemui suatu pengalaman

pahit yang mendukakan hati-nya. . . " ujar Ti Then tiba-tiba.

"Ada satu kali, dia pernah beritahu kepada siauw-te. katanya di

dalam Bu-lim dia mem punyai dendam dengan seorang jagoan

berkepandaian tinggi, cuma saja dia tidak pernah memberitahukan

siapakah nama si jagoan berkepandaian tinggi itu?”

“Suhumu mem punyai rencana hendak membalas dendam?”

tanya Ti Then.

"Agaknya memang begitu, karena di samping dia orang tua

menurunkan ilmu silat kepadaku dia pun setiap hari berlatih dengan

rajinnya”

Mereka berdua sembari bercakap-cakap sembari berjalan kembali

ke dalam rumah, Kwek Kwan San segera membereskan mangkok

sumpit dan dari dalam dapur membawa keluar sepoci teh panas.

Dia mengambil secawan buat Ti Then lalu mengambil pula

secawan buat dirinya sendiri, ujarnya lagi :

"Ilmu pedang dari Ti-heng belajar dari siapa ?"

"Cayhe pernah mengangkat seorang suhu yang mem punyai

julukan sebagai Bu Beng Lojin ".

" Bu Beng Lojin ?" tanya Kwek Kwan San keheranan.

"Benar " sahut Ti Then sambil meneguk air tehnya satu tegukan.

"Suhuku sama dengan suhumu, dia

pun mem punyai satu

pengalaman di masa lampau yang amat menyedihkan hatinya...”

Baru saja dia berbicara sampai kata-kata yang terakhir mendadak

terlihatlah olehnya tubuh Kwek Kwan San bergoyang tidak henti-

hentinya seperti seorang lagi kemabokan terhuyung-huyung dan

sempoyongan tidak karuan.

Tidak terasa lagi di dalam hati Ti Then merasa sangat

terperanyat.

"Iiih... Lo-te kau kenapa?” tanyanya.

"Heran..kepalaku..oh. . .kepalaku.” seru Kwek Kwan San sambil

memegang kepalanya sendiri dan mengerutkan alisnya rapat-rapat.

Perkataannya belum selesai diucapkan mendadak cawan yang

ada ditangannya terjatuh ke atas tanah sedang tubuhnya pun ikut

rubuh ke atas tanah, . . .secara tiba-tiba dan sangat aneh sekali dia

jatuh tidak sadarkan diri lagi.

Ti Then yang melihat kejadian itu menjadi sangat terperanyat

sekali, dengan cepat dia meletakkan cawan air tehnya ke atas meja

lalu berjongkok ke samping badan Kwek Kwan San dan

membimbingnya bangun.

"Hey Lo-te.. Lo-te.. kau kenapa ?'" teriaknya.

Pada saat itulah mendadak dia pun merasakan kepalanya sangat

pening sekali, dalam hati dia merasa sangat terperanyat, pikirnya:

"Celaka. . .! pasti ada orang yang memasukkan obat pemabok ke

dalam air the ini !”

Dengan cepat dia meletakkan badan Kwek Kwan San ke atas

tanah dan berusaha bangkit berdiri, tetapi pada saat itulah

kepalanya terasa semakin pening sehingga membuat matanya

berkunang-kunang

tubuhnya

terhuyung-huyung

dengan

sempoyongan akhirnya tidak kuasa lagi rubuh ke atas tanah dan

jatuh tidak sadarkan diri.

Baru saja dia jatuh tidak sadarkan di ri ke atas tanah, dari pintu

rumah gubuk itu tampaklah berkelebatnya sesosok bayangan

manusia diikuti munculnya seorang manusia aneh.

Orang aneh ini berusia kurang lebih enam puluh tuhunan,

tubuhnya sedengan sedang rambutnya awut-awutan dan amat kotor

dengan kepala yang kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang,

ditambah lagi dengan sepasang matanya yang memancarkan sinar

yang amat tajam sekali membuat orang yang melihat dirinya seperti

juga me lihat mayat hidup yang baru saja bangkit dari dalam

kuburan.

Siapakah orang itu ?

Bukan lain, dialah, si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan

adanya ! Si pendekar aneh dari Bu-lim yang telinga kanannya

berhasil dipapas putus oleh Wi Ci To pada masa yang lalu dan

terpapas lagi telinga kirinya oleh Ti Then pada beberapa bulan yang

lalu ternyata sudah munculkan dirinya di depan rumah gubuk di

atas.gunung Bu Leng san ini.

Begitu tubuhnya berjalan masuk ke dalam rumah, matanya

dengan amat tajam melirik sekejap ke atas badan Ti Then yang

menggeletak di atas tanah lalu memperdengarkan suara tertawanya

yang amat dingin sekali, setelah itu dari dalam sakunya dia

mengambil keluar sebotol obat dan mengambil keluar sebutir untuk

kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya Kwek Kwan San.

Tidak selang lama kemudian Kwek Kwan San sadar kembali dari

pingsannya.

Dengan perlahan sepasang matanya dipentangkan, sewaktu dia

bisa melihat jelas orang yang ada di hadapannya bukan lain adalah

si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan dengan amat

girangnya dia segera meloncat bangun.

"Suhu" teriaknya. '' Kau sudah pulang ?"

Tetapi sebentar kemudian dia sudah melihat tubuh Ti Then yang

rubuh tidak sa¬darkan diri di atas tanah serta cawan air teh yang

berserakan di atas meja, seketika itu juga dia teringat kembali

dengan kejadian yang baru saja berlangsung itu, teriaknya.

"Aduuuh ... bagaimana bisa jadi ? Tadi tecu dengan Ti-heng ini -

.“

"Bukankah sudah jatuh tidak sadarkan diri ?" Potong .si pendekar

pedang tangan kiri Cian Pit Yuan sambil tertawa.

"Benar “ teriak Kwek Kwan San dengan sangat terperanyat."

Tecu mendadak merasakan kepalaku pening dan berputar amat

cepat lalu jatuh tidak sadarkan diri, saat itu agaknya Ti-heng masih

baik-baik saja . . bagaimana sekarang pun dia juga jatuh tidak

sadarkan diri ?"

"Karena kalian berdua sudah terkena obat pemabok !” jawab si

pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan sambil tertawa dingin.

“Aaaah terkena obat pemabok ??" tanya Kwek Kwan San dengan

sangat terkejut sekali.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 28

1 : Manusia berkerudung utusan Majikan Patung Emas

“Tidak salah,” jawab si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit

Yuan sepatah demi sepatah. “Memang benar ada orang yang sudah

memasukkan obat pemabok ke dalam air teh kalian”

“Siapa yang memasukkan obat petnabok itu?” tanya Kwek Kwan

Ssn dengan amat terperanyat.

“Aku.”

Kwek Kwan San seketika Itu juga dibuat melengak.

“Haah .... suhu kau orang yang memasukkan obat pemabok itu

ke dalam air teh kami?” ujarnya tidak mau percaya.

“Benar . .” sahut si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan

mengangguk “Kau merasa ada diluar dugaanmu bukan?”

“Tidak salah, kenapa suhu memasukkan obat pemabok itu ke

dalam air teh kami sehingga kami jadi mabok?” teriak Kwek Kwan

San dengan melototkan sepasang matanya lebar-lebar.

“Karena aku orang tua mau merubuhkan dirinya” jawab si

pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan sambil menuding kearah

diri Ti Then yang menggeletak di atas tanah.

Kwek Kwan San benar-benar merasa terkejut.

“Suhu kenal dengan dia orang?”

“Sudah tentu aku kenal, dia adalah Kiauw tauw dari Benteng Pek

Kiam Po yang bernama Ti Then “

“Suhu ada dendam sakit hati dengan orang ini?”

“Aku orang tua memang punya dendam dengan Pocu mereka Wi

Ci To, sedangkan bangsat cilik ini ...aku sih tidak punya ganyalan

apa apa”

“Kalau memangnya tidak punya ganyalan hati apa-apa kenapa

suhu mau merubuhkan dirinya?” tanya Kwek Kwan San keheranan.

“Karena aku ingin menanyakan satu urusan dengan dirinya, kau

pergilah mencari seutas tali”

Kwek Kwan San ragu-ragu sebentar, akhirnya dia masuk ke

dalam rumah juga untuk mengambil seutas tali.

Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan segera turun

tangan mengikat seluruh tubuh Ti Then dengan cepatnya setelah itu

menotok jalan darah dari Ti Then dan memasukkan sebutir pil ke

dalam mulutnya.

Tidak selang lama kemudian Ti Then pun dengan perlahan-lahan

sadar kembali dari pingsannya.

Ketika dia dapat melihat orang yang berdiri di hadapannya bukan

lain adalah si pendekar tangan kiri Cian Pit Yuan dalam hati dia

merasa sedikt bergidik, disusul satu senyuman pahit menghiasi

bibirnya.

“Aaah, kiranya Sang Sim Lojin adalah kau!” serunya.

“Setelah Lohu mengasingkan diri ke atas gunung dan berlatih

ilmu pedang dengan susah payah selama dua puluh tahun lamanya

tidak kusangka sewaktu menerjunkan diri ke dalam Bu lim untuk

kedua kalinya sudah dikalahkan ditangan kau bangsat cilik,

bagaimana hal ini tidak membuat Lohu bersedih hati”

“Hal itu dikarenakan ilmu silatmu tidak sempurna, bagaimana

bisa menyalahkan diriku?”

“Lohu sama sekali tidak menyalahkan dirimu.”

“Lalu kenapa kau menawan aku seorang?” tanya Ti Then sambil

tertawa dingin.

“Karena aku ingin menanyakan satu urusan dengan dirimu.”

“Kau bersikap demikian kasarnya terhadap diriku, kau mengira

aku mau menyawab pertanyaan-pertanyaan yang kau ajukan?”

Si pendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan segera tertawa

dingin.

“Bilamana kau tidak mau menyawab pertanyaan yang lohu

ajukan maka jangan harap bisa meninggalkan tempat ini.” sahutnya.

Ti Then tertawa, dengan perlahan dia mengalihkar sinar matanya

kearah wajah diri Kwek Kwan San, “Lote. suhumu memang amat

bagus sekali” ejeknya.

ooOOoo

AIR muka Kwek Kwaa San seketika itu juga berubah memerah,

dengan menundukkan kepalanya rendah-rendah dia tidak

mengucapkan sepatah kata pun.

“Bangsat cilik!” seru si Cian Pit Yuan dergan suara yang amat

berat, “Kau bisa mencari sampai di sini hal ini jelas tidak

mengandung maksud baik terhadap Lohu, siapa yang bilang salah

kalau Lohu turun tangan dulu?”

“Aku sedang melakukan perjalanan lewat di tempat ini, aku sama

sekali tidak sedang mencari dirimu” ujar Ti Then sambil tertawa

pahit.

“Benar” sambung Kwek Kwan San lebih lanjut. “Suhu, Ti-heng

memangnya sedantg melakukan perjalanan lewat di tempai ini, dia

bukannya sengaja datang mencari kau orang tua”

“Kau mengerti apa?” bentak Cian Pit Yuan dengan gusarnya

sambil melotolt dirinya. “Tempat ini sangat jarang sekali dilalui

orang, dia pasti sengaja datang mencari aku orang-tua, kalau tidak

mana mungkin bisa tiba di sini?”

Ti Then tiba-tiba tertawa terbahak-bahak

“Sejak semula aku sudah melupakan dirimu sama sekali buat apa

aku datang mencari dirimu lagi?” serunya.

“Omong kosong,” bentak Cian Pit Yuan dengan amat gusar. “Wi

Ci To takut lohu pergi ke benteng Pek Kiam Po-nya untuk membalas

dendam maka dia sengaja mengirim dirimu untuk menyelidiki

keadaaan dari lohu, kau kira lohu tidak mengerti akan hal ini?”

“Bagaimana mungkin Wi Pocu kami takuti dirimu yang pergi ke

benteng Pek Kiam Po untuk membalas dendam? kau kira kami pihak

benteng Pek Kiam Po ada dendam dengan dirimu?”

“Apa mungkin tidak ada?” ejek Cian Pit Yuan dengan dingin.

“Tidak ada”

Cian Pit Yuan jadi teramat gurar, dia mendengus dengan amat

ademnya.

“Tetapi Lohu merasa punya satu dendam yang sedalam lautan

dengan dirinya,”

“Bagaimana kalau suruh muridmu itu menimbangnya dari

tengah?”

“Tidak perlu.”

“Yang kau maksudkan dengan dendam sedalam lautan tentunya

dikarenakan Wi Pocu serta aku berhasil membabat putus sepasang

telingamu bukan?”

Cian Pit Yuan yang mendengar lukanya dikorek kembali oleh Ti

Then air mukanya seketika itu juga berubah jadi merah padam, dia

menggembor dengan amat kerasnya.

“Tidak salah, karena Lohu tidak hati-hati telingaku berhasil kalian

tabas sampai putus, maka itu Lohu mau membalas dendam.

Pokoknya ada satu hari Lohu pasti akan msnabas putus juga

sepasang telinga dari kalian berdua.”

“Soal ini aku sama sekali tidak menolak” jawab Ti Than dengan

air muka yang sangat tenang sekali. “Tetapi kau boleh menganggap

tersayatnya sepasang telingamu oleh kita adalah satu dendam

sedalam lautan, pada mulanya kita melukai kau dengan

mengandalkan ilmu silat yang sungguh-sungguh dan sama sekali

tidak menggunakan akal licik mau pun siasat busuk, maka itu jika

lain kali kau merasa dirimu sudah cukup kuat untuk bergebrak

dengan diri kita lebih baik pergunakanlah ilmu silat yang benar,

tidaklah benar kalau menganggap kami sebagai satu musuh buyutan

yang dendamnya sedalam lautan.”

“Lohu pasti akan memotong sepasang telinga dari kalian berdua”

teriak Cian Pit Yuan lagi sambil menggigit kencang bibirnya

menahan kegemasan dalam hatinya, “Kalian tunggu saja waktunya”

“Sampai waktunya kami akan menyambut dirimu dengan senang

hati, sekarang mari kita bicara terang-terangan saja, perjalananku

hari ini bukanlah sengaja datang mencari dirimu.”

“Lohu tidak percaya!”

“Jika aku sengaja datang untuk menyelidiki keadaanmu, aku

tidak akan mengikuti muridmu untuk bersama masuk rumah ini.”

Seru Ti Then tertawa.

“Kalau begitu ceritakanlah apa maksudmu lewat jalan ini dan kau

bangsat cilik mau pergi kemana?”

“Maaf soal ini sukar untuk memberi jawaban.”

Cian Pit Yuan segera tertawa dingin.

“Jika kau orang suka berterus terang menyawab pertanyaan yang

aku ajukan ini Lohu akan segera melepaskan dirimu pergi, kalau

tidak heee heee heee seharusnya kau tahu, pada saat ini cukup

Lohu angkat jari tangan saja kau segera akan menemui ajalnya.”

“Aku rasa kau tidak akan berbuat demikian”

“Kau mengira Lohu tidak berani membunuh dirimu? seru Cian Pit

Yuan sambil tertawa aneh.

“Menurut apa yang ku ketahui kau orang kecuali berpikiran picik

dan mem punyai rasa ingin menang yang berlebih-lebihan

sebetulnya bukanlah satu orang yang suka membunuh orang

dengan sembarangan.”

“Kau terlalu memandang tinggi diri Lohu”

“Apa mungkin tidak?” Seru Ti Then.

“Ini hari kau harus menyawab dua buah pertanyaan dari Lohu,

kalau tidak Lohu pasti tidak akan melepaskan dirimu”

“Apa itu kedua buah persoalanmu itu?”

“Pertama, beritahu kepada Lohu kau hendak kemana,” ujar Cian

Pit Yuan dengan keren, “Kedua, beritahu kepadaku, kepandaian silat

yang kau pelajari ini kau dapat dari siapa?”

“Kedua buah persoalan itu sebetulnya mudah saja untuk

dijawab,cuma aku mempunyai satu sifat yang kukoay sekali,

bilamana aku menyawab pertanyaanmu dengan perkataan yang

sungguh atau mungkin mengarangkan satu jawaban hanya

bertujuan untuk memperoleh kebebasan hal ini sama saja aku

sudah menemui satu kekalahan, aku tidak ingin memperoleh

kekalahan ini.”

“Jadi kau tidak mau menyawab?” teriak Cian Pit Yuan dengan air

muka penuh diliputi oleh hawa napsu membunuh.

“Tidak!”

Cian Pit Yuan segera tertawa dingin dengan amat seramnya.

“Haruslah kau ketahui,” ajarnya dingin, “Bilamana malam ini Lohu

turun tangan melenyapkan dirimu, tidak mungkin ada orang yang

bisa tahu atas kejadian ini.”

“Tapi sedikitnya ada dua oraag yang tahu, yang satu adalah kau

dan yang lain adalah muridmu itu.”

Dengan perlahan sipendekar pedang tangan kiri Cian Pit Yuan

mengalihkan pandangannya ke atas wajah Kwek Kwan San,

tanyanya dengan nada mencoba:

“Kwan San, bangsat cilik ini adalah musuh besar suhumu,

bagaimana kalau suhu turun tangan membinasakan dirinya?”

“Baik,” sahut Kwek Kwan San mengangguk. “Tetapi suhu kau

orang tua haruslah memberi satu kesempatan buat dirinya.”

“Mau kasi kesempatan apa lagi?” tanya Cian Pit Yuan melengak.

“Lepaskan dia lantas bunuh dirinya dengan mengandalkan ilmu

silat yang suhu miliki.”

Agaknya Cian Pit Yuan sama sekali tidak menyangka kalau

muridnya bisa mengucapkan kata yang demikian ’Gagah’nya, untuk

sesaat lamanyadia malah dibuat sangat rikuh. Karena dia pun

pernah menyajal kepandaian silat dari diri Ti Then dan di dalam hati

tahu bilamaoa dirinya diharuskan mengadakan pertempuran secara

adil dengan diri Ti Then maka kesempatan untuk memperoleh

kemenangan tidaklah terlalu besar di dalam hatinya justru dia tidak

ingin bertempur secara adil dengan dirinya.

Dia agak melengak sebentar tapi sebentar kemudian sudah

angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak.

“Bagus... Bagus... aku orang mern punyai ahli waris seperti

dirimu dalam hati aku benar-benar merasa girang sekali.”

Mendengar perkataan tersebat Kwek Kwan San jadi sedikit

ketakutan.

“Bilamana tecu sudah salah berbicara

memaafkan” ujarnya dengan cepat.

harap

suhu

mau

“Tidak, perkataanmu sedikit pun tidak salah” sahut Cian Pit Yuan

sambil gelengkan kepalanya. “Aku orang tua tidak akan

membinasakan dirinya di dalam keadaan situasi seperti ini, tetapi

aku pun tidak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, kecuali

dia mau menyawab kedua buah pertanyaan yang aku ajukan tadi.”

“Aku tidak akan menyawab kedua pertanyaanmu itu.” Teriak Ti

Then sambil tertawa.

“Kalau begitu kau jangan harap bisa meninggalkan tempat ini

dalam keadaan selamat”

“Kalau memangnya demikian bilamana aku punya kesempatan

bisa meloloskan diri dari sini, aku tentu tidak berlaku sungkan-

sungkan lagi terhadap dirimu.”

“Untuk selamanya kau tidak akan mem punyai kesempatan untuk

meloloskan diri lagi,” sahut Cian Pit Yuan sambil tertawa dingin

dengan amat seramnya. “Mulai saat ini setiap jsm sekali Lcohu akan

menotok jalan darah kakumu, kau tidak bakal bisa melarikan diri.”

“Haaa ..... haaa . . . tapi kau harus ingat dengan pepatah yang

mengatakan, orang budiman tentu akan dibantu oleh Tbian

kemungkinan sekali ada orang bakal turun tangan menolong diriku.”

“Kau jangan mimpi” Seru Cian Pit Yuan dengan serius ambil

tertawa, “Tidak akan ada orang yang bisa sampai di sini apalagi di

dalam Bu-lim pada saat ini kecuali si kakek pemalas Kay Kong Beng

serta Wi Ci To dua orang tidak akan ada yang bisa menolong dirimu

dari tangan lohu.”

Ti Then segera melirik sekejap kearah Kwek Kwan San lantss dia

tersenyum.

“Hal ini sukar sekali untuk dijawab, kemuungkinan sekali cuma

seorang yang berkepandaian sangat biasa pun bisa menolong aku

meloloskan diri dari sini”

Agaknya Cian Pit Yuan pun teringat pula dengan muridnya, tidak

terasa lagi dia sudah menoleh kearah Kwek Kwan San ke atas

dengan wajah yang serius dan keren ujarnya:

“Kwan San, kau tidak akan mengkhianati suhumu bukan?”

Agaknya Kwek Kwan san tidak paham dengan kata-kata tersebut,

dia agak melengak.

“Tecu mana berani mengkhianati suhu,” ujarnya.

“Maksudku kau dilarang menolong bangsat cilik ini secara diam-

diam” ujar Cian Pit Yuan dengan serius.

“Tecu tidak berani”

“Hey bangsat cilik.” ujar Cian Pit Yuan kemudian sambil menoleh

kearah Ti Then dan tertawa dingin. “Lohu bilang satu ysa satu,

jikalau kau mau menyawab pertanyaan dari Lohu itu maka Lohu

segera akan melepaskan dirimu”

Agaknya Kwek Kwan San pun tidak tega melibat Ti Then

tersiksa, tiba-tiba dia nyeletuk, “Benar, Ti-heng, kedua pertanyaan

yang diajukan oleh suhuku agaknya tidak terlalu sukar untuk

menyawab kenapa kau tidak mau memberi jawabannya?”

“Lepaskan diriku terlebih dulu, setelah itu aku baru kasi

jawabannya”

“Tidak.” potong Cian Pit Yuan dengan ketus. “Kau jawab dulu

pertanyaanku kemudian lohu baru lepaskan dirimu.”

“Kalau begitu kita tidak usah berbicara lagi.”

“Bangsat cilik” teriak Cian Pit Yuan sambil mendengus dingin.

“Tulang badanmu sungguh-sungguh keras sekali.”

“Benar, sudah keras bau lagi.”

“Bagus, Lohu mau lihat kau bangsat cilik bisa bersabar sampai

seberapa lama,”

Ti Then pejamkan matanya tidak menyawab lagi.

Kepada Kwek Kwan San dengan cepat Cian Pit Yuan memberi

perintah.

“Kwan San, bawa dia ke dalam kamar!”

Kwek Kwan San menyahut dan membopong tubuh Ti Then

masuk ke dalam sebuah kamar tidur dan meletakkan badan Ti Then

di atas pembaringan kemudian dengan tanpa mengucapkan sepatah

kata pun dia mengundurkan diri dari tempat itu.

Kepada Cian Pit Yuan tanyanya dengan suara yang amat lirih.

“Suhu, apa kau orang tua benar-benar mau menawan dirinya

selama beberapa hari di sini.”

Cian Pit Yuan mengangguk, lalu menarik dirinya keluar dari

rumah tersebut.

“Kwan San,” ujarnya dengan suara yang amat rendah. “Di dalam

hati kecilmu tentunya kau merasa perbuatan dari suhumu ini salah

bukan?”

“Tecu tahu suhu amat benci terhadap dirinya,” sahut Kwek Kwan

San sambil menundukkan kepalanya. “Karena seperti apa yang

dikatakan agaknya telinga suhu sudah dilukai olehnya.”

“Dia memang sudah melukai telingaku sebelah kiri, tetapi aku

sama sekali tidak membenci dirinya. Karena ilmu silatnya memang

benar-benar bisa mengalahkan diriku, kini suhu menahan dirinya

sebetulnya ingin mengetahui asal-usul yang sebetulnya.”

“Dia bilang suhunya bermama Bu Beng Lojin.”

“Bukankah hal ini sama saja dengan tidak diberitahu?”

“Suhu, buat apa kau ingin mengetahui asal-usulnya?” tiba-tiba

Kwek Kwan San angkat kepalanya dan bertanya.

“Karena dia adalah satu-satunya pemuda aneh yang pernah aku

temui selama hidupku, tabun ini dia cuma berusia dua pulun

tahunan tetapi kepandaian silat yang dimiliki amat dahsyat dan

sempurna sekali sehingga sukar diukur.”

“Tadi dia sudah mendemonstrasikan ilmu pedangnya di hadapan

tecu, tecu rasa ilmu yang dimilikinya tidak lebih seimbang dengan

kepandaian silat yang dimiliki kau orang tua”

“Tidak,” jawab Cian Pit Yuan sambil gelengkan kepalanya.

“Kepandaian silatnya jauh lebih tinggi satu tingkat dari diriku,

beberapa bulan yang sewaktu aku pergi ke Benteng Pek Kiam Po

untuk menunutut balas saat itu dia mengaku sebagai pendekar

pedang hitam dari Benteng Pek Kiam Po tetapi setelah bertempur

ternyata aku sudah dikalahkan satu jurus dari dirinya, akhirnya aku

baru tahu kalau dia adalah Kiauwtauw dari Benteng Pek Kiam Po...”

Berbicara sampai di sini dengan perlahan dia menghela napas

panjang, sambungnya kemudian:

“Hal ini benar-benar merupakan satu peristiwa yang sama sekali

tidak terduga semula aku cuma tahu di dalam Bu-lim pada saat ini

kepandaian silat dari si kakek pemalas Kay Kong Beng adalah yang

paling tinggi kemudian Wi Ci To dan terakhir aku, tetapi kini

sesudah munculnya Ti Then ini dimana kepandaian silatnya tidak

berada di bawah aku orang bahkan kelihatannya jauh di atas Wi Ci

To membuat aku jadi berpikir, dia orang yang usianya masih

sedemikian mudanya sudah memiliki kepandaian silat yang demikian

sakti dan dahsyatnya apalagi kepandaian silat dari suhunya sudah

tentu jauh lebih lihay lagi”

“Kepandaian ilmu silat dari orang itu tentu jauh berada di atas

kepandaian silat dari si kakek pemalas Kay Kong Beng, sedangkan

pada berpuluh-puluh tahun ini agaknya di dalam Bu-lim sama sekali

tidak pernah terdengar adanya orang yang memiliki kepandaian silat

jauh melebihi kepandaian silat dari si kakek pemalas Kay Kong

Beng, maka itu aku ingin sekali mengetahui siapakah sebenarnya

suhunya itu”

“Sekarang dia tidak mau memberi jawaban atas pertanyaan yang

suhu ajukan, suhu pikir mau berbuat apa terhadap dirinya?” seru

Kwek Kwan San kemudian.

“Biar dia merasa lapar selama beberapa hari, pada saat itu dia

tentu akan berbicara dengan sendirinya”

“Kalau berbuat demikian rada tidak baik suhu kalau memangnya

tidak bermaksud membinasakan dirinya lebih baik kita cepat-cepat

lepaskan dirinya pergi saja, tidak urung di kemudian hari pun suhu

harus melepasksn juga dia orang. Aku kuatir sampai waktu itu

sampaidia bisa..”

“Kau tidak perlu kuatir, dia tidak akan bisa berbuat sesuatu

terhadap kita.” Potong Cian Pit Yuan dengan cepat.

“Tecu punya satu akal, kemungkinan sekali ada gunanya.

“Akal apa?” tanya Cian Pit Yuan sambil memperhatikan dirinya.

“Apa kemungkinan ini hari dia lewat di tempat ini sebetulnya

hendak pulang untuk bertemu dengan suhunya, nanti lebih baik

suhu lepaskan dia pergi saja kemudian secara diam-diam menguntit

dari belakang, kemungkinan sekali dengan berbuat demikian bisa

bertemu dengan suhunya.”

Mendengar perkataan itu air muka Cian Pit Yuan sedikit bergerak.

“Ehmm... memang satu cara yang amat bagus . .” serunya

kemudian.

Ketika Kwek Kwan San melihat agaknya suhunya mau menerima

usulnya tersebut dalam hati dia merasa sangat girang sekali.

“Bagaimana kalau tecu pergi membebaskan dirinya?” tanyanya

dengan cepat.

“Jangan keburu. biar aku pikir-pikir dulu.”

“Tecu rasa inilah satu cara yang paling bagus,” sambung Kwek

Kwan San lebih lanjut. “Dengan demikian kita bisa menyelidiki asal

usul perguruannya bisa pula menghindarkan diri dari bentrokan

secara langsung dengan dirinya.”

“Baiklah.” sahut Cian Pit Yuan kemudian sambil mengangguk.

“Tetapi kita bebaskan besok pagi saja, besok pagi aku akan

berpura-pura pergi meninggalkan rumah lalu kau secara diam-diam

melepaskan dirinya pergi, dengan berbuat demikian dia tentu tidak

akan menaruh curiga kepada kita.”

“Betul, baiklah kita kerjakan demikiau saja. Sekararg kau tidurlah

dulu aku mau pergi menyaga dirinya”

Selesai berkata dia segera putar badan memasuki kamar

tersebut.

Setelah masuk kamar dimana Ti Then disekap, ketika melihat Ti

Then terbaring di atas pembaringan dia segera menariknya dan

merebahkan ke atas tanah.

“Sungguh maaf” serunya sambil tertawa. “Di dalam rumah ini

cuma ada dua buah pembaringan saja, malam ini terpaksa kau

harus tidur di atas tanah tanpa alas.”

Ti Then segera tertawa dingin.

“Kau bermaksud semalam tidak tidur dan duduk di atas

pembaringan untuk menyaga diriku?” tanyanya.

“Benar,” jawab Cian Pit Yuan tersenyum kemudian naik ke atas

pembaringan dan duduk bersila, “Lohu tahu kau bisa mengerahkan

tenaga dalammu untuk membebaskan diri dari totokan jalan darah,

karena itu aku hendak korbankan tidak tidur satu malam untuk

setiap setengah jam sekali menotok kembali jalan darahmu.”

Tiba-tiba Ti Then tertawa terbahak-bahak.

“Haa .... haa cuma sayang perhitunganmu kali ini rada meleset,

karena aku cuma membutuhkan seperempat jam saja sudah bisa

mengerahkan tenaga dalam untuk membebaskan diri dari totokan.”

“Seperempat jam?” tanya Cian Pit Yuan sambil mendengus

dingin.

“Tidak salah, seperempat jam sudah cukup.”

“Di dalam Bu-lim pada saat ini sekali pun sikakek pemalas Kay

Kong Beng sendiri pun belum tentu bira membebaskan diri dari

totokon jalan darah hanya di dalam seperempat jam saja,

bagaimana kau orang bisa?”

“Kay Kong Beng tidak dapat tetapi aku bisa melakukanuny” sahut

Ti Then tertawa,

“Agakaja kau sudah kena totok selama seperempat jam bukan ?”

“Benar.”

Cian Pit Yuan segera tertawa terbahak-bahak.

“Kalau begitu kenapa sampai sekarang kau masih belum bisa

bergerak?” tanyanya mengejek.

“Siapa bilang aku belum dapat bergerak?"

Sewaktu Ti Then mengucapkan kata yang terakhir itulah

terdengar suara terputusnya tali yang mengikat badannya bergema

memenuhi seluruh ruangan.

Cian Pit Yuan jadi sangat terperanyat, dengan cepat bagaikan

kilat dia mcloncat turun dari atas pembaringan lalu sepasang telapak

tangannya bersama-sama didorong ke depan menghajar badan Ti

Then yang masih menggeletak di atas tanah itu.

Dengan cepat Ti Then meloncat bangun dari atas tanah

menghindarkan diri dari datangnya serangan gencar itu disusul

tubuhnya meloncat bangun, di tengah suara tertawanya yang amat

keras telapak tangannya segera melancarkan satu pukulan

menghajar pinggangnya.

Walau pun Cian Pit Yuan melakukan gerakannya dalam ksadaan

yang amat kritis tetapi dia sama sekali tidak gugup, melihat

serangannya mencapai pada sasaran yang kosong dengan cepat

kaki kanannya ditarik ke belakang, tubuhnya berputar setengah

lingkaran lalu dengan menggunakan telapak tangannya menangkis

datangnya serangan Ti Then yang amat dahsyat.

Ti Then ysng melihat serangan gsncarnya tidak mencspai pada

sasaran serangan yang kedua segera menyusul datang, telapak

kirinya dengan menggunakan jurus banteng menerjang langit

menyerang kening kanan musuhnya.

Dengan cspat Cian Pit Yuan menundukkan kepalanya

menghindarkan diri dari serangan tersebut kakinya dengan

gencarnya melancarkan tendangan kilat ke depan.

“Bangsat cilik!” bentaknya dengan keras. “Ayoh kita bertempur

diluaran saja”

Telapak kanan dari Ti Then segera dibabat ke bawah menyambut

datangnya tendangan kaki kirinya, segera tertawa.

“Di dalam kamar bukankah sama saja?” serunya mengejek.

Mendadak Cian Pit Yuan mengundurkan diri ke belakang hingga

punggungnya terbentur dengan tembok ruangan dengan mengambil

kesempatan itulah dia segera mengerahkan tenaga dalamnya

menghajar hancur tembok yang menghalangi perjalanannya itu.

“Braaak . . !” dengan disertai suara yang amat keras tembok itu

kena hajar satu lubang yang besar dengan cepatnya tubuhnya

melayang keluar dari kamar.

Bagaikan bayangan

belakangnya.

saja

Ti

Then

menguntit

terus

dari

“Hey Cian Pit Yuan, kau mau melarikan diri?” teriaknya sambil

tertawa keras.

“Baru saja dia selesai berkata mendadak dari samping tubuhnya

berkumandang datang suara seorang asing yang amat halus tapi

keren dan berwibawa sekali:

“Sudah .. sudahlah Ti Then, kau tidak usah membuang banyak

waktu lagi di tempat ini,” ujarnya.

Orang yang baru saja berbicara itu bukan lain adalah manusia

berkerudung itu.

Lelaki berkerudung berbaju biru itu jika didengar dari suaranya

serta dipandang dari perawakannya jelas merupakan seorang

pemuda yang baru berusia dua puluh tahunan, dia berdiri kurang

lebih tiga kaki di depan pintu rumah dengan pada tangan-kirinya

mengempit seseorang, Kwek Kwan San.

Entah dengan cara bagaimana Kwek Swan San sudah

dikuasainya, saat ini badan dengan amat lemasnya bergantungan di

atas tangannya dan sama sekali tidak kelihatan bergerak.

2 : Menyambung pedang patah

Cian Pit Yuan pun mendengar juga suara itu, sewaktu dilihatnya

manusia berkerudung itu mengempit muridnya sendiri untuk sesaat

lamanya dia dibuat teramat gusar sekali.

“Siapa kau?” teriaknya dengan keras.

Lelaki berkerudung itu segera tertawa ringan.

“Cian Pit Yuan” serunya. “Jika orang tidak terlalu ingin tahu

mungkin usiamu masih bisa diperpanjang beberapa tahun lagi”

Dengan cepat Cian Pit Yuan menoleh kearah diri Ti Then lantas

tanyanya dengan suara yang amat berat.

“Kalian berasal dari satu golongan?”

“Ooooh bukan. . . . bukan . . “ sahut manusia berkerudung itu

tertawa. “Cuma secara diam-diam aku sudah memasuki kamarmu

lantas membebaskan jalan darah yang tertotok dari Ti Then.”

“Haaa - - haahaa - . saudara sungguh keterlaluan” seru Ti Tben

dengan cepat.

“Ha ha . . . haaa , . “ mendengar suara dari Ti Then itu manusia

berkerudung tersebut segera tertawa terbahak, “Dikolong langit

pada saat ini masih belum ada orang yang bisa membebaskan dari

pengaruh totokan hanya di dalam waktu seperempat jam saja, kalau

mau berbohong jangan berlebihan.”

Cian Pit Yuan segera maju satu langkah mendekati manusia

berkerudung itu dengan wajah penuh perasaan gusar teriaknya lagi.

“Kalau kalian bukan berasal dari satu golongan kenapa secara

diam-diam membantu dia melepaskan totokan jalan darahnya? Lalu

kenapa kau pun menculik anak muridku?”

“Semuanya demi kebaikanmu sendiri,” sahut manusia

berkerudung itu sambil tertawa, “Aku tidak tega melihat kau

terbinasa di tangan Ti Then.”

“Kentut makmu” teriak Cian Pit Yuan dengan amat gusar.

Manusia berkerudung itu sama sekali tidak jadi marah oleh

makian tesrebut, kepsda diri Ti Then lantas ujarnya.

“Ti Then, kau boleh pergi.”

“Saudara hendak menyatuhkan hukuman yang bagaimana

terhadap guru bermurid itu?” tanya Ti Then sambil memperhatikan

diri manusia berkerudung itu.

”Soal ini kau tidak usah ikut campur.”

“Walau pun dia orang bukanlah seorang manusia baik-baik tetapi

muridnya Kwek Kwan San itu tidak jelek, cayhe berharap jangan

sampai melukai dirinya.”

“Aku menyanggupi untuk tidak melukai diri Kwek Kwan San, kau

boleh berlega hati.”

“Eeeh . . . aku boleh bertemu lagi dengan dirimu?”

“Kau barus tahu kita tidak ada keperluan untuk bertemu muka

kembali.”

Ti Then terpaksa angkat bahunya.

“Sebetulnya saudara apa dia orang?” tanyanya kemudian.

Yang dia maksud sebagai “Dia” sudah tentu adalah Majikan

patung emas itu.

Tadi, setelah manusia berkerudung itu membebaskan jalan darah

dari Ti Then dengan menggunakan kesempatan sewaktu Cian Pit

Yuan guru bermurid sedang bercakap-cakap diluar rumah, dengan

amat cepatnya Ti Tben sudsh bisa menduga kalau manusia

berkerudung berbaju biru ini tentulah manusia yang sudah dikirim

oleh majikan patung emas untuk mengawasi dan membuntuti

dirinya, karena majikan patung emas takut setelah dia mendapatkan

potongan pedang itu tidak mau cepat-cepat kembali ke dalam

benteng, karenanya dia lantas kirim orang untuk mengawasi seluruh

gerak geriknya.

Ternyata manusia berkerudung itu memang orang yang dikirim

oleh majikan patung emas, mendengar perkataan tersebut dia

segera manyawab:

“Soal ini kau tidak perlu tahu”

“Tentu kau ahli warisnya bukan?” seru Ti Then lagi aambil

tertawa.

“Perkataanmu sudah terlalu banyak,” seru manusia berkerudung

itu kurang senang.

“Aku ada satu perasaan, agaknya kita pernah bertemu disuatu

tempat.”

“Kau jangan omong sembarsngan”

“Sungguh,” sahut Ti Then sambil tertawa, “Walau pun saudara

berkerudung tetapi aku bisa merasakan dari sepasang matamu itu.”

“Sebetulnya kau orang mau pergi tidak?” teriak manusia

berkerudung dengan keras.

Ti Then angkat bahunya lantas masuk ke dalam rumah

mengambil buntalan serta pedangnya kemudian naik ke atas

punggung kuda Ang Shan Kheknya, sambil merangkap tangannya

memberi hormat kepada Cian Pit Yuan serunya tertawa:

”Hey Cian Pit Yuan, aku msu pergi dulu! Jikalau kau orang mau

membalas dendam atas terpotongnya telingamu pada tiga bulan

kemudian aku akan menanti kedatanganmu di dalam benteng Pek

Kiam Po.”

“Ada satu hari Lcohu pasti akan datang!” teriak Cian Pit Yuan

dengan amat gusar.

Ti Then segera menyentak tali les kudanya lalu melarikan

kudanya meninggalkan rumah tersebut untuk melanjutkan kembali

perjalanannya dengan mengikuti jalan gunung yang ada.

---ooo0dw0ooo---

Pada hari yang ketujuh belas sore Ti Then sudah berada di dalam

kota Hoa Yong Sian yang jaraknya tinggal beberapa ratus li dari

gunung Cun San.

Di dalam kota itu dia menginap satu malam dirumah penginapan

'Im Hok' untuk kemudian pada keesokan harinya setelah menitipkan

kudanya di rumah penginapan itu dia melanjutkan perjalanannya

dengan berjalan kaki.

Pada suatu magrib akhirnya dia sampai di atas gunung Cun San

tersebut.

Cun san, disebut juga sebagai gunung Siang san dengan luas

puncak tujuh li merupakan satu gunung yang amat indah sekali.

Di atas gunung kecuali ada kuil Siang te Bio serta kuil Cong Sin si

yang terletak di kaki gunung, pemandangan di atas jalan amat

indahnya, bahkan banyak kaum pelajar yang berpelancongan di

sana.

Hari itu Ti Then sudah tiba di depan pintu kuil Cong sin si di

bawah kaki gunung, ketika dilibatnya ada seorang hwesio sedaog

bersapu membersihkan rontokan dedaunan ia segera maju menjura.

“Lao suhu, permisi..” serunya.

Si hwesio tua itu dengan cepat meletakkan sa punya dan

merangkap tangannya memberi hormat.

“Siauw sicu ada petunjuk apa ?” tanyanya dengan halus.

“Aku dengar di atas gunung Cun san seorang Cu Kiam Lojin,

entah tahukah Lo-suhu dia tinggal di gunung yang sebelah mana ?”

tanya Ti Then cepat.

“Siauw-sicu mencari dia apa mau membuat pedang?”

“Benar.”

Si hwesio tua itu segera menuding kearah sebuah lembah yang

ada di depan kuilnya,

“Siauw-cu boleh naik ke atas gunung dengan mengikuti lembah

tersebut, dan carilah Liong Hauw Ji Tong, bilamana kau orang

berjodoh kemungkinan sekali bisa bertemu dengan Cu Kiam Lojin

itu.”

“Apakah Cu Kiam Lojin tinggal di dalam gua Liong Hauw Ji

Tong?”

“Benar” sahut hwesio tua itu mengangguk, “Ada kalanya dia

tinggal di dalam gua naga, ada kalanya juga tinggal didaiam gua

macan. tetapi sekali pun tahu dia ada di dalam gua belum tentu

kau bisa bertemu muka dengan amat mudah.”

“Kenapa ?” tanya Ti Then keheranan.

“Apakah Siauw sicu tidak tahu begaimana keadaan dari gunung

tersebut?” tanya si hwesio tua tertawa.

“Cayhe tidak tahu, harap Lo-suhu mau memberi petunjuk.”

“Gunung Cun san di atasnya tanah padahal tengahnya kosong,

dan ada berates-ratus ruangan mau

pun gua yang saling

berhubungan satu sama lainnya, Jikalau Cu Kiam lojin tidak

membuat pedang kebanyakan tinggal di salah satu ruangan diantara

beratus ruangan tersebut, maka itu mau mencari dia tidak terlalu

gampang.”

“Apa sungguh ada keadaan seperti itu?”

“Benar atau tidak siauw-sicu boleh pergi melihatnya sendiri

Jikalau siavw sicu tidak menemukan apa yang aku katakan maka

anggap saja perkataan dari pinceng adalah bohong tetapi kalau

slauw sicu menemui apa yang kukatakan sudah tentu sicu akan tahu

kalau perkataan dari pinceng bukanlah bohong.”

Mendengar perkataan tersabut Ti Then segera tersenyum.

“Baiklah, terima kasih atas petunjuk dari Losuhu, cayhe akan

segera mengadu untung”.

Selesai berkata dia segera merangkap tangannya memberi

hormat dan putar badan melanjutkan kembali perjalanannya.

Dengan mengikuti lembah gunung dia berjalan beberapa saat

lamanya, sehingga menemukan juga gua naga serta gua macan, dia

melakukan pemeriksaan beberapa saat lamanya disekeliling gua

tersebut akhirnya dia mengambil keputusan untuk memasuki gua

naga terlebih dahulu.

Tetapi pada saat dia sedang menggerakkan langkah mendadak

dari dalam gua berkumandang datang suara pembicaraan manusia,

dalam hati dia merasa amat terperanyat.

Dengan cepat tubuhnya mengundurkan diri ke belakang lantas

bersembunyi di balik sebuah batu besar di sekeliling tempat itu.

Wi Ci To sudah memberi pesan wanti-wanti kepadanya untuk

jangan sampai diketahui pihak lawan sewaktu hendak mencuri

potongan pedang dari Cuo It Sian maka itu begitu dia mendengar

ada suara pembicaraan manusia dengan cepat dia menduga salah

satu diantara mereka pastilah diri Cuo It Sian, karenanya dengan

cepat dia menyembunyikan dirinya.

Sebentar kemudian suara pembicaraan manusia semakin lama

semakin dekat, tampaklah dari dalam gua naga muncul dua orang

tua.

Salah satu diantara mereka adalah seorang kakek tua berjubah

kuning dengan wajah yang amat segar, rambut serta jenggot yang

berwarna putih memenuhi seluruh wajahnya.

Sedang orang yang terakhir bukan lain adalah Cuo It Sian itu si

pembesar kota.

Kakek tua berjubah kuning itu sudah tentu adalah Cu Kiam Lojin

Kan It Hong, dia dengan mengikuti Cuo It Sian si pembesar kota

berjalan keluar dari gua naga dan berhenti di depan pintu gua,

ujarnya sembari mendongakkan kepalanya memandang keadaan

cuaca.

“Hari sudah hampir gelap. Lebih baik Cuo heng bermalam satu

malaman saja di sini, lalu berangkat pulang pada keesokan harinya”

“Tidak” tolak Cuo It Sian dengan cepat, “Aku orang she Cuo

benar-benar punya urusan penting yang harus diselesaikan, aku

harus cepat-cepat pulang untuk membereskannya”

“Jikalau aku tahu setelah mengambil pedang Cu heng segera

mau pulang, Lolap seharusnya mengundurkan pembuatan pedang

itu beberapa hari kemudian.” seru Cu Kiam 1oojin sambil tertawa.

Cuo lt Sian yang mendengar perkataan tersebut segera tertawa.

“Ha..ha..Kan-heng tidak perlu menyesali, setelah lewat beberapa

hari aku orang she Cuo tentu akan datang lagi kemari untuk

bermain catur dengan diri Kan-heng”

“Lolap tinggal di sini benar-benar membuat aku merasa tersiksa

adalah dikarenakan tidak memperoleh lawan permainan catur yang

setangguh Cuo-heng, permainan catur yang paling tinggi di sekitar

tempat ini cumalah ketua kuil Siang hui bio, tetapi usianya sudah

amat lanjut pandangan matanya pun sudah tidak seberapa jelas lagi

dia tidak begitu suka main catur lagi.”

Dengan perlahan Cuo It Sian memperhatikan keadaan disekeliling

tempat itu terlebih duu, lantas dia tertawa lagi.

“Sudahlah, aku orang she-Cuo harus mengucapkan terima

kasihku kepada Kan-heng, karena sudah menolong aku

menyambungkan kembali pedang tersebut, bilamana di kemudian

hari ada waktu luang aku tentu akan datang mengganggu Kan-heng

lagi, sekarang silahkan Kan-heng kembali ke dalam gua”

Selesai berkala dia rnerangkap tangannya mengambil perpisahan.

“Bagaimana kalau lolap menghantar Cuo heng sampai di tengah

jalan?” ujar Cu Kiam Lojin.

“Aaah tidak berani. Iiih - . - Kan-heng, coba kau lihat, siapa yang

ada di belakangmu?”

Air muka Cu Kiam Lojin segera berubah sangat hebat, dengan

tergesa-gesa dia menoleh kearah dalam gua.

Dengan mengambil kesempatan itulah mendadak Cuo It Sian

melancarkan satu pukulan dahsyat yang dengan amat tepat sekali

menghajar batok kepala dari Cu Kiam Lojin itu, dikarenakan tenaga

pukulan yang disalurkan keluar amat dahsyat dan berat sekali

segera terdengarlah suara benturan yang amat keras sekali tanpa

berteriak sepatah kata pun tubuh Cu Kiam Lojin sudah rubuh ke

atas tanah dalam keadaan tidak bernyawa.

Ti Then yang bersembunyi di balik batu sewaktu melihat secara

tiba-tiba Cuo It Sian turun tangan membinasakan diri Cu Kiam Lojin,

untuk sesaat lamanya saking terperanyatnya hamper-hampir dia

menjerit keras.

Peristiwa ini benar-benar sangat mengejutkan sekali. sebetulnya

mereka berdua berbicara dengan baik-baik sedikit percek-cokan

pun tidak ada, sungguh tidak terkira ternyata Cuo It Sian bisa turun

tangan secara tiba-tiba membinasakan diri Cu Kiam Lojin.

“Kenapa dia mau membinasakan diri Cu Kiam Lojin? Apakah dia

orang mem punyai ikatan permusuhan sedalam lautan dengan diri

Cu Kiam Lojin?

Tidak, Bilamana dia orang mem punyai dendam sedalam lautan

dengan diri Cu Kiam Lojin dia orang tidak mungkin bisa pergi

mencari Cu Kiam lojin untuk membetulkan pedangnya yang patah.

Berbagai macam pikiran dengan amat cepatnya berkelebat

memenuhi benaknya, darah panas yang mengalir di dalam tubuh

terasa bergolak dengan amat kerasnya, saking terharunya atas

kejadian itu hamper-hampi dia meloncat keluar untuk

membinasakan diri Cuo It Sian. Tetapi akhirnya dia berhasil

menahan pergolakan di dalam hatinya itu, dia teringat bahwa untuk

membinasakan diri Cuo It Sian sebetulnya bukanlah satu peristiwa

yang amat sulit setiap saat setiap waktu dia masih bisa mencabut

nyawanya.

Sekarang persoalannya bilamana dirinya segera munculkan diri

dan turun tangan membinasakan dirinya walau

pun dapat

mmperoleh pedang pendek itu tetapi dia takut setelah kematian dari

dirinya maka pedang pendek itu akan kehilangan semacam daya

yang amat berharga.

Dia bisa mem punyai dugaan ini semuanya dikarenakan sewaktu

dilihatnya Cuo It Sian masih ada dalam Benteng Pek Kiam Po,

sebenarnya Wi Ci To mem punyai kesempatan yang sangat baik

untuk membinasakan diri Cuo It Sian, sedangkan waktu itu Wi Ci To

sama sekali tidak turun tangan bahkan akhirnya pernah memesan

wanti-wanti kepadanya untuk mencuri pedang tersebut sewaktu Cuo

It Sian tidak berada.

Walau pun dia tidak bisa memahami alasannya tetapi dia tahu

Wi Ci To berbuat demikian sudah tentu ada satu sebab-sebab

tertentu.

Karena itu dia mengambil keputusan untuk mengikuti pesan dari

Wi Ci To dan mencuri kembali pedang pendek itu kemudian setelah

menanti Wi Ci To mendapatkan hasil dari perbuatannya ini dia baru

turun tangan membinasakan si bajingan tua yang berhati licik dan

kejam dengan bersembunyi di balik kulit sebagai pendekar tua yang

bijaksana.

Karena itu walau pun dia merasa amat gusar melihat kematian

dari Cu Kiam Lo-jin di tangannya tetapi dia masih tetap bersembunyi

di balik batu dengan amat tenangnya.

Cuo It Sian yang berhasil dalam satu kali pukulan membinasakan

Cu Kiam Lo-jin pada wajahnya segeralah memperlihatkan satu

senyuman yang amat licik sekali, dengan cepat dia memutar balik

jenasah dari Cu Kiam Lojin lalu gumamnya seorang diri.

“Kan It Hong, sebenarnya diantara kau dan aku tidak mem

punyai dendam sakit hati apa pun,. sebetulnya Lolap tidaklah

seharusnya turun tangan membinasakan dirimu, tetapi untuk

melenyapkan saksi berbicara, Lolap mau tidak mau harus turun

tangan membinasakan dirimu juga untuk menutupi kesalahan ini,

aku akan membantu untuk menguburkan mayatmu sehingga

mayatmu tidak sampai berserakan tanpa terurus”

Selesai berkata dia menggendong mayat dari Cu Kiam Lojin dan

balik kembali ke dalam gua.

Kurang lebih setengah jam kemudian baru tampak dia berjalan

keluar lagi dari dalam gua naga, saat ini cuaca sudah sangat gelap.

Beberapa saat lamanya dia berdiri di depan mulut gua, lalu

dengan menggerakkan tubuhnya dia berkelebat menuju kearah

Barat.

Menanti setelah bayangannya lenyap dari pandangan Ti Then

baru muncullah dirinya dari balik batu besar dan menguntitnya dari

tempat kejauhan.

Setelah menuruni gunung Cun san, Cuo It Sian rnelanjutkan

kembali perjalanannya menuju kearah Barat, kurang lebih dia berlari

lagi sejauh lima puluh li dan sampailah disuatu tempat pegunungan

yang amat sunyi, waktu itulah dia baru berhenti.

Dengan perlahan dia menengok sekejap kesekeliling tempat itu

lantas baru duduk di bawah pohon dan menyeka keringat yang

mengucur keluar membasahi wajahnya, dari dalam saku dia

mengambil keluar sebilah pedang pendek dan dipermainkan

beberapa saat lamanya, akhirnya dia memasukkan kembali

pedangnya ke dalam sarung dan memejamkan matanya untuk

beristirahat.

Ti Then pun bersembunyi di balik semak-semak kurang lebih dua

puluh kaki dari tempat itu dan berjongkok tidak bergerak, sedang

dalam hati diam-diam pikirnya.

“Mungkin dia sudah lelah karena lari terlalu lama sehingga

sekarang harus beristirahat sebentar. ...”

Baru saja pikiran tersebut berkelebat melewati benaknya

mendadak dari atas tidak jauh dari Cuo It Sian tampak secara tiba-

tiba berkelebat datang satu bayangan hitam.

Melihat akan hal itu Ti Then merasakan hatinya agak tergetar,

pikirnya dalam hati:

“Hmm,.. kiranya dia sedang menantikan kedatangaa seseorang..”

Tetapi dugaannya ternyata salah.

Agaknya orang yang melakukan jalan malarn itu bukanlah orang

yang sedang dinantikan oleh Cuo It Sian, karena begitu Cuo It Sian

melihat orang yang melakukan jalan malam itu mendekati dirinya

dengan cepat dia meloncat bangun.

“Siapa?” tanyanya dengan suara yang amat berat.

Agaknya orang yang sedang melakukan perjalanan malam itu

merasa sangat terkejut sekali, dengan cepat dia menghentikan

langkah kakinya lalu menyilangkan telapak tangannya di depan

dadanya.

“Kau adalah . . , Aaaah bukankah kau orang tua adalah Cuo It

Sian Cuo Lo cianpwe si pembesar kota?” serunya terkejut.

Di bawah sorotan sinar rembulan dapat dilihat orang yang

melakukan perjalanan malam itu berumur empat puluh tahunan,

wajahnya gagah dan'merupakan seorang berusia pertengahan yang

mem punyai semangat tinggi.

Air muka Cuo It Sian kelihatan amat ragu-ragu sekali dengan

amat telitinya dia memperhatikan beberapa saat lamanya lelaki

berusia pertengahan itu.

“Kau siapa?” tanyanya kemudian sesudah memperhatikan orang

beberapa saat lamanya.

Sikap dari orang berusia pertengahan itu sangat menghormat

sekali, dia segera merangkap sepasang tagannya menjura.

“Boan pwe Cau Ci Beng. dengan gclar Sin Eng atau si elang

sakti.”

“Kau kenal dengan lolap ?” tanya Cuo It Sian lagi.

“Benar.” sahut si elang sakti Cau Ci Beng mengangguk, “Suhuku

adalah Thiat Kiam Ong atau si kakek pedang baja Nyio Sam Pak,

pada tiga tahun yang lalu bukankah Cuo Lo cianpwe pernah

membantu dia orang tua membebaskan diri dari satu bencana

kemudian Cuo locianpwe masih bertamu di dalam perkam pungan

Kiam San Cung kami dan waktu itu bpanpwe yang meladeni diri kau

orang tua”

“Tidak salah . ., tidak salah . .. “ seru Cuo It Sian jadi paham

kembali. “Sekarang lolap sudah teringat kembali, bagaimana

keadaan dari suhumu pada rnasa-masa ini?”

“Suhu di dalam keadaan selamat dan sehat.”

Cuo It Sian segera tersenyum.

“Lolap sudah amat lama sekali belum pernah bertemu dengan

suhumu,” ujarnya.

“Suhuku pun sering merindukan diri Cuo locianpwe.”

“Lolap sendiri juga tidak melupakan suhmu . . Coba kau lihat,

pedang pendek Biat Hun atau pembasmi sukma yang suhumu

hadiahkan kepada lolap tempo hari masih lolap simpan terus di

dalam sakuku.” ujar Cuo It Sian sambil tertawa.

Dia segera mengambil keluar pedang pendek itu dan digoyang-

goyangkan di hadapannya Cau Ci Beng lantas disimpan kembali ke

dalam sakunya.

Mendengar keterangan tersebut diam-diam Ti Then merasa

sangat terperanyat sekali, pikirnya.

“Kiranya pedang pendek itu adalah pedang hadiah dari si kakek

pedang baja Nyio Sam Pak “ Mengenai si kakek pedang baja Nyio

Sam Pak ini dahulu dia pernah mendengar orang bercerita katanya,

si kakek pedang baja ini merupakan orang jagoan pedang yang

sudah lama mengasingkan diri dari dalam kalangan dunia persilatan,

dalam ilmu pedangnya kecuali Wi Ci To yang bisa menandingi boleh

dikata jarang sekali menemui tandingannya, tetapi dikarenakan

usianya yang sudah lanjut maka beberapa tahun yang lalu dia sudah

cuci tangan terhadap urusan dunia ramai.

Sekali pun begitu anak murid yang diterima amatlah banyak

sekali, karenanya sekali

pun dia orang tua sudah lama

mengundurkan dirinya tetapi nama perkam pungan Thiat Kiam San

Cung masih sangat terkenal di dalam Bu-lim bahkan mendapat

sanjungan dan penghormatan dari orang lain.

Karena seperti Juga Wi Ci To, sikakek pedang baja ini pun

menerima murid dan mendidik anak muridnya untuk berbuat jujur

dan bersikap pendekar.

Saat ini sewaktu Si elang sakti Cau Ci Beng memperlihatkan

pedang hadiah dari suhunya itu ada air mukanya segera

memperlihatkan senyuman girangnya.

“Bilamana suhu dia orang tahu kalau Cuo locianpwe begitu

sayang terhadap pedang pendek Biat Hun ini tentu dia orang tua

sangat girang sekali, kenapa ditengah malam buta ini Locianpwe

berlari-lari di tempat luarau?”

“Pada malam tadi Lolap sedang mengejar seorang penyahat

pemetik bunga dari kota Gak Yang, tidak disangka sewaktu sampai

di sini sudah kena terlolos olehnya, karena itu aku lantas beristirahat

di sini sejenak.”

“Penyahat pemetik bunga yang mana?” tanya Cau Ci Beng

dengan serius.

“Dia mengerudungi wajahnya dengan menggunakan secarik kain,

karenanya lolap sama sekali tidak bisa tahu siapakah dia orang”

Dengan gemasnya Cau Ci Beng menghela napas panjang.

“Penyahat pemetik bunga yang ada di dalam Bu-lim memang

tidak sedikit jumlahnya, aku dengar itu "Giok Bin Lang Cu' Cu Hoay

Lo yang sudah berbuat banyak sekali kejahatan telah dibinasakan

oleh Ti Then itu Kiauw-tauw dari benteng Pek Kiam Po.”

000odwo000

“EHHMMM.Lolap pun mendengar orang berkata begitu, cuma

tidak tahu sungguh-sungguh atau cuma berita isapan jempol saja”

“Kemungkinan sekali bukan lain isapan jempol,” ujar Cau Ci Beng

sambil gelengkan kepalanya. “Belum lama boanpwe pernah bertemu

dengan seorang pendekar pedaug merah dari benteng Pek Kiam Po,

boanpwe dengar berita tersebut dari penlekar pedang merah itu.”

“Malam ini Cau Hian tit datang kemari sedang ada urusan apa?”

“Boanpwe mendapat perintah dari suhu untuk pergi ke gunung

Cun san untuk meminta sebilah pedang dari Cu Kiam Lojin”

Mendengar perkataan tersebut air muka Cuo It Sian rada sedikit

berubah.

“Eeeei...pergi mengambil sebilah pedang ?”

“Benar, suhu sudah memesan suruh Cu Kiam Lojin membuatkan

sebilah pedang dan hari ini sudah jadi, pada setahun yang lalu

sewaktu suhu berpesiar kedaerah Lam Huang secara tidak sengaja

dia orang tua sudah menemukan sebuah besi baja yang amat bagus

sekali, lantas dia menyerahkan besi itu kepada Cu Kiam Lojin untuk

membuatkan sebilah pedang, pada akhir-akhir ini dia orang tua

mengirim surat kepada suhu yan katanya pedang tersebut sudah

jadi, karenanya boanpwe sekarang diperintahkan untuk pergi

mengambilnya.”

“Oooh .... kiranya begitu.”

“Locianpwe kenal dengan Cu Kiam Lojin ini ?” tanya Cau Ci Beng

lagi.

“Kenal...” sahutnya mengangguk.

Cu Kiam Lojin berturut-turut sudah membuatkan empat bilah

pedang buat suhu dia orang, sekarang yang boanpwe bawa ini

adalah satu diantaranya.”

“Kan It Hong adalah seorang akhli yang berpengalaman di dalam

membikin pedang, setiap pedang yang dibuat oleh dia orang

pastilah merupakan sebilah pedang yang amat bagus sekali.”

“Benar,” jawab Cau Ci Beng mengangguk, “Boanpwe sudah

menggunakan pedang ini selama sepuluh tahun lamanya, sampai

sekarang pedang ini masih tetap tajam tanpa memperoleh sedikit

kerusakan apa pun”

“Lolap sekali pun ada jodoh pernah bertemu beberapa kali

dengan Kan It Hong tetapi pedang yang dibuat lolap sama sekali

belum pernah melihatnya, dapatkah Cau hiantit meminyamkan

pedang itu kepadaku sebentar?”

Cau Ci Beng segera mencabut keluar pedangnya lalu dengan

menggunakan sepasang tangannya diangsurkan ke depan.

Cuo It Sian segera menerima pedang itu dan memperhatikannya

di bawah sorotan sinar rembulan.

“Ehhh, ternyata memang sebilah pedang yang sangat bagus

sekali,” pujinya berulangkali, “Cau hiantit sudah membinasakan

berapa banyak orang dengan menggunakan pedang ini?”

3 : Kehilangan jejak Cuo It Sian

“Boanpwe sudah membinasakan puluhan orang, tetapi yang

perlu diterangkan, manusia-manusia yang boanpwe bunuh

kebanyakan adalah kaum penyahat yang sudah sering melakukan

pekerjaan-pekerjaan durhaka, dan selama ini belum pernah

membinasakan seorang manusia baik pun..”

“Sebaliknya Lolap pernah membinasakan seorang manusia

baik...” seru Cuo It Sian sambil membelai pedang tersebut dan

menghela napas pendek.

“Ooh...benar?” seru Cau Ci Beng melengak.

“Benar, Lolap terang-terangan tahu kalau dia adalah seorang

manusia baik, tetapi mau tidak mau aku harus membinasakan

dirinya.”

“Lalu kenapa?”

Cuo It Sian tidak menyawab, dengan pandangan mata yang

melongo dia memperhatikan pedang yang ada di tangannya

kemudian baru angkat kepalanya dan bertanya.

“Kali ini Cau hian-tit melakukan perjalanan seorang diri ?”

“Benar” sahut Cau Ci Beng mengangguk, “Boanpwe dengan

seorang kawan sudah berjanyi untuk bertemu kembali beberapa

hari yang akan datang di kota Hoa Yong Sian, karena takut tidak

sampai kecandak waktunya maka terpaksa boanpwe melakukan

perjalanan dengan siang malam, aku punya perhitungan setelah

terang tanah nanti boanpwe sudah bisa tiba di atas gunung Cun

san”

Dengan perlahan Cuo It Sian mengangguk.

“Kalau memangnya demikian, Cau Hian-tit

melakukan perjalanan,” ujarnya kemudian.

cepat-cepatlah

Selesai berkata pedang panjang yang ada ditangannya mendadak

ditusuk ke depan menghajar ulu hati dari Cau Ci Beng.

Cau Ci Beng lantas berteriak ngeri dengan amat menyayatkan

hati. sepasang tanganya mencekal kencang-kencang pedang

panjang itu sedang air mukanya memperlihatkan rasa kaget yang

bukan alang kepalang, sambil melotot kearah Cuo It Sian serunya

gemetar:

“Lo . . . Locianpwe kenapa . . . ke napa . .!”

Bicara sampai di sini dia tidak kuat untuk bertahan lebih lama

lagi, tubuhnya rubuh ke atas tanah dan menemui ajalnya seketika

itu juga.

Cuo It Sian segera menghela napas panjang.

“Kenapa aku membinasakan dirimu?” serunya dengan terharu.

“Hei...alasannya karena sewaktu kau tiba di gua naga di atas

gunung Cun San kemungkinan sekali bisa menemukan tempat

terkuburnya Kan It Hang dan dari penemuan mayat dari Kan It

Hong yang terbunuh oleh orang lain jika dihubungkan dengan

penemuan mala mini dengan lolap bukankah kau orang bisa timbul

rasa curiga. Lain kali mungkin kau bisa menceritakan kisah ini

kepada orang lain dan orang pastilah akan menaruh curiga kalau

Kan It Hong adalah lolap yang turun tangan membinasakannya.”

Dengan perlahan dia menggelengkan kepalanya lantas menghela

napas panjang lagi.

“Kesemuanya ini adalah alasan lolap kenapa terpaksa aku harus

turut membinasakan dirimu. bagaimana kau mati tidak meram

sukmamu pergi mencari Wi Ci To untuk membalas dendam ini

karena dialah yang memaksa lolap harus melakuka jalanan ini.”

Selesai berkata dia segera memungut kembali pedangnya dan

mulai menggali tanah untuk mengubur mayat dari Cau Ci Beng.

Ti Then yang melihat kejadian itu di dalam hati benar-benar

merasa sangat terkejut bercampur gusar, makinya diam-diam:

“Bajingan tua, kau patut menemui kematianmu, kau sudah

membinasakan orang kini malah mengalihkan dosanya kepada

orang lain”

Terhadap kematian dari Cau Ci Beng ini ia merasa amat menyesal

sekali, karena sewaktu dia mendengar perkataan yang terakhir dari

Cuo lt Sian tadi secara samar-samar dia sudah merasakan kalau Cuo

It Sian bermaksud hendak melenyapkan saksi hidup.

Pada waktu itusebetulnya dia mem punyai kesempatan untuk

kirim suara memberi peringatan kepada diri Cau Ci Beng, tetapi

dikarenakan dia belum benar-benar yakin kalau Cuo It Sian benar

mau turun tangan membinasakan Cau Ci Beng di samping dia pun

memikirkan perintah yang dibebankan kepadanya maka membuat

dalam hatinya sedikit ragu-ragu sewaktu keadaan sangat kepepet

itulah untuk memberi peringatan sudah tidak sempat lagi skhingga

tidak berhasil menolong nyawa dari Cau Ci Beng.

Diam-diam dia menggigit kencang bibirnya, dalam hati pikirnya:

“Pokoknya ada satu hari aku tentu akan mengumumkan seluruh

kejahatan dari kau bajingan tua di hadapan orang-orang Bu-lim

kemudian menghancurkan badanmu sehingga berkeping-keping.”

Agaknya Cuo It Sian sendiri

pun takut I kalau sampai

diketemukan oleh orang lain, gerak-geriknya amat cepat dan tidak

selang kemudian dia sudah berhasil menggali liang yang amat besar

dan memasukkan mayat Cau Ci Beng ke dalam liang tersebut

kemudian menutupnya kembali dengan tanah, semuanya telah

selesai dia baru putar badannya melarikan diri ke sebelah Barat.

Ti Then tetap menguntitnya dari arah belakang. Dia tidak berani

terlalu dekat dengan dirinya.

Ketika sang surya muncul kembali di ufuk sebelah timur Cuo It

Sian sudah tiba di kota Hoa Yong Sian.

Ti Then segera mengikuti masuk ke dalam kota tersebut, ketika

dilihatnya Cuo It Sian sembari berjalan di tengahi jalan kepalanya

menengok ke kanan menengok ke kiri dia segera tahu kalau dirinya

sedang mencari rumah penginapan, teringat kuda Ang Shan Khek

nya masih dititipkan dipenginapan Im Hok tidak terasa diam-diam

doanya:

“Lebih baik jangan dibiarkan dia masuk ke rumah penginapan Im

Hok tersebut, kalau tidak aku akan menemui kesukaran untuk turun

tangan.”

Dia mem punyai rencana untuk meminyam keempatan sewaktu

Cuo It Sian menginap di rumah penginapan dia segera berusaha

untuk mencuri pedang pendek tersebut.

Sebaliknya di rumah penginapan Im Hok sudah ada nama serta

kudanya yang tertinggal di sana, karenanya dia tak ingin Cuo It Sian

masuk ke dalam rumah penginapan Im Hok itu sehingga membuat

urusan selanjutnya jadi berantakan.

Akhirnya rasa kuatir itu lenyap juga dari benaknya.

Cuo It Sian menginap di sebuah rumah pemginapan kecil dengan

nama Ban Seng.

Ti Then segera tahu dia sengaja mencari sebuah penginapan

kecil karena takut sampai ditemui oleh orang-orang yang dia kenal,

bersamaan pula dia tahu tentunya dia sedang melakukan siasat

siang mendekam malam bergerak paling sedikitnya dia akan

mendekam di penginapan Ban Seng itu seharian lamanya.

Segera dia mengambiI satu siasat pula. Dia segera membeli

seperangkat sepatu dan pakaian baru kemudian dengan

menggunakan beberapa macam barang untuk mengubah wajahnya

sete!ah itu baru berjalan ke luar kota dan mencari sebuah tempat

yang sunyi untuk mulai menyamar.

Terhadap ilmu mengubah wajah dia mem punyai satu

pengalaman yang cukup sempurna, tidak lama kemudian dia sudah

berhasil menyamar sebagai seorang pedagang pertengahan.

Setelah menyembunyikan sepatu, pakaian serta pedangnya dia

baru berjalan kembali lagi ke dalam kota.

Setelah memasuki kota dia langsung menuju kerumah

penginapan Ban Seng, ketika dilihatnya ada beberapa orang tamu

sedang membayar rekening siap meninggalkan tempat tersebut dia

segera menanti di samping,

Tidak lama kemudian terlihatlah seorang pelayan maju memberi

hormat kepadanya: “Khek-koan.. kau . .”

“Mau mencari kamar,” sahut Ti Then dengan cepat.

“Baik . . . baik.” sahut si pelayan sambil membungkukkan

badannya, silahkan Khek koan mengikuti hamba.”

Selesai berkata dia segera putar kepalanya berjalan masuk ke

dalam.

“Apa tidak perlu tinggalkan nama?”

“Tidak usah. . : tidak usah, silahkan kau orang beristirahat dulu

ke dalam kamar, nanti baru....”

“Tidak” potong Ti Then dengan cepat, “Aku mau menulis namaku

terlebih dulu, nanti sore ada kemungkinan seorang teman akan

kemari mencari aku”

“Kalau begitu silahkan ikuti hamba pergi ke sana” sahut pelayan

itu sambil menghentikan langkah kakinya.

Dia memimpin Ti Then menuju ke kamar kasir dan mengambil

sebuah kitab untuk kemudian membukanya pada halaman yang

terakhir menyilahkan Ti Then menulis namanya.

Tidak salah lagi pada nama tamu yang terakhir dia menemukan

tinta bak yang masih belum kering benar, tetapi nama yang ditulis

bukannya ‘Cuo It Sian’ tiga kata melainkan Cu Khei Kui.

Ti Then yang tidak menemukan nama ‘Cuo It Sian’ diantara

nama-nama tersebut dia segera menuding ke atas nama Cu Khei Kui

tersebut.

“Nama orang ini sungguh berarti sekali”

“Benar” sahut sang pelayan sambil tertawa. “Nama ini adalah

nama dari seorang tamu yang baru saja menginap di rumah

penginapan kami.”

Ti Then segera menulis namanya dengan sebutan Ciau Cuang di

belakang nama Cu

Khei Kui tadi sambil meletakkan kembali pitnya ke atas meja dia

berkata sambil tertawa.

“Aku adalah seorang pedagang, dan paling suka membicarakan

soal rejeki atau sial, nama orang ini adalah Khei Kui, tolong beri aku

satu kamar yang persis disarnpingnya saja, biar aku

kecipratan rejeki.”

pun ikut

“Boleh.. boleh, tetapi tetamu tua itu baru mau tidur, dia berpesan

kepada hamba untuk jangan membangunkan dia, maka . ...”

“Aku pun hendak pergi tidur sebentar “ potong Ti Then dingan

cepatnya. “Aku tidak akan membangunkan dirinya”.

“Kalau begitu bagus sekali. Khek koan kau ingin makan?” tanya

pelayan itu kemudian dengan cepat.

“Baiklah, ambilkan beberapa macam sayur dan bawa ke dalam

kamarku”

Demikianlah si pelayan itu segera memimpin dia masuk ke dalam

rumah penginapan dan membuka pintu kamar tepat di samping

kamar dari Cu Khei Kui dan membiarkan Ti Then masuk, kemudian

mempersiapkan makanannya.

Ti Then segera masuk ke dalam dia segera mepetkan badannya

dengan tembok untuk mendengarkan suara yang ada di sampingnya

dengan penuh perhatian,

Dia cuma mendengar suara napas yang agak keras dari Cu Khei

Kui itu, dia tentu pihak lawan sudah tertidur dengan amat pulasnya,

segera dia pun mengundurkan diri ke samping pembaringan dan

mulai memikirkan cara-cara untuk mencuri pedang pendek itu.

Tidak lama kemudian si pelayan sudah menghidangkan sarapan

pagi.

“Khek koan,” serunya. “Makanan pagimu sudah datang.”

“Baik,” sahut Ti Then sengaja mengganti nada ucapannya.

“Setelan makan aku pun mau tidur, kau tidak perlu melayani aku

lagi.”

Dengan amat hormatnya pelayan itu menyahut. setelah

meletakkan sarapan itu di atas meja dia segera mengundurkan

dirinya.

Setelah bersantap pagi Ti Then pun membaringkan badannya ke

atas tempat pembaringan melanjutkan pemikirannya cara-cara

untuk mencuri pedang tersebut.

Akhirnya dia memperoleh dua cara :

Pertama, sewaktu Cuo It Sian ada urusan dan meninggalkan

kamarnya.

Dan kedua, Sewaktu dia berganti pakaian atau sedang mandi.

Tetapi kedua buah cara itu baru bisa dilakukan menanti setelah

dia sadar kembali dari pulasnya, tetapi kapan dia baru sadar kembali

dari pulasnya?

“Ehmm, dia baru saja tertidur sudah tentu paling cepat siang

nanti baru bangun, lebih baik kini dirinya pun tidur sebentar.

Berpikir sampai di sini dia tidak melanjutkan kembali

pemikirannya, segera dia memejamkan matanya dan tertidur

dengan nyenyaknya.

Siapa tahu baru saja dia tertidur tidak lama, mendadak dari luar

kamar berkumandang datang suara yang amat ramai sekali.

Terdengar si pelayan itu dengan suara yang cemas sedang

berteriak:

“Eei . ,. . eei nona, kau sedang berbuat apa?”

Disambung dengan suara yang amat merdu dan nyaring dari

seorang gadis memberi jawabannya:

“Nonamu sedang cari orang”

“Kau sedang cari siapa?”

“Kau tidak usah ikut campur”

“Nona, kau...kau..menuntun anying itu, tentunya bukan sedang

perintah dia untuk menggigit orang bukan?”

“Bukan!”

“Lalu.. kenapa kau menuntun anying itu datang kemari?”

“Tadi aku sudah bilang aku sedang mmencari orang, apa

telingamu sudah tuli?”

“Tetapi...tetapi...”

“Kalau kau banyak bicara lagi nonamu segera akan perintah Cian

Li Yen ini untuk menggigit dirimu terlebih dulu”

Ti Then yang mendengar disebutnya nama ‘Cian Li Yen’ tiga buah

kata tidak terasa lagi menjadi sangat terkejut sekali, dengan gugup

tubuhnya meloncat bangun kemudian serunya di dalam hati:

“Aduh . . celaka, bagaimana dia bisa sampai di sini?”

Pada saat dia ingin membuka pintu kamar itulah mendadak dari

pintu kamar sebelah luar terdengar suara gonggongan anying

sangat ramai sekali, kemudian disusul suara dari Wi Lian In berkata:

“Cian Li Yen, apa tidak salah kamar ini?”

Sekali lagi anying itu menggonggong dengan amat kerasnya

bersamaan pula terdengar suara kuku anying yang mulai mencakar

pintu kamar.

Diam-diam Ti Then menghela napas panjang, pikirnya:

“Habis..habis sudah. Cuo It Sian yang ada di kamar sebelah

sesudah mendengar suara itu tentu akan kabur”

Dia takut Wi Lian In berteriak memanggil namanya terpaksa dia

segera maju ke depan membuka pintu kamar.

“Ada permainan setan apa? Siapa yang sudah membawa seekor

anying gila mengganggu orang?” teriaknya dengan gusar.

Wi Lian In yang berdiri di depan pintu di dalam anggapannya

orang yang ada di dalam kamar sudah tentu adalah diri Ti Then,

ketika dilihatnya orang yang ada di depan matanya sekarang bukan

lain adalah seorang lelaki berusia pertengahan dengan memelihara

jenggot pendek pada janggutnya seketika itu juga dia melengak.

“Kau siapa?” serunya dengan air muka yang sudah memerah.

“Cayhe Ciau Cuang” sahut Ti Then dengan nada suara yang

sengaja diperberat, “Nona ada keperluan apa datang mencari

cayhe?”

Untuk beberapa saat lamanya Wi Lian In dibuat kelabakan juga

dengan paksa dia menarik anying ‘Cian Li Yen’-nya.

“Maaf, maaf aku sudah salah mencari orang,”serunya kikuk.

“Sungguh membingungkan, hmmm..” seru Ti Then sambil

mendengus perlahan.

Selesai berkata dia hendak menutup pintu kamarnya kembali.

Siapa sangka si anying ‘Cian Li Yen’ itu tidak mau mengakui

kesalahannya, melihat Ti Then hendak menutup pintu dengan cepat

tubuhnya kembali menubruk ke depan dan menggonggong dengan

ramainya kearah diri Ti Then.

Dengan sekuat tenaga Wi Lian In segera menarik anyingnya ke

belakang,

“Binatang jahanam !” makinya dengan gusar. “Matamu betul-

betul sudah buta”

Si anying ‘Cian Li Yen’ itu tetap tidak mau mengaku salah,

kakinya diangkat ke atas dan tak henti-hentinya menggonggong

dengan menghadap diri Ti Then.

Si pelayan yang ada di samping sewaktu melihat kejadian ini dia

jadi semakin keras lagi, teriaknya berulang kali.

“Coba kau lihat, aku tadi Tanya kau mencari siapa kau orang

tidak mau menyawab, sekarang anyingmu sudah membangunkan

tetamu kita semua sungguh kurang ajar..sungguh kurang ajar

sekali”

“Cepat, tarik dia keluar” teriak Ti Then pula sambil mengulapkan

tangannya, “Kalau tidak jangan salahkan aku segera akan pukul

anying itu dengan menggunakan tongkat”

Wi Lian In menganggukkan kepalanya berulangkali lantas dengan

sekuat tenaga menarik anying Cian Li Yen-nya untuk mengundurkan

diri dari situ.

“Ayoh jalan...ayoh jalan,” bentaknya dengan keras, “Kau anying

goblok, anying konyol tunggu saja pembalasanku sekembalinya dari

sini”

Pada saat itulah dari pintu kamar Cu Khei Kui yang ada di

samping kamar Ti Then terbuka dengan perlahan disusul bergema

datangnya suara seorang kakek tua.”

“Ada urusan apa yang begitu ramai dan ributnya?”

“Aduh, habislah..” batin Ti Then diam-diam dia merasa hatinya

berdebar dengan amat keras.

Dia berpendapat bahwa ketika Cuo It Sian berjalan keluar dari

kamarnya dan melihat Wi Lian In seorang diri ada di sana, dia tentu

akan menawan diri Wi Lian In, pada saat itu dirinya harus turun

tangan memberi bantuan dengan begitu bukankah ‘penyamaran’-

nya akan jadi berantakan?

Atau dengan perkataan lain, seluruh usahanya yang susah payah

ini hancur berantakan sampai di sini.

Tetapi sewaktu dia orang sedang menghela napas panjang

dikarenakan kejadian inilah mendadak dia dibuat tertegun sesudah

melihat wajah dari Cu Khei Kui itu.

Kiranya Cu Khei Kui yang baru saja keluar dari kamar itu

bukanlah si pembesar kota Cuo It Sian melainkan adalah seorang

kakek tua yang berperawakan kurus sekali.

Dengan mata terbelalak mulut melongo Ti Then memperhatikan

kakek tua itu tajam-tajam untuk beberapa saat lamanya dia tidak

dapat mengucapkan sepatah kata pun. Ia selalu menganggap Cu

Khei Kui itu adalah adalah diri Cuo It Sian, siapa tahu dugaannya

ternyata adalah salah besar, kesalahannya kali ini benar-benar amat

lihay sekali.

Kalau memangnya Cu Khei Kui ini bukanlah Cuo It Sian, lalu Cuo

It Sian yang sebsnarnya tinggal di kamar sebelah mana?

Begitu pikiran tersebut berkelebat di dalam benaknya, ketika

dilihatnya Wi Lian In sudah hendak meninggalkan halaman rumah

penginapan tersebut dia segera berteriak dengan keras:

“Nona, tunggu sebentar!”

Sembari berteriak dia mengejar ke depan dengan langkah yang

cepat.

“Ada urusan apa?” tanya Wi Lian In setelah mendengar

perkataan tersebut, dia berhenti dan putar badannya.

“Cayhe sekarang sudah jadi paham kembali bukankah nona

sedang menggunakan penciuman anying ini sedang mencari

seseorang?”

Sskali pun perkataanmu itu sedikit

orang mau apa?” Seru Wi Lian In ketus.

pun tidak salah lalu kau

“Anying nona itu sudah mencari sampai di sepan kamar cayhe

kemungkinan sekali tidak salah orang yang sedang nona cari ada

kemungkinan pernah tinggal di dalam kamarku itu.”

“Ehmmm.... kemungkinan sekali memang demikian” Seru Wi Lian

In.

Mendadak Ti Then memperendah suaranya, ujarnya dengan

cepat:

“Aku adalah Ti Then, kau pergilah dulu sebentar kemudian aku

akan menyusul datang.”

Berbicara sampai di sini dia segera memperkeras suaranya.

“Kenapa nona tidak pergi ke tempat pemilik rumah penginapan

ini untuk memeriksa daftar nama tetamu? Kemungkinan sekali dari

sana bisa ditemukan kembali.”

Wi Lian In agak melengak dibuatnya, tetapi sebentar kemudian

dia sudah mengangguk berulang kali.

“Tidak salah...tidak salah” serunya dengan cepat, “Biarlah aku

periksa sebentar”

Selesai berkata dengan terburu-buru dia menarik anying Cian Li

Yen-nya untuk berlalu dari sana.

Setelah melihat bayangan dari Wi Lian In lenyap dari pandangan

Ti Then baru tertawa, putar badan dan ujarnya sambil gelengkan

kepalanya berulang kali.

“Nona ini sungguh amat lucu sekali...”

Si pelayan itu segera menjura berulang di depan Ti Then serta Cu

Khei Kui.

“Maaf..maaf, sudah mengganggu kalian, maaf..” serunya sambil

tertawa paksa.

Cu Khei Kui tidak menyawab, dia putar badan berjalan masuk

kembali ke dalam kamarnya dan menutup pintu kembali.

Sedangkan Ti Then segera menarik tangan si pelayan itu ke

samping.

“Aku mau bertanya kepadamu,” ujarnya dengan suara yang amat

lirih sekali, “Pagi ini orang yang memasuki rumah penginapanmu

kecuali aku beserta si kakek tua she Cu itu masih ada siapa lagi?”

“Sudah tidak ada lagi,” sahut pelayan itu sambil gelengkan

kepalanya.

“Sungguh?” tanya Ti Then keheranan.

“Sungguh,” sahutnya mengangguk.

“Tetapi kurang lebih dua jam sebelum aku memasuki rumah

penginapanmu ini agaknya aku pernah melihat seorang kakek tua

berjubah hijau memasuki rumah penginapan ini, kakek tua berjubah

hijau itu mem punyai perawakan tinggi besar.”

“Betul, betul..” sambung pelayan itu dengan cepat, “Memang

pernah ada seorang kakek tua berjalan memasuki rumah

penginapan kita ini, tetapi dia tidak menginap di sini.”

“Kenapa?”

“Siapa yang tahu?” sahut pelayan itu sambil merentangkan

tangannya ke samping.

“Semula dia

punya rencana untuk tinggal di sini selama

beberapa hari lamanya tetapi setelah bersantap pagi mendadak dia

bilang ada urusan penting yang harus diselesaikan, dengan terburu-

buru dia membayar rekening lantas meninggalkan tempat ini.”

“Kalau begitu dia pernah masuk ke dalam kamar?”
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Patung Emas 5 [Thi Ten] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Patung Emas 5 [Thi Ten] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-5-thi-ten.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Patung Emas 5 [Thi Ten] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Patung Emas 5 [Thi Ten] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Patung Emas 5 [Thi Ten] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-5-thi-ten.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar